[go: up one dir, main page]

Academia.eduAcademia.edu
Modul Pekuliahan Pendidikan Agama Islam Universitas Al-Ghifari Bandung MODUL 2 AKHLAK ISLAMIYAH TUJUAN PEMBELAJARAN Melalui kegiatan pembelajaran, Tanya-jawab, dan diskusi. Mahasiswa dapat:  Menjelaskan definisi dan Pengertian Akhlaq secara etinomologi dan terminology menurut para ahli;  Menjelaskan ciri-ciri dan karakteristik akhlak (Islam);  Sumber Akhlak (Islam);  Membedakan Akhlaq, Karakter, Etika, Moral, Budi Pekerti dan Adab;  Menjelaskan Macam-macam Akhlaq;  Menjelaskan Ruang lingkup akhlak (Akhlak Kepada Allah, Akhlak Kepada Diri Sendiri, Akhlak Kepada Sesama, Akhlak kepada Lingkungan);  Aktualisasikan akhlak Islamiyah dalam Manajemen. MATERI PEMBELAJARAN A. Definisi Akhlak 1. Definisi Etimologi Kata ‘akhlaq’ berasal dari bahasa Arab sebagai bentuk jamak dari kata ‘khuluq’, yang menurut bahasa bermakna budi pekerti, perangai, tingkah laku, atau tabiat, watak, kebiasaan atau kelaziman dan keteraturan. Pengertian tersebut memiliki kedekatan dengan makna dari kata ‘khulq’ yang berarti kejadian, yang juga erat hubungannya dengan kata ‘khaliq’ yang berarti Pencipta, demikian pula dengan kata ‘makhluq’ yang bermakna yang diciptakan. Dengan demikian berdasarkan pendekatan kebahasaan kata akhlak mengacu kepada sifat-sifat universal manusia, perangai, watak, kebiasaan dan keteraturan baik sifat yang terpuji maupun sifat yang tercela. Ibnu manzur menyatakan bahwa hakikat akhlak adalah dimensi esoteric manusia yang berkenaan dengan jiwa, sifat, dan karakteristiknya secara khusus, yang hasanah (baik) maupun yang qabihah (buruk). Kata akhlak maupun kata khuluq, kedua-duanya ditemukan dalam literature agama Islam: َ َ ْ ُ ُ ُ َّ َ ٰ ْ ‫ِان هذآ ِالا خلق الاَّ لِو ْين‬ “(agama kami) ini tidak lain hanyalah adat kebiasaan orang-orang terdahulu” (Q.S. AsySyu’ara: 137). َ ًُ ُ ُ ْ َ ً َ َ ْ ْ ُ ْ ‫اك َمل ا ُلمؤ ِم ِن ْين ِإ ْيمانا اح َسن ُه ْم خلقا‬ “Orang-orang mukmin yang paling sempurna keimanannya adalah orang sempurna budi pekertinya” (H.R. Abu Dawud dan Tirmidzi) 36 Modul Pekuliahan Pendidikan Agama Islam Universitas Al-Ghifari Bandung َ َْ ْ َ َُ ُ ْ َ َّ ‫ِإنما ُب ِعثت ِلأت ِم َم َمك ِار َم الأخل ِاق‬ “Bahwasanya aku diutus (Allah) untuk menyempurnakan keluhuran budi pekerti” (H.R. Ahmad) 2. Definisi Terminologi Secara terminologi pengertian akhlak dapat diketahui melalui pandangan-pandangan para tokoh/ulama antara lain: a. Ibnu Miskawaih َ َ ٌ َ ْ َ ُ ُ ََْ ُ َ ْ ْ َّ ُ َ ْ َ َ ْ َ َْ َ ‫ ِمن َها َما َيك ْون‬:‫ َوه ِذ ِه الحال تنق ِس ُم ِالى ِق ْس َم ْي ِن‬.‫اع َية ل َها ِالى افع ِال َها ِم ْن غ ْي ِر ِفك ٍر َولا َر ِو َي ٍة‬ ‫د‬ ‫س‬ ‫ف‬ ِ ِ ‫الحال ِللن‬ ُ ْ ْ ُ َ َ َ َ ُ ُ َ َ ْ ً ََ ْ َّ ْ َ ْ ْ َ ْ ًّ ْ َ ‫ثَّم‬،‫ َو ِمن َها َما َيك ْون ُم ْستفادا ِبالعاد ِة َوالتد ِر ْي ِب َو ُرَّبما كان َم ْبدؤ ُه ا ِلفك ُر‬... ‫اج‬ ‫يز‬ ‫م‬ ‫ل‬ ‫ا‬ ‫ل‬ ‫ص‬ ِ ِ ‫ط ِبي ِعيا ِمن ا‬ ِ ًُ ُ ً َ َ َّ َ ً َ َ ً َ َ َ َ َ ‫ي ْست ِم ُّر عل ْي ِه اَّولا فأَّولا حتى َي ِص ْي ُر َملكة َوخلقا‬ Akhlak adalah keadaan jiwa seseorang yang mendorongnya untuk melakukan perbuatan-perbuatan tanpa melalui pertimbangan pikiran (terlebih dahulu). Keadaan ini terbagi dua, ada yang berasal dari tabiat aslinya… ada pula yang diperoleh dari kebiasaan yang berulang-ulang. Boleh jadi, pada mulanya tindakan itu melalui pikiran dan pertimbangan, kemudian dilakukan terus menerus, maka jadilah suatu bakat dan akhlak. b. Al-Ghazali ْ َ َ َ َ ُ َ َْ ْ ُ ْ َ ْ َ َ ْ َّ ُ َ َْ َ َ ٌ ُُْ َْ ‫فالخلق ِع َب َارة ع ْن هيئ ٍة ِفى النف ِس َر ِاسخ ٍة عن َها تصد ُر الافعال ِب ُس ُه ْول ٍة َوي ْس ٍر ِم ْن غ ْي ِر حاج ٍة ِالى ِفك ٍر‬ ُ َْ ْ َ ْ ْ َ ً َ ً ْ َ َُ ْ ْ َُ َ ْ ُ َ َْ ْ ْ َ ُ ْ ُ ْ َ ُ َْ ْ َ َ ْ َ ‫َو َر ِو َي ٍة ف ِإن كان ِت ا َلهيئة ِبحيث َيصد ُر عن َها الافعال الج ِم ْيلة ا َلمح ُم ْودة عقلا َوش ْرعا ُس ِميت ِتلك ا َلهيئة‬ َّ ُ َ ْ ْ َّ ُ َ َ ْ ُ َ ْ َ ْ ْ َ ًُ ُ ً َ ًُ ُ ً َّ ْ َّ َ َ ْ ‫خلقا ح َسنا َو ِإن كان الص ِاد ُر عن َها الافعال الق ِب ْيحة ُس ِمي ِت ا َلهيئة ال ِتى ِه َي ا َلمص ِاد ُر خلقا َس ِيئا‬ Akhlak adalah suatu sifat yang tertanam di dalam jiwa yang daripadanya timbul perbuatan-perbuatan dengan mudah tidak memerlukan pertimbangan pikiran (lebih dahulu). Maka jika sifat tersebut melahirkan suatu tindakan yang terpuji menurut pertimbangan akal dan norma agama (syara’), ia dinamakan akhlak yang baik. Tetapi jika ia menimbulkan perbuatan yang jahat, maka ia dinamakan akhlak yang buruk. c. Muhyiddin Ibnu ‘Arabi ْ َّ ُ َ ْ ْ َ َ َ َ َ ُ َ َ َْ ُ َْ ْ ُ َ ْ َ َّ ً ْ َ َ ً َْ َ َْ ُ ْ ُ َ ْ َ ُ ُْ ْ َ َ ‫رزة وطبعا‬ ‫اس غ ِي‬ ِ ‫ والخلق قد يكون ِفى بع ِض الن‬.‫الحال ِللنف ِس ِب ِه يفعل ا ِلانسان افعاله ِبلا ر ِوي ٍة ولا اخ ِتي ٍار‬ َّ ُ ُ َ َ ْ ْ َ َّ َْ َ ‫ايك ْون ِالا ِبا ِلر َياض ِة َوا ِلاج ِت َه ِاد‬ ‫اس ل‬ ِ ‫و ِفى بع ِض الن‬ Keadaan jiwa seseorang yang mendorong jiwa manusia untuk berbuat tanpa melalui pertimbangan dan pilihan terlebih dahulu. Keadaan tersebut pada seseorang bisa jadi merupakan tabiat atau bawaan, dan bisa jadi juga merupakan kebiasaan yang diperoleh melalui latihan dan perjuangan. d. Makarim As-Syirazy ْ ْ َ ْ ُ َ ْ ْ َ ُ َ ْ َ ْ ْ ُّ ‫ات الك َم َالات ا َلم ْع َنوَّية َو‬ َ ْ ‫الس َج َايا ا َلباطنَّي ِة ِللإن‬ ‫ان‬ ‫س‬ ‫الاخلاق مج ُموع‬ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ 37 Modul Pekuliahan Pendidikan Agama Islam Universitas Al-Ghifari Bandung e. f. g. h. i. j. Akhlak adalah sekumpulan keutamaan maknawi dan tabiat batin manusia. Al-Faidh al-Kasyani ُّ َ َ ُّ َ َ َ َ َ ْ ْ َّ َ َْ َ َ ٌ ُ ْ َْ ُ ُ ُ َ َْ ْ َ ْ ُ ُ ْ َ ُُْ ْ َ ْ ‫الخلق ِع َب َارة ع ْن هيئ ٍة ق ِائ َم ٍة ِفى النف ِس تصدر ِمنها الافعال ِبسهول ٍة ِمن دو ِن الحاج ِة ِالى تدب ٍر وتفك ٍر‬ Akhlak adalah ungkapan yang menunjukkan kondisi kemandirian dalam jiwa, yang darinya muncul perbuatan-perbuatan yang mudah tanpa didahului dengan perenungan dan pemikiran. Ahmad Muhammad Al-Kufi Akhlak adalah adat yang dengan sengaja dikehendaki keberadaannya. Dengan kata lain, akhlak adalah azimah (kemauan yang kuat) terhadap sesuatu yang dilakukan secara berulang-ulang, sehingga menjadi adat (kebiasaan) yang mengarah kepada kebaikan atau keburukan. Ahmad Amin Akhlak merupakan ‘adatul iradat’ artinya kehendak yang dibiasakan. Kehendak itu bila membiasakan sesuatu, maka kebiasaan itu disebut akhlak. Al-Qurthubi َ ْ ْ َ ُ ْ َ ُ ََّ ً ُ ُ َّ َ ُ َ َ ْ َ ُ َ ْ َ ُ َ ْ ْ ُ ُ ْ َ َ ُ َ ‫لخلق ِة ِف ْي ِه‬ ِ ‫ما هو يأخذ ِب ِه ا ِلإنسان نفسه ِمن الاد ِب يسمى خلقا ِلانه ي ِصير ِمن ا‬ Perbuatan manusia yang bersumber dari adab kesopanan dirinya disebut akhlak, karena perbuatan itu merupakan bagian dari kejadiannya. Muhammad Yusuf Qaradhawi Akhlak adalah daya yang melekat kuat di dalam keinginan yang darinya muncul dorongan untuk memilih apa yang baik dan mashlahat –apabila ia merupakan akhlak terpuji; atau untuk memilih yang buruk dan jahat –apabila ia merupakan akhlak tercela. Abu Bakar Jabir al-Jazairy ْ َّ ٌ َ ُ ْ ْ ُ َ ْ ُ َ َْ ْ ْ َ ُ ْ َ ٌ َْ َ ُُْ ْ َ َ َ َ َ َ َ ‫الخلق هيئة َر ِاسخة ِفى النف ِس تصد ُر عن َها الافعال ال ِاد ِار َية ا ِلاخ ِت َي ِار َية ِم ْن ح َسن ٍة َو َس ِيئ ٍة َوج ِم ْيل ٍة َوق ِب ْيح ٍة‬ Akhlak adalah bentuk kejiwaan yang tertanam dalam diri manusia, yang menimbulkan perbuatan baik dan buruk, terpuji dan tercela dengan cara yang disengaja. B. Ciri-ciri Akhlak Berdasarkan beberapa definisi tentang akhlak yang dikemukakan oleh para ahli, maka dapat ditarik benang merah yang menegaskan tentang ciri-ciri akhlak sebagai berikut: 1. Perbuatan akhlak tertanam kuat dalam jiwa Perbuatan akhlak merupakan hal yang telah tertanam secara kuat pada jiwa seseorang, sehingga perbuatan tersebut menjadi kepribadian yang melekat. Kepribadian tersebut menjadi ciri dan status yang melekat pada dirinya, dimanapun dan kapanpun. Misalnya seseorang yang berkahlak dermawan, menunjukkan bahwa jiwa kedermawanan telah menjadi darah dagingnya, dimanapun dan kapanun, serta kondisi apapun jiwa kedermawanan itu akan muncul, sehingga orang-orang akan menyebutnya seorang yang dermawan. 2. Perbuatan akhlak dilakukan dengan mudah tanpa berpikir Karakteristik akhlak ditandai dengan perbuatan yang dilakukan oleh seseorang secara enteng dan mudah, tanpa pikir dan tanpa pertimbangan. Pengertian tanpa pikiran bukan 38 Modul Pekuliahan Pendidikan Agama Islam Universitas Al-Ghifari Bandung bermakna tidak menggunakan pikiran, melainkan bahwa apa yang dilakukannya dirasakan sebagai perbuatan yang mudah, enteng dan tanpa beban. 3. Perbuatan akhlak timbul tanpa paksaan ataupun tekanan Perbuatan akhlak yang timbul dari dalam diri orang yang mengerjakannya, tanpa ada paksaan atau tekanan dari luar. Perbuatan akhlak merupakan perbuatan yang dilaksanakan atas dasar kemauan, pilihan, atau keputusan diri sendiri. 4. Perbuatan akhlak dilakukan atas dasar kesungguhan Perbuatan akhlak merupakan perbuatan yang dilakukan dengan penuh kesungguhan, bukan main-main atau sandiwara. 5. Perbuatan akhlak (akhlak hasanah) dilakukan karena ikhlas semata-mata karena Allah Perbuatan akhlak terutama akhlak hasanah merupakan perbuatan yang didasari oleh sikap ikhlash karena Allah, bukan karena ingin mendapatkan pujian dari makhluk. Yusuf Qaradhawi menyatakan bahwa suatu perbuatan dapat menjadi tanda dan ciri dari akhlak seseorang harus memiliki unsur-unsur berikut: 1. Perbuatan-perbuatan itu harus berulang dengan bentuk tertentu, sehingga menjadi kebiasaan yang tetap, dan sehingga dapat menunjukkan daya tertentu yang tertanam di dalam jiwa atau motivasi konstan yang menunjukkan kea rah perbuatan-perbuatan tertentu. Akhlak seseorang merupakan sejumlah perbuatan diri di sepanjang waktu dalam berbagai keadaan yang berbeda-beda, bukan perbuatan yang muncul sesekali dalam kondisi tertentu yang memaksanya untuk menunjukkan perilaku tersebut. 2. Perbuatan yang muncul terjadi secara spontan dari dorongan jiwa, bukan reaksi atau efek dari sebab-sebab eksternal tertentu –seperti rasa takut, berharap, malu, riya, dan sebabsebab lainnya—yang dapat menyebabkan munculnya perbuatan yang dilakukan dengan keterpaksaan, atau kepura-puraan yang berlawanan dengan watak asli seseorang. C. Karakteristik Akhlak Islami Karakteristik khusus ini yang membedakan dengan akhlak wadh’iyah atau akhlak yang diciptakan oleh manusia, atau hasil konsensus manusia dalam menentukan baik dan buruknya perbuatan yang disebut dengan moral. Akhlak Islam memiliki karakteristik sebagai berikut: 1. Kebaikannya bersifat mutlak (al-khariyah al-muthlaqah), yaitu kebaikan yang terkandung dalam akhlak Islam merupakan kebaikan yang murni, baik untuk individu maupun masyarakat luas, kapanpun dan di manapun. 2. Kabaikannya bersifat menyeluruh (ash-shalahiyah al-‘ammah). Yaitu kebaikan yang terkandung di dalamnya merupakan ke- baikan untuk seluruh umat manusia di segala zaman dan di semua tempat. 3. Tetap lenggeng dan mantap, yaitu kebaikan yang terkandung di dalamnya bersifat tetap, tidak berubah oleh perubahan waktu dan tempat atau perubahan kehidupan manusia. 4. Kewajiban yang harus dipatuhi (al-ilzamul mustajab), yaitu kebaikan yang terkandung di dalamnya merupakan hukum yang harus dilaksanakan, sehingga ada sanksi hukum tertentu bagi orang-orang yang tidak melaksanakan. 5. Pengawasan yang menyeluruh (ar-raqabah al muhithah), yaitu Allah yang memiliki sifat Maha Mengetahui seluruh isi alam semesta, dan apa yang dilahirkan dan disembunyikan oleh manusia, maka perbuatan manusia selalu diawasi dan dimintai pertanggungjawaban atas apa yang dilakukan. Tidak ada sekecil dzarah pun yang lepas dari pengawasan Allah. Akhlak Islami memiliki karakteristik dan keistimewaan yang membedakannya dengan sistem akhlak lainnya. Karakter-karakter tersebut adalah: 39 Modul Pekuliahan Pendidikan Agama Islam Universitas Al-Ghifari Bandung 1. Rabbaniyah atau teosentris Kakarter akhlak rabbaniyah bermakna bahwa akhlak Islamiyah memiliki dasar yang bersifat ketuhanan atau berorientasi kepada ketuhanan atau teosentris. Karenanya, Allah SAW adalah dasar yang mencirikan perwujudan akhlak Islami. Karakter rabbaniyah dalam akhlak tercermin dalam dua aspek: a. Rabbaniyah dari sisi tujuannya (rabbaniyah al-ghayah) b. Rabbaniyah dari sisi sumber (rabbaniyah al-mashdar). Rabbaniyah al-ghayah bermakna bahwa tujuan puncak dari akhlak dalam Islam adalah untuk mendekatkan diri (taqarrub) dan menghambakan diri (ta’abbud) kepada Allah SWT untuk menggapai keridhaan-Nya. ٰ ََّ ٰ َْ ْ َ ‫َوان ِالى َر ِبك ال ُمنتهى‬ “dan sesungguhnya kepada Tuhanmulah kesudahannya (segala sesuatu)” (Q.S. an-Najm: 42) Tujuan akhir ini (teosentris) harus menjadi dasar dari tujuan terbentuknya akhlak pada diri manusia. Tujuan-tujuan dan sasaran lain yang bersifat horizontal harus terikat kuat dengan dasar tujuan yang bersifat vertical, sehingga akhlak yang terwujud merupakan akhlak yang Islami, bukan hanya sekedar budi pekerti biasa. Ketika seseorang berkahlak baik untuk dirinya, berbakti kepada kedua orangtuanya, berbuat baik kepada tetangganya dan lingkungannya, semuanya harus didasari dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah SWT sebagai tujuan akhir dan pengikat utama akhlak dalam agama Islam. Sedangkan rabbaniyah al-mashdar bermakna bahwa manhaj (konsep) dasar dari berakhlak atau menerapkan akhlak adalah sumber-sumber ilahiyah yang disampaikan dalam al-Quran dan Sunnah Rasulullah SAW. Karenanya, sumber akhlak dalam Islam tidak tidak didasarkan kepada perasaan dan nalar manusia yang bersifat nisbi, melainkan karena perintah yang bersumber dari wahyu. Perasaan dan nalar memang bisa menentukan bahwa suatu perilaku itu baik atau buruk, tetapi dasar seseorang yang berakhlak karena perasaan ataupun nalar memiliki keterbasan. Misalnya, seseorang akan berbuat hanya kepada orang yang telah menanam budi atau kebaikan kepadanya. Contohnya, kewajiban berbuat baik kepada orangtua tidak didasarkan kepada perasaan atau pemikiran bahwa mereka yang telah membesarkan kita, tetapi itu didasarkan karena Allah telah memerintahkan untuk berbuat baik kepada kedua orangtua. Sehingga, sekalipun orangtua kita tidak membesarkan dan membiayai hidup kita, kewajiban itu akan tetap dilakukan karena Allah telah memerintahkan, bukan karena masalah perasaan atau pertimbangan-pertimbangan tertentu. 2. Insaniyah atau humanis Karakteristik insaniyah akhlak bermakna bahwa akhlak seseorang menjadi identitas dan status seseorang sebagai insan (manusia), yang membedakannya dengan selain manusia. Misalnya, akhlak makan dan minum, berpakaian, berbicara dan akhlak-akhlak lainnya menunjukkan status kemanusiaan yang membedakan dengan binatang. Ajaran akhlak Islam yang selalu sejalan dan memenuhi kebutuhan fitrah manusia. Salah satu fitrah manusia adalah memihak kepada kebaikan dan kebenaran, walaupun sering pemihakannya itu bertentangan dengan lingkungan dan hasrat nafsunya. Kalau ada seseorang yang hanya mengikuti nafsunya saja, dan memihak kepada kebenaran “semu” hasil rekayasa dan otak jahil manusia, sesungguhnya ini bertentangan dengan hati 40 Modul Pekuliahan Pendidikan Agama Islam Universitas Al-Ghifari Bandung nuraninya yang memihak kepada kenbenaran hakiki. Fitrah yang dibawa manusia sejak lahir tidak dapat dilawan, ditolak dan direkayasa, ia akan selalu membawa kepada ketenangan dan kebahagiaan yang hakiki. Dimanapun orang berbuat maksiat, akan selalu dihantui rasa bersalah, berdosa, dan tidak pernah tentram. Hal ini karena bertentangan dengan fitrah kebenaran yang ada dalam dirinya sendiri. Akhlak Islam selalu menuntun untuk berbuat baik, me- mihak kepada kebenaran, dan media untuk mencapai keba- hagiaan yang hakiki. Akhlak Islam benar-benar menjaga dan memilihara keberadaan manusia sebagai makhluk yang terhormat, terpuji sesuai fitrahnya. 3. Syumuliyah atau universal Karakteristik syumuliyah akhlak bermakna bahwa akhlak seseorang menunjukkan identitas dirinya sebagai orang yang berakhlak secara universal. Hal ini karena akhlak dalam Islam dirancang oleh Sang Pencipta manusia, sehingga ajaran-ajaran Islam tentang akhlak diakui secara menyeluruh, bukan hanya diakui dalam Islam semata. Akhlak Islam itu bersifat itu universal dan sempurna, siapapun yang melaksanakan akhlak Islam dijamin akan selamat. Orang-or- ang yang non muslim sekalipun kalau elaksanakan akhlak Islam, misalnya tidak berjudi, berzina, selalu berkata sopan, lemah lembut, tidak menyakiti hati orang lain, senang membabtu orang lai yang terkena musibah, sabar, dan selalu berterima kasih atas rezeki ang didapat dengan cara yang halal dan lain sebagainya, yang masuk dalam kelompok akhlak mahmudah, dijamin hidupnya akan bagagia di dunia ini. Inilah universalisme Islam yang berlaku untuk semua orang dan bangsa seluruh dunia, tanpa membedakan etnis, ras, dan suku. Misalnya, Islam mengajarkan untuk murah senyum (ramah), semua orang di dunia mengakui bahwa ramah adalah perbuatan yang baik dan disenangi siapapun. Pemarah adalah akhlak yang dilarang oleh agama, dan semua orang di dunia tidak senang terhadap seseorang yang pemarah. 4. Wasathiyah atau moderat Karakteristik wasathiyah akhlak bermakna bahwa perilaku akhlak yang baik adalah akhlak yang berada pada pertengahan dan tidak berlebihan, dalam arti lain dalam keadaan wajar atau normal, tidak kurang dan tidak lebih. Misalnya, menutup aurat sebagai perintah Allah dilakukan dengan mengenakan pakaian dan busana yang wajar dan tidak berlebihan, sehingga tidak terjadi kesan yang negatif dalam berbusana seseorang. Karakter wasathiyah juga dimaknai keseimbangan (tawazun), dalam arti bahwa akhlak Islam harus didasarkan kepada keseimbangan dan tidak condong pada salah satu sisi. Ketidakseimbangan itu sendiri bisa menjadi perusak dari akhlak seseorang. Misalnya, seseorang yang membedakan perlakuan dalam melayani pejabat, orang kaya, dan orang miskin. Melayani adalah akhlak terpuji, tetapi ketika terjadi pembedaan karena status seseorang, maka itu menjadi perilaku yang tidak baik. Akhlak Islam berada di tengah-tengah antara pandangan yang menghayalkan munusia bagaikan malaikat yang selalu suci, bersih, taat terus kepada Allah, selalu mengikuti apa yang diperintahkan, dan pandangan yang menitikberatkan manusia baga kekikan tanah, syaitan dan hewan yang tidak mengenal etika, selalu mengajak kepada kejahatan dan perbuatan nista. Manusia dalam pandangan Islam terdapat dua kekuatan dalam dirinya, yaitu kekuatan kebaikan pada hati nuraninya dan kekuatan kejahatan pada hawa nafsunya. Manusia memiliki naluriyah hewaniyah dan naluriyah ruhaniyah malaikah. Dua naluri tersebut harus dibimbing oleh akhlak Islam supaya tetap berada dalam keseimbangan. 41 Modul Pekuliahan Pendidikan Agama Islam Universitas Al-Ghifari Bandung Naluriyah hewaniyah tidak dapat dipisahkan dari jasad manusia, melainkan harus diarahkan untuk disalurkan sesuai dengan prosedur dan aturan-aturan dalam Islam Tawazun (keberimbangan) juga menunjukkan bahwa dasar akhlak didasarkan kepada keberimbangan antara kepentingan dunia dan akhirat. Misalnya, seseorang harus bisa menyeimbangkan akhlak ketika ia membaca buku dengan akhlak ketika membaca alQuran dalam suara dan penghayatannya. Adapun perintah untuk memberikan balasan yang lebih baik itu jika di atas suatu kebaikan ada kebaikan yang lebih baik yang dapat diberikan. Misalnya, akhlak ketika mengucapkan salam. Ketika seseorang mengucapkan: “assalamu’alaikum”, maka akhlaknya dijawab dengan jawaban: “wa’alaikum salam warhamatullah”, dan seterusnya. Sebagaimana difirmankan Allah: َ ُ ٰ َ َ َ َ ٰ َّ َ ْ ُّ ُ ْ َ َ ْ َ َ ْ َ ْ ُّ َ َ َّ َ ْ ُ ْ ُ َ َ ْ َ ‫واِ ذا ح ِييتم ِبت ِحي ٍة فحيوا ِباحسن ِمنهآ او ردوهاۗ ِان‬ ‫اّلل كان على ك ِل ش ْي ٍء ح ِسي ًبا‬ “Dan apabila kamu dihormati dengan suatu (salam) penghormatan, maka balaslah penghormatan itu dengan yang lebih baik, atau balaslah (penghormatan itu, yang sepadan) dengannya. Sungguh, Allah memperhitungkan segala sesuatu.” (Q.S. an-Nisa: 86). 5. Waqi’iyah (Realistis) Akhlak Islam yang memperhatikan kenyataan (realitas) hidup manusia. Manusia memang makhluk yang sempurna, memiliki kelebihan-kelebihan dibanding makhluk ciptaan Allah lainnya, tetapi juga manusia memiliki kelemahan-kelemahan. Ini adalah realitas bagi manusia, karena tidak ada manusia yang sempurna dalam segala hal. Satu sisi ada kelebihan dan satu sisi ada kelemahan. Kerja sama, tolong menolong adalah suatu adalah suatu bentuk kesadaran manusia bahwa dalam dirinya ada kelemahan dan kebaikan. Untuk itu akhlak Islam mengajarkan untuk menghargai dan menghormati orang lain, melakukan kerja sama atau saling kenal mengenal, kontak komunikasi dengan suku dan bangsa lain. Adalah kesombongan kalau ada yang mengatakan bahwa ia mampu hidup dengan dirinya sendiri, tidak membutuhkan jasa orang lain. Ia tidak sadar bahwa pakaian, kaca mata, sepatu, topi, ikat pinggang yang menempel setiap saat tubuhnya, dan makanan, minuman, buah- buahan yang disantap setiap hari adalah bagian dan hasil jasa orang lain. Tiap orang tidak akan mampu menyediakan kebu tuhan hidup dengan tangannya sendiri. Firman allah sebagai berikut: ْ َّ َ ْ َ َ ْ ُ َ َ َ َ ُ َّ َ َ ْ ُ ْ َ َ ٰ َّ َ ٰ َ ‫او ُن ْوا َع َلى ْالا ْثم َوال ُع ْد‬ َ ‫الت ْق ٰوى َو َلا َت َع‬ ‫وا‬ ‫ق‬ ‫ات‬ ‫و‬ ‫ان‬ ‫و‬ ‫وتعاونوا على ال ِب ِر و‬ ‫ن‬ ‫ا‬ ۗ ‫اّلل‬ ‫اب‬ ‫ق‬ ‫ع‬ ‫ال‬ ‫د‬ ‫ي‬ ‫د‬ ‫ش‬ ‫اّلل‬ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ “Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. dan bertakwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah Amat berat siksa-Nya.” (Q.S. Al-Maidah: 2). Selain itu ajaran Islam yang realistis adalah bahwa Allah tidak akan memberi beban kesanggupan kepada manusia di luar kemampuannya. Allah tidak egoesdan memaksa kepada manusia, justru melihat kenyataan yang ada. Kalau memang manusia tidak sanggup melaksanakan perintah-perintah sesuai dengan aturan dan ketetapan yang telah ditetapkan secara rinci, manusia diberi kebebasan untuk mengambil keringanan (rukhsah)yang telah diberikan. Misalkan manusia boleh marah kepada orang lain yang berbuat tidak baik kepadanya, namun apabila memaafkan itu akan lebih baik. Perbuatan memberi maaf baik diminta maupun tidak diminta adalah perbuatan mulia. Manusia sesungguhnya memiliki kemampuan untuk memaafkan orang lain, karena Allah telah mengukur kemampuan yang dimiliki oleh manusia. Sebagaimana dalam Al-Quran dijelaskan: 42 Modul Pekuliahan Pendidikan Agama Islam Universitas Al-Ghifari Bandung َ ََ ْ َ َ َّ ْ َ ُ ٰ ُ َ َ ْ َ َْ َ ‫لا ُيك ِلف‬ ۗ‫اّلل نف ًسا ِالا ُو ْسع َهاۗ ل َها َما ك َسبت َوعل ْي َها َما اكت َسبت‬ “Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusa hakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya.” (Q.S. Al-Baqarah: 286). 6. Qayyimiyah (Bernilai) Setiap amal perbuatan manusia dalam Islam memiliki nilai. Tidak ada satupun perbuatan yang dilakukan oleh hambanya dalam keadaan sadar dan berakal yang bebas dari nilai. Karenanya, sekecil apapun perbuatan itu akan mendapatkan konsekuensinya. Seseorang yang berbuat baik, maka kebaikan itu hakikatnya akan kembali kepada dirinya. Demikian pula ketika seseorang berbuat buruk, maka keburukan itu pun akan kembali kepada dirinya. َ َ ْ ُْ ََ ْ َ ْ ُ ُْ َ ْ ُ ْ َ ْ َ ْ ُ ْ َ ْ َ ْ َ ۗ‫ِان احسنتم احسنتم ِلانف ِسكمۗواِ ن اسأتم فلها‬ “Jika kamu berbuat baik (berarti) kamu berbuat baik untuk dirimu sendiri. Dan jika kamu berbuat jahat, maka (kerugian kejahatan) itu untuk dirimu sendiri.” (Q.S. Al-Isra: 7) Manusia diberi kebebasan untuk melaksanakan apa saja di dunia, dan Allah akan menilai sesuai dengan kenyataan dari perbuatan manusia tersebut. Kalau memang perbuatan itu kalau memang perbuatan itu baik mendatangkan kemaslahatan kepada orang banyak, Allah akan memberikan imbalan tempat yang nyaman, damai dan bahagia, yakni surga, tetapi kalau perbuatan manusia jelek, menyengsarakan dan membawa penderitaan kepada orng lain, Allahpun akan memberikan imbalan sesuai perbuatannya itu yakni di neraka. Inilah keadilan Allah dalam memberikan reward dan punishment berdasarkan kenyataan yang ada. Sekecil apapun kebaikan, akan Allah tampakkan kepadanya balasannya, demikian pula halnya dengan kejahatan. ْ َ َ ُ ُ َ ْ َ َّ َّ َ ُ ٰ ُ ٰ ‫الس ٰم ٰوت ا ْو فى ْال َا ْرض َيأت ب َها‬ َ ٰ ‫اّللۗاَّن‬ َّ ‫ك م ْث َق َال َحَّبة م ْن َخ ْر َدل َف َتك ْن ف ْي َص ْخ َر ٍة ا ْو فى‬ ‫اّلل‬ ِ ِ ِ ٍ ِ ‫يبني ِانهآ ِان ت‬ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ٍ َ ٌ َ ‫ل ِط ْيف خ ِب ْي ٌر‬ “(Lukman berkata): “Wahai anakku! Sungguh, jika ada (sesuatu perbuatan) seberat biji sawi, dan berada dalam batu atau di langit atau di bumi, niscaya Allah akan memberinya (balasan). Sesungguhnya Allah Mahahalus, Mahateliti.” (Q.S. Luqman: 16) َ َ َ َ َْ ْ ْ َ َ َ َْ ْ ْ ࣖ ‫ َو َم ْنَّيع َمل ِمثقال ذَّر ٍة ش ًّرا َّي َره‬- ‫ف َم ْنَّيع َمل ِمثقال ذَّر ٍة خ ْي ًرا َّي َره‬ “Maka barangsiapa mengerjakan kebaikan seberat zarrah, niscaya dia akan melihat (balasan)nya, dan barangsiapa mengerjakan kejahatan seberat zarrah, niscaya dia akan melihat (balasan)nya.” (Q.S. Az-Zalzalah: 7-8) D. Sumber Akhlak Etika, moral ataupun akhlak memiliki sumber-sumber yang menjadi rujukan atas terbentuknya konsepsi (pemikiran) tentang ajaran-ajaran yang ada di dalamnya. Sumbersumber tersebut merupakan tolok ukur atas apa yang dilakukan oleh manusia terkait ajaranajaran. Akhlak Islam adalah ajaran-ajaran tentang macam-macam perilaku manusia sebagai hamba Allah SWT di dunia dalam menjalankan tugasnya sebagai hamba dan khalifah di muka bumi. Dalam Islam, ajaran tentang perilaku-perilaku akhlak bersumber dari: al-Quran, dan alSunnah. 43 Modul Pekuliahan Pendidikan Agama Islam Universitas Al-Ghifari Bandung 1. Al-Quran sebagai Sumber Ajaran Akhlak Sebagai pedoman dan panduan hidup bagi muslim yang utama, tentu saja al-Quran adalah pilihan pertama yang perlu dijadikan sebagai rujukan dalam menjalani hidup dan kehidupan muslim di dunia ini. Tolok ukur baik buruknya akhlak adalah Al-Quran. Hal ini logis, karena kebenaran Al-Quran itu obyektif, komprehensif, dan universal. Akhlak yang mengandung kebenaran obyektif, komprehensif, dan universal tidak mungkin didasarkan pada pemikiran manusia, karena pemikiran manusia itu kebenarannya bersifat subyektif, sektoral dan temporal. Sebagai sumber hukum dan peraturan yang mengatur tingkah laku dan akhlak manusia, Al-Quran mengemas ajaran akhlak dengan cara: a. Al-Quran menentukan sesuatu yang halal dan haram, apa yang boleh dilakukan dan apa yang tidak boleh dilakukan. b. Al-Quran menentukan bagaimana sepatutnya kelakuan manusia. c. Al-Quran juga menentukan perkara yang baik dan yang tidak baik. d. Al-Quran menyampaikan kisah-kisah tentang pribadi, kelompok, etnis dan bangsabangsa tentang perilaku mereka yang baik dan buruk, serta balasannya masing-masing. Jelaslah Al-Quran menjadi sumber nilai-nilai dari akhlak mulia. Penampilan akhlak mulia dalam Al-Quran tidak bersifat teoritikal semata-mata, tetapi secara praktikal berdasarkan realitas sejarah anusia sepanjang zaman. Al-Quran adalah sumber yang kaya dan berkesan bagi manusia untuk memahami akhlak mulia yang terkandung di dalamnya dan menghayatinya. Ketika Siti Aisyah, istri Nabi SAW ditanya tentang akhlak Rasulullah dengan tegasnya ia menjawab, akhlak Rasulullah adalah Al-Quran. Hal ini sesuai dengan hadis Nabi SAW: Dari Said bin Hisyam bertanya kepada Aisyah r.a. Aku khabarkan dari akhlak Rasulullah saw adalah akhlaknya al-Quran (HR. Ahmad). Jawaban Aisyah tersebut memang sederhana, namun memiliki makna yang sangat dalam. Nabi Muhammad SAW adalah teladan (uswatun hasanah) bagi umat manusia, oleh Al-Quran sendiri dinyatakan sebagai orang yang berakhlak sangat luhur (Q.S. Al-Qalam: 5) ini mempunyai arti bahwa akhlak Nabi SAW adalah penghayatan dan pengamalan AlQuran. Al-Quran telah berintegrasi dalam kepribadian Nabi, sehingga ia disebut orang yang amat pantas menjadi suri tauladan bagi ornga-orang yang beriman. 2. Al-Sunnah sebagai Sumber Ajaran Akhlak Sumber akhlak yang kedua adalah as-Sunnah Maqbulah atau as-Sunnah as-Shahihah. Pernyataan ini didasarkan pada firman Allah yang menegaskan pentingnya seorang muslim mengikuti perintah dan larangan Rasulullah SAW dn menjadikannya seebgai sumber rujukan dan teladan kehidupan sehri-hari, sebagai ekspresi kecintaanya kepada Allah SWT. Dua firman Allah berikut ini adalah contoh penting menegaskan hal tersebut: ُ َ ُ ٰ َ ْ ُ َ ْ ُ ُ ْ ُ َ ْ ْ َ َ ُ ٰ ُ ُ ْ ْ ُ ْ ُ َّ َ َ ٰ َ ْ ُّ ُ ْ ُ ْ ُ ْ ْ ُ ‫تحبون اّلل فات ِبع ِون ْي يح ِببكم اّلل ويغ ِفر لكم ذنوبكمۗ و‬ ‫اّلل غف ْو ٌر َّر ِح ْي ٌم‬ ِ ‫قل ِان كنتم‬ “Katakanlah: “Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah Aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa- dosamu.” Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Q.S. Ali Imran: 31) َ َ َ ْ ََ َ َ ٰ ْ َ َ ْ َ ٌَ َ َ ٌَ ُْ ٰ ْ ‫ان ل ُك ْم ف ْي َر ُس‬ َ ٰ ‫ان َي ْر ُجوا‬ َ ‫اّلل َوال َي ْو َم ْال ٰاخ َر َو َذك َر‬ ‫ل‬ ‫و‬ ‫لقد ك‬ ‫ك‬ ‫ن‬ ‫م‬ ‫ل‬ ‫ة‬ ‫ن‬ ‫س‬ ‫ح‬ ‫ة‬ ‫و‬ ‫س‬ ‫ا‬ ‫اّلل‬ ۗ‫اّلل ك ِث ْي ًرا‬ ِ ِ ِ ِ ِ Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah. (Q.S. al-Ahzab: 21). 44 Modul Pekuliahan Pendidikan Agama Islam Universitas Al-Ghifari Bandung Ajaran-ajaran akhlak yang digali dari as-Sunnah dapat diketahui berdasarkan kepada dua sumber: perkataan Nabi dan perbuatan Nabi. Perkataan nabi banyak menjelaskan tentang ajaran-ajaran tentang akhlak, perilaku baik yang harus dilakukan dan perilaku buruk yang harus ditinggalkan. Sedangkan perbuatan Nabi yang berkaitan dengan akhlak diperoleh dengan dua cara, secara langsung dan secara tidak langsung. Secara langsung adalah perbuatan yang disaksikan langsung oleh para sahabat Nabi bahkan para musuh-musuh Islam yang berhadap langsung dengan Nabi, yang kemudian dia manyatakan masuk Islam. Misalnya, bagaimana Nabi ketika berbicara, berpakaian, atau berinteraksi dengan mereka. Sedangkan perbuatan yang khusus, diperoleh secara tidak langsung dari orang-orang yang menyertai Nabi yang tidak ada sahabat Nabi menyaksikan kecuali dirinya. Misalnya, adab dan etika ketika Nabi mandi dan bersenggama yang hanya dapat diperoleh keterangan dari para Istri Nabi SAW. E. Akhlak, Karakter, Moral, Etika, Budi Pekerti dan Akhlak Selain akhlak, berikut adalah istilah-istilah lain yang sering dikaitkan dengan akhlak dalam kehidupan sehari-hari: 1. Moral Kata moral berasal dari bahasa latin yaitu mores yang berarti adat kebiasaan. Kata mores ini mempunyai padanan kata dengan; mos, moris, manner mores atau manners, morals. Dalam kamus besar bahasa Indonesia kata moral berarti “akhlak atau kesusilaan yang mengandung makna tata tertib batin atau tata tertib hati nurani yang menjadi pembimbing tingkah laku batin dalam hidup”. Sidi Gazalba, mendefinisikan moral sebagai perbuatan yang sesuai dengan ide-ide yang umum diterima oleh manusia, mana yang baik dan mana yang wajar. Ide-ide tersebut berasal dari norma-norma, baik norma agama maupun norma adat. Karena, suatu perbuatan atau tindakan dinyatakan bermoral apabila sesuai dan sejalan dengan adat kebiasaan yang berlaku di masyarakat. Perbedaan akhlak dengan moral terletak pada tolok ukur, dimana tolok ukur akhlak adalah ajaran Allah dan Rasul-Nya, sedangkan moral ditentukan oleh pendapat umum dari kesatuan social tertentu. Sedangkan persamaan keduanya, adalah bahwa baik moral maupun etika, sama-sama merupakan aturan-aturan yang bersifat praktis. 2. Etika K. Bertens menyatakan bahwa etika berasala dari bahasa Yunani kuno. Kata Yunani ethos dalam bentuk tunggal mempunyai banyak arti; tempat tinggal yang biasa, padang rumput, kandang, kebiasaan, adat, akhlak, watak, perasaan, sikap, dan cara berpikir. Dalam bentuk jamak artinya adalah adat kebiasaan. Dalam arti ini, etika berkaitan dengan kebiasaan hidup yang baik, tata cara hidup yang baik, baik pada diri seseorang atau kepada masyarakat. kebiasaan hidup yang baik ini dianut dan diwariskan dari satu generasi ke generasi lainnya. Frans Magnis Suseno menyatakan bahwa etika merupakan ilmu, berbeda dengan moral yang merupakan sebuah ajaran, peraturan lisan, dan tulisan, wejangan tentang bagaimana manusia harus bertindak supaya menjadi orang baik. Karenanya, etika bersifat teoretis. Perbedaan akhlak dengan etika dilihat dari tolok ukurnya adalah bahwa etika menggunakan pemikiran teoretis tentang sesuatu yang baik dan buruk, sedangkan akhlak 45 Modul Pekuliahan Pendidikan Agama Islam Universitas Al-Ghifari Bandung adalah al-Quran dan Sunnah. Selain itu, perbedaan sifatnya, dimana etika lebih bersifat teoretis sedangkan akhlak lebih bersifat praktis. Persamaan keduanya adalah bahwa baik etika maupun akhlak berbicara tentang hal-hal yang baik dan yang buruk. 3. Karakter Bernard S. Cayne memberikan arti karakter sebagai kualitas total perilaku seseorang, sebagaimana terungkap dalam kebiasaan pikiran dan sikap, sikap, minat, tindakan dan kepribadiannya. Scwartz dan Salton mengartikan karakter sebagai sejumlah kualitas dari seseorang yang membuat seseorang itu berbeda dengan orang lain. Karakter berasal dari kata Yunani, karaso, yang berarti cetak biru, format dasar, sidik (seperti sidik jari). Ini bermakna bahwa sebenarnya karakter seseorang itu sudah ada dalam dirinya berupa potensi atau format dasar. Karakter merupakan sifat-sifat kejiwaan, budi pekerti dan perilaku seseorang yang kemungkinan berbeda satu sama lainnya, dan menurut Kurt Lewin, bahwa karakter seseorang terbentuk dan dipengaruhi oleh lingkungannya. Berdasarkan penjelasan tersebut, karakter adalah modal dasar dimana akhlak seseorang terbentuk. Dalam hal ini akhlak merupakan sebuah ajaran yang mempengaruhi sifat-sifat dasar seseorang yang kemudian melekat dan mendarah daging pada dirinya. Di sisi lain, akhlak berbeda dari aspek penekanan kualitasnya. Jika akhlak berbicara tentang akhlak yang terpuji dan tercela, maka karakter lebih menekankan kepada kualitas karakter yang kuat dan karakter lemah. 4. Budi Pekerti Budi pekerti dalam kamus bahasa Indonesia merupakan kata majemuk dari kata budi dan pekerti. Budi berarti sadar atau yang menyadarkan atau alat kesadaran. Pekerti berarti kelakuan. Secara terminologi, kata budi ialah yang ada pada manusia yang berhubungan dengan kesadaran, yang didorong oleh pemikiran, rasio yang disebut dengan nama karakter. Sedangkan pekerti ialah apa yang terlihat pada manusia, karena didorong oleh perasaan hati, yang disebut behavior. Jadi dari kedua kata tersebut budi pekerti dapat diartikan sebagai perpaduan dari hasil rasio dan rasa yang bermanifestasi pada karsa dan tingkah laku manusia. Penerapan budi pekerti tergantung kepada pelaksanaannya. Budi pekerti dapat bersifat positif maupun negatif. Budi pekerti itu sendiri selalu dikaitkan dengan tingkah laku manusia. Budi pekerti didorong oleh kekuatan yang terdapat di dalam hati yaitu rasio. Rasio mempunyai tabiat kecenderungan kepada ingin tahu dan mau menerima yang logis, yang masuk akal dan sebaliknya tidak ingin menerima yang analogi, yang tidak masuk akal. Karenanya, maka budi pekerti memiliki perbedaan dengan akhlak dimana sumber dari budi atau pemikiran rasional manusia, sedangkan akhlak sumbernya adalah ajaran wahyu. 5. Adab Dalam terminology para ahli mayoritas ulama menyatakan adab merupakan kumpulan dari beberapa kebaikan. Al-Asqalani, mengartikan adab sebagai menggunakan sesuatu yang terpuji secara perkataan dan perbuatan. Sebagian ulama menyatakan bahwa adab adalah berpegang kepada akhlak mulia. Al-Jurjani, menyatakan bahwa adab adalah pengetahuan mengenai hal yang dijaga dari semua macam-macam kesalahan. Berdasarkan penjelasan di atas, terlihat bahwa akhlak berbeda dengan adab, dimana akhlak bersifat lebih umum daripada adab. Akhlak mencakup kepada akhlak terpuji (mahmudah) dan akhlak tercela (madzmumah), sedangkan adab hanya berkonotasi pada perbuatan yang baik saja. Dengan perbedaan ini, maka kita bisa menemukan bahwa 46 Modul Pekuliahan Pendidikan Agama Islam Universitas Al-Ghifari Bandung pernyataan ‘tidak berakhlak’ kepada orang yang berbuat keburukan dipandang kurang tepat, karena akhlak itu ada yang baik dan ada yang buruk. Pernyataan yang paling benar adalah ‘tidak beradab’. F. Pembentukan Akhlak Ada dua pendapat tentang pembentukan akhlak: Pertama, akhlak sudah terbentuk sejak lahir; dan Kedua, akhlak adalah buah dari hasil pendidikan dan latihan. Pendapat pertama bahwa akhlak sudah terbentuk sejak lahir menyatakan bahwa akhlak merupakan insting (gharizah) yang dibawa manusia sejak kelahirannya. Dengan demikian, akhlak merupakan pembawaan diri manusia, yakni kecenderungan kepada fitrah yang ada pada dirinya. Akhlak akan tumbuh dengan sendirinya dengan tanpa perlu pembentukan dan usaha (ghair muktasab). Menurut pandangan ini, bahwa seseorang berperilaku baik atau berperilaku buruk itu dikarenakan dorongan dari pembawaan dirinya yang diperolehnya sejak lahir. Karenanya, akhlak tidak bisa dirubah dengan pendidikan ataupun latihan. Pendapat kedua bahwa akhlak merupakan buah dari hasil pendidikan, pelatihan dan pembinaan yang sungguh-sungguh. Akhlak merupakan hasil usaha (muktasabah) dari proses pendidikan dan pelatihan. Hal yang mendasari bahwa akhlak bisa dirubah adalah hadis nabi yang menyatakan bahwa Nabi diutus untuk menyempurnakan akhlak (H.R. Malik). Hadis ini secara maknawi menunjukkan bahwa akhlak memang bisa dirubah dan diperbaiki, sebagaimana konteks hadis tersebut. Kedua potensi tersebut di atas terdapat dalam diri manusia. Al-Quran mengisyaratkan bahwa manusia pada dasarnya memiliki kecenderungan kepada kebaikan. Tetapi al-Quran juga mengisyaratkan bahwa Iblis menggoda Adam dan menggelincirkan dari kebaikan (berbakti kepada Allah), sehingga melakukan hal yang buruk. Tetapi kemudian Adam bertaubat kepada Allah, sehingga kembali kepada jalan kesucian. Berdasarkan hal tersebut, maka dapat diketahui bahwa akhlak terbentuk karena ada faktor-faktor berikut: 1. Bawaan (al-waratsah) yaitu merupakan potensi batin yang sangat dominan dalam pembinaan akhlak. Potensi tersebut merupakan pembawaan yang berupa kecenderungan, bakat, minat, akal dan lain-lainnya. 2. Lingkungan (al-bi’ah) yaitu pengaruh lingkungan mulai dari lingkungan social terkecil dari keluarga hingga lingkungan masyarakat dan termasuk lingkungan pendidikan merupakan faktor penting dalam pembinaan akhlak. Maka dikatakan bahwa manusia adalah anak dari lingkungannya. 3. Pembinaan dan pembentukan akhlak dipengaruhi oleh gabungan faktor internal (pembawaan) dan faktor eksternal (lingkungan). Dalam langkahnya pembentukan akhlak membutuhkan proses-proses dan tahapantahapan pembentukan. Tahapan dan proses itu antara lain: 1. Qudwah dan Uswah (Keteladanan) Keteladanan adalah merupakan tahapan dan proses dimana seseorang meniru atau mengikuti seseorang lain yang dipandang sebagai teladan/panutan. Orangtua dan guru merupakan subjek teladan/panutan di lingkungan keluarga dan sekolah. Karenanya, anakanak akan meniru perilaku mereka dalam bekata, berperilaku dan berbuat. Al-Ghazali mengibaratkan bahwa orangtua itu seperti cermin bagi anak-anaknya. Artinya perilaku orangtua biasanya akan ditiru oleh anak-anaknya. Ihwal ini tidak terlepas dari kecenderungan anak-anak yang suka meniru (hubb at-taqlid). 47 Modul Pekuliahan Pendidikan Agama Islam Universitas Al-Ghifari Bandung Qudwah merupakan metode yang efektif dalam pendidikan. Qudwah jauh lebih memberi arti dan pengaruh ketimbang berjuta kata-kata. Bahasa perilaku lebih tajam daripada bahasa lisan. Segalanya lebih berkesan dari kata-kata. Nurcholish Madjid menegaskan bahwa keteladanan adalah kunci utama keberhasilan dalam mencapai sebuah tujuan. Keteladanan berarti adanya kesesuaian antara perkataan dengan perbuatan. Al-Quran sendiri dengan sangat jelas mengingatkan agar manusia konsisten antara perkataan dan pebuatannya. Karena itu, perlu dipikirkan kebenaran ungkapan bahwa “bahasa perbuatan adalah lebih fasih daripada bahasa ucapan” (lisan alhal afshah min lisan al-maqal). 2. Ta’lim (Pengajaran) Pengajaran merupakan usaha yang dilakukan seseorang dalam mentransformasikan pengetahuan (knowledge) dan keterampilan (skills) kepada orang lain. Pengajaran merupakan langkah yang dilakukan seseorang untuk mendapatkan informasi tentang sesuatu dari orang yang menguasainya/lebih memahami. Melalui pengajaran, seseorang akan mendapatkan pengetahuan tentang ajaran-ajaran yang berkaitan dengan akhlak terpuji (mahmudah) dan akhlak tercela (madzmumah). Pengajaran yang berhasil adalah pengajaran yang mampu mewujudkan pengetahuan yang diberikan dalam perilaku-perilaku atau perbuatan yang diharapkan. Ketika seseorang belajar tentang sabar, maka yang penting adalah kemampuannya untuk menerapkan sabar dalam kehidupan sehari-hari. Seseorang yang belajar tentang akhlak tercela, tentu tujuannya adalah menumbuhkan kemauan dan kekuatan untuk menghindarinya. Agar pengajaran efektif maka dibutuhkan metode yang tepat, guru yang tepat, sarana yang tepat, materi yang tepat dan unsur-unsur pendukung lainnya yang dapat mempemudah dan memperkuat pencapaian tujuan pengajaran itu sendiri. 3. Tajribah wal Khatha’ (Trial and Error) Manusia juga belajar melalui eksperimen pribadi. Dia akan berusaha secara mandiri untuk memecahkan problem yang dihadapinya. Terkadang beberapa kali ia melakukan kesalahan dalam memecahkan masalah, namun dia juga beberapa kali mencoba untuk melakukannya kembali. Sampai pada akhirnya dia mampu menyelesaikan permasalahannya dengan benar. Model semacam ini disebut sebagai trial and error (coba dan salah) Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering melakukan hal ini terhadap sesuatu baru yang belum kita ketahui cara pemecahannya. Dalam hal ini, teori belajar melalui tajribah dan khatha’ merupakan usaha yang dilakukan untuk menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan urusan dunia atau kehidupan aplikatif yang tidak membutuhkan pemikiran yang panjang dan bersifat praktis. Seseorang yang mencoba melakukan perbuatan baik tidak serta merta mendapatkan hasil yang diharapkannya. Akan tetapi dengan keyakinan yang penuh, ia akan tetap mencoba menerapkan sikap itu meskipun hasilnya baru didapatkan dalam waktu yang lama. Misalnya, seseorang yang senantiasa ramah kepada orang lain yang membencinya, ia akan terus melakukannya meskipun balasannya adalah perlakuan sebaliknya. 4. Ta’wid (Pembiasaan) Kebiasaan mempunyai peranan penting dalam kehidupan manusia, kebiasaan akan menghemat kekuatan pada manusia. Inti dari pembiasaan sebenarnya adalah pengulangan terhadap sesuatu yang dilaksanakan atau diucapkan oleh seseorang. Ditinjau dari segi perkembangan anak, pembentukan tingkah laku melalui pembiasaan akan membantu 48 Modul Pekuliahan Pendidikan Agama Islam Universitas Al-Ghifari Bandung seseorang tumbuh dan berkembang secara seimbang. Tujuan utama dari pembiasaan adalah penanaman kecakapan-kecakapan berbuat dan mengucapkan sesuatu, agar cara-cara yang tepat dapat dikuasai, dan perbuatan-perbuatan tersebut dapat dibiasakan dan sulit untuk ditinggalkan. Dalam al-Quran, contoh tentang pembiasaan bisa diambil dari pentahapan proses pengkondisian umat Islam agar mempunyai kepribadian yang Islami. Bagaimana Islam mengkondisikan umatnya yang ketika itu masih menyembah berhala, menjadi manusia yang hanya mentauhidkan Allah semata. Islam mampu mengkondisikan bangsa Arab menjadi bangsa yang mempunyai peradaban yang tinggi dan kepribadian yang mulia. Mampu menciptakan kehidupan yang tidak berorientasi pada materialisme dan hedonisme, melainkan kepada kehidupan yang beragama (teokrasi). Tentunya dalam pengkondisian ini, Islam memberikan tsawab bagi umatnya, yaitu berupa balasan pahala dan surga kelak di akhirat nanti dan adzab bagi yang melanggarnya (walaupun bersifat abstrak). 5. Istiqamah (Disiplin) Istiqamah adalah perilaku menjaga dalam melakukan sesuatu kebaikan secara kontinyu dan berkesinambungan. Kedisiplinan melakukan sesuatu adalah perilaku yang menyebabkan seseorang memiliki perilaku dan tekat yang kokoh dalam menjalankan suatu perilaku. Sebagai materi, istiqamah, adalah akhlak makhmudah. Tetapi sebagai metode, istiqamah adalah cara dan jalan hidup seseorang untuk senantiasa konsisten dan teguh dalam melakukan sesuatu. Dengan istiqamah, seseorang akan mendapatkan bahwa kebiasan-kebiasaan yang dilakukannya tidak lagi menjadi beban dalam hidupnya. G. Pembagian Akhlak 1. Pembagian Berdasarkan Subjeknya Berdasarkan subjeknya (manusia), akhlak terbagi kepada dua jenis: akhlak dharuri dan akhlak muhstasabi. a. Akhlak dharuri Akhlak dharuri adalah akhlak yang asli. Artinya, akhlak tersebut sudah ada pada diri seseorang, yang merupakan pemberian langsung dari Allah SWT. Oleh karena itu, akhlak ini tanpa memerlukan latihan, kebiasaan dan pendidikan. Akhlak dharuri hanya dimiliki oleh manusia-manusia pilihan Tuhan, yang tepelihara dari perbuatanperbuatan maksiat, serta terjaga dari melanggar perintah Tuhan. Manusia-manusia tersebut adalah para Nabi dan para Rasul. b. Akhlak muhtasabi Akhlak muhtasabi merupakan akhlak yang harus dicari dan diusahakan melalui jalan melatih, mendidik dan membiasakan diri. Akhlak inilah yang harus dilakukan diusahakan oleh manusia biasa. 2. Pembagian Berdasarkan Sumbernya Abu al-A’la al-Maududi, membagi akhlak berdasarkan sumbernya kepada dua jenis akhlak: a. Akhlak yang bersumber dari sistem moral yang berdasarkan kepercayaan kepada Tuhan dan kehidupan setelah mati, seperti akhlak Islam. b. Akhlak yang bersumber dari sistem yang tidak memercayai Tuhan, dan timbul dari sumber-sumber yang sekuler. Akhlak ini hanya berdasarkan hasil pemikiran manusia, misalnya dalam beberapa aliran etika: hedonism, utilitarianisme, dan vitalisme. 49 Modul Pekuliahan Pendidikan Agama Islam Universitas Al-Ghifari Bandung 3. Pembagian Berdasarkan Keilmuan Beni Ahmad Saebani dan Abdul Hamid, membagi akhlak berdasar perspektif ilmu ke dalam empat jenis: akhlak falsafi, akhlak amali, akhlak fardhi, dan akhlak ijtima’i. a. Akhlak Falsafi Akhlak falsafi disebut juga akhlak teoretik, yaitu akhlak yang digali dari al-Quran dan al-Sunnah secara mendalam, rasional, dan kontemplatif untuk kemudian dirumuskan sebagai teori-teori dalam bertindak. Akhlak falsafi juga mengkompromikan ajaranajaran yang terkandung dalam al-Quran dan al-Sunnah dengan pemikiran-pemikiran filosofis dan pemikiran sufistik. Akhlak ini cenderung mengedepankan pemahaman filosofis tentang berbagai teori, yang mengandung rumusan tentang konsep-konsep pergaulan manusia dengan sesame manusia, dan hubungan manusia dengan Allah. Bahkan terkadang akhlak falsafi tidak mencerminkan sebagai ilmu akhlak, melainkan lebih pada filsafat. b. Akhlak Amali Akhlak amali adalah akhlak praktis. Ini merupakan akhlak dalam arti yang sebenarnya, yaitu merupakan bentuk perbuatan. Akhlak ini menampakkan dirinya dalam wujud amal perbuatan riil, bukan sekedar teori. Dengan demikian, akhlak amali tidak banyak mengumbar janji, melainkan memberi banyak bukti. Misalnya akhlak dalam beribadah dibuktikan dengan melaksanakan shalat, puasa, membayar zakat, banyak berdzikir, serta mengembangkan ilmu dan mengamalkannya untuk mendatangkan kemashlahatan. c. Akhlak Fardhi Akhlak fardhi atau akhlak individu, yaitu perbuatan seseorang manusia yang tidak terkait dengan manusia lainnya. Akhlak individu merupakan dasari dari hak azasi manusia dalam berfikir, berbicara, berbuat dan melakukan pengembangan diri. Akhlak ini dilindungi dengan norma-norma yang berlaku, baik norma al-Quran dan al-Sunnah, norma hukum, maupun norma budaya. Misalnya, akhlak seseorang yang bepolitik, akhlak dalam mengurus hak milik pribadi, akhlak dalam memelihara agama yang dianut, dan akhlak dalam meraih cita-cita. Pada dasarnya, semua akhlak individu akan dimintai pertanggunganjawab secara individu, yaitu tanggungjawab di dunia dan di akhirat. d. Akhlak Ijtima’i Akhlak ijtima’i atau akhlak jama’ah, yaitu tindakan yang disepakati secara bersamasama. Misalnya, akhlak organisasi, akhlak partai politik, akhlak masyarakat yang normative, dan akhlak yang merujuk kepada adat kebisaan. Akhlak jama’ah ini biasanya didasarkan pada hasil musyawarah mufakat, yang dipimpin oleh pimpinan yang diakui kredibilitas dan legalitasnya oleh semua anggota masyarakat atau organsiasi tertentu. Oleh karenanya, setiap keputusan mengandung kehendak bersama, dan dampaknya akan dirasakan oleh seluruh anggota. Misalnya, keputusan musyawarah dan muktamar sebuah organisasi massa Islam, yang kemudian ditetapkan sebagai anggaran rumah tangga organisasi tersebut. Keputusan tersebut secara otomatis menjadi pedoman berakhlak bagi seluruh anggota organisasi. Apabila keputusan itu dilanggar dapat disebut sebagai akhlak tidak terpuji secara jama’ah. 50 Modul Pekuliahan Pendidikan Agama Islam Universitas Al-Ghifari Bandung H. Kedudukan dan Keutamaan Akhlak dalam Islam Dalam keseluruhan ajaran Islam, akhlak menempati kedudukan yang istimewa dan sangat penting, sebagai berikut: 1. Akhlak mulia merupakan misi risalah Nabi Rasulullah SAW bersabda: َ َ َْ ْ َ َ َُ ُ ْ َ َّ ‫ِإنما ُب ِعثت لأت ِم َم َمكا ِر َم َو ِف ْي ِر َو َاي ٍة ( ص ِالح ) الأخل ِاق‬ “Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak mulia, dalam riwayat lain (untuk menyempurnakan) akhlak yang baik” (H.R. Bukhari dan Ahmad) Allah SWT memerintahkan Nabi untuk berakhlak mulia, dan Allah memujinya sebagai makhluk yang berakhlak mulia. ْ َ ْ ََْ َ ْ ْٰ ُْ ْ ُ َ َ ْ َْ ُ ْ ‫خ ِذ العفو وأمر ِبالعر ِف واع ِرض ع ِن الج ِه ِلين‬ “Jadilah pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang makruf, serta jangan pedulikan orang-orang yang bodoh.” (Q.S. al-A’raf: 199) َ ُ ُ ٰ َ َ َ َّ ‫َواِ نك لعلى خل ٍق ع ِظ ْي ٍم‬ “Dan sesungguhnya engkau benar-benar berbudi pekerti yang luhur.” (Q.S. al-Qalam: 4) Ketika Aisyah ditanya tentang bagaimana akhlak Rasulullah SAW, beliau menjawab: ُ َ َ ُ َّ ُ ُ ُ ْ َ َ َّ َّ ‫ إَّن ُخل َق َنبيك ْم َص‬... ‫ّلل عل ْي ِه َو َسل َم كان الق ْرآن‬ ‫لى ا‬ ِِ ِ “… sesungguhnya akhlak nabi kalian itu adalah al-Quran” (H.R. Muslim) 2. Akhlak mulia sebagai tanda kesempurnaan iman Rasulullah SAW bersabda: ًُ ُ ْ ُ ُ َ ْ َ ً َ ْ َْ ْ ُ ْ ُ َْ َ ‫اكمل المؤ ِم ِنين ِإيمانا احسنهم خلقا‬ “Mukmin yang paling sempurna adalah mereka yang paling baik akhlaknya” (H.R. atTirmidzi) 3. Akhlak mulia menjadi wasilah kedekatan dengan Rasulullah di Akhirat Rasulullah bersabda: ُ َ َ ُ َ ً َ ْ َ ُ ُ ََ َ َ ْ َ َْ ْ ‫إَّن م ْن ا َحبك ْم الَّي َوا ْق َربك‬ ‫ح‬ ‫ا‬ ‫ة‬ ‫ام‬ ‫ي‬ ‫لق‬ ‫ا‬ ‫م‬ ‫و‬ ‫ي‬ ‫ى‬ ‫اسنك ْم اخلاقا‬ ‫ن‬ ‫م‬ ‫م‬ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ “Sesungguhnya orang yang paling aku cintai dan yang paling dekat denganku posisinya di hari kiamat adalah orang-orang yang paling baik akhlaknya diantara kalian” (H.R. atTirmidzi) 4. Akhlak mulia menjadi tanda umat pilihan Rasulullah SAW bersabda: ًُ ُ ُ ُ ْ َ ُ َّ ‫ِإن ِم ْن ِخ َي ِارك ْم اح َسنك ْم خلقا‬ “Sesungguhnya orang-orang pilihan di antara kalian adalah orang-orang yang paling baik akhlaknya” (H.R. Bukhari) ْ َ ُ َ ََ َْ ُ َ ُ َ ‫خ ْي ُرك ْم خ ْي ُرك ْم ِلأه ِل ِه َوانا خ ْي ُرك ْم ِلاه ِل ْى‬ “Sebaik-baiknya kalian adalah yang paling baik kepada keluarganya, dan aku adalah yang paling baik kepada keluargaku” (H.R. at-Tirmidzi) 51 Modul Pekuliahan Pendidikan Agama Islam Universitas Al-Ghifari Bandung 5. Akhlah mulia adalah penambah bobot timbangan amal kebaikan Rasulullah SAW bersabda: َ ْ َ ْ َ ُ ُ ْ ْ ُ ْ َْ ْ ُ َْ َ ْ ْ َ َ َ َ َ ‫ان المؤ ِم ِن يوم ا ِلقيام ِة ِمن خل ٍق حس ٍن‬ ِ ‫ما شيء أثقل ِفي ِميز‬ “Tidak ada sesuatu pun yang lebih berat timbangan seorang mukmin pada hari kimat selain akhlak yang baik” (H.R. Abu Dawud) 6. Akhlak mulia menempati posisi derajat shaim (ahli puasa) dan qa’im (ahli ibadah shalat) Rasulullah SAW bersabda: َ ْ ُ ُ ْ َ َّ َ َ َ ُ ُ ْ ْ َّ ‫ِإن ال ُمؤ ِم َن ل َيد ُرك ِبح ْس ِن خل ِق ِه د َرجة الص ِائ ِم َوالق ِائ ِم‬ “Sesungguhnya seorang mukmin benar-benar akan mendapatkan posisi ahli puasa dan ahli shalat dengan kebaikan akhlaknya” (H.R. Abdu Dawud) 7. Akhlak mulia lebih utama daripada dunia dan isinya Rasulullah SAW bersabda kepada Abullah bin Amr: َ َ َ َ ُّ َ َ َ َ َ َ ْ َ َ َ َ َ ْ َُّ َ ٌ َ ْ ُ ْ َ ٌ َّ ْ ‫ ح ْف ُظ أ َم َانة َوص ْد ُق َحد‬:‫الدنْ َيا‬ ‫ن‬ ‫م‬ ‫ك‬ ‫ات‬ ‫ف‬ ‫ا‬ ‫م‬ ‫ك‬ ‫ي‬ ‫ل‬ ‫ع‬ ‫ا‬ ‫م‬ ‫ف‬ ‫ك‬ ‫ي‬ ‫ف‬ ‫ن‬ ‫ك‬ ‫ا‬ ‫ث َوح ْس ُن خ ِل ْيق ٍة َو ِعفة ِفى طع َم ٍة‬ ‫ي‬ ‫ذ‬ ‫ا‬ ‫ع‬ ‫ب‬ ‫ر‬ ‫أ‬ ِ ِ ٍ ِ ِ ِ ٍ ِ “Empath al jika ada pada dirimu maka bagimu tidak ada satupun yang luput dari (karunia) dunia: menjaga amanat, berbicara jujur, barakhlak baik, dan menjaga diri dalam makanan” (H.R. Ahmad) 8. Akhlak mulia membuahkan kebaikan dan keberkahan Rasulullah SAW bersabda: ُُ ْ ُ ْ ‫ال ِب ُّر ح ْس ُن الخل ِق‬ “kebajikan itu adalah akhlak baik” 9. Akhlak mulia merupakan wasiat Nabi untuk semuat umatnya Rasulullah berwasiat kepada Muadz bin Jabal ketika beliau mengutus Muadz untuk menjadi hakim dan menjadi juru dakwah. Rasululah bersabda: َ َ ُُ َّ َ ‫الن‬ ‫اس ِبخل ٍق ح َس ٍن‬ ‫ َوخا ِل ِق‬... “…dan perlakukanlah manusia dengan akhlah yang baik” (H.R. Muslim) 10. Akhlak mulia adalah metode dakwah Dengan menggunakan akhlak mulia, Nabi menjalankan dakwah dan mengajak orang-orang untuk masuk Islam. Metode ini merupakan metode yang efektif, sehingga banyak di antara orang-orang yang dulu membenci Rasulullah dan Agamanya, berubah total menjadi orang yang paling mencintai Rasulullah dan agamanya. Tsumamah bin Utsal, berkata setelah menyaksikan kebaikan Akhlak Rasulullah dan menyatakan keislamannya: َ َ َ َ َ َ َ َّ َ َ ُ ُ ْ َّ َ َ ُ ْ َ َ َ ْ ْ َ َ َ ْ َ ْ ََّ َ َ ْ ٌ ْ َ ْ‫ان من‬ ْ ْ َ َ َ َ َ ِ َّ ‫َو‬ َّ ِ ‫وه ِإلي و‬ ِ ‫اّلل ما كان على الأر ِض وجه أبغض ِإلي ِمن وج ِهك فقد أصبح وجهك أحب الوج‬ ِ ‫اّلل ما ك‬ َ َ َ َ َ ََْ َ ُ َ َ َ َ ْ َ َ َ َ َ ْ ََّ ُ َ ْ َ َ ْ َ َ َ َّ َ ََّ َ َ ُ َ َ ْ َ َ ْ َّ َّ ‫اّلل ما كان ِمن بل ٍد أبغض ِإلي ِمن بل ِدك فأصبح بلدك‬ ِ ‫الد ِين ِإلي و‬ ِ ‫ينك فأصبح ِدينك أحب‬ ِ ‫ين أبغض ِإلي ِمن ِد‬ ٍ ‫ِد‬ َ َ َ ْ َ ‫أح َّب ال ِبل ِاد ِإلَّي‬ “Demi Allah, di dunia ini tidak ada wajah yang aku benci kecuali wajahmu (Rasulullah SAW), sekarang wajahmu adalah yang paling aku cinta di antara wajah-wajah yang aku temui di dunia ini. Dan Demi Allah, tidak ada agama yang paling aku benci kecuali agamamu, sekarang agamamu adalah agama yang paling aku cintai, dan demi Allah tidak 52 Modul Pekuliahan Pendidikan Agama Islam Universitas Al-Ghifari Bandung ada negara yang paling aku benci kecuali negaramu, sekarang agamamu adalah negara yang paling aku cintai” (H.R. Bukhari) 11. Akhlak mulai merupakan hal penting dalam do’a Rasulullah SAW berdo’a dan memohon kepada Allah agar dikaruniai akhlak mulia. Dalam pembukaan shalat malamnya, beliau berdo’a: َ ْ َ ْ َ ْ َ ْ َ َّ ْ َ ْ َ ‫دن ْي ِلاح ِس ِن الاخل ِاق ل َاي ْه ِد ْي ِلاح َس ِن َها ِالا انت‬ ِ ِ ‫اه‬ “Tunjukilah aku kepada akhlak yang baik, yang tidak ada yang dapat menunjukkan kepadanya kecuali Engkau” (H.R. Muslim) ُ ُ ْ َ َ ْ َ َ َ ُ َّ َ َ َّ ‫هَّللا كما ح َسنت خل ِق ْى فح ِس ْن خل ِق ْى‬ “Ya, Allah sebagaimana engkau telah membuat tubuhku baik, maka (berikan) kebaikan pada akhlakku” (H.R. al-Baihaqi) 12. Akhlak mulia adalah cara bergaul dengan manusia agar tidak menjauh Dalam membangun dan menyiarkan Islam, akhlak mulia merupakan alat yang efektif dalam menciptakan ikatan dan daya tarik. Dan karenanya, orang-orang tidak menjauh dari kita karena perilaku yang tidak baik. Allah berfirman: َ َ َ ْ ٰ َ َْ ْ َ ُ ْ َ َ َ ُّ َ ْ َ ْ َ ْ َ َ ًّ َ َ ْ ُ َ َ ْ َ َ ‫اّلل ِلنت ل ُه ْم َول ْو كنت فظا غ ِل ْيظ القل ِب لانفض ْوا ِم ْن ح ْو ِلك فاعف عن ُه ْم َو ْاستغ ِف ْر ل ُه ْم‬ ِ ‫ف ِبما َرحم ٍة ِمن‬ ُ َ ٰ َّ ٰ َ َ ْ ََّ َ َ َ ْ َ َ َ َ ْ َ ْ ُ َ َ َ ْ َ ‫يح ُّب ال ُمت َو ِك ِل ْين‬ ِ ‫او ْره ْم ِفى الام ِر ف ِاذا عزمت فتوكل على‬ ِ ‫اّللۗ ِان اّلل‬ ِ ‫وش‬ “Maka berkat rahmat Allah engkau (Muhammad) berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya engkau bersikap keras dan berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekitarmu. Karena itu maafkanlah mereka dan mohonkanlah ampunan untuk mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian, apabila engkau telah membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada Allah. Sungguh, Allah mencintai orang yang bertawakal.” (Q.S. Ali Imran: 159) ُ ََ ٌ ٌ َ ُ َُْ َ ُّ َ ْ ْ ُ ََ ٌ َ َ ْ ََ ‫زْ ٌز عل ْي ِه َما ع ِنت ْم ح ِر ْيص عل ْيك ْم ِبال ُمؤ ِم ِن ْين َر ُء ْوف َّر ِح ْي ٌم‬ ‫لقد جا َۤءك ْم َر ُس ْول ِم ْن انف ِسك ْم ع ِ ي‬ “Sungguh, telah datang kepadamu seorang rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaan yang kamu alami, (dia) sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, penyantun dan penyayang terhadap orang-orang yang beriman.” (Q.S. at-Taubah: 128) َّ َ ٰ ْ َ َ َ ْٰ ً ْ ‫َو َمآ ا ْر َسلنك ِالا َرح َمة ِللعل ِم ْين‬ “Dan Kami tidak mengutus engkau (Muhammad) melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi seluruh alam.” (Q.S. al-Anbiya: 107) َُّ ْ َ َ َّ َ َ َ ْ َّ ٰ ُ ْ ُ َّ ٌ ََّ ُ َ َْ ‫اّللۗ َوال ِذين َمعهٓ ا ِشدا ُۤء على الكف ِار ُرح َما ُۤء َبين ُه ْم‬ ِ ‫محمد رسول‬ “Muhammad adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan dia bersikap keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka.” (Q.S. al-Fatah: 29) َ َ َ ْ ََ َ َ ٰ ْ َ َ ْ َ ٌَ َ َ ٌَ ُْ ٰ ْ ‫ان ل ُك ْم ف ْي َر ُس‬ َ ٰ ‫ان َي ْر ُجوا‬ َ ‫اّلل َوال َي ْو َم ْال ٰاخ َر َو َذك َر‬ ‫ل قد ك‬ ‫ل‬ ‫و‬ ‫ك‬ ‫ن‬ ‫م‬ ‫ل‬ ‫ة‬ ‫ن‬ ‫س‬ ‫ح‬ ‫ة‬ ‫و‬ ‫س‬ ‫ا‬ ‫اّلل‬ ۗ‫اّلل ك ِث ْي ًرا‬ ِ ِ ِ ِ ِ “Sungguh, telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari Kiamat dan yang banyak mengingat Allah.” (Q.S. al-Ahzab: 21) 53 Modul Pekuliahan Pendidikan Agama Islam Universitas Al-Ghifari Bandung 13. Akhlak mulia akan dibalas dengan tempat yang paling tinggi di surga. Rasulullah SAW bersabda: َ َ َ َ ْ ً ُ َ َ ْ َ َ َ َ َ َ ْ َ َّ َّ َ ٌ َ َ َ َ َ َ َ َ ‫وإن‬ ِ ‫المراء و ِإن كان‬ ِ ‫يت في رب ِض الجن ِة ِلمن ترك‬ ٍ ‫ و‬،‫محقا‬ ٍ ‫أنا ز ِعيم بب‬ ِ ‫ببيت في وس ِط الجن ِة ِلمن ترك الك ِذب‬ َ َ َ ََّ َ ُ ُُ ُ َ ،‫ان ماز ًحا‬ ‫ببيت في أعلى الجن ِة ِل َمن ح ُس َن خلقه‬ ‫و‬ ‫ك‬ ٍ ِ “Aku akan menjamin rumah di tepi surga bagi seseorang yang meninggalkan perdebatan meskipun benar. Aku juga menjamin rumah di tengah surga bagi seseorang yang meninggalkan kedustaan meskipun hanya bergurau, Dan aku juga menjamin rumah di syurga yang paling tinggi bagi seseorang yang berakhlak baik” (H.R. Abu Dawud) 14. Akhlak mulai akan dibalas dengan surga Rasulullah SAW ditanya tentang orang yang paling banyak masuk surga, beliau bersabda: ُُ ْ َّ َ ْ َ ُ ‫اّلل َوح ْس ُن الخل ِق‬ ِ ‫تقوى‬ “Takut kepada Allah dan berakhlak baik” (H.R. at-Tirmidzi) I. Ruang Lingkup Akhlak 1. Akhlak Kepada Allah SWT Akhlak kepada Allah dalam lingkup ini diartikan sebagai sikap dan perilaku yang ditunjukkan oleh manusia kepada Pencipta alam semester termasuk dirinya sendiri. Sikap dan perilaku tersebut direalisasikan dalam bentuk kepatuhan menjalankan semua perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya. Selain itu, akhlak kepada Allah dibuktikan dengan komitmen yang kuat untuk terus memperbaiki kualitas keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT. Terdapat empat alasan yang mendasari kenapa manusia harus memiliki akhlak kepada Allah: a. Allah adalah Tuhan yang telah menciptakan manusia; b. Allah adalah Tuhan yang telah menganugerahkan perlengkapan pancaindera, berupa pendengaran, penglihatan, akal pikiran, dan hati sanubari. c. Allah adalah telah menyediakan berbagai bahan dan sarana yang diperlukan bagi keberlangsungan hidup manusia, seperti bahan makanan yang berasal dari tumbuhtumbuhan, air, udara, binatang ternak, dan sebagainya. d. Allah adalah Tuhan yang telah memuliakan manusia dengan diberikannya kemampuan menguasai dan menundukkan daratan dan lautan. Sedangkan fungsi berakhlak kepada Allah menurut Imam Barmawi, ada dua yaitu sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui dan menyadari batas-batas baik dan buruk, menampatkan sesuatu pada tempatnya, dan memposisikan sesuatu pada proporsi yang sebenarnya. 2. Dengan berakhlak akan diperoleh irsyad, taufiq, dan hidayah, sedemikian sehingga kita dapat mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat. Sikap dan perilaku berakhlak kepada Allah banyak sekali. Berikut adalah beberapa sikap dan perilaku yang menunjukkan akhlak kepada Allah. 1. Selalu mensucikan dan Memuji Allah Mensucikan dan memuji Allah adalah ciri-ciri dari perilaku makhluk yang dekat Allah, makhluk yang selalu tunduk kepada-Nya. Misalnya, para malaikat dan seluruh isi alam (jagat raya). Mensucikan dan memuji Allah merupakan pengakuan tauhid atas 54 Modul Pekuliahan Pendidikan Agama Islam Universitas Al-Ghifari Bandung kemahasucian Allah dari segala sifat, kondisi, dan sangkaan buruk yang ditujukan kepada Allah SWT. َ َ ُ َّ َ ْ ُ َْ َّ ‫الس ٰم ٰو ُت‬ َّ ‫ تُ َسب ُح ل ُه‬- ‫ُس ْب ٰح َنه َو َت ٰع ٰلى َعَّما َي ُق ْول ْو َن ُع ُل ًّوا كب ْي ًرا‬ ‫الس ْب ُع َوالا ْرض َو َم ْن ِف ْي ِهَّنۗ َواِ ن ِم ْن ش ْي ٍء ِالا‬ ِ ِ َ َ َ َ َ ْ َ َّ ٰ ُ ً َ َ َّ َ ُ ُ َ ‫ي َس ِبح ِبح ْم ِده َول ِك ْن لا تفق ُه ْون ت ْس ِب ْيح ُه ْمۗ ِانه كان ح ِل ْيما غف ْو ًرا‬ “Mahasuci dan Mahatinggi Dia dari apa yang mereka katakan, luhur dan agung (tidak ada bandingannya). Langit yang tujuh, bumi dan semua yang ada di dalamnya bertasbih kepada Allah. Dan tidak ada sesuatu pun melainkan bertasbih dengan memuji-Nya, tetapi kamu tidak mengerti tasbih mereka. Sungguh, Dia Maha Penyantun, Maha Pengampun.” (Q.S. al-Isra: 43-44) Bertasbih dan memuji Allah merupakan ibadah yang membuat seseorang yang melakukannya akan mendapatkan kelapangan dan keselamatan. ُ َ َ َ ُ ُ َ َ ْ َ ُ َ ََّ َ ْ َ ْ َ َ َ ْ ٰ َ َ ْ ْ ٰ ‫ك َوك ْن م َن‬ ‫ َواع ُبد َرَّبك حتى‬- ‫الس ِج ِد ْي َن‬ ‫ ف َس ِبح ِبح ْم ِد َر ِب‬- ‫َولقد نعل ُم انك َي ِض ْيق صد ُرك ِبما َيق ْول ْون‬ ِ ْ ُْ َْ َ َ َ ࣖ ‫يأ ِتيك الي ِقين‬ “Dan sungguh, Kami mengetahui bahwa dadamu menjadi sempit disebabkan apa yang mereka ucapkan, maka bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu dan jadilah engkau di antara orang yang bersujud (salat), Dan sembahlah Tuhanmu sampai yakin (ajal) datang kepadamu.” (Q.S. al-Hijr: 97-99) ٰ ْ َ ُ َ َ ََ َ َ َ ََّ َ َ َ ْ ‫ لل ِبث ِف ْي َبط ِن ٓه ِالى َي ْو ِم ُي ْبعث ْون‬- ‫فل ْول ٓا انه كان ِم َن ال ُم َس ِب ِح ْين‬ “Maka sekiranya dia (Yunus) tidak termasuk orang yang banyak berzikir (bertasbih) kepada Allah, niscaya dia akan tetap tinggal di perut (ikan itu) sampai hari kebangkitan.” (Q.S. as-Shafat: 143-144) 2. Bertawakkal Kepada Allah Tawakkal dimaknai dengan berserah diri kepada Allah SWT. Dalam al-Quran term tawakkal berkaitan dengan perbuatan yang dilakukan oleh manusia. Dalam konteks ini, manusia harus mempercayakan diri kepada-Nya dalam melaksanakan segala sesuatu yang telah direncanakan secara matang dan mantap. ُ َ ٰ َّ ٰ َ َ ْ ََّ َ َ َ ْ َ َ َ َ َ ْ َ ‫يح ُّب ال ُمت َو ِك ِل ْين‬ ِ ‫ ف ِاذا عزمت فتوكل على‬... ِ ‫اّللۗ ِان اّلل‬ “Kemudian, apabila engkau telah membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada Allah. Sungguh, Allah mencintai orang yang bertawakal.” (Q.S. Ali Imran: 159). Tawakal kepada Allah SWT harus didasari dengan rasa ikhlas, sabar, dan bersyukur dengan apa yang sudah dimiliki seseorang. Selain itu, juga menerima hasil dan akibat segala perbuatan setelah berusaha keras dengan berdoa pada Allah SWT. Dengan tawakkal, seseorang akan mendapatkan ketenangan dan ketentraman hati dalam hidupnya. Tawakkal kepada Allah harus diawali dengan usaha dan upaya yang matang dan mantap, selanjutnya kita memasrahkan hasilnya hanya kepada Allah. Gambaran tentang ini, terlihat dalam kisah seseorang yang bertanya kepada Rasulullah sebagai berikut: َ ْ َّ َ ْ ْ َ َ ُ َّ َ َ ُ ْ َ َ ٌ ُ َ َ ُ ُ ُ ْ ُ َ ُ َّ َ َ َ ‫َع ْن أنَس ْبن‬ .‫ك َيق ْول قال َرجل َيا َر ُسول اّللِ أع ِقل َها َوأت َوكل أ ْو أط ِلق َها َوأت َوكل قال اع ِقل َها َوت َوكل‬ ‫ل‬ ‫ا‬ ‫م‬ ٍ ِ ِ ِ 55 Modul Pekuliahan Pendidikan Agama Islam Universitas Al-Ghifari Bandung “Dari Anas bin Malik berkata; Ada seorang lelaki yang bertanya: Wahai Rasulullah apakah aku harus mengikat untaku kemudian bertawakal atau aku melepaskannya saja kemudian bertawakal? beliau menjawab: “Ikatlah untamu kemudian bertawakallah” (H.R. at-Tirmidzi) 3. Berbaik Sangka (Husnu Dzan) Kepada Allah SWT Berbaik sangka kepada Allah merupakan bukti keimanan seorang hamba atas keputusan dan suratan yang telah ditetapkan oleh Allah, baik maupun buruk. ًْ ٰ َٰ َّ َ ٰ ْ َ ْ َ َ َ ْ َّ ْ َ َ َ ْ َ َ َ َ َ َ ٰ َ َ َ َ َ ْ َ َ َ َ َ ‫لن‬ ‫اّلل‬ ِ ‫مآ اصابك ِمن حسن ٍة ف ِمن‬ ِ ‫اس َر ُسولاۗ َوكفى ِب‬ ِ ‫اّلل ومآ اصابك ِمن س ِيئ ٍة ف ِمن نف ِسكۗ وارسلنك ِل‬ ً َ ‫ش ِه ْيدا‬ “Kebajikan apa pun yang kamu peroleh, adalah dari sisi Allah, dan keburukan apa pun yang menimpamu, itu dari (kesalahan) dirimu sendiri. Kami mengutusmu (Muhammad) menjadi Rasul kepada (seluruh) manusia. Dan cukuplah Allah yang menjadi saksi.” (Q.S. an-Nisa: 79) Rasulullah SAW mengajak umatnya agar senantiasa menjaga husnuz zhan sampai ajal menjelang: َّ َ َّ ُ ْ ُ َ ُ َ َّ ْ ُ ُ َ َ ََّ ْ ُ َ َ ‫اّلل‬ ِ ‫لا يموتن أحدكم ِإلا وهو يح ِسن الظن ِب‬ “Janganlah sekali-sekali salah seorang di antara kalian meninggal kecuali hendaknya dia berbaik sangka kepada Allah” (H.R. Muslim) 4. Beribadah Hanya Kepada Allah SWT Ibadah merupakan kewajiban manusia terhadap Tuhannya. Dan ibadah yang benar adalah ibadah yang penuh ikhlash dan tujuan ibadahnya bukan karena urusan lain selain hanya karena Allah. َ َ ْ ُ َ ََ ُ ُ َ ٰ َ َ َّ ْ ُ ُ ٰ َ َ َ َ ْٰ َ ََ َ ْ َ ‫ لا ش ِر ْيك له َو ِبذ ِلك ا ِم ْرت َوانا اَّول ال ُم ْس ِل ِم ْين‬- ‫ّلل َر ِب العل ِم ْين‬ ِ ِ ‫قل ِان صل ِات ْي َون ُس ِك ْي َومح َياي َوَم ِات ْي‬ “Katakanlah (Muhammad), “Sesungguhnya salatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan seluruh alam, tidak ada sekutu bagi-Nya; dan demikianlah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama berserah diri (muslim).” (Q.S. al-An’am: 162-163). 5. Berdo’a Khusus Kepada Allah SWT Berdo’a berarti memohon kepada Sang Pencipta, agar apa yang diupayakan atau sesuai yang diinginkan tercapai. Berdo’a selain sebagai perbuatan yang mulia, berdo’a adalah aktivitas yang diperintahkan Allah SWT. Bahkan Allah sangat senang jika hamba-Nya banyak berdo’a dan memohon kepada-Nya dalam segala urusan. َ َ َّ َ َ َ ْ ُ ُ ْ َ َ ْ َ َ ْ َ َ ْ ُ ْ َ ْ َ َ ْ َّ َّ ْ ُ َ ْ َ ْ َ ْ ْ ُ ْ ُ ُ ُّ َ َ َ َ ‫اخ ِر ْي َن‬ ‫د‬ ِ ‫ادتي سيدخلون جهنم‬ ِ ‫وقال ربكم ادعوِنيٓ است ِجب لكمۗ ِان ال ِذين يستك ِبرون عن ِعب‬ “Dan Tuhanmu berfirman, “Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Aku perkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang sombong tidak mau menyembah-Ku akan masuk neraka Jahanam dalam keadaan hina dina.”” (Q.S. Ghafir: 60) Rasulullah SAW menjelaskan bahwa do’a merupakan perbuatan yang dicintai dan dimuliakan Allah SWT: َ َ ُّ َ َ َ َ َّ َ َ َ َ ْ ٌ ْ َ َ ْ َ ‫اّلل تعالى ِمن الدع ِاء‬ ِ ‫ليس شيء أكرم على‬ “Tidak ada sesuatu yang lebih besar pengaruhnya di sisi Allah Ta’ala selain do’a.” (H.R. at-Tirmidzi, Ibnu Majah dan Ahmad). 56 Modul Pekuliahan Pendidikan Agama Islam Universitas Al-Ghifari Bandung 6. Dzikrullah (Selalu Mengingat Allah) Dzikrullah berarti selalu mengingat Allah SWT. Manusia diperintahkan untuk selalu mengingat Allah dalam keadaan lapang maupun sempit, dalam kesendirian ataupun waktu bersama-sama, saat sehat maupun sakit. Mengingat Allah dalam Islam dibatasi dalam hitungan atau jumlah tertentu, melainkan dzikir yang sebanyakbanyaknya. Dengan sering mengingat Allah, maka Allah akan memberikan perhatianNya kepada kita. ُ ْ َ ُ ُ َْ ُ ْ ُْ َ َ ࣖ ‫فاذك ُر ْوِن ْ ٓي اذك ْرك ْم َواشك ُر ْوا ِل ْي َولا تكف ُر ْو ِن‬ “Ingatlah kepada-Ku, Aku juga akan ingat kepada kalian. Dan bersyukurlah kepadaKu, janganlah kalian kufur.” (Q.S. al-Baqarah: 152) َ َ ُ َُ َ َّ َ َ َ َ َ ََْ ُ ْ‫اّلل َت َعالَى أ َنا ع ْن َد َظن َع ْبدى‬ ُ َّ ‫ول‬ ُّ ‫ يق‬:‫ررة – رضى اّلل عنه – قال قال النبى صلى اّلل عليه وسلم‬ ‫ع ْن أ ِبى ه ي‬ ِ ِ ِ ِ َ َ ْ َ َ َ َ ْ َ َ َ َ ُ َ ََ ْ َ ْ ُ ْ ْ َ َ َ ُ ُْ َ َ َ َ ْ َْ ُ َ ُ َ َ َ َ ْ َ َ ‫لأ خي ٍر ِمنهم و ِإن‬ ٍ ‫لأ ذكرته ِفى م‬ ٍ ‫رنى ِفى م‬ ِ ‫رنى ِفى نف ِس ِه ذكرته ِفى نف ِسى و ِإن ذك‬ ِ ‫رنى ف ِإن ذك‬ ِ ‫ِبى وأنا معه ِإذا ذك‬ َ َ ًََ ْ َ ُ ُ ََْ ََ َ ْ ً َ ْ َ ُ ْ َّ َ َ ً َ ََّ َ َّ َ َ ْ َ ً َ ْ َ ُ ْ َّ َ َ ْ َ ْ ‫تقَّر َب ِإلَّى ِب ِشب ٍر تقربت ِإلي ِه ِذراعا و ِإن تقرب ِإلى ِذراعا تقربت ِإلي ِه باعا ِإن أت ِانى يم ِشى أتيته هرولة‬ “Dari Abu Hurairah Ra., ia berkata bahwa Nabi saw bersabda, “Allah Ta’ala berfirman: Aku sesuai persangkaan hamba-Ku. Aku bersamanya ketika ia mengingat-Ku. Jika ia mengingat-Ku saat bersendirian, Aku akan mengingatnya dalam diri-Ku. Jika ia mengingat-Ku di suatu kumpulan, Aku akan mengingatnya di kumpulan yang lebih baik daripada pada itu (kumpulan malaikat). Jika ia mendekat kepada-Ku sejengkal, Aku mendekat kepadanya sehasta. Jika ia mendekat kepada-Ku sehasta, Aku mendekat kepadanya sedepa. Jika ia datang kepada-Ku dengan berjalan (biasa), maka Aku mendatanginya dengan berjalan cepat.” (H.R. Bukhari dan Muslim) 7. Bersyukur Kepada Allah Bersyukur kepada Allah bermakna menyadari bahwa segala nikmat yang ada merupakan karunia Allah dan anugerah dari Allah semata. Sehingga sebagai bentuk syukur kepada-Nya atas nikmat dan karunia tersebut adalah dengan menggunakan dan memberdayakan nikmat tersebut sesuai dengan kehendak dan keinginan Sang Pemberi Nikmat. Inilah yang kemudian disebut bersyukur. Bersyukur dapat dilakukan dengan tiga bentuk: Pertama, bersyukur dengan hati dengan menyadari dan meyakini sepenuh hati bahwa seluruh nikmat datangnya hanya dari Allah semata, seraya dengan memuji kebesaran dan keangungan-Nya. Kedua, bersyukur dengan lisan, yaitu mengucapkan hamdalah. Ketiga, bersyukur dengan perbuatan, yaitu dengan menggunakan nikmat dan karunia Allah pada jalan atau aktivitas yang disenangi dan disukai Allah SWT. َ َ ْ َ َّ َ ْ ُ َ َ ُ َ َ ْ َ َ ُ َ ُ َ َ َّ َ َ َّ َ َ َ َّ َ َ َّ َ َ ْ َ َ ُ َّ َّ َ َّ ُ ُ َ َ َ ‫اّلل أتصن ُع‬ ِ ‫كان رسول‬ ِ ‫ يا رسول‬:‫ قالت ع ِائشة‬. ‫اّلل صلى اّلل علي ِه وسلم ِإذا صلى قام حتى تفطر رجلاه‬ ُ َ ً َ ُ ُ َ َ ََ ُ َ َ َ َ َ َّ َ َ ُ ْ َ َ َ َ َْ َ َ َّ َ َ ‫ َيا ع ِائشة أفلا أك ْون ع ْبدا شك ْو ًرا‬:‫هذا َوقد غ ِف َر لك َما تقد َم ِم ْن ذن ِبك َو َما تأخ َر فقال‬ “Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam biasanya jika beliau shalat, beliau berdiri sangat lama hingga kakinya mengeras kulitnya. ‘Aisyah bertanya, ‘Wahai Rasulullah, mengapa engkau sampai demikian? Bukankan dosa-dosamu telah diampuni, baik yang telah lalu maupun yang akan datang? Rasulullah besabda: ‘Wahai Aisyah, bukankah semestinya aku menjadi hamba yang bersyukur?’” (H.R. Bukhari). 57 Modul Pekuliahan Pendidikan Agama Islam Universitas Al-Ghifari Bandung 2. Akhlak Kepada Sesama Manusia a. Akhlak Kepada Rasulullah SAW Akhlak kepada sesama manusia harus dimulai dan diawali dengan akhlak kepada Rasulullah SAW., sebab Rasulullah-lah manusia yang paling berhak untuk dicintai oleh seseorang, baru kemudian dirinya sendiri. Mencintai Rasulullah secara tulus dengan mengikuti semua sunnahnya, menjadikannya sebagai anutan dan panutan, suri teladan dalam hidup dan kehidupan, menjalankan apa yang digariskan olehnya, dan meninggalkan apa yang dilarang olehnya. Ibnul Qayyim menyatakan bahwa setiap kecintaan dan pengagungan kepada manusia hanya dibolehkan dalam rangka mengikuti kecintaan dan pengagungan kepada Allah. Seperti mencintai dan mengagungkan Rasulullah SAW, sesungguhnya ia adalah penyempurna kecintaan dan pengagungan kepada Rabb yang mengutusnya. Ummatnya mencintai beliau SAW karena Allah telah memuliakannya. Maka kecintaan ini adalah karena Allah sebagai konsekuensi dalam mencintai Allah SWT. Diantara akhlak yang diperintahkan kepada Rasulullah, diantaranya adalah sebagai berikut: 1) Selalu mencintai dan memuliakannya Allah SWT berfirman: ُ ُ َ َْ ُ ُ ٰ َ َ ْ ْ ُ ُ ُ ُ ُ َْ ُ ُ ْ َ َ ْ َ ٌ َ َ ُ ََْ ْ ُ َ َ ‫قل ِان كان ا َباۤؤك ْم َوابناۤؤك ْم َواِ خ َوانك ْم َواز َواجك ْم َوع ِش ْي َرتك ْم َوا ْم َوال اقترفت ُم ْوها َو ِتج َارة تخش ْون‬ ْ ٰ َ ْ ُ ْ َ َّ َ َ َ َ ْ َ ْ َ ُ ٰ َ َ َ َ َ َ ُ ٰ ‫اّلل َو َر ُس ْوله َوج َهاد ف ْي َسب ْيله َف َت َرَّب ُص ْوا َح ٰتى َيأت َي‬ ‫كسادها ومس ِكن ترضونهآ احب ِاليكم ِمن‬ ‫اّلل‬ ِ ِ ٍ ِ ِ ِ ِ ِ َ َ ُٰ َ ْٰ َْ َ ࣖ ‫اّلل لا َي ْه ِدى الق ْو َم الف ِس ِق ْين‬ ‫ِبا ْم ِرهۗ و‬ “Katakanlah, “Jika bapak-bapakmu, anak-anakmu, saudara-saudaramu, istriistrimu, keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perdagangan yang kamu khawatirkan kerugiannya, dan rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai, lebih kamu cintai dari pada Allah dan Rasul-Nya serta berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah memberikan keputusan-Nya.” Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang fasik.” (Q.S. al-Taubah: 24). َ َّ َ َ َ ْ َ ُ َ ُ َ ُ َ َ َّ َ ُّ َ ٌ ‫اّلل َسم‬ َ َّ ‫اّلل َو َر ُسوله َوَّات ُقوا‬ َ َّ ‫اّلل إَّن‬ ٌ ‫يع َعل‬ ‫م‬ ‫وا‬ ‫ن‬ ‫ين‬ ‫ذ‬ ‫ال‬ ‫ا‬ ‫ه‬ ‫ي‬ ‫أ‬ ‫يا‬ ‫ي‬ ‫د‬ ‫ي‬ ‫ن‬ ‫ي‬ ‫ب‬ ‫وا‬ ‫م‬ ‫د‬ ‫ق‬ ‫ت‬ ‫ا‬ ‫ل‬ ‫آ‬ ‫يم‬ ِ ِ ِ ِِ ِ ِ ِ ِ “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mendahului Allah dan Rasul-Nya dan bertaqwalah kepada Allah. Sesung-guhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (Q.S. al-Hujurat: 1) Dalam sebuah hadis Rasulullah SAW bersabda: َ َ َ َ َ َ ُ َ َ َ ْ ُ ُ َ َ ُ ُْ َ َ َ ََ َ َ َ ْ ْ ْ َ ‫اس أجم ِعين‬ ِ ‫لا يؤ ِمن أحدكم حتى أكون أحب ِإلي ِه ِمن والِ ِد ِه وول ِد ِه والن‬ “Tidak sempurna iman dari dari salah seorang diantara kalian, sehingga menjadikan aku lebih ia cintai daripada orangtuanya, anaknya, dan seluruh manusia” (H.R. Bukhari). 2) Menaatai ajaran (agama)nya Allah SWT berfirman: َّ َ ٰ ُ ْ ُ َ َ ٰ َْ َ ‫يٰٓ َاي ُّ َها الذيْ َن ا َم ُن ْوٓا اط ْي ُعوا‬ َّ ‫اّلل َواط ْي ُعوا‬ ‫الر ُس ْول َوا ِولى الا ْم ِر ِمنك ْم‬ ِ ِ ِ 58 Modul Pekuliahan Pendidikan Agama Islam Universitas Al-Ghifari Bandung “Wahai orang-orang yang beriman! Taatilah Allah dan taatilah Rasul (Muhammad), dan Ulil Amri (pemegang kekuasaan) di antara kamu.” (Q.S. anNisa: 59) ٰ ُ ُ ُ َ ْ َ ٰ َ َ ْ َْ ٰ ُ ٰ ْ َ ْ َ ْ َ ْ ْ ْ َ ٰ َ ُ ْ ْ ُ َ ْ ُ َ َ َ ٰ ‫اّللۗ َو َم ْن ُّي ِط ِع اّلل ورسوله يد ِخله جن ٍت تج ِري ِمن تح ِتها الانهر خ ِل ِدين ِفيهاۗ وذ ِلك‬ ِ ‫ِتلك حد ْود‬ َْ ُ َْ ‫الف ْوز الع ِظ ْي ُم‬ “Itulah batas-batas (hukum) Allah. Barangsiapa taat kepada Allah dan Rasul-Nya, Dia akan memasukkannya ke dalam surga-surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya. Dan itulah kemenangan yang agung.” (Q.S. an-Nisa: 13) 3) Senantiasa mengucapkan shalawat dan salam untuknya Allah SWT berfirman: َ َ ُّ َ ُ ٰ َ ْ َّ َ َ َ َّ َ َ َ ُّ َ َ َ ٰۤ ً َ ٰ ‫اَّن‬ ‫اّلل َو َملىِٕكته ُيصل ْون على النبيۗ يٰٓايُّها ال ِذين ا َمن ْوا صل ْوا عل ْي ِه َو َس ِل ُم ْوا ت ْس ِل ْيما‬ ِ ِ ِ “Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya bersalawat untuk Nabi. Wahai orangorang yang beriman! Bersalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam dengan penuh penghormatan kepadanya.” (Q.S. al-Ahzab: 56) Rasulullah SAW bersabda: ْ َ َ َ ُ َّ َّ َ ً َ َ ََّ َ َّ َ ْ َ ‫احدة صلى‬ ‫اّلل عل ْي ِه عش ًرا‬ ِ ‫من صلى على و‬ “Siapa saja yang bershalawat kepadaku sekali, niscaya Allah bershalawat kepadanya sepuluh kali” (H.R. Muslim) 4) Membenarkan dan Menjadikan Sunnahnya sebagai Pegangan Allah SWT Berfirman: ُ َّ َ ْ ُ َ ْ َ ُ ْ َ ْ ُ ٰ َ َ َ ُ ْ ُ ُ َ ُ ْ ُ َّ ُ ُ ٰ ٰ َ َ َ ْ ُ ْ َ َ ٰ َّ َ ٰ ‫وا‬ ‫ق‬ ‫ومآ اتىكم الرسول فخذوه وما نهىكم عنه فانتهوا وات‬ ‫ن‬ ‫ا‬ ۗ ‫اّلل‬ ‫اب‬ ‫ق‬ ‫ع‬ ‫ال‬ ‫د‬ ‫ي‬ ‫د‬ ‫ش‬ ‫اّلل‬ ِ ِ ِ ِ “Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah. Dan bertakwalah kepada Allah. Sungguh, Allah sangat keras hukuman-Nya.” (Q.S. al-Hasyr: 7) Allah SWT menyatakan bahwa apa yang disampaikan oleh Rasulullah pada hakikatnya adalah wahyu Allah SWT yang harus diikuti: ْ َ ُ ْ َّ ُ ْ ٰ ْ ‫ ِان ه َو ِالا َوح ٌي ُّي ْوحى‬- ‫َو َما َين ِطق ع ِن ال َه ٰوى‬ “dan tidaklah yang diucapkannya itu (Al-Qur'an) menurut keinginannya. Tidak lain (Al-Qur'an itu) adalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya),” (Q.S. an-Najm: 34) 5) Menjadikan Perilaku Nabi sebagai Suri Teladan dan Menyukai Sunnahnya Allah SWT menyatakan bahwa Rasulullah SAW merupakan suri tauladan yang baik bagi orang-orang yang beriman kepada-Nya. َ َ َ ٰ ُ َ َ َ ْ ََ ْٰ َ َْْ َ َٰ ُ َْ َ َ ْ َ ٌ َ َ َ ٌَ ُْ ٰ ْ ً ْ َ ُ َ ْ َ َ َ ْ ۗ‫اّلل اسوة حسنة ِلمن كان يرجوا اّلل واليوم الا ِخر وذكر اّلل ك ِثيرا‬ ِ ‫لقد كان لكم ِفي رسو ِل‬ “Sungguh, telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari Kiamat dan yang banyak mengingat Allah.” (Q.S. al-Ahzab: 21) Dalam sebuah hadis dari Anas bin Malik dijelaskan sebagai berikut: 59 Modul Pekuliahan Pendidikan Agama Islam Universitas Al-Ghifari Bandung َ َ ُ ُ َ َ َ َ َ َّ ُ َ ْ ُ ْ َ َ َ ْ َُ َ ‫ن أنَس ْبن‬ ْ ‫َع‬ ْ َ َ ُ َّ َّ َ َّ ‫ول‬ ‫ قال ِلي رس‬:‫ك قال‬ ‫ل‬ ‫ا‬ ‫م‬ ْ ِ ‫ َيا بنَّي ِإن قد ْرت أن تص ِبح َوت ْم ِس َي‬:‫اّلل صلى اّلل علي ِه َو َسل َم‬ ِ ٍ ٍ ِ َ َ َ َ َ َ ْ َْ ْ َ َ ُ َ َ َ ْ َّ َّ َ ْ َ َْ َ َ ،‫ َو َم ْن أح َيا ُسن ِتي فقد أحَّب ِني‬،‫ َيا ُبنَّي َوذ ِلك ِم ْن ُسن ِتي‬:‫ ثَّم قال ِلي‬.‫لي َس ِفي قل ِبك ِغش ِلأح ٍد فافعل‬ َ َ َ ََّ ْ َ ْ ََ َ َّ ‫ومن أحب ِني كان م ِعي ِفي الجن ِة‬ “Rasulullah SAW dalam hadits riwayat Anas bin Malik, dia berkata, “Rasulullah berkata kepadaku, "Wahai, anakku! Jika kamu mampu pada pagi sampai sore hari di hatimu tidak ada sifat khianat pada seorangpun, maka perbuatlah.” Kemudian beliau SAW berkata kepadaku lagi: "Wahai, anakku! Itu termasuk sunnahku. Dan barangsiapa yang menghidupkan sunnahku, maka ia telah mencintaiku. Dan barangsiapa yang telah mencintaiku, maka aku bersamanya di surga.” (H.R. atTirmidzi). Rasulullah SAW menyatakan: َ ُ ْ َّ ُ َ َّ ُ ْ ُ ْ َ َ َ َّ َ ْ َ َ ُّ َ َ َ ‫الن‬ ْ ‫ين ْال َم‬ َ ‫الراشد‬ َّ ‫الخل َف ِاء‬ ‫اج ِذ‬ ‫و‬ ‫ب‬ ‫ا‬ ‫ه‬ ‫ي‬ ‫ل‬ ‫ع‬ ‫وا‬ ‫ض‬ ‫ع‬ ‫ين‬ ‫ي‬ ‫د‬ ‫ه‬ ‫ة‬ ‫ن‬ ‫س‬ ‫و‬ ‫ى‬ ‫ت‬ ‫ن‬ ِ ِ ِ ِ ِ ‫فعليكم ِبس‬ ِ ِ ِ “Berpegang teguhlah dengan sunnahku dan sunnah khulafa’ur rosyidin yang mendapatkan petunjuk (dalam ilmu dan amal). Pegang teguhlah sunnah tersebut dengan gigi geraham kalian.” (H.R. Abu Dawud, at-Tirmidzi dan Ibnu Majah) 6) Mencintai Sahabat dan Keluarga-Nya Sahabat Nabi adalah orang-orang shaleh yang bertemu dengan Rasulullah, mengikuti ajarannya dengan kuat dan penuh keteguhan. Allah SWT berfirman: َّ َّ ْ َ ْ َ َ ْ ُ ْ َ ْ ُ َ َ ْ ُ ْ َ ُ ٰ َ َّ َ ْ ْ ُ ْ ُ َ َّ َ ْ َ ٰ ‫السب ُق ْو َن ْال َاَّو ُل ْو َن م َن ْال ُم‬ ٰ َ ‫س‬ ‫ح‬ ‫ا‬ ‫ب‬ ‫م‬ ‫ه‬ ‫و‬ ‫ع‬ ‫ب‬ ‫ات‬ ‫ن‬ ‫ي‬ ‫ذ‬ ‫ال‬ ‫و‬ ‫ار‬ ‫ص‬ ‫ن‬ ‫ا‬ ‫ال‬ ‫و‬ ‫ن‬ ‫ي‬ ‫ر‬ ‫ج‬ ‫ه‬ ‫ان ر ِضي اّلل عنهم ورضوا عنه‬ ِ ِ ِ ٍ ِ ِ ‫و‬ ِ ِ ِ َ َّ َ َ َْْ َ َْ ْ َ ٰ َ َْ ٰ َْ ُ َْ َ ٰ ً َ ‫َواعد ل ُه ْم جن ٍت تج ِر ْي تحت َها الان ٰه ُر خ ِل ِدين ِف ْي َهآ ا َبداۗذ ِلك الف ْوز الع ِظ ْي ُم‬ “Dan orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) di antara orang-orang Muhajirin dan Ansar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah rida kepada mereka dan mereka pun rida kepada Allah. Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai. Mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Itulah kemenangan yang agung.” (Q.S. at-Taubah: 100) ْ َ َ ٰ َّ َ ْ ٰ َ ٰ َّ َ َ ٰ ُ ْ َ ُّ َ َ َ ْ ََّ َ َ َ َُّ ْ ُ ُ ْ َ ْ َ َ َ ٰ ‫وة َواط ْع َن‬ َ ‫ج ال َجاهلَّية الا ْولى َواق ْمن الصلوة‬ ‫ك‬ ‫الز‬ ‫ن‬ ‫ي‬ ‫ت‬ ‫ا‬ ‫و‬ ‫وقرن ِفي بيوتِكن ولا تبرجن تبر‬ ‫اّلل‬ ِ ِ ِ ِ ِ ِ َ ُ َْ ُ َ َْ َ َْ ْ ُ ٰ ‫َو َر ُس ْولهۗاَّن َما ُير ْي ُد‬ ُ ‫اّلل ل ُي ْذه َب َع ْنك‬ ‫الرج َس اهل الب ْي ِت َو ُيط ِه َرك ْم تط ِه ْي ًرا‬ ‫م‬ ِ ِ ِ ِ ِ “Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan (bertingkah laku) seperti orang-orang jahiliah dahulu, dan laksanakanlah salat, tunaikanlah zakat dan taatilah Allah dan Rasul-Nya. Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, wahai ahlulbait dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya.” (Q.S. al-Ahzab: 33) Rasulullah SAW bersabda: َ َ َ َّ ُ َ َ ُ َّ َّ َ َّ ُ ْ ُ َ َ َ ُْ َّ َ َ ٌ َ َّ َّ ْ َ ‫اّلل صلى‬ ‫اّلل عل ْي ِه َو َسل َم إن ِن ْي ت ِارك ِف ْيك ُم الثقل ْي ِن ِكت‬ ‫اّلل‬ ِ ‫عن أ ِب ْي َس ِع ْي ٍد الخذ ِري قال رسول‬ ِ ‫اب‬ ِ ُ َ ْ‫َو ِع ْت َرتي أ ْهل َب ْيتي‬ ِ ِ 60 Modul Pekuliahan Pendidikan Agama Islam Universitas Al-Ghifari Bandung “Dari Abi Said al-Khudri ia berkata, Rasululla SAW bersabda, “Sesungguhnya aku tinggalkan untuk kalian dua wasiat, Kitabullah Al-Qur’an dan keluargaku.” (H.R. at-Tirmidzi) َ َ ُ َّ َّ َ َّ ُ ْ ُ َ َ َ َ َ َ ْ ُ َ ْ َ َ َ َ َ َّ َ َ ْ َ ْ ‫اّلل صلى‬ ‫اّلل عل ْي ِه َو َسل َم لا ت ُس ُّب ْوا أصح ِابي لا ت ُس ُّب ْوا أصح ِابي ف َو ال ِذ ْي‬ ِ ‫ قال رسول‬:‫عن أ ِب ْي ه َري َرة قال‬ ُ ُ ُ َ ْ َ ََ ْ َ َّ ُ َ َ ْ َ ً َ َ ُ َ ْ َ َ ْ ْ َ َ َّ ْ َ َ ْ ْ َ ‫نف ِسي ِبي ِد ِه لو أن أحدكم أنفق ِمثل أح ٍد ذهبا ما أدرك مد أح ِد ِهم ولا ت ِصيفه‬ “Dari Abu Hurairah RA berkata, Rasulullah SAW bersabda, “Janganlah kalian mencaci para sahabat, janganlah kalian mencaci sahabatku! Demi Dzat Yang Menguasaiku, andaikata salah satu diantara kalian menafkahkan emas sebesar gunung Uhud, maka (pahala nafkah itu) tidak akan menyamai (pahala) satu mud atau setengahnya dari (nafkah) mereka.” (H.R. Muslim) b. Akhlak Kepada Diri Sendiri Akhlak kepada diri sendiri bermakna memenuhi kewajiban dan hak diri, ditunaikan kewajiban dan dimanfaatkan atau diambil hak. Seluruh anggota tubuh manusia memiliki hak yang harus ditunaikan. Akhlak kepada diri sendiri berkaitan erat dengan pemeliharaan diri agar sehat jasmani dan rohani dengan meninaikan hakhaknya baik yang bersifat biologis jasmani maupun rohani spiritual. Setidaknya ada tiga potensi daya yang harus diperhatikan keseimbangannya. Ibnu Miskawaih, menyebut ketigaganya sebagai berikut: (a) anl-nasf al-bahaimiyah (daya biologis/hewaniyah), (b) an-Nafs al-sabu’iyyah (daya keberanian/semangat), dan annafs al-nathiqah (daya nalar/pikir). Al-Quran dan Sunnah mengajarkan beberapa akhlak kepada diri sendiri, diantaranya adalah: 1) Menyeimbangkan kebutuhan jasmani (badan) dan rohani (hati) Allah SWT berfirman: َ َ َ َ ُ ٰ َ َ ْ َ َ َ ْ ْ َ َ َ ْ ُّ َ َ َ ْ َ َ ْ َ َ َ َ َ ٰ ْ َ َّ ُ ٰ َ ٰ ٰ َ ْ َ ْ َ ‫وابت ِغ ِفيمآ اتىك اّلل الدار الا ِخرة ولا تنس ن ِصيبك ِمن الدنيا واح ِسن كمآ احسن‬ ‫اّلل ِال ْيك َولا ت ْب ِغ‬ َْ ُ َ َ ٰ َّ ْ ْ َ َْ ‫يح ُّب ال ُمف ِس ِد ْي َن‬ ِ ‫الف َساد ِفى الا ْر ِضۗ ِان اّلل لا‬ “Dan carilah (pahala) negeri akhirat dengan apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu, tetapi janganlah kamu lupakan bagianmu di dunia dan berbuatbaiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi. Sungguh, Allah tidak menyukai orang yang berbuat kerusakan.” (Q.S. al-Qashash: 77) Dalam Hadis Bukhari dijelaskan bahwa Nabi SAW mempersaudarakan antara Salman dengan Abu Darda. Salman pun datang berkunjung ke Rumah Abu Darda dan mendapatkan Ummu Darda berpenampilan kusam. Salman pun bertanya, “Kenapa denganmu?”. Ummu Darda` menjawab, “Sesungguhnya saudaramu yaitu Abu Darda’ tidak membutuhkan terhadap dunia sedikitpun.”. Ketika Abu Darda’ tiba, dia membuatkan makanan untuk Salman lalu berkata; “Makanlah karena aku sedang berpuasa.”. Salman menjawab, “Aku tidak ingin makan hingga kamu ikut makan,” akhirnya Abu Darda` pun makan. Ketika tiba waktu malam, Abu Darda’ beranjak untuk melaksanakan shalat, namun Salman berkata kepadanya, “Tidurlah,”. Abu Darda’ pun tidur, tidak berapa lama 61 Modul Pekuliahan Pendidikan Agama Islam Universitas Al-Ghifari Bandung kemudian dia beranjak untuk mengerjakan shalat. Namun Salman tetap berkata, “Tidurlah,” Akhirnya dia tidur. Ketika di akhir malam, Salman berkata kepadanya, “Sekarang bangunlah.” Kemudian keduanya melaksanakan shalat. Setelah itu Salman berkata, “Sesungguhnya Rabb-mu memiliki hak atas dirimu, dan badanmu memiliki hak atas dirimu, keluargamu memiliki hak atas dirimu, maka berikanlah haknya setiap yang memiliki hak.” Selang beberapa saat Nabi Saw datang, lalu hal itu diberitahukan kepada beliau, Nabi Saw. berkata, “Salman benar.” (H.R. Bukhari) 2) Menjaga kesucian dan kebersihan lahir dan batin Allah SWT berfirman: َ َ َ َ َّ َ َ َ ُ ٌ ْ َ َ ُ ٰ ‫الت ْق ٰوى م ْن اَّول َي ْوم ا َح ُّق ا ْن َت ُق ْو َم ف ْيه ف ْيه ر َج ٌال ُّيح ُّب ْو َن ا ْن َّي َت َطَّه ُر ْواۗ َو‬ ‫لمس ِجد ا ِسس على‬ ‫اّلل‬ ِ ِ ِ ِ ِ ۗ ِ ٍ ِ ِ ُ َّ ْ ‫يح ُّب ال ُمط ِه ِر ْي َن‬ ِ “Sungguh, masjid yang didirikan atas dasar takwa, sejak hari pertama adalah lebih pantas engkau melaksanakan salat di dalamnya. Di dalamnya ada orang-orang yang ingin membersihkan diri. Allah menyukai orang-orang yang bersih.” (Q.S. atTaubah: 108) Rasulullah SAW bersabda: َ ْ ُ ْ َ ُ ُ ُّ ‫ان‬ ِ ‫الطهور شطر ال ِإيم‬ “Kesucian itu sebagian dari Iman” (H.R. Muslim) Rasulullah SAW bersabda: َ َ ََ َ َ َ ُ َ َ ُ ْ ََ ُ َ ََ َ ُ ُ َ َ ََْ َ ُ ْ ََ َ ََ َ ‫الا ْسلا َم علي النظاف ِة َول ْن َيدخل الجنة ِالا كل ن ِظ ْي ٍف‬ ‫ي‬ ‫ن‬ ‫تنظف ْوا ِبك ِل َما ِا ْستطعت ْم ف ِان اّلل تعالي ب‬ ِ “Bersihkanlah segala sesuatu semampu kamu. Sesungguhnya Allah ta'ala membangun Islam ini atas dasar kebersihan dan tidak akan masuk surga kecuali setiap yang bersih.” (H.R. at-Thabrani) 3) Menciptakan ketenangan jiwa Al-Quran menggambarkan beberapa hal yang menciptakan dan mendatangkan ketenangan jiwa, yaitu rumah tempat tinggal, beistirahat di malam hari, pasangan hidup, dan doa. ُ ْ َ ُ ُ ْ ْ ُ َ َ َ َ َ ً َ َ ْ ُ ُ ُ ْ ْ ُ َ َ َ َ ُ َّ َ َ ُّ َ َ ً َ َْ ْ ‫ام ُب ُيوتا ت ْست ِخفون َها َي ْو َم ظع ِنك ْم َو َي ْو َم‬ ‫ع‬ ‫ن‬ ‫أ‬ ‫ال‬ ‫ود‬ ‫ل‬ ِ ‫وتكم سكنا وجعل لكم ِمن ج‬ ِ ِ ‫واّلل جعل لكم ِمن بي‬ َ َ َ َ َ ً َ َ ً َ َ َ ْ َ َْ َ َ َ ْ ْ َ ْ ُ َ َ َ َ ٰ ‫ين‬ ٍ ‫ِإقام ِتكم و ِمن أصو ِافها وأوب ِارها وأشع ِارها أثاثا ومتاعا ِإلى ِح‬ “Dan Allah menjadikan rumah-rumah bagimu sebagai tempat tinggal dan Dia menjadikan bagimu rumah-rumah (kemah-kemah) dari kulit hewan ternak yang kamu merasa ringan (membawa)nya pada waktu kamu bepergian dan pada waktu kamu bermukim dan (dijadikan-Nya pula) dari bulu domba, bulu unta, dan bulu kambing, alat-alat rumah tangga dan kesenangan sampai waktu (tertentu)” (Q.S. an-Nahl: 80) َّ ُ َ ُ َ َ َّ ً ْ ُ َ َ َّ َ َ َٰ ُ ُ ْ َ َ ْ َّ ُ ُ َ َ َ َ َ َ ‫ك َل‬ ‫ف‬ ‫يه‬ ‫وا‬ ‫ن‬ ‫ك‬ ‫س‬ ‫ت‬ ‫ل‬ ‫ل‬ ‫ي‬ ‫الل‬ ‫م‬ ‫ك‬ ‫ل‬ ‫ل‬ ‫ع‬ ‫ج‬ ‫ي‬ ‫ذ‬ ‫ات ِلق ْو ٍم ي ْس َمعون‬ ‫آي‬ ‫ل‬ ‫ذ‬ ‫ي‬ ‫ف‬ ‫ن‬ ‫إ‬ ‫ا‬ ‫ر‬ ‫ص‬ ‫ب‬ ‫م‬ ‫ار‬ ‫ه‬ ‫الن‬ ‫و‬ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ‫هو ال‬ ٍ ِ ِ “Dialah yang menjadikan malam bagimu agar kamu beristirahat padanya dan menjadikan siang terang-benderang. Sungguh, yang demikian itu terdapat tandatanda (kekuasaan Allah) bagi orang-orang yang mendengar.” (Q.S. Yunus: 63) 62 Modul Pekuliahan Pendidikan Agama Islam Universitas Al-Ghifari Bandung َ َ ُ َْ َ َ َ َ ُ َ ََ َ ْ َ َّ ً ْ َ َٰ ُ ُ َ ً ْ ُ ُْ ً َّ َ ‫َو ِم ْن‬ ‫آي ِات ِه أن خلق لك ْم ِم ْن أنف ِسك ْم أز َواجا ِلت ْسكنوا ِإل ْي َها َوجعل َبينك ْم َم َودة َو َرح َمة ِإن ِفي ذ ِلك‬ َ َّ َ َ َ َ َ ‫ات ِلق ْو ٍم َيتفك ُرون‬ ٍ ‫لآي‬ “Dan di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah Dia menciptakan pasanganpasangan untukmu dari jenismu sendiri, agar kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan Dia menjadikan di antaramu rasa kasih dan sayang. Sungguh, pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang berpikir.” (Q.S. ar-Rum: 21) َ َ َ َ َ َ َ َّ ْ ْ َ َ َ َ َ ْ َُ ْ ُ ُ َُ ً َ َ َ ْ َ ْ ْ ْ ُ َ ٌ ‫اّلل َسم‬ ُ َّ ‫ك َسك ٌن ل ُه ْمۗ َو‬ ٌ‫يع َعليم‬ ‫يهم ِبها وص ِل علي ِهم ِإن صلات‬ ِ ِ ِ ‫خذ ِمن أموا ِل ِهم صدقة تط ِهرهم وتز ِك‬ “Ambillah zakat dari harta mereka guna membersihkan dan menyucikan mereka dan berdoalah untuk mereka. Sesungguhnya doamu itu (menumbuhkan) ketenteraman jiwa bagi mereka. Allah Mahamendengar, Mahamengetahui.” (Q.S. at-Taubah: 103) 4) Menjaga keselamatan dan keamanan diri Allah SWT melarang manusia untuk menjerumuskan dirinya ke dalam kehancuran, menciptakan kedamaian dari perselisihan dan pertengkaran dan memberikan sikap yang damai. َ ُ َّ َ ُ َ ُُْ َ ٰ ْ ُ َْ ‫اّلل َولا تلق ْوا ِبا ْي ِد ْيك ْم ِالى الت ْهلك ِة‬ ِ ‫َوان ِفقوا ِف ْي َس ِب ْي ِل‬ “Dan infakkanlah (hartamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu jatuhkan (diri sendiri) ke dalam kebinasaan dengan tangan sendiri,” (Q.S. al-Baqarah: 195) َّ ُ َ َ ْ ُْ َ َ َ ُ ٰ ْ ْ ََ ْ َ َ ُ َ َْ ْ ُ ْ َ َ َُْ َ ْ َْ ْ ُْ َ ٰ َ َ ْ ‫ىهما على الاخ ٰرى فق ِاتلوا ال ِت ْي‬ ‫ن بغت ِاحد‬ ْۢ ‫َواِ ن طاۤىِٕفت ِن ِمن المؤ ِم ِنين اقتتلوا فاص ِلحوا بينهما ف ِا‬ ُ َ ٰ َّ ْ ُ ْ َ ْ ْ َ ٰ َ َ ْ َْ َ ُ َ َْ ْ ُ ْ َ َ ْ َ ْ َ ٰ َ ْ َ ٰٓ ‫يح ُّب ال ُمق ِس ِط ْين‬ ِ ‫ت ْب ِغ ْي حتى ت ِف ْ ۤي َء ِالى ام ِر‬ ِ ‫اّلل ف ِان فا َۤءت فاص ِلحوا بينهما ِبالعد ِل َواق ِسطواۗ ِان اّلل‬ “Dan apabila ada dua golongan orang-orang mukmin berperang, maka damaikanlah antara keduanya. Jika salah satu dari keduanya berbuat zalim terhadap (golongan) yang lain, maka perangilah (golongan) yang berbuat zalim itu, sehingga golongan itu kembali kepada perintah Allah. Jika golongan itu telah kembali (kepada perintah Allah), maka damaikanlah antara keduanya dengan adil, dan berlakulah adil. Sungguh, Allah mencintai orang-orang yang berlaku adil.” (Q.S. al-Hujurat: 9) ُ َ َ ُ ْٰ َْ َ َ َ ُ َ َ َ ً َ َ ْ َّ ْ َّ ُ َ َ ً ٰ ‫الرح ٰم ِن ال ِذين َي ْمش ْون على الا ْر ِض ه ْونا َّواِ ذا خاط َب ُه ُم الج ِهل ْون قال ْوا َسلما‬ ‫و ِعباد‬ “Adapun hamba-hamba Tuhan Yang Maha Pengasih itu adalah orang-orang yang berjalan di bumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang bodoh menyapa mereka (dengan kata-kata yang menghina), mereka mengucapkan “salam,” (Q.S. al-Furqon: 63) 5) Menambah dan mengembangkan pengetahuan Menambah dan mengembangkan ilmu dan pengetahuan merupakan kebutuhan manusia dalam rangka melepaskan diri dari kebodohan. Melalui kegiatan belajar, manusia mengembangkan fitrahnya sebagai makhluk yang cinta ilmu atau selalu ingin tahu. Dari proses belajar itulah manusia dapat belajar tentang teori maupun praktik yang baik dan benar, serta mengenal mana yang buruk dan salah. Proses belajar ini dilakukan dengan menggunakan potensi yang dimiliki manusia yaitu akal dan pikiran, sehingga dapat mencapai tarap kecerdasan tertinggi 63 Modul Pekuliahan Pendidikan Agama Islam Universitas Al-Ghifari Bandung yaitu derajat ulul albab, yaitu manusia yang mampu menyandingkan keimanan dan nalar (hati dan akal). Al-Quran mendorong manusia untuk belajar dan menggali rahasia-rahasia ilmu: ُ َ َُُْ َ َ ٰٓ ْ َ َّ ُ ََّ ْ ٌ َ َ ْ َ ْ ُ َ ْ َ َ َ ٰ ُ َ َ ْ ْ ْ ُ َ ُ ْ ُ َ َّ ْ ُ ْ َ َ ُ ْ َّ ۗ‫اّلل ول ٓا اعلم الغيب ول ٓا اقول لكم ِاِني ملك ِان ات ِبع ِالا ما يوحى ِالي‬ ِ ‫قل ل ٓا اقول لكم ِعن ِدي خزاۤىِٕن‬ َّ ْ َ ََ َ َ ََ ْ َْ َ َ ْ َ ْ ُ ࣖ ‫قل هل ي ْست ِوى الاع ٰمى َوال َب ِص ْي ُرۗ افلا تتفك ُر ْون‬ “Katakanlah (Muhammad), “Aku tidak mengatakan kepadamu, bahwa perbendaharaan Allah ada padaku, dan aku tidak mengetahui yang gaib dan aku tidak (pula) mengatakan kepadamu bahwa aku malaikat. Aku hanya mengikuti apa yang diwahyukan kepadaku.” Katakanlah, “Apakah sama orang yang buta dengan orang yang melihat? Apakah kamu tidak memikirkan(nya)?” (Q.S. al-An’am: 50) ْ َ َ َّ َ ُ ُ ْ َ َ ُ ُ ْ َ َْ َّ ‫ٰي َم ْع َش َر الجن َو ْالانْس ان ْاس َت َط ْع ُت ْم ا ْن َت ْن ُف ُذ ْوا م ْن ا ْق َطار‬ ‫الس ٰم ٰو ِت َوالا ْر ِض فانفذ ْواۗ لا تنفذ ْون ِالا‬ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ْٰ ‫ِب ُسلط ٍن‬ “Wahai golongan jin dan manusia! Jika kamu sanggup menembus (melintasi) penjuru langit dan bumi, maka tembuslah. Kamu tidak akan mampu menembusnya kecuali dengan kekuatan (dari Allah).” (Q.S. ar-Rahman: 33) 6) Memelihara kesehatan fisik dengan asupan makanan bergizi dan halal Asupan makanan dan gizi adalah hal penting dalam menjaga keberlangsungan hidup manusia. Tetapi bagi orang yang berimana, asupanan makanan diniatkan untuk kuat dalam menjalankan ibadah, dan karenanya maka makanan yang masuk ke dalam tubuh haruslah makanan yang halal dan bergizi, supaya ibdah dan amal yang dilakukannya dapat diterima Allah. َْ ُ َ ُ َ َّ ٰ َّ ُ ُ َ ًٰ َ َّ َ َ ٌ ُ ََّ َ َّ ُ ُ ‫ٰۤيا يُّها النا ُس كل ْوا َِما ِفى الا ْر ِض حللا ط ِي ًبا َّولا تت ِبع ْوا خط ٰو ِت الش ْيط ِنۗ ِانه لـك ْم عدو ُّم ِب ْين‬ “Wahai manusia! Makanlah dari (makanan) yang halal dan baik yang terdapat di bumi dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan. Sungguh, setan itu musuh yang nyata bagimu.” (Q.S. al-Baqarah: 168) َّ َ َ َ ُ َْ ْ ٰ ْ ُ ُ ْ َ ْ ُ ٰ َْ َ َ ٰ َ ْ ُْ ُْ ْ ُ َٰ َْ ‫ّلل ِان کُنت ْم ِاَّي ُاه تع ُبد ْون‬ ِ ِ ‫ٰۤيا يُّها ال ِذين امنوا کُلوا ِمن ط ِيب ِت ما رزقنكم وا شكروا‬ “Wahai orang-orang yang beriman! Makanlah dari rezeki yang baik yang Kami berikan kepada kamu dan bersyukurlah kepada Allah jika kamu hanya menyembah kepada-Nya” (Q.S. al-Baqarah: 172) Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan dari Abu Hurairah dijelaskan: َ ُ َ َْ َ ٌ َ َ ََ َ ُْ ُ َ َ َ َ َ ُ ْ َ ُ َّ َ َّ َ َّ َ َ ْ َ َ ُ َ َ ََْ ُ َ َ ‫ ِإن اّلل تعالى ط ِيب لا يقبل‬: ‫ قال رسول اّللِ صلى اّلل علي ِه وسلم‬: ‫ررة ر ِضي اّلل عنه قال‬ ‫ع ْن أ ِبي ه ي‬ َ َ َ َ ََ َ َ َ َْ ْ ُُ ُ ُ َّ َ ً َ َّ َّ َ َ ُّ َ َ َْ ْ ُْ َ َ َ َ َ َ ُ ْ َ ُّ ‫ات‬ ِ ‫يا أيها الرسل كلوا ِمن الط ِيب‬, : ‫ و ِإن اّلل أمر المؤ ِم ِنين ِبما أمر ِب ِه المرس ِلين فقال تعالى‬،‫ِإلا ط ِيبا‬ َّ َ َ ُ َ َ ُ َ َ ً َ ُ ْ َ ‫ َيا أيُّ َها الذيْ َن آ َم ُنوا ُك ُلوا م ْن َطي‬, : ‫قا َل َت َعالى‬ َّ ‫ات َما َر َز ْق َناك ْم – ُثَّم َذك َر‬ ‫الرجل‬ ‫َواع َملوا ص ِالحا – و‬ ‫ب‬ ِ ِ ِ ِ َ َ َ َ ُ َْ َ ْ َ َ َّ ُ ْ ُ ٌ ‫ام َو َم ْش َر ُب ُه َح َر‬ ٌ ‫الس َماء َيا َرب َيا َرب َو َم ْط َع ُم ُه َح َر‬ َّ ‫ث أ ْغ َب َر َي ُم ُّد َي َد ْي ِه إلى‬ ‫ام َو َملب ُسه‬ ‫ع‬ ‫ش‬ ‫أ‬ ‫ي ِطيل السفر‬ ِ ِ ِ ِ َ َ ُ ُ َ َ ْ ُ َّ َ َ َ ْ َ ُ َ ٌ َ َ ‫اب له‬ ‫ام فأنى يستج‬ ِ ‫حرام وغ ِذي ِبالحر‬ 64 Modul Pekuliahan Pendidikan Agama Islam Universitas Al-Ghifari Bandung “Dari Abu Hurairah radhiallahuanhu dia berkata: Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda: Sesungguhnya Allah ta’ala itu baik, tidak menerima kecuali yang baik. Dan sesungguhnya Allah memerintahkan orang beriman sebagaimana dia memerintahkan para rasul-Nya dengan firmannya: Wahai Para Rasul makanlah yang baik-baik dan beramal shalihlah. Dan Dia berfirman: Wahai orang-orang yang beriman makanlah yang baik-baik dari apa yang Kami rizkikan kepada kalian. Kemudian beliau menyebutkan ada seseorang melakukan perjalan jauh dalam keadaan kumal dan berdebu. Dia memanjatkan kedua tangannya ke langit seraya berkata: Yaa Robbku, Ya Robbku, padahal makanannya haram, minumannya haram, pakaiannya haram dan kebutuhannya dipenuhi dari sesuatu yang haram, maka (jika begitu keadaannya) bagaimana doanya akan dikabulkan.” (H.R. Muslim) 7) Menyalurkan nafsu biologis dengan jalan yang halal Nafsu biologis adalah dorongan yang dikaruniakan kepada manusia untuk menjaga keberlangsungan hidup dan turunan, dengan melahirkan anak-anak. AlQuran dalam mengajarkan dengan jelas bahwa cara terbaik adalah dengan menikah sesuai dengan ajaran dan aturan agama serta menjauhi zina. ْ ُ ٰ َ ٰ َّ ُ َ َّ ٰ ٰ ُ َ ْ َ ٰ َ ْ ُ َ َْ ْ ‫َفانْك ُح ْو ُهَّن با ْذن ا ْهلهَّن َواتُ ْو ُهَّن ا ُج ْو َر ُهَّن بال َم ْع ُر‬ ‫ان‬ ‫د‬ ‫خ‬ ‫ا‬ ‫ت‬ ‫ذ‬ ‫خ‬ ‫ت‬ ‫م‬ ‫ا‬ ‫ل‬ ‫و‬ ‫ت‬ ‫ح‬ ‫ف‬ ‫س‬ ‫م‬ ‫ر‬ ‫ي‬ ‫غ‬ ‫ت‬ ‫ن‬ ‫ص‬ ‫ح‬ ‫م‬ ‫ف‬ ‫و‬ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ٍ ٍ ٍ ِ ِِ ِ ِ “karena itu nikahilah mereka dengan izin tuannya dan berilah mereka maskawin yang pantas, karena mereka adalah perempuan-perempuan yang memelihara diri, bukan pezina dan bukan (pula) perempuan yang mengambil laki-laki lain sebagai piaraannya” (Q.S. an-Nisa: 25) Dalam sebuah hadis dijelaskan: َ َ ْ َ ْ ً ََ َ َ ََ ْ َ ُ ْ َ َ َ َ ُ َ َ ََ َ ْ ُ ُ ْ َ َ َ ُ ‫ ُا َصلى َو َلا َا َن‬:‫ض ُه ْم‬ ‫ َو‬.‫ام‬ ‫اب‬ ‫ح‬ ‫ع‬ ‫ب‬ ‫ال‬ ‫ق‬ ‫و‬ . ‫ج‬ ‫و‬ ‫ز‬ ‫ت‬ ‫ا‬ ‫لا‬ : ‫م‬ ‫ه‬ ‫ض‬ ‫ع‬ ‫ب‬ ‫ال‬ ‫ق‬ ‫ص‬ ‫ي‬ ‫ب‬ ‫الن‬ ِ ‫عن ان ٍس ان نفرا ِمن اص‬ ِ ِ ِ ُ َ َ َ َ َ َ َ َ ْ ُ َ َ َْ ُ َ َ َ َ َ ُ َ َ ُ ْ ُ ْ ُ ُ َْ َ َ َ َ َ َ َ َ ُ ْ ‫لكنى اص ْو ُم‬ ِ .‫ام قالوا كذا و كذا‬ ٍ ‫ ما بال اقو‬:‫ فبلغ ذ ِلك الن ِبي ص فقال‬،‫ اصوم و لا اف ِطر‬:‫قال بعضهم‬ َ َ َ ُْ َ ََْ َ ُ ََ ُ ََ َ َ ُ ‫ ف َم ْن َر ِغ َب ع ْن ُسن ِتى فلي َس ِمنى‬،‫اء‬ ‫ام َو ات َز َوج النس‬ ‫َو اف ِط ُر َو اص ِلى و ان‬ “Dan dari Anas, bahwasanya ada sebagian shahabat Nabi SAW yangberkata, “Aku tidak akan kawin”. Sebagian lagi berkata, “Aku akanshalat terus-menerus dan tidak akan tidur”. Dan sebagian lagiberkata, “Aku akan berpuasa terus-menerus”. Kemudian hal itusampai kepada Nabi SAW, maka beliau bersabda, “Bagaimanakahkeadaan kaum itu, mereka mengatakan demikian dan demikian? Padahal aku berpuasa dan berbuka, shalat dan tidur, dan akupunmengawini wanita. Maka barangsiapa yang tidak menyukai sunnahku, bukanlah dari golonganku” (H.R. Bukhar, Muslim dan Ahmad) c. Akhlak Kepada Keluarga 1) Akhlak kepada Orangtua Berakhlak kepada orangtua dilakukan dengan menempatkan posisi mereka sebagai orang yang menjadi sebab kelahiran, yang telah membesarkan, memberi makan, membimbing, mendidik, menyayangi, melindungi dan menjaga dari bahaya yang merusak lahir dan batin. Akhlak kepada orang tua dilakukan dengan ‘berbuat ihsan’ sebagai bentuk terimakasih atas jasa keduanya. Ihsan dapat dilakukan dengan cara verbal dengan selalu berbicara, bertutur kata dengan lembah lembuh, merendah di hadapan mereka. 65 Modul Pekuliahan Pendidikan Agama Islam Universitas Al-Ghifari Bandung ُ َّ َ َ َ ُ ْ َ ُ ُ َْ َ ٰ َ ً ْ َ ْ ْ َ ْ َّ ْ َ َ ‫َو َوصينا ال ِان َسان ِب َوا ِلد ْي ِه ح َملته ا ُّمه َوهنا على َوه ٍن َّو ِفصاله ِف ْي ع َام ْي ِن ا ِن اشك ْر ِل ْي َو ِل َوالِد ْيكۗ ِالَّي‬ ْ ‫ال َم ِص ْي ُر‬ “Dan Kami perintahkan kepada manusia (agar berbuat baik) kepada kedua orang tuanya. Ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambahtambah, dan menyapihnya dalam usia dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua orang tuamu. Hanya kepada Aku kembalimu.” (Q.S. Luqman: 14) Sedangkan ihsan kepada kedua orangtua dalam perbuatan dilakukan dengan cara: a) Menaati perintahnya, kecuali jika memerintahkan berbuat musyrik. ً ْ َ ْ ُّ َ َ َ ْ َ َ ْ َ ْ ُ ْ َ ٰٓ َ َ ٰ َ َ ْ َ َ َ َ َ ُ ْ ُ َ َ ٌ ْ ‫اح ْب ُهما ِفى الدنيا َمع ُر ْوفا‬ ‫ص‬ ‫و‬ ‫ا‬ ‫م‬ ‫ه‬ ‫ع‬ ‫ط‬ ‫ت‬ ‫ا‬ ‫ل‬ ‫ف‬ ‫م‬ ‫ل‬ ‫ع‬ ‫ه‬ ‫ب‬ ‫ك‬ ِ ِ ِ ِ ‫واِ ن جاهدك على ان تش ِرك ِبي ما ليس ل‬ “Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan Aku dengan sesuatu yang engkau tidak mempunyai ilmu tentang itu, maka janganlah engkau menaati keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik” (Q.S. Luqman: 15) b) Menafkahi dan mengurus kepentingannya ْ ْ ُ َ ُ ْ َ َ َ َ ُ َ ُ ْ ََْ َْٰ َ َْْ ْ َ ْ َ ‫ي ْس َٔـل ْونك َماذا ُين ِفق ْونۗ قل َمآ انفقت ْم ِم ْن خ ْي ٍر ف ِلل َوالِدي ِن َوالاق َر ِب ْين َواليت ٰمى َوال َم ٰس ِك ْي ِن َو ْاب ِن‬ َ َ ٰ َّ َ ْ َ ْ ْ ُ َ ْ َ َ َ ْ َّ ‫الس ِبي ِلۗ وما تفعلوا ِمن خي ٍر ف ِان‬ ‫اّلل ِبه ع ِل ْي ٌم‬ “Mereka bertanya kepadamu (Muhammad) tentang apa yang harus mereka infakkan. Katakanlah, “Harta apa saja yang kamu infakkan, hendaknya diperuntukkan bagi kedua orang tua, kerabat, anak yatim, orang miskin dan orang yang dalam perjalanan.” Dan kebaikan apa saja yang kamu kerjakan, maka sesungguhnya Allah Maha Mengetahui.” (Q.S. al-Baqarah: 215) c) Selalu merendahkan diri di hadapan keduanya ُّ َ َ َ َ َ ْ ْ ْ َّ َ ‫الرح َم ِة‬ ‫َواخ ِفض ل ُهما جناح الذ ِل ِمن‬ “Dan rendahkanlah dirimu terhadap keduanya dengan penuh kasih sayang” (Q.S. al-Isra: 24) d) Mengurus dan memelihara mereka ketika mereka sudah berada di usia lanjut dengan baik, dan tidak menyakiti hatinya dengan selalu berkata-kata yang baik َ َ َ ٰ َ َ ُ ُ ََ َ ْ َ َ ْ َّ ُ ْ َ ََّ َ َُ ً ْ ْ َ ْ ٰ َ ‫َوقضى َر ُّبك الا تع ُبد ْ ٓوا ِال ٓا ِاَّي ُاه َو ِبال َوالِدي ِن ِاح ٰسناۗ ِاَّما َي ْبلغَّن ِعندك ال ِكب َر احدهمآ ا ْو ِكل ُهما فلا‬ ُ َ َّ ْ ُ َ ً َ ً َ َ َّ ْ ُ َ ُ ْ َ َ ‫تقل ل ُهمآ ا ٍف َّولا تن َه ْرهما َوقل ل ُهما ق ْولا ك ِر ْيما‬ “Dan Tuhanmu telah memerintahkan agar kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah berbuat baik kepada ibu bapak. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berusia lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah engkau mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah engkau membentak keduanya, dan ucapkanlah kepada keduanya perkataan yang baik.” (Q.S. al-Isra: 23) e) Menjenguk keduanya pada saat sakit, atau rindu ingin berjumpa 66 Modul Pekuliahan Pendidikan Agama Islam Universitas Al-Ghifari Bandung َ َ َ َ ُ ْ َ َ َ َّ َ َ َ َ ََ َ َّ ْ َ َ َ ْ َ ُ َ َّ َ َ َ ُ َّ ‫النبي َصَّلى‬ ‫اّلل‬ ‫ررة عن‬ ‫يه ع ْن أ ِبي ه ي‬ ‫حدثنا شي َبان ْب ُن ف ُّروخ حدثنا أ ُبو ع َوانة ع ْن ُس َه ْي ٍل ع ْن أ ِب‬ ِ ِ َ َِ َ َ َّ َ ُ َ َ ْ َ َ ُ ْ َ َ َ َُّ ُ ْ َ َ َ َُّ ُ ْ َ َ َ َ َ َ َّ َ َ ْ َ َ َ ْ َ َ ْ َ ْ َ ‫اّلل قال من أدرك أبوي ِه‬ ِ ‫علي ِه وسلم قال ر ِغم أنف ثم ر ِغم أنف ثم ر ِغم أنف ِقيل من يا رسول‬ َ َ َ ََّ ْ ْ ُ ْ َ ْ َ َ َ ْ َ ْ َ ُ َ َ َ ْ َ ْ ‫ِعند ال ِكب ِر أحدهما أو ِكلي ِهما فلم يدخل الجنة‬ “Telah menceritakan kepada kami Syaiban bin Farrukh; Telah menceritakan kepada kami Abu 'Awanah dari Suhail dari Bapaknya dari Abu Hurairah dari Nabi SAW beliau bersabda: "Dia celaka! Dia celaka! Dia celaka!" lalu beliau ditanya; "Siapakah yang celaka, ya Rasulullah?" Jawab Nabi SAW: "Barang Siapa yang mendapati kedua orang tuanya (dalam usia lanjut), atau salah satu dari keduanya, tetapi dia tidak berusaha masuk surga (dengan berusaha berbakti kepadanya dengan sebaik-baiknya)."” (H.R. Muslim) f) Berperilaku yang menghibur dan menenangkan hati untuk mendapatkan keridhaan keduanya َّ َ َ َّ َ ُ َ َ ْ َ ََْ َ ْ َ َْ ‫ّلل ِفي َسخ ِط ال َوالِدي ِن‬ ِ ‫ِرضا ا‬ ِ ‫ َو َسخط ا‬,‫ّلل ِفي ِرضا الوالِدي ِن‬ “Keridhaan Allah ada pada ridha kedua orangtua, dan kemurkaan Allah ada pada kemurkaan kedua orangtua” (H.R. at-Tirmidzi, Ibnu Hibban dan Hakim) g) Selalu mendoakan sepenuh hati, agar mendapatkan limpahan kasih sayang Allah ْ ُ َ َ َ َ َ ۗ‫َوقل َّر ِب ْارح ْم ُهما كما َرَّب ٰي ِن ْي ص ِغ ْي ًرا‬ “dan ucapkanlah, “Wahai Tuhanku! Sayangilah keduanya sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku pada waktu kecil.” (Q.S. al-Isra: 24) 2) Akhlak kepada Keluarga Keluarga merupakan sekelompok orang yang memiliki hubungan darah sebagai hasil dari adanya ikatan perkawinan. Keluarga merupakan unsur terkecil dari dari masyarakat. Akhlak kepada keluarga yang inti adalah menyelamatkan diri dan keluarganya dari hal-hal yang bisa menjerumuskan kepada perbuatan yang bisa menyebabkan siksa api neraka. َّ ُ َ ُ َ ٰ ً‫يٰٓ َاي ُّ َها الذيْ َن ا َم ُن ْوا ُق ْوٓا ا ْن ُف َسك ْم َوا ْهل ْيك ْم َنارا‬ ِ ِ “Wahai orang-orang yang beriman! Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka” (Q.S. at-Tahrim: 6) Diantara akhlak orangtua kepada anak-anaknya dalam keluarga adalah sebagai berikut: a) Mendidik anak-anak dengan cara yang benar b) Bagi seorang ibu, mengurus persusuan anaknya sampai sempurna َ َ َ َّ َّ ُّ ْ َ َ َ َ ْ َ ْ َ َ ْ َ ْ َ َّ ُ َ َ ْ َ َ ْ ْ ُ ُ ٰ ٰ ْ َ ۗ‫الرضاعة‬ ‫والولِدت ير ِضعن اولادهن حولي ِن ك ِاملي ِن ِلمن اراد ان ي ِتم‬ “Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan.” (Q.S. al-Baqarah: 233) c) Bagi seorang ayah, berkewajiban menafkahi dan memberikan pakaian yang layak َ ُ ْ َ َ ْ ْ ْ َ ْ ْ َ َّ ُ ُ َ ْ َ َّ ُ ُ ْ َ ۗ‫وعلى المولو ِد له ِرزقهن و ِكسوتهن ِبالمع ُرو ِف‬ 67 Modul Pekuliahan Pendidikan Agama Islam Universitas Al-Ghifari Bandung “Dan kewajiban ayah menanggung nafkah dan pakaian mereka dengan cara yang patut.” (Q.S. al-Baqarah: 233) d) Menjamin asupan makanan keluarga yang halal َ َ َّ َ َ َّ َ ََ ٌ َْ ُ َْ َ َ َ ْ ُ َ ْ ُ ْ َ َ ْ ُ ُ ‫حت إلا كان ِت النار أولى ِب ِه‬ ٍ ‫يا كعب بن عجرة لا يربو لحم نبت ِمن س‬ “Wahai Ka’ab bin ‘Ujrah, tidaklah daging manusia tumbuh dari barang yang haram kecuali neraka lebih utama atasnya.” (H.R. at-Tirmidzi) Sedangkan berkaitan akhlak antara suami dengan istri dan sebaliknya adalah antara lain: a) Bergaul dengan baik َ َ ْ ََْ ًْ َ ُ َ ْ َ ْ َ َ ُ ُ ْ َ ْ َ ً‫اّلل فيه َخ ْي ًرا كثيرا‬ ُ َّ ‫يج َع َل‬ ُ ْ َ َّ ُ ُ ‫َو َع‬ ‫وف ف ِإن ك ِرهت ُموهَّن فع َسى أن تكرهوا شيئا و‬ ِ ِ ِ ‫اشروهن ِبالمعر‬ ِ ِ “Dan pergaulilah mereka (para istri) secara patut. Kemudian apabila kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak” (Q.S. anNisa: 19) b) Menunaikan hak dan kewajiban sebagai suami Sebagai kepala keluarga, maka seorang suami yang berakhlak adalah suami yang mampu menjalankan peran dan kewajiban suami kepada istrinya sebagai berikut:  Mencukupi kebutuhan istrinya dengan baik, baik makanan maupun pakaian maupun kebutuhan hidup lainnya yang layak  Menjaga hartanya dan memberikan mahar  Menggauli istri dengan baik, dengan lemah lembut, dan penuh kasih saying  Tidak temperamen ketika terjadi perselisihan dengan istri c) Menunaikan hak dan kewajiban sebagai istri Sebagai istri yang shalihah, sangat penting menjaga muruah dan akhlak dirinya atas suaminya:  Menaati dan mementingkan perintah suami  Senantiasa meminta izin ketika akan bepergian ke luar rumah  Menjaga harta suaminya dan dirinya  Berkhidmat dan melayani suami dengan baik  Membina dan mengatur keluarga d. Akhlak Kepada Tetangga Tatangga adalah orang lain yang berada di sekitar rumah tempat tinggal. Tetangga adalah orang kedua setelah keluarga yang berinteraksi. Karenanya, untuk menjaga keharmonisan hubungan tersebut diperlukan akhlak yang baik dalam bertetangga. Berikut adalah akhlak yang harus dijaga dalam bertetangga: 1) Saling bersilaturahmi 2) Saling batu membantu di waktu suka maupun duka َ ْ ُْ َ َّ َّ َ ْ ُ ُ ْ َ َّ َ ْ َ َْ ْ ُْ َ ُْ َُ َّ ْ ُ ُ ْ َ َّ َ ْ َ ْ َ َّ ‫اّلل خيرهم ِلج ِار ِه‬ ِ ‫اب ِعند‬ ِ ‫ان ِعند‬ ِ ‫اّلل خيرهم ِلص‬ ِ ‫ خير الأصح‬:‫أن الن ِبي ﷺ يقول‬ ِ ‫ وخير ا ِلجير‬،‫اح ِب ِه‬ “Nabi Saw bersabda, “Sebaik-baik sahabat di sisi Allah adalah mereka yang paling baik kepada sahabatnya, dan sebaik-baik tetangga di sisi Allah adalah mereka yang paling baik kepada tetangganya.” (H.R. at-Tirmidzi) 3) Saling berbagi 68 Modul Pekuliahan Pendidikan Agama Islam Universitas Al-Ghifari Bandung َ َ َ ْ ْ ََ ً َ ْ َ ْ َ َ َ َ ْ ََ َ ‫اءها َوتعاهد ِج ْي َرانك‬ ‫ِإذا ط ِبخت ِمرقة فأك ِثر م‬ “Jika kamu memasak kuah, maka perbanyaklah airnya dan berikan sebagian pada para tetanggamu” (H.R. Muslim) 4) Saling hormat menghormati/saling memuliakan ْ ْ ْ َْ ْ َ ُ ُْ َ َ ُ ُْ َ ُ َ َ َ َ ،‫جار ُه‬ َ ‫باّلل وال َيوم الآخر َف ْل ُيكر ْم‬ َ ‫باّلل وال‬ ‫ومن كان يؤ ِمن‬ ‫ن‬ ‫م‬ ‫ؤ‬ ‫ي‬ ‫كان‬ ‫ن‬ ‫وم‬ ‫الآخ ِر فل ُيك ِر ْم ض ْيفه‬ ‫وم‬ ‫ي‬ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ “Siapa pun yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia memuliakan tetangganya, dan siapa pun yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia memuliakan tamunya.” (H.R. Muslim) 5) Saling menghindari konflik dan permusuhan (saling mengganggu) َ َ َّ َ َّ َ ُ َ َّ َ َ ْ ُ َ ْ َ َ ْ َ َ َ ْ َ َ ُ ُ ْ ُ َ ْ ُ َ َ َّ َ ُ ْ َْ ْ ُ ْ َ َ َ ‫يد المقب ِري عن أ ِبي ه ي‬ ‫اّلل صلى‬ ِ ‫ررة أن رسول‬ ٍ ‫ حدثنا عثمان بن عمر أخبرنا ابن أ ِبي ِذئ ٍب عن س ِع‬: ِ ُ َ ُ ْ َ َّ َ ُ ْ َ َّ َ ُ ْ َ َّ َ َ َ َّ َّ َ َ َ ْ َ ْ َ َ ُ َّ ‫اّلل‬ ِ ‫اّلل علي ِه َو َسل َم قال لا َو‬ ِ ‫اّلل لا ُيؤ ِمن لا َو‬ ِ ‫اّلل لا ُيؤ ِمن لا َو‬ ِ ‫اّلل لا ُيؤ ِمن قالوا َومن ذاك َيا َر ُسول‬ َ ُ َ َ َ ُ ُ َ ُ َ َْ َ ٌ َ َ َ ُ‫يل َو َما َب َوائ ُق ُه َق َال َش ُّره‬ ‫قال جار لا يأمن جاره بو ِائقه ِق‬ ِ “Telah menceritakan kepada kami Utsman bin Umar berkata: telah mengabarkan kepada kami Ibnu Abi Dzi`b dari Sa'id Al Maqburi dari Abu Hurairah, dia berkata: Bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam Bersabda: “Tidak, demi Allah tidak beriman, tidak, demi Allah tidak beriman, tidak, demi Allah tidak beriman,” Para sahabat bertanya: “Siapakah itu wahai Rasulullah?” Beliau menjawab: “Seorang tetangga, yang tetangga lainnya tidak merasa aman dari gangguannya,” Ditanya, “Apa itu gangguannya?” Beliau bersabda: “Keburukannya.” (H.R. Ahmad) Imam al-Ghazali menjelaskan bahwa diantara adab bertentangga adalah mendahului berucap salam, tidak lama-lama berbicara, tidak banyak bertanya, menjenguk yang sakit, berbela sungkawa kepada yang tertimpa musibah, ikut bergembira atas kegembiraannya, berbicara dengan lembut kepada anak tetangga dan pembantunya, memaafkan kesalahan ucap, menegur secara halus ketika berbuat kesalahan, menundukkan mata dari memandang istrinya, memberikan pertolongan ketika diperlukan, tidak terus-menerus memandang pembantu perempuannya. e. Akhlak Kepada Masyarakat Masyarakat merupakan komunitas yang terdiri dari beberapa keluarga dalam satu lingkungan. Dalam masyarakat ditemukan berbagai keanekaragaman budaya, ideology, keyakinan dan lain-lain. Sebagai muslim yang beriman, akhlak baik akan senantiasa dijaga demi menciptakan kebersamaan dan keharmonisan di kalangan masyarakat. Beberapa akhlak yang berkaitan dengan kemasyarakat baik yang berada dalam satu akidah adalah antara digambarkan dalam hadis Nabi: َ ْ َ َ ْ ُ َ َ َ َ ََ ُ َّ َ َ َ َ َ َ ُ ْ َ ُ َ َ َ ُ : ‫ حق ال ُم ْس ِل ِم على ال ُم ْس ِل ِم خ ْم ٌس‬: ‫اّلل عل ْي ِه َو َسلم قال‬ ‫اّلل عنه أن َر ُسول اله صلى‬ ‫رْ َرة َر ِض َي‬ ‫ع ْن أ ِبي ه ي‬ ََ ٌ ََ َ َ ُ َ َ ْ ُ َ َ َ ْ َْ َُ َ َ َْ ُ ْ َْ َ َ ْ َ َُ َ َ ‫اط ِس ُمتفق عل ْي ِه َو ِفي ِر َو َاية‬ ‫ع‬ ‫ال‬ ‫ت‬ ‫ي‬ ‫م‬ ‫ش‬ ‫ت‬ ‫و‬ ، ‫ة‬ ‫و‬ ‫ع‬ ‫الد‬ ‫ة‬ ‫اب‬ ‫ج‬ ‫إ‬ ‫و‬ ، ‫ز‬ ‫ائ‬ ‫جن‬ ‫ال‬ ‫ت‬ ‫ا‬ ‫و‬ ‫اع‬ ‫ب‬ ، ‫ض‬ ‫ي‬ ‫ر‬ ‫م‬ ‫ال‬ ‫ة‬ ‫اد‬ ‫ي‬ ‫ع‬ ‫و‬ ، ‫ام‬ ‫ل‬ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ‫رد الس‬ ِ ِِ ِ ََ َ َ َ َ ْ ُّ َ ََ َ ُ َ َ َ َ َ ٌ َ ُ ْ َ ْ َ َ َ َ َْ ُ ‫ َو ِإذا‬،‫ َو ِإذا ْاستنصحك فانصح له‬،‫ َو ِإذا دعاك فأ ِج ْبه‬،‫ ِإذا ل ِقيته ف َس ِل ْم عل ْي ِه‬: ‫ حق ال ُم ْس ِل ِم ِست‬: ‫ِل ُم ْس ِل ٍم‬ َ َ َ ُ ْ َ َ َ َ َ َ َ َ َ ْ ُ َ َ ُ ْ ْ َ َ . ‫ َو ِإذا َمات فات ِبعه‬،‫مرض فعد ُه‬ ‫ا‬ ‫ذ‬ ‫ و ِإ‬. ‫عطس فح ِمد اّلل فش ِمته‬ ِ 69 Modul Pekuliahan Pendidikan Agama Islam Universitas Al-Ghifari Bandung “Dari Abu Hurairah ra. berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Haknya seorang muslim terhadap orang muslim yang lain ada lima, Yaitu menjawab salam, mengunjungi yang sakit, mengikuti jenazahnya, memenuhi undangannya dan bertasymit kepada yang bersin.” (H.R. Bukhari dan Muslim) 1) Menyebarkan salam (afsyu salam) 2) Menghadiri undangan 3) Memberikan nasihat ketika diminta 4) Saling mendoakan 5) Saling menjenguk saudara yang sakit 6) Mengurus dan mengantarkan jenazah 7) Tidak menyakiti fisik dan hati sesama muslim lainnya َ ُ ْ ُْ َ َ ْ َ ُ ْ ُْ ََ َ َ ُ ْ َ َُّ َ ‫ َو ْال ُم‬،‫ون م ْن ل َسانه َو َيده‬ ‫ه‬ ‫المس ِلم من س ِلم المس ِلم‬ ‫اج ُر َم ْن هج َر َما نهى اّلل عنه‬ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ “Muslim (orang yang beragama Islam) adalah orang yang orang-orang muslim lainnya selamat dari lisan dan tangannya. Muhajir (orang yang berhijrah) adalah orang yang meninggalkan larangan Allah” (H.R. Bukhari) 8) Menjalin silaturahmi dan mempererat ukhuwah ْ ُ َ ْ َُّ َ َ ْ َ َ َ َ َ ْ َ ُ ُ ُْ ََ ُ ُ ْ َ َ َ َ َ َ َ ْ ََ ْ ُ ‫ ومن فرج‬،‫ من كان ِفي حاج ِة أ ِخي ِه كان اّلل ِفي حاج ِت ِه‬،‫ ولا يس ِلمه‬،‫ لا يظ ِلمه‬،‫ال ُم ْس ِل ُم أخو المس ِل ِم‬ ْ َ ْ َُّ ُ َ َ ً َ َ َ َ ْ َ َ َ َ ْ َ ْ َ َ ُ ْ ً َ ْ ُ َ ُ ْ َ َُّ َ َ َ ً ْ ُ َ ُ َ َ َ ْ ‫ ومن ستر مس ِلما ستره اّلل يوم ال ِقيام ِة‬،‫ع ْن ُم ْس ِل ٍم كربة فرج اّلل عنه ِبها كربة ِمن كر ِب يوم ال ِقيام ِة‬ “Seorang Muslim adalah saudara bagi Muslim yang lain. Ia tidak menzaliminya, dan tidak menyerahkannya kepada musuhnya. Barangsiapa memberi pertolongan akan hajat saudaranya, maka Allah selalu menolongnya dalam hajatnya. Dan barangsiapa memberi kelapangan kepada seseorang Muslim dari suatu kesusahan, maka Allah akan melapangkan orang itu dari suatu kesusahan dari sekian banyak kesusahan pada hari kiamat. Dan barangsiapa menutupi aib seorang Muslim, maka Allah akan menutupi aib orang itu pada hari kiamat”. (H.R. Muttafaq Alaih) Akhlak baik kepada masyarakat yang berbeda akidah dan keimanan, antara lain adalah: 1) Menjadi rahmat َّ َ ٰ ْ َ َ َ ْٰ ً َ ْ ‫َو َمآ ا ْر َسلنك ِالا َرحمة ِللعل ِم ْين‬ “Dan Kami tidak mengutus engkau (Muhammad) melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi seluruh alam.” (Q.S. al-Anbiya: 107) 2) Berdakwah dengan baik َ َ ُ ْ َّ ْ َٰ ْ ْ ْ ََْ ُ َ َّ َ َ َ َْ ْ َ َ ٰ ‫ك‬ ‫يل‬ ‫ب‬ ‫س‬ ‫ى‬ ‫لحك َم ِة َوٱل َم ْو ِعظ ِة ٱلح َسن ِة َوج ِدل ُهم ِبٱل ِتى ِه َى أح َس ُن ِإن َرَّبك ه َو أعل ُم ِب َمن‬ ‫ٱ‬ ‫ب‬ ‫ب‬ ‫ر‬ ِ ِ ِ ِ ِ ‫ٱدع ِإل‬ َ َ َ ‫ضَّل َعن َسبيلهۦ َو ُه َو أ ْع َل ُم بٱ ْل ُم ْه َتد‬ ‫ين‬ ِ ِِ ِ ِ “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.” (Q.S. an-Nahl: 125) 3) Tidak menghina Tuhan mereka 70 Modul Pekuliahan Pendidikan Agama Islam Universitas Al-Ghifari Bandung َ ُ َ َ ُ ُ َََّّ َ َٰ َ ْ َ ُ ْ َ َ َّ ُّ ُ َ َ َ ُ َ ْ َ َ َّ ُّ ُ َ َ َّ ‫د‬ ‫ن‬ ‫م‬ ‫ون‬ ‫ولا تسبوا ٱل ِذين يدع‬ ‫ّلل فيسبوا ٱ‬ ‫ّلل عد ًوْۢا ِبغ ْي ِر ِعل ٍمۗ كذ ِلك زينا ِلك ِل أَّم ٍة ع َمل ُه ْم ثَّم ِإل ٰى‬ ِ ‫ون ٱ‬ ِ ِ َ ُ ْ ُ َ َ ُ ََُ ُ ‫َر ِب ِهم َّم ْر ِجع ُه ْم فين ِبئ ُهم ِبما كانوا َيع َملون‬ “Dan janganlah kamu memaki sembahan-sembahan yang mereka sembah selain Allah, karena mereka nanti akan memaki Allah dengan melampaui batas tanpa pengetahuan. Demikianlah Kami jadikan setiap umat menganggap baik pekerjaan mereka. Kemudian kepada Tuhan merekalah kembali mereka, lalu Dia memberitakan kepada mereka apa yang dahulu mereka kerjakan.” (Q.S. al-An’am: 108) 4) Bersabar dalam menghadapi mereka ً َ ٰ َ َ ُ ُ ْ َ ُ ُ ْ ْ ‫َواص ِب ْر على َما َيق ْول ْون َواهج ْره ْم هج ًرا ج ِم ْيلا‬ “Dan bersabarlah (Muhammad) terhadap apa yang mereka katakan dan tinggalkanlah mereka dengan cara yang baik.” (Q.S. al-Muzammil: 10) 5) Tidak memaksa untuk masuk agama kita ْ ُ َّ ْ ُ ْ َ ْ َ َ َ ْ َ ُ ْ ُّ َ ََّ َ ْ َ َ َ َّ ْ ْ ُ َ َ ُْ َ َ ‫َلا إك َر‬ ‫اغ‬ ‫الط‬ ‫ب‬ ‫ر‬ ‫ف‬ ‫ك‬ ‫ي‬ ‫ن‬ ‫م‬ ‫ف‬ ‫ي‬ ‫غ‬ ‫ال‬ ‫ن‬ ‫م‬ ‫د‬ ‫ش‬ ‫الر‬ ‫ن‬ ‫ي‬ ‫ب‬ ‫ت‬ ‫د‬ ‫ق‬ ‫ين‬ ‫الد‬ ‫ي‬ ‫ف‬ ‫اه‬ ‫اّلل فق ِد ْاست ْم َسك ِبالع ْر َو ِة‬ ِ ‫وت ويؤ ِمن ِب‬ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ َ َ َ ‫ْال ُو ْث َق ٰى لا ْانف َّص‬ ٌ ‫اّلل َسم‬ ُ َّ ‫ام ل َهاۗ َو‬ ٌ ‫يع َعل‬ ‫يم‬ ِ ِ ِ “Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. Karena itu barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (Q.S. al-Baqarah: 256) 6) Toleransi dalam menjalan agama, berpijak pada keyakinan masing-masing َ َ َ َ ْ َ َ ْ ُ َ ُ َ َُْ َ ُ َْ َ ُْ َ ٌ َ َ ُ ْ ُ ْ ‫ َولا أنا ع ِابد َما ع َبدت ْم‬٣ ‫ َولا أنت ْم ع ِابدون َما أع ُبد‬٢ ‫ لا أع ُبد َما تع ُبدون‬١ ‫قل َيا أيُّها الك ِاف ُرون‬ َ ُ َ ُ ُ َ ُ َ ْ َُْ َ ْ ‫ لك‬٥ ‫ون َما أ ْع ُب ُد‬ َ ‫ينك ْم‬ َ ‫م‬ ‫ ولا أنتم ع ِابد‬٤ ٦ ‫ين‬ ‫د‬ ‫ي‬ ‫ل‬ ‫و‬ ‫د‬ ِ ِ ِ ِ “Katakanlah (Muhammad), “Wahai orang-orang kafir! Aku tidak menyembah apa yang kamu sembah, dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah, dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah, dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah. Untukmu agamamu, dan untukku agamaku.” (Q.S. al-Kafirun: 1-6) 7) Menginisasi perdamaian َّ َ َ ُ َ ْ َ ْ َ ُ ُ ْ َ ُ َ ْ ُ َّ َ ُ ُ َّ َّ َ َ ْ ََّ َ َ َ َ ْ َ ْ َ ْ َّ ُ َ َ ْ ‫اّلل ِإنه هو الس ِميع الع ِليم و ِإن ي ِريدوا أن يخدعوك ف ِإن‬ ِ ‫َو ِإن جنحوا ِللسل ِم فاجنح لها وتوكل على‬ َ َّ ُ َّ َ ْ َ َ َ ْ ْ َ ُ ‫َح ْس َبك‬ ‫اّلل ه َو ال ِذي أَّيدك ِبنص ِر ِه َو ِبال ُمؤ ِم ِنين‬ “Dan jika mereka condong kepada perdamaian, maka condonglah kepadanya dan bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. Dan jika mereka bermaksud menipumu, maka sesungguhnya cukuplah Allah (menjadi pelindungmu). Dialah yang memperkuatmu dengan pertolongan-Nya dan dengan para mukmin” (Q.S. al-Anfal: 61-62) 8) Berlaku adil 71 Modul Pekuliahan Pendidikan Agama Islam Universitas Al-Ghifari Bandung َ َّ َ َّ ُ ْ َ ُ ُ ْ ُ َ ُ َ َ ُ ََ ْ ُ ُ ُْ ُ ُ َ َ ْ ُ َُ ْ َ ‫الد ِين َول ْم يخ ِرجوك ْم ِم ْن ِد َي ِارك ْم أن تب ُّروه ْم َوتق ِسطوا ِإل ْي ِه ْم‬ ِ ‫لا ينهاكم اّلل ع ِن ال ِذين لم يق ِاتلوكم ِفي‬ ُ َ َّ َّ ْ ْ َ ‫يح ُّب ال ُمق ِس ِطين‬ ِ ‫ِإن اّلل‬ “Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orangorang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil.” (Q.S. alMumtahanah: 8) 3. Akhlak Kepada Lingkungan Lingkungan adalah segala sesuatu yang berada di sekitar manusia, baik binatang, tumbuh-tumbuhan, maupun benda mati. Secara umum Islam mengatur interaksi manusia dengan lingkungan dalam dua kegiatan: a. Kegiatan Eksplorasi Eksplorasi adalah kegiatan menerokah, menggali, menemukan dan menjelajahi sumber daya-sumber daya yang dapat digunakan untuk kebaikan dan kemashlahatan umat manusia, baik di darat, laut maupun di angkasa. Allah SWT mengindikasikan kegiatan ini dalam firmannya: ْ َ َ َّ َ ُ ُ ْ َ َ ُ ُ ْ َ َْ َّ ‫ٰي َم ْع َش َر الجن َو ْالانْس ان ْاس َت َط ْع ُت ْم ا ْن َت ْن ُف ُذ ْوا م ْن ا ْق َطار‬ ‫الس ٰم ٰو ِت َوالا ْر ِض فانفذ ْواۗ لا تنفذ ْون ِالا‬ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ْٰ ‫ِب ُسلط ٍن‬ “Wahai golongan jin dan manusia! Jika kamu sanggup menembus (melintasi) penjuru langit dan bumi, maka tembuslah. Kamu tidak akan mampu menembusnya kecuali dengan kekuatan (dari Allah).” (Q.S. ar-Rahman: 33) ُ َ َّ ٰ ََّ َ َ َ َ َ ْ َ َ َ َ َ ْ َ َ َ َّ ُ ْ ُ َ َْ ْ َ َ ْ ُْ َ ْ َْ ْ ْ َّ َ ‫ال ْم ت َر ان‬ ْ ْ ْ ‫اّلل َسخ َر لكم ما ِفى الار ِض والفلك تج ِري ِفى البح ِر ِبام ِرهۗ ويم ِسك السماۤء ان تقع على الار ِض‬ َ ٌ َّ َ ٰ َّ ْ َّ ‫اس ل َر ُء ْوف َّر ِح ْي ٌم‬ ِ ‫ِالا ِب ِاذ ِنهۗ ِان اّلل ِبالن‬ “Tidakkah engkau memperhatikan bahwa Allah menundukkan bagimu (manusia) apa yang ada di bumi dan kapal yang berlayar di lautan dengan perintah-Nya. Dan Dia menahan (benda-benda) langit agar tidak jatuh ke bumi, melainkan dengan izin-Nya? Sungguh, Allah Maha Pengasih, Maha Penyayang kepada manusia.” (Q.S. al-Hajj: 65) b. Kegiatan Eksploitasi Eksploitasi adalah proses penggunaan dan konsumsi sumber daya ditemukan pada bidang-bidang yang dibutuhkan. Islam mengajarkan bahwa proses eksploitasi tidak boleh menyebabkan terjadinya kerusakan yang pada akhirnya akan memberikan dampak buruk bagi diri manusia itu sendiri akibat ulahnya. َْ َ ٰ َ َ ْ َ َّ ً َ َ َّ ً ْ َ ُ ْ ُ ْ َ َ َ ْ َ ْ َ ُ ُْ َ ْ ْ َ ‫اّلل ق ِر ْي ٌب ِم َن ال ُمح ِس ِن ْين‬ ِ ‫َولا تف ِسد ْوا ِفى الا ْر ِض بعد ِاصل ِاحها وادعوه خوفا وطمعاۗ ِان رحمت‬ “Dan janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi setelah (diciptakan) dengan baik. Berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut dan penuh harap. Sesungguhnya rahmat Allah sangat dekat kepada orang yang berbuat kebaikan.” (Q.S. al-A’raf: 56) َّ َ َ َ َ َ َّ َ َ ُ َ ُ َ ُ َ ُ َ َ َّ َ َ َ َ َ َ ۡ‫ قل‬٤١ ‫اس ِل ُي ِذيۡق ُهمۡ َبعۡض ال ِذىۡ ع ِملوۡا لعل ُهمۡ َير ِۡجعوۡن‬ ‫الن‬ ‫ى‬ ‫ۡد‬ ‫ي‬ ‫ا‬ ِ ۡ‫ظه َر الۡفساد ِفى الۡب ِر والۡبح ِۡر ِبما كسبت‬ ِ َ ُ َ َ َ َ ُ َ َ َّ ُ َ َ َ َ َ ُْ َ َ ٤٢ ‫ِسي ُۡروۡا ِفى الۡار ِۡض فانظ ُروۡا كيۡف كان ع ِاق َبة ال ِذيۡن ِمنۡ قبۡل كان اكۡث ُرهمۡ ُّمش ِۡر ِكيۡن‬ 72 Modul Pekuliahan Pendidikan Agama Islam Universitas Al-Ghifari Bandung “Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia; Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar). Katakanlah (Muhammad), "Bepergianlah di bumi lalu lihatlah bagaimana kesudahan orang-orang dahulu. Kebanyakan dari mereka adalah orang-orang yang mempersekutukan (Allah).” (Q.S. ar-Rum: 41-42) Kedua ayat tersebut menegaskan ekploitasi terhadap sumber daya alam dan lingkungan akan mengakibatkan timbulnya bencana, bahaya dan kerusakan pada alam yang pada akhirnya akan berimbas pada kerugian bagi manusia itu sendiri. Karenanya penting untuk menerapkan etika terhadap lingkungan, baik pada tahapan ekplorasi maupun eksploitasi. Berikut adalah beberapa etika dan akhlak yang harus diterapkan: a. Memperlakukan alam dan lingkungan sebagai amanat Allah Karena alam dan amanat, maka tugas manusia adalah menjaga dan menjalankan amanat tersebut sesuai dengan kehendak-Nya. Dengan demikian, segala upaya eksplorasi maupun eksploitasi akan senantiasa mempertimbangkan kepentingan kemashalatan di atas dasar menjaga keseimbangan alam. b. Melakukan Tashlih Yaitu melaksankan upaya pengembalian kondisi lingkungan dengan cara melakukan reboisasi, penanaman alam yang gundul, ihya al-mamat, dan naturalisasi daerah-daerah yang sudah tidak bisa dikembalikan. Dengan demikian, kondisi alam akan kembali kepada kondisi semula atau setidaknya sebagiannya. c. Menginisasi atau mendukung gerakan pelestarian lingkungan Kepedulian beberapa orang terhadap lingkungan membutuhkan dukungan yang kuat dari masyarakat, karenanya sebagai muslim yang menghargai alam sebagai hal yang harus dijaga keseimbangannya, harus ikut berperan serta dalam kegiatan-kegiatan pelestarian lingkungan dan alam. d. Menciptakan sumber daya alam yang dapat diperbaharui Dengan keberadaan sumber daya alam yang dapat diperbaharui, proses eksploitasi berlebihan akan dapat ditahan dan dikendalikan, sehingga kerusakan alam akibat eksplotasi dapat ditekan. e. Mensyiarkan pentingnya pelestarian alam dan lingkungan Pemahaman masyarakat terhadap pentingnya keseimbangan dan pelestarian lingkungan dapat ditingkatkan dengan melakukan program syiar Islam tentang pentingnya pelestarian alam dan lingkungan, baik pada majelis-majelis kajian, pondok pesantren, para siswa di sekolah atau masyarakat pada umumnya. J. Hubungan Akhlak dengan Iman dan Ihsan Iman merupakan pengakuan terhadap rubbubiyyah dan uluhiyyah Allah SWT, sebagai Tuhan yang menciptakan, mengatur dan satu-satunya Dzat yang berhak disembah. Karenanya, segala perbuatan yang sesuai dengan aturan keimanan disebut dengan perbuatan yang haq, sedangkan yang berlawanan disebut dengan bathil. Allah hanya akan menerima amal yang didasari oleh keimanan yang benar. Sementara akhlah, dalam agama menjelaskan keadaan yang menunjukkan bahwa sebuah perilaku itu baik dalam pandangan Allah dan Rasul-Nya, atau buruk. Baik dan buruknya sebuah perilaku harus didasarkan kepada sumber yang valid yaitu al-Quran dan al-Sunnah. Sumber-sumber lain, selain keduanya tidak bisa dijadikan sebagai dasar dalam menentukan 73 Modul Pekuliahan Pendidikan Agama Islam Universitas Al-Ghifari Bandung baik dan buruk dalam sebuah perilaku, termasuk akal manusia, karena kebaikan dan keburukan yang tidak didasarkan kepada al-Quran dan as-Sunnah akan menemukan banyak keterbatasan. Perilaku akhlak manusia selayaknya merupakan proses dalam rangka ta’abbud kepada Allah SWT, sebagaimana dijelaskan dalam al-Quran: ْ ُ َْ َ َّ ْ ْ ُ ْ ََ ‫الجَّن َوال ِان َس ِالا ِل َيع ُبد ْو ِن‬ ِ ‫وما خلقت‬ “Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku.” (Q.S. adz-Dzariat: 56) Ayat tersebut menunjukkan bahwa segala aktivitas hidup dan kehidupan manusia di dunia ini harus didasarkan kepada satu misi, yaitu dalam rangka beribadah kepada Allah, termasuk dalam berakhlak. Karenanya, maka dasar utama dari berakhlak adalah keimanan kepada Allah SWT. Karena hanya ibadah yang didasari keimanan yang shahih yang akan diterima oleh Allah SWT. Sedangkan ihsan, dalam hadis Nabi SAW dinyatakan: َ َ ُ َ َّ ْ َ َ َ ََّ َ َ َّ َ ُ ْ َ ْ َ ُ َّ َ ‫اّلل كأنك ت َر ُاه ف ِإن ل ْم تك ْن ت َر ُاه ف ِإنه َي َراك‬ ‫ان تعبد‬ “Ihsan adalah engkau beribadah kepada Allah, seakan-akan engkau bisa melihat-Nya. Dan ketika engkau tidak bisa melihat-Nya, maka sesungguhnya Dia maha melihatmu” Jika iman menjadi dasar bahwa perbuatan akhlak seseorang itu dapat diterima atau tidak dalam agama Islam, maka ihsan menjadi tanda kualitas dari perilaku akhlak itu sendiri, yaitu perbuatan akhlak itu dilakukan dengan keyakinan bahwa Allah mengawasi kita. Dengannya, maka seseorang akan dapat menggapai derajat muhsinin. Setidaknya ada empat tanda bagi seseorang yang dapat dikatakan muhsin: Pertama, selalu mengingat Allah. Seperti disinggung di muka bahwa ihsan merupakan kesadaran selalu bersama Allah. Istilah lain dari keasadaran ini adalh selalu berzikir kepada Allah di manapun dan kapanpun. Keadaan semacam ini menjadi faktor utama membentuk jiwa sesorang menjadi tenang dan tentram. Kedua, senang berbuat kebaikan. Terkait dengan tanda yang pertama, keadaan jiwa yang tenang dan tentram akan dapat mengarahkan perilaku dan tindakan yang baik. Orang akan merasa ringan melakukan perbuatan-perbuatan baik dan bermanfaat, baik bagi dirinya sendiri dan bermanfaat bagi orang lain. Ketiga, meninggalkan hal-hal yang tidak berguna. Seorang muhsin adalah mereka yang mampu meninggalkan sesuatu yang tidak ada manfaatnya. Perbuatan yang dilakukan selalu mengandung manfaat dan tujuan yang mulia. Tidak ada satupun perbuatannya yang tidak bermanfaat bagi dirinya sendiri maupun orang-orang di sekitarnya. Disebutkan dalam hadis dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah SAW bersabda: ْ َ ُ ْ َ ُ ُ َ ‫ِم ْن ح ْس ِن ِإ ْسل ِام ا َلم ْر ِء ت ْركه َما ل َايع ِن ْي ِه‬ Sebagian dari kebaikan orang Islam adalah meninggalkan hal-hal yang tidak bermanfaat (H.R. at-Tirmidzi) Keempat, istiqamah atau rutin dan terus menerus. Istiqamah merupakan sikap yang tidak bisa dipisahkan dari ihsan. Ketiga ciri di atas belum cukup untuk memberi predikat kepada sese- orang menjadi muhsin kalau ketiga ciri itu tidak dilakukan secara terus menerus atau istiqamah. Istiqamah merupakan syarat agar amalan yang dilakukan itu mencapai hasil yang dikehendaki secara optimal. Dalam salah satu ayat Al-Qur’an disebutkan: َّ ْ َ ً ََ ََ ٰ ْ َ َ َ َ َّ َ َ ‫َّوان ل ِو ْاستق ُام ْوا على الط ِر ْيق ِة لا ْسقين ُه ْم َّما ًۤء غدقا‬ 74 Modul Pekuliahan Pendidikan Agama Islam Universitas Al-Ghifari Bandung Dan sekiranya mereka tetap berjalan lurus di atas jalan itu (agama Islam), niscaya Kami akan mencurahkan kepada mereka air yang cukup. (Q.S. al-Jin: 16). K. Implementasi Akhlak Islam dalam Kehidupan Penerapan akhlak baik dalam kehidupan merupakan sebuah langkah yang harus dilakukan oleh seorang muslim yang beriman. Namun, demikian penerapan akhlak yang baik membutuhkan daya dorong dan faktor-faktor yang dapat menjamin kontinuitasnya. Ada dua langkah cara yang dapat ditempuh untuk mengimplementasikan akhlak terpuji dalam kehidupan, yaitu: 1. Langkah Lahiriyah Ada banyak cara yang di tempuh untuk meningkatkan akhlak yang terpuji secara lahiriyah, di antaranya: a. Pendidikan, dengan pendidikan cara pandang seseorang akan bertambah luas, tentunya dengan mengenal lebih jauh akibat dari masing-masing (akhlak terpuji dan tercela). Semakin tinggi tingkat pendidikan dan pengetahuan seseorang semakin mampu mengenali lebih jauh mana yang terpuji dan mana yang tercela. b. Menaati dan mengikuti peraturan dan undang-undang berlaku pada masyarakat dan Negara. Bagi seorang muslim tentunya mengikuti aturan yang di gariskan Allah dalam Al-Qur‟an dan Sunah Nabi Muhammad saw. c. Kebiasaan, akhlak terpuji dapat ditingkatkan melalui kebiasaan atas kehendak atau kegiatan baik yang sudah terbiasa dilakukan. d. Memilih pergaulan yang baik, sebaik-baik pergaulan adalah berteman dengan para ulama (orang beriman) dan ilmuwan (intelektual). e. Melalui perjuangan dan usaha. Akhlak terpuji tidak akan nampak/timbul kalau tidak dimulai dari keutamaan sedangkan keutamaan tercapai melalui perjuangan. 2. Langkah Bathin Langkah batin penerapan akhlak yang terpuji dapat dilakukan melalui beberapa cara, yaitu: a. Muhasabah yaitu selalu menghitung perbuatan-perbuatan yang telah di lakukannya selama ini, baik perbuatan buruk beserta akibat yang ditimbulkannya ataupun perbuatan baik beserta akibat yang timbul olehnya. b. Mu’aqabah, memberikan hukuman terhadap berbagai perbuatan dan tindakan yang telah dilakukannya. Hukuman tersebut tentu bersifat ruhiyah dan berorientasi pada kebajikan seperti melakukan shalat sunah yang lebih banyak dibanding biasanya, berzikir dan sebagainya. c. Mu’ahadah, perjanjian dengan hati nurani (batin) untuk tidak mengulangi kesalahan dan keburukan tindakan yang di lakukan serta menggantinya dengan perbuatanperbuatan baik. d. Mujahadah, berusaha maksimal untuk melakukan perbuatan yang baik untuk mencapai derajat ihsan sehingga mampu mendekatkan diri dari pada Allah. Hal tersebut dilakukan dengan kesungguhan dan perjuangan keras karena perjalanan untuk mendekatkan diri kepada Allah banyak rintangannya. 75 Modul Pekuliahan Pendidikan Agama Islam Universitas Al-Ghifari Bandung L. Soal Latihan 1. Jelaskan pengertian akhlak, dan apa perbedan antara akhlak dengan etika dan moral? 2. Jelaskan karakteristik akhlak Islam? 3. Jelaskan bagaimana berakhlak kepada Allah dan Rasulnya? 4. Jelaskan bagaimana berakhlak kepada orangtua, tetangga dan masyarakat? 5. Jelaskan bagaimana menerapkan akhlak dalam kehidupan sehari-hari? 76 Modul Pekuliahan Pendidikan Agama Islam Universitas Al-Ghifari Bandung DAFTAR RUJUKAN Abd. Rahman, (2021) Tasawuf Akhlaki. Parepare: CV Kaafah Learning Center. Luthfatul Qibtiyah, (2020) Perbandingan Pendidikan Moral Perspektif Islam dan Barat. Kuningan: Goresan Pena. M. Syukri Azwar Lubis, (2019) Pendidikan Agama Islam. Surabaya: Media Sahabat Cendikia. Miftahul Huda (2021) Reformasi Akhlak: Sebuah Risalah untuk Semesta. Sukabumi: CV. Jejak. Muhammad Husni (2016) Studi Pengantar Pendidikan Agama Islam. Padang Panjang: Isi Padangpanjang Press. Sa’id Ali Wahaf al-Qahthani (2010) al-khuluq al-hasan fi dhau’i al-Kitab wa al-Sunnah. Riyadh: al-Mamlakah al-‘Arabiyah al-Su’udiyah. Saad bin as-Sayyid Quthb asy-Syal (2021) Adab Ikhtilaf Para Sahabat. Jakarta: Pustaka AlKautsar. Saifuddin Amin, (2021) Pendidikan Akhlak Berbasis Hadits Arba’in an-Nawawiyah. Indramayu: Penerbit Adab. Samsul Arifin (2018) Pendidikan Agama Islam. Yogyakarta: Penerbit Deepublish. Samsul Munir Amin, (2016) Ilmu Akhlak. Jakarta: AMZAH. Siti Rohmah, (2021) Buku Ajar Akhlak Tasawuf. Pekalongan: PT. NEM Warul Walidin dan Mawardi Hasan. (2021) Pendidikan Karakter Kurikulum 2013 dalam Analisis Filosofis. Banda Aceh: Naskah Aceh Nusantara. Yusuf Qaradhawi, (2017) Akhlak Islam. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar. 77