DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR CETAKAN KE-1 .......................... iii
KATA PENGANTAR CETAKAN KE-2 .......................... v
DAFTAR ISI ..................................................................... vii
BAB I
KARAKTERISTIK PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN SEBAGAI PENDIDIKAN KARAKTER
BERBANGSA DAN BERNEGARA ................................ 1
A Eksistensi Pendidikan Kewarganegaraan di Indonesia .. 1
B. Pengertian Pendidikan Kewarganegaraan ........................ 5
C. Landasan Pendidikan Kewarganegaraan .......................... 9
D. Visi, Misi, Kompetensi, dan Tujun Pendidikan
Kewarganegaraan ................................................................ 15
E. Materi Pendidikan Kewarganegaraan .............................. 21
BAB II
IDENTITAS NASIONAL .............................................. 25
A. Pengertian Identitas Nasional ........................................... 25
B. Nasionalisme Indonesia ..................................................... 26
C. Unsur-Unsur Pembentuk Nasionalisme .......................... 28
vii
Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi; Membina Karakter...
D. Simbol-Simbol Kenegaraan sebagai
Identitas Nasional ............................................................... 31
E. Pancasila sebagai Identitas Nasional ............................... 35
F. Integrasi Nasional ............................................................... 45
G. Kesadaran terhadap Identitas Nasional sebagai
Pemersatu Bangsa ............................................................... 49
BAB III
NEGARA DAN KONSTITUSI ...................................... 55
A. Eksistensi Negara ............................................................... 55
B. Negara Indonesia ................................................................ 70
C. Konstitusi ............................................................................. 73
D. Konstitusi atau Undang-Undang Dasar di Indonesia ... 82
E. Undang-Undang Dasar 1945 Amandemen ..................... 97
BAB IV
DEMOKRASI DI INDONESIA .................................. 125
A. Istilah dan Definisi Demokrasi ...................................... 125
B. Sejarah Perkembangan Demokrasi ................................ 129
C. Prinsip-Prinsip Demokrasi .............................................. 132
D. Bentuk-Bentuk Demokrasi ............................................. 138
E. Perkembangan Demokrasi di Indonesia........................ 144
F. Demokrasi dan Pemilihan Umum .................................. 159
G. Pembangunan Masyarakat Demokrasi .......................... 169
BAB V
NEGARA HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA .... 175
A. Negara Hukum .................................................................. 175
viii
Daftar Isi
1
2.
3.
4.
Kebutuhan Terhadap Negara Hukum .................... 176
Konsep Negara Hukum .............................................. 178
Indonesia Negara Hukum .......................................... 182
Penegakan Hukum Di Indonesia .............................. 191
B. Istilah dan Pengertian Hak Asasi Manusia ................... 196
C. Sejarah Perkembangan HAM .......................................... 197
D. HAM dan Pelaksanaan Hukum Di Indonesia .............. 203
E. Upaya Penegakan Hukum dan HAM ............................ 223
BAB VI
WARGA NEGARA INDONESIA ................................ 227
A. Istilah dan Pengertian Warga Negara ............................. 227
B. Asas Kewarganegaraan .................................................... 230
C. Warga Negara Indonesia .................................................. 233
BAB VII
GEOPOLITIK DAN WAWASAN NUSANTARA ....... 243
A. Geopolitik Indonesia ........................................................ 243
B. Wawasan Nusantara ......................................................... 252
C. Wawasan Nusantara dalam RPJP dan RPJM ................ 265
BAB VIII
GEOSTRATEGI INDONESIA DAN
KETAHANAN NASIONAL ........................................ 277
A. Geostrategi Indonesia ...................................................... 277
ix
Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi; Membina Karakter...
B. Ketahanan Nasional Indonesia....................................... 279
C. Ketahanan Nasional dalam RPJP dan RPJM ............... 293
DAFTAR PUSTAKA ...................................................... 299
BIODATA PENULIS .................................................... 305
x
BAB I
KARAKTERISTIK PENDIDIKAN
KEWARGANEGARAAN
SEBAGAI PENDIDIKAN KARAKTER
BERBANGSA DAN BERNEGARA
A. Eksistensi Pendidikan Kewarganegaraan di Indonesia
Diundangkannya Undang-Undang No. 2 Tahun 1989 (UU
No.2/1989) tentang sistem Pendidikan Nasional, pasal 39 ayat
(2), mengamanatkan bahwa isi kurikulum setiap jalur dan jenjang
pendidikan wajib memuat Pendidikan Pancasila, Pendidikan
Agama, dan Pendidikan Kewarganegaraan. Pada waktu itu, di
perguruan tinggi, Pendidikan Kewarganegaraan diwujudkan salah
satunya dengan mata kuliah Pendidikan Kewiraan yang
diimplementasikan sejak berlakunya UU No.2/1989 sampai
berakhirnya pemerintahan Orde Baru. Eksistensi Pendidikan
Kewarganegaraan kembali dikuatkan dalam Undang-Undang No.20
Tahun 2003 (UU No.20/2003) yang menggantikan UU No.2/
1989. Pasal 37 ayat (2) UU No.20 Tahun 2003 menyebutkan :
Kurikulum pendidikan tinggi wajib memuat Pendidikan Agama,
Pendidikan Kewarganegaraan, dan Bahasa Indonesia. Namun sejak
terbitnya Undang-undang No.12 Tahun 2012 tentang Perguruan
Tinggi, maka Kurikulum Pendidikan Tinggi wajib memuat
Pendidikan Agama, Pendidikan Pancasila, Pendidikan
Kewarganegaraan dan Bahasa Indonesia.
Meskipun materi Pendidikan Kewiraan didesain berdasarkan
Surat Keputusan Bersama Menteri pertahanan dan Keamanan
dengan Menteri Pendidikan Nasional dan selalu diperbarui dengan
Surat Keputusan Dirjen Perguruan Tinggi Departemen Pendidikan
1
Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi; Membina Karakter...
Nasional, namun dalam era refor masi Pendidikan
Kewarganegaraan yang diimplementasikan dengan Pendidikan
Kewiraan dianggap kurang relevan lagi dengan semangat reformasi
dan demokrasi, sehingga berkembanglah wacana untuk mengkaji
dan meninjau ulang dengan secara seksama, arif, dan bijaksana
terhadap materi Pendidikan Kewiraan di perguruan tinggi. Menurut
Tim ICCE UIN Jakarta (2000), alasan mata kuliah Pendidikan
Kewiraan ditinggalkan, antara lain:
1. Pola pembelajaran yang indoktrinatif dan monologik,
2. Materi ajarnya yang sarat dengan kepentingan ideologi rezim
(Orde Baru),
3. Mengabaikan dimensi afektif dan psikomotor.
Penilaian senada juga diberikan oleh Majelis Dikti Litbang
Muhammadiyah (2003), bahwa kegagalan Pendidikan
Kewarganegaraan yang diimplementasikan dalam Pendidikan
Kewiraan, bersumber pada tiga hal, yaitu:
1. Secara substantif, Pendidikan Kewarganegaraan, Pancasila,
dan Kewiraan tidak terencana dan terarah mencakup materi
dan pembahasan yang terfokus pada pendidikan demokrasi
dan kewargaan. Materi yang pada umumnya berpusat pada
pembahasan yang bersifat idealistik, legalistik, dan normatif,
bahkan cenderung menggunakan perspektif militeristik.
2. Kalaupun ada materi-materi yang ada pada dasarnya
potensial bagi pendidikan demokrasi dan kewargaan,
potensial tersebut tidak bisa berkembang karena pendekatan
dalam pembelajarannya bersifat indoktrinatif, regimentatif,
monologik, dan tidak partisipatif.
3. Materi-materi perkuliahan tersebut lebih teoritis dari pada
praksis. Akibatnya, terdapat kesenjangan yang jelas diantara
teori/wacana yang dibahas dengan realitas sosial politik yang
berlangsung. Bahkan, pada tingkat sekolah atau universitas, kesenjangan itu sering terlihat pula dalam bentuk
2
Karakteristik Pendidikan Kewarganegaraan Sebagai Pendidikan Karakter ...
ototarianisme, feodalisme, dari orang-orang sekolah atau
universitas itu sendiri. Akibatnya bisa dipahami bahwa
sekolah atau universitas gagal membawa peserta didik
mengalami proses demokrasi.
Adanya gelombang reformasi pada akhir tahun 1990-an
memberikan harapan baru bagi perkembangan demokrasi dan
perwujudan masyarakat madani diIndonesia. Dalam membangun
masyarakat yang kokoh dalam masa transisi menuju demokrasi,
maka demokrasi tidak sekedar diperjuangkan, tetapi harus
disemaikan, dibesarkan melalui upaya yang terencana, teratur, dan
terarah pada seluruh lapisan masyarakat, termasuk mahasiswa yang
diharapkan melahirkan pemimpin-pemimpin bangsaIndonesia
mendatang.
Meskipun materi Pendidikan Kewarganegaraan dirancang
oleh Menteri Pertahanan dan Keamanan bersama dengan Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan sejak tahun 1973 sebagai Pendidikan
Bela Negara, dengan diberlakukannya UU No. 2/1989 yang
kemudian Pendidikan Kewiraan dijelmakan sebagai Pendidikan
Kewarganegaraan telah keluar dari semangat dan hakekat
Pendidikan Kewarganegaraan sebagai Pendidikan Nilai,
Pendidikan Moral dan Pendidkan Karakter Demokrasi. Pendidikan
Kewarganegaraan juga mengandung makna sosialisasi, deseminasi,
dan aktualisasi konsep, sistem nilai budaya, serta praktik demokrasi
dan keadaban. Kenyataan Pendidikan Kewarganegaraan tidak bisa
diwariskan begitu saja, tetapi harus diajarkan, disosialisasikan, dan
diaktualisasikan kepada generasi muda melalui pendidikan. Pada
gilirannya pada diri generasi muda, nilai-nilai, moral dan karakter
berbangsa dan bernegara dalam wujud warga negara yang baik (good
citizen) menjadi personalized (mempribadi) dan culturalized
(membudaya)
Agaknya, Pendidikan Kewarganegaraan yang dikembangkan
secara demokratis mendesak dilakukan. Lembaga Penelitian dan
Pengembangan Pendidikan Muhammadiyah (2003), memberikan
3
Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi; Membina Karakter...
wacana, bahwa aktualisasi Pendidikan Kewarganegaraan dapat
mengeliminasi fenomena masalah sosial kenegaraan dalam menuju
demokrasi diIndonesia. Gejala-gejala tersebut adalah sebagai
berikut:
1. Hancurnya nilai-nilai demokrasi dalam masyarakat,
2. Memudarnya kehidupan kewargaan dan nilai-nilai
komunitas,
3. Kemerosotan nilai-nilai toleransi dalam masyarakat,
4. Memudarnya nilai-nilai kejujuran,
5. Melemahnya nilai-nilai dalam keluarga,
6. Praktek kor upsi, kolusi, dan nepotisme dalam
penyelenggaraan pemerintahan,
7. Kerusakan sistem dan kehidupan ekonomi,
8. Pelanggaran terhadap nilai-nilai kebangsaan.
Upaya substitusi mata kuliah Pendidikan Kewiraan menjadi
Pendidikan Kewarganegaraan tidak terlepas dari konteks ikhtiar
kalangan perguruan tinggi untuk menemukan format baru
pedidikan demokrasi di Indonesia yang lebih relevan. Disadari,
bahwa dalam perjalanan sejarah pendidikan bagi anak bangsa,
ikhtiar tentang upaya pembelajaran demokrasi diIndonesia telah
banyak dilakukan, baik dalam peraturan perundang-undangan
maupun praktik pembelajarannya. Sejak Orde Lama di tingkat
perguruan tinggi diIndonesia pernah diajarkan mata kuliah Manipol
USDEK, Pancasila, dan UU 1945 mulai tahun 1960-an, Filsafat
Pancasila pada tahun 1970-an sampai sekarang masih ada beberapa
perguruan tinggi yang mempertahankannya, Pendidikan Kewiraan
sejak akhir tahun 1970-an, dan Pendidikan Kewarganegaraan sejak
tahun 2000-an sebagai implementasi pendidikan demokrasi dan
bela negara di era reformasi sebagaimana ditetapkan dalam
Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 yang menggantikan UU No.
2/1989. Kemudian diperkuat oleh Surat Keputusan Dirjen Dikti
Depdiknas No. 43/DIKTI/Kep/2006 tentang Rambu-rambu
4
Karakteristik Pendidikan Kewarganegaraan Sebagai Pendidikan Karakter ...
Pelaksanaan Kelompok Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian
di Perguruan Tinggi, satu diantaranya adalah Pendidikan
Kewarganengaraan dengan tujuan membentuk peserta didik
menjadi manusia yang memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah
air, serta kebanggaan sebagai bangsa Indonesia. Pendidikan
Kewarganegaraan lebih diorientasikan kepada pengembangan
kepribadian baik dalam proses maupun hasil dalam kegiatan
pembelajaran, yang mengarah kepada pembentukan karakter
berbasis nilai-nilai luhur bangsa untuk kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara.
Pendidikan Kewarganegaraan merupakan mata kuliah
pengembangan kepribadian yang sangat dibutuhkan untuk
menguatkan kesadaran bermasyarakat, berbangsa, bernegara untuk
menumbuhkan cinta tanah air, kepekaan sosial, dan keadaban
publik serta membekali mahasiswa menghadapi masalah-masalah
yang mengancam keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia, seperti dampak negatif globalisasi, separatisme, primodialisme,
degradasi moral dan etika.
B. Pengertian Pendidikan Kewarganegaraan
Menurut Henry Randal dalam majalah The Citizen and Civics
(Tim IICE UIN Jakarta. 2003; Soemantri. 2001) Civics dirumuskan
sebagai Ilmu Kewarganegaraan, yang mempelajari/ membicarakan
hubungan manusia dengan manusia dalam perkumpulanperkumpulan terorganisasi.
Istilah lain yang hampir bermakna sama adalah citizenship
(Soemantri. 2001). Civic Education, diartikan sebagai Pendidikan
Kewarganegaraan dan Pendidikan Kewarganegaraan. Kelompok
Azyumardi Azra dengan Tim ICCE UIN (Indonesia For Civic
Education Universitas Islam Negeri Jakarta) mengacu pada arti
pertama, sedang arti yang kedua diikuti oleh Zamroni, Numan
Somantri, Udin S. Winataputra dan Tim CICED (Center Indonesia
5
Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi; Membina Karakter...
for Civic Education) Bandung, yakni Pendidikan Kewarganegaraan bukan
hanya dilakukan dalam pendidikan di Indonesia.
Menurut Udin Saripudin Winataputra (2007) yang diilhami
pemikiran Cohan (1999) membedakan Citizenship Education dengan Civic
Education, bahwa Citizenship Education, mencakup pengalaman belajar
di sekolah dan di luar sekolah, seperti yang terjadi di lingkungan keluarga,
dalam organisasi keagamaan, dalam organisasi kemasyarakatan, dan
dalam media, sedang Civic Education, terbatas pada pendidikan di sekolah
dan dampak pengiring dari berbagai kegiatan yang ada dalam masyarakat.
Dengan demikian cakupan Citizenship Education lebih luas dibanding
dengan Civic Education. Semua ini penting (Winataputra, 2007) bahwa
dalam konteks globalisasi perlu dikembangkan program pendidikan yang
mampu mengakomodasikan semua kecenderungan dari proses
globalisasi. Program pendidikan tersebut perlu diwujudkan dalam bentuk
“… a curriculum geared to the development word citizen who are capable of
dealing with the crises” yakni kurikulum yang diarahkan pada
pengembangan warga dunia yang mampu mengelola krisis”.
Banyak negara memasukkan Pendidikan Kewarganegaraan dalam
bentuk kurikulum pendidikan, dengan pola yang beragam. Seperti
diinventarisasi Lembaga Penelitian dan Pengembangan Pendidikan
Muhammadiyah (2003), beberapa materi Pendidikan Kewarganegaraan
di berbagai Negara seperti Australia, Jepang, Amerika Serikat, serta
pengembangan yang seharusnya di Indonesia: di Australia Pendidikan
Kewarganegaraan diintegrasikan dengan pembelajaran masyarakat,
sejarah, dan geografi. Materi yang diajarkan mencakup:
1. Prinsip, proses, dan nilai demokratis,
2. Proses Pemerintahan Australia,
3. Keahlian dan nilai partisipasi aktif masyarakat.
Di Jepang, menerapkan PKn, masuk pada pendidikan moral atau
agama dan ilmu sosial. Penekanan Pendidikan Kewarganegaraan pada
dua aspek yaitu:
6
Karakteristik Pendidikan Kewarganegaraan Sebagai Pendidikan Karakter ...
1. Struktur masyarakat, pemerintahan nasional, dan ekonomi,
2. Sejarah nasional dan masyarakat demokratis.
Di Thailand Pendidikan Kewarganegaraan mengajarkan
Budhisme sebagai mata pelajaran wajib. Dengan materi utama:
1. Menjadi warga bangsa dan wargadunia yang baik,
2. Menghormati orang lain dan ajaran Budha,
3. Nilai demokratis dengan raja sebagai kepala Negara.
Di Amerika Serikat kurikulum Pendidikan Kewarganegaraan
masuk dalam kurikulum ilmu sosial (social studies) yang diberikan
dalam kurikulum satu tahun ajaran dan pelaksanaannya diserahkan
kepada Negara-negara bagian, dengan materi utama:
1. Produktivitas warga yang sadar haknya sebagai warga
Amerika dan warga dunia,
2. Nilai-nilai dan prinsip demokrasi konstitusional,
3. Mampu mengambil keputusan selaku masyarakat demokratis
dan multikultural di tengah dunia yang saling bergantung.
Terdapat perbedaan titik tekan Pendidikan Kewarganegaraan
di Barat dan Timur dalam basis pengembangan materinya,
Pendidikan Kewarganegaraan di Barat lebih basis pada keilmuan,
khususnya politik, sementara Pendidikan Kewarganegaraan lebih
berbasis pada pendidikan moral atau pendidikan nilai, yang
bersumber pada ajaran agama misal di Jepang, Thailand (Budha)
dan Cina (Konfusius).
Hal demikian diperkuat oleh penyataan Haydon (2005)
bahwa dalam banyak masyarakat Barat terdapat tendensi,
sedikitnya secara retorika, untuk memisahkan dimensi-dimensi
moral dan civic dari pendidikan kewarganegaraan, dan dalam
beberapa kasus mengeluarkan dimensi moral dari diskursus untuk
menyiapkan para warga negara. Di Amerika Serikat, sebagai
contoh, istilah “pendidikan moral” tidak digunakan secara atau
untuk materi yang dibahas, meskipun elemen-elemen darinya
7
Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi; Membina Karakter...
ditemukan dalam proyek-proyek pendidikan sosial yang lain,
seperti pendidikan karakter atau pendidikan nilai-nilai.
Namun demikian, sebagai dialog dan penelitian lintas
masyarakat tentang pendidikan kewarganegaraan yang meningkat
dalam dua dekade terakhir, para sarjana mengidentifikasi
perbedaan-perbedaan dalam penekanan menempatkan dimensi
moral dalam pendidikan kewarganegaraan lintas regional AsiaPasific. Dalam banyak masyarakat penganut Konfusius, Islam dan
Budha, sebagai contoh, menekankan dimensi moral pada
pendidikan kewarganegaraan secara jelas, dan dalam beberapa
kasus, menjadi inti.
Dengan membandingkan berbagai cakupan Civic Education
menurut Azra (2003) sebagai Pendidikan Kewarganegaraan tidak
lain lebih dekat pada pengertian Citizenship Education adalah
pendidikan yang cakupannya lebih luas dari pendidikan demokrasi
dan pendidikan HAM. Pendidikan Kewarganegaraan mencakup
kajian dan pembahasan tentang pemerintahan, konstitusi, lembagalembaga demokrasi rule of law, hak dan kewajiban warga negara,
proses demokrasi partisipasi aktif dan keterlibatan warganegara
dalam masyarakat madani, pengetahuan tentang lembaga-lembaga
dan sistem yang terdapat dalam pemerintahan, warisan politik,
administrasi publik dan sistem hukum, pengetahuan tentang proses
seperti pewarganegaraan aktif, refleksi kritis, penyelidikan dan
kerja sama keadilan sosial, pengertian antar budaya dan kelestarian
lingkungan hidup dan hak asasi manusia dalam pergaulan global
dunia.
Menurut Zamroni (2003), Pendidikan Kewarganegaraan
adalah pendidikan yang bertujuan untuk mempersiapkan warga
masyarakat berpikir kritis dan bertindak demokratis, melalui
aktivitas menanamkan kesadaran kepada generasi baru kesadaran
bahwa demokrasi adalah bentuk kehidupan masyarakat yang paling menjamin hak-hak warga negara. Demokrasi adalah learning
process yang tidak dapat begitu saja meniru dari masyarakat lain.
8
Karakteristik Pendidikan Kewarganegaraan Sebagai Pendidikan Karakter ...
Pendidikan Kewarganegaraan adalah suatu proses yang dilakukan
oleh lembaga pendidikan dimana seseorang mempelajari orientasi
sikap dan perilaku politik sehingga yang bersangkutan memiliki
political knowledge, awareness (kesadaran), attitude, political efficacy
(tanggung jawab) dan political participation serta kemampuan
mengambil keputusan politik secara rasional yang menguntungkan
bagi dirinya juga bagi masyarakat dan bangsa.
Menurut Somantri (2001) setelah membandingkan pemikiran
Mahony dan Jack Allen memberikan batasan Civic Education,
ditandai dengan ciri-ciri sebagai berikut:
1. Civic Education adalah kegiatan yang meliputi seluruh program sekolah,
2. Civic Education meliputi berbagai macam kegiatan mengajar
yang dapat menumbuhkan hidup dan perilaku yang lebih
baik dalam masyarakat demokratis,
3. Civic Education menyangkut pengalaman, kepentingan
masyarakat, pribadi, dan syarat-syarat objektif untuk hidup
bernegara.
C. Landasan Pendidikan Kewarganegaraan
Tugas mewujudkan cita-cita nasional merupakan tantangan
bangsa Indonesia setelah mereka. Dalam perkembangan dan
persaingan global yang semakin kuat, pembangunan Indonesia
perlu didukung manusia profesional, berkualitas dan memiliki
jiwa/ moral kebangsaan dan cinta tanah air. Tokoh pendidikan Ki
Hajar Dewantara (2004) jauh sebelum Indonesia merdeka
menekankan perlunya pendidikan dalam mempersiapkan generasi
bangsa yang berkualitas, yang memiliki perilaku moral kebangsaan,
cinta tanah air, sadar akan hak, kewajiban serta profesional. Apa
yang diharapkan dan diwariskan Ki Hajar Dewantara dalam sikap
cinta tanah air salah satunya diupayakan dengan Pendidikan
Kewarganegaraan, yang merupakan bagian integral dalam
9
Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi; Membina Karakter...
membangun sumber daya bangsa, dengan mempertimbangkan
landasan filosofi, teori, historis, sosiologis, dan yuridis.
Menurut Ki Hajar Dewantoro (2004), setiap pemimpin harus
mampu memberikan keteladanan, memberikan motivasi serta
mendorong kreativitas dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa
dan bernegara, dengan prinsip: Ing ngarso sung tulodo, ing madyo, mangun
karso, dan tut wuri handayani. Prinsip yang mengandung makna
filosofis mulia yang luhur bagi seorang yang menekuni pendidikan
di Indonesia bukan lagi sesuatu yang asing, meski dalam
penerapannya masih perlu diperjuangkan. Kita sering kurang dapat
menghargai karya bangsa sendiri (Koentjaraningrat, 2000), karena
kita merasa lebih modern dan maju bila banyak mengadopsi
pemikiran dari bangsa lain, meski bangsa sendiri mempunyai
gagasan yang tidak kalah baiknya dengan bangsa lain. Karena itu
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (2008) menegaskan
kesadaran budaya unggul bagi bangsa Indonesia, untuk terus
berkarya dengan sungguh-sungguh untuk menciptakan prestasi dan
menghormati prestasi bangsa sendiri yang mungkin dapat lebih
baik dari bangsa lain. Dalam hal ini kita tidak berarti tidak mau
menghargai bangsa lain. Kita perlu menempatkan posisi yang
berimbang bila bangsa Indonesia dan bangsa-bangsa lain
menganalisis sesuatu hendaknya kita berikan porsi yang sama. Bila
sesuatu itu menyangkut Indonesia tentu analisis bangsa Indonesia
akan lebih teliti, bilamana tingkat kepakarannya sama-sama tidak
diragukan lagi. Bangsa Indonesia memiliki tokoh-tokoh kepakaran
yang cukup dikenal di dalam maupun di luar. Menjadi kewajiban
kita semua untuk mengembangkan dasar-dasar pemikiran yang
telah dirintis oleh putra-putra terbaik bangsa, dalam persaingan
global dengan hasil pemikiran bangsa-bangsa lain.
Konsep pendidikan yang menghendaki perilaku guru harus
menjadi teladan oleh para siswanya baik dalam lingkungan sekolah
maupun dalam bermasyarakat, tidak kita temukan dalam konsep
pendidikan Barat. Artinya pemikiran Ki Hajar memiliki kelebihan
10
Karakteristik Pendidikan Kewarganegaraan Sebagai Pendidikan Karakter ...
di samping peran guru sebagai motivator, serta fasilitator,
sebagaimana konsep penting peran guru sekarang seperti disebut
dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), sebagai
terobosan untuk globalisasi pemikiran Ki Hajar jauh mendahului
konsep tersebut, tetapi tidak pernah ada pengakuan dalam KTSP
bahwa Ki Hajar telah merumuskannya jauh sebelum Indonesia
merdeka. Dalam tingkat kehidupan berbangsa dan bernegara, Ki
Hajar yang menanamkan pentingnya konsep kebangsaan dan
nasionalisme adalah sikap yang perlu ditumbuh kembangkan dalam
mempersiapkan bangsa untuk merdeka dan konsep kebangsaan
dan nasionalisme ini tetap relevan dalam kehidupan Negara Indonesia sekarang, dimana praktik KKN masih mewarnai perilaku
para pemimpin Negara, baik tingkat pusat maupun di tingkat
daerah.
Perjuangan Ki Hajar yang diawali dari gerakan politik praktis
menuntut Indonesia merdeka, dengan menggeser perjuangan
melalui pendidikan sepulang pengasingannya dari negeri Belanda,
bukan suatu langkah pemikiran mundur, tetapi merupakan langkah
strategis bahwa pendidikan suatu bangsa sangat penting demi
kemajuan bangsa yang akan mampu membuka wawasan lebih luas,
memilih alternatif dalam menentukan arah pembangunan yang
lebih baik. Bahkan perkembangan modern sekarang pendidikan
merupakan salah satu indicator maju tidaknya suatu bangsa dan
Negara. Konsep filosofis prinsip pendidikan Ki Hajar juga relevan
dengan prinsip landasan Pendidikan Kewrganegaraan, seperti:
semangat untuk menjadi teladan, kreatif, serta harus memiliki
motivasi yang kuat dalam belajar dan membangun Negara, dan
bangsa yang dilandasi semangat kebangsaan atau nasionalisme
Indonesia.
1. Landasan Filosofis
Membangun semangat kebangsaan dalam mengisi
kemerdekaan dalam segala aspek bukannya sesuatu yang instan,
karena memerlukan kesadaran sikap hidup warga Negara yang
11
Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi; Membina Karakter...
menghargai nilai demokrasi, kemanusiaan, keadilan, cinta tanah
air, kesadaran hukum dan kesadaran dan kemampuan bela
Negara. Kesadaran akan nilai-nilai tersebut harus disemai,
ditanam, dan dipupuk, dibesarkan secara terencana, terarah
kepada seluruh anak bangsa, agar menjadi warga Negara yang
cerdas dalam menghadapi zamannya dan persaingan global.
Dasar ontologi (Hakikat keberadaan). Eksistensi negara
bergantung pada komitmen warganya, oleh karena itu eksistensi
sebuah negara mutlak memerlukan kesadaran untuk membela
(cinta dan bangga) terhadap tanah air secara beradab.
Dasar Epistemologi (dasar keilmuan): Pengetahuan dan
pendekatan ilmiah terhadap masalah kenegaraan secara
substansial (mendasar) sangat penting untuk diberikan di level
perguruan tinggi, sehingga pendekatannya tidak semata-mata
deskriptif, tetapi sekligus sampai ke tahap esensial.
Aksiologi (filsafat nilai): Negara sangatlah bernilai karena
manusia hidup pasti memerlukan Negara. Aksiologi berusaha
membangun kesadaran tentang nilai pentingnya memiliki negara
yang merdeka, berdaulat dan bermartabat melalui pemelajaran
PKn.
2. Landasan Teoritis
Aktivitas pendidikan yang seharusnya dengan empat pilar
pendidikan learning to do (peserta didik harus mampu berbuat
sesuatu). Learning to know (mampu membangun pengetahuan
dengan lingkungan), learning to be (mampu berinteraksi dengan
sesama manusia) dan learning to life together (memahami
kehidupan pluralistik). Dalam pendidikan di Indonesia,
pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan
dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang
bermartabat, dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa,
bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar
menjadi manusia beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang
12
Karakteristik Pendidikan Kewarganegaraan Sebagai Pendidikan Karakter ...
Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif,
mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta
bertanggung jawab. Pendidikan Kewarganegaraan dimaksudkan
untuk membentuk peserta didik untuk menjadi manusia yang
memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air.
3. Landasan Historis
Bila kita urut kebelakang Bangsa Indonesia yang tinggal
dalam territorial wilayah Indonesia sekarang dalam perjalanan
sejarah memiliki proses pasang surut. Bangsa Indonesia pernah
menjadi bangsa besar dan mampu bersaing dengan bangsa lain
yang maju dalam zamannya. Namun tidak dapat dipungkiri
bangsa Indonesia sempat terpuruk dalam penguasaan dan
penjajahan bangsa lain. Tindakan penjajah membangkitkan
semangat perjuangan dan menjadikan Bangsa Indonesia
mendapatkan kembali kemerdekaannya. Dalam mengisi
kemerdekaan dengan pembangunan Bangsa Indonesia telah
beberapa kali mengalami gangguan baik dari dalam seperti
perebutan kekuasaan antar partai politik sampain dengan
pemberontakan PKI tahun 1948 dan 1965, serta gangguan dari
luar saat merebut Irian Barat, konfrontasi dengan Malaysia
bahkan baru-baru ini kita Bangsa Indonesia kehilangan wilayah
territorial Ligitan dan Sipadan. Untuk itu perlu adanya
pendidikan karakter bangsa, moralitas bangsa dalam kehidupan
demokrasi yang seimbang dalam tanggung jawabnya termasuk
didalam pembelaan negara demi terjaga dan terwujudnya
integrasi bangsa.
4. Landasan Sosiologis
Kita menyadari Bangsa Indonesia yang heterogen, dengan
aneka suku, kebudayaan, serta adat yang berbeda. Bhineka Tunggal
Ika memberikan modal tekad kesadaran akan perbedaan yang ada
dapat merupakan potensi kekuatan bangsa yang harus kita jaga
dan kita wujudkan, tetapi juga harus kita sadari perbedaan ini juga
13
Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi; Membina Karakter...
dapat menjadikan sumber kerawanan dalam bentuk SARA
(Kuntjaraningrat, 2000), inilah yang harus kita waspadai dan kita
hindarkan. Arus informasi dan globalisasi dapat berdampak pada
goyahnya komitmen kebangsaan, cinta tanah air, kesadaran dan
kewajiban bela negara dan persatuan nasioanal. Oleh karena itu
keanekaragaman yang ada pada Bangsa Indonesia harus diarahkan
dan dibina dalam meningkatkan kesadaran bersama dalam
kehidupan persatuan dan kesatuan Bangsa Indonesia.
5. Landasan Yuridis
a. Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun
1945 ; khususnya Pasal 27 ayat (3) UUD 1945 Amandemen
menyebutkan, setiap warga negara berhak dan wajib turut
serta dalam upaya pembelaan negara. Pasal 30 ayat (1), Tiaptiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha
pertahan keamanan negara.
b. UU no 3 tahun 2002 tentang Pertahanan Negara pasal 9
ayat 1 dan 2
c. Undang - Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional khususnya Pasal 2, 3, 4 dan 37; beserta
ketentuan perundang-undangan turunannya; yang intinya
mewajibkan kurikulum Perguruan tinggi memuat
matakuliah Pendidikan Kewarganegaraan.
d. UU No 12 tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi, salah
satu pasalnya juga memuat tentang wajibnya kurikulum
Perguruan Tinggi memuat matakuliah Pendidikan
Kewarganegaraan.
e. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19
Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan
khusunya Pasal 6, 7, 8, dan 9;
f. Surat Keputusan Dirjen Dikti Depdiknas No. 43/
DIKTI/Kep/2006 tentang Rambu-rambu Pelaksanaan
Kelompok Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian di
14
Karakteristik Pendidikan Kewarganegaraan Sebagai Pendidikan Karakter ...
Perguruan Tinggi, satu diantaranya adalah Pendidikan
Kewarganegaraan.
D. Visi, Misi, Kompetensi, dan Tujuan Pendidikan
Kewarganegaraan
Berdasarkan keputusan Dirjen Dikti No.43/DIKTI/Kep/
2006 ditetapkan visi, misi dan kompetensi Pendidikan
Kewarganegaraan untuk perguruan tinggi yang telah dirumuskan
sebagai berikut:
1. Visi
Visi Pendidikan Kewarganegaraan sebagai sumber nilai
dan pedoman dalam mengembangkan dan menyelenggarakan
program studi, guna mengantarkan mahasiswa menetapkan
kepribadiannya sebagai manusia seutuhnya. Hal ini didasarkan
suatu realitas yang dihadapi, bahwa mahasiswa adalah sebagai
generasi bangsa yang harus memiliki visi intelektual, relegius,
berkeadaban, kemanusiaan, cinta tanah air dan bangsanya
2. Misi
Dalam mewujudkan visi, telah ditetapkan misi Pendidikan
Kewarganegaraan di perguruan tinggi adalah untuk membentuk
mahasiswa memantapkan kepribadiannya, agar secara konsisten
mampu mewujudkan nilai-nilai dasar Pancasila, rasa kebangsaan
dan cinta tanah air dalam menguasai, menerapkan dan
mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni dengan
rasa tanggung jawab dan bermoral.
3. Kompetensi yang diharapkan
a. Standar Kompetensi Lulusan:
Menjadi lulusan PT yang berkarakter, memiliki
kesadaran bela Negara dan rasa cinta tanah air yang
dijiwai oleh nilai-nilai Pancasila, Undang Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945, semangat
15
Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi; Membina Karakter...
Bhinneka Tunggal Ika, dan komitmen Negara Kesatuan
Republik Indonesia, dan memiliki sikap jujur,
tangguh,cerdas, serta peduli.
b.
Kompetensi Dasar Lulusan:
Menjadi ilmuwan dan profesional yang memiiki rasa
kebangsaan dan cinta tanah air; demokratis yang
berkeadaban; menjadi warga negara yang memiliki daya
saing; berdisiplin, dan berpartisipasi akitif dalam
membangun kehidupan berdasarkan sistem nilai
Pancaasila.
Keberhasilan pencapaian kompetensi dasar tersebut
akan menumbuhkan sikap mental cerdas, penuh rasa
tanggung jawab, dan akan terlihat pada sikap dan perilaku
sebagaimana tercermin pada indikator sebagai berikut:
a. Beriman dan bertakwa kepada Tuhan yang Maha
Esa,
b. Berbudi pekerti luhur, disiplin pribadi yang mantap
dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara.
c. Sadar akan hak dan kewajiban sebagai warganegara
Indonesia yang didasari pada pemikiran rasional
serta kesadaran yang dinamis, termasuk dalam
kewajiban pembelaan negara.
d. Bersifat profesional, aktif memanfaatkan Iptek dan
seni untuk kepentingan kemanusiaan, bangsa dan
negara.
4 Tujuan Pendidikan Kewarganegaraan
a. Tujuan :
1) Keilmuan
Tujuan Pendidikan Kewarganegaraan dapat dilihat
dari rumusan operasional seperti dirumuskan
16
Karakteristik Pendidikan Kewarganegaraan Sebagai Pendidikan Karakter ...
Winataputra dan Budimansyah (2007) yang didahului
dengan analisis Cogan (1998) dan Kerr (1999) bahwa
Pendidikan Kewarganegaraan atau Citizenship or Civic
Education, secara halus untuk mencakup proses penyiapan
generasi muda untuk mengambil peran dan
tanggungjawabnya sebagai warganegara, dan serta
khusus, peran pendidikan ter masuk di dalamnya
persekolaha n, pengajaran, dan belajar, dalam proses
penyiapan warganegara tersebut.
2)
Perspektif Pendidikan di Indonesia, khususnya sebagai matakuliah
Membentuk manusia Indonesia seutuhnya yang
memiliki kesadaran bela Negara dan rasa cinta tanah air
yang dijiwai oleh nilai-nilai Pancasila, Undang Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, semangat
Bhinneka Tunggal Ika, dan komitmen Negara Kesatuan
Republik Indonesia.
b.
-
Tujuan Khusus
Menganalisis PKn PT,
mengembangkan sikap mendukung identitas
nasional
menampilkan perilaku yang mencerminkan
kesadaran berkonstitusi
Menunjukkan sikap demokratis
memiliki kesadaran persatuan dan kesatuan ;
menunjukkan sikap dan perilaku bela Negara
Mengajukan solusi terhadap usaha penguatan
ketahanan nasional
Mengevaluasi pelaksanaan otonomi daerah dan good
governance.
Menunjukkan sikap partisipatif sebagai warga negara
17
Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi; Membina Karakter...
Partisipasi generasi baru dalam kehidupan berbangsa
dan bernegara atau politik secara alami akan terjadi. Untuk
itu, generasi baru menurut Zamroni (2007), harus memiliki
kualitas dan kemampuan, harus dapat memberikan kepada
generasi baru sesuai dengan kebutuhan perkembangannya,
serta pengenalan problem dan tantangan. Kualitas dan
kemampuan yang diperlukan pada generasi baru, antara
lain sebagai berikut:
a. Memiliki identitas diri termasuk komitmen untuk
mencapai tujuan-tujuan sosial, yang lebih luas dan
komitmen untuk berkelompok secara terorganisir
dalam kehidupan masyarakat,
b. Memiliki kesadaran bahwa kebijakan yang
diputuskan dalam proses politik baik langsung atau
tidak langsung akan mempengaruhi kehidupan
mereka,
c. Memiliki pegetahuan dan kemampuan untuk
memperoleh informasi guna memberikan pedoman
dalam kehidupan social politik, termasuk di
dalamnya memahami demokrasi dan fungsi-fungsi
lembaga yang ada, isu-isu yang penting, dan caracara partisipasi yang efektif,
d. Memiliki keseimbangan antara kepercayaan dan
skeptis atas kehidupan politik yang ada, sehingga
memberikan suatu pemikiran, sikap dan tindakan
tidak asal ikut atau sebaliknya tidak asal berbeda,
melainkan partisipasi yang rasional,
e. Memiliki kebebasan untuk memilih dan mengambil
keputusan,
f. Memiliki kapasitas dan kemauan untuk bersamasama memberikan perbedaan dengan penuh
toleransi,
18
Karakteristik Pendidikan Kewarganegaraan Sebagai Pendidikan Karakter ...
g. Memiliki rasa hormat kepada individu baik dalam
kelompoknya maupun yang berada di luar
kelompok,
h. Memiliki kapasitas dan kemauan untuk bersamasama membicarakan perbedaan dengan penuh
toleransi,
i. Memiliki kemampuan untuk kerja sama dan
bernegosiasi termasuk kemampuan untuk bekerja
dalam suatu tim dan menyajikan secara efektif,
argumentasi yang dimiliki tanpa menghina
pendapat pihak lain,
j. Memiliki kemauan dan kemampuan untuk
mengambil peran kepemimpinan pada saat
diperlukan,
k. Memiliki keyakinan atas kemampuannya untuk
dapat berbuat kebaikan baik secara sendiri-sendiri
mau pun secara bersama-sama, termasuk memiliki
keyakinan bahwa institusi yang ada harus
memberikan respon yang baik terhadap tindakan
yang dilakukan oleh warga masyarakat.
Pembekalan untuk melahirkan kemampuan
tersebut, maka Pendidikan Kewarganegaraan harus dapat
memberikan kepada generasi baru sesuai dengan
kebutuhan perkembangan tersebut antara lain:
a. Memberikan kesempatan generasi baru untuk
melakukan kontak dengan organisasi yang
memperlakukan mereka dengan penuh respek dan
memberikan kesempatan bagi mereka
menyampaikan pandangan-pandangan pribadinya,
b. Memberikan kesempatan bagi generasi baru untuk
merefleksikan tentang makna pengalaman yang
19
Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi; Membina Karakter...
diperoleh dalam ber masyarakat untuk
menunjukkan identitasnya, pribadi dan politiknya,
c. Mendidik generasi baru untuk kontak dengan
media massa dengan mendorong mereka untuk
membaca dan mengamati selaku konsumen yang
kritis,
d. Memberikan kesempatan bagi generasi baru untuk
mengkomunikasikan pandangan-pandangan
politiknya dan ekspresi budaya kelompoknya
kepada kelompok lebih luas dan melakukan dialog
secara konstruktif,
e. Mengembangkan Pendidikan Kewarganegaraan di
pendidikan for mal yang dapat memberikan
pengalaman hidup dalam kehidupan masyarakat
yang demokratis, sehingga peserta didik:
1) Memiliki pengetahuan tentang sistem politik dan
ekonomi,
2) Memahami dan menyadari nilai-nilai masyarakat
demokratis,
3) Mampu mendiskusikan issue-issue yang
kontroversial,
4) Mampu menemukan secara personil modelmodel yang tepat yang dapat dijadikan teladan,
5) Memahami kontribusi organisasi-organisasi
dalam masyarakat madani, ter masuk di
dalamnya kelompok advokasi,
6) Memiliki self efikasi yang positif dan mampu
berpartisipasi dalam kehidupan politik.
Untuk mewujudkan usaha seperti tersebut di atas
pada dewasa ini pelaksanaan Pendidikan Kewarganegaraan menghadapi problem, dan tantangan. Problem dan
tantangan antara lain sebagai berikut:
20
Karakteristik Pendidikan Kewarganegaraan Sebagai Pendidikan Karakter ...
a. Politik lebih dipahami sebagai sebuah strategi
mengalahkan lawan untuk memperoleh kedudukan
atau kekuasaan dengan cara-cara Machiavelianistik,
actus homini, dengan wajah kebinatangan, dan nilainilai a moral. Padahal esensi politik adalah ajang
sosialitas untuk mengungkapkan kepedulian dan
solidaritas terhadap rakyat, dunia yang berwajah
manusiawi, tempat individu mengungkapkan
hakikat kemanusiaannya, actus humanus, penuh
makna dengan kegiatan humanisasi dan nilai-nilai
etis.
b. Terdapat kecenderungan kuat di masyarakat untuk
mengekspresikan kebebasan secara berlebihan
sehingga mengarah pada anarkhi,
c. Kepercayaan kepada pejabat politik rendah, atau
bahkan sebagian besar warga masyarakat tidak lagi
percaya pada pejabat pemerintah,
d. Rendahnya atau sebaliknya kemauan politik yang
berlebihan generasi baru untuk mengambil peran
kepemimpinan politik sekarang ini juga,
e. Terdapat bentuk deskriminasi dalam kehidupan
bermasyarakat,
f. Terdapat banyak tindakan kekerasan di kalangan
generasi baru,
g. Masyarakat melihat adanya kecenderungan
penegakan hukum pilih kasih atau terbang pilih.
E. Materi Pendidikan Kewarganegaraan
Dengan terjadinya gerakan reformasi akhir tahun 1990-an
maka Pendidikan Kewarganegaraan untuk perguruan tinggi yang
berintikan materi Pendidikan Bela Negara dalam mata kuliah
Pendidikan Kewiraan mendapat koreksi. Beberapa wacana
dikembangkan dengan mencari format baru tentang muatan untuk
21
Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi; Membina Karakter...
Pendidikan Kewarganegaraan yang memberikan penekanan pada
tanggung jawab sebagai warga negara Indonesia yang sadar akan
hak dan kewajibannya, memahami hakekat kehidupan yang
demokratis, guna menggantikan mata Kuliah Kewiraan yang telah
berlangsung sejak akhir thun 1970-an. Beberapa upaya tersebut
telah dilakukan, antara lain:
1. Hasil studi tim pengembangan Pendidikan Kewargaan UIN
Jakarta (2002), merumuskan materi atau pokok bahasan
dalam Pendidikan Kewargaan untuk perguruan tinggi adalah
sebagai berikut:
a. Pengertian Pendidikan Kewargaan dan Pendidikan
Kewarganegaraan
b. Identitas nasional
c. Negara
d. Kewarganegaraan
e. Konstitusi
f. Demokrasi
g. Otonomi Daerah
h. Good Governence
i. HAM
j. Masyarakat Madani
2. Pendidikan Kewarganegaraan untuk perguruan tinggi di
lingkungan Muhammadiyah sebagaimana yang dikembangkan oleh Majelis Dikti Litbang Muhammadiyah (2003),
mencakup pokok-pokok materi berikut:
a. PKn dan cita-cita masyarakat madani,
b. Tinjauan umum tentang nilai-nilai demokrasi,
c. Pemerintahan yang bersih dan demokratis,
d. Transformasi nilai demokrasi dalam keluarga dan
masyarakat,
e. Membangun identitas nasional,
f. Tata dunia baru dalam globalisasi,
22
Karakteristik Pendidikan Kewarganegaraan Sebagai Pendidikan Karakter ...
g. Ekonomi kerakyatan dan etos ekonomi sebagai basis
kekuatan nasional,
h. Penegakan HAM
3. Materi yang dikembangkan oleh Srijanti, dkk (2008), dalam
bukunya Etika Berwarga Negara Pendidikan Kewarganegaraan di perguruan Tinggi mencakup:
a. Negara dan Sistem Pemerintahan Indonesia,
b. Pancasila dan Implementasinya,
c. Indentitas Nasional,
d. Demokrasi Antara Teori dan pelaksanaannya di Indonesia,
e. Hak dan kewajiban Warga Negara,
f. Konstitusi dan rule of law,
g. Hak Asasi Manusia,
h. Geopolitik (Wawasan Nusantara),
i. Geostrategi (Ketahanan Nasional),
j. Otonomi Daerah,
k. Masyarakat Madani,
l. Good Governence
m. Globalisasi
4. Menurut Dirjen Dikti Departemen Pendidikan Nasional,
melalui keputusan Dirjen Dikti No. 43/DIKTI/Kep/2006,
cakupan materi Pendidikan Kewarganegaraan di perguruan
tinggi meliputi:
a. Filsafat Pancasila
b. Identitas Nasional
c. Demokrasi Indonesia
d. HAM dan rule of law
e. Hak dan Kewajiban warga negara
f. Geopolitika Indonesia
g. Geostrategi Indonesia
23
Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi; Membina Karakter...
Dengan membandingkan materi Pendidikan Kewarganegaraan yang telah disosialisasikan sebagai bahkan referensi di
perguruan tinggi, buku ini dikemas dan dikembangkan dengan
pokok-pokok materi sebagaimana ditetapkan dalam Keputusan
Dirjen Dikti No. 43/Dikti/kep/2006. Penulisan dan pemaparan
materi adalah dalam rangka membina karakter warga negara yang
baik. Oleh karena itu, penyajiannya tidak mengarah pada pola
indoktrinasi, tetapi diarahkan pada pengembangan pemikiran
analisis kritis, demokratis, untuk menumbuhkembangkan rasa
tanggung jawab sebagai warga negara dalam konteks menjaga,
membangun, dan mempertahankan kesatuan dan persatuan NKRI
yang sejahtera dan berkeadilan. Dengan demikian buku ini dapat
memenuhi standar dasar Pendidikan Kewarganegaraan untuk
perguruan tinggi di Indonesia. Susunan pokok-pokok pembahasan
di samping pembahasan sebagaimana telah disebutkan pada bagian
Pendahuluan ini, (Pengertian dan Cakupan Pendidikan
Kewarganegaraan), pokok-pokok bahasan berikutnya, adalah:
a. Karakter Pendidikan Kewarganegaraan sebagai Pendidikan
Karakter Berbangsa dan Bernegara,
b. Identitas Nasional,
c. Negara dan Konstitusi,
d. Demokrasi di Indonesia,
e. Negara Hukum dan Hak Asasi Manusia,
f. Warga Negara,
g. Geopolitik dan Wawasan Nusantara,
h. Geostrategi dan Ketahanan Nasional
i. Otonomi Daerah dan Good Goernance
24
BAB II
IDENTITAS NASIONAL
A. Pengertian Identitas Nasional
Kata identitas berasal dari bahasa Inggris identity yang berarti
ciri-ciri, tanda-tanda, atau jati diri yang melekat pada diri seseorang
atau sesuatu yang membedakan dengan yang lain. Dalam
ter minologi antropologi, identitas adalah sifat khas yang
menerangkan dan sesuai dengan kesadaran diri pribadi, golongan
sendiri, komunitas sendiri atau negara sendiri.
Kata nasional berasal dari kata nation, yang berarti bangsa,
yang telah mengidentifikasikan diri dalam kehidupan bernegara,
dengan perkataan lain nasional sebagai bentuk identitas dari suatu
bangsa yang telah bernegara. Nasional memiliki arti identitas yang
melekat pada kelompok-kelompok yang disatukan oleh kesamaankesamaan fisik seperti budaya, agama, suku, maupun bahasa, juga
dapat berupa kesamaan-kesamaan non fisik, seperti keinginan,
cita-cita, tujuan, atau rasa senasib sepenanggungan, baik dalam
cakupan fisik atau non fisik kelompok itu sendiri.
Identitas nasional tidak terlepas dari rasa nasionalisme yang
berhubungan dengan jati diri bangsa. Nasionalisme adalah sebuah
situasi kejiwaan, yaitu kesetiaan secara total diabdikan langsung
kepada negara. Semangat nasionalisme sering dihadapkan secara
efektif oleh para tokohnya sebagai sarana untuk melakukan
perlawanan terhadap bentuk tekanan atau penindasan dan alat
identifikasi untuk mengetahui siapa kawan siapa lawan. Bagi
bangsa Indonesia, identitas nasional adalah jati diri yang
25
Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi; Membina Karakter...
membentuk bangsa Indonesia, seperti suku bangsa, budaya,
wilayah, persamaan nasib, ataupun persamaan cara pandang ke
depan kehidupan suatu bangsa. Pembentuk jati diri bangsa Indonesia mempunyai karakteristik sendiri, dan berbeda dengan bangsa
lain, seperti bangsa Philipina, Singapura, atau juga Malaysia yang
sama-sama sebagai bangsa yang berada di wilayah Asia Tenggara.
B. Nasionalisme Indonesia
Nasionalisme Indonesia adalah kesadaran dari orang-orang
dan golongan-golongan manusia Indonesia bahwa mereka adalah
satu kesatuan bangsa (nation), baik karena perasaan senasib,
sejarah, watak, tujuan, wilayah, dan berkehendak untuk hidup
bersama dalam satu negara Republik Indonesia sebagai wadah
untuk mewujudkan keadilan, kemakmuran dan kesejahteraan
bersama, berdasarkan kesatuan paham kemasyakatan, kebangsaan
dan kenegaraan Pancasila (Saidus Syahar, 1977)
Pada nasionalisme atau paham kebangsaan Indonesia
tergambar proses sejarah kehidupan bangsa dalam upaya
membebaskan diri dari penjajahan bangsa lain. Proses tumbuhnya
rasa kebangsaan diawali dengan pergerakan Budi Utomo, walaupun
sebenarnya secara tidak langsung diperankan juga oleh Syarikat
Dagang Islam. Dengan berdirinya Budi Utomo dan Syarikat Dagang
Islam (kemudian menjadi Syarikat Islam), kesadaran nasional
dengan semangat menentang kolonialisme Belanda mulai
bermunculan di kalangan pribumi. Menurut Tim ICCIN Jakarta
(2003) secara garis besar perjuangan awal merebut kemerdekaan
terbagi dalam tiga kelompok dalam penerapan konsep nasional.
Ketiga kelompok sepakat perlunya konsep nasionalisme Indonesia merdeka, tapi mereka berbeda dalam menilai atau watak
nasionalisme Indonesia. Ketiga kelompok tersebut adalah paham
ke-Islaman, Marxisme dan Nasionalisme Indonesia. Nasionalisme
ke-Islaman dimotori oleh Sarekat Islam dengan tokoh-tokoh
utamanya seperti H. Samanhudi, H.O.S. Tjokroaminoto, Agus
26
Identitas Nasional
Salim, dan Abdoel Moeis. Kelompok Marxisme yang menyusup
dalam Sarekat Islam membawa perpecahan para tokoh dan dengan
pengaruh Partai Buruh di Belanda yang dibawa Hendrik Sneevilt,
menjadi awal mula berdirinya Partai Komunis Indonesia (PKI) di
Indonesia yakni Semaun dan Darsono, keduanya adalah dua aktivis
SI cabang Semarang. Sementara Nasionalisme Indonesia dipelopori
oleh Soekarno dan M.Hatta.
Dalam perkembangan pejuangan bangsa, Sukarno yang pernah
menjadi murid Tjokroaminoto, mendirikan partai baru yang
dinamakan Partai Nasional Indonesia (PNI) pada tahun 1927.
Didasari oleh semangat persatuan seluruh rakyat Indonesia, unuk
merebut kemerdekaan, PNI berhasil membangun semangat
nasionalisme dengan paham kebangsaan (nasionalisme). Meski
dalam proses perjuangan merebut kemerdekaan sampai pada
keberhasilan Indonesia merdeka banyak kritik terhadap Sukarno,
namun dengan wawasan dan kemampuannya Sukarno berusaha
meyakinkan kepada kelompok lain, bahwa nasionalisme Indonesia bukanlah nasionalis sempit Barat, yang berwatak chauvinisme
dan agresif, tetapi nasionalisme yang penuh dengan nilai-nilai
kemanusiaan, yang dapat bekerja sama dengan kelompok mana
pun baik golongan Islam maupun Marxis kenegaraan.
Proses perjuangan sampai Indonesia merdeka, merupakan
bagian yang tidak terpisahkan dengan eksistensi jati diri bangsa
atau identitas nasional bangsa Indonesia, yang menurut Ngadilah
dkk (2003) merupakan nilai-nilai, norma-norma, dan simbol-simbol
ekspresif yang diakui dan dianut bersama. Nilai, norma, dan
simbol-simbol ekspresif diyakini dan memberikan pembenaran bagi
tindakan masa lalu, menjelaskan perilaku yang sekarang sedang
berlangsung (berproses) untuk dilaksanakan, serta memberikan
pedoman penyeleksian pilihan-pilihan di masa depan.
Sumber-sumber identitas bersama yang kemudian menjadi
identitas nasional berupa nilai-nilai primordial, nilai-nilai sakral,
nilai-nilai personal, serta nilai-nilai sipil.
27
Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi; Membina Karakter...
1. Nilai-nilai primordial menunjukkan keterikatan yang
didasarkan pada hubungan biologis dan tempat. Dalam nilai
primordial, orang-orang dikaitkan satu sama lain atas ikatan
famili dan etnis serta sejarah asal-usul gaya hidup. Mereka
berkomunikasi dengan bahasa yang sama, hidup di daerah
geografi yang sama, akan menganut suatu identitas yang
sama.
2. Nilai-nilai sakral meliputi agama, kepercayaan, maupun
ideologi akan menjadi landasan yang kuat bagi identitas
bersama.
3. Nilai personal memberikan suatu rasa identitas bersama pada
seseorang atau kelompok, yang secara biologis tidak
berhubungan dengan anggota-anggota dari komunitas.
4. Nilai-nilai sipil telah dilaksanakan kepada lembaga politik
yang berlaku adil kepada kelompok yang berbeda.
C. Unsur-unsur Pembentuk Nasionalisme
Identitas nasional Indonesia yang membedakan bangsa Indonesia dengan bangsa lain, terbentuk dari unsur seperti unsur sejarah,
unsur keunggulan unsur kebudayaan, unsur suku bangsa, serta
unsur bahasa dan agama.
1. Unsur Sejarah
Perjuangan demi perjuangan bangsa telah mengukir sejarah
perjuangan bangsa Indonesia, sebagai bangsa pejuang yang
kembali memperoleh kemerdekaannya. Nilai-nilai perjuangan
yang mengkristal menjadikan bangsa Indonesia adalah bangsa
pejuang. Semangat juang ini menjadikan kebanggaan sebagai
identitas nasional yang membedakan dengan bangsa-bangsa lain
di dunia. Kemerdekaan Indonesia adalah hasil perjuangan para
pahlawan yang rela mengorbankan jiwa raganya, bukan
kemerdekaan yang diperoleh dari pemberian bangsa lain yang
merasa telah menguasainya. Perjuangan bangsa Indonesia dalam
mewujudkan dan mempertahankan negara Proklamasi, oleh
28
Identitas Nasional
generasi muda, seperti peristiwa Sumpah Pemuda, peristiwa
Sekitar Proklamasi, seperti Pertempuran Ambarawa,
Pertempuran Surabaya dengan Bung Tomo, atau perlawanan
rakyat Kalimantan Selatan di bawah pimpinan, seperti Pangeran
Antasari, Demang Lehman, Hasan Basry, serta perlawanan
daerah-daerah lain dalam mempertahankan Indonesia dari
serangan Belanda yang ingin berkuasa kembali di Indonesia.
2. Budaya Unggul
Budaya Unggul menurut Susilo Bambang Yudhoyono
(2008) adalah sikap dan keyakinan dasar bahwa masing-masing
dan kita semua dapat melakukannya, suatu hasrat untuk menjadi
yang terbaik, menjadi sikap percaya diri bahwa sebaik apa pun
yang dilakukan orang lain kita dapat melakukan hal tersebut
dengan sama baiknya, bahkan jauh lebih baik.
Sejarah telah membuktikan masyarakat yang merangkul
budaya unggul mengalami ledakan kreativitas yang mengangkat
mereka di atas yang lainnya. Semangat Bhinneka Tunggal Ika
memberikan warna tersendiri bagi bangsa Indonesia. Akal budi,
peradaban dan penguasaan pengetahuan dan teknologi dapat
mewarnai kebanggaan bangsa Indonesia. Bangsa Indonesia
dikenal sebagai bangsa yang berbudi luhur, ramah,
berperadaban tinggi, dan kemampuan penguasaan pengetahuan
dan teknologi yang cukup dapat dibanggakan, banyaknya
peninggalan sejarah menunjukkan suatu keunggulan bangsa
Indonesia dalam masanya. Candi Borobudur, ataupun sebagai
pelaut yang ulung, merupakan bukti-bukti bahwa bangsa Indonesia termasuk salah satu bangsa di dunia yang memiliki
budaya unggul. Ciri budaya unggul harus dibangkitkan kembali,
sehingga bangsa Indonesia mampu bersaing dalam pergaulan
dunia global.
29
Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi; Membina Karakter...
3. Suku Bangsa dan Bahasa
Kondisi sekitar 300 suku bangsa dengan segala
kebhinnekaannya adalah salah satu keunikan yang
membanggakan bagi bangsa Indonesia, karena dengan
kesadaran bersama menyatakan diri sebagai bangsa yang satu,
Bangsa Indonesia yang tinggal dalam satu wilayah kesatuan
Negara Indonesia, serta kesepakatan satu bahasa, Bahasa Indonesia. Semua ini telah diwujudkan sebelum Indonesia
merdeka, yakni dalam Sumpah Pemuda tanggal 28 Oktober
1928, diwujudkan dalam Kemerdekaan Indonesia, dan
dipertahankan keutuhannya dalam perjuangan hidup dan
pembangunan, guna cita-cita bersama oleh bangsa Indonesia.
4. Agama
Bangsa Indonesia yang dikenal religius, dapat menerima
dan hidup berdampingan secara damai antar pemeluk agama
yang berbeda dalam kehidupan bersama yang penuh dengan
nuansa toleransi. Kedatangan berbagai agama di wilayah Indonesia diterima oleh pemeluknya tanpa suatu tindakan
kekerasan. Kebebasan beribadah pun dilakukan dan dihormati
antar umat agama dengan semangat toleransi yang dapat
membanggakan segenap bangsa Indonesia, serta mampu
menjadikan identitas sebagai kehidupan yang pluralistis, jauh
sebelum kehidupan pluralistik menjadi issue internasional.
Kondisi yang cukup membanggakan yang melekat pada
diri setiap bangsa Indonesia perlu dibina terus, sehingga semua
peristiwa penting sejarah serta prestasi bangsa yang
membanggakan dapat mendukung identitas nasional bangsa
tetap lestari. Kita perlu menyadari peringatan dari antropolog
Koentjaraningrat (2000), bahwa kebanggaan kebhinnekaan juga
rawan teradap perpecahan antar suku, agama, ras, dan antar
golongan, yang bila penanganan tidak serius dapat mengancam
perpecahan atau wujud paling ekstrim adalah munculnya
30
Identitas Nasional
gerakan sparatisme daerah. Untuk itu, semangat Sumpah
Pemuda dapat kita renungkan kembali, kita revitalisasi dan
harus menjadikan acuan semua komponen dalam pembangunan
bangsa dan negara, bahwa kita adalah satu bangsa, satu tanah
air dan satu bahasa, yaitu Indonesia, serta kemerdekaan Indonesia adalah kemerdekaan, pembangunan dan hasil-hasilnya
untuk semua bangsa Indonesia tanpa kecuali.
D. Simbol-simbol Kenegaraan sebagai Identitas Nasional
1. Bahasa Indonesia
Bahasa Indonesia diangkat dari Bahasa Melayu, yang
awalnya sebagai bahasa pergaulan bangsa-bangsa rumpun
Melayu, termasuk sebagian bangsa Indonesia terutama yang
hidup – di daerah kota – kota pantai sebagai pusat perdagangan
antar pulau. Bahasa Indonesia yang awalnya dari Bahasa Melayu
ditetapkan sebagai bahasa persatuan bagi Bangsa Indonesia
tanggal 28 Oktober 1928 dalam kongres Pemuda Indonesia
kedua. Penetapan Bahasa Melayu menjadi Bahasa Indonesia
antara lain :
a. Bahasa Melayu telah lama dipergunakan sebagai bahasa
pergaulan di antara suku-suku bangsa di Indonesia.
b. Bahasa Melayu banyak digunakan dalam berbagai prasasti
yang tersebar di berbagai wilayah Indonesia.
c. Bahasa Melayu telah lama digunakan dalam buku-buku
bacaan yang tersebar di wilayah Indonesia.
d. Sifat Bahasa Melayu yang demokratis, sehingga Bahasa
Melayu mudah diterima dan dipelajari di berbagai
kalangan masyarakat pengguna bahasa.
Bahasa Indonesia yang telah diakui sebagai bahasa
pemersatu bangsa Indonesia ditetapkan sebagai bahasa
nasional, Bahasa Indonesia, dalam UUD 1945 pasal 36. Sebagai
bahasa resmi negara, Bahasa Indonesia digunakan dalam
31
Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi; Membina Karakter...
komunikasi kenegaraan, termasuk pengantar dalam dunia
pendidikan, namun demikian keberadaan Bahasa Indonesia
tidak meniadakan bahasa daerah yang ada di Indonesia. Dengan
penetapan Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional, serta
penggunaan Bahasa Indonesia yang demikian meluas sampai
ke wilayah negara lain, maka setiap orang Indonesia yang
berbicara dengan orang asing (luar negeri), maka orang asing
tersebut dengan mudah mengetahui bahwa orang yang sedang
berbicara tersebut adalah orang Indonesia.
2. Bendera Negara
Pasal 35 UUD 1945 menetapkan, Bendera Negara Indonesia adalah Sang Mera Putih. Warna merah putih diabadikan
sebagai bendera negara, karena warna merah putih bagi Indonesia mengandung arti yang penuh makna bagi perjuangan dan
kehidupan Bangsa Indonesia. Warna merah melambangkan sifat
keberanian dari Bangsa Indonesia, sedang warna putih
melambangkan sifat kesucian atau kebenaran. Merah putih
merupakan simbol perbuatan yang berani karena benar. Warna
merah dan putih adalah warna yang berakar pada budaya Indonesia yang biasanya menjadi hiasan dalam bentuk bunga mawar
(merah) dan melati (putih), kuliner bubur merah dan bubur
putih, kue apam merah dan kue apam putih, gambir (merah)
dan kapur (putih) teman sirih untuk menginang.
Bendera dalam pergaulan antar bangsa di dunia
melambangkan kedaulatan suatu negara. Sebagai lambang
kedaulatan suatu negara, maka kombinasi dan pewarnaan
bendera dalam masing-masing negara tidak ada kombinasi dan
komposisi pewarnaan yang sama. Banyak warna dominan sama,
tetapi tata letak warna selalu berbeda. Misalnya warna bendera
Indonesia dan Polandia, kedua negara ini, warna merah putih
merupakan dua perpaduan untuk bendera Indonesia dan
Polandia. Bedanya, bila warna merah untuk bendera Indonesia
32
Identitas Nasional
di bagian atas, warna putih di bagian bawah, berlawanan dengan
bendera Polandia, warna putih di bagian atas dan merah di bagian
bawah. Sebagai identitas nasional dan lambang kedaulatan negara,
maka pengibaran bendera di markas PBB, bendera dari semua negara
anggota PBB dikibarkan berderet dengan tinggi dan luas bendera
yang sama. Pengibaran bendera merah putih pada kapal yang berlayar
di lautan bebas, bendera merah putih tersebut menunjukkan identitas
dan kedaulatan Bangsa Indonesia di perairan internasional.
3. Lagu Kebangsaan
Lagu Indonesia Raya Ciptaan W. R. Supratman, syairnya pernah
dilagukan dalam kongres Pemuda tahun 1928 meskipun dengan
beberapa kata yang disamarkan, setelah Indonesia merdeka katakata mulia yang merupakan syair dinyanyikan tanggal 28 Oktober
1928, digantikan dengan kata-kata merdeka, yang akhirnya
ditetapkan sebagai lagu kebangsaan Indonesia. Penggunaan Lagu
Kebangsaan Indonesia Raya diatur dalam Peratura Pemerintah No.
44/1958. Dalam era Reformasi Lagu Kebangsaan Indonesia Raya
ditegaskan dalam UUD 1945 Amandemen, pasal 36B, yakni Lagu
Kebangsaan adalah Indonesia Raya.
Pada kegiatan kenegaraan Lagu Kebangsaan Indonesia Raya,
dinyanyikan untuk mengiringi pengibaran bendera merah putih, hal
yang sama dilakukan untuk mengiringi pengibaran bendera merah
putih terhadap keberhasilan putra-putri terbaik bangsa Indonesia
pada kegiatan lomba, atau kegiatan olahraga regional, maupun
internasional. Dengan dikumandangkan Lagu Indonesia Raya, baik
dinyanyikan dalam mengiringi bendera Merah Putih atau dinyanyikan
tanpa diiringi pengibaran bendera Merah Putih, saat itulah bangsa
Indonesia menunjukkan eksistensinya bahwa Indonesia hadir dalam
komunitas atau suatu kegiatan yang sedang berlangsung, sekali pun
lagu Indonesia Raya dinyanyikan oleh negara lain.
33
Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi; Membina Karakter...
4. Lambang Negara
Lambang Negara Indonesia adalah Garuda Pancasila.
Penetapan lambang Negara Garuda Pancasila diatur dalam
Peraturan pemerintah No. 66/1951, sedang tata cara Garuda
Pancasila diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 43/ 1958.
Dalam era reformasi sebagaimana lagu Kebangsaan Indonesia
Raya, Garuda Pancasila ditetapkan dalam UUD 1945
Amandemen, sebagai Lambang Negara dengan semboyan
Bhinneka Tunggal Ika. Pasal 36 B, menyebutkan lagu
kebangsaan, yaitu: Lagu Kebangsaan ialah Indonesia Raya.
Lambang burung Garuda pada awalnya diperoleh dari hasil
lomba membuat lambang negara, yang kemudian dimenangkan
oleh Sultan Hamid II dari Pontianak. Menurut beliau, inspirasi
tentang burung garuda diperoleh dari burung elang Sayidina
Ali, sementara gambar perisai di dada garuda adalah gabungan
lambang Ka’bah dan Hijir Ismail.
Garuda Pancasila ditetapkan sebagai lambang negara,
karena bangsa Indonesia memberikan nilai lebih adanya
semangat pantang menyerah, bahwa burung garuda sebagai
burung perkasa mampu terbang jauh dan mengatasi rintangan
alam yang tidak mungkin dilakukan binatang-binatang besar
lain seperti singa ataupun gajah. Keperkasaan burung garuda
dalam menjelajah serta mengatasi rintangan alam merupakan
dasar pemikiran gambar keperkasaan dan kejayaan Indonesia
yang diimpikan seluruh bangsa, untuk dapat mengatasi berbagai
rintangan baik dalam pembangunan nasional maupun dalam
pergaulan global yang mendunia. Dengan diilhami keperkasaan
burung garuda tersebut, Bangsa Indonesia menetapkan Garuda
Pancasila sebagai Lambang Negara. Sebagai Lambang Negara,
Garuda Pancasila pada perisainya juga memuat makna lambang
sila-sila dari Dasar Negara Pancasila, yaitu bintang
melambangkan Ketuhanan Yang Maha Esa, rantai
melambangkan Kemanusiaan yang adil dan beradab, pohon
34
Identitas Nasional
beringin melambangkan Persatuan Indonesia, kepala banteng
melambangkan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah
kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan, padi dan
kapas melambangkan Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Di samping lambang Pancasila, Garuda Pancasila juga
memberikan Lambang Kemerdekaan bangsa Indonesia pada
bulu-bulu Garuda Pancasila yang menunjuk pada jumlah 17,
8, 19, dan 45, sebagai pernyataan Proklamasi bagi Bangsa Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945. Pada kaki Garuda
Pancasila mencengkeram sebuah pita dengan tulisan Bhinneka
Tunggal Ika yang artinya berbeda dalam kesatuan. Maksud
Bhinneka Tunggal Ika adalah Bangsa Indonesia yang terdiri dari
bermacam-macam suku, agama/kepercayaan, maupun budaya,
menyatu dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia, satu
tujuan dengan kemampuan dan keyakinan yang dimiliki serta
semangat pantang menyerah untuk mewujudkan masyarakat
adil makmur berdasarkan Pancasila.
E. Pancasila sebagai Identitas Nasional
Pancasila sebagai dasar falsafah, ideologi, pandangan hidup,
dan dasar Negara republik Indonesia. Pancasila dalam kebulatan
makna tersebut, Pancasila juga merupakan Identitas Nasional
Bangsa Indonesia, yang memberikan cirri khas jati diri bangsa Indonesia dalam pergaulan global yang membedakan keberadaan
bangsa Indonesia dengan bangsa-bangsa lain di dunia. Konsep
Pancasila sebagai Identitas Nasional menurut Supriatnoko (2008)
meliputi hakikat eksistensi manusia, pluralistik, harmoni dan
keselarasan, kekeluargaan dan gotong royong, integralistik,
kerakyatan dan kebangsaan.
1. Konsep Hakekat Eksistensi Manusia
Konsep tentang manusia merupakan konsep pokok untuk
memahami dan mendudukan manusia. Eksistensi manusia juga
35
Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi; Membina Karakter...
tidak terlepas dari eksistensi alam semesta. Oleh karena itu
memahami eksistensi manusia tidak terlepas dengan hakikat
alam semesta, karena manusia merupakan bagian dari eksistensi
alam semesta. Bahwa dalam alam semesta tidak ada satu
fenomena mandiri yang berdiri sendiri terlepas dari fenomena
lain.
Manusia ada sebagai suatu fenomena, selalu dalam relasi
dengan fenomena lain dalam suatu integritas. Relasi tersebut
dalam bentuk interaksi saling memberi dan saling
mempengaruhi antar fenomena, yang dapat melahirkan sesuatu
yang baru. Hakikat manusia adalah kebersamaan dan adanya
saling ketergantungan. Pancasila memberikan arahan bahwa
eksistensi manusia yang dalam hidupnya selalu dalam relasi
dengan Tuhannya, dengan sesama manusia, dengan masyarakat
dan lingkungan dalam kehidupan bernegara dan masyarakat
global di dunia internasional. Eksistensi manusia sebagai
pendukung Pancasila secara ontologis memiliki hal-hal yan
mutlak (Kaelan, 2010), yaitu terdiri dari susunan kodrat (ragajiwa, jasmani-rohani); sifat kodrat (makhluk individu-makhluk
sosial); dan kedudukan kodrat (makhluk pribadi berdiri sendirimakhluk Tuhan YME). Dalam konsep suku Banjar, eksistensi
manusia dilihat dari konsep tiga B (Ba-iman, Ba-untung dan Batuah). Konsep tiga B ini memadukan secara padu susunan
kodrat, sifat kodrat, dan kedudukan kodrat dari kemanusiaan
itu sendiri.
2. Konsep Pluralistik
Pancasila memberikan arahan kehidupan pluralistik, baik
dalam kehidupan beragama, suku bangsa, etnik, budaya,
maupun adat-istiadat, sebagaimana tertulis dalam Lambang
Negara Garuda Pancasila Bhinneka Tunggal Ika. Dengan kata
lain, bahwa keanekaragaman bukan sebagai sumber perpecahan
bangsa, tetapi terikat dalam kesatuan dan persatuan Negara
36
Identitas Nasional
Kesatuan Republik Indonesia. Pandangan pluralistik Pancasila
berbeda dengan pluralistik individualis yang mengagungkan
kepentingan pribadi. Pancasila mendudukkan manusia sebagai
pribadi dengan harkat dan martabat yang sama dan memandang
pluralistik masyarakat Indonesia dalam konsep kebersamaan
dalam satu wadah Negara Kesatuan Indonesia.
3. Konsep Harmoni dalam Keselarasan, Keserasian
dan Keseimbangan
Alam semesta ciptaan Tuhan Yang Maha Kuasa, tertata
dengan keselarasan, keserasian dan keseimbangan untuk tiaptiap kehidupan dan lingkungan dalam yang harmoni yang lestari.
Setiap kehidupan dan lingkungan memiliki fungsi sesuai dengan
kodratnya. Bilamana setiap kehidupan berfungsi sebagaiama
kodratnya, maka ketertiban, keteraturan dan kedamaian akan
terwujud.
Manusia sebagai khalifah di muka bumi merupakan sentral
kehidupan yang mampu menciptakan kebaikan, keharmonisan
dengan keserasian, keselarasan, dan keseimbangan. Manusia
dapat mewujudkan kehidupan yang harmoni, tetapi manusia
dapat meghancurkan kehidupan sesama manusia, termasuk
menghancurkan kehidupan sesama manusia dan lingkungan
hidupnya. Pancasila memberikan arahan untuk terwujudnya
keharmonisan kehidupan manusia dalam hubungannya dengan
sesama manusia, lingkungan dan dengan Tuhannya. Sebaliknya
bila manusia mengembangkan prinsip individualitas semata,
dengan segala kemampuan yang dimilikinya, tanpa
memperhatikan keseimbangan, maka akan melahirkan manusia
tamak, serakah dan rakus yang tidak sejalan dengan arahan
Pancasila, dan dapat menghancurkan kehidupan yang harmonis
serta melahirkan kesenjangan di segala bidang kehidupan.
Kehancuran peradaban juga dapat terjadi dalam perjalanan
hidup manusia, karena pada diri manusia sebagai individu
37
Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi; Membina Karakter...
maupun kelompok telah kehilangan pola pikir harmonis dan
keselarasan, dan dominasi nafsu individu dan kelompok
manusia yang hanya berorientasi pada diri dan kelompoknya
sendiri.
4. Konsep Kekeluargaan dan Gotong-royong
Gotong-royong adalah kegiatan bersama-sama untuk
kepentingan bersama, atau menolong seseorang atau kelompok
guna meringankan beban yang dihadapi seseorang atau
kelompok orang tersebut tanpa imbalan jasa apapun. Prinsip
gotong-royong adalah bekerja sama dan hasilnya diperuntukkan
bagi kehidupan bersama. Kehidupan gotong-royong yang
banyak dilakukan dalam kehidupan pedesaan masyarakat Jawa
sampai sekarang masih dipertahankan keberadaannya
(Koentjaraningrat, 2000).
Bentuk gotong-royong dalam kegiatan umum, atau untuk
kepentingan bersama seperti perbaikan jalan desa, pengairan
sawah, atau perbaikan bendungan dan selokan. Sedangkan
gotong-royong untuk membantu seseorang atau kelompok orang karena seseorang tersebut memang membutuhkan bantuan,
atau karena suatu musibah atau bencana sehingga perlu bantuan
orang lain. Bentuk gotong-royong yang sempat mewarnai berita
nasional baik di media cetak maupun media elektronik seperti
gotong-royong perbaikan rumah di Kabupaten Bantul
Yogyakarta setelah terjadinya gempa bumi beberapa waktu lalu,
bahwa banyak warga membantu atau saling membantu
membangun rumah yang rusak akibat gempa bumi itu.
Nilai gotong-royong juga pernah dijelaskan oleh Sukarno
dalam kehidupan bernegara, bahwa gotong-royong merupakan
esensi dari Pancasila, yang disebutkan gotong-royong adalah
paham dinamis dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara,
lebih dari sekedar kekeluargaan, atau persaudaraan. Gotongroyong menggambarkan satu usaha, satu pekerjaan (satu karya,
38
Identitas Nasional
satu gawe, gawi sabumi, kayuh baimbai, saijaan, rakat-mufakat,
saraba-kawa, ruhui-rahayu).
Dalam gotong-royong semua terlibat dalam kehidupan
bersama, memberikan saham dengan kemampuan masingmasing untuk satu tujuan bersama. Prinsip terkandung dalam
gotong-royong adalah kerja sama, atau membantu untuk tujuan
bersama dalam kehidupan masyarakat kearah lebih baik dalam
suatu tujuan mulia setiap manusia guna terus meningkatkan
kualitas hidupnya. Pentingnya nilai kebersamaan dalam gotongroyong pernah diidolakan oleh Sukarno dalam sidang BPUPKI
1 Juni 1945, bahwa inti kehidupan masyarakat Indonesia yang
didasarkan cita-cita kebersamaan yang tulus dari pola
kebersamaan bekerja oleh semua sesuai dengan kemampuan
dan diperuntukkan bagi kebaikan semua, tidak lain adalah
perwujudan kehidupan gotong royong.
5. Konsep Integralistik
Paham integralistik dalam kehidupan negara berawal dari
gagasan Dr. Supomo yang disampaikan dalam sidang BPUPKI
tanggal 30 Mei 1945, juga tercermin dalam tujuan negara,
bahwa negara melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh
tumpah darah Indonesia dengan berdasar atas persatuan dengan
mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Hal
ini dimaksudkan, negara mengatasi segala paham golongan,
mengatasi paham perorangan, serta menghendaki persatuan
yang meliputi bangsa Indonesia seluruhnya, dimana seluruh
komponen yang terlibat dalam kehidupan masyarakat dalam
berbangsa dan bernegara membentuk suatu kesatuan yang integral. Konsep integralistik menurut Andulkadir Besar
(Supriatnoko, 2008) menyebutkan:
a. Terjadinya hubungan relasi interaksi saling memberi,
saling tergantung antara negara dan rakyat. Hal ini
tercermin dalam tugas-tugas pemerintahan negara, serta
39
Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi; Membina Karakter...
b.
c.
d.
e.
perwujudan hak dan kewajiban warga negara terhadap
negara.
Bersatunya kepentingan negara dan warga negara.
Kedaulatan negara di tangan rakyat, bukan pada individu.
Kebebasan manusia saling relasional.
Keputusan diutamakan dengan musayawarah untuk
mencapai mufakat.
6. Konsep Kerakyatan
Kerakyatan merupakan perwujudan dari kehidupan
demokrasi yakni rakyat sebagai sumber kedaulatan kenegaraan.
Pada sila ke empat disebutkan kerakyatan yang dipimpin oleh
himah kebijksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan.
Sebelum Amandemen UUD 1945, kekuasaan untuk memilih
pelaksana eksekutif dari tingkat kabupaten/kota sampai
presiden diserahkan kepada wakil-wakil rakyat baik melalui
DPRD, DPR, maupun MPR. Setelah Amandemen UUD 1945,
praktik demokrasi didasarkan pada kepentingan bersama, rakyat
memilih wakil-wakil langsung dalam lembaga perwakilan, serta
permusyawaratan, yang akan mengemban tugas pada bidang
legislatif, maupun pengawasan eksekutif, juga memilih Presiden
sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan, memilih
gubernur di tingkat provinsi serta bupati/walikota di tingkat
kabupaten/ kota.
7. Konsep Kebangsaan (Nasional)
Konsep kebangsaan tidak dapat dipisahkan dengan
nasionalisme. Konsep kebangsaan mulai dibicarakan dalam
pergerakan Budi Utomo, kemudian konsep kebangsaan menjadi
semakin jelas dengan terealisasinya Sumpah Pemuda tahun
1928, serta mencapai kenyataan sebagai bangsa yang merdka
pada tanggal 17 Agustus 1945. Tekad mewujudkan kebangsaan
sebagai bangsa merdeka dan bernegara mengandung
40
Identitas Nasional
konsekuensi, bahwa kepentingan bangsa dan negara
didudukkan di atas kepentingan pribadi dan golongan.
Dengan memperhatikan konsep serta makna yang
terkandung dalam Pancasila, maka nilai-nilai sebagaimana yang
menjadi dasar pencapaian tujuan bangsa Indonesia sebagaimana
disebutkan Supriatnoko (2008), mencakup nilai keimanan,
ketaqwaan, keadilan, keberadaan, persatuan dan kesatuan,
mufakat, dan kesejahteraan.
a.
Nilai Keimanan
Keimanan adalah suatu sikap yang menggambarkan
keyakinan adanya kekuatan transidental di luar manusia
yang disebut Tuhan Yang Maha Esa dan Maha Kuasa.
Dengan keimanan manusia yakin bahwa dengan kuasaNya Tuhan menciptakan dan mengatur alam semesta
termasuk manusia. Manusia sebagai makhluk yang paling mulia diwajibkan mengabdi kepada Tuhan Yang Maha
Esa. Bagi bangsa Indonesia nilai keimanan ini diwujudkan
dalam keyakinan agama yang dianut bagi masing-masing
warga negara. Negara memberikan kebebasan warga
negara untuk memilih agama dan kepercayaannya. Tidak
dibenarkan seseorang memaksakan kehendak untuk
mengikuti agama orang lain, juga tidak dibenarkan propaganda anti agama di Indonesia. Penyiaran agama tidak
dibenarkan saling menghina agama lain. Penekanan
keyakinan agama yang dapat menyinggung agama lain
hendaknya dilakukan dalam kelompoknya sendiri, dan
diusahakan dalam lingkup terbatas sehingga tidak
menimbulkan masalah SARA.
b.
Nilai Ketaqwaan
Ketaqwaan merupakan sikap berserah diri, rela dan
ikhlas kepada Tuhan yang Maha Esa yang tercermin pada
perilaku untuk melaksanakan perintah dan menjauhi
41
Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi; Membina Karakter...
segala larangan-Nya, yang didasari keyakinan, bila
melakukannya akan melahirkan petunjuk (rahmat,
karunia, nikmat, kelapangan)), dan bila melanggar, akan
membawa kesesatan (dosa, siksa, azab, kesempitan).
Keimanan dan ketaqwaan adalah dua hal yang saling
mengisi. Seseorang dengan keimanan yang kuat akan
tercermin dalam perilaku taqwa dalam kehidupan seharihari. Ketaqwaan seseorang akan dilaksanakan berdasar
agama atau kepercayaan yang dianutnya. Pancasila
memberikan kebebasan dalam memilih agama, sehingga
ketaqwaan manusia Indonesia sesuai dengan agama dan
kepercayaan yang dianutnya.
c.
Nilai Keadilan
Bangsa Indonesia merumuskan kata keadilan dalam
Pancasila termuat pada sila ke dua dan kelima dari
Pancasila. Keadilan secara umum dapat dirumuskan
sebagai sikap dan perilaku yang mampu menempatkan
diri pada permasalahannya sesuai dengan hak
kewajibannya, sesuai dengan harkat dan martabat secara
proporsional, diselaraskan dengan kedudukan tugas dan
fungsi yang diembannya.
Keadilan pada sila kedua adalah perwujudan
keadilan yang bersifat universal ditujukan kepada
manusia di seluruh dunia, bahwa bangsa Indonesia
merupakan bagian bangsa-bangsa di dunia dengan
kedudukan dan martabat yang sama. Bangsa Indonesia
tidak membeda-bedakan kelompok bangsa, ras, golongan,
agama, adat-istiadat, serta kesetaraan laki-laki dan wanita.
Keadilan sila kedua lebih menunjuk keadilan persamaan
derajat manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan dengan
kedudukan harkat dan martabat yang sama. Nilai keadilan
pada sila kelima adalah perwujudan keadilan bagi bangsa
42
Identitas Nasional
Indonesia, bagaimana negara dapat mewujudkan keadilan
di Indonesia. Di samping tuntutan keadilan umum yang
bersifat universal untuk bangsa Indonesia, keadilan pada
sila kelima juga menuntut secara khusus mewujudkan
keadilan dalam mewujudkan kesejahteraan sosial bagi
Bangsa Indonesia.
d.
Nilai Keberadaban
Keberadaban adalah keadaan yang menggambarkan
setiap komponen dalam kehidupan bersama berpegang
teguh pada peradaban yang mencerminkan nilai luhur
budaya bangsa. Sila kedua Pancasila, Kemanusiaan yang
adil dan beradab, bangsa Indonesia mengakui persamaan
keberadaban manusia di dunia dengan pengakuan
persamaan derajat, harkat, dan martabat sama. Peradaban
menurut Pancasila adalah nilai luhur bangsa Indonesia,
serta nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila
direalisasikan dalam pola pikir, pola sikap, dan pola tindak
dalam kehidupan sehari-hari, baik sebagai individu,
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, baik terhadap
sesama bangsa Indonesia atau sesama manusia sebagai
warga dunia.
e.
Nilai Persatuan dan Kesatuan
Persatuan dan kesatuan adalah keadaan yang
menggambarkan masyarakat majemuk bangsa Indonesia
yang sangat beragam komponen dari suku bangsa, agama,
adat istiadat, kebudayaan, namun dalam keanekaragaman
tersebut mampu membentuk suatu kesatuan yang utuh.
Keanekaragaman setiap komponen dihormati untuk
tumbuh dan berkembang, tetapi semua itu menjadi bagian
integral dalam satu sistem kesatuan bangsa dalam
kehidupan kenegaraan Indonesia. Nilai kesatuan dan
persatuan telah dicita-citakan bangsa Indonesia, sejak
43
Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi; Membina Karakter...
Sumpah Pemuda 1928, diwujudkan dalam Proklamasi
dan tujuan negara, diperjuangkan dan dipertahankan
dalam konsep Wawasan Nusantara dan Ketahanan
Nasional, diajarkan pada generasi muda, termasuk
mahasiswa.
f.
Nilai Mufakat
Mufakat adalah suatu sikap terbuka untuk
menghasilkan suatu kegiatan bersama pada kegiatan
musyawarah. Kesepakatan sebagai hasil mufakat dalam
suatu musyawarah adalah keputusan terbaik dalam
pengambilan keputusan karena keberhasilan dalam
bentuk mufakat dapat menampung semua aspirasi yang
berkembang, sehingga tidak satu pun kelompok atau
golongan tertentu yang merasa dirugikan karena
aspirasinya tidak tertampung dalam kehidupan bersama.
Suatu kesepakatan yang dihasilkan secara mufakat pasti
akan didukung semua komponen yang terlibat, sehingga
dalam pelaksanaannya tidak akan mengalami hambatan
yang berarti.
Dalam kehidupan kenegaraan yang semakin
kompleks serta kelompok kepentingan semakin beragam
perwujudan mufakat untuk membuat peraturan atau
kebijakan nasional sering terjadi pembiasan sehingga sulit
dilakukan dengan mufakat. Upaya jalan keluar untuk
mengambil keputusan yang tidak dapat dilakukan dengan
musyawarah akhirnya ditempuh dengan pemungutan
suara terbanyak. Untuk hal-hal umum biasanya suara
terbanyak setengah lebih plus satu, tetapi pada masalah
khusus yang dianggap mendasar suara mayoritas
disyaratkan lebih banyak dari mayoritas biasa. Misal
perubahan UUD dipersyaratkan mayoritas dua pertiga
dari jumlah anggota MPR harus hadir, dan dua pertiga
yang hadir harus setuju.
44
Identitas Nasional
g.
Nilai Kesejahteraan
Kesejahteraan adalah kondisi yang menggambarkan
terpenuhinya kebutuhan kehidupan individu atau
keluarga dalam pergaulan kehidupan sehari-hari.
Kesejahteraan seseorang atau keluarga sifatnya relatif
namun setidaknya kesejahteraan itu, secara pribadi dapat
dirasakan secara individu yang bersangkutan pada sisi
lain orang lain melihat kehidupan nyata individu atau
keluarga tidak pernah terjadi masalah dalam kehidupan
sehari-hari.
Bagi bangsa dan negara Indonesia kesejahteraan
dimaksudkan terwujudnya kesejahteraan bersama,
sehingga tidak lagi terdapat warga negara Indonesia yang
kekurangan dalam pemenuhan kebutuhan primer dalam
kehidupan sehari-hari. Untuk itu negara berkewajiban
melindungi seluruh bangsa Indonesia serta berusaha
mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, menjamin kemerdekaan penduduk untuk memeluk
agama dan beribadah menurut agama dan mewujudkan
kepercayaan masing-masing. Dalam mewujudkan
kebutuhan sehari-hari negara wajib melindungi fakir
miskin sebagaimana disebut pada pasal 34 UUD 1945,
fakir miskin dan anak terlantar dipelihara oleh negara.
F. Integrasi Nasional
Integrasi berasal dari bahasa Inggris “integration” berarti
kesempurnaan atau keseluruhan. Definisi lain mengenai integrasi
adalah suatu keadaan yang menunjukkan kelompok-kelompok
etnik beradaptasi dan bersikap konformitas (menyesuaikan diri)
terhadap kebudayaan mayoritas masyarakat, namun masih tetap
mempertahankan kebudayaan mereka masing-masing. Pengertian
lain dari integrasi terdiri dari dua pengertian :
45
Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi; Membina Karakter...
1. Pengendalian terhadap konflik dan penyimpangan sosial
dalam suatu sistem sosial tertentu.
2. Membuat suatu keseluruhan dan menyatukan unsur-unsur
tertentu.
Integrasi adalah salah satu gejala sosial yaitu gejala berbentuk
perbedaan di dalam struktur sosial bersama-sama melakukan
peranan sesuai dengan fungsinya masing-masing, sehingga dalam
kehidupan sosial terjadi keselarasan. Struktur sistem sosial
senantiasa berupaya untuk melakukan integrasi. Hal demikian
terjadi menurut kalangan penganut fungsionalisme karena dilandasi
oleh :
1. Suatu masyarakat senantiasa terintegrasi di atas tumbuhnya
konsensus (kesepakatan) di antara sebagian besar anggota
masyarakat tentang nilai-nilai, norma-norma, dan pranatapranata kemasyarak atan yang bersifat fundamental
(mendasar)
2. Masyarakat terintgerasi, karena berbagai anggota masyarakat
sekaligus menjadi anggota dari berbagai kesatuan sosial (crosscutting affiliation). Setiap konflik yang terjadi di antara
kesatuan sosial dengan kesatuan sosial lainnya, akan segera
dinetralkan oleh adanya loyalitas ganda (cross-cutting loyalities)
dari anggota masyarakat terhadap kesatuan sosial.
Integrasi menitikberatkan perhatiannya pada proses (relationship), yakni pemerintahan secara kooperatif bertalian bersama,
seiring dengan perkembangan homogenitas kebudayaan, kepekaan
tingkah laku, kebutuhan sosial, ekonomi, dan saling membutuhkan
yang dibarengi dengan pendekatan institusi supranasional yang
multidimensi untuk memenuhi kebutuhan bersama. Karena itu
integrasi adalah dibangunnya interdepensi yang lebih rapat antara
anggota-anggota masyarakat. Integrasi juga mempersatukan
masyarakat, yang cendrung membuatnya har monis, yang
didasarkan pada tatanan yang mereka anggap harmonis.
46
Identitas Nasional
Dalam menganalisa integrasi sebagai suatu proses ada dua
tipe model analisis, yaitu model negara (state model) dan model
komunitas (community). Model negara sangatlah spesifik, karena
konsensus terhadap integrasi haruslah konstitusional. Sementara
mode komunitas menitikberatkan pada proses yang terjadi dalam
hubungan antara rakyat atau penduduk negara, namun dengan
sedikit keterlibatan negara.
Dalam menjelaskan proses perubahan menuju integrasi,
terdapat tiga variabel independen yang dapat dibedakan menjadi
tiga faktor eksponensial. Pertama, variabel keamanan-politik (politico-security variable), tingkat analisisnya ada pada negara, dan
perhatiannya terhadap kekuasaan (power), kepekaan (responsiveness),
dan kontrol elit politik dalam kebiasaan politik umum sebagai
ancaman keamanan atas negara. Variabel ini dikemukakan oleh
kalangan Pluralis dan Federalis. Sementara kaum Fungsionalis dan
Neo-fungsionalis, yang menekankan pada pentingnya variabel
sosial-ekonomi dan teknologi, secara tidak langsung membawa
perubahan dan penyatuan politik. Adapun faktor ketiga, diusung
oleh kaum Regionalis dalam analisanya, yaitu keberadaan kedua
variabel tersebut dalam proses integrasi.
Menurut Liddle (1970, Alfian, 1981) integrasi nasional di
Indonesia mempunyai dua dimensi masalah. Pertama, dimensi
horisontal, yaitu berupa masalah yang disebabkan oleh karena
adanya perbedaan suku, ras, agama, aliran dan entah apa lagi.
Dimensi ini sering pula disebut sebagai masalah yan disebabkan
oleh pengaruh-pengaruh ikatan-ikatan “primordial” yang ada dan
hidup di dalam sebuah masyarakat yang bisa membahayakan
kelangsungan proses integrasi nasional, bilamana ia sampai
menjelma menjadi perasaan loyalitas yang lebih tinggi terhadap
kelompok-kelompok subnasional semacam itu daripada kepada
kesatuan bangsa itu sendiri.
Kedua, dimensi vertikal, berupa masalah yang ditimbulkan
oleh muncul dan berkembangnya semacam jurang pemisah (gap)
47
Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi; Membina Karakter...
antara golongan elit nasional yang sangat kecil jumlahnya dengan
mayoritas terbesar rakyat biasa (massa). Keadaan seperti ini akan
menimbulkan rasa keterpencilan atau keterasingan anggotaanggota masyarakat banyak dari kaum elit yang memimpin dan
berkuasa. Akibatnya, partisipasi massa rakyat di dalam sistem
politik akan menjadi sangat kecil, bahkan bisa jadi sistem politik
menjadi tidak efektif. Fenomena makin meningkatkanya golongan
putih dalam pemilihan umum paling menunjukkan indikasi
tingkatan tertentu dari partisipasi rakyat Indonesia terhadap sistem
politiknya.
Alfian (1981) juga berasumsi bahwa peranan ideologi
ditambah dengan idealisme amat penting dalam proses dan
memelihara integrasi nasional. Peranan itu antara lain tergantung
pada kualitas yang dipunyai oleh ideologi, dapat dilihat dan diukur
melalui tiga dimensi. Pertama, dimensi realitas, yakni
kemampuannya mencer minkan realita yang hidup dalam
masyarakat. Kedua, dimensi idealisme, ideologi memiliki cita-cita,
tujuan-tujuan atau idealis yang terkandung di dalamnya. Ketiga,
dimensi fleksibilitas, kemampuan ideologi menyesuaikan diri
melalui penafsiran-penafsiran baru terhadap perubahan-perubahan
yang terjadi. Melalui ketiga dimensi, akan dapat diteliti, apakah
ideologi itu mampu atau tidak memeliharan relevansinya, yaitu
titik keseimbangan sebagai tempat bertemunya konsensus antara
berbagai kelompom atau golongan kepentingan. Krisis ideologi
akan terjadi, bila titik keseimbangan itu bergeser atau hilang sama
sekali. Jika keadaan itu terjadi, maka diperkirakan bisa mengancam
integrasi nasional. Untuk itu dibutuhkan pemeliharaaan relevansi
ideologi dalam masyarakat dan negara Indonesia, dan hal demikian
menuntut adanya suasana keterbukaan untuk mempelajari,
meneliti, dan membicarakan ideologi secara jujur, kritis dan
objektif, juga menghendaki kualitas kecerdasan serta intelektualitas
masyarakat yang mendukung pada unsur-unsur kebenaran.
48
Identitas Nasional
G. Kesadaran terhadap Identitas Nasional sebagai
Pemersatu Bangsa
Dalam era globalisasi pergaulan dan hubungan antar bangsa
di dunia, bangsa Indonesia tidak dapat menghindarkan diri dari
pengaruh globalisasi dunia. Proses globalisasi mengandung
implikasi, bahwa suatu aktivitas yang sebelumnya terbatas
jangkauan batas-batas teritorial negara secara nasional, dalam era
globalisasi batas negara, bukan lagi merupakan batas pengaruh/
informasi manusia di dunia. Globalisasi yang dipelopori negaranegara maju dari negara-negara berideologi liberal kapitalis,
merupakan bentuk keberhasilan pendukung ideologi liberal
kapitalis, sehingga dalam globalisasi secara tidak langsung terjadi
sosialisasi ide-ide dan konsep-konsep dari paham liberal, seperti
demokrasi untuk diberlakukan dalam pergaulan perpolitikan dunia,
pasar bebas untuk persaingan bebas dalam perdagangan dunia,
hak asasi manusia, untuk pergaulan dan penghormatan terhadap
harkat, derajat dan martabat manusia, dan gaya hidup sekuler, yang
memisahkan perilaku di dunia dari landasan agama. Ide-ide dan
konsep-konsep dari paham liberal kapitalis lazimnya dari Barat
tidak selalu sesuai dengan nilai-nilai agama dan kebudayaan Indonesia.
Bagi bangsa Indonesia globalisasi harus dipandang sebagai
konsep dan hubungan internasional dalam hubungan berbangsa,
perlu disadari dapat berpengaruh positif juga negatif terhadap
perkembangan bangsa, persaingan ekonomi, memperkaya
pengetahuan dan teknologi, bagi pembangunan bangsa. Pengaruh
positif globalisasi adalah perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi yang semakin transparan serta semangat bersaing dan
bekerja keras yang berorientasi pada keunggulan kompetitif
berbasis kualitas. Pada sisi lain kita juga harus menyadari, bahwa
globalisasi dapat berdampak negatif bagi bangsa Indonesia.
Dampak negatif globalisasi secara tidak langsung memberikan
pembenaran terhadap perluasan ideologi liberal–kapitalis yang
49
Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi; Membina Karakter...
sekuler, perilaku individu tanpa batas, gaya hidup bebas, semuanya
dapat merupakan ancaman bagi eksistensi nilai-nilai dasar
Pancasila sebagai Identitas Nasional Bangsa Indonesia.
Pancasila sebagai Identitas Nasional, eksistensi dan
berkelanjutannya sangat tergantung pada Bangsa Indonesia sendiri.
Bangsa Indonesia sebenarnya pernah mengalami kegagalan dalam
mewujudkan nilai perilaku Pancasila dalam kehidupan sehari-hari,
karena konsep nilai yang baik tidak direalisasikan dalam perilaku
kehidupan sehari-hari. Demokrasi Terpimpin, Demokrasi Pancasila
dengan P4 yang ditetapkan oleh MPR yang dirumuskan sebagai
pedoman tingkah laku bangsa Indonesia di era Orde Baru akhirnya
dicabut oleh MPR era reformasi. Dari pengalaman tersebut bangsa
Indonesia harus berjuang memberdayakan Pancasila dalam konteks
kehidupan sebagai individu, masyarakat, dan bangsa Indonesia.
Upaya pokok dan terus-menerus secara nasional telah dilakukan
langkah-langkah sebagai berikut:
1. Memperkuat kesadaran terhadap ideologi
Pancasila
Memperkuat kesadaran terhadap ideologi Pancasila dapat
dilakukan dengan mempelajari dan memahami eksistensi
Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara bagi
Bangsa Indonesia, guna menumbuhkan keyakinan bahwa
Pancasila sebagai ideologi yang sesuai untuk bangsa Indonesia
yang beragam dalam banyak hal, dan dengan keyakinan penuh
nilai-nilai Pancasila dapat diwujudkan dalam berbagai bidang
kehidupan bangsa, baik sebagai individu warga negara, ataupun
pemimpin, pejabat negara sebagai pemimpin penyelenggaraan
negara. Belajar dari ideologi liberal kapitalis yang dapat eksis
dan mampu mendominasi pergaulan dunia saat ini, karena
adanya konsistensi yang dianut secara teoritis, dikembangkan
secara ilmiah berkelanjutan dan diaplikasikan dalam pergaulan
hidup baik dalam kehidupan pribadi maupun sebagai warga
negara.
50
Identitas Nasional
2. Memperkuat Persatuan dan Kesatuan (Nasionalisme) versus Divide et Impera
Era globalisasi yang didominasi kelompok negara dengan
ideologi liberal kapitalis secara tidak langsung merupakan
penyebaran paham liberal-kapitalis. Memang tidak mungkin
menolak globalisasi dalam pergaulan dunia, sebaliknya kita tidak
mau paham liberal-kapitalis memecah-belah, menghancurkan
dan menguasai sendi-sendi bangsa Indonesia. Pancasila bagi
bangsa Indonesia merupakan arahan untuk direalisasikan pada
berbagai bidang politik, ekonomi, sosial-budaya, pertahanankemanan, dalam kehidupan kebangsaan Indonesia yang dapat
diandalkan. Menjadi kewajiban kita semua untuk
mengaktualisasikan Pancasila dalam kehidupan sehari-hari, baik
dalam pergaulan hidup maupun dalam hasil belajar dan rekayasa
ilmu pengetahuan dan teknologi. Liberalis kapitalis mampu
mempengaruhi yang lain karena pendukungnya mampu tampil
unggul dalam penguasaan ilmu dan teknologi. Dapatkah bangsa
Indonesia dengan ideologi Pancasila mampu merebut
keunggulan bangsa lain, sehingga konsep-konsep bangsa Indonesia banyak diikuti bangsa-bangsa lain, semua merupakan
tantangan bagi generasi muda bangsa Indonesia yang ingin maju.
3. Meningkatkan Daya Saing
Globalisasi adalah era persaingan, maka bangsa yang tidak
mampu mengembangkan kreativitasnya dan tidak memiliki
keunggulan komparatif bahkan seharusnya keunggulan
kompetitif dalam berbagai bidang kehidupan akan mudah
dipengaruhi/dikuasai oleh orang lain. Penguasaan era
globalisasi sekarang tidak harus menguasai secara fisik era
penjajahan abad 19 atau abad 20, penguasaan terhadap bangsa
lain dapat terjadi pada penguasaan ekonomi, teknologi, sumber
informasi, ideologi ataupun penguasaan dalam kebijakan negara
karena di bawah kendali negara lain yang adi daya.
51
Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi; Membina Karakter...
Bangsa Indonesia harus mampu bersaing dengan bangsa
lain, dalam berbagai bidang kehidupan berbangsa dan
bernegara, sehingga kehidupan negara kita tidak tergantung
pada negara lain. Untuk itu keunggulan bangsa Indonesia dalam
pergaulan dunia harus dipertahankan, sedang dalam
meningkatkan daya saing ke depan bangsa Indonesia harus
mampu mendidik generasi muda untuk berprestasi pada tingkat
internasional. Dengan kemampuan daya saing yang tinggi maka
bangsa Indonesia tidak akan dikendalikan oleh negara lain yang
lebih kompetitif, tetapi sebaiknya kita akan mampu
memberikan pengaruh kepada bangsa lain bila hasil pemikiran
bangsa Indonesia mampu memberikan kemajuan peradaban
manusia secara nyata.
4. Memperkuat Semangat Kebangsaan
Semangat kebangsaan yang ada dan tumbuh sejalan dengan
sejarah pergerakkan dan perjuangan bangsa harus tetap
ditumbuhkembangkan dalam mengisi kemerdekaan dan
persaingan global. Kita harus bangga, bahwa bangsa Indonesia
adalah bangsa yang besar dengan perjalanan sejarah panjang,
mengalami pasang surut dari bangsa merdeka, terjajah, dan
dengan perjuangan para pejuang melawan penjajah, sekarang
telah mendapatkan kembali kemerdekaannya.
Proklamasi berhasil dipertahankan karena semangat
kebangsaan dan nasionalis yang tinggi sebagai gambaran
eksistensi bagi bangsa Indonesia yang mampu bertahan dan
bersaing terhadap kekuatan luar yang menghendaki ketiadaan
negara Indonesia Proklamasi. Semangat ini harus terus kita
kembangkan, khususnya pada generasi muda bahwa kita harus
bangga sebagai bangsa Indonesia yang memiliki sejarah besar,
para pahlawan yang gigih telah berhasil mewujudkan dan
mempertahankan kemerdekaan, dengan pemilikan kekayaan
alam yang luar biasa, serta mampu mewujudkan ideologi sendiri
52
Identitas Nasional
yang digali dari nilai-nilai luhur bangsa sendiri. Dengan kondisi
tersebut, bangsa Indonesia harus mampu menumbuhkan
semangat kebangsaan dan persaingan yang unggul dalam era
globalisasi.
53
Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi; Membina Karakter...
54
BAB III
NEGARA DAN KONSTITUSI
A. Eksistensi Negara
1. Pengertian Negara
Pengertian tentang negara telah banyak didefinisikan oleh
para ahli termasuk para filsuf Yunani Kuno, para ahli abad
pertengahan sampai abad modern. Beberapa pendapat tersebut
antara lain :
a. Menurut Aristoteles (Schmandt, 2002), negara adalah
komunitas keluarga dan kumpulan keluarga yang
sejahtera demi kehidupan yang sempurna dan
berkecukupan.
Kehidupan berkecukupan bagi manusia merupakan
titik tolak Aristoteles, bahwa negara ada, karena manusia
sebagai individu tidak bisa mencukupi kebutuhan
dirinya. Untuk menyediakan keperluan yang elementer
guna menjaga pertumbuhan kemanusiaannya, individu
pertama kali memerlukan keluarga. Pendapat ini sejalan
dengan Plato sebagai guru Aristoteles. Namun keluarga
saja tentu tidak akan bisa memenuhi keperluan
kecukupan diri yang kompleks. Manusia memerlukan
kebersamaan sosial politik dalam bentuk negara, dengan
semua yang diimplikasikan untuk memperoleh
keuntungan, kesempatan pendidikan, pertumbuhan
keilmuan, moral dan pengetahuan yang luas. Negara
terbentuk dari kelompok-kelompok keluarga, yang
55
Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi; Membina Karakter...
bersama-sama membentuk komunitas desa, yang saling
membantu dan melindungi. Dengan penyatuan sumber
sejumlah desa, masyarakat membentuk satu kesatuan kota
negara. Kesatuan dimaksud adalah kesatuan negara pada
suatu komunitas pikiran, kehendak, dan tujuan dari anggotaanggota individu yang diupayakan oleh usaha bersama di
antara mereka. Negara yang besar harus peduli dengan
karakteristik bangsanya, harus mendidik dan membiasakan
dalam kebajikan, memberikan kesempatan pengembangan
ekonomi, moral intelektual bangsanya, guna kehidupan yang
lebih baik.
b. Jean Bodin (Schmandt, 2002) mengemukakan negara adalah
pemerintahan yang tertata dengan keluarga serta
kepentingan bersama mereka oleh kekuasaan berdaulat.
Esensi dari negara mencakup tatanan yang benar, keluarga,
kekuasaan yan berdaulat, dan tujuan bersama. Pemerintah
yang dibangun dalam negara yang benar adalah sejalan
dengan hukum alam, adalah sifat sejati masyarakat negara
yang membedakan dengan gerombolan perampok atau
pencuri.
Proses kehidupan terbentuknya negara mengikuti
pola Aristoteles bahwa negara merupakan unit pokok
negara, bukan pada individu. Bodin mengadopsi pendapat
Hobbes bahwa kepala keluarga adalah pemimpin dalam
rumah tangga yang mempunyai kekuasaan hidup dan
matinya istri serta anak-anaknya. Dasar alamiah Hobbes
adalah dalam antar keluarga terdapat kekuatan, kekerasan,
ambisi, kebencian, dan nafsu balas dendam menjadikan
manusia bermusuhan dengan manusia lainnya. Keadaan ini
mendorong keluarga-keluarga bersatu demi pertahanan dan
keuntungan bersama serta mengakui kekuasaan politik yang
berdaulat. Kedaulatan adalah elemen yang membedakan
organisasi negara dengan organisasi sosial lainnya.
56
Negara Dan Konstitusi
c. Roger Soltau, (Budardjo, 2007; Agustino, 2007; Kaelan
dan Achmad Zubaidi, 2007) menyatakan bahwa negara
adalah alat atau wewenang yang mengatur atau
mengendalikan persoalan bersama atas nama masyarakat.
d. Harold J. Laski (Budiardjo, 2007; Kaelan dan Achmad
Zubaidi, 2007) mendefinisikan negara sebagai suatu
masyarakat yang diintegrasikan, karena mempunyai
kewenangan yang bersifat memaksa dan yang secara sah
lebih agung daripada individu atau kelompok yang
merupakan bagian dari masyarakat itu. Masyarakat
sendiri adalah suatu kelompok manusia yang hidup dan
bekerja sama untuk mencapai keinginan-keinginan
bersama. Masyarakat merupakan negara, kalau cara yang
harus ditaati baik oleh individu atau asosiasi-asosiasi
ditentukan oleh suatu wewenang yang bersifat memaksa
dan mengikat.
e. Robert M. Mac Iver (Soehino, 1998; Agustino, 2007)
berpendapat bahwa negara adalah asosiasi yang
menyelenggarakan penertiban dalam suatu masyarakat
pada suatu wilayah berdasarkan sistem hukum yang
diselenggarakan oleh suatu pemerintah yang untuk
maksud itu diberi kekuasaan memaksa. Apa yang
disampaikan oleh Mac Iver memiliki kesamaan esensial
dengan Roger Soltau. Negara sebagai kesatuan
masyarakat, bertujuan mengatur untuk mencapa tujuan,
serta adanya kewenangan untuk memaksa didasarkan
pada kekuasaan atau hukum yang berlaku.
f. Miriam Budiardjo (2007) menentukan bahwa negara
adalah suatu daerah territorial yang rakyatnya diperintah
oleh sejumlah pejabat dan berhasil menuntut dari warga
negaranya ketaatan kepada peraturan perundangundangan melalui penguasaan, monopoli dari kekuasaan
yang sah. Dalam menjelaskan tentang negara, Budiardjo
57
Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi; Membina Karakter...
juga menganalisis tentang unsur dan fungsi negara.
Beberapa unsur negara tersebut adalah :
1) Negara harus memiliki unsur wilayah. Setiap negara
menduduki wilayah tertentu di muka bumi dan
memiliki batas tertentu. Kekuasaan negara mencakup
seluruh wilayah mulai dari darat, laut, dan udara di
atasnya.
2) Suatu negara harus memiliki unsur penduduk. Karena
itu, kekuasaan negara juga harus menjangkau semua
penduduk yang ada di wilayahnya.
3) Pemerintah. Setiap negara mempunyai suatu organisasi
yang berwenang untuk merumuskan dan
mengimplementasikan keputusan yang mengikat bagi
seluruh warga di dalam wilayahnya.
4) Kedaulatan. Kedaulatan adalah kekuasaan tertinggi
untuk membuat undang-undang dan melaksanakannya
dengan semua cara (termasuk paksaan) yang tersedia.
Negara mempunyai kekuasaan tertinggi untuk
memaksa semua penduduknya agar mentaati undangundang serta peraturan lainnya. Negara juga
mempunyai kekuasaan mempertahankan intervensi
atau serangan dari luar dalam usaha mempertahankan
kedaulatannya. Kedaulatan yang ada pada negara
memiliki sifat memaksa dan monopoli.
a) Sifat memaksa, artinya negara mempunyai
kekuasaan untuk menggunakan kekerasan secara
legal, seperti pengerahan polisi dan tentara.
Misalnya memaksa membayar pajak atau memksa
kepada pelaku kejahatan.
b) Sifat monopoli, seperti dalam menetapkan tujuan
bersama masyarakat. Misalnya melarang aliran
kepercayaan atau aliran politik tertentu dilarang
berkembang di wilayah negara.
58
Negara Dan Konstitusi
c) Sifat mencakup semua. Semua peraturan
perundang-undangan berlaku untuk semua orang
tanpa terkecuali.
2. Teori Terjadinya Negara
a. Teori Teokrasi
Menurut teori teokrasi, negara ada, karena kehendak
Tuhan. Negara di muka bumi tidak akan ada, bila Tuhan
tidak menghendaki. Paham ini muncul bahwa dari
keyakinan keagamaan, bahwa Tuhanlah Maha Pencipta
apa yang ada di langit dan di bumi, dan Tuhanlah yang
mempunyai kekuasaan terting gi, tiada kekuasaan
manapun di dunia ini yang tidak berasal dari Tuhan, tanpa
terkecuali kekuasaan dari negara.
Berdasarkan pemikiran tersebut, maka raja-raja sejak
zaman kuno sampai abad pertengahan, dipandang sebagai
wakil Tuhan di dunia, karena para raja tersebut memegang
kekuasaan tertinggi di dunia. Penganut teori ini seperti
Thomas Aquinas, Agustinus, FJ. Stahl, maupun Hegel.
b.
Teori Organik
Teori organik diperkenalkan oleh Plato (Schmandt,
2002), Plato menegaskan bahwa negara organik bukanlah
rakyat semata yang menjadi bahan politik, meski ia jelas
dari para individu. Negara juga bukan orang tinggal di
wilayah geografis saja, meski wilayah salah satu unsur
negara. Dalam negara harus ada ikatan yang menyatukan
manusia secara bersama dalam asosiasi politik. Ikatan
yang menyatukan tersebut adalah keadilan. Negara
muncul karena kebutuhan manusia, karena manusia tidak
mampu mencukupi kebutuhan sendiri, dan kebutuhan
manusia juga sangat banyak dan beragam. Pendapat Plato
inilah yang juga diadopsi oleh Aristoteles. Banyak orang
dibutuhkan untuk memenuhi keinginan tersebut, ada yang
59
Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi; Membina Karakter...
bertugas sebagai penolong atas yang lain, dan ketika mitra
dan penolong berkumpul dalam suatu wilayah maka
kumpulan orang-orang itulah negara. Maka dalam wilayah
negara banyak di antaranya sebagai petani, pedagang,
serta profesi lain, dan ada yang menekuni pengembangan
intelektual. Dalam pengkhususan hal-hal tersebut setiap
orang memiliki kecocokan, kemajuan optimal bisa
dicapai masing-masing dan akan menjadi banyak dan
lebih baik. Sistem yang didasarkan pada keahlian alamiah
ini akan menciptakan pola yang seimbang untuk
memenuhi kebutuhan intelektual dan kebutuhan fisik dari
orang-orang yang berbeda-beda. Negara sebagai entitas
yang terdiri dari bagian-bagian yang berbeda, saling
melengkapi dan saling bergantung dan bertindak bersamasama dengan tujuan bersama.
c.
Teori Perjanjian
Teori perjanjian masyarakat memandang terjadinya
suatu negara, karena adanya perjanjian masyarakat.
Rousseau (2007), “Bahwa manusia yang hidup dalam
kelompok asosiasi (masyarakat), orang bisa menyatukan
dirinya dengan anggota yang lain, tetapi tetap patuh pada
dirinya sendiri, dan tetap menjadi seorang pribadi yang
bebas, seperti sebelum dia bergabung dalam asosiasi
tersebut. Pada akhirmya setiap orang yang menyerahkan
diri kepada seluruh komunitas, berarti tidak menyerahkan
diri kepada siapa pun. Semua warga masyarakat mengikat
dirinya pada suatu perjanjian bersama untuk mendirikan
negara. Warga kemudian menyerahkan kedaulatan dirinya
kepada negara yang baru terbentuk, agar negara tersebut
berdaulat dan dapat melindungi dan menjamin kehidupan
mereka. Teori perjanjian ini juga sering mendapat sebutan
sebagai teori “Kontrak Sosial”. Penganut teori ini adalah
Hobbes, John Locke, Montesquieu, dan Rousseau. Meski
60
Negara Dan Konstitusi
pendukung teori ini berawal pada asumsi sama, tetapi
berbeda perwujudannya dalam negara negara. Hobbes
dalam praktiknya memunculkan dan mendukung praktik
kepemimpinan negara diktator, John Locke dan
Montesquieu memunculkan negara yang konstitusional,
sedang Rousseau mendorong terwujudnya negara yang
menekankan pada berkedaulatan rakyat, yakni rakyat
sebagai pemegang kekuasaan tertinggi negara.
d.
Teori Kekuasaan
Menurut teori kekuasaan, siapa yang berkemampuan
untuk memiliki kekuasaan atau berhasil mencapai
kekuasaan, selayaknya memegang pucuk pemerintahan.
Kekuasaan itu sebagai bentuk upaya dan ciptaan mereka
yang paling kuat dan berkuasa. Kekuatan dapat berupa
kekuatan fisik, ekonomi, politik, sosial, atau gabungan
dari berbagai bentuk keuasaan tersebut. Sebagaimana
teori evolusi Darwin, setiap kehidupan semesta termasuk
manusia diliputi oleh serba perjuangan untuk
mempertahankan hidupnya. Siapa yang kuat akan
menguasai yang lemah, maka semuanya berusaha untuk
menjadi kuat dan unggul dalam perjuangan. Setiap
perjuangan senantiasa berusaha menambah kekuatan dan
kemampuan untuk berkuasa. Teori kekuasaan dan
dimodernisasi oleh Engel dan Marx, dikembangkan di
Rusia oleh Lenin dan Stalin.
e.
Teori Kedaulatan
Teori kedaulatan memandang keberadaan negara,
karena adanya kekuasaan tertinggi yang mampu mengatur
kehidupan bersama dalam masyarakat (negara). Jean
Bodin adalah orang yang pertama-tama menggunakan
istilah kedaulatan kedalam ajaran politik kenegaraan.
61
Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi; Membina Karakter...
Kekuasaan disebut sebagai kedaulatan jika kekuasaan
itu mencakup empat syarat, yaitu:
1) Adanya kekuasaan yang tidak dapat disanggah
2) Adanya kekuasaan yang mutlak
3) Kekuasaan tersebut tidak diawasi
4) Adanya kekuasaan tertinggi
Teori kedaulatan berkembang sejalan dengan
perkembangan teori terjadinya negara, sehing ga
melahirkan teori-teori kedaulatan, seperti:
1) Teori Kedaulatan Tuhan
Sebagaimana telah disebut pada teoi teokrasi,
bahwa segala sesuatu di alam semesta ini karena
kekuasaan Tuhan. Kekuasaan tertinggi dari negara
adalah kekuasaan yang diberikan oleh Tuhan, yang
juga disebut Kedaulatan Tuhan. Pendukung teori ini
adalah penganut teori teokrasi terhadap terjadinya
negara.
Menurut Agustinus (Schmandt, 2002; Ramdlon
Naning, 1983) pemegang kedaulatan di dunia adalah
Paus sebagai pemimpin gereja, sementara menurut
Aquinas, kekuasaan raja dan Paus sama saja, hanya
tugasnya yang berbeda, Raja memegang kedaulatan
dalam masalah keduniawian, sedang Paus pada
masalah kerokhanian atau agama. Raja merupakan
wakil Tuhan di dunia. Dampak teori ini adalah
menjadikan kekuasaan raja yang absolut.
2)
Teori Kedaulatan Rakyat
Teori kedaulatan rakyat yang dipelopori oleh
Rousseau merupakan akibat dari kedaulatan teokrasi
yang melahirkan pemeritah absolut. Dalam teori
kedaulatan rakyat, raja sebenarnya melaksanakan
62
Negara Dan Konstitusi
aspirasi rakyat, bukan wakil Tuhan didunia. Tuhan
memberikan harkat dan martabat yang sama kepada
manusia, sehing ga kedaulatan negara adalah
kedaulatan dari seluruh rakyat. Pemimpin negara
apapun bentuknya adalah pemegang amanah dari
rakyat dan wajib melaksanakan kepentingan rakyat.
Menurut Rousseau (2007) kedaulatan dari rakyat
bukan tanpa perjanjian, pemimpin har us
melaksanakan apa yang diamanahkan rakyat, bila
pemimpin menyimpang dari amanah atau perjanjian
yang telah disepakati bersama, rakyat setiap saat bisa
mencabut penyerahan kedaulatan tersebut. Kuatnya
pengaruh teori kedaulatan rakyat ini dalam kehidupan
negara modern, membuat hampir mayoritas negara di
dunia mengakui kedaulatan rakyat dalam kehidupan
negaranya, meskipun dengan pola pemerintahan dan
kenegaraan yang dianutnya tidak sama (bervariasi).
3)
Teori Kedaulatan Negara
Dalam praktik kehidupan bernegara, bahwa warga
negara harus taat pada perundang-undangan negara.
Peraturan negara sendiri bukan dibuat oleh rakyat,
tetapi dibuat oleh negara. Pemikiran inilah yang
akhirnya melahirkan teori tentang kedaulatan negara.
Menurut teori ini, yang berdaulat dalam negara bukan
rakyat, melainkan negara itu sendiri, sehingga dalam
berbagai hal sering terjadi, bahwa kepentingan individu
selalu dikalahkan oleh kepentingan negara. Adanya
hukum negara memang dikehendaki oleh pemerintah
atau negara. Dalam teori kedaulatan negara,
kedaulatan ini timbul sebab adanya negara, karenanya
pada negara melekat unsur-unsur wilayah, rakyat dan
pemerintah. Kedaulatan tidak dapat dipisahkan dari
keseluruhan eksistensi negara.
63
Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi; Membina Karakter...
Menurut Jean Bodin (Ramdlon Naning, 1983;
Soehino, 1998), negara adalah pemegang kedaulatan,
menciptakan hukum untuk ditaati oleh warga
negaranya, sedang Jellinek mengemukakan bahwa
negara merupakan badan hukum tertinggi memperoleh
kekuasaan asli dan tidak terbatas untuk memerintah.
Kekuasaan asli bersumber pada negara, karena tidak
didapat dari sumber lain. Negara berfungsi sebagai
badan hukum sekaligus sebagai sumber hukum.
Pendapat teori kedaulatan negara mendapat
reaksi dari Krabbe dan Kranenburg (1959), bahwa
hukum bukan kehendak negara, tetapi hukum adalah
kehendak rakyat dan baru berlaku setelah disahkan
negara. Kenyataan yang terjadi justru negara itu
sendiri yang tunduk pada hukum. Ini berarti negara
tunduk pada hukum atas kemauan sendiri.
4)
Teori Kedaulatan Hukum
Teori ini menegaskan bahwa, hukum timbul
bukan kehendak negara, tetapi hukum tercipta oleh
rasa keadilan yang hidup dari sanubari rakyat. Rasa
keadilan tersebut adalah adanya kesamaan unsurunsur, meskipun bukan dalam segala hal. Kesamaan
inilah yang menimbulkan keseimbangan, pada setiap
orang yang bersikap sama terhadap keuntungan dan
kerugian, keadilan dan ketidakadilan, kecuali bila
terdapat syarat-syarat khusus terhadap penerimaan
keuntungan dan kerugian atau perlakuan terhadap
keadilan. Baik pemerintah maupun rakyat
memperoleh kekuasaan dari hukum, wajib tunduk
pada ketentuan hukum itu sendiri.
64
Negara Dan Konstitusi
3. Bentuk Negara
Bentuk negara yang ada sebagaimana dikemukakan
Kranenburg (1959), Ramdlon Naning (1983) dapat dibedakan
menjadi negara kesatuan (unitaris) dan negara serikat (federasi).
a. Negara Kesatuan
Negara kesatuan adalah negara yang tersusun
tunggal, negara yang hanya terdiri satu negara saja, tidak
terdapat dalam suatu negara. Sebagai bentuk tunggal dan
mandiri, maka dalam negara hanya terdapat satu
pemerintahan, satu kepala negara, satu lembaga legislatif
dalam suatu pemerintahan negara. Untuk menjalankan
pemerintahan negara, wilayah negara kesatuan di bagi
dalam tingkatan pemerintahan daerah sesuai dengan
undang-undang yang berlaku bagi negara itu sendiri. Indonesia misalnya pernah menggunakan beberapa istilah
dengan daerah tingkat satu, sekarang langsung disebut
dengan nama Provinsi, dan untuk daerah yang pernah
disebut sebagai daerah tingkat dua, sekarang dikenal
dengan Kabupaten dan Kota. Dalam pelaksanaan
pemerintahan di daerah negara kesatuan dapat dilakukan
dengan dua alternatif sistem, yaitu:
1) Sistem desentralisasi, yakni daerah-daerah
diberikan keleluasaan dan kekuasaan untuk
mengurus rumah tangganya sendiri (otonomi),
2) Sistem sentralisasi, segala sesuatu urusan dalam
negara tersebut langsung diatur dan diurus oleh
pemerintah pusat, termasuk segala hal yang
menyangkut pemerintahan dan kekuasaan di
daerah.
b.
Negara Serikat
Negara serikat adalah negara yang merupakan
gabungan dari beberapa, yang kemudian menjadi negara65
Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi; Membina Karakter...
negara bagian dari pada negara serikat tersebut. Negara
ini berdiri sendiri dengan masing-masing perlengkapannya, dengan kepala negara sendiri, pemerintahan sendiri,
serta lembaga legislatifnya sendiri. Negara-negara bagian
pada mulanya adalah negara merdeka yang berdaulat, dan
menggabungkan diri pada suatu negara serikat.
Kekuasaan yang diserahkan atau ditangani negara
bagian kepada negara serikat adalah hal-hal yang
berkenaan dengan hubungan luar negeri, keuangan, serta
pertahanan negara. Kekuasaan negara federal yang
merupakan limpahan dari negara bagian yang merupakan
pengembangan dari ke tiga hal tersebut adalah:
1) Hal-hal yang menyangkut kedudukan negara
sebagai subjek hukum internasional, serta
hubungan luar negeri dengan negara lain,
2) Hal-hal yang menyangkut keamanan negara, seperti
pertahanan dan keamanan, masalah perang dan
damai,
3) Hal-hal mengenai konstitusi dan pemerintahan
federal, dan mengenai asas pokok hukum, serta
organisasi peradilan,
4) Hal-hal yang menyangkut mata uang dan keuangan
pembiayaan pemerintah federasi, seperti pajak, bea
cukai, ataupun monopoli negara,
5) Hala-hal mengenai kepentingan bersama antara
negara-negara bagian, seperti pos, telekomunikasi,
statistik, industri, perdagangan, penyelidikan ilmu
pengetahuan dan lain, akan ditentukan bersama
antara pemerintah negara bagian dan federal.
66
Negara Dan Konstitusi
4. Tujuan Negara
Negara sebagai organisasi kekuasaan dari persekutuan
masyarakat merupakan sarana untuk mencapai tujuan bersama.
Orientasi dan motivasi masyarakat bernegara dapat dilihat dari
tujuan mendirikan negara. Dengan mengetahui tujuan suatu
negara kita dapat mengetahui susunan dan tatanan organisasi
negara, atau sebaliknya. Tentang tujuan yang dicita-citakan
suatu bangsa yang bernegara terdapat beberapa teori tentang
tujuan negara, seperti:
a. Teori Kekuasaan
Menurut penganut teori ini, negara harus mampu
memiliki kekuasaan dan kekuatan yang mampu mengatasi
segala kekuasaan dan kekuatan dari elemen yang ada
didalamnya, karena itu pemerintahan negara harus
dipimpin orang yang kuat yang mampu mengatasi segala
ancaman dan gangguan yang mungkin timbul. Shang
Yang termasuk pendukung teori kekuasaan. Berawal dari
kekacauan negaranya, Shang Yang (Soehino, 1998)
menekankan perlunya negara yang kuat melebihi
kekuatan rakyatnya, bila tidak maka negara akan kacau.
Shang Yang smapai pada pemikiran ekstrim, untuk
menghadapkan negara dengan rakyat. Untuk
mewujudkan atau menmpatkan negara yang kuat rakyat
harus lemah, karena bila rakyat kuat, maka negara yang
akan lemah. Teori kekuasaan ini juga dikembangkan
Machiavelli, Hittler, serta Musolini.
b.
Teori Keamanan dan Ketertiban
Dante mencita-citakan adanya kerajaan dunia,
menekankan perlunya keamanan dan ketertiban. Negara
dengan kekuasaan bukan tujuan, tetapi sarana untuk
mewujudkan perdamaian dan keamanan. Untuk
menjamin perdamaian dan keamanan seluruh manusia,
negara harus terhindar dari perang antar negara, maka
67
Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi; Membina Karakter...
Dante mencita-citakan kerajaan dunia. Kekuasaan
hendaknya diberikan kepada satu orang raja atau monarch. Teori ini diikuti oleh Hobbes, bahwa pemimpin
negara bertindak memelihara keamanan dan perdamaian
setelah mendapatkan mandat dari rakyatnya. Dengan
kekuasaan mutlak yang dimiliki pemimpin, maka
pemimpin akan mampu menciptakan keamanan dan
ketertiban lepas dari pengaruh kelompok tertentu dalam
kehidupan kenegaraan.
c.
Teori Kemerdekaan
Emanuel Kant menyatakan kemerdekaan adalah
sebenarnya menjadi tujuan negara. Terciptanya negara
untuk melaksanakan hukum, sedang fungsi hukum
menjamin kemerdekaan manusia. Hukum dan
kemerdekaan tidak dapat dipisahkan. Kebebasan dan
kemerdekaan tanpa hukum akan menimbulkan
kekacauan. Oleh karena itu kemerdekaan warga akan
dapat ditegakkan, bila negara mampu menegakkan
hukum-hukum negara. Dengan kemampuan negara
menegakkan hukum, maka perorangan atau kelompok
tidak dapat berbuat semena-mena terhadap orang atau
kelompok lain. Banyaknya pelanggaran kemerdekaan oleh
seseorang atau kelompok orang merupakan salah satu
indikator suatu negara yang tidak mampu menjamin
kemerdekaan warganya.
d.
Teori Kesejahteraan
Negara ada, tidak lain untuk mewujudkan
kesejahteraan warganegaranya. Plato termasuk salah satu
penganut teori ini. Menurut teori ini, tujuan negara
bukanlah untuk kebaikan individu atau kelas tertentu
melainkan untuk kebaikan atau kesejahteraan umum,
yakni kebahagiaan buat semua. Negara sebagai alat,
68
Negara Dan Konstitusi
bukan tujuan akhir manusia dalam bernegara. Tujuan
negara sebenarnya adalah menjamin tercapainya kehidupan
warga yang sejahtera. Dari teori kesejahteraan ini dalam
perkembangannya dalam konsep atau aliran-aliran, yaitu:
1) Liberalis-Kapitalis, kesejahteraan warga akan
terwujud dengan jaminan kebebasan dan
kemerdekaan individu untuk berusaha. Negara tidak
terlibat langsung dalam kegiatan usaha atau
persaingan individu, tetapi sekedar menjamin
perlindungan usaha, atau sekedar penjaga malam
hari dari gangguan keamanan usaha.
2) Solidaritas Sosialis, mencitakan tujuan negara adalah
menciptakan kebahagiaan bagi setiap warganegara.
Sebagai reaksi liberal-kapitalis yang didasarkan pada
kebebasan individu dan persaingan bebas, sosialis
merekomendasikan bahwa kesejahteraan warga
hanya dapat dicapai dengan campur tangan negara,
melalui sistem usaha bersama, dan untuk
kebersamaan. Negara harus mengatur dengan
pemilikan alat-alat produksi agar pendistribusian
produksi dapat merata dalam pengawasan kolektif
kekeluargaan besar negara.
3) Kesejahteraan Pancasila adalah kesejahteraan yang
didasarkan pada nilai ketuhanan, kemanusiaan,
keadilan, dengan mengutamakan sistem ekonomi
koperasi. Dalam praktik perwujudan ini samapai
sekarang belum terwujud secara baik, karena sistem
perekonomian koperasi belum mapu bersaing
dengan perusahaan negara atau perusahaan swasta,
serta maraknya KKN yang berorientasi pada
kepentingan individu atau kelompok tertentu, dan
kurang memikirkan pembangunan bangsa secara
menyeluruh.
69
Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi; Membina Karakter...
B. Negara Indonesia
Berdasarkan berbagai teori terjadinya negara, kedaulatan
negara, serta bentuk dan tujuan negara, maka Negara Indonesia
yang diproklamasikan tanggal 17 Agustus 1945, dapat dijelaskan
secara teoritis sebagai berikut:
1. Lahirnya Negara Indonesia
Indonesia merdeka tanggal 17 Agustus 1945. Belanda dan
sekutunya tidak mau mengakui kemerdekaan Indonesia, karena
dianggap negara Indonesia adalah bentukan Jepang, sebab
Jepang sudah tidak punya kekuasaan di Indonesia. Untuk
mengetahui berdirinya Negara Indonesia dari tuduhan Belanda
yang tidak benar itu, kita dapat mempelajari dan menelaah
dokumen kenegaraan Indonesia, di antaranya adalah
Pembukaan UUD 1945 terutama pada alinea satu sampai tiga
yang dapat dijelaskan sebagai berikut:
Dengan memperhatikan PembukaanUUD 1945 alinea satu
sampai tiga dapat dijelaskan bahwa keberadaan negara Indonesia merdeka adalah hasil perjuangan bangsa Indonesia yang
sadar dan bangkit melawan penjajah. Perjuangan bangsa Indonesia didasari pada hak sebagai bangsa untuk merdeka, sejajar
dengan bangsa lain. Penjajahan adalah bentuk penindasan yang
tidak sesuai dengan harkat dan martabat manusia sebagai
makhluk Tuhan yang Maha Kuasa. Kemerdekaan Indonesia
adalah hasil perjuangan bangsa yang mendapatkan rahmat dari
Allah Yang Maha Kuasa. Kita bangsa Indonesia mengakui kuasa
Tuhan akan takdir kemerdekaan bangsa Indonesia, sebagai
kulminasi perjuangan bangsa Indonesia.
2. Kedaulatan Indonesia
Pernyataan bangsa Indonesia terkait dengan kedaulatan
Indonesia dapat diketahui dalam pembukaan UUD 1945 pada
alinea ke empat, pada bagian kalimat “…maka disusunlah
Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia yang berdaulatan rakyat,
70
Negara Dan Konstitusi
dengan berdasarkan…”. Ketentuan lain dapat dijumpai pasal
1 ayat (1) UUD 1945 Amandemen, Kedaulatan ada di tangan
rakyat dan dilakukan menurut Undang-Undang Dasar. Pasal
ini dengan tegas menyebut, bahawa Kedaulatan negara
bersumber pada rakyat, dan rakyat sebagai pemegang kekuasaan
tertinggi, yang pelaksanaannya dilakukan berdasar UndangUndang Dasar. Dari ketentuan UUD rakyat memilih wakil-wakil
di lembaga DPR dan MPR, serta memilih langsung Presiden.
MPR yang terdiri dari anggota DPR dan DPD memiliki
kekuasaan merubah UUD, melantik Presiden dan Wakil
Presiden, serta melakukan impeachment terhadap Presiden, jika
Presiden melanggar Konstitusi.
Dengan memperhatikan pasal tersebut maka, bangsa Indonesia menyatakan dirinya secara langsung dalam UUD 1945
bahwa Indonesia menganut teori kedaulatan rakyat, yang
pelaksanaannya kembali diatur dala Undang-Undang Dasar
1945 Amandemen. Di samping pengakuan kedaulatan rakyat,
bangsa Indonesia juga terpengaruh pada teori kedaulatan
hukum, yakni dalam tujuh pokok pikiran yang terkandung dalam
UUD 1945, sebagaimana pernah dimuat dalam pasal 1 ayat (3)
UUD 1945 Amandemen, menyatakan Indonesia adalah negara
hukum.
3. Tujuan Negara Indonesia
Tujuan bernegara bangsa Indonesia yang harus diwujudkan
oleh pemerintah Indonesia sebagaiman tercantum dalam
pembukaan UUD 1945 adalah:
a) Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh
tumpah darah Indonesia,
b) Memajukan kesejahteraan umum,
c) Mencerdaskan kehidupan bangsa,
d) Ikut melaksanakan ketertiban dunia, berdasarkan
perdamaian abadi dan keadilan sosial.
71
Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi; Membina Karakter...
Bila dikaji secara parsial tujuan negara Indonesia
nampaknya dipengaruhi oleh teori tujuan negara untuk
mewujudkan suatu ketertiban, sebagaimana dirumuskan Dante,
juga secara formal telah menetapkan kesejahteraan warga,
berarti terpengaruh atau dapat digolongkan masuk pada tujuan
negara ke arah kesejahteraan serta mencerdaskan kehidupan
bangsa sebagaimana bentuk warga ideal seperti yang
dikemukakan Plato dan Aristoteles. Bila dilihat secara umum,
bahwa tujuan bangsa Indonesia adalah mewujudkan masyarakat
adil makmur berdasarkan Pancasila, lebih menekankan pada
terwujudnya kesejahteraan bangsa Indonesia yang mampu
bertindak atas dasar nilai-nilai yang terkandung pada Pancasila,
baik perannya sebagai individu maupun dalam kehidupan sosial
bangsa Indonesia.
4. Bentuk Negara Indonesia
Dilihat dari bentuk negara, Indonesia termasuk pada
negara keasatuan dengan bentuk pemerintahan republik. Bentuk
kesatuan tercantum pada pasal UUD 1945, dengan sistem
desentralisasi yaitu daerah-daerah dalam wilayah negara
diberikan hak otonomi, dengan titik berat otonomi pada daerah
kabupaten dan kota. Pembagian wilayah negara seperti
tercantum dalam pasal 18 UUD 1945, yang menyatakan bahwa
Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah
provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota,
yang tiap-tiap provinsi, kabupaten, dan kota itu mempunyai
pemerintahan daerah, yang diatur dengan undang-undang.
Sementara istilah republik sebagai kelanjutan dari negara
kesatuan yang berbentuk republik menuju pada sistem
pemerintahan negara yang dipimpin oleh Presiden.
72
Negara Dan Konstitusi
C. Konstitusi
1. Istilah dan Pengertian Konstitusi (Undang-Undang
Dasar)
Istilah konstitusi berasal dari bahasa Perancis “Constituere”
yang berarti menetapkan atau membentuk. Pemakaian istilah
konstitusi dimaksudkan sebagai pembentukan atau penyusunan
suatu negara. Dalam ketatanegaraan, istilah konstitusi di
berbagai negara dipergunakan beragam. Di Belanda
menggunakan kata “constitutie” di samping kata “grond wet”.
Inggris dan Amerika Serikat menggunakan kata “constitution”.
Dalam istilah sehari-hari Konstitusi sering disamakan dengan
Undang-Undang Dasar (UUD). UUD sendiri adalah terjemahan
dari kata “grond wet” yang berasal dari bahasa Belanda, yakni
grond artinya dasar, sementara kata wet berarti undang-undang.
Makna konstitusi secara mendalam ada dalam
konstitusionalisme (Mahfud MD, 2000; Budiardjo, 2008), yaitu
suatu istilah yang kemunculannya di abad ke 18, untuk
menegaskan Doktrin Amerika tentang supremasi konstitusi
tertulis yang hierarkinya berada di atas Undang-Undang, yang
hanya dibuat oleh lembaga legislatif. Meskipun istilah
konstitusionalisme baru popular abad ke 18, tetapi sebagai
gagasan dan praksis kehidupan modern, konstitusionalisme
telah berkembang lebih lama, yakni suatu gagasan pembatasan
kekuasaan penguasa di dalam sebuah konstitusi, sebenarnya
telah ada sejak berkembangnya negara teritorial di bawah
kekuasaan raja-raja dan dalam kehidupan negara-negara di
Eropa Barat sejak abad ke 12. Gagasan konstitusionalisme
sebagai alat pembatasan kekuasaan sebenarnya tidak dapat
dilepaskan dengan gagasan Hak Asasi Manusia (HAM),
demokrasi dan negara hukum, yang harus dimuat di dalam
sebuah aturan dasar kegiatan politik yang kemudian disebut
konstitusi.
73
Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi; Membina Karakter...
Dalam perkembangan teoritis dan praktik kenegaraan,
terdapat pandangan yang mempersamakan Konstitusi dengan
UUD, tetapi juga terdapat pandangan lain yang menyatakan
bahwa Konstitusi tidak sama dengan UUD. Perbedaan
pandangan ini terjadi karena perbedaan sudut pandang dalam
memberikan pengertian terhadap konstitusi, yakni pengertian
dalam arti sempit dan dalam arti luas.
Pengertian konstitusi dalam arti sempit, hanya mencakup
konstitusi tertulis saja, yaitu UUD. Pada saat sekarang, banyak
sarjana yang menyamakan kedua istilah itu, yakni konstitusi
dan UUD. Karena dalam praktek ketatanegaraan di berbagai
negara menganggap konstitusi atau UUD itu dibuat sebagai
pegangan untuk menyelenggarakan negara. Penyamaan istilah
konstitusi dengan UUD adaa pengaruh aliran kodifikasi, tapi
sebelum itu sudah terjadi, ketika Oliver Cromwell menjadi Lord
Protector Inggris (1649-1660) yang menyebut UUD sebagai
Instrument of Goverment, yaitu pegangan untuk memerintah.
(Subardi, 2001).
Pandangan yang menyamakan Konstitusi dengan UndangUndang Dasar, antara lain CF. Strong, James Bryce (Tim ICCE
UIN Jakarta, 2003), dan K.C. Wheare (Subardi, 2001) . CF.
Strong mengemukakan bahwa konstitusi adalah sekumpulan
asas-asas yang mengatur kekuasaan pemerintahan, hak-hak dari
yang diperintah, dan hubungan antara pemerintah dengan yang
diperintah. Sementara James Bryce memberikan pengertian
konstitusi sebagai kerangka negara yang diorganisasikan dengan
dan melalui hukum, dalam hal mana hukum menetapkan; a)
peraturan mengenai pendirian lembaga-lembaga permanen; b)
fungsi dari lembaga-lembaga tersebut; dan c) hak-hak tertentu
yang ditetapkan. K.C. Wheare (1975) mengartikan kontitusi
sebagai keseluruhan sistem ketatanegaraan dari suatu negara,
berupa kumpulan peraturan-peraturan yang membentuk dan
mengatur atau memerintah dalam pemerintahan suatu negara.
74
Negara Dan Konstitusi
Peraturan-peraturan ini sebagian bersifat legal (bersifat hukum)
dalam arti pengadilan berwenang mempertahankannya, dan
sebagian tidak bersifat hukum (nonlegal) atau ekstralegal yang
berasal dari kebiasaan dan konvensi, karena pengadilan tidak
dapat mempertahankan terhadap pelanggaran yang terjadi.
Wheare juga menegaskan bahwa konstitusi, untuk sebagian
besar negara di dunia diartikan sebagai aturan-aturan yang
mengatur ketatanegaraan suatu negara yang telah dibukukan
dalam suatu dokumen (kodifikasi), dan sejak diumumkan
Konstitusi Amerika pada tahun 1787, istilah maupun pengertian
konstitusi sebagai dokumen tertulis disamakan dengan UUD.
Konstitusi yang disamakan artinya dengan UUD, memiliki
ciri-ciri umum (Subardi, 2001) :
a. Konstitusi itu sebagai kumpulan kaidah hukum yang
diberi kedudukan tertinggi dalam negara (supreme law),
karena dimaksudkan sebagai alat untuk membatasi
wewenang penguasa.
b. Konstitusi memuat prinsip-prinsip dan ketentuanketentuan yang dianggap paling pokok mengenai
kehidupan bernegara.
c. Konsitusi biasanya lahir dari momen sejarah yang
terpenting bagi masyarakat (negara) yang bersangkutan,
seperti pembebasan dari penjajahan, keberhasilan dari
suatu revolusi dan sebagainya.
Sistem ketatanegaraan Indonesia juga pernah
mempersamakan antara Undang-Undang Dasar dengan
Konstitusi, yang keduanya digunakan untuk saling mengisi/
mengganti sebagai hukum dasar Republik Indonesia, yaitu
Undang-Undang Dasar 1945, Konstitusi Indonesia Serikat
tahun 1949, dan Undang-Undang Dasar Sementara tahun 1950.
Sementara pengertian konstitusi dalam arti luas, maka
konstitusi adalah mencakup keseluruhan peraturan, baik yang
75
Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi; Membina Karakter...
tertulis maupun tidak tertulis, yang mengatur secara mengikat
bagaimana suatu pemerintahan negara diselenggarakan dalam
masyarakat. Pengertian UUD menurut E.C.S. Wide dan
G.Philips (Mahfud MD, 200, Budiardjo, 2008 ; Priyanto, 2003)
adalah naskah yang memaparkan rangka dan tugas-tugas pokok
dari badan-badan pemerintah atau negara dan menentukan cara
kerja badan-badan tersebut. Konstitusi berarti sebagai peraturan
dasar dari suatu negara. Menurut Sri Sumantri (Tim ICCE UIN
Jakarta, 2003), konstitusi berarti suatu naskah yang memuat
suatu bangunan negara dan sendi-sendi sistem pemerintahan
negara. Tim ICCE UIN (2003) memberikan pengertian
konstitusi adalah sejumlah aturan-aturan dasar dan ketentuanketentuan hukum yang dibentuk untuk mengatur fungsi dan
struktur lembaga pemerintahan termasuk dasar hubungan kerja
sama antara negara dan masyarakat (rakyat) dalam konteks
kehidupan berbangsa dan bernegara.
Pengertian konstitusi dalam arti luas diberikan oleh
kelompok yang membedakan Konstitusi dan Undang-Undang
Dasar di antaranya Apeldoorn (Supriatnoko, 2008), yang
mengemukakan bahwa konstitusi memuat aturan tertulis dan
tidak tertulis, sedang Undang-Undang Dasar merupakan bagian
tertulis dari Konstitusi. Pendapat senada dikemukakan Herman
Heller (Tim ICCE UIN Jakarta, 2003) bahwa Konstitusi tidak
hanya bersifat yuridis melainkan bersifat sosiologis dan politis,
sedangkan Undang-Undang Dasar hanya merupakan bagian dari
pengertian Konstitusi. Heller membagi pengertian konstitusi
dalam tiga cakupan, (Koesnardi dan Saragih, 1974) yaitu:
a. Konstitusi sebagai pengertian sosial politik. Pada tingkat
ini, konstitusi baru mencerminkan keadaan sosial politik,
kenyataan yang ada dalam masyarakat, belum merupakan
pengertian hukum.
b. Konstitusi sebagai pengertian hukum (juridis). Pada
tingkat ini , keputusan-keputusan yang ada dalam
76
Negara Dan Konstitusi
masyarakat tersebut dijadikan sebagai rumusan yang
normatif, yang harus ditaati. Pada tingkat ini, konstitusi
tidak selalu tertulis, tapi ada juga yang tidak tertulis, dan
yang tertulis biasanya dalam arti terkodifikasi.
c. Konstitusi sebagai suatu peraturan hukum, yakni
peraturan hukum yang tertulis.
Pendapat senada juga dikemukakan oleh Ferdinand Lasalle
(Saiful Anwar, 1996:47), yang membagi konstistusi dalam dua
pengertian, yaitu :
a. Konstitusi dalam pengertian sosiologis dan politis, yaitu
berupa faktor-faktor kekuatan yang nyata dalam
masyarakat. Konstitusi menggambarkan hubungan antara
kekuasaan-kekuasaan nyata yang ada dalam negara,
antara lain seperti; raja, parlemen, kabinet, kelompok
penekan (pressure group), dan partai politik.
b. Konstitusi dalam pengertian juridis, yaitu yang tertulis
dalam suatu naskah yang memuat semua bangunan negara
dan sendi-sendi pemerintahan.
Dalam praktik kenegaraan hukum dasar yang tidak tertulis
merupakan bagian dari Konstitusi disebut dengan konvensi.
Di Inggris keberadaan konvensi dimulai dengan Piagam Magna Charta 1215. Di Amerika Serikat konvensi dilaksanakan
oleh para presiden yang telah dua kali berturut-turut tidak ada
lagi yang mencalonkan diri, meskipun pembatasan tersebut
tidak diatur dalam Undang-Undang Dasar Amerika Serikat. Di
Indonesia Pidato Kenegaraan setiap tanggal 16 Agustus
termasuk salah satu konvensi yang sampai sekarang masih
dilestarikan.
2. Keberadaan dan Tujuan Konstitusi
Menurut Mahfud MD (2000), secara umum konstitusi
diartikan sebagai aturan dasar ketatanegaraan yang setelah
77
Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi; Membina Karakter...
disarikan dari ajaran kedaulatan rakyat. Rousseau memandang
konstitusi sebagai perjanjian masyarakat yang berisikan
pemberian hak oleh masyarakat dalam penyelenggaraan
kekuasaan pemerintahan negara. Dengan kata lain konstitusi
sebenarnya tidak lain dari realisasi demokrasi dengan
kesepakatan bahwa kebebasan penguasa ditentukan oleh warga
masyarakat dan bukan sebaliknya, kebebasan masyarakat
ditentukan oleh penguasa. Oleh sebab itu, setiap pelanggaran
atas konstitusi harus dipandang sebaga pelanggaran atas kontrak
sosial. Dalam kesimpulan analisisnya Mahfud MD (2000),
menyatakan esensi dari konstitusionalisme yang melahirkan
konstitusi minimal terdiri atas 2 hal:
a. Konsepsi negara hukum yang menyatakan bahwa secara
universal kewibawaan hukum haruslah mengatasi
kekuasaan pemerintah, oleh karena itu hukum harus
mengontrol dan mengendalikan politik,
b. Konsepsi hak-hak sipil warga negara yang menggariskan
adanya kebebasan warga negara di bawah jaminan
konstitusi, sekaligus adanya pembatasan kekuasaan
negara terhadap warga negara.
Terkait dengan kedua ciri konstitusionalisme tersebut,
maka beberapa hal yang harus ditegaskan dalam konstitusi
menurut Bambang Widjoyanto (1998) adalah:
a. Public authority hanya dapat dilegitimasi menur ut
ketentuan konstitusi;
b. Menurut pelaksanaan kedaulatan rakyat (melalui
perwakilan) harus dilakukan dengan menggunakan
prinsip universal and equal suffrage dan pengangkatan
eksekutif harus melalui pemilihan yang demokratis;
c. Pemisahan atau pembagian kekuasaan serta pembatasan
wewenang;
78
Negara Dan Konstitusi
d. Adanya kekuasaan kehakiman yang mandiri yang dapat
menegakkan hukum dan keadilan baik terhadap rakyat
maupun terhadap penguasa;
e. Adanya sistem kontrol terhadap militer dan kepolisian
untuk menegakkan hukum dan menghormati hak-hak
rakyat;
f. Adanya jaminan perlndungan HAM.
Keadaan yang hampir sama tentang hal-hal yang harus
ditegaskan dalam konstitusi menurut Mahfud MD (2000)
adalah:
a. Supremasi hukum dalam arti memberikan posisi sentral
pada hukum sebagai pedoman dan pengarah menurut
hierarkinya dan menegakkan tanpa pandang bulu,
b. Pengambilan keputusan secara legal oleh Pemerintah
dalam arti bahwa dalam setiap keputusan haruslah sah
baik formal-prosedurnya maupun substansinya,
c. Jaminan atas rakyat untuk menikmati hak-haknya secara
bebas berdasarkan ketentuan hukum yang adil,
d. Kebebasan pers untuk mengungkap dan mengekspresikan
kehendak, kejadian, dan aspirasi yang berkembang di
masyarakat maupun aspirasi institusi itu sendiri,
e. Partisipasi masyarakat dalam proses kenegaraan,
f. Pembuatan kebijaksanaan yang tidak diskriminatif
terhadap golongan, gender, agama, ras, dan ikatan primordial lainnya,
g. Akuntabilitas pemerintah terhadap masyarakat,
h. Terbukanya akses masyarakat bagi keputusan negara dan
pemerintah.
Dari cakupan materi, maka keberadaan konstitusi
diadakan untuk suatu fungsi dan tujuan dalam kehidupan
bernegara. Keberadaan konstitusi dalam suatu negara yang
79
Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi; Membina Karakter...
berkaitan dengan fungsi adalah sebagaimana dikemukakan oleh
C.J. Friedrich (Miriam Budiardjo, 2008) bahwa konstitusi
merupakan proses (tata cara) untuk membatasi perilaku
pemerintah secara efektif. Konstitusi mempunyai fungsi khusus
dan meupakan perwujudan atau manifestasi dari hukum
tertinggi yang harus ditaati, bukan hanya rakyat, tetapi juga
oleh pemerintah. Pembatasan-pembatasan kekuasaan dalam
konstitusi diwujudkan dalam bentuk membagi kekuasaan
dalam negara, membatasi kekuasaan dari penguasa dalam negara,
dan adanya akses yang bebas untuk mengawasi kekuasaan yang
dilaksanakan para penguasa, baik melalui saling mengawasi dan
mengendalikan secara seimbang dan proporsial (checks, balances and proportional system) antara lembaga negara maupun akses
terbuka dan bebas dari warganegara (free and open information).
Terhadap fungsi yang dimiliki oleh konstitusi atau UUD,
maka Joeniarto (1980) melihat sebagai fungsi konstitusi pada
umumnya memiliki dua dimensi :
a. Ditinjau dari tujuannya, adalah untuk menjamin hak-hak
anggota warga masyarakatnya, terutama warganegara dari
tindakan sewenang-wenang penguasa;
b. Ditinjau dari penyelenggaraan pemerintahannya, adalah
untuk dijadikan landaan struktural penyelenggaraan
pemerintahan menurut sistem ketatanegaraan yang pasti
dan pokok-pokoknya telah digambarkan dalam aturanaturan konstitusi atau UUD.
Sementara keberadaan konstitusi yang berkaitan dengan
tujuan adalah seperti dikemukakan oleh Karl Loewenstein
(Astawa, 1993):
a. Sebagai aturan yang memberikan pembatasan sekaligus
pengawasan terhadap kekuasaan politik,
b. Sebagai sarana melepaskan kontrol kekuasaan dari
penguasa sendiri,
80
Negara Dan Konstitusi
c. Memberikan batasan-batasan ketetapan para penguasa
dalam menjalankan kekuasaannya.
Keberadaan konstitusi baik dilihat dari fungsi maupun
tujuannya esensinya adalah membatasi kekuasaan pemerintahan
negara sedemikian rupa, sehingga penyelenggaraan negara tidak
bersifat sewenang-wenang atau melakukan penyalahgunaan
wewenang. Dari pembatasan itu, maka hak-hak warga negara
lebih terjamin dan terlindungi secara pasti. Gagasan ini disebut
dengan konstitusionalisme. Konstitusionalisme menurut C.J.
Friederich (Koenardi dan Saragih, 1994) adalah pemerintahan
yang merupakan kumpulan kegiatan yang diselenggarakan oleh
dan atas nama rakyat, tetapi dikenakan beberapa pembatasan
yang diharapkan menjamin, bahwa kekuasaan yang diperlukan
untuk pemerintahan itu, tidak disalahgunakan oleh mereka yang
mendapat tugas untuk memerintah.
Pembatasan kekuasaan atas lembaga-lembaga penyelenggara negara itu, menurut Padmo Wahyono (Dahlan Thaib,
Jazim Hamidi, dan Ni’matul Huda, 2001) adalah mencakup
dua hal :
a. Pembatasan kekuasaan yang meliputi isi kekuasaannya.
b. Pembatasan kekuasaan yang berkenan dengan waktu
dijalankannya kekuasaan tersebut.
Pembatasan kekuasaan dalam arti mengandung arti, bahwa
dalam konstitusi, kekuasaan lembaga negara ditentukan tugas
dn wewenangnya. Pemerintah harus diawasi oleh Badan
Perwakilan Rakyat dan juga elemen-elemen warganegara yang
ada di dalam masyarakat, termasuk rakyat sendiri. Sementara
pembatasan kekuasaan yang berkenaan dengan waktu,
menyangkut pembatasan kekuasaan mengenai masa waktu itu
dapat dijalankan. Hal demikian berkenaan dengan masa jabatan
masing-masing lembaga negara atau pejabatnya dalam
menjalankan kekuasaannya.
81
Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi; Membina Karakter...
Agar keberadaan konstitusi jelas kepastiannya tentang
fungsi dan tujuannya, maka menurut Sri Sumantri (1979),
konstitusi berisi tiga hal pokok :
a. Adanya jaminan terhadap hak-hak asasi manusia dan
warganegara,
b. Ditetapkannya susunan ketatanegaraan suatu negara yang
bersifat fundamental, dan
c. Adanya pembagian dan pembatasan tugas ketatanegaraan
yang juga bersifat fundamental.
Sementara Miriam Budiardjo (1977) mengemukakan setiap
UUD hendaknya memuat ketentuan-ketentuan mengenai :
a. Organisasi negara, misalnya pembagian kekuasaan antara
badan legislatif, eksekutif dan yudikatif; pembagian
kekuasaan antara pemerintah federal dan pemerintah
negara bagian; prosedu penyelesaian masalah pelanggaran
yurisdiksi oleh salah satu badan pemerintah dan
sebagainya.
b. Hak-hak asasi manusia.
c. Prosedur mengubah UUD
d. Adakalanya memuat larangan untuk mengubah sifat
tertentu dari UUD.
D. Konstitusi atau Undang-Undang Dasar di Indonesia
Sebagaimana disebut di bagian awal, bahwa di Indonesia
istilah Konstitusi dan Undang-Undang Dasar pernah disejajarkan
keberadaannya sebagai hukum dasar tertulis. Oleh karena itu dalam
pembahasan berikut khusus berlaku di Indonesia akan
menggunakan istilah tersebut sesuai dengan masa berlakunya
Konstitusi atau Undang-Undang Dasar di Indonesia.
82
Negara Dan Konstitusi
1. Penetapan Undang-Undang Dasar dan Konstitusi
Indonesia
Undang-Undang Dasar Proklamasi yang kemudian kita
kenal dengan UUD 1945, ditetapkan oleh Panitia Persiapan
Kemerdekaan Indonesia (PPKI) tanggal 18 Agustus 1945.
Perumusan tentang rencana dasar negara dan UUD 1945
sebelumnya telah dilakukan oleh Badan Penyelidik UsahaUsaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI), yang
dimulai dalam siding pertama BPUPKI pada tanggal 9 Mei
sampai 1 Juni 1945 dengan ketua Dr. Radjiman Wedyodiningrat.
Dalam sidang pertama BPUPKI, permasalahan mendasar
yang menjadi agenda persidangan adalah perumusan dasar
negara. Tiga tokoh Moh. Yamin, Supomo, dan Sukarno,
menyampaikan usulan dasar negara. Sukarno yang mendapatkan
kesempatan menyampaikan pokok pikirannya dengan
mengusulkan lima dasar negara yang dinamai dengan Pancasila.
Sidang pertama BPUPKI belum menghasilkan keputusan
berarti, sehingga sidang dilanjutkan dengan dibentuknya dua
panitia, yaitu Panitia Kecil, dikenal sebagai Panitia Sembilan
yang diketuai oleh Sukarno dan Panitia Perancang UUD yang
diketuai oleh Supomo. Panitia Sembilan berhasil merumuskan
Piagam Jakarta tanggal 22 Juni 1945 yang akan direncanakan
sebagai Pembukaan UUD negara, sedang Panitia Perancang
UUD berhasil merumuskan rancangan UUD negara tanggal 16
Juni 1945.
Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, yang ditandatangani
oleh Sukarno-Hatta atas nama Bangsa Indonesia tanggal 17
Agustus 1945, ditindaklanjuti dengan sidang Panitia Persiapan
Kemerdekaan Indonesia, yang didahului kompromi antara
wakil-wakil kelompok Islam dan wakil Indonesia Bagian Timur
yang mayoritas berasal dari penganut agama Nasrani tentang
sila pertama dasar negara dari Piagam Jakarta. Pertemuan ini
terjadi karena wakil Indonesia Timur yang mayoritas pemeluk
83
Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi; Membina Karakter...
agama Nasrani merasa dinomorduakan dengan rumusan rencana
dasar negara, yakni terdapat rumusan syariat Islam bagi
pemeluknya. Perjuangan Bung Hatta sebagai mediator berhasil
meyakinkan kedua belah pihak, yaitu kelompok Islam dan wakil
Indonesia Timur, tentang rumusan dasar negara dalam Piagam
Jakarta, dari Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat
Islam bagi pemeluk-pemeluknya diganti dengan Ketuhanan
Yang Maha Esa, sebagaimana kita kenal sekarang. Perubahan
dari sila pertama berdampak pada perubahan pasal 29, UUD
1945, serta syarat Presiden yang tadinya ada kata-kata harus
beragama Islam cukup dengan orang Indonesia asli. Berdasarkan
kesepakatan tersebut akhirnya UUD 1945 berhasil ditetapkan
oleh PPKI tanggal 18 Agustus 1945, bersama dengan
pengangkatan Presiden dan Wakil Presiden pertama di Indonesia. Struktur dan sistematika UUD 1945 Proklamasi terdiri dari:
a. Pembukaan UUD yang terdiri dari empat alinea.
b. Batang tubuh UUD, yang terdiri dari 16 Bab, 37 Pasal, 4
Pasal peralihan, dan 2 ayat Aturan Tambahan.
c. Penjelasan resmi UUD.
Dengan keberhasilan Sidang PPKI tanggal 18 Agustus
1945, yang menetapkan UUD, serta memilih Presiden dan Wakil
Presiden sebagai Kepala Pemerintahan baru di Indonesia, maka
keberadaan negara Indonesia baik secara de jure maupun de facto
telah terpenuhi secara sempurna, yaitu:
a. Rakyat, yaitu bangsa Indonesia.
b. Wilayah, yaitu tanah air Indonesia yang membentang dari
Sabang sampai Merauke, yakni mencakup bekas wilayah
jajahan Pemerintah Hindia Belanda.
c. Pemerintah yang berdaulat, Pemerintah dipimpin
Sukarno-Hatta, dengan penuh kedaulatan ke dalam dan
keluar. Kedaulatan ke dalam karena Indonesia telah
memiliki Presiden dan Wakil Presiden dan
bertanggungjawab terhadap politik pemerintahan dalam
84
Negara Dan Konstitusi
negara Indonesia, sedang kedaulatan keluar seperti
adanya pengakuan dari negara sahabat yang banyak
memberi dukungan moril terhadap perjuangan bangsa
Indonesia, yaitu negara India dan Mesir yang langsung
menyambut baik dan mendukung kemerdekaan Indonesia.
Keberadaan Negara Proklamasi yang telah memenuhi
persyaratan utama sebagai negara, ternyata tidak demikian
dengan pandangan pemerintah kerajaan Belanda yang tidak mau
mengakui berdirinya negara Indonesia, karena Belanda
menganggap secara de jure Indonesia (Hindia Belanda) masih
berada di bawah kekuasaannya berdasarkan perjanjianperjanjian yang diperoleh Belanda, sejak era VOC sampai
Hindia Belanda dari raja-raja Indonesia, sehingga dengan
berbagai cara Belanda berusaha ingin menguasai kembali Indonesia yang telah merdeka, sebagaimana sebelum kedatangan
Jepang di Indonesia. Penyerangan tentara Belanda terhadap
Pemerintah Indonesia tidak mendapatkan dukungan penuh dari
sekutu Belanda. Hal demikian terjadi karena kepiawaian
diplomasi politik yang dilakukan oleh kementerian luar negeri
dan diplomat Indonesia di luar negeri, sekaligus begitu kuatnya
perlawanan rakyat dengan kekuatan intinya TNI di dalam negeri.
Sehingga ketika agresi Belanda pertama dilakukan, Belanda
harus terpaksa berunding dengan Indonesia atas prakarsa
Amerika Serikat, dan berhasil melahirkan persetujuan Renville.
Para agresi Belanda ke dua diakhiri dengan perundingan Meja
Bundar yang dikenal dengan Konferensi Meja Bundar (KMB)
yang dilaksanakan di Den Haag Belanda. Salah satu hasil
penting adalah pengakuan kemerdekaan Indonesia dengan
bentuk negara serikat, sehingga Indonesia menjadi Negara Indonesia Serikat dengan dasar negara Konstitusi Republik Indonesia Serikat (KRIS), yang berlaku mulai tanggal 27
Desember 1949.
85
Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi; Membina Karakter...
Dengan berlakunya KRIS, maka UUD 1945 yang tidak
pernah dicabut, tatap berlaku sebagai UUD Negara Indonesia
Proklamasi yang merupakan bagian dari Negara Indonesia
Serikat (NIS) sebagai negara federal yang berdasarkan pada
KRIS. Bentuk negara serikat sesungguhnya bertentangan
dengan cita-cita perjuangan awal Bangsa Indonesia yang
mencita-citakan bentuk negara kesatuan. Bentuk serikat
diterima oleh delegasi Indonesia di bawah pimpinan Moh Hatta
sebenarnya merupakan bagian strategi perjuangan diplomasi
Bung Hatta, agar Pemerintah Indonesia mampu menata
pemerintahan dengan politik de vide at impera, namun kondisi
dan kesadaran Bangsa Indonesia sudah berubah, tidak
sebagaimana awal Belanda datang di Indonesia. Kekhawatiran
akan kegagalan politik de vide at impera untuk memecah belah
Indonesia telah diantisipasi Belanda, yakni dengan masih
mempertahankan Irian Barat untuk dibahas di kemudian hari
tanpa batas waktu yang jelas. Kondisi ini sengaja dibuat Belanda
untuk menyisakan bom waktu yang setiap saat akan meledakan
persatuan dan kesatuan di wilayah Indonesia.
Meskipun NIS berdiri atas tekanan Belanda, namun strategi
Bung Hatta ternyata cukup berhasil berkat dukungan Bangsa
Indonesia yang setia kepada negara Proklamasi dengan bentuk
negara kesatuan, dalam waktu delapan bulan NIS bubar dan
Bangsa Indonesia kembali kepada negara kesatuan, yang diikuti
dengan perubahan UUD, dengan mengubah KRIS menjadi
UUD Sementara Tahun 1950 yang kemudian dikenal dengan
UUDS tepat pada hari ulang tahun Kemerdekaan Indonesia 17
Agustus 1950.
UUDS, yang diadopsi dari KRIS berlaku hampir Sembilan
tahun. Keberadaan Badan Konstintuante hasil pemilihan umum
1955, yang harus membuat UUD baru untuk menggantikan
UUDS gagal mencapai kata sepakat, khususnya tentang
penetapan dasar negara antara Islam dan Pancasila. Hal yang
86
Negara Dan Konstitusi
sama juga terjadi terhadap anjuran Presiden Sukarno kepada
Konstintuante untuk kembali kepada UUD 1945, tidak berhasil
memenuhi quorum untuk menentukan/menetapkan UUD baru.
Adanya pernyataan dari sebagian anggota Konstintuante untuk
tidak hadir dalam pembahasan penetapan UUD, menjadikan
salah satu alasan Negara Indonesia dalam keadaan bahaya.
Pernyataan kondisi negara dalam keadaan bahaya dari Presiden
Sukarno mendapat dukungan tentara dan Perdana Menteri
Juanda, sehingga Presiden mengeluarkan dekrit yang kemudian
lebih dikenal dengan Dekrit Presiden 5 Juli 1959.
Dengan Dekrit Presiden 5 Juli 1959, yang menetapkan
salah satu diktumnya adalah berlakunya kembali UUD 1945.
Dengan berlakunya kembali UUD 1945 sampai dilakukannya
kembali amandemen UU 1945, pelaksanaan UUD 1945
mengalami pasang surut, baik pada masa Orde Lama, maupun
Orde Baru. Dalam kedua periode ini UUD 1945 yang sifatnya
disebut-sebut sebagai UUD yang singkat dan supel justru
memberikan peluang kepada pemegang kekuasaan untuk
menafsirkan sesuai dengan kehendak penguasa, sehingga dalam
dua periode tersebut, mendorong Pemerintah untuk
menyimpang, mesti atas nama konstitusi untuk melaksanakan
secara murni dan konsekwen. Kondisi ini akhirnya dikoreksi
pada era Reformasi. Untuk menghindarkan dominasi eksekutif
yang pernah terjadi pada masa Orde Lama dan Orde Baru, MPR
hasil pemilihan umum tahun 1999 melakukan empat kali
Amandemen, yang hasilnya adalah naskah UUD 1945
Amandemen yang sekarang berlaku.
2. Perubahan Konstitusi atau UUD
a. Cara Merubah Konstitusi atau UUD
Dalam Hukum Tata Negara dikenal adanya dua cara
perubahan UUD sebagai konstitusi tertulis. Pertama,
perubahan yang dilakukan menurut prosedur yang diatur
87
Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi; Membina Karakter...
sendiri oleh UUD. Perubahan cara yang pertama ini
disebut Verfassung Anderung, yang sering disebut
perubahan cara konstitusional. Kedua, perubahan yang
dilakukan tidak berdasarkan pada ketentuan yang diatur
dalam UUD. Perubahan dengan cara kedua ini disebut
Verfassung Wandlung, perubahan ini sering disebut dengan
cara yang bersifat revolusioner (Jimly Asshiddiqie, 2001).
Berlaku tidaknya UUD hasil perubahan yang
revolusioner tergantung pada kekuatan politik yang
mendukung atau yang memberlakukannya sebagai
konstitusi negara yang bersangkutan (Subardi, 2001).
Menurut Robert Carr (I Gde Pantja Astawa, 1993) ada
tiga cara untuk mengubah UUD, yaitu :
1) Melalui tata cara di luar UUD.Hal ini dimungkinkan,
karena UUD itu, misalnya menyerahkan kepada
pembentuk Undang-Undang Organik.
2) Melalui penafsiran yang dilakukan oleh; a) pengadilan
(kekuasaan yudikatif); 2) kongres (kekuasaan
legislatif); dan 3) presiden (kekuasaan eksekutif).
3) Melalui perubahan secara formal.
Sebelum naskah UUD tersebut diakui dan diterima
keberlakuannya oleh masyarakat luas, UUD itu biasanya
masih dianggap tidak sah dan prosedur perubahannya
dinilai inkonstitusional, atau setidak-tidaknya bersifat
ekstrakonstitusional (Jimly Asshiddiqie, 2001).
Menurut C.F. Strong (Tim ICCE UIN Jakarta, 2003),
menyatakan bahwa prosedur perubahan Konstitusi ada
empat (4) macam perubahan, yaitu:
1) Perubahan Konstitusi yang dilakukan oleh pemegang
kekuasaan legislatif, akan tetapi menurut pembatasanpembatasan tertentu;
88
Negara Dan Konstitusi
2) Perubahan Konstitusi yang dilakukan oleh rakyat
melalui suatu referendum;
3) Perubahan Konstitusi yang berlaku di negara serikat
yang dilakukan oleh sejumlah negara-negara bagian;
4) Perubahan Konstitusi yang dilakukan dalam suatu
konvensi atau dilakukan oleh suatu lembaga negara
khusus dibentuk hanya untuk keperluan perubahan.
Pendapat senada dikemukakan Miriam Budiardjo
(2008), juga mengetengahkan tentang cara perubahan
Konstitusi atau UUD suatu negara mengemukakan
dengan 4 (empat) cara atau prosedur dalam perubahan
Konstitusi atau UUD, yaitu:
1) Melalui sidang badan legislatif dengan ditambah
beberap syarat, misalnya dapat ditetapkan quorum
untuk sidang yang membicarakan usul perubahan
Konstitusi atau UUD dari jumlah minimum anggota
badan legislatif untuk menerimanya;
2) Melalui referendum atau peblesit;
3) Melalui persetujuan negara-negara bagian dalam
negara federal, dengan ketentuan sebagaimana
ditetapkan dalam Konstitusi atau UUD federal;
4) Musyawarah khusus (special convention)
Sementara Jimly Asshiddiqie (2001) berpendapat
bahwa cara melakukan perubahan UUD dilakukan
melalui :
1) Pembaharuan naskah, jika perubahan dalam teks
UUD menyangkut hal-hal tertentu.
2) Pergantian naskah lama dengan naskah yang baru, jika
materi perubahannya bersifat mendasar dan cukup
banyak, maka perubahan itu dapat disebut
penggantian naskah dari yang lama menjadi yang baru
sama sekali.
89
Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi; Membina Karakter...
3) Naskah tambahan (annex atau addendum) yang terpisah
dari naskah asli UUD, yang menurut tradisi Amerika
Serikat disebut Amandemen.
Dalam praktik ketatanegaraan modern, kita
mengenal dua teknik dalam perubahan Konstitusi atau
UUD, yaitu renewal dan amandement.
1) Renewal adalah perubahan yang berupa pembaharuan
dari Konstitusi atau UUD lama secara keseluruhan,
sehingga yang diberlakukan adalah Konstitusi atau
UUD yang baru secara keseluruhan. Cara ini dianut
di Eropa Kontinental seperti Belanda, Perancis
maupun Jerman,
2) Amandement (Amandemen) adalah cara perubahan
Konstitusi atau UUD, yakni Konstitusi atau UUD
yang lama tetap berlaku, sehingga amandemen yang
dilakukan dapat mengubah, dengan cara mengurangi
atau menambah pasal-pasal, dari Konstitusi atau
UUD, dapat merupakan bagian lampiran, atau
menyertai Konstitusi atau UUD awal. Cara
amandemen ini dilaksanakan di Amerika Serikat dan
di Indonesia.
Terdapat dua tradisi dalam teknik perubahan UUD,
yaitu tradisi Erofah Kontinental dan tradisi Amerika
Serikat. Berdasarkan tradisi Erofah Kontinental, teknik
perubahan dilakukan langsung ke dalam teks UUD. Jika
perubahan itu menyangkut materi tertentu, tentulah
naskah UUD yang asli, tidak banyak mengalami
perubahan. Tetapi jika materi yang diubah banyak,
apalagi kalau perubahannya sangat mendasar, biasanya
naskah UUD itu disebut dengan nama baru sama sekali
(pergantian). Menurut tradisi Amerika Serikat, perubahan
dilakkan terhadap materi tertentu dengan menetapkan
90
Negara Dan Konstitusi
naskah Amandemen yang terpisah dari naskah asli UUD
(Subardi, 2001).
b.
Perubahan UUD atau Konstitusi di Indo
nesia
Beberapa cara perubahan UUD atau Konstitusi di
Indonesia dapat dilihat dari ketentuan dalam UUD atau
Konstitusi yang pernah dan sedang berlaku di Indonesia,
yaitu:
1) Perubahan Undang-Undang Dasar Dalam UUD 1945
Proklamasi
Ketentuan perubahan UUD tercantum dalam pasal
37 yang menyatakan:
a) Ayat (1) Untuk mengubah Undang-Undang Dasar
sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah Majelis
Permusyawaratan harus hadir.
b) Ayat (2) Putusan diambil dengan persetujuan
sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota yang
hadir.
Dengan mengacu pada pasal tersebut berarti
perubahan UUD 1945 Proklamasi memberikan
kewenangan pada MPR untuk mengubah UUD dengan
persyaratan quorum tertentu atau suar terbanyak
bersyarat yaitu 2/3, baik didasarkan pada kehadiran
anggota MPR, dan keputusan yang diambil disetujui
minimum 2/3 dari anggota MPR yang hadir.
2) Perubahan Konstitusi Dalam Konstitusi Republik
Indonesia Serikat (KRIS) 1949
Ketentuan tentang perubahan KRIS 1949 diatur
dalam pasal 190, yaitu:
a) Ayat (1) Dengan tidak mengurangi yang ditetapkan
dalam pasal 51 ayat (2), maka Konstitusi ini hanya
91
Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi; Membina Karakter...
dapat diubah dengan Undang-Undang Federal dan
menyimpang dari ketentuan-ketentuannya hanya
diperkenankan atas kuasa Undang-Undang Federal:
Baik Dewan Perwakilan Rakyat maupun Senat
tidak boleh bermufakat atau pun mengambil
keputusan tentang usul untuk itu, jika tidak
sekurang-kurangnya 2/3 ang gota sidang
menghadiri rapat,
b) Ayat (2), Undang-Undang dimaksud dalam ayat
pertama, dirundingkan oleh Senat menur ut
ketentuan-ketentuan Bagian 2 Bab IV. Catatan
penulis, inti pada Bagian 2Bab IV dimaksud dalam
keterkaitan dengan Undang-Undang adalah tentang
pelaksanaan untuk membuat Undang-Undang
har us ada kesepekatan Pemerintah, Dewan
Perwakilan Rakyat dan Senat,
c) Ayat (3), Usul Undang-Undang untuk mengubah
Konstitusi ini atau menyimpang dari ketentuanketentuan yang dapat diterima oleh Dewan
Perwakilan Rakyat atau pun oleh Senat dengan
sekurang-kurangnya 2/3 jumlah anggota yang
hadir. Jika usul itu dirundingkan lagi menuntut yang
ditetapkan pada pasal 132, maka Dewan
Perwakilan Rakyat hanya dapat menerima dengan
sekurang-kurangnya ¾ dari jumlah anggota yang
hadir.
Adapun pasal 132 dimaksud adalah:
a) Ayat (1), Apabila Senat menolak usul yang
sebelumnya itu sudah diterima oleh Dewan
Perwakilan Rakyat, maka sungguhpun demikian,
usul itu dapat juga disahkan oleh Pemerintah,
jika Dewan Perwakilan Rakyat menerima
dengan tidak mengubahnya lagi dan sekurang92
Negara Dan Konstitusi
kurangnya 2/3 dari jumlah suara anggota yang
hadir,
b) Ayat (2), Keputusan yang tersebut dalam ayat
pertama, hanya akan dapat diambil oleh Dewan
Perwakilan Rakyat dalam rapat yang di
dalamnya sekurang-kurangnya hadir 2/3 dari
jumlah aggota sidang.
Pola dianut KRIS 1949 dalam per ubahan
Konstitusi menganut pada cara badan legislatif
dengan persyaratan tertentu. Sebagaimana telah kita
sebut bahwa KRIS 1949 adalah produk dari KMB
tampak sekali rumusan Bahasa Indonesia dalam
kalimat yang berbelit-belit, sebagaimana konsep
dari seseorang yang pasti bukan usulan murni dari
bangsa Indonesia. Struktur kalimat dalam KRIS
1949 sangat berbeda dalam struktur kalimat dalam
UUD 1945 Proklamasi.
3) Perubahan Undang-Undang Dasar Dalam UUDS 1950
Ketentuan perubahan Undang-Undang Dasar Dalam
UUDS 1950 diatur dalam pasal 140, yaitu:
a) Ayat (1), Segala usul untuk mengubah UndangUndang Dasar ini menunjuk dengan tegas
perubahan yang diusulkan,
b) Ayat (2), Usul perubahan Undang-Undang Dasar,
yang telah dinyatakan dengan undang-undang itu
oleh Pemerintah dengana amanat Presiden
disampaikan kepada suatu badan bernama Majelis
Perubahan Undang-Undang Dasar, yang terdiri dari
ang gota-anggota Dewan Perwakilan Rakyat
Sementara dana anggota-anggota Komite Nasional
Indonesia Pusat yang tidak menjadi Dewan
Perwakilan Rakyat Sementara,
93
Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi; Membina Karakter...
c) Ayat (3), Yang ditetapkan dalam Pasal 66, 72, 74,
75, 91, 92, dan Pasal 94 juga berlaku bagi Majelis
Perubahan Undang-Undang Dasar. Catatan penulis,
ketentuan Pasal-Pasal tersebut menyangkut
persidangan Dewan Perwakilan Rakyat, mulai dari
kehadiran, hak suara hilang bagi yang tidak hadir
dalam sidang, serta keputusan yang sah dalam
sidang,
d) Ayat (4), Pemerintah har us dengan segera
mengesahkan Rancangan Perubahan UndangUndang Dasar yang telah diterima oleh Majelsi
Perubahan Undang-Undang Dasar.
Dengan melihat ketentuan pasal 140 UUDS 1950,
maka cara perubahan untuk merubah UUDS adalah
dengan membentuk Badan Baru, dalam hal ini
anggota legislatif dengan penambahan di luar
anggota yang khusus diperuntukkan untu merubah
UUD, yang disebut dengan Majelis Perubahan
Undang-Undang Dasar. Badan Baru ini akhirnya
diberi nama Konstituante yang terbentuk setelah
pemilihan umum 1955.
4) Perubahan Undang-Undang Dasar Dalam UUD 1945
pada Periode Orde Lama dan Orde Baru
Dengan diberlakukannya kembali UUD ’45 melalui
Dekrit Presiden 5 Juli 1959, ketentuan tentang
perubahan UUD 1945 tidak mengalami perubahan
sebagaimana diatur dalam pasal 37. Orde Lama dan
Orde Baru yang tidak berniat untuk merubah UUD
1945, sehingga ketentuan tentang perubahan UUD
pada pasal 37 tetap tidak mengalami perubahan.
Meskipun era Orde Baru bertekad melaksanakan
UUD ’45 secara murni dan konsekwen, Pemerintah
Orde Baru menetapkan referendum sebagai antisipasi
94
Negara Dan Konstitusi
tuntutan perubahan UUD 1945. Penetapan
referendum diatur dalam Ketetapan MPR no. IV/
MPR/1983, dan ditindaklanjuti dengan UndangUndang Referendum No. 5 Tahun 1985.
Pengertian referendum menurut pasal 1 UU No. 5
Tahun 1985 (No. 5/1985) adalah kegiatan untuk
meminta pendapat rakyat secara langsung mengenai
setuju atau tidak setuju terhadap pendapat kehendak
Majelis Permusyawaratan Rakyat untuk mengubah
Undang-Undang Dasar 1945. Referendum diadakan
apabila Majelis Permusyawaratan Rakyat berkehendak
mengubah Undang-Undang Dasar 1945. Sebagaimana
diatur dalam Pasal 2 Tap MPR No. IV/MPR/1983.
Apabila MPR berkehendak untuk mengubah UUD
1945, maka terlebih dahulu harus meminta pendapat
rakyat melalui Referendum. Pelaksanaan referendum
dilakukan oleh Presiden, sebagaimana diatur dalam
Undang-Undang Referendum. Referendum
diselenggarakan dengan cara mengadakan
pemungutan suara secara langsung, umum, bebas, dan
rahasia. Majelis Permusyawaratan Rakyat dapat
mengubah UUD 1945 bila mayoritas penduduk
sekurang-kurangnya 90% dari jumlah pemberi
pendapat rakyat (pemilih) tersebut menyatakan setuju
terhadap kehendak MPR untuk mengubah UUD 1945.
Dengan memperhatikan Tap. MPR No. IV/MPR/1983
serta UU No. 5/1985, bahwa Referendum untuk
meminta pendapat rakyat sebagai prasyarat bagi MPR
mengubah UUD 1945 sebagaimana diatur dalam pasal
37 UUD 1945, merupakan persyaratan yang sangat
berat perwujudannya dan tidak pernah dilaksanakan,
meskipun UUD 1945 dilakukan amandemen. Tekad
Orde Baru untuk mempertahankan UUD 1945 terlihat
95
Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi; Membina Karakter...
dari ketentuan pasal 1 Tap MPR No. IV/MPR/1983,
bahwa MPR tidak berkehendak untuk mengubah
UUD 1945. Jelas ketentuan 90% pemilik suara harus
ikut ambil bagian dan minimum 90% menyatakan
setuju adalah persyaratan yang dibuat untuk
menghambat, karena dalam pemilihan umum sejak
tahun 1955 tidak ada suara mayoritas mendekati 90%.
Ketentuan Tap MPR No. IV/MPR/1983 mengandung
kontradiksi, yakni MPR tidak berkehendak mengubah
UUD 1945, namun pada sisi lain MPR menetapkan
aturan bagaimana bila MPR berkehendak mengubah
UUD 1945. Ketentuan pasal 37 dengan referendum
terdapat suatu keganjilan logika, MPR yang tidak
berkehendak merubah UUD 1945, MPR membuat
celah sendiri dengan kemungkinan merubah, dan
didukung oleh Presiden dan DPR bagaimana proses
sebelum merubah dengan terbitnya UU No. 15 Tahun
1985, adalah produk yang dibuat Presiden bersamasama dengan DPR.
5) Perubahan Undang-Undang Dasar Dalam UUD 1945
Amandemen
Pada era Refor masi, MPR berhasil melakukan
perubahan UUD 1945 sebanyak empat (4) kali, dengan
meniadakan ketentuan Referndum. Ketentuan tentang
perubahan UUD tetap diatur dalam pasal 37, dengan
ketentuan sebagai berikut:
a) Ayat (1), Usul perubahan pasal-pasal UndangUndang Dasar dapat diagendakan dalam sidang
Majelis Permusyawaratan Rakyat apabila diajukan
sekurang-kurangnya 1/3 dari jumlah anggota
Majelis Permusyawaratan Rakyat,
b) Ayat (2), Setiap usul perubahan pasal-pasal
Undang-Undang Dasar, diajukan secara tertulis dan
96
Negara Dan Konstitusi
ditunjukkan dengan jelas bagian yang diusulkan
untuk diubah beserta alasannya,
c) Ayat (3), Untuk mengubah pasal-pasal UndangUndang Dasar, Sidang Majelis Permusyawaratan
Rakyat dihadiri oleh sekurang-kurangnya 2/3 dari
jumlah dari selur uh ang gota Majelis
Permusyawaratan Rakyat,
d) Ayat (4), Putusan untuk mengubah pasal-pasal
Undang-Undang Dasar dilakukan dengan
persetujuan sekurang-kurangnya 50% ditambah
satu ang gota dari seluruh ang gota Majelis
Permusyawaratan Rakyat,
e) Ayat (5), Khusus mengenai bentuk Negara
Kesatuan Republik Indonesia tidak dapat
dilakukan perubahan.
E. Undang-Undang Dasar 1945 Amandemen
Kedudukan UUD sebagai hukum dasar tertulis merupakan
sumber hukum setiap produk hukum seperti undang-undang,
peraturan pemerintah, atau peraturan lainnya. UUD juga
mer upakan acuan tindakan kebijakan pemerintah dalam
menjalankan roda pemerintahan negara. Terhadap kebijakan
pemerintah, UUD berfungsi sebagai alat kontrol terhadap tindakan
yang dilakukan pemerintah, baik eksekutif, legislatif, maupun
yudikatif.
Undang-Undang Dasar 1945, yang memiliki sifat singkat dan
supel, satu sisi memiliki keuntungan mudah mengikuti
perkembangan dinamika masyarakat, tetapi pada sisi lain, dengan
sifat yang supel yang mengandung multitafsir, memberikan peluang
kepada penguasa untuk menafsirkannya guna mendukung dan
menjadi alat pembenaran dalam kebijakan penguasa. Semua ini
telah terjadi pada era Orde Lama dan Orde Baru, sehingga
97
Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi; Membina Karakter...
mendorong MPR hasil pemilihan umum 1999 melakukan
amandemen UUD 1945 Proklamasi (Mahfud MD, 2000).
Dalam era Reformasi, MPR telah empat kali melakukan
amandemen terhadap UUD 1945. Amandemen tersebut dilakukan
MPR pada sidang-sidang MPR dari tahun 1999 sampai tahun 2002.
Dalam empat kali amandemen telah terjadi perubahan jumlah Bab
dalam batang tubuh, meskipun jumlah pasal tetap dipertahankan
37, dengan penambahan sejumlah ayat yang disesuaikan dan
pemikiran demokrasi, serta perubahan pasal Aturan Peralihan
menjadi 3 pasal, dan 2 pasal Aturan Tambahan. Bila UUD 1945
mengenal Penjelasan sebagai bagian tidak terpisahkan dengan
UUD, maka dalam UUD 1945 Amandemen Penjelasan yang
pernah ada, tidak lagi merupakan bagian dari UUD 1945
Amandemen.
Namun demikian untuk kajian akademik terutama di
perguruan tinggi Pejelasan UUD 1945 Proklamasi masih relevan
untuk dipelajari, mengingat isi penjelasan tidak lain merupakan
penegasan nilai-nilai yang terkandung dalam pembukaan dan
batang tubuh UUD, dan dapat dikaji secara ilmiah, karena tidak
menutup kemungkinan nilai ilmiah dan rasional dapat
diaplikasikan dalam pasal-pasal UUD, bila rakyat Indonesia melalui
MPR berkehendak melakukan amandemen kembali terhadap UUD
yang sekarang berlaku.
Dasar pemikiran ini tidaklah berlebihan, karena dari
pengalaman amandemen, terdapat bagian pasal diambil dari
penjelasan UUD 1945 Proklamasi, yaitu Pasal 1 ayat (3), yaitu:
Negara Indonesia adalah negara hukum. Namun demikian diakui
terdapat ketentuan yang dianggap tidak relevan lagi dengan
perkembangan pemikiran bangsa Indonesia tentang kedudukan
MPR yang disebut sebagai Lembaga Negara Tertinggi tidak dikenal
lagi dalam UUD 1945 Amandemen, karena kedudukan MPR samasama sebagai Lembaga Tinggi Negara yang keberadaannya sejajar
dengan Lembaga Tinggi negara lainnya.
98
Negara Dan Konstitusi
1. Pembukaan UUD 1945 Amandemen
Pembukaan UUD 1945 Amandemen, tidak mengalami
perubahan sebagaimana awalnya UUD 1945 ditetapkan. Dapat
tidaknya Pembukaan UUD 1945 dilakukan perubahan terdapat
dua pandangan. Menurut Notonegoro, Pembukaan UUD 1945,
sebagai pokok kaidah yang fundamental keberadaan negara
Republik Indonesia, Pembukaan merupakan satu rangkaian
dengan Proklamasi 17 Agustus 1945, sehingga tidak boleh
diubah oleh siapapun termasuk MPR hasil pemilihan umum.
Perubahan terhadap Pembukaan berarti pembubaran negara
Proklamasi, meski masih ada negara Indonesia, tetapi negara
tersebut bukan negara Proklamasi 17 Agustus 1945. Pendapat
lain dikemukakan Mahfud MD (2000), bahwa semua hasil
perbuatan manusia dapat diubah, termasuk pembukaan UUD
1945. Semua itu sangat tergantung pada dinamika masyarakat
Indonesia. Dalam praktik kenegaraan bangsa Indonesia telah
mengalami perubahan UUD seperti KRIS dan UUDS.
Keduanya baik KRIS dan UUDS juga mencantumkan
pembukaan, dan pembukaan yang ada, rumusannya berbeda
atau bukan permbukaan seperti dalam Pembukaan UUD 1945.
Sebagai kaidah fundamental bagi bangsa dan negara Indonesia , Pembukaan UUD 1945 mengandung makna nilai universal bagi kehidupan manusia pada umumnya, serta nilai
nasional bagi kehidupan bangsa Indonesia .
a. Alinea pertama berbunyi, “bahwa sesungguhnya
kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa, oleh sebab itu
maka penjajah di atas dunia harus dihapuskan karena
tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan”.
Pada alinea ini tegas dinyatakan bahwa bangsa Indonesia sebagai bagian bangsa di dunia memiliki hak
kemerdekaan. Hak kemerdekaan bukanlah hak milik
pribadi maupun hak golongan atau hak bangsa tertentu
99
Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi; Membina Karakter...
saja, tetapi kemerdekaan adalah hak segala bangsa, hak
universal yang diberikan Tuhan kepada umat manusia.
Karena itu bangsa Indonesia harus menentang setiap
bentuk penjajahan, karena tindakan penjajahan tidak
sesuai dengan perikemanusiaan dan keadilan. Perjuangan
melawan menjajah adalah suatu kewajiban, untuk
mewujudkan kemerdekaan Indonesia. Alinea pertama,
adalah keyakinan bangsa Indonesia bahwa kemerdekaan
adalah hak segala bangsa tanpa kecuali untuk bangsa
Indonesia. Dengan keyakinan ini, bangsa Indonesia akan
menentang setiap bentuk penjajahan dan akan membela
setiap bangsa yang terjajah dalam mewujudkan
kemerdekaannya.
Bentuk penjajahan terhadap bangsa lain bagi bangsa Indonesia merupakan tindakan yang bertentangan dengan
kodrat manusia. Beberapa prinsip mendasar pada alinea
pertama adalah:
1) Hak kemerdekaan, artinya setiap bangsa didunia
memiliki hak untuk merdeka, termasuk bangsa
Indonesia untuk menentukan nasibnya ke depan sesuai
dengan cita-cita bangsa Indonesia.
2) Penjajahan, adalah penguasaan suatu wilayah dan
bangsa tertentu oleh bangsa lain. Penguasaan ini
merupakan tindakan yang melanggar hak mendasar
bagi suatu bangsa yang dijajah. Bangsa Indonesia
termasuk yang merasakan langsung penderitaan akibat
perlakuan penjajahan dari bangsa lain.
3) Kemanusiaan, pada dasarnya adalah pengakuan atas
harkat, derajat dan martabat sesama manusia sebagai
makhluk ciptaan Tuhan Yang maha Kuasa.
Kemanusiaan adalah bagaimana kita sesama manusia
dapat menghor mati sesamanya, atau dapat
memanusiakan manusia sesamanya. Penjajahan
100
Negara Dan Konstitusi
adalah tindakan yang menghinakan sesama manusia,
termasuk bangsa-bangsa yang pernah menjajah dan
berkuasa di Indonesia telah memperlakukan bangsa
Indonesia dalam status yang lebih rendah.
4) Keadilan, adalah keadaan, pandangan, sikap dan
perbuatan adil. Penjajahan adalah sikap dan perbuatan
yang tidak adil dari penjajah terhadap yang dijajah.
Dalam praktiknya sebaiknya apapun yang dilakukan
penjajah, sebenarnya berorientasi pada kepentingan
penjajah, bukan untuk memakmurkan yang dijajah.
b. Alinea ke dua berbunyi, “Dan perjuangan pergerakkan
kemerdekaan Indonesia telah sampai pada saat yang
berbahagia dengan selamat sentaosa mengantarkan rakyat
Indonesia ke depan pintu gerbang kemerdekaan Negara
Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat adil dan
makmur”. Pada alinea ini menunjukkan, pernyataan tekad
perjuangan bangsa Indonesia, serta kesiapan bangsa Indonesia untuk merdeka, bersatu guna mewujudkan suatu
kehidupan ke depan bagi bangsa Indonesia yang adil dan
makmur. Beberapa prinsip mendasar pada alinea ke dua
adalah:
1) Perjuangan pergerakan, adalah perjuangan bangsa
Indonesia dalam melawan penjajahan di bumi
Indonesia guna mewujudkan kemerdekaan Indonesia.
Pergerakan adalah gerakan dalam bentuk organisasi
dalam mencapai kemerdekaan. Pergerakan
menunjukkan dinamika organisasi yan selalu bergerak
positif, dinamis dan kontruktif dalam mencapai
kemerdekaan.
2) Merdeka adalah wujud dari kemerdekaan suatu bangsa
dan negara yang bebas dari campur tangan pihak asing
dalam menentukan arah dan kebijaksanaan
pemerintahan negara.
101
Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi; Membina Karakter...
3) Bersatu mengandung pengertian bahwa bangsa
Indonesia adalah suku-suku bangsa yang ada di wilayah
Nusantara yang menyatu dalam satu wadah negara
kesatuan Indonesia.
4) Berdaulat, adalah bentuk eksistensi kemerdekaan
bangsa yang merdeka dengan kekuasaan untuk
mengatur ke dalam dab berhubungan dengan negara
lain berdasarkan kesamaan derajat sesama bangsa yang
bernegara.
5) Adil, yang mengadung multidimensi, karena rasa
keadilan yang berbeda-beda. Adil dalam kehidupan
bernegara adalah perlakuan yang sama antarsesama
warga baik dalam hubungannya dengan sesama warga,
atau hubungan antara warga dengan negara.
6) Makmur mengandung makna terpenuhinya kebutuhan
manusia baik materiil dan spiritual, tercapainya
tingkatan pemenuhan kodrat cita-cita manusia pada
umumnya.
c. Alinea ke tiga yang berbunyi, “Atas berkat rakhmat Allah Yang Maha Kuasa dan dengan didorong oleh keinginan
luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas,
maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini
kemerdekaannya”. Alinea ini menunjukkan kemerdekaan
Indonesia dicapai dari hasil perjuangan yang mendapat
rakhmat. Beberapa prinsip mendasar pada alinea ke tiga
adalah:
1) Berkat Rahmat Allah, adalah bentuk pengakuan
bangsa bahwa kemerdekaan Indonesia adalah hasil
perjuangan yang mendapatkan ridha dari Allah Yang
Maha Kuasa. Tanpa ridha Allah, bangsa Indonesia
berkeyakinan, meski perjuangan bangsa telah siap
untuk merdeka, tetapi semua itu Allah, Tuhan Yang
Maha Kuasa adalah penentu segalanya termasuk
102
Negara Dan Konstitusi
Indonesia. Pengakuan ini menunjukkan paham
keseimbangan antara usaha, doa dan takdir.
Ketentuan takdir adalah hasil dari usaha dan doa,
sehingga melahirkan ridha Allah berupa takdir kepada
bangsa Indonesia untuk mencapai kemerdekaan.
2) Allah Yang Maha Kuasa, adalah pengakuan bangsa
Indonesia terhadap segala kausa prima di dunia,
dengan kekuasaan-Nya yang serba lebih dari segala
yang ada di dunia dan Maha Penentu bagi kehidupan
manusia di dunia dan di akhirat. Pernyataan
kemerdekaan Indonesia sebagai rahmat Tuhan Yang
Maha Kuasa merupakan penegasan bangsa Indonesia
terhadap takdir Tuhan, bahwa perjuangan
kemerdekaan itu berhasil bukan semata-mata
perjuangan bangsa Indonesia, tetapi perjuangan yang
mendapatkan ridha dan rahmat Allah Tuhan Yang
Maha Kuasa.
3) Keinginan luhur, adalah cita-cita mulia bangsa
Indonesia untuk mewujudkan hak kemerdekaan bagi
bangsa Indonesia, bebas dari penguasaan bangsa lain
dan berhasil mewujudkan kemerdekaan Indonesia.
d. Alinea ke empat adalah “Kemudian daripada itu untuk
membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia yang
melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah
darah Indonesia untuk memajukan kesejahteraan umum,
mencerdaskan kehidupan bangsa, ikut melaksanakan
ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan,
perdamaian abadi, dan keadilan sosial, maka disusunlah
Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia itu dalam suatu
Undang-Undang Dasar Negara Indonesia yang
berkedaulatan rakyat dengan berdasarkan kepada
Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang Adil dan
Beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang dipimpin
103
Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi; Membina Karakter...
oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan/
perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu keadilan
sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Alinea ke empat, merupakan pernyataan yang
menggambarkan cita-cita bangsa Indonesia dalam
mewujudkan Indonesia merdeka, yaitu:
1) Tentang tujuan negara yang akan dicapai negara
Indonesia;
2) Negara Indonesia akan diatur dengan UUD;
3) Rakyat sebagai pemegang kedaulatan negara;
4) Tentang dasar negara Indonesia Pancasila.
2. Pokok-pokok pikiran dalam pembukaan UUD 1945
Pembukaan UUD 1945, mengandung pokok-pokok
pikiran yang diciptakan dan dijelmakan dalam Batang Tubuh
UUD ke dalam pasal-pasalnya. Empat pokok pikiran dalam
Pembukaan UUD 1945 adalah:
a. Pokok Pikiran I, Negara melindungi segenap bangsa Indonesia dan tumpah darah Indonesia, dengan berdasar
atas persatuan dengan mewujudkan keadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia. Pokok pikiran ini sejalan dengan
sila ketiga Pancasila, yakni mewujudkan negara kesatuan,
guna melindungi rakyat dan keutuhan negara Indonesia
dalam mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia. Dengan perkataan lain keadilan sosial bangsa
dapat terwujud dalam kesatuan negara Indonesia yang
mampu melindungi keutuhan bangsa dan tanah air Indonesia.
b. Pokok Pikiran II, Negara berkehendak mewujudkan
keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Pokok
Pikiran yang hendak diwujudkan adalah menciptakan
keadilan sosial dalam kehidupan masyarakat Indonesia
104
Negara Dan Konstitusi
bukan kemakmuran kelompok atau golongan tertentu,
apalagi orientasi pada kepentingan individu.
c. Pokok Pikiran III, Negara yang berkedaulatan rakyat
berdasar atas kerakyatan dan permusyawaratan/
perwakilan. Pokok pikiran ini menegaskan tentang rakyat
sebagai pemegang kekuasaan tertinggi. Sebelum
amandemen pelaksanaan dalam praktik kenegaraan
dilakukan oleh lembaga permusyawaratan seperti MPR
dan lembaga perwakilan yang tercermin dalam DPR,
DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota. Setelah
pelaksanaan amandemen kedaulatan rakyat ditetapkan
oleh Undang-Undang Dasar, termasuk rakyat secara
langsung memilih Presiden dan Wakil Presiden serta
memilih Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah adalah
salah satu bentuk kedaulatan rakyat. Pokok pikiran ketiga
juga tercermin pada nilai sila keempat “Kerakyatan yang
dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan”.
d. Pokok Pikiran IV, Negara berdasar atas Ketuhanan Yang
Maha Esa, menurut kemanusiaan yang adil dan beradab.
Pokok pikiran ini memberikan arahan bahwa
penyelenggara, atau pejabat negara, serta warga negara,
dalam segala tindak tanduk serta keputusan yang diambil
harus senantiasa berdasarkan pada dasar-dasar Ketuhanan
serta nilai-nilai moral kemanusiaan.
Bila kita cermati Pokok Pikiran dalam Pembukaan UUD
1945 tersebut merupakan pencerminan dari Pancasila,
yaitu:
1) Pokok Pikiran I cerminan sila ketiga.
2) Pokok Pikiran II cerminan sila kelima.
3) Pokok Pikiran III cerminan sila keempat.
4) Pokok Pikiran IV cerminan sila kesatu dan dua.
105
Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi; Membina Karakter...
3. Sistem Pemerintahan Negara Menurut UUD 1945
Amandemen
Sebelum amandemen UUD 1945 ketentuan tentang
Sistem Pemerintahan Indonesia dijelaskan secara rinci dalam
pelaksanaan UUD 1945. Dengan dilaksanakan amandemen,
maka Penjelasan bukan lagi bagian dari UUD 1945
Amandemen, pada sisi lain terdapat perubahan pasal yang
terkait dengan ketentuan Sistem Pemerintahan, termasuk
peniadaan DPA, serta penambahan Mahkamah Konstitusi.
Wacana penghapusan DPA yang tugasnya sebagai lembaga
konsultasi belaka bagi Presiden pernah disarankan oleh Bedjo
(1976). Perubahan Sistem Pemerintahan yang ada merupakan
pencer minan kedaulatan rakyat yang sekarang terus
diperjuangkan, dengan harapan Sistem Pemerintahan Indonesia tetap relevan dan perlu penyesuaian dengan ketentuan pasalpasal Batang Tubuh yang telah diubah dalam UUD 1945
Amandemen.
Sistem Pemerintahan yang selama ini dikenal dengan Tujuh
Kunci Pokok Sistem Pemerintahan Negara yang pernah dimuat
dalam Penjelasan UUD 1945 Proklamasi dapat didiskusikan
nilai-nilai positifnya dengan generasi muda sebagai berikut:
a. Indonesia adalah negara yang berdasarkan
atas hukum (rechstaat)
Negara Indonesia berdasarkan atas hukum (rechstaat),
tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (machstaat). Hal
ini mengandung arti bahwa negara termasuk di dalamnya
Pemerintah dan lembaga-lembaga negara lainnya dalam
melaksanakan tindakan apapun, harus dilandasi oleh
peraturan hukum atau harus dipertanggungjawabkan
secara hukum. Tekanan pada hukum (recht) di sini
dihadapkan pada kekuasaan (macht). Prinsip dari sistem
ini di samping akan tampak dalam rumusan pasalpasalnya, juga akan sejalan dan merupakan pelaksanaan
106
Negara Dan Konstitusi
dari pokok-pokok pikiran yang terkandung dalam
Pembukaan UUD 1945 yang diwujudkan oleh cita-cita
hukum (rechsidee) yang menjiwai UUD 1945 dan hukum
dasar yang tidak tertulis.
Sesuai dengan semangat dan ketegasan Pembukaan
UUD 1945, jelas bahwa negara hukum yang dimaksud
berarti negara bukan hanya sebagai polisi atau penjaga
malam saja, yang menjaga jangan sampai terjadi
pelanggaran dan menindak para pelanggar hukum.
Pengertian negara hukum baik dalam arti formal yang
melindungi seluruh warga dan seluruh tumpah darah, juga
dalam pengertian negara hukum material yaitu negara
harus bertanggung jawab terhadap kesejahteraan dan
kecerdasan seluruh warganya.
Dengan landasan dan semangat negara hukum dalam
arti material itu, setiap tindakan negara haruslah
mempertimbangkan dua kepentingan atau landasan, ialah
kegunaannya (doelmatogheid) dan landasan hukumnya
(rechtmatigheid). Dalam segala hal harus senantiasa
diusahakan agar setiap tindakan negara (pemerintah) itu
selalu memenuhi dua kepentingan atau landasan tersebut.
Adalah suatu seni tersendiri untuk mengambil keputusan
yang tepat apabila ada pertentangan kepentingan atau
salah satu kepentingan tidak terpenuhi, sehingga harus
dilakukan secara bijaksana yang dengan sendirinya harus
berlandasan atas peraturan hukum yang berlaku.
b.
Sistem Konstitusional
Pemerintahan berdasarkan atas sistem konstitusi
(hukum dasar), tidak bersifat absolut (kekuasaan yang
tidak terbatas). Sistem ini memberikan penegasan bahwa
cara pengendalian pemerintahan dibatasi oleh ketentuanketentuan konstitusi, yang dengan sendirinya juga oleh
107
Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi; Membina Karakter...
ketentuan-ketentuan hukum lain merupakan produk
konstitusional, Ketetapan MPR, Undang-Undang dan
sebagainya. Dengan demikian sistem ini memperkuat dan
menegaskan lagi sistem negara hukum seperti
dikemukakan di atas.
Dengan landasan kedua sistem negara hukum dan
sistem konstitusional diciptakan sistem mekanisme
hubungan dan hukum antar lembaga negara, yang
sekiranya dapat menjamin terlaksananya sistem itu sendiri
dan dengan sendirinya juga dapat memperlancar
pelaksanaan cita-cita nasional.
c.
Kekuasaan negara yang tertinggi ada di
tangan rakyat
Dengan perubahan pasal 1 ayat (2) UUD 1945
Amandemen, yang berbunyi, “Kedaulatan berada di
tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang
Dasar. Hal ini berarti terjadi pergeseran, bahwa pelaksana
kedaulatan yang sebelum amandemen dilakukan oleh
MPR, kembali diserahkan pada pengaturan dalam
Undang-Undang Dasar, meskipun esensinya sama,
rakyatlah yang memiliki kedaulatan negara. Pergeseran
ini karena Presiden dan Wakil Presiden yang sebelumnya
dipilih oleh MPR, sekarang Presiden dan Wakil Presiden
dipilih langsung oleh rakyat.
Kekuasaan MPR berdasar UUD 1945 Amandemen
meliputi kekuasaan merubah UUD, melantik Presiden
dan Wakil Presiden, serta memberhentikan Presiden/
Wakil Presiden sesuai dengan masa jabatan, atau karena
Presiden/ Wakil Presiden melanggar suatu Konstitusi.
Pergeseran lain adalah kedudukan Presiden bukan lagi
di bawah MPR tetapi sejajar dengan MPR karena samasama langsung dipilih oleh rakyat.
108
Negara Dan Konstitusi
d.
Presiden ialah penyelenggara pemerintah
an tertinggi di samping MPR dan DPR
Sebelum amandemen, Presiden sebagai pemegang
kekuasaan pemerintahan tertinggi kedudukannya di
bawah MPR, yang kemudian dikenal dengan mandataris
MPR. Setelah amandemen, Presiden sebagai penyelenggara pemerintahan tertinggi di samping MPR dan
DPR, dan kedudukan Presiden tidak lagi sebagai
mandataris MPR, meskipun MPR dapat memberhentikan
Presiden sebelum masa jabatan terakhir, bila Presiden
nyata-nyata melanggar ketentuan UUD setelah keputusan
dari MK menyatakan bahwa Presiden telah melanggar
UUD.
e.
Presiden tidak bertanggung jawab kepada
DPR
Di samping Presiden adalah Dewan Perwakilan
Rakyat (DPR), Presiden harus mendapat persetujuan
DPR untuk membentuk Undang-Undang, dan untuk
menetapkan anggaran pendapatan dan belanja negara.
Oleh karena itu, Presiden harus bekerja sama dengan
Dewan, akan tetapi Presiden tidak bertanggungjawab
kepada Dewan, artinya kedudukan Presiden tidak
tergantung pada Dewan Perwakilan Rakyat. Presiden
tidak dapat membubarkan DPR, sebaliknya DPR tidak
dapat menjatuhkan Presiden.
f.
Menteri Negara ialah pembantu Presiden.
Menteri Negara tidak bertanggung jawab
kepada Dewan Perwakilan Rakyat
Presiden dalam menjalankan tugas pemerintahannya
dibantu oleh menteri-menteri negara. Presiden
mengangkat dan memberhentikan menteri-menteri
negara. Menteri-menteri negara tidak bertanggungjawab
109
Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi; Membina Karakter...
kepada Dewan Perwakilan Rakyat. Kedudukan para
menteri negara tidak tergantung kepada Dewan
Perwakilan Rakyat.
g.
Kekuasaan Presiden tidak tak terbatas
Presiden yang bukan lagi sebagai Mandataris MPR,
Presiden yang tidak bertanggung jawab kepada Dewan
Perwakilan Rakyat sebagai diktator, artinya kekuasaan
Presiden tidak tak terbatas. Presiden tidak dapat
membubarkan DPR maupun MPR, kecuali itu Presiden
harus memperhatikan sungguh-sungguh suara Dewan
Perwakilan Rakyat, dalam banyak hal Presiden harus
sejalan dengan mayoritas DPR, mengingat banyak
kebijakan Presiden yang harus mendapat persetujuan
DPR.
4. Lembaga Negara Menurut UUD 1945 Amandemen
Sebelum amandemen UUD 1945 lembaga Negara dibagi
menjadi Lembaga Tertinggi Negara yang dipegang oleh MPR
dan Lembaga Tinggi Negara yang meliputi Presiden, DPA, DPR,
BPK, dan MA. Setelah amandemen tidak lagi dikenal Lembaga
Tertinggi dan Lembaga Tinggi Negara, melainkan disebut
sebagai Lembaga Negara. Lembaga tersebut adalah Majelis
Permusyawaratan Rakyat (MPR), Presiden, Dewan Perwakilan
Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Badan
Pemeriksa Keuangan (BPK), Mahkamah Agung (MA) dan
Mahkamah Konstitusi (MK).
1) Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR)
Keberadaan MPR dalam UUD 1945 Amandemen
diatur dalam Pasal Bab II, pasal 2 dan pasal 3. MPR terdiri
dari DPR dan DPD yang dipilih melalui pemilihan umum
yang diatur lebih lanjut dengan undang-undang. MPR
bersidang sedikitnya sekali dalam 5 tahun di ibukota
110
Negara Dan Konstitusi
negara. Tugas-tugas dan wewenang MPR diatur dalam
UUD 1945 adalah:
a) Mengubah dan menetapkan UUD pasal 3 ayat (1);
b) MPR melantik Presiden dan Wakil Presiden pasal
3 ayat (2);
c) MPR dapat memberhentikan Presiden dan Wakil
Presiden dalam masa jabatannya menurut UUD,
pasal 7;
d) Melantik Wakil Presiden menjadi Presiden apabila
Presiden mangkat, berhenti atau diberhentikan,
atau tidak dapat melaksanakan kewajibannya
dalam masa jabatan, pasal 8 ayat (1);
e) Memilih Wakil Presiden dari 2 calon yang diajukan
Presiden apabila terjadi kekosongan jabatan Wakil
Presiden dalam masa jabatan, pasal 8 ayat (2);
f) Memilih Presiden dan Wakil Presiden apabila
keduanya berhenti secara bersamaan dalam masa
jabatan, pasal 8 ayat (3).
Di samping tugas dan wewenang, MPR memiliki hak,
yaitu:
a) Mengajukan usul perubahan pasal-pasal UUD,
pasal 37.
b) Menentukan sikap dan pilihan dalam pengambilan
keputusan.
c) Hak imunitas.
d) Hak protokoler.
2)
Presiden dan Wakil Presiden
Pengaturan Presiden dan Wakil Presiden dalam UUD
1945 Amandemen, diatur dalam Bab III tentang
Kekuasaan Pemerintahan Negara, mulai pasal 4 sampai
pasal 16, serta Bab V tentang Kementrian Negara pasal
111
Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi; Membina Karakter...
17. Presiden memegang kekuasaan pemerintahan menurut
UUD. Dalam melakukan tugasnya Presiden dibantu oleh
satu orang Wakil Presiden. Presiden berhak mengajukan
RUU dan menetapkan PP untuk menjalankan UU. Calon
Presiden dan Wakil Presiden harus Warga Negara Indonesia (WNI) dan tidak pernah menerima kewarganegaraan
lain, karena kehendak sendiri. Presiden dan Wakil Presiden
dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh rakyat.
Kekuasaan, tugas, dan wewenang Presiden meliputi
menurut UUD 1945 Amandemen adalah :
a) Memegang kekuasaan pemerintahanmenurut UUD
1945 Amandemen, pasal 4 ayat (1);
b) Mengajukan RUU kepada DPR, meberikan
persetujuan atas RUU bersama DPR, serta
mengesahkan RUU menjadi UU, pasa 5 ayat (1);
c) Memegang kekuasaan tertinggi atas AD, AL, dan
AU, pasal 10;
d) Presiden menetapkan Peraturan Pemerintah
Pengganti UU, dalam kegentingan yang memaksa,
pasal 11 ayat (1);
e) Presiden menyatakan Negara dalam keadaan bahaya,
pasal 12;
f) Presiden mengangkat duta dan konsul, pasal 13 ayat
(1);
g) Presiden member grasi, rehabilitasi dengan
memperhatikan MA, pasal 14 ayat (1);
h) Presiden memberikan amnesti dan abolisi dengan
pertimbangan DPR, pasal 14 ayat (2);
i) Presiden memberikan gelar, tanda jasa, dan lain-lain
tanda kehormatan, pasal 15;
j) Presiden mengangkat dan memberhentikan menteri,
pasal 17;
112
Negara Dan Konstitusi
k) Meresmikan anggota BPK yang dipilih oleh DPR,
pasal 23F ayat (1);
l) Menetapkan Hakim Agung dari calon yang
diusulkan oleh Komisi Yudisial dan disetujui DPR,
pasal 24A ayat (3);
m) Mengangkat/ memberhentikan KY dengan
persetujuan DPR, pasal 24B ayat (3);
n) Menetapkan Hakim Konstitusi dari calon yang
diusulkan Presiden, DPR, dan MA, pasal 24C ayat
(3).
3)
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)
Keberadaan DPR diatur dalam Bab VII, mulai pasal
19 sampai dengan 22B UUD 1945 Amandemen. DPR
dipilih melalui pemilihan umum, dengan susunan DPR
akan diatur dengan UU, DPR bersidang sedikitnya sekali
dalam setahun (pasal 19). Kekuasaan DPR meliputi fungsi
legislasi, anggaran dan pengawasan. Untuk menjalankan
fungsinya DPR memiliki tugas dan wewenang, antara lain:
a) Kekuasaan membentuk UU bersama dengan
Pemerintah, termasuk persetujuan terhadap
Peraturan Pemerintah Pengganti UU, untuk
menjadi UU, pasal 20;
b) Bersama-sama Presiden menetapkan APBN,
dengan memperhatikan pertimbangan DPD, pasal
23 ayat (2);
c) Setiap anggota mempunyai hak mengajukan
pertanyaan, menyampaikan usul dan pendapat,
serta hak imunitas, pasal 20A ayat (2);
d) Memilih calon BPK setelah memperhatikan
pertimbangan dari DPD, pasal 23F ayat (1);
e) Memberikan persetujuan calon Hakim Agung yang
diajukan oleh KY, pasal 24A ayat (2);
113
Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi; Membina Karakter...
f) Memberikan pertimbangan kepada Presiden untuk
mengangkat duta, menerima pengangkatan duta
negara lain, dan memberikan pertimbangan dalam
amnesti dan abolisi, pasal 13;
g) Memberikan persetujuan kepada Presiden untuk
menyatakan perang, membuat perdamaian, dan
perjanjian dengan negara lain, pasal 11 ayat (1);
h) Menyerap, menghimpun, dan menampung dan
menindak lanjuti aspirasi masyarakat.
4)
Dewan Perwakilan Daerah (DPD)
Anggota DPD dipilih dari setiap provinsi melalui
pemilihan umum. Jumlah DPD dari setiap provinsi sama
sebanyak 4 orang dan tidak melebihi 1/3 dari jumlah
anggota DPR. Jumlah anggota DPD sebanyak 128 orang. DPD bersidang sedikitnya sekali dalam setahun.
Kekuasaan terkait dengan fungsi DPD, adalah:
a) DPD dapat mengajukan RUU kepada DPR terkait
dengan UU otonomi daerah, pasal 22D ayat (1);
b) Memberikan pertimbangan kepada DPR atas RUU
APBN dan RUU terkait dengan pajak, pendidikan,
dan agama, pasal 22D ayat (2);
c) Melakukan pengawasan atas pelaksanaan
mengenai undang-undang otonomi daerah,
pembentukan, pemekaran, dan penggabungan
daerah, hubungan pusat dan daerah, pengelolaan
sumber daya alam, dan daya ekonomi lainnya,
pelaksanaan APBN, pajak, pendidikan, dan agama,
pasal 22D ayat (3);
d) Menerima hasil pemeriksaan keuangan negara dari
BPK untuk dijadikan bahan membuat
pertimbangan bagi DPD tentang RUU yang
berkaitan dengan APBN, pasal 23E ayat (2);
114
Negara Dan Konstitusi
e) Memberikan pertimbangan kepada DPR dalam
pemilihan anggota BPK, pasal 23F ayat (1).
5)
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)
Pengaturan keberadaan BPK dalam UUD 1945
Amandemen diatur dalam Bab VIIIA, mulai pasal 23E
sampai dengan pasal 23G. anggota BPK dipilih oleh DPR
dengan memperhatikan pertimbangan dari DPD dan
diresmikan oleh Presiden. BPK adalah badan yang bertugas
memeriksa dan bertanggung jawab tentang keuangan
negara (pasal 23E ayat (1) dengan tugas bebas dan mandiri.
Hasil pemeriksaan diserahkan kepada DPR, DPD, dan
DPRD, pasal 23E ayat (2). Sesuai dengan kewenangannya.
BPK berkedudukan di ibukota Negara dan memiliki
perwakilan di setiap provinsi, pasal 23G ayat (1).
6)
Mahkamah Agung (MA)
Pengaturan Kekuasaan Kehakiman diatur dalam
Bab IX UUD 1945 Amandemen, mulai dari pasal 24
sampai pasal 25. Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh
sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang
berada di wilayahnya dalam lingkungan peradilan umum,
peradilan agama, peradilan militer oleh sebuah Mahkamah
Konstitusi. Mahkamah Agung berwenang mewakili pada
tingkat kasasi, menguji peraturan perundang-undangan
di bawah UU dan wewenang lainnya yang diberikan oleh
UU. Calon hakim agung diusulkan Komisi Yudisial kepada
DPR untuk mendapatkan persetujuan dan selanjutnya
ditetapkan sebagai hakim agung oleh Presiden. Komisi
Yudisial bersifat mandiri dan berwenang mengusulkan
pengangkatan hakim agung dan mempunyai wewenang
lain dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan,
keluhuran martabat, serta perilaku hakim. Komisi
115
Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi; Membina Karakter...
Yudisial diangkat dan diberhentikan oleh Presiden dengan
persetujuan DPR. Tugas dari MA adalah:
a) Mengadili pada tingkat kasasi dan wewenang yang
diberikan UU, pasal 24A;
b) Mengajukan tiga orang Hakim Konstitusi, pasal
24A ayat (3);
c) Memberikan pertimbangan dalam hal Presiden
memberikan grasi dan amnesti, pasal 14 ayat (2).
7)
Komisi Yudisial (KY)
Sebagaimana MK, keberadaan KY adalah lembaga
negara baru yang dibentuk setelah UUD 1945
Amandemen. KY merupakan lembaga yang mandiri dan
dalam melaksanakan wewenangnya bebas dari campur
tangan atau pengaruh kekuasaan lainnya. Komisi Yudisial
memiliki wewenang untuk:
a) Mengusulkan pengangkatan Hakim Agung kepada
DPR, pasal 24A ayat (2);
b) Menegakkan kehormatan dan keluhuran martabat
serta menjaga perilaku hakim, pasal 24B ayat (1).
Dalam melaksanakan wewenangnya, KY memiliki
tugas lainnya, yaitu:
a) Melakukan pendaftaran calon Hakim Agung;
b) Melakukan seleksi terhadap calon Hakim Agung;
c) Menetapkan calon Hakim Agung;
d) Mengajukan calon Hakim Agung ke DPR;
e) Menerima laporan masyarakat tentang perilaku
hakim;
f) Melakukan pemeriksaan terhadap dugaan
pelanggaran perilaku hakim;
g) Membuat laporan hasil pemeriksaan berupa
rekomendasi yang disampaikan kepada MA dan
116
Negara Dan Konstitusi
tindasannya disampaikan kepada Presiden dan
DPR.
8)
Mahkamah Konstitusi (MK)
Sebagaimana telah disebut dalam amandemen
bahwa, di samping MA terdapat Mahkamah Konstitusi.
Menurut UUD 1945 Amandemen, MK berkewajiban dan
berwenang untuk:
a) Mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang
putusannya bersifat final untuk menguji UU
terhadap UUD 1945, pasal 24C ayat (1);
b) Memutus sengketa kewenangan lembaga Negara
yang kewenangannya diberikan oleh UUD,
memutus pembubaran partai politik, pasal 24C ayat
(1);
c) Memutus perselisihan tentang hasil pemilihan
umum, pasal 24C ayat (1);
d) Wajib memberikan putusan atas pendapat bahwa
Presiden dan atau Wakil Presiden diduga telah
melakukan pelang garan hukum berupa
pengkhianatan terhadap negara, kor upsi,
penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau
perbuatan tercela, dan/atau tidak lagi memenuhi
syarat sebagai Presiden dan atau Wakil Presiden
sebagaimana dimaksud UUD 1945, pasal 7B ayat
(5).
Agar penafsiran terhadap kemungkinan pelanggaran
hukum Presiden dan Wakil Presiden tidak bisa, maka
ditetapkan pengertian pelanggaran tersebut adalah:
a) Pengkhianatan terhadap negara adalah tindak
pidana terhadap keamanan negara sebagaimana
diatur dalam undang-undang;
117
Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi; Membina Karakter...
b) Korupsi dan penyuapan adalah tindak pidana
korupsi atau penyuapan sebagaimana diatur dalam
undang-undang;
c) Tindak pidana berat lainnya adalah tindak pidana
yang diancam pidana penjara 5 tahun atau lebih.
5.
Pemerintah Daerah
Pengaturan tentang Pemerintahan Daerah dalam
UUD 1945 Amandemen, diatur dalam pasal 18, yaitu:
(1)Negara kesatuan Republik Indonesia dibagi atas
daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu
dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap
provinsi, kabupaten dan kota itu mempunyai
pemerintahan daerah yang diatur dengan undangundang.
(2)Pemerintah daerah provinsi, daerah kabupaten dan
kota, mengatur dan mengurus sendiri urusan
pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas
pembantuan.
(3)Pemerintah daerah Provinsi, daerah Kabupaten
dan Kota memiliki Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah yang anggota-anggotanya dipilih melalui
pemilihan umum.
(4)Gubernur, Bupati, Walikota masing-masing sebagai
kepla pemerintah daerah provinsi, kabupaten, dan
kota dipilih secara demokratis.
(5)Pemerintah daerah menjalankan otonomi seluasluasnya, kecuali urusan pemerintah yang oleh
undang-undang ditentukan sebagai urusan
Pemerintah Pusat.
(6)Pemerintah daerah berhak menetapkan peraturan
daerah dan peraturan-peraturan lain untuk
118
Negara Dan Konstitusi
melaksanakan otonomi daerah dan tugas
pembantuan.
(7)Susunan dan tata cara penyelenggaraan pemerintah
daerah diatur dalam undang-undang.
Pemerintah daerah dengan prinsip otonomi daerah
dan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam arti daerah diberi
kewenangan mengurus dan mengatur semua urusan
pemerintahan, di luar yang menjadi urusan Pemerintah
Pusat yang ditetapkan dalam Undang-Undang Otonomi
Daerah. Daerah memiliki kewenangan untuk membuat
kebijakan daerah untuk member pelayanan, peningkatan
peran serta, prakarsa, dan pemberdayaan masyarakat yang
bertujuan pada peningkatan kesejahteraan rakyat.
Sejalan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya,
dilaksanakan pula prinsip otonomi yang nyata dan
bertanggungjawab. Prinsip otonomi nyata adalah prinsip
bahwa untuk menangani urusan pemerintahan
dilaksanakan berdasar tugas, wewenang, dan kewajiban
yang seharusnya telah ada dan berpotensi untuk tumbuh,
hidup dan berkembang sesuai dengan potensi dan
kekhasan daerah. Dengan demikian, isi dan jenis otonomi
setiap daerah di Indonesia tidak selalu sama.
Adapun yang dimaksud dengan otonomi yang dalam
penyelenggaraannya, harus benar-benar sejalan dengan
tujuan dan maksud pemberian otonomi, yang pada
dasarnya untuk memberdayakan daerah termasuk
meningkatkan kesejahteraan rakyat yang merupakan bagian
utama dari tujuan nasional. Dengan demikian otonomi
seluas-luasnya, bukan berarti daerah bebas melakukan apa
saja yang dikehendaki, tetapi kebebasan yang bertanggung
jawab dalam kerangka negara kesatuan Indonesia.
119
Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi; Membina Karakter...
1)
Kepala Daerah dan Wakil Kepala
Daerah
Pemerintahan daerah adalah pelaksanaan fungsifungsi pemerintah daerah yang dilakukan oleh lembaga
pemerintah, yaitu Kepala Daerah dan Dewan
Perwakilan Daerah (DPRD). Kepala Daerah adalah
Kepala Pemerintah Daerah yang dipilih secara
demokratis. Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah
dipilih secara langsung oleh rakyat yang persyaratan
dan tata caranya ditetapkan dalam peraturan
perundang-undangan Gubernur, Bupati dan Walikota,
sebagai kepala daerah dan kepala pemerintah daerah
memiliki tugas dan wewenang:
a) Memimpin penyelenggaraan pemerintah daerah
berdasarkan kebijakan yang ditetapkan bersama
DPRD;
b) Mengajukan rancangan Perda;
c) Menetapkan Perda yang telah mendapat
persetujuan bersama DPRD;
d) Menyusun dan mengajukan Rancangan Perda
tentang APBD kepada DPRD;
e) Mewakili daerahnya di dalam dan di luar
pengadilan, dan dapat menunjuk kuasa hukum
untuk mewakilinya sesuai dengan peraturan
perundang-undangan;
f) Melaksanakan tugas dan wewenang lain sesuai
dengan peraturan perundang-undangan.
Kepala Daerah yang dalam menjalankan tugasnya
dibantu oleh Wakil Kepala Daerah. Dalam membantu
Kepala Daerah, Wakil Kepala Daerah memiliki tugas:
a) Membantu
Kepala
Daerah
dalam
menyelenggarakan pemerintahan daerah;
120
Negara Dan Konstitusi
b) Membantu
Kepala
Daerah
dalam
mengkoordinasikan kegiatan instansi vertikal di
daerah, menindaklanjuti laporan dan hasil
pengawasan aparat pegawasan, melakukan
pemberdayaan perempuan dan pemuda, serta
mengupayakan pengembangan dan pelestarian
sosial-budaya dan lingkungn hidup;
c) Memantau dan mengevaluasi penyelenggaraan
pemerintah di wilayah kecamatan dan,
kelurahan, dan desa bagi wakil kepala daerah
kabupaten/ kota;
d) Memberikan saran kepada Kepala Daerah dalam
penyelenggaraan pemerintah daerah;
e) Melaksanakan tugas dan kewajiban yang
diberikan oleh kepala daerah;
f) Melaksanakan tugas dan wewenang Kepala
Daerah apabila Kepala Daerah berhalangan.
Dalam melaksanakan tugas dan wewenang,
Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah, memiliki
kewajiban:
a) Memegang teguh dan mengamalkan Pancasila,
melaksanakan
UUD
1945,
serta
mempertahankan dan memelihara keutuhan
NKRI;
b) Meningkatkan kesejahteraan rakyat;
c) Memelihara ketentraman dan ketertiban
masyarakat;
d) Melaksanakan kehidupan demokrasi;
e) Menaati dan menegakkan seluruh peraturan
perundang-undangan;
f) Menjaga etika dan nor ma dalam
penyelenggaraan pemerintah daerah;
121
Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi; Membina Karakter...
g) Memajukan dan mengembangkan daya saing
daerah;
h) Melaksanakan prinsip tata pemerintahan yang
bersih dan baik;
i) Melaksanakan dan mempertanggungjawabkan
pengelolaan keuangan daerah;
j) Menjalin hubungan kerja dengan seluruh instansi
vertikal di daerah dan semua perangkat daerah;
k) Menyampaikan
rencana
strategis
penyelenggaraan pemerintahan daerah dalam
Rapat Paripurna DPRD.
2)
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
DPRD merupakan lembaga perwakilan rakyat di
daerah dan berkedudukan sebagai unsur
penyelenggaraan pemerintah daerah. Ketentuan
tentang DPRD, sepanjang tidak diatur dalam UndangUndang Pemerintah Daerah No. 32 Tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah, berlaku ketentuan
Undang-Undang tentang Susunan dan kedudukan
MPR, DPR, DPD, dan DPRD. Sebagaimana DPR,
maka DPRD juga memiliki fungsi legislasi, fungsi
anggaran dan fungsi pengawasan. Sebagai unsur
penyeleggaraan pemerintah daerah, DPRD mempunyai
tugas dan wewenang sebagai berikut:
a) Membentuk Perda yang dibahas dengan Kepala
Daerah untuk mendapatkan persetujuan
bersama;
b) Membahas dan menyetujui rancangan Perda
tentang APBD bersama dengan Kepala Daerah;
c) Melaksanakan
pengawasan
terhadap
pelaksanaan Perda dan peraturan perundangundangan lainnya, peraturan kepala daerah,
122
Negara Dan Konstitusi
d)
e)
f)
g)
h)
i)
j)
APBD, serta kebijakan Pemerintah Daerah
dalam melaksanakan program pembangunan
daerah dan kerja sama internasional di daerah;
Mengusulkan pengangkatan kepala daerah/
wakil kepala daerah kepada Presiden melalui
menteri dalam Negeri bagi DPRD Provinsi dan
Kepada Menteri Dalam Negeri melalui
Gubernur bagi DPRD Kabupaten/ Kota;
Memilih Wakil Kepala Daerah dalam hal terjadi
kekosongan jabatan Wakil Kepala Daerah;
Memberikan pendapat dan pertimbangan
kepada pemerintah daerah terhadap rencana
perjanjian internasional di daerah;
Meminta laporan keterangan pertanggung
jawban Kepala Daerah dalam penyelenggaraan
pemerintah daerah;
Membentuk panitia pengawas pemilihan Kepala
Daerah;
Melakukan pengawasan dan meminta laporan
KPUD dalam penyelenggaraan pemilihan
kepala daerah;
Memberikan persetujuan terhadap rencana kerja
sama antar daerah dan dengan pihak ketiga yang
membebani masyarakat dan daerah.
Tentang jumlah anggota DPRD Provinsi dan
Kabupaten/Kota ditetapkan dalam UU No. 10 Tahun
2008 adalah:
a) Untuk anggota DPRD Provinsi sedikitnya 35
orang dan paling banyak 100 orang.
b) Untuk anggota DPRD Kabupaten/Kota
sedikitnya 20 orang dan paling banyak 50 orang.
123
Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi; Membina Karakter...
Setelah UUD 1945 dilakukan amandemen,
ternyata dalam pelaksanaannya kemudian, masih
menyisakan ketidakpuasan, karena sistem
pemerintahan yang dilaksanakan di era reformasi ini
lebih banyak didominasi oleh partai-partai politik,
sehingga kebijakan-kebijakan yang dilahirkan berupa
undang-undang lebih banyak mengakomodasi
kepentingan-kepentingan politik dan kalangan
pengusaha. Sementara itu aspirasi-aspirasi daerah yang
diperjuangkan DPD selalu kandas, baik karena kurang
mendapat dukungan dari kalangan partai politik, di
samping secara normatif, hak-hak DPD hanya sebatas
mengajukan rancangan perundang-undangan, tetapi
belum punyai hak untuk menetapkan dan
mengesahkan rancangan undang-undang menjadi
undang-undang. Hal demikian sesuai dengan pasal
22D ayat (1) DPD dapat mengajukan RUU kepada
DPR terkait dengan UU otonomi daerah, dan pasal
22D ayat (1); Memberikan pertimbangan kepada DPR
atas RUU APBN dan RUU terkait dengan pajak,
pendidikan, dan agama, pasal 22D ayat (2). Kondisi
ini kemudian memunculkan wacana untuk melakukan
Amandemen ke 5 terhadap UUD 1945.
124
BAB IV
DEMOKRASI DI INDONESIA
A. Istilah dan Definisi Demokrasi
Apa itu “demokrasi” ? Istilah ini punya daya tarik yang sangat
luar biasa. Semakin banyak dibicarakan, semakin menarik dan tak
ada habis-habisnya. Sepintas demokrasi seolah bersifat elitis, tapi
semakin dalam diselami, semakin diketahui bahwa demokrasi
adalah kehidupan kita sendiri. Itulah yang sekarang dikenal dengan
sebutan “living democracy”. Tidak berlebihan jika dikatakan bahwa
demokrasi merupakan produk pemikiran manusia yang cerdas.
Walaupun demikian, tak mudah untuk memaknai demokrasi secara
memuaskan. Lebih-lebih karena istilah demokrasi, memang tak
pernah dipahami secara monolitik. Mengambil satu arti, berarti
kita terjebak ke dalam satu arus pemikiran. Karena itu, diperlukan
pemahaman substantif, agar demokrasi bisa diterima sebagai suatu
keniscayaan, untuk kemudian diperjuangan, diperbaiki,
dipertahankan dan disempurnakan (Bernard Lewis, 2002).
Istilah demokrasi berasal dari bahasa Yunani “demokratia”
berarti “kekuasaan dari rakyat” (rule of people), yang dirangkai dari
kata “demos” artinya “rakyat”, dan “kratos” atau “cratein” berarti
“kekuasaan”. Demokrasi adalah bentuk politis dari pemerintahan
yang mengatur kekuasaan yang diperoleh dari rakyat, baik melalui
pemilihan langsung (direct democracy) maupun perwakilan rakyat yang
dipilih (representative democracy).
Sementara terhadap definisi demokrasi, terdapat beberapa
kategori definisi demokrasi, yakni definisi secara singkat, klasik
dan modern. Kategori-kategori definisi demokrasi nampaknya
dipengaruhi oleh pendekatan sejarah.
125
Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi; Membina Karakter...
1. Definisi Singkat Demokrasi
a. Abraham Lincoln (1809-1865), mendefinisikan
demokrasi sebagai pemerintahan yang berasal dari rakyat,
oleh rakyat, dan untuk rakyat (Government of the people, by
the people, for the people)
b. Demokrasi menurut bahasa Yunani adalah pemerintah
oleh rakyat (Rule by the ‘simple’ people)
c. Demokrasi dalam pengertian orang-orang Athena dan
Romawi Kuno adalah bentuk pemerintahan yang muncul
sebagai reaksi terhadap pemusatan dan penyalahgunaan
kekuasaan oleh para penguasa, dan para filosof
menentukan elemen-elemen esensial dari demokrasi
berupa pemisahan dari kekuasaan, hak-hak sipil/hak-hak
manusia, kebebasan beragama dan pemisahan gereja dan
negara.
2. Definisi Klasik Demokrasi
Demokrasi sering dikemukakan berlawanan dengan tipetipe pemerintahan yang lain, seperti pemerintahan dari satu
penguasa, berupa raja, atau ratu maupun kaisar (monarki);
pemerintahan oleh para bangsawan atau ketur unan
(aristokrasi); pemerintahan oleh beberapa orang (oligarki);
pemerintahan berasal dari Tuhan, yang pada kenyataannya
dimaksudkan adalah pemerintahan oleh pemimpin-pemimpin
religius (theokrasi); dan pemerintahan berasal dari rakyat,
direbut dengan kekuatan, lazimnya dikenal sebagai kediktatoran
militer (kediktatoran).
Mayoritas negara-negara demokrasi di dunia dikenal
sebagai republik-republik, yakni para pemimpin
pemerintahannya dibentuk melalui pemilihan. Bahkan terdapat
beberapa negara yang dikenal sebagai negara demokrasi yang
dijalankan dengan baik, namun menganut Kerajaan-kerajaan
Konstitusional, seperti Inggris, Spanyol Belgia, Nederland,
126
Demokrasi Di Indonesia
Luxemburg dan Skandanavia. Pada negara-negara tersebut,
meskipun raja atau ratu sebagai kepala negara, namun kepala
pemerintahan dijabat oleh perdana menteri. Raja atau ratu
dijamin oleh konstitusi, dan membatasi secara jelas kewajibankewajiban maupun kompetensi-kompetensi dari kerajaan. Posisi
raja hanya dipandang sebagai faktor stabilisator dari pada sesuatu
yang membahayakan demokrasi. Oleh karena itu definisi klasik
dari demokrasi adalah sedikit berguna, sedikitnya masih peduli
dengan monarki.
3. Definisi Modern Demokrasi
Definisi modern dari demokrasi juga sering dihadapkan
dengan rezim-rezim otoritarian, totaliter dan teokrasi.
Demokrasi adalah bentuk pemerintahan yang menjamin hakhak dasar pribadi dan politik, pemilihan-pemilihan yang jujur
dan bebas, serta lembaga peradilan yang bebas.
Rezim Totalitarian adalah pemerintahan oleh kelompok
kecil dari para pemimpin yang berbasis pada ideologi. Validitas
tuntutan-tuntutan umum untuk semua aspek dari kehidupan
dan upaya-upaya biasanya untuk menempatkan kembali rezim.
Rezim tidak toleran terhadap penyimpangan dari ideologi
negara. Para penentang rezim dianiaya, disiksa, dan ditahan
dalam penjara dan kalangan minoritas etnis dibunuh secara
massal (genocide).
Rezim otoritarian adalah pemerintahan yang dilaksanakan
oleh sekelompok kecil pemimpin. Berbeda dengan rezim-rezim
totalitarian, rezim-rezim otoritarian memiliki ideologi negara
yang tidak jelas dan mengakui sejumlah kebebasan (misalnya
ekonomi dan kultural) sepanjang tidak membahayakan
peraturan-peraturan mereka. Tujuan yang paling penting dari
rezim-rezim otoritarian adalah memelihara kekuasaan dan
memperkaya pribadi di atas negara dan penduduknya. Rezim
Teokrasi adalah “ Pemerintahan oleh Tuhan”; dalam
127
Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi; Membina Karakter...
kenyataannya adalah pemerintahan oleh para pemimpin agama.
Biasanya interpretasi tertentu dari hukum-hukum agama religius
secara murni ditempatkan kembali ke dalam bentuk-bentuk modern dan diperkuat dan dilaksanakan sepenuhnya dengan ketat.
Misalnya, Republik Islam Iran.
Samuel P. Huntington (Bernard Lewis, 2002) mengemukakan
bahwa seseorang dapat menyebut sebuah negara itu demokrasi, jika
negara tersebut telah melaksanakan pergantian pemerintahan secara
damai melalui pemilihan umum. Jadi menurut Bernard Lewis (2002)
demokrasi adalah kebijakan pemerintah yang dapat diubah oleh
pemilu, bukan sebaliknya pemilihan umum dapat diubah oleh
pemerintah.
Oleh karena itu, supaya berhak mendapatkan label demokrasi
modern, negara butuh untuk memenuhi beberapa persyaratan dasar,
dan membutuhkan tidak hanya tertulis dalam konstitusinya, tetapi
harus dijaga dalam kehidupan sehari-hari oleh kalangan politisi dan
penguasa. Beberapa persyaratan kunci yang harus dipenuhi oleh
negara demokrasi modern adalah:
1. Jaminan terhadap hak-hak asasi manusia terhadap setiap
pribadi secara individual berhadapan dengan negara dan
penguasanya, seperti dengan berbagai kelompok sosial
(khususnya institusi-institusi religius) dan berhadapan dengan
pribadi-pribadi lain.
2. Pemisahan kekuasaan di antara institusi-institusi negara, yaitu
Pemerintahan (kekuasaan eksekutif), Parlemen (kekuasaan
legislatif) dan Lembaga Kehakiman (kekuasaan yudikatif)
3. Kebebasan berpendapat, berbicara, pers dan massmedia
4. Kebebasan beragama
5. Hak yang sama untuk memberikan suara (satu orang, satu
suara)
6. Pemerintahan yang baik (fokus pada kepentingan publik dan
tidak ada korupsi)
128
Demokrasi Di Indonesia
B. Sejarah Perkembangan Demokrasi
Dalam berbagai pustaka dalam kehidupan demokrasi telah
terjadi jauh pada abad ke 4 dan 5 sebelum masehi (SM) yang
dipraktikkan sebagai sistem-sistem politik pada zaman Yunani
kuno, tepatnya di Negara Kota (polis) Athena (Suhelmi, 2001;
Schmandt, 2002; Agustino, 2007). Dalam pemahaman awal Yunani
sendiri, seperti dijelaskan Aristoteles menyebut tiga pemerintahan
yang baik dan tiga pemerintahan yang buruk (Suhelmi, 2001;
Schmandt, 2002; Agustino, 2007), yakni demokrasi termasuk
pemerintahan orang banyak yang berorientasi pada kelompoknya
sendiri. Sedang pemerintahan orang banyak yang baik disebut
timokrasi. Plato yang juga guru Aristoteles menekankan perlunya
orang terdidik menjadi bijak dalam kehidupan demokrasi. Agar
semakin banyak orang yang menjadi terdidik, Plato mendirikan
sekolah yang disebut dengan Academica (Suhelmi, 2001;
Schmandt, 2002). Sekolah ini bermaksud mendirikan kesempatan
lebih banyak pada warga, guna memberikan kesempatan lebih
banyak pada warga guna mempersiapkan orang–orang bijak untuk
ikut berperan aktif dalam pemerintahan Negara.
Kehidupan demokrasi mengalami pasang surut, dengan
kehancuran Yunani dan Romawi serta kokohnya kekuasaan
monarkhi absolut di Eropa sampai dengan dengan abad
pertengahan, terjadi kondisi yang tidak diharapkan dalam
kehidupan demokrasi, yang dalam perkembangan sejarah Eropa
disebut zaman kegelapan (Dark Ages) yakni terjadinya akumulasi
kekuasaan absolut dari para raja yang mendapat restu dari para
pemimpin gereja. Pemerintahan absolut ini telah memasung
kebebasan berfikir manusia, sehingga menimbulkan reaksi para
pemikir abad renainsance yang melahirkan teori–teori tentang
kekuasaan Negara, sampai dengan teori kedaulatan rakyat yang
mampu menopang perkembangan demokrasi meluas ke berbagai
penjuru dunia. Rose Wilder Lane penulis buku “Islam and the Discovery of Freedom” (Bernard Lewis, 2002) menyebutkan, bahwa
129
Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi; Membina Karakter...
orang-orang Erofa banyak mempelajari nilai dan pentingnya
kebebasan dari kaum Muslim. Islam memperkenalkan konsep
kebebasan kepada dunia dan khususnya ke Erofa. Sejak itu citacita kuno demokrasi dan pertanggungjawaban pemerintahan, dikaji
ulang dan dikembangkan.
Aristoteles adalah pemikir untuk kehidupan demokrasi yang
baik, tetapi ia tidak mendukung demokrasi di masanya. Aristoteles
memimpikan dan meramalkan bahwa demokrasi adalah bentuk
pemerintahan yang akan berkembang untuk kehidupan bernegara
ke depan. Aristoteles memberikan catatan untuk pemerintahan
demokrasi yang akan menjadi pilihan tebaik di masa datang. Untuk
itu perlu dipersiapkan prakondisi yang akan mendukung orangorang terbaik menjadi pilihan dari masyarakat, apabila warga negara
yang akan memilih dalam pemerintahan demokrasi, telah memiliki
pendidikan dan kesadaran bernegara yang baik, serta kondisi
ekonomi yang mapan. Bila prakondisi belum seperti yang
diharapkan, maka mungkin orang yang pintar dan jujur, yang kurang
atau tidak popular dan tidak memiliki kemampuan finansial, akan
kalah dengan orang kaya yang mampu mengambil kesempatan dari
kondisi masyarakat yang miskin dan tidak terdidik dengan berbagai
macam cara, akan terpilih dalam pemerintahan, meskipun orang
tersebut sebenarnya, tidak ada niat baik memimpin dan
mensejahterakan rakyatnya. Kondisi inilah yang sering terjadi di
Negara berkembang, karena pemerintah dikuasai oleh keinginan
sosial, ekonomi, politik mayoritas yang mengabaikan kemakmuran
warga, seperti Nigeria tahun 1983, Sudan tahun 1989, oleh Casper
dan Taylor dinyatakan sebagai demokrasi serampangan
(Agustino,2007). Inilah bukti yang dikhawatirkan Aristoteles bahwa
kehancuran demokrasi, karena euphoria demokrasi yang bertumpu
pada pemilikan kebebasan semu, yang tanpa disadari, kebebasan
yang diekspresikan berbenturan dengan kebebasan orang lain.
Pengalaman aneh dan menarik justru terjadi di Indonesia. Setelah
Pemilihan Umum calon legislatif (caleg) untuk anggota legislatif,
130
Demokrasi Di Indonesia
justru tidak siap. Banyak caleg yang tidak terpilih menderita
penyakit jiwa, dan dapat menjadi bahan diskusi kualitas caleg Indonesia mendatang.
Hal senada disampaikan oleh De Tocquiville
(Charmim,dkk,2003) bahwa demokrasi memerlukan moral
menahan diri, tanpa kemampuan menahan diri, demokrasi akan
berubah menjadi democrazy yang melahirkan tirani. Gabriel Almond
yang melakukan penelitian tentang keberhasilan demokrasi, dalam
kaitannya dengan kultur dan struktur sosial politik menyimpulkan:
1. Kultur demokrasi adalah kultur campuran,yaitu antara
kebebasan/partisipasi di satu pihak dan norma-norma
perilaku di pihak lain,
2. Kultur demokrasi bersumber pada kultur masyarakat secara
umum, yang mengandung social trust yang tinggi dan civicness,
kecenderungan hubungan kerja yang bersifat horizontal/
sederajat,
3. Kultur demokrasi senantiasa memerlukan dan berbasis
masyarakat madani,
4. Seberapa jauh masyarakat memegang kultur demokrasi
sanagat tergantung pada perilaku pemerintahan dalam
berdemokrasi.
Tidaklah berlebihan bahwa demokrasi berjalan dengan baik,
bila warga bersikap arif dan masing-masing mampu mengendalikan
diri demi kepentingan bersama yang lebih besar di bawah
keteladanan pemerintahan demokratis. Sebaliknya demokrasi
masyarakat akan mendukung kehidupan demokrasi, bila
pemerintahan dapat memberikan keteladan demokratis.
Pemerintahan demokratis tidak akan terbentuk di suatu di negara,
jika suatu kehidupan para elit negara tidak memberikan
keteladanan dan melaksanakan prinsip-prinsip demokratis.
Sudahkah para elit politik Indonesia membrikan contoh perilaku
demokrasi yang sehat, baik dan benar ?
131
Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi; Membina Karakter...
C. Prinsip-Prinsip Demokrasi
Prinsip-prinsip demokrasi sesungguhnya merupakan nilai-nilai
yang diperlukan untuk mengembangkan pemerintahan demokrasi.
Berdasarkan nilai atau kondisi inilah pemerintahan demokrasi
dapat ditegakkan. Nilai atau prinsip demokrasi tersebut adalah
kebebasan (kebebasan, kelompok, berpartisipasi), menghormati
orang/kelompok lain, kesetaraan, kerjasama, persaingan dan
kepercayaan (Charmin,2003). Nilai tersebut menurut Supriatnoko
(2008) merupakan prinsip-prinsip umum demokrasi,yang meliputi,
kebebasan, pluralism, paham individual, kesetaraan, dan keadilan.
Menurut Robet A. Dahl (Srijanty,dkk,2008) prinsip demokrasi
mencakup; adanya kontrol terhadap kebijakan pemerintah; adanya
pemilihan yang jujur; diakuinya hak memilih dan dipilih; kebebasan
menyatakan pendapat; kebebasan mengakses informasi; serta
kebebasan berserikat. Esensi pendapat-pendapat tersebut pada
hakekatnya terdapat kesamaan mendasar sebagai prinsip
demokrasi. Hakekat kesamaan tersebut akan diuraikan pada
paparan sebagai berikut:
1. Kebebasan
Kebebasan adalah keleluasaan seseorang untuk berbuat
atau untuk tidak berbuat sesuatu sesuai dengan keinginan
sendiri. Kebebasan adalah hak dan kemampuan seseorang untuk
menentukan sendiri apa yang menjadi pilihan sepanjang hak
dan kemampuan seseorang tersebut tidak berbenturan dengan
hak orang lain. Bentuk-bentuk kebebasan itu, antara lain :
a.
Kebebasan Menyatakan Pendapat
Kebebasan menyatakan pendapat adalah hak
seseorang dalam kehidupan bermasyarakat/bernegara
yang wajib dijamin olaeh undang-undang dalam sistem
demokratis. Kebebasan ini senantiasa diperlukan, karena
warga negara dalam kehidupan demokratis juga
berkewajiban dan bertang gungjawab atas proses
132
Demokrasi Di Indonesia
kehidupan itu sendiri. Warga negara dapat menyampaikan
usulan atau kritik kepada pejabat negara, anggota
perwakilan, atau pandangan terhadap sesuatu yang baik,
atau menurutnya dianggap baik. Dalam negara diktator,
kebebasan berpendapat pada umumnya sangat terbatas
atau justru dilarang, karena membahayakan kelangsungan
eksistensi kekuasaan sang ditaktor.
b. Kebebasan Berkelompok
Kebebasan berkelompok adalah kebebasan untuk
berorganisasi bagi setiap warga negara sebagai makhluk
sosial. Kehidupan berkelompok merupakan naluri dasar
manusia yang tak mungkin diingkari. Dalam kehidupan
kelompok manusia sebagai individu berharap akan
memperoleh kemudahan dalam hidupnya, serta
perlindungan kolektif dari kelompoknya. Pada kehidupan
demokrasi kelompok-kelompok warga dapat
memperjuangkan keinginan kelompoknya, termasuk
membentuk partai politik sampai pada tingkat kegiatan
dalam lingkup nasional. Pemerintahan demokrasi akan
memberikan alternatif untuk memberikan kebebasan
kelompok bagi warga negaranya.
c. Kebebasan Berpartisipasi
Kebebasan berpartisipasi merupakan kebebasan
untuk berperanserta dalam suatu kegiatan. Kebebasan
ini sebagai perwujudan gabungan kebebasan berpendapat
dan kebebasan berkelompok. Pada negara berkembang
atau negara otoriter ada kecenderungan untuk
mewujudkan kebebasan partisipasi secara berlebihan.
Misalnya dalam pemilihan umum, partisipasi warga
cenderung diarahkan, sehingga tingkat partisipasi jumlah
pemilih terdaftar begitu tinggi. Harapan yang tinggi
terhadap partisipasi pemilih merupakan bentuk propa133
Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi; Membina Karakter...
ganda bagi penguasa diktator, bahwa pemerintahan
diktator tersebut mendapat dukungan penuh dari
rakyatnya.
Dalam kebebasan partisipasi, tidak membenarkan
seseorang memaksa orang lain melakukan sesuatu yang
sebenarnya tidak dikehendakinya. Kebebasan partisipasi
juga dapat diberikan kepada warga negara dalam bentuk
kontrol terhadap jalannya pemerintahan suatu negara.
Dalam negara diktator tidak mungkin terjadi hal seperti.
Gejala ini pernah terjadi di Indonesia, bahkan dalam
menghadapi pemilihan umum 2009, Majelis Ulama Indonesia (MUI) sampai memberikan fatwa haram bagi
warga negara yang mempunyai hak pilih, tetapi tidak ikut
dalam pemilihan umum atau tidak memilih calon yang
ada. Warga negara tersebut popular dengan sebutan
Golongan Putih (Golput). Suatu fatwa yang perlu
mendapatkan renungan bagi semua insan demokrasi di
Indonesia, semoga tidak lagi muncul fatwa-fatwa sejenis
yang dapat membingungkan umat Islam di Indonesia.
Fatwa MUI tentang golput masih terdapat pro dan kontra,
dan kelompok pro dan kontra ini terjadi di antara
kalangan umat Islam sendiri.
2. Kesetaraan Antar Warga atau Individu
Kesetaraan atau persamaan kedudukan (egalitarianisme)
merupakan nilai dasar demokrasi. Kesetaraan dalam demokrasi
adalah bentuk pengkuan terhadap pribadi manusia, bahwa
manusia di dunia ini mempunyai kedudukan harkat dan
martabat yang sama, karena manusia sama-sama sebagai umat
dari Tuhan Yang Maha Kuasa. Kesadaran ini sangat penting,
karena dalam sejarah manusia, sering terjadi perilaku individu
maupun kelompok yang tidak bisa memahami keadaan sesama
manusia.
134
Demokrasi Di Indonesia
Banyak di antara manusia di dunia yang tidak mendapatkan
haknya secara baik dan benar, karena perilaku manusia yang
lain, baik secara individu maupun kelompok. Bahkan suatu
bangsa yang menganggap dirinya sebagai manusia unggul atau
bangsa pilihan, sedang manusia lainnya sebagai manusia budak
dengan martabat rendah. Dalam pergaulan internasional
perjuangan menuju kesetaraan manusia, bukan proses yang
mudah dan cepat. Perjuangan ini berlangsung bertahun-tahun,
bahkan berabad-abad lamanya. Pengakuan internasional dengan
Deklarasi Hak Asasi Manusia, posisi kesetaraan sesama manusia
diakui oleh sebagian besar bangsa-bangsa di dunia pada abad
20, setelah dunia dilanda perang besar yang dikenal dengan
Perang Dunia Kedua.
Kehidupan demokrasi harus dapat menjamin kesetaraan
antar sesama manusia, termasuk hak-haknya dalam bernegara.
Bagi bangsa Indonesia yang heterogen, kesadaran terhadap
kesetaraan sesama manusia atau warga Indonesia sangat
diperlukan. Bangsa Indonesia pernah mengalami penderitaan
di bawah penguasaan bangsa lain. Semua ini memberikan
pelajaran berharga terhadap kesadaran bagi bangsa Indonesia,
untuk menempatkan kedudukan manusia di dunia pada derajat,
harkat dan martabat manusia yang sama. Bangsa Indonesia
senantiasa harus dapat menghargai sesama manusia dengan
prinsip saling menghargai dan dapat berbuat serta berperilaku
untuk memanusiakan manusia.
3. Pluralisme
Pluralism berarti majemuk, tidak tunggal. Sesuatu yang
sifatnya plural memiliki ciri tidak sama. Pluralistik dalam
kehidupan manusia dapat bermakna bahwa manusia di dunia
itu tidak sama, namun dengan ketidaksamaan tersebut, faham
pluralis memberikan intensitas yang sama sebagaimana adanya.
Eksistensi individu diakui apa adanya. Perbedaan individu
135
Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi; Membina Karakter...
merupakan perbedaan yang melekat pada diri pribadi, diakui
dan dihormati. Realisasi perwujudan pruralistik tidak dapat
dipisahkan dengan prinsip atau nilai kesetaraan. Dalam
pergaulan global, individu atau kelompok, bangsa tidak
mungkin menghindar dari kehidupan pluralis.
Indonesia yang heterogen telah menyadari kondisi pluralis
bangsa Indonesia, sehingga para pemimpin bangsa telah
menetapkan Pancasila sebagai ideologi berbangsa dan bernegara
serta menetapkan Garuda Pancasila sebagai lambang negara
dan membuat slogan Bhinneka Tunggal Ika. Slogan Bhineka
Tunggal Ika adalah pengakuan keberadaan di dalam bangsa dan
negara yang mengakui adanya pluralistik dalam kesatuan negara
Indonesia. Pengakuan derajat, harkat dan martabat bangsa Indonesia juga dirumuskan dalam alenia pertama pembukaan
UUD 1945, dan sila kedua Pancasila.
4. Paham Individualisme
Kehidupan berdemokrasi tidak dapat dipisahkan dengan
paham individualisme, yakni paham yang memposisikan dan
menjunjung tingi individu dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara. Kepentingan individu atau pribadi
menjadi acuan utama dalam hidup seseorang, Karena manusia
sebagai ciptaan Tuhan pada dasarnya baik, hanya lingkungan
masyarakat yang menjadikan individu tidak baik. Sebagai
makhluk Tuhan, paham individu mendasari HAM, pluralisme,
serta kesetaraan. Secara ekstrim, individu hanya dibatasi oleh
kebebasan individu yang lain, tidak dibatasi oleh kepentingan
masyarakat dan atau negara.
Indonesia yang berdasarkan Pancasila, pada dasarnya
demokrasi di Indonesia mengakui hak individu, tetapi bukan
yang bersifat ekstrim atau mutlak tanpa batas sama sekali.
Karena hak individu yang berhadapan dengan hak Tuhan (sila
kesatu), individu yang lain (sila kedua dan sila ketiga) dan negara
136
Demokrasi Di Indonesia
(sila keempat dan kelima), yang berkaitan dengan kepentingan
umum. Hak individu dapat dipaksakan dan diambil alih oleh
negara, meski harus ada jalan musyawarah atau perundingan
antar pihak. Namun demikian apabila perundingan atau
musyawarah gagal, negara dapat memaksakan dengan ganti rugi
sesuai dengan peraturan perundang–undangan berlaku.
Pembangunan untuk kepentingan umum sebagaimana
dimaksud oleh Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 36
Tahun 2005 tentang pengadaan tanah bagi pelaksana
kepentingan umum ialah:
a. Jalan umum, jalan tol, rel kereta api, saluran air minum,
dan saluran pembuangan air/sanitasi,
b. Waduk, bendungan irigasi dan bangunan pengairan
lainnya,
c. Rumah sakit umum dan pusat kesehatan,
d. Pelabuhan, bandar udara, stasiun kereta api, dan terminal,
e. Peribadatan,
f. Pendidikan,dan sekolah,
g. Pasar umum,
h. Fasilitas pemakaman umum,
i. Fasilitas keselamatan umum,
j. Pos dan telekomunikasi,
k. Sarana olahraga,
l. Stasiun radio, televisi, dan sarana pendukungnya,
m. Kantor pemerintah, pemerintah daerah, perwakilan
negara asing, PBB, dan atau lembaga internasional di
bawah naungan PBB,
n. Fasilitas TNI dan Polri sesuai dengan tugas dan fungsinya,
o. Lembaga pemasyarakatan dan rumah tahanan,
p. Rumah susun sederhana,
q. Tempat pembuangan sampah,
137
Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi; Membina Karakter...
r.
s.
t.
u.
Cagar alam dan cagar budaya,
Pertamanan,
Panti sosial,
Pembangkit, transmisi, distribusi listrik.
5. Keadilan
Kebebasan, kesetaraan, dan plualisme, adalah satu realisasi
bentuk keadilan. Karenanya, kehidupan praktik demokraksi
tidak dapat dipisahkan dengan nilai keadilan pada umumnya.
Keadilan dalam demokrasi tidak terbatas pada keadilan immaterial sebagaimana telah disebut, tetapi juga menyangkut
keadilan material bagi sesama warga masyarakat. Bagi bangsa
Indonesia, nilai keadilan adalah prinsip yang sangat mendasar,
sebagaimana tercermin pada sila kedua dan kelima dari
Pancasila. Keadilan yang menjadi dambaan bangsa, sejak awal
perjuangan kemerdekaan, sampai saat ini keadilan dalam rangka
mewujudkan kesejahteraan masyarakat masih dalam proses
usaha. Keadilan adalah dambaan ideal yang telah diupayakan
dalam perwujudannya sejak zaman Plato maupun Aristoteles.
D. Bentuk–Bentuk Demokrasi
Kesepahaman tentang konsep demokrasi sebagai kekuasaan
pemerintahan di tangan rakyat, pada tingkat implementasinya
dalam kehidupan bernegara, terdapat berbagai pola kehidupan
demokrasi, sesuai dengan paham ideologi atau paham yang dianut
dan dikembangkan masing–masing negara. Selain pembedaan
bentuk demokrasi, sistem demokrasi juga dikembangkan
berdasarkan prinsip filosofi atau ideologi yang dianutnya. Misalnya
demokrasi liberal, dan demokrasi komunis.
1. Demokrasi Liberal
Prinsip demokrasi liberal didasarkan pada filosofi
kenegaraan, bahwa manusia adalah makhluk individu yang
138
Demokrasi Di Indonesia
bebas. Kehidupan manusia sebagai individu yang bebas ini,
banyak menimbulkan benturan, sehingga menjadikan individuindividu dalam masyarakat membentuk persekutuan hidup
bersama. Misalnya bagaimana teori pemimpin masyarakat dalam
suatu Negara yang dikembangkan Thomas Hobbes, John
Locke, maupun Rousseau. Meski ketiga tokoh tersebut teori
dasar dan terbentuknya masyarakat sama, tetapi dalam konsep
tanggung jawab pemimpin terhadap rakyatnya berbeda.
Perbedaan mendasar dari teori Hobbes dan Rousseau terletak
pada dapat tidaknya mandat yang diberikan ditarik lagi oleh
pemberi mandat. Menurut Hobbes, pemimpin yang
mendapatkan penyerahan mandat tidak dapat diganggu gugat
dan tidak dapat ditarik lagi mandatnya, karena pemimpin yang
mendapat mandat harus diberikan kekuasaan mengatur, dan
untuk mengatur yang baik, tidak terikat dengan pihak-pihak
yang diatur. Teori Hobbes mendorong bentuk kekuasaan yang
absolut. Kondisi absolut inilah yang ditentang Rousseau, dan
teori Rousseau dianggap paling sesuai dengan konteks
demokrasi sekarang, yakni rakyat yang memilih pemimpin
sebenarnya, dan tidak otomatis kehilangan hak kedaulatannya.
Karenanya, pemimpin rakyat yang mendapatkan mandat untuk
memimpin, dan kepemimpinannya tidak sesuai lagi dengan
kehendak rakyat sebagai pemberi mandat, maka rakyat dapat
mencabut mandatnya kembali.
Pada dasarnya paham pemikiran demokrasi liberal
merupakan reaksi dari tekanan kekuasaan absolut para raja di
Eropa abad pertengahan. Untuk mewujudkan keseimbangan
kekuasaan absolut, rakyat perlu kekuatan penyeimbang dalam
bentuk perwakilan. Bentuk perwakilan ini mer upakan
manifestasi perlindungan serta jaminan akan kebebasan individu,
yang akhirnya berkembang, bahwa kekuatan rakyat bukan
sekedar penyeimbang, tetapi kekuatan rakyat adalah kekuatan
yang menentukan, sehing ga Negara tidak dibenarkan
139
Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi; Membina Karakter...
mencampuri urusan pribadi warga negaranya tidak lagi relevan.
Tugas Negara sebagaimana teori Van Valenhoven yang
mengembangkan trias politika menjadi catur praja, yakni Negara
tidak ubahnya penjaga malam (nachtwachtersstaat) bagi warga
negaranya, telah mengalami perubahan dan perkembangan
dimana Negara berhak campur tangan dalam mewujudkan
kesejahteraan rakyatnya (welfare state, social service state)
Dampak perkembangan faham liberalis-kapitalis dalam
demokrasi liberal adalah munculnya kekuatan individu pemilik
modal yang yang berhasil mempengaruhi dan memenangkan
melalui proses pemilihan umum. Akibatnya kekuasaan kapital
sangat menguasai kehidupan Negara. Keadaan ini terbukti pada
era global seperti sekarang ini, kaum kapitalis dunia mampu
menjalankan kapitalnya tanpa terkendala pada batas-batas
Negara, seperti perusahaan-perusahan korporasi internasional,
Freeport, dan lain-lain. Dengan kelebihan modal, kaum kapitalis
dapat menekan kelompok pekerja dalam lingkungannya.
Kaum kapitalis yang pada awalnya mencari kesimbangan,
karena tekanan kaum feodal, dalam proses perkembangannya
juga melakukan penekanan pada kelompok lain dengan pola
dan gaya yang berbeda. Ketidakseimbangan kondisi inilah yang
memunculkan reaksi pada gerakan sosialis dan komunis. Bentuk
nyata contoh keberhasilan perjuangan kaum liberalis dalam
pemerintahan Negara memunculkan sistem pemerintahan
parlementer sebagaimana di Inggris, serta pemerintahan
presidensial sebagaimana dipraktikkan di Amerika Serikat.
Sistem pemerintahan parlementer, pada dasarnya terjadi
pemisahan kekuasaan Kepala Negara dan Kepala
Pemerintahan. Kepala Negara dapat dijabat seorang Presiden,
bila berbentuk Republik atau Raja, bila negara bentuk kerajaan,
sedangkan Kepala Pemerintahan dalam sistem parlementer
dipimpin oleh Perdana Menteri. Keberadaan Perdana Menteri
dan para Menteri sangat tergantung pada DPR, karena sewaktu140
Demokrasi Di Indonesia
waktu DPR dapat menyampaikan mosi tidak percaya, baik
secara kelembagaan atau seluruh anggota kabinet atau orangperorang sebagai Menteri Negara. Untuk pemerintahan
presidensial, berlaku pada negara Republik, yakni Presiden
merangkap sebagai Kepala Negara dan Kepala pemerintahan.
Para menteri diangkat oleh Presiden. Kabinet di bawah
pimpinan Presiden dan tidak dapat dijatuhkan atau dibubarkan
oleh DPR.
2. Demokrasi Komunis
Ideologi komunis yang dikembangkan Marx memiliki
pengaruh cukup meluas dan berhasil diterapkan dalam praktik
kenegaraan oleh beberapa negara di dunia, bahkan Uni Soviet
pernah menjadi kekuatan besar dalam bersaing dan perang
dingin dengan kelompok liberalis di bawah koordinasi
kepemimpinan Amerika Serikat. Pada era terkini, nampaknya
Cina dengan pemerintahan di bawah Partai Komunis menjadi
pengganti Uni Soviet, sebagai negara pengusung ideologi
komunis ala Cina telah berhasil menunjukkan dirinya sebagai
kekuatan besar di dunia.
Bila dalam demokrasi kapitalis, kebebasan politik
tercermin dalam keberadaan partai politik penguasa dan oposisi,
sehingga partai politik pada demokrasi liberal sedikitnya ada
dua partai. Dalam demokrasi komunis hanya dibenarkan hidup
satu partai, yaitu partai komunis, tidak mengenal adanya partai
penguasa dan partai oposisi, karena persaingan pemimpin
didasarkan pada kemampuan persaingan individu dalam internal partai komunis.
Demokrasi komunis sebagai wujud perjuangan ideologi
komunis, ada dan tumbuh melalui gerakan revolusioner, berada
pada kondisi era posliberalis. Dalam ideologi komunis, tidak
akan ada toleransi terhadap praktik-praktik liberal, termasuk
sistem demokrasi dengan multipartai. Pada era transisi
141
Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi; Membina Karakter...
kekuasaan liberal ke arah komunis, telah ditetapkan seorang
yang kuat dengan segala bentuk kekuasaan yang mutlak dengan
kewenangan penuh sebagai diktator proletariat, sehingga tidak
relevan lagi dalam kehidupan demokrasi komunis akan jaminan
kebebasan individu dalam kehidupan praktik demokrasi
sebagaimana pada ideologi dan demokrasi liberal. Pemimpin
partai dengan para elitnya menentukan pemimpin untuk
menjalankan politik partainya, guna mewujudkan cita-cita
dalam Negara komunis.
3. Demokrasi dan Islam
Banyak kalangan Muslim mengatakan bahwa Islam dan
demokrasi adalah serasi, cocok (compatible), tetapi bagaimana
keduanya bisa compatible ? Apa sesungguhnya yang dimaksud
dengan demokrasi itu ? Bagaimana demokrasi demokrasi
bekerja dalam konteks Islam? Bentuk demokrasi yang mana
yang lebih diutamakan (preferable) ? Adalah pertanyaanpertanyaan yang dikumandang oleh Bernard Lewis (2002)
ketika membahas Islam, Liberalisme dan Demokrasi.
Bagi sebagian kalangan, ada persoalan antara Islam dan
demokrasi. Dari sekedar persoalan pengalaman demokrasi Islam yang terbatas hingga persoalan serius menyangkut
ketidakcocokan (incompatibility) Islam dan demokrasi. Secara
sederhana ada tiga kecendrungan besar mengenai pola hubungan
Islam dan demokrasi (Bernard Lewis, 2002), yaitu :
a. Islam dan demokrasi dipandang sebagai dua sistem politik
yang berbeda. Sebagai sistem politik, Islam tidak dapat
disubordinasikan kepada demokrasi.
b. Islam berbeda dengan demokrasi, apabila demokrasi
dipahami secara prosedural sebagaimana dipraktekkan
di Barat. Tetapi Islam dapat dianggap sebagai sistem
politik demokratis, jika demokrasi dipahami secara
substantif.
142
Demokrasi Di Indonesia
c. Islam dipandang sebagai suatu sistem nilai yang
akomodatif terhadap demokrasi yang didefinisikan secara
prosedural dan dipraktekkan di Barat. Kendati demikian,
pandangan ini belum begitu mengkristal dalam masyarakat
Muslim, dan karenanya rezim demokrasi masih menjadi
fenomena yang jarang ditemui.
Menurut Bernard Lewis (2002) apapun alasannya,
persoalan-persoalan yang mengganjal dalam hubungan Islam
dan demokrasi harus diselesaikan, sehingga dihasilkan
pemahaman komprehensif yang memungkinkan relasi Islamdemokrasi menyatu dalam format yang ideal. Dalam upaya
untuk menemukan suatu basis ideologis yang diterima oleh
semua kalangan di dunia Islam, para pemikir dari kalangan Islam maupun sekular dari masyarakat Muslim, mulai merambah
misi baru untuk merekonsiliasi perbedaan-perbedaan antara
berbagai kelompok politik. Seiring dengan intensitas kajian
tentang hubungan Islam dan demokrasi, persoalannya kini
mulai bergeser, bukan lagi menyangkut kompatibilitas Islam
dengan demokrasi, melainkan bagaimana demokrasi dapat builtin dalam tradisi kaum Muslim, baik secara paradigmatik, etik
maupun epistemologi. Upaya ke arah itu merupakan tugas besar
yang tak terelakkan, agar Islam dapat bergumul dalam
kehidupan modern.
Walaupun upaya merumuskan sintesis yang
memungkinkan dalam rekonsiliasi Islam-demokrasi sangat
menantang, ternyata suara-suara yang mengalunkan irama
keharmonisan kian menggema jauh ke jantung Islam dan Barat.
Sebagaimana demokrasi tidak selalu dipahami secara tunggal,
Islam juga bukanlah tafsir yang monolitik. Karena itu, selalu
ada titik temu yang memungkinkan keduanya berhubungan
secara dialektis. Dengan kata lain, jika dikatakan bahwa Islam,
tidak sesuai dengan demokrasi, maka perlu dipertanyakan “Islam yang mana dan dengan demokrasi apa?”, atau jika demokrasi
143
Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi; Membina Karakter...
tidak Islami, pertanyaannya adalah “ Demokrasi yang mana dan
dengan Islam apa?”
Pembahasan tentang format ideal Islam-demokrasi menjadi
lebih urgen di abad ke 21 ini. Karena kebangkitan agama dan
demokratisasi merupakan fenomena paling monumental di era
globalisasi ini. Di berbagai wilayah di dunia, gerakan-gerakan
kebangkitan agama berjalan seiring dan terkadang memperkuat
sistem politik yang lebih demokratis. Sementara di wilayah-wilayah
lain, kedua dinamika itu saling berlawanan. Di dunia Islam, isuisu tersebut muncul ke permukaan secara istimewa, disebabkan
adanya kekuatan kebangkitan Islam dan menguatnya tuntutan
terhadap partisipai rakyat yang lebih besar dalam proses politik
pada tahun-tahun belakangan ini.
Bagaimanapun keanekaragaman pemahaman dan
penggunaan konsep demokrasi itu, tuntutan terhadap
demokratisasi, partisipasi politik, dan demokrasi Islam
menunjukkannya diterimanya demokrasi di banyak masyarakat
Muslim kontemporer. Sementara sebagian orang masih tetap yaknin
bahwa demokrasi itu “tidak Islami” atau anti-Islam, atau bahwa ia
semata upaya Barat dalam era pasca Perang Dingin, untuk meraih
hegemoni ideologi dan politik, banyak pula kalangan Muslim yang
menjadikan dukungan pada demokrasi sebagai perangkat uji bagi
kredibiitas atau legitimasi rezim dan bagi partai politik serta oposisi.
E. Perkembangan Demokrasi di Indonesia
Konsepsi demokrasi modern di Indonesia menurut Mahfud, MD
(2000) baru dikumandangkan awal tahun 1918 oleh HOS
Cokroaminoto, di depan Volksraad. Pada waktu itu Cokroaminoto
mengajukan mosi tentang pembentukan parlemen di negeri jajahan
Hindia Belanda. Pada awalnya demokrasi bangsa Indonesia adalah
demokrasi tradisional yang berdasar pada kelompok-kelompok dari
marga (Batak), atau kehidupan kelompok-kelompok masyarakat yang
bersifat patron.
144
Demokrasi Di Indonesia
Kehidupan demokrasi tradisional tersebut tergoncang dengan
kehadiran agama Hindu dan munculnya kerajaan-kerajaan Hindu,
dengan pengelompokkan kasta-kasta yang dianut dalam strata
agama Hindu. Kehidupan demokrasi mulai mengalami revitalisasi
dan reaktualisasi dengan berkembangnya pengaruh agama Islam.
Agama Islam yang membawa kesamaan derajat manusia di hadapan
Allah Tuhan Yang Maha Kuasa, dan memberikan nuansa demokrasi
yang lebih kondusif. Kesamaan derajat manusia inilah yang
membawa perubahan besar dan menghidupkan kembali prinsip
kerakyatan tradisonal.
Perjuangan masyarakat Indonesia sebelum merdeka ke arah
demokrasi ditandai dengan berdirinya Budi Utomo, Organisasiorganisasi Politik, Organisasi-organisasi Sosial Kepemudaan, serta
Perhimpunan Pelajar Indonesia sampai pada pelaksanaan Sumpah
Pemuda. Nilai-nilai demokrasi mulai tersosialisasi, bahkan pada
tanggal 1 Juni 1945 Bung Karno dalam pidato di depan BPUPKI,
yang memberikan konsep dasar negara, juga menyinggung konsep
geopolitik Indonesia, yang menggambarkan konsep demokrasi
kaitannya antara ruang, negara dan rakyat. Semua ini menandai
awal dan proses kehidupan demokrasi Indonesia modern yang
dimulai awal abad 20 (Mahfud MD., 2000). Nilai demokrasi seperti
kebebasan (berpendapat, berelompok, berpartisipasi),
menghormati hak orang lain, kesetaraan, kerjasama, persaingan,
dan kepercayaan, sesungguhnya merupakan nilai yang diperlukan
untuk mengembangkan pemerintahan yang demokratis.
Berdasarkan nilai-nilai demokrasi yang ada, sebuah pemerintahan
demokrasi dapat ditegakkan, sebaliknya tanpa adanya nilai-nilai
demokrasi dalam negara, maka pemerintahan negara yang
demokratis tersebut sulit ditegakkan.
1. Demokrasi Liberal di Awal Proklamasi
Awal Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, Pemerintah
Indonesia masih disibukkan untuk menata negara yang baru
berdiri, pada sisi lain bangsa Indonesia harus berjuang
145
Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi; Membina Karakter...
mempertahankan kemerdekaan dari penjajah Belanda yang
masih ingin berkuasa lagi di Indonesia. Sistem pemerintahan
yang diatur dalam UUD 1945 Proklamasi mengacu pada sistem
presidensial, hanya bertahan beberapa bulan dan berubah
menjadi sistem parlementer sebagai lambang demokrasi liberal
yang banyak dianut Negara-negara Eropa. Perubahan sistem
presidensial ke parlemen mulai tanggal 14 Nopember 1945.
Perubahan ini atas inisiatif Sutan Syahrir, sebagai tinak lanjut
Maklumat Wakil Presiden 16 Oktober 1945, karena menanggapi
propaganda Belanda bahwa Indonesia adalah Negara bentukan
Jepang yang tidak sah, karena Jepang telah menyerah tanggal
14 Agustus 1945, dan Indonesia bentukan Jepang adalah Negara
diktator yang tidak sesuai dengan perkembangan negara
kerakyatan atau demokrasi. Hal ini terbukti, karena tidak
adanya kekuasaan legislatif maupun Mahkamah Agung sebagai
lembaga peradilan/lembaga kehakiman, karena lembaga
tersebut dirangkap Presiden, meskipun itu bersifat darurat,
sebab lembaga yang tetap belum terbentuk. Untuk menanggapi
propaganda Belanda yang dapat menyudutkan Indonesia, Wakil
Presiden Moh. Hatta mengeluarkan Maklumat Wakil Presiden
Nomor. X Tahun 1945 yang isinya adalah: Mengubah kedudukan
dan fungsi Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) yang
berdasarkan Aturan Peralihan pasal 4 berkedudukan sebagai
Pembantu Presiden menjadi sebuah lembaga Pembuat UndangUndang bersama-sama Presiden, dan berfungsi sebagai Lembaga
yang menetapkan Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN).
Dengan dikeluarkannya maklumat tersebut, KNIP tidak lagi
sekedar Pembantu Pesiden, tetapi KNIP berubah status yang
berkedudukan sebagai DPR dan MPR sebagaimana dimaksud
dalam UUD 1945 Proklamasi.
Dengan dikeluarkannya Maklumat Pemerintah tanggal 14
Nopember 1945, sistem Pemerintahan Indonesia berubah dari
presidensial menjadi sistem parlementer, dengan Perdana
146
Demokrasi Di Indonesia
Menteri pertamanya adalah Sutan Syahrir. Meski dalam sistem
perundang-undangan kita tidak pernah menyebut adanya
Maklumat, namun dalam kondisi perjuangan yang serba darurat,
sebagai generasi penerus kita perlu menghargai niat baik
perjuangan para pemimpin kemerdekaan yang tidak punya
kesempatan berpikir lama dan harus segera mengambil
keputusan karena kondisi serba darurat. Kita tidak boleh dengan
semena-mena menganggap tindakan tersebut dianggap
inkonstitusional, karena tindakan tersebut tidak terdapat niat
untuk keuntungan pribadi maupun kelompok, tetapi sematamata untuk tetap tegaknya Negara Proklamasi. Adanya
pendapat yang mengang gap bahwa tindakan tersebut
inkonstitusional adalah pernyataan egois yang tidak memahami
kondisi, dan hanya untuk kepentingan popularitas pribadi yang
egois, mabuk kehormatan dan haus kekuasaan.
Penegasan ini ditekankan, karena pada masa Orde Baru,
pergeseran ini dianggap sebagai penyelewengan konstitusional.
Kita perlu menyadari sebagai orang yang beragama, bahwa
perbuatan seseorang tergantung pada niatnya. Jadi bila kita tahu,
niat pemimpin tujuannya baik harus didukung, tetapi meskipun
kebijakan pemimpin didasarkan pada undang-undang, tetapi
undang-undang itu ternyata dibuat untuk kepentingan kelompok
tertentu, kebijakan yang berdasarkan undang-undang
sebenarnya perbuatan pembenaran belaka, karena undangundang dibuat untuk pembenaran kelompoknya. Semua itu
terbukti Demokrasi Liberal dengan sistem parlementer berakhir
dengan dikeluarkannya Dekrit 5 Juli 1959, dan sistem
presidensial masih dipertahankan sampai sekarang.
2. Demokrasi Terpimpin
Di awal kemerdekaan, Mahfud MD. (2000) menyebut
sebagai pemikiran demokrasi Sukarno–Hatta, yang kemudian
diupayakan lagi setelah Dekrit Presiden 5 Juli 1959. Sejak
147
Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi; Membina Karakter...
mempersiapkan Proklamasi, Sukarno-Hatta yang berorientasi
pada pluralistik dan cenderung memisahkan negara dengan
agama, tidak berarti negara, tidak membolehkan agama masuk
dalam konsep-konsep kenegaraan Indonesia. Negara akan
memberikan jaminan penganut agama, untuk tidak menutup
kemungkinan konsep agama masuk dalam perundingan Negara
sebagaimana dikutip Mahfud.MD (2000) yang mengutip
pernyataan Bung Karno ”…rakyatnya dapat memasukkan
segala paham keagamaannya ke dalam tiap-tiap tindakan
Negara, ke dalam tiap-tiap undang-undang yang dipakai dalam
Negara, ke dalam tiap-tiap politik yang diadakan oleh Negara,
walaupun di situ agama dipisahkan dari Negara…”Agar sebagian
besar dari anggota parlemen politiknya politik Islam, maka tidak akan
dapat berjalanlah satu usul juapun yang tidak bersifat Islam”. Pada
kutipan lain dilanjutkan “…Jikalau memang rakyat Indonesia rakyat
yang sebagian besarnya rakyat Islam, dan jikalau memang Islam di sini
agama yang hidup berkobar-kobar di kalangan rakyat, marilah kita
pemimpin-pemimpin menggerakan segenap rakyat agar menggerakkan
sebanyak mungkin utusan-utusan Islam ke dalam badan perwakilan
ini…. Kalau misalnya orang Kristen ingin bahwa tiap-tiap letter di
dalam peraturan-peraturan Negara Indonesia memuat Injil, bekerjalah
mati-matian, agar supaya sebagian besar daripada utusan-utusan yang
masuk Badan Perwakilan Indonesia ialah orang Kristen. Itu adil- fair
play”.
Meskipun Sukarno mengutip kebebasan pluralistik ala
Barat, Sukarno tidak tertarik penerapan demokrasi demokrasi
Barat di bidang sosial ekonomi, karena Negara hanya bertindak
sebagai penjaga malam. Sukarno ingin mewujudkan faham welfare state, yaitu Negara berperan aktif untuk membangun
kesejahteraan sosial. Sukarno berusaha membangun dua konsep
yang berbeda, yang dalam praktiknya menjadikan demokrasi
terpimpin yang akhirnya menjurus pada otoriter. Demokrasi
terpimpin adalah konsep Presiden Sukarno untuk menggantikan
148
Demokrasi Di Indonesia
praktik demokrasi liberal parlementer di bawah UUDS tahun
1950. Praktik demokrasi liberal tersebut, ternyata menjadikan
Pemerintahan Negara Indonesia tidak stabil, karena sering
terjadi mosi tidak percaya dari DPR terhadap pemerintah. Jatuh
bangunnya Pemerintahan Indonesia dalam waktu yang relatif
singkat, Pemerintah yang berkuasa tidak mampu melaksanakan
pembangunan secara baik, dengan masa periodisasi
pemerintahan yang dilaksanakan terlalu singkat, tidak terdapat
partai mayoritas yang menguasai parlemen. Pada sisi lain, tidak
ada koalisi yang kuat, karena praktik politik dagang sapi yang
berorientasi pada kepentingan kelompok atau partai. Misalnya
terdapat pemerintahan yang periode kekuasaannya tidak sampai
satu tahun, seperti pada masa pemerintahan Perdana Menteri
Burhanuddin Harahap. Kondisi seperti ini jelas tidak
menguntungkan jalannya pemerintahan Indonesia yang baru
merdeka, yang memerlukan stabilitas politik dalam membangun
bangsa dan Negara.
Keadaan yang tidak menguntungkan ini mendorong
Presiden sukarno berinisiatif, memberikan masukkan kepada
Konstituante sebagai lembaga yang bertugas membuat dan
menetapkan UUD, agar bangsa Indonesia kembali kepada dasar
Negara proklamasi yang sekarang dikenal sebagai UUD 1945.
Tawaran Presiden Sukarno diterima baik oleh Konstituante,
namun tanggapan tawaran tersebut terbagi dalam dua
kelompok, yaitu kelompok yang menghendaki berlakunya
kembali UUD 1945 tanpa perubahan apapun, satu kelompok
lainnya diberlakukan kembali dengan beberapa perubahan.
Perbedaan dua kelompok ini tidak pernah mendapat
kesepakatan mayoritas dalam Konstituante, bahkan ada
beberapa anggota Konstituante yang mengancam tidak akan
hadir dalam penentuan dan penetapan UUD baru guna
menggantikan UUDS, sehingga kondisi ini dianggap sebagai
situasi yang membahayakan kepentingan nasional, karena tidak
149
Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi; Membina Karakter...
segera terwujud UUD yang baru untuk menggantikan UUDS.
Keadaan inilah mendorong Presiden Sukarno mengeluarkan
dekrit yang dikenal dengan Dekrit Presiden 5 Juli 1959. Dengan
diberlakukannya kembali UUD 1945, Presiden Sukarno tidak
sekedar kepala Negara tetapi merangkap sebagai Kepala
Pemerintahan.
Konsep Demokrasi Terpimpin yang mengacu pada sila
keempat Pancasila, disampaikan Presiden Sukarno pada Sidang
Konstituante tanggal 22 April 1959, dengan pokok-pokok
pemikiran Demokrasi Terpimpin adalah:
a. Demokrasi Terpimpin bukanlah diktator,
b. Demokrasi Terpimpin adalah demokrasi yang cocok
dengan kepribadian dan dasar hidup bangsa Indonesia,
yaitu kekeluargaan dan gotong royong,
c. Demokrasi Terpimpin adalah demokrasi di segala soal
kenegaraan dan kemasyarakatan yang meliputi bidang
politik, sosial dan ekonomi,
d. Inti pimpinan dalam Demokrasi Terpimpin adalah
permusyawaratan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan, serta
e. Oposisi dalam arti melahirkan pendapat yang sehat dan
yang membangun diharuskan dalam Demokrasi Terpimpin.
Ide Presiden Sukarno tersebut akhirnya disepakati oleh
MPRS, kemudian dituangkan dalam ketetapan MPRS No. VIII/
MPRS 1965, yang mengatur tentang Prinsip Musyawarah untuk
Mufakat dalam Demokrasi Terpimpin. Menurut Demokrasi
Terpimpin inti dari permusyawaratan adalah musyawarah untuk
mufakat, bilamana tidak tercapai, maka musyawarah akan
ditempuh salah satu jalan di antaranya adalah:
a. Persoalan diserahkan kepada pemimpin untuk mengambil
kebijakan dengan memperhatikan pendapat yang
bertentangan,
150
Demokrasi Di Indonesia
b. Persoalannya ditangguhkan,
c. Persoalannya ditiadakan sama sekali.
Dalam praktik Demokrasi Terpimpin, peran Presiden sebagai
pemimpin nasional sangat dominan. Dengan kekuasaan yang ada,
ide-ide Presiden dalam pidato kenegaraan menjadi landasan
kebijakan Negara sebagai Garis Besar Haluan Negara. Kondisi
inilah menjadian Presiden Sukarno mampu mengendalikan sistem
kenegaraan, dan Lembaga Negara lainnya termasuk MPRS yang
kedudukan formalnya berdasarkan hukum positif saat itu berada
di atas Presiden. Munculnya pengangkatan Presiden Sukarno
seumur hidup adalah kuatnya pengaruh Presiden dalam lembaga
MPRS.
3. Demokrasi Pancasila
Pada esensinya Demokrasi Pancasila adalah berasal dari
pemikiran politik Soekarno, yang kemudian dituangkan ke dalam
UUD 1945 Proklamasi. Amat sulit kiranya untuk menolak andil
pemikiran Soekarno terhadap Pancasila dan sistem demokrasi yang
memakai predikat Pancasila adalah amat besar. Oleh karena itu,
kejujuran sejarah kiranya tidak mungkin bisa membenarkan
penghapusan pengaruh dominan pemikiran Soekarno dalam
Demokrasi Pancasila (Alfian, 1981).
Secara teoritis kerangka pemikiran yang melandasi Demokrasi
Pancasila ialah membangun sistem politik Indonesia di atas
keseimbangan yang wajar antara konsensus dan konflik. Namun
menurut Alfian (1981), pola tingkah laku politik masyarakat selama
ini menunjukkan dua sikap ekstrim yang bisa membahayakan, yaitu
a. Kecendrungan untuk memiliki kebebasan tanpa batas, yang
mudah meningkatkan kadar politik menjadi tinggi dan
berlarut-larut, sehingga masyarakat tetap terpecah-pecah
dalam kotak-kotak ikatan subnasional dan primordial,
151
Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi; Membina Karakter...
b. Kecendrungan untuk mematikan sama sekali konflik
(kritik atau perbedaan pendapaat) yang menjurus kepada
sikap dan tingkah laku diktator.
Demokrasi Pancasila sebagaimana diatur oleh UndangUndang Dasar 1945 baik Proklamasi maupun Amandemen
esensinya mengakui bahwa kedaulatan atau kekuasaan berada
di tangan rakyat, yang menghendaki agar masyarakat Indonesia yang majemuk dapat mengemukakan aspirasi dan
keinginannya secara jujur dan murni. Persoalannya bagaimana
mengaturnya ? Demikian pula secara ideal dan teoritis
Demokrasi Pancasila menghendaki antara Pemerintah dan
Dewan Perwakilan Rakyat terwujud keseimbangan (check and
balance), bagaimana mengusahakan agar tingkah laku politik
penguasa dan masyarakat dapat mendekati pola “check and balance” yang proporsional, antara konsensus dan konflik, atau di
antara kecendrungan perilaku politik, kebebasan tanpa batas,
atau mematikan sama sekali konflik ?
Tampilnya Orde Baru di pentas politik Indonesia telah
menggeser kehidupan politik dari titik ekstrim otoriter ke sistem
demokrasi Orde Baru. Sebagai ganti sistem Demokrasi
Terpimpin, ditetapkan Demokrasi Pancasila, meski sumber
demokrasi dimaksud tetap sama yakni sila keempat dari
Pancasila. Konsep Demokrasi Pancasila tetap mengutamakan
musyawarah mufakat, tetapi pemimpin tidak diberikan hak
untuk mengambil keputusan sendiri, dalam hal musyawarah
tidak mencapai mufakat. Sebagaimana konsep Demokrasi
Terpimpin, Demokrasi Pancasila juga mendasarkan pada
demokrasi berdasarkan kekeluargaan dan gotong royong, yang
ditujukan kepada kesejahteraan rakyat, yang mengandung:
a. Unsur-unsur kesadaran religious dan menolak atheism,
b. Kebenaran, kecintaan, landasan budi pekerti luhur dan
kepribadian Indonesia,
152
Demokrasi Di Indonesia
c. Keseimbangan dalam arti keseimbangan antara individu
dan masyarakat.
Penetapan Demokrasi Pancasila diatur dalam Tap MPRS
No. XXXVII/MPRS/1968, yakni bila mufakat tidak dapat
dilakukan, maka akan dilakukan voting (pemungutan suara,
sesuai dengan pasal 6 ayat 2 UUD 1945. Ketetapan ini juga
dicabut dengan Tap No.V/MPR/1973 bersama produk MPR
lainnya yang diang gap tidak sesuai dengan peraturan
perundang-undangan, atau karena materinya sudah diatur oleh
ketetapan lain.
Awal Orde Baru sebagai konsep demokrasi lebih
berlanggam liberal di bidang politik, dan berusaha memberikan
kepuasan kerakyatan di bidang ekonomi. Langkah awal ini dapat
diambil, karena Orde baru perlu langkah legitimasi, dengan
membuat antitesa sistem yang terjadi pada Demokrasi
Terpimpin. Perkembangan Orde Baru setelah mendapatkan
legitimasi, dalam perjalanannya mengarah pada pola organis,
yang muncul sebagai kekuasaan Negara yang kuat dan
mengatasi segala kekuatan yang ada dalam masyarakat,
termasuk kelembagaan Negara.
Pada perkembangannya, Orde Baru yang awalnya
mengkritik kekuasaan otoriter Sukarno, dalam praktiknya juga
terjebak dalam kondisi yang sama, yakni Suharto berhasil
mengkondisikan kekuasaaanya untuk mengontrol kekuasaan
lain dan menempatkan kekuasaan Presiden menjadi sangat
dominan dalam penetapan kebijakan politik kenegaraan. Format baru seperti kesatuan dan persatuan harus dijaga, apapun
dampak dan berapapun biaya, serta stabilitas politik merupakan
prasyarat usaha-usaha lain, termasuk pembangunan ekonomi
terus dipetahankan. Strategi Orde baru tersebut menurut
pandangan Mahfud MD (2000) adalah:
153
Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi; Membina Karakter...
a. Orientasi program, dengan slogan pembangunan Yes,
politik No.
b. Pergumulan menjelang Pemilu, bagaimana memperoleh
suara mayoritas dalam mengamankan komitmen Orde
Baru
c. Pengangkatan anggota DPR
d. Penggarapan partai dan penguatan Golkar, termasuk
penyederhanaan sistem kepartaian, dan penetapan
Pancasila sebagai satu-satunya azas.
Upaya Orde Baru cukup berhasil membangun birokratik
otoritarian, atau hegemonik birokratik yang menurut Mohtar
Mas’oed (Mahfud MD, 2000) bercirikan:
a. Pemerintah dipimpin oleh militer sebagai lembaga yang
bekerja sama dengan teknorat sipil,
b. Pemerintah didukung oleh pemilik modal domestik yang
bersama-sama Pemerintah bekerja sama dengan
masyarakat internasional,
c. Pendekatan kebijakan didominasi oleh pendekatan
teknokratik dan menjauhi proses bargaining yang panjang
antara kelompok-kelompok kepentingan,
d. Masa dimobilisasi, termasuk dalam pemilu,
e. Pemerintah menggunakan tindakan represif untuk
mengontrol oposisi.
Meskipun Orde Baru mampu bertahan sampai tiga
dasawarsa, namun pelaksanaan Demokrasi Pancasila hanya
terbatas pada retorika, dan hanya menguntungkan kelompok
penguasa dan kroni-kroninya. Usaha monopoli terselubung
dibalut dengan usaha tata niaga yang memberikan hak kepada
pengusaha tertentu dalam usahanya, termasuk kepada yang
dekat dengan lingkungan istana Orde Baru. Banyaknya gagasan
yang ada, tidak pernah sampai pada tataran pelaksanaan. Orde
154
Demokrasi Di Indonesia
Baru yang pada awalnya mendapat dukungan mayoritas
mengalami krisis kepercayaan. Dalam perkembangan
pemerintahan, akhir masa pemerintah penguasa Orde Baru tidak
memberikan ruang gerak bagi kehidupan demokrasi. Menurut
M. Rusli Karim (1998), Orde Baru ditandai oleh:
a. Dominannya peranan ABRI,
b. Birokratisasi dan sentralisasi pengambilan keputusan
politik,
c. Penggebirian peran dan fungsi partai politik,
d. Campur tangan pemerintah dalam berbagai urusan partai
politik dan publik,
e. Masa mengambang,
f. Monolitasi Ideologi Negara,
g. Inkorporasi lembaga nonpemerintah.
Praktik kenegaraan yang terjadi antara tatanan konsep yang
berbeda dengan pelaksanaan praktik kenegaraan pada masa
Orde Baru mengkristal dan berakhir bersamaan dengan adanya
krisis multidimensi di Indonesia tahun 1998. Ini semua menjadi
pelajaran bagi kita bangsa Indonesia, betapapun percaya diri
yang kuat yang tidak didasarkan pada hukum yang adil dalam
kekuasaan yang hanya mementingkan diri dan kelompoknya,
dan melakukan represi pada kelompok lain yang dianggap
kelompok penghalang, dengan berbagai dalih mengganggu
stabilitas, merongrong wibawa pemerintah, padahal semua
diciptakan untuk kelesatrian kekuasaan pribadi atau kelompok,
seperti permainan, pemerintahan diktator pada akhirnya akan
tumbang oleh kekuatan demokrasi rakyat. Siapa menduga
bahwa tahun 1998 kekuasaan mayoritas Orde Baru yang baru
memenangkan pemilu tahun 1997, tumbang sebagaimana Orde
Baru menumbangkan Orde Lama tahun 1966. Sekali lagi ini
suatu pelajaran berharga yang patut direnungkan oleh pemimpin
dan para generasi penerus bangsa, semoga permainan
155
Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi; Membina Karakter...
pembenaran untuk kelompok dengan mengatasnamakan
kepentingan umum tidak lagi terjadi.
4. Demokrasi Era Reformasi
Akhir Orde Baru ditandai dengan tekanan kekuatan
reformasi dan pengunduran diri Presiden Suharto pada bulan
Mei 1998. Bila demokrasi di Indonesia pernah dikenalkan
dengan label Demokrasi Terpimpin dan Demokrasi Pancasilam
maka sampai saat ini kita tidak lagi mendapatkan label tentang
pelaksanaan demokrasi di Indonesia. Beberapa perubahan
mendasar dalam praktik kenegaraan di era reformasi adalah
terjadinya amandemen UUD 1945 yang telah berjalan empat
kali, yang pada masa Orde Baru perubahan ini sangat
disakralkan sebagaimana telah dibahas adanya ketentuan referendum, juga berdampak pada berbagai perubahan dalam
praktik politik kenegaraan Indonesia, seperti:
a. Perubahan keanggotaan MPR
Anggota MPR sebelum amandemen terdiri dari
anggota DPR ditambah dengan Utusan Daerah dan
golongan-golongan, dan ada sebagian anggota MPR
maupun DPR yang diangkat, meskipun dibenarkan oleh
undang-undang Pemilihan Umum saat itu. Dari kondisi
ini terlihat ada upaya terstruktur menguntungkan
golongan tertentu dengan mencari pembenaran melalui
undang-undang.
b.
Tidak lagi anggota DPR dan MPR yang
diangkat
Bedjo (1976), telah memberikan wacana perlunya
semua anggota perwakilan dan permusyawaratan dipilih
langsung, bila kondisinya seperti saat itu (1976),
sebaiknya Undang-Undang Pemilihan Umum diubah
156
Demokrasi Di Indonesia
namanya menjadi Undang-Undang pemilihan dan
Pengangkatan MPR, DPR dan DPRD. Setelah
amandemen anggota MPR hanya terdiri dari dari DPR
dan DPD yang semuanya dipilih melalui pemilihan
umum, tidak lagi ada anggota MPR yang diangkat
sebagaimana masa Orde Baru. Terdapat ketidakadilan
dalam pelaksanaan pemilihan umum masa Orde Baru,
seperti Golkar sebagai peserta pemilihan umum
mendapatkan tambahan wakil yang diangkat dalam
anggota DPR, sedang partai yang lain tidak mendapatkan
tambahan kursi sebagaimana diperoleh Golkar.
c.
Penetapan Presiden dan Wakil Presiden,
Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah.
Presiden dan Wakil Presiden tidak lagi dipilih oleh
MPR, demikian juga Kepala Daerah dan Wakilnya tidak
lagi dipilih oleh DPRD, tetapi dipilih langsung oleh rakyat
melalui pemilihan umum. Pemilihan umum yang memilih
Presiden secara langsung pertama dilaksanakan tahun
2004, dengan presiden terpilih adalah Susilo Bambang
Yudhoyono dengan Wakil Presiden Jusuf Kalla.
d.
Pembatasan masa kekuasaan Presiden
Sebelum amandemen tidak pernah ada masa
pembatasan periode masa jabatan Presiden, karena UUD
1945 hanya mengatur masa jabatan Presiden lima tahun
dan sesudahnya dapat dipilh kembali. Inilah keluwesan
UUD 1945, yang dapat ditafsirkan benar menurut
penguasa dalam mempertahankan kekuasaannya. Masa
Orde Lama, banyak anggota MPRS berkeyakinan Bung
Karno akan selalu terpilih sebagai Presiden bila diadakan
pemilihan presiden, maka akhirnya ditetapkan sebagai
Presiden seumur hidup. Masa Orde Baru Presiden
Suharto selalu terpilh dalam enam periode, meski periode
157
Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi; Membina Karakter...
terakhir harus lengser, karena tekanan rakyat yang sudah
jenuh dengan permainan politik Orde Baru. Untuk
menghindari terulangnya kembali kekuasaan Kepala
Negara yang tidak terbatasi, maka periodisasinya dibatasi
menjadi dua periode. Demikian juga untuk
menghindarkan terulangnya kembali kekuasaan Kepala
Negara yang sangat dominan dalam keputusan politik
kenegaraan, maka kekuasaan Presiden dalam
pemerintahan Negara beberapa kebijakan Presiden dalam
era reformasi harus memperhatikan suara DPR atau
persetujuan DPR. Terhadap praktik kenegaraan bahwa
dalam banyak hal Presiden harus berkonsultasi atau harus
mendapat persetujuan DPR, maka sering terjadi
perdebatan politik kenegaraan Indonesia lebih dekat pada
praktik demokrasi parlementer.
e. Jaminan hak warga Negara dalam bidang politik
lebih terakomodir, era reformasi memunculkan
kehidupan multipartai yang menjurus pada euforia
demokrasi. Satu sisi memberikan kelonggaran
berpolitik, pada sisi lain muncul euforia dan
anarkisme yang berlebihan dan kurang
bertanggungjawab. Kebebasan mendirikan partai
politik, lebih terbuka, bahkan kebebasan politik yang
bersifat individual dalam memperebutkan jabatan
politik lembaga eksekutif telah menjadi wacana.
Suatu kebebasan yang perlu mendapat perhatian
bersama adalah kecenderungan warga berbuat anarkhis,
atas nama demokrasi. Kebebasan menjadi legitimasi
kehidupan demokrasi yang ambisius. Kasus demo warga
dengan korban meninggal dunia Ketua DPRD di Sumatra
Utara tahun 2009, adalah benuk anarkis dampak euforia
demokrasi. Kita pernah mengecam dan mengkritik
158
Demokrasi Di Indonesia
tindakan sewenang-wenang aparat Negara, tetapi
kenyataannya tindakan atas nama rakyat, justru
membawa korban wakil rakyat. Ironis memang, tapi itulah
salah satu bentuk perilaku bangsa Indonesia pada era
reformasi yang perlu mnedapat perhatian semua pihak.
Banyaknya wakil rakyat di DPR yang terlibat KKN
menambah daftar panjang tindak penyimpangan dan euphoria di era refor masi, meski pada satu sisi
pemberantasan korupsi termasuk program prioritas era
Presiden Susilo bambang Yudhoyono dan Wakil Presiden
Jusuf Kalla.
Sisi lain dari perjalanan demokrasi era Reformasi
adalah muncul gejala bahwa demokrasi justru melayani
the tirani of minority. Tirani ini menyusup lewat pintu
belakang prosedur demokrasi, menguasainya dan
mengambil alih perangkat-perangkat demokrasi.
Penelitian Demos (Fisip UI, 2008) telah memperlihatkan
bagaimana di dalam politik lokal, demokrasi “dibajak”
oleh kekuatan-kekuatan oligarikis melalui kekuatan
penetrasi modal. Kondisi ini menimbulkan keresahan
terhadap sosok ideal demokrasi, karena demokrasi di era
Reformasi telah dikontaminasi dan dibajak oleh “tirani
modal”, baik oleh kekuatan globalisasi maupun kaum
oligarki politik lokal. Keduanya bekerjasama melalui
kekuatan hukum pasar menyikirkan masyarakat dan
rakyat ke tepian marginal kue ekonomi bangsa. Kondisi
inilah yang menghasilkan reproduksi kekerasan,
kemiskinan, kemelaratan pendidikan dan kesehatan, dan
yang mnyangkut hajat hidup orang banyak.
F. Demokrasi dan Pemilihan Umum
Pemilihan umum merupakan sarana demokrasi dalam
mewujudkan hak warga Negara atau rakyat sebagai pemegang
159
Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi; Membina Karakter...
kedaulatan rakyat. Sebagian besar Negara di dunia melaksanakan
pemilihan umum guna memilih wakil rakyat yang akan duduk di
lembaga perwakilan,baik atas nama wakil rakyat atau atas nama
wakil daerah. Pemilihan umum juga dilaksanakan untuk memilih
kepala pemerintahan pada Negara dengan sistem Parlementer,
tetapi juga memilih kepala Negara dan merangkap kepala
pemerinahan pada sistem presidensial.
1. Pemilihan Umum di Indonesia
Sistem pemilihan umum yang banyak diselenggarakan
dalam praktik kenegaraan secara garis besarnya dapat dibedakan
berdasar cara pemilihan dan perwakilan yang dipilih.
a. Sistem pemilihan dilihat dari cara
pemilihan:
Berdasarkan cara bagaimana pemilihan umum dalam
menentukan wakil-wakilnya dibedakan menjadi
pemilihan langsung dan pemilihan tidak langsung;
1) Pemilihan langsung adalah pemilihan yang
dilakukan untuk memilih wakil rakyat, yaitu
pemilih akan memilih calon secara langsung dari
daftar calon wakil yang ditetapkan sesuai dengan
ketentuan perundangan dari masing-masing
Negara. Pemilihan umum di era Reformasi dapat
dikategorikan dalam pemilihan langsung.
2) Pemilihan tidak langsung adalah pemilihan yang
dilakukan untuk memilih wakil rakyat, caranya
pemilih tidak memilih langsung calon yang menjadi
pilihannya, karena peraturan perundang-undangan
Negara, tidak semua warga dapat ikut memilih
langsung dalam pemilihan umum. Terdapat
kelompok warga yang diwakili oleh kelompok
tertentu sesuai dengan ketentuan undang-undang.
Pemilihan pada era Orde Baru dapat dikategorikan
pada pemilihan langsung dan tidak langsung. Untuk
160
Demokrasi Di Indonesia
wakil rakyat (DPR dan DPRD) dapat dikatakan
pemilihan langsung, sedang untuk pemilihan
Presiden yang dipilih dan diangkat oleh MPR, dan
Kepala Daerah yang dipilih oleh DPRD setempat
masuk pada pemilihan tidak langsung.
b.
Sistem pemilihan dilihat dari jumlah dan
wilayah pemilihan:
1) Sistem distrik (single member constituency) adalah
sistem pemilihan umum, yakni wilayah Negara
atau wilayah pemilihan dibagi-bagi dalam distrik
atau wilayah pemilihan. Tiap wilayah akan
dipilih satu wakil atau calon wakil yang
mendapatkan suara terbanyak di wilayahnya.
2) Sistem proporsional (multy member constituency)
adalah sistem pemilihan umum, yakni wilayah
Negara atau wilayah pemilihan dibagi-bagi
dalam daerah-daerah pemilihan yang dikenal
dengan singkatan dapil. Tiap-tiap daerah jumlah
wakil yang akan duduk dalam perwakilan lebih
dari satu orang wakil.
Dalam pelaksanaannya, sistem pemilihan distrik dan
sistem proporsional, keduanya terdapat kelebihan dan
kekurangan.
a. Kelebihan Sistem Distrik
1) Mendorong pada integrasi partai.
Dengan ketentuan hasil suara terbanyak dalam
wilayah pemilihan yang akan menjadi wakil, maka
partai-partai kecil mengalami kesulitan untuk
memenangkan pemilihan di setiap daerah
pemilihan. Kondisi ini akan mendorong partaipartai kecil untuk bergabung dengan partai besar,
sehingga dapat mempercepat integrasi partai. Bila
161
Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi; Membina Karakter...
partai yang sudah ada berkecendrungan untuk
bergabung, kemungkinan kelompok masyarakat
untuk mendirikan partai baru relatif sangat kecil.
2)
Wakil adalah tokoh yang dikenal
pemilih
Wakil-wakil yang terpilih dalam sistem distrik
pada umumnya adalah tokoh-tokoh masyarakat
yang dikenal baik di wilayah pemilihan, dengan
demikian antara wakil yang dipilih dengan warga
pemilih terdapat kedekatan emosional yang erat,
sehingga wakil terpilih akan berjuang dengan
sungguh-sungguh dalam memperjuagkan aspirasi
rakyat atau warga yang memilih. Wakil terpilih yang
gagal memperjuangkan aspirasi pemilih, akan
ditinggalkan pemilihnya untuk periode pemilhan
berikutnya, karena akan muncul tokoh baru yang
dianggap akan mampu membawakan aspirasinya.
3)
Partai lebih mudah mencapai
kedudukan mayoritas
Dengan jumlah partai yang cenderung sedikit,
maka partai peserta pemilihan umum akan lebih
mudah mendapatkan suara mayoritas dibanding
dengan jumlah partai yang relatif banyak. Suara
mayoritas sangat diperlukan dalam pemerintahan
demokrasi, sehingga partai yang memperoleh suara
terbanyak, tidak perlu koalisi dengan partai politik
lain, dalam mewujudkan visi, misi dan program
pembangunan yang dijanjikan kepada warga atau
rakyat sebagai pemilih. Resiko pemerintahan
mayoritas tanpa koalisi, bila pemerintahan yang
dilakukan gagal dan tidak dapat memenuhi aspirasi
rakyat, maka partai berkuasa akan sulit untuk
162
Demokrasi Di Indonesia
memenangkan pemilihan umum periode
berikutnya. Dengan demikian partai yang berkuasa
harus sungguh-sungguh memperjuangkan program
yang telah ditawarkan saat kampanye, bila ingin
memenangkan kembali pemilihan umum
berikutnya.
4)
Sederhana dan ekonomis
Dengan cara perhitungan suara terbatas di
wilayah pemilihan, maka perhitungan suara dapat
dilakukan serentak dan tidak perlu lagi melakukan
penjumlahan suara sampai tingkat nasional dalam
menentukan calon jadi. Dengan demikian
perhitungan relatif cepat dan tidak memakan
banyak waktu, dengan waktu perhitungan yang
singkat, tentu akan lebih menghemat biaya
dibanding dengan perhitungan yang memerlukan
waktu lama berhari-hari, bahkan bermingguminggu seperti Pemilu Indonesia 2009 yang banyak
mendapatkan kritik, tidak saja dari partai politik
peserta pemilu, tetapi masyarakat awam yang segera
ingin mengetahui hasil perhitungan akhir suara yang
resmi.
b.
Kekurangan Sistem Distrik:
1) Kurang memperhatikan partai kecil
Partai kecil dalam pemilihan distrik,
aspirasinya kurang mendapatkan perhatian, karena
kalah dengan partai-partai besar. Dengan demikian
aspirasi kelompok-kelompok kecil yang tersebar
dalam wilayah nasional, tidak dapat menyuarakan
aspirasinya, meskipun dalam skala nasional
sebenarnya cukup signifikan untuk diperhitungkan.
163
Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi; Membina Karakter...
Kondisi ini saling terkait dengan keadaan yang lain
yang merupakan akumulasi dari sistem distrik.
2)
Banyak suara hilang
Dalam sistem distrik suara yang
diperhitungkan dalam pemilihan umum adalah
suara terbanyak di wilayah pemilihan, sedang suara
yang kalah tidak lagi diperhitungkan. Dengan
demikian, suara-suara yang secara kumulatif cukup
banyak pada tingkat nasional tidak diperhitungkan,
karena jumlah setiap di daerah pemilihan selalu
kalah dengan partai yang lain yang lebih besar.
Karena suara yang kalah tidak diperhitungkan,
maka banyak suara pemilih yang hilang atau tidak
dapat menyalurkan aspirasinya dalam lembaga
perwakilan Negara.
3)
Kurang efektif dalam masyarakat
yang plural
Dalam kondisi masayarakat yang plural,
dengan peserta pemilihan lebih dari dua partai dan
kecenderungan hasil pemilihan relatif berimbang,
atau hanya terdapat perbeaan yang relatif kecil,
sehingga dapat terjadi calon yang menang dalam
suatu wilayah pemilihan, belum tentu
menggambarkan suara mayoritas. Dengan
perkataan lain, calon terpilih yang mendapat suara
terbanyak, tidak memenuhi suara mayoritas
(setengahnya lebih) dari total pemilih di wilayahnya.
4)
Wakil terlalu berorientasi pada
daerah pemilih
Dengan keterikatan emosional antara pemilih
dan yang dipilih, wakil terpilih cenderung
memperjuangkan wilayah pemilihan secara
164
Demokrasi Di Indonesia
berlebihan, sehing ga wakil terpilih terlalu
berorientasi pada daerah pemilihannya. Kondisi ini
kurang menguntungkan dalam kehidupan nasional,
karena kepentingan nasional yang berorientasi pada
kepentingan publik harus mendapatkan perhatian
yang utama.
c.
Kelebihan Sistem Proporsional
Celah-celah kelemahan sistem distrik menjadi
kelebihan dalam sistem proporsional, demikian juga
kelebihan sistem distrik menjadi kelemahan pada sistem
proporsional. Kelebihan sistem proporsional antara lain:
1) Proporsional lebih representatif
Dalam sistem proporsional semua suara
dijumlahkan sampai pada tingkat nasional, dengan
demikian semua suara pemilih diperhitungkan untuk
mendapatkan wakil-wakilnya sesuai dengan tingkat
perwakilan di daerah sampai level nasional. Dengan
demikian tidak ada suara yang hilang, dalam arti semua
suara diperhitungkan, sehingga aspirasi kelompokkelompok kecil di wilayah yang tidak terwakili,
kemungkinan akan mendapatkan wakil pada
perwakilan tingkat pusat atau nasional. Karena semua
suara diperhitungkan untuk menentukan perwakilan
nasional, maka jumlah pemilh akan sebanding dengan
proporsi perwakilan yang diperebutkan dan akan
diperoleh partai politik peserta pemilihan umum,
sehingga perwakilan dapat lebih mempresentasikan
aspirasi pemilih.
165
Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi; Membina Karakter...
2)
Karena lebih representatif dianggap
lebih demokratis
Karena semua suara diperhitungkan dan tidak
banyak suara yang hilang. Kehilangan suara terjadi,
karena dalam perhitungan akhir terdapat sisa suara
yang tidak memenuhi proporsi untuk perhitungan satu
orang perwakilan, suara yang hilang akan relatif kecil
dibanding dengan sistem distrik. Pada sistem distrik,
setiap daerah pemilihan akan banyak suara yang hilang,
karena suara yang kalah di masing-masing wilayah
pemilihan tidak diperhitungkan.
d.
166
Kelemahan Sistem Proporsional
1) Sulit terjadinya integrasi partai,
karena partai cenderung bertambah
Tanpa ada kesadaran nasional warga tentang
perlunya pembatasan partai politik, pada warga
Negara dengan pemilu sistem proporsional terdapat
kecenderungan untuk untuk tumbuh partai politik
dalam Negara. Indonesia pada era reformasi yang
memadukan sistem proporsional dan distrik, jumlah
partai cenderung bertambah, karena berharap dari
penjumlahan suara-suara daerah yang akan
menguntungkan kelompok elit politik di tingkat
pusat maupun elit tingkat daerah.
2) Kader partai sulit berkembang,
karena penentuan calon jadi
didasarkan nomor urut
Dengan sistem proporsional terdapat
kecenderungan, bahwa elit partai tetap bertahan
dalam kepengurusan partai, sehingga kader-kader
muda sulit menembus dominasi kelompok tua yang
telah lama bertahan sebagai elit partai. Semua ini
Demokrasi Di Indonesia
memberikan keuntungan pada elit partai yang dalam
perebutan kekuasaan, perwakilan suara akan
diurutkan sesuai dengan nomor urut, yang
didasarkan pada senioritas.
3)
Wakil terpilih belum tentu orang
dikenal pemilih secara baik
Dalam sistem ini, pemilih hanya memilih
tanda gambar partai, bukan memilih orang, maka
wakil terpilih belum tentu dikenal oleh pemilih
yang diwakilinya, sehingga hubungan emosional
pemilih dengan yang mewakili, tidak terbina dengan
baik, bahkan pemilih tidak tahu pasti siapa yang
terpilih, yang akan mewakili daerahnya. Dalam era
Orde Baru banyak wakil yang mengatasnamakan
daerah pemilihan tertentu yang didominasi atau
diisi oleh kelompok elit politik yang tinggal di
Jakarta, sehingga pemilih banyak tidak kenal
dengan orang yang akan mewakilinya.
4)
Karena banyak partai sulit
mendapatkan suara mayoritas
Dengan banyaknya partai yang ikut dalam
pemilihan umum, maka sulit bagi partai peserta
pemilihan mendapatkan suara mayoritas. Pemilihan
Umum di Indonesia era Refor masi, telah
membuktikan tidak satupun partai politik mampu
mendapatkan suara mayoritas mutlak sampai
dengan Pemilu tahun 2009.
2. Sistem Pemilu di Indonesia
Sejak tahun 1955 sampai tahun 1997 Indonesia
menggunakan sistem proporsional. Pemilihan Umum 2004
menggunakan gabungan, antara sistem distrik dan proporsional,
167
Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi; Membina Karakter...
namun dominasi proporsional lebih mewarnai pelaksanaan
pemilihan umum 2004, yaitu wilayah pemilihan dibagi dalam
daerah pemilihan, wakil lebih dari satu suara untuk masingmasing wakil jadi ditetapkan berdasar suara terbanyak, dan
penetapan untuk menjadi anggota DPR maupun DPRD, bila
suara yang diperoleh masing-masing calon tidak mencukupi,
maka suara yang diperoleh dari calon dalam partai tertentu,
akan dikumpulkan berdasarkan daftar nomor urut. Nuansa
proporsional yang masih dominan ini terjadi, meskipun nomor
urut calon nomor 1 (satu), hanya mendapatkan suara paling
sedikit di antara calon lain dalam daftar calon partai peserta
pemilihan umum, dan tidak satupun calon memenuhi jumlah
suara menjadi calon jadi, maka bila suara gabungan itu
memenuhi jumlah suara untuk menjadi DPR atau DPRD, calon
nomor urut 1 (satu), yang dinyatakan terpilih sebagai calon jadi,
meskipun dalam daftar perolehan suara, calon tersebut
mendapatkan suara paling sedikit.
Dalam pemilihan umum tahun 2009, sistem gabungan
distrik dan proporsional mengalami perubahan yang lebih dekat
kepada penentuan suara sistem distrik, karena bila dalam suatu
daftar calon tidak memenuhi suara untuk menjadi anggota DPR
atau DPRD, maka calon yang mendapatkan suara terbanyak
yang akan mendapatkan pelimpahan suara dari calon lain yang
jumlahnya lebih sedikit.
Mulai pemilihan umum tahun 2004 dengan UUD 1945
Amandemen, pemilihan umum di Indonesia, di samping memilih
anggota DPR, juga dipilih anggota DPD sebagai wakil daerah,
yang pencalonannya dilakukan secara individual dengan wilayah
pemilihan pada tingkat Provinsi. Setiap provinsi ditetapkan 4
orang wakil sebagai anggota DPD mewakili daerahnya. Hasil
pemilihan umum tahun 2004 telah melahirkan wacana dengan
menetapkan electoral threshold sebesar 3% mewakili wakil atau
perolehan suara di DPR 3% sebagai persyaratan partai politik
168
Demokrasi Di Indonesia
untuk ikut pemilihan umum tahun 2009. Namun dalam
Undang-Undang yang akan digunakan untuk pemilu 2009,
menganulir lagi, yakni semua parpol yang mendapatkan kursi
di DPR dapat langsung ikut Pemilu tanpa memperhitungkan
electoral threshold yang sebelumnya telah disepakati. Kembali
sikap tidak konsistennya pihak Pemerintah dan DPR sebagai
badan pembuat UU dipertontonkan kepada rakyat. Penetapan
electoral threshold sebesar 3% diharapkan dapat memperkecil
partai politik peserta pemilih, atas nama euphoria demokrasi
jumlah partai politik peserta pemilu tahun tahun 2009 menjadi
lebih besar dibanding Pemilu tahun 2004.
G. Pembangunan Masyarakat Demokrasi
1. Pembangunan Masyarakat Demokrasi
dalam RPJP
Pembangunan masyarakat demokrasi dalam
Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP),
mengamanatkan untuk memantapkan kelembagaan
demokratis yang lebih kokoh, memperkuat peran
masyarakat sipil, memperkuat peran masyarakat
desentralisasi dan otonomi daerah, menjamin
pengembangan media dan kebebasan media, dalam
mengkomunikasikan kepentingan masyarakat dan
melakukan pembenahan struktur hukum dan
meningkatkan budaya hukum, serta menegakkan hukum
secara adil, konsekuen, tidak diskriminatif, dan memihak
kepada rakyat kecil. Terwujudnya Indonesia yang
demokratis, berlandasan hukum dan berkeadilan
ditunjukkan oleh hal-hal berikut:
a. Terciptanya supremasi hukum dan penegakan
HAM yang bersumber pada Pancasila dan UUD
1945 serta tertatanya hukum nasional yang
mencerminkan kebenaran, keadilan, akomodatif
169
Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi; Membina Karakter...
b.
c.
d.
e.
2.
170
dan asosiatif. Terciptanya penegakkan hukum tanpa
memandang kedudukan, pangkat, dan jabatan
seseorang, demi supremasi hukum dan terciptanya
penghormatan pada HAM,
Menciptakan landasan konstitusional untuk
memperkuat kelembagaan demokrasi,
Memperkuat peran masyarakat sipil dan partai
politik,
Memantapkan kelembagaan nilai-nilai demokrasi
yang menitikberatkan pada prinsip-prinsip toleransi,
nondiskriminatif, dan kemitraan,
Mewujudkan konsolidasi demokrasi pada berbagai
aspek kehidupan politik yang dapat diukur dengan
adanya pemerintahan yang berdasarkan pada hukum,
birokrasi yang profesional dan netral, masyarakat
sipil, partai politik dan masyarakat ekonomi yang
mandiri, serta adanya kemandirian sosial.
Pembangunan Masyarakat Demokrasi
dalam RPJM
a. Permasalahan
Pelaksanaan dan peningkatan kualitas
kelembagaan demokrasi yang sudah terbentuk akan
terus dikembangkan, penyelesaian persoalan sosial,
pelanggaran HAM, serta pers, media komunikasi dan
informasi menjadi kunci keberhasilan pelaksanaan
konsolidasi demokrasi. Berbagai masalah tersebut
adalah:
1) Belum optimalnya implementasi peran dan
fungsi lembaga politik.
2) Pola hubungan Negara dan masyarakat yang
belum sesuai dengan kebutuhan
demokratisasi.
Demokrasi Di Indonesia
3) Masih belum optimalnya hubungan
kelembagaan pusat dan daerah.
4) Masih adanya persoalan-persoalan mengganjal
pada masa lalu yang belum tuntas, seperti
pelanggaran HAM berat dan tindakan-tindakan
kejahatan politik.
5) Belum optimalnya media massa menjalankan
fungsinya secara otonom dan independen.
b.
Sasaran
Sasaran pembangunan untuk mengatasi
peramsalahan perwujudan lembaga demokrasi yang
semakin kokoh adalah:
a) Terlaksananya peran dan fungsi lembaga
penyelenggara Negara dan lembaga
kemasyarakatan sesuai konstitusi dan peraturan
perundang-undangan yang berlaku,
b) Meningkatkan partisipasi masyarakat dalam
proses pengambilan keputusan kebijakan
publik,
c) Terlaksananya pemilihan umum yang
demokratis, jujur dan adil pada tahun 2009.
c.
Arah kebijakan
Arah kebijakan dari perwujudan Lembaga
Demokrasi yang makin kokoh ditempuh dengan
kebijakan sebagai berikut:
1) Mewujudkan pelembagaan demokrasi yang
lebih kokoh dengan mempertegas tugas,
wewenang dan tanggung jawab dari seluruh
kelembagaan Negara/pemerintahan yang
berdasarkan mekanisme checks and balances,
2) Memperkuat peran masyarakat sipil (civil society),
171
Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi; Membina Karakter...
3) Memperkuat kualitas desentralisasi dan
otonomi daerah,
4) Mewujudkan pelembagaan dan mendorong
berjalannya rekonsiliasi nasional beserta
segala kelengkapan kelembagaannya.
5) Menjamin pengembangan media dan
kebebasan media dalam mengkomunikasikan
kepentingan masyarakat.
d.
172
Program Pembangunan
1) Program Penyempurnaan Penguatan
Kelembagaan Demokrasi
Kegiatan pokok yang dilakukan dalam
program ini mencakup:
a) Perumusan standar dan parameter politik
terkait dengan hubungan checks and balances
di antara lembaga-lembaga penye
lenggara.
b) Peningkatan kemampuan lembaga
eksekutif yang profesional dan netral.
c) Perumusan kerangka politik yang lebih
jelas mengenai kewenangan dan tanggung
jawab antara pusat dan daerah dalam
konteks desentralisasi dan otonomi
daerah.
d) Fasilitasi per umusan yang lebih
menyeluruh terhadap semua peraturan
perundangan yang berkaitan dengan
pertahanan keamanan Negara untuk
mendorong profesionalisme POLRI/TNI
dan menjaga netralitas politik kedua
lembaga tersebut.
Demokrasi Di Indonesia
e) Fasilitasi peningkatan kualitas fungsi dan
peran lembaga legislatif (DPR, DPD, dan
DPRD).
f) Promosi dan sosialisasi pentingnya
independensi, kapasitas dan integritas
lembaga Mahkamah Konstitusi dan
Komisi Yudisial sebagai upaya
memperkuat wibawa dan kepastian
konstitusional
dalam
proses
penyelenggaraan Negara.
g) Pelembagaan Komisi Kebenaran dan
Rekonsiliasi
h) Fasilitas pemebrdayaan politik dan
masyarakat sipil yang otonom dan
independen, serta memiliki kemampuan
melakukan pengawasan terhadap proses
pengambilan dan pelaksanaan keputusan
kebijakan publik.
i) Memfasilitasi pemberdayaan masyarakat
agar dapat menerapkan budaya politik
demokratis.
2) Program Perbaikan Proses Politik
Kegiatan-kegiatan pokok yang dilakukan
dalam program perbaikan proses politik
mencakup:
a) Per umusan standar dan parameter
penyelenggaraan debat publik yang
berkualitas bagi calon pemimpin nasional,
b) Perumusan standar dan parameter uji
kelayakan untuk merekrut pejabat politik
dan pejabat publik.
173
Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi; Membina Karakter...
c) Perwujudan komitmen politik yang tegas
terhadap pentingnya memelihara dan
meningkatkan komunikasi politik yang
sehat, bebas dan efektif,
d) Fasilitasi penyelenggaraan pemilu 2009
yang jauh lebih berkualitas, demokratis,
jujur dan adil,
e) Pengembangan mekanisme konsultasi
publik sebagai sarana dalam proses
penyusunan kebijakan.
3) Program Pengembangan Komunikasi,
Informasi dan Media Massa
Kegiatan-kegiatan pokok yang dilakukan
dalam program ini mencakup:
a) Fasilitasi peninjauan atas aspek-aspek
politik terhadap peraturan perundangan
yang terkait dengan pers dan media massa.
b) Pengkajian dan penelitian yang relevan
dalam rangka pengembangan kualitas dan
kuantitas implementasi dan komunikasi.
c) Fasilitasi peningkatan profesionalisme di
bidang komunikasi dan informasi.
174
BAB V
NEGARA HUKUM DAN HAK ASASI
MANUSIA
A. Negara Hukum
Negara menurut Mac Iver (Soehino, 1998; Agustino, 2007)
negara adalah asosiasi yang menyelenggarakan penertiban dalam
suatu masyarakat pada suatu wilayah berdasarkan sistem hukum
yang diselenggarakan oleh suatu pemerintah yang untuk maksud
itu diberi kekuasaan memaksa. Apa yang disampaikan oleh Mac
Iver memiliki kesamaan esensial dengan Roger Soltau, yakni negara
merupakan kesatuan masyarakat, bertujuan mengatur untuk
mencapai tujuan, serta adanya kewenangan untuk memaksa
didasarkan pada kekuasaan atau hukum yang berlaku. Pengertian
terhadap negara yang dikemukakan oleh Mac Iver dan Roger
Soltau menunjukkan adanya substansi yang sama, bahwa salah
satu unsur dari negara, yaitu pemerintah dalam menjalankan
kekuasaannya adalah berdasarkan pada sistem hukum (Mac Iver)
dan hukum yang berlaku (Roger Soltau). Negara yang
pemerintahnya menjalankan kekuasaan berdasarkan dan dapat
dipertanggungjawabkan secara hukum atau menurut hukum yang
berlaku, berarti negara dapat dikategorikan sebagai negara hukum.
Ada tiga esensial bagi keberadaan negara hukum, pertama,
hubungan antara yang memerintah dan yang diperintah, tidak
berdasarkan kekuasaan (rule of power, macht, goverment not by man,
but by law), melainkan berdasarkan suatu norma objektif yang
mengikat kedua belah pihak secara timbal balik, seimbang dan
proporsional. Kedua, norma objektif itu merupakan hukum yang
175
Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi; Membina Karakter...
memenuhi syarat formal dan material (nomocratie, cratie ‘kekuasaan’,
nomos ‘hukum). Ketiga, norma objektif dilaksanakan secara pasti,
baik, benar dan adil.
1. Kebutuhan Terhadap Negara Hukum
Dalam kehidupan modern sekarang dapat dipastikan
bahwa semua bangsa yang telah bernegara memiliki aturan
hukum yang mengikat seluruh warga negaranya. Lebih khusus
lagi yang mengatasnamakan negaranya sebagai Negara
Demokrasi, karena salah satu unsur negara demokrasi adalah
adanya hukum negara. Oleh karena itu, mutlak diperlukan
adanya hukum dalam Negara Demokrasi. Hukum diperlukan
dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara,
sebab hukum berfungsi memberi dasar, menentukan tujuan yang
yang hendak dicapai, arah yang dituju dan cara bertindak bagi
negara dan aparatnya termasuk warganegara dan masyarakat.
Negara berkewajiban mewujudkan tujuan bersama dalam
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara harus didasarkan pada
ketentuan hukum yang berlaku dan tidak boleh berbuat sesuatu
tanpa didasari oleh peraturan yang ada atau bertindak diktator,
yang dapat berbuat sewenang-wenang dengan pembenaran
untuk kepentingan negara. Bagi warga masyarakat hukum,
aturan hukum memberikan tuntunan bertindak, yaitu sebagai
sarana untuk mengontrol dan membatasi keinginan yang bebas
baik penguasa untuk tidak bertindak diktator atau kepada warga
agar tidak bertindak semaunya atas nama masyarakat yang dapat
mengarah pada tindakan anarkis.
Meskipun hukum bertujuan untuk mewujudkan ketertiban,
keadilan dan kepastian hukum, dalam kenyataan di masyarakat
selalu terjadi perbedaan kepentingan dan rasa keadilan subjektif
sehingga terjadi pelanggaran atau perlawanan terhadap hukum
yang berlaku. Karenanya, hukum memerlukan kekuatan
pendorong, dan pengawal terhadap hukum yang berlaku, yakni
kekuasaan memaksa. Dengan adanya kekuasaan untuk
176
Negara Hukum Dan Hak Asasi Manusia
memaksa akan memberikan kekuatan untuk menjalankan
fungsi hukum, tanpa adanya kekuatan dan kekuasaan memaksa
hukum sulit untuk ditegakkan. Meskipun hukum membutuhkan
kekuasaan, kekuasaan tidak boleh mendominasikan hukum
untuk kepentingan golongan atau kelompoknya sebagai
pemegang kekuasaan negara. Kekuasaan yang merupakan
kekuatan memaksa, juga merupakan sumber kekuatan
penggerak dinamika masyarakat. Oleh karena itu, tidak
mengherankan bila sejak manusia mewujudkan kehidupan
bernegara sering terjadi perebutan kekuasaan, baik sebagai
individu maupun kelompok atau sosial, yang dilakukan berdasar
hukum yang berlaku seperti melalui pemilihan umum, maupun
dengan cara melawan hukum yang berlaku melalui revolusi.
Menurut Satjipto Rahardjo (1996), pada tataran individu
kekuatan merupakan dorongan untuk menguasai harta benda
dan mendapatkan kekuasaan, keberhasilan tersebut sepenuhnya
tergantung pada kemampuan individu. Pada peringkat sosial,
kekuatan berupa perjuangan kelompok-kelompok, kelas-kelas
dalam masyarakat untuk mendapatkan kekuasaan, sehingga
menimbulkan pelapisan-pelapisan struktur masyarakat. Apabila
dorongan kekuasaan mulai timbul, maka masyarakat sudah
mulai bergerak kearah keinginan untuk diatur oleh hukum.
Pelembagaan hukum dalam masyarakat mempunyai suatu aspek
penting sebagai sarana untuk mengontrol dan membatasi
keinginan orang terhadap kekuasaan.
Hukum yang memberikan arahan kontrol kekuasaan dan
kemungkinan tindak anarkis di satu pihak, pada sisi lain hukum
juga menyalurkan dan memberikan kekuasaan kepada orangorang baik secara indvidu maupun kelompok-kelompok
manusia. Pada masyarakat yang struktur organisasinya sematamata didasarkan pada kekuasaan, orang tidak memerlukan
hukum sebagai penyalur kekuasaan, tetapi bagi masyarakat yang
diatur oleh hukum, kekuasaan pada masyarakat tersebut hanya
177
Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi; Membina Karakter...
dapat dibeikan melalui hukum. Dari ketentuan hukum
sebenarnya kekuasaan negara itu dibagi-bagi. Pembagian
kekuasaan Negara yang sangat populer adalah kekuasaan
legislatif, kekuasaan eksekutif, dan kekuasaan yudikatif.
Kekuasaan yang diatur oleh hukum adalah menjadikan sesuatu
itu terkendali, baik menyangkut, cara memperoleh kekuasaan,
ruang lingkup, maupun isi dari kekuasaan itu sendiri. Dengan
demikian negara hukum dibutuhkan dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, agar kekuasaan yang
dijalankan penguasa (pemerintah) dapat disalurkan, dibatasi,
dikontrol, dan dikendalikan, baik isi, ruang lingkup, dan prosedur
serta implementasinya berdasarkan sistem hukum yang berlaku
secara efektif.
2. Konsep Negara Hukum
Apabila kita mempelajari kepustakaan hukum, istilah
Negara hukum sudah sangat populer. Istilah Negara hukum
berasal dari dua konsep yaitu rechtsstaat dan rule of law. Konsep
rechtsstaat dan rule of law, yang keduanya diartikan sebagai Negara
hukum pada dasarnya bermuara pada sasaran sama, yaitu
pengakuan dan perlindungan terhadap hak asasi manusia.
Meskipun rechtsstaat dan rule of law terdapat kesamaan untuk
menegakkan pengakuan dan perlindungan HAM, namun di
antara keduanya, terdapat perbedaan dalam sistem hukumnya.
Hal demikian dapat dilihat dari konsep kedua sistem hukum
tersebut, yaitu:
a. Konsep rechtsstaat:
Konsep rechtsstaat banyak dianut di Negara Eropa
Kontinental (Eropa daratan) yang bertumpu pada civil
law, yang menitikberatkan pada administrasi. Menurut F.J.
Stahl (Priyanto, 2003) dan Philipus M. Hadjon (Kaelan
dan Zubaidi, 2010) menyebutkan ciri-ciri rechtsstaat
adalah: 1) adanya perlindungan hak asasi manusia; 2)
178
Negara Hukum Dan Hak Asasi Manusia
adanya pemisahan kekuasaan; 3) adanya pemerintahan
berdasarkan peraturan perundang-undangan; 4) adanya
peradilan administrasi dalam perselisihan; dan 5)
mempunyai ciri lebih revolusioner, sebagai hasil
perjuangan menentang absolutisme raja, khususnya
gerakan revolusioner Perancis, hingga menjadi Republik
Perancis.
Konsep rule of law
Konsep rule of law dikembangkan oleh Negara Anglo
Saxon yang menekankan pada common law, yang bertumpu
pada judicial. Friedman (1959, Syarbaini, 2009)
membedakan rule of law menjadi dua arti, yaitu secara
formal dan hakiki/material. Rule of law secara formal
diartikan sebagai kekuasaan umum yang terorganisasi,
seperti negara. Sementara arti rule of law secara hakiki/
material dikaitkan dengan penegakan hukum yang
berukur baik atau buruk (just and unjust law), berkait
dengan keadilan dan menjamin keadilan yang dirasakan
oleh masyarakat dan bangsa.
Menurut A, V. Dicey (Koesnardi dan Saragih, 1998;
Priyanto, 2003) dan Philipus M. Hadjon (Kaelan dan
Zubaidi, 2010) menyebutkan ciri-ciri sebagai berikut: 1)
adanya jaminan hak-hak asasi manusia dalam undangundang/UUD; 2) adanya jaminan kedudukan yang sama
dalam hukum; 3) adanya supremasi hukum, dan 4) lebih
memiliki ciri evolusioner, yang dirintis oleh kaum
bangsawan Inggris, yang sedikit demi sedikit mengurangi
kekuasaan raja, hingga menjadi kerajaan konstitusional.
Kedua konsep Negara hukum tersebut merupakan
produk abad ke 19 yang lahir dari keberhasilan/
kemenangan pejuangan hak individu manusia dalam
melawan monarki absolut yang dimulai sejak zaman
b.
179
Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi; Membina Karakter...
Magna Charta di Inggris dan diikuti perjuangan di
berbagai negara di Eropa yang lebih bersifat yuridis dan
menyangkut hukum dalam batas sempit, yakni gerakan
individualisme menuntut negara dan pemerintah tidak
diperkenankan turut campur tangan terhadap urusan
warga negara, kecuali yang menyangkut kepentingan
umum. Konsep rechtsstaat maupun rule of law adalah lahir
dari perjuangan gerakan individualisme, yang menjadikan
negara sebagai penjaga malam (nachtwachtersstaat) dalam
aktivitas warga memperjuangkan kebebasan individu
dalam menentukan jalan hidupnya. Pola pikir yang
demikian menjadikan negara hanya sebagai penjaga
malam, merupakan konsep Negara hukum yang sempit,
karena ruang lingkup tugas negara menjadi sangat sempit,
terbatas hanya pada tugas melaksanakan keputusankeputusan parlemen yang dituangkan dalam undangundang. Negara memiliki tugas pasif, sebatas bertindak,
jika hak-hak asasi manusia dilanggar atau ketertiban dan
keamanan umum terancam. Konsep negara hukum
demikian dikenal sebagai Negara Hukum Klasik atau
Negara Hukum Formal (Sri Hartini, 2002).
Paradigma Negara Hukum Klasik mulai bergeser
setelah Perang Dunia ke II, seiring dengan
berkembangnya pemikiran negara, yang mengarah pada
tuntutan kesejahteraan rakyat (welfare state), karena tugas
negara tidak sekedar penjaga malam, tetapi negara dan
pemerintah harus aktif memberikan pelayanan kepada
masyarakat (social ser vice state). Dengan adanya
perkembangan pemikiran bahwa Negara harus aktif
memberikan pelayanan kepada masyarakat (social service
state) tersebut konsep Negara Hukum Klasik ditinjau
kembali, dan mulai ditinggalkan.
180
Negara Hukum Dan Hak Asasi Manusia
Menurut hasil konggres International Commission of
Jurist sebagai organisasi ahli hukum internasional di
Bangkok tahun 1965 (Mahfud, MD, 1999), telah
merumuskan konsep Negara hukum yang dinamis atau
konsep hukum material, yang merupakan ciri-ciri dari
negara berbasis Rule of Law yakni:
a. Perlindungan konstitusional, dalam arti bahwa
konstitusi, selain dari menjamin hak-hak asasi
individu, konstitusi harus pula menentukan cara
procedural untuk memperoleh perlindungan atas
hak-hak yang dijamin;
b. Adanya badan kehakiman yang bebas dan tidak
memihak;
c. Pemilihan umum yang bebas;
d. Kebebasan untuk menyatakan pendapat;
e. Kebebasan untuk berserikat/berorganisasi dan
beroposisi;
f. Adanya pendidikan kewarganegaraan (civic
education).
Dalam praktik kehidupan negara modern, konsep
Negara Hukum Klasik telah banyak ditinggalkan,
bergeser ke konsep Negara Hukum yang dinamis, yaitu
Negara Hukum Material, dan tidak sekedar Negara
Hukum Formal. Dalam konsep Negara Hukum Material, negara tidak pasif, melainkan negara harus aktif
menjamin perlindungan hak-hak individu di satu pihak,
dan negara harus aktif mewujudkan hak-hak warga
negara yang harus dijamin oleh negara.
Negara Hukum Klasik adalah negara hukum dalam
arti for mal yang didasarkan pada paham legalis,
berpandangan bahwa hukum itu sama dengan undangundang, sehingga tindakan penegakan hukum, berarti
181
Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi; Membina Karakter...
menegakkan undang-undang, atau apa yang telah
ditetapkan oleh lembaga legislatif. Sementara Negara
Kesejahteraan adalah negara hukum dalam arti material,
berpandangan bahwa hukum bukan hanya sekedar
undang-undang, atau secara formal yang ditetapkan oleh
lembaga legislatif saja, tetapi yang diutamakan adalah
nilai keadilannya yang dirasakan oleh warga negaranya.
Dalam konsep Negara Kesejahteraan (welfare state),
tidak satupun negara membiarkan seorang atau
sekelompok orang sebagai warganegaranya menjadi
miskin, terlantar, bodoh atau tidak berpendidikan, atau
sakit-sakitan. Keberadaan atau kondisi warga atau
sekelompok warga yang miskin, terlantar, bodoh atau
tidak berpendidikan, atau sakit-sakitan tersebut tidak
sejalan dengan konsep Negara Kesejahteraan (welfare
state). Karena itu negaranya bebas dari kemiskinan,
kebodohan atau kesakitan, dan kewajiban dari negara itu
merupakan hak dari warga negara dalam konsep Negara
Hukum Modern guna mewujudkan Negara Kesejahteraan
(welfare state).
3. Indonesia Negara Hukum
Para pendiri negara telah berwawasan jauh ke depan,
dengan pemikiran idealnya untuk mewujudkan Indonesia
merdeka sebagai negara yang menjunjung tinggi hukum dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Jika
pemikiran Negara Hukum Modern dapat dikuantifikasi, maka
rata-rata pemikiran idealis mewujudkan Negara Hukum Modern dari bangsa Indonesia, telah mendahului pemikiran organisasi
ahli hukum internasional. Bila organisasi ahli hukum
internasional baru merumuskan Negara Hukum Modern tahun
1965, maka bangsa Indonesia telah merumuskannya pada tahun
1945, sebagaimana diatur dalam UUD 1945, yang mengatur:
182
Negara Hukum Dan Hak Asasi Manusia
a. Adanya badan kehakiman yang bebas dan tidak memihak
diatur dalam pasal 24,
b. Pemilihan umum yang bebas, yang memilih lembaga
perwakilan (DPR) meskipun baru dilaksanakan pertama
tahun 1955,
c. Kebebasan untuk menyatakan pendapat, diatur dalam
pasal 28,
d. Kebebasan untuk berserikat/berorganisasi dan
beroposisi, diatur dalam pasal 28.
Ini prestasi bangsa Indonesia yang seharusnya mendunia,
atau bentuk keunggulan dari bangsa Indonesia, tetapi bangsa
Indonesia, belum bisa meyakinkan pada dunia terhadap
pemikiran tersebut, atau sengaja bangsa-bangsa di dunia masih
menganggap kerdil bangsa Indonesia, atau sebenarnya di antara
bangsa Indonesia sendiri ada yang membuat kerdil pemikiran
bangsa sendiri. Hal demikian masih dimilikinya sikap mental
yang belum bisa menghargai karya orang lain, terutama karya
sesama bangsa Indonesia sendiri. Semua ini hendaknya
menjadikan pelajaran untuk semua bangsa Indonesia, terutama
bagi mahasiswa dan generasi muda lainnya, dalam
mempersiapkan diri meningkatkan kualitas SDM, dan dapat
menghargai karya, dan prestasi baik dari bangsa sendiri atau
bangsa lain dalam persaingan di era globalisasi.
Bukti idealisme bangsa Indonesia mendahului hasil
kongres ahli hukum internasional dapat dikaji dengan indikator
ciri-ciri Negara Hukum Dinamis, dari hasil kongres di Bangkok
1965, UUD 1945 juga memuat dasar-dasar sebagaimana
terdapat dalam konsep rechtsstaat maupun rule of law, dengan
ciri-ciri sebagai berikut:
a. Perlindungan Konstitusional
Perlindungan konstitusional, dalam arti bahwa
konstitusi, selain dari dari menjamin hak-hak asasi
183
Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi; Membina Karakter...
individu, konstitusi harus pula menentukan cara
prosedural untuk memperoleh perlindungan atas hak-hak
yang dijamin. Sebelum Indonesia merdeka bangsa Indonesia telah mempersiapkan perlunya UUD tertulis yang
telah dirumuskan dalam Piagam Jakarta yang awalnya
akan dibuat sebagai pembukaan UUD Indonesia merdeka.
Ketentuan tersebut dimuat dalam alinea keempat dan
rencana tersebut berhasil diwujudkan dengan beberapa
perubahan, namun untuk perlu adanya suatu UUD, maka
tetap dir umuskan dalam pembukaan UUD 1945
Proklamasi, Yaitu”…, maka disusunlah kemerdekaan
kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar
Negara Indonesia”. Konstitusi atau UUD akhirnya berhasil
ditetapkan pada tanggal 18 Agustus 1945, adalah bukti
nyata bahwa bangsa Indonesia sung guh-sungguh
mewujudkan konstitusi sebagai dasar pengaturan hidup
Negara Indonesia yang baru merdeka.
Pernyataan ini diperkuat dengan Penjelasan UUD
1945 tentang Sistem Pemerintahan Negara,
Pemerintahan berdasar atas sistem konstitusi (hukum
dasar), tidak bersifat absolutisme (kekuasaan yang tidak
terbatas). Hal ini berarti bahwa Pemerintah Indonesia
diatur berdasarkan Hukum Dasar Indonesia. Pengaturan
tentang perlindungan individu, maupun kelompok
sebagai bangsa di dunia tercermin pada pembukaan dan
batang tubuh UUD 1945 Proklamasi, yaitu:
1) Pengaturan dalam pembukaan UUD 1945, yaitu
alinea satu sampai alinea ke empat yaitu hak untuk
merdeka, hak mewujudkan kemerdekaan,
pernyataan merdeka, serta perlindungan hak seperti
untuk mewujudkan nilai-nilai yang terkandung
dalam Pancasila sebagai dasar Negara,
184
Negara Hukum Dan Hak Asasi Manusia
2) Pengaturan dalam batang tubuh UUD 1945
Proklamasi, ketentuan tentang perlindungan hak
individu, seperti hak memilih pekerjaan, kebebasan
berkumpul dan berserikat, persamaan dalam hukum
dan pemerintahan, kebebasan beragama,
perlindungan terhadap fakir miskin dan anak
terlantar.
b.
Adanya badan kehakiman yang bebas dan
tidak memihak
Indonesia sebagai negara hukum memberikan
penegasan bahwa pemerintahan yang dijalankan adalah
berdasar atas sistem konstitusi (hukum dasar), dan tidak
bersifat absolutisme (kekuasaan yang tidak terbatas).
Penegasan ini juga berlaku pada Mahkamah Agung
sebagai pemegang kekuasaan kehakiman. Pasal 24 UUD
1945, menyatakan: Kekuasaan kehakiman dilakukan
sebuah Mahkamah Agung dan lain-lain badan kehakiman
menurut undang-undang.
Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan yang
merdeka, artinya terlepas dari pengaruh kekuasaan
Pemerintah. Setelah UUD 1945 diamandemen pernyataan
dari penjelasan ditetapkan dalam batang tubuh UUD
1945 Amandemen yang berbunyi: Kekuasaan Kehakiman
adalah kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan
peradilan guna menegakkan hukum dan peradilan
(kekuasaan kehakiman yang mandiri).
c.
Pemilihan umum yang bebas
Meski negara Indonesia yang baru merdeka, namun
UUD 1945 Proklamasi secara formal telah memuat
pemikiran untuk penyelenggaraan pemilihan umum di
kelak pemerintahan sudah berjalan normal dan stabil.
Pemilihan umum pertama kemudian dilaksanakan pada
185
Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi; Membina Karakter...
tahun 1955 dengan UUD Negara adalah UUDS Tahun
1950. Pemilihan umum pertama di Indonesia tersebut
telah menetapkan asas pemilihan umum yang bebas,
umum dan rahasia. Dalam pemerintahan Orde Baru asas
pemilihan umum langsung, bebas, umum dan rahasia,
dengan dikenal istilah luber. Pada era Reformasi asas ini
ditambah dengan jujur dan adil. Penambahan asas jujur
dan adil ini merupakan reaksi pemilihan umum era Orde
Baru, yang dianggap tidak jujur sehingga perlu adanya
penekanan bahwa asas langsung, umum, bebas dan
rahasia perlu ditambah dengan jujur dan adil (luber dan
jurdil)
d.
Kebebasan menyatakan pendapat dan
kebebasan untuk berserikat/berorganisasi
dan beroposisi
Pentingnya kebebasan untuk menyatakan pendapat
dan kebebasan berserikat/berorganisasi merupakan hal
yang penting dalam menjamin hak warga dalam
kehidupan bernegara. Oleh karena itu dirasa perlu oleh
pendiri negara, sehingga dimasukkan dalam ketentuan
batang tubuh UUD 1945, yakni dalam pasal 28, yang
menyatakan: Kemerdekaan berserikat dan berkumpul,
mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan, dan
sebagainya ditetapkan dengan undang-undang. Satu
ketentuan yang tidak tersurat adalah kebebasan
beroposisi, karena sistem pemerintahan Indonesia tidak
mengenal oposisi, meskipun dalam era Reformasi ada
partai yang menyatakan diri sebagai oposisi dan tidak
bersedia bergabung dengan partai yang memimpin
Pemerintahan. Namun posisi oposisi tersebut, tidak
sebagaimana partai oposisi dalam sistem pemerintahan
parlementer, bisa jadi posisi partai oposisi itu disebut
posisi semu (quasi opposition)
186
Negara Hukum Dan Hak Asasi Manusia
e.
Adanya pendidikan kewarganegaraan
(civic education)
Sejak berlakunya UUD 1945 Proklamasi, pendidikan
di Indonesia telah memasukkan Pendidikan
Kewarganegaraan, meski dalam perkembangannya terjadi
perubahan-perubahan. Misalnya dari nama Civics,
Pendidikan Kewarganegaraan, Pendidikan Moral
Pancasila, Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan,
dan kembali pada Pendidikan Kewarganegaraan. Di
perguruan tinggi juga pernah diberikan mata kuliah
Pancasila, Kewiraan, dan sekarang Pendidikan
Kewarganegaraan. Dengan demikian sejak UUD 1945
Proklamasi, bangsa Indonesia secara konsisten
memberikan materi Pendidikan Kewarganegaraan dalam
pendidikan for mal, meski dengan sebutan yang
disesuaikan dengan era pemerintahan Indonesia. Karena
dalam pelaksanaan, materinya banyak mendapatkan
intervensi pemerintah yang sedang berkuasa, guna
pembenaran kekuasaannya.
Oleh karena itu dalam Pendidikan Kewarganegaraan
sekarang, diarahkan untuk pembinaan pendidikan
karakter bangsa yang bertanggungjawab terhadap
kehidupan berbangsa dan bernegara, untuk semua
kehidupan yang mendukung hak dan kewajiban warga
negara, bertanggung jawab dalam proses demokrasi, serta
mendukung pemerintahan yang demokratis, tanpa
memandang golongan atau partai tertentu yang diakui
secara sah sesuai dengan perundang-undangan yang
berlaku.
f.
Adanya pemisahan kekuasaan
Pemisahan kekuasaan Negara adalah teori yang
dicetuskan oleh John Locke, yang kemudian
187
Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi; Membina Karakter...
dikembangkan oleh Montesquieu dan kemudian dikenal
dengan Trias Politika Montesquieu. Menurut John Locke
pemisahan kekuasaan Negara menjadi legislatif atau
badan pembuat undang-undang, eksekutif sebagai
pelaksana undang-undang yang merangkap tugas
peradilan, sedang federatif kekuasaan dalam hubungan
luar negeri. Teori ini diperbarui oleh Montesquieu yaitu,
legislatif badan pembuat undang-undang, eksekutif
sebagai pelaksana undang-undang dan hubungan luar
negeri, dan kekuasaan yudikatif sebagai badan
kehakiman.
Negara Indonesia yang memiliki lembaga
sebagaimana disebut dalam tugas-tugas legislatif,
eksekutif dan yudikatif, namun kekuasaan ketiga lembaga
tersebut tidak terpisah sama sekali, karena dalam
melaksanakan kekuasaan di antara ketiga lembaga
tersebut, masih ada diperlukan kerja sama. Namun
demikian tidak dapat disangkal, bahwa ketiga kekuasaan
tersebut, kekuasaan utamanya adalah kekuasaan seperti
disebut Montesquieu. Disamping ketiga kekuasaan
seperti yang disebut dalam Trias Politika Montesquieu,
di Indonesia masih terdapat lembaga Negara lain, seperti
MPR, DPD, BPK, Komisi Yudisial dan Mahkamah
Konstitusi. Dengan kenyataan tersebut, nampaknya Indonesia termasuk negara yang dipengaruhi oleh teori
Montesquieu, namun pengaruh tersebut tidak mutlak
diikuti bangsa Indonesia baik sifat pemisahan kekuasaan
maupun jumlah Lembaga Negara yang ada. Indonesia tidak
menganut pemisahan kekuasaan, tetapi menggunakan
sistem pembagian kekuasaan.
188
Negara Hukum Dan Hak Asasi Manusia
g.
Adanya pemerintahan berdasarkan
peraturan perundang-undangan
Pada Pembukaan UUD 1945 Amandemen alenia
keempat dipaparkan, bahwa:”…, maka disusunlah
kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu UndangUndang Dasar Negara Indonesia” juga dalam penjelasan
tentang Indonesia sebagai Negara hukum, dan UUD
1945 Amandemen juga menyebutkan: Kekuasaan
Kehakiman adalah kekuasaan yang merdeka untuk
menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum
dan peradilan (kekuasaan kehakiman yang mandiri), serta
pengaturan dan tugas lembaga telah digariskan dalam
UUD 1945 sampai pada UUD 1945 Amandemen, adalah
bukti pemerintahan Negara Indonesia dilaksanakan
berdasarkan peraturan perundang-undangan.
h.
Adanya peradilan administrasi dalam
perselisihan
Peradilan administrasi dalam perselisihan tidak lain
adalah Peradilan Tatausaha Negara atau Peradilan
Administrasi Negara. Peradilan ini dianut pada konsep
rechtsstaat, tetapi tidak dilaksanakan di Negara Anglo saxon.
Indonesia yang mewarisi hukum Belanda dari konsep
rechtsstaat dalam realisasinya peradilan di Indonesia
terdapat peradilan Tata Usaha Negara. Adanya Peradilan
Tata Usaha atau Administrasi Negara terlihat dalam pasal
10 UU No. 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan Pokok
Kekuasaan Kehakiman, yang menetapkan empat
lingkungan peradilan yaitu: Peradilan Umum, Peradilan
Agama, Peradilan Militer dan Peradilan Administrasi
Negara.
189
Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi; Membina Karakter...
i.
Adanya jaminan kedudukan sama dalam
hukum
Jaminan dari Negara terhadap warga Negara
khususnya di Indonesia, telah ditegaskan dalam UUD
1945 Proklamasi maupun Amandemen dalam pasal 27,
yang menyatakan: Segala warga negara bersamaan
kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan
wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan
tidak ada kecualinya. Berdasarkan ketentuan tersebut,
menunjukkan bangsa Indonesia menjunjung nilai
demokrasi secara nyata baik dalam bidang hukum
maupun pemerintahan, serta kewajiban menjunjung
hukum dan pemerintahan, tanpa terkecuali apakah
kedudukannya sebagai pejabat atau warga Negara pada
umumnya.
j.
Adanya supremasi hukum
Supremasi hukum adalah bagian ciri utama dari
konsep Anglo Saxon, namun dalam konsep Eropa
Kontinental, diwakili Krabbe maupun Kranenburg yang
menganut teori kedaulatan hukum konsisten dengan
idenya, bahwa hukum merupakan kedaulatan tertinggi
Negara, juga menempatkan hukum di atas kekuasaan lain.
Indonesia yang dipengaruhi konsep Kontinental juga
terpengaruh teori tersebut. Sebagaimana telah disebut
pada Negara berdasar konstitusi dan persamaan hukum,
pengakuan tentang supremasi hukum di Indonesia, tidak
terpisah dengan ketentuan tersebut. Pembukaan,
Penjelasan dan Batang Tubuh UUD 1945 Proklamasi dan
Amandemen, mengatur pengakuan supremasi hukum
dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, karenanya
pengaturan Negara baik yang mengatur lembaga Negara
maupun warga Negara harus tunduk kepada peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
190
Negara Hukum Dan Hak Asasi Manusia
k.
Adanya jaminan hak-hak asasi manusia
dalam UUD
Semua alinea dalam Pembukaan UUD 1945
Proklamasi dan Amandemen, tidak mengalami
perubahan, semua mengandung akan jaminan hak asasi
manusia. Batang Tubuh UUD 1945 Proklamasi dan
Amandemen yang telah mengatur hak-hak asasi manusia
banyak mengalami penambahan ayat, meski pasalpasalnya tidak mengalami perubahan, seperti pasal 27,
28, 29, 32, 33, dan 34. Untuk mengetahui lebih rinci
tentang hak-hak asasi manusia dari perspektif historis,
dan jaminannya, baik dalam UUD maupun dalam
Undang-Undang di Indonesia, akan dibahas lebih lanjut
pada bagian sub Bab, HAM dalam pengaturan dan
pelaksanaan hukum di Indonesia.
4. Penegakan Hukum di Indonesia
Proses penegakkan hukum di Indonesia dilakukan oleh
lembaga penegak hukum seperti:
a. Kepolisian
b. Kejaksaan
c. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)
d. Badan Peradilan
1) Pengadilan Negeri
2) Pengadilan Tinggi
3) Mahkamah Agung (MA)
4) Mahkamah Konstitusi (MK)
a.
Kepolisian
Fungsi kepolisian Republik Indonesia adalah
memelihara keamanan dalam negeri yang meliputi
keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan
191
Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi; Membina Karakter...
hukum, memberikan perlindungan, pengayoman dan
pelayanan kepada masyarakat.
Dari fungsi tersebut Kepolisian Republik Indonesia
memiliki tugas pokok, sebagai berikut:
1) Membina masyarakat untuk meningkatkan
partisipasi masyarakat, kesadaran hukum
masyarakat, serta ketaatan masyarakat terhadap
hukum dan peraturan perundang-undangan,
2) Menyelenggarakan segala kegiatan dalam menjamin
keamanan, ketertiban, dan kelancaran lalu lintas
di jalan,
3) Melindungi keselamatan jiwa raga, harta benda,
masyarakat dan lingkungan hidup dari gangguan
dan atau bencana termasuk memberikan bantuan
dan pertolongan dengan menjunjung tinggi hak
asasi manusia,
4) Melayani kepentingan masyarakat untuk sementara
sebelum ditangani oleh instansi dan/ atau pihak
yang berwenang,
5) Melakukan penyidikan dan penyelidikan terhadap
semua tindak pidana sesuai dengan hukum acara
pidana dan peraturan perundang-undangan lainnya.
Untuk menjalankan fungsi dan tugas tersebut,
kepolisian diberikan wewenang, antara lain:
1) Mengawasi aliran yang dapat menimbulkan
perpecahan atau mengancam persatuan dan
kesatua bangsa,
2) Memberikan ijin dan mengawasi kegiatan
keramaian umum ataupun kegiatan masyarakat
lainnya,
192
Negara Hukum Dan Hak Asasi Manusia
3) Memberikan ijin dan melakukan pengawasan
senjata api, bahan peledak, dan senjata tajam,
4) Melakukan
penangkapan,
penahanan,
penggeledahan, dan penyitaan,
5) Melakukan pemeriksaan khusus sebagai bagian dari
tindakan kepolisian dalam rangka pencegahan,
6) Memberikan bantuan pengamanan dalam sidang
dan pelaksanaan dalam putusan pengadilan, kegitan
isntansi lain dan kegiatan masyarakat.
b.
Kejaksaan
Kejaksaan Republik Indonesia adalah lembaga
pemerintah yang melaksanakan kekuasaan Negara di
bidang penuntutan dan penyidikan pidana khusus
berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
(KUHP). Pelaksanaan kekuasaan tersebut di tingkat
kabupaten/kota dilakukan oleh Kejaksaan Negeri,
tingkat provinsi oleh Kejaksaan Tinggi dan di tingkat
pusat oleh Kejaksaan Agung. Untuk melaksanakan
kekuasaannya kejaksaan mempunyai tugas dan
wewenang sebagai berikut:
1) Melakukan penuntutan,
2) Melaksanakan penetapan hakim dan putusan
pengadilan yang telah memperoleh kekuatan
hukum tetap,
3) Melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan
putusan pidana bersyarat, putusan pidana
pengawasan dan keputusan lepas bersyarat,
4) Melakukan penyidikan terhadap tindak pidana
tertentu berdasarkan undang-undang,
5) Melengkapi bekas perkara tertentu dan untuk itu
dapat melakukan pemeriksaan tambahan sebelum
193
Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi; Membina Karakter...
dilimpahkan ke pengadilan yang dalam
pelaksanaannya dikoordinasikan dengan penyidik.
c.
Komisi Pemberantasan Korupsi
Berdasarkan Undang-Undang No. 20 Tahun 2002,
KPK dibentuk dengan tujuan meningkatkan daya guna
dan hasil guna terhadap pemberantasan tindak pidana
korupsi, dengan tugas dan wewenang KPK sebagai
berikut:
1) Tugas KPK
Beberapa tugas pokok KPK adalah:
a) Berkoordinasi dengan instansi lain yang
berwenang melakukan pemberantasan tindak
pidana korupsi,
b) Supervisi terhadap instansi berwenang terhadap
pemberantasan tindak pidana korupsi,
c) Melakukan peyelidikan dan penuntutan
terhadap tindak pidana korupsi,
d) Melakukan tindakan-tindakan pencegahan
tindak pidana korupsi,
e) Melakukan monitor terhadap penyelenggaraan
pemerintahan Negara.
2)
194
Wewenang KPK:
a) Melakukan pengawasan, penelitian, penelaahan
terhadap instansi yang menjalankan tugas dan
wewenang dengan pemberantasan korupsi,
b) Mengambil alih penyidikan dan penuntutan
terhadap pelaku tindak pidana korupsi yang
sedang dilakukan oleh kepolisian dan kejaksaan,
c) Menetapkan sistem pelaporan dalam kegiatan
pemberantasan korupsi,
Negara Hukum Dan Hak Asasi Manusia
d) Meminta laporan instansi terkait mengenai
pencegahan tindak pidana korupsi
e) Hanya menangani korupsi yang terjadi setelah
27 Desember 2002
f) Pengadilan tindak pidana korupsi tidak bisa
berjalan dengan landasan hukum KPK, MK
telah memutuskan bahwa UU tentang TIPIKOR
harus sudah selesai dalam waktu 3 tahun (2009).
Jika tidak selesai, maka keberadaan pengadilan
TIPIKOR harus dinyatakan bubar serta merta
kewenangannya dikembalikan pada pengadilan
umum.
d.
Badan Peradilan
Menurut Undang-Undang No. 4 dan 5 Tahun 2004,
tentang kekuasaan Kehakiman dan MA, bahwa MA
bertindak sebagai lembaga penyelenggaraan peradilan
guna menegakkan hukum dan keadilan serta membantu
pencari keadilan. Badan peradilan di Indonesia berada di
tingkat kabupaten/kota, provinsi, dan tingkat nasional,
terdiri atas:
1) Peradilan Negeri, berkedudukan di kabupaten/kota
adalah peradilan umum tingkat pertama,
2) Peradilan Tinggi, berkedudukan di tingkat provinsi,
adalah peradilan umum yang menangani tingkat
banding, dengan penekanan perkara prioritas
korupsi, terorisme, narkoba, maupun pencucian
uang,
3) Mahkamah Agung (MA), puncak kekuasaan
kehakiman yang berhak mengadili tingkat kasasi,
serta menguji peraturan di bawah UU,
4) Mahkamah Konstitusi (MK), merupakan lembaga
peradilan tingkat pertama dan terakhir, untuk
195
Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi; Membina Karakter...
menguji Undang-Undang terhadap UUD, memutus
sengketa kewenangan lembaga Negara yang
kewenangannya diberikan oleh UUD 1945,
memutuskan pembubaran partai politik, serta
memutuskan perselisihan hasil pemilihan umum.
B. Istilah dan Pengertian HAM
Hak adalah sesuatu yang tidak boleh diambil alih oleh orang lain,
karena seseorang berhak, mempunyai hak atas hal-hal yang mendasar
yang melekat dalam dan pada dirinya sebagai manifestasi eksistensinya
sebagai insan manusia sesuai dengan kemanusiannya, yaitu terdiri dari
susunan kodratnya (jiwa dan raga), sifat kodratnya (makhluk individu
dan makhluk sosial), dan kedudukan kodratnya (makhluk pribadi yang
mandiri dan hamba Tuhan YME).
Hak asasi menurut Miriam Budiardjo (2008) adalah hak yang
dimiliki manusia yang telah diperoleh dan dibawanya bersamaan dengan
kelahirannya atau kehadirannya di dalam kehidupan mayarakat, tanpa
perbedaan atas dasar bangsa, ras, agama atau kelamin, dan bersifat asasi
serta universal. Dasar dari semua hak asasi adalah bahwa manusia harus
memperoleh kesempatan untuk brkembang sesuai dengan bakat dan
cita-citanya.
Menurut Jan Materson dari Komisi HAM PBB, sebagaimana
diikuti Baharudin Lopa, (Tim ICCE UIN Jakarta, 2003), hak azasi
manusia adalah hak-hak yang melekat pada setiap manusia yang
tanpanya manusia tidak dapat hidup sebagai manusia. HAM merupakan
hak alamiah yang melekat pada diri setiap manusia. Karena itu, tidak
seorangpun diperkenankan merampas hak-hak tersebut, HAM juga
merupakan instrumen untuk menjaga harkat, derajat dan martabat
manusia sesuai dengan kodrat kemanusiaannya sebagai makhluk Tuhan
yang paling mulia. Hal ini senada dengan mukadimah Declaration of
Human Rights, bahwa pengakuan atas martabat yang luhur dan hakhakyang sama tidak dapat dicabut dari semua anggota keluarga manusia
merupakan dasar kemerdekaan, keadilan, dan perdamaian dunia.
196
Negara Hukum Dan Hak Asasi Manusia
C. Sejarah Perkembangan HAM
Pada umumnya, dalam kajian literature Barat lahirnya
pemikiran HAM dimulai dengan lahirnya Magna Charta (1215),
Bill of Rights (1689), Petition of Right (1628), Habeas Corpus
(1678), Petition of Right (1628), Declaration of Independence (1776),
Declaration des droit de I’hommes et du citoyen (1789). Magna Charta
(1215), yaitu suatu dokumen yang ditandatangani Raja Joh
Lockland karena desan kaum bangsawan (baron) dan Gereja (Paus
dan para klerus) Inggris, bahwa raja tidak boleh berbuat sewenangwenang, seperti menghukum atau merampas hak seseorang oleh
kerajaan. Petition of Right (1628) adalah dokumen yang
ditandatangi oleh Rajah Charles I atas desakan para utusan rakyat
di parlemen (House of Commons). Bill of Rights (1689), suatu
Undang-Undang yang diterima oleh Raja James II, esensinya
kekuasaan raja harus dibatasi, yang kemudian dikenal dengan
istilah revolusi tidak berdarah di Inggris. Declaration of Independence (1776), merupakan pernyataan kemerdekaan Amerika Serikat
ini di dalamnya memuat hak-hak dari Tuhan yang tidak dapat
dialihkan,seperti hak hidup, hak kemerdekaan dan hak memperoleh
kebahagiaan. Declaration des droit de I’hommes et du citoyen (1789),
dalam pernyataan kemerdekaan Perancis telah disebutkan adanya
hak-hak warga yang harus dijamin oleh Negara, yaitu hak
kebebasan, hak milik, hak atas keamanan dan perlawanan terhadap
penindasan.
Setelah Perang Dunia ke II, upaya mewujudkan perdamaian
dunia juga diprakarsai oleh Presiden Amerika Serikat Rosevelt,
yang menggagas perlunya ditegakkan HAM yang dikenal sebagai
“The Four Freedom” meliputi, kebebasan berbicara atau berpendapat,
kebebasan beragama, kebebasan dari ketakutan, dan kebebasan
dari kemelaratan. Perjuangan perlindungan terhadap HAM
akhirnya disepakati PBB tanggal 10 Desember 1948, dengan
ditetapkannya Universal Declaration of Human Rights. HAM dalam
Universal Declaration of Human Rights yang menyangkut hak hukum,
197
Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi; Membina Karakter...
hak politik, hak sipil, serta hak asasi yang menyangkut hak ekonomi,
hak sosial dan budaya. Hak asasi yang mencakup hak hukum, hak
politik dan hak sipil meliputi:
1 Hak untuk hidup, kebebasan dan keamanan pribadi.
2 Hak bebas dari perbudakan dan perhambaan.
3 Hak bebas dari penyiksaan atau perlakuan maupun hukuman
yang kejam, hak berperikemanusiaan dan merendahkan
martabat kemanusiaan.
4 Hak untuk memperoleh pengakuan hukum di mana saja
secara pribadi.
5 Hak untuk pengampunan hukum secara efektif.
6 Hak bebas dari penangkapan, penahanan dan pembuangan
yang sewenang-wenang.
7 Hak untuk peradilan independen dan tidak memihak.
8 Hak untuk praduga tidak bersalah sampai terbukti bersalah.
9 Hak bebas dari campur tangan dan sewenang-wenang
terhadap kekuasaan pribadi, keluarga, tempat tinggal,
maupun surat menyurat.
10 Hak bebas dari serangan kehormatan dan nama baik, dan
perlindungan hukumnya.
11 Hak untuk bergerak.
12 Hak memperoleh suaka.
13 Hak atas suatu kebangsaan.
14 Hak untuk menikah dan membentuk keluarga.
15 Hak untuk mempunyai hak milik.
16 Hak bebas berfikir, menyatakan pendapat dan berkesadaran
dari beragama.
17 Hak untuk berkumpul dan berserikat.
18 Hak untuk mengambil bagian yang sama dalam
pemerintahan dan hak atas akses yang sama terhadap
pelayanan masyarakat.
198
Negara Hukum Dan Hak Asasi Manusia
Untuk hak asasi yang menyangkut hak ekonomi, hak sosial
dan budaya meliputi:
1. Hak atas jaminan sosial,
2. Hak untuk bekerja,
3. Hak atas upah yang sama untuk pekerjaan yang sama,
4. Hak untuk bergabung dalam serikat buruh,
5. Hak atas istirahat dan waktu senggang,
6. Hak atas standar hidup yang pantas di bidang kesehatan
dan kesejahteraan,
7. Hak atas pendidikan,
8. Hak untuk berpartisipasi dalam kehidupan yang
berkebudayaan dari masyarakat,
Untuk memperkuat kedudukan hukum perlindungan hak asasi
manusia di suatu negara, telah ditandatangani sejumlah kovenan
yang diprakarsai Majelis Umum PBB. Kovenan-kovenan ini akan
mengikat negara anggota PBB yang telah meratifikasinya dan mulai
berlaku, bila 35 negara telah meratifikasinya. Beberapa kovenan
yang telah diterima baik oleh Majelis Umum PBB adalah Kovenan
Internasional Hak-hak Ekonomis, Sosial dan Kultural; Kovenan
Internasional Hak-hak Sipil dan Politik; dan Protokol Manasuka
pada Kovenan Internasional Hak-hak Sipil dan Politik mengenai
Keluhan-keluhan yang diajukan individu-individu (Idrus dan
Karim, 2006).
Kategori HAM juga dikemukakan oleh Franz Magnis Suseno
(Dirjen Dikdasmen, 2004), yang mengelompokkan HAM menjadi
empat kelompok, yaitu hak asasi negatif, hak asasi aktif, hak asasi
positif dan hak asasi sosial, yang dapat dijelaskan sebagai berikut:
1) Hak Asasi Negatif atau Liberal
Hak asasi ini pada dasarnya ingin melindungi kehidupan
pribadi manusia terhadap campur tangan Negara dan kekuatan
sosial lainnya. Hak ini didasarkan pada kebebasan dan hak
individu mengurus diri sendiri, dan oleh karena itu juga disebut
199
Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi; Membina Karakter...
hak kebebasan liberal. Dikatakan negatif, karena prinsip yang
dianutnya adalah kehidupan pribadi, tidak boleh dicampuri
pihak luar. Kehidupan pribadi adalah otonomi setiap orang yang
harus dihormati. Berbagai hak negatif atau liberal ini adalah:
a) Hak atas hidup,
b) Hak keutuhan jasmani,
c) Kebebasan bergerak,
d) Kebebasan memilih jodoh,
e) Perlindungan hak milik,
f) Hak untuk mengurus rumah tangga sendiri,
g) Hak memilih tempat tinggal dan kebebasan beragama,
h) Hak mengikuti suara hati sejauh tidak bertentangan
dengan kebebasan orang lain,
i) Kebebasan berfikir,
j) Kebebasan berkumpul dan berserikat,
k) Untuk tidak ditahan secara sewenang-wenang.
2) Hak Asasi Aktif atau Demokrasi
Hak ini didasari pada keyakinan akan kedaulatan rakyat
yang menuntut agar rakyat memerintah dirinya sendiri, sehingga
pemerintah harus dapat dikontrol oleh rakyat. Hak ini disebut
aktif, karena merupakan hak atau sesuatu aktivitas manusia
untuk ikut menentukan arah perkembangan masyarakat/negara.
Termasuk hak aktif ini adalah:
a) Hak untuk memilih wakil dalam pemerintahan/badan
pembuat undang-undang,
b) Hak untuk mengangkat dan mengontrol pemerintah,
c) Hak untuk menyatakan pendapat,
d) Hak atas kebebasan pers,
e) Hak untuk membentuk perkumpulan politik.
200
Negara Hukum Dan Hak Asasi Manusia
3) Hak Asasi Positif
Hak positif adalah hak yang harus dipenuhi kepada warga
negaranya. Negara diadakan bukan untuk kepentingan negara
sendiri, tetapi harus merupakan lembaga yang diciptakan untuk
memberikan pelayanan kepada masyarakat atau publik,
sehingga menjadi kewajiban negara, dan menjadi hak warga
untuk mendapatkan pelayanan umum dari negara. Termasuk
dalam hak positif ini adalah:
a) Hak atas perlindungan hukum,
b) Hak atas kewarganegaraan.
4) Hak Asasi Sosial
Hak asasi ini merupakan paham tentang kewajiban negara
untuk menjamin hasil kerja kaum buruh secara wajar dan
merupakan kesadaran kaum buruh melawan kaum borjuis. Hak
ini mencerminkan kesadaran bahwa setiap anggota masyarakat
berhak atas bagian yang adil dari harta benda material dan
kultural bangsanya atas bagian yang wajar dari hasil nilai
ekonomis. Hak sosial ini harus dijamin dengan tindakan negara.
Termasuk hak sosial adalah;
a) Hak atas jaminan sosial,
b) Hak atas pekerjaan,
c) Hak membentuk serikat sekerja,
d) Hak atas pendidikan,
e) Hak ikut serta dalam kehidupan kultural masyarakat.
Sejalan dengan perkembangan kehidupan bangsa-bangsa
di dunia, pelaksanaan HAM setelah Declaration of Human Rights
ditetapkan, sampai saat ini dapat dibedakan dalam 4 generasi,
yaitu:
a. Generasi pertama. Pada generasi ini substansi HAM
berpusat pada aspek hukum dan politik, hal ini sebagai
dampak dari Perang Dunia ke II, sebab banyak Negara
201
Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi; Membina Karakter...
baru merdeka dan menuntut jaminan perbaikan dalam
hak untuk hidup, hak tidak menjadi budak, hak tidak
ditahan dan kesamaan dalam hukum dan praduga tidak
bersalah.
b. Generasi kedua, generasi kedua dipelopori oleh Negaranegara berkembang yang menuntut pembangunan sosial,
ekonomi, politik dan budaya. Hal ini berarti perlunya
perluasan horizontal HAM dalam cakupan sosial ,
ekonomi, dan kebudayaan.
c. Generasi ketiga merupakan penekanan dari generasi
kedua, karena telah terjadi ketidakseimbangan aspek
sosial, ekonomi, politik dan budaya. Dalam praktik
tuntutan ini dari warga negara terhadap negara, sangat
tergantung kepada kondisi Negara, karena masih banyak
Negara yang mendominasi kegiatan diberbagai bidang
kehidupan warga Negaranya.
d. Generasi keempat, pada era ini banyak perjuangan untuk
mengkritisi peran Negara yang sangat dominan dalam
proses pembangunan, sehingga telah mengabaikan hakhak rakyat, termasuk mengabaikan kesejahteraan rakyat.
Tuntutan yang dipelopori Negara-negara Asia ini
menuntut hak azasi rakyatnya, karena urusan hak azasi
bukan lagi urusan orang-perorang, tetapi menjadi tugas
Negara.
Dari perkembangan kehidupan bangsa-bangsa khususnya
yang berkaitan dengan Hak Asasi Manusia, maka dapat ditarik
benang merahnya dari perspektif tipologi heuristik
kewarganegaraan (heuristic typology of citizenship), yakni terdiri
dari empat konteks secara politik untuk institusionalisasi atau
munculnya hak-hak kewargangaraan, (Arthur dan Davies, ed,
2008) yaitu;
a. Hak-hak kewarganegaraan diperoleh dalam konteks
revolusioner gabungan tuntutan dari bawah dengan
202
Negara Hukum Dan Hak Asasi Manusia
dukungan kuat dari arena publik, yang memandang dunia
pribadi (private) dari individu dengan curiga. Perjuanganperjuangan secara revolusioner terhadap hak-hak sering
berakhir dalam bentuk-bentuk teror publik, dan gagal
yang kemudian menjadi totalitarianisme. Misalnya kasus
Tradisi revolusioner Perancis;
b. Dalam konteks pluralisme liberal, sementara
pembentukan kelompok kepentingan secara unik
mengarah kepada gerakan-gerakan untuk hak-hak berasal
dari bawah, dorongan secara revolusioner melalui protes
sosial mungkin dimuati oleh tekanan-tekanan secara
terus-menerus terhadap hak-hak dari individu yang
secara pribadi ditolak. Dalam pandangan liberal klasik
terhadap politik menuntut keragaman dan kebebasan
dari opini pribadi terhadap perlakuan penyeragaman
keyakinan. Contohnya, kasus Liberalisme Amerika.
c. Dalam konteks demokrasi pasif yang mengakui fungsi
legitimasi dari institusi-intitusi perwakilan, pengadilan
dan sistem negara kesejahteraan, yang tidak membentuk
tradisi perjuangan-perjuangan untuk hak-hak
warganegara. Hak-hak warganegara berasal dari atas,
yakni dari institusi-institusi negara, seperti kasus Inggris.
d. Dalam konteks otoritarian dari demokrasi, maka hak-hak
warganegara datang dari atas, yaitu dari negara yang
mengelola wilayah publik, mengundang para warga
negara secara periodik untuk memilih pemimpin, yang
kemudian bertanggungjawab kepada para pemilihnya,
antara lain kasus Fasis Jerman.
D. HAM dan Pelaksanaan Hukum di Indonesia
Perkembangan pengaturan pelaksanaan HAM di Indonesia
mengalami pasang surut dalam perumusannya, sejalan dengan
dasar negara yang diberlakukan serta kehidupan politik di Indo203
Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi; Membina Karakter...
nesia yang berubah-ubah, mulai dari UUD 1945 Proklamasi, KRIS
1949, UUDS 1950, UUD 1945 Dekrit, sampai dengan UUD 1945
Amandemen. Dalam era Reformasi terlihat adanya upaya
pemerintah Indonesia yang berusaha untuk mewujudkan dan
melindungi hak-hak azasi manusia yang lebih transparan, seperti
dituntut dalam Declaration of Human Rights sebagai dasar
perlindungan HAM di seluruh dunia.
1. Periode 1945 – 1949
Awal kemerdekaan bangsa Indonesia berhasil menyusun
UUD yang kemudian dikenal sebagai UUD 1945. Dalam UUD
ini, bangsa Indonesia sangat menyadari penderitaan yang dialami
bangsa Indonesia sebagai akibat penjajahan di Indonesia. Meski
PBB belum merumuskan HAM, namun bangsa Indonesia telah
memberikan penekanan pentingnya kemerdekaan suatu bangsa
dari penindasan bangsa lain. Pernyataan ini dituangkan dalam
alinea pertama pembukaan UUD 1945 yang menyatakan, bahwa
kemerekaan ialah hak segala bangsa, oleh sebab itu, maka
penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai
dengan perikemanusiaan dan perikeadilan. Pernyataan
perlindungan HAM juga diatur dalam pasal-pasal UUD 1945
misalnya:
a. Hak memilih pekerjaan untuk penghidupan yang layak,
b. Hak untuk berkumpul, dan berserikat, serta
mengeluarkan pendapat, baik secara lisan maupun
tertulis,
c. Hak untuk memilih dan beribadah sesuai dengan agama
yang dianutnya,
d. Jaminan sosial bagi fakir miskin dan anak terlantar yang
akan dipelihara oleh Negara,
e. Dalam praktik kenegaraan, karena lembaga perwakilan
belum terbentuk ditetapkan adanya lembaga KNIP, yang
awalnya sebagai pembantu Presiden, kemudian
ditingkatkan perannya sebagai lembaga perwakilan,
204
Negara Hukum Dan Hak Asasi Manusia
pergeseran lain juga terjadi pada tanggung jawab
pemerintahan, tidak lagi pada Presiden, tetapi pada para
menteri Negara.
2. Periode 1949-1959
Dengan berlakunya KRIS 1949 dan UUDS 1950 dan lahir
setelah Declaration of Human Rights, maka dihimbau terhadap
setiap Negara anggota harus memasukkan HAM dalam
konstitusi atau UUD Negara, karena itu Indonesia juga
memasukkan ketentuan HAM dalam KRIS 1949 maupun
UUDS 1950. Bila UUD 1945 tidak lebih dari lima pasal dalam
mengatur HAM, maka KRIS mengatur cukup banyak mulai
dari pasal 7 sampai pasal 33, sedang UUDS mulai pasal 7 sampai
dengan 34.
3. Periode 1959-1966
Dengan berlakunya kembali UUD 1945, maka pengaturan
HAM dalam UUD tetap sebagaimana berlaku pada periode
1945-1949. Meskipun dalam KRIS 1949 maupun UUDS 1950
telah banyak mengatur HAM, namun UUD 1945 tetap
dipertahankan kemurniannya dengan pemikiran bahwa UUD
1945 telah memuat pokok-pokok pikiran tentang HAM, pada
sisi lainnya, UUD 1945 lahir lebih dulu dibanding dengan Declaration of Human Rights. Dalam era Demokrasi Terpimpin,
karena peran pemimpin sangat dominan, maka pelaksanaan
HAM tidak berjalan sebagaimana yang seharusnya, bahkan tidak
berlebihan apa yang ditulis Tim ICCE UIN Jakarta (2003), telah
terjadi pemasungan HAM seperti hak sipil maupun hak politik,
misalnya, hak untuk berserikat, berkumpul dan mengeluarkan
pendapat.
4. Periode 1966-1998
Dengan berakhirnya Demokrasi Terpimpin ke Demokrasi
Pancasila, pengaturan HAM dalam UUD 1945 ditambahkan
205
Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi; Membina Karakter...
aturan baru dengan referendum. Referendum yang melibatkan
rakyat dalam perubahan UUD 1945, sepertinya memberikan
hak rakyat untuk ikut memikirkan tentang keberadaan UUD
Negara, namun pada sisi lain Referendum ini justru sebagai
upaya agar UUD 1945 tidak diwacanakan untuk diubah, karena
dalam Ketetapan MPR yang mengatur tugas dan kedudukan
Lembaga Negara, menyatakan bahwa MPR telah menyatakan
untuk tidak merubah UUD 1945.
Upaya memasukkan HAM dalam perundang-undangan
Indonesia, pernah diwacanakan oleh MPRS tentang perlunya
pengaturan HAM, dan pernah dibahas dalam Panitia Ad Hoc
ke IV, namun hasil tersebut tidak pernah tuntas. Jaminan HAM
sebagaimana tercermin dalam UUD 1945 serta perundangan
Partai Politik dan Pemilihan Umum dalam praktiknya
menyimpang dari HAM itu sendiri.
Kontrol pemerintah di bawah Presiden Suharto yang
tercermin dalam kehidupan Demokrasi Pancasila, yang aturan
formalnya tidak sesuai dengan kondisi empiris dalam realisasi
HAM, misalnya adanya azas monoloyalitas terhadap negara yang
diarahkan pada monoloyalitas pada pemerintah yang berkuasa,
Pegawai negeri dan ABRI harus netral, dan telah dikondisikan
untuk mendukung pemerintah yang berkuasa, sehingga
kehidupan partai politik di luar Partai Pemerintah, tidak dapat
bersaing secara objektif. Tidaklah berlebihan dikatakan, bahwa
kehidupan partai politik di luar pemerintah sering mendapatkan
sebutan dibonsai. Silahkan partai politik ada dan hidup, tetapi
kehidupannya dikontrol dan dikendalikan, jangan sampai
tumbuh menjadi besar. Sepertinya semua berdasarkan pada
aturan perundang-undangan yang berlaku. Aturan perundangundang hanya bersifat formal, bukan material, ada dasar
hukumnya, tetapi melahirkan ketidakadilan. Inilah salah satu
bentuk pembenaran yang diarahkan untuk kepentingan
kelompok tertentu sebagai kelompok penguasa.
206
Negara Hukum Dan Hak Asasi Manusia
5. Periode 1998 – sampai sekarang
Pergantian pemerintahan Indonesia tahun 1998
memberikan dampak besar pada pelaksanaan dan perlindungan
HAM di Indonesia. Pada awal Reformasi MPR berhasil
menetapkan Ketetapan No.XVII/MPR 1998 tentang HAM,
yang diikuti dengan ratifikasi beberapa konvensi seperti UU
No. 5 Tahun 1999 tentang Konvensi menentang Penyiksaan
dan Perlakuan Kejam lainnya, UU No. 29 Tahun 1999 tentang
Konvensi Segala Bentuk Diskriminasi, juga Konvensi ILO
tentang Penghapusan Kerja Paksa dengan UU No. 19 Tahun
1999, serta UU No. 20 Tahun 1999 tentang Usia Maksimum
untuk diperbolehkan bekerja.
Dalam amandemen UUD 1945, pengaturan HAM juga
mendapatkan penekanan lebih rinci dengan penambahan ayatayat pada pasal 28A-28J yang mengatur:
a. Hak untuk hidup
b. Hak membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan
c. Hak mengembangkan diri
d. Hak atas hukum, hak bekerja, hak atas pemerintahan dan
hak akan status warga kewarganegaraan
e. Hak beragama, hak atas kepercayaan, hak atas kebebasan
berserikat, berkumpul dan hak mengeluarkan pendapat
f. Hak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi
g. Hak atas perlindungan pribadi dan keluarga
h. Hak atas kejejahteraan lahir dan batin
i. Jaminan pemenuhan tidak dapat dikurangi hak asasi
manusia dalam keadaan apapun, seperti hak hidup, bebas
dan perlakuan diskriminatif, atas identitas budaya, hak
atas masyarakat tradisional, kewajiban pemerintah untuk
melakukan perlindungan, dan pemenuhan hak asasi
manusia
207
Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi; Membina Karakter...
j. Kewajiban bagi setiap orang untuk menghormati hak
asasi orang lain.
Untuk melakukan HAM lebih operasional ditetapkan
Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang HAM, yang
menegaskan kebebasan dasar manusia sebagai berikut:
1) Hak untuk hidup, misalnya hak:
a) Mempertanyakan hidup
b) Memperoleh kesejahteraan lahir batin
c) Memperoleh lingkungan hidup yang baik dan sehat
2) Hak berkeluarga dan melanjutkan keturunan
3) Hak mengembangkan diri, misalnya hak:
a) Pemenuhan kebutuhan dasar
b) Meningkatkan kualitas hidup
c) Memperoleh manfaat dari iptek
d) Memperoleh informasi, melakukan pekerjaan sosial
4) Hak memperoleh keadilan, misalnya hak:
a) Kepastian hukum dan
b) Persamaan di depan hukum.
5) Hak atas kebebasan pribadi, misalnya:
a) Memeluk agama
b) Keyakinan politik
c) Memilih status kewarganegaraan
d) Berpendapat dan menyebarluaskan
e) Mendirikan partai politik
f) Mendirikan LSM dan organisasi lain
g) Bebas bergerak dan bertempat tinggal
6) Hak atas rasa aman, misalnya hak:
a) Memperoleh suaka politik
b) Perlindungan terhadap ancaman ketakutan
208
Negara Hukum Dan Hak Asasi Manusia
c)
d)
e)
f)
Melakukan hubungan komunikasi
Perlindungan terhadap penyiksaan
Perlindungan terhadap penghilangan dengan paksa
Perlindungan dari penghilangan nyawa
7) Hak atas kesejahteraan, misalnya hak:
a) Milik pribadi dan kolektif
b) Memperoleh pekerjaan yang layak
c) Mendirikan serikat kerja
d) Bertempat tinggal yang layak
e) Kehidupan yang layak
f) Jaminan sosial
8) Hak turut serta dalam pemerintahan, misalnya:
a) Memilih dan dipilih dalam pemilu
b) Partisipasi langsung dan tidak langsung
c) Diangkat dalam jabatan pemerintah
d) Mengajukan usulan kepada pemerintah
9) Hak wanita, misalnya hak:
a) Kesamaan yang tidak diskriminasi antar pria dan
wanita, baik di bidang politik, pekerjaan, dan status
kewarganegaraan
b) Status dalam perkawinan/keluarga
10)Hak anak, misalnya hak:
a) Perlindungan oleh orang tua, keluarga, masyarakat dan
negara
b) Beribadah menurut agamanya
c) Berekspresi
d) Perlindungan khusus bagi anak cacat
e) Perlindungan dari eksploitasi ekonomi, pekerjaan, dan
pelecehan seksual
209
Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi; Membina Karakter...
f) Perlindungan perdagangan anak, penyalahgunaan
narkoba dan zat adiktif lainnya.
Di samping hak dasar, UU Nomor 39 Tahun 1999 juga
mengatur kewajiban dasar bagi warga Negara Indonesia.
Kewajiban dasar adalah sisi lainnya dari hak asasi manusia.
Jika hak asasi lebih bertitik tolak pada kepemilikan manusia
secara pribadi (individual, private), maka kewajiban asasi
adalah pengakuan terhadap baik terhadap kepemilikan orang
lain, maupun yang bersangkut dengan dirinya sendiri tetapi ada
kontribusi dan pengaruh dari orang, bahkan bersangkut paut
dengan hak Tuhan. Kewajiban-kewajiban dasar atau asasi dalam
perspektif Indonesia, antara lain:
a. Setiap orang di wilayah Indonesia wajib patuh kepada
peraturan perundang-undangan, hukum tak tertulis dan
hukum internasional mengenai HAM yang telah diterima
oleh Negara RI,
b. Setiap warga Negara wajib ikut serta dalam upaya
pembelaan Negara sesuai dengan ketentuan perundangundangan,
c. Setiap orang wajib menghormati hak asasi orang lain,
moral, etika, agama dan tata tertib kehidupan masyarakat,
berbangsa dan bernegara,
d. Setiap hak asasi manusia seseorang menimbulkan
kewajiban dasar dan tanggung jawab untuk menghormati
hak asasi orang lain,
e. Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan oleh
undang-undang.
6. Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Pelanggaran
HAM
Meski secara perundangan Indonesia telah mengatur
perlindungan HAM, namun dalam praktek kehidupan
210
Negara Hukum Dan Hak Asasi Manusia
kenegaraan masih terjadi praktek pelanggaran HAM. Penyebab
tersebut antara lain:
a. Belum ada kesepahaman tataran konsep
HAM secara universal dan partikularisme.
Aliran universal melihat penegakan HAM
berdasarkan pada sifat universal manusia di dunia.
Karena itu penegakkan HAM hendaknya mengacu pada
pengakuan HAM sebagaimana telah disepakati bersama
dalam Declaration of Human Rights, sehingga tidak ada
lagi kekhususan yang diberlakukan oleh suatu negara
dengan alasan apapun. Masing-masing negara tidak
diperkenankan menafsirkan HAM berdasarkan persepsi
sendiri. Keadaan ini berbeda dengan pandangan kedua
atau partikularisme yang menganggap bahwa HAM harus
dilihat dari beragam perspektif, karena masyarakat dunia
juga beragam, sehingga tidak ada salahnya masing-masing
memberikan penilaian terhadap HAM sesuai dengan
konsep dan pandangan masing-masing negara. Negaranegara berkembang terutama Asia, termasuk Indonesia
sampai dengan masa Orde Baru cenderung menerapkan
paham partikularisme.
b.
Adanya dikotomi antara individualisme
dan kolektivisme.
Hak individu adalah hak yang melekat pada diri
seseorang dan orang lain tidak berhak mencampurinya,
termasuk negara. Aliran kolektif menganggap bahwa hak
kolektif (kewajiban?) harus lebih diutamakan dari pada
kepentingan individu. Karenanya, dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara, hak individu sering dihadapkan
pada hak kolektif, hak kolektif dianggap lebih harus
diutamakan atau diprioritaskan dari pada hak individu.
Hak individu atau hak kolektif kadang dalam posisi yang
211
Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi; Membina Karakter...
tak terpisahkan, misalnya dalam kebebasan beragama dan
beribadah, maka di sana melekat hak individu dan hak
kolektif. Tidaklah adil bila hak atas nama hak kolektif
diutamakan demi kepentingan umum, dan hak individu
tidak diakomodir.
c.
Kurang berfungsinya penegak hukum.
Lembaga penegak hukum di Indonesia dinilai lambat
terhadap penanganan pelanggaran HAM. Meski hal ini
sering dibantah oleh para aparat yang berwenang dalam
menegakkan hukum, namun dari rasa keadilan warga
sebagaimana dihimpun dalam jajak pendapat Kompas 25
Maret 2002, terdapat 61, 2% menyatakan pemutusan
kasus pelanggaran HAM tidak yakin, artinya masih
banyak putusan terhadap pelanggaran HAM yang tidak
memenuhi keadilan masyarakat. Hal ini diperkuat Syahrir,
yang pernah menjabat Ketua Partai Perhimpunan Indonesia, menyoroti masih maraknya korupsi di Indonesia.
Kasus terakhir yang tentang permainan jual beli perkara
seperti kasus Jaksa Urip, meski akhirnya diketahui, serta
pemberhentian Rahmadi sebagai Kajati di Sulawesi yang
akan memeras salah satu Bupati. Semua bantahan
penegak hukum sepertinya justru menjadi bumerang
petugas, karena dengan pembelaan yang asal-asalan
menjadikan alasan tersebut seolah-olah sebagai usaha
menutupi kurang berfungsinya penegak hukum di Indonesia.
d.
Pemahaman belum merata di kalangan
sipil dan militer.
Tindakan militer yang sering bertindak represif
menganggap warga seperti musuh dalam perang, sering
menimbulkan masalah dengan HAM. Kasus orang hilang
atau kasus Munir merupakan salah satu bentuk
212
Negara Hukum Dan Hak Asasi Manusia
penanganan terhadap orang-orang yang dianggap
pengkhianat bangsa adalah salah dalam penanganan,
sehingga menjadi sorotan sebagai kasus pelanggaran
HAM. Di kalangan sipil, masih sering juga terjadi tindakan
anarkis, seperti pembakaran toko, pemerkosaan massal
terhadap etnis tertentu, yang dapat menjurus pada
tindakan pelanggaran HAM. Masyarakat sipil yang sering
mengang gap militer bertindak represif, ternyata
masyarakat sipil juga melakukan, bahkan kadang lebih
br utal dari tentara. Kasus mening galnya tokoh
masyarakat Sumatera Utara yang berstatus ketua Dewan
Perwakilan Rakyat Sumatera Utara meninggal dalam
peristiwa demonstrasi yang dilakukan masyarakat sipil.
Dampak informasi, atau politik berbeda dengan
dampak yang dilakukan militer yang melaksanakan tugas
sampai ada warga negara yang terbunuh. Dalam hal ini
nampak ada usaha menyudutkan tentara, terhadap setiap
tindakan yang menimbulkan korban manusia. Bila korban
terjadi, karena tindakan tentara langsung disorot sebagai
pelanggaran HAM, sedang korban, karena tindakan sipil
dengan cara anarkis tidak disorot sebagai pelanggaran
HAM. Kasus dan fenomena seperti ini perlu diwaspadai,
agar bangsa Indonesia terjebak pada skenario orang asing
atau bangsa Indonesia sendiri yang tidak ingin Indonesia
aman, tenteram, dan damai, hanya karena kepentingan
sesaat pribadi atau kelompok tertentu. Untuk itu, baik
kalangan militer atau sipil hendaknya tidak gegabah
bertindak yang dapat menimbulkan korban manusia,
sehingga citra Indonesia, tidak terus dianggap sebagai
negara dan bangsa yang tidak menghargai HAM, baik itu
anggapan dari individu orang Indonesia sendiri atau
masyarakat internasional yang mengatasnamakan gerakan
perlindungan HAM.
213
Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi; Membina Karakter...
7. Permasalahan HAM di Indonesia
Faktor-faktor penyebab terjadinya pelanggaran HAM,
setidaknya memberikan kontribusi terhadap berbagai masalah
HAM yang terjadi di Indonesia. Belum adanya kesepahaman
tataran konsep HAM secara universal dan partikularisme, masih
sering terjadi perbedaan pendapat diantara pejabat Pemerintah
atau Pemerintah dengan aktivis HAM terhadap kasus-kasus
HAM.
Adanya dikotomi antara individualism dan kolektivisme,
dan kurang berfungsinya penegak hukum, menjadikan hak-hak
individu kurang mendapat perhatian yang seimbang dalam
penanganannya, sehinggga banyak pihak merasa dirugikan dan
kurang mendapat perhatian perlindungan dari pemerintah.
Demikian juga masih adanya pemahaman belum merata di
kalangan sipil dan militer, meski diperlukan tindakan hati-hati,
namun perlu juga diperhatikan bahwa tindakan represif dari
aparat keamanan terhadap warga yang tidak melakukan
perbuatan pidana tidak seharusnya diperlakukan dengan
sewenang-wenang. Sebaliknya bagi masyarakat sipil, dengan
atas nama demokrasi perlu juga diberikan kesadaran bahwa
demokrasi bukan berarti masyarakat bebas berbuat semaunya
sendiri tanpa memperhatikan ketentuan hukum yang berlaku.
Demokrasi selain memberikan kebebasan, juga menuntut semua
pihak untuk dapat saling menghargai hak-hak orang lain, serta
diperlukan kesadaran untuk mengendalikan diri dan mematuhi
peraturan perundang-undangan dari hukum Negara.
Bangsa Indonesia perlu meningkatkan kesadaran bersama
terhadap perlindungan HAM, mengingat masih banyak
permasalahan HAM yang sadar atau tidak sadar masih terjadi
di Indonesia. Menurut Priyanto (2003), berbagai masalah HAM
di Indonesia antara lain, adalah:
214
Negara Hukum Dan Hak Asasi Manusia
a. Banyaknya pelanggaran HAM yang tidak dapat dihukum,
b. Tidak berfungsinya institusi negara yang berwenang dan
wajib menegakan HAM,
c. Penegakan dan kepastian hukum belum dinikmati oleh
masyarakat Indonesia,
d. Penegakan hukum yang tidak adil, tidak tegas, dan masih
diskriminatif,
e. Penanganan perkara korupsi oleh Kejaksaan Agung tidak
secara optimal dipublikasikan secara luas kepada
masyarakat,
f. Besarnya harapan masyarakat terhadap kinerja KPK dan
pengadilan Tipikor untuk menegakan hukum dan
kepastian hukum,
g. Tindakan hukum terhadap pelaku tindak pidana korupsi
seringkali tidak tuntas.
8. Indikator Pelaksanaan dan Pelanggaran HAM
Pelaksanaan praktik kenegaraan dalam melindungi HAM
menur ut Lukman Sutrisno (Dirjen Dikdasmen, 2004)
menunjukkan beberapa indikator antara lain:
a. Dalam bidang politik, berupa kemauan pemerintah dan
masyarakat untuk mengakui pluralisme pendapat dan
kepentingan dalam masyarakat,
b. Dalam bidang sosial berupa, perlakuan sama dalam
hukum bagi setiap orang, toleransi dalam masyarakat
terhadap perbedaan atau latar belakang agama, dan ras
warga negara,
c. Dalam bidang ekonomi, tidak adanya monopoli dalam
sistem ekonomi yang berlaku.
Meskipun perlindungan HAM telah diupayakan dengan
penetapan berbagai peraturan, dalam kehidupan sehari-hari
masih sering terjadi pelanggaran HAM di berbagai belahan
215
Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi; Membina Karakter...
dunia. Beberapa indikator masih terjadinya pelanggaran HAM
menurut Mulyana W. Kusumah (Dirjen Dikdasmen, 2004),
antara lain:
a. Pembunuhan besar-besaran,
b. Rasialisme resmi,
c. Teroris berskala besar,
d. Pemerintahan otoriter,
e. Penolakan secara sadar untuk memenuhi kebutuhan
dasar manusia,
f. Perusakan lingkungan,
g. Kejahatan-kejahatan perang.
9. Sikap Positif Upaya Penegakan HAM
Seiring dengan perkembangan dunia, maka tuntutan untuk
menegakkan HAM lebih sering dikumandangkan, bahkan
instrumen HAM sering dijadikan indikator untuk kerjasama antar
negara. Isu-isu internasional yang sering dikaitkan dengan
kebijakan negara berkembang serta pelaksanaan HAM yang
bersifat partikularisme memberikan aspirasi dan dorongan bangsa
Indonesia kembali menegaskan diri akan komitmen untuk
melaksanakan perlindungan HAM lebih kongkrit. Sikap positif
upaya Indonesia menegakan HAM di dalam negeri antara lain:
a. Penetapan Komnas HAM
Pada masa Presiden Suharto melalui Kepres No. 50
Tahun 1993, menetapkan pembentukan Komnas HAM.
Keberadaan Komnas HAM ditegaskan kembali pada
Pemerintahan Presiden B.J. Habibi, dalam UU No. 39
Tahun 1999. Dengan pengaturan Komnas HAM secara
lebih tegas dan rinci, Komnas HAM lebih mendapat
penegasan kembali, dengan penegasan tujuan, fungsi, dan
kewenangannya.
216
Negara Hukum Dan Hak Asasi Manusia
1)
Tujuan Komnas HAM
Tujuan dibentuknya Komnas HAM adalah:
a) Membantu pengembagan yang kondusif bagi
pelaksanaan hak asasi manusia
b) Meningkatkan perlindungan dan penegakan hak
asasi manusia guna berkembangnya pribadi
manusia Indonesia seutuhnya dan kemampuan
berpartisipasi dalam berbagai bidang kehidupan.
2)
Fungsi Komnas HAM
Untuk melaksanakan tujuan tersebut, Komnas
HAM dipertegas dalam fungsinya sebagai berikut:
a) Fungsi pengkajian dan penelitian
Dalam melaksanakan fungsi pengkajian dan
penelitian Komnas HAM berwenang:
• Melakukan pengkajian dan penelitian
berbagai instrumen internasional dengan
tujuan memberikan saran-saran mengenai
kemungkinan-kemungkinan aksesi dan
ratifikasi,
• Melakukan pengkajian dan penelitian
berbagai peraturan perundang-undangan
untuk memberikan rekomendasi mengenai
pembentukan perubahan dan pencabutan
peraturan per undang-undangan dan
berkaitan dengan hak asasi manusia.
b) Fungsi penyuluhan:
Dalam melaksanakan fungsi penyuluhan,
Komnas HAM berwenang:
• Menyebarluaskan wawasan mengenai hak
asasi manusia kepada masyarakat Indonesia,
217
Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi; Membina Karakter...
• Meningkatkan kesadaran masyarakat tentang
hak asasi manusia melalui lembaga
pendidikan formal dan non formal serta
kalangan lainnya,
• Kerja sama dengan organisasi, lembaga atau
pihak lain baik tingkat nasional, regional
maupun internasional dalam bidang hak asasi
manusia.
c)
Fungsi pemantauan:
Untuk melaksanakan fungsi pemantauan,
Komnas HAM berwenang:
• Pengamatan hak asasi manusia dan
penyusunan laporan hasil pengamatan
tersebut,
• Penyelidikan dan pemeriksaan terhadap
peristiwa yang timbul dalam masyarakat yang
patut diduga terhadap pelanggaran hak asasi
manusia,
• Pemanggilan kepada pihak pengadu atau
korban maupun pihak yang diadukan untuk
dimintai atau didengar keterangannya,
• Pemanggilan saksi untuk dimintai dan
didengar kesaksiannya dan kepada saksi
pengadu diminta menyerahkan bukti yang
diperlukan,
• Peninjauan di tempat kejadian dan tempat
lainnya yang dianggap perlu,
• Pemanggilan terhadap pihak terkait untuk
memberikan keterangan secara tertulis atau
menyerahkan dokumen yang diperluan sesuai
dengan aslinya dengan persetujuan Ketua
Pengadilan,
218
Negara Hukum Dan Hak Asasi Manusia
• Pemeriksaan setempat terhadap rumah,
pekarangan, bangunan dan tempat lainnya
yang diduduki atau dimiliki pihak tertentu
dengan persetujuan Ketua Pengadilan,
• Pemberian pendapat berdasarkan persetujuan
Ketua Pengadilan terhadap perkara tertentu
yang sedang dalam proses peradilan,
bilamana dalam perkara tersebut terdapat
pelang garan hak asasi manusia dalam
masalah publik dan acara pemeriksaan oleh
pengadilan yang kemudian pendapat Komnas
HAM tersebut wajib diberitahukan oleh
hakim kepada para pihak.
d) Fungsi mediasi
Untuk melaksanakan fungsi mediasi, Komnas
HAM berwenang:
• Melakukan perdamaian kedua belah pihak
• Melakukan penyelesaian perkara melalui cara
konsultasi, negosiasi, konsiliasi, dan penilaian
ahli,
• Melakukan pemberian saran kepada para
pihak untuk menyelesaikan sengketa melalui
pengadilan,
• Melakukan penyampaian rekomendasi atas
kasus pelanggaran hak asasi manusia kepada
pemerintah untuk ditindak lanjuti
penyelesaiannya,
• Melakukan penyampain rekomendasi atas
suatu kasus pelanggaran hak asasi manusia
kepada DPR RI untuk ditindak lanjuti.
219
Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi; Membina Karakter...
10. Pembentukan Komisi Nasional Anti Kekerasan
terhadap Perempuan
Komisi ini dibentuk berdasarkan Kepres No. 181 Tahun
1998. Pembentukan komisi ini sebagai upaya mencegah
terjadinya dan penghapusan segala bentuk kekerasan terhadap
perempuan.
Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan ini
bersifat independen dan bertujuan:
a. Penyebarluasan pemahaman tentang bentuk kekerasan
terhadap perempuan,
b. Mengembangkan kondisi yang kondusif bagi
penghapusan bentuk kekerasan terhadap perempuan,
c. Meningkatkan upaya pencegaha dan penanggulangan
segala bentuk kekerasan terhadap perempuan dan hak
asasi perempuan.
Dalam rangka mewujudkan tujuan Komisi Nasional Anti
Kekerasan terhadap Perempuan memiliki kegiatan sebagai
berikut:
1) Penyebarluasan
pemahaman,
pencegahan,
penanggulangan, penghapusan segala bentuk kekerasan
terhadap perempuan,
2) Pengkajian dan penelitian terhadap berbagai instrumen
PBB mengenai perlindungan hak asasi manusia terhadap
perempuan,
3) Pemantauan dan penelitian segala bentuk kekerasan
terhadap perempuan dan memberikan pendapat, saran
dan pertimbangan kepada pemerintah,
4) Penyebarluasan hasil pemantauan dan penelitian atas
terjadinya kekerasan terhadap perempuan kepada
masyarakat,
220
Negara Hukum Dan Hak Asasi Manusia
5) Pelaksanaan kerja sama regional dan internasional dalam
upaya pencegahan dan penanggulangan kekerasan
terhadap perempuan.
11. Pengadilan HAM
Pengadilan HAM dibentuk berdasarkan UU No. 26 Tahun
2000, yang berwenang memutus perkara pelanggaran HAM
berat seperti kejahatan genoside dan kejahatan terhadap
kemanusiaan.
Kejahatan genoside merupakan perbuatan yang dilakukan
dengan maksud menghancurkan atau memusnahkan seluruh
atau sebagian kelompok bangsa, ras, kelompok etnis, kelompok
agama dengan cara:
a. Membunuh anggota kelompok,
b. Mengakibatkan penderitaan fisik maupun mental yang
berat terhadap anggota-anggota kelompok,
c. Menciptakan kondisi kehidupan kelompok yang
mengakibatkan kemusnahan fisik baik seluruh atau
sebagian,
d. Memaksakan tindakan-tindakan yang bertujuan mencegah
kelahiran di dalam kelompok,
e. Memindahkan secara paksa anak-anak dari kelompok
tertentu ke kelompok lain.
Kejahatan kemanusiaan merupakan perbuatan yang
dilakukan sebagai bagian dari serangan yang meluas atau
sistematik yang diketahuinya bahwa serangan tersebut ditujukan
secara langsung terhadap penduduk sipil. Kejahatan terhadap
kemanusiaan berupa:
a. Pembunuhan,
b. Pemusnahan,
c. Perbudakan,
d. Pengusiran dan pemindahan penduduk secara paksa,
221
Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi; Membina Karakter...
e. Perampasan kemerdekaan fisik lain secara sewenangwenang yang melanggar ketentuan pokok hukum
internasional,
f. Penyiksaan,
g. Perkosaan, perbudakan seksual, pelacuran secara paksa,
pemaksaan kehamilan, pemandulan atau sterilisasi secara
paksa atau bentuk-bentuk kekerasan seksual lain yang
setara,
h. Penganiayaan terhadap suatu kelompok tertentu atau
perkumpulan yang didasari persamaan paham politik, ras,
kebangsaan, etnis, budaya, agama, jenis kelamin, atau
alasan lain yang telah diakui secara universal sebagai hal
yang dilarang menurut hukum internasional,
i. Menghilangkan seseorang secara paksa,
j. Kejahatan apartheid.
12. Peran dan partisipasi masyarakat
Partisipasi masyarakat, seperti Lembaga Sosial Masyarakat
(LSM) yang programnya terfokus pada Demokrasi dan
pengembangan HAM dapat memberikan laporan terjadinya
pelanggaran HAM. Partsipasi masyarakat dapat berbentuk
sebagai berikut:
a. Setiap orang, kelompok, atau organisasi politik, sosial
atau LSM berhak berpartisipasi dalam perlindungan,
penegakan, dan pemajuan hak asasi manusia,
b. Masyarakat juga berhak menyampaikan laporan atas
terjadinya pelanggaran hak asasi manusia kepada
Komnas HAM atau lembaga lain yang berwenang dalam
rangka perlindungan, penegakan, dan pemajuan hak asasi
manusia,
c. Masyarakat berhak mengajukan usulan mengenai
perumusan dan kebijakan yang berkaitan dengan hak asasi
manusia kepada Komnas HAM atau lembaga lainnya,
222
Negara Hukum Dan Hak Asasi Manusia
d. Masyarakat dapat bekerja sama dengan Komnas HAM
melakukan penelitian, pendidikan, dan penyebarluasan
informasi mengenai hak asasi manusia.
E. Upaya Penegakan terhadap Hukum dan HAM
Upaya penegakan HAM dalam RPJP menjadi satu kebijakan
dalam penegakan demokrasi yang berdasar hukum, sebagaimna
telah disebut di bagian demokrasi, sedang pengakan hukum dan
HAM dalam RPJM secara lebih rinci diatur dan diarahkan sebagai
berikut:
1. Permasalahan
Berbagai permasalahan yang diangkat sebagai issue dalam
RPJM adalah:
a. Masih banyaknya pelanggaran HAM,
b. Banyaknya pelang garan HAM yang tidak dapat
bertanggung jawab dan tidak dapat dihukum (imunitas),
c. Tidak berfungsinya institusi-institusi negara yang
berwenang dan wajib menegakan HAM,
d. Penegakan hukum dan kepastian hukum belum dinikmati
oleh masyarakat Indonesia,
e. Penegakan hukum yang tidak adil, tidak tegas dan
diskriminatif,
f. Penanganan perkara korupsi oleh Kejaksaan Agung
selama kurun waktu 2001-2004 tidak secara optimal
terinformasikan secara luas kepada masyarakat,
g. Besarnya harapan masyarakat dan tuntutan terhadap
kinerja Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan
Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) untuk
menegakan hukum dan kepastian hukum,
h. Tindakan hukum terhadap pelaku tindak pidana korupsi
seringkali tidak tuntas.
223
Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi; Membina Karakter...
2. Sasaran
Untuk mendukung upaya penghormatan dan pemenuhan
serta penegakan terhadap hukum dan hak asasi manusia, sasaran
ke depan adalah dilaksanakannya berbagai langkah-langkah
Rencana Aksi yang terkait dengan penghormatan, pemenuhan
dan penegakan terhadap hukum dan hak asasi manusia antara
lain Rencana Aksi HAM 2004-2009.
3. Arah Kebijakan
Upaya penghormatan dan pemenuhan serta penegakan
terhadap hukum dan hak asasi manusia, diarahkan pada
kebijakan untuk meningkatkan pemahaman dan menciptakan
penegakan dan kepastian hukum yang konsisten terhadap HAM,
perlu yang adil dan tidak diskriminatif dengan langkah-langkah:
a. Meningkatkan upaya pemajuan, perlindungan,
penegakan, pemenuhan dan penghormatan hak asasi
manusia,
b. Menegakan hukum secara adil, konsekuen, tidak
diskriminatif, dan memihak kepada rakyat kecil,
c. Menggunakan nilai-nilai budaya daerah sebagai salah satu
sarana untuk mewujudkan terciptanya kesadaran hukum
masyarakat,
d. Meningkatkan kerjas sama yang har monis antara
kelompok atau golongan dalam masyarakat, agar mampu
saling memahami dan menghormati keyakinan dan
pendapat masing-masing,
e. Memperkuat dan melakukan konsolidasi demokrasi.
4. Program penegakan hukum dan Hak Asasi Manusia
Program penegakan hukum dan hak asasi manusia
bertujuan untuk melakukan tindaka preventif dan korektif
terhadap penyimpangan kaidah hukum, norma sosial dan
pelanggaran hak asasi manusia yang terjadi di dalam proses
224
Negara Hukum Dan Hak Asasi Manusia
penyelenggaraan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara. Untuk menegakan hukum dan hak asasi manusia
harus dilakukan secara tegas, tidak diskriminatif, serta
konsisten. Kegiatan-kegiatan pokok meliputi:
a. Penguatan upaya pemberantasan korupsi, melalui
Rencana Aksi Pemberantasan Korupsi. Penguatan
pelaksanaan Rencana Aksi Nasional Hak Asasi Manusia,
Penghapusan Eksploitasi Seksual Komersial Anak,
Rencana Aksi Nasional Penghapusan Bentuk-bentuk
Pekerjaan Terburuk untuk Anak dan Program Nasional
Bagi Anak Indonesia,
b. Pelaksanaan Rencana Aksi Nasional Hak Asasi Manusia
sebagai gerakan nasional,
c. Peningkatan penegakan hukum terhadap pemberantasan
tindak pidana terorisme dan penyalahgunaan narkotika
serta obat berbahaya lainnya,
d. Peningkatan efektivitas dan penguatan lembaga/institusi
hukum maupun lembaga yang fungsi dan tugasnya
mencegah dan memberantas korupsi,
e. Menegakan efektivitas dan penguatan lembaga/institusi
hukum maupun lembaga yang fungsi dan tugasnya
menegakan hak asasi manusia,
f. Peningkatan upaya-upaya penghormatan persamaan
setiap warga negara di depan hukum, melalui keteladanan
Kepala Negara dan pimpinan lainnya untuk mematuhi
hukum dan hak asasi manusia secara konsisten dan
konsekuen,
g. Penyelenggaraan audit regular atas kekayaan seluruh
dasar dalam rangka mewujudkan proses hukum yang
sederhana, cepat, tepat dan dengan biaya yang terjangkau
oleh semua lapisan masyarakat,
h. Peningkatan berbagai kegiatan operasional penegakan
hukum dan hak asasi manusia dalam menyelenggarakan
225
Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi; Membina Karakter...
ketertiban sosial, agar dinamika masyarakat dapat berjalan
dengan sewajarnya,
i. Pembenahan sistem manajemen penanganan perkara
yang menjamin akses public, pengembangan sistem
pengawasan yang transparan dan akuntabel,
j. Pengembangan sistem manajemen kelembagaan hukum
yang transparan,
k. Penyelamatan bahan bukti akuntabilitas kinerja yang
berupa dokumen/arsip lembaga Negara dan badan
pemerintahan untuk mendukung penegakan hukum dan
hak asasi manusia,
l. Peningkatan koordinasi dan kerja sama yang menjamin
efektivitas penegakan hukum dan hak asasi manusia,
m. Pembaruan materi hukum yang terkait dengan
pemberantasan korupsi,
n. Peningkatan pengawasan terhadap lalu lintas orang yang
melakukan perjalanan baik keluar maupun masuk wilayah
Indonesia,
o. Peningkatan fungsi intelijen agar aktivis terorisme dapat
dicegah pada tahap yang sangat dini, serta meningkatkan
berbagai operasi keamanan dan ketertiban,
p. Peningkatan penanganan dan tindakan hukum terhadap
penyalahgunaan narkotika dan obat berbahaya melalui
identifikasi dan memutus jaringan peredarannya,
peningkatan penyidikan, penyelidikan, penuntutan, serta
menghukum para pengedar secara maksimal.
226
BAB VI
WARGA NEGARA INDONESIA
A. Istilah dan Pengertian Warga Negara
Istilah warga negara jika ditelusuri dari bahasa Inggris adalah
berasal dari kata “citizen”, berarti warga negara atau warga kota.
Citizen diturunkan dari istilah masa klasik, yaitu berasal dari kata
“civitas”(Yunani), kemudian berkembang menjadi “civitatus”
(Romawi), tumbuh ke dalam istilah Prancis “citoyen” dari kata “cite”,
yang pada abad ke 12 menumbuhkan gagasan “citeaine”, bahkan
pada abad ke 13 muncul pula gagasan “comcitien”. (Arthur dan
Davies, 2008). Menarik untuk dicatat dalam Social Contract dari
Rousseau (1762) yang mengemukakan kekeliruan umum terhadap
istilah “townsman” dengan “citizen”. Rousseau menegaskan bahwa
‘rumah-rumah membuat kota kecil (town), tetapi para warga kota
membuat kota besar’ (city)
Warga negara diartikan dengan orang-orang sebagai bagian
dari penduduk yang menjadi unsur negara. Sebagai unsur hakiki
atau unsur pokok dari suatu negara, status kewarganegaraan
menimbulkan hubungan timbal balik, antara warga negara dan
negaranya. Setiap waga negara memiliki hak dan kewajiban
melindungi kepada setiap warga negaranya. Pengaturan pertama
tentang warga negara Indonesia diatur dalam UUD 1945
Amandemen, yang diatur dalam pasal 26 ayat (1): Yang menjadi
warga negara ialah orang-orang Indonesia asli dan orang-orang
bangsa asing lain yang disahkan dengan undang-undang sebagai
warga negara. Perubahan untuk ayat (2) dan (3) dilakukan tahun
227
Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi; Membina Karakter...
2000, yang berbunyi: Penduduk adalah warga negara Indonesia
dan orang asing yang bertempat tinggal di Indonesia. Hal-hal
mengenai warga negara dan penduduk diatur dengan undangundang.
Pentingnya warga negara sebagai salah satu unsur pokok
negara sangat disadari oleh bangsa Indonesia sehingga peraturan
tentang warga negara adalah termasuk salah satu undang-undang
yang perlu segera diwujudkan. Hal ini dibuktikan dengan
dikeluarkannya Undang-Undang No. 3 Tahun 1946 tentang Warga
Negara, Penduduk Negara, yang ditetapkan tanggal 10 April 1946,
dalam situasi negara yang belum stabil. Menurut Pasal 1 UU No.
3/1946, yang dimaksud dengan warga negara Indonesia adalah:
1. Orang asli dalam daerah Negara Indonesia
2. Orang yang tidak masuk golongan tersebut di atas, akan
tetapi turunan dari seorang dari golongan itu, yang lahir dan
bertempat kedudukan dan kediaman di dalam daerah Negara
Indonesia dan bukan orang turunan seorang dari golongan
termaksud, yang lahir dan bertempat kedudukan dan
kediaman selama sedikitnya 5 tahun berturut-turut, yang
paling akhir di dalam daerah Negara Indonesia, yang telah
berumur 21 tahun, atau lebih, atau yang telah kawin, kecuali
jika ia menyatakan keberatan menjadi Warga Negara Indonesia, karena ia adalah warga Negara lain.
3. Orang yang mendapat kewargaan Negara Indonesia dengan
cara naturalisasi
4. Anak yang sah atau diakui dengan cara sah oleh bapaknya,
yang pada waktu lahirnya bapaknya mempunyai kewargaan
Negara Indonesia
5. Anak yang lahir setelah bapaknya, yang mempunyai
kewargaan Negara Indonesia, meninggal dunia
6. Anak yang hanya oleh ibunya diakui dengan cara yang sah,
yang pada waktu lahirnya mempunyai kewargaan Negara
Indonesia
228
Warga Negara Indonesia
7. Anak yang diangkat dengan cara sah oleh seorang Warga
Negara Indonesia
8. Anak yang lahir dalam daerah Negara Indonesia, yang oleh
bapak maupun ibunya tidak diakui dengan cara sah
9. Anak yang lahir di dalam daerah Negara Indonesia, yang
tidak diketahui siapa orang tuanya atau kewarganegaraan
orang tuanya.
Di samping pengertian warga negara pasal 14 UU No. 3/1946
juga mengatur tentang penduduk, menyatakan: Ayat (1) Penduduk
Negara Indonesia ialah tiap-tiap orang yang bertempat
berkedudukan di dalam daerah Negara Indonesia selama satu tahun
berturut-turut. Ayat (4), menyatakan: Anak yang belum berumur
21 tahun dan belum kawin dianggap sebagai penduduk Negara
Indonesia, jika bapak atau walinya mempunyai kedudukan
penduduk Negara Indonesia.
Dalam perkembangan berlakunya UUDS 1950, pengaturan
tentang warga negara, ditetapkan UU No. 62 Tahun 1958 tentang
Kewarganegaraan Republik Indonesia, menetapkan orang-orang
yang menjadi Warganegara Republik Indonesia pada dasarnya sama
dengan UU No. 3/1946, kecuali pasal 1 bagian (a) bahwa
Warganegara Republik Indonesia ialah orang-orang yang
berdasarkan perundang-undangan dan/atau perjanjian atau
peraturan-peraturan yang berlaku sejak Proklamasi 17 Agustus
1945 sudah menjadi warganegara Republik Indonesia. Pengertian
Warganegara Indonesia juga dipertahankan dalam UU No. 3 Tahun
1976, yang merubah pasal 18 UU No. 62/1958, tentang peubahan
pasal 18 Undang-Undang No. 62 Tahun 1958 tentang
Kewarganegaraan Republik Indonesia, yaitu seseorang yang
kehilangan kewarganegaraan, karena tinggal di luar negeri dapat
memperoleh kembali berdasarkan Kartu Izin masuk dan
menyatakan keterangan, untuk itu harus dinyatakan kepada
Pengadilan Negeri dari tempat tinggalnya dalam 1 tahun setelah
orang itu bertempat tinggal di Indonesia.
229
Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi; Membina Karakter...
B. Asas Kewarganegaraan
Warga negara merupakan anggota sebuah negara yang
mempunyai tanggung jawab dan hubungan timbal balik terhadap
negara. Seseorang diakui sebagai warga negara dalam sebuah negara
haruslah memenuhi ketentuan sebagaimana diatur oleh negara,
siapa saja yang menjadi warga negara. Ketentuan tentang
kewarganegaraan pada umumnya juga menentukan asas dasar
untuk menentukan kewarganegaraan seseorang. Penerapan asas
kewarganegaraan dikenal dengan dua pedoman, yaitu asas
kewarganegaraan berdasarkan kelahiran dan asas kewarganegaraan
berdasarkan perkawinan.
1. Asas Kewarganegaraan Berdasarkan Kelahiran
Penentuan kewarganegaraan berdasarkan asas kelahiran
dibedakan menjadi 2 asas yaitu:
a. Ius soli, adalah penentuan kewarganegaraan kepada anak
yang baru lahir didasarkan pada tempat anak tersebut
dilahirkan. Dasar pemikiran ini adalah karena anak lahir
di wilayah suatu negara, maka realitas dan logis, bila anak
yang lahir di negara tempat ia dilahirkan, anak tersebut
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari negara itu
sendiri, sehingga anak yang baru lahir itu otomatis
menjadi warga negara di negara anak tersebut dilahirkan.
b. Ius sanguinis, adalah penentuan kewarganegaraan kepada
anak yang baru lahir berdasarkan warga negara orang
tuanya, karena hubungan darah. Dasar pemikiran ini
adalah bahwa anak tidak mungkin dipisahan dari warga
negara orang tuanya. Jadi sesuatu yang manusiawi bahwa
anak sebelum usia dewasa selalu dekat dengan kedua
orang tuanya baik secara fisik maupun secara sosial
emosional.
Dalam praktik penerapan kedua asas ini, negara-negara
yang menjunjung hak-hak asasi manusia cenderung menerapkan
230
Warga Negara Indonesia
kedua asas tersebut, dengan tujuan untuk menghindari
permasalahan seseorang, karena tindakan atau keberadaan dan
aturan hukum orang tuanya, anak yang dilahirkan menjadikan
seorang anak tidak mempunyai kewarganegaraan. Hal ini terkait
dengan kelahiran anak yang pada dasarnya diakui, yang memiliki
harkat, derajat dan martabat yang sama dan perlu mendapatkan
perlindungan. Negara-negara yang melaksanakan asas ini,
seperti Amerika Serikat, Inggris, Perancis, dan Indonesia
termasuk negara-negara yang menghormati kedua asas tersebut.
Negara yang telah padat penduduknya, ada kecenderungan
melindungi warga negaranya sendiri, sehingga dalam
pewarganegaraan karena kelahiran, hanya memberlakukan asas
ius sanguinis. Negara yang ketat menerapkan asas ini adalah
Jepang dan Cina.
Dengan perkembangan ilmu dan teknologi yang menjadikan
manusia dengan mudah pergi dan pindah dari satu negara ke
negara lain, seperti era globalisasi sekarang, dua asas kelahiran
ini ternyata dapat menimbulkan permasalahan kewarganegaraan
seperti apatride dan bipatride.
a. Apatride adalah seseorang karena kelahirannya, tidak
memiliki kewarganegaraan. Hal ini terjadi bila anak yang
baru lahir itu dilahirkan di negara yang menganut asas
ius sanguinis, sedang kedua orang tuanya menganut asas
kelahiran kewarganegaraan ius soli. Sehingga anak yang
baru lahir, tidak memperoleh kewarganegaraan dari
negara orang tuanya, sebaliknya karena anak tersebut
tidak mendapatkan kewarganegaraan di negara ia lahir
karena orang tuanya bukan warga negara dimana ia
dilahirkan.
b. Bipatride adalah seseorang yang karena kelahirannya
memperoleh dua kewarganegaraan. Keadaan ini dapat
terjadi karena anak yang dilahirkan di luar negeri dalam
negara yang menggunakan asas ius soli, sedang kedua or231
Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi; Membina Karakter...
ang tuanya berasal dari negara dengan asas ius sanguinis.
Dengan kelahiran tersebut anak yang baru lahir dicatat
sebagai warga negara di negara tempat ia dilahirkan, tetapi
anak tersebut juga mendapatkan kewarganegaraan dari
negara orang tuanya, karena anak tersebut merupakan
garis keturunan dari kedua orang tuanya.
2. Asas Kewarganegaraan dari Perkawinan
Ikatan perkawinan selalu bercita-cita untuk mewujudkan
kesejahteraan bersama, tetapi pada sisi lain, karena perkawinan
juga harus tetap menghargai persamaan derajat antara laki-laki
dan perempuan, sehingga tidak dibenarkan adanya pemaksaan
kehendak dari satu pihak kepada pihak lain terhadap pilihan
warga negara yang dianut. Dari sisi perkawinan, maka
kewarganegaraan dapat menganut asas kesamaan hukum dan
asas persamaan derajat sesama manusia.
a. Asas kesatuan hukum, bahwa asas yang memberikan
kebebasan kepada pihak-pihak yang melangsungkan
perkawinan untuk memutuskan pilihan hukum yang
sama, sehingga dalam satu ikatan keluarga, tidak terjadi
perbedaan atau pertentangan hukum di antara keduanya.
b. Asas persamaan derajat, adalah asas yang memberikan
kebebasan kepada suami isteri yang berlainan status
pewarganegaraannya untuk mempertahankan status
warga negara yang dimiliki, atas dasar persamaan derajat
antar laki-laki dan perempuan. Dengan kata lain bahwa
perkawinan tidak menjadikan seseorang akan kehilangan
kewarganegaraannya, meskipun perkawinan tersebut
dilakukan oleh laki-laki dan perempuan dari warga negara
yang berbeda.
3. Pewarganegaraan
Dalam menentukan siapa yang menjadi warga negara dan
proses mendapatkan warga negara dalam suatu negara, masing232
Warga Negara Indonesia
masing negara menentukan syarat dan prosedur sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Walaupun ada negara yang menerapkan asas Ius Soli, Ius Sanguinis atau menerapkan keduanya dalam melindungi warga
negaranya yang kemungkinan melahirkan anaknya di wilayah
Negara ius soli, seseorang yang apatride atau tidak memiliki warga
negara, karena kelahirannya, seseorang dapat memperoleh
kewarganegaraan dengan cara pewarganegaraan (naturalisasi),
atau permohonan untuk menjadi warga negara dari suatu negara
tertentu.
Dalam keterkaitannya dengan per masalahan
kewarganegaraan, seseorang dapat melakukan tindakan aktif,
yang dikenal sebagai hak seseorang untuk mendapatkan
kewarganegaraan. Hak seseorang untuk mendapatkan
kewarganegaraan dari suatu negara yang dikehendaki dikenal
dengan hak opsi. Hak opsi dapat dilakukan seseorang, utamanya
bagi yang apatride atau yang tidak memiliki kewarganegaraan.
Untuk hak yang sifatnya berlawanan dengan hak mendapatkan
kewarganegaraan adalah hak untuk menolak menjadi warga
negara suatu negara yang dikenal dengan hak repudiasi. Hak ini
dapat dilakukan oleh seseorang untuk melepaskan salah satu
status kewarganegaraan, karena seseorang berstatus bipatride
atau kewarganegaraan ganda.
C. Warga Negara Indonesia
Masalah pengaturan Kewarganegaraan Era Reformasi telah
ditetapkan UU No. 12 Tahun 2006. Hal-hal utama diatur dalam
UU ini antara lain, warga negara, asas penyusunan UU, asas
kewarganegaraan, Warga Negara Indonesia, cara mendapatkan
kewarganegaraan Indonesia, kehilangan kewarganegaraan, serta
hak dan kewajiban warga negara.
233
Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi; Membina Karakter...
1. Warga Negara Berdasarkan UU No. 12 Tahun 2006
Menurut Undang-Undang RI No. 12 Tahun 2006, yang
dimaksud Warga Negara Indonesia adalah orang-orang bangsa
Indonesia asli dan orang-orang bangsa lain yang disahkan
dengan undang-undang sebagai warga negara. Warga Negara
Indonesia tersebut adalah:
a. Setiap orang yang berdasarkan peraturan perundangundangan dan/atau berdasarkan perjanjian Pemerintah
Republik Indonesia dengan negara lain, sebelum UndangUndang ini berlaku sudah menjadi Warga Negara Indonesia,
b. Anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang
ayah dan ibu Warga Negara Indonesia,
c. Anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang
ayah Warga Negara Indonesia dan ibu warga negara asing,
d. Anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang
ayah warga negara asing dan ibu Warga Negara Indonesia,
e. Anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang
ibu Warga Negara Indonesia, tetapi ayahnya tidak
mempunyai kewarganegaraan atau hukum asal ayahnya
tidak memberikan kewarganegaraan kepada anak
tersebut,
f. Anak yang lahir dalam tenggang waktu 300 hari setelah
ayahnya meninggal dunia dari perkawinan yang sah dan
ayahnya Warga Negara Indonesia,
g. Anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang
ibu Warga Negara Indonesia,
h. Anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang
ibu warga negara asing yang diakui oleh seorang ayah
Warga Negara Indonesia sebagai anaknya dan pengakuan
itu dilakukan sebelum anak tersebut berusia 18 tahun
atau belum nikah,
234
Warga Negara Indonesia
i. Anak yang lahir di wilayah Negara Republik Indonesia
yang pada waktu lahir tidak jelas status kewarganegaraan
ayah dan ibunya,
j. Anak yang baru lahir di wilayah Negara Republik Indonesia selama ayah dan ibunya tidak diketahui,
k. Anak yang baru lahir di wilayah Negara Republik Indonesia, apabila ayahnya dan ibunya tidak mempunyai
kewarganegaraan atau tidak diketahui keberadaannya,
l. Anak yang dilahirkan di luar wilayah Negara Republik
Indonesia dari seorang ayah dan ibu Warga Negara Indonesia yang karena ketentuan dari negara tempat anak
tersebut dilahirkan tidak memberikan kewarganegraan
kepada anak yang bersangkutan,
m. Anak dari seorang ayah atau ibu yang telah dikabulkan
permohonan kewarganegaraannya kemudian ayah atau
ibunya meninggal dunia sebelum mengucapkan sumpah
atau menyatakan janji setia.
2. Asas Penyusunan UU No. 12 Tahun 2006
Beberapa asas dianut dalam penyusunan UU No. 12/2006,
adalah:
a. Asas kepentingan nasional, adalah asas yang menentukan
bahwa peraturan kewarganegaraan mengutamakan
kepentingan nasional Indonesia, yang bertekad
mempertahankan kedaulatan sebagai Negara kesatuan
yang memiliki cita-cita dan tujuannya sendiri,
b. Asas perlindungan maksimum, adalah asas yang
menentukan bahwa pemerintah wajib memberikan
perlindungan penuh kepada setiap warga Negara Indonesia dalam keadaan apapun baik di dalam maupun di
luar negeri,
c. Asas persamaan di dalam hukum dan pemerintahan
adalah asas yang menentukan bahwa setiap WNI
235
Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi; Membina Karakter...
d.
e.
f.
g.
h.
mendapatkan perlakuan yang sama di dalam hukum dan
pemerintahan,
Asas kebenaran substansif adalah prosedur
pewarganegaraan seseorang tidak hanya bersifat administratif, tetapi juga disertai substansi dan syarat-syarat
per mohonan yang dapat dipertanggungjawabkan
kebenarannya,
Asas nondiskriminatif adalah asas yang tidak
membedakan perlakuan dalam segala hal ikhwal yang
berhubungan dengan warganegara atas dasar suku, ras,
agama, golongan, jenis kelamin dan gender,
Asas pengakuan dan penghormatan terhadap hak asasi
manusia adalah asas yang dalam segala hal ikhwal yang
berhubungan dengan warga negara harus menjamin,
melindungi, dan memuliakan hak asasi manusia pada
umumnya dan hak warga negara pada khususnya,
Asas keterbukaan adalah asas yang menentukan bahwa
dalam segala hal ikhwal yang berhubungan dengan warga
negara harus dilakukan secara terbuka,
Asas publisitas adalah asas yang menentukan bahwa
seseorang yang memperoleh atau kehilangan
kewarganegaraan RI diumumkan dalam Berita Negara agar
masyarakat mengetahuinya.
3. Asas-asas yang Dianut dalam UU No. 12 Tahun 2006
Berkenaan dengan status kewarganegaraan Indonesia pada
dasarnya Indonesia tidak mengenal kewarganegaraan ganda, atau
membiarkan seseorang di Indonesia tidak memiliki
kewarganegaraan sama sekali. Asas yang dianut Indonesia adalah
dalam antisipasi kedua permasalahan bipatride dan apatride.
Asas-asas tersebut adalah:
236
Warga Negara Indonesia
a. Asas ius sanguinis (law of the blood)
Asas yang menentukan kewarganegaraan seseorang
berdasarkan keturunan, bukan berdasarkan negara
tempat kelahiran.
b. Asas ius soli (law of the soil)
Asas yang menentukan kewarganegaraan seseorang
berdasarkan negara tempat kelahiran, yang diberlakukan
terbatas bagi anak-anak sesuai dengan ketentuan yang
diatur dalam UU ini.
c. Asas kewarganegaraan tunggal
Asas yang menentukan satu kewarganegaraan bagi setiap
orang.
d. Asas kewarganegaraan ganda terbatas
Asas yang menentukan kewarganegaraan ganda bagi
anak-anak sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam
UU ini.
4. Syarat dan Tata Cara Memperoleh Kewarganegaraan Indonesia
Persyaratan untuk memperoleh kewarganegaraan RI
sebagaimana diatur dalam UU No. 12/2006 adalah:
a. Telah berusia 18 tahun atau sudah menikah,
b. Pada waktu mengajukan permohonan sudah bertempat
tinggal di wilayah Negara RI paling singkat 5 tahun
berturut-turut atau paling singkat 10 tahun tidak berturutturut,
c. Sehat jasmani dan rohani,
d. Dapat berbahasa Indonesia serta mengakui dasar Negara
Pancasila dan konstitusi UUD 1945,
e. Tidak pernah dijatuhi pidana karena melakukan tindak
pidana yang diancam dengan pidana penjara 1 tahun atau
lebih,
237
Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi; Membina Karakter...
f. Jika dengan memperoleh kewarganegaraan RI, tidak
menjadi kewarganegaraan ganda,
g. Memiliki pekerjaan dan/atau berpenghasilan tetap,
h. Membayar uang pewarganegaraan ke kas Negara.
Untuk mendapatkan kewarganegaraan Indonesia harus
ditempuh melalui tata cara permohonan memperoleh
kewarganegaraan sebagai berikut:
a. Permohonan pewarganegaraan diajukan di Indonesia oleh
pemohon secara tertulis dalam Bahasa Indonesia di atas
kertas ber materai cukup kepada Presiden melalui
Menteri.
b. Berkas permohonan pewarganegaraan disampaikan
kepada pejabat berwenang.
c. Menteri meneruskan permohonan tersebut disertai
dengan pertimbangan kepada Presiden dalam waktu paling lambat 3 bulan terhitung sejak tanggal permohon
diterima.
d. Permohonan pewarganegaraan dikenai biaya, yang diatur
dengan Peraturan Pemerintah.
5. Kehilangan Kewarganegaraan Republik Indonesia
Warga Negara Indonesia akan kehilangan
kewarganegaraannya jika yang bersangkutan:
a. Memperoleh kewarganegaraan lain atas kemauannya
sendiri.
b. Tidak menolak atau tidak melepaskan kewarganegaraan
lain, sedangkan orang bersangkutan mendapat
kesempatan untuk itu.
c. Dinyatakan hilang kewarganegaraannya oleh Presiden
atas permohonannya sendiri, yang bersangkutan sudah
berusia 18 tahun atau sudah menikah, bertempat tinggal
238
Warga Negara Indonesia
d.
e.
f.
g.
h.
i.
di luar negeri, dan dinyatakan hilang kewarganegaraan
RI tidak menjadi tanpa kewarganegaraan.
Masuk dalam dinas tentara asing tanpa izin terlebih
dahulu dari Presiden.
Secara suka rela masuk dalam dinas negara asing, yang
jabatan dalam dinas semacam itu di Indonesia sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan hanya
dapat dijabat oleh WNI.
Secara suka rela mengangkat sumpah atau menyatakan
janji setia kepada negara asing atau bagian dari negara
asing tersebut.
Tidak diwajibkan tetapi turut serta dalam pemilihan
sesuatu yang bersifat ketatanegaraan untuk suatu negara
asing.
Memilki paspor atau surat yang bersifat paspor dari negara
asing atau surat yang dapat diartikan sebagai tanda
kewarganegaraan yang masih berlaku dari negara lain atas
namanya.
Bertempat di luar wilayah Negara RI selama 5 tahun terus
menerus bukan dalam rangka dinas negara, tanpa alasan
yang sah, dan dengan sengaja tidak menyatakan
keinginannya untuk tetap menjadi WNI sebelum jangka
waktu 5 tahun itu berakhir, dan setiap 5 tahun berikutnya
bersangkutan tidak mengajukan pernyataan ingin tetap
menjadi WNI kepada Perwakilan RI yang wilayah
kerjanya meliputi tempat tinggal yang bersangkutan
padahal Perwakilan RI tersebut telah memberitahukan
secara tertulis kepada yang bersangkutan, sepanjang yang
bersangkutan tidak menjadi tanpa kewarganegaraan.
6. Hak dan Kewajiban Warga Negara Indonesia
Hak dan kewajiban warga negara sebagaimana dinyatakan
dalam UUD 1945 merupakan ketentuan dasar bagi warga negara
239
Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi; Membina Karakter...
untuk dijadikan sumber hukum dan pedoman bagi warga negara
dan pemerintahan negara dalam upaya membela negara melalui
berbagai bidang kehidupan nasional. Secara garis besarnya, hak
dan kewajiban warga negara dalam UUD 1945 dicantumkan
pada:
a. Pasal 6 tentang pencalonan Presiden dan Wakil Presiden
b. Pasal 26 tentang warga negara dan penduduk
c. Pasal 27 tentang kedudukan warga negara dalam hukum
dan pemerintahan
d. Pasal 28 tentang berserikat, berkumpul dan mengeluarkan
pendapat
e. Pasal 28 A-1 tentang HAM di Indonesia
f. Pasal 28-J tentang kewajiban warga negara Indonesia
dalam menjalankan hak dan kebebasannya
g. Pasal 29 tentang kebebasan memeluk agama masingmasing
h. Pasal 30 tentang hak dan kewajiban warga negara untuk
ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan negara
i. Pasal 31 tentang hak dan kewajiban warga negara
mengikuti pendidikan
j. Pasal 34 tentang hak bagi fakir miskin dan anak terlantar
memperoleh jaminan kesejahteraan sosial.
7. Hak-Hak Warga Negara
Dengan berdasar pada UUD 1945 Amandemen, hak-hak
Warga Negara Indonesia dapat dirinci sebagai berikut:
a. Setiap orang berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang
layak,
b. Setiap orang berhak untuk hidup dan mempertahankan
kehidupan,
c. Setiap orang berhak membentuk keluarga dan
melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah,
240
Warga Negara Indonesia
d. Setiap orang dijamin kemerdekaannya dalam berserikat
dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan
tulisan,
e. Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui
pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapat
pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu
pengetahuan dan teknologi, seni budaya, demi
meningkatkan kualitas hidupnyadan demi kesejahteraan
umat manusia,
f. Setiap orang berhak memajukan dirinya memperjuangkan
haknya secara kolektif untuk membangun masyarakat,
bangsa, dan negaranya,
g. Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan,
perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta
perlakuan yang sama di hadapan hukum,
h. Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat
imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam
hubungan kerja,
i. Setiap warga Negara berhak memperoleh kesempatan
sama dalam pemerintahan,
j. Setiap orang berhak atas status kewarganegaraan,
k. Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat
menurut agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran,
memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih
tempat tinggal di wilayah Negara dan meninggalkannya,
serta berhak kembali,
l. Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini
kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap sesuai dengan
hati nuraninya,
m. Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan
memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi
dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari
memperoleh, memiliki, menyimpan, dan mengolah, dan
241
Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi; Membina Karakter...
n.
o.
p.
q.
r.
s.
t.
u.
242
menyampaikan informasi dengan menggunakan segala
jenis saluran yang tersedia,
Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi,
keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda, serta
berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman
ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang
hak asasi,
Setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan atau
perlakuan yang merendahkan derajat martabat manusia
behak suaka politik dari Negara lain,
Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin,
bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup
yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan
kesehatan,
Setiap orang berhak mendapatkan kemudahan dan
perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan dan
manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan
keadilan,
Setiap orang berhak atas jaminan sosial yang
memungkinkan pengembangan dirinya secara utuh
sebagai manusia yang bermartabat,
Setiap orang berhak mempunyai hak milik pribadi dan
hak miliki tersebut, tidak boleh diambil alih secara
sewenang-wenang oleh siapapun
Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak
kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak
untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi
di hadapan hukum, hak untuk tidak dituntut atas dasar
hukum yang berlaku surut, adalah hak asasi manusia yang
tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun,
Setiap orang berhak bebas dari perlakuan diskriminatif
atas dasar apa pun dan berhak mendapatkan perlindungan
terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif itu.
BAB VII
GEOPOLITIK DAN WAWASAN
NUSANTARA
A. Geopolitik Indonesia
1. Pengertian Geopolitik
Geopolitik berasal dari kata “geo” yang berarti bumi dan
“politik” mencakup arti sebagai usaha memperoleh dan juga
mempertahankan kekuasaan dalam mewujudkan kesejahteraan
bersama (kehidupan bernegara). Geopolitik dalam arti
kehidupan bernegara dapat diartikan sebagai upaya
pemerintahan suatu negara mewujudkan cita-cita atau tujuan
negara, di seluruh wilayah negara. Istilah Geopolitik pernah
diutarakan oleh Ir. Sukarno dalam sidang BPUPKI tanggal 1
Juni 1945. Mempelajari geopolitik suatu negara berarti
mempelajari tentang potensi baik yang menyangkut potensi
bumi maupun potensi warga yang berdiam di wilayah sebagai
anggota dari negara, ia berada. Tokoh teori geopolitik antara
lain Frederich Ratzel, Rudolf Kjellen, Karl Haushofer.
(Supriatnoko, 2008; Rahayu, 2007; Sumarsono, dkk,2007).
a. Teori Ratzel
Teori geopolitik pertama dikembangkan oleh
Frederich Ratzel, yang memandang negara sebagai suatu
organisme hidup yang berevolusi. Ratzel terpengaruh
teori organisme Darwin, dengan pokok-pokok teorinya
sebagai berikut :
1) Bahwa pertumbuhan negara dianologikan dengan
pertumbuhan organisme (makhluk hidup), yang
243
Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi; Membina Karakter...
memerlukan ruang hidup cukup, agar dapat
tumbuh dengan baik, mulai dari kelahiran,
pertumbuhan, mempertahankan hidup, menyusut,
dan akhirnya mati.
2) Kekuatan negara harus mampu mewadahi
pertumbuhannya. Makin luas ruang dan potensi
geografi yang ditempatkan oleh kelompok politik
dalam arti kekuasaan, maka makin besar
kemungkinan kelompok politik itu tumbuh.
3) Suatu negara dalam mencapai cita-cita dan
mempertahankan kelangsungan hdupnya, tidak
terlepas dari hukum alam. Hanya bangsa yang
unggul saja, yang dapat bertahan hidup.
4) Semakin tinggi budaya suatu bangsa, semakin besar
kebutuhan akan sumber daya alam. Apabila ruang
tidak mendukungnya, bangsa tersebut dapat
mencari kekayaan alam di luar wilayahnya
(ekspansi). Hal ini melegitimasi hukum ekspansi,
batas suatu negara pada hakekatnya bersifat
sementara, apabila kurang, negara dapat mengubah
batas negara, baik secara damai maupun dengan
kekerasan perang.
Pandangan Ratzel tentang geopolitik, menimbulkan
dua aliran kekuatan, yaitu berfokus pada kekuatan di
darat, dan fokus pada kekuatan di laut. Negara harus
mampu mengatasi persaingan, pertumbuhan kekuatan
darat dan laut, dengan kekuatan suprastruktur geopolitik
negara. Dengan demikian, esensi pengertian politik
adalah penggunaan kekuatan fisik dalam rangka
mewujudkan keinginan atau aspirasi suatu bangsa. Hal
ini sering mengarah pada politik adu kekuatan dan adu
kekuasaan dengan tujuan ekspansi.
244
Geopolitik Dan Wawasan Nusantara
b.
Teori Rudolf Kjellen
Teori geopolitik Frederich Ratzel memandang negara
sebagai suatu organisme hidup yang berevolusi,
dipengaruhi teori organisme Darwin, kemudian diikuti
dan dikembangkan oleh Rudolf Kjellen. Pokok-pokok
teori diajukan Kjellen adalah :
1) Negara merupakan satuan biologi, suatu organisme
hidup yang mewakili intelektual. Negara
dimungkinkan untuk memperoleh ruang yang
cukup luas, agar kemampuan dan kekuatan
rakyatnya dapat berkembang secara bebas.
2) Negara merupakan sistem politik yang meliputi
bidang-bidang, geopolitik, ekonomi politik, demo
politik, sosial politik dan krato politik (politik
pemerintahan).
3) Negara harus mampu berswasembada dan tidak
tergantung pada sumber penghasilan dari luar, serta
mampu meningkatkan kebudayaan dan teknologi,
untuk meningkatkan kekuatan nasionalnya ke
dalam, guna mewujudkan persatuan dan kesatuan,
dan ke luar untuk mendapatkan batas-batas negara
yang lebih baik. Sementara itu pengembangan
kekuatan kontinental sangat diutamakan gara dapat
mengontrol kekuatan maritim.
c.
Teori Karl Haushofer
Teori Haushofer yang dipengaruhi oleh Kjellen,
dengan kemampuan meningkatkan kekuatan nasionalnya,
untuk memberikan legitimasi semangat militerisme dan
fasisme, yang bersifat ekspansionis, bahkan dicurigai
pemicu untuk melakukan ekspansi, guna mendapatkan
ruang gerak yang lebih bebas. Perang merupakan hal yang
diperlukan untuk mencapai kejayaan bangsa dan negara.
245
Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi; Membina Karakter...
Teori ini dkembangkan Haushofer dan pada masa Hitler,
yang diikuti Hako Ichiu di Jepang. Teori ini menjadikan
dasar pembenaran kesamaan Jerman, Italia dan Jepang
yang melahirkan aliansi pada satu poros kekuatan Aliansi
menjelang Perang Dunia ke 2, yang melandasi semangat
militerisme dan fasisme. Pokok-pokok teori Haushofer
adalah :
1) Suatu bangsa dalam mempertahankan
kelangsungan hidupnya tidak terlepas dari hukum
alam,
2) Kekuasaan imperium daratan dapat mengejar
kekuasan imperium maritim untuk menguasai
pengawasan di laut,
3) Beberapa negara besar akan timbul dan akan
menguasai Eropa, Afrika dan Asia Barat (Jerman
dan Italia), serta Jepang di Asia Timur Raya,
4) Geopolitik adalah doktrin negara yang
menitikberatkan perhatian kepada strategi
perbatasan,
5) Ruang hidup bangsa dan tekanan kekuasaan
ekonomi dan sosial yang rasial mengharuskan
pembagian baru dari kekayaan alam di dunia,
6) Geopolitik adalah landasan ilmiah bagi tindakan
politik dalam perjuangan mendapatkan ruang
hidup.
Dalam masa Orde Baru kekuatan inti militer secara
tidak langsung terpengaruh pada kekuatan kontinental,
yakni kekuatan terbesar dipusatkan di angkatan darat,
meski wilayah Indonesia sebagian besar adalah wilayah
perairan (laut). Dengan melihat perkembangan teknologi
serta kekayaan alam yang terkandung di laut Indonesia
yang tidak kalah dengan yang terdapat di daratan, serta
246
Geopolitik Dan Wawasan Nusantara
kemungkinan adanya penyusupan dan penyelundupan
lewat batas-batas perairan yang sedemikian luas dan lebih
terbuka. Orientasi pada pemusatan kekuatan di darat
menjadikan pemikiran di era Refor masi dengan
kesungguhan yang realistis untuk mengawal Kekatuan
Wawasan Nusantara yang telah menjadi komitmen
bangsa Indonesia. Revitalisasi keseimbangan inti
kekuatan militer negara sudah waktunya diberikan porsi
keseimbangan antara kekuatan di darat dan di laut, tanpa
harus mengecilkan kekuatan angkatan udara.
2. Geopolitik Indonesia
a. Zaman Kolonial Belanda
Berdasarkan Ordonansi Tahun 1939 (Territorial Zee
en Maritieme Kringen Ordonnantie 1939). Wilayah Hindia
Belanda (Indonesia) adalah berupa pulau-pulau, yang
terpisah satu dengan yang lainnya. Wilayah laut diukur 3
mil dari wilayah air surut, sehingga di antara laut di
wilayah Hindia Belanda terdapat laut bebas, di luar
penguasaan Belanda. Kepentingan Belanda yang terpusat
pada penghasilan di wilayah daratan, maka masalah laut
bebas di antara pulau-pulau di Indonesia bukan
merupakan permasalahan Belanda. Setelah Indonesia
merdeka yang menyatakan wilayah Indonesia adalah
wilayah bekas jajahan Belanda, maka di wilayah Indonesia terdapat laut-laut bebas, sebagaimana masa
penjajahan Belanda. Kondisi ini tidak menguntungkan
bagi negara Indonesia, karena adanya laut bebas di dalam
wilayah Indonesia yang menjadikan ruang bebas bagi
orang/negara asing dalam wilayah negara Indonesia yang
dapat mengancam kesatuan wilayah serta bertentangan
dengan tujuan negara, yakni melindungi segenap bangsa
Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia. Kondisi
247
Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi; Membina Karakter...
inilah yang mendasari pemikiran Juanda untuk
mewujudkan Indonesia sebagai satu wawasan yang bulat
tidak terpisah di antara laut bebas sebagaimana masa
penjajahan Belanda, yang akhirnya dikenal dengan
Deklarasi Juanda. Sekali lagi ini adalah salah satu
pemikiran unggul dan teladan dari putra terbaik bangsa,
guna mewujudkan kesatuan dan persatuan bangsa Indonesia, dalam rangka mewujudkan tujuan nasional Indonesia. Kita harus bangga terhadap pemikiran dan
perjuangan murni para pahlawan yang selalu
mengedepankan kepentingan nasional, tanpa harus
memikirkan apa yang didapat dari pemikiran dan
perjuangan besar tersebut. Para mahasiswa dapat
membandingkan dengan kondisi bangsa Indonesia
sekarang yang selalu ramai dengan janji menjelang
pemilihan umum dan sepi setelah menjadi anggota
legislatif, atau memegang jabatan politik lainnya.
b.
Deklarasi Juanda
Dalam pemerintahan Perdana Menteri Juanda,
bangsa Indonesia menyatakan dirinya, bahwa Territorial
Zee en Maritieme Kringen Ordonnantie 1939, tentang wilayah
daratan Indonesia tidak sesuai dengan kepentingan
bangsa Indonesia yang sejak lama wilayah Indonesia
adalah wilayah kepulauan dan bukan pulau-pulau.
Dengan demikian, adanya laut bebas dalam kepulauan
Indonesia bertentangan dengan konsep suatu kepulauan.
Kepulauan adalah kumpulan dari pulau-pulau, yakni
antara pulau satu dengan yang lain merupakan satu
kesatuan yang tidak terpisahkan.
Konsep negara kepulauan, dan upaya mewujudkan
tujuan nasional, maka adanya laut bebas dalam negara
kepulauan Indonesia adalah kondisi yang bertentangan
248
Geopolitik Dan Wawasan Nusantara
dengan kepentingan nasional bangsa Indonesia. Untuk
mewujudkan eksistensi negara Indonesia sebagai negara
kepulauan tidak dibenarkan adanya laut bebas di antara
pulau-pulau yang ada di Indonesia, maka pada tanggal
13 Desember 1957, Juanda sebagai Perdana Menteri Indonesia saat itu menyatakan pada dunia tentang
menyangkut perairan wilayah Indonesia, yang menyatakan
1) Bahwa bentuk gografi Indonesia sebagai suatu
negara kepulauan memiliki sifat dan corak
tersendiri,
2) Bahwa menurut sejarahnya sejak dahulu kala
kepulauan Indonesia merupakan satu kesatuan,
3) Bahwa batas laut teritorial sebagaimana termasuk
dalam Ordonasi 1939 memecah keutuhan
territorial Indonesia, karena membagi wilayah
daratan Indonesia kedalam bagian-bagian terpisah
dengan teritorialnya sendiri-sendiri.
Dengan Deklarasi Juanda bangsa Indonesia
menunjukan eksistensinya sebagai bangsa yang besar,
berdaulat dan berani menyatakan sikap yang bertentangan
dengan sikap negara-negara maritim besar di dunia yang
menghendaki adanya laut bebas dalam kontinental
wilayah Indonesia. Deklarasi Juanda tidak lain adalah
pernyataan “Kemerdekaan Wilayah” dari bangsa Indonesia terhadap dunia, menyangkut :
1) Pernyataan bangsa Indonesia tentang bentuk
wilayah NKRI yang bulat dan utuh, dengan
meniadakan Ordonasi 1939, sehingga di antara
pulau-pulau di wilayah Indonesia tidak lagi adanya
laut bebas,
2) Penentuan batas-batas negara Indonesia harus
disesuaikan dengan asas negara kepulauan,
249
Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi; Membina Karakter...
3) Pelayaran lalu lintas damai yang lebih menjamin
keselamatan dan keamanan NKRI, dimana kapalkapal asing masuk perairan dalam wilayah
Indonesia dijamin sebagai dalam Konferensi
Internasional mengenai Hukum Laut Internasional.
Penegasan Deklarasi Juanda, langsung mendapat
reaksi dari Konferensi Hukum Laut Internasional tahun
1958, oleh negara-negara maritim di dunia, termasuk
Belanda, yang tidak menghendaki Indonesia merdeka,
berusaha untuk melawan Deklarasi Juanda dengan
memprovokasi melalui kapal-kapal perangnya yang
melintasi laut dalam teritorial Indonesia, yang waktu itu
Belanda masih mempertahankan kedaulatannya atas
wilayah Irian Barat.
Tekad Pemerintahan Indonesia dalam mewujudkan
tujuan nasional, termasuk menjaga dan mewujudkan
Deklarasi Juanda, membuat Indonesia tidak gentar
menghadapi provokasi Belanda, bahkan yang terjadi
adalah sebaliknya. Bangsa Indonesia menuntut kepada
Belanda agar segera menyerahkan kembali Irian Barat
kepada Indonesia. Karena Belanda bertahan dan tidak
bersedia menyerahkan Irian Barat, maka pada
Pemerintahan Presiden Sukarno, memutuskan untuk
merebut Irian Barat dengan menyerang dan
berkonfrontasi dengan Belanda di Irian Barat, dengan
komando Trikora.
Di samping perjuangan fisik mewujudkan negara
kepulauan Indonesia, dari segi hukum, kedudukan
Deklarasi Juanda dipertegas dengan Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perpu) No. 4
tahun 1960, yang menetapkan batas luar wilayah Indonesia adalah 12 mil laut dari titik terluar, yang saling
menghubungkan antara pulau satu dengan pulau lainnya.
250
Geopolitik Dan Wawasan Nusantara
Dalam pemerintahan Orde Baru kedaulatan Deklarasi
Juanda ditegaskan dalam GBHN, yang selalu ditetapkan
dengan ketetapan MPR mulai dari tahun 1973 sampai
pada GBHN 1998.
Upaya mewujudkan keutuhan dan kedatuan wilayah
Indonesia juga dilakukan pada Pemerintahan Presiden
Suharto menetapkan Deklarasi tentang Landas Kontinen
tanggal 17 Februari 1969 dengan penegasan kembali
penetapan Landas Kontinen 12 mil, yang kemudian
ditegaskan dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 1973,
serta penetapan Zone Ekonomi Eksklusif (ZEE) tanggal
21 Maret 1980, dan dikukuhkan dengan Undang-Undang
No. 5 Tahun 1983 tentang Zone Ekonomi Eksklusif
tanggal 18 Nopember 1982. Dengan UU No.5 Tahun
1983, maka wilayah ZEE Indonesia sejauh 200 mil dari
titik luar air surut. Dalam ZEE Indonesia memiliki
kewenangan :
1) Hak berdaulat untuk melakukan eksplorasi dan
eksploitasi, pengelolaan, dan pelestarian
sumberdaya hayati dan nonhayati, dan hak
berdaulat lain atas eksplorasi dan eksplorasi sumber
dari air, arus dan angin.
2) Hak yurisdikasi yang berhubungan dengan :
a) Pembuatan dan penggunaan pulau buatan,
instalasi, dan bangunan lainnya
b) Penelitian ilmiah mengenai laut
c) Pelestarian lingkungan laut
d) Hal lain-lain berdasarkan hukum internasional.
Perjuangan mewujudkan cita-cita Deklarasi Juanda
akhirnya berhasil dan diakui dunia Internasional setelah
diakuinya Hukum Laut Internasional III Tahun 1982,
dalam Konvensi PBB tentang Hukum Laut atau United
251
Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi; Membina Karakter...
Nation Convention on the Law of Sea (UNCLOS).
Pemerintahan Indonesia akhirnya meratifikasi UNCLOS
1982 dengan Undang-Undang No.17 Tahun 1985.
Kembali bangsa Indonesia menunjukkan jati diri dan
harga diri pada dunia, bahwa kita termasuk bangsa dan
negara yang diperhitungkan dalam percaturan dunia.
Tantangan bagi generasi baru untuk meningkatkan dan
mengisi pembangunan dengan belajar dan berkarya lebih
baik. Anda sebagai mahasiswa masih banyak peluang
untuk mewujudkan keunggulan anda, guna membawa
pada kebesaran dan kemakmuran bangsa ke depan
menuju kehidupan bangsa dan negara Indonesia yang
lebih maju, aman, sentosa dan sejahtera.
B. Wawasan Nusantara
1. Pengertian dan Asas Wawasan Nusantara
Wawasan Nusantara berasal dari kata wawasan dan
nusantara. Wawasan berarti pandangan, tinjauan, penglihatan,
juga dimaksudkan sebagai tanggapan indrawi, sedang nusantara
berasal dari kata nusa dan antara. Nusa dapat berarti wilayah,
dan antara, dimaksudkan keberadaan wilayah yang berada di
anatar dua benua, yaitu Asia dan Australia, serta antara dua
samudera yaitu Samudera Hindia dan Samudera Pasifik.
Nusantara dimaksudkan sebagai satu wilayah yang mencakup
satu kesatuan wilayah perairan dan pulau-pulau Indonesia yang
terletak di antara dua benua, yaitu Asia dan Australia, serta
dua samudera, yaitu Hindia dan Pasifik. Dari makna kata
tersebut, maka Wawasan Nusantara adalah cara pandang dan
sikap bangsa Indonesia tentang diri ang serba beragam dalam
aspek kehidupan dan lingkungan yang bernilai strategis pada
wilayah persimpangan dunia, adalah satu kesatuan wilayah
negara Indonesia, dengan mengutamakan persatuan dan saling
252
Geopolitik Dan Wawasan Nusantara
menghormati kebhinekaan dalam berbagai aspek kehidupan
nasional guna mencapai tujuan nasional.
Pada hakekatnya Wawasan Nusantara adalah keutuhan
bangsa dan nusantara dalam cara pandang yang utuh dan
menyeluruh demi kepentingan nasional. Untuk semua itu
warganegara serta aparatur negara dapat memikirkan, bersikap
dan bertindak untuk kepentingan negara, meski tidak menutup
kemungkinan pemberian suatu hak untuk pemilikan kelompok,
daerah bahkan untuk kepentingan individu. Sikap dan tindakan
dengan mengutamakan kesatuan dan persatuan serta
kepentingan nasional, didasari pada asas-asas wawasan
nusantara yang meliputi:
a. Kepentingan sama, memelihara tegaknya negara
Proklamasi 17 Agustus 1945, dalam menghadapi
penjajahan baru, tekanan, atau paksaan dengan cara adu
domba dan politik pecah belah bangsa dengan dalih HAM,
demokrasi dan lingkungan hidup, baik dari dalam maupun
dari luar. Untuk itu bangsa Indonesia terjebak pada irama
yang ingin memecah belah bangsa Indonesia,
b. Tujuan sama, yaitu terwujudnya tujuan negara secara
umum serta terwujudnya masyarakat Indonesia yang
sejahtera, damai serta jaminan keamanan yang memadai,
c. Keadilan, berarti kesesuaian hasil, dengan andil jerih paya
usaha dan kegiatan baik perorangan, golongan maupun
daerah,
d. Kejujuran, adalah keberanian berpikir, berkata dan
bertindak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan
yang berlaku,
e. Solidaritas, adalah rasa setia kawan, siap berkorban demi
kemanusiaan dan kebesaran bangsa, tanpa meninggalkan
karakter budaya masing-masing,
253
Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi; Membina Karakter...
f. Kerja sama, yaitu adanya koordinasi, saling pengertian
didasarkan atas kesetaraan, sehingga kerja sama antar
kelompok dapat tercapai secara sinergis,
g. Kesetiaan terhadap kesepakatan bersama, yakni tekad
bersama untuk mewujudkan komitmen tetap menjaga dan
mempertahankan keutuhan dan kelestarian negara
Kesatuan Republik Indonesia.
2. Filosofi Wawasan Nusantara
Wawasan Nusantara sebagai geopolitik Bangsa Indonesia
dikembangkan atas dasar filosofi sebagai berikut :
a. Fasafah Pancasila
Pancasila sebagai dasar, ideologi, pandangan hidup,
dan falsafah negara juga menjadi dasar filosofi dalam
penerapan Wawasan Nusantara. Oleh karena itu
pengembangan Wawasan Nusantara senantiasa harus
mencerminkan nilai-nilai yang terkandung dalam
Pancasila, seperti nilai keimanan dan ketakwaan terhadap
Tuhan Yang Maha Esa, kemanusiaan, kesatuan dan
persatuan, permufakatan-musyawarah, keadilan, dan
kedamaian, dalam mewujudkan kehidupan bangsa Indonesia yang sejahtera, termasuk memberikan kesempatan
seluas-luasnya untuk generasi baru untuk berprestasi baik
pada tingkat nasional maupun dalam percaturan
kehidupan global dunia.
b.
Aspek Kewilayahan Nusantara
Kondisi objektif wilayah Nusantara yang sangat
strategis dalam percaturan dunia, serta sumber kekayaan
alam yang cukup beragam, serta jumlah penduduk yang
besar, merupakan modal dasar dalam pembangunan
wilayah Nusantara. Bangsa Indonesia harus mampu
memanfaatkan kondisi strategis wilayah serta potensi
alamiah yang cukup dalam mewujudkan kesejahteraan
254
Geopolitik Dan Wawasan Nusantara
bersama. Di samping kondisi kewilayahan serta berbagai
keanekaragaman penduduk, Bangsa Indonesia menyadari
bahwa kondisi tersebut juga mengandung kelemahan,
sehingga dalam setiap pengambilan kebijakan politik
negara harus mempertimbangkan dan memperhatikan
kondisi dan konstelasi geografi serta penduduk di wilayah
setempat sebagai satu kesatuan wilayah Indonesia.
c.
Aspek Sosial Budaya
Wawasan Nusantara dalam pengembangannya juga
harus memperlihatkan kelestarian kondisi objektif sosial
budaya bangsa Indonesia yang beragam, seperti suku
bangsa, agama, adat istiadat, sistem dan organisasi
kemasyarakatannya. Untuk mewujudkan kesatuan dan
persatuan bangsa yang sangat beragam, diperlukan
kesadaran beragam, guna menumbuhkembangkan
kehidupan sosial budaya yang beragam, agar dapat saling
menghormati dan memacu diri untuk berkembang, serta
menghindari potensi konflik antar sosial budaya, yang
dapat menimbulkan disintegrasi bangsa. Disadari bahwa
pembinaan kesatuan nasional yang beragam merupakan
sumber inspirasi dan aspirasi pengembangan dan
kekayaan yang cukup membanggakan, namun dalam
keragaman juga berpotensi sebagai pemicu perbedaan dan
konflik. Keadaan yang dapat menjurus konflik dalam
euforia demokrasi sering tidak disadari, semua merasa
membawakan aspirasi demokrasi, perbedaan berpendapat
yang tidak bertanggung jawab dapat mengarah pada
perpecahan. Bagaimana seharusnya mengelola perbedaan
pendapat, agar tidak mengarah pada konflik, sikap
kebersamaan dan pengendalian diri harus senantiasa
ditanamkan pada semua komponen bangsa agar peduli
terhadap eksistensi bangsa dan negara Indonesia tercinta
ini.
255
Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi; Membina Karakter...
d.
Aspek Kesejahteraan
Bangsa Indonesia lahir dari proses sejarah
perjuangan yang sangat panjang. Bangsa Indonesia yang
berdomisili di wilayah Nusantara pernah mengalami
kejayaan, dan pernah mengalami pendudukan oleh bangsa
lain yang cukup lama. Semua ini menjadi pengalaman
dan modal perjuangan bangsa, bahwa bangsa Indonesia
adalah bangsa yang besar dan mampu bersaing dengan
bangsa lain. Kesadaran akan persatuan yang pernah
hilang, kembali tumbuh dan berkembang dengan
perjuangan bangsa sejak kesadaran berorganisasi Budi
Utomo, Sumpah Pemuda, sampai keberhasilan
mewujudkan Proklamasi 17 Agustus 1945. Sejarah
panjang bangsa Indonesia yang mengalami pasang surut
kehidupan berbangsa di wilayah Nusantara dapat
menjadikan pelajaran bagi bangsa Indonesia, agar
kesatuan dan persatuan yang telah dirintis dan disepakati
oleh pejuang dan pendiri Negara Indonesia tetap
terpelihara, sehingga pengalaman masa lalu perpecahan
yang dapat menghancurkan kehidupan berbangsa dan
bernegara tidak terulang lagi.
3. Kedudukan dan Unsur Dasar Wawasan Nusantara
Kedudukan Wawasan Nusantara, sebagai satu kesatuan
politik, ekonomi, sosial budaya, dan pertahanan keamanan,
adalah keyakinan bangsa Indonesia, yang harus terus
ditumbuhkembangkan dari generasi ke generasi baru, bahwa
konsep Wawasan Nusantara mampu mengantarkan bangsa Indonesia mencapai tujuan bersama. Sebagai paradigma yang
diyakini bangsa Indonesia Wawasan Nusantara, merupakan
landasan visional negara di samping landasan-landasan lainnya,
dengan kedudukan sebagai berikut :
256
Geopolitik Dan Wawasan Nusantara
a.
b.
c.
d.
e.
Landasan Idiil Pancasila.
Landasan Konstitusional Undang-Undang Dasar 1945.
Landasan Visional Wawasan Nusantara.
Landasan Konsepsional Ketahanan Nasional.
Landasan Operasional GBHN, atau Program
Pembangunan Nasional baik dalam RPJP maupun RPJM.
Sebagai landasan Visional, Wawasan Nusantara mencakup
tiga unsur dasar, yang meliputi wadah, isi, dan tata laku, yaitu
a. Wadah
Wadah adalah tempat kehidupan bangsa Indonesia,
yaitu seluruh wilayah Indonesia dengan segala kekayaan
alam yang terkandung di dalamnya serta penduduk Indonesia yang beraneka ragam, dengan posisi strategis
dalam hubungan internasional. Dengan berdirinya Negara
Indonesia, wadah wawasan Nusantara tidak lain adalah
Negara Indonesia dengan segala unsur pokok negara, serta
organisasi kenegaraan serta organisasi kemasyarakatan
Indonesia.
b.
Isi
Isi Wawasan Nusantara adalah aspirasi bangsa yang
berkembang dalam upaya mewujudkan cita-cita dan
tujuan nasional. Dengan demikian Isi dalam Wawasan
Nusantara mencakup, cita-cita, kondisi dan karakter serta
SDM, dan cara kerja. Cita-cita nasional bangsa Indonesia harus dicapai oleh Bangsa Indonesia sendiri dengan
menghargai keanekaragaman bangsa, dengan cara kerja
sesuai dengan tugas dan tanggung jawab baik sebagai
warganegara pada umumnya maupun sebagai aparatur
negara khususnya.
257
Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi; Membina Karakter...
c.
Tata laku
Tata laku merupakan interaksi antara wadah dan isi
yang mencerminkan identitas/kepribadian bangsa yang
berdasarkan kekeluargaan dan kebersamaan yang
memiliki kebanggaan sebagai bangsa Indonesia, serta
semangat nasionalisme tinggi. Tata laku dapat berupa
tatalaku lahiriah dan batiniah. Tata laku lahiriah adalah
mencerminkan tindakan, perbuatan, dan perilaku bangsa
Indonesia. Tata laku batiniah adalah mencerminkan
semangat dan mentalitas bangsa Indonesia.
Ketiga unsur Wawasan Nusantara merupakan satu
kesatuan yang utuh yang tidak dapat dipisah-pisahkan dalam
perwujudannya. Bahwa negara Indonesia dengan batas-batas
teritorial berdiam bangsa Indonesia yang telah menetapkan citacita kehidupan bernegaranya, eksistensinya kehidupan dan citacita bersama sangat tergantung pada kemampuan mengelola
berdasarkan pada kemampuan SDM bangsa Indonesia. Bangsa
Indonesia tidak mungkin menyadarkan kepada bangsa lain
dalam mewujudkan cita-cita bernegaranya. Untuk itu semangat
kebersamaan, persatuan dan kesatuan dengan kerja keras dan
disiplin harus diupayakan dalam memperjuangkan tujuan
bersama.
4. Tantangan Wawasan Nusantara
Dalam era globalisasi, pengaruh dan arus informasi dari
luar sedikit banyak dapat mewarnai perubahan kehidupan suatu
bangsa. Bagi Bangsa Indonesia dapatkah pengaruh dari luar ini
dimanfaatkan, untuk perubahan menuju kemandirian dengan
tetap terjaganya kesatuan dan persatuan bangsa Indonesia, atau
sebaliknya Indonesia menjadi kacau atau terpecah belah, karena
kuatnya arus informasi yang menjadikan bangsa Indonesia
kehilangan jati dirinya. Semua ini menjadikan tantangan bagi
Bangsa Indonesia dalam melestarikan eksistensi Negara Indone258
Geopolitik Dan Wawasan Nusantara
sia dengan konsep Wawasan Nusantara, guna mewujudkan citacita para pendiri negara. Semua itu perlu langkah antisipasi, agar
cita-cita mulia para pahlawan yang tertuliskan dalam Pembukaan
UUD 1945 dapat diwujudkan secara bersama. Langkah-langkah
antisipasi dalam menghadapi tantangan di era globalisasi tersebut
antara lain :
a. Era Baru Kapitalisme (Neocapitalism)
Kapitalisme baru dalam era globalisasi, bukan
penguasaan wilayah sebagaimana abad 18 sampai awal abad
20, tetapi dapat berupa penguasaan negara maju terhadap
negara berkembang dalam bidang ekonomi melalui isu global HAM, demokrasi, dan lingkungan hidup. Untuk itu
diperlukan langkah antisipasi, arif dan bijaksana dalam
mewujudkannya, guna menyikapi pengaruh isu global yang
dapat berdampak negatif pada kehidupan berbangsa dan
bernegara.
b.
Pemberdayaan masyarakat
Pemberdayaan masyarakat dapat menjadi tantangan
Wawasan Nusantara, seperti peran dan pembangunan yang
belum merata :
1) Untuk memberikan peranserta aktif kepada
masyarakat dalam pembangunan, masyarakat perlu
diberdayakan. Pemerintah harus mampu mewujudkan
aspirasi masyarakat, dengan pola top down dengan
bottom up, mengingat belum sepenuhnya pemerintah
mampu memberikan pola pembangunan bottom up
sebagaimana terjadi pada negara-negara maju.
2) Kondisi nasional, dengan pembangunan wilayah yang
belum merata, dapat memicu kelompok masyarakat
suatu daerah yang terwujud pada tindakan
pertentangan, perlawanan sebagai akibat dari rasa
ketidakpuasan dan rasa ketidakadilan.
259
Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi; Membina Karakter...
Sumberdaya manusia (SDM)
Dalam era globalisasi batas wilayah negara bukan
lagi merupakan pembatas arus informasi. Bangsa Indonesia tentunya tidak ingin menjadi korban dari
perkembangan teknologi, perlunya kesadaran untuk
meningkatkan diri, termasuk memberikan motivasi pada
generasi baru perlunya persaingan dan memenangkan
sebagian dari persaingan dalam dunia global, bila bangsa
Indonesia tidak ingin sekedar menjadi objek atau
penonton dalam persaingan global. Persaingan teknologi
serta penguasaan akan informasi adalah salah satu bentuk
persaingan yang harus diikuti dan bangsa Indonesia harus
memberikan warna dalam persaingan globalisasi tersebut,
seperti saat bangsa Indonesia dengn cerdas meyakinkan
dunia bahwa Indonesia adalah negara kepulauan.
c.
d.
Kesadaran warganegara
Kesadaran hak dan kewajiban dalam pembelaan
negara belum sepenuhnya disadari oleh seluruh warga
negara Indonesia. Tindakan yang menjurus separatisme
jelas bertentangan dengan Wawasan Nusantara. Tuntutan
HAM dan isu demokrasi, yang dilakukan warga Indonesia yang disponsori oleh LSM atau NJO asing, sering
menimbulkan permasalahan terhadap masyarakat yang
pemahaman kehidupan bernegara masih lemah dan sangat
minim, semua ini mer upakan tantangan guna
mewujudkan persatuan dan kesatuan bangsa dan negara.
5. Implementasi Wawasan Nusantara
a. Masa Orde Baru
Pada masa Orde Baru, Wawasan Nusantara yang
diatur dalam GBN yang pernah berlaku mulai GBHN
tahun 1973 sampai GBHN tahun 1998. Peraturan
260
Geopolitik Dan Wawasan Nusantara
Wawasan Nusantara dalam GBHN tersebut mencakup
satu kesatuan politik, sosial budaya, ekonomi, pertahanan
dan keamanan, sebagaimana ditetapkan sebagai berikut:
1) Perwujudan Nusantara sebagai satu kesatuan
politik meliputi :
a) Bahwa kedaulatan wilayah nasional dengan
segala isi dan kekayaannya merupakan satu
kesatuan wilayah, wadah, ruang lingkup dan
kesatuan matra seluruh bangsa, serta menjadi
modal dan milik bersama bangsa.
b) Bahwa Bangsa Indonesia yang terdiri dari
berbagai suku dan berbicara dalam berbagai
bahasa daerah, memeluk dan meyakini berbagai
Agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang
Maha Esa harus merupakan satu kesatuan
bangsa yang bulat dalam arti yang seluas-luasnya.
c) Bahwa secara psikologis, Bangsa Indonesia
harus merasa satu, senasib sepenanggungan, seBangsa dan se-Tanah Air, serta mempunyai satu
tekad dalam mencapai cita-cita bangsa
d) Bahwa Pancasila adalah satu-satunya falsafah
serta ideologi Bangsa dan Negara yang
melandasi, membimbing, dan mengarahkan
Bangsa menuju tujuannya
e) Bahwa seluruh Kepulauan Nusantara
merupakan satu kesatuan hukum dalam arti
bahwa hanya ada satu hukum nasional yang
mengabdi pada kepentingan nasional.
2) Perwujudan Nusantara sebagai satu kesatuan sosial
budaya, meliputi :
a) Bahwa masyarakat Indonesia adalah satu,
perikehidupan bangsa harus merupakan
261
Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi; Membina Karakter...
kehidupan yang serasi dengan terdapatnya
tingkat kemajuan masyarakat yang sama,
merata, seimbang serta adanya keselarasan
sesuai dengan kemajuan bangsa.
b) Bahwa budaya Indonesia pada hakekatnya
adalah satu, sedang corak ragam budaya yang
ada menggambarkan kekayaan budaya bangsa
yang menjadi modal dan landasan
pengembangan budaya bangsa seluruhnya, yang
hasil-hasilnya dapat dinikmati oleh bangsa.
3) Perwujudan Nusantara sebagai satu kesatuan
ekonomi, meliputi :
a) Bahwa kekayaan wilayah Nusantara baik
potensial maupun efektif adalah modal dan
milik bersama bangsa, dan bahwa keperluan
hidup sehari-hari harus tersedia merata di
seluruh wilayah tanah air.
b) Tingkat perkembangan ekonomi harus serasi
seimbang di seluruh daerah, tanpa meninggalkan
ciri-ciri khas yang dimiliki oleh daerah-daerah
dalam pengembangan kehidupan ekonominya.
4) Perwujudan Nusantara sebagai satu kesatuan
pertahanan dan keamanan, meliputi :
a) Bahwa ancaman satu pulau atau satu daerah
pada hakekatnya merupakan ancaman terhadap
seluruh bangsa dan negara
b) Bahwa tiap-tiap warga negara mempunyai hak
dan kewajiban yang sama dalam rangka
pembelaan negara dan bangsa.
262
Geopolitik Dan Wawasan Nusantara
b.
Masa Reformasi
Wawasan Nusantara sebagai landasan visional
bangsa Indonesia, harus sejalan dengan perwujudan
landasan-landasan lainnya, yang harus dibarengi dengan
tindakan nyata untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat.
Kondisi ini merupakan bagian dari ketahanan nasional,
yang harus dimiliki dan dipertahankan secara
berkesinambungan oleh bangsa Indonesia. Sejalan dengan
perkembangan lingkungan strategi global, karena Indonesia tidak mungkin lagi membendung arus informasi
internasional, aktualisasi Wawasan Nusantara perlu
dilakukan. Usaha aktualisasi Wawasan Nusantara sesuai
dengan hasil Seminar Wawasan Nusantara sebagai
Landasan Visional Bangsa Indonesia tanggal 16 Mei 2001
(Rahayu, 2007) menyebutkan :
1) Kehidupan politik, meliputi :
a) Menumbuhkembangkan wawasan kebangsaan
yang selanjutnya dapat dijadikan landasan bagi
pengembangan jiwa nasionalisme dan
pembentukan jati diri bangsa,
b) Mewujudkan kehidupan bangsa yang
demokratis dan keadilan yang mampu
menempatkan kepentingan bangsa dan negara
di atas kepentingan golongan dan pribadi,
c) Mewujudkan penghormatan terhadap HAM,
d) Memantapkan keyakinan rakyat terhadap
Pancasila sebagai ideologi negara.
2) Kehidupan ekonomi, meliputi :
a) Menumbuhkan kehidupan perekonomian
daerah yang saling berinteraksi anatar satu
daerah dengan daerah lain dalam rangka sistem
perekonomian nasional yang mampu
263
Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi; Membina Karakter...
meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran
seluruh rakyat serta daya saing bangsa,
b) Memanfaatkan laut sebagai sumber daya untuk
menghilangkan kesenjangan rakyat secara adil
dan merata,
c) Menumbuhkembangkan kebanggaan atas hasil/
produk bangsa sendiri,
d) Menjaga kelestarian sumber daya alam yang
dimiliki dengan tidak merusak lingkungan, dan
demi kehidupan generasi yang akan datang.
3) Kehidupan sosial budaya, meliputi :
a) Mengembangkan budaya daerah/etnis yang saling
berinteraksi secara sinergis dengan budaya daerah
lain atas dasar saling menghormati dan saling
menghargai kekhasan masing-masing, sehingga
terwujud kehidupan bangsa yang rukun dan
bersatu
b) Terwujudnya kebudayaan nasional yang
merupakan perpaduan harmonis-alamiah dari
kebudayaan daerah yang dapat dikembangkan
sebagai jati diri bangsa.
c) Terwujudnya sistem hukum nasional yang mampu
mengakomodasikan dan mengakar kepada nilai
hukum adat yang berlaku dan berkembang di
masyarakat Indonesia yang diabadikan untuk
kepentingan bangsa dan negara.
4) Kehidupan Pertahanan Keamanan
Kehidupan pertahanan dan keamanan diarahkan
untuk menumbuhkembangkan kesadaran cinta tanah
air dan bangsa pada setiap diri warga negara yang
selanjutnya akan menumbuhkembangkan jiwa dan
semangat bela negara.
264
Geopolitik Dan Wawasan Nusantara
C. Wawasan Nusantara dalam RPJP dan RPJM
1. Wawasan Nusantara dalam RPJP
Pembangunan wilayah dalam Rencana Pembangunan
Jangka Panjang (RPJP), dirumuskan pada bagian IV.1.7, yakni
Mewujudkan Indonesia menjadi Negara Kepulauan yang
Mandiri, Maju, Kuat, dan Berbasis Kepentingan Nasional, yang
menggariskan sebagian berikut :
Bahwa pembangunan kelautan pada masa yang akan
datang diarahkan pada pembangunan berkelanjutan berdasarkan
pengelolaan sumber daya laut berbasiskan ekosistem, yang
meliputi aspek-aspek sumber daya manusia dan kelembagaan,
politik, ekonomi, lingkungan hidup, sosial budaya, pertahanan
keamanan, dan teknologi, dengan budaya sebagai berikut :
a. Membangkitkan wawasan dan budaya bahari, antara lain
melalui :
1) Pendidikan dan penyadaran masyarakat tentang
kelautan yang dapat diwujudkan melalui semua jalur,
jenis dan jenjang pendidikan,
2) Melestarikan nilai-nilai budaya serta wawasan bahari
serta merevitalisasi hukum adat dan kearifan lokal di
bidang kelautan,
3) Melindungi dan mensosialisasikan peninggalan budaya
bahwa air melalui usaha preservasi, restorasi, dan
konservasi.
b. Meningkatkan dan menguatkan peran sumber daya
manusia di bidang kelautan yang diwujudkan antara lain
1) Mendorong jasa pendidikan dan pelatihan yang
berkualitas bi bidang kelautan untuk bidang-bidang
keunggulan yang diimbangi dengan ketersediaan
lapangan kerja,
265
Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi; Membina Karakter...
2) Mengembangkan standar kompetensi sumber daya
manusia di bidang kelautan. Selain itu, perlu dilakukan
peningkatan dan penguatan peranan ilmu pengetahuan
dan teknologi, riset, dan pengembangan sistem
informasi kelautan,
c. Menetapkan wilayah Negara Indonesia, aset-aset dan halhal terkait di dalamnya, termasuk kewajiban-kewajiban
yang telah digariskan oleh Hukum Laut Internasional,
dengan kewajiban antara lain :
1) Menyelesaikan hak dan kewajiban dalam mengelola
sumber daya kelautan berdasarkan ketentuan
UNCLOS,
2) Menyelesaikan penataan batas maritim seperti landas
kontinen dan ZEE,
3) Menyelesaikan batas landas kontinen di luar 200mil,
4) Menyampaikan laporan data geografis sumber daya
kelautan kepada PBB,
5) Membangun sistem hukum dan tata pemerintahan
yang mendukung kearah Indonesia sebagai negara
kepulauan, serta mengembangkan sistem koordinasi,
perencanaan, monitoring dan evaluasi,
d. Melakukan upaya pengamanan wilayah kedaulatan
yurisdiksi dan aset Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang meliputi :
1) Peningkatan kinerja pertahanan dan keamanan secara
terpadu di wilayah perbatasan,
2) Mengembangkan sistem monitoring, kontrol dan
penjagaan (surveillance) sebagai instrumen pengamanan
sumber daya, lingkungan, dan wilayah kelautan,
3) Optimalisasi pelaksanaan pengamanan wilayah
perbatasan dan pulau-pulau kecil terdepan,
266
Geopolitik Dan Wawasan Nusantara
4) Peningkatan koordinasi keamanan dan penanganan
pelanggaran di laut.
e.Mengembangkan industri kelautan secara sinergis, optimal, dan berkelanjutan yang meliputi :
1) Perhubungan laut
2) Industri maritim
3) Perikanan
4) Wisata bahari
5) Energi dan sumber daya mineral
6) Bangunan laut dan jasa kelautan
f. Mengurangi dampak bencana pesisir dan pencemaran
laut, dilakukan melalui :
1) Pengembangan sistem mitigasi bencana
2) Pengembangan peringatan dini
3) Pengembangan perencanaan sistem tanggap darurat
terhadap tumpahan minyak di laut
4) Pengembangan sistem pengendalian hama laut
5) Pengendalian dampak sisa-sisa bangunan dan aktivitas
di laut
g. Meningkatkan kesejahteraan kelurga miskin di kawasan
pesisir dengan pengembangan ekonomi produktif skala
kecil yang mampu memberikan lapangan kerja lebih luas
kepada keluarga miskin.
2. Wawasan Nusantara dalam RPJM
Perumusan perencanaan dalam RPJP tersebut ditindak
lanjuti pada RPJM (2004-2009) yang didahului dengan
pertanyaan bahwa : pembangunan Nasional yang selama ini
dilakukan telah mampu meningkatkan kualitas hidup dan
kesejahteraan masyarakat, namun demikian pembangunan
tersebut juga menimbulkan kesenjangan perkembangan antar
267
Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi; Membina Karakter...
wilayah. Pada beberapa wilayah ketimpangan pembangunaan
telah berakibat lansung munculnya semangat kedaerahan yang
pada titik ekstrim diwujudkan dalam gerakan separatisme.
Rumusan pembangunan tersebut dimulai dengan permasalahan,
sasaran, arah kebijakan, dan program pembangunan.
a. Permasalahan :
1) Banyak wilayah-wilayah yang strategis dan cepat
tumbuh;
2) Wilayah perbatasan dan terpencil kondisinya masih
terkebelakang;
3) Kurang berfungsinya sistem kota-kota nasional dalam
pengembangan wilayah;
4) Ketidakseimbangan pertumbuhan antar kota-kota
besar metropolitan dengan kota-kota menengah dan
kecil;
5) Kesenjangan pembangunan desa dan kota;
6) Rendahnya pemanfaatan Rencana Tata Ruang sebagai
acuan koordinasi Pembangunan lintas sektor dan
wilayah.
b. Sasaran
1) Terwujudnya percepatan pembangunan di wilayahwilayah cepat tumbuh dan strategis, wilayah tertinggal,
termasuk wilayah perbatasan dalam suatu sistem
wilayah pembangunan ekonomi, yang terintegrasi dan
sinergis;
2) Terwujudnya keseimbangan pertumbuhan
pembangunan antar kota-kota metropolitan, besar,
menengah, dan kecil secara hirarkis dalam suatu sistem
pembangunan perkotaan nasional;
3) Terwujudnya percepatan pembangunan kota-kota
kecil dan menengah, terutama di luar Pulau Jawa,
sehingga diharapkan dapat menjalankan perannya
268
Geopolitik Dan Wawasan Nusantara
4)
5)
6)
7)
sebagai motor penggerak pembangunan di wilayahwilayah dalam suatu sistem wilayah pengembangan
ekonomi ter masuk dalam melayani kebutuhan
masyarakat warga kotanya;
Terkendalinya pertumbuhan kota-kota besar dan
metropolitan dalam suatu sistem wilayah
pembangunan metropolitan, yang kompak, nyaman
dan
efisien
dalam
pengelolaan,
serta
mempertimbangkan pembangunan yang berkelanjutan;
Terwujudnya keterkaitan kegiatan ekonomi antar
wilayah perkotaan dan pedesaan dalam suatu sistem
wilayah pengembangan ekonomi yang saling
menguntungkan;
Terwujudnya keserasian pemanfaatan dan
pengendalian ruang dalam suatu sistem wilayah
pengembangunan yang berkelanjutan;
Penegakan hukum terhadap hak atas tanah masyarakat
dengan prinsip-prinsip keadilan, transparansi, dan
demokrasi.
c. Arah kebijakan
1) Mendorong percepatan pembangunan dan
pertumbuhan wilayah-wilayah strategis dan cepat
tumbuh sehingga dapat mengembangkan wilayahwilayah tertinggal di sekitarnya dalam suatu sistem
wilayah pengembangan ekonomi, yang sinergis, tanpa
mempertimbangkan batas wilayah administrasi, tetapi
lebih ditekankan pada pertimbangan mata rantai
proses industri dan distribusi;
2) Meningkatkan keberpihakan pemerintah untuk
mengembangkan wilayah-wilayah tertinggal dan
terpencil sehingga wilayah-wilayah tersebut tumbuh
269
Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi; Membina Karakter...
3)
4)
5)
6)
7)
8)
270
dan berkembang secara lebih cepat dan dapat mengejar
ketinggalan pembangunan dengan daerah lain;
Mengembangkan wilayah-wilayah perbatasan dengan
mengubah arah kebijakan pembangunan yang selama
ini berorientasi inward looking menjadi outward looking,
sehingga kawasan tersebut dapat dimanfaatkan
sebagai pintu gerbang aktivitas ekonomi dan
perdagangan dengan Negara tetangga;
Menyeimbangkan pembangunan antar kota-kota
metropolitan, besar, menengah, dan kecil secara
hirarkis dalam suatu sistem pembangunan perkotaan
nasional. Hal ini perlu didukung peningkatan
aksesibilitas dan mobilitas orang, barang dan jasa antar
kota-kota tersebut antara lain dengan peningkatan
pembangunan trans Kalimantan dan trans Sulawesi;
Meningkatkan percepatan pembangunan kota-kota
kecil dan menengah, terutama di luar Jawa, sehingga
diharapkan dapat menjalankan fungsinya, sebagai
motor penggerak pembangunan wilayah sekitarnya;
Mendorong peningkatan keterkaitan kegiatan ekonomi
di wilayah perkotaan dengan kegiatan ekonomi di
wilayah pedesaan secara sinergis dalam suatu sistem
wilayah pengembangan ekonomi;
Mengendalikan pertumbuhan kota-kota besar dan
metropolitan dalam suatu sistem wilayah
pembangunan metropolitan, yang kompak, nyaman,
efisien dalam pengelolaan, serta pembangunan
berkelanjutan;
Mengoperasionalisasikan Rencana Tata Ruang sesuai
dengan hirarki perencanaan, sebagai acuan koordinasi
dan sinkronisasi pembangunan antar sektor dan antar
wilayah;
Geopolitik Dan Wawasan Nusantara
9) Merumuskan sistem pengelolaan tanah yang efisien,
efektif, serta melaksanakan penegakan hukum
terhadap hak atas tanah dengan menerapkan prinsipprinsip keadilan, transparasi, dan demokrasi.
d. Pembinaan dan Pembangunan Daerah Frontien
Daerah frontien adalah daerah-daerah perbatasan wilayah
Indonesia, karena kondisi geografis berada pada wilayah
terluar dan keberadaannya banyak terpengaruh oleh
pergaulan asing atau negara tetangga. Indonesia yang luas
dengan batas wilayah dengan negara tetangga, ada yang
berupa daratan, tetapi juga yang berbatasan di wilayah
laut. Posisi daerah perbatasan adalah dengan keberadaan
sarana dan prasarana yang sangat minim dan terpencil
letaknya dari Indonesia. Sementara pada sisi lain sarana
prasarana wilayah negara tetangga lebih bagus, sehingga
banyak warga Indonesia yang terpengar uh pola
kehidupan negara lain. Bahkan ada yang pindah ke
wilayah negara tetangga, kemudian menjadi warga negara
tersebut.
Menyadari banyaknya daerah frontier yang berbatasan
dengan negara tetangga, terutama negara tetangga yang
lebih maju dan sejahtera, maka pembinaan terhadap
daerah frontier perlu dilakukan secara terencana, terukur,
terarah dan terpadu antara Pemerintah Pusat, Provinsi
maupun Kabupaten/Kota. Kasus Ligitan dan Sipadan
adalah contoh hilangnya wilayah Indonesia, karena Indonesia tidak memperhatikan wilayah tersebut dan Malaysia berhasil membina, sehingga warga yang seharusnya
merupakan Warga Indonesia lebih senang menjadi Warga
Malaysia. Pengaruh sosial, ekonomi, dan budaya akhirnya
berdampak pada pengaruh politik dan kesetiaan terhadap
negara yang dianggap mampu melindunginya. Belajar dari
masalah Ligitan dan Sipadan tentunya Bangsa Indonesia
271
Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi; Membina Karakter...
tidak ingian peristiwa tersebut terulang di daerah lain
dalam wilayah Indonesia. Untuk itu perlu mengenali
karakteristik daerah-daerah frontier sebagai sasaran
pembinaan prioritas dan berkesinambungan sesuai dengan
tantangan yang ada pada masing-masing daerah frontier.
a. Kendala Pembangunan Daerah Frontier
Wilayah daerah perbatasan Indonesia, posisinya
rata-rata jauh dari pengaruh Pemerintahan Pusat
Jakarta. Dengan serba keterbatasan yang ada, maka
ditemui berbagai kendala penghambat pembangunan
dan pembinaan warga di wilayah perbatasan. Berbagai
kendala tersebut pada umumnya adalah :
1) Jumlah penduduk relatif kecil, dengan SDM
yang masih rendah, menjadikan daya saing yang
rendah, sehingga mudah mendapatkan
pengaruh pihak lain, karena sekedar pemenuhan
kebutuhan hidup sehari-hari. Hal ini terbukti
dengan banyaknya TKI illegal ke Malaysia yang
seharusnya tidak perlu terjadi, bila Bangsa
Indonesia memiliki SDM yang tinggi, sehingga
mampu bersaing tanpa sekedar mengandalkan
tenaga fisik belaka;
2) Pelayanan umum yang sangat terbatas.
Keterbatasan sarana dan fasilitas umum di
wilayah perbatasan yang tidak mencukupi.
Namun pada sisi lain negara tetang ga
memberikan dengan baik, maka pembinaan
mental tanpa ditindaklanjuti langkah kongkret
tidak akan mendapat sambutan baik dari warga
di daerah frontier;
3) Terbatasnya kelembagaan dan aparat yang
bertugas, serta fasilitas yang tidak memadai,
menjadikan aparat yang ditugaskan tidak
272
Geopolitik Dan Wawasan Nusantara
bekerja secara maksimal, dan menjadikan
pelayanan publik tidak efektif. Kondisi ini
sedikit banyak berpengaruh terhadap kesetiaan
warga setempat terhadap Bangsa dan Negara
Indonesia;
4) Penegasan batas wilayah yang demikian luas,
belum semua disepakati dengan negara
tetang ga, sehing ga masih sering terjadi
penggolongan SDA serta usaha swasta yang
tidak seluruhnya dapat di atasi dengan hukum
positif Indonesia. Keadaan ini juga berdampak
pada penataan tata ruang pemberdayaan sumber
daya alam yang dapat menimbulkan konflik
kepentingan karena batas-batas wilayah yang
belum jelas;
5) Keterbatasan sumber dana untuk pembinaan
dan pembangunan di wilayah perbatasan,
menjadikan kondisi kumulatif yang kurang
mendukung upaya pembinaan di daerah frontier.
b.
Program Pengembangan Wilayah
Perbatasan
Menyadari akan berbagai kendala dan keadaan
yang terjadi di wilayah perbatasan, maka dalam RPJM
tahun 2004-2009 telah ditetapkan program
pengembangan wilayah perbatasan dengan tujuan
sebagai berikut:
1) Menjaga keutuhan NKRI melalui penetapan hak
kedaulatan NKRI yang dijamin oleh hukum
internasional;
2) Meningkatkan kesejahteraan masyarakat
setempat dengan menggali potensi sekonomi,
sosial budaya serta keuntungan geografis yang
273
Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi; Membina Karakter...
sangat strategis untuk berhubungan dengan
Negara tetangga.
Untuk mewujudkan tujuan tersebut telah
ditetapkan program-program koordinasi Pemerintahan
Pusat dan Daerah, yaitu Pemerintahan Pusat akan
memfasilitasi pemerintah Daerah adalah :
1) Penguatan pemerintah daerah dalam
mempercepat peningkatan kualitas hidup dan
kesejahteraan masyarakat melalui :
a) Peningkatan pembangunan sarana dan
prasarana sosial dan ekonomi
b) Peningkatan kapasitas SDM
c) Pemberdayaan
kapasitas
aparatur
pemerintahan dan kelembagaan
d) Peningkatan
mobilitas
pendanaan
pembangunan.
2) Peningkatan keberpihakan pemerintah dalam
pembiayaan pembangunan, terutama untuk
pembangunan sarana dan prasarana ekonomi
wilayah perbatasan dan pulau-pulau kecil,
seperti transportasi, telekomunikasi dan listrik
masuk desa;
3) Percepatan pendeklarasian dan penetapan garis
pembatasan antar negara dengan tanda-tanda
batas yang jelas serta dilindungi oleh hukum
internasional;
4) Peningkatan kerja sama masyarakat dalam
memelihara lingkungan (hutan) dan mencegah
penyelundupan barang, termasuk hasil hutan
(illegal logging) dan perdagangan manusia(human
trafficking);
274
Geopolitik Dan Wawasan Nusantara
5) Peningkatan kemampuan kerja sama kegiatan
ekonomi antar kawasan perbatasan dengan
kawasan negara tetangga dalam rangka
mewujudkan wilayah perbatasan sebagai pintu
gerbang lalu lintas negara;
6) Peningkatan wawasan kebangsaan masyarakat,
dan menegakkan supremasi hukum serta aturan
per undang-undangan terhadap setiap
pelanggaran yang terjadi di wilayah perbatasan.
275
Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi; Membina Karakter...
276
BAB VIII
GEOSTRATEGI INDONESIA DAN
KETAHANAN NASIONAL
A. Geostrategi Indonesia
1. Pengertian Geostrategi
Geostrategis berasal dari kata “geo” yang berarti bumi,
dan “strategi” diartikan sebagai usaha dengan menggunakan
segala kemampuan atau sumber daya, baik SDM maupun SDA,
untuk melaksanakan kebijakan yang telah ditetapkan. Dalam
kaitannya dengan kehidupan suatu negara, strategi merupakan
cara negara untuk menggunakan segala kemampuan SDM dan
SDA, demi mewujudkan cita-cita atau tujuan kehidupan
bernegara sebagai bangsa yang bermartabat.
Bagi bangsa Indonesia, geostrategi tidak lain adalah cara
atau strategi yang dilakukan Bangsa Indonesia dalam wilayah
Indonesia yang menyeluruh, dengan mengingat kondisi geografis
serta menggunakan seluruh potensi SDM dan SDA, guna
mempertahankan eksistensi dan kelangsungan hidup bernegara,
dan mewujudkan cita-cita dan tujuan nasional bernegara sebagai
bangsa yang bermartabat. Karena itu geopolitik dan geostrategi
Indonesia merupakan dua konsep yang saling mendukung
dengan pembangunan yang menyeluruh di wilayah Nusantara,
guna mewujudkan kemakmuran Bangsa Indonesia sebagaimana
termuat dalam tujuan dan cita-cita Bangsa Indonesia.
Keterkaitan geopolitik dan geostrategi juga dikembangkan
oleh Sir Halford Mackinder, yang dikenal sebagai pengembang
Wawasan Banua atau konsep kekuatan darat atau geostrategi
277
Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi; Membina Karakter...
kontinental. Pada dasarnya teori ini menekankan, barang siapa
dapat menguasi “Daerah Jantung” dunia, yaitu Eurasia (Eropa dan
Asia), akan dapat menguasai daratan Eropa, Asia serta Afrika,
dan pada akhirnya dapat menguasai Dunia.
Totalitas pengembangan kedua teori ini tidak ada yang secara
parsial atau khusus dilaksanakan dengan murni. Meski teori ini
pada awalnya dikembangkan di Eropa daratan dengan Wawasan
Benuanya, serta Inggris dengan Wawasan Bahari, keadaan
sekarang terdapat kecenderungan untuk menggabungkan
kekuasaan tersebut, meski dengan penekanan yang berbeda.
2. Hakekat Geostrategi Indonesia
Secara tidak langsung masa Orde Baru Indonesia pernah
menekankan pada kekuatan darat, dengan pertimbangan jumlah
personil angkatan darat, mencapai 3 sampai 4 kali jumlah personil
angkatan udara maupun angkatan laut. Dalam masa Reformasi,
keadaan ini direkonstruksi kembali dengan upaya
mengembangkan angkatan laut tanpa harus mengurangi potensi
angkatan darat. Hal ini dilakukan dengan meningkatkan kekuatan
dan peran angkatan laut, mengingat luas wilayah Indonesia
terbesar adalah wilayah laut serta SDA di laut yang tidak kalah
pentingnya dengan SDA yang ada di wilayah daratan.
Konsep geostrategi Indonesia pada hakekatnya, bukan
mengembangkan kekuatan untuk penguasaan terhadap wilayah
di luar Indonesia atau untuk ekspansi terhadap negara lain, tetapi
konsep strategi yang didasarkan pada kondisi metode, atau cara
untuk mengembangkan potensi kekuatan nasional yang ditujukan
guna pengamanan dan menjaga keutuhan kedaulatan Negara
Indonesia dan pembangunan nasional, dari kemungkinan
gangguan yang datang dari dalam maupun dari luar negeri. Untuk
mewujudkan geostrategi Indonesia akhirnya dirumuskan oleh
Bangsa Indonesia dengan konsep Ketahanan Nasional Republik
Indonesia.
278
Geostrategi Indonesia Dan Ketahanan Nasional
B. Ketahanan Nasional Indonesia
1. Latar Belakang
Letak Kepulauan Indonesia yang strategis sejak dulu kala,
memberikan kemudahan sarana untuk berperan dalam
percaturan hubungan antara bangsa di sekitar Indonesia. Masa
kerajaan Sriwijaya atau Majapahit telah diperankan oleh nenek
moyang Bangsa Indonesia. Kedatangan bangsa Eropa, yang
saling berebut pengaruh mulai Bangsa Arab, India, Cina,
Portugis, Spanyol, Belanda, Inggris, dan Jepang menunjukkan
bahwa wilayah Nusantara atau Kepulauan Indonesia banyak
memberi inspirasi kepada berbagai bangsa di dunia, untuk
memperebutkan atau menguasainya. Setelah Indonesia merdeka
tanggal 17 Agustus 1945, Belanda yang berhasil dikalahkan
Jepang pada awal Perang Dunia Kedua, ingin kembali ke Indonesia, setelah Jepang menyerah kepada Sekutu di bawah
kepemimpinan Amerika dan Inggris.
Di samping keinginan bangsa lain, untuk memperebutkan
pengaruh atau ingin menguasai Indonesia, setelah Indonesia
merdeka. Di sisi lain, bukanlah sesuatu yang mudah untuk
meyakinkan seluruh Bangsa Indonesia, bahwa negara baru saja
diproklamasikan akan mampu mengantar cita-cita dan tujuan
perjuangan Bangsa Indonesia. Hal ini terbukti dengan adanya
Pemberontakan PKI Madiun 1948, dan pergolakan lain untuk
memisahkan diri dari Negara Kesatuan Republik Indonesia,
serta bentuk-bentuk pengaruh lain yang tidak mendukung
kelestarian NKRI. Contoh akhir-akhir ini adalah munculnya
Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dan Organisasi Papua Merdeka
(OPM) maupun Negara Islam Indonesia (NII). Gerakangerakan ini menunjukkan bahwa ancaman dari dalam terhadap
keutuhan NKRI ternyata masih terjadi fluktuasi, yang sampai
saat ini masih saja terjadi.
Kenyataan geografis yang strategis serta pengalaman
sejarah mulai sebelum dan sesudah Proklamasi 1945,
279
Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi; Membina Karakter...
memberikan inspirasi dan aspirasi kepada Bangsa Indonesia
untuk membangun ketahanan nasional di masa kini dan masa
yang akan datang. Ketangguhan dan keuletan dari SDM Bangsa
Indonesia, serta kondisi alamiah dan SDA yang ada, membentuk
ketahanan nasional. Dinamika ketahanan nasional dapat
dipelajari dari gerak perjuangan Bangsa Indonesia dalam
mempertahankan, mengawal negara, mengisi kemerdekaan
dengan pembangunan segenap bangsa dan seluruh wilayah Indonesia. Dinamika kehidupan manusia tersebut, tidak selalu
berjalan ideal dan har monis dalam pergaulan hidup
bermasyarakat, baik dalam lingkup lokal, nasional, maupun
dalam pergaulan internasional. Dinamika kehidupan berbangsa
dan bernegara ini didasari pada pokok-pokok pikiran dari bangsa
Indonesia yang dapat dijelaskan sebagai berikut:
a. Manusia Berbudaya
Manusia, ter masuk bangsa Indonesia adalah
makhluk ciptaan Tuhan yang paling sempurna dengan
kelebihan kemampuan jiwa, dan pikirannya, senantiasa
berjuang mempertahankan eksistensi, pertumbuhan, serta
kelangsungan hidupnya senantiasa selalu mengadakan
hubungan-hubungan yang dapat memberikan ketenangan
dalam hidup, baik kehidupan individual maupun dalam
hidup bermasyarakat, seperti :
1) Hubungan manusia dengan Tuhannya disebut
Agama,
2) Hubungan manusia dengan cita-citanya, disebut
Ideologi,
3) Hubungan manusia dengan kekuasaan, disebut
Politik,
4) Hubungan manusia dengan kebutuhan, disebut
Ekonomi,
5) Hubungan manusia dengan sesama manusia,
disebut Sosial,
280
Geostrategi Indonesia Dan Ketahanan Nasional
6) Hubungan manusia dengan keindahan, disebut
Seni/Budaya,
7) Hubungan manusia dengan pemanfaatan alam,
disebut Ilmu Pengetahuan dan Teknologi,
8) Hubungan manusia dengan rasa aman, disebut
Pertahanan dan Keamanan.
b.
Tujuan Nasional, Falsafah Bangsa, serta
Ideologi Negara :
Tujuan nasional merupakan acuan pokok pikiran
untuk mewujudkan Ketahanan Nasional yang tangguh.
Tanpa ketahanan yang tangguh, upaya membangun guna
mencapai tujuan nasional menjadi rapuh dan sulit
diwujudkannya, dengan perkataan lain dalam situasi tidak
aman, sulit bagi suatu negara membangun bangsa dan
negaranya.
Falsafah dan ideologi Pancasila merupakan dasar
keyakinan Bangsa Indonesia bahwa dengan Pancasila
Bangsa Indonesia akan mampu melaksanakan
pembangunan secara berkelanjutan guna mencapai tujuan
atau cita-cita nasional Bangsa Indonesia.
2. Pengertian Ketahanan Nasional
Ketahanan Nasional ditinjau secara antropologis
mengandung arti kemampuan manusia atau suatu kesatuan
kemampuan manusia untuk tetap memperjuangkan
kehidupannya. Rumusan ketahanan nasional Indonesia
sebagaimana disusun oleh Lemhamnas (Sumarsono, dkk, 2007),
adalah kondisi dinamis Bangsa Indonesia yang meliputi segenap
aspek, kehidupan nasional yang terintegrasi, berisi keuletan dan
ketang guhan yang mengandung kemampuan untuk
mengembangkan kekuatan nasional dalam menghadapi dan
mengatasi segala ancaman, gangguan, hambatan dan tantangan,
281
Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi; Membina Karakter...
baik yang datang dari luar maupun dari dalam untuk menjamim
identitas, integritas, kelangsungan hidup bangsa dan negara,
serta perjuangan mencapai tujuan nasional.
Istilah Ketahanan Nasional pertama di Indonesia
disampaikan oleh Presiden Sukarno saat berkunjung di Banda
Aceh (Kotaraja) tahun 1958 (Rahayu, 2007), yang menyatakan
: “Alangkah besar hati kita menerima, jikalau bangsa ingin
menjadi besar dan kuat, bangsa itu harus memenuhi tiga syarat,
harus mempunyai tiga ketahanan: nomor satu ketahanan
militer, nomor dua ketahanan ekonomi, nomor tiga ketahanan
jiwa”.
Apa yang dikemukakan Presiden Sukarno tahun 1958,
masih relevan dengan kondisi ketahanan nasional yang
diharapkan atau pada kondisi perkembangan dunia saat ini,
seperti :
a.
Ketahanan Militer
Suatu negara akan mampu, mempertahankan diri
dari tekanan militer negara lain, bila suatu negara tersebut
disegani atau diperhitungkan oleh negara lain, karena
kemampuan militer yang kuat. Negara-negara yang
mempunyai kekuatan militer kuat dapat mendikte negaranegara lain, bahkan dengan arogannya tidak
menghiraukan resolusi PBB, berbagai alasan pembenaran
dilakukan, termasuk melakukan intervensi terhadap
suatu negara merdeka. Tindakan Amerika Serikat
terhadap Afganistan, dan Irak adalah contoh kongkrit
arogansi negara dengan kekuatan militer yang kuat. Minimal bagi negara, meski tidak ada keinginan politik
ekspansi, kekuatan militer kuat dalam suatu negara sangat
diperlukan, guna mengawal kedaulatan negara.
282
Geostrategi Indonesia Dan Ketahanan Nasional
b.
Ketahanan Ekonomi
Ketahanan ekonomi negara tidak ubahnya ekonomi
keluarga. Ketahanan ekonomi yang rapuh menjadikan
negara harus menegakkan ekonomi dengan hutang, bahkan
tidak sedikit negara donor memaksakan kehendak politiknya
kepada negara yang diberikan bantuan. Indonesia pernah
merasakan sikap arogansi IMF, bahkan pernah mendapat
tekanan dari IMF, yakni memaksa Indonesia untuk
menjalankan resep IMF, sehingga banyak menimbulkan
kritik dari dalam negeri Indonesia, terkait dengan harga diri
serta martabat bangsa yang seharusnya tidak perlu terjadi,
bila kita memiliki ketahanan ekonomi yang tangguh.
Ketahanan jiwa, kondisi kesadaran bagi seseorang
dalam menjaga dan memelihara keteguhan prinsip yang
diyakini kebenarannya, siap untuk membela dan
mempertahankan terhadap pengaruh dari luar apa pun resiko
yang harus dihadapinya. Ketahanan jiwa dalam bernegara
adalah kesetiaan dan kebanggan sebagai bangsa Indonesia,
yang didukung dengan semangat nasionalisme dan
patriotisme, siap sedia membela keutuhan dan kedaulatan
Indonesia sampai titik darah penghabisan. Ketahanan jiwa
untuk menjaga dan mengawal eksistensi dan cita-cita
berbangsa sangat diperlukan sehingga mampu mengatasi
ancaman, gangguan, hambatan dan tantangan baik dari
dalam negeri maupun dari luar yang dapat melemahkan
integritas bangsa dan negara dalam percaturan dunia
Internasional.
3. Asas Ketahanan Nasional
Ketahanan Nasional adalah tata laku Bangsa Indonesia
berdasarkan pada nilai-nilai Pancasila, UUD 1945, serta Wawasan
Nusantara, yang tercermin dalam asas-asas Ketahanan Nasional
Indonesia, yaitu :
283
Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi; Membina Karakter...
a.
Asas Kesejahteran dan Keamanan
Kesejahteraan dan keamanan mer upakan
kebutuhan mendasar dalam kehidupan manusia. Bagi
Bangsa Indonesia, gangguan keamanan yang terjadi akan
menghambat negara dalam melangsungkan pembangunannya, yang akhirnya dapat berdampak pada
terhambatnya usaha mewujudkan kehidupan warga yang
sejahtera. Negara yang terganggu dalam pembangunannya, pasti berdampak pada upaya mewujudkan
kesejahteraan warganya. Sebaliknya tidak terpenuhinya
kebutuhan dasar dari warga pada umumnya dapat
dipastikan akan menimbulkan tindakan kriminalitas yang
dapat meng gang gu keamanan, ketenangan adan
kesejahteraan warga.
b.
Asas Komprehensif, Integral,Menyeluruh
atau Terpadu
Sistem kehidupan nasional mencakup seluruh aspek
kehidupan bangsa dalam bentuk perwujudan persatuan
dan kesatuan serta perpaduan yang seimbang dan selaras
pada selur uh aspek kehidupan bernegara. Asas
komprehensif, integral, menyeluruh, dan terpadu ini,
hendaknya diwujudkan dalam kehidupan riil dan
kongkrit, sehingga konsep yang ideal tersebut dapat
terealisir dalam kehidupan sehari-hari. Bangsa Indonesia
perlu belajar dari krisis multidimensi yang terjadi tahun
1998, karena pemerintah selalu menyampaikan kondisikondisi kehidupan ideal yang serba serasi, harmonis,
seimbang, ekonomi Indonesia yang kokoh, ternyata Indonesia paling lama menderita dampak kritis dibanding
dengan negara-negara lain di Asia yang terkena krisis yang
sama. Konsep-konsep ideal harus dapat diaplikasikan
secara kongkrit dalam kehidupan masyarakat.
284
Geostrategi Indonesia Dan Ketahanan Nasional
c.
Asas Mawas ke dalam dan ke luar
Mawas ke dalam bertujuan menumbuh
kembangkan hakekat, sifat dan kondisi kehidupan
nasional yang didasarkan pada nilai-nilai kemandirian
sebagai bangsa yang ulet dan tangguh. Sedang mawas ke
luar bertujuan untuk mengantisipasi dan berperan serta
mengatasi dampak lingkungan strategis luar negeri, serta
menerima kenyataan interaksi dengan dunia internasional.
Kehidupan nasional harus mampu memberikan dampak
ke luar dalam bentuk antisipasi, serta daya tangkal dan
daya tawar, meski yang diutamakan adalah interaksi
dalam bentuk kerjasama bilateral atau multilateral yang
saling menguntungkan.
d.
Asas Kekeluargaan
Kekeluargaan mengandung makna keadilan,
kearifan, kebersamaan dan kesamaan, gotong royong,
tenggang rasa, dan bertanggungjawab dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara. Perbedaan dihargai, tetapi perlu
disadari bersama bahwa perbedaan tersebut jangan
sampai berkembang ke arah konflik, yang hakekatnya
dapat memecah belah persatuan dan kesatuan nasional.
Harus disadari perbedaan tersebut diupayakan untuk
mencari titik temu, bukan untuk dipertentangkan ke arah
konflik, menang kalah, bahkan dengan tindakan represif.
Perbedaan sebagai khasanah kekayaan bangsa, harus kita
sikapi dalam kerangka mencari solusi terbaik bagi
kesatuan bangsa dan negara Indonesia.
4. Konsep Ketahanan Nasional
Meski konsep ketahanan yang disampaikan Presiden
Sukarno masih relevan sebagai bagian dari konsep ketahanan
yang menyeluruh dengan kondisi kehidupan negara sekarang.
Konsep Ray Cline (Supriatnoko, 2008; Rahayu, 2007;
285
Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi; Membina Karakter...
Sumarsono, dkk, 2007) menyebut 6 gatra yang diperlukan untuk
membangun ketahanan suatu bangsa, yaitu :
a. Perceived power, kekuatan nasional sebagaimana
dipersepsikan oleh negara lain
b. Critical mass, yaitu strategi antar potensi penduduk dengan
geografi,
c. Kemampuan militer
d. Kemampuan ekonomi
e. Strategi nasional
f. Tekad rakyat untuk mewujudkan strategi nasional
Dari 6 gatra di atas, maka terdapat 3 gatra yang identik
dengan apa yang disampaikan oleh Presiden Sukarno, yaitu
kemampuan militer, kemampuan ekonomi dan tekad rakyat.
Untuk mewujudkan strategi nasional, tidak lain adalah
ketahanan jiwa sebagaimana dimaksud Bung Karno saat itu.
Dengan perkembangan teknologi serta kompleksitas
permasalahan bangsa dalam hidup bernegara, Lemhanas
mengembangkan konsep Ketahanan Nasional yang
merumuskan dalam delapan (8) gatra atau astagatra, yang
dikelompokkan dalam dua bagian, yaitu trigatra (tiga gatra) dan
pancagatra (lima gatra).
a. Trigatra
Trigatra berisi aspek alamiah, dalam ketahanan
nasional Bangsa Indonesia yang mencakup :
1) Letak geografis Negara Indonesia
Letak geografis Negara Indonesia, sebagai negara
kepulauan yang strategis pada persimpangan jalur
Asia-Australia dan Samudera Hindia dan Pasifik, yang
dikelompokkan dalam 4 gugusan, yaitu :
a) Gugusan Papua dan pulau-pulau kecil di
sekitarnya.
286
Geostrategi Indonesia Dan Ketahanan Nasional
b) Gugusan Kepulauan Maluku, terdiri dari
Halmahera, Tidore, Ternate, Seram Buru dan
pulau-pulau sekitarnya.
c) Gugusan Kepulauan Sunda Kecil, meliputi
Pulau Bali, Lombok, Sumbawa, Flores sampai
Alor dan sekitarnya.
d) Gugusan Kepulauan Sunda Besar, meliputi
Pulau Sumatra, Jawa, Kalimantan, Sulawesi dan
pulau-pulau kecil di sekitarnya.
Menurut bentang alam geografi Indonesia terdiri
dari :
a) Dangkalan Sunda, yang meliputi gugusan
Kepulauan Sunda Besar dan Kecil dengan laut
tidak begitu dalam.
b) Dangkalan Sahul yang meliputi gugusan Papua
dan Kepulauan Maluku dengan laut yang relatif
lebih dalam dibanding Dangkalan Sunda.
Dilihat dari flora dan fauna Indonesia dibedakan
dalam tiga wilayah :
a) Flora dan fauna Indonesia bagian Barat,
bercorak benua Asia
b) Flora dan fauna Indonesia bagian Timur, dengan
corak benua Australia
c) Flora dan fauna Indonesia bagian tengah,
dengan corak peralihan dengan wilayah meliputi
Sulawesi, NTB maupun NTT.
Keadaan alamiah Indonesia yang demikian luas
pada satu sisi sangat membanggakan, tetapi pada sisi
lain perlu dukungan pengamanan yang lebih besar
dalam melindungi dengan kedaulatan yang
menyeluruh.
287
Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi; Membina Karakter...
2)
Keadaan dan kekayaan alam
Kekayaan alam merupakan potensi yang mampu
mendukung dinamika Ketahanan Nasional. Kekayaan
alam seperti tambang adalah kekayaan alam yang tidak
dapat diperbarui, sedang kekayaan yang lain adalah
kekayaan alam yang dapat diperbarui, sehingga perlu
pemanfaatan kekayaan alam yang efisien dan
maksimal termasuk untuk kelangsungan generasi baru
berikutnya.
3)
Keadaan dan kemampuan penduduk
Peran penduduk sangat menentukan dalam
terwujudnya ketahanan nasional yang tangguh, karena
penduduk atau rakyat merupakan faktor dominan,
sementara keadaan gatra yang lain sangat tergantung
pada kualitas penduduk atau rakyat. Dengan
perkataan lain, penduduk adalah unsur yang aktif,
sedang gatra lain adalah pasif, tergantung bagaimana
penduduk memaksimalkan gatra lain yang pasif
tersebut.
b.
288
Pancagatra
1) Gatra Ideologi
Ideologi Pancasila yang diyakini akan mampu
mengantar bangsa Indonesia mewujudkan cita-cita
maupun tujuan nasional Bangsa Indonesia. Di samping
sebagai ideologi Pancasila juga sebagai pandangan
hidup, dasar falsafah, dan dasar negara.
Aplikasi dalam kehidupan sehari-hari terhadap
nilai-nilai Pancasila sangat tergantung kepada
kesadaran Bangsa Indonesia. Bila kesadaran tersebut
dipupuk dan dipelihara, diyakini eksistensi Bangsa dan
Negara Indonesia dapat dipertahankan dan akan dapat
mewujudkan tujuan nasional dari Bangsa Indonesia.
Geostrategi Indonesia Dan Ketahanan Nasional
Sebaliknya bila kesadaran itu, sekedar permainan katakata dan tidak pernah terwujud dalam perilaku anak
bangsa, maka telah melahirkan beberapa kali telah
terjadi krisis nasional, mulai dari pemberontakan PKI
sampai krisis multidimensi tahun 1998.
2)
Gatra Politik
Pemerintah dan kebijakan pemerintah hendaknya
tetap berpihak pada kepentingan nasional dengan
mengutamakan keseimbangan kepentingan kelompok
serta individu. Semua harus dilaksanakan secara
transparan dan demokratis. Keberpihakan pada
kelompok tertentu dan tidak transparan akan mudah
menimbulkan gejolak yang tidak menguntungkan
dalam mewujudkan kesatuan dan persatuan nasional.
Semua ini telah digariskan dalam Pembukaan dan
Batang Tubuh UUD 1945 Amandemen, bahwa Indonesia adalah negara hukum dan berdasarkan pada
konstitusi.
3)
Gatra Ekonomi
Pasal 33 UUD 1945 Proklamasi sampai
Amandemen, menyebutkan, Perekonomian disusun
sebagai usaha bersama berdasarkan atas asas
kekeluargaan. Cabang-cabang produksi yang penting
bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak
dikuasi oleh negara. Bumi, air, dan kekayaan alam
yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan
dipergunakan untuk sebesar-besarnya kepentingan
rakyat.
Amanat UUD 1945 telah jelas menggariskan
perekonomian rakyat. Rakyat diberikan hak sama
untuk berusaha, dan untuk menikmati kekayaan alam
yang terkandung dalam bumi Indonesia. Indonesia
289
Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi; Membina Karakter...
mengembangkan sistem ekonomi koperasi, usaha
swasta dan perusahaan negara. Pelaku ekonomi
sekarang yang dominan adalah perusahaan swasta,
sedang koperasi yang diharapkan mampu mewarnai
kegiatan ekonomi Indonesia dari waktu ke waktu
masih berjalan di tempat, dan tidak mampu bersaing
dengan perusahaan swasta. Perusahaan Negara yang
diharapkan mampu menjembatani hajat hidup orang
banyak, selalu terkendala dalam permodalan, dan
kadang-kala hanya menjadi sumber pendanaan dari
partai politik, oleh menterinya yang berasal dari partai
tertentu. Kalimantan Selatan sebagai produsen
batubara terbesar di Indonesia, justru mengalami krisis
listrik. Semua ini masih menunjukkan ketimpangan
pengelolaan ekonomi nasional. Sebagaimana pada
gatra penduduk, kegiatan ekonomi sangat ditentukan
oleh SDM. Untuk menggerakkan ekonomi kerakyatan
perlu dukungan SDM yang memadai.
Dalam era globalisasi ekonomi, Indonesia
dituntut terbuka, berarti Indonesia akan menyatu
dengan kegiatan ekonomi dunia. Semua ini perlu kerja
keras baik pemerintah, atau juga warga Indonesia
secara individu maupun skala nasional harus mampu
mengejar ketertinggalan dengan bangsa lain. Bila tidak,
maka Indonesia dengan kekayaan alam yang
melimpah, akan dieksploitasi bangsa lain dan Bangsa
Indonesia sebagai penonton atau buruh di negaranya
sendiri. Kondisi ini jelas tidak mendukung Ketahanan
Nasional yang harus diwujudkan. Ke depan bangsa
Indoensia harus mampu bersaing dengan bangsabangsa lain di dunia, sehingga keunggulan sumberdaya
alam dapat digunakan secara maksimal untuk
kemakmuran bersama seluruh Bangsa Indonesia.
290
Geostrategi Indonesia Dan Ketahanan Nasional
4)
Gatra Sosial-Budaya
Sebagaimana telah disebut pada pembahasan satu
kesatuan sosial-budaya dalam Wawasan Nusantara,
maka :
a) Bahwa masyarakat Indonesia adalah satu,
perikehidupan bangsa harus merupakan
kehidupan yang serasi dengan terdapatnya
tingkat kemajuan masyarakat yang sama,
merata, seimbang serta adanya keselarasan
sesuai dengan kemajuan bangsa. Pada
hakekatnya sosial adalah pergaulan hidup
manusia dalam bermasyarakat, yang memiliki
nilai-nilai
kebersamaan,
senasibsepenanggungan, dan solidaritas sebagai alat
pemersatu. Bangsa Indonesia adalah masyarakat
Negara Indonesia dengan satu nasib
sepenanggungan, serta memiliki cita-cita
bersama dalam kesatuan wilayah Indonesia.
b) Budaya pada hakekatnya adalah sistem nilai
sebagai hasil cipta, rasa, dan karsa manusia.
Masyarakat budaya akan membentuk pola
budaya, serta fokus budaya. Bahwa budaya
Indonesia pada hakekatnya adalah satu, sedang
corak ragam budaya yang ada menggambarkan
kekayaan budaya bangsa yang menjadi modal
dan landasan pengembangan budaya bangsa
seluruhnya, yang hasil-hasilnya dapat dinikmati
oleh bangsa.
5)
Gatra Pertahanan dan Keamanan
Pertahanan dan keamanan Negara Kesatuan
Republik Indonesia (NKRI) bertujuan untuk menjamin
tetap tegaknya NKRI yang berdasarkan Pancasila dan
UUD 1945, dari segala ancaman, gangguan, hambatan
291
Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi; Membina Karakter...
atau juga tantangan baik dari dalam maupun dari luar.
Sistem pertahanan dan keamanan diselenggarakan
dengan sistem pertahanan rakyat semata, dengan
Tentara Nasional Indonesia (TNI) sebagai kekuatan
inti, bersama kekuatan cadangan dan dukungan dari
seluruh rakyat Indonesia, dengan konsep defensif
aktif. Defensif aktif dimaksudkan bahwa bangsa Indonesia tidak akan melakukan intervensi ke wilayah
negara lain, dan tidak sekedar menunggu, bila ada
negara lain menyerang. Dalam arti Bangsa Indonesia
akan aktif menjaga keutuhan wilayah dan kedaulatan
Indonesia.
5. Sifat Ketahanan Nasional
Ketahanan Nasional memiliki sifat-sifat yang terbentuk
dari nilai-nilai mandiri, dinamis, wibawa, serta konsultatif dan
kerja sama (Sumarsono, dkk, 2007). Sifat-sifat tersebut adalah
sebagai berikut :
a. Mandiri
Ketahanan Nasional bertumpu pada percaya pada
kemampuan dan kekuatan, keuletan serta ketangguhan
diri sendiri, yang mengandung prinsip tidak mudah
menyerah, sesuai dengan identitas, integritas dan
kepribadian bangsa. Kemandirian merupakan prasyarat
untuk menjalin kerja sama yang saling menguntungkan.
b.
Dinamis
Ketahanan Nasional tidak bersifat statis, tetapi aktif
sesuai dengan situasi dan kondisi bangsa, negara, serta
lingkungan strategisnya. Kondisi yang dinamis dilandasi
oleh argumentasi bahwa dalam pergaulan internasional
kadang sulit diprediksi untuk terjadinya perubahan global. Untuk itu, ketahanan yang dinamis sangat diperlukan
292
Geostrategi Indonesia Dan Ketahanan Nasional
dalam pencapaian kehidupan nasional yang lebih baik
dengan kedaulatan yang kuat.
c.
Wibawa
Ketahanan terhadap ancaman, gangguan, hambatan
dan tantangan akan meningkatkan kemampuan dan
kekuatan bangsa. Kemampuan yang lebih, sebagai bangsa
yang berdaulat dan bermartabat, dalam mengatasi
ancaman, gangguan, hambatan dan tantangan
menumbuhkan dan memupuk kewibawaan bangsa Indonesia.
d.
Konsultasi dan kerjasama
Ketahanan Nasional Indonesia tidak mengutamakan
sikap konfrontatif dan antagonistis, tetapi lebih
mengutamakan sikap konsultatif, kerjasama, serta saling
menghargai dengan kemampuan dan kekauatan moral
dan kepribadian bangsa.
C. Ketahanan Nasional dalam RPJP dan RPJM
1. Ketahanan Nasional dalam RPJP
Pembangunan Pertahanan dan Keamanan dalam RPJP,
mengamanatkan; Terwujudnya rasa aman dan damai bagi
seluruh rakyat serta terjaganya keutuhan wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia dan kedaulatan negara dari
ancaman, baik dari dalam negeri maupun dari luar negeri yang
ditandai oleh hal-hal berikut :
a. Terwujudnya keamanan nasional yang menjamin martabat
kemanusiaan, keselamatan warga negara, dan keutuhan
wilayah dari ancaman dan gangguan pertahanan dan
keamanan, baik dari luar negeri maupun dari dalam negeri,
b. TNI yang profesional, komponen cadangan dan
pendukung pertahanan yang kuat terutama, bela negara
293
Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi; Membina Karakter...
masyarakat dengan dukungan industri pertahanan yang
handal.
c. Polri yang profesional, partisipasi kuat masyarakat dalam
bidang keamanan, intelijen, dan kontra intelijen yang
efektif, serta mantapnya koordinasi antara institusi
pertahanan dan keamanan.
2. Ketahanan Nasional dalam RPJM
a. Permasalahan
1) Belum komprehensifnya kebijakan dan strategi
pertahanan
2) Belum mantapnya partisipasi masyarakat (civil
society) dalam pembangunan pertahanan.
3) Kurang memadainya sarana dan prasarana,
peningkatan profesionalisme serta rendahnya
kesejahteraan anggota TNI
4) Rendahnya kondisi dan jumlah alutsita.
5) Embargo senjata oleh negara-negara produsen
utama serta rendahnya pemanfaatan industri
pertahanan nasional.
6) Belum tercukupinya anggaran pertahanan secara
maksimal.
7) Belum optimalnya pendayagunaan potensi
masyarakat dalam bela negara.
b.
Sasaran
Sasaran peningkatan kemampuan pertahanan negara
dalam waktu 5 tahun mendatang adalah :
1) Tersusunnya rancangan postur pertahanan
Indonesia berdasarkan Strategic Defence Review (SDR)
dan strategi pertahanan dalam periode 2005-2006
yang disusun sebagai hasil kerjasama civil society
dalam militer.
294
Geostrategi Indonesia Dan Ketahanan Nasional
2) Meningkatnya profesionalisme anggota TNI, baik
dalam operasi militer untuk perang maupun selain
perang.
3) Meningkatkan kesejahteraan prajurit TNI,
terutama kecukupan perumahan, pendidikan dasar
keluarga prajurit, dan jaminan kesejahteraan akhir
tugas.
4) Meningkatnya jumlah dan kondisi peralatan
pertahanan ke arah modernisasi alat terutama
sistem persenjataan dan kesiapan operasional
5) Meningkatnya penggunaan alutsita produksi dalam
negeri dan dapat ditanganinya pemeliharaan
alutsita oleh indusrti dalam negeri.
6) Teroptimasinya anggaran pertahanan serta
tercukupinya anggaran minimal serta simultan
dengan selesainya reposisi bisnis TNI.
7) Terdayagunakannya potensi masyarakat dalam bela
negara, sebagai salah satu komponen utama
pertahanan negara.
c.
Arah Kebijakan
Sasaran tersebut dicapai dengan arah kebijakan
sebagai berikut:
1) Menajamkan dan mensinkronkan kebijakan
pertahanan negara.
2) Meningkatkan peranserta masyarakat dan
meningkatkan profesionalisme institusi yang terkait
dengan pertahanan negara.
3) Meningkatkan kemampuan dan profesionalisme
TNI mencakup demensi alutsita, material, personil
serta prasarana dan sarana.
295
Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi; Membina Karakter...
4) Meningkatkan kesejahteraan anggota TNI dan
pendirian sistem asuransi prajurit.
5) Meningkatkan kemampuan industri pertahanan
nasional, dalam hal penyediaan kebutuhan dan
perawatan alutsita yang sudah ada.
6) Mengoptimalkan dan meningkatkan anggaran
pertahanan menuju rasio kecukupan secara
silmultan dengan penataan bisnis TNI.
7) Melakukan permasyarakatan dan pendidikan bela
negara secara formal dan informal.
d.
Program-program Pembanguan
Arah kebijakan dalam peningkatan kemampuan
pertahanan negara dijabarkan melalui program-program
pembangunan antara lain, sebagai berikut :
1) Program pengembangan sistem dan
strategi pertahanan
Tujuan program ini untuk mewujudkan rumusan
kebijakan umum dan kebijakan pelaksanaan serta
perencanaan strategis yang meliputi pembinaan dan
pendayagunaan komponen pertahanan negara dalam
rangka menghadapi ancaman dan gangguan termasuk
pencegahan serta penanggulangan separatisme.
Kegiatan pokok yang dilakukan adalah :
a) Penyusunan Stratgic Defence Review (SDR) strategi
daya pertahanan, postur pertahanan
kompartemen dan strategis
b) Penyusunan manajemen aset sistem pertahanan
termasuk alutsita.
c) Pengembangan sistem, berupa pembinaan
sistem dan metode dalam rangka mendukung
tugas pokok organisasi/satuan, pelaksanaan
survai tegas batas antar RI dengan PNG,
296
Geostrategi Indonesia Dan Ketahanan Nasional
Malaysia dan RDTL, pelaksanaan survai
pemetaan darat, laut dan udara serta
pengembangan sistem informatika.
d) Peningkatan fungsi yang meliputi dukungan
kebutuhan yang sesuai fungsi organisasi, teknik
tata kerja, tenaga manusia dan peralatan.
e) Pengembangan sistem dan strategi nasional yang
meliputi sistem politik ekonomi sosial budaya,
pertahanan dan keamanan.
f) Telaahan/perkiraan/apersepsi strategi nasional,
evaluasi, serta monitoring ketahanan nasional
dalam di bidang politik, ekonomi, sosial budaya,
pertahanan dan keamanan.
2)
Program pengembangan pertahanan
integratif
Tujuan program ini untuk mewujudkan kesiapan
TNI yang melingkupi matra darat, laut, dan udara
secara terintegrasi agar mampu menyelenggarakan
pertahanan negara secara terpadu. Kegiatan pokok
yang dilakukan adalah :
a) Pengembangan sistem berupa pembinaan sistem
dan metode dalam rangka mendukung tugas
pokok organisasi/satuan;
b) TNI dengan melaksanakan perawatan personil
dalam rangka mendukung hak-hak prajurit serta
melaksanakan werving prajurit TNI Perwira
Prajurit Karir (PK). Perwira Prajurit Sukarela
Dinas Pendek (PSDP) Penerbang dan PNS.
c) Pengembangan materiil TNI yang meliputi
pengadaan/pemeliharaan senjata dan amunisi,
kendaraan tempur, alat komunikasi, alat
297
Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi; Membina Karakter...
d)
e)
f)
g)
3)
pertahanan khusus (alpalsus), alat pertahanan
(alpal) darat dan udara.
Pengembangan fasilitas berupa pembangunan/
renovasi fasilitas pendukung operasi lembaga
pendidikan serta sarana dan prasarana
pendukung serta mess, asrama, dan rumah dinas.
Penggiatan fungsi yang meliputi dukungan
kebutuhan sesuai fungsi organisasi teknik, tata
kerja, tenaga manusia dan peralatan.
Pelaksanaan kegiatan operasi dan latihan militer
integratif dalam upaya membina kekuatan dan
kemampuan serta pemeliharaan kesiapan
operasional.
Pelaksanaan operasi militer selain perang
berdasarkan peraturan perundangan yang
berlaku serta kebijakan dan keputusan politik
negara.
Program pengembangan bela negara
Tujuan program ini adalah mewujudkan kesiapan
potensi dukungan pertahanan dari masyarakat untuk
ditransfor masikan menjadi kesatuan kekuatan
komponen pertahanan negara. Kegiatan pokok yang
dilakukan adalah :
a) Penyusunan berbagai kebijakan pelaksanaan di
bidang pembinaan dan pendayagunaan seluruh
potensi sumber daya nasional;
b) Peningkatan kekuatan kegita komponen
pertahanan negara dengan didukung oleh
kemampuan SDA/SBD Nasional, dan
kemampuan sarana dan prasarana Nasional yang
memdai, peningkatan kemampuan sumberdaya
manusia guna mendukung pertahanan negara.
298
DAFTAR PUSTAKA
Agustinus, Leo. Perihal Ilmu Politik, Graha Ilmu, Yogyakarta: 2007.
Affandi, Idrus, dan Suryadi, Karim. Hak Asasi Manusia (HAM),
Universitas Terbuka,
Jakarta: 2006.
Alfian. Pemikiran dan Perubahan Politik Indonesia, PT Gramedia,
Jakarta: 1981
Any, Anjar. Siapa Penggali Pancasila, Mayasari, Solo: 1982.
Arinanto, Satya. Hak Azasi Manusia dalam Transisi Politik di Indonesia. Pusat Studi Hukum Tata Negara Indonesia, Universitas
Indonesia. Jakarta: 2003.
Arthur, James and Davies, Ian, ed. Citizenship Education, Volume I,
Fundamental Issues,
The Nature of Citizenship Education,
Sage, London: 2008.
Asa Mandiri. Undang-Undang HAM Nomor 39 Tahun 1999, Asa
Mandiri,Jakarta: 2006.
Asa Mandiri. Undang-Undang RPJP Nasional 2005-2025, Asa
Mandiri, Jakarta: 2007.
Azra, Azyumardi. Menuju Masyarakat Madani, Remaja Rosdakarya,
Jakarta, 1999.
Baehr. Peter, dkk. Instrumen Internasional Pokok Hak-Hak Asasi
Manusia (Penerjemah:
Burhan Tsany dan S. Maimoen),
Yayasan Obor Indonesia, Jakarta: 1997.
299
Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi; Membina Karakter...
Bambang Yudhoyono, Susilo. Indonesia Unggul, Bhuana Ilmu
Populer, Jakarta, 2008.
Bedjo. Hubungan Presiden dan MPR Berdasarkan UUD 1945, Skripsi
Sarjana Muda IKIP Yogyakarta: 1976.
Bedjo dan Zainul Akhyar. Pendidikan Kewarganegaraan, Civic Education Untuk Perguruan Tinggi. Laboratorium Pendidikan
Kewarganegaraan FKIP UNLAM. Banjarmasin: 2010.
Budiarj o, Miriam. Dasar-dasar Ilmu Politik. Gramedia. Jakarta:
2008.
Carole Pateman. Participant and Democratic Theory, Lomdon: 1970.
Chamim Asykuri,dkk. Pendidikan Kewarganegaraan (Civic Education),
Majelis Pendidikan Tinggi Penelitian dan Pengembangan
Pimpinan Pusat Muhamadiyah, Yogyakarta: 2003.
Cholisin, Kewarganegaraan, Jakarta, Dirjen Didasmen: 2003.
Citra Umbara. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tentang
Kewarganegaraan R.I, Citra Umbara, Bandung: 2007.
Darmodiharjo, Darji. Aku Warga Negara Indonesia. Balai Pustaka.
Jakarta: 1978.
Ekowati, Endang, dkk. Pengetahuan Sosial (Materi Pelatihan
Terintrgrasi), Direktorat
Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Departemen Pendidikan
Nasional, Jakarta: 2004.
Eriyanto. Kekuasaan Otoriter (Dari Gerakan Penindasan Menuju Politik
Hegemoni), Pustaka Pelajar, Yogyakarta: 2000.
Fisip UI. Konferensi Warisan Otoritarianisme, Demokrasi dan Tirani
Modal. Kampus Fisip
UI. Jakarta; Depok, 5-7 Agustus
2008.
Hatta. Sekitar Proklamasi 17 Agustus 1945, Tinta Mas, Jakarta: 1969.
300
Daftar Pustaka
Hartini, Sri, Negara Hukum. Depdikbud, Jakarta: 2002
Howard, E. Rhod. HAM Penjelajahan Dalih Relativisme Budaya,
Jakarta, Temprint: 2000.
Kaelan (Editor). Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi,
Yogyakarta, Paradigma: 2002.
Kaelan. Pendidikan Pancasila, Yogyakarta, Paradigma:2008.
Kamal Pasha, Musthafa. Pendidikan Kewarganegaraan (Civics Education), Citra Karsa Mandiri, Jogjakarta: 2002.
Kansil. Pancasila dan UUD 1945, Jakarta, Pradnya Paramita: 1977.
Kansil. Memahami Pemilihan Umum dan Referendum, Jakarta, Radar
Jaya Offet: 1986.
Kartodirdjo, Sartono. Sejarah Nasional Indonesia VI, Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta: 1975.
Karim, Rusli. Peluang dan Hambatan Demokratisi, Jurnal CSIS,
Jakarta, Januari-Maret : 1998.
Kasim, Ifdhal, Dimensi-Dimensi HAM Mengurai Hak Ekonomi,
Sosial, Budaya, Jakarta Raja Grafindo Persada: 2008.
Koentjaraningrat. Kebudayaan Mentalitas dan Pembangunan,
Gramedia Pustaka Utama, Jakarta: 2000.
Kusnardi, Moh, dan Saragih, Bintan, R. Susunan Pembagian
Kekuasaan Menurut Sistem Undang-Undang Dasar 1945, PT
Gramedia, Jakarta: 1980.
Lemhannas, Kewiraan untuk Mahasiswa, Gramedia, Jakarta: 1996.
Lewis, Bernard, et.al. Islam, Liberalisme, Demokrasi, Membangunn
Sinerji Warisan Sejarah, Doktrin, dan Konteks Sosial,
Paramadina, Jakarta: 2002
301
Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi; Membina Karakter...
Mahfud. MD, Moh. Demokrasi dan Konstitusi Indonesia, Studi interaksi
Politik dan Kehidupan Ketatanegaraan, Rineka Cipta, Jakarta:
2003.
Mali Benyamin Mikhael, Civic Education, Upaya Mengembalikan
Episteme Politik, Fidei Press, 2011.
Naning, Ramdlon. Cita dan Citra Hak-Hak Azasi Manusia di Indonesia. Lembaga Kriminologi Universitas Indonesia.
Jakarta:1983.
Naning, Ramdlon. Gatra Ilmu Negara, Yogyakarta, liberty: 1982.
Pamuji,S. Perbandingan Pemerintahan, Bina Aksara, Jakarta: 1985.
Priyanto, Anang. Negara Hukum, Dirjen Dikdasmen, Jakarta: 2003.
Poespoprodjo. Jejak-Jejak Sejarah 1908-1926, Remadja Karaya,
Bandung: 1984.
Rahayu, Minto. Pendidikan Kewarganegaraan, Grasindo, Jakarta:
2007.
Rais Amin. 1998. Membangun Politik Adiluhung. Zaman Wacana
Mulia. Bandung.
Rousseau, JJ. Du Contract Social (Perjanjian Masyarakat),
Visimedia, Jakarta: 2007.
Samuel, H. Beer. Modern Political Development, London Hause,
Neww York : 1974.
Schmandt, J. Henry. Filsafat Politik Kajian Historis dari Zaman Yunani
Kuno sampai Zaman
Modern. (Terjemahan oleh Baidlowi
Ahmad). Pustaka Pelajar. Yogyakarta: 2002.
Sekretariat Jenderal MPR RI. Panduan Pemasyarakatan UUD Negara
RI Tahun 195 dan TAP MPR RI, Sekjend MPR RI, Jakarta:
2012.
Soehino. Ilmu Negara, Liberty, Yogyakarta: 1998.
302
Daftar Pustaka
Soetriono dan Rita Hanafie. Filsafat Ilmu dan Metodologi Penelitian,
Andi, Yogyakarta: 2007.
Somantri, M. Numan. Membahas Pembaharuan Pendidikan IPS,
Remaja Rosdakarya, Bandung: 2001.
Sriyanti, dkk. Etika Berwarga Negara, Salemba Empat , Jakarta:
2008.
Subardi, Konstitusi, Depdikbud, Jakarta: 2001
Suhelmi, Ahmad. Pemikiran Politik Barat. Daril Falah. Jakarta:2000.
Sumarsono, dkk. Pendidikan Kewarganegaraan, Gramedia Pustaka
Utama, Jakarta: 2007.
Suny Ismail. Pergeseran Kekuasaan Eksekutif, Aksara Baru, Jakarta,
1983.
Supriatnoko. Pendidikan Kewarganegaraan, Jakarta, Penaku: 2008.
Syahar, Saidus. Pancasila sebagai Paham Kemasyarakatan dan
Kenegaraan Indonesia, Bina Ilmu, Bandung: 1977
Syam, Firdaus. Pemikiran Politik Barat, Bumi Aksara. Jakarta: 2007.
Syarbaini, Syahrial, Implementasi Pancasila melalui Pendidikan
Kewarganegaraan, Graha Ilmu, Yogyakarta: 2010.
Tamita Utama. Peraturan Pemerintah tentang Rencana Pembangunan
Jangka Menengah 2004-2009, Tamita Utama, Jakarta: 2005.
TIM ICCE UIN Jakarta. Pendidikan Kewarganegaraan (Civic Education), Prenada Media, Jakarta: 2003.
Tim Instruktur. Modul Bidang Studi Pendidikan Kewarganegaraan,
Universitas Lambung
Mangkurat, Banjarmasin: 2008.
Undang-Undang Pemilu dan Partai Politik 2008, Gradien Mediatama,
Yogyakarta: 2008.
Winataputra, Udin S. Pendidikan Kewarganegaraan Dalam Prespektif
Internasional, Acta Civicus (Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan,
303
Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi; Membina Karakter...
Program Studi Pendidikan Kewarganegaraan Pasca Sarjana UPI),
Bandung, Oktober: 2007.
Winataputra, Udin S dan Budimansyah Dasim. Civic Education
(Konteks, Landasan Bahan Ajar dan Kultur Kelas), Pusat Studi
Pendidikan Kewarganegaraan Pasca Sarjana UPI,
Bandung: 2007.
304
BIODATA PENULIS
Dr. H. Sarbaini, M.Pd adalah Lektor
Kepala pada Program Studi Pendidikan
Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn)
Jurusan Pendidikan IPS FKIP Universitas
Lambung Mangkurat (Unlam) di
Banjarmasin. Lahir di Banjarmasin, pada
tanggal 27 Desember 1959. Penulis
menyelesaikan pendidikan S1 (Drs) di
Jurusan PMP-KN FKIP Unlam tahun 1984,
gelar M.Pd diperoleh di IKIP Bandung tahun
1993, dan gelar Dr diperoleh tahun 2011 di UPI Bandung, keduanya
berbasis kajian Pendidikan Nilai. Sejak tahun 1986 menjadi
pengajar di Program studi PPKn, pernah menjadi pengajar di mata
kuliah Pendidikan Pancasila dan Pendidikan Kewarganegaraan di
berbagai PTS Banjarmasin. Aktif juga sebagai pengajar di
Pascasarjana Pendidikan IPS Unlam, dan Pascasarjana STIA
Banjarmasin. Pelaku sejarah dan pelibat Pusat Studi
Kemasyarakatan dan Kebudayaan Lembaga Penelitian Unlam
bersama alm Prof.Dr. Noerid H.Radam, Ketua Program Studi
PPKn FKIP Unlam (2000-2004). Ketua UPT MKU Unlam (2006sekarang), Tim Pokja PUG Bidang Pendidikan Dinas Pendidikan
Kalsel (2007-sekarang), konsultan LPMP (2002-2004), Tim Pokja
Peningkatan Mutu Pendidikan dan Tenaga Kependidikan Non
Formal (2007-sekarang), Tutor UT UBJJ Banjarmasin (2007sekarang), anggota Forum Peneliti Balitbangda Kalsel (2008305
Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi; Membina Karakter...
sekarang), Tim Jaringan Penelitian Balitbangda Kalsel (2002sekarang), dan Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Kalsel (2005sekarang), Assesor Sertifikasi Guru, Penyunting Jurnal Wiramartas,
Jurnal Sosial dan Pendidikan IPS (2003-sekarang), Ketua Micro
Teaching FKIP UNLAM (2011-2015), Penyunting Pelaksana Jurnal
Pendidikan Kewarganegaraan FKIP UNLAM (2012), Mitra Bestari
Jurnal MPI STAIN Palangkaraya (2013), nara sumber berbagai
kegiatan seminar, pendidikan dan pelatihan, menulis beberapa
artikel di Vidya Karya, Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan,
Wiramartas, dan Jurnal Triwulanan LITBANG. Penulis, ketua tim
penyusun, penerjemah dan editor buku; Masalah Hukum dan
Politik (editor, 2000), Model Pembelajaran Kognitif Moral, dari
Teori ke Implementasi (penulis, 2001), Pembinaan Nilai, Moral
dan Karakter Kepatuhan Peserta Didik Terhadap Norma
Ketertiban Di Sekolah; Landasan Konseptual, Teori, Juridis dan
Empiris (penulis, 2012), dan Model Pembelajaran Berbasis
Kognitif Moral, dari Teori ke Aplikasi (penulis, edisi revisi, 2012),
Bagaimana Mengajar tentang Nilai-Nilai; Sebuah Pendekatan
Analitik (Penerjemah, Juni 2012), Pedoman Pendidikan Karakter
“WASAKA” (Waja Sampai Kaputing) UNLAM (Ketua Penyusun,
Nopember 2012), Panduan Kurikulum MKU (MPK-MBB) Unlam
(Ketua Penyusun, Nopember 2012), Standar Kompetensi Dosen
MKU (MPK-MBB) Unlam (Ketua Penyusun, Nopember 2012),
Pendidikan Kewarganegaraan untuk Perguruan Tinggi; Membina
Warga Negara yang Baik (2013, cetakan ke-1) dan Etika Wasaka
Mahasiswa (2013).
Drs. Zainul Akhyar, MH adalah dosen dengan jabatan
Lektor Kepala pada Program Studi Pendidikan Pancasila dan
Kewarganegaraan FKIP Unlam Banjarmasin. Lahir di Barabai, 6
Agustus 1962. Menyelesaikan S1 PMP-Kn (1990), Magister Ilmu
Hukum Unlam Banjarmasin (2007). Pernah menjadi Tim
Konsultasn BKKBn Propinsi Kalsel (1998), Tim Konsultan Bank
306
Biodata Penulis
Dunia untuk pemukiman kembali di Kota Banjarmasin (19972000, 2002), Tim Konsultan Sosial Ekonomi Pembangunan Jalan
Lingkar Utara Kota Banjarmasin (2002), Ketua Program Studi
PPKn FKIP UNLAM (2003-2010), Assesor PLPG (2003sekarang), Ketua Unit Penjaminan Mutu Fakultas FKIP UNLAM
(2011-sekarang). Menulis artikel ilmiah pada jurnal dan seminar
di lingkungan Program Studi, Fakultas dan Unlam. Bersama Drs.
Bedjo menulis buku Pendidikan Kewarganegaraan, Civic Education untuk PT (2009-2010), bersama Dr. Sarbaini, M.Pd menulis
buku Pendidikan Kewarganegaraan untuk PT, Membina Karakter
Warganegara yang Baik (2013)
307
Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi; Membina Karakter...
308