[go: up one dir, main page]

Academia.eduAcademia.edu
Diktat Pendidikan Kewarganegaraan untuk SD/MI Oleh Abdul Gani Jamora Nasution Karya ini merupakan bahan ajar matakuliah Pendidikan Kewarganegaraan SD/MI padasemester III (Tiga) Jurusan Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah (PGMI) tahun akademik 2020/2021 dan karya ini hanya untuk pegangan pribadi. Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah (PGMI) Fakultas Ilmu Tarbiyah & Keguruan (FITK) Universitas Islam Negeri (UIN) Sumatera Utara Medan 2020 i Sekapur Sirih Alhamdulillahi rabbil ‘alamin, ucapan yang dapat dilontarkan untuk pertama kali untuk menjelaskan posisi diktat yang ada dihadapan pembaca. Karena dengan nikmat yang diberikan oleh Allah Swt. penulis dapat menyelesaikan tulisan ini. Shalawat serta salam kepada Nabi Muhammad Saw. Semangat kehidupan beliau menjadi uswatun hasanah bagi generasi hingga alam punah. Karya sederhana ini tentu terinspirasi dengan keadaan tentang perlunya pengembbangan wacana keilmuan, terkhusus di kalangan mahasiswa-mahasiswi yang penulis membersamai mereka. Sebuah keharusan untuk memberikan tentang pemaknaan terhadap Pendidikan Kewarganegaraan secara progresif. Terlebih matakuliah ini dijadikan sebagai matakuliah wajib setiap perguruan tinggi. Berbicara tentang pendidikan kewarganegaraan, berarti sedang membicarakan tentang diri dan akumalasi banyak orang yang hidup di Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) ini. Kesadaran penuh terhadap memaknai bangsa seutuhnya, memaahami, merawat, dan mengembangkan NKRI menjadi tugas bersama. Dengan memperlajari Pendidikan Kewarganegaraan tentu dapat menjadi pintu masuk untuk lebih mencintai NKRI. Karena fakta berserakan, banyak sisi yang terus berusaha untuk menghancurkan tatanan bangsa dan negara. Merusak keromatisan yang ditinggalkan para leluhur dan tokoh bangsa dan negara. Belum lagi, faktor kompetitif global yang memaksakan ketergantungan bangsa dan negara yang terus diapit penuh kebiadan para “pemodal”. Yang pastinya, kesiapan generasi untuk meneruskan perjuangan para tokoh bangsa menjadi sebuah kewajiban mutlak bagi setiap individu yang hidup di NKRI. Oretan sederhana ini, menjadi penting manakala dihadirkan dengan rasa cinta dan kasih sayang kepada negara dan bangsa, sebagai penerus para leluhur dan tokoh bangsa. Kehadiran rasa kebanggaan menjadi modal untuk dapat berwacana dan melihat secara kritis setiap yang terjadi di depan mata bangsa dan negara. Inilah harapan dari penulisan diktat yang sederhana ini, semoga mempertahankan dan menghantarkan keunggulan NKRI yang kompetitif di mata dunia. Terakhir, penulis haturkan ribuan terimakasih untuk kawan-kawan yang setia berdiskusi dan berwacana dalam setiap kebingungan yang menghadang. Tulang Bogel, sosok ii guru yang setia mendengarkan curhatan dan kerasahan tentang desain kebangsaan ini. Sekalipun disadari, terkadang pembicaraan terjebak pada “ngelantur” saja. Sahlan, Dani, dan Irul, para magister yang banyak saya pelajari tentang mereka, khususnya mengenali alamnya para ketua-ketua sebagai penyebutan dijajaran aktivis, mengatakan untuk kawasan medan sebagai kotanya “Para Ketua-ketua”. Dan masih banyak lagi, Tidak dapat disebutkan satu persatu, hanya Allah lah yang membalas kebaikan kalian semua. Untuk menutup pengantar ini, penulis menyadari masih banyak kekurangan dan bahkan tidak menutup kemungkinanterjadi kesalahan. Oleh karenanya, penulis mengharapkan kritik kontributif dalam rangkapenyempurnaan tulisan ini. Sekitaran Pajak Simpang Limun Medan, Oktober 2020 AGJ. Nasution iii DAFTAR ISI 1. Pengantar Civic Education 10 2. Identitas Nasional dan Globalisasi 17 3. Konsep Negara 35 4. Kewarganegaran 75 5. Konstitusi 100 6. Pemerintahan Sipil dan Militer 120 7. Relasi Agama dan Negara 130 8. Demokrasi135 9. Desentralisasi (OTDA) 140 10. Fundamentalisme beragama 145 11. Pro Kontra Hukuman Mati bagi Koruptor dan teroris 147 12. Penegakan HAM di Indonesia 148 13. Isu-isu strategi Kewarganegaraan 149 iv BAB I MENGENAL PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN A. LATAR BELAKANG PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN Bangsa Indonesia memiliki sejarah yang panjang dalam pembentukannya. Penuh dengan perjuangan dan pengorbanan, namun pada akhirnya berani untuk memproklamirkan diri menjadi sebuah bangsa dan negara yang merdeka dari penjajahan pada 17 Agustus 1945. Konsep bangsa Indonesia merujuk pada pemikiran Ernest-Renan bahwa bangsa bukan diartikan sebagai satu asal nenek moyang, tetapi merupakan satu kesatuan solidaritas atau setia kawan satu sama lain atau bangsa adalah satu jiwa atau satu asas spiritual yang tercipta oleh rasa pengorbanan yang telah dibuat oleh masa lampau yang oleh mereka telah bersedia berkorban demi masa depan generasi penerusnya (Zainul Ittihad Amin, 2010). Adapun negara merupakan sebuah organisasi di antara kelompok atau beberapa kelompok manusia yang bersama-sama mendiami suatu wilayah tertentu dengan mengakui adanya suatu pemerintahan yang mengurus tata tertib dan keselamatan sekelompok atau beberapa kelompok manusia tersebut. Negara juga dapat didefinisikan sebagai sebuah organisasi yang memiliki wilayah, rakyat, pemerintahan yang berdaulat serta memiliki hak istimewa, seperti hak memaksa, hak monopoli, dan hak mencakup semua yang bertujuan untuk menjamin perlindungan, keamanan, keadilan, serta tercapainya tujuan bersama. Adapun syarat berdirinya negara adalah memiliki tujuan, memiliki Undang-Undang Dasar, adanya pengakuan dari negara lain baik secara dejure maupun secara defacto. Setelah berdirinya Bangsa dan Negara Indonesia bukan berarti tanpa adanya ancaman, hambatan, gangguan, dan tantangan lagi, bahkan saat ini bangsa Indonesia menghadapi permasalahan yang semakin kompleks. Jika dahulu perang yang dihadapi musuhnya terlihat (nyata) dalam artian bersenjata yang tampak mata, saat ini perang dalam bentuk proxy war atau senjatanya tak nyata seperti senjata, misalnya kejahatan narkoba, senjata biologi, cyber crime. Perubahan masyarakat yang dinamis dan semakin derasnya globalisasi juga dapat menimbulkan permasalahan bagi bangsa Indonesia. 1 arus Melemahnya semangat kebangsaan, nasionalisme, cinta tanah air serta munculnya perilaku yang tidak sesuai dengan nilai budaya bangsa dan norma-norma yang berlaku. Perilaku korupsi yang dianggap biasa, sikap individualistis, hedonisme, persekusi tentu bukan mencerminkan nilai-nilai luhur bangsa Indonesia. Demi menghadapi ancaman, tantangan, hambatan, dan gangguan yang akan merusak nilai-nilai luhur bangsa Indonesia yang tercermin dalam Pancasila maka perlu diterapkan pendidikan karakter dalam Pendidikan Kurikulum Nasional melalui Pendidikan Kewarganegaraan. Kewarganegaraan adalah segala hal ikhwal yang berhubungan dengan warga negara. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara (UndangUndang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional) sehingga Pendidikan Kewarganegaraan dapat diartikan sebagai usaha sadar dan terencana untuk membekali peserta didik dengan pengetahuan dan kemampuan dasar berkenaan dengan hubungan timbal balik antara warga negara dengan negara. Istilah mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan merupakan mata kuliah yang menggantikan Pendidikan Kewiraan yang mencerminkan terjadinya reorientasi materi dan revitalisasi dalam proses belajar mengajar. Pendidikan Kewarganegaraan atau yang disingkat PKn pada dasarnya adalah belajar tentang ke-Indonesia-an, belajar untuk menjadi manusia yang berkepribadian Indonesia. Menurut Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 disebutkan bahwa Pendidikan Kewarganegaraan dimaksudkan untuk membentuk peserta didik menjadi manusia yang memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air. Pendidikan ini memiliki peranan yang penting yang akan mengajarkan, mentransformasikan nilai-nilai Pancasila ke dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Hal ini menunjukkan bahwa Pendidikan Kewarganegaran memiliki tanggung jawab secara ideologis, politik, sosial, moral maupun hukum untuk membentengi diri masyarakat, bangsa, dan negara Indonesia dari berbagai ancaman, hambatan, dan tantangan yang akan merusak ketahanan bangsa dalam kerangka mewujudkan 2 kesejahteraan masyarakat Indonesia seperti yang tertuang dalam Undung-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945. B. Hakikat Pendidikan Kewarganegaraan Hakikat Pendidikan Kewarganegaraan adalah untuk membekali mahasiswa dengan kemampuan dasar dan pengetahuan mengenai hubungan warga negara Indonesia dengan Negara dan dengan sesama warga negara. Pendidikan Kewarganegaraan merupakan bagian ilmu pengetahuan yang memiliki landasan filsafat baik ontologi, epistemologi maupun aksiologi (Karsadi, 2018). Secara ontologis, Pendidikan Kewarganegaraan berobjek material, yaitu nilai, moral, dan budi pekerti. Dalam perspektif epistemologis, Pendidikan Kewarganegaraan dikaji dan dibahas melalui pendekatan akademik dan ilmiah dengan menekankan pada olah kalbu, olah karsa, dan olah rasa serta olah pikir yang bersifat komprehensif, integratif, dan holistik. Dalam perspektif aksiologis, eksistensi dan urgensi Pendidikan Kewarganegaraan menjadi wahana pendidikan nilai, moral, dan pendidikan budi pekerti sehingga dapat menjadi sarana transformasi pendidikan karakter untuk menumbuhkembangkan rasa nasionalisme dan kesadaran berbangsa dan bernegara. C. KOMPETENSI PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN Warga negara Indonesia wajib menjadi warga negara yang baik dan terdidik (smart and good citizen) sehingga perlu memahami tentang Indonesia, memiliki kepribadian Indonesia, memiliki rasa kebangsaan Indonesia, dan mencintai tanah air. Sebagai mahasiswa wajib memiliki kemampuan tentang kewarganegaraan dan mampu menerapkan pengetahuan, nilai-nilai dan keterampilan tersebut dalam kehidupan sehari-hari, memiliki kepribadian yang mantap, berpikir kritis, bersikap rasional, etis, estetis, dan dinamis, berpandangan luas, dan bersikap demokrasi yang berkeadaban. Hal ini akan mendukung mahasiswa untuk memiliki kompetensi dasar, yaitu menjadi ilmuan yang memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air, demokratis yang berkeadaban, menjadi warga negara yang memiliki daya saing, berdisiplin, dan berpartisipasi aktif dalam 3 membangun kehidupan yang damai berdasarkan nilai-nilai Pancasila (Sri Harini Driyatmi, 2012). D. LANDASAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN Dasar diselenggarakannya perkuliahan Pendidikan Kewarganegaraan di dalam kurikulum perguruan tinggi yang wajib diikuti oleh seluruh mahasiswa merupakan hal yang fundamental dalam membentuk karakter dan kepribadian bangsa. Pembentukan karakter dan kepribadian ini harus sesuai dengan nilai-nilai luhur bangsa Indonesia yang terkandung dalam Pancasila sehingga dapat dikatakan bahwa landasan utama pelaksanaan perkuliahan Pendidikan Kewarganegaraan adalah Pancasila yang sekaligus merupakan landasan filosofis. Lebih lanjut, landasan Pendidikan Kewarganegaraan dapat diganti menjadi landasan historis dan landasan yuridis. 1. Landasan Historis Pendidikan Kewarganegaraan sebagai salah satu mata kuliah wajib umum dapat ditelusuri dari berbagai upaya bangsa Indonesia dalam mencapai kemerdekaan serta menegakkan Negara Kesatuan Republik Indonesia antara lain: a. Perjuangan para pahlawan dari berbagai pelosok tanah air untuk melawan penjajahan, Pangeran Diponegoro, Untung Surapati, Imam Bonjol, Hasanuddin, Cut Nyak Dien. b. Pergerakan dengan mendirikan berbagai organisasi pemuda, seperti Boedi Oetomo, Muhammadiyah, Nadhatul Ulama, Taman Siswa sebagai wujud Kebangkitan Nasional yang bergerak dalam bidang pendidikan, keagamaan, sosial kemasyarakatan sebagai perwujudan Kebangkitan Nasional. c. Sumpah Pemuda pada 28 Oktober 1928 sebagai perwujudan tekad dan semangat para pemuda untuk bertanah air satu tanah air Indonesia, berbangsa satu bangsa Indonesia, dan berbahasa persatuan bahasa Indonesia. 4 d. Pada masa penjajahan Jepang, para pemuda mempersiapkan untuk mendirikan negara Indonesia sebagai suatu negara yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil, dan makmur. e. Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia 17 Agustus 1945. f. Perjuangan bangsa Indonesia pada masa awal kemerdekaan untuk menghadapi Belanda yang ingin menjajah dan menguasai kembali Indonesia. g. Perjuangan bangsa Indonesia dalam menghadapi pengkhianatan, pemberontakan, penyelewengan, dan separatis. 2. Landasan Yuridis Landasan yuridis penyelenggaraan mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan, meliputi: a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 Pasal 27 ayat 3, Pasal 30 ayat 1, dan Pasal 31 ayat 1, 3, dan 5. Pasal 27 ayat 3 menyebutkan bahwa setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya pembelaan negara. Pasal 30 ayat 1 menyebutkan bahwa tiaptiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan negara. Pasal 31 ayat 1 menyebutkan bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan. Pasal 31 ayat 3 menyebutkan bahwa pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dalam Undang-Undang. Pasal 31 ayat 5 menyebutkan bahwa pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia. b. Keputusan Mendikbud dan Menhankam No: 061U/1985 dan KEP/002/II/1985 tanggal 1 Februari yang berisi tentang mata kuliah Kewiraan (Kewarganegaraan) sebagai salah satu Mata Kuliah Dasar Umum (MKDU) pada semua Perguruan Tinggi di Indonesia. 5 c. Undang-Undang No. 2 Tahun 1989 yang disempurnakan dengan UndangUndang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang menjelaskan bahwa Pendidikan Bela Negara dan Pendidikan Kewiraan termasuk dalam Pendidikan Kewarganegaraan. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi menyebutkan bahwa Kurikulum Pendidikan Tinggi wajib memuat mata kuliah Pendidikan Agama, Pancasila, Kewarganegaraan, dan Bahasa Indonesia. d. Keputusan Dirjen Dikti No: 267/DIKTI/Kep/2000 tentang Penyempurnaan GBPP Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian Pendidikan Kewarganegaraan, Keputusan Dirjen Dikti No. 38/DIKTI/Kep/2002 tentang Rambu-rambu Pelaksanaan Kepribadian di Perguruan Tinggi, Mata Kuliah Pengembangan Keputusan Dirjen Dikti No. 43/DIKTI/Kep/2006 tentang Rambu-rambu Pelaksanaan Kelompok Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian di Perguruan Tinggi. Menurut Keputusan Dirjen Dikti No: 43/DIKTI/kep/2006 visi Pendidikan Kewarganegaraan di Perguruan Tinggi merupakan sumber nilai dan pedoman dalam pengembangan dan penyelenggaraan program studi, guna mengantarkan mahasiswa memantapkan kepribadiannya sebagai manusia seutuhnya. Hal ini berdasarkan pada suatu realitas yang dihadapi bahwa mahasiswa adalah sebagai generasi bangsa yang harus memiliki visi intelektual, religius, berkeadaban, berkemanusiaan, cinta tanah air dan bangsanya. Misi Pendidikan Kewarganegaraan di Perguruan Tinggi adalah untuk membantu mahasiswa memantapkan kepribadiannya agar secara konsisten mampu mewujudkan nilai-nilai dasar Pancasila, rasa kebangsaan dan cinta tanah air dalam menguasai menerapkan dan mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni dengan rasa tanggung jawab dan bermoral. E. RUANG LINGKUP PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN Pengajaran Pendidikan Kewarganegaraan Ruang lingkup Pendidikan Kewarganegaraan, meliputi: 6 1. Pengantar Pendidikan Kewarganegaraan, antara lain latar belakang, kompetensi, ruang lingkup, hakikat, dan landasan Pendidikan Kewarganegaraan. 2. Wawasan Nusantara sebagai geopolitik Indonesia, antara lain pengertian hakikat unsur-unsur serta kedudukan dan fungsi Wawasan Nusantara, Ketahanan Nasional dan Geostrategi Indonesia. 3. Ketahanan Nasional dan Geostrategi Indonesia, antara lain pembahasan tentang landasan, pengertian, asas, dan ciri Ketahanan Nasional Indonesia, serta pendekatan Asta Gatra perwujudan Ketahanan Nasional. 4. Integrasi Nasional, antara lain pembahasan tentang pengertian Integrasi Nasional, permasalahan globalisasi, multikulturalisme, Bhinneka Tunggal Ika, dan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia. 5. Identitas Nasional Indonesia, antara lain pembahasan tentang pengertian Identitas Nasional, karakter bangsa, dan wujud-wujud Identitas Nasional, isi arti sila-sila Pancasila dan kedudukan Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa Indonesia. 6. Hak dan kewajiban warga negara, antara lain pembahasan tentang pengertian hak dan kewajiban, landasan filosofis hak asasi, macammacam hak warga negara, serta harmoni hak dan kewajiban warga negara. 7. Demokrasi di Indonesia, antara lain pembahasan tentang pengertian demokrasi, prinsip-prinsip umum demokrasi, prinsip dasar filsafat dan aspek mekanisme demokrasi Pancasila, serta pokok-pokok pelaksanaan demokrasi di Indonesia. 8. Konsep negara dan konstitusi, antara lain pembahasan tentang perangkat hukum dan ketatanegaraan Republik Indonesia. 9. Otonomi Daerah serta Good and Clean Governance, antara lain pembahasan tentang pengertian, implementasi dari prinsip-prinsip tata kelola pemerintahan yang baik, hambatan pencegahan korupsi, dan pencapaian tujuan dan cita-cita nasional. F. OBJEK PEMBAHASAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN 7 Syarat ilmiah sebuah ilmu harus memiliki empat hal, yaitu memiliki objek, metode, sistem, dan bersifat universal. Penciptaan ilmu diawali dengan penelitian, di dalam penelitian itu manusia mengkaji dan membahas tentang fenomena atau gejala empiris yang dapat dijangkau oleh pengalaman manusia. Objek ini kemudian diolah melalui suatu metode yang bersifat rasional kemudian disusun secara sistematis yang terdiri atas berbagai macam bagian yang memiliki kedudukan sendiri, namun berhubungan satu dengan yang lain dalam suatu sistem. Kebenaran yang dihasilkan adalah kebenaran yang bersifat universal yang artinya dapat diterima oleh masyarakat di mana saja dan kapan saja. Dalam hubungannya dengan Pendidikan Kewarganegaraan maka yang dijadikan objek baik objek material maupun formal sebagai berikut. Objek material adalah bidang sasaran atau bahan yang dikaji, sedangkan objek formal adalah sudut pandang yang digunakan untuk membahas objek material tersebut. Adapun objek material Pendidikan Kewarganegaraan adalah eksistensi warga negara dan dinamikanya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara Indonesia. Objek Material ini menjadi bagian penting dan terintegrasi dengan nilai-nilai Pancasila. Objek formal Pendidikan Kewarganegaraan berhubungan dengan dimensi sistem ketatanegaraan yang menekankan pada hubungan antara warga negara dan negara. Hubungan fungsional tersebut dapat menimbulkan hak dan kewajiban baik hak dan kewajiban negara maupun hak dan kewajiban warga negara. Objek formal ini tampak dari materi kajian mengenai hak dan kewajiban negara dan warga negara, Wawasan Nusantara, Ketahanan Nasional, Identitas Nasional, Integrasi Nasional, dan Demokrasi. BAB II Mengenal Pendidikan Kewarganegaraan Pemerintah melalui Kementerian Pendidikan Nasional sudah mencanangkan penerapan pendidikan karakter untuk semua tingkat pendidikan, dari SD sampai Perguruan Tinggi. Menurut Mendiknas, Prof. Muhammad Nuh, pembentukan karakter perlu dilakukan sejak usia dini. Jika karakter sudah 8 terbentuk sejak usia dini, kata Mendiknas, maka tidak akan mudah untuk mengubah karakter seseorang, la juga berharap, pendidikan karakter dapat membangun kepribadian bangsa. Mendiknas mengungkapkan hal ini saat berbicara pada pertemuan Pimpinan Pascasarjana LPTK Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) se-Indonesia di Auditorium Universitas Negeri Medan (Unimed), Sabtu (15/4/2010). Dalam Rencana Strategis Kementerian Pendidikan Nasional 2010-2014 mengamanatkan bahwa visi Pendidikan Nasional 2014 adalah terselenggaranya layanan Prima Pendidikan Nasional untuk membentuk insan Indonesia Cerdas Komprehensif dalam hal manusia cerdas tidak hanya pengetahuan dan keterampilan saja, yang paling penting berakhlak mulia, berbudi pekerti luhur, berbudaya, kreatif, inovatif serta yang berkarakter bangsa. Pendidikan pada hakikatnya adalah usaha sadar dan berencana untuk mewujudkan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Pendidikan yang dilaksanakan di Indonesia berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia dan tanggap terhadap tuntutan zaman. Pembekalan kepada peserta didik di Indonesia berkenaan dengan pemupukan nilai-nilai, sikap dan kepribadian yang sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945, menumbuhkan sikap cinta tanah air, serta berwawasan kebangsaan yang luas dan dapat diandalkan oleh bangsa dan negaranya melalui Pendidikan Kewarganegaraan, yang merupakan salah satu mata pembelajaran wajib bagi sekolah mulai Sekolah Dasar sampai Perguruan Tinggi. A. Kedudukan Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) Berdasarkan Keputusan Menteri Pendidikan Nasional No. 232/U/2000 tentang Pedoman Penyusunan Kurikulum Pendidikan, bahwa kurikulum terdiri dari: 1. Kurikulum Inti 9 2. Kurikulum Institusional Kurikulum Inti terdiri dari beberapa kelompok mata kuliah, yang terdiri dari: 1. Kelompok MPK (Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian) 2. Kelompok MKK (Mata Kuliah Keilmuan dan Keterampilan) 3. Kelompok MKB (Mata Kuliah Keahlian Berkarya) 4. Kelompok MPB (Mata Kuliah Perilaku Berkarya) 5. Kelompok MBB (Mata Kuliah Berkehidupan Bermasyarakat) MPK adalah kelompok mata kuliah yang memuat bahan kajian untuk mengembangkan bangsa Indonesia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berkepribadian mantap, dan mandiri serta mempunyai rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan. Kelompok MPK juga merupakan bagian dari kurikulum inti, maka wajib diberikan dalam kurikulum setiap program studi. Kelompok Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian (MPK) terdiri dari: 1. Pendidikan Pancasila 2. Pendidikan Agama 3. Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) Kesimpulan dari uraian di atas bahwa Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) adalah bagian dari kelompok Mata kuliah Pengembangan Kepribadian sekaligus bagian dari kurikulum inti. Sehingga PKn harus ditempuh oleh setiap mahasiswa dari semua program studi. Berdasarkan Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 tahun 2003 pada Bab X tentang Kurikulum, khususnya pasal 37 (2) yang menegaskan bahwa Kurikulum Pendidikan Tinggi wajib memuat: 1. Pendidikan Agama 2. Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) 3. Bahasa Indonesia 10 Pada penjelasan pasal 37(2) dijelaskan bahwa Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) dimaksudkan untuk membentuk peserta didik menjadi manusia yang memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air. B. SEJARAH PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN Di Indonesia pelajaran Civics telah dikenal sejak jaman Hindia Belanda dengan nama "Burgerkunde". Pada zaman tersebut ada dua buku yang digunakan sebagai sumber pelajaran, yaitu: Indische Burgerschapokunde dan Recht en Plicht (Indische Burgerschapkunde voor iedereen). Pada tahun 1950 dalam suasana Indonesia telah merdeka kedua buku ini menjadi pegangan guru Civics di Sekolah Menengah Atas. Perjalanan mata pelajaran Civics setelah Indonesia merdeka mengalami beberapa kali perubahan istilah yang digunakan. Perubahan-perubahan tersebut sangat berkaitan dengan kebijaksanaan pemerintah pada waktu itu dan kurikulum sekolah yang digunakan. Pada kurikulum 1957 istilah yang digunakan yaitu Pendidikan Kewarganegaraan. Kemudian pada kurikulum 1961 berubah menjadi CIVICS lagi, kemudian pada kurikulum 1968 menjadi Pendidikan Kewargaan Negara (PKN). Selanjutnya kurikulum 1975 menjadi PMP-KN. Pada kurikulum 1994 berubah lagi menjadi PPKn (Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan). Pada kurikulum 2006 KTSP berubah menjadi Pendidikan Kewarganegaraan sampai sekarang Perubahan-perubahan istilah mata pelajaran PKn atau Civic dikalangan sekolah dasar dan menengah tersebut di atas, juga terjadi dikalangan Perguruan Tinggi di Indonesia. Civic Education (Pendidikan Kewarganegaraan) sesung- guhnya bukan sesuatu yang baru, beberapa bentuk pendidikan kewarganegaraan di Perguruan Tinggi telah lama dilakukan seperti: penataran P-4 dan mata kuliah Kewiraan yang kemudian berganti dengan mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan (PKn). Kenyataannya memang demikian, civic education (Pendidikan Kewarganegaraan) yang dilakukan tersebut lebih banyak didistorsi oleh kepentingan kekuasaan semata. Sehingga pada era reformasi ini paradigma Pendidikan Kewarganegaraan seharusnya bergeser ke arah yang lebih civilized, Sobirin Malian (2003: 10). 11 Munculnya gelombang reformasi memang telah mendorong Departemen Pendidikan Nasional menerbitkan Keputusan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Nomor 267 / DIKTI / KEP / 2000 untuk menyempurnakan mata kuliah kewiraan menjadi mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan. C. PENGERTIAN DAN TUJUAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN (PKN) Shofiatun azmi (2006) dalam pengantar mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan mengatakan bahwa Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) terdiri dari dua kata yaitu Pendidikan dan Kewarganegaraan. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara (pasal 1 UU No. 20 Tahun 2003). Kewarganegaraan dalam bahasa latinnya disebut "CIVIS" selanjutnya dari kata "CIVIS" dalam bahasa Inggris timbul kata "CIVIC" yang artinya warga negara atau kewarganegaraan. Akhirnya dari kata CIVIC lahir kata "CIVICS" yang artinya ilmu kewarganegaraan atau Civic Education, Pendidikan Kewarganegaraan, menurut kansil (2002: 3).Civics atau Civic Education atau Pendidikan Kewarganegaraan sebagian ahli berpendapat merupakan bagian dari ilmu politik. Seperti dijelaskan oleh Prof Dr. Achmad Sanusi, S. H. MPA, dalam Seminar Pengajaran Civics di Tawangmangu, Surakarta tahun 1972. Sejauh Civics dapat dipandang sebagai disiplin dalam ilmu politik, maka fokus studinya adalah mengenai "kedudukan dan peran warga negara dalam menjalankan hak dan kewajibannya sesuai dan sepanjang batas-batas ketentuan konstitusi negara yang bersangkutan (2002: 4), sehingga isi dan manfaat dari Civics menurut beliau yang merupakan bagian dari ilmu politik, diambil demokrasi politiknya. Sedangkan menurut undang-undang pendidikan yang lama. Undang-undang Nomor 2 tahun 1989 menyebutkan bahwa "Pendidikan Kewarganegaraan merupakan usaha untuk membekali peserta didik dengan pengetahuan dan kemampuan dasar berkenaan 12 dengan hubungan antara warga negara dengan negara serta Pendidikan Pendahuluan Bela Negara (PPBN)".Sedang menurut UU Sisdiknas yang baru yaitu UU No. 20 tahun 2003, pada penjelasan pasal 37 dijelaskan bahwa "Pendidikan Kewarganegaraan dimaksudkan untuk membentuk peserta didik menjadi manusia yang memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air" (2003: 66). Berkaitan dengan pengertian di atas seperti ditulis oleh Noor MS Bakry (2002: 2) dalam buku Pendidikan Kewarganegaraan, "Pendidikan Kewarganegaraan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik dalam mengembangkan kecintaan, kesetiaan, keberanian untuk berkorban membela bangsa dan tanah air Indonesia." Jadi tujuan Pendidikan Kewarganegaraan adalah untuk menumbuhkan wawasan dan kesadaran bernegara, sikap serta perilaku yang cinta tanah air, bersendikan kebudayaan bangsa, wawasan nusantara dan ketahanan nasional kepada siswa, mahasiswa, calon ilmuwan warga negara Republik Indonesia yang menguasai ilmu pengetahuan dan seni yang dijiwai nilainilai Pancasila. Kemampuan warga negara untuk hidup berguna dan bermakna serta mampu mengantisipasi perkembangan dan perubahan masa depannya sangat tergantung pembekalan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni yang berlandaskan nilai-nilai keagamaan dan nilai-nilai budaya bangsa. Nilai-nilai dasar negara akan menjadi panduan dan mewarnai keyakinan serta pegangan hidup warga negara dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Oleh karena itu peserta didik seyogianya memiliki motivasi bahwa Pendidikan kewarganegaraan yang diberikan kepada mereka berkaitan erat dengan penanaman dan kedudukan serta kepentingan mereka sebagai individu, anggota keluarga, anggota masyarakat dan sebagai warga negara Indonesia yang terdidik, serta bertekad dan bersedia mewujudkannya. Di dalam buku Pendidikan Kewarganegaraan (Kewiraan) ditulis oleh NoorMs Bakry (2002: 7) mengatakan bahwa tujuan Pendidikan Kewarganegaraan secara umum adalah memupuk kesadaran bela negara dan berpikir komprehensif integral di kalangan mahasiswa dalam rangka ketahanan Nasional dengan didasari: 1. Kecintaan kepada tanah air. 13 2. Kesadaran berbangsa dan bernegara. 3. Memupuk rasa persatuan dan kesatuan. 4. Keyakinan akan ketangguhan Pancasila. 5. Rela berkorban demi bangsa dan negara. 6. Kemampuan awal bela negara. Tujuan di atas sesuai dengan visi, misi dan kompetensi Pendidikan Kewarganegaraan: 1. Visi Pendidikan Kewarganegaraan di Perguruan Tinggi menjadi sumber nilai dan pedoman penyelenggaraan program studi dalam mengantarkan mahasiswa mengembangkan kepribadiannya selaku warga negara yang berperan aktif menegakkan demokrasi menuju masyarakat madani. 2. Misi Pendidikan Kewarganegaraan di Perguruan Tinggi mem bantu mahasiswa selaku warga negara agar mampu mewujudkan nilai-nilai dasar perjuangan bangsa Indonesia serta kesadaran berbangsa dan bernegara dalam menerapkan ilmunya secara bertanggung jawab terhadap kemanusiaan. Kompetensi Pendidikan Kewarganegaraan bertujuan untuk menguasai kemampuan berpikir, bersikap rasional, dan dinamis, berpandangan luas sebagai manusia intelektual, serta mengantarkan mahasiswa selaku warga negara RI memiliki masa depan cerah. Tujuan Pendidikan Kewarganegaraan Berdasarkan keputusan DIRJEN DIKTI No. 267/ DIKTI /2000 adalah mencakup: 1. Tujuan umum. Untuk memberikan pengetahuan dan kemampuan dasar kepada mahasiswa mengenai hubungan antara warga negara dengan Negara serta Pendidikan Pendahuluan Bela Negara agar menjadi warga Negara yang dapat diandalkan oleh bangsa dan negara. 2. Tujuan khusus. Agar mahasiswa dapat memahami dan melaksanakan hak dan kewajiban secara santun, jujur dan demokratis serta ikhlas sebagai warga Negara republik Indonesia terdidik dan bertanggung Jawab. 1) Agar mahasiswa menguasai dan memahami berbagai masalah dasar dalam kehidupan ber masyarakat, berbangsa dan bernegara, serta dapat 14 mengatasinya dengan pemikiran kritis dan bertanggung jawab. Berlandaskan Pancasila, Wawasan nusantara dan Ketahanan nasional. 2) Agar mahasiswa memiliki sikap dan perilaku yang sesuai dengan nilainilai kejuangan, cinta tanah air, serta rela berkorban demi nusa dan bangsa. D. Objek Pembahasan Pendidikan Kewarganegaraan Objek formalnya mencakup dua segi yaitu segi hubungan antara warga Negara dan Negara dan Segi pembelaan Negara. Objek pembahasan Pendidikan Kewarganegaraan menurut Keputusan Dirjen Pendidikan Tinggi No. 267/DIKTI/KEP/2000 dijabarkan lebih rinci yang meliputi pokok bahasan sebagai berikut: 1. Pengantar Pendidikan Kewarganegaraan mencakup: a) Hak dan Kewajiban Warga Negara b) Pendidikan Pendahuluan Bela Negara c) Demokrasi Indonesia d) Hak Asasi Manusia 2. Wawasan Nusantara 3. Ketahanan Nasional 4. Politik dan strategi nasional 5. Proses Perumusan Pancasila sebagai dasar Negara 6. Otonomi Daerah E. Rumpun Keilmuan Pendidikan Kewarganegaraan bersifat interdisipliner (antar bidang/Ilmu) meliputi dari berbagai disiplin ilmu, ilmu Hukum, ilmu politik, sosiologi, administrasi Negara, ilmu ekonomi, sejarah perjuangan bangsa dan ilmu filsafat. Landasan ilmiah: 1. Sistematika tata urutan materi dari pengantar kewarganegaraan 2. sampai sistemhankamrata 3. Objeknya hubungan warga negara dengan negara dan pendidikan 4. pendahuluan bela negara 5. Metode: multidisipliner berbagai ilmu pengetahuan 15 6. Tujuan: menumbuhkan jiwa nasionalisme dan patriotisme bangsa 7. Indonesia berdasarkan nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945 F. KOMPETENSI YANG DIHARAPKAN PKn Menurut Pokja Kewarganegaraan Lemhanas 2001 Kompetensi Lulusan Pendidikan Kewarganegaraan adalah seperangkat tindakan cerdas, penuh rasa tanggung jawab dari seorang warga negara dalam berhubungan dengan negara memecahkan berbagai masalah hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara dengan menerapkan konsepsi falsafah bangsa. Wawasan nusantara dan Ketahanan nasional. Pendidikan Kewarganegaraan yang berhasil akan membuahkan sikap mental yang cerdas, penuh tanggung jawab dari peserta didik. Sikap ini disertai perilaku yang: 1. Beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan meng2. hayati nilai-nilai Pancasila 3. Berbudi pekerti luhur, berdisiplin dalam bermasyarakat, berbangsa 4. dan bernegara 5. Rasional, dinamis, dan sadar akan hak dan kewajiban sebagai 6. warga negara 7. Bersifat profesional, yang dijiwai oleh kesadaran bela negara 8. Aktif memanfaatkan ilmu pengetahuan dan teknologi serta seni 9. untuk kepentingan kemanusiaan, bangsa dan Negara. G. KONTRIBUSI PKn TERHADAP MASYARAKAT, BANGSA DAN NEGARA Secara umum Pendidikan Kewarganegaraan (civic education) yang dilakukan oleh berbagai negara bertujuan agar warga negara bangsa tersebut mendalami kembali nilai-nilai dasar, sejarah dan masa depan bangsa yang bersangkutan sesuai dengan nilai-nilai paling fundamental (dasar negara) yang dianut bangsa yang bersangkutan. Sejalan dengan kenyataan tersebut pada 16 hakikatnya PKn yang merupakan salah satu bagian dari mata kuliah kepribadian harus mengedepankan aspek afektif di kalangan mahasiswa. Landasan filosofis dan harapan di atas, kemudian perlu dicari relevansinya dengan kondisi dan tantangan kehidupan nyata dalam masyarakat, agar Pendidikan Kewarganegaraan mampu memberikan kontribusi yang positif bagi pemecahan permasalahan kemasyarakatan yang sedang dan akan dihadapi bangsa atau masyarakat Indonesia. Oleh karena itu apapun bentuk Pendidikan Kewarganegaraan yang dikembangkan di berbagai bangsa sangat perlu mengembangkan nilai-nilai fundamental bangsa (masyarakat) tersebut sesuai dengan dinamika perubahan sosial, agar nilai-nilai fundamental tersebut menemukan relevansinya untuk memberikan kontribusi yang signifikan terhadap masalah-masalah masyarakat, bangsa dan negara. Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) yang dikembangkan di Indonesia seharusnya juga mampu menemukan kembali relevansi nilai-nilai fundamental masyarakat dengan dinamika sosial yang berubah secara cepat. Sehubungan dengan itu pengajaran PKn tidak boleh hanya bermateri pada persoalanpersoalan kognitif semata, tetapi harus memberikan sentuhan moral dan social action. Sentuhan moral dan social action ini justru harus mendapat perhatian yang lebih besar, agar pembelajaran PKn mampu menuju sasaran dan tujuannya, yaitu untuk membentuk mahasiswa menjadi warga negara yang baik dan bertanggung jawab. Munculnya gelombang reformasi yang membawa harapan baru bagi perkembangan demokrasi dan perwujudan masyarakat madani Indonesia, di samping itu juga menyisakan masalah sosial sebagai masalah bangsa dan negara yang harus diselesaikan. Masalah tersebut antara lain: 1. Praktik Korupsi, Kolusi dan Nepotisme dalam penyelenggaraan 2. pemerintahan 3. Hancurnya nilai-nilai demokrasi dalam masyarakat 4. Memudarnya kehidupan kewargaan dan nilai-nilai komunitas 5. Kemerosotan nilai-nilai toleransi dalam masyarakat 6. Pelanggaran terhadap nilai-nilai kebangsaan dan hak asasi manusia 17 7. Kerusakan sistem dan kehidupan ekonomi 8. Memudarnya nilai-nilai kejujuran, kesopanan, dan rasa tolong9. menolong 10. Melemahnya nilai-nilai dalam keluarga. Dengan pendekatan pembelajaran dengan sentuhan moral dan sosial actions di atas. Pendidikan Kewarganegaraan akan mampu menanamkan nilainilai budaya bangsa dan moral yang tinggi kepada para mahasiswa agar kelak mereka mampu memahami dan memecahkan persoalan-persoalan kemasyarakatan. Lembaga-lembaga pendidikan sebagai salah satu elemen civil society organization perlu menggalang jaringan yang kuat agar gagasan civic education (Pendidikan Kewarganegaraan) ini cepat meluas sebagai salah satu upaya recovery dari keterpurukan krisis multi dimensional sekaligus sebagai upaya perwujudan masyarakat madani Indonesia, seperti pendapat Askury Ibnu Chamim dalam Sobirin (2003: 14). Keberhasilan Pendidikan Kewarganegaraan dengan pendekatan tersebut di atas akan dapat melahirkan mahasiswa yang dapat mengembangkan diri menjadi warga negara kritis, cerdas, dan beradabatau warga negara yang baik dan bertanggung jawab. Nilai Strategis tersebut pada gilirannya akan membuahkan tingkah laku yang sangat positif dari mahasiswa, yaitu keterlibatan atau partisipasi warga negara yang efektif dan bertanggung jawab untuk memperbaiki kualitas kehidupan sosial dan politik secara keseluruhan. Kontribusi pendidikan Kewarganegaraan terhadap mahasiswa keperawatan atau kebidanan akan melahirkan tenaga perawat atau bidan yang profesional, dapat menjadi sosok perawat atau bidan ideal senantiasa menjadi role model bagi perawat atau bidan dalam memberikan asuhan keperawatan kepada pasien/kliennya. Hal ini dikarenakan perawat atau bidan profesional memiliki pendidikan yang lebih tinggi sehingga ia lebih matang dari segi konsep, teori, dan aplikasi dapat bersikap baik dalam arti lembut, sabar, penyayang. ramah, sopan dan santun saat memberikan asuhan keperawatan terhadap menggunakan pendekatan ilmu keperawatan atau kebidanan tanpa 18 pasiennya mengesampingkan disiplin ilmu lainnya termasuk Pendidikan Kewarganegaraan. Semoga PKn mampu membentuk generasi penerus bangsa yang tangguh H. Pentingnya PKN Bagi Generasi Pendidikan kewarganegaraan mengajarkan tentang bagaimana menjadi warga negara yang baik, taat aturan negara dan juga sebagai wadah untuk menumbuhkan semngat patriotisme. Jadi, seorang guru bisa menanamkan jiwa nasionalisme melalui pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan. Pada awal kemerdekaan, jiwa nasionalisme bangsa Indonesia sangat kuat. Namun, kini jiwa nasionalisme bangsa Indonesia telah melemah. Nasionalisme diartikan sebagai suatu paham yang menciptakan dan mempertahankan kedaulatan sebuah negara. Pendidikan kewarganegaraan di Indonesia berkembang sejalan dengan kebijakan pendidikan dan tren politik yang ada. Sampai saat ini pendidikan kewarganegaraan sudah menjadi bagian penting dari instrumensasi serta praksis nasional. Medan merupakan sebuah kota yang memiliki masyarakat multikultural. Salah satunya yaitu memiliki suku bangsa yang berbeda seperti bangsa China, Somalia, Afganistan, dan lain-lain yang menetap di Medan. Keturunan maupun mereka yang berasal dari negara asing tersebut jika mereka menempuh pendidikan di sekolah pemerintah negara Indonesia baik negeri maupun swasta maka mereka wajib mempelajari pendidikan kewarganegaraan dan memiliki jiwa nasionalisme terhadap Indonesia karena mereka telah memilih Indonesia sebagai tempat tinggal mereka. Saat ini pendidikan kewarganegaraan telah berubah nama menjadi pendidikan pancasila dan kewarganegaraan yang mulai diterapkan pada jenjang pendidikan SD hingga SMA berdasarkan kurikulum 2013. Secara substansial isi dari standar isi, kompetensi inti dan kompetensi dasar sekarang ini tidak berbeda dengan pendidikan kewarganegaraan sebelumnya, karena pada hakekatnya kurikulum dari 1959–2013 saling terkait dan saling melengkapi. Namun, proses pembelajaran PKN di Indonesia saat ini masih banyak kelemahan karena masih terpaku pada transfer of knowledge, sistem pembelajaran yang masih 19 konvensional dan belum mampu menerapkan nilai-nilai karakter yang sesuai dengan pancasila. Sistem belajar konvensional yang menjadi kelemahan proses pembelajaran PKN di Indonesia saat ini meliputi guru menjadi sumber satu-satuya sumber ilmu dan papan tulis sebagai sarana utama dalam proses transfer of knowledge, setting ruangan yang statis dan formalitas, situasi dan suasana belajar yang diupayakan hening agar mendapatkan konsentrasi belajar maksimal, menggunakan buku wajib yang cenderung menjadi satu-satunya yang sah sebagai referensi dikelas, dan adanya model soal-soal ujian pilihan ganda yang hasilnya digunakan untuk mengukur kemampuan siswa. Hal-hal tersebut menjadikan ketidakberhasilannya pendidikan kewarganegaraan hingga siswa tidak mengetahui bagaimana menciptakan jiwa nasionalisme. Jadi, seharusnya dalam proses pembelajaran PKN dibutuhkan guru (pendidik) lulusan program studi PPKN yang memiliki inovasi dan kreativitas untuk meningkatkan keefektifan proses dan tujuan pembelajaran pendidikan kewarganegaraan. Dalam proses pembelajaran sebaiknya tidak hanya melibatkan guru tapi juga melibatkan siswa, media dan lain-lain. Memudarnya rasa nasionalisme disebabkan oleh faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal meliputi; pertama, pemerintahan pada zaman reformasi yang jauh dari harapan anak misalnya penyalahgunaan kekuasaan oleh para pejabat negra hingga membuat para pemuda enggan untuk memperhatikan pemerintahan. Kedua, sikap keluarga dan lingkungan sekitar yang tidak mencerminkan rasa nasionalisme dan patriotisme. Ketiga, tertinggalnya Indonesia dengan negara lain membuat pemuda tidak bangga lagi menjadi bangsa Indonesia. Dan yang terakhir adalah timbulnya etnosentrisme yang menganggap sukunya lebih baik dengan suku-suku lain sehingga membuat anak mengagungkan suku/persatuannya dari pada persatuan bangsa. Sedangkan faktor eksternal meliputi; pertama, cepatnya arus globalisasi yang berimbas pada moral pemuda, mereka lebih memilih kebudayaan negara lain dari ada kebudayaan sendiri. Dan yang kedua, paham liberalisme yang dianut oleh negara-negara barat yang memberikan dampak pada kehidupan bangsa, misalnya 20 sikap individualisme yang hanya memberikan dirinya sendiri tanpa memperhatikan keadaan sekitar dan sikap acuh tak kepada pemerintahan. Setelah melihat keadaan bangsa indonesia yang lemahnya akan jiwa nasionalisme maka ada beberapa cara menimbulkan kembali jiwa nasionalisme bangsa indonesia yaitu dengan melakukan perjalanan ke tempat-tempat bersejarah yang menjadi simbol perjuangan bangsa, mempelajari sejarah melalui buku, memahami makna dari pelaksanaan upacara bendera, memperkenalka berbagai budaya bangsa serta kekayaan SDA bangsa yang akan membuat generasi merasa beruntung dilahirkan diindonesia, melalui pembelajaran pendidikan kewarganegaraan, melalui pengenalan tokoh sejarah, mengakui dan mencintai produk dalam negeri. BAB III Pancasila: Dasar Negara Sebagai dasar negara, Pancasila kembali diuji ketahanannya dalam era reformasi sekarang. Merekahnya matahari bulan Juni 1945, 63 tahun yang lalu disambut dengan lahirnya sebuah konsepsi kenengaraan yang sangat bersejarah bagi bangsa Indonesia, yaitu lahirnya Pancasila. Sebagai falsafah negara, tentu Pancasila ada yang merumuskannya. Pancasila memang merupakan karunia terbesar dari Allah SWT dan ternyata merupakan light-star bagi segenap bangsa Indonesia di masa-masa selanjutnya, baik sebagai pedoman dalam memperjuangkan kemerdekaan, juga sebagai alat pemersatu dalam hidup kerukunan berbangsa, serta sebagai pandangan hidup untuk kehidupan manusia Indonesia sehari-hari, dan yang jelas tadi telah diungkapkan sebagai dasar serta falsafah negara Republik Indonesia. Pancasila telah ada dalam segala bentuk kehidupan rakyat Indonesia, terkecuali bagi mereka yang tidak Pancasilais. Pancasila lahir 1 Juni 1945, ditetapkan pada 18 Agustus 1945 bersama-sama dengan UUD 1945. Bunyi dan ucapan Pancasila yang benar berdasarkan Inpres Nomor 12 tahun 1968 adalah satu, Ketuhanan Yang Maha Esa. Dua, Kemanusiaan yang adil dan beradab. Tiga, 21 Persatuan Indonesia. Empat, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan. Dan kelima, Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Sejarah Indonesia telah mencatat bahwa di antara tokoh perumus Pancasila itu ialah, Mr Mohammad Yamin, Prof Mr Soepomo, dan Ir Soekarno. Dapat dikemukakan mengapa Pancasila itu sakti dan selalu dapat bertahan dari guncangan kisruh politik di negara ini, yaitu pertama ialah karena secara intrinsik dalam Pancasila itu mengandung toleransi, dan siapa yang menantang Pancasila berarti dia menentang toleransi. Kedua, Pancasila merupakan wadah yang cukup fleksibel, yang dapat mencakup faham-faham positif yang dianut oleh bangsa Indonesia, dan faham lain yang positif tersebut mempunyai keleluasaan yang cukup untuk memperkembangkan diri. Yang ketiga, karena sila-sila dari Pancasila itu terdiri dari nilai-nilai dan norma-norma yang positif sesuai dengan pandangan hidup bangsa Indonesia, dan nilai serta norma yang bertentangan, pasti akan ditolak oleh Pancasila, misalnya Atheisme dan segala bentuk kekafiran tak beragama akan ditolak oleh bangsa Indonesia yang bertuhan dan ber-agama. Diktatorisme juga ditolak, karena bangsa Indonesia berprikemanusiaan dan berusaha untuk berbudi luhur. Kelonialisme juga ditolak oleh bangsa Indonesia yang cinta akan kemerdekaan. Sebab yang keempat adalah, karena bangsa Indonesia yang sejati sangat cinta kepada Pancasila, yakin bahwa Pancasila itu benar dan tidak bertentangan dengan keyakinan serta agamanya. Dengan demikian bahwa falsafah Pancasila sebagai dasar falsafah negara Indonesia yang harus diketahui oleh seluruh warga negara Indonesia agar menghormati, menghargai, menjaga dan menjalankan apa-apa yang telah dilakukan oleh para pahlawan khususnya pahlawan proklamasi yang telah berjuang untuk kemerdekaan negara Indonesia ini. Sehingga baik golongan muda maupun tua tetap meyakini Pancasila sebagai dasar negara Indonesia tanpa adanya keraguan guna memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa dan negara Indonesia. 22 A. Landasan Filosofis Pancasila Secara etimologis ”filsafat“ istilah atau dalam bahasa Inggrisnya“philosophi” adalah berasal dari bahsa Yunani “philosophia” yang secara lazim diterjemahkan sebagai “cinta kearifan” kata philosophia tersebut berakar pada kata“philos” (pilia, cinta) dan “sophia” (kearifan). Berdasarkan pengertian bahasa tersebut filsafat berarti cinta kearifan. Kata kearifan bisa juga berarti “wisdom” atau kebijaksanaan sehingga filsafat bisa juga berarti cinta kebijaksanaan. Berdasarkan makna kata tersebut maka mempelajari filsafat berarti merupakan upaya manusia untuk mencari kebijaksanaan hidup yang nantinya bisa menjadi konsep kebijakan hidup yang bermanfaat bagi peradaban manusia. Seorang ahli pikir disebut filosof, kata ini mula-mula dipakai oleh Herakleitos. Pengetahuan bijaksana memberikan kebenaran, orang, yang mencintai pengetahuan bijaksana, karena itu yang mencarinya adalah oreang yang mencintai kebenaran. Tentang mencintai kebenaran adalah karakteristik dari setiap filosof dari dahulu sampai sekarang. Di dalam mencari kebijaksanaan itu, filosof mempergunakan cara dengan berpikir sedalam-dalamnya (merenung). Hasil filsafat (berpikir sedalam-dalamnya) disebut filsafat atau falsafah. Filsafat sebagai hasil berpikir sedalam-dalamnya diharapkan merupakan suatu yang paling bijaksana atau setidak-tidaknya mendekati kesempurnaan. Beberapa tokoh-tokoh filsafat menjelaskan pengertian filsafat adalah sebagai berikut: 1. Socrates (469-399 s.M.). Filsafat adalah suatu bentuk peninjauan diri yang bersifat reflektif atau berupa perenungan terhadap azas-azas dari kehidupan yang adil dan bahgia. Berdasarkan pemikiran tersebut dapat dikembangkan bahwa manusia akan menemukan kebahagiaan dan keadilan jika mereka mampu dan mau melakukan peninajauan diri 23 atau refleksi diri sehingga muncul koreksi terhadap diri secara obyektif. 2. Plato (472 – 347 s. M.). Dalam karya tulisnya “Republik” Plato menegaskan bahwa para filsuf adalah pencinta pandangan tentang kebenaran (vision of truth). Dalam pencarian dan menangkap pengetahuan mengenai ide yang abadi dan tak berubah. Dalam konsepsi Plato filsafat merupakan pencarian yang bersifat spekulatif atau perekaan terhadap pandangan tentang seluruh kebenaran. Filsafat Plato ini kemudan digolongkan sebagai filsafat spekulatif. B. Pengertian Pancasila Kata Pancasila berasal dari kata Sansakerta (Agama Buddha) yaitu untuk mencapai Nirwana diperlukan 5 Dasar/Ajaran, yaitu 1. Jangan mencabut nyawa makhluk hidup/Dilarang membunuh. 2. Jangan mengambil barang orang lain/Dilarang mencuri 3. Jangan berhubungan kelamin/Dilarang berjinah 4. Jangan berkata palsu/Dilarang berbohong/berdusta. 5. Jangan mjnum yang menghilangkan pikiran/Dilarang minuman keras. Diadaptasi oleh orang jawa menjadi 5 M = Madat/Mabok, Maling/Nyuri, Madon/Awewe, Maen/Judi, Mateni/Bunuh. a. Pengertian Pancasila Secara Etimologis Perkataan Pancasil mula-mula terdapat dalam perpustakaan Buddha yaitu dalam Kitab Tripitaka dimana dalam ajaran buddha tersebut terdapat suatu ajaran moral untuk mencapai nirwana/surga melalui Pancasila yang isinya 5 J [idem]. b. Pengertian secara Historis 24 1) Pada tanggal 01 Juni 1945 Ir. Soekarno berpidato tanpa teks mengenai rumusan Pancasila sebagai Dasar Negara. 2) Pada tanggal kemerdekaan, 17 Agustus kemudian 1945 keesokan Indonesia harinya memproklamirkan 18 Agustus 1945 disahkanlah UUD 1945 termasuk Pembukaannya dimana didalamnya terdapat rumusan 5 Prinsip sebagai Dasar Negara yang duberi nama Pancasila. Sejak saat itulah Pancasila menjadi Bahasa Indonesia yang umum. Jadi walaupun pada Alinea 4 Pembukaan UUD 45 tidak termuat istilah Pancasila namun yang dimaksud dasar Negara RI adalah disebut istilah Pancasila hal ini didaarkan interprestasi (penjabaran) historis terutama dalam rangka pembentukan Rumusan Dasar Negara. c. Pengertian Pancasila Secara Termitologis Proklamasi 17 Agustus 1945 telah melahirkan Negara RI untuk melengkapai alat2 Perlengkapan Negara PPKI mengadakan sidang pada tanggal 18 Agustus 1945 dan berhasil mengesahkan UUD 45 dimana didalam bagian Pembukaan yang terdiri dari 4 Alinea didalamnya tercantum rumusan Pancasila. Rumusan Pancasila tersebut secara Konstitusional sah dan benar sebagai dasar negara RI yang disahkan oleh PPKI yang mewakili seluruh Rakyat Indonesia Pancasila Berbentuk: 1) Hirarkis (berjenjang); 2) Piramid. A. Pancasila menurut Mr. Moh Yamin adalah yang disampaikan di dalam sidang BPUPKI pada tanggal 29 Mei 1945 isinya sebagai berikut: 1. Prikebangsaan; 2. Prikemanusiaan; 25 3. Priketuhanan; 4. Prikerakyatan; 5. Kesejahteraan Rakyat B. Pancasila menurut Ir. Soekarno yang disampaikan pada tangal 1 Juni 1945 di depan sidang BPUPKI, sebagai berikut: 1. Nasionalisme/Kebangsaan Indonesia; 2. Internasionalisme/Prikemanusiaan; 3. Mufakat/Demokrasi; 4. Kesejahteraan Sosial; 5. Ketuhanan yang berkebudayaan; Presiden Soekarno mengusulkan ke-5 Sila tersebut dapat diperas menjadi Trisila yaitu: 1. Sosio Nasional : Nasionalisme dan Internasionalisme; 2. Sosio Demokrasi : Demokrasi dengan kesejahteraan rakyat; 3. Ketuhanan YME. Dan masih menurut Ir. Soekarno Trisila masih dapat diperas lagi menjadi Ekasila atau Satusila yang intinya adalah Gotong Royong. C. Pancasila menurut Piagam Jakarta yang disahkan pada tanggal 22 Juni 1945 rumusannya sebagai berikut: 1. Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemelukpemeluknya; 2. Kemanusiaan yang adil dan beradab; 3. Persatuan Indonesia; 26 4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dan permusyawaratan perwakilan; 5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia; Kesimpulan dari bermacam-macam pengertian pancasila tersebut yang sah dan benar secara Konstitusional adalah pancasila yang tercantum dalam Pembukaan Uud 45, hal ini diperkuat dengan adanya ketetapan MPRS NO.XXI/MPRS/1966 dan Inpres No. 12 tanggal 13 April 1968 yang menegaskan bahwa pengucapan, penulisan dan Rumusan Pancasila Dasar Negara RI yang sah dan benar adalah sebagai mana yang tercantum dalam Pembukaan Uud 1945. 3.1.3 Pengertian Filsafat Pancasila Pancasila dikenal sebagai filosofi Indonesia. Kenyataannya definisi filsafat dalam filsafat Pancasila telah diubah dan diinterpretasi berbeda oleh beberapa filsuf Indonesia. Pancasila dijadikan wacana sejak 1945. Filsafat Pancasila senantiasa diperbarui sesuai dengan “permintaan” rezim yang berkuasa, sehingga Pancasila berbeda dari waktu ke waktu. Filsafat Pancasila Asli Pancasila merupakan konsep adaptif filsafat Barat. Hal ini merujuk pidato Sukarno di BPUPKI dan banyak pendiri bangsa merupakan alumni Universitas di Eropa, di mana filsafat barat merupakan salah satu materi kuliah mereka. Pancasila terinspirasi konsep humanisme, rasionalisme, universalisme, sosiodemokrasi, sosialisme Jerman, demokrasi parlementer, dan nasionalisme. Filsafat Pancasila versi Soekarno Filsafat Pancasila kemudian dikembangkan oleh Sukarno sejak 1955 sampai berakhirnya kekuasaannya (1965). Pada saat itu Sukarno selalu menyatakan bahwa Pancasila merupakan filsafat asli Indonesia yang diambil dari budaya dan tradisi Indonesia dan akulturasi budaya India (Hindu-Budha), Barat (Kristen), dan 27 Arab (Islam). Menurut Sukarno “Ketuhanan” adalah asli berasal dari Indonesia, “Keadilan Soasial” terinspirasi dari konsep Ratu Adil. Sukarno tidak pernah menyinggung atau mempropagandakan “Persatuan”. Filsafat Pancasila versi Soeharto Oleh Suharto filsafat Pancasila mengalami Indonesiasi. Melalui filsuf-filsuf yang disponsori Depdikbud, semua elemen Barat disingkirkan dan diganti interpretasinya dalam budaya Indonesia, sehingga menghasilkan “Pancasila truly Indonesia”. Semua sila dalam Pancasila adalah asli Indonesia dan Pancasila dijabarkan menjadi lebih rinci (butir-butir Pancasila). Filsuf Indonesia yang bekerja dan mempromosikan bahwa filsafat Pancasila adalah truly Indonesia antara lain Sunoto, R. Parmono, Gerson W. Bawengan, Wasito Poespoprodjo, Burhanuddin Salam, Bambang Daroeso, Paulus Wahana, Azhary, Suhadi, Kaelan, Moertono, Soerjanto Poespowardojo, dan Moerdiono. Berdasarkan penjelasan diatas maka pengertian filsafat Pancasila secara umum adalah hasil berpikir/pemikiran yang sedalam-dalamnya dari bangsa Indonesia yang dianggap, dipercaya dan diyakini sebagai sesuatu (kenyataan, norma-norma, nilai-nilai) yang paling benar, paling adil, paling bijaksana, paling baik dan paling sesuai bagi bangsa Indonesia. Kalau dibedakan anatara filsafat yang religius dan non religius, maka filsafat Pancasila tergolong filsafat yang religius. Ini berarti bahwa filsafat Pancasila dalam hal kebijaksanaan dan kebenaran mengenal adanya kebenaran mutlak yang berasal dari Tuhan Yang Maha Esa (kebenaran religius) dan sekaligus mengakui keterbatasan kemampuan manusia, termasuk kemampuan berpikirnya. Dan kalau dibedakan filsafat dalam arti teoritis dan filsafat dalam arti praktis, filsafast Pancasila digolongkandalam arti praktis. Ini berarti bahwa filsafat Pancasila di dalam mengadakan pemikiran yang sedalam-dalamnya, tidak hanya bertujuan mencari kebenaran dan kebijaksanaan, tidak sekedar untukmemenuhi hasrat ingin tahu dari manusia yang tidak habis-habisnya, tetapi juga dan terutama 28 hasil pemikiran yang berwujud filsafat Pancasila tersebut dipergunakan sebagai pedoman hidup sehari-hari (pandangan hidup, filsafat hidup, way of the life, Weltanschaung dan sebgainya); agar hidupnya dapat mencapai kebahagiaan lahir dan batin, baik di dunia maupun di akhirat. Selanjutnya filsafat Pancasila mengukur adanya kebenran yang bermacam-macam dan bertingkat-tingkat sebgai berikut: 1. Kebenaran indra (pengetahuan biasa); 2. Kebenaran ilmiah (ilmu-ilmu pengetahuan); 3. Kebenaran filosofis (filsafat); 4. Kebenaran religius (religi). Untuk lebih meyakinkan bahwa Pancasila itu adalah ajaran filsafat, sebaiknya kita kutip ceramah Mr.Moh Yamin pada Seminar Pancasila di Yogyakarta tahun 1959 yang berjudul “Tinjauan Pancasila Terhadap Revolusi Fungsional”, yang isinya anatara lain sebagai berikut: Tinjauan Pancasila adalah tersusun secara harmonis dalam suatu sistem filsafat. Marilah kita peringatkan secara ringkas bahwa ajaran Pancasila itu dapat kita tinjau menurut ahli filsafat ulung, yaitu Friedrich Hegel (1770-1831) bapak dari filsafat Evolusi Kebendaan seperti diajarkan oleh Karl Marx (1818-1883) dan menurut tinjauan Evolusi Kehewanan menurut Darwin Haeckel, serta juga bersangkut paut dengan filsafat kerohanian seperti diajarkan oleh Immanuel Kant (1724-1804). Menurut Hegel hakikat filsafatnya ialah suatu sintese pikiran yang lahir dari antitese pikiran. Dari pertentangan pikiran lahirlah paduan pendapat yang harmonis. Dan ini adalah tepat. Begitu pula denga ajaran Pancasila suatu sintese negara yang lahir dari antitese. 29 Saya tidak mau menyulap. Ingatlah kalimat pertama dan Mukadimah UUD Republik Indonesia 1945 yang disadurkan tadi dengan bunyi: Bahwa sesungguhanya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa. Oleh sebab itu penjajahan harus dihapusakan karena bertentangan dengan perikemanusiaan dan perikeadilan. Kalimat pertama ini adalah sintese yaitu antara penjajahan dan perikemanusiaan dan perikeadilan. Pada saat sintese sudah hilang, maka lahirlah kemerdekaan. Dan kemerdekaan itu kita susun menurut ajaran falsafah Pancasila yang disebutkan dengan terang dalam Mukadimah Konstitusi R.I. 1950 itu yang berbunyi: Maka dengan ini kami menyusun kemerdekaan kami itu, dalam suatu Piagam Negara yang berbentuk Republik Kesatuan berdasarkan ajaran Pancasila. Di sini disebut sila yang lima untukmewujudkan kebahagiaan, kesejahteraan dan perdamaian dunia dan kemerdekaan. Kalimat ini jelas kalimat antitese. Sintese kemerdekaan dengan ajaran Pancasila dan tujuan kejayaan bangsa yang bernama kebahagiaan dan kesejajteraan rakyat. Tidakah ini dengan jelas dan nyata suatu sintese pikiran atas dasar antitese pendapat? Jadi sejajar denga tujuan pikiran Hegel beralasanlah pendapat bahwa ajaran Pancasila itu adalah suatu sistem filosofi, sesuai dengan dialektis Neo-Hegelian. Semua sila itu adalah susunan dalam suatu perumahan pikiran filsafat yang harmonis. Pancasila sebagai hasil penggalian Bung Karno adalah sesuai pula dengan pemandangan tinjauan hidup Neo-Hegelian. 3.2 Fungsi Utama Filsafat Pancasila Bagi Bangsa Dan Negara Indonesia. 3.2.1 Filasafat Pancasila Sebagai Pandangan Hidup Bangsa Indonesia. Setiapa bangsa yang ingin berdiri kokoh dan mengetahui dengan jelas ke arah mana tujuan yang ingin dicapainya sangat memerlukan pandangan hidup (filsafata hidup). Dengan pandangan hidup inilah sesuatu bangsa akan memandang persoalan-persoalan yang dihadapinya dan menentukan arah serta cara bagaimana 30 memecahkan persoalan-persoalan tadi. Tanpa memiliki pandangan hidup maka suatu bangsa akan merasa terombang-ambing dalam menghadapi persoalanpersoalan besar yang pasti akan timbul, baik persoalan-persoalan di dalam masyarakatnya sendiri, maupun persoalan-persoalan besar umat manusia dalam pergaulan masyarakat bangsa-bangsa di dunia ini. Dengan pandangan hidup yang jelas sesuatu bangsa akan memiliki pegangan dan pedoman bagaimana ia memecahkan masalah-masalah polotik, ekonomi, sosial dan budaya yang timbul dalam gerak masyarakat yang makin maju. Dengan berpedoman pada pandangan hidup itu pula suatu bangsa akan membangun dirinya. Dalam pergaulan hidup itu terkandung konsep dasar mengenai kehidupan yang dicita-citakan oleh suatu bangsa, terkandung pikiran-pikiran yang terdalam dan gagasan sesuatu bangsa mengenai wujud kehidupan yang dianggap baik. Pada akhirnyta pandangan hidup sesuatu bangsa adalah kristalisasi dari nilai-nilai yang dimiliki suatu bangsa itu sendiri, yang diyakini kebenarannya dan menimbulkan tekad pada bangsa itu untuk mewujudkannya. Kita merasa bersyukur bahwa pendahulu-pendahulu kita, pendiri-pendiri Republik ini dat memuaskan secara jelas apa sesungguhnya pandangan hidup bangsa kita yang kemudian kita namakan Pancasila. Seperti yang ditujukan dalam ketetapan MPR No. II/MPR/1979, maka Pancasila itu adalah jiwa seluruh rakyat Indonesia, pandangan hidup bangsa Indonesia dan dasar negara kita. Disamping itu maka bagi kita Pancasila sekaligus menjadi tujuan hidup bangsa Indonesia. Pancasila bagi kita merupakan pandangan hidup, kesadaran dan citacita moral yang meliputi kejiwaan dan watak yang sudah beurat/berakar di dalam kebudayaan bangsa Indonesia. Ialah suatu kebudayaan yang mengajarkan bahwa hidup manusia ini akan mencapai kebahagiaan jika kita dapat baik dalam hidup manusia sebagai manusia dengan alam dalam hubungan manusia dengan Tuhannya, maupun dalam mengejar kemajuan lahiriyah dan rohaniah. 31 kebahagiaan Bangsa Indonesia lahir sesudah melampaui perjuangan yang sangat panjang, dengan memberikan segala pengorbanan dan menahan segala macam penderitaan. Bangsa Indonesia lahir menurut cara dan jalan yang ditempuhnya sendiri yang merupakan hasil antara proses sejarah di masa lampau, tantangan perjuangan dan cita-cita hidup di masa datang yang secara keseluruhan membentuk kepribadian sendiri. Sebab itu bnagsa Indonesia lahir dengan kepribadiannya sendiri yang bersamaan lahirnya bangsa dan negara itu, kepribadian itu ditetapkan sebagai pandangan hidup dan dasar negara Pancasila. Karena itulah, Pancasila bukan lahir secara mendadak pada tahun 1945, melainkan telah berjuang, denga melihat pengalaman bangsa-bangsa lain, dengan diilhami dengan oleh gagasan-gagasan besar dunia., dengan tetap berakar pada kepribadian bangsa kita dan gagasan besar bangsa kita sendiri. Karena Pancasila sudah merupakan pandangan hidup yang berakar dalam kepribadian bangsa, maka ia diterima sebagai dasar negara yang mengatur hidup ketatanegaraan. Hal ini tampak dalam sejarah bahwa meskipun dituangkan dalam rumusan yang agak berbeda, namun dalam 3 buah UUD yang pernah kita miliki yaitu dalam pembukaan UUD 1945, dalam Mukadimah UUD Sementara Republik Indonesia 1950. Pancasila itu tetap tercantum didalamnya, Pancasila yang lalu dikukuhkan dalam kehidupan konstitusional itu, Pancasila yang selalu menjadi pegangan bersama saat-saat terjadi krisis nasional dan ancaman terhadap eksistensi bangsa kita, merupakan bukti sejarah sebagai dasar kerohanian negar, dikehendaki oleh bangsa Indonesia karena sebenarnya ia telah tertanam dalam kalbunya rakyat. Oleh karena itu, ia juga merupakan dasasr yang mamapu mempersatukan seluruh rakyat Indonesia. 3.2.2 Pancasila Sebagai Dasar Negara Republik Indonesia Pancasila yang dikukuhkan dalam sidang I dari BPPK pada tanggal 1 Juni 1945 adalah di kandung maksud untuk dijadikan dasar bagi negara Indonesia merdeka. Adapun dasar itu haruslah berupa suatu filsafat yang menyimpulkan kehidupan 32 dan cita-cita bangsa dan negara Indonesa yang merdeka. Di atas dasar itulah akan didirikan gedung Republik Indonesia sebagai perwujudan kemerdekaan politik yang menuju kepada kemerdekaan ekonomi, sosial dan budaya. Sidang BPPK telah menerima secara bulat Pancasila itu sebagai dasar negara Indonesia merdeka. Dalam keputusan sidang PPKI kemudian pada tanggal 18 Agustus 1945 Pancasila tercantum secara resmi dalam Pembukaan UUD RI, Undang-Undang Dasar yang menjadi sumber ketatanegaraan harus mengandung unsur-unsur pokok yang kuat yang menjadi landasan hidup bagi seluruh bangsa dan negara, agar peraturan dasar itu tahan uji sepanjang masa. Peraturan selanjutnya yang disusun untuk mengatasi dan menyalurkan persoalanpersoalan yang timbul sehubungan dengan penyelenggaraan dan perkembangan negara harus didasarkan atas dan berpedoman pada UUD. Peraturan-peraturan yang bersumber pada UUD itu disebut peraturan-peraturan organik yang menjadi pelaksanaan dari UUD. Oleh karena Pancasila tercantum dalam UUD 1945 dan bahkan menjiwai seluruh isi peraturan dasar tersebut yang berfungsi sebagai dasar negara sebagaimana jelas tercantum dalam alinea IV Pembukaan UUD 1945 tersebut, maka semua peraturan perundang-undangan Republik Indonesia (Ketetapan MPR, Undangundang, Peraturan Pemerintah sebagai pengganti Undang-undang, Peraturan Pemerintah, Keputusan Presiden dan peraturan-peraturan pelaksanaan lainnya) yang dikeluarkan oleh negara dan pemerintah Republik Indonesia haruslah pula sejiwa dan sejalan dengan Pancasila (dijiwai oleh dasar negara Pancasila). Isi dan tujuan dari peraturan perundang-undangan Republik Indonesia tidak boleh menyimpang dari jiwa Pancasila. Bahkan dalam Ketetapan MPRS No. XX/MPRS/1966 ditegaskan, bahwa Pancasila itu adalah sumber dari segala sumber huum (sumber huum formal, undang-undang, kebiasaan, traktaat, jurisprudensi, hakim, ilmu pengetahuan hukum). 33 Di sinilah tampak titik persamaan dan tujuan antara jalan yang ditempuh oleh masyarakat dan penyusun peraturan-peraturan oleh negara dan pemerintah Indonesia. Adalah suatu hal yang membanggakan bahwa Indonesia berdiri di atas fundamen yang kuat, dasar yang kokoh, yakni Pancasila dasar yang kuat itu bukanlah meniru suatu model yang didatangkan dari luar negeri. Dasar negara kita berakar pada sifat-sifat dan cita-cita hidup bangsa Indonesia, Pancasila adalah penjelmaan dari kepribadian bangsa Indonesia, yang hidup di tanah air kita sejak dahulu hingga sekarang. Pancasila mengandung unsur-unsur yang luhur yang tidak hanya memuaskan bangsa Indonesia sebagai dasar negara, tetapi juga dapat diterima oleh bangsabangsa lain sebagai dasar hidupnya. Pancasila bersifat universal dan akan mempengaruhi hidup dan kehidupan banga dan negara kesatuan Republik Indonesia secara kekal dan abadi. 3.2.3 Pancasila Sebagai Jiwa Dan Kepribadian Bangsa Indonesia Menurut Dewan Perancang Nasional, yang dimaksudkan dengan kepribadian Indonesia ialah : Keseluruhan ciri-ciri khas bangsa Indonesia, yang membedakan bangsa Indonesia dengan bangsa-bangsa lainnya. Keseluruhan ciri-ciri khas bangsa Indonesia adalah pencerminan dari garis pertumbuhan dan perkembangan bangsa Indonesia sepanjang masa. Garis pertumbuhan dan perkembangan bangsa Indonesia yang ditentukan oleh kehidupan budi bangsa Indonesia dan dipengaruhi oleh tempat, lingkungan dan suasana waktu sepanjang masa. Walaupun bangsa Indonesia sejak dahulu kala bergaul dengan berbagai peradaban kebudayaan bangsa lain (Hindu, Tiongkok, Portugis, Spanyol, Belanda dan lain-lain) namun kepribadian bangsa Indonesia tetap hidup dan berkembang. Mungkin di sana-sini, misalnya di daerah-daerah tertentu atau masyarakat kota kepribadian itu dapat dipengaruhi oleh unsur-unsur 34 asing, namun pada dasarnya bangsa Indonesia tetap hidup dalam kepribadiannya sendiri. Bangsa Indonesia secara jelas dapat dibedakan dari bangsa-bangsa lain. Apabila kita memperhatikan tiap sila dari Pancasila, maka akan tampak dengan jelas bahwa tiap sila Pancasila itu adalah pencerminan dari bangsa kita. Demikianlah, maka Pancasila yang kita gali dari bumi Indonsia sendiri merupakan : a) Dasar negara kita, Republik Indonesia, yang merupakan sumber dari segala sumber hukum yang berlaku di negara kita. b) Pandangan hidup bangsa Indonesia yang dapat mempersatukan kita serta memberi petunjuk dalam masyarakat kita yang beraneka ragam sifatnya. c) Jiwa dan kepribadian bangsa Indonesia, karena Pancasila memberikan corak yang khas kepada bangsa Indonesia dan tak dapat dipisahkan dari bangsa Indonesia, serta merupakan ciri khas yang dapat membedakan bangsa Indonesia dari bangsa yang lain. Terdapat kemungkinan bahwa tiap-tiap sila secara terlepas dari yang lain bersifat universal, yang juga dimiliki oleh bangsa-bangsa lain di dunia ini, akan tetapi kelima sila yang merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan itulah yang menjadi ciri khas bangsa Indonesia. d) Tujuan yang akan dicapai oleh bangsa Indonesia, yakni suatu masyarakat adil dan makmur yang merata material dan spiritual berdasarkan Pancasila di dalam wadah negara kesatuan Republik Indonesia yang merdeka, berdaulat, bersatu dan berkedaulatan rakyat dalam suasana perikehidupan bangsa yang aman, tenteram, tertib dan dinamis serta dalam lingkungan pergaulan dunia yang merdeka, bersahabat, tertib dan damai. e) Perjanjian luhur rakyat Indonesia yang disetujui oleh wakil-wakil rakyat Indonesia menjelang dan sesudah Proklamasi Kemerdekaan yang kita junjung tinggi, bukan sekedar karena ia ditemukan kembali dari kandungan kepribadian dan cita-cita bangsa Indonesia yang terpendam sejak berabad-abad yang lalu, 35 melainkan karena Pancasila itu telah mampu membuktikan kebenarannya setelah diuji oleh sejarah perjuangan bangsa. Oleh karena itu yang penting adalah bagaimana kita memahami, menghayati dan mengamalkan Pancasila dalam segala segi kehidupan. Tanpa ini maka Pancasila hanya akan merupakan rangkaian kata-kata indah yang tertulis dalam Pembukaan UUD 1945, yang merupakan perumusan yang beku dan mati, serta tidak mempunyai arti bagi kehidupan bangsa kita. Akhirnya perlu juga ditegaskan, bahwa apabila dibicarakan mengenai Pancasila, maka yang kita maksud adalah Pancasila yang dirumuskan dalam Pembukaan UUD 1945, yaitu : 1. Ketuhanan Yang Maha Esa. 2. Kemanusiaan yang adil dan beradab. 3. Persatuan Indonesia. 4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawratan / perwakilan. 5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Rumusan Pancasila yang terdapat dalam Pembukaan UUD 1945 itulah yang kita gunakan, sebab rumusan yang demikian itulah yang ditetapkan oleh wakil-wakil bangsa Indonesia pada tanggal 18 Agustus 1945 dalam sidang Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Seperti yang telah ditunjukkan oleh Ketetapan MPR No. XI/MPR/1978, Pancasila itu merupakan satu kesatuan yang bulat dan utuh dari kelima silanya. Dikatakan sebagai kesatuan yang bulat dan utuh, karena masingmasing sila dari Pancasila itu tidak dapat dipahami dan diberi arti secara sendirisendiri, terpisah dari keseluruhan sila-sila lainnya. Memahami atau memberi arti setiap sila-sila secara terpisah dari sila-sila lainnya akan mendatangkan pengertian yang keliru tentang Pancasila. 36 3.3 Falsafah Pancasila Sebagai Dasar Falsafah Negara Indonesia Falsafah Pancasila sebagai dasar falsafah negara Indonesia, dapatlah kita temukan dalam beberapa dokumen historis dan di dalam perundang-undangan negara Indonesia seperti di bawah ini : 1. Dalam Pidato Ir. Soekarno tanggal 1 Juni 1945. 2. Dalam Naskah Politik yang bersejarah, tanggal 22 Juni 1945 alinea IV yang kemudian dijadikan naskah rancangan Pembukaan UUD 1945 (terkenal dengan sebutan Piagam Jakarta). 3. Dalam naskah Pembukaan UUD Proklamasi 1945, alinea IV. 4. Dalam Mukadimah tanggal Konstitusi Republik Indonesia Serikat (RIS) 27 Desember 1945, alinea IV. 5. Dalam Mukadimah UUD Sementara Republik Indonesia (UUDS RI) tanggal 17 Agustus 1950. 6. Dalam Pembukaan UUD 1945, alinea IV setelah Dekrit Presiden RI tanggal 5 Juli 1959. Mengenai perumusan dan tata urutan Pancasila yang tercantum dalam dokumen historis dan perundang-undangan negara tersebut di atas adalah agak berlainan tetapi inti dan fundamennya adalah tetap sama sebagai berikut : 1. Pancasila Sebagai Dasar Falsafat Negara Dalam Pidato Tanggal 1 Juni 1945 Oleh Ir. Soekarno Ir. Soekarno dalam pidatonya pada tanggal 1 Juni 1945 untuk pertamakalinya mengusulkan falsafah negara Indonesia dengan perumusan dan tata urutannya sebagai berikut : Kebangsaan Indonesia. 37   Internasionalisme atau Prikemanusiaan. Mufakat atau Demokrasi. Kesejahteraan sosial. Ketuhanan.  3.4 Pengertian Etika, Moral dan Etiket Istilah Etika berasal dari bahasa Yunani kuno. Bentuk tunggal kata ‘etika’ yaitu ethos sedangkan bentuk jamaknya yaitu ta etha. Ethos mempunyai banyak arti yaitu : tempat tinggal yang biasa, padang rumput, kandang, kebiasaan/adat, akhlak,watak, perasaan, sikap, cara berpikir. Sedangkan arti ta etha yaitu adat kebiasaan. Arti dari bentuk jamak inilah yang melatar-belakangi terbentuknya istilah Etika yang oleh Aristoteles dipakai untuk menunjukkan filsafat moral. Jadi, secara etimologis (asal usul kata), etika mempunyai arti yaitu ilmu tentang apa yang biasa dilakukan atau ilmu tentang adat kebiasaan (K.Bertens, 2000). Biasanya bila kita mengalami kesulitan untuk memahami arti sebuah kata maka kita akan mencari arti kata tersebut dalam kamus. Tetapi ternyata tidak semua kamus mencantumkan arti dari sebuah kata secara lengkap. Hal tersebut dapat kita lihat dari perbandingan yang dilakukan oleh K. Bertens terhadap arti kata ‘etika’ yang terdapat dalam Kamus Bahasa Indonesia yang lama dengan Kamus Bahasa Indonesia yang baru. Dalam Kamus Bahasa Indonesia yang lama (Poerwadarminta, sejak 1953 – mengutip dari Bertens,2000), etika mempunyai arti sebagai : “ilmu pengetahuan tentang asas-asas akhlak (moral)”. Sedangkan kata ‘etika’ dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia yang baru (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1988 – mengutip dari Bertens 2000), mempunyai arti : 38 1. ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral 2. kumpulan (akhlak); asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak; 3. nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat. Dari perbadingan kedua kamus tersebut terlihat bahwa dalam Kamus Bahasa Indonesia yang lama hanya terdapat satu arti saja yaitu etika sebagai ilmu. Sedangkan Kamus Bahasa Indonesia yang baru memuat beberapa arti. Kalau kita misalnya sedang membaca sebuah kalimat di berita surat kabar “Dalam dunia bisnis etika merosot terus” maka kata ‘etika’ di sini bila dikaitkan dengan arti yang terdapat dalam Kamus Bahasa Indonesia yang lama tersebut tidak cocok karena maksud dari kata ‘etika’ dalam kalimat tersebut bukan etika sebagai ilmu melainkan ‘nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat’. Jadi arti kata ‘etika’ dalam Kamus Bahasa Indonesia yang lama tidak lengkap. K. Bertens berpendapat bahwa arti kata ‘etika’ dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia tersebut dapat lebih dipertajam dan susunan atau urutannya lebih baik dibalik, karena arti kata ke-3 lebih mendasar daripada arti kata ke-1. Sehingga arti dan susunannya menjadi seperti berikut : 1. nilai dan norma moral yang menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya. Misalnya, jika orang berbicara tentang etika orang Jawa, etika agama Budha, etika Protestan dan sebagainya, maka yang dimaksudkan etika di sini bukan etika sebagai ilmu melainkan etika sebagai sistem nilai. Sistem nilai ini bisaberfungsi dalam hidup manusia perorangan maupun pada taraf sosial. 2. kumpulan asas atau nilai moral. Yang dimaksud di sini adalah kode etik. Contoh : Kode Etik Jurnalistik 3. ilmu tentang yang baik atau buruk. 39 Etika baru menjadi ilmu bila kemungkinan-kemungkinan etis (asas-asas dan nilainilai tentang yang dianggap baik dan buruk) yang begitu saja diterima dalam suatu masyarakat dan sering kali tanpa disadari menjadi bahan refleksi bagi suatu penelitian sistematis dan metodis. Etika di sini sama artinya dengan filsafat moral. 3.4.1 Pengertian Moral Istilah Moral berasal dari bahasa Latin. Bentuk tunggal kata ‘moral’ yaitu mos sedangkan bentuk jamaknya yaitu mores yang masing-masing mempunyai arti yang sama yaitu kebiasaan, adat. Bila kita membandingkan dengan arti kata ‘etika’, maka secara etimologis, kata ’etika’ sama dengan kata ‘moral’ karena kedua kata tersebut sama-sama mempunyai arti yaitu kebiasaan,adat. Dengan kata lain, kalau arti kata ’moral’ sama dengan kata ‘etika’, maka rumusan arti kata ‘moral’ adalah nilai-nilai dan norma-norma yang menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya. Sedangkan yang membedakan hanya bahasa asalnya saja yaitu ‘etika’ dari bahasa Yunani dan ‘moral’ dari bahasa Latin. Jadi bila kita mengatakan bahwa perbuatan pengedar narkotika itu tidak bermoral, maka kita menganggap perbuatan orang itu melanggar nilai-nilai dan norma-norma etis yang berlaku dalam masyarakat. Atau bila kita mengatakan bahwa pemerkosa itu bermoral bejat, artinya orang tersebut berpegang pada nilai-nilai dan norma-norma yang tidak baik. ‘Moralitas’ (dari kata sifat Latin moralis) mempunyai arti yang pada dasarnya sama dengan ‘moral’, hanya ada nada lebih abstrak. Berbicara tentang “moralitas suatu perbuatan”, artinya segi moral suatu perbuatan atau baik buruknya perbuatan tersebut. Moralitas adalah sifat moral atau keseluruhan asas dan nilai yang berkenaan dengan baik dan buruk. Pengertian Etiket 40 Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia diberikan beberapa arti dari kata “etiket”, yaitu : 1. Etiket (Belanda) secarik kertas yang ditempelkan pada kemasan barang-barang (dagang) yang bertuliskan nama, isi, dan sebagainya tentang barang itu. 2. Etiket (Perancis) adat sopan santun atau tata krama yang perlu selalu diperhatikan dalam pergaulan agar hubungan selalu baik. Perbedaan Etiket dengan Etika K. Bertens dalam bukunya yang berjudul “Etika” (2000) memberikan 4 (empat) macam perbedaan etiket dengan etika, yaitu : 1. Etiket menyangkut cara (tata acara) suatu perbuatan harus dilakukan manusia. Misal : Ketika saya menyerahkan sesuatu kepada orang lain, saya harus menyerahkannya dengan menggunakan tangan kanan. Jika saya menyerahkannya dengan tangan kiri, maka saya dianggap melanggar etiket. Etika menyangkut cara dilakukannya suatu perbuatan sekaligus memberi norma dari perbuatan itu sendiri. Misal : Dilarang mengambil barang milik orang lain tanpa izin karena mengambil barang milik orang lain tanpa izin sama artinya dengan mencuri. “Jangan mencuri” merupakan suatu norma etika. Di sini tidak dipersoalkan apakah pencuri tersebut mencuri dengan tangan kanan atau tangan kiri. 2. Etiket hanya berlaku dalam situasi dimana kita tidak seorang diri (ada orang lain di sekitar kita). Bila tidak ada orang lain di sekitar kita atau tidak ada saksi mata, maka etiket tidak berlaku. Misal : Saya sedang makan bersama bersama teman sambil meletakkan kaki saya di atas meja makan, maka saya dianggap melanggat etiket. Tetapi kalau saya sedang makan sendirian (tidak ada orang lain), maka saya tidak melanggar etiket jika saya makan dengan cara demikian. 41 Etika selalu berlaku, baik kita sedang sendiri atau bersama orang lain. Misal: Larangan mencuri selalu berlaku, baik sedang sendiri atau ada orang lain. Atau barang yang dipinjam selalu harus dikembalikan meskipun si empunya barang sudah lupa. 3. Etiket bersifat relatif. Yang dianggap tidak sopan dalam satu kebudayaan, bisa saja dianggap sopan dalam kebudayaan lain. Misal : makan dengan tangan atau bersendawa waktu makan. Etika bersifat absolut. “Jangan mencuri”, “Jangan membunuh” merupakan prinsip-prinsip etika yang tidak bisa ditawar-tawar. 4.. Etiket memandang manusia dari segi lahiriah saja. Orang yang berpegang pada etiket bisa juga bersifat munafik. Misal : Bisa saja orang tampi sebagai “manusia berbulu ayam”, dari luar sangan sopan dan halus, tapi di dalam penuh kebusukan. Etika memandang manusia dari segi dalam. Orang yang etis tidak mungkin bersifat munafik, sebab orang yang bersikap etis pasti orang yang sungguhsungguh baik. BAB IV Negara Kesatuan Republik Indoneia (NKRI) A. Pengertian NKRI Pengertian NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia) itu sendiri mempunyai banyak arti, baik pengertian menurut UUD 1945 dan pengertian secara umum. NKRI tersendiri tertera dalam pasal 1 ayat 1 UUD 1945 yang berbunyi “Negara Indonesia ialah Negara Kesatuan yang berbentuk Republik” Adapun dalam pasal 18 ayat 1 UUD 1945 menyatakan bahwa “Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi, kabupaten, dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah, yang diatur dengan undang-undang”. Sebagaimana dalam UUD 1945 Pasal 18 ayat 1, bahwa NKRI atau Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah negara kesatuan yang berbentuk republik 42 dimana pemerin tah daerah dapat menjalankan otonomi seluas-luasnya yang ditentukan oleh UUD 1945. Berdasarkan UUD 1945, kita dapat menarik kesimpulan bahwa Pengertian NKRI itu sendiri secara umum adalah suatu negara kepulauan yang terdiri dari ribuan pulau, diapit oleh dua samudera dan dua benua, terdiri dari ratusan juta penduduk, beriklim tropis, rnemiliki dua musim, yaitu musim hujan dan musim kemarau, tentunya keragaman pulau dan penduduk ini menyebabkan keanekaragaman budaya dan adat istiadat yang berlainan, berdaulat, adil, makmur, dan tercemin dalam satu ikatan yaitu Bhinneka Tunggal Ika. Adapun pengertian dari negara, republik dan Indonesia ialah sebagai berikut: Negara adalah suatu organisasi di antara kelompok manusia yang bersamasama mendiami suatu wilayah tertentu dengan mengakui adanya suatu pemerintahan yang mengurus tata tertib dan keselamatan sekelompok atau beberapa kelompok manusia. Republik adalah bentuk pemerintahan yang berkedaulatan rakyat dan dikepalai oleh seorang presiden. Nama Indonesia berasal dari bahasa Yunani. Dari kata Indo dan Nesos. Indo berarti India atau Hindia sedangkan Nesos berartikepulauan., Dengan demikian arti nama Indonesia adalah Kepulauan Hindia atau India. B. Latar Belakang terbentuknya NKRI Setelah mengetahui bahwa Jepang telah menyerah terhadap sekutu, maka golongan pemuda segera menemui Bung Karno dan Bung Hatta di Jln.Pegangsaan Timur 56 Jakarta.Dengan juru bicara Sutan Syahrir, para pemuda meminta agar Bung Karno dan Bung Hatta segera memperoklamasikan kemerdekaan saat itu juga, lepas dari campur tangan Jepang.Bung Karno tidak menyetujui usul para pemuda karena Proklamasi Kemerdekaan itu perlu dibicarakan terlebih dahulu dalam rapat PPKI, sebab badan inilah yang ditugasi untuk mempersiapkan Kemerdekaan Indonesia. Para pemuda menolak pendapat Bung Karno sebab PPKI itu buatan Jepang, menyatakan kemerdekaan lewat PPKI tentu Akan dicap oleh Sekutu bahwa kemerdekaan itu hanyalah pemberian Jepang,para pemuda tidak ingin 43 kemerdekaan Indonesia dianggap sebagai hadiah dari Jepang.Bung Karno berpendapat lain, bahwa soal kemerdekasan Indonesia datangnya dari pemerintah Jepang atau dari hasil perjuangan bangsa Indonesia sendiri,tidaklah menjadi soal, karena Jepang toh sudah kalah. Masalah yang lebih penting adalah menghadapi sekutu yang berusaha mengambalikan kekuasaan Belanda di Indonesia. Karena itu memperoklamasikan kemerdekaan Indonesia diperlukan suatu revolusi yang terorganisasi, atas dasar itulah Bung Karno menolak usul para pemuda. Akibat perbedaan pendapat tersebut, maka pada tanggal 16 Agustus 1945 sekitar pukul 04.00 dini hari, Ir. Sukarno dan Drs Moh Hatta dibawa ke Rengasdengklok,sebuah kota kawedanan di pantai utara Kabupaten Krawang Jawa Barat, dengan tujuan untuk mengamankan kedua tokoh pimpinan tersebut agar tidak mendapat tekanan atau pengaruh dari Jepang, inilah yang dimaksud dengan peristiwa Rengasdengklok. Keberangkatan Sukarno Hatta ke Rengasdengklok dikawal oleh Sukarni, Yusuf Kunto,dan Syodanco Singgih. Rengasdengklok dipilih karena dianggap aman dan daerah tersebut telah dikuasai oleh tentara PETA dibawah pimpinan Codanco Subeno.Sementara itu di Jakarta terjadi perundingan antara para pemuda dengan Mr. Ahmad Subardjo selaku wakil golongan tua yang menjabat sebagai penasehat dalam tubuh PPKI. Dalam perundingan tersebut dicapai kata sepakat bahwa proklamasi akan dilaksanakan di Jakarta. Pada sore harinya, tanggal 16 Agustus 1945 Mr.Ahmad Subardjo datang ke Rengasdengklok dan mendesak para pemuda agar membawa kembali Sukarno Hatta ke Jakarta. Setelah ada jaminan dari Mr.Ahmad Subardjo bahwa proklamasi kemerdekaan akan dilaksanakan esok hari selambat lambatnya jam 12, maka para pemuda bersedia membawa kembali kedua tokoh tersebut kembali ke Jakarta. Tepat hari jumat jam 10.00 WIB, naskah proklamasi dibacakan, ini merupakan peristiwa sangat penting dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia. Sesudah naskah proklamasi selesai dibacakan, acara dilanjutkan dengan pengibaran Sang Saka merah putih oleh Pemuda Suhud dan eks sudanco Latif Hendraningrat dengan disaksikan segenap yang hadir, upacara diakhiri dengan menyanyikan lagu Indonesia Raya.Dalam suasana yang sangat sederhana itu telah sampailah bangsa Indonesia ke ambang pintu 44 kemerdekaannya. Satu persatu hadirin meninggalkan tempat dengan tenang dan dengan tekat bulat untuk mempertahankan kemerdekaan. Tepat sehari setelah kemerdekaan yaitu pada tanggal 18 Agustus 1945 barulah NKRI disahkan Adapun runtutan peristiwa terbentuknya NKRI ialah sebagai berikut: 1. 29 April 1945. BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia) atau dalam bahasa Jepang Dokuritsu Zyunbi Tyoosakai yang didirikan oleh pemerintah Jepang pada tanggal yang beranggotakan 63 orang. 2. 06 Agustus 1945. Sebuah bom atom meledak di kota Hiroshima, Jepang. Pada saat itu, padahal Jepang sedang menjajah Indonesia. 3. 07 Agustus 1945. BPUPKI kemudian berganti pada tanggal menjadi PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia) atau dalam bahasa Jepang disebut Dokuritsu Junbi inkai. 4. 9 Agustus 1945. Bom atom kedua kembali dijatuhkan di kota Nagasaki yang membuat Negara Jepang Menyerah Kepada Amerika Serikat. Momen ini dimanfaatkan Indonesia untuk memproklamasikan kemerdekaannya. 5. 10 Agustus 1945. Sutan Syahrir mendengar lewat radio bahwa Jepang telah menyerah pada sekutu, yang membuat para pejuang Indonesia semakin mempersiapkan kemerdekaannya. saat kembalinya Soekarno dari Dalat, sutan syahrir mendesak kemerdekaan Indonesia. 6. 15 Agustus 1945. Jepang benar-benar menyerah pada Sekutu. 7. 16 Agustus 1945. Dinihari Para pemuda membawa Soekarno beserta keluarga dan Hatta ke Rengas Dengklok dengan tujuan agar Soekarno dan Hatta tidak terpengaruh oleh Jepang. Wikana dan Mr. Ahmad Soebarjo di Jakarta menyetujui untuk memproklamasikan Kemerdekaan Indonesia. Oleh karena itu diutuslah Yusuf Kunto menjemput Soekarno dan keluarga dan juga Hatta. Soekarno dan Hatta kembali ke Jakarta awalnya ia dibawa ke rumah nishimura baru kemudian di bawa kembali ke rumah Laksamana Maeda. Untuk membuat konsep kemerdekaan. Teks porklamasi pun disusun pada dini hari yang diketik oleh Sayuti Malik. 45 8. 17 Agustus 1945. Pagi hari di kediaman Soekarno, Jl. Pegangsaan Timur No. 56 Teks proklamasi dibacakan tepatnya pada pukul 10:00 WIB dan dikibarkanlah Bendera Merah Putih yang dijahit oleh Istri Soekarno, Fatmawati. Peristiwa tersebut disambut gembira oleh seluruh rakyat Indonesia. 9. 18 Agustus 1945. PPKI mengambil keputusan, mengesahkan UUD 1945, dan terbentuknya NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia, serta terpilihnya Ir. Soekarno dan Moh. Hatta sebagai Presiden dan Wakil Presiden. Republik Indonesia. C. Sejarah “NKRI Harga Mati” KH Muslim Rifai Imampuro atau yang akrab dipanggil Mbah Liem tergolong kiai yang bersahaja, nyentrik, sering berpenampilan nyleneh, misal dalam menghadiri beberapa acara. Saat memyampaikan pidatonya di muka umum sering berpakaian ala tentara, memakai topi berdasi bersepatu tentara tapi sarungan.Bahkan pada saat prosesi upacara pemakaman Mbah Liem pun juga tergolong tidak seperti umumnya, saat jenazah dipikul dari rumah duka menuju makam di Joglo Perdamaian Umat Manusia sedunia di komplek pesantren diarak dengan tabuhan hadroh “sholawat Thola’al Badrun alainaa” proses pemakamanya seperti Tentara menggunakan tembakan salto yang dipimpin langsung oleh TNI/Polri hal ini dilaksanakan sesuai wasiatnya. Mbah Liem seolah menutupi indentitasnya bahkan hingga kini putrapurtinya tidak mengetahui persis tanggal lahirnya. Salah satu putra Mbah Liem yang bernama Gus Muh mengatakan Mbah Liem lahir pada tanggal 24 April 1924 namun begitu Gus Muh sendiri belum begitu yakin. Soal identitas Mbah Liem hanya sering mengatakan kalau beliau dulu adalah bertugas sebagai Penjaga Rel kereta Api. Tentang silsilah pada akhir akhir hayatnya menurut informasi dari Gus Jazuli putra menantunya bahwa Mbah Lim pernah menulis di kertas bahwa ia masih keturunan keraton Surakarta. Kiprah Mbah Liem di NU dan untuk NKRI belum banyak orang yang tahu apalagi mendokumentasikannya, hanya setelah beliau wafat sudah mulai ada yang menulis artikel atau cerita-cerita mengenai 46 Mbah Liem di web/blog dan di medsos. Mbah Liem dikenal sangat dekat dengan Gus Dur bahkan jauh sebelum Gus Dur menjadi presiden kedua kiai ini sudah saling akrab. Banyak orang mengatakan bahwa Mbah Liem adalah Guru spiritualnya Gus Dur. Dalam struktur NU baik mulai tingkat bawah hingga pengurus besar nama Mbah Lim tidak pernah tercatat sebagai pengurus namun kiprahnya dalam menjaga dan membesarkan NU tidak absen sedikitpun. Mbah Liem walaupun tidak pernah menjadi pengurus NU namun selalu mejadi rujukan para kiai dalam menahkodai NU, bahkan Mbah Liem hampir pasti selalu hadir dalam setiap acaraacaraPBNU mulai dari Konbes, Munas hingga Muktamar NU.Setelah berkelana nyantri ke berbagai pondok pesantren terutama nyantri pada kiai Shirot Solo, Mbah Liem akhirnya hijrah ke Klaten tinggal di dusun Sumberejo Desa Troso Kecamatan Karanganom lalu mendirikan Pondok Pesantren Al-Muttaqien Pancasila Sakti. Nama pesantrren tergolong unik dan sudah pasti merupakan bukti konsistensi Mbah Liem dalam mencintai dan menjaga NKRI dan Pancasila. Pada kurun tahun 1983 kelompok Islam radikal atau bisa disebut islam transnasional mulai mempersoalkan lagi Pancasila sebagai dasar negara dan mempertanyakan lagi relevansi Pancasila dengan Islam. Gagasan kelompok radikal yang mulai menyoal lagi Pancasila dipandang oleh para kiai NU sangat membahayakan keutuhan NKRI dan Pancasila maka NU segera menyikapi dengan mengadakan Munas Alim Ulama Nahdlatul Ulama di Sukorejo, Situbondo Jawa Timur dengan hasil sebagai berikut: 1. Pancasila sebagai dasar dan falsafah Negara Republik Indonesia bukanlah agama, tidak dapat menggantikan Agama dan tidak dapat dipergunakan untuk menggantikan kedudukan Agama. 2. Sila ketuhanan Yang Maha Esa sebagai dasar Negara Republik Indonesia menurut pasal 29 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945, yang menjiwai sila sila yang lain, mencerminkan tauhid menurutpengertian keimanan dalam Islam. 47 3. Bagi Nahdlatul Ulama, Islam adalah akidah dan syariat, meliputi aspek hubungan manusia dengan Allah dan hubungan antar manusia. 4. Penermaan dan pengalaman pancasila merupakan perwujudan dari upaya umat ilsam Indonesia untuk menjalankan syariat agamannya. 5. Sebagai konsekuensi dari sikap di atas Nahdlatul Ulama berkewajiban mengamankan pegertian yang benar tentang Pancasila dan pengamalannya yang murni dan konsekuen oleh semua pihak. Semenjak Pancasila sebagai dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia mulai dipersoalkan oleh kelompok radikal maka para kiai terutama Mbah Liem dalam setiap acara apapun terus mengatakan dan mendoakan agar NKRI Pancasila Aman Makmur Damai HARGA MATI. Mbah Liem kalau berpidato selalu judul utamanya adalah tentang kebangsaan dan kenegaraan, kurang lebih kalimatnya “mugo-mugo NKRI Pancasila Aman Makmur Damai Harga Mati” (Semoga NKRI Pancasila Aman Makmur Damai Harga Mati).Di masjid Pondoknya Mbah Liem setiap setelah iqomat sebelum sholat berjama’ah selalu diwajibkan membaca do’a untuk umat islam, bangsa dan negara Indonesia, berikut Doanya: Subhanaka Allahumma wabihamdika tabaroka ismuka wa ta’ala jadduka laa ilaha Ghoiruka. “Duh Gusti Alloh Pangeran kulo, kulo sedoyo mbenjang akhir dewoso dadosno lare ingkang sholeh, maslahah, manfaat dunyo akherat bekti wong tuo, agomo, bongso maedahe tonggo biso nggowo becik ing deso, soho NEGORO KESATUAN REPUBLIK INDONESIA PANCASILA KAPARINGAN AMAN, MAKMUR, DAMAI. Poro pengacau agomo lan poro koruptor kaparingono sadar-sadar, Sumberejo wangi berkah ma’muman Mekah.” Menurut kesaksian Habib Luthfi bin Yahya dalam buku Fragmen Sejarah NU karya Abdul Mun’im DZ mengatakan, pada saat Panglima TNI Jenderal Benny Moerdani datang ke Pesantren Al-Muttaqien Pancasila Sakti Klaten, Mbah Liem meneriakkan yel, NKRI Harga Mati...! NKRI Harga Mati...! NKRI Harga Mati...! Pancasila Jaya, maka sejak itulah yel-yel NKRI Harga Mati menjadi jargon, slogan tidak hanya di NU tapi di beberapa pihak seperti di TNI. Jadi 48 slogan atau jargon “NKRI Harga Mati, Pancasila Jaya” dicetuskan oleh KH Muslim Rifai Imampuro atau Mbah Liem. D. Alasan mengapa “NKRI harga mati’ 1. Berkat Rohmat Allah dan Cita-cita Bangsa Didalam Pembukaan UUD`45 alinea 3 yang berbunyi : “Atas Berkat Rohmat Alloh Yang Maha Kuasa dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya”. Pernyataan ini menunjukkan suatu ikrar akan keyakinan hidup religius yang mendalam dan cita-cita luhur dari Bangsa Indonesia. Oleh karena ‘kemerdekaan’ itu satu paket yg meliputi Pancasila, Proklamasi 17 agustus, UUD 1945, dan NKRI. Maka apabila mengubah NKRI itu sama halnya dengan mengingkari Berkat Rohmat Allah dan mencederai keinginan luhur atau cita-cita luhur Bangsa Indonesia. 2. Mensyukuri Nikmat Indonesia yang sangat majemuk dan beragam ini mampu bersatu dalam satu wadah Negara Kesatuan merupakan anugerah besar dari Allah. Sebagai manusia yang beragama, sepatutnya mensyukuri nikmat kesatuan Bangsa ini, sedangkan tindakan mengkufurinya justru melanggar ajaran agama yang dianutnya, agama apapun itu. Orang yang menganggap bahwa wujud Negara Kestuan Republik Indonesia bukan dianggap sebagai nikmat dari Allah Taala sehingga berusaha membongkar dan meruntuhkannya, menunjukkan bahwa orang tersebut mengkufuri nikmatnikmat Allah, walaupun dengan dalih memperjuangkan agama tapi dalih itu hanya retorika yang dibuat-buat saja untuk menutupi kekufurannya. Oleh sebab itu nikmat NKRI harus disyukuri dan dipelihara. 3. Ikrar Sumpah Pemuda Bangsa Indonesia bisa bangkit meraih kemerdekaan adalah didorong oleh peristiwa Sumpah Pemuda yang menjadi Kebangkitan Bangsa mencapai kemerdekaan. 49 Indonesia Ikrar “Satu nusa – Satu bangsa – Satu bahasa” inilah yang menjadi pemicu untuk mendirikan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Maka apabila mengganti Negara Kesatuan Republik Indonesia berarti tidak sejalan dengan semangat persatuan dan kesatuan yang telah dijalin oleh para pemuda di tahun 1928. Oleh sebab itu, mengganti NKRI berarti mengingkari semangat Sumpah Pemuda, mengingkari latar belakang yang mendorong terwujudnya kemerdekaan. 4. Pengorbanan Para Pahlawan Para pahlawan dengan segala pengorbanannya berjuang merebut kemerdekaan untuk dapat mendirikan Negara yang dicita-citakan yakni Negara Kesatuan Republik Indonesia. Apabila merubah NKRI berarti kita tidak menghargai pengorbanan jiwa raga dan harta dari para pahlawan kemerdekaan. Hal itu tidak patut dilakukan dan tidak ada rasa hormat serta rasa bakti kepada para pejuang yang telah mendahului kita. Prof. Mr. Muh.Yamin dalam suatu seminar di Yogyakarta pernah berkata: “Tidak baik dan melanggar rasa kebaktian apabila kita memperdebatkannya…. Akan melanggar rasa kebaktian penuh kehormatan kepada beribu pejuang yang telah gugur di medan pertempuran membela NKRI berdasarkan ajaran Pancasila. …….. akan berarti suatu tanda kebimbangan ratusan rakyat sekarang kepada pengorbanan bagi pelaksanaan peranan luhur segala pejuang yang mengorbankan harta benda dan jiwa raga[6]”.Berarti NKRI tidak boleh diubah karena akan melanggar etika dan moral terhadap para pejuang tanah air. 5. Perpecahan dan Disintegrasi Apabila merubah NKRI maka sudah bisa dipastikan akan banyak daerah di Indonesia yang akan memisahkan diri dan mendirikan Negara sendiri, karena sudah pasti tidak semua daerah yang berbeda kultur dan budaya itu akan bisa menerima konsep baru yang nonsens tersebut.Sangat disayangkan bila dampak perpecahan dan disintegrasi ini muncul bila rencana merubah NKRI itu diwujudkan, ini sama halnya dengan menggerogoti bangsa sendiri dari dalam. Maka seyogyanya kita menolak konsep penggerogotan itu sejak dini dengan memperjauangkan NKRI harga mati.Dan masih begitu banyak alasan-alasan 50 lainnya sehingga NKRI itu harus Harga Mati dan tidak bisa ditawar-tawar lagi. oleh karena itu upaya-upaya makar(penggulingan kekuasaan) walaupun masih sekedar isu harus diwaspadai. E. Wujud pengimplemtasian “NKRI harga mati” NKRI harga mati, kata tersebut tentunya sudah tak asing lagi di telinga kita. Apakah kiranya makna tersebut?, kemudian apakah ada perwujudan nyata dari slogan tersebut dari para generasi muda. Kemudian bagaimana perwujudan nyata dari slogan tersebut dari para generasi muda. Kita ambil contoh pada aksi bela Islam (penistaan agama Islam oleh Ahok) banyak orang yang menggaung-gaungkan tentang NKRI harga mati. NKRI harga mati tentunya tidak hanya digaung-gaungkan tetapi butuh perwujudan nyata dari seluruh lapisan masyarakat. Terutama seluruh elemen bangsa dari Sabang sampai Merauke. Perwujudannya bisa dilakukan terutama bagi pemuda-pemuda penerus perjuangan. Untuk mewujudkan slogan NKRI harga mati diperlukan sebuah dialog nasional yang melibatkan seluruh elemen bangsa, baik tingkat lokal maupun tingkat nasional untuk membahas langkah-langkah konkrit yang dapat diterapkan di kehidupan seluruh masyarakat. Disamping itu, tentunya peran aktif dari seluruh masyarakat dan mahasiswa pada khususnya. NKRI harga mati adalah Negara Kesatuan Republik Indonesia harga mati yang harus kita bela, dijaga dan dilindungi kemerdekaan serta kedaulatannya. Alasan kenapa NKRI harus dijaga adalah berkah rahmat Allah dan cita-cita bangsa yang terdapat di dalam pembukaan UUD '45 alenia ke 3, mensyukuri nikmat Allah atas kesatuan bangsa ini, kemudian ikrar sumpah pemuda, dan pengorbanan para pahlawan, serta perpecahan dan disentegrasi.Banyak para pemuda yang menggaun-gaungkan slogan NKRI harga mati, tetapi pada kenyatannya masih banyak yang tidak tahu maknanya dan tidak ada perwujudan nyata pada dirinya maupun pada masyarakat sekitarnya. Misalnya saja pemuda sekarang hidup individualisasi, mereka tidak saling kena antar tetangga rumahnya. Mereka juga lebih senang berpegian daripada gotong royong. Dan masih banyak permasalahan lainnya. 51 Padahal di dalan slogan NKRI harga mati terdapat nilai-nilai yang luhur. Misal saja pada pancasila sila ke 2 yaitu kemanusian yang adil dan beradab, mengandung arti bahwasannya manusia disamping sebagai mahluk individu juga sebagai mahluk social. Jadi manusia tidak akan bisa hidup tanpa adanya mahluk lain. Oleh karena itu, manusia harus saling tolong menolong, termasuk dalam melestarikan gotong royong antar sesama tetangganya. Slogan NKRI harga mati juga didalamnya mengandung arti diantaranya terdapat di UUD '45, pancasila dari sila 1-5, ke-Bhineka Tunggal IKa, dan masih banyak lainnya. Untuk mewujudkan slogan "NKRI harga mati" diperlukan peran aktif dari masyarakat, terutama dari kalangan mahasiswa, karena mahasiswa sebagai tonggak utama nasionalisme bangsa. Mahasiswa sebagai pelopor dalam jalannya sebuah pemerintahan. Karena mahasiswa sebagai kaum intelektula yang mempunyai pemikiran yang kritis dan mempunyai rasa semangat yang sangat kuat sekali. Tanggung jawab ini bisa dijalankan oleh mahasiswa yang mempunyai rasa sosial yang tinggi yang memikirkan masa depan NKRI kita untuk lebih maju dan lebih baik lagi.Aksi demo mengatasnamakan bela Islam bisa menjadi faktor perpecahan umat di Indonesia. Bagaiamana tidak, karena mereka saling menyalahkan antar masyarakat yang pro dan yang kontra. Jika perpecahan terjadi di NKRI kita maka akan berdampak besar pada Negara tercinta kita Indonesia. Jika perpecahan terus terjadi maka Negara yang diperjuangkan kemerdekaan oleh para pahlawan akan sangat memprihatinkan.Untuk itu bagi penerus perjuangan para pahlawan terutama mahasiswa bisa melestarikan sikap nasionalisme diantaranya yaitu menjujung tinggi hukum dan pemerintahan, berpartisipasi aktif dalam pembangunan nasional, menjaga kebersihan dan kesehatan lingkungan sekitar, menciptakan kerukunan umat beragama, dan memelihara nilai-nilai positif seperti hidup rukun, gotong royong dan lain sebagainya.NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia) adalah sebuah Negeri yang sangat kaya akan berbagai hal, termasuk Suku, Ras, Agama dan Budaya, dan berbagai sumber alam yang sangat melimpah. Untuk itu, NKRI harus dijaga dan diperjuangkan dengan asas keadilan social bagi seluruh masyarakat Indonesia. Pemerintah juga harus berperan aktif dalam menjaga dan melestarikan NKRI kita dan masyarakat juga harus 52 memahami akan hal ini. Jika NKRI tidak dijaga maka akan banyak Negara asing yang ingin menjajah Negara tercinta kita Indonesia, sebab kekayaan alam dan kebudayaan yang kita miliki membuat mereka iri dan ingin menguasai Negara kita Indonesia. Masih banyak lagi alsan kenapa kita harus menjaga NKRI kita. Kita sebagai generasi muda harus lebih cerdas dalam menyikapi permasalahan di negeri kita. Kita sebagai generasi muda khususnya mahasiswa, generasi intelatual harus mampu membedakan mana yang salah dan mana yang benar. Seperti kata Bung Karno "Kalau Jadi Hindu jangan jadi Orang India, Kalau jadi Islam jangan jadi Orang Arab, Kalau jadi Kristen jangan jadi Orang Yahudi. Tetaplah jadi Orang Indonesia Dengan Adat-Budaya Nusantara yang Kaya ini". BAB V Bhineka Tunggal Ika 53 Bhineka Tunggal Ika merupakan semboyan negara Indonesia sebagai dasar untuk mewujudkan persatuan dan kesatuan Indonesia, dimana kita harus dapat menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari yaitu hidup saling menghargai antara masyarakat yang satu dengan yang lainnya tanpa memandang suku bangsa, agama, bahasa, adat istiadat, warna kulit dan lain-lain. Oleh karena itu, sebagai warga Negara yang baik seharusnya kita menjaga Bhineka Tunggal Ika dengan sebaik-baiknya agar persatuan bangsa dan negara Indonesia tetap terjaga dan kita pun harus sadar bahwa menyatukan bangsa ini memerlukan perjuangan yang panjang yang dilakukan oleh para pendahulu kita dalam menyatukan wilayah republik Indonesia menjadi negara kesatuan. Makna Bhineka Tunggal Ika dalam Persatuan Indonesia adalah walaupun bangsa Indonesia terdiri dari berbagai macam suku bangsa yang memiliki kebudayaan dan adat-istiadat yang beraneka ragam namun keseluruhannya merupakan suatu persatuan. Keanekaragaman tersebut bukanlah merupakan perbedaan yang bertentangan namun justru keanekaragaman itu bersatu dalam satu sintesa yang pada gilirannya justru memperkaya sifat dan makna persatuan bangsa dan negara Indonesia. Dalam praktek tumbuh dan berkembangnya persatuan suatu bangsa (nasionalisme) terdapat dua aspek kekuasaan yang mempengaruhi yaitu kekuasaan pisik (lahir), atau disebut juga kekuasan material yang berupa kekerasan, paksaan dan kekuasaan idealis (batin) yang berupa nafsu psikis, ide-ide dan kepercayaan-kepercayaan. Namun seiring berjalannya waktu, saat ini Negara Indonesia makna bhineka Tunggal Ika semakin luntur. Sudah tampak kecondongan terpecah belah, individualis dengan dalih otonomi daerah, perbedaan SARA, tidak lagi muncul sifat tolong menolong atau gotong royong. Semangat “Bhinneka Tunggal Ika” perlu untuk disosialisasikan lagi. Bhinneka Tunggal Ika mulai luntur, banyak anak muda yang tidak mengenalnya, banyak orang tua lupa akan kata-kata ini, banyak birokrat yang pura-pura lupa, sehingga ikrar yang ditanamkan jauh sebelum Indonesia Merdeka memudar, seperti pelita kehabisan minyak. Sumpah Pemuda hanya sebagai penghias bibir sebagian orang, dan bagi sebagian orang hanya dilafaskan pada saat memperingati hari sumpah pemuda setiap 28 Oktober. Tetapi 54 bagi sebagian yang muda hanya sebagai pelajaran sejarah yang hanya dipelajari di sekolah-sekolah. Api dari Persatuan Indonesia melalui “Bhinneka Tunggal Ika” perlu untuk dinyalakan lagi di hati anak bangsa. Oleh karena itu, disini akan dijelaskan mengenai lunturnya bhineka tunggal ika supaya kita sebagai warga Negara mengetahui hal-hal apa saja yang menyebabkan lunturnya makna Bhineka Tunggal Ika. A. Sejarah Bhineka Tunggal Ika Sebelumnya semboyan yang dijadikan semboyan resmi Negara Indonesia sangat panjang yaitu Bhineka Tunggal Ika Tan Hana Dharma Mangrwa. Semboyan Bhineka Tunggal Ika dikenal untuk pertama kalinya pada masa Majapahit era kepemimpinan Wisnuwardhana. Perumusan semboyan Bhineka Tunggl Ika ini dilakukan oleh Mpu Tantular dalam kitab Sutasoma. Perumuan semboyan ini pada dasarnya merupakan pernyataan kreatif dalam usaha mengatasi keanekaragaman kepercayaan dan keagamaan. Hal itu dilakukan sehubungan usaha bina Negara kerajaan Majapahit saat itu. Semboyan Negara Indonesia ini telah memberikan nilai-nilai inspiratif terhadap system pemerintahan pada masa kemerdekaan. Bhineka Tunggal Ika pun telah menumbuhkan semangat persatuan dan kesatu Negara Kesatuan Republik Indoesia. Dalam kitab Sutosoma, definisi Bhineka Tunggal Ika lebih ditekankan pada perbedaan dalam hal kepercayaan dan keaneragaman agama yang ada di kalangan masyarakat Majapahit. Namun, sebagai semboyan Negara Kesatuan Republik Indonesia, konsep Bhineka Tunggal Ika bukan hanya perbedaan agama dan kepercayaan menjadi fokus, tetapi pengertiannya lebih luas. Bhineka Tunggal Ika sebagai semboyan Negaa memiliki cakupan lebih luas, seperti perbedaan suku, bangsa, budya (adat-istiadat), beda pulau, dan tentunya agama dan kepercayaan yang menuju persatuan dan kesatuan Negara. Jika diuraikan satu per satu, Bhineka berarti berbeda, Tunggal berarti satu, dan Ika berarti itu. Jadi dapat disimpulkan bahwa walaupun berbeda-beda, tapi pada hakekatnya satu. Dengan kata lain, seluruh perbedaan yang ada di Indonesia 55 menuju tujuan yang satu atau sama, yaitu bangsa dan Negara Indonesia. Berbicara mengenai Lambang Negara Kesatuan Republik Indonesia, lambang Garuda Pancasila dengan semboyan Bhineka Tunggal Ika ditetapkan secara resmi menjadi bagian dari Negara Indonesia melalui Peraturan Pemerintahan Nomor 66 Tahun 1951 pada 17Oktober 1951 dan di undang kan pada 28 Oktober 1951 sebagai Lambang Negara. Usaha pada masa Majapahit maupun pada masa pemerintahan Indonesia berlandaskan pada pandangan yang sama, yaitu pandangan mengenai semangat rasa persatuan, kesatuan, dan kebersamaan sebagai modal dasar untuk menegkkan Negara. Sementara itu, semboyan “Tan Hana Darma Mangrwa” dipakai sebagai motto lambang Lembaga Pertahanan Nasional. Makna dari semboyan itu adalah “tidak ada kebenaran yang bermuka dua”. Namun, Lemhanas kemudian mengubah semboyan tersebut menjadi yang lebih praktis dan ringkas yaitu “bertahan karena benar”. Makna “tidak ada kebenaran yang bermuka dua” sebenarnya memiliki pengertia agar hendaknya manusia senantiasa berpegang dan berlandaskan pada kebenaran yang satu. Semboyan “Bhineka Tunggal Ika Tan Hana Darma Mangrwa” adalah ungkapan yang memaknai kebenaran aneka unsur kepercayaan pada Majapahit. Tdak hanya Siwa dan Budha, tetapi sejumlah aliran yang sejak awal telah dikenal terlebih dulu sebagian besar anggota masyarakat Majapahit yang memiliki sifat majemuk. Sehubungan dengan semboyan Bhineka Tunggal Ika, cikal bakal dari Singasari, yakni pada masa Wisnuwardhana sang dhinarmeng ring Jajaghu (Candi Jago), semboyan tersebut dan candi Jago disempurnakan pada masa Kerajaan Majapahit. Oleh karena itu, kedua simbol tersebut lebih dikenal sebagai hasil perdaban masa Kerajaan Majapahit. Dari segi agama dan kepercayaan, masyarakat Majapahit merupakan masyarakat yang majemuk. Selain adanya beberapa aliran agama dan kepercayaan yang berdiri sendiri, muncul juga gejala sinkretime yang sangat menonjol antara Siwa dan Budha serta pemujaan terhadap roh leluhur. Namun, kepercayaan pribumi tetap bertahan. Bahkan, kepercayaan pribumi memiliki peranan tertinggi dan terbanyak di kalangan mayoritas masyarakat. Pada saat itu, masyarakat Majapahit terbagi menjadi beberapa golongan. Pertama, golongan orang-orang islam yang datang dari barat dan 56 menetap di Majapahit. Kedua, golongan orang-orang China yang mayoritas berasal dari Canton, Chang-chou, dan Fukien yang kemudian bermukim di daerah Majapahit. Namun, banyak dari mereka masuk agama Islam dan ikut menyiarkan agama Islam. Ketiga, golongan penduduk pribumi. Penduduk pribumi ini ka berjalan tidak menggunakan alas kaki, rambutnya disanggul di atas kepala. Penduduk pribumi sepenuhnya percaya pada roh-roh leluhur. B. Pentingnya Semboyan Bhineka Tunggal Ika Arti Bhinneka Tunggal Ika adalah berbeda-beda tetapi satu jua yang berasal dari buku atau kitab sutasoma karangan Mpu Tantular / Empu Tantular. Secara mendalam Bhineka Tunggal Ika memiliki makna walaupun di Indonesia terdapat banyak suku, agama, ras, kesenian, adat, bahasa, dan lain sebagainya namun tetap satu kesatuan yang sebangsa dan setanah air. Dipersatukan dengan bendera, lagu kebangsaan, mata uang, bahasa dan lain-lain yang sama. Katakata Bhinneka Tunggal Ika juga terdapat pada lambang negara Republik Indonesia yaitu Burung Garuda Pancasila. Di kaki Burung Garuda Pancasila mencengkram sebuah pita yang bertuliskan Bhinneka Tunggal Ika. Kata-kata tersebut dapat pula diartikan : Berbeda-beda tetapi tetap satu jua. Makna Bhineka Tunggal Ika dalam Persatuan Indonesia sebagaimana dijelaskan dimuka bahwa walaupun bangsa Indonesia terdiri dari berbagai macam suku bangsa yang memiliki kebudayaan dan adat-istiadat yang beraneka ragam namun keseluruhannya merupakan suatu persatuan. Penjelmaan persatuan bangsa dan wilayah negara Indonesia tersebut disimpulkan dalam PP. No. 66 tahun 1951, 17 Oktober diundangkan tanggal 28 Nopember 1951, dan termuat dalam Lembaran Negara No. II tahun 1951.Makna Bhineka Tunggal Ika yaitu meskipun bangsa dan negara Indonesia terdiri atas beraneka ragam suku bangsa yang memiliki kebudayaan dan adat-istiadat yang bermacam-macam serta beraneka ragam kepulauan wilayah negara Indonesia namun keseluruhannya itu merupakan suatu persatuan yaitu bangsa dan negara Indonesia. Keanekaragaman tersebut bukanlah merupakan perbedaan yang bertentangan namun justru keanekaragaman itu bersatu dalam satu sintesa yang pada gilirannya justru memperkaya sifat dan 57 makna persatuan bangsa dan negara Indonesia.Dalam praktek tumbuh dan berkembangnya persatuan suatu bangsa (nasionalisme) terdapat dua aspek kekuasaan yang mempengaruhi yaitu kekuasaan pisik (lahir), atau disebut juga kekuasan material yang berupa kekerasan, paksaan dan kekuasaan idealis (batin) yang berupa nafsu psikis, ide-ide dan kepercayaan-kepercayaan. Proses nasionalisme (persatuan) yang dikuasai oleh kekuasaan pisik akan tumbuh dan berkembang menjadi bangsa yang bersifat materialis. Sebaliknya proses nasionalisme (persatuan) yang dalam pertumbuhannya dikuasai oleh kekuasaan idealis maka akan tumbuh dan berkembang menjadi negara yang ideal yang jauh dari realitas bangsa dan negara. Oleh karena itu bagi bangsa Indonesia prinsipprinsip nasionalisme itu tidak berat sebelah, namun justru merupakan suatu sintesa yang serasi dan harmonis baik hal-hal yang bersifat lahir maupun hal-hal yang bersifat batin. Prinsip tersebut adalah yang paling sesuai dengan hakikat manusia yang bersifat monopluralis yang terkandung dalam Pancasila.Di dalam perkembangan nasionalisme didunia terdapat berbagai macam teori antara lain Hans Kohn yang menyatakan bahwa :“ Nasionalisme terbentuk ke persamaan bahasa, ras, agama, peradaban, wilayah negara dan kewarganegaraan “. Bangsa tumbuh dan berkembang dari analisir-analisir akar-akar yang terbentuk melalui jalannya sejarah. Dalam masalah ini bangsa Indonesia terdiri atas berbagai macam suku bangsa yang memiliki adat-istiadat dan kebudayaan yang beraneka ragam serta wilayah negara Indonesia yang terdiri atas beribu-ribu kepulauan. Oleh karena itu keadaan yang beraneka ragam itu bukanlah merupakan suatu perbedaan yang saling bertentangan namun perbedaan itu justru merupakan daya penarik kearah resultan sehingga seluruh keanekaragaman itu terwujud dalam suatu kerjasama yang luhur yaitu persatuan dan kesatuan bangsa. Selain dari itu dalam kenyataan objektif pertumbuhan nasionalisme Indonesia telah dibentuk dalam perjalanan sejarah yang pokok yang berakar dalam adat-istiadat dan kebudayaan. Prinsip-prinsip nasionalisme Indonesia (Persatuan Indonesia) tersusun dalam kesatuan majemuk tunggal yaitu :a) Kesatuan sejarah; yaitu bangsa Indonesia tumbuh dan berkembang dalam suatu proses sejarah.b) Kesatuan nasib; yaitu berda dalam satu proses sejarah yang sama 58 dan mengalami nasib yang sama yaitu dalam penderitaan penjajah dan kebahagiaan bersama.c) Kesatuan kebudayaan; yaitu keanekaragaman kebudayaan tumbuh menjadi suatu bentuk kebudayaan nasional.d) Kesatuan asas kerohanian; yaitu adanya ide, cita-cita dan nilai-nilai kerokhanian yang secara keseluruhan tersimpul dalam Pancasila.Berdasarkan prinsip-prinsip nasionalisme yang tersimpul dalam sila ketiga tersebut dapat disimpulkan bahwa naionalisme (Persatuan Indonesia) pada masa perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia memiliki peranan historis yaitu mampu mewujudkan Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945. Jadi “ Persatuan Indonesia “ sebagai jiwa dan semangat perjuangan kemerdekaan RI.D. Peran Persatuan Indonesia dalam Perjuangan Kemerdekaan IndonesiaMenurut Muhammad Yamin bangsa Indonesia dalam merintis terbentuknya suatu bangsa dalam panggung politik Internasional melalui suatu proses sejarahnya sendiri yang tidak sama dengan bangsa lain. Dalam proses terbentuknya persatuan tersebut bangsa Indonesia menginginkan suatu bangsa yang benar-benar merdeka, mandiribebas menentukan nasibnya sendiri tidak tergantung pada bangsa lain. Menurutnya terwujudnya Persatuan Kebangsaan Indonesia itu berlangsung melalui tiga fase. Pertama Zaman Kebangsaan Sriwijaya, kedua Zaman Kebangsaan Majapahit, dan ketiga Zaman Kebangsaan Indonesia Merdeka (yang diplokamirkan pada tanggal 17 Agustus 1945). Kebangsaan Indonesia pertama dan kedua itu disebutnya sebagai nasionalisme lama, sedangkan fase ketiga disebutnya sebagai nasionalisme Indonesia Modern, yaitu suatu Nationale Staat atau Etat Nationale yaitu suatu negara Kebangsaan Indonesia Modern menurut susunan kekeluargaan yang berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa serta kemanusiaan.Pada masa perjuangan kemerdekaan Indonesia, pengertian “ Persatuan Indonesia “ adalah sebagai faktor kunci yaitu sebagai sumber semangat, motivasi dan penggerak perjuangan Indonesia. Hal itu tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 yang berbunyi sebagai berikut : “ Dan perjuangan pergerakan Indonesia telah sampailah pada saat yang berbahagia dengan selamat sentausa menghantarkan rakyat Indonesia kedepan pintu gerbang kemerdekaan Negara Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur “.Cita-cita untuk mencapai Indonesia merdeka dalam bentuk organisasi 59 modern baik berdasarkan agama Islam, paham kebangsaan ataupun sosialisme itu dipelopori oleh berdirinya Serikat Dagang Islam (1990), Budi Utomo (1908), kemudian Serikat Islam (1911), Muhammadiyah (1912),Indiche Partij (1911), Perhimpunan Indonesia (1924), Partai Nasional Indonesia (1929), Partindo (1933) dan sebagainya. Integrasi pergerakan dalam mencapai cita-cita itu pertama kali tampak dalam bentuk federasi seluruh organisasi politik/ organisasi masyarakat yang ada yaitu permufakatan perhimpunan-perhimpunan Politik Kemerdekaan Indonesia (1927).Kebulatan tekad untuk mewujudkan “ Persatuan Indonesia “ kemudian tercermin dalam ikrar “ Sumpah Pemuda “ yang dipelopori oleh pemuda perintis kemerdekaan pada tanggal 28 Oktober 1928 di Jakarta yang berbunyi : 1. Kami Putra dan Putri Indonesia Mengaku Bertumpah darah Satu Tanah Air Indonesia. 2. Kami Putra dan Putri Indonesia Mengaku Berbangsa Satu Bangsa Indonesia. 3. Kami Putra dan Putri Indonesia Menjunjung Bahasa Persatuan Bahasa Indonesia. Kalau kita lihat, Sumpah Pemuda yang mengatakan Satu Nusa, Satu Bangsa, dan Satu Bahasa Indonesia maka ada tiga aspek Persatuan Indonesia yaitu: 1. Aspek Satu Nusa : yaitu aspek wilayah, nusa berarti pulau, jadi wilayah yang dilambangkan untuk disatukan adalah wilayah pulau-pulau yang tadinya bernama Hindia Belanda yang saat itu dijajah oleh Belanda. Ini untuk pertama kali secara tegas para pejuang kemerdekaan meng-klaim wilyah yang akan dijadikan wilayah Indonesia merdeka. 2. Aspek Satu Bangsa : yaitu nama baru dari suku-suku bangsa yang berada da wilayah yang tadinya bernama Hindia Belanda yang tadinya dijajh oleh Belanda memplokamirkan satu nama baru sebagai Bangsa Indonesia. Ini adalah awal mula dari rasa nasionalisme sebagai kesatuan bangsa yang berada di wilayah sabang sampai Merauke. 3. Aspek Satu Bahasa : yaitu agar wilayah dan bangsa baru yang bterdiri dari berbagai suku dan bahasa bisa berkomunikasi dengan baik maka 60 dipakailah sarana bahasa Indonesia yang ditarik dari bahasa Melayu dengan pembaharuan yang bernuansakan pergerakan kearah Indonesia yang Merdaka. Untuk pertama kali para pejuang kemerdekaan memplokamirkan bahasa yang akan dipakai negara Indonesia merdeka yaitu bahasa Indonesia. Hari Sumpah Pemuda tanggal 28 Oktober 1928 itulah pangkal tumpuan cita-cita menuju Indonesia merdeka. Memang diakui bahwa persatuan berkali-kali mengalami gangguan dan kerenggangan. Perjuangan kemerdekaan antara partai politik/ organisasi masyarakat pada waktu itu dangan segala strategi dan aksinya baik yang kooperatif maupun non kooperatif terhadap pemerintahan Hindia Belanda mengalami pasang naik federasi maupun fusi dalam gabungan politik Indonesia (1939) dan fusi terakhir Majelis Rakyat Indonesia. Indonesia di jajah Belanda selama 350 tahun atau 3,5 Abad, maka untuk itu Indonesia memilih semboyan Bhinneka Tunggal Ika, yang bertujuan untuk mempersatukan bangsa Indonesia agar dapat mengusir penjajah dari bumi ibu pertiwi ini.Tetapi semboyan Bhinneka Tunggal Ika pada zaman sekarang sudah tidak berguna lagi di masyarakat Indonesia, karena banyaknya tawuran antar Desa, Antara pelajar, dan lain-lain sudah menjamur di seluruh pelosok Indonesia. Jadi, pengorbanan masyarakat dulu sudah tidak berarti lagi di zaman sekarang, pada zaman dahulu banya peristiwa heroik terjadi setelah ataupun sebelum kemerdekaan, contoh saja peristiwa besar yang terjadi di kota Surabaya pertempuran antara arek-arek Surabaya dan sekitarnya melawan para tentara Sekutu yang ingin menjajah kembali Indonesia, tetapi dengan gagahnya pemuda-pemuda itu bersatu dan mengusir tentara sekutu.Semua itu di lakukan agar para anak cucunya di masa depan agar bisa merasakan kehidupan yang lebih baik dari mereka, maka untuk itu kita harus membangkitkan rasa Nasionalisme kita terhadap bangsa ini, jangan cuma pada saat Malaysia mengklaim sesuatu milik kita menjadi kepunyaan mereka, maka kita harus menghargai jasa para pahlawan zaman dulu, karena tanpa jasanya kita tidak bisa hidup nyaman seperti sekarang ini. Bhineka Tunggal Ika merupakan semboyan negara Indonesia sebagai dasar untuk mewujudkan persatuan dan kesatuan Indonesia,dimana kita haruslah 61 dapat menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari yaitu hidup saling menghargai antara masyarakat yang satu dengan yang lainnya tanpa memandang suku bangsa,agama,bahasa,adat istiadat,warna kulit dan lain-lain.Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri dari beribu-ribu pulau dimana setiap daerah memiliki adat istiadat,bahasa,aturan,kebiasaan dan lain-lain yang berbeda antara yang satu dengan yang lainnya tanpa adanya kesadaran sikap untuk menjaga Bhineka tunggal Ika pastinya akan terjadi berbagai kekacauan di dalam kehidupan berbangsa dan bernegara dimana setiap oarng akan hanya mementingkana dirinya sendiri atau daerahnya sendiri tanpa perduli kepentngan bersama.Bila hal tersebut terjadi pastinya negara kita ini akan terpecah belah.Oleh sebab itu marilah kita jaga bhineka tunggal ika dengan sebai-baiknya agar persatuan bangsa dan negara Indonesia tetap terjaga dan kita pun haruslah sadar bahwa menyatukan bangsa ini memerlukan perjuangan yang panjang yang dilakukan oleh para pendahulu kita dalam menyatukan wilayah republik Indonesia menjadi negara kesatuan. C. Penyebab Lunturnya Makna Bhineka Tunggal Ika Berikut ini beberapa penyebab lunturnya makna Bhineka Tunggal Ika, yaitu: 1. Diskriminasi Bahwa ada masa ketika istilah SARA demikian popular, merupakan pengakuan tidak Iangsung (sekurang-kurangnya) ada masa dimana terjadi diskriminasi ras-etnik di negeri ini.Dalam praktik, pemenuhan hak-hak sipil yang merupakan bagian masyarakat ditandai dengan keturunan Tionghoa, bahkan sampai detik inipun masih terjadi diskriminasi.Pembedaan perlakuan ketika mengurus dokumen paspor, dengan keharusan melampirkan Surat Bukti Kewarganegaraan, merupakan salah satu contoh praktik diskriminasi ras. Atas praktik semacam itu, Hamid Awaludin dalam acara Dialog Kewarganegaraan dan Persatuan tersebut dengan lantang mengatakan, "Tidak usah mendebat (pejabat imigrasi yang bersangkutan).Catat namanya dan laporkan kepada saya." Diskriminasi ras-etnik, khususnya terhadap orang-orang Indonesia suku Tionghoa sudah menjadi kisah panjang. Masih segar di ingatan kita, peragaan sikap alergi penguasa terhadap segala sesuatu yang berhubungan dengan suku Tionghoa. 62 Aksara, musik, bahasa, praktik kepercayaan, bahkan ciri-ciri fisikpun dipermasalahkan. Sebagian orang sekarang menghubungkannya dengan perang dingin yang mempengaruhi hubungan antarnegara saat itu. Tapi jauh sebelum itu, sudah terjadi PP 10 yang membatasi ruang gerak suku Tionghoa yang tinggal di desa-desa sehingga kemudian berlanjut dengan arus "pulang" ke Tiangkok. Sudah terjadi pula imbauan untuk mengganti nama tiga suku dengan ''nama Indonesia''. Sudah terjadi pembatasan pilihan pekerjaan/profesi bagi orang-orang Tionghoa, juga pembatasan masuk universitas-universitas negeri. Diskriminasi terhadap kaum minoritas di Indonesia masih merupakan masalah aktual. Hal ini seharusnya tidak terjadi lagi, karena dalam masa reformasi ini telah diadakan Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia, serta oleh pemerintahpemerintah sejak masa Presiden Habibie, Gus Dur, hingga Megawati telah dikeluarkan beberapa Inpres yang menghapuskan peraturan-peraturan pemerintah sebelumnya khususnya Orde Baru yang bersifat diskriminatif terhadap kebudayaan minoritas, dalam arti adat istiadat, agama dari beberapa suku bangsa minoritas di tanah air. Mengapa hal demikian dapat terjadi terus, seakan-akan rakyat kita sudah tak patuh lagi dengan hukum yang berlaku di negara kita.Untuk menjawab ini, tidak mudah karena penyebabnya cukup rumit, sehingga harus ditinjau dari beberapa unsur kebudayaan, seperti politik dan ekonomi. 2. Konflik Konflik dilatarbelakangi oleh perbedaan ciri-ciri yang dibawa individu dalam suatu interaksi.perbedaan-perbedaan tersebut diantaranya adalah menyangkut ciri fisik, kepandaian, pengetahuan, adat istiadat, keyakinan, dan lain sebagainya. Dengan dibawasertanya ciri-ciri individual dalam interaksi sosial, konflik merupakan situasi yang wajar dalam setiap masyarakat dan tidak satu masyarakat pun yang tidak pernah mengalami konflik antar anggotanya atau dengan kelompok masyarakat lainnya, konflik hanya akan hilang bersamaan dengan hilangnya masyarakat itu sendiri. Konflik bertentangan dengan integrasi.Konflik dan Integrasi berjalan sebagai sebuah siklus di masyarakat. Konflik yang terkontrol akan menghasilkan integrasi. sebaliknya, integrasi yang 63 tidak sempurna dapat menciptakan konflik. Faktor-faktor penyebab terjadinya konflik antara lain: 1) Perbedaan individu, yang meliputi perbedaan pendirian dan perasaan. 2) Perbedaan latar belakang kebudayaan sehingga membentuk pribadipribadi yang berbeda. 3) Perbedaan kepentingan antara individu atau kelompok. 4) Perubahan-perubahan nilai yang cepat dan mendadak dalam masyarakat. 3.Egoisme Egoisme merupakan motivasi untuk mempertahankan dan meningkatkan pandangan yang hanya menguntungkan diri sendiri. Egoisme berarti menempatkan diri di tengah satu tujuan serta tidak peduli dengan penderitaan orang lain, termasuk yang dicintainya atau yang dianggap sebagai teman dekat. Istilah lainnya adalah "egois".Lawan dari egoisme adalah altruisme. Hal ini berkaitan erat dengan narsisme, atau "mencintai diri sendiri," dan kecenderungan mungkin untuk berbicara atau menulis tentang diri sendiri dengan rasa sombong dan panjang lebar. Egoisme dapat hidup berdampingan dengan kepentingannya sendiri, bahkan pada saat penolakan orang lain. Sombong adalah sifat yang menggambarkan karakter seseorang yang bertindak untuk memperoleh nilai dalam jumlah yang lebih banyak daripada yang ia memberikan kepada orang lain. Egoisme sering dilakukan dengan memanfaatkan altruisme, irasionalisme dan kebodohan orang lain, serta memanfaatkan kekuatan diri sendiri dan / atau kecerdikan untuk menipu. Egoisme berbeda dari altruisme, atau bertindak untuk mendapatkan nilai kurang dari yang diberikan, dan egoisme, keyakinan bahwa nilai-nilai lebih didapatkan dari yang boleh diberikan. Berbagai bentuk "egoisme empiris" bisa sama dengan egoisme, selama nilai manfaat individu diri sendirinya masih dianggap sempurna 4. Hambatan Dari Dalam Bung Karno, sang proklamator, pernah berkata, “Perjuanganku lebih mudah karena mengusir penjajah, tapi perjuanganmu akan lebih sulit karena melawan bangsamu sendiri.” Dalam perkataan beliau, sudah nampak jelas bahwa 64 apa yang menjadi substansi ke depan bagi rakyat Indonesia adalah sebuah perjuangan untuk mengatasi hambatan dari dalam dan bukan lagi dari luar, karena Soekarno sendiri telah menyudahi penjajahan di Indonesia ini dengan memproklamirkan berdirinya Negara Kesatuan Rpublik Indonesia. Di negara ini, masih banyak yang berjuang atas nama agama, suku, golongan, dan ras. Masingmasing beranggapan bahwa dirinya lebih baik dari yang lain. Hal inilah yang menjadi kesalahan. Adanya perbedaan bukan dipandang sebagai sebuah kekayaan bangsa yang seyogyanya dipertahankan dan dilesatrikan, melainkan dipandang sebagai sesuatu yang bisa menyulut konflik berkelanjutan. Mengatasi hambatan yang berasal dari luar memang lebih mudah, sebab semua perbedaan bisa segera dihilangkan untuk mengatasi hambatan tersebut. Lain halnya ketika hambatan itu berasal dari dalam, sebab masing-masing kelompok memiliki ego masing-masing. Apa yang bisa menghentikan ini adalah dengan kembali kepada Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika, mengimplementasikan secara serius dan total dalam segala aspek kehidupan berbangsa dan bernegara. Dua dasar inilah yang akan mempersatukan dan menjawab tantangan Soekarno dalam menghadapi hambatan dari dalam. Sudah seyogyanya dua dasar ini bukan hanya terletak sebagai sebuah pajangan yang dianggap membanggakan. Tanpa implementasi yang sungguhsungguh, pajangan ini tidak bisa dikatakan membanggakan, melainkan memalukan karena hanya sebagai sebuah wacana kosong. Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika tidak boleh dipensiunkan sebagai sebuah dasar negara. Mereka adalah sebuah dasar yang hingga kapanpun tidak bisa dipensiunkan, tidak bisa digantikan, apalagi dihilangkan. Tanpa mereka, Indonesia hanya akan berjalan setapak demi setapak menuju jurang kehancuran BAB VI Undang-Undang Dasar 1945 A. Sifat dan Fungsi Undang-Undang Dasar 65 Secara pengertian umumnya dapat dikatakan bahwa UUD merupakan suatu perangkat peraturan yang menentukan kekuasaan dan tanggung jawab dari berbagai alat kenegaraan. UUD juga menentukan batas-batas berbagai pusat kekuasaan itu dan memaparkan hubungan-hubungan di antara mereka. Menurut Sarjana hukum E.C.S. Wade dalam buku Constitutional Law, UUD adalah : “Naskah yang memaparkan rangka dan tugas-tugas pokok dari badan-badan pemerintahan suatu Negara dan menentukan pokok-pokok cara kerja badan-badan tersebut (A document which sets out the framework and principal functions of the organs of government of state and declares the principles governing the operation of those organs).” Jadi, pada pokoknya dasar dari setiap system pemerintahan diatur dalam suatu UUD. Pandangan ini merupakan pandangan yang luas dan yang paling tua dalam perkembangan pemikiran politik. Dapat dicatat bahwa pada abad ke-5 SM., seorang filsuf Yunani, Aristoteles yang di dunia Barat dipandang sebagai sarjana ilmu politik pertama yang berhasil melukiskan UUD di lebih dari 500 negara-kota Yunani dengan jalan mencatat pembagian kekuasaan serta hubungan-hubungan kekuasaan dalam setiap Negara kecil itu. Bagi mereka yang memandang Negara dari sudut pandang kekuasaan dan menganggapnya sebagai organisasi kekuasaan. UUD dapat dipandang sebagai lembaga atau kumpulan asas yang menetapkan bagaimana kekuasaan dibagi antara beberapa lembaga kenegaraan, misalnya antara badan legislative, badan eksekutif, dan badan yudikatif. UUD menentukan cara-cara bagaimana pusatpusat kekusaan ini melakukan kerja sama dan menyesuaikan diri satu sama lain; UUD merekam hubungan-hubungan kekuasaan dalam suatu Negara. Dalam hubungan ini Herman Finer dalam buku Theory and practice of Modern Government menamakan UUD sebagai : “Riwayat suatu hubungan kekuasaan (the autobiography of a power relationship).” Definisi UUD dari sudut pandang filsafat diberikan oleh Richard S. Kay, seorang ahli yang lebih kontemporer. Menurut Kay : “Maksud diadakannya UUD adalah untuk meletakkan aturan-aturan yang pasti yang memengaruhi perilaku manusia dan dengan demikian menjaga agar pemerintah tetap berjalan dengan 66 baik (The purpose of a constitution is to lay down fixed rules that can affect human conduct and thereby keep government in good order). Di samping UUD mempunyai status legal yang khusus, ia juga merupakan ungkapan aspirasi, cita-cita, dan standar-standar moral yang dijunjung tinggi oleh suatu bangsa. Banyak UUD juga mencerminkan dasar-dasar Negara serta ideologinya. Sering unsur ideology dan moralitas ini dijumpai dalam mukadimah suatu UUD. B. Ciri-Ciri Undang-Undang Dasar Walaupun UUD satu Negara berbeda dengan Negara lain, kalau diperhatikan secara cermat ada ciri-ciri yang sama, yaitu biasanya memuat ketentuan-ketentuan mengenai soal-soal sebagai berikut : 1. Organisasi Negara, misalnya pembagian kekuasaan antara badan legislatif, eksekutif, dan yudikatif serta hubungan di antara ketiganya. UUD juga memuat bentuk Negara (misalnya federal atau Negara kesatuan), beserta pembagian kekuasaan antara pemerintah federal dan pemerintah Negarabagian atau antara pemerintah dan pemerintah daerah. Selain itu UUD memuat prosedur untuk menyelesaikan masalah pelanggaran yuridiksi oleh salah satu badan Negara atau pemerintah dan sebagainya. Dalam arti ini UUD mempunyai kedudukan sebagai dokumen legal yang khusus. 2. Hak-hak asasi manusia (biasanya disebut Bill of Rights kalau berbentuk naskah tersendiri). 3. Prosedur mengubah UUD (amandemen). 4. Adakalanya memuat larangan untuk mengubah sifat tertentu dari UUD. 5. Merupakan aturan hukum yang tertinggi yang mengikat semua warga Negara dan lembaga Negara tanpa kecuali. Selain itu mukadimah undang-undang dasar sering memuat cita-cita rakyat dan asas-asas ideology Negara. Ungkapan ini mencerminkan semangat dan spirit yang oleh penyusun UUD ingin diabadikan dalam UUD itu, sehingga mewarnai seluruh naskah UUD itu. 67 C. Undang-Undang Dasar dan Konvensi Sudah dikemukakan bahwa setiap UUD mencerminkan konsep-konsep dan alam pikiran dari masa di mana ia dilahirkan, dan merupakan hasil dari keadaan material dan spiritual dari masa ia dibuat. Oleh para penyusun UUD diusahakan agar ketentuan-ketentuan dalam UUD yang dibuat itu tidak lekas using dan dapat mengikuti perkembangan zaman. Oleh karena itu sering kali ketentuan-ketentuan dalam UUD hanya mengatur dan mencakup hal-hal dalam garis besarnya saja, sehingga dapat saja timbul masalah yang tidak diatur atau tidak cukup diatur dalam UUD. Hal ini disebabkan pertama, karena masyarakat terus berkembang secara dinamis; kedua, karena penyusun UUD tidak selalu mampu melihat ke depan hal-hal yang perlu diatur dalam UUD. Maka dari itu, disamping UUD yang berbentuk naskah tertulis, di beberapa Negara telah banyak timbul kebiasaan-kebiasaan ketatanegaraan atau konvensi. Apakah konvensi itu? Konvensi adalah aturan perilaku kenegaraan yang didasarkan tidak pada undang-undang melainkan pada kebiasaan-kebiasaan ketatanegaraan dan presiden. Menurut Heywood kebiasaan-kebiasaan tersebut dijunjung tinggi baik oleh rasa kepatutan konstitusional (apa yang benar atau correct) ataupun oleh pertimbangan praktis (apa yang kemungkinan dapat dilaksanakan atau workable). Konvensi ada dalam semua system UUD, dan biasanya memberikan panduan ketika aturan formal tidak memadai atau tidak jelas. Dalam konteks UUD tidak tertulis, konvensi merupakan hal yang signifikan karena ia memberikan arahan tentang prosedur, kekuasaan, dan kewajiban dari institusi-institusi utama Negara. Dengan demikian ia mengisi adanya kekosongan dalam hokum yang terkodifikasi. D. Pergantian Undang-Undang Dasar Adakalanya suatu UUD dibatalkan dan diganti dengan UUD baru. Hal semacam ini terjadi jika dianggap bahwa UUD yang ada tidak lagi mencerminkan konstelasi politik atau tidak lagi memenuhi harapan dan aspirasi rakyat. Contohnya : sesudah prancis dalam tahun 1946 dibebaskan dari pendudukan 68 tentara Jerman, dianggap perlu untuk mengadakan UUD yang mencerminkan lahirnya Negara Prancis baru, yaitu Republik Prancis IV. Begitu pula pada tahun 1958 UUD dibatalkan dan diganti dengan suatu UUD yang melahirkan Republik Prancis V, di bawah pimpinan Presiden De. Gaulle. Kedua pergantian UUD menunjukkan ditinggalkannya masa lampau dan dimulainya halaman konstitusional yang baru. Sejak 1787 Prancis sudah mempunyai tidak kurang dari 17 UUD. Di Indonesia kita telah melalui lima tahap perkembangan UUD, yaitu : 1. Tahun 1945 (UUD Republik Indonesia yang de facto hanya berlaku di Jawa, Madura, dan Sumatra. 2. Tahun 1949 (UUD Republik Indonesia Serikat (RIS) yang berlaku di seluruh Indonesia, kecuali Irian Barat). 3. Tahun 1950 (UUD Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang berlaku di seluruh Indonesia, kecuali Irian Barat). 4. Tahun 1959 (UUD Republik Indonesia 1945. UUD ini mulai 1959 berlaku di seluruh Indonesia, termasuk Irian Barat). 5. Tahun 1999 (UUD 1945 dengan amandemen dalam masa Reformasi). Lazimnya memang setiap pergantian UUD mencerminkan anggapan bahwa perubahan konstitusional yang dihadapi begitu fundamental, sehingga mengadakan amandemen saja terhadap UUD yang sedang berlaku dianggap tidak memadai. E. Perubahan Undang-Undang Dasar (Amandemen) Selain pergantian secara menyeluruh, tidak jarang pula Negara mengadakan perubahan sebagian dari UUD-nya. Perubahan ini dinamakan amandemen. Namun secara umum biasanya perubahan itu dilakukan melalui, sebagai berikut : 1. Melalui sidang badan legislative, kadang-kadang dengan ditambah beberapa syarat, misalnya dapat ditetapkan kuorum untuk sidang yang membicarakan usul amandemen dan jumlah minimum anggota badan legislative untuk menerimanya (contoh : Inggris, Israel, Belgia, dan UUD Republik Indonesia Serikat 1949). 2. Referendum atau plebisit (contoh : swiss, Australia, Denmark, Irlandia, dan Spanyol). Di Negara-negara ini referendum dilaksanakan untuk memintakan 69 persetujuan atau usul perubahan atau amandemen yang diajukan oleh anggota parlemen. 3. Negara-negara bagian dalam Negara federal (contoh : Amerika Serikat : ¾ dari lima puluh Negara bagian harus menyetujui : contoh lain India). Di Jerman, untuk mengubah Basic Law harus ada persetujuan 2/3 dari anggota bundestag maupun Bundesrat. 4. Musyawarah khusus (special convention) seperti yang diberlakukan di beberapa Negara Amerika Latin. Di Indonesia wewenang untuk mengubah UUD ada di tangan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) dengan ketentuan bahwa kuorum adalah 2/3 dari anggota MPR, sedangkan usul perubahan UUD harus diterima oleh 2/3 dari anggota yang hadir (Pasal 37). Sejak tahun 1999, tak lama setelah rezim Orde Baru berakhir kekuasaannya, UUD 1945 telah 4 kali diamandemen. F. Supermasi Undang-Undang Dasar UUD Ditinjau dari sutut politis, dapat dikatakan bahwa undang-undang dasar sifatnya lebih sempurna dan lebih tinggi daripada undang-undang dasar. Dengan adanya gagasan bahwa UUD adalah hukum tertinggi (supremelaw) yang harus ditaati baik oleh rakyat maupun olah alat-alat perlengkapan Negara, maka timbullah persoalan siapakah yang akan menjamin bahwa ketentuan-ketentuan UUD benar-benar diselenggarakan menurut jiwa dan kata-kata dari naskah, baik oleh badan eksekutif maupun oleh badan – badan pemerintahan lainnya. Disini ada beberapa pikiran yang berbeda. G. Undang-Undang Dasar Tidak Tertulis dan Undang-Undang Dasar Tertulis Dasar Tertulis Sudah lazim untuk mengadakan pembedaan antara UUD tertulis dan UUD tak tertulis. Dan ada UUD yang seluruhnya tak tertulis; demikian pula tidak ada UUD yang seluruhnya tertulis. Suatu UUD umumnya disebut tertulis, bila merupakan satu naskah, sedangkan UUD tak tertulis tidak merupakan satu naskah dan banya dipengaruhi oleh tradisi dan konvensi. Oleh karena itu istilah lain untuk UUD bernaskah (kadang-kadang dinamakan codified 70 constitution), sedangkan untuk UUD tak tertulis adalah UUD tak bernaskah (noncodified constitution). H. Undang-Undangan Dasar yang Fleksibel dan Undang-Undang Dasar yang Kaku Suatu UUD yang dapat diubah dengan prosedur yang sama dengan prosedur membuat undang-undang disebut fleksibel, seperti Inggris, Selandia Baru, dan kerajaan Itali sebelum Perang Dunia II. UUD yang hanya dapat diubah dengan prosedur yang berbeda dengan prosedur membuat undang-undang disebut kaku, seperti Amerika Serikat, Kanak, dan Sebagainya. Soal fleksibel atau tidak ini adalah penting. Kalau terlalu kaku, maka hal ini dapat mengakibatkan timbulnya tindakan-tindakan yang melanggar UUD, sedangkan kalau terlalu fleksibel maka UUD dianggap kurang berwibawa dan dapat disalahgunakan. I. Undang-Undang Dasar Indonesia Dari sejarah ketatanegaraan Indonesia dapat diketahui bahwa UUD yang berlaku telah beberapa kali berganti, yaitu dari UUD 1945, kemudian diganti UUD RIS 1949, lalu berganti lagi dengan UUD Sementara 1950, dan akhirnya kembali ke UUD 1945. UUD yang kini berlaku itu juga telah mengalami beberapa amandemen. Ada tiga krisis yang langsung melibatkan UUD. Pertama, pada bulan November 1945 sistem pemerintahan presidensial diubah menjadi sistem pemerintahan parlementer. Kedua, Juli 1949 kita kembali ke UUD 1945. Ketiga, 1999-2002 terjadi empat amandemen yang banyak mengubah system ketatanegaraan kita. Sehari setelah kemerdekaan Indonesia diproklamasikan, Panitia Persiapan kemerdekaan Indonesia (PPKI) menetapkan UUD 1945 sebagai UUD Indonesia. Pada waktu itu dinyatakan bahwa penetapan tersebut bersifat sementara dengan ketentuan bahwa enam bulan setelah perang berakhir, presiden akan melaksanakan UUD itu, dan enam bulan setelah MPR terbentuk, lembaga ini akan mulai menyusun UUD yang baru. Pada 17 Agustus 1945, Soekarno – Hatta, didukung oleh masyarakat luas, memproklamasikan kemerdekaan Republik Indonesia. PPKI secara resmi 71 mendukung Proklamasi itu dan pada tanggal 18 Agustus 1945 mengeluarkan undang-undang untuk memberlakukan UUD yang telah disusun sebelumnya. UUD itu menetapkan system pemerintahan presidensial dengan kekuasaan yang besar di tangan presiden, meskipun kekuasaan tertinggi berada di tangan MPR. Selain itu, ada Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Pertimbangan agung yang berwenang memberi nasihat kepada presiden dan Mahkamah Agung. Sifat sementara UUD itu terungkap dalam ketentuan bahwa enam bulan setelah perang berakhir, presiden akan melaksanakan UUD itu, dan bahwa enam bulan setelah pembentukannya, MPR akan memulai menyusun sebuah UUD baru. PPKI pada 18 Agustus 1945 memilih Soekarno dan Hatta, masing-masing sebagai presiden dan wakil presiden. Pada 22 Agustus 1945, PPKI membentuk sebuah partai Negara, Partai Nasionalis Indonesia (PNI). Kekuasaan dan wewenang KNIP, yang anggota-anggotanya dipilih oleh Soekarno Hatta dari kalangan orang-orang yang menjadi pendorong kuat proklamasi kemerdekaan, ternyata mengalami berbagai perubahan penting pada hari-hari pertama revolusi. Kelompok yang mendorong perubahan ini terpengaruh oleh berbagai hal. Yang terpenting diantaranya ialah kekhawatiran terhadap kecenderungan sebagai kelompok pemuda militant kea rah fasisme yang telah bertumbuh selama pendudukan Jepang. Kekhawatiran ini diperkuat oleh dua factor, yaitu didirikannya satu partai Negara (PNI) dan kekuasaan besar yangdiberi UUD kepada satu orang, yaitu presiden. Untuk mencapai tujuannya, kelompok ini bekerja melalui beberapa tahap, sebagai langkah pertama, pada tanggal 7 Oktober 1945, 50 dari 150 anggota KNIP menyerahkan sebuah petisi kepada pemerintah agar KNIP tidak hanya sebagai badan penasihat tetapi juga diberi kekuasaan legislative. Baik Soekarno maupun Hatta setuju dan pada tanggal 16 Oktober 1945, dalam rapat KNIP berikutnya di Jakarta, Wakil Presidenatas nama Presiden menandatangani Maklumat Wakil Presiden No. X, 16 Oktober 1945. Ditentukan bahwa selama Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) dan Dewan perwakilan Rakyat (DPR) belum dapat dibentuk, KNIP akan diberi kekuasaan legislatif dan wewenang untuk ikut serta dalam penentuan garis-garis besar haluan Negara. 72 Oleh karena disadari bahwa suatu badan yang bear seperti KNIP tidak mungkin melaksanakan fungsinya dalam keadaan genting yang sedang dihadapi, ditentukan juga bahwa tugas harian KNIP akan dijalankan oleh suatu Badan Pekerja yang dipilih dari anggota KNIP dan bertanggung jawab (ministerial responsibility) kepada KNIP. Sjahrir di angkat sebagai ketua Badan Pekerja, yang kemudian menjadi penggerak revolusi. Sebagai langkah ahir, pada tanggal 11 November 1945 Badan Pekerjaan mengajukan petisi kepada pemerintah agar para menteri kabinet bertanggung jawab kepada KNIP, bukan kepada presiden. Pemerintah setuju dan untuk itu mengeluarkan Maklumat Presiden yang mulai berlaku pada tanggal 14 November 1945. Kemudian, Presiden Soekarno melantik kabinet parlemen yang pertama dengan Sjahrir sebagai Perdana Menteri. Dengan demikian UUD telah diamandemen dari system presidensial menjadi parlementer. Dalam rapat plenonya yang ketika di Jakarta pada tanggal 25-27 Nevember 1945, KNIP menerima baik keputusan ini dan memberi dukungan kepada Kabinet Sjahrir. Dengan demikian, praktis presiden menjadi kepala Negara, sedangkan perdana menteri menjadi kepala pemerintahan. Juga, perubahan dari presidensial menjadi system parlementer telah tuntas. Dengan demikian peristiwa pertama telah selesai. System ini selanjutnya dikukuhkan dalam UUD Republik Indonesia Serikat 1949. Melalui pemindahan ke system parlementer, maka jabatan kepala Negara (presiden) dipisahkan dari jabatan kepala pemerintahan (perdana menteri). Selain dari memperluas basis perjuangan karena mengikutsertakan semua kekuatan antifasis dalam perjuangan kemerdekaan, perubahan ini juga memungkinkan untuk tetap mempertahankan Presiden Soekarno sebagai “simbol” kepala Negara dan pemersatu rakyat. Betapa besarnya pengaruh Presiden Soekarno terlihat dari fakta bahwa selama undang-undang dasar ini berlaku (Agustus 1945 sampai akhir 1949), telah terjadi beberapa kali praktik kenegaraan yang agak menyimpang, di tangan presiden dan dengan demikian member kesempatan kepada pemerintah untuk 73 menanggulangi dengan cepat keadaan darurat yang timbul. Hal ini terjadi tiga kali yaitu : 1. Dengan Maklumat Presiden, presiden mengambil alih kekuasaan dari 28 Juni sampai 2 Oktober 1946 untuk mengatasi keadaan darurat yang diakibatkan oleh penculikan terhadap beberapa anggota cabinet oleh Persatuan Perjuangan. Organisasi ini tidak menyetujui perundingan dengan pihak Belanda. 2. Dengan Maklumat Presiden, presiden mengambil alih kekuasaan dari 27 Juni 1947 sampai 3 Juni 1947 untuk mengatasi keadaan darurat yang timbul sebagai akibat dari penandatanganan Persetujuan Linggarjati. Pengambilan keputusan ini hanya berjalan selama satu minggu, dalam masa itu Kabinet Sjahrir mengundurkan diri dan cabinet Amir Syarifuddin dibentuk. 3. Dengan suatu undang-undang badan legislative (yaitu Badan Pekerja yang bertindak atas nama Komite Nasional) member kekuasaan penuh (plein pouvoir) kepada presiden selama tiga bulan mulai 15 September 1948 (Undang-Undang No. 20 September 1948). Pemberian kekuasaan penuh ini dimaksudkan untuk mengatasi pemberontakan PKI di Madiun. Kenyataan adanya praktik kenegaraan yang berbeda dengan naskah UUD ini terjadi akibat dahsyatnya perkembangan dan dinamika politik selama periode revolusi dan pergolakan-pergolakan yang diakibatkan olehnya. Sejak saat itu perubahan terhadap UUD 1945 (dengan jalan amandemen telah dilakukan empat kali. Perubahan pertama dilakukan melalui Sidang Umum MPR Oktober 1999. Perubahan kedua melalui Sidang Tahunan MPR Agustus 2000. Perubahan ketiga melalui Sidang Tahunan MPR Oktober 2001. Dan perubahan keempat dilakukan melalui Sidang Tahunan MPR Agustus 2002. UUD 1945 yang telah diamandemen inilah yang sekarang menjadi UUD kita. Berikut ini adalah perubahan yang bersifat mendasar dan nyata dalam system ketatanegaraan kita setelah amandemen. Pertama, hasil amandemen tahap pertama adalah Pasal 7 yang isinya menyebutkan bahwa presiden dan wakil presiden memegang jabatan selama masa 5 tahun dan sesudahnya dapat dipilih kembali untuk jabatan yang sama hanya satu kali masa jabatan. Sebelum diamandemen frase “hanya untuk satu kali masa 74 jabatan” tidak ada. Selanjutnya dalam amandemen ketiga disebutkan bahwa presiden dan wakil presiden dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh rakyat. Ini berbeda sama sekali dengan sebelumnya di mana presiden dan wakil presiden dipilih oleh MPR. Kedua, semua anggota MPR diangkat melalui pemilihan umum. Hal ini terlihat dari hasil amandemen kedua dan ketiga. Di sana dinyatakan bahwa semua anggota DPR dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) yang merupakan unsure MPR jika mereka melakukan sidang gabungan. Diangkat melalui pemilu. Ketentuan UUD ini berbeda sama sekali dengan sebelumnya, dimana cukup besar jumlah anggota MPR yang diangkat. Untuk pertama kalinya pula (melalui amandemen ketiga) dinyatakan dalamUUD bahwa pemilu dilaksanakan oleh sebuah komisi pemilihan umum (KPU) yang bersifat nasional, tetapi, dan mandiri. Keberadaan partai politik juga menjadi nyata disebutkan di dalam UUD. Sebelum amandemen UUD 1945 tidak menyebut-nyebut partai politik. Ketiga, kekuasaan DPR dalam pembuatan undang-undang semakin besar. Dari amandemen tahap pertama, dinyatakan bahwa DPR memegang kekuasaan membuat Undang-Undang: setiap Rancangan Undang-Undang dibahas DPR bersama presiden untuk mendapat persetujuan bersama. Selain itu anggota DPR berhak mengajukan usul Rancangan Undang-Undang. Kemudian pada amandemen kedua diperkuat dengan tambahan satu ayat pada pasal 20, yaitu ayat (5), yang menyatakan bahwa dalam hal Rancangan Undang-Undang yang telah disetujui bersama (oleh DPR dan pemerintah) tidak disahkan oleh presiden dalam waktu 30 hari semenjak disetujui, Rancangan Undang-UNdang tersebut sah menjadi undang-undang dan wajib diundangkan. Ini berbeda dengan sebelum amandemen, dimana Rancangan Undang-Undang yang sudah disetujui bersama tidak disahkan oleh Presiden dalam waktu 30 hari sejak disetujui , maka yang berlaku adalah undang-undang yang lama. Keempat, di bidang yudikatif juga ada kemajuan yang bersifat mendasar, yaitu adanya Mahkamah Konstitusi yang berhak melakukan uji undang-undang terhadap UUD pada tingkat pertama dan terakhir yang keputusannya bersifat final. Selain itu Mahkamah Konstitusi juga berhak memutuskan sengketa kewenangan 75 lembaga yang dierikan oleh UUD, membubarkan partai politik, dan dan memutus perselisihan hasil pemilihan umum. Hal ini merupakan hasil dari amandemen ketiga. Selain yang disebutkan di atas masih banyak hasil-hasil lain. 76 Daftar Pustaka Kaelan. (2016). Pendidikan Kewarganegaraan untuk Perguruan Tinggi. Yogyakarta: Penerbit Paradigma. Karsadi. (2018). Pendidikan Kewarganegaraan di Perguruan Tinggi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Paristiyanti, Nurwardani. (2016). Pendidikan Kewarganegaraan untuk Perguruan Tinggi. Jakarta: Direktorat Jenderal Pembelajaran dan Kemahasiswaan Kemenristekdikti. Sri Harini Dwiyatmi. (2012). Pendidikan Kewarganegaraan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Zainul Ittihad Amin. (2010). Pendidikan Kewarganegaraan. Jakarta: Penerbit Universitas Terbuka. Al-Hakim, Suparlan.. Pendidikan Kewarganegaraan dalam Konteks Indonesia. Malang: Universitas Negeri Malang. 2012. Effendy, Masyur. Pendidikan Kewarganegaraan, Prenada Media Group. Jakarta. 2008. Budiansyah Dasim. Pendidikan Kewarganegaraan, Epsilon Group. Bandung. 2007. 77