MENGAPA QALB PERLU DIDIDIK?
Dr. H. Muh. Arif, M.Ag.
Editor
Dr. Hj. Munirah, M.Pd.
Penyelaras Bahasa
Hasmidar, S.Pd., M.Pd.
Tata Letak
Kahar, S.Th.I., M.Pd.
MENGAPA QALB PERLU DIDIDIK?
Dr. H. Muh. Arif, M.Ag.
Copyright © 2020 by Dr. H. Muh. Arif, M.Ag.
Diterbitkan oleh:
CV. Insan Cendekia Mandiri
Jl. Lintas Sumatra Solok-Padang KM. 8 Bukit Kili Koto Baru Kabupaten Solok –
Sumatra Barat
Tel +62813 7272 5118
Tel +62822 6890 0329
Email
: penerbitbic@gmail.com
Website
: www.insancendekiamandiri.co.id
: www.adhanmedia.id
Penyunting
: Tim Insan Cendekia
Tata letak
: @Teamminang
Desain Cover : Adhan Chaniago
vi, 237 hlm, 18,5 × 25,7 cm
Cetakan pertama, Juni 2020
Terbit Mei, 2020
ISBN
: 978-623-7383-66-6
Hak Cipta dilindungi undang-undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2002
tentang Hak Cipta, Pasal 72.
Dilarang memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini dengan bentuk dan
cara apapun tanpa izin tertulis dari penerbit.
ii | M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ?
Kata Pengantar
Segala puji bagi Allah swt., yang telah membimbing hamba-Nya
kepada Islam dan menyatukannya dengan iman, serta memuliakan dengan
mengutus manusia terbaik; Muhammad saw., semoga Allah melimpahkan
salawat kepadanya yang diutus sebagai pemberi kabar gembira dan
peringatan, serta mengajak ke jalan Allah, dengan izin-Nya, dan cahaya
yang terang benderang, beserta keluarganya, sahabatnya dan pengikutnya
hingga hari kiamat tiba.
Berkat rahmat dan inayah Allah swt., buku yang berjudul “Mengapa
Qalb Perlu Dididik?” dapat diselesaikan penyusunannya dengan sangat
sederhana dan disajikan sangat mendasar sesuai dengan kebutuhan dan
tuntutan masyarakat Islam yang ingin mengetahui masalah qalb dan
bagaimana mendidiknya.
Buku ini berawal dari hasil penelitian penulis dalam bentuk
disertasi. Namun karena adanya dorongan dan kemauan keras dan atas
pertimbangan beberapa hal, terutama dalam memberikan, sekaligus
dengan niat berbagi ilmu pengetahuan utamanya yang berkenaan dengan
masalah pendidikan, maka timbullah keinginan untuk menjadikan sebuah
buku yang dielaborasi dan disusun secara sistematis.
Mengakhiri kata pengantar ini, penulis menyampaikan ucapan
terima kasih kepada Penerbit yang bersedia menerbitkan buku ini, secara
kelembagaan. Selanjutnya kepada isteri penulis Andi Munirah binti Andi
Wero Daeng Pabilla dan anak-anakku: Qamarulhadi Asfian Arif, Akramullah
Isnin Arif, Mutawakkil Ibnu Arif, Muammar Azmi Arif, dan Jauhari
Raudhatul Jannah yang atas dorongan mereka buku ini dapat diselesaikan.
Terakhir penulis berharap semoga buku ini bermanfaat bagi kita semua,
dan semoga Allah mencurahkan Taufiq dan Hidayah-Nya. Amin ya Rabbal
‘Alamin.
Penulis
M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? | iii
Daftar Isi
Kata Pengantar ....................................................................... iii
Daftar Isi ............................................................................... iv
BAB I MENGENAL HAKIKAT QALB ................................................... 1
A. Hakikat Qalb ...................................................................... 1
B. Peran dan Kedudukan Qalb dalam al-Qur’an ................................. 8
C. Makna Qalb dalam al-Qur’an ................................................. 47
BAB II FENOMENA QALB ............................................................ 51
A. Qalb yang Sehat (al-qalb al-sahīh/al-qalb al-salīm) ....................... 51
B. Qalb yang Mati (al-qalb al-mayyit) .......................................... 65
C. Qalb yang Sakit (al-qalb al-marīd) ........................................... 67
BAB III PENDIDIKAN QALB .......................................................... 77
A. Mendidik Qalb................................................................... 77
B. Tujuan Mendidik Qalb ......................................................... 93
C. Sarana Pendidikan Qalb ...................................................... 112
D. Penyakit Qalb dan Metode Mendidiknya ................................... 124
BAB IV ANALISIS PENDIDIKAN QALB DALAM AL-QUR’AN .................... 148
A. Bentuk Pendidikan Qalb dalam al-Qur’an.................................. 148
B. Proses Pendidikan Qalb dalam al-Qur’an .................................. 179
C. Urgensi Pendidikan Qalb dalam al-Qur’an ................................. 206
BAB V Penutup ...................................................................... 217
Daftar Pustaka ...................................................................... 219
Tentang Penulis.................................................................... 231
iv | M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ?
BAB I
MENGENAL HAKIKAT QALB
A. Hakikat Qalb
1. Term Qalb
Qalb1 berasal dari bahasa Arab qalaba-yaqlibu-qalban, yang
berarti membalikkan, memalingkan, menjadikan yang di atas ke
bawah, yang di dalam ke luar.2 Dengan pengertian itulah, maka
qalabasy-syai’a artinya membalikkan sesuatu.3
Dalam Kamus al-Munawwir disebutkan bahwa qalb berarti
jantung, isi, akal, semangat keberanian, bagian dalam, bagian tengah
atau sesuatu yang murni.4 Sedangkan untuk menyebut organ tubuh
yang
disebut
hati
digunakan
kata
al-kabid.5 Qalb memiliki
karakteristik atau sifat yang tidak konsisten atau bolak balik. Sangat
mungkin karena sifatnya yang tidak konsisten itulah, maka ia
dinamakan qalb.6 Qalb diIndonesiakan menjadi hati. Tertulis dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia, bahwa qalb adalah pangkal perasaan
batin; hati yang suci (murni).7
Kata qalb disebut dalam Al-Qur’an sebanyak 168 kali dalam berbagai
bentuk derivasinya. Dalam bentuk tunggal, qalb disebut sebanyak 19 kali, dalam
bentuk musanna, qalbain disebut satu kali, sedangkan dalam bentuk jamak (plural)
qulūb disebut sebanyak 112 kali. Lihat Muhammad Fu’ad Abd al-Bāq³, al-Mu’jam alMufahras li Alfaz al-Qur’an al-Karim (Beirut: Dar al-Fikr, 1987), h. 697-700.
1
2
Mahmud Yunus, Kamus Arab-Indonesia (Jakarta: Hidakarya Agung, 1989), h.
353.
Ibrahim Anis, dkk., al-Mu’jam al-Wasīt (Mesir: Dar al-Ma’arif, 1972), h.753.
3
4
Ahmad Warson Munawwir, al-Munawwir:
(Yogyakarta: Pesantren al-Munawwir, 1984), h. 1232.
Kamus
Arab
Indonesia
5
Ahmad Warson Munawwir, al-Munawwir: Kamus Arab Indonesia h.1271.
Ibn Manzūr, Lisān al-‘Arab, Jilid V (Beirut: Dar al-Ma’arif, t.th.), h. 3714.
6
7
Tim Penyusun, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka,
1992), h. 805.
Rasyid Ridha mengemukakan bahwa, qalb itu ada dua macam,
yaitu sepotong organ tubuh yang menjadi pusat peredaran darah
(qalb al-badan) dan qalb yang merupakan subsistem nafs (qalb alnafs) yang menjadi pusat perasaan. Bagian pertama memiliki
pengaruh yang besar terhadap kesehatan badan dan bagian kedua
memiliki pengaruh terhadap kesehatan jiwa. 8
2. Derivasi Qalb dalam al-Qur’an
Selain kata qalb, Al-Qur’an juga menggunakan kata fu’ād untuk
menyebut hati manusia, seperti disebut dalam Q.S. Ibrahim/14: 43
“wa af’idatuhum hawā’ (hati yang kosong). Fu’ād9 adalah bentuk kata
tunggal yang bentuk jamaknya adalah af’idah, berarti hati atau akal. 10
Al-Qur’an juga menggunakan kata şadr untuk menyebut suasana hati,
seperti dalam Q.S. al-Insyirāh/94: 1; “alam nasyrah laka sadrak”
(Bukankah Kami telah melapangkan untukmu dadamu?) Kata alsadr11 merupakan kata tunggal, jamaknya adalah sudūr yang berarti
dada atau permulaan dari tiap-tiap sesuatu.
Selain qalb, sering pula digunakan istilah basirah. Basirahbasair berarti akal, kecerdikan, ibrah, saksi, hujjah mata.12 Kata
basirah jika dihubungkan dengan manusia mempunyai empat arti
yakni: ketajaman hati, kecerdasan, kemantapan dalam agama dan
8
Rasyid Rida, Syarh al-Arba’in Fadil al-Nabawiyah (Kairo: Markaz al-Salaf li
al-Kitab, t.th.), h. 30.
Fu’ād disebut sebanyak 16 kali dalam Al-Qur’an. Term fu’ād disebut
sebanyak 5 kali, dan af’idah sebanyak 11 kali. Lihat Muhammad Fu’ad Abd al-Baqī, h.
648.
9
10
Mahmud Yunus, Kamus Arab-Indonesia h. 306.
Al-Qur’an menyebut term al-şadr dalam berbagai derivasinya sebanyak 27
kali. Lihat Muhammad Fu’ad Abd al-Bāqī, Mu‘jam al-Mufahras li Alfāz Al-Qur’ān alKarīm. h. 512-513.
11
12
Mahmud Yunus, Kamus Arab-Indonesia h. 66.
2 | MENGAPA QALB PERLU DIDIDIK?
keyakinan
hati
dalam
hal
agama
dan
realitas. 13
Meskipun
mengandung arti melihat, tetapi jarang kata ini digunakan dalam
literatur Arab untuk indera penglihatan tanpa disertai pandangan
hati.14
Setelah menelaah ayat-ayat al-Qur’an Q.S. Qāf/50: 37, Q.S. al-
Hadīd/ 57: 27, Q.S. Ali ‘Imrān/3: 151 dan Q.S. al-Hujurāt/49: 7,
Quraish Shihab menyatakan bahwa qalb adalah wadah dari
pengajaran, kasih sayang, takut dan keimanan. Dari isi qalb yang
dijelaskan ayat-ayat di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa qalb
memang menampung hal-hal yang disadari oleh pemiliknya. Menurut
Quraish Shihab, hal ini pulalah yang membedakan qalb dengan nafs
(jiwa), sebab jiwa menampung apa yang berada di bawah sadar, atau
sesuatu yang tidak diingat lagi. Itu sebabnya mengapa yang dituntut
untuk dipertanggungjawabkan hanya isi qalb, bukan isi nafs.15
Menyinggung kaitan qalb dan nafs, Mubarak menjelaskan
bahwa dalam menggerakkan tingkah laku dengan segala prosesnya,
nafs tidak bekerja secara langsung, karena nafs bukanlah alat. Nafs
bekerja melalui jaringan sistem yang bersifat rohani. Dalam sistem
nafs
terdapat
subsistem
yang
bekerja
sebagai
alat
yang
memungkinkan manusia dapat memahami, berpikir dan merasa,
yaitu: qalb, basirah, ruh, dan ‘aql.16
Secara jasmaniah, qalb (hati) ini adalah segumpal daging yang
berbentuk bulat panjang, seperti jantung pisang yang terletak di
rongga dada sebelah kiri. Qalb (hati) ini berisi darah hitam kental dan
13
Ahmad Mubarak, Jiwa dalam Al-Qur’an (Cet. 1; Jakarta: Paramadina,
2000), h. 11.
Lihat Ibn Manzūr, Lisān al-‘Arab. Jilid I, h. 290.
14
M. Quraish Shihab, Wawasan al-Qur’an: Tafsir Maudu’i atas Pelbagai
Persoalan Umat (Bandung: Mizan, 1996), h. 290.
15
16
Ahmad Mubarak, Jiwa dalam Al-Qur’an h. 53.
MENGAPA QALB PERLU DIDIDIK?| 3
mempunyai tugas-tugas tertentu sesuai dengan fungsi penciptaannya
di dalam tubuh.17 Sedangkan Ahmad Husain Salim, mengemukakan
bahwa qalb (hati) mengandung dua makna: Pertama, segumpal
daging berbentuk kelenjar yang diletakkan di sisi kiri dada, ini
merupakan daging khusus yang di dalamnya terdapat rongga. Dalam
rongga ini terdapat darah hitam yang menjadi sumber dan tempat
penyimpanan ruh. Kedua, adalah sesuatu yang lembut (latīfah) yang
bersifat rabbani dan ruhani. Hati jenis inilah yang menjadi sandaran
jasad. Hal yang lembut (latīfah) ini adalah hakikat manusia yang
dapat memahami dan mengetahui serta mengerti. Hati inilah yang
diajak bicara, disiksa, dicerca dan dituntut melaksanakan kewajiban. 18
Qalb (hati) secara jasmaniah berhubungan dengan ilmu
kedokteran dan tidak ada sangkut pautnya dengan bidang keagamaan
dan juga kemanusiaan, karena tidak hanya manusia semata yang
mempunyai organ anatomi tubuh bernama hati ini, mengingat
binatang dan bahkan orang yang telah mati sekalipun juga
mempunyai hati.19 Qalb (hati) yang sangat erat berkaitan dengan
agama
dan
kemanusiaan
adalah
makna
hati
yang
ditinjau
berdasarkan ruhani atau psikis. Dalam arti ruhani ini qalb (hati)
menyangkut jiwa yang bersifat latīf (lembut), rabbani (mempunyai
sifat ketuhanan) dan ruhaniah (mempunyai sifat keruhanian). Qalb
(hati) secara ruhaniah inilah yang merupakan hakikat manusia yang
sesungguhnya karena sifat dan keadaannya yang dapat menangkap
segala pengertian serta pengetahuan sehingga manusia yang
17
Imam al-Gazali, Manajemen Qalbu Titian Kebahagiaan Dunia dan Akhirat
(Cet. 1; Yogyakarta: Harapan Utama, 2003), h. 1.
18
Ahmad Husain Salim, Menyembuhkan Penyakit Jiwa dan Fisik (Jakarta:
Gema Insani, 2009), h. 11.
19
Imam al-Gazali, Manajemen Qalbu Titian Kebahagiaan Dunia dan Akhirat
h. 1.
4 | MENGAPA QALB PERLU DIDIDIK?
mempunyai hati tersebut dapat berbuat atau beramal, baik amal
kebajikan atau amal kejahatan dan sekaligus menjadi objek perintah
serta larangan Tuhan. Selanjutnya qalb (hati) diperuntukkan untuk
dua makna:
1) Daging sanubari (liver) yang ada di sisi kiri dada. Pada
bagian dalam daging tersebut terdapat lubang yang berisi darah
berwarna hitam yang merupakan pusat dan tempat menetap ruh
hewani; 2) Cahaya lembut ketuhanan yang bersifat ruhani (latīfah
rabbāniyah ruhāniyah) cahaya ini mempunyai kaitan benda dengan
hati fisik, seperti hubungan antara sifat dengan zat dan sifat yang
disifati. Cahaya ini merupakan hakikat manusia yang mampu
memahami, mengetahui, yang dikhitan, dituntut, diganjar, dan
disiksa.20
Dalam hadis
Nabi saw.
yang diriwayatkan oleh Bukhari
disebutkan:
ول
ُ ُّع َما َن بْ َن بَ ِش ٍري يَ ُق
َ ََحدَّثَنَا أَبُو نُ َع ْي ٍم َحدَّثَنَا َزَك ِرََّّيءُ َع ْن َع ِام ٍر ق
ُ ال ََِس ْع
ْ ت الن
َِّ ول
َّ صلَّى
ات
َ ت َر ُس
ُ اَّللُ َعلَْي ِه َو َسلَّ َم يَ ُق
ٌ ّي َوبَ ْي نَ ُه َما ُم َشبَّ َه
ُ ََِس ْع
ٌ َِِّي َوا ْْلََر ُام ب
ٌ َِِول ا ْْلَََل ُل ب
َ اَّلل
ِ
ِ استَ ْْبأَ لِ ِدينِ ِه و ِعر
ِ ََل يَ ْعلَ ُم َها َكثِريٌ ِم ْن الن
ض ِه َوَم ْن َوقَ َع ِِف
ْ َ
ُ َّاس فَ َم ْن اتَّ َقى ال
َ ْ ْم َشبَّ َهات
ِ
ِ
ِ ُّ
ٍ ِك أَ ْن ي واقِعهُ أَََل وإِ َّن لِ ُك ِل مل
ك ِِحًى أَََل إِ َّن
َ َ ُ ُ الشبُ َهات َك َر ٍاع يَ ْر َعى َح ْو َل ا ْْل َمى يُوش
َِ
َ
َِّ ِِحى
ِ اَّلل ِِف أَر
صلَ َح ا ْْلَ َس ُد ُكلُّهُ َوإِذَا
ْ ض ِه ََمَا ِرُمهُ أَََل َوإِ َّن ِِف ا ْْلَ َس ِد ُم
ْ صلَ َح
َ
َ ت
َ ضغَةً إِذَا
ْ
ِ
)ْب (رواه البخاري
ْ فَ َس َد21
ُ ت فَ َس َد ا ْْلَ َس ُد ُكلُّهُ أَََل َوه َي الْ َقل
20
Al-Gazali, Membawa Hati Menuju Ilahi Rahasia Hidup Selamat Sampai
Akhirat (Cet. 1; Bandung: Pustaka Hidayah, 2009), h. 74.
Muhammad bin Isma’il al-Bukhari, Sahīh al-Bukharī, Bāb Fadl Man Istabra’a
li Dinihi, Hadis No. 52. Lihat juga Ibnu Hajar al-Asqalani, Fath al-Barī Syarh Sahīh alBukhari, Bab Fadl Man Istabra’a li Dinihi. Hadis No. 52, Juz I (Cet. 1; Kairo: Dar alAdil, 1998), h. 157.
21
MENGAPA QALB PERLU DIDIDIK?| 5
Artinya:
Dari Abu Na‘im dari Zakariya dari Amir berkata, “Saya
mendengar al-Nu’man bin Basyir berkata, Rasulullah saw., berpesan
“halal itu jelas, dan haram itu jelas, di antara keduanya itu ada yang
syubhat, yang mana kebanyakan manusia tidak mengetahuinya,
barang siapa yang berhati-hati maka dia telah membersihkan agama
dan kehormatannya. Dan siapa yang terjebak dalam syubhat. Ingatlah
dalam tubuh manusia ada segumpal darah, apabila baik, akan baik
seluruh tubuh dan apabila rusak, rusaklah seluruhnya, itulah dia hati
(H.R. Bukhari).
Qalb sebagai tempat makrifat dan pusatnya ilmu. Qalb (hati)
manusialah sumber ilmu transendental (supra rasional). Bila ilmuilmu yang bersifat rasional tempat dan sumbernya pada akal manusia
maka ilmu yang sifatnya supra rasional tempatnya di dalam qalb
(hati). Atas dasar itu, epistemologi ilmu yang bersumber dari akal
berbeda dengan ilmu yang bersumber dari qalb (hati). Ilmu yang
bersumber dari akal sarananya adalah rasio dan pengalaman
manusia, sedangkan ilmu yang bersumber dari qalb (hati) sarananya
adalah wahyu, intuisi, mimpi yang benar dan termasuk di dalamnya
ilmu ladunni, yaitu ilmu yang diberikan Allah secara langsung kepada
manusia. Di dalam
hati yang bersih akan terbuka hijab, dengan
terbukanya hijab maka terbuka ilmu-ilmu yang bersifat supra
rasional kepada manusia. Sebaliknya hati yang kotor akan menutup
tumbuhnya ilmu yang bersifat supra rasional. Ibnu Qayyim alJauziyah berpendapat bahwa qalb (hati) adalah pemimpin bagi organ
tubuh manusia adalah pelaksana apa saja yang diinginkan hati. Semua
aktivitas organ tubuh tidak ada artinya tanpa adanya keinginan dari
hati.22 Sementara al-Gazali mengemukakan bahwa qalb (hati) adalah
22
Ibnu Qayyim al-Jauziyah, Rahasia Hati: Penyakit Hati dan Obatnya
(Jakarta: Cendekia Centra Muslim, 2004), h. 14.
6 | MENGAPA QALB PERLU DIDIDIK?
pemimpin yang harus dipatuhi.23 Sedangkan hawa nafsu adalah yang
menaati perintah-perintah dan larangan-larangan hati.24 Menurut alGazali, jika manusia mengetahui hatinya, ia akan mengetahui
Tuhannya. Sebaliknya, jika manusia tidak mengetahui hatinya maka ia
tidak akan mengetahui dirinya, jika ia tidak mengetahui dirinya maka
ia tidak akan mengenal Tuhannya, mayoritas manusia di dunia ini
tidak memahami hatinya.25Qalb adalah jantungnya ruh, sebagaimana
jantung yang berdenyut adalah simbol kehidupan dan kematian. Oleh
karena itu, sesungguhnya hati di dalam ruh merupakan simbol
keimanan dan kekufuran, atau sesuatu yang mengembangkan
perasaan-perasaan manusia, dan kepekaan-kepekaannya, serta
kebimbangannya: rasa cinta, marah, kecenderungan menyukai dan
dengki, spiritualisme dan kesombongan, kekuatan dan kelemahan,
keimanan dan kekufuran, ketenangan dan kekhawatiran, keyakinan
dan keraguan, kerelaan dan ketidak puasan, cahaya dan kegelapan. 26
Sebagian ulama menafsirkan bahwasanya qalb (hati) adalah
perangkat kesadaran atau pengertian kognitif (idraki), untuk
melakukan pengenalan (ma‘rifi), sampai kepada sebuah keyakinan. Ia
memiliki beberapa pekerjaan yang sulit dan beraneka ragam. 27
Definisinya sangat jauh dan dalam. Ia pun memiliki spesialisasi,
sehingga terpisah. Tidak ada bagian lain yang bekerja bersamanya.
Pekerjaan-pekerjaan terpentingnya meliputi pengertian (idrak),
23
Al-Gazali, Mutiara Ihya‘Ulum al-Din, terj. Irwan Kurniawan (Bandung:
Mizan, 2001), h. 195.
Al-Gazali, Mutiara Ihya‘Ulūm al-Din h. 198.
24
Lihat Imam al-Gazāli, Ihyā’ Ulūm al-Dīn (Juz. 3, Kairo: Dar al-Fikr, t.th.),
25
h. 2.
Said Abdul Azhim, Rahasia Kesucian Hati Menurut Al-Qur’an, Hadis, dan
Pendapat Ulama (Cet. 1; Jakarta: Qultum Media, 2006), h. 2.
26
Said Abdul Azhim, Rahasia Kesucian Hati Menurut Al-Qur’an, Hadis, dan
Pendapat Ulama h. 5.
27
MENGAPA QALB PERLU DIDIDIK?| 7
pemahaman (ma‘rifi), ilmu dan keimanan di samping segala yang
muncul bersama hal-hal tersebut, yakni belas kasihan, emosi,
kemauan, dan sebagainya.
Menurut Ahmad Tafsir, qalb yang berkualitas tinggi adalah
qalb yang penuh berisi iman kepada Allah. Untuk menjadi manusia
mukmin, tidak cukup hanya mendidik aspek jasmani dan akalnya
semata, tetapi juga harus mendidik aspek hati dengan berbagai
macam metode yang sesuai. 28
B. PERAN DAN KEDUDUKAN QALB DALAM AL-QUR’AN
Peran dan kedudukan qalb dalam diri manusia sangat penting,
qalb merupakan komandan jiwa atau “tentara jiwa”, pengendali akal
pikiran, penentu baik tidaknya amal perbuatan.29 Qalb yang bersih
tentunya akan membuat akal pikiran menjadi bersih, menumbuhkan
akhlak yang baik serta menghasilkan amal-amal yang salih.
Fungsi yang utama dari qalb adalah sebagai alat untuk
memahami realitas dan nilai-nilai seperti yang tersebut dalam surah alHajj/22: 46, atau pada surah al-A’raf/7: 179.
ِ أَفَ لَ ْم يَ ِسريُوا ِِف األ َْر
وب يَ ْع ِقلُو َن ِِبَا أ َْو آذَا ٌن يَ ْس َم ُعو َن ِِبَا فَِإ ََّّنَا َل
ٌ ُض فَ تَ ُكو َن ََلُ ْم قُل
ِ
)46( الص ُدوِر
ُّ وب الَِِّت ِِف
ُ ُار َولَك ْن تَ ْع َمى الْ ُقل
َ ْتَ ْع َمى األَب
ُص
28
Menurut Ahmad Tafsir, pengabaian terhadap pendidikan hati (tarbiyah alqalb) atau riyadah al-qulūb menurut istilah al-Gazali, merupakan salah satu sebab
gagalnya pendidikan agama. Pengajaran agama selama ini kebanyakan mengisi
pengertian. Hasilnya adalah siswa mengerti bahwa Tuhan Maha mengetahui, tetapi
mereka tetap saja berani berbohong. Siswa tahu iman, tetapi mereka belum beriman.
Lihat Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam (Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2001), h. 188.
29
Joko Suharto bin Matsnawi, Menuju Ketenangan Jiwa (Jakarta: Rineka
Cipta, 2007), h. 192.
8 | MENGAPA QALB PERLU DIDIDIK?
Terjemahnya:
Maka tidak pernakah mereka berjalan di muka bumi, sehingga
hati (akal) mereka dapat memahami, telinga mereka dapat mendengar?
Sebenarnya bukan mata itu yang buta, tetapi yang buta ialah hati yang di
dalam dada.30
ِ
ِ َّم َكثِرياً ِم ْن ا ْْلِ ِِن َوا ِإل
وب َل يَ ْف َق ُهو َن ِِبَا
ٌ ُنس ََلُ ْم قُل
ٌ ُوب َل يَ ْف َق ُهو َن ِِبَا ََلُ ْم قُل
َ َولَ َق ْد ذَ َرأْ ََن ْلََهن
ِ ّي َل ي ْب
ك ُه ْم
َ َِض ُّل أ ُْولَئ
َ ِص ُرو َن ِِبَا َوََلُ ْم آ َذا ٌن َل يَ ْس َم ُعو َن ِِبَا أ ُْولَئ
َ ك َكاألَنْ َع ِام بَ ْل ُه ْم أ
ُ ٌُ َوََلُ ْم أَ ْع
)179( الْغَافِلُو َن
Terjemahnya:
Dan sungguh, akan Kami isi neraka Jahanam banyak dari
kalangan jin dan manusia. Mereka memiliki hati, tetapi tidak
dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka
memiliki mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tandatanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak
dipergunakannya untuk mendengarkan (ayat-ayat Allah). Mereka
seperti hewan ternak, bahkan lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang
yang lengah.31
Qalb (hati) yang telah tersucikan dari berbagai bentuk kotoran
maksiat maka akan hidup dengan baik dan tenang, sehingga
hubungannya dengan pencipta-Nya maupun kepada sesamanya manusia
akan baik pula. Dalam hidup dia akan selalu mencintai kebaikan untuk
dirinya sendiri dan orang lain. Qalb seperti inilah yang selalu
menebarkan rasa cinta dan kebaikan dimana pun dia berada, dan yang
dapat menjamin kondisi jiwa seperti ini hanya diperuntukkan bagi
mereka yang memiliki jiwa yang bersih dan suci. Tetapi suatu hal yang
harus dipahami bahwa tujuan utama seseorang melakukan proses
Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya h. 671.
30
Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya h. 329.
31
MENGAPA QALB PERLU DIDIDIK?| 9
pendidikan qalb yakni agar manusia senantiasa berada dalam kebaikan
dan berada pada jalan yang akan mengantarkan manusia kepada
kebahagiaan di dunia dan di akhirat. Begitu pula pembentukan akhlak
yang mulia merupakan salah satu tujuan pokok yang ingin dicapai dalam
pendidikan qalb.32 Karena itu, seseorang dianggap suci secara lahir jika
sikap dan perilakunya mencerminkan nilai-nilai yang terkandung dalam
al-Qur’an maupun al-Sunnah.
Seorang muslim yang telah mendidik hati (qalb) nya sangat
meyakini bahwa sesuatu yang dapat membersihkan dan mensucikan
mereka hanyalah iman dan amal salih, dan sebaliknya sesuatu yang
dapat menodai, mengotori, dan merusak jiwanya adalah kekufuran dan
maksiat. Oleh karena itu hendaknya seorang muslim hidup sebagai
orang yang senantiasa berusaha mendidik hatinya, mensucikan dan
membersihkannya, karena ia adalah sesuatu yang berhak untuk dididik
terlebih dahulu. Adapun akhlak (adab) yang dimiliki oleh orang yang
berjiwa bersih dan suci, dan hal ini penulis maksudkan sebagai dampak
pembentukan pendidikan qalb dalam kehidupan manusia, penulis
membaginya pada tiga aspek akhlak penting, yaitu:
1. Berakhlak kepada diri sendiri
Berakhlak kepada diri, seorang muzakki tentu mencerminkan
sifat-sifat mulia, dan terjauhkan dari segala sifat-sifat tercela. Adapun
sifat-sifat mulia yang dimaksudkan, yaitu; sabar dan tahan uji, jujur
dan benar, mengutamakan orang lain, amanah, kasih sayang,
dermawan dan murah hati, istiqāmah, melakukan salat secara
khusyuk, tawadu, pemalu, pemaaf, murāqabah, dan beberapa sifat
terpuji lainnya.
Syeikh Salim ibn al-Hilali, Manhaj al-Anbiyā’ fi Tazkiyah al-Nufūs (Cet. 1;
Saudi Arabiyah: Dār Ibnu ‘Affān, 1992), h. 15-16.
32
10 | M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ?
Di antara keindahan akhlak orang yang berupaya mensucikan
dan mendidik qalb (hati) nya dan tahan uji karena Allah swt. sabar
adalah menahan jiwa atas hal-hal yang tidak disukai, seperti bersusah
payah melaksanakan ibadah dan taat kepada Allah, menahan diri
untuk tidak bermaksiat kepada Allah meskipun secara naluri
nafsunya menginginkan dan tergiur olehnya. Pernyataan ini sejalan
dengan definisi Yunahar Ilyas yang mengartikan sabar sebagai sifat
menahan diri dari berbagai macam kenikmatan hidup, kesenangan
dan kemegahan dunia. Atau sabar berarti menahan diri dari segala
sesuatu yang tidak disukai karena mengharap ridha Allah swt. 33
Sedangkan tahan uji juga termasuk bagian kesabaran, sifat seorang
muzakki, dan lambang bagi orang-orang salih. Hakikat sifat ini adalah
rela menderita dalam menegakkan agama Allah, dan tidak membahas
keburukan kecuali dengan kebaikan. Selanjutnya akhlak kepada diri
sendiri, akan menjadikan hati seseorang tersucikan yaitu senantiasa
berkata jujur dan benar śiddīq), mencintai kebenaran dan istiqāmah
terhadapnya baik secara lahir maupun batin dalam perkataan dan
perbuatannya. Baginya kebenaran/kejujuran adalah kebaikan, dan
kebaikan itu menunjukkan ke surga, sedangkan surga adalah idaman
atau puncak cita-cita seorang muslim. Sebaliknya, kedustaan
mengantarkan ke neraka dan neraka adalah seburuk-buruk tempat
kembali seorang muslim.34 Karena itu, suatu hal yang tidak mungkin
terjadi ketika seseorang mengatakan dirinya telah suci atau telah
33
Lihat Yunahar Ilyas, Kuliah Akhlak (Cet. 7; Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Offset, 2005), h. 135.
Syeikh Abu Bakar Jabir al-Jazairi, Minhāj al-Muslim (Cet. 6; Madinah alMunawwarah: Maktabah al-‘Ulum wa al-Hikam, 1999), alih bahasa Mustafa ‘Aini, at.
al., Minhāj al-Muslimīn Konsep Hidup Ideal (Cet. 2; Jakarta: Dar al-Haq, 2002), h.
239.
34
M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? | 11
melakukan proses pensucian hati sedangkan lisannya selalu dihiasi
dengan perkatan jorok, keji, dan dusta.
Mengutamakan orang lain dan mencintai orang lain adalah
akhlak yang selalu dimiliki oleh orang yang berjiwa bersih. Seorang
muslim jika menemukan kesempatan untuk berbuat baik kepada
orang
lain
maka
hendaknya
segera
melakukannya
dengan
melebihkannya di atas dirinya sendiri, sehingga orang seperti ini
terkadang rela menahan rasa lapar dan dahaga demi kepentingan
orang yang lebih membutuhkannya. Demikian ini bukanlah suatu hal
yang baru atau aneh, dan juga bukan hal yang sulit bagi orang yang
jiwanya telah kenyang dengan sifat-sifat kemuliaan dan kesucian.
Berbuat baik kepada orang lain merupakan sifat mulia yang telah
disinggung oleh Allah dalam Q.S. al-Hasyr/59: 9.
ِ َّ
ِ ِ ِ
ص ُدوِرِه ْم
ُ اج َر إِلَْي ِه ْم َوَل ََِي ُدو َن ِِف
َ َّار َوا ِإلميَا َن م ْن قَ ْبل ِه ْم ُُيبُّو َن َم ْن َه
َ ين تَ بَ َّوءُوا الد
َ َوالذ
ِ ح
ِ
ِِ
ِ
اصةٌ َوَم ْن يُو َق ُش َّح نَ ْف ِس ِه
َ ص
َ اجةً ِمَّا أُوتُوا َويُ ْؤث ُرو َن َعلَى أَنْ ُفس ِه ْم َولَ ْو َكا َن ِب ْم َخ
َ َ
)۹( ْم ْفلِ ُحو َن
َ ِفَأ ُْولَئ
ُ ك ُه ْم ال
Terjemahnya:
Dan orang-orang (Ansar) yang telah menempati kota Madinah
dan telah beriman sebelum (kedatangan) mereka (Muhajirin), mereka
mencintai orang yang berhijrah ke tempat mereka. Dan mereka tidak
menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa yang diberikan
kepada mereka (Muhajirin) dan mereka mengutamakan (Muhajirin),
atas dirinya sendiri, meskipun mereka juga memerlukan. Dan siapa
yang dijaga dirinya dari kekikiran, maka mereka itulah orang-orang
yang beruntung.35
Selain dari itu, berakhlak kepada diri sendiri akan mendidik
hati menjadi sangat konsisten (istiqāmah) dengan ajaran agamanya
yang bersumberkan pada Al-Qur’an dan hadis. Dengan mengamalkan
Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya h. 798.
35
12 | M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ?
ajaran agama tanpa merujuk kepada kedua sumber tersebut yang
merupakan pokok ajaran Islam adalah perkara yang tidak benar, dan
menurut ulama hal ini merupakan perbuatan sesat. Membatasi aturan
agama pada Al-Qur’an dan hadis bukan berarti memasung kreativitas
kaum muslimin dalam menghadapi perkembangan zaman. Al-Qur’an
sedikit pun tidak meninggalkan sesuatu yang bermanfaat bagi
kehidupan manusia, adapun hadis merupakan penjelas dan penafsir
Al-Qur’an.
Ali ibn Abdul Halim Mahmud, mengungkapkan bahwa
konsisten (istiqamah) dengan aturan agama mengandung beberapa
hal, seperti; konsisten dengan manhaj ibadah Islam, konsisten dengan
akhlak Islam, dan konsisten dengan interaksi sosial. 36 Dengan
demikian, dapat ditegaskan bahwa konsisten (istiqāmah) terhadap
ajaran agama Islam merupakan salah satu akhlak kepribadian
seorang muslim khususnya yang telah menempuh proses pendidikan
qalb. Di antara akhlak kepada diri pribadi yang dihasilkan orang yang
telah mendidik qalb (hati)nya yaitu bersifat dermawan dan murah
hati. Kedermawanan dan kemurahan hati adalah ciri seorang muslim
yang berhati bersih dan suci. Seorang muslim yang berhati bersih dan
suci bukanlah seorang yang kikir dan bakhil, karena dalam syariat
Islam kedua sifat tersebut dipandang sebagai sifat tercela, yang tentu
keduanya bersumber dari jiwa yang kotor dan hati yang gelap.
Sedangkan seorang muslim yang telah berupaya melakukan
pensucian hati, maka hati mereka bersih dan hatinya pun menjadi
cemerlang. Kikir merupakan penyakit hati yang dapat dimiliki semua
orang, sehingga manusia tidak dapat menghindar darinya kecuali
Ali ibn Abdul Halim Mahmud, al-Tarbiyyah al-Khulūqiyah (Cet. 1; t.t.: Dār
al-Tawzi’ wa al Nasyr al-Islāmiyyah, 1995), terj. Abdul Hayyie al-Kattani, Akhlak
Mulia (Cet. 1; Jakarta: Gema Insani, 2004), h. 71-72.
36
M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? | 13
mereka yang diberi rahmat oleh Allah melalui kesucian jiwa yang
dimilikinya. Dalam hal ini Allah swt. berfirman dalam Q.S. alHasyr/59: 9.
)۹( ْم ْفلِ ُحو َن
َ ِ َوَم ْن يُو َق ُش َّح نَ ْف ِس ِه فَأ ُْولَئ...
ُ ك ُه ْم ال
Terjemahnya:
… dan siapa yang dijaga dirinya dari kekikiran maka mereka
itulah orang-orang yang beruntung.37
Berdasarkan pada ayat tersebut, diketahui bahwa
kedermawanan dan kemurahan hati hanya dapat diwujudkan dengan
membuang sifat kikir dalam diri manusia. Hal ini dapat diusahakan
langsung melalui latihan maka sebagai seorang muslim hendaknya
berusaha
menumbuhkan,
melatih
dan
memelihara
dalam
kehidupannya di dunia. Barangsiapa yang berhasil membuang sifat
kikir dalam muamalahnya, mereka itu termasuk orang yang
beruntung di dunia maupun di akhirat. Begitu pula orang yang
mendidik hatinya, senantiasa bersifat tawadu tanpa merendahkan
ataupun menghinakan dirinya. Baginya tawadu adalah akhlaknya
yang luhur dan sifatnya yang tinggi, sementara kesombongan
(takabbur) tidak termasuk akhlaknya dan
tidak bersanding
dengannya sebab seorang muslim yang bertawadu adalah untuk
dimuliakan dan tidak mau sombong agar mampu memberikan
kebaikan kepada masyarakat sekitarnya. 38 Firman Allah swt.
senantiasa terngiang di telinganya, yang oleh karena ayat itu menjadi
dasar
baginya
untuk
bersifat
tawadu
kepada
Sebagaimana disebutkan dalam Q.S. al-Syu‘arā/26: 215.
sesamanya.
ِ ك ِمن ال
ِ َ ض جناح
ِ
)۱۲۵( ّي
َ ِْم ْؤمن
َ َ َ ْ َوا ْخف
ُ ْ َ ك ل َم ْن اتَّ بَ َع
Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya h. 1152.
37
Syeikh Abu Bakar Jabir al-Jazairi, Minhāj al-Muslim h. 211.
38
14 | M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ?
Terjemahnya:
Dan rendahkanlah dirimu terhadap orang-orang yang beriman
yang mengikutimu.39
Demikian pula orang yang berhati bersih dan suci pandai
menjaga dirinya dan bersifat pemalu. Baginya malu adalah salah satu
akhlak yang selalu menghiasinya, bahkan dalam sebuah hadis yang
diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim disebutkan bahwa malu
itu bagian dari pada iman, yang merupakan pedoman hidup seorang
muslim dan penegak hidupnya.40 Sifat malu dimaksudkan sebagai
pendorong pada kebaikan serta memalingkan dari keburukan dan
menjauhkannya. Keimanan menyuruh seseorang mukmin untuk
melakukan kebaikan dan meninggalkan kemaksiatan. Sedangkan rasa
malu dapat mencegah pelakunya dari kurang atau tidak bersyukur
kepada pemberi nikmat sebagaimana orang yang pemalu mencegah
dirinya dari perbuatan buruk, menjaga dari cela dan dosa cemoohan,
dengan demikian sifat pemalu itu adalah kebaikan dan tidaklah
membuahkan bagi pelakunya kecuali kebaikan pula.
Syeikh Abu Bakar Jabir al-Jazairi dalam Minhāj al-Muslim
menjelaskan bahwa akhlak malu dalam diri seorang muslim bukanlah
penghalang baginya untuk menyampaikan kebenaran atau menuntut
ilmu,
ataupun
dalam
menyuruh
kebaikan
dan
mencegah
kemungkaran.41 Argumen ini sejalan dengan peristiwa yang pernah
terjadi pada masa Rasulullah saw. ketika ada seorang sahabat Ummu
Sulaim al-Ansariyah datang menemui Nabi untuk menanyakan:
apakah perempuan harus mandi jika dia bermimpi? Pada waktu itu,
Rasulullah saw. menjawab dengan tanpa rasa malu: ya, apabila dia
Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya h. 529.
39
40
Ahmad ibn Ali ibn Hajar al-Asqalani, h. 129.
Syeikh Abu Bakar Jabir al-Jazairi, Minhāj al-Muslim h. 214.
41
M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? | 15
melihat air (basah). Kisah tersebut menggambarkan bahwa akhlak
malu tidak menjadi penghalang bagi seorang dalam menyampaikan
kebenaran, begitu pula sifat malu seyogyanya ditempatkan sesuai
dengan proporsinya.
Selain itu, akhlak yang dihasilkan orang mendidik qalb (hati)
nya dalam hal sifat kepribadiannya yaitu senantiasa melakukan salat
secara khusyuk. Khusyuk dalam salat ditimbulkan paling sedikit tiga
keyakinan yaitu; keyakinan bahwa Allah melihat segala gerakan
hamba-hamba-Nya, keyakinan akan keagungan-Nya, serta keyakinan
akan kekurangan diri dalam melaksanakan tugas-tugas yang telah
ditentukan-Nya. Oleh karena itulah para ahli mengatakan bahwa salat
yang khusyuk adalah buah keimanan dan hasil dari hati yang bersih
dan suci.42
Berdasarkan pemaparan di atas, dipahami bahwa salat yang
mampu membersihkan karat-karat penyakit yang ada dalam hati.
Apabila hati dan jiwa telah suci dan bersih mengkilap maka hidayah
Allah akan mudah melekat. Itulah sebabnya orang yang jiwanya telah
terdidik
dengan
benar,
mampu
menyingkap
rahasia-rahasia
kehidupan dunia dan dapat mencegah dirinya untuk tidak bermaksiat
kepada Allah swt.
2. Berakhlak terhadap Allah swt.
Sebagaimana
telah
dipahami
bahwa
manusia
dalam
kehidupannya tidak hanya berinteraksi dengan dirinya sendiri,
ataupun bermuamalah dengan sesamanya manusia dalam hal ini
adalah anggota masyarakatnya. Akan tetapi, tidak kalah pentingnya
manusia dituntut untuk mengetahui tentang bagaimana beriteraksi
42
Permadi Alibasyah, Bahan Renungan Qalbu, (Cet. 16; Jakarta: Yayasan
Mutiara Tauhid, 2005), h. 148.
16 | M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ?
kepada yang telah menciptakan dan menyempurnakannya, yaitu
Allah swt.
Dalam kitab Madārij al-Sālikīn yang ditulis Ibnu al-Qayyim alJauziyah, mengungkapkan beberapa akhlak penting yang harus
dimiliki oleh seorang hamba dalam interaksi dengan Rabbnya. Tetapi
dalam pembahasan ini penulis tidak mengutip secara keseluruhan,
tetapi mengambil beberapa bagian yang erat kaitannya dengan
dampak pembentukan pendidikan qalb khususnya dalam hal
bagaimana muamalah atau adab seorang hamba kepada Allah swt.
ketika telah menempuh proses pensucian jiwa dan pendidikan qalb.
Adapun adab yang penulis maksudkan sebagai berikut:
a. Zuhud
Zuhud merupakan salah satu akhlak hamba kepada sang
Pencipta-nya, dan dimiliki oleh orang yang menaruh perhatian
besar terhadap pendidikan qalb. Tentang eksistensi makna zuhud
sudah banyak pakar yang membahasnya, dan masing-masing pakar
tidak
sedikit
yang
memaknainya
menurut
perasaan
dan
kondisinya. Padahal pemaknaan berdasarkan ilmu jauh lebih luas
dari pada berbicara berdasarkan perasaan dan kondisi semata,
yang sekaligus lebih dekat kepada hujjah dan bukti keterangan
yang
śarīh,
berkaitan
dengan
hal
tersebut,
mengetengahkan beberapa argumentasi yang benar
penulis
(lebih
mendekat pada kebenaran) sebagaimana disebutkan Ibnu alQayyim al-Jauziyah yang terdapat dalam kitab Madārij al-Sālikīn
tentang pemaknaan zuhud. Zuhud di dunia adalah meninggalkan
atau membatasi yang halal karena takut akan pertangjawabannya
di hadapan Allah, sedangkan zuhud dengan yang haram adalah
karena takut akan dijauhkan dari Allah. Termasuk zuhud adalah
membatasi keinginan untuk memperoleh dunia, membatasi
M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? | 17
keinginan
dengan
bertawakkal
kepada
Allah,
dan
sikap
memalingkan hati dari segala yang dapat menyebabkan lalai
kepada Allah.43
Dalam khazanah kitab suci, istilah yang berhubungan
dengan zuhud disebutkan dalam Q.S. Yūsuf/12: 20.
ِ ٍ ْو َشروه بِثَم ٍن ََب
ِ ِ َّ ودةٍ وَكانُوا فِ ِيه ِمن
)۲۰( ين
ْ
َ الزاهد
َ ُ َْ َ
َ َ س َد َراه َم َم ْع ُد
Terjemahnya:
Dan mereka menjualnya (Yusuf) dengan harga rendah, yaitu
beberapa dirham saja, sebab mereka tidak tertarik kepadanya. 44
Bagi orang yang beriman dan mengerti bahwa kehidupan di
dunia ini sifatnya hanyalah sementara sedangkan kehidupan yang
sebenarnya yang bersifat kekal adalah di akhirat, maka ia akan
berpaling dari segala bentuk kesenangan dunia atau ia akan
bersikap “zuhud terhadap dunia”. Seorang yang telah zuhud dunia,
maka dalam hidupnya menjadi orang yang merdeka tidak terikat
oleh sesuatu yang bersifat duniawi. Tokoh sufi ternama (Sufyan alTsauri) memandang bahwa zuhud bukan sekedar berpakaian dan
makan-minum secara sederhana, tetapi juga tindakan hati yang
disesuaikan dengan penerimaan dan rida Ilahi dan menutup hati
dari ambisi duniawi. Ada tiga tanda zahid sejati:
1)Tidak merasa senang dengan hal-hal duniawi yang
didapatnya, tidak bersedih atas hilangnya hal-hal keduniawian dari
dirinya. 2) tidak senang ketika dipuji, tidak kecewa atau marah
ketika dikritik atau dihina, 3) Lebih mendahulukan penghambaan
Muhammad Sholikhin, 17 Jalan Menggapai Mahkota Sufi Syaikh ‘Abdul
Qadir al-Jailani (Cet. 1; Jakarta: Mutiara Media, 2009), h. 244.
43
Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya h. 319.
44
18 | M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ?
kepada Allah dan mengutamakan sahabat-sahabat-Nya ketimbang
hal-hal lain.45
Seperti halnya takut dan harap, zuhud juga merupakan
tindakan hati. Bedanya adalah zuhud mempengaruhi tindakan
manusia dan diperlihatkan oleh tindakan tersebut. Entah sadar
ataupun tidak, zahid sejati akan berusaha mengikuti aturan zuhud
dalam segala tindakannya, seperti makan dan minum, tidur dan
bangun, berbicara dan diam, dan tetap dalam penyendirian atau
bersama-sama orang lain, dan sebagainya. Dia tidak pernah
memperlihatkan kecenderungan kepada daya tarik duniawi.
b. Warā’
Sifat warā’ termasuk salah satu akhlak seorang hamba yang
telah mendidik qalb (hati) nya. Dengan sifat mulia ini, menjadikan
seorang hamba banyak melakukan ibadah kepada Rabb-nya.
Eksistensi sifat warā’ sebagaimana yang dikemukakan Sufyan al-
Sawri berarti meninggalkan sesuatu yang meragukan dalam jiwa.
Sedangkan pengarang kitab Manāzil al-Sa’irīn mengartikan warā’
yaitu menjaga diri semaksimal mungkin secara waspada, dan
menjauhi dosa karena pengagungan. Dengan kata lain menjaga diri
dari hal-hal yang haram dan syubhat, serta hal-hal yang dapat
membahayakan untuk dijaga.46 Hal tersebut di atas, berlaku umum
dalam meninggalkan apa yang tidak ada nilai manfaatnya, baik
berupa ucapan, pandangan, pendengaran, gerak tangan, langkah
kaki, berpikir dan gerakan lainnya baik lahir maupun batin.
Kalimat ini cukup memberikan arti dari kata warā’. Warā’ secara
bahasa berasal dari kata “wara’a” yang berarti menahan dan
45
Fathullah Gulen, Kunci-kunci Rahasia Sufi, (Cet. 1; Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 2001), h. 81.
Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya h. 153.
46
M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? | 19
mencegah. Warā’ juga dapat diatikan “al-Iffah” yaitu mencegah dari
sesuatu
yang
tidak
patut.
Dikatakan
“tawarra’a”
artinya
menyempitkan, dan warā’ adalah takwa.47 Sedangkan secara syar’i
warā’ adalah meninggalkan sesuatu yang diragukan, meniadakan
sesuatu yang mengotori, dan mengambil dengan yang lebih jelas.
Dari beberapa definisi yang dikemukakan di atas, dipahami
bahwa menjaga diri dan waspada merupakan dua makna yang
hampir serupa. Hanya saja menjaga diri merupakan perbuatan
anggota tubuh, sedangkan waspada merupakan amalan hati.
Adakalanya seorang menjaga diri dari sesuatu bukan karena takut
atau kewaspadaan, tetapi karena hendak menunjukkan kesucian
jiwa dan kemuliaan serta kehormatannya, seperti halnya orang
yang menjaga diri dari hal-hal-hal yang hina dan keburukan
sekalipun dia tidak percaya kepada surga dan neraka. Karena
itulah, zuhūd yang dimiliki seorang hamba menjadi akhlaknya
kepada Rabb-nya dengan menjaga diri dan waspada (warā’)
terhadap larangan yang telah ditetapkan oleh Penciptanya.
Ibnu Taimiyah berkata, warā’ adalah menjauhi apa yang
kamu takuti akibatnya, yaitu apa yang jelas keharamannya, dan
apa yang diragukan keharamannya, dan dalam meninggalkannya
tidak ada risiko yang lebih besar dari pada melakukannya. Ini
adalah patokan penting dalam hal-hal yang diragukan.48 Demikian
Syekh Muhamad Salih al-Munajjid, Silsilah A’mal al-Qulūb, terj. Saat
Mubarak, Jagalah Hati Raih Ketenangan (Cet. 1; Jakarta: Cakrawala Publishing,
2006), h. 393.
47
Syekh Muhamad Salih al-Munajjid, Silsilah A’mal al-Qulūb terj. Saat
Mubarak, Jagalah Hati Raih Ketenangan, h. 393.
48
20 | M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ?
pula menjelaskan, “warā’ adalah meninggalkan suatu yang
dikhawatirkan bahayanya di akhirat.” 49
Dari maqām ّي
ُ ِ إِ ََّّي َك نَ ْعبُ ُد َوإِ ََّّي َك نَ ْستَعterdapat pula maqām warā‘,
sebagaimana dalam Q.S. al-Mu’minūn/23: 51.
ِ
ِ
ِ ات وا ْعملُوا
ِ
ِ
)۵۱( يم
ُّ ََّي أَيُّ َها
َ َ َ َالر ُس ُل ُكلُوا م ْن الطَّيِِب
ٌ صاْلاً إِِِّن ِبَا تَ ْع َملُو َن َعل
Terjemahnya:
Allah berfirman, “Wahai para rasul! Makanlah dari
(makanan) yang baik-baik dan kerjakanlah kebajikan. Sungguh
Aku Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. 50
Selanjutnya dalam Q.S. al-Muddassir/74: 4.
)٤( ك فَطَ ِِهر
َ ََوثِيَاب
Terjemahnya:
Dan bersihkanlah pakaianmu.51
Berdasarkan ayat di atas, dapat
dipahami
bahwa
membersihkan diri dari berbagai najis dan memfokuskannya pada
pembersihan yang diperintahkan, karena dengan itu sempurnanya
perbaikan amal dan akhlak, maksudnya bahwa sifat warā‘
membersihkan hati dari noda dan najisnya. Ulama membagi warā‘
pada tiga tingkatan, yaitu:
1) Wajib, yaitu menahan diri dari yang haram. Hal ini berlaku
untuk seluruh manusia.
2) Berhenti dari yang syubhat. Ini hanya dilakukan oleh sebahagian
orang.
Syekh Muhamad Salih al-Munajjid, Silsilah A’mal al-Qulūb, terj. Saat
Mubarak, Jagalah Hati Raih Ketenangan h. 393.
49
Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya h. 480.
50
Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya h. 849.
51
M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? | 21
3) Menahan dari sebahagian besar hal yang mubah. Hal ini
dilakukan oleh para Nabi, shiddiqin, syuhada dan orang-orang
salih.52
Berdasarkan kutipan di atas, dapat dipahami bahwa
bersikap warā’pada hal mubah yang dapat melalaikan Allah dan
akhirat, tetapi bila sesuai dengan sunnah seperti menikah dan
makan maka tidak perlu sikap warā‘. Warā‘ sebagaimana
dijelaskan sebelumnya bahwa warā‘ dari hal yang haram dan
syubhat, juga sebahagian hal-hal yang dikhawatirkan jika
dilakukan terjatuh pada yang haram. Bila menginginkan pada
tingkatan tertinggi dari sikap warā‘ adalah meninggalkan semua
yang bukan untuk Allah; selain itu jika seseorang melakukan hal
mubah dengan niat yang benar (semisal ia makan dengan niat
bertakwa, ia tidur dengan niat akan bangun untuk salat malam, ia
menikah dengan niat memberi nafkah isteri dan memperoleh
keturunan, menjaga diri dan memperbanyak kaum muslimin dan
lain-lainnya) maka hal mubah akan berubah menjadi ketaatan dan
ibadah. Maka dalam hal seperti ini tidak boleh bersikap warā’
terhadap hal mubah yang dapat membawanya pada hal haram atau
melalaikan hatinya dari Allah dan akhirat.
c. Raja‘
Raja‘ termasuk salah satu akhlak penting seorang hamba
kepada Rabbnya. Hal ini dimaksudkan sebagai upaya untuk
mendekatkan diri kepada Allah swt. dengan melakukan berbagai
ubudiyah dan juga mencintainya, khususnya dengan sikap
pengharapan kepada sang Pencipta. Dalil tentang raja’ disebutkan
Allah dalam Q.S. al-Kahf/18: 110.
52
Syekh Muhamad Salih al-Munajjid, Silsilah Amalan Hati h. 396.
22 | M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ?
ِ ِ َ اْلاً وَل ي ْش ِر ْك بِ ِع
ِ ً فَمن َكا َن ي رجوا لِ َقاء ربِ ِه فَ لْي عمل َعمَل...
)۱۱۵( ًَحدا
َ َ ْ َ ْ َ َِ َ
َْ
َ بادة َربِِه أ
ُ َ ص
ُ َْ
Terjemahnya:
…. Maka barangsiapa yang mengharap pertemuan dengan
Tuhannya maka hendaklah dia mengerjakan kebajikan dan
janganlah dia mempersekutukan dengan sesuatu pun dalam
beribadah kepada Tuhannya.53
Dalam eksistensinya, raja’ berbeda dengan al-tamanni
(berangan-angan). Pada al-tamanni pelakunya bersifat malas, dan
tidak bersungguh-sungguh dalam berusaha. Sedangkan pada sifat
raja’ pelakunya berupaya semaksimal mungkin untuk mencari
solusi dari apa yang diharapkannya dengan disertai sifat tawakal
kepada Allah swt. sehingga tidak sedikit ulama yang berpendapat
bahwa sifat raja’ harus dengan usaha yang sungguh-sungguh. Ibnu
al-Qayyim al-Jauziyah, mengemukakan pula bahwa raja’ adalah
perkara yang amat mulia bagi orang yang mengharapkan kesucian
hatinya, dan bagi mereka yang ingin menuju Rabb-nya. Sebab dia
tidak pernah lepas dari dosa yang diharapkan pengampunannya,
tidak lepas dari aib yang dia harapkan pembenahannya, tidak lepas
dari amal salih yang dia harapkan penerimaannya, tidak lepas dari
istiqamah yang dia harapkan kekekalannya, dan tidak lepas dari
kedekatan dengan Allah yang dia harapkan pencapainnya. 54
Raja’, kondisi di mana seseorang memiliki harapan, seperti
petani yang menggarap sawah untuk ditanami, menabur benih,
menyiramnya dengan air, menjaganya dari serangan hama
tanaman, menungguinya hingga berbuah dan matang. Demikianlah
orang yang memiliki sikap raja’, ia selalu mengharapkan rahmat
Allah dan pahala-Nya setelah mencurahkan segala upaya. Untuk
Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya h. 418.
53
Ibnu al-Qayyim al-Jauziyah, Madārij al-Sālikin baina Manāzil Iyyāka
Na’budu wa Iyyāka Nasta’īn h. 163.
54
M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? | 23
memperoleh tingkatan raja’, perlu melalui beberapa tahapan
penting, yaitu:
1) Mengingat karunia Allah yang telah diberikan.
2) Mengingat janji Allah akan besarnya pahala dan karunia serta
kebaikan-Nya. Karena Allah memberi kepada hamba-Nya jika ia
menjaga keistiqamahannya.
3) Mengingat nikmat iman, kesehatan, dan kemewahan dunia yang
telah dikaruniakan Allah dan mengakui bahwa Allah telah
menganugrahakan banyak kenikmatan, meskipun tanpa harus
meminta.
4) Mengingat akan luasnya rahmat Allah dan bahwa rahmat-Nya
lebih luas dari amarah-Nya, karena Dia Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang, Mahakaya, Mahamulia, Maha Penyantun terhadap
hamba-hamba-Nya yang beriman. Oleh karena itu, raja’ hanya
dapat terwujud jika dibangun di atas landasan mengenal nama
dan sifat Allah.55
Orang
yang
memahami
hatinya dengan
baik
akan
menyadari bahwa dunia ini adalah ladang akhirat. Hati layaknya
tanah, perlu ditanami dengan benih-benih ketaatan, dijaga,
disiram, dan diairi dengan amal ibadah. Agar tanaman dapat
tumbuh dengan baik, butuh mendapatkan penjagaan dari hal-hal
yang
membahayakannya, layaknya
sawah
yang
senantiasa
dibersihkan dari gulma yang dapat membahayakan kondisi
tanaman. Oleh karena itu, seorang mukmin hendaknya senantiasa
membersihkan hatinya dari syubhat dan hawa nafsu agar tidak
merusak ketaatan yang disiram dengan air ubudiyah.
55
Syekh Muhamad Salih al-Munajjid, Silsilah Amalan Hati h. 81.
24 | M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ?
d. Murāqabah
Kaitannya dengan dampak pembentukan dan pendidikan
qalb seorang hamba maka murāqabah termasuk salah satu adab
yang selalu dimiliki oleh mereka secara terus menerus dengan
keyakinan yang mantap bahwa Allah Maha Melihat, Maha
Mendengar, dan Maha Mengawasi yang lahir dan yang batin, dan
Allah senantiasa bersama hamba-Nya dimana pun mereka
berada.56 Asumsi ini diperkuat dengan sebuah hadis Nabi yang
masyhur disebut sebagai hadis Jibril, yaitu ketika datang bertanya
kepada Rasulullah saw. tentang makna ihsan. Rasulullah saw.
menjawab: “… jika engkau menyembah Allah seakan-akan
melihatnya, dan jika engkau tidak dapat melihatnya maka
sesungguhnya Dia melihatmu.” Karena itu dipahami bahwa
murāqabah/ihsan adalah bentuk pengetahuan seorang hamba yang
meyakini bahwa Allah senantiasa mengawasinya, melihatnya,
mendengar perkataannya, dan mengetahui amalnya di setiap
waktu, dan dimana pun dia berada, meskipun secara kasat mata
manusia tidak dapat melihat Allah di dunia.
Allah swt. berfirman dalam Q.S. al-Bayyinah/98: 8.
ِر
َّ ض َي
)۸( ُك لِ َم ْن َخ ِش َي َربَّه
َ ِضوا َع ْنهُ َذل
ُ اَّللُ َع ْن ُه ْم َوَر
َ
Terjemahnya:
… Allah rida terhadap mereka dan mereka pun ri«a kepadaNya. Yang demikian itu adalah balasan bagi orang-orang yang takut
kepada Tuhannya.57
Berdasarkan ayat di atas, dapat dipahami bahwa maknanya
adalah yang demikian itu adalah (balasan) bagi orang-orang yang
Ibnu al-Qayyim al-Jauziyah, Madārij al-Sālikin baina Manāzil Iyyāka
Na’budu wa Iyyāka Nasta’īn h. 166.
56
Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya h. 909.
57
M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? | 25
selalu merasakan pengawasan (murāqabah) Tuhannya, menghisab
(mengintrospeksi) dirinya, dan membekali diri untuk akhiratnya.
e. Cinta dan Rida
Cinta adalah kesadaran diri, perasaan jiwa, dan dorongan
hati yang menyebabkan seseorang terpaut hatinya kepada apa
yang dicintainya dengan penuh semangat dan rasa kasih sayang. 58
Ta’rīf demikian merupakan fitrah yang dimiliki oleh setiap orang.
Akan tetapi, dalam syariat agama Islam tidak hanya mengakui
keberadaan cinta itu dari pada diri manusia saja, tetapi
mengaturnya pula sehingga dapat terwujud dengan mulia. Bagi
seorang mukmin, cinta yang pertama dan utama hanya
dipersembahkan kepada sang pencipta, yaitu Allah swt. Allah lebih
dia cintai dari pada kecintaannya kepada makhluk lainnya. Dalam
hal ini Allah swt. menyebutkan dalam Q.S. al-Baqarah/2: 165.
ِ َّ
)۱٦۵( ... آمنُوا أَ َش ُّد ُحبِاً ََِّّلل
َ ين
َ َوالذ...
Terjemahnya:
… adapun orang-orang yang beriman sangat besar cintanya
kepada Allah….59
Sejalan dengan cintanya kepada Allah swt. seorang mukmin
yang mendidik jiwanya maka dia lebih mendahului rasa cintanya
kepada Allah dan Rasulnya dibanding dengan kecintaan yang
selainnya. Sedangkan untuk cinta selainnya dia letakkan pada
posisi cinta menengah yang berada di bawah cinta keduanya.
Demikianlah dampak positif sekaligus akhlak mulia yang
dihasilkan bagi mereka yang telah mendidik hatinya, dalam hal
bagaimana berinteraksi kepada sang penciptanya yang Maha
Agung. Semoga dengan sifat-sifat mulia ini, seorang hamba dapat
58
Yunahar Ilyas, h. 24.
Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya h. 31.
59
26 | M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ?
lebih dekat dan memperoleh apa yang diharapkan dari Rabb-nya
(kesucian hati).
3. Akhlak dalam Bermasyarakat
Dalam kehidupan sosial, seorang individu tidak terlepas dari
interaksi dengan masyarakatnya. Adakalanya seorang manusia
dituntut untuk bermuamalah dengan sanak keluarga dan familinya,
bersilaturrahim dengan karib kerabatnya, kenalannya dan di lain
waktu dia harus menjalin hubungan dengan pemerintah setempat di
mana dia berdomisili. Agar ke semua bagian tersebut dapat terjalin
secara harmonis dan tetap berdampak positif, di sinilah urgennya
bagi mereka yang mempunyai kepiawaian. Akan tetapi, dengan
bermodalkan kepiawaian semata dipandang tidak cukup. Ke semua
hal tersebut dapat terjalin dengan baik manakala individu
mengetahui tentang bagaimana akhlak yang harus dilakukannya
ketika berinteraksi dengan masyarakatnya. Dalam hal ini jelaslah
yang dimaksudkan adalah mereka yang dalam kehidupannya
senantiasa menaruh perhatian besar terhadap kesucian hatinya.
Karena dengan hati yang suci dan bersih secara otomatis akan
melahirkan karakter-karakter yang bersih dan suci pula, sebaliknya
orang yang dalam hatinya memiliki penyakit maka tentulah dalam
hubungannya dalam masyarakatnya bukan didasari keikhlasan,
karena keikhlasan untuk saling membantu dan menutupi kekurangan,
jika hal ini terjadi dikhawatirkan akan menimbulkan dampak negatif
bagi pelakunya. Bagi mereka yang hatinya bersih dan suci maka
dalam interaksi sosialnya melahirkan karakter yang mencerminkan
sifat kemuliaan dan memiliki dampak positif, baik bagi individu yang
menerapkannya maupun bagi mereka yang berada di sekitarnya.
Dampak positif yang penulis maksudkan, yaitu:
M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? | 27
a. Menjalin hubungan baik dengan tetangga
Menjalin hubungan baik dengan tetangga adalah salah satu
adab yang dimiliki oleh orang yang berhati bersih. Minimal
hubungan baik dengan tetangga diwujudkan dalam bentuk tidak
mengganggu dan menyusahkan mereka. 60 Sebuah contoh yang
dapat
dikemukakan
ialah
pada
waktu
istirahat,
tidak
membunyikan radio atau televisi dengan volume yang dapat
mengganggu istirahat mereka. Termasuk pula menjalin hubungan
baik dengan tetangga apabila tidak membuang sampah ke halaman
rumahnya, dan tidak menyakitinya dengan perkataan yang kasar
dan tidak sopan. Lebih utama lagi jika tidak hanya sekedar menjaga
jangan sampai tetangga merasa terganggu, tetapi secara aktif dan
produktif kepada mereka. Misalnya mengucapkan salam dan
bertegur sapa dengan ramah, memberikan pertolongan apabila
dibutuhkannya,
dan
jika
memasak
makanan
hendaknya
memberikan sebahagian kepada mereka, terlebih lagi apabila
makanan yang dimasak itu tercium olehnya. Hal ini jelas sejalan
dengan tuntunan hadis Rasulullah saw. sebagaimana yang
diriwayatkan Imam Muslim, yang maknanya menunjukkan anjuran
untuk memberi makanan kepada tetangga ketika makanan
tersebut tercium baginya. Dengan demikian, menjalin hubungan
baik dengan tetangga tidaklah mudah sebagaimana mudahnya
seorang membalikkan kedua tangannya. Tetapi, bagi mereka yang
hatinya telah diisi dengan benih-benih keimanan dan senantiasa
dididik maka hal tersebut mudah dan tidak terasa sulit olehnya.
Berdasarkan hal di atas, dapat dilihat dalam Q.S. al-Nisā/4: 36.
Syeikh Abu Bakar Jabir al-Jazairi, Minhāj al-Muslim h. 254.
60
28 | M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ?
َّ َوا ْعبُ ُدوا
اَّللَ َوَل تُ ْش ِرُكوا بِ ِه َش ْيئاً َوِِبل َْوالِ َديْ ِن إِ ْح َساَنً َوبِ ِذي الْ ُق ْرََب َوالْيَ تَ َامى
ِ الص
ِ ِّي َوال َْمساك
ِ َِوال َْمساك
ِ ب ِِب ْْلَْن
ِ اح
ِ ُّي َوا ْْلَا ِر ِذي الْ ُق ْرََب َوا ْْلَا ِر ا ْْلُن
ب َوابْ ِن
َّ ب َو
َ
َ
ِ ِالسب
َّ ت أَْميَانُ ُك ْم إِ َّن
)٣٦( ًب َم ْن َكا َن ُُمْتَاَلً فَ ُخورا
ُّ اَّللَ َل ُُِي
َّ
ْ يل َوَما َملَ َك
Terjemahnya:
Dan
sembahlah
Allah
dan
janganlah
kamu
mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apapun. Dan berbuat
baiklah kepada kedua orang tua, karib kerabat, anak-anak yatim,
orang-orang miskin, tetangga dekat dan tetangga jauh, teman
sejawat, ibnu sabil dan hamba sahaya yang kamu miliki. Sungguh
Allah tidak menyukai orang yang sombong dan membanggakan
diri.61
Ayat di atas, menuntun untuk berbuat baik kepada tetangga
dengan
memuliakannya,
misalnya
jika
dia
memerlukan
pertolongan maka tolonglah, jika ia meminjam, pinjamilah, kalau ia
fakir, bantulah dengan sedekah, jika ia sakit, tengoklah, jika ia
mendapat hal yang menggembirakan, berilah penghargaan, jika ia
ditimpa bahaya, sabarkanlah. Jika ia meninggal dunia, uruskan
jenazahnya sampai ke kuburnya. Selain itu janganlah meninggikan
bangunan rumah dari bangunannnya, kecuali sesudah izinnya.
Demikian pula jangan menyakiti hatinya dengan aroma makanan,
kecuali jika dapat memberikan sebagian untuknya, dan jika
membeli buah-buahan hadiahilah kepada anaknya sebahagiannya.
b. Silaturrahim dengan karib kerabat
Istilah silaturrahim (silah al-rahim) terdiri atas dua kata
“silah” (hubungan, sambungan) dan “al-rahim” (peranakan). Istilah
ini sebuah simbol dari hubungan baik penuh kasih sayang antara
sesama karib kerabat yang asal usulnya berasal dari satu rahim.
Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya h. 109.
61
M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? | 29
Dikatakan simbol karena “al-rahīm” (peranakan) secara materi
tidak dapat disambung atau dihubungkan dengan rahim lain.
Rahim yang diamaksud di sini adalah qarabah atau nasab yang
disatukan oleh rahim ibu. Hubungan antara satu sama lain diikat
dengan hubungan rahîm.62
Sedangkan dalam bahasa Indonesia sehari-hari dikenal
istilah silaturrahmi (silah al-rahîm) dengan pengertian yang lebih
luas, tidak hanya terbatas pada hubungan kasih sayang antara
sesama karib kerabat tetapi juga mencakup masyarakat yang lebih
luas. Dari segi bahasa istilah tersebut tidak keliru karena al-rahmi
juga mengandung makna kasih sayang. Karena itu silaturrahmi
berarti menghubungkan tali kasih sayang antara sesama anggota
masyarakat. Silaturrahim yang penulis maksudkan dalam buku ini,
yaitu hubungan kasih sayang yang tidak hanya terbatas pada
hubungan sebuah keluarga besar atau qarabah saja, tetapi secara
umum dimaksudkan pula kepada seluruh anggota masyarakat.
Memelihara hubungan silaturrahim dengan baik sesama
keluarga ataupun anggota masyarakat, menjadi karakter dan
akhlak orang yang telah mensucikan hatinya. Secara umum,
seorang muslim menganggap bahwa menjalin silaturrahim dengan
karib kerabat dan anggota masyarakatnya merupakan salah satu
cara untuk ber-taqarrub kepada Allah swt. Hal ini disebabkan
karena dalam hubungan silaturrahim mengandung nilai-nilai
agung, seperti yang tua menyayangi yang muda dan yang muda
menghormati yang tua, dan hal ini tidak hanya terbatas pada
Muhammad ibnu ‘Alan al-Siddiq, Dalīl al-Fālihin li Turūq Riyad al-Sālihīn
(Riyad: Dār al-Ifta, t. th.), h. 148. Lihat pula Yunahar Ilyas, h. 183.
62
30 | M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ?
lingkungan karib kerabat saja, tetapi sampai kepada hubungan
masyarakat.63
Secara konkret, silaturrahim dapat terwujud dalam bentuk:
memelihara dan meningkatkan kasih sayang sesama kerabat dan
anggota masyarakat dengan sikap saling mengenal satu sama lain,
hormat menggormati, bertukar salam, kunjung mengunjungi, surat
menyurat, bertukar hadiah, ziarah menziarahi, bantu membantu
dan lain sebagainya. Adapun manfaat yang diperolehnya yaitu
Rasulullah saw. menjanjikan pelakunya dengan rezeki yang lapang
dan umur yang panjang. Dengan demikian, silaturrahim adalah
salah satu sifat yang senantiasa dimiliki oleh orang yang hatinya
benar-benar bersih dan suci. Tanpa hati yang didasari kebersihan
dan kesucian maka sifat ini tidak dimiliki oleh orang selainnya.
Meskipun ditemukan banyak orang yang saling berkasih sayang di
antara mereka, tetapi kasih sayang yang mereka bina bukan karena
atas dasar cinta dan iman kepada Allah swt., yang demikian dapat
saja karena di dalamnya terdapat kepentingan yang sifatnya
duniawiyah. Menegakkan tali silaturrahim merupakan salah satu
prinsip pokok Islam, sebagaimana telah diperintahkan oleh Allah
swt. dalam Q.S. al-Nisā/4: 1.
ِ
ِ َّ َّ واتَّ ُقوا...
َّ ام إِ َّن
)۱( ًاَّللَ َكا َن َعلَْي ُك ْم َرقِيبا
َ اءلُو َن بِه َواأل َْر َح
َ اَّللَ الذي تَ تَ َس
َ
Terjemahnya:
… Bertakwalah kepada Allah yang dengan nama-Nya kamu
saling meminta, dan (peliharalah) hubungan kekeluargaan.
Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasimu.64
Berdasarkan ayat di atas, dapat diketahui bahwa orang yang
selalu memegang teguh tali silaturrahim akan membawa
Syeikh Abu Bakar Jabir al-Jazairi, Minhāj al-Muslim h. 259.
63
Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya h. 99.
64
M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? | 31
keberkahan bagi rezeki dan kehidupannya, dan kan menerima
kasih sayang dari Allah swt. baik di dunia maupun di akhirat, serta
akan membuat orang lain mencintai dirinya. seorang muslim akan
memperoleh dua pahala saat dia memperlakukan keluarganya
dengan baik dan hormat, satu pahala karena meneguhkan tali
silaturrahim dan satu pahala karena memberikan sedekah. Allah
swt. berfirman dalam Q.S. al-Isra/17: 26.
ِ
ِ و
ِ ِالسب
)۲٦( ًيل َوَل تُبَ ِِذ ْر تَ ْب ِذيرا
َّ ّي َوابْ َن
َ آت َذا الْ ُق ْرََب َح َّقهُ َوال ِْم ْسك
َ
Terjemahnya:
Dan berikanlah haknya kepada kerabat dekat, juga kepada
orang miskin dan orang yang dalam perjalanan, dan janganlah
kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros.65
Ayat di atas, menuntun untuk senantiasa berbuat baik, kendatipun
kesibukan pekerjaan, baik di rumah maupun di kantor membuat
sulit meluangkan waktu untuk bersilaturrahim, tetapi luangkanlah
waktu jika ada saudara, teman, atau kerabat yang sedang sakit dan
jangan lupa sempatkan untuk saling berkunjung ke rumah saudara
atau kerabat walau tidak sering. Mencintai dan menghormati
tetangga adalah termasuk dalam lingkup memelihara silaturrahim.
Islam
bahkan
mengajarkan
untuk
menaruh
hormat
dan
memberikan toleransi kepada tetangga sekalipun non muslim.
Menghormati tetangga non muslim merupakan salah satu contoh
toleransi yang ditekankan oleh Islam. Allah swt. berfirman dalam
Q.S. al-Nisā/4: 36.
َّ َوا ْعبُ ُدوا
اَّللَ َوَل تُ ْش ِرُكوا بِ ِه َش ْيئاً َوِِبل َْوالِ َديْ ِن إِ ْح َساَنً َوبِ ِذي اْل ُق ْرََب َوالْيَ تَ َامى
ِ الص
ِ ِّي َوال َْمساك
ِ َِوال َْمساك
ِ ب ِِب ْْلَْن
ِ اح
ِ ُّي َوا ْْلَا ِر ِذي الْ ُق ْرََب َوا ْْلَا ِر ا ْْلُن
ب َوابْ ِن
َّ ب َو
َ
َ
ِ ِالسب
َّ ت أَْميَانُ ُك ْم إِ َّن
)٣٦( ًب َم ْن َكا َن ُُمْتَاَلً فَ ُخورا
ُّ اَّللَ َل ُُِي
َّ
ْ يل َوَما َملَ َك
Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya, h. 388.
65
32 | M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ?
Terjemahnya:
Dan
sembahlah
Allah
dan
janganlah
kamu
mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apapun. Dan berbuat
baiklah kepada kedua orang tua, karib kerabat, anak-anak yatim,
orang-orang miskin, tetangga dekat dan tetangga jauh, teman
sejawat, ibnu sabil dan hamba sahaya yang kamu miliki. Sungguh
Allah tidak menyukai orang yang sombong dan membanggakan
diri.66
Betapa pentingnya silaturrahim, Islam memerintahkan
untuk senantiasa memeliharanya, sebab orang yang memutuskan
tali silaturrahim akan menerima kemurkaan dari Allah, akan
mengalami kesengsaraan dan bencana. Begitu banyak perintah
yang diberikan oleh Allah swt., untuk terus memelihara tali
silaturrahim. Oleh karena itu harus selalu dibudayakan sikap
memelihara silaturrahim dalam praktik sehari-hari, dengan
senantiasa peduli dengan nasib saudara-saudara yang teraniaya,
terzalimi, dan duafa, sudah saatnya untuk peka dengan keadaan
tetangga. Salah satu kiat memelihara silaturrahim adalah dengan
jalan zikir kepada Allah. orang yang senantiasa berzikir kepada
Allah swt. adalah orang yang selalu memelihara silaturrahim
dengan Sang Pencipta, dan orang yang senantiasa menjaga
silaturrahim dengan-Nya, dia pasti akan menjaga silaturrahim
dengan sesama makhluknya.
c. Saling berkasih sayang sesama anggota masyarakat
Berkasih sayang sesama anggota masyarakat adalah salah
satu akhlak mulia. Selain itu, di antara akhlak mulia yang
dihasilkan orang telah membersihkan hatinya dalam kehidupan
sosialnya ialah sangat penyayang terhadap dirinya sendiri dan
orang lain, bahkan sifat kasih sayang telah menjadi sebuah
karakter hidupnya. Kasih sayang tidak lain kecuali menunjukkan
Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya h. 158.
66
M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? | 33
kejernihan dan kesucian hati seseorang. Hakikat kasih sayang
sebagaimana dikemukakan Syeikh Abu Bakar Jabir al-Jazairi adalah
kelembutan hati dan empati jiwa yang meliputi ampunan dan
ihsan, tetapi kasih sayang itu bukan murni hanya empati jiwa saja
tanpa membuahkan bekas di luar jiwa. Bahkan kasih sayang
memiliki pengaruh yang kuat, dan hakikat perwujudannya itu
tampak di alam nyata.67
Berdasarkan kutipan di atas, dapat didukung dengan firman
Allah Q.S. Ali Imrān/3: 133-134.
ِ ات واألَر
ِ َّت لِل
ّي
َّ ض َها
ُ َو َسا ِر ُعوا إِ ََل َم ْغ ِف َرةٍ ِم ْن َربِِ ُك ْم َو َجن ٍَّة َع ْر
َ ْمتَّق
ُ ْ َ ُ الس َم َو
ُ ْ ض أُعد
ِ َّ الس َّر ِاء والض
ِ
ِ
ِ ) الَّ ِذ۱٣٣(
ِ ّي َع ْن الن
َّاس
َ ّي الْغَْي
َ ظ َوال َْعاف
َ َّراء َواْل َكاظ ِم
َ َّ ين يُ ْنف ُقو َن ِِف
َ
ِ ب ال
ِ َّ و
)۱٣٤( ّي
َ ِْم ْحسن
ُ ُّ اَّللُ ُُي
َ
Terjemahnya:
Dan bersegeralah kamu mencari ampunan dari Tuhanmu
dan mendapatkan surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang
disediakan bagi orang-orang yang bertakwa, (yaitu) orang yang
berinfak, baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang yang
menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang lain. Dan
Allah mencintai orang-orang yang berbuat kebaikan.68
Berdasarkan ayat di atas, dapat dipahami bahwa kalau
manusia memiliki lidah yang tak pelit meminta dan menerima
maaf maka sungguh indah kehidupannya. Oleh karena itu tidak
perlu saling mencari kesalahan orang lain, kalau bersalah
bersegeralah meminta maaf, dan kalau dimintai maaf, maka
bersegeralah
memaafkan.
Apalagi
kalau
permintaan
dan
pemberian maaf itu disertai dengan hati yang tulus dan ikhlas,
maka tidak perlu lagi membalas menjelek-jelekkan sesama
Syeikh Abu Bakar Jabir al-Jazairi, Minhāj al-Muslim h. 211.
67
Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya h. 84.
68
34 | M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ?
manusia yang sedang khilaf atau lalai. Sebagaimana firman Allah
dalam Q.S. al-Nisā/4: 149.
ٍ إِ ْن تُب ُدوا خرياً أَو ُُتْ ُفوه أَو تَ ع ُفوا عن س
َّ وء فَِإ َّن
)۱٤۹( اَّللَ َكا َن َع ُف ِواً قَ ِديْ ًرا
ْ َْ ْ
ُ َْ ْ ْ ُ
Terjemahnya:
Jika
kamu
menyatakan
sesuatu
kebajikan,
menyembunyikannya atau memaafkan sesuatu kesalahan (orang
lain), maka sungguh, Allah Maha Pemaaf, Mahakuasa. 69
Dengan demikian, tidak ada alasan bagi manusia untuk
tidak atau enggan memberi maaf kepada orang-orang yang telah
berbuat jahat, bahkan yang telah menganiaya. Sungguh merupakan
perjuangan hati yang sangat berat untuk memaafkan orang yang
telah berbuat zalim. Oleh karena itu perlu diingat bahwa begitu
banyak keutamaan yang dapat diperoleh dengan memberi dan
meminta maaf, baik di dunia maupun di akhirat dengan
memelihara sifat al-afwu di hati, sebab dengan menanamkan
keindahan maaf di hati, dengan meniru perilaku Salaf al-Salih yang
senantiasa memberi maaf kepada sesama, dan setiap saat meminta
maaf (ampunan) kepada Allah swt. dengan senantiasa beristigfar,
mengamalkan salat sunah taubat dengan memanjatkan istigfar
yang paling mulia (sayyid al-istigfār) dalam doa. Bentuk kasih
sayang yang dapat diterapkan di tengah-tengah masyarakat,
seperti memberikan maaf kepada orang yang khilaf, memberi
ampun orang yang bersalah, menolong orang yang kesusahan dan
bersedih hati, membantu yang sedang kesempitan, memberi
makan orang yang kelaparan, memberi pakaian kepada orang yang
tidak mempunyai pakaian, mengunjungi orang yang sakit atau
yang tertimpa musibah, dan lain sebagainya.
Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya, h. 134.
69
M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? | 35
Dari ketiga hal yang telah dijelaskan di atas, kesemuanya
menunjukkan pada dampak proses pembentukan hati yang
membekas pada hati seseorang yang telah berupaya dan
bermujahadah semaksimal mungkin dalam kehidupannya untuk
memelihara dan memperhatikan kesucian dan kejernihan hatinya,
sehingga hal demikian tercermin dan terealisasikan pada tiga
aspek akhlak penting, seperti akhlak kepribadiannya, akhlak
sosialnya, dan tat kala pentingnya juga mampu mengetahui dan
menjaga tentang akhlak/adab terhadap sang penciptanya.
Anak adalah amanah Allah yang sangat berharga. Karena
anak, orang tua dituntut untuk mendidiknya sejak dalam
kandungan ibunya sampai ia dewasa. Mengapa demikian?. Sebab
anak yang lahir ke dunia dalam keadaan suci (fitrah) maka saat
kembali kepada sang pemiliknya Allah swt. harus suci pula tanpa
noda dan dosa. Itulah sebabnya pendidikan terhadap anak
(tarbiyyah al-awlād) dalam pandangan Islam hukumnya wajib,
sehingga sesibuk apapun pekerjaan seorang pendidik terutama
kepada orang tua maka pendidikan untuk anak-anaknya tak
terbengkalai. Salah satu hal penting dalam mendidik anak adalah
upaya pensucian jiwa mereka (tazkiyah al-nafs) yang diharapkan
dapat menjadi manusia beriman dan bertakwa, tidak suka
mengganggu orang lain, ataupun manusia yang tidak menyusahkan
kedua orang tuanya kelak.
Dalam kajian Islam ditegaskan pula bahwa setiap anak itu
dilahirkan dalam fitrah yang suci. Sehingga seorang bayi hidup
dalam alam paradiso (kalau mati dalam Islam dianggap langsung
masuk
surga).
Dalam
perkembangan
selanjutnya,
karena
kelemahannya sendiri sang bayi yang tumbuh pelan-pelan menjadi
dewasa lalu tergoda dengan ketertarikan kehidupan dunia,
36 | M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ?
sehingga sedikit demi sedikit dia masuk ke alam inferno “neraka
dunia”.70 Karena dosanya, hatinya pun menjadi kotor. Dalam suatu
keadaan yang disebut pensucian, manusia dilatih kembali untuk
lepas dari infernonya atau dari neraka dunia. Inilah proses alam
pensucian jiwa dan mendidik qalb, dari sini akan terbuka kembali
alam kefitrahannya, meskipun pada dasarnya setiap manusia
dilahirkan dalam keadaan fitrah. Fitrah yang dimaksudkan dalam
konteks tersebut bukanlah sesuatu yang didapatkan atau
diusahakan, tetapi sesuatu yang ingin ditemukan kembali. Oleh
sebab itu term yang dipakai dalam perayaan hari raya Idul Fitri
“kembali ke fitrah” yang secara simbolik maknanya adalah
merayakan kembalinya jiwa ke alam paradiso atau alam kefitrahan
manusia.
Dengan demikian kenyataan yang menunjukkan bahwa manusia
itu memiliki fitrah beragama, buat pertama kali ditegaskan dalam
ajaran Islam yakni agama adalah kebutuhan fitri manusia. Fitrah
beragama yang ada dalam diri manusia inilah salah satu faktor
yang melatar belakangi perlunya manusia pada pendidikan qalb.
Oleh karenanya, ketika datang wahyu Allah yang menyeru manusia
supaya beragama maka seruan tersebut memang amat sejalan
dengan fitrahnya itu. Dalam konteks ini misalnya ketika seorang
membaca ayat yang tertera dalam Q.S. al-Rūm/30: 30.
َِّ اَّلل الَِِّت فَطَر النَّاس علَي ها َل تَ ب ِديل ِِلَل ِْق
َِّ َك لِل ِِدي ِن حنِيفاً فِطْرة
ك
َ ِاَّلل ذَل
َ فَأَقِ ْم َو ْج َه
َ
َ
َ ْ َْ َ َ َ
ِ
ِ ين الْ َقيِِ ُم َولَ ِك َّن أَ ْكثَ َر الن
)٣۰( َّاس َل يَ ْعلَ ُمو َن
ُ ال ِد
70
Istilah di atas dimaksudkan untuk mengungkapkan kondisi manusia yang
menjauhi dari suara hatinya yang suci.
M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? | 37
Terjemahnya:
Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama
(Islam); (sesuai) fitrah Allah disebabkan Dia telah menciptakan
manusia menurut fitrah (fitrah) itu Tidak ada perubahan pada
ciptaan Allah, (Itulah) agama yang lurus, tetapi kebanyakan
manusia tidak mengetahui.71
Berdasarkan ayat di atas, penulis pertegas kembali bahwa
manusia diciptakan dengan membawa fitrah (potensi) keagamaan
yang hanīf, benar, dan tidak dapat menghindar meskipun boleh jadi
dia mengabaikan atau tidak mengakui keberadaannya. Dalam hal
ini, terdapat perbedaan dengan teologi Kristen yang memandang
manusia berfitrah negatif dengan menyandang dosa warisan,
sekalipun Q.S. al-Baqarah/2: 266 memandang manusia mempunyai
potensi positif lebih besar dibanding potensi negatifnya, seperti
telah diuraikan sebelumnya yang mengisyaratkan bahwa manusia
lebih mudah untuk berbuat baik dari pada berbuat jahat. 72 Dengan
demikian, hakikat manusia tampak pertama kali pada fitrah yang
telah ditetapkan Allah atas dirinya. Hal ini disebabkan oleh karena
manusia hidup dalam alam realitas dengan mengungkapkan fitrah
berupa potensi yang ada dalam dirinya. Islam sebagai agama
paripurna sangat memperhatikan dan mengakui seluruh potensi
dalam diri manusia dengan segala tuntutannya. Begitu pula Islam
dengan kemuliaan ajarannya memberikan kewenangan kepada
fitrah manusia untuk mengaktualisasikan dirinya, selama hal
tersebut tidak bertentangan dengan ajaran agama.
Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya h. 574.
71
72
Statemen tersebut sejalan dengan pernyataan M. Quraish Shihab yang
mengatakan bahwa nafs itu berpotensi positif dan negatif, tetapi diperoleh isyarat
bahwa pada hakikatnya potensi positif manusia lebih kuat dari pada potensi
negatifnya, hanya saja daya tarik keburukan lebih kuat dari pada daya tarik
kebaikan. Lihat M. Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur’an, (Cet. 3; Bandung: Mizan,
1996), h. 286.
38 | M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ?
Berkenaan dengan uraian di atas, Muhammad al-Gazali
dalam Khulūq al-Muslim menyebutkan bahwa di dalam jiwa
manusia terdapat dua fitrah,73 yakni fitrah yang baik dan fitrah
yang buruk.
1. Fitrah yang baik
Mendorong kepada kebaikan yang bermanfaat bagi
kehidupan manusia dalam perkembangan jiwanya, sehingga
jiwa merasa dapat menemukan dan melaksanakan kebaikan
tersebut.
َِّ ك لِل ِِدي ِن حنِيفاً فِطْرَة
َِّ اَّلل الَِِّت فَطَر النَّاس علَي ها َل تَ ب ِديل ِِلَل ِْق
اَّلل
َ فَأَقِ ْم َو ْج َه
َ
َ
َ ْ َْ َ َ َ
ِ َ َِذل
ِ ين الْ َقيِِ ُم َولَ ِك َّن أَ ْكثَ َر الن
)٣۰( َّاس َل يَ ْعلَ ُمو َن
ُ ك ال ِد
Terjemahnya:
Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama
(Islam); (sesuai) fitrah Allah disebabkan. Dia telah menciptakan
manusia menurut (fitrah) itu. Tidak ada perubahan pada ciptaan
Allah, (itulah) agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia
tidak mengetahui.
2. Fitrah yang buruk
Dalam jiwa manusia ada kecenderungan untuk berlaku
tidak baik atau kecenderungan berbuat buruk sebagaimana
yang dijelaskan dalam Q.S. al-Syams/91: 7-8.
ٍ َونَ ْف
)۸( ورَها َوتَ ْق َو َاها
َ ) فَأَ َْلََم َها فُ ُج۷( س َوَما َس َّو َاها
Terjemahnya:
Demi jiwa serta penyempurnaan (ciptaan)nya, maka Dia
mengilhamkan
kepadanya
(jalan)
kejahatan
dan
ketakwaannya,74
Muhammad al-Gazali, Khulūq al-Muslim (Bandung: Mizan, 1989), h. 99.
73
Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya h. 896.
74
M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? | 39
Menurut Quraish Shihab, bahwa kata mengilhamkan
pada ayat di atas berati potensi agar manusia melalui nafs dapat
menangkap makna baik dan buruk, serta dapat mendorongnya
untuk melakukan kebaikan dan keburukan, dari pendapat ini
terlihat perbedaan pengertian kata tersebut menurut versi AlQur’an dengan terminologi kaum sufi, yang oleh Imam al-Gazali
sebagaimana dikutip Achmad Mubarak dinyatakan bahwa nafs
ialah sesuatu yang melahirkan sifat tercela dan perilaku buruk.
Pengertian kaum sufi ini mirip dengan yang didefinisikan dalam
Kamus Umum Bahasa Indonesia yang antara lain menjelaskan
nafs sebagai dorongan hati yang kuat untuk berbuat kurang
baik. Dari perbedaan persepsi di atas, penulis lebih cenderung
memahami nafs tidak selalu berkonotasi negatif seperti yang
dapat dipahami dalam Q.S. al-Isra/17: 15, dan Q.S. al-Syams/91:
7-8. Meskipun di satu sisi nafs berpotensi untuk melakukan
keburukan, hal ini tidak terlepas dari berbagai faktor yang dapat
mempengaruhi perbuatan nafs itu sendiri.
Mengacu pada beberapa uraian tersebut, menunjukkan
bahwa ajaran Islam dibangun atas dasar respon terhadap fitrah
manusia serta kecenderungannya, di samping penyesuaian
dengan kenyataan pada diri manusia. Zacky Syafaat, dalam
Filsafat Manusia mengungkapkan bahwa manusia mempunyai
dua sifat pribadi yaitu: pertama, mencerminkan hakikat
kemanusiaannya, dan kedua, menjadikannya sebagai bagian
terpenting dalam pembangunan masyarakat. Dengan kedua sifat
kepribadian itu, manusia mempunyai hak dan kewajiban yang
40 | M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ?
dapat meningkatkan kedudukannya ke martabat yang lebih
tinggi.75
Kepribadian manusia yang tergambar dalam kutipan di
atas, memberikan peluang besar kepada seluruh komunitas
sekolah selaku pengemban teori pendidikan untuk dapat
terlibat.
Kepala
sekolah
sebagai
pimpinan
di
sekolah,
berkewajiban untuk dapat mengkoordinir segala kebutuhankebutuhan sekolah demi mewujudkan tercapainya karakter
peserta didik yang religius. Karakter peserta didik yang religius
inilah
yang
akan
menjawab
pesatnya
kemajuan
ilmu
pengetahuan dan teknologi. Kemajuan Iptek tanpa dibarengi
dengan modal pemahaman keagamaan akan sangat timpang.
Ketimpangan tersebut terlihat dengan munculnya berbagai
tindakan kriminal peserta didik, baik yang terjadi di lingkungan
sekolah, maupun di luar lingkungan sekolah, seperti tawuran di
kalangan generasi muda penerus bangsa dari kalangan anakanak usia remaja sampai di kalangan usia orang dewasa
(mahasiswa). Oleh karena itu, tanggung jawab pendidikan
kembali dipertanyakan siapakah yang bertanggung jawab dalam
menangani hal ini? Sebagai seorang muslim yang beriman
tentunya berpandangan bahwa yang menjadi tanggung jawab
atas semua hal ini adalah setiap individu yang memiliki
kompetensi, sebagai orang tua dia berkewajiban, sebagai
pendidik juga berkewajiban, dan sebagai masyarakat juga punya
Zacky Syafa’at, Filsafat Manusia (Surabaya: Terbit Terang, 2000), h. 46.
Lihat pula Abdul Mujib, Ilmu Pendidikan Islam (Cet. 1; Jakarta: t.p., 2006), h. 53.
Penjelasannya; fitrah asli manusia itu boleh jadi baik dan boleh jadi buruk sekalipun
fitrah yang baik merupakan primer, sedang yang buruk merupakan sekunder. Hal ini
berbeda dengan malaikat yang hanya berfitrah baik, atau setan yang berfitrah buruk,
ataukah hewan/ tumbuh-tumbuhan dan benda-benda mati lainnya yang tidak ada
baik dan tidak ada buruk pada fitrahnya.
75
M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? | 41
kewajiban. Ketiga pengemban sekaligus penanggung jawab
jalannya pendidikan bagi peserta didik ini diistilahkan dengan
sebutan Tri Pusat Pendidikan (formal, informal, dan non formal)
yang tidak dapat terlepaskan dan saling berkorelasi satu sama
lain.
Berbicara tentang kepribadian seorang individu banyak
hal yang dapat mempengaruhi perkembangannya, antara lain
adalah pengaruh keluarga. Hal ini
sangat menentukan
keperibadian sang anak, karena baik dan buruknya kepribadian
seseorang sangat tergantung pada bagaimana mengembangkan
potensinya, mengawasinya, membantu anak dalam kesulitan
belajar, dan membimbingnya ke segala aktivitas yang ada di
dalam kelas. Begitu pula lingkungan masyarakat berpengaruh
terhadap perkembangan kepribadian seorang anak.76
Dengan demikian, orangtua adalah pendidik pertama
dalam kehidupan anak-anaknya. Kepribadian dan akhlaknya
merupakan cerminan bagi hidup sang buah hatinya kelak, begitu
pula dengan sikap dan cara hidup mereka termasuk unsurunsur
pendidikan
yang
secara
tidak
langsung
akan
mempengaruhi kepribadian anak yang sedang tumbuh. Dalam
hal ini Zakiah Daradjat, berpendapat bahwa berbicara masalah
anak dan orang tua, tidak terlepaskan dari tanggung jawab
orangtua sebagai pendidik dalam lingkungan keluarga, karena
pada hakikatnya para orang tualah yang mempunyai harapanharapan agar anak mereka tumbuh dan berkembang menjadi
anak yang baik. Dari didikan orang tualah sehingga anak dapat
membedakan mana yang baik dan mana yang buruk dan tidak
76
M. Sattu Alang, Kesehatan Mental dan Terapi Islam (Cet. 2; Makassar:
Berkah Utami, 2005), h. 38.
42 | M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ?
terjerumus dalam perbuatan-perbuatan yang dapat merugikan
dirinya sendiri maupun orang lain.77 Untuk lebih jelasnya dapat
dilihat apa yang dikemukakan M. Sattu Alang dalam bukunya
“Kesehatan Mental dan Terapi Islam” tentang beberapa tanggung
jawab (kewajiban-kewajiban) orangtua terhadap anak-anaknya,
yaitu:
a. Memberi nama terhadap anaknya
Orangtua mempunyai kewajiban untuk memberikan nama yang
baik pada anak-anaknya, begitu juga dengan julukan dan gelar.
Nama dapat dipahami sebagai pujian, maki-makian atau bukan
keduanya, tetapi yang dapat dipahami adalah gelar. Hal ini
berdasarkan firman Allah dalam Q.S. al-Hujurāt/49: 11.
ٍ ِ ََّي أَيُّها الَّ ِذين آمنوا َل يسخر ق
ِ
ِ
ساءٌ ِم ْن نِ َس ٍاء
ٌ ْ َ ْ َ َُ َ
َ َ
َ سى أَ ْن يَ ُكونُوا َخ ْرياً م ْن ُه ْم َوَل ن
َ وم م ْن قَ ْوم َع
ِ اب بِْئ
ِ َعسى أَ ْن يَ ُك َّن َخ ْرياً ِم ْن ُه َّن َوَل تَ ل ِْم ُزوا أَن ُفس ُك ْم َوَل تَ نَابَ ُزوا ِِبألَلْ َق
سو ُق
ُ س اَل ْس ُم الْ ُف
َ
َ
َ
ِ
)۱۱( ك ُه ْم الظَّالِ ُمو َن
َ ِب فَأ ُْولَئ
ْ ُبَ ْع َد ا ِإلميَان َوَم ْن ََلْ يَت
Terjemahnya:
Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah suatu kaum
mengolok-olok kaum yang lain, (karena) boleh jadi mereka
(orang yang diperolok-olokkan) lebih baik dari mereka (yang
mengolok-olokkan) dan jangan pula perempuan-perempuan
(mengolok-olokkan) perempuan lain, (karena) boleh jadi
perempuan (yang diperolok-olokkan) lebih baik dari
perempuan (yang mengolok-olok) janganlah kamu saling
mencela satu sama lain, dan janganlah saling memanggil dengan
gelar yang buruk. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan)
yang buruk (fasik) setelah beriman. Dan barang siapa yang tidak
bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim.78
77
Zakiah Daradjat, Ilmu Jiwa Agama (Cet. 7; Jakarta: Bulan Bintang, 1979),
h. 71.
Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya h. 744-745.
78
M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? | 43
b. Menanamkan pendidikan agama sejak dini
Pendidikan agama yang perlu diterapkan kepada anak
sejak usia dini, antara lain; membisikkan kalimat tauhid,
mengajarinya
akhlak
yang
mulia,
mengIslamkan
atau
menghitaninya, dan menyekolahkannya. 79
Berdasarkan pada kedua pendapat tersebut, dipahami
bahwa orangtua mempunyai tanggung jawab yang besar
terhadap
pembentukan
karakter
kejiwaan
anak-anaknya.
Olehnya itu, pendidikan agama seyogyanya diberikan kepada
mereka dimulai sejak kecil sampai mereka dewasa. Sebuah
contoh yang dapat dikemukakan, seperti mengajarinya salat,
puasa, membaca Al-Qur’an, dan lain sebagainya. Terkhusus
ketika mereka telah menginjak usia dewasa maka hendaknya
menaruh perhatian besar kepadanya, sehingga dengan adanya
perhatian seperti ini dapat melestarikan potensi kesucian yang
telah dibawanya sejak lahir ke dunia. Di lingkungan formal
seorang pendidik juga mempunyai tanggung jawab yang besar
terhadap pembentukan karakter peserta didiknya yang bersifat
religius. Karena bagaimana pun, selama ini pendidik telah
tercitrakan sebagai orang yang serba tahu dan serba mampu.
Bahkan ada sebuah ungkapan yang mengatakan; guru itu digugu
dan ditiru. Ini menempatkan seorang pendidik pada posisi
superior di atas peserta didiknya.
Singgih D. Gunarso seperti yang dikutip M. Sattu Alang
menjelaskan; salah satu tanggung jawab seorang pendidik
terhadap peserta didiknya dalam pembentukan kepribadian
mereka yaitu berupa pengawasan yang ketat. Kegiatan yang
dilakukan oleh peserta didik itu berdasarkan instruksi dari guru
79
M. Sattu Alang, Kesehatan Mental dan Terapi Islam h. 33-35.
44 | M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ?
yang berfungsi sebagai top manajer dalam kelas. Upaya ini
dilakukan dengan maksud untuk memelihara hubungan
emosional antara peserta didik dengan pendidiknya. Ancaman
terkadang diberikan kepada mereka untuk mengiringi peserta
didik menjadi terkontrol dalam pengawasan gurunya.80
Statemen
yang
disebutkan
di
atas,
memberikan
pemahaman bahwa salah satu peran (tanggung jawab) seorang
pendidik dalam membentuk peserta didiknya yang berjiwa
agamis yang berupa pengawasan yang ketat. Sebuah contoh
yang dapat diutarakan dalam kaitannya dengan upaya untuk
menjaga dan melestarikan fitrah kesucian jiwa mereka, seperti;
menuntun dan mengawasinya agar terbiasa melaksanakan salat
berjamaah di sekolah, mengawasi dalam muamalahnya baik
sesama
temannya
terlebih
kepada
para
pendidiknya,
mengawasinya untuk tidak menyontek pada waktu ujian, dan
beberapa bentuk pengawasan lainnya yang dapat dilakukan
oleh seorang pendidik khususnya di lingkungan sekolah. Pada
usia sekolah menengah pertama (SMP) adalah masa krisis
dalam proses pertumbuhan dan perkembangan daya nalar
peserta didik, di mana anak dalam usia seperti ini berupaya
untuk mencari jati dirinya dan mulai matangnya fungsi-fungsi
organ reproduksinya, sehingga menjadikan anak pada posisi
pancaroba yang sewaktu-waktu dapat berubah sifat dan
kepribadiannya.
M. Sattu Alang menyatakan bahwa pada usia anak 12-13
bahkan sampai 19 tahun adalah masa keingin majuan dalam
80
Singgih D. Gunarso, et. al., Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja
(Jakarta: Gunung Mulia, 2000), h. 109. Lihat pula M. Sattu Alang, Kesehatan Mental
dan Terapi Islam h. 42.
M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? | 45
memahami kenyataan mencapai puncaknya. Pertumbuhan
jasmani semakin subur, kejiwaannya semakin tenang seakanakan dia bersiap untuk menghadapi perubahan yang akan
datang.81 Senada dengan statemen ini, Zulkifli dalam Psikologi
Perkembangan
menegaskan
pula
bahwa
ketika
anak
perempuan berusia 12-13 tahun dan anak laki-laki berusia 1314 tahun mereka mengalami masa krisis dalam proses
pertumbuhannya. Pada masa ini mulai timbul kritik terhadap
diri sendiri, kesadaran akan kemauan, penuh pertimbangan,
mengutamakan tenaga sendiri yang disertai dengan berbagai
pertentangan yang timbul dari lingkungannya, dan pada usia 1219 tahun inilah masa pubertas berlangsung. 82
Berdasarkan
kedua
argumentasi
di
atas,
jika
dikorelasikan dengan fenomena perkembangan peserta didik di
usia sekolah menengah pertama dan sekolah menengah umum,
dari sudut pandang agama ternyata perkembangan potensi
(fitrah beragama) mereka benar-benar memerlukan bimbingan
dan arahan yang tepat agar nilai-nilai kemanusiaan pada dirinya
terpelihara, sehingga kelak dapat mengetahui jati diri mereka
yang sesungguhnya dan dapat mengembangkannya ke arah
yang lebih positif.
Berdasarkan uraian di atas, penulis berasumsi bahwa
salah satu alasan mendasar mengapa pendidikan qalb perlu
dilakukan pada manusia, dan kepada peserta didik di sekolah
menengah pertama dan sekolah menengah umum, di perguruan
tinggi, bahkan di lingkungan pendidikan informal dan non
81
M. Sattu Alang, Kesehatan Mental dan Terapi Islam h. 37.
82
Zulkifli, Psikologi Perkembangan (Cet. 1; Bandung: Rosdakarya, 1986), h.
10-11.
46 | M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ?
formal,
yaitu disebabkan karena untuk tetap menjaga dan
melestarikan potensi (fitrah) kesucian yang telah dibawanya
sejak lahir ke permukaan dunia ini. Potensi kesucian ini
memerlukan pembinaan, pengarahan, dan pengembangan dari
orang-orang yang memiliki kompetensi di dalamnya, yaitu
dengan cara mengenalkan ajaran agama kepadanya.
C. MAKNA QALB DALAM AL-QUR’AN
Dalam al-Qur’an, qalb (hati) disebut sebagai alat untuk
memahami realitas dan nilai-nilai sebagaimana dalam Q.S. al-Hajj/22:
46.
ِ أَفَ لَ ْم يَ ِسريُوا ِِف األ َْر
وب يَ ْع ِقلُو َن ِِبَا أ َْو آ َذا ٌن يَ ْس َم ُعو َن ِِبَا فَِإ ََّّنَا َل
ٌ ُض فَ تَ ُكو َن ََلُ ْم قُل
ِ
)46( الص ُدوِر
ُّ وب الَِِّت ِِف
ُ ُار َولَك ْن تَ ْع َمى الْ ُقل
َ ْتَ ْع َمى األَب
ُص
Terjemahnya:
Maka tidak pernakah mereka berjalan di bumi, sehingga hati
(akal) mereka dapat memahami, telinga mereka dapat medengar?
Sebenarnya bukan mata itu yang buta, tetapi yang buta ialah hati yang di
dalam dada.83
Selanjutnya Q.S.al-A’rãf/7: 179.
ِ
ِ َّم َكثِرياً ِم ْن ا ْْلِ ِِن َوا ِإل
وب َل يَ ْف َق ُهو َن
ٌ ُنس ََلُ ْم قُل
ٌ ُوب َل يَ ْف َق ُهو َن ِِبَا ََلُ ْم قُل
َ َولَ َق ْد ذَ َرأْ ََن ْلََهن
ِ ّي َل ي ْب
ِ
َض ُّل
َ ِص ُرو َن ِِبَا َوََلُ ْم آذَا ٌن َل يَ ْس َم ُعو َن ِِبَا أ ُْولَئ
َ ك َكاألَنْ َع ِام بَ ْل ُه ْم أ
ُ ٌُ ِبَا َوََلُ ْم أَ ْع
)179( ك ُه ْم الْغَافِلُو َن
َ ِأ ُْولَئ
Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya h. 671.
83
M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? | 47
Terjemahnya:
Dan sungguh, akan Kami isi neraka Jahanam banyak dari
kalangan jin dan manusia. Mereka memiliki hati, tetapi tidak
dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka
memiliki mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tandatanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak
dipergunakannya untuk mendengarkan (ayat-ayat Allah). Mereka
seperti hewan ternak, bahkan lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang
yang lengah.84
Dalam bahasa Indonesia, qalb digunakan untuk menyebut hati,
baik dalam arti fisik (liver) maupun secara maknawi, tetapi dalam
bahasa Arab, term qalb digunakan untuk menyebut banyak hal, seperti
jantung, isi, akal, semangat keberanian, bagian dalam, bagian tengah, dan
untuk menyebut sesuatu yang murni, bukan untuk menyebut organ
tubuh yang disebut hati, sementara untuk organ hati itu digunakan term
al-kabid.
Bagaimana ajaibnya hati dapat disimak dari ungkapan sehari-hari
“dalamnya laut dapat diduga dalamnya hati siapa tahu”, atau ungkapan
hatiku tak bisa dibohongi. Hati menjadi ukuran kualitas manusia
terungkap pada kalimat berhati emas, berhati baja, berhati iblis. Manusia
yang suka merenungkan dirinya akan dapat bukan hanya merumuskan,
tetapi juga merasakan apa yang disebut; panas hati, gelap hati, jatuh hati,
iri hati, isi hati, kecil hati, besar hati, kelembutan hati dan lain ungkapan
yang bernuansa ajaib. Hati bukan hanya dapat merasakan, tetapi juga
memproduk pengetahuan. Untuk dapat menduga seberapa dalamnya
hati itu, berikut ini berbagai informasi tentang hati menurut al-Qur’an.85
Bahasa mengenal istilah hati nurani atau kata hati, atau hati kecil
untuk menyebut kejujuran seseorang atas diri sendiri. Kata nurani
Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya h. 329.
84
Achmad Mobarok, Psikologi Qur’ani (Cet. 1; Jakarta: Pustaka Firdaus,
2001), h. 39.
85
48 | M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ?
diduga berasal dari bahasa Arab (nûr) yang artinya cahaya, dan nurani
(nurãniyyun) artinya sebangsa cahaya atau yang bersifat cahaya,
sehingga hati nurani dapat disebut sebagai cahaya hati atau lubuk hati
yang terdalam. Dalam bahasa Arab, hati nurani dalam pengertian
tersebut dapat disebut basirah yang berasal dari kata basara-absaru.
M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? | 49
50 | M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ?
BAB II
FENOMENA QALB
Ahmad Farid dalam kitabnya Tazkiyah al-Nufus, kitab yang berisi
pemikiran Imam Ibnu Rajab al-Hambali, al-Hafiz Ibnu Qayyim al-Jauziyah,
dan Imam al-Gazali, membagi hati manusia ke dalam tiga karakter 1) hati
yang sehat, 2) hati yang mati, dan 3) hati yang sakit. 86 Qalb bisa hidup,
sehat (salim) dan bisa sakit, tidak sehat (marid). Sehubungan dengan
pernyataan ini, qalb diklasifikasikan oleh Ahmad Farid pada tiga macam,
yaitu: hati yang sehat (al-qalb al-sahīh/al-qalb al-salim, hati yang mati (alqalb al-mayyit), dan hati yang sakit (al-qalb al-marid).87
Pembagian hati yang dikemukakan Ahmad Farid, sejalan dengan
pengelompokan hati versi Ibnu al-Qayyim al-Jauziyah, seperti yang tertera
dalam Thibb al-Qulub. Akan tetapi dalam pembahasan kitab tersebut, Ibnu
al-Qayyim al-Jauziyah lebih mengedepankan uraian tentang hati yang
sehat, kemudian hati yang sakit, dan hati yang mati.88 Berikut uraiannya:
A. QALB YANG SEHAT (al-qalb al-sahīh/al-qalb al-salim)
Ahmad Farid mendefinisikan hati yang sehat sebagai hati yang
selamat. Menurutnya, pada hari kiamat nanti barang siapa datang
menghadap Allah swt. tanpa membawanya maka dia tidak akan
selamat.89 Berbeda dengan definisi Ibnu al-Qayyim al-Jauziyah
Ahmad Farid, al-Bahru al-Rāiq fi al-Zuhdi wa al-Raqāiq, terj. Muhammad
Suhadi, Selamatkan Hati dari Tipu Daya Setan! Gizi Hati (Solo: Aqwam, 2007), h. 2123.
86
Ahmad Farid, Tazkiyah al-Nufūs wa Tarbiyyatuhā kamā Yuqarriruh
‘Ulamā’ al-Salaf (Beirut: Dār al-Qalam, 2001), h. 25.
87
88
Ibnu al-Qayyim al-Jauziyah, Tibb al-Qulūb, terj. Tajuddin, Obat Hati
Antara Terapi Ibnu al-Qayyim al-Jauziyah dan Ilusi Kaum Sufi (Cet. 1; Jakarta: Dar
al-Haq, 2007), h. 76.
Lihat Ahmad Farid, Tazkiyah al-Nufūs wa Tarbiyyatuhā kamā Yuqarriruhū
‘Ulamā’ al-Salaf h. 25.
89
M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? | 51
mengemukakan bahwa hati yang sehat adalah hati yang terbebas dari
setiap syahwat, keinginan yang bertentangan dengan perintah Allah swt.
dan dari setiap syubhat, serta ketidak jelasan yang menyeleweng dari
kebenaran. Hati ini selamat dari beribadah kepada selain Allah swt.,
iradah-Nya, mahabbah-Nya, inabah-Nya, ikhbat-Nya, khasyyah-Nya,
raja’-Nya, dan seluruh amalnya lillah karena-Nya.
Hati yang sehat adalah hati yang terhindar dari segala macam
penyakit hati. Hati tersebut dapat mengendalikan dirinya dari godaan
hawa nafsu dan selalu berada pada sinar cahaya Ilahi. 90 Sehubungan
dengan hal ini dapat didukung oleh firman Allah swt. dalam Q.S. alSyu’arā’/26: 88-89.
ٍ اَّللَ بَِقل
َّ ) إَِلَّ َم ْن أَتَى٨٨( ال َوَل بَنُو َن
ٌ يَ ْوَم َل يَ ْن َف ُع َم
)٨٩( ْب َس ِل ٍيم
Terjemahnya:
(yaitu) pada hari (ketika) harta dan anak-anak tidak berguna,
kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih.91
Bertolak pada ayat di atas dapat dipahami bahwa hati yang sehat
adalah hati yang terbebas dari gangguan syirik, sekaligus hati yang dapat
mengikhlaskan amal ibadah hanya untuk Allah semata, baik niat, cinta,
tawakal, tobat, tuma’ninah, takut, berharap dan semua hal hanya untuk
Zat yang Maha Esa. Ia mencintai, marah, memberi atau tidak kepada
seseorang hanya demi Allah semata. Semua itu belum cukup kecuali
hatinya benar-benar sehat dari penyakit bergantung dan dipimpin oleh
selain Rasulullah saw. dengan begitu, hatinya akan selalu terikat dengan
keteladanan dari Rasulullah saja, baik dalam berkata maupun beramal.
Ahmad Farid, mendefinisikan hati yang sehat itu (al-qalb al-sahīh/alqalb al-salīm), yaitu hati yang sehat dan bersih (hati yang suci) dari
90
Haidar Putra Daulay, Qalbun Salim Jalan Menuju Pencerahan Ruhani
(Jakarta: Rineka Cipta, 2009), h. 64.
Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya h. 520.
91
52 | M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ?
setiap nafsu yang menentang perintah dan larangan Allah, dan dari
setiap penyimpangan yang menyalahi keutamaan-Nya. Sehingga ia
selamat dari pengabdian selain Allah, dan mengambil hukum (bertahkim) pada selain Rasul-Nya. Karenanya hati ini murni pengabdiannya
(ubudiyahnya kepada Allah swt., baik pengabdian secara karsa (iradat)
cinta (mahabbah), berserah diri (tawakal), kembali kepada ajaran-Nya
dengan bertobat (inābah), tunduk mempasrahkan diri (inqiyād), takut
atas siksa-Nya (khasy-yah) dan mengharapkan karunia-Nya (rajā’).
Bahkan seluruh aktivitasnya hanya untuk Allah semata. Jika mencintai
maka cintanya itu karena Allah swt., jika memberi atau bersedekah, hal
itu karena-Nya dan jika menolak (tidak memberi) juga karena Allah
swt.92 Ahmad Farid melengkapi keterangannya tentang ciri-ciri hati yang
sehat sebagai berikut:93:
1. Tobat
Tobat adalah sesuatu penyesalan yang melahirkan tekad dan
niat yang dengannya manusia meninggalkan maksiat menuju
ketaatan. Hakikatnya adalah menyesali kesalahan yang telah
dilakukannya di masa lampau, meninggalkannya di masa sekarang,
dan bertekad untuk tidak mengulanginya di masa yang akan datang.
Tiga hal ini terhimpun pada saat berlangsungnya tobat. Sebab, di
waktu tersebut ia menyesal, meninggalkan, bertekad. Ketika itulah ia
Ahmad Farid, Tazkiyat al-Nufs wa Tarbiyyatuhā kamā Yuqarriruhū
‘Ulamā’ al-Salaf, terj. M. Azhari Halim, (Surabaya: Risalah Gusti, 1997), h. 16-17.
92
93
(a) Ia memandang dunia sebagai tempat tinggal sementara sebelum
menuju alam akhirat, (b) merasa sedih dan sakit yang luar biasa batinnya apabila
tertinggal wiridnya, berzikir dan membaca Al-Qur’an, (c) Selalu rindu untuk dapat
mengabdikan dirinya di jalan Allah (berkhidmat), seperti rindunya seseorang kepada
orang yang amat dicintainya. (d) Tujuan hidupnya, adalah taat kepada Allah. (e) Dia
menemukan kenikmatan dan kesejukan jiwa ketika shalat, dan pada waktu itu
hilanglah semua kesedihannya. (f) Sangat menghargai waktu dan tidak menyianyiakannya. (g) Tidak pernah putus asa dan malas untuk mengingat Allah (zikrullah).
(h) Beramal lebih mementingkan kualitas dari kuantitas. Ahmad Farid, Tazkiyat alNufūs wa Tarbiyyatuhā kamā Yuqarriruhū ‘Ulamā’ al-Salaf, h. 16-17.
M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? | 53
kembali kepada status penghambaan yang merupakan tujuan
penciptaan dirinya.94
Dalil mengenai kewajiban tobat dan kedudukannya dalam
mewujudkan kebaikan seorang hamba dan kesuksesan di dunia dan
akhirat terdapat pada Q.S. al-Nūr/24: 31.
ِ َِّ وتُوبوا إِ ََل...
)٣۱( ْم ْؤِمنُو َن لَ َعلَّ ُك ْم تُ ْفلِ ُحو َن
ُ َ
ُ اَّلل ََجيعاً أَيُّ َها ال
Terjemahnya:
… dan bertobatlah kamu semua kepada Allah, wahai orangorang yang beriman, agar kamu beruntung.95
Tobat artinya kembali ke jalan yang benar yang diridai Allah
setelah seseorang melakukan penyimpangan-penyimpangan. Tobat
itu dimotivasi oleh kesadaran yang tinggi yang terpatri dalam hati
seseorang. Sesuai dengan hakikat manusia yang memiliki kelemahan,
karena kelemahannya itulah manusia sering lalai, lupa, dan lain
sebagainya. Dorongan hawa nafsu dan godaan syaitan sering
membuat manusia menyimpang dari kebenaran. Atas rahman Allah
maka Allah sediakan dan bukakan pintu untuk kembali ke jalan yang
benar itulah tobat. Allah sangat mencintai orang yang bertobat
kepada-Nya, dan sangat gembira menerima tobat hamba-Nya. Seperti
yang diilustrasikan Nabi dalam hadisnya. Bahwa Allah sangat gembira
menerima tobat hamba-Nya melebihi gembiranya seorang musafir
kehilangan perbekalannya, kemudian perbekalannya itu ditemukan
kembali. Dapatlah dibayangkan betapa gembiranya orang tersebut,
tetapi Allah lebih gembira lagi menerima tobat hamba-Nya yang
datang kepadanya layaknya seorang yang kehilangan harta yang amat
dicintainya kemudian ditemukannya kembali hartanya tersebut.
Anas Ahmad Karzun, Syifā’un Nafs wa Gizāu’ al-Rūh, terj. Arif Munandar,
Nutrisi Hati Penyuci Ruhani (Cet. 1; Solo: Dār Nūr al-Maktabat, 2008), h. 229.
94
Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya h. 493.
95
54 | M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ?
2. Khauf
Khauf adalah takut kepada Allah. Allah akan meminta
pertanggungjawaban kelak di akhirat atas seluruh perbuatannya.
Perbuatan
yang
menyimpang
dari
ajaran
Allah
akan
dipertanggungjawabkan. Mengingat itulah orang arif akan memiliki
takut kepada Allah. Rasa takut kepada Allah itu juga atas
pengenalannya
yang
mendalam
atas
seluruh
ciptaan
Allah.
Sebagaimana dijelaskan dalam Q.S. Fatir/35: 28.
ِ اَّلل ِمن ِعب
)٢٨(... ُادهِ ال ُْعلَ َماء
َ ْ ََّ إِ ََّّنَا ََيْ َشى...
Terjemahnya:
… di antara hamba-hamba Allah yang takut kepada-Nya,
hanyalah para ulama …96
Khauf itulah dapat mencegah seseorang dari berbuat maksiat
dan melanggar aturan Allah, karena itu khauf adalah perhiasan diri
orang-orang salih.
3. Zuhud
Zuhud berarti meninggalkan hidup kematerian dunia, atau
dengan kata lain melepaskan diri dari pada kemuliaan dan
kesenangan dunia. Salah satu ciri zuhud, yaitu tidak senang apabila
memiliki sesuatu dan tidak bersedih ketika kehilangan sesuatu. Allah
berfirman dalam Q.S. al-Jadīd/57: 23.
ِ
ٍ َب ُك َّل ُُمْت
َّ آَت ُك ْم َو
)۲۳( ال فَ ُخوٍر
ُّ اَّللُ َل ُُِي
َ ْس ْوا َعلَى َما فَاتَ ُك ْم َوَل تَ ْف َر ُحوا ِِبَا
َ ل َك ْيَل ََت
Terjemahnya:
Agar kamu tidak bersedih hati terhadap apa yang luput dari
kamu, dan tidak pula terlalu gembira terhadap apa yang diberikannya
kepadamu. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong dan
membangakan diri.97
Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya h. 620.
96
Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya h. 789.
97
M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? | 55
Para sufi menempatkan hidup zuhud seperti itu suatu
martabat yang tinggi, karena hidup seperti itu pernah terdapat pada
diri Nabi dan pada diri sahabat-sahabatnya. Zuhud juga dijadikan
sebagai titik tolak yang mulia yang harus dijadikan dasar sebagai
langkah pertama menuju Tuhan, ahli tasauf mengatakan mencintai
dunia induk dari segala dosa, sedang zuhud adalah induk kebaikan
dan ketaatan.98 Mencintai dunia berimplikasi kepada mencintai harta
dan tahta, mencintai wanita secara berlebihan, ketiga hal ini sering
membuat orang lalai dalam menempuh jalan menuju Allah. Hati orang
akan tertutup kepada jalan menuju Allah apabila dia telah mencintai
dunia berlebihan.99
4. Syukur
Hakikat syukur adalah menampakkan nikmat, dan hakikat
kufur adalah menyembunyikannya, menampakkan nikmat berarti
menggunakan pada tempat dan sesuai dengan yang dikehendaki
pemberinya, juga menyebut-nyebut nikmat dan pemberian dengan
lidah. Hal ini dapat dilihat dalam Q.S. al-Naml/27: 40.
ِ ال الَّ ِذي ِع ْن َدهُ ِعلْم ِمن ال
ِ َْكت
ك فَ لَ َّما
َ َق
َ ُك طَ ْرف
َ يك بِ ِه قَ ْب َل أَ ْن يَ ْرتَ َّد إِلَْي
َ ِاب أ َََن آت
ْ ٌ
ض ِل َرِِّب لِيَ ْب لَُوِّن أَأَ ْش ُك ُر أ َْم أَ ْك ُف ُر َوَم ْن َش َك َر فَِإ ََّّنَا
َ ََرآهُ ُم ْستَ ِق ِراً ِع ْن َدهُ ق
ْ َال َه َذا ِم ْن ف
)٤۰( ٌِن َك ِري
ٌّ َِيَ ْش ُك ُر لِنَ ْف ِس ِه َوَم ْن َك َف َر فَِإ َّن َرِِّب غ
Terjemahnya:
Seorang yang mempunyai ilmu dari kitab berkata, “Aku akan
membawa singgasana itu kepadamu sebelum matamu berkedip,”
maka ketika dia (Sulaiman) melihat singgasana itu terletak di
hadapannya, dia pun berkata, “Ini termasuk karunia Tuhanku untuk
mengujiku, apakah aku bersyukur atau mengingkari (nikmat-Nya).
98
Haidar Putra Daulay, Qalbun Salim Jalan Menuju Pencerahan Ruhani h.
68.
99
Haidar Putra Daulay, Qalbun Salim Jalan Menuju Pencerahan Ruhani h. 68.
56 | M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ?
Barang siapa bersyukur maka sesungguhnya dia bersyukur untuk
(kebaikan) dirinya sendiri, dan barang siapa yang ingkar
sesungguhnya Tuhanku Maha Kaya, Maha Mulia.”100
Allah telah banyak menganugerahkan pemberiannya kepada
manusia, sehingga andaikata pemberian Allah itu dihitung maka
manusia tidak akan mampu menghitungnya. Seluruh pemberian Allah
itu baik, lahir maupun batin, sangat pantas untuk disyukuri manusia.
Kenapa manusia itu perlu bersyukur? Karena dengan bersyukur dia
selalu akan ingat kepada Allah, serta akan muncul dalam batinnya
ketawadu’an. Orang yang lalai dalam bersyukur pada hakikatnya
adalah orang yang lalai mengingat Allah, dan lalai pula mengingat apa
yang diterimanya dari Allah. karena lalai dari mengingat Allah dan
lalai dari mana nikmat itu dia peroleh, hal ini dapat membawa
keangkuhan. Lalai dan angkuh menjauhkan orang dari Allah, dan
Allah pun jauh dari padanya, lalu orang yang jauh dari Allah dan
dijauhi Allah tentu jauh pula dari kasih sayang Allah. Beberapa bentuk
syukur yang harus diterapkan manusia dalam hidupnya dalam rangka
untuk menggapai cinta Ilahi.101 Syukur kepada Allah, mendekatkan
diri kepada Allah, maka cinta Allah pun akan turun kepadanya.
5. Ikhlas
Ikhlas adalah memurnikan tujuan untuk mendekatkan diri
kepada Allah swt. dari berbagai tendensi pribadi. Seluruh amal ibadah
Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya h. 535.
100
101
Pertama, syukur lisan, yaitu ucapan lidahnya yang senantiasa memuji
Allah. Dilazimkannya dalam bentuk wiridannya setiap hari. Syukur dalam pikirannya
yaitu dipergunakan logikanya bahwa semua apa yang diterimanya dalam bentuk
nikmat dan anugrah baik lahir maupun batin adalah datangnya dari Allah, bukan
karena kegesitannya untuk meraih nikmat tersebut. Kedua, syukur dengan hati
(qalb), merasakan dan menghayati dengan penuh perasaan bahwa anugrah Allah
ditujukan kepadanya yang dengan demikian merasakan kasih sayang Allah betul-betul
eksis dirasakan dalam kehidupannya. Ketiga, syukur dengan perbuatan yakni
menggunakan nikmat dan anugrah Allah itu, pada jalan yang diridai-Nya, dirawat
dengan sebaik-baiknya. Lihat Haidar Putra Daulay, Qalbun Salim Jalan Menuju
Pencerahan Ruhani h. 70.
M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? | 57
seseorang bernilai di sisi Allah jika amal ibadah itu ikhlas, yakni
dilakukan semata-mata karena Allah. Setiap amal dimulai dengan
niat, karena dengan niat kepada Allah, seluruh amal ibadah seseorang
bernilai di sisi Allah jika amal ibadah itu ikhlas, yakni dilakukan
semata-mata untuk Allah dan karena Allah. Niat itu berarti ikhlas
kalau niat karena Allah. Sehubungan dengan ikhlas, membersihkan
Allah dari sesuatu yang tidak pantas bagi Allah, yaitu beranak dan
diperanakkan, sebagaimana firman-Nya dalam Q.S. al-Ikhla¡/112: 1-4.
ِ
َّ قُ ْل ُه َو
َّ )۱( َح ٌد
)٤( َح ٌد
َّ ُاَّلل
َ اَّللُ أ
َ ) َوََلْ يَ ُك ْن لَهُ ُك ُفواً أ۲( ) ََلْ يَل ْد َوََلْ يُولَ ْد۲( الص َم ُد
Terjemahnya:
Katakanlah (Muhammad), “Dialah Allah, Yang Maha Esa. Allah
tempat meminta segala sesuatu. (Allah) tidak beranak dan tidak pula
diperanakkan. Dan tidak ada sesuatu yang setara dengan Dia.” 102
Abu Ali al-Daqqaq, berkata: keikhlasan adalah menjaga diri
dari campur tangan makhluk dan sifat sidiq berarti membersihkan
diri dari kesadaran diri sendiri. Orang yang ikhlas tidak bersifat riya
dan orang yang jujur tidak takjub pada diri sendiri. 103 Sedangkan
Zunnun al-Misri, menjelaskan “ada tiga tanda keikhlasan: manakala
orang yang bersangkutan memandang pujian dan celaan manusia
sama saja, melupakan amal ketika beramal dan jika ia lupa akan
haknya untuk memperoleh pahala di akhirat karena amal baiknya”. 104
Hal ini dapat disimpulkan bahwa dalam beberapa penjelasan para
ulama bahwa ikhlas itu adalah dorongan yang tumbuh dalam hati
yang ditujukan untuk bertaqarrub kepada Allah swt. Dorongan itu
begitu bersihnya sehingga tujuannya hanya Allah. Apabila seseorang
Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya h. 922.
102
103
Haidar Putra Daulay, Qalbun Salim Jalan Menuju Pencerahan Ruhani h.
73.
Imam al-Qusyairī al-Naisaburi, Risālah Qusyairiyah terj. Muhammad
Luqman Hakim, (Jakarta: Risalah Gusti, 1999), h. 244.
104
58 | M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ?
berbuat seperti ini, maka hubungannya dengan Allah akan semakin
dekat.
6. Tawakal
Tawakal berasal dari kata al-Tawakkul yang dibentuk dari kata
wakala yang berarti menyerahkan, mempercayakan atau mewakili
urusan kepada orang lain. Tawakal mempunyai arti menyerahkan
segala perkara, ikhtiar dan usaha yang dilakukan kepada Allah swt.
serta
berserah diri sepenuhnya kepada-Nya untuk mendapatkan
manfaat atau menolak yang mudarat. Hal ini dapat dihubungkan
dengan Q.S. al-Thalāq/65: 3.
َِّ ث َل َُيْت ِسب ومن ي ت وَّكل علَى
َّ اَّلل فَ ُه َو َح ْسبُهُ إِ َّن
اَّللَ َِبلِ ُغ أ َْم ِرهِ قَ ْد
ُ َويَ ْرُزقْهُ ِم ْن َح ْي
َ ْ َ ََ ْ َ َ ُ َ
َّ َج َع َل
)۳( ًاَّللُ لِ ُك ِِل َش ْي ٍء قَ ْدرا
Terjemahnya:
Dan Dia memberinya rezeki dari arah yang tidak disangkasangkanya. Dan barang siapa bertawakal kepada Allah, niscaya Allah
akan
mencukupkan
(keperluan)nya.
Sesungguhnya
Allah
melaksanakan urusan-Nya. Sungguh Allah telah mengadakan
ketentuan bagi setiap sesuatu.105
Esensi dari makna tawakal itu adalah penyerahan diri kepada
Allah secara utuh dan bulat lahir dan batin. Bergantungnya hati
kepada Allah swt. secara bersungguh-sungguh dalam meraih
kemaslahatan dan mencegah kemudaratan. Tawakal itu adalah sikap
mental
menyerahkan
menyerahkan
persoalan
persoalannya
kepada
kepada
Allah
Allah,
karena
maka
tidak
dia
akan
menimbulkan kegoncangan batin atas apa yang menimpanya. Tetapi
perlu diingat bahwa tawakal bukanlah membawa orang kepada sikap
Jabariyah. Tawakal sifatnya dinamis dari makna tawakal itu dapat
Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya h. 816-817.
105
M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? | 59
dilihat dari apa yang dikemukakan al-Gazali bahwa:
106
Di dalam
penerapannya tawakal memiliki tiga tingkatan, 1) tawakal itu
membuat hati senantiasa merasa tenang dan tenteram terhadap apa
yang dijanjikan Allah swt. 2) Taslim menyerahkan urusan kepada
Allah swt. karena mengetahui segala sesuatu mengenai diri dan
keadaannya, 3) Tawfid rida atau rela menerima segala ketentuan
Allah swt. bagaimana bentuk dan keadaannya. 107 Esensi dari makna
tawakal itu adalah penyerahan diri kepada Allah secara utuh dan
bulat lahir dan batin. Bergantungnya hati kepada Allah swt. secara
bersungguh-sungguh dalam meraih kemaslahatan dan mencegah
kemudaratan.
7. Rida
Harun Nasution dalam bukunya Filsafat dan Mistisisme dalam
Islam menjelaskan sebagaimana dikutip oleh Haidar Putra Daulay,
sebagai berikut: tidak berusaha; tidak menentang qada dan qadar
Tuhan; menerima qada dan qadar dengan hati tenang; mengeluarkan
perasaan benci dari hati sehingga yang tinggal di dalamnya hanya
perasaan senang dan gembira merasa senang menerima malapetaka
sebagiamana senangnya menerima nikmat; tidak meminta surga dari
Allah dan tidak meminta supaya dijauhkan dari neraka; tidak
berusaha sebelum turunnya qada dan qadar, tidak merasa pahit dan
sakit sesudah turunnya qada dan qadar, malahan perasaan cinta
106
a)Tawakal adalah berusaha untuk memperoleh sesuatu yang dapat
memberi manfaat kepadanya, b) berusaha memelihara sesuatu yang dimilikinya dari
hal-hal yang bermanfaat, c) berusaha menolak dan menghindari dari hal-hal yang
menimbulkan mudarat, d) berusaha menghilangkan yang mudarat. Lihat Haidar Putra
Daulay, Qalbun Salim Jalan Menuju Pencerahan Ruhani h. 75.
107
Haidar Putra Daulay, Qalbun Salim Jalan Menuju Pencerahan Ruhani h.
75.
60 | M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ?
bergelora di waktu turunnya bala (percobaan-percobaan).108
Sehubungan dengan rida Allah, dapat dilihat dalam Q.S. alBayyinah/98: 8.
ِ ر...
َّ ض َي
)٨( ُك لِ َم ْن َخ ِش َي َربَّه
َ ِضوا َع ْنهُ ذَل
ُ اَّللُ َع ْن ُه ْم َوَر
َ
Terjemahnya:
… Allah rida terhadap mereka, dan mereka pun rida kepadaNya. Yang demikian itu adalah (balasan) bagi orang yang takut
kepada Tuhannya.109
Berdasarkan ayat di atas, dapat dipahami bahwa rida ini
banyak dikaitkan dengan qadar Allah, orang yang rida terhadap qadar
Allah itu mendapat kedudukan terpuji di sisi Allah, seorang harus
sadar bahwa apa yang menimpanya itulah yang terbaik baginya.
8. Zikrul Maut
Salah satu yang selalu diulang-ulang dan diingatkan oleh AlQur’an adalah maut yang pasti, lambat atau cepat akan menemui
manusia. Hal ini dapat didukung oleh ayat Al-Qur’an dalam Q.S. alJumu’ah/62: 8:
ِ ت الَّ ِذي تَِف ُّرو َن ِم ْنهُ فَِإنَّهُ ُمَلقِي ُك ْم ُُثَّ تُ َردُّو َن إِ ََل َع ِاَل الْغَْي
َّ ب َو
ادةِ فَ يُ نَ بِِئُ ُك ْم
َ قُ ْل إِ َّن ال َْم ْو
َ الش َه
)٨( ِِبَا ُكنتُ ْم تَ ْع َملُو َن
Terjemahnya:
Katakanlah, “Sesungguhnya kematian yang kamu lari dari
padanya, ia pasti menemui kamu, kemudian kamu akan dikembalikan
kepada (Allah), yang mengetahui yang gaib dan yang nyata, lalu dia
diberitakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.” 110
Berdasarkan ayat di atas dapat dipahami bahwa maut itu pasti
datang kepada seseorang maka manusia harus bersiap untuk itu.
108
Haidar Putra Daulay, Qalbun Salim Jalan Menuju Pencerahan Ruhani h.
76.
Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya h. 908.
109
Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya h. 809.
110
M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? | 61
Persiapan itu meliputi sikap, mental dan perilaku. Dalam sikap mental
seseorang meyakini kedatangannya dan untuk itu dia mesti bersiap
dalam bentuk amal perbuatan. Selanjutnya menanamkan kesadaran
kepada manusia bahwa hidup di dunia bersifat sementara karena itu
dia harus bersiap pada kehidupan kelak. Kecintaan manusia kepada
dunia sering melalaikan mereka akan arti dan makna hidup, lalu
sering lupa kepada maut. Kecintaan kepada perangkat-perangkat
kebesaran dunia, seperti mencintai harta, pangkat dan kedudukan.
Kecintaan ini pula yang membuat manusia tidak segan-segan untuk
melakukan perbuatan maksiat. Esensi pokok dari zikrul maut itu
adalah memiliki sikap mental bahwa maut pasti datang kepada setiap
orang dan dengan demikian merupakan kendali bagi dirinya agar dia
tidak melakukan perbuatan tercela. 111
9. Tawadu
Tawadu adalah sifat rendah hati, jauh dari perilaku sombong.
Munculnya rasa tawadu ini adalah bertolak dari dua sisi, pertama sisi
kedekatan kepada Allah (hablun min Allah), seseorang harus
menyadari bahwa Allah tidak menyukai orang-orang yang tinggi hati.
Selanjutnya dari sisi hubungan dengan sesama manusia adalah
menempatkan dirinya bahwa tidak merasa bahwa dia memiliki
kelebihan
dari
orang
lain
yang
harus
dipertontonkan
dan
dibanggakannya. Al-Qur’an memperkenalkan manusia santun dan
rendah hati, sebagaimana dalam Q.S. al-Furqān/25: 63-65.
ِ ض هوَنً وإِ َذا َخاطَب هم ا ْْل
ِ
ِ َّ
َّ اد
ًاهلُو َن قَالُوا َسَلما
ُ َْين مي
ُ ََوعب
َ َُْ
َ ْ َ ِ شو َن َعلَى األ َْر
َ الر ِْحَ ِن الذ
ِ
ِ َّ
ِِ ِ
ِ ) والَّ ِذ٦۳(
ف َعنَّا
ْ اص ِر
ْ ين يَ ُقولُو َن َربَّنَا
َ ) َوالذ٦٤( ًين يَبيتُو َن ل َرِِب ْم ُس َّجداً َوقيَاما
َ َ
)٦٥( ًَّم إِ َّن َع َذ َاِبَا َكا َن غَ َراما
َ َع َذ
َ اب َج َهن
111
Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya h. 77.
62 | M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ?
Terjemahnya:
Adapun hamba-hamba Tuhan Yang Maha Pengasih itu adalah
orang-orang yang berjalan di bumi dengan rendah hati dan apabila
orang-orang bodoh menyapa mereka (dengan kata-kata yang
menghina), mereka mengucapkan “salam” dan orang-orang yang
menghabiskan waktu malam untuk beribadah kepada Tuhan mereka
dengan bersujud dan berdiri. Dan orang-orang yang berkata, “Ya
Tuhan kami, jauhkanlah azab Jahannam dari kami, karena
sesungguhnya azabnya itu membuat kebinasaan yang kekal,” 112
Kerendahan hati dan kesopansantunan adalah sikap yang baik
dan disukai. Kerendahan hati dari pihak yang lebih tinggi
kedudukannya dan orang kaya itu lebih disukai. Bila seorang
pengemis menunjukkan kerendahan hati, itu adalah kebiasaannya
atau suatu hal yang wajar. Betapa indah sopan santun kaum kaya
terhadap kaum miskin demi keridaan Allah, dan lebih baik dari pada
itu adalah kesombongan orang miskin atas kekayaan karena ia
mengandalkan Tuhan semesta alam.
10. Baik sangka
Baik sangka adalah meliputi dua hal.113 Hal ini disinyalir dalam
Q.S. al-Hujurāt/49: 12.
ِ
ِ َّ
)۱۲(... ٌض الظَّ ِِن إِ ُْث
َ اجتَنِبُوا َكثِرياً م ْن الظَّ ِِن إِ َّن بَ ْع
ْ آمنُوا
َ ين
َ ََّي أَيُّ َها الذ
Terjemahnya:
Wahai orang-orang yang beriman! Jauhilah banyak dari
prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu dosa, … 114
Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya h. 510.
112
113
Pertama, baik sangka kepada Allah, apa yang diberikan Allah kepada
manusia harus diterima manusia sebagaimana adanya, bukan dihadapi dengan buruk
sangka. Manusia tidak lepas dari ujian (cobaan) yang datang dari Allah. pada ketika
itu seseorang yang ditimpa musibah tersebut, mesti menyadari bahwa musibah itu
diberikan kepada seseorang bukan karena bencinya Allah, tetapi malah harus disikapi
oleh batinnya bahwa itu pertanda kasih sayang Allah. Sikap seperti inilah yang
disebut dengan baik sangka kepada Allah. Kedua, baik sangka kepada manusia,
hubungan seseorang dengan orang lain dalam pergaulan dapat berjalan dengan baik
apabila tidak didasari oleh buruk sangka (negative thinking). Lihat Haidar Putra
Daulay, Qalbun Salim Jalan Menuju Pencerahan Ruhani h. 78.
Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya h. 745.
114
M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? | 63
Sangka atau zannun ialah “alima wa aiqana” mengetahui dan
yakin atasnya. Orang yang banyak berprasangka akan hidup susah
dan gelisah terus menerus. Tidak ada yang baik baginya, apabila
orang terbiasa buruk sangka maka apa saja yang menimpa dirinya
atau orang lain, menjadikan ia makin gelisah. Oleh karena itu
prasangka sebaiknya dijauhi karena sebagian prasangka itu termasuk
dosa.
a.
Kasih sayang
Allah telah mencurahkan kasih sayang-Nya kepada seluruh
makhluk-Nya di dunia ini terutama manusia maka manusia pun
berkewajiban untuk menyebarluaskan kasih sayang itu kepada
makhluk lainnya baik manusia ataupun bukan. Kasih sayang adalah
sumber keselamatan (salam) tidak mungkin terjadi keharmonisan
dan keselamatan hidup tanpa kasih sayang. Berbagai kerusuhan
sosial yang terjadi yang pernah dilihat dan didengar, hal itu terjadi
karena hilangnya kasih sayang di antara sesama manusia.
b.
Dermawan
Dermawan berasal dari kata “derma” yang artinya pemberian
(kepada fakir miskin dan sebagainya) yang timbul dari kemurahan
hati. Sifat dermawan itu merupakan bahagian perwujudan dari rasa
kasih sayang yang diberikan Allah kepada-Nya yang rasa kasih sayang
itu pula ditransferkannya kepada orang lain. Selain dari itu sifat
dermawan itu juga merupakan perwujudan rasa syukur yang dimiliki
seseorang atas anugrah Allah, sehingga dia rela berbagi nikmat yang
diterimanya dari Allah kepada manusia lain yang memerlukannya.
Memberikan harta kepada orang lain jika tidak dimotivasi oleh rasa
kasih sayang dan syukur, amat berat bagi seseorang. Oleh karena
tidak demikian saja dengan mudah harta yang dicari seseorang
64 | M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ?
dengan susah payah diberikan kepada orang lain, akan tetapi jika
dilandasi dengan kekayaan jiwa, maka seseorang menjadi dermawan.
B. QALB YANG MATI (al-qalb al-mayyit)
Hati yang mati adalah hati yang tidak mengenal siapa Rabb-nya.
Ia tidak beribadah kepada-Nya dengan menjalankan perintah-Nya atau
menghadirkan sesuatu yang dicintai dan diridai-Nya. Hati semacam ini
selalu berjalan bersama hawa nafsu dan kenikmatan duniawi, walaupun
itu dibenci dan dimurkai oleh Allah swt. ia tidak peduli dengan keridaan
atau kemurkaan Allah swt. Baginya yang penting adalah memenuhi
keinginan hawa nafsu dan menghamba kepada selain Allah swt. Jika ia
mencintai, membenci dan memberi dan menahan diri, semuanya karena
hawa nafsu. Hawa nafsu telah menguasainya dan lebih ia cinta dari pada
keridaan Allah, dan telah menjadi pemimpin dan pengendali baginya.
Kebodohan adalah sopirnya, dan kelalaian adalah kendaraannya.
Seluruh pikirannya dicurahkan untuk mencapai target-target duniawi
semata. Ia diseru kepada Allah swt. dan negeri akhirat, tetapi ia berada
di tempat yang jauh sehingga ia tidak menyambutnya. Bahkan ia
mengikuti setiap setan yang sesat. Hawa nafsu telah menjadikannya tuli
dan buta selain kepada kebatilan. 115 Bergaul dengan orang yang hatinya
mati adalah sebuah penyakit, berteman dengannya adalah racun, dan
bermajelis dengan mereka adalah bencana. 116
115
Disebutkan dalam sebuah hadis: cintamu kepada sesuatu akan
membutakan dan menulikanmu. Diriwayatkan oleh Abu Daw-d dalam al-Adab XIV/38
secara marfu’, dan Imam Ahmad dalam Musnad V/194 secara marfu’ pula.
Kesemuanya bersumber dari sahabat Abu Darda’. Abu Dawud tidak mengomentari
hadis ini, tetapi sebagian ulama meng-hasan-kannya dan sebagian lain men-daifkannya.
Ahmad Farid, Tazkiyat al-Nufūs wa Tarbiyyatuhā kamā Yuqarriruhū
‘Ulamā’ al-Salaf, h. 26. Lihat pula Ibnu al-Qayyim al-Jauziyah, Tibb al-Qulūb, h. 80.
116
M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? | 65
Bertitik tolak dari uraian di atas, dapat dipahami bahwa di antara
dampak yang ditimbulkan dari hati yang keras/mati, yaitu melemahkan
perjalanan seseorang menuju kepada sang penciptanya dan negeri
akhirat,
bahkan
melumpuhkannya.
dikhawatirkan
Sehingga
dosa
akan
tidak
menghalangi
dan
membiarkannya
untuk
melangkah satu langkahpun menuju kepada Allah swt.
Allah menjelaskan dalam Q.S. al-Baqarah/2: 7.
ِ ِ اَّلل علَى قُلُوِبِِم وعلَى َسَْ ِع ِهم وعلَى أَب
ِ
)۷( يم
ََ ْ
َ َُّ َختَ َم
ٌ صا ِره ْم غ َش َاوةٌ َوََلُ ْم َع َذ
َ ْ ََ ْ
ٌ اب َعظ
Terjemahnya:
Allah telah mengunci hati dan pendengaran mereka, penglihatan
mereka telah tertutup dan mereka akan mendapat azab yang berat. 117
Hati yang mati adalah hati yang tidak mengenal Tuhannya, dan
tidak beribadah kepada-Nya dengan menjalankan perintah dan apa-apa
yang diridai-Nya.118 Karena hati yang dihinggapi segala macam penyakit
hati yang menyebabkan hati menjadi sakit maka apabila hati tersebut
tidak dapat disembuhkan, hati itu menjadi mati. Hati yang mati adalah
hati yang tidak mendapat petunjuk dan tidak dapat digiring kepada jalan
kebenaran. Orang telah mati hatinya itu akan membuat keonaran dan
kerusakan
di
bumi, dan
tidak mendatangkan
kontribusi
bagi
kemaslahatan umat manusia di bumi.119 Gambaran seperti inilah yang
dialami oleh orang-orang yang telah mati hatinya.
Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya h. 3.
117
118
Haidar Putra Daulay, Qalbun Salim Jalan Menuju Pencerahan Ruhani h.
92.
119
(a) membuat kerusakan di bumi, (b) tidak beriman dan membaggakan diri
seolah-olah merekalah di pihak yang benar dan pintar, sedang orang yang beriman
adalah orang yang bodoh, (c) bersifat munafik, di hadapan orang-orang beriman,
mereka sebut dirinya orang beriman, tetapi apabila mereka bertemu dengan
kelompok orang yang tidak beriman lainnya mereka katakan bahwa mereka berada di
pihak orang yang tidak beriman tersebut, (d) mereka berada dalam kesesatan dan
Allah membiarkan mereka dalam kesesatan tersebut, (e) mereka kaum yang tidak
mendapat petunjuk, (f) mereka hidup dalam kegelapan, (g) mereka tuli, bisu, buta,
66 | M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ?
C. QALB YANG SAKIT (al-qalb al-marīd)
Hati yang sakit seperti yang dipaparkan Ahmad Farid, adalah hati
yang hidup tetapi mengandung penyakit. Ia akan mengikuti unsur yang
terkuat. Kadang cenderung kepada kehidupan, dan kadang cenderung
kepada penyakit. Padanya ada kecintaan, keimanan, keikhlasan, dan
tawakal kepada Allah swt. yang merupakan sumber kehidupannya.
Padanya pula ada kecintaan dan ketamakan terhadap syahwat,
hasad/kibr120dan sifat ujub yang merupakan sumber bencana dan
kehancurannya. Ia berada di antara dua penyeru, yaitu penyeru kepada
Allah swt. dan Rasul-Nya, hari akhir, serta penyeru kepada kehidupan
duniawi. Seruan yang akan disambutnya adalah yang paling dekat dan
paling akrab dengannya.121
Atas dasar beberapa uraian di atas tentang pembagian hati,
penulis mengasumsikan bahwa hati yang pertama (al-qalb al-sahīh/alqalb al-salīm) adalah hati yang hidup, khusyuk, tawadu, lembut, dan
selalu waspada. Hati yang kedua (al-qalb al-mayyit) adalah hati yang
gersang dan mati. Sedangkan hati yang ketiga (al-qalb al-marīd) adalah
hati yang sakit, terkadang dekat kepada keselamatan dan terkadang pula
dekat kepada kebinasaan. Selanjutnya ada empat istilah yang digunakan
Al-Qur’an untuk menyebut hati, yaitu sadr, qalb, fu’ād atau af’idah, dan
albāb. Keempat istilah ini menggambarkan lapisan-lapisan hati dan
kecenderungannya, baik atau buruk. sadr berarti hati bagian luar, qalb
berarti hati yang dalam, fu’ād atau af’idah berarti hati yang lebih dalam,
kendatipun panca indra mereka sehat, (h) tidak mampu mendengar peringatan AlQur’an. Lihat Haidar Putra Daulay, Qalbun Salim Jalan Menuju Pencerahan Ruhani h.
92-93.
120
Hasad atau dengki adalah sikap tidak senang melihat orang lain mendapat
nikmat dan mengharapkan nikmat itu lenyap darinya. Sedangkan kibr atau sombong
adalah menganggap remeh orang lain. Haidar Putra Daulay, Qalbun Salim Jalan
Menuju Pencerahan Ruhani h. 92-93.
Ahmad Farid, Tazkiyat al-Nufūs wa Tarbiyyatuhā kamā Yuqarriruhū
‘Ulamā’ al-Salaf, h. 25-27.
121
M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? | 67
sedang albāb berarti hati yang paling dalam atau hati sanubari (hati
nurani).122
Allah swt. menjelaskan dalam Q.S. al-Ahzāb/33: 60.
ِ َّ
ِ لَئِن ََل ي ْن ت ِه ال
َّك ِبِِ ْم ُُثَّ َل
َ ْم ْرِج ُفو َن ِِف ال َْم ِدينَ ِة لَنُ غْ ِريَن
ٌ ين ِِف قُلُوِبِِ ْم َم َر
ُ ض َوال
َ ْمنَاف ُقو َن َوالذ
ُ َ َْ ْ
ِ َ ََُيا ِورون
)٦۰( ًيها إَِلَّ قَلِيَل
َ كف
ُ َ
Terjemahnya:
Sungguh, jika orang-orang munafik, orang-orang yang
berpenyakit dalam hatinya dan orang-orang yang menyebarkan kabar
bohong di Madinah tidak berhenti (dari menyakitimu), niscaya Kami
perintahkan engkau (untuk memerangi) mereka kemudian mereka tidak
lagi menjadi tetanggamu (di Madinah) kecuali sebentar. 123
Hati yang sakit adalah hati yang hidup tetapi mengandung
penyakit. Hati semacam ini mengandung dua unsur.124 Penyakitpenyakit hati yang dimaknai sifat-sifat tercela yang ada pada diri
manusia, apabila itu mendominasi kehidupan manusia, maka jadilah
hatinya menjadi sakit. Sama halnya dengan tubuh manusia apabila sakit
perlu pengobatan, hati yang sakit apabila diobati dan obat yang
digunakannya itu termasuk obat yang mujarab, serta kepatuhan sang
pasien kepada dokter yang mengobatinya maka hatinya tadi dapat
menjadi sehat. Akan tetapi bila hati yang sakit tersebut tidak diobati,
atau diobati tetapi tidak sungguh-sungguh maka hati itu dapat menjadi
mati. Ciri-ciri hati yang sakit:
Sudirman Tebba, Tafsir Al-Qur’an Menyingkap Rahasia Hati (Cet. 1;
Jakarta: Pustaka Irvan, 2007), h. 1.
122
Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya h. 603.
123
124
Di satu pihak terdapat ma¥abbah kepada Allah, iman dan ikhlas serta
tawa«u’ dan sejenisnya, yang menjadikannya hidup. Tetapi di lain pihak terdapat
rasa cinta kepada selera dan hawa nafsu, rasa tamak untuk meraih kesenangan,
mementingkan kehidupan manusia, kasar, takabbur, wujub dan sifat-sifat lain yang
dapat mencelakakan dan membinasakannya. Lihat Haidar Putra Daulay, Qalbun Salim
Jalan Menuju Pencerahan Ruhani h. 80.
68 | M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ?
1. Riya
Kata riya berasal dari kata ru’yah yang artinya melihat. Riya
artinya menampakkan amal salih supaya dilihat manusia. 125 Inti dari
riya itu adalah terjadinya pergeseran niat dari dan untuk Allah kepada
yang selainnya. Orang berbuat riya karena amal perbuatannya ingin
mendapat pujian dari manusia. Allah menjelaskan dalam Q.S. alMā’ūn/107: 6-7 dan Q.S. al-Anfāl/8: 47:
ِ َّ
)۷( اعو َن
ُ ) َوميَْنَ عُو َن ال َْم٦( ين ُه ْم يُ َراءُو َن
َ الذ
Terjemahnya:
Yang berbuat riya dan enggan (memberikan) bantuan.126
َِّ يل
ِ َّ
ِ ين َخ َر ُجوا ِم ْن ِد ََّي ِرِه ْم بَطَراً َوِرََئ َء الن
ِ ِصدُّو َن َع ْن َسب
َّ اَّلل َو
اَّللُ ِِبَا
ُ ََّاس َوي
َ َوَل تَ ُكونُوا َكالذ
)٤٧( ط
ٌ يَ ْع َملُو َن َُِمي
Terjemahnya:
Dan janganlah kamu seperti orang-orang yang keluar dari
kampung halamannya dengan rasa angkuh dan ingin dipuji orang
(riya) serta menghalang-halangi (orang) dari jalan Allah, Allah
meliputi segala yang mereka kerjakan. 127
Penyakit riya ini, sangat berbahaya karena merupakan
pengejawantahan atas cinta manusia kepada dunia, yang diwujudkan
dalam bentuk ingin mendapat pujian dan sanjungan dari manusia atas
perbuatannya.
2. Takabbur
Takabbur, membesarkan diri di hadapan orang lain, atau
menampakkan kebesaran diri. Takabbur pada awalnya adalah sifat
iblis ketika ia disuruh sujud kepada Adam. Iblis tidak mau dengan
Sayyid Muhammad Nūh,
Bastritama, 1998), h. 122.
125
Aftātun
‘alā al-Tarīq (Jakarta: Lentera
Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya h. 917.
126
Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya h. 247.
127
M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? | 69
alasan ia lebih baik dari Adam. Adam berasal dari tanah sedangkan ia
berasal dari api. Bagi manusia yang telah terjangkit penyakit
takabbur, tertanam dalam diri seseorang sifat seperti yang dimiliki
iblis yang telah disebutkan di atas. Seseorang bisa terjebak timbulnya
sifat takabbur, karena merasa lebih kaya, lebih pintar, lebih
bangsawan, lebih cantik dan gagah.128 Hal ini dapat dipahami bahwa
banyak pintu-pintu terbukanya kesombongan bagi manusia, apabila
dia memiliki sikap mental yang menganggap enteng dan remeh orang
lain atas kelebihan yang ada padanya.
3. Pesimis
Pada dasarnya hidup adalah perjuangan. Tidak ada
kesuksesan yang diraih dengan gratis. Oleh karena itu semangat
kejuangannya mesti tertanam pada diri seseorang. Salah satu
penyakit yang harus dihindari oleh seorang pejuang adalah penyakit
putus asa. Bagi orang yang beriman penyakit putus asa itu tidak
dikenal, sebab di balik usaha yang dilakukan itu diyakini ada Allah
yang selalu bersama manusia, selalu memperhatikannya, dan selalu
siap sedia menolong hamba-Nya. Karena itu bagi orang yang
mendapat kesulitan maka ada Allah yang membantu. Pesimis dilarang
karena seolah-olah menafikan kekuasaan Allah yang memberi rahmat
tiada terhingga bagi manusia. Rahmat Allah mengalir terus tanpa
berhenti, seperti mengalirnya air dari hulu ke hilir, seperti bertiupnya
angin dari berbagai penjuru. Bagi orang yang beriman, penyakit putus
asa (pesimis) itu tidak dikenal, sebab di balik usaha yang dilakukan
itu diyakini ada Allah yang selalu bersama manusia, selalu
memperhatikannya, dan selalu siap sedia menolong hamba-Nya.
128
Haidar Putra Daulay, Qalbun Salim Jalan Menuju Pencerahan Ruhani h.
82.
70 | M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ?
Karena itu bagi orang yang mendapat kesulitan maka ada Allah yang
membantu.129
4. Dusta
Lisan adalah alat yang dapat digunakan untuk mendekatkan
diri kepada Allah, melalui lisan dapat dilakukan: zikir, membaca AlQur’an, nasihat dan lain sebagainya. Tetapi lisan juga dapat menjadi
sumber dosa, seperti memfitnah, mengumpat, mencaci, berbohong,
dan lain-lain. Dusta adalah pemutar balikan kebenaran, bahayanya
sangat besar bagi manusia. Timbulnya dusta itu berakar dari hati
manusia yang ingin menipu, menyembunyikan kebenaran. Hati yang
diselimuti tipu daya ingin mencapai tujuan dengan mempergunakan
segala cara. Dusta yang berkembang di suatu masyarakat tidak dapat
disanksikan
lagi
akan
terjadi
malapetaka
yang
besar.
Bila
direnungkan krisis yang menimpa bangsa Indonesia karena banyak
kebohongan yang berkembang di masyarakat. Kebohongan itu bisa
dalam bentuk lisan, perbuatan, pikiran dan lain sebagainya, jadi dusta
yang dimaksudkan tidak hanya terbatas kebohongan lisan saja, tetapi
kebohongan lainnya adalah bagian dari dusta itu sendiri.
5. Munafik
Perkataan munafik sering didengar, diucapkan oleh banyak
orang setiap hari. Akan tetapi perlu diungkapkan apa yang disebut
dengan munafik itu dan apa dampaknya dalam kehidupan sehari-hari.
Sifat munafik ini berasal dari hati yang memiliki unsur tipuan yang di
dalamnya termasuk juga menyembunyikan
kebenaran. Rasul
menyebutkan tanda munafik itu dengan tiga macam, berbohong,
berkhianat dan tidak menepati janji. Kerusakan di masyarakat akan
merajalela apabila sifat ini menjadi pakaian bagi masyarakat, bohong,
129
Haidar Putra Daulay, Qalbun Salim Jalan Menuju Pencerahan Ruhani h.
83-84.
M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? | 71
hilang amanah dan inkar janji. Karena itu pantaslah jika orang
munafik itu ditempatkan pada neraka yang paling bawah.
6. Gibah
Gibah adalah mengumpat, menceritakan segala sesuatu
tentang orang lain dengan maksud mengejek atau menghina.130 Pada
zaman kehidupan sekarang, gibah seolah-olah hampir menjadi
pakaian sehari-hari manusia. Disebabkan dunia yang penuh
persaingan sekarang ini maka timbul persaingan yang tidak sehat.
Persaingan sehat dalam Al-Qur’an disebut dengan fastabiq al-khairāt
(berlomba-lomba untuk kebajikan), tetapi tidak diinkari bahwa
penyakit persaingan tidak sehat di tengah-tengah masyarakat telah
timbul, yaitu berkembangnya fitnah dan gibah.
7. Tajassus
Al-Qur’an menjelaskan pada Q.S. al-Hujurāt/49: 12.
ِ َّ
ِ َّ َ اجتَنِبُوا َكثِرياً ِم ْن الظَّ ِِن إِ َّن بَ ْع
۱۲(...سوا
ْ آمنُوا
َ ين
َ ََّي أَيُّ َها الذ
ُ ض الظ ِِن إ ُْثٌ َوَل ََتَ َّس
Terjemahnya:
Wahai orang-orang yang beriman! Jauhilah banyak dari
prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu dosa, dan janganlah
kamu mencari-cari kesalahan orang lain … 131
Mencari kesalahan orang lain mengandung makna bahwa si
pencari kesalahan sudah terkandung niat jahat kepada orang yang
diintip-intip kesalahannya. Kesalahan yang diperolehnya itu boleh
jadi untuk diekspose atau untuk keperluan lain. Setiap muslim pada
dasarnya wajib menjaga aib (kekurangan) orang lain. Dengan
mencari-cari kesalahan itu bermakna ingin mencari-cari kelemahan
(aib) orang.
130
Haidar Putra Daulay, Qalbun Salim Jalan Menuju Pencerahan Ruhani h.
85.
Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya h. 745.
131
72 | M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ?
8. Dengki
Dengki atau hasad adalah salah satu penyakit yang amat
berbahaya bagi manusia. Dengki adalah tidak senang terhadap
karunia yang dimiliki seseorang dan berupaya menghilangkan
karunia atau nikmat tersebut. Orang yang memiliki sifat ini senantiasa
muncul di dalam diri seseorang upaya untuk menjatuhkan orang lain,
untuk menghilangkan nikmat tersebut. Dipandang dari sudut ilmu
tauhid bahwa orang yang hasad ini pada hakikatnya adalah orang
yang tidak senang pada ketentuan Allah swt. Allah telah menetapkan
seorang hamba-Nya untuk memperoleh nikmat, lalu nikmat yang
telah diperoleh sang hamba itu ingin dihilangkannya dengan berbagai
cara. Karena itulah orang yang memiliki sifat hasad ini akan
dihapuskan Allah seluruh amal kebaikannya sebagaimana api
membakar kayu bakar.
9. Permusuhan dan Kebencian
Dorongan nafsu manusia dapat berwujud dalam permusuhan
dan
kebencian.
Timbulnya
pertengkaran,
perkelahian
dan
peperangan yang dapat diketahui dalam sejarah hidup manusia
adalah disebabkan munculnya permusuhan dan kebencian. Hal ini
semua dapat terjadi karena perebutan kekuasaan, perebutan sumbersumber kehidupan, yang zaman sekarang muncul dalam bentuk
permusuhan politik dan ekonomi. Akan tetapi tidak jarang juga
timbul permusuhan sosial, dapat dipicu oleh permasalahan suku,
etnis, geografis, dan agama.
10. Pemarah
Al-Qur’an menjelaskan pada Q.S. Ali Imrān/3: 134.
ِ
ِ ب ال
ِ
ِ َّ َّاس و
)١٣٤( ّي
َ ّي الْغَْي
َ ِْم ْحسن
َ َوالْ َكاظ ِم...
َ ظ َوال َْعاف
ُ ُّ اَّللُ ُُي
َ ِ ّي َع ْن الن
M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? | 73
Terjemahnya:
…dan orang-orang yang menahan amarahnya, dan memaafkan
(kesalahan) orang lain. Dan Allah mencintai orang-orang yang
berbuat kebaikan.132
Marah pada dasarnya adalah sifat bawaan yang ada pada
manusia.
Karena
ada
sifat
marah
itulah
maka
manusia
mempertahankan dirinya dari serangan manusia ataupun hewan.
Dengan adanya sifat marah itu pula menimbulkan keberanian
berjuang untuk menegakkan kebenaran. Hanya saja yang tidak
dibolehkan adalah marah yang berlebihan, marah yang keluar dari rel
kebenaran sehingga menimbulkan kerusakan bagi dirinya dan bagi
orang lain.
11. Melanggar Janji
Melanggar janji adalah salah satu sifat munafik yang telah
diuraikan terdahulu. Bagi seseorang yang memiliki harga diri maka
dia mesti menunjukkan salah satu sifat kesatriaannya yaitu menepati
janji. Kesatriaan seseorang sebetulnya tidak cukup hanya dilihat dari
penampilan fisik yang gagah dan kuat, tetapi yang tidak kalah
pentingnya bagaimana sikap mentalnya, termasuk dalam hal ini
menepati janji. Konsekuensi penepatan janji amat banyak berdampak
kepada manusia, apalagi jika janji itu diucapkan oleh seorang
pemimpin, baik formal maupun non formal. Kebiasaan seseorang atau
pemimpin melanggar janji adalah menunjukkan kepribadian yang
lemah.
12. Khianat
Khianat adalah lawan dari amanah. Amanah adalah sifat dan
sikap yang dapat merealisasi seluruh tanggung jawab yang diberikan
kepadanya. Misalnya bila kepada manusia telah diamanahkan Allah
bumi dengan segala isinya ini maka manusia itu melaksanakan
Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya h. 84.
132
74 | M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ?
seluruh
tanggung
jawab
itu
dengan
baik.
Khianat
berarti
kebalikannya. Menyia-nyiakan tanggung jawab. Pada dasarnya
amanah itu ada yang sudah menyatu dalam diri manusia, yakni
seluruh anggota tubuh manusia ini baik dalam bentuk fisik dan psikis
adalah amanah yang wajib dipelihara oleh manusia. Selain dari itu
ada amanah yang diberikan kepercayaan kepada seseorang untuk
mengelolanya dengan baik. Misalnya amanah harta, anak, isteri,
pangkat, jabatan dan lain sebagainya.
13. Serakah
Serakah sinonimnya loba, tamak, rakus, yaitu sikap batin yang
tidak pernah puas terhadap apa yang sudah dimilikinya baik
mengenai harta ataupun lainnya. Tumbuhnya sikap serakah itu
didasari atas sikapnya yang mencintai dunia berlebihan dan atas
dorongan hawa nafsunya yang tidak pernah puas.
14. Dendam
Dendam berawal dari adanya hubungan yang tidak harmonis,
permusuhan antar seseorang, sehingga dia tidak rela memaafkannya.
Bagi seorang pendendam dia akan selalu mengingat kesalahan
orang.133 Dengan demikian dendam pada dasarnya adalah sikap
mental yang siap untuk membalas, yang merupakan keinginan keras
untuk membalas (kejahatan) tersebut.
Demikian beberapa ciri hati yang sakit, yaitu hati yang
senantiasa dihinggapi penyakit riya, takabbur, pesimis, dusta,
munafik, gibah, tajassus, dengki, permusuhan dan kebencian,
pemarah, melanggar janji, khianat, serakah, dan dendam.
Keempat istilah yang digunakan Al-Qur’an maka yang menjadi
fokus atau titik sentral dalam pembahasan ini adalah al-qalb, tetapi
133
Haidar Putra Daulay, Qalbun Salim Jalan Menuju Pencerahan Ruhani h.
91.
M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? | 75
pada dasarnya keempat istilah ini mempunyai keterkaitan seperti
halnya al-qalb dengan fu’ād, sangat dekat dari segi makna. Akan tetapi
penulis membahasnya secara spesifik tentang al-qalb dalam AlQur’an. Sementara Khalid Abu Syadi, mengemukakan pembagian hati
adalah: 1) hati yang hidup, 2) hati yang membatu, dan 3) hati yang
sakit.134
134
Khalid Abu Syadi, Biayyi Qalbin Nalqahu, terj. Andi Subarkah, Periksalah
Hati Anda dengan Hati Seperti Apa, Kita akan Menghadap-Nya? (Solo: Insan Kamil,
2008), h. 57-147.
76 | M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ?
BAB III
PENDIDIKAN QALB
A. Qalb
Mendidik qalb dapat dilakukan dengan berbagai macam cara.
Sebagaimana yang penulis kemukakan tentang bagaimana metode
(cara) yang dilakukan manusia dalam mendidik qalb. Dengan kata lain
langkah-langkah apakah yang ditempuh agar dalam kehidupannya dapat
meraih dan mempertahankan kesucian qalb (hati) nya. Salah satunya
adalah sebagaimana yang telah dikemukakan dalam Q.S. al-Ra’d/13: 28.
َِّ وِبم بِ ِذ ْك ِر
ِ َّ
ِ
ِ َِّ اَّلل أََل بِ ِذ ْك ِر
)۲۸( وب
ُ ُاَّلل تَط َْمئ ُّن الْ ُقل
َ ين
ْ ُُ ُآمنُوا َوتَط َْمئ ُّن قُل
َ الذ
Terjemahnya:
(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi
tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah hanya dengan mengingat
Allah hati menjadi tenteram.135
Salim ‘Ied al-Hilali, menerangkan dalam Manhaj al-Anbiyā’ fi
Tazkiyah al-Nufūs, bahwa pensucian qalb (hati) dari setiap kotoran dan
peningkatannya kepada akhlak mulia merupakan salah satu tugas para
Rasul yang mereka diutus karenanya. Hal itu sudah menjadi sebuah
kesibukan dalam ruang hidup Rasulullah saw. karena pensucian qalb
(hati) merupakan landasan dalam memulai sebuah kehidupan yang
Islami sesuai dengan manhaj para nabi.136 Zat yang menentukan tujuan
tersebut tidak melupakan metode untuk mencapainya. Oleh karena itu,
Allah swt. telah menentukan metode pembentukan tazkiyah al-nafs dan
Rasulullah saw. pun menjelaskan demikian agar manusia dapat sampai
kepada tujuan yang ingin diraihnya. Tazkiyah al-nafs sama sekali tidak
memiliki metode khusus selain ajaran agama Islam itu sendiri.
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya h. 341.
135
Salim ibn al-Hilali, Manhaj al-Anbiyā’ fī Tazkiyatin Nufūs (Cet. 1; Saudi
Arabia: Dār Ibnu ‘Affan, 1992), h. 59.
136
M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? | 77
Maksudnya; metode pendidikan qalb (hati) tidak boleh keluar dari
aturan syariat yang telah ditetapkan oleh Allah dalam Al-Qur’an dan
yang ditetapkan oleh Rasul dalam hadisnya. Hal tersebut sebagaimana
yang diterangkan Salim ibn ‘Ied al-Hilali dengan merincikannya pada
dua kaidah, yaitu:
1. Meneliti seluruh syariat agama
Ketika seorang mengkaji dan meneliti syariat agama secara
menyeluruh, lalu menghubungkan dengan tazkiyah al-nafs maka akan
ditemukan bahwa tidak ada metode khusus dalam pembentukan
pensucian hati (qalb). Akan tetapi, Islam itu sendiri merupakan
kumpulan akidah dan hukum yang muara akhirnya adalah ketakwaan
dan tazkiyah al-nafs agar semuanya dapat lurus dalam perintah Allah
swt. baik secara individu, kelompok ataupun masyarakat. Di antara
syariat Islam yang dapat mengantarkan manusia kepada pensucian
qalb (hati) seperti bersuci (taharah), salat, zakat, puasa, akhlak mulia,
toleransi dan memaafkan dalam bermuamalah, berbakti kepada
orang tua, menepati janji, berbuat baik pada tetangga, dan membaca
Al-Qur’an.
Kesemuanya
itu
merupakan
sarana
yang
dapat
mengantarkan seseorang untuk mencapai kesucian qalb (hati). 137
Dengan demikian, agama Islam secara menyeluruh merupakan
kebersihan dan kesucian, barang siapa yang mendapatkan petunjuk
Allah swt., dan mampu menjalankan semua syariat yang telah
ditetapkan dalam kitab suci-Nya dan ditetapkan Rasul-Nya, maka
sungguh hati dan jiwanya telah dipenuhi benih-benih keimanan dan
senantiasa berada di atas cahaya Allah swt.
Salim ibn al-Hilali, Manhaj al-Anbiyā’ fī Tazkiyatin Nufūs h. 60-66. Untuk
uraian lebih jelasnya tentang sarana-sarana tazkiyah al-nafs, penulis membahasnya
pada uraian selanjutnya pada bab IV.
137
78 | M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ?
2. Mengetahui sifat-sifat muttaqin yang sempurna, dan sifat-sifat
mukmin yang ikhlas
Sifat-sifat muttaqin dan mukminin telah digambarkan oleh
Allah swt. dalam Q.S. al-Baqarah/2: 1-5.
ِ ِ ) الَّ ِذين ي ْؤِمنُو َن ِِبلْغَي۲( ْكتاب َل ريب فِ ِيه ه ًدى لِلْمت َِّقّي
ِ َ ِ) ذَل۱( اَل
يمو َن
ْ
ُ
َ ُ
َُ
ُ ب َويُق
َ َْ ُ َ ك ال
ِ َّ
ِ َّ
ِ
ك
َ ِك َوَما أُنْ ِز َل ِم ْن قَ ْبل
َ ين يُ ْؤِمنُو َن ِِبَا أُنْ ِز َل إِلَْي
ُ َالصَلة َوِمَّا َرَزقْن
َ ) َوالذ٣( اه ْم يُنفقُو َن
ِ
)۵( ْم ْفلِ ُحو َن
َ ِ) أ ُْولَئ٤( آلخرةِ ُه ْم يُوقِنُو َن
َ ِك َعلَى ُه ًدى ِم ْن َرِِبِِ ْم َوأ ُْولَئ
ُ ك ُه ْم ال
َ َوِب
Terjemahnya:
Alif lam mim. Kitab (Al-Qur’an) ini tidak ada keraguan padanya,
petunjuk bagi mereka yang bertakwa, (yaitu) mereka yang beriman
kepada yang gaib, melaksanakan salat dan menginfakkan sebagian
rezeki yang kami berikan kepada mereka dan mereka yang beriman
kepada (Al-Qur’an) yang diturunkan kepadamu (Muhammad) dan
(kitab-kitab) yang telah diturunkan sebelum engkau dan mereka
yakin akan adanya hari akhirat. Merekalah yang mendapat petunjuk
dari Tuhannya, dan mereka itulah orang-orang yang beruntung.138
Sifat sempurna bagi seorang muttaqīn yang ahli dalam ibadah
adalah keimanan yang mempunyai daya pemersatu positif dan
dinamis, yaitu persatuan yang tegak berdiri di atas dasar ketakwaan
dan ibadah kepada Allah swt. sehingga dapat mencetak suatu umat.
Persatuan yang dapat menyatukan keimanan kepada yang gaib,
melaksanakan kewajiban terhadap Allah, iman kepada seluruh Rasul
dan kitab, iman kepada hari akhir. Kesemuanya ini merupakan
kesempurnaan iman yang tegak berdiri di atas landasan petunjuk
rabbāni, dan merupakan keistimewaan yang dimiliki oleh akidah
Islam.139
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya h. 2.
138
139
Syeikh Salim ibn al-Hilali, h. 75-76.
M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? | 79
Mengacu pada makna ayat dan pernyataan di atas maka dapat
disimpulkan bahwa sifat-sifat orang yang bertakwa dan beriman
yaitu; mereka yang beriman kepada yang gaib, mendirikan salat,
menafkahkan sebagian rezekinya, beriman kepada kitab-kitab yang
telah diturunkan oleh Allah swt., dan mereka yakin akan adanya
kehidupan hari akhirat. Dari beberapa sifat-sifat muttaqin dan
mukminin dengan segala bagian-bagiannya, menunjukkan pada
makna dasar tazkiyah al-nafs itu sendiri.
Berbeda dengan yang dipaparkan oleh Ali ibn Muhammad alDihami dalam Jihād al-Nafs, menyebutkan metode mendidik qalb.
Adapun metode yang dimaksudkan sebagaimana yang ditawarkan AlQur’an adalah sebagai berikut:
1. Bersegera menyambut seruan kebenaran
Berdasarkan hal tersebut dapat dilihat dalam Q.S. alZumar/39: 7-18.
ِ ضى لِ ِعب
َّ إِ ْن تَ ْك ُف ُروا فَِإ َّن
ضهُ لَ ُك ْم َوَل
َ ادهِ الْ ُك ْف َر َوإِ ْن تَ ْش ُك ُروا يَ ْر
ٌّ ِ َاَّللَ غ
َ َ ِن َع ْن ُك ْم َوَل يَ ْر
ِ تَ ِزر وا ِزرةٌ ِوْزر أُ ْخرى ُُثَّ إِ ََل ربِ ُكم مرِجع ُكم فَ ي نَ بِئُ ُكم ِِبَا ُك ْن تُم تَ ْعملُو َن إِنَّهُ َعلِيم بِ َذ
ات
ْ ِ ُ ْ ُ ْ َ ْ َِ
ٌ
َ ْ
َ َ َ َُ
ض ٌّر َد َعا َربَّهُ ُمنِيباً إِلَْي ِه ُُثَّ إِذَا َخ َّولَهُ نِ ْع َمةً ِم ْنهُ نَ ِس َي َما
ُّ
َّ ) َوإِذَا َم۷( الص ُدوِر
ُ س ا ِإلنْ َسا َن
َِِّ َكا َن ي ْدعو إِلَي ِه ِمن قَ بل وجعل
ِِ
ِ َّلل أَنْ َداداً لِي
ك
َ ََّّع بِ ُك ْف ِر َك قَلِيَلً إِن
ْ ض َّل َع ْن َسبِيله قُ ْل َتََت
ُ
َ ََ َ ُ ْ ْ ْ ُ َ
ِ اجداً وقَائِماً َُْي َذر
ِ
ِ آَنء اللَّْي ِل س
ِ َص َح
اآلخ َرَة َويَ ْر ُجو
ٌ ِ) أ ََّم ْن ُه َو قَان۸( اب النَّا ِر
ْ م ْن أ
َ
ُ
َ
ََ ت
ِ َّ
ِ َّ
ِِ
ِ َين َل يَ ْعلَ ُمو َن إِ ََّّنَا يَتَ َذ َّكر أ ُْولُوا األَلْب
اب
َ ين يَ ْعلَ ُمو َن َوالذ
َ َر ِْحَةَ َربِه قُ ْل َه ْل يَ ْستَ ِوي الذ
ُ
ِِ
ِِ
ِ َّ ِ ِ
ض
ُ َح َسنُوا ِِف َهذه الدُّنْ يَا َح َسنَةٌ َوأ َْر
ْ ين أ
َ ين
َ آمنُوا اتَّ ُقوا َربَّ ُك ْم للَّذ
َ ) قُ ْل ََّي عبَاد الذ۹(
ِ
ِ اَّلل و
ِ َّ اس َعةٌ إِ ََّّنَا يُو ََّّف
ٍ َجرُه ْم بِغَ ِْري ِحس
َّ ت أَ ْن أَ ْعبُ َد
ُ ) قُ ْل إِِِّن أ ُِم ْر۱۰( اب
َاَّلل
َ
َ َّ
َ
َ ْ الصاب ُرو َن أ
ِ
ِ ت ألَ ْن أَ ُكو َن أ ََّو َل ال
ِ
اف إِ ْن
ُ َخ
ُ ) َوأ ُِم ْر۱۱( ين
َ ) قُ ْل إِِِّن أ۱۲( ّي
َ ْم ْسل ِم
َ ُُمْلصاً لَهُ ال ِد
ُ
َّ ) قُ ْل۱٣( اب يَ ْوٍم َع ِظ ٍيم
) فَا ْعبُ ُدوا َما۱٤( اَّللَ أَ ْعبُ ُد ُُمْلِصاً لَهُ ِد ِيِن
ُ ص ْي
َ ت َرِِّب َع َذ
َ َع
80 | M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ?
ِ َّ اس ِر
ِ ْ ِش ْئ تم ِمن ُدونِِه قُل إِ َّن
ك
َ ِين َخ ِس ُروا أَنْ ُف َس ُه ْم َوأَ ْهلِي ِه ْم يَ ْوَم ال ِْقيَ َام ِة أََل ذَل
ْ ُْ
َ ين الذ
َ َاِل
ْ
ْ ُه َو
ف
ُ ك َُيَِِو
َ ِ) ََلُ ْم ِم ْن فَ ْوقِ ِه ْم ظُلَ ٌل ِم ْن النَّا ِر َوِم ْن ََْتتِ ِه ْم ظُلَ ٌل ذَل۱۵( ّي
ُ ِْمب
ُ اِلُ ْس َرا ُن ال
ِ َّ
ِ ِ َ اَّلل بِ ِه ِعب
ِ
وها َوأ َََنبُوا إِ ََل
َ ُاجتَ نَ بُوا الطَّاغ
َ وت أَ ْن يَ ْعبُ ُد
ْ ين
َ َُّ
َ ) َوالذ۱٦( ادهُ ََّي عبَاد فَاتَّقُون
َِّ
ِ َّ
ِ ِ ِ
ك
َ َِح َسنَهُ أ ُْولَئ
ْ ين يَ ْستَ ِم ُعو َن الْ َق ْو َل فَ يَ تَّبِعُو َن أ
َ ) الذ۱۷( اَّلل ََلُ ْم الْبُ ْش َرى فَ بَ ِش ْر عبَادي
ِ َّ
ِ َك ُه ْم أ ُْولُوا األَلْب
َّ اه ْم
)۱۸( اب
َ ِاَّللُ َوأ ُْولَئ
ُ ين َه َد
َ الذ
Terjemahnya:
Jika kamu kafir (ketahuilah) maka sesungguhnya Allah tidak
memerlukanmu dan Dia tidak meridai kekafiran hamba-hamba-Nya.
Jika kamu bersyukur. Dia meridai kesyukuranmu itu. Seseorang yang
berdosa tidak memikul dosa orang lain. Kemudian kepada
Tuhanmulah kembalimu lalu Dia beritakan kepadamu apa yang telah
kamu kerjakan. Sungguh, Dia Maha Mengetahui apa yang tersimpan
dalam dada(mu). Dan apabila manusia ditimpa bencana, dia
memohon (pertolongan) kepada Tuhannya dengan kembali (taat)
kepada-Nya, tetapi apabila Dia memberikan nikmat kepadanya dia
lupa (akan bencana) yang pernah dia berdoa kepada Allah sebelum
itu, dan diadakannya sekutu-sekutu bagi Allah untuk menyesatkan
(manusia) dari jalan-Nya. Katakanlah, “Bersenang-senanglah kamu
dengan kekafiranmu itu untuk sementara waktu. Sungguh kamu
termasuk penghuni neraka. (Apakah) kamu orang musyrik yang lebih
beruntung) ataukah orang yang beribadah pada waktu malam dengan
sujud dan berdiri, karena takut kepada (azab) akhirat dan
mengharapkan rahmat Tuhannya? Katakanlah, “Apakah sama orangorang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?”
Sesungguhnya hanya orang-orang yang berakal sehat yang dapat
menerima pelajaran. Katakalah (Muhammad), “wahai hamba-hambaKu yang beriman! Bertakwalah kepada Tuhanmu”. Bagi orang-orang
yang berbuat baik di dunia ini akan memperoleh kebaikan. Dan bumi
Allah itu luas. Hanya orang-orang yang bersabarlah yang
disempurnakan pahalanya tanpa batas. Katakanlah, “Sesungguhnya
aku diperintahkan agar menyembah Allah dengan penuh ketaatan
kepada-Nya dalam (menjalankan) agama. Dan aku diperintahkan agar
menjadi orang yang pertama-tama berserah diri”. Katakanlah, “Hanya
Allah yang aku sembah dengan penuh ketaatan kepada-Nya dalam
(menjalankan) agamaku”. Maka sembahlah selain Dia sesukamu!
(wahai orang-orang musyrik). Katakanlah, “Sesungguhnya orangorang yang rugi ialah orang-orang yang merugikan diri mereka
sendiri dan keluarganya pada hari Kiamat”. Ingatlah! Yang demikian
itu adalah kerugian yang nyata. Di atas mereka ada lapisan-lapisan
dari api dan di bawahnya juga ada lapisan-lapisan yang disediakan
bagi mereka. Demikianlah Allah mengancam hamba-hamba-Nya
(dengan azab itu). “Wahai hamba-hamba-Ku, maka bertakwalah
kepada-Ku”. Dan orang-orang yang menjauhi Tagut (yaitu) tidak
M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? | 81
menyembahnya dan kembali kepada Allah, mereka pantas mendapat
berita gembira; sebab itu sampaikanlah kabar gembira itu kepada
hamba-hamba-Ku. (yaitu) mereka yang mendengarkan perkataan lalu
mengikuti apa yang paling baik di antaranya. Mereka itulah orangorang yang telah diberi petunjuk oleh Allah dan mereka itulah orangorang yang mempunyai akal sehat. 140
Selanjutnya Q.S. al-Ahzāb/33: 36.
َّ ضى
ْ اَّللُ َوَر ُسولُهُ أ َْمراً أَ ْن يَ ُكو َن ََلُ ْم
اِلِ َريَةُ ِم ْن أ َْم ِرِه ْم
َ ََوَما َكا َن لِ ُم ْؤِم ٍن َوَل ُم ْؤِمنَ ٍة إِذَا ق
ِ َوَم ْن يَ ْع
َّ ص
)٣٦( ًضَلَلً ُمبِينا
َ ض َّل
َ اَّللَ َوَر ُسولَهُ فَ َق ْد
Terjemahnya:
Dan tidaklah pantas bagi laki-laki yang mukmin dan
perempuan yang mukmin apabila Allah dan Rasul-Nya telah
menetapkan suatu ketetapan, akan ada pilihan (yang lain) bagi
mereka tentang urusan mereka. Dan barang siapa mendurhakai Allah
dan Rasul-Nya, maka sungguh, dia telah tersesat, dengan kesesatan
yang nyata.141
Q.S. al-Anfāl/8: 24.
َِِّ َّي أَيُّها الَّ ِذين آمنوا است ِجيبوا
ِ لر ُس
َّ ول إِذَا َد َعا ُك ْم لِ َما ُُْييِي ُك ْم َوا ْعلَ ُموا أ
َّ َن
ول
ُ ُاَّللَ َُي
َّ َِّلل َول
َ َ
ُ َ ْ َُ َ
)۲٤( ّي ال َْم ْرِء َوقَ ْلبِ ِه َوأَنَّهُ إِلَْي ِه َُْت َش ُرو َن
َ ْ َب
Terjemahnya:
Wahai orang-orang yang beriman! Penuhilah seruan Allah dan
Rasul, apabila dia menyerumu kepada sesuatu yang memberi
kehidupan kepadamu, dan ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah
membatasi antara manusia dan hatinya dan sesungguhnya kepadaNyalah kamu akan dikumpulkan.142
2. Cinta kebenaran dan lapang dada untuk Islam
Hal ini dapat dilihat dalam Q.S. al- An’ām/6:125.
Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya h. 659-661.
140
Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya h. 598.
141
Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya h. 243.
142
82 | M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ?
ِ
ِ
ِ ص ْد َرهُ لِ ِإل ْس
َّ فَ َم ْن يُ ِر ْد
ًضيِِقا
َ ُص ْد َره
َ َلم َوَم ْن يُ ِر ْد أَ ْن يُضلَّهُ ََْي َع ْل
َ اَّللُ أَ ْن يَهديَهُ يَ ْش َر ْح
ِ َّ
ِِ ُاَّلل
َّ ك ََْي َع ُل
)۱۲۵( ين َل يُ ْؤِمنُو َن
َّ ََح َرجاً َكأَََّّنَا ي
َّ ص َّع ُد ِِف
َ ِالس َم ِاء َك َذل
َ س َعلَى الذ
َ الر ْج
Terjemahnya:
Barang siapa dikehendaki Allah akan mendapat hidayah
(petunjuk), Dia akan membukakan dadanya untuk (menerima) Islam.
Dan barang siapa dikehendaki-Nya menjadi sesat, Dia jadikan
dadanya sempit dan sesak, seakan-akan dia (sedang) mendaki ke
langit. Demikianlah Allah menimpakan siksa kepada orang-orang
yang tidak beriman.143
3. Menyambut seruan keimanan
Hal ini dapat dilihat dalam Q.S. al-Taubah/9: 124-125.
ِِ
ِ َّ
اد ْْتُ ْم
ُ ورةٌ فَ ِم ْن ُه ْم َم ْن يَ ُق
ْ ََوإِ َذا َما أُن ِزل
َ آمنُوا فَ َز
َ ول أَيُّ ُك ْم َز
َ ين
َ ادتْهُ َهذه إِميَاَنً فَأ ََّما الذ
َ ت ُس
ِ
ِ َّ
اد ْْتُ ْم ِر ْجساً إِ ََل ِر ْج ِس ِه ْم
َ ض فَ َز
ٌ ين ِِف قُلُوِبِِ ْم َم َر
َ ) َوأ ََّما الذ۱۲٤( إِميَاَنً َو ُه ْم يَ ْستَ ْبش ُرو َن
)۱۲۵( َوَماتُوا َو ُه ْم َكافِ ُرو َن
Terjemahnya:
Dan apabila diturunkan suatu surah, maka di antara mereka
(orang-orang munafik) ada yang berkata, “Siapakah di antara kamu
yang bertambah imannya dengan (turunnya) surah ini”? Adapun
orang-orang yang beriman, maka surah ini menambah imannya, dan
mereka merasa gembira. Dan adapun orang-orang yang di dalam
hatinya ada penyakit, maka (dengan surah itu) akan menambah
kekafiran mereka yang telah ada dan mereka akan mati dalam
keadaan kafir.144
Selanjutnya Q.S. Ali Imrān/3: 139.
ِ
ِ
)۱٣۹( ّي
َ َِوَل َْتنُوا َوَل ََْت َزنُوا َوأَنْ تُ ْم األَ ْعلَ ْو َن إِ ْن ُك ْن تُ ْم ُم ْؤمن
Terjemahnya:
Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya h. 193-194.
143
Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya h. 277.
144
M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? | 83
Dan janganlah kamu (merasa) lemah, dan jangan (pula)
bersedih hati, sebab kamu paling tinggi (derajatnya), jika kamu
orang-orang yang beriman.145
Demikian pula pada Q.S. Ibrāhim/14: 37.
ِ ربَّنا إِِّن أَس َكنت ِمن ذُ ِريَِِّت بِو ٍاد غَ ِري ِذي زر ٍع ِعند ب يتِك ال
ِِ
َّ يموا
َالصَلة
ْ َ ِ ْ ُ ْ ِ ََ
ُ ْم َح َّرم َربَّنَا ليُق
ُ َ َْ َ ْ ْ َ
ِ ْهم ِمن الثَّمر
ِ
ِ اج َع ْل أَفْئِ َدةً ِم ْن الن
)٣۷( ات لَ َعلَّ ُه ْم يَ ْش ُك ُرو َن
ْ َف
َ َ ْ ْ ُ َّاس ْتَْ ِوي إلَْي ِه ْم َو ْارُزق
Terjemahnya:
Ya’ Tuhan, sesungguhnya aku telah menempatkan sebagian
keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di
dekat rumah Engkau (Baitullah) yang dihormati, ya Tuhan (yang
demikian itu) agar mereka melaksanakan salat, maka jadikanlah hati
sebagian manusia cenderung kepada mereka dan berilah mereka
rezeki dari buah-buahan, mudah-mudahan mereka bersyukur.146
4. Banyak berzikir
Hal ini dapat dilihat dalam Q.S. al-Anfāl/8: 45.
ِ َّ
َّ آمنُوا إِذَا لَ ِقيتُ ْم فِئَةً فَاثْ بُ تُوا َواذْ ُك ُروا
)٤۵( اَّللَ َكثِرياً لَ َعلَّ ُك ْم تُ ْفلِ ُحو َن
َ ين
َ ََّي أَيُّ َها الذ
Terjemahnya:
Wahai orang-orang yang beriman! Apabila kamu bertemu
pasukan (musuh), maka berteguh hatilah dan sebutlah nama Allah
banyak-banyak berzikir dan berdoa agar kamu beruntung.147
Selanjutnya dalam Q.S. al-Ahzāb/33:41.
ِ َّ
َّ آمنُوا اذْ ُك ُروا
)٤۱( ًاَّللَ ِذ ْكراً َكثِريا
َ ين
َ ََّي أَيُّ َها الذ
Terjemahnya:
Wahai orang-orang yang beriman! Ingatlah kepada Allah,
dengan mengingat (nama-Nya) sebanyak-banyaknya.148
Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya h. 85.
145
Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya h. 351.
146
Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya h. 247.
147
84 | M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ?
Q.S. al-Ra’d/13: 28.
َِّ وِبم بِ ِذ ْك ِر
ِ َّ
ِ
ِ َِّ اَّلل أََل بِ ِذ ْك ِر
)۲۸( وب
ُ ُاَّلل تَط َْمئ ُّن الْ ُقل
َ ين
ْ ُُ ُآمنُوا َوتَط َْمئ ُّن قُل
َ الذ
Terjemahnya:
(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi
tenteram dengan mengingat Allah, Ingatlah, hanya dengan mengingat
Allah hati menjadi tenteram.149
Demikian pula dalam Q.S. al-Kahf/18: 24.
ِ
َّ اء
ب ِم ْن َه َذا
َ َّاَّللُ َواذْ ُك ْر َرب
َ ك إِذَا نَ ِس
َ ْر
َ إَِلَّ أَ ْن يَ َش
َ يت َوقُ ْل َع َسى أَ ْن يَ ْهديَِِن َرِِّب ألَق
)۲٤( ًَر َشدا
Terjemahnya:
Kecuali (dengan mengatakan), “Insya Allah” dan ingatlah
kepada Tuhanmu apabila engkau lupa dan katakanlah, “Mudahmudahan Tuhanku akan memberiku petunjuk kepadaku agar aku
yang lebih dekat (kebenarannya) dari pada ini. 150
5. Yakin yang diikuti amal sebagai pembenaran
Hal ini dapat dilihat dalam Q.S. al-Jāsiyah/45: 3-4.
ِ ُّ ) وِِف َخل ِْق ُكم وما ي ب٣( ت لِلْم ْؤِمنِّي
ٍ
ِ السمو
ِ ات َواأل َْر
ت
ٌ آَّي
َ ُ ٍ آلَّي
َُ َ َ ْ
َ ث م ْن َدابَّة
َ ض
َ
َ َ َّ إِ َّن ِِف
)٤( لِ َق ْوٍم يُوقِنُو َن
Terjemahnya:
Sungguh, pada langit dan bumi benar-benar terdapat tandatanda (kebesaran Allah) bagi orang-orang mukmin. Dan pada
penciptaan dirimu dan pada makhluk bergerak yang bernyawa yang
bertebaran (di bumi) terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) untuk
kaum yang meyakini.151
Selanjutnya Q.S. al-Sajadah/32: 12.
Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya h. 599.
148
Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya h. 341.
149
Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya h. 405.
150
Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya h. 718.
151
M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? | 85
ِ
ِِ ِ ِ
ص ْرََن َو ََِس ْعنَا فَ ْارِج ْعنَا نَ ْع َم ْل
َ ْسوا ُرءُوس ِه ْم ع ْن َد َرِِب ْم َربَّنَا أَب
ُ َولَ ْو تَ َرى إِ ْذ ال
ُ ْم ْج ِرُمو َن ََنك
ِص
)۱۲( اْلاً إِ ََّن ُموقِنُو َن
َ
Terjemahnya:
Dan (alangkah ngerinya), jika sekiranya kamu melihat orangorang yang berdosa itu menundukkan kepalanya di hadapan
Tuhannya, (mereka berkata), “Ya Tuhan kami, kami telah melihat dan
mendengar, maka kembalikanlah kami (ke dunia), niscaya kami akan
mengerjakan kebajikan. Sungguh kami adalah orang-orang yang
yakin”.152
6. Layyin al-Qalb (hati yang lembut) untuk berzikir kepada Allah
Hal ini dapat dilihat dalam Q.S. al-Zumar/39: 22-23.
ِ
ِ َلم فَ هو َعلَى نُوٍر ِمن ربِ ِه فَ ويل لِ ْل َق
َّ أَفَ َم ْن َش َر َح
وِبُ ْم ِم ْن ِذ ْك ِر
ُ ُاسيَ ِة قُل
َ ُاَّلل
َ ُ ِ ص ْد َرُه ل ِإل ْس
ٌ ْ َ َِ ْ
َِّ
ِ َحسن ا ْْل ِد
ٍ ض
ٍ َِلل ُمب
َّ )۲۲( ّي
يث كِتَاِبً ُمتَ َش ِاِباً َمثَ ِاّنَ تَ ْق َشعِ ُّر
َ ِاَّلل أ ُْولَئ
َ ك ِِف
َ َ َ ْ اَّللُ نَ َّز َل أ
ِاَّلل
ِ
َِّ وِبم إِ ََل ِذ ْك ِر
ِ َّ ُ ُِم ْنه جل
َّ ك ُه َدى
َ ِاَّلل ذَل
ُ ُّي ُجل
ُ ين ََيْ َش ْو َن َرَِّبُ ْم ُُثَّ تَل
ُ ُ
ْ ُُ ُود ُه ْم َوقُل
َ ود الذ
ِ ْ ي ْه ِدي بِ ِه من ي َشاء ومن ي
ٍ اَّلل فَما لَهُ ِمن َه
)۲٣( اد
ْ
ُ ْ ََ ُ َ ْ َ
َ
َ َُّ ضل ْل
Terjemahnya:
Maka apakah orang-orang yang dibukakan hatinya oleh Allah
untuk (menerima) agama Islam lalu dia mendapat cahaya dari
Tuhannya (sama dengan orang yang hatinya membatu)? Maka
celakalah mereka yang hatinya telah membatu untuk mengingat
Allah. mereka itu dalam kesesatan yang nyata. Allah telah
menurunkan perkataan yang paling baik (yaitu) Al-Qur’an yang
serupa (ayat-ayatnya) lagi berulang-ulang, gemetar karenanya kulit
orang-orang yang takut kepada Tuhannya, kemudian menjadi tenang
kulit dan hati mereka ketika mengingat Allah. Itulah petunjuk Allah,
dengan kitab itu Dia memberi petunjuk kepada siapa yang Dia
kehendaki. Dan barang siapa yang dibiarkan sesat oleh Allah, maka
tidak seorang pun yang dapat memberi petunjuk.153
Penjelasan yang sama dapat dilihat dalam Q.S. al-An’ām/6:
146.
Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya h. 587.
152
Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya h. 662.
153
86 | M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ?
ِ
ِ َّ
ِ
َّوم ُه َما إَِل
ُ ين َه
َ ادوا َح َّرْمنَا ُك َّل ذي ظُُف ٍر َوم ْن الْبَ َق ِر َوالْغَنَ ِم َح َّرْمنَا َعلَْي ِه ْم ُش ُح
َ َو َعلَى الذ
ِ اهم بِب غْيِ ِهم وإِ ََّن لَص
ادقُو َن
َ َور ُُهَا أ َْو ا ْْلََو َاَّي أ َْو َما ا ْختَ ل
ْ ََما َِحَل
َ ِط بِ َعظ ٍْم ذَل
َ َ ْ َ ْ ُ َك َج َزيْ ن
ُ ت ظُ ُه
)۱٤٦(
Terjemahnya:
Dan kepada orang-orang Yahudi, Kami haramkan semua
(hewan) yang berkuku, dan Kami haramkan kepada mereka lemak
sapi dan domba, kecuali yang melekat di punggungnya, atau yang
dalam isi perutnya, atau yang bercampur dengan tulang. Demikianlah
Kami menghukum mereka karena kedurhakaannya. Dan sungguh
Kami Mahabenar.154
Perhatikan pula Q.S. al-Naml/27: 14.
ِ ِ ف َك ا َن َعاقِبةُ ال
)۱٤( ين
َ س ُه ْم ظُلْماً َو ُعلُ ِواً فَانظُْر َك ْي
ْ َو َج َح ُدوا ِِبَا َو
َ ْم ْفسد
ُ َ
ُ استَ ْي َقنَ ْت َها أَنْ ُف
Terjemahnya:
Dan mereka mengingkarinya karena kezaliman dan
kesombongannya, padahal hati mereka meyakini (kebenaran)nya.
Maka perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang berbuat
kerusakan.155
7. Ittiba Al-Qur’an dan al-Sunnah
Hal ini dapat dilihat dalam Q.S. al-Taubah/9: 71.
ِ
ِ وال
ٍ ات بَ ْعضُ ُه ْم أ َْولِيَاءُ بَ ْع
ْمن َك ِر
ُ َْم ْؤِمن
ُ ْم ْؤمنُو َن َوال
ُ َ
ُ ض ََي ُْم ُرو َن ِِبل َْم ْع ُروف َويَ ْن َه ْو َن َع ْن ال
ِ
ِ
َّ الصَلةَ َويُ ْؤتُو َن
َّ اَّللُ إِ َّن
َّ ك َس َ ْري َِحُ ُه ْم
َّ يعو َن
اَّللَ َع ِز ٌيز
َّ يمو َن
َ ِاَّللَ َوَر ُسولَهُ أ ُْولَئ
ُ الزَكاةَ َويُط
ُ َويُق
ِ
)۷۱( يم
ٌ َحك
Terjemahnya:
Dan orang-orang yang beriman, laki-laki dan perempuan,
sebagian mereka menjadi penolong bagi sebagian yang lain. Mereka
menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang munkar,
melaksanakan salat, menunaikan zakat dan taat kepada Allah dan
Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya h. 198.
154
Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya h. 531.
155
M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? | 87
Rasul-Nya. Mereka akan diberi rahmat oleh Allah. Sungguh, Allah
Mahaperkasa, Mahabijaksana. 156
Demikianlah tujuh cara (metode) mendidik hati yang
ditawarkan
oleh
Al-Qur’an
yang
telah
penulis
kemukakan.
Sebelumnya telah dijelaskan bahwa nafsu dan setan senantiasa
membujuk
manusia
melalui
hatinya
agar
menyimpang
dari
kebenaran. Sebagai usaha membentengi hati dari rayuan keduanya,
dan mensucikan hati yang sudah terbelenggu kekuasaan setan dan
hawa nafsu, maka diperlukan suatu pendidikan hati (tarbiyyah alqulūb) meminjam istilah Ibnu Taimiyah, atau riyā«ah al-qulūb
menurut istilah al-Gazali, atau pensucian hati menurut istilah Hamka.
Menurut Ibnu Taimiyah, hati memerlukan pendidikan maka ia akan
tumbuh dan bertambah sampai sempurna dan murni, sebagaimana
badan membutuhkan perawatan dengan makanan yang bergizi
baginya. Hati akan bersih dengan menciptakan apa yang bermanfaat
baginya dan menolak yang membahayakannya. Sama halnya dengan
tanaman, ia akan tumbuh dengan makanan. 157
Hati yang kotor harus segera dibersihkan, sebab menurut
Komaruddin Hidayat, hati yang tercemari akibat perbuatanperbuatan kotor yang dilakukan akan memadamkan pijarnya,
sehingga tidak lagi punya daya menyinari. Karena itu hati harus selalu
dibersihkan dari dosa; jangan menunggu sampai ia berkarat, sehingga
Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya h. 266.
156
157
Ibnu Taimiyah, Risalah Tasauf Ibnu Taimiyah, terj. Anis Masykur (Cet. 1;
Jakarta: Hikmah, 2002), h. 178. Jika manusia ingin mencapai derajat takwa dan
muslim yang “sempurna” maka ia harus terlebih dahulu mensucikan hatinya. Ada
banyak cara agar hati tetap bersih. Inilah yang sering luput dari perhatian manusia
pada umumnya. Bahwa manusia terdiri dari unsur jasmani dan ruhani. Sebagaimana
jasmani, ruhani juga membutuhkan makanan, yaitu spiritual. Sari pati makanan
spiritual inilah yang akan melekat dalam hati manusia. Hati bukan saja akan menjadi
keras dan hitam, bahkan beku jika tidak pernah mendapatkan sentuhan dan siraman
air spiritual. Lihat Jejen Musfah, Bahkan Tuhan Pun Bersyukur: Memahami Rahasia
Hati (Cet. 1; Jakarta: Hikmah, 2003), h. xii.
88 | M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ?
dosanya semakin sulit dihapus, dan lama kelamaan dosa-dosa itu
dianggap sebagai kebaikan.158 Selanjutnya langkah-langkah atau
metode mendidik qalb yang efektif dapat dilakukan dengan 5
tahapan, yaitu:
a. Zikir, upaya recollection atau pengingatan terus menerus kepada
Allah, dan diwujudkan dalam semua bentuk perbuatan. Mulai dari
perbuatan hati, lisan, dan seluruh anggota tubuh yang hanya
diarahkan kepada Allah semata. 2) Tafakkur, perenungan yang
terus menerus atau disebut juga kontemplasi akan keberadaan
diri, serta hubungannya dengan Allah. Hal inilah yang kemudian
melahirkan ibadah secara ikhlas. 3) Murāqabah, pendekatan diri
kepada Allah setiap waktu, dengan semua perbuatan. Tetapi
terkadang juga disiapkan waktu dan tempat khusus untuk ber
murāqabah (“berpacaran”) dengan Allah. Hal ini sering pula
disebut sebagai meditasi Islam. Hanya saja praktik meditasi Islam,
menjadi
salah
satu
cara
saja,
dan
sekian
banyak
cara
bermurāqabah. Karena inti murāqabah adalah menghindari
kecemburuan
Allah
atas diri orang
mukmin, dan
untuk
mendapatkan limpahan seluruh cinta-Nya. 4)Muhāsabah, yakni
bentuk evaluasi diri dalam hubungannya kepada Allah. Bentuk
muhāsabah terdiri atas; a) muhāsabah al-nafs. Evaluasi yang
dilakukan setiap menjelang tidur, menelaah dan mengevaluasi
dirinya,
bisikan
jiwanya,
jalan
pikirannya,
serta
seluruh
perbuatannya. Bentuk evaluasinya harus konkret mengenai peta
yang baik dan buruk. Kebaikan ditingkatkan dan disempurnakan,
Sebagaimana disinggung dalam Q.S. Fātir/35: 8: سنا
َ ُ… أَفَ َم ْن زُ يِنَ لَه ُ سُوء
َ ع َم ِل ِه فَ َرآه ُ َح
maka apakah pantas orang yang dijadikan (setan) terasa indah perbuatan buruknya
lalu menganggap baik perbuatannya itu? Lihat Komaruddin Hidayat “Menggapai
Kebeningan Hati” dalam Hasan M. Noer (Editor), Agama di Tengah-Tengah Kemelut
(Cet. 1; Jakarta: Media Cita, 2001), h. 99.
158
M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? | 89
dan keburukan ditinggalkan (jika lahiriah) dan dieliminasi (jika
ruhaniah).
b)
memperhitungkan
muhāsabah
keadaannya,
tarīqah.
Evaluasi
berusaha
sekuat
dengan
tenaga
menurunkan keragaman (menghapus nafsu-nafsu yang ada) dan
menaikkan kepada keadaan sifat-sifat ke-Esaan Allah. jadi
fokusnya adalah menerapkan sifat-sifat Allah untuk dirinya. c)
Muhāsabah al-Haqq. Evaluasi keseluruhan lahir dan batin dengan
berbagai bentuk keadaan dan tingkatan yang ada pada dirinya.
Evaluasi
ini
adalah
menyesuaikan
keadaan
perkembangan
ruhaniah (spiritualitas) dengan 236 karakter keimanan yang
diajukan oleh Al-Qur’an. 5) Wirid, pembiasaan semua yang
mengarahkannya kepada Allah. wirid adalah tugas harian, baik
dalam bentuk doa maupun perbuatan, yang harus dilaksanakan
secara konsisten oleh seorang mukmin, dalam hubungannya
menjalin cinta dengan Allah. ini adalah wujud pelaksanaan hakikat
keimanan yang ada. Bentuknya dapat berupa wirid namaz, atau
wirid yang disandarkan kepada perilaku salat wajib maupun
sunah; dan juga wirid ¯arīqah, yakni wirid dalam bacaan dan
perbuatan yang berada di luar salat. Wirid dengan salat adalah
menjalin hubungan melalui ibadah yang telah ditentukan Allah.
wirid ¯arīqah adalah upaya menjalin hubungan dengan Allah
dengan perilaku manusiawinya, yang menjadi sunnatullah dalam
kehidupan dunia.159
Metode pendidikan hati yang telah dipaparkan tersebut, jika
dilaksanakan secara konsisten akan berdampak secara positif pada
lingkungan. Hal itu berarti bahwa proses mendidik qalb yang
Muhammad Sholikhin, 17 Jalan Menggapai Mahkota Sufi Syaikh ‘Abdul
Qādir al-Jailāni, Intisari Kitab Karya al-Jailāni: al-Fath al-Rabbānī, Sirr al-Asrār, alFutūh} al-Ghayb, dan al-Gunyah li Talibi Tarīq al-Haqq (Cet. 1; Yogyakarta: Mutiara
Media, 2009), h. 396-397.
159
90 | M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ?
dilakukan secara konsisten secara otomatis akan memperbaiki
keadaan di luar diri. Cahaya ruhaniah diri akan memancar keluar,
baik
melalui
proses
yang
dilaksanakan,
maupun
melalui
pentauladanan pihak lain atas diri. Selanjutnya metode mendidik
qalb atau metode penyehatan hati yaitu:
1. Metode Ta‘līm
Metode ini adalah melakukan transfer ilmu kepada seseorang.
Mengisi otak seseorang dengan pengetahuan yang berkenaan dengan
baik dan buruk. Seseorang akan melaksanakan kebaikan dan
menjauhi kejahatan, tentu diawali dengan pengenalannya tentang apa
yang baik dan apa pula yang buruk. Peranan seorang guru dalam hal
ini amat penting, sebab dialah seseorang akan mengenal baik dan
buruk. Guru akan memperkenalkan kepada sang murid sejumlah
daftar apa saja perilaku yang baik itu dengan maksud agar sang murid
dapat
mengamalkannya,
selain
dari
itu
sang
guru
juga
memperkenalkan apa pula perilaku buruk. Pengenalan terhadap baik
dan buruk dimulai sedini mungkin sehingga tidak terlebih dahulu
mengenal perilaku buruk. Apabila kita merujuk kepada Al-Qur’an,
bahwa Allah swt. telah memberikan ta’līm kepada Adam tentang
nama-nama sesuatu. Dalam Q.S. al-Baqarah/2: 31.
)٣۱( ... اء ُكلَّ َها
ْ آد َم األ
َ َو َعلَّ َم
َ َََس
Terjemahnya:
Dan Dia ajarkan kepada Adam nama-nama benda semuanya …
160
.
Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya h. 6.
160
M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? | 91
Kata ta‘līm yang berasal dari ‘allama diartikan dengan
mengajari. Mengajari lebih banyak berkonsentrasi pada kegiatan
pengembangan ilmu pengetahuan.
2. Metode Pembiasaan
Metode ini merupakan manifestasi dari penanaman nilai-nilai
kepada bentuk tindakan. Lanjutan dari metode ta‘līm adalah
bagaimana supaya seseorang memahami apa yang baik dan apa yang
buruk. Pembiasaan ini dimulai sedini mungkin. Kenyataan bahwa
dalam pembentukan sikap dan kepribadian seseorang tidak lepas dari
pembiasaan-pembiasaan. Seseorang
anak yang
telah
terbiasa
melakukan salat misalnya maka dia akan sulit untuk meninggalkan
kebiasaan tersebut, demikian juga aktivitas lainnya. Atas dasar
pentingnya pembiasaan ini, maka Rasul memerintahkan kepada
orang tua agar menyuruh anaknya untuk melakukan salat setelah
berusia tujuh tahun. Dan boleh dipukul apabila anak tersebut tidak
melaksanakan salat pada usia sudah 10 tahun.
3. Metode Latihan
Metode ini hampir sama dengan metode pembiasaan akan
tetapi metode ini sudah mengandung unsur paksaan diri sendiri
untuk melakukan perbuatan baik. Pada diri pribadi seseorang
tertanam bahwa dia harus melakukan perbuatan tersebut kendati
pun berat. Misalnya bagi orang yang tidak terbiasa melakukan salat
tahajjud di sepertiga malam, tentu ini amat berat, tetapi dia mesti
melaksanakannya dan dia tekadkan sebagai suatu latihan bagi
pribadinya untuk meningkatkan mutu keimanannya. Latihan-latihan
yang telah dilaksanakan dengan secara baik akan menghasilkan
capaian yang telah diprogramkan. Hal ini dapat disamakan latihan
peperangan, latihan olah raga dan lain sebagainya.
4. Metode Mujāhadah
92 | M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ?
Metode ini menuntut agar seseorang melakukan lebih serius
dan sungguh-sungguh bila dibandingkan dengan metode terdahulu.
Pada metode ini seseorang harus dapat mengetahui gerak gerik
hatinya, apakah hatinya itu mengarah kepada kebaikan atau kepada
kejahatan. Bila hatinya cenderung kepada kejahatan maka dia
berjuang untuk mengalahkan suara tarikan kejahatan tersebut.
Misalnya ketika waktu salat telah tiba, tetapi hatinya tidak tergerak
untuk melasanakannya dan timbul malasnya untuk melakukan salat,
maka bisikan hati yang sedemikian itu dia tentang dan dia lawan
sehingga bisikan hati untuk tidak melakukan salat tersebut menjadi
sirna. Atau sebaliknya timbul dorongan dalam hati seseorang untuk
melaksanakan maksiat, maka bisikan itu ditentangnya, sehingga dia
tidak terjerumus kepada perbuatan maksiat.
B. Tujuan Mendidik Qalb
Sebelumnya telah dijelaskan bahwa hawa nafsu dan setan
senantiasa membujuk manusia melalui hatinya agar menyimpang dari
kebenaran. Sebagai usaha membentengi hati dari rayuan keduanya, dan
mensucikan hati yang sudah terbelenggu kekuasaan setan dan hawa
nafsu, maka diperlukan suatu pendidikan hati (tarbiyyah al-qulūb)
meminjam istilah Ibnu Taimiyah, atau riyādah al-qulūb menurut istilah
al-Gazali, atau pensucian hati menurut istilah Hamka. Ibnu Taimiyah,
mengemukakan bahwa hati memerlukan pendidikan maka ia akan
tumbuh dan bertambah sampai sempurna dan murni, sebagaimana
badan membutuhkan perawatan dengan makanan yang bergizi baginya.
Hati akan bersih dengan menciptakan apa yang bermanfaat baginya dan
M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? | 93
menolak yang membahayakannya. Sama halnya dengan tanaman, ia
akan tumbuh dengan makanan.161
Demikian juga hati yang hanya cenderung kepada kejahatan
harus segera diperbaiki. Mahmud Subhi menjelaskan, tak ada perbuatan
yang dilakukan anggota tubuh kecuali atas tanda-tanda dari hati. Karena
itu, hatilah yang harus diperbaiki, diluruskan, dan dilakukan penilaian
atasnya. Hadis Nabi menyatakan, “Allah tidak memandang bentuk kalian,
melainkan
memandang
hati
dan
perbuatan
kalian”.162
Upaya
pendidikan163 hati itu dilakukan agar manusia mampu menjaga
fitrahnya. Ibnu Taimiyah menjelaskan bahwa “Allah telah memberi
fitrah manusia hanya untuk mencintai dan menyembah Allah. Jika fitrah
itu terjaga dengan baik, maka hati akan makrifat kepada Allah,
mencintainya,
dan
hanya
menyembah
kepada-Nya”.164
Dapat
ditambahkan bahwa ia juga akan melahirkan akhlak yang baik.165
161
Ibnu Taimiyah, Risalah Tasauf Ibnu Taimiyah (Cet. 1; Jakarta: Hikmah,
2002), h. 178. Jika manusia ingin mencapai derajat takwa dan muslim yang
“sempurna” maka ia harus terlebih dahulu mensucikan hatinya. Ada banyak cara agar
hati tetap bersih. Inilah yang sering luput dari perhatian manusia pada umumnya.
Bahwa manusia terdiri dari unsur jasmani dan ruhani. Sebagaimana jasmani, ruhani
juga membutuhkan makanan, yaitu spiritual. Sari pati makanan spiritual inilah yang
akan melekat dalam hati. Hati bukan saja akan menjadi keras dan hitam, bahkan
beku jika tidak pernah mendapatkan sentuhan dan sinaran air spiritual.
162
Ahmad Mahmud Shubhi, h. 262.
163
Pendidikan merupakan upaya untuk mengembangkan bakat dan
kemampuan individual sehingga potensi-potensi kejiwaan itu dapat diaktualisasikan
secara sempurna. Potensi-potensi itu sesungguhnya merupakan kekayaan dalam diri
manusia yang amat berharga. Lihat Muhammad Amin, Konsep Masyarakat Islam:
Upaya Mencari Identitas dalam Era Globalisasi (Cet. 1;Jakarta: Fikahati Aneska,
1992), h. 93.
164
Ibnu Taimiyah, Risalah Tasauf Ibnu Taimiyah (Cet. 1; Jakarta: Hikmah,
2002), h. 166.
165
Sayyid Mahdi al-Shadr menjelaskan bahwa akhlak yang baik merupakan
suasana hati yang melahirkan perilaku yang baik terhadap orang lain dengan
menunjukkan wajah ceria, tutur kata yang baik, dan sikap yang lembut. Lihat Sayyid
Mahdi al-Shadr, Mengobati Penyakit Hati (Cet. 2; Jakarta: Pustaka Zahra, 2003), h. 1.
94 | M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ?
Pendidikan hati itu harus dilakukan agar hati yang kotor menjadi
bersih dan hati yang keras menjadi lembut, serta hati yang lemah
menjadi kokoh. Imam Khomeini menjelaskan bahwa semua watak dan
sikap jiwa dapat diperbaiki selagi jiwa itu masih hidup di alam gerak dan
perubahan yang tunduk pada dimensi waktu dan pembaruan serta
memiliki materi dan potensi. 166 Hamka bahkan berpandangan bahwa
membersihkan
hati
dan
mensucikan
hubungan
dengan
Tuhan
merupakan kewajiban seorang muslim yang pertama dan utama. Setelah
kepercayaan itu terhunjam dengan teguh dalam hati sanubari, dan telah
dapat pula diamalkan dan dikerjakan, haruslah ditebarkan pula kepada
yang lain. Seorang muslim tidak senang hatinya kalau hanya dia sendiri
saja yang tahu, pada hal orang lain berenang dalam kesesatan dan
kegelapan.167 Hamka berpendapat bahwa seorang muslim ialah orang
yang bercita-cita menjadi “al-insān al-kāmil”, manusia sempurna. Muslim
artinya orang yang menyediakan dirinya menuruti jalan yang utama. 168
Adakah manusia sempurna? Menurut Hamka, ada! Yaitu manusia yang
insyaf akan kekurangan lalu berusaha mencapai kesempurnaan, itulah
manusia yang sempurna.169
Husain Haikal Pasya, seorang intelektual Islam di Mesir yang
telah
berkecimpung
di
dalam
suasana
berpikir
kebendaan
mempergunakan rasio dengan sebebas-bebasnya, di hari mulai tuanya ia
merasa bahwasanya hidup kebendaan perlu diimbangi dengan
166
Khomeini mengutip hadis yang diriwayatkan Muslim dari Amr bin Ash, yang
menunjukkan permohonan beliau agar memiliki hati yang cenderung pada agama atau
taat semata: wahai Tuhan yang membolak-balikkan hati, kokohkanlah hati kami pada
agama-Mu untuk taat kepada-Mu. Lihat Imam Khomeini, Memupuk Keluhuran Budi
Pekerti (Cet. 1; Jakarta: Misbah, 2004), h. 124.
167
Hamka, Tasauf, Perkembangan dan Pemurniannya (Cet. 19; Jakarta:
Pustaka Panjimas, 1994), h. 191-192.
168
Hamka, Lembaga Hidup (Cet. 11; Jakarta: Pustaka Panjimas, 1997), h. 187.
169
Hamka, Lembaga Hidup, h. 190.
M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? | 95
keruhanian. Maka pergilah ia mengerjakan rukun Islam kelima (haji) ke
Mekah dan keluarlah bukunya yang terkenal “fi Manzil al-Wahyi” (di
tempat wayu diturunkan). Di pasal yang terakhir dari buku itu ditulis
tentang perlunya bagi nilai hidup manusia mengimbangi hidup
kebendaan dengan hidup keruhanian).170
Pendidikan hati termasuk ke dalam bagian ruhani manusia.
Kutipan di atas mendukung pentingnya manusia menjaga hatinya.
Hamka menegaskan bahwa kalau bukan keteguhan hatinya manusia
mempelajari dan mengamalkan hidup ruhani itu agaknya akan pudarlah
cahaya kemurnian jiwa dari alam ini. Hidup dalam keruhanian ialah
ikhtiar mengalahkan gangguan-gangguan hawa nafsu, sehingga tercapai
kemajuan yang sempurna, yang dinamai oleh Shufi Abdul Kadir Jailani,
“insān kāmil”.171 Metode172 apa saja yang perlu dilakukan sebagai bentuk
pendidikan hati (tarbiyatul qulūb) itu? Paling tidak, ada tiga hal yang
dapat dilakukan agar hati tetap terjaga kebesihannya, sehingga ia akan
mudah menerima bisikan suara Ilahi dan meolak bisikan hawa nafsu dan
setan, yaitu memahami Al-Qur’an, memikirkan alam, dan zikir.
1. Memahami Al-Qur’an
Firman Allah Q.S. Muhammad/47: 24.
ٍ ُأَفََل يَتَ َدبَّرو َن الْ ُق ْرآ َن أ َْم َعلَى قُل
)۲٤( وب أَقْ َفا َُلَا
ُ
170
Hamka, Tasauf, Perkembangan dan Pemurniannya, h. 16. Senada dengan
Haikal, Suwito menulis bahwa selain berdampak positif, globalisasi dunia juga
berdampak negatif. Di antara dampak negatif globalisasi adalah semakin banyaknya
alternatif bagi ukuran akhlak manusia yang bersifat materialistik dan intelektualistik
semata. Akibatnya, hal-hal yang bersifat spiritualistik cenderung diabaikan. Lihat
Suwito, Filsafat Pendidikan Akhlak Ibnu Miskawaih (Cet. 1; Yogyakarta: Belukar,
2004), h. 27.
171
Hamka, Tasauf, Perkembangan dan Pemurniannya h. 17-18.
172
Adalah cara yang teratur dan sistematis untuk pelaksanaan sesuatu;
rencana kerja. Lihat Pius Partanto dan M. Dahlan al-Barry, Kamus Ilmiah Populer
(Surabaya: Arkola, 1994), h. 461.
96 | M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ?
Terjemahnya:
Maka tidakkah mereka menghayati Al-Qur’an, ataukah hati
mereka sudah terkunci?173
Peringatan ini berupa pertanyaan yang dihadapkan kepada
orang-orang yang berkuasa! Apakah mereka tidak merenungkan AlQur’an lagi? Yaitu sumber amalan yang akan menimbulkan kejujuran
di dalam hati? Yang akan menimbulkan keinsyafan bahwasanya
selama hidup, manusia itu akan mati? Bahwasanya kekuasaan di
dunia ini tidaklah akan kekal? Apabila orang sudi merenungkan AlQur’an, niscaya hati yang keras akan menjadi lunak. Pikiran yang
keras bagai batu akan bersikap lemah lembut kepada sesama
manusia. Karena di atas kekuasaan manusia ada lagi kekuasaan yang
lebih tinggi, yaitu kekuasaan Allah.174 Dalam pandangan Hamka, hati
yang telah tertutup dan terkunci memang sukar buat membukanya.
Selama hati itu juga diperkenalkan dengan isi Al-Qur’an, kunci-kunci
itu tidak akan terbuka, malah akan tertutup terus.175
Dari penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa seorang
muslim harus terbiasa membaca, merenungkan dan memahami ayatayat Al-Qur’an. Al-Qur’an bukan sekedar bacaan biasa, ia dapat
memberi petunjuk kepada hati yang sedang bimbang, sebagai obat
bagi hati yang sakit, yang dapat mengurai pikiran yang kusut.
Disebutkan pula dalam Q.S. al-Zumar/39: 23.
Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya h. 734.
173
174
Hamka, Tafsir al-Azhar Jilid 9 (Cet. 3; Jakarta: Pustaka Panjimas, 2001), h.
6716.
175
Hamka, Tafsir al-Azhar Jilid 9 Lihat pula Q.S. al-Baqarah/2: 121.
M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? | 97
ِ ْ اَّلل نَ َّز َل أَحسن
ِ َّ ُ ُيث كِتاِبً مت َش ِاِباً مثَ ِاّن تَ ْق َش ِع ُّر ِم ْنه جل
َّين ََيْ َش ْو َن َرَِّبُ ْم ُُث
َ ُ َ ِ اْلَد
َُّ
ُ ُ
ََ ْ
َ ود الذ
َ َ
ِ َِّ وِبم إِ ََل ِذ ْك ِر
ِ
َِّ ك ه َدى
َّ ضلِ ْل
ْ ُاَّلل يَ ْه ِدي بِ ِه َم ْن يَ َشاءُ َوَم ْن ي
ُ ُّي ُجل
ُ َ اَّلل ذَل
ُ تَل
ُاَّلل
ْ ُُ ُود ُه ْم َوقُل
ٍ فَما لَهُ ِمن َه
)۲٣( اد
ْ
َ
Terjemahnya:
Allah telah menurunkan perkataan yang paling baik (yaitu) AlQur’an yang serupa (ayat-ayatnya) lagi berulang-ulang, gemetar
karenanya kulit orang-orang yang takut kepada Tuhannya, kemudian
menjadi tenang kulit dan hati mereka ketika mengingat Allah. Itulah
petujuk Allah, dengan kitab itu Dia memberi petunjuk kepada siapa
yang Dia kehendaki. Dan barang siapa dibiarkan sesat oleh Allah,
maka tidak seorang pun yang dapat memberi petunjuk.176
Berdasarkan ayat di atas, dapat dipahami bahwa apabila orang
mukmin membaca Al-Qur’an yang berisi siksa, tegak bulu romanya,
takut kepada Allah, tetapi apabila dibacanya ayat-ayat yang berisi
kabar gembira dan pahala, lunak lembut hatinya dan hilang ketakutan
yang telah dideritanya. Gemetar kulitnya apabila mereka mendengar
atau membaca ayat-ayat yang menerangkan bagaimana dahsyat dan
ngeri azab neraka bagi yang tidak mau melaksanakan perintah Tuhan.
Orang yang beriman bertambahlah imannya dari sebab mendengar
atau membaca ayat-ayat yang serupa atau berulang itu. Walaupun
misalnya belum mereka paham makna dan isinya, baru mendengar
bunyinya ketika dibaca saja, kalau bacaannya itu dilakukan dengan
khusyuk, yang mendengarkan bertambah khusyu’ pula.177 Orang-
orang itulah yang dibukakan hatinya menerima kebenaran, condong
hatinya ke jalan yang lurus, merdu didengarnya suara Al-Qur’an dan
masuk ke dalam jiwanya.
Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya h. 662.
176
Mahmud Yunus, Tafsir Al-Qur’an Al-Karīm (Jakarta: Hidayakarya Agung,
1993), h. 681.
177
98 | M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ?
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa ayat-ayat
tentag siksa itu membuat orang mukmin takut, karena memikirkan
nasibnya di masa hidup setelah mati. Ia merasa amal-amal baiknya
belum seberapa banyaknya, dan yang sedikit itupun apakah Tuhan
berkenan menerimanya atau tidak. Tetapi ketika mendengar nama
Tuhan, orang mukmin tenang hatinya, karena Dialah satu-satunya
tempat berlindung dan memohon pertolongan baginya; ingat pula
akan Rahman dan Rahim-Nya Allah itu. Harapannya semoga Tuhan
berkenan memohonkan maaf atas segala kekhilafannya.
2. Memikirkan alam
Firman Allah Q.S. Qāf/50: 37.
ِ ِ َ ِإِ َّن ِِف ذَل
)٣۷( الس ْم َع َو ُه َو َش ِهي ٌد
َّ ْب أ َْو أَلْ َقى
ٌ ك لَذ ْك َرى ل َم ْن َكا َن لَهُ قَ ل
Terjemahnya:
Sungguh, pada yang demikian itu pasti terdapat peringatan
bagi orang-orang yang mempunyai hati atau yang menggunakan
pendengarannya, sedang dia menyaksikannya. 178
Al-Qur’an dan Terjemahnya yang diterbitkan oleh Departemen
Agama RI menerjemahkan kata qalbun pada ayat di atas dengan
akal.179 Hamka dalam Tafsir al-Azhar menerjemahkan dengan hati. 180
Hal ini dapat dikatakan dua-duanya benar. Qalbun berarti akal, karena
yang dimaksud dengan hati yaitu yang memiliki fungsi berpikir yang
sama dengan fungsi akal. Hal ini sebagaimana diterangkan oleh
Hamka berikut ini. Ayat ini menyadarkan diri sebagai manusia agar
banyak berenung memikirkan kedudukan diri sendiri di tengahtengah percaturan alam ini. Lihat dan renungkan alam yang ada di
sekeliling manusia, ingat zaman sekarang dan bandingkan dengan
Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya h. 750.
178
Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya h. 854.
179
Hamka, Tafsir …, h. 6881.
180
M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? | 99
zaman yang lampau, bandingkan di antara yang berlaku sekarang
(situasi) dan pertalian dengan keadaan sekitar manusia (kondisi).
Semua yang dilihat tidak dapat dipisahkan dari kondisi dan
situasinya, dari ada ruang dan waktunya. Sekarang ada di sini, dahulu
belum ada dan kelak akan pergi. Apakah kesan yang dapat
ditinggalkan?.181
Orang yang merasa ada hati, orang itulah yang disebut
berpikir. Ada hati, artinya adalah ada inti pikiran dan ada akal budi.
Apa pun yang terdengar oleh telinga, dibawa ke dalam hati, akan
timbullah pertimbangan dan pemikiran mendalam. Dua buah panca
indera aktif menyambungkan manusia dengan alam di sekelilingnya,
yaitu penglihatan mata dan pendengaran telinga; keduanya dibawa ke
dalam pencernaan hati. Oleh sebab itu sangatlah tercela orang yang
ada hati tetapi tidak berjalan pikirannya, ada mata tetapi tidak
melihat dan ada telinga tetapi tidak mendengar. Padahal penglihatan,
pendengaran, dan hati itulah yang menghubungkan manusia dengan
alam
sekelilingnya,
dan
kehalusan
tanggapan
pendengaran,
penglihatan dan hati itulah yang mempertinggi kecerdasan manusia
di dunia ini. Manusia sejati ialah “Dan dia pun menyaksikan.” 182
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa manusia
yang cerdas adalah manusia yang penglihatan, pendengaran, dan
hatinya, mampu menangkap pesan-pesan di balik alam ini. Cara
kerjanya adalah mata dan telinga menyampaikan informasi yang
ditangkapnya dari alam ke hati, dan hati mencernanya menjadi
sebuah cara berpikir (paradigma) dan ilmu. Singkatnya, hati yang bisa
mengambil pelajaran dan manfaat dari apa yang dilihat dan
didengarnya dari alam ini. Disebutkan pula dalam Q.S. al-A’rāf/7: 179.
Hamka, Tafsir …, h. 6883.
181
Ibid. Hamka, Tafsir …, h. 6883.
182
100 | M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ?
ِ
ِ َّم َكثِرياً ِم ْن ا ْْلِ ِِن َوا ِإل
وب َل
ٌ ُنس ََلُ ْم قُل
ٌ ُوب َل يَ ْف َق ُهو َن ِِبَا ََلُ ْم قُل
َ َولَ َق ْد ذَ َرأْ ََن ْلََهن
ِ ّي َل ي ْب
ِ
ك َكاألَنْ َع ِام بَ ْل ُه ْم
َ ِص ُرو َن ِِبَا َوََلُ ْم آذَا ٌن َل يَ ْس َم ُعو َن ِِبَا أ ُْولَئ
ُ ٌُ يَ ْف َق ُهو َن ِبَا َوََلُ ْم أَ ْع
)۱۷۹( ك ُه ْم الْغَافِلُو َن
َ َِض ُّل أ ُْولَئ
َأ
Terjemahnya:
Dan sungguh, akan Kami isi neraka Jahannam banyak dari
kalangan jin dan manusia. Mereka memiliki hati, tetapi tidak
dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka
memiliki mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tandatanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak
dipergunakannya untuk mendengarkan (ayat-ayat Allah). Mereka
seperti hewan ternak, bahkan lebih sesat lagi. Mereka itulah orangorang yang lengah.183
Bertolak dari ayat di atas dapat dipahami bahwa dua makhluk
Allah yang utama, pertama jin, kedua manusia, telah diberi oleh Allah
hati. Dapat juga dipahami bahwa mereka telah diberi oleh Allah otak
untuk berpikir. Tetapi telah disediakan buat mereka untuk menjadi isi
neraka Jahannam, kalau hati itu tidak mereka gunakan untuk
mengerti, berpikir, dan untuk merenung, atau untuk memahamkan. 184
Lafaz ( يَ ْف َق ُهو َنyafqahūn) artinya berpikir atau berpaham.
Menurut ahli bahasa, orang yang berpikir atau orang yang berpaham
ialah orang yang dapat melihat yang tersirat di belakang yang
tersurat. Pada ayat ini didahulukan menyebut hati dan berpaham,
dari pada menyebut mata dan melihat dan telinga yang mendengar.
Sebab mata dan telinga ada dua panca indera yang menjadi alat saja
bagi hati untuk berhubungan ke luar diri. Apa yang dilihat oleh mata
didengar oleh telinga, dibawa ke dalam hati dan dipertimbangkan.185
Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya h. 233.
183
Hamka, Tafsir …, h. 2610.
184
Hamka, Tafsir …, h. 2610.
185
M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? | 101
Berdasarkan hal tersebut di atas, dapat dipahami bahwa tidak
berpikir untuk mencari mana yang benar, mereka hendak mencapai
hakikat yang sejati, yaitu kebenaran dan keesaan Allah, sehingga
bergelimanglah diri mereka dengan khurafat, kebodohan dan
kehinaan. Misalnya dilihatnya beringin besar dan rindang lalu
timbullah
takutnya,
lalu
disembahnya.
Sedang
orang
yang
perhatiannya telah sampai kepada suatu titik terakhir dari pemikiran,
sehingga bebas dari segala macam benda, akan naiklah martabat
jiwanya ke tingkat yang tinggi. Sebab ia telah sampai kepada zat Yang
Maha Kuasa, Maha Pengatur atas alam, dan bebas dari pada meminta
atau memohon atau memuja atau menyembah kepada yang lain.186
Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa hati yang
digunakan untuk berpikir dan memahami akan menjadikan
pemiliknya menjadi manusia sejati dan mengangkat derajatnya di sisi
Allah. Jika tidak, maka manusia tak ubahnya seperti binatang bahkan
lebih rendah, sebab hati itu tidak dapat menarik hikmah dan manfaat
dari fakta-fakta yang dibawa oleh mata dan telinganya.
3. Zikir
Zikir bisa dilakukan di mana dan kapanpun, sebagaimana
firman Allah dalam Q.S. al-Ahzāb/33: 41.
ِ َّ
َّ آمنُوا اذْ ُك ُروا
)٤۱( ًاَّللَ ِذ ْكراً َكثِريا
َ ين
َ ََّي أَيُّ َها الذ
Terjemahnya:
Wahai orang-orang yang beriman! Ingatlah kepada Allah,
dengan mengingat (nama-Nya) sebanyak-banyaknya.187
Hamka, Tafsir …, h. 2611.
186
Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya h. 599. Bandingkan
dengan Q.S. al-Nūr/24: 37, laki-laki yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak
(pula) oleh jual beli dari mengingat Allah, dan (dari) membayar zakat. Mereka takut
kepada suatu yang (di hari itu) hati dan penglihatan menjadi goncang.
187
102 | M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ?
Ali bin Talhah menerima ajaran dari Ibnu Abbas tentang
maksud dari ayat ini, bahwa Allah bila menurunkan suatu yang wajib
kepada hamba-Nya selalu ada batas waktunya, dan diberi kelapangan
seketika ada uzur yang menimpanya. Tetapi zikir tidak ada uzurnya.
Zikir itu tidak diberi batas waktu. Tidak diberi uzur seseorang untuk
meninggalkan zikir.188 Zikir yang dilakukan dengan terus menerus
akan menjadi sikap batin. Firman Allah dalam Q.S. Ali Imrān/3: 191.
ِ َّ الَّ ِذين ي ْذ ُكرو َن
ِ السمو
ِِ
ِ ات َواأل َْر
ض
َ َ َّ اَّللَ قيَاماً َوقُ ُعوداً َو َعلَى ُجنُوِب ْم َويَتَ َف َّك ُرو َن ِِف َخل ِْق
ُ ََ
ِ َ َت ه َذا ِب ِطَلً سبحان
)۱۹۱( اب النَّا ِر
َ ك فَقنَا َع َذ
َ ُْ
َ َ َ َربَّنَا َما َخلَ ْق
Terjemahnya:
(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri, duduk
atau dalam keadaan berbaring, dan mereka memikirkan tentang
penciptaan langit dan bumi (seraya berkata) “Ya Tuhan kami, tidaklah
Engkau menciptakan semua ini sia-sia, Mahasuci Engkau, lindungilah
kami dari azab neraka.189
Berdasarkan ayat di atas, dapat dipahami bahwa orang yang
tidak pernah lepas Allah dari ingatannya. Zikir itu hendaklah bertali
di antara sebutan dengan ingatan. Kalau menyebut nama Allah
dengan mulut karena dia terlebih dahulu teringat dalam hati.
Teringatlah dia sewaktu berdiri, duduk termenung atau tidur
berbaring. Sesudah penglihatan atau kejadian langit dan bumi, atau
pergantian siang dan malam, langsungkan ingatan kepada yang
menciptakannya, karena jelaslah dengan sebab ilmu pengetahuan
bahwa semuanya itu tidaklah ada yang terjadi dengan sia-sia atau
secara kebetulan. Ingat atau zikir kepada Allah itu, sekali lagi bertali
dengan memikirkan.190 Hamka menjelaskan bahwa tanamkanlah
dalam hati sendiri cinta kepada-Nya dengan lebih dahulu menyebut
Hamka, Tafsir …, Jilid 8, h. 5740.
188
Hamka, Tafsir …, h. 5740.
189
Hamka, Tafsir …, Jilid 2, h. 1033.
190
M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? | 103
nama yang mulia itu, mudah-mudahan mulut mendidik hati, yang
dinamai orang “sugesti”, mempengaruhi batin sendiri. Itulah yang
disebut “zikir”.191
Berdasarkan dari hal di atas, dapat dikatakan bahwa zikir
bukan sekedar aktivitas mengingat Allah tetapi harus dilanjutkan
dengan memikirkan keagungan setiap ciptaan-Nya yang tersebar di
bumi dan di langit. Memang pada mulanya zikir itu diucapkan lewat
mulut, tapi lama kelamaan ia akan menjadi sikap batin. Artinya, batin
itu akan selalu berhubungan dengan Tuhan, dimana pun dan kapan
pun. Selalu ingat Allah swt. atau zikir merupakan tanda iman yang
kuat, seperti firman Allah dalam Q.S. al-Ra’d/13: 28.
َِّ وِبم بِ ِذ ْك ِر
ِ َّ
ِ َِّ اَّلل أََل بِ ِذ ْك ِر
ِ
)۲۸( وب
ُ ُاَّلل تَط َْمئ ُّن الْ ُقل
َ ين
ْ ُُ ُآمنُوا َوتَط َْمئ ُّن قُل
َ الذ
Terjemahnya:
(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi
tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat
Allah hati menjadi tenteram.192
Berdasarkan ayat di atas dapat dipahami bahwa iman
menyebabkan hati senantiasa mempunyai pusat ingatan atau tujuan
ingatan. Ingatan kepada Tuhan itu menimbulkan tenteram, dan
dengan sendirinya hilanglah segala macam kegelisahan, pikiran kusut,
putus asa, ketakutan, kecemasan, keraguan
dan
duka cita.
Hamka, Lembaga Hidup …, h. 129. Menurut M. Arifin Ilham, hal utama yang
harus dilakukan manusia adalah mensucikan hati dan jiwa (tazkiyah al-nafs ini adalah
zikir kepada Allah. seseorang memerlukan waktu yang panjang untuk dapat menjalani
kehidupan spiritual (ruhani). Untuk mencapai sesuatu tidak dapat dilakukan secara
tiba-tiba, melainkan melalui proses tahap demi tahap. Arifin menyebutkan lima
tahap. Pertama, mendidik aspek lahir dengan ketaatan, kebaikan, dan hal-hal positif.
Kedua, tobat. Ketiga, mengendalikan batin dari ego dan nafsu rendah. Keempat,
menjalankan prinsip-prinsip kehidupan Islam, seperti ikhlas, istiqamah, syukur, sabar,
tawakkal, dermawan, penyayang, jujur, amanah, zuhud dan tauhid. Kelima, tahap
dimana hati dan fitrah telah menjadi suci dan bersih. Lihat Muhammad Arifin Ilham,
Hakikat Zikir: Jalan Taat Menuju Allah (Cet. 3; Jakarta: Intuisi Press, 2003), h. 1920.
191
Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya h. 341.
192
104 | M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ?
Ketenteraman hati adalah pokok kesehatan ruhani dan jasmani. Ragu
dan gelisah adalah pangkal segala penyakit. Kalau hati telah
ditumbuhi penyakit, dan tidak segera diobati dengan iman, yaitu iman
yang menimbulkan zikir dan zikir menimbulkan tuma’ninah, maka
celakalah yang akan menimpa. Puncak segala macam penyakit hati
adalah kufur akan nikmat Allah.193
Zakiah Daradjat, berpendapat bahwa psikoterapi Islami
hendaknya selalu membawa klien untuk ingat kepada Allah, dalam
keadaan bagaimana pun ia selalu ingat kepada-Nya. Bila ia mengalami
kesusahan, sifat Allah yang teringat olehnya adalah Allah Maha
Penolong, Maha Penyayang dan Mahakuasa. Bila ia mendapat rahmat
dan kesenangan, hatinya bersyukur kepada Allah dan lisannya
mengucapkan hamdalah. Dia tidak akan congkak dan keluar dari yang
dilarang Allah.194
Dari pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa orang yang
selalu berzikir kepada Allah menandakan imannya kuat. Orang
semacam itu akan hidup bahagia, terhindar dari kesempitan hidup.
Apapun keadaan yang menimpanya, sehat maupun sakit, untung
maupun rugi, akan ditempuhnya dengan penuh kesabaran dan
kesyukuran Allah swt. memerintahkan salat agar manusia selalu
mengingat-Nya, seperti firman-Nya dalam Q.S. °āhā/20: 14.
َّ إِنَِِّن أ َََن
)۱٤( الصَلةَ لِ ِذ ْك ِري
َّ اَّللُ َل إِلَهَ إَِلَّ أ َََن فَا ْعبُ ْدِّن َوأَقِ ْم
Terjemahnya:
Sungguh Aku ini Allah, tidak ada tuhan selain Aku, maka
sembahlah Aku, dan laksanakan salat untuk menyembah Aku. 195
Hamka, Tafsir …, Jilid 5, h. 3761.
193
194
Zakiah Daradjat, Psikoterapi Islami (Jakarta: Bulan Bintang, 2002), h. 139.
Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya h. 432.
195
M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? | 105
Berdasarkan ayat di atas dapat dipahami bahwa yang terlebih
dahulu diwahyukan kepada nabi dan rasul ialah tentang Tuhan.
Bahwa Tuhan itu hanya satu. Setelah mantap keyakinan yang
demikian, akidah, maka datanglah perintah agar Allah itu disembah,
Allah itu dihidmati dan dipuja. Karena di sanalah permulaan untuk
menguatkan jiwa bagi Musa sebagai seorang Rasul Allah, kemudian
itu hendaklah didirikan salat untuk menjadikan diri selalu ingat
kepada Allah swt. Adanya perintah mengerjakan salat ialah supaya
ingat kepada Allah tetap ada.196 Orang beriman harus mengerjakan
salat lima waktu agar hatinya terbiasa mengingat Allah swt., jika
tidak, Allah akan jauh dari hatinya, sehingga mudah bagi hawa nafsu
dan setan untuk menjerumuskannya ke jalan yang tidak benar.
Dengan mengingat Allah swt., itu hendaknya manusia merasa rendah
dan lemah, tidak sombong, di hadapannya. Firman Allah Q.S. alHadīd/57: 16.
ِ
َِّ وِبم لِ ِذ ْك ِر
ِِ ِ
ِ َّ
ين
َ ين
ْ ُُ ُآمنُوا أَ ْن َُتْ َش َع قُل
َ اَّلل َوَما نَ َز َل م ْن ا ْْلَ ِِق َوَل يَ ُكونُوا َكالذ
َ أَََلْ ََيْن للَّذ
ِ َوِبم وَكثِري ِم ْن هم ف
ِ
)۱٦( اس ُقو َن
َ َاب ِم ْن قَ ْب ُل فَط
ْ ال َعلَْي ِه ْم األ ََم ُد فَ َق َس
َ َأُوتُوا الْكت
ْ ُ ٌ َ ْ ُُ ُت قُل
Terjemahnya:
Belum tibakah waktunya bagi orang-orang yang beriman,
untuk secara khusyuk mengingat Allah dan mematuhi kebenaran
yang telah diwahyukan (kepada mereka), dan janganlah mereka
(berlaku) seperti orang yang telah menerima kitab sebelum itu,
kemudian mereka melalui masa yang panjang sehingga hati mereka
Hamka, Tafsir …, Jilid 6, h. 4402. Salat tidak sekedar supaya kita ingat
Allah swt. tetapi juga untuk doa atau memohon kepada-Nya. Menurut M. Quraish
Shihab, salat berintikan doa, bahkan itulah arti harfiahnya. Doa adalah keinginan
yang dimohonkan kepada Allah swt. Jika anda berdoa atau memohon, maka anda
harus merasakan kelemahan dan kebutuhan anda di hadapan siapa yang kepadanya
anda bermohon. Hal ini harus dibuktikan dalam ucapan dan sikap. Kalau demikian
wajarkah manusia bermuka dua (ria) ketika menghadap Allah? yang demikian ini tidak
menghayati salatnya lagi lalai dari tujuannya. Lihat M. Quraish Shihab, Lentera Hati
(Cet. 9; Bandung: Mizan, 1997), h. 160.
196
106 | M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ?
menjadi keras. Dan banyak di antara mereka menjadi orang-orang
fasik.197
Berdasarkan ayat di atas dapat dipahami bahwa sesudah
mengakui diri beriman, hendaklah terbukti pada sikap hidup sendiri.
Terutama bahwa orang yang beriman itu hati mereka selalu khusyu’
kepada Allah. khusyu’ artinya hati yang rendah dan tunduk kepada
Tuhan, yang insaf akan kerendahan dan kelemahan diri berhadapan
dengan kekuasaan Allah. 198 Kamal Muhammad Isa mengatakan
bahwa insan yang saleh adalah insan yang beriman, memiliki akidah,
dan hatinya tidak pernah lalai dari mengingat Tuhannya. 199 Iman itu
harus dibuktikan dengan hati yang selalu tertuju kepada Allah,
sekaligus menyadari kekuasaan dan kebesaran-Nya, dan menganggap
diri sangat membutuhkan pertolongan dan kasih sayang-Nya. Zikir
mampu menjadi penyelamat manusia dari rayuan setan, seperti
tersebut dalam Q.S. al-A’rāf/7: 201.
ِ َّ
ِ ان تَ َذ َّكروا فَِإ َذا ُهم م ْب
ِ َالش ْيط
َّ ف ِم ْن
)۲۰۱( ص ُرو َن
ٌ ِين اتَّ َق ْوا إِ َذا َم َّس ُه ْم طَائ
ُْ
َ إِ َّن الذ
ُ
Terjemahnya:
Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa apabila mereka
dibayang-bayangi pikiran jahat (berbuat dosa) dari setan, mereka pun
Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya h. 787.
197
Hamka, Tafsir …, Jilid 9, h. 7179.
198
199
Kamal Muhammad Isa, Manajemen Pendidikan Islam, terj. Chairul Halim
(Cet. 1; Jakarta: Fikahati Aneska, 1994), h. 46. Ary Ginanjar menyebutnya dengan
manusia digital adalah manusia yang hanya mengenal angka nol dan satu dalam
prinsip hidup. Angka nol adalah lambang kesucian hati dan pikiran, sedangkan angka
satu adalah lambang Tuhan, atau hanya berprinsip kepada Dia Yang Maha Esa. Dengan
kata lain:
lā (0) ilāha illā Allah (1). Lihat Ary Ginanjar, Rahasia Sukses
Membangkitkan ESQ Power (Cet. 2; Jakarta: Arga, 2003), h. xxvi. dalam Kitab alTauhid berulang kali Maturidi menegaskan bahwa, hati adalah tempat (mawdi’) iman.
Abu Mansur al-Maturidi, Kitab al-Tauhid (Perpustakaan Universitas Cambridge, Ms.
Add. 3651, Vol. 387. Sebagaimana dikutip Toshihiko Izutsu, Konsep Kepercayaan
dalam Teologi Islam: Analisis Semantik Iman dan Islam (Cet. 1; Yogyakarta: Tiara
Wacana, 1994), h. 148.
M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? | 107
segera ingat kepada Allah, maka ketika itu juga mereka melihat
(kesalahan-kesalahannya).200
Berdasarkan ayat di atas, dapat dipahami bahwa orang yang
beriman selalu membentengi diri dari takwa, yaitu selalu memelihara
hubungan baiknya dengan Allah dan selalu pula awas, tetapi sekalikali tentu terlalai, sebab mereka adalah manusia. Di saat terlalai
sedikit, setan pun mencoba mengganggu, walaupun mereka orang
yang bertakwa. Tiap-tiap orang merasai perjuangan dengan setan itu
setiap hari, setiap saat. Sebab soal-soal yang dihadapi manusia di
dalam hidup itu terlalu aneka warna201. Cobalah perhatikan Q.S. alA’rāf/7: 27, dikatakan bahwa dia dan golongannya melihat kamu,
sedang kamu tidak melihat mereka. Tetapi meskipun dia tidak
kelihatan oleh mata, tetapi pengaruhnya itu terasa kalau dia telah
masuk. Sedang di dalam salat, dia mencoba juga mengganggu
manusia. Jerat yang dipasang setan siang dan malam, menurut Ibnu
Abbas tidak kurang dari 700 macam.202
Wahid Abdussalam Bali, mengatakan bahwa setan tidak akan
masuk kecuali pada orang yang hatinya kosong dari zikir, ketakwaan,
keikhlasan dan keyakinan. Pada orang yang demikian, ketika setan
memasukkan bisikannya, ia mendapat tempat yang kosong, sehingga
bisikannya itu tetap tinggal di dalamnya, demikian sebagaimana
diungkapkan oleh seorang penyair; “Aku didatangi oleh nafsunya, lalu
membentur hati yang kosong sehingga tetap tinggal”.203
Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa
setiap manusia akan digoda setan. Orang yang selalu berzikir, ketika
Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya h. 237.
200
Hamka, Tafsir …, Jilid 5, h. 2665.
201
Hamka, Tafsir …, Jilid 5, h. 2665.
202
203
Wahid Abdussalam Bali, Strategi Setan Merusak Hati Manusia (Jakarta:
Fikahati, 2002), h. 17.
108 | M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ?
datang bisikan setan kepadanya, akan segera mengingat Tuhannya,
karena memang demikianlah kebiasaannya sehingga ia menolaknya.
Tapi orang yang jarang berzikir, akan tidak mudah mengingat
Tuhannya pada saat setan membujuknya. M. Usman Najati,
menjelaskan bahwa pengulangan mengingat Allah akan membentuk
suatu kebiasaan pada seseorang berzikir dan bertasbih kepada-Nya.
Sekiranya kebiasaan ini menjadi tetap dan stabil dalam perilakunya,
maka Allah akan selalu hadir di dalam qalb mereka dan dalam setiap
saat dari denyut-denyut kehidupannya, dan semua itu keluar darinya
tanpa usaha keras serta sulit. 204
Mengenai bagaimana kedudukan manusia yang selalu berzikir
dengan yang tidak dilukiskan oleh hadis yang diriwayatkan oleh
Bukhari dan Muslim dari Abu Musa al-Asy’ari:
َِّ حدَّثَنا َُمَ َّم ُد بن الْع ََل ِء حدَّثَنا أَبو أُسامةَ عن ب ري ِد ب ِن عب ِد
اَّلل َع ْن أَِّب بُ ْر َد َة َع ْن أَِّب
َ َ
َْ ْ َْ ُ ْ َ َ َ ُ َ َ َ ُ ْ
ِ موسى ر
َّ صلَّى
َّ ض َي
اَّللُ َعلَْي ِه َو َسلَّ َم َمثَ ُل الَّ ِذي يَ ْذ ُك ُر َربَّهُ َوالَّ ِذي
َ َال ق
َ َاَّللُ َع ْنهُ ق
ُّ ِال الن
َ َِّب
َ َ ُ
َِّ ض ِل ِذ ْك ِر
ِ ََِِل ي ْذ ُكر ربَّهُ مثَل ا ْْل ِي والْمي
)اَّلل َع َّز َو َج َّل
ْ َت (رواه البخارى َِبب ف
َ َ َِ ُ َ َ ُ َ
Artinya:
Muhammad bin al-Alā’ telah menceritakan pada kami bahwa
Abu Usamah telah menceritakan pada kami dari Abi Burdah dari Abi
Musa al-Asy’ari yang diridai Allah. Ia pernah bersabda perumpamaan
orang yang berzikir dengan orang yang tidak berzikir, adalah seperti
orang hidup dengan orang mati.205
Itulah sebabnya Rasulullah mengajarkan kepada beberapa
sahabatnya doa yang akan dibaca untuk memperkuat hati dan agar
dibukakan dan dimudahkan Tuhan dalam mengingat Dia yaitu:
204
M. Usman Najati, Jiwa Manusia dalam Sorotan Al-Qur’an h. 236.
205
Ibnu Hajar al-Asqalani, Fath al-Bary bi Syarh Sahih al-Bukhari Juz XI, (Cet.
1; Cairo: Dar al-Hadis, 1998), h. 245. Lihat juga Sahih Bukhari No. 6407 Bab tentang
Keutamaan Zikir Kepada Allah.
M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? | 109
ِ
َِّ اَّلل بن عمر ب ِن ميسرةَ حدَّثَنا عب ُد
ئ َحدَّثَنَا َح ْي َوةُ بْ ُن
ُ ْم ْق ِر
ْ َ َ َ َ َ ْ َ ْ َ َ ُ ُ ْ َّ َحدَّثَنَا ُعبَ ْي ُد
ُ اَّلل بْ ُن يَ ِزي َد ال
ِِ َالصن
اِب ِِي
ُ ت ُع ْقبَةَ بْ َن ُم ْسلِ ٍم يَ ُق
َ َُش َريْ ٍح ق
ُّ الر ِْحَ ِن ا ْْلُبُلِ ُّي َع ْن
َّ ول َح َّدثَِِن أَبُو َع ْب ِد
ُ ال ََِس ْع
ِ ِ ِ َ اَّلل علَي ِه وسلَّم أ
َِّ ول
َِّ ال َّي معاذُ و
ِ َعن مع
َّ َ اَّلل
َّ اذ بْ ِن َجبَ ٍل أ
اَّلل إِِِّن
َ َن َر ُس
َُ ْ
َ َ ُ َ َ ََخ َذ بيَده َوق
َ َ َ ْ َ َُّ صلى
ِ َأل
ِ اَّلل إِِّن َأل
ِ َ ُُّحب
ِ ال أ
ول اللَّ ُه َّم
ُ ص ََلةٍ تَ ُق
َ ك فَ َق
َ ُوص
َ ُُّحب
ِ َّ ك َو
َ يك ََّي ُم َعاذُ ََل تَ َد َع َّن ِِف ُدبُ ِر ُك ِِل
ِ
ِ
)ك (رواه أبو داود َّف اإلستغفار
َ ِادت
َ َأَع ِِِن َعلَى ِذ ْك ِر َك َو ُش ْك ِر َك َو ُح ْس ِن عب
Artinya:
Abdullah bin Umar bin Maisarah telah menceritakan pada
kami bahwa Abdullah bin Yazid al-Muqri’ telah menceritakan kepada
kami bahwa Hayuah bin Syuraih telah menceritakan pada kami, ia
berkata aku pernah mendengar Uqbah bin Muslim berkata Abu
Abdirrahman al-Huyuli menceritakan padaku dari al-Sunaibihiy dari
Muaz bin Jabal, demi Allah sesungguhnya aku mencintaimu, lalu
beliau berkata wahai Muaz, aku berpesan padamu janganlah sekalikali engkau alpa mengucapkan pada penghujung tiap salat “Ya Allah!
Bantulah aku atas melakukan zikir (ingat kepada Engkau) dan
bersyukur kepada Engkau dan melakukan sebaik-baik ibadah kepada
Engkau”.206
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa ketiga
metode pendidikan hati tersebut harus selalu dijalankan oleh
manusia. Dengan demikian insya Allah manusia akan mampu
menjalankan fungsi mata, telinga dan hatinya dengan baik, seperti
firman Allah dalam Q.S. al-Nahl/16: 78.
ِ ُاَّلل أَ ْخرج ُكم ِمن بط
ص َار
َّ ون أ َُّم َهاتِ ُك ْم َل تَ ْعلَ ُمو َن َش ْيئاً َو َج َع َل لَ ُك ْم
َ ْالس ْم َع َواألَب
ُ ْ ْ َ َ َُّ َو
)۷۸( َواألَفْئِ َدةَ لَ َعلَّ ُك ْم تَ ْش ُك ُرو َن
Terjemahnya:
206
Sunan Abi Daud, Bab fil Istigfar, Juz I, Hadis No. 1524, h. 561 dan Musnad
Ahmad, Juz 36, h. 429.
110 | M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ?
Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam
keadaan tidak mengetahui sesuatu pun, dan Dia memberimu
pendengaran, penglihatan dan hati nurani agar kamu bersyukur. 207
Berdasarkan ayat di atas, dapat dipahami bahwa manusia
diciptakan Allah ke dunia, lalu diberi pendengaran, sehingga tidak
tuli, dan diberi alat penglihatan, sehingga tidak buta, diberi pula hati
agar mempertimbangkan apa yang didengar dan apa yang dilihat,
adalah nikmat yang paling besar yang dianugrahkan Allah dalam
hidup ini. Sebab manusia itu adalah pemikul tugas berat, yaitu
menjadi khalifah di bumi.208 Hamka menjelaskan ayat ini bahwa
bersyukur ialah dengan mempergunakan nikmat-nikmat Allah itu di
dunia ini dengan sebaik-baiknya, sehingga manusia dapat dikatakan
menjadi manusia yang berarti. Bersyukur artinya ialah berterima
kasih dan lawan dari syukur adalah kufur, tidak mengenal budi. 209
Oleh karena itu menurut Hamka, manusia harus sering mengingat
balasan dari setiap amalnya, sebab hidup ini tidak hanya di dunia saja.
Hidup ini terbagi dua, yaitu dunia dan akhirat. Hidup di dunia ini
hanya sebentar, tetapi hidup yang sebentar itu dapat diisi sehingga
lebih panjang mutu isinya dari pada bilangan tahun umur itu sendiri.
Karena di belakang hidup di dunia ada lagi hidup di akhirat yang
kekal, yang lebih bahagia buat orang-orang taat dan lebih sengsara
buat orang yang durhaka210. Dengan kata lain, manusia sering berbuat
salah karena sering lupa akibat atau balasan yang akan menimpanya
di kehidupan setelah mati.
Dari pemaparan di atas, juga dapat disimpulkan bahwa metode
pendidikan hati yang dijelaskan Hamka itu cenderung bercorak
Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya h. 375.
207
Hamka, Tafsir …, h. 3942.
208
Hamka, Tafsir …, h. 3943.
209
210
Hamka, Dari Hati ke Hati: Tentang Agama, Sosial-Budaya, dan Politik,
(Cet. 1: Jakarta: Pustaka Panjimas, 2002), h. 18.
M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? | 111
tasauf yaitu bahwa sebuah metode yang berusaha mengasah aspek
hati manusia melalui jalan spiritual (memikirkan alam, membaca AlQur’an, dan zikir). Semua itu dilakukan secara rutin sehingga hati
akan mudah menerima bisikan Ilahi, sebaliknya akan sulit dalam
menerima bisikan setan dan hawa nafsu.
C. Sarana Pendidikan Qalb
Wasilah (sarana) untuk mendidik hati tidak boleh keluar dari
patokan-patokan syariat Islam yang telah ditetapkan Allah dan RasulNya. Seluruh wasilah pendidikan qalb adalah beragam ibadah dan amalamal salih yang telah disyariatkan dalam Al-Qur’an dan hadis. Manusia
tidak diperbolehkan membuat wasilah baru dalam pendidikan qalb,
apalagi menyimpang dari kedua sumber hukum Islam yakni Al-Qur’an
dan hadis. Misalnya seperti yang dilakukan oleh sebahagian umat Islam
dimana dalam mendidik hati, mereka melakukan puasa terus menerus
sehari semalam/wishal sambil membaca mantra. Selain itu ada pula
yang mensyariatkan mandi di tengah malam atau berendam di sungai
selama beberapa waktu tertentu yang dimaksudkan untuk mensucikan
hati mereka. Cara-cara seperti ini jelas tidak dibenarkan dalam syariat
Islam, sebab telah ditemukan dalil baik di dalam Al-Qur’an maupun
hadis yang menerangkan untuk berbuat demikian. Oleh karena itu,
orang yang hendak merancang tujuan tentu dia akan menyiapkan pula
sarananya. Dalam analogi yang sama Allah swt. telah menyediakan
berbagai macam sarana pendidikan qalb, dan Rasulullah saw. pun telah
menjelaskan secara detail kepada umatnya agar mereka dapat mencapai
tujuan yang dimaksud. Olehnya itu dengan berpijak pada pembahasan
sebelumnya, penulis menekankan bahwa konsep pendidikan qalb tidak
memiliki amalan-amalan khusus selain ajaran agama Islam itu sendiri. 211
Hal demikian dipahami berdasarkan pernyataan Syeikh Salim ibn ‘Ied alHilali dalam Manhaj al-Anbiyā’ fi Tazkiyah al-Nufūs (Cet. 1; Saudi Arabia: Dar Ibnu
‘Affan, 1992), h. 59.
211
112 | M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ?
Rangkaian ibadah yang diajarkan Allah dan Rasul-Nya telah memuat
asas-asas pendidikan qalb. Bahkan dapat dikatakan bahwa inti dari
berbagai ibadah seperti salat, puasa, zakat, haji dan lain sebagainya
merupakan sarana-sarana pendidikan qalb. Ulasan berikut ini, penulis
mengetengahkan beberapa sarana yang dapat mengantar seseorang
dalam mendidik qalb, yaitu:
1. Merealisasikan ajaran tauhid
Merealisasikan ajaran tauhid termasuk hal penting dalam
mendidik qalb seseorang. Hal ini sebagaimana yang dikemukakan
dalam Q.S. Fussilat/41: 6-7.
ِ
ِ َل أَََّّنَا إِ ََل ُكم إِلَهٌ و
ِ
ِ َاح ٌد ف
استَ غْ ِف ُروهُ َوَويْ ٌل
ََّ ِوحى إ
ْ يموا إِلَْيه َو
ْ
َ ُقُ ْل إِ ََّّنَا أ َََن بَ َش ٌر مثْ لُ ُك ْم ي
ُ استَق
َ ْ ُ
ِ الزَكاةَ وهم ِِب
ِ َّ
ِ لِل
)۷( آلخ َرةِ ُه ْم َكافِ ُرو َن
َ ْم ْش ِرك
ْ ُ َ َّ ين َل يُ ْؤتُو َن
َ ) الذ٦( ّي
ُ
Terjemahnya:
Katakanlah (Muhammad), “Aku ini hanyalah seperti kamu,
yang diwahyukan kepadaku bahwa Tuhan kamu adalah Tuhan Yang
Maha Esa, karena itu tetaplah kamu (beribadah) kepada-Nya dan
mohonlah ampunan kepada-Nya. Dan celakalah bagi orang-orang
yang mempersekutukan-(Nya), (yaitu) orang-orang yang tidak
menunaikan zakat dan mereka inkar terhadap kehidupan akhirat. 212
Ibnu Abbas menjelaskan makna zakat pada ayat tersebut
dengan pemaknaan tauhid. Yaitu mengikrarkan syahadat lā ilāha
illallāh, sebab dengan mengikrarkan kalimat itu akan mendidik qalb
karena kandungannya adalah mengikis habis dan mengosongkan dari
lubuk hati segala bentuk peribadatan kepada Tuhan yang batil.
Maksudnya, untuk mendidik qalb manusia dari segala bentuk kotoran
syirik, lalu menetapkan Allah swt. sebagai satu-satunya zat yang
berhak diibadahi dan disembah. 213
Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya h. 684.
212
213
Ali al-Sabuni, Safwah al-Tafāsir, Jilid. III, (t.d.), h. 116.
M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? | 113
Kesadaran diri terhadap kebenaran adalah pangkal kemuliaan
dan induk moralitas yang luhur. Pangkal hikmah adalah makrifah
(pengenalan), menyembah, dan takut kepada Allah semata. Tak ada
kebenaran yang lebih besar dan lebih jelas menurut orang yang
berakal, selain kebenaran dari Allah swt. Oleh karena itu
menyekutukan
Allah
merupakan
tindakan
kotor
lagi
najis
sebagaimana yang difirmankan-Nya dalam Q.S. al-Taubah/9: 28.
ِ َّ
)۲۸( ... س
َ ين
َ ََّي أَيُّ َها الذ
ُ آمنُوا إِ ََّّنَا ال
ٌ َْم ْش ِرُكو َن ََن
Terjemahnya:
Wahai orang-orang yang beriman! Sesungguhnya orang-orang
musyrik itu najis …214
Al-Qur’an mengungkapkan bahwa ruh orang-orang musyrik
itu najis, dan jiwa mereka pun kotor. Ruh dan jiwa mereka itu menjadi
ukuran penilaian seberapa bagus kualitas manusia. Olehnya itu
manusia yang melakukan kesyirikan adalah najis, hal ini disebabkan
karena mereka telah melenceng dari ajaran tauhid yang telah
disampaikan. Muhammad Nasiruddin al-Bani dalam al-Tauhīd
Awwalan ya Duah al-Islām mengemukakan; apabila seorang muslim
mengucapkan kalimat tauhid lā ilāha illallāh dengan lisannya maka
dia harus menyertakannya dengan pengetahuan terhadap kalimat
tersebut secara ringkas, kemudian secara rinci. Sehingga apabila dia
mengetahui, membenarkan, dan beriman maka dia layak untuk
mendapatkan keutamaan-keutamaan sebagaimana yang disebutkan
dalam sebuah hadis, yaitu: barangsiapa mati dan dia bersaksi bahwa
tiada sesembahan yang berhak diibadahi kecuali Allah maka dia akan
masuk
surga.215
Dari
uraian
ini
diketahui
bahwa
dengan
214
Ali al-Sabuni, Safwah al-Tafāsir h. 258.
215
Hadis Sahih}, diriwayatkan oleh Imam Ahmad (5/236), Ibnu Hibban (4)
dalam al-Zawa’id dan hadis ini disahihkan oleh Syeikh al-Bani dalam al-Sahīhah
114 | M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ?
merealisasikan segala bentuk konsekuensi dari kalimat tauhid,
berupa penyempurnaan amal-amal salih dan meninggalkan segala
bentuk maksiat dan kesyirikan, menyebabkan pelakunya selamat dari
kekekalan di neraka dan membuatnya masuk ke dalam surga. Oleh
karena itu dapat dipahami bahwa seseorang dapat mendidik qalb
(hati) nya melalui pemurnian tauhid kepada Allah swt. dan ini
merupakan sarana pertama dan utama dalam pembentukan tazkiyah
al-nafs pada manusia. Tanpa tauhid seseorang tidak akan dapat
mendidik qalb (hati) nya. Sebab tauhid adalah suci sedangkan syirik
adalah kotoran dan najis, dua hal yang kontradiktif mustahil untuk
bersatu.
2. Menegakkan salat
Dalam Al-Qur’an senantiasa disebut dengan “Iqāmah al-salāh”
maka yang dituntut dari seseorang hamba adalah menegakkan salat
bukan hanya sekedar melaksanakannya. Kewajiban salat 5 kali sehari
semalam yaitu dengan menegakkan sesuai rukun dan syaratnya. Jika
hal ini diabaikan maka salatnya dianggap tidak ada (tidak sah)
sebagaimana seorang pernah diperintahkan oleh Rasulullah saw.
untuk mengulangi salatnya karena tidak tuma’ninah yang merupakan
salah satu dari rukun salat. Rasulullah saw. bersabda sebagai berikut:
ِ
ِ اَّلل بن عُمر َعن س ِع
يد بْ ِن أَِّب
ُ َح َّدثَِِن إِ ْس َحا ُق بْ ُن َم ْن
َ صوٍر َحدَّثَنَا أَبُو أ
َ ْ َ َ ُ ْ َّ ُس َامةَ َحدَّثَنَا عُبَ ْي ُد
َِّ ول
ٍ س ِع
ِ
َّ يد َع ْن أَِّب ُه َريْ َرةَ أ
َّ صلَّى
اَّللُ َعلَْي ِه َو َسلَّ َم
ُ صلَّى َوَر ُس
َ ََن َر ُج ًَل َد َخ َل ال َْم ْسج َد ف
َ اَّلل
َ
ِِ
ِ ِ
ِ
صلَّى
َ اء فَ َسلَّ َم َعلَْي ِه فَ َق
َ َّص ِِل فَِإن
َ َال لَهُ ْارج ْع ف
َ ُك ََلْ ت
َ َص ِِل فَ َر َج َع ف
َ ِِف ََنحيَة ال َْم ْسجد فَ َج
ِ َ ال و َعلَْي
ت
َ َال ِِف الثَّالِثَ ِة فَأَ ْعلِ ْم ِِن ق
َ َص ِِل ق
َ َّص ِِل فَِإن
َ ال إِ َذا قُ ْم
َ َك ْارج ْع ف
َ ُك ََلْ ت
َ َ ُُثَّ َسلَّ َم فَ َق
(3355), Lihat Muhammad Nashiruddin al-Bani, al-Tauhīd Awwalan ya Duah al-Islām,
(Riyadh: Dar al-Fadhilah, 1420 H.), h. 24.
M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? | 115
ِ َّ إِ ََل
َّك ِم ْن الْقُ ْرآ ِن ُُث
َ استَ ْقبِ ْل ال ِْق ْب لَةَ فَ َكِِ ْْب َواق َْرأْ ِِبَا تَ يَ َّس َر َم َع
ُ َسبِ ْغ ال ُْو
ْ الص ََلة فَأ
ْ َّوء ُُث
َ ض
ِ اسج ْد ح ََّّت تَطْمئِ َّن س
ِ ِ
اج ًدا
َ ْارَك ْع َح ََّّت تَط َْمئِ َّن َراكِ ًعا ُُثَّ ْارفَ ْع َرأْ َس
َ َ
َ ُ ْ َّك َح ََّّت تَ ْعتَد َل قَائ ًما ُُث
ِ
ِ
ِ اسج ْد ح ََّّت تَطْمئِ َّن س
اج ًدا ُُثَّ ْارفَ ْع َح ََّّت
َ َ
َ ُ ْ َّي َوتَط َْمئ َّن َجال ًسا ُُث
َ ُُثَّ ْارفَ ْع َح ََّّت تَ ْستَ ِو
216
ِ تَستَ ِو
)ك ُكلِِ َها (رواه البخاري و مسلم
َ ِص ََلت
َ ِْع ْل َذل
َ ك ِِف
َ ي قَائ ًما ُُثَّ اف
َ ْ
Artinya:
Ishak bin Manshur menceritakan padaku bahwa Abu Usamah
telah menceritakan pada kami, sesungguhnya Ubaidillah bin Umar
telah menceritakan pada kami dari Said bin Abi Said dari Abi
Hurairah bahwasanya seorang laki-laki pernah masuk masjid dan
langsung salat, sementara Rasulullah berada di bagian pinggir masjid
kemudian ia mendatangi lelaki tersebut dan menyapanya. Ia berkata
kembalilah salat karena sesungguhnya engkau belum salat maka
(lelaki itu) kembali salat kemudian ia salam, lalu Nabi berkata anda
harus kembali salat sebab anda belum salat. Pada kali ketiga lelaki
tersebut berkata kalau begitu ajari aku. Nabi berkata apabila anda
melaksanakan
salat
sempurnakanlah
wudhu
kemudian
menghadaplah kiblat lalu takbir. Selanjutnya bacalah surah apa yang
mudah bagimu kemudian rukuklah hingga anda merasa tenang dalam
rukuk kemudian angkatlah kepalamu sampai anda berdiri tegak
kemudian sujudlah sampai anda merasa tenang dalam sujud
kemudian bangunlah sampai anda tegak dan tenang dalam duduk
kemudian sujudlah sampai anda merasa tenang dalam sujud
kemudian bangkitlah sampai anda tegak berdiri dan lakukanlah
seperti itu tiap salatmu.
Jadi orang yang tidak melaksanakan rukun-rukun salat maka
tidak sah ibadah salat yang dikerjakannya. Salat merupakan realisasi
tauhid yang paling utama, sebab salat dapat mendidik qalb manusia
dari segala kotoran dosa dan maksiat. Rasulullah saw. telah
menjelaskan hal tersebut dalam sebuah hadisnya, sebagaimana yang
diriwayatkan oleh sahabat Abu Hurairah r.a. bahwa saya mendengar
Rasulullah saw. bersabda:
216
HR. Bukhari Muslim.
116 | M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ?
ٍ ِحدَّثَنَا قُ ت ي بةُ بن سع
ض َر كِ ََل ُُهَا
َ َث ح َوق
ٌ يد َحدَّثَنَا لَْي
َ ْر يَ ْع ِِن ابْ َن ُم
َ ُ ْ َ َْ
َ
ٌ ال قُتَ ْي بَةُ َحدَّثَنَا بَك
ِ ِ ِ
ِ
َّ الر ِْحَ ِن َع ْن أَِّب ُه َريْ َرةَ أ
َن
َّ يم َع ْن أَِّب َسلَ َمةَ بْ ِن َع ْب ِد
َ َع ْن ابْ ِن ا َْلَاد َع ْن َُمَ َّمد بْ ِن إبْ َراه
َِّ ول
ِ َ رس
ِ َّ اَّلل صلَّى
ِ ال وِِف ح ِد
َّ صلَّى
َ يث بَ ْك ٍر أَنَّهُ ََِس َع َر ُس
ُاَّلل
َ اَّلل
َ َّ ول
َ َ َ َاَّللُ َعلَْيه َو َسلَّ َم ق
َُ
ٍ اب أَح ِد ُكم ي ْغتَ ِسل ِم ْنهُ ُك َّل ي وٍم َخَْس م َّر
ِ ََن ََّنْرا بِب
ات َه ْل
ُ َعلَْي ِه َو َسلَّ َم يَ ُق
َْ
َ َ
ً َّ ول أ ََرأَيْ تُ ْم لَ ْو أ
ُ َْ َ
ِ الصلَو
ِ اِلَ ْم
ْ ات
س
َ َيَ ْب َقى ِم ْن َد َرنِِه َش ْيءٌ قَالُوا ََل يَ ْب َقى ِم ْن َد َرنِِه َش ْيءٌ ق
َ ِال فَ َذل
َ َّ ك َمثَ ُل
ْ اَّللُ ِبِِ َّن
َّ ميَْ ُحو
.217)اِلَطَ َاَّي (رواه البخاري و مسلم
Artinya:
Bagaimana menurut kalian kalau sebuah sungai ada di depan
pintu rumah salah seorang di antara kalian, dan dia mandi di
dalamnya lima kali dalam sehari, apakah menurut kalian masih ada
kotoran yang menempel pada tubuhnya?. Mereka (para sahabat)
menjawab: tentu tidak ada. Lalu Rasulullah bersabda: demikian
halnya dengan salat lima waktu, yang dengannya Allah
membersihkan dosa-dosa yang telah diperbuatnya.
Dari hadis di atas, tampak sekali bahwa misi utama penegakan
salat adalah mendidik qalb. Maksudnya dengan salat yang benar
(sesuai sunnah), ikhlas dan khusyu’ menyebabkan jiwa menjadi
bersih, hal ini sebagaimana yang telah digambarkan Rasulullah saw.
seperti mandi dalam sungai 5 kali dalam sehari semalam. Sebuah
perumpamaan terhapusnya kotoran-kotoran dosa yang melekat pada
qalb manusia. Oleh karena itu tidak dapat dibayangkan kalau ibadah
salat itu ditambah dengan salat sunnah.
Syekh Ahmad bin Qudamah al-Maqdisi dalam Mukhtaşar
Minhāj al-Qāsidīn menjelaskan; ketahuilah bahwa mendirikan salat
217
HR. Bukhari Muslim
M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? | 117
dengan memenuhi syarat-syaratnya.218 Dapat mensucikan qalb (hati)
dari noda karat dan mendatangkan cahaya di dalamnya, sehingga
dengan cara ini keagungan yang disembah bisa tampak dan rahasiarahasianya bisa dilihat yang mungkin tidak bisa dinalar kecuali orangorang yang berilmu.219 Atas dasar pada pendapat tersebut, diketahui
bahwa salat merupakan sarana yang dapat digunakan dalam
mendidik qalb dari segala bentuk penyakit-penyakit qalb.
3. Menunaikan zakat
Menunaikan zakat di sini adalah salah satu rukun Islam, yakni
merupakan ibadah yang senantiasa/sering diikutkan dengan ibadah
salat dalam hal ini menunjukkan keutamaannya. Seperti perkataan
para ulama yang menunjukkan bahwa keutamaan berbakti kepada
kedua orang tua merupakan suatu ibadah yang paling afdhal, karena
senantiasa diikutkan dengan perintah ibadah kepada Allah. baik yang
menunjukkan demikian dari dalil Al-Qur’an seperti yang terdapat
dalam Q.S. al-Isra’/17: 23, Q.S. al-Baqarah/2: 83, Q.S. al-Nisā’/4: 36,
dan Q.S. Luqman/31: 14, maupun hadis Nabi saw. seperti rida Allah
terletak pada rida kedua orang tua. Dengan kaidah yang sama
diberlakukan pula dalam masalah zakat, bahkan sebagian para ulama
mengkafirkan orang yang meninggalkan zakat. Sebagaimana dalam
Al-Qur’an dijelaskan bahwa dengan berzakat dapat membersihkan
dan mensucikan manusia dari sifat kekikiran. Firman Allah swt.
dalam Q.S. al-Taubah/9: 103.
218
Dalam kitab tersebut disebutkan ada tiga syarat-syaratnya, yaitu: a)
menghadirkan hati dalam salat, b) memahami makna-makna ucapannya, dan c)
mengagungkan Allah dan takut kepada-Nya. Lihat Syeikh Ahmad bin Abdurrahman bin
Qudamah al-Maqdisi, Mukhtasar Minhāj al-Qāsidīn, terj. Kathur Suhardi, Minhāj alQāsidin Jalan Orang-Orang yang Mendapat Petunjuk (Jakarta: Pustaka al-Kautsar,
1997), h. 29-31.
Syeikh Ahmad bin Abdurrahman bin Qudamah al-Maqdisi, Mukhtasar Minhāj
al-Qāsidīn h. 32.
219
118 | M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ?
ِ
ِِ
)۱۰٣( ص َدقَةً تُطَ ِِه ُرُه ْم َوتُ َزِكِي ِه ْم ِِبَا
َ ُخ ْذ م ْن أ َْم َواَل ْم
Terjemahnya:
Ambillah zakat dari harta mereka, guna membersihkan dan
menyucikan mereka, … 220
Dengan demikian, orang yang mengeluarkan zakat berarti
telah membersihkan/mensucikan hartanya dari hal yang diharamkan
oleh Allah swt. sekaligus membersihkan hati dan jiwanya dari
kecintaan duniawi (sifat kikir) yang menghalangi cintanya kepada
Allah. dalam hal ini Achmad Mubarak menjelaskan; Al-Qur’an telah
mengisyaratkan
perlunya
campur
tangan
kekuasaan
untuk
melakukan perlawanan terhadap sifat kikir manusia, dalam bentuk
perintah mengambil zakat bagi yang sudah berkewajiban seperti yang
dipaparkan dalam ayat tersebut. Al-Qur’an sangat konsisten dalam
menganjurkan pengeluaran harta, baik yang diwajibkan (zakat)
maupun yang dianjurkan (sedekah) sampai nafs yang telah tercemar
dapat menjadi nafs zakiyyah. Apa yang dilakukan oleh Abu Bakar alSiddiq kepada bilal. Secara khusus, zakat fitrah merupakan bentuk
pensucian jiwa orang yang berpuasa dari perkataan dan perbuatan
yang tidak berguna, serta hal-hal yang tidak senonoh. Karena itu
dipahami bahwa dengan menginfakkan harta (zakat) untuk mencari
keridaan Allah merupakan sarana untuk mendidik qalb, mensucikan,
mengembangkan dan membenahi jiwa. Mengenai masalah ini, Allah
swt. pertegas dalam Q.S. al-Lail/92: 17-21.
ِ
َح ٍد ِع ْن َدهُ ِم ْن نِ ْع َم ٍة َُتْ َزى
َ ) َوَما أل۱۸( ) الَّذي يُ ْؤِِت َمالَهُ يَتَ َزَّكى۱۷( َو َسيُ َجنَّبُ َها األَتْ َقى
ِ
)۲۱( ضى
َ ) َولَ َس ْو۲۰( اء َو ْج ِه َربِِِه األَ ْعلَى
َ ف يَ ْر
َ َ) إَِلَّ ابْتغ۱۹(
Terjemahnya:
Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya h. 273.
220
M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? | 119
Dan akan dijauhkan darinya (neraka) orang yang paling
bertakwa, yang menginfakkan hartanya (di jalan Allah) untuk
membersihkan (dirinya) dan tidak ada seorang pun memberikan
suatu nikmat padanya yang harus dibalasnya, tetapi (dia memberikan
itu semata-mata) karena mencari keridaan Tuhannya Yang
Mahatinggi. Dan niscaya kelak dia akan mendapat kesenangan (yang
sempurna).221
Berdasarkan ayat di atas, dapat dipahami bahwa sangat
disayangkan, banyak orang yang tidak memperhatikan masalah zakat
hartanya yang disangka kewajibannya hanya pada bulan Ramadan
saja. Padahal zakat itu terlebih dahulu dihitung haul, nisab, dan
peraturan lainnya. Masalah zakat ini sering diremehkan padahal
dengan menunaikan zakat memiliki banyak keutamaan bagi
pelakunya, di antaranya adalah untuk mensucikan dari kekikiran
terhadap harta bendanya sebagaimana yang ditegaskan dalam Q.S. alTaubah/9: 103 di atas. Zakat intinya adalah pembersihan harta dan
pembersihan jiwa. Pembersihan harta maksudnya adanya tersimpan
milik orang lain dalam harta seseorang apabila telah sampai nisab
(ukurannya), haul (masanya), untuk itu harus dikeluarkan. Apabila
tidak dikeluarkan maka dia telah memakan hak orang lain yang
tersimpan dalam hartanya. Pembersihan batin adalah membersihkan
seseorang dari sikap kikir, rakus dan tamak.
4. Berpuasa sebagai sarana mendidik qalb
Puasa sebagai sarana mendidik qalb. Hakikat puasa yang
paling urgen ialah berada pada aspek tazkiyah al-nafs. Dalam Q.S. alBaqarah/2: 183.
ِ َّ
ِ َّ
ِ
ِ
)۱۸٣( ين ِم ْن قَ ْبلِ ُك ْم ل ََعلَّ ُك ْم تَ تَّ ُقو َن
ِِ ب َعلَْي ُك ْم
ُ الصَي
َ ين
َ ب َعلَى الذ
َ ام َك َما ُكت
َ آمنُوا ُكت
َ ََّي أَيُّ َها الذ
Terjemahannya:
Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya h. 899.
221
120 | M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ?
Wahai orang-orang yang beriman! Diwajibkan atas kamu
berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang sebelum kamu agar
kamu bertakwa.222
Dalam ayat tersebut, disebutkan bahwa orang yang terdahulu
juga diwajibkan
berpuasa. Jadi
pada dasarnya puasa yang
disyariatkan adalah puasa seluruh anggota badan, yakni menahan
dari segala maksiat. Sebagaimana yang disebutkan dalam sebuah
hadis berikut:
ِ
ِ
ٍ اَّلل بن الْمبار ِك َعن أُسامةَ ب ِن َزي ٍد َعن س ِع
يد ال َْم ْق ُِْب ِِي
َ ْ ْ ْ َ َ ْ َ َ ُ ُ ْ َّ َحدَّثَنَا َع ْم ُرو بْ ُن َراف ٍع َحدَّثَنَا َع ْب ُد
َِّ ول
ِصي ِامه
ِ ِ
ٍِ َ ب
َّ صلَّى
ُ ال َر ُس
َ َال ق
َ ََع ْن أَِّب ُه َريْ َرةَ ق
َّ اَّللُ َعلَْي ِه َو َسلَّ َم ُر
َ س لَهُ م ْن
َ اَّلل
َ صائم لَْي
ٍِ َّ إََِّل ا ْْلُوعُ َوُر
اء ِِف ال ِْغيبَ ِة
َّ س لَهُ ِم ْن قِيَ ِام ِه إََِّل
َ الس َه ُر (ابن ماجه َِبب َما َج
َ ب قَائم لَْي
ِ َالرف
)لصائِِم
َّ ِث ل
َّ َو
223
Artinya:
Amr bin Rāfi’ telah menceritakan pada kami dari Usamah bin
Yazid dari Said bin al-Maqbiri dari Abi Hurairah berkata Rasulullah
saw. pernah bersabda: boleh jadi ada orang yang berpuasa tidak
mendapatkan pahala apa-apa dari puasanya selain lapar, dan boleh
jadi ada orang yang menghidupkan malam Ramadan, ia tidak
mendapatkan pahala apa-apa dari ibadahnya selain begadang.
Dalam hadis lain yang diriwayatkan oleh Ibnu Khuzaimah dan
Ibnu Hibban dikemukakan bahwa Rasulullah saw. bersabda:
وأخْبّن أنس بن، أن ابن وهب أخْبهم، أخْبّن َممد بن عبد هللا بن عبد اْلكم
قال رسول هللا: عن أّب هريرة قال، عن عمه، عن اْلارث بن عبد الرِحن، عياض
Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya h. 34.
222
HR. al-Tabrani dalam Mu’jam al-Kabīr dan disahihkan oleh Syeikh al-Bani.
223
M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? | 121
إَّنا الصيام من اللغو، « ليس الصيام من األكل والشرب: صلى هللا عليه وسلم
224
. والرفث
Artinya:
Muhammad bin Abdullah bin Abd al-Hakam memberitahukan
padaku bahwa ibnu Wahab telah memberitahukan mereka
sesungguhnya Anas bin ‘Iyadh memberitahukan aku dari Harits bin
Abdul Rahman dari pamannya dari Abi Hurairah ia telah berkata:
Rasulullah saw. pernah bersabda bukanlah puasa itu hanya menahan
dari makanan dan minuman, tetapi puasa yang sesungguhnya adalah
menahan dari perkataan yang sia-sia dan keji.
Syeikh Ahmad bin Abdurrahman bin Qudamah al-Maqdisi
memaparkan bahwa puasa merupakan salah satu sebab pemberian
ampunan, pembebasan
dari
api
neraka,
dan
sarana untuk
menundukkan musuh Allah, dan juga sebagai sarana untuk mendidik
qalb. Karena sarana untuk mendidik qalb dan sarana yang
dipergunakan musuh adalah syahwat, dan syahwat bisa menjadi kuat
karena makanan dan minuman. Selagi lahan syahwat tetap subur
maka setan dapat bebas berkeliaran di tempat gembalaan yang subur
itu. Tetapi jika syahwat ditinggalkan maka jalan ke sana juga menjadi
sempit. Selain itu, puasa dapat menindas dan memenjarakan hawa
nafsu, sehingga jiwa benar-benar tenang dan tenteram.225
Di antara adab puasa secara khusus adalah menahan
pandangan mata, menjaga lidah dari ucapan-ucapan yang diharamkan
dan dimakruhkan atau dari ucapan yang tidak bermanfaat, serta
menjaga seluruh anggota badan. Kesemua ini menunjukkan betapa
tazkiyah al-nafs benar-benar mewarnai dalam ibadah puasa, sehingga
dengan ibadah ini menjadi sarana seorang dalam mentazkiyah
224
HR. Ibnu Khuzaimah dan Ibnu Hibban, dikutip oleh Muhammad Yusran Ansar
dalam Syarh} Matn Hadis} ‘Arba’in al-Nawāwiyah (Jakarta: Nizhom, t. th.), h. 49.
225
Syeikh Ahmad bin Abdurrahman bin Qudamah al-Maqdisi, h. 45.
122 | M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ?
jiwanya. Unsur pendidikan batin yang paling berkesan dalam
pendidikan ibadah puasa adalah pengendalian diri dari hawa nafsu. 226
Puasa mendidik seseorang untuk dapat menunda menikmati
kelezatan yang ada di hadapannya pada saat tertentu tidak boleh
dimakan dan diminum. Ini mengisyaratkan bahwa seseorang mesti
mampu menunda kelezatan dan kesenangan yang ada di dunia ini
kalau tidak halal. Selain dari itu ibadah ini mempunyai implikasi yang
besar terhadap perilaku seseorang, sebab berbagai hal dalam
berpuasa itu turut pula dipuasakan yang hal ini sangat berpegaruh
besar terhadap peningkatan derajat batin seseorang.
5. Menjaga amalan-amalan hati
Amalan-amalan hati seperti yang dikemukakan Sa’id ibn
Muhammad Daib Hawwa dalam al-Mustakhlas fi Tazkiyah al-Anfus
yaitu: tauhid, ikhlas, jujur, zuhud, tawakal, cinta, takut, dan harap,
murāqabah dan musyāhadah, sabar, rida, tunduk, patuh dan lainlain.227 Tetapi perlu diketahui bahwa amalan hati jauh lebih utama
dari pada amalan lahiriah, karena amalan lahiriah adalah cerminan
hati, kalau hatinya bersih akan menampilkan amalan-amalan yang
bersih dan begitu pula jika hatinya kotor akan menampilkan amalanamalan yang kotor.
Mengacu pada pemaparan sebelumnya, penulis berasumsi
bahwa kalau diteliti lagi masih banyak ibadah dalam syariat Islam
yang muara akhirnya adalah mendidik qalb. Oleh karena itu dengan
mengikuti apa yang diajarkan oleh syariat, niscaya seseorang mampu
membentuk tazkiyah al-nafsnya. Misalnya; para sahabat Rasulullah
Haidar Putra Daulay, Qalbun Salīm, Jalan Menuju Pencerahan Ruhani (Cet.
1; Jakarta: Rineka Cipta, 2009), h. 108.
226
227
Said ibn Muhammad Daib Hawwa, al-Mustakhlas fi Tazkiyah al-Anfus (Cet.
1; Mesir: Dar al-Salam, t.th), terj. Aunur Rafiq, Intisari Ihya’Ulumuddin al-Gazali,
Mensucikan Jiwa: Konsep Tazkiyah al-Nufūs Terpadu (Cet. 11; Jakarta: Rabbani
Press, 2005), h. 315-397.
M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? | 123
saw. mereka adalah generasi yang paling dekat dengan zaman
kenabian dan masih bersih pemahaman agamanya, mereka memiliki
jiwa yang suci lantaran berittiba’ pada sunah Rasul tanpa
menciptakan sarana-sarana baru dalam tazkiyah al-nafs. Dengan
demikian, seorang
muslim
seyogyanya berupaya semaksimal
mungkin untuk menggapai masalah tazkiyah al-nafs dari serangkaian
ibadah yang dikerjakannya. Maksudnya, ibadah apapun yang
dilakukan tidak hanya menjadi gerak-gerik fisik yang kosong dari ruh
keimanan dan taqarrub kepada Allah swt. Akan tetapi, ibadah yang
dikerjakan hendaknya selalu bernuansa pada nilai-nilai pembersihan
atau pensucian jiwa.
D. Penyakit Qalb dan Metode Mendidiknya
Sesungguhnya penyakit-penyakit hati diserahkan kepada-Nya.
Allah swt. yang menguasainya dan bertindak apa saja yang Dia
kehendaki terhadapnya. Sebagaimana dalam Q.S. al-Anfāl/8: 24.
َّ َوا ْعلَ ُموا أ
َّ َن
)۲٤( ّي ال َْم ْرِء َوقَ ْلبِ ِه
ُ ُاَّللَ َُي
َ ْ َول ب
Terjemahnya:
“… dan ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah membatasi antara
manusia dan hatinya ….”.228
Dengan demikian, Allah swt. lebih menguasai hati para hamba-
Nya dari pada mereka sendiri dan Dia Allah swt. menghalangi mereka
menguasainya, sehingga Dia sendiri yang mengaturnya, dan membolakbalikkan semau-Nya. Dia meletakkan hidayah dan menghiaskan iman di
dalamnya. Dia menurunkan sakinah di dalamnya dan memberikan
ketentraman. Dia meneguhkannya agar pemiliknya termasuk orang yang
beriman.
Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya h. 243.
228
124 | M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ?
Hati yang sakit masih lebih ringan dari pada hati yang keras
membatu. Hati yang sakit adalah hati yang berpindah-pindah dari
kondisi yang lembut, dan kondisi yang keras. Terkadang, hati itu naik
derajatnya dan terkadang derajat hati itu menurun. Dalam hati terdapat
dua materi, 1) materi iman, 2) materi kafir. Bila hati didominasi oleh
kondisi yang sehat, ia akan lebih dekat dengan hati yang lembut, bersih
dan bercahaya. Akan tetapi, jika hati didominasi oleh penyakitnya, ia
akan menjadi hati yang mati lagi keras. Pada hakikatnya setan hanya
menyerang hati yang sedang sakit. Karena jika hati sudah mati dan
mengeras, setan tidak akan lagi berhasrat untuk mendekatinya. Ia juga
tidak mampu mendekati hati yang hidup. Karena bila setan
mendekatinya, ia akan terbakar. Hal ini menunjukkan bahwa penyakit
hati jauh berbahaya dari pada penyakit tubuh. Baik secara kuantitas
ataupun secara kualitas. Sebagaimana diketahui, suatu penyakit
memiliki rentang waktu yang berbeda-beda, mulai dari sakit sesaat
sampai sakit bulanan, hingga sakit yang tidak bisa hilang kecuali jika
penderitanya mengalami kematian.
1. Penyakit Qalb
a. Riya
Alangkah beruntungnya orang-orang yang tidak disiksa
oleh kerinduan untuk dipuji dan dihormati orang lain. Kalau mau
jujur, orang akan sengsara karena terlalu banyak memikirkan
penilaian orang lain. Jika perkara duniawi dan ukhrawi (akhirat)
dilakukan hanya untuk mendapat pujian, penghormatan, dan
penilaian manusia maka sesungguhnya manusia telah diserang
penyakit riya. Penyakit riya, merupakan perilaku terkeji ketika
seseorang melakukan ritual ibadah hanya untuk memperoleh
tempat di hati orang lain. Rasulullah saw. mengibaratkan perilaku
ini seperti “syirik kecil”. Beliau bersabda, “Aku tidak khawatir
seandainya kalian akan menyembah matahari, bintang-bintang,
bulan. Tetapi aku lebih khawatir kalian beribadah bukan karena
M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? | 125
Allah, melainkan karena riya.” Beliau menambahkan, “apa yang
paling aku takutkan pada umatku adalah melakukan berbagai hal
bukan
semata-mata
karena
Allah.”229
Imam
Mawlud
menggarisbawahi tiga tanda riya.230 Akar sumber riya adalah
keinginan, yakni menginginkan sesuatu dari sebuah sumber selain
Allah. (Kata dalam bahasa Arab untuk akar di sini adalah alwiya,
sebuah bentuk derivatif yang juga merujuk pada orang yang
membawa bendera, pembawa panji, yang memimpin dan memulai
sebuah tindakan). Imam Mawlud berkata bahwa obat untuk riya
sama seperti obat untuk orang yang menjadikan agamanya sebagai
alat untuk kepentingan duniawinya (mudahana). Dengan giat dan
tulus mencari pemurnian hati dengan menghilangkan empat hal: 231
229
Hamza Yusuf, Hatiku Surgaku Terapi Jitu Membersihkan Hati dari SifatSifat yang Tidak Disukai Allah (Cet.1; Jakarta: Lentera Hati, 2009), h. 84.
230
Pertama dan kedua adalah kemalasan dan kurangnya perbuatan yang
semata-mata karena Allah swt. ketika seseorang sendirian dan jauh dari pandangan
orang lain. Ketika sendirian, seseorang menjadi lesu, tak ada gairah (tak ada
keinginan) untuk melakukan berbagai ibadah, misalnya membaca Al-Qur’an di rumah,
tetapi ketika banyak orang, seperti di masjid, dia bergairah untuk melafalkan dengan
suara merdu. (ini bukan untuk menganjurkan bahwa seseorang tidak harus merespon
ilham yang seseorang peroleh ketika berada di kumpulan orang-orang yang melakukan
amalan-amalan baik. Maksud di sini adalah menjaga motivasi di balik perilaku
seseorang, khususnya ibadah seseorang, bahwa mereka melakukan hanya karena
Allah dan bukan karena yang lainnya). Tanda lain dari ria adalah meningkatkan
perilaku-perilaku tatkala dipuji dan menurunkannya tatkala tak ada pujian. Dalam
syariah Islam, dorongan pada suatu perbuatan tidaklah tercela. Ketika Rasulullah
saw. melihat beberapa orang melakukan kebaikan, beliau akan mengatakan, “Engkau
telah melakukan dengan baik” beliau juga bersabda ketika seorang yang beriman
mendengarkan seseorang memujinya, maka keimanannya bertambah” bukan
kebanggaannya. Dalam cara ini, beliau mendorong untuk melakukan lebih karena
Allah semata, bukan untuk mendapat pujian. Para ulama membedakan antara bentuk
pujian ini dengan hidangan-hidangan rayuan kosong. Seseorang didorong untuk
menyampaikan kepada seseorang bahwa dia telah melakukan sebuah pekerjaan
dengan baik. Ini terutama tepat disampaikan kepada orang-orang muda. Hamza
Yusuf, Hatiku Surgaku Terapi Jitu Membersihkan Hati dari Sifat-Sifat yang Tidak
Disukai Allah h. 84-85.
231
Cinta pada pujian, takut disalahkan, menginginkan keuntungan duniawi
dari manusia, dan takut mendapat kerugian dari manusia. Ini dapat dicapai dengan
memelihara keyakinan bahwa hanya Allah-lah yang dapat memberikan keuntungan
atau kerugian pada seseorang. Ini ada pada intisari kepercayaan Islam. Hamza Yusuf,
Hatiku Surgaku Terapi Jitu Membersihkan Hati dari Sifat-Sifat yang Tidak Disukai
Allah h. 86.
126 | M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ?
Perilaku riya yang paling kecil, yaitu menunjukkan
pekerjaan-pekerjaan baik demi menjauhkan caci maki dan kritik
dari orang lain. Penyakit ini diobati dengan memahami bahwa
Allah tidak akan dapat dirintangi. Hanya Dia-lah yang memiliki
kekuasaan langit dan bumi, dan hanya Dia-lah yang mengganjar
semua perbuatan manusia “di dua kediaman”, di dunia dan di
akhirat.
b. Amarah
Jika ingin menjadi orang mulia, maka jangan marah. Jika
ingin menjadi ahli surga, salah satu kuncinya adalah jangan marah.
Kalau menjadi seorang pemimpin maka jangan pernah marah,
karena pemimpin pemarah itu tidak akan bisa sukses. Jangan lihat
orang lain itu pemarah atau tidak. Akan tetapi lihat diri sendiri,
apakah saya ini termasuk seorang pemarah atau tidak? Jika
dulunya suka marah-marah karena posisi dia di kantor adalah
sebagai seorang atasan, mengapa semua itu bisa terjadi. Mungkin
saja terjadi percaya diri yang berlebihan saat dia menjadi atasan
dan dia belum pernah sekalipun menjadi anak buah atau bawahan.
c. Dendam
Sesungguhnya orang yang suka mengadu domba dan
mendendam, tempatnya di neraka. Kedua-duanya tidak akan
berkumpul pada hati orang-orang muslim. Barang siapa yang
minta maaf pada saudaranya yang muslim dan ternyata ia tidak
mau memberi maaf, maka ia mempunyai dosa sama dengan dosa
orang yang merampok, naużubillāh.232 Ghill adalah penyakit qalb
yang hampir sama dengan dendam, marah yang berlebihan, dan
kedengkian. Ini berasal dari kata Arab aglāl, yang digunakan dalam
232
Abdullah Gymnastiar, Menggapai Qalbun Salim Bengkel Hati Menuju Akhlak
Mulia (Cet. 3; Bandung: Khas MQ, 2006), h. 36.
M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? | 127
Al-Qur’an yang berarti memasang belenggu di leher mereka. Hal ini
dapat dilihat pada Q.S. Yāsīn/36: 8.
ِ َإِ ََّن جعلْنَا ِِف أَ ْعنَاقِ ِهم أَ ْغَلَلً فَ ِهي إِ ََل األَ ْذق
)۸( ان فَ ُه ْم ُم ْق َم ُحو َن
ََ
ْ
َ
Terjemahnya:
Sungguh, Kami telah memasang belenggu di leher mereka,
lalu tangan mereka (diangkat) ke dagu, karena itu mereka
tertengadah.233
Ayat di atas, dapat dipahami bahwa seolah-olah hal ini
menyatakan bahwa dendam tinggal di dalam hati menyatu dengan
penghianatan. Dendam adalah emosi yang tinggi, yang bersumber
dari kemarahan kepada seseorang yang dianggap ingin melakukan
keburukan kepadanya. Akan tetapi korbannya nanti adalah yang
melakukan sifat tersebut. Karena alasan inilah, maka orang yang
beriman berdoa sebagaimana yang dikemukakan dalam Q.S. alHasyr/59: 10.
ِِ ِ ِ
ِ َّ ِ
ِ
ِ
آمنُوا
َ ين َسبَ ُق
َ ين
َ وَن ِِب ِإلميَان َوَل ََْت َع ْل ِِف قُلُوبنَا غَلًّ للَّذ
َ َربَّنَا ا ْغف ْر لَنَا َو ِإل ْخ َواننَا الذ
ِ ٌ ك رء
)۱۰( يم
ٌ وف َرح
ُ َ َ ََّربَّنَا إِن
Terjemahnya:
“Ya Rabb kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara
kami yang telah beriman lebih dulu dari kami, dan janganlah
Engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami terhadap orangorang yang beriman; Ya Rabb kami, sesungguhnya Engkau Maha
Penyantun lagi Maha Penyayang.” 234
Salah satu nikmat yang besar dalam surga adalah Allah akan
menghilangkan rasa dendam dari hati seseorang. Jika seorang yang
beriman dendam kepada orang lain, Allah tidak akan memaafkan
orang tersebut sebelum orang tersebut memaafkannya karena
Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya h. 625.
233
Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya h. 798.
234
128 | M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ?
dendam adalah penderitaan yang serius, yang membusuk dalam
hati seseorang dan menghalangi hal-hal baik yang akan datang
padanya.
d. Iri Hati (Hasad)
Salah satu penyebab yang membuat kondisi hidup tidak sehat
adalah banyaknya orang yang mengidap sebuah penyakit yang
disebut hasad. Iri hati merupakan penyakit qalb yang parah karena
sebagian besar ulama menilai sebagai akar dari semua penyakit
qalb. Sementara sebagian ulama yang lain berpendapat bahwa
induk penyakit qalb adalah ketamakan (thama’).235 Pada tingkatan
ke berapa pun iri hati ditempatkan dalam hirarki penyakit,
kebanyakan ulama sepakat bahwa iri hati merupakan manifestasi
dosa pertama serta penyebab pertama ketidak patuhan terhadap
Allah, ketika setan (iblis) menolak untuk mematuhi Allah tatkala
diperintahkan untuk memberi hormat kepada makhluk-Nya yang
baru, Adam, manusia pertama. Tak ada yang mencegah iblis untuk
memberi hormat, kecuali kedengkiannya terhadap Adam, karena
Allah memilih Adam untuk menjadi wakilnya di bumi, bukan iblis.
Iblis menjadi angkuh dan menolak perintah yang menunjukkan
kemuliaan Nabi Adam, karena iblis melihat dirinya, yang
diciptakan dari api, lebih unggul dari pada makhluk yang terbuat
dari tanah liat ini. Ketika dihadapkan pada ketidakpatuhannya,
setan tidak memohon pengampunan dari Allah. orang-orang yang
iri hati membangun sebuah pola pikir yang membuatnya tidak mau
mengakui bahwa mereka salah. Menyandang sifat iri hati adalah
sama dengan menyandang salah satu sifat makhluk paling celaka,
yaitu setan.
235
Hamza Yusuf, Hatiku Surgaku Terapi Jitu Membersihkan Hati dari SifatSifat yang Tidak Disukai Allah h. 51.
M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? | 129
Imam Mawlud, menjelaskan bahwa iri hati terlihat ketika
seseorang menginginkan orang lain kehilangan karunia yang
dimilikinya. Kehilangan ini bisa berupa hal yang besar maupun
kecil, seperti rumah, mobil, atau pekerjaan. Orang yang dengki
dapat menjadi kesal jika seorang rekan kerjanya dipromosikan
pada titik itu dia berharap agar orang itu kehilangan posisi. 236
Allah Maha Bijaksana terhadap segala pemberian-Nya kepada
hamba-Nya. Apabila seseorang menyangsikan karunia yang telah
diberikan kepadanya maka dia sebenarnya menyangsikan Sang
Pemberi. Hal ini membuat iri hati pantas dicela dan dilarang.
e. Kikir
Imam Mawlud mengemukakan definisi dari penyakit kikir
ini, etimologinya (berbagai asal usul dan penyebab), dan
bagaimana cara mengobatinya. Imam Mawlud menyebutkan dua
aspek dari kekikiran,237 berkaitan dengan aspek pertama, hukum
Islam mewajibkan pembayaran zakat mal yang disalurkan kepada
kaum fakir miskin. Kekikiran dalam bentuk tidak mengeluarkan
zakat, secara eksplisit dilarang. Hal ini sama dengan kewajiban
seorang suami untuk menafkahi isteri dan anak-anaknya.
Meskipun jika pasangan itu mengalami perceraian, sang pria tetap
harus memberikan tunjangan anak. Kekikiran, ketika berkaitan
236
Hamza Yusuf, Hatiku Surgaku Terapi Jitu Membersihkan Hati dari SifatSifat yang Tidak Disukai Allah h. 54.
237
Pertama, berhubungan dengan hukum Islam, syariah, yakni hak-hak
terhadap Allah dan ciptaan-Nya. Kedua, berkaiatan dengan murū’a, sebuah konsep
Arab yang penting, dikonotasikan dengan kejantanan dan keberanian. Dalam budaya
Arab sebelum Islam, keberanian adalah suatu definisi konsep. Konsep ini serupa
dengan pandangan Barat tentang kesatria (chivalry) dan kebajikan (virtue). Kata vir
dalam bahasa Latin berarti lelaki. Demikian pula, asal kata virtue dalam bahasa Arab,
murū’a, sebuah kata yang asalnya sama dengan lelaki … meskipun para ulama
menyatakan kata tersebut berkenaan dengan kejantanan dan kemanusiaan). Hamza
Yusuf, Hatiku Surgaku Terapi Jitu Membersihkan Hati dari Sifat-Sifat yang Tidak
Disukai Allah h. 18.
130 | M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ?
dengan kewajiban hukum Islam, merupakan bentuk yang paling
jahat.
Dalam aspek yang kedua, keberanian, Imam Mawlud
menyelidiki beberapa seluk beluk. Ia mengatakan bahwa seseorang
seharusnya
tidak
pernah
menciptakan
kesulitan
terhadap
persoalan berharga. Ketika hal itu mengenai utang, jauh lebih baik
bagi para pemberi pinjaman untuk bersikap fleksibel dan murah
hati dari pada meminta dengan kasar dan tanpa toleransi. Hal ini
sangat dianjurkan, khususnya ketika pemberi pinjaman tidak
terlalu membutuhkan pengembalian utang, sementara peminjam
menghadapi kesusahan. Pengertian dan belas kasihan dari pemberi
pinjaman merupakan cerminan dari keberanian seseorang.
Memiliki sifat murah hati bukanlah sebuah kewajiban dalam
hukum Islam karena pemberi pinjaman memiliki hak untuk
mendapatkan kembali apa yang menjadi miliknya. Tetapi jika
pemberi pinjaman tidak peduli dengan kebutuhan-kebutuhan
peminjam, malah meminta dengan tegas pembayaran utang
tersebut, hal ini dianggap patut dicela.
f. Kufur Nikmat
Penyakit qalb (kufur nikmat) adalah kurangnya kesadaran
atas, nikmat Allah, dan ini merupakan kelalaian yang sangat
berbahaya. Nikmat yang diperoleh manusia siang dan malam,
sungguh tak ternilai, sebagaimana yang telah disebutkan dalam AlQur’an. Karena nikmat yang diberikan bisa dalam semua aspek,
baik aspek yang dapat dilihat, diraba (seperti materi, makanan,
pakaian, tempat tinggal, kekayaan, dan lain-lain), atau sesuatu yang
M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? | 131
abstrak (seperti rasa aman, persahabatan, cinta, kesehatan,
selamat dari marabahaya).238
Al-Qur’an memulai dengan bacaan, “Dengan nama Allah
Yang Pemberi kasih yang Maha Pengasih”. Beberapa ulama
menafsirkan “Pemberi kasih” (Rahman) sebagai sang pemberi
rahmat dan karunia, sedangkan “Maha Pengasih” (Rahim)
diimplikasikan sebagai sang pemberi nikmat yang abstrak, yang
tidak dapat dirasa hingga nikmat itu habis. Ketika kita
mengedipkan mata misalnya, ratusan kali dalam sehari tanpa
disadari. Banyak orang yang menggunakan minyak tiruan karena
mereka tidak dapat menggunakan kelenjar air matanya. Banyak
sekali nikmat yang tidak dapat dihitung berkaitan dengan mata,
jangankan aspek lain dalam tubuh kita, seperti kemampuan
berjalan dengan penuh keseimbangan tanpa membutuhkan
stimulasi lusinan otot untuk melangkah selangkah saja. Ibu jari
membiarkan kita menggerakkan
tangan, yang kebanyakan
makhluk hidup lain tak dapat melakukannya. Allah menciptakan
makanan yang lezat. Allah telah memberikan nutrisi yang besar,
dan itu adalah karunia yang sangat besar.
2. Metode Mendidik Qalb
a. Metode Penyembuhan Penyakit Qalb (Riya) dengan jalan Ikhlas
Sadar akan kerugian yang ditimbulkan oleh riya merupakan
sebuah pengobatan dalam diri yang efektif karena sudah menjadi
tabiat manusia untuk menghindari apa yang dapat mengundang
kerugian. Sebuah perilaku pamer selalu diketahui, dihina, dan
kemudian direndahkan. Dan akhirnya dia bangkrut karena ketidak
tulusannya tidak diterima oleh Allah swt. Ini merupakan sebuah
238
Hamza Yusuf, Hatiku Surgaku Terapi Jitu Membersihkan Hati dari SifatSifat yang Tidak Disukai Allah h. 233.
132 | M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ?
“pengobatan teoretis”, yang mencegah riya. “Pengobatan praktis”
secara sengaja meliputi penyembunyian amalan-amalan seseorang
dari pandangan manusia. Dengan cara ini, tujuan seseorang terjaga
dari kesombongan. Hal ini bukan berarti tidak pernah melakukan
amalan-amalan di hadapan manusia. Tetapi lakukan juga amalanamalan itu tatkala orang lain tidak melihat. Sebagai contoh
memberikan uang melalui amal, hendaklah dilakukan dengan
sembunyi-sembunyi. Tetapi untuk memotivasi orang lain, beramal
dengan cara terbuka tidaklah menjadi masalah. Mereka yang
mengeluarkan harta mereka siang dalam secara sembunyi atau
terbuka. Sebagaimana firman Allah swt. dalam Q.S. al-Baqarah/2:
274.
ِ الَّ ِذين ي ِنف ُقو َن أَموا ََلم ِِبللَّي ِل والن
ف
ٌ َج ُرُه ْم ِع ْن َد َرِِبِِ ْم َوَل َخ ْو
ْ َّها ِر س ِراً َو َعَلنِيَةً فَلَ ُه ْم أ
َ َ ْ ُْ َ ْ
َُ
)۲۷٤( َعلَْي ِه ْم َوَل ُه ْم َُْي َزنُو َن
Terjemahnya:
Orang-orang yang menginfakkan hartanya malam dan siang
hari (secara) sembunyi-sembunyi, maupun terang-terangan,
mereka mendapat pahala di sisi Tuhannya. Tidak ada rasa takut
pada mereka dan mereka tidak bersedih hati.239
Tiap orang adalah gembala bagi hatinya masing-masing.
Mendirikan salat tahajjud, menyertakan rangkaian zikir (ingat
kepada
Allah),
membaca
Al-Qur’an,
dan
yang
sejenisnya
merupakan amalan-amalan yang baik sekali dilakukan dalam
keleluasaan pribadi. Sebagaimana firman Allah dalam Q.S. Sād/38:
79-83.
Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya h. 58.
239
M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? | 133
ِ ب فَأ
ِ َ َّال فَِإن
) إِ ََل يَ ْوِم۸۰( ين
َ َ) ق۷۹( َنظ ْرِّن إِ ََل يَ ْوِم يُ ْب َعثُو َن
َ َق
ِِ ال َر
َ ْمنظَ ِر
ُ ك م ْن ال
ِ ُْت الْمعل
ِ
ِ
ِ ْ ك أل ْغ ِوي نَّهم أ
اد َك ِم ْن ُه ْم
َ َ) ق۸۱( وم
َ ال فَبِعِ َّزت
َ َ) إَِلَّ عب۸۲( ّي
ْ َ ِ ال َْوق
َ ََجَع
ُْ َ
ِ َالْم ْخل
)۸٣( ّي
َص
ُ
Terjemahnya:
Iblis berkata, “Ya Tuhanku tangguhkanlah aku sampai pada
hari mereka dibangkitkan”. Allah berfirman maka sesungguhnya
kamu termasuk golongan yang diberi penangguhan, sampai pada
hari yang telah ditentukan waktunya (hari kiamat).” (iblis)
menjawab, “Demi kemuliaan-Mu, pasti aku akan menyesatkan
mereka semuanya, kecuali hamba-hamba-Mu yang mukhlas di
antara mereka.”240
Berdasarkan ayat di atas, dapatlah dipahami bahwa dengan
keikhlasan dapat membendung bahkan mengalahkan iblis yang
selalu menggoda dan menyesatkan. Dengan hubungan yang baik
dan ikhlas kepada Allah, setan tidak akan sanggup menggoda dan
menyesatkan diri manusia. Oleh sebab itu diharapkan untuk sering
membaca Surah al-Ikhlas (surah ke-112 dalam Al-Qur’an) yang
menegaskan kekuasaan Allah serta meniadakan kemungkinan
adanya sesuatu yang menyamai diri-Nya. Kata ikhlas berasal dari
kata khaluşa, yang berarti murni, seperti pada “madu murni” atau
“susu murni”. Mengenai kesalehan seseorang tak akan pernah
murni kecuali bebas dari riya. Dalam Al-Qur’an ada dua kata yang
menunjukkan keikhlasan, yaitu mukhlaş dan mukhliş. Kata mukhliş
menggunakan pola kalimat active participle yang mengindikasikan
bahwa cara pemurnian itu bersifat eksternal, yaitu sebuah karunia
dari Allah swt. Imam Ibnu Qayyim al-Jauziyyah (seorang ulama
abad ke-13) mengatakan bahwa bagi siapapun untuk memiliki
keikhlasan terhadap apa yang mereka lakukan dan percayai,
Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya h. 656-657.
240
134 | M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ?
terlepas dari keyakinan. Tetapi menjadi mukhlaş, dimurnikan oleh
Allah, diperuntukkan bagi orang-orang yang memiliki sistem
kepercayaan dan perbuatan-perbuatan yang sesuai dengan apa
yang Allah ungkapkan. Imam Abul Hasan asy-Syadzili, (ulama abad
ke-13) pernah berdoa,241 Imam Mawlud menganjurkan agar
seseorang secara kontinu mengulang sebuah doa indah dari
Rasulullah saw.: dikenal sebagai sayyid al-istigfār (doa ampuh
untuk memohon ampunan), doa ini diterjemahkan: 242 Rasulullah
saw. bersabda, “siapa pun yang mengucapkan doa ini ketika dia
bangun di pagi hari dan (mengucapkannya lagi) di sore hari dan
kemudian meninggal, entah pada hari itu atau sore itu maka dia
akan masuk surga.
b. Metode Penyembuhan Penyakit Qalb (Amarah)
Berbicara tentang kemarahan sebagai penyakit qalb, Imam
Mawlud, menjelaskan dua cara penyembuhannya. Pertama,
hapuslah kemarahan saat hal itu datang dan yang kedua, tahan dan
halangi kemarahan tersebut. Pengobatan pertama adalah dengan
mengingat pujian dan kebaikan luar biasa yang dihubungkan
dengan kesabaran dan kerendahan hati. 243 Selanjutnya Sidi Ahmad
az-Zarruq, berpendapat bahwa alasan utama manusia menjadi
marah adalah keegoisan mereka sendiri. Dalam penganiayaan
241
Ya Allah jadikanlah amalan-amalan salahku sebagai amalan-amalan salah
orang-orang yang Engkau cintai, dan jadikanlah amalan-amalan baikku, amalanamalan baik dari orang-orang yang tidak Engkau senangi”. Hamza Yusuf, h. 91.
242
Ya Allah, Engkaulah Tuhanku, tidak ada Tuhan selain Engkau. Engkau telah
menciptakan aku dan aku adalah hamba-Mu. Aku menjunjung tinggi perjanjian-Mu
dan janji-Mu untuk kemampuanku yang terbaik. Aku mohon perlindungan pada-Mu
dari segala kekhilafan yang aku lakukan sendiri. Aku mengakui segala karunia yang
Engkau kucurkan kepadaku dan aku mengakui segala kekuaranganku. Maka ampunilah
aku, sungguh tidak ada yang mengampuni segala dosa, kecuali Engkau”. Hamza Yusuf
h. 92.
243
Hamza Yusuf, h. 185.
M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? | 135
mereka terhadap Rasulullah saw., orang-orang kafir Quraisy
mengolok-olok beliau seperti anak-anak. Tetapi Rasulullah saw.
tidak marah.244
Etika yang dianjurkan sangat sederhana, yaitu biarkan sajatidak membiarkan penghinaan menembus dan memainkan
emosinya. Ia mengenai pengendalian diri, yakni perasaan aman.
Sebaiknya seseorang mengingat beberapa banyak kerendahan hati
dan kesabaran yang dipuji oleh yang terbaik memberi Pujian, yakni
Allah Yang Maha Agung. Jika penciptaan bumi dan langit memuji
perilaku atau watak tertentu, berusahalah untuk mencapainya.
Kerendahan hati dan kesabaran dipuji dalam berbagai puisi dan
kata-kata bijak, bahkan di luar agama Islam. Rasulullah saw.
bersabda bahwa Allah menaikkan derajat orang yang rendah hati
karena Allah, tetapi siapa saja yang berusaha mengagungkan
dirinya sendiri maka Allah merendahkan derajatnya. Rasulullah
saw. adalah orang yang paling sabar dan pemaaf terhadap
manusia. Semua Nabi mempunyai sifat-sifat mulia ini. Tak ada
satupun Nabi yang angkuh atau mudah marah.245
Imam
Mawlud,
menjelaskan
bahwa
Selanjutnya
seseorang
dapat
mengendalikan kemarahan dengan menyadari bahwa segala
sesuatu tidak akan terjadi tanpa kehendaknya: tiada daya dan
kekuatan, melainkan dengan izin-Nya. Hidup adalah cobaan, dan
siapa saja yang putus asa maka akan merasa berat ketika cobaan
ini datang. Rasulullah saw. bersabda bahwa orang yang kuat
244
Hamza Yusuf, h. 186.
245
Hamza Yusuf, h. 186.
136 | M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ?
bukanlah orang yang mampu bergulat, tetapi orang yang mampu
mengendalikan dirinya ketika marah. 246
Rasulullah saw. memberikan nasihat bahwa jika seseorang
marah, sebaiknya duduk, dan jika orang itu duduk, sebaiknya
berbaring. Jika hal ini tidak membantu, berwudulah kemudian
salat. Memercikkan air ke wajah dapat mengubah suasana hati
seseorang. Kemarahan sering kali terlihat dari wajah yang berubah
jadi merah dan panas. Suatu kali ada seseorang yang sangat marah
di hadapan Rasulullah, yang kemudian terlihat bagaimana
wajahnya menunjukkan kemarahan yang luar biasa yang
menyerupai setan. Kemudian Rasulullah saw. bersabda, “saya
punya doa, jika diucapkan maka akan bisa menghilangkan
kemarahan itu darinya. Doanya aku berlindung kepada Allah dari
godaan setan yang terkutuk”. Dapat diketahui bagaimana
kemarahan
dapat
meningkat. Ketika
konflik menimbulkan
kekacauan dan kebencian diantara dua pihak, secara refleks
mereka berdiri, yang merupakan sikap alami saat kemarahan
muncul. Penting untuk membuat kedua pihak itu duduk yang dapat
mengurangi kemarahan mereka. Obat-obat sederhana ini bukanlah
trik, tetapi mengungkapkan bagaimana tipisnya lapisan kemarahan
yang sering kali muncul. Kemarahan bisa sama sekali irasional dan
hanya membutuhkan perubahan posisi tubuh untuk menyusun
kembali pikiran. Nasihat Rasulullah saw. sangat menggambarkan
sifat manusia; beliau mengungkapkan pengetahuan yang dalam
mengenai pasang surut emosi manusia dan kesenangan yang dapat
mengubah kondisi emosi manusia. Salah satu tipu daya setan
adalah membuat sesuatu yang mudah terlihat sulit, bahkan
mustahil dia membisikkan perasaan keputusasaan untuk membuat
246
Hamza Yusuf, h. 187.
M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? | 137
manusia sangat sedih terhadap rahmat Allah dan kemudian
menyerahkan diri sendiri pada pandangan-pandangan busuk yang
tidak pernah disesali.247
Umar ibn al-Khattab dikenal pemarah. Tetapi jika dilihat
lebih jauh andilnya dalam pembangunan Islam, kemarahannya
tidak lagi merampas yang terbaik dari dirinya. kenyataannya
malah sebaliknya. Beliau cenderung pemaaf dan pengasihkhususnya ketika di penghujung hayatnya. Tetapi beliau juga
dikenal seperti singa. Suatu kali Rasulullah saw. mengajar
sekelompok wanita Quraisy. Ketika mereka melihat Umar telah
datang, mereka melarikan diri pindah ke ruangan lain. Ini terjadi
sebelum perintah hijab turun. Kemudian Umar menghadap
Rasulullah saw. dan melihat beliau tertawa. Umar bertanya kepada
Rasulullah saw. apa yang menyebabkan beliau tertawa. Kemudian
Rasulullah saw. bersabda, “Ini mengenai para wanita Quraisy:
ketika mereka melihatmu, mereka lari. “Rasulullah saw. lalu
memanggil para wanita itu, Umar pun bertanya kepada mereka,
“Bagaimana mungkin kalian lari karena melihatku, sedangkan
kalian tidak malu di depan Rasulullah saw.? Beliau tidak pernah
marah”. Kemudian Rasulullah saw. tertawa dan bersabda, “Jika
engkau Umar, Umar berjalan di suatu jalan, maka setan akan
mengambil jalan lain”.248
Menurut salah satu teladan Islam, jiwa memiliki tiga tahap.
Tujuh tahun pertama dikenal sebagai jiwa yang bernafsu besar.
Keinginan utama anak-anak pada tahap ini adalah, makan dan
mendapatkan
perhatian.
Tahap
kedua
yaitu
tujuh
tahun
berikutnya, usia kemarahan, ketika anak-anak bereaksi keras
247
Hamza Yusuf, h. 188.
248
Hamza Yusuf, h. 189.
138 | M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ?
terhadap berbagai stimulan dan mudah jengkel. Tahap ketiga
adalah tahap rasional, ketika alasan dan ketajaman hati telah
memenuhi sikapnya Ali bin Abi Thalib mendorong para orang tua
untuk bermain dengan anak-anak mereka selama tahap pertama,
yang bertujuan untuk menuruti kehendak mereka karena mereka
sedang mengenal dunia. Mereka berada dalam alam spiritual dan
telah memasuki alam panca indera. Pada tahap kedua, beliau
memberi nasihat agar para orang tua memfokuskan diri pada
pelatihan dan kedisiplinan, karena pada tahap ini remaja memiliki
kemampuan puncak untuk menerima dan menyerap informasi
yang kemudian mempelajari hal-hal baru. Pada tahap ketiga,
sebaiknya para orang tua menjadi teman bagi mereka, membangun
hubungan yang akrab dan penuh dengan kebaikan serta
persahabatan. Setelah itu anak-anak mereka yang sekarang telah
dewasa, menentukan kebebasan.
c. Metode Penyembuhan Penyakit Qalb (Dendam) dengan jalan Damai
Allah swt. berfirman dalam Q.S. al-Hujurāt/49: 10-11.
ِ إِ ََّّنَا الْم ْؤِمنو َن إِ ْخوةٌ فَأ
َّ َخ َويْ ُك ْم َواتَّ ُقوا
) ََّي أَيُّ َها۱۰( اَّللَ لَ َعلَّ ُك ْم تُ ْر َِحُو َن
َ ّي أ
ُ ُ
ْ َ
َ ْ َحوا ب
ُ َصل
ٍ ِ َالَّ ِذين آمنوا َل يسخر ق
ِ
ِ
اء ِم ْن نِ َس ٍاء
ٌ ْ َ ْ َ َُ َ
ٌ وم م ْن قَ ْوم َع َسى أَ ْن يَ ُكونُوا َخ ْرياً م ْن ُه ْم َوَل ن َس
ِ اب بِْئس
ِ َعسى أَ ْن ي ُك َّن َخ ْرياً ِم ْن ُه َّن وَل تَل
ِ ْم ُزوا أَن ُفس ُك ْم َوَل تَ نَابَ ُزوا ِِبألَلْ َق
اَل ْس ُم
َ
َ
َ
َ
َ
ِ
)۱۱( ك ُه ْم الظَّالِ ُمو َن
َ ِب فَأ ُْولَئ
ْ ُسو ُق بَ ْع َد ا ِإلميَان َوَم ْن ََلْ يَت
ُ الْ ُف
Terjemahnya:
Sesungguhnya orang-orang mukmin itu bersaudara, karena
itu damaikanlah antara kedua saudaramu (yang berselisih) dan
bertakwalah kepada Allah agar kamu mendapat rahmat. Wahai
orang-orang yang beriman! Janganlah suatu kaum mengolok-olok
kaum yang lain, (karena) boleh jadi mereka (yang mengolok-olok),
dan jangan pula perempuan-perempuan (mengolok-olokkan)
M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? | 139
perempuan lain, (karena) boleh jadi mereka (yang diperolokolokkan) lebih baik dari perempuan (yang mengolok-olok).
Janganlah kamu saling mencela satu sama lain dan janganlah saling
memanggil dengan gelar-gelar yang buruk. Seburuk-buruk
panggilan adalah (panggilan) yang buruk (fasik) setelah beriman.
Dan barang siapa yang tidak bertobat maka mereka itulah orangorang yang zalim.249
Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu bersaudara.
Persaudaraan yang dimaksud bukan saja saudara dalam arti
biologis, tetapi orang lain sebangsa se tanah air. Bahkan orang lain
dari negeri seberang pun dapat menjadi saudara kita. Imam
Mawlud, mengatakan bahwa jika seseorang merasa dendam
terhadap orang tertentu, sebaiknya dia menunjukkan kepada
orang tersebut tingkah laku yang baik. Secara alami, seseorang
akan condong untuk mencintai orang yang baik padanya. Dan jika
seseorang menunjukkan kepada orang lain sifat yang baik,
perasaan dendam akan hilang. Setan bahagia jika orang yang
beriman berkelahi satu dengan yang lain, serta menyimpan
pikiran-pikiran negatif. Ada hadis yang menyatakan bahwa hari
Senin dan Kamis adalah hari spesial dimana Allah akan
mengampuni manusia. Ketika malaikat datang kepada Allah dan
berkata bahwa kedua orang beriman itu sedang bertengkar. Allah
Yang Maha Agung berfirman, “Tinggalkan mereka hingga mereka
kembali baik” pengertian hadis ini adalah bahwa jika orang yang
beriman dendam kepada orang lain, Allah tidak akan memaafkan
orang tersebut sebelum orang tersebut memaafkannya karena
dendam adalah penderitaan yang serius, yang membusuk dalam
hati seseorang dan menghalangi hal-hal baik yang akan datang
padanya.
Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya h. 744-745.
249
140 | M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ?
d. Metode Penyembuhan Penyakit Qalb (Iri hati)
Ada dua resep pengobatan atau penyembuhan penyakit
qalb (iri hati)250. Oleh karena itu, Imam Mawlud mengatakan
berulang kali mengingatkan manusia untuk melawan hawa
nafsunya. Al-Qur’an berbicara tentang kaum-kaum yang telah
lampau, yang bersikap sombong ketika para utusan Allah datang
kepada mereka dengan pelbagai perintah suci dan pengajaran agar
jangan mengikuti hawa nafsu mereka. Kemudian mereka menolak
perintah suci itu dan bahkan membunuh para utusan Allah. Q.S. alMā’idah/5: 70.
ِ َ لَ َق ْد أ
ِ ِ
ول ِِبَا َل ْتََْوى
ٌ اء ُه ْم َر ُس
َ يل َوأ َْر َسلْنَا إِلَْي ِه ْم ُر ُسَلً ُكلَّ َما َج
َ َخ ْذ ََن ميثَا َق بَِِن إ ْس َرائ
)۷۰( س ُه ْم فَ ِريقاً َك َّذبُوا َوفَ ِريقاً يَ ْقتُ لُو َن
ُ أَن ُف
Terjemahnya:
Sesungguhnya Kami telah mengambil perjanjian dari Bani
Israil, dan telah Kami utus kepada mereka Rasul-Rasul. Tetapi
setiap Rasul datang kepada mereka dengan membawa apa yang
tidak sesuai dengan keinginan mereka (maka) sebagian (dari Rasul
itu) mereka dustakan dan sebagian yang lain mereka bunuh.251
Demikian pula Allah memuji mereka yang melawan hawa
nafsu jiwanya dan menjanjikan surga untuk mereka. Q.S. alNāzi’at/79: 40.
250
Pertama, secara sadar melawan hawa nafsunya. Istilah Arab untuk hawa
nafsu di sini (hawa) berasal dari kata dalam bahasa Arab yang berarti jatuh. Kata ini
juga dihubungkan dengan kata angin dalam bahasa Arab. Nafsu seseorang bagaikan
angin, dalam hal itu nafsu datang, mengendalikan perasaan, dan kemudian
menghilang. Manusia benar-benar tidak dapat melihatnya, hanya akibatnya yang
dapat dirasakan. Sering kali, mengikuti keinginan-keinginan hawa nafsu dapat
menarik seseorang dari kebenaran. Sejarah kemanusiaan penuh dengan pendapatpendapat salah yang datang dan berlalu. Bagaiamana pun juga kebenaran merupakan
sesuatu yang ditentukan dan dapat dikenali sebagai kebenaran apabila seseorang
benar-benar bersikap objektif. Sedangkan hawa nafsu tidak memiliki dasar.
Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya h. 58.
Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya h. 159.
251
M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? | 141
ِ ِ اف م َق
)٤۰( س َع ْن ا َْلََوى
َ َ َ َوأ ََّما َم ْن َخ
َ ام َربِه َو ََّنَى النَّ ْف
Terjemahnya:
Dan adapun orang-orang yang takut pada kebesaran
Tuhannya dan menahan diri dari (keinginan) hawa nafsunya, 252
Salah satu neraka yang disebutkan dalam Al-Qur’an adalah
Hawiyah. Q.S. al-Qāri’ah/101: 9.
)۹( ٌفَأ ُُّمهُ َها ِويَة
Terjemahnya:
Maka tempat kembalinya adalah neraka Hawiyah.253
Hawiyah yang berasal dari kata yang sama yakni Hawa’.
Hubungannya kemungkinan adalah bahwa seseorang yang
diperbudak oleh keinginan-keinginannya maka terjerumus dalam
kerusakan di kehidupan ini, sebagai konsekuensinya, dia
menghadapi kebinasaan di hari akhir. Sebagai obat untuk jenis
penyakit qalb (iri hati) yang mendorong seseorang menghasilkan
keburukan kepada orang lain, Imam Mawlud menganjurkan agar
seseorang melawan godaannya, yaitu melakukan sesuatu yang
bermanfaat bagi objek iri hati tersebut. Misalnya berikan dia
hadiah atau berikan bantuan. Hal ini melawan berbagai perintah
keinginan-keinginannya, memperoleh kesenangan terhadap Allah,
dan melindungi dari sifat iri hati.
Pengobatan yang lain adalah mengetahui dengan pasti
bahwa menyimpan iri hati terhadap orang lain hanya membawa
kerugian bagi diri sendiri. Insting paling purba dari sifat manusia
adalah menghindari kerugian. Lebih mudah bagi seseorang untuk
menolak
perasaan-perasaan
negatif
tatkala
dia
menyadari
perasaan-perasaan ini menyakiti jiwa. Seorang pekerja yang tidak
Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya h. 869.
252
253
Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya h. 911.
142 | M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ?
puas melewati promosi jabatan menjadi cemas dan marah-dua
emosi yang bertalian merusak jiwa, pikiran, dan tubuhnya, serta
tidak menghasilkan apa-apa untuk masa depannya. Pekerja
tersebut mengeluh panjang lebar dan dalam jiwanya sendiri dia
dihantui oleh objek iri hatinya, yaitu orang yang memperoleh
promosi jabatan. Dia membiarkan penyakit ini membusuk dalam
hatinya dan menyebabkan kesedihan. Perasaan yang mengalir ini
tidak akan membantu menaikkan profesinya ataupun mengubah
yang telah terjadi. Ini sama sekali sebuah tindakan yang keliru
yang dapat menambah luka yang dia rasakan. Sebenarnya iri hati
dapat merusak kesehatan jiwa seseorang. Kebencian menjauhkan
seseorang dari memperoleh prestasi penting. Seseorang yang
menghindari iri hati dimotivasi untuk mengatasinya, walaupun
banyak orang di sekelilingnya yang mengabaikannya. Dia tidak
terjerumus dalam kemuraman dan kebencian. 254
Salah satu hal yang menarik yang berhubungan dengan
dunia muslim saat ini adalah dipenuhi oleh iri hati. Sebagai contoh
ketika seorang muslim melihat orang-orang Amerika dan Eropa,
mereka melemparkan kritik dan menggunakan berbagai macam
retorika. Seolah-olah seseorang mendengar kebiadaban moral
mereka. Akan tetapi sumber dari segala macam retorika ini adalah
iri hati, yakni: “Mereka memiliki banyak persediaan minyak,
mereka tidak dapat menentang keputusan yang telah lalu
mengenai negara-negara teluk Arab yang menghabiskan “uang
orang-orang Islam”. Inilah sebuah dialog iri hati. Pokok
persoalannya adalah membandingkan antara apa yang seseorang
miliki dengan apa yang orang lain miliki, dan hal tersebut hanyalah
menimbulkan iri hati dan menghasilkan dampak negatif. Ini bukan
Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya h. 59-60.
254
M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? | 143
berarti bahwa seseorang tidak boleh mengkritik; kritik boleh
dilakukan asal dengan tujuan membangun, bukan menghancurkan.
Imam Mawlud, mengatakan bahwa. 255 Obat dasar iri hati
adalah takwa, perasaan takut terhadap Allah atau mempunyai
keimanan yang tinggi terhadap-Nya sebagai Dzat Yang Maha Kuasa
atas segala makhluk. Hal ini menghilangkan dugaan-dugaan yang
salah atas ketidak sesuaian karunia. Sebuah hadis menyatakan,
“jika kamu mengidap iri hati, janganlah menyalahkan (orang lain)”.
Jika seseorang tidak berusaha untuk menghilangkan karuniakarunia orang lain, maka iri hatinya terkontrol dan tidaklah selalu
menghilangkan perbuatan-perbuatan luhur adalah iri hati yang
mendorong seseorang menyalahkan orang lain. Imam al-Gazali
membuat perbedaan di antara berbagai macam iri hati. Imam alGazali, menyatakan bahwa jika seseorang membenci iri hati dan
malu jika memiliki sifat tersebut maka orang itu pada dasarnya
bukanlah orang yang iri hati. Sangat penting untuk menyadari
perasaan-perasaan yang ada dalam hati seseorang. Kesadaran diri
inilah yang penting bagi tujuan pemurnian. Mengenai pengobatan,
hendaklah bertindak yang berlawanan dengan hawa nafsunya.
Misalnya bermurah hati kepada seseorang yang kelihatannya
menarik untuk merugikannya atau memujinya ketika engkau ingin
mencari kesalahannya.
e. Metode Penyembuhan Penyakit Qalb (Kikir)
Sehubungan dengan penyembuhan penyakit qalb, dapat
dilihat dalam Q.S. al-Lail/92: 5-11.
255
Salah satu cara untuk menghilangkan iri hati adalah menyadari dengan
perenungan yang sungguh-sungguh bahwa iri hati tidak akan pernah memberikan
manfaat bagi pelakunya. Seseorang juga harus menyadari bahwa apa yang seseorang
peroleh, baik kekayaan materi ataupun reputasi adalah dari Allah swt. Dialah Yang
Maha Mengetahui; sedangkan manusia tidak. Departemen Agama RI, al-Qur’an dan
Terjemahnya h. 62.
144 | M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ?
ِ َ ) َو۵( فَأ ََّما َم ْن أَ ْعطَى َواتَّ َقى
) َوأ ََّما َم ْن۷( سنُ يَ ِِس ُرهُ لِلْيُ ْس َرى
َ َ) ف٦( ص َّد َق ِب ْْلُ ْس ََن
ِ ِ
ُ) َوَما يُ ْغ ِِن َع ْنه۱۰( ) فَ َسنُ يَ ِس ُرهُ لل ُْع ْس َرى۹( ب ِِب ْْلُ ْس ََن
ْ ََِب َل َو
َ ) َوَك َّذ۸( استَ غْ ََن
)۱۱( َمالُهُ إِ َذا تَ َردَّى
Terjemahnya:
Maka barang siapa yang memberikan (hartanya di jalan
Allah) dan bertakwa, dan membenarkan (adanya pahala) yang
terbaik (surga), maka akan Kami mudahkan baginya jalan menuju
kemudahan (kebahagiaan). Dan adapun orang yang kikir dan
merasa dirinya cukup (tidak perlu pertolongan Allah), serta
mendustakan (pahala) yang terbaik, maka akan Kami mudahkan
baginya jalan menuju kesukaran (kesengsaraan). Dan hartanya
tidak bermanfaat baginya apabila dia telah binasa. 256
Penyembuhan untuk penyakit qalb (kikir) adalah
menyadarkan bahwa kekayaan tidaklah akan berguna sedikitpun
jika kematian telah menjemput. Ditunjukkanlah betapa banyak
orang-orang kaya yang sepanjang hidupnya dihabiskan untuk
mencari harta dan bersikap kikir, ketika meninggalnya kelak
pakaian yang digunakan sama saja dengan pakaian yang digunakan
orang tak berharta. Bahkan, seperti diingatkan Imam Mawlud:
“Ketika kematian merenggut dan mengenyahkan, kekayaan yang
dimiliki tetap tinggal, bahkan menjadi sumber pertikaian bagi yang
lain dan habis!.257 Karena itu, terapi mental dari penyakit ini akan
membawa kebahagiaan dan kesuksesan. Sebagaimana dalam Q.S.
al-Tagābun/64: 16, dan Q.S. al-Hasyr/59: 9.
ِ
ِ َطيعوا وأ
َّ فَاتَّ ُقوا
َنف ُقوا َخ ْرياً ألَنْ ُف ِس ُك ْم َوَم ْن يُو َق ُش َّح نَ ْف ِس ِه
ْ استَطَ ْعتُ ْم َو
ْ اَّللَ َما
َ ُ اَسَ ُعوا َوأ
)۱٦( ْم ْفلِ ُحو َن
َ ِفَأ ُْولَئ
ُ ك ُه ْم ال
Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya h. 898-899.
256
257
Hamza Yusuf, h. 25-26.
M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? | 145
Terjemahnya:
Maka bertakwalah kamu kepada Allah menurut
kesanggupanmu dan dengarlah serta taatilah; dan infakkanlah
harta yang baik untuk dirimu. Dan barang siapa yang dijaga dirinya
dari kekikiran mereka itulah orang-orang yang beruntung.258
Seseorang harus juga menyadari tingkat penghinaan yang
ditunjukkan bagi orang-orang kikir. Bahkan orang kikir membenci
satu sama lain. Menyadari betapa bencinya orang-orang terhadap
orang kikir, sebenarnya cukup untuk memalingkan seseorang agar
tidak tertular penyakit mereka.
f. Metode Penyembuhan Penyakit Qalb (Kufur Nikmat)
Manusia sudah barang tentu tidak dapat menghitung
nikmat Allah, tetapi harus mensyukuri segala pemberiannya.
Sebagaimana dalam Q.S. Abasa/80: 24-32.
ِِ
ض
َ ) ُُثَّ َش َق ْقنَا األ َْر۲۵( ًصبِا
َ اء
َ ) أ َََّن۲٤( نسا ُن إِ ََل طَ َعامه
َ صبَ ْب نَا ال َْم
َ فَ لْيَ ْنظُْر ا ِإل
ِ
)۲۹( ً) َوَزيْ تُوَنً َوََنَْل۲۸( ًضبا
ْ َ) َو ِعنَباً َوق۲۷( ًيها َحبِا
َ ) فَأَنْ بَ ْت نَا ف۲٦( ًَش ِقا
)٣۲( ) َمتَاعاً لَ ُك ْم َوألَنْ َع ِام ُك ْم٣۱( ً) َوفَاكِ َهةً َوأ َِِب٣۰( ًَو َح َدائِ َق غُلْبا
Terjemahnya:
Maka hendaklah manusia itu memperhatikan makanannya,
Kamilah yang telah mencurahkan air melimpah (dari langit),
kemudian Kami belah bumi dengan sebaik-baiknya, lalu di sana
Kami tumbuhkan biji-bijian, dan anggur dan sayur-sayuran, dan
zaitun dan pohon kurma dan kebun-kebun (yang) rindang, dan
buah-buahan serta rerumputan. Semua itu untuk kesenanganmu
dan untuk hewan-hewan ternakmu.259
Berdasarkan ayat di atas, dapat dipahami bahwa Al-Qur’an
telah menegaskan untuk selalu merenungkan nikmat Allah karena
manusia terkadang lupa akan nikmat Allah. sudah barang tentu
tidak dapat menghitung nikmat tersebut. Menyangkal atas nikmat-
Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya h. 815.
258
Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya h. 872-873.
259
146 | M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ?
nikmat-Nya dapat menimbulkan benih-benih ketidak percayaan
kepada Allah Yang Maha Kuasa. Hal ini dapat dihubungkan dengan
memperhatikan Q.S. al-Anfāl/8: 53.
َّ ك ِِب
َّ ك ُمغَِِرياً نِ ْع َمةً أَنْ َع َم َها َعلَى قَ ْوٍم َح ََّّت يُغَِِريُوا َما ِِبَن ُف ِس ِه ْم َوأ
َّ َن
َّ َن
َ ِذَل
ُ َاَّللَ ََلْ ي
َاَّلل
ِ ََِس
)۵٣( يم
ٌ
ٌ يع َعل
Terjemahnya:
Yang demikian itu karena sesungguhnya Allah tidak akan
mengubah suatu nikmat yang telah diberikan-Nya kepada suatu
kaum, hingga kaum itu mengubah apa yang ada pada diri mereka
sendiri. Sungguh Allah Maha Mendengar, Maha Mengetahui.260
Ayat di atas, dapat dipahami bahwa Allah tidak akan
mencabut rezeki seseorang selama dia terus mensyukurinya.
Seorang penyair berkata, jika kamu dalam kenikmatan, jagalah
kenikmatan tersebut atau akan hilang”. Bersyukurlah kepada Allah
mampu menjaga keutuhan pemberian Allah.
Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya h. 248.
260
M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? | 147
148 | M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ?
BAB IV
ANALISIS PENDIDIKAN QALB DALAM AL-QUR’AN
A. Bentuk Pendidikan Qalb dalam Al-Qur’an
Untuk mengetahui beberapa hal penting yang berkaitan dengan
bentuk pendidikan qalb dalam Al-Qur’an maka dapat dilihat pada
uraian berikut ini:
1. Mendidik qalb mengenal (makrifah) Allah swt.
Pada saat ini, manusia mengerahkan segala kemampuannya
untuk mengenali bagian-bagian alam. Adapun untuk Pencipta alam
ini, mereka tak mengerahkan kemampuan apapun untuk mengenaliNya, bahkan dia tak pernah terlintas di hati kecil (pikiran) mereka.
Keadaan lahiriah ahli makrifah digambarkan Allah dalam Q.S. alMā’idah/5: 83.
ِ تَ رى أَ ْعي ن هم تَِف...
)۸٣( ... َّم ِع ِِمَّا َع َرفُوا ِم ْن ا ْْلَ ِِق
ْ يض م ْن الد
ُ
ْ ُ َُ َ
Terjemahnya:
… kamu lihat mata mereka mencucurkan air mata disebabkan
kebenaran yang telah mereka ketahui (dari kitab-kitab mereka
sendiri) ….261
Siapa yang mengenal Allah maka hatinya pasti akan lunak dan
lembut, dan siapa yang jahil terhadap-Nya maka akan keras hatinya.
Semakin jahil seseorang tentang Allah, akan semakin berani
melanggar batasan-Nya dan semakin berpikir tentang Allah maka
semakin sadar akan kebesaran Allah, keluasan nikmat serta
kekuasaan-Nya. Ibnu Qudamah, menjelaskan bahwa para orang tua
hendaknya mendidik putra-putrinya untuk mengenal Allah swt. orang
yang mengetahui segala sesuatu tetapi tidak mengenal Allah, seakanakan dia tidak mengetahui sesuatupun. Tanda makrifah adalah cinta,
Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya h. 161.
261
M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? | 149
dan siapa yang mengetahui Allah tentu mencintainya. Adapun tanda
cinta adalah tidak mementingkan sesuatu dari sekian banyak hal yang
dicintainya dari pada Allah. 262 Adapun dalil yang mendasari tentang
pendidikan qalb ini yaitu firman Allah dalam Q.S. Muhammad/47: 19.
ِ َّي والْم ْؤِمن
ِ ِ ك ولِل
ِ ِ ِ ْ اَّللُ و
َّ ات َو
اَّللُ يَ ْعلَ ُم ُمتَ َقلَّبَ ُك ْم
ُ َ َ ْم ْؤمن
ُ َ َ استَ ْغف ْر ل َذنْب
َ َّ َّفَا ْعلَ ْم أَنَّهُ َل إِلَهَ إَِل
)۱۹( َوَمثْ َوا ُك ْم
Terjemahnya:
Maka ketahuilah, bahwa tidak ada tuhan (yang patut
disembah) selain Allah, dan mohonlah ampunan atas dosamu dan atas
(dosa) orang-orang mukmin, laki-laki dan perempuan. Dan Allah
mengetahui tempat usaha dan tempat tinggalmu.263
Ayat di atas menunjukkan bahwa salah satu hal yang paling
penting untuk diprioritaskan oleh seorang pendidik ataupun orang
tua, khususnya dalam proses pendidikan anak-anaknya yaitu terlebih
dahulu memperkenalkan tentang Allah (makrifatullah). Dalam upaya
mendidik anak, khususnya pengenalan terhadap Allah swt., seorang
pendidik/orangtua dapat menggunakan metode penyampaian dalam
bentuk kisah dalam pembelajarannya. Dalam ajaran Islam, metode
penyampaian dalam bentuk kisah, sering digunakan Allah swt. ketika
menyampaikan wahyu-Nya kepada Rasulullah saw. sebagaimana
firman Allah yang terdapat dalam Q.S. Yusuf/12: 3.
ِ ص
نت ِم ْن قَ ْبلِ ِه لَ ِم ْن
ُّ ََْن ُن نَ ُق
َ ص ِِبَا أ َْو َح ْي نَا إِلَْي
َ ص َعلَْي
َ ك َه َذا الْ ُق ْرآ َن َوإِ ْن ُك
ْكأ
َ َح َس َن الْ َق
ِِ
)٣( ّي
َ الْغَافل
262
Syeikh Ahmad bin Abdurrahman bin Qudamah al-Maqdisi, Mukhtasar
Minhāj al-Qāsidin, terj. Kathur Suhardi, Minhajul Qasidin Jalan Orang-orang yang
Mendapat Petunjuk (Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 1997), h. 193-195.
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya h. 732-733.
263
150 | M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ?
Terjemahnya:
Kami menceritakan kepadamu (Muhammad) kisah yang paling
baik dengan mewahyukan Al-Qur’an ini kepadamu, dan sesungguhnya
engkau sebelum itu termasuk orang yang tidak mengetahui.264
Dalam ayat tersebut menggambarkan bahwa metode kisah
banyak digunakan dalam Al-Qur’an sebagai cara menjelaskan
keadaan umat sebelum Al-Qur’an diturunkan. Melalui metode kisah
ini, peserta didik/anak-anak di rumah dapat dididik untuk mengenal
Allah swt. melalui pendekatan religius.265 Misalnya; mengajarkan
kepada mereka bahwa alam semesta beserta isinya yang menciptakan
dan mengaturnya adalah Allah swt., pergantian siang dan malam
diatur pula oleh Allah, kehidupan dan kematian yang menentukan
hanyalah Allah, dan beberapa contoh lainnya. Kesemua ini
merupakan bentuk pengetahuan yang dapat diajarkan kepada peserta
didik di sekolah dan anak-anak di rumah, dalam rangka sebagai upaya
pengenalan kepada sang Penciptanya.
2. Mengajarkan Kalimat Tauhid
Mengajarkan kalimat tauhid termasuk perkara penting dalam
pembentukan kesucian jiwa seseorang, terutama kepada peserta
didik di sekolah. Hal ini sebagaimana pernah dilakukan oleh
Rasulullah saw. yang memerintahkan kepada sekelompok anak untuk
mengucapkan secara berulang kali firman Allah yang terdapat dalam
Q.S. al-Isra’/17: 111.
Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya h. 317.
264
265
Pendekatan religius menitikberatkan kepada pandangan bahwa manusia
adalah makhluk yang berjiwa agama, dan memiliki bakat untuk mengaplikasikan nilainilai yang terkandung di dalam agama tersebut. Lihat M. Arifin, Ilmu Pendidikan
Islam; Suatu Tinjauan Teoretis dan Praktis Berdasarkan Pendekatan Interdisipliner
(Cet. 2; Jakarta: Bumi Aksara, 1993), h. 116-117.
M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? | 151
َِِّ وقُل ا ْْلم ُد
ِ َّلل الَّ ِذي ََل ي ت
ِ يك ِِف الْمل
ْك َوََلْ يَ ُك ْن لَهُ َوَِلٌّ ِم ْن
ٌ َّخ ْذ َولَداً َوََلْ يَ ُك ْن لَهُ َش ِر
َْ ْ َ
َْ
ُ
ُّ
)۱۱۱( ًالذ ِِل َوَكِِ ْْبهُ تَ ْكبِريا
Terjemahnya:
Dan katakanlah, “Seagala puji bagi Allah yang tidak
mempunyai anak dan tidak (pula) mempunyai sekutu dalam
kerajaan-Nya dan Dia tidak memerlukan penolong dari kehinaan dan
agungkanlah Dia seagung-agungnya.266
Ayat di atas menunjukkan kalimat tauhid yang sangat penting
untuk diperkenalkan kepada anak-anak di rumah ataupun peserta
didik di sekolah. Kalimat ini, Rasulullah ajarkan yang menurut
riwayat berulang-ulang sampai tujuh kali. Mengajarkan kalimat
tauhid hendaklah dijadikan sebagai aktivitas pembelajaran atau
pengenalan pertama kepada anak-anak khususnya ketika mereka
telah berumur usia sekolah dasar/sekolah menengah pertama.
Sekalipun dalam praktiknya kalimat tersebut belum dimengerti
maksudnya,
tetapi
dengan
membiasakan
mereka
untuk
mengucapkannya setiap waktu kalimat itu maka akan terekam dari
hati dan pikirannya. Dengan metode perulangan dalam mengucapkan
kalimat tauhid ini, anak memiliki sifat refleks dalam mengucapkannya
sehingga kelak akan mempengaruhi pembentukan pemikiran dan
jiwanya.
Hal di atas senada dengan statemen yang dikemukakan
Humaidi Ilyas dalam praktik Nabi mendidik anak menjelaskan;
kalimat-kalimat secara refleks diucapkan oleh anak-anak sejak masa
kecilnya, akan berpengaruh terhadap perkembangan pikiran dan
jiwanya setelah dewasa. Jika anak telah akrab dengan kalimat tauhid,
kelak mereka mudah menghayati maksud dan makna kalimat
tersebut. Penghayatan yang tumbuh di kemudian hari akan sangat
Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya h. 400.
266
152 | M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ?
membantu
pola
pikir
dan
perkembangan
mentalnya
dalam
menghayati agamanya.267
Berdasarkan uraian di atas dapat dipahami bahwa salah satu
hal penting untuk diprioritaskan para pendidik di sekolah, khususnya
guru mata pelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) adalah materi
pembelajaran yang di dalamnya bernuansa tauhid. Hal demikian
didasari oleh sebuah asumsi bahwa Rasulullah saw. secara amalan
maupun kegiatan pembelajaran telah menerapkannya. Dari segi
amalan Rasulullah Muhammad saw. senantiasa mendakwahkannya
terkhusus ketika masih berada di Mekah (sebelum hijrah) agar hanya
beribadah kepada Allah swt. saja. Sedangkan dalam kegiatan
pembelajaran seperti yang disebutkan dalam sebuah hadis yang
bersumber dari sahabat Anas ibn Malik dan diriwayatkan di dalam alsahīhain bahwa Rasulullah saw. ketika mengutus Muaz bin Jabal ke
Yaman, dia memerintahkan untuk pertama kali didakwahkan adalah
persaksian bahwa tidak ada tuhan yang berhak disembah melainkan
Allah saja.268 Riwayat ini menunjukkan tentang urgensi penanaman
ilmu tauhid kepada sang anak atau peserta didik di sekolah. Adapun
pembelajaran ilmu tauhid untuk usia sekolah dasar/sekolah
menengah pertama sebagaimana Humaidi Ilyas mengatakan bahwa
hal itu dapat dilakukan dengan nyanyian atau nada biasa. 269 Oleh
karena itu supaya peserta didik di sekolah atau anak di rumah lebih
267
Humaidi Ilyas, Praktik Nabi Mendidik Anak Melandasi Akidah dan
Akhlaknya, Membangun Jasmaninya, Mencerdaskan Emosi dan Intelegensinya (Cet. 1;
Yogyakarta: Hidayah Ilahi, 2003), h. 26.
268
Hadis sahih yang diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari, Muslim, Abu Daud,
al-Tirmizi, semuanya bersumber dari hadis Abdullah ibn Abbas. Dikutip oleh
Muhammad Nashiruddin al-Bani, al-Tauhīd Awwalan ya Duah al-Islām (Riyadh: Dār
al-Fadhilah, 1420 H), h. 12.
269
Humaidi Ilyas, Praktik Nabi Mendidik Anak Melandasi Akidah dan
Akhlaknya, Membangun Jasmaninya, Mencerdaskan Emosi dan Intelegensinya h. 26.
M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? | 153
mudah meniru kalimat-kalimat ini maka para orang tua/pendidik
boleh menggunakan nada-nada tertentu, sehingga anak tertarik untuk
selalu mengucapkannya.
Berdasarkan penjelasan di atas, penulis berasumsi bahwa
salah satu metode yang dapat digunakan dalam mengajarkan kalimat
tauhid kepada peserta didik/anak-anak di rumah yaitu dengan
menggunakan metode drill (latihan). Metode drill menurut Zakiah
Daradjat dalam Metodologi Pengajaran Agama Islam adalah proses
pembelajaran dalam bentuk pentransferan suatu ilmu kepada
seseorang melalui latihan-latihan yang dilakukan secara intensif oleh
peserta ajar, sehingga dengan cara itu menimbulkan kebiasaankebiasaan tertentu dalam memahami materi yang diajarkan oleh
pengajar.270
Dalam aplikasinya, metode yang dikemukakan di atas lebih
banyak melibatkan keaktifan peserta didik dalam proses belajarnya.
Khusus pada materi Pendidikan Agama Islam seperti pengajaran
keimanan, pengenalan kalimat tauhid, dan beberapa materi lainnya
maka metode ini sangat sesuai dan dominan dengan seluruh materi
ajar. Hal ini disebabkan karena mengingat bidang studi Pendidikan
Agama Islam lebih banyak bersentuhan dengan masalah keimanan
yang mengarah kepada perubahan sikap dan tingkah laku dalam
berinteraksi dengan lingkungannya. Sedangkan pendekatan yang
dapat digunakan dalam penerapan metode ini yaitu dengan
pendekatan pembiasaan. Abdurrahman al-Nahlawi dalam Uşūl alTarbiyyah al-Islāmiyyah wa Asālibuhā, mendefinisikan pendekatan
pembiasaan sebagai bentuk pemberian kesempatan kepada peserta
didik untuk membiasakan bersikap dan berperilaku yang terpuji
270
Zakiah Daradjat, Metodologi Pengajaran Agama Islam (Jakarta: Bumi
Aksara, 2001, h. 12.
154 | M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ?
sesuai dengan ajaran agama Islam dan budaya bangsa ini. 271
Pendekatan
pembiasaan
yang
dimaksudkan
di
sini
adalah
membiasakan peserta didik atau anak-anak di rumah untuk
mengucapkan kalimat syahādatain (persaksian bahwa tiada tuhan
yang berhak disembah selain Allah dan Muhammad saw. adalah
utusan Allah). Hal ini dimaksudkan sebagai bentuk pembiasaan
mereka pada masa kecilnya, sebagaimana yang dijelaskan oleh
Humaidi Ilyas bahwa kalimat-kalimat yang secara refleks diucapkan
anak-anak
sejak masa kecilnya akan
berpengaruh
terhadap
perkembangan pikiran dan jiwanya setelah dewasa.
3. Menumbuhkan jiwa kehambaan
Tujuan pokok dalam
mendidik
anak
adalah
untuk
menumbuhkan dan membangkitkan jiwa kehambaan dalam dirinya.
merupakan nikmat Allah mereka diciptakan dalam keadaan fitrah
Islam sehingga yang dibutuhkan adalah menjaga, membina,
mengontrol,
dan
memperlihatkan
jiwa
mereka
agar
tidak
menyimpang dari koridor fitrah yang telah ditetapkan atasnya.
Olehnya itu, landasan utama dalam pendidikan anak terutama ketika
mereka masih di usia sekolah dasar atau sekolah menengah pertama
adalah senantiasa menanamkan nilai-nilai ‘ubudiyah (peribadatan)
kepada Allah swt. dalam hati dan jiwanya. Sebagaimana yang
diketengahkan oleh Humaidi Ilyas bahwa pengetahuan ‘ubudiyah
yang direkam oleh anak-anak pada usia sekolah dapat mempengaruhi
alam bawah sadarnya, sehingga ketika menghadapi persoalan hidup
yang sulit hal ini akan muncul untuk mengendalikan alam bawah
sadarnya. Seandainya kelak mereka terjerumus dalam perbuatan
Abdurrahman al-Nahlawi, Uşūl al-Tarbiyyah al-Islāmiyyah wa Asālibuhā,
terj. Herry Noer Ali, Prinsip-prinsip dan Metode Pendidikan Islam dalam Keluarga, di
Sekolah, dan Masyarakat (Cet. 3; Bandung: Diponegoro, 1996), h. 349-350.
271
M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? | 155
dosa, suatu ketika dapat kembali ke jalan Allah disebabkan karena
penghayatan agama yang pernah dialaminya pada masa kecil.272
Metode pembelajaran yang dapat dimanfaatkan dalam
mewujudkan tujuan di atas yaitu dengan menggunakan metode
ceramah dan tanya jawab tentang berbagai pengetahuan yang dapat
membangkitkan jiwa kehambaan dalam diri mereka. Alasan
pemilihan metode ini seperti yang dijelaskan oleh Mappanganro
dalam Implementasi Pendidikan Islam di Sekolah bahwa metode tanya
jawab adalah suatu cara dalam proses pembelajaran yang melibatkan
seluruh komponen belajar untuk berperan aktif antara yang
membelajarkan dan yang dibelajarkan. 273 Dalam proses pembelajaran
metode ini sangat urgen untuk membuka sekat antara pendidik dan
peserta didik, dimana hubungan emosional lebih terjalin akrab
karena komunikasi lisan atau tulisan sebagai perantara utama dalam
mendidik dan menumbuhkan jiwa kehambaan seorang peserta didik
dapat terlaksana.
Adapun pendekatan dalam menerapkan metode pembelajaran
ini,
yaitu
menggunakan
Abdurrahman
al-Nahlawi,
pendekatan
pendekatan
pengalaman.
pengalaman
Menurut
adalah
pendekatan yang memberikan kesempatan kepada peserta didik
untuk mempraktikkan atau merasakan hasil-hasil ibadah dan akhlak
dalam menghadapi tugas-tugas masalah kehidupannya. 274 Maksudnya
pendekatan pengalaman dapat diterapkan oleh para pendidik/orang
tua dalam menumbuhkan jiwa kehambaan peserta didiknya melalui
beragam praktik ibadah, seperti salat, puasa, infak, membaca Al272
Humaidi Ilyas, Praktik Nabi Mendidik Anak Melandasi Akidah dan
Akhlaknya, Membangun Jasmaninya, Mencerdaskan Emosi dan Intelegensinya. h. 33.
273
Mappanganro, Implementasi Pendidikan Islam di Sekolah (Ujungpandang:
Yayasan al-Ahkam, 1996), h. 5.
274
Abdurrahman al-Nahlawi, h. 350-351.
156 | M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ?
Qur’an,
tolong
menolong
membutuhkannya, dan
kepada
beragam
sesama
ibadah
manusia
yang
lainnya yang
dapat
diaplikasikan langsung oleh peserta didik/anak di sekolah maupun di
rumah sebagai upaya untuk menumbuhkan dan menanamkan jiwa
kehambaan dalam diri mereka sejak dini. Sehubungan dengan hal di
atas, dapat dilihat Q.S. Fatir/35: 32.
ِ َّ ْكت
ِ
ِ اصطََف ْي نَا ِمن ِعب
ِ َاد ََن فَ ِم ْن ُهم ظَ ِاَل لِنَ ْف ِس ِه وِم ْن ُهم م ْقت
ص ٌد َوِم ْن ُه ْم
ْ ين
ٌ ْ
َ ْ
َ َ ُُثَّ أ َْوَرثْ نَا ال
ُ ْ َ
َ اب الذ
َِّ ت ِبِِ ْذ ِن
ِ سابِ ٌق ِِب ِْلَْريا
)٣۲( ُض ُل الْ َكبِري
ْ ك ُه َو الْ َف
َ ِاَّلل ذَل
َ
َ
Terjemahnya:
Kemudian kitab itu Kami wariskan kepada orang-orang yang
Kami pilih di antara hamba-hamba Kami, lalu di antara mereka ada
yang menzalimi diri sendiri, ada yang pertengahan dan ada pula yang
lebih dahulu berbuat kebaikan (ihsan) dengan izin Allah. Yang
demikian itu adalah karunia yang besar.275
Berdasarkan ayat di atas, dapat dipahami bahwa orang yang
menganiaya dirinya sendiri adalah orang yang lebih banyak
kesalahannya dari pada kebaikannya; orang yang pertengahan adalah
orang yang antara kebaikan dengan kejelekannya berbanding; dan
orang-orang yang lebih dahulu berbuat kebaikan adalah orang yang
kebaikannya amat banyak dan jarang melakukan kesalahan.
4. Menanamkan kecintaan kepada Allah dan Rasul-Nya
Para pendidik seyogyanya menanamkan dalam jiwa sang anak
mereka rasa pengagungan dan kecintaan kepada Allah dan Rasul-Nya.
Peringatkan mereka dari berbagai kekeliruan dalam hal akidah,
jangan sampai mereka terjerumus di dalamnya. Biasakan pula agar
mereka terbiasa melakukan amar makruf dan nahi munkar.
Bagaimana Rasulullah saw. menanamkan rasa cinta kepada Allah dan
Rasul-Nya pada diri anak-anak? Sahabat Anas r.a. menerangkan
Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya h. 621.
275
M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? | 157
pengalamannya ketika menjadi pelayan Rasulullah saw. selama 10
tahun, yaitu:
a. Rasulullah saw. tidak pernah memarahinya walaupun dia
melakukan kesalahan dalam melayaninya. Apabila ada pelayan
yang berbuat salah kepadanya, Rasulullah hanya menasihatinya
dan memaafkan kesalahannya.
b. Apabila seorang pelayan menghidangkan makanan kepada
Rasulullah, pelayan tersebut diberi bagian dari makanan yang
dihidangkan atau diajak makan bersama.
c. Rasulullah tidak memarahi Anas yang menggodanya ketika salat.
Yaitu ketika Rasulullah bangun salat lail, sedangkan saat itu Anas
bermalam di rumahnya, Anas ikut salat bersamanya. Ia lalu berdiri
di sebelah kiri Rasulullah, tetapi ia dipindahkannya oleh Rasulullah
ke sebelah kanannya. Anas kembali lagi ke kiri dan kemudian
dipindahkan lagi oleh Rasulullah ke sebelah kanannya.
d. Rasulullah senantiasa memperlakukan anak dengan lemah lembut,
dan melayani mereka untuk bermain. Hal ini tidak hanya dialami
oleh sahabat Anas, tetapi juga oleh anak-anak lainnya.
e. Apabila Rasulullah bertemu dengan anak-anak di tengah jalan,
Rasulullah mendahului untuk memberi salam kepada-Nya.276
Akhlak dan perilaku Rasulullah saw. seperti diutarakan di atas,
sangat berkesan bagi mereka dan membuatnya untuk mencintainya.
Dengan cara tersebut, Rasulullah juga menanamkan rasa cinta kepada
Allah pada diri anak-anak. Rasulullah selalu menjelaskan kepada
mereka tentang sifat kasih sayang Allah, sehingga dia menganjurkan
agar yang tua mengasihi yang muda dan yang muda menghormati
yang tua karena Allah juga Maha Penyayang.
Berdasarkan asumsi di atas, seyogyanya para pendidik atau
orangtua dapat membina dan mendidik anak-anaknya untuk
mencintai Allah dengan menerangkan secara sederhana tentang sifat276
Humaidi Ilyas, Praktik Nabi Mendidik Anak Melandasi Akidah dan
Akhlaknya, Membangun Jasmaninya, Mencerdaskan Emosi dan Intelegensinya. h. 40.
158 | M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ?
sifat Allah, seperti; Allah Maha Belaskasih, Allah Maha Pemberi rezeki
kepada semua manusia, Allah mencintai perbuatan yang baik dan
membenci perbuatan yang buruk, Allah memberi pahala dan memberi
balasan kepada orang yang berbuat baik, dan Allah selalu memenuhi
kebutuhan manusia dan menolongnya selama manusia mau
membantu dan menolong orang lain.
Dalam
aplikasinya,
para
orangtua/pendidik
dapat
menggunakan metode ceramah dan tanya jawab kepada sang anak
tersebut untuk menanamkan rasa kecintaan kepada Allah swt.
sedangkan pendekatan yang relevan dengan metode ini adalah
pendekatan emosional. Abdurrahman al-Nahlawi menjelaskan bahwa
pendekatan ini adalah suatu upaya untuk menggugah perasaan dan
emosi peserta didik semakin bertambah kuat keyakinannya akan
kebesaran Allah swt. dan kebenaran ajaran agamanya. 277
Melalui pendekatan ini, seorang pendidik/orangtua dapat pula
menanamkan dan menumbuhkan rasa kecintaan peserta didiknya
kepada Allah swt. Misalnya; kecintaannya untuk selalu beribadah
kepada Allah, kecintaannya untuk meninggalkan segala bentuk
larangan-larangan Allah, kecintaannya untuk selalu membaca dan
berusaha memahami ayat-ayat suci-Nya, dan segala bentuk kecintaan
lain yang dapat ditanamkan kepada mereka supaya kondisi kejiwaan
mereka selalu bersih dan suci. Salah satu bentuk kecintaan kepada
Allah swt. adalah bersabar terhadap hal-hal yang dibenci. Sabar
adalah sikap yang harus dimiliki hamba ketika mencintai Allah dan
tuntutan yang harus dipikul para pencinta. Karena hamba lebih
membutuhkan sikap ini ketimbang yang lain. Oleh karena itu orang
yang paling besar cintanya kepada Allah swt. adalah orang yang
paling mampu bersabar. Inilah yang Allah
gambarkan dan
277
Abdurrahman al-Nahlawi, h. 352.
M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? | 159
memerintahkan kepada makhluk yang mencintai-Nya dengan
kesabaran. Dan Dia memberitahukan bahwa sabar tidak ada
melainkan karena Allah. Maka bersabar karena-Nya. Q.S. al-Nahl/16:
127.
َِّ واصِْب وما ص ْْب َك إَِلَّ ِِب
)۱۲۷( ض ْي ٍق ِِمَّا ميَْ ُك ُرو َن
ُ ََّلل َوَل ََْت َز ْن َعلَْي ِه ْم َوَل ت
َ ك ِِف
ُ َ ََ ْ ْ َ
Terjemahnya:
Dan bersabarlah (Muhammad) dan kesabaranmu itu sematamata dengan pertolongan Allah dan janganlah engkau bersedih hati
terhadap (kekafiran) mereka dan jangan (pula) bersempit dada
terhadap tipu daya yang mereka rencanakan. 278
Dengan kekuatan bersabar dari suatu yang dibenci dalam
memenuhi sang kekasih, akan diketahui kebenaran mahabbah. Hal ini
diketahui bahwa mahabbah sebahagian besar orang adalah dusta,
karena mereka mengaku mencintai Allah swt. tetapi begitu diuji
dengan yang dibenci, mereka terlepas dari hakikat mahabbah, dan
tidak ada yang tegar melainkan orang-orang yang sabar. Kesabaran
termasuk akhlak Islam yang utama dan wajib. Dalam struktur
keimanan, kesabaran adalah kepalanya. Kesabaran tidak mudah
dilakukan. Hanya orang-orang yang mendapat karunia dan rahmat
Allah yang mampu bersabar.
5. Mengimplementasikan nilai-nilai rukun Islam
Rukun Islam yang lima itu terkandung konsep pensucian jiwa
(tazkiyyah al-nafs atau tarbiyyah al-qulūb). Pada rukun Islam yang
pertama adalah mengikrarkan kalimat syahādatain, yaitu persaksian
bahwa tiada tuhan yang berhak disembah selain Allah, dan persaksian
bahwa Nabi Muhammad saw. adalah utusan Allah. kedua kalimat ini
mengandung makna bahwa manusia selama hidupnya hanya tunduk
pada aturan Allah dan Rasul-Nya sudah dapat dipastikan menjadi
orang yang berjiwa bersih dan suci.
Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya h. 383.
278
160 | M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ?
Dalam
aplikasinya,
seorang
pendidik
hendaknya
menyampaikan kisah-kisah yang bertemakan tauhid (persaksian
bahwa tiada tuhan yang berhak disembah selain Allah) karena dengan
kisah-kisah seperti ini akan menanamkan semangat keimanan kepada
Allah, hingga berakar pada jiwa anak-anak sejak kecilnya.279 Akan
tetapi dalam penyampaian kisah-kisah tersebut para pendidik
hendaknya bersifat selektif dalam mengisahkan kisah-kisah masa lalu,
sehingga dapat membedakan mana kisah yang bernuansa tauhid dan
mana kisah yang berbau kesyirikan. Sebuah contoh yang dapat
dikemukakan yaitu cerita Nyi Roro Kidul yang sangat populer di
kalangan masyarakat Jawa. Kisah seperti ini sama sekali jauh dari
ajaran tauhid, bahkan dikhawatirkan dapat merusak jiwa sang anak
karena membuat mereka percaya kepada hal-hal yang tidak masuk
akal dan tidak konkret dalam kehidupan sehari-hari. Selanjutnya,
rukun Islam kedua adalah mengerjakan salat lima waktu yang akan
mengarahkan pelakunya terhindar dari perbuatan keji dan munkar.
Sebagaimana ditegaskan oleh Allah swt. dalam Q.S. al-Ankabūt/29:
45.
Terjemahnya:
ِ
)٤۵( ...ْم ْن َك ِر
َّ إِ َّن ال...
ُ صَل َة تَ ْن َهى َع ْن الْ َف ْح َشاء َوال
… sesungguhnya salat mencegah dari (perbuatan) keji dan
munkar …280
Para orangtua harus benar-benar mengerti dan menguasai
seluk beluk tentang tata cara, bacaan, dan ketentuan-ketentuan salat
dengan benar. Sehubungan dengan statemen ini, Humaidi Ilyas
menjelaskan pula bahwa orangtua tidak boleh menganggap remeh
pengajaran salat kepada putra-putrinya karena Rasulullah saw.
279
Humaidi Ilyas, Praktik Nabi Mendidik Anak Melandasi Akidah dan
Akhlaknya, Membangun Jasmaninya, Mencerdaskan Emosi dan Intelegensinya. h. 32.
Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya h. 566.
280
M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? | 161
sendiri dalam aplikasinya turun tangan mengajarkan salat kepada
mereka.281 Oleh karena itu, para orang tua tidak lalai apalagi tidak
mempedulikan pentingnya anak-anak mendapatkan pengajaran,
bimbingan, dan latihan salat secara benar seperti yang digariskan
oleh Rasulullah saw.
Rukun Islam ketiga yaitu zakat juga mengandung konsep
tazkiyah al-nafs atau tarbiyyah al-qulūb, hal ini dimaksudkan agar
orang yang melaksanakannya dapat membersihkan dirinya dari sifat
kikir, mementingkan diri sendiri (egois), dan membersihkan hartanya
dari hak orang lain yaitu hak fakir miskin dan selainnya. Sebagai
bentuk aplikasinya, para orang tua hendaknya menanamkan
kesadaran pada anak-anaknya tentang kewajiban membayar zakat
bagi orang yang memiliki harta atau emas yang dimiliki olehnya.
Dengan praktik langsung yang ditunjukkan oleh orangtua di hadapan
anak-anaknya ketika membayar zakat atau perhiasan emas yang
dimilikinya, pada diri anak tersebut tertanam kesadaran bahwa setiap
orang muslim yang memiliki harta wajib hukumnya mengeluarkan
zakat.282 Firman Allah yang berkaitan dengan zakat, dapat dilihat
pada Q.S. al-Taubah/9: 103.
ِ
ِِ
ِ ِ
َّ ك َس َك ٌن ََلُ ْم َو
َ َصَلت
َ ص َدقَةً تُطَ ِِه ُرُه ْم َوتُ َزِكي ِه ْم ِبَا َو
َ ص ِِل َعلَْي ِه ْم إِ َّن
ُاَّلل
َ ُخ ْذ م ْن أ َْم َواَل ْم
ِ ََِس
)۱۰٣( يم
ٌ
ٌ يع َعل
Terjemahnya:
Ambillah zakat dari harta mereka, guna membersihkan dan
menyucikan mereka, dan berdoalah untuk mereka, sesungguhnya
281
Humaidi Ilyas, Praktik Nabi Mendidik Anak Melandasi Akidah dan
Akhlaknya, Membangun Jasmaninya, Mencerdaskan Emosi dan Intelegensinya. h. 82.
282
Humaidi Ilyas, Praktik Nabi Mendidik Anak Melandasi Akidah dan
Akhlaknya, Membangun Jasmaninya, Mencerdaskan Emosi dan Intelegensinya h. 82.
162 | M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ?
doamu itu (menumbuhkan) ketentraman jiwa bagi mereka. Allah
Maha Mendengar, Maha Mengetahui.283
Dengan demikian, anak-anak yang memperoleh didikan dari
orang tuanya untuk mengeluarkan zakat pada setiap tahun atas harta
kekayaan yang dimiliki orang tua maka akan bersedia mengeluarkan
zakat dari hartanya kelak setelah dewasa, karena telah terbiasa
mengalami dan menyaksikan hal tersebut sejak kecilnya. Selain itu,
Islam mengajarkan ibadah puasa sebagai rukun Islam keempat.
Dalam ibadah puasa seorang bukan hanya dituntut sekadar menahan
diri dari makan dan minum dalam waktu yang terbatas, tetapi lebih
dari itu merupakan ajang latihan bagi manusia untuk menahan diri
dari perkataan-perkataan kotor dan keinginan melakukan perbuatan
yang keji.
Puasa yang diperintahkan oleh Allah swt. adalah menahan jiwa
dari perbuatan maksiat dan menghalanginya dari dominasi nafsu dan
syahwat. Sedangkan orang yang berpuasa tetapi tidak meninggalkan
hal-hal yang haram dan tidak menjauhkan diri dari kemunkaran,
tetap berbuat maksiat, tidak peduli terhadap kehormatan bulan
Ramadan, serta puasanya tidak mengubah tingkah laku dan
perbuatannya sedikitpun, puasanya hanyalah sebatas tradisi dan
kebiasaan saja.284 Dalam konsep pendidikan Islam, para orang tua
dapat melatih anak-anaknya untuk berpuasa. Allah mewajibkan
berpuasa kepada umat manusia, dan menjadikannya sebagai salah
satu rukun Islam. Ibadah puasa juga diwajibkan kepada umat
sebelumnya. Dalil yang memastikan urgensi ibadah puasa yang mulia
adalah Q.S. al-Baqarah/2: 183.
Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya h. 273.
283
284
Anas Ahmad Karson, Tazkiyatun Nafs Gelombang Energi Penyucian Jiwa
Menurut Al-Qur’an dan as-Sunnah di Atas Manhaj Salafus Shalih (Cet. 1; Jakarta:
Akbar Media, 2010), h. 102.
M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? | 163
ِ َّ
ِ َّ
ِ
ِ
ِ
)۱۲۸( ين ِم ْن قَ ْبلِ ُك ْم ل ََعلَّ ُك ْم تَ تَّ ُقو َن
ِ ب َعلَْي ُك ْم
ُ الصَي
َ ين
َ آمنُوا ُكت
َ ََّي أَيُّ َها الذ
َ ب َعلَى الذ
َ ام َك َما ُكت
Terjemahnya:
Wahai orang-orang yang beriman! Diwajibkan atas kamu
berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang sebelum kamu agar
kamu bertakwa.285
Langkah yang harus ditempuh yaitu dengan mencontohi cara
yang dilakukan oleh para sahabat dalam melatih anak-anaknya
berpuasa, dan praktiknya dapat diterapkan di zaman ini maupun
pada masa kapanpun. Di mana anak-anak mereka dilatih untuk
berpuasa, dan jika mereka minta makan karena merasa lapar maka
dia mengalihkan perhatiannya dengan mengajak bermain-main atau
pergi mencari hiburan. Dengan metode ini anak-anak lupa akan rasa
laparnya, dan puasanya dapat bertahan sampai tiba waktu
berbuka.286
Melihat metode pendidikan di atas, seperti yang diterapkan
para sahabat tentu memerlukan kesungguhan orang tua dalam
menanamkan ketaatan beribadah pada anak-anaknya. Hal ini pasti
menuntut semangat yang tinggi dari para orang tua dan pendidik
untuk dapat menanamkan pemahaman agama kepada putra-putrinya.
Orang tua tidak hanya melakukannya dengan omongan saja kepada
anak-anak agar berlatih berpuasa, sebab mereka akan sulit mengikuti
omongan tanpa diberi latihan praktik. Jadi orang tua harus langsung
mengawasi anak-anaknya menjalani latihan berpuasa sehingga dapat
menjaga anaknya agar tidak membatalkan puasanya sebelum tiba
waktu berbuka.
Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya h. 35.
285
286
Humaidi Ilyas, Praktik Nabi Mendidik Anak Melandasi Akidah dan
Akhlaknya, Membangun Jasmaninya, Mencerdaskan Emosi dan Intelegensinya h. 81.
164 | M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ?
Rukun Islam kelima adalah ibadah haji, haji adalah salah satu
rukun Islam, berbeda dengan rukun Islam lainnya, ibadah haji ini
merupakan ibadah hati (qalb), fisik, dan harta sekaligus. Haji hanya
diwajibkan sekali seumur hidup bagi yang mampu dilaksanakan di
tempat tertentu saja, yaitu di Baitullah dan tempat-tempat suci
sekitarnya, tidak dapat dilaksanakan di tempat lain. Allah swt.
berfirman dalam Q.S. Ali Imrān/3: 96-97.
ِ
ِِ
ِ ِ ضع لِلن
ِ ٍ
ات
ٌ آَّي
ٌ َت بَيِِن
َ َّاس لَلَّذي بِبَ َّكةَ ُمبَ َاركاً َو ُه ًدى لل َْعالَ ِم
َ إِ َّن أ ََّو َل بَ ْيت ُو
َ ) فيه۹٦( ّي
َِِّآمناً و
ِ م َقام إِب ر ِاهيم ومن د َخلَه َكا َن
ِ َّاس ِح ُّج الْب ْي
ِ َّلل َعلَى الن
ًاع إِلَْي ِه َسبِيَل
َ َاستَط
ُ َ ْ ََ َ َْ ُ َ
ْ ت َم ْن
َ
َ
َّ َوَم ْن َك َف َر فَِإ َّن
)۹۷( ّي
ٌّ ِ َاَّللَ غ
َ ِن َع ْن ال َْعالَ ِم
Terjemahnya:
Sesungguhnya rumah (ibadah) pertama yang dibangun untuk
manusia ialah (Baitullah) yang di Bakkah (Mekah) yang diberkahi dan
menjadi petunjuk bagi seluruh alam. Di sana terdapat tanda-tanda
yang jelas (di antaranya) maqam Ibrahim. Barang siapa memasukinya
(Baitullah) yaitu bagi orang-orang yang mampu mengadakan
perjalanan ke sana. Barang siapa mengingkari (kewajiban) haji maka
ketahuilah bahwa Allah Mahakaya (tidak memerlukan sesuatu) dari
seluruh alam.287
Ibadah haji yang cakupan maknanya lebih luas lagi
dibandingkan dengan pembinaan konsep pensucian hati yang
terkandung pada rukun Islam lainnya. Hal ini dapat dipahami karena
ibadah haji dalam Islam bersifat komprehensif yang menuntut
persyaratan banyak, yaitu di samping menguasai ilmunya, sehat pisik,
kemauan keras, sabar dalam menunaikannya, juga tidak berkata
kotor (al-rafs), tidak berbuat fasik, dan tidak berbantah-bantahan (aljidāl) pada saat menjalankan ibadah haji dan sepulangnya ke tanah
air. Praktik yang dilakukan oleh Rasulullah dan beberapa orang
sahabat yaitu mengajak anak-anak untuk pergi naik haji merupakan
Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya h. 78.
287
M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? | 165
cara praktis melatih mereka melakukan ibadah haji, anak-anak
tersebut tetap memperoleh pahala dari Allah, dan orang tuanya pun
mendapat pahala karena membawa dan mendidik anak-anaknya
untuk menunaikan ibadah haji.288
Cara praktis di atas, menurut hemat penulis dapat dilakukan
oleh para orang tua muslim sepanjang zaman. Oleh karena itu di
dalam melakukan ibadah-ibadah wajib, seperti salat, puasa, zakat dan
haji, hendaknya orang tua dapat mengajak anaknya dan melatih
bersama dirinya melakukan ibadah-ibadah tersebut. Dengan cara ini
anak-anak akan memiliki pemahaman tentangnya, berdasarkan pada
kebiasaan yang diajarkan oleh orang tuanya. Kebiasaan yang
tertanam waktu kecil kelak akan menjadikan mereka untuk taat
beribadah. Dengan asumsi ini maka implementasi nilai tazkiyah alnafs atau tarbiyyah al-qulūb dalam rukun Islam hendaknya lebih
dioptimalkan oleh kedua orang tua dan para pendidik di sekolah,
khususnya guru pada mata pelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI).
Oleh karena itu dalam mengimplementasikan nilai-nilai rukun Islam
pada peserta didik di sekolah ataupun anak-anak di rumah maka
seorang pendidik/orang tua dapat menerapkan metode ceramah,
metode drill, dan metode demonstrasi dalam pembelajarannya.
Metode demonstrasi adalah metode pembelajaran yang dilakukan
oleh guru dengan memperagakan alat peraga untuk memperjelas
suatu pengertian atau untuk memperlihatkan bagaimana melakukan
sesuatu kepada peserta didik.289 Dari definisi ini menggambarkan
bahwa metode demonstrasi merupakan pembuktian terhadap materi
pelajaran yang disampaikan oleh pendidik, dalam bentuk perbuatan
288
Humaidi Ilyas, Praktik Nabi Mendidik Anak Melandasi Akidah dan
Akhlaknya, Membangun Jasmaninya, Mencerdaskan Emosi dan Intelegensinya. h. 85.
289
Zakiah Daradjat, h. 118.
166 | M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ?
atau sikap yang mudah diterima dan diaplikasikan oleh sang
anak/peserta didik.
Adapun pendekatan yang dapat mewujudkan metode-metode
di atas seperti; pendekatan pembiasaan, yaitu memberi kesempatan
kepada peserta didik untuk dapat mengamalkan ajaran agamanya
baik secara individual maupun secara kelompok. Selanjutnya,
pendekatan pengalaman yaitu dengan memberikan pengalaman
keagamaan kepada peserta didik baik secara individual maupun
secara kelompok dalam rangka penanaman nilai-nilai keagamaan, dan
pendekatan rasional yaitu dengan usaha memberikan peranan rasio
(akal)
dalam
memahami
dan
menerima
kebenaran
ajaran
agamanya.290 Pendekatan ini dimaksudkan agar mereka semakin
bertambah kuat keyakinan akan kebesaran Allah swt., dan supaya
semakin yakin akan kebenaran agama yang dianutnya selama ini.
6. Memperhatikan bakat dan kemampuan anak
Para pendidik atau orang tua hendaknya memperhatikan
bakat, kemampuan dan perbedaan masing-masing anaknya, serta
bersikap adil terhadap mereka. Sebagian para pendidik dan orangtua
terkadang
tidak
memperhatikan
hal
tersebut
pada
peserta
didik/anak-anaknya, sehingga bakat mereka sia-sia dan tidak
tersalurkan dengan baik. Ada di antara anak yang kuat hapalannya,
tetapi hanya diajarkan untuk menghapal nyanyian saja. Pada hal jika
diajarkan dan dilatih untuk menghapal Al-Qur’an maka hal itu jauh
lebih baik dan berguna baginya.291
Hal di atas menunjukkan bahwa orangtua harus terlebih
dahulu dapat membaca Al-Qur’an dengan baik, sehingga dapat
290
Abdurrahman al-Nahlawi, h. 353.
291
Humaidi Ilyas, Praktik Nabi Mendidik Anak Melandasi Akidah dan
Akhlaknya, Membangun Jasmaninya, Mencerdaskan Emosi dan Intelegensinya. h. 58.
M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? | 167
mendidik anaknya. Orangtua yang dapat membaca Al-Qur’an,
kemudian menyuruh anaknya membaca Al-Qur’an di hadapannya
untuk mengecek kemampuan bacaannya. Dengan cara seperti ini
orangtua dapat menguji hapalan anaknya, yaitu seberapa banyak ayat
yang telah dihapalnya. Orangtua dapat mengajarkan kepada anakanaknya ayat-ayat pendek, kemudian diteruskan dengan surah-surah
yang pendek pula. Oleh karena itu, sebagai orang tua harus selalu
memperhatikan perkembangan bakat dan kemampuan anaknya
terutama dalam hal membaca atau menghapal Al-Qur’an.
Metode yang relevan dengan hal di atas yaitu dengan
menggunakan metode latihan dan metode perintah untuk berbuat
baik
kepada
peserta
didik/anak-anak
di
rumah,
sedangkan
pendekatannya yaitu dengan menggunakan metode pendekatan
keteladanan dalam proses pembelajaran Pendidikan Agama Islam
menurut asumsi penulis mempunyai peranan penting di dalamnya.
Karena bagaimana dapat diharapkan sang peserta didik/anak-anak
menjadi manusia sempurna jika mereka mempunyai banyak
kekurangan. Orangtua dan pendidik haruslah menjalankan sebuah
prinsip yang mengatakan “ibda’ binafsik” (mulailah pada dirimu
sendiri). Untuk dapat mengerjakan kebaikan pada anak, dan agar
tidak terkena murka Allah swt. karena mengajarkan hal-hal yang ia
sendiri tidak melakukannya.
Secara tabi’i, anak akan meneladani dan mencontoh begitu saja
orang tua dan gurunya sebagai pendidik. Agar dapat menjadi teladan,
para pendidik/orangtua hendaknya mencontoh teladan utama lebih
dahulu
yakni
Rasulullah
saw.
selanjutnya
dia
hendaknya
mengarahkan peserta didiknya untuk beruswah langsung kepada
Rasulullah, karena keteladanan Rasulullah memang benar-benar
paripurna, dan tak kalah urgennya, para pendidik/orang tua
168 | M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ?
hendaknya memperhatikan bakat dan kemampuan peserta didiknya
sebagaimana telah diutarakan sebelumnya.
Al-Qur’an tidak hanya menyuruh kita untuk meneladani
Rasulullah saw. tetapi juga kepada nabi sebelumnya. Tentang
keteladanan Nabi Ibrahim dijelaskan dalam Al-Qur’an sebagaimana
dalam Q.S. al-Mumtahanah/60: 4.
ِ َّ ت لَ ُكم أُسوةٌ حسنَةٌ ِِف إِب ر ِاه
ين َم َعهُ إِ ْذ قَالُوا لِ َق ْوِم ِه ْم إِ ََّن بُ َرآءُ ِم ْن ُك ْم َوِِمَّا
َ يم َوالذ
َ َْ
َ َ َ ْ ْ ْ َقَ ْد َكان
َِّ ون
ِ تَ ْعب ُدو َن ِمن ُد
ضاءُ أَبَداً َح ََّّت تُ ْؤِمنُوا
َ ْاَّلل َك َف ْرََن بِ ُك ْم َوبَ َدا بَ ْي نَ نَا َوبَ ْي نَ ُك ْم ال َْع َد َاوةُ َوالْبَ غ
ْ
ُ
ِ ِ
ِ ِ
َِّ ك ِمن
ِ
ِ
اَّلل ِم ْن َش ْي ٍء َربَّنَا
ُ ك َوَما أ َْم ِل
َ ََستَ غْ ِف َر َّن ل
ْ يم ألَبِيه أل
ْ َ َك ل
َ ِب ََّّلل َو ْح َدهُ إَلَّ قَ ْو َل إبْ َراه
ِ ك الْم
)٤( صري
َ ك تَ َوَّكلْنَا َوإِلَْي
َ َعلَْي
َ َ ك أَنَ ْب نَا َوإِلَْي
Terjemahnya:
Sungguh, telah ada suri teladan yang baik bagimu pada
Ibrahim dan orang-orang yang bersama dengannya ketika mereka
berkata kepada kaumnya. Sesungguhnya kami berlepas diri dari
kamu, dan dari apa yang kamu sembah selain Allah, kami mengingkari
(kekafiran)mu dan telah nyata antara kami dan kamu ada
permusuhan dan kebencian buat selama-lamanya sampai kamu
beriman kepada Allah saja, kecuali perkataan Ibrahim kepada
ayahnya, “Sungguh aku akan mohonkan ampunan bagimu, tetapi aku
tidak dapat sama sekali untuk menolak (siksaan) Allah terhadapmu.”
(Ibrahim berkata) “Ya Tuhan kami, hanya kepada Engkau kami
bertawakkal dan hanya kepada Engkau kami bertobat dan hanya
kepada Engkaulah kami kembali. 292
Keteladanan Nabi Ibrahim juga diikuti oleh nabi Muhammad
saw. hal ini terbukti dari wahyu yang disampaikan Allah kepada nabi
Muhammad berisi perintah untuk mengikuti nabi Ibrahim. Itulah
sebabnya dalam tradisi ritual keagamaan dalam Islam, kedua tokoh
ini, merupakan figur yang menjadi kerangka acuan umat pada masa
sekarang dan seterusnya.
Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya h. 802.
292
M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? | 169
7. Ikhlas dalam mendidik
Orangtua dituntut untuk ikhlas dalam mendidik anaknya.
Jangan sampai pendidikan anak semata-mata hanya diniatkan untuk
tujuan duniawi semata, menyekolahkan mereka hanya sekedar
meraih gelar dan ijazah. Tidak diragukan lagi bahwa kebaikan dalam
mendidik adalah yang diniatkan untuk mencari pahala di sisi Allah
swt. Adapun yang selain itu (seperti pekerjaan yang mapan,
kedudukan dan sebagainya) akan ikut dengan sendirinya dan hal itu
bukan satu-satunya tujuan. Sebagai contoh orang menyekolahkan
anaknya di fakultas kedokteran, maka tidak semata-mata agar dapat
meraih materi yang melimpah, tetapi lebih dari pada itu dengan
tujuan membantu kaum muslimin dan manusia pada umumnya
seperti mengobati mereka ketika sakit, dan agar tidak pergi berobat
kepada non muslim. Orang yang semata-mata hanya mengejar materi
tidak akan mendapatkan pahala, sedangkan orang yang mencari
pahala dari Allah swt. maka dia juga akan mendapatkan materi.
Mengenai pentingnya keikhlasan beramal, Allah swt. berfirman dalam
Q.S. al-Bayyinah/98: 5.
ِ
ِ
ِ
ِ ِاَّلل ُُمْل
)۵( ... ين
َص
ََّ َوَما أُم ُروا إَِلَّ ليَ ْعبُ ُدوا
َ ّي لَهُ ال ِد
Terjemahnya:
Padahal mereka hanya diperintah menyembah Allah, dengan
ikhlas menaati-Nya semata-mata karena (menjalankan) agama… . 293
Al-Fudhail ibn Iyadh seperti yang dikutip Ibnu al-Qayyim al-
Jauziyah dalam Madārij al-Sālikīn mengatakan; maksud ayat di atas
adalah yang paling ikhlas dan paling benar. Ketika orang-orang
bertanya, apakah amal yang paling ikhlas dan paling benar itu? Dia
menjawab: sesungguhnya jika amal itu ikhlas, tetapi tidak benar maka
293
Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya h. 907.
170 | M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ?
ia tidak akan diterima pula, hingga amal itu ikhlas dan benar. 294
Seperti itulah gambaran keikhlasan yang hendaknya ditanamkan oleh
para pendidik dan orangtua dalam membina dan membesarkan anakanaknya, dan seyogyanya pula orangtua mendidik putra-putrinya
untuk terbiasa melakukan amalan berdasarkan rasa ikhlas karena
Allah swt. melalui metode al-targīb wa al-tarhīb dan pendekatan
keteladanan.
8. Teladan yang baik
Teladan yang baik merupakan keharusan dalam sebuah proses
pendidikan. Sebab seorang pendidik adalah contoh terbaik dalam
pandangan peserta didiknya, yang akan ditiru dalam perilakunya.
Bagaimana mungkin seorang pendidik senantiasa menganjurkan dan
menyuruh peserta didiknya berbuat kebaikan, tetapi dia sendiri tidak
melakukannya. Allah swt. menegur sikap sebagian para pendidik atau
orang tua yang senantiasa menganjurkan untuk berbuat kebaikan,
tetapi dia sendiri tidak melaksanakannya. Sebagaimana disebutkan
dalam Q.S. al-Sāff/61: 2-3.
َِّ ) َكْب م ْقتاً ِع ْن َد۲( َّي أَيُّها الَّ ِذين آَمنوا َِل تَ ُقولُو َن ما َل تَ ْفعلُو َن
)٣( اَّلل أَ ْن تَ ُقولُوا َما َل تَ ْف َعلُو َن
َ َ
َ
َ َُ
َ
َ َُ َ
Terjemahnya:
Wahai orang-orang yang beriman! Mengapa kamu mengatakan
sesuatu yang tidak kamu kerjakan? (itu) sangatlah dibenci di sisi
Allah jika kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan.295
Muhammad Fadhil al-Jamali, menegaskan salah satu faktor
yang mempengaruhi pendidikan anak dalam kehidupan sehariharinya yaitu faktor keteladanan. Faktor keteladanan memiliki peran
yang sangat signifikan dalam usaha pencapaian keberhasilan sebuah
Ibnu al-Qayyim al-Jauziyah, Madārij al-Sālikīn baina Manāzil Iyyāka
Na’budu wa Iyyāka Nasta’īn (Beirut: Dar al-Fikr, 1408 H), terj. Kathur Suhardi,
Madārij al-Sālikīn (Pendakian Menuju Allah) Penjabaran Konkret “Iyyāka Na’budu wa
Iyyāka Nasta’īn” (Cet. 8; Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2006), h. 16.
294
Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya h. 805.
295
M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? | 171
pendidikan. Hal ini disebabkan karena secara psikologis sang anak
lebih banyak mencontohi dan mengikuti perilaku atau sosok figur
yang diidolakannya, termasuk di dalamnya adalah orangtua dan
gurunya sendiri.296 berdasarkan statemen di atas, hendaknya para
pendidik dan orangtua menyadari sepenuhnya bahwa perilaku yang
baik adalah tolak ukur yang menjadi kunci keberhasilan bagi anak
dan peserta didiknya di sekolah maupun di rumah. Salah satu metode
pembelajaran yang mendasar dalam hal ini adalah dengan
menggunakan metode suri teladan, metode mau’izah al-hasanah dan
beberapa
metode
lain
yang
relevan
dengannya.
Sedangkan
pendekatan yang dapat diterapkan dalam mewujudkan metode
tersebut yaitu memanfaatkan pendekatan keteladanan, di mana posisi
para pendidik dan orangtua menjadi figur yang sangat berarti bagi
peserta didiknya yang akan ditiru dalam perilakunya.297
Dalam kaitannya dengan pembinaan dan tarbiyah al-qulūb
peserta didik di sekolah, menurut hemat penulis bahwa seorang
pendidik yang dapat diteladani harus memiliki sifat-sifat mulia. Ada
beberapa sifat mulia yang hendaknya dimiliki oleh seorang pendidik
agar dapat menjadi teladan yang baik bagi peserta didiknya, seperti
ikhlas, bersih dan suci lahir batin, memiliki sifat lemah lembut dan
berbudi pekerti luhur, memiliki hati penyayang, menjauhi sifat
amarah dan sifat bengis, ramah dan santun, sabar, pemaaf, jujur dan
adil, serta bijaksana dalam setiap urusan dan bertanggung jawab.
9. Pemberian nasihat dan perhatian
Nasihat termasuk salah satu metode dalam mendidik qalb
peserta
didik,
yang
mendorongnya
296
ke situasi
luhur
untuk
Muhammad Fadhil al-Jamali, al-Falsafah al-Tarbawiyah fi Al-Qur’ān, terj.
Judi al-Falasani, Konsep Pendidikan Qur’ani (Cet. 1; Solo: Ramadhani, 1993), h. 135.
297
Lihat Abdurrahman al-Nahlawi, h. 355.
172 | M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ?
memperoleh akhlak mulia. Dalam memberi nasihat hendaknya tulus,
lahir dari jiwa yang bening, hati yang terbuka, akal yang bijak agar
dapat berpengaruh dan meninggalkan bekas mendalam pada jiwa
peserta didik. Metode ini akan jauh lebih bermanfaat ketika yang
diberi nasihat percaya kepada orang yang memberi nasihat, hal ini
berarti hatinya terbuka untuk menerima nasihatnya sebab apa yang
datang dari hati akan sampai ke hati pula. Selanjutnya, setelah
memberikan nasihat kepada peserta didik/anak perlu diikuti dengan
memberikan perhatian kepada mereka. Perhatian yang dimaksudkan
dalam konteks ini adalah mencurahkan, mengarahkan, dan senantiasa
mengikuti perkembangan mereka dalam pembinaan kesucian
jiwanya.
Tidak diragukan lagi bahwa pemberian nasihat dan perhatian
dianggap sebagai asas terkuat dalam pembentukan manusia secara
utuh, karena seorang anak atau peserta didik senantiasa terkontrol
oleh orang tua/pendidiknya baik gerak gerik, ucapan, perbuatan,
maupun orientasinya. Jika ditemukan sesuatu yang tidak baik pada
mereka, cegah dan berilah peringatan dan jelaskan akibat dan
bahayanya. Kesemua ini dimaksudkan untuk tetap melestarikan
potensi (fitrah) kesuciannya, sehingga mereka tidak menyeleweng
dan terjerumus ke jurang kehancuran dan kebinasaan. Sebagaimana
Allah swt. berfirman dalam Q.S. al-Tahrīm/66: 6.
ِ
ِ َّ
ٌَّاس َوا ْْلِ َج َارةُ َعلَْي َها َمَلئِ َكة
ُ ُآمنُوا قُوا أَن ُف َس ُك ْم َوأَ ْهلي ُك ْم ََنراً َوق
َ ين
َ ََّي أَيُّ َها الذ
ُ ود َها الن
ِ ٌ ِغَل
َّ صو َن
)٦( اَّللَ َما أ ََم َرُه ْم َويَ ْف َعلُو َن َما يُ ْؤَم ُرو َن
ُ ظ ش َدا ٌد َل يَ ْع
Terjemahnya:
Wahai orang-orang yang beriman! Peliharalah dirimu dan
keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan
batu, penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, dan keras, yang tidak
M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? | 173
durhaka kepada Allah terhadap apa yang Dia perintahkan kepada
mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan. 298
Dari uraian dan ayat di atas, diketahui bahwa metode dan
pendekatan pembelajaran yang sesuai untuk diterapkan kepada
peserta didik agar kondisi jiwa mereka selalu bersih dan suci yaitu
menggunakan metode nasihat yang bersifat mau’izah al-hasanah.
Adapun pendekatan pembelajarannya ialah dengan memanfaatkan
pendekatan keteladanan kepada peserta didik di sekolah, karena
secara historis Rasulullah saw. telah berhasil menyebarkan Islam
melalui sikap dan perilakunya yang mencerminkan suri teladan yang
baik kepada para sahabat khususnya dan kepada seluruh umatnya
secara umum, dan Rasulullah saw. sebagai teladan yang baik telah
dinyatakan oleh Allah swt. dalam Q.S. al-Ahzāb/33: 21.
ِ اَّلل والْي وم
ِ اَّلل أُسوةٌ ح
ِ ِ
َّ اآلخ َر َوذَ َك َر
)۲۱( ًاَّللَ َكثِريا
َ ْ َ َ ََّ سَنةٌ ل َم ْن َكا َن يَ ْر ُجو
َ َ َ ْ َّ لََق ْد َكا َن لَ ُك ْم ِِف َر ُسول
Terjemahnya:
Sungguh, telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang
baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan
(kedatangan) hari kiamat dan yang banyak mengingat Allah.299
10. Pembiasaan akhlāk al-karīmah
Pembiasaan akhlāk al-karīmah mempunyai peranan penting
dalam kehidupan manusia. Islam memanfaatkan kebiasaan akhlak
mulia sebagai salah satu metode (manhaj) pembentukan pendidikan
qalb, itulah sebabnya semua yang baik seyogyanya menjadi
kebiasaan.300 Metode pembiasaan yaitu mengulangi kegiatan tertentu
berkali-kali agar menjadi bagian hidup manusia seperti kebiasaan
melaksanakan salat dan puasa. Adapun langkah yang dapat ditempuh
seorang pendidik dalam menanamkan dan menganjurkan kebiasaan
Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya h. 820.
298
Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya h. 595.
299
Lihat Syekh Salim ibn ‘Ied al-Hilali, h. 15.
300
174 | M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ?
akhlak yang baik, yakni dengan menggugah hati nurani peserta
didiknya dan mengajak mereka untuk berpikir tentang manfaat
akhlak mulia, sehingga pada akhirnya mereka dapat melakukannya
dengan penuh kesadaran disebabkan karena kebiasaannya. Karena
itu, pembiasaan akhlāk al-karīmah merupakan salah satu manhaj
pendidikan qalb pada anak khususnya dalam mendidik kesucian
jiwanya. Selain itu, di antara akhlak mulia adalah memafkan
kesalahan orang lain, menebar salam, memberi makan, silaturrahim,
salat di waktu malam (salat lail), membalas budi baik orang dengan
balasan yang lebih baik. Sehubungan dengan akhlak mulia yang
berkaitan dengan bersikap pemaaf, dapat dilihat dalam Q.S. alA’rāf/7: 199.
ِِ
ِ ُخ ْذ الْع ْفو وأْمر ِِبلْعر
)۹۹( ّي
ْ ف َوأَ ْع ِر
َ ض َع ْن ا ْْلَاهل
ُْ ُْ َ َ َ
Terjemahnya:
Jadilah pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang makruf,
serta jangan pedulikan orang-orang yang bodoh.301
Berdasarkan ayat di atas, dapat dipahami bahwa hendaklah
mengampuni orang-orang yang zalim kepadamu, dermawan kepada
orang-orang yang kikir kepadamu dan sambungkanlah silaturrahmi
dengan
orang-orang
yang
memutuskan
kepadamu,
tidak
menghiraukan perbuatan tidak baik dari orang yang bodoh dan
berbuat baik kepada orang yang berbuat buruk kepadamu.
Dengan memperhatikan uraian di atas, dapat dipahami bahwa
begitu pentingnya pembiasaan dalam sebuah proses pendidikan
maka tidak sedikit hadis Nabi yang memerintahkan kepada para
orang tua untuk menyuruh anak-anak mereka melaksanakan salat,
meskipun kondisinya belum mencapai tingkatan wajib. Akan tetapi,
Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya h. 237.
301
M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? | 175
hal ini dimaksudkan sebagai upaya pembiasaan mereka yang dimulai
sejak mereka kecil. Statemen ini sebagaimana yang dapat dipahami
dari hadis Nabi yang diriwayatkan oleh Imam Abu Daud yang
maknanya menunjukkan perintah untuk mengarahkan anak-anak
melaksanakan salat ketika berumur tujuh tahun, dan sekaligus
perintah memberi hukuman ketika berusia sepuluh tahun sedangkan
mereka
belum
menunaikannya.
Oleh
karena
itu,
metode
pembelajaran yang relevan tentang hal di atas adalah dengan
menggunakan metode perintah dan targīb wa tarhīb. Kedua metode
ini menurut H. M. Arifin merupakan cara pemberian pelajaran dengan
memotivasi mereka melakukan kebaikan, disertai penjelasan tentang
balasan bagi yang melaksanakan dan meninggalkannya. 302 Sedangkan
pendekatan yang dapat membantu mewujudkan metode tersebut
menurut asumsi penulis yaitu menggunakan pendekatan rasional,
pendekatan emosional, dan pendekatan pedagogis.
11. Meluangkan waktu
Meluangkan waktu adalah salah satu hal yang penting, oleh
sebab itu, sesibuk apapun kedua orang tua atau pendidik maka jangan
lupa meluangkan waktu untuk anak-anak dan keluarga. Jadikan
rumah/sekolah sebagai oase iman, yang di dalamnya diajarkan
sejarah para Nabi dan Rasul, dibacakan Al-Qur’an, serta berbagai
aktivitas positif. Jika suatu saat karena banyak urusan tidak sempat
untuk memperhatikan anak-anaknya maka hendaknya berusaha
mencari waktu lain ketika luang dalam rangka untuk memberikan
hak-hak mereka. Sehingga dengan meluangkan waktu untuk anakanak dan keluarga, menjadi kontrol bagi mereka dalam menjaga dan
membina potensi kesuciannya. Hal demikian, berlandaskan pula pada
firman Allah swt. dalam Q.S. al-Tahrīm/66: 6.
302
M. Arifin, h. 76.
176 | M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ?
ِ
ِ َّ
ٌَّاس َوا ْْلِ َج َارةُ َعلَْي َها َمَلئِ َكة
ُ ُآمنُوا قُوا أَن ُف َس ُك ْم َوأَ ْهلي ُك ْم ََنراً َوق
َ ين
َ ََّي أَيُّ َها الذ
ُ ود َها الن
ِ ٌ ِغَل
َّ صو َن
)٦( اَّللَ َما أ ََم َرُه ْم َويَ ْف َعلُو َن َما يُ ْؤَم ُرو َن
ُ ظ ش َدا ٌد َل يَ ْع
Terjemahnya:
Wahai orang-orang yang beriman! Peliharalah dirimu dan
keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan
batu; penjaganya adalah malaikat-malaikat yang kasar, dan keras,
yang tidak durhaka kepada Allah terhadap apa yang Dia perintahkan
kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan. 303
12. Melatih untuk bersabar
Seorang pendidik atau orangtua kurang memperhatikan
masalah
kesabaran,
padahal
ketidak
sabaran
akan
menjadi
penghalang bagi suksesnya pendidikan anak. Sebagai orangtua
hendaknya bersabar terhadap teriakan anak, sabar ketika anak sakit,
sabar dalam memberi pengarahan, sabar ketika mengantar anak ke
sekolah, sabar ketika berjalan bersama mereka menuju masjid dan
lain sebagainya. Jangan mudah marah, emosi, bosan dan pesimis.
Orangtua hanya diperintahkan untuk memberikan pendidikan kepada
anaknya, adapun hidayah di tangan Allah. Maka hendaklah dia
mencurahkan segenap kemampuan dan mencari segala sebab yang
dapat mengantarkan mereka pada kesuksesan, serta jangan lupa
selalu bersabar. Allah swt. berfirman dalam Q.S. al-Baqarah/2: 45.
ِ ِ ْ الصَلةِ وإِ ََّّنَا لَ َكبِريةٌ إَِلَّ َعلَى
)٤۵( ّي
َّ استَ ِعينُوا ِِب
َ اِلَاشع
ْ َو
َ َّ لص ِْْب َو
َ
Terjemahnya:
Dan mohonlah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan
salat. Dan (salat) itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang
khusyuk.304
Begitu pula, para orangtua dapat mengajarkan sikap sabar
kepada anak-anaknya. Sebuah contoh sebagaimana yang disebutkan
Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya h. 820.
303
Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya h. 9.
304
M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? | 177
Humaidi
Ilyas
yaitu
apabila
orangtua
sakit,
hendaklah
ia
menunjukkan sikap, sabar dan tawakkalnya kepada Allah sehingga
anak dapat meniru dan meneladani sikapnya. Jika anak-anak
menderita sakit, mereka dinasihati agar bersikap sabar dan pasrah
kepada Allah swt. serta berdoa agar sakitnya segera disembuhkan.
Selain itu orangtua hendaknya memberi tahu dan mengajarkan
kepada anaknya bahwa orang yang sakit akan terhapus dosanya bila
sakitnya dihadapi dengan sabar dan tawakkal.305 Olehnya itu dengan
pengajaran dan pendidikan seperti ini para orangtua dapat mendidik
emosi dan perasaan anak melalui metode drill (latihan) dengan
menggunakan pendekatan keteladanan, sehingga ketika menderita
sakit sang anak akan bersikap baik dan bersabar.
13. Tidak melupakan doa
Doa adalah ibadah. Para Nabi dan Rasul telah berdoa untuk
kebaikan anak, isteri, dan kaumnya dengan doa-doa yang diabadikan
dalam Al-Qur’an. Berapa banyak orang-orang yang tersesat akhirnya
mendapatkan petunjuk lantaran doa, dan banyak pula doa yang
mempercepat dan mempersingkat keberhasilan proses pendidikan.
Doa juga termasuk salah satu manhaj dalam membentuk karakter
kejiwaan dan mendidik qalb sehingga menjadi bersih dan suci. Hal ini
seperti yang telah dilakukan Nabi Ibrahim a.s. yang mendoakan
kesucian umatnya, sebagaimana yang dikemukakan dalam Q.S. alBaqarah/2: 129.
ِ َ ِث فِي ِهم رسوَلً ِم ْن هم ي ْت لُو علَي ِهم آَّيت
ِ
ِ
ْمةَ َويُ َزِكِي ِه ْم
َ َك َويُ َعلِ ُم ُه ْم الْكت
ُ َ ْ ْ َربَّنَا َوابْ َع
َ ْ ْ َ َ ُْ
َ اب َوا ْْلك
ِ
)۱۲۹( يم
َ َّإِن
َ ْك أَن
ُ ت ال َْع ِز ُيز ا ْْلَك
305
Humaidi Ilyas, Praktik Nabi Mendidik Anak Melandasi Akidah dan
Akhlaknya, Membangun Jasmaninya, Mencerdaskan Emosi dan Intelegensinya h. 228.
178 | M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ?
Terjemahnya:
Ya, Tuhan kami, utuslah di tengah mereka seorang rasul dari
kalangan mereka sendiri, yang akan membacakan kepada mereka
ayat-ayat-Mu dan mengajarkan Kitab dan hikmah kepada mereka, dan
menyucikan mereka. Sesungguhnya Engkaulah Yang Mahaperkasa,
Mahabijaksana.306
Para orangtua dapat mendidik anak-anaknya melalui metode
pembiasaan untuk banyak berdoa kepada Allah swt. setiap kali anak
menghadapi kesulitan dan penderitaan baik berupa sakit maupun
yang lain, anak hendaknya mendidik untuk bersikap pasrah dan
memanjatkan doa kepada Allah, memohon diberi jalan keluar atau
kesembuhan. Dengan sikap tersebut anak tidak berputus asa atau
penuh rasa marah dan kesal, sehingga ia tidak kehilangan kendali
emosi dan merasa semakin tertekan menghadapi kesulitan atau
penderitaan.307
Demikianlah konsep dalam mendidik qalb yang dapat
diterapkan oleh seorang pendidik ataupun orang tua dalam
mengarahkan dan mendidik anak-anaknya, khususnya dalam
mengembalikan fitrah kesuciannya yang telah tercemari dengan
berbagai bentuk pelanggaran ataupun perbuatan yang sifatnya tidak
layak dilakukan oleh seorang anak.
B. Proses Pendidikan Qalb dalam Al-Qur’an
Hati yang telah tersucikan dari berbagai bentuk kotoran maksiat
maka akan hidup dengan baik dan tenang, sehingga hubungannya
dengan pencipta-Nya maupun kepada sesamanya manusia akan baik
pula. Dalam hidup dia akan selalu mencintai kebaikan untuk dirinya
Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya h. 24.
306
307
Humaidi Ilyas, Praktik Nabi Mendidik Anak Melandasi Akidah dan
Akhlaknya, Membangun Jasmaninya, Mencerdaskan Emosi dan Intelegensinya h. 230.
M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? | 179
sendiri dan orang lain. Hati seperti inilah yang selalu menebarkan rasa
cinta dan kebaikan dimana pun dia berada, dan yang dapat menjamin
kondisi jiwa seperti ini hanya diperuntukkan bagi mereka yang memiliki
jiwa yang bersih dan suci. Tetapi suatu hal yang harus dipahami bahwa
tujuan utama seseorang melakukan proses pendidikan qalb yakni agar
manusia senantiasa berada dalam kebaikan dan berada pada jalan yang
akan mengantarkan manusia kepada kebahagiaan di dunia dan di
akhirat. Begitu pula pembentukan akhlak yang mulia merupakan salah
satu tujuan pokok yang ingin dicapai dalam pendidikan qalb.308 Karena
itu, seseorang dianggap suci secara lahir jika sikap dan perilakunya
mencerminkan nilai-nilai yang terkandung dalam Al-Qur’an maupun alSunnah.
Seorang muslim yang telah mendidik hati (qalb) nya sangat
meyakini bahwa sesuatu yang dapat membersihkan dan mensucikan
mereka hanyalah iman dan amal salih, dan sebaliknya sesuatu yang
dapat menodai, mengotori, dan merusak jiwanya adalah kekufuran dan
maksiat. Olehnya itu hendaknya seorang muslim hidup sebagai orang
yang
senantiasa
berusaha
mendidik
hatinya,
mensucikan
dan
membersihkannya, karena ia adalah sesuatu yang berhak untuk dididik
terlebih dahulu. Adapun akhlak (adab) yang dimiliki oleh orang yang
berjiwa bersih dan suci, dan hal ini penulis maksudkan sebagai dampak
pembentukan pendidikan qalb dalam kehidupan manusia, penulis
membaginya pada tiga aspek akhlak penting, yaitu:
1. Berakhlak kepada diri sendiri
Berakhlak kepada diri, seorang muzakki tentu mencerminkan
sifat-sifat mulia, dan terjauhkan dari segala sifat-sifat tercela. Adapun
sifat-sifat mulia yang dimaksudkan, yaitu; sabar dan tahan uji, jujur
dan benar, mengutamakan orang lain, amanah, kasih sayang,
308
Syeikh Salim ibn al-Hilali, h. 15-16.
180 | M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ?
dermawan dan murah hati, istiqāmah, melakukan salat secara
khusyuk, tawadu, pemalu, pemaaf, murāqabah, dan beberapa sifat
terpuji lainnya.
Di antara keindahan akhlak orang yang berupaya mensucikan
dan mendidik qalb (hati) nya dan tahan uji karena Allah swt. sabar
adalah menahan jiwa atas hal-hal yang tidak disukai, seperti bersusah
payah melaksanakan ibadah dan taat kepada Allah, menahan diri
untuk tidak bermaksiat kepada Allah meskipun secara naluri
nafsunya menginginkan dan tergiur olehnya. Pernyataan ini sejalan
dengan definisi Yunahar Ilyas yang mengartikan sabar sebagai sifat
menahan diri dari berbagai macam kenikmatan hidup, kesenangan
dan kemegahan dunia. Atau sabar berarti menahan diri dari segala
sesuatu yang tidak disukai karena mengharap ridha Allah swt. 309
Sedangkan tahan uji juga termasuk bagian kesabaran, sifat seorang
muzakki, dan lambang bagi orang-orang salih. Hakikat sifat ini adalah
rela menderita dalam menegakkan agama Allah, dan tidak membahas
keburukan kecuali dengan kebaikan. Selanjutnya akhlak kepada diri
sendiri, akan menjadikan hati seseorang tersucikan yaitu senantiasa
berkata jujur dan benar (shiddīq), mencintai kebenaran dan istiqāmah
terhadapnya baik secara lahir maupun batin dalam perkataan dan
perbuatannya. Baginya kebenaran/kejujuran adalah kebaikan, dan
kebaikan itu menunjukkan ke surga, sedangkan surga adalah idaman
atau puncak cita-cita seorang muslim. Sebaliknya, kedustaan
mengantarkan ke neraka dan neraka adalah seburuk-buruk tempat
kembali seorang muslim.310 Karena itu, suatu hal yang tidak mungkin
309
Lihat Yunahar Ilyas, Kuliah Akhlak (Cet. 7; Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Offset, 2005), h. 135.
Syeikh Abu Bakar Jabir al-Jazairi, Minhāj al-Muslim (Cet. 6; Madinah alMunawwarah: Maktabah al-‘Ulum wa al-Hikam, 1999), alih bahasa Mustafa ‘Aini, at.
310
M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? | 181
terjadi ketika seseorang mengatakan dirinya telah suci atau telah
melakukan proses pensucian hati sedangkan lisannya selalu dihiasi
dengan perkatan jorok, keji, dan dusta.
Mengutamakan orang lain dan mencintai orang lain adalah
akhlak yang selalu dimiliki oleh orang yang berjiwa bersih. Seorang
muslim jika menemukan kesempatan untuk berbuat baik kepada
orang
lain
maka
hendaknya
segera
melakukannya
dengan
melebihkannya di atas dirinya sendiri, sehingga orang seperti ini
terkadang rela menahan rasa lapar dan dahaga demi kepentingan
orang yang lebih membutuhkannya. Demikian ini bukanlah suatu hal
yang baru atau aneh, dan juga bukan hal yang sulit bagi orang yang
jiwanya telah kenyang dengan sifat-sifat kemuliaan dan kesucian.
Berbuat baik kepada orang lain merupakan sifat mulia yang telah
disinggung oleh Allah dalam Q.S. al-Hasyr/59: 9.
ِ َّ
ِ ِ ِ
ص ُدوِرِه ْم
ُ اج َر إِلَْي ِه ْم َوَل ََِي ُدو َن ِِف
َ َّار َوا ِإلميَا َن م ْن قَ ْبل ِه ْم ُُيبُّو َن َم ْن َه
َ ين تَ بَ َّوءُوا الد
َ َوالذ
ِحاجةً ِِمَّا أُوتُوا وي ْؤثِرو َن َعلَى أَنْ ُف ِس ِهم ولَو َكا َن ِبِِم َخصاصةٌ ومن يو َق ُش َّح نَ ْف ِسه
َْ ْ
ُ ْ ََ َ َ ْ
َ َ
ُ َُ
)۹( ْم ْفلِ ُحو َن
َ ِفَأ ُْولَئ
ُ ك ُه ْم ال
Terjemahnya:
Dan orang-orang (Ansar) yang telah menempati kota Madinah
dan telah beriman sebelum (kedatangan) mereka (Muhajirin), mereka
mencintai orang yang berhijrah ke tempat mereka. Dan mereka tidak
menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa yang diberikan
kepada mereka (Muhajirin) dan mereka mengutamakan (Muhajirin),
atas dirinya sendiri, meskipun mereka juga memerlukan. Dan siapa
yang dijaga dirinya dari kekikiran, maka mereka itulah orang-orang
yang beruntung.311
Selain dari itu, berakhlak kepada diri sendiri akan mendidik
hati menjadi sangat konsisten (istiqāmah) dengan ajaran agamanya
al., Minhāj al-Muslimīn Konsep Hidup Ideal (Cet. 2; Jakarta: Dar al-Haq, 2002), h.
239.
Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya h. 798.
311
182 | M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ?
yang bersumberkan pada Al-Qur’an dan hadis. Dengan mengamalkan
ajaran agama tanpa merujuk kepada kedua sumber tersebut yang
merupakan pokok ajaran Islam adalah perkara yang tidak benar, dan
menurut ulama hal ini merupakan perbuatan sesat. Membatasi aturan
agama pada Al-Qur’an dan hadis bukan berarti memasung kreativitas
kaum muslimin dalam menghadapi perkembangan zaman. Al-Qur’an
sedikit pun tidak meninggalkan sesuatu yang bermanfaat bagi
kehidupan manusia, adapun hadis merupakan penjelas dan penafsir
Al-Qur’an.
Ali ibn Abdul Halim Mahmud, mengungkapkan bahwa
konsisten (istiqamah) dengan aturan agama mengandung beberapa
hal, seperti; konsisten dengan manhaj ibadah Islam, konsisten dengan
akhlak Islam, dan konsisten dengan interaksi sosial. 312 Dengan
demikian, dapat ditegaskan bahwa konsisten (istiqāmah) terhadap
ajaran agama Islam merupakan salah satu akhlak kepribadian
seorang muslim khususnya yang telah menempuh proses pendidikan
qalb. Di antara akhlak kepada diri pribadi yang dihasilkan orang yang
telah mendidik qalb (hati)nya yaitu bersifat dermawan dan murah
hati. Kedermawanan dan kemurahan hati adalah ciri seorang muslim
yang berhati bersih dan suci. Seorang muslim yang berhati bersih dan
suci bukanlah seorang yang kikir dan bakhil, karena dalam syariat
Islam kedua sifat tersebut dipandang sebagai sifat tercela, yang tentu
keduanya bersumber dari jiwa yang kotor dan hati yang gelap.
Sedangkan seorang muslim yang telah berupaya melakukan
pensucian hati, maka hati mereka bersih dan hatinya pun menjadi
cemerlang. Kikir merupakan penyakit hati yang dapat dimiliki semua
312
Ali ibn Abdul Halim Mahmud, al-Tarbiyyah al-Khulūqiyah (Cet. 1; t.t.:
Dār al-Tawzi’ wa al Nasyr al-Islāmiyyah, 1995), terj. Abdul Hayyie al-Kattani, Akhlak
Mulia (Cet. 1; Jakarta: Gema Insani, 2004), h. 71-72.
M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? | 183
orang, sehingga manusia tidak dapat menghindar darinya kecuali
mereka yang diberi rahmat oleh Allah melalui kesucian jiwa yang
dimilikinya. Dalam hal ini Allah swt. berfirman dalam Q.S. alHasyr/59: 9.
)۹( ْم ْفلِ ُحو َن
َ ِ َوَم ْن يُو َق ُش َّح نَ ْف ِس ِه فَأ ُْولَئ...
ُ ك ُه ْم ال
Terjemahnya:
… dan siapa yang dijaga dirinya dari kekikiran maka mereka
itulah orang-orang yang beruntung.313
Berdasarkan pada ayat tersebut, diketahui bahwa
kedermawanan dan kemurahan hati hanya dapat diwujudkan dengan
membuang sifat kikir dalam diri manusia. Hal ini dapat diusahakan
langsung melalui latihan maka sebagai seorang muslim hendaknya
berusaha
menumbuhkan,
melatih
dan
memelihara
dalam
kehidupannya di dunia. Barangsiapa yang berhasil membuang sifat
kikir dalam muamalahnya, mereka itu termasuk orang yang
beruntung di dunia maupun di akhirat. Begitu pula orang yang
mendidik hatinya, senantiasa bersifat tawadu tanpa merendahkan
ataupun menghinakan dirinya. Baginya tawa«u adalah akhlaknya
yang luhur dan sifatnya yang tinggi, sementara kesombongan
(takabbur) tidak termasuk akhlaknya dan
tidak bersanding
dengannya sebab seorang muslim yang bertawadu adalah untuk
dimuliakan dan tidak mau sombong agar mampu memberikan
kebaikan kepada masyarakat sekitarnya. 314 Firman Allah swt.
senantiasa terngiang di telinganya, yang oleh karena ayat itu menjadi
dasar
baginya
untuk
bersifat
tawadu
kepada
Sebagaimana disebutkan dalam Q.S. al-Syu‘arā/26: 215.
Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya h. 798.
313
314
Syeikh Abu Bakar Jabir al-Jazairi, h. 211.
184 | M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ?
sesamanya.
ِ ك ِمن ال
ِ َ ض جناح
ِ
)۱۲۵( ّي
َ ِْم ْؤمن
َ َ َ ْ َوا ْخف
ُ ْ َ ك ل َم ْن اتَّ بَ َع
Terjemahnya:
Dan rendahkanlah dirimu terhadap orang-orang yang beriman
yang mengikutimu.315
Demikian pula orang yang berhati bersih dan suci pandai
menjaga dirinya dan bersifat pemalu. Baginya malu adalah salah satu
akhlak yang selalu menghiasinya, bahkan dalam sebuah hadis yang
diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim disebutkan bahwa malu
itu bagian dari pada iman, yang merupakan pedoman hidup seorang
muslim dan penegak hidupnya.316 Sifat malu dimaksudkan sebagai
pendorong pada kebaikan serta memalingkan dari keburukan dan
menjauhkannya. Keimanan menyuruh seseorang mukmin untuk
melakukan kebaikan dan meninggalkan kemaksiatan. Sedangkan rasa
malu dapat mencegah pelakunya dari kurang atau tidak bersyukur
kepada pemberi nikmat sebagaimana orang yang pemalu mencegah
dirinya dari perbuatan buruk, menjaga dari cela dan dosa cemoohan,
dengan demikian sifat pemalu itu adalah kebaikan dan tidaklah
membuahkan bagi pelakunya kecuali kebaikan pula.
Syeikh Abu Bakar Jabir al-Jazairi dalam Minhāj al-Muslim
menjelaskan bahwa akhlak malu dalam diri seorang muslim bukanlah
penghalang baginya untuk menyampaikan kebenaran atau menuntut
ilmu,
ataupun
dalam
menyuruh
kebaikan
dan
mencegah
kenunkaran.317 Argumen ini sejalan dengan peristiwa yang pernah
terjadi pada masa Rasulullah saw. ketika ada seorang sahabat Ummu
Sulaim al-Ansariyah datang menemui Nabi untuk menanyakan:
apakah perempuan harus mandi jika dia bermimpi? Pada waktu itu,
Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya h.529.
315
316
Ahmad ibn Ali ibn Hajar al-Asqalani, h. 129.
317
Syeikh Abu Bakar Jabir al-Jazairi, h.214.
M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? | 185
Rasulullah saw. menjawab dengan tanpa rasa malu: ya, apabila dia
melihat air (basah). Kisah tersebut menggambarkan bahwa akhlak
malu tidak menjadi penghalang bagi seorang dalam menyampaikan
kebenaran, begitu pula sifat malu seyogyanya ditempatkan sesuai
dengan proporsinya.
Selain itu, akhlak yang dihasilkan orang mendidik qalb (hati)
nya dalam hal sifat kepribadiannya yaitu senantiasa melakukan salat
secara khusyuk. Khusyuk dalam salat ditimbulkan paling sedikit tiga
keyakinan yaitu; keyakinan bahwa Allah melihat segala gerakan
hamba-hamba-Nya, keyakinan akan keagungan-Nya, serta keyakinan
akan kekurangan diri dalam melaksanakan tugas-tugas yang telah
ditentukan-Nya. Oleh karena itulah para ahli mengatakan bahwa salat
yang khusyuk adalah buah keimanan dan hasil dari hati yang bersih
dan suci.318
Berdasarkan pemaparan di atas, dipahami bahwa salat yang
mampu membersihkan karat-karat penyakit yang ada dalam hati.
Apabila hati dan jiwa telah suci dan bersih mengkilap maka hidayah
Allah akan mudah melekat. Itulah sebabnya orang yang jiwanya telah
terdidik
dengan
benar,
mampu
menyingkap
rahasia-rahasia
kehidupan dunia dan dapat mencegah dirinya untuk tidak bermaksiat
kepada Allah swt.
2. Berakhlak terhadap Allah swt.
Sebagaimana telah dipahami
bahwa
manusia
dalam
kehidupannya tidak hanya berinteraksi dengan dirinya sendiri,
ataupun bermuamalah dengan sesamanya manusia dalam hal ini
adalah anggota masyarakatnya. Akan tetapi, tidak kalah pentingnya
manusia dituntut untuk mengetahui tentang bagaimana beriteraksi
318
Permadi Alibasyah, Bahan Renungan Qalbu, (Cet. 16; Jakarta: Yayasan
Mutiara Tauhid, 2005), h. 148.
186 | M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ?
kepada yang telah menciptakan dan menyempurnakannya, yaitu
Allah swt.
Dalam kitab Madārij al-Sālikīn yang ditulis Ibnu al-Qayyim alJauziyah, mengungkapkan beberapa akhlak penting yang harus
dimiliki oleh seorang hamba dalam interaksi dengan Rabbnya. Tetapi
dalam pembahasan ini penulis tidak mengutip secara keseluruhan,
tetapi mengambil beberapa bagian yang erat kaitannya dengan
dampak pembentukan pendidikan qalb khususnya dalam hal
bagaimana muamalah atau adab seorang hamba kepada Allah swt.
ketika telah menempuh proses pensucian jiwa dan pendidikan qalb.
Adapun adab yang penulis maksudkan sebagai berikut:
a. Zuhud
Zuhud merupakan salah satu akhlak hamba kepada sang
Pencipta-nya, dan dimiliki oleh orang yang menaruh perhatian
besar terhadap pendidikan qalb. Tentang eksistensi makna zuhud
sudah banyak pakar yang membahasnya, dan masing-masing pakar
tidak
sedikit
yang
memaknainya
menurut
perasaan
dan
kondisinya. Padahal pemaknaan berdasarkan ilmu jauh lebih luas
dari pada berbicara berdasarkan perasaan dan kondisi semata,
yang sekaligus lebih dekat kepada hujjah dan bukti keterangan
yang
sarīh,
berkaitan
dengan
hal
tersebut,
mengetengahkan beberapa argumentasi yang benar
penulis
(lebih
mendekat pada kebenaran) sebagaimana disebutkan Ibnu alQayyim al-Jauziyah yang terdapat dalam kitab Madārij al-Sālikīn
tentang pemaknaan zuhud. Zuhud di dunia adalah meninggalkan
atau membatasi yang halal karena takut akan pertangjawabannya
di hadapan Allah, sedangkan zuhud dengan yang haram adalah
karena takut akan dijauhkan dari Allah. Termasuk zuhud adalah
membatasi keinginan untuk memperoleh dunia, membatasi
M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? | 187
keinginan
dengan
bertawakkal
kepada
Allah,
dan
sikap
memalingkan hati dari segala yang dapat menyebabkan lalai
kepada Allah.319
Dalam khazanah kitab suci, istilah yang berhubungan
dengan zuhud disebutkan dalam Q.S. Yūsuf/12: 20.
ِ ٍ ْو َشروه بِثَم ٍن ََب
ِ ِ َّ ودةٍ وَكانُوا فِ ِيه ِمن
)۲۰( ين
ْ
َ الزاهد
َ ُ َْ َ
َ َ س َد َراه َم َم ْع ُد
Terjemahnya:
Dan mereka menjualnya (Yusuf) dengan harga rendah, yaitu
beberapa dirham saja, sebab mereka tidak tertarik kepadanya. 320
Bagi orang yang beriman dan mengerti bahwa kehidupan di
dunia ini sifatnya hanyalah sementara sedangkan kehidupan yang
sebenarnya yang bersifat kekal adalah di akhirat, maka ia akan
berpaling dari segala bentuk kesenangan dunia atau ia akan
bersikap “zuhud terhadap dunia”. Seorang yang telah zuhud dunia,
maka dalam hidupnya menjadi orang yang merdeka tidak terikat
oleh sesuatu yang bersifat duniawi. Tokoh sufi ternama (Sufyan alTsauri) memandang bahwa zuhud bukan sekedar berpakaian dan
makan-minum secara sederhana, tetapi juga tindakan hati yang
disesuaikan dengan penerimaan dan ri«a Ilahi dan menutup hati
dari ambisi duniawi. Ada tiga tanda zahid sejati:
Tidak merasa senang dengan hal-hal duniawi yang
didapatnya, tidak bersedih atas hilangnya hal-hal keduniawian dari
dirinya. 2) tidak senang ketika dipuji, tidak kecewa atau marah
ketika dikritik atau dihina, 3) Lebih mendahulukan penghambaan
Muhammad Sholikhin, 17 Jalan Menggapai Mahkota Sufi Syaikh ‘Abdul
Qadir al-Jailani (Cet. 1; Jakarta: Mutiara Media, 2009), h. 244.
319
Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya h. 319.
320
188 | M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ?
kepada Allah dan mengutamakan sahabat-sahabat-Nya ketimbang
hal-hal lain.321
Seperti halnya takut dan harap, zuhud juga merupakan
tindakan hati. Bedanya adalah zuhud mempengaruhi tindakan
manusia dan diperlihatkan oleh tindakan tersebut. Entah sadar
ataupun tidak, zahid sejati akan berusaha mengikuti aturan zuhud
dalam segala tindakannya, seperti makan dan minum, tidur dan
bangun, berbicara dan diam, dan tetap dalam penyendirian atau
bersama-sama orang lain, dan sebagainya. Dia tidak pernah
memperlihatkan kecenderungan kepada daya tarik duniawi.
b. Warā’
Sifat warā’ termasuk salah satu akhlak seorang hamba yang
telah mendidik qalb (hati) nya. Dengan sifat mulia ini, menjadikan
seorang hamba banyak melakukan ibadah kepada Rabb-nya.
Eksistensi sifat warā’ sebagaimana yang dikemukakan Sufyan al-
Sawri berarti meninggalkan sesuatu yang meragukan dalam jiwa.
Sedangkan pengarang kitab Manāzil al-Sa’irīn mengartikan warā’
yaitu menjaga diri semaksimal mungkin secara waspada, dan
menjauhi dosa karena pengagungan. Dengan kata lain menjaga diri
dari hal-hal yang haram dan syubhat, serta hal-hal yang dapat
membahayakan untuk dijaga.322 Hal tersebut di atas, berlaku
umum dalam meninggalkan apa yang tidak ada nilai manfaatnya,
baik berupa ucapan, pandangan, pendengaran, gerak tangan,
langkah kaki, berpikir dan gerakan lainnya baik lahir maupun
batin. Kalimat ini cukup memberikan arti dari kata warā’. Warā’
secara bahasa berasal dari kata “wara’a” yang berarti menahan dan
321
Fathullah Gulen, Kunci-kunci Rahasia Sufi (Cet. 1; Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 2001), h. 81.
322
Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya h. 153.
M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? | 189
mencegah. Warā’ juga dapat diatikan “al-Iffah” yaitu mencegah dari
sesuatu
yang
tidak
patut.
Dikatakan
“tawarra’a”
artinya
menyempitkan, dan warā’ adalah takwa.323 Sedangkan secara syar’i
warā’ adalah meninggalkan sesuatu yang diragukan, meniadakan
sesuatu yang mengotori, dan mengambil dengan yang lebih jelas.
Berdasarkan beberapa definisi yang dikemukakan di atas,
dipahami bahwa menjaga diri dan waspada merupakan dua makna
yang hampir serupa. Hanya saja menjaga diri merupakan
perbuatan anggota tubuh, sedangkan waspada merupakan amalan
hati. Adakalanya seorang menjaga diri dari sesuatu bukan karena
takut atau kewaspadaan, tetapi karena hendak menunjukkan
kesucian jiwa dan kemuliaan serta kehormatannya, seperti halnya
orang yang menjaga diri dari hal-hal-hal yang hina dan keburukan
sekalipun dia tidak percaya kepada surga dan neraka. Karena
itulah, zuhūd yang dimiliki seorang hamba menjadi akhlaknya
kepada Rabb-nya dengan menjaga diri dan waspada (warā’)
terhadap larangan yang telah ditetapkan oleh Penciptanya.
Ibnu Taimiyyah berkata, warā’ adalah menjauhi apa yang
kamu takuti akibatnya, yaitu apa yang jelas keharamannya, dan
apa yang diragukan keharamannya, dan dalam meninggalkannya
tidak ada risiko yang lebih besar dari pada melakukannya. Ini
adalah patokan penting dalam hal-hal yang diragukan.324 Demikian
pula menjelaskan, “warā’ adalah meninggalkan suatu yang
dikhawatirkan bahayanya di akhirat.” 325
Syekh Muhamad Shalih al-Munajjid, Silsilah A’mal al-Qulūb, terj. Saat
Mubarak, Jagalah Hati Raih Ketenangan (Cet. 1; Jakarta: Cakrawala Publishing,
2006), h. 393.
323
Syekh Muhamad Shalih al-Munajjid, Silsilah A’mal al-Qulūb h. 393.
324
Syekh Muhamad Shalih al-Munajjid, Silsilah A’mal al-Qulūb h. 393.
325
190 | M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ?
Dari maqām ّي
ُ ِ إِ ََّّي َك نَ ْعبُ ُد َوإِ ََّّي َك نَ ْستَعterdapat pula maqām warā‘,
sebagaimana dalam Q.S. al-Mu’minūn/23: 51.
ِ
ِ
ِ ات وا ْعملُوا
ِ
ِ
)۵۱( يم
ُّ ََّي أَيُّ َها
َ َ َ َالر ُس ُل ُكلُوا م ْن الطَّيِِب
ٌ صاْلاً إِِِّن ِبَا تَ ْع َملُو َن َعل
Terjemahnya:
Allah berfirman, “Wahai para rasul! Makanlah dari
(makanan) yang baik-baik dan kerjakanlah kebajikan. Sungguh
Aku Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. 326
Selanjutnya dalam Q.S. al-Muddassir/74: 4.
)٤( ك فَطَ ِِهر
َ ََوثِيَاب
Terjemahnya:
Dan bersihkanlah pakaianmu.327
Berdasarkan ayat di atas, dapat
dipahami
bahwa
membersihkan diri dari berbagai najis dan memfokuskannya pada
pembersihan yang diperintahkan, karena dengan itu sempurnanya
perbaikan amal dan akhlak, maksudnya bahwa sifat warā‘
membersihkan hati dari noda dan najisnya. Ulama membagi warā‘
pada tiga tingkatan, yaitu:
1) Wajib, yaitu menahan diri dari yang haram. Hal ini berlaku
untuk seluruh manusia.
2) Berhenti dari yang syubhat. Ini hanya dilakukan oleh sebahagian
orang.
3) Menahan dari sebahagian besar hal yang mubah. Hal ini
dilakukan oleh para Nabi, shiddiqin, syuhada dan orang-orang
salih.328
Berdasarkan kutipan di atas, dapat dipahami bahwa
bersikap warā’pada hal mubah yang dapat melalaikan Allah dan
akhirat, tetapi bila sesuai dengan sunnah seperti menikah dan
Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya h. 480.
326
Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya h. 849.
327
328
Syekh Muhamad Shalih al-Munajjid, h. 396.
M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? | 191
makan maka tidak perlu sikap warā‘. Warā‘ sebagaimana
dijelaskan sebelumnya bahwa warā‘ dari hal yang haram dan
syubhat, juga sebahagian hal-hal yang dikhawatirkan jika
dilakukan terjatuh pada yang haram. Bila menginginkan pada
tingkatan tertinggi dari sikap warā‘ adalah meninggalkan semua
yang bukan untuk Allah; selain itu jika seseorang melakukan hal
mubah dengan niat yang benar (semisal ia makan dengan niat
bertakwa, ia tidur dengan niat akan bangun untuk salat malam, ia
menikah dengan niat memberi nafkah isteri dan memperoleh
keturunan, menjaga diri dan memperbanyak kaum muslimin dan
lain-lainnya) maka hal mubah akan berubah menjadi ketaatan dan
ibadah. Maka dalam hal seperti ini tidak boleh bersikap warā’
terhadap hal mubah yang dapat membawanya pada hal haram atau
melalaikan hatinya dari Allah dan akhirat.
c. Raja‘
Raja‘ termasuk salah satu akhlak penting seorang hamba
kepada Rabbnya. Hal ini dimaksudkan sebagai upaya untuk
mendekatkan diri kepada Allah swt. dengan melakukan berbagai
ubudiyah dan juga mencintainya, khususnya dengan sikap
pengharapan kepada sang Pencipta. Dalil tentang raja’ disebutkan
Allah dalam Q.S. al-Kahf/18: 110.
ِ ِ َ اْلاً وَل ي ْش ِر ْك بِ ِع
ِ ً فَمن َكا َن ي رجوا لِ َقاء ربِ ِه فَ لْي عمل َعمَل...
ًَحدا
َ َ ْ َ ْ َ َِ َ
َْ
َ بادة َربِِه أ
ُ َ ص
ُ َْ
)۱۱۵(
Terjemahnya:
…. Maka barangsiapa yang mengharap pertemuan dengan
Tuhannya maka hendaklah dia mengerjakan kebajikan dan
192 | M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ?
janganlah dia mempersekutukan dengan sesuatu pun dalam
beribadah kepada Tuhannya.329
Dalam eksistensinya, raja’ berbeda dengan al-tamanni
(berangan-angan). Pada al-tamanni pelakunya bersifat malas, dan
tidak bersungguh-sungguh dalam berusaha. Sedangkan pada sifat
raja’ pelakunya berupaya semaksimal mungkin untuk mencari
solusi dari apa yang diharapkannya dengan disertai sifat tawakkal
kepada Allah swt. sehingga tidak sedikit ulama yang berpendapat
bahwa sifat raja’ harus dengan usaha yang sungguh-sungguh. Ibnu
al-Qayyim al-Jauziyah, mengemukakan pula bahwa raja’ adalah
perkara yang amat mulia bagi orang yang mengharapkan kesucian
hatinya, dan bagi mereka yang ingin menuju Rabb-nya. Sebab dia
tidak pernah lepas dari dosa yang diharapkan pengampunannya,
tidak lepas dari aib yang dia harapkan pembenahannya, tidak lepas
dari amal salih yang dia harapkan penerimaannya, tidak lepas dari
istiqamah yang dia harapkan kekekalannya, dan tidak lepas dari
kedekatan dengan Allah yang dia harapkan pencapainnya. 330
Raja’, kondisi dimana seseorang memiliki harapan, seperti
petani yang menggarap sawah untuk ditanami, menabur benih,
menyiramnya dengan air, menjaganya dari serangan hama
tanaman, menungguinya hingga berbuah dan matang. Demikianlah
orang yang memiliki sikap raja’, ia selalu mengharapkan rahmat
Allah dan pahala-Nya setelah mencurahkan segala upaya. Untuk
memperoleh tingkatan raja’, perlu melalui beberapa tahapan
penting, yaitu:
Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya h. 418.
329
330
Ibnu al-Qayyim al-Jauziyah, h. 163.
M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? | 193
1) Mengingat karunia Allah yang telah diberikan.
2) Mengingat janji Allah akan besarnya pahala dan karunia serta
kebaikan-Nya. Karena Allah memberi kepada hamba-Nya jika ia
menjaga keistiqamahannya.
3) Mengingat nikmat iman, kesehatan, dan kemewahan dunia yang
telah dikaruniakan Allah dan mengakui bahwa Allah telah
menganugrahakan banyak kenikmatan, meskipun tanpa harus
meminta.
4) Mengingat akan luasnya rahmat Allah dan bahwa rahmat-Nya
lebih luas dari amarah-Nya, karena Dia Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang, Mahakaya, Mahamulia, Maha Penyantun terhadap
hamba-hamba-Nya yang beriman. Oleh karena itu, raja’ hanya
dapat terwujud jika dibangun di atas landasan mengenal nama
dan sifat Allah.331
Orang
yang
memahami
hatinya dengan
baik
akan
menyadari bahwa dunia ini adalah ladang akhirat. Hati layaknya
tanah, perlu ditanami dengan benih-benih ketaatan, dijaga,
disiram, dan diairi dengan amal ibadah. Agar tanaman dapat
tumbuh dengan baik, butuh mendapatkan penjagaan dari hal-hal
yang
membahayakannya, layaknya
sawah
yang
senantiasa
dibersihkan dari gulma yang dapat membahayakan kondisi
tanaman. Oleh karena itu, seorang mukmin hendaknya senantiasa
membersihkan hatinya dari syubhat dan hawa nafsu agar tidak
merusak ketaatan yang disiram dengan air ubudiyah.
d. Murāqabah
Kaitannya dengan dampak pembentukan dan pendidikan
qalb seorang hamba maka murāqabah termasuk salah satu adab
yang selalu dimiliki oleh mereka secara terus menerus dengan
331
Syekh Muhamad Shalih al-Munajjid, h. 81.
194 | M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ?
keyakinan yang mantap bahwa Allah Maha Melihat, Maha
Mendengar, dan Maha Mengawasi yang lahir dan yang batin, dan
Allah senantiasa bersama hamba-Nya di manapun mereka
berada.332 Asumsi ini diperkuat dengan sebuah hadis Nabi yang
masyhur disebut sebagai hadis Jibril, yaitu ketika datang bertanya
kepada Rasulullah saw. tentang makna ihsan. Rasulullah saw.
menjawab: “… jika engkau menyembah Allah seakan-akan
melihatnya, dan jika engkau tidak dapat melihatnya maka
sesungguhnya Dia melihatmu.” Karena itu dipahami bahwa
murāqabah/ihsan adalah bentuk pengetahuan seorang hamba yang
meyakini bahwa Allah senantiasa mengawasinya, melihatnya,
mendengar perkataannya, dan mengetahui amalnya di setiap
waktu, dan di manapun dia berada, meskipun secara kasat mata
manusia tidak dapat melihat Allah di dunia.
Allah swt. berfirman dalam Q.S. al-Bayyinah/98: 8.
ِر
َّ ض َي
)۸( ُك لِ َم ْن َخ ِش َي َربَّه
َ ِضوا َع ْنهُ ذَل
ُ اَّللُ َع ْن ُه ْم َوَر
َ
Terjemahnya:
… Allah ri«a terhadap mereka dan mereka pun ria kepadaNya. Yang demikian itu adalah balasan bagi orang-orang yang takut
kepada Tuhannya.333
Berdasarkan ayat di atas, dapat dipahami bahwa maknanya
adalah yang demikian itu adalah (balasan) bagi orang-orang yang
selalu merasakan pengawasan (murāqabah) Tuhannya, menghisab
(mengintrospeksi) dirinya, dan membekali diri untuk akhiratnya.
e. Cinta dan Rida
Cinta adalah kesadaran diri, perasaan jiwa, dan dorongan
hati yang menyebabkan seseorang terpaut hatinya kepada apa
332
Ibnu al-Qayyim al-Jauziyah, h. 166.
Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya h. 909.
333
M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? | 195
yang dicintainya dengan penuh semangat dan rasa kasih sayang. 334
Ta’rīf demikian merupakan fitrah yang dimiliki oleh setiap orang.
Akan tetapi, dalam syariat agama Islam tidak hanya mengakui
keberadaan cinta itu dari pada diri manusia saja, tetapi
mengaturnya pula sehingga dapat terwujud dengan mulia. Bagi
seorang mukmin, cinta yang pertama dan utama hanya
dipersembahkan kepada sang pencipta, yaitu Allah swt. Allah lebih
dia cintai dari pada kecintaannya kepada makhluk lainnya. Dalam
hal ini Allah swt. menyebutkan dalam Q.S. al-Baqarah/2: 165.
ِ َّ
)۱٦۵( ... آمنُوا أَ َش ُّد ُحبِاً ََِّّلل
َ ين
َ َوالذ...
Terjemahnya:
… adapun orang-orang yang beriman sangat besar cintanya
kepada Allah….335
Sejalan dengan cintanya kepada Allah swt. seorang mukmin
yang mendidik jiwanya maka dia lebih mendahului rasa cintanya
kepada Allah dan Rasulnya dibanding dengan kecintaan yang
selainnya. Sedangkan untuk cinta selainnya dia letakkan pada
posisi cinta menengah yang berada di bawah cinta keduanya.
Demikianlah dampak positif sekaligus akhlak mulia yang
dihasilkan bagi mereka yang telah mendidik hatinya, dalam hal
bagaimana berinteraksi kepada sang penciptanya yang Maha
Agung. Semoga dengan sifat-sifat mulia ini, seorang hamba dapat
lebih dekat dan memperoleh apa yang diharapkan dari Rabb-nya
(kesucian hati).
3. Akhlak dalam Bermasyarakat
Dalam kehidupan sosial, seorang individu tidak terlepas dari
interaksi dengan masyarakatnya. Adakalanya seorang manusia
334
Yunahar Ilyas, h. 24.
Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya h. 31.
335
196 | M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ?
dituntut untuk bermuamalah dengan sanak keluarga dan familinya,
bersilaturrahim dengan karib kerabatnya, kenalannya dan di lain
waktu dia harus menjalin hubungan dengan pemerintah setempat di
mana dia berdomisili. Agar kesemua bagian tersebut dapat terjalin
secara harmonis dan tetap berdampak positif, di sinilah urgennya
bagi mereka yang mempunyai kepiawaian. Akan tetapi, dengan
bermodalkan kepiawaian semata dipandang tidak cukup. Kesemua
hal tersebut dapat terjalin dengan baik manakala individu
mengetahui tentang bagaimana akhlak yang harus dilakukannya
ketika berinteraksi dengan masyarakatnya. Dalam hal ini jelaslah
yang dimaksudkan adalah mereka yang dalam kehidupannya
senantiasa menaruh perhatian besar terhadap kesucian hatinya.
Karena dengan hati yang suci dan bersih secara otomatis akan
melahirkan karakter-karakter yang bersih dan suci pula, sebaliknya
orang yang dalam hatinya memiliki penyakit maka tentulah dalam
hubungannya dalam masyarakatnya bukan didasari keikhlasan,
karena
keikhlasan
untuk
saling
membantu
dan
menutupi
kekuarangan, jika hal ini terjadi dikhawatirkan akan menimbulkan
dampak negatif bagi pelakunya. Bagi mereka yang hatinya bersih dan
suci maka dalam interaksi sosialnya melahirkan karakter yang
mencerminkan sifat kemuliaan dan memiliki dampak positif, baik
bagi individu yang menerapkannya maupun bagi mereka yang berada
di sekitarnya. Dampak positif yang penulis maksudkan, yaitu:
a. Menjalin hubungan baik dengan tetangga
Menjalin hubungan baik dengan tetangga adalah salah satu
adab yang dimiliki oleh orang yang berhati bersih. Minimal
hubungan baik dengan tetangga diwujudkan dalam bentuk tidak
M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? | 197
mengganggu dan menyusahkan mereka. 336 Sebuah contoh yang
dapat
dikemukakan
ialah
pada
waktu
istirahat,
tidak
membunyikan radio atau televisi dengan volume yang dapat
mengganggu istirahat mereka. Termasuk pula menjalin hubungan
baik dengan tetangga apabila tidak membuang sampah ke halaman
rumahnya, dan tidak menyakitinya dengan perkataan yang kasar
dan tidak sopan. Lebih utama lagi jika tidak hanya sekedar menjaga
jangan sampai tetangga merasa terganggu, tetapi secara aktif dan
produktif kepada mereka. Misalnya mengucapkan salam dan
bertegur sapa dengan ramah, memberikan pertolongan apabila
dibutuhkannya,
dan
jika
memasak
makanan
hendaknya
memberikan sebahagian kepada mereka, terlebih lagi apabila
makanan yang dimasak itu tercium olehnya. Hal ini jelas sejalan
dengan tuntunan hadis Rasulullah saw. sebagaimana yang
diriwayatkan Imam Muslim, yang maknanya menunjukkan anjuran
untuk memberi makanan kepada tetangga ketika makanan
tersebut tercium baginya. Dengan demikian, menjalin hubungan
baik dengan tetangga tidaklah mudah sebagaimana mudahnya
seorang membalikkan kedua tangannya. Tetapi, bagi mereka yang
hatinya telah diisi dengan benih-benih keimanan dan senantiasa
dididik maka hal tersebut mudah dan tidak terasa sulit olehnya.
Berdasarkan hal di atas, dapat dilihat dalam Q.S. al-Nisā/4: 36.
َّ َوا ْعبُ ُدوا
اَّللَ َوَل تُ ْش ِرُكوا بِ ِه َش ْيئاً َوِِبل َْوالِ َديْ ِن إِ ْح َساَنً َوبِ ِذي الْ ُق ْرََب َوالْيَ تَ َامى
ِ الص
ِ ِّي َوال َْمساك
ِ َِوال َْمساك
ِ ب ِِب ْْلَْن
ِ اح
ِ ُّي َوا ْْلَا ِر ِذي الْ ُق ْرََب َوا ْْلَا ِر ا ْْلُن
ب َوابْ ِن
َّ ب َو
َ
َ
ِ ِالسب
َّ ت أَْميَانُ ُك ْم إِ َّن
)٣٦( ًب َم ْن َكا َن ُُمْتَاَلً فَ ُخورا
ُّ اَّللَ َل ُُِي
َّ
ْ يل َوَما َملَ َك
336
Syeikh Abu Bakar Jabir al-Jazairi, h. 254.
198 | M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ?
Terjemahnya:
Dan
sembahlah
Allah
dan
janganlah
kamu
mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apapun. Dan berbuat
baiklah kepada kedua orangtua, karib kerabat, anak-anak yatim,
orang-orang miskin, tetangga dekat dan tetangga jauh, teman
sejawat, ibnu sabil dan hamba sahaya yang kamu miliki. Sungguh
Allah tidak menyukai orang yang sombong dan membanggakan
diri.337
Ayat di atas, menuntun untuk berbuat baik kepada tetangga
dengan
memuliakannya,
misalnya
jika
dia
memerlukan
pertolongan maka tolonglah, jika ia meminjam, pinjamilah, kalau ia
fakir, bantulah dengan sedekah, jika ia sakit, tengoklah, jika ia
mendapat hal yang menggembirakan, berilah penghargaan, jika ia
ditimpa bahaya, sabarkanlah. Jika ia meninggal dunia, uruskan
jenazahnya sampai ke kuburnya. Selain itu janganlah meninggikan
bangunan rumah dari bangunannnya, kecuali sesudah izinnya.
Demikian pula jangan menyakiti hatinya dengan aroma makanan,
kecuali jika dapat memberikan sebagian untuknya, dan jika
membeli buah-buahan hadiahilah kepada anaknya sebahagiannya.
b. Silaturrahim dengan karib kerabat
Istilah silaturrahim (silah al-rahim) terdiri atas dua kata
“silah” (hubungan, sambungan) dan “al-rahim” (peranakan). Istilah
ini sebuah simbol dari hubungan baik penuh kasih sayang antara
sesama karib kerabat yang asal usulnya berasal dari satu rahim.
Dikatakan simbol karena “al-rahim” (peranakan) secara materi
tidak dapat disambung atau dihubungkan dengan rahim lain.
Rahim yang diamaksud di sini adalah qarabah atau nasab yang
Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya h. 109.
337
M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? | 199
disatukan oleh rahim ibu. Hubungan antara satu sama lain diikat
dengan hubungan rahim.338
Sedangkan dalam bahasa Indonesia sehari-hari dikenal
istilah silaturrahmi (silah al-rahim) dengan pengertian yang lebih
luas, tidak hanya terbatas pada hubungan kasih sayang antara
sesama karib kerabat tetapi juga mencakup masyarakat yang lebih
luas. Dari segi bahasa istilah tersebut tidak keliru karena al-rahmi
juga mengandung makna kasih sayang. Karena itu silaturrahmi
berarti menghubungkan tali kasih sayang antara sesama anggota
masyarakat.
Silaturrahim
yang
penulis
maksudkan
dalam
penulisan buku ini, yaitu hubungan kasih sayang yang tidak hanya
terbatas pada hubungan sebuah keluarga besar atau qarabah saja,
tetapi secara umum dimaksudkan pula kepada seluruh anggota
masyarakat.
Memelihara hubungan silaturrahim dengan baik sesama
keluarga ataupun anggota masyarakat, menjadi karakter dan
akhlak orang yang telah mensucikan hatinya. Secara umum,
seorang muslim menganggap bahwa menjalin silaturrahim dengan
karib kerabat dan anggota masyarakatnya merupakan salah satu
cara untuk ber-taqarrub kepada Allah swt. Hal ini disebabkan
karena dalam hubungan silaturrahim mengandung nilai-nilai
agung, seperti yang tua menyayangi yang muda dan yang muda
menghormati yang tua, dan hal ini tidak hanya terbatas pada
lingkungan karib kerabat saja, tetapi sampai kepada hubungan
masyarakat.339
Muhammad ibnu ‘Alan al-Siddiq, Dalīl al-Fālihin li Turūq Riyad al-Sālihīn
(Riyad: Dār al-Ifta, t. th.), h. 148. Lihat pula Yunahar Ilyas, h. 183.
338
339
Syeikh Abu Bakar Jabir al-Jazairi, h. 259.
200 | M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ?
Secara konkret, silaturrahim dapat terwujud dalam bentuk:
memelihara dan meningkatkan kasih sayang sesama kerabat dan
anggota masyarakat dengan sikap saling mengenal satu sama lain,
hormat menggormati, bertukar salam, kunjung mengunjungi, surat
menyurat, bertukar hadiah, ziarah menziarahi, bantu membantu
dan lain sebagainya. Adapun manfaat yang diperolehnya yaitu
Rasulullah saw. menjanjikan pelakunya dengan rezeki yang lapang
dan umur yang panjang. Dengan demikian, silaturrahim adalah
salah satu sifat yang senantiasa dimiliki oleh orang yang hatinya
benar-benar bersih dan suci. Tanpa hati yang didasari kebersihan
dan kesucian maka sifat ini tidak dimiliki oleh orang selainnya.
Meskipun ditemukan banyak orang yang saling berkasih sayang di
antara mereka, tetapi kasih sayang yang mereka bina bukan karena
atas dasar cinta dan iman kepada Allah swt., yang demikian dapat
saja karena di dalamnya terdapat kepentingan yang sifatnya
duniawiyah. Menegakkan tali silaturrahim merupakan salah satu
prinsip pokok Islam, sebagaimana telah diperintahkan oleh Allah
swt. dalam Q.S. al-Nisā/4: 1.
ِ
ِ َّ َّ واتَّقُوا...
َّ ام إِ َّن
)۱( ًاَّللَ َكا َن َعلَْي ُك ْم َرقِيبا
َ اءلُو َن بِه َواأل َْر َح
َ اَّللَ الذي تَ تَ َس
َ
Terjemahnya:
… Bertakwalah kepada Allah yang dengan nama-Nya kamu
saling meminta, dan (peliharalah) hubungan kekeluargaan.
Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasimu.340
Berdasarkan ayat di atas, dapat diketahui bahwa orang yang
selalu memegang teguh tali silaturrahim akan membawa
keberkahan bagi rezeki dan kehidupannya, dan kan menerima
kasih sayang dari Allah swt. baik di dunia maupun di akhirat, serta
akan membuat orang lain mencintai dirinya. seorang muslim akan
Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya h. 99.
340
M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? | 201
memperoleh dua pahala saat dia memperlakukan keluarganya
dengan baik dan hormat, satu pahala karena meneguhkan tali
silaturrahi dan satu pahala karena memberikan sedekah. Allah swt.
berfirman dalam Q.S. al-Isra/17: 26.
ِ
ِ و
ِ ِالسب
)۲٦( ًيل َوَل تُبَ ِِذ ْر تَ ْب ِذيرا
َّ ّي َوابْ َن
َ آت َذا الْ ُق ْرََب َح َّقهُ َوال ِْم ْسك
َ
Terjemahnya:
Dan berikanlah haknya kepada kerabat dekat, juga kepada
orang miskin dan orang yang dalam perjalanan, dan janganlah
kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros.341
Ayat di atas, menuntun untuk senantiasa berbuat baik,
kendatipun kesibukan pekerjaan, baik di rumah maupun di kantor
membuat sulit meluangkan waktu untuk bersilaturrahim, tetapi
luangkanlah waktu jika ada saudara, teman, atau kerabat yang
sedang sakit dan jangan lupa sempatkan untuk saling berkunjung
ke rumah saudara atau kerabat walau tidak sering. Mencintai dan
menghormati
tetangga
adalah
termasuk
dalam
lingkup
memelihara silaturrahim. Islam bahkan mengajarkan untuk
menaruh hormat dan memberikan toleransi kepada tetangga
sekalipun non muslim. Menghormati tetangga non muslim
merupakan salah satu contoh toleransi yang ditekankan oleh Islam.
Allah swt. berfirman dalam Q.S. al-Nisā/4: 36.
َّ َوا ْعبُ ُدوا
اَّللَ َوَل تُ ْش ِرُكوا بِ ِه َش ْيئاً َوِِبل َْوالِ َديْ ِن إِ ْح َساَنً َوبِ ِذي الْ ُق ْرََب َوالْيَ تَ َامى
ِ الص
ِ ِّي َوال َْمساك
ِ َِوال َْمساك
ِ ب ِِب ْْلَْن
ِ اح
ِ ُّي َوا ْْلَا ِر ِذي الْ ُق ْرََب َوا ْْلَا ِر ا ْْلُن
ب َوابْ ِن
َّ ب َو
َ
َ
ِ ِالسب
َّ ت أَْميَانُ ُك ْم إِ َّن
)٣٦( ًب َم ْن َكا َن ُُمْتَاَلً فَ ُخورا
ُّ اَّللَ َل ُُِي
َّ
ْ يل َوَما َملَ َك
Terjemahnya:
Dan
sembahlah
Allah
dan
janganlah
kamu
mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apapun. Dan berbuat
Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya h. 388.
341
202 | M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ?
baiklah kepada kedua orangtua, karib kerabat, anak-anak yatim,
orang-orang miskin, tetangga dekat dan tetangga jauh, teman
sejawat, ibnu sabil dan hamba sahaya yang kamu miliki. Sungguh
Allah tidak menyukai orang yang sombong dan membanggakan
diri.342
Betapa pentingnya silaturrahim, Islam memerintahkan
untuk senantiasa memeliharanya, sebab orang yang memutuskan
tali silaturrahim akan menerima kemurkaan dari Allah, akan
mengalami kesengsaraan dan bencana. Begitu banyak perintah
yang diberikan oleh Allah swt. untuk terus memelihara tali
silaturrahim. Oleh karena itu harus selalu dibudayakan sikap
memelihara silaturrahim dalam praktik sehari-hari, dengan
senantiasa peduli dengan nasib saudara-saudara yang teraniaya,
terzalimi, dan duafa, sudah saatnya untuk peka dengan keadaan
tetangga. Salah satu kiat memelihara silaturrahim adalah dengan
jalan zikir kepada Allah. orang yang senantiasa berzikir kepada
Allah swt. adalah orang yang selalu memelihara silaturrahim
dengan Sang Pencipta, dan orang yang senantiasa menjaga
silaturrahim dengan-Nya, dia pasti akan menjaga silaturrahim
dengan sesama makhluknya.
c. Saling berkasih sayang sesama anggota masyarakat
Berkasih sayang sesama anggota masyarakat adalah salah
satu akhlak mulia. Selain itu, di antara akhlak mulia yang
dihasilkan orang telah membersihkan hatinya dalam kehidupan
sosialnya ialah sangat penyayang terhadap dirinya sendiri dan
orang lain, bahkan sifat kasih sayang telah menjadi sebuah
karakter hidupnya. Kasih sayang tidak lain kecuali menunjukkan
kejernihan dan kesucian hati seseorang. Hakikat kasih sayang
sebagaimana dikemukakan Syeikh Abu Bakar Jabir al-Jazairi adalah
Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya h. 388.
342
M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? | 203
kelembutan hati dan empati jiwa yang meliputi ampunan dan
ihsan, tetapi kasih sayang itu bukan murni hanya empati jiwa saja
tanpa membuahkan bekas di luar jiwa. Bahkan kasih sayang
memiliki pengaruh yang kuat, dan hakikat perwujudannya itu
tanpak di alam nyata.343
Berdasarkan kutipan di atas, dapat didukung dengan firman
Allah Q.S. Ali Imrān/3: 133-134.
ِ ات واألَر
ِ
ِ َّت لِل
ِ َّ
ين
َّ ض َها
ُ َو َسا ِر ُعوا إِ ََل َم ْغ ِف َرةٍ م ْن َربِِ ُك ْم َو َجن ٍَّة َع ْر
َ ْمتَّق
ُ ْ َ ُ الس َم َو
َ ) الذ۱٣٣( ّي
ُ ْ ض أُعد
ِ َّ الس َّر ِاء والض
ِ
ِ
ِ
ِ
ِ ّي َع ْن الن
َّ َّاس َو
)۱٣٤( ّي
َ ّي الْغَْي
ُّ اَّللُ ُُِي
َ ِب ال ُْم ْحسن
َ ظ َوال َْعاف
َ َّراء َوالْ َكاظ ِم
َ َّ يُ ْنف ُقو َن ِِف
Terjemahnya:
Dan bersegeralah kamu mencari ampunan dari Tuhanmu
dan mendapatkan surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang
disediakan bagi orang-orang yang bertakwa, (yaitu) orang yang
berinfak, baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang yang
menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang lain. Dan
Allah mencintai orang-orang yang berbuat kebaikan.344
Berdasarkan ayat di atas, dapat dipahami bahwa kalau
manusia memiliki lidah yang tak pelit meminta dan menerima
maaf maka sungguh indah kehidupannya. Oleh karena itu tidak
perlu saling mencari kesalahan orang lain, kalau bersalah
bersegeralah meminta maaf, dan kalu dimintai maaf, maka
bersegeralah
memaafkan.
Apalagi
kalau
permintaan
dan
pemberian maaf itu disertai dengan hati yang tulus dan ikhlas,
maka tidak perlu lagi membalas menjelek-jelekkan sesama
manusia yang sedang khilaf atau lalai. Sebagaimana firman Allah
dalam Q.S. al-Nisā/4: 149.
ٍ إِ ْن تُب ُدوا خرياً أَو ُُتْ ُفوه أَو تَ ع ُفوا عن س
َّ وء فَِإ َّن
)۱٤۹( اَّللَ َكا َن َع ُف ِواً قَ ِديْ ًرا
ْ َْ ْ
ُ َْ ْ ْ ُ
343
Syeikh Abu Bakar Jabir al-Jazairi, h.211.
Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya h. 84.
344
204 | M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ?
Terjemahnya:
Jika
kamu
menyatakan
sesuatu
kebajikan,
menyembunyikannya atau memaafkan sesuatu kesalahan (orang
lain), maka sungguh, Allah Maha Pemaaf, Mahakuasa. 345
Dengan demikian, tidak ada alasan bagi manusia untuk
tidak atau enggan memberi maaf kepada orang-orang yang telah
berbuat jahat, bahkan yang telah menganiaya. Sungguh merupakan
perjuangan hati yang sangat berat untuk memaafkan orang yang
telah berbuat zalim. Oleh karena itu perlu diingat bahwa begitu
banyak keutamaan yang dapat diperoleh dengan memberi dan
meminta maaf, baik di dunia maupun di akhirat dengan
memelihara sifat al-afwu di hati, sebab dengan menanamkan
keindahan maaf di hati, dengan meniru perilaku salaf al-salih yang
senantiasa memberi maaf kepada sesama, dan setiap saat meminta
maaf (ampunan) kepada Allah swt. dengan senantiasa beristigfar,
mengamalkan salat sunah taubat dengan memanjatkan istigfar
yang paling mulia (sayyid al-istigfār) dalam doa. Bentuk kasih
sayang yang dapat diterapkan di tengah-tengah masyarakat,
seperti memberikan maaf kepada orang yang khilaf, memberi
ampun orang yang bersalah, menolong orang yang kesusahan dan
bersedih hati, membantu yang sedang kesempitan, memberi
makan orang yang kelaparan, memberi pakaian kepada orang yang
tidak mempunyai pakaian, mengunjungi orang yang sakit atau
yang tertimpa musibah, dan lain sebagainya.
Dari ketiga hal yang telah dijelaskan di atas, kesemuanya
menunjukkan pada dampak proses pembentukan hati yang
membekas pada hati seseorang yang telah berupaya dan
bermujahadah semaksimal mungkin dalam kehidupannya untuk
Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya h. 134.
345
M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? | 205
memelihara dan memperhatikan kesucian dan kejernihan hatinya,
sehingga hal demikian tercermin dan terealisasikan pada tiga
aspek akhlak penting, seperti akhlak kepribadiannya, akhlak
sosialnya, dan tat kala pentingnya juga mampu mengetahui dan
menjaga tentang akhlak/adab terhadap sang penciptanya.
C. Urgensi Pendidikan Qalb dalam Al-Qur’an
Anak adalah amanah Allah yang sangat berharga. Karena anak,
orang tua dituntut untuk mendidiknya sejak dalam kandungan ibunya
sampai ia dewasa. Mengapa demikian?. Sebab anak yang lahir ke dunia
dalam keadaan suci (fitrah) maka saat kembali kepada sang pemiliknya
Allah swt. harus suci pula tanpa noda dan dosa. Itulah sebabnya
pendidikan terhadap anak (tarbiyyah al-awlād) dalam pandangan Islam
hukumnya wajib, sehingga sesibuk apapun pekerjaan seorang pendidik
terutama kepada orang tua maka pendidikan untuk anak-anaknya tak
terbengkalai. Salah satu hal penting dalam mendidik anak adalah upaya
pensucian jiwa mereka (tazkiyah al-nafs) yang diharapkan dapat
menjadi manusia beriman dan bertakwa, tidak suka mengganggu orang
lain, ataupun manusia yang tidak menyusahkan kedua orang tuanya
kelak.
Dalam kajian Islam ditegaskan pula bahwa setiap anak itu
dilahirkan dalam fitrah yang suci. Sehingga seorang bayi hidup dalam
alam paradiso (kalau mati dalam Islam dianggap langsung masuk surga).
Dalam perkembangan selanjutnya, karena kelemahannya sendiri sang
bayi yang tumbuh pelan-pelan menjadi dewasa lalu tergoda dengan
ketertarikan kehidupan dunia, sehingga sedikit demi sedikit dia masuk
ke alam inferno “neraka dunia”.346 Karena dosanya, hatinya pun menjadi
346
Istilah di atas dimaksudkan untuk mengungkapkan kondisi manusia yang
menjauhi dari suara hatinya yang suci.
206 | M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ?
kotor. Dalam suatu keadaan yang disebut pensucian, manusia dilatih
kembali untuk lepas dari infernonya atau dari neraka dunia. Inilah
proses alam pensucian jiwa dan mendidik qalb, dari sini akan terbuka
kembali alam kefitrahannya, meskipun pada dasarnya setiap manusia
dilahirkan dalam keadaan fitrah. Fitrah yang dimaksudkan dalam
konteks tersebut bukanlah sesuatu yang didapatkan atau diusahakan,
tetapi sesuatu yang ingin ditemukan kembali. Oleh sebab itu term yang
dipakai dalam perayaan hari raya Idul Fitri “kembali ke fitrah” yang
secara simbolik maknanya adalah merayakan kembalinya jiwa ke alam
paradiso atau alam kefitrahan manusia.
Dengan demikian kenyataan yang menunjukkan bahwa manusia
itu memiliki fitrah beragama, buat pertama kali ditegaskan dalam ajaran
Islam yakni agama adalah kebutuhan fitri manusia. Fitrah beragama
yang ada dalam diri manusia inilah salah satu faktor yang melatar
belakangi perlunya manusia pada pendidikan qalb. Oleh karenanya,
ketika datang wahyu Allah yang menyeru manusia supaya beragama
maka seruan tersebut memang amat sejalan dengan fitrahnya itu. Dalam
konteks ini misalnya ketika seorang membaca ayat yang tertera dalam
Q.S. al-Rūm/30: 30.
َِّ َك لِل ِِدي ِن حنِيفاً فِطْرة
َِّ اَّلل الَِِّت فَطَر النَّاس علَي ها َل تَ ب ِديل ِِلَل ِْق
ِ َ ِاَّلل ذَل
ين
َ فَأَقِ ْم َو ْج َه
َْ َ َ
َ
ُ ك ال ِد
َ
َ
َ ْ
ِ الْ َقيِِ ُم َولَ ِك َّن أَ ْكثَ َر الن
)٣۰( َّاس َل يَ ْعلَ ُمو َن
Terjemahnya:
Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Islam);
(sesuai) fitrah Allah disebabkan Dia telah menciptakan manusia
menurut fitrah (fitrah) itu Tidak ada perubahan pada ciptaan Allah,
(Itulah) agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak
mengetahui.347
Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya h. 574.
347
M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? | 207
Berdasarkan ayat di atas, penulis pertegas kembali bahwa
manusia diciptakan dengan membawa fitrah (potensi) keagamaan yang
hanīf, benar, dan tidak dapat menghindar meskipun boleh jadi dia
mengabaikan atau tidak mengakui keberadaannya. Dalam hal ini,
terdapat perbedaan dengan teologi Kristen yang memandang manusia
berfitrah negatif dengan menyandang dosa warisan, sekalipun Q.S. alBaqarah/2: 266 memandang manusia mempunyai potensi positif lebih
besar dibanding potensi negatifnya, seperti telah diuraikan sebelumnya
yang mengisyaratkan bahwa manusia lebih mudah untuk berbuat baik
dari pada berbuat jahat. 348 Dengan demikian, hakikat manusia tampak
pertama kali pada fitrah yang telah ditetapkan Allah atas dirinya. Hal ini
disebabkan oleh karena manusia hidup dalam alam realitas dengan
mengungkapkan fitrah berupa potensi yang ada dalam dirinya. Islam
sebagai agama paripurna sangat memperhatikan dan mengakui seluruh
potensi dalam diri manusia dengan segala tuntutannya. Begitu pula
Islam dengan kemuliaan ajarannya memberikan kewenangan kepada
fitrah manusia untuk mengaktualisasikan dirinya, selama hal tersebut
tidak bertentangan dengan ajaran agama.
Berkenaan dengan uraian di atas, Muhammad al-Gazali dalam
Khulūq al-Muslim menyebutkan bahwa di dalam jiwa manusia terdapat
dua fitrah,349 yakni fitrah yang baik dan fitrah yang buruk.
1. Fitrah yang baik
348
Statemen tersebut sejalan dengan pernyataan M. Quraish Shihab yang
mengatakan bahwa nafs itu berpotensi positif dan negatif, tetapi diperoleh isyarat
bahwa pada hakikatnya potensi positif manusia lebih kuat dari pada potensi
negatifnya, hanya saja daya tarik keburukan lebih kuat dari pada daya tarik
kebaikan. Lihat M. Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur’an (Cet. 3; Bandung: Mizan,
1996), h. 286.
Muhammad al-Gazali, Khulūq al-Muslim (Bandung: Mizan, 1989), h. 99.
349
208 | M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ?
Mendorong kepada kebaikan yang bermanfaat bagi kehidupan
manusia dalam perkembangan jiwanya, sehingga jiwa merasa dapat
menemukan dan melaksanakan kebaikan tersebut.
َِّ ك لِل ِِدي ِن حنِيفاً فِطْرَة
َِّ اَّلل الَِِّت فَطَر النَّاس علَي ها َل تَ ب ِديل ِِلَل ِْق
ك
َ فَأَقِ ْم َو ْج َه
َ ِاَّلل ذَل
َ
َ
َ ْ َْ َ َ َ
ِ
ِ ين الْ َقيِِ ُم َولَ ِك َّن أَ ْكثَ َر الن
)٣۰( َّاس َل يَ ْعلَ ُمو َن
ُ ال ِد
Terjemahnya:
Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama
(Islam); (sesuai) fitrah Allah disebabkan. Dia telah menciptakan
manusia menurut (fitrah) itu. Tidak ada perubahan pada ciptaan
Allah, (itulah) agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak
mengetahui.
2. Fitrah yang buruk
Dalam jiwa manusia ada kecenderungan untuk berlaku tidak
baik atau kecenderungan berbuat buruk sebagaimana yang dijelaskan
dalam Q.S. al-Syams/91: 7-8.
ٍ َونَ ْف
)۸( ورَها َوتَ ْق َو َاها
َ ) فَأَ َْلََم َها فُ ُج۷( س َوَما َس َّو َاها
Terjemahnya:
Demi jiwa serta penyempurnaan (ciptaan)nya, maka Dia
mengilhamkan kepadanya (jalan) kejahatan dan ketakwaannya, 350
Menurut Quraish Shihab, bahwa kata mengilhamkan pada ayat
di atas berati potensi agar manusia melalui nafs dapat menangkap
makna baik dan buruk, serta dapat mendorongnya untuk melakukan
kebaikan dan keburukan, dari pendapat ini terlihat perbedaan
pengertian kata tersebut menurut versi Al-Qur’an dengan terminologi
kaum sufi, yang oleh Imam al-Gazali sebagaimana dikutip Achmad
Mubarak dinyatakan bahwa nafs ialah sesuatu yang melahirkan sifat
tercela dan perilaku buruk. Pengertian kaum sufi ini mirip dengan
yang didefinisikan dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia yang antara
Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya h. 896.
350
M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? | 209
lain menjelaskan nafs sebagai dorongan hati yang kuat untuk berbuat
kurang baik. Dari perbedaan persepsi di atas, penulis lebih cenderung
memahami nafs tidak selalu berkonotasi negatif seperti yang dapat
dipahami dalam Q.S. al-Isra/17: 15, dan Q.S. al-Syams/91: 7-8.
Meskipun di satu sisi nafs berpotensi untuk melakukan keburukan,
hal ini tidak terlepas dari berbagai faktor yang dapat mempengaruhi
perbuatan nafs itu sendiri.
Mengacu pada beberapa uraian tersebut, menunjukkan bahwa
ajaran Islam dibangun atas dasar respon terhadap fitrah manusia
serta kecenderungannya, di samping penyesuaian dengan kenyataan
pada
diri
manusia.
Zacky
Syafaat,
dalam
Filsafat
Manusia
mengungkapkan bahwa manusia mempunyai dua sifat pribadi yaitu:
pertama, mencerminkan hakikat kemanusiaannya, dan kedua,
menjadikannya sebagai bagian terpenting dalam pembangunan
masyarakat. Dengan kedua sifat kepribadian itu, manusia mempunyai
hak dan kewajiban yang dapat meningkatkan kedudukannya ke
martabat yang lebih tinggi.351
Kepribadian manusia yang tergambar dalam kutipan di atas,
memberikan peluang besar kepada seluruh komunitas sekolah selaku
pengemban teori pendidikan untuk dapat terlibat. Kepala sekolah
sebagai
pimpinan
mengkoordinir
di
segala
sekolah,
berkewajiban
kebutuhan-kebutuhan
untuk
dapat
sekolah
demi
mewujudkan tercapainya karakter peserta didik yang religius.
Karakter peserta didik yang religius inilah yang akan menjawab
Zacky Syafa’at, Filsafat Manusia (Surabaya: Terbit Terang, 2000), h. 46.
Lihat pula Abdul Mujib, Ilmu Pendidikan Islam (Cet. 1; Jakarta: t.p., 2006), h. 53.
Penjelasannya; fitrah asli manusia itu boleh jadi baik dan boleh jadi buruk sekalipun
fitrah yang baik merupakan primer, sedang yang buruk merupakan sekunder. Hal ini
berbeda dengan malaikat yang hanya berfitrah baik, atau setan yang berfitrah buruk,
ataukah hewan/ tumbuh-tumbuhan dan benda-benda mati lainnya yang tidak ada
baik dan tidak ada buruk pada fitrahnya.
351
210 | M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ?
pesatnya kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Kemajuan Iptek
tanpa dibarengi dengan modal pemahaman keagamaan akan sangat
timpang. Ketimpangan tersebut terlihat dengan munculnya berbagai
tindakan kriminal peserta didik, baik yang terjadi di lingkungan
sekolah, maupun di luar lingkungan sekolah, seperti tawuran di
kalangan generasi muda penerus bangsa dari kalangan anak-anak
usia remaja sampai di kalangan usia orang dewasa (mahasiswa). Oleh
karena itu, tanggung jawab pendidikan kembali dipertanyakan
siapakah yang bertanggung jawab dalam menangani hal ini? Sebagai
seorang muslim yang beriman tentunya berpandangan bahwa yang
menjadi tanggung jawab atas semua hal ini adalah setiap individu
yang memiliki kompetensi, sebagai orangtua dia berkewajiban,
sebagai pendidik juga berkewajiban, dan sebagai masyarakat juga
punya kewajiban. Ketiga pengemban sekaligus penanggung jawab
jalannya pendidikan bagi peserta didik ini diistilahkan dengan
sebutan Tri Pusat Pendidikan (formal, informal, dan non formal) yang
tidak dapat terlepaskan dan saling berkorelasi satu sama lain.
Berbicara tentang kepribadian seorang individu banyak hal
yang dapat mempengaruhi perkembangannya, antara lain adalah
pengaruh keluarga. Hal ini sangat menentukan keperibadian sang
anak, karena baik dan buruknya kepribadian seseorang sangat
tergantung
pada
bagaimana
mengembangkan
potensinya,
mengawasinya, membantu anak dalam kesulitan belajar, dan
membimbingnya ke segala aktivitas yang ada di dalam kelas. Begitu
pula lingkungan masyarakat berpengaruh terhadap perkembangan
kepribadian seorang anak.352
352
M. Sattu Alang, Kesehatan Mental dan Terapi Islam (Cet. 2; Makassar:
Berkah Utami, 2005), h. 38.
M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? | 211
Dengan demikian, orangtua adalah pendidik pertama dalam
kehidupan anak-anaknya. Kepribadian dan akhlaknya merupakan
cerminan bagi hidup sang buah hatinya kelak, begitu pula dengan
sikap dan cara hidup mereka termasuk unsur-unsur pendidikan yang
secara tidak langsung akan mempengaruhi kepribadian anak yang
sedang tumbuh. Dalam hal ini Zakiah Daradjat, berpendapat bahwa
berbicara masalah anak dan orangtua, tidak terlepaskan dari
tanggung jawab orangtua sebagai pendidik dalam lingkungan
keluarga, karena pada hakikatnya para orang tualah yang mempunyai
harapan-harapan agar anak mereka tumbuh dan berkembang
menjadi anak yang baik. Dari didikan orang tualah sehingga anak
dapat membedakan mana yang baik dan mana yang buruk dan tidak
terjerumus dalam perbuatan-perbuatan yang dapat merugikan
dirinya sendiri maupun orang lain.353 Untuk lebih jelasnya dapat
dilihat apa yang dikemukakan M. Sattu Alang dalam bukunya
“Kesehatan Mental dan Terapi Islam” tentang beberapa tanggung
jawab (kewajiban-kewajiban) orang tua terhadap anak-anaknya,
yaitu:
a. Memberi nama terhadap anaknya
Orangtua mempunyai kewajiban untuk memberikan nama
yang baik pada anak-anaknya, begitu juga dengan julukan dan gelar.
Nama dapat dipahami sebagai pujian, maki-makian atau bukan
keduanya, tetapi yang dapat dipahami adalah gelar. Hal ini
berdasarkan firman Allah dalam Q.S. al-Hujurāt/49: 11.
353
Zakiah Daradjat, Ilmu Jiwa Agama (Cet. 7; Jakarta: Bulan Bintang, 1979),
h. 71.
212 | M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ?
ٍ ِ ََّي أَيُّها الَّ ِذين آمنوا َل يسخر ق
ِ
ِ
اء ِم ْن
َُ َ
ٌ َْ ْ َ
َ َ
ٌ وم م ْن قَ ْوم َع َسى أَ ْن يَ ُكونُوا َخ ْرياً م ْن ُه ْم َوَل ن َس
ِ اب بِْئس
ِ نِس ٍاء َعسى أَ ْن ي ُك َّن َخ ْرياً ِم ْن ُه َّن وَل تَل
ِ ْم ُزوا أَن ُفس ُك ْم َوَل تَ نَابَ ُزوا ِِبألَلْ َق
اَل ْس ُم
َ
َ
َ
َ
َ
َ
ِ
)۱۱( ك ُه ْم الظَّالِ ُمو َن
َ ِب فَأ ُْولَئ
ْ ُسو ُق بَ ْع َد ا ِإلميَان َوَم ْن ََلْ يَت
ُ الْ ُف
Terjemahnya:
Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah suatu kaum
mengolok-olok kaum yang lain, (karena) boleh jadi mereka (orang
yang diperolok-olokkan) lebih baik dari mereka (yang mengolokolokkan) dan jangan pula perempuan-perempuan (mengolokolokkan) perempuan lain, (karena) boleh jadi perempuan (yang
diperolok-olokkan) lebih baik dari perempuan (yang mengolok-olok)
janganlah kamu saling mencela satu sama lain, dan janganlah saling
memanggil dengan gelar yang buruk. Seburuk-buruk panggilan
adalah (panggilan) yang buruk (fasik) setelah beriman. Dan barang
siapa yang tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang
zalim.354
b. Menanamkan pendidikan agama sejak dini
Pendidikan agama yang perlu diterapkan kepada anak sejak
usia dini, antara lain; membisikkan kalimat tauhid, mengajarinya
akhlak yang
mulia, mengIslamkan
atau
menghitaninya, dan
menyekolahkannya.355
Berdasarkan pada kedua pendapat tersebut, dipahami bahwa
orangtua
mempunyai
pembentukan
karakter
tanggung
kejiwaan
jawab
yang
besar
anak-anaknya.
terhadap
Olehnya
itu,
pendidikan agama seyogyanya diberikan kepada mereka dimulai
sejak kecil sampai mereka dewasa. Sebuah contoh yang dapat
dikemukakan, seperti mengajarinya salat, puasa, membaca Al-Qur’an,
dan lain sebagainya. Terkhusus ketika mereka telah menginjak usia
dewasa maka hendaknya menaruh perhatian besar kepadanya,
sehingga dengan adanya perhatian seperti ini dapat melestarikan
Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya h. 744-745.
354
355
M. Sattu Alang, Kesehatan Mental dan Terapi Islam M. Sattu Alang,
Kesehatan Mental dan Terapi Islam h. 33-35.
M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? | 213
potensi kesucian yang telah dibawanya sejak lahir ke dunia. Di
lingkungan formal seorang pendidik juga mempunyai tanggung jawab
yang besar terhadap pembentukan karakter peserta didiknya yang
bersifat religius. Karena bagaimana pun, selama ini pendidik telah
tercitrakan sebagai orang yang serba tahu dan serba mampu. Bahkan
ada sebuah ungkapan yang mengatakan; guru itu digugu dan ditiru.
Ini meempatkan seorang pendidik pada posisi superior di atas
peserta didiknya.
Singgih D. Gunarso seperti yang dikutip M. Sattu Alang
menjelaskan; salah satu tanggung jawab seorang pendidik terhadap
peserta didiknya dalam pembentukan kepribadian mereka yaitu
berupa pengawasan yang ketat. Kegiatan yang dilakukan oleh peserta
didik itu berdasarkan instruksi dari guru yang berfungsi sebagai top
manajer dalam kelas. Upaya ini dilakukan dengan maksud untuk
memelihara hubungan emosional antara peserta didik dengan
pendidiknya. Ancaman terkadang diberikan kepada mereka untuk
mengiringi peserta didik menjadi terkontrol dalam pengawasan
gurunya.356
Statemen yang disebutkan di atas, memberikan pemahaman
bahwa salah satu peran (tanggung jawab) seorang pendidik dalam
membentuk peserta didiknya yang berjiwa agamis yang berupa
pengawasan yang ketat. Sebuah contoh yang dapat diutarakan dalam
kaitannya dengan upaya untuk menjaga dan melestarikan fitrah
kesucian jiwa mereka, seperti; menuntun dan mengawasinya agar
terbiasa melaksanakan salat berjamaah di sekolah, mengawasi dalam
muamalahnya
baik
sesama
temannya
terlebih
kepada
para
pendidiknya, mengawasinya untuk tidak menyontek pada waktu
356
Singgih D. Gunarso, et. al., Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja
(Jakarta: Gunung Mulia, 2000), h. 109. Lihat pula M. Sattu Alang, h. 42.
214 | M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ?
ujian, dan beberapa bentuk pengawasan lainnya yang dapat
dilakukan oleh seorang pendidik khususnya di lingkungan sekolah.
Pada usia sekolah menengah pertama (SMP) adalah masa krisis dalam
proses pertumbuhan dan perkembangan daya nalar peserta didik,
dimana anak dalam usia seperti ini berupaya untuk mencari jati
dirinya dan mulai matangnya fungsi-fungsi organ reproduksinya,
sehingga menjadikan anak pada posisi pancaroba yang sewaktuwaktu dapat berubah sifat dan kepribadiannya.
M. Sattu Alang menyatakan bahwa pada usia anak 12-13
bahkan sampai 19 tahun adalah masa keingin majuan dalam
memahami kenyataan mencapai puncaknya. Pertumbuhan jasmani
semakin subur, kejiwaannya semakin tenang seakan-akan dia bersiap
untuk menghadapi perubahan yang akan datang.357 Senada dengan
statemen ini, Zulkifli dalam Psikologi Perkembangan menegaskan pula
bahwa ketika anak perempuan berusia 12-13 tahun dan anak lakilaki berusia 13-14 tahun mereka mengalami masa krisis dalam proses
pertumbuhannya. Pada masa ini mulai timbul kritik terhadap diri
sendiri,
kesadaran
akan
kemauan,
penuh
pertimbangan,
mengutamakan tenaga sendiri yang disertai dengan berbagai
pertentangan yang timbul dari lingkungannya, dan pada usia 12-19
tahun inilah masa pubertas berlangsung.358
Berdasarkan kedua argumentasi di atas, jika dikorelasikan
dengan fenomena perkembangan peserta didik di usia sekolah
menengah pertama dan sekolah menengah umum, dari sudut
pandang agama ternyata perkembangan potensi (fitrah beragama)
mereka benar-benar memerlukan bimbingan dan arahan yang tepat
357
M. Sattu Alang, Kesehatan Mental dan Terapi Islam h. 37.
358
Zulkifli, Psikologi Perkembangan (Cet. 1; Bandung: Rosdakarya, 1986), h.
10-11.
M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? | 215
agar nilai-nilai kemanusiaan pada dirinya terpelihara, sehingga kelak
dapat mengetahui jati diri mereka yang sesungguhnya dan dapat
mengembangkannya ke arah yang lebih positif.
Berdasarkan uraian di atas, penulis berasumsi bahwa salah
satu alasan mendasar mengapa pendidikan qalb perlu dilakukan pada
manusia, dan kepada peserta didik di sekolah menengah pertama dan
sekolah menengah umum, di perguruan tinggi, bahkan di lingkungan
pendidikan informal dan non formal, yaitu disebabkan karena untuk
tetap menjaga dan melestarikan potensi (fitrah) kesucian yang telah
dibawanya sejak lahir ke permukaan dunia ini. Potensi kesucian ini
memerlukan pembinaan, pengarahan, dan pengembangan dari orangorang yang memiliki kompetensi di dalamnya, yaitu dengan cara
mengenalkan ajaran agama kepadanya.
216 | M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ?
BAB V
PENUTUP
Berdasarkan hasil pembahasan yang telah dikemukakan pada
bagian terdahulu, maka dapat disimpulkan bahwa secara konsepsional, AlQur’an telah menjelaskan bentuk/substansi pendidikan qalb, bukan hanya
sebatas konsepsi, melainkan secara tajam menjelaskan tujuan, metode
bahkan urgensi pendidikan qalb versi Al-Qur’an. Dari segi konsepsi, tampak
secara komprehensif Al-Qur’an menjelaskan bentuk pendidikan qalb, yang
dalam substansinya bukan hanya ditujukan untuk qalb yang baik, tetapi
terutama terhadap qalb yang buruk. Caranya adalah mengajarkan kalimat
tauhid, menumbuhkan jiwa kehambaan, menanamkan kecintaan kepada
Allah dan Rasul-Nya, mengimplementasikan nilai-nilai rukun Islam,
memperhatikan bakat dan kemampuan anak, ikhlas dalam mendidik,
teladan yang baik, pemberian nasihat dan perhatian, meluangkan waktu,
melatih untuk bersabar, dan doa.
Proses pendidikan qalb dalam Al-Qur’an yaitu proses pendidikan
qalb melalui: akhlak pribadi, akhlak terhadap Allah swt. seperti zuhud,
warā‘, rajā‘, murāqabah, cinta dan rida. Selanjutnya adalah akhlak dalam
bermasyarakat seperti; menjalin hubungan baik dengan tetangga,
silaturrahim dengan karib kerabat, dan saling berkasih sayang sesama
anggota masyarakat.
Urgensi pendidikan qalb dalam Al-Qur’an didasarkan pada fitrah
manusia yang sejatinya memiliki qalb yang baik, juga pada kecenderungan
dan potensi yang dimiliki qalb, sehingga dapat dimaksimalkan untuk
menjalankan fungsi manusia sebagai mustakhlaf dan musta‘mar di dunia.
Bagaimanapun juga, dalam perspektif Al-Qur’an kedudukan hati sangat
strategis, sehingga sepatutnyalah jika agama memberi perhatian yang
besar pada upaya pendidikan dan penyuciannya, sehingga dapat berfungsi
sesuai dengan fitrahnya.
M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? | 217
218 | M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ?
Daftar Pustaka
Abdul Wahhab, Muhbib. Revitalisasi Etika Islam dalam Pendidikan. Misykat
al-Anwar, Vol.8, No.1, Juni 2002.
Abu Faris, M. Tazkiyah al-Nafs. Cet. 1; Yordania: Dār al-Furqān, t.th. alih
bahasa Habiburrahman Saeroi, Menyucikan Jiwa. Cet. 1; Jakarta:
Gema Insani, 2005.
Adnan, Habib. Agama Masyarakat dan Reformasi Kehidupan. Denpasar: BP
Denpasar, 1998.
Agustian, Ary Ginanjar. ESQ (Emotional Spiritual Quotient): Berdasarkan 6
Rukun Iman dan Rukun Islam. Cet.11; Jakarta: Arga, 2003.
Alang, M. Sattu. Kesehatan Mental dan Terapi Islam. Makassar: Berkah
Utami, 2005.
-------.“Anak Shaleh (Telaah Pergumulan Nilai-nilai Sosio Kultural dan
Keyakinan Islam pada Pesantren Modern Datok Sulaiman Palopo
Sulawesi Selatan” Disertasi Doktor, Program Pascasarjana IAIN
Sunan Kalijaga, Yogyakarta, 2000.
Ali, Abdullah Yusuf. Al-Qur’an Terjemahan dan Tafsirnya. Jakarta: Pustaka
Firdaus, 1995.
Ali, Atabik dan Achmad Zuhdi Muhdlor. Qamūs al-Isri ‘Arabi Indunisī. Cet. 4;
Yogyakarta: Multi Karya Grafika, 1996.
Alibasyah, Permadi. Bahan Renungan Qalbu. Cet. 16; Jakarta: Yayasan
Mutiara Tauhid, 2005.
Anis, Ibrahim. Mu’jam al-Wasīt, Juz. I, Cet. 2; Mesir: Dār al-Ma’arif, 1972.
Ansar, Muhammad Yusran. Syarh Matn Hadis ‘Arba’in al-Nawāwiyah.
Jakarta: Nizhom, t. th.
Arif, Muh. “Jiwa Manusia Menurut Al-Qur’an: Implikasinya dalam Pendidikan
Islam.” Tesis tidak diterbitkan, Program Pascasarjana IAIN
Alauddin, Makassar, 2000.
Arif, Muh. dan Munirah, Ilmu Pendidikan Islam, Cet. 1; Gorontalo: Sultan
Amai Press, 2013.
Arifin, M. Ilmu Pendidikan Islam; Suatu Tinjauan Teoretis dan Praktis
Berdasarkan Pendekatan Interdisipliner. Cet. 2; Jakarta: Bumi
Aksara, 1993.
Azhim, Said Abdul. Popularitas di Mata Orang-orang Bertakwa. Cet. 1;
Jakarta: Pustaka Azam, 2001.
M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? | 219
-------, Rahasia Kesucian Hati Menurut Al-Qur’an, Hadis, dan Pendapat
Ulama. Cet. 1; Jakarta: Qultum Media, 2006.
al-Baidāi, Anwār al-Tanzīl wa Asrār al-Ta’wīl. Jilid I, Cet. 1; Beirut: Dār alFikr, 1981.
Baki, Nasir A. Metode Pembelajaran Agama Islam (Dilengkapi Pembahasan
Kurikulum 2013), Yogyakarta: Eja_Publisher, 2014._
Bali, Wahid Abdussalam. Strategi Setan Merusak Hati Manusia. Jakarta:
Fikahati Aneska, 2002.
al-Bani, Muhammad Nashiruddin. al-Tauhīd Awwalan ya Duah al-Islām.
Riyadh: Dār al-Fadilah, 1420 H.
al-Baqy, Muhammad Fu’ad Abd. Mu‘jam al-Mufahras li Alfāz Al-Qur’ān alKarīm. Beirut: Dār al-Fikr, 1987.
al-Bukhari, Muhammad ibn Ismail Sahih al-Bukhariy. Cet.1; Beirut: Dār alKutub al-Ilmiyah, 1992.
Bya, Asfa Davy. Sebening Mata Hati Oase Penyejuk Jiwa dan Pikiran. Jakarta:
Mizan Publika, 2008.
Cooper, Robert K., dan Ayman Sawaf. Executive EQ: Kecerdasan Emosional
dalam Kepemimpinan dan Organisasi. Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama, 1998.
Daradjat, Zakiah. Psikoterapi Islami. Jakarta: Bulan Bintang, 2002.
-------., Ilmu Pendidikan Islam. Cet. 3; Jakarta: Bumi Aksara, 1996.
al-Darqawi, Syaikh al-‘Arabi. Memerangi Hawa Nafsu: Risalah-risalah Sufi
Syaik al-Darqawi. Cet. 1; Jakarta: Pustaka Hidayah, 2002.
Daulay, Haidar Putra. Qalbun Salim Jalan Menuju Pencerahan Ruhani. Cet. 1;
Jakarta: Rineka Cipta, 2009.
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya. Semarang: Toha Putra,
1989.
-------. Al-Qur’an dan Terjemahnya. Surabaya-Indonesia: Pustaka Agung
Harapan, 2006.
al-Dimasyqi, Ibnu Katsīr. Tafsīr Al-Qur’ān al-Ażīm. Cet.1; Beirut: Dār al-Fikr,
1999.
Djaelani, Bisri M. Betapa Ajaibnya Hati yang Bersih, Menyibak Segala
Keutamaan dan Kedahsyatan Hidup yang Hanya Diberikan oleh
Allah Kepada Mereka yang Hatinya Bersih. Cet.1; Yogyakarta: Gara
Ilmu, 2009.
220 | M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ?
Farid, Ahmad. al-Bahru al-Rā‘iq fi al-Zuhdi wa al-Raqā‘iq, diterjemahkan
oleh Muhammad Suhadi dengan judul Gizi Hati. Cet.1; Solo:
Aqwam, 2007.
-------.Tazkiyat al-Nufūs wa Tarbiyatuhā kamā Yuqarriruhū ‘Ulamā‘ al-Salaf,
Beirut: Dār al-Qalam, 2001.
al-Gazali, Imam. al-Maut dalam Pandangan Nabi Muhammad dan Para Sufi.
Cet. 1; Bandung: Pustaka Setia, 2001.
-------.Muqasyafah al-Qulūb al-Muqarrib: al-Muqarrib ila Ha«rah ‘Allām alGuyūb fi Ilm al-Taşawuf diterjemahkan oleh Iwan Kurniawan,
Menyingkap Hati Menghampiri Ilahi: Ziarah Ruhani Bersama Imam
al-Gazali. Cet.1; Bandung: Pustaka Hidayah, 2006.
-------.Ihyā‘ulūm al-Dīn. Juz. III, Kairo: Dār al-Fikr, t.th.
-------.Rauḋah al-Tālibīn wa ‘Umdah al-Sālikin dan Minhāj al-‘Arifīn
diterjemahkan oleh Hasan Abroni dengan judul Mihrab Kaum Arifin
Apresiasi Sufistik Para Salikin. Cet. 1; Surabaya: Pustaka Progressif,
1999.
-------. Ma’ārij al-Quds fi Madārij Ma’rifah al-Nafs. Cet. 1; Bandung: Dār alKutub al-Ilmiyyah, 1988.
-------.Mutiara Ihya’Ulumiddin. Cet. 11; Bandung: Irwan Kurniawan,
Bandung: Mizan, 2001.
-------.Manajemen Qalbu Titian Kebahagiaan
Yogyakarta: Harapam Utama, 2003.
Dunia Akhirat. Cet.1;
-------.Membawa Hati Menuju Ilahi Rahasia Hidup Selamat Sampai Akhirat.
Cet.1; Bandung: Pustaka Hidayah, 2009.
-------. Khulūq al-Muslim. Bandung: Mizan, 1989.
-------.Mutiara Ihyā’ulūmiddīn. penerjemah: Irwan Kurniawan Bandung:
Mizan, 2001.
Goleman, Daniel. Emotional Intelegence (Kecerdasan Emosional Mengapa
Lebih Penting dari pada IQ. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama,
2000.
Gulen, Fathullah. Key Concept of Practice Sufism diterjemahkan oleh Tri
Wibowo Budi Santoso, dengan judul Kunci-kunci Rahasia Sufi. Cet.
1; Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2001.
Gunarso, Singgih D. et. all., Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja.
Jakarta: Gunung Mulia, 2000.
Hamdan, Gazzan. Tafsir min Nasamat Al-Qur’an; Kalimah wa Bayān. Cet. 2;
Mesir: Dār al-Salām, 1986.
M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? | 221
Hamka, Dari Hati ke Hati: Tentang Agama, Sosial-Budaya dan Politik. Cet. 1;
Jakarta: Pustaka Panjimas, 2002.
-------. Falsafah Hidup. Cet. 13; Jakarta: Pustaka Panjimas, 2002.
-------. Kenang-kenangan Hidup. Jilid. I, Jakarta: Bulan Bintang, 1990.
-------. Lembaga Hidup. Cet. 11; Jakarta: Pustaka Panjimas, 1997.
-------. Pelajaran Agama Islam. Cet. 12; Jakarta: Bulan Bintang, 1996.
-------.Tafsir al-Azhar. Cet. 3; Singapura: Pustaka Panjimas, 2001.
-------.Tasauf Modern. Jakarta: Pustaka Panjimas, 2001.
-------.Tasauf Perkembangan dan Pemurniannya. Cet. 19; Jakarta: Pustaka
Panjimas, 1994.
al-Hanif, Budiman. Percikan Hati Nurani Sebuah Renungan. Cet.1; Jakarta:
Gema Insani, 2005.
Hasan Wahbi, bin Abdul Hadi. Islāhul Qulūb diterjemahkan oleh Jabir alBassam dengan judul Sebening Embun, Seindah Mutiara Qalbun
Salim. Cet. 1; Klaten Jateng: Inas Media, 2008.
Hawwa, Sa’id ibn Muhammad Daib. Al-Mustakhlas fi Tazkiyatil Anfus. Cet. 1;
Mesir: Dār al-Salām, t.th. diterjemahkan oleh Aunurrafiq, Intisari
Ihya’
‘Ulūmiddīn
al-Gazali,
Mensucikan
Jiwa:
Konsep
Tazkiyatunnufus Terpadu. Cet. 11; Jakarta: Robbani Press, 2005.
Hidayat, Komaruddin “Menggapai Kebeningan Hati”, dalam Hasan M. Noer
(Editor), Agama di Tengah-tengah Kemelut. Cet. 1; Jakarta: Media
Cita, 2001.
al-Hilali, Syeikh Salim ibn. Manhaj al-Anbiyā’ fi Tazkiyah al-Nufūs. Cet. 1;
Saudi Arabiyah: Dār Ibnu ‘Affān, 1992.
Ibnu Taimiyah, Ibnu. Risalah Tasauf Ibnu Taimiyah. diterjemahkan oleh
Anis Masykur, Cet. 1; Jakarta: Hikmah, 2002.
Ibrahim, Muhammad Ismail. Mu’jam al-Alfāz wa al-A’lām Al-Qur’āniyyah.
Kairo: Dār al-Fikr al-‘Arabiy, 1968.
Ibrahim, Rizal. Keajaiban Hati Rahasia Pribadi dengan Jiwa, Pikiran, dan
Perilaku yang Penuh Kekuatan. Cet. 3; Jogjakarta: DIVA Press, 2007.
Ilham, Muhammad Arifin. Hakikat Zikir: Jalan Taat Menuju Allah. Cet. 3;
Jakarta: Intuisi Press, 2003.
Ilyas, Humaidi. Praktik Nabi Mendidik Anak Melandasi Akidah dan
Akhlaknya, Membangun Jasmaninya, Mencerdaskan Emosi dan
Intelegensinya. Cet. 1; Yogyakarta: Hidayah Ilahi, 2003.
222 | M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ?
Isa, Kamal Muhammad. Manajemen Pendidikan Islam. Cet. 1; Jakarta:
Fikahati Aneska, 1994.
Izutsu, Toshihiko. Konsep Kepercayaan dalam Teologi Islam: Analisis
Semantik Iman dan Islam. Cet. 1; Yogyakarta: Tiara Wacana, 1994.
Jaelani, A.F. Penyucian Jiwa (Tazkiyah al-Nafs) dan Kesehatan Mental. Cet. 2;
Bandung: Amzah, 2001.
al-Jailani, Syekh Abd al-Qadir. Pencerahan Sufi. Cet. 1; Yogyakarta: Pustaka
Sufi, 2003.
Jalal, Abd al-Fattah. Min al-Uşūl al-Tarbāwiyah fi al-Islām. Kairo: al-Markas
al-Duali li al-Ta‘līm, 1988. ‘
-------.Azas-azas Pendidikan Islam. Bandung: Diponegoro, 1988.
al-Jamal, Abu Ubaidah Usamah bin Muhammad. Penyakit Hati dan Obatnya.
Cet. 1; Surakarta: Ziyad Visi Media, 2009.
al-Jamal, Muhamad Abd al-Mun’im. Tafsir al-Fārī fi Qur’ān al-Madjīd. Juz I,
Beirut: Dār al-Fikr, t.th.
al-Jauziyah, Ibnu Qayyim. Rahasia Hati: Penyakit Hati dan Obatnya. Cet.1;
Jakarta: Cendekia Centra Muslim, 2004.
-------.Tibb al-Qulūb. Kuwait: Dār al-Dakwah, t.th. diterjemahkan oleh
Tajuddin, Obat Hati Antara Terapi Ibnu Qayyim al-Jauziyah dan Ilusi
Kaum Sufi. Cet. 1; Jakarta: Dār al-Haq, 2007.
-------.Tazkiyah al-Nufūs, diterjemahkan oleh Abu Umar Abdillah, Tazkiyah
al-Nafs. Solo: al-Tibyān, 2001.
-------.al-Jawāb al-Kāfi (Dawā’ al-Dawā’) diterjemahkan oleh Amin Nasir,
Obat Penyakit Hati. Cet. 1; Surabaya: Jabal, 2008.
Jalal, Abd al-Fattah. Min al-Uşūl al-Tarbāwiyah fi al-Islām. Kairo: al-Markas
al-Duali li al-Ta‘līm, 1988.
al-Jamali, Muhammad Fadhil. al-Falsafah al-Tarbāwiyah fi Al-Qur’ān.
Diterjemahkan oleh Judi al-Falasani, Konsep Pendidikan Qur’an. Cet.
1; Solo: Ramadhani, 1993.
al-Jauziyah, Ibnu al-Qayyim. Madārij al-Sālikin baina Manāzil Iyyāka
Na’budu wa Iyyāka Nasta’īn, Beirut: Dār al-Fikr, 1408 H.
diterjemahkan Kathur Suhardi, Madarij al-Sālikīn (Pendakian
Menuju Allah) Penjabaran Konkret “Iyyāka Na’budu wa Iyyāka
Nasta’īn”. Cet. 8; Jakarta: Pustaka al-Kau£ar, 2006.
al-Jawi, M. Nawawi. Terjemah Marāqil ‘Ubūdiyyah: Syarh Bidāyah alHidāyah. Surabaya: Mutiara Ilmu, 2000.
M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? | 223
al-Jazairi, Syeikh Abu Bakar Jabir. Minhāj al-Muslim. Cet. 6; Madinah alMunawwarah: Maktabah al-‘Ulūm wa al-Hikam, 1999. Alih bahasa
Mustafa ‘Aini, at.all., Minhāj al-Muslimīn Konsep Hidup Ideal. Cet.2;
Jakarta: Dār al-Haq, 2002.
al-Karazkani, Ibrahim Yusuf Ali. Indahnya Bertaubat. Cet. 1; Yogyakarta:
Hijrah, 2004.
Karzun, Anas Ahmad. Syifā’un Nafs wa Gizā’al-Rūh, diterjemahkan oleh Arif
Munandar dengan judul Nutrisi Hati Penyuci Ruhani. Cet. 1; Solo:
Dār Nūr al-Maktabah, 2008.
Katsir, Abu al-Fida’ Ismail Ibnu. Tafsīr Al-Qur’ān al-Azīm. Beirut: Dār al-Ihyā
al-Turas al-‘Arabiyah, 1955.
Khomeini, Imam. Memupuk Keluhuran Budi Pekerti. Cet. 1; Jakarta: Misbah,
2004.
Ma’ani, Bachtiar. Let’s Know al-Insān Kajian Aqidah Islam Tentang Asal Usul
dan Jati Diri Manusia. Jakarta: al-Mala, 2008.
Ma’luf, Lu’is. al-Munjid fi al-Lūgah wa al-A’lām. Cet. 37; Beirut: Dār alMasyriq, 1997.
Madjid, Nurcholis. Islam Doktrin dan Peradaban. Jakarta: Temprint, 1992.
Muhammad Nashiruddin al-Bani, Muhammad Nashiruddin. al-Tauhīd
Awwalan wa Duah al-Islām. Riyād: Dār al-Fadilah, 1420 H.
Mahmud, Abdul Halim. Lentera Hati Panduan Suci Menuju Allah swt. Cet. 1;
Jakarta: Putra Grafika, 2003.
Mahmud, al-Alusi. Rūh al-Ma’āni fi Tafsīr al-Qur’ān wa al-Sab’u al-Masāni,
Juz XV, Beirut: Dār al-Fikr, 1994.
Mahmud, Ali ibn Abdul Halim. al-Tarbiyah al-Khulūqiyah. Cet. 1; t.t.: Dār alTawzi’ wa al Nasyr al-Islāmiyah, 1995, diterjemahkan Abdul
Hayyie al-Kattani, Akhlak Mulia. Cet. 1; Jakarta: Gema Insani, 2004.
Mansur,
Muhammad. Al-Mukhta£ar al-Mufīd fi Tarbiyah al-Nafs.
diterjemahkan oleh M. Basyaruddin dengan judul Tarbiyatun Nafs
Mendidik Jiwa Ala Rasulullah. Cet. 1; Jakarta: Senayan Abadi
Publishing Cerdas dan Berkualitas, 2004.
Manzūr, Ibn. Lisān Al-‘Arab. Jilid 5, t.t.: Dār al-Ma’arif, t. th.
Mappanganro, Implementasi Pendidikan Islam di Sekolah. Ujungpandang:
Yayasan al-Ahkam, 1996.
al-Maqdisi, Syeikh Ahmad bin Abdurrahman bin Qudamah. Mukhtaşar
Minhāj al-Qāsidīn. Diterjemahkan oleh Kathur Suhardi, Minhājul
224 | M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ?
Qāsidīn Jalan Orang-orang yang Mendapat Petunjuk. Jakarta:
Pustaka al-Kau£ar, 1997.
al-Maragi, Ahmad Mustafa. Tafsīr al-Marāgi. Juz I, Beirut: Dār al-Fikr, t. th.
Mardan. Al-Qur’an Sebuah Pengantar Memahami Al-Qur’an Secara Utuh. Cet.
1; Jakarta: Pustaka Mapan, 2009.
Matsnawi, Joko Suharto bin. Menuju Ketenangan Jiwa. Cet. 1; Jakarta:
Rineka Cipta, 2007.
al-Maturidi, Abu Mansur. Kitab al-Tauhīd. Perpustakaan Universitas
Cambridge, Ms. Add. 3651. Vol.387. sebagaimana dikutip Toshihiko
Izutsu, Konsep Kepercayaan dalam Teologi Islam: Analisis Semantik
Iman dan Islam. Cet. 1; Yogyakarta: Tiara Wacana, 1994.
Maujud, Salahuddin ‘Ali ‘Abdul. Jangan Keruhkan Hati! Menyucikan Hati
Menuju Allah dari Segala Perkara yang Menodai dan
Mengeruhkannya. Cet. 1; Jakarta: Mirkat Media Grafika, 2008.
Mubarok, Ahmad. Jiwa dalam Al-Qur’an. Cet. 1; Jakarta: Paramadina, 2000.
-------.Psikologi Qur’ani. Cet. 1; Jakarta: Pustaka Firdaus, 2001.
Muhammad, Ashari. Membaca Rahasia Hati. Cet. 6; Jogjakarta: DIVA Press,
2009.
Muhammad Nuh, Sayyid. Aftatun ‘alā al-Tarīq. Jakarta: Lentera Bastritama,
1998.
Muhammad Nashiruddin al-Bani, Muhammad Nashiruddin. al-Tauhīd
Awwalan ya Duah al-Islām. Riyad: Dār al-Fadīlah, 1420 H.
al-Muhasibi, Renungan Suci Bekal Menuju Takwa. Cet. 1; Jakarta: Pustaka
Azam, 2001.
Muhit, Nur Faizin. Menyelami Ayat-ayat Hati. Cet. 2; Solo: Ziyad, 2007.
Mujib, Abdul. Ilmu Pendidikan Islam. Cet. 1; Jakarta: t.p., 2006.
Mujib, Abdul. dan Yusuf Mudzakir. Nuansa-nuansa Psikilogi Islam. Cet. 2;
Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002.
al-Munajjid, Muhammad bin Shalih. Silsilah Amalan Hati. Cet. 1; Bandung:
Irsyad Baitus Salam, 2006.
-------. Jagalah Hati Raih Ketenangan. Cet. 1; Jakarta: Cakrawala Publishing,
2006.
Munawwir, Ahmad Warson. al-Munawwir: Kamus
Yogyakarta: Pesantren al-Munawwir, 1984.
Arab-Indonesia.
M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? | 225
Mursi, Muhammad Munir.
al-Tarbiyah al-Islāmiyyah Uşūluhā wa
Ta¯awwuruhā fî Bilād al-‘Arabiyyah. Cet. 4; Mesir: Dār al-Ma‘arif,
1987.
Musfah, Kamaruddin. Bahkan Tuhan Pun Bersyukur: Memahami Rahasia
Hati. Cet. 1; Jakarta: Hikmah, 2003.
Muthahhari, Murtadha. Fitrah. Cet. 3; Jakarta: Lentera, 2001.
al-Nahlawi, Abdurrahman. Usul al-Tarbiyyah al-Islāmiyyah wa Asālibuhā.
Diterjemahkan oleh Herry Noer Ali, Prinsip-prinsip dan Metode
Pendidikan Islam dalam Keluarga, di Sekolah, dan Masyarakat. Cet.
3; Bandung: Diponegoro, 1996.
Najati, M. Utsman. Jiwa Manusia dalam Sorotan Al-Qur’an. Cet. 1; Jakarta:
Cendekia, 2001.
Nasution, Harun. Filsafat dan Mistisisme dalam Islam. Jakarta: Bulan
Bintang, 1985.
Nasyimi, Ajil Jasim al-Tibb al-Qulūb li Syaikh al-Islām Ibnu Taimiyyah,
diterjemahkan oleh Abdullah dan Qosdi Ridwānulllah, Tibb alQulūb Dialog Ilmiah Problematika Hati dan Solusinya Bersama
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah. Cet. 1; Solo: Pustaka Barokah, 2005.
Nata, Abuddin. Filsafat Pendidikan Islam. Cet. 4; Jakarta: Logos Wacana
Ilmu, 2001.
Noer, Hasan M., (Editor), Agama di Tengah Kemelut. Cet. 1; Jakarta: Media
Cita, 2001.
Pius Partanto, dan M. Dahlan al-Barry. Kamus Ilmiah Populer. Surabaya:
Arkola, 1994.
al-Qadzzafi, Ramadlan Muhammad. ‘Ilmu al-Nafs. Tripoli: Mansyūrāt
Sahifah al-Da’wah al-Islāmiyah, 1990.
al-Qarni, ‘Aidh bin ‘Abdullah. Illā al-lazīna Asrafū ‘alā Anfusihim
diterjemahkan oleh Bahrun Abubakar Ihzan Zubaidi dengan judul
Hidupkan Hatimu. Cet. 10; Bandung: Irsyad Baitus Salam, 2006.
al-Qattan, Manna Khalil. Studi Ilmu-ilmu Qur’an. Pent. Mudzakir AS., Cet. 6;
Bogor: Pustaka Litera Antarnusa, 2001.
Qayyim, Ibnu. Miftah Dār al-Sa’ādah wa Mansyūr Wilayah Ahl al-‘Ilmi wa alIrādah, diterjemahkan oleh Abdul Matin & Salim Rusydi Cahyono
dengan judul Kunci Surga Mencari Kebahagiaan dengan Ilmu. Cet.
1; Solo: Tiga Serangkai Pustaka Mandiri, 2009.
Quthb, Muhammad. Sistem Pendidikan Islam. terjemahan Salman Harun.
Bandung: al-Ma’arif, 1988.
226 | M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ?
al-Qasimiy, Muhammad Jamal al-Din. Mahāzin al-Ta’wīl. Juz I, Kairo: Dār alIhyā’ t.th.
al-Qurthubi, Ibn Abdillah Muhammad ibn Ahmad al-Anshari. al-Jami’ li
Ahkām Al-Qur’ān. Jilid I, Juz I, Beirut: Dār al-Fikr, 1993.
al-Qusyairi, an-Naisaburi Imam. Risālah Qusyairiyah. diterjemahkan oleh
Muhammad Luqman Hakim, Jakarta: Risalah Gusti, 1999.
Qutub, Sayyid. Tafsīr fi Zilāl al-Qur’ān. Juz XV, Beirut: Ahyal, t.th.
Rahardjo, Dawam. Ensiklopedi Al-Qur’an: Tafsir Sosial Berdasarkan KonsepKonsep Kunci. Cet. 1; Jakarta: Paramadina, 1996.
al-Raziy, Fakhr al-Din. al-Tafsīr al-Kabīr. Juz XXI, Cet. 1; Beirut: Dār al-Kutub
al-Ilmiyah, 1990.
Ridha, Muhammad Rasyid. Tafsīr al-Manār. Juz. I, Cet. 4; Mesir: Dār alManar, 1373 H.
-------.Syarh (al-‘Arba’īn Hadis) al-Nabawiyyah. Kairo: Markaz al-Salaf li alKitab, t.th.
Romdon, Metodologi Ilmu Perbandingan Agama. Cet. 1; Jakarta: Raja
Grafindo Persada, 1996.
as-Sadr, Sayyid Mahdi. The Ahl al-Bait; Ethical Role-Models diterjemahkan
oleh Ali bin Yahya dengan judul Mengobati Penyakit Hati,
Meningkatkan Kualitas Diri. Jakarta: Pustaka Zahra, 2005.
Saleh, Akh. Muwafik. Bekerja dengan Hati Nurani. Cet. 11; Malang: Erlangga,
2009.
Salim. Abdul Muin. Fiqh Siyasah Konsepsi Kekuasaan Politik dalam AlQur’an. Cet. 3; Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002.
-------.Jalan Lurus Menuju Hati Sejahtera (Tafsir Surah al-Fātihah). Cet. 1;
Jakarta: Yayasan al-Kalimah, 1999.
Samarqandi, Al-Faqih Abu Laits. Pembangun Jiwa Moral Umat
diterjemahkan oleh Abu Imam Taqyuddin. Indonesia: Darul Ihya,
1986.
Sarbeni, Beni. Manajemen Qalbu Para Nabi Menurut Al-Qur’an dan al-Sunah.
Cet. 1: Jakarta: Pustaka Imam Syafi’i, 2005.
Sayyid Kamal al-Haydari, al-Tarbiyah al-Rūhiyah Buhūs fi Jihād al-Nafs,
diterjemahkan oleh TPB21 al-Ihwan dengan judul Manajemen Ruh.
Cet. 1; Bogor: Cahaya, 2004.
Shabir, Muslich. 400 Hadis Pilihan. Cet. 3; Bandung: al-Ma’arif, 1986.
M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? | 227
al-Shadr, Sayyid Mahdi. Mengobati Penyakit Hati. Cet. 2; Jakarta: Pustaka
Zahra, 2003.
Shalih, M. Adib. Lamhāt fî ‘Ulūm Al-Hadīs. Beirut: al-Maktabah al-Islāmi,
1399 H.
Sharif, M.M. Muslim Thought Its Origin and Achievements. Lahore: t.p., 1981.
al-Siddiq, Muhammad ibnu ‘Alan. Dalīl al-Fālihīn li Turūq Riyad al-sālihīn,
Riyadh: Dār al-Ifta, t. th.
al-Shiba’i, Mustafa. Sunnah dan Peranannya dalam Hukum Islam. Jakarta:
Pustaka Firdaus, 1991.
Shihab, M. Quraish. Wawasan Al-Qur’an: Tafsir Maudu’i atas Pelbagai
Persoalan Umat. Cet. 3; Bandung: Mizan, 1996.
-------.Tafsir Al-Mishbāh. Cet. 1; Jakarta: Lentera Hati, 2003.
-------.Tafsir al-Qur’an al-Karīm: Tafsir atas Surat-surat Pendek Berdasarkan
Urutan Turunnya Wahyu. Cet. 2; Bandung: Pustaka Hidayah, 1997.
-------.Belajar EQ dan SQ dari Sunah Nabi. Cet. 1; Jakarta: Hikmah, 2002.
-------.Membumikan Al-Qur’an; Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan
Masyarakat, Cet. 19; Bandung: Mizan, 1999.
-------. Lentera Hati. Cet. 9; Bandung: Mizan, 1997.
-------.Tafsir al-Misbāh Kesan, Pesan dan Keserasian Al-Qur’an. Vol. I Jakarta:
Lentera Hati, 2000.
Sholeh, Asrorun Niam. Reorientasi Pendidikan Islam Mengurangi Relevansi
Konsep al-Gazali dalam Konteks Kekinian. Cet. 5; Jakarta: elSAS,
2007.
Shubhi, Ahmad Mahmud. Filsafat Etika: Tanggapan Islam. Pent. Yunan
Askaruzzaman Ahmad. Cet. 1; Jakarta: Serambi, 2001.
Soebahar, Abd. Halim. Wawasan Baru Pendidikan Islam. Cet. 1; Jakarta:
Kalam Mulia, 2002.
Solikhin, Muhammad. Tamasya Qalbu Ziarah Hati dengan Zikir dan
Makrifatullah. Cet. 1; Yogyakarta: Mutiara Media, 2008.
-------.17 Jalan Menggapai Mahkota Sufi Syaikh ‘Abdul Qadir al-Jailani. Cet. 1;
Yogyakarta: Mutiara Media, 2009.
Sumaryono, E., Hermeneutik: Sebuah Metode Filsafat. Cet. 1; Yogyakarta:
Kanisius, 1993.
Suwito, Filsafat Pendidikan Akhlak Ibn Miskawaih. Cet. 1; Yogyakarta:
Belukar, 2004.
228 | M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ?
Syadi, Khalid Abu. Biayyi Qalbin Nalqahū, diterjemahkan oleh Andi
Subarkah dengan judul Periksalah Hati Anda dengan Hati Seperti
Apa, Kita akan Menghadap-Nya?. Cet. 1; Surakarta: Insan Kamil,
2008.
Syahata, Syarieh Muhammad. Kisah Cinta dengan Allah Saat Manusia
Bergantung Pada Tuhannya. Jakarta: Ciputat Press Group, 2007.
Syahidin, Menelusuri Metode Pendidikan dalam al-Qur’an, Cet. 1; Bandung:
Alfabeta, 2009.
al-Syaibani, Oemar Mohammad al-Toumy. Falsafah Pendidikan Islam.
diterjemahkan oleh Hasan Langgulung, Jakarta: Bulan Bintang,
1979.
Syalaby, Adil. Min al-Qalb ila al-Qalbi; Tabīb al-Qalb, diterjemahkan oleh Ali
Murtadho dengan judul Dari Hati ke Hati: Pesona Dakwah Islam.
Cet. 1; Jakarta: Cendekia Sentra Muslim, 2006.
al-Syarif, Muhammad Musa. Petunjuk Nabi Agar Hatimu Lebih Cerdas Lebih
Ikhlas Meraih Qalbun Salim dengan Ibadah Hati. Cet. 1; Jakarta:
Zaman, 2009.
al-Thabari, Jami’ al-Bayān an Ta’wīl Ayi al-Qur’ān. Jilid IX, Beirut: Dār alFikr, 1995.
Tafsir, Ahmad. Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam. Cet. 4; Bandung:
Rosdakarya, 2001.
Taimiyah, Ibnu. “Faşl fi Marad Al-Qulūb wa Syifāihā”. dimuat di ‘Ilm Al-Sulūk,
Jilid 10, dari kumpulan fatwa Ibnu Taimiyah, dicetak dengan
pengawasan dari Direktur Umum Urusan Haramain. t.t.: t.p., t.th.
-------.Risālah Tasawuf Ibnu Taimiyah. Cet. 1; Jakarta: Hikmah, 2002.
Tamara, Nasir. Buntaran Sanusi, dan Vincent Djauhari (Editor), Hamka di
Mata Hati Umat. Cet. 3; Jakarta: Sinar Harapan, 1996.
Tasmara, Toto. Kecerdasan Ruhaniah (Transcendental Intelligence). Cet. 3;
Jakarta: Gema Insani Press, 2003.
Tebba, Sudirman. Tafsir Al-Qur’an Menyingkap Rahasia Hati. Cet. 1; Jakarta:
Pustaka Irvan, 2007.
al-Thabari, Jami’ al-Bayān an Ta’wīl Ayi Al-Qur’ān. Jilid IX, Beirut: Dār alFikr, 1995.
at-Tuwaijiri, Muhammad bin Ibrahim bin Abdullah. al-Khulaşah fi Fiqh alQulūb, diterjemahkan oleh Abu Khansa Suharlan Madi dengan judul
Seni Menghidupkan Hati. Cet.1; Solo: Pustaka Iltizam, 2008.
M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? | 229
Unal, Ali. Makna Hidup Sesudah Mati, diterjemahkan oleh Sugeng
Hariyanto dan Fathor Rasyid. Jakarta: Murai Kencana, 2002.
Wahid Abdussalam Bali, Strategi Setan Merusak Hati Manusia. Jakarta:
Fikahati, 2002.
Yunus, Mahmud. Tafsir Qur’an Karim. Cet. 31; Jakarta: Hidakarya Agung,
1993.
-------.Kamus Arab-Indonesia. Jakarta: Hidakarya Agung, 1989.
Yusuf, Hamza. Hatiku Surgaku Terapi Jitu Membersihkan Hati dari Sifat-sifat
yang Tidak Disukai Allah. Cet. 1; Jakarta: Lentera Hati, 2009.
Yusuf, M. Yunan. Corak Pemikiran Kalam Tafsir al-Azhar. Cet. 2; Jakarta:
Penamadani, 2003.
al-Zabidi, Imam. “Kitab tentang Iman” dalam Ringkasan Sahih Bukhari.
diterjemahkan oleh Cecep Syamsulhari dan Tholib Anis. Cet. 9;
Bandung: Mizan, 2003.
az-Zaibari, Amir Said. Manajemen Kalbu Resep Sufi Menghentikan
Kemaksiatan. Cet. 4; Yogyakarta: Mitra Pustaka, 2004.
Zacky, Syafa’at. Filsafat Manusia. Surabaya: Terbit Terang, 2000.
Zohar, Danah. dan Ian Marshall, SQ: Memanfaatkan Kecerdasan Spiritual
dalam Berpikir Integralistik dan Holistik untuk Memaknai
Kehidupan. Cet. 3; Bandung: Mizan, 2001.
230 | M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ?
Tentang Penulis
Muh. Arif, lahir di Pattiroang Kel. Tanete
Kab.
Bulukumba Sulawesi
Selatan, Madrasah
Ibtidaiyah Pattiroang, lulus pada tahun 1981, MTsN
Tanete lulus tahun 1984, PGA Negeri Bulukumba di
Tanete lulus tahun 1987. Gelar Sarjana (Drs)
Program Studi Pendidikan Bahasa Arab IAIN
Alauddin Ujung pandang lulus tahun 1992, Magister
Agama (M.Ag.) Konsentrasi Pendidikan Islam UIN
Alauddin Makassar lulus tahun 2000, Doktor (Dr) dalam bidang Pendidikan
dan Keguruan UIN Alauddin Makassar lulus tahun 2012. Memulai kariernya
sebagai dosen IAIN Sultan Amai Gorontalo sejak tahun 2000 hingga
sekarang (home base) pada Pascasarjana IAIN Sultan Amai Gorontalo. Aktif
sebagai pemakalah pada seminar nasional dan internasional. Selain itu
menulis artikel pada jurnal terakreditasi di antaranya adalah: Nilai-Nilai
Pendidikan
Karakter
dalam
al-Qur’an
(Telaah
QS.
Luqman
dan
Relevansinya dengan Dasadarma Pramuka) Tadris Jurnal Pendidikan Islam
STAIN Pamekasan (2014); Kecerdasan Emosional Pendidik (Tadbir Jurnal
Manajemen Pendidikan Islam) 2016; Bahasa Arab di Indonesia (Studi
tentang Prospek dan Pengaruhnya) (Irfani: Journal of Islamic Education, Vol
13 No. 1 2017) IAIN Sultan Amai Gorontalo; Metode Langsung (Direct
Method) dalam Pembelajaran Bahasa Arab (al-Lisan Jurnal Bahasa Vol 4
No.1 2019) IAIN Sultan Amai Gorontalo; Hafidz Qur'an and Its Influence
toward High School Students Learning Achievement in
Indonesia
(Ijtima'iyya: Journal of Muslim Society Research Vol.4, No. 2; 2019); Fi’aliyah
Ta’allam al-Lughah al-‘Arabiyah bi Istikhdam al-Wasait al-Bashariyah fi alMadrasah al-Aliyah al-Hukumiyah Guruntalu (Jurnal Ajamiy: Jurnal Bahasa
dan Sastra Arab Vol. 8, No. 2, 2019; Nilai-nilai Pendidikan Karakter dalam
M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? | 231
Keteladanan Abu Bakar ash-Shiddiq (Al-Muzakki Jurnal Pendidikan Agama
Islam Vol. 1, No. 1, 2019); Manajemen Pembiayaan: Studi Implementasi di
IAIN Sultan Amai Gorontalo (Al-Minhaj Jurnal Manajemen Pendidikan Islam
Vol. 2, No. 1, 2019); Prosesi Pernikahan di Luar Balai Nikah dan
Dampaknya terhadap Pendidikan Anak bagi Masyarakat Gorontalo (AlUlum Vol.19, No. 2, (2019); Relasi Tahfidz al-Qur’an dengan Prestasi
Belajar: Studi Kasus di Pondok Pesantren al-Huda Gorontalo (Islamuna
Jurnal Studi Islam Vol. 6, No. 2, 2019); Dampak Penerapan ICT pada
Pembelajaran IPS terhadap Minat Belajar Peserta Didik (Auladuna: Jurnal
Pendidikan Dasar Islam, Vol. 6, No. 2, 2019); Pengaruh Penerapan Sistim
Full Day School terhadap Hasil Belajar di SD Integral Hidayatullah Kota
Gorontalo (Tadbir: Jurnal Manajemen Pendidikan Islam Vol.7, No. 2, 2019);
Nilai Edukatif dalam Tradisi Molonthalo (Zawiyah: Jurnal Pemikiran Islam
Vol. 5, No. 2, 2019); Pendidikan Kejiwaan dan Kesehatan Mental (Perspektif
Fakhruddin ar-Razi) (Farabi: Jurnal Pemikiran Konstruktif Bidang Filsafat
dan Dakwah Vol. 16, No. 2, 2019); Efektivitas Penggunaan Video
Pembelajaran dalam Meningkatkan Kemampuan Mempraktikkan Shalat
bagi Peserta Didik MI al-Wathaniyah Kota Gorontalo (Irfani Jurnal
Pendidikan Islam Vol.15, No. 2, 2019); Nilai Pendidikan Karakter dalam
Teks Barzanji (Irfani Jurnal Pendidikan Islam Vol. 14, No. 1, 2019); Prosesi
Adat Molo’opu di Gorontalo Utara dalam Perspektif Sosiologi Pendidikan
Islam (HIKMATUNA 5 (1), 2019); Nilai Pendidikan Islam dalam Tradisi
Lebaran Ketupat Masyarakat Suku Jawa Tondano di Gorontalo (Madani Vol.
1, No. 2, 2019); Implikasi Teknologi Informasi Komunikasi terhadap
Prestasi Belajar Peserta Didik pada Kelompok Mata Pelajaran Agama
(Jurnal Ilmiah AL-Jauhari: Jurnal Studi Islam dan Interdisipliner Vol.4, No.
1, 2019); Pembentukan Akhlak dalam Memanusiakan Manusia: Perspektif
Buya Hamka (PEKERTI: Jurnal Pendidikan Agama Islam & Budi Pekerti Vol.
2, No. 1, 2020). Menulis buku dan telah diterbitkan oleh Sultan Amai Press
232 | M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ?
diantaranya: Ilmu Tajwid, Metode Baca Tulis al-Qur’an dan Tahsin alQur’an (2007); Profesi Kependidikan: Pedoman dan Acuan Guru Mencintai
Profesinya (2012); Ilmu Pendidikan Islam (2013); Metodologi Studi Islam:
Suatu
Kajian
Integratif
(2014);
Konsep
Jiwa
dalam
Alquran:
Implementasinya dalam Pendidikan Islam (2015); Wanita Muslimah dan
Pendidikan Anak Usia Dini (2020); Pengembangan Media Pembelajaran
Bahasa Arab (2020).
M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? | 233