Diktat
Pendidikan Kewarganegaraan
untuk SD/MI
Oleh
Abdul Gani Jamora Nasution
Karya ini merupakan bahan ajar matakuliah Pendidikan Kewarganegaraan
SD/MI padasemester III (Tiga) Jurusan Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah
(PGMI) tahun akademik 2020/2021 dan karya ini hanya untuk pegangan
pribadi.
Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah (PGMI)
Fakultas Ilmu Tarbiyah & Keguruan (FITK)
Universitas Islam Negeri (UIN)
Sumatera Utara
Medan
2020
i
Sekapur Sirih
Alhamdulillahi rabbil ‘alamin, ucapan yang dapat dilontarkan untuk pertama kali
untuk menjelaskan posisi diktat yang ada dihadapan pembaca. Karena dengan nikmat yang
diberikan oleh Allah Swt. penulis dapat menyelesaikan tulisan ini. Shalawat serta salam
kepada Nabi Muhammad Saw. Semangat kehidupan beliau menjadi uswatun hasanah bagi
generasi hingga alam punah.
Karya sederhana ini tentu terinspirasi dengan keadaan tentang perlunya
pengembbangan wacana keilmuan, terkhusus di kalangan mahasiswa-mahasiswi yang penulis
membersamai mereka. Sebuah keharusan untuk memberikan tentang pemaknaan terhadap
Pendidikan Kewarganegaraan secara progresif. Terlebih matakuliah ini dijadikan sebagai
matakuliah wajib setiap perguruan tinggi.
Berbicara tentang pendidikan kewarganegaraan, berarti sedang membicarakan
tentang diri dan akumalasi banyak orang yang hidup di Negara Kesatuan Republik Indonesia
(NKRI) ini. Kesadaran penuh terhadap memaknai bangsa seutuhnya, memaahami, merawat,
dan mengembangkan NKRI menjadi tugas bersama. Dengan memperlajari Pendidikan
Kewarganegaraan tentu dapat menjadi pintu masuk untuk lebih mencintai NKRI. Karena
fakta berserakan, banyak sisi yang terus berusaha untuk menghancurkan tatanan bangsa dan
negara. Merusak keromatisan yang ditinggalkan para leluhur dan tokoh bangsa dan negara.
Belum lagi, faktor kompetitif global yang memaksakan ketergantungan bangsa dan negara
yang terus diapit penuh kebiadan para “pemodal”. Yang pastinya, kesiapan generasi untuk
meneruskan perjuangan para tokoh bangsa menjadi sebuah kewajiban mutlak bagi setiap
individu yang hidup di NKRI.
Oretan sederhana ini, menjadi penting manakala dihadirkan dengan rasa cinta dan
kasih sayang kepada negara dan bangsa, sebagai penerus para leluhur dan tokoh bangsa.
Kehadiran rasa kebanggaan menjadi modal untuk dapat berwacana dan melihat secara kritis
setiap yang terjadi di depan mata bangsa dan negara. Inilah harapan dari penulisan diktat
yang sederhana ini, semoga mempertahankan dan menghantarkan keunggulan NKRI yang
kompetitif di mata dunia.
Terakhir, penulis haturkan ribuan terimakasih untuk kawan-kawan yang setia
berdiskusi dan berwacana dalam setiap kebingungan yang menghadang. Tulang Bogel, sosok
ii
guru yang setia mendengarkan curhatan dan kerasahan tentang desain kebangsaan ini.
Sekalipun disadari, terkadang pembicaraan terjebak pada “ngelantur” saja. Sahlan, Dani, dan
Irul, para magister yang banyak saya pelajari tentang mereka, khususnya mengenali alamnya
para ketua-ketua sebagai penyebutan dijajaran aktivis, mengatakan untuk kawasan medan
sebagai kotanya “Para Ketua-ketua”. Dan masih banyak lagi, Tidak dapat disebutkan satu
persatu, hanya Allah lah yang membalas kebaikan kalian semua. Untuk menutup pengantar
ini,
penulis
menyadari
masih
banyak
kekurangan
dan
bahkan
tidak
menutup
kemungkinanterjadi kesalahan. Oleh karenanya, penulis mengharapkan kritik kontributif
dalam rangkapenyempurnaan tulisan ini.
Sekitaran Pajak Simpang Limun Medan, Oktober 2020
AGJ. Nasution
iii
DAFTAR ISI
1. Pengantar Civic Education 10
2. Identitas Nasional dan Globalisasi 17
3. Konsep Negara 35
4. Kewarganegaran 75
5. Konstitusi 100
6. Pemerintahan Sipil dan Militer 120
7. Relasi Agama dan Negara 130
8. Demokrasi135
9. Desentralisasi (OTDA) 140
10. Fundamentalisme beragama 145
11. Pro Kontra Hukuman Mati bagi Koruptor dan teroris 147
12. Penegakan HAM di Indonesia 148
13. Isu-isu strategi Kewarganegaraan 149
iv
BAB I
MENGENAL PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN
A. LATAR BELAKANG PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN
Bangsa Indonesia memiliki sejarah yang panjang dalam pembentukannya.
Penuh dengan perjuangan dan pengorbanan, namun pada akhirnya berani untuk
memproklamirkan diri menjadi sebuah bangsa dan negara yang merdeka dari
penjajahan pada 17 Agustus 1945. Konsep bangsa Indonesia merujuk pada
pemikiran Ernest-Renan bahwa bangsa bukan diartikan sebagai satu asal nenek
moyang, tetapi merupakan satu kesatuan solidaritas atau setia kawan satu sama
lain atau bangsa adalah satu jiwa atau satu asas spiritual yang tercipta oleh rasa
pengorbanan yang telah dibuat oleh masa lampau yang oleh mereka telah bersedia
berkorban demi masa depan generasi penerusnya (Zainul Ittihad Amin, 2010).
Adapun negara merupakan sebuah organisasi di antara kelompok atau
beberapa kelompok manusia yang bersama-sama mendiami suatu wilayah tertentu
dengan mengakui adanya suatu pemerintahan yang mengurus tata tertib dan
keselamatan sekelompok atau beberapa kelompok manusia tersebut. Negara juga
dapat didefinisikan sebagai sebuah organisasi yang memiliki wilayah, rakyat,
pemerintahan yang berdaulat serta memiliki hak istimewa, seperti hak memaksa,
hak monopoli, dan hak mencakup semua yang bertujuan untuk menjamin
perlindungan, keamanan, keadilan, serta tercapainya tujuan bersama. Adapun
syarat berdirinya negara adalah memiliki tujuan, memiliki Undang-Undang Dasar,
adanya pengakuan dari negara lain baik secara dejure maupun secara defacto.
Setelah berdirinya Bangsa dan Negara Indonesia bukan berarti tanpa adanya
ancaman, hambatan, gangguan, dan tantangan lagi, bahkan saat ini bangsa
Indonesia menghadapi permasalahan yang semakin kompleks. Jika dahulu perang
yang dihadapi musuhnya terlihat (nyata) dalam artian bersenjata yang tampak
mata, saat ini perang dalam bentuk proxy war atau senjatanya tak nyata seperti
senjata, misalnya kejahatan narkoba, senjata biologi, cyber crime.
Perubahan masyarakat yang dinamis dan semakin derasnya
globalisasi juga dapat menimbulkan permasalahan bagi bangsa Indonesia.
1
arus
Melemahnya semangat kebangsaan, nasionalisme, cinta tanah air serta munculnya
perilaku yang tidak sesuai dengan nilai budaya bangsa dan norma-norma yang
berlaku. Perilaku korupsi yang dianggap biasa, sikap individualistis, hedonisme,
persekusi tentu bukan mencerminkan nilai-nilai luhur bangsa Indonesia. Demi
menghadapi ancaman, tantangan, hambatan, dan gangguan yang akan merusak
nilai-nilai luhur bangsa Indonesia yang tercermin dalam Pancasila maka perlu
diterapkan pendidikan karakter dalam Pendidikan Kurikulum Nasional melalui
Pendidikan Kewarganegaraan. Kewarganegaraan adalah segala hal ikhwal yang
berhubungan dengan warga negara. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana
untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik
secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara (UndangUndang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional) sehingga
Pendidikan Kewarganegaraan dapat diartikan sebagai usaha sadar dan terencana
untuk membekali peserta didik dengan pengetahuan dan kemampuan dasar
berkenaan dengan hubungan timbal balik antara warga negara dengan negara.
Istilah mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan merupakan mata kuliah
yang menggantikan Pendidikan Kewiraan yang mencerminkan terjadinya
reorientasi materi dan revitalisasi dalam proses belajar mengajar. Pendidikan
Kewarganegaraan atau yang disingkat PKn pada dasarnya adalah belajar tentang
ke-Indonesia-an, belajar untuk menjadi manusia yang berkepribadian Indonesia.
Menurut Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 disebutkan bahwa Pendidikan
Kewarganegaraan dimaksudkan untuk membentuk peserta didik menjadi manusia
yang memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air. Pendidikan ini memiliki
peranan yang penting yang akan mengajarkan, mentransformasikan nilai-nilai
Pancasila ke dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Hal ini
menunjukkan bahwa Pendidikan Kewarganegaran memiliki tanggung jawab
secara ideologis, politik, sosial, moral maupun hukum untuk membentengi diri
masyarakat, bangsa, dan negara Indonesia dari berbagai ancaman, hambatan, dan
tantangan yang akan merusak ketahanan bangsa dalam kerangka mewujudkan
2
kesejahteraan masyarakat Indonesia seperti yang tertuang dalam Undung-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia 1945.
B. Hakikat Pendidikan Kewarganegaraan
Hakikat Pendidikan Kewarganegaraan adalah untuk membekali mahasiswa
dengan kemampuan dasar dan pengetahuan mengenai hubungan warga negara
Indonesia dengan Negara dan dengan sesama warga negara. Pendidikan
Kewarganegaraan merupakan bagian ilmu pengetahuan yang memiliki landasan
filsafat baik ontologi, epistemologi maupun aksiologi (Karsadi, 2018). Secara
ontologis, Pendidikan Kewarganegaraan berobjek material, yaitu nilai, moral, dan
budi pekerti. Dalam perspektif epistemologis, Pendidikan Kewarganegaraan dikaji
dan dibahas melalui pendekatan akademik dan ilmiah dengan menekankan pada
olah kalbu, olah karsa, dan olah rasa serta olah pikir yang bersifat komprehensif,
integratif, dan holistik. Dalam perspektif aksiologis, eksistensi dan urgensi
Pendidikan Kewarganegaraan menjadi wahana pendidikan nilai, moral, dan
pendidikan budi pekerti sehingga dapat menjadi sarana transformasi pendidikan
karakter untuk menumbuhkembangkan rasa nasionalisme dan
kesadaran
berbangsa dan bernegara.
C. KOMPETENSI PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN
Warga negara Indonesia wajib menjadi warga negara yang baik dan
terdidik (smart and good citizen) sehingga perlu memahami tentang Indonesia,
memiliki kepribadian Indonesia, memiliki rasa kebangsaan Indonesia, dan
mencintai tanah air. Sebagai mahasiswa wajib memiliki kemampuan tentang
kewarganegaraan
dan
mampu
menerapkan
pengetahuan,
nilai-nilai
dan
keterampilan tersebut dalam kehidupan sehari-hari, memiliki kepribadian yang
mantap, berpikir kritis, bersikap rasional, etis, estetis, dan dinamis, berpandangan
luas, dan bersikap demokrasi yang berkeadaban. Hal ini akan mendukung
mahasiswa untuk memiliki kompetensi dasar, yaitu menjadi ilmuan yang memiliki
rasa kebangsaan dan cinta tanah air, demokratis yang berkeadaban, menjadi warga
negara yang memiliki daya saing, berdisiplin, dan berpartisipasi aktif dalam
3
membangun kehidupan yang damai berdasarkan nilai-nilai Pancasila (Sri Harini
Driyatmi, 2012).
D. LANDASAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN
Dasar diselenggarakannya perkuliahan Pendidikan Kewarganegaraan di
dalam kurikulum perguruan tinggi yang wajib diikuti oleh seluruh mahasiswa
merupakan hal yang fundamental dalam membentuk karakter dan kepribadian
bangsa. Pembentukan karakter dan kepribadian ini harus sesuai dengan nilai-nilai
luhur bangsa Indonesia yang terkandung dalam Pancasila sehingga dapat
dikatakan
bahwa
landasan
utama
pelaksanaan
perkuliahan
Pendidikan
Kewarganegaraan adalah Pancasila yang sekaligus merupakan landasan filosofis.
Lebih lanjut, landasan Pendidikan Kewarganegaraan dapat diganti menjadi
landasan historis dan landasan yuridis.
1. Landasan Historis
Pendidikan Kewarganegaraan sebagai salah satu mata kuliah wajib umum
dapat ditelusuri dari berbagai upaya bangsa Indonesia dalam mencapai
kemerdekaan serta menegakkan Negara Kesatuan Republik Indonesia antara lain:
a. Perjuangan para pahlawan dari berbagai pelosok tanah air untuk melawan
penjajahan, Pangeran Diponegoro, Untung Surapati, Imam Bonjol,
Hasanuddin, Cut Nyak Dien.
b. Pergerakan dengan mendirikan berbagai organisasi pemuda, seperti Boedi
Oetomo, Muhammadiyah, Nadhatul Ulama, Taman Siswa sebagai wujud
Kebangkitan
Nasional
yang
bergerak
dalam
bidang
pendidikan,
keagamaan, sosial kemasyarakatan sebagai perwujudan Kebangkitan
Nasional.
c. Sumpah Pemuda pada 28 Oktober 1928 sebagai perwujudan tekad dan
semangat para pemuda untuk bertanah air satu tanah air Indonesia,
berbangsa satu bangsa Indonesia, dan berbahasa persatuan bahasa
Indonesia.
4
d. Pada masa penjajahan Jepang, para pemuda mempersiapkan untuk
mendirikan negara Indonesia sebagai suatu negara yang merdeka, bersatu,
berdaulat, adil, dan makmur.
e. Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia 17 Agustus 1945.
f. Perjuangan bangsa Indonesia pada masa awal kemerdekaan untuk
menghadapi Belanda yang ingin menjajah dan menguasai kembali
Indonesia.
g. Perjuangan
bangsa
Indonesia
dalam
menghadapi
pengkhianatan,
pemberontakan, penyelewengan, dan separatis.
2. Landasan Yuridis
Landasan
yuridis
penyelenggaraan
mata
kuliah
Pendidikan
Kewarganegaraan, meliputi:
a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 Pasal 27 ayat 3,
Pasal 30 ayat 1, dan Pasal 31 ayat 1, 3, dan 5. Pasal 27 ayat 3
menyebutkan bahwa setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta
dalam upaya pembelaan negara. Pasal 30 ayat 1 menyebutkan bahwa tiaptiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pertahanan dan
keamanan negara. Pasal 31 ayat 1 menyebutkan bahwa setiap warga
negara berhak mendapatkan pendidikan. Pasal 31 ayat 3 menyebutkan
bahwa pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem
pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta
akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur
dalam Undang-Undang. Pasal 31 ayat 5 menyebutkan bahwa pemerintah
memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung tinggi
nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta
kesejahteraan umat manusia.
b. Keputusan
Mendikbud
dan
Menhankam
No:
061U/1985
dan
KEP/002/II/1985 tanggal 1 Februari yang berisi tentang mata kuliah
Kewiraan (Kewarganegaraan) sebagai salah satu Mata Kuliah Dasar
Umum (MKDU) pada semua Perguruan Tinggi di Indonesia.
5
c. Undang-Undang No. 2 Tahun 1989 yang disempurnakan dengan
UndangUndang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
yang menjelaskan bahwa Pendidikan Bela Negara dan Pendidikan
Kewiraan termasuk dalam Pendidikan Kewarganegaraan. Undang-Undang
Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi menyebutkan bahwa
Kurikulum Pendidikan Tinggi wajib memuat mata kuliah Pendidikan
Agama, Pancasila, Kewarganegaraan, dan Bahasa Indonesia.
d. Keputusan Dirjen Dikti No: 267/DIKTI/Kep/2000 tentang Penyempurnaan
GBPP
Mata
Kuliah
Pengembangan
Kepribadian
Pendidikan
Kewarganegaraan, Keputusan Dirjen Dikti No. 38/DIKTI/Kep/2002
tentang
Rambu-rambu
Pelaksanaan
Kepribadian di Perguruan Tinggi,
Mata
Kuliah
Pengembangan
Keputusan Dirjen Dikti No.
43/DIKTI/Kep/2006 tentang Rambu-rambu Pelaksanaan Kelompok Mata
Kuliah Pengembangan Kepribadian di Perguruan Tinggi. Menurut
Keputusan Dirjen Dikti No: 43/DIKTI/kep/2006 visi Pendidikan
Kewarganegaraan di Perguruan Tinggi merupakan sumber nilai dan
pedoman dalam pengembangan dan penyelenggaraan program studi, guna
mengantarkan mahasiswa memantapkan kepribadiannya sebagai manusia
seutuhnya. Hal ini berdasarkan pada suatu realitas yang dihadapi bahwa
mahasiswa adalah sebagai generasi bangsa yang harus memiliki visi
intelektual, religius, berkeadaban, berkemanusiaan, cinta tanah air dan
bangsanya. Misi Pendidikan Kewarganegaraan di Perguruan Tinggi adalah
untuk membantu mahasiswa memantapkan kepribadiannya agar secara
konsisten mampu mewujudkan nilai-nilai dasar Pancasila, rasa kebangsaan
dan cinta tanah air dalam menguasai menerapkan dan mengembangkan
ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni dengan rasa tanggung jawab dan
bermoral.
E. RUANG LINGKUP PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN
Pengajaran Pendidikan Kewarganegaraan Ruang lingkup Pendidikan
Kewarganegaraan, meliputi:
6
1. Pengantar Pendidikan Kewarganegaraan, antara lain latar belakang,
kompetensi,
ruang
lingkup,
hakikat,
dan
landasan
Pendidikan
Kewarganegaraan.
2. Wawasan Nusantara sebagai geopolitik Indonesia, antara lain pengertian
hakikat unsur-unsur serta kedudukan dan fungsi Wawasan Nusantara,
Ketahanan Nasional dan Geostrategi Indonesia.
3. Ketahanan Nasional dan Geostrategi Indonesia, antara lain pembahasan
tentang landasan, pengertian, asas, dan ciri Ketahanan Nasional Indonesia,
serta pendekatan Asta Gatra perwujudan Ketahanan Nasional.
4. Integrasi Nasional, antara lain pembahasan tentang pengertian Integrasi
Nasional, permasalahan globalisasi, multikulturalisme, Bhinneka Tunggal
Ika, dan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
5. Identitas Nasional Indonesia, antara lain pembahasan tentang pengertian
Identitas Nasional, karakter bangsa, dan wujud-wujud Identitas Nasional,
isi arti sila-sila Pancasila dan kedudukan Pancasila sebagai pandangan
hidup bangsa Indonesia.
6. Hak dan kewajiban warga negara, antara lain pembahasan tentang
pengertian hak dan kewajiban, landasan filosofis hak asasi, macammacam
hak warga negara, serta harmoni hak dan kewajiban warga negara.
7. Demokrasi di Indonesia, antara lain pembahasan tentang pengertian
demokrasi, prinsip-prinsip umum demokrasi, prinsip dasar filsafat dan
aspek mekanisme demokrasi Pancasila, serta pokok-pokok pelaksanaan
demokrasi di Indonesia.
8. Konsep negara dan konstitusi, antara lain pembahasan tentang perangkat
hukum dan ketatanegaraan Republik Indonesia.
9. Otonomi Daerah serta Good and Clean Governance, antara lain
pembahasan tentang pengertian, implementasi dari prinsip-prinsip tata
kelola pemerintahan yang baik, hambatan pencegahan korupsi, dan
pencapaian tujuan dan cita-cita nasional.
F. OBJEK PEMBAHASAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN
7
Syarat ilmiah sebuah ilmu harus memiliki empat hal, yaitu memiliki objek,
metode, sistem, dan bersifat universal. Penciptaan ilmu diawali dengan penelitian,
di dalam penelitian itu manusia mengkaji dan membahas tentang fenomena atau
gejala empiris yang dapat dijangkau oleh pengalaman manusia. Objek ini
kemudian diolah melalui suatu metode yang bersifat rasional kemudian disusun
secara sistematis yang terdiri atas berbagai macam bagian yang memiliki
kedudukan sendiri, namun berhubungan satu dengan yang lain dalam suatu
sistem. Kebenaran yang dihasilkan adalah kebenaran yang bersifat universal yang
artinya dapat diterima oleh masyarakat di mana saja dan kapan saja. Dalam
hubungannya dengan Pendidikan Kewarganegaraan maka yang dijadikan objek
baik objek material maupun formal sebagai berikut. Objek material adalah bidang
sasaran atau bahan yang dikaji, sedangkan objek formal adalah sudut pandang
yang digunakan untuk membahas objek material tersebut.
Adapun objek material Pendidikan Kewarganegaraan adalah eksistensi
warga negara dan dinamikanya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara Indonesia. Objek Material ini menjadi bagian penting dan terintegrasi
dengan nilai-nilai Pancasila. Objek formal Pendidikan Kewarganegaraan
berhubungan dengan dimensi sistem ketatanegaraan yang menekankan pada
hubungan antara warga negara dan negara. Hubungan fungsional tersebut dapat
menimbulkan hak dan kewajiban baik hak dan kewajiban negara maupun hak dan
kewajiban warga negara. Objek formal ini tampak dari materi kajian mengenai
hak dan kewajiban negara dan warga negara, Wawasan Nusantara, Ketahanan
Nasional, Identitas Nasional, Integrasi Nasional, dan Demokrasi.
BAB II
Mengenal Pendidikan Kewarganegaraan
Pemerintah
melalui
Kementerian
Pendidikan
Nasional
sudah
mencanangkan penerapan pendidikan karakter untuk semua tingkat pendidikan,
dari SD sampai Perguruan Tinggi. Menurut Mendiknas, Prof. Muhammad Nuh,
pembentukan karakter perlu dilakukan sejak usia dini. Jika karakter sudah
8
terbentuk sejak usia dini, kata Mendiknas, maka tidak akan mudah untuk
mengubah karakter seseorang, la juga berharap, pendidikan karakter dapat
membangun kepribadian bangsa. Mendiknas mengungkapkan hal ini
saat
berbicara pada pertemuan Pimpinan Pascasarjana LPTK Lembaga Pendidikan
Tenaga Kependidikan (LPTK) se-Indonesia di Auditorium Universitas Negeri
Medan (Unimed), Sabtu (15/4/2010).
Dalam Rencana Strategis Kementerian Pendidikan Nasional 2010-2014
mengamanatkan bahwa visi Pendidikan Nasional 2014 adalah terselenggaranya
layanan Prima Pendidikan Nasional untuk membentuk insan Indonesia Cerdas
Komprehensif dalam hal manusia cerdas tidak hanya pengetahuan dan
keterampilan saja, yang paling penting berakhlak mulia, berbudi pekerti luhur,
berbudaya, kreatif, inovatif serta yang berkarakter bangsa.
Pendidikan pada hakikatnya adalah usaha sadar dan berencana untuk
mewujudkan
proses
pembelajaran
agar
peserta
didik
secara
aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang
diperlukan dirinya,
masyarakat, bangsa dan negara.
Pendidikan
yang
dilaksanakan di Indonesia berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 yang berakar
pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia dan tanggap terhadap
tuntutan zaman. Pembekalan kepada peserta didik di Indonesia berkenaan dengan
pemupukan nilai-nilai, sikap dan kepribadian yang sesuai dengan Pancasila dan
UUD 1945, menumbuhkan sikap cinta tanah air, serta berwawasan kebangsaan
yang luas dan dapat diandalkan oleh bangsa dan negaranya melalui Pendidikan
Kewarganegaraan, yang merupakan salah satu mata pembelajaran wajib bagi
sekolah mulai Sekolah Dasar sampai Perguruan Tinggi.
A. Kedudukan Pendidikan Kewarganegaraan (PKn)
Berdasarkan Keputusan Menteri Pendidikan Nasional No. 232/U/2000
tentang Pedoman Penyusunan Kurikulum Pendidikan, bahwa kurikulum terdiri
dari:
1. Kurikulum Inti
9
2. Kurikulum Institusional
Kurikulum Inti terdiri dari beberapa kelompok mata kuliah, yang terdiri
dari:
1. Kelompok MPK (Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian)
2. Kelompok MKK (Mata Kuliah Keilmuan dan Keterampilan)
3. Kelompok MKB (Mata Kuliah Keahlian Berkarya)
4. Kelompok MPB (Mata Kuliah Perilaku Berkarya)
5. Kelompok MBB (Mata Kuliah Berkehidupan Bermasyarakat)
MPK adalah kelompok mata kuliah yang memuat bahan kajian untuk
mengembangkan bangsa Indonesia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan
Yang Maha Esa, berkepribadian mantap, dan mandiri serta mempunyai rasa
tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan. Kelompok MPK juga
merupakan bagian dari kurikulum inti, maka wajib diberikan dalam kurikulum
setiap program studi. Kelompok Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian (MPK)
terdiri dari:
1. Pendidikan Pancasila
2. Pendidikan Agama
3. Pendidikan Kewarganegaraan (PKn)
Kesimpulan dari uraian di atas bahwa Pendidikan Kewarganegaraan
(PKn) adalah bagian dari kelompok Mata kuliah Pengembangan Kepribadian
sekaligus bagian dari kurikulum inti. Sehingga PKn harus ditempuh oleh setiap
mahasiswa dari semua program studi.
Berdasarkan Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 tahun
2003 pada Bab X tentang Kurikulum, khususnya pasal 37 (2) yang menegaskan
bahwa Kurikulum Pendidikan Tinggi wajib memuat:
1. Pendidikan Agama
2. Pendidikan Kewarganegaraan (PKn)
3. Bahasa Indonesia
10
Pada
penjelasan
pasal
37(2)
dijelaskan
bahwa
Pendidikan
Kewarganegaraan (PKn) dimaksudkan untuk membentuk peserta didik menjadi
manusia yang memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air.
B. SEJARAH PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN
Di Indonesia pelajaran Civics telah dikenal sejak jaman Hindia Belanda
dengan nama "Burgerkunde". Pada zaman tersebut ada dua buku yang digunakan
sebagai sumber pelajaran, yaitu: Indische Burgerschapokunde dan Recht en
Plicht (Indische Burgerschapkunde voor iedereen). Pada tahun 1950 dalam
suasana Indonesia telah merdeka kedua buku ini menjadi pegangan guru Civics
di Sekolah Menengah Atas.
Perjalanan mata pelajaran Civics setelah Indonesia merdeka mengalami
beberapa kali perubahan istilah yang digunakan. Perubahan-perubahan tersebut
sangat berkaitan dengan kebijaksanaan pemerintah pada waktu itu dan kurikulum
sekolah yang digunakan. Pada kurikulum 1957 istilah yang digunakan yaitu
Pendidikan Kewarganegaraan. Kemudian pada kurikulum 1961 berubah menjadi
CIVICS lagi, kemudian pada kurikulum 1968 menjadi Pendidikan Kewargaan
Negara (PKN). Selanjutnya kurikulum 1975 menjadi PMP-KN. Pada kurikulum
1994 berubah lagi menjadi PPKn (Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan).
Pada kurikulum 2006 KTSP berubah menjadi Pendidikan Kewarganegaraan
sampai sekarang Perubahan-perubahan istilah mata pelajaran PKn atau Civic
dikalangan sekolah dasar dan menengah tersebut di atas, juga terjadi dikalangan
Perguruan Tinggi di Indonesia. Civic Education (Pendidikan Kewarganegaraan)
sesung- guhnya bukan sesuatu yang baru, beberapa bentuk pendidikan
kewarganegaraan di Perguruan Tinggi telah lama dilakukan seperti: penataran P-4
dan mata kuliah Kewiraan yang kemudian berganti dengan mata kuliah
Pendidikan Kewarganegaraan (PKn). Kenyataannya memang demikian, civic
education (Pendidikan Kewarganegaraan) yang dilakukan tersebut lebih banyak
didistorsi oleh kepentingan kekuasaan semata. Sehingga pada era reformasi ini
paradigma Pendidikan Kewarganegaraan seharusnya bergeser ke arah yang lebih
civilized, Sobirin Malian (2003: 10).
11
Munculnya gelombang reformasi memang telah mendorong Departemen
Pendidikan Nasional menerbitkan Keputusan Direktorat Jenderal Pendidikan
Tinggi Nomor 267 / DIKTI / KEP / 2000 untuk menyempurnakan mata kuliah
kewiraan menjadi mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan.
C. PENGERTIAN DAN TUJUAN PENDIDIKAN
KEWARGANEGARAAN (PKN) Shofiatun azmi (2006) dalam pengantar
mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan mengatakan bahwa Pendidikan
Kewarganegaraan
(PKn)
terdiri
dari
dua
kata
yaitu
Pendidikan
dan
Kewarganegaraan. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan
yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara (pasal 1 UU No. 20
Tahun 2003).
Kewarganegaraan dalam bahasa latinnya disebut "CIVIS" selanjutnya dari
kata "CIVIS" dalam bahasa Inggris timbul kata "CIVIC" yang artinya warga
negara atau kewarganegaraan. Akhirnya dari kata CIVIC lahir kata "CIVICS"
yang
artinya
ilmu
kewarganegaraan atau
Civic Education,
Pendidikan
Kewarganegaraan, menurut kansil (2002: 3).Civics atau Civic Education atau
Pendidikan Kewarganegaraan sebagian ahli berpendapat merupakan bagian dari
ilmu politik. Seperti dijelaskan oleh Prof Dr. Achmad Sanusi, S. H. MPA, dalam
Seminar Pengajaran Civics di Tawangmangu, Surakarta tahun 1972. Sejauh
Civics dapat dipandang sebagai disiplin dalam ilmu politik, maka fokus studinya
adalah mengenai "kedudukan dan peran warga negara dalam menjalankan hak dan
kewajibannya sesuai dan sepanjang batas-batas ketentuan konstitusi negara yang
bersangkutan (2002: 4), sehingga isi dan manfaat dari Civics menurut beliau yang
merupakan bagian dari ilmu politik, diambil demokrasi politiknya. Sedangkan
menurut undang-undang pendidikan yang lama. Undang-undang Nomor 2 tahun
1989 menyebutkan bahwa "Pendidikan Kewarganegaraan merupakan usaha untuk
membekali peserta didik dengan pengetahuan dan kemampuan dasar berkenaan
12
dengan hubungan antara warga negara dengan negara serta Pendidikan
Pendahuluan Bela Negara (PPBN)".Sedang menurut UU Sisdiknas yang baru
yaitu UU No. 20 tahun 2003, pada penjelasan pasal 37 dijelaskan bahwa
"Pendidikan Kewarganegaraan dimaksudkan untuk membentuk peserta didik
menjadi manusia yang memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air" (2003: 66).
Berkaitan dengan pengertian di atas seperti ditulis oleh Noor MS Bakry
(2002:
2)
dalam
buku
Pendidikan
Kewarganegaraan,
"Pendidikan
Kewarganegaraan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik dalam
mengembangkan kecintaan, kesetiaan, keberanian untuk berkorban membela
bangsa dan tanah air Indonesia." Jadi tujuan Pendidikan Kewarganegaraan adalah
untuk menumbuhkan wawasan dan kesadaran bernegara, sikap serta perilaku yang
cinta tanah air, bersendikan kebudayaan bangsa, wawasan nusantara
dan
ketahanan nasional kepada siswa, mahasiswa, calon ilmuwan warga negara
Republik Indonesia yang menguasai ilmu pengetahuan dan seni yang dijiwai nilainilai Pancasila. Kemampuan warga negara untuk hidup berguna dan bermakna
serta mampu mengantisipasi perkembangan dan perubahan masa depannya
sangat tergantung pembekalan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni yang
berlandaskan nilai-nilai keagamaan dan nilai-nilai budaya bangsa. Nilai-nilai
dasar negara akan menjadi panduan dan mewarnai keyakinan serta pegangan
hidup warga negara dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Oleh karena itu peserta didik seyogianya memiliki motivasi bahwa Pendidikan
kewarganegaraan yang diberikan kepada mereka berkaitan erat
dengan
penanaman dan kedudukan serta kepentingan mereka sebagai individu, anggota
keluarga, anggota masyarakat dan sebagai warga negara Indonesia yang terdidik,
serta bertekad dan bersedia mewujudkannya.
Di dalam buku Pendidikan Kewarganegaraan (Kewiraan) ditulis oleh
NoorMs
Bakry
(2002:
7)
mengatakan
bahwa
tujuan
Pendidikan
Kewarganegaraan secara umum adalah memupuk kesadaran bela negara dan
berpikir komprehensif integral di kalangan mahasiswa dalam rangka ketahanan
Nasional dengan didasari:
1. Kecintaan kepada tanah air.
13
2. Kesadaran berbangsa dan bernegara.
3. Memupuk rasa persatuan dan kesatuan.
4. Keyakinan akan ketangguhan Pancasila.
5. Rela berkorban demi bangsa dan negara.
6. Kemampuan awal bela negara.
Tujuan di atas sesuai dengan visi, misi dan kompetensi Pendidikan
Kewarganegaraan:
1. Visi Pendidikan Kewarganegaraan di Perguruan Tinggi menjadi sumber
nilai dan pedoman penyelenggaraan program studi dalam mengantarkan
mahasiswa mengembangkan kepribadiannya selaku warga negara yang
berperan aktif menegakkan demokrasi menuju masyarakat madani.
2. Misi Pendidikan Kewarganegaraan di Perguruan Tinggi mem bantu
mahasiswa selaku warga negara agar mampu mewujudkan nilai-nilai dasar
perjuangan bangsa Indonesia serta kesadaran berbangsa dan bernegara
dalam
menerapkan
ilmunya
secara
bertanggung
jawab
terhadap
kemanusiaan. Kompetensi Pendidikan Kewarganegaraan bertujuan untuk
menguasai kemampuan berpikir, bersikap rasional, dan dinamis,
berpandangan luas sebagai manusia intelektual, serta mengantarkan
mahasiswa selaku warga negara RI memiliki masa depan cerah.
Tujuan Pendidikan Kewarganegaraan Berdasarkan keputusan DIRJEN
DIKTI No. 267/ DIKTI /2000 adalah mencakup:
1. Tujuan umum. Untuk memberikan pengetahuan dan kemampuan dasar
kepada mahasiswa mengenai hubungan antara warga negara dengan
Negara serta Pendidikan Pendahuluan Bela Negara agar menjadi warga
Negara yang dapat diandalkan oleh bangsa dan negara.
2. Tujuan khusus. Agar mahasiswa dapat memahami dan melaksanakan hak
dan kewajiban secara santun, jujur dan demokratis serta ikhlas sebagai
warga Negara republik Indonesia terdidik dan bertanggung Jawab.
1) Agar mahasiswa menguasai dan memahami berbagai masalah dasar
dalam kehidupan ber masyarakat, berbangsa dan bernegara, serta dapat
14
mengatasinya dengan pemikiran kritis dan bertanggung jawab.
Berlandaskan Pancasila, Wawasan nusantara dan Ketahanan nasional.
2) Agar mahasiswa memiliki sikap dan perilaku yang sesuai dengan nilainilai kejuangan, cinta tanah air, serta rela berkorban demi nusa dan
bangsa.
D. Objek Pembahasan Pendidikan Kewarganegaraan
Objek formalnya mencakup dua segi yaitu segi hubungan antara warga
Negara dan Negara dan Segi pembelaan Negara. Objek pembahasan Pendidikan
Kewarganegaraan
menurut
Keputusan
Dirjen
Pendidikan
Tinggi
No.
267/DIKTI/KEP/2000 dijabarkan lebih rinci yang meliputi pokok bahasan sebagai
berikut:
1. Pengantar Pendidikan Kewarganegaraan mencakup:
a) Hak dan Kewajiban Warga Negara
b) Pendidikan Pendahuluan Bela Negara
c) Demokrasi Indonesia
d) Hak Asasi Manusia
2. Wawasan Nusantara
3. Ketahanan Nasional
4. Politik dan strategi nasional
5. Proses Perumusan Pancasila sebagai dasar Negara
6. Otonomi Daerah
E. Rumpun Keilmuan
Pendidikan Kewarganegaraan bersifat interdisipliner (antar bidang/Ilmu)
meliputi dari berbagai disiplin ilmu, ilmu Hukum, ilmu politik, sosiologi,
administrasi Negara, ilmu ekonomi, sejarah perjuangan bangsa dan ilmu filsafat.
Landasan ilmiah:
1. Sistematika tata urutan materi dari pengantar kewarganegaraan
2. sampai sistemhankamrata
3. Objeknya hubungan warga negara dengan negara dan pendidikan
4. pendahuluan bela negara
5. Metode: multidisipliner berbagai ilmu pengetahuan
15
6. Tujuan: menumbuhkan jiwa nasionalisme dan patriotisme bangsa
7. Indonesia berdasarkan nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945
F. KOMPETENSI YANG DIHARAPKAN PKn
Menurut Pokja Kewarganegaraan Lemhanas 2001 Kompetensi Lulusan
Pendidikan Kewarganegaraan adalah seperangkat tindakan cerdas, penuh rasa
tanggung jawab dari seorang warga negara dalam berhubungan dengan negara
memecahkan berbagai masalah hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara
dengan menerapkan konsepsi falsafah bangsa. Wawasan
nusantara
dan
Ketahanan nasional.
Pendidikan Kewarganegaraan yang berhasil akan membuahkan sikap
mental yang cerdas, penuh tanggung jawab dari peserta didik. Sikap ini disertai
perilaku yang:
1. Beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan meng2. hayati nilai-nilai Pancasila
3. Berbudi pekerti luhur, berdisiplin dalam bermasyarakat, berbangsa
4. dan bernegara
5. Rasional, dinamis, dan sadar akan hak dan kewajiban sebagai
6. warga negara
7. Bersifat profesional, yang dijiwai oleh kesadaran bela negara
8. Aktif memanfaatkan ilmu pengetahuan dan teknologi serta seni
9. untuk kepentingan kemanusiaan, bangsa dan Negara.
G. KONTRIBUSI PKn TERHADAP MASYARAKAT, BANGSA DAN
NEGARA
Secara umum Pendidikan Kewarganegaraan (civic education) yang
dilakukan oleh berbagai negara bertujuan agar warga negara bangsa tersebut
mendalami kembali nilai-nilai dasar, sejarah dan masa depan bangsa yang
bersangkutan sesuai dengan nilai-nilai paling fundamental (dasar negara) yang
dianut bangsa yang bersangkutan. Sejalan dengan kenyataan tersebut pada
16
hakikatnya PKn yang merupakan salah satu bagian dari mata kuliah kepribadian
harus mengedepankan aspek afektif di kalangan mahasiswa.
Landasan filosofis dan harapan di atas, kemudian perlu dicari relevansinya
dengan kondisi dan tantangan kehidupan nyata dalam masyarakat,
agar
Pendidikan Kewarganegaraan mampu memberikan kontribusi yang positif bagi
pemecahan permasalahan kemasyarakatan yang sedang dan akan dihadapi bangsa
atau masyarakat Indonesia. Oleh karena itu apapun bentuk Pendidikan
Kewarganegaraan yang dikembangkan di berbagai bangsa sangat perlu
mengembangkan nilai-nilai fundamental bangsa (masyarakat) tersebut sesuai
dengan dinamika perubahan sosial, agar nilai-nilai fundamental tersebut
menemukan relevansinya untuk memberikan kontribusi yang signifikan terhadap
masalah-masalah masyarakat, bangsa dan negara.
Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) yang dikembangkan di Indonesia
seharusnya juga mampu menemukan kembali relevansi nilai-nilai fundamental
masyarakat dengan dinamika sosial yang berubah secara cepat. Sehubungan
dengan itu pengajaran PKn tidak boleh hanya bermateri pada persoalanpersoalan kognitif semata, tetapi harus memberikan sentuhan moral dan social
action. Sentuhan moral dan social action ini justru harus mendapat perhatian yang
lebih besar, agar pembelajaran PKn mampu menuju sasaran dan tujuannya, yaitu
untuk membentuk mahasiswa menjadi warga negara yang baik dan bertanggung
jawab.
Munculnya gelombang reformasi yang membawa harapan baru bagi
perkembangan demokrasi dan perwujudan masyarakat madani Indonesia, di
samping itu juga menyisakan masalah sosial sebagai masalah bangsa dan negara
yang harus diselesaikan. Masalah tersebut antara lain:
1. Praktik Korupsi, Kolusi dan Nepotisme dalam penyelenggaraan
2. pemerintahan
3. Hancurnya nilai-nilai demokrasi dalam masyarakat
4. Memudarnya kehidupan kewargaan dan nilai-nilai komunitas
5. Kemerosotan nilai-nilai toleransi dalam masyarakat
6. Pelanggaran terhadap nilai-nilai kebangsaan dan hak asasi manusia
17
7. Kerusakan sistem dan kehidupan ekonomi
8. Memudarnya nilai-nilai kejujuran, kesopanan, dan rasa tolong9. menolong
10. Melemahnya nilai-nilai dalam keluarga.
Dengan pendekatan pembelajaran dengan sentuhan moral dan sosial
actions di atas. Pendidikan Kewarganegaraan akan mampu menanamkan nilainilai budaya bangsa dan moral yang tinggi kepada para mahasiswa agar kelak
mereka
mampu
memahami
dan
memecahkan
persoalan-persoalan
kemasyarakatan. Lembaga-lembaga pendidikan sebagai salah satu elemen civil
society organization perlu menggalang jaringan yang kuat agar gagasan civic
education (Pendidikan Kewarganegaraan) ini cepat meluas sebagai salah satu
upaya recovery dari keterpurukan krisis multi dimensional sekaligus sebagai
upaya perwujudan masyarakat madani Indonesia, seperti pendapat Askury Ibnu
Chamim dalam Sobirin (2003: 14).
Keberhasilan Pendidikan Kewarganegaraan dengan pendekatan tersebut di
atas akan dapat melahirkan mahasiswa yang dapat mengembangkan diri menjadi
warga negara kritis, cerdas, dan beradabatau warga negara yang baik dan
bertanggung jawab. Nilai Strategis tersebut pada gilirannya akan membuahkan
tingkah laku yang sangat positif dari mahasiswa, yaitu keterlibatan atau
partisipasi warga negara yang efektif dan bertanggung jawab untuk memperbaiki
kualitas kehidupan sosial dan politik secara keseluruhan.
Kontribusi
pendidikan
Kewarganegaraan
terhadap
mahasiswa
keperawatan atau kebidanan akan melahirkan tenaga perawat atau bidan yang
profesional, dapat menjadi sosok perawat atau bidan ideal senantiasa menjadi role
model bagi perawat atau bidan dalam memberikan asuhan keperawatan kepada
pasien/kliennya. Hal ini dikarenakan perawat atau bidan profesional memiliki
pendidikan yang lebih tinggi sehingga ia lebih matang dari segi konsep, teori, dan
aplikasi dapat bersikap baik dalam arti lembut, sabar, penyayang. ramah, sopan
dan
santun
saat
memberikan
asuhan
keperawatan
terhadap
menggunakan pendekatan ilmu keperawatan atau kebidanan tanpa
18
pasiennya
mengesampingkan disiplin ilmu lainnya termasuk Pendidikan Kewarganegaraan.
Semoga PKn mampu membentuk generasi penerus bangsa yang tangguh
H. Pentingnya PKN Bagi Generasi
Pendidikan kewarganegaraan mengajarkan tentang bagaimana menjadi
warga negara yang baik, taat aturan negara dan juga sebagai wadah untuk
menumbuhkan semngat patriotisme. Jadi, seorang guru bisa menanamkan jiwa
nasionalisme melalui pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan. Pada awal
kemerdekaan, jiwa nasionalisme bangsa Indonesia sangat kuat. Namun, kini jiwa
nasionalisme bangsa Indonesia telah melemah. Nasionalisme diartikan sebagai
suatu paham yang menciptakan dan mempertahankan kedaulatan sebuah negara.
Pendidikan kewarganegaraan di Indonesia berkembang sejalan dengan kebijakan
pendidikan
dan
tren
politik
yang
ada.
Sampai
saat
ini
pendidikan
kewarganegaraan sudah menjadi bagian penting dari instrumensasi serta praksis
nasional.
Medan merupakan sebuah kota yang memiliki masyarakat multikultural.
Salah satunya yaitu memiliki suku bangsa yang berbeda seperti bangsa China,
Somalia, Afganistan, dan lain-lain yang menetap di Medan. Keturunan maupun
mereka yang berasal dari negara asing tersebut jika mereka menempuh pendidikan
di sekolah pemerintah negara Indonesia baik negeri maupun swasta maka mereka
wajib mempelajari pendidikan kewarganegaraan dan memiliki jiwa nasionalisme
terhadap Indonesia karena mereka telah memilih Indonesia sebagai tempat tinggal
mereka.
Saat ini pendidikan kewarganegaraan telah berubah nama menjadi
pendidikan pancasila dan kewarganegaraan yang mulai diterapkan pada jenjang
pendidikan SD hingga SMA berdasarkan kurikulum 2013. Secara substansial isi
dari standar isi, kompetensi inti dan kompetensi dasar sekarang ini tidak berbeda
dengan pendidikan kewarganegaraan sebelumnya, karena pada hakekatnya
kurikulum dari 1959–2013 saling terkait dan saling melengkapi. Namun, proses
pembelajaran PKN di Indonesia saat ini masih banyak kelemahan karena masih
terpaku pada transfer of knowledge, sistem pembelajaran yang masih
19
konvensional dan belum mampu menerapkan nilai-nilai karakter yang sesuai
dengan pancasila.
Sistem belajar konvensional yang menjadi kelemahan proses pembelajaran
PKN di Indonesia saat ini meliputi guru menjadi sumber satu-satuya sumber ilmu
dan papan tulis sebagai sarana utama dalam proses transfer of knowledge, setting
ruangan yang statis dan formalitas, situasi dan suasana belajar yang diupayakan
hening agar mendapatkan konsentrasi belajar maksimal, menggunakan buku wajib
yang cenderung menjadi satu-satunya yang sah sebagai referensi dikelas, dan
adanya model soal-soal ujian pilihan ganda yang hasilnya digunakan untuk
mengukur kemampuan siswa. Hal-hal tersebut menjadikan ketidakberhasilannya
pendidikan kewarganegaraan hingga siswa tidak mengetahui bagaimana
menciptakan jiwa nasionalisme.
Jadi, seharusnya dalam proses pembelajaran PKN dibutuhkan guru
(pendidik) lulusan program studi PPKN yang memiliki inovasi dan kreativitas
untuk meningkatkan keefektifan proses dan tujuan pembelajaran pendidikan
kewarganegaraan. Dalam proses pembelajaran sebaiknya tidak hanya melibatkan
guru tapi juga melibatkan siswa, media dan lain-lain. Memudarnya rasa
nasionalisme disebabkan oleh faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal
meliputi; pertama, pemerintahan pada zaman reformasi yang jauh dari harapan
anak misalnya penyalahgunaan kekuasaan oleh para pejabat negra hingga
membuat para pemuda enggan untuk memperhatikan pemerintahan. Kedua, sikap
keluarga dan lingkungan sekitar yang tidak mencerminkan rasa nasionalisme dan
patriotisme. Ketiga, tertinggalnya Indonesia dengan negara lain membuat pemuda
tidak bangga lagi menjadi bangsa Indonesia. Dan yang terakhir adalah timbulnya
etnosentrisme yang menganggap sukunya lebih baik dengan suku-suku lain
sehingga membuat anak mengagungkan suku/persatuannya dari pada persatuan
bangsa.
Sedangkan faktor eksternal meliputi; pertama, cepatnya arus globalisasi
yang berimbas pada moral pemuda, mereka lebih memilih kebudayaan negara lain
dari ada kebudayaan sendiri. Dan yang kedua, paham liberalisme yang dianut oleh
negara-negara barat yang memberikan dampak pada kehidupan bangsa, misalnya
20
sikap
individualisme
yang
hanya
memberikan
dirinya
sendiri
tanpa
memperhatikan keadaan sekitar dan sikap acuh tak kepada pemerintahan.
Setelah melihat keadaan bangsa indonesia yang lemahnya akan jiwa
nasionalisme maka ada beberapa cara menimbulkan kembali jiwa nasionalisme
bangsa indonesia yaitu dengan melakukan perjalanan ke tempat-tempat bersejarah
yang menjadi simbol perjuangan bangsa, mempelajari sejarah melalui buku,
memahami makna dari pelaksanaan upacara bendera, memperkenalka berbagai
budaya bangsa serta kekayaan SDA bangsa yang akan membuat generasi merasa
beruntung
dilahirkan
diindonesia,
melalui
pembelajaran
pendidikan
kewarganegaraan, melalui pengenalan tokoh sejarah, mengakui dan mencintai
produk dalam negeri.
BAB III
Pancasila: Dasar Negara
Sebagai dasar negara, Pancasila kembali diuji ketahanannya dalam era
reformasi sekarang. Merekahnya matahari bulan Juni 1945, 63 tahun yang lalu
disambut dengan lahirnya sebuah konsepsi kenengaraan yang sangat bersejarah
bagi bangsa Indonesia, yaitu lahirnya Pancasila. Sebagai falsafah negara, tentu
Pancasila ada yang merumuskannya. Pancasila memang merupakan karunia
terbesar dari Allah SWT dan ternyata merupakan light-star bagi segenap bangsa
Indonesia
di
masa-masa
selanjutnya,
baik
sebagai
pedoman
dalam
memperjuangkan kemerdekaan, juga sebagai alat pemersatu dalam hidup
kerukunan berbangsa, serta sebagai pandangan hidup untuk kehidupan manusia
Indonesia sehari-hari, dan yang jelas tadi telah diungkapkan sebagai dasar serta
falsafah negara Republik Indonesia.
Pancasila telah ada dalam segala bentuk kehidupan rakyat Indonesia,
terkecuali bagi mereka yang tidak Pancasilais. Pancasila lahir 1 Juni 1945,
ditetapkan pada 18 Agustus 1945 bersama-sama dengan UUD 1945. Bunyi dan
ucapan Pancasila yang benar berdasarkan Inpres Nomor 12 tahun 1968 adalah
satu, Ketuhanan Yang Maha Esa. Dua, Kemanusiaan yang adil dan beradab. Tiga,
21
Persatuan
Indonesia.
Empat,
Kerakyatan
yang
dipimpin
oleh
hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan. Dan kelima, Keadilan sosial
bagi seluruh rakyat Indonesia.
Sejarah Indonesia telah mencatat bahwa di antara tokoh perumus Pancasila
itu ialah, Mr Mohammad Yamin, Prof Mr Soepomo, dan Ir Soekarno. Dapat
dikemukakan mengapa Pancasila itu sakti dan selalu dapat bertahan dari
guncangan kisruh politik di negara ini, yaitu pertama ialah karena secara intrinsik
dalam Pancasila itu mengandung toleransi, dan siapa yang menantang Pancasila
berarti dia menentang toleransi.
Kedua, Pancasila merupakan wadah yang cukup fleksibel, yang dapat
mencakup faham-faham positif yang dianut oleh bangsa Indonesia, dan faham lain
yang
positif
tersebut
mempunyai
keleluasaan
yang
cukup
untuk
memperkembangkan diri. Yang ketiga, karena sila-sila dari Pancasila itu terdiri
dari nilai-nilai dan norma-norma yang positif sesuai dengan pandangan hidup
bangsa Indonesia, dan nilai serta norma yang bertentangan, pasti akan ditolak oleh
Pancasila, misalnya Atheisme dan segala bentuk kekafiran tak beragama akan
ditolak oleh bangsa Indonesia yang bertuhan dan ber-agama.
Diktatorisme juga ditolak, karena bangsa Indonesia berprikemanusiaan dan
berusaha untuk berbudi luhur. Kelonialisme juga ditolak oleh bangsa Indonesia
yang cinta akan kemerdekaan. Sebab yang keempat adalah, karena bangsa
Indonesia yang sejati sangat cinta kepada Pancasila, yakin bahwa Pancasila itu
benar dan tidak bertentangan dengan keyakinan serta agamanya.
Dengan demikian bahwa falsafah Pancasila sebagai dasar falsafah negara
Indonesia yang harus diketahui oleh seluruh warga negara Indonesia agar
menghormati, menghargai, menjaga dan menjalankan apa-apa yang telah
dilakukan oleh para pahlawan khususnya pahlawan proklamasi yang telah
berjuang untuk kemerdekaan negara Indonesia ini. Sehingga baik golongan muda
maupun tua tetap meyakini Pancasila sebagai dasar negara Indonesia tanpa adanya
keraguan guna memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa dan negara Indonesia.
22
A. Landasan Filosofis Pancasila
Secara
etimologis
”filsafat“
istilah
atau
dalam
bahasa
Inggrisnya“philosophi” adalah berasal dari bahsa Yunani “philosophia” yang
secara lazim diterjemahkan sebagai “cinta kearifan” kata philosophia tersebut
berakar
pada
kata“philos” (pilia,
cinta)
dan “sophia” (kearifan).
Berdasarkan pengertian bahasa tersebut filsafat berarti cinta kearifan. Kata
kearifan bisa juga berarti “wisdom” atau kebijaksanaan sehingga filsafat bisa juga
berarti cinta kebijaksanaan. Berdasarkan makna kata tersebut maka mempelajari
filsafat berarti merupakan upaya manusia untuk mencari kebijaksanaan hidup
yang nantinya bisa menjadi konsep kebijakan hidup yang bermanfaat bagi
peradaban manusia. Seorang ahli pikir disebut filosof, kata ini mula-mula dipakai
oleh Herakleitos.
Pengetahuan bijaksana memberikan kebenaran, orang, yang mencintai
pengetahuan bijaksana, karena itu yang mencarinya adalah oreang yang mencintai
kebenaran. Tentang mencintai kebenaran adalah karakteristik dari setiap filosof
dari dahulu sampai sekarang. Di dalam mencari kebijaksanaan itu, filosof
mempergunakan cara dengan berpikir sedalam-dalamnya (merenung). Hasil
filsafat (berpikir sedalam-dalamnya) disebut filsafat atau falsafah. Filsafat sebagai
hasil berpikir sedalam-dalamnya diharapkan merupakan suatu yang paling
bijaksana atau setidak-tidaknya mendekati kesempurnaan.
Beberapa tokoh-tokoh filsafat menjelaskan pengertian filsafat adalah
sebagai berikut:
1. Socrates (469-399 s.M.). Filsafat adalah suatu bentuk peninjauan diri
yang bersifat reflektif atau berupa perenungan terhadap azas-azas dari
kehidupan yang adil dan bahgia. Berdasarkan pemikiran tersebut dapat
dikembangkan bahwa manusia akan menemukan kebahagiaan dan
keadilan jika mereka mampu dan mau melakukan peninajauan diri
23
atau refleksi diri sehingga muncul koreksi terhadap diri secara
obyektif.
2. Plato (472 – 347 s. M.). Dalam karya tulisnya “Republik” Plato
menegaskan bahwa para filsuf adalah pencinta pandangan tentang
kebenaran (vision of truth). Dalam pencarian dan menangkap
pengetahuan mengenai ide yang abadi dan tak berubah. Dalam
konsepsi Plato filsafat merupakan pencarian yang bersifat spekulatif
atau perekaan terhadap pandangan tentang seluruh kebenaran. Filsafat
Plato ini kemudan digolongkan sebagai filsafat spekulatif.
B. Pengertian Pancasila
Kata Pancasila berasal dari kata Sansakerta (Agama Buddha) yaitu untuk
mencapai Nirwana diperlukan 5 Dasar/Ajaran, yaitu
1. Jangan mencabut nyawa makhluk hidup/Dilarang membunuh.
2. Jangan mengambil barang orang lain/Dilarang mencuri
3. Jangan berhubungan kelamin/Dilarang berjinah
4. Jangan berkata palsu/Dilarang berbohong/berdusta.
5. Jangan mjnum yang menghilangkan pikiran/Dilarang minuman keras.
Diadaptasi oleh orang jawa menjadi 5 M = Madat/Mabok, Maling/Nyuri,
Madon/Awewe, Maen/Judi, Mateni/Bunuh.
a. Pengertian Pancasila Secara Etimologis
Perkataan Pancasil mula-mula terdapat dalam perpustakaan Buddha yaitu
dalam Kitab Tripitaka dimana dalam ajaran buddha tersebut terdapat suatu ajaran
moral untuk mencapai nirwana/surga melalui Pancasila yang isinya 5 J [idem].
b. Pengertian secara Historis
24
1) Pada tanggal 01 Juni 1945 Ir. Soekarno berpidato tanpa teks mengenai
rumusan Pancasila sebagai Dasar Negara.
2) Pada
tanggal
kemerdekaan,
17
Agustus
kemudian
1945
keesokan
Indonesia
harinya
memproklamirkan
18
Agustus
1945
disahkanlah UUD 1945 termasuk Pembukaannya dimana didalamnya
terdapat rumusan 5 Prinsip sebagai Dasar Negara yang duberi nama
Pancasila. Sejak saat itulah Pancasila menjadi Bahasa Indonesia yang
umum. Jadi walaupun pada Alinea 4 Pembukaan UUD 45 tidak
termuat istilah Pancasila namun yang dimaksud dasar Negara RI
adalah disebut istilah Pancasila hal ini didaarkan interprestasi
(penjabaran) historis terutama dalam rangka pembentukan Rumusan
Dasar Negara.
c. Pengertian Pancasila Secara Termitologis
Proklamasi 17 Agustus 1945 telah melahirkan Negara RI untuk
melengkapai alat2 Perlengkapan Negara PPKI mengadakan sidang pada tanggal
18 Agustus 1945 dan berhasil mengesahkan UUD 45 dimana didalam bagian
Pembukaan yang terdiri dari 4 Alinea didalamnya tercantum rumusan Pancasila.
Rumusan Pancasila tersebut secara Konstitusional sah dan benar sebagai dasar
negara RI yang disahkan oleh PPKI yang mewakili seluruh Rakyat Indonesia
Pancasila Berbentuk:
1) Hirarkis (berjenjang);
2) Piramid.
A. Pancasila menurut Mr. Moh Yamin adalah yang disampaikan di dalam sidang
BPUPKI pada tanggal 29 Mei 1945 isinya sebagai berikut:
1. Prikebangsaan;
2. Prikemanusiaan;
25
3. Priketuhanan;
4. Prikerakyatan;
5. Kesejahteraan Rakyat
B. Pancasila menurut Ir. Soekarno yang disampaikan pada tangal 1 Juni 1945 di
depan sidang BPUPKI, sebagai berikut:
1. Nasionalisme/Kebangsaan Indonesia;
2. Internasionalisme/Prikemanusiaan;
3. Mufakat/Demokrasi;
4. Kesejahteraan Sosial;
5. Ketuhanan yang berkebudayaan;
Presiden Soekarno mengusulkan ke-5 Sila tersebut dapat diperas menjadi Trisila
yaitu:
1. Sosio Nasional : Nasionalisme dan Internasionalisme;
2. Sosio Demokrasi : Demokrasi dengan kesejahteraan rakyat;
3. Ketuhanan YME.
Dan masih menurut Ir. Soekarno Trisila masih dapat diperas lagi menjadi Ekasila
atau Satusila yang intinya adalah Gotong Royong.
C. Pancasila menurut Piagam Jakarta yang disahkan pada tanggal 22 Juni 1945
rumusannya sebagai berikut:
1. Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemelukpemeluknya;
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab;
3. Persatuan Indonesia;
26
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dan permusyawaratan
perwakilan;
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia;
Kesimpulan dari bermacam-macam pengertian pancasila tersebut yang sah dan
benar secara Konstitusional adalah pancasila yang tercantum dalam Pembukaan
Uud 45, hal ini diperkuat dengan adanya ketetapan MPRS NO.XXI/MPRS/1966
dan Inpres No. 12 tanggal 13 April 1968 yang menegaskan bahwa pengucapan,
penulisan dan Rumusan Pancasila Dasar Negara RI yang sah dan benar adalah
sebagai mana yang tercantum dalam Pembukaan Uud 1945.
3.1.3 Pengertian Filsafat Pancasila
Pancasila dikenal sebagai filosofi Indonesia. Kenyataannya definisi
filsafat dalam filsafat Pancasila telah diubah dan diinterpretasi berbeda oleh
beberapa filsuf Indonesia. Pancasila dijadikan wacana sejak 1945. Filsafat
Pancasila senantiasa diperbarui sesuai dengan “permintaan” rezim yang berkuasa,
sehingga Pancasila berbeda dari waktu ke waktu.
Filsafat Pancasila Asli
Pancasila merupakan konsep adaptif filsafat Barat. Hal ini merujuk pidato
Sukarno di BPUPKI dan banyak pendiri bangsa merupakan alumni Universitas di
Eropa, di mana filsafat barat merupakan salah satu materi kuliah mereka.
Pancasila
terinspirasi
konsep
humanisme,
rasionalisme,
universalisme,
sosiodemokrasi, sosialisme Jerman, demokrasi parlementer, dan nasionalisme.
Filsafat Pancasila versi Soekarno
Filsafat Pancasila kemudian dikembangkan oleh Sukarno sejak 1955 sampai
berakhirnya kekuasaannya (1965). Pada saat itu Sukarno selalu menyatakan
bahwa Pancasila merupakan filsafat asli Indonesia yang diambil dari budaya dan
tradisi Indonesia dan akulturasi budaya India (Hindu-Budha), Barat (Kristen), dan
27
Arab (Islam). Menurut Sukarno “Ketuhanan” adalah asli berasal dari Indonesia,
“Keadilan Soasial” terinspirasi dari konsep Ratu Adil. Sukarno tidak pernah
menyinggung atau mempropagandakan “Persatuan”.
Filsafat Pancasila versi Soeharto
Oleh Suharto filsafat Pancasila mengalami Indonesiasi. Melalui filsuf-filsuf yang
disponsori
Depdikbud,
semua
elemen
Barat
disingkirkan
dan
diganti
interpretasinya dalam budaya Indonesia, sehingga menghasilkan “Pancasila truly
Indonesia”. Semua sila dalam Pancasila adalah asli Indonesia dan Pancasila
dijabarkan menjadi lebih rinci (butir-butir Pancasila). Filsuf Indonesia yang
bekerja dan mempromosikan bahwa filsafat Pancasila adalah truly Indonesia
antara lain Sunoto, R. Parmono, Gerson W. Bawengan, Wasito Poespoprodjo,
Burhanuddin Salam, Bambang Daroeso, Paulus Wahana, Azhary, Suhadi, Kaelan,
Moertono, Soerjanto Poespowardojo, dan Moerdiono.
Berdasarkan penjelasan diatas maka pengertian filsafat Pancasila secara umum
adalah hasil berpikir/pemikiran yang sedalam-dalamnya dari bangsa Indonesia
yang dianggap, dipercaya dan diyakini sebagai sesuatu (kenyataan, norma-norma,
nilai-nilai) yang paling benar, paling adil, paling bijaksana, paling baik dan paling
sesuai bagi bangsa Indonesia.
Kalau dibedakan anatara filsafat yang religius dan non religius, maka filsafat
Pancasila tergolong filsafat yang religius. Ini berarti bahwa filsafat Pancasila
dalam hal kebijaksanaan dan kebenaran mengenal adanya kebenaran mutlak yang
berasal dari Tuhan Yang Maha Esa (kebenaran religius) dan sekaligus mengakui
keterbatasan kemampuan manusia, termasuk kemampuan berpikirnya.
Dan kalau dibedakan filsafat dalam arti teoritis dan filsafat dalam arti praktis,
filsafast Pancasila digolongkandalam arti praktis. Ini berarti bahwa filsafat
Pancasila di dalam mengadakan pemikiran yang sedalam-dalamnya, tidak hanya
bertujuan mencari kebenaran dan kebijaksanaan, tidak sekedar untukmemenuhi
hasrat ingin tahu dari manusia yang tidak habis-habisnya, tetapi juga dan terutama
28
hasil pemikiran yang berwujud filsafat Pancasila tersebut dipergunakan sebagai
pedoman hidup sehari-hari (pandangan hidup, filsafat hidup, way of the life,
Weltanschaung dan sebgainya); agar hidupnya dapat mencapai kebahagiaan lahir
dan batin, baik di dunia maupun di akhirat.
Selanjutnya filsafat Pancasila mengukur adanya kebenran yang bermacam-macam
dan bertingkat-tingkat sebgai berikut:
1.
Kebenaran indra (pengetahuan biasa);
2.
Kebenaran ilmiah (ilmu-ilmu pengetahuan);
3.
Kebenaran filosofis (filsafat);
4.
Kebenaran religius (religi).
Untuk lebih meyakinkan bahwa Pancasila itu adalah ajaran filsafat, sebaiknya kita
kutip ceramah Mr.Moh Yamin pada Seminar Pancasila di Yogyakarta tahun 1959
yang berjudul “Tinjauan Pancasila Terhadap Revolusi Fungsional”, yang isinya
anatara lain sebagai berikut:
Tinjauan Pancasila adalah tersusun secara harmonis dalam suatu sistem filsafat.
Marilah kita peringatkan secara ringkas bahwa ajaran Pancasila itu dapat kita
tinjau menurut ahli filsafat ulung, yaitu Friedrich Hegel (1770-1831) bapak dari
filsafat Evolusi Kebendaan seperti diajarkan oleh Karl Marx (1818-1883) dan
menurut tinjauan Evolusi Kehewanan menurut Darwin Haeckel, serta juga
bersangkut paut dengan filsafat kerohanian seperti diajarkan oleh Immanuel Kant
(1724-1804).
Menurut Hegel hakikat filsafatnya ialah suatu sintese pikiran yang lahir dari
antitese pikiran. Dari pertentangan pikiran lahirlah paduan pendapat yang
harmonis. Dan ini adalah tepat. Begitu pula denga ajaran Pancasila suatu sintese
negara yang lahir dari antitese.
29
Saya tidak mau menyulap. Ingatlah kalimat pertama dan Mukadimah UUD
Republik Indonesia 1945 yang disadurkan tadi dengan bunyi: Bahwa
sesungguhanya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa. Oleh sebab itu
penjajahan harus dihapusakan karena bertentangan dengan perikemanusiaan dan
perikeadilan.
Kalimat pertama ini adalah sintese yaitu antara penjajahan dan perikemanusiaan
dan perikeadilan. Pada saat sintese sudah hilang, maka lahirlah kemerdekaan. Dan
kemerdekaan itu kita susun menurut ajaran falsafah Pancasila yang disebutkan
dengan terang dalam Mukadimah Konstitusi R.I. 1950 itu yang berbunyi: Maka
dengan ini kami menyusun kemerdekaan kami itu, dalam suatu Piagam Negara
yang berbentuk Republik Kesatuan berdasarkan ajaran Pancasila. Di sini disebut
sila yang lima untukmewujudkan kebahagiaan, kesejahteraan dan perdamaian
dunia dan kemerdekaan. Kalimat ini jelas kalimat antitese. Sintese kemerdekaan
dengan ajaran Pancasila dan tujuan kejayaan bangsa yang bernama kebahagiaan
dan kesejajteraan rakyat. Tidakah ini dengan jelas dan nyata suatu sintese pikiran
atas dasar antitese pendapat?
Jadi sejajar denga tujuan pikiran Hegel beralasanlah pendapat bahwa ajaran
Pancasila itu adalah suatu sistem filosofi, sesuai dengan dialektis Neo-Hegelian.
Semua sila itu adalah susunan dalam suatu perumahan pikiran filsafat yang
harmonis. Pancasila sebagai hasil penggalian Bung Karno adalah sesuai pula
dengan pemandangan tinjauan hidup Neo-Hegelian.
3.2
Fungsi Utama Filsafat Pancasila Bagi Bangsa Dan Negara Indonesia.
3.2.1 Filasafat Pancasila Sebagai Pandangan Hidup Bangsa Indonesia.
Setiapa bangsa yang ingin berdiri kokoh dan mengetahui dengan jelas ke arah
mana tujuan yang ingin dicapainya sangat memerlukan pandangan hidup (filsafata
hidup). Dengan pandangan hidup inilah sesuatu bangsa akan memandang
persoalan-persoalan yang dihadapinya dan menentukan arah serta cara bagaimana
30
memecahkan persoalan-persoalan tadi. Tanpa memiliki pandangan hidup maka
suatu bangsa akan merasa terombang-ambing dalam menghadapi persoalanpersoalan besar yang pasti akan timbul, baik persoalan-persoalan di dalam
masyarakatnya sendiri, maupun persoalan-persoalan besar umat manusia dalam
pergaulan masyarakat bangsa-bangsa di dunia ini. Dengan pandangan hidup yang
jelas sesuatu bangsa akan memiliki pegangan dan pedoman bagaimana ia
memecahkan masalah-masalah polotik, ekonomi, sosial dan budaya yang timbul
dalam gerak masyarakat yang makin maju. Dengan berpedoman pada pandangan
hidup itu pula suatu bangsa akan membangun dirinya.
Dalam pergaulan hidup itu terkandung konsep dasar mengenai kehidupan yang
dicita-citakan oleh suatu bangsa, terkandung pikiran-pikiran yang terdalam dan
gagasan sesuatu bangsa mengenai wujud kehidupan yang dianggap baik. Pada
akhirnyta pandangan hidup sesuatu bangsa adalah kristalisasi dari nilai-nilai yang
dimiliki suatu bangsa itu sendiri, yang diyakini kebenarannya dan menimbulkan
tekad pada bangsa itu untuk mewujudkannya.
Kita merasa bersyukur bahwa pendahulu-pendahulu kita, pendiri-pendiri Republik
ini dat memuaskan secara jelas apa sesungguhnya pandangan hidup bangsa kita
yang kemudian kita namakan Pancasila. Seperti yang ditujukan dalam ketetapan
MPR No. II/MPR/1979, maka Pancasila itu adalah jiwa seluruh rakyat Indonesia,
pandangan hidup bangsa Indonesia dan dasar negara kita.
Disamping itu maka bagi kita Pancasila sekaligus menjadi tujuan hidup bangsa
Indonesia. Pancasila bagi kita merupakan pandangan hidup, kesadaran dan citacita moral yang meliputi kejiwaan dan watak yang sudah beurat/berakar di dalam
kebudayaan bangsa Indonesia. Ialah suatu kebudayaan yang mengajarkan bahwa
hidup manusia ini akan mencapai kebahagiaan jika kita dapat baik dalam hidup
manusia sebagai manusia dengan alam dalam hubungan manusia dengan
Tuhannya, maupun dalam mengejar kemajuan lahiriyah dan
rohaniah.
31
kebahagiaan
Bangsa Indonesia lahir sesudah melampaui perjuangan yang sangat panjang,
dengan memberikan segala pengorbanan dan menahan segala macam penderitaan.
Bangsa Indonesia lahir menurut cara dan jalan yang ditempuhnya sendiri yang
merupakan hasil antara proses sejarah di masa lampau, tantangan perjuangan dan
cita-cita hidup di masa datang yang secara keseluruhan membentuk kepribadian
sendiri.
Sebab itu bnagsa Indonesia lahir dengan kepribadiannya sendiri yang bersamaan
lahirnya bangsa dan negara itu, kepribadian itu ditetapkan sebagai pandangan
hidup dan dasar negara Pancasila. Karena itulah, Pancasila bukan lahir secara
mendadak pada tahun 1945, melainkan telah berjuang, denga melihat pengalaman
bangsa-bangsa lain, dengan diilhami dengan oleh gagasan-gagasan besar dunia.,
dengan tetap berakar pada kepribadian bangsa kita dan gagasan besar bangsa kita
sendiri.
Karena Pancasila sudah merupakan pandangan hidup yang berakar dalam
kepribadian bangsa, maka ia diterima sebagai dasar negara yang mengatur hidup
ketatanegaraan. Hal ini tampak dalam sejarah bahwa meskipun dituangkan dalam
rumusan yang agak berbeda, namun dalam 3 buah UUD yang pernah kita miliki
yaitu dalam pembukaan UUD 1945, dalam Mukadimah UUD Sementara Republik
Indonesia 1950. Pancasila itu tetap tercantum didalamnya, Pancasila yang lalu
dikukuhkan dalam kehidupan konstitusional itu, Pancasila yang selalu menjadi
pegangan bersama saat-saat terjadi krisis nasional dan ancaman terhadap
eksistensi bangsa kita, merupakan bukti sejarah sebagai dasar kerohanian negar,
dikehendaki oleh bangsa Indonesia karena sebenarnya ia telah tertanam dalam
kalbunya rakyat. Oleh karena itu, ia juga merupakan dasasr yang mamapu
mempersatukan seluruh rakyat Indonesia.
3.2.2 Pancasila Sebagai Dasar Negara Republik Indonesia
Pancasila yang dikukuhkan dalam sidang I dari BPPK pada tanggal 1 Juni 1945
adalah di kandung maksud untuk dijadikan dasar bagi negara Indonesia merdeka.
Adapun dasar itu haruslah berupa suatu filsafat yang menyimpulkan kehidupan
32
dan cita-cita bangsa dan negara Indonesa yang merdeka. Di atas dasar itulah akan
didirikan gedung Republik Indonesia sebagai perwujudan kemerdekaan politik
yang menuju kepada kemerdekaan ekonomi, sosial dan budaya.
Sidang BPPK telah menerima secara bulat Pancasila itu sebagai dasar negara
Indonesia merdeka. Dalam keputusan sidang PPKI kemudian pada tanggal 18
Agustus 1945 Pancasila tercantum secara resmi dalam Pembukaan UUD RI,
Undang-Undang Dasar yang menjadi sumber ketatanegaraan harus mengandung
unsur-unsur pokok yang kuat yang menjadi landasan hidup bagi seluruh bangsa
dan negara, agar peraturan dasar itu tahan uji sepanjang masa.
Peraturan selanjutnya yang disusun untuk mengatasi dan menyalurkan persoalanpersoalan yang timbul sehubungan dengan penyelenggaraan dan perkembangan
negara harus didasarkan atas dan berpedoman pada UUD. Peraturan-peraturan
yang bersumber pada UUD itu disebut peraturan-peraturan organik yang menjadi
pelaksanaan dari UUD.
Oleh karena Pancasila tercantum dalam UUD 1945 dan bahkan menjiwai seluruh
isi peraturan dasar tersebut yang berfungsi sebagai dasar negara sebagaimana jelas
tercantum dalam alinea IV Pembukaan UUD 1945 tersebut, maka semua
peraturan perundang-undangan Republik Indonesia (Ketetapan MPR, Undangundang, Peraturan Pemerintah sebagai pengganti Undang-undang, Peraturan
Pemerintah, Keputusan Presiden dan peraturan-peraturan pelaksanaan lainnya)
yang dikeluarkan oleh negara dan pemerintah Republik Indonesia haruslah pula
sejiwa dan sejalan dengan Pancasila (dijiwai oleh dasar negara Pancasila). Isi dan
tujuan dari peraturan perundang-undangan Republik Indonesia tidak boleh
menyimpang dari jiwa Pancasila. Bahkan dalam Ketetapan MPRS No.
XX/MPRS/1966 ditegaskan, bahwa Pancasila itu adalah sumber dari segala
sumber huum (sumber huum formal, undang-undang, kebiasaan, traktaat,
jurisprudensi, hakim, ilmu pengetahuan hukum).
33
Di sinilah tampak titik persamaan dan tujuan antara jalan yang ditempuh oleh
masyarakat dan penyusun peraturan-peraturan oleh negara dan pemerintah
Indonesia.
Adalah suatu hal yang membanggakan bahwa Indonesia berdiri di atas fundamen
yang kuat, dasar yang kokoh, yakni Pancasila dasar yang kuat itu bukanlah meniru
suatu model yang didatangkan dari luar negeri.
Dasar negara kita berakar pada sifat-sifat dan cita-cita hidup bangsa Indonesia,
Pancasila adalah penjelmaan dari kepribadian bangsa Indonesia, yang hidup di
tanah air kita sejak dahulu hingga sekarang.
Pancasila mengandung unsur-unsur yang luhur yang tidak hanya memuaskan
bangsa Indonesia sebagai dasar negara, tetapi juga dapat diterima oleh bangsabangsa lain sebagai dasar hidupnya. Pancasila bersifat universal dan akan
mempengaruhi hidup dan kehidupan banga dan negara kesatuan Republik
Indonesia secara kekal dan abadi.
3.2.3 Pancasila Sebagai Jiwa Dan Kepribadian Bangsa Indonesia
Menurut Dewan Perancang Nasional, yang dimaksudkan dengan kepribadian
Indonesia ialah : Keseluruhan ciri-ciri khas bangsa Indonesia, yang membedakan
bangsa Indonesia dengan bangsa-bangsa lainnya. Keseluruhan ciri-ciri khas
bangsa Indonesia adalah pencerminan dari garis pertumbuhan dan perkembangan
bangsa Indonesia sepanjang masa.
Garis pertumbuhan dan perkembangan bangsa Indonesia yang ditentukan oleh
kehidupan budi bangsa Indonesia dan dipengaruhi oleh tempat, lingkungan dan
suasana waktu sepanjang masa. Walaupun bangsa Indonesia sejak dahulu kala
bergaul dengan berbagai peradaban kebudayaan bangsa lain (Hindu, Tiongkok,
Portugis, Spanyol, Belanda dan lain-lain) namun kepribadian bangsa Indonesia
tetap hidup dan berkembang. Mungkin di sana-sini, misalnya di daerah-daerah
tertentu atau masyarakat kota kepribadian itu dapat dipengaruhi oleh unsur-unsur
34
asing, namun pada dasarnya bangsa Indonesia tetap hidup dalam kepribadiannya
sendiri. Bangsa Indonesia secara jelas dapat dibedakan dari bangsa-bangsa lain.
Apabila kita memperhatikan tiap sila dari Pancasila, maka akan tampak dengan
jelas bahwa tiap sila Pancasila itu adalah pencerminan dari bangsa kita.
Demikianlah, maka Pancasila yang kita gali dari bumi Indonsia sendiri merupakan
:
a)
Dasar negara kita, Republik Indonesia, yang merupakan sumber dari
segala sumber hukum yang berlaku di negara kita.
b)
Pandangan hidup bangsa Indonesia yang dapat mempersatukan kita serta
memberi petunjuk dalam masyarakat kita yang beraneka ragam sifatnya.
c)
Jiwa dan kepribadian bangsa Indonesia, karena Pancasila memberikan
corak yang khas kepada bangsa Indonesia dan tak dapat dipisahkan dari bangsa
Indonesia, serta merupakan ciri khas yang dapat membedakan bangsa Indonesia
dari bangsa yang lain. Terdapat kemungkinan bahwa tiap-tiap sila secara terlepas
dari yang lain bersifat universal, yang juga dimiliki oleh bangsa-bangsa lain di
dunia ini, akan tetapi kelima sila yang merupakan satu kesatuan yang tidak
terpisahkan itulah yang menjadi ciri khas bangsa Indonesia.
d)
Tujuan yang akan dicapai oleh bangsa Indonesia, yakni suatu masyarakat
adil dan makmur yang merata material dan spiritual berdasarkan Pancasila di
dalam wadah negara kesatuan Republik Indonesia yang merdeka, berdaulat,
bersatu dan berkedaulatan rakyat dalam suasana perikehidupan bangsa yang
aman, tenteram, tertib dan dinamis serta dalam lingkungan pergaulan dunia yang
merdeka, bersahabat, tertib dan damai.
e)
Perjanjian luhur rakyat Indonesia yang disetujui oleh wakil-wakil rakyat
Indonesia menjelang dan sesudah Proklamasi Kemerdekaan yang kita junjung
tinggi, bukan sekedar karena ia ditemukan kembali dari kandungan kepribadian
dan cita-cita bangsa Indonesia yang terpendam sejak berabad-abad yang lalu,
35
melainkan karena Pancasila itu telah mampu membuktikan kebenarannya setelah
diuji oleh sejarah perjuangan bangsa.
Oleh karena itu yang penting adalah bagaimana kita memahami, menghayati dan
mengamalkan Pancasila dalam segala segi kehidupan. Tanpa ini maka Pancasila
hanya akan merupakan rangkaian kata-kata indah yang tertulis dalam Pembukaan
UUD 1945, yang merupakan perumusan yang beku dan mati, serta tidak
mempunyai arti bagi kehidupan bangsa kita.
Akhirnya perlu juga ditegaskan, bahwa apabila dibicarakan mengenai Pancasila,
maka yang kita maksud adalah Pancasila yang dirumuskan dalam Pembukaan
UUD 1945, yaitu :
1. Ketuhanan Yang Maha Esa.
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab.
3. Persatuan Indonesia.
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawratan
/ perwakilan.
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Rumusan Pancasila yang terdapat dalam Pembukaan UUD 1945 itulah yang kita
gunakan, sebab rumusan yang demikian itulah yang ditetapkan oleh wakil-wakil
bangsa Indonesia pada tanggal 18 Agustus 1945 dalam sidang Panitia Persiapan
Kemerdekaan Indonesia (PPKI).
Seperti yang
telah ditunjukkan oleh Ketetapan
MPR
No.
XI/MPR/1978, Pancasila itu merupakan satu kesatuan yang bulat dan utuh dari
kelima silanya. Dikatakan sebagai kesatuan yang bulat dan utuh, karena masingmasing sila dari Pancasila itu tidak dapat dipahami dan diberi arti secara sendirisendiri, terpisah dari keseluruhan sila-sila lainnya. Memahami atau memberi arti
setiap sila-sila secara terpisah dari sila-sila lainnya akan mendatangkan pengertian
yang keliru tentang Pancasila.
36
3.3
Falsafah Pancasila Sebagai Dasar Falsafah Negara Indonesia
Falsafah Pancasila sebagai dasar falsafah negara Indonesia, dapatlah kita temukan
dalam beberapa dokumen historis dan di dalam perundang-undangan negara
Indonesia seperti di bawah ini :
1. Dalam Pidato Ir. Soekarno tanggal 1 Juni 1945.
2. Dalam Naskah Politik yang bersejarah, tanggal 22 Juni 1945 alinea IV yang
kemudian dijadikan naskah rancangan Pembukaan UUD 1945 (terkenal
dengan sebutan Piagam Jakarta).
3. Dalam naskah Pembukaan UUD Proklamasi 1945, alinea IV.
4. Dalam
Mukadimah
tanggal
Konstitusi
Republik
Indonesia
Serikat
(RIS)
27 Desember 1945, alinea IV.
5. Dalam Mukadimah UUD Sementara Republik Indonesia (UUDS RI) tanggal
17 Agustus 1950.
6. Dalam Pembukaan UUD 1945, alinea IV setelah Dekrit Presiden RI
tanggal
5 Juli 1959.
Mengenai perumusan dan tata urutan Pancasila yang tercantum dalam dokumen
historis dan perundang-undangan negara tersebut di atas adalah agak berlainan
tetapi inti dan fundamennya adalah tetap sama sebagai berikut :
1.
Pancasila Sebagai Dasar Falsafat Negara Dalam Pidato Tanggal 1 Juni
1945 Oleh Ir. Soekarno
Ir. Soekarno dalam pidatonya pada tanggal 1 Juni 1945 untuk pertamakalinya
mengusulkan falsafah negara Indonesia dengan perumusan dan tata urutannya
sebagai berikut :
Kebangsaan Indonesia.
37
Internasionalisme atau Prikemanusiaan.
Mufakat atau Demokrasi.
Kesejahteraan sosial.
Ketuhanan.
3.4 Pengertian Etika, Moral dan Etiket
Istilah Etika berasal dari bahasa Yunani kuno. Bentuk tunggal kata ‘etika’ yaitu
ethos sedangkan bentuk jamaknya yaitu ta etha. Ethos mempunyai banyak arti
yaitu : tempat tinggal yang biasa, padang rumput, kandang, kebiasaan/adat,
akhlak,watak, perasaan, sikap, cara berpikir. Sedangkan arti ta etha yaitu adat
kebiasaan.
Arti dari bentuk jamak inilah yang melatar-belakangi terbentuknya istilah Etika
yang oleh Aristoteles dipakai untuk menunjukkan filsafat moral. Jadi, secara
etimologis (asal usul kata), etika mempunyai arti yaitu ilmu tentang apa yang
biasa dilakukan atau ilmu tentang adat kebiasaan (K.Bertens, 2000).
Biasanya bila kita mengalami kesulitan untuk memahami arti sebuah kata maka
kita akan mencari arti kata tersebut dalam kamus. Tetapi ternyata tidak semua
kamus mencantumkan arti dari sebuah kata secara lengkap. Hal tersebut dapat kita
lihat dari perbandingan yang dilakukan oleh K. Bertens terhadap arti kata ‘etika’
yang terdapat dalam Kamus Bahasa Indonesia yang lama dengan Kamus Bahasa
Indonesia
yang
baru.
Dalam
Kamus
Bahasa
Indonesia
yang
lama
(Poerwadarminta, sejak 1953 – mengutip dari Bertens,2000), etika mempunyai
arti sebagai : “ilmu pengetahuan tentang asas-asas akhlak (moral)”. Sedangkan
kata ‘etika’ dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia yang baru (Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan, 1988 – mengutip dari Bertens 2000), mempunyai
arti :
38
1. ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban
moral
2.
kumpulan
(akhlak);
asas
atau
nilai
yang
berkenaan
dengan
akhlak;
3. nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat.
Dari perbadingan kedua kamus tersebut terlihat bahwa dalam Kamus Bahasa
Indonesia yang lama hanya terdapat satu arti saja yaitu etika sebagai ilmu.
Sedangkan Kamus Bahasa Indonesia yang baru memuat beberapa arti. Kalau kita
misalnya sedang membaca sebuah kalimat di berita surat kabar “Dalam dunia
bisnis etika merosot terus” maka kata ‘etika’ di sini bila dikaitkan dengan arti
yang terdapat dalam Kamus Bahasa Indonesia yang lama tersebut tidak cocok
karena maksud dari kata ‘etika’ dalam kalimat tersebut bukan etika sebagai ilmu
melainkan ‘nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau
masyarakat’. Jadi arti kata ‘etika’ dalam Kamus Bahasa Indonesia yang lama tidak
lengkap.
K. Bertens berpendapat bahwa arti kata ‘etika’ dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia tersebut dapat lebih dipertajam dan susunan atau urutannya lebih baik
dibalik, karena arti kata ke-3 lebih mendasar daripada arti kata ke-1. Sehingga arti
dan susunannya menjadi seperti berikut :
1. nilai dan norma moral yang menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu
kelompok dalam mengatur tingkah lakunya.
Misalnya, jika orang berbicara tentang etika orang Jawa, etika agama Budha, etika
Protestan dan sebagainya, maka yang dimaksudkan etika di sini bukan etika
sebagai ilmu melainkan etika sebagai sistem nilai. Sistem nilai ini bisaberfungsi
dalam hidup manusia perorangan maupun pada taraf sosial.
2. kumpulan asas atau nilai moral.
Yang dimaksud di sini adalah kode etik. Contoh : Kode Etik Jurnalistik
3. ilmu tentang yang baik atau buruk.
39
Etika baru menjadi ilmu bila kemungkinan-kemungkinan etis (asas-asas dan nilainilai tentang yang dianggap baik dan buruk) yang begitu saja diterima dalam suatu
masyarakat dan sering kali tanpa disadari menjadi bahan refleksi bagi suatu
penelitian sistematis dan metodis. Etika di sini sama artinya dengan filsafat moral.
3.4.1 Pengertian Moral
Istilah Moral berasal dari bahasa Latin. Bentuk tunggal kata ‘moral’ yaitu mos
sedangkan bentuk jamaknya yaitu mores yang masing-masing mempunyai arti
yang sama yaitu kebiasaan, adat. Bila kita membandingkan dengan arti kata
‘etika’, maka secara etimologis, kata ’etika’ sama dengan kata ‘moral’ karena
kedua kata tersebut sama-sama mempunyai arti yaitu kebiasaan,adat. Dengan kata
lain, kalau arti kata ’moral’ sama dengan kata ‘etika’, maka rumusan arti kata
‘moral’ adalah nilai-nilai dan norma-norma yang menjadi pegangan bagi
seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya. Sedangkan yang
membedakan hanya bahasa asalnya saja yaitu ‘etika’ dari bahasa Yunani dan
‘moral’ dari bahasa Latin. Jadi bila kita mengatakan bahwa perbuatan pengedar
narkotika itu tidak bermoral, maka kita menganggap perbuatan orang itu
melanggar nilai-nilai dan norma-norma etis yang berlaku dalam masyarakat. Atau
bila kita mengatakan bahwa pemerkosa itu bermoral bejat, artinya orang tersebut
berpegang pada nilai-nilai dan norma-norma yang tidak baik.
‘Moralitas’ (dari kata sifat Latin moralis) mempunyai arti yang pada dasarnya
sama dengan ‘moral’, hanya ada nada lebih abstrak. Berbicara tentang “moralitas
suatu perbuatan”, artinya segi moral suatu perbuatan atau baik buruknya
perbuatan tersebut. Moralitas adalah sifat moral atau keseluruhan asas dan nilai
yang berkenaan dengan baik dan buruk.
Pengertian Etiket
40
Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia diberikan beberapa arti dari kata “etiket”,
yaitu :
1. Etiket (Belanda) secarik kertas yang ditempelkan pada kemasan barang-barang
(dagang) yang bertuliskan nama, isi, dan sebagainya tentang barang itu.
2. Etiket (Perancis) adat sopan santun atau tata krama yang perlu selalu
diperhatikan dalam pergaulan agar hubungan selalu baik.
Perbedaan Etiket dengan Etika
K. Bertens dalam bukunya yang berjudul “Etika” (2000) memberikan 4 (empat)
macam perbedaan etiket dengan etika, yaitu :
1. Etiket menyangkut cara (tata acara) suatu perbuatan harus dilakukan manusia.
Misal : Ketika saya menyerahkan sesuatu kepada orang lain, saya harus
menyerahkannya dengan menggunakan tangan kanan. Jika saya menyerahkannya
dengan tangan kiri, maka saya dianggap melanggar etiket.
Etika menyangkut cara dilakukannya suatu perbuatan sekaligus memberi norma
dari perbuatan itu sendiri. Misal : Dilarang mengambil barang milik orang lain
tanpa izin karena mengambil barang milik orang lain tanpa izin sama artinya
dengan mencuri. “Jangan mencuri” merupakan suatu norma etika. Di sini tidak
dipersoalkan apakah pencuri tersebut mencuri dengan tangan kanan atau tangan
kiri.
2. Etiket hanya berlaku dalam situasi dimana kita tidak seorang diri (ada orang
lain di sekitar kita). Bila tidak ada orang lain di sekitar kita atau tidak ada saksi
mata, maka etiket tidak berlaku. Misal : Saya sedang makan bersama bersama
teman sambil meletakkan kaki saya di atas meja makan, maka saya dianggap
melanggat etiket. Tetapi kalau saya sedang makan sendirian (tidak ada orang lain),
maka saya tidak melanggar etiket jika saya makan dengan cara demikian.
41
Etika selalu berlaku, baik kita sedang sendiri atau bersama orang lain. Misal:
Larangan mencuri selalu berlaku, baik sedang sendiri atau ada orang lain. Atau
barang yang dipinjam selalu harus dikembalikan meskipun si empunya barang
sudah lupa.
3. Etiket bersifat relatif. Yang dianggap tidak sopan dalam satu kebudayaan, bisa
saja dianggap sopan dalam kebudayaan lain. Misal : makan dengan tangan atau
bersendawa waktu makan.
Etika bersifat absolut. “Jangan mencuri”, “Jangan membunuh” merupakan
prinsip-prinsip etika yang tidak bisa ditawar-tawar.
4.. Etiket memandang manusia dari segi lahiriah saja. Orang yang berpegang pada
etiket bisa juga bersifat munafik. Misal : Bisa saja orang tampi sebagai “manusia
berbulu ayam”, dari luar sangan sopan dan halus, tapi di dalam penuh kebusukan.
Etika memandang manusia dari segi dalam. Orang yang etis tidak mungkin
bersifat munafik, sebab orang yang bersikap etis pasti orang yang sungguhsungguh baik.
BAB IV
Negara Kesatuan Republik Indoneia (NKRI)
A. Pengertian NKRI
Pengertian NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia) itu sendiri
mempunyai banyak arti, baik pengertian menurut UUD 1945 dan pengertian
secara umum. NKRI tersendiri tertera dalam pasal 1 ayat 1 UUD 1945 yang
berbunyi “Negara Indonesia ialah Negara Kesatuan yang berbentuk Republik”
Adapun dalam pasal 18 ayat 1 UUD 1945 menyatakan bahwa “Negara Kesatuan
Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu
dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi, kabupaten, dan kota itu
mempunyai pemerintahan daerah,
yang
diatur dengan undang-undang”.
Sebagaimana dalam UUD 1945 Pasal 18 ayat 1, bahwa NKRI atau Negara
Kesatuan Republik Indonesia adalah negara kesatuan yang berbentuk republik
42
dimana pemerin tah daerah dapat menjalankan otonomi seluas-luasnya yang
ditentukan oleh UUD 1945.
Berdasarkan UUD 1945, kita dapat menarik kesimpulan bahwa Pengertian
NKRI itu sendiri secara umum adalah suatu negara kepulauan yang terdiri dari
ribuan pulau, diapit oleh dua samudera dan dua benua, terdiri dari ratusan juta
penduduk, beriklim tropis, rnemiliki dua musim, yaitu musim hujan dan musim
kemarau,
tentunya
keragaman
pulau
dan
penduduk
ini
menyebabkan
keanekaragaman budaya dan adat istiadat yang berlainan, berdaulat, adil, makmur,
dan tercemin dalam satu ikatan yaitu Bhinneka Tunggal Ika. Adapun pengertian
dari negara, republik dan Indonesia ialah sebagai berikut:
Negara adalah suatu organisasi di antara kelompok manusia yang bersamasama mendiami suatu wilayah tertentu dengan mengakui adanya suatu
pemerintahan yang mengurus tata tertib dan keselamatan sekelompok atau
beberapa kelompok manusia. Republik adalah bentuk pemerintahan yang
berkedaulatan rakyat dan dikepalai oleh seorang presiden. Nama Indonesia berasal
dari bahasa Yunani. Dari kata Indo dan Nesos. Indo berarti India atau Hindia
sedangkan Nesos berartikepulauan., Dengan demikian arti nama Indonesia adalah
Kepulauan Hindia atau India.
B. Latar Belakang terbentuknya NKRI
Setelah mengetahui bahwa Jepang telah menyerah terhadap sekutu, maka
golongan pemuda segera menemui Bung Karno dan Bung Hatta di Jln.Pegangsaan
Timur 56 Jakarta.Dengan juru bicara Sutan Syahrir, para pemuda meminta agar
Bung Karno dan Bung Hatta segera memperoklamasikan kemerdekaan saat itu
juga, lepas dari campur tangan Jepang.Bung Karno tidak menyetujui usul para
pemuda karena Proklamasi Kemerdekaan itu perlu dibicarakan terlebih dahulu
dalam rapat PPKI, sebab badan inilah yang ditugasi untuk mempersiapkan
Kemerdekaan Indonesia.
Para pemuda menolak pendapat Bung Karno sebab PPKI itu buatan
Jepang, menyatakan kemerdekaan lewat PPKI tentu Akan dicap oleh Sekutu
bahwa kemerdekaan itu hanyalah pemberian Jepang,para pemuda tidak ingin
43
kemerdekaan Indonesia dianggap sebagai hadiah dari Jepang.Bung Karno
berpendapat lain, bahwa soal kemerdekasan Indonesia datangnya dari pemerintah
Jepang atau dari hasil perjuangan bangsa Indonesia sendiri,tidaklah menjadi soal,
karena Jepang toh sudah kalah.
Masalah yang lebih penting adalah menghadapi sekutu yang berusaha
mengambalikan kekuasaan Belanda di Indonesia. Karena itu memperoklamasikan
kemerdekaan Indonesia diperlukan suatu revolusi yang terorganisasi, atas dasar
itulah Bung Karno menolak usul para pemuda. Akibat perbedaan pendapat
tersebut, maka pada tanggal 16 Agustus 1945 sekitar pukul 04.00 dini hari, Ir.
Sukarno dan Drs Moh Hatta dibawa ke Rengasdengklok,sebuah kota kawedanan
di pantai utara Kabupaten Krawang Jawa Barat, dengan tujuan untuk
mengamankan kedua tokoh pimpinan tersebut agar tidak mendapat tekanan atau
pengaruh dari Jepang, inilah yang dimaksud dengan peristiwa Rengasdengklok.
Keberangkatan Sukarno Hatta ke Rengasdengklok dikawal oleh Sukarni,
Yusuf Kunto,dan Syodanco Singgih. Rengasdengklok dipilih karena dianggap
aman dan daerah tersebut telah dikuasai oleh tentara PETA dibawah pimpinan
Codanco Subeno.Sementara itu di Jakarta terjadi perundingan antara para pemuda
dengan Mr. Ahmad Subardjo selaku wakil golongan tua yang menjabat sebagai
penasehat dalam tubuh PPKI. Dalam perundingan tersebut dicapai kata sepakat
bahwa proklamasi akan dilaksanakan di Jakarta. Pada sore harinya, tanggal 16
Agustus 1945 Mr.Ahmad Subardjo datang ke Rengasdengklok dan mendesak para
pemuda agar membawa kembali Sukarno Hatta ke Jakarta. Setelah ada jaminan
dari Mr.Ahmad Subardjo bahwa proklamasi kemerdekaan akan dilaksanakan esok
hari selambat lambatnya jam 12, maka para pemuda bersedia membawa kembali
kedua tokoh tersebut kembali ke Jakarta. Tepat hari jumat jam 10.00 WIB, naskah
proklamasi dibacakan, ini merupakan peristiwa sangat penting dalam sejarah
perjuangan bangsa Indonesia. Sesudah naskah proklamasi selesai dibacakan, acara
dilanjutkan dengan pengibaran Sang Saka merah putih oleh Pemuda Suhud dan
eks sudanco Latif Hendraningrat dengan disaksikan segenap yang hadir, upacara
diakhiri dengan menyanyikan lagu Indonesia Raya.Dalam suasana yang sangat
sederhana itu telah sampailah bangsa Indonesia ke ambang pintu
44
kemerdekaannya. Satu persatu hadirin meninggalkan tempat dengan tenang dan
dengan tekat bulat untuk mempertahankan kemerdekaan. Tepat sehari setelah
kemerdekaan yaitu pada tanggal 18 Agustus 1945 barulah NKRI disahkan
Adapun runtutan peristiwa terbentuknya NKRI ialah sebagai berikut:
1. 29 April 1945. BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan
Indonesia) atau dalam bahasa Jepang Dokuritsu Zyunbi Tyoosakai yang
didirikan oleh pemerintah Jepang pada tanggal yang beranggotakan 63
orang.
2. 06 Agustus 1945. Sebuah bom atom meledak di kota Hiroshima, Jepang.
Pada saat itu, padahal Jepang sedang menjajah Indonesia.
3. 07 Agustus 1945. BPUPKI kemudian berganti pada tanggal menjadi PPKI
(Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia) atau dalam bahasa Jepang
disebut Dokuritsu Junbi inkai.
4. 9 Agustus 1945. Bom atom kedua kembali dijatuhkan di kota Nagasaki
yang membuat Negara Jepang Menyerah Kepada Amerika Serikat.
Momen
ini
dimanfaatkan
Indonesia
untuk
memproklamasikan
kemerdekaannya.
5. 10 Agustus 1945. Sutan Syahrir mendengar lewat radio bahwa Jepang
telah menyerah pada sekutu, yang membuat para pejuang Indonesia
semakin mempersiapkan kemerdekaannya. saat kembalinya Soekarno dari
Dalat, sutan syahrir mendesak kemerdekaan Indonesia.
6. 15 Agustus 1945. Jepang benar-benar menyerah pada Sekutu.
7. 16 Agustus 1945. Dinihari Para pemuda membawa Soekarno beserta
keluarga dan Hatta ke Rengas Dengklok dengan tujuan agar Soekarno dan
Hatta tidak terpengaruh oleh Jepang. Wikana dan Mr. Ahmad Soebarjo di
Jakarta menyetujui untuk memproklamasikan Kemerdekaan Indonesia.
Oleh karena itu diutuslah Yusuf Kunto menjemput Soekarno dan keluarga
dan juga Hatta. Soekarno dan Hatta kembali ke Jakarta awalnya ia dibawa
ke rumah nishimura baru kemudian di bawa kembali ke rumah Laksamana
Maeda. Untuk membuat konsep kemerdekaan. Teks porklamasi pun
disusun pada dini hari yang diketik oleh Sayuti Malik.
45
8. 17 Agustus 1945. Pagi hari di kediaman Soekarno, Jl. Pegangsaan Timur
No. 56 Teks proklamasi dibacakan tepatnya pada pukul 10:00 WIB dan
dikibarkanlah Bendera Merah Putih yang dijahit oleh Istri Soekarno,
Fatmawati. Peristiwa tersebut disambut gembira oleh seluruh rakyat
Indonesia.
9. 18 Agustus 1945. PPKI mengambil keputusan, mengesahkan UUD 1945,
dan terbentuknya NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia, serta
terpilihnya Ir. Soekarno dan Moh. Hatta sebagai Presiden dan Wakil
Presiden. Republik Indonesia.
C. Sejarah “NKRI Harga Mati”
KH Muslim Rifai Imampuro atau yang akrab dipanggil Mbah Liem
tergolong kiai yang bersahaja, nyentrik, sering berpenampilan nyleneh, misal
dalam menghadiri beberapa acara. Saat memyampaikan pidatonya di muka umum
sering berpakaian ala tentara, memakai topi berdasi bersepatu tentara tapi
sarungan.Bahkan pada saat prosesi upacara pemakaman Mbah Liem pun juga
tergolong tidak seperti umumnya, saat jenazah dipikul dari rumah duka menuju
makam di Joglo Perdamaian Umat Manusia sedunia di komplek pesantren diarak
dengan tabuhan hadroh “sholawat Thola’al Badrun alainaa” proses pemakamanya
seperti Tentara menggunakan tembakan salto yang dipimpin langsung oleh
TNI/Polri hal ini dilaksanakan sesuai wasiatnya.
Mbah Liem seolah menutupi indentitasnya bahkan hingga kini putrapurtinya tidak mengetahui persis tanggal lahirnya. Salah satu putra Mbah Liem
yang bernama Gus Muh mengatakan Mbah Liem lahir pada tanggal 24 April 1924
namun begitu Gus Muh sendiri belum begitu yakin. Soal identitas Mbah Liem
hanya sering mengatakan kalau beliau dulu adalah bertugas sebagai Penjaga Rel
kereta Api. Tentang silsilah pada akhir akhir hayatnya menurut informasi dari Gus
Jazuli putra menantunya bahwa Mbah Lim pernah menulis di kertas bahwa ia
masih keturunan keraton Surakarta. Kiprah Mbah Liem di NU dan untuk NKRI
belum banyak orang yang tahu apalagi mendokumentasikannya, hanya setelah
beliau wafat sudah mulai ada yang menulis artikel atau cerita-cerita mengenai
46
Mbah Liem di web/blog dan di medsos. Mbah Liem dikenal sangat dekat dengan
Gus Dur bahkan jauh sebelum Gus Dur menjadi presiden kedua kiai ini sudah
saling akrab.
Banyak orang mengatakan bahwa Mbah Liem adalah Guru spiritualnya
Gus Dur. Dalam struktur NU baik mulai tingkat bawah hingga pengurus besar
nama Mbah Lim tidak pernah tercatat sebagai pengurus namun kiprahnya dalam
menjaga dan membesarkan NU tidak absen sedikitpun. Mbah Liem walaupun
tidak pernah menjadi pengurus NU namun selalu mejadi rujukan para kiai dalam
menahkodai NU, bahkan Mbah Liem hampir pasti selalu hadir dalam setiap acaraacaraPBNU mulai dari Konbes, Munas hingga Muktamar NU.Setelah berkelana
nyantri ke berbagai pondok pesantren terutama nyantri pada kiai Shirot Solo,
Mbah Liem akhirnya hijrah ke Klaten tinggal di dusun Sumberejo Desa Troso
Kecamatan Karanganom lalu mendirikan Pondok Pesantren Al-Muttaqien
Pancasila Sakti. Nama pesantrren tergolong unik dan sudah pasti merupakan bukti
konsistensi Mbah Liem dalam mencintai dan menjaga NKRI dan Pancasila. Pada
kurun tahun 1983 kelompok Islam radikal atau bisa disebut islam transnasional
mulai mempersoalkan lagi Pancasila sebagai dasar negara dan mempertanyakan
lagi relevansi Pancasila dengan Islam. Gagasan kelompok radikal yang mulai
menyoal lagi Pancasila dipandang oleh para kiai NU sangat membahayakan
keutuhan NKRI dan Pancasila maka NU segera menyikapi dengan mengadakan
Munas Alim Ulama Nahdlatul Ulama di Sukorejo, Situbondo Jawa Timur dengan
hasil sebagai berikut:
1. Pancasila sebagai dasar dan falsafah Negara Republik Indonesia bukanlah
agama, tidak dapat menggantikan Agama dan tidak dapat dipergunakan
untuk menggantikan kedudukan Agama.
2. Sila ketuhanan Yang Maha Esa sebagai dasar Negara Republik Indonesia
menurut pasal 29 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945, yang menjiwai sila
sila yang lain, mencerminkan tauhid menurutpengertian keimanan dalam
Islam.
47
3. Bagi Nahdlatul Ulama, Islam adalah akidah dan syariat, meliputi aspek
hubungan manusia dengan Allah dan hubungan antar manusia.
4. Penermaan dan pengalaman pancasila merupakan perwujudan dari upaya
umat ilsam Indonesia untuk menjalankan syariat agamannya.
5. Sebagai konsekuensi dari sikap di atas Nahdlatul Ulama berkewajiban
mengamankan pegertian yang benar tentang Pancasila dan pengamalannya
yang murni dan konsekuen oleh semua pihak.
Semenjak Pancasila sebagai dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia
mulai dipersoalkan oleh kelompok radikal maka para kiai terutama Mbah Liem
dalam setiap acara apapun terus mengatakan dan mendoakan agar NKRI Pancasila
Aman Makmur Damai HARGA MATI. Mbah Liem kalau berpidato selalu judul
utamanya adalah tentang kebangsaan dan kenegaraan, kurang lebih kalimatnya
“mugo-mugo NKRI Pancasila Aman Makmur Damai Harga Mati” (Semoga
NKRI Pancasila Aman Makmur Damai Harga Mati).Di masjid Pondoknya Mbah
Liem setiap setelah iqomat sebelum sholat berjama’ah selalu diwajibkan
membaca do’a untuk umat islam, bangsa dan negara Indonesia, berikut Doanya:
Subhanaka Allahumma wabihamdika tabaroka ismuka wa ta’ala jadduka laa
ilaha Ghoiruka. “Duh Gusti Alloh Pangeran kulo, kulo sedoyo mbenjang akhir
dewoso dadosno lare ingkang sholeh, maslahah, manfaat dunyo akherat bekti
wong tuo, agomo, bongso maedahe tonggo biso nggowo becik ing deso, soho
NEGORO KESATUAN REPUBLIK INDONESIA PANCASILA
KAPARINGAN AMAN, MAKMUR, DAMAI. Poro pengacau agomo lan poro
koruptor kaparingono sadar-sadar, Sumberejo wangi berkah ma’muman Mekah.”
Menurut kesaksian Habib Luthfi bin Yahya dalam buku Fragmen Sejarah
NU karya Abdul Mun’im DZ mengatakan, pada saat Panglima TNI Jenderal
Benny Moerdani datang ke Pesantren Al-Muttaqien Pancasila Sakti Klaten, Mbah
Liem meneriakkan yel, NKRI Harga Mati...! NKRI Harga Mati...! NKRI Harga
Mati...! Pancasila Jaya, maka sejak itulah yel-yel NKRI Harga Mati menjadi
jargon, slogan tidak hanya di NU tapi di beberapa pihak seperti di TNI. Jadi
48
slogan atau jargon “NKRI Harga Mati, Pancasila Jaya” dicetuskan oleh KH
Muslim Rifai Imampuro atau Mbah Liem.
D. Alasan mengapa “NKRI harga mati’
1. Berkat Rohmat Allah dan Cita-cita Bangsa
Didalam Pembukaan UUD`45 alinea 3 yang berbunyi : “Atas Berkat Rohmat
Alloh Yang Maha Kuasa dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur supaya
berkehidupan kebangsaan yang bebas maka rakyat Indonesia menyatakan dengan
ini kemerdekaannya”.
Pernyataan ini menunjukkan suatu ikrar akan keyakinan hidup religius yang
mendalam dan cita-cita luhur dari Bangsa Indonesia.
Oleh karena ‘kemerdekaan’ itu satu paket yg meliputi Pancasila, Proklamasi 17
agustus, UUD 1945, dan NKRI. Maka apabila mengubah NKRI itu sama halnya
dengan mengingkari Berkat Rohmat Allah dan mencederai keinginan luhur atau
cita-cita luhur Bangsa Indonesia.
2. Mensyukuri Nikmat
Indonesia yang sangat majemuk dan beragam ini mampu bersatu dalam satu
wadah Negara Kesatuan merupakan anugerah besar dari Allah.
Sebagai manusia yang beragama, sepatutnya mensyukuri nikmat kesatuan Bangsa
ini, sedangkan tindakan mengkufurinya justru melanggar ajaran agama yang
dianutnya, agama apapun itu.
Orang yang menganggap bahwa wujud Negara Kestuan Republik Indonesia
bukan dianggap sebagai nikmat dari Allah Taala sehingga berusaha membongkar
dan meruntuhkannya, menunjukkan bahwa orang tersebut mengkufuri nikmatnikmat Allah, walaupun dengan dalih memperjuangkan agama tapi dalih itu hanya
retorika yang dibuat-buat saja untuk menutupi kekufurannya. Oleh sebab itu
nikmat NKRI harus disyukuri dan dipelihara.
3. Ikrar Sumpah Pemuda
Bangsa Indonesia bisa bangkit meraih kemerdekaan adalah didorong oleh
peristiwa Sumpah Pemuda yang menjadi Kebangkitan Bangsa
mencapai kemerdekaan.
49
Indonesia
Ikrar “Satu nusa – Satu bangsa – Satu bahasa” inilah yang menjadi pemicu untuk
mendirikan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Maka apabila mengganti Negara Kesatuan Republik Indonesia berarti tidak
sejalan dengan semangat persatuan dan kesatuan yang telah dijalin oleh para
pemuda di tahun 1928.
Oleh sebab itu, mengganti NKRI berarti mengingkari semangat Sumpah Pemuda,
mengingkari latar belakang yang mendorong terwujudnya kemerdekaan.
4. Pengorbanan Para Pahlawan
Para pahlawan dengan segala pengorbanannya berjuang merebut kemerdekaan
untuk dapat mendirikan Negara yang dicita-citakan yakni Negara Kesatuan
Republik Indonesia. Apabila merubah NKRI berarti kita tidak menghargai
pengorbanan jiwa raga dan harta dari para pahlawan kemerdekaan. Hal itu tidak
patut dilakukan dan tidak ada rasa hormat serta rasa bakti kepada para pejuang
yang telah mendahului kita.
Prof. Mr. Muh.Yamin dalam suatu seminar di Yogyakarta pernah berkata: “Tidak
baik dan melanggar rasa kebaktian apabila kita memperdebatkannya…. Akan
melanggar rasa kebaktian penuh kehormatan kepada beribu pejuang yang telah
gugur di medan pertempuran membela NKRI berdasarkan ajaran Pancasila. ……..
akan berarti suatu tanda kebimbangan ratusan rakyat sekarang kepada
pengorbanan bagi pelaksanaan peranan luhur segala pejuang yang mengorbankan
harta benda dan jiwa raga[6]”.Berarti NKRI tidak boleh diubah karena akan
melanggar etika dan moral terhadap para pejuang tanah air.
5. Perpecahan dan Disintegrasi
Apabila merubah NKRI maka sudah bisa dipastikan akan banyak daerah di
Indonesia yang akan memisahkan diri dan mendirikan Negara sendiri, karena
sudah pasti tidak semua daerah yang berbeda kultur dan budaya itu akan bisa
menerima konsep baru yang nonsens tersebut.Sangat disayangkan bila dampak
perpecahan dan disintegrasi ini muncul bila rencana merubah NKRI itu
diwujudkan, ini sama halnya dengan menggerogoti bangsa sendiri dari dalam.
Maka seyogyanya kita menolak konsep penggerogotan itu sejak dini dengan
memperjauangkan NKRI harga mati.Dan masih begitu banyak alasan-alasan
50
lainnya sehingga NKRI itu harus Harga Mati dan tidak bisa ditawar-tawar lagi.
oleh karena itu upaya-upaya makar(penggulingan kekuasaan) walaupun masih
sekedar isu harus diwaspadai.
E. Wujud pengimplemtasian “NKRI harga mati”
NKRI harga mati, kata tersebut tentunya sudah tak asing lagi di telinga
kita. Apakah kiranya makna tersebut?, kemudian apakah ada perwujudan nyata
dari slogan tersebut dari para generasi muda. Kemudian bagaimana perwujudan
nyata dari slogan tersebut dari para generasi muda.
Kita ambil contoh pada aksi bela Islam (penistaan agama Islam oleh Ahok)
banyak orang yang menggaung-gaungkan tentang NKRI harga mati. NKRI harga
mati tentunya tidak hanya digaung-gaungkan tetapi butuh perwujudan nyata dari
seluruh lapisan masyarakat. Terutama seluruh elemen bangsa dari Sabang sampai
Merauke. Perwujudannya bisa dilakukan terutama bagi pemuda-pemuda penerus
perjuangan. Untuk mewujudkan slogan NKRI harga mati diperlukan sebuah
dialog nasional yang melibatkan seluruh elemen bangsa, baik tingkat lokal
maupun tingkat nasional untuk membahas langkah-langkah konkrit yang dapat
diterapkan di kehidupan seluruh masyarakat. Disamping itu, tentunya peran aktif
dari seluruh masyarakat dan mahasiswa pada khususnya.
NKRI harga mati adalah Negara Kesatuan Republik Indonesia harga mati yang
harus kita bela, dijaga dan dilindungi kemerdekaan serta kedaulatannya. Alasan
kenapa NKRI harus dijaga adalah berkah rahmat Allah dan cita-cita bangsa yang
terdapat di dalam pembukaan UUD '45 alenia ke 3, mensyukuri nikmat Allah atas
kesatuan bangsa ini, kemudian ikrar sumpah pemuda, dan pengorbanan para
pahlawan, serta perpecahan dan disentegrasi.Banyak para pemuda yang
menggaun-gaungkan slogan NKRI harga mati, tetapi pada kenyatannya masih
banyak yang tidak tahu maknanya dan tidak ada perwujudan nyata pada dirinya
maupun pada masyarakat sekitarnya. Misalnya saja pemuda sekarang hidup
individualisasi, mereka tidak saling kena antar tetangga rumahnya. Mereka juga
lebih senang berpegian daripada gotong royong. Dan masih banyak permasalahan
lainnya.
51
Padahal di dalan slogan NKRI harga mati terdapat nilai-nilai yang luhur. Misal
saja pada pancasila sila ke 2 yaitu kemanusian yang adil dan beradab,
mengandung arti bahwasannya manusia disamping sebagai mahluk individu juga
sebagai mahluk social. Jadi manusia tidak akan bisa hidup tanpa adanya mahluk
lain. Oleh karena itu, manusia harus saling tolong menolong, termasuk dalam
melestarikan gotong royong antar sesama tetangganya. Slogan NKRI harga mati
juga didalamnya mengandung arti diantaranya terdapat di UUD '45, pancasila dari
sila 1-5, ke-Bhineka Tunggal IKa, dan masih banyak lainnya.
Untuk mewujudkan slogan "NKRI harga mati" diperlukan peran aktif dari
masyarakat, terutama dari kalangan mahasiswa, karena mahasiswa sebagai
tonggak utama nasionalisme bangsa. Mahasiswa sebagai pelopor dalam jalannya
sebuah pemerintahan. Karena mahasiswa sebagai kaum intelektula yang
mempunyai pemikiran yang kritis dan mempunyai rasa semangat yang sangat kuat
sekali. Tanggung jawab ini bisa dijalankan oleh mahasiswa yang mempunyai rasa
sosial yang tinggi yang memikirkan masa depan NKRI kita untuk lebih maju dan
lebih baik lagi.Aksi demo mengatasnamakan bela Islam bisa menjadi faktor
perpecahan umat di Indonesia. Bagaiamana tidak, karena mereka saling
menyalahkan antar masyarakat yang pro dan yang kontra. Jika perpecahan terjadi
di NKRI kita maka akan berdampak besar pada Negara tercinta kita Indonesia.
Jika perpecahan terus terjadi maka Negara yang diperjuangkan kemerdekaan oleh
para pahlawan akan sangat memprihatinkan.Untuk itu bagi penerus perjuangan
para pahlawan terutama mahasiswa bisa melestarikan sikap nasionalisme
diantaranya yaitu menjujung tinggi hukum dan pemerintahan, berpartisipasi aktif
dalam pembangunan nasional, menjaga kebersihan dan kesehatan lingkungan
sekitar, menciptakan kerukunan umat beragama, dan memelihara nilai-nilai positif
seperti hidup rukun, gotong royong dan lain sebagainya.NKRI (Negara Kesatuan
Republik Indonesia) adalah sebuah Negeri yang sangat kaya akan berbagai hal,
termasuk Suku, Ras, Agama dan Budaya, dan berbagai sumber alam yang sangat
melimpah. Untuk itu, NKRI harus dijaga dan diperjuangkan dengan asas keadilan
social bagi seluruh masyarakat Indonesia. Pemerintah juga harus berperan aktif
dalam menjaga dan melestarikan NKRI kita dan masyarakat juga harus
52
memahami akan hal ini. Jika NKRI tidak dijaga maka akan banyak Negara asing
yang ingin menjajah Negara tercinta kita Indonesia, sebab kekayaan alam dan
kebudayaan yang kita miliki membuat mereka iri dan ingin menguasai Negara
kita Indonesia.
Masih banyak lagi alsan kenapa kita harus menjaga NKRI kita. Kita sebagai
generasi muda harus lebih cerdas dalam menyikapi permasalahan di negeri kita.
Kita sebagai generasi muda khususnya mahasiswa, generasi intelatual harus
mampu membedakan mana yang salah dan mana yang benar. Seperti kata Bung
Karno "Kalau Jadi Hindu jangan jadi Orang India, Kalau jadi Islam jangan jadi
Orang Arab, Kalau jadi Kristen jangan jadi Orang Yahudi. Tetaplah jadi Orang
Indonesia Dengan Adat-Budaya Nusantara yang Kaya ini".
BAB V
Bhineka Tunggal Ika
53
Bhineka Tunggal Ika merupakan semboyan negara Indonesia sebagai
dasar untuk mewujudkan persatuan dan kesatuan Indonesia, dimana kita harus
dapat menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari yaitu hidup saling menghargai
antara masyarakat yang satu dengan yang lainnya tanpa memandang suku bangsa,
agama, bahasa, adat istiadat, warna kulit dan lain-lain. Oleh karena itu, sebagai
warga Negara yang baik seharusnya kita menjaga Bhineka Tunggal Ika dengan
sebaik-baiknya agar persatuan bangsa dan negara Indonesia tetap terjaga dan kita
pun harus sadar bahwa menyatukan bangsa ini memerlukan perjuangan yang
panjang yang dilakukan oleh para pendahulu kita dalam menyatukan wilayah
republik Indonesia menjadi negara kesatuan.
Makna Bhineka Tunggal Ika dalam Persatuan Indonesia adalah walaupun
bangsa Indonesia terdiri dari berbagai macam suku bangsa yang memiliki
kebudayaan dan adat-istiadat yang beraneka ragam namun keseluruhannya
merupakan suatu persatuan. Keanekaragaman tersebut bukanlah merupakan
perbedaan yang bertentangan namun justru keanekaragaman itu bersatu dalam
satu sintesa yang pada gilirannya justru memperkaya sifat dan makna persatuan
bangsa dan negara Indonesia. Dalam praktek tumbuh dan berkembangnya
persatuan suatu bangsa (nasionalisme) terdapat dua aspek kekuasaan yang
mempengaruhi yaitu kekuasaan pisik (lahir), atau disebut juga kekuasan material
yang berupa kekerasan, paksaan dan kekuasaan idealis (batin) yang berupa nafsu
psikis, ide-ide dan kepercayaan-kepercayaan.
Namun seiring berjalannya waktu, saat ini Negara Indonesia makna
bhineka Tunggal Ika semakin luntur. Sudah tampak kecondongan terpecah belah,
individualis dengan dalih otonomi daerah, perbedaan SARA, tidak lagi muncul
sifat tolong menolong atau gotong royong. Semangat “Bhinneka Tunggal Ika”
perlu untuk disosialisasikan lagi. Bhinneka Tunggal Ika mulai luntur, banyak anak
muda yang tidak mengenalnya, banyak orang tua lupa akan kata-kata ini, banyak
birokrat yang pura-pura lupa, sehingga ikrar yang ditanamkan jauh sebelum
Indonesia Merdeka memudar, seperti pelita kehabisan minyak. Sumpah Pemuda
hanya sebagai penghias bibir sebagian orang, dan bagi sebagian orang hanya
dilafaskan pada saat memperingati hari sumpah pemuda setiap 28 Oktober. Tetapi
54
bagi sebagian yang muda hanya sebagai pelajaran sejarah yang hanya dipelajari di
sekolah-sekolah. Api dari Persatuan Indonesia melalui “Bhinneka Tunggal Ika”
perlu untuk dinyalakan lagi di hati anak bangsa.
Oleh karena itu, disini akan dijelaskan mengenai lunturnya bhineka
tunggal ika supaya kita sebagai warga Negara mengetahui hal-hal apa saja yang
menyebabkan lunturnya makna Bhineka Tunggal Ika.
A. Sejarah Bhineka Tunggal Ika
Sebelumnya semboyan yang dijadikan semboyan resmi Negara Indonesia
sangat panjang yaitu Bhineka Tunggal Ika Tan Hana Dharma Mangrwa.
Semboyan Bhineka Tunggal Ika dikenal untuk pertama kalinya pada masa
Majapahit era kepemimpinan Wisnuwardhana. Perumusan semboyan Bhineka
Tunggl Ika ini dilakukan oleh Mpu Tantular dalam kitab Sutasoma. Perumuan
semboyan ini pada dasarnya merupakan pernyataan kreatif dalam usaha mengatasi
keanekaragaman kepercayaan dan keagamaan. Hal itu dilakukan sehubungan
usaha bina Negara kerajaan Majapahit saat itu. Semboyan Negara Indonesia ini
telah memberikan nilai-nilai inspiratif terhadap system pemerintahan pada masa
kemerdekaan. Bhineka Tunggal Ika pun telah menumbuhkan semangat persatuan
dan kesatu Negara Kesatuan Republik Indoesia. Dalam kitab Sutosoma, definisi
Bhineka Tunggal Ika lebih ditekankan pada perbedaan dalam hal kepercayaan dan
keaneragaman agama yang ada di kalangan masyarakat Majapahit. Namun,
sebagai semboyan Negara Kesatuan Republik Indonesia, konsep Bhineka Tunggal
Ika bukan hanya perbedaan agama dan kepercayaan menjadi fokus, tetapi
pengertiannya lebih luas. Bhineka Tunggal Ika sebagai semboyan Negaa memiliki
cakupan lebih luas, seperti perbedaan suku, bangsa, budya (adat-istiadat), beda
pulau, dan tentunya agama dan kepercayaan yang menuju persatuan dan kesatuan
Negara.
Jika diuraikan satu per satu, Bhineka berarti berbeda, Tunggal berarti satu,
dan Ika berarti itu. Jadi dapat disimpulkan bahwa walaupun berbeda-beda, tapi
pada hakekatnya satu. Dengan kata lain, seluruh perbedaan yang ada di Indonesia
55
menuju tujuan yang satu atau sama, yaitu bangsa dan Negara Indonesia. Berbicara
mengenai Lambang Negara Kesatuan Republik Indonesia, lambang Garuda
Pancasila dengan semboyan Bhineka Tunggal Ika ditetapkan secara resmi menjadi
bagian dari Negara Indonesia melalui Peraturan Pemerintahan Nomor 66 Tahun
1951 pada 17Oktober 1951 dan di undang kan pada 28 Oktober 1951 sebagai
Lambang Negara. Usaha pada masa Majapahit maupun pada masa pemerintahan
Indonesia berlandaskan pada pandangan yang sama, yaitu pandangan mengenai
semangat rasa persatuan, kesatuan, dan kebersamaan sebagai modal dasar untuk
menegkkan Negara. Sementara itu, semboyan “Tan Hana Darma Mangrwa”
dipakai sebagai motto lambang Lembaga Pertahanan Nasional. Makna dari
semboyan itu adalah “tidak ada kebenaran yang bermuka dua”. Namun, Lemhanas
kemudian mengubah semboyan tersebut menjadi yang lebih praktis dan ringkas
yaitu “bertahan karena benar”. Makna “tidak ada kebenaran yang bermuka dua”
sebenarnya memiliki pengertia agar hendaknya manusia senantiasa berpegang dan
berlandaskan pada kebenaran yang satu. Semboyan “Bhineka Tunggal Ika Tan
Hana Darma Mangrwa” adalah ungkapan yang memaknai kebenaran aneka unsur
kepercayaan pada Majapahit. Tdak hanya Siwa dan Budha, tetapi sejumlah aliran
yang sejak awal telah dikenal terlebih dulu sebagian besar anggota masyarakat
Majapahit yang memiliki sifat majemuk.
Sehubungan dengan semboyan Bhineka Tunggal Ika, cikal bakal dari
Singasari, yakni pada masa Wisnuwardhana sang dhinarmeng ring Jajaghu (Candi
Jago), semboyan tersebut dan candi Jago disempurnakan pada masa Kerajaan
Majapahit. Oleh karena itu, kedua simbol tersebut lebih dikenal sebagai hasil
perdaban masa Kerajaan Majapahit. Dari segi agama
dan
kepercayaan,
masyarakat Majapahit merupakan masyarakat yang majemuk. Selain adanya
beberapa aliran agama dan kepercayaan yang berdiri sendiri, muncul juga gejala
sinkretime yang sangat menonjol antara Siwa dan Budha serta pemujaan terhadap
roh leluhur. Namun, kepercayaan pribumi tetap bertahan. Bahkan, kepercayaan
pribumi memiliki peranan tertinggi dan terbanyak di kalangan mayoritas
masyarakat. Pada saat itu, masyarakat Majapahit terbagi menjadi beberapa
golongan. Pertama, golongan orang-orang islam yang datang dari barat dan
56
menetap di Majapahit. Kedua, golongan orang-orang China yang mayoritas
berasal dari Canton, Chang-chou, dan Fukien yang kemudian bermukim di daerah
Majapahit. Namun, banyak dari mereka masuk agama Islam dan ikut menyiarkan
agama Islam. Ketiga, golongan penduduk pribumi. Penduduk pribumi ini ka
berjalan tidak menggunakan alas kaki, rambutnya disanggul di atas kepala.
Penduduk pribumi sepenuhnya percaya pada roh-roh leluhur.
B. Pentingnya Semboyan Bhineka Tunggal Ika
Arti Bhinneka Tunggal Ika adalah berbeda-beda tetapi satu jua yang
berasal dari buku atau kitab sutasoma karangan Mpu Tantular / Empu Tantular.
Secara mendalam Bhineka Tunggal Ika memiliki makna walaupun di Indonesia
terdapat banyak suku, agama, ras, kesenian, adat, bahasa, dan lain sebagainya
namun tetap satu kesatuan yang sebangsa dan setanah air. Dipersatukan dengan
bendera, lagu kebangsaan, mata uang, bahasa dan lain-lain yang sama. Katakata Bhinneka Tunggal Ika juga terdapat pada lambang negara Republik Indonesia
yaitu Burung Garuda Pancasila. Di kaki Burung Garuda Pancasila mencengkram
sebuah pita yang bertuliskan Bhinneka Tunggal Ika. Kata-kata tersebut dapat pula
diartikan : Berbeda-beda tetapi tetap satu jua. Makna Bhineka Tunggal Ika dalam
Persatuan Indonesia sebagaimana dijelaskan dimuka bahwa walaupun bangsa
Indonesia terdiri dari berbagai macam suku bangsa yang memiliki kebudayaan
dan adat-istiadat yang beraneka ragam namun keseluruhannya merupakan suatu
persatuan. Penjelmaan persatuan bangsa dan wilayah negara Indonesia tersebut
disimpulkan dalam PP. No. 66 tahun 1951, 17 Oktober diundangkan tanggal 28
Nopember 1951, dan termuat dalam Lembaran Negara No. II tahun 1951.Makna
Bhineka Tunggal Ika yaitu meskipun bangsa dan negara Indonesia terdiri atas
beraneka ragam suku bangsa yang memiliki kebudayaan dan adat-istiadat yang
bermacam-macam serta beraneka ragam kepulauan wilayah negara Indonesia
namun keseluruhannya itu merupakan suatu persatuan yaitu bangsa dan negara
Indonesia. Keanekaragaman tersebut bukanlah merupakan perbedaan yang
bertentangan namun justru keanekaragaman itu bersatu dalam satu sintesa yang
pada gilirannya justru memperkaya sifat dan
57
makna persatuan bangsa dan negara Indonesia.Dalam praktek tumbuh dan
berkembangnya persatuan suatu bangsa (nasionalisme) terdapat dua aspek
kekuasaan yang mempengaruhi yaitu kekuasaan pisik (lahir), atau disebut juga
kekuasan material yang berupa kekerasan, paksaan dan kekuasaan idealis (batin)
yang berupa nafsu psikis, ide-ide dan kepercayaan-kepercayaan. Proses
nasionalisme (persatuan) yang dikuasai oleh kekuasaan pisik akan tumbuh dan
berkembang menjadi bangsa yang bersifat materialis. Sebaliknya proses
nasionalisme (persatuan) yang dalam pertumbuhannya dikuasai oleh kekuasaan
idealis maka akan tumbuh dan berkembang menjadi negara yang ideal yang jauh
dari realitas bangsa dan negara. Oleh karena itu bagi bangsa Indonesia prinsipprinsip nasionalisme itu tidak berat sebelah, namun justru merupakan suatu
sintesa yang serasi dan harmonis baik hal-hal yang bersifat lahir maupun hal-hal
yang bersifat batin. Prinsip tersebut adalah yang paling sesuai dengan hakikat
manusia yang bersifat monopluralis yang terkandung dalam Pancasila.Di dalam
perkembangan nasionalisme didunia terdapat berbagai macam teori antara lain
Hans Kohn yang menyatakan bahwa :“ Nasionalisme terbentuk ke persamaan
bahasa, ras, agama, peradaban, wilayah negara dan kewarganegaraan “. Bangsa
tumbuh dan berkembang dari analisir-analisir akar-akar yang terbentuk melalui
jalannya sejarah. Dalam masalah ini bangsa Indonesia terdiri atas berbagai macam
suku bangsa yang memiliki adat-istiadat dan kebudayaan yang beraneka ragam
serta wilayah negara Indonesia yang terdiri atas beribu-ribu kepulauan. Oleh
karena itu keadaan yang beraneka ragam itu bukanlah merupakan suatu perbedaan
yang saling bertentangan namun perbedaan itu justru merupakan daya penarik
kearah resultan sehingga seluruh keanekaragaman itu terwujud dalam suatu
kerjasama yang luhur yaitu persatuan dan kesatuan bangsa.
Selain dari itu dalam kenyataan objektif pertumbuhan nasionalisme
Indonesia telah dibentuk dalam perjalanan sejarah yang pokok yang berakar
dalam
adat-istiadat
dan
kebudayaan. Prinsip-prinsip
nasionalisme
Indonesia (Persatuan Indonesia) tersusun dalam kesatuan majemuk tunggal yaitu
:a) Kesatuan sejarah; yaitu bangsa Indonesia tumbuh dan berkembang dalam suatu
proses sejarah.b) Kesatuan nasib; yaitu berda dalam satu proses sejarah yang sama
58
dan mengalami nasib yang sama yaitu dalam penderitaan penjajah dan
kebahagiaan
bersama.c)
Kesatuan
kebudayaan;
yaitu
keanekaragaman
kebudayaan tumbuh menjadi suatu bentuk kebudayaan nasional.d) Kesatuan asas
kerohanian; yaitu adanya ide, cita-cita dan nilai-nilai kerokhanian yang secara
keseluruhan tersimpul dalam Pancasila.Berdasarkan prinsip-prinsip nasionalisme
yang tersimpul dalam sila ketiga tersebut dapat disimpulkan bahwa naionalisme
(Persatuan Indonesia) pada masa perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia
memiliki peranan historis yaitu mampu mewujudkan Proklamasi Kemerdekaan 17
Agustus 1945. Jadi “ Persatuan Indonesia “ sebagai jiwa dan semangat perjuangan
kemerdekaan RI.D. Peran Persatuan Indonesia dalam Perjuangan Kemerdekaan
IndonesiaMenurut
Muhammad Yamin
bangsa Indonesia dalam merintis
terbentuknya suatu bangsa dalam panggung politik Internasional melalui suatu
proses sejarahnya sendiri yang tidak sama dengan bangsa lain. Dalam proses
terbentuknya persatuan tersebut bangsa Indonesia menginginkan suatu bangsa
yang benar-benar merdeka, mandiribebas menentukan nasibnya sendiri tidak
tergantung pada bangsa lain. Menurutnya terwujudnya Persatuan Kebangsaan
Indonesia itu berlangsung melalui tiga fase. Pertama Zaman Kebangsaan
Sriwijaya, kedua Zaman Kebangsaan Majapahit, dan ketiga Zaman Kebangsaan
Indonesia Merdeka (yang diplokamirkan pada tanggal 17 Agustus 1945).
Kebangsaan Indonesia pertama dan kedua itu disebutnya sebagai nasionalisme
lama, sedangkan fase ketiga disebutnya sebagai nasionalisme Indonesia Modern,
yaitu suatu Nationale Staat atau Etat Nationale yaitu suatu negara Kebangsaan
Indonesia Modern menurut susunan kekeluargaan yang berdasar atas Ketuhanan
Yang Maha Esa serta kemanusiaan.Pada masa perjuangan
kemerdekaan
Indonesia, pengertian “ Persatuan Indonesia “ adalah sebagai faktor kunci yaitu
sebagai sumber semangat, motivasi dan penggerak perjuangan Indonesia. Hal itu
tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 yang berbunyi sebagai berikut : “ Dan
perjuangan pergerakan Indonesia telah sampailah pada saat yang berbahagia
dengan selamat sentausa menghantarkan rakyat Indonesia kedepan pintu gerbang
kemerdekaan Negara Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan
makmur “.Cita-cita untuk mencapai Indonesia merdeka dalam bentuk organisasi
59
modern baik berdasarkan agama Islam, paham kebangsaan ataupun sosialisme itu
dipelopori oleh berdirinya Serikat Dagang Islam (1990), Budi Utomo (1908),
kemudian Serikat Islam (1911), Muhammadiyah (1912),Indiche Partij (1911),
Perhimpunan Indonesia (1924), Partai Nasional Indonesia (1929), Partindo (1933)
dan sebagainya. Integrasi pergerakan dalam mencapai cita-cita itu pertama kali
tampak dalam bentuk federasi seluruh organisasi politik/ organisasi masyarakat
yang ada yaitu permufakatan perhimpunan-perhimpunan Politik Kemerdekaan
Indonesia (1927).Kebulatan tekad untuk mewujudkan “ Persatuan Indonesia “
kemudian tercermin dalam ikrar “ Sumpah Pemuda “ yang dipelopori oleh
pemuda perintis kemerdekaan pada tanggal 28 Oktober 1928 di Jakarta yang
berbunyi :
1. Kami Putra dan Putri Indonesia Mengaku Bertumpah darah Satu Tanah Air
Indonesia.
2. Kami Putra dan Putri Indonesia Mengaku Berbangsa Satu Bangsa Indonesia.
3. Kami Putra dan Putri Indonesia Menjunjung Bahasa Persatuan Bahasa
Indonesia.
Kalau kita lihat, Sumpah Pemuda yang mengatakan Satu Nusa, Satu
Bangsa, dan Satu Bahasa Indonesia maka ada tiga aspek Persatuan Indonesia
yaitu:
1. Aspek Satu Nusa : yaitu aspek wilayah, nusa berarti pulau, jadi wilayah
yang dilambangkan untuk disatukan adalah wilayah pulau-pulau yang
tadinya bernama Hindia Belanda yang saat itu dijajah oleh Belanda. Ini
untuk pertama kali secara tegas para pejuang kemerdekaan meng-klaim
wilyah yang akan dijadikan wilayah Indonesia merdeka.
2. Aspek Satu Bangsa : yaitu nama baru dari suku-suku bangsa yang berada
da wilayah yang tadinya bernama Hindia Belanda yang tadinya dijajh oleh
Belanda memplokamirkan satu nama baru sebagai Bangsa Indonesia. Ini
adalah awal mula dari rasa nasionalisme sebagai kesatuan bangsa yang
berada di wilayah sabang sampai Merauke.
3. Aspek Satu Bahasa : yaitu agar wilayah dan bangsa baru yang bterdiri dari
berbagai suku dan bahasa bisa berkomunikasi dengan baik maka
60
dipakailah sarana bahasa Indonesia yang ditarik dari bahasa Melayu
dengan pembaharuan yang bernuansakan pergerakan kearah Indonesia
yang
Merdaka.
Untuk
pertama kali para
pejuang
kemerdekaan
memplokamirkan bahasa yang akan dipakai negara Indonesia merdeka
yaitu bahasa Indonesia.
Hari Sumpah Pemuda tanggal 28 Oktober 1928 itulah pangkal tumpuan
cita-cita menuju Indonesia merdeka. Memang diakui bahwa persatuan berkali-kali
mengalami gangguan dan kerenggangan. Perjuangan kemerdekaan antara partai
politik/ organisasi masyarakat pada waktu itu dangan segala strategi dan aksinya
baik yang kooperatif maupun non kooperatif terhadap pemerintahan Hindia
Belanda mengalami pasang naik federasi maupun fusi dalam gabungan politik
Indonesia (1939) dan fusi terakhir Majelis Rakyat Indonesia. Indonesia di jajah
Belanda selama 350 tahun atau 3,5 Abad, maka untuk itu Indonesia memilih
semboyan Bhinneka Tunggal Ika, yang bertujuan untuk mempersatukan bangsa
Indonesia agar dapat mengusir penjajah dari bumi ibu pertiwi ini.Tetapi semboyan
Bhinneka Tunggal Ika pada zaman sekarang sudah tidak berguna lagi di
masyarakat Indonesia, karena banyaknya tawuran antar Desa, Antara pelajar, dan
lain-lain sudah menjamur di seluruh pelosok Indonesia. Jadi, pengorbanan
masyarakat dulu sudah tidak berarti lagi di zaman sekarang, pada zaman dahulu
banya peristiwa heroik terjadi setelah ataupun sebelum kemerdekaan, contoh saja
peristiwa besar yang terjadi di kota Surabaya pertempuran antara arek-arek
Surabaya dan sekitarnya melawan para tentara Sekutu yang ingin menjajah
kembali Indonesia, tetapi dengan gagahnya pemuda-pemuda itu bersatu dan
mengusir tentara sekutu.Semua itu di lakukan agar para anak cucunya di masa
depan agar bisa merasakan kehidupan yang lebih baik dari mereka, maka untuk
itu kita harus membangkitkan rasa Nasionalisme kita terhadap bangsa ini, jangan
cuma pada saat Malaysia mengklaim sesuatu milik kita menjadi kepunyaan
mereka, maka kita harus menghargai jasa para pahlawan zaman dulu, karena tanpa
jasanya kita tidak bisa hidup nyaman seperti sekarang ini.
Bhineka Tunggal Ika merupakan semboyan negara Indonesia sebagai
dasar untuk mewujudkan persatuan dan kesatuan Indonesia,dimana kita haruslah
61
dapat menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari yaitu hidup saling menghargai
antara masyarakat yang satu dengan yang lainnya tanpa memandang suku
bangsa,agama,bahasa,adat istiadat,warna kulit dan lain-lain.Indonesia merupakan
negara kepulauan yang terdiri dari beribu-ribu pulau dimana setiap daerah
memiliki adat istiadat,bahasa,aturan,kebiasaan dan lain-lain yang berbeda antara
yang satu dengan yang lainnya tanpa adanya kesadaran sikap untuk menjaga
Bhineka tunggal Ika pastinya akan terjadi berbagai kekacauan di dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara dimana setiap oarng akan hanya mementingkana dirinya
sendiri atau daerahnya sendiri tanpa perduli kepentngan bersama.Bila hal tersebut
terjadi pastinya negara kita ini akan terpecah belah.Oleh sebab itu marilah kita
jaga bhineka tunggal ika dengan sebai-baiknya agar persatuan bangsa dan negara
Indonesia tetap terjaga dan kita pun haruslah sadar bahwa menyatukan bangsa ini
memerlukan perjuangan yang panjang yang dilakukan oleh para pendahulu kita
dalam menyatukan wilayah republik Indonesia menjadi negara kesatuan.
C. Penyebab Lunturnya Makna Bhineka Tunggal Ika
Berikut ini beberapa penyebab lunturnya makna Bhineka Tunggal Ika, yaitu:
1. Diskriminasi
Bahwa ada masa ketika istilah SARA demikian popular, merupakan
pengakuan tidak Iangsung (sekurang-kurangnya) ada masa dimana terjadi
diskriminasi ras-etnik di negeri ini.Dalam praktik, pemenuhan hak-hak sipil yang
merupakan bagian masyarakat ditandai dengan keturunan Tionghoa, bahkan
sampai detik inipun masih terjadi diskriminasi.Pembedaan perlakuan ketika
mengurus dokumen paspor, dengan keharusan melampirkan Surat Bukti
Kewarganegaraan, merupakan salah satu contoh praktik diskriminasi ras. Atas
praktik semacam itu, Hamid Awaludin dalam acara Dialog Kewarganegaraan dan
Persatuan tersebut dengan lantang mengatakan, "Tidak usah mendebat (pejabat
imigrasi yang bersangkutan).Catat namanya dan laporkan kepada saya."
Diskriminasi ras-etnik, khususnya terhadap orang-orang Indonesia suku Tionghoa
sudah menjadi kisah panjang. Masih segar di ingatan kita, peragaan sikap alergi
penguasa terhadap segala sesuatu yang berhubungan dengan suku Tionghoa.
62
Aksara,
musik,
bahasa,
praktik
kepercayaan,
bahkan
ciri-ciri
fisikpun
dipermasalahkan.
Sebagian orang sekarang menghubungkannya dengan perang dingin yang
mempengaruhi hubungan antarnegara saat itu. Tapi jauh sebelum itu, sudah terjadi
PP 10 yang membatasi ruang gerak suku Tionghoa yang tinggal di desa-desa
sehingga kemudian berlanjut dengan arus "pulang" ke Tiangkok. Sudah terjadi
pula imbauan untuk mengganti nama tiga suku dengan ''nama Indonesia''. Sudah
terjadi pembatasan pilihan pekerjaan/profesi bagi orang-orang Tionghoa, juga
pembatasan masuk universitas-universitas negeri. Diskriminasi terhadap kaum
minoritas di Indonesia masih merupakan masalah aktual. Hal ini seharusnya tidak
terjadi lagi, karena dalam masa reformasi ini telah diadakan Departemen
Kehakiman dan Hak Asasi Manusia, serta oleh pemerintahpemerintah sejak masa
Presiden Habibie, Gus Dur, hingga Megawati telah dikeluarkan beberapa Inpres
yang menghapuskan peraturan-peraturan pemerintah sebelumnya khususnya Orde
Baru yang bersifat diskriminatif terhadap kebudayaan minoritas, dalam arti adat
istiadat, agama dari beberapa suku bangsa minoritas di tanah air. Mengapa hal
demikian dapat terjadi terus, seakan-akan rakyat kita sudah tak patuh lagi dengan
hukum yang berlaku di negara kita.Untuk menjawab ini, tidak mudah karena
penyebabnya cukup rumit, sehingga harus ditinjau dari beberapa unsur
kebudayaan, seperti politik dan ekonomi.
2. Konflik
Konflik dilatarbelakangi oleh perbedaan ciri-ciri yang dibawa individu
dalam
suatu
interaksi.perbedaan-perbedaan
tersebut
diantaranya
adalah
menyangkut ciri fisik, kepandaian, pengetahuan, adat istiadat, keyakinan, dan lain
sebagainya. Dengan dibawasertanya ciri-ciri individual dalam interaksi sosial,
konflik merupakan situasi yang wajar dalam setiap masyarakat dan tidak satu
masyarakat pun yang tidak pernah mengalami konflik antar anggotanya atau
dengan kelompok masyarakat lainnya, konflik hanya akan hilang bersamaan
dengan hilangnya masyarakat itu sendiri. Konflik bertentangan dengan
integrasi.Konflik dan Integrasi berjalan sebagai sebuah siklus di masyarakat.
Konflik yang terkontrol akan menghasilkan integrasi. sebaliknya, integrasi yang
63
tidak sempurna dapat menciptakan konflik. Faktor-faktor penyebab terjadinya
konflik antara lain:
1) Perbedaan individu, yang meliputi perbedaan pendirian dan perasaan.
2) Perbedaan latar belakang kebudayaan sehingga membentuk pribadipribadi yang berbeda.
3) Perbedaan kepentingan antara individu atau kelompok.
4) Perubahan-perubahan nilai yang cepat dan mendadak dalam masyarakat.
3.Egoisme
Egoisme merupakan motivasi untuk mempertahankan dan meningkatkan
pandangan
yang
hanya
menguntungkan
diri
sendiri.
Egoisme
berarti
menempatkan diri di tengah satu tujuan serta tidak peduli dengan penderitaan
orang lain, termasuk yang dicintainya atau yang dianggap sebagai teman dekat.
Istilah lainnya adalah "egois".Lawan dari egoisme adalah altruisme. Hal ini
berkaitan erat dengan narsisme, atau "mencintai diri sendiri," dan kecenderungan
mungkin untuk berbicara atau menulis tentang diri sendiri dengan rasa sombong
dan panjang lebar. Egoisme dapat hidup berdampingan dengan kepentingannya
sendiri, bahkan pada saat penolakan orang lain. Sombong adalah sifat yang
menggambarkan karakter seseorang yang bertindak untuk memperoleh nilai
dalam jumlah yang lebih banyak daripada yang ia memberikan kepada orang lain.
Egoisme sering dilakukan dengan memanfaatkan altruisme, irasionalisme dan
kebodohan orang lain, serta memanfaatkan kekuatan diri sendiri dan / atau
kecerdikan untuk menipu.
Egoisme berbeda dari altruisme, atau bertindak untuk mendapatkan nilai kurang
dari yang diberikan, dan egoisme, keyakinan bahwa nilai-nilai lebih didapatkan
dari yang boleh diberikan. Berbagai bentuk "egoisme empiris" bisa sama dengan
egoisme, selama nilai manfaat individu diri sendirinya masih dianggap sempurna
4. Hambatan Dari Dalam
Bung Karno, sang proklamator, pernah berkata, “Perjuanganku lebih
mudah karena mengusir penjajah, tapi perjuanganmu akan lebih sulit karena
melawan bangsamu sendiri.” Dalam perkataan beliau, sudah nampak jelas bahwa
64
apa yang menjadi substansi ke depan bagi rakyat Indonesia adalah sebuah
perjuangan untuk mengatasi hambatan dari dalam dan bukan lagi dari luar, karena
Soekarno sendiri telah menyudahi penjajahan di Indonesia ini dengan
memproklamirkan berdirinya Negara Kesatuan Rpublik Indonesia. Di negara ini,
masih banyak yang berjuang atas nama agama, suku, golongan, dan ras. Masingmasing beranggapan bahwa dirinya lebih baik dari yang lain. Hal inilah yang
menjadi kesalahan. Adanya perbedaan bukan dipandang sebagai sebuah kekayaan
bangsa yang seyogyanya dipertahankan dan dilesatrikan, melainkan dipandang
sebagai sesuatu yang bisa menyulut konflik berkelanjutan. Mengatasi hambatan
yang berasal dari luar memang lebih mudah, sebab semua perbedaan bisa segera
dihilangkan untuk mengatasi hambatan tersebut. Lain halnya ketika hambatan itu
berasal dari dalam, sebab masing-masing kelompok memiliki ego masing-masing.
Apa yang bisa menghentikan ini adalah dengan kembali kepada Pancasila
dan Bhinneka Tunggal Ika, mengimplementasikan secara serius dan total dalam
segala aspek kehidupan berbangsa dan bernegara. Dua dasar inilah yang akan
mempersatukan dan menjawab tantangan Soekarno dalam menghadapi hambatan
dari dalam. Sudah seyogyanya dua dasar ini bukan hanya terletak sebagai sebuah
pajangan yang dianggap membanggakan. Tanpa implementasi yang sungguhsungguh, pajangan ini tidak bisa dikatakan membanggakan,
melainkan
memalukan karena hanya sebagai sebuah wacana kosong. Pancasila dan Bhinneka
Tunggal Ika tidak boleh dipensiunkan sebagai sebuah dasar negara. Mereka
adalah sebuah dasar yang hingga kapanpun tidak bisa dipensiunkan, tidak bisa
digantikan, apalagi dihilangkan. Tanpa mereka, Indonesia hanya akan berjalan
setapak demi setapak menuju jurang kehancuran
BAB VI
Undang-Undang Dasar 1945
A.
Sifat dan Fungsi Undang-Undang Dasar
65
Secara pengertian umumnya dapat dikatakan bahwa UUD merupakan
suatu perangkat peraturan yang menentukan kekuasaan dan tanggung jawab dari
berbagai alat kenegaraan. UUD juga menentukan batas-batas berbagai pusat
kekuasaan itu dan memaparkan hubungan-hubungan di antara mereka.
Menurut Sarjana hukum E.C.S. Wade dalam buku Constitutional Law,
UUD adalah : “Naskah yang memaparkan rangka dan tugas-tugas pokok dari
badan-badan pemerintahan suatu Negara dan menentukan pokok-pokok cara kerja
badan-badan tersebut (A document which sets out the framework and principal
functions of the organs of government of state and declares the principles
governing the operation of those organs).” Jadi, pada pokoknya dasar dari setiap
system pemerintahan diatur dalam suatu UUD.
Pandangan ini merupakan pandangan yang luas dan yang paling tua
dalam perkembangan pemikiran politik. Dapat dicatat bahwa pada abad ke-5 SM.,
seorang filsuf Yunani, Aristoteles yang di dunia Barat dipandang sebagai sarjana
ilmu politik pertama yang berhasil melukiskan UUD di lebih dari 500 negara-kota
Yunani dengan jalan mencatat pembagian kekuasaan serta hubungan-hubungan
kekuasaan dalam setiap Negara kecil itu.
Bagi mereka yang memandang Negara dari sudut pandang kekuasaan dan
menganggapnya sebagai organisasi kekuasaan. UUD dapat dipandang sebagai
lembaga atau kumpulan asas yang menetapkan bagaimana kekuasaan dibagi
antara beberapa lembaga kenegaraan, misalnya antara badan legislative, badan
eksekutif, dan badan yudikatif. UUD menentukan cara-cara bagaimana pusatpusat kekusaan ini melakukan kerja sama dan menyesuaikan diri satu sama lain;
UUD merekam hubungan-hubungan kekuasaan dalam suatu Negara. Dalam
hubungan ini Herman Finer dalam buku Theory and practice of Modern
Government menamakan UUD sebagai : “Riwayat suatu hubungan kekuasaan
(the autobiography of a power relationship).”
Definisi UUD dari sudut pandang filsafat diberikan oleh Richard S. Kay,
seorang ahli yang lebih kontemporer. Menurut Kay : “Maksud diadakannya UUD
adalah untuk meletakkan aturan-aturan yang pasti yang memengaruhi perilaku
manusia dan dengan demikian menjaga agar pemerintah tetap berjalan dengan
66
baik (The purpose of a constitution is to lay down fixed rules that can affect
human conduct and thereby keep government in good order).
Di samping UUD mempunyai status legal yang khusus, ia juga merupakan
ungkapan aspirasi, cita-cita, dan standar-standar moral yang dijunjung tinggi oleh
suatu bangsa. Banyak UUD juga mencerminkan dasar-dasar Negara serta
ideologinya. Sering unsur ideology dan moralitas ini dijumpai dalam mukadimah
suatu UUD.
B.
Ciri-Ciri Undang-Undang Dasar
Walaupun UUD satu Negara berbeda dengan Negara lain, kalau
diperhatikan secara cermat ada ciri-ciri yang sama, yaitu biasanya memuat
ketentuan-ketentuan mengenai soal-soal sebagai berikut :
1.
Organisasi Negara, misalnya pembagian kekuasaan antara badan legislatif,
eksekutif, dan yudikatif serta hubungan di antara ketiganya. UUD juga
memuat bentuk Negara (misalnya federal atau Negara kesatuan), beserta
pembagian kekuasaan antara pemerintah federal dan pemerintah Negarabagian atau antara pemerintah dan pemerintah daerah. Selain itu UUD memuat
prosedur untuk menyelesaikan masalah pelanggaran yuridiksi oleh salah satu
badan Negara atau pemerintah dan sebagainya. Dalam arti ini UUD
mempunyai kedudukan sebagai dokumen legal yang khusus.
2.
Hak-hak asasi manusia (biasanya disebut Bill of Rights kalau berbentuk
naskah tersendiri).
3.
Prosedur mengubah UUD (amandemen).
4.
Adakalanya memuat larangan untuk mengubah sifat tertentu dari UUD.
5.
Merupakan aturan hukum yang tertinggi yang mengikat semua warga
Negara dan lembaga Negara tanpa kecuali.
Selain itu mukadimah undang-undang dasar sering memuat cita-cita
rakyat dan asas-asas ideology Negara. Ungkapan ini mencerminkan semangat dan
spirit yang oleh penyusun UUD ingin diabadikan dalam UUD itu, sehingga
mewarnai seluruh naskah UUD itu.
67
C.
Undang-Undang Dasar dan Konvensi
Sudah dikemukakan bahwa setiap UUD mencerminkan konsep-konsep
dan alam pikiran dari masa di mana ia dilahirkan, dan merupakan hasil dari
keadaan material dan spiritual dari masa ia dibuat. Oleh para penyusun UUD
diusahakan agar ketentuan-ketentuan dalam UUD yang dibuat itu tidak lekas
using dan dapat mengikuti perkembangan zaman. Oleh karena itu sering kali
ketentuan-ketentuan dalam UUD hanya mengatur dan mencakup hal-hal dalam
garis besarnya saja, sehingga dapat saja timbul masalah yang tidak diatur atau
tidak cukup diatur dalam UUD. Hal ini disebabkan pertama, karena masyarakat
terus berkembang secara dinamis; kedua, karena penyusun UUD tidak selalu
mampu melihat ke depan hal-hal yang perlu diatur dalam UUD. Maka dari itu,
disamping UUD yang berbentuk naskah tertulis, di beberapa Negara telah banyak
timbul kebiasaan-kebiasaan ketatanegaraan atau konvensi.
Apakah konvensi itu? Konvensi adalah aturan perilaku kenegaraan yang
didasarkan tidak pada undang-undang melainkan pada kebiasaan-kebiasaan
ketatanegaraan dan presiden. Menurut Heywood kebiasaan-kebiasaan tersebut
dijunjung tinggi baik oleh rasa kepatutan konstitusional (apa yang benar atau
correct) ataupun oleh pertimbangan praktis (apa yang kemungkinan dapat
dilaksanakan atau workable). Konvensi ada dalam semua system UUD, dan
biasanya memberikan panduan ketika aturan formal tidak memadai atau tidak
jelas. Dalam konteks UUD tidak tertulis, konvensi merupakan hal yang signifikan
karena ia memberikan arahan tentang prosedur, kekuasaan, dan kewajiban dari
institusi-institusi utama Negara. Dengan demikian ia mengisi adanya kekosongan
dalam hokum yang terkodifikasi.
D.
Pergantian Undang-Undang Dasar
Adakalanya suatu UUD dibatalkan dan diganti dengan UUD baru. Hal
semacam ini terjadi jika dianggap bahwa UUD yang ada tidak lagi mencerminkan
konstelasi politik atau tidak lagi memenuhi harapan dan aspirasi rakyat.
Contohnya : sesudah prancis dalam tahun 1946 dibebaskan dari pendudukan
68
tentara Jerman, dianggap perlu untuk mengadakan UUD yang mencerminkan
lahirnya Negara Prancis baru, yaitu Republik Prancis IV. Begitu pula pada tahun
1958 UUD dibatalkan dan diganti dengan suatu UUD yang melahirkan Republik
Prancis V, di bawah pimpinan Presiden De. Gaulle. Kedua pergantian UUD
menunjukkan
ditinggalkannya
masa
lampau
dan
dimulainya
halaman
konstitusional yang baru. Sejak 1787 Prancis sudah mempunyai tidak kurang dari
17 UUD.
Di Indonesia kita telah melalui lima tahap perkembangan UUD, yaitu :
1.
Tahun 1945 (UUD Republik Indonesia yang de facto hanya berlaku di Jawa,
Madura, dan Sumatra.
2.
Tahun 1949 (UUD Republik Indonesia Serikat (RIS) yang berlaku di seluruh
Indonesia, kecuali Irian Barat).
3.
Tahun 1950 (UUD Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang berlaku di
seluruh Indonesia, kecuali Irian Barat).
4.
Tahun 1959 (UUD Republik Indonesia 1945. UUD ini mulai 1959 berlaku di
seluruh Indonesia, termasuk Irian Barat).
5.
Tahun 1999 (UUD 1945 dengan amandemen dalam masa Reformasi). Lazimnya
memang setiap pergantian UUD mencerminkan anggapan bahwa perubahan
konstitusional yang dihadapi begitu fundamental, sehingga mengadakan
amandemen saja terhadap UUD yang sedang berlaku dianggap tidak memadai.
E.
Perubahan Undang-Undang Dasar (Amandemen)
Selain pergantian secara menyeluruh, tidak
jarang pula Negara
mengadakan perubahan sebagian dari UUD-nya. Perubahan ini dinamakan
amandemen. Namun secara umum biasanya perubahan itu dilakukan melalui,
sebagai berikut :
1.
Melalui sidang badan legislative, kadang-kadang dengan ditambah beberapa
syarat, misalnya dapat ditetapkan kuorum untuk sidang yang membicarakan usul
amandemen dan jumlah minimum anggota badan legislative untuk menerimanya
(contoh : Inggris, Israel, Belgia, dan UUD Republik Indonesia Serikat 1949).
2.
Referendum atau plebisit (contoh : swiss, Australia, Denmark, Irlandia, dan
Spanyol). Di Negara-negara ini referendum dilaksanakan untuk memintakan
69
persetujuan atau usul perubahan atau amandemen yang diajukan oleh anggota
parlemen.
3.
Negara-negara bagian dalam Negara federal (contoh : Amerika Serikat : ¾ dari
lima puluh Negara bagian harus menyetujui : contoh lain India). Di Jerman, untuk
mengubah Basic Law harus ada persetujuan 2/3 dari anggota bundestag maupun
Bundesrat.
4.
Musyawarah khusus (special convention) seperti yang diberlakukan di beberapa
Negara Amerika Latin. Di Indonesia wewenang untuk mengubah UUD ada di
tangan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) dengan ketentuan bahwa kuorum
adalah 2/3 dari anggota MPR, sedangkan usul perubahan UUD harus diterima
oleh 2/3 dari anggota yang hadir (Pasal 37). Sejak tahun 1999, tak lama setelah
rezim Orde Baru berakhir kekuasaannya, UUD 1945 telah 4 kali diamandemen.
F.
Supermasi Undang-Undang Dasar UUD
Ditinjau dari sutut politis, dapat dikatakan bahwa undang-undang dasar
sifatnya lebih sempurna dan lebih tinggi daripada undang-undang dasar. Dengan
adanya gagasan bahwa UUD adalah hukum tertinggi (supremelaw) yang harus
ditaati baik oleh rakyat maupun olah alat-alat perlengkapan Negara, maka
timbullah persoalan siapakah yang akan menjamin bahwa ketentuan-ketentuan
UUD benar-benar diselenggarakan menurut jiwa dan kata-kata dari naskah, baik
oleh badan eksekutif maupun oleh badan – badan pemerintahan lainnya. Disini
ada beberapa pikiran yang berbeda.
G.
Undang-Undang Dasar Tidak Tertulis dan Undang-Undang Dasar Tertulis
Dasar Tertulis Sudah lazim untuk mengadakan pembedaan antara UUD
tertulis dan UUD tak tertulis. Dan ada UUD yang seluruhnya tak tertulis;
demikian pula tidak ada UUD yang seluruhnya tertulis. Suatu UUD umumnya
disebut tertulis, bila merupakan satu naskah, sedangkan UUD tak tertulis tidak
merupakan satu naskah dan banya dipengaruhi oleh tradisi dan konvensi. Oleh
karena itu istilah lain untuk UUD bernaskah (kadang-kadang dinamakan codified
70
constitution), sedangkan untuk UUD tak tertulis adalah UUD tak bernaskah (noncodified constitution).
H.
Undang-Undangan Dasar yang Fleksibel dan Undang-Undang Dasar yang
Kaku
Suatu UUD yang dapat diubah dengan prosedur yang sama dengan
prosedur membuat undang-undang disebut fleksibel, seperti Inggris, Selandia
Baru, dan kerajaan Itali sebelum Perang Dunia II. UUD yang hanya dapat diubah
dengan prosedur yang berbeda dengan prosedur membuat undang-undang disebut
kaku, seperti Amerika Serikat, Kanak, dan Sebagainya. Soal fleksibel atau tidak
ini adalah penting. Kalau terlalu kaku, maka hal ini dapat mengakibatkan
timbulnya tindakan-tindakan yang melanggar UUD, sedangkan kalau terlalu
fleksibel maka UUD dianggap kurang berwibawa dan dapat disalahgunakan.
I.
Undang-Undang Dasar Indonesia
Dari sejarah ketatanegaraan Indonesia dapat diketahui bahwa UUD yang
berlaku telah beberapa kali berganti, yaitu dari UUD 1945, kemudian diganti
UUD RIS 1949, lalu berganti lagi dengan UUD Sementara 1950, dan akhirnya
kembali ke UUD 1945. UUD yang kini berlaku itu juga telah mengalami beberapa
amandemen.
Ada tiga krisis yang langsung melibatkan UUD. Pertama, pada bulan
November 1945 sistem pemerintahan presidensial diubah menjadi sistem
pemerintahan parlementer. Kedua, Juli 1949 kita kembali ke UUD 1945. Ketiga,
1999-2002
terjadi
empat
amandemen
yang
banyak
mengubah
system
ketatanegaraan kita.
Sehari setelah kemerdekaan Indonesia diproklamasikan, Panitia Persiapan
kemerdekaan Indonesia (PPKI) menetapkan UUD 1945 sebagai UUD Indonesia.
Pada waktu itu dinyatakan bahwa penetapan tersebut bersifat sementara dengan
ketentuan bahwa enam bulan setelah perang berakhir, presiden
akan
melaksanakan UUD itu, dan enam bulan setelah MPR terbentuk, lembaga ini akan
mulai menyusun UUD yang baru.
Pada 17 Agustus 1945, Soekarno – Hatta, didukung oleh masyarakat luas,
memproklamasikan kemerdekaan Republik Indonesia. PPKI secara resmi
71
mendukung Proklamasi itu dan pada tanggal 18 Agustus 1945 mengeluarkan
undang-undang untuk memberlakukan UUD yang telah disusun sebelumnya.
UUD itu menetapkan system pemerintahan
presidensial
dengan
kekuasaan yang besar di tangan presiden, meskipun kekuasaan tertinggi berada di
tangan MPR. Selain itu, ada Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Pertimbangan
agung yang berwenang memberi nasihat kepada presiden dan Mahkamah Agung.
Sifat sementara UUD itu terungkap dalam ketentuan bahwa enam bulan
setelah perang berakhir, presiden akan melaksanakan UUD itu, dan bahwa enam
bulan setelah pembentukannya, MPR akan memulai menyusun sebuah UUD baru.
PPKI pada 18 Agustus 1945 memilih Soekarno dan Hatta, masing-masing
sebagai presiden dan wakil presiden. Pada 22 Agustus 1945, PPKI membentuk
sebuah partai Negara, Partai Nasionalis Indonesia (PNI). Kekuasaan dan
wewenang KNIP, yang anggota-anggotanya dipilih oleh Soekarno Hatta dari
kalangan orang-orang yang menjadi pendorong kuat proklamasi kemerdekaan,
ternyata mengalami berbagai perubahan penting pada hari-hari pertama revolusi.
Kelompok yang mendorong perubahan ini terpengaruh oleh berbagai hal.
Yang terpenting diantaranya ialah kekhawatiran terhadap kecenderungan sebagai
kelompok pemuda militant kea rah fasisme yang telah bertumbuh selama
pendudukan Jepang. Kekhawatiran ini diperkuat oleh dua factor, yaitu
didirikannya satu partai Negara (PNI) dan kekuasaan besar yangdiberi UUD
kepada satu orang, yaitu presiden.
Untuk mencapai tujuannya, kelompok ini bekerja melalui beberapa tahap,
sebagai langkah pertama, pada tanggal 7 Oktober 1945, 50 dari 150 anggota KNIP
menyerahkan sebuah petisi kepada pemerintah agar KNIP tidak hanya sebagai
badan penasihat tetapi juga diberi kekuasaan legislative. Baik Soekarno maupun
Hatta setuju dan pada tanggal 16 Oktober 1945, dalam rapat KNIP berikutnya di
Jakarta, Wakil Presidenatas nama Presiden menandatangani Maklumat Wakil
Presiden No. X, 16 Oktober 1945. Ditentukan bahwa selama Majelis
Permusyawaratan Rakyat (MPR) dan Dewan perwakilan Rakyat (DPR) belum
dapat dibentuk, KNIP akan diberi kekuasaan legislatif dan wewenang untuk ikut
serta dalam penentuan garis-garis besar haluan Negara.
72
Oleh karena disadari bahwa suatu badan yang bear seperti KNIP tidak
mungkin melaksanakan fungsinya dalam keadaan genting yang sedang dihadapi,
ditentukan juga bahwa tugas harian KNIP akan dijalankan oleh suatu Badan
Pekerja yang dipilih dari anggota KNIP dan bertanggung jawab (ministerial
responsibility) kepada KNIP. Sjahrir di angkat sebagai ketua Badan Pekerja, yang
kemudian menjadi penggerak revolusi.
Sebagai langkah ahir, pada tanggal 11 November 1945 Badan Pekerjaan
mengajukan petisi kepada pemerintah agar para menteri kabinet bertanggung
jawab kepada KNIP, bukan kepada presiden. Pemerintah setuju dan untuk itu
mengeluarkan Maklumat Presiden yang mulai berlaku pada tanggal 14 November
1945. Kemudian, Presiden Soekarno melantik kabinet parlemen yang pertama
dengan Sjahrir sebagai Perdana Menteri. Dengan demikian UUD telah
diamandemen dari system presidensial menjadi parlementer.
Dalam rapat plenonya yang ketika di Jakarta pada tanggal 25-27
Nevember 1945, KNIP menerima baik keputusan ini dan memberi dukungan
kepada Kabinet Sjahrir. Dengan demikian, praktis presiden menjadi kepala
Negara, sedangkan perdana menteri menjadi kepala pemerintahan.
Juga,
perubahan dari presidensial menjadi system parlementer telah tuntas. Dengan
demikian peristiwa pertama telah selesai. System ini selanjutnya dikukuhkan
dalam UUD Republik Indonesia Serikat 1949.
Melalui pemindahan ke system parlementer, maka jabatan kepala Negara
(presiden) dipisahkan dari jabatan kepala pemerintahan (perdana menteri). Selain
dari memperluas basis perjuangan karena mengikutsertakan semua kekuatan
antifasis dalam perjuangan kemerdekaan, perubahan ini juga memungkinkan
untuk tetap mempertahankan Presiden Soekarno sebagai “simbol” kepala Negara
dan pemersatu rakyat.
Betapa besarnya pengaruh Presiden Soekarno terlihat dari fakta bahwa
selama undang-undang dasar ini berlaku (Agustus 1945 sampai akhir 1949), telah
terjadi beberapa kali praktik kenegaraan yang agak menyimpang, di tangan
presiden dan dengan demikian member kesempatan kepada pemerintah untuk
73
menanggulangi dengan cepat keadaan darurat yang timbul. Hal ini terjadi tiga kali
yaitu :
1.
Dengan Maklumat Presiden, presiden mengambil alih kekuasaan dari 28 Juni
sampai 2 Oktober 1946 untuk mengatasi keadaan darurat yang diakibatkan oleh
penculikan terhadap beberapa anggota cabinet oleh Persatuan Perjuangan.
Organisasi ini tidak menyetujui perundingan dengan pihak Belanda.
2.
Dengan Maklumat Presiden, presiden mengambil alih kekuasaan dari 27 Juni
1947 sampai 3 Juni 1947 untuk mengatasi keadaan darurat yang timbul sebagai
akibat dari penandatanganan Persetujuan Linggarjati. Pengambilan keputusan ini
hanya berjalan selama satu minggu, dalam masa itu Kabinet
Sjahrir
mengundurkan diri dan cabinet Amir Syarifuddin dibentuk.
3.
Dengan suatu undang-undang badan legislative (yaitu Badan Pekerja yang
bertindak atas nama Komite Nasional) member kekuasaan penuh (plein pouvoir)
kepada presiden selama tiga bulan mulai 15 September 1948 (Undang-Undang
No. 20 September 1948). Pemberian kekuasaan penuh ini dimaksudkan untuk
mengatasi pemberontakan PKI di Madiun.
Kenyataan adanya praktik kenegaraan yang berbeda dengan naskah UUD
ini terjadi akibat dahsyatnya perkembangan dan dinamika politik selama periode
revolusi dan pergolakan-pergolakan yang diakibatkan olehnya.
Sejak saat itu perubahan terhadap UUD 1945 (dengan jalan amandemen
telah dilakukan empat kali. Perubahan pertama dilakukan melalui Sidang Umum
MPR Oktober 1999. Perubahan kedua melalui Sidang Tahunan MPR Agustus
2000. Perubahan ketiga melalui Sidang Tahunan MPR Oktober 2001. Dan
perubahan keempat dilakukan melalui Sidang Tahunan MPR Agustus 2002. UUD
1945 yang telah diamandemen inilah yang sekarang menjadi UUD kita.
Berikut ini adalah perubahan yang bersifat mendasar dan nyata dalam
system ketatanegaraan kita setelah amandemen.
Pertama, hasil amandemen tahap pertama adalah Pasal 7 yang isinya
menyebutkan bahwa presiden dan wakil presiden memegang jabatan selama masa
5 tahun dan sesudahnya dapat dipilih kembali untuk jabatan yang sama hanya satu
kali masa jabatan. Sebelum diamandemen frase “hanya untuk satu kali masa
74
jabatan” tidak ada. Selanjutnya dalam amandemen ketiga disebutkan bahwa
presiden dan wakil presiden dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh
rakyat. Ini berbeda sama sekali dengan sebelumnya di mana presiden dan wakil
presiden dipilih oleh MPR.
Kedua, semua anggota MPR diangkat melalui pemilihan umum. Hal ini
terlihat dari hasil amandemen kedua dan ketiga. Di sana dinyatakan bahwa semua
anggota DPR dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) yang merupakan unsure
MPR jika mereka melakukan sidang gabungan. Diangkat melalui pemilu.
Ketentuan UUD ini berbeda sama sekali dengan sebelumnya, dimana cukup besar
jumlah anggota MPR yang diangkat. Untuk pertama kalinya pula (melalui
amandemen ketiga) dinyatakan dalamUUD bahwa pemilu dilaksanakan oleh
sebuah komisi pemilihan umum (KPU) yang bersifat nasional, tetapi, dan mandiri.
Keberadaan partai politik juga menjadi nyata disebutkan di dalam UUD. Sebelum
amandemen UUD 1945 tidak menyebut-nyebut partai politik.
Ketiga, kekuasaan DPR dalam pembuatan undang-undang semakin besar.
Dari amandemen tahap pertama, dinyatakan bahwa DPR memegang kekuasaan
membuat Undang-Undang: setiap Rancangan Undang-Undang dibahas DPR
bersama presiden untuk mendapat persetujuan bersama. Selain itu anggota DPR
berhak
mengajukan
usul
Rancangan
Undang-Undang.
Kemudian
pada
amandemen kedua diperkuat dengan tambahan satu ayat pada pasal 20, yaitu ayat
(5), yang menyatakan bahwa dalam hal Rancangan Undang-Undang yang telah
disetujui bersama (oleh DPR dan pemerintah) tidak disahkan oleh presiden dalam
waktu 30 hari semenjak disetujui, Rancangan Undang-UNdang tersebut sah
menjadi undang-undang dan wajib diundangkan. Ini berbeda dengan sebelum
amandemen, dimana Rancangan Undang-Undang yang sudah disetujui bersama
tidak disahkan oleh Presiden dalam waktu 30 hari sejak disetujui , maka yang
berlaku adalah undang-undang yang lama.
Keempat, di bidang yudikatif juga ada kemajuan yang bersifat mendasar,
yaitu adanya Mahkamah Konstitusi yang berhak melakukan uji undang-undang
terhadap UUD pada tingkat pertama dan terakhir yang keputusannya bersifat final.
Selain itu Mahkamah Konstitusi juga berhak memutuskan sengketa kewenangan
75
lembaga yang dierikan oleh UUD, membubarkan partai politik, dan dan memutus
perselisihan hasil pemilihan umum. Hal ini merupakan hasil dari amandemen
ketiga. Selain yang disebutkan di atas masih banyak hasil-hasil lain.
76
Daftar Pustaka
Kaelan.
(2016).
Pendidikan Kewarganegaraan
untuk
Perguruan
Tinggi.
Yogyakarta: Penerbit Paradigma.
Karsadi. (2018). Pendidikan Kewarganegaraan di Perguruan Tinggi. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Paristiyanti, Nurwardani. (2016). Pendidikan Kewarganegaraan untuk Perguruan
Tinggi. Jakarta: Direktorat Jenderal Pembelajaran dan Kemahasiswaan
Kemenristekdikti.
Sri Harini Dwiyatmi. (2012). Pendidikan Kewarganegaraan. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar. Zainul Ittihad Amin. (2010). Pendidikan Kewarganegaraan.
Jakarta: Penerbit Universitas Terbuka.
Al-Hakim, Suparlan.. Pendidikan Kewarganegaraan dalam Konteks Indonesia.
Malang: Universitas Negeri Malang. 2012.
Effendy, Masyur. Pendidikan Kewarganegaraan, Prenada Media Group. Jakarta.
2008.
Budiansyah Dasim. Pendidikan Kewarganegaraan, Epsilon Group. Bandung.
2007.
77