Nama
: Laila Aprilina
NIM
: 210810301041
Kelompok : Ratu Sima
Mempertahankan Gotong Royong di Era Disrupsi Melalui
Pancasila dan Organisasi
Dari masa ke masa perubahan hampir selalu terjadi. Saat ini manusia berada
pada era dimana terjadi perubahan mendasar secara besar - besaran dan berlangsung
begitu cepat yang dikenal dengan era disrupsi. Disebut era disrupsi karena seluruh
aspek kehidupan mengalami perubahan yang tak terduga serta fundamental. Dalam
era disrupsi, semua yang berwujud manual berganti menjadi digital. Setiap
perubahan akan menghasilkan suatu dampak yang berpengaruh pada tatanan
kehidupan. Perubahan yang terjadi tidak hanya mencakup aspek digital dan
teknologi, namun perubahan juga berpengaruh pada budaya. Budaya gotong royong
semakin lama mulai tergerus berganti dengan masyarakat yang mulai bersifat
individualis.
Individualisme
merupakan
sikap
acuh
pada
sekitar
dan
hanya
mementingkan keadaan diri sendiri tanpa mau terlibat dengan individu lainnya.
Perilaku tersebut bertentangan dengan nilai - nilai yang termuat pada pancasila yang
dianut bangsa Indonesia sejak dulu. Hal tersebut muncul karena dengan
berkembangnya teknologi, masyarakat cenderung berinteraksi di dunia maya
daripada berinteraksi secara langsung di dunia nyata. We are social dan hootsuite
menyatakan pengguna media sosial di Indonesia mencapai 170 juta pada Januari
2021, dalam laporan tersebut menunjukkan bahwa 61,8% dari jumlah penduduk
Indonesia menggunakan media sosial dengan rata-rata lama penggunaan media
sosial sebanyak 3 jam 42 menit (Stephanie, Riset Ungkap Lebih dari Separuh
Penduduk Indonesia "Melek" Media Sosial, 2021). Dengan banyaknya waktu yang
dilalui di media sosial, maka interaksi langsung di dunia nyata akan semakin jarang.
Ini berdampak pada bergesernya nilai - nilai gotong royong. Cara agar nilai gotong
royong tetap tertanam dalam kehidupan bermasyarakat adalah dengan menanamkan
dan mengamalkan pancasila serta berpartisipasi dalam organisasi.
Gotong dan royong, kedua kata tersebut berasal dari bahasa Jawa. Gotong
memiliki arti pikul atau angkat, sedangkan royong memiliki makna bersama-sama.
Dapat didefinisikan bahwa gotong royong mempunyai makna memikul beban
bersama-sama supaya beban yang ada terasa lebih ringan (Irfan, 2017). Gotong
royong adalah pencerminan dari sikap kebersamaan dan kekeluargaan. Sikap
kekeluargaan ini sudah lahir sejak zaman nenek moyang dahulu dan harus dijaga
kelestariannya hingga sekarang dengan menerapkan perilaku gotong royong pada
kehidupan sehari – hari. Budaya gotong royong yang bisa kita terapkan sekarang
mungkin agak berbeda dengan budaya gotong royong pada zaman dahulu karena
menyesuaikan dengan perkembangan zaman. Dahulu masyarakat bergotong royong
dengan terjun langsung membantu yang lainnya, sedangkan sekarang terdapat
banyak aplikasi atau website yang menyediakan tempat untuk bergotong royong
dalam artian membantu seseorang yang sedang kesulitan dengan memanfaatkan
perkembangan teknologi seperti melalui donasi online. Walaupun begitu kita tetap
memerlukan interaksi nyata untuk memupuk gotong royong.
Sila ke tiga Pancasila yang berbunyi persatuan Indonesia mencerminkan
semangat gotong royong. Mengamalkan dan menerapkan nilai pancasila dalam
bersikap adalah cara yang tepat untuk tetap melestarikan budaya gotong royong.
Jika generasi muda dalam berperilaku memegang teguh nilai - nilai pancasila, maka
nilai gotong royong yang ada akan tetap terbangun. Pancasila sendiri memiliki
kemampuan untuk menyerap nilai apa yang bisa diterapkan untuk disesuaikan
dengan nilai - nilai yang terkandung dalam pancasila sendiri. Sehingga nila - nilai
baru yang masuk dapat terkontrol sesuai dengan kepribadian bangsa Indonesia.
Untuk dapat mencapai arah dan tujuan yang jelas juga menjadi bangsa yang kokoh,
setiap bangsa yang ada membutuhkan suatu pandangan hidup. Pandangan hidup
dugunakan sebagai cara untuk mendapatkan solusi serta memandang persoalan
yang sedang dihadapi. Pancasila yang berisi nilai gotong royong diharapkan peka
pada teknologi agar dapat menjawab tantangan yang ada (Raharja, 2019).
Meningkatkan gotong royong melalui penerapan nilai - nilai Pancasila dapat
dilakukan mahasiswa dengan menumbuhkan sikap peka terhadap lingkungan.
Sebagai mahasiwa kita bisa awali dari hal - hal yang amat dasar seperti bertindak
serta berkomunikasi dengan ramah dan menghargai teman - teman. Selain itu, bisa
juga dilakukan dengan membuka kegiatan donasi bagi pihak yang memerlukan
bantuan. Tindakan - tindakan tersebut akan menumbuhkan kepedulian sehingga
dapat terhindar dari sikap individualisme dan apatisme. Mahasiswa sendiri disebut
agent of exchange karena dianggap memiliki peranan strategis yang mampu
menjadikan bangsa Indonesia bangsa yang maju serta dianggap sebagai sumber
moral utama penggerak bangsa. Melalui gaya berpikir yang kritis juga kreativ
mahasiswa diharap dapat membangun bangsa dengan baik.
Dalam lingkungan mahasiswa biasanya terkenal dengan adanya organisasi.
Organisasi merupakan wadah bagi kelompok yang memiliki tujuan yang sama. Di
lingkungan mahasiswa umumnya terdapat banyak jenis organisasi yang bisa
mengembangkan potensi mahasiswa. Organisasi yang ada dapat dimanfaatkan
sebagai wadah untuk menumbuhkan sikap gotong royong. Dengan tergabung dalam
organisasi, maka akan terjadi banyak interaksi dan kerja sama. Hal tersebut juga
akan melatih diri untuk siap turun ke masyarakat dan lebih peduli dengan kondisi
yang terjadi. Penting bagi mahasiswa untuk menumbuhkan semangat berorganisasi
karena organisasi mahasiswa sendiri selain dijadikan sarana guna menunjang
pendidikan juga merupakan alat untuk mengembangkan kemampuan diri untuk bisa
membaur dalam kehidupan bermasyarakat. Kemampuan tersebut berguna untuk
menghadapi permasalahan yang berlangsung dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara, seperti melemahnya gotong royong.
Dibutuhkan asas – asas organisasi untuk dapat menciptakan organisasi yang
sesuai dengan kebutuhan secara efektif dan efisien. Dalam pelaksanaannya
organisasi harus berasaskan pada tujuan, integritas tujuan, integritas perintah,
rentang kendali, pelimpahan kekuasaan, kestabilan tanggung jawab, klasifikasi
aktivitas kerja, klasifikasi individu, hubungan bertahap, efisiensi dan keberlanjutan,
serta harmonisasi (Hasibuan, 2014). Dengan menerapkan asas-asas di atas, suatu
organisasi diharapkan mampu untuk menunjang keberhasilan organisasi dalam
membangkitkan semangat gotong royong. Pengelolaan organisasi di era sekarang
dapat dilakukan dengan memanfaatkan teknologi. Suatu kelompok yang ada pada
organisasi dapat mensosialisasikan kampanye pentingnya gotong royong melalui
media sosial. Dalam proses mencapai tujuan organisasi, mahasiswa akan dilatih
untuk saling bahu membahu. Pengaruh pembagian tugas yang ada di organisasi
akan memupuk interaksi individu satu dengan invidu lain. Oleh karena itu, hal
tersebut akan sangat berperan dalam menghidupkan budaya gotong royong.
Era disrupsi menghadirkan berbagai perubahan pada aspek - aspek
kehidupan secara cepat dan mendasar, seperti yang terjadi pada aspek budaya yaitu
gotong royong yang dirasa mulai luntur dari kehidupan berbangsa. Namun, dengan
sikap yang bijak seperti mengamalkan dan menerapkan nilai - nilai Pancasila serta
aktif dalam organisasi maka dapat mendukung pelestarian budaya gotong royong.
Perkembangan teknologi juga bisa dimanfaatkan generasi muda untuk menunjang
sosialisasi terhadap pentingnya menumbuhkan sikap gotong royong. Sehingga
sikap yang tidak mencerminkan kepribadian bangsa seperti individualisme dan
apatisme bisa dicegah.
DAFTAR PUSTAKA
Hasibuan, M. S. (2014). Organisasi dan Motivasi: Dasar Peningkatan
Produktivitas. Jakarta: Bumi Aksara.
Irfan, M. (2017). Metamorfosis Gotong Royong dalam Pandangan Konstruksi
Sosial. Prosiding Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, Vol. 4,
No. 1, 1-10.
Raharja, H. Y. (2019). Relevansi Pancasila Era Industry 4.0 dan Society 5.0 di
Pendidikan Tinggi Vokasi. Journal of Digital Education, Communication,
and Arts, Vol. 2, No. 1, 11-20.
Stephanie, C. (2021, Februari 24). Riset Ungkap Lebih dari Separuh Penduduk
Indonesia "Melek" Media Sosial. Dipetik September 14, 2021, dari Tekno
Kompas:
https://tekno.kompas.com/read/2021/02/24/08050027/risetungkap-lebih-dari-separuh-penduduk-indonesia-melek-media-sosial