[go: up one dir, main page]

Academia.eduAcademia.edu
DAFTAR ISI KATA PENGANTAR CETAKAN KE-1 .......................... iii KATA PENGANTAR CETAKAN KE-2 .......................... v DAFTAR ISI ..................................................................... vii BAB I KARAKTERISTIK PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN SEBAGAI PENDIDIKAN KARAKTER BERBANGSA DAN BERNEGARA ................................ 1 A Eksistensi Pendidikan Kewarganegaraan di Indonesia .. 1 B. Pengertian Pendidikan Kewarganegaraan ........................ 5 C. Landasan Pendidikan Kewarganegaraan .......................... 9 D. Visi, Misi, Kompetensi, dan Tujun Pendidikan Kewarganegaraan ................................................................ 15 E. Materi Pendidikan Kewarganegaraan .............................. 21 BAB II IDENTITAS NASIONAL .............................................. 25 A. Pengertian Identitas Nasional ........................................... 25 B. Nasionalisme Indonesia ..................................................... 26 C. Unsur-Unsur Pembentuk Nasionalisme .......................... 28 vii Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi; Membina Karakter... D. Simbol-Simbol Kenegaraan sebagai Identitas Nasional ............................................................... 31 E. Pancasila sebagai Identitas Nasional ............................... 35 F. Integrasi Nasional ............................................................... 45 G. Kesadaran terhadap Identitas Nasional sebagai Pemersatu Bangsa ............................................................... 49 BAB III NEGARA DAN KONSTITUSI ...................................... 55 A. Eksistensi Negara ............................................................... 55 B. Negara Indonesia ................................................................ 70 C. Konstitusi ............................................................................. 73 D. Konstitusi atau Undang-Undang Dasar di Indonesia ... 82 E. Undang-Undang Dasar 1945 Amandemen ..................... 97 BAB IV DEMOKRASI DI INDONESIA .................................. 125 A. Istilah dan Definisi Demokrasi ...................................... 125 B. Sejarah Perkembangan Demokrasi ................................ 129 C. Prinsip-Prinsip Demokrasi .............................................. 132 D. Bentuk-Bentuk Demokrasi ............................................. 138 E. Perkembangan Demokrasi di Indonesia........................ 144 F. Demokrasi dan Pemilihan Umum .................................. 159 G. Pembangunan Masyarakat Demokrasi .......................... 169 BAB V NEGARA HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA .... 175 A. Negara Hukum .................................................................. 175 viii Daftar Isi 1 2. 3. 4. Kebutuhan Terhadap Negara Hukum .................... 176 Konsep Negara Hukum .............................................. 178 Indonesia Negara Hukum .......................................... 182 Penegakan Hukum Di Indonesia .............................. 191 B. Istilah dan Pengertian Hak Asasi Manusia ................... 196 C. Sejarah Perkembangan HAM .......................................... 197 D. HAM dan Pelaksanaan Hukum Di Indonesia .............. 203 E. Upaya Penegakan Hukum dan HAM ............................ 223 BAB VI WARGA NEGARA INDONESIA ................................ 227 A. Istilah dan Pengertian Warga Negara ............................. 227 B. Asas Kewarganegaraan .................................................... 230 C. Warga Negara Indonesia .................................................. 233 BAB VII GEOPOLITIK DAN WAWASAN NUSANTARA ....... 243 A. Geopolitik Indonesia ........................................................ 243 B. Wawasan Nusantara ......................................................... 252 C. Wawasan Nusantara dalam RPJP dan RPJM ................ 265 BAB VIII GEOSTRATEGI INDONESIA DAN KETAHANAN NASIONAL ........................................ 277 A. Geostrategi Indonesia ...................................................... 277 ix Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi; Membina Karakter... B. Ketahanan Nasional Indonesia....................................... 279 C. Ketahanan Nasional dalam RPJP dan RPJM ............... 293 DAFTAR PUSTAKA ...................................................... 299 BIODATA PENULIS .................................................... 305 x BAB I KARAKTERISTIK PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN SEBAGAI PENDIDIKAN KARAKTER BERBANGSA DAN BERNEGARA A. Eksistensi Pendidikan Kewarganegaraan di Indonesia Diundangkannya Undang-Undang No. 2 Tahun 1989 (UU No.2/1989) tentang sistem Pendidikan Nasional, pasal 39 ayat (2), mengamanatkan bahwa isi kurikulum setiap jalur dan jenjang pendidikan wajib memuat Pendidikan Pancasila, Pendidikan Agama, dan Pendidikan Kewarganegaraan. Pada waktu itu, di perguruan tinggi, Pendidikan Kewarganegaraan diwujudkan salah satunya dengan mata kuliah Pendidikan Kewiraan yang diimplementasikan sejak berlakunya UU No.2/1989 sampai berakhirnya pemerintahan Orde Baru. Eksistensi Pendidikan Kewarganegaraan kembali dikuatkan dalam Undang-Undang No.20 Tahun 2003 (UU No.20/2003) yang menggantikan UU No.2/ 1989. Pasal 37 ayat (2) UU No.20 Tahun 2003 menyebutkan : Kurikulum pendidikan tinggi wajib memuat Pendidikan Agama, Pendidikan Kewarganegaraan, dan Bahasa Indonesia. Namun sejak terbitnya Undang-undang No.12 Tahun 2012 tentang Perguruan Tinggi, maka Kurikulum Pendidikan Tinggi wajib memuat Pendidikan Agama, Pendidikan Pancasila, Pendidikan Kewarganegaraan dan Bahasa Indonesia. Meskipun materi Pendidikan Kewiraan didesain berdasarkan Surat Keputusan Bersama Menteri pertahanan dan Keamanan dengan Menteri Pendidikan Nasional dan selalu diperbarui dengan Surat Keputusan Dirjen Perguruan Tinggi Departemen Pendidikan 1 Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi; Membina Karakter... Nasional, namun dalam era refor masi Pendidikan Kewarganegaraan yang diimplementasikan dengan Pendidikan Kewiraan dianggap kurang relevan lagi dengan semangat reformasi dan demokrasi, sehingga berkembanglah wacana untuk mengkaji dan meninjau ulang dengan secara seksama, arif, dan bijaksana terhadap materi Pendidikan Kewiraan di perguruan tinggi. Menurut Tim ICCE UIN Jakarta (2000), alasan mata kuliah Pendidikan Kewiraan ditinggalkan, antara lain: 1. Pola pembelajaran yang indoktrinatif dan monologik, 2. Materi ajarnya yang sarat dengan kepentingan ideologi rezim (Orde Baru), 3. Mengabaikan dimensi afektif dan psikomotor. Penilaian senada juga diberikan oleh Majelis Dikti Litbang Muhammadiyah (2003), bahwa kegagalan Pendidikan Kewarganegaraan yang diimplementasikan dalam Pendidikan Kewiraan, bersumber pada tiga hal, yaitu: 1. Secara substantif, Pendidikan Kewarganegaraan, Pancasila, dan Kewiraan tidak terencana dan terarah mencakup materi dan pembahasan yang terfokus pada pendidikan demokrasi dan kewargaan. Materi yang pada umumnya berpusat pada pembahasan yang bersifat idealistik, legalistik, dan normatif, bahkan cenderung menggunakan perspektif militeristik. 2. Kalaupun ada materi-materi yang ada pada dasarnya potensial bagi pendidikan demokrasi dan kewargaan, potensial tersebut tidak bisa berkembang karena pendekatan dalam pembelajarannya bersifat indoktrinatif, regimentatif, monologik, dan tidak partisipatif. 3. Materi-materi perkuliahan tersebut lebih teoritis dari pada praksis. Akibatnya, terdapat kesenjangan yang jelas diantara teori/wacana yang dibahas dengan realitas sosial politik yang berlangsung. Bahkan, pada tingkat sekolah atau universitas, kesenjangan itu sering terlihat pula dalam bentuk 2 Karakteristik Pendidikan Kewarganegaraan Sebagai Pendidikan Karakter ... ototarianisme, feodalisme, dari orang-orang sekolah atau universitas itu sendiri. Akibatnya bisa dipahami bahwa sekolah atau universitas gagal membawa peserta didik mengalami proses demokrasi. Adanya gelombang reformasi pada akhir tahun 1990-an memberikan harapan baru bagi perkembangan demokrasi dan perwujudan masyarakat madani diIndonesia. Dalam membangun masyarakat yang kokoh dalam masa transisi menuju demokrasi, maka demokrasi tidak sekedar diperjuangkan, tetapi harus disemaikan, dibesarkan melalui upaya yang terencana, teratur, dan terarah pada seluruh lapisan masyarakat, termasuk mahasiswa yang diharapkan melahirkan pemimpin-pemimpin bangsaIndonesia mendatang. Meskipun materi Pendidikan Kewarganegaraan dirancang oleh Menteri Pertahanan dan Keamanan bersama dengan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan sejak tahun 1973 sebagai Pendidikan Bela Negara, dengan diberlakukannya UU No. 2/1989 yang kemudian Pendidikan Kewiraan dijelmakan sebagai Pendidikan Kewarganegaraan telah keluar dari semangat dan hakekat Pendidikan Kewarganegaraan sebagai Pendidikan Nilai, Pendidikan Moral dan Pendidkan Karakter Demokrasi. Pendidikan Kewarganegaraan juga mengandung makna sosialisasi, deseminasi, dan aktualisasi konsep, sistem nilai budaya, serta praktik demokrasi dan keadaban. Kenyataan Pendidikan Kewarganegaraan tidak bisa diwariskan begitu saja, tetapi harus diajarkan, disosialisasikan, dan diaktualisasikan kepada generasi muda melalui pendidikan. Pada gilirannya pada diri generasi muda, nilai-nilai, moral dan karakter berbangsa dan bernegara dalam wujud warga negara yang baik (good citizen) menjadi personalized (mempribadi) dan culturalized (membudaya) Agaknya, Pendidikan Kewarganegaraan yang dikembangkan secara demokratis mendesak dilakukan. Lembaga Penelitian dan Pengembangan Pendidikan Muhammadiyah (2003), memberikan 3 Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi; Membina Karakter... wacana, bahwa aktualisasi Pendidikan Kewarganegaraan dapat mengeliminasi fenomena masalah sosial kenegaraan dalam menuju demokrasi diIndonesia. Gejala-gejala tersebut adalah sebagai berikut: 1. Hancurnya nilai-nilai demokrasi dalam masyarakat, 2. Memudarnya kehidupan kewargaan dan nilai-nilai komunitas, 3. Kemerosotan nilai-nilai toleransi dalam masyarakat, 4. Memudarnya nilai-nilai kejujuran, 5. Melemahnya nilai-nilai dalam keluarga, 6. Praktek kor upsi, kolusi, dan nepotisme dalam penyelenggaraan pemerintahan, 7. Kerusakan sistem dan kehidupan ekonomi, 8. Pelanggaran terhadap nilai-nilai kebangsaan. Upaya substitusi mata kuliah Pendidikan Kewiraan menjadi Pendidikan Kewarganegaraan tidak terlepas dari konteks ikhtiar kalangan perguruan tinggi untuk menemukan format baru pedidikan demokrasi di Indonesia yang lebih relevan. Disadari, bahwa dalam perjalanan sejarah pendidikan bagi anak bangsa, ikhtiar tentang upaya pembelajaran demokrasi diIndonesia telah banyak dilakukan, baik dalam peraturan perundang-undangan maupun praktik pembelajarannya. Sejak Orde Lama di tingkat perguruan tinggi diIndonesia pernah diajarkan mata kuliah Manipol USDEK, Pancasila, dan UU 1945 mulai tahun 1960-an, Filsafat Pancasila pada tahun 1970-an sampai sekarang masih ada beberapa perguruan tinggi yang mempertahankannya, Pendidikan Kewiraan sejak akhir tahun 1970-an, dan Pendidikan Kewarganegaraan sejak tahun 2000-an sebagai implementasi pendidikan demokrasi dan bela negara di era reformasi sebagaimana ditetapkan dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 yang menggantikan UU No. 2/1989. Kemudian diperkuat oleh Surat Keputusan Dirjen Dikti Depdiknas No. 43/DIKTI/Kep/2006 tentang Rambu-rambu 4 Karakteristik Pendidikan Kewarganegaraan Sebagai Pendidikan Karakter ... Pelaksanaan Kelompok Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian di Perguruan Tinggi, satu diantaranya adalah Pendidikan Kewarganengaraan dengan tujuan membentuk peserta didik menjadi manusia yang memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air, serta kebanggaan sebagai bangsa Indonesia. Pendidikan Kewarganegaraan lebih diorientasikan kepada pengembangan kepribadian baik dalam proses maupun hasil dalam kegiatan pembelajaran, yang mengarah kepada pembentukan karakter berbasis nilai-nilai luhur bangsa untuk kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Pendidikan Kewarganegaraan merupakan mata kuliah pengembangan kepribadian yang sangat dibutuhkan untuk menguatkan kesadaran bermasyarakat, berbangsa, bernegara untuk menumbuhkan cinta tanah air, kepekaan sosial, dan keadaban publik serta membekali mahasiswa menghadapi masalah-masalah yang mengancam keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia, seperti dampak negatif globalisasi, separatisme, primodialisme, degradasi moral dan etika. B. Pengertian Pendidikan Kewarganegaraan Menurut Henry Randal dalam majalah The Citizen and Civics (Tim IICE UIN Jakarta. 2003; Soemantri. 2001) Civics dirumuskan sebagai Ilmu Kewarganegaraan, yang mempelajari/ membicarakan hubungan manusia dengan manusia dalam perkumpulanperkumpulan terorganisasi. Istilah lain yang hampir bermakna sama adalah citizenship (Soemantri. 2001). Civic Education, diartikan sebagai Pendidikan Kewarganegaraan dan Pendidikan Kewarganegaraan. Kelompok Azyumardi Azra dengan Tim ICCE UIN (Indonesia For Civic Education Universitas Islam Negeri Jakarta) mengacu pada arti pertama, sedang arti yang kedua diikuti oleh Zamroni, Numan Somantri, Udin S. Winataputra dan Tim CICED (Center Indonesia 5 Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi; Membina Karakter... for Civic Education) Bandung, yakni Pendidikan Kewarganegaraan bukan hanya dilakukan dalam pendidikan di Indonesia. Menurut Udin Saripudin Winataputra (2007) yang diilhami pemikiran Cohan (1999) membedakan Citizenship Education dengan Civic Education, bahwa Citizenship Education, mencakup pengalaman belajar di sekolah dan di luar sekolah, seperti yang terjadi di lingkungan keluarga, dalam organisasi keagamaan, dalam organisasi kemasyarakatan, dan dalam media, sedang Civic Education, terbatas pada pendidikan di sekolah dan dampak pengiring dari berbagai kegiatan yang ada dalam masyarakat. Dengan demikian cakupan Citizenship Education lebih luas dibanding dengan Civic Education. Semua ini penting (Winataputra, 2007) bahwa dalam konteks globalisasi perlu dikembangkan program pendidikan yang mampu mengakomodasikan semua kecenderungan dari proses globalisasi. Program pendidikan tersebut perlu diwujudkan dalam bentuk “… a curriculum geared to the development word citizen who are capable of dealing with the crises” yakni kurikulum yang diarahkan pada pengembangan warga dunia yang mampu mengelola krisis”. Banyak negara memasukkan Pendidikan Kewarganegaraan dalam bentuk kurikulum pendidikan, dengan pola yang beragam. Seperti diinventarisasi Lembaga Penelitian dan Pengembangan Pendidikan Muhammadiyah (2003), beberapa materi Pendidikan Kewarganegaraan di berbagai Negara seperti Australia, Jepang, Amerika Serikat, serta pengembangan yang seharusnya di Indonesia: di Australia Pendidikan Kewarganegaraan diintegrasikan dengan pembelajaran masyarakat, sejarah, dan geografi. Materi yang diajarkan mencakup: 1. Prinsip, proses, dan nilai demokratis, 2. Proses Pemerintahan Australia, 3. Keahlian dan nilai partisipasi aktif masyarakat. Di Jepang, menerapkan PKn, masuk pada pendidikan moral atau agama dan ilmu sosial. Penekanan Pendidikan Kewarganegaraan pada dua aspek yaitu: 6 Karakteristik Pendidikan Kewarganegaraan Sebagai Pendidikan Karakter ... 1. Struktur masyarakat, pemerintahan nasional, dan ekonomi, 2. Sejarah nasional dan masyarakat demokratis. Di Thailand Pendidikan Kewarganegaraan mengajarkan Budhisme sebagai mata pelajaran wajib. Dengan materi utama: 1. Menjadi warga bangsa dan wargadunia yang baik, 2. Menghormati orang lain dan ajaran Budha, 3. Nilai demokratis dengan raja sebagai kepala Negara. Di Amerika Serikat kurikulum Pendidikan Kewarganegaraan masuk dalam kurikulum ilmu sosial (social studies) yang diberikan dalam kurikulum satu tahun ajaran dan pelaksanaannya diserahkan kepada Negara-negara bagian, dengan materi utama: 1. Produktivitas warga yang sadar haknya sebagai warga Amerika dan warga dunia, 2. Nilai-nilai dan prinsip demokrasi konstitusional, 3. Mampu mengambil keputusan selaku masyarakat demokratis dan multikultural di tengah dunia yang saling bergantung. Terdapat perbedaan titik tekan Pendidikan Kewarganegaraan di Barat dan Timur dalam basis pengembangan materinya, Pendidikan Kewarganegaraan di Barat lebih basis pada keilmuan, khususnya politik, sementara Pendidikan Kewarganegaraan lebih berbasis pada pendidikan moral atau pendidikan nilai, yang bersumber pada ajaran agama misal di Jepang, Thailand (Budha) dan Cina (Konfusius). Hal demikian diperkuat oleh penyataan Haydon (2005) bahwa dalam banyak masyarakat Barat terdapat tendensi, sedikitnya secara retorika, untuk memisahkan dimensi-dimensi moral dan civic dari pendidikan kewarganegaraan, dan dalam beberapa kasus mengeluarkan dimensi moral dari diskursus untuk menyiapkan para warga negara. Di Amerika Serikat, sebagai contoh, istilah “pendidikan moral” tidak digunakan secara atau untuk materi yang dibahas, meskipun elemen-elemen darinya 7 Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi; Membina Karakter... ditemukan dalam proyek-proyek pendidikan sosial yang lain, seperti pendidikan karakter atau pendidikan nilai-nilai. Namun demikian, sebagai dialog dan penelitian lintas masyarakat tentang pendidikan kewarganegaraan yang meningkat dalam dua dekade terakhir, para sarjana mengidentifikasi perbedaan-perbedaan dalam penekanan menempatkan dimensi moral dalam pendidikan kewarganegaraan lintas regional AsiaPasific. Dalam banyak masyarakat penganut Konfusius, Islam dan Budha, sebagai contoh, menekankan dimensi moral pada pendidikan kewarganegaraan secara jelas, dan dalam beberapa kasus, menjadi inti. Dengan membandingkan berbagai cakupan Civic Education menurut Azra (2003) sebagai Pendidikan Kewarganegaraan tidak lain lebih dekat pada pengertian Citizenship Education adalah pendidikan yang cakupannya lebih luas dari pendidikan demokrasi dan pendidikan HAM. Pendidikan Kewarganegaraan mencakup kajian dan pembahasan tentang pemerintahan, konstitusi, lembagalembaga demokrasi rule of law, hak dan kewajiban warga negara, proses demokrasi partisipasi aktif dan keterlibatan warganegara dalam masyarakat madani, pengetahuan tentang lembaga-lembaga dan sistem yang terdapat dalam pemerintahan, warisan politik, administrasi publik dan sistem hukum, pengetahuan tentang proses seperti pewarganegaraan aktif, refleksi kritis, penyelidikan dan kerja sama keadilan sosial, pengertian antar budaya dan kelestarian lingkungan hidup dan hak asasi manusia dalam pergaulan global dunia. Menurut Zamroni (2003), Pendidikan Kewarganegaraan adalah pendidikan yang bertujuan untuk mempersiapkan warga masyarakat berpikir kritis dan bertindak demokratis, melalui aktivitas menanamkan kesadaran kepada generasi baru kesadaran bahwa demokrasi adalah bentuk kehidupan masyarakat yang paling menjamin hak-hak warga negara. Demokrasi adalah learning process yang tidak dapat begitu saja meniru dari masyarakat lain. 8 Karakteristik Pendidikan Kewarganegaraan Sebagai Pendidikan Karakter ... Pendidikan Kewarganegaraan adalah suatu proses yang dilakukan oleh lembaga pendidikan dimana seseorang mempelajari orientasi sikap dan perilaku politik sehingga yang bersangkutan memiliki political knowledge, awareness (kesadaran), attitude, political efficacy (tanggung jawab) dan political participation serta kemampuan mengambil keputusan politik secara rasional yang menguntungkan bagi dirinya juga bagi masyarakat dan bangsa. Menurut Somantri (2001) setelah membandingkan pemikiran Mahony dan Jack Allen memberikan batasan Civic Education, ditandai dengan ciri-ciri sebagai berikut: 1. Civic Education adalah kegiatan yang meliputi seluruh program sekolah, 2. Civic Education meliputi berbagai macam kegiatan mengajar yang dapat menumbuhkan hidup dan perilaku yang lebih baik dalam masyarakat demokratis, 3. Civic Education menyangkut pengalaman, kepentingan masyarakat, pribadi, dan syarat-syarat objektif untuk hidup bernegara. C. Landasan Pendidikan Kewarganegaraan Tugas mewujudkan cita-cita nasional merupakan tantangan bangsa Indonesia setelah mereka. Dalam perkembangan dan persaingan global yang semakin kuat, pembangunan Indonesia perlu didukung manusia profesional, berkualitas dan memiliki jiwa/ moral kebangsaan dan cinta tanah air. Tokoh pendidikan Ki Hajar Dewantara (2004) jauh sebelum Indonesia merdeka menekankan perlunya pendidikan dalam mempersiapkan generasi bangsa yang berkualitas, yang memiliki perilaku moral kebangsaan, cinta tanah air, sadar akan hak, kewajiban serta profesional. Apa yang diharapkan dan diwariskan Ki Hajar Dewantara dalam sikap cinta tanah air salah satunya diupayakan dengan Pendidikan Kewarganegaraan, yang merupakan bagian integral dalam 9 Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi; Membina Karakter... membangun sumber daya bangsa, dengan mempertimbangkan landasan filosofi, teori, historis, sosiologis, dan yuridis. Menurut Ki Hajar Dewantoro (2004), setiap pemimpin harus mampu memberikan keteladanan, memberikan motivasi serta mendorong kreativitas dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, dengan prinsip: Ing ngarso sung tulodo, ing madyo, mangun karso, dan tut wuri handayani. Prinsip yang mengandung makna filosofis mulia yang luhur bagi seorang yang menekuni pendidikan di Indonesia bukan lagi sesuatu yang asing, meski dalam penerapannya masih perlu diperjuangkan. Kita sering kurang dapat menghargai karya bangsa sendiri (Koentjaraningrat, 2000), karena kita merasa lebih modern dan maju bila banyak mengadopsi pemikiran dari bangsa lain, meski bangsa sendiri mempunyai gagasan yang tidak kalah baiknya dengan bangsa lain. Karena itu Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (2008) menegaskan kesadaran budaya unggul bagi bangsa Indonesia, untuk terus berkarya dengan sungguh-sungguh untuk menciptakan prestasi dan menghormati prestasi bangsa sendiri yang mungkin dapat lebih baik dari bangsa lain. Dalam hal ini kita tidak berarti tidak mau menghargai bangsa lain. Kita perlu menempatkan posisi yang berimbang bila bangsa Indonesia dan bangsa-bangsa lain menganalisis sesuatu hendaknya kita berikan porsi yang sama. Bila sesuatu itu menyangkut Indonesia tentu analisis bangsa Indonesia akan lebih teliti, bilamana tingkat kepakarannya sama-sama tidak diragukan lagi. Bangsa Indonesia memiliki tokoh-tokoh kepakaran yang cukup dikenal di dalam maupun di luar. Menjadi kewajiban kita semua untuk mengembangkan dasar-dasar pemikiran yang telah dirintis oleh putra-putra terbaik bangsa, dalam persaingan global dengan hasil pemikiran bangsa-bangsa lain. Konsep pendidikan yang menghendaki perilaku guru harus menjadi teladan oleh para siswanya baik dalam lingkungan sekolah maupun dalam bermasyarakat, tidak kita temukan dalam konsep pendidikan Barat. Artinya pemikiran Ki Hajar memiliki kelebihan 10 Karakteristik Pendidikan Kewarganegaraan Sebagai Pendidikan Karakter ... di samping peran guru sebagai motivator, serta fasilitator, sebagaimana konsep penting peran guru sekarang seperti disebut dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), sebagai terobosan untuk globalisasi pemikiran Ki Hajar jauh mendahului konsep tersebut, tetapi tidak pernah ada pengakuan dalam KTSP bahwa Ki Hajar telah merumuskannya jauh sebelum Indonesia merdeka. Dalam tingkat kehidupan berbangsa dan bernegara, Ki Hajar yang menanamkan pentingnya konsep kebangsaan dan nasionalisme adalah sikap yang perlu ditumbuh kembangkan dalam mempersiapkan bangsa untuk merdeka dan konsep kebangsaan dan nasionalisme ini tetap relevan dalam kehidupan Negara Indonesia sekarang, dimana praktik KKN masih mewarnai perilaku para pemimpin Negara, baik tingkat pusat maupun di tingkat daerah. Perjuangan Ki Hajar yang diawali dari gerakan politik praktis menuntut Indonesia merdeka, dengan menggeser perjuangan melalui pendidikan sepulang pengasingannya dari negeri Belanda, bukan suatu langkah pemikiran mundur, tetapi merupakan langkah strategis bahwa pendidikan suatu bangsa sangat penting demi kemajuan bangsa yang akan mampu membuka wawasan lebih luas, memilih alternatif dalam menentukan arah pembangunan yang lebih baik. Bahkan perkembangan modern sekarang pendidikan merupakan salah satu indicator maju tidaknya suatu bangsa dan Negara. Konsep filosofis prinsip pendidikan Ki Hajar juga relevan dengan prinsip landasan Pendidikan Kewrganegaraan, seperti: semangat untuk menjadi teladan, kreatif, serta harus memiliki motivasi yang kuat dalam belajar dan membangun Negara, dan bangsa yang dilandasi semangat kebangsaan atau nasionalisme Indonesia. 1. Landasan Filosofis Membangun semangat kebangsaan dalam mengisi kemerdekaan dalam segala aspek bukannya sesuatu yang instan, karena memerlukan kesadaran sikap hidup warga Negara yang 11 Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi; Membina Karakter... menghargai nilai demokrasi, kemanusiaan, keadilan, cinta tanah air, kesadaran hukum dan kesadaran dan kemampuan bela Negara. Kesadaran akan nilai-nilai tersebut harus disemai, ditanam, dan dipupuk, dibesarkan secara terencana, terarah kepada seluruh anak bangsa, agar menjadi warga Negara yang cerdas dalam menghadapi zamannya dan persaingan global. Dasar ontologi (Hakikat keberadaan). Eksistensi negara bergantung pada komitmen warganya, oleh karena itu eksistensi sebuah negara mutlak memerlukan kesadaran untuk membela (cinta dan bangga) terhadap tanah air secara beradab. Dasar Epistemologi (dasar keilmuan): Pengetahuan dan pendekatan ilmiah terhadap masalah kenegaraan secara substansial (mendasar) sangat penting untuk diberikan di level perguruan tinggi, sehingga pendekatannya tidak semata-mata deskriptif, tetapi sekligus sampai ke tahap esensial. Aksiologi (filsafat nilai): Negara sangatlah bernilai karena manusia hidup pasti memerlukan Negara. Aksiologi berusaha membangun kesadaran tentang nilai pentingnya memiliki negara yang merdeka, berdaulat dan bermartabat melalui pemelajaran PKn. 2. Landasan Teoritis Aktivitas pendidikan yang seharusnya dengan empat pilar pendidikan learning to do (peserta didik harus mampu berbuat sesuatu). Learning to know (mampu membangun pengetahuan dengan lingkungan), learning to be (mampu berinteraksi dengan sesama manusia) dan learning to life together (memahami kehidupan pluralistik). Dalam pendidikan di Indonesia, pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat, dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang 12 Karakteristik Pendidikan Kewarganegaraan Sebagai Pendidikan Karakter ... Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Pendidikan Kewarganegaraan dimaksudkan untuk membentuk peserta didik untuk menjadi manusia yang memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air. 3. Landasan Historis Bila kita urut kebelakang Bangsa Indonesia yang tinggal dalam territorial wilayah Indonesia sekarang dalam perjalanan sejarah memiliki proses pasang surut. Bangsa Indonesia pernah menjadi bangsa besar dan mampu bersaing dengan bangsa lain yang maju dalam zamannya. Namun tidak dapat dipungkiri bangsa Indonesia sempat terpuruk dalam penguasaan dan penjajahan bangsa lain. Tindakan penjajah membangkitkan semangat perjuangan dan menjadikan Bangsa Indonesia mendapatkan kembali kemerdekaannya. Dalam mengisi kemerdekaan dengan pembangunan Bangsa Indonesia telah beberapa kali mengalami gangguan baik dari dalam seperti perebutan kekuasaan antar partai politik sampain dengan pemberontakan PKI tahun 1948 dan 1965, serta gangguan dari luar saat merebut Irian Barat, konfrontasi dengan Malaysia bahkan baru-baru ini kita Bangsa Indonesia kehilangan wilayah territorial Ligitan dan Sipadan. Untuk itu perlu adanya pendidikan karakter bangsa, moralitas bangsa dalam kehidupan demokrasi yang seimbang dalam tanggung jawabnya termasuk didalam pembelaan negara demi terjaga dan terwujudnya integrasi bangsa. 4. Landasan Sosiologis Kita menyadari Bangsa Indonesia yang heterogen, dengan aneka suku, kebudayaan, serta adat yang berbeda. Bhineka Tunggal Ika memberikan modal tekad kesadaran akan perbedaan yang ada dapat merupakan potensi kekuatan bangsa yang harus kita jaga dan kita wujudkan, tetapi juga harus kita sadari perbedaan ini juga 13 Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi; Membina Karakter... dapat menjadikan sumber kerawanan dalam bentuk SARA (Kuntjaraningrat, 2000), inilah yang harus kita waspadai dan kita hindarkan. Arus informasi dan globalisasi dapat berdampak pada goyahnya komitmen kebangsaan, cinta tanah air, kesadaran dan kewajiban bela negara dan persatuan nasioanal. Oleh karena itu keanekaragaman yang ada pada Bangsa Indonesia harus diarahkan dan dibina dalam meningkatkan kesadaran bersama dalam kehidupan persatuan dan kesatuan Bangsa Indonesia. 5. Landasan Yuridis a. Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 ; khususnya Pasal 27 ayat (3) UUD 1945 Amandemen menyebutkan, setiap warga negara berhak dan wajib turut serta dalam upaya pembelaan negara. Pasal 30 ayat (1), Tiaptiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pertahan keamanan negara. b. UU no 3 tahun 2002 tentang Pertahanan Negara pasal 9 ayat 1 dan 2 c. Undang - Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional khususnya Pasal 2, 3, 4 dan 37; beserta ketentuan perundang-undangan turunannya; yang intinya mewajibkan kurikulum Perguruan tinggi memuat matakuliah Pendidikan Kewarganegaraan. d. UU No 12 tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi, salah satu pasalnya juga memuat tentang wajibnya kurikulum Perguruan Tinggi memuat matakuliah Pendidikan Kewarganegaraan. e. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan khusunya Pasal 6, 7, 8, dan 9; f. Surat Keputusan Dirjen Dikti Depdiknas No. 43/ DIKTI/Kep/2006 tentang Rambu-rambu Pelaksanaan Kelompok Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian di 14 Karakteristik Pendidikan Kewarganegaraan Sebagai Pendidikan Karakter ... Perguruan Tinggi, satu diantaranya adalah Pendidikan Kewarganegaraan. D. Visi, Misi, Kompetensi, dan Tujuan Pendidikan Kewarganegaraan Berdasarkan keputusan Dirjen Dikti No.43/DIKTI/Kep/ 2006 ditetapkan visi, misi dan kompetensi Pendidikan Kewarganegaraan untuk perguruan tinggi yang telah dirumuskan sebagai berikut: 1. Visi Visi Pendidikan Kewarganegaraan sebagai sumber nilai dan pedoman dalam mengembangkan dan menyelenggarakan program studi, guna mengantarkan mahasiswa menetapkan kepribadiannya sebagai manusia seutuhnya. Hal ini didasarkan suatu realitas yang dihadapi, bahwa mahasiswa adalah sebagai generasi bangsa yang harus memiliki visi intelektual, relegius, berkeadaban, kemanusiaan, cinta tanah air dan bangsanya 2. Misi Dalam mewujudkan visi, telah ditetapkan misi Pendidikan Kewarganegaraan di perguruan tinggi adalah untuk membentuk mahasiswa memantapkan kepribadiannya, agar secara konsisten mampu mewujudkan nilai-nilai dasar Pancasila, rasa kebangsaan dan cinta tanah air dalam menguasai, menerapkan dan mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni dengan rasa tanggung jawab dan bermoral. 3. Kompetensi yang diharapkan a. Standar Kompetensi Lulusan: Menjadi lulusan PT yang berkarakter, memiliki kesadaran bela Negara dan rasa cinta tanah air yang dijiwai oleh nilai-nilai Pancasila, Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, semangat 15 Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi; Membina Karakter... Bhinneka Tunggal Ika, dan komitmen Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan memiliki sikap jujur, tangguh,cerdas, serta peduli. b. Kompetensi Dasar Lulusan: Menjadi ilmuwan dan profesional yang memiiki rasa kebangsaan dan cinta tanah air; demokratis yang berkeadaban; menjadi warga negara yang memiliki daya saing; berdisiplin, dan berpartisipasi akitif dalam membangun kehidupan berdasarkan sistem nilai Pancaasila. Keberhasilan pencapaian kompetensi dasar tersebut akan menumbuhkan sikap mental cerdas, penuh rasa tanggung jawab, dan akan terlihat pada sikap dan perilaku sebagaimana tercermin pada indikator sebagai berikut: a. Beriman dan bertakwa kepada Tuhan yang Maha Esa, b. Berbudi pekerti luhur, disiplin pribadi yang mantap dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. c. Sadar akan hak dan kewajiban sebagai warganegara Indonesia yang didasari pada pemikiran rasional serta kesadaran yang dinamis, termasuk dalam kewajiban pembelaan negara. d. Bersifat profesional, aktif memanfaatkan Iptek dan seni untuk kepentingan kemanusiaan, bangsa dan negara. 4 Tujuan Pendidikan Kewarganegaraan a. Tujuan : 1) Keilmuan Tujuan Pendidikan Kewarganegaraan dapat dilihat dari rumusan operasional seperti dirumuskan 16 Karakteristik Pendidikan Kewarganegaraan Sebagai Pendidikan Karakter ... Winataputra dan Budimansyah (2007) yang didahului dengan analisis Cogan (1998) dan Kerr (1999) bahwa Pendidikan Kewarganegaraan atau Citizenship or Civic Education, secara halus untuk mencakup proses penyiapan generasi muda untuk mengambil peran dan tanggungjawabnya sebagai warganegara, dan serta khusus, peran pendidikan ter masuk di dalamnya persekolaha n, pengajaran, dan belajar, dalam proses penyiapan warganegara tersebut. 2) Perspektif Pendidikan di Indonesia, khususnya sebagai matakuliah Membentuk manusia Indonesia seutuhnya yang memiliki kesadaran bela Negara dan rasa cinta tanah air yang dijiwai oleh nilai-nilai Pancasila, Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, semangat Bhinneka Tunggal Ika, dan komitmen Negara Kesatuan Republik Indonesia. b. - Tujuan Khusus Menganalisis PKn PT, mengembangkan sikap mendukung identitas nasional menampilkan perilaku yang mencerminkan kesadaran berkonstitusi Menunjukkan sikap demokratis memiliki kesadaran persatuan dan kesatuan ; menunjukkan sikap dan perilaku bela Negara Mengajukan solusi terhadap usaha penguatan ketahanan nasional Mengevaluasi pelaksanaan otonomi daerah dan good governance. Menunjukkan sikap partisipatif sebagai warga negara 17 Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi; Membina Karakter... Partisipasi generasi baru dalam kehidupan berbangsa dan bernegara atau politik secara alami akan terjadi. Untuk itu, generasi baru menurut Zamroni (2007), harus memiliki kualitas dan kemampuan, harus dapat memberikan kepada generasi baru sesuai dengan kebutuhan perkembangannya, serta pengenalan problem dan tantangan. Kualitas dan kemampuan yang diperlukan pada generasi baru, antara lain sebagai berikut: a. Memiliki identitas diri termasuk komitmen untuk mencapai tujuan-tujuan sosial, yang lebih luas dan komitmen untuk berkelompok secara terorganisir dalam kehidupan masyarakat, b. Memiliki kesadaran bahwa kebijakan yang diputuskan dalam proses politik baik langsung atau tidak langsung akan mempengaruhi kehidupan mereka, c. Memiliki pegetahuan dan kemampuan untuk memperoleh informasi guna memberikan pedoman dalam kehidupan social politik, termasuk di dalamnya memahami demokrasi dan fungsi-fungsi lembaga yang ada, isu-isu yang penting, dan caracara partisipasi yang efektif, d. Memiliki keseimbangan antara kepercayaan dan skeptis atas kehidupan politik yang ada, sehingga memberikan suatu pemikiran, sikap dan tindakan tidak asal ikut atau sebaliknya tidak asal berbeda, melainkan partisipasi yang rasional, e. Memiliki kebebasan untuk memilih dan mengambil keputusan, f. Memiliki kapasitas dan kemauan untuk bersamasama memberikan perbedaan dengan penuh toleransi, 18 Karakteristik Pendidikan Kewarganegaraan Sebagai Pendidikan Karakter ... g. Memiliki rasa hormat kepada individu baik dalam kelompoknya maupun yang berada di luar kelompok, h. Memiliki kapasitas dan kemauan untuk bersamasama membicarakan perbedaan dengan penuh toleransi, i. Memiliki kemampuan untuk kerja sama dan bernegosiasi termasuk kemampuan untuk bekerja dalam suatu tim dan menyajikan secara efektif, argumentasi yang dimiliki tanpa menghina pendapat pihak lain, j. Memiliki kemauan dan kemampuan untuk mengambil peran kepemimpinan pada saat diperlukan, k. Memiliki keyakinan atas kemampuannya untuk dapat berbuat kebaikan baik secara sendiri-sendiri mau pun secara bersama-sama, termasuk memiliki keyakinan bahwa institusi yang ada harus memberikan respon yang baik terhadap tindakan yang dilakukan oleh warga masyarakat. Pembekalan untuk melahirkan kemampuan tersebut, maka Pendidikan Kewarganegaraan harus dapat memberikan kepada generasi baru sesuai dengan kebutuhan perkembangan tersebut antara lain: a. Memberikan kesempatan generasi baru untuk melakukan kontak dengan organisasi yang memperlakukan mereka dengan penuh respek dan memberikan kesempatan bagi mereka menyampaikan pandangan-pandangan pribadinya, b. Memberikan kesempatan bagi generasi baru untuk merefleksikan tentang makna pengalaman yang 19 Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi; Membina Karakter... diperoleh dalam ber masyarakat untuk menunjukkan identitasnya, pribadi dan politiknya, c. Mendidik generasi baru untuk kontak dengan media massa dengan mendorong mereka untuk membaca dan mengamati selaku konsumen yang kritis, d. Memberikan kesempatan bagi generasi baru untuk mengkomunikasikan pandangan-pandangan politiknya dan ekspresi budaya kelompoknya kepada kelompok lebih luas dan melakukan dialog secara konstruktif, e. Mengembangkan Pendidikan Kewarganegaraan di pendidikan for mal yang dapat memberikan pengalaman hidup dalam kehidupan masyarakat yang demokratis, sehingga peserta didik: 1) Memiliki pengetahuan tentang sistem politik dan ekonomi, 2) Memahami dan menyadari nilai-nilai masyarakat demokratis, 3) Mampu mendiskusikan issue-issue yang kontroversial, 4) Mampu menemukan secara personil modelmodel yang tepat yang dapat dijadikan teladan, 5) Memahami kontribusi organisasi-organisasi dalam masyarakat madani, ter masuk di dalamnya kelompok advokasi, 6) Memiliki self efikasi yang positif dan mampu berpartisipasi dalam kehidupan politik. Untuk mewujudkan usaha seperti tersebut di atas pada dewasa ini pelaksanaan Pendidikan Kewarganegaraan menghadapi problem, dan tantangan. Problem dan tantangan antara lain sebagai berikut: 20 Karakteristik Pendidikan Kewarganegaraan Sebagai Pendidikan Karakter ... a. Politik lebih dipahami sebagai sebuah strategi mengalahkan lawan untuk memperoleh kedudukan atau kekuasaan dengan cara-cara Machiavelianistik, actus homini, dengan wajah kebinatangan, dan nilainilai a moral. Padahal esensi politik adalah ajang sosialitas untuk mengungkapkan kepedulian dan solidaritas terhadap rakyat, dunia yang berwajah manusiawi, tempat individu mengungkapkan hakikat kemanusiaannya, actus humanus, penuh makna dengan kegiatan humanisasi dan nilai-nilai etis. b. Terdapat kecenderungan kuat di masyarakat untuk mengekspresikan kebebasan secara berlebihan sehingga mengarah pada anarkhi, c. Kepercayaan kepada pejabat politik rendah, atau bahkan sebagian besar warga masyarakat tidak lagi percaya pada pejabat pemerintah, d. Rendahnya atau sebaliknya kemauan politik yang berlebihan generasi baru untuk mengambil peran kepemimpinan politik sekarang ini juga, e. Terdapat bentuk deskriminasi dalam kehidupan bermasyarakat, f. Terdapat banyak tindakan kekerasan di kalangan generasi baru, g. Masyarakat melihat adanya kecenderungan penegakan hukum pilih kasih atau terbang pilih. E. Materi Pendidikan Kewarganegaraan Dengan terjadinya gerakan reformasi akhir tahun 1990-an maka Pendidikan Kewarganegaraan untuk perguruan tinggi yang berintikan materi Pendidikan Bela Negara dalam mata kuliah Pendidikan Kewiraan mendapat koreksi. Beberapa wacana dikembangkan dengan mencari format baru tentang muatan untuk 21 Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi; Membina Karakter... Pendidikan Kewarganegaraan yang memberikan penekanan pada tanggung jawab sebagai warga negara Indonesia yang sadar akan hak dan kewajibannya, memahami hakekat kehidupan yang demokratis, guna menggantikan mata Kuliah Kewiraan yang telah berlangsung sejak akhir thun 1970-an. Beberapa upaya tersebut telah dilakukan, antara lain: 1. Hasil studi tim pengembangan Pendidikan Kewargaan UIN Jakarta (2002), merumuskan materi atau pokok bahasan dalam Pendidikan Kewargaan untuk perguruan tinggi adalah sebagai berikut: a. Pengertian Pendidikan Kewargaan dan Pendidikan Kewarganegaraan b. Identitas nasional c. Negara d. Kewarganegaraan e. Konstitusi f. Demokrasi g. Otonomi Daerah h. Good Governence i. HAM j. Masyarakat Madani 2. Pendidikan Kewarganegaraan untuk perguruan tinggi di lingkungan Muhammadiyah sebagaimana yang dikembangkan oleh Majelis Dikti Litbang Muhammadiyah (2003), mencakup pokok-pokok materi berikut: a. PKn dan cita-cita masyarakat madani, b. Tinjauan umum tentang nilai-nilai demokrasi, c. Pemerintahan yang bersih dan demokratis, d. Transformasi nilai demokrasi dalam keluarga dan masyarakat, e. Membangun identitas nasional, f. Tata dunia baru dalam globalisasi, 22 Karakteristik Pendidikan Kewarganegaraan Sebagai Pendidikan Karakter ... g. Ekonomi kerakyatan dan etos ekonomi sebagai basis kekuatan nasional, h. Penegakan HAM 3. Materi yang dikembangkan oleh Srijanti, dkk (2008), dalam bukunya Etika Berwarga Negara Pendidikan Kewarganegaraan di perguruan Tinggi mencakup: a. Negara dan Sistem Pemerintahan Indonesia, b. Pancasila dan Implementasinya, c. Indentitas Nasional, d. Demokrasi Antara Teori dan pelaksanaannya di Indonesia, e. Hak dan kewajiban Warga Negara, f. Konstitusi dan rule of law, g. Hak Asasi Manusia, h. Geopolitik (Wawasan Nusantara), i. Geostrategi (Ketahanan Nasional), j. Otonomi Daerah, k. Masyarakat Madani, l. Good Governence m. Globalisasi 4. Menurut Dirjen Dikti Departemen Pendidikan Nasional, melalui keputusan Dirjen Dikti No. 43/DIKTI/Kep/2006, cakupan materi Pendidikan Kewarganegaraan di perguruan tinggi meliputi: a. Filsafat Pancasila b. Identitas Nasional c. Demokrasi Indonesia d. HAM dan rule of law e. Hak dan Kewajiban warga negara f. Geopolitika Indonesia g. Geostrategi Indonesia 23 Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi; Membina Karakter... Dengan membandingkan materi Pendidikan Kewarganegaraan yang telah disosialisasikan sebagai bahkan referensi di perguruan tinggi, buku ini dikemas dan dikembangkan dengan pokok-pokok materi sebagaimana ditetapkan dalam Keputusan Dirjen Dikti No. 43/Dikti/kep/2006. Penulisan dan pemaparan materi adalah dalam rangka membina karakter warga negara yang baik. Oleh karena itu, penyajiannya tidak mengarah pada pola indoktrinasi, tetapi diarahkan pada pengembangan pemikiran analisis kritis, demokratis, untuk menumbuhkembangkan rasa tanggung jawab sebagai warga negara dalam konteks menjaga, membangun, dan mempertahankan kesatuan dan persatuan NKRI yang sejahtera dan berkeadilan. Dengan demikian buku ini dapat memenuhi standar dasar Pendidikan Kewarganegaraan untuk perguruan tinggi di Indonesia. Susunan pokok-pokok pembahasan di samping pembahasan sebagaimana telah disebutkan pada bagian Pendahuluan ini, (Pengertian dan Cakupan Pendidikan Kewarganegaraan), pokok-pokok bahasan berikutnya, adalah: a. Karakter Pendidikan Kewarganegaraan sebagai Pendidikan Karakter Berbangsa dan Bernegara, b. Identitas Nasional, c. Negara dan Konstitusi, d. Demokrasi di Indonesia, e. Negara Hukum dan Hak Asasi Manusia, f. Warga Negara, g. Geopolitik dan Wawasan Nusantara, h. Geostrategi dan Ketahanan Nasional i. Otonomi Daerah dan Good Goernance 24 BAB II IDENTITAS NASIONAL A. Pengertian Identitas Nasional Kata identitas berasal dari bahasa Inggris identity yang berarti ciri-ciri, tanda-tanda, atau jati diri yang melekat pada diri seseorang atau sesuatu yang membedakan dengan yang lain. Dalam ter minologi antropologi, identitas adalah sifat khas yang menerangkan dan sesuai dengan kesadaran diri pribadi, golongan sendiri, komunitas sendiri atau negara sendiri. Kata nasional berasal dari kata nation, yang berarti bangsa, yang telah mengidentifikasikan diri dalam kehidupan bernegara, dengan perkataan lain nasional sebagai bentuk identitas dari suatu bangsa yang telah bernegara. Nasional memiliki arti identitas yang melekat pada kelompok-kelompok yang disatukan oleh kesamaankesamaan fisik seperti budaya, agama, suku, maupun bahasa, juga dapat berupa kesamaan-kesamaan non fisik, seperti keinginan, cita-cita, tujuan, atau rasa senasib sepenanggungan, baik dalam cakupan fisik atau non fisik kelompok itu sendiri. Identitas nasional tidak terlepas dari rasa nasionalisme yang berhubungan dengan jati diri bangsa. Nasionalisme adalah sebuah situasi kejiwaan, yaitu kesetiaan secara total diabdikan langsung kepada negara. Semangat nasionalisme sering dihadapkan secara efektif oleh para tokohnya sebagai sarana untuk melakukan perlawanan terhadap bentuk tekanan atau penindasan dan alat identifikasi untuk mengetahui siapa kawan siapa lawan. Bagi bangsa Indonesia, identitas nasional adalah jati diri yang 25 Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi; Membina Karakter... membentuk bangsa Indonesia, seperti suku bangsa, budaya, wilayah, persamaan nasib, ataupun persamaan cara pandang ke depan kehidupan suatu bangsa. Pembentuk jati diri bangsa Indonesia mempunyai karakteristik sendiri, dan berbeda dengan bangsa lain, seperti bangsa Philipina, Singapura, atau juga Malaysia yang sama-sama sebagai bangsa yang berada di wilayah Asia Tenggara. B. Nasionalisme Indonesia Nasionalisme Indonesia adalah kesadaran dari orang-orang dan golongan-golongan manusia Indonesia bahwa mereka adalah satu kesatuan bangsa (nation), baik karena perasaan senasib, sejarah, watak, tujuan, wilayah, dan berkehendak untuk hidup bersama dalam satu negara Republik Indonesia sebagai wadah untuk mewujudkan keadilan, kemakmuran dan kesejahteraan bersama, berdasarkan kesatuan paham kemasyakatan, kebangsaan dan kenegaraan Pancasila (Saidus Syahar, 1977) Pada nasionalisme atau paham kebangsaan Indonesia tergambar proses sejarah kehidupan bangsa dalam upaya membebaskan diri dari penjajahan bangsa lain. Proses tumbuhnya rasa kebangsaan diawali dengan pergerakan Budi Utomo, walaupun sebenarnya secara tidak langsung diperankan juga oleh Syarikat Dagang Islam. Dengan berdirinya Budi Utomo dan Syarikat Dagang Islam (kemudian menjadi Syarikat Islam), kesadaran nasional dengan semangat menentang kolonialisme Belanda mulai bermunculan di kalangan pribumi. Menurut Tim ICCIN Jakarta (2003) secara garis besar perjuangan awal merebut kemerdekaan terbagi dalam tiga kelompok dalam penerapan konsep nasional. Ketiga kelompok sepakat perlunya konsep nasionalisme Indonesia merdeka, tapi mereka berbeda dalam menilai atau watak nasionalisme Indonesia. Ketiga kelompok tersebut adalah paham ke-Islaman, Marxisme dan Nasionalisme Indonesia. Nasionalisme ke-Islaman dimotori oleh Sarekat Islam dengan tokoh-tokoh utamanya seperti H. Samanhudi, H.O.S. Tjokroaminoto, Agus 26 Identitas Nasional Salim, dan Abdoel Moeis. Kelompok Marxisme yang menyusup dalam Sarekat Islam membawa perpecahan para tokoh dan dengan pengaruh Partai Buruh di Belanda yang dibawa Hendrik Sneevilt, menjadi awal mula berdirinya Partai Komunis Indonesia (PKI) di Indonesia yakni Semaun dan Darsono, keduanya adalah dua aktivis SI cabang Semarang. Sementara Nasionalisme Indonesia dipelopori oleh Soekarno dan M.Hatta. Dalam perkembangan pejuangan bangsa, Sukarno yang pernah menjadi murid Tjokroaminoto, mendirikan partai baru yang dinamakan Partai Nasional Indonesia (PNI) pada tahun 1927. Didasari oleh semangat persatuan seluruh rakyat Indonesia, unuk merebut kemerdekaan, PNI berhasil membangun semangat nasionalisme dengan paham kebangsaan (nasionalisme). Meski dalam proses perjuangan merebut kemerdekaan sampai pada keberhasilan Indonesia merdeka banyak kritik terhadap Sukarno, namun dengan wawasan dan kemampuannya Sukarno berusaha meyakinkan kepada kelompok lain, bahwa nasionalisme Indonesia bukanlah nasionalis sempit Barat, yang berwatak chauvinisme dan agresif, tetapi nasionalisme yang penuh dengan nilai-nilai kemanusiaan, yang dapat bekerja sama dengan kelompok mana pun baik golongan Islam maupun Marxis kenegaraan. Proses perjuangan sampai Indonesia merdeka, merupakan bagian yang tidak terpisahkan dengan eksistensi jati diri bangsa atau identitas nasional bangsa Indonesia, yang menurut Ngadilah dkk (2003) merupakan nilai-nilai, norma-norma, dan simbol-simbol ekspresif yang diakui dan dianut bersama. Nilai, norma, dan simbol-simbol ekspresif diyakini dan memberikan pembenaran bagi tindakan masa lalu, menjelaskan perilaku yang sekarang sedang berlangsung (berproses) untuk dilaksanakan, serta memberikan pedoman penyeleksian pilihan-pilihan di masa depan. Sumber-sumber identitas bersama yang kemudian menjadi identitas nasional berupa nilai-nilai primordial, nilai-nilai sakral, nilai-nilai personal, serta nilai-nilai sipil. 27 Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi; Membina Karakter... 1. Nilai-nilai primordial menunjukkan keterikatan yang didasarkan pada hubungan biologis dan tempat. Dalam nilai primordial, orang-orang dikaitkan satu sama lain atas ikatan famili dan etnis serta sejarah asal-usul gaya hidup. Mereka berkomunikasi dengan bahasa yang sama, hidup di daerah geografi yang sama, akan menganut suatu identitas yang sama. 2. Nilai-nilai sakral meliputi agama, kepercayaan, maupun ideologi akan menjadi landasan yang kuat bagi identitas bersama. 3. Nilai personal memberikan suatu rasa identitas bersama pada seseorang atau kelompok, yang secara biologis tidak berhubungan dengan anggota-anggota dari komunitas. 4. Nilai-nilai sipil telah dilaksanakan kepada lembaga politik yang berlaku adil kepada kelompok yang berbeda. C. Unsur-unsur Pembentuk Nasionalisme Identitas nasional Indonesia yang membedakan bangsa Indonesia dengan bangsa lain, terbentuk dari unsur seperti unsur sejarah, unsur keunggulan unsur kebudayaan, unsur suku bangsa, serta unsur bahasa dan agama. 1. Unsur Sejarah Perjuangan demi perjuangan bangsa telah mengukir sejarah perjuangan bangsa Indonesia, sebagai bangsa pejuang yang kembali memperoleh kemerdekaannya. Nilai-nilai perjuangan yang mengkristal menjadikan bangsa Indonesia adalah bangsa pejuang. Semangat juang ini menjadikan kebanggaan sebagai identitas nasional yang membedakan dengan bangsa-bangsa lain di dunia. Kemerdekaan Indonesia adalah hasil perjuangan para pahlawan yang rela mengorbankan jiwa raganya, bukan kemerdekaan yang diperoleh dari pemberian bangsa lain yang merasa telah menguasainya. Perjuangan bangsa Indonesia dalam mewujudkan dan mempertahankan negara Proklamasi, oleh 28 Identitas Nasional generasi muda, seperti peristiwa Sumpah Pemuda, peristiwa Sekitar Proklamasi, seperti Pertempuran Ambarawa, Pertempuran Surabaya dengan Bung Tomo, atau perlawanan rakyat Kalimantan Selatan di bawah pimpinan, seperti Pangeran Antasari, Demang Lehman, Hasan Basry, serta perlawanan daerah-daerah lain dalam mempertahankan Indonesia dari serangan Belanda yang ingin berkuasa kembali di Indonesia. 2. Budaya Unggul Budaya Unggul menurut Susilo Bambang Yudhoyono (2008) adalah sikap dan keyakinan dasar bahwa masing-masing dan kita semua dapat melakukannya, suatu hasrat untuk menjadi yang terbaik, menjadi sikap percaya diri bahwa sebaik apa pun yang dilakukan orang lain kita dapat melakukan hal tersebut dengan sama baiknya, bahkan jauh lebih baik. Sejarah telah membuktikan masyarakat yang merangkul budaya unggul mengalami ledakan kreativitas yang mengangkat mereka di atas yang lainnya. Semangat Bhinneka Tunggal Ika memberikan warna tersendiri bagi bangsa Indonesia. Akal budi, peradaban dan penguasaan pengetahuan dan teknologi dapat mewarnai kebanggaan bangsa Indonesia. Bangsa Indonesia dikenal sebagai bangsa yang berbudi luhur, ramah, berperadaban tinggi, dan kemampuan penguasaan pengetahuan dan teknologi yang cukup dapat dibanggakan, banyaknya peninggalan sejarah menunjukkan suatu keunggulan bangsa Indonesia dalam masanya. Candi Borobudur, ataupun sebagai pelaut yang ulung, merupakan bukti-bukti bahwa bangsa Indonesia termasuk salah satu bangsa di dunia yang memiliki budaya unggul. Ciri budaya unggul harus dibangkitkan kembali, sehingga bangsa Indonesia mampu bersaing dalam pergaulan dunia global. 29 Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi; Membina Karakter... 3. Suku Bangsa dan Bahasa Kondisi sekitar 300 suku bangsa dengan segala kebhinnekaannya adalah salah satu keunikan yang membanggakan bagi bangsa Indonesia, karena dengan kesadaran bersama menyatakan diri sebagai bangsa yang satu, Bangsa Indonesia yang tinggal dalam satu wilayah kesatuan Negara Indonesia, serta kesepakatan satu bahasa, Bahasa Indonesia. Semua ini telah diwujudkan sebelum Indonesia merdeka, yakni dalam Sumpah Pemuda tanggal 28 Oktober 1928, diwujudkan dalam Kemerdekaan Indonesia, dan dipertahankan keutuhannya dalam perjuangan hidup dan pembangunan, guna cita-cita bersama oleh bangsa Indonesia. 4. Agama Bangsa Indonesia yang dikenal religius, dapat menerima dan hidup berdampingan secara damai antar pemeluk agama yang berbeda dalam kehidupan bersama yang penuh dengan nuansa toleransi. Kedatangan berbagai agama di wilayah Indonesia diterima oleh pemeluknya tanpa suatu tindakan kekerasan. Kebebasan beribadah pun dilakukan dan dihormati antar umat agama dengan semangat toleransi yang dapat membanggakan segenap bangsa Indonesia, serta mampu menjadikan identitas sebagai kehidupan yang pluralistis, jauh sebelum kehidupan pluralistik menjadi issue internasional. Kondisi yang cukup membanggakan yang melekat pada diri setiap bangsa Indonesia perlu dibina terus, sehingga semua peristiwa penting sejarah serta prestasi bangsa yang membanggakan dapat mendukung identitas nasional bangsa tetap lestari. Kita perlu menyadari peringatan dari antropolog Koentjaraningrat (2000), bahwa kebanggaan kebhinnekaan juga rawan teradap perpecahan antar suku, agama, ras, dan antar golongan, yang bila penanganan tidak serius dapat mengancam perpecahan atau wujud paling ekstrim adalah munculnya 30 Identitas Nasional gerakan sparatisme daerah. Untuk itu, semangat Sumpah Pemuda dapat kita renungkan kembali, kita revitalisasi dan harus menjadikan acuan semua komponen dalam pembangunan bangsa dan negara, bahwa kita adalah satu bangsa, satu tanah air dan satu bahasa, yaitu Indonesia, serta kemerdekaan Indonesia adalah kemerdekaan, pembangunan dan hasil-hasilnya untuk semua bangsa Indonesia tanpa kecuali. D. Simbol-simbol Kenegaraan sebagai Identitas Nasional 1. Bahasa Indonesia Bahasa Indonesia diangkat dari Bahasa Melayu, yang awalnya sebagai bahasa pergaulan bangsa-bangsa rumpun Melayu, termasuk sebagian bangsa Indonesia terutama yang hidup – di daerah kota – kota pantai sebagai pusat perdagangan antar pulau. Bahasa Indonesia yang awalnya dari Bahasa Melayu ditetapkan sebagai bahasa persatuan bagi Bangsa Indonesia tanggal 28 Oktober 1928 dalam kongres Pemuda Indonesia kedua. Penetapan Bahasa Melayu menjadi Bahasa Indonesia antara lain : a. Bahasa Melayu telah lama dipergunakan sebagai bahasa pergaulan di antara suku-suku bangsa di Indonesia. b. Bahasa Melayu banyak digunakan dalam berbagai prasasti yang tersebar di berbagai wilayah Indonesia. c. Bahasa Melayu telah lama digunakan dalam buku-buku bacaan yang tersebar di wilayah Indonesia. d. Sifat Bahasa Melayu yang demokratis, sehingga Bahasa Melayu mudah diterima dan dipelajari di berbagai kalangan masyarakat pengguna bahasa. Bahasa Indonesia yang telah diakui sebagai bahasa pemersatu bangsa Indonesia ditetapkan sebagai bahasa nasional, Bahasa Indonesia, dalam UUD 1945 pasal 36. Sebagai bahasa resmi negara, Bahasa Indonesia digunakan dalam 31 Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi; Membina Karakter... komunikasi kenegaraan, termasuk pengantar dalam dunia pendidikan, namun demikian keberadaan Bahasa Indonesia tidak meniadakan bahasa daerah yang ada di Indonesia. Dengan penetapan Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional, serta penggunaan Bahasa Indonesia yang demikian meluas sampai ke wilayah negara lain, maka setiap orang Indonesia yang berbicara dengan orang asing (luar negeri), maka orang asing tersebut dengan mudah mengetahui bahwa orang yang sedang berbicara tersebut adalah orang Indonesia. 2. Bendera Negara Pasal 35 UUD 1945 menetapkan, Bendera Negara Indonesia adalah Sang Mera Putih. Warna merah putih diabadikan sebagai bendera negara, karena warna merah putih bagi Indonesia mengandung arti yang penuh makna bagi perjuangan dan kehidupan Bangsa Indonesia. Warna merah melambangkan sifat keberanian dari Bangsa Indonesia, sedang warna putih melambangkan sifat kesucian atau kebenaran. Merah putih merupakan simbol perbuatan yang berani karena benar. Warna merah dan putih adalah warna yang berakar pada budaya Indonesia yang biasanya menjadi hiasan dalam bentuk bunga mawar (merah) dan melati (putih), kuliner bubur merah dan bubur putih, kue apam merah dan kue apam putih, gambir (merah) dan kapur (putih) teman sirih untuk menginang. Bendera dalam pergaulan antar bangsa di dunia melambangkan kedaulatan suatu negara. Sebagai lambang kedaulatan suatu negara, maka kombinasi dan pewarnaan bendera dalam masing-masing negara tidak ada kombinasi dan komposisi pewarnaan yang sama. Banyak warna dominan sama, tetapi tata letak warna selalu berbeda. Misalnya warna bendera Indonesia dan Polandia, kedua negara ini, warna merah putih merupakan dua perpaduan untuk bendera Indonesia dan Polandia. Bedanya, bila warna merah untuk bendera Indonesia 32 Identitas Nasional di bagian atas, warna putih di bagian bawah, berlawanan dengan bendera Polandia, warna putih di bagian atas dan merah di bagian bawah. Sebagai identitas nasional dan lambang kedaulatan negara, maka pengibaran bendera di markas PBB, bendera dari semua negara anggota PBB dikibarkan berderet dengan tinggi dan luas bendera yang sama. Pengibaran bendera merah putih pada kapal yang berlayar di lautan bebas, bendera merah putih tersebut menunjukkan identitas dan kedaulatan Bangsa Indonesia di perairan internasional. 3. Lagu Kebangsaan Lagu Indonesia Raya Ciptaan W. R. Supratman, syairnya pernah dilagukan dalam kongres Pemuda tahun 1928 meskipun dengan beberapa kata yang disamarkan, setelah Indonesia merdeka katakata mulia yang merupakan syair dinyanyikan tanggal 28 Oktober 1928, digantikan dengan kata-kata merdeka, yang akhirnya ditetapkan sebagai lagu kebangsaan Indonesia. Penggunaan Lagu Kebangsaan Indonesia Raya diatur dalam Peratura Pemerintah No. 44/1958. Dalam era Reformasi Lagu Kebangsaan Indonesia Raya ditegaskan dalam UUD 1945 Amandemen, pasal 36B, yakni Lagu Kebangsaan adalah Indonesia Raya. Pada kegiatan kenegaraan Lagu Kebangsaan Indonesia Raya, dinyanyikan untuk mengiringi pengibaran bendera merah putih, hal yang sama dilakukan untuk mengiringi pengibaran bendera merah putih terhadap keberhasilan putra-putri terbaik bangsa Indonesia pada kegiatan lomba, atau kegiatan olahraga regional, maupun internasional. Dengan dikumandangkan Lagu Indonesia Raya, baik dinyanyikan dalam mengiringi bendera Merah Putih atau dinyanyikan tanpa diiringi pengibaran bendera Merah Putih, saat itulah bangsa Indonesia menunjukkan eksistensinya bahwa Indonesia hadir dalam komunitas atau suatu kegiatan yang sedang berlangsung, sekali pun lagu Indonesia Raya dinyanyikan oleh negara lain. 33 Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi; Membina Karakter... 4. Lambang Negara Lambang Negara Indonesia adalah Garuda Pancasila. Penetapan lambang Negara Garuda Pancasila diatur dalam Peraturan pemerintah No. 66/1951, sedang tata cara Garuda Pancasila diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 43/ 1958. Dalam era reformasi sebagaimana lagu Kebangsaan Indonesia Raya, Garuda Pancasila ditetapkan dalam UUD 1945 Amandemen, sebagai Lambang Negara dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika. Pasal 36 B, menyebutkan lagu kebangsaan, yaitu: Lagu Kebangsaan ialah Indonesia Raya. Lambang burung Garuda pada awalnya diperoleh dari hasil lomba membuat lambang negara, yang kemudian dimenangkan oleh Sultan Hamid II dari Pontianak. Menurut beliau, inspirasi tentang burung garuda diperoleh dari burung elang Sayidina Ali, sementara gambar perisai di dada garuda adalah gabungan lambang Ka’bah dan Hijir Ismail. Garuda Pancasila ditetapkan sebagai lambang negara, karena bangsa Indonesia memberikan nilai lebih adanya semangat pantang menyerah, bahwa burung garuda sebagai burung perkasa mampu terbang jauh dan mengatasi rintangan alam yang tidak mungkin dilakukan binatang-binatang besar lain seperti singa ataupun gajah. Keperkasaan burung garuda dalam menjelajah serta mengatasi rintangan alam merupakan dasar pemikiran gambar keperkasaan dan kejayaan Indonesia yang diimpikan seluruh bangsa, untuk dapat mengatasi berbagai rintangan baik dalam pembangunan nasional maupun dalam pergaulan global yang mendunia. Dengan diilhami keperkasaan burung garuda tersebut, Bangsa Indonesia menetapkan Garuda Pancasila sebagai Lambang Negara. Sebagai Lambang Negara, Garuda Pancasila pada perisainya juga memuat makna lambang sila-sila dari Dasar Negara Pancasila, yaitu bintang melambangkan Ketuhanan Yang Maha Esa, rantai melambangkan Kemanusiaan yang adil dan beradab, pohon 34 Identitas Nasional beringin melambangkan Persatuan Indonesia, kepala banteng melambangkan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan, padi dan kapas melambangkan Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Di samping lambang Pancasila, Garuda Pancasila juga memberikan Lambang Kemerdekaan bangsa Indonesia pada bulu-bulu Garuda Pancasila yang menunjuk pada jumlah 17, 8, 19, dan 45, sebagai pernyataan Proklamasi bagi Bangsa Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945. Pada kaki Garuda Pancasila mencengkeram sebuah pita dengan tulisan Bhinneka Tunggal Ika yang artinya berbeda dalam kesatuan. Maksud Bhinneka Tunggal Ika adalah Bangsa Indonesia yang terdiri dari bermacam-macam suku, agama/kepercayaan, maupun budaya, menyatu dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia, satu tujuan dengan kemampuan dan keyakinan yang dimiliki serta semangat pantang menyerah untuk mewujudkan masyarakat adil makmur berdasarkan Pancasila. E. Pancasila sebagai Identitas Nasional Pancasila sebagai dasar falsafah, ideologi, pandangan hidup, dan dasar Negara republik Indonesia. Pancasila dalam kebulatan makna tersebut, Pancasila juga merupakan Identitas Nasional Bangsa Indonesia, yang memberikan cirri khas jati diri bangsa Indonesia dalam pergaulan global yang membedakan keberadaan bangsa Indonesia dengan bangsa-bangsa lain di dunia. Konsep Pancasila sebagai Identitas Nasional menurut Supriatnoko (2008) meliputi hakikat eksistensi manusia, pluralistik, harmoni dan keselarasan, kekeluargaan dan gotong royong, integralistik, kerakyatan dan kebangsaan. 1. Konsep Hakekat Eksistensi Manusia Konsep tentang manusia merupakan konsep pokok untuk memahami dan mendudukan manusia. Eksistensi manusia juga 35 Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi; Membina Karakter... tidak terlepas dari eksistensi alam semesta. Oleh karena itu memahami eksistensi manusia tidak terlepas dengan hakikat alam semesta, karena manusia merupakan bagian dari eksistensi alam semesta. Bahwa dalam alam semesta tidak ada satu fenomena mandiri yang berdiri sendiri terlepas dari fenomena lain. Manusia ada sebagai suatu fenomena, selalu dalam relasi dengan fenomena lain dalam suatu integritas. Relasi tersebut dalam bentuk interaksi saling memberi dan saling mempengaruhi antar fenomena, yang dapat melahirkan sesuatu yang baru. Hakikat manusia adalah kebersamaan dan adanya saling ketergantungan. Pancasila memberikan arahan bahwa eksistensi manusia yang dalam hidupnya selalu dalam relasi dengan Tuhannya, dengan sesama manusia, dengan masyarakat dan lingkungan dalam kehidupan bernegara dan masyarakat global di dunia internasional. Eksistensi manusia sebagai pendukung Pancasila secara ontologis memiliki hal-hal yan mutlak (Kaelan, 2010), yaitu terdiri dari susunan kodrat (ragajiwa, jasmani-rohani); sifat kodrat (makhluk individu-makhluk sosial); dan kedudukan kodrat (makhluk pribadi berdiri sendirimakhluk Tuhan YME). Dalam konsep suku Banjar, eksistensi manusia dilihat dari konsep tiga B (Ba-iman, Ba-untung dan Batuah). Konsep tiga B ini memadukan secara padu susunan kodrat, sifat kodrat, dan kedudukan kodrat dari kemanusiaan itu sendiri. 2. Konsep Pluralistik Pancasila memberikan arahan kehidupan pluralistik, baik dalam kehidupan beragama, suku bangsa, etnik, budaya, maupun adat-istiadat, sebagaimana tertulis dalam Lambang Negara Garuda Pancasila Bhinneka Tunggal Ika. Dengan kata lain, bahwa keanekaragaman bukan sebagai sumber perpecahan bangsa, tetapi terikat dalam kesatuan dan persatuan Negara 36 Identitas Nasional Kesatuan Republik Indonesia. Pandangan pluralistik Pancasila berbeda dengan pluralistik individualis yang mengagungkan kepentingan pribadi. Pancasila mendudukkan manusia sebagai pribadi dengan harkat dan martabat yang sama dan memandang pluralistik masyarakat Indonesia dalam konsep kebersamaan dalam satu wadah Negara Kesatuan Indonesia. 3. Konsep Harmoni dalam Keselarasan, Keserasian dan Keseimbangan Alam semesta ciptaan Tuhan Yang Maha Kuasa, tertata dengan keselarasan, keserasian dan keseimbangan untuk tiaptiap kehidupan dan lingkungan dalam yang harmoni yang lestari. Setiap kehidupan dan lingkungan memiliki fungsi sesuai dengan kodratnya. Bilamana setiap kehidupan berfungsi sebagaiama kodratnya, maka ketertiban, keteraturan dan kedamaian akan terwujud. Manusia sebagai khalifah di muka bumi merupakan sentral kehidupan yang mampu menciptakan kebaikan, keharmonisan dengan keserasian, keselarasan, dan keseimbangan. Manusia dapat mewujudkan kehidupan yang harmoni, tetapi manusia dapat meghancurkan kehidupan sesama manusia, termasuk menghancurkan kehidupan sesama manusia dan lingkungan hidupnya. Pancasila memberikan arahan untuk terwujudnya keharmonisan kehidupan manusia dalam hubungannya dengan sesama manusia, lingkungan dan dengan Tuhannya. Sebaliknya bila manusia mengembangkan prinsip individualitas semata, dengan segala kemampuan yang dimilikinya, tanpa memperhatikan keseimbangan, maka akan melahirkan manusia tamak, serakah dan rakus yang tidak sejalan dengan arahan Pancasila, dan dapat menghancurkan kehidupan yang harmonis serta melahirkan kesenjangan di segala bidang kehidupan. Kehancuran peradaban juga dapat terjadi dalam perjalanan hidup manusia, karena pada diri manusia sebagai individu 37 Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi; Membina Karakter... maupun kelompok telah kehilangan pola pikir harmonis dan keselarasan, dan dominasi nafsu individu dan kelompok manusia yang hanya berorientasi pada diri dan kelompoknya sendiri. 4. Konsep Kekeluargaan dan Gotong-royong Gotong-royong adalah kegiatan bersama-sama untuk kepentingan bersama, atau menolong seseorang atau kelompok guna meringankan beban yang dihadapi seseorang atau kelompok orang tersebut tanpa imbalan jasa apapun. Prinsip gotong-royong adalah bekerja sama dan hasilnya diperuntukkan bagi kehidupan bersama. Kehidupan gotong-royong yang banyak dilakukan dalam kehidupan pedesaan masyarakat Jawa sampai sekarang masih dipertahankan keberadaannya (Koentjaraningrat, 2000). Bentuk gotong-royong dalam kegiatan umum, atau untuk kepentingan bersama seperti perbaikan jalan desa, pengairan sawah, atau perbaikan bendungan dan selokan. Sedangkan gotong-royong untuk membantu seseorang atau kelompok orang karena seseorang tersebut memang membutuhkan bantuan, atau karena suatu musibah atau bencana sehingga perlu bantuan orang lain. Bentuk gotong-royong yang sempat mewarnai berita nasional baik di media cetak maupun media elektronik seperti gotong-royong perbaikan rumah di Kabupaten Bantul Yogyakarta setelah terjadinya gempa bumi beberapa waktu lalu, bahwa banyak warga membantu atau saling membantu membangun rumah yang rusak akibat gempa bumi itu. Nilai gotong-royong juga pernah dijelaskan oleh Sukarno dalam kehidupan bernegara, bahwa gotong-royong merupakan esensi dari Pancasila, yang disebutkan gotong-royong adalah paham dinamis dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara, lebih dari sekedar kekeluargaan, atau persaudaraan. Gotongroyong menggambarkan satu usaha, satu pekerjaan (satu karya, 38 Identitas Nasional satu gawe, gawi sabumi, kayuh baimbai, saijaan, rakat-mufakat, saraba-kawa, ruhui-rahayu). Dalam gotong-royong semua terlibat dalam kehidupan bersama, memberikan saham dengan kemampuan masingmasing untuk satu tujuan bersama. Prinsip terkandung dalam gotong-royong adalah kerja sama, atau membantu untuk tujuan bersama dalam kehidupan masyarakat kearah lebih baik dalam suatu tujuan mulia setiap manusia guna terus meningkatkan kualitas hidupnya. Pentingnya nilai kebersamaan dalam gotongroyong pernah diidolakan oleh Sukarno dalam sidang BPUPKI 1 Juni 1945, bahwa inti kehidupan masyarakat Indonesia yang didasarkan cita-cita kebersamaan yang tulus dari pola kebersamaan bekerja oleh semua sesuai dengan kemampuan dan diperuntukkan bagi kebaikan semua, tidak lain adalah perwujudan kehidupan gotong royong. 5. Konsep Integralistik Paham integralistik dalam kehidupan negara berawal dari gagasan Dr. Supomo yang disampaikan dalam sidang BPUPKI tanggal 30 Mei 1945, juga tercermin dalam tujuan negara, bahwa negara melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dengan berdasar atas persatuan dengan mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Hal ini dimaksudkan, negara mengatasi segala paham golongan, mengatasi paham perorangan, serta menghendaki persatuan yang meliputi bangsa Indonesia seluruhnya, dimana seluruh komponen yang terlibat dalam kehidupan masyarakat dalam berbangsa dan bernegara membentuk suatu kesatuan yang integral. Konsep integralistik menurut Andulkadir Besar (Supriatnoko, 2008) menyebutkan: a. Terjadinya hubungan relasi interaksi saling memberi, saling tergantung antara negara dan rakyat. Hal ini tercermin dalam tugas-tugas pemerintahan negara, serta 39 Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi; Membina Karakter... b. c. d. e. perwujudan hak dan kewajiban warga negara terhadap negara. Bersatunya kepentingan negara dan warga negara. Kedaulatan negara di tangan rakyat, bukan pada individu. Kebebasan manusia saling relasional. Keputusan diutamakan dengan musayawarah untuk mencapai mufakat. 6. Konsep Kerakyatan Kerakyatan merupakan perwujudan dari kehidupan demokrasi yakni rakyat sebagai sumber kedaulatan kenegaraan. Pada sila ke empat disebutkan kerakyatan yang dipimpin oleh himah kebijksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan. Sebelum Amandemen UUD 1945, kekuasaan untuk memilih pelaksana eksekutif dari tingkat kabupaten/kota sampai presiden diserahkan kepada wakil-wakil rakyat baik melalui DPRD, DPR, maupun MPR. Setelah Amandemen UUD 1945, praktik demokrasi didasarkan pada kepentingan bersama, rakyat memilih wakil-wakil langsung dalam lembaga perwakilan, serta permusyawaratan, yang akan mengemban tugas pada bidang legislatif, maupun pengawasan eksekutif, juga memilih Presiden sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan, memilih gubernur di tingkat provinsi serta bupati/walikota di tingkat kabupaten/ kota. 7. Konsep Kebangsaan (Nasional) Konsep kebangsaan tidak dapat dipisahkan dengan nasionalisme. Konsep kebangsaan mulai dibicarakan dalam pergerakan Budi Utomo, kemudian konsep kebangsaan menjadi semakin jelas dengan terealisasinya Sumpah Pemuda tahun 1928, serta mencapai kenyataan sebagai bangsa yang merdka pada tanggal 17 Agustus 1945. Tekad mewujudkan kebangsaan sebagai bangsa merdeka dan bernegara mengandung 40 Identitas Nasional konsekuensi, bahwa kepentingan bangsa dan negara didudukkan di atas kepentingan pribadi dan golongan. Dengan memperhatikan konsep serta makna yang terkandung dalam Pancasila, maka nilai-nilai sebagaimana yang menjadi dasar pencapaian tujuan bangsa Indonesia sebagaimana disebutkan Supriatnoko (2008), mencakup nilai keimanan, ketaqwaan, keadilan, keberadaan, persatuan dan kesatuan, mufakat, dan kesejahteraan. a. Nilai Keimanan Keimanan adalah suatu sikap yang menggambarkan keyakinan adanya kekuatan transidental di luar manusia yang disebut Tuhan Yang Maha Esa dan Maha Kuasa. Dengan keimanan manusia yakin bahwa dengan kuasaNya Tuhan menciptakan dan mengatur alam semesta termasuk manusia. Manusia sebagai makhluk yang paling mulia diwajibkan mengabdi kepada Tuhan Yang Maha Esa. Bagi bangsa Indonesia nilai keimanan ini diwujudkan dalam keyakinan agama yang dianut bagi masing-masing warga negara. Negara memberikan kebebasan warga negara untuk memilih agama dan kepercayaannya. Tidak dibenarkan seseorang memaksakan kehendak untuk mengikuti agama orang lain, juga tidak dibenarkan propaganda anti agama di Indonesia. Penyiaran agama tidak dibenarkan saling menghina agama lain. Penekanan keyakinan agama yang dapat menyinggung agama lain hendaknya dilakukan dalam kelompoknya sendiri, dan diusahakan dalam lingkup terbatas sehingga tidak menimbulkan masalah SARA. b. Nilai Ketaqwaan Ketaqwaan merupakan sikap berserah diri, rela dan ikhlas kepada Tuhan yang Maha Esa yang tercermin pada perilaku untuk melaksanakan perintah dan menjauhi 41 Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi; Membina Karakter... segala larangan-Nya, yang didasari keyakinan, bila melakukannya akan melahirkan petunjuk (rahmat, karunia, nikmat, kelapangan)), dan bila melanggar, akan membawa kesesatan (dosa, siksa, azab, kesempitan). Keimanan dan ketaqwaan adalah dua hal yang saling mengisi. Seseorang dengan keimanan yang kuat akan tercermin dalam perilaku taqwa dalam kehidupan seharihari. Ketaqwaan seseorang akan dilaksanakan berdasar agama atau kepercayaan yang dianutnya. Pancasila memberikan kebebasan dalam memilih agama, sehingga ketaqwaan manusia Indonesia sesuai dengan agama dan kepercayaan yang dianutnya. c. Nilai Keadilan Bangsa Indonesia merumuskan kata keadilan dalam Pancasila termuat pada sila ke dua dan kelima dari Pancasila. Keadilan secara umum dapat dirumuskan sebagai sikap dan perilaku yang mampu menempatkan diri pada permasalahannya sesuai dengan hak kewajibannya, sesuai dengan harkat dan martabat secara proporsional, diselaraskan dengan kedudukan tugas dan fungsi yang diembannya. Keadilan pada sila kedua adalah perwujudan keadilan yang bersifat universal ditujukan kepada manusia di seluruh dunia, bahwa bangsa Indonesia merupakan bagian bangsa-bangsa di dunia dengan kedudukan dan martabat yang sama. Bangsa Indonesia tidak membeda-bedakan kelompok bangsa, ras, golongan, agama, adat-istiadat, serta kesetaraan laki-laki dan wanita. Keadilan sila kedua lebih menunjuk keadilan persamaan derajat manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan dengan kedudukan harkat dan martabat yang sama. Nilai keadilan pada sila kelima adalah perwujudan keadilan bagi bangsa 42 Identitas Nasional Indonesia, bagaimana negara dapat mewujudkan keadilan di Indonesia. Di samping tuntutan keadilan umum yang bersifat universal untuk bangsa Indonesia, keadilan pada sila kelima juga menuntut secara khusus mewujudkan keadilan dalam mewujudkan kesejahteraan sosial bagi Bangsa Indonesia. d. Nilai Keberadaban Keberadaban adalah keadaan yang menggambarkan setiap komponen dalam kehidupan bersama berpegang teguh pada peradaban yang mencerminkan nilai luhur budaya bangsa. Sila kedua Pancasila, Kemanusiaan yang adil dan beradab, bangsa Indonesia mengakui persamaan keberadaban manusia di dunia dengan pengakuan persamaan derajat, harkat, dan martabat sama. Peradaban menurut Pancasila adalah nilai luhur bangsa Indonesia, serta nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila direalisasikan dalam pola pikir, pola sikap, dan pola tindak dalam kehidupan sehari-hari, baik sebagai individu, bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, baik terhadap sesama bangsa Indonesia atau sesama manusia sebagai warga dunia. e. Nilai Persatuan dan Kesatuan Persatuan dan kesatuan adalah keadaan yang menggambarkan masyarakat majemuk bangsa Indonesia yang sangat beragam komponen dari suku bangsa, agama, adat istiadat, kebudayaan, namun dalam keanekaragaman tersebut mampu membentuk suatu kesatuan yang utuh. Keanekaragaman setiap komponen dihormati untuk tumbuh dan berkembang, tetapi semua itu menjadi bagian integral dalam satu sistem kesatuan bangsa dalam kehidupan kenegaraan Indonesia. Nilai kesatuan dan persatuan telah dicita-citakan bangsa Indonesia, sejak 43 Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi; Membina Karakter... Sumpah Pemuda 1928, diwujudkan dalam Proklamasi dan tujuan negara, diperjuangkan dan dipertahankan dalam konsep Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional, diajarkan pada generasi muda, termasuk mahasiswa. f. Nilai Mufakat Mufakat adalah suatu sikap terbuka untuk menghasilkan suatu kegiatan bersama pada kegiatan musyawarah. Kesepakatan sebagai hasil mufakat dalam suatu musyawarah adalah keputusan terbaik dalam pengambilan keputusan karena keberhasilan dalam bentuk mufakat dapat menampung semua aspirasi yang berkembang, sehingga tidak satu pun kelompok atau golongan tertentu yang merasa dirugikan karena aspirasinya tidak tertampung dalam kehidupan bersama. Suatu kesepakatan yang dihasilkan secara mufakat pasti akan didukung semua komponen yang terlibat, sehingga dalam pelaksanaannya tidak akan mengalami hambatan yang berarti. Dalam kehidupan kenegaraan yang semakin kompleks serta kelompok kepentingan semakin beragam perwujudan mufakat untuk membuat peraturan atau kebijakan nasional sering terjadi pembiasan sehingga sulit dilakukan dengan mufakat. Upaya jalan keluar untuk mengambil keputusan yang tidak dapat dilakukan dengan musyawarah akhirnya ditempuh dengan pemungutan suara terbanyak. Untuk hal-hal umum biasanya suara terbanyak setengah lebih plus satu, tetapi pada masalah khusus yang dianggap mendasar suara mayoritas disyaratkan lebih banyak dari mayoritas biasa. Misal perubahan UUD dipersyaratkan mayoritas dua pertiga dari jumlah anggota MPR harus hadir, dan dua pertiga yang hadir harus setuju. 44 Identitas Nasional g. Nilai Kesejahteraan Kesejahteraan adalah kondisi yang menggambarkan terpenuhinya kebutuhan kehidupan individu atau keluarga dalam pergaulan kehidupan sehari-hari. Kesejahteraan seseorang atau keluarga sifatnya relatif namun setidaknya kesejahteraan itu, secara pribadi dapat dirasakan secara individu yang bersangkutan pada sisi lain orang lain melihat kehidupan nyata individu atau keluarga tidak pernah terjadi masalah dalam kehidupan sehari-hari. Bagi bangsa dan negara Indonesia kesejahteraan dimaksudkan terwujudnya kesejahteraan bersama, sehingga tidak lagi terdapat warga negara Indonesia yang kekurangan dalam pemenuhan kebutuhan primer dalam kehidupan sehari-hari. Untuk itu negara berkewajiban melindungi seluruh bangsa Indonesia serta berusaha mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, menjamin kemerdekaan penduduk untuk memeluk agama dan beribadah menurut agama dan mewujudkan kepercayaan masing-masing. Dalam mewujudkan kebutuhan sehari-hari negara wajib melindungi fakir miskin sebagaimana disebut pada pasal 34 UUD 1945, fakir miskin dan anak terlantar dipelihara oleh negara. F. Integrasi Nasional Integrasi berasal dari bahasa Inggris “integration” berarti kesempurnaan atau keseluruhan. Definisi lain mengenai integrasi adalah suatu keadaan yang menunjukkan kelompok-kelompok etnik beradaptasi dan bersikap konformitas (menyesuaikan diri) terhadap kebudayaan mayoritas masyarakat, namun masih tetap mempertahankan kebudayaan mereka masing-masing. Pengertian lain dari integrasi terdiri dari dua pengertian : 45 Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi; Membina Karakter... 1. Pengendalian terhadap konflik dan penyimpangan sosial dalam suatu sistem sosial tertentu. 2. Membuat suatu keseluruhan dan menyatukan unsur-unsur tertentu. Integrasi adalah salah satu gejala sosial yaitu gejala berbentuk perbedaan di dalam struktur sosial bersama-sama melakukan peranan sesuai dengan fungsinya masing-masing, sehingga dalam kehidupan sosial terjadi keselarasan. Struktur sistem sosial senantiasa berupaya untuk melakukan integrasi. Hal demikian terjadi menurut kalangan penganut fungsionalisme karena dilandasi oleh : 1. Suatu masyarakat senantiasa terintegrasi di atas tumbuhnya konsensus (kesepakatan) di antara sebagian besar anggota masyarakat tentang nilai-nilai, norma-norma, dan pranatapranata kemasyarak atan yang bersifat fundamental (mendasar) 2. Masyarakat terintgerasi, karena berbagai anggota masyarakat sekaligus menjadi anggota dari berbagai kesatuan sosial (crosscutting affiliation). Setiap konflik yang terjadi di antara kesatuan sosial dengan kesatuan sosial lainnya, akan segera dinetralkan oleh adanya loyalitas ganda (cross-cutting loyalities) dari anggota masyarakat terhadap kesatuan sosial. Integrasi menitikberatkan perhatiannya pada proses (relationship), yakni pemerintahan secara kooperatif bertalian bersama, seiring dengan perkembangan homogenitas kebudayaan, kepekaan tingkah laku, kebutuhan sosial, ekonomi, dan saling membutuhkan yang dibarengi dengan pendekatan institusi supranasional yang multidimensi untuk memenuhi kebutuhan bersama. Karena itu integrasi adalah dibangunnya interdepensi yang lebih rapat antara anggota-anggota masyarakat. Integrasi juga mempersatukan masyarakat, yang cendrung membuatnya har monis, yang didasarkan pada tatanan yang mereka anggap harmonis. 46 Identitas Nasional Dalam menganalisa integrasi sebagai suatu proses ada dua tipe model analisis, yaitu model negara (state model) dan model komunitas (community). Model negara sangatlah spesifik, karena konsensus terhadap integrasi haruslah konstitusional. Sementara mode komunitas menitikberatkan pada proses yang terjadi dalam hubungan antara rakyat atau penduduk negara, namun dengan sedikit keterlibatan negara. Dalam menjelaskan proses perubahan menuju integrasi, terdapat tiga variabel independen yang dapat dibedakan menjadi tiga faktor eksponensial. Pertama, variabel keamanan-politik (politico-security variable), tingkat analisisnya ada pada negara, dan perhatiannya terhadap kekuasaan (power), kepekaan (responsiveness), dan kontrol elit politik dalam kebiasaan politik umum sebagai ancaman keamanan atas negara. Variabel ini dikemukakan oleh kalangan Pluralis dan Federalis. Sementara kaum Fungsionalis dan Neo-fungsionalis, yang menekankan pada pentingnya variabel sosial-ekonomi dan teknologi, secara tidak langsung membawa perubahan dan penyatuan politik. Adapun faktor ketiga, diusung oleh kaum Regionalis dalam analisanya, yaitu keberadaan kedua variabel tersebut dalam proses integrasi. Menurut Liddle (1970, Alfian, 1981) integrasi nasional di Indonesia mempunyai dua dimensi masalah. Pertama, dimensi horisontal, yaitu berupa masalah yang disebabkan oleh karena adanya perbedaan suku, ras, agama, aliran dan entah apa lagi. Dimensi ini sering pula disebut sebagai masalah yan disebabkan oleh pengaruh-pengaruh ikatan-ikatan “primordial” yang ada dan hidup di dalam sebuah masyarakat yang bisa membahayakan kelangsungan proses integrasi nasional, bilamana ia sampai menjelma menjadi perasaan loyalitas yang lebih tinggi terhadap kelompok-kelompok subnasional semacam itu daripada kepada kesatuan bangsa itu sendiri. Kedua, dimensi vertikal, berupa masalah yang ditimbulkan oleh muncul dan berkembangnya semacam jurang pemisah (gap) 47 Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi; Membina Karakter... antara golongan elit nasional yang sangat kecil jumlahnya dengan mayoritas terbesar rakyat biasa (massa). Keadaan seperti ini akan menimbulkan rasa keterpencilan atau keterasingan anggotaanggota masyarakat banyak dari kaum elit yang memimpin dan berkuasa. Akibatnya, partisipasi massa rakyat di dalam sistem politik akan menjadi sangat kecil, bahkan bisa jadi sistem politik menjadi tidak efektif. Fenomena makin meningkatkanya golongan putih dalam pemilihan umum paling menunjukkan indikasi tingkatan tertentu dari partisipasi rakyat Indonesia terhadap sistem politiknya. Alfian (1981) juga berasumsi bahwa peranan ideologi ditambah dengan idealisme amat penting dalam proses dan memelihara integrasi nasional. Peranan itu antara lain tergantung pada kualitas yang dipunyai oleh ideologi, dapat dilihat dan diukur melalui tiga dimensi. Pertama, dimensi realitas, yakni kemampuannya mencer minkan realita yang hidup dalam masyarakat. Kedua, dimensi idealisme, ideologi memiliki cita-cita, tujuan-tujuan atau idealis yang terkandung di dalamnya. Ketiga, dimensi fleksibilitas, kemampuan ideologi menyesuaikan diri melalui penafsiran-penafsiran baru terhadap perubahan-perubahan yang terjadi. Melalui ketiga dimensi, akan dapat diteliti, apakah ideologi itu mampu atau tidak memeliharan relevansinya, yaitu titik keseimbangan sebagai tempat bertemunya konsensus antara berbagai kelompom atau golongan kepentingan. Krisis ideologi akan terjadi, bila titik keseimbangan itu bergeser atau hilang sama sekali. Jika keadaan itu terjadi, maka diperkirakan bisa mengancam integrasi nasional. Untuk itu dibutuhkan pemeliharaaan relevansi ideologi dalam masyarakat dan negara Indonesia, dan hal demikian menuntut adanya suasana keterbukaan untuk mempelajari, meneliti, dan membicarakan ideologi secara jujur, kritis dan objektif, juga menghendaki kualitas kecerdasan serta intelektualitas masyarakat yang mendukung pada unsur-unsur kebenaran. 48 Identitas Nasional G. Kesadaran terhadap Identitas Nasional sebagai Pemersatu Bangsa Dalam era globalisasi pergaulan dan hubungan antar bangsa di dunia, bangsa Indonesia tidak dapat menghindarkan diri dari pengaruh globalisasi dunia. Proses globalisasi mengandung implikasi, bahwa suatu aktivitas yang sebelumnya terbatas jangkauan batas-batas teritorial negara secara nasional, dalam era globalisasi batas negara, bukan lagi merupakan batas pengaruh/ informasi manusia di dunia. Globalisasi yang dipelopori negaranegara maju dari negara-negara berideologi liberal kapitalis, merupakan bentuk keberhasilan pendukung ideologi liberal kapitalis, sehingga dalam globalisasi secara tidak langsung terjadi sosialisasi ide-ide dan konsep-konsep dari paham liberal, seperti demokrasi untuk diberlakukan dalam pergaulan perpolitikan dunia, pasar bebas untuk persaingan bebas dalam perdagangan dunia, hak asasi manusia, untuk pergaulan dan penghormatan terhadap harkat, derajat dan martabat manusia, dan gaya hidup sekuler, yang memisahkan perilaku di dunia dari landasan agama. Ide-ide dan konsep-konsep dari paham liberal kapitalis lazimnya dari Barat tidak selalu sesuai dengan nilai-nilai agama dan kebudayaan Indonesia. Bagi bangsa Indonesia globalisasi harus dipandang sebagai konsep dan hubungan internasional dalam hubungan berbangsa, perlu disadari dapat berpengaruh positif juga negatif terhadap perkembangan bangsa, persaingan ekonomi, memperkaya pengetahuan dan teknologi, bagi pembangunan bangsa. Pengaruh positif globalisasi adalah perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin transparan serta semangat bersaing dan bekerja keras yang berorientasi pada keunggulan kompetitif berbasis kualitas. Pada sisi lain kita juga harus menyadari, bahwa globalisasi dapat berdampak negatif bagi bangsa Indonesia. Dampak negatif globalisasi secara tidak langsung memberikan pembenaran terhadap perluasan ideologi liberal–kapitalis yang 49 Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi; Membina Karakter... sekuler, perilaku individu tanpa batas, gaya hidup bebas, semuanya dapat merupakan ancaman bagi eksistensi nilai-nilai dasar Pancasila sebagai Identitas Nasional Bangsa Indonesia. Pancasila sebagai Identitas Nasional, eksistensi dan berkelanjutannya sangat tergantung pada Bangsa Indonesia sendiri. Bangsa Indonesia sebenarnya pernah mengalami kegagalan dalam mewujudkan nilai perilaku Pancasila dalam kehidupan sehari-hari, karena konsep nilai yang baik tidak direalisasikan dalam perilaku kehidupan sehari-hari. Demokrasi Terpimpin, Demokrasi Pancasila dengan P4 yang ditetapkan oleh MPR yang dirumuskan sebagai pedoman tingkah laku bangsa Indonesia di era Orde Baru akhirnya dicabut oleh MPR era reformasi. Dari pengalaman tersebut bangsa Indonesia harus berjuang memberdayakan Pancasila dalam konteks kehidupan sebagai individu, masyarakat, dan bangsa Indonesia. Upaya pokok dan terus-menerus secara nasional telah dilakukan langkah-langkah sebagai berikut: 1. Memperkuat kesadaran terhadap ideologi Pancasila Memperkuat kesadaran terhadap ideologi Pancasila dapat dilakukan dengan mempelajari dan memahami eksistensi Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara bagi Bangsa Indonesia, guna menumbuhkan keyakinan bahwa Pancasila sebagai ideologi yang sesuai untuk bangsa Indonesia yang beragam dalam banyak hal, dan dengan keyakinan penuh nilai-nilai Pancasila dapat diwujudkan dalam berbagai bidang kehidupan bangsa, baik sebagai individu warga negara, ataupun pemimpin, pejabat negara sebagai pemimpin penyelenggaraan negara. Belajar dari ideologi liberal kapitalis yang dapat eksis dan mampu mendominasi pergaulan dunia saat ini, karena adanya konsistensi yang dianut secara teoritis, dikembangkan secara ilmiah berkelanjutan dan diaplikasikan dalam pergaulan hidup baik dalam kehidupan pribadi maupun sebagai warga negara. 50 Identitas Nasional 2. Memperkuat Persatuan dan Kesatuan (Nasionalisme) versus Divide et Impera Era globalisasi yang didominasi kelompok negara dengan ideologi liberal kapitalis secara tidak langsung merupakan penyebaran paham liberal-kapitalis. Memang tidak mungkin menolak globalisasi dalam pergaulan dunia, sebaliknya kita tidak mau paham liberal-kapitalis memecah-belah, menghancurkan dan menguasai sendi-sendi bangsa Indonesia. Pancasila bagi bangsa Indonesia merupakan arahan untuk direalisasikan pada berbagai bidang politik, ekonomi, sosial-budaya, pertahanankemanan, dalam kehidupan kebangsaan Indonesia yang dapat diandalkan. Menjadi kewajiban kita semua untuk mengaktualisasikan Pancasila dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam pergaulan hidup maupun dalam hasil belajar dan rekayasa ilmu pengetahuan dan teknologi. Liberalis kapitalis mampu mempengaruhi yang lain karena pendukungnya mampu tampil unggul dalam penguasaan ilmu dan teknologi. Dapatkah bangsa Indonesia dengan ideologi Pancasila mampu merebut keunggulan bangsa lain, sehingga konsep-konsep bangsa Indonesia banyak diikuti bangsa-bangsa lain, semua merupakan tantangan bagi generasi muda bangsa Indonesia yang ingin maju. 3. Meningkatkan Daya Saing Globalisasi adalah era persaingan, maka bangsa yang tidak mampu mengembangkan kreativitasnya dan tidak memiliki keunggulan komparatif bahkan seharusnya keunggulan kompetitif dalam berbagai bidang kehidupan akan mudah dipengaruhi/dikuasai oleh orang lain. Penguasaan era globalisasi sekarang tidak harus menguasai secara fisik era penjajahan abad 19 atau abad 20, penguasaan terhadap bangsa lain dapat terjadi pada penguasaan ekonomi, teknologi, sumber informasi, ideologi ataupun penguasaan dalam kebijakan negara karena di bawah kendali negara lain yang adi daya. 51 Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi; Membina Karakter... Bangsa Indonesia harus mampu bersaing dengan bangsa lain, dalam berbagai bidang kehidupan berbangsa dan bernegara, sehingga kehidupan negara kita tidak tergantung pada negara lain. Untuk itu keunggulan bangsa Indonesia dalam pergaulan dunia harus dipertahankan, sedang dalam meningkatkan daya saing ke depan bangsa Indonesia harus mampu mendidik generasi muda untuk berprestasi pada tingkat internasional. Dengan kemampuan daya saing yang tinggi maka bangsa Indonesia tidak akan dikendalikan oleh negara lain yang lebih kompetitif, tetapi sebaiknya kita akan mampu memberikan pengaruh kepada bangsa lain bila hasil pemikiran bangsa Indonesia mampu memberikan kemajuan peradaban manusia secara nyata. 4. Memperkuat Semangat Kebangsaan Semangat kebangsaan yang ada dan tumbuh sejalan dengan sejarah pergerakkan dan perjuangan bangsa harus tetap ditumbuhkembangkan dalam mengisi kemerdekaan dan persaingan global. Kita harus bangga, bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang besar dengan perjalanan sejarah panjang, mengalami pasang surut dari bangsa merdeka, terjajah, dan dengan perjuangan para pejuang melawan penjajah, sekarang telah mendapatkan kembali kemerdekaannya. Proklamasi berhasil dipertahankan karena semangat kebangsaan dan nasionalis yang tinggi sebagai gambaran eksistensi bagi bangsa Indonesia yang mampu bertahan dan bersaing terhadap kekuatan luar yang menghendaki ketiadaan negara Indonesia Proklamasi. Semangat ini harus terus kita kembangkan, khususnya pada generasi muda bahwa kita harus bangga sebagai bangsa Indonesia yang memiliki sejarah besar, para pahlawan yang gigih telah berhasil mewujudkan dan mempertahankan kemerdekaan, dengan pemilikan kekayaan alam yang luar biasa, serta mampu mewujudkan ideologi sendiri 52 Identitas Nasional yang digali dari nilai-nilai luhur bangsa sendiri. Dengan kondisi tersebut, bangsa Indonesia harus mampu menumbuhkan semangat kebangsaan dan persaingan yang unggul dalam era globalisasi. 53 Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi; Membina Karakter... 54 BAB III NEGARA DAN KONSTITUSI A. Eksistensi Negara 1. Pengertian Negara Pengertian tentang negara telah banyak didefinisikan oleh para ahli termasuk para filsuf Yunani Kuno, para ahli abad pertengahan sampai abad modern. Beberapa pendapat tersebut antara lain : a. Menurut Aristoteles (Schmandt, 2002), negara adalah komunitas keluarga dan kumpulan keluarga yang sejahtera demi kehidupan yang sempurna dan berkecukupan. Kehidupan berkecukupan bagi manusia merupakan titik tolak Aristoteles, bahwa negara ada, karena manusia sebagai individu tidak bisa mencukupi kebutuhan dirinya. Untuk menyediakan keperluan yang elementer guna menjaga pertumbuhan kemanusiaannya, individu pertama kali memerlukan keluarga. Pendapat ini sejalan dengan Plato sebagai guru Aristoteles. Namun keluarga saja tentu tidak akan bisa memenuhi keperluan kecukupan diri yang kompleks. Manusia memerlukan kebersamaan sosial politik dalam bentuk negara, dengan semua yang diimplikasikan untuk memperoleh keuntungan, kesempatan pendidikan, pertumbuhan keilmuan, moral dan pengetahuan yang luas. Negara terbentuk dari kelompok-kelompok keluarga, yang 55 Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi; Membina Karakter... bersama-sama membentuk komunitas desa, yang saling membantu dan melindungi. Dengan penyatuan sumber sejumlah desa, masyarakat membentuk satu kesatuan kota negara. Kesatuan dimaksud adalah kesatuan negara pada suatu komunitas pikiran, kehendak, dan tujuan dari anggotaanggota individu yang diupayakan oleh usaha bersama di antara mereka. Negara yang besar harus peduli dengan karakteristik bangsanya, harus mendidik dan membiasakan dalam kebajikan, memberikan kesempatan pengembangan ekonomi, moral intelektual bangsanya, guna kehidupan yang lebih baik. b. Jean Bodin (Schmandt, 2002) mengemukakan negara adalah pemerintahan yang tertata dengan keluarga serta kepentingan bersama mereka oleh kekuasaan berdaulat. Esensi dari negara mencakup tatanan yang benar, keluarga, kekuasaan yan berdaulat, dan tujuan bersama. Pemerintah yang dibangun dalam negara yang benar adalah sejalan dengan hukum alam, adalah sifat sejati masyarakat negara yang membedakan dengan gerombolan perampok atau pencuri. Proses kehidupan terbentuknya negara mengikuti pola Aristoteles bahwa negara merupakan unit pokok negara, bukan pada individu. Bodin mengadopsi pendapat Hobbes bahwa kepala keluarga adalah pemimpin dalam rumah tangga yang mempunyai kekuasaan hidup dan matinya istri serta anak-anaknya. Dasar alamiah Hobbes adalah dalam antar keluarga terdapat kekuatan, kekerasan, ambisi, kebencian, dan nafsu balas dendam menjadikan manusia bermusuhan dengan manusia lainnya. Keadaan ini mendorong keluarga-keluarga bersatu demi pertahanan dan keuntungan bersama serta mengakui kekuasaan politik yang berdaulat. Kedaulatan adalah elemen yang membedakan organisasi negara dengan organisasi sosial lainnya. 56 Negara Dan Konstitusi c. Roger Soltau, (Budardjo, 2007; Agustino, 2007; Kaelan dan Achmad Zubaidi, 2007) menyatakan bahwa negara adalah alat atau wewenang yang mengatur atau mengendalikan persoalan bersama atas nama masyarakat. d. Harold J. Laski (Budiardjo, 2007; Kaelan dan Achmad Zubaidi, 2007) mendefinisikan negara sebagai suatu masyarakat yang diintegrasikan, karena mempunyai kewenangan yang bersifat memaksa dan yang secara sah lebih agung daripada individu atau kelompok yang merupakan bagian dari masyarakat itu. Masyarakat sendiri adalah suatu kelompok manusia yang hidup dan bekerja sama untuk mencapai keinginan-keinginan bersama. Masyarakat merupakan negara, kalau cara yang harus ditaati baik oleh individu atau asosiasi-asosiasi ditentukan oleh suatu wewenang yang bersifat memaksa dan mengikat. e. Robert M. Mac Iver (Soehino, 1998; Agustino, 2007) berpendapat bahwa negara adalah asosiasi yang menyelenggarakan penertiban dalam suatu masyarakat pada suatu wilayah berdasarkan sistem hukum yang diselenggarakan oleh suatu pemerintah yang untuk maksud itu diberi kekuasaan memaksa. Apa yang disampaikan oleh Mac Iver memiliki kesamaan esensial dengan Roger Soltau. Negara sebagai kesatuan masyarakat, bertujuan mengatur untuk mencapa tujuan, serta adanya kewenangan untuk memaksa didasarkan pada kekuasaan atau hukum yang berlaku. f. Miriam Budiardjo (2007) menentukan bahwa negara adalah suatu daerah territorial yang rakyatnya diperintah oleh sejumlah pejabat dan berhasil menuntut dari warga negaranya ketaatan kepada peraturan perundangundangan melalui penguasaan, monopoli dari kekuasaan yang sah. Dalam menjelaskan tentang negara, Budiardjo 57 Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi; Membina Karakter... juga menganalisis tentang unsur dan fungsi negara. Beberapa unsur negara tersebut adalah : 1) Negara harus memiliki unsur wilayah. Setiap negara menduduki wilayah tertentu di muka bumi dan memiliki batas tertentu. Kekuasaan negara mencakup seluruh wilayah mulai dari darat, laut, dan udara di atasnya. 2) Suatu negara harus memiliki unsur penduduk. Karena itu, kekuasaan negara juga harus menjangkau semua penduduk yang ada di wilayahnya. 3) Pemerintah. Setiap negara mempunyai suatu organisasi yang berwenang untuk merumuskan dan mengimplementasikan keputusan yang mengikat bagi seluruh warga di dalam wilayahnya. 4) Kedaulatan. Kedaulatan adalah kekuasaan tertinggi untuk membuat undang-undang dan melaksanakannya dengan semua cara (termasuk paksaan) yang tersedia. Negara mempunyai kekuasaan tertinggi untuk memaksa semua penduduknya agar mentaati undangundang serta peraturan lainnya. Negara juga mempunyai kekuasaan mempertahankan intervensi atau serangan dari luar dalam usaha mempertahankan kedaulatannya. Kedaulatan yang ada pada negara memiliki sifat memaksa dan monopoli. a) Sifat memaksa, artinya negara mempunyai kekuasaan untuk menggunakan kekerasan secara legal, seperti pengerahan polisi dan tentara. Misalnya memaksa membayar pajak atau memksa kepada pelaku kejahatan. b) Sifat monopoli, seperti dalam menetapkan tujuan bersama masyarakat. Misalnya melarang aliran kepercayaan atau aliran politik tertentu dilarang berkembang di wilayah negara. 58 Negara Dan Konstitusi c) Sifat mencakup semua. Semua peraturan perundang-undangan berlaku untuk semua orang tanpa terkecuali. 2. Teori Terjadinya Negara a. Teori Teokrasi Menurut teori teokrasi, negara ada, karena kehendak Tuhan. Negara di muka bumi tidak akan ada, bila Tuhan tidak menghendaki. Paham ini muncul bahwa dari keyakinan keagamaan, bahwa Tuhanlah Maha Pencipta apa yang ada di langit dan di bumi, dan Tuhanlah yang mempunyai kekuasaan terting gi, tiada kekuasaan manapun di dunia ini yang tidak berasal dari Tuhan, tanpa terkecuali kekuasaan dari negara. Berdasarkan pemikiran tersebut, maka raja-raja sejak zaman kuno sampai abad pertengahan, dipandang sebagai wakil Tuhan di dunia, karena para raja tersebut memegang kekuasaan tertinggi di dunia. Penganut teori ini seperti Thomas Aquinas, Agustinus, FJ. Stahl, maupun Hegel. b. Teori Organik Teori organik diperkenalkan oleh Plato (Schmandt, 2002), Plato menegaskan bahwa negara organik bukanlah rakyat semata yang menjadi bahan politik, meski ia jelas dari para individu. Negara juga bukan orang tinggal di wilayah geografis saja, meski wilayah salah satu unsur negara. Dalam negara harus ada ikatan yang menyatukan manusia secara bersama dalam asosiasi politik. Ikatan yang menyatukan tersebut adalah keadilan. Negara muncul karena kebutuhan manusia, karena manusia tidak mampu mencukupi kebutuhan sendiri, dan kebutuhan manusia juga sangat banyak dan beragam. Pendapat Plato inilah yang juga diadopsi oleh Aristoteles. Banyak orang dibutuhkan untuk memenuhi keinginan tersebut, ada yang 59 Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi; Membina Karakter... bertugas sebagai penolong atas yang lain, dan ketika mitra dan penolong berkumpul dalam suatu wilayah maka kumpulan orang-orang itulah negara. Maka dalam wilayah negara banyak di antaranya sebagai petani, pedagang, serta profesi lain, dan ada yang menekuni pengembangan intelektual. Dalam pengkhususan hal-hal tersebut setiap orang memiliki kecocokan, kemajuan optimal bisa dicapai masing-masing dan akan menjadi banyak dan lebih baik. Sistem yang didasarkan pada keahlian alamiah ini akan menciptakan pola yang seimbang untuk memenuhi kebutuhan intelektual dan kebutuhan fisik dari orang-orang yang berbeda-beda. Negara sebagai entitas yang terdiri dari bagian-bagian yang berbeda, saling melengkapi dan saling bergantung dan bertindak bersamasama dengan tujuan bersama. c. Teori Perjanjian Teori perjanjian masyarakat memandang terjadinya suatu negara, karena adanya perjanjian masyarakat. Rousseau (2007), “Bahwa manusia yang hidup dalam kelompok asosiasi (masyarakat), orang bisa menyatukan dirinya dengan anggota yang lain, tetapi tetap patuh pada dirinya sendiri, dan tetap menjadi seorang pribadi yang bebas, seperti sebelum dia bergabung dalam asosiasi tersebut. Pada akhirmya setiap orang yang menyerahkan diri kepada seluruh komunitas, berarti tidak menyerahkan diri kepada siapa pun. Semua warga masyarakat mengikat dirinya pada suatu perjanjian bersama untuk mendirikan negara. Warga kemudian menyerahkan kedaulatan dirinya kepada negara yang baru terbentuk, agar negara tersebut berdaulat dan dapat melindungi dan menjamin kehidupan mereka. Teori perjanjian ini juga sering mendapat sebutan sebagai teori “Kontrak Sosial”. Penganut teori ini adalah Hobbes, John Locke, Montesquieu, dan Rousseau. Meski 60 Negara Dan Konstitusi pendukung teori ini berawal pada asumsi sama, tetapi berbeda perwujudannya dalam negara negara. Hobbes dalam praktiknya memunculkan dan mendukung praktik kepemimpinan negara diktator, John Locke dan Montesquieu memunculkan negara yang konstitusional, sedang Rousseau mendorong terwujudnya negara yang menekankan pada berkedaulatan rakyat, yakni rakyat sebagai pemegang kekuasaan tertinggi negara. d. Teori Kekuasaan Menurut teori kekuasaan, siapa yang berkemampuan untuk memiliki kekuasaan atau berhasil mencapai kekuasaan, selayaknya memegang pucuk pemerintahan. Kekuasaan itu sebagai bentuk upaya dan ciptaan mereka yang paling kuat dan berkuasa. Kekuatan dapat berupa kekuatan fisik, ekonomi, politik, sosial, atau gabungan dari berbagai bentuk keuasaan tersebut. Sebagaimana teori evolusi Darwin, setiap kehidupan semesta termasuk manusia diliputi oleh serba perjuangan untuk mempertahankan hidupnya. Siapa yang kuat akan menguasai yang lemah, maka semuanya berusaha untuk menjadi kuat dan unggul dalam perjuangan. Setiap perjuangan senantiasa berusaha menambah kekuatan dan kemampuan untuk berkuasa. Teori kekuasaan dan dimodernisasi oleh Engel dan Marx, dikembangkan di Rusia oleh Lenin dan Stalin. e. Teori Kedaulatan Teori kedaulatan memandang keberadaan negara, karena adanya kekuasaan tertinggi yang mampu mengatur kehidupan bersama dalam masyarakat (negara). Jean Bodin adalah orang yang pertama-tama menggunakan istilah kedaulatan kedalam ajaran politik kenegaraan. 61 Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi; Membina Karakter... Kekuasaan disebut sebagai kedaulatan jika kekuasaan itu mencakup empat syarat, yaitu: 1) Adanya kekuasaan yang tidak dapat disanggah 2) Adanya kekuasaan yang mutlak 3) Kekuasaan tersebut tidak diawasi 4) Adanya kekuasaan tertinggi Teori kedaulatan berkembang sejalan dengan perkembangan teori terjadinya negara, sehing ga melahirkan teori-teori kedaulatan, seperti: 1) Teori Kedaulatan Tuhan Sebagaimana telah disebut pada teoi teokrasi, bahwa segala sesuatu di alam semesta ini karena kekuasaan Tuhan. Kekuasaan tertinggi dari negara adalah kekuasaan yang diberikan oleh Tuhan, yang juga disebut Kedaulatan Tuhan. Pendukung teori ini adalah penganut teori teokrasi terhadap terjadinya negara. Menurut Agustinus (Schmandt, 2002; Ramdlon Naning, 1983) pemegang kedaulatan di dunia adalah Paus sebagai pemimpin gereja, sementara menurut Aquinas, kekuasaan raja dan Paus sama saja, hanya tugasnya yang berbeda, Raja memegang kedaulatan dalam masalah keduniawian, sedang Paus pada masalah kerokhanian atau agama. Raja merupakan wakil Tuhan di dunia. Dampak teori ini adalah menjadikan kekuasaan raja yang absolut. 2) Teori Kedaulatan Rakyat Teori kedaulatan rakyat yang dipelopori oleh Rousseau merupakan akibat dari kedaulatan teokrasi yang melahirkan pemeritah absolut. Dalam teori kedaulatan rakyat, raja sebenarnya melaksanakan 62 Negara Dan Konstitusi aspirasi rakyat, bukan wakil Tuhan didunia. Tuhan memberikan harkat dan martabat yang sama kepada manusia, sehing ga kedaulatan negara adalah kedaulatan dari seluruh rakyat. Pemimpin negara apapun bentuknya adalah pemegang amanah dari rakyat dan wajib melaksanakan kepentingan rakyat. Menurut Rousseau (2007) kedaulatan dari rakyat bukan tanpa perjanjian, pemimpin har us melaksanakan apa yang diamanahkan rakyat, bila pemimpin menyimpang dari amanah atau perjanjian yang telah disepakati bersama, rakyat setiap saat bisa mencabut penyerahan kedaulatan tersebut. Kuatnya pengaruh teori kedaulatan rakyat ini dalam kehidupan negara modern, membuat hampir mayoritas negara di dunia mengakui kedaulatan rakyat dalam kehidupan negaranya, meskipun dengan pola pemerintahan dan kenegaraan yang dianutnya tidak sama (bervariasi). 3) Teori Kedaulatan Negara Dalam praktik kehidupan bernegara, bahwa warga negara harus taat pada perundang-undangan negara. Peraturan negara sendiri bukan dibuat oleh rakyat, tetapi dibuat oleh negara. Pemikiran inilah yang akhirnya melahirkan teori tentang kedaulatan negara. Menurut teori ini, yang berdaulat dalam negara bukan rakyat, melainkan negara itu sendiri, sehingga dalam berbagai hal sering terjadi, bahwa kepentingan individu selalu dikalahkan oleh kepentingan negara. Adanya hukum negara memang dikehendaki oleh pemerintah atau negara. Dalam teori kedaulatan negara, kedaulatan ini timbul sebab adanya negara, karenanya pada negara melekat unsur-unsur wilayah, rakyat dan pemerintah. Kedaulatan tidak dapat dipisahkan dari keseluruhan eksistensi negara. 63 Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi; Membina Karakter... Menurut Jean Bodin (Ramdlon Naning, 1983; Soehino, 1998), negara adalah pemegang kedaulatan, menciptakan hukum untuk ditaati oleh warga negaranya, sedang Jellinek mengemukakan bahwa negara merupakan badan hukum tertinggi memperoleh kekuasaan asli dan tidak terbatas untuk memerintah. Kekuasaan asli bersumber pada negara, karena tidak didapat dari sumber lain. Negara berfungsi sebagai badan hukum sekaligus sebagai sumber hukum. Pendapat teori kedaulatan negara mendapat reaksi dari Krabbe dan Kranenburg (1959), bahwa hukum bukan kehendak negara, tetapi hukum adalah kehendak rakyat dan baru berlaku setelah disahkan negara. Kenyataan yang terjadi justru negara itu sendiri yang tunduk pada hukum. Ini berarti negara tunduk pada hukum atas kemauan sendiri. 4) Teori Kedaulatan Hukum Teori ini menegaskan bahwa, hukum timbul bukan kehendak negara, tetapi hukum tercipta oleh rasa keadilan yang hidup dari sanubari rakyat. Rasa keadilan tersebut adalah adanya kesamaan unsurunsur, meskipun bukan dalam segala hal. Kesamaan inilah yang menimbulkan keseimbangan, pada setiap orang yang bersikap sama terhadap keuntungan dan kerugian, keadilan dan ketidakadilan, kecuali bila terdapat syarat-syarat khusus terhadap penerimaan keuntungan dan kerugian atau perlakuan terhadap keadilan. Baik pemerintah maupun rakyat memperoleh kekuasaan dari hukum, wajib tunduk pada ketentuan hukum itu sendiri. 64 Negara Dan Konstitusi 3. Bentuk Negara Bentuk negara yang ada sebagaimana dikemukakan Kranenburg (1959), Ramdlon Naning (1983) dapat dibedakan menjadi negara kesatuan (unitaris) dan negara serikat (federasi). a. Negara Kesatuan Negara kesatuan adalah negara yang tersusun tunggal, negara yang hanya terdiri satu negara saja, tidak terdapat dalam suatu negara. Sebagai bentuk tunggal dan mandiri, maka dalam negara hanya terdapat satu pemerintahan, satu kepala negara, satu lembaga legislatif dalam suatu pemerintahan negara. Untuk menjalankan pemerintahan negara, wilayah negara kesatuan di bagi dalam tingkatan pemerintahan daerah sesuai dengan undang-undang yang berlaku bagi negara itu sendiri. Indonesia misalnya pernah menggunakan beberapa istilah dengan daerah tingkat satu, sekarang langsung disebut dengan nama Provinsi, dan untuk daerah yang pernah disebut sebagai daerah tingkat dua, sekarang dikenal dengan Kabupaten dan Kota. Dalam pelaksanaan pemerintahan di daerah negara kesatuan dapat dilakukan dengan dua alternatif sistem, yaitu: 1) Sistem desentralisasi, yakni daerah-daerah diberikan keleluasaan dan kekuasaan untuk mengurus rumah tangganya sendiri (otonomi), 2) Sistem sentralisasi, segala sesuatu urusan dalam negara tersebut langsung diatur dan diurus oleh pemerintah pusat, termasuk segala hal yang menyangkut pemerintahan dan kekuasaan di daerah. b. Negara Serikat Negara serikat adalah negara yang merupakan gabungan dari beberapa, yang kemudian menjadi negara65 Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi; Membina Karakter... negara bagian dari pada negara serikat tersebut. Negara ini berdiri sendiri dengan masing-masing perlengkapannya, dengan kepala negara sendiri, pemerintahan sendiri, serta lembaga legislatifnya sendiri. Negara-negara bagian pada mulanya adalah negara merdeka yang berdaulat, dan menggabungkan diri pada suatu negara serikat. Kekuasaan yang diserahkan atau ditangani negara bagian kepada negara serikat adalah hal-hal yang berkenaan dengan hubungan luar negeri, keuangan, serta pertahanan negara. Kekuasaan negara federal yang merupakan limpahan dari negara bagian yang merupakan pengembangan dari ke tiga hal tersebut adalah: 1) Hal-hal yang menyangkut kedudukan negara sebagai subjek hukum internasional, serta hubungan luar negeri dengan negara lain, 2) Hal-hal yang menyangkut keamanan negara, seperti pertahanan dan keamanan, masalah perang dan damai, 3) Hal-hal mengenai konstitusi dan pemerintahan federal, dan mengenai asas pokok hukum, serta organisasi peradilan, 4) Hal-hal yang menyangkut mata uang dan keuangan pembiayaan pemerintah federasi, seperti pajak, bea cukai, ataupun monopoli negara, 5) Hala-hal mengenai kepentingan bersama antara negara-negara bagian, seperti pos, telekomunikasi, statistik, industri, perdagangan, penyelidikan ilmu pengetahuan dan lain, akan ditentukan bersama antara pemerintah negara bagian dan federal. 66 Negara Dan Konstitusi 4. Tujuan Negara Negara sebagai organisasi kekuasaan dari persekutuan masyarakat merupakan sarana untuk mencapai tujuan bersama. Orientasi dan motivasi masyarakat bernegara dapat dilihat dari tujuan mendirikan negara. Dengan mengetahui tujuan suatu negara kita dapat mengetahui susunan dan tatanan organisasi negara, atau sebaliknya. Tentang tujuan yang dicita-citakan suatu bangsa yang bernegara terdapat beberapa teori tentang tujuan negara, seperti: a. Teori Kekuasaan Menurut penganut teori ini, negara harus mampu memiliki kekuasaan dan kekuatan yang mampu mengatasi segala kekuasaan dan kekuatan dari elemen yang ada didalamnya, karena itu pemerintahan negara harus dipimpin orang yang kuat yang mampu mengatasi segala ancaman dan gangguan yang mungkin timbul. Shang Yang termasuk pendukung teori kekuasaan. Berawal dari kekacauan negaranya, Shang Yang (Soehino, 1998) menekankan perlunya negara yang kuat melebihi kekuatan rakyatnya, bila tidak maka negara akan kacau. Shang Yang smapai pada pemikiran ekstrim, untuk menghadapkan negara dengan rakyat. Untuk mewujudkan atau menmpatkan negara yang kuat rakyat harus lemah, karena bila rakyat kuat, maka negara yang akan lemah. Teori kekuasaan ini juga dikembangkan Machiavelli, Hittler, serta Musolini. b. Teori Keamanan dan Ketertiban Dante mencita-citakan adanya kerajaan dunia, menekankan perlunya keamanan dan ketertiban. Negara dengan kekuasaan bukan tujuan, tetapi sarana untuk mewujudkan perdamaian dan keamanan. Untuk menjamin perdamaian dan keamanan seluruh manusia, negara harus terhindar dari perang antar negara, maka 67 Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi; Membina Karakter... Dante mencita-citakan kerajaan dunia. Kekuasaan hendaknya diberikan kepada satu orang raja atau monarch. Teori ini diikuti oleh Hobbes, bahwa pemimpin negara bertindak memelihara keamanan dan perdamaian setelah mendapatkan mandat dari rakyatnya. Dengan kekuasaan mutlak yang dimiliki pemimpin, maka pemimpin akan mampu menciptakan keamanan dan ketertiban lepas dari pengaruh kelompok tertentu dalam kehidupan kenegaraan. c. Teori Kemerdekaan Emanuel Kant menyatakan kemerdekaan adalah sebenarnya menjadi tujuan negara. Terciptanya negara untuk melaksanakan hukum, sedang fungsi hukum menjamin kemerdekaan manusia. Hukum dan kemerdekaan tidak dapat dipisahkan. Kebebasan dan kemerdekaan tanpa hukum akan menimbulkan kekacauan. Oleh karena itu kemerdekaan warga akan dapat ditegakkan, bila negara mampu menegakkan hukum-hukum negara. Dengan kemampuan negara menegakkan hukum, maka perorangan atau kelompok tidak dapat berbuat semena-mena terhadap orang atau kelompok lain. Banyaknya pelanggaran kemerdekaan oleh seseorang atau kelompok orang merupakan salah satu indikator suatu negara yang tidak mampu menjamin kemerdekaan warganya. d. Teori Kesejahteraan Negara ada, tidak lain untuk mewujudkan kesejahteraan warganegaranya. Plato termasuk salah satu penganut teori ini. Menurut teori ini, tujuan negara bukanlah untuk kebaikan individu atau kelas tertentu melainkan untuk kebaikan atau kesejahteraan umum, yakni kebahagiaan buat semua. Negara sebagai alat, 68 Negara Dan Konstitusi bukan tujuan akhir manusia dalam bernegara. Tujuan negara sebenarnya adalah menjamin tercapainya kehidupan warga yang sejahtera. Dari teori kesejahteraan ini dalam perkembangannya dalam konsep atau aliran-aliran, yaitu: 1) Liberalis-Kapitalis, kesejahteraan warga akan terwujud dengan jaminan kebebasan dan kemerdekaan individu untuk berusaha. Negara tidak terlibat langsung dalam kegiatan usaha atau persaingan individu, tetapi sekedar menjamin perlindungan usaha, atau sekedar penjaga malam hari dari gangguan keamanan usaha. 2) Solidaritas Sosialis, mencitakan tujuan negara adalah menciptakan kebahagiaan bagi setiap warganegara. Sebagai reaksi liberal-kapitalis yang didasarkan pada kebebasan individu dan persaingan bebas, sosialis merekomendasikan bahwa kesejahteraan warga hanya dapat dicapai dengan campur tangan negara, melalui sistem usaha bersama, dan untuk kebersamaan. Negara harus mengatur dengan pemilikan alat-alat produksi agar pendistribusian produksi dapat merata dalam pengawasan kolektif kekeluargaan besar negara. 3) Kesejahteraan Pancasila adalah kesejahteraan yang didasarkan pada nilai ketuhanan, kemanusiaan, keadilan, dengan mengutamakan sistem ekonomi koperasi. Dalam praktik perwujudan ini samapai sekarang belum terwujud secara baik, karena sistem perekonomian koperasi belum mapu bersaing dengan perusahaan negara atau perusahaan swasta, serta maraknya KKN yang berorientasi pada kepentingan individu atau kelompok tertentu, dan kurang memikirkan pembangunan bangsa secara menyeluruh. 69 Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi; Membina Karakter... B. Negara Indonesia Berdasarkan berbagai teori terjadinya negara, kedaulatan negara, serta bentuk dan tujuan negara, maka Negara Indonesia yang diproklamasikan tanggal 17 Agustus 1945, dapat dijelaskan secara teoritis sebagai berikut: 1. Lahirnya Negara Indonesia Indonesia merdeka tanggal 17 Agustus 1945. Belanda dan sekutunya tidak mau mengakui kemerdekaan Indonesia, karena dianggap negara Indonesia adalah bentukan Jepang, sebab Jepang sudah tidak punya kekuasaan di Indonesia. Untuk mengetahui berdirinya Negara Indonesia dari tuduhan Belanda yang tidak benar itu, kita dapat mempelajari dan menelaah dokumen kenegaraan Indonesia, di antaranya adalah Pembukaan UUD 1945 terutama pada alinea satu sampai tiga yang dapat dijelaskan sebagai berikut: Dengan memperhatikan PembukaanUUD 1945 alinea satu sampai tiga dapat dijelaskan bahwa keberadaan negara Indonesia merdeka adalah hasil perjuangan bangsa Indonesia yang sadar dan bangkit melawan penjajah. Perjuangan bangsa Indonesia didasari pada hak sebagai bangsa untuk merdeka, sejajar dengan bangsa lain. Penjajahan adalah bentuk penindasan yang tidak sesuai dengan harkat dan martabat manusia sebagai makhluk Tuhan yang Maha Kuasa. Kemerdekaan Indonesia adalah hasil perjuangan bangsa yang mendapatkan rahmat dari Allah Yang Maha Kuasa. Kita bangsa Indonesia mengakui kuasa Tuhan akan takdir kemerdekaan bangsa Indonesia, sebagai kulminasi perjuangan bangsa Indonesia. 2. Kedaulatan Indonesia Pernyataan bangsa Indonesia terkait dengan kedaulatan Indonesia dapat diketahui dalam pembukaan UUD 1945 pada alinea ke empat, pada bagian kalimat “…maka disusunlah Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia yang berdaulatan rakyat, 70 Negara Dan Konstitusi dengan berdasarkan…”. Ketentuan lain dapat dijumpai pasal 1 ayat (1) UUD 1945 Amandemen, Kedaulatan ada di tangan rakyat dan dilakukan menurut Undang-Undang Dasar. Pasal ini dengan tegas menyebut, bahawa Kedaulatan negara bersumber pada rakyat, dan rakyat sebagai pemegang kekuasaan tertinggi, yang pelaksanaannya dilakukan berdasar UndangUndang Dasar. Dari ketentuan UUD rakyat memilih wakil-wakil di lembaga DPR dan MPR, serta memilih langsung Presiden. MPR yang terdiri dari anggota DPR dan DPD memiliki kekuasaan merubah UUD, melantik Presiden dan Wakil Presiden, serta melakukan impeachment terhadap Presiden, jika Presiden melanggar Konstitusi. Dengan memperhatikan pasal tersebut maka, bangsa Indonesia menyatakan dirinya secara langsung dalam UUD 1945 bahwa Indonesia menganut teori kedaulatan rakyat, yang pelaksanaannya kembali diatur dala Undang-Undang Dasar 1945 Amandemen. Di samping pengakuan kedaulatan rakyat, bangsa Indonesia juga terpengaruh pada teori kedaulatan hukum, yakni dalam tujuh pokok pikiran yang terkandung dalam UUD 1945, sebagaimana pernah dimuat dalam pasal 1 ayat (3) UUD 1945 Amandemen, menyatakan Indonesia adalah negara hukum. 3. Tujuan Negara Indonesia Tujuan bernegara bangsa Indonesia yang harus diwujudkan oleh pemerintah Indonesia sebagaiman tercantum dalam pembukaan UUD 1945 adalah: a) Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, b) Memajukan kesejahteraan umum, c) Mencerdaskan kehidupan bangsa, d) Ikut melaksanakan ketertiban dunia, berdasarkan perdamaian abadi dan keadilan sosial. 71 Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi; Membina Karakter... Bila dikaji secara parsial tujuan negara Indonesia nampaknya dipengaruhi oleh teori tujuan negara untuk mewujudkan suatu ketertiban, sebagaimana dirumuskan Dante, juga secara formal telah menetapkan kesejahteraan warga, berarti terpengaruh atau dapat digolongkan masuk pada tujuan negara ke arah kesejahteraan serta mencerdaskan kehidupan bangsa sebagaimana bentuk warga ideal seperti yang dikemukakan Plato dan Aristoteles. Bila dilihat secara umum, bahwa tujuan bangsa Indonesia adalah mewujudkan masyarakat adil makmur berdasarkan Pancasila, lebih menekankan pada terwujudnya kesejahteraan bangsa Indonesia yang mampu bertindak atas dasar nilai-nilai yang terkandung pada Pancasila, baik perannya sebagai individu maupun dalam kehidupan sosial bangsa Indonesia. 4. Bentuk Negara Indonesia Dilihat dari bentuk negara, Indonesia termasuk pada negara keasatuan dengan bentuk pemerintahan republik. Bentuk kesatuan tercantum pada pasal UUD 1945, dengan sistem desentralisasi yaitu daerah-daerah dalam wilayah negara diberikan hak otonomi, dengan titik berat otonomi pada daerah kabupaten dan kota. Pembagian wilayah negara seperti tercantum dalam pasal 18 UUD 1945, yang menyatakan bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi, kabupaten, dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah, yang diatur dengan undang-undang. Sementara istilah republik sebagai kelanjutan dari negara kesatuan yang berbentuk republik menuju pada sistem pemerintahan negara yang dipimpin oleh Presiden. 72 Negara Dan Konstitusi C. Konstitusi 1. Istilah dan Pengertian Konstitusi (Undang-Undang Dasar) Istilah konstitusi berasal dari bahasa Perancis “Constituere” yang berarti menetapkan atau membentuk. Pemakaian istilah konstitusi dimaksudkan sebagai pembentukan atau penyusunan suatu negara. Dalam ketatanegaraan, istilah konstitusi di berbagai negara dipergunakan beragam. Di Belanda menggunakan kata “constitutie” di samping kata “grond wet”. Inggris dan Amerika Serikat menggunakan kata “constitution”. Dalam istilah sehari-hari Konstitusi sering disamakan dengan Undang-Undang Dasar (UUD). UUD sendiri adalah terjemahan dari kata “grond wet” yang berasal dari bahasa Belanda, yakni grond artinya dasar, sementara kata wet berarti undang-undang. Makna konstitusi secara mendalam ada dalam konstitusionalisme (Mahfud MD, 2000; Budiardjo, 2008), yaitu suatu istilah yang kemunculannya di abad ke 18, untuk menegaskan Doktrin Amerika tentang supremasi konstitusi tertulis yang hierarkinya berada di atas Undang-Undang, yang hanya dibuat oleh lembaga legislatif. Meskipun istilah konstitusionalisme baru popular abad ke 18, tetapi sebagai gagasan dan praksis kehidupan modern, konstitusionalisme telah berkembang lebih lama, yakni suatu gagasan pembatasan kekuasaan penguasa di dalam sebuah konstitusi, sebenarnya telah ada sejak berkembangnya negara teritorial di bawah kekuasaan raja-raja dan dalam kehidupan negara-negara di Eropa Barat sejak abad ke 12. Gagasan konstitusionalisme sebagai alat pembatasan kekuasaan sebenarnya tidak dapat dilepaskan dengan gagasan Hak Asasi Manusia (HAM), demokrasi dan negara hukum, yang harus dimuat di dalam sebuah aturan dasar kegiatan politik yang kemudian disebut konstitusi. 73 Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi; Membina Karakter... Dalam perkembangan teoritis dan praktik kenegaraan, terdapat pandangan yang mempersamakan Konstitusi dengan UUD, tetapi juga terdapat pandangan lain yang menyatakan bahwa Konstitusi tidak sama dengan UUD. Perbedaan pandangan ini terjadi karena perbedaan sudut pandang dalam memberikan pengertian terhadap konstitusi, yakni pengertian dalam arti sempit dan dalam arti luas. Pengertian konstitusi dalam arti sempit, hanya mencakup konstitusi tertulis saja, yaitu UUD. Pada saat sekarang, banyak sarjana yang menyamakan kedua istilah itu, yakni konstitusi dan UUD. Karena dalam praktek ketatanegaraan di berbagai negara menganggap konstitusi atau UUD itu dibuat sebagai pegangan untuk menyelenggarakan negara. Penyamaan istilah konstitusi dengan UUD adaa pengaruh aliran kodifikasi, tapi sebelum itu sudah terjadi, ketika Oliver Cromwell menjadi Lord Protector Inggris (1649-1660) yang menyebut UUD sebagai Instrument of Goverment, yaitu pegangan untuk memerintah. (Subardi, 2001). Pandangan yang menyamakan Konstitusi dengan UndangUndang Dasar, antara lain CF. Strong, James Bryce (Tim ICCE UIN Jakarta, 2003), dan K.C. Wheare (Subardi, 2001) . CF. Strong mengemukakan bahwa konstitusi adalah sekumpulan asas-asas yang mengatur kekuasaan pemerintahan, hak-hak dari yang diperintah, dan hubungan antara pemerintah dengan yang diperintah. Sementara James Bryce memberikan pengertian konstitusi sebagai kerangka negara yang diorganisasikan dengan dan melalui hukum, dalam hal mana hukum menetapkan; a) peraturan mengenai pendirian lembaga-lembaga permanen; b) fungsi dari lembaga-lembaga tersebut; dan c) hak-hak tertentu yang ditetapkan. K.C. Wheare (1975) mengartikan kontitusi sebagai keseluruhan sistem ketatanegaraan dari suatu negara, berupa kumpulan peraturan-peraturan yang membentuk dan mengatur atau memerintah dalam pemerintahan suatu negara. 74 Negara Dan Konstitusi Peraturan-peraturan ini sebagian bersifat legal (bersifat hukum) dalam arti pengadilan berwenang mempertahankannya, dan sebagian tidak bersifat hukum (nonlegal) atau ekstralegal yang berasal dari kebiasaan dan konvensi, karena pengadilan tidak dapat mempertahankan terhadap pelanggaran yang terjadi. Wheare juga menegaskan bahwa konstitusi, untuk sebagian besar negara di dunia diartikan sebagai aturan-aturan yang mengatur ketatanegaraan suatu negara yang telah dibukukan dalam suatu dokumen (kodifikasi), dan sejak diumumkan Konstitusi Amerika pada tahun 1787, istilah maupun pengertian konstitusi sebagai dokumen tertulis disamakan dengan UUD. Konstitusi yang disamakan artinya dengan UUD, memiliki ciri-ciri umum (Subardi, 2001) : a. Konstitusi itu sebagai kumpulan kaidah hukum yang diberi kedudukan tertinggi dalam negara (supreme law), karena dimaksudkan sebagai alat untuk membatasi wewenang penguasa. b. Konstitusi memuat prinsip-prinsip dan ketentuanketentuan yang dianggap paling pokok mengenai kehidupan bernegara. c. Konsitusi biasanya lahir dari momen sejarah yang terpenting bagi masyarakat (negara) yang bersangkutan, seperti pembebasan dari penjajahan, keberhasilan dari suatu revolusi dan sebagainya. Sistem ketatanegaraan Indonesia juga pernah mempersamakan antara Undang-Undang Dasar dengan Konstitusi, yang keduanya digunakan untuk saling mengisi/ mengganti sebagai hukum dasar Republik Indonesia, yaitu Undang-Undang Dasar 1945, Konstitusi Indonesia Serikat tahun 1949, dan Undang-Undang Dasar Sementara tahun 1950. Sementara pengertian konstitusi dalam arti luas, maka konstitusi adalah mencakup keseluruhan peraturan, baik yang 75 Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi; Membina Karakter... tertulis maupun tidak tertulis, yang mengatur secara mengikat bagaimana suatu pemerintahan negara diselenggarakan dalam masyarakat. Pengertian UUD menurut E.C.S. Wide dan G.Philips (Mahfud MD, 200, Budiardjo, 2008 ; Priyanto, 2003) adalah naskah yang memaparkan rangka dan tugas-tugas pokok dari badan-badan pemerintah atau negara dan menentukan cara kerja badan-badan tersebut. Konstitusi berarti sebagai peraturan dasar dari suatu negara. Menurut Sri Sumantri (Tim ICCE UIN Jakarta, 2003), konstitusi berarti suatu naskah yang memuat suatu bangunan negara dan sendi-sendi sistem pemerintahan negara. Tim ICCE UIN (2003) memberikan pengertian konstitusi adalah sejumlah aturan-aturan dasar dan ketentuanketentuan hukum yang dibentuk untuk mengatur fungsi dan struktur lembaga pemerintahan termasuk dasar hubungan kerja sama antara negara dan masyarakat (rakyat) dalam konteks kehidupan berbangsa dan bernegara. Pengertian konstitusi dalam arti luas diberikan oleh kelompok yang membedakan Konstitusi dan Undang-Undang Dasar di antaranya Apeldoorn (Supriatnoko, 2008), yang mengemukakan bahwa konstitusi memuat aturan tertulis dan tidak tertulis, sedang Undang-Undang Dasar merupakan bagian tertulis dari Konstitusi. Pendapat senada dikemukakan Herman Heller (Tim ICCE UIN Jakarta, 2003) bahwa Konstitusi tidak hanya bersifat yuridis melainkan bersifat sosiologis dan politis, sedangkan Undang-Undang Dasar hanya merupakan bagian dari pengertian Konstitusi. Heller membagi pengertian konstitusi dalam tiga cakupan, (Koesnardi dan Saragih, 1974) yaitu: a. Konstitusi sebagai pengertian sosial politik. Pada tingkat ini, konstitusi baru mencerminkan keadaan sosial politik, kenyataan yang ada dalam masyarakat, belum merupakan pengertian hukum. b. Konstitusi sebagai pengertian hukum (juridis). Pada tingkat ini , keputusan-keputusan yang ada dalam 76 Negara Dan Konstitusi masyarakat tersebut dijadikan sebagai rumusan yang normatif, yang harus ditaati. Pada tingkat ini, konstitusi tidak selalu tertulis, tapi ada juga yang tidak tertulis, dan yang tertulis biasanya dalam arti terkodifikasi. c. Konstitusi sebagai suatu peraturan hukum, yakni peraturan hukum yang tertulis. Pendapat senada juga dikemukakan oleh Ferdinand Lasalle (Saiful Anwar, 1996:47), yang membagi konstistusi dalam dua pengertian, yaitu : a. Konstitusi dalam pengertian sosiologis dan politis, yaitu berupa faktor-faktor kekuatan yang nyata dalam masyarakat. Konstitusi menggambarkan hubungan antara kekuasaan-kekuasaan nyata yang ada dalam negara, antara lain seperti; raja, parlemen, kabinet, kelompok penekan (pressure group), dan partai politik. b. Konstitusi dalam pengertian juridis, yaitu yang tertulis dalam suatu naskah yang memuat semua bangunan negara dan sendi-sendi pemerintahan. Dalam praktik kenegaraan hukum dasar yang tidak tertulis merupakan bagian dari Konstitusi disebut dengan konvensi. Di Inggris keberadaan konvensi dimulai dengan Piagam Magna Charta 1215. Di Amerika Serikat konvensi dilaksanakan oleh para presiden yang telah dua kali berturut-turut tidak ada lagi yang mencalonkan diri, meskipun pembatasan tersebut tidak diatur dalam Undang-Undang Dasar Amerika Serikat. Di Indonesia Pidato Kenegaraan setiap tanggal 16 Agustus termasuk salah satu konvensi yang sampai sekarang masih dilestarikan. 2. Keberadaan dan Tujuan Konstitusi Menurut Mahfud MD (2000), secara umum konstitusi diartikan sebagai aturan dasar ketatanegaraan yang setelah 77 Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi; Membina Karakter... disarikan dari ajaran kedaulatan rakyat. Rousseau memandang konstitusi sebagai perjanjian masyarakat yang berisikan pemberian hak oleh masyarakat dalam penyelenggaraan kekuasaan pemerintahan negara. Dengan kata lain konstitusi sebenarnya tidak lain dari realisasi demokrasi dengan kesepakatan bahwa kebebasan penguasa ditentukan oleh warga masyarakat dan bukan sebaliknya, kebebasan masyarakat ditentukan oleh penguasa. Oleh sebab itu, setiap pelanggaran atas konstitusi harus dipandang sebaga pelanggaran atas kontrak sosial. Dalam kesimpulan analisisnya Mahfud MD (2000), menyatakan esensi dari konstitusionalisme yang melahirkan konstitusi minimal terdiri atas 2 hal: a. Konsepsi negara hukum yang menyatakan bahwa secara universal kewibawaan hukum haruslah mengatasi kekuasaan pemerintah, oleh karena itu hukum harus mengontrol dan mengendalikan politik, b. Konsepsi hak-hak sipil warga negara yang menggariskan adanya kebebasan warga negara di bawah jaminan konstitusi, sekaligus adanya pembatasan kekuasaan negara terhadap warga negara. Terkait dengan kedua ciri konstitusionalisme tersebut, maka beberapa hal yang harus ditegaskan dalam konstitusi menurut Bambang Widjoyanto (1998) adalah: a. Public authority hanya dapat dilegitimasi menur ut ketentuan konstitusi; b. Menurut pelaksanaan kedaulatan rakyat (melalui perwakilan) harus dilakukan dengan menggunakan prinsip universal and equal suffrage dan pengangkatan eksekutif harus melalui pemilihan yang demokratis; c. Pemisahan atau pembagian kekuasaan serta pembatasan wewenang; 78 Negara Dan Konstitusi d. Adanya kekuasaan kehakiman yang mandiri yang dapat menegakkan hukum dan keadilan baik terhadap rakyat maupun terhadap penguasa; e. Adanya sistem kontrol terhadap militer dan kepolisian untuk menegakkan hukum dan menghormati hak-hak rakyat; f. Adanya jaminan perlndungan HAM. Keadaan yang hampir sama tentang hal-hal yang harus ditegaskan dalam konstitusi menurut Mahfud MD (2000) adalah: a. Supremasi hukum dalam arti memberikan posisi sentral pada hukum sebagai pedoman dan pengarah menurut hierarkinya dan menegakkan tanpa pandang bulu, b. Pengambilan keputusan secara legal oleh Pemerintah dalam arti bahwa dalam setiap keputusan haruslah sah baik formal-prosedurnya maupun substansinya, c. Jaminan atas rakyat untuk menikmati hak-haknya secara bebas berdasarkan ketentuan hukum yang adil, d. Kebebasan pers untuk mengungkap dan mengekspresikan kehendak, kejadian, dan aspirasi yang berkembang di masyarakat maupun aspirasi institusi itu sendiri, e. Partisipasi masyarakat dalam proses kenegaraan, f. Pembuatan kebijaksanaan yang tidak diskriminatif terhadap golongan, gender, agama, ras, dan ikatan primordial lainnya, g. Akuntabilitas pemerintah terhadap masyarakat, h. Terbukanya akses masyarakat bagi keputusan negara dan pemerintah. Dari cakupan materi, maka keberadaan konstitusi diadakan untuk suatu fungsi dan tujuan dalam kehidupan bernegara. Keberadaan konstitusi dalam suatu negara yang 79 Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi; Membina Karakter... berkaitan dengan fungsi adalah sebagaimana dikemukakan oleh C.J. Friedrich (Miriam Budiardjo, 2008) bahwa konstitusi merupakan proses (tata cara) untuk membatasi perilaku pemerintah secara efektif. Konstitusi mempunyai fungsi khusus dan meupakan perwujudan atau manifestasi dari hukum tertinggi yang harus ditaati, bukan hanya rakyat, tetapi juga oleh pemerintah. Pembatasan-pembatasan kekuasaan dalam konstitusi diwujudkan dalam bentuk membagi kekuasaan dalam negara, membatasi kekuasaan dari penguasa dalam negara, dan adanya akses yang bebas untuk mengawasi kekuasaan yang dilaksanakan para penguasa, baik melalui saling mengawasi dan mengendalikan secara seimbang dan proporsial (checks, balances and proportional system) antara lembaga negara maupun akses terbuka dan bebas dari warganegara (free and open information). Terhadap fungsi yang dimiliki oleh konstitusi atau UUD, maka Joeniarto (1980) melihat sebagai fungsi konstitusi pada umumnya memiliki dua dimensi : a. Ditinjau dari tujuannya, adalah untuk menjamin hak-hak anggota warga masyarakatnya, terutama warganegara dari tindakan sewenang-wenang penguasa; b. Ditinjau dari penyelenggaraan pemerintahannya, adalah untuk dijadikan landaan struktural penyelenggaraan pemerintahan menurut sistem ketatanegaraan yang pasti dan pokok-pokoknya telah digambarkan dalam aturanaturan konstitusi atau UUD. Sementara keberadaan konstitusi yang berkaitan dengan tujuan adalah seperti dikemukakan oleh Karl Loewenstein (Astawa, 1993): a. Sebagai aturan yang memberikan pembatasan sekaligus pengawasan terhadap kekuasaan politik, b. Sebagai sarana melepaskan kontrol kekuasaan dari penguasa sendiri, 80 Negara Dan Konstitusi c. Memberikan batasan-batasan ketetapan para penguasa dalam menjalankan kekuasaannya. Keberadaan konstitusi baik dilihat dari fungsi maupun tujuannya esensinya adalah membatasi kekuasaan pemerintahan negara sedemikian rupa, sehingga penyelenggaraan negara tidak bersifat sewenang-wenang atau melakukan penyalahgunaan wewenang. Dari pembatasan itu, maka hak-hak warga negara lebih terjamin dan terlindungi secara pasti. Gagasan ini disebut dengan konstitusionalisme. Konstitusionalisme menurut C.J. Friederich (Koenardi dan Saragih, 1994) adalah pemerintahan yang merupakan kumpulan kegiatan yang diselenggarakan oleh dan atas nama rakyat, tetapi dikenakan beberapa pembatasan yang diharapkan menjamin, bahwa kekuasaan yang diperlukan untuk pemerintahan itu, tidak disalahgunakan oleh mereka yang mendapat tugas untuk memerintah. Pembatasan kekuasaan atas lembaga-lembaga penyelenggara negara itu, menurut Padmo Wahyono (Dahlan Thaib, Jazim Hamidi, dan Ni’matul Huda, 2001) adalah mencakup dua hal : a. Pembatasan kekuasaan yang meliputi isi kekuasaannya. b. Pembatasan kekuasaan yang berkenan dengan waktu dijalankannya kekuasaan tersebut. Pembatasan kekuasaan dalam arti mengandung arti, bahwa dalam konstitusi, kekuasaan lembaga negara ditentukan tugas dn wewenangnya. Pemerintah harus diawasi oleh Badan Perwakilan Rakyat dan juga elemen-elemen warganegara yang ada di dalam masyarakat, termasuk rakyat sendiri. Sementara pembatasan kekuasaan yang berkenaan dengan waktu, menyangkut pembatasan kekuasaan mengenai masa waktu itu dapat dijalankan. Hal demikian berkenaan dengan masa jabatan masing-masing lembaga negara atau pejabatnya dalam menjalankan kekuasaannya. 81 Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi; Membina Karakter... Agar keberadaan konstitusi jelas kepastiannya tentang fungsi dan tujuannya, maka menurut Sri Sumantri (1979), konstitusi berisi tiga hal pokok : a. Adanya jaminan terhadap hak-hak asasi manusia dan warganegara, b. Ditetapkannya susunan ketatanegaraan suatu negara yang bersifat fundamental, dan c. Adanya pembagian dan pembatasan tugas ketatanegaraan yang juga bersifat fundamental. Sementara Miriam Budiardjo (1977) mengemukakan setiap UUD hendaknya memuat ketentuan-ketentuan mengenai : a. Organisasi negara, misalnya pembagian kekuasaan antara badan legislatif, eksekutif dan yudikatif; pembagian kekuasaan antara pemerintah federal dan pemerintah negara bagian; prosedu penyelesaian masalah pelanggaran yurisdiksi oleh salah satu badan pemerintah dan sebagainya. b. Hak-hak asasi manusia. c. Prosedur mengubah UUD d. Adakalanya memuat larangan untuk mengubah sifat tertentu dari UUD. D. Konstitusi atau Undang-Undang Dasar di Indonesia Sebagaimana disebut di bagian awal, bahwa di Indonesia istilah Konstitusi dan Undang-Undang Dasar pernah disejajarkan keberadaannya sebagai hukum dasar tertulis. Oleh karena itu dalam pembahasan berikut khusus berlaku di Indonesia akan menggunakan istilah tersebut sesuai dengan masa berlakunya Konstitusi atau Undang-Undang Dasar di Indonesia. 82 Negara Dan Konstitusi 1. Penetapan Undang-Undang Dasar dan Konstitusi Indonesia Undang-Undang Dasar Proklamasi yang kemudian kita kenal dengan UUD 1945, ditetapkan oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) tanggal 18 Agustus 1945. Perumusan tentang rencana dasar negara dan UUD 1945 sebelumnya telah dilakukan oleh Badan Penyelidik UsahaUsaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI), yang dimulai dalam siding pertama BPUPKI pada tanggal 9 Mei sampai 1 Juni 1945 dengan ketua Dr. Radjiman Wedyodiningrat. Dalam sidang pertama BPUPKI, permasalahan mendasar yang menjadi agenda persidangan adalah perumusan dasar negara. Tiga tokoh Moh. Yamin, Supomo, dan Sukarno, menyampaikan usulan dasar negara. Sukarno yang mendapatkan kesempatan menyampaikan pokok pikirannya dengan mengusulkan lima dasar negara yang dinamai dengan Pancasila. Sidang pertama BPUPKI belum menghasilkan keputusan berarti, sehingga sidang dilanjutkan dengan dibentuknya dua panitia, yaitu Panitia Kecil, dikenal sebagai Panitia Sembilan yang diketuai oleh Sukarno dan Panitia Perancang UUD yang diketuai oleh Supomo. Panitia Sembilan berhasil merumuskan Piagam Jakarta tanggal 22 Juni 1945 yang akan direncanakan sebagai Pembukaan UUD negara, sedang Panitia Perancang UUD berhasil merumuskan rancangan UUD negara tanggal 16 Juni 1945. Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, yang ditandatangani oleh Sukarno-Hatta atas nama Bangsa Indonesia tanggal 17 Agustus 1945, ditindaklanjuti dengan sidang Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia, yang didahului kompromi antara wakil-wakil kelompok Islam dan wakil Indonesia Bagian Timur yang mayoritas berasal dari penganut agama Nasrani tentang sila pertama dasar negara dari Piagam Jakarta. Pertemuan ini terjadi karena wakil Indonesia Timur yang mayoritas pemeluk 83 Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi; Membina Karakter... agama Nasrani merasa dinomorduakan dengan rumusan rencana dasar negara, yakni terdapat rumusan syariat Islam bagi pemeluknya. Perjuangan Bung Hatta sebagai mediator berhasil meyakinkan kedua belah pihak, yaitu kelompok Islam dan wakil Indonesia Timur, tentang rumusan dasar negara dalam Piagam Jakarta, dari Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya diganti dengan Ketuhanan Yang Maha Esa, sebagaimana kita kenal sekarang. Perubahan dari sila pertama berdampak pada perubahan pasal 29, UUD 1945, serta syarat Presiden yang tadinya ada kata-kata harus beragama Islam cukup dengan orang Indonesia asli. Berdasarkan kesepakatan tersebut akhirnya UUD 1945 berhasil ditetapkan oleh PPKI tanggal 18 Agustus 1945, bersama dengan pengangkatan Presiden dan Wakil Presiden pertama di Indonesia. Struktur dan sistematika UUD 1945 Proklamasi terdiri dari: a. Pembukaan UUD yang terdiri dari empat alinea. b. Batang tubuh UUD, yang terdiri dari 16 Bab, 37 Pasal, 4 Pasal peralihan, dan 2 ayat Aturan Tambahan. c. Penjelasan resmi UUD. Dengan keberhasilan Sidang PPKI tanggal 18 Agustus 1945, yang menetapkan UUD, serta memilih Presiden dan Wakil Presiden sebagai Kepala Pemerintahan baru di Indonesia, maka keberadaan negara Indonesia baik secara de jure maupun de facto telah terpenuhi secara sempurna, yaitu: a. Rakyat, yaitu bangsa Indonesia. b. Wilayah, yaitu tanah air Indonesia yang membentang dari Sabang sampai Merauke, yakni mencakup bekas wilayah jajahan Pemerintah Hindia Belanda. c. Pemerintah yang berdaulat, Pemerintah dipimpin Sukarno-Hatta, dengan penuh kedaulatan ke dalam dan keluar. Kedaulatan ke dalam karena Indonesia telah memiliki Presiden dan Wakil Presiden dan bertanggungjawab terhadap politik pemerintahan dalam 84 Negara Dan Konstitusi negara Indonesia, sedang kedaulatan keluar seperti adanya pengakuan dari negara sahabat yang banyak memberi dukungan moril terhadap perjuangan bangsa Indonesia, yaitu negara India dan Mesir yang langsung menyambut baik dan mendukung kemerdekaan Indonesia. Keberadaan Negara Proklamasi yang telah memenuhi persyaratan utama sebagai negara, ternyata tidak demikian dengan pandangan pemerintah kerajaan Belanda yang tidak mau mengakui berdirinya negara Indonesia, karena Belanda menganggap secara de jure Indonesia (Hindia Belanda) masih berada di bawah kekuasaannya berdasarkan perjanjianperjanjian yang diperoleh Belanda, sejak era VOC sampai Hindia Belanda dari raja-raja Indonesia, sehingga dengan berbagai cara Belanda berusaha ingin menguasai kembali Indonesia yang telah merdeka, sebagaimana sebelum kedatangan Jepang di Indonesia. Penyerangan tentara Belanda terhadap Pemerintah Indonesia tidak mendapatkan dukungan penuh dari sekutu Belanda. Hal demikian terjadi karena kepiawaian diplomasi politik yang dilakukan oleh kementerian luar negeri dan diplomat Indonesia di luar negeri, sekaligus begitu kuatnya perlawanan rakyat dengan kekuatan intinya TNI di dalam negeri. Sehingga ketika agresi Belanda pertama dilakukan, Belanda harus terpaksa berunding dengan Indonesia atas prakarsa Amerika Serikat, dan berhasil melahirkan persetujuan Renville. Para agresi Belanda ke dua diakhiri dengan perundingan Meja Bundar yang dikenal dengan Konferensi Meja Bundar (KMB) yang dilaksanakan di Den Haag Belanda. Salah satu hasil penting adalah pengakuan kemerdekaan Indonesia dengan bentuk negara serikat, sehingga Indonesia menjadi Negara Indonesia Serikat dengan dasar negara Konstitusi Republik Indonesia Serikat (KRIS), yang berlaku mulai tanggal 27 Desember 1949. 85 Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi; Membina Karakter... Dengan berlakunya KRIS, maka UUD 1945 yang tidak pernah dicabut, tatap berlaku sebagai UUD Negara Indonesia Proklamasi yang merupakan bagian dari Negara Indonesia Serikat (NIS) sebagai negara federal yang berdasarkan pada KRIS. Bentuk negara serikat sesungguhnya bertentangan dengan cita-cita perjuangan awal Bangsa Indonesia yang mencita-citakan bentuk negara kesatuan. Bentuk serikat diterima oleh delegasi Indonesia di bawah pimpinan Moh Hatta sebenarnya merupakan bagian strategi perjuangan diplomasi Bung Hatta, agar Pemerintah Indonesia mampu menata pemerintahan dengan politik de vide at impera, namun kondisi dan kesadaran Bangsa Indonesia sudah berubah, tidak sebagaimana awal Belanda datang di Indonesia. Kekhawatiran akan kegagalan politik de vide at impera untuk memecah belah Indonesia telah diantisipasi Belanda, yakni dengan masih mempertahankan Irian Barat untuk dibahas di kemudian hari tanpa batas waktu yang jelas. Kondisi ini sengaja dibuat Belanda untuk menyisakan bom waktu yang setiap saat akan meledakan persatuan dan kesatuan di wilayah Indonesia. Meskipun NIS berdiri atas tekanan Belanda, namun strategi Bung Hatta ternyata cukup berhasil berkat dukungan Bangsa Indonesia yang setia kepada negara Proklamasi dengan bentuk negara kesatuan, dalam waktu delapan bulan NIS bubar dan Bangsa Indonesia kembali kepada negara kesatuan, yang diikuti dengan perubahan UUD, dengan mengubah KRIS menjadi UUD Sementara Tahun 1950 yang kemudian dikenal dengan UUDS tepat pada hari ulang tahun Kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1950. UUDS, yang diadopsi dari KRIS berlaku hampir Sembilan tahun. Keberadaan Badan Konstintuante hasil pemilihan umum 1955, yang harus membuat UUD baru untuk menggantikan UUDS gagal mencapai kata sepakat, khususnya tentang penetapan dasar negara antara Islam dan Pancasila. Hal yang 86 Negara Dan Konstitusi sama juga terjadi terhadap anjuran Presiden Sukarno kepada Konstintuante untuk kembali kepada UUD 1945, tidak berhasil memenuhi quorum untuk menentukan/menetapkan UUD baru. Adanya pernyataan dari sebagian anggota Konstintuante untuk tidak hadir dalam pembahasan penetapan UUD, menjadikan salah satu alasan Negara Indonesia dalam keadaan bahaya. Pernyataan kondisi negara dalam keadaan bahaya dari Presiden Sukarno mendapat dukungan tentara dan Perdana Menteri Juanda, sehingga Presiden mengeluarkan dekrit yang kemudian lebih dikenal dengan Dekrit Presiden 5 Juli 1959. Dengan Dekrit Presiden 5 Juli 1959, yang menetapkan salah satu diktumnya adalah berlakunya kembali UUD 1945. Dengan berlakunya kembali UUD 1945 sampai dilakukannya kembali amandemen UU 1945, pelaksanaan UUD 1945 mengalami pasang surut, baik pada masa Orde Lama, maupun Orde Baru. Dalam kedua periode ini UUD 1945 yang sifatnya disebut-sebut sebagai UUD yang singkat dan supel justru memberikan peluang kepada pemegang kekuasaan untuk menafsirkan sesuai dengan kehendak penguasa, sehingga dalam dua periode tersebut, mendorong Pemerintah untuk menyimpang, mesti atas nama konstitusi untuk melaksanakan secara murni dan konsekwen. Kondisi ini akhirnya dikoreksi pada era Reformasi. Untuk menghindarkan dominasi eksekutif yang pernah terjadi pada masa Orde Lama dan Orde Baru, MPR hasil pemilihan umum tahun 1999 melakukan empat kali Amandemen, yang hasilnya adalah naskah UUD 1945 Amandemen yang sekarang berlaku. 2. Perubahan Konstitusi atau UUD a. Cara Merubah Konstitusi atau UUD Dalam Hukum Tata Negara dikenal adanya dua cara perubahan UUD sebagai konstitusi tertulis. Pertama, perubahan yang dilakukan menurut prosedur yang diatur 87 Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi; Membina Karakter... sendiri oleh UUD. Perubahan cara yang pertama ini disebut Verfassung Anderung, yang sering disebut perubahan cara konstitusional. Kedua, perubahan yang dilakukan tidak berdasarkan pada ketentuan yang diatur dalam UUD. Perubahan dengan cara kedua ini disebut Verfassung Wandlung, perubahan ini sering disebut dengan cara yang bersifat revolusioner (Jimly Asshiddiqie, 2001). Berlaku tidaknya UUD hasil perubahan yang revolusioner tergantung pada kekuatan politik yang mendukung atau yang memberlakukannya sebagai konstitusi negara yang bersangkutan (Subardi, 2001). Menurut Robert Carr (I Gde Pantja Astawa, 1993) ada tiga cara untuk mengubah UUD, yaitu : 1) Melalui tata cara di luar UUD.Hal ini dimungkinkan, karena UUD itu, misalnya menyerahkan kepada pembentuk Undang-Undang Organik. 2) Melalui penafsiran yang dilakukan oleh; a) pengadilan (kekuasaan yudikatif); 2) kongres (kekuasaan legislatif); dan 3) presiden (kekuasaan eksekutif). 3) Melalui perubahan secara formal. Sebelum naskah UUD tersebut diakui dan diterima keberlakuannya oleh masyarakat luas, UUD itu biasanya masih dianggap tidak sah dan prosedur perubahannya dinilai inkonstitusional, atau setidak-tidaknya bersifat ekstrakonstitusional (Jimly Asshiddiqie, 2001). Menurut C.F. Strong (Tim ICCE UIN Jakarta, 2003), menyatakan bahwa prosedur perubahan Konstitusi ada empat (4) macam perubahan, yaitu: 1) Perubahan Konstitusi yang dilakukan oleh pemegang kekuasaan legislatif, akan tetapi menurut pembatasanpembatasan tertentu; 88 Negara Dan Konstitusi 2) Perubahan Konstitusi yang dilakukan oleh rakyat melalui suatu referendum; 3) Perubahan Konstitusi yang berlaku di negara serikat yang dilakukan oleh sejumlah negara-negara bagian; 4) Perubahan Konstitusi yang dilakukan dalam suatu konvensi atau dilakukan oleh suatu lembaga negara khusus dibentuk hanya untuk keperluan perubahan. Pendapat senada dikemukakan Miriam Budiardjo (2008), juga mengetengahkan tentang cara perubahan Konstitusi atau UUD suatu negara mengemukakan dengan 4 (empat) cara atau prosedur dalam perubahan Konstitusi atau UUD, yaitu: 1) Melalui sidang badan legislatif dengan ditambah beberap syarat, misalnya dapat ditetapkan quorum untuk sidang yang membicarakan usul perubahan Konstitusi atau UUD dari jumlah minimum anggota badan legislatif untuk menerimanya; 2) Melalui referendum atau peblesit; 3) Melalui persetujuan negara-negara bagian dalam negara federal, dengan ketentuan sebagaimana ditetapkan dalam Konstitusi atau UUD federal; 4) Musyawarah khusus (special convention) Sementara Jimly Asshiddiqie (2001) berpendapat bahwa cara melakukan perubahan UUD dilakukan melalui : 1) Pembaharuan naskah, jika perubahan dalam teks UUD menyangkut hal-hal tertentu. 2) Pergantian naskah lama dengan naskah yang baru, jika materi perubahannya bersifat mendasar dan cukup banyak, maka perubahan itu dapat disebut penggantian naskah dari yang lama menjadi yang baru sama sekali. 89 Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi; Membina Karakter... 3) Naskah tambahan (annex atau addendum) yang terpisah dari naskah asli UUD, yang menurut tradisi Amerika Serikat disebut Amandemen. Dalam praktik ketatanegaraan modern, kita mengenal dua teknik dalam perubahan Konstitusi atau UUD, yaitu renewal dan amandement. 1) Renewal adalah perubahan yang berupa pembaharuan dari Konstitusi atau UUD lama secara keseluruhan, sehingga yang diberlakukan adalah Konstitusi atau UUD yang baru secara keseluruhan. Cara ini dianut di Eropa Kontinental seperti Belanda, Perancis maupun Jerman, 2) Amandement (Amandemen) adalah cara perubahan Konstitusi atau UUD, yakni Konstitusi atau UUD yang lama tetap berlaku, sehingga amandemen yang dilakukan dapat mengubah, dengan cara mengurangi atau menambah pasal-pasal, dari Konstitusi atau UUD, dapat merupakan bagian lampiran, atau menyertai Konstitusi atau UUD awal. Cara amandemen ini dilaksanakan di Amerika Serikat dan di Indonesia. Terdapat dua tradisi dalam teknik perubahan UUD, yaitu tradisi Erofah Kontinental dan tradisi Amerika Serikat. Berdasarkan tradisi Erofah Kontinental, teknik perubahan dilakukan langsung ke dalam teks UUD. Jika perubahan itu menyangkut materi tertentu, tentulah naskah UUD yang asli, tidak banyak mengalami perubahan. Tetapi jika materi yang diubah banyak, apalagi kalau perubahannya sangat mendasar, biasanya naskah UUD itu disebut dengan nama baru sama sekali (pergantian). Menurut tradisi Amerika Serikat, perubahan dilakkan terhadap materi tertentu dengan menetapkan 90 Negara Dan Konstitusi naskah Amandemen yang terpisah dari naskah asli UUD (Subardi, 2001). b. Perubahan UUD atau Konstitusi di Indo nesia Beberapa cara perubahan UUD atau Konstitusi di Indonesia dapat dilihat dari ketentuan dalam UUD atau Konstitusi yang pernah dan sedang berlaku di Indonesia, yaitu: 1) Perubahan Undang-Undang Dasar Dalam UUD 1945 Proklamasi Ketentuan perubahan UUD tercantum dalam pasal 37 yang menyatakan: a) Ayat (1) Untuk mengubah Undang-Undang Dasar sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah Majelis Permusyawaratan harus hadir. b) Ayat (2) Putusan diambil dengan persetujuan sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota yang hadir. Dengan mengacu pada pasal tersebut berarti perubahan UUD 1945 Proklamasi memberikan kewenangan pada MPR untuk mengubah UUD dengan persyaratan quorum tertentu atau suar terbanyak bersyarat yaitu 2/3, baik didasarkan pada kehadiran anggota MPR, dan keputusan yang diambil disetujui minimum 2/3 dari anggota MPR yang hadir. 2) Perubahan Konstitusi Dalam Konstitusi Republik Indonesia Serikat (KRIS) 1949 Ketentuan tentang perubahan KRIS 1949 diatur dalam pasal 190, yaitu: a) Ayat (1) Dengan tidak mengurangi yang ditetapkan dalam pasal 51 ayat (2), maka Konstitusi ini hanya 91 Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi; Membina Karakter... dapat diubah dengan Undang-Undang Federal dan menyimpang dari ketentuan-ketentuannya hanya diperkenankan atas kuasa Undang-Undang Federal: Baik Dewan Perwakilan Rakyat maupun Senat tidak boleh bermufakat atau pun mengambil keputusan tentang usul untuk itu, jika tidak sekurang-kurangnya 2/3 ang gota sidang menghadiri rapat, b) Ayat (2), Undang-Undang dimaksud dalam ayat pertama, dirundingkan oleh Senat menur ut ketentuan-ketentuan Bagian 2 Bab IV. Catatan penulis, inti pada Bagian 2Bab IV dimaksud dalam keterkaitan dengan Undang-Undang adalah tentang pelaksanaan untuk membuat Undang-Undang har us ada kesepekatan Pemerintah, Dewan Perwakilan Rakyat dan Senat, c) Ayat (3), Usul Undang-Undang untuk mengubah Konstitusi ini atau menyimpang dari ketentuanketentuan yang dapat diterima oleh Dewan Perwakilan Rakyat atau pun oleh Senat dengan sekurang-kurangnya 2/3 jumlah anggota yang hadir. Jika usul itu dirundingkan lagi menuntut yang ditetapkan pada pasal 132, maka Dewan Perwakilan Rakyat hanya dapat menerima dengan sekurang-kurangnya ¾ dari jumlah anggota yang hadir. Adapun pasal 132 dimaksud adalah: a) Ayat (1), Apabila Senat menolak usul yang sebelumnya itu sudah diterima oleh Dewan Perwakilan Rakyat, maka sungguhpun demikian, usul itu dapat juga disahkan oleh Pemerintah, jika Dewan Perwakilan Rakyat menerima dengan tidak mengubahnya lagi dan sekurang92 Negara Dan Konstitusi kurangnya 2/3 dari jumlah suara anggota yang hadir, b) Ayat (2), Keputusan yang tersebut dalam ayat pertama, hanya akan dapat diambil oleh Dewan Perwakilan Rakyat dalam rapat yang di dalamnya sekurang-kurangnya hadir 2/3 dari jumlah aggota sidang. Pola dianut KRIS 1949 dalam per ubahan Konstitusi menganut pada cara badan legislatif dengan persyaratan tertentu. Sebagaimana telah kita sebut bahwa KRIS 1949 adalah produk dari KMB tampak sekali rumusan Bahasa Indonesia dalam kalimat yang berbelit-belit, sebagaimana konsep dari seseorang yang pasti bukan usulan murni dari bangsa Indonesia. Struktur kalimat dalam KRIS 1949 sangat berbeda dalam struktur kalimat dalam UUD 1945 Proklamasi. 3) Perubahan Undang-Undang Dasar Dalam UUDS 1950 Ketentuan perubahan Undang-Undang Dasar Dalam UUDS 1950 diatur dalam pasal 140, yaitu: a) Ayat (1), Segala usul untuk mengubah UndangUndang Dasar ini menunjuk dengan tegas perubahan yang diusulkan, b) Ayat (2), Usul perubahan Undang-Undang Dasar, yang telah dinyatakan dengan undang-undang itu oleh Pemerintah dengana amanat Presiden disampaikan kepada suatu badan bernama Majelis Perubahan Undang-Undang Dasar, yang terdiri dari ang gota-anggota Dewan Perwakilan Rakyat Sementara dana anggota-anggota Komite Nasional Indonesia Pusat yang tidak menjadi Dewan Perwakilan Rakyat Sementara, 93 Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi; Membina Karakter... c) Ayat (3), Yang ditetapkan dalam Pasal 66, 72, 74, 75, 91, 92, dan Pasal 94 juga berlaku bagi Majelis Perubahan Undang-Undang Dasar. Catatan penulis, ketentuan Pasal-Pasal tersebut menyangkut persidangan Dewan Perwakilan Rakyat, mulai dari kehadiran, hak suara hilang bagi yang tidak hadir dalam sidang, serta keputusan yang sah dalam sidang, d) Ayat (4), Pemerintah har us dengan segera mengesahkan Rancangan Perubahan UndangUndang Dasar yang telah diterima oleh Majelsi Perubahan Undang-Undang Dasar. Dengan melihat ketentuan pasal 140 UUDS 1950, maka cara perubahan untuk merubah UUDS adalah dengan membentuk Badan Baru, dalam hal ini anggota legislatif dengan penambahan di luar anggota yang khusus diperuntukkan untu merubah UUD, yang disebut dengan Majelis Perubahan Undang-Undang Dasar. Badan Baru ini akhirnya diberi nama Konstituante yang terbentuk setelah pemilihan umum 1955. 4) Perubahan Undang-Undang Dasar Dalam UUD 1945 pada Periode Orde Lama dan Orde Baru Dengan diberlakukannya kembali UUD ’45 melalui Dekrit Presiden 5 Juli 1959, ketentuan tentang perubahan UUD 1945 tidak mengalami perubahan sebagaimana diatur dalam pasal 37. Orde Lama dan Orde Baru yang tidak berniat untuk merubah UUD 1945, sehingga ketentuan tentang perubahan UUD pada pasal 37 tetap tidak mengalami perubahan. Meskipun era Orde Baru bertekad melaksanakan UUD ’45 secara murni dan konsekwen, Pemerintah Orde Baru menetapkan referendum sebagai antisipasi 94 Negara Dan Konstitusi tuntutan perubahan UUD 1945. Penetapan referendum diatur dalam Ketetapan MPR no. IV/ MPR/1983, dan ditindaklanjuti dengan UndangUndang Referendum No. 5 Tahun 1985. Pengertian referendum menurut pasal 1 UU No. 5 Tahun 1985 (No. 5/1985) adalah kegiatan untuk meminta pendapat rakyat secara langsung mengenai setuju atau tidak setuju terhadap pendapat kehendak Majelis Permusyawaratan Rakyat untuk mengubah Undang-Undang Dasar 1945. Referendum diadakan apabila Majelis Permusyawaratan Rakyat berkehendak mengubah Undang-Undang Dasar 1945. Sebagaimana diatur dalam Pasal 2 Tap MPR No. IV/MPR/1983. Apabila MPR berkehendak untuk mengubah UUD 1945, maka terlebih dahulu harus meminta pendapat rakyat melalui Referendum. Pelaksanaan referendum dilakukan oleh Presiden, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Referendum. Referendum diselenggarakan dengan cara mengadakan pemungutan suara secara langsung, umum, bebas, dan rahasia. Majelis Permusyawaratan Rakyat dapat mengubah UUD 1945 bila mayoritas penduduk sekurang-kurangnya 90% dari jumlah pemberi pendapat rakyat (pemilih) tersebut menyatakan setuju terhadap kehendak MPR untuk mengubah UUD 1945. Dengan memperhatikan Tap. MPR No. IV/MPR/1983 serta UU No. 5/1985, bahwa Referendum untuk meminta pendapat rakyat sebagai prasyarat bagi MPR mengubah UUD 1945 sebagaimana diatur dalam pasal 37 UUD 1945, merupakan persyaratan yang sangat berat perwujudannya dan tidak pernah dilaksanakan, meskipun UUD 1945 dilakukan amandemen. Tekad Orde Baru untuk mempertahankan UUD 1945 terlihat 95 Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi; Membina Karakter... dari ketentuan pasal 1 Tap MPR No. IV/MPR/1983, bahwa MPR tidak berkehendak untuk mengubah UUD 1945. Jelas ketentuan 90% pemilik suara harus ikut ambil bagian dan minimum 90% menyatakan setuju adalah persyaratan yang dibuat untuk menghambat, karena dalam pemilihan umum sejak tahun 1955 tidak ada suara mayoritas mendekati 90%. Ketentuan Tap MPR No. IV/MPR/1983 mengandung kontradiksi, yakni MPR tidak berkehendak mengubah UUD 1945, namun pada sisi lain MPR menetapkan aturan bagaimana bila MPR berkehendak mengubah UUD 1945. Ketentuan pasal 37 dengan referendum terdapat suatu keganjilan logika, MPR yang tidak berkehendak merubah UUD 1945, MPR membuat celah sendiri dengan kemungkinan merubah, dan didukung oleh Presiden dan DPR bagaimana proses sebelum merubah dengan terbitnya UU No. 15 Tahun 1985, adalah produk yang dibuat Presiden bersamasama dengan DPR. 5) Perubahan Undang-Undang Dasar Dalam UUD 1945 Amandemen Pada era Refor masi, MPR berhasil melakukan perubahan UUD 1945 sebanyak empat (4) kali, dengan meniadakan ketentuan Referndum. Ketentuan tentang perubahan UUD tetap diatur dalam pasal 37, dengan ketentuan sebagai berikut: a) Ayat (1), Usul perubahan pasal-pasal UndangUndang Dasar dapat diagendakan dalam sidang Majelis Permusyawaratan Rakyat apabila diajukan sekurang-kurangnya 1/3 dari jumlah anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat, b) Ayat (2), Setiap usul perubahan pasal-pasal Undang-Undang Dasar, diajukan secara tertulis dan 96 Negara Dan Konstitusi ditunjukkan dengan jelas bagian yang diusulkan untuk diubah beserta alasannya, c) Ayat (3), Untuk mengubah pasal-pasal UndangUndang Dasar, Sidang Majelis Permusyawaratan Rakyat dihadiri oleh sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah dari selur uh ang gota Majelis Permusyawaratan Rakyat, d) Ayat (4), Putusan untuk mengubah pasal-pasal Undang-Undang Dasar dilakukan dengan persetujuan sekurang-kurangnya 50% ditambah satu ang gota dari seluruh ang gota Majelis Permusyawaratan Rakyat, e) Ayat (5), Khusus mengenai bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia tidak dapat dilakukan perubahan. E. Undang-Undang Dasar 1945 Amandemen Kedudukan UUD sebagai hukum dasar tertulis merupakan sumber hukum setiap produk hukum seperti undang-undang, peraturan pemerintah, atau peraturan lainnya. UUD juga mer upakan acuan tindakan kebijakan pemerintah dalam menjalankan roda pemerintahan negara. Terhadap kebijakan pemerintah, UUD berfungsi sebagai alat kontrol terhadap tindakan yang dilakukan pemerintah, baik eksekutif, legislatif, maupun yudikatif. Undang-Undang Dasar 1945, yang memiliki sifat singkat dan supel, satu sisi memiliki keuntungan mudah mengikuti perkembangan dinamika masyarakat, tetapi pada sisi lain, dengan sifat yang supel yang mengandung multitafsir, memberikan peluang kepada penguasa untuk menafsirkannya guna mendukung dan menjadi alat pembenaran dalam kebijakan penguasa. Semua ini telah terjadi pada era Orde Lama dan Orde Baru, sehingga 97 Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi; Membina Karakter... mendorong MPR hasil pemilihan umum 1999 melakukan amandemen UUD 1945 Proklamasi (Mahfud MD, 2000). Dalam era Reformasi, MPR telah empat kali melakukan amandemen terhadap UUD 1945. Amandemen tersebut dilakukan MPR pada sidang-sidang MPR dari tahun 1999 sampai tahun 2002. Dalam empat kali amandemen telah terjadi perubahan jumlah Bab dalam batang tubuh, meskipun jumlah pasal tetap dipertahankan 37, dengan penambahan sejumlah ayat yang disesuaikan dan pemikiran demokrasi, serta perubahan pasal Aturan Peralihan menjadi 3 pasal, dan 2 pasal Aturan Tambahan. Bila UUD 1945 mengenal Penjelasan sebagai bagian tidak terpisahkan dengan UUD, maka dalam UUD 1945 Amandemen Penjelasan yang pernah ada, tidak lagi merupakan bagian dari UUD 1945 Amandemen. Namun demikian untuk kajian akademik terutama di perguruan tinggi Pejelasan UUD 1945 Proklamasi masih relevan untuk dipelajari, mengingat isi penjelasan tidak lain merupakan penegasan nilai-nilai yang terkandung dalam pembukaan dan batang tubuh UUD, dan dapat dikaji secara ilmiah, karena tidak menutup kemungkinan nilai ilmiah dan rasional dapat diaplikasikan dalam pasal-pasal UUD, bila rakyat Indonesia melalui MPR berkehendak melakukan amandemen kembali terhadap UUD yang sekarang berlaku. Dasar pemikiran ini tidaklah berlebihan, karena dari pengalaman amandemen, terdapat bagian pasal diambil dari penjelasan UUD 1945 Proklamasi, yaitu Pasal 1 ayat (3), yaitu: Negara Indonesia adalah negara hukum. Namun demikian diakui terdapat ketentuan yang dianggap tidak relevan lagi dengan perkembangan pemikiran bangsa Indonesia tentang kedudukan MPR yang disebut sebagai Lembaga Negara Tertinggi tidak dikenal lagi dalam UUD 1945 Amandemen, karena kedudukan MPR samasama sebagai Lembaga Tinggi Negara yang keberadaannya sejajar dengan Lembaga Tinggi negara lainnya. 98 Negara Dan Konstitusi 1. Pembukaan UUD 1945 Amandemen Pembukaan UUD 1945 Amandemen, tidak mengalami perubahan sebagaimana awalnya UUD 1945 ditetapkan. Dapat tidaknya Pembukaan UUD 1945 dilakukan perubahan terdapat dua pandangan. Menurut Notonegoro, Pembukaan UUD 1945, sebagai pokok kaidah yang fundamental keberadaan negara Republik Indonesia, Pembukaan merupakan satu rangkaian dengan Proklamasi 17 Agustus 1945, sehingga tidak boleh diubah oleh siapapun termasuk MPR hasil pemilihan umum. Perubahan terhadap Pembukaan berarti pembubaran negara Proklamasi, meski masih ada negara Indonesia, tetapi negara tersebut bukan negara Proklamasi 17 Agustus 1945. Pendapat lain dikemukakan Mahfud MD (2000), bahwa semua hasil perbuatan manusia dapat diubah, termasuk pembukaan UUD 1945. Semua itu sangat tergantung pada dinamika masyarakat Indonesia. Dalam praktik kenegaraan bangsa Indonesia telah mengalami perubahan UUD seperti KRIS dan UUDS. Keduanya baik KRIS dan UUDS juga mencantumkan pembukaan, dan pembukaan yang ada, rumusannya berbeda atau bukan permbukaan seperti dalam Pembukaan UUD 1945. Sebagai kaidah fundamental bagi bangsa dan negara Indonesia , Pembukaan UUD 1945 mengandung makna nilai universal bagi kehidupan manusia pada umumnya, serta nilai nasional bagi kehidupan bangsa Indonesia . a. Alinea pertama berbunyi, “bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa, oleh sebab itu maka penjajah di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan”. Pada alinea ini tegas dinyatakan bahwa bangsa Indonesia sebagai bagian bangsa di dunia memiliki hak kemerdekaan. Hak kemerdekaan bukanlah hak milik pribadi maupun hak golongan atau hak bangsa tertentu 99 Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi; Membina Karakter... saja, tetapi kemerdekaan adalah hak segala bangsa, hak universal yang diberikan Tuhan kepada umat manusia. Karena itu bangsa Indonesia harus menentang setiap bentuk penjajahan, karena tindakan penjajahan tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan keadilan. Perjuangan melawan menjajah adalah suatu kewajiban, untuk mewujudkan kemerdekaan Indonesia. Alinea pertama, adalah keyakinan bangsa Indonesia bahwa kemerdekaan adalah hak segala bangsa tanpa kecuali untuk bangsa Indonesia. Dengan keyakinan ini, bangsa Indonesia akan menentang setiap bentuk penjajahan dan akan membela setiap bangsa yang terjajah dalam mewujudkan kemerdekaannya. Bentuk penjajahan terhadap bangsa lain bagi bangsa Indonesia merupakan tindakan yang bertentangan dengan kodrat manusia. Beberapa prinsip mendasar pada alinea pertama adalah: 1) Hak kemerdekaan, artinya setiap bangsa didunia memiliki hak untuk merdeka, termasuk bangsa Indonesia untuk menentukan nasibnya ke depan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia. 2) Penjajahan, adalah penguasaan suatu wilayah dan bangsa tertentu oleh bangsa lain. Penguasaan ini merupakan tindakan yang melanggar hak mendasar bagi suatu bangsa yang dijajah. Bangsa Indonesia termasuk yang merasakan langsung penderitaan akibat perlakuan penjajahan dari bangsa lain. 3) Kemanusiaan, pada dasarnya adalah pengakuan atas harkat, derajat dan martabat sesama manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan Yang maha Kuasa. Kemanusiaan adalah bagaimana kita sesama manusia dapat menghor mati sesamanya, atau dapat memanusiakan manusia sesamanya. Penjajahan 100 Negara Dan Konstitusi adalah tindakan yang menghinakan sesama manusia, termasuk bangsa-bangsa yang pernah menjajah dan berkuasa di Indonesia telah memperlakukan bangsa Indonesia dalam status yang lebih rendah. 4) Keadilan, adalah keadaan, pandangan, sikap dan perbuatan adil. Penjajahan adalah sikap dan perbuatan yang tidak adil dari penjajah terhadap yang dijajah. Dalam praktiknya sebaiknya apapun yang dilakukan penjajah, sebenarnya berorientasi pada kepentingan penjajah, bukan untuk memakmurkan yang dijajah. b. Alinea ke dua berbunyi, “Dan perjuangan pergerakkan kemerdekaan Indonesia telah sampai pada saat yang berbahagia dengan selamat sentaosa mengantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang kemerdekaan Negara Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat adil dan makmur”. Pada alinea ini menunjukkan, pernyataan tekad perjuangan bangsa Indonesia, serta kesiapan bangsa Indonesia untuk merdeka, bersatu guna mewujudkan suatu kehidupan ke depan bagi bangsa Indonesia yang adil dan makmur. Beberapa prinsip mendasar pada alinea ke dua adalah: 1) Perjuangan pergerakan, adalah perjuangan bangsa Indonesia dalam melawan penjajahan di bumi Indonesia guna mewujudkan kemerdekaan Indonesia. Pergerakan adalah gerakan dalam bentuk organisasi dalam mencapai kemerdekaan. Pergerakan menunjukkan dinamika organisasi yan selalu bergerak positif, dinamis dan kontruktif dalam mencapai kemerdekaan. 2) Merdeka adalah wujud dari kemerdekaan suatu bangsa dan negara yang bebas dari campur tangan pihak asing dalam menentukan arah dan kebijaksanaan pemerintahan negara. 101 Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi; Membina Karakter... 3) Bersatu mengandung pengertian bahwa bangsa Indonesia adalah suku-suku bangsa yang ada di wilayah Nusantara yang menyatu dalam satu wadah negara kesatuan Indonesia. 4) Berdaulat, adalah bentuk eksistensi kemerdekaan bangsa yang merdeka dengan kekuasaan untuk mengatur ke dalam dab berhubungan dengan negara lain berdasarkan kesamaan derajat sesama bangsa yang bernegara. 5) Adil, yang mengadung multidimensi, karena rasa keadilan yang berbeda-beda. Adil dalam kehidupan bernegara adalah perlakuan yang sama antarsesama warga baik dalam hubungannya dengan sesama warga, atau hubungan antara warga dengan negara. 6) Makmur mengandung makna terpenuhinya kebutuhan manusia baik materiil dan spiritual, tercapainya tingkatan pemenuhan kodrat cita-cita manusia pada umumnya. c. Alinea ke tiga yang berbunyi, “Atas berkat rakhmat Allah Yang Maha Kuasa dan dengan didorong oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya”. Alinea ini menunjukkan kemerdekaan Indonesia dicapai dari hasil perjuangan yang mendapat rakhmat. Beberapa prinsip mendasar pada alinea ke tiga adalah: 1) Berkat Rahmat Allah, adalah bentuk pengakuan bangsa bahwa kemerdekaan Indonesia adalah hasil perjuangan yang mendapatkan ridha dari Allah Yang Maha Kuasa. Tanpa ridha Allah, bangsa Indonesia berkeyakinan, meski perjuangan bangsa telah siap untuk merdeka, tetapi semua itu Allah, Tuhan Yang Maha Kuasa adalah penentu segalanya termasuk 102 Negara Dan Konstitusi Indonesia. Pengakuan ini menunjukkan paham keseimbangan antara usaha, doa dan takdir. Ketentuan takdir adalah hasil dari usaha dan doa, sehingga melahirkan ridha Allah berupa takdir kepada bangsa Indonesia untuk mencapai kemerdekaan. 2) Allah Yang Maha Kuasa, adalah pengakuan bangsa Indonesia terhadap segala kausa prima di dunia, dengan kekuasaan-Nya yang serba lebih dari segala yang ada di dunia dan Maha Penentu bagi kehidupan manusia di dunia dan di akhirat. Pernyataan kemerdekaan Indonesia sebagai rahmat Tuhan Yang Maha Kuasa merupakan penegasan bangsa Indonesia terhadap takdir Tuhan, bahwa perjuangan kemerdekaan itu berhasil bukan semata-mata perjuangan bangsa Indonesia, tetapi perjuangan yang mendapatkan ridha dan rahmat Allah Tuhan Yang Maha Kuasa. 3) Keinginan luhur, adalah cita-cita mulia bangsa Indonesia untuk mewujudkan hak kemerdekaan bagi bangsa Indonesia, bebas dari penguasaan bangsa lain dan berhasil mewujudkan kemerdekaan Indonesia. d. Alinea ke empat adalah “Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial, maka disusunlah Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasarkan kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang dipimpin 103 Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi; Membina Karakter... oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Alinea ke empat, merupakan pernyataan yang menggambarkan cita-cita bangsa Indonesia dalam mewujudkan Indonesia merdeka, yaitu: 1) Tentang tujuan negara yang akan dicapai negara Indonesia; 2) Negara Indonesia akan diatur dengan UUD; 3) Rakyat sebagai pemegang kedaulatan negara; 4) Tentang dasar negara Indonesia Pancasila. 2. Pokok-pokok pikiran dalam pembukaan UUD 1945 Pembukaan UUD 1945, mengandung pokok-pokok pikiran yang diciptakan dan dijelmakan dalam Batang Tubuh UUD ke dalam pasal-pasalnya. Empat pokok pikiran dalam Pembukaan UUD 1945 adalah: a. Pokok Pikiran I, Negara melindungi segenap bangsa Indonesia dan tumpah darah Indonesia, dengan berdasar atas persatuan dengan mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Pokok pikiran ini sejalan dengan sila ketiga Pancasila, yakni mewujudkan negara kesatuan, guna melindungi rakyat dan keutuhan negara Indonesia dalam mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Dengan perkataan lain keadilan sosial bangsa dapat terwujud dalam kesatuan negara Indonesia yang mampu melindungi keutuhan bangsa dan tanah air Indonesia. b. Pokok Pikiran II, Negara berkehendak mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Pokok Pikiran yang hendak diwujudkan adalah menciptakan keadilan sosial dalam kehidupan masyarakat Indonesia 104 Negara Dan Konstitusi bukan kemakmuran kelompok atau golongan tertentu, apalagi orientasi pada kepentingan individu. c. Pokok Pikiran III, Negara yang berkedaulatan rakyat berdasar atas kerakyatan dan permusyawaratan/ perwakilan. Pokok pikiran ini menegaskan tentang rakyat sebagai pemegang kekuasaan tertinggi. Sebelum amandemen pelaksanaan dalam praktik kenegaraan dilakukan oleh lembaga permusyawaratan seperti MPR dan lembaga perwakilan yang tercermin dalam DPR, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota. Setelah pelaksanaan amandemen kedaulatan rakyat ditetapkan oleh Undang-Undang Dasar, termasuk rakyat secara langsung memilih Presiden dan Wakil Presiden serta memilih Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah adalah salah satu bentuk kedaulatan rakyat. Pokok pikiran ketiga juga tercermin pada nilai sila keempat “Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan”. d. Pokok Pikiran IV, Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa, menurut kemanusiaan yang adil dan beradab. Pokok pikiran ini memberikan arahan bahwa penyelenggara, atau pejabat negara, serta warga negara, dalam segala tindak tanduk serta keputusan yang diambil harus senantiasa berdasarkan pada dasar-dasar Ketuhanan serta nilai-nilai moral kemanusiaan. Bila kita cermati Pokok Pikiran dalam Pembukaan UUD 1945 tersebut merupakan pencerminan dari Pancasila, yaitu: 1) Pokok Pikiran I cerminan sila ketiga. 2) Pokok Pikiran II cerminan sila kelima. 3) Pokok Pikiran III cerminan sila keempat. 4) Pokok Pikiran IV cerminan sila kesatu dan dua. 105 Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi; Membina Karakter... 3. Sistem Pemerintahan Negara Menurut UUD 1945 Amandemen Sebelum amandemen UUD 1945 ketentuan tentang Sistem Pemerintahan Indonesia dijelaskan secara rinci dalam pelaksanaan UUD 1945. Dengan dilaksanakan amandemen, maka Penjelasan bukan lagi bagian dari UUD 1945 Amandemen, pada sisi lain terdapat perubahan pasal yang terkait dengan ketentuan Sistem Pemerintahan, termasuk peniadaan DPA, serta penambahan Mahkamah Konstitusi. Wacana penghapusan DPA yang tugasnya sebagai lembaga konsultasi belaka bagi Presiden pernah disarankan oleh Bedjo (1976). Perubahan Sistem Pemerintahan yang ada merupakan pencer minan kedaulatan rakyat yang sekarang terus diperjuangkan, dengan harapan Sistem Pemerintahan Indonesia tetap relevan dan perlu penyesuaian dengan ketentuan pasalpasal Batang Tubuh yang telah diubah dalam UUD 1945 Amandemen. Sistem Pemerintahan yang selama ini dikenal dengan Tujuh Kunci Pokok Sistem Pemerintahan Negara yang pernah dimuat dalam Penjelasan UUD 1945 Proklamasi dapat didiskusikan nilai-nilai positifnya dengan generasi muda sebagai berikut: a. Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum (rechstaat) Negara Indonesia berdasarkan atas hukum (rechstaat), tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (machstaat). Hal ini mengandung arti bahwa negara termasuk di dalamnya Pemerintah dan lembaga-lembaga negara lainnya dalam melaksanakan tindakan apapun, harus dilandasi oleh peraturan hukum atau harus dipertanggungjawabkan secara hukum. Tekanan pada hukum (recht) di sini dihadapkan pada kekuasaan (macht). Prinsip dari sistem ini di samping akan tampak dalam rumusan pasalpasalnya, juga akan sejalan dan merupakan pelaksanaan 106 Negara Dan Konstitusi dari pokok-pokok pikiran yang terkandung dalam Pembukaan UUD 1945 yang diwujudkan oleh cita-cita hukum (rechsidee) yang menjiwai UUD 1945 dan hukum dasar yang tidak tertulis. Sesuai dengan semangat dan ketegasan Pembukaan UUD 1945, jelas bahwa negara hukum yang dimaksud berarti negara bukan hanya sebagai polisi atau penjaga malam saja, yang menjaga jangan sampai terjadi pelanggaran dan menindak para pelanggar hukum. Pengertian negara hukum baik dalam arti formal yang melindungi seluruh warga dan seluruh tumpah darah, juga dalam pengertian negara hukum material yaitu negara harus bertanggung jawab terhadap kesejahteraan dan kecerdasan seluruh warganya. Dengan landasan dan semangat negara hukum dalam arti material itu, setiap tindakan negara haruslah mempertimbangkan dua kepentingan atau landasan, ialah kegunaannya (doelmatogheid) dan landasan hukumnya (rechtmatigheid). Dalam segala hal harus senantiasa diusahakan agar setiap tindakan negara (pemerintah) itu selalu memenuhi dua kepentingan atau landasan tersebut. Adalah suatu seni tersendiri untuk mengambil keputusan yang tepat apabila ada pertentangan kepentingan atau salah satu kepentingan tidak terpenuhi, sehingga harus dilakukan secara bijaksana yang dengan sendirinya harus berlandasan atas peraturan hukum yang berlaku. b. Sistem Konstitusional Pemerintahan berdasarkan atas sistem konstitusi (hukum dasar), tidak bersifat absolut (kekuasaan yang tidak terbatas). Sistem ini memberikan penegasan bahwa cara pengendalian pemerintahan dibatasi oleh ketentuanketentuan konstitusi, yang dengan sendirinya juga oleh 107 Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi; Membina Karakter... ketentuan-ketentuan hukum lain merupakan produk konstitusional, Ketetapan MPR, Undang-Undang dan sebagainya. Dengan demikian sistem ini memperkuat dan menegaskan lagi sistem negara hukum seperti dikemukakan di atas. Dengan landasan kedua sistem negara hukum dan sistem konstitusional diciptakan sistem mekanisme hubungan dan hukum antar lembaga negara, yang sekiranya dapat menjamin terlaksananya sistem itu sendiri dan dengan sendirinya juga dapat memperlancar pelaksanaan cita-cita nasional. c. Kekuasaan negara yang tertinggi ada di tangan rakyat Dengan perubahan pasal 1 ayat (2) UUD 1945 Amandemen, yang berbunyi, “Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar. Hal ini berarti terjadi pergeseran, bahwa pelaksana kedaulatan yang sebelum amandemen dilakukan oleh MPR, kembali diserahkan pada pengaturan dalam Undang-Undang Dasar, meskipun esensinya sama, rakyatlah yang memiliki kedaulatan negara. Pergeseran ini karena Presiden dan Wakil Presiden yang sebelumnya dipilih oleh MPR, sekarang Presiden dan Wakil Presiden dipilih langsung oleh rakyat. Kekuasaan MPR berdasar UUD 1945 Amandemen meliputi kekuasaan merubah UUD, melantik Presiden dan Wakil Presiden, serta memberhentikan Presiden/ Wakil Presiden sesuai dengan masa jabatan, atau karena Presiden/ Wakil Presiden melanggar suatu Konstitusi. Pergeseran lain adalah kedudukan Presiden bukan lagi di bawah MPR tetapi sejajar dengan MPR karena samasama langsung dipilih oleh rakyat. 108 Negara Dan Konstitusi d. Presiden ialah penyelenggara pemerintah an tertinggi di samping MPR dan DPR Sebelum amandemen, Presiden sebagai pemegang kekuasaan pemerintahan tertinggi kedudukannya di bawah MPR, yang kemudian dikenal dengan mandataris MPR. Setelah amandemen, Presiden sebagai penyelenggara pemerintahan tertinggi di samping MPR dan DPR, dan kedudukan Presiden tidak lagi sebagai mandataris MPR, meskipun MPR dapat memberhentikan Presiden sebelum masa jabatan terakhir, bila Presiden nyata-nyata melanggar ketentuan UUD setelah keputusan dari MK menyatakan bahwa Presiden telah melanggar UUD. e. Presiden tidak bertanggung jawab kepada DPR Di samping Presiden adalah Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Presiden harus mendapat persetujuan DPR untuk membentuk Undang-Undang, dan untuk menetapkan anggaran pendapatan dan belanja negara. Oleh karena itu, Presiden harus bekerja sama dengan Dewan, akan tetapi Presiden tidak bertanggungjawab kepada Dewan, artinya kedudukan Presiden tidak tergantung pada Dewan Perwakilan Rakyat. Presiden tidak dapat membubarkan DPR, sebaliknya DPR tidak dapat menjatuhkan Presiden. f. Menteri Negara ialah pembantu Presiden. Menteri Negara tidak bertanggung jawab kepada Dewan Perwakilan Rakyat Presiden dalam menjalankan tugas pemerintahannya dibantu oleh menteri-menteri negara. Presiden mengangkat dan memberhentikan menteri-menteri negara. Menteri-menteri negara tidak bertanggungjawab 109 Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi; Membina Karakter... kepada Dewan Perwakilan Rakyat. Kedudukan para menteri negara tidak tergantung kepada Dewan Perwakilan Rakyat. g. Kekuasaan Presiden tidak tak terbatas Presiden yang bukan lagi sebagai Mandataris MPR, Presiden yang tidak bertanggung jawab kepada Dewan Perwakilan Rakyat sebagai diktator, artinya kekuasaan Presiden tidak tak terbatas. Presiden tidak dapat membubarkan DPR maupun MPR, kecuali itu Presiden harus memperhatikan sungguh-sungguh suara Dewan Perwakilan Rakyat, dalam banyak hal Presiden harus sejalan dengan mayoritas DPR, mengingat banyak kebijakan Presiden yang harus mendapat persetujuan DPR. 4. Lembaga Negara Menurut UUD 1945 Amandemen Sebelum amandemen UUD 1945 lembaga Negara dibagi menjadi Lembaga Tertinggi Negara yang dipegang oleh MPR dan Lembaga Tinggi Negara yang meliputi Presiden, DPA, DPR, BPK, dan MA. Setelah amandemen tidak lagi dikenal Lembaga Tertinggi dan Lembaga Tinggi Negara, melainkan disebut sebagai Lembaga Negara. Lembaga tersebut adalah Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), Presiden, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Mahkamah Agung (MA) dan Mahkamah Konstitusi (MK). 1) Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Keberadaan MPR dalam UUD 1945 Amandemen diatur dalam Pasal Bab II, pasal 2 dan pasal 3. MPR terdiri dari DPR dan DPD yang dipilih melalui pemilihan umum yang diatur lebih lanjut dengan undang-undang. MPR bersidang sedikitnya sekali dalam 5 tahun di ibukota 110 Negara Dan Konstitusi negara. Tugas-tugas dan wewenang MPR diatur dalam UUD 1945 adalah: a) Mengubah dan menetapkan UUD pasal 3 ayat (1); b) MPR melantik Presiden dan Wakil Presiden pasal 3 ayat (2); c) MPR dapat memberhentikan Presiden dan Wakil Presiden dalam masa jabatannya menurut UUD, pasal 7; d) Melantik Wakil Presiden menjadi Presiden apabila Presiden mangkat, berhenti atau diberhentikan, atau tidak dapat melaksanakan kewajibannya dalam masa jabatan, pasal 8 ayat (1); e) Memilih Wakil Presiden dari 2 calon yang diajukan Presiden apabila terjadi kekosongan jabatan Wakil Presiden dalam masa jabatan, pasal 8 ayat (2); f) Memilih Presiden dan Wakil Presiden apabila keduanya berhenti secara bersamaan dalam masa jabatan, pasal 8 ayat (3). Di samping tugas dan wewenang, MPR memiliki hak, yaitu: a) Mengajukan usul perubahan pasal-pasal UUD, pasal 37. b) Menentukan sikap dan pilihan dalam pengambilan keputusan. c) Hak imunitas. d) Hak protokoler. 2) Presiden dan Wakil Presiden Pengaturan Presiden dan Wakil Presiden dalam UUD 1945 Amandemen, diatur dalam Bab III tentang Kekuasaan Pemerintahan Negara, mulai pasal 4 sampai pasal 16, serta Bab V tentang Kementrian Negara pasal 111 Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi; Membina Karakter... 17. Presiden memegang kekuasaan pemerintahan menurut UUD. Dalam melakukan tugasnya Presiden dibantu oleh satu orang Wakil Presiden. Presiden berhak mengajukan RUU dan menetapkan PP untuk menjalankan UU. Calon Presiden dan Wakil Presiden harus Warga Negara Indonesia (WNI) dan tidak pernah menerima kewarganegaraan lain, karena kehendak sendiri. Presiden dan Wakil Presiden dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh rakyat. Kekuasaan, tugas, dan wewenang Presiden meliputi menurut UUD 1945 Amandemen adalah : a) Memegang kekuasaan pemerintahanmenurut UUD 1945 Amandemen, pasal 4 ayat (1); b) Mengajukan RUU kepada DPR, meberikan persetujuan atas RUU bersama DPR, serta mengesahkan RUU menjadi UU, pasa 5 ayat (1); c) Memegang kekuasaan tertinggi atas AD, AL, dan AU, pasal 10; d) Presiden menetapkan Peraturan Pemerintah Pengganti UU, dalam kegentingan yang memaksa, pasal 11 ayat (1); e) Presiden menyatakan Negara dalam keadaan bahaya, pasal 12; f) Presiden mengangkat duta dan konsul, pasal 13 ayat (1); g) Presiden member grasi, rehabilitasi dengan memperhatikan MA, pasal 14 ayat (1); h) Presiden memberikan amnesti dan abolisi dengan pertimbangan DPR, pasal 14 ayat (2); i) Presiden memberikan gelar, tanda jasa, dan lain-lain tanda kehormatan, pasal 15; j) Presiden mengangkat dan memberhentikan menteri, pasal 17; 112 Negara Dan Konstitusi k) Meresmikan anggota BPK yang dipilih oleh DPR, pasal 23F ayat (1); l) Menetapkan Hakim Agung dari calon yang diusulkan oleh Komisi Yudisial dan disetujui DPR, pasal 24A ayat (3); m) Mengangkat/ memberhentikan KY dengan persetujuan DPR, pasal 24B ayat (3); n) Menetapkan Hakim Konstitusi dari calon yang diusulkan Presiden, DPR, dan MA, pasal 24C ayat (3). 3) Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Keberadaan DPR diatur dalam Bab VII, mulai pasal 19 sampai dengan 22B UUD 1945 Amandemen. DPR dipilih melalui pemilihan umum, dengan susunan DPR akan diatur dengan UU, DPR bersidang sedikitnya sekali dalam setahun (pasal 19). Kekuasaan DPR meliputi fungsi legislasi, anggaran dan pengawasan. Untuk menjalankan fungsinya DPR memiliki tugas dan wewenang, antara lain: a) Kekuasaan membentuk UU bersama dengan Pemerintah, termasuk persetujuan terhadap Peraturan Pemerintah Pengganti UU, untuk menjadi UU, pasal 20; b) Bersama-sama Presiden menetapkan APBN, dengan memperhatikan pertimbangan DPD, pasal 23 ayat (2); c) Setiap anggota mempunyai hak mengajukan pertanyaan, menyampaikan usul dan pendapat, serta hak imunitas, pasal 20A ayat (2); d) Memilih calon BPK setelah memperhatikan pertimbangan dari DPD, pasal 23F ayat (1); e) Memberikan persetujuan calon Hakim Agung yang diajukan oleh KY, pasal 24A ayat (2); 113 Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi; Membina Karakter... f) Memberikan pertimbangan kepada Presiden untuk mengangkat duta, menerima pengangkatan duta negara lain, dan memberikan pertimbangan dalam amnesti dan abolisi, pasal 13; g) Memberikan persetujuan kepada Presiden untuk menyatakan perang, membuat perdamaian, dan perjanjian dengan negara lain, pasal 11 ayat (1); h) Menyerap, menghimpun, dan menampung dan menindak lanjuti aspirasi masyarakat. 4) Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Anggota DPD dipilih dari setiap provinsi melalui pemilihan umum. Jumlah DPD dari setiap provinsi sama sebanyak 4 orang dan tidak melebihi 1/3 dari jumlah anggota DPR. Jumlah anggota DPD sebanyak 128 orang. DPD bersidang sedikitnya sekali dalam setahun. Kekuasaan terkait dengan fungsi DPD, adalah: a) DPD dapat mengajukan RUU kepada DPR terkait dengan UU otonomi daerah, pasal 22D ayat (1); b) Memberikan pertimbangan kepada DPR atas RUU APBN dan RUU terkait dengan pajak, pendidikan, dan agama, pasal 22D ayat (2); c) Melakukan pengawasan atas pelaksanaan mengenai undang-undang otonomi daerah, pembentukan, pemekaran, dan penggabungan daerah, hubungan pusat dan daerah, pengelolaan sumber daya alam, dan daya ekonomi lainnya, pelaksanaan APBN, pajak, pendidikan, dan agama, pasal 22D ayat (3); d) Menerima hasil pemeriksaan keuangan negara dari BPK untuk dijadikan bahan membuat pertimbangan bagi DPD tentang RUU yang berkaitan dengan APBN, pasal 23E ayat (2); 114 Negara Dan Konstitusi e) Memberikan pertimbangan kepada DPR dalam pemilihan anggota BPK, pasal 23F ayat (1). 5) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Pengaturan keberadaan BPK dalam UUD 1945 Amandemen diatur dalam Bab VIIIA, mulai pasal 23E sampai dengan pasal 23G. anggota BPK dipilih oleh DPR dengan memperhatikan pertimbangan dari DPD dan diresmikan oleh Presiden. BPK adalah badan yang bertugas memeriksa dan bertanggung jawab tentang keuangan negara (pasal 23E ayat (1) dengan tugas bebas dan mandiri. Hasil pemeriksaan diserahkan kepada DPR, DPD, dan DPRD, pasal 23E ayat (2). Sesuai dengan kewenangannya. BPK berkedudukan di ibukota Negara dan memiliki perwakilan di setiap provinsi, pasal 23G ayat (1). 6) Mahkamah Agung (MA) Pengaturan Kekuasaan Kehakiman diatur dalam Bab IX UUD 1945 Amandemen, mulai dari pasal 24 sampai pasal 25. Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di wilayahnya dalam lingkungan peradilan umum, peradilan agama, peradilan militer oleh sebuah Mahkamah Konstitusi. Mahkamah Agung berwenang mewakili pada tingkat kasasi, menguji peraturan perundang-undangan di bawah UU dan wewenang lainnya yang diberikan oleh UU. Calon hakim agung diusulkan Komisi Yudisial kepada DPR untuk mendapatkan persetujuan dan selanjutnya ditetapkan sebagai hakim agung oleh Presiden. Komisi Yudisial bersifat mandiri dan berwenang mengusulkan pengangkatan hakim agung dan mempunyai wewenang lain dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim. Komisi 115 Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi; Membina Karakter... Yudisial diangkat dan diberhentikan oleh Presiden dengan persetujuan DPR. Tugas dari MA adalah: a) Mengadili pada tingkat kasasi dan wewenang yang diberikan UU, pasal 24A; b) Mengajukan tiga orang Hakim Konstitusi, pasal 24A ayat (3); c) Memberikan pertimbangan dalam hal Presiden memberikan grasi dan amnesti, pasal 14 ayat (2). 7) Komisi Yudisial (KY) Sebagaimana MK, keberadaan KY adalah lembaga negara baru yang dibentuk setelah UUD 1945 Amandemen. KY merupakan lembaga yang mandiri dan dalam melaksanakan wewenangnya bebas dari campur tangan atau pengaruh kekuasaan lainnya. Komisi Yudisial memiliki wewenang untuk: a) Mengusulkan pengangkatan Hakim Agung kepada DPR, pasal 24A ayat (2); b) Menegakkan kehormatan dan keluhuran martabat serta menjaga perilaku hakim, pasal 24B ayat (1). Dalam melaksanakan wewenangnya, KY memiliki tugas lainnya, yaitu: a) Melakukan pendaftaran calon Hakim Agung; b) Melakukan seleksi terhadap calon Hakim Agung; c) Menetapkan calon Hakim Agung; d) Mengajukan calon Hakim Agung ke DPR; e) Menerima laporan masyarakat tentang perilaku hakim; f) Melakukan pemeriksaan terhadap dugaan pelanggaran perilaku hakim; g) Membuat laporan hasil pemeriksaan berupa rekomendasi yang disampaikan kepada MA dan 116 Negara Dan Konstitusi tindasannya disampaikan kepada Presiden dan DPR. 8) Mahkamah Konstitusi (MK) Sebagaimana telah disebut dalam amandemen bahwa, di samping MA terdapat Mahkamah Konstitusi. Menurut UUD 1945 Amandemen, MK berkewajiban dan berwenang untuk: a) Mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji UU terhadap UUD 1945, pasal 24C ayat (1); b) Memutus sengketa kewenangan lembaga Negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD, memutus pembubaran partai politik, pasal 24C ayat (1); c) Memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum, pasal 24C ayat (1); d) Wajib memberikan putusan atas pendapat bahwa Presiden dan atau Wakil Presiden diduga telah melakukan pelang garan hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, kor upsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela, dan/atau tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan atau Wakil Presiden sebagaimana dimaksud UUD 1945, pasal 7B ayat (5). Agar penafsiran terhadap kemungkinan pelanggaran hukum Presiden dan Wakil Presiden tidak bisa, maka ditetapkan pengertian pelanggaran tersebut adalah: a) Pengkhianatan terhadap negara adalah tindak pidana terhadap keamanan negara sebagaimana diatur dalam undang-undang; 117 Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi; Membina Karakter... b) Korupsi dan penyuapan adalah tindak pidana korupsi atau penyuapan sebagaimana diatur dalam undang-undang; c) Tindak pidana berat lainnya adalah tindak pidana yang diancam pidana penjara 5 tahun atau lebih. 5. Pemerintah Daerah Pengaturan tentang Pemerintahan Daerah dalam UUD 1945 Amandemen, diatur dalam pasal 18, yaitu: (1)Negara kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi, kabupaten dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah yang diatur dengan undangundang. (2)Pemerintah daerah provinsi, daerah kabupaten dan kota, mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan. (3)Pemerintah daerah Provinsi, daerah Kabupaten dan Kota memiliki Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang anggota-anggotanya dipilih melalui pemilihan umum. (4)Gubernur, Bupati, Walikota masing-masing sebagai kepla pemerintah daerah provinsi, kabupaten, dan kota dipilih secara demokratis. (5)Pemerintah daerah menjalankan otonomi seluasluasnya, kecuali urusan pemerintah yang oleh undang-undang ditentukan sebagai urusan Pemerintah Pusat. (6)Pemerintah daerah berhak menetapkan peraturan daerah dan peraturan-peraturan lain untuk 118 Negara Dan Konstitusi melaksanakan otonomi daerah dan tugas pembantuan. (7)Susunan dan tata cara penyelenggaraan pemerintah daerah diatur dalam undang-undang. Pemerintah daerah dengan prinsip otonomi daerah dan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam arti daerah diberi kewenangan mengurus dan mengatur semua urusan pemerintahan, di luar yang menjadi urusan Pemerintah Pusat yang ditetapkan dalam Undang-Undang Otonomi Daerah. Daerah memiliki kewenangan untuk membuat kebijakan daerah untuk member pelayanan, peningkatan peran serta, prakarsa, dan pemberdayaan masyarakat yang bertujuan pada peningkatan kesejahteraan rakyat. Sejalan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya, dilaksanakan pula prinsip otonomi yang nyata dan bertanggungjawab. Prinsip otonomi nyata adalah prinsip bahwa untuk menangani urusan pemerintahan dilaksanakan berdasar tugas, wewenang, dan kewajiban yang seharusnya telah ada dan berpotensi untuk tumbuh, hidup dan berkembang sesuai dengan potensi dan kekhasan daerah. Dengan demikian, isi dan jenis otonomi setiap daerah di Indonesia tidak selalu sama. Adapun yang dimaksud dengan otonomi yang dalam penyelenggaraannya, harus benar-benar sejalan dengan tujuan dan maksud pemberian otonomi, yang pada dasarnya untuk memberdayakan daerah termasuk meningkatkan kesejahteraan rakyat yang merupakan bagian utama dari tujuan nasional. Dengan demikian otonomi seluas-luasnya, bukan berarti daerah bebas melakukan apa saja yang dikehendaki, tetapi kebebasan yang bertanggung jawab dalam kerangka negara kesatuan Indonesia. 119 Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi; Membina Karakter... 1) Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Pemerintahan daerah adalah pelaksanaan fungsifungsi pemerintah daerah yang dilakukan oleh lembaga pemerintah, yaitu Kepala Daerah dan Dewan Perwakilan Daerah (DPRD). Kepala Daerah adalah Kepala Pemerintah Daerah yang dipilih secara demokratis. Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah dipilih secara langsung oleh rakyat yang persyaratan dan tata caranya ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan Gubernur, Bupati dan Walikota, sebagai kepala daerah dan kepala pemerintah daerah memiliki tugas dan wewenang: a) Memimpin penyelenggaraan pemerintah daerah berdasarkan kebijakan yang ditetapkan bersama DPRD; b) Mengajukan rancangan Perda; c) Menetapkan Perda yang telah mendapat persetujuan bersama DPRD; d) Menyusun dan mengajukan Rancangan Perda tentang APBD kepada DPRD; e) Mewakili daerahnya di dalam dan di luar pengadilan, dan dapat menunjuk kuasa hukum untuk mewakilinya sesuai dengan peraturan perundang-undangan; f) Melaksanakan tugas dan wewenang lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Kepala Daerah yang dalam menjalankan tugasnya dibantu oleh Wakil Kepala Daerah. Dalam membantu Kepala Daerah, Wakil Kepala Daerah memiliki tugas: a) Membantu Kepala Daerah dalam menyelenggarakan pemerintahan daerah; 120 Negara Dan Konstitusi b) Membantu Kepala Daerah dalam mengkoordinasikan kegiatan instansi vertikal di daerah, menindaklanjuti laporan dan hasil pengawasan aparat pegawasan, melakukan pemberdayaan perempuan dan pemuda, serta mengupayakan pengembangan dan pelestarian sosial-budaya dan lingkungn hidup; c) Memantau dan mengevaluasi penyelenggaraan pemerintah di wilayah kecamatan dan, kelurahan, dan desa bagi wakil kepala daerah kabupaten/ kota; d) Memberikan saran kepada Kepala Daerah dalam penyelenggaraan pemerintah daerah; e) Melaksanakan tugas dan kewajiban yang diberikan oleh kepala daerah; f) Melaksanakan tugas dan wewenang Kepala Daerah apabila Kepala Daerah berhalangan. Dalam melaksanakan tugas dan wewenang, Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah, memiliki kewajiban: a) Memegang teguh dan mengamalkan Pancasila, melaksanakan UUD 1945, serta mempertahankan dan memelihara keutuhan NKRI; b) Meningkatkan kesejahteraan rakyat; c) Memelihara ketentraman dan ketertiban masyarakat; d) Melaksanakan kehidupan demokrasi; e) Menaati dan menegakkan seluruh peraturan perundang-undangan; f) Menjaga etika dan nor ma dalam penyelenggaraan pemerintah daerah; 121 Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi; Membina Karakter... g) Memajukan dan mengembangkan daya saing daerah; h) Melaksanakan prinsip tata pemerintahan yang bersih dan baik; i) Melaksanakan dan mempertanggungjawabkan pengelolaan keuangan daerah; j) Menjalin hubungan kerja dengan seluruh instansi vertikal di daerah dan semua perangkat daerah; k) Menyampaikan rencana strategis penyelenggaraan pemerintahan daerah dalam Rapat Paripurna DPRD. 2) Dewan Perwakilan Rakyat Daerah DPRD merupakan lembaga perwakilan rakyat di daerah dan berkedudukan sebagai unsur penyelenggaraan pemerintah daerah. Ketentuan tentang DPRD, sepanjang tidak diatur dalam UndangUndang Pemerintah Daerah No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, berlaku ketentuan Undang-Undang tentang Susunan dan kedudukan MPR, DPR, DPD, dan DPRD. Sebagaimana DPR, maka DPRD juga memiliki fungsi legislasi, fungsi anggaran dan fungsi pengawasan. Sebagai unsur penyeleggaraan pemerintah daerah, DPRD mempunyai tugas dan wewenang sebagai berikut: a) Membentuk Perda yang dibahas dengan Kepala Daerah untuk mendapatkan persetujuan bersama; b) Membahas dan menyetujui rancangan Perda tentang APBD bersama dengan Kepala Daerah; c) Melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan Perda dan peraturan perundangundangan lainnya, peraturan kepala daerah, 122 Negara Dan Konstitusi d) e) f) g) h) i) j) APBD, serta kebijakan Pemerintah Daerah dalam melaksanakan program pembangunan daerah dan kerja sama internasional di daerah; Mengusulkan pengangkatan kepala daerah/ wakil kepala daerah kepada Presiden melalui menteri dalam Negeri bagi DPRD Provinsi dan Kepada Menteri Dalam Negeri melalui Gubernur bagi DPRD Kabupaten/ Kota; Memilih Wakil Kepala Daerah dalam hal terjadi kekosongan jabatan Wakil Kepala Daerah; Memberikan pendapat dan pertimbangan kepada pemerintah daerah terhadap rencana perjanjian internasional di daerah; Meminta laporan keterangan pertanggung jawban Kepala Daerah dalam penyelenggaraan pemerintah daerah; Membentuk panitia pengawas pemilihan Kepala Daerah; Melakukan pengawasan dan meminta laporan KPUD dalam penyelenggaraan pemilihan kepala daerah; Memberikan persetujuan terhadap rencana kerja sama antar daerah dan dengan pihak ketiga yang membebani masyarakat dan daerah. Tentang jumlah anggota DPRD Provinsi dan Kabupaten/Kota ditetapkan dalam UU No. 10 Tahun 2008 adalah: a) Untuk anggota DPRD Provinsi sedikitnya 35 orang dan paling banyak 100 orang. b) Untuk anggota DPRD Kabupaten/Kota sedikitnya 20 orang dan paling banyak 50 orang. 123 Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi; Membina Karakter... Setelah UUD 1945 dilakukan amandemen, ternyata dalam pelaksanaannya kemudian, masih menyisakan ketidakpuasan, karena sistem pemerintahan yang dilaksanakan di era reformasi ini lebih banyak didominasi oleh partai-partai politik, sehingga kebijakan-kebijakan yang dilahirkan berupa undang-undang lebih banyak mengakomodasi kepentingan-kepentingan politik dan kalangan pengusaha. Sementara itu aspirasi-aspirasi daerah yang diperjuangkan DPD selalu kandas, baik karena kurang mendapat dukungan dari kalangan partai politik, di samping secara normatif, hak-hak DPD hanya sebatas mengajukan rancangan perundang-undangan, tetapi belum punyai hak untuk menetapkan dan mengesahkan rancangan undang-undang menjadi undang-undang. Hal demikian sesuai dengan pasal 22D ayat (1) DPD dapat mengajukan RUU kepada DPR terkait dengan UU otonomi daerah, dan pasal 22D ayat (1); Memberikan pertimbangan kepada DPR atas RUU APBN dan RUU terkait dengan pajak, pendidikan, dan agama, pasal 22D ayat (2). Kondisi ini kemudian memunculkan wacana untuk melakukan Amandemen ke 5 terhadap UUD 1945. 124 BAB IV DEMOKRASI DI INDONESIA A. Istilah dan Definisi Demokrasi Apa itu “demokrasi” ? Istilah ini punya daya tarik yang sangat luar biasa. Semakin banyak dibicarakan, semakin menarik dan tak ada habis-habisnya. Sepintas demokrasi seolah bersifat elitis, tapi semakin dalam diselami, semakin diketahui bahwa demokrasi adalah kehidupan kita sendiri. Itulah yang sekarang dikenal dengan sebutan “living democracy”. Tidak berlebihan jika dikatakan bahwa demokrasi merupakan produk pemikiran manusia yang cerdas. Walaupun demikian, tak mudah untuk memaknai demokrasi secara memuaskan. Lebih-lebih karena istilah demokrasi, memang tak pernah dipahami secara monolitik. Mengambil satu arti, berarti kita terjebak ke dalam satu arus pemikiran. Karena itu, diperlukan pemahaman substantif, agar demokrasi bisa diterima sebagai suatu keniscayaan, untuk kemudian diperjuangan, diperbaiki, dipertahankan dan disempurnakan (Bernard Lewis, 2002). Istilah demokrasi berasal dari bahasa Yunani “demokratia” berarti “kekuasaan dari rakyat” (rule of people), yang dirangkai dari kata “demos” artinya “rakyat”, dan “kratos” atau “cratein” berarti “kekuasaan”. Demokrasi adalah bentuk politis dari pemerintahan yang mengatur kekuasaan yang diperoleh dari rakyat, baik melalui pemilihan langsung (direct democracy) maupun perwakilan rakyat yang dipilih (representative democracy). Sementara terhadap definisi demokrasi, terdapat beberapa kategori definisi demokrasi, yakni definisi secara singkat, klasik dan modern. Kategori-kategori definisi demokrasi nampaknya dipengaruhi oleh pendekatan sejarah. 125 Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi; Membina Karakter... 1. Definisi Singkat Demokrasi a. Abraham Lincoln (1809-1865), mendefinisikan demokrasi sebagai pemerintahan yang berasal dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat (Government of the people, by the people, for the people) b. Demokrasi menurut bahasa Yunani adalah pemerintah oleh rakyat (Rule by the ‘simple’ people) c. Demokrasi dalam pengertian orang-orang Athena dan Romawi Kuno adalah bentuk pemerintahan yang muncul sebagai reaksi terhadap pemusatan dan penyalahgunaan kekuasaan oleh para penguasa, dan para filosof menentukan elemen-elemen esensial dari demokrasi berupa pemisahan dari kekuasaan, hak-hak sipil/hak-hak manusia, kebebasan beragama dan pemisahan gereja dan negara. 2. Definisi Klasik Demokrasi Demokrasi sering dikemukakan berlawanan dengan tipetipe pemerintahan yang lain, seperti pemerintahan dari satu penguasa, berupa raja, atau ratu maupun kaisar (monarki); pemerintahan oleh para bangsawan atau ketur unan (aristokrasi); pemerintahan oleh beberapa orang (oligarki); pemerintahan berasal dari Tuhan, yang pada kenyataannya dimaksudkan adalah pemerintahan oleh pemimpin-pemimpin religius (theokrasi); dan pemerintahan berasal dari rakyat, direbut dengan kekuatan, lazimnya dikenal sebagai kediktatoran militer (kediktatoran). Mayoritas negara-negara demokrasi di dunia dikenal sebagai republik-republik, yakni para pemimpin pemerintahannya dibentuk melalui pemilihan. Bahkan terdapat beberapa negara yang dikenal sebagai negara demokrasi yang dijalankan dengan baik, namun menganut Kerajaan-kerajaan Konstitusional, seperti Inggris, Spanyol Belgia, Nederland, 126 Demokrasi Di Indonesia Luxemburg dan Skandanavia. Pada negara-negara tersebut, meskipun raja atau ratu sebagai kepala negara, namun kepala pemerintahan dijabat oleh perdana menteri. Raja atau ratu dijamin oleh konstitusi, dan membatasi secara jelas kewajibankewajiban maupun kompetensi-kompetensi dari kerajaan. Posisi raja hanya dipandang sebagai faktor stabilisator dari pada sesuatu yang membahayakan demokrasi. Oleh karena itu definisi klasik dari demokrasi adalah sedikit berguna, sedikitnya masih peduli dengan monarki. 3. Definisi Modern Demokrasi Definisi modern dari demokrasi juga sering dihadapkan dengan rezim-rezim otoritarian, totaliter dan teokrasi. Demokrasi adalah bentuk pemerintahan yang menjamin hakhak dasar pribadi dan politik, pemilihan-pemilihan yang jujur dan bebas, serta lembaga peradilan yang bebas. Rezim Totalitarian adalah pemerintahan oleh kelompok kecil dari para pemimpin yang berbasis pada ideologi. Validitas tuntutan-tuntutan umum untuk semua aspek dari kehidupan dan upaya-upaya biasanya untuk menempatkan kembali rezim. Rezim tidak toleran terhadap penyimpangan dari ideologi negara. Para penentang rezim dianiaya, disiksa, dan ditahan dalam penjara dan kalangan minoritas etnis dibunuh secara massal (genocide). Rezim otoritarian adalah pemerintahan yang dilaksanakan oleh sekelompok kecil pemimpin. Berbeda dengan rezim-rezim totalitarian, rezim-rezim otoritarian memiliki ideologi negara yang tidak jelas dan mengakui sejumlah kebebasan (misalnya ekonomi dan kultural) sepanjang tidak membahayakan peraturan-peraturan mereka. Tujuan yang paling penting dari rezim-rezim otoritarian adalah memelihara kekuasaan dan memperkaya pribadi di atas negara dan penduduknya. Rezim Teokrasi adalah “ Pemerintahan oleh Tuhan”; dalam 127 Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi; Membina Karakter... kenyataannya adalah pemerintahan oleh para pemimpin agama. Biasanya interpretasi tertentu dari hukum-hukum agama religius secara murni ditempatkan kembali ke dalam bentuk-bentuk modern dan diperkuat dan dilaksanakan sepenuhnya dengan ketat. Misalnya, Republik Islam Iran. Samuel P. Huntington (Bernard Lewis, 2002) mengemukakan bahwa seseorang dapat menyebut sebuah negara itu demokrasi, jika negara tersebut telah melaksanakan pergantian pemerintahan secara damai melalui pemilihan umum. Jadi menurut Bernard Lewis (2002) demokrasi adalah kebijakan pemerintah yang dapat diubah oleh pemilu, bukan sebaliknya pemilihan umum dapat diubah oleh pemerintah. Oleh karena itu, supaya berhak mendapatkan label demokrasi modern, negara butuh untuk memenuhi beberapa persyaratan dasar, dan membutuhkan tidak hanya tertulis dalam konstitusinya, tetapi harus dijaga dalam kehidupan sehari-hari oleh kalangan politisi dan penguasa. Beberapa persyaratan kunci yang harus dipenuhi oleh negara demokrasi modern adalah: 1. Jaminan terhadap hak-hak asasi manusia terhadap setiap pribadi secara individual berhadapan dengan negara dan penguasanya, seperti dengan berbagai kelompok sosial (khususnya institusi-institusi religius) dan berhadapan dengan pribadi-pribadi lain. 2. Pemisahan kekuasaan di antara institusi-institusi negara, yaitu Pemerintahan (kekuasaan eksekutif), Parlemen (kekuasaan legislatif) dan Lembaga Kehakiman (kekuasaan yudikatif) 3. Kebebasan berpendapat, berbicara, pers dan massmedia 4. Kebebasan beragama 5. Hak yang sama untuk memberikan suara (satu orang, satu suara) 6. Pemerintahan yang baik (fokus pada kepentingan publik dan tidak ada korupsi) 128 Demokrasi Di Indonesia B. Sejarah Perkembangan Demokrasi Dalam berbagai pustaka dalam kehidupan demokrasi telah terjadi jauh pada abad ke 4 dan 5 sebelum masehi (SM) yang dipraktikkan sebagai sistem-sistem politik pada zaman Yunani kuno, tepatnya di Negara Kota (polis) Athena (Suhelmi, 2001; Schmandt, 2002; Agustino, 2007). Dalam pemahaman awal Yunani sendiri, seperti dijelaskan Aristoteles menyebut tiga pemerintahan yang baik dan tiga pemerintahan yang buruk (Suhelmi, 2001; Schmandt, 2002; Agustino, 2007), yakni demokrasi termasuk pemerintahan orang banyak yang berorientasi pada kelompoknya sendiri. Sedang pemerintahan orang banyak yang baik disebut timokrasi. Plato yang juga guru Aristoteles menekankan perlunya orang terdidik menjadi bijak dalam kehidupan demokrasi. Agar semakin banyak orang yang menjadi terdidik, Plato mendirikan sekolah yang disebut dengan Academica (Suhelmi, 2001; Schmandt, 2002). Sekolah ini bermaksud mendirikan kesempatan lebih banyak pada warga, guna memberikan kesempatan lebih banyak pada warga guna mempersiapkan orang–orang bijak untuk ikut berperan aktif dalam pemerintahan Negara. Kehidupan demokrasi mengalami pasang surut, dengan kehancuran Yunani dan Romawi serta kokohnya kekuasaan monarkhi absolut di Eropa sampai dengan dengan abad pertengahan, terjadi kondisi yang tidak diharapkan dalam kehidupan demokrasi, yang dalam perkembangan sejarah Eropa disebut zaman kegelapan (Dark Ages) yakni terjadinya akumulasi kekuasaan absolut dari para raja yang mendapat restu dari para pemimpin gereja. Pemerintahan absolut ini telah memasung kebebasan berfikir manusia, sehingga menimbulkan reaksi para pemikir abad renainsance yang melahirkan teori–teori tentang kekuasaan Negara, sampai dengan teori kedaulatan rakyat yang mampu menopang perkembangan demokrasi meluas ke berbagai penjuru dunia. Rose Wilder Lane penulis buku “Islam and the Discovery of Freedom” (Bernard Lewis, 2002) menyebutkan, bahwa 129 Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi; Membina Karakter... orang-orang Erofa banyak mempelajari nilai dan pentingnya kebebasan dari kaum Muslim. Islam memperkenalkan konsep kebebasan kepada dunia dan khususnya ke Erofa. Sejak itu citacita kuno demokrasi dan pertanggungjawaban pemerintahan, dikaji ulang dan dikembangkan. Aristoteles adalah pemikir untuk kehidupan demokrasi yang baik, tetapi ia tidak mendukung demokrasi di masanya. Aristoteles memimpikan dan meramalkan bahwa demokrasi adalah bentuk pemerintahan yang akan berkembang untuk kehidupan bernegara ke depan. Aristoteles memberikan catatan untuk pemerintahan demokrasi yang akan menjadi pilihan tebaik di masa datang. Untuk itu perlu dipersiapkan prakondisi yang akan mendukung orangorang terbaik menjadi pilihan dari masyarakat, apabila warga negara yang akan memilih dalam pemerintahan demokrasi, telah memiliki pendidikan dan kesadaran bernegara yang baik, serta kondisi ekonomi yang mapan. Bila prakondisi belum seperti yang diharapkan, maka mungkin orang yang pintar dan jujur, yang kurang atau tidak popular dan tidak memiliki kemampuan finansial, akan kalah dengan orang kaya yang mampu mengambil kesempatan dari kondisi masyarakat yang miskin dan tidak terdidik dengan berbagai macam cara, akan terpilih dalam pemerintahan, meskipun orang tersebut sebenarnya, tidak ada niat baik memimpin dan mensejahterakan rakyatnya. Kondisi inilah yang sering terjadi di Negara berkembang, karena pemerintah dikuasai oleh keinginan sosial, ekonomi, politik mayoritas yang mengabaikan kemakmuran warga, seperti Nigeria tahun 1983, Sudan tahun 1989, oleh Casper dan Taylor dinyatakan sebagai demokrasi serampangan (Agustino,2007). Inilah bukti yang dikhawatirkan Aristoteles bahwa kehancuran demokrasi, karena euphoria demokrasi yang bertumpu pada pemilikan kebebasan semu, yang tanpa disadari, kebebasan yang diekspresikan berbenturan dengan kebebasan orang lain. Pengalaman aneh dan menarik justru terjadi di Indonesia. Setelah Pemilihan Umum calon legislatif (caleg) untuk anggota legislatif, 130 Demokrasi Di Indonesia justru tidak siap. Banyak caleg yang tidak terpilih menderita penyakit jiwa, dan dapat menjadi bahan diskusi kualitas caleg Indonesia mendatang. Hal senada disampaikan oleh De Tocquiville (Charmim,dkk,2003) bahwa demokrasi memerlukan moral menahan diri, tanpa kemampuan menahan diri, demokrasi akan berubah menjadi democrazy yang melahirkan tirani. Gabriel Almond yang melakukan penelitian tentang keberhasilan demokrasi, dalam kaitannya dengan kultur dan struktur sosial politik menyimpulkan: 1. Kultur demokrasi adalah kultur campuran,yaitu antara kebebasan/partisipasi di satu pihak dan norma-norma perilaku di pihak lain, 2. Kultur demokrasi bersumber pada kultur masyarakat secara umum, yang mengandung social trust yang tinggi dan civicness, kecenderungan hubungan kerja yang bersifat horizontal/ sederajat, 3. Kultur demokrasi senantiasa memerlukan dan berbasis masyarakat madani, 4. Seberapa jauh masyarakat memegang kultur demokrasi sanagat tergantung pada perilaku pemerintahan dalam berdemokrasi. Tidaklah berlebihan bahwa demokrasi berjalan dengan baik, bila warga bersikap arif dan masing-masing mampu mengendalikan diri demi kepentingan bersama yang lebih besar di bawah keteladanan pemerintahan demokratis. Sebaliknya demokrasi masyarakat akan mendukung kehidupan demokrasi, bila pemerintahan dapat memberikan keteladan demokratis. Pemerintahan demokratis tidak akan terbentuk di suatu di negara, jika suatu kehidupan para elit negara tidak memberikan keteladanan dan melaksanakan prinsip-prinsip demokratis. Sudahkah para elit politik Indonesia membrikan contoh perilaku demokrasi yang sehat, baik dan benar ? 131 Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi; Membina Karakter... C. Prinsip-Prinsip Demokrasi Prinsip-prinsip demokrasi sesungguhnya merupakan nilai-nilai yang diperlukan untuk mengembangkan pemerintahan demokrasi. Berdasarkan nilai atau kondisi inilah pemerintahan demokrasi dapat ditegakkan. Nilai atau prinsip demokrasi tersebut adalah kebebasan (kebebasan, kelompok, berpartisipasi), menghormati orang/kelompok lain, kesetaraan, kerjasama, persaingan dan kepercayaan (Charmin,2003). Nilai tersebut menurut Supriatnoko (2008) merupakan prinsip-prinsip umum demokrasi,yang meliputi, kebebasan, pluralism, paham individual, kesetaraan, dan keadilan. Menurut Robet A. Dahl (Srijanty,dkk,2008) prinsip demokrasi mencakup; adanya kontrol terhadap kebijakan pemerintah; adanya pemilihan yang jujur; diakuinya hak memilih dan dipilih; kebebasan menyatakan pendapat; kebebasan mengakses informasi; serta kebebasan berserikat. Esensi pendapat-pendapat tersebut pada hakekatnya terdapat kesamaan mendasar sebagai prinsip demokrasi. Hakekat kesamaan tersebut akan diuraikan pada paparan sebagai berikut: 1. Kebebasan Kebebasan adalah keleluasaan seseorang untuk berbuat atau untuk tidak berbuat sesuatu sesuai dengan keinginan sendiri. Kebebasan adalah hak dan kemampuan seseorang untuk menentukan sendiri apa yang menjadi pilihan sepanjang hak dan kemampuan seseorang tersebut tidak berbenturan dengan hak orang lain. Bentuk-bentuk kebebasan itu, antara lain : a. Kebebasan Menyatakan Pendapat Kebebasan menyatakan pendapat adalah hak seseorang dalam kehidupan bermasyarakat/bernegara yang wajib dijamin olaeh undang-undang dalam sistem demokratis. Kebebasan ini senantiasa diperlukan, karena warga negara dalam kehidupan demokratis juga berkewajiban dan bertang gungjawab atas proses 132 Demokrasi Di Indonesia kehidupan itu sendiri. Warga negara dapat menyampaikan usulan atau kritik kepada pejabat negara, anggota perwakilan, atau pandangan terhadap sesuatu yang baik, atau menurutnya dianggap baik. Dalam negara diktator, kebebasan berpendapat pada umumnya sangat terbatas atau justru dilarang, karena membahayakan kelangsungan eksistensi kekuasaan sang ditaktor. b. Kebebasan Berkelompok Kebebasan berkelompok adalah kebebasan untuk berorganisasi bagi setiap warga negara sebagai makhluk sosial. Kehidupan berkelompok merupakan naluri dasar manusia yang tak mungkin diingkari. Dalam kehidupan kelompok manusia sebagai individu berharap akan memperoleh kemudahan dalam hidupnya, serta perlindungan kolektif dari kelompoknya. Pada kehidupan demokrasi kelompok-kelompok warga dapat memperjuangkan keinginan kelompoknya, termasuk membentuk partai politik sampai pada tingkat kegiatan dalam lingkup nasional. Pemerintahan demokrasi akan memberikan alternatif untuk memberikan kebebasan kelompok bagi warga negaranya. c. Kebebasan Berpartisipasi Kebebasan berpartisipasi merupakan kebebasan untuk berperanserta dalam suatu kegiatan. Kebebasan ini sebagai perwujudan gabungan kebebasan berpendapat dan kebebasan berkelompok. Pada negara berkembang atau negara otoriter ada kecenderungan untuk mewujudkan kebebasan partisipasi secara berlebihan. Misalnya dalam pemilihan umum, partisipasi warga cenderung diarahkan, sehingga tingkat partisipasi jumlah pemilih terdaftar begitu tinggi. Harapan yang tinggi terhadap partisipasi pemilih merupakan bentuk propa133 Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi; Membina Karakter... ganda bagi penguasa diktator, bahwa pemerintahan diktator tersebut mendapat dukungan penuh dari rakyatnya. Dalam kebebasan partisipasi, tidak membenarkan seseorang memaksa orang lain melakukan sesuatu yang sebenarnya tidak dikehendakinya. Kebebasan partisipasi juga dapat diberikan kepada warga negara dalam bentuk kontrol terhadap jalannya pemerintahan suatu negara. Dalam negara diktator tidak mungkin terjadi hal seperti. Gejala ini pernah terjadi di Indonesia, bahkan dalam menghadapi pemilihan umum 2009, Majelis Ulama Indonesia (MUI) sampai memberikan fatwa haram bagi warga negara yang mempunyai hak pilih, tetapi tidak ikut dalam pemilihan umum atau tidak memilih calon yang ada. Warga negara tersebut popular dengan sebutan Golongan Putih (Golput). Suatu fatwa yang perlu mendapatkan renungan bagi semua insan demokrasi di Indonesia, semoga tidak lagi muncul fatwa-fatwa sejenis yang dapat membingungkan umat Islam di Indonesia. Fatwa MUI tentang golput masih terdapat pro dan kontra, dan kelompok pro dan kontra ini terjadi di antara kalangan umat Islam sendiri. 2. Kesetaraan Antar Warga atau Individu Kesetaraan atau persamaan kedudukan (egalitarianisme) merupakan nilai dasar demokrasi. Kesetaraan dalam demokrasi adalah bentuk pengkuan terhadap pribadi manusia, bahwa manusia di dunia ini mempunyai kedudukan harkat dan martabat yang sama, karena manusia sama-sama sebagai umat dari Tuhan Yang Maha Kuasa. Kesadaran ini sangat penting, karena dalam sejarah manusia, sering terjadi perilaku individu maupun kelompok yang tidak bisa memahami keadaan sesama manusia. 134 Demokrasi Di Indonesia Banyak di antara manusia di dunia yang tidak mendapatkan haknya secara baik dan benar, karena perilaku manusia yang lain, baik secara individu maupun kelompok. Bahkan suatu bangsa yang menganggap dirinya sebagai manusia unggul atau bangsa pilihan, sedang manusia lainnya sebagai manusia budak dengan martabat rendah. Dalam pergaulan internasional perjuangan menuju kesetaraan manusia, bukan proses yang mudah dan cepat. Perjuangan ini berlangsung bertahun-tahun, bahkan berabad-abad lamanya. Pengakuan internasional dengan Deklarasi Hak Asasi Manusia, posisi kesetaraan sesama manusia diakui oleh sebagian besar bangsa-bangsa di dunia pada abad 20, setelah dunia dilanda perang besar yang dikenal dengan Perang Dunia Kedua. Kehidupan demokrasi harus dapat menjamin kesetaraan antar sesama manusia, termasuk hak-haknya dalam bernegara. Bagi bangsa Indonesia yang heterogen, kesadaran terhadap kesetaraan sesama manusia atau warga Indonesia sangat diperlukan. Bangsa Indonesia pernah mengalami penderitaan di bawah penguasaan bangsa lain. Semua ini memberikan pelajaran berharga terhadap kesadaran bagi bangsa Indonesia, untuk menempatkan kedudukan manusia di dunia pada derajat, harkat dan martabat manusia yang sama. Bangsa Indonesia senantiasa harus dapat menghargai sesama manusia dengan prinsip saling menghargai dan dapat berbuat serta berperilaku untuk memanusiakan manusia. 3. Pluralisme Pluralism berarti majemuk, tidak tunggal. Sesuatu yang sifatnya plural memiliki ciri tidak sama. Pluralistik dalam kehidupan manusia dapat bermakna bahwa manusia di dunia itu tidak sama, namun dengan ketidaksamaan tersebut, faham pluralis memberikan intensitas yang sama sebagaimana adanya. Eksistensi individu diakui apa adanya. Perbedaan individu 135 Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi; Membina Karakter... merupakan perbedaan yang melekat pada diri pribadi, diakui dan dihormati. Realisasi perwujudan pruralistik tidak dapat dipisahkan dengan prinsip atau nilai kesetaraan. Dalam pergaulan global, individu atau kelompok, bangsa tidak mungkin menghindar dari kehidupan pluralis. Indonesia yang heterogen telah menyadari kondisi pluralis bangsa Indonesia, sehingga para pemimpin bangsa telah menetapkan Pancasila sebagai ideologi berbangsa dan bernegara serta menetapkan Garuda Pancasila sebagai lambang negara dan membuat slogan Bhinneka Tunggal Ika. Slogan Bhineka Tunggal Ika adalah pengakuan keberadaan di dalam bangsa dan negara yang mengakui adanya pluralistik dalam kesatuan negara Indonesia. Pengakuan derajat, harkat dan martabat bangsa Indonesia juga dirumuskan dalam alenia pertama pembukaan UUD 1945, dan sila kedua Pancasila. 4. Paham Individualisme Kehidupan berdemokrasi tidak dapat dipisahkan dengan paham individualisme, yakni paham yang memposisikan dan menjunjung tingi individu dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Kepentingan individu atau pribadi menjadi acuan utama dalam hidup seseorang, Karena manusia sebagai ciptaan Tuhan pada dasarnya baik, hanya lingkungan masyarakat yang menjadikan individu tidak baik. Sebagai makhluk Tuhan, paham individu mendasari HAM, pluralisme, serta kesetaraan. Secara ekstrim, individu hanya dibatasi oleh kebebasan individu yang lain, tidak dibatasi oleh kepentingan masyarakat dan atau negara. Indonesia yang berdasarkan Pancasila, pada dasarnya demokrasi di Indonesia mengakui hak individu, tetapi bukan yang bersifat ekstrim atau mutlak tanpa batas sama sekali. Karena hak individu yang berhadapan dengan hak Tuhan (sila kesatu), individu yang lain (sila kedua dan sila ketiga) dan negara 136 Demokrasi Di Indonesia (sila keempat dan kelima), yang berkaitan dengan kepentingan umum. Hak individu dapat dipaksakan dan diambil alih oleh negara, meski harus ada jalan musyawarah atau perundingan antar pihak. Namun demikian apabila perundingan atau musyawarah gagal, negara dapat memaksakan dengan ganti rugi sesuai dengan peraturan perundang–undangan berlaku. Pembangunan untuk kepentingan umum sebagaimana dimaksud oleh Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 36 Tahun 2005 tentang pengadaan tanah bagi pelaksana kepentingan umum ialah: a. Jalan umum, jalan tol, rel kereta api, saluran air minum, dan saluran pembuangan air/sanitasi, b. Waduk, bendungan irigasi dan bangunan pengairan lainnya, c. Rumah sakit umum dan pusat kesehatan, d. Pelabuhan, bandar udara, stasiun kereta api, dan terminal, e. Peribadatan, f. Pendidikan,dan sekolah, g. Pasar umum, h. Fasilitas pemakaman umum, i. Fasilitas keselamatan umum, j. Pos dan telekomunikasi, k. Sarana olahraga, l. Stasiun radio, televisi, dan sarana pendukungnya, m. Kantor pemerintah, pemerintah daerah, perwakilan negara asing, PBB, dan atau lembaga internasional di bawah naungan PBB, n. Fasilitas TNI dan Polri sesuai dengan tugas dan fungsinya, o. Lembaga pemasyarakatan dan rumah tahanan, p. Rumah susun sederhana, q. Tempat pembuangan sampah, 137 Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi; Membina Karakter... r. s. t. u. Cagar alam dan cagar budaya, Pertamanan, Panti sosial, Pembangkit, transmisi, distribusi listrik. 5. Keadilan Kebebasan, kesetaraan, dan plualisme, adalah satu realisasi bentuk keadilan. Karenanya, kehidupan praktik demokraksi tidak dapat dipisahkan dengan nilai keadilan pada umumnya. Keadilan dalam demokrasi tidak terbatas pada keadilan immaterial sebagaimana telah disebut, tetapi juga menyangkut keadilan material bagi sesama warga masyarakat. Bagi bangsa Indonesia, nilai keadilan adalah prinsip yang sangat mendasar, sebagaimana tercermin pada sila kedua dan kelima dari Pancasila. Keadilan yang menjadi dambaan bangsa, sejak awal perjuangan kemerdekaan, sampai saat ini keadilan dalam rangka mewujudkan kesejahteraan masyarakat masih dalam proses usaha. Keadilan adalah dambaan ideal yang telah diupayakan dalam perwujudannya sejak zaman Plato maupun Aristoteles. D. Bentuk–Bentuk Demokrasi Kesepahaman tentang konsep demokrasi sebagai kekuasaan pemerintahan di tangan rakyat, pada tingkat implementasinya dalam kehidupan bernegara, terdapat berbagai pola kehidupan demokrasi, sesuai dengan paham ideologi atau paham yang dianut dan dikembangkan masing–masing negara. Selain pembedaan bentuk demokrasi, sistem demokrasi juga dikembangkan berdasarkan prinsip filosofi atau ideologi yang dianutnya. Misalnya demokrasi liberal, dan demokrasi komunis. 1. Demokrasi Liberal Prinsip demokrasi liberal didasarkan pada filosofi kenegaraan, bahwa manusia adalah makhluk individu yang 138 Demokrasi Di Indonesia bebas. Kehidupan manusia sebagai individu yang bebas ini, banyak menimbulkan benturan, sehingga menjadikan individuindividu dalam masyarakat membentuk persekutuan hidup bersama. Misalnya bagaimana teori pemimpin masyarakat dalam suatu Negara yang dikembangkan Thomas Hobbes, John Locke, maupun Rousseau. Meski ketiga tokoh tersebut teori dasar dan terbentuknya masyarakat sama, tetapi dalam konsep tanggung jawab pemimpin terhadap rakyatnya berbeda. Perbedaan mendasar dari teori Hobbes dan Rousseau terletak pada dapat tidaknya mandat yang diberikan ditarik lagi oleh pemberi mandat. Menurut Hobbes, pemimpin yang mendapatkan penyerahan mandat tidak dapat diganggu gugat dan tidak dapat ditarik lagi mandatnya, karena pemimpin yang mendapat mandat harus diberikan kekuasaan mengatur, dan untuk mengatur yang baik, tidak terikat dengan pihak-pihak yang diatur. Teori Hobbes mendorong bentuk kekuasaan yang absolut. Kondisi absolut inilah yang ditentang Rousseau, dan teori Rousseau dianggap paling sesuai dengan konteks demokrasi sekarang, yakni rakyat yang memilih pemimpin sebenarnya, dan tidak otomatis kehilangan hak kedaulatannya. Karenanya, pemimpin rakyat yang mendapatkan mandat untuk memimpin, dan kepemimpinannya tidak sesuai lagi dengan kehendak rakyat sebagai pemberi mandat, maka rakyat dapat mencabut mandatnya kembali. Pada dasarnya paham pemikiran demokrasi liberal merupakan reaksi dari tekanan kekuasaan absolut para raja di Eropa abad pertengahan. Untuk mewujudkan keseimbangan kekuasaan absolut, rakyat perlu kekuatan penyeimbang dalam bentuk perwakilan. Bentuk perwakilan ini mer upakan manifestasi perlindungan serta jaminan akan kebebasan individu, yang akhirnya berkembang, bahwa kekuatan rakyat bukan sekedar penyeimbang, tetapi kekuatan rakyat adalah kekuatan yang menentukan, sehing ga Negara tidak dibenarkan 139 Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi; Membina Karakter... mencampuri urusan pribadi warga negaranya tidak lagi relevan. Tugas Negara sebagaimana teori Van Valenhoven yang mengembangkan trias politika menjadi catur praja, yakni Negara tidak ubahnya penjaga malam (nachtwachtersstaat) bagi warga negaranya, telah mengalami perubahan dan perkembangan dimana Negara berhak campur tangan dalam mewujudkan kesejahteraan rakyatnya (welfare state, social service state) Dampak perkembangan faham liberalis-kapitalis dalam demokrasi liberal adalah munculnya kekuatan individu pemilik modal yang yang berhasil mempengaruhi dan memenangkan melalui proses pemilihan umum. Akibatnya kekuasaan kapital sangat menguasai kehidupan Negara. Keadaan ini terbukti pada era global seperti sekarang ini, kaum kapitalis dunia mampu menjalankan kapitalnya tanpa terkendala pada batas-batas Negara, seperti perusahaan-perusahan korporasi internasional, Freeport, dan lain-lain. Dengan kelebihan modal, kaum kapitalis dapat menekan kelompok pekerja dalam lingkungannya. Kaum kapitalis yang pada awalnya mencari kesimbangan, karena tekanan kaum feodal, dalam proses perkembangannya juga melakukan penekanan pada kelompok lain dengan pola dan gaya yang berbeda. Ketidakseimbangan kondisi inilah yang memunculkan reaksi pada gerakan sosialis dan komunis. Bentuk nyata contoh keberhasilan perjuangan kaum liberalis dalam pemerintahan Negara memunculkan sistem pemerintahan parlementer sebagaimana di Inggris, serta pemerintahan presidensial sebagaimana dipraktikkan di Amerika Serikat. Sistem pemerintahan parlementer, pada dasarnya terjadi pemisahan kekuasaan Kepala Negara dan Kepala Pemerintahan. Kepala Negara dapat dijabat seorang Presiden, bila berbentuk Republik atau Raja, bila negara bentuk kerajaan, sedangkan Kepala Pemerintahan dalam sistem parlementer dipimpin oleh Perdana Menteri. Keberadaan Perdana Menteri dan para Menteri sangat tergantung pada DPR, karena sewaktu140 Demokrasi Di Indonesia waktu DPR dapat menyampaikan mosi tidak percaya, baik secara kelembagaan atau seluruh anggota kabinet atau orangperorang sebagai Menteri Negara. Untuk pemerintahan presidensial, berlaku pada negara Republik, yakni Presiden merangkap sebagai Kepala Negara dan Kepala pemerintahan. Para menteri diangkat oleh Presiden. Kabinet di bawah pimpinan Presiden dan tidak dapat dijatuhkan atau dibubarkan oleh DPR. 2. Demokrasi Komunis Ideologi komunis yang dikembangkan Marx memiliki pengaruh cukup meluas dan berhasil diterapkan dalam praktik kenegaraan oleh beberapa negara di dunia, bahkan Uni Soviet pernah menjadi kekuatan besar dalam bersaing dan perang dingin dengan kelompok liberalis di bawah koordinasi kepemimpinan Amerika Serikat. Pada era terkini, nampaknya Cina dengan pemerintahan di bawah Partai Komunis menjadi pengganti Uni Soviet, sebagai negara pengusung ideologi komunis ala Cina telah berhasil menunjukkan dirinya sebagai kekuatan besar di dunia. Bila dalam demokrasi kapitalis, kebebasan politik tercermin dalam keberadaan partai politik penguasa dan oposisi, sehingga partai politik pada demokrasi liberal sedikitnya ada dua partai. Dalam demokrasi komunis hanya dibenarkan hidup satu partai, yaitu partai komunis, tidak mengenal adanya partai penguasa dan partai oposisi, karena persaingan pemimpin didasarkan pada kemampuan persaingan individu dalam internal partai komunis. Demokrasi komunis sebagai wujud perjuangan ideologi komunis, ada dan tumbuh melalui gerakan revolusioner, berada pada kondisi era posliberalis. Dalam ideologi komunis, tidak akan ada toleransi terhadap praktik-praktik liberal, termasuk sistem demokrasi dengan multipartai. Pada era transisi 141 Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi; Membina Karakter... kekuasaan liberal ke arah komunis, telah ditetapkan seorang yang kuat dengan segala bentuk kekuasaan yang mutlak dengan kewenangan penuh sebagai diktator proletariat, sehingga tidak relevan lagi dalam kehidupan demokrasi komunis akan jaminan kebebasan individu dalam kehidupan praktik demokrasi sebagaimana pada ideologi dan demokrasi liberal. Pemimpin partai dengan para elitnya menentukan pemimpin untuk menjalankan politik partainya, guna mewujudkan cita-cita dalam Negara komunis. 3. Demokrasi dan Islam Banyak kalangan Muslim mengatakan bahwa Islam dan demokrasi adalah serasi, cocok (compatible), tetapi bagaimana keduanya bisa compatible ? Apa sesungguhnya yang dimaksud dengan demokrasi itu ? Bagaimana demokrasi demokrasi bekerja dalam konteks Islam? Bentuk demokrasi yang mana yang lebih diutamakan (preferable) ? Adalah pertanyaanpertanyaan yang dikumandang oleh Bernard Lewis (2002) ketika membahas Islam, Liberalisme dan Demokrasi. Bagi sebagian kalangan, ada persoalan antara Islam dan demokrasi. Dari sekedar persoalan pengalaman demokrasi Islam yang terbatas hingga persoalan serius menyangkut ketidakcocokan (incompatibility) Islam dan demokrasi. Secara sederhana ada tiga kecendrungan besar mengenai pola hubungan Islam dan demokrasi (Bernard Lewis, 2002), yaitu : a. Islam dan demokrasi dipandang sebagai dua sistem politik yang berbeda. Sebagai sistem politik, Islam tidak dapat disubordinasikan kepada demokrasi. b. Islam berbeda dengan demokrasi, apabila demokrasi dipahami secara prosedural sebagaimana dipraktekkan di Barat. Tetapi Islam dapat dianggap sebagai sistem politik demokratis, jika demokrasi dipahami secara substantif. 142 Demokrasi Di Indonesia c. Islam dipandang sebagai suatu sistem nilai yang akomodatif terhadap demokrasi yang didefinisikan secara prosedural dan dipraktekkan di Barat. Kendati demikian, pandangan ini belum begitu mengkristal dalam masyarakat Muslim, dan karenanya rezim demokrasi masih menjadi fenomena yang jarang ditemui. Menurut Bernard Lewis (2002) apapun alasannya, persoalan-persoalan yang mengganjal dalam hubungan Islam dan demokrasi harus diselesaikan, sehingga dihasilkan pemahaman komprehensif yang memungkinkan relasi Islamdemokrasi menyatu dalam format yang ideal. Dalam upaya untuk menemukan suatu basis ideologis yang diterima oleh semua kalangan di dunia Islam, para pemikir dari kalangan Islam maupun sekular dari masyarakat Muslim, mulai merambah misi baru untuk merekonsiliasi perbedaan-perbedaan antara berbagai kelompok politik. Seiring dengan intensitas kajian tentang hubungan Islam dan demokrasi, persoalannya kini mulai bergeser, bukan lagi menyangkut kompatibilitas Islam dengan demokrasi, melainkan bagaimana demokrasi dapat builtin dalam tradisi kaum Muslim, baik secara paradigmatik, etik maupun epistemologi. Upaya ke arah itu merupakan tugas besar yang tak terelakkan, agar Islam dapat bergumul dalam kehidupan modern. Walaupun upaya merumuskan sintesis yang memungkinkan dalam rekonsiliasi Islam-demokrasi sangat menantang, ternyata suara-suara yang mengalunkan irama keharmonisan kian menggema jauh ke jantung Islam dan Barat. Sebagaimana demokrasi tidak selalu dipahami secara tunggal, Islam juga bukanlah tafsir yang monolitik. Karena itu, selalu ada titik temu yang memungkinkan keduanya berhubungan secara dialektis. Dengan kata lain, jika dikatakan bahwa Islam, tidak sesuai dengan demokrasi, maka perlu dipertanyakan “Islam yang mana dan dengan demokrasi apa?”, atau jika demokrasi 143 Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi; Membina Karakter... tidak Islami, pertanyaannya adalah “ Demokrasi yang mana dan dengan Islam apa?” Pembahasan tentang format ideal Islam-demokrasi menjadi lebih urgen di abad ke 21 ini. Karena kebangkitan agama dan demokratisasi merupakan fenomena paling monumental di era globalisasi ini. Di berbagai wilayah di dunia, gerakan-gerakan kebangkitan agama berjalan seiring dan terkadang memperkuat sistem politik yang lebih demokratis. Sementara di wilayah-wilayah lain, kedua dinamika itu saling berlawanan. Di dunia Islam, isuisu tersebut muncul ke permukaan secara istimewa, disebabkan adanya kekuatan kebangkitan Islam dan menguatnya tuntutan terhadap partisipai rakyat yang lebih besar dalam proses politik pada tahun-tahun belakangan ini. Bagaimanapun keanekaragaman pemahaman dan penggunaan konsep demokrasi itu, tuntutan terhadap demokratisasi, partisipasi politik, dan demokrasi Islam menunjukkannya diterimanya demokrasi di banyak masyarakat Muslim kontemporer. Sementara sebagian orang masih tetap yaknin bahwa demokrasi itu “tidak Islami” atau anti-Islam, atau bahwa ia semata upaya Barat dalam era pasca Perang Dingin, untuk meraih hegemoni ideologi dan politik, banyak pula kalangan Muslim yang menjadikan dukungan pada demokrasi sebagai perangkat uji bagi kredibiitas atau legitimasi rezim dan bagi partai politik serta oposisi. E. Perkembangan Demokrasi di Indonesia Konsepsi demokrasi modern di Indonesia menurut Mahfud, MD (2000) baru dikumandangkan awal tahun 1918 oleh HOS Cokroaminoto, di depan Volksraad. Pada waktu itu Cokroaminoto mengajukan mosi tentang pembentukan parlemen di negeri jajahan Hindia Belanda. Pada awalnya demokrasi bangsa Indonesia adalah demokrasi tradisional yang berdasar pada kelompok-kelompok dari marga (Batak), atau kehidupan kelompok-kelompok masyarakat yang bersifat patron. 144 Demokrasi Di Indonesia Kehidupan demokrasi tradisional tersebut tergoncang dengan kehadiran agama Hindu dan munculnya kerajaan-kerajaan Hindu, dengan pengelompokkan kasta-kasta yang dianut dalam strata agama Hindu. Kehidupan demokrasi mulai mengalami revitalisasi dan reaktualisasi dengan berkembangnya pengaruh agama Islam. Agama Islam yang membawa kesamaan derajat manusia di hadapan Allah Tuhan Yang Maha Kuasa, dan memberikan nuansa demokrasi yang lebih kondusif. Kesamaan derajat manusia inilah yang membawa perubahan besar dan menghidupkan kembali prinsip kerakyatan tradisonal. Perjuangan masyarakat Indonesia sebelum merdeka ke arah demokrasi ditandai dengan berdirinya Budi Utomo, Organisasiorganisasi Politik, Organisasi-organisasi Sosial Kepemudaan, serta Perhimpunan Pelajar Indonesia sampai pada pelaksanaan Sumpah Pemuda. Nilai-nilai demokrasi mulai tersosialisasi, bahkan pada tanggal 1 Juni 1945 Bung Karno dalam pidato di depan BPUPKI, yang memberikan konsep dasar negara, juga menyinggung konsep geopolitik Indonesia, yang menggambarkan konsep demokrasi kaitannya antara ruang, negara dan rakyat. Semua ini menandai awal dan proses kehidupan demokrasi Indonesia modern yang dimulai awal abad 20 (Mahfud MD., 2000). Nilai demokrasi seperti kebebasan (berpendapat, berelompok, berpartisipasi), menghormati hak orang lain, kesetaraan, kerjasama, persaingan, dan kepercayaan, sesungguhnya merupakan nilai yang diperlukan untuk mengembangkan pemerintahan yang demokratis. Berdasarkan nilai-nilai demokrasi yang ada, sebuah pemerintahan demokrasi dapat ditegakkan, sebaliknya tanpa adanya nilai-nilai demokrasi dalam negara, maka pemerintahan negara yang demokratis tersebut sulit ditegakkan. 1. Demokrasi Liberal di Awal Proklamasi Awal Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, Pemerintah Indonesia masih disibukkan untuk menata negara yang baru berdiri, pada sisi lain bangsa Indonesia harus berjuang 145 Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi; Membina Karakter... mempertahankan kemerdekaan dari penjajah Belanda yang masih ingin berkuasa lagi di Indonesia. Sistem pemerintahan yang diatur dalam UUD 1945 Proklamasi mengacu pada sistem presidensial, hanya bertahan beberapa bulan dan berubah menjadi sistem parlementer sebagai lambang demokrasi liberal yang banyak dianut Negara-negara Eropa. Perubahan sistem presidensial ke parlemen mulai tanggal 14 Nopember 1945. Perubahan ini atas inisiatif Sutan Syahrir, sebagai tinak lanjut Maklumat Wakil Presiden 16 Oktober 1945, karena menanggapi propaganda Belanda bahwa Indonesia adalah Negara bentukan Jepang yang tidak sah, karena Jepang telah menyerah tanggal 14 Agustus 1945, dan Indonesia bentukan Jepang adalah Negara diktator yang tidak sesuai dengan perkembangan negara kerakyatan atau demokrasi. Hal ini terbukti, karena tidak adanya kekuasaan legislatif maupun Mahkamah Agung sebagai lembaga peradilan/lembaga kehakiman, karena lembaga tersebut dirangkap Presiden, meskipun itu bersifat darurat, sebab lembaga yang tetap belum terbentuk. Untuk menanggapi propaganda Belanda yang dapat menyudutkan Indonesia, Wakil Presiden Moh. Hatta mengeluarkan Maklumat Wakil Presiden Nomor. X Tahun 1945 yang isinya adalah: Mengubah kedudukan dan fungsi Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) yang berdasarkan Aturan Peralihan pasal 4 berkedudukan sebagai Pembantu Presiden menjadi sebuah lembaga Pembuat UndangUndang bersama-sama Presiden, dan berfungsi sebagai Lembaga yang menetapkan Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN). Dengan dikeluarkannya maklumat tersebut, KNIP tidak lagi sekedar Pembantu Pesiden, tetapi KNIP berubah status yang berkedudukan sebagai DPR dan MPR sebagaimana dimaksud dalam UUD 1945 Proklamasi. Dengan dikeluarkannya Maklumat Pemerintah tanggal 14 Nopember 1945, sistem Pemerintahan Indonesia berubah dari presidensial menjadi sistem parlementer, dengan Perdana 146 Demokrasi Di Indonesia Menteri pertamanya adalah Sutan Syahrir. Meski dalam sistem perundang-undangan kita tidak pernah menyebut adanya Maklumat, namun dalam kondisi perjuangan yang serba darurat, sebagai generasi penerus kita perlu menghargai niat baik perjuangan para pemimpin kemerdekaan yang tidak punya kesempatan berpikir lama dan harus segera mengambil keputusan karena kondisi serba darurat. Kita tidak boleh dengan semena-mena menganggap tindakan tersebut dianggap inkonstitusional, karena tindakan tersebut tidak terdapat niat untuk keuntungan pribadi maupun kelompok, tetapi sematamata untuk tetap tegaknya Negara Proklamasi. Adanya pendapat yang mengang gap bahwa tindakan tersebut inkonstitusional adalah pernyataan egois yang tidak memahami kondisi, dan hanya untuk kepentingan popularitas pribadi yang egois, mabuk kehormatan dan haus kekuasaan. Penegasan ini ditekankan, karena pada masa Orde Baru, pergeseran ini dianggap sebagai penyelewengan konstitusional. Kita perlu menyadari sebagai orang yang beragama, bahwa perbuatan seseorang tergantung pada niatnya. Jadi bila kita tahu, niat pemimpin tujuannya baik harus didukung, tetapi meskipun kebijakan pemimpin didasarkan pada undang-undang, tetapi undang-undang itu ternyata dibuat untuk kepentingan kelompok tertentu, kebijakan yang berdasarkan undang-undang sebenarnya perbuatan pembenaran belaka, karena undangundang dibuat untuk pembenaran kelompoknya. Semua itu terbukti Demokrasi Liberal dengan sistem parlementer berakhir dengan dikeluarkannya Dekrit 5 Juli 1959, dan sistem presidensial masih dipertahankan sampai sekarang. 2. Demokrasi Terpimpin Di awal kemerdekaan, Mahfud MD. (2000) menyebut sebagai pemikiran demokrasi Sukarno–Hatta, yang kemudian diupayakan lagi setelah Dekrit Presiden 5 Juli 1959. Sejak 147 Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi; Membina Karakter... mempersiapkan Proklamasi, Sukarno-Hatta yang berorientasi pada pluralistik dan cenderung memisahkan negara dengan agama, tidak berarti negara, tidak membolehkan agama masuk dalam konsep-konsep kenegaraan Indonesia. Negara akan memberikan jaminan penganut agama, untuk tidak menutup kemungkinan konsep agama masuk dalam perundingan Negara sebagaimana dikutip Mahfud.MD (2000) yang mengutip pernyataan Bung Karno ”…rakyatnya dapat memasukkan segala paham keagamaannya ke dalam tiap-tiap tindakan Negara, ke dalam tiap-tiap undang-undang yang dipakai dalam Negara, ke dalam tiap-tiap politik yang diadakan oleh Negara, walaupun di situ agama dipisahkan dari Negara…”Agar sebagian besar dari anggota parlemen politiknya politik Islam, maka tidak akan dapat berjalanlah satu usul juapun yang tidak bersifat Islam”. Pada kutipan lain dilanjutkan “…Jikalau memang rakyat Indonesia rakyat yang sebagian besarnya rakyat Islam, dan jikalau memang Islam di sini agama yang hidup berkobar-kobar di kalangan rakyat, marilah kita pemimpin-pemimpin menggerakan segenap rakyat agar menggerakkan sebanyak mungkin utusan-utusan Islam ke dalam badan perwakilan ini…. Kalau misalnya orang Kristen ingin bahwa tiap-tiap letter di dalam peraturan-peraturan Negara Indonesia memuat Injil, bekerjalah mati-matian, agar supaya sebagian besar daripada utusan-utusan yang masuk Badan Perwakilan Indonesia ialah orang Kristen. Itu adil- fair play”. Meskipun Sukarno mengutip kebebasan pluralistik ala Barat, Sukarno tidak tertarik penerapan demokrasi demokrasi Barat di bidang sosial ekonomi, karena Negara hanya bertindak sebagai penjaga malam. Sukarno ingin mewujudkan faham welfare state, yaitu Negara berperan aktif untuk membangun kesejahteraan sosial. Sukarno berusaha membangun dua konsep yang berbeda, yang dalam praktiknya menjadikan demokrasi terpimpin yang akhirnya menjurus pada otoriter. Demokrasi terpimpin adalah konsep Presiden Sukarno untuk menggantikan 148 Demokrasi Di Indonesia praktik demokrasi liberal parlementer di bawah UUDS tahun 1950. Praktik demokrasi liberal tersebut, ternyata menjadikan Pemerintahan Negara Indonesia tidak stabil, karena sering terjadi mosi tidak percaya dari DPR terhadap pemerintah. Jatuh bangunnya Pemerintahan Indonesia dalam waktu yang relatif singkat, Pemerintah yang berkuasa tidak mampu melaksanakan pembangunan secara baik, dengan masa periodisasi pemerintahan yang dilaksanakan terlalu singkat, tidak terdapat partai mayoritas yang menguasai parlemen. Pada sisi lain, tidak ada koalisi yang kuat, karena praktik politik dagang sapi yang berorientasi pada kepentingan kelompok atau partai. Misalnya terdapat pemerintahan yang periode kekuasaannya tidak sampai satu tahun, seperti pada masa pemerintahan Perdana Menteri Burhanuddin Harahap. Kondisi seperti ini jelas tidak menguntungkan jalannya pemerintahan Indonesia yang baru merdeka, yang memerlukan stabilitas politik dalam membangun bangsa dan Negara. Keadaan yang tidak menguntungkan ini mendorong Presiden sukarno berinisiatif, memberikan masukkan kepada Konstituante sebagai lembaga yang bertugas membuat dan menetapkan UUD, agar bangsa Indonesia kembali kepada dasar Negara proklamasi yang sekarang dikenal sebagai UUD 1945. Tawaran Presiden Sukarno diterima baik oleh Konstituante, namun tanggapan tawaran tersebut terbagi dalam dua kelompok, yaitu kelompok yang menghendaki berlakunya kembali UUD 1945 tanpa perubahan apapun, satu kelompok lainnya diberlakukan kembali dengan beberapa perubahan. Perbedaan dua kelompok ini tidak pernah mendapat kesepakatan mayoritas dalam Konstituante, bahkan ada beberapa anggota Konstituante yang mengancam tidak akan hadir dalam penentuan dan penetapan UUD baru guna menggantikan UUDS, sehingga kondisi ini dianggap sebagai situasi yang membahayakan kepentingan nasional, karena tidak 149 Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi; Membina Karakter... segera terwujud UUD yang baru untuk menggantikan UUDS. Keadaan inilah mendorong Presiden Sukarno mengeluarkan dekrit yang dikenal dengan Dekrit Presiden 5 Juli 1959. Dengan diberlakukannya kembali UUD 1945, Presiden Sukarno tidak sekedar kepala Negara tetapi merangkap sebagai Kepala Pemerintahan. Konsep Demokrasi Terpimpin yang mengacu pada sila keempat Pancasila, disampaikan Presiden Sukarno pada Sidang Konstituante tanggal 22 April 1959, dengan pokok-pokok pemikiran Demokrasi Terpimpin adalah: a. Demokrasi Terpimpin bukanlah diktator, b. Demokrasi Terpimpin adalah demokrasi yang cocok dengan kepribadian dan dasar hidup bangsa Indonesia, yaitu kekeluargaan dan gotong royong, c. Demokrasi Terpimpin adalah demokrasi di segala soal kenegaraan dan kemasyarakatan yang meliputi bidang politik, sosial dan ekonomi, d. Inti pimpinan dalam Demokrasi Terpimpin adalah permusyawaratan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan, serta e. Oposisi dalam arti melahirkan pendapat yang sehat dan yang membangun diharuskan dalam Demokrasi Terpimpin. Ide Presiden Sukarno tersebut akhirnya disepakati oleh MPRS, kemudian dituangkan dalam ketetapan MPRS No. VIII/ MPRS 1965, yang mengatur tentang Prinsip Musyawarah untuk Mufakat dalam Demokrasi Terpimpin. Menurut Demokrasi Terpimpin inti dari permusyawaratan adalah musyawarah untuk mufakat, bilamana tidak tercapai, maka musyawarah akan ditempuh salah satu jalan di antaranya adalah: a. Persoalan diserahkan kepada pemimpin untuk mengambil kebijakan dengan memperhatikan pendapat yang bertentangan, 150 Demokrasi Di Indonesia b. Persoalannya ditangguhkan, c. Persoalannya ditiadakan sama sekali. Dalam praktik Demokrasi Terpimpin, peran Presiden sebagai pemimpin nasional sangat dominan. Dengan kekuasaan yang ada, ide-ide Presiden dalam pidato kenegaraan menjadi landasan kebijakan Negara sebagai Garis Besar Haluan Negara. Kondisi inilah menjadian Presiden Sukarno mampu mengendalikan sistem kenegaraan, dan Lembaga Negara lainnya termasuk MPRS yang kedudukan formalnya berdasarkan hukum positif saat itu berada di atas Presiden. Munculnya pengangkatan Presiden Sukarno seumur hidup adalah kuatnya pengaruh Presiden dalam lembaga MPRS. 3. Demokrasi Pancasila Pada esensinya Demokrasi Pancasila adalah berasal dari pemikiran politik Soekarno, yang kemudian dituangkan ke dalam UUD 1945 Proklamasi. Amat sulit kiranya untuk menolak andil pemikiran Soekarno terhadap Pancasila dan sistem demokrasi yang memakai predikat Pancasila adalah amat besar. Oleh karena itu, kejujuran sejarah kiranya tidak mungkin bisa membenarkan penghapusan pengaruh dominan pemikiran Soekarno dalam Demokrasi Pancasila (Alfian, 1981). Secara teoritis kerangka pemikiran yang melandasi Demokrasi Pancasila ialah membangun sistem politik Indonesia di atas keseimbangan yang wajar antara konsensus dan konflik. Namun menurut Alfian (1981), pola tingkah laku politik masyarakat selama ini menunjukkan dua sikap ekstrim yang bisa membahayakan, yaitu a. Kecendrungan untuk memiliki kebebasan tanpa batas, yang mudah meningkatkan kadar politik menjadi tinggi dan berlarut-larut, sehingga masyarakat tetap terpecah-pecah dalam kotak-kotak ikatan subnasional dan primordial, 151 Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi; Membina Karakter... b. Kecendrungan untuk mematikan sama sekali konflik (kritik atau perbedaan pendapaat) yang menjurus kepada sikap dan tingkah laku diktator. Demokrasi Pancasila sebagaimana diatur oleh UndangUndang Dasar 1945 baik Proklamasi maupun Amandemen esensinya mengakui bahwa kedaulatan atau kekuasaan berada di tangan rakyat, yang menghendaki agar masyarakat Indonesia yang majemuk dapat mengemukakan aspirasi dan keinginannya secara jujur dan murni. Persoalannya bagaimana mengaturnya ? Demikian pula secara ideal dan teoritis Demokrasi Pancasila menghendaki antara Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat terwujud keseimbangan (check and balance), bagaimana mengusahakan agar tingkah laku politik penguasa dan masyarakat dapat mendekati pola “check and balance” yang proporsional, antara konsensus dan konflik, atau di antara kecendrungan perilaku politik, kebebasan tanpa batas, atau mematikan sama sekali konflik ? Tampilnya Orde Baru di pentas politik Indonesia telah menggeser kehidupan politik dari titik ekstrim otoriter ke sistem demokrasi Orde Baru. Sebagai ganti sistem Demokrasi Terpimpin, ditetapkan Demokrasi Pancasila, meski sumber demokrasi dimaksud tetap sama yakni sila keempat dari Pancasila. Konsep Demokrasi Pancasila tetap mengutamakan musyawarah mufakat, tetapi pemimpin tidak diberikan hak untuk mengambil keputusan sendiri, dalam hal musyawarah tidak mencapai mufakat. Sebagaimana konsep Demokrasi Terpimpin, Demokrasi Pancasila juga mendasarkan pada demokrasi berdasarkan kekeluargaan dan gotong royong, yang ditujukan kepada kesejahteraan rakyat, yang mengandung: a. Unsur-unsur kesadaran religious dan menolak atheism, b. Kebenaran, kecintaan, landasan budi pekerti luhur dan kepribadian Indonesia, 152 Demokrasi Di Indonesia c. Keseimbangan dalam arti keseimbangan antara individu dan masyarakat. Penetapan Demokrasi Pancasila diatur dalam Tap MPRS No. XXXVII/MPRS/1968, yakni bila mufakat tidak dapat dilakukan, maka akan dilakukan voting (pemungutan suara, sesuai dengan pasal 6 ayat 2 UUD 1945. Ketetapan ini juga dicabut dengan Tap No.V/MPR/1973 bersama produk MPR lainnya yang diang gap tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan, atau karena materinya sudah diatur oleh ketetapan lain. Awal Orde Baru sebagai konsep demokrasi lebih berlanggam liberal di bidang politik, dan berusaha memberikan kepuasan kerakyatan di bidang ekonomi. Langkah awal ini dapat diambil, karena Orde baru perlu langkah legitimasi, dengan membuat antitesa sistem yang terjadi pada Demokrasi Terpimpin. Perkembangan Orde Baru setelah mendapatkan legitimasi, dalam perjalanannya mengarah pada pola organis, yang muncul sebagai kekuasaan Negara yang kuat dan mengatasi segala kekuatan yang ada dalam masyarakat, termasuk kelembagaan Negara. Pada perkembangannya, Orde Baru yang awalnya mengkritik kekuasaan otoriter Sukarno, dalam praktiknya juga terjebak dalam kondisi yang sama, yakni Suharto berhasil mengkondisikan kekuasaaanya untuk mengontrol kekuasaan lain dan menempatkan kekuasaan Presiden menjadi sangat dominan dalam penetapan kebijakan politik kenegaraan. Format baru seperti kesatuan dan persatuan harus dijaga, apapun dampak dan berapapun biaya, serta stabilitas politik merupakan prasyarat usaha-usaha lain, termasuk pembangunan ekonomi terus dipetahankan. Strategi Orde baru tersebut menurut pandangan Mahfud MD (2000) adalah: 153 Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi; Membina Karakter... a. Orientasi program, dengan slogan pembangunan Yes, politik No. b. Pergumulan menjelang Pemilu, bagaimana memperoleh suara mayoritas dalam mengamankan komitmen Orde Baru c. Pengangkatan anggota DPR d. Penggarapan partai dan penguatan Golkar, termasuk penyederhanaan sistem kepartaian, dan penetapan Pancasila sebagai satu-satunya azas. Upaya Orde Baru cukup berhasil membangun birokratik otoritarian, atau hegemonik birokratik yang menurut Mohtar Mas’oed (Mahfud MD, 2000) bercirikan: a. Pemerintah dipimpin oleh militer sebagai lembaga yang bekerja sama dengan teknorat sipil, b. Pemerintah didukung oleh pemilik modal domestik yang bersama-sama Pemerintah bekerja sama dengan masyarakat internasional, c. Pendekatan kebijakan didominasi oleh pendekatan teknokratik dan menjauhi proses bargaining yang panjang antara kelompok-kelompok kepentingan, d. Masa dimobilisasi, termasuk dalam pemilu, e. Pemerintah menggunakan tindakan represif untuk mengontrol oposisi. Meskipun Orde Baru mampu bertahan sampai tiga dasawarsa, namun pelaksanaan Demokrasi Pancasila hanya terbatas pada retorika, dan hanya menguntungkan kelompok penguasa dan kroni-kroninya. Usaha monopoli terselubung dibalut dengan usaha tata niaga yang memberikan hak kepada pengusaha tertentu dalam usahanya, termasuk kepada yang dekat dengan lingkungan istana Orde Baru. Banyaknya gagasan yang ada, tidak pernah sampai pada tataran pelaksanaan. Orde 154 Demokrasi Di Indonesia Baru yang pada awalnya mendapat dukungan mayoritas mengalami krisis kepercayaan. Dalam perkembangan pemerintahan, akhir masa pemerintah penguasa Orde Baru tidak memberikan ruang gerak bagi kehidupan demokrasi. Menurut M. Rusli Karim (1998), Orde Baru ditandai oleh: a. Dominannya peranan ABRI, b. Birokratisasi dan sentralisasi pengambilan keputusan politik, c. Penggebirian peran dan fungsi partai politik, d. Campur tangan pemerintah dalam berbagai urusan partai politik dan publik, e. Masa mengambang, f. Monolitasi Ideologi Negara, g. Inkorporasi lembaga nonpemerintah. Praktik kenegaraan yang terjadi antara tatanan konsep yang berbeda dengan pelaksanaan praktik kenegaraan pada masa Orde Baru mengkristal dan berakhir bersamaan dengan adanya krisis multidimensi di Indonesia tahun 1998. Ini semua menjadi pelajaran bagi kita bangsa Indonesia, betapapun percaya diri yang kuat yang tidak didasarkan pada hukum yang adil dalam kekuasaan yang hanya mementingkan diri dan kelompoknya, dan melakukan represi pada kelompok lain yang dianggap kelompok penghalang, dengan berbagai dalih mengganggu stabilitas, merongrong wibawa pemerintah, padahal semua diciptakan untuk kelesatrian kekuasaan pribadi atau kelompok, seperti permainan, pemerintahan diktator pada akhirnya akan tumbang oleh kekuatan demokrasi rakyat. Siapa menduga bahwa tahun 1998 kekuasaan mayoritas Orde Baru yang baru memenangkan pemilu tahun 1997, tumbang sebagaimana Orde Baru menumbangkan Orde Lama tahun 1966. Sekali lagi ini suatu pelajaran berharga yang patut direnungkan oleh pemimpin dan para generasi penerus bangsa, semoga permainan 155 Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi; Membina Karakter... pembenaran untuk kelompok dengan mengatasnamakan kepentingan umum tidak lagi terjadi. 4. Demokrasi Era Reformasi Akhir Orde Baru ditandai dengan tekanan kekuatan reformasi dan pengunduran diri Presiden Suharto pada bulan Mei 1998. Bila demokrasi di Indonesia pernah dikenalkan dengan label Demokrasi Terpimpin dan Demokrasi Pancasilam maka sampai saat ini kita tidak lagi mendapatkan label tentang pelaksanaan demokrasi di Indonesia. Beberapa perubahan mendasar dalam praktik kenegaraan di era reformasi adalah terjadinya amandemen UUD 1945 yang telah berjalan empat kali, yang pada masa Orde Baru perubahan ini sangat disakralkan sebagaimana telah dibahas adanya ketentuan referendum, juga berdampak pada berbagai perubahan dalam praktik politik kenegaraan Indonesia, seperti: a. Perubahan keanggotaan MPR Anggota MPR sebelum amandemen terdiri dari anggota DPR ditambah dengan Utusan Daerah dan golongan-golongan, dan ada sebagian anggota MPR maupun DPR yang diangkat, meskipun dibenarkan oleh undang-undang Pemilihan Umum saat itu. Dari kondisi ini terlihat ada upaya terstruktur menguntungkan golongan tertentu dengan mencari pembenaran melalui undang-undang. b. Tidak lagi anggota DPR dan MPR yang diangkat Bedjo (1976), telah memberikan wacana perlunya semua anggota perwakilan dan permusyawaratan dipilih langsung, bila kondisinya seperti saat itu (1976), sebaiknya Undang-Undang Pemilihan Umum diubah 156 Demokrasi Di Indonesia namanya menjadi Undang-Undang pemilihan dan Pengangkatan MPR, DPR dan DPRD. Setelah amandemen anggota MPR hanya terdiri dari dari DPR dan DPD yang semuanya dipilih melalui pemilihan umum, tidak lagi ada anggota MPR yang diangkat sebagaimana masa Orde Baru. Terdapat ketidakadilan dalam pelaksanaan pemilihan umum masa Orde Baru, seperti Golkar sebagai peserta pemilihan umum mendapatkan tambahan wakil yang diangkat dalam anggota DPR, sedang partai yang lain tidak mendapatkan tambahan kursi sebagaimana diperoleh Golkar. c. Penetapan Presiden dan Wakil Presiden, Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah. Presiden dan Wakil Presiden tidak lagi dipilih oleh MPR, demikian juga Kepala Daerah dan Wakilnya tidak lagi dipilih oleh DPRD, tetapi dipilih langsung oleh rakyat melalui pemilihan umum. Pemilihan umum yang memilih Presiden secara langsung pertama dilaksanakan tahun 2004, dengan presiden terpilih adalah Susilo Bambang Yudhoyono dengan Wakil Presiden Jusuf Kalla. d. Pembatasan masa kekuasaan Presiden Sebelum amandemen tidak pernah ada masa pembatasan periode masa jabatan Presiden, karena UUD 1945 hanya mengatur masa jabatan Presiden lima tahun dan sesudahnya dapat dipilh kembali. Inilah keluwesan UUD 1945, yang dapat ditafsirkan benar menurut penguasa dalam mempertahankan kekuasaannya. Masa Orde Lama, banyak anggota MPRS berkeyakinan Bung Karno akan selalu terpilih sebagai Presiden bila diadakan pemilihan presiden, maka akhirnya ditetapkan sebagai Presiden seumur hidup. Masa Orde Baru Presiden Suharto selalu terpilh dalam enam periode, meski periode 157 Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi; Membina Karakter... terakhir harus lengser, karena tekanan rakyat yang sudah jenuh dengan permainan politik Orde Baru. Untuk menghindari terulangnya kembali kekuasaan Kepala Negara yang tidak terbatasi, maka periodisasinya dibatasi menjadi dua periode. Demikian juga untuk menghindarkan terulangnya kembali kekuasaan Kepala Negara yang sangat dominan dalam keputusan politik kenegaraan, maka kekuasaan Presiden dalam pemerintahan Negara beberapa kebijakan Presiden dalam era reformasi harus memperhatikan suara DPR atau persetujuan DPR. Terhadap praktik kenegaraan bahwa dalam banyak hal Presiden harus berkonsultasi atau harus mendapat persetujuan DPR, maka sering terjadi perdebatan politik kenegaraan Indonesia lebih dekat pada praktik demokrasi parlementer. e. Jaminan hak warga Negara dalam bidang politik lebih terakomodir, era reformasi memunculkan kehidupan multipartai yang menjurus pada euforia demokrasi. Satu sisi memberikan kelonggaran berpolitik, pada sisi lain muncul euforia dan anarkisme yang berlebihan dan kurang bertanggungjawab. Kebebasan mendirikan partai politik, lebih terbuka, bahkan kebebasan politik yang bersifat individual dalam memperebutkan jabatan politik lembaga eksekutif telah menjadi wacana. Suatu kebebasan yang perlu mendapat perhatian bersama adalah kecenderungan warga berbuat anarkhis, atas nama demokrasi. Kebebasan menjadi legitimasi kehidupan demokrasi yang ambisius. Kasus demo warga dengan korban meninggal dunia Ketua DPRD di Sumatra Utara tahun 2009, adalah benuk anarkis dampak euforia demokrasi. Kita pernah mengecam dan mengkritik 158 Demokrasi Di Indonesia tindakan sewenang-wenang aparat Negara, tetapi kenyataannya tindakan atas nama rakyat, justru membawa korban wakil rakyat. Ironis memang, tapi itulah salah satu bentuk perilaku bangsa Indonesia pada era reformasi yang perlu mnedapat perhatian semua pihak. Banyaknya wakil rakyat di DPR yang terlibat KKN menambah daftar panjang tindak penyimpangan dan euphoria di era refor masi, meski pada satu sisi pemberantasan korupsi termasuk program prioritas era Presiden Susilo bambang Yudhoyono dan Wakil Presiden Jusuf Kalla. Sisi lain dari perjalanan demokrasi era Reformasi adalah muncul gejala bahwa demokrasi justru melayani the tirani of minority. Tirani ini menyusup lewat pintu belakang prosedur demokrasi, menguasainya dan mengambil alih perangkat-perangkat demokrasi. Penelitian Demos (Fisip UI, 2008) telah memperlihatkan bagaimana di dalam politik lokal, demokrasi “dibajak” oleh kekuatan-kekuatan oligarikis melalui kekuatan penetrasi modal. Kondisi ini menimbulkan keresahan terhadap sosok ideal demokrasi, karena demokrasi di era Reformasi telah dikontaminasi dan dibajak oleh “tirani modal”, baik oleh kekuatan globalisasi maupun kaum oligarki politik lokal. Keduanya bekerjasama melalui kekuatan hukum pasar menyikirkan masyarakat dan rakyat ke tepian marginal kue ekonomi bangsa. Kondisi inilah yang menghasilkan reproduksi kekerasan, kemiskinan, kemelaratan pendidikan dan kesehatan, dan yang mnyangkut hajat hidup orang banyak. F. Demokrasi dan Pemilihan Umum Pemilihan umum merupakan sarana demokrasi dalam mewujudkan hak warga Negara atau rakyat sebagai pemegang 159 Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi; Membina Karakter... kedaulatan rakyat. Sebagian besar Negara di dunia melaksanakan pemilihan umum guna memilih wakil rakyat yang akan duduk di lembaga perwakilan,baik atas nama wakil rakyat atau atas nama wakil daerah. Pemilihan umum juga dilaksanakan untuk memilih kepala pemerintahan pada Negara dengan sistem Parlementer, tetapi juga memilih kepala Negara dan merangkap kepala pemerinahan pada sistem presidensial. 1. Pemilihan Umum di Indonesia Sistem pemilihan umum yang banyak diselenggarakan dalam praktik kenegaraan secara garis besarnya dapat dibedakan berdasar cara pemilihan dan perwakilan yang dipilih. a. Sistem pemilihan dilihat dari cara pemilihan: Berdasarkan cara bagaimana pemilihan umum dalam menentukan wakil-wakilnya dibedakan menjadi pemilihan langsung dan pemilihan tidak langsung; 1) Pemilihan langsung adalah pemilihan yang dilakukan untuk memilih wakil rakyat, yaitu pemilih akan memilih calon secara langsung dari daftar calon wakil yang ditetapkan sesuai dengan ketentuan perundangan dari masing-masing Negara. Pemilihan umum di era Reformasi dapat dikategorikan dalam pemilihan langsung. 2) Pemilihan tidak langsung adalah pemilihan yang dilakukan untuk memilih wakil rakyat, caranya pemilih tidak memilih langsung calon yang menjadi pilihannya, karena peraturan perundang-undangan Negara, tidak semua warga dapat ikut memilih langsung dalam pemilihan umum. Terdapat kelompok warga yang diwakili oleh kelompok tertentu sesuai dengan ketentuan undang-undang. Pemilihan pada era Orde Baru dapat dikategorikan pada pemilihan langsung dan tidak langsung. Untuk 160 Demokrasi Di Indonesia wakil rakyat (DPR dan DPRD) dapat dikatakan pemilihan langsung, sedang untuk pemilihan Presiden yang dipilih dan diangkat oleh MPR, dan Kepala Daerah yang dipilih oleh DPRD setempat masuk pada pemilihan tidak langsung. b. Sistem pemilihan dilihat dari jumlah dan wilayah pemilihan: 1) Sistem distrik (single member constituency) adalah sistem pemilihan umum, yakni wilayah Negara atau wilayah pemilihan dibagi-bagi dalam distrik atau wilayah pemilihan. Tiap wilayah akan dipilih satu wakil atau calon wakil yang mendapatkan suara terbanyak di wilayahnya. 2) Sistem proporsional (multy member constituency) adalah sistem pemilihan umum, yakni wilayah Negara atau wilayah pemilihan dibagi-bagi dalam daerah-daerah pemilihan yang dikenal dengan singkatan dapil. Tiap-tiap daerah jumlah wakil yang akan duduk dalam perwakilan lebih dari satu orang wakil. Dalam pelaksanaannya, sistem pemilihan distrik dan sistem proporsional, keduanya terdapat kelebihan dan kekurangan. a. Kelebihan Sistem Distrik 1) Mendorong pada integrasi partai. Dengan ketentuan hasil suara terbanyak dalam wilayah pemilihan yang akan menjadi wakil, maka partai-partai kecil mengalami kesulitan untuk memenangkan pemilihan di setiap daerah pemilihan. Kondisi ini akan mendorong partaipartai kecil untuk bergabung dengan partai besar, sehingga dapat mempercepat integrasi partai. Bila 161 Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi; Membina Karakter... partai yang sudah ada berkecendrungan untuk bergabung, kemungkinan kelompok masyarakat untuk mendirikan partai baru relatif sangat kecil. 2) Wakil adalah tokoh yang dikenal pemilih Wakil-wakil yang terpilih dalam sistem distrik pada umumnya adalah tokoh-tokoh masyarakat yang dikenal baik di wilayah pemilihan, dengan demikian antara wakil yang dipilih dengan warga pemilih terdapat kedekatan emosional yang erat, sehingga wakil terpilih akan berjuang dengan sungguh-sungguh dalam memperjuagkan aspirasi rakyat atau warga yang memilih. Wakil terpilih yang gagal memperjuangkan aspirasi pemilih, akan ditinggalkan pemilihnya untuk periode pemilhan berikutnya, karena akan muncul tokoh baru yang dianggap akan mampu membawakan aspirasinya. 3) Partai lebih mudah mencapai kedudukan mayoritas Dengan jumlah partai yang cenderung sedikit, maka partai peserta pemilihan umum akan lebih mudah mendapatkan suara mayoritas dibanding dengan jumlah partai yang relatif banyak. Suara mayoritas sangat diperlukan dalam pemerintahan demokrasi, sehingga partai yang memperoleh suara terbanyak, tidak perlu koalisi dengan partai politik lain, dalam mewujudkan visi, misi dan program pembangunan yang dijanjikan kepada warga atau rakyat sebagai pemilih. Resiko pemerintahan mayoritas tanpa koalisi, bila pemerintahan yang dilakukan gagal dan tidak dapat memenuhi aspirasi rakyat, maka partai berkuasa akan sulit untuk 162 Demokrasi Di Indonesia memenangkan pemilihan umum periode berikutnya. Dengan demikian partai yang berkuasa harus sungguh-sungguh memperjuangkan program yang telah ditawarkan saat kampanye, bila ingin memenangkan kembali pemilihan umum berikutnya. 4) Sederhana dan ekonomis Dengan cara perhitungan suara terbatas di wilayah pemilihan, maka perhitungan suara dapat dilakukan serentak dan tidak perlu lagi melakukan penjumlahan suara sampai tingkat nasional dalam menentukan calon jadi. Dengan demikian perhitungan relatif cepat dan tidak memakan banyak waktu, dengan waktu perhitungan yang singkat, tentu akan lebih menghemat biaya dibanding dengan perhitungan yang memerlukan waktu lama berhari-hari, bahkan bermingguminggu seperti Pemilu Indonesia 2009 yang banyak mendapatkan kritik, tidak saja dari partai politik peserta pemilu, tetapi masyarakat awam yang segera ingin mengetahui hasil perhitungan akhir suara yang resmi. b. Kekurangan Sistem Distrik: 1) Kurang memperhatikan partai kecil Partai kecil dalam pemilihan distrik, aspirasinya kurang mendapatkan perhatian, karena kalah dengan partai-partai besar. Dengan demikian aspirasi kelompok-kelompok kecil yang tersebar dalam wilayah nasional, tidak dapat menyuarakan aspirasinya, meskipun dalam skala nasional sebenarnya cukup signifikan untuk diperhitungkan. 163 Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi; Membina Karakter... Kondisi ini saling terkait dengan keadaan yang lain yang merupakan akumulasi dari sistem distrik. 2) Banyak suara hilang Dalam sistem distrik suara yang diperhitungkan dalam pemilihan umum adalah suara terbanyak di wilayah pemilihan, sedang suara yang kalah tidak lagi diperhitungkan. Dengan demikian, suara-suara yang secara kumulatif cukup banyak pada tingkat nasional tidak diperhitungkan, karena jumlah setiap di daerah pemilihan selalu kalah dengan partai yang lain yang lebih besar. Karena suara yang kalah tidak diperhitungkan, maka banyak suara pemilih yang hilang atau tidak dapat menyalurkan aspirasinya dalam lembaga perwakilan Negara. 3) Kurang efektif dalam masyarakat yang plural Dalam kondisi masayarakat yang plural, dengan peserta pemilihan lebih dari dua partai dan kecenderungan hasil pemilihan relatif berimbang, atau hanya terdapat perbeaan yang relatif kecil, sehingga dapat terjadi calon yang menang dalam suatu wilayah pemilihan, belum tentu menggambarkan suara mayoritas. Dengan perkataan lain, calon terpilih yang mendapat suara terbanyak, tidak memenuhi suara mayoritas (setengahnya lebih) dari total pemilih di wilayahnya. 4) Wakil terlalu berorientasi pada daerah pemilih Dengan keterikatan emosional antara pemilih dan yang dipilih, wakil terpilih cenderung memperjuangkan wilayah pemilihan secara 164 Demokrasi Di Indonesia berlebihan, sehing ga wakil terpilih terlalu berorientasi pada daerah pemilihannya. Kondisi ini kurang menguntungkan dalam kehidupan nasional, karena kepentingan nasional yang berorientasi pada kepentingan publik harus mendapatkan perhatian yang utama. c. Kelebihan Sistem Proporsional Celah-celah kelemahan sistem distrik menjadi kelebihan dalam sistem proporsional, demikian juga kelebihan sistem distrik menjadi kelemahan pada sistem proporsional. Kelebihan sistem proporsional antara lain: 1) Proporsional lebih representatif Dalam sistem proporsional semua suara dijumlahkan sampai pada tingkat nasional, dengan demikian semua suara pemilih diperhitungkan untuk mendapatkan wakil-wakilnya sesuai dengan tingkat perwakilan di daerah sampai level nasional. Dengan demikian tidak ada suara yang hilang, dalam arti semua suara diperhitungkan, sehingga aspirasi kelompokkelompok kecil di wilayah yang tidak terwakili, kemungkinan akan mendapatkan wakil pada perwakilan tingkat pusat atau nasional. Karena semua suara diperhitungkan untuk menentukan perwakilan nasional, maka jumlah pemilh akan sebanding dengan proporsi perwakilan yang diperebutkan dan akan diperoleh partai politik peserta pemilihan umum, sehingga perwakilan dapat lebih mempresentasikan aspirasi pemilih. 165 Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi; Membina Karakter... 2) Karena lebih representatif dianggap lebih demokratis Karena semua suara diperhitungkan dan tidak banyak suara yang hilang. Kehilangan suara terjadi, karena dalam perhitungan akhir terdapat sisa suara yang tidak memenuhi proporsi untuk perhitungan satu orang perwakilan, suara yang hilang akan relatif kecil dibanding dengan sistem distrik. Pada sistem distrik, setiap daerah pemilihan akan banyak suara yang hilang, karena suara yang kalah di masing-masing wilayah pemilihan tidak diperhitungkan. d. 166 Kelemahan Sistem Proporsional 1) Sulit terjadinya integrasi partai, karena partai cenderung bertambah Tanpa ada kesadaran nasional warga tentang perlunya pembatasan partai politik, pada warga Negara dengan pemilu sistem proporsional terdapat kecenderungan untuk untuk tumbuh partai politik dalam Negara. Indonesia pada era reformasi yang memadukan sistem proporsional dan distrik, jumlah partai cenderung bertambah, karena berharap dari penjumlahan suara-suara daerah yang akan menguntungkan kelompok elit politik di tingkat pusat maupun elit tingkat daerah. 2) Kader partai sulit berkembang, karena penentuan calon jadi didasarkan nomor urut Dengan sistem proporsional terdapat kecenderungan, bahwa elit partai tetap bertahan dalam kepengurusan partai, sehingga kader-kader muda sulit menembus dominasi kelompok tua yang telah lama bertahan sebagai elit partai. Semua ini Demokrasi Di Indonesia memberikan keuntungan pada elit partai yang dalam perebutan kekuasaan, perwakilan suara akan diurutkan sesuai dengan nomor urut, yang didasarkan pada senioritas. 3) Wakil terpilih belum tentu orang dikenal pemilih secara baik Dalam sistem ini, pemilih hanya memilih tanda gambar partai, bukan memilih orang, maka wakil terpilih belum tentu dikenal oleh pemilih yang diwakilinya, sehingga hubungan emosional pemilih dengan yang mewakili, tidak terbina dengan baik, bahkan pemilih tidak tahu pasti siapa yang terpilih, yang akan mewakili daerahnya. Dalam era Orde Baru banyak wakil yang mengatasnamakan daerah pemilihan tertentu yang didominasi atau diisi oleh kelompok elit politik yang tinggal di Jakarta, sehingga pemilih banyak tidak kenal dengan orang yang akan mewakilinya. 4) Karena banyak partai sulit mendapatkan suara mayoritas Dengan banyaknya partai yang ikut dalam pemilihan umum, maka sulit bagi partai peserta pemilihan mendapatkan suara mayoritas. Pemilihan Umum di Indonesia era Refor masi, telah membuktikan tidak satupun partai politik mampu mendapatkan suara mayoritas mutlak sampai dengan Pemilu tahun 2009. 2. Sistem Pemilu di Indonesia Sejak tahun 1955 sampai tahun 1997 Indonesia menggunakan sistem proporsional. Pemilihan Umum 2004 menggunakan gabungan, antara sistem distrik dan proporsional, 167 Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi; Membina Karakter... namun dominasi proporsional lebih mewarnai pelaksanaan pemilihan umum 2004, yaitu wilayah pemilihan dibagi dalam daerah pemilihan, wakil lebih dari satu suara untuk masingmasing wakil jadi ditetapkan berdasar suara terbanyak, dan penetapan untuk menjadi anggota DPR maupun DPRD, bila suara yang diperoleh masing-masing calon tidak mencukupi, maka suara yang diperoleh dari calon dalam partai tertentu, akan dikumpulkan berdasarkan daftar nomor urut. Nuansa proporsional yang masih dominan ini terjadi, meskipun nomor urut calon nomor 1 (satu), hanya mendapatkan suara paling sedikit di antara calon lain dalam daftar calon partai peserta pemilihan umum, dan tidak satupun calon memenuhi jumlah suara menjadi calon jadi, maka bila suara gabungan itu memenuhi jumlah suara untuk menjadi DPR atau DPRD, calon nomor urut 1 (satu), yang dinyatakan terpilih sebagai calon jadi, meskipun dalam daftar perolehan suara, calon tersebut mendapatkan suara paling sedikit. Dalam pemilihan umum tahun 2009, sistem gabungan distrik dan proporsional mengalami perubahan yang lebih dekat kepada penentuan suara sistem distrik, karena bila dalam suatu daftar calon tidak memenuhi suara untuk menjadi anggota DPR atau DPRD, maka calon yang mendapatkan suara terbanyak yang akan mendapatkan pelimpahan suara dari calon lain yang jumlahnya lebih sedikit. Mulai pemilihan umum tahun 2004 dengan UUD 1945 Amandemen, pemilihan umum di Indonesia, di samping memilih anggota DPR, juga dipilih anggota DPD sebagai wakil daerah, yang pencalonannya dilakukan secara individual dengan wilayah pemilihan pada tingkat Provinsi. Setiap provinsi ditetapkan 4 orang wakil sebagai anggota DPD mewakili daerahnya. Hasil pemilihan umum tahun 2004 telah melahirkan wacana dengan menetapkan electoral threshold sebesar 3% mewakili wakil atau perolehan suara di DPR 3% sebagai persyaratan partai politik 168 Demokrasi Di Indonesia untuk ikut pemilihan umum tahun 2009. Namun dalam Undang-Undang yang akan digunakan untuk pemilu 2009, menganulir lagi, yakni semua parpol yang mendapatkan kursi di DPR dapat langsung ikut Pemilu tanpa memperhitungkan electoral threshold yang sebelumnya telah disepakati. Kembali sikap tidak konsistennya pihak Pemerintah dan DPR sebagai badan pembuat UU dipertontonkan kepada rakyat. Penetapan electoral threshold sebesar 3% diharapkan dapat memperkecil partai politik peserta pemilih, atas nama euphoria demokrasi jumlah partai politik peserta pemilu tahun tahun 2009 menjadi lebih besar dibanding Pemilu tahun 2004. G. Pembangunan Masyarakat Demokrasi 1. Pembangunan Masyarakat Demokrasi dalam RPJP Pembangunan masyarakat demokrasi dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP), mengamanatkan untuk memantapkan kelembagaan demokratis yang lebih kokoh, memperkuat peran masyarakat sipil, memperkuat peran masyarakat desentralisasi dan otonomi daerah, menjamin pengembangan media dan kebebasan media, dalam mengkomunikasikan kepentingan masyarakat dan melakukan pembenahan struktur hukum dan meningkatkan budaya hukum, serta menegakkan hukum secara adil, konsekuen, tidak diskriminatif, dan memihak kepada rakyat kecil. Terwujudnya Indonesia yang demokratis, berlandasan hukum dan berkeadilan ditunjukkan oleh hal-hal berikut: a. Terciptanya supremasi hukum dan penegakan HAM yang bersumber pada Pancasila dan UUD 1945 serta tertatanya hukum nasional yang mencerminkan kebenaran, keadilan, akomodatif 169 Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi; Membina Karakter... b. c. d. e. 2. 170 dan asosiatif. Terciptanya penegakkan hukum tanpa memandang kedudukan, pangkat, dan jabatan seseorang, demi supremasi hukum dan terciptanya penghormatan pada HAM, Menciptakan landasan konstitusional untuk memperkuat kelembagaan demokrasi, Memperkuat peran masyarakat sipil dan partai politik, Memantapkan kelembagaan nilai-nilai demokrasi yang menitikberatkan pada prinsip-prinsip toleransi, nondiskriminatif, dan kemitraan, Mewujudkan konsolidasi demokrasi pada berbagai aspek kehidupan politik yang dapat diukur dengan adanya pemerintahan yang berdasarkan pada hukum, birokrasi yang profesional dan netral, masyarakat sipil, partai politik dan masyarakat ekonomi yang mandiri, serta adanya kemandirian sosial. Pembangunan Masyarakat Demokrasi dalam RPJM a. Permasalahan Pelaksanaan dan peningkatan kualitas kelembagaan demokrasi yang sudah terbentuk akan terus dikembangkan, penyelesaian persoalan sosial, pelanggaran HAM, serta pers, media komunikasi dan informasi menjadi kunci keberhasilan pelaksanaan konsolidasi demokrasi. Berbagai masalah tersebut adalah: 1) Belum optimalnya implementasi peran dan fungsi lembaga politik. 2) Pola hubungan Negara dan masyarakat yang belum sesuai dengan kebutuhan demokratisasi. Demokrasi Di Indonesia 3) Masih belum optimalnya hubungan kelembagaan pusat dan daerah. 4) Masih adanya persoalan-persoalan mengganjal pada masa lalu yang belum tuntas, seperti pelanggaran HAM berat dan tindakan-tindakan kejahatan politik. 5) Belum optimalnya media massa menjalankan fungsinya secara otonom dan independen. b. Sasaran Sasaran pembangunan untuk mengatasi peramsalahan perwujudan lembaga demokrasi yang semakin kokoh adalah: a) Terlaksananya peran dan fungsi lembaga penyelenggara Negara dan lembaga kemasyarakatan sesuai konstitusi dan peraturan perundang-undangan yang berlaku, b) Meningkatkan partisipasi masyarakat dalam proses pengambilan keputusan kebijakan publik, c) Terlaksananya pemilihan umum yang demokratis, jujur dan adil pada tahun 2009. c. Arah kebijakan Arah kebijakan dari perwujudan Lembaga Demokrasi yang makin kokoh ditempuh dengan kebijakan sebagai berikut: 1) Mewujudkan pelembagaan demokrasi yang lebih kokoh dengan mempertegas tugas, wewenang dan tanggung jawab dari seluruh kelembagaan Negara/pemerintahan yang berdasarkan mekanisme checks and balances, 2) Memperkuat peran masyarakat sipil (civil society), 171 Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi; Membina Karakter... 3) Memperkuat kualitas desentralisasi dan otonomi daerah, 4) Mewujudkan pelembagaan dan mendorong berjalannya rekonsiliasi nasional beserta segala kelengkapan kelembagaannya. 5) Menjamin pengembangan media dan kebebasan media dalam mengkomunikasikan kepentingan masyarakat. d. 172 Program Pembangunan 1) Program Penyempurnaan Penguatan Kelembagaan Demokrasi Kegiatan pokok yang dilakukan dalam program ini mencakup: a) Perumusan standar dan parameter politik terkait dengan hubungan checks and balances di antara lembaga-lembaga penye lenggara. b) Peningkatan kemampuan lembaga eksekutif yang profesional dan netral. c) Perumusan kerangka politik yang lebih jelas mengenai kewenangan dan tanggung jawab antara pusat dan daerah dalam konteks desentralisasi dan otonomi daerah. d) Fasilitasi per umusan yang lebih menyeluruh terhadap semua peraturan perundangan yang berkaitan dengan pertahanan keamanan Negara untuk mendorong profesionalisme POLRI/TNI dan menjaga netralitas politik kedua lembaga tersebut. Demokrasi Di Indonesia e) Fasilitasi peningkatan kualitas fungsi dan peran lembaga legislatif (DPR, DPD, dan DPRD). f) Promosi dan sosialisasi pentingnya independensi, kapasitas dan integritas lembaga Mahkamah Konstitusi dan Komisi Yudisial sebagai upaya memperkuat wibawa dan kepastian konstitusional dalam proses penyelenggaraan Negara. g) Pelembagaan Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi h) Fasilitas pemebrdayaan politik dan masyarakat sipil yang otonom dan independen, serta memiliki kemampuan melakukan pengawasan terhadap proses pengambilan dan pelaksanaan keputusan kebijakan publik. i) Memfasilitasi pemberdayaan masyarakat agar dapat menerapkan budaya politik demokratis. 2) Program Perbaikan Proses Politik Kegiatan-kegiatan pokok yang dilakukan dalam program perbaikan proses politik mencakup: a) Per umusan standar dan parameter penyelenggaraan debat publik yang berkualitas bagi calon pemimpin nasional, b) Perumusan standar dan parameter uji kelayakan untuk merekrut pejabat politik dan pejabat publik. 173 Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi; Membina Karakter... c) Perwujudan komitmen politik yang tegas terhadap pentingnya memelihara dan meningkatkan komunikasi politik yang sehat, bebas dan efektif, d) Fasilitasi penyelenggaraan pemilu 2009 yang jauh lebih berkualitas, demokratis, jujur dan adil, e) Pengembangan mekanisme konsultasi publik sebagai sarana dalam proses penyusunan kebijakan. 3) Program Pengembangan Komunikasi, Informasi dan Media Massa Kegiatan-kegiatan pokok yang dilakukan dalam program ini mencakup: a) Fasilitasi peninjauan atas aspek-aspek politik terhadap peraturan perundangan yang terkait dengan pers dan media massa. b) Pengkajian dan penelitian yang relevan dalam rangka pengembangan kualitas dan kuantitas implementasi dan komunikasi. c) Fasilitasi peningkatan profesionalisme di bidang komunikasi dan informasi. 174 BAB V NEGARA HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA A. Negara Hukum Negara menurut Mac Iver (Soehino, 1998; Agustino, 2007) negara adalah asosiasi yang menyelenggarakan penertiban dalam suatu masyarakat pada suatu wilayah berdasarkan sistem hukum yang diselenggarakan oleh suatu pemerintah yang untuk maksud itu diberi kekuasaan memaksa. Apa yang disampaikan oleh Mac Iver memiliki kesamaan esensial dengan Roger Soltau, yakni negara merupakan kesatuan masyarakat, bertujuan mengatur untuk mencapai tujuan, serta adanya kewenangan untuk memaksa didasarkan pada kekuasaan atau hukum yang berlaku. Pengertian terhadap negara yang dikemukakan oleh Mac Iver dan Roger Soltau menunjukkan adanya substansi yang sama, bahwa salah satu unsur dari negara, yaitu pemerintah dalam menjalankan kekuasaannya adalah berdasarkan pada sistem hukum (Mac Iver) dan hukum yang berlaku (Roger Soltau). Negara yang pemerintahnya menjalankan kekuasaan berdasarkan dan dapat dipertanggungjawabkan secara hukum atau menurut hukum yang berlaku, berarti negara dapat dikategorikan sebagai negara hukum. Ada tiga esensial bagi keberadaan negara hukum, pertama, hubungan antara yang memerintah dan yang diperintah, tidak berdasarkan kekuasaan (rule of power, macht, goverment not by man, but by law), melainkan berdasarkan suatu norma objektif yang mengikat kedua belah pihak secara timbal balik, seimbang dan proporsional. Kedua, norma objektif itu merupakan hukum yang 175 Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi; Membina Karakter... memenuhi syarat formal dan material (nomocratie, cratie ‘kekuasaan’, nomos ‘hukum). Ketiga, norma objektif dilaksanakan secara pasti, baik, benar dan adil. 1. Kebutuhan Terhadap Negara Hukum Dalam kehidupan modern sekarang dapat dipastikan bahwa semua bangsa yang telah bernegara memiliki aturan hukum yang mengikat seluruh warga negaranya. Lebih khusus lagi yang mengatasnamakan negaranya sebagai Negara Demokrasi, karena salah satu unsur negara demokrasi adalah adanya hukum negara. Oleh karena itu, mutlak diperlukan adanya hukum dalam Negara Demokrasi. Hukum diperlukan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, sebab hukum berfungsi memberi dasar, menentukan tujuan yang yang hendak dicapai, arah yang dituju dan cara bertindak bagi negara dan aparatnya termasuk warganegara dan masyarakat. Negara berkewajiban mewujudkan tujuan bersama dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara harus didasarkan pada ketentuan hukum yang berlaku dan tidak boleh berbuat sesuatu tanpa didasari oleh peraturan yang ada atau bertindak diktator, yang dapat berbuat sewenang-wenang dengan pembenaran untuk kepentingan negara. Bagi warga masyarakat hukum, aturan hukum memberikan tuntunan bertindak, yaitu sebagai sarana untuk mengontrol dan membatasi keinginan yang bebas baik penguasa untuk tidak bertindak diktator atau kepada warga agar tidak bertindak semaunya atas nama masyarakat yang dapat mengarah pada tindakan anarkis. Meskipun hukum bertujuan untuk mewujudkan ketertiban, keadilan dan kepastian hukum, dalam kenyataan di masyarakat selalu terjadi perbedaan kepentingan dan rasa keadilan subjektif sehingga terjadi pelanggaran atau perlawanan terhadap hukum yang berlaku. Karenanya, hukum memerlukan kekuatan pendorong, dan pengawal terhadap hukum yang berlaku, yakni kekuasaan memaksa. Dengan adanya kekuasaan untuk 176 Negara Hukum Dan Hak Asasi Manusia memaksa akan memberikan kekuatan untuk menjalankan fungsi hukum, tanpa adanya kekuatan dan kekuasaan memaksa hukum sulit untuk ditegakkan. Meskipun hukum membutuhkan kekuasaan, kekuasaan tidak boleh mendominasikan hukum untuk kepentingan golongan atau kelompoknya sebagai pemegang kekuasaan negara. Kekuasaan yang merupakan kekuatan memaksa, juga merupakan sumber kekuatan penggerak dinamika masyarakat. Oleh karena itu, tidak mengherankan bila sejak manusia mewujudkan kehidupan bernegara sering terjadi perebutan kekuasaan, baik sebagai individu maupun kelompok atau sosial, yang dilakukan berdasar hukum yang berlaku seperti melalui pemilihan umum, maupun dengan cara melawan hukum yang berlaku melalui revolusi. Menurut Satjipto Rahardjo (1996), pada tataran individu kekuatan merupakan dorongan untuk menguasai harta benda dan mendapatkan kekuasaan, keberhasilan tersebut sepenuhnya tergantung pada kemampuan individu. Pada peringkat sosial, kekuatan berupa perjuangan kelompok-kelompok, kelas-kelas dalam masyarakat untuk mendapatkan kekuasaan, sehingga menimbulkan pelapisan-pelapisan struktur masyarakat. Apabila dorongan kekuasaan mulai timbul, maka masyarakat sudah mulai bergerak kearah keinginan untuk diatur oleh hukum. Pelembagaan hukum dalam masyarakat mempunyai suatu aspek penting sebagai sarana untuk mengontrol dan membatasi keinginan orang terhadap kekuasaan. Hukum yang memberikan arahan kontrol kekuasaan dan kemungkinan tindak anarkis di satu pihak, pada sisi lain hukum juga menyalurkan dan memberikan kekuasaan kepada orangorang baik secara indvidu maupun kelompok-kelompok manusia. Pada masyarakat yang struktur organisasinya sematamata didasarkan pada kekuasaan, orang tidak memerlukan hukum sebagai penyalur kekuasaan, tetapi bagi masyarakat yang diatur oleh hukum, kekuasaan pada masyarakat tersebut hanya 177 Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi; Membina Karakter... dapat dibeikan melalui hukum. Dari ketentuan hukum sebenarnya kekuasaan negara itu dibagi-bagi. Pembagian kekuasaan Negara yang sangat populer adalah kekuasaan legislatif, kekuasaan eksekutif, dan kekuasaan yudikatif. Kekuasaan yang diatur oleh hukum adalah menjadikan sesuatu itu terkendali, baik menyangkut, cara memperoleh kekuasaan, ruang lingkup, maupun isi dari kekuasaan itu sendiri. Dengan demikian negara hukum dibutuhkan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, agar kekuasaan yang dijalankan penguasa (pemerintah) dapat disalurkan, dibatasi, dikontrol, dan dikendalikan, baik isi, ruang lingkup, dan prosedur serta implementasinya berdasarkan sistem hukum yang berlaku secara efektif. 2. Konsep Negara Hukum Apabila kita mempelajari kepustakaan hukum, istilah Negara hukum sudah sangat populer. Istilah Negara hukum berasal dari dua konsep yaitu rechtsstaat dan rule of law. Konsep rechtsstaat dan rule of law, yang keduanya diartikan sebagai Negara hukum pada dasarnya bermuara pada sasaran sama, yaitu pengakuan dan perlindungan terhadap hak asasi manusia. Meskipun rechtsstaat dan rule of law terdapat kesamaan untuk menegakkan pengakuan dan perlindungan HAM, namun di antara keduanya, terdapat perbedaan dalam sistem hukumnya. Hal demikian dapat dilihat dari konsep kedua sistem hukum tersebut, yaitu: a. Konsep rechtsstaat: Konsep rechtsstaat banyak dianut di Negara Eropa Kontinental (Eropa daratan) yang bertumpu pada civil law, yang menitikberatkan pada administrasi. Menurut F.J. Stahl (Priyanto, 2003) dan Philipus M. Hadjon (Kaelan dan Zubaidi, 2010) menyebutkan ciri-ciri rechtsstaat adalah: 1) adanya perlindungan hak asasi manusia; 2) 178 Negara Hukum Dan Hak Asasi Manusia adanya pemisahan kekuasaan; 3) adanya pemerintahan berdasarkan peraturan perundang-undangan; 4) adanya peradilan administrasi dalam perselisihan; dan 5) mempunyai ciri lebih revolusioner, sebagai hasil perjuangan menentang absolutisme raja, khususnya gerakan revolusioner Perancis, hingga menjadi Republik Perancis. Konsep rule of law Konsep rule of law dikembangkan oleh Negara Anglo Saxon yang menekankan pada common law, yang bertumpu pada judicial. Friedman (1959, Syarbaini, 2009) membedakan rule of law menjadi dua arti, yaitu secara formal dan hakiki/material. Rule of law secara formal diartikan sebagai kekuasaan umum yang terorganisasi, seperti negara. Sementara arti rule of law secara hakiki/ material dikaitkan dengan penegakan hukum yang berukur baik atau buruk (just and unjust law), berkait dengan keadilan dan menjamin keadilan yang dirasakan oleh masyarakat dan bangsa. Menurut A, V. Dicey (Koesnardi dan Saragih, 1998; Priyanto, 2003) dan Philipus M. Hadjon (Kaelan dan Zubaidi, 2010) menyebutkan ciri-ciri sebagai berikut: 1) adanya jaminan hak-hak asasi manusia dalam undangundang/UUD; 2) adanya jaminan kedudukan yang sama dalam hukum; 3) adanya supremasi hukum, dan 4) lebih memiliki ciri evolusioner, yang dirintis oleh kaum bangsawan Inggris, yang sedikit demi sedikit mengurangi kekuasaan raja, hingga menjadi kerajaan konstitusional. Kedua konsep Negara hukum tersebut merupakan produk abad ke 19 yang lahir dari keberhasilan/ kemenangan pejuangan hak individu manusia dalam melawan monarki absolut yang dimulai sejak zaman b. 179 Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi; Membina Karakter... Magna Charta di Inggris dan diikuti perjuangan di berbagai negara di Eropa yang lebih bersifat yuridis dan menyangkut hukum dalam batas sempit, yakni gerakan individualisme menuntut negara dan pemerintah tidak diperkenankan turut campur tangan terhadap urusan warga negara, kecuali yang menyangkut kepentingan umum. Konsep rechtsstaat maupun rule of law adalah lahir dari perjuangan gerakan individualisme, yang menjadikan negara sebagai penjaga malam (nachtwachtersstaat) dalam aktivitas warga memperjuangkan kebebasan individu dalam menentukan jalan hidupnya. Pola pikir yang demikian menjadikan negara hanya sebagai penjaga malam, merupakan konsep Negara hukum yang sempit, karena ruang lingkup tugas negara menjadi sangat sempit, terbatas hanya pada tugas melaksanakan keputusankeputusan parlemen yang dituangkan dalam undangundang. Negara memiliki tugas pasif, sebatas bertindak, jika hak-hak asasi manusia dilanggar atau ketertiban dan keamanan umum terancam. Konsep negara hukum demikian dikenal sebagai Negara Hukum Klasik atau Negara Hukum Formal (Sri Hartini, 2002). Paradigma Negara Hukum Klasik mulai bergeser setelah Perang Dunia ke II, seiring dengan berkembangnya pemikiran negara, yang mengarah pada tuntutan kesejahteraan rakyat (welfare state), karena tugas negara tidak sekedar penjaga malam, tetapi negara dan pemerintah harus aktif memberikan pelayanan kepada masyarakat (social ser vice state). Dengan adanya perkembangan pemikiran bahwa Negara harus aktif memberikan pelayanan kepada masyarakat (social service state) tersebut konsep Negara Hukum Klasik ditinjau kembali, dan mulai ditinggalkan. 180 Negara Hukum Dan Hak Asasi Manusia Menurut hasil konggres International Commission of Jurist sebagai organisasi ahli hukum internasional di Bangkok tahun 1965 (Mahfud, MD, 1999), telah merumuskan konsep Negara hukum yang dinamis atau konsep hukum material, yang merupakan ciri-ciri dari negara berbasis Rule of Law yakni: a. Perlindungan konstitusional, dalam arti bahwa konstitusi, selain dari menjamin hak-hak asasi individu, konstitusi harus pula menentukan cara procedural untuk memperoleh perlindungan atas hak-hak yang dijamin; b. Adanya badan kehakiman yang bebas dan tidak memihak; c. Pemilihan umum yang bebas; d. Kebebasan untuk menyatakan pendapat; e. Kebebasan untuk berserikat/berorganisasi dan beroposisi; f. Adanya pendidikan kewarganegaraan (civic education). Dalam praktik kehidupan negara modern, konsep Negara Hukum Klasik telah banyak ditinggalkan, bergeser ke konsep Negara Hukum yang dinamis, yaitu Negara Hukum Material, dan tidak sekedar Negara Hukum Formal. Dalam konsep Negara Hukum Material, negara tidak pasif, melainkan negara harus aktif menjamin perlindungan hak-hak individu di satu pihak, dan negara harus aktif mewujudkan hak-hak warga negara yang harus dijamin oleh negara. Negara Hukum Klasik adalah negara hukum dalam arti for mal yang didasarkan pada paham legalis, berpandangan bahwa hukum itu sama dengan undangundang, sehingga tindakan penegakan hukum, berarti 181 Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi; Membina Karakter... menegakkan undang-undang, atau apa yang telah ditetapkan oleh lembaga legislatif. Sementara Negara Kesejahteraan adalah negara hukum dalam arti material, berpandangan bahwa hukum bukan hanya sekedar undang-undang, atau secara formal yang ditetapkan oleh lembaga legislatif saja, tetapi yang diutamakan adalah nilai keadilannya yang dirasakan oleh warga negaranya. Dalam konsep Negara Kesejahteraan (welfare state), tidak satupun negara membiarkan seorang atau sekelompok orang sebagai warganegaranya menjadi miskin, terlantar, bodoh atau tidak berpendidikan, atau sakit-sakitan. Keberadaan atau kondisi warga atau sekelompok warga yang miskin, terlantar, bodoh atau tidak berpendidikan, atau sakit-sakitan tersebut tidak sejalan dengan konsep Negara Kesejahteraan (welfare state). Karena itu negaranya bebas dari kemiskinan, kebodohan atau kesakitan, dan kewajiban dari negara itu merupakan hak dari warga negara dalam konsep Negara Hukum Modern guna mewujudkan Negara Kesejahteraan (welfare state). 3. Indonesia Negara Hukum Para pendiri negara telah berwawasan jauh ke depan, dengan pemikiran idealnya untuk mewujudkan Indonesia merdeka sebagai negara yang menjunjung tinggi hukum dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Jika pemikiran Negara Hukum Modern dapat dikuantifikasi, maka rata-rata pemikiran idealis mewujudkan Negara Hukum Modern dari bangsa Indonesia, telah mendahului pemikiran organisasi ahli hukum internasional. Bila organisasi ahli hukum internasional baru merumuskan Negara Hukum Modern tahun 1965, maka bangsa Indonesia telah merumuskannya pada tahun 1945, sebagaimana diatur dalam UUD 1945, yang mengatur: 182 Negara Hukum Dan Hak Asasi Manusia a. Adanya badan kehakiman yang bebas dan tidak memihak diatur dalam pasal 24, b. Pemilihan umum yang bebas, yang memilih lembaga perwakilan (DPR) meskipun baru dilaksanakan pertama tahun 1955, c. Kebebasan untuk menyatakan pendapat, diatur dalam pasal 28, d. Kebebasan untuk berserikat/berorganisasi dan beroposisi, diatur dalam pasal 28. Ini prestasi bangsa Indonesia yang seharusnya mendunia, atau bentuk keunggulan dari bangsa Indonesia, tetapi bangsa Indonesia, belum bisa meyakinkan pada dunia terhadap pemikiran tersebut, atau sengaja bangsa-bangsa di dunia masih menganggap kerdil bangsa Indonesia, atau sebenarnya di antara bangsa Indonesia sendiri ada yang membuat kerdil pemikiran bangsa sendiri. Hal demikian masih dimilikinya sikap mental yang belum bisa menghargai karya orang lain, terutama karya sesama bangsa Indonesia sendiri. Semua ini hendaknya menjadikan pelajaran untuk semua bangsa Indonesia, terutama bagi mahasiswa dan generasi muda lainnya, dalam mempersiapkan diri meningkatkan kualitas SDM, dan dapat menghargai karya, dan prestasi baik dari bangsa sendiri atau bangsa lain dalam persaingan di era globalisasi. Bukti idealisme bangsa Indonesia mendahului hasil kongres ahli hukum internasional dapat dikaji dengan indikator ciri-ciri Negara Hukum Dinamis, dari hasil kongres di Bangkok 1965, UUD 1945 juga memuat dasar-dasar sebagaimana terdapat dalam konsep rechtsstaat maupun rule of law, dengan ciri-ciri sebagai berikut: a. Perlindungan Konstitusional Perlindungan konstitusional, dalam arti bahwa konstitusi, selain dari dari menjamin hak-hak asasi 183 Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi; Membina Karakter... individu, konstitusi harus pula menentukan cara prosedural untuk memperoleh perlindungan atas hak-hak yang dijamin. Sebelum Indonesia merdeka bangsa Indonesia telah mempersiapkan perlunya UUD tertulis yang telah dirumuskan dalam Piagam Jakarta yang awalnya akan dibuat sebagai pembukaan UUD Indonesia merdeka. Ketentuan tersebut dimuat dalam alinea keempat dan rencana tersebut berhasil diwujudkan dengan beberapa perubahan, namun untuk perlu adanya suatu UUD, maka tetap dir umuskan dalam pembukaan UUD 1945 Proklamasi, Yaitu”…, maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara Indonesia”. Konstitusi atau UUD akhirnya berhasil ditetapkan pada tanggal 18 Agustus 1945, adalah bukti nyata bahwa bangsa Indonesia sung guh-sungguh mewujudkan konstitusi sebagai dasar pengaturan hidup Negara Indonesia yang baru merdeka. Pernyataan ini diperkuat dengan Penjelasan UUD 1945 tentang Sistem Pemerintahan Negara, Pemerintahan berdasar atas sistem konstitusi (hukum dasar), tidak bersifat absolutisme (kekuasaan yang tidak terbatas). Hal ini berarti bahwa Pemerintah Indonesia diatur berdasarkan Hukum Dasar Indonesia. Pengaturan tentang perlindungan individu, maupun kelompok sebagai bangsa di dunia tercermin pada pembukaan dan batang tubuh UUD 1945 Proklamasi, yaitu: 1) Pengaturan dalam pembukaan UUD 1945, yaitu alinea satu sampai alinea ke empat yaitu hak untuk merdeka, hak mewujudkan kemerdekaan, pernyataan merdeka, serta perlindungan hak seperti untuk mewujudkan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila sebagai dasar Negara, 184 Negara Hukum Dan Hak Asasi Manusia 2) Pengaturan dalam batang tubuh UUD 1945 Proklamasi, ketentuan tentang perlindungan hak individu, seperti hak memilih pekerjaan, kebebasan berkumpul dan berserikat, persamaan dalam hukum dan pemerintahan, kebebasan beragama, perlindungan terhadap fakir miskin dan anak terlantar. b. Adanya badan kehakiman yang bebas dan tidak memihak Indonesia sebagai negara hukum memberikan penegasan bahwa pemerintahan yang dijalankan adalah berdasar atas sistem konstitusi (hukum dasar), dan tidak bersifat absolutisme (kekuasaan yang tidak terbatas). Penegasan ini juga berlaku pada Mahkamah Agung sebagai pemegang kekuasaan kehakiman. Pasal 24 UUD 1945, menyatakan: Kekuasaan kehakiman dilakukan sebuah Mahkamah Agung dan lain-lain badan kehakiman menurut undang-undang. Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan yang merdeka, artinya terlepas dari pengaruh kekuasaan Pemerintah. Setelah UUD 1945 diamandemen pernyataan dari penjelasan ditetapkan dalam batang tubuh UUD 1945 Amandemen yang berbunyi: Kekuasaan Kehakiman adalah kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan peradilan (kekuasaan kehakiman yang mandiri). c. Pemilihan umum yang bebas Meski negara Indonesia yang baru merdeka, namun UUD 1945 Proklamasi secara formal telah memuat pemikiran untuk penyelenggaraan pemilihan umum di kelak pemerintahan sudah berjalan normal dan stabil. Pemilihan umum pertama kemudian dilaksanakan pada 185 Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi; Membina Karakter... tahun 1955 dengan UUD Negara adalah UUDS Tahun 1950. Pemilihan umum pertama di Indonesia tersebut telah menetapkan asas pemilihan umum yang bebas, umum dan rahasia. Dalam pemerintahan Orde Baru asas pemilihan umum langsung, bebas, umum dan rahasia, dengan dikenal istilah luber. Pada era Reformasi asas ini ditambah dengan jujur dan adil. Penambahan asas jujur dan adil ini merupakan reaksi pemilihan umum era Orde Baru, yang dianggap tidak jujur sehingga perlu adanya penekanan bahwa asas langsung, umum, bebas dan rahasia perlu ditambah dengan jujur dan adil (luber dan jurdil) d. Kebebasan menyatakan pendapat dan kebebasan untuk berserikat/berorganisasi dan beroposisi Pentingnya kebebasan untuk menyatakan pendapat dan kebebasan berserikat/berorganisasi merupakan hal yang penting dalam menjamin hak warga dalam kehidupan bernegara. Oleh karena itu dirasa perlu oleh pendiri negara, sehingga dimasukkan dalam ketentuan batang tubuh UUD 1945, yakni dalam pasal 28, yang menyatakan: Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan, dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang. Satu ketentuan yang tidak tersurat adalah kebebasan beroposisi, karena sistem pemerintahan Indonesia tidak mengenal oposisi, meskipun dalam era Reformasi ada partai yang menyatakan diri sebagai oposisi dan tidak bersedia bergabung dengan partai yang memimpin Pemerintahan. Namun posisi oposisi tersebut, tidak sebagaimana partai oposisi dalam sistem pemerintahan parlementer, bisa jadi posisi partai oposisi itu disebut posisi semu (quasi opposition) 186 Negara Hukum Dan Hak Asasi Manusia e. Adanya pendidikan kewarganegaraan (civic education) Sejak berlakunya UUD 1945 Proklamasi, pendidikan di Indonesia telah memasukkan Pendidikan Kewarganegaraan, meski dalam perkembangannya terjadi perubahan-perubahan. Misalnya dari nama Civics, Pendidikan Kewarganegaraan, Pendidikan Moral Pancasila, Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, dan kembali pada Pendidikan Kewarganegaraan. Di perguruan tinggi juga pernah diberikan mata kuliah Pancasila, Kewiraan, dan sekarang Pendidikan Kewarganegaraan. Dengan demikian sejak UUD 1945 Proklamasi, bangsa Indonesia secara konsisten memberikan materi Pendidikan Kewarganegaraan dalam pendidikan for mal, meski dengan sebutan yang disesuaikan dengan era pemerintahan Indonesia. Karena dalam pelaksanaan, materinya banyak mendapatkan intervensi pemerintah yang sedang berkuasa, guna pembenaran kekuasaannya. Oleh karena itu dalam Pendidikan Kewarganegaraan sekarang, diarahkan untuk pembinaan pendidikan karakter bangsa yang bertanggungjawab terhadap kehidupan berbangsa dan bernegara, untuk semua kehidupan yang mendukung hak dan kewajiban warga negara, bertanggung jawab dalam proses demokrasi, serta mendukung pemerintahan yang demokratis, tanpa memandang golongan atau partai tertentu yang diakui secara sah sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku. f. Adanya pemisahan kekuasaan Pemisahan kekuasaan Negara adalah teori yang dicetuskan oleh John Locke, yang kemudian 187 Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi; Membina Karakter... dikembangkan oleh Montesquieu dan kemudian dikenal dengan Trias Politika Montesquieu. Menurut John Locke pemisahan kekuasaan Negara menjadi legislatif atau badan pembuat undang-undang, eksekutif sebagai pelaksana undang-undang yang merangkap tugas peradilan, sedang federatif kekuasaan dalam hubungan luar negeri. Teori ini diperbarui oleh Montesquieu yaitu, legislatif badan pembuat undang-undang, eksekutif sebagai pelaksana undang-undang dan hubungan luar negeri, dan kekuasaan yudikatif sebagai badan kehakiman. Negara Indonesia yang memiliki lembaga sebagaimana disebut dalam tugas-tugas legislatif, eksekutif dan yudikatif, namun kekuasaan ketiga lembaga tersebut tidak terpisah sama sekali, karena dalam melaksanakan kekuasaan di antara ketiga lembaga tersebut, masih ada diperlukan kerja sama. Namun demikian tidak dapat disangkal, bahwa ketiga kekuasaan tersebut, kekuasaan utamanya adalah kekuasaan seperti disebut Montesquieu. Disamping ketiga kekuasaan seperti yang disebut dalam Trias Politika Montesquieu, di Indonesia masih terdapat lembaga Negara lain, seperti MPR, DPD, BPK, Komisi Yudisial dan Mahkamah Konstitusi. Dengan kenyataan tersebut, nampaknya Indonesia termasuk negara yang dipengaruhi oleh teori Montesquieu, namun pengaruh tersebut tidak mutlak diikuti bangsa Indonesia baik sifat pemisahan kekuasaan maupun jumlah Lembaga Negara yang ada. Indonesia tidak menganut pemisahan kekuasaan, tetapi menggunakan sistem pembagian kekuasaan. 188 Negara Hukum Dan Hak Asasi Manusia g. Adanya pemerintahan berdasarkan peraturan perundang-undangan Pada Pembukaan UUD 1945 Amandemen alenia keempat dipaparkan, bahwa:”…, maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu UndangUndang Dasar Negara Indonesia” juga dalam penjelasan tentang Indonesia sebagai Negara hukum, dan UUD 1945 Amandemen juga menyebutkan: Kekuasaan Kehakiman adalah kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan peradilan (kekuasaan kehakiman yang mandiri), serta pengaturan dan tugas lembaga telah digariskan dalam UUD 1945 sampai pada UUD 1945 Amandemen, adalah bukti pemerintahan Negara Indonesia dilaksanakan berdasarkan peraturan perundang-undangan. h. Adanya peradilan administrasi dalam perselisihan Peradilan administrasi dalam perselisihan tidak lain adalah Peradilan Tatausaha Negara atau Peradilan Administrasi Negara. Peradilan ini dianut pada konsep rechtsstaat, tetapi tidak dilaksanakan di Negara Anglo saxon. Indonesia yang mewarisi hukum Belanda dari konsep rechtsstaat dalam realisasinya peradilan di Indonesia terdapat peradilan Tata Usaha Negara. Adanya Peradilan Tata Usaha atau Administrasi Negara terlihat dalam pasal 10 UU No. 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman, yang menetapkan empat lingkungan peradilan yaitu: Peradilan Umum, Peradilan Agama, Peradilan Militer dan Peradilan Administrasi Negara. 189 Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi; Membina Karakter... i. Adanya jaminan kedudukan sama dalam hukum Jaminan dari Negara terhadap warga Negara khususnya di Indonesia, telah ditegaskan dalam UUD 1945 Proklamasi maupun Amandemen dalam pasal 27, yang menyatakan: Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya. Berdasarkan ketentuan tersebut, menunjukkan bangsa Indonesia menjunjung nilai demokrasi secara nyata baik dalam bidang hukum maupun pemerintahan, serta kewajiban menjunjung hukum dan pemerintahan, tanpa terkecuali apakah kedudukannya sebagai pejabat atau warga Negara pada umumnya. j. Adanya supremasi hukum Supremasi hukum adalah bagian ciri utama dari konsep Anglo Saxon, namun dalam konsep Eropa Kontinental, diwakili Krabbe maupun Kranenburg yang menganut teori kedaulatan hukum konsisten dengan idenya, bahwa hukum merupakan kedaulatan tertinggi Negara, juga menempatkan hukum di atas kekuasaan lain. Indonesia yang dipengaruhi konsep Kontinental juga terpengaruh teori tersebut. Sebagaimana telah disebut pada Negara berdasar konstitusi dan persamaan hukum, pengakuan tentang supremasi hukum di Indonesia, tidak terpisah dengan ketentuan tersebut. Pembukaan, Penjelasan dan Batang Tubuh UUD 1945 Proklamasi dan Amandemen, mengatur pengakuan supremasi hukum dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, karenanya pengaturan Negara baik yang mengatur lembaga Negara maupun warga Negara harus tunduk kepada peraturan perundang-undangan yang berlaku. 190 Negara Hukum Dan Hak Asasi Manusia k. Adanya jaminan hak-hak asasi manusia dalam UUD Semua alinea dalam Pembukaan UUD 1945 Proklamasi dan Amandemen, tidak mengalami perubahan, semua mengandung akan jaminan hak asasi manusia. Batang Tubuh UUD 1945 Proklamasi dan Amandemen yang telah mengatur hak-hak asasi manusia banyak mengalami penambahan ayat, meski pasalpasalnya tidak mengalami perubahan, seperti pasal 27, 28, 29, 32, 33, dan 34. Untuk mengetahui lebih rinci tentang hak-hak asasi manusia dari perspektif historis, dan jaminannya, baik dalam UUD maupun dalam Undang-Undang di Indonesia, akan dibahas lebih lanjut pada bagian sub Bab, HAM dalam pengaturan dan pelaksanaan hukum di Indonesia. 4. Penegakan Hukum di Indonesia Proses penegakkan hukum di Indonesia dilakukan oleh lembaga penegak hukum seperti: a. Kepolisian b. Kejaksaan c. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) d. Badan Peradilan 1) Pengadilan Negeri 2) Pengadilan Tinggi 3) Mahkamah Agung (MA) 4) Mahkamah Konstitusi (MK) a. Kepolisian Fungsi kepolisian Republik Indonesia adalah memelihara keamanan dalam negeri yang meliputi keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan 191 Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi; Membina Karakter... hukum, memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat. Dari fungsi tersebut Kepolisian Republik Indonesia memiliki tugas pokok, sebagai berikut: 1) Membina masyarakat untuk meningkatkan partisipasi masyarakat, kesadaran hukum masyarakat, serta ketaatan masyarakat terhadap hukum dan peraturan perundang-undangan, 2) Menyelenggarakan segala kegiatan dalam menjamin keamanan, ketertiban, dan kelancaran lalu lintas di jalan, 3) Melindungi keselamatan jiwa raga, harta benda, masyarakat dan lingkungan hidup dari gangguan dan atau bencana termasuk memberikan bantuan dan pertolongan dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, 4) Melayani kepentingan masyarakat untuk sementara sebelum ditangani oleh instansi dan/ atau pihak yang berwenang, 5) Melakukan penyidikan dan penyelidikan terhadap semua tindak pidana sesuai dengan hukum acara pidana dan peraturan perundang-undangan lainnya. Untuk menjalankan fungsi dan tugas tersebut, kepolisian diberikan wewenang, antara lain: 1) Mengawasi aliran yang dapat menimbulkan perpecahan atau mengancam persatuan dan kesatua bangsa, 2) Memberikan ijin dan mengawasi kegiatan keramaian umum ataupun kegiatan masyarakat lainnya, 192 Negara Hukum Dan Hak Asasi Manusia 3) Memberikan ijin dan melakukan pengawasan senjata api, bahan peledak, dan senjata tajam, 4) Melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan, dan penyitaan, 5) Melakukan pemeriksaan khusus sebagai bagian dari tindakan kepolisian dalam rangka pencegahan, 6) Memberikan bantuan pengamanan dalam sidang dan pelaksanaan dalam putusan pengadilan, kegitan isntansi lain dan kegiatan masyarakat. b. Kejaksaan Kejaksaan Republik Indonesia adalah lembaga pemerintah yang melaksanakan kekuasaan Negara di bidang penuntutan dan penyidikan pidana khusus berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Pelaksanaan kekuasaan tersebut di tingkat kabupaten/kota dilakukan oleh Kejaksaan Negeri, tingkat provinsi oleh Kejaksaan Tinggi dan di tingkat pusat oleh Kejaksaan Agung. Untuk melaksanakan kekuasaannya kejaksaan mempunyai tugas dan wewenang sebagai berikut: 1) Melakukan penuntutan, 2) Melaksanakan penetapan hakim dan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, 3) Melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan putusan pidana bersyarat, putusan pidana pengawasan dan keputusan lepas bersyarat, 4) Melakukan penyidikan terhadap tindak pidana tertentu berdasarkan undang-undang, 5) Melengkapi bekas perkara tertentu dan untuk itu dapat melakukan pemeriksaan tambahan sebelum 193 Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi; Membina Karakter... dilimpahkan ke pengadilan yang dalam pelaksanaannya dikoordinasikan dengan penyidik. c. Komisi Pemberantasan Korupsi Berdasarkan Undang-Undang No. 20 Tahun 2002, KPK dibentuk dengan tujuan meningkatkan daya guna dan hasil guna terhadap pemberantasan tindak pidana korupsi, dengan tugas dan wewenang KPK sebagai berikut: 1) Tugas KPK Beberapa tugas pokok KPK adalah: a) Berkoordinasi dengan instansi lain yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi, b) Supervisi terhadap instansi berwenang terhadap pemberantasan tindak pidana korupsi, c) Melakukan peyelidikan dan penuntutan terhadap tindak pidana korupsi, d) Melakukan tindakan-tindakan pencegahan tindak pidana korupsi, e) Melakukan monitor terhadap penyelenggaraan pemerintahan Negara. 2) 194 Wewenang KPK: a) Melakukan pengawasan, penelitian, penelaahan terhadap instansi yang menjalankan tugas dan wewenang dengan pemberantasan korupsi, b) Mengambil alih penyidikan dan penuntutan terhadap pelaku tindak pidana korupsi yang sedang dilakukan oleh kepolisian dan kejaksaan, c) Menetapkan sistem pelaporan dalam kegiatan pemberantasan korupsi, Negara Hukum Dan Hak Asasi Manusia d) Meminta laporan instansi terkait mengenai pencegahan tindak pidana korupsi e) Hanya menangani korupsi yang terjadi setelah 27 Desember 2002 f) Pengadilan tindak pidana korupsi tidak bisa berjalan dengan landasan hukum KPK, MK telah memutuskan bahwa UU tentang TIPIKOR harus sudah selesai dalam waktu 3 tahun (2009). Jika tidak selesai, maka keberadaan pengadilan TIPIKOR harus dinyatakan bubar serta merta kewenangannya dikembalikan pada pengadilan umum. d. Badan Peradilan Menurut Undang-Undang No. 4 dan 5 Tahun 2004, tentang kekuasaan Kehakiman dan MA, bahwa MA bertindak sebagai lembaga penyelenggaraan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan serta membantu pencari keadilan. Badan peradilan di Indonesia berada di tingkat kabupaten/kota, provinsi, dan tingkat nasional, terdiri atas: 1) Peradilan Negeri, berkedudukan di kabupaten/kota adalah peradilan umum tingkat pertama, 2) Peradilan Tinggi, berkedudukan di tingkat provinsi, adalah peradilan umum yang menangani tingkat banding, dengan penekanan perkara prioritas korupsi, terorisme, narkoba, maupun pencucian uang, 3) Mahkamah Agung (MA), puncak kekuasaan kehakiman yang berhak mengadili tingkat kasasi, serta menguji peraturan di bawah UU, 4) Mahkamah Konstitusi (MK), merupakan lembaga peradilan tingkat pertama dan terakhir, untuk 195 Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi; Membina Karakter... menguji Undang-Undang terhadap UUD, memutus sengketa kewenangan lembaga Negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD 1945, memutuskan pembubaran partai politik, serta memutuskan perselisihan hasil pemilihan umum. B. Istilah dan Pengertian HAM Hak adalah sesuatu yang tidak boleh diambil alih oleh orang lain, karena seseorang berhak, mempunyai hak atas hal-hal yang mendasar yang melekat dalam dan pada dirinya sebagai manifestasi eksistensinya sebagai insan manusia sesuai dengan kemanusiannya, yaitu terdiri dari susunan kodratnya (jiwa dan raga), sifat kodratnya (makhluk individu dan makhluk sosial), dan kedudukan kodratnya (makhluk pribadi yang mandiri dan hamba Tuhan YME). Hak asasi menurut Miriam Budiardjo (2008) adalah hak yang dimiliki manusia yang telah diperoleh dan dibawanya bersamaan dengan kelahirannya atau kehadirannya di dalam kehidupan mayarakat, tanpa perbedaan atas dasar bangsa, ras, agama atau kelamin, dan bersifat asasi serta universal. Dasar dari semua hak asasi adalah bahwa manusia harus memperoleh kesempatan untuk brkembang sesuai dengan bakat dan cita-citanya. Menurut Jan Materson dari Komisi HAM PBB, sebagaimana diikuti Baharudin Lopa, (Tim ICCE UIN Jakarta, 2003), hak azasi manusia adalah hak-hak yang melekat pada setiap manusia yang tanpanya manusia tidak dapat hidup sebagai manusia. HAM merupakan hak alamiah yang melekat pada diri setiap manusia. Karena itu, tidak seorangpun diperkenankan merampas hak-hak tersebut, HAM juga merupakan instrumen untuk menjaga harkat, derajat dan martabat manusia sesuai dengan kodrat kemanusiaannya sebagai makhluk Tuhan yang paling mulia. Hal ini senada dengan mukadimah Declaration of Human Rights, bahwa pengakuan atas martabat yang luhur dan hakhakyang sama tidak dapat dicabut dari semua anggota keluarga manusia merupakan dasar kemerdekaan, keadilan, dan perdamaian dunia. 196 Negara Hukum Dan Hak Asasi Manusia C. Sejarah Perkembangan HAM Pada umumnya, dalam kajian literature Barat lahirnya pemikiran HAM dimulai dengan lahirnya Magna Charta (1215), Bill of Rights (1689), Petition of Right (1628), Habeas Corpus (1678), Petition of Right (1628), Declaration of Independence (1776), Declaration des droit de I’hommes et du citoyen (1789). Magna Charta (1215), yaitu suatu dokumen yang ditandatangani Raja Joh Lockland karena desan kaum bangsawan (baron) dan Gereja (Paus dan para klerus) Inggris, bahwa raja tidak boleh berbuat sewenangwenang, seperti menghukum atau merampas hak seseorang oleh kerajaan. Petition of Right (1628) adalah dokumen yang ditandatangi oleh Rajah Charles I atas desakan para utusan rakyat di parlemen (House of Commons). Bill of Rights (1689), suatu Undang-Undang yang diterima oleh Raja James II, esensinya kekuasaan raja harus dibatasi, yang kemudian dikenal dengan istilah revolusi tidak berdarah di Inggris. Declaration of Independence (1776), merupakan pernyataan kemerdekaan Amerika Serikat ini di dalamnya memuat hak-hak dari Tuhan yang tidak dapat dialihkan,seperti hak hidup, hak kemerdekaan dan hak memperoleh kebahagiaan. Declaration des droit de I’hommes et du citoyen (1789), dalam pernyataan kemerdekaan Perancis telah disebutkan adanya hak-hak warga yang harus dijamin oleh Negara, yaitu hak kebebasan, hak milik, hak atas keamanan dan perlawanan terhadap penindasan. Setelah Perang Dunia ke II, upaya mewujudkan perdamaian dunia juga diprakarsai oleh Presiden Amerika Serikat Rosevelt, yang menggagas perlunya ditegakkan HAM yang dikenal sebagai “The Four Freedom” meliputi, kebebasan berbicara atau berpendapat, kebebasan beragama, kebebasan dari ketakutan, dan kebebasan dari kemelaratan. Perjuangan perlindungan terhadap HAM akhirnya disepakati PBB tanggal 10 Desember 1948, dengan ditetapkannya Universal Declaration of Human Rights. HAM dalam Universal Declaration of Human Rights yang menyangkut hak hukum, 197 Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi; Membina Karakter... hak politik, hak sipil, serta hak asasi yang menyangkut hak ekonomi, hak sosial dan budaya. Hak asasi yang mencakup hak hukum, hak politik dan hak sipil meliputi: 1 Hak untuk hidup, kebebasan dan keamanan pribadi. 2 Hak bebas dari perbudakan dan perhambaan. 3 Hak bebas dari penyiksaan atau perlakuan maupun hukuman yang kejam, hak berperikemanusiaan dan merendahkan martabat kemanusiaan. 4 Hak untuk memperoleh pengakuan hukum di mana saja secara pribadi. 5 Hak untuk pengampunan hukum secara efektif. 6 Hak bebas dari penangkapan, penahanan dan pembuangan yang sewenang-wenang. 7 Hak untuk peradilan independen dan tidak memihak. 8 Hak untuk praduga tidak bersalah sampai terbukti bersalah. 9 Hak bebas dari campur tangan dan sewenang-wenang terhadap kekuasaan pribadi, keluarga, tempat tinggal, maupun surat menyurat. 10 Hak bebas dari serangan kehormatan dan nama baik, dan perlindungan hukumnya. 11 Hak untuk bergerak. 12 Hak memperoleh suaka. 13 Hak atas suatu kebangsaan. 14 Hak untuk menikah dan membentuk keluarga. 15 Hak untuk mempunyai hak milik. 16 Hak bebas berfikir, menyatakan pendapat dan berkesadaran dari beragama. 17 Hak untuk berkumpul dan berserikat. 18 Hak untuk mengambil bagian yang sama dalam pemerintahan dan hak atas akses yang sama terhadap pelayanan masyarakat. 198 Negara Hukum Dan Hak Asasi Manusia Untuk hak asasi yang menyangkut hak ekonomi, hak sosial dan budaya meliputi: 1. Hak atas jaminan sosial, 2. Hak untuk bekerja, 3. Hak atas upah yang sama untuk pekerjaan yang sama, 4. Hak untuk bergabung dalam serikat buruh, 5. Hak atas istirahat dan waktu senggang, 6. Hak atas standar hidup yang pantas di bidang kesehatan dan kesejahteraan, 7. Hak atas pendidikan, 8. Hak untuk berpartisipasi dalam kehidupan yang berkebudayaan dari masyarakat, Untuk memperkuat kedudukan hukum perlindungan hak asasi manusia di suatu negara, telah ditandatangani sejumlah kovenan yang diprakarsai Majelis Umum PBB. Kovenan-kovenan ini akan mengikat negara anggota PBB yang telah meratifikasinya dan mulai berlaku, bila 35 negara telah meratifikasinya. Beberapa kovenan yang telah diterima baik oleh Majelis Umum PBB adalah Kovenan Internasional Hak-hak Ekonomis, Sosial dan Kultural; Kovenan Internasional Hak-hak Sipil dan Politik; dan Protokol Manasuka pada Kovenan Internasional Hak-hak Sipil dan Politik mengenai Keluhan-keluhan yang diajukan individu-individu (Idrus dan Karim, 2006). Kategori HAM juga dikemukakan oleh Franz Magnis Suseno (Dirjen Dikdasmen, 2004), yang mengelompokkan HAM menjadi empat kelompok, yaitu hak asasi negatif, hak asasi aktif, hak asasi positif dan hak asasi sosial, yang dapat dijelaskan sebagai berikut: 1) Hak Asasi Negatif atau Liberal Hak asasi ini pada dasarnya ingin melindungi kehidupan pribadi manusia terhadap campur tangan Negara dan kekuatan sosial lainnya. Hak ini didasarkan pada kebebasan dan hak individu mengurus diri sendiri, dan oleh karena itu juga disebut 199 Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi; Membina Karakter... hak kebebasan liberal. Dikatakan negatif, karena prinsip yang dianutnya adalah kehidupan pribadi, tidak boleh dicampuri pihak luar. Kehidupan pribadi adalah otonomi setiap orang yang harus dihormati. Berbagai hak negatif atau liberal ini adalah: a) Hak atas hidup, b) Hak keutuhan jasmani, c) Kebebasan bergerak, d) Kebebasan memilih jodoh, e) Perlindungan hak milik, f) Hak untuk mengurus rumah tangga sendiri, g) Hak memilih tempat tinggal dan kebebasan beragama, h) Hak mengikuti suara hati sejauh tidak bertentangan dengan kebebasan orang lain, i) Kebebasan berfikir, j) Kebebasan berkumpul dan berserikat, k) Untuk tidak ditahan secara sewenang-wenang. 2) Hak Asasi Aktif atau Demokrasi Hak ini didasari pada keyakinan akan kedaulatan rakyat yang menuntut agar rakyat memerintah dirinya sendiri, sehingga pemerintah harus dapat dikontrol oleh rakyat. Hak ini disebut aktif, karena merupakan hak atau sesuatu aktivitas manusia untuk ikut menentukan arah perkembangan masyarakat/negara. Termasuk hak aktif ini adalah: a) Hak untuk memilih wakil dalam pemerintahan/badan pembuat undang-undang, b) Hak untuk mengangkat dan mengontrol pemerintah, c) Hak untuk menyatakan pendapat, d) Hak atas kebebasan pers, e) Hak untuk membentuk perkumpulan politik. 200 Negara Hukum Dan Hak Asasi Manusia 3) Hak Asasi Positif Hak positif adalah hak yang harus dipenuhi kepada warga negaranya. Negara diadakan bukan untuk kepentingan negara sendiri, tetapi harus merupakan lembaga yang diciptakan untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat atau publik, sehingga menjadi kewajiban negara, dan menjadi hak warga untuk mendapatkan pelayanan umum dari negara. Termasuk dalam hak positif ini adalah: a) Hak atas perlindungan hukum, b) Hak atas kewarganegaraan. 4) Hak Asasi Sosial Hak asasi ini merupakan paham tentang kewajiban negara untuk menjamin hasil kerja kaum buruh secara wajar dan merupakan kesadaran kaum buruh melawan kaum borjuis. Hak ini mencerminkan kesadaran bahwa setiap anggota masyarakat berhak atas bagian yang adil dari harta benda material dan kultural bangsanya atas bagian yang wajar dari hasil nilai ekonomis. Hak sosial ini harus dijamin dengan tindakan negara. Termasuk hak sosial adalah; a) Hak atas jaminan sosial, b) Hak atas pekerjaan, c) Hak membentuk serikat sekerja, d) Hak atas pendidikan, e) Hak ikut serta dalam kehidupan kultural masyarakat. Sejalan dengan perkembangan kehidupan bangsa-bangsa di dunia, pelaksanaan HAM setelah Declaration of Human Rights ditetapkan, sampai saat ini dapat dibedakan dalam 4 generasi, yaitu: a. Generasi pertama. Pada generasi ini substansi HAM berpusat pada aspek hukum dan politik, hal ini sebagai dampak dari Perang Dunia ke II, sebab banyak Negara 201 Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi; Membina Karakter... baru merdeka dan menuntut jaminan perbaikan dalam hak untuk hidup, hak tidak menjadi budak, hak tidak ditahan dan kesamaan dalam hukum dan praduga tidak bersalah. b. Generasi kedua, generasi kedua dipelopori oleh Negaranegara berkembang yang menuntut pembangunan sosial, ekonomi, politik dan budaya. Hal ini berarti perlunya perluasan horizontal HAM dalam cakupan sosial , ekonomi, dan kebudayaan. c. Generasi ketiga merupakan penekanan dari generasi kedua, karena telah terjadi ketidakseimbangan aspek sosial, ekonomi, politik dan budaya. Dalam praktik tuntutan ini dari warga negara terhadap negara, sangat tergantung kepada kondisi Negara, karena masih banyak Negara yang mendominasi kegiatan diberbagai bidang kehidupan warga Negaranya. d. Generasi keempat, pada era ini banyak perjuangan untuk mengkritisi peran Negara yang sangat dominan dalam proses pembangunan, sehingga telah mengabaikan hakhak rakyat, termasuk mengabaikan kesejahteraan rakyat. Tuntutan yang dipelopori Negara-negara Asia ini menuntut hak azasi rakyatnya, karena urusan hak azasi bukan lagi urusan orang-perorang, tetapi menjadi tugas Negara. Dari perkembangan kehidupan bangsa-bangsa khususnya yang berkaitan dengan Hak Asasi Manusia, maka dapat ditarik benang merahnya dari perspektif tipologi heuristik kewarganegaraan (heuristic typology of citizenship), yakni terdiri dari empat konteks secara politik untuk institusionalisasi atau munculnya hak-hak kewargangaraan, (Arthur dan Davies, ed, 2008) yaitu; a. Hak-hak kewarganegaraan diperoleh dalam konteks revolusioner gabungan tuntutan dari bawah dengan 202 Negara Hukum Dan Hak Asasi Manusia dukungan kuat dari arena publik, yang memandang dunia pribadi (private) dari individu dengan curiga. Perjuanganperjuangan secara revolusioner terhadap hak-hak sering berakhir dalam bentuk-bentuk teror publik, dan gagal yang kemudian menjadi totalitarianisme. Misalnya kasus Tradisi revolusioner Perancis; b. Dalam konteks pluralisme liberal, sementara pembentukan kelompok kepentingan secara unik mengarah kepada gerakan-gerakan untuk hak-hak berasal dari bawah, dorongan secara revolusioner melalui protes sosial mungkin dimuati oleh tekanan-tekanan secara terus-menerus terhadap hak-hak dari individu yang secara pribadi ditolak. Dalam pandangan liberal klasik terhadap politik menuntut keragaman dan kebebasan dari opini pribadi terhadap perlakuan penyeragaman keyakinan. Contohnya, kasus Liberalisme Amerika. c. Dalam konteks demokrasi pasif yang mengakui fungsi legitimasi dari institusi-intitusi perwakilan, pengadilan dan sistem negara kesejahteraan, yang tidak membentuk tradisi perjuangan-perjuangan untuk hak-hak warganegara. Hak-hak warganegara berasal dari atas, yakni dari institusi-institusi negara, seperti kasus Inggris. d. Dalam konteks otoritarian dari demokrasi, maka hak-hak warganegara datang dari atas, yaitu dari negara yang mengelola wilayah publik, mengundang para warga negara secara periodik untuk memilih pemimpin, yang kemudian bertanggungjawab kepada para pemilihnya, antara lain kasus Fasis Jerman. D. HAM dan Pelaksanaan Hukum di Indonesia Perkembangan pengaturan pelaksanaan HAM di Indonesia mengalami pasang surut dalam perumusannya, sejalan dengan dasar negara yang diberlakukan serta kehidupan politik di Indo203 Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi; Membina Karakter... nesia yang berubah-ubah, mulai dari UUD 1945 Proklamasi, KRIS 1949, UUDS 1950, UUD 1945 Dekrit, sampai dengan UUD 1945 Amandemen. Dalam era Reformasi terlihat adanya upaya pemerintah Indonesia yang berusaha untuk mewujudkan dan melindungi hak-hak azasi manusia yang lebih transparan, seperti dituntut dalam Declaration of Human Rights sebagai dasar perlindungan HAM di seluruh dunia. 1. Periode 1945 – 1949 Awal kemerdekaan bangsa Indonesia berhasil menyusun UUD yang kemudian dikenal sebagai UUD 1945. Dalam UUD ini, bangsa Indonesia sangat menyadari penderitaan yang dialami bangsa Indonesia sebagai akibat penjajahan di Indonesia. Meski PBB belum merumuskan HAM, namun bangsa Indonesia telah memberikan penekanan pentingnya kemerdekaan suatu bangsa dari penindasan bangsa lain. Pernyataan ini dituangkan dalam alinea pertama pembukaan UUD 1945 yang menyatakan, bahwa kemerekaan ialah hak segala bangsa, oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan. Pernyataan perlindungan HAM juga diatur dalam pasal-pasal UUD 1945 misalnya: a. Hak memilih pekerjaan untuk penghidupan yang layak, b. Hak untuk berkumpul, dan berserikat, serta mengeluarkan pendapat, baik secara lisan maupun tertulis, c. Hak untuk memilih dan beribadah sesuai dengan agama yang dianutnya, d. Jaminan sosial bagi fakir miskin dan anak terlantar yang akan dipelihara oleh Negara, e. Dalam praktik kenegaraan, karena lembaga perwakilan belum terbentuk ditetapkan adanya lembaga KNIP, yang awalnya sebagai pembantu Presiden, kemudian ditingkatkan perannya sebagai lembaga perwakilan, 204 Negara Hukum Dan Hak Asasi Manusia pergeseran lain juga terjadi pada tanggung jawab pemerintahan, tidak lagi pada Presiden, tetapi pada para menteri Negara. 2. Periode 1949-1959 Dengan berlakunya KRIS 1949 dan UUDS 1950 dan lahir setelah Declaration of Human Rights, maka dihimbau terhadap setiap Negara anggota harus memasukkan HAM dalam konstitusi atau UUD Negara, karena itu Indonesia juga memasukkan ketentuan HAM dalam KRIS 1949 maupun UUDS 1950. Bila UUD 1945 tidak lebih dari lima pasal dalam mengatur HAM, maka KRIS mengatur cukup banyak mulai dari pasal 7 sampai pasal 33, sedang UUDS mulai pasal 7 sampai dengan 34. 3. Periode 1959-1966 Dengan berlakunya kembali UUD 1945, maka pengaturan HAM dalam UUD tetap sebagaimana berlaku pada periode 1945-1949. Meskipun dalam KRIS 1949 maupun UUDS 1950 telah banyak mengatur HAM, namun UUD 1945 tetap dipertahankan kemurniannya dengan pemikiran bahwa UUD 1945 telah memuat pokok-pokok pikiran tentang HAM, pada sisi lainnya, UUD 1945 lahir lebih dulu dibanding dengan Declaration of Human Rights. Dalam era Demokrasi Terpimpin, karena peran pemimpin sangat dominan, maka pelaksanaan HAM tidak berjalan sebagaimana yang seharusnya, bahkan tidak berlebihan apa yang ditulis Tim ICCE UIN Jakarta (2003), telah terjadi pemasungan HAM seperti hak sipil maupun hak politik, misalnya, hak untuk berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat. 4. Periode 1966-1998 Dengan berakhirnya Demokrasi Terpimpin ke Demokrasi Pancasila, pengaturan HAM dalam UUD 1945 ditambahkan 205 Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi; Membina Karakter... aturan baru dengan referendum. Referendum yang melibatkan rakyat dalam perubahan UUD 1945, sepertinya memberikan hak rakyat untuk ikut memikirkan tentang keberadaan UUD Negara, namun pada sisi lain Referendum ini justru sebagai upaya agar UUD 1945 tidak diwacanakan untuk diubah, karena dalam Ketetapan MPR yang mengatur tugas dan kedudukan Lembaga Negara, menyatakan bahwa MPR telah menyatakan untuk tidak merubah UUD 1945. Upaya memasukkan HAM dalam perundang-undangan Indonesia, pernah diwacanakan oleh MPRS tentang perlunya pengaturan HAM, dan pernah dibahas dalam Panitia Ad Hoc ke IV, namun hasil tersebut tidak pernah tuntas. Jaminan HAM sebagaimana tercermin dalam UUD 1945 serta perundangan Partai Politik dan Pemilihan Umum dalam praktiknya menyimpang dari HAM itu sendiri. Kontrol pemerintah di bawah Presiden Suharto yang tercermin dalam kehidupan Demokrasi Pancasila, yang aturan formalnya tidak sesuai dengan kondisi empiris dalam realisasi HAM, misalnya adanya azas monoloyalitas terhadap negara yang diarahkan pada monoloyalitas pada pemerintah yang berkuasa, Pegawai negeri dan ABRI harus netral, dan telah dikondisikan untuk mendukung pemerintah yang berkuasa, sehingga kehidupan partai politik di luar Partai Pemerintah, tidak dapat bersaing secara objektif. Tidaklah berlebihan dikatakan, bahwa kehidupan partai politik di luar pemerintah sering mendapatkan sebutan dibonsai. Silahkan partai politik ada dan hidup, tetapi kehidupannya dikontrol dan dikendalikan, jangan sampai tumbuh menjadi besar. Sepertinya semua berdasarkan pada aturan perundang-undangan yang berlaku. Aturan perundangundang hanya bersifat formal, bukan material, ada dasar hukumnya, tetapi melahirkan ketidakadilan. Inilah salah satu bentuk pembenaran yang diarahkan untuk kepentingan kelompok tertentu sebagai kelompok penguasa. 206 Negara Hukum Dan Hak Asasi Manusia 5. Periode 1998 – sampai sekarang Pergantian pemerintahan Indonesia tahun 1998 memberikan dampak besar pada pelaksanaan dan perlindungan HAM di Indonesia. Pada awal Reformasi MPR berhasil menetapkan Ketetapan No.XVII/MPR 1998 tentang HAM, yang diikuti dengan ratifikasi beberapa konvensi seperti UU No. 5 Tahun 1999 tentang Konvensi menentang Penyiksaan dan Perlakuan Kejam lainnya, UU No. 29 Tahun 1999 tentang Konvensi Segala Bentuk Diskriminasi, juga Konvensi ILO tentang Penghapusan Kerja Paksa dengan UU No. 19 Tahun 1999, serta UU No. 20 Tahun 1999 tentang Usia Maksimum untuk diperbolehkan bekerja. Dalam amandemen UUD 1945, pengaturan HAM juga mendapatkan penekanan lebih rinci dengan penambahan ayatayat pada pasal 28A-28J yang mengatur: a. Hak untuk hidup b. Hak membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan c. Hak mengembangkan diri d. Hak atas hukum, hak bekerja, hak atas pemerintahan dan hak akan status warga kewarganegaraan e. Hak beragama, hak atas kepercayaan, hak atas kebebasan berserikat, berkumpul dan hak mengeluarkan pendapat f. Hak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi g. Hak atas perlindungan pribadi dan keluarga h. Hak atas kejejahteraan lahir dan batin i. Jaminan pemenuhan tidak dapat dikurangi hak asasi manusia dalam keadaan apapun, seperti hak hidup, bebas dan perlakuan diskriminatif, atas identitas budaya, hak atas masyarakat tradisional, kewajiban pemerintah untuk melakukan perlindungan, dan pemenuhan hak asasi manusia 207 Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi; Membina Karakter... j. Kewajiban bagi setiap orang untuk menghormati hak asasi orang lain. Untuk melakukan HAM lebih operasional ditetapkan Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang HAM, yang menegaskan kebebasan dasar manusia sebagai berikut: 1) Hak untuk hidup, misalnya hak: a) Mempertanyakan hidup b) Memperoleh kesejahteraan lahir batin c) Memperoleh lingkungan hidup yang baik dan sehat 2) Hak berkeluarga dan melanjutkan keturunan 3) Hak mengembangkan diri, misalnya hak: a) Pemenuhan kebutuhan dasar b) Meningkatkan kualitas hidup c) Memperoleh manfaat dari iptek d) Memperoleh informasi, melakukan pekerjaan sosial 4) Hak memperoleh keadilan, misalnya hak: a) Kepastian hukum dan b) Persamaan di depan hukum. 5) Hak atas kebebasan pribadi, misalnya: a) Memeluk agama b) Keyakinan politik c) Memilih status kewarganegaraan d) Berpendapat dan menyebarluaskan e) Mendirikan partai politik f) Mendirikan LSM dan organisasi lain g) Bebas bergerak dan bertempat tinggal 6) Hak atas rasa aman, misalnya hak: a) Memperoleh suaka politik b) Perlindungan terhadap ancaman ketakutan 208 Negara Hukum Dan Hak Asasi Manusia c) d) e) f) Melakukan hubungan komunikasi Perlindungan terhadap penyiksaan Perlindungan terhadap penghilangan dengan paksa Perlindungan dari penghilangan nyawa 7) Hak atas kesejahteraan, misalnya hak: a) Milik pribadi dan kolektif b) Memperoleh pekerjaan yang layak c) Mendirikan serikat kerja d) Bertempat tinggal yang layak e) Kehidupan yang layak f) Jaminan sosial 8) Hak turut serta dalam pemerintahan, misalnya: a) Memilih dan dipilih dalam pemilu b) Partisipasi langsung dan tidak langsung c) Diangkat dalam jabatan pemerintah d) Mengajukan usulan kepada pemerintah 9) Hak wanita, misalnya hak: a) Kesamaan yang tidak diskriminasi antar pria dan wanita, baik di bidang politik, pekerjaan, dan status kewarganegaraan b) Status dalam perkawinan/keluarga 10)Hak anak, misalnya hak: a) Perlindungan oleh orang tua, keluarga, masyarakat dan negara b) Beribadah menurut agamanya c) Berekspresi d) Perlindungan khusus bagi anak cacat e) Perlindungan dari eksploitasi ekonomi, pekerjaan, dan pelecehan seksual 209 Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi; Membina Karakter... f) Perlindungan perdagangan anak, penyalahgunaan narkoba dan zat adiktif lainnya. Di samping hak dasar, UU Nomor 39 Tahun 1999 juga mengatur kewajiban dasar bagi warga Negara Indonesia. Kewajiban dasar adalah sisi lainnya dari hak asasi manusia. Jika hak asasi lebih bertitik tolak pada kepemilikan manusia secara pribadi (individual, private), maka kewajiban asasi adalah pengakuan terhadap baik terhadap kepemilikan orang lain, maupun yang bersangkut dengan dirinya sendiri tetapi ada kontribusi dan pengaruh dari orang, bahkan bersangkut paut dengan hak Tuhan. Kewajiban-kewajiban dasar atau asasi dalam perspektif Indonesia, antara lain: a. Setiap orang di wilayah Indonesia wajib patuh kepada peraturan perundang-undangan, hukum tak tertulis dan hukum internasional mengenai HAM yang telah diterima oleh Negara RI, b. Setiap warga Negara wajib ikut serta dalam upaya pembelaan Negara sesuai dengan ketentuan perundangundangan, c. Setiap orang wajib menghormati hak asasi orang lain, moral, etika, agama dan tata tertib kehidupan masyarakat, berbangsa dan bernegara, d. Setiap hak asasi manusia seseorang menimbulkan kewajiban dasar dan tanggung jawab untuk menghormati hak asasi orang lain, e. Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan oleh undang-undang. 6. Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Pelanggaran HAM Meski secara perundangan Indonesia telah mengatur perlindungan HAM, namun dalam praktek kehidupan 210 Negara Hukum Dan Hak Asasi Manusia kenegaraan masih terjadi praktek pelanggaran HAM. Penyebab tersebut antara lain: a. Belum ada kesepahaman tataran konsep HAM secara universal dan partikularisme. Aliran universal melihat penegakan HAM berdasarkan pada sifat universal manusia di dunia. Karena itu penegakkan HAM hendaknya mengacu pada pengakuan HAM sebagaimana telah disepakati bersama dalam Declaration of Human Rights, sehingga tidak ada lagi kekhususan yang diberlakukan oleh suatu negara dengan alasan apapun. Masing-masing negara tidak diperkenankan menafsirkan HAM berdasarkan persepsi sendiri. Keadaan ini berbeda dengan pandangan kedua atau partikularisme yang menganggap bahwa HAM harus dilihat dari beragam perspektif, karena masyarakat dunia juga beragam, sehingga tidak ada salahnya masing-masing memberikan penilaian terhadap HAM sesuai dengan konsep dan pandangan masing-masing negara. Negaranegara berkembang terutama Asia, termasuk Indonesia sampai dengan masa Orde Baru cenderung menerapkan paham partikularisme. b. Adanya dikotomi antara individualisme dan kolektivisme. Hak individu adalah hak yang melekat pada diri seseorang dan orang lain tidak berhak mencampurinya, termasuk negara. Aliran kolektif menganggap bahwa hak kolektif (kewajiban?) harus lebih diutamakan dari pada kepentingan individu. Karenanya, dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, hak individu sering dihadapkan pada hak kolektif, hak kolektif dianggap lebih harus diutamakan atau diprioritaskan dari pada hak individu. Hak individu atau hak kolektif kadang dalam posisi yang 211 Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi; Membina Karakter... tak terpisahkan, misalnya dalam kebebasan beragama dan beribadah, maka di sana melekat hak individu dan hak kolektif. Tidaklah adil bila hak atas nama hak kolektif diutamakan demi kepentingan umum, dan hak individu tidak diakomodir. c. Kurang berfungsinya penegak hukum. Lembaga penegak hukum di Indonesia dinilai lambat terhadap penanganan pelanggaran HAM. Meski hal ini sering dibantah oleh para aparat yang berwenang dalam menegakkan hukum, namun dari rasa keadilan warga sebagaimana dihimpun dalam jajak pendapat Kompas 25 Maret 2002, terdapat 61, 2% menyatakan pemutusan kasus pelanggaran HAM tidak yakin, artinya masih banyak putusan terhadap pelanggaran HAM yang tidak memenuhi keadilan masyarakat. Hal ini diperkuat Syahrir, yang pernah menjabat Ketua Partai Perhimpunan Indonesia, menyoroti masih maraknya korupsi di Indonesia. Kasus terakhir yang tentang permainan jual beli perkara seperti kasus Jaksa Urip, meski akhirnya diketahui, serta pemberhentian Rahmadi sebagai Kajati di Sulawesi yang akan memeras salah satu Bupati. Semua bantahan penegak hukum sepertinya justru menjadi bumerang petugas, karena dengan pembelaan yang asal-asalan menjadikan alasan tersebut seolah-olah sebagai usaha menutupi kurang berfungsinya penegak hukum di Indonesia. d. Pemahaman belum merata di kalangan sipil dan militer. Tindakan militer yang sering bertindak represif menganggap warga seperti musuh dalam perang, sering menimbulkan masalah dengan HAM. Kasus orang hilang atau kasus Munir merupakan salah satu bentuk 212 Negara Hukum Dan Hak Asasi Manusia penanganan terhadap orang-orang yang dianggap pengkhianat bangsa adalah salah dalam penanganan, sehingga menjadi sorotan sebagai kasus pelanggaran HAM. Di kalangan sipil, masih sering juga terjadi tindakan anarkis, seperti pembakaran toko, pemerkosaan massal terhadap etnis tertentu, yang dapat menjurus pada tindakan pelanggaran HAM. Masyarakat sipil yang sering mengang gap militer bertindak represif, ternyata masyarakat sipil juga melakukan, bahkan kadang lebih br utal dari tentara. Kasus mening galnya tokoh masyarakat Sumatera Utara yang berstatus ketua Dewan Perwakilan Rakyat Sumatera Utara meninggal dalam peristiwa demonstrasi yang dilakukan masyarakat sipil. Dampak informasi, atau politik berbeda dengan dampak yang dilakukan militer yang melaksanakan tugas sampai ada warga negara yang terbunuh. Dalam hal ini nampak ada usaha menyudutkan tentara, terhadap setiap tindakan yang menimbulkan korban manusia. Bila korban terjadi, karena tindakan tentara langsung disorot sebagai pelanggaran HAM, sedang korban, karena tindakan sipil dengan cara anarkis tidak disorot sebagai pelanggaran HAM. Kasus dan fenomena seperti ini perlu diwaspadai, agar bangsa Indonesia terjebak pada skenario orang asing atau bangsa Indonesia sendiri yang tidak ingin Indonesia aman, tenteram, dan damai, hanya karena kepentingan sesaat pribadi atau kelompok tertentu. Untuk itu, baik kalangan militer atau sipil hendaknya tidak gegabah bertindak yang dapat menimbulkan korban manusia, sehingga citra Indonesia, tidak terus dianggap sebagai negara dan bangsa yang tidak menghargai HAM, baik itu anggapan dari individu orang Indonesia sendiri atau masyarakat internasional yang mengatasnamakan gerakan perlindungan HAM. 213 Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi; Membina Karakter... 7. Permasalahan HAM di Indonesia Faktor-faktor penyebab terjadinya pelanggaran HAM, setidaknya memberikan kontribusi terhadap berbagai masalah HAM yang terjadi di Indonesia. Belum adanya kesepahaman tataran konsep HAM secara universal dan partikularisme, masih sering terjadi perbedaan pendapat diantara pejabat Pemerintah atau Pemerintah dengan aktivis HAM terhadap kasus-kasus HAM. Adanya dikotomi antara individualism dan kolektivisme, dan kurang berfungsinya penegak hukum, menjadikan hak-hak individu kurang mendapat perhatian yang seimbang dalam penanganannya, sehinggga banyak pihak merasa dirugikan dan kurang mendapat perhatian perlindungan dari pemerintah. Demikian juga masih adanya pemahaman belum merata di kalangan sipil dan militer, meski diperlukan tindakan hati-hati, namun perlu juga diperhatikan bahwa tindakan represif dari aparat keamanan terhadap warga yang tidak melakukan perbuatan pidana tidak seharusnya diperlakukan dengan sewenang-wenang. Sebaliknya bagi masyarakat sipil, dengan atas nama demokrasi perlu juga diberikan kesadaran bahwa demokrasi bukan berarti masyarakat bebas berbuat semaunya sendiri tanpa memperhatikan ketentuan hukum yang berlaku. Demokrasi selain memberikan kebebasan, juga menuntut semua pihak untuk dapat saling menghargai hak-hak orang lain, serta diperlukan kesadaran untuk mengendalikan diri dan mematuhi peraturan perundang-undangan dari hukum Negara. Bangsa Indonesia perlu meningkatkan kesadaran bersama terhadap perlindungan HAM, mengingat masih banyak permasalahan HAM yang sadar atau tidak sadar masih terjadi di Indonesia. Menurut Priyanto (2003), berbagai masalah HAM di Indonesia antara lain, adalah: 214 Negara Hukum Dan Hak Asasi Manusia a. Banyaknya pelanggaran HAM yang tidak dapat dihukum, b. Tidak berfungsinya institusi negara yang berwenang dan wajib menegakan HAM, c. Penegakan dan kepastian hukum belum dinikmati oleh masyarakat Indonesia, d. Penegakan hukum yang tidak adil, tidak tegas, dan masih diskriminatif, e. Penanganan perkara korupsi oleh Kejaksaan Agung tidak secara optimal dipublikasikan secara luas kepada masyarakat, f. Besarnya harapan masyarakat terhadap kinerja KPK dan pengadilan Tipikor untuk menegakan hukum dan kepastian hukum, g. Tindakan hukum terhadap pelaku tindak pidana korupsi seringkali tidak tuntas. 8. Indikator Pelaksanaan dan Pelanggaran HAM Pelaksanaan praktik kenegaraan dalam melindungi HAM menur ut Lukman Sutrisno (Dirjen Dikdasmen, 2004) menunjukkan beberapa indikator antara lain: a. Dalam bidang politik, berupa kemauan pemerintah dan masyarakat untuk mengakui pluralisme pendapat dan kepentingan dalam masyarakat, b. Dalam bidang sosial berupa, perlakuan sama dalam hukum bagi setiap orang, toleransi dalam masyarakat terhadap perbedaan atau latar belakang agama, dan ras warga negara, c. Dalam bidang ekonomi, tidak adanya monopoli dalam sistem ekonomi yang berlaku. Meskipun perlindungan HAM telah diupayakan dengan penetapan berbagai peraturan, dalam kehidupan sehari-hari masih sering terjadi pelanggaran HAM di berbagai belahan 215 Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi; Membina Karakter... dunia. Beberapa indikator masih terjadinya pelanggaran HAM menurut Mulyana W. Kusumah (Dirjen Dikdasmen, 2004), antara lain: a. Pembunuhan besar-besaran, b. Rasialisme resmi, c. Teroris berskala besar, d. Pemerintahan otoriter, e. Penolakan secara sadar untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia, f. Perusakan lingkungan, g. Kejahatan-kejahatan perang. 9. Sikap Positif Upaya Penegakan HAM Seiring dengan perkembangan dunia, maka tuntutan untuk menegakkan HAM lebih sering dikumandangkan, bahkan instrumen HAM sering dijadikan indikator untuk kerjasama antar negara. Isu-isu internasional yang sering dikaitkan dengan kebijakan negara berkembang serta pelaksanaan HAM yang bersifat partikularisme memberikan aspirasi dan dorongan bangsa Indonesia kembali menegaskan diri akan komitmen untuk melaksanakan perlindungan HAM lebih kongkrit. Sikap positif upaya Indonesia menegakan HAM di dalam negeri antara lain: a. Penetapan Komnas HAM Pada masa Presiden Suharto melalui Kepres No. 50 Tahun 1993, menetapkan pembentukan Komnas HAM. Keberadaan Komnas HAM ditegaskan kembali pada Pemerintahan Presiden B.J. Habibi, dalam UU No. 39 Tahun 1999. Dengan pengaturan Komnas HAM secara lebih tegas dan rinci, Komnas HAM lebih mendapat penegasan kembali, dengan penegasan tujuan, fungsi, dan kewenangannya. 216 Negara Hukum Dan Hak Asasi Manusia 1) Tujuan Komnas HAM Tujuan dibentuknya Komnas HAM adalah: a) Membantu pengembagan yang kondusif bagi pelaksanaan hak asasi manusia b) Meningkatkan perlindungan dan penegakan hak asasi manusia guna berkembangnya pribadi manusia Indonesia seutuhnya dan kemampuan berpartisipasi dalam berbagai bidang kehidupan. 2) Fungsi Komnas HAM Untuk melaksanakan tujuan tersebut, Komnas HAM dipertegas dalam fungsinya sebagai berikut: a) Fungsi pengkajian dan penelitian Dalam melaksanakan fungsi pengkajian dan penelitian Komnas HAM berwenang: • Melakukan pengkajian dan penelitian berbagai instrumen internasional dengan tujuan memberikan saran-saran mengenai kemungkinan-kemungkinan aksesi dan ratifikasi, • Melakukan pengkajian dan penelitian berbagai peraturan perundang-undangan untuk memberikan rekomendasi mengenai pembentukan perubahan dan pencabutan peraturan per undang-undangan dan berkaitan dengan hak asasi manusia. b) Fungsi penyuluhan: Dalam melaksanakan fungsi penyuluhan, Komnas HAM berwenang: • Menyebarluaskan wawasan mengenai hak asasi manusia kepada masyarakat Indonesia, 217 Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi; Membina Karakter... • Meningkatkan kesadaran masyarakat tentang hak asasi manusia melalui lembaga pendidikan formal dan non formal serta kalangan lainnya, • Kerja sama dengan organisasi, lembaga atau pihak lain baik tingkat nasional, regional maupun internasional dalam bidang hak asasi manusia. c) Fungsi pemantauan: Untuk melaksanakan fungsi pemantauan, Komnas HAM berwenang: • Pengamatan hak asasi manusia dan penyusunan laporan hasil pengamatan tersebut, • Penyelidikan dan pemeriksaan terhadap peristiwa yang timbul dalam masyarakat yang patut diduga terhadap pelanggaran hak asasi manusia, • Pemanggilan kepada pihak pengadu atau korban maupun pihak yang diadukan untuk dimintai atau didengar keterangannya, • Pemanggilan saksi untuk dimintai dan didengar kesaksiannya dan kepada saksi pengadu diminta menyerahkan bukti yang diperlukan, • Peninjauan di tempat kejadian dan tempat lainnya yang dianggap perlu, • Pemanggilan terhadap pihak terkait untuk memberikan keterangan secara tertulis atau menyerahkan dokumen yang diperluan sesuai dengan aslinya dengan persetujuan Ketua Pengadilan, 218 Negara Hukum Dan Hak Asasi Manusia • Pemeriksaan setempat terhadap rumah, pekarangan, bangunan dan tempat lainnya yang diduduki atau dimiliki pihak tertentu dengan persetujuan Ketua Pengadilan, • Pemberian pendapat berdasarkan persetujuan Ketua Pengadilan terhadap perkara tertentu yang sedang dalam proses peradilan, bilamana dalam perkara tersebut terdapat pelang garan hak asasi manusia dalam masalah publik dan acara pemeriksaan oleh pengadilan yang kemudian pendapat Komnas HAM tersebut wajib diberitahukan oleh hakim kepada para pihak. d) Fungsi mediasi Untuk melaksanakan fungsi mediasi, Komnas HAM berwenang: • Melakukan perdamaian kedua belah pihak • Melakukan penyelesaian perkara melalui cara konsultasi, negosiasi, konsiliasi, dan penilaian ahli, • Melakukan pemberian saran kepada para pihak untuk menyelesaikan sengketa melalui pengadilan, • Melakukan penyampaian rekomendasi atas kasus pelanggaran hak asasi manusia kepada pemerintah untuk ditindak lanjuti penyelesaiannya, • Melakukan penyampain rekomendasi atas suatu kasus pelanggaran hak asasi manusia kepada DPR RI untuk ditindak lanjuti. 219 Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi; Membina Karakter... 10. Pembentukan Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan Komisi ini dibentuk berdasarkan Kepres No. 181 Tahun 1998. Pembentukan komisi ini sebagai upaya mencegah terjadinya dan penghapusan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan. Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan ini bersifat independen dan bertujuan: a. Penyebarluasan pemahaman tentang bentuk kekerasan terhadap perempuan, b. Mengembangkan kondisi yang kondusif bagi penghapusan bentuk kekerasan terhadap perempuan, c. Meningkatkan upaya pencegaha dan penanggulangan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan dan hak asasi perempuan. Dalam rangka mewujudkan tujuan Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan memiliki kegiatan sebagai berikut: 1) Penyebarluasan pemahaman, pencegahan, penanggulangan, penghapusan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan, 2) Pengkajian dan penelitian terhadap berbagai instrumen PBB mengenai perlindungan hak asasi manusia terhadap perempuan, 3) Pemantauan dan penelitian segala bentuk kekerasan terhadap perempuan dan memberikan pendapat, saran dan pertimbangan kepada pemerintah, 4) Penyebarluasan hasil pemantauan dan penelitian atas terjadinya kekerasan terhadap perempuan kepada masyarakat, 220 Negara Hukum Dan Hak Asasi Manusia 5) Pelaksanaan kerja sama regional dan internasional dalam upaya pencegahan dan penanggulangan kekerasan terhadap perempuan. 11. Pengadilan HAM Pengadilan HAM dibentuk berdasarkan UU No. 26 Tahun 2000, yang berwenang memutus perkara pelanggaran HAM berat seperti kejahatan genoside dan kejahatan terhadap kemanusiaan. Kejahatan genoside merupakan perbuatan yang dilakukan dengan maksud menghancurkan atau memusnahkan seluruh atau sebagian kelompok bangsa, ras, kelompok etnis, kelompok agama dengan cara: a. Membunuh anggota kelompok, b. Mengakibatkan penderitaan fisik maupun mental yang berat terhadap anggota-anggota kelompok, c. Menciptakan kondisi kehidupan kelompok yang mengakibatkan kemusnahan fisik baik seluruh atau sebagian, d. Memaksakan tindakan-tindakan yang bertujuan mencegah kelahiran di dalam kelompok, e. Memindahkan secara paksa anak-anak dari kelompok tertentu ke kelompok lain. Kejahatan kemanusiaan merupakan perbuatan yang dilakukan sebagai bagian dari serangan yang meluas atau sistematik yang diketahuinya bahwa serangan tersebut ditujukan secara langsung terhadap penduduk sipil. Kejahatan terhadap kemanusiaan berupa: a. Pembunuhan, b. Pemusnahan, c. Perbudakan, d. Pengusiran dan pemindahan penduduk secara paksa, 221 Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi; Membina Karakter... e. Perampasan kemerdekaan fisik lain secara sewenangwenang yang melanggar ketentuan pokok hukum internasional, f. Penyiksaan, g. Perkosaan, perbudakan seksual, pelacuran secara paksa, pemaksaan kehamilan, pemandulan atau sterilisasi secara paksa atau bentuk-bentuk kekerasan seksual lain yang setara, h. Penganiayaan terhadap suatu kelompok tertentu atau perkumpulan yang didasari persamaan paham politik, ras, kebangsaan, etnis, budaya, agama, jenis kelamin, atau alasan lain yang telah diakui secara universal sebagai hal yang dilarang menurut hukum internasional, i. Menghilangkan seseorang secara paksa, j. Kejahatan apartheid. 12. Peran dan partisipasi masyarakat Partisipasi masyarakat, seperti Lembaga Sosial Masyarakat (LSM) yang programnya terfokus pada Demokrasi dan pengembangan HAM dapat memberikan laporan terjadinya pelanggaran HAM. Partsipasi masyarakat dapat berbentuk sebagai berikut: a. Setiap orang, kelompok, atau organisasi politik, sosial atau LSM berhak berpartisipasi dalam perlindungan, penegakan, dan pemajuan hak asasi manusia, b. Masyarakat juga berhak menyampaikan laporan atas terjadinya pelanggaran hak asasi manusia kepada Komnas HAM atau lembaga lain yang berwenang dalam rangka perlindungan, penegakan, dan pemajuan hak asasi manusia, c. Masyarakat berhak mengajukan usulan mengenai perumusan dan kebijakan yang berkaitan dengan hak asasi manusia kepada Komnas HAM atau lembaga lainnya, 222 Negara Hukum Dan Hak Asasi Manusia d. Masyarakat dapat bekerja sama dengan Komnas HAM melakukan penelitian, pendidikan, dan penyebarluasan informasi mengenai hak asasi manusia. E. Upaya Penegakan terhadap Hukum dan HAM Upaya penegakan HAM dalam RPJP menjadi satu kebijakan dalam penegakan demokrasi yang berdasar hukum, sebagaimna telah disebut di bagian demokrasi, sedang pengakan hukum dan HAM dalam RPJM secara lebih rinci diatur dan diarahkan sebagai berikut: 1. Permasalahan Berbagai permasalahan yang diangkat sebagai issue dalam RPJM adalah: a. Masih banyaknya pelanggaran HAM, b. Banyaknya pelang garan HAM yang tidak dapat bertanggung jawab dan tidak dapat dihukum (imunitas), c. Tidak berfungsinya institusi-institusi negara yang berwenang dan wajib menegakan HAM, d. Penegakan hukum dan kepastian hukum belum dinikmati oleh masyarakat Indonesia, e. Penegakan hukum yang tidak adil, tidak tegas dan diskriminatif, f. Penanganan perkara korupsi oleh Kejaksaan Agung selama kurun waktu 2001-2004 tidak secara optimal terinformasikan secara luas kepada masyarakat, g. Besarnya harapan masyarakat dan tuntutan terhadap kinerja Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) untuk menegakan hukum dan kepastian hukum, h. Tindakan hukum terhadap pelaku tindak pidana korupsi seringkali tidak tuntas. 223 Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi; Membina Karakter... 2. Sasaran Untuk mendukung upaya penghormatan dan pemenuhan serta penegakan terhadap hukum dan hak asasi manusia, sasaran ke depan adalah dilaksanakannya berbagai langkah-langkah Rencana Aksi yang terkait dengan penghormatan, pemenuhan dan penegakan terhadap hukum dan hak asasi manusia antara lain Rencana Aksi HAM 2004-2009. 3. Arah Kebijakan Upaya penghormatan dan pemenuhan serta penegakan terhadap hukum dan hak asasi manusia, diarahkan pada kebijakan untuk meningkatkan pemahaman dan menciptakan penegakan dan kepastian hukum yang konsisten terhadap HAM, perlu yang adil dan tidak diskriminatif dengan langkah-langkah: a. Meningkatkan upaya pemajuan, perlindungan, penegakan, pemenuhan dan penghormatan hak asasi manusia, b. Menegakan hukum secara adil, konsekuen, tidak diskriminatif, dan memihak kepada rakyat kecil, c. Menggunakan nilai-nilai budaya daerah sebagai salah satu sarana untuk mewujudkan terciptanya kesadaran hukum masyarakat, d. Meningkatkan kerjas sama yang har monis antara kelompok atau golongan dalam masyarakat, agar mampu saling memahami dan menghormati keyakinan dan pendapat masing-masing, e. Memperkuat dan melakukan konsolidasi demokrasi. 4. Program penegakan hukum dan Hak Asasi Manusia Program penegakan hukum dan hak asasi manusia bertujuan untuk melakukan tindaka preventif dan korektif terhadap penyimpangan kaidah hukum, norma sosial dan pelanggaran hak asasi manusia yang terjadi di dalam proses 224 Negara Hukum Dan Hak Asasi Manusia penyelenggaraan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Untuk menegakan hukum dan hak asasi manusia harus dilakukan secara tegas, tidak diskriminatif, serta konsisten. Kegiatan-kegiatan pokok meliputi: a. Penguatan upaya pemberantasan korupsi, melalui Rencana Aksi Pemberantasan Korupsi. Penguatan pelaksanaan Rencana Aksi Nasional Hak Asasi Manusia, Penghapusan Eksploitasi Seksual Komersial Anak, Rencana Aksi Nasional Penghapusan Bentuk-bentuk Pekerjaan Terburuk untuk Anak dan Program Nasional Bagi Anak Indonesia, b. Pelaksanaan Rencana Aksi Nasional Hak Asasi Manusia sebagai gerakan nasional, c. Peningkatan penegakan hukum terhadap pemberantasan tindak pidana terorisme dan penyalahgunaan narkotika serta obat berbahaya lainnya, d. Peningkatan efektivitas dan penguatan lembaga/institusi hukum maupun lembaga yang fungsi dan tugasnya mencegah dan memberantas korupsi, e. Menegakan efektivitas dan penguatan lembaga/institusi hukum maupun lembaga yang fungsi dan tugasnya menegakan hak asasi manusia, f. Peningkatan upaya-upaya penghormatan persamaan setiap warga negara di depan hukum, melalui keteladanan Kepala Negara dan pimpinan lainnya untuk mematuhi hukum dan hak asasi manusia secara konsisten dan konsekuen, g. Penyelenggaraan audit regular atas kekayaan seluruh dasar dalam rangka mewujudkan proses hukum yang sederhana, cepat, tepat dan dengan biaya yang terjangkau oleh semua lapisan masyarakat, h. Peningkatan berbagai kegiatan operasional penegakan hukum dan hak asasi manusia dalam menyelenggarakan 225 Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi; Membina Karakter... ketertiban sosial, agar dinamika masyarakat dapat berjalan dengan sewajarnya, i. Pembenahan sistem manajemen penanganan perkara yang menjamin akses public, pengembangan sistem pengawasan yang transparan dan akuntabel, j. Pengembangan sistem manajemen kelembagaan hukum yang transparan, k. Penyelamatan bahan bukti akuntabilitas kinerja yang berupa dokumen/arsip lembaga Negara dan badan pemerintahan untuk mendukung penegakan hukum dan hak asasi manusia, l. Peningkatan koordinasi dan kerja sama yang menjamin efektivitas penegakan hukum dan hak asasi manusia, m. Pembaruan materi hukum yang terkait dengan pemberantasan korupsi, n. Peningkatan pengawasan terhadap lalu lintas orang yang melakukan perjalanan baik keluar maupun masuk wilayah Indonesia, o. Peningkatan fungsi intelijen agar aktivis terorisme dapat dicegah pada tahap yang sangat dini, serta meningkatkan berbagai operasi keamanan dan ketertiban, p. Peningkatan penanganan dan tindakan hukum terhadap penyalahgunaan narkotika dan obat berbahaya melalui identifikasi dan memutus jaringan peredarannya, peningkatan penyidikan, penyelidikan, penuntutan, serta menghukum para pengedar secara maksimal. 226 BAB VI WARGA NEGARA INDONESIA A. Istilah dan Pengertian Warga Negara Istilah warga negara jika ditelusuri dari bahasa Inggris adalah berasal dari kata “citizen”, berarti warga negara atau warga kota. Citizen diturunkan dari istilah masa klasik, yaitu berasal dari kata “civitas”(Yunani), kemudian berkembang menjadi “civitatus” (Romawi), tumbuh ke dalam istilah Prancis “citoyen” dari kata “cite”, yang pada abad ke 12 menumbuhkan gagasan “citeaine”, bahkan pada abad ke 13 muncul pula gagasan “comcitien”. (Arthur dan Davies, 2008). Menarik untuk dicatat dalam Social Contract dari Rousseau (1762) yang mengemukakan kekeliruan umum terhadap istilah “townsman” dengan “citizen”. Rousseau menegaskan bahwa ‘rumah-rumah membuat kota kecil (town), tetapi para warga kota membuat kota besar’ (city) Warga negara diartikan dengan orang-orang sebagai bagian dari penduduk yang menjadi unsur negara. Sebagai unsur hakiki atau unsur pokok dari suatu negara, status kewarganegaraan menimbulkan hubungan timbal balik, antara warga negara dan negaranya. Setiap waga negara memiliki hak dan kewajiban melindungi kepada setiap warga negaranya. Pengaturan pertama tentang warga negara Indonesia diatur dalam UUD 1945 Amandemen, yang diatur dalam pasal 26 ayat (1): Yang menjadi warga negara ialah orang-orang Indonesia asli dan orang-orang bangsa asing lain yang disahkan dengan undang-undang sebagai warga negara. Perubahan untuk ayat (2) dan (3) dilakukan tahun 227 Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi; Membina Karakter... 2000, yang berbunyi: Penduduk adalah warga negara Indonesia dan orang asing yang bertempat tinggal di Indonesia. Hal-hal mengenai warga negara dan penduduk diatur dengan undangundang. Pentingnya warga negara sebagai salah satu unsur pokok negara sangat disadari oleh bangsa Indonesia sehingga peraturan tentang warga negara adalah termasuk salah satu undang-undang yang perlu segera diwujudkan. Hal ini dibuktikan dengan dikeluarkannya Undang-Undang No. 3 Tahun 1946 tentang Warga Negara, Penduduk Negara, yang ditetapkan tanggal 10 April 1946, dalam situasi negara yang belum stabil. Menurut Pasal 1 UU No. 3/1946, yang dimaksud dengan warga negara Indonesia adalah: 1. Orang asli dalam daerah Negara Indonesia 2. Orang yang tidak masuk golongan tersebut di atas, akan tetapi turunan dari seorang dari golongan itu, yang lahir dan bertempat kedudukan dan kediaman di dalam daerah Negara Indonesia dan bukan orang turunan seorang dari golongan termaksud, yang lahir dan bertempat kedudukan dan kediaman selama sedikitnya 5 tahun berturut-turut, yang paling akhir di dalam daerah Negara Indonesia, yang telah berumur 21 tahun, atau lebih, atau yang telah kawin, kecuali jika ia menyatakan keberatan menjadi Warga Negara Indonesia, karena ia adalah warga Negara lain. 3. Orang yang mendapat kewargaan Negara Indonesia dengan cara naturalisasi 4. Anak yang sah atau diakui dengan cara sah oleh bapaknya, yang pada waktu lahirnya bapaknya mempunyai kewargaan Negara Indonesia 5. Anak yang lahir setelah bapaknya, yang mempunyai kewargaan Negara Indonesia, meninggal dunia 6. Anak yang hanya oleh ibunya diakui dengan cara yang sah, yang pada waktu lahirnya mempunyai kewargaan Negara Indonesia 228 Warga Negara Indonesia 7. Anak yang diangkat dengan cara sah oleh seorang Warga Negara Indonesia 8. Anak yang lahir dalam daerah Negara Indonesia, yang oleh bapak maupun ibunya tidak diakui dengan cara sah 9. Anak yang lahir di dalam daerah Negara Indonesia, yang tidak diketahui siapa orang tuanya atau kewarganegaraan orang tuanya. Di samping pengertian warga negara pasal 14 UU No. 3/1946 juga mengatur tentang penduduk, menyatakan: Ayat (1) Penduduk Negara Indonesia ialah tiap-tiap orang yang bertempat berkedudukan di dalam daerah Negara Indonesia selama satu tahun berturut-turut. Ayat (4), menyatakan: Anak yang belum berumur 21 tahun dan belum kawin dianggap sebagai penduduk Negara Indonesia, jika bapak atau walinya mempunyai kedudukan penduduk Negara Indonesia. Dalam perkembangan berlakunya UUDS 1950, pengaturan tentang warga negara, ditetapkan UU No. 62 Tahun 1958 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia, menetapkan orang-orang yang menjadi Warganegara Republik Indonesia pada dasarnya sama dengan UU No. 3/1946, kecuali pasal 1 bagian (a) bahwa Warganegara Republik Indonesia ialah orang-orang yang berdasarkan perundang-undangan dan/atau perjanjian atau peraturan-peraturan yang berlaku sejak Proklamasi 17 Agustus 1945 sudah menjadi warganegara Republik Indonesia. Pengertian Warganegara Indonesia juga dipertahankan dalam UU No. 3 Tahun 1976, yang merubah pasal 18 UU No. 62/1958, tentang peubahan pasal 18 Undang-Undang No. 62 Tahun 1958 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia, yaitu seseorang yang kehilangan kewarganegaraan, karena tinggal di luar negeri dapat memperoleh kembali berdasarkan Kartu Izin masuk dan menyatakan keterangan, untuk itu harus dinyatakan kepada Pengadilan Negeri dari tempat tinggalnya dalam 1 tahun setelah orang itu bertempat tinggal di Indonesia. 229 Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi; Membina Karakter... B. Asas Kewarganegaraan Warga negara merupakan anggota sebuah negara yang mempunyai tanggung jawab dan hubungan timbal balik terhadap negara. Seseorang diakui sebagai warga negara dalam sebuah negara haruslah memenuhi ketentuan sebagaimana diatur oleh negara, siapa saja yang menjadi warga negara. Ketentuan tentang kewarganegaraan pada umumnya juga menentukan asas dasar untuk menentukan kewarganegaraan seseorang. Penerapan asas kewarganegaraan dikenal dengan dua pedoman, yaitu asas kewarganegaraan berdasarkan kelahiran dan asas kewarganegaraan berdasarkan perkawinan. 1. Asas Kewarganegaraan Berdasarkan Kelahiran Penentuan kewarganegaraan berdasarkan asas kelahiran dibedakan menjadi 2 asas yaitu: a. Ius soli, adalah penentuan kewarganegaraan kepada anak yang baru lahir didasarkan pada tempat anak tersebut dilahirkan. Dasar pemikiran ini adalah karena anak lahir di wilayah suatu negara, maka realitas dan logis, bila anak yang lahir di negara tempat ia dilahirkan, anak tersebut merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari negara itu sendiri, sehingga anak yang baru lahir itu otomatis menjadi warga negara di negara anak tersebut dilahirkan. b. Ius sanguinis, adalah penentuan kewarganegaraan kepada anak yang baru lahir berdasarkan warga negara orang tuanya, karena hubungan darah. Dasar pemikiran ini adalah bahwa anak tidak mungkin dipisahan dari warga negara orang tuanya. Jadi sesuatu yang manusiawi bahwa anak sebelum usia dewasa selalu dekat dengan kedua orang tuanya baik secara fisik maupun secara sosial emosional. Dalam praktik penerapan kedua asas ini, negara-negara yang menjunjung hak-hak asasi manusia cenderung menerapkan 230 Warga Negara Indonesia kedua asas tersebut, dengan tujuan untuk menghindari permasalahan seseorang, karena tindakan atau keberadaan dan aturan hukum orang tuanya, anak yang dilahirkan menjadikan seorang anak tidak mempunyai kewarganegaraan. Hal ini terkait dengan kelahiran anak yang pada dasarnya diakui, yang memiliki harkat, derajat dan martabat yang sama dan perlu mendapatkan perlindungan. Negara-negara yang melaksanakan asas ini, seperti Amerika Serikat, Inggris, Perancis, dan Indonesia termasuk negara-negara yang menghormati kedua asas tersebut. Negara yang telah padat penduduknya, ada kecenderungan melindungi warga negaranya sendiri, sehingga dalam pewarganegaraan karena kelahiran, hanya memberlakukan asas ius sanguinis. Negara yang ketat menerapkan asas ini adalah Jepang dan Cina. Dengan perkembangan ilmu dan teknologi yang menjadikan manusia dengan mudah pergi dan pindah dari satu negara ke negara lain, seperti era globalisasi sekarang, dua asas kelahiran ini ternyata dapat menimbulkan permasalahan kewarganegaraan seperti apatride dan bipatride. a. Apatride adalah seseorang karena kelahirannya, tidak memiliki kewarganegaraan. Hal ini terjadi bila anak yang baru lahir itu dilahirkan di negara yang menganut asas ius sanguinis, sedang kedua orang tuanya menganut asas kelahiran kewarganegaraan ius soli. Sehingga anak yang baru lahir, tidak memperoleh kewarganegaraan dari negara orang tuanya, sebaliknya karena anak tersebut tidak mendapatkan kewarganegaraan di negara ia lahir karena orang tuanya bukan warga negara dimana ia dilahirkan. b. Bipatride adalah seseorang yang karena kelahirannya memperoleh dua kewarganegaraan. Keadaan ini dapat terjadi karena anak yang dilahirkan di luar negeri dalam negara yang menggunakan asas ius soli, sedang kedua or231 Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi; Membina Karakter... ang tuanya berasal dari negara dengan asas ius sanguinis. Dengan kelahiran tersebut anak yang baru lahir dicatat sebagai warga negara di negara tempat ia dilahirkan, tetapi anak tersebut juga mendapatkan kewarganegaraan dari negara orang tuanya, karena anak tersebut merupakan garis keturunan dari kedua orang tuanya. 2. Asas Kewarganegaraan dari Perkawinan Ikatan perkawinan selalu bercita-cita untuk mewujudkan kesejahteraan bersama, tetapi pada sisi lain, karena perkawinan juga harus tetap menghargai persamaan derajat antara laki-laki dan perempuan, sehingga tidak dibenarkan adanya pemaksaan kehendak dari satu pihak kepada pihak lain terhadap pilihan warga negara yang dianut. Dari sisi perkawinan, maka kewarganegaraan dapat menganut asas kesamaan hukum dan asas persamaan derajat sesama manusia. a. Asas kesatuan hukum, bahwa asas yang memberikan kebebasan kepada pihak-pihak yang melangsungkan perkawinan untuk memutuskan pilihan hukum yang sama, sehingga dalam satu ikatan keluarga, tidak terjadi perbedaan atau pertentangan hukum di antara keduanya. b. Asas persamaan derajat, adalah asas yang memberikan kebebasan kepada suami isteri yang berlainan status pewarganegaraannya untuk mempertahankan status warga negara yang dimiliki, atas dasar persamaan derajat antar laki-laki dan perempuan. Dengan kata lain bahwa perkawinan tidak menjadikan seseorang akan kehilangan kewarganegaraannya, meskipun perkawinan tersebut dilakukan oleh laki-laki dan perempuan dari warga negara yang berbeda. 3. Pewarganegaraan Dalam menentukan siapa yang menjadi warga negara dan proses mendapatkan warga negara dalam suatu negara, masing232 Warga Negara Indonesia masing negara menentukan syarat dan prosedur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Walaupun ada negara yang menerapkan asas Ius Soli, Ius Sanguinis atau menerapkan keduanya dalam melindungi warga negaranya yang kemungkinan melahirkan anaknya di wilayah Negara ius soli, seseorang yang apatride atau tidak memiliki warga negara, karena kelahirannya, seseorang dapat memperoleh kewarganegaraan dengan cara pewarganegaraan (naturalisasi), atau permohonan untuk menjadi warga negara dari suatu negara tertentu. Dalam keterkaitannya dengan per masalahan kewarganegaraan, seseorang dapat melakukan tindakan aktif, yang dikenal sebagai hak seseorang untuk mendapatkan kewarganegaraan. Hak seseorang untuk mendapatkan kewarganegaraan dari suatu negara yang dikehendaki dikenal dengan hak opsi. Hak opsi dapat dilakukan seseorang, utamanya bagi yang apatride atau yang tidak memiliki kewarganegaraan. Untuk hak yang sifatnya berlawanan dengan hak mendapatkan kewarganegaraan adalah hak untuk menolak menjadi warga negara suatu negara yang dikenal dengan hak repudiasi. Hak ini dapat dilakukan oleh seseorang untuk melepaskan salah satu status kewarganegaraan, karena seseorang berstatus bipatride atau kewarganegaraan ganda. C. Warga Negara Indonesia Masalah pengaturan Kewarganegaraan Era Reformasi telah ditetapkan UU No. 12 Tahun 2006. Hal-hal utama diatur dalam UU ini antara lain, warga negara, asas penyusunan UU, asas kewarganegaraan, Warga Negara Indonesia, cara mendapatkan kewarganegaraan Indonesia, kehilangan kewarganegaraan, serta hak dan kewajiban warga negara. 233 Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi; Membina Karakter... 1. Warga Negara Berdasarkan UU No. 12 Tahun 2006 Menurut Undang-Undang RI No. 12 Tahun 2006, yang dimaksud Warga Negara Indonesia adalah orang-orang bangsa Indonesia asli dan orang-orang bangsa lain yang disahkan dengan undang-undang sebagai warga negara. Warga Negara Indonesia tersebut adalah: a. Setiap orang yang berdasarkan peraturan perundangundangan dan/atau berdasarkan perjanjian Pemerintah Republik Indonesia dengan negara lain, sebelum UndangUndang ini berlaku sudah menjadi Warga Negara Indonesia, b. Anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ayah dan ibu Warga Negara Indonesia, c. Anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ayah Warga Negara Indonesia dan ibu warga negara asing, d. Anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ayah warga negara asing dan ibu Warga Negara Indonesia, e. Anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ibu Warga Negara Indonesia, tetapi ayahnya tidak mempunyai kewarganegaraan atau hukum asal ayahnya tidak memberikan kewarganegaraan kepada anak tersebut, f. Anak yang lahir dalam tenggang waktu 300 hari setelah ayahnya meninggal dunia dari perkawinan yang sah dan ayahnya Warga Negara Indonesia, g. Anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ibu Warga Negara Indonesia, h. Anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ibu warga negara asing yang diakui oleh seorang ayah Warga Negara Indonesia sebagai anaknya dan pengakuan itu dilakukan sebelum anak tersebut berusia 18 tahun atau belum nikah, 234 Warga Negara Indonesia i. Anak yang lahir di wilayah Negara Republik Indonesia yang pada waktu lahir tidak jelas status kewarganegaraan ayah dan ibunya, j. Anak yang baru lahir di wilayah Negara Republik Indonesia selama ayah dan ibunya tidak diketahui, k. Anak yang baru lahir di wilayah Negara Republik Indonesia, apabila ayahnya dan ibunya tidak mempunyai kewarganegaraan atau tidak diketahui keberadaannya, l. Anak yang dilahirkan di luar wilayah Negara Republik Indonesia dari seorang ayah dan ibu Warga Negara Indonesia yang karena ketentuan dari negara tempat anak tersebut dilahirkan tidak memberikan kewarganegraan kepada anak yang bersangkutan, m. Anak dari seorang ayah atau ibu yang telah dikabulkan permohonan kewarganegaraannya kemudian ayah atau ibunya meninggal dunia sebelum mengucapkan sumpah atau menyatakan janji setia. 2. Asas Penyusunan UU No. 12 Tahun 2006 Beberapa asas dianut dalam penyusunan UU No. 12/2006, adalah: a. Asas kepentingan nasional, adalah asas yang menentukan bahwa peraturan kewarganegaraan mengutamakan kepentingan nasional Indonesia, yang bertekad mempertahankan kedaulatan sebagai Negara kesatuan yang memiliki cita-cita dan tujuannya sendiri, b. Asas perlindungan maksimum, adalah asas yang menentukan bahwa pemerintah wajib memberikan perlindungan penuh kepada setiap warga Negara Indonesia dalam keadaan apapun baik di dalam maupun di luar negeri, c. Asas persamaan di dalam hukum dan pemerintahan adalah asas yang menentukan bahwa setiap WNI 235 Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi; Membina Karakter... d. e. f. g. h. mendapatkan perlakuan yang sama di dalam hukum dan pemerintahan, Asas kebenaran substansif adalah prosedur pewarganegaraan seseorang tidak hanya bersifat administratif, tetapi juga disertai substansi dan syarat-syarat per mohonan yang dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya, Asas nondiskriminatif adalah asas yang tidak membedakan perlakuan dalam segala hal ikhwal yang berhubungan dengan warganegara atas dasar suku, ras, agama, golongan, jenis kelamin dan gender, Asas pengakuan dan penghormatan terhadap hak asasi manusia adalah asas yang dalam segala hal ikhwal yang berhubungan dengan warga negara harus menjamin, melindungi, dan memuliakan hak asasi manusia pada umumnya dan hak warga negara pada khususnya, Asas keterbukaan adalah asas yang menentukan bahwa dalam segala hal ikhwal yang berhubungan dengan warga negara harus dilakukan secara terbuka, Asas publisitas adalah asas yang menentukan bahwa seseorang yang memperoleh atau kehilangan kewarganegaraan RI diumumkan dalam Berita Negara agar masyarakat mengetahuinya. 3. Asas-asas yang Dianut dalam UU No. 12 Tahun 2006 Berkenaan dengan status kewarganegaraan Indonesia pada dasarnya Indonesia tidak mengenal kewarganegaraan ganda, atau membiarkan seseorang di Indonesia tidak memiliki kewarganegaraan sama sekali. Asas yang dianut Indonesia adalah dalam antisipasi kedua permasalahan bipatride dan apatride. Asas-asas tersebut adalah: 236 Warga Negara Indonesia a. Asas ius sanguinis (law of the blood) Asas yang menentukan kewarganegaraan seseorang berdasarkan keturunan, bukan berdasarkan negara tempat kelahiran. b. Asas ius soli (law of the soil) Asas yang menentukan kewarganegaraan seseorang berdasarkan negara tempat kelahiran, yang diberlakukan terbatas bagi anak-anak sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam UU ini. c. Asas kewarganegaraan tunggal Asas yang menentukan satu kewarganegaraan bagi setiap orang. d. Asas kewarganegaraan ganda terbatas Asas yang menentukan kewarganegaraan ganda bagi anak-anak sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam UU ini. 4. Syarat dan Tata Cara Memperoleh Kewarganegaraan Indonesia Persyaratan untuk memperoleh kewarganegaraan RI sebagaimana diatur dalam UU No. 12/2006 adalah: a. Telah berusia 18 tahun atau sudah menikah, b. Pada waktu mengajukan permohonan sudah bertempat tinggal di wilayah Negara RI paling singkat 5 tahun berturut-turut atau paling singkat 10 tahun tidak berturutturut, c. Sehat jasmani dan rohani, d. Dapat berbahasa Indonesia serta mengakui dasar Negara Pancasila dan konstitusi UUD 1945, e. Tidak pernah dijatuhi pidana karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 1 tahun atau lebih, 237 Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi; Membina Karakter... f. Jika dengan memperoleh kewarganegaraan RI, tidak menjadi kewarganegaraan ganda, g. Memiliki pekerjaan dan/atau berpenghasilan tetap, h. Membayar uang pewarganegaraan ke kas Negara. Untuk mendapatkan kewarganegaraan Indonesia harus ditempuh melalui tata cara permohonan memperoleh kewarganegaraan sebagai berikut: a. Permohonan pewarganegaraan diajukan di Indonesia oleh pemohon secara tertulis dalam Bahasa Indonesia di atas kertas ber materai cukup kepada Presiden melalui Menteri. b. Berkas permohonan pewarganegaraan disampaikan kepada pejabat berwenang. c. Menteri meneruskan permohonan tersebut disertai dengan pertimbangan kepada Presiden dalam waktu paling lambat 3 bulan terhitung sejak tanggal permohon diterima. d. Permohonan pewarganegaraan dikenai biaya, yang diatur dengan Peraturan Pemerintah. 5. Kehilangan Kewarganegaraan Republik Indonesia Warga Negara Indonesia akan kehilangan kewarganegaraannya jika yang bersangkutan: a. Memperoleh kewarganegaraan lain atas kemauannya sendiri. b. Tidak menolak atau tidak melepaskan kewarganegaraan lain, sedangkan orang bersangkutan mendapat kesempatan untuk itu. c. Dinyatakan hilang kewarganegaraannya oleh Presiden atas permohonannya sendiri, yang bersangkutan sudah berusia 18 tahun atau sudah menikah, bertempat tinggal 238 Warga Negara Indonesia d. e. f. g. h. i. di luar negeri, dan dinyatakan hilang kewarganegaraan RI tidak menjadi tanpa kewarganegaraan. Masuk dalam dinas tentara asing tanpa izin terlebih dahulu dari Presiden. Secara suka rela masuk dalam dinas negara asing, yang jabatan dalam dinas semacam itu di Indonesia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan hanya dapat dijabat oleh WNI. Secara suka rela mengangkat sumpah atau menyatakan janji setia kepada negara asing atau bagian dari negara asing tersebut. Tidak diwajibkan tetapi turut serta dalam pemilihan sesuatu yang bersifat ketatanegaraan untuk suatu negara asing. Memilki paspor atau surat yang bersifat paspor dari negara asing atau surat yang dapat diartikan sebagai tanda kewarganegaraan yang masih berlaku dari negara lain atas namanya. Bertempat di luar wilayah Negara RI selama 5 tahun terus menerus bukan dalam rangka dinas negara, tanpa alasan yang sah, dan dengan sengaja tidak menyatakan keinginannya untuk tetap menjadi WNI sebelum jangka waktu 5 tahun itu berakhir, dan setiap 5 tahun berikutnya bersangkutan tidak mengajukan pernyataan ingin tetap menjadi WNI kepada Perwakilan RI yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal yang bersangkutan padahal Perwakilan RI tersebut telah memberitahukan secara tertulis kepada yang bersangkutan, sepanjang yang bersangkutan tidak menjadi tanpa kewarganegaraan. 6. Hak dan Kewajiban Warga Negara Indonesia Hak dan kewajiban warga negara sebagaimana dinyatakan dalam UUD 1945 merupakan ketentuan dasar bagi warga negara 239 Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi; Membina Karakter... untuk dijadikan sumber hukum dan pedoman bagi warga negara dan pemerintahan negara dalam upaya membela negara melalui berbagai bidang kehidupan nasional. Secara garis besarnya, hak dan kewajiban warga negara dalam UUD 1945 dicantumkan pada: a. Pasal 6 tentang pencalonan Presiden dan Wakil Presiden b. Pasal 26 tentang warga negara dan penduduk c. Pasal 27 tentang kedudukan warga negara dalam hukum dan pemerintahan d. Pasal 28 tentang berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat e. Pasal 28 A-1 tentang HAM di Indonesia f. Pasal 28-J tentang kewajiban warga negara Indonesia dalam menjalankan hak dan kebebasannya g. Pasal 29 tentang kebebasan memeluk agama masingmasing h. Pasal 30 tentang hak dan kewajiban warga negara untuk ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan negara i. Pasal 31 tentang hak dan kewajiban warga negara mengikuti pendidikan j. Pasal 34 tentang hak bagi fakir miskin dan anak terlantar memperoleh jaminan kesejahteraan sosial. 7. Hak-Hak Warga Negara Dengan berdasar pada UUD 1945 Amandemen, hak-hak Warga Negara Indonesia dapat dirinci sebagai berikut: a. Setiap orang berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak, b. Setiap orang berhak untuk hidup dan mempertahankan kehidupan, c. Setiap orang berhak membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah, 240 Warga Negara Indonesia d. Setiap orang dijamin kemerdekaannya dalam berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan, e. Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnyadan demi kesejahteraan umat manusia, f. Setiap orang berhak memajukan dirinya memperjuangkan haknya secara kolektif untuk membangun masyarakat, bangsa, dan negaranya, g. Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum, h. Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja, i. Setiap warga Negara berhak memperoleh kesempatan sama dalam pemerintahan, j. Setiap orang berhak atas status kewarganegaraan, k. Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah Negara dan meninggalkannya, serta berhak kembali, l. Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap sesuai dengan hati nuraninya, m. Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari memperoleh, memiliki, menyimpan, dan mengolah, dan 241 Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi; Membina Karakter... n. o. p. q. r. s. t. u. 242 menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia, Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang hak asasi, Setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan atau perlakuan yang merendahkan derajat martabat manusia behak suaka politik dari Negara lain, Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan, Setiap orang berhak mendapatkan kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan, Setiap orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermartabat, Setiap orang berhak mempunyai hak milik pribadi dan hak miliki tersebut, tidak boleh diambil alih secara sewenang-wenang oleh siapapun Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi di hadapan hukum, hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut, adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun, Setiap orang berhak bebas dari perlakuan diskriminatif atas dasar apa pun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif itu. BAB VII GEOPOLITIK DAN WAWASAN NUSANTARA A. Geopolitik Indonesia 1. Pengertian Geopolitik Geopolitik berasal dari kata “geo” yang berarti bumi dan “politik” mencakup arti sebagai usaha memperoleh dan juga mempertahankan kekuasaan dalam mewujudkan kesejahteraan bersama (kehidupan bernegara). Geopolitik dalam arti kehidupan bernegara dapat diartikan sebagai upaya pemerintahan suatu negara mewujudkan cita-cita atau tujuan negara, di seluruh wilayah negara. Istilah Geopolitik pernah diutarakan oleh Ir. Sukarno dalam sidang BPUPKI tanggal 1 Juni 1945. Mempelajari geopolitik suatu negara berarti mempelajari tentang potensi baik yang menyangkut potensi bumi maupun potensi warga yang berdiam di wilayah sebagai anggota dari negara, ia berada. Tokoh teori geopolitik antara lain Frederich Ratzel, Rudolf Kjellen, Karl Haushofer. (Supriatnoko, 2008; Rahayu, 2007; Sumarsono, dkk,2007). a. Teori Ratzel Teori geopolitik pertama dikembangkan oleh Frederich Ratzel, yang memandang negara sebagai suatu organisme hidup yang berevolusi. Ratzel terpengaruh teori organisme Darwin, dengan pokok-pokok teorinya sebagai berikut : 1) Bahwa pertumbuhan negara dianologikan dengan pertumbuhan organisme (makhluk hidup), yang 243 Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi; Membina Karakter... memerlukan ruang hidup cukup, agar dapat tumbuh dengan baik, mulai dari kelahiran, pertumbuhan, mempertahankan hidup, menyusut, dan akhirnya mati. 2) Kekuatan negara harus mampu mewadahi pertumbuhannya. Makin luas ruang dan potensi geografi yang ditempatkan oleh kelompok politik dalam arti kekuasaan, maka makin besar kemungkinan kelompok politik itu tumbuh. 3) Suatu negara dalam mencapai cita-cita dan mempertahankan kelangsungan hdupnya, tidak terlepas dari hukum alam. Hanya bangsa yang unggul saja, yang dapat bertahan hidup. 4) Semakin tinggi budaya suatu bangsa, semakin besar kebutuhan akan sumber daya alam. Apabila ruang tidak mendukungnya, bangsa tersebut dapat mencari kekayaan alam di luar wilayahnya (ekspansi). Hal ini melegitimasi hukum ekspansi, batas suatu negara pada hakekatnya bersifat sementara, apabila kurang, negara dapat mengubah batas negara, baik secara damai maupun dengan kekerasan perang. Pandangan Ratzel tentang geopolitik, menimbulkan dua aliran kekuatan, yaitu berfokus pada kekuatan di darat, dan fokus pada kekuatan di laut. Negara harus mampu mengatasi persaingan, pertumbuhan kekuatan darat dan laut, dengan kekuatan suprastruktur geopolitik negara. Dengan demikian, esensi pengertian politik adalah penggunaan kekuatan fisik dalam rangka mewujudkan keinginan atau aspirasi suatu bangsa. Hal ini sering mengarah pada politik adu kekuatan dan adu kekuasaan dengan tujuan ekspansi. 244 Geopolitik Dan Wawasan Nusantara b. Teori Rudolf Kjellen Teori geopolitik Frederich Ratzel memandang negara sebagai suatu organisme hidup yang berevolusi, dipengaruhi teori organisme Darwin, kemudian diikuti dan dikembangkan oleh Rudolf Kjellen. Pokok-pokok teori diajukan Kjellen adalah : 1) Negara merupakan satuan biologi, suatu organisme hidup yang mewakili intelektual. Negara dimungkinkan untuk memperoleh ruang yang cukup luas, agar kemampuan dan kekuatan rakyatnya dapat berkembang secara bebas. 2) Negara merupakan sistem politik yang meliputi bidang-bidang, geopolitik, ekonomi politik, demo politik, sosial politik dan krato politik (politik pemerintahan). 3) Negara harus mampu berswasembada dan tidak tergantung pada sumber penghasilan dari luar, serta mampu meningkatkan kebudayaan dan teknologi, untuk meningkatkan kekuatan nasionalnya ke dalam, guna mewujudkan persatuan dan kesatuan, dan ke luar untuk mendapatkan batas-batas negara yang lebih baik. Sementara itu pengembangan kekuatan kontinental sangat diutamakan gara dapat mengontrol kekuatan maritim. c. Teori Karl Haushofer Teori Haushofer yang dipengaruhi oleh Kjellen, dengan kemampuan meningkatkan kekuatan nasionalnya, untuk memberikan legitimasi semangat militerisme dan fasisme, yang bersifat ekspansionis, bahkan dicurigai pemicu untuk melakukan ekspansi, guna mendapatkan ruang gerak yang lebih bebas. Perang merupakan hal yang diperlukan untuk mencapai kejayaan bangsa dan negara. 245 Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi; Membina Karakter... Teori ini dkembangkan Haushofer dan pada masa Hitler, yang diikuti Hako Ichiu di Jepang. Teori ini menjadikan dasar pembenaran kesamaan Jerman, Italia dan Jepang yang melahirkan aliansi pada satu poros kekuatan Aliansi menjelang Perang Dunia ke 2, yang melandasi semangat militerisme dan fasisme. Pokok-pokok teori Haushofer adalah : 1) Suatu bangsa dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya tidak terlepas dari hukum alam, 2) Kekuasaan imperium daratan dapat mengejar kekuasan imperium maritim untuk menguasai pengawasan di laut, 3) Beberapa negara besar akan timbul dan akan menguasai Eropa, Afrika dan Asia Barat (Jerman dan Italia), serta Jepang di Asia Timur Raya, 4) Geopolitik adalah doktrin negara yang menitikberatkan perhatian kepada strategi perbatasan, 5) Ruang hidup bangsa dan tekanan kekuasaan ekonomi dan sosial yang rasial mengharuskan pembagian baru dari kekayaan alam di dunia, 6) Geopolitik adalah landasan ilmiah bagi tindakan politik dalam perjuangan mendapatkan ruang hidup. Dalam masa Orde Baru kekuatan inti militer secara tidak langsung terpengaruh pada kekuatan kontinental, yakni kekuatan terbesar dipusatkan di angkatan darat, meski wilayah Indonesia sebagian besar adalah wilayah perairan (laut). Dengan melihat perkembangan teknologi serta kekayaan alam yang terkandung di laut Indonesia yang tidak kalah dengan yang terdapat di daratan, serta 246 Geopolitik Dan Wawasan Nusantara kemungkinan adanya penyusupan dan penyelundupan lewat batas-batas perairan yang sedemikian luas dan lebih terbuka. Orientasi pada pemusatan kekuatan di darat menjadikan pemikiran di era Refor masi dengan kesungguhan yang realistis untuk mengawal Kekatuan Wawasan Nusantara yang telah menjadi komitmen bangsa Indonesia. Revitalisasi keseimbangan inti kekuatan militer negara sudah waktunya diberikan porsi keseimbangan antara kekuatan di darat dan di laut, tanpa harus mengecilkan kekuatan angkatan udara. 2. Geopolitik Indonesia a. Zaman Kolonial Belanda Berdasarkan Ordonansi Tahun 1939 (Territorial Zee en Maritieme Kringen Ordonnantie 1939). Wilayah Hindia Belanda (Indonesia) adalah berupa pulau-pulau, yang terpisah satu dengan yang lainnya. Wilayah laut diukur 3 mil dari wilayah air surut, sehingga di antara laut di wilayah Hindia Belanda terdapat laut bebas, di luar penguasaan Belanda. Kepentingan Belanda yang terpusat pada penghasilan di wilayah daratan, maka masalah laut bebas di antara pulau-pulau di Indonesia bukan merupakan permasalahan Belanda. Setelah Indonesia merdeka yang menyatakan wilayah Indonesia adalah wilayah bekas jajahan Belanda, maka di wilayah Indonesia terdapat laut-laut bebas, sebagaimana masa penjajahan Belanda. Kondisi ini tidak menguntungkan bagi negara Indonesia, karena adanya laut bebas di dalam wilayah Indonesia yang menjadikan ruang bebas bagi orang/negara asing dalam wilayah negara Indonesia yang dapat mengancam kesatuan wilayah serta bertentangan dengan tujuan negara, yakni melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia. Kondisi 247 Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi; Membina Karakter... inilah yang mendasari pemikiran Juanda untuk mewujudkan Indonesia sebagai satu wawasan yang bulat tidak terpisah di antara laut bebas sebagaimana masa penjajahan Belanda, yang akhirnya dikenal dengan Deklarasi Juanda. Sekali lagi ini adalah salah satu pemikiran unggul dan teladan dari putra terbaik bangsa, guna mewujudkan kesatuan dan persatuan bangsa Indonesia, dalam rangka mewujudkan tujuan nasional Indonesia. Kita harus bangga terhadap pemikiran dan perjuangan murni para pahlawan yang selalu mengedepankan kepentingan nasional, tanpa harus memikirkan apa yang didapat dari pemikiran dan perjuangan besar tersebut. Para mahasiswa dapat membandingkan dengan kondisi bangsa Indonesia sekarang yang selalu ramai dengan janji menjelang pemilihan umum dan sepi setelah menjadi anggota legislatif, atau memegang jabatan politik lainnya. b. Deklarasi Juanda Dalam pemerintahan Perdana Menteri Juanda, bangsa Indonesia menyatakan dirinya, bahwa Territorial Zee en Maritieme Kringen Ordonnantie 1939, tentang wilayah daratan Indonesia tidak sesuai dengan kepentingan bangsa Indonesia yang sejak lama wilayah Indonesia adalah wilayah kepulauan dan bukan pulau-pulau. Dengan demikian, adanya laut bebas dalam kepulauan Indonesia bertentangan dengan konsep suatu kepulauan. Kepulauan adalah kumpulan dari pulau-pulau, yakni antara pulau satu dengan yang lain merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan. Konsep negara kepulauan, dan upaya mewujudkan tujuan nasional, maka adanya laut bebas dalam negara kepulauan Indonesia adalah kondisi yang bertentangan 248 Geopolitik Dan Wawasan Nusantara dengan kepentingan nasional bangsa Indonesia. Untuk mewujudkan eksistensi negara Indonesia sebagai negara kepulauan tidak dibenarkan adanya laut bebas di antara pulau-pulau yang ada di Indonesia, maka pada tanggal 13 Desember 1957, Juanda sebagai Perdana Menteri Indonesia saat itu menyatakan pada dunia tentang menyangkut perairan wilayah Indonesia, yang menyatakan 1) Bahwa bentuk gografi Indonesia sebagai suatu negara kepulauan memiliki sifat dan corak tersendiri, 2) Bahwa menurut sejarahnya sejak dahulu kala kepulauan Indonesia merupakan satu kesatuan, 3) Bahwa batas laut teritorial sebagaimana termasuk dalam Ordonasi 1939 memecah keutuhan territorial Indonesia, karena membagi wilayah daratan Indonesia kedalam bagian-bagian terpisah dengan teritorialnya sendiri-sendiri. Dengan Deklarasi Juanda bangsa Indonesia menunjukan eksistensinya sebagai bangsa yang besar, berdaulat dan berani menyatakan sikap yang bertentangan dengan sikap negara-negara maritim besar di dunia yang menghendaki adanya laut bebas dalam kontinental wilayah Indonesia. Deklarasi Juanda tidak lain adalah pernyataan “Kemerdekaan Wilayah” dari bangsa Indonesia terhadap dunia, menyangkut : 1) Pernyataan bangsa Indonesia tentang bentuk wilayah NKRI yang bulat dan utuh, dengan meniadakan Ordonasi 1939, sehingga di antara pulau-pulau di wilayah Indonesia tidak lagi adanya laut bebas, 2) Penentuan batas-batas negara Indonesia harus disesuaikan dengan asas negara kepulauan, 249 Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi; Membina Karakter... 3) Pelayaran lalu lintas damai yang lebih menjamin keselamatan dan keamanan NKRI, dimana kapalkapal asing masuk perairan dalam wilayah Indonesia dijamin sebagai dalam Konferensi Internasional mengenai Hukum Laut Internasional. Penegasan Deklarasi Juanda, langsung mendapat reaksi dari Konferensi Hukum Laut Internasional tahun 1958, oleh negara-negara maritim di dunia, termasuk Belanda, yang tidak menghendaki Indonesia merdeka, berusaha untuk melawan Deklarasi Juanda dengan memprovokasi melalui kapal-kapal perangnya yang melintasi laut dalam teritorial Indonesia, yang waktu itu Belanda masih mempertahankan kedaulatannya atas wilayah Irian Barat. Tekad Pemerintahan Indonesia dalam mewujudkan tujuan nasional, termasuk menjaga dan mewujudkan Deklarasi Juanda, membuat Indonesia tidak gentar menghadapi provokasi Belanda, bahkan yang terjadi adalah sebaliknya. Bangsa Indonesia menuntut kepada Belanda agar segera menyerahkan kembali Irian Barat kepada Indonesia. Karena Belanda bertahan dan tidak bersedia menyerahkan Irian Barat, maka pada Pemerintahan Presiden Sukarno, memutuskan untuk merebut Irian Barat dengan menyerang dan berkonfrontasi dengan Belanda di Irian Barat, dengan komando Trikora. Di samping perjuangan fisik mewujudkan negara kepulauan Indonesia, dari segi hukum, kedudukan Deklarasi Juanda dipertegas dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perpu) No. 4 tahun 1960, yang menetapkan batas luar wilayah Indonesia adalah 12 mil laut dari titik terluar, yang saling menghubungkan antara pulau satu dengan pulau lainnya. 250 Geopolitik Dan Wawasan Nusantara Dalam pemerintahan Orde Baru kedaulatan Deklarasi Juanda ditegaskan dalam GBHN, yang selalu ditetapkan dengan ketetapan MPR mulai dari tahun 1973 sampai pada GBHN 1998. Upaya mewujudkan keutuhan dan kedatuan wilayah Indonesia juga dilakukan pada Pemerintahan Presiden Suharto menetapkan Deklarasi tentang Landas Kontinen tanggal 17 Februari 1969 dengan penegasan kembali penetapan Landas Kontinen 12 mil, yang kemudian ditegaskan dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 1973, serta penetapan Zone Ekonomi Eksklusif (ZEE) tanggal 21 Maret 1980, dan dikukuhkan dengan Undang-Undang No. 5 Tahun 1983 tentang Zone Ekonomi Eksklusif tanggal 18 Nopember 1982. Dengan UU No.5 Tahun 1983, maka wilayah ZEE Indonesia sejauh 200 mil dari titik luar air surut. Dalam ZEE Indonesia memiliki kewenangan : 1) Hak berdaulat untuk melakukan eksplorasi dan eksploitasi, pengelolaan, dan pelestarian sumberdaya hayati dan nonhayati, dan hak berdaulat lain atas eksplorasi dan eksplorasi sumber dari air, arus dan angin. 2) Hak yurisdikasi yang berhubungan dengan : a) Pembuatan dan penggunaan pulau buatan, instalasi, dan bangunan lainnya b) Penelitian ilmiah mengenai laut c) Pelestarian lingkungan laut d) Hal lain-lain berdasarkan hukum internasional. Perjuangan mewujudkan cita-cita Deklarasi Juanda akhirnya berhasil dan diakui dunia Internasional setelah diakuinya Hukum Laut Internasional III Tahun 1982, dalam Konvensi PBB tentang Hukum Laut atau United 251 Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi; Membina Karakter... Nation Convention on the Law of Sea (UNCLOS). Pemerintahan Indonesia akhirnya meratifikasi UNCLOS 1982 dengan Undang-Undang No.17 Tahun 1985. Kembali bangsa Indonesia menunjukkan jati diri dan harga diri pada dunia, bahwa kita termasuk bangsa dan negara yang diperhitungkan dalam percaturan dunia. Tantangan bagi generasi baru untuk meningkatkan dan mengisi pembangunan dengan belajar dan berkarya lebih baik. Anda sebagai mahasiswa masih banyak peluang untuk mewujudkan keunggulan anda, guna membawa pada kebesaran dan kemakmuran bangsa ke depan menuju kehidupan bangsa dan negara Indonesia yang lebih maju, aman, sentosa dan sejahtera. B. Wawasan Nusantara 1. Pengertian dan Asas Wawasan Nusantara Wawasan Nusantara berasal dari kata wawasan dan nusantara. Wawasan berarti pandangan, tinjauan, penglihatan, juga dimaksudkan sebagai tanggapan indrawi, sedang nusantara berasal dari kata nusa dan antara. Nusa dapat berarti wilayah, dan antara, dimaksudkan keberadaan wilayah yang berada di anatar dua benua, yaitu Asia dan Australia, serta antara dua samudera yaitu Samudera Hindia dan Samudera Pasifik. Nusantara dimaksudkan sebagai satu wilayah yang mencakup satu kesatuan wilayah perairan dan pulau-pulau Indonesia yang terletak di antara dua benua, yaitu Asia dan Australia, serta dua samudera, yaitu Hindia dan Pasifik. Dari makna kata tersebut, maka Wawasan Nusantara adalah cara pandang dan sikap bangsa Indonesia tentang diri ang serba beragam dalam aspek kehidupan dan lingkungan yang bernilai strategis pada wilayah persimpangan dunia, adalah satu kesatuan wilayah negara Indonesia, dengan mengutamakan persatuan dan saling 252 Geopolitik Dan Wawasan Nusantara menghormati kebhinekaan dalam berbagai aspek kehidupan nasional guna mencapai tujuan nasional. Pada hakekatnya Wawasan Nusantara adalah keutuhan bangsa dan nusantara dalam cara pandang yang utuh dan menyeluruh demi kepentingan nasional. Untuk semua itu warganegara serta aparatur negara dapat memikirkan, bersikap dan bertindak untuk kepentingan negara, meski tidak menutup kemungkinan pemberian suatu hak untuk pemilikan kelompok, daerah bahkan untuk kepentingan individu. Sikap dan tindakan dengan mengutamakan kesatuan dan persatuan serta kepentingan nasional, didasari pada asas-asas wawasan nusantara yang meliputi: a. Kepentingan sama, memelihara tegaknya negara Proklamasi 17 Agustus 1945, dalam menghadapi penjajahan baru, tekanan, atau paksaan dengan cara adu domba dan politik pecah belah bangsa dengan dalih HAM, demokrasi dan lingkungan hidup, baik dari dalam maupun dari luar. Untuk itu bangsa Indonesia terjebak pada irama yang ingin memecah belah bangsa Indonesia, b. Tujuan sama, yaitu terwujudnya tujuan negara secara umum serta terwujudnya masyarakat Indonesia yang sejahtera, damai serta jaminan keamanan yang memadai, c. Keadilan, berarti kesesuaian hasil, dengan andil jerih paya usaha dan kegiatan baik perorangan, golongan maupun daerah, d. Kejujuran, adalah keberanian berpikir, berkata dan bertindak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku, e. Solidaritas, adalah rasa setia kawan, siap berkorban demi kemanusiaan dan kebesaran bangsa, tanpa meninggalkan karakter budaya masing-masing, 253 Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi; Membina Karakter... f. Kerja sama, yaitu adanya koordinasi, saling pengertian didasarkan atas kesetaraan, sehingga kerja sama antar kelompok dapat tercapai secara sinergis, g. Kesetiaan terhadap kesepakatan bersama, yakni tekad bersama untuk mewujudkan komitmen tetap menjaga dan mempertahankan keutuhan dan kelestarian negara Kesatuan Republik Indonesia. 2. Filosofi Wawasan Nusantara Wawasan Nusantara sebagai geopolitik Bangsa Indonesia dikembangkan atas dasar filosofi sebagai berikut : a. Fasafah Pancasila Pancasila sebagai dasar, ideologi, pandangan hidup, dan falsafah negara juga menjadi dasar filosofi dalam penerapan Wawasan Nusantara. Oleh karena itu pengembangan Wawasan Nusantara senantiasa harus mencerminkan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila, seperti nilai keimanan dan ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, kemanusiaan, kesatuan dan persatuan, permufakatan-musyawarah, keadilan, dan kedamaian, dalam mewujudkan kehidupan bangsa Indonesia yang sejahtera, termasuk memberikan kesempatan seluas-luasnya untuk generasi baru untuk berprestasi baik pada tingkat nasional maupun dalam percaturan kehidupan global dunia. b. Aspek Kewilayahan Nusantara Kondisi objektif wilayah Nusantara yang sangat strategis dalam percaturan dunia, serta sumber kekayaan alam yang cukup beragam, serta jumlah penduduk yang besar, merupakan modal dasar dalam pembangunan wilayah Nusantara. Bangsa Indonesia harus mampu memanfaatkan kondisi strategis wilayah serta potensi alamiah yang cukup dalam mewujudkan kesejahteraan 254 Geopolitik Dan Wawasan Nusantara bersama. Di samping kondisi kewilayahan serta berbagai keanekaragaman penduduk, Bangsa Indonesia menyadari bahwa kondisi tersebut juga mengandung kelemahan, sehingga dalam setiap pengambilan kebijakan politik negara harus mempertimbangkan dan memperhatikan kondisi dan konstelasi geografi serta penduduk di wilayah setempat sebagai satu kesatuan wilayah Indonesia. c. Aspek Sosial Budaya Wawasan Nusantara dalam pengembangannya juga harus memperlihatkan kelestarian kondisi objektif sosial budaya bangsa Indonesia yang beragam, seperti suku bangsa, agama, adat istiadat, sistem dan organisasi kemasyarakatannya. Untuk mewujudkan kesatuan dan persatuan bangsa yang sangat beragam, diperlukan kesadaran beragam, guna menumbuhkembangkan kehidupan sosial budaya yang beragam, agar dapat saling menghormati dan memacu diri untuk berkembang, serta menghindari potensi konflik antar sosial budaya, yang dapat menimbulkan disintegrasi bangsa. Disadari bahwa pembinaan kesatuan nasional yang beragam merupakan sumber inspirasi dan aspirasi pengembangan dan kekayaan yang cukup membanggakan, namun dalam keragaman juga berpotensi sebagai pemicu perbedaan dan konflik. Keadaan yang dapat menjurus konflik dalam euforia demokrasi sering tidak disadari, semua merasa membawakan aspirasi demokrasi, perbedaan berpendapat yang tidak bertanggung jawab dapat mengarah pada perpecahan. Bagaimana seharusnya mengelola perbedaan pendapat, agar tidak mengarah pada konflik, sikap kebersamaan dan pengendalian diri harus senantiasa ditanamkan pada semua komponen bangsa agar peduli terhadap eksistensi bangsa dan negara Indonesia tercinta ini. 255 Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi; Membina Karakter... d. Aspek Kesejahteraan Bangsa Indonesia lahir dari proses sejarah perjuangan yang sangat panjang. Bangsa Indonesia yang berdomisili di wilayah Nusantara pernah mengalami kejayaan, dan pernah mengalami pendudukan oleh bangsa lain yang cukup lama. Semua ini menjadi pengalaman dan modal perjuangan bangsa, bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang besar dan mampu bersaing dengan bangsa lain. Kesadaran akan persatuan yang pernah hilang, kembali tumbuh dan berkembang dengan perjuangan bangsa sejak kesadaran berorganisasi Budi Utomo, Sumpah Pemuda, sampai keberhasilan mewujudkan Proklamasi 17 Agustus 1945. Sejarah panjang bangsa Indonesia yang mengalami pasang surut kehidupan berbangsa di wilayah Nusantara dapat menjadikan pelajaran bagi bangsa Indonesia, agar kesatuan dan persatuan yang telah dirintis dan disepakati oleh pejuang dan pendiri Negara Indonesia tetap terpelihara, sehingga pengalaman masa lalu perpecahan yang dapat menghancurkan kehidupan berbangsa dan bernegara tidak terulang lagi. 3. Kedudukan dan Unsur Dasar Wawasan Nusantara Kedudukan Wawasan Nusantara, sebagai satu kesatuan politik, ekonomi, sosial budaya, dan pertahanan keamanan, adalah keyakinan bangsa Indonesia, yang harus terus ditumbuhkembangkan dari generasi ke generasi baru, bahwa konsep Wawasan Nusantara mampu mengantarkan bangsa Indonesia mencapai tujuan bersama. Sebagai paradigma yang diyakini bangsa Indonesia Wawasan Nusantara, merupakan landasan visional negara di samping landasan-landasan lainnya, dengan kedudukan sebagai berikut : 256 Geopolitik Dan Wawasan Nusantara a. b. c. d. e. Landasan Idiil Pancasila. Landasan Konstitusional Undang-Undang Dasar 1945. Landasan Visional Wawasan Nusantara. Landasan Konsepsional Ketahanan Nasional. Landasan Operasional GBHN, atau Program Pembangunan Nasional baik dalam RPJP maupun RPJM. Sebagai landasan Visional, Wawasan Nusantara mencakup tiga unsur dasar, yang meliputi wadah, isi, dan tata laku, yaitu a. Wadah Wadah adalah tempat kehidupan bangsa Indonesia, yaitu seluruh wilayah Indonesia dengan segala kekayaan alam yang terkandung di dalamnya serta penduduk Indonesia yang beraneka ragam, dengan posisi strategis dalam hubungan internasional. Dengan berdirinya Negara Indonesia, wadah wawasan Nusantara tidak lain adalah Negara Indonesia dengan segala unsur pokok negara, serta organisasi kenegaraan serta organisasi kemasyarakatan Indonesia. b. Isi Isi Wawasan Nusantara adalah aspirasi bangsa yang berkembang dalam upaya mewujudkan cita-cita dan tujuan nasional. Dengan demikian Isi dalam Wawasan Nusantara mencakup, cita-cita, kondisi dan karakter serta SDM, dan cara kerja. Cita-cita nasional bangsa Indonesia harus dicapai oleh Bangsa Indonesia sendiri dengan menghargai keanekaragaman bangsa, dengan cara kerja sesuai dengan tugas dan tanggung jawab baik sebagai warganegara pada umumnya maupun sebagai aparatur negara khususnya. 257 Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi; Membina Karakter... c. Tata laku Tata laku merupakan interaksi antara wadah dan isi yang mencerminkan identitas/kepribadian bangsa yang berdasarkan kekeluargaan dan kebersamaan yang memiliki kebanggaan sebagai bangsa Indonesia, serta semangat nasionalisme tinggi. Tata laku dapat berupa tatalaku lahiriah dan batiniah. Tata laku lahiriah adalah mencerminkan tindakan, perbuatan, dan perilaku bangsa Indonesia. Tata laku batiniah adalah mencerminkan semangat dan mentalitas bangsa Indonesia. Ketiga unsur Wawasan Nusantara merupakan satu kesatuan yang utuh yang tidak dapat dipisah-pisahkan dalam perwujudannya. Bahwa negara Indonesia dengan batas-batas teritorial berdiam bangsa Indonesia yang telah menetapkan citacita kehidupan bernegaranya, eksistensinya kehidupan dan citacita bersama sangat tergantung pada kemampuan mengelola berdasarkan pada kemampuan SDM bangsa Indonesia. Bangsa Indonesia tidak mungkin menyadarkan kepada bangsa lain dalam mewujudkan cita-cita bernegaranya. Untuk itu semangat kebersamaan, persatuan dan kesatuan dengan kerja keras dan disiplin harus diupayakan dalam memperjuangkan tujuan bersama. 4. Tantangan Wawasan Nusantara Dalam era globalisasi, pengaruh dan arus informasi dari luar sedikit banyak dapat mewarnai perubahan kehidupan suatu bangsa. Bagi Bangsa Indonesia dapatkah pengaruh dari luar ini dimanfaatkan, untuk perubahan menuju kemandirian dengan tetap terjaganya kesatuan dan persatuan bangsa Indonesia, atau sebaliknya Indonesia menjadi kacau atau terpecah belah, karena kuatnya arus informasi yang menjadikan bangsa Indonesia kehilangan jati dirinya. Semua ini menjadikan tantangan bagi Bangsa Indonesia dalam melestarikan eksistensi Negara Indone258 Geopolitik Dan Wawasan Nusantara sia dengan konsep Wawasan Nusantara, guna mewujudkan citacita para pendiri negara. Semua itu perlu langkah antisipasi, agar cita-cita mulia para pahlawan yang tertuliskan dalam Pembukaan UUD 1945 dapat diwujudkan secara bersama. Langkah-langkah antisipasi dalam menghadapi tantangan di era globalisasi tersebut antara lain : a. Era Baru Kapitalisme (Neocapitalism) Kapitalisme baru dalam era globalisasi, bukan penguasaan wilayah sebagaimana abad 18 sampai awal abad 20, tetapi dapat berupa penguasaan negara maju terhadap negara berkembang dalam bidang ekonomi melalui isu global HAM, demokrasi, dan lingkungan hidup. Untuk itu diperlukan langkah antisipasi, arif dan bijaksana dalam mewujudkannya, guna menyikapi pengaruh isu global yang dapat berdampak negatif pada kehidupan berbangsa dan bernegara. b. Pemberdayaan masyarakat Pemberdayaan masyarakat dapat menjadi tantangan Wawasan Nusantara, seperti peran dan pembangunan yang belum merata : 1) Untuk memberikan peranserta aktif kepada masyarakat dalam pembangunan, masyarakat perlu diberdayakan. Pemerintah harus mampu mewujudkan aspirasi masyarakat, dengan pola top down dengan bottom up, mengingat belum sepenuhnya pemerintah mampu memberikan pola pembangunan bottom up sebagaimana terjadi pada negara-negara maju. 2) Kondisi nasional, dengan pembangunan wilayah yang belum merata, dapat memicu kelompok masyarakat suatu daerah yang terwujud pada tindakan pertentangan, perlawanan sebagai akibat dari rasa ketidakpuasan dan rasa ketidakadilan. 259 Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi; Membina Karakter... Sumberdaya manusia (SDM) Dalam era globalisasi batas wilayah negara bukan lagi merupakan pembatas arus informasi. Bangsa Indonesia tentunya tidak ingin menjadi korban dari perkembangan teknologi, perlunya kesadaran untuk meningkatkan diri, termasuk memberikan motivasi pada generasi baru perlunya persaingan dan memenangkan sebagian dari persaingan dalam dunia global, bila bangsa Indonesia tidak ingin sekedar menjadi objek atau penonton dalam persaingan global. Persaingan teknologi serta penguasaan akan informasi adalah salah satu bentuk persaingan yang harus diikuti dan bangsa Indonesia harus memberikan warna dalam persaingan globalisasi tersebut, seperti saat bangsa Indonesia dengn cerdas meyakinkan dunia bahwa Indonesia adalah negara kepulauan. c. d. Kesadaran warganegara Kesadaran hak dan kewajiban dalam pembelaan negara belum sepenuhnya disadari oleh seluruh warga negara Indonesia. Tindakan yang menjurus separatisme jelas bertentangan dengan Wawasan Nusantara. Tuntutan HAM dan isu demokrasi, yang dilakukan warga Indonesia yang disponsori oleh LSM atau NJO asing, sering menimbulkan permasalahan terhadap masyarakat yang pemahaman kehidupan bernegara masih lemah dan sangat minim, semua ini mer upakan tantangan guna mewujudkan persatuan dan kesatuan bangsa dan negara. 5. Implementasi Wawasan Nusantara a. Masa Orde Baru Pada masa Orde Baru, Wawasan Nusantara yang diatur dalam GBN yang pernah berlaku mulai GBHN tahun 1973 sampai GBHN tahun 1998. Peraturan 260 Geopolitik Dan Wawasan Nusantara Wawasan Nusantara dalam GBHN tersebut mencakup satu kesatuan politik, sosial budaya, ekonomi, pertahanan dan keamanan, sebagaimana ditetapkan sebagai berikut: 1) Perwujudan Nusantara sebagai satu kesatuan politik meliputi : a) Bahwa kedaulatan wilayah nasional dengan segala isi dan kekayaannya merupakan satu kesatuan wilayah, wadah, ruang lingkup dan kesatuan matra seluruh bangsa, serta menjadi modal dan milik bersama bangsa. b) Bahwa Bangsa Indonesia yang terdiri dari berbagai suku dan berbicara dalam berbagai bahasa daerah, memeluk dan meyakini berbagai Agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa harus merupakan satu kesatuan bangsa yang bulat dalam arti yang seluas-luasnya. c) Bahwa secara psikologis, Bangsa Indonesia harus merasa satu, senasib sepenanggungan, seBangsa dan se-Tanah Air, serta mempunyai satu tekad dalam mencapai cita-cita bangsa d) Bahwa Pancasila adalah satu-satunya falsafah serta ideologi Bangsa dan Negara yang melandasi, membimbing, dan mengarahkan Bangsa menuju tujuannya e) Bahwa seluruh Kepulauan Nusantara merupakan satu kesatuan hukum dalam arti bahwa hanya ada satu hukum nasional yang mengabdi pada kepentingan nasional. 2) Perwujudan Nusantara sebagai satu kesatuan sosial budaya, meliputi : a) Bahwa masyarakat Indonesia adalah satu, perikehidupan bangsa harus merupakan 261 Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi; Membina Karakter... kehidupan yang serasi dengan terdapatnya tingkat kemajuan masyarakat yang sama, merata, seimbang serta adanya keselarasan sesuai dengan kemajuan bangsa. b) Bahwa budaya Indonesia pada hakekatnya adalah satu, sedang corak ragam budaya yang ada menggambarkan kekayaan budaya bangsa yang menjadi modal dan landasan pengembangan budaya bangsa seluruhnya, yang hasil-hasilnya dapat dinikmati oleh bangsa. 3) Perwujudan Nusantara sebagai satu kesatuan ekonomi, meliputi : a) Bahwa kekayaan wilayah Nusantara baik potensial maupun efektif adalah modal dan milik bersama bangsa, dan bahwa keperluan hidup sehari-hari harus tersedia merata di seluruh wilayah tanah air. b) Tingkat perkembangan ekonomi harus serasi seimbang di seluruh daerah, tanpa meninggalkan ciri-ciri khas yang dimiliki oleh daerah-daerah dalam pengembangan kehidupan ekonominya. 4) Perwujudan Nusantara sebagai satu kesatuan pertahanan dan keamanan, meliputi : a) Bahwa ancaman satu pulau atau satu daerah pada hakekatnya merupakan ancaman terhadap seluruh bangsa dan negara b) Bahwa tiap-tiap warga negara mempunyai hak dan kewajiban yang sama dalam rangka pembelaan negara dan bangsa. 262 Geopolitik Dan Wawasan Nusantara b. Masa Reformasi Wawasan Nusantara sebagai landasan visional bangsa Indonesia, harus sejalan dengan perwujudan landasan-landasan lainnya, yang harus dibarengi dengan tindakan nyata untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat. Kondisi ini merupakan bagian dari ketahanan nasional, yang harus dimiliki dan dipertahankan secara berkesinambungan oleh bangsa Indonesia. Sejalan dengan perkembangan lingkungan strategi global, karena Indonesia tidak mungkin lagi membendung arus informasi internasional, aktualisasi Wawasan Nusantara perlu dilakukan. Usaha aktualisasi Wawasan Nusantara sesuai dengan hasil Seminar Wawasan Nusantara sebagai Landasan Visional Bangsa Indonesia tanggal 16 Mei 2001 (Rahayu, 2007) menyebutkan : 1) Kehidupan politik, meliputi : a) Menumbuhkembangkan wawasan kebangsaan yang selanjutnya dapat dijadikan landasan bagi pengembangan jiwa nasionalisme dan pembentukan jati diri bangsa, b) Mewujudkan kehidupan bangsa yang demokratis dan keadilan yang mampu menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan golongan dan pribadi, c) Mewujudkan penghormatan terhadap HAM, d) Memantapkan keyakinan rakyat terhadap Pancasila sebagai ideologi negara. 2) Kehidupan ekonomi, meliputi : a) Menumbuhkan kehidupan perekonomian daerah yang saling berinteraksi anatar satu daerah dengan daerah lain dalam rangka sistem perekonomian nasional yang mampu 263 Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi; Membina Karakter... meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran seluruh rakyat serta daya saing bangsa, b) Memanfaatkan laut sebagai sumber daya untuk menghilangkan kesenjangan rakyat secara adil dan merata, c) Menumbuhkembangkan kebanggaan atas hasil/ produk bangsa sendiri, d) Menjaga kelestarian sumber daya alam yang dimiliki dengan tidak merusak lingkungan, dan demi kehidupan generasi yang akan datang. 3) Kehidupan sosial budaya, meliputi : a) Mengembangkan budaya daerah/etnis yang saling berinteraksi secara sinergis dengan budaya daerah lain atas dasar saling menghormati dan saling menghargai kekhasan masing-masing, sehingga terwujud kehidupan bangsa yang rukun dan bersatu b) Terwujudnya kebudayaan nasional yang merupakan perpaduan harmonis-alamiah dari kebudayaan daerah yang dapat dikembangkan sebagai jati diri bangsa. c) Terwujudnya sistem hukum nasional yang mampu mengakomodasikan dan mengakar kepada nilai hukum adat yang berlaku dan berkembang di masyarakat Indonesia yang diabadikan untuk kepentingan bangsa dan negara. 4) Kehidupan Pertahanan Keamanan Kehidupan pertahanan dan keamanan diarahkan untuk menumbuhkembangkan kesadaran cinta tanah air dan bangsa pada setiap diri warga negara yang selanjutnya akan menumbuhkembangkan jiwa dan semangat bela negara. 264 Geopolitik Dan Wawasan Nusantara C. Wawasan Nusantara dalam RPJP dan RPJM 1. Wawasan Nusantara dalam RPJP Pembangunan wilayah dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP), dirumuskan pada bagian IV.1.7, yakni Mewujudkan Indonesia menjadi Negara Kepulauan yang Mandiri, Maju, Kuat, dan Berbasis Kepentingan Nasional, yang menggariskan sebagian berikut : Bahwa pembangunan kelautan pada masa yang akan datang diarahkan pada pembangunan berkelanjutan berdasarkan pengelolaan sumber daya laut berbasiskan ekosistem, yang meliputi aspek-aspek sumber daya manusia dan kelembagaan, politik, ekonomi, lingkungan hidup, sosial budaya, pertahanan keamanan, dan teknologi, dengan budaya sebagai berikut : a. Membangkitkan wawasan dan budaya bahari, antara lain melalui : 1) Pendidikan dan penyadaran masyarakat tentang kelautan yang dapat diwujudkan melalui semua jalur, jenis dan jenjang pendidikan, 2) Melestarikan nilai-nilai budaya serta wawasan bahari serta merevitalisasi hukum adat dan kearifan lokal di bidang kelautan, 3) Melindungi dan mensosialisasikan peninggalan budaya bahwa air melalui usaha preservasi, restorasi, dan konservasi. b. Meningkatkan dan menguatkan peran sumber daya manusia di bidang kelautan yang diwujudkan antara lain 1) Mendorong jasa pendidikan dan pelatihan yang berkualitas bi bidang kelautan untuk bidang-bidang keunggulan yang diimbangi dengan ketersediaan lapangan kerja, 265 Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi; Membina Karakter... 2) Mengembangkan standar kompetensi sumber daya manusia di bidang kelautan. Selain itu, perlu dilakukan peningkatan dan penguatan peranan ilmu pengetahuan dan teknologi, riset, dan pengembangan sistem informasi kelautan, c. Menetapkan wilayah Negara Indonesia, aset-aset dan halhal terkait di dalamnya, termasuk kewajiban-kewajiban yang telah digariskan oleh Hukum Laut Internasional, dengan kewajiban antara lain : 1) Menyelesaikan hak dan kewajiban dalam mengelola sumber daya kelautan berdasarkan ketentuan UNCLOS, 2) Menyelesaikan penataan batas maritim seperti landas kontinen dan ZEE, 3) Menyelesaikan batas landas kontinen di luar 200mil, 4) Menyampaikan laporan data geografis sumber daya kelautan kepada PBB, 5) Membangun sistem hukum dan tata pemerintahan yang mendukung kearah Indonesia sebagai negara kepulauan, serta mengembangkan sistem koordinasi, perencanaan, monitoring dan evaluasi, d. Melakukan upaya pengamanan wilayah kedaulatan yurisdiksi dan aset Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang meliputi : 1) Peningkatan kinerja pertahanan dan keamanan secara terpadu di wilayah perbatasan, 2) Mengembangkan sistem monitoring, kontrol dan penjagaan (surveillance) sebagai instrumen pengamanan sumber daya, lingkungan, dan wilayah kelautan, 3) Optimalisasi pelaksanaan pengamanan wilayah perbatasan dan pulau-pulau kecil terdepan, 266 Geopolitik Dan Wawasan Nusantara 4) Peningkatan koordinasi keamanan dan penanganan pelanggaran di laut. e.Mengembangkan industri kelautan secara sinergis, optimal, dan berkelanjutan yang meliputi : 1) Perhubungan laut 2) Industri maritim 3) Perikanan 4) Wisata bahari 5) Energi dan sumber daya mineral 6) Bangunan laut dan jasa kelautan f. Mengurangi dampak bencana pesisir dan pencemaran laut, dilakukan melalui : 1) Pengembangan sistem mitigasi bencana 2) Pengembangan peringatan dini 3) Pengembangan perencanaan sistem tanggap darurat terhadap tumpahan minyak di laut 4) Pengembangan sistem pengendalian hama laut 5) Pengendalian dampak sisa-sisa bangunan dan aktivitas di laut g. Meningkatkan kesejahteraan kelurga miskin di kawasan pesisir dengan pengembangan ekonomi produktif skala kecil yang mampu memberikan lapangan kerja lebih luas kepada keluarga miskin. 2. Wawasan Nusantara dalam RPJM Perumusan perencanaan dalam RPJP tersebut ditindak lanjuti pada RPJM (2004-2009) yang didahului dengan pertanyaan bahwa : pembangunan Nasional yang selama ini dilakukan telah mampu meningkatkan kualitas hidup dan kesejahteraan masyarakat, namun demikian pembangunan tersebut juga menimbulkan kesenjangan perkembangan antar 267 Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi; Membina Karakter... wilayah. Pada beberapa wilayah ketimpangan pembangunaan telah berakibat lansung munculnya semangat kedaerahan yang pada titik ekstrim diwujudkan dalam gerakan separatisme. Rumusan pembangunan tersebut dimulai dengan permasalahan, sasaran, arah kebijakan, dan program pembangunan. a. Permasalahan : 1) Banyak wilayah-wilayah yang strategis dan cepat tumbuh; 2) Wilayah perbatasan dan terpencil kondisinya masih terkebelakang; 3) Kurang berfungsinya sistem kota-kota nasional dalam pengembangan wilayah; 4) Ketidakseimbangan pertumbuhan antar kota-kota besar metropolitan dengan kota-kota menengah dan kecil; 5) Kesenjangan pembangunan desa dan kota; 6) Rendahnya pemanfaatan Rencana Tata Ruang sebagai acuan koordinasi Pembangunan lintas sektor dan wilayah. b. Sasaran 1) Terwujudnya percepatan pembangunan di wilayahwilayah cepat tumbuh dan strategis, wilayah tertinggal, termasuk wilayah perbatasan dalam suatu sistem wilayah pembangunan ekonomi, yang terintegrasi dan sinergis; 2) Terwujudnya keseimbangan pertumbuhan pembangunan antar kota-kota metropolitan, besar, menengah, dan kecil secara hirarkis dalam suatu sistem pembangunan perkotaan nasional; 3) Terwujudnya percepatan pembangunan kota-kota kecil dan menengah, terutama di luar Pulau Jawa, sehingga diharapkan dapat menjalankan perannya 268 Geopolitik Dan Wawasan Nusantara 4) 5) 6) 7) sebagai motor penggerak pembangunan di wilayahwilayah dalam suatu sistem wilayah pengembangan ekonomi ter masuk dalam melayani kebutuhan masyarakat warga kotanya; Terkendalinya pertumbuhan kota-kota besar dan metropolitan dalam suatu sistem wilayah pembangunan metropolitan, yang kompak, nyaman dan efisien dalam pengelolaan, serta mempertimbangkan pembangunan yang berkelanjutan; Terwujudnya keterkaitan kegiatan ekonomi antar wilayah perkotaan dan pedesaan dalam suatu sistem wilayah pengembangan ekonomi yang saling menguntungkan; Terwujudnya keserasian pemanfaatan dan pengendalian ruang dalam suatu sistem wilayah pengembangunan yang berkelanjutan; Penegakan hukum terhadap hak atas tanah masyarakat dengan prinsip-prinsip keadilan, transparansi, dan demokrasi. c. Arah kebijakan 1) Mendorong percepatan pembangunan dan pertumbuhan wilayah-wilayah strategis dan cepat tumbuh sehingga dapat mengembangkan wilayahwilayah tertinggal di sekitarnya dalam suatu sistem wilayah pengembangan ekonomi, yang sinergis, tanpa mempertimbangkan batas wilayah administrasi, tetapi lebih ditekankan pada pertimbangan mata rantai proses industri dan distribusi; 2) Meningkatkan keberpihakan pemerintah untuk mengembangkan wilayah-wilayah tertinggal dan terpencil sehingga wilayah-wilayah tersebut tumbuh 269 Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi; Membina Karakter... 3) 4) 5) 6) 7) 8) 270 dan berkembang secara lebih cepat dan dapat mengejar ketinggalan pembangunan dengan daerah lain; Mengembangkan wilayah-wilayah perbatasan dengan mengubah arah kebijakan pembangunan yang selama ini berorientasi inward looking menjadi outward looking, sehingga kawasan tersebut dapat dimanfaatkan sebagai pintu gerbang aktivitas ekonomi dan perdagangan dengan Negara tetangga; Menyeimbangkan pembangunan antar kota-kota metropolitan, besar, menengah, dan kecil secara hirarkis dalam suatu sistem pembangunan perkotaan nasional. Hal ini perlu didukung peningkatan aksesibilitas dan mobilitas orang, barang dan jasa antar kota-kota tersebut antara lain dengan peningkatan pembangunan trans Kalimantan dan trans Sulawesi; Meningkatkan percepatan pembangunan kota-kota kecil dan menengah, terutama di luar Jawa, sehingga diharapkan dapat menjalankan fungsinya, sebagai motor penggerak pembangunan wilayah sekitarnya; Mendorong peningkatan keterkaitan kegiatan ekonomi di wilayah perkotaan dengan kegiatan ekonomi di wilayah pedesaan secara sinergis dalam suatu sistem wilayah pengembangan ekonomi; Mengendalikan pertumbuhan kota-kota besar dan metropolitan dalam suatu sistem wilayah pembangunan metropolitan, yang kompak, nyaman, efisien dalam pengelolaan, serta pembangunan berkelanjutan; Mengoperasionalisasikan Rencana Tata Ruang sesuai dengan hirarki perencanaan, sebagai acuan koordinasi dan sinkronisasi pembangunan antar sektor dan antar wilayah; Geopolitik Dan Wawasan Nusantara 9) Merumuskan sistem pengelolaan tanah yang efisien, efektif, serta melaksanakan penegakan hukum terhadap hak atas tanah dengan menerapkan prinsipprinsip keadilan, transparasi, dan demokrasi. d. Pembinaan dan Pembangunan Daerah Frontien Daerah frontien adalah daerah-daerah perbatasan wilayah Indonesia, karena kondisi geografis berada pada wilayah terluar dan keberadaannya banyak terpengaruh oleh pergaulan asing atau negara tetangga. Indonesia yang luas dengan batas wilayah dengan negara tetangga, ada yang berupa daratan, tetapi juga yang berbatasan di wilayah laut. Posisi daerah perbatasan adalah dengan keberadaan sarana dan prasarana yang sangat minim dan terpencil letaknya dari Indonesia. Sementara pada sisi lain sarana prasarana wilayah negara tetangga lebih bagus, sehingga banyak warga Indonesia yang terpengar uh pola kehidupan negara lain. Bahkan ada yang pindah ke wilayah negara tetangga, kemudian menjadi warga negara tersebut. Menyadari banyaknya daerah frontier yang berbatasan dengan negara tetangga, terutama negara tetangga yang lebih maju dan sejahtera, maka pembinaan terhadap daerah frontier perlu dilakukan secara terencana, terukur, terarah dan terpadu antara Pemerintah Pusat, Provinsi maupun Kabupaten/Kota. Kasus Ligitan dan Sipadan adalah contoh hilangnya wilayah Indonesia, karena Indonesia tidak memperhatikan wilayah tersebut dan Malaysia berhasil membina, sehingga warga yang seharusnya merupakan Warga Indonesia lebih senang menjadi Warga Malaysia. Pengaruh sosial, ekonomi, dan budaya akhirnya berdampak pada pengaruh politik dan kesetiaan terhadap negara yang dianggap mampu melindunginya. Belajar dari masalah Ligitan dan Sipadan tentunya Bangsa Indonesia 271 Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi; Membina Karakter... tidak ingian peristiwa tersebut terulang di daerah lain dalam wilayah Indonesia. Untuk itu perlu mengenali karakteristik daerah-daerah frontier sebagai sasaran pembinaan prioritas dan berkesinambungan sesuai dengan tantangan yang ada pada masing-masing daerah frontier. a. Kendala Pembangunan Daerah Frontier Wilayah daerah perbatasan Indonesia, posisinya rata-rata jauh dari pengaruh Pemerintahan Pusat Jakarta. Dengan serba keterbatasan yang ada, maka ditemui berbagai kendala penghambat pembangunan dan pembinaan warga di wilayah perbatasan. Berbagai kendala tersebut pada umumnya adalah : 1) Jumlah penduduk relatif kecil, dengan SDM yang masih rendah, menjadikan daya saing yang rendah, sehingga mudah mendapatkan pengaruh pihak lain, karena sekedar pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari. Hal ini terbukti dengan banyaknya TKI illegal ke Malaysia yang seharusnya tidak perlu terjadi, bila Bangsa Indonesia memiliki SDM yang tinggi, sehingga mampu bersaing tanpa sekedar mengandalkan tenaga fisik belaka; 2) Pelayanan umum yang sangat terbatas. Keterbatasan sarana dan fasilitas umum di wilayah perbatasan yang tidak mencukupi. Namun pada sisi lain negara tetang ga memberikan dengan baik, maka pembinaan mental tanpa ditindaklanjuti langkah kongkret tidak akan mendapat sambutan baik dari warga di daerah frontier; 3) Terbatasnya kelembagaan dan aparat yang bertugas, serta fasilitas yang tidak memadai, menjadikan aparat yang ditugaskan tidak 272 Geopolitik Dan Wawasan Nusantara bekerja secara maksimal, dan menjadikan pelayanan publik tidak efektif. Kondisi ini sedikit banyak berpengaruh terhadap kesetiaan warga setempat terhadap Bangsa dan Negara Indonesia; 4) Penegasan batas wilayah yang demikian luas, belum semua disepakati dengan negara tetang ga, sehing ga masih sering terjadi penggolongan SDA serta usaha swasta yang tidak seluruhnya dapat di atasi dengan hukum positif Indonesia. Keadaan ini juga berdampak pada penataan tata ruang pemberdayaan sumber daya alam yang dapat menimbulkan konflik kepentingan karena batas-batas wilayah yang belum jelas; 5) Keterbatasan sumber dana untuk pembinaan dan pembangunan di wilayah perbatasan, menjadikan kondisi kumulatif yang kurang mendukung upaya pembinaan di daerah frontier. b. Program Pengembangan Wilayah Perbatasan Menyadari akan berbagai kendala dan keadaan yang terjadi di wilayah perbatasan, maka dalam RPJM tahun 2004-2009 telah ditetapkan program pengembangan wilayah perbatasan dengan tujuan sebagai berikut: 1) Menjaga keutuhan NKRI melalui penetapan hak kedaulatan NKRI yang dijamin oleh hukum internasional; 2) Meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat dengan menggali potensi sekonomi, sosial budaya serta keuntungan geografis yang 273 Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi; Membina Karakter... sangat strategis untuk berhubungan dengan Negara tetangga. Untuk mewujudkan tujuan tersebut telah ditetapkan program-program koordinasi Pemerintahan Pusat dan Daerah, yaitu Pemerintahan Pusat akan memfasilitasi pemerintah Daerah adalah : 1) Penguatan pemerintah daerah dalam mempercepat peningkatan kualitas hidup dan kesejahteraan masyarakat melalui : a) Peningkatan pembangunan sarana dan prasarana sosial dan ekonomi b) Peningkatan kapasitas SDM c) Pemberdayaan kapasitas aparatur pemerintahan dan kelembagaan d) Peningkatan mobilitas pendanaan pembangunan. 2) Peningkatan keberpihakan pemerintah dalam pembiayaan pembangunan, terutama untuk pembangunan sarana dan prasarana ekonomi wilayah perbatasan dan pulau-pulau kecil, seperti transportasi, telekomunikasi dan listrik masuk desa; 3) Percepatan pendeklarasian dan penetapan garis pembatasan antar negara dengan tanda-tanda batas yang jelas serta dilindungi oleh hukum internasional; 4) Peningkatan kerja sama masyarakat dalam memelihara lingkungan (hutan) dan mencegah penyelundupan barang, termasuk hasil hutan (illegal logging) dan perdagangan manusia(human trafficking); 274 Geopolitik Dan Wawasan Nusantara 5) Peningkatan kemampuan kerja sama kegiatan ekonomi antar kawasan perbatasan dengan kawasan negara tetangga dalam rangka mewujudkan wilayah perbatasan sebagai pintu gerbang lalu lintas negara; 6) Peningkatan wawasan kebangsaan masyarakat, dan menegakkan supremasi hukum serta aturan per undang-undangan terhadap setiap pelanggaran yang terjadi di wilayah perbatasan. 275 Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi; Membina Karakter... 276 BAB VIII GEOSTRATEGI INDONESIA DAN KETAHANAN NASIONAL A. Geostrategi Indonesia 1. Pengertian Geostrategi Geostrategis berasal dari kata “geo” yang berarti bumi, dan “strategi” diartikan sebagai usaha dengan menggunakan segala kemampuan atau sumber daya, baik SDM maupun SDA, untuk melaksanakan kebijakan yang telah ditetapkan. Dalam kaitannya dengan kehidupan suatu negara, strategi merupakan cara negara untuk menggunakan segala kemampuan SDM dan SDA, demi mewujudkan cita-cita atau tujuan kehidupan bernegara sebagai bangsa yang bermartabat. Bagi bangsa Indonesia, geostrategi tidak lain adalah cara atau strategi yang dilakukan Bangsa Indonesia dalam wilayah Indonesia yang menyeluruh, dengan mengingat kondisi geografis serta menggunakan seluruh potensi SDM dan SDA, guna mempertahankan eksistensi dan kelangsungan hidup bernegara, dan mewujudkan cita-cita dan tujuan nasional bernegara sebagai bangsa yang bermartabat. Karena itu geopolitik dan geostrategi Indonesia merupakan dua konsep yang saling mendukung dengan pembangunan yang menyeluruh di wilayah Nusantara, guna mewujudkan kemakmuran Bangsa Indonesia sebagaimana termuat dalam tujuan dan cita-cita Bangsa Indonesia. Keterkaitan geopolitik dan geostrategi juga dikembangkan oleh Sir Halford Mackinder, yang dikenal sebagai pengembang Wawasan Banua atau konsep kekuatan darat atau geostrategi 277 Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi; Membina Karakter... kontinental. Pada dasarnya teori ini menekankan, barang siapa dapat menguasi “Daerah Jantung” dunia, yaitu Eurasia (Eropa dan Asia), akan dapat menguasai daratan Eropa, Asia serta Afrika, dan pada akhirnya dapat menguasai Dunia. Totalitas pengembangan kedua teori ini tidak ada yang secara parsial atau khusus dilaksanakan dengan murni. Meski teori ini pada awalnya dikembangkan di Eropa daratan dengan Wawasan Benuanya, serta Inggris dengan Wawasan Bahari, keadaan sekarang terdapat kecenderungan untuk menggabungkan kekuasaan tersebut, meski dengan penekanan yang berbeda. 2. Hakekat Geostrategi Indonesia Secara tidak langsung masa Orde Baru Indonesia pernah menekankan pada kekuatan darat, dengan pertimbangan jumlah personil angkatan darat, mencapai 3 sampai 4 kali jumlah personil angkatan udara maupun angkatan laut. Dalam masa Reformasi, keadaan ini direkonstruksi kembali dengan upaya mengembangkan angkatan laut tanpa harus mengurangi potensi angkatan darat. Hal ini dilakukan dengan meningkatkan kekuatan dan peran angkatan laut, mengingat luas wilayah Indonesia terbesar adalah wilayah laut serta SDA di laut yang tidak kalah pentingnya dengan SDA yang ada di wilayah daratan. Konsep geostrategi Indonesia pada hakekatnya, bukan mengembangkan kekuatan untuk penguasaan terhadap wilayah di luar Indonesia atau untuk ekspansi terhadap negara lain, tetapi konsep strategi yang didasarkan pada kondisi metode, atau cara untuk mengembangkan potensi kekuatan nasional yang ditujukan guna pengamanan dan menjaga keutuhan kedaulatan Negara Indonesia dan pembangunan nasional, dari kemungkinan gangguan yang datang dari dalam maupun dari luar negeri. Untuk mewujudkan geostrategi Indonesia akhirnya dirumuskan oleh Bangsa Indonesia dengan konsep Ketahanan Nasional Republik Indonesia. 278 Geostrategi Indonesia Dan Ketahanan Nasional B. Ketahanan Nasional Indonesia 1. Latar Belakang Letak Kepulauan Indonesia yang strategis sejak dulu kala, memberikan kemudahan sarana untuk berperan dalam percaturan hubungan antara bangsa di sekitar Indonesia. Masa kerajaan Sriwijaya atau Majapahit telah diperankan oleh nenek moyang Bangsa Indonesia. Kedatangan bangsa Eropa, yang saling berebut pengaruh mulai Bangsa Arab, India, Cina, Portugis, Spanyol, Belanda, Inggris, dan Jepang menunjukkan bahwa wilayah Nusantara atau Kepulauan Indonesia banyak memberi inspirasi kepada berbagai bangsa di dunia, untuk memperebutkan atau menguasainya. Setelah Indonesia merdeka tanggal 17 Agustus 1945, Belanda yang berhasil dikalahkan Jepang pada awal Perang Dunia Kedua, ingin kembali ke Indonesia, setelah Jepang menyerah kepada Sekutu di bawah kepemimpinan Amerika dan Inggris. Di samping keinginan bangsa lain, untuk memperebutkan pengaruh atau ingin menguasai Indonesia, setelah Indonesia merdeka. Di sisi lain, bukanlah sesuatu yang mudah untuk meyakinkan seluruh Bangsa Indonesia, bahwa negara baru saja diproklamasikan akan mampu mengantar cita-cita dan tujuan perjuangan Bangsa Indonesia. Hal ini terbukti dengan adanya Pemberontakan PKI Madiun 1948, dan pergolakan lain untuk memisahkan diri dari Negara Kesatuan Republik Indonesia, serta bentuk-bentuk pengaruh lain yang tidak mendukung kelestarian NKRI. Contoh akhir-akhir ini adalah munculnya Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dan Organisasi Papua Merdeka (OPM) maupun Negara Islam Indonesia (NII). Gerakangerakan ini menunjukkan bahwa ancaman dari dalam terhadap keutuhan NKRI ternyata masih terjadi fluktuasi, yang sampai saat ini masih saja terjadi. Kenyataan geografis yang strategis serta pengalaman sejarah mulai sebelum dan sesudah Proklamasi 1945, 279 Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi; Membina Karakter... memberikan inspirasi dan aspirasi kepada Bangsa Indonesia untuk membangun ketahanan nasional di masa kini dan masa yang akan datang. Ketangguhan dan keuletan dari SDM Bangsa Indonesia, serta kondisi alamiah dan SDA yang ada, membentuk ketahanan nasional. Dinamika ketahanan nasional dapat dipelajari dari gerak perjuangan Bangsa Indonesia dalam mempertahankan, mengawal negara, mengisi kemerdekaan dengan pembangunan segenap bangsa dan seluruh wilayah Indonesia. Dinamika kehidupan manusia tersebut, tidak selalu berjalan ideal dan har monis dalam pergaulan hidup bermasyarakat, baik dalam lingkup lokal, nasional, maupun dalam pergaulan internasional. Dinamika kehidupan berbangsa dan bernegara ini didasari pada pokok-pokok pikiran dari bangsa Indonesia yang dapat dijelaskan sebagai berikut: a. Manusia Berbudaya Manusia, ter masuk bangsa Indonesia adalah makhluk ciptaan Tuhan yang paling sempurna dengan kelebihan kemampuan jiwa, dan pikirannya, senantiasa berjuang mempertahankan eksistensi, pertumbuhan, serta kelangsungan hidupnya senantiasa selalu mengadakan hubungan-hubungan yang dapat memberikan ketenangan dalam hidup, baik kehidupan individual maupun dalam hidup bermasyarakat, seperti : 1) Hubungan manusia dengan Tuhannya disebut Agama, 2) Hubungan manusia dengan cita-citanya, disebut Ideologi, 3) Hubungan manusia dengan kekuasaan, disebut Politik, 4) Hubungan manusia dengan kebutuhan, disebut Ekonomi, 5) Hubungan manusia dengan sesama manusia, disebut Sosial, 280 Geostrategi Indonesia Dan Ketahanan Nasional 6) Hubungan manusia dengan keindahan, disebut Seni/Budaya, 7) Hubungan manusia dengan pemanfaatan alam, disebut Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, 8) Hubungan manusia dengan rasa aman, disebut Pertahanan dan Keamanan. b. Tujuan Nasional, Falsafah Bangsa, serta Ideologi Negara : Tujuan nasional merupakan acuan pokok pikiran untuk mewujudkan Ketahanan Nasional yang tangguh. Tanpa ketahanan yang tangguh, upaya membangun guna mencapai tujuan nasional menjadi rapuh dan sulit diwujudkannya, dengan perkataan lain dalam situasi tidak aman, sulit bagi suatu negara membangun bangsa dan negaranya. Falsafah dan ideologi Pancasila merupakan dasar keyakinan Bangsa Indonesia bahwa dengan Pancasila Bangsa Indonesia akan mampu melaksanakan pembangunan secara berkelanjutan guna mencapai tujuan atau cita-cita nasional Bangsa Indonesia. 2. Pengertian Ketahanan Nasional Ketahanan Nasional ditinjau secara antropologis mengandung arti kemampuan manusia atau suatu kesatuan kemampuan manusia untuk tetap memperjuangkan kehidupannya. Rumusan ketahanan nasional Indonesia sebagaimana disusun oleh Lemhamnas (Sumarsono, dkk, 2007), adalah kondisi dinamis Bangsa Indonesia yang meliputi segenap aspek, kehidupan nasional yang terintegrasi, berisi keuletan dan ketang guhan yang mengandung kemampuan untuk mengembangkan kekuatan nasional dalam menghadapi dan mengatasi segala ancaman, gangguan, hambatan dan tantangan, 281 Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi; Membina Karakter... baik yang datang dari luar maupun dari dalam untuk menjamim identitas, integritas, kelangsungan hidup bangsa dan negara, serta perjuangan mencapai tujuan nasional. Istilah Ketahanan Nasional pertama di Indonesia disampaikan oleh Presiden Sukarno saat berkunjung di Banda Aceh (Kotaraja) tahun 1958 (Rahayu, 2007), yang menyatakan : “Alangkah besar hati kita menerima, jikalau bangsa ingin menjadi besar dan kuat, bangsa itu harus memenuhi tiga syarat, harus mempunyai tiga ketahanan: nomor satu ketahanan militer, nomor dua ketahanan ekonomi, nomor tiga ketahanan jiwa”. Apa yang dikemukakan Presiden Sukarno tahun 1958, masih relevan dengan kondisi ketahanan nasional yang diharapkan atau pada kondisi perkembangan dunia saat ini, seperti : a. Ketahanan Militer Suatu negara akan mampu, mempertahankan diri dari tekanan militer negara lain, bila suatu negara tersebut disegani atau diperhitungkan oleh negara lain, karena kemampuan militer yang kuat. Negara-negara yang mempunyai kekuatan militer kuat dapat mendikte negaranegara lain, bahkan dengan arogannya tidak menghiraukan resolusi PBB, berbagai alasan pembenaran dilakukan, termasuk melakukan intervensi terhadap suatu negara merdeka. Tindakan Amerika Serikat terhadap Afganistan, dan Irak adalah contoh kongkrit arogansi negara dengan kekuatan militer yang kuat. Minimal bagi negara, meski tidak ada keinginan politik ekspansi, kekuatan militer kuat dalam suatu negara sangat diperlukan, guna mengawal kedaulatan negara. 282 Geostrategi Indonesia Dan Ketahanan Nasional b. Ketahanan Ekonomi Ketahanan ekonomi negara tidak ubahnya ekonomi keluarga. Ketahanan ekonomi yang rapuh menjadikan negara harus menegakkan ekonomi dengan hutang, bahkan tidak sedikit negara donor memaksakan kehendak politiknya kepada negara yang diberikan bantuan. Indonesia pernah merasakan sikap arogansi IMF, bahkan pernah mendapat tekanan dari IMF, yakni memaksa Indonesia untuk menjalankan resep IMF, sehingga banyak menimbulkan kritik dari dalam negeri Indonesia, terkait dengan harga diri serta martabat bangsa yang seharusnya tidak perlu terjadi, bila kita memiliki ketahanan ekonomi yang tangguh. Ketahanan jiwa, kondisi kesadaran bagi seseorang dalam menjaga dan memelihara keteguhan prinsip yang diyakini kebenarannya, siap untuk membela dan mempertahankan terhadap pengaruh dari luar apa pun resiko yang harus dihadapinya. Ketahanan jiwa dalam bernegara adalah kesetiaan dan kebanggan sebagai bangsa Indonesia, yang didukung dengan semangat nasionalisme dan patriotisme, siap sedia membela keutuhan dan kedaulatan Indonesia sampai titik darah penghabisan. Ketahanan jiwa untuk menjaga dan mengawal eksistensi dan cita-cita berbangsa sangat diperlukan sehingga mampu mengatasi ancaman, gangguan, hambatan dan tantangan baik dari dalam negeri maupun dari luar yang dapat melemahkan integritas bangsa dan negara dalam percaturan dunia Internasional. 3. Asas Ketahanan Nasional Ketahanan Nasional adalah tata laku Bangsa Indonesia berdasarkan pada nilai-nilai Pancasila, UUD 1945, serta Wawasan Nusantara, yang tercermin dalam asas-asas Ketahanan Nasional Indonesia, yaitu : 283 Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi; Membina Karakter... a. Asas Kesejahteran dan Keamanan Kesejahteraan dan keamanan mer upakan kebutuhan mendasar dalam kehidupan manusia. Bagi Bangsa Indonesia, gangguan keamanan yang terjadi akan menghambat negara dalam melangsungkan pembangunannya, yang akhirnya dapat berdampak pada terhambatnya usaha mewujudkan kehidupan warga yang sejahtera. Negara yang terganggu dalam pembangunannya, pasti berdampak pada upaya mewujudkan kesejahteraan warganya. Sebaliknya tidak terpenuhinya kebutuhan dasar dari warga pada umumnya dapat dipastikan akan menimbulkan tindakan kriminalitas yang dapat meng gang gu keamanan, ketenangan adan kesejahteraan warga. b. Asas Komprehensif, Integral,Menyeluruh atau Terpadu Sistem kehidupan nasional mencakup seluruh aspek kehidupan bangsa dalam bentuk perwujudan persatuan dan kesatuan serta perpaduan yang seimbang dan selaras pada selur uh aspek kehidupan bernegara. Asas komprehensif, integral, menyeluruh, dan terpadu ini, hendaknya diwujudkan dalam kehidupan riil dan kongkrit, sehingga konsep yang ideal tersebut dapat terealisir dalam kehidupan sehari-hari. Bangsa Indonesia perlu belajar dari krisis multidimensi yang terjadi tahun 1998, karena pemerintah selalu menyampaikan kondisikondisi kehidupan ideal yang serba serasi, harmonis, seimbang, ekonomi Indonesia yang kokoh, ternyata Indonesia paling lama menderita dampak kritis dibanding dengan negara-negara lain di Asia yang terkena krisis yang sama. Konsep-konsep ideal harus dapat diaplikasikan secara kongkrit dalam kehidupan masyarakat. 284 Geostrategi Indonesia Dan Ketahanan Nasional c. Asas Mawas ke dalam dan ke luar Mawas ke dalam bertujuan menumbuh kembangkan hakekat, sifat dan kondisi kehidupan nasional yang didasarkan pada nilai-nilai kemandirian sebagai bangsa yang ulet dan tangguh. Sedang mawas ke luar bertujuan untuk mengantisipasi dan berperan serta mengatasi dampak lingkungan strategis luar negeri, serta menerima kenyataan interaksi dengan dunia internasional. Kehidupan nasional harus mampu memberikan dampak ke luar dalam bentuk antisipasi, serta daya tangkal dan daya tawar, meski yang diutamakan adalah interaksi dalam bentuk kerjasama bilateral atau multilateral yang saling menguntungkan. d. Asas Kekeluargaan Kekeluargaan mengandung makna keadilan, kearifan, kebersamaan dan kesamaan, gotong royong, tenggang rasa, dan bertanggungjawab dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Perbedaan dihargai, tetapi perlu disadari bersama bahwa perbedaan tersebut jangan sampai berkembang ke arah konflik, yang hakekatnya dapat memecah belah persatuan dan kesatuan nasional. Harus disadari perbedaan tersebut diupayakan untuk mencari titik temu, bukan untuk dipertentangkan ke arah konflik, menang kalah, bahkan dengan tindakan represif. Perbedaan sebagai khasanah kekayaan bangsa, harus kita sikapi dalam kerangka mencari solusi terbaik bagi kesatuan bangsa dan negara Indonesia. 4. Konsep Ketahanan Nasional Meski konsep ketahanan yang disampaikan Presiden Sukarno masih relevan sebagai bagian dari konsep ketahanan yang menyeluruh dengan kondisi kehidupan negara sekarang. Konsep Ray Cline (Supriatnoko, 2008; Rahayu, 2007; 285 Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi; Membina Karakter... Sumarsono, dkk, 2007) menyebut 6 gatra yang diperlukan untuk membangun ketahanan suatu bangsa, yaitu : a. Perceived power, kekuatan nasional sebagaimana dipersepsikan oleh negara lain b. Critical mass, yaitu strategi antar potensi penduduk dengan geografi, c. Kemampuan militer d. Kemampuan ekonomi e. Strategi nasional f. Tekad rakyat untuk mewujudkan strategi nasional Dari 6 gatra di atas, maka terdapat 3 gatra yang identik dengan apa yang disampaikan oleh Presiden Sukarno, yaitu kemampuan militer, kemampuan ekonomi dan tekad rakyat. Untuk mewujudkan strategi nasional, tidak lain adalah ketahanan jiwa sebagaimana dimaksud Bung Karno saat itu. Dengan perkembangan teknologi serta kompleksitas permasalahan bangsa dalam hidup bernegara, Lemhanas mengembangkan konsep Ketahanan Nasional yang merumuskan dalam delapan (8) gatra atau astagatra, yang dikelompokkan dalam dua bagian, yaitu trigatra (tiga gatra) dan pancagatra (lima gatra). a. Trigatra Trigatra berisi aspek alamiah, dalam ketahanan nasional Bangsa Indonesia yang mencakup : 1) Letak geografis Negara Indonesia Letak geografis Negara Indonesia, sebagai negara kepulauan yang strategis pada persimpangan jalur Asia-Australia dan Samudera Hindia dan Pasifik, yang dikelompokkan dalam 4 gugusan, yaitu : a) Gugusan Papua dan pulau-pulau kecil di sekitarnya. 286 Geostrategi Indonesia Dan Ketahanan Nasional b) Gugusan Kepulauan Maluku, terdiri dari Halmahera, Tidore, Ternate, Seram Buru dan pulau-pulau sekitarnya. c) Gugusan Kepulauan Sunda Kecil, meliputi Pulau Bali, Lombok, Sumbawa, Flores sampai Alor dan sekitarnya. d) Gugusan Kepulauan Sunda Besar, meliputi Pulau Sumatra, Jawa, Kalimantan, Sulawesi dan pulau-pulau kecil di sekitarnya. Menurut bentang alam geografi Indonesia terdiri dari : a) Dangkalan Sunda, yang meliputi gugusan Kepulauan Sunda Besar dan Kecil dengan laut tidak begitu dalam. b) Dangkalan Sahul yang meliputi gugusan Papua dan Kepulauan Maluku dengan laut yang relatif lebih dalam dibanding Dangkalan Sunda. Dilihat dari flora dan fauna Indonesia dibedakan dalam tiga wilayah : a) Flora dan fauna Indonesia bagian Barat, bercorak benua Asia b) Flora dan fauna Indonesia bagian Timur, dengan corak benua Australia c) Flora dan fauna Indonesia bagian tengah, dengan corak peralihan dengan wilayah meliputi Sulawesi, NTB maupun NTT. Keadaan alamiah Indonesia yang demikian luas pada satu sisi sangat membanggakan, tetapi pada sisi lain perlu dukungan pengamanan yang lebih besar dalam melindungi dengan kedaulatan yang menyeluruh. 287 Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi; Membina Karakter... 2) Keadaan dan kekayaan alam Kekayaan alam merupakan potensi yang mampu mendukung dinamika Ketahanan Nasional. Kekayaan alam seperti tambang adalah kekayaan alam yang tidak dapat diperbarui, sedang kekayaan yang lain adalah kekayaan alam yang dapat diperbarui, sehingga perlu pemanfaatan kekayaan alam yang efisien dan maksimal termasuk untuk kelangsungan generasi baru berikutnya. 3) Keadaan dan kemampuan penduduk Peran penduduk sangat menentukan dalam terwujudnya ketahanan nasional yang tangguh, karena penduduk atau rakyat merupakan faktor dominan, sementara keadaan gatra yang lain sangat tergantung pada kualitas penduduk atau rakyat. Dengan perkataan lain, penduduk adalah unsur yang aktif, sedang gatra lain adalah pasif, tergantung bagaimana penduduk memaksimalkan gatra lain yang pasif tersebut. b. 288 Pancagatra 1) Gatra Ideologi Ideologi Pancasila yang diyakini akan mampu mengantar bangsa Indonesia mewujudkan cita-cita maupun tujuan nasional Bangsa Indonesia. Di samping sebagai ideologi Pancasila juga sebagai pandangan hidup, dasar falsafah, dan dasar negara. Aplikasi dalam kehidupan sehari-hari terhadap nilai-nilai Pancasila sangat tergantung kepada kesadaran Bangsa Indonesia. Bila kesadaran tersebut dipupuk dan dipelihara, diyakini eksistensi Bangsa dan Negara Indonesia dapat dipertahankan dan akan dapat mewujudkan tujuan nasional dari Bangsa Indonesia. Geostrategi Indonesia Dan Ketahanan Nasional Sebaliknya bila kesadaran itu, sekedar permainan katakata dan tidak pernah terwujud dalam perilaku anak bangsa, maka telah melahirkan beberapa kali telah terjadi krisis nasional, mulai dari pemberontakan PKI sampai krisis multidimensi tahun 1998. 2) Gatra Politik Pemerintah dan kebijakan pemerintah hendaknya tetap berpihak pada kepentingan nasional dengan mengutamakan keseimbangan kepentingan kelompok serta individu. Semua harus dilaksanakan secara transparan dan demokratis. Keberpihakan pada kelompok tertentu dan tidak transparan akan mudah menimbulkan gejolak yang tidak menguntungkan dalam mewujudkan kesatuan dan persatuan nasional. Semua ini telah digariskan dalam Pembukaan dan Batang Tubuh UUD 1945 Amandemen, bahwa Indonesia adalah negara hukum dan berdasarkan pada konstitusi. 3) Gatra Ekonomi Pasal 33 UUD 1945 Proklamasi sampai Amandemen, menyebutkan, Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan atas asas kekeluargaan. Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak dikuasi oleh negara. Bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kepentingan rakyat. Amanat UUD 1945 telah jelas menggariskan perekonomian rakyat. Rakyat diberikan hak sama untuk berusaha, dan untuk menikmati kekayaan alam yang terkandung dalam bumi Indonesia. Indonesia 289 Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi; Membina Karakter... mengembangkan sistem ekonomi koperasi, usaha swasta dan perusahaan negara. Pelaku ekonomi sekarang yang dominan adalah perusahaan swasta, sedang koperasi yang diharapkan mampu mewarnai kegiatan ekonomi Indonesia dari waktu ke waktu masih berjalan di tempat, dan tidak mampu bersaing dengan perusahaan swasta. Perusahaan Negara yang diharapkan mampu menjembatani hajat hidup orang banyak, selalu terkendala dalam permodalan, dan kadang-kala hanya menjadi sumber pendanaan dari partai politik, oleh menterinya yang berasal dari partai tertentu. Kalimantan Selatan sebagai produsen batubara terbesar di Indonesia, justru mengalami krisis listrik. Semua ini masih menunjukkan ketimpangan pengelolaan ekonomi nasional. Sebagaimana pada gatra penduduk, kegiatan ekonomi sangat ditentukan oleh SDM. Untuk menggerakkan ekonomi kerakyatan perlu dukungan SDM yang memadai. Dalam era globalisasi ekonomi, Indonesia dituntut terbuka, berarti Indonesia akan menyatu dengan kegiatan ekonomi dunia. Semua ini perlu kerja keras baik pemerintah, atau juga warga Indonesia secara individu maupun skala nasional harus mampu mengejar ketertinggalan dengan bangsa lain. Bila tidak, maka Indonesia dengan kekayaan alam yang melimpah, akan dieksploitasi bangsa lain dan Bangsa Indonesia sebagai penonton atau buruh di negaranya sendiri. Kondisi ini jelas tidak mendukung Ketahanan Nasional yang harus diwujudkan. Ke depan bangsa Indoensia harus mampu bersaing dengan bangsabangsa lain di dunia, sehingga keunggulan sumberdaya alam dapat digunakan secara maksimal untuk kemakmuran bersama seluruh Bangsa Indonesia. 290 Geostrategi Indonesia Dan Ketahanan Nasional 4) Gatra Sosial-Budaya Sebagaimana telah disebut pada pembahasan satu kesatuan sosial-budaya dalam Wawasan Nusantara, maka : a) Bahwa masyarakat Indonesia adalah satu, perikehidupan bangsa harus merupakan kehidupan yang serasi dengan terdapatnya tingkat kemajuan masyarakat yang sama, merata, seimbang serta adanya keselarasan sesuai dengan kemajuan bangsa. Pada hakekatnya sosial adalah pergaulan hidup manusia dalam bermasyarakat, yang memiliki nilai-nilai kebersamaan, senasibsepenanggungan, dan solidaritas sebagai alat pemersatu. Bangsa Indonesia adalah masyarakat Negara Indonesia dengan satu nasib sepenanggungan, serta memiliki cita-cita bersama dalam kesatuan wilayah Indonesia. b) Budaya pada hakekatnya adalah sistem nilai sebagai hasil cipta, rasa, dan karsa manusia. Masyarakat budaya akan membentuk pola budaya, serta fokus budaya. Bahwa budaya Indonesia pada hakekatnya adalah satu, sedang corak ragam budaya yang ada menggambarkan kekayaan budaya bangsa yang menjadi modal dan landasan pengembangan budaya bangsa seluruhnya, yang hasil-hasilnya dapat dinikmati oleh bangsa. 5) Gatra Pertahanan dan Keamanan Pertahanan dan keamanan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) bertujuan untuk menjamin tetap tegaknya NKRI yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, dari segala ancaman, gangguan, hambatan 291 Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi; Membina Karakter... atau juga tantangan baik dari dalam maupun dari luar. Sistem pertahanan dan keamanan diselenggarakan dengan sistem pertahanan rakyat semata, dengan Tentara Nasional Indonesia (TNI) sebagai kekuatan inti, bersama kekuatan cadangan dan dukungan dari seluruh rakyat Indonesia, dengan konsep defensif aktif. Defensif aktif dimaksudkan bahwa bangsa Indonesia tidak akan melakukan intervensi ke wilayah negara lain, dan tidak sekedar menunggu, bila ada negara lain menyerang. Dalam arti Bangsa Indonesia akan aktif menjaga keutuhan wilayah dan kedaulatan Indonesia. 5. Sifat Ketahanan Nasional Ketahanan Nasional memiliki sifat-sifat yang terbentuk dari nilai-nilai mandiri, dinamis, wibawa, serta konsultatif dan kerja sama (Sumarsono, dkk, 2007). Sifat-sifat tersebut adalah sebagai berikut : a. Mandiri Ketahanan Nasional bertumpu pada percaya pada kemampuan dan kekuatan, keuletan serta ketangguhan diri sendiri, yang mengandung prinsip tidak mudah menyerah, sesuai dengan identitas, integritas dan kepribadian bangsa. Kemandirian merupakan prasyarat untuk menjalin kerja sama yang saling menguntungkan. b. Dinamis Ketahanan Nasional tidak bersifat statis, tetapi aktif sesuai dengan situasi dan kondisi bangsa, negara, serta lingkungan strategisnya. Kondisi yang dinamis dilandasi oleh argumentasi bahwa dalam pergaulan internasional kadang sulit diprediksi untuk terjadinya perubahan global. Untuk itu, ketahanan yang dinamis sangat diperlukan 292 Geostrategi Indonesia Dan Ketahanan Nasional dalam pencapaian kehidupan nasional yang lebih baik dengan kedaulatan yang kuat. c. Wibawa Ketahanan terhadap ancaman, gangguan, hambatan dan tantangan akan meningkatkan kemampuan dan kekuatan bangsa. Kemampuan yang lebih, sebagai bangsa yang berdaulat dan bermartabat, dalam mengatasi ancaman, gangguan, hambatan dan tantangan menumbuhkan dan memupuk kewibawaan bangsa Indonesia. d. Konsultasi dan kerjasama Ketahanan Nasional Indonesia tidak mengutamakan sikap konfrontatif dan antagonistis, tetapi lebih mengutamakan sikap konsultatif, kerjasama, serta saling menghargai dengan kemampuan dan kekauatan moral dan kepribadian bangsa. C. Ketahanan Nasional dalam RPJP dan RPJM 1. Ketahanan Nasional dalam RPJP Pembangunan Pertahanan dan Keamanan dalam RPJP, mengamanatkan; Terwujudnya rasa aman dan damai bagi seluruh rakyat serta terjaganya keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dan kedaulatan negara dari ancaman, baik dari dalam negeri maupun dari luar negeri yang ditandai oleh hal-hal berikut : a. Terwujudnya keamanan nasional yang menjamin martabat kemanusiaan, keselamatan warga negara, dan keutuhan wilayah dari ancaman dan gangguan pertahanan dan keamanan, baik dari luar negeri maupun dari dalam negeri, b. TNI yang profesional, komponen cadangan dan pendukung pertahanan yang kuat terutama, bela negara 293 Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi; Membina Karakter... masyarakat dengan dukungan industri pertahanan yang handal. c. Polri yang profesional, partisipasi kuat masyarakat dalam bidang keamanan, intelijen, dan kontra intelijen yang efektif, serta mantapnya koordinasi antara institusi pertahanan dan keamanan. 2. Ketahanan Nasional dalam RPJM a. Permasalahan 1) Belum komprehensifnya kebijakan dan strategi pertahanan 2) Belum mantapnya partisipasi masyarakat (civil society) dalam pembangunan pertahanan. 3) Kurang memadainya sarana dan prasarana, peningkatan profesionalisme serta rendahnya kesejahteraan anggota TNI 4) Rendahnya kondisi dan jumlah alutsita. 5) Embargo senjata oleh negara-negara produsen utama serta rendahnya pemanfaatan industri pertahanan nasional. 6) Belum tercukupinya anggaran pertahanan secara maksimal. 7) Belum optimalnya pendayagunaan potensi masyarakat dalam bela negara. b. Sasaran Sasaran peningkatan kemampuan pertahanan negara dalam waktu 5 tahun mendatang adalah : 1) Tersusunnya rancangan postur pertahanan Indonesia berdasarkan Strategic Defence Review (SDR) dan strategi pertahanan dalam periode 2005-2006 yang disusun sebagai hasil kerjasama civil society dalam militer. 294 Geostrategi Indonesia Dan Ketahanan Nasional 2) Meningkatnya profesionalisme anggota TNI, baik dalam operasi militer untuk perang maupun selain perang. 3) Meningkatkan kesejahteraan prajurit TNI, terutama kecukupan perumahan, pendidikan dasar keluarga prajurit, dan jaminan kesejahteraan akhir tugas. 4) Meningkatnya jumlah dan kondisi peralatan pertahanan ke arah modernisasi alat terutama sistem persenjataan dan kesiapan operasional 5) Meningkatnya penggunaan alutsita produksi dalam negeri dan dapat ditanganinya pemeliharaan alutsita oleh indusrti dalam negeri. 6) Teroptimasinya anggaran pertahanan serta tercukupinya anggaran minimal serta simultan dengan selesainya reposisi bisnis TNI. 7) Terdayagunakannya potensi masyarakat dalam bela negara, sebagai salah satu komponen utama pertahanan negara. c. Arah Kebijakan Sasaran tersebut dicapai dengan arah kebijakan sebagai berikut: 1) Menajamkan dan mensinkronkan kebijakan pertahanan negara. 2) Meningkatkan peranserta masyarakat dan meningkatkan profesionalisme institusi yang terkait dengan pertahanan negara. 3) Meningkatkan kemampuan dan profesionalisme TNI mencakup demensi alutsita, material, personil serta prasarana dan sarana. 295 Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi; Membina Karakter... 4) Meningkatkan kesejahteraan anggota TNI dan pendirian sistem asuransi prajurit. 5) Meningkatkan kemampuan industri pertahanan nasional, dalam hal penyediaan kebutuhan dan perawatan alutsita yang sudah ada. 6) Mengoptimalkan dan meningkatkan anggaran pertahanan menuju rasio kecukupan secara silmultan dengan penataan bisnis TNI. 7) Melakukan permasyarakatan dan pendidikan bela negara secara formal dan informal. d. Program-program Pembanguan Arah kebijakan dalam peningkatan kemampuan pertahanan negara dijabarkan melalui program-program pembangunan antara lain, sebagai berikut : 1) Program pengembangan sistem dan strategi pertahanan Tujuan program ini untuk mewujudkan rumusan kebijakan umum dan kebijakan pelaksanaan serta perencanaan strategis yang meliputi pembinaan dan pendayagunaan komponen pertahanan negara dalam rangka menghadapi ancaman dan gangguan termasuk pencegahan serta penanggulangan separatisme. Kegiatan pokok yang dilakukan adalah : a) Penyusunan Stratgic Defence Review (SDR) strategi daya pertahanan, postur pertahanan kompartemen dan strategis b) Penyusunan manajemen aset sistem pertahanan termasuk alutsita. c) Pengembangan sistem, berupa pembinaan sistem dan metode dalam rangka mendukung tugas pokok organisasi/satuan, pelaksanaan survai tegas batas antar RI dengan PNG, 296 Geostrategi Indonesia Dan Ketahanan Nasional Malaysia dan RDTL, pelaksanaan survai pemetaan darat, laut dan udara serta pengembangan sistem informatika. d) Peningkatan fungsi yang meliputi dukungan kebutuhan yang sesuai fungsi organisasi, teknik tata kerja, tenaga manusia dan peralatan. e) Pengembangan sistem dan strategi nasional yang meliputi sistem politik ekonomi sosial budaya, pertahanan dan keamanan. f) Telaahan/perkiraan/apersepsi strategi nasional, evaluasi, serta monitoring ketahanan nasional dalam di bidang politik, ekonomi, sosial budaya, pertahanan dan keamanan. 2) Program pengembangan pertahanan integratif Tujuan program ini untuk mewujudkan kesiapan TNI yang melingkupi matra darat, laut, dan udara secara terintegrasi agar mampu menyelenggarakan pertahanan negara secara terpadu. Kegiatan pokok yang dilakukan adalah : a) Pengembangan sistem berupa pembinaan sistem dan metode dalam rangka mendukung tugas pokok organisasi/satuan; b) TNI dengan melaksanakan perawatan personil dalam rangka mendukung hak-hak prajurit serta melaksanakan werving prajurit TNI Perwira Prajurit Karir (PK). Perwira Prajurit Sukarela Dinas Pendek (PSDP) Penerbang dan PNS. c) Pengembangan materiil TNI yang meliputi pengadaan/pemeliharaan senjata dan amunisi, kendaraan tempur, alat komunikasi, alat 297 Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi; Membina Karakter... d) e) f) g) 3) pertahanan khusus (alpalsus), alat pertahanan (alpal) darat dan udara. Pengembangan fasilitas berupa pembangunan/ renovasi fasilitas pendukung operasi lembaga pendidikan serta sarana dan prasarana pendukung serta mess, asrama, dan rumah dinas. Penggiatan fungsi yang meliputi dukungan kebutuhan sesuai fungsi organisasi teknik, tata kerja, tenaga manusia dan peralatan. Pelaksanaan kegiatan operasi dan latihan militer integratif dalam upaya membina kekuatan dan kemampuan serta pemeliharaan kesiapan operasional. Pelaksanaan operasi militer selain perang berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku serta kebijakan dan keputusan politik negara. Program pengembangan bela negara Tujuan program ini adalah mewujudkan kesiapan potensi dukungan pertahanan dari masyarakat untuk ditransfor masikan menjadi kesatuan kekuatan komponen pertahanan negara. Kegiatan pokok yang dilakukan adalah : a) Penyusunan berbagai kebijakan pelaksanaan di bidang pembinaan dan pendayagunaan seluruh potensi sumber daya nasional; b) Peningkatan kekuatan kegita komponen pertahanan negara dengan didukung oleh kemampuan SDA/SBD Nasional, dan kemampuan sarana dan prasarana Nasional yang memdai, peningkatan kemampuan sumberdaya manusia guna mendukung pertahanan negara. 298 DAFTAR PUSTAKA Agustinus, Leo. Perihal Ilmu Politik, Graha Ilmu, Yogyakarta: 2007. Affandi, Idrus, dan Suryadi, Karim. Hak Asasi Manusia (HAM), Universitas Terbuka, Jakarta: 2006. Alfian. Pemikiran dan Perubahan Politik Indonesia, PT Gramedia, Jakarta: 1981 Any, Anjar. Siapa Penggali Pancasila, Mayasari, Solo: 1982. Arinanto, Satya. Hak Azasi Manusia dalam Transisi Politik di Indonesia. Pusat Studi Hukum Tata Negara Indonesia, Universitas Indonesia. Jakarta: 2003. Arthur, James and Davies, Ian, ed. Citizenship Education, Volume I, Fundamental Issues, The Nature of Citizenship Education, Sage, London: 2008. Asa Mandiri. Undang-Undang HAM Nomor 39 Tahun 1999, Asa Mandiri,Jakarta: 2006. Asa Mandiri. Undang-Undang RPJP Nasional 2005-2025, Asa Mandiri, Jakarta: 2007. Azra, Azyumardi. Menuju Masyarakat Madani, Remaja Rosdakarya, Jakarta, 1999. Baehr. Peter, dkk. Instrumen Internasional Pokok Hak-Hak Asasi Manusia (Penerjemah: Burhan Tsany dan S. Maimoen), Yayasan Obor Indonesia, Jakarta: 1997. 299 Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi; Membina Karakter... Bambang Yudhoyono, Susilo. Indonesia Unggul, Bhuana Ilmu Populer, Jakarta, 2008. Bedjo. Hubungan Presiden dan MPR Berdasarkan UUD 1945, Skripsi Sarjana Muda IKIP Yogyakarta: 1976. Bedjo dan Zainul Akhyar. Pendidikan Kewarganegaraan, Civic Education Untuk Perguruan Tinggi. Laboratorium Pendidikan Kewarganegaraan FKIP UNLAM. Banjarmasin: 2010. Budiarj o, Miriam. Dasar-dasar Ilmu Politik. Gramedia. Jakarta: 2008. Carole Pateman. Participant and Democratic Theory, Lomdon: 1970. Chamim Asykuri,dkk. Pendidikan Kewarganegaraan (Civic Education), Majelis Pendidikan Tinggi Penelitian dan Pengembangan Pimpinan Pusat Muhamadiyah, Yogyakarta: 2003. Cholisin, Kewarganegaraan, Jakarta, Dirjen Didasmen: 2003. Citra Umbara. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tentang Kewarganegaraan R.I, Citra Umbara, Bandung: 2007. Darmodiharjo, Darji. Aku Warga Negara Indonesia. Balai Pustaka. Jakarta: 1978. Ekowati, Endang, dkk. Pengetahuan Sosial (Materi Pelatihan Terintrgrasi), Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta: 2004. Eriyanto. Kekuasaan Otoriter (Dari Gerakan Penindasan Menuju Politik Hegemoni), Pustaka Pelajar, Yogyakarta: 2000. Fisip UI. Konferensi Warisan Otoritarianisme, Demokrasi dan Tirani Modal. Kampus Fisip UI. Jakarta; Depok, 5-7 Agustus 2008. Hatta. Sekitar Proklamasi 17 Agustus 1945, Tinta Mas, Jakarta: 1969. 300 Daftar Pustaka Hartini, Sri, Negara Hukum. Depdikbud, Jakarta: 2002 Howard, E. Rhod. HAM Penjelajahan Dalih Relativisme Budaya, Jakarta, Temprint: 2000. Kaelan (Editor). Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi, Yogyakarta, Paradigma: 2002. Kaelan. Pendidikan Pancasila, Yogyakarta, Paradigma:2008. Kamal Pasha, Musthafa. Pendidikan Kewarganegaraan (Civics Education), Citra Karsa Mandiri, Jogjakarta: 2002. Kansil. Pancasila dan UUD 1945, Jakarta, Pradnya Paramita: 1977. Kansil. Memahami Pemilihan Umum dan Referendum, Jakarta, Radar Jaya Offet: 1986. Kartodirdjo, Sartono. Sejarah Nasional Indonesia VI, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta: 1975. Karim, Rusli. Peluang dan Hambatan Demokratisi, Jurnal CSIS, Jakarta, Januari-Maret : 1998. Kasim, Ifdhal, Dimensi-Dimensi HAM Mengurai Hak Ekonomi, Sosial, Budaya, Jakarta Raja Grafindo Persada: 2008. Koentjaraningrat. Kebudayaan Mentalitas dan Pembangunan, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta: 2000. Kusnardi, Moh, dan Saragih, Bintan, R. Susunan Pembagian Kekuasaan Menurut Sistem Undang-Undang Dasar 1945, PT Gramedia, Jakarta: 1980. Lemhannas, Kewiraan untuk Mahasiswa, Gramedia, Jakarta: 1996. Lewis, Bernard, et.al. Islam, Liberalisme, Demokrasi, Membangunn Sinerji Warisan Sejarah, Doktrin, dan Konteks Sosial, Paramadina, Jakarta: 2002 301 Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi; Membina Karakter... Mahfud. MD, Moh. Demokrasi dan Konstitusi Indonesia, Studi interaksi Politik dan Kehidupan Ketatanegaraan, Rineka Cipta, Jakarta: 2003. Mali Benyamin Mikhael, Civic Education, Upaya Mengembalikan Episteme Politik, Fidei Press, 2011. Naning, Ramdlon. Cita dan Citra Hak-Hak Azasi Manusia di Indonesia. Lembaga Kriminologi Universitas Indonesia. Jakarta:1983. Naning, Ramdlon. Gatra Ilmu Negara, Yogyakarta, liberty: 1982. Pamuji,S. Perbandingan Pemerintahan, Bina Aksara, Jakarta: 1985. Priyanto, Anang. Negara Hukum, Dirjen Dikdasmen, Jakarta: 2003. Poespoprodjo. Jejak-Jejak Sejarah 1908-1926, Remadja Karaya, Bandung: 1984. Rahayu, Minto. Pendidikan Kewarganegaraan, Grasindo, Jakarta: 2007. Rais Amin. 1998. Membangun Politik Adiluhung. Zaman Wacana Mulia. Bandung. Rousseau, JJ. Du Contract Social (Perjanjian Masyarakat), Visimedia, Jakarta: 2007. Samuel, H. Beer. Modern Political Development, London Hause, Neww York : 1974. Schmandt, J. Henry. Filsafat Politik Kajian Historis dari Zaman Yunani Kuno sampai Zaman Modern. (Terjemahan oleh Baidlowi Ahmad). Pustaka Pelajar. Yogyakarta: 2002. Sekretariat Jenderal MPR RI. Panduan Pemasyarakatan UUD Negara RI Tahun 195 dan TAP MPR RI, Sekjend MPR RI, Jakarta: 2012. Soehino. Ilmu Negara, Liberty, Yogyakarta: 1998. 302 Daftar Pustaka Soetriono dan Rita Hanafie. Filsafat Ilmu dan Metodologi Penelitian, Andi, Yogyakarta: 2007. Somantri, M. Numan. Membahas Pembaharuan Pendidikan IPS, Remaja Rosdakarya, Bandung: 2001. Sriyanti, dkk. Etika Berwarga Negara, Salemba Empat , Jakarta: 2008. Subardi, Konstitusi, Depdikbud, Jakarta: 2001 Suhelmi, Ahmad. Pemikiran Politik Barat. Daril Falah. Jakarta:2000. Sumarsono, dkk. Pendidikan Kewarganegaraan, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta: 2007. Suny Ismail. Pergeseran Kekuasaan Eksekutif, Aksara Baru, Jakarta, 1983. Supriatnoko. Pendidikan Kewarganegaraan, Jakarta, Penaku: 2008. Syahar, Saidus. Pancasila sebagai Paham Kemasyarakatan dan Kenegaraan Indonesia, Bina Ilmu, Bandung: 1977 Syam, Firdaus. Pemikiran Politik Barat, Bumi Aksara. Jakarta: 2007. Syarbaini, Syahrial, Implementasi Pancasila melalui Pendidikan Kewarganegaraan, Graha Ilmu, Yogyakarta: 2010. Tamita Utama. Peraturan Pemerintah tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah 2004-2009, Tamita Utama, Jakarta: 2005. TIM ICCE UIN Jakarta. Pendidikan Kewarganegaraan (Civic Education), Prenada Media, Jakarta: 2003. Tim Instruktur. Modul Bidang Studi Pendidikan Kewarganegaraan, Universitas Lambung Mangkurat, Banjarmasin: 2008. Undang-Undang Pemilu dan Partai Politik 2008, Gradien Mediatama, Yogyakarta: 2008. Winataputra, Udin S. Pendidikan Kewarganegaraan Dalam Prespektif Internasional, Acta Civicus (Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan, 303 Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi; Membina Karakter... Program Studi Pendidikan Kewarganegaraan Pasca Sarjana UPI), Bandung, Oktober: 2007. Winataputra, Udin S dan Budimansyah Dasim. Civic Education (Konteks, Landasan Bahan Ajar dan Kultur Kelas), Pusat Studi Pendidikan Kewarganegaraan Pasca Sarjana UPI, Bandung: 2007. 304 BIODATA PENULIS Dr. H. Sarbaini, M.Pd adalah Lektor Kepala pada Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn) Jurusan Pendidikan IPS FKIP Universitas Lambung Mangkurat (Unlam) di Banjarmasin. Lahir di Banjarmasin, pada tanggal 27 Desember 1959. Penulis menyelesaikan pendidikan S1 (Drs) di Jurusan PMP-KN FKIP Unlam tahun 1984, gelar M.Pd diperoleh di IKIP Bandung tahun 1993, dan gelar Dr diperoleh tahun 2011 di UPI Bandung, keduanya berbasis kajian Pendidikan Nilai. Sejak tahun 1986 menjadi pengajar di Program studi PPKn, pernah menjadi pengajar di mata kuliah Pendidikan Pancasila dan Pendidikan Kewarganegaraan di berbagai PTS Banjarmasin. Aktif juga sebagai pengajar di Pascasarjana Pendidikan IPS Unlam, dan Pascasarjana STIA Banjarmasin. Pelaku sejarah dan pelibat Pusat Studi Kemasyarakatan dan Kebudayaan Lembaga Penelitian Unlam bersama alm Prof.Dr. Noerid H.Radam, Ketua Program Studi PPKn FKIP Unlam (2000-2004). Ketua UPT MKU Unlam (2006sekarang), Tim Pokja PUG Bidang Pendidikan Dinas Pendidikan Kalsel (2007-sekarang), konsultan LPMP (2002-2004), Tim Pokja Peningkatan Mutu Pendidikan dan Tenaga Kependidikan Non Formal (2007-sekarang), Tutor UT UBJJ Banjarmasin (2007sekarang), anggota Forum Peneliti Balitbangda Kalsel (2008305 Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi; Membina Karakter... sekarang), Tim Jaringan Penelitian Balitbangda Kalsel (2002sekarang), dan Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Kalsel (2005sekarang), Assesor Sertifikasi Guru, Penyunting Jurnal Wiramartas, Jurnal Sosial dan Pendidikan IPS (2003-sekarang), Ketua Micro Teaching FKIP UNLAM (2011-2015), Penyunting Pelaksana Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan FKIP UNLAM (2012), Mitra Bestari Jurnal MPI STAIN Palangkaraya (2013), nara sumber berbagai kegiatan seminar, pendidikan dan pelatihan, menulis beberapa artikel di Vidya Karya, Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Wiramartas, dan Jurnal Triwulanan LITBANG. Penulis, ketua tim penyusun, penerjemah dan editor buku; Masalah Hukum dan Politik (editor, 2000), Model Pembelajaran Kognitif Moral, dari Teori ke Implementasi (penulis, 2001), Pembinaan Nilai, Moral dan Karakter Kepatuhan Peserta Didik Terhadap Norma Ketertiban Di Sekolah; Landasan Konseptual, Teori, Juridis dan Empiris (penulis, 2012), dan Model Pembelajaran Berbasis Kognitif Moral, dari Teori ke Aplikasi (penulis, edisi revisi, 2012), Bagaimana Mengajar tentang Nilai-Nilai; Sebuah Pendekatan Analitik (Penerjemah, Juni 2012), Pedoman Pendidikan Karakter “WASAKA” (Waja Sampai Kaputing) UNLAM (Ketua Penyusun, Nopember 2012), Panduan Kurikulum MKU (MPK-MBB) Unlam (Ketua Penyusun, Nopember 2012), Standar Kompetensi Dosen MKU (MPK-MBB) Unlam (Ketua Penyusun, Nopember 2012), Pendidikan Kewarganegaraan untuk Perguruan Tinggi; Membina Warga Negara yang Baik (2013, cetakan ke-1) dan Etika Wasaka Mahasiswa (2013). Drs. Zainul Akhyar, MH adalah dosen dengan jabatan Lektor Kepala pada Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan FKIP Unlam Banjarmasin. Lahir di Barabai, 6 Agustus 1962. Menyelesaikan S1 PMP-Kn (1990), Magister Ilmu Hukum Unlam Banjarmasin (2007). Pernah menjadi Tim Konsultasn BKKBn Propinsi Kalsel (1998), Tim Konsultan Bank 306 Biodata Penulis Dunia untuk pemukiman kembali di Kota Banjarmasin (19972000, 2002), Tim Konsultan Sosial Ekonomi Pembangunan Jalan Lingkar Utara Kota Banjarmasin (2002), Ketua Program Studi PPKn FKIP UNLAM (2003-2010), Assesor PLPG (2003sekarang), Ketua Unit Penjaminan Mutu Fakultas FKIP UNLAM (2011-sekarang). Menulis artikel ilmiah pada jurnal dan seminar di lingkungan Program Studi, Fakultas dan Unlam. Bersama Drs. Bedjo menulis buku Pendidikan Kewarganegaraan, Civic Education untuk PT (2009-2010), bersama Dr. Sarbaini, M.Pd menulis buku Pendidikan Kewarganegaraan untuk PT, Membina Karakter Warganegara yang Baik (2013) 307 Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi; Membina Karakter... 308