[go: up one dir, main page]

Academia.eduAcademia.edu

MENGAPA QALB PERLU DIDIDIK?

2020, Balai Insan Cendekia Mandiri

MENGAPA QALB PERLU DIDIDIK? Dr. H. Muh. Arif, M.Ag. Editor Dr. Hj. Munirah, M.Pd. Penyelaras Bahasa Hasmidar, S.Pd., M.Pd. Tata Letak Kahar, S.Th.I., M.Pd. MENGAPA QALB PERLU DIDIDIK? Dr. H. Muh. Arif, M.Ag. Copyright © 2020 by Dr. H. Muh. Arif, M.Ag. Diterbitkan oleh: CV. Insan Cendekia Mandiri Jl. Lintas Sumatra Solok-Padang KM. 8 Bukit Kili Koto Baru Kabupaten Solok – Sumatra Barat Tel +62813 7272 5118 Tel +62822 6890 0329 Email : penerbitbic@gmail.com Website : www.insancendekiamandiri.co.id : www.adhanmedia.id Penyunting : Tim Insan Cendekia Tata letak : @Teamminang Desain Cover : Adhan Chaniago vi, 237 hlm, 18,5 × 25,7 cm Cetakan pertama, Juni 2020 Terbit Mei, 2020 ISBN : 978-623-7383-66-6 Hak Cipta dilindungi undang-undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta, Pasal 72. Dilarang memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini dengan bentuk dan cara apapun tanpa izin tertulis dari penerbit. ii | M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? Kata Pengantar Segala puji bagi Allah swt., yang telah membimbing hamba-Nya kepada Islam dan menyatukannya dengan iman, serta memuliakan dengan mengutus manusia terbaik; Muhammad saw., semoga Allah melimpahkan salawat kepadanya yang diutus sebagai pemberi kabar gembira dan peringatan, serta mengajak ke jalan Allah, dengan izin-Nya, dan cahaya yang terang benderang, beserta keluarganya, sahabatnya dan pengikutnya hingga hari kiamat tiba. Berkat rahmat dan inayah Allah swt., buku yang berjudul “Mengapa Qalb Perlu Dididik?” dapat diselesaikan penyusunannya dengan sangat sederhana dan disajikan sangat mendasar sesuai dengan kebutuhan dan tuntutan masyarakat Islam yang ingin mengetahui masalah qalb dan bagaimana mendidiknya. Buku ini berawal dari hasil penelitian penulis dalam bentuk disertasi. Namun karena adanya dorongan dan kemauan keras dan atas pertimbangan beberapa hal, terutama dalam memberikan, sekaligus dengan niat berbagi ilmu pengetahuan utamanya yang berkenaan dengan masalah pendidikan, maka timbullah keinginan untuk menjadikan sebuah buku yang dielaborasi dan disusun secara sistematis. Mengakhiri kata pengantar ini, penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada Penerbit yang bersedia menerbitkan buku ini, secara kelembagaan. Selanjutnya kepada isteri penulis Andi Munirah binti Andi Wero Daeng Pabilla dan anak-anakku: Qamarulhadi Asfian Arif, Akramullah Isnin Arif, Mutawakkil Ibnu Arif, Muammar Azmi Arif, dan Jauhari Raudhatul Jannah yang atas dorongan mereka buku ini dapat diselesaikan. Terakhir penulis berharap semoga buku ini bermanfaat bagi kita semua, dan semoga Allah mencurahkan Taufiq dan Hidayah-Nya. Amin ya Rabbal ‘Alamin. Penulis M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? | iii Daftar Isi Kata Pengantar ....................................................................... iii Daftar Isi ............................................................................... iv BAB I MENGENAL HAKIKAT QALB ................................................... 1 A. Hakikat Qalb ...................................................................... 1 B. Peran dan Kedudukan Qalb dalam al-Qur’an ................................. 8 C. Makna Qalb dalam al-Qur’an ................................................. 47 BAB II FENOMENA QALB ............................................................ 51 A. Qalb yang Sehat (al-qalb al-sahīh/al-qalb al-salīm) ....................... 51 B. Qalb yang Mati (al-qalb al-mayyit) .......................................... 65 C. Qalb yang Sakit (al-qalb al-marīd) ........................................... 67 BAB III PENDIDIKAN QALB .......................................................... 77 A. Mendidik Qalb................................................................... 77 B. Tujuan Mendidik Qalb ......................................................... 93 C. Sarana Pendidikan Qalb ...................................................... 112 D. Penyakit Qalb dan Metode Mendidiknya ................................... 124 BAB IV ANALISIS PENDIDIKAN QALB DALAM AL-QUR’AN .................... 148 A. Bentuk Pendidikan Qalb dalam al-Qur’an.................................. 148 B. Proses Pendidikan Qalb dalam al-Qur’an .................................. 179 C. Urgensi Pendidikan Qalb dalam al-Qur’an ................................. 206 BAB V Penutup ...................................................................... 217 Daftar Pustaka ...................................................................... 219 Tentang Penulis.................................................................... 231 iv | M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? BAB I MENGENAL HAKIKAT QALB A. Hakikat Qalb 1. Term Qalb Qalb1 berasal dari bahasa Arab qalaba-yaqlibu-qalban, yang berarti membalikkan, memalingkan, menjadikan yang di atas ke bawah, yang di dalam ke luar.2 Dengan pengertian itulah, maka qalabasy-syai’a artinya membalikkan sesuatu.3 Dalam Kamus al-Munawwir disebutkan bahwa qalb berarti jantung, isi, akal, semangat keberanian, bagian dalam, bagian tengah atau sesuatu yang murni.4 Sedangkan untuk menyebut organ tubuh yang disebut hati digunakan kata al-kabid.5 Qalb memiliki karakteristik atau sifat yang tidak konsisten atau bolak balik. Sangat mungkin karena sifatnya yang tidak konsisten itulah, maka ia dinamakan qalb.6 Qalb diIndonesiakan menjadi hati. Tertulis dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, bahwa qalb adalah pangkal perasaan batin; hati yang suci (murni).7 Kata qalb disebut dalam Al-Qur’an sebanyak 168 kali dalam berbagai bentuk derivasinya. Dalam bentuk tunggal, qalb disebut sebanyak 19 kali, dalam bentuk musanna, qalbain disebut satu kali, sedangkan dalam bentuk jamak (plural) qulūb disebut sebanyak 112 kali. Lihat Muhammad Fu’ad Abd al-Bāq³, al-Mu’jam alMufahras li Alfaz al-Qur’an al-Karim (Beirut: Dar al-Fikr, 1987), h. 697-700. 1 2 Mahmud Yunus, Kamus Arab-Indonesia (Jakarta: Hidakarya Agung, 1989), h. 353. Ibrahim Anis, dkk., al-Mu’jam al-Wasīt (Mesir: Dar al-Ma’arif, 1972), h.753. 3 4 Ahmad Warson Munawwir, al-Munawwir: (Yogyakarta: Pesantren al-Munawwir, 1984), h. 1232. Kamus Arab Indonesia 5 Ahmad Warson Munawwir, al-Munawwir: Kamus Arab Indonesia h.1271. Ibn Manzūr, Lisān al-‘Arab, Jilid V (Beirut: Dar al-Ma’arif, t.th.), h. 3714. 6 7 Tim Penyusun, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1992), h. 805. Rasyid Ridha mengemukakan bahwa, qalb itu ada dua macam, yaitu sepotong organ tubuh yang menjadi pusat peredaran darah (qalb al-badan) dan qalb yang merupakan subsistem nafs (qalb alnafs) yang menjadi pusat perasaan. Bagian pertama memiliki pengaruh yang besar terhadap kesehatan badan dan bagian kedua memiliki pengaruh terhadap kesehatan jiwa. 8 2. Derivasi Qalb dalam al-Qur’an Selain kata qalb, Al-Qur’an juga menggunakan kata fu’ād untuk menyebut hati manusia, seperti disebut dalam Q.S. Ibrahim/14: 43 “wa af’idatuhum hawā’ (hati yang kosong). Fu’ād9 adalah bentuk kata tunggal yang bentuk jamaknya adalah af’idah, berarti hati atau akal. 10 Al-Qur’an juga menggunakan kata şadr untuk menyebut suasana hati, seperti dalam Q.S. al-Insyirāh/94: 1; “alam nasyrah laka sadrak” (Bukankah Kami telah melapangkan untukmu dadamu?) Kata alsadr11 merupakan kata tunggal, jamaknya adalah sudūr yang berarti dada atau permulaan dari tiap-tiap sesuatu. Selain qalb, sering pula digunakan istilah basirah. Basirahbasair berarti akal, kecerdikan, ibrah, saksi, hujjah mata.12 Kata basirah jika dihubungkan dengan manusia mempunyai empat arti yakni: ketajaman hati, kecerdasan, kemantapan dalam agama dan 8 Rasyid Rida, Syarh al-Arba’in Fadil al-Nabawiyah (Kairo: Markaz al-Salaf li al-Kitab, t.th.), h. 30. Fu’ād disebut sebanyak 16 kali dalam Al-Qur’an. Term fu’ād disebut sebanyak 5 kali, dan af’idah sebanyak 11 kali. Lihat Muhammad Fu’ad Abd al-Baqī, h. 648. 9 10 Mahmud Yunus, Kamus Arab-Indonesia h. 306. Al-Qur’an menyebut term al-şadr dalam berbagai derivasinya sebanyak 27 kali. Lihat Muhammad Fu’ad Abd al-Bāqī, Mu‘jam al-Mufahras li Alfāz Al-Qur’ān alKarīm. h. 512-513. 11 12 Mahmud Yunus, Kamus Arab-Indonesia h. 66. 2 | MENGAPA QALB PERLU DIDIDIK? keyakinan hati dalam hal agama dan realitas. 13 Meskipun mengandung arti melihat, tetapi jarang kata ini digunakan dalam literatur Arab untuk indera penglihatan tanpa disertai pandangan hati.14 Setelah menelaah ayat-ayat al-Qur’an Q.S. Qāf/50: 37, Q.S. al- Hadīd/ 57: 27, Q.S. Ali ‘Imrān/3: 151 dan Q.S. al-Hujurāt/49: 7, Quraish Shihab menyatakan bahwa qalb adalah wadah dari pengajaran, kasih sayang, takut dan keimanan. Dari isi qalb yang dijelaskan ayat-ayat di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa qalb memang menampung hal-hal yang disadari oleh pemiliknya. Menurut Quraish Shihab, hal ini pulalah yang membedakan qalb dengan nafs (jiwa), sebab jiwa menampung apa yang berada di bawah sadar, atau sesuatu yang tidak diingat lagi. Itu sebabnya mengapa yang dituntut untuk dipertanggungjawabkan hanya isi qalb, bukan isi nafs.15 Menyinggung kaitan qalb dan nafs, Mubarak menjelaskan bahwa dalam menggerakkan tingkah laku dengan segala prosesnya, nafs tidak bekerja secara langsung, karena nafs bukanlah alat. Nafs bekerja melalui jaringan sistem yang bersifat rohani. Dalam sistem nafs terdapat subsistem yang bekerja sebagai alat yang memungkinkan manusia dapat memahami, berpikir dan merasa, yaitu: qalb, basirah, ruh, dan ‘aql.16 Secara jasmaniah, qalb (hati) ini adalah segumpal daging yang berbentuk bulat panjang, seperti jantung pisang yang terletak di rongga dada sebelah kiri. Qalb (hati) ini berisi darah hitam kental dan 13 Ahmad Mubarak, Jiwa dalam Al-Qur’an (Cet. 1; Jakarta: Paramadina, 2000), h. 11. Lihat Ibn Manzūr, Lisān al-‘Arab. Jilid I, h. 290. 14 M. Quraish Shihab, Wawasan al-Qur’an: Tafsir Maudu’i atas Pelbagai Persoalan Umat (Bandung: Mizan, 1996), h. 290. 15 16 Ahmad Mubarak, Jiwa dalam Al-Qur’an h. 53. MENGAPA QALB PERLU DIDIDIK?| 3 mempunyai tugas-tugas tertentu sesuai dengan fungsi penciptaannya di dalam tubuh.17 Sedangkan Ahmad Husain Salim, mengemukakan bahwa qalb (hati) mengandung dua makna: Pertama, segumpal daging berbentuk kelenjar yang diletakkan di sisi kiri dada, ini merupakan daging khusus yang di dalamnya terdapat rongga. Dalam rongga ini terdapat darah hitam yang menjadi sumber dan tempat penyimpanan ruh. Kedua, adalah sesuatu yang lembut (latīfah) yang bersifat rabbani dan ruhani. Hati jenis inilah yang menjadi sandaran jasad. Hal yang lembut (latīfah) ini adalah hakikat manusia yang dapat memahami dan mengetahui serta mengerti. Hati inilah yang diajak bicara, disiksa, dicerca dan dituntut melaksanakan kewajiban. 18 Qalb (hati) secara jasmaniah berhubungan dengan ilmu kedokteran dan tidak ada sangkut pautnya dengan bidang keagamaan dan juga kemanusiaan, karena tidak hanya manusia semata yang mempunyai organ anatomi tubuh bernama hati ini, mengingat binatang dan bahkan orang yang telah mati sekalipun juga mempunyai hati.19 Qalb (hati) yang sangat erat berkaitan dengan agama dan kemanusiaan adalah makna hati yang ditinjau berdasarkan ruhani atau psikis. Dalam arti ruhani ini qalb (hati) menyangkut jiwa yang bersifat latīf (lembut), rabbani (mempunyai sifat ketuhanan) dan ruhaniah (mempunyai sifat keruhanian). Qalb (hati) secara ruhaniah inilah yang merupakan hakikat manusia yang sesungguhnya karena sifat dan keadaannya yang dapat menangkap segala pengertian serta pengetahuan sehingga manusia yang 17 Imam al-Gazali, Manajemen Qalbu Titian Kebahagiaan Dunia dan Akhirat (Cet. 1; Yogyakarta: Harapan Utama, 2003), h. 1. 18 Ahmad Husain Salim, Menyembuhkan Penyakit Jiwa dan Fisik (Jakarta: Gema Insani, 2009), h. 11. 19 Imam al-Gazali, Manajemen Qalbu Titian Kebahagiaan Dunia dan Akhirat h. 1. 4 | MENGAPA QALB PERLU DIDIDIK? mempunyai hati tersebut dapat berbuat atau beramal, baik amal kebajikan atau amal kejahatan dan sekaligus menjadi objek perintah serta larangan Tuhan. Selanjutnya qalb (hati) diperuntukkan untuk dua makna: 1) Daging sanubari (liver) yang ada di sisi kiri dada. Pada bagian dalam daging tersebut terdapat lubang yang berisi darah berwarna hitam yang merupakan pusat dan tempat menetap ruh hewani; 2) Cahaya lembut ketuhanan yang bersifat ruhani (latīfah rabbāniyah ruhāniyah) cahaya ini mempunyai kaitan benda dengan hati fisik, seperti hubungan antara sifat dengan zat dan sifat yang disifati. Cahaya ini merupakan hakikat manusia yang mampu memahami, mengetahui, yang dikhitan, dituntut, diganjar, dan disiksa.20 Dalam hadis Nabi saw. yang diriwayatkan oleh Bukhari disebutkan: ‫ول‬ ُ ‫ُّع َما َن بْ َن بَ ِش ٍري يَ ُق‬ َ َ‫َحدَّثَنَا أَبُو نُ َع ْي ٍم َحدَّثَنَا َزَك ِرََّّيءُ َع ْن َع ِام ٍر ق‬ ُ ‫ال ََِس ْع‬ ْ ‫ت الن‬ َِّ ‫ول‬ َّ ‫صلَّى‬ ‫ات‬ َ ‫ت َر ُس‬ ُ ‫اَّللُ َعلَْي ِه َو َسلَّ َم يَ ُق‬ ٌ ‫ّي َوبَ ْي نَ ُه َما ُم َشبَّ َه‬ ُ ‫ََِس ْع‬ ٌ َِِ‫ّي َوا ْْلََر ُام ب‬ ٌ َِِ‫ول ا ْْلَََل ُل ب‬ َ ‫اَّلل‬ ِ ِ ‫استَ ْْبأَ لِ ِدينِ ِه و ِعر‬ ِ ‫ََل يَ ْعلَ ُم َها َكثِريٌ ِم ْن الن‬ ‫ض ِه َوَم ْن َوقَ َع ِِف‬ ْ َ ُ ‫َّاس فَ َم ْن اتَّ َقى ال‬ َ ْ ‫ْم َشبَّ َهات‬ ِ ِ ِ ُّ ٍ ِ‫ك أَ ْن ي واقِعهُ أَََل وإِ َّن لِ ُك ِل مل‬ ‫ك ِِحًى أَََل إِ َّن‬ َ َ ُ ُ ‫الشبُ َهات َك َر ٍاع يَ ْر َعى َح ْو َل ا ْْل َمى يُوش‬ َِ َ َِّ ‫ِِحى‬ ِ ‫اَّلل ِِف أَر‬ ‫صلَ َح ا ْْلَ َس ُد ُكلُّهُ َوإِذَا‬ ْ ‫ض ِه ََمَا ِرُمهُ أَََل َوإِ َّن ِِف ا ْْلَ َس ِد ُم‬ ْ ‫صلَ َح‬ َ َ ‫ت‬ َ ‫ضغَةً إِذَا‬ ْ ِ )‫ْب (رواه البخاري‬ ْ ‫ فَ َس َد‬21 ُ ‫ت فَ َس َد ا ْْلَ َس ُد ُكلُّهُ أَََل َوه َي الْ َقل‬ 20 Al-Gazali, Membawa Hati Menuju Ilahi Rahasia Hidup Selamat Sampai Akhirat (Cet. 1; Bandung: Pustaka Hidayah, 2009), h. 74. Muhammad bin Isma’il al-Bukhari, Sahīh al-Bukharī, Bāb Fadl Man Istabra’a li Dinihi, Hadis No. 52. Lihat juga Ibnu Hajar al-Asqalani, Fath al-Barī Syarh Sahīh alBukhari, Bab Fadl Man Istabra’a li Dinihi. Hadis No. 52, Juz I (Cet. 1; Kairo: Dar alAdil, 1998), h. 157. 21 MENGAPA QALB PERLU DIDIDIK?| 5 Artinya: Dari Abu Na‘im dari Zakariya dari Amir berkata, “Saya mendengar al-Nu’man bin Basyir berkata, Rasulullah saw., berpesan “halal itu jelas, dan haram itu jelas, di antara keduanya itu ada yang syubhat, yang mana kebanyakan manusia tidak mengetahuinya, barang siapa yang berhati-hati maka dia telah membersihkan agama dan kehormatannya. Dan siapa yang terjebak dalam syubhat. Ingatlah dalam tubuh manusia ada segumpal darah, apabila baik, akan baik seluruh tubuh dan apabila rusak, rusaklah seluruhnya, itulah dia hati (H.R. Bukhari). Qalb sebagai tempat makrifat dan pusatnya ilmu. Qalb (hati) manusialah sumber ilmu transendental (supra rasional). Bila ilmuilmu yang bersifat rasional tempat dan sumbernya pada akal manusia maka ilmu yang sifatnya supra rasional tempatnya di dalam qalb (hati). Atas dasar itu, epistemologi ilmu yang bersumber dari akal berbeda dengan ilmu yang bersumber dari qalb (hati). Ilmu yang bersumber dari akal sarananya adalah rasio dan pengalaman manusia, sedangkan ilmu yang bersumber dari qalb (hati) sarananya adalah wahyu, intuisi, mimpi yang benar dan termasuk di dalamnya ilmu ladunni, yaitu ilmu yang diberikan Allah secara langsung kepada manusia. Di dalam hati yang bersih akan terbuka hijab, dengan terbukanya hijab maka terbuka ilmu-ilmu yang bersifat supra rasional kepada manusia. Sebaliknya hati yang kotor akan menutup tumbuhnya ilmu yang bersifat supra rasional. Ibnu Qayyim alJauziyah berpendapat bahwa qalb (hati) adalah pemimpin bagi organ tubuh manusia adalah pelaksana apa saja yang diinginkan hati. Semua aktivitas organ tubuh tidak ada artinya tanpa adanya keinginan dari hati.22 Sementara al-Gazali mengemukakan bahwa qalb (hati) adalah 22 Ibnu Qayyim al-Jauziyah, Rahasia Hati: Penyakit Hati dan Obatnya (Jakarta: Cendekia Centra Muslim, 2004), h. 14. 6 | MENGAPA QALB PERLU DIDIDIK? pemimpin yang harus dipatuhi.23 Sedangkan hawa nafsu adalah yang menaati perintah-perintah dan larangan-larangan hati.24 Menurut alGazali, jika manusia mengetahui hatinya, ia akan mengetahui Tuhannya. Sebaliknya, jika manusia tidak mengetahui hatinya maka ia tidak akan mengetahui dirinya, jika ia tidak mengetahui dirinya maka ia tidak akan mengenal Tuhannya, mayoritas manusia di dunia ini tidak memahami hatinya.25Qalb adalah jantungnya ruh, sebagaimana jantung yang berdenyut adalah simbol kehidupan dan kematian. Oleh karena itu, sesungguhnya hati di dalam ruh merupakan simbol keimanan dan kekufuran, atau sesuatu yang mengembangkan perasaan-perasaan manusia, dan kepekaan-kepekaannya, serta kebimbangannya: rasa cinta, marah, kecenderungan menyukai dan dengki, spiritualisme dan kesombongan, kekuatan dan kelemahan, keimanan dan kekufuran, ketenangan dan kekhawatiran, keyakinan dan keraguan, kerelaan dan ketidak puasan, cahaya dan kegelapan. 26 Sebagian ulama menafsirkan bahwasanya qalb (hati) adalah perangkat kesadaran atau pengertian kognitif (idraki), untuk melakukan pengenalan (ma‘rifi), sampai kepada sebuah keyakinan. Ia memiliki beberapa pekerjaan yang sulit dan beraneka ragam. 27 Definisinya sangat jauh dan dalam. Ia pun memiliki spesialisasi, sehingga terpisah. Tidak ada bagian lain yang bekerja bersamanya. Pekerjaan-pekerjaan terpentingnya meliputi pengertian (idrak), 23 Al-Gazali, Mutiara Ihya‘Ulum al-Din, terj. Irwan Kurniawan (Bandung: Mizan, 2001), h. 195. Al-Gazali, Mutiara Ihya‘Ulūm al-Din h. 198. 24 Lihat Imam al-Gazāli, Ihyā’ Ulūm al-Dīn (Juz. 3, Kairo: Dar al-Fikr, t.th.), 25 h. 2. Said Abdul Azhim, Rahasia Kesucian Hati Menurut Al-Qur’an, Hadis, dan Pendapat Ulama (Cet. 1; Jakarta: Qultum Media, 2006), h. 2. 26 Said Abdul Azhim, Rahasia Kesucian Hati Menurut Al-Qur’an, Hadis, dan Pendapat Ulama h. 5. 27 MENGAPA QALB PERLU DIDIDIK?| 7 pemahaman (ma‘rifi), ilmu dan keimanan di samping segala yang muncul bersama hal-hal tersebut, yakni belas kasihan, emosi, kemauan, dan sebagainya. Menurut Ahmad Tafsir, qalb yang berkualitas tinggi adalah qalb yang penuh berisi iman kepada Allah. Untuk menjadi manusia mukmin, tidak cukup hanya mendidik aspek jasmani dan akalnya semata, tetapi juga harus mendidik aspek hati dengan berbagai macam metode yang sesuai. 28 B. PERAN DAN KEDUDUKAN QALB DALAM AL-QUR’AN Peran dan kedudukan qalb dalam diri manusia sangat penting, qalb merupakan komandan jiwa atau “tentara jiwa”, pengendali akal pikiran, penentu baik tidaknya amal perbuatan.29 Qalb yang bersih tentunya akan membuat akal pikiran menjadi bersih, menumbuhkan akhlak yang baik serta menghasilkan amal-amal yang salih. Fungsi yang utama dari qalb adalah sebagai alat untuk memahami realitas dan nilai-nilai seperti yang tersebut dalam surah alHajj/22: 46, atau pada surah al-A’raf/7: 179. ِ ‫أَفَ لَ ْم يَ ِسريُوا ِِف األ َْر‬ ‫وب يَ ْع ِقلُو َن ِِبَا أ َْو آذَا ٌن يَ ْس َم ُعو َن ِِبَا فَِإ ََّّنَا َل‬ ٌ ُ‫ض فَ تَ ُكو َن ََلُ ْم قُل‬ ِ )46( ‫الص ُدوِر‬ ُّ ‫وب الَِِّت ِِف‬ ُ ُ‫ار َولَك ْن تَ ْع َمى الْ ُقل‬ َ ْ‫تَ ْع َمى األَب‬ ُ‫ص‬ 28 Menurut Ahmad Tafsir, pengabaian terhadap pendidikan hati (tarbiyah alqalb) atau riyadah al-qulūb menurut istilah al-Gazali, merupakan salah satu sebab gagalnya pendidikan agama. Pengajaran agama selama ini kebanyakan mengisi pengertian. Hasilnya adalah siswa mengerti bahwa Tuhan Maha mengetahui, tetapi mereka tetap saja berani berbohong. Siswa tahu iman, tetapi mereka belum beriman. Lihat Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2001), h. 188. 29 Joko Suharto bin Matsnawi, Menuju Ketenangan Jiwa (Jakarta: Rineka Cipta, 2007), h. 192. 8 | MENGAPA QALB PERLU DIDIDIK? Terjemahnya: Maka tidak pernakah mereka berjalan di muka bumi, sehingga hati (akal) mereka dapat memahami, telinga mereka dapat mendengar? Sebenarnya bukan mata itu yang buta, tetapi yang buta ialah hati yang di dalam dada.30 ِ ِ ‫َّم َكثِرياً ِم ْن ا ْْلِ ِِن َوا ِإل‬ ‫وب َل يَ ْف َق ُهو َن ِِبَا‬ ٌ ُ‫نس ََلُ ْم قُل‬ ٌ ُ‫وب َل يَ ْف َق ُهو َن ِِبَا ََلُ ْم قُل‬ َ ‫َولَ َق ْد ذَ َرأْ ََن ْلََهن‬ ِ ‫ّي َل ي ْب‬ ‫ك ُه ْم‬ َ ِ‫َض ُّل أ ُْولَئ‬ َ ِ‫ص ُرو َن ِِبَا َوََلُ ْم آ َذا ٌن َل يَ ْس َم ُعو َن ِِبَا أ ُْولَئ‬ َ ‫ك َكاألَنْ َع ِام بَ ْل ُه ْم أ‬ ُ ٌُ ‫َوََلُ ْم أَ ْع‬ )179( ‫الْغَافِلُو َن‬ Terjemahnya: Dan sungguh, akan Kami isi neraka Jahanam banyak dari kalangan jin dan manusia. Mereka memiliki hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka memiliki mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tandatanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengarkan (ayat-ayat Allah). Mereka seperti hewan ternak, bahkan lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lengah.31 Qalb (hati) yang telah tersucikan dari berbagai bentuk kotoran maksiat maka akan hidup dengan baik dan tenang, sehingga hubungannya dengan pencipta-Nya maupun kepada sesamanya manusia akan baik pula. Dalam hidup dia akan selalu mencintai kebaikan untuk dirinya sendiri dan orang lain. Qalb seperti inilah yang selalu menebarkan rasa cinta dan kebaikan dimana pun dia berada, dan yang dapat menjamin kondisi jiwa seperti ini hanya diperuntukkan bagi mereka yang memiliki jiwa yang bersih dan suci. Tetapi suatu hal yang harus dipahami bahwa tujuan utama seseorang melakukan proses Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya h. 671. 30 Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya h. 329. 31 MENGAPA QALB PERLU DIDIDIK?| 9 pendidikan qalb yakni agar manusia senantiasa berada dalam kebaikan dan berada pada jalan yang akan mengantarkan manusia kepada kebahagiaan di dunia dan di akhirat. Begitu pula pembentukan akhlak yang mulia merupakan salah satu tujuan pokok yang ingin dicapai dalam pendidikan qalb.32 Karena itu, seseorang dianggap suci secara lahir jika sikap dan perilakunya mencerminkan nilai-nilai yang terkandung dalam al-Qur’an maupun al-Sunnah. Seorang muslim yang telah mendidik hati (qalb) nya sangat meyakini bahwa sesuatu yang dapat membersihkan dan mensucikan mereka hanyalah iman dan amal salih, dan sebaliknya sesuatu yang dapat menodai, mengotori, dan merusak jiwanya adalah kekufuran dan maksiat. Oleh karena itu hendaknya seorang muslim hidup sebagai orang yang senantiasa berusaha mendidik hatinya, mensucikan dan membersihkannya, karena ia adalah sesuatu yang berhak untuk dididik terlebih dahulu. Adapun akhlak (adab) yang dimiliki oleh orang yang berjiwa bersih dan suci, dan hal ini penulis maksudkan sebagai dampak pembentukan pendidikan qalb dalam kehidupan manusia, penulis membaginya pada tiga aspek akhlak penting, yaitu: 1. Berakhlak kepada diri sendiri Berakhlak kepada diri, seorang muzakki tentu mencerminkan sifat-sifat mulia, dan terjauhkan dari segala sifat-sifat tercela. Adapun sifat-sifat mulia yang dimaksudkan, yaitu; sabar dan tahan uji, jujur dan benar, mengutamakan orang lain, amanah, kasih sayang, dermawan dan murah hati, istiqāmah, melakukan salat secara khusyuk, tawadu, pemalu, pemaaf, murāqabah, dan beberapa sifat terpuji lainnya. Syeikh Salim ibn al-Hilali, Manhaj al-Anbiyā’ fi Tazkiyah al-Nufūs (Cet. 1; Saudi Arabiyah: Dār Ibnu ‘Affān, 1992), h. 15-16. 32 10 | M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? Di antara keindahan akhlak orang yang berupaya mensucikan dan mendidik qalb (hati) nya dan tahan uji karena Allah swt. sabar adalah menahan jiwa atas hal-hal yang tidak disukai, seperti bersusah payah melaksanakan ibadah dan taat kepada Allah, menahan diri untuk tidak bermaksiat kepada Allah meskipun secara naluri nafsunya menginginkan dan tergiur olehnya. Pernyataan ini sejalan dengan definisi Yunahar Ilyas yang mengartikan sabar sebagai sifat menahan diri dari berbagai macam kenikmatan hidup, kesenangan dan kemegahan dunia. Atau sabar berarti menahan diri dari segala sesuatu yang tidak disukai karena mengharap ridha Allah swt. 33 Sedangkan tahan uji juga termasuk bagian kesabaran, sifat seorang muzakki, dan lambang bagi orang-orang salih. Hakikat sifat ini adalah rela menderita dalam menegakkan agama Allah, dan tidak membahas keburukan kecuali dengan kebaikan. Selanjutnya akhlak kepada diri sendiri, akan menjadikan hati seseorang tersucikan yaitu senantiasa berkata jujur dan benar śiddīq), mencintai kebenaran dan istiqāmah terhadapnya baik secara lahir maupun batin dalam perkataan dan perbuatannya. Baginya kebenaran/kejujuran adalah kebaikan, dan kebaikan itu menunjukkan ke surga, sedangkan surga adalah idaman atau puncak cita-cita seorang muslim. Sebaliknya, kedustaan mengantarkan ke neraka dan neraka adalah seburuk-buruk tempat kembali seorang muslim.34 Karena itu, suatu hal yang tidak mungkin terjadi ketika seseorang mengatakan dirinya telah suci atau telah 33 Lihat Yunahar Ilyas, Kuliah Akhlak (Cet. 7; Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset, 2005), h. 135. Syeikh Abu Bakar Jabir al-Jazairi, Minhāj al-Muslim (Cet. 6; Madinah alMunawwarah: Maktabah al-‘Ulum wa al-Hikam, 1999), alih bahasa Mustafa ‘Aini, at. al., Minhāj al-Muslimīn Konsep Hidup Ideal (Cet. 2; Jakarta: Dar al-Haq, 2002), h. 239. 34 M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? | 11 melakukan proses pensucian hati sedangkan lisannya selalu dihiasi dengan perkatan jorok, keji, dan dusta. Mengutamakan orang lain dan mencintai orang lain adalah akhlak yang selalu dimiliki oleh orang yang berjiwa bersih. Seorang muslim jika menemukan kesempatan untuk berbuat baik kepada orang lain maka hendaknya segera melakukannya dengan melebihkannya di atas dirinya sendiri, sehingga orang seperti ini terkadang rela menahan rasa lapar dan dahaga demi kepentingan orang yang lebih membutuhkannya. Demikian ini bukanlah suatu hal yang baru atau aneh, dan juga bukan hal yang sulit bagi orang yang jiwanya telah kenyang dengan sifat-sifat kemuliaan dan kesucian. Berbuat baik kepada orang lain merupakan sifat mulia yang telah disinggung oleh Allah dalam Q.S. al-Hasyr/59: 9. ِ َّ ِ ِ ِ ‫ص ُدوِرِه ْم‬ ُ ‫اج َر إِلَْي ِه ْم َوَل ََِي ُدو َن ِِف‬ َ ‫َّار َوا ِإلميَا َن م ْن قَ ْبل ِه ْم ُُيبُّو َن َم ْن َه‬ َ ‫ين تَ بَ َّوءُوا الد‬ َ ‫َوالذ‬ ِ ‫ح‬ ِ ِِ ِ ‫اصةٌ َوَم ْن يُو َق ُش َّح نَ ْف ِس ِه‬ َ ‫ص‬ َ ‫اجةً ِمَّا أُوتُوا َويُ ْؤث ُرو َن َعلَى أَنْ ُفس ِه ْم َولَ ْو َكا َن ِب ْم َخ‬ َ َ )۹( ‫ْم ْفلِ ُحو َن‬ َ ِ‫فَأ ُْولَئ‬ ُ ‫ك ُه ْم ال‬ Terjemahnya: Dan orang-orang (Ansar) yang telah menempati kota Madinah dan telah beriman sebelum (kedatangan) mereka (Muhajirin), mereka mencintai orang yang berhijrah ke tempat mereka. Dan mereka tidak menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa yang diberikan kepada mereka (Muhajirin) dan mereka mengutamakan (Muhajirin), atas dirinya sendiri, meskipun mereka juga memerlukan. Dan siapa yang dijaga dirinya dari kekikiran, maka mereka itulah orang-orang yang beruntung.35 Selain dari itu, berakhlak kepada diri sendiri akan mendidik hati menjadi sangat konsisten (istiqāmah) dengan ajaran agamanya yang bersumberkan pada Al-Qur’an dan hadis. Dengan mengamalkan Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya h. 798. 35 12 | M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? ajaran agama tanpa merujuk kepada kedua sumber tersebut yang merupakan pokok ajaran Islam adalah perkara yang tidak benar, dan menurut ulama hal ini merupakan perbuatan sesat. Membatasi aturan agama pada Al-Qur’an dan hadis bukan berarti memasung kreativitas kaum muslimin dalam menghadapi perkembangan zaman. Al-Qur’an sedikit pun tidak meninggalkan sesuatu yang bermanfaat bagi kehidupan manusia, adapun hadis merupakan penjelas dan penafsir Al-Qur’an. Ali ibn Abdul Halim Mahmud, mengungkapkan bahwa konsisten (istiqamah) dengan aturan agama mengandung beberapa hal, seperti; konsisten dengan manhaj ibadah Islam, konsisten dengan akhlak Islam, dan konsisten dengan interaksi sosial. 36 Dengan demikian, dapat ditegaskan bahwa konsisten (istiqāmah) terhadap ajaran agama Islam merupakan salah satu akhlak kepribadian seorang muslim khususnya yang telah menempuh proses pendidikan qalb. Di antara akhlak kepada diri pribadi yang dihasilkan orang yang telah mendidik qalb (hati)nya yaitu bersifat dermawan dan murah hati. Kedermawanan dan kemurahan hati adalah ciri seorang muslim yang berhati bersih dan suci. Seorang muslim yang berhati bersih dan suci bukanlah seorang yang kikir dan bakhil, karena dalam syariat Islam kedua sifat tersebut dipandang sebagai sifat tercela, yang tentu keduanya bersumber dari jiwa yang kotor dan hati yang gelap. Sedangkan seorang muslim yang telah berupaya melakukan pensucian hati, maka hati mereka bersih dan hatinya pun menjadi cemerlang. Kikir merupakan penyakit hati yang dapat dimiliki semua orang, sehingga manusia tidak dapat menghindar darinya kecuali Ali ibn Abdul Halim Mahmud, al-Tarbiyyah al-Khulūqiyah (Cet. 1; t.t.: Dār al-Tawzi’ wa al Nasyr al-Islāmiyyah, 1995), terj. Abdul Hayyie al-Kattani, Akhlak Mulia (Cet. 1; Jakarta: Gema Insani, 2004), h. 71-72. 36 M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? | 13 mereka yang diberi rahmat oleh Allah melalui kesucian jiwa yang dimilikinya. Dalam hal ini Allah swt. berfirman dalam Q.S. alHasyr/59: 9. )۹( ‫ْم ْفلِ ُحو َن‬ َ ِ‫ َوَم ْن يُو َق ُش َّح نَ ْف ِس ِه فَأ ُْولَئ‬... ُ ‫ك ُه ْم ال‬ Terjemahnya: … dan siapa yang dijaga dirinya dari kekikiran maka mereka itulah orang-orang yang beruntung.37 Berdasarkan pada ayat tersebut, diketahui bahwa kedermawanan dan kemurahan hati hanya dapat diwujudkan dengan membuang sifat kikir dalam diri manusia. Hal ini dapat diusahakan langsung melalui latihan maka sebagai seorang muslim hendaknya berusaha menumbuhkan, melatih dan memelihara dalam kehidupannya di dunia. Barangsiapa yang berhasil membuang sifat kikir dalam muamalahnya, mereka itu termasuk orang yang beruntung di dunia maupun di akhirat. Begitu pula orang yang mendidik hatinya, senantiasa bersifat tawadu tanpa merendahkan ataupun menghinakan dirinya. Baginya tawadu adalah akhlaknya yang luhur dan sifatnya yang tinggi, sementara kesombongan (takabbur) tidak termasuk akhlaknya dan tidak bersanding dengannya sebab seorang muslim yang bertawadu adalah untuk dimuliakan dan tidak mau sombong agar mampu memberikan kebaikan kepada masyarakat sekitarnya. 38 Firman Allah swt. senantiasa terngiang di telinganya, yang oleh karena ayat itu menjadi dasar baginya untuk bersifat tawadu kepada Sebagaimana disebutkan dalam Q.S. al-Syu‘arā/26: 215. sesamanya. ِ ‫ك ِمن ال‬ ِ َ ‫ض جناح‬ ِ )۱۲۵( ‫ّي‬ َ ِ‫ْم ْؤمن‬ َ َ َ ْ ‫َوا ْخف‬ ُ ْ َ ‫ك ل َم ْن اتَّ بَ َع‬ Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya h. 1152. 37 Syeikh Abu Bakar Jabir al-Jazairi, Minhāj al-Muslim h. 211. 38 14 | M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? Terjemahnya: Dan rendahkanlah dirimu terhadap orang-orang yang beriman yang mengikutimu.39 Demikian pula orang yang berhati bersih dan suci pandai menjaga dirinya dan bersifat pemalu. Baginya malu adalah salah satu akhlak yang selalu menghiasinya, bahkan dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim disebutkan bahwa malu itu bagian dari pada iman, yang merupakan pedoman hidup seorang muslim dan penegak hidupnya.40 Sifat malu dimaksudkan sebagai pendorong pada kebaikan serta memalingkan dari keburukan dan menjauhkannya. Keimanan menyuruh seseorang mukmin untuk melakukan kebaikan dan meninggalkan kemaksiatan. Sedangkan rasa malu dapat mencegah pelakunya dari kurang atau tidak bersyukur kepada pemberi nikmat sebagaimana orang yang pemalu mencegah dirinya dari perbuatan buruk, menjaga dari cela dan dosa cemoohan, dengan demikian sifat pemalu itu adalah kebaikan dan tidaklah membuahkan bagi pelakunya kecuali kebaikan pula. Syeikh Abu Bakar Jabir al-Jazairi dalam Minhāj al-Muslim menjelaskan bahwa akhlak malu dalam diri seorang muslim bukanlah penghalang baginya untuk menyampaikan kebenaran atau menuntut ilmu, ataupun dalam menyuruh kebaikan dan mencegah kemungkaran.41 Argumen ini sejalan dengan peristiwa yang pernah terjadi pada masa Rasulullah saw. ketika ada seorang sahabat Ummu Sulaim al-Ansariyah datang menemui Nabi untuk menanyakan: apakah perempuan harus mandi jika dia bermimpi? Pada waktu itu, Rasulullah saw. menjawab dengan tanpa rasa malu: ya, apabila dia Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya h. 529. 39 40 Ahmad ibn Ali ibn Hajar al-Asqalani, h. 129. Syeikh Abu Bakar Jabir al-Jazairi, Minhāj al-Muslim h. 214. 41 M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? | 15 melihat air (basah). Kisah tersebut menggambarkan bahwa akhlak malu tidak menjadi penghalang bagi seorang dalam menyampaikan kebenaran, begitu pula sifat malu seyogyanya ditempatkan sesuai dengan proporsinya. Selain itu, akhlak yang dihasilkan orang mendidik qalb (hati) nya dalam hal sifat kepribadiannya yaitu senantiasa melakukan salat secara khusyuk. Khusyuk dalam salat ditimbulkan paling sedikit tiga keyakinan yaitu; keyakinan bahwa Allah melihat segala gerakan hamba-hamba-Nya, keyakinan akan keagungan-Nya, serta keyakinan akan kekurangan diri dalam melaksanakan tugas-tugas yang telah ditentukan-Nya. Oleh karena itulah para ahli mengatakan bahwa salat yang khusyuk adalah buah keimanan dan hasil dari hati yang bersih dan suci.42 Berdasarkan pemaparan di atas, dipahami bahwa salat yang mampu membersihkan karat-karat penyakit yang ada dalam hati. Apabila hati dan jiwa telah suci dan bersih mengkilap maka hidayah Allah akan mudah melekat. Itulah sebabnya orang yang jiwanya telah terdidik dengan benar, mampu menyingkap rahasia-rahasia kehidupan dunia dan dapat mencegah dirinya untuk tidak bermaksiat kepada Allah swt. 2. Berakhlak terhadap Allah swt. Sebagaimana telah dipahami bahwa manusia dalam kehidupannya tidak hanya berinteraksi dengan dirinya sendiri, ataupun bermuamalah dengan sesamanya manusia dalam hal ini adalah anggota masyarakatnya. Akan tetapi, tidak kalah pentingnya manusia dituntut untuk mengetahui tentang bagaimana beriteraksi 42 Permadi Alibasyah, Bahan Renungan Qalbu, (Cet. 16; Jakarta: Yayasan Mutiara Tauhid, 2005), h. 148. 16 | M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? kepada yang telah menciptakan dan menyempurnakannya, yaitu Allah swt. Dalam kitab Madārij al-Sālikīn yang ditulis Ibnu al-Qayyim alJauziyah, mengungkapkan beberapa akhlak penting yang harus dimiliki oleh seorang hamba dalam interaksi dengan Rabbnya. Tetapi dalam pembahasan ini penulis tidak mengutip secara keseluruhan, tetapi mengambil beberapa bagian yang erat kaitannya dengan dampak pembentukan pendidikan qalb khususnya dalam hal bagaimana muamalah atau adab seorang hamba kepada Allah swt. ketika telah menempuh proses pensucian jiwa dan pendidikan qalb. Adapun adab yang penulis maksudkan sebagai berikut: a. Zuhud Zuhud merupakan salah satu akhlak hamba kepada sang Pencipta-nya, dan dimiliki oleh orang yang menaruh perhatian besar terhadap pendidikan qalb. Tentang eksistensi makna zuhud sudah banyak pakar yang membahasnya, dan masing-masing pakar tidak sedikit yang memaknainya menurut perasaan dan kondisinya. Padahal pemaknaan berdasarkan ilmu jauh lebih luas dari pada berbicara berdasarkan perasaan dan kondisi semata, yang sekaligus lebih dekat kepada hujjah dan bukti keterangan yang śarīh, berkaitan dengan hal tersebut, mengetengahkan beberapa argumentasi yang benar penulis (lebih mendekat pada kebenaran) sebagaimana disebutkan Ibnu alQayyim al-Jauziyah yang terdapat dalam kitab Madārij al-Sālikīn tentang pemaknaan zuhud. Zuhud di dunia adalah meninggalkan atau membatasi yang halal karena takut akan pertangjawabannya di hadapan Allah, sedangkan zuhud dengan yang haram adalah karena takut akan dijauhkan dari Allah. Termasuk zuhud adalah membatasi keinginan untuk memperoleh dunia, membatasi M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? | 17 keinginan dengan bertawakkal kepada Allah, dan sikap memalingkan hati dari segala yang dapat menyebabkan lalai kepada Allah.43 Dalam khazanah kitab suci, istilah yang berhubungan dengan zuhud disebutkan dalam Q.S. Yūsuf/12: 20. ِ ٍ ْ‫و َشروه بِثَم ٍن ََب‬ ِ ِ َّ ‫ودةٍ وَكانُوا فِ ِيه ِمن‬ )۲۰( ‫ين‬ ْ َ ‫الزاهد‬ َ ُ َْ َ َ َ ‫س َد َراه َم َم ْع ُد‬ Terjemahnya: Dan mereka menjualnya (Yusuf) dengan harga rendah, yaitu beberapa dirham saja, sebab mereka tidak tertarik kepadanya. 44 Bagi orang yang beriman dan mengerti bahwa kehidupan di dunia ini sifatnya hanyalah sementara sedangkan kehidupan yang sebenarnya yang bersifat kekal adalah di akhirat, maka ia akan berpaling dari segala bentuk kesenangan dunia atau ia akan bersikap “zuhud terhadap dunia”. Seorang yang telah zuhud dunia, maka dalam hidupnya menjadi orang yang merdeka tidak terikat oleh sesuatu yang bersifat duniawi. Tokoh sufi ternama (Sufyan alTsauri) memandang bahwa zuhud bukan sekedar berpakaian dan makan-minum secara sederhana, tetapi juga tindakan hati yang disesuaikan dengan penerimaan dan rida Ilahi dan menutup hati dari ambisi duniawi. Ada tiga tanda zahid sejati: 1)Tidak merasa senang dengan hal-hal duniawi yang didapatnya, tidak bersedih atas hilangnya hal-hal keduniawian dari dirinya. 2) tidak senang ketika dipuji, tidak kecewa atau marah ketika dikritik atau dihina, 3) Lebih mendahulukan penghambaan Muhammad Sholikhin, 17 Jalan Menggapai Mahkota Sufi Syaikh ‘Abdul Qadir al-Jailani (Cet. 1; Jakarta: Mutiara Media, 2009), h. 244. 43 Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya h. 319. 44 18 | M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? kepada Allah dan mengutamakan sahabat-sahabat-Nya ketimbang hal-hal lain.45 Seperti halnya takut dan harap, zuhud juga merupakan tindakan hati. Bedanya adalah zuhud mempengaruhi tindakan manusia dan diperlihatkan oleh tindakan tersebut. Entah sadar ataupun tidak, zahid sejati akan berusaha mengikuti aturan zuhud dalam segala tindakannya, seperti makan dan minum, tidur dan bangun, berbicara dan diam, dan tetap dalam penyendirian atau bersama-sama orang lain, dan sebagainya. Dia tidak pernah memperlihatkan kecenderungan kepada daya tarik duniawi. b. Warā’ Sifat warā’ termasuk salah satu akhlak seorang hamba yang telah mendidik qalb (hati) nya. Dengan sifat mulia ini, menjadikan seorang hamba banyak melakukan ibadah kepada Rabb-nya. Eksistensi sifat warā’ sebagaimana yang dikemukakan Sufyan al- Sawri berarti meninggalkan sesuatu yang meragukan dalam jiwa. Sedangkan pengarang kitab Manāzil al-Sa’irīn mengartikan warā’ yaitu menjaga diri semaksimal mungkin secara waspada, dan menjauhi dosa karena pengagungan. Dengan kata lain menjaga diri dari hal-hal yang haram dan syubhat, serta hal-hal yang dapat membahayakan untuk dijaga.46 Hal tersebut di atas, berlaku umum dalam meninggalkan apa yang tidak ada nilai manfaatnya, baik berupa ucapan, pandangan, pendengaran, gerak tangan, langkah kaki, berpikir dan gerakan lainnya baik lahir maupun batin. Kalimat ini cukup memberikan arti dari kata warā’. Warā’ secara bahasa berasal dari kata “wara’a” yang berarti menahan dan 45 Fathullah Gulen, Kunci-kunci Rahasia Sufi, (Cet. 1; Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2001), h. 81. Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya h. 153. 46 M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? | 19 mencegah. Warā’ juga dapat diatikan “al-Iffah” yaitu mencegah dari sesuatu yang tidak patut. Dikatakan “tawarra’a” artinya menyempitkan, dan warā’ adalah takwa.47 Sedangkan secara syar’i warā’ adalah meninggalkan sesuatu yang diragukan, meniadakan sesuatu yang mengotori, dan mengambil dengan yang lebih jelas. Dari beberapa definisi yang dikemukakan di atas, dipahami bahwa menjaga diri dan waspada merupakan dua makna yang hampir serupa. Hanya saja menjaga diri merupakan perbuatan anggota tubuh, sedangkan waspada merupakan amalan hati. Adakalanya seorang menjaga diri dari sesuatu bukan karena takut atau kewaspadaan, tetapi karena hendak menunjukkan kesucian jiwa dan kemuliaan serta kehormatannya, seperti halnya orang yang menjaga diri dari hal-hal-hal yang hina dan keburukan sekalipun dia tidak percaya kepada surga dan neraka. Karena itulah, zuhūd yang dimiliki seorang hamba menjadi akhlaknya kepada Rabb-nya dengan menjaga diri dan waspada (warā’) terhadap larangan yang telah ditetapkan oleh Penciptanya. Ibnu Taimiyah berkata, warā’ adalah menjauhi apa yang kamu takuti akibatnya, yaitu apa yang jelas keharamannya, dan apa yang diragukan keharamannya, dan dalam meninggalkannya tidak ada risiko yang lebih besar dari pada melakukannya. Ini adalah patokan penting dalam hal-hal yang diragukan.48 Demikian Syekh Muhamad Salih al-Munajjid, Silsilah A’mal al-Qulūb, terj. Saat Mubarak, Jagalah Hati Raih Ketenangan (Cet. 1; Jakarta: Cakrawala Publishing, 2006), h. 393. 47 Syekh Muhamad Salih al-Munajjid, Silsilah A’mal al-Qulūb terj. Saat Mubarak, Jagalah Hati Raih Ketenangan, h. 393. 48 20 | M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? pula menjelaskan, “warā’ adalah meninggalkan suatu yang dikhawatirkan bahayanya di akhirat.” 49 Dari maqām ‫ّي‬ ُ ِ‫ إِ ََّّي َك نَ ْعبُ ُد َوإِ ََّّي َك نَ ْستَع‬terdapat pula maqām warā‘, sebagaimana dalam Q.S. al-Mu’minūn/23: 51. ِ ِ ِ ‫ات وا ْعملُوا‬ ِ ِ )۵۱( ‫يم‬ ُّ ‫ََّي أَيُّ َها‬ َ َ َ َ‫الر ُس ُل ُكلُوا م ْن الطَّيِِب‬ ٌ ‫صاْلاً إِِِّن ِبَا تَ ْع َملُو َن َعل‬ Terjemahnya: Allah berfirman, “Wahai para rasul! Makanlah dari (makanan) yang baik-baik dan kerjakanlah kebajikan. Sungguh Aku Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. 50 Selanjutnya dalam Q.S. al-Muddassir/74: 4. )٤( ‫ك فَطَ ِِهر‬ َ َ‫َوثِيَاب‬ Terjemahnya: Dan bersihkanlah pakaianmu.51 Berdasarkan ayat di atas, dapat dipahami bahwa membersihkan diri dari berbagai najis dan memfokuskannya pada pembersihan yang diperintahkan, karena dengan itu sempurnanya perbaikan amal dan akhlak, maksudnya bahwa sifat warā‘ membersihkan hati dari noda dan najisnya. Ulama membagi warā‘ pada tiga tingkatan, yaitu: 1) Wajib, yaitu menahan diri dari yang haram. Hal ini berlaku untuk seluruh manusia. 2) Berhenti dari yang syubhat. Ini hanya dilakukan oleh sebahagian orang. Syekh Muhamad Salih al-Munajjid, Silsilah A’mal al-Qulūb, terj. Saat Mubarak, Jagalah Hati Raih Ketenangan h. 393. 49 Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya h. 480. 50 Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya h. 849. 51 M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? | 21 3) Menahan dari sebahagian besar hal yang mubah. Hal ini dilakukan oleh para Nabi, shiddiqin, syuhada dan orang-orang salih.52 Berdasarkan kutipan di atas, dapat dipahami bahwa bersikap warā’pada hal mubah yang dapat melalaikan Allah dan akhirat, tetapi bila sesuai dengan sunnah seperti menikah dan makan maka tidak perlu sikap warā‘. Warā‘ sebagaimana dijelaskan sebelumnya bahwa warā‘ dari hal yang haram dan syubhat, juga sebahagian hal-hal yang dikhawatirkan jika dilakukan terjatuh pada yang haram. Bila menginginkan pada tingkatan tertinggi dari sikap warā‘ adalah meninggalkan semua yang bukan untuk Allah; selain itu jika seseorang melakukan hal mubah dengan niat yang benar (semisal ia makan dengan niat bertakwa, ia tidur dengan niat akan bangun untuk salat malam, ia menikah dengan niat memberi nafkah isteri dan memperoleh keturunan, menjaga diri dan memperbanyak kaum muslimin dan lain-lainnya) maka hal mubah akan berubah menjadi ketaatan dan ibadah. Maka dalam hal seperti ini tidak boleh bersikap warā’ terhadap hal mubah yang dapat membawanya pada hal haram atau melalaikan hatinya dari Allah dan akhirat. c. Raja‘ Raja‘ termasuk salah satu akhlak penting seorang hamba kepada Rabbnya. Hal ini dimaksudkan sebagai upaya untuk mendekatkan diri kepada Allah swt. dengan melakukan berbagai ubudiyah dan juga mencintainya, khususnya dengan sikap pengharapan kepada sang Pencipta. Dalil tentang raja’ disebutkan Allah dalam Q.S. al-Kahf/18: 110. 52 Syekh Muhamad Salih al-Munajjid, Silsilah Amalan Hati h. 396. 22 | M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? ِ ِ َ ‫اْلاً وَل ي ْش ِر ْك بِ ِع‬ ِ ً‫ فَمن َكا َن ي رجوا لِ َقاء ربِ ِه فَ لْي عمل َعمَل‬... )۱۱۵( ً‫َحدا‬ َ َ ْ َ ْ َ َِ َ َْ َ ‫بادة َربِِه أ‬ ُ َ ‫ص‬ ُ َْ Terjemahnya: …. Maka barangsiapa yang mengharap pertemuan dengan Tuhannya maka hendaklah dia mengerjakan kebajikan dan janganlah dia mempersekutukan dengan sesuatu pun dalam beribadah kepada Tuhannya.53 Dalam eksistensinya, raja’ berbeda dengan al-tamanni (berangan-angan). Pada al-tamanni pelakunya bersifat malas, dan tidak bersungguh-sungguh dalam berusaha. Sedangkan pada sifat raja’ pelakunya berupaya semaksimal mungkin untuk mencari solusi dari apa yang diharapkannya dengan disertai sifat tawakal kepada Allah swt. sehingga tidak sedikit ulama yang berpendapat bahwa sifat raja’ harus dengan usaha yang sungguh-sungguh. Ibnu al-Qayyim al-Jauziyah, mengemukakan pula bahwa raja’ adalah perkara yang amat mulia bagi orang yang mengharapkan kesucian hatinya, dan bagi mereka yang ingin menuju Rabb-nya. Sebab dia tidak pernah lepas dari dosa yang diharapkan pengampunannya, tidak lepas dari aib yang dia harapkan pembenahannya, tidak lepas dari amal salih yang dia harapkan penerimaannya, tidak lepas dari istiqamah yang dia harapkan kekekalannya, dan tidak lepas dari kedekatan dengan Allah yang dia harapkan pencapainnya. 54 Raja’, kondisi di mana seseorang memiliki harapan, seperti petani yang menggarap sawah untuk ditanami, menabur benih, menyiramnya dengan air, menjaganya dari serangan hama tanaman, menungguinya hingga berbuah dan matang. Demikianlah orang yang memiliki sikap raja’, ia selalu mengharapkan rahmat Allah dan pahala-Nya setelah mencurahkan segala upaya. Untuk Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya h. 418. 53 Ibnu al-Qayyim al-Jauziyah, Madārij al-Sālikin baina Manāzil Iyyāka Na’budu wa Iyyāka Nasta’īn h. 163. 54 M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? | 23 memperoleh tingkatan raja’, perlu melalui beberapa tahapan penting, yaitu: 1) Mengingat karunia Allah yang telah diberikan. 2) Mengingat janji Allah akan besarnya pahala dan karunia serta kebaikan-Nya. Karena Allah memberi kepada hamba-Nya jika ia menjaga keistiqamahannya. 3) Mengingat nikmat iman, kesehatan, dan kemewahan dunia yang telah dikaruniakan Allah dan mengakui bahwa Allah telah menganugrahakan banyak kenikmatan, meskipun tanpa harus meminta. 4) Mengingat akan luasnya rahmat Allah dan bahwa rahmat-Nya lebih luas dari amarah-Nya, karena Dia Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, Mahakaya, Mahamulia, Maha Penyantun terhadap hamba-hamba-Nya yang beriman. Oleh karena itu, raja’ hanya dapat terwujud jika dibangun di atas landasan mengenal nama dan sifat Allah.55 Orang yang memahami hatinya dengan baik akan menyadari bahwa dunia ini adalah ladang akhirat. Hati layaknya tanah, perlu ditanami dengan benih-benih ketaatan, dijaga, disiram, dan diairi dengan amal ibadah. Agar tanaman dapat tumbuh dengan baik, butuh mendapatkan penjagaan dari hal-hal yang membahayakannya, layaknya sawah yang senantiasa dibersihkan dari gulma yang dapat membahayakan kondisi tanaman. Oleh karena itu, seorang mukmin hendaknya senantiasa membersihkan hatinya dari syubhat dan hawa nafsu agar tidak merusak ketaatan yang disiram dengan air ubudiyah. 55 Syekh Muhamad Salih al-Munajjid, Silsilah Amalan Hati h. 81. 24 | M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? d. Murāqabah Kaitannya dengan dampak pembentukan dan pendidikan qalb seorang hamba maka murāqabah termasuk salah satu adab yang selalu dimiliki oleh mereka secara terus menerus dengan keyakinan yang mantap bahwa Allah Maha Melihat, Maha Mendengar, dan Maha Mengawasi yang lahir dan yang batin, dan Allah senantiasa bersama hamba-Nya dimana pun mereka berada.56 Asumsi ini diperkuat dengan sebuah hadis Nabi yang masyhur disebut sebagai hadis Jibril, yaitu ketika datang bertanya kepada Rasulullah saw. tentang makna ihsan. Rasulullah saw. menjawab: “… jika engkau menyembah Allah seakan-akan melihatnya, dan jika engkau tidak dapat melihatnya maka sesungguhnya Dia melihatmu.” Karena itu dipahami bahwa murāqabah/ihsan adalah bentuk pengetahuan seorang hamba yang meyakini bahwa Allah senantiasa mengawasinya, melihatnya, mendengar perkataannya, dan mengetahui amalnya di setiap waktu, dan dimana pun dia berada, meskipun secara kasat mata manusia tidak dapat melihat Allah di dunia. Allah swt. berfirman dalam Q.S. al-Bayyinah/98: 8. ِ‫ر‬ َّ ‫ض َي‬ )۸( ُ‫ك لِ َم ْن َخ ِش َي َربَّه‬ َ ِ‫ضوا َع ْنهُ َذل‬ ُ ‫اَّللُ َع ْن ُه ْم َوَر‬ َ Terjemahnya: … Allah rida terhadap mereka dan mereka pun ri«a kepadaNya. Yang demikian itu adalah balasan bagi orang-orang yang takut kepada Tuhannya.57 Berdasarkan ayat di atas, dapat dipahami bahwa maknanya adalah yang demikian itu adalah (balasan) bagi orang-orang yang Ibnu al-Qayyim al-Jauziyah, Madārij al-Sālikin baina Manāzil Iyyāka Na’budu wa Iyyāka Nasta’īn h. 166. 56 Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya h. 909. 57 M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? | 25 selalu merasakan pengawasan (murāqabah) Tuhannya, menghisab (mengintrospeksi) dirinya, dan membekali diri untuk akhiratnya. e. Cinta dan Rida Cinta adalah kesadaran diri, perasaan jiwa, dan dorongan hati yang menyebabkan seseorang terpaut hatinya kepada apa yang dicintainya dengan penuh semangat dan rasa kasih sayang. 58 Ta’rīf demikian merupakan fitrah yang dimiliki oleh setiap orang. Akan tetapi, dalam syariat agama Islam tidak hanya mengakui keberadaan cinta itu dari pada diri manusia saja, tetapi mengaturnya pula sehingga dapat terwujud dengan mulia. Bagi seorang mukmin, cinta yang pertama dan utama hanya dipersembahkan kepada sang pencipta, yaitu Allah swt. Allah lebih dia cintai dari pada kecintaannya kepada makhluk lainnya. Dalam hal ini Allah swt. menyebutkan dalam Q.S. al-Baqarah/2: 165. ِ َّ )۱٦۵( ... ‫آمنُوا أَ َش ُّد ُحبِاً ََِّّلل‬ َ ‫ين‬ َ ‫ َوالذ‬... Terjemahnya: … adapun orang-orang yang beriman sangat besar cintanya kepada Allah….59 Sejalan dengan cintanya kepada Allah swt. seorang mukmin yang mendidik jiwanya maka dia lebih mendahului rasa cintanya kepada Allah dan Rasulnya dibanding dengan kecintaan yang selainnya. Sedangkan untuk cinta selainnya dia letakkan pada posisi cinta menengah yang berada di bawah cinta keduanya. Demikianlah dampak positif sekaligus akhlak mulia yang dihasilkan bagi mereka yang telah mendidik hatinya, dalam hal bagaimana berinteraksi kepada sang penciptanya yang Maha Agung. Semoga dengan sifat-sifat mulia ini, seorang hamba dapat 58 Yunahar Ilyas, h. 24. Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya h. 31. 59 26 | M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? lebih dekat dan memperoleh apa yang diharapkan dari Rabb-nya (kesucian hati). 3. Akhlak dalam Bermasyarakat Dalam kehidupan sosial, seorang individu tidak terlepas dari interaksi dengan masyarakatnya. Adakalanya seorang manusia dituntut untuk bermuamalah dengan sanak keluarga dan familinya, bersilaturrahim dengan karib kerabatnya, kenalannya dan di lain waktu dia harus menjalin hubungan dengan pemerintah setempat di mana dia berdomisili. Agar ke semua bagian tersebut dapat terjalin secara harmonis dan tetap berdampak positif, di sinilah urgennya bagi mereka yang mempunyai kepiawaian. Akan tetapi, dengan bermodalkan kepiawaian semata dipandang tidak cukup. Ke semua hal tersebut dapat terjalin dengan baik manakala individu mengetahui tentang bagaimana akhlak yang harus dilakukannya ketika berinteraksi dengan masyarakatnya. Dalam hal ini jelaslah yang dimaksudkan adalah mereka yang dalam kehidupannya senantiasa menaruh perhatian besar terhadap kesucian hatinya. Karena dengan hati yang suci dan bersih secara otomatis akan melahirkan karakter-karakter yang bersih dan suci pula, sebaliknya orang yang dalam hatinya memiliki penyakit maka tentulah dalam hubungannya dalam masyarakatnya bukan didasari keikhlasan, karena keikhlasan untuk saling membantu dan menutupi kekurangan, jika hal ini terjadi dikhawatirkan akan menimbulkan dampak negatif bagi pelakunya. Bagi mereka yang hatinya bersih dan suci maka dalam interaksi sosialnya melahirkan karakter yang mencerminkan sifat kemuliaan dan memiliki dampak positif, baik bagi individu yang menerapkannya maupun bagi mereka yang berada di sekitarnya. Dampak positif yang penulis maksudkan, yaitu: M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? | 27 a. Menjalin hubungan baik dengan tetangga Menjalin hubungan baik dengan tetangga adalah salah satu adab yang dimiliki oleh orang yang berhati bersih. Minimal hubungan baik dengan tetangga diwujudkan dalam bentuk tidak mengganggu dan menyusahkan mereka. 60 Sebuah contoh yang dapat dikemukakan ialah pada waktu istirahat, tidak membunyikan radio atau televisi dengan volume yang dapat mengganggu istirahat mereka. Termasuk pula menjalin hubungan baik dengan tetangga apabila tidak membuang sampah ke halaman rumahnya, dan tidak menyakitinya dengan perkataan yang kasar dan tidak sopan. Lebih utama lagi jika tidak hanya sekedar menjaga jangan sampai tetangga merasa terganggu, tetapi secara aktif dan produktif kepada mereka. Misalnya mengucapkan salam dan bertegur sapa dengan ramah, memberikan pertolongan apabila dibutuhkannya, dan jika memasak makanan hendaknya memberikan sebahagian kepada mereka, terlebih lagi apabila makanan yang dimasak itu tercium olehnya. Hal ini jelas sejalan dengan tuntunan hadis Rasulullah saw. sebagaimana yang diriwayatkan Imam Muslim, yang maknanya menunjukkan anjuran untuk memberi makanan kepada tetangga ketika makanan tersebut tercium baginya. Dengan demikian, menjalin hubungan baik dengan tetangga tidaklah mudah sebagaimana mudahnya seorang membalikkan kedua tangannya. Tetapi, bagi mereka yang hatinya telah diisi dengan benih-benih keimanan dan senantiasa dididik maka hal tersebut mudah dan tidak terasa sulit olehnya. Berdasarkan hal di atas, dapat dilihat dalam Q.S. al-Nisā/4: 36. Syeikh Abu Bakar Jabir al-Jazairi, Minhāj al-Muslim h. 254. 60 28 | M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? َّ ‫َوا ْعبُ ُدوا‬ ‫اَّللَ َوَل تُ ْش ِرُكوا بِ ِه َش ْيئاً َوِِبل َْوالِ َديْ ِن إِ ْح َساَنً َوبِ ِذي الْ ُق ْرََب َوالْيَ تَ َامى‬ ِ ‫الص‬ ِ ِ‫ّي َوال َْمساك‬ ِ ِ‫َوال َْمساك‬ ِ ‫ب ِِب ْْلَْن‬ ِ ‫اح‬ ِ ُ‫ّي َوا ْْلَا ِر ِذي الْ ُق ْرََب َوا ْْلَا ِر ا ْْلُن‬ ‫ب َوابْ ِن‬ َّ ‫ب َو‬ َ َ ِ ِ‫السب‬ َّ ‫ت أَْميَانُ ُك ْم إِ َّن‬ )٣٦( ً‫ب َم ْن َكا َن ُُمْتَاَلً فَ ُخورا‬ ُّ ‫اَّللَ َل ُُِي‬ َّ ْ ‫يل َوَما َملَ َك‬ Terjemahnya: Dan sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apapun. Dan berbuat baiklah kepada kedua orang tua, karib kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga dekat dan tetangga jauh, teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahaya yang kamu miliki. Sungguh Allah tidak menyukai orang yang sombong dan membanggakan diri.61 Ayat di atas, menuntun untuk berbuat baik kepada tetangga dengan memuliakannya, misalnya jika dia memerlukan pertolongan maka tolonglah, jika ia meminjam, pinjamilah, kalau ia fakir, bantulah dengan sedekah, jika ia sakit, tengoklah, jika ia mendapat hal yang menggembirakan, berilah penghargaan, jika ia ditimpa bahaya, sabarkanlah. Jika ia meninggal dunia, uruskan jenazahnya sampai ke kuburnya. Selain itu janganlah meninggikan bangunan rumah dari bangunannnya, kecuali sesudah izinnya. Demikian pula jangan menyakiti hatinya dengan aroma makanan, kecuali jika dapat memberikan sebagian untuknya, dan jika membeli buah-buahan hadiahilah kepada anaknya sebahagiannya. b. Silaturrahim dengan karib kerabat Istilah silaturrahim (silah al-rahim) terdiri atas dua kata “silah” (hubungan, sambungan) dan “al-rahim” (peranakan). Istilah ini sebuah simbol dari hubungan baik penuh kasih sayang antara sesama karib kerabat yang asal usulnya berasal dari satu rahim. Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya h. 109. 61 M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? | 29 Dikatakan simbol karena “al-rahīm” (peranakan) secara materi tidak dapat disambung atau dihubungkan dengan rahim lain. Rahim yang diamaksud di sini adalah qarabah atau nasab yang disatukan oleh rahim ibu. Hubungan antara satu sama lain diikat dengan hubungan rahîm.62 Sedangkan dalam bahasa Indonesia sehari-hari dikenal istilah silaturrahmi (silah al-rahîm) dengan pengertian yang lebih luas, tidak hanya terbatas pada hubungan kasih sayang antara sesama karib kerabat tetapi juga mencakup masyarakat yang lebih luas. Dari segi bahasa istilah tersebut tidak keliru karena al-rahmi juga mengandung makna kasih sayang. Karena itu silaturrahmi berarti menghubungkan tali kasih sayang antara sesama anggota masyarakat. Silaturrahim yang penulis maksudkan dalam buku ini, yaitu hubungan kasih sayang yang tidak hanya terbatas pada hubungan sebuah keluarga besar atau qarabah saja, tetapi secara umum dimaksudkan pula kepada seluruh anggota masyarakat. Memelihara hubungan silaturrahim dengan baik sesama keluarga ataupun anggota masyarakat, menjadi karakter dan akhlak orang yang telah mensucikan hatinya. Secara umum, seorang muslim menganggap bahwa menjalin silaturrahim dengan karib kerabat dan anggota masyarakatnya merupakan salah satu cara untuk ber-taqarrub kepada Allah swt. Hal ini disebabkan karena dalam hubungan silaturrahim mengandung nilai-nilai agung, seperti yang tua menyayangi yang muda dan yang muda menghormati yang tua, dan hal ini tidak hanya terbatas pada Muhammad ibnu ‘Alan al-Siddiq, Dalīl al-Fālihin li Turūq Riyad al-Sālihīn (Riyad: Dār al-Ifta, t. th.), h. 148. Lihat pula Yunahar Ilyas, h. 183. 62 30 | M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? lingkungan karib kerabat saja, tetapi sampai kepada hubungan masyarakat.63 Secara konkret, silaturrahim dapat terwujud dalam bentuk: memelihara dan meningkatkan kasih sayang sesama kerabat dan anggota masyarakat dengan sikap saling mengenal satu sama lain, hormat menggormati, bertukar salam, kunjung mengunjungi, surat menyurat, bertukar hadiah, ziarah menziarahi, bantu membantu dan lain sebagainya. Adapun manfaat yang diperolehnya yaitu Rasulullah saw. menjanjikan pelakunya dengan rezeki yang lapang dan umur yang panjang. Dengan demikian, silaturrahim adalah salah satu sifat yang senantiasa dimiliki oleh orang yang hatinya benar-benar bersih dan suci. Tanpa hati yang didasari kebersihan dan kesucian maka sifat ini tidak dimiliki oleh orang selainnya. Meskipun ditemukan banyak orang yang saling berkasih sayang di antara mereka, tetapi kasih sayang yang mereka bina bukan karena atas dasar cinta dan iman kepada Allah swt., yang demikian dapat saja karena di dalamnya terdapat kepentingan yang sifatnya duniawiyah. Menegakkan tali silaturrahim merupakan salah satu prinsip pokok Islam, sebagaimana telah diperintahkan oleh Allah swt. dalam Q.S. al-Nisā/4: 1. ِ ِ َّ َّ ‫ واتَّ ُقوا‬... َّ ‫ام إِ َّن‬ )۱( ً‫اَّللَ َكا َن َعلَْي ُك ْم َرقِيبا‬ َ ‫اءلُو َن بِه َواأل َْر َح‬ َ ‫اَّللَ الذي تَ تَ َس‬ َ Terjemahnya: … Bertakwalah kepada Allah yang dengan nama-Nya kamu saling meminta, dan (peliharalah) hubungan kekeluargaan. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasimu.64 Berdasarkan ayat di atas, dapat diketahui bahwa orang yang selalu memegang teguh tali silaturrahim akan membawa Syeikh Abu Bakar Jabir al-Jazairi, Minhāj al-Muslim h. 259. 63 Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya h. 99. 64 M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? | 31 keberkahan bagi rezeki dan kehidupannya, dan kan menerima kasih sayang dari Allah swt. baik di dunia maupun di akhirat, serta akan membuat orang lain mencintai dirinya. seorang muslim akan memperoleh dua pahala saat dia memperlakukan keluarganya dengan baik dan hormat, satu pahala karena meneguhkan tali silaturrahim dan satu pahala karena memberikan sedekah. Allah swt. berfirman dalam Q.S. al-Isra/17: 26. ِ ِ ‫و‬ ِ ِ‫السب‬ )۲٦( ً‫يل َوَل تُبَ ِِذ ْر تَ ْب ِذيرا‬ َّ ‫ّي َوابْ َن‬ َ ‫آت َذا الْ ُق ْرََب َح َّقهُ َوال ِْم ْسك‬ َ Terjemahnya: Dan berikanlah haknya kepada kerabat dekat, juga kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan, dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros.65 Ayat di atas, menuntun untuk senantiasa berbuat baik, kendatipun kesibukan pekerjaan, baik di rumah maupun di kantor membuat sulit meluangkan waktu untuk bersilaturrahim, tetapi luangkanlah waktu jika ada saudara, teman, atau kerabat yang sedang sakit dan jangan lupa sempatkan untuk saling berkunjung ke rumah saudara atau kerabat walau tidak sering. Mencintai dan menghormati tetangga adalah termasuk dalam lingkup memelihara silaturrahim. Islam bahkan mengajarkan untuk menaruh hormat dan memberikan toleransi kepada tetangga sekalipun non muslim. Menghormati tetangga non muslim merupakan salah satu contoh toleransi yang ditekankan oleh Islam. Allah swt. berfirman dalam Q.S. al-Nisā/4: 36. َّ ‫َوا ْعبُ ُدوا‬ ‫اَّللَ َوَل تُ ْش ِرُكوا بِ ِه َش ْيئاً َوِِبل َْوالِ َديْ ِن إِ ْح َساَنً َوبِ ِذي اْل ُق ْرََب َوالْيَ تَ َامى‬ ِ ‫الص‬ ِ ِ‫ّي َوال َْمساك‬ ِ ِ‫َوال َْمساك‬ ِ ‫ب ِِب ْْلَْن‬ ِ ‫اح‬ ِ ُ‫ّي َوا ْْلَا ِر ِذي الْ ُق ْرََب َوا ْْلَا ِر ا ْْلُن‬ ‫ب َوابْ ِن‬ َّ ‫ب َو‬ َ َ ِ ِ‫السب‬ َّ ‫ت أَْميَانُ ُك ْم إِ َّن‬ )٣٦( ً‫ب َم ْن َكا َن ُُمْتَاَلً فَ ُخورا‬ ُّ ‫اَّللَ َل ُُِي‬ َّ ْ ‫يل َوَما َملَ َك‬ Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya, h. 388. 65 32 | M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? Terjemahnya: Dan sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apapun. Dan berbuat baiklah kepada kedua orang tua, karib kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga dekat dan tetangga jauh, teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahaya yang kamu miliki. Sungguh Allah tidak menyukai orang yang sombong dan membanggakan diri.66 Betapa pentingnya silaturrahim, Islam memerintahkan untuk senantiasa memeliharanya, sebab orang yang memutuskan tali silaturrahim akan menerima kemurkaan dari Allah, akan mengalami kesengsaraan dan bencana. Begitu banyak perintah yang diberikan oleh Allah swt., untuk terus memelihara tali silaturrahim. Oleh karena itu harus selalu dibudayakan sikap memelihara silaturrahim dalam praktik sehari-hari, dengan senantiasa peduli dengan nasib saudara-saudara yang teraniaya, terzalimi, dan duafa, sudah saatnya untuk peka dengan keadaan tetangga. Salah satu kiat memelihara silaturrahim adalah dengan jalan zikir kepada Allah. orang yang senantiasa berzikir kepada Allah swt. adalah orang yang selalu memelihara silaturrahim dengan Sang Pencipta, dan orang yang senantiasa menjaga silaturrahim dengan-Nya, dia pasti akan menjaga silaturrahim dengan sesama makhluknya. c. Saling berkasih sayang sesama anggota masyarakat Berkasih sayang sesama anggota masyarakat adalah salah satu akhlak mulia. Selain itu, di antara akhlak mulia yang dihasilkan orang telah membersihkan hatinya dalam kehidupan sosialnya ialah sangat penyayang terhadap dirinya sendiri dan orang lain, bahkan sifat kasih sayang telah menjadi sebuah karakter hidupnya. Kasih sayang tidak lain kecuali menunjukkan Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya h. 158. 66 M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? | 33 kejernihan dan kesucian hati seseorang. Hakikat kasih sayang sebagaimana dikemukakan Syeikh Abu Bakar Jabir al-Jazairi adalah kelembutan hati dan empati jiwa yang meliputi ampunan dan ihsan, tetapi kasih sayang itu bukan murni hanya empati jiwa saja tanpa membuahkan bekas di luar jiwa. Bahkan kasih sayang memiliki pengaruh yang kuat, dan hakikat perwujudannya itu tampak di alam nyata.67 Berdasarkan kutipan di atas, dapat didukung dengan firman Allah Q.S. Ali Imrān/3: 133-134. ِ ‫ات واألَر‬ ِ ‫َّت لِل‬ ‫ّي‬ َّ ‫ض َها‬ ُ ‫َو َسا ِر ُعوا إِ ََل َم ْغ ِف َرةٍ ِم ْن َربِِ ُك ْم َو َجن ٍَّة َع ْر‬ َ ‫ْمتَّق‬ ُ ْ َ ُ ‫الس َم َو‬ ُ ْ ‫ض أُعد‬ ِ َّ ‫الس َّر ِاء والض‬ ِ ِ ِ ‫) الَّ ِذ‬۱٣٣( ِ ‫ّي َع ْن الن‬ ‫َّاس‬ َ ‫ّي الْغَْي‬ َ ‫ظ َوال َْعاف‬ َ ‫َّراء َواْل َكاظ ِم‬ َ َّ ‫ين يُ ْنف ُقو َن ِِف‬ َ ِ ‫ب ال‬ ِ َّ ‫و‬ )۱٣٤( ‫ّي‬ َ ِ‫ْم ْحسن‬ ُ ُّ ‫اَّللُ ُُي‬ َ Terjemahnya: Dan bersegeralah kamu mencari ampunan dari Tuhanmu dan mendapatkan surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan bagi orang-orang yang bertakwa, (yaitu) orang yang berinfak, baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang lain. Dan Allah mencintai orang-orang yang berbuat kebaikan.68 Berdasarkan ayat di atas, dapat dipahami bahwa kalau manusia memiliki lidah yang tak pelit meminta dan menerima maaf maka sungguh indah kehidupannya. Oleh karena itu tidak perlu saling mencari kesalahan orang lain, kalau bersalah bersegeralah meminta maaf, dan kalau dimintai maaf, maka bersegeralah memaafkan. Apalagi kalau permintaan dan pemberian maaf itu disertai dengan hati yang tulus dan ikhlas, maka tidak perlu lagi membalas menjelek-jelekkan sesama Syeikh Abu Bakar Jabir al-Jazairi, Minhāj al-Muslim h. 211. 67 Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya h. 84. 68 34 | M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? manusia yang sedang khilaf atau lalai. Sebagaimana firman Allah dalam Q.S. al-Nisā/4: 149. ٍ ‫إِ ْن تُب ُدوا خرياً أَو ُُتْ ُفوه أَو تَ ع ُفوا عن س‬ َّ ‫وء فَِإ َّن‬ )۱٤۹( ‫اَّللَ َكا َن َع ُف ِواً قَ ِديْ ًرا‬ ْ َْ ْ ُ َْ ْ ْ ُ Terjemahnya: Jika kamu menyatakan sesuatu kebajikan, menyembunyikannya atau memaafkan sesuatu kesalahan (orang lain), maka sungguh, Allah Maha Pemaaf, Mahakuasa. 69 Dengan demikian, tidak ada alasan bagi manusia untuk tidak atau enggan memberi maaf kepada orang-orang yang telah berbuat jahat, bahkan yang telah menganiaya. Sungguh merupakan perjuangan hati yang sangat berat untuk memaafkan orang yang telah berbuat zalim. Oleh karena itu perlu diingat bahwa begitu banyak keutamaan yang dapat diperoleh dengan memberi dan meminta maaf, baik di dunia maupun di akhirat dengan memelihara sifat al-afwu di hati, sebab dengan menanamkan keindahan maaf di hati, dengan meniru perilaku Salaf al-Salih yang senantiasa memberi maaf kepada sesama, dan setiap saat meminta maaf (ampunan) kepada Allah swt. dengan senantiasa beristigfar, mengamalkan salat sunah taubat dengan memanjatkan istigfar yang paling mulia (sayyid al-istigfār) dalam doa. Bentuk kasih sayang yang dapat diterapkan di tengah-tengah masyarakat, seperti memberikan maaf kepada orang yang khilaf, memberi ampun orang yang bersalah, menolong orang yang kesusahan dan bersedih hati, membantu yang sedang kesempitan, memberi makan orang yang kelaparan, memberi pakaian kepada orang yang tidak mempunyai pakaian, mengunjungi orang yang sakit atau yang tertimpa musibah, dan lain sebagainya. Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya, h. 134. 69 M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? | 35 Dari ketiga hal yang telah dijelaskan di atas, kesemuanya menunjukkan pada dampak proses pembentukan hati yang membekas pada hati seseorang yang telah berupaya dan bermujahadah semaksimal mungkin dalam kehidupannya untuk memelihara dan memperhatikan kesucian dan kejernihan hatinya, sehingga hal demikian tercermin dan terealisasikan pada tiga aspek akhlak penting, seperti akhlak kepribadiannya, akhlak sosialnya, dan tat kala pentingnya juga mampu mengetahui dan menjaga tentang akhlak/adab terhadap sang penciptanya. Anak adalah amanah Allah yang sangat berharga. Karena anak, orang tua dituntut untuk mendidiknya sejak dalam kandungan ibunya sampai ia dewasa. Mengapa demikian?. Sebab anak yang lahir ke dunia dalam keadaan suci (fitrah) maka saat kembali kepada sang pemiliknya Allah swt. harus suci pula tanpa noda dan dosa. Itulah sebabnya pendidikan terhadap anak (tarbiyyah al-awlād) dalam pandangan Islam hukumnya wajib, sehingga sesibuk apapun pekerjaan seorang pendidik terutama kepada orang tua maka pendidikan untuk anak-anaknya tak terbengkalai. Salah satu hal penting dalam mendidik anak adalah upaya pensucian jiwa mereka (tazkiyah al-nafs) yang diharapkan dapat menjadi manusia beriman dan bertakwa, tidak suka mengganggu orang lain, ataupun manusia yang tidak menyusahkan kedua orang tuanya kelak. Dalam kajian Islam ditegaskan pula bahwa setiap anak itu dilahirkan dalam fitrah yang suci. Sehingga seorang bayi hidup dalam alam paradiso (kalau mati dalam Islam dianggap langsung masuk surga). Dalam perkembangan selanjutnya, karena kelemahannya sendiri sang bayi yang tumbuh pelan-pelan menjadi dewasa lalu tergoda dengan ketertarikan kehidupan dunia, 36 | M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? sehingga sedikit demi sedikit dia masuk ke alam inferno “neraka dunia”.70 Karena dosanya, hatinya pun menjadi kotor. Dalam suatu keadaan yang disebut pensucian, manusia dilatih kembali untuk lepas dari infernonya atau dari neraka dunia. Inilah proses alam pensucian jiwa dan mendidik qalb, dari sini akan terbuka kembali alam kefitrahannya, meskipun pada dasarnya setiap manusia dilahirkan dalam keadaan fitrah. Fitrah yang dimaksudkan dalam konteks tersebut bukanlah sesuatu yang didapatkan atau diusahakan, tetapi sesuatu yang ingin ditemukan kembali. Oleh sebab itu term yang dipakai dalam perayaan hari raya Idul Fitri “kembali ke fitrah” yang secara simbolik maknanya adalah merayakan kembalinya jiwa ke alam paradiso atau alam kefitrahan manusia. Dengan demikian kenyataan yang menunjukkan bahwa manusia itu memiliki fitrah beragama, buat pertama kali ditegaskan dalam ajaran Islam yakni agama adalah kebutuhan fitri manusia. Fitrah beragama yang ada dalam diri manusia inilah salah satu faktor yang melatar belakangi perlunya manusia pada pendidikan qalb. Oleh karenanya, ketika datang wahyu Allah yang menyeru manusia supaya beragama maka seruan tersebut memang amat sejalan dengan fitrahnya itu. Dalam konteks ini misalnya ketika seorang membaca ayat yang tertera dalam Q.S. al-Rūm/30: 30. َِّ ‫اَّلل الَِِّت فَطَر النَّاس علَي ها َل تَ ب ِديل ِِلَل ِْق‬ َِّ َ‫ك لِل ِِدي ِن حنِيفاً فِطْرة‬ ‫ك‬ َ ِ‫اَّلل ذَل‬ َ ‫فَأَقِ ْم َو ْج َه‬ َ َ َ ْ َْ َ َ َ ِ ِ ‫ين الْ َقيِِ ُم َولَ ِك َّن أَ ْكثَ َر الن‬ )٣۰( ‫َّاس َل يَ ْعلَ ُمو َن‬ ُ ‫ال ِد‬ 70 Istilah di atas dimaksudkan untuk mengungkapkan kondisi manusia yang menjauhi dari suara hatinya yang suci. M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? | 37 Terjemahnya: Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Islam); (sesuai) fitrah Allah disebabkan Dia telah menciptakan manusia menurut fitrah (fitrah) itu Tidak ada perubahan pada ciptaan Allah, (Itulah) agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.71 Berdasarkan ayat di atas, penulis pertegas kembali bahwa manusia diciptakan dengan membawa fitrah (potensi) keagamaan yang hanīf, benar, dan tidak dapat menghindar meskipun boleh jadi dia mengabaikan atau tidak mengakui keberadaannya. Dalam hal ini, terdapat perbedaan dengan teologi Kristen yang memandang manusia berfitrah negatif dengan menyandang dosa warisan, sekalipun Q.S. al-Baqarah/2: 266 memandang manusia mempunyai potensi positif lebih besar dibanding potensi negatifnya, seperti telah diuraikan sebelumnya yang mengisyaratkan bahwa manusia lebih mudah untuk berbuat baik dari pada berbuat jahat. 72 Dengan demikian, hakikat manusia tampak pertama kali pada fitrah yang telah ditetapkan Allah atas dirinya. Hal ini disebabkan oleh karena manusia hidup dalam alam realitas dengan mengungkapkan fitrah berupa potensi yang ada dalam dirinya. Islam sebagai agama paripurna sangat memperhatikan dan mengakui seluruh potensi dalam diri manusia dengan segala tuntutannya. Begitu pula Islam dengan kemuliaan ajarannya memberikan kewenangan kepada fitrah manusia untuk mengaktualisasikan dirinya, selama hal tersebut tidak bertentangan dengan ajaran agama. Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya h. 574. 71 72 Statemen tersebut sejalan dengan pernyataan M. Quraish Shihab yang mengatakan bahwa nafs itu berpotensi positif dan negatif, tetapi diperoleh isyarat bahwa pada hakikatnya potensi positif manusia lebih kuat dari pada potensi negatifnya, hanya saja daya tarik keburukan lebih kuat dari pada daya tarik kebaikan. Lihat M. Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur’an, (Cet. 3; Bandung: Mizan, 1996), h. 286. 38 | M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? Berkenaan dengan uraian di atas, Muhammad al-Gazali dalam Khulūq al-Muslim menyebutkan bahwa di dalam jiwa manusia terdapat dua fitrah,73 yakni fitrah yang baik dan fitrah yang buruk. 1. Fitrah yang baik Mendorong kepada kebaikan yang bermanfaat bagi kehidupan manusia dalam perkembangan jiwanya, sehingga jiwa merasa dapat menemukan dan melaksanakan kebaikan tersebut. َِّ ‫ك لِل ِِدي ِن حنِيفاً فِطْرَة‬ َِّ ‫اَّلل الَِِّت فَطَر النَّاس علَي ها َل تَ ب ِديل ِِلَل ِْق‬ ‫اَّلل‬ َ ‫فَأَقِ ْم َو ْج َه‬ َ َ َ ْ َْ َ َ َ ِ َ ِ‫َذل‬ ِ ‫ين الْ َقيِِ ُم َولَ ِك َّن أَ ْكثَ َر الن‬ )٣۰( ‫َّاس َل يَ ْعلَ ُمو َن‬ ُ ‫ك ال ِد‬ Terjemahnya: Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Islam); (sesuai) fitrah Allah disebabkan. Dia telah menciptakan manusia menurut (fitrah) itu. Tidak ada perubahan pada ciptaan Allah, (itulah) agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui. 2. Fitrah yang buruk Dalam jiwa manusia ada kecenderungan untuk berlaku tidak baik atau kecenderungan berbuat buruk sebagaimana yang dijelaskan dalam Q.S. al-Syams/91: 7-8. ٍ ‫َونَ ْف‬ )۸( ‫ورَها َوتَ ْق َو َاها‬ َ ‫) فَأَ َْلََم َها فُ ُج‬۷( ‫س َوَما َس َّو َاها‬ Terjemahnya: Demi jiwa serta penyempurnaan (ciptaan)nya, maka Dia mengilhamkan kepadanya (jalan) kejahatan dan ketakwaannya,74 Muhammad al-Gazali, Khulūq al-Muslim (Bandung: Mizan, 1989), h. 99. 73 Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya h. 896. 74 M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? | 39 Menurut Quraish Shihab, bahwa kata mengilhamkan pada ayat di atas berati potensi agar manusia melalui nafs dapat menangkap makna baik dan buruk, serta dapat mendorongnya untuk melakukan kebaikan dan keburukan, dari pendapat ini terlihat perbedaan pengertian kata tersebut menurut versi AlQur’an dengan terminologi kaum sufi, yang oleh Imam al-Gazali sebagaimana dikutip Achmad Mubarak dinyatakan bahwa nafs ialah sesuatu yang melahirkan sifat tercela dan perilaku buruk. Pengertian kaum sufi ini mirip dengan yang didefinisikan dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia yang antara lain menjelaskan nafs sebagai dorongan hati yang kuat untuk berbuat kurang baik. Dari perbedaan persepsi di atas, penulis lebih cenderung memahami nafs tidak selalu berkonotasi negatif seperti yang dapat dipahami dalam Q.S. al-Isra/17: 15, dan Q.S. al-Syams/91: 7-8. Meskipun di satu sisi nafs berpotensi untuk melakukan keburukan, hal ini tidak terlepas dari berbagai faktor yang dapat mempengaruhi perbuatan nafs itu sendiri. Mengacu pada beberapa uraian tersebut, menunjukkan bahwa ajaran Islam dibangun atas dasar respon terhadap fitrah manusia serta kecenderungannya, di samping penyesuaian dengan kenyataan pada diri manusia. Zacky Syafaat, dalam Filsafat Manusia mengungkapkan bahwa manusia mempunyai dua sifat pribadi yaitu: pertama, mencerminkan hakikat kemanusiaannya, dan kedua, menjadikannya sebagai bagian terpenting dalam pembangunan masyarakat. Dengan kedua sifat kepribadian itu, manusia mempunyai hak dan kewajiban yang 40 | M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? dapat meningkatkan kedudukannya ke martabat yang lebih tinggi.75 Kepribadian manusia yang tergambar dalam kutipan di atas, memberikan peluang besar kepada seluruh komunitas sekolah selaku pengemban teori pendidikan untuk dapat terlibat. Kepala sekolah sebagai pimpinan di sekolah, berkewajiban untuk dapat mengkoordinir segala kebutuhankebutuhan sekolah demi mewujudkan tercapainya karakter peserta didik yang religius. Karakter peserta didik yang religius inilah yang akan menjawab pesatnya kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Kemajuan Iptek tanpa dibarengi dengan modal pemahaman keagamaan akan sangat timpang. Ketimpangan tersebut terlihat dengan munculnya berbagai tindakan kriminal peserta didik, baik yang terjadi di lingkungan sekolah, maupun di luar lingkungan sekolah, seperti tawuran di kalangan generasi muda penerus bangsa dari kalangan anakanak usia remaja sampai di kalangan usia orang dewasa (mahasiswa). Oleh karena itu, tanggung jawab pendidikan kembali dipertanyakan siapakah yang bertanggung jawab dalam menangani hal ini? Sebagai seorang muslim yang beriman tentunya berpandangan bahwa yang menjadi tanggung jawab atas semua hal ini adalah setiap individu yang memiliki kompetensi, sebagai orang tua dia berkewajiban, sebagai pendidik juga berkewajiban, dan sebagai masyarakat juga punya Zacky Syafa’at, Filsafat Manusia (Surabaya: Terbit Terang, 2000), h. 46. Lihat pula Abdul Mujib, Ilmu Pendidikan Islam (Cet. 1; Jakarta: t.p., 2006), h. 53. Penjelasannya; fitrah asli manusia itu boleh jadi baik dan boleh jadi buruk sekalipun fitrah yang baik merupakan primer, sedang yang buruk merupakan sekunder. Hal ini berbeda dengan malaikat yang hanya berfitrah baik, atau setan yang berfitrah buruk, ataukah hewan/ tumbuh-tumbuhan dan benda-benda mati lainnya yang tidak ada baik dan tidak ada buruk pada fitrahnya. 75 M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? | 41 kewajiban. Ketiga pengemban sekaligus penanggung jawab jalannya pendidikan bagi peserta didik ini diistilahkan dengan sebutan Tri Pusat Pendidikan (formal, informal, dan non formal) yang tidak dapat terlepaskan dan saling berkorelasi satu sama lain. Berbicara tentang kepribadian seorang individu banyak hal yang dapat mempengaruhi perkembangannya, antara lain adalah pengaruh keluarga. Hal ini sangat menentukan keperibadian sang anak, karena baik dan buruknya kepribadian seseorang sangat tergantung pada bagaimana mengembangkan potensinya, mengawasinya, membantu anak dalam kesulitan belajar, dan membimbingnya ke segala aktivitas yang ada di dalam kelas. Begitu pula lingkungan masyarakat berpengaruh terhadap perkembangan kepribadian seorang anak.76 Dengan demikian, orangtua adalah pendidik pertama dalam kehidupan anak-anaknya. Kepribadian dan akhlaknya merupakan cerminan bagi hidup sang buah hatinya kelak, begitu pula dengan sikap dan cara hidup mereka termasuk unsurunsur pendidikan yang secara tidak langsung akan mempengaruhi kepribadian anak yang sedang tumbuh. Dalam hal ini Zakiah Daradjat, berpendapat bahwa berbicara masalah anak dan orang tua, tidak terlepaskan dari tanggung jawab orangtua sebagai pendidik dalam lingkungan keluarga, karena pada hakikatnya para orang tualah yang mempunyai harapanharapan agar anak mereka tumbuh dan berkembang menjadi anak yang baik. Dari didikan orang tualah sehingga anak dapat membedakan mana yang baik dan mana yang buruk dan tidak 76 M. Sattu Alang, Kesehatan Mental dan Terapi Islam (Cet. 2; Makassar: Berkah Utami, 2005), h. 38. 42 | M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? terjerumus dalam perbuatan-perbuatan yang dapat merugikan dirinya sendiri maupun orang lain.77 Untuk lebih jelasnya dapat dilihat apa yang dikemukakan M. Sattu Alang dalam bukunya “Kesehatan Mental dan Terapi Islam” tentang beberapa tanggung jawab (kewajiban-kewajiban) orangtua terhadap anak-anaknya, yaitu: a. Memberi nama terhadap anaknya Orangtua mempunyai kewajiban untuk memberikan nama yang baik pada anak-anaknya, begitu juga dengan julukan dan gelar. Nama dapat dipahami sebagai pujian, maki-makian atau bukan keduanya, tetapi yang dapat dipahami adalah gelar. Hal ini berdasarkan firman Allah dalam Q.S. al-Hujurāt/49: 11. ٍ ِ َ‫َّي أَيُّها الَّ ِذين آمنوا َل يسخر ق‬ ِ ِ ‫ساءٌ ِم ْن نِ َس ٍاء‬ ٌ ْ َ ْ َ َُ َ َ َ َ ‫سى أَ ْن يَ ُكونُوا َخ ْرياً م ْن ُه ْم َوَل ن‬ َ ‫وم م ْن قَ ْوم َع‬ ِ ‫اب بِْئ‬ ِ ‫َعسى أَ ْن يَ ُك َّن َخ ْرياً ِم ْن ُه َّن َوَل تَ ل ِْم ُزوا أَن ُفس ُك ْم َوَل تَ نَابَ ُزوا ِِبألَلْ َق‬ ‫سو ُق‬ ُ ‫س اَل ْس ُم الْ ُف‬ َ َ َ ِ )۱۱( ‫ك ُه ْم الظَّالِ ُمو َن‬ َ ِ‫ب فَأ ُْولَئ‬ ْ ُ‫بَ ْع َد ا ِإلميَان َوَم ْن ََلْ يَت‬ Terjemahnya: Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain, (karena) boleh jadi mereka (orang yang diperolok-olokkan) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olokkan) dan jangan pula perempuan-perempuan (mengolok-olokkan) perempuan lain, (karena) boleh jadi perempuan (yang diperolok-olokkan) lebih baik dari perempuan (yang mengolok-olok) janganlah kamu saling mencela satu sama lain, dan janganlah saling memanggil dengan gelar yang buruk. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk (fasik) setelah beriman. Dan barang siapa yang tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim.78 77 Zakiah Daradjat, Ilmu Jiwa Agama (Cet. 7; Jakarta: Bulan Bintang, 1979), h. 71. Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya h. 744-745. 78 M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? | 43 b. Menanamkan pendidikan agama sejak dini Pendidikan agama yang perlu diterapkan kepada anak sejak usia dini, antara lain; membisikkan kalimat tauhid, mengajarinya akhlak yang mulia, mengIslamkan atau menghitaninya, dan menyekolahkannya. 79 Berdasarkan pada kedua pendapat tersebut, dipahami bahwa orangtua mempunyai tanggung jawab yang besar terhadap pembentukan karakter kejiwaan anak-anaknya. Olehnya itu, pendidikan agama seyogyanya diberikan kepada mereka dimulai sejak kecil sampai mereka dewasa. Sebuah contoh yang dapat dikemukakan, seperti mengajarinya salat, puasa, membaca Al-Qur’an, dan lain sebagainya. Terkhusus ketika mereka telah menginjak usia dewasa maka hendaknya menaruh perhatian besar kepadanya, sehingga dengan adanya perhatian seperti ini dapat melestarikan potensi kesucian yang telah dibawanya sejak lahir ke dunia. Di lingkungan formal seorang pendidik juga mempunyai tanggung jawab yang besar terhadap pembentukan karakter peserta didiknya yang bersifat religius. Karena bagaimana pun, selama ini pendidik telah tercitrakan sebagai orang yang serba tahu dan serba mampu. Bahkan ada sebuah ungkapan yang mengatakan; guru itu digugu dan ditiru. Ini menempatkan seorang pendidik pada posisi superior di atas peserta didiknya. Singgih D. Gunarso seperti yang dikutip M. Sattu Alang menjelaskan; salah satu tanggung jawab seorang pendidik terhadap peserta didiknya dalam pembentukan kepribadian mereka yaitu berupa pengawasan yang ketat. Kegiatan yang dilakukan oleh peserta didik itu berdasarkan instruksi dari guru 79 M. Sattu Alang, Kesehatan Mental dan Terapi Islam h. 33-35. 44 | M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? yang berfungsi sebagai top manajer dalam kelas. Upaya ini dilakukan dengan maksud untuk memelihara hubungan emosional antara peserta didik dengan pendidiknya. Ancaman terkadang diberikan kepada mereka untuk mengiringi peserta didik menjadi terkontrol dalam pengawasan gurunya.80 Statemen yang disebutkan di atas, memberikan pemahaman bahwa salah satu peran (tanggung jawab) seorang pendidik dalam membentuk peserta didiknya yang berjiwa agamis yang berupa pengawasan yang ketat. Sebuah contoh yang dapat diutarakan dalam kaitannya dengan upaya untuk menjaga dan melestarikan fitrah kesucian jiwa mereka, seperti; menuntun dan mengawasinya agar terbiasa melaksanakan salat berjamaah di sekolah, mengawasi dalam muamalahnya baik sesama temannya terlebih kepada para pendidiknya, mengawasinya untuk tidak menyontek pada waktu ujian, dan beberapa bentuk pengawasan lainnya yang dapat dilakukan oleh seorang pendidik khususnya di lingkungan sekolah. Pada usia sekolah menengah pertama (SMP) adalah masa krisis dalam proses pertumbuhan dan perkembangan daya nalar peserta didik, di mana anak dalam usia seperti ini berupaya untuk mencari jati dirinya dan mulai matangnya fungsi-fungsi organ reproduksinya, sehingga menjadikan anak pada posisi pancaroba yang sewaktu-waktu dapat berubah sifat dan kepribadiannya. M. Sattu Alang menyatakan bahwa pada usia anak 12-13 bahkan sampai 19 tahun adalah masa keingin majuan dalam 80 Singgih D. Gunarso, et. al., Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja (Jakarta: Gunung Mulia, 2000), h. 109. Lihat pula M. Sattu Alang, Kesehatan Mental dan Terapi Islam h. 42. M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? | 45 memahami kenyataan mencapai puncaknya. Pertumbuhan jasmani semakin subur, kejiwaannya semakin tenang seakanakan dia bersiap untuk menghadapi perubahan yang akan datang.81 Senada dengan statemen ini, Zulkifli dalam Psikologi Perkembangan menegaskan pula bahwa ketika anak perempuan berusia 12-13 tahun dan anak laki-laki berusia 1314 tahun mereka mengalami masa krisis dalam proses pertumbuhannya. Pada masa ini mulai timbul kritik terhadap diri sendiri, kesadaran akan kemauan, penuh pertimbangan, mengutamakan tenaga sendiri yang disertai dengan berbagai pertentangan yang timbul dari lingkungannya, dan pada usia 1219 tahun inilah masa pubertas berlangsung. 82 Berdasarkan kedua argumentasi di atas, jika dikorelasikan dengan fenomena perkembangan peserta didik di usia sekolah menengah pertama dan sekolah menengah umum, dari sudut pandang agama ternyata perkembangan potensi (fitrah beragama) mereka benar-benar memerlukan bimbingan dan arahan yang tepat agar nilai-nilai kemanusiaan pada dirinya terpelihara, sehingga kelak dapat mengetahui jati diri mereka yang sesungguhnya dan dapat mengembangkannya ke arah yang lebih positif. Berdasarkan uraian di atas, penulis berasumsi bahwa salah satu alasan mendasar mengapa pendidikan qalb perlu dilakukan pada manusia, dan kepada peserta didik di sekolah menengah pertama dan sekolah menengah umum, di perguruan tinggi, bahkan di lingkungan pendidikan informal dan non 81 M. Sattu Alang, Kesehatan Mental dan Terapi Islam h. 37. 82 Zulkifli, Psikologi Perkembangan (Cet. 1; Bandung: Rosdakarya, 1986), h. 10-11. 46 | M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? formal, yaitu disebabkan karena untuk tetap menjaga dan melestarikan potensi (fitrah) kesucian yang telah dibawanya sejak lahir ke permukaan dunia ini. Potensi kesucian ini memerlukan pembinaan, pengarahan, dan pengembangan dari orang-orang yang memiliki kompetensi di dalamnya, yaitu dengan cara mengenalkan ajaran agama kepadanya. C. MAKNA QALB DALAM AL-QUR’AN Dalam al-Qur’an, qalb (hati) disebut sebagai alat untuk memahami realitas dan nilai-nilai sebagaimana dalam Q.S. al-Hajj/22: 46. ِ ‫أَفَ لَ ْم يَ ِسريُوا ِِف األ َْر‬ ‫وب يَ ْع ِقلُو َن ِِبَا أ َْو آ َذا ٌن يَ ْس َم ُعو َن ِِبَا فَِإ ََّّنَا َل‬ ٌ ُ‫ض فَ تَ ُكو َن ََلُ ْم قُل‬ ِ )46( ‫الص ُدوِر‬ ُّ ‫وب الَِِّت ِِف‬ ُ ُ‫ار َولَك ْن تَ ْع َمى الْ ُقل‬ َ ْ‫تَ ْع َمى األَب‬ ُ‫ص‬ Terjemahnya: Maka tidak pernakah mereka berjalan di bumi, sehingga hati (akal) mereka dapat memahami, telinga mereka dapat medengar? Sebenarnya bukan mata itu yang buta, tetapi yang buta ialah hati yang di dalam dada.83 Selanjutnya Q.S.al-A’rãf/7: 179. ِ ِ ‫َّم َكثِرياً ِم ْن ا ْْلِ ِِن َوا ِإل‬ ‫وب َل يَ ْف َق ُهو َن‬ ٌ ُ‫نس ََلُ ْم قُل‬ ٌ ُ‫وب َل يَ ْف َق ُهو َن ِِبَا ََلُ ْم قُل‬ َ ‫َولَ َق ْد ذَ َرأْ ََن ْلََهن‬ ِ ‫ّي َل ي ْب‬ ِ ‫َض ُّل‬ َ ِ‫ص ُرو َن ِِبَا َوََلُ ْم آذَا ٌن َل يَ ْس َم ُعو َن ِِبَا أ ُْولَئ‬ َ ‫ك َكاألَنْ َع ِام بَ ْل ُه ْم أ‬ ُ ٌُ ‫ِبَا َوََلُ ْم أَ ْع‬ )179( ‫ك ُه ْم الْغَافِلُو َن‬ َ ِ‫أ ُْولَئ‬ Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya h. 671. 83 M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? | 47 Terjemahnya: Dan sungguh, akan Kami isi neraka Jahanam banyak dari kalangan jin dan manusia. Mereka memiliki hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka memiliki mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tandatanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengarkan (ayat-ayat Allah). Mereka seperti hewan ternak, bahkan lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lengah.84 Dalam bahasa Indonesia, qalb digunakan untuk menyebut hati, baik dalam arti fisik (liver) maupun secara maknawi, tetapi dalam bahasa Arab, term qalb digunakan untuk menyebut banyak hal, seperti jantung, isi, akal, semangat keberanian, bagian dalam, bagian tengah, dan untuk menyebut sesuatu yang murni, bukan untuk menyebut organ tubuh yang disebut hati, sementara untuk organ hati itu digunakan term al-kabid. Bagaimana ajaibnya hati dapat disimak dari ungkapan sehari-hari “dalamnya laut dapat diduga dalamnya hati siapa tahu”, atau ungkapan hatiku tak bisa dibohongi. Hati menjadi ukuran kualitas manusia terungkap pada kalimat berhati emas, berhati baja, berhati iblis. Manusia yang suka merenungkan dirinya akan dapat bukan hanya merumuskan, tetapi juga merasakan apa yang disebut; panas hati, gelap hati, jatuh hati, iri hati, isi hati, kecil hati, besar hati, kelembutan hati dan lain ungkapan yang bernuansa ajaib. Hati bukan hanya dapat merasakan, tetapi juga memproduk pengetahuan. Untuk dapat menduga seberapa dalamnya hati itu, berikut ini berbagai informasi tentang hati menurut al-Qur’an.85 Bahasa mengenal istilah hati nurani atau kata hati, atau hati kecil untuk menyebut kejujuran seseorang atas diri sendiri. Kata nurani Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya h. 329. 84 Achmad Mobarok, Psikologi Qur’ani (Cet. 1; Jakarta: Pustaka Firdaus, 2001), h. 39. 85 48 | M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? diduga berasal dari bahasa Arab (nûr) yang artinya cahaya, dan nurani (nurãniyyun) artinya sebangsa cahaya atau yang bersifat cahaya, sehingga hati nurani dapat disebut sebagai cahaya hati atau lubuk hati yang terdalam. Dalam bahasa Arab, hati nurani dalam pengertian tersebut dapat disebut basirah yang berasal dari kata basara-absaru. M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? | 49 50 | M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? BAB II FENOMENA QALB Ahmad Farid dalam kitabnya Tazkiyah al-Nufus, kitab yang berisi pemikiran Imam Ibnu Rajab al-Hambali, al-Hafiz Ibnu Qayyim al-Jauziyah, dan Imam al-Gazali, membagi hati manusia ke dalam tiga karakter 1) hati yang sehat, 2) hati yang mati, dan 3) hati yang sakit. 86 Qalb bisa hidup, sehat (salim) dan bisa sakit, tidak sehat (marid). Sehubungan dengan pernyataan ini, qalb diklasifikasikan oleh Ahmad Farid pada tiga macam, yaitu: hati yang sehat (al-qalb al-sahīh/al-qalb al-salim, hati yang mati (alqalb al-mayyit), dan hati yang sakit (al-qalb al-marid).87 Pembagian hati yang dikemukakan Ahmad Farid, sejalan dengan pengelompokan hati versi Ibnu al-Qayyim al-Jauziyah, seperti yang tertera dalam Thibb al-Qulub. Akan tetapi dalam pembahasan kitab tersebut, Ibnu al-Qayyim al-Jauziyah lebih mengedepankan uraian tentang hati yang sehat, kemudian hati yang sakit, dan hati yang mati.88 Berikut uraiannya: A. QALB YANG SEHAT (al-qalb al-sahīh/al-qalb al-salim) Ahmad Farid mendefinisikan hati yang sehat sebagai hati yang selamat. Menurutnya, pada hari kiamat nanti barang siapa datang menghadap Allah swt. tanpa membawanya maka dia tidak akan selamat.89 Berbeda dengan definisi Ibnu al-Qayyim al-Jauziyah Ahmad Farid, al-Bahru al-Rāiq fi al-Zuhdi wa al-Raqāiq, terj. Muhammad Suhadi, Selamatkan Hati dari Tipu Daya Setan! Gizi Hati (Solo: Aqwam, 2007), h. 2123. 86 Ahmad Farid, Tazkiyah al-Nufūs wa Tarbiyyatuhā kamā Yuqarriruh­ ‘Ulamā’ al-Salaf (Beirut: Dār al-Qalam, 2001), h. 25. 87 88 Ibnu al-Qayyim al-Jauziyah, Tibb al-Qulūb, terj. Tajuddin, Obat Hati Antara Terapi Ibnu al-Qayyim al-Jauziyah dan Ilusi Kaum Sufi (Cet. 1; Jakarta: Dar al-Haq, 2007), h. 76. Lihat Ahmad Farid, Tazkiyah al-Nufūs wa Tarbiyyatuhā kamā Yuqarriruhū ‘Ulamā’ al-Salaf h. 25. 89 M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? | 51 mengemukakan bahwa hati yang sehat adalah hati yang terbebas dari setiap syahwat, keinginan yang bertentangan dengan perintah Allah swt. dan dari setiap syubhat, serta ketidak jelasan yang menyeleweng dari kebenaran. Hati ini selamat dari beribadah kepada selain Allah swt., iradah-Nya, mahabbah-Nya, inabah-Nya, ikhbat-Nya, khasyyah-Nya, raja’-Nya, dan seluruh amalnya lillah karena-Nya. Hati yang sehat adalah hati yang terhindar dari segala macam penyakit hati. Hati tersebut dapat mengendalikan dirinya dari godaan hawa nafsu dan selalu berada pada sinar cahaya Ilahi. 90 Sehubungan dengan hal ini dapat didukung oleh firman Allah swt. dalam Q.S. alSyu’arā’/26: 88-89. ٍ ‫اَّللَ بَِقل‬ َّ ‫) إَِلَّ َم ْن أَتَى‬٨٨( ‫ال َوَل بَنُو َن‬ ٌ ‫يَ ْوَم َل يَ ْن َف ُع َم‬ )٨٩( ‫ْب َس ِل ٍيم‬ Terjemahnya: (yaitu) pada hari (ketika) harta dan anak-anak tidak berguna, kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih.91 Bertolak pada ayat di atas dapat dipahami bahwa hati yang sehat adalah hati yang terbebas dari gangguan syirik, sekaligus hati yang dapat mengikhlaskan amal ibadah hanya untuk Allah semata, baik niat, cinta, tawakal, tobat, tuma’ninah, takut, berharap dan semua hal hanya untuk Zat yang Maha Esa. Ia mencintai, marah, memberi atau tidak kepada seseorang hanya demi Allah semata. Semua itu belum cukup kecuali hatinya benar-benar sehat dari penyakit bergantung dan dipimpin oleh selain Rasulullah saw. dengan begitu, hatinya akan selalu terikat dengan keteladanan dari Rasulullah saja, baik dalam berkata maupun beramal. Ahmad Farid, mendefinisikan hati yang sehat itu (al-qalb al-sahīh/alqalb al-salīm), yaitu hati yang sehat dan bersih (hati yang suci) dari 90 Haidar Putra Daulay, Qalbun Salim Jalan Menuju Pencerahan Ruhani (Jakarta: Rineka Cipta, 2009), h. 64. Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya h. 520. 91 52 | M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? setiap nafsu yang menentang perintah dan larangan Allah, dan dari setiap penyimpangan yang menyalahi keutamaan-Nya. Sehingga ia selamat dari pengabdian selain Allah, dan mengambil hukum (bertahkim) pada selain Rasul-Nya. Karenanya hati ini murni pengabdiannya (ubudiyahnya kepada Allah swt., baik pengabdian secara karsa (iradat) cinta (mahabbah), berserah diri (tawakal), kembali kepada ajaran-Nya dengan bertobat (inābah), tunduk mempasrahkan diri (inqiyād), takut atas siksa-Nya (khasy-yah) dan mengharapkan karunia-Nya (rajā’). Bahkan seluruh aktivitasnya hanya untuk Allah semata. Jika mencintai maka cintanya itu karena Allah swt., jika memberi atau bersedekah, hal itu karena-Nya dan jika menolak (tidak memberi) juga karena Allah swt.92 Ahmad Farid melengkapi keterangannya tentang ciri-ciri hati yang sehat sebagai berikut:93: 1. Tobat Tobat adalah sesuatu penyesalan yang melahirkan tekad dan niat yang dengannya manusia meninggalkan maksiat menuju ketaatan. Hakikatnya adalah menyesali kesalahan yang telah dilakukannya di masa lampau, meninggalkannya di masa sekarang, dan bertekad untuk tidak mengulanginya di masa yang akan datang. Tiga hal ini terhimpun pada saat berlangsungnya tobat. Sebab, di waktu tersebut ia menyesal, meninggalkan, bertekad. Ketika itulah ia Ahmad Farid, Tazkiyat al-Nuf­s wa Tarbiyyatuhā kamā Yuqarriruhū ‘Ulamā’ al-Salaf, terj. M. Azhari Halim, (Surabaya: Risalah Gusti, 1997), h. 16-17. 92 93 (a) Ia memandang dunia sebagai tempat tinggal sementara sebelum menuju alam akhirat, (b) merasa sedih dan sakit yang luar biasa batinnya apabila tertinggal wiridnya, berzikir dan membaca Al-Qur’an, (c) Selalu rindu untuk dapat mengabdikan dirinya di jalan Allah (berkhidmat), seperti rindunya seseorang kepada orang yang amat dicintainya. (d) Tujuan hidupnya, adalah taat kepada Allah. (e) Dia menemukan kenikmatan dan kesejukan jiwa ketika shalat, dan pada waktu itu hilanglah semua kesedihannya. (f) Sangat menghargai waktu dan tidak menyianyiakannya. (g) Tidak pernah putus asa dan malas untuk mengingat Allah (zikrullah). (h) Beramal lebih mementingkan kualitas dari kuantitas. Ahmad Farid, Tazkiyat alNufūs wa Tarbiyyatuhā kamā Yuqarriruhū ‘Ulamā’ al-Salaf, h. 16-17. M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? | 53 kembali kepada status penghambaan yang merupakan tujuan penciptaan dirinya.94 Dalil mengenai kewajiban tobat dan kedudukannya dalam mewujudkan kebaikan seorang hamba dan kesuksesan di dunia dan akhirat terdapat pada Q.S. al-Nūr/24: 31. ِ َِّ ‫ وتُوبوا إِ ََل‬... )٣۱( ‫ْم ْؤِمنُو َن لَ َعلَّ ُك ْم تُ ْفلِ ُحو َن‬ ُ َ ُ ‫اَّلل ََجيعاً أَيُّ َها ال‬ Terjemahnya: … dan bertobatlah kamu semua kepada Allah, wahai orangorang yang beriman, agar kamu beruntung.95 Tobat artinya kembali ke jalan yang benar yang diridai Allah setelah seseorang melakukan penyimpangan-penyimpangan. Tobat itu dimotivasi oleh kesadaran yang tinggi yang terpatri dalam hati seseorang. Sesuai dengan hakikat manusia yang memiliki kelemahan, karena kelemahannya itulah manusia sering lalai, lupa, dan lain sebagainya. Dorongan hawa nafsu dan godaan syaitan sering membuat manusia menyimpang dari kebenaran. Atas rahman Allah maka Allah sediakan dan bukakan pintu untuk kembali ke jalan yang benar itulah tobat. Allah sangat mencintai orang yang bertobat kepada-Nya, dan sangat gembira menerima tobat hamba-Nya. Seperti yang diilustrasikan Nabi dalam hadisnya. Bahwa Allah sangat gembira menerima tobat hamba-Nya melebihi gembiranya seorang musafir kehilangan perbekalannya, kemudian perbekalannya itu ditemukan kembali. Dapatlah dibayangkan betapa gembiranya orang tersebut, tetapi Allah lebih gembira lagi menerima tobat hamba-Nya yang datang kepadanya layaknya seorang yang kehilangan harta yang amat dicintainya kemudian ditemukannya kembali hartanya tersebut. Anas Ahmad Karzun, Syifā’un Nafs wa Gizāu’ al-Rūh, terj. Arif Munandar, Nutrisi Hati Penyuci Ruhani (Cet. 1; Solo: Dār Nūr al-Maktabat, 2008), h. 229. 94 Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya h. 493. 95 54 | M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? 2. Khauf Khauf adalah takut kepada Allah. Allah akan meminta pertanggungjawaban kelak di akhirat atas seluruh perbuatannya. Perbuatan yang menyimpang dari ajaran Allah akan dipertanggungjawabkan. Mengingat itulah orang arif akan memiliki takut kepada Allah. Rasa takut kepada Allah itu juga atas pengenalannya yang mendalam atas seluruh ciptaan Allah. Sebagaimana dijelaskan dalam Q.S. Fatir/35: 28. ِ ‫اَّلل ِمن ِعب‬ )٢٨(... ُ‫ادهِ ال ُْعلَ َماء‬ َ ْ ََّ ‫ إِ ََّّنَا ََيْ َشى‬... Terjemahnya: … di antara hamba-hamba Allah yang takut kepada-Nya, hanyalah para ulama …96 Khauf itulah dapat mencegah seseorang dari berbuat maksiat dan melanggar aturan Allah, karena itu khauf adalah perhiasan diri orang-orang salih. 3. Zuhud Zuhud berarti meninggalkan hidup kematerian dunia, atau dengan kata lain melepaskan diri dari pada kemuliaan dan kesenangan dunia. Salah satu ciri zuhud, yaitu tidak senang apabila memiliki sesuatu dan tidak bersedih ketika kehilangan sesuatu. Allah berfirman dalam Q.S. al-Jadīd/57: 23. ِ ٍ َ‫ب ُك َّل ُُمْت‬ َّ ‫آَت ُك ْم َو‬ )۲۳( ‫ال فَ ُخوٍر‬ ُّ ‫اَّللُ َل ُُِي‬ َ ‫ْس ْوا َعلَى َما فَاتَ ُك ْم َوَل تَ ْف َر ُحوا ِِبَا‬ َ ‫ل َك ْيَل ََت‬ Terjemahnya: Agar kamu tidak bersedih hati terhadap apa yang luput dari kamu, dan tidak pula terlalu gembira terhadap apa yang diberikannya kepadamu. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong dan membangakan diri.97 Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya h. 620. 96 Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya h. 789. 97 M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? | 55 Para sufi menempatkan hidup zuhud seperti itu suatu martabat yang tinggi, karena hidup seperti itu pernah terdapat pada diri Nabi dan pada diri sahabat-sahabatnya. Zuhud juga dijadikan sebagai titik tolak yang mulia yang harus dijadikan dasar sebagai langkah pertama menuju Tuhan, ahli tasauf mengatakan mencintai dunia induk dari segala dosa, sedang zuhud adalah induk kebaikan dan ketaatan.98 Mencintai dunia berimplikasi kepada mencintai harta dan tahta, mencintai wanita secara berlebihan, ketiga hal ini sering membuat orang lalai dalam menempuh jalan menuju Allah. Hati orang akan tertutup kepada jalan menuju Allah apabila dia telah mencintai dunia berlebihan.99 4. Syukur Hakikat syukur adalah menampakkan nikmat, dan hakikat kufur adalah menyembunyikannya, menampakkan nikmat berarti menggunakan pada tempat dan sesuai dengan yang dikehendaki pemberinya, juga menyebut-nyebut nikmat dan pemberian dengan lidah. Hal ini dapat dilihat dalam Q.S. al-Naml/27: 40. ِ ‫ال الَّ ِذي ِع ْن َدهُ ِعلْم ِمن ال‬ ِ َ‫ْكت‬ ‫ك فَ لَ َّما‬ َ َ‫ق‬ َ ُ‫ك طَ ْرف‬ َ ‫يك بِ ِه قَ ْب َل أَ ْن يَ ْرتَ َّد إِلَْي‬ َ ِ‫اب أ َََن آت‬ ْ ٌ ‫ض ِل َرِِّب لِيَ ْب لَُوِّن أَأَ ْش ُك ُر أ َْم أَ ْك ُف ُر َوَم ْن َش َك َر فَِإ ََّّنَا‬ َ َ‫َرآهُ ُم ْستَ ِق ِراً ِع ْن َدهُ ق‬ ْ َ‫ال َه َذا ِم ْن ف‬ )٤۰( ٌ‫ِن َك ِري‬ ٌّ َِ‫يَ ْش ُك ُر لِنَ ْف ِس ِه َوَم ْن َك َف َر فَِإ َّن َرِِّب غ‬ Terjemahnya: Seorang yang mempunyai ilmu dari kitab berkata, “Aku akan membawa singgasana itu kepadamu sebelum matamu berkedip,” maka ketika dia (Sulaiman) melihat singgasana itu terletak di hadapannya, dia pun berkata, “Ini termasuk karunia Tuhanku untuk mengujiku, apakah aku bersyukur atau mengingkari (nikmat-Nya). 98 Haidar Putra Daulay, Qalbun Salim Jalan Menuju Pencerahan Ruhani h. 68. 99 Haidar Putra Daulay, Qalbun Salim Jalan Menuju Pencerahan Ruhani h. 68. 56 | M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? Barang siapa bersyukur maka sesungguhnya dia bersyukur untuk (kebaikan) dirinya sendiri, dan barang siapa yang ingkar sesungguhnya Tuhanku Maha Kaya, Maha Mulia.”100 Allah telah banyak menganugerahkan pemberiannya kepada manusia, sehingga andaikata pemberian Allah itu dihitung maka manusia tidak akan mampu menghitungnya. Seluruh pemberian Allah itu baik, lahir maupun batin, sangat pantas untuk disyukuri manusia. Kenapa manusia itu perlu bersyukur? Karena dengan bersyukur dia selalu akan ingat kepada Allah, serta akan muncul dalam batinnya ketawadu’an. Orang yang lalai dalam bersyukur pada hakikatnya adalah orang yang lalai mengingat Allah, dan lalai pula mengingat apa yang diterimanya dari Allah. karena lalai dari mengingat Allah dan lalai dari mana nikmat itu dia peroleh, hal ini dapat membawa keangkuhan. Lalai dan angkuh menjauhkan orang dari Allah, dan Allah pun jauh dari padanya, lalu orang yang jauh dari Allah dan dijauhi Allah tentu jauh pula dari kasih sayang Allah. Beberapa bentuk syukur yang harus diterapkan manusia dalam hidupnya dalam rangka untuk menggapai cinta Ilahi.101 Syukur kepada Allah, mendekatkan diri kepada Allah, maka cinta Allah pun akan turun kepadanya. 5. Ikhlas Ikhlas adalah memurnikan tujuan untuk mendekatkan diri kepada Allah swt. dari berbagai tendensi pribadi. Seluruh amal ibadah Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya h. 535. 100 101 Pertama, syukur lisan, yaitu ucapan lidahnya yang senantiasa memuji Allah. Dilazimkannya dalam bentuk wiridannya setiap hari. Syukur dalam pikirannya yaitu dipergunakan logikanya bahwa semua apa yang diterimanya dalam bentuk nikmat dan anugrah baik lahir maupun batin adalah datangnya dari Allah, bukan karena kegesitannya untuk meraih nikmat tersebut. Kedua, syukur dengan hati (qalb), merasakan dan menghayati dengan penuh perasaan bahwa anugrah Allah ditujukan kepadanya yang dengan demikian merasakan kasih sayang Allah betul-betul eksis dirasakan dalam kehidupannya. Ketiga, syukur dengan perbuatan yakni menggunakan nikmat dan anugrah Allah itu, pada jalan yang diridai-Nya, dirawat dengan sebaik-baiknya. Lihat Haidar Putra Daulay, Qalbun Salim Jalan Menuju Pencerahan Ruhani h. 70. M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? | 57 seseorang bernilai di sisi Allah jika amal ibadah itu ikhlas, yakni dilakukan semata-mata karena Allah. Setiap amal dimulai dengan niat, karena dengan niat kepada Allah, seluruh amal ibadah seseorang bernilai di sisi Allah jika amal ibadah itu ikhlas, yakni dilakukan semata-mata untuk Allah dan karena Allah. Niat itu berarti ikhlas kalau niat karena Allah. Sehubungan dengan ikhlas, membersihkan Allah dari sesuatu yang tidak pantas bagi Allah, yaitu beranak dan diperanakkan, sebagaimana firman-Nya dalam Q.S. al-Ikhla¡/112: 1-4. ِ َّ ‫قُ ْل ُه َو‬ َّ )۱( ‫َح ٌد‬ )٤( ‫َح ٌد‬ َّ ُ‫اَّلل‬ َ ‫اَّللُ أ‬ َ ‫) َوََلْ يَ ُك ْن لَهُ ُك ُفواً أ‬۲( ‫) ََلْ يَل ْد َوََلْ يُولَ ْد‬۲( ‫الص َم ُد‬ Terjemahnya: Katakanlah (Muhammad), “Dialah Allah, Yang Maha Esa. Allah tempat meminta segala sesuatu. (Allah) tidak beranak dan tidak pula diperanakkan. Dan tidak ada sesuatu yang setara dengan Dia.” 102 Abu Ali al-Daqqaq, berkata: keikhlasan adalah menjaga diri dari campur tangan makhluk dan sifat sidiq berarti membersihkan diri dari kesadaran diri sendiri. Orang yang ikhlas tidak bersifat riya dan orang yang jujur tidak takjub pada diri sendiri. 103 Sedangkan Zunnun al-Misri, menjelaskan “ada tiga tanda keikhlasan: manakala orang yang bersangkutan memandang pujian dan celaan manusia sama saja, melupakan amal ketika beramal dan jika ia lupa akan haknya untuk memperoleh pahala di akhirat karena amal baiknya”. 104 Hal ini dapat disimpulkan bahwa dalam beberapa penjelasan para ulama bahwa ikhlas itu adalah dorongan yang tumbuh dalam hati yang ditujukan untuk bertaqarrub kepada Allah swt. Dorongan itu begitu bersihnya sehingga tujuannya hanya Allah. Apabila seseorang Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya h. 922. 102 103 Haidar Putra Daulay, Qalbun Salim Jalan Menuju Pencerahan Ruhani h. 73. Imam al-Qusyairī al-Naisaburi, Risālah Qusyairiyah terj. Muhammad Luqman Hakim, (Jakarta: Risalah Gusti, 1999), h. 244. 104 58 | M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? berbuat seperti ini, maka hubungannya dengan Allah akan semakin dekat. 6. Tawakal Tawakal berasal dari kata al-Tawakkul yang dibentuk dari kata wakala yang berarti menyerahkan, mempercayakan atau mewakili urusan kepada orang lain. Tawakal mempunyai arti menyerahkan segala perkara, ikhtiar dan usaha yang dilakukan kepada Allah swt. serta berserah diri sepenuhnya kepada-Nya untuk mendapatkan manfaat atau menolak yang mudarat. Hal ini dapat dihubungkan dengan Q.S. al-Thalāq/65: 3. َِّ ‫ث َل َُيْت ِسب ومن ي ت وَّكل علَى‬ َّ ‫اَّلل فَ ُه َو َح ْسبُهُ إِ َّن‬ ‫اَّللَ َِبلِ ُغ أ َْم ِرهِ قَ ْد‬ ُ ‫َويَ ْرُزقْهُ ِم ْن َح ْي‬ َ ْ َ ََ ْ َ َ ُ َ َّ ‫َج َع َل‬ )۳( ً‫اَّللُ لِ ُك ِِل َش ْي ٍء قَ ْدرا‬ Terjemahnya: Dan Dia memberinya rezeki dari arah yang tidak disangkasangkanya. Dan barang siapa bertawakal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan-Nya. Sungguh Allah telah mengadakan ketentuan bagi setiap sesuatu.105 Esensi dari makna tawakal itu adalah penyerahan diri kepada Allah secara utuh dan bulat lahir dan batin. Bergantungnya hati kepada Allah swt. secara bersungguh-sungguh dalam meraih kemaslahatan dan mencegah kemudaratan. Tawakal itu adalah sikap mental menyerahkan menyerahkan persoalan persoalannya kepada kepada Allah Allah, karena maka tidak dia akan menimbulkan kegoncangan batin atas apa yang menimpanya. Tetapi perlu diingat bahwa tawakal bukanlah membawa orang kepada sikap Jabariyah. Tawakal sifatnya dinamis dari makna tawakal itu dapat Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya h. 816-817. 105 M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? | 59 dilihat dari apa yang dikemukakan al-Gazali bahwa: 106 Di dalam penerapannya tawakal memiliki tiga tingkatan, 1) tawakal itu membuat hati senantiasa merasa tenang dan tenteram terhadap apa yang dijanjikan Allah swt. 2) Taslim menyerahkan urusan kepada Allah swt. karena mengetahui segala sesuatu mengenai diri dan keadaannya, 3) Tawfid rida atau rela menerima segala ketentuan Allah swt. bagaimana bentuk dan keadaannya. 107 Esensi dari makna tawakal itu adalah penyerahan diri kepada Allah secara utuh dan bulat lahir dan batin. Bergantungnya hati kepada Allah swt. secara bersungguh-sungguh dalam meraih kemaslahatan dan mencegah kemudaratan. 7. Rida Harun Nasution dalam bukunya Filsafat dan Mistisisme dalam Islam menjelaskan sebagaimana dikutip oleh Haidar Putra Daulay, sebagai berikut: tidak berusaha; tidak menentang qada dan qadar Tuhan; menerima qada dan qadar dengan hati tenang; mengeluarkan perasaan benci dari hati sehingga yang tinggal di dalamnya hanya perasaan senang dan gembira merasa senang menerima malapetaka sebagiamana senangnya menerima nikmat; tidak meminta surga dari Allah dan tidak meminta supaya dijauhkan dari neraka; tidak berusaha sebelum turunnya qada dan qadar, tidak merasa pahit dan sakit sesudah turunnya qada dan qadar, malahan perasaan cinta 106 a)Tawakal adalah berusaha untuk memperoleh sesuatu yang dapat memberi manfaat kepadanya, b) berusaha memelihara sesuatu yang dimilikinya dari hal-hal yang bermanfaat, c) berusaha menolak dan menghindari dari hal-hal yang menimbulkan mudarat, d) berusaha menghilangkan yang mudarat. Lihat Haidar Putra Daulay, Qalbun Salim Jalan Menuju Pencerahan Ruhani h. 75. 107 Haidar Putra Daulay, Qalbun Salim Jalan Menuju Pencerahan Ruhani h. 75. 60 | M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? bergelora di waktu turunnya bala (percobaan-percobaan).108 Sehubungan dengan rida Allah, dapat dilihat dalam Q.S. alBayyinah/98: 8. ِ ‫ ر‬... َّ ‫ض َي‬ )٨( ُ‫ك لِ َم ْن َخ ِش َي َربَّه‬ َ ِ‫ضوا َع ْنهُ ذَل‬ ُ ‫اَّللُ َع ْن ُه ْم َوَر‬ َ Terjemahnya: … Allah rida terhadap mereka, dan mereka pun rida kepadaNya. Yang demikian itu adalah (balasan) bagi orang yang takut kepada Tuhannya.109 Berdasarkan ayat di atas, dapat dipahami bahwa rida ini banyak dikaitkan dengan qadar Allah, orang yang rida terhadap qadar Allah itu mendapat kedudukan terpuji di sisi Allah, seorang harus sadar bahwa apa yang menimpanya itulah yang terbaik baginya. 8. Zikrul Maut Salah satu yang selalu diulang-ulang dan diingatkan oleh AlQur’an adalah maut yang pasti, lambat atau cepat akan menemui manusia. Hal ini dapat didukung oleh ayat Al-Qur’an dalam Q.S. alJumu’ah/62: 8: ِ ‫ت الَّ ِذي تَِف ُّرو َن ِم ْنهُ فَِإنَّهُ ُمَلقِي ُك ْم ُُثَّ تُ َردُّو َن إِ ََل َع ِاَل الْغَْي‬ َّ ‫ب َو‬ ‫ادةِ فَ يُ نَ بِِئُ ُك ْم‬ َ ‫قُ ْل إِ َّن ال َْم ْو‬ َ ‫الش َه‬ )٨( ‫ِِبَا ُكنتُ ْم تَ ْع َملُو َن‬ Terjemahnya: Katakanlah, “Sesungguhnya kematian yang kamu lari dari padanya, ia pasti menemui kamu, kemudian kamu akan dikembalikan kepada (Allah), yang mengetahui yang gaib dan yang nyata, lalu dia diberitakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.” 110 Berdasarkan ayat di atas dapat dipahami bahwa maut itu pasti datang kepada seseorang maka manusia harus bersiap untuk itu. 108 Haidar Putra Daulay, Qalbun Salim Jalan Menuju Pencerahan Ruhani h. 76. Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya h. 908. 109 Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya h. 809. 110 M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? | 61 Persiapan itu meliputi sikap, mental dan perilaku. Dalam sikap mental seseorang meyakini kedatangannya dan untuk itu dia mesti bersiap dalam bentuk amal perbuatan. Selanjutnya menanamkan kesadaran kepada manusia bahwa hidup di dunia bersifat sementara karena itu dia harus bersiap pada kehidupan kelak. Kecintaan manusia kepada dunia sering melalaikan mereka akan arti dan makna hidup, lalu sering lupa kepada maut. Kecintaan kepada perangkat-perangkat kebesaran dunia, seperti mencintai harta, pangkat dan kedudukan. Kecintaan ini pula yang membuat manusia tidak segan-segan untuk melakukan perbuatan maksiat. Esensi pokok dari zikrul maut itu adalah memiliki sikap mental bahwa maut pasti datang kepada setiap orang dan dengan demikian merupakan kendali bagi dirinya agar dia tidak melakukan perbuatan tercela. 111 9. Tawadu Tawadu adalah sifat rendah hati, jauh dari perilaku sombong. Munculnya rasa tawadu ini adalah bertolak dari dua sisi, pertama sisi kedekatan kepada Allah (hablun min Allah), seseorang harus menyadari bahwa Allah tidak menyukai orang-orang yang tinggi hati. Selanjutnya dari sisi hubungan dengan sesama manusia adalah menempatkan dirinya bahwa tidak merasa bahwa dia memiliki kelebihan dari orang lain yang harus dipertontonkan dan dibanggakannya. Al-Qur’an memperkenalkan manusia santun dan rendah hati, sebagaimana dalam Q.S. al-Furqān/25: 63-65. ِ ‫ض هوَنً وإِ َذا َخاطَب هم ا ْْل‬ ِ ِ َّ َّ ‫اد‬ ً‫اهلُو َن قَالُوا َسَلما‬ ُ َْ‫ين مي‬ ُ َ‫َوعب‬ َ َُْ َ ْ َ ِ ‫شو َن َعلَى األ َْر‬ َ ‫الر ِْحَ ِن الذ‬ ِ ِ َّ ِِ ِ ِ ‫) والَّ ِذ‬٦۳( ‫ف َعنَّا‬ ْ ‫اص ِر‬ ْ ‫ين يَ ُقولُو َن َربَّنَا‬ َ ‫) َوالذ‬٦٤( ً‫ين يَبيتُو َن ل َرِِب ْم ُس َّجداً َوقيَاما‬ َ َ )٦٥( ً‫َّم إِ َّن َع َذ َاِبَا َكا َن غَ َراما‬ َ ‫َع َذ‬ َ ‫اب َج َهن‬ 111 Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya h. 77. 62 | M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? Terjemahnya: Adapun hamba-hamba Tuhan Yang Maha Pengasih itu adalah orang-orang yang berjalan di bumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang bodoh menyapa mereka (dengan kata-kata yang menghina), mereka mengucapkan “salam” dan orang-orang yang menghabiskan waktu malam untuk beribadah kepada Tuhan mereka dengan bersujud dan berdiri. Dan orang-orang yang berkata, “Ya Tuhan kami, jauhkanlah azab Jahannam dari kami, karena sesungguhnya azabnya itu membuat kebinasaan yang kekal,” 112 Kerendahan hati dan kesopansantunan adalah sikap yang baik dan disukai. Kerendahan hati dari pihak yang lebih tinggi kedudukannya dan orang kaya itu lebih disukai. Bila seorang pengemis menunjukkan kerendahan hati, itu adalah kebiasaannya atau suatu hal yang wajar. Betapa indah sopan santun kaum kaya terhadap kaum miskin demi keridaan Allah, dan lebih baik dari pada itu adalah kesombongan orang miskin atas kekayaan karena ia mengandalkan Tuhan semesta alam. 10. Baik sangka Baik sangka adalah meliputi dua hal.113 Hal ini disinyalir dalam Q.S. al-Hujurāt/49: 12. ِ ِ َّ )۱۲(... ٌ‫ض الظَّ ِِن إِ ُْث‬ َ ‫اجتَنِبُوا َكثِرياً م ْن الظَّ ِِن إِ َّن بَ ْع‬ ْ ‫آمنُوا‬ َ ‫ين‬ َ ‫ََّي أَيُّ َها الذ‬ Terjemahnya: Wahai orang-orang yang beriman! Jauhilah banyak dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu dosa, … 114 Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya h. 510. 112 113 Pertama, baik sangka kepada Allah, apa yang diberikan Allah kepada manusia harus diterima manusia sebagaimana adanya, bukan dihadapi dengan buruk sangka. Manusia tidak lepas dari ujian (cobaan) yang datang dari Allah. pada ketika itu seseorang yang ditimpa musibah tersebut, mesti menyadari bahwa musibah itu diberikan kepada seseorang bukan karena bencinya Allah, tetapi malah harus disikapi oleh batinnya bahwa itu pertanda kasih sayang Allah. Sikap seperti inilah yang disebut dengan baik sangka kepada Allah. Kedua, baik sangka kepada manusia, hubungan seseorang dengan orang lain dalam pergaulan dapat berjalan dengan baik apabila tidak didasari oleh buruk sangka (negative thinking). Lihat Haidar Putra Daulay, Qalbun Salim Jalan Menuju Pencerahan Ruhani h. 78. Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya h. 745. 114 M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? | 63 Sangka atau zannun ialah “alima wa aiqana” mengetahui dan yakin atasnya. Orang yang banyak berprasangka akan hidup susah dan gelisah terus menerus. Tidak ada yang baik baginya, apabila orang terbiasa buruk sangka maka apa saja yang menimpa dirinya atau orang lain, menjadikan ia makin gelisah. Oleh karena itu prasangka sebaiknya dijauhi karena sebagian prasangka itu termasuk dosa. a. Kasih sayang Allah telah mencurahkan kasih sayang-Nya kepada seluruh makhluk-Nya di dunia ini terutama manusia maka manusia pun berkewajiban untuk menyebarluaskan kasih sayang itu kepada makhluk lainnya baik manusia ataupun bukan. Kasih sayang adalah sumber keselamatan (salam) tidak mungkin terjadi keharmonisan dan keselamatan hidup tanpa kasih sayang. Berbagai kerusuhan sosial yang terjadi yang pernah dilihat dan didengar, hal itu terjadi karena hilangnya kasih sayang di antara sesama manusia. b. Dermawan Dermawan berasal dari kata “derma” yang artinya pemberian (kepada fakir miskin dan sebagainya) yang timbul dari kemurahan hati. Sifat dermawan itu merupakan bahagian perwujudan dari rasa kasih sayang yang diberikan Allah kepada-Nya yang rasa kasih sayang itu pula ditransferkannya kepada orang lain. Selain dari itu sifat dermawan itu juga merupakan perwujudan rasa syukur yang dimiliki seseorang atas anugrah Allah, sehingga dia rela berbagi nikmat yang diterimanya dari Allah kepada manusia lain yang memerlukannya. Memberikan harta kepada orang lain jika tidak dimotivasi oleh rasa kasih sayang dan syukur, amat berat bagi seseorang. Oleh karena tidak demikian saja dengan mudah harta yang dicari seseorang 64 | M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? dengan susah payah diberikan kepada orang lain, akan tetapi jika dilandasi dengan kekayaan jiwa, maka seseorang menjadi dermawan. B. QALB YANG MATI (al-qalb al-mayyit) Hati yang mati adalah hati yang tidak mengenal siapa Rabb-nya. Ia tidak beribadah kepada-Nya dengan menjalankan perintah-Nya atau menghadirkan sesuatu yang dicintai dan diridai-Nya. Hati semacam ini selalu berjalan bersama hawa nafsu dan kenikmatan duniawi, walaupun itu dibenci dan dimurkai oleh Allah swt. ia tidak peduli dengan keridaan atau kemurkaan Allah swt. Baginya yang penting adalah memenuhi keinginan hawa nafsu dan menghamba kepada selain Allah swt. Jika ia mencintai, membenci dan memberi dan menahan diri, semuanya karena hawa nafsu. Hawa nafsu telah menguasainya dan lebih ia cinta dari pada keridaan Allah, dan telah menjadi pemimpin dan pengendali baginya. Kebodohan adalah sopirnya, dan kelalaian adalah kendaraannya. Seluruh pikirannya dicurahkan untuk mencapai target-target duniawi semata. Ia diseru kepada Allah swt. dan negeri akhirat, tetapi ia berada di tempat yang jauh sehingga ia tidak menyambutnya. Bahkan ia mengikuti setiap setan yang sesat. Hawa nafsu telah menjadikannya tuli dan buta selain kepada kebatilan. 115 Bergaul dengan orang yang hatinya mati adalah sebuah penyakit, berteman dengannya adalah racun, dan bermajelis dengan mereka adalah bencana. 116 115 Disebutkan dalam sebuah hadis: cintamu kepada sesuatu akan membutakan dan menulikanmu. Diriwayatkan oleh Abu Daw-d dalam al-Adab XIV/38 secara marfu’, dan Imam Ahmad dalam Musnad V/194 secara marfu’ pula. Kesemuanya bersumber dari sahabat Abu Darda’. Abu Dawud tidak mengomentari hadis ini, tetapi sebagian ulama meng-hasan-kannya dan sebagian lain men-daifkannya. Ahmad Farid, Tazkiyat al-Nufūs wa Tarbiyyatuhā kamā Yuqarriruhū ‘Ulamā’ al-Salaf, h. 26. Lihat pula Ibnu al-Qayyim al-Jauziyah, Tibb al-Qulūb, h. 80. 116 M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? | 65 Bertitik tolak dari uraian di atas, dapat dipahami bahwa di antara dampak yang ditimbulkan dari hati yang keras/mati, yaitu melemahkan perjalanan seseorang menuju kepada sang penciptanya dan negeri akhirat, bahkan melumpuhkannya. dikhawatirkan Sehingga dosa akan tidak menghalangi dan membiarkannya untuk melangkah satu langkahpun menuju kepada Allah swt. Allah menjelaskan dalam Q.S. al-Baqarah/2: 7. ِ ِ ‫اَّلل علَى قُلُوِبِِم وعلَى َسَْ ِع ِهم وعلَى أَب‬ ِ )۷( ‫يم‬ ََ ْ َ َُّ ‫َختَ َم‬ ٌ ‫صا ِره ْم غ َش َاوةٌ َوََلُ ْم َع َذ‬ َ ْ ََ ْ ٌ ‫اب َعظ‬ Terjemahnya: Allah telah mengunci hati dan pendengaran mereka, penglihatan mereka telah tertutup dan mereka akan mendapat azab yang berat. 117 Hati yang mati adalah hati yang tidak mengenal Tuhannya, dan tidak beribadah kepada-Nya dengan menjalankan perintah dan apa-apa yang diridai-Nya.118 Karena hati yang dihinggapi segala macam penyakit hati yang menyebabkan hati menjadi sakit maka apabila hati tersebut tidak dapat disembuhkan, hati itu menjadi mati. Hati yang mati adalah hati yang tidak mendapat petunjuk dan tidak dapat digiring kepada jalan kebenaran. Orang telah mati hatinya itu akan membuat keonaran dan kerusakan di bumi, dan tidak mendatangkan kontribusi bagi kemaslahatan umat manusia di bumi.119 Gambaran seperti inilah yang dialami oleh orang-orang yang telah mati hatinya. Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya h. 3. 117 118 Haidar Putra Daulay, Qalbun Salim Jalan Menuju Pencerahan Ruhani h. 92. 119 (a) membuat kerusakan di bumi, (b) tidak beriman dan membaggakan diri seolah-olah merekalah di pihak yang benar dan pintar, sedang orang yang beriman adalah orang yang bodoh, (c) bersifat munafik, di hadapan orang-orang beriman, mereka sebut dirinya orang beriman, tetapi apabila mereka bertemu dengan kelompok orang yang tidak beriman lainnya mereka katakan bahwa mereka berada di pihak orang yang tidak beriman tersebut, (d) mereka berada dalam kesesatan dan Allah membiarkan mereka dalam kesesatan tersebut, (e) mereka kaum yang tidak mendapat petunjuk, (f) mereka hidup dalam kegelapan, (g) mereka tuli, bisu, buta, 66 | M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? C. QALB YANG SAKIT (al-qalb al-marīd) Hati yang sakit seperti yang dipaparkan Ahmad Farid, adalah hati yang hidup tetapi mengandung penyakit. Ia akan mengikuti unsur yang terkuat. Kadang cenderung kepada kehidupan, dan kadang cenderung kepada penyakit. Padanya ada kecintaan, keimanan, keikhlasan, dan tawakal kepada Allah swt. yang merupakan sumber kehidupannya. Padanya pula ada kecintaan dan ketamakan terhadap syahwat, hasad/kibr120dan sifat ujub yang merupakan sumber bencana dan kehancurannya. Ia berada di antara dua penyeru, yaitu penyeru kepada Allah swt. dan Rasul-Nya, hari akhir, serta penyeru kepada kehidupan duniawi. Seruan yang akan disambutnya adalah yang paling dekat dan paling akrab dengannya.121 Atas dasar beberapa uraian di atas tentang pembagian hati, penulis mengasumsikan bahwa hati yang pertama (al-qalb al-sahīh/alqalb al-salīm) adalah hati yang hidup, khusyuk, tawadu, lembut, dan selalu waspada. Hati yang kedua (al-qalb al-mayyit) adalah hati yang gersang dan mati. Sedangkan hati yang ketiga (al-qalb al-marīd) adalah hati yang sakit, terkadang dekat kepada keselamatan dan terkadang pula dekat kepada kebinasaan. Selanjutnya ada empat istilah yang digunakan Al-Qur’an untuk menyebut hati, yaitu sadr, qalb, fu’ād atau af’idah, dan albāb. Keempat istilah ini menggambarkan lapisan-lapisan hati dan kecenderungannya, baik atau buruk. sadr berarti hati bagian luar, qalb berarti hati yang dalam, fu’ād atau af’idah berarti hati yang lebih dalam, kendatipun panca indra mereka sehat, (h) tidak mampu mendengar peringatan AlQur’an. Lihat Haidar Putra Daulay, Qalbun Salim Jalan Menuju Pencerahan Ruhani h. 92-93. 120 Hasad atau dengki adalah sikap tidak senang melihat orang lain mendapat nikmat dan mengharapkan nikmat itu lenyap darinya. Sedangkan kibr atau sombong adalah menganggap remeh orang lain. Haidar Putra Daulay, Qalbun Salim Jalan Menuju Pencerahan Ruhani h. 92-93. Ahmad Farid, Tazkiyat al-Nufūs wa Tarbiyyatuhā kamā Yuqarriruhū ‘Ulamā’ al-Salaf, h. 25-27. 121 M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? | 67 sedang albāb berarti hati yang paling dalam atau hati sanubari (hati nurani).122 Allah swt. menjelaskan dalam Q.S. al-Ahzāb/33: 60. ِ َّ ِ ‫لَئِن ََل ي ْن ت ِه ال‬ ‫َّك ِبِِ ْم ُُثَّ َل‬ َ ‫ْم ْرِج ُفو َن ِِف ال َْم ِدينَ ِة لَنُ غْ ِريَن‬ ٌ ‫ين ِِف قُلُوِبِِ ْم َم َر‬ ُ ‫ض َوال‬ َ ‫ْمنَاف ُقو َن َوالذ‬ ُ َ َْ ْ ِ َ َ‫َُيا ِورون‬ )٦۰( ً‫يها إَِلَّ قَلِيَل‬ َ ‫كف‬ ُ َ Terjemahnya: Sungguh, jika orang-orang munafik, orang-orang yang berpenyakit dalam hatinya dan orang-orang yang menyebarkan kabar bohong di Madinah tidak berhenti (dari menyakitimu), niscaya Kami perintahkan engkau (untuk memerangi) mereka kemudian mereka tidak lagi menjadi tetanggamu (di Madinah) kecuali sebentar. 123 Hati yang sakit adalah hati yang hidup tetapi mengandung penyakit. Hati semacam ini mengandung dua unsur.124 Penyakitpenyakit hati yang dimaknai sifat-sifat tercela yang ada pada diri manusia, apabila itu mendominasi kehidupan manusia, maka jadilah hatinya menjadi sakit. Sama halnya dengan tubuh manusia apabila sakit perlu pengobatan, hati yang sakit apabila diobati dan obat yang digunakannya itu termasuk obat yang mujarab, serta kepatuhan sang pasien kepada dokter yang mengobatinya maka hatinya tadi dapat menjadi sehat. Akan tetapi bila hati yang sakit tersebut tidak diobati, atau diobati tetapi tidak sungguh-sungguh maka hati itu dapat menjadi mati. Ciri-ciri hati yang sakit: Sudirman Tebba, Tafsir Al-Qur’an Menyingkap Rahasia Hati (Cet. 1; Jakarta: Pustaka Irvan, 2007), h. 1. 122 Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya h. 603. 123 124 Di satu pihak terdapat ma¥abbah kepada Allah, iman dan ikhlas serta tawa«u’ dan sejenisnya, yang menjadikannya hidup. Tetapi di lain pihak terdapat rasa cinta kepada selera dan hawa nafsu, rasa tamak untuk meraih kesenangan, mementingkan kehidupan manusia, kasar, takabbur, wujub dan sifat-sifat lain yang dapat mencelakakan dan membinasakannya. Lihat Haidar Putra Daulay, Qalbun Salim Jalan Menuju Pencerahan Ruhani h. 80. 68 | M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? 1. Riya Kata riya berasal dari kata ru’yah yang artinya melihat. Riya artinya menampakkan amal salih supaya dilihat manusia. 125 Inti dari riya itu adalah terjadinya pergeseran niat dari dan untuk Allah kepada yang selainnya. Orang berbuat riya karena amal perbuatannya ingin mendapat pujian dari manusia. Allah menjelaskan dalam Q.S. alMā’ūn/107: 6-7 dan Q.S. al-Anfāl/8: 47: ِ َّ )۷( ‫اعو َن‬ ُ ‫) َوميَْنَ عُو َن ال َْم‬٦( ‫ين ُه ْم يُ َراءُو َن‬ َ ‫الذ‬ Terjemahnya: Yang berbuat riya dan enggan (memberikan) bantuan.126 َِّ ‫يل‬ ِ َّ ِ ‫ين َخ َر ُجوا ِم ْن ِد ََّي ِرِه ْم بَطَراً َوِرََئ َء الن‬ ِ ِ‫صدُّو َن َع ْن َسب‬ َّ ‫اَّلل َو‬ ‫اَّللُ ِِبَا‬ ُ َ‫َّاس َوي‬ َ ‫َوَل تَ ُكونُوا َكالذ‬ )٤٧( ‫ط‬ ٌ ‫يَ ْع َملُو َن َُِمي‬ Terjemahnya: Dan janganlah kamu seperti orang-orang yang keluar dari kampung halamannya dengan rasa angkuh dan ingin dipuji orang (riya) serta menghalang-halangi (orang) dari jalan Allah, Allah meliputi segala yang mereka kerjakan. 127 Penyakit riya ini, sangat berbahaya karena merupakan pengejawantahan atas cinta manusia kepada dunia, yang diwujudkan dalam bentuk ingin mendapat pujian dan sanjungan dari manusia atas perbuatannya. 2. Takabbur Takabbur, membesarkan diri di hadapan orang lain, atau menampakkan kebesaran diri. Takabbur pada awalnya adalah sifat iblis ketika ia disuruh sujud kepada Adam. Iblis tidak mau dengan Sayyid Muhammad Nūh, Bastritama, 1998), h. 122. 125 Aftātun ‘alā al-Tarīq (Jakarta: Lentera Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya h. 917. 126 Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya h. 247. 127 M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? | 69 alasan ia lebih baik dari Adam. Adam berasal dari tanah sedangkan ia berasal dari api. Bagi manusia yang telah terjangkit penyakit takabbur, tertanam dalam diri seseorang sifat seperti yang dimiliki iblis yang telah disebutkan di atas. Seseorang bisa terjebak timbulnya sifat takabbur, karena merasa lebih kaya, lebih pintar, lebih bangsawan, lebih cantik dan gagah.128 Hal ini dapat dipahami bahwa banyak pintu-pintu terbukanya kesombongan bagi manusia, apabila dia memiliki sikap mental yang menganggap enteng dan remeh orang lain atas kelebihan yang ada padanya. 3. Pesimis Pada dasarnya hidup adalah perjuangan. Tidak ada kesuksesan yang diraih dengan gratis. Oleh karena itu semangat kejuangannya mesti tertanam pada diri seseorang. Salah satu penyakit yang harus dihindari oleh seorang pejuang adalah penyakit putus asa. Bagi orang yang beriman penyakit putus asa itu tidak dikenal, sebab di balik usaha yang dilakukan itu diyakini ada Allah yang selalu bersama manusia, selalu memperhatikannya, dan selalu siap sedia menolong hamba-Nya. Karena itu bagi orang yang mendapat kesulitan maka ada Allah yang membantu. Pesimis dilarang karena seolah-olah menafikan kekuasaan Allah yang memberi rahmat tiada terhingga bagi manusia. Rahmat Allah mengalir terus tanpa berhenti, seperti mengalirnya air dari hulu ke hilir, seperti bertiupnya angin dari berbagai penjuru. Bagi orang yang beriman, penyakit putus asa (pesimis) itu tidak dikenal, sebab di balik usaha yang dilakukan itu diyakini ada Allah yang selalu bersama manusia, selalu memperhatikannya, dan selalu siap sedia menolong hamba-Nya. 128 Haidar Putra Daulay, Qalbun Salim Jalan Menuju Pencerahan Ruhani h. 82. 70 | M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? Karena itu bagi orang yang mendapat kesulitan maka ada Allah yang membantu.129 4. Dusta Lisan adalah alat yang dapat digunakan untuk mendekatkan diri kepada Allah, melalui lisan dapat dilakukan: zikir, membaca AlQur’an, nasihat dan lain sebagainya. Tetapi lisan juga dapat menjadi sumber dosa, seperti memfitnah, mengumpat, mencaci, berbohong, dan lain-lain. Dusta adalah pemutar balikan kebenaran, bahayanya sangat besar bagi manusia. Timbulnya dusta itu berakar dari hati manusia yang ingin menipu, menyembunyikan kebenaran. Hati yang diselimuti tipu daya ingin mencapai tujuan dengan mempergunakan segala cara. Dusta yang berkembang di suatu masyarakat tidak dapat disanksikan lagi akan terjadi malapetaka yang besar. Bila direnungkan krisis yang menimpa bangsa Indonesia karena banyak kebohongan yang berkembang di masyarakat. Kebohongan itu bisa dalam bentuk lisan, perbuatan, pikiran dan lain sebagainya, jadi dusta yang dimaksudkan tidak hanya terbatas kebohongan lisan saja, tetapi kebohongan lainnya adalah bagian dari dusta itu sendiri. 5. Munafik Perkataan munafik sering didengar, diucapkan oleh banyak orang setiap hari. Akan tetapi perlu diungkapkan apa yang disebut dengan munafik itu dan apa dampaknya dalam kehidupan sehari-hari. Sifat munafik ini berasal dari hati yang memiliki unsur tipuan yang di dalamnya termasuk juga menyembunyikan kebenaran. Rasul menyebutkan tanda munafik itu dengan tiga macam, berbohong, berkhianat dan tidak menepati janji. Kerusakan di masyarakat akan merajalela apabila sifat ini menjadi pakaian bagi masyarakat, bohong, 129 Haidar Putra Daulay, Qalbun Salim Jalan Menuju Pencerahan Ruhani h. 83-84. M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? | 71 hilang amanah dan inkar janji. Karena itu pantaslah jika orang munafik itu ditempatkan pada neraka yang paling bawah. 6. Gibah Gibah adalah mengumpat, menceritakan segala sesuatu tentang orang lain dengan maksud mengejek atau menghina.130 Pada zaman kehidupan sekarang, gibah seolah-olah hampir menjadi pakaian sehari-hari manusia. Disebabkan dunia yang penuh persaingan sekarang ini maka timbul persaingan yang tidak sehat. Persaingan sehat dalam Al-Qur’an disebut dengan fastabiq al-khairāt (berlomba-lomba untuk kebajikan), tetapi tidak diinkari bahwa penyakit persaingan tidak sehat di tengah-tengah masyarakat telah timbul, yaitu berkembangnya fitnah dan gibah. 7. Tajassus Al-Qur’an menjelaskan pada Q.S. al-Hujurāt/49: 12. ِ َّ ِ َّ َ ‫اجتَنِبُوا َكثِرياً ِم ْن الظَّ ِِن إِ َّن بَ ْع‬ ۱۲(...‫سوا‬ ْ ‫آمنُوا‬ َ ‫ين‬ َ ‫ََّي أَيُّ َها الذ‬ ُ ‫ض الظ ِِن إ ُْثٌ َوَل ََتَ َّس‬ Terjemahnya: Wahai orang-orang yang beriman! Jauhilah banyak dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu dosa, dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain … 131 Mencari kesalahan orang lain mengandung makna bahwa si pencari kesalahan sudah terkandung niat jahat kepada orang yang diintip-intip kesalahannya. Kesalahan yang diperolehnya itu boleh jadi untuk diekspose atau untuk keperluan lain. Setiap muslim pada dasarnya wajib menjaga aib (kekurangan) orang lain. Dengan mencari-cari kesalahan itu bermakna ingin mencari-cari kelemahan (aib) orang. 130 Haidar Putra Daulay, Qalbun Salim Jalan Menuju Pencerahan Ruhani h. 85. Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya h. 745. 131 72 | M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? 8. Dengki Dengki atau hasad adalah salah satu penyakit yang amat berbahaya bagi manusia. Dengki adalah tidak senang terhadap karunia yang dimiliki seseorang dan berupaya menghilangkan karunia atau nikmat tersebut. Orang yang memiliki sifat ini senantiasa muncul di dalam diri seseorang upaya untuk menjatuhkan orang lain, untuk menghilangkan nikmat tersebut. Dipandang dari sudut ilmu tauhid bahwa orang yang hasad ini pada hakikatnya adalah orang yang tidak senang pada ketentuan Allah swt. Allah telah menetapkan seorang hamba-Nya untuk memperoleh nikmat, lalu nikmat yang telah diperoleh sang hamba itu ingin dihilangkannya dengan berbagai cara. Karena itulah orang yang memiliki sifat hasad ini akan dihapuskan Allah seluruh amal kebaikannya sebagaimana api membakar kayu bakar. 9. Permusuhan dan Kebencian Dorongan nafsu manusia dapat berwujud dalam permusuhan dan kebencian. Timbulnya pertengkaran, perkelahian dan peperangan yang dapat diketahui dalam sejarah hidup manusia adalah disebabkan munculnya permusuhan dan kebencian. Hal ini semua dapat terjadi karena perebutan kekuasaan, perebutan sumbersumber kehidupan, yang zaman sekarang muncul dalam bentuk permusuhan politik dan ekonomi. Akan tetapi tidak jarang juga timbul permusuhan sosial, dapat dipicu oleh permasalahan suku, etnis, geografis, dan agama. 10. Pemarah Al-Qur’an menjelaskan pada Q.S. Ali Imrān/3: 134. ِ ِ ‫ب ال‬ ِ ِ َّ ‫َّاس و‬ )١٣٤( ‫ّي‬ َ ‫ّي الْغَْي‬ َ ِ‫ْم ْحسن‬ َ ‫ َوالْ َكاظ ِم‬... َ ‫ظ َوال َْعاف‬ ُ ُّ ‫اَّللُ ُُي‬ َ ِ ‫ّي َع ْن الن‬ M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? | 73 Terjemahnya: …dan orang-orang yang menahan amarahnya, dan memaafkan (kesalahan) orang lain. Dan Allah mencintai orang-orang yang berbuat kebaikan.132 Marah pada dasarnya adalah sifat bawaan yang ada pada manusia. Karena ada sifat marah itulah maka manusia mempertahankan dirinya dari serangan manusia ataupun hewan. Dengan adanya sifat marah itu pula menimbulkan keberanian berjuang untuk menegakkan kebenaran. Hanya saja yang tidak dibolehkan adalah marah yang berlebihan, marah yang keluar dari rel kebenaran sehingga menimbulkan kerusakan bagi dirinya dan bagi orang lain. 11. Melanggar Janji Melanggar janji adalah salah satu sifat munafik yang telah diuraikan terdahulu. Bagi seseorang yang memiliki harga diri maka dia mesti menunjukkan salah satu sifat kesatriaannya yaitu menepati janji. Kesatriaan seseorang sebetulnya tidak cukup hanya dilihat dari penampilan fisik yang gagah dan kuat, tetapi yang tidak kalah pentingnya bagaimana sikap mentalnya, termasuk dalam hal ini menepati janji. Konsekuensi penepatan janji amat banyak berdampak kepada manusia, apalagi jika janji itu diucapkan oleh seorang pemimpin, baik formal maupun non formal. Kebiasaan seseorang atau pemimpin melanggar janji adalah menunjukkan kepribadian yang lemah. 12. Khianat Khianat adalah lawan dari amanah. Amanah adalah sifat dan sikap yang dapat merealisasi seluruh tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Misalnya bila kepada manusia telah diamanahkan Allah bumi dengan segala isinya ini maka manusia itu melaksanakan Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya h. 84. 132 74 | M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? seluruh tanggung jawab itu dengan baik. Khianat berarti kebalikannya. Menyia-nyiakan tanggung jawab. Pada dasarnya amanah itu ada yang sudah menyatu dalam diri manusia, yakni seluruh anggota tubuh manusia ini baik dalam bentuk fisik dan psikis adalah amanah yang wajib dipelihara oleh manusia. Selain dari itu ada amanah yang diberikan kepercayaan kepada seseorang untuk mengelolanya dengan baik. Misalnya amanah harta, anak, isteri, pangkat, jabatan dan lain sebagainya. 13. Serakah Serakah sinonimnya loba, tamak, rakus, yaitu sikap batin yang tidak pernah puas terhadap apa yang sudah dimilikinya baik mengenai harta ataupun lainnya. Tumbuhnya sikap serakah itu didasari atas sikapnya yang mencintai dunia berlebihan dan atas dorongan hawa nafsunya yang tidak pernah puas. 14. Dendam Dendam berawal dari adanya hubungan yang tidak harmonis, permusuhan antar seseorang, sehingga dia tidak rela memaafkannya. Bagi seorang pendendam dia akan selalu mengingat kesalahan orang.133 Dengan demikian dendam pada dasarnya adalah sikap mental yang siap untuk membalas, yang merupakan keinginan keras untuk membalas (kejahatan) tersebut. Demikian beberapa ciri hati yang sakit, yaitu hati yang senantiasa dihinggapi penyakit riya, takabbur, pesimis, dusta, munafik, gibah, tajassus, dengki, permusuhan dan kebencian, pemarah, melanggar janji, khianat, serakah, dan dendam. Keempat istilah yang digunakan Al-Qur’an maka yang menjadi fokus atau titik sentral dalam pembahasan ini adalah al-qalb, tetapi 133 Haidar Putra Daulay, Qalbun Salim Jalan Menuju Pencerahan Ruhani h. 91. M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? | 75 pada dasarnya keempat istilah ini mempunyai keterkaitan seperti halnya al-qalb dengan fu’ād, sangat dekat dari segi makna. Akan tetapi penulis membahasnya secara spesifik tentang al-qalb dalam AlQur’an. Sementara Khalid Abu Syadi, mengemukakan pembagian hati adalah: 1) hati yang hidup, 2) hati yang membatu, dan 3) hati yang sakit.134 134 Khalid Abu Syadi, Biayyi Qalbin Nalqahu, terj. Andi Subarkah, Periksalah Hati Anda dengan Hati Seperti Apa, Kita akan Menghadap-Nya? (Solo: Insan Kamil, 2008), h. 57-147. 76 | M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? BAB III PENDIDIKAN QALB A. Qalb Mendidik qalb dapat dilakukan dengan berbagai macam cara. Sebagaimana yang penulis kemukakan tentang bagaimana metode (cara) yang dilakukan manusia dalam mendidik qalb. Dengan kata lain langkah-langkah apakah yang ditempuh agar dalam kehidupannya dapat meraih dan mempertahankan kesucian qalb (hati) nya. Salah satunya adalah sebagaimana yang telah dikemukakan dalam Q.S. al-Ra’d/13: 28. َِّ ‫وِبم بِ ِذ ْك ِر‬ ِ َّ ِ ِ َِّ ‫اَّلل أََل بِ ِذ ْك ِر‬ )۲۸( ‫وب‬ ُ ُ‫اَّلل تَط َْمئ ُّن الْ ُقل‬ َ ‫ين‬ ْ ُُ ُ‫آمنُوا َوتَط َْمئ ُّن قُل‬ َ ‫الذ‬ Terjemahnya: (yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenteram.135 Salim ‘Ied al-Hilali, menerangkan dalam Manhaj al-Anbiyā’ fi Tazkiyah al-Nufūs, bahwa pensucian qalb (hati) dari setiap kotoran dan peningkatannya kepada akhlak mulia merupakan salah satu tugas para Rasul yang mereka diutus karenanya. Hal itu sudah menjadi sebuah kesibukan dalam ruang hidup Rasulullah saw. karena pensucian qalb (hati) merupakan landasan dalam memulai sebuah kehidupan yang Islami sesuai dengan manhaj para nabi.136 Zat yang menentukan tujuan tersebut tidak melupakan metode untuk mencapainya. Oleh karena itu, Allah swt. telah menentukan metode pembentukan tazkiyah al-nafs dan Rasulullah saw. pun menjelaskan demikian agar manusia dapat sampai kepada tujuan yang ingin diraihnya. Tazkiyah al-nafs sama sekali tidak memiliki metode khusus selain ajaran agama Islam itu sendiri. Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya h. 341. 135 Salim ibn al-Hilali, Manhaj al-Anbiyā’ fī Tazkiyatin Nufūs (Cet. 1; Saudi Arabia: Dār Ibnu ‘Affan, 1992), h. 59. 136 M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? | 77 Maksudnya; metode pendidikan qalb (hati) tidak boleh keluar dari aturan syariat yang telah ditetapkan oleh Allah dalam Al-Qur’an dan yang ditetapkan oleh Rasul dalam hadisnya. Hal tersebut sebagaimana yang diterangkan Salim ibn ‘Ied al-Hilali dengan merincikannya pada dua kaidah, yaitu: 1. Meneliti seluruh syariat agama Ketika seorang mengkaji dan meneliti syariat agama secara menyeluruh, lalu menghubungkan dengan tazkiyah al-nafs maka akan ditemukan bahwa tidak ada metode khusus dalam pembentukan pensucian hati (qalb). Akan tetapi, Islam itu sendiri merupakan kumpulan akidah dan hukum yang muara akhirnya adalah ketakwaan dan tazkiyah al-nafs agar semuanya dapat lurus dalam perintah Allah swt. baik secara individu, kelompok ataupun masyarakat. Di antara syariat Islam yang dapat mengantarkan manusia kepada pensucian qalb (hati) seperti bersuci (taharah), salat, zakat, puasa, akhlak mulia, toleransi dan memaafkan dalam bermuamalah, berbakti kepada orang tua, menepati janji, berbuat baik pada tetangga, dan membaca Al-Qur’an. Kesemuanya itu merupakan sarana yang dapat mengantarkan seseorang untuk mencapai kesucian qalb (hati). 137 Dengan demikian, agama Islam secara menyeluruh merupakan kebersihan dan kesucian, barang siapa yang mendapatkan petunjuk Allah swt., dan mampu menjalankan semua syariat yang telah ditetapkan dalam kitab suci-Nya dan ditetapkan Rasul-Nya, maka sungguh hati dan jiwanya telah dipenuhi benih-benih keimanan dan senantiasa berada di atas cahaya Allah swt. Salim ibn al-Hilali, Manhaj al-Anbiyā’ fī Tazkiyatin Nufūs h. 60-66. Untuk uraian lebih jelasnya tentang sarana-sarana tazkiyah al-nafs, penulis membahasnya pada uraian selanjutnya pada bab IV. 137 78 | M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? 2. Mengetahui sifat-sifat muttaqin yang sempurna, dan sifat-sifat mukmin yang ikhlas Sifat-sifat muttaqin dan mukminin telah digambarkan oleh Allah swt. dalam Q.S. al-Baqarah/2: 1-5. ِ ِ ‫) الَّ ِذين ي ْؤِمنُو َن ِِبلْغَي‬۲( ‫ْكتاب َل ريب فِ ِيه ه ًدى لِلْمت َِّقّي‬ ِ َ ِ‫) ذَل‬۱( ‫اَل‬ ‫يمو َن‬ ْ ُ َ ُ َُ ُ ‫ب َويُق‬ َ َْ ُ َ ‫ك ال‬ ِ َّ ِ َّ ِ ‫ك‬ َ ِ‫ك َوَما أُنْ ِز َل ِم ْن قَ ْبل‬ َ ‫ين يُ ْؤِمنُو َن ِِبَا أُنْ ِز َل إِلَْي‬ ُ َ‫الصَلة َوِمَّا َرَزقْن‬ َ ‫) َوالذ‬٣( ‫اه ْم يُنفقُو َن‬ ِ )۵( ‫ْم ْفلِ ُحو َن‬ َ ِ‫) أ ُْولَئ‬٤( ‫آلخرةِ ُه ْم يُوقِنُو َن‬ َ ِ‫ك َعلَى ُه ًدى ِم ْن َرِِبِِ ْم َوأ ُْولَئ‬ ُ ‫ك ُه ْم ال‬ َ ‫َوِب‬ Terjemahnya: Alif lam mim. Kitab (Al-Qur’an) ini tidak ada keraguan padanya, petunjuk bagi mereka yang bertakwa, (yaitu) mereka yang beriman kepada yang gaib, melaksanakan salat dan menginfakkan sebagian rezeki yang kami berikan kepada mereka dan mereka yang beriman kepada (Al-Qur’an) yang diturunkan kepadamu (Muhammad) dan (kitab-kitab) yang telah diturunkan sebelum engkau dan mereka yakin akan adanya hari akhirat. Merekalah yang mendapat petunjuk dari Tuhannya, dan mereka itulah orang-orang yang beruntung.138 Sifat sempurna bagi seorang muttaqīn yang ahli dalam ibadah adalah keimanan yang mempunyai daya pemersatu positif dan dinamis, yaitu persatuan yang tegak berdiri di atas dasar ketakwaan dan ibadah kepada Allah swt. sehingga dapat mencetak suatu umat. Persatuan yang dapat menyatukan keimanan kepada yang gaib, melaksanakan kewajiban terhadap Allah, iman kepada seluruh Rasul dan kitab, iman kepada hari akhir. Kesemuanya ini merupakan kesempurnaan iman yang tegak berdiri di atas landasan petunjuk rabbāni, dan merupakan keistimewaan yang dimiliki oleh akidah Islam.139 Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya h. 2. 138 139 Syeikh Salim ibn al-Hilali, h. 75-76. M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? | 79 Mengacu pada makna ayat dan pernyataan di atas maka dapat disimpulkan bahwa sifat-sifat orang yang bertakwa dan beriman yaitu; mereka yang beriman kepada yang gaib, mendirikan salat, menafkahkan sebagian rezekinya, beriman kepada kitab-kitab yang telah diturunkan oleh Allah swt., dan mereka yakin akan adanya kehidupan hari akhirat. Dari beberapa sifat-sifat muttaqin dan mukminin dengan segala bagian-bagiannya, menunjukkan pada makna dasar tazkiyah al-nafs itu sendiri. Berbeda dengan yang dipaparkan oleh Ali ibn Muhammad alDihami dalam Jihād al-Nafs, menyebutkan metode mendidik qalb. Adapun metode yang dimaksudkan sebagaimana yang ditawarkan AlQur’an adalah sebagai berikut: 1. Bersegera menyambut seruan kebenaran Berdasarkan hal tersebut dapat dilihat dalam Q.S. alZumar/39: 7-18. ِ ‫ضى لِ ِعب‬ َّ ‫إِ ْن تَ ْك ُف ُروا فَِإ َّن‬ ‫ضهُ لَ ُك ْم َوَل‬ َ ‫ادهِ الْ ُك ْف َر َوإِ ْن تَ ْش ُك ُروا يَ ْر‬ ٌّ ِ َ‫اَّللَ غ‬ َ َ ‫ِن َع ْن ُك ْم َوَل يَ ْر‬ ِ ‫تَ ِزر وا ِزرةٌ ِوْزر أُ ْخرى ُُثَّ إِ ََل ربِ ُكم مرِجع ُكم فَ ي نَ بِئُ ُكم ِِبَا ُك ْن تُم تَ ْعملُو َن إِنَّهُ َعلِيم بِ َذ‬ ‫ات‬ ْ ِ ُ ْ ُ ْ َ ْ َِ ٌ َ ْ َ َ َ َُ ‫ض ٌّر َد َعا َربَّهُ ُمنِيباً إِلَْي ِه ُُثَّ إِذَا َخ َّولَهُ نِ ْع َمةً ِم ْنهُ نَ ِس َي َما‬ ُّ َّ ‫) َوإِذَا َم‬۷( ‫الص ُدوِر‬ ُ ‫س ا ِإلنْ َسا َن‬ َِِّ ‫َكا َن ي ْدعو إِلَي ِه ِمن قَ بل وجعل‬ ِِ ِ ‫َّلل أَنْ َداداً لِي‬ ‫ك‬ َ َّ‫َّع بِ ُك ْف ِر َك قَلِيَلً إِن‬ ْ ‫ض َّل َع ْن َسبِيله قُ ْل َتََت‬ ُ َ ََ َ ُ ْ ْ ْ ُ َ ِ ‫اجداً وقَائِماً َُْي َذر‬ ِ ِ ‫آَنء اللَّْي ِل س‬ ِ ‫َص َح‬ ‫اآلخ َرَة َويَ ْر ُجو‬ ٌ ِ‫) أ ََّم ْن ُه َو قَان‬۸( ‫اب النَّا ِر‬ ْ ‫م ْن أ‬ َ ُ َ ََ ‫ت‬ ِ َّ ِ َّ ِِ ِ َ‫ين َل يَ ْعلَ ُمو َن إِ ََّّنَا يَتَ َذ َّكر أ ُْولُوا األَلْب‬ ‫اب‬ َ ‫ين يَ ْعلَ ُمو َن َوالذ‬ َ ‫َر ِْحَةَ َربِه قُ ْل َه ْل يَ ْستَ ِوي الذ‬ ُ ِِ ِِ ِ َّ ِ ِ ‫ض‬ ُ ‫َح َسنُوا ِِف َهذه الدُّنْ يَا َح َسنَةٌ َوأ َْر‬ ْ ‫ين أ‬ َ ‫ين‬ َ ‫آمنُوا اتَّ ُقوا َربَّ ُك ْم للَّذ‬ َ ‫) قُ ْل ََّي عبَاد الذ‬۹( ِ ِ ‫اَّلل و‬ ِ َّ ‫اس َعةٌ إِ ََّّنَا يُو ََّّف‬ ٍ ‫َجرُه ْم بِغَ ِْري ِحس‬ َّ ‫ت أَ ْن أَ ْعبُ َد‬ ُ ‫) قُ ْل إِِِّن أ ُِم ْر‬۱۰( ‫اب‬ َ‫اَّلل‬ َ َ َّ َ َ ْ ‫الصاب ُرو َن أ‬ ِ ِ ‫ت ألَ ْن أَ ُكو َن أ ََّو َل ال‬ ِ ‫اف إِ ْن‬ ُ ‫َخ‬ ُ ‫) َوأ ُِم ْر‬۱۱( ‫ين‬ َ ‫) قُ ْل إِِِّن أ‬۱۲( ‫ّي‬ َ ‫ْم ْسل ِم‬ َ ‫ُُمْلصاً لَهُ ال ِد‬ ُ َّ ‫) قُ ْل‬۱٣( ‫اب يَ ْوٍم َع ِظ ٍيم‬ ‫) فَا ْعبُ ُدوا َما‬۱٤( ‫اَّللَ أَ ْعبُ ُد ُُمْلِصاً لَهُ ِد ِيِن‬ ُ ‫ص ْي‬ َ ‫ت َرِِّب َع َذ‬ َ ‫َع‬ 80 | M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? ِ َّ ‫اس ِر‬ ِ ْ ‫ِش ْئ تم ِمن ُدونِِه قُل إِ َّن‬ ‫ك‬ َ ِ‫ين َخ ِس ُروا أَنْ ُف َس ُه ْم َوأَ ْهلِي ِه ْم يَ ْوَم ال ِْقيَ َام ِة أََل ذَل‬ ْ ُْ َ ‫ين الذ‬ َ َ‫اِل‬ ْ ْ ‫ُه َو‬ ‫ف‬ ُ ‫ك َُيَِِو‬ َ ِ‫) ََلُ ْم ِم ْن فَ ْوقِ ِه ْم ظُلَ ٌل ِم ْن النَّا ِر َوِم ْن ََْتتِ ِه ْم ظُلَ ٌل ذَل‬۱۵( ‫ّي‬ ُ ِ‫ْمب‬ ُ ‫اِلُ ْس َرا ُن ال‬ ِ َّ ِ ِ َ ‫اَّلل بِ ِه ِعب‬ ِ ‫وها َوأ َََنبُوا إِ ََل‬ َ ُ‫اجتَ نَ بُوا الطَّاغ‬ َ ‫وت أَ ْن يَ ْعبُ ُد‬ ْ ‫ين‬ َ َُّ َ ‫) َوالذ‬۱٦( ‫ادهُ ََّي عبَاد فَاتَّقُون‬ َِّ ِ َّ ِ ِ ِ ‫ك‬ َ ِ‫َح َسنَهُ أ ُْولَئ‬ ْ ‫ين يَ ْستَ ِم ُعو َن الْ َق ْو َل فَ يَ تَّبِعُو َن أ‬ َ ‫) الذ‬۱۷( ‫اَّلل ََلُ ْم الْبُ ْش َرى فَ بَ ِش ْر عبَادي‬ ِ َّ ِ َ‫ك ُه ْم أ ُْولُوا األَلْب‬ َّ ‫اه ْم‬ )۱۸( ‫اب‬ َ ِ‫اَّللُ َوأ ُْولَئ‬ ُ ‫ين َه َد‬ َ ‫الذ‬ Terjemahnya: Jika kamu kafir (ketahuilah) maka sesungguhnya Allah tidak memerlukanmu dan Dia tidak meridai kekafiran hamba-hamba-Nya. Jika kamu bersyukur. Dia meridai kesyukuranmu itu. Seseorang yang berdosa tidak memikul dosa orang lain. Kemudian kepada Tuhanmulah kembalimu lalu Dia beritakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan. Sungguh, Dia Maha Mengetahui apa yang tersimpan dalam dada(mu). Dan apabila manusia ditimpa bencana, dia memohon (pertolongan) kepada Tuhannya dengan kembali (taat) kepada-Nya, tetapi apabila Dia memberikan nikmat kepadanya dia lupa (akan bencana) yang pernah dia berdoa kepada Allah sebelum itu, dan diadakannya sekutu-sekutu bagi Allah untuk menyesatkan (manusia) dari jalan-Nya. Katakanlah, “Bersenang-senanglah kamu dengan kekafiranmu itu untuk sementara waktu. Sungguh kamu termasuk penghuni neraka. (Apakah) kamu orang musyrik yang lebih beruntung) ataukah orang yang beribadah pada waktu malam dengan sujud dan berdiri, karena takut kepada (azab) akhirat dan mengharapkan rahmat Tuhannya? Katakanlah, “Apakah sama orangorang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?” Sesungguhnya hanya orang-orang yang berakal sehat yang dapat menerima pelajaran. Katakalah (Muhammad), “wahai hamba-hambaKu yang beriman! Bertakwalah kepada Tuhanmu”. Bagi orang-orang yang berbuat baik di dunia ini akan memperoleh kebaikan. Dan bumi Allah itu luas. Hanya orang-orang yang bersabarlah yang disempurnakan pahalanya tanpa batas. Katakanlah, “Sesungguhnya aku diperintahkan agar menyembah Allah dengan penuh ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama. Dan aku diperintahkan agar menjadi orang yang pertama-tama berserah diri”. Katakanlah, “Hanya Allah yang aku sembah dengan penuh ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agamaku”. Maka sembahlah selain Dia sesukamu! (wahai orang-orang musyrik). Katakanlah, “Sesungguhnya orangorang yang rugi ialah orang-orang yang merugikan diri mereka sendiri dan keluarganya pada hari Kiamat”. Ingatlah! Yang demikian itu adalah kerugian yang nyata. Di atas mereka ada lapisan-lapisan dari api dan di bawahnya juga ada lapisan-lapisan yang disediakan bagi mereka. Demikianlah Allah mengancam hamba-hamba-Nya (dengan azab itu). “Wahai hamba-hamba-Ku, maka bertakwalah kepada-Ku”. Dan orang-orang yang menjauhi Tagut (yaitu) tidak M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? | 81 menyembahnya dan kembali kepada Allah, mereka pantas mendapat berita gembira; sebab itu sampaikanlah kabar gembira itu kepada hamba-hamba-Ku. (yaitu) mereka yang mendengarkan perkataan lalu mengikuti apa yang paling baik di antaranya. Mereka itulah orangorang yang telah diberi petunjuk oleh Allah dan mereka itulah orangorang yang mempunyai akal sehat. 140 Selanjutnya Q.S. al-Ahzāb/33: 36. َّ ‫ضى‬ ْ ‫اَّللُ َوَر ُسولُهُ أ َْمراً أَ ْن يَ ُكو َن ََلُ ْم‬ ‫اِلِ َريَةُ ِم ْن أ َْم ِرِه ْم‬ َ َ‫َوَما َكا َن لِ ُم ْؤِم ٍن َوَل ُم ْؤِمنَ ٍة إِذَا ق‬ ِ ‫َوَم ْن يَ ْع‬ َّ ‫ص‬ )٣٦( ً‫ضَلَلً ُمبِينا‬ َ ‫ض َّل‬ َ ‫اَّللَ َوَر ُسولَهُ فَ َق ْد‬ Terjemahnya: Dan tidaklah pantas bagi laki-laki yang mukmin dan perempuan yang mukmin apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada pilihan (yang lain) bagi mereka tentang urusan mereka. Dan barang siapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya, maka sungguh, dia telah tersesat, dengan kesesatan yang nyata.141 Q.S. al-Anfāl/8: 24. َِِّ ‫َّي أَيُّها الَّ ِذين آمنوا است ِجيبوا‬ ِ ‫لر ُس‬ َّ ‫ول إِذَا َد َعا ُك ْم لِ َما ُُْييِي ُك ْم َوا ْعلَ ُموا أ‬ َّ ‫َن‬ ‫ول‬ ُ ُ‫اَّللَ َُي‬ َّ ِ‫َّلل َول‬ َ َ ُ َ ْ َُ َ )۲٤( ‫ّي ال َْم ْرِء َوقَ ْلبِ ِه َوأَنَّهُ إِلَْي ِه َُْت َش ُرو َن‬ َ ْ َ‫ب‬ Terjemahnya: Wahai orang-orang yang beriman! Penuhilah seruan Allah dan Rasul, apabila dia menyerumu kepada sesuatu yang memberi kehidupan kepadamu, dan ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah membatasi antara manusia dan hatinya dan sesungguhnya kepadaNyalah kamu akan dikumpulkan.142 2. Cinta kebenaran dan lapang dada untuk Islam Hal ini dapat dilihat dalam Q.S. al- An’ām/6:125. Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya h. 659-661. 140 Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya h. 598. 141 Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya h. 243. 142 82 | M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? ِ ِ ِ ‫ص ْد َرهُ لِ ِإل ْس‬ َّ ‫فَ َم ْن يُ ِر ْد‬ ً‫ضيِِقا‬ َ ُ‫ص ْد َره‬ َ ‫َلم َوَم ْن يُ ِر ْد أَ ْن يُضلَّهُ ََْي َع ْل‬ َ ‫اَّللُ أَ ْن يَهديَهُ يَ ْش َر ْح‬ ِ َّ ِِ ُ‫اَّلل‬ َّ ‫ك ََْي َع ُل‬ )۱۲۵( ‫ين َل يُ ْؤِمنُو َن‬ َّ َ‫َح َرجاً َكأَََّّنَا ي‬ َّ ‫ص َّع ُد ِِف‬ َ ِ‫الس َم ِاء َك َذل‬ َ ‫س َعلَى الذ‬ َ ‫الر ْج‬ Terjemahnya: Barang siapa dikehendaki Allah akan mendapat hidayah (petunjuk), Dia akan membukakan dadanya untuk (menerima) Islam. Dan barang siapa dikehendaki-Nya menjadi sesat, Dia jadikan dadanya sempit dan sesak, seakan-akan dia (sedang) mendaki ke langit. Demikianlah Allah menimpakan siksa kepada orang-orang yang tidak beriman.143 3. Menyambut seruan keimanan Hal ini dapat dilihat dalam Q.S. al-Taubah/9: 124-125. ِِ ِ َّ ‫اد ْْتُ ْم‬ ُ ‫ورةٌ فَ ِم ْن ُه ْم َم ْن يَ ُق‬ ْ َ‫َوإِ َذا َما أُن ِزل‬ َ ‫آمنُوا فَ َز‬ َ ‫ول أَيُّ ُك ْم َز‬ َ ‫ين‬ َ ‫ادتْهُ َهذه إِميَاَنً فَأ ََّما الذ‬ َ ‫ت ُس‬ ِ ِ َّ ‫اد ْْتُ ْم ِر ْجساً إِ ََل ِر ْج ِس ِه ْم‬ َ ‫ض فَ َز‬ ٌ ‫ين ِِف قُلُوِبِِ ْم َم َر‬ َ ‫) َوأ ََّما الذ‬۱۲٤( ‫إِميَاَنً َو ُه ْم يَ ْستَ ْبش ُرو َن‬ )۱۲۵( ‫َوَماتُوا َو ُه ْم َكافِ ُرو َن‬ Terjemahnya: Dan apabila diturunkan suatu surah, maka di antara mereka (orang-orang munafik) ada yang berkata, “Siapakah di antara kamu yang bertambah imannya dengan (turunnya) surah ini”? Adapun orang-orang yang beriman, maka surah ini menambah imannya, dan mereka merasa gembira. Dan adapun orang-orang yang di dalam hatinya ada penyakit, maka (dengan surah itu) akan menambah kekafiran mereka yang telah ada dan mereka akan mati dalam keadaan kafir.144 Selanjutnya Q.S. Ali Imrān/3: 139. ِ ِ )۱٣۹( ‫ّي‬ َ ِ‫َوَل َْتنُوا َوَل ََْت َزنُوا َوأَنْ تُ ْم األَ ْعلَ ْو َن إِ ْن ُك ْن تُ ْم ُم ْؤمن‬ Terjemahnya: Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya h. 193-194. 143 Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya h. 277. 144 M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? | 83 Dan janganlah kamu (merasa) lemah, dan jangan (pula) bersedih hati, sebab kamu paling tinggi (derajatnya), jika kamu orang-orang yang beriman.145 Demikian pula pada Q.S. Ibrāhim/14: 37. ِ ‫ربَّنا إِِّن أَس َكنت ِمن ذُ ِريَِِّت بِو ٍاد غَ ِري ِذي زر ٍع ِعند ب يتِك ال‬ ِِ َّ ‫يموا‬ َ‫الصَلة‬ ْ َ ِ ْ ُ ْ ِ ََ ُ ‫ْم َح َّرم َربَّنَا ليُق‬ ُ َ َْ َ ْ ْ َ ِ ‫ْهم ِمن الثَّمر‬ ِ ِ ‫اج َع ْل أَفْئِ َدةً ِم ْن الن‬ )٣۷( ‫ات لَ َعلَّ ُه ْم يَ ْش ُك ُرو َن‬ ْ َ‫ف‬ َ َ ْ ْ ُ ‫َّاس ْتَْ ِوي إلَْي ِه ْم َو ْارُزق‬ Terjemahnya: Ya’ Tuhan, sesungguhnya aku telah menempatkan sebagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah Engkau (Baitullah) yang dihormati, ya Tuhan (yang demikian itu) agar mereka melaksanakan salat, maka jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan berilah mereka rezeki dari buah-buahan, mudah-mudahan mereka bersyukur.146 4. Banyak berzikir Hal ini dapat dilihat dalam Q.S. al-Anfāl/8: 45. ِ َّ َّ ‫آمنُوا إِذَا لَ ِقيتُ ْم فِئَةً فَاثْ بُ تُوا َواذْ ُك ُروا‬ )٤۵( ‫اَّللَ َكثِرياً لَ َعلَّ ُك ْم تُ ْفلِ ُحو َن‬ َ ‫ين‬ َ ‫ََّي أَيُّ َها الذ‬ Terjemahnya: Wahai orang-orang yang beriman! Apabila kamu bertemu pasukan (musuh), maka berteguh hatilah dan sebutlah nama Allah banyak-banyak berzikir dan berdoa agar kamu beruntung.147 Selanjutnya dalam Q.S. al-Ahzāb/33:41. ِ َّ َّ ‫آمنُوا اذْ ُك ُروا‬ )٤۱( ً‫اَّللَ ِذ ْكراً َكثِريا‬ َ ‫ين‬ َ ‫ََّي أَيُّ َها الذ‬ Terjemahnya: Wahai orang-orang yang beriman! Ingatlah kepada Allah, dengan mengingat (nama-Nya) sebanyak-banyaknya.148 Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya h. 85. 145 Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya h. 351. 146 Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya h. 247. 147 84 | M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? Q.S. al-Ra’d/13: 28. َِّ ‫وِبم بِ ِذ ْك ِر‬ ِ َّ ِ ِ َِّ ‫اَّلل أََل بِ ِذ ْك ِر‬ )۲۸( ‫وب‬ ُ ُ‫اَّلل تَط َْمئ ُّن الْ ُقل‬ َ ‫ين‬ ْ ُُ ُ‫آمنُوا َوتَط َْمئ ُّن قُل‬ َ ‫الذ‬ Terjemahnya: (yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah, Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenteram.149 Demikian pula dalam Q.S. al-Kahf/18: 24. ِ َّ ‫اء‬ ‫ب ِم ْن َه َذا‬ َ َّ‫اَّللُ َواذْ ُك ْر َرب‬ َ ‫ك إِذَا نَ ِس‬ َ ‫ْر‬ َ ‫إَِلَّ أَ ْن يَ َش‬ َ ‫يت َوقُ ْل َع َسى أَ ْن يَ ْهديَِِن َرِِّب ألَق‬ )۲٤( ً‫َر َشدا‬ Terjemahnya: Kecuali (dengan mengatakan), “Insya Allah” dan ingatlah kepada Tuhanmu apabila engkau lupa dan katakanlah, “Mudahmudahan Tuhanku akan memberiku petunjuk kepadaku agar aku yang lebih dekat (kebenarannya) dari pada ini. 150 5. Yakin yang diikuti amal sebagai pembenaran Hal ini dapat dilihat dalam Q.S. al-Jāsiyah/45: 3-4. ِ ُّ ‫) وِِف َخل ِْق ُكم وما ي ب‬٣( ‫ت لِلْم ْؤِمنِّي‬ ٍ ِ ‫السمو‬ ِ ‫ات َواأل َْر‬ ‫ت‬ ٌ ‫آَّي‬ َ ُ ٍ ‫آلَّي‬ َُ َ َ ْ َ ‫ث م ْن َدابَّة‬ َ ‫ض‬ َ َ َ َّ ‫إِ َّن ِِف‬ )٤( ‫لِ َق ْوٍم يُوقِنُو َن‬ Terjemahnya: Sungguh, pada langit dan bumi benar-benar terdapat tandatanda (kebesaran Allah) bagi orang-orang mukmin. Dan pada penciptaan dirimu dan pada makhluk bergerak yang bernyawa yang bertebaran (di bumi) terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) untuk kaum yang meyakini.151 Selanjutnya Q.S. al-Sajadah/32: 12. Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya h. 599. 148 Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya h. 341. 149 Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya h. 405. 150 Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya h. 718. 151 M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? | 85 ِ ِِ ِ ِ ‫ص ْرََن َو ََِس ْعنَا فَ ْارِج ْعنَا نَ ْع َم ْل‬ َ ْ‫سوا ُرءُوس ِه ْم ع ْن َد َرِِب ْم َربَّنَا أَب‬ ُ ‫َولَ ْو تَ َرى إِ ْذ ال‬ ُ ‫ْم ْج ِرُمو َن ََنك‬ ِ‫ص‬ )۱۲( ‫اْلاً إِ ََّن ُموقِنُو َن‬ َ Terjemahnya: Dan (alangkah ngerinya), jika sekiranya kamu melihat orangorang yang berdosa itu menundukkan kepalanya di hadapan Tuhannya, (mereka berkata), “Ya Tuhan kami, kami telah melihat dan mendengar, maka kembalikanlah kami (ke dunia), niscaya kami akan mengerjakan kebajikan. Sungguh kami adalah orang-orang yang yakin”.152 6. Layyin al-Qalb (hati yang lembut) untuk berzikir kepada Allah Hal ini dapat dilihat dalam Q.S. al-Zumar/39: 22-23. ِ ِ ‫َلم فَ هو َعلَى نُوٍر ِمن ربِ ِه فَ ويل لِ ْل َق‬ َّ ‫أَفَ َم ْن َش َر َح‬ ‫وِبُ ْم ِم ْن ِذ ْك ِر‬ ُ ُ‫اسيَ ِة قُل‬ َ ُ‫اَّلل‬ َ ُ ِ ‫ص ْد َرُه ل ِإل ْس‬ ٌ ْ َ َِ ْ َِّ ِ ‫َحسن ا ْْل ِد‬ ٍ ‫ض‬ ٍ ِ‫َلل ُمب‬ َّ )۲۲( ‫ّي‬ ‫يث كِتَاِبً ُمتَ َش ِاِباً َمثَ ِاّنَ تَ ْق َشعِ ُّر‬ َ ِ‫اَّلل أ ُْولَئ‬ َ ‫ك ِِف‬ َ َ َ ْ ‫اَّللُ نَ َّز َل أ‬ ِ‫اَّلل‬ ِ َِّ ‫وِبم إِ ََل ِذ ْك ِر‬ ِ َّ ُ ُ‫ِم ْنه جل‬ َّ ‫ك ُه َدى‬ َ ِ‫اَّلل ذَل‬ ُ ُ‫ّي ُجل‬ ُ ‫ين ََيْ َش ْو َن َرَِّبُ ْم ُُثَّ تَل‬ ُ ُ ْ ُُ ُ‫ود ُه ْم َوقُل‬ َ ‫ود الذ‬ ِ ْ ‫ي ْه ِدي بِ ِه من ي َشاء ومن ي‬ ٍ ‫اَّلل فَما لَهُ ِمن َه‬ )۲٣( ‫اد‬ ْ ُ ْ ََ ُ َ ْ َ َ َ َُّ ‫ضل ْل‬ Terjemahnya: Maka apakah orang-orang yang dibukakan hatinya oleh Allah untuk (menerima) agama Islam lalu dia mendapat cahaya dari Tuhannya (sama dengan orang yang hatinya membatu)? Maka celakalah mereka yang hatinya telah membatu untuk mengingat Allah. mereka itu dalam kesesatan yang nyata. Allah telah menurunkan perkataan yang paling baik (yaitu) Al-Qur’an yang serupa (ayat-ayatnya) lagi berulang-ulang, gemetar karenanya kulit orang-orang yang takut kepada Tuhannya, kemudian menjadi tenang kulit dan hati mereka ketika mengingat Allah. Itulah petunjuk Allah, dengan kitab itu Dia memberi petunjuk kepada siapa yang Dia kehendaki. Dan barang siapa yang dibiarkan sesat oleh Allah, maka tidak seorang pun yang dapat memberi petunjuk.153 Penjelasan yang sama dapat dilihat dalam Q.S. al-An’ām/6: 146. Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya h. 587. 152 Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya h. 662. 153 86 | M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? ِ ِ َّ ِ َّ‫وم ُه َما إَِل‬ ُ ‫ين َه‬ َ ‫ادوا َح َّرْمنَا ُك َّل ذي ظُُف ٍر َوم ْن الْبَ َق ِر َوالْغَنَ ِم َح َّرْمنَا َعلَْي ِه ْم ُش ُح‬ َ ‫َو َعلَى الذ‬ ِ ‫اهم بِب غْيِ ِهم وإِ ََّن لَص‬ ‫ادقُو َن‬ َ َ‫ور ُُهَا أ َْو ا ْْلََو َاَّي أ َْو َما ا ْختَ ل‬ ْ َ‫َما َِحَل‬ َ ِ‫ط بِ َعظ ٍْم ذَل‬ َ َ ْ َ ْ ُ َ‫ك َج َزيْ ن‬ ُ ‫ت ظُ ُه‬ )۱٤٦( Terjemahnya: Dan kepada orang-orang Yahudi, Kami haramkan semua (hewan) yang berkuku, dan Kami haramkan kepada mereka lemak sapi dan domba, kecuali yang melekat di punggungnya, atau yang dalam isi perutnya, atau yang bercampur dengan tulang. Demikianlah Kami menghukum mereka karena kedurhakaannya. Dan sungguh Kami Mahabenar.154 Perhatikan pula Q.S. al-Naml/27: 14. ِ ِ ‫ف َك ا َن َعاقِبةُ ال‬ )۱٤( ‫ين‬ َ ‫س ُه ْم ظُلْماً َو ُعلُ ِواً فَانظُْر َك ْي‬ ْ ‫َو َج َح ُدوا ِِبَا َو‬ َ ‫ْم ْفسد‬ ُ َ ُ ‫استَ ْي َقنَ ْت َها أَنْ ُف‬ Terjemahnya: Dan mereka mengingkarinya karena kezaliman dan kesombongannya, padahal hati mereka meyakini (kebenaran)nya. Maka perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang berbuat kerusakan.155 7. Ittiba Al-Qur’an dan al-Sunnah Hal ini dapat dilihat dalam Q.S. al-Taubah/9: 71. ِ ِ ‫وال‬ ٍ ‫ات بَ ْعضُ ُه ْم أ َْولِيَاءُ بَ ْع‬ ‫ْمن َك ِر‬ ُ َ‫ْم ْؤِمن‬ ُ ‫ْم ْؤمنُو َن َوال‬ ُ َ ُ ‫ض ََي ُْم ُرو َن ِِبل َْم ْع ُروف َويَ ْن َه ْو َن َع ْن ال‬ ِ ِ َّ ‫الصَلةَ َويُ ْؤتُو َن‬ َّ ‫اَّللُ إِ َّن‬ َّ ‫ك َس َ ْري َِحُ ُه ْم‬ َّ ‫يعو َن‬ ‫اَّللَ َع ِز ٌيز‬ َّ ‫يمو َن‬ َ ِ‫اَّللَ َوَر ُسولَهُ أ ُْولَئ‬ ُ ‫الزَكاةَ َويُط‬ ُ ‫َويُق‬ ِ )۷۱( ‫يم‬ ٌ ‫َحك‬ Terjemahnya: Dan orang-orang yang beriman, laki-laki dan perempuan, sebagian mereka menjadi penolong bagi sebagian yang lain. Mereka menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang munkar, melaksanakan salat, menunaikan zakat dan taat kepada Allah dan Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya h. 198. 154 Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya h. 531. 155 M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? | 87 Rasul-Nya. Mereka akan diberi rahmat oleh Allah. Sungguh, Allah Mahaperkasa, Mahabijaksana. 156 Demikianlah tujuh cara (metode) mendidik hati yang ditawarkan oleh Al-Qur’an yang telah penulis kemukakan. Sebelumnya telah dijelaskan bahwa nafsu dan setan senantiasa membujuk manusia melalui hatinya agar menyimpang dari kebenaran. Sebagai usaha membentengi hati dari rayuan keduanya, dan mensucikan hati yang sudah terbelenggu kekuasaan setan dan hawa nafsu, maka diperlukan suatu pendidikan hati (tarbiyyah alqulūb) meminjam istilah Ibnu Taimiyah, atau riyā«ah al-qulūb menurut istilah al-Gazali, atau pensucian hati menurut istilah Hamka. Menurut Ibnu Taimiyah, hati memerlukan pendidikan maka ia akan tumbuh dan bertambah sampai sempurna dan murni, sebagaimana badan membutuhkan perawatan dengan makanan yang bergizi baginya. Hati akan bersih dengan menciptakan apa yang bermanfaat baginya dan menolak yang membahayakannya. Sama halnya dengan tanaman, ia akan tumbuh dengan makanan. 157 Hati yang kotor harus segera dibersihkan, sebab menurut Komaruddin Hidayat, hati yang tercemari akibat perbuatanperbuatan kotor yang dilakukan akan memadamkan pijarnya, sehingga tidak lagi punya daya menyinari. Karena itu hati harus selalu dibersihkan dari dosa; jangan menunggu sampai ia berkarat, sehingga Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya h. 266. 156 157 Ibnu Taimiyah, Risalah Tasauf Ibnu Taimiyah, terj. Anis Masykur (Cet. 1; Jakarta: Hikmah, 2002), h. 178. Jika manusia ingin mencapai derajat takwa dan muslim yang “sempurna” maka ia harus terlebih dahulu mensucikan hatinya. Ada banyak cara agar hati tetap bersih. Inilah yang sering luput dari perhatian manusia pada umumnya. Bahwa manusia terdiri dari unsur jasmani dan ruhani. Sebagaimana jasmani, ruhani juga membutuhkan makanan, yaitu spiritual. Sari pati makanan spiritual inilah yang akan melekat dalam hati manusia. Hati bukan saja akan menjadi keras dan hitam, bahkan beku jika tidak pernah mendapatkan sentuhan dan siraman air spiritual. Lihat Jejen Musfah, Bahkan Tuhan Pun Bersyukur: Memahami Rahasia Hati (Cet. 1; Jakarta: Hikmah, 2003), h. xii. 88 | M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? dosanya semakin sulit dihapus, dan lama kelamaan dosa-dosa itu dianggap sebagai kebaikan.158 Selanjutnya langkah-langkah atau metode mendidik qalb yang efektif dapat dilakukan dengan 5 tahapan, yaitu: a. Zikir, upaya recollection atau pengingatan terus menerus kepada Allah, dan diwujudkan dalam semua bentuk perbuatan. Mulai dari perbuatan hati, lisan, dan seluruh anggota tubuh yang hanya diarahkan kepada Allah semata. 2) Tafakkur, perenungan yang terus menerus atau disebut juga kontemplasi akan keberadaan diri, serta hubungannya dengan Allah. Hal inilah yang kemudian melahirkan ibadah secara ikhlas. 3) Murāqabah, pendekatan diri kepada Allah setiap waktu, dengan semua perbuatan. Tetapi terkadang juga disiapkan waktu dan tempat khusus untuk ber murāqabah (“berpacaran”) dengan Allah. Hal ini sering pula disebut sebagai meditasi Islam. Hanya saja praktik meditasi Islam, menjadi salah satu cara saja, dan sekian banyak cara bermurāqabah. Karena inti murāqabah adalah menghindari kecemburuan Allah atas diri orang mukmin, dan untuk mendapatkan limpahan seluruh cinta-Nya. 4)Muhāsabah, yakni bentuk evaluasi diri dalam hubungannya kepada Allah. Bentuk muhāsabah terdiri atas; a) muhāsabah al-nafs. Evaluasi yang dilakukan setiap menjelang tidur, menelaah dan mengevaluasi dirinya, bisikan jiwanya, jalan pikirannya, serta seluruh perbuatannya. Bentuk evaluasinya harus konkret mengenai peta yang baik dan buruk. Kebaikan ditingkatkan dan disempurnakan, Sebagaimana disinggung dalam Q.S. Fātir/35: 8: ‫سنا‬ َ ُ‫… أَفَ َم ْن زُ يِنَ لَه ُ سُوء‬ َ ‫ع َم ِل ِه فَ َرآه ُ َح‬ maka apakah pantas orang yang dijadikan (setan) terasa indah perbuatan buruknya lalu menganggap baik perbuatannya itu? Lihat Komaruddin Hidayat “Menggapai Kebeningan Hati” dalam Hasan M. Noer (Editor), Agama di Tengah-Tengah Kemelut (Cet. 1; Jakarta: Media Cita, 2001), h. 99. 158 M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? | 89 dan keburukan ditinggalkan (jika lahiriah) dan dieliminasi (jika ruhaniah). b) memperhitungkan muhāsabah keadaannya, tarīqah. Evaluasi berusaha sekuat dengan tenaga menurunkan keragaman (menghapus nafsu-nafsu yang ada) dan menaikkan kepada keadaan sifat-sifat ke-Esaan Allah. jadi fokusnya adalah menerapkan sifat-sifat Allah untuk dirinya. c) Muhāsabah al-Haqq. Evaluasi keseluruhan lahir dan batin dengan berbagai bentuk keadaan dan tingkatan yang ada pada dirinya. Evaluasi ini adalah menyesuaikan keadaan perkembangan ruhaniah (spiritualitas) dengan 236 karakter keimanan yang diajukan oleh Al-Qur’an. 5) Wirid, pembiasaan semua yang mengarahkannya kepada Allah. wirid adalah tugas harian, baik dalam bentuk doa maupun perbuatan, yang harus dilaksanakan secara konsisten oleh seorang mukmin, dalam hubungannya menjalin cinta dengan Allah. ini adalah wujud pelaksanaan hakikat keimanan yang ada. Bentuknya dapat berupa wirid namaz, atau wirid yang disandarkan kepada perilaku salat wajib maupun sunah; dan juga wirid ¯arīqah, yakni wirid dalam bacaan dan perbuatan yang berada di luar salat. Wirid dengan salat adalah menjalin hubungan melalui ibadah yang telah ditentukan Allah. wirid ¯arīqah adalah upaya menjalin hubungan dengan Allah dengan perilaku manusiawinya, yang menjadi sunnatullah dalam kehidupan dunia.159 Metode pendidikan hati yang telah dipaparkan tersebut, jika dilaksanakan secara konsisten akan berdampak secara positif pada lingkungan. Hal itu berarti bahwa proses mendidik qalb yang Muhammad Sholikhin, 17 Jalan Menggapai Mahkota Sufi Syaikh ‘Abdul Qādir al-Jailāni, Intisari Kitab Karya al-Jailāni: al-Fath al-Rabbānī, Sirr al-Asrār, alFutūh} al-Ghayb, dan al-Gunyah li Talibi Tarīq al-Haqq (Cet. 1; Yogyakarta: Mutiara Media, 2009), h. 396-397. 159 90 | M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? dilakukan secara konsisten secara otomatis akan memperbaiki keadaan di luar diri. Cahaya ruhaniah diri akan memancar keluar, baik melalui proses yang dilaksanakan, maupun melalui pentauladanan pihak lain atas diri. Selanjutnya metode mendidik qalb atau metode penyehatan hati yaitu: 1. Metode Ta‘līm Metode ini adalah melakukan transfer ilmu kepada seseorang. Mengisi otak seseorang dengan pengetahuan yang berkenaan dengan baik dan buruk. Seseorang akan melaksanakan kebaikan dan menjauhi kejahatan, tentu diawali dengan pengenalannya tentang apa yang baik dan apa pula yang buruk. Peranan seorang guru dalam hal ini amat penting, sebab dialah seseorang akan mengenal baik dan buruk. Guru akan memperkenalkan kepada sang murid sejumlah daftar apa saja perilaku yang baik itu dengan maksud agar sang murid dapat mengamalkannya, selain dari itu sang guru juga memperkenalkan apa pula perilaku buruk. Pengenalan terhadap baik dan buruk dimulai sedini mungkin sehingga tidak terlebih dahulu mengenal perilaku buruk. Apabila kita merujuk kepada Al-Qur’an, bahwa Allah swt. telah memberikan ta’līm kepada Adam tentang nama-nama sesuatu. Dalam Q.S. al-Baqarah/2: 31. )٣۱( ... ‫اء ُكلَّ َها‬ ْ ‫آد َم األ‬ َ ‫َو َعلَّ َم‬ َ َ‫ََس‬ Terjemahnya: Dan Dia ajarkan kepada Adam nama-nama benda semuanya … 160 . Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya h. 6. 160 M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? | 91 Kata ta‘līm yang berasal dari ‘allama diartikan dengan mengajari. Mengajari lebih banyak berkonsentrasi pada kegiatan pengembangan ilmu pengetahuan. 2. Metode Pembiasaan Metode ini merupakan manifestasi dari penanaman nilai-nilai kepada bentuk tindakan. Lanjutan dari metode ta‘līm adalah bagaimana supaya seseorang memahami apa yang baik dan apa yang buruk. Pembiasaan ini dimulai sedini mungkin. Kenyataan bahwa dalam pembentukan sikap dan kepribadian seseorang tidak lepas dari pembiasaan-pembiasaan. Seseorang anak yang telah terbiasa melakukan salat misalnya maka dia akan sulit untuk meninggalkan kebiasaan tersebut, demikian juga aktivitas lainnya. Atas dasar pentingnya pembiasaan ini, maka Rasul memerintahkan kepada orang tua agar menyuruh anaknya untuk melakukan salat setelah berusia tujuh tahun. Dan boleh dipukul apabila anak tersebut tidak melaksanakan salat pada usia sudah 10 tahun. 3. Metode Latihan Metode ini hampir sama dengan metode pembiasaan akan tetapi metode ini sudah mengandung unsur paksaan diri sendiri untuk melakukan perbuatan baik. Pada diri pribadi seseorang tertanam bahwa dia harus melakukan perbuatan tersebut kendati pun berat. Misalnya bagi orang yang tidak terbiasa melakukan salat tahajjud di sepertiga malam, tentu ini amat berat, tetapi dia mesti melaksanakannya dan dia tekadkan sebagai suatu latihan bagi pribadinya untuk meningkatkan mutu keimanannya. Latihan-latihan yang telah dilaksanakan dengan secara baik akan menghasilkan capaian yang telah diprogramkan. Hal ini dapat disamakan latihan peperangan, latihan olah raga dan lain sebagainya. 4. Metode Mujāhadah 92 | M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? Metode ini menuntut agar seseorang melakukan lebih serius dan sungguh-sungguh bila dibandingkan dengan metode terdahulu. Pada metode ini seseorang harus dapat mengetahui gerak gerik hatinya, apakah hatinya itu mengarah kepada kebaikan atau kepada kejahatan. Bila hatinya cenderung kepada kejahatan maka dia berjuang untuk mengalahkan suara tarikan kejahatan tersebut. Misalnya ketika waktu salat telah tiba, tetapi hatinya tidak tergerak untuk melasanakannya dan timbul malasnya untuk melakukan salat, maka bisikan hati yang sedemikian itu dia tentang dan dia lawan sehingga bisikan hati untuk tidak melakukan salat tersebut menjadi sirna. Atau sebaliknya timbul dorongan dalam hati seseorang untuk melaksanakan maksiat, maka bisikan itu ditentangnya, sehingga dia tidak terjerumus kepada perbuatan maksiat. B. Tujuan Mendidik Qalb Sebelumnya telah dijelaskan bahwa hawa nafsu dan setan senantiasa membujuk manusia melalui hatinya agar menyimpang dari kebenaran. Sebagai usaha membentengi hati dari rayuan keduanya, dan mensucikan hati yang sudah terbelenggu kekuasaan setan dan hawa nafsu, maka diperlukan suatu pendidikan hati (tarbiyyah al-qulūb) meminjam istilah Ibnu Taimiyah, atau riyādah al-qulūb menurut istilah al-Gazali, atau pensucian hati menurut istilah Hamka. Ibnu Taimiyah, mengemukakan bahwa hati memerlukan pendidikan maka ia akan tumbuh dan bertambah sampai sempurna dan murni, sebagaimana badan membutuhkan perawatan dengan makanan yang bergizi baginya. Hati akan bersih dengan menciptakan apa yang bermanfaat baginya dan M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? | 93 menolak yang membahayakannya. Sama halnya dengan tanaman, ia akan tumbuh dengan makanan.161 Demikian juga hati yang hanya cenderung kepada kejahatan harus segera diperbaiki. Mahmud Subhi menjelaskan, tak ada perbuatan yang dilakukan anggota tubuh kecuali atas tanda-tanda dari hati. Karena itu, hatilah yang harus diperbaiki, diluruskan, dan dilakukan penilaian atasnya. Hadis Nabi menyatakan, “Allah tidak memandang bentuk kalian, melainkan memandang hati dan perbuatan kalian”.162 Upaya pendidikan163 hati itu dilakukan agar manusia mampu menjaga fitrahnya. Ibnu Taimiyah menjelaskan bahwa “Allah telah memberi fitrah manusia hanya untuk mencintai dan menyembah Allah. Jika fitrah itu terjaga dengan baik, maka hati akan makrifat kepada Allah, mencintainya, dan hanya menyembah kepada-Nya”.164 Dapat ditambahkan bahwa ia juga akan melahirkan akhlak yang baik.165 161 Ibnu Taimiyah, Risalah Tasauf Ibnu Taimiyah (Cet. 1; Jakarta: Hikmah, 2002), h. 178. Jika manusia ingin mencapai derajat takwa dan muslim yang “sempurna” maka ia harus terlebih dahulu mensucikan hatinya. Ada banyak cara agar hati tetap bersih. Inilah yang sering luput dari perhatian manusia pada umumnya. Bahwa manusia terdiri dari unsur jasmani dan ruhani. Sebagaimana jasmani, ruhani juga membutuhkan makanan, yaitu spiritual. Sari pati makanan spiritual inilah yang akan melekat dalam hati. Hati bukan saja akan menjadi keras dan hitam, bahkan beku jika tidak pernah mendapatkan sentuhan dan sinaran air spiritual. 162 Ahmad Mahmud Shubhi, h. 262. 163 Pendidikan merupakan upaya untuk mengembangkan bakat dan kemampuan individual sehingga potensi-potensi kejiwaan itu dapat diaktualisasikan secara sempurna. Potensi-potensi itu sesungguhnya merupakan kekayaan dalam diri manusia yang amat berharga. Lihat Muhammad Amin, Konsep Masyarakat Islam: Upaya Mencari Identitas dalam Era Globalisasi (Cet. 1;Jakarta: Fikahati Aneska, 1992), h. 93. 164 Ibnu Taimiyah, Risalah Tasauf Ibnu Taimiyah (Cet. 1; Jakarta: Hikmah, 2002), h. 166. 165 Sayyid Mahdi al-Shadr menjelaskan bahwa akhlak yang baik merupakan suasana hati yang melahirkan perilaku yang baik terhadap orang lain dengan menunjukkan wajah ceria, tutur kata yang baik, dan sikap yang lembut. Lihat Sayyid Mahdi al-Shadr, Mengobati Penyakit Hati (Cet. 2; Jakarta: Pustaka Zahra, 2003), h. 1. 94 | M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? Pendidikan hati itu harus dilakukan agar hati yang kotor menjadi bersih dan hati yang keras menjadi lembut, serta hati yang lemah menjadi kokoh. Imam Khomeini menjelaskan bahwa semua watak dan sikap jiwa dapat diperbaiki selagi jiwa itu masih hidup di alam gerak dan perubahan yang tunduk pada dimensi waktu dan pembaruan serta memiliki materi dan potensi. 166 Hamka bahkan berpandangan bahwa membersihkan hati dan mensucikan hubungan dengan Tuhan merupakan kewajiban seorang muslim yang pertama dan utama. Setelah kepercayaan itu terhunjam dengan teguh dalam hati sanubari, dan telah dapat pula diamalkan dan dikerjakan, haruslah ditebarkan pula kepada yang lain. Seorang muslim tidak senang hatinya kalau hanya dia sendiri saja yang tahu, pada hal orang lain berenang dalam kesesatan dan kegelapan.167 Hamka berpendapat bahwa seorang muslim ialah orang yang bercita-cita menjadi “al-insān al-kāmil”, manusia sempurna. Muslim artinya orang yang menyediakan dirinya menuruti jalan yang utama. 168 Adakah manusia sempurna? Menurut Hamka, ada! Yaitu manusia yang insyaf akan kekurangan lalu berusaha mencapai kesempurnaan, itulah manusia yang sempurna.169 Husain Haikal Pasya, seorang intelektual Islam di Mesir yang telah berkecimpung di dalam suasana berpikir kebendaan mempergunakan rasio dengan sebebas-bebasnya, di hari mulai tuanya ia merasa bahwasanya hidup kebendaan perlu diimbangi dengan 166 Khomeini mengutip hadis yang diriwayatkan Muslim dari Amr bin Ash, yang menunjukkan permohonan beliau agar memiliki hati yang cenderung pada agama atau taat semata: wahai Tuhan yang membolak-balikkan hati, kokohkanlah hati kami pada agama-Mu untuk taat kepada-Mu. Lihat Imam Khomeini, Memupuk Keluhuran Budi Pekerti (Cet. 1; Jakarta: Misbah, 2004), h. 124. 167 Hamka, Tasauf, Perkembangan dan Pemurniannya (Cet. 19; Jakarta: Pustaka Panjimas, 1994), h. 191-192. 168 Hamka, Lembaga Hidup (Cet. 11; Jakarta: Pustaka Panjimas, 1997), h. 187. 169 Hamka, Lembaga Hidup, h. 190. M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? | 95 keruhanian. Maka pergilah ia mengerjakan rukun Islam kelima (haji) ke Mekah dan keluarlah bukunya yang terkenal “fi Manzil al-Wahyi” (di tempat wayu diturunkan). Di pasal yang terakhir dari buku itu ditulis tentang perlunya bagi nilai hidup manusia mengimbangi hidup kebendaan dengan hidup keruhanian).170 Pendidikan hati termasuk ke dalam bagian ruhani manusia. Kutipan di atas mendukung pentingnya manusia menjaga hatinya. Hamka menegaskan bahwa kalau bukan keteguhan hatinya manusia mempelajari dan mengamalkan hidup ruhani itu agaknya akan pudarlah cahaya kemurnian jiwa dari alam ini. Hidup dalam keruhanian ialah ikhtiar mengalahkan gangguan-gangguan hawa nafsu, sehingga tercapai kemajuan yang sempurna, yang dinamai oleh Shufi Abdul Kadir Jailani, “insān kāmil”.171 Metode172 apa saja yang perlu dilakukan sebagai bentuk pendidikan hati (tarbiyatul qulūb) itu? Paling tidak, ada tiga hal yang dapat dilakukan agar hati tetap terjaga kebesihannya, sehingga ia akan mudah menerima bisikan suara Ilahi dan meolak bisikan hawa nafsu dan setan, yaitu memahami Al-Qur’an, memikirkan alam, dan zikir. 1. Memahami Al-Qur’an Firman Allah Q.S. Muhammad/47: 24. ٍ ُ‫أَفََل يَتَ َدبَّرو َن الْ ُق ْرآ َن أ َْم َعلَى قُل‬ )۲٤( ‫وب أَقْ َفا َُلَا‬ ُ 170 Hamka, Tasauf, Perkembangan dan Pemurniannya, h. 16. Senada dengan Haikal, Suwito menulis bahwa selain berdampak positif, globalisasi dunia juga berdampak negatif. Di antara dampak negatif globalisasi adalah semakin banyaknya alternatif bagi ukuran akhlak manusia yang bersifat materialistik dan intelektualistik semata. Akibatnya, hal-hal yang bersifat spiritualistik cenderung diabaikan. Lihat Suwito, Filsafat Pendidikan Akhlak Ibnu Miskawaih (Cet. 1; Yogyakarta: Belukar, 2004), h. 27. 171 Hamka, Tasauf, Perkembangan dan Pemurniannya h. 17-18. 172 Adalah cara yang teratur dan sistematis untuk pelaksanaan sesuatu; rencana kerja. Lihat Pius Partanto dan M. Dahlan al-Barry, Kamus Ilmiah Populer (Surabaya: Arkola, 1994), h. 461. 96 | M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? Terjemahnya: Maka tidakkah mereka menghayati Al-Qur’an, ataukah hati mereka sudah terkunci?173 Peringatan ini berupa pertanyaan yang dihadapkan kepada orang-orang yang berkuasa! Apakah mereka tidak merenungkan AlQur’an lagi? Yaitu sumber amalan yang akan menimbulkan kejujuran di dalam hati? Yang akan menimbulkan keinsyafan bahwasanya selama hidup, manusia itu akan mati? Bahwasanya kekuasaan di dunia ini tidaklah akan kekal? Apabila orang sudi merenungkan AlQur’an, niscaya hati yang keras akan menjadi lunak. Pikiran yang keras bagai batu akan bersikap lemah lembut kepada sesama manusia. Karena di atas kekuasaan manusia ada lagi kekuasaan yang lebih tinggi, yaitu kekuasaan Allah.174 Dalam pandangan Hamka, hati yang telah tertutup dan terkunci memang sukar buat membukanya. Selama hati itu juga diperkenalkan dengan isi Al-Qur’an, kunci-kunci itu tidak akan terbuka, malah akan tertutup terus.175 Dari penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa seorang muslim harus terbiasa membaca, merenungkan dan memahami ayatayat Al-Qur’an. Al-Qur’an bukan sekedar bacaan biasa, ia dapat memberi petunjuk kepada hati yang sedang bimbang, sebagai obat bagi hati yang sakit, yang dapat mengurai pikiran yang kusut. Disebutkan pula dalam Q.S. al-Zumar/39: 23. Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya h. 734. 173 174 Hamka, Tafsir al-Azhar Jilid 9 (Cet. 3; Jakarta: Pustaka Panjimas, 2001), h. 6716. 175 Hamka, Tafsir al-Azhar Jilid 9 Lihat pula Q.S. al-Baqarah/2: 121. M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? | 97 ِ ْ ‫اَّلل نَ َّز َل أَحسن‬ ِ َّ ُ ُ‫يث كِتاِبً مت َش ِاِباً مثَ ِاّن تَ ْق َش ِع ُّر ِم ْنه جل‬ َّ‫ين ََيْ َش ْو َن َرَِّبُ ْم ُُث‬ َ ُ َ ِ ‫اْلَد‬ َُّ ُ ُ ََ ْ َ ‫ود الذ‬ َ َ ِ َِّ ‫وِبم إِ ََل ِذ ْك ِر‬ ِ َِّ ‫ك ه َدى‬ َّ ‫ضلِ ْل‬ ْ ُ‫اَّلل يَ ْه ِدي بِ ِه َم ْن يَ َشاءُ َوَم ْن ي‬ ُ ُ‫ّي ُجل‬ ُ َ ‫اَّلل ذَل‬ ُ ‫تَل‬ ُ‫اَّلل‬ ْ ُُ ُ‫ود ُه ْم َوقُل‬ ٍ ‫فَما لَهُ ِمن َه‬ )۲٣( ‫اد‬ ْ َ Terjemahnya: Allah telah menurunkan perkataan yang paling baik (yaitu) AlQur’an yang serupa (ayat-ayatnya) lagi berulang-ulang, gemetar karenanya kulit orang-orang yang takut kepada Tuhannya, kemudian menjadi tenang kulit dan hati mereka ketika mengingat Allah. Itulah petujuk Allah, dengan kitab itu Dia memberi petunjuk kepada siapa yang Dia kehendaki. Dan barang siapa dibiarkan sesat oleh Allah, maka tidak seorang pun yang dapat memberi petunjuk.176 Berdasarkan ayat di atas, dapat dipahami bahwa apabila orang mukmin membaca Al-Qur’an yang berisi siksa, tegak bulu romanya, takut kepada Allah, tetapi apabila dibacanya ayat-ayat yang berisi kabar gembira dan pahala, lunak lembut hatinya dan hilang ketakutan yang telah dideritanya. Gemetar kulitnya apabila mereka mendengar atau membaca ayat-ayat yang menerangkan bagaimana dahsyat dan ngeri azab neraka bagi yang tidak mau melaksanakan perintah Tuhan. Orang yang beriman bertambahlah imannya dari sebab mendengar atau membaca ayat-ayat yang serupa atau berulang itu. Walaupun misalnya belum mereka paham makna dan isinya, baru mendengar bunyinya ketika dibaca saja, kalau bacaannya itu dilakukan dengan khusyuk, yang mendengarkan bertambah khusyu’ pula.177 Orang- orang itulah yang dibukakan hatinya menerima kebenaran, condong hatinya ke jalan yang lurus, merdu didengarnya suara Al-Qur’an dan masuk ke dalam jiwanya. Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya h. 662. 176 Mahmud Yunus, Tafsir Al-Qur’an Al-Karīm (Jakarta: Hidayakarya Agung, 1993), h. 681. 177 98 | M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa ayat-ayat tentag siksa itu membuat orang mukmin takut, karena memikirkan nasibnya di masa hidup setelah mati. Ia merasa amal-amal baiknya belum seberapa banyaknya, dan yang sedikit itupun apakah Tuhan berkenan menerimanya atau tidak. Tetapi ketika mendengar nama Tuhan, orang mukmin tenang hatinya, karena Dialah satu-satunya tempat berlindung dan memohon pertolongan baginya; ingat pula akan Rahman dan Rahim-Nya Allah itu. Harapannya semoga Tuhan berkenan memohonkan maaf atas segala kekhilafannya. 2. Memikirkan alam Firman Allah Q.S. Qāf/50: 37. ِ ِ َ ِ‫إِ َّن ِِف ذَل‬ )٣۷( ‫الس ْم َع َو ُه َو َش ِهي ٌد‬ َّ ‫ْب أ َْو أَلْ َقى‬ ٌ ‫ك لَذ ْك َرى ل َم ْن َكا َن لَهُ قَ ل‬ Terjemahnya: Sungguh, pada yang demikian itu pasti terdapat peringatan bagi orang-orang yang mempunyai hati atau yang menggunakan pendengarannya, sedang dia menyaksikannya. 178 Al-Qur’an dan Terjemahnya yang diterbitkan oleh Departemen Agama RI menerjemahkan kata qalbun pada ayat di atas dengan akal.179 Hamka dalam Tafsir al-Azhar menerjemahkan dengan hati. 180 Hal ini dapat dikatakan dua-duanya benar. Qalbun berarti akal, karena yang dimaksud dengan hati yaitu yang memiliki fungsi berpikir yang sama dengan fungsi akal. Hal ini sebagaimana diterangkan oleh Hamka berikut ini. Ayat ini menyadarkan diri sebagai manusia agar banyak berenung memikirkan kedudukan diri sendiri di tengahtengah percaturan alam ini. Lihat dan renungkan alam yang ada di sekeliling manusia, ingat zaman sekarang dan bandingkan dengan Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya h. 750. 178 Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya h. 854. 179 Hamka, Tafsir …, h. 6881. 180 M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? | 99 zaman yang lampau, bandingkan di antara yang berlaku sekarang (situasi) dan pertalian dengan keadaan sekitar manusia (kondisi). Semua yang dilihat tidak dapat dipisahkan dari kondisi dan situasinya, dari ada ruang dan waktunya. Sekarang ada di sini, dahulu belum ada dan kelak akan pergi. Apakah kesan yang dapat ditinggalkan?.181 Orang yang merasa ada hati, orang itulah yang disebut berpikir. Ada hati, artinya adalah ada inti pikiran dan ada akal budi. Apa pun yang terdengar oleh telinga, dibawa ke dalam hati, akan timbullah pertimbangan dan pemikiran mendalam. Dua buah panca indera aktif menyambungkan manusia dengan alam di sekelilingnya, yaitu penglihatan mata dan pendengaran telinga; keduanya dibawa ke dalam pencernaan hati. Oleh sebab itu sangatlah tercela orang yang ada hati tetapi tidak berjalan pikirannya, ada mata tetapi tidak melihat dan ada telinga tetapi tidak mendengar. Padahal penglihatan, pendengaran, dan hati itulah yang menghubungkan manusia dengan alam sekelilingnya, dan kehalusan tanggapan pendengaran, penglihatan dan hati itulah yang mempertinggi kecerdasan manusia di dunia ini. Manusia sejati ialah “Dan dia pun menyaksikan.” 182 Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa manusia yang cerdas adalah manusia yang penglihatan, pendengaran, dan hatinya, mampu menangkap pesan-pesan di balik alam ini. Cara kerjanya adalah mata dan telinga menyampaikan informasi yang ditangkapnya dari alam ke hati, dan hati mencernanya menjadi sebuah cara berpikir (paradigma) dan ilmu. Singkatnya, hati yang bisa mengambil pelajaran dan manfaat dari apa yang dilihat dan didengarnya dari alam ini. Disebutkan pula dalam Q.S. al-A’rāf/7: 179. Hamka, Tafsir …, h. 6883. 181 Ibid. Hamka, Tafsir …, h. 6883. 182 100 | M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? ِ ِ ‫َّم َكثِرياً ِم ْن ا ْْلِ ِِن َوا ِإل‬ ‫وب َل‬ ٌ ُ‫نس ََلُ ْم قُل‬ ٌ ُ‫وب َل يَ ْف َق ُهو َن ِِبَا ََلُ ْم قُل‬ َ ‫َولَ َق ْد ذَ َرأْ ََن ْلََهن‬ ِ ‫ّي َل ي ْب‬ ِ ‫ك َكاألَنْ َع ِام بَ ْل ُه ْم‬ َ ِ‫ص ُرو َن ِِبَا َوََلُ ْم آذَا ٌن َل يَ ْس َم ُعو َن ِِبَا أ ُْولَئ‬ ُ ٌُ ‫يَ ْف َق ُهو َن ِبَا َوََلُ ْم أَ ْع‬ )۱۷۹( ‫ك ُه ْم الْغَافِلُو َن‬ َ ِ‫َض ُّل أ ُْولَئ‬ َ‫أ‬ Terjemahnya: Dan sungguh, akan Kami isi neraka Jahannam banyak dari kalangan jin dan manusia. Mereka memiliki hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka memiliki mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tandatanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengarkan (ayat-ayat Allah). Mereka seperti hewan ternak, bahkan lebih sesat lagi. Mereka itulah orangorang yang lengah.183 Bertolak dari ayat di atas dapat dipahami bahwa dua makhluk Allah yang utama, pertama jin, kedua manusia, telah diberi oleh Allah hati. Dapat juga dipahami bahwa mereka telah diberi oleh Allah otak untuk berpikir. Tetapi telah disediakan buat mereka untuk menjadi isi neraka Jahannam, kalau hati itu tidak mereka gunakan untuk mengerti, berpikir, dan untuk merenung, atau untuk memahamkan. 184 Lafaz ‫( يَ ْف َق ُهو َن‬yafqahūn) artinya berpikir atau berpaham. Menurut ahli bahasa, orang yang berpikir atau orang yang berpaham ialah orang yang dapat melihat yang tersirat di belakang yang tersurat. Pada ayat ini didahulukan menyebut hati dan berpaham, dari pada menyebut mata dan melihat dan telinga yang mendengar. Sebab mata dan telinga ada dua panca indera yang menjadi alat saja bagi hati untuk berhubungan ke luar diri. Apa yang dilihat oleh mata didengar oleh telinga, dibawa ke dalam hati dan dipertimbangkan.185 Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya h. 233. 183 Hamka, Tafsir …, h. 2610. 184 Hamka, Tafsir …, h. 2610. 185 M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? | 101 Berdasarkan hal tersebut di atas, dapat dipahami bahwa tidak berpikir untuk mencari mana yang benar, mereka hendak mencapai hakikat yang sejati, yaitu kebenaran dan keesaan Allah, sehingga bergelimanglah diri mereka dengan khurafat, kebodohan dan kehinaan. Misalnya dilihatnya beringin besar dan rindang lalu timbullah takutnya, lalu disembahnya. Sedang orang yang perhatiannya telah sampai kepada suatu titik terakhir dari pemikiran, sehingga bebas dari segala macam benda, akan naiklah martabat jiwanya ke tingkat yang tinggi. Sebab ia telah sampai kepada zat Yang Maha Kuasa, Maha Pengatur atas alam, dan bebas dari pada meminta atau memohon atau memuja atau menyembah kepada yang lain.186 Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa hati yang digunakan untuk berpikir dan memahami akan menjadikan pemiliknya menjadi manusia sejati dan mengangkat derajatnya di sisi Allah. Jika tidak, maka manusia tak ubahnya seperti binatang bahkan lebih rendah, sebab hati itu tidak dapat menarik hikmah dan manfaat dari fakta-fakta yang dibawa oleh mata dan telinganya. 3. Zikir Zikir bisa dilakukan di mana dan kapanpun, sebagaimana firman Allah dalam Q.S. al-Ahzāb/33: 41. ِ َّ َّ ‫آمنُوا اذْ ُك ُروا‬ )٤۱( ً‫اَّللَ ِذ ْكراً َكثِريا‬ َ ‫ين‬ َ ‫ََّي أَيُّ َها الذ‬ Terjemahnya: Wahai orang-orang yang beriman! Ingatlah kepada Allah, dengan mengingat (nama-Nya) sebanyak-banyaknya.187 Hamka, Tafsir …, h. 2611. 186 Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya h. 599. Bandingkan dengan Q.S. al-Nūr/24: 37, laki-laki yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak (pula) oleh jual beli dari mengingat Allah, dan (dari) membayar zakat. Mereka takut kepada suatu yang (di hari itu) hati dan penglihatan menjadi goncang. 187 102 | M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? Ali bin Talhah menerima ajaran dari Ibnu Abbas tentang maksud dari ayat ini, bahwa Allah bila menurunkan suatu yang wajib kepada hamba-Nya selalu ada batas waktunya, dan diberi kelapangan seketika ada uzur yang menimpanya. Tetapi zikir tidak ada uzurnya. Zikir itu tidak diberi batas waktu. Tidak diberi uzur seseorang untuk meninggalkan zikir.188 Zikir yang dilakukan dengan terus menerus akan menjadi sikap batin. Firman Allah dalam Q.S. Ali Imrān/3: 191. ِ َّ ‫الَّ ِذين ي ْذ ُكرو َن‬ ِ ‫السمو‬ ِِ ِ ‫ات َواأل َْر‬ ‫ض‬ َ َ َّ ‫اَّللَ قيَاماً َوقُ ُعوداً َو َعلَى ُجنُوِب ْم َويَتَ َف َّك ُرو َن ِِف َخل ِْق‬ ُ ََ ِ َ َ‫ت ه َذا ِب ِطَلً سبحان‬ )۱۹۱( ‫اب النَّا ِر‬ َ ‫ك فَقنَا َع َذ‬ َ ُْ َ َ َ ‫َربَّنَا َما َخلَ ْق‬ Terjemahnya: (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri, duduk atau dalam keadaan berbaring, dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata) “Ya Tuhan kami, tidaklah Engkau menciptakan semua ini sia-sia, Mahasuci Engkau, lindungilah kami dari azab neraka.189 Berdasarkan ayat di atas, dapat dipahami bahwa orang yang tidak pernah lepas Allah dari ingatannya. Zikir itu hendaklah bertali di antara sebutan dengan ingatan. Kalau menyebut nama Allah dengan mulut karena dia terlebih dahulu teringat dalam hati. Teringatlah dia sewaktu berdiri, duduk termenung atau tidur berbaring. Sesudah penglihatan atau kejadian langit dan bumi, atau pergantian siang dan malam, langsungkan ingatan kepada yang menciptakannya, karena jelaslah dengan sebab ilmu pengetahuan bahwa semuanya itu tidaklah ada yang terjadi dengan sia-sia atau secara kebetulan. Ingat atau zikir kepada Allah itu, sekali lagi bertali dengan memikirkan.190 Hamka menjelaskan bahwa tanamkanlah dalam hati sendiri cinta kepada-Nya dengan lebih dahulu menyebut Hamka, Tafsir …, Jilid 8, h. 5740. 188 Hamka, Tafsir …, h. 5740. 189 Hamka, Tafsir …, Jilid 2, h. 1033. 190 M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? | 103 nama yang mulia itu, mudah-mudahan mulut mendidik hati, yang dinamai orang “sugesti”, mempengaruhi batin sendiri. Itulah yang disebut “zikir”.191 Berdasarkan dari hal di atas, dapat dikatakan bahwa zikir bukan sekedar aktivitas mengingat Allah tetapi harus dilanjutkan dengan memikirkan keagungan setiap ciptaan-Nya yang tersebar di bumi dan di langit. Memang pada mulanya zikir itu diucapkan lewat mulut, tapi lama kelamaan ia akan menjadi sikap batin. Artinya, batin itu akan selalu berhubungan dengan Tuhan, dimana pun dan kapan pun. Selalu ingat Allah swt. atau zikir merupakan tanda iman yang kuat, seperti firman Allah dalam Q.S. al-Ra’d/13: 28. َِّ ‫وِبم بِ ِذ ْك ِر‬ ِ َّ ِ َِّ ‫اَّلل أََل بِ ِذ ْك ِر‬ ِ )۲۸( ‫وب‬ ُ ُ‫اَّلل تَط َْمئ ُّن الْ ُقل‬ َ ‫ين‬ ْ ُُ ُ‫آمنُوا َوتَط َْمئ ُّن قُل‬ َ ‫الذ‬ Terjemahnya: (yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenteram.192 Berdasarkan ayat di atas dapat dipahami bahwa iman menyebabkan hati senantiasa mempunyai pusat ingatan atau tujuan ingatan. Ingatan kepada Tuhan itu menimbulkan tenteram, dan dengan sendirinya hilanglah segala macam kegelisahan, pikiran kusut, putus asa, ketakutan, kecemasan, keraguan dan duka cita. Hamka, Lembaga Hidup …, h. 129. Menurut M. Arifin Ilham, hal utama yang harus dilakukan manusia adalah mensucikan hati dan jiwa (tazkiyah al-nafs ini adalah zikir kepada Allah. seseorang memerlukan waktu yang panjang untuk dapat menjalani kehidupan spiritual (ruhani). Untuk mencapai sesuatu tidak dapat dilakukan secara tiba-tiba, melainkan melalui proses tahap demi tahap. Arifin menyebutkan lima tahap. Pertama, mendidik aspek lahir dengan ketaatan, kebaikan, dan hal-hal positif. Kedua, tobat. Ketiga, mengendalikan batin dari ego dan nafsu rendah. Keempat, menjalankan prinsip-prinsip kehidupan Islam, seperti ikhlas, istiqamah, syukur, sabar, tawakkal, dermawan, penyayang, jujur, amanah, zuhud dan tauhid. Kelima, tahap dimana hati dan fitrah telah menjadi suci dan bersih. Lihat Muhammad Arifin Ilham, Hakikat Zikir: Jalan Taat Menuju Allah (Cet. 3; Jakarta: Intuisi Press, 2003), h. 1920. 191 Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya h. 341. 192 104 | M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? Ketenteraman hati adalah pokok kesehatan ruhani dan jasmani. Ragu dan gelisah adalah pangkal segala penyakit. Kalau hati telah ditumbuhi penyakit, dan tidak segera diobati dengan iman, yaitu iman yang menimbulkan zikir dan zikir menimbulkan tuma’ninah, maka celakalah yang akan menimpa. Puncak segala macam penyakit hati adalah kufur akan nikmat Allah.193 Zakiah Daradjat, berpendapat bahwa psikoterapi Islami hendaknya selalu membawa klien untuk ingat kepada Allah, dalam keadaan bagaimana pun ia selalu ingat kepada-Nya. Bila ia mengalami kesusahan, sifat Allah yang teringat olehnya adalah Allah Maha Penolong, Maha Penyayang dan Mahakuasa. Bila ia mendapat rahmat dan kesenangan, hatinya bersyukur kepada Allah dan lisannya mengucapkan hamdalah. Dia tidak akan congkak dan keluar dari yang dilarang Allah.194 Dari pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa orang yang selalu berzikir kepada Allah menandakan imannya kuat. Orang semacam itu akan hidup bahagia, terhindar dari kesempitan hidup. Apapun keadaan yang menimpanya, sehat maupun sakit, untung maupun rugi, akan ditempuhnya dengan penuh kesabaran dan kesyukuran Allah swt. memerintahkan salat agar manusia selalu mengingat-Nya, seperti firman-Nya dalam Q.S. °āhā/20: 14. َّ ‫إِنَِِّن أ َََن‬ )۱٤( ‫الصَلةَ لِ ِذ ْك ِري‬ َّ ‫اَّللُ َل إِلَهَ إَِلَّ أ َََن فَا ْعبُ ْدِّن َوأَقِ ْم‬ Terjemahnya: Sungguh Aku ini Allah, tidak ada tuhan selain Aku, maka sembahlah Aku, dan laksanakan salat untuk menyembah Aku. 195 Hamka, Tafsir …, Jilid 5, h. 3761. 193 194 Zakiah Daradjat, Psikoterapi Islami (Jakarta: Bulan Bintang, 2002), h. 139. Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya h. 432. 195 M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? | 105 Berdasarkan ayat di atas dapat dipahami bahwa yang terlebih dahulu diwahyukan kepada nabi dan rasul ialah tentang Tuhan. Bahwa Tuhan itu hanya satu. Setelah mantap keyakinan yang demikian, akidah, maka datanglah perintah agar Allah itu disembah, Allah itu dihidmati dan dipuja. Karena di sanalah permulaan untuk menguatkan jiwa bagi Musa sebagai seorang Rasul Allah, kemudian itu hendaklah didirikan salat untuk menjadikan diri selalu ingat kepada Allah swt. Adanya perintah mengerjakan salat ialah supaya ingat kepada Allah tetap ada.196 Orang beriman harus mengerjakan salat lima waktu agar hatinya terbiasa mengingat Allah swt., jika tidak, Allah akan jauh dari hatinya, sehingga mudah bagi hawa nafsu dan setan untuk menjerumuskannya ke jalan yang tidak benar. Dengan mengingat Allah swt., itu hendaknya manusia merasa rendah dan lemah, tidak sombong, di hadapannya. Firman Allah Q.S. alHadīd/57: 16. ِ َِّ ‫وِبم لِ ِذ ْك ِر‬ ِِ ِ ِ َّ ‫ين‬ َ ‫ين‬ ْ ُُ ُ‫آمنُوا أَ ْن َُتْ َش َع قُل‬ َ ‫اَّلل َوَما نَ َز َل م ْن ا ْْلَ ِِق َوَل يَ ُكونُوا َكالذ‬ َ ‫أَََلْ ََيْن للَّذ‬ ِ َ‫وِبم وَكثِري ِم ْن هم ف‬ ِ )۱٦( ‫اس ُقو َن‬ َ َ‫اب ِم ْن قَ ْب ُل فَط‬ ْ ‫ال َعلَْي ِه ْم األ ََم ُد فَ َق َس‬ َ َ‫أُوتُوا الْكت‬ ْ ُ ٌ َ ْ ُُ ُ‫ت قُل‬ Terjemahnya: Belum tibakah waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk secara khusyuk mengingat Allah dan mematuhi kebenaran yang telah diwahyukan (kepada mereka), dan janganlah mereka (berlaku) seperti orang yang telah menerima kitab sebelum itu, kemudian mereka melalui masa yang panjang sehingga hati mereka Hamka, Tafsir …, Jilid 6, h. 4402. Salat tidak sekedar supaya kita ingat Allah swt. tetapi juga untuk doa atau memohon kepada-Nya. Menurut M. Quraish Shihab, salat berintikan doa, bahkan itulah arti harfiahnya. Doa adalah keinginan yang dimohonkan kepada Allah swt. Jika anda berdoa atau memohon, maka anda harus merasakan kelemahan dan kebutuhan anda di hadapan siapa yang kepadanya anda bermohon. Hal ini harus dibuktikan dalam ucapan dan sikap. Kalau demikian wajarkah manusia bermuka dua (ria) ketika menghadap Allah? yang demikian ini tidak menghayati salatnya lagi lalai dari tujuannya. Lihat M. Quraish Shihab, Lentera Hati (Cet. 9; Bandung: Mizan, 1997), h. 160. 196 106 | M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? menjadi keras. Dan banyak di antara mereka menjadi orang-orang fasik.197 Berdasarkan ayat di atas dapat dipahami bahwa sesudah mengakui diri beriman, hendaklah terbukti pada sikap hidup sendiri. Terutama bahwa orang yang beriman itu hati mereka selalu khusyu’ kepada Allah. khusyu’ artinya hati yang rendah dan tunduk kepada Tuhan, yang insaf akan kerendahan dan kelemahan diri berhadapan dengan kekuasaan Allah. 198 Kamal Muhammad Isa mengatakan bahwa insan yang saleh adalah insan yang beriman, memiliki akidah, dan hatinya tidak pernah lalai dari mengingat Tuhannya. 199 Iman itu harus dibuktikan dengan hati yang selalu tertuju kepada Allah, sekaligus menyadari kekuasaan dan kebesaran-Nya, dan menganggap diri sangat membutuhkan pertolongan dan kasih sayang-Nya. Zikir mampu menjadi penyelamat manusia dari rayuan setan, seperti tersebut dalam Q.S. al-A’rāf/7: 201. ِ َّ ِ ‫ان تَ َذ َّكروا فَِإ َذا ُهم م ْب‬ ِ َ‫الش ْيط‬ َّ ‫ف ِم ْن‬ )۲۰۱( ‫ص ُرو َن‬ ٌ ِ‫ين اتَّ َق ْوا إِ َذا َم َّس ُه ْم طَائ‬ ُْ َ ‫إِ َّن الذ‬ ُ Terjemahnya: Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa apabila mereka dibayang-bayangi pikiran jahat (berbuat dosa) dari setan, mereka pun Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya h. 787. 197 Hamka, Tafsir …, Jilid 9, h. 7179. 198 199 Kamal Muhammad Isa, Manajemen Pendidikan Islam, terj. Chairul Halim (Cet. 1; Jakarta: Fikahati Aneska, 1994), h. 46. Ary Ginanjar menyebutnya dengan manusia digital adalah manusia yang hanya mengenal angka nol dan satu dalam prinsip hidup. Angka nol adalah lambang kesucian hati dan pikiran, sedangkan angka satu adalah lambang Tuhan, atau hanya berprinsip kepada Dia Yang Maha Esa. Dengan kata lain: lā (0) ilāha illā Allah (1). Lihat Ary Ginanjar, Rahasia Sukses Membangkitkan ESQ Power (Cet. 2; Jakarta: Arga, 2003), h. xxvi. dalam Kitab alTauhid berulang kali Maturidi menegaskan bahwa, hati adalah tempat (mawdi’) iman. Abu Mansur al-Maturidi, Kitab al-Tauhid (Perpustakaan Universitas Cambridge, Ms. Add. 3651, Vol. 387. Sebagaimana dikutip Toshihiko Izutsu, Konsep Kepercayaan dalam Teologi Islam: Analisis Semantik Iman dan Islam (Cet. 1; Yogyakarta: Tiara Wacana, 1994), h. 148. M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? | 107 segera ingat kepada Allah, maka ketika itu juga mereka melihat (kesalahan-kesalahannya).200 Berdasarkan ayat di atas, dapat dipahami bahwa orang yang beriman selalu membentengi diri dari takwa, yaitu selalu memelihara hubungan baiknya dengan Allah dan selalu pula awas, tetapi sekalikali tentu terlalai, sebab mereka adalah manusia. Di saat terlalai sedikit, setan pun mencoba mengganggu, walaupun mereka orang yang bertakwa. Tiap-tiap orang merasai perjuangan dengan setan itu setiap hari, setiap saat. Sebab soal-soal yang dihadapi manusia di dalam hidup itu terlalu aneka warna201. Cobalah perhatikan Q.S. alA’rāf/7: 27, dikatakan bahwa dia dan golongannya melihat kamu, sedang kamu tidak melihat mereka. Tetapi meskipun dia tidak kelihatan oleh mata, tetapi pengaruhnya itu terasa kalau dia telah masuk. Sedang di dalam salat, dia mencoba juga mengganggu manusia. Jerat yang dipasang setan siang dan malam, menurut Ibnu Abbas tidak kurang dari 700 macam.202 Wahid Abdussalam Bali, mengatakan bahwa setan tidak akan masuk kecuali pada orang yang hatinya kosong dari zikir, ketakwaan, keikhlasan dan keyakinan. Pada orang yang demikian, ketika setan memasukkan bisikannya, ia mendapat tempat yang kosong, sehingga bisikannya itu tetap tinggal di dalamnya, demikian sebagaimana diungkapkan oleh seorang penyair; “Aku didatangi oleh nafsunya, lalu membentur hati yang kosong sehingga tetap tinggal”.203 Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa setiap manusia akan digoda setan. Orang yang selalu berzikir, ketika Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya h. 237. 200 Hamka, Tafsir …, Jilid 5, h. 2665. 201 Hamka, Tafsir …, Jilid 5, h. 2665. 202 203 Wahid Abdussalam Bali, Strategi Setan Merusak Hati Manusia (Jakarta: Fikahati, 2002), h. 17. 108 | M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? datang bisikan setan kepadanya, akan segera mengingat Tuhannya, karena memang demikianlah kebiasaannya sehingga ia menolaknya. Tapi orang yang jarang berzikir, akan tidak mudah mengingat Tuhannya pada saat setan membujuknya. M. Usman Najati, menjelaskan bahwa pengulangan mengingat Allah akan membentuk suatu kebiasaan pada seseorang berzikir dan bertasbih kepada-Nya. Sekiranya kebiasaan ini menjadi tetap dan stabil dalam perilakunya, maka Allah akan selalu hadir di dalam qalb mereka dan dalam setiap saat dari denyut-denyut kehidupannya, dan semua itu keluar darinya tanpa usaha keras serta sulit. 204 Mengenai bagaimana kedudukan manusia yang selalu berzikir dengan yang tidak dilukiskan oleh hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dari Abu Musa al-Asy’ari: َِّ ‫حدَّثَنا َُمَ َّم ُد بن الْع ََل ِء حدَّثَنا أَبو أُسامةَ عن ب ري ِد ب ِن عب ِد‬ ‫اَّلل َع ْن أَِّب بُ ْر َد َة َع ْن أَِّب‬ َ َ َْ ْ َْ ُ ْ َ َ َ ُ َ َ َ ُ ْ ِ ‫موسى ر‬ َّ ‫صلَّى‬ َّ ‫ض َي‬ ‫اَّللُ َعلَْي ِه َو َسلَّ َم َمثَ ُل الَّ ِذي يَ ْذ ُك ُر َربَّهُ َوالَّ ِذي‬ َ َ‫ال ق‬ َ َ‫اَّللُ َع ْنهُ ق‬ ُّ ِ‫ال الن‬ َ ‫َِّب‬ َ َ ُ َِّ ‫ض ِل ِذ ْك ِر‬ ِ ِِ‫ََل ي ْذ ُكر ربَّهُ مثَل ا ْْل ِي والْمي‬ )‫اَّلل َع َّز َو َج َّل‬ ْ َ‫ت (رواه البخارى َِبب ف‬ َ َ َِ ُ َ َ ُ َ Artinya: Muhammad bin al-Alā’ telah menceritakan pada kami bahwa Abu Usamah telah menceritakan pada kami dari Abi Burdah dari Abi Musa al-Asy’ari yang diridai Allah. Ia pernah bersabda perumpamaan orang yang berzikir dengan orang yang tidak berzikir, adalah seperti orang hidup dengan orang mati.205 Itulah sebabnya Rasulullah mengajarkan kepada beberapa sahabatnya doa yang akan dibaca untuk memperkuat hati dan agar dibukakan dan dimudahkan Tuhan dalam mengingat Dia yaitu: 204 M. Usman Najati, Jiwa Manusia dalam Sorotan Al-Qur’an h. 236. 205 Ibnu Hajar al-Asqalani, Fath al-Bary bi Syarh Sahih al-Bukhari Juz XI, (Cet. 1; Cairo: Dar al-Hadis, 1998), h. 245. Lihat juga Sahih Bukhari No. 6407 Bab tentang Keutamaan Zikir Kepada Allah. M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? | 109 ِ َِّ ‫اَّلل بن عمر ب ِن ميسرةَ حدَّثَنا عب ُد‬ ‫ئ َحدَّثَنَا َح ْي َوةُ بْ ُن‬ ُ ‫ْم ْق ِر‬ ْ َ َ َ َ َ ْ َ ْ َ َ ُ ُ ْ َّ ‫َحدَّثَنَا ُعبَ ْي ُد‬ ُ ‫اَّلل بْ ُن يَ ِزي َد ال‬ ِِ َ‫الصن‬ ‫اِب ِِي‬ ُ ‫ت ُع ْقبَةَ بْ َن ُم ْسلِ ٍم يَ ُق‬ َ َ‫ُش َريْ ٍح ق‬ ُّ ‫الر ِْحَ ِن ا ْْلُبُلِ ُّي َع ْن‬ َّ ‫ول َح َّدثَِِن أَبُو َع ْب ِد‬ ُ ‫ال ََِس ْع‬ ِ ِ ِ َ ‫اَّلل علَي ِه وسلَّم أ‬ َِّ ‫ول‬ َِّ ‫ال َّي معاذُ و‬ ِ ‫َعن مع‬ َّ َ ‫اَّلل‬ َّ ‫اذ بْ ِن َجبَ ٍل أ‬ ‫اَّلل إِِِّن‬ َ ‫َن َر ُس‬ َُ ْ َ َ ُ َ َ َ‫َخ َذ بيَده َوق‬ َ َ َ ْ َ َُّ ‫صلى‬ ِ ‫َأل‬ ِ ‫اَّلل إِِّن َأل‬ ِ َ ُّ‫ُحب‬ ِ ‫ال أ‬ ‫ول اللَّ ُه َّم‬ ُ ‫ص ََلةٍ تَ ُق‬ َ ‫ك فَ َق‬ َ ‫ُوص‬ َ ُّ‫ُحب‬ ِ َّ ‫ك َو‬ َ ‫يك ََّي ُم َعاذُ ََل تَ َد َع َّن ِِف ُدبُ ِر ُك ِِل‬ ِ ِ )‫ك (رواه أبو داود َّف اإلستغفار‬ َ ِ‫ادت‬ َ َ‫أَع ِِِن َعلَى ِذ ْك ِر َك َو ُش ْك ِر َك َو ُح ْس ِن عب‬ Artinya: Abdullah bin Umar bin Maisarah telah menceritakan pada kami bahwa Abdullah bin Yazid al-Muqri’ telah menceritakan kepada kami bahwa Hayuah bin Syuraih telah menceritakan pada kami, ia berkata aku pernah mendengar Uqbah bin Muslim berkata Abu Abdirrahman al-Huyuli menceritakan padaku dari al-Sunaibihiy dari Muaz bin Jabal, demi Allah sesungguhnya aku mencintaimu, lalu beliau berkata wahai Muaz, aku berpesan padamu janganlah sekalikali engkau alpa mengucapkan pada penghujung tiap salat “Ya Allah! Bantulah aku atas melakukan zikir (ingat kepada Engkau) dan bersyukur kepada Engkau dan melakukan sebaik-baik ibadah kepada Engkau”.206 Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa ketiga metode pendidikan hati tersebut harus selalu dijalankan oleh manusia. Dengan demikian insya Allah manusia akan mampu menjalankan fungsi mata, telinga dan hatinya dengan baik, seperti firman Allah dalam Q.S. al-Nahl/16: 78. ِ ُ‫اَّلل أَ ْخرج ُكم ِمن بط‬ ‫ص َار‬ َّ ‫ون أ َُّم َهاتِ ُك ْم َل تَ ْعلَ ُمو َن َش ْيئاً َو َج َع َل لَ ُك ْم‬ َ ْ‫الس ْم َع َواألَب‬ ُ ْ ْ َ َ َُّ ‫َو‬ )۷۸( ‫َواألَفْئِ َدةَ لَ َعلَّ ُك ْم تَ ْش ُك ُرو َن‬ Terjemahnya: 206 Sunan Abi Daud, Bab fil Istigfar, Juz I, Hadis No. 1524, h. 561 dan Musnad Ahmad, Juz 36, h. 429. 110 | M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatu pun, dan Dia memberimu pendengaran, penglihatan dan hati nurani agar kamu bersyukur. 207 Berdasarkan ayat di atas, dapat dipahami bahwa manusia diciptakan Allah ke dunia, lalu diberi pendengaran, sehingga tidak tuli, dan diberi alat penglihatan, sehingga tidak buta, diberi pula hati agar mempertimbangkan apa yang didengar dan apa yang dilihat, adalah nikmat yang paling besar yang dianugrahkan Allah dalam hidup ini. Sebab manusia itu adalah pemikul tugas berat, yaitu menjadi khalifah di bumi.208 Hamka menjelaskan ayat ini bahwa bersyukur ialah dengan mempergunakan nikmat-nikmat Allah itu di dunia ini dengan sebaik-baiknya, sehingga manusia dapat dikatakan menjadi manusia yang berarti. Bersyukur artinya ialah berterima kasih dan lawan dari syukur adalah kufur, tidak mengenal budi. 209 Oleh karena itu menurut Hamka, manusia harus sering mengingat balasan dari setiap amalnya, sebab hidup ini tidak hanya di dunia saja. Hidup ini terbagi dua, yaitu dunia dan akhirat. Hidup di dunia ini hanya sebentar, tetapi hidup yang sebentar itu dapat diisi sehingga lebih panjang mutu isinya dari pada bilangan tahun umur itu sendiri. Karena di belakang hidup di dunia ada lagi hidup di akhirat yang kekal, yang lebih bahagia buat orang-orang taat dan lebih sengsara buat orang yang durhaka210. Dengan kata lain, manusia sering berbuat salah karena sering lupa akibat atau balasan yang akan menimpanya di kehidupan setelah mati. Dari pemaparan di atas, juga dapat disimpulkan bahwa metode pendidikan hati yang dijelaskan Hamka itu cenderung bercorak Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya h. 375. 207 Hamka, Tafsir …, h. 3942. 208 Hamka, Tafsir …, h. 3943. 209 210 Hamka, Dari Hati ke Hati: Tentang Agama, Sosial-Budaya, dan Politik, (Cet. 1: Jakarta: Pustaka Panjimas, 2002), h. 18. M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? | 111 tasauf yaitu bahwa sebuah metode yang berusaha mengasah aspek hati manusia melalui jalan spiritual (memikirkan alam, membaca AlQur’an, dan zikir). Semua itu dilakukan secara rutin sehingga hati akan mudah menerima bisikan Ilahi, sebaliknya akan sulit dalam menerima bisikan setan dan hawa nafsu. C. Sarana Pendidikan Qalb Wasilah (sarana) untuk mendidik hati tidak boleh keluar dari patokan-patokan syariat Islam yang telah ditetapkan Allah dan RasulNya. Seluruh wasilah pendidikan qalb adalah beragam ibadah dan amalamal salih yang telah disyariatkan dalam Al-Qur’an dan hadis. Manusia tidak diperbolehkan membuat wasilah baru dalam pendidikan qalb, apalagi menyimpang dari kedua sumber hukum Islam yakni Al-Qur’an dan hadis. Misalnya seperti yang dilakukan oleh sebahagian umat Islam dimana dalam mendidik hati, mereka melakukan puasa terus menerus sehari semalam/wishal sambil membaca mantra. Selain itu ada pula yang mensyariatkan mandi di tengah malam atau berendam di sungai selama beberapa waktu tertentu yang dimaksudkan untuk mensucikan hati mereka. Cara-cara seperti ini jelas tidak dibenarkan dalam syariat Islam, sebab telah ditemukan dalil baik di dalam Al-Qur’an maupun hadis yang menerangkan untuk berbuat demikian. Oleh karena itu, orang yang hendak merancang tujuan tentu dia akan menyiapkan pula sarananya. Dalam analogi yang sama Allah swt. telah menyediakan berbagai macam sarana pendidikan qalb, dan Rasulullah saw. pun telah menjelaskan secara detail kepada umatnya agar mereka dapat mencapai tujuan yang dimaksud. Olehnya itu dengan berpijak pada pembahasan sebelumnya, penulis menekankan bahwa konsep pendidikan qalb tidak memiliki amalan-amalan khusus selain ajaran agama Islam itu sendiri. 211 Hal demikian dipahami berdasarkan pernyataan Syeikh Salim ibn ‘Ied alHilali dalam Manhaj al-Anbiyā’ fi Tazkiyah al-Nufūs (Cet. 1; Saudi Arabia: Dar Ibnu ‘Affan, 1992), h. 59. 211 112 | M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? Rangkaian ibadah yang diajarkan Allah dan Rasul-Nya telah memuat asas-asas pendidikan qalb. Bahkan dapat dikatakan bahwa inti dari berbagai ibadah seperti salat, puasa, zakat, haji dan lain sebagainya merupakan sarana-sarana pendidikan qalb. Ulasan berikut ini, penulis mengetengahkan beberapa sarana yang dapat mengantar seseorang dalam mendidik qalb, yaitu: 1. Merealisasikan ajaran tauhid Merealisasikan ajaran tauhid termasuk hal penting dalam mendidik qalb seseorang. Hal ini sebagaimana yang dikemukakan dalam Q.S. Fussilat/41: 6-7. ِ ِ ‫َل أَََّّنَا إِ ََل ُكم إِلَهٌ و‬ ِ ِ َ‫اح ٌد ف‬ ‫استَ غْ ِف ُروهُ َوَويْ ٌل‬ ََّ ِ‫وحى إ‬ ْ ‫يموا إِلَْيه َو‬ ْ َ ُ‫قُ ْل إِ ََّّنَا أ َََن بَ َش ٌر مثْ لُ ُك ْم ي‬ ُ ‫استَق‬ َ ْ ُ ِ ‫الزَكاةَ وهم ِِب‬ ِ َّ ِ ‫لِل‬ )۷( ‫آلخ َرةِ ُه ْم َكافِ ُرو َن‬ َ ‫ْم ْش ِرك‬ ْ ُ َ َّ ‫ين َل يُ ْؤتُو َن‬ َ ‫) الذ‬٦( ‫ّي‬ ُ Terjemahnya: Katakanlah (Muhammad), “Aku ini hanyalah seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku bahwa Tuhan kamu adalah Tuhan Yang Maha Esa, karena itu tetaplah kamu (beribadah) kepada-Nya dan mohonlah ampunan kepada-Nya. Dan celakalah bagi orang-orang yang mempersekutukan-(Nya), (yaitu) orang-orang yang tidak menunaikan zakat dan mereka inkar terhadap kehidupan akhirat. 212 Ibnu Abbas menjelaskan makna zakat pada ayat tersebut dengan pemaknaan tauhid. Yaitu mengikrarkan syahadat lā ilāha illallāh, sebab dengan mengikrarkan kalimat itu akan mendidik qalb karena kandungannya adalah mengikis habis dan mengosongkan dari lubuk hati segala bentuk peribadatan kepada Tuhan yang batil. Maksudnya, untuk mendidik qalb manusia dari segala bentuk kotoran syirik, lalu menetapkan Allah swt. sebagai satu-satunya zat yang berhak diibadahi dan disembah. 213 Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya h. 684. 212 213 Ali al-Sabuni, Safwah al-Tafāsir, Jilid. III, (t.d.), h. 116. M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? | 113 Kesadaran diri terhadap kebenaran adalah pangkal kemuliaan dan induk moralitas yang luhur. Pangkal hikmah adalah makrifah (pengenalan), menyembah, dan takut kepada Allah semata. Tak ada kebenaran yang lebih besar dan lebih jelas menurut orang yang berakal, selain kebenaran dari Allah swt. Oleh karena itu menyekutukan Allah merupakan tindakan kotor lagi najis sebagaimana yang difirmankan-Nya dalam Q.S. al-Taubah/9: 28. ِ َّ )۲۸( ... ‫س‬ َ ‫ين‬ َ ‫ََّي أَيُّ َها الذ‬ ُ ‫آمنُوا إِ ََّّنَا ال‬ ٌ َ‫ْم ْش ِرُكو َن ََن‬ Terjemahnya: Wahai orang-orang yang beriman! Sesungguhnya orang-orang musyrik itu najis …214 Al-Qur’an mengungkapkan bahwa ruh orang-orang musyrik itu najis, dan jiwa mereka pun kotor. Ruh dan jiwa mereka itu menjadi ukuran penilaian seberapa bagus kualitas manusia. Olehnya itu manusia yang melakukan kesyirikan adalah najis, hal ini disebabkan karena mereka telah melenceng dari ajaran tauhid yang telah disampaikan. Muhammad Nasiruddin al-Bani dalam al-Tauhīd Awwalan ya Duah al-Islām mengemukakan; apabila seorang muslim mengucapkan kalimat tauhid lā ilāha illallāh dengan lisannya maka dia harus menyertakannya dengan pengetahuan terhadap kalimat tersebut secara ringkas, kemudian secara rinci. Sehingga apabila dia mengetahui, membenarkan, dan beriman maka dia layak untuk mendapatkan keutamaan-keutamaan sebagaimana yang disebutkan dalam sebuah hadis, yaitu: barangsiapa mati dan dia bersaksi bahwa tiada sesembahan yang berhak diibadahi kecuali Allah maka dia akan masuk surga.215 Dari uraian ini diketahui bahwa dengan 214 Ali al-Sabuni, Safwah al-Tafāsir h. 258. 215 Hadis Sahih}, diriwayatkan oleh Imam Ahmad (5/236), Ibnu Hibban (4) dalam al-Zawa’id dan hadis ini disahihkan oleh Syeikh al-Bani dalam al-Sahīhah 114 | M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? merealisasikan segala bentuk konsekuensi dari kalimat tauhid, berupa penyempurnaan amal-amal salih dan meninggalkan segala bentuk maksiat dan kesyirikan, menyebabkan pelakunya selamat dari kekekalan di neraka dan membuatnya masuk ke dalam surga. Oleh karena itu dapat dipahami bahwa seseorang dapat mendidik qalb (hati) nya melalui pemurnian tauhid kepada Allah swt. dan ini merupakan sarana pertama dan utama dalam pembentukan tazkiyah al-nafs pada manusia. Tanpa tauhid seseorang tidak akan dapat mendidik qalb (hati) nya. Sebab tauhid adalah suci sedangkan syirik adalah kotoran dan najis, dua hal yang kontradiktif mustahil untuk bersatu. 2. Menegakkan salat Dalam Al-Qur’an senantiasa disebut dengan “Iqāmah al-salāh” maka yang dituntut dari seseorang hamba adalah menegakkan salat bukan hanya sekedar melaksanakannya. Kewajiban salat 5 kali sehari semalam yaitu dengan menegakkan sesuai rukun dan syaratnya. Jika hal ini diabaikan maka salatnya dianggap tidak ada (tidak sah) sebagaimana seorang pernah diperintahkan oleh Rasulullah saw. untuk mengulangi salatnya karena tidak tuma’ninah yang merupakan salah satu dari rukun salat. Rasulullah saw. bersabda sebagai berikut: ِ ِ ‫اَّلل بن عُمر َعن س ِع‬ ‫يد بْ ِن أَِّب‬ ُ ‫َح َّدثَِِن إِ ْس َحا ُق بْ ُن َم ْن‬ َ ‫صوٍر َحدَّثَنَا أَبُو أ‬ َ ْ َ َ ُ ْ َّ ‫ُس َامةَ َحدَّثَنَا عُبَ ْي ُد‬ َِّ ‫ول‬ ٍ ‫س ِع‬ ِ َّ ‫يد َع ْن أَِّب ُه َريْ َرةَ أ‬ َّ ‫صلَّى‬ ‫اَّللُ َعلَْي ِه َو َسلَّ َم‬ ُ ‫صلَّى َوَر ُس‬ َ َ‫َن َر ُج ًَل َد َخ َل ال َْم ْسج َد ف‬ َ ‫اَّلل‬ َ ِِ ِ ِ ِ ‫صلَّى‬ َ ‫اء فَ َسلَّ َم َعلَْي ِه فَ َق‬ َ َّ‫ص ِِل فَِإن‬ َ َ‫ال لَهُ ْارج ْع ف‬ َ ُ‫ك ََلْ ت‬ َ َ‫ص ِِل فَ َر َج َع ف‬ َ ‫ِِف ََنحيَة ال َْم ْسجد فَ َج‬ ِ َ ‫ال و َعلَْي‬ ‫ت‬ َ َ‫ال ِِف الثَّالِثَ ِة فَأَ ْعلِ ْم ِِن ق‬ َ َ‫ص ِِل ق‬ َ َّ‫ص ِِل فَِإن‬ َ ‫ال إِ َذا قُ ْم‬ َ َ‫ك ْارج ْع ف‬ َ ُ‫ك ََلْ ت‬ َ َ ‫ُُثَّ َسلَّ َم فَ َق‬ (3355), Lihat Muhammad Nashiruddin al-Bani, al-Tauhīd Awwalan ya Duah al-Islām, (Riyadh: Dar al-Fadhilah, 1420 H.), h. 24. M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? | 115 ِ َّ ‫إِ ََل‬ َّ‫ك ِم ْن الْقُ ْرآ ِن ُُث‬ َ ‫استَ ْقبِ ْل ال ِْق ْب لَةَ فَ َكِِ ْْب َواق َْرأْ ِِبَا تَ يَ َّس َر َم َع‬ ُ ‫َسبِ ْغ ال ُْو‬ ْ ‫الص ََلة فَأ‬ ْ َّ‫وء ُُث‬ َ ‫ض‬ ِ ‫اسج ْد ح ََّّت تَطْمئِ َّن س‬ ِ ِ ‫اج ًدا‬ َ ‫ْارَك ْع َح ََّّت تَط َْمئِ َّن َراكِ ًعا ُُثَّ ْارفَ ْع َرأْ َس‬ َ َ َ ُ ْ َّ‫ك َح ََّّت تَ ْعتَد َل قَائ ًما ُُث‬ ِ ِ ِ ‫اسج ْد ح ََّّت تَطْمئِ َّن س‬ ‫اج ًدا ُُثَّ ْارفَ ْع َح ََّّت‬ َ َ َ ُ ْ َّ‫ي َوتَط َْمئ َّن َجال ًسا ُُث‬ َ ‫ُُثَّ ْارفَ ْع َح ََّّت تَ ْستَ ِو‬ 216 ِ ‫تَستَ ِو‬ )‫ك ُكلِِ َها (رواه البخاري و مسلم‬ َ ِ‫ص ََلت‬ َ ِ‫ْع ْل َذل‬ َ ‫ك ِِف‬ َ ‫ي قَائ ًما ُُثَّ اف‬ َ ْ Artinya: Ishak bin Manshur menceritakan padaku bahwa Abu Usamah telah menceritakan pada kami, sesungguhnya Ubaidillah bin Umar telah menceritakan pada kami dari Said bin Abi Said dari Abi Hurairah bahwasanya seorang laki-laki pernah masuk masjid dan langsung salat, sementara Rasulullah berada di bagian pinggir masjid kemudian ia mendatangi lelaki tersebut dan menyapanya. Ia berkata kembalilah salat karena sesungguhnya engkau belum salat maka (lelaki itu) kembali salat kemudian ia salam, lalu Nabi berkata anda harus kembali salat sebab anda belum salat. Pada kali ketiga lelaki tersebut berkata kalau begitu ajari aku. Nabi berkata apabila anda melaksanakan salat sempurnakanlah wudhu kemudian menghadaplah kiblat lalu takbir. Selanjutnya bacalah surah apa yang mudah bagimu kemudian rukuklah hingga anda merasa tenang dalam rukuk kemudian angkatlah kepalamu sampai anda berdiri tegak kemudian sujudlah sampai anda merasa tenang dalam sujud kemudian bangunlah sampai anda tegak dan tenang dalam duduk kemudian sujudlah sampai anda merasa tenang dalam sujud kemudian bangkitlah sampai anda tegak berdiri dan lakukanlah seperti itu tiap salatmu. Jadi orang yang tidak melaksanakan rukun-rukun salat maka tidak sah ibadah salat yang dikerjakannya. Salat merupakan realisasi tauhid yang paling utama, sebab salat dapat mendidik qalb manusia dari segala kotoran dosa dan maksiat. Rasulullah saw. telah menjelaskan hal tersebut dalam sebuah hadisnya, sebagaimana yang diriwayatkan oleh sahabat Abu Hurairah r.a. bahwa saya mendengar Rasulullah saw. bersabda: 216 HR. Bukhari Muslim. 116 | M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? ٍ ِ‫حدَّثَنَا قُ ت ي بةُ بن سع‬ ‫ض َر كِ ََل ُُهَا‬ َ َ‫ث ح َوق‬ ٌ ‫يد َحدَّثَنَا لَْي‬ َ ‫ْر يَ ْع ِِن ابْ َن ُم‬ َ ُ ْ َ َْ َ ٌ ‫ال قُتَ ْي بَةُ َحدَّثَنَا بَك‬ ِ ِ ِ ِ َّ ‫الر ِْحَ ِن َع ْن أَِّب ُه َريْ َرةَ أ‬ ‫َن‬ َّ ‫يم َع ْن أَِّب َسلَ َمةَ بْ ِن َع ْب ِد‬ َ ‫َع ْن ابْ ِن ا َْلَاد َع ْن َُمَ َّمد بْ ِن إبْ َراه‬ َِّ ‫ول‬ ِ َ ‫رس‬ ِ َّ ‫اَّلل صلَّى‬ ِ ‫ال وِِف ح ِد‬ َّ ‫صلَّى‬ َ ‫يث بَ ْك ٍر أَنَّهُ ََِس َع َر ُس‬ ُ‫اَّلل‬ َ ‫اَّلل‬ َ َّ ‫ول‬ َ َ َ َ‫اَّللُ َعلَْيه َو َسلَّ َم ق‬ َُ ٍ ‫اب أَح ِد ُكم ي ْغتَ ِسل ِم ْنهُ ُك َّل ي وٍم َخَْس م َّر‬ ِ َ‫َن ََّنْرا بِب‬ ‫ات َه ْل‬ ُ ‫َعلَْي ِه َو َسلَّ َم يَ ُق‬ َْ َ َ ً َّ ‫ول أ ََرأَيْ تُ ْم لَ ْو أ‬ ُ َْ َ ِ ‫الصلَو‬ ِ ‫اِلَ ْم‬ ْ ‫ات‬ ‫س‬ َ َ‫يَ ْب َقى ِم ْن َد َرنِِه َش ْيءٌ قَالُوا ََل يَ ْب َقى ِم ْن َد َرنِِه َش ْيءٌ ق‬ َ ِ‫ال فَ َذل‬ َ َّ ‫ك َمثَ ُل‬ ْ ‫اَّللُ ِبِِ َّن‬ َّ ‫ميَْ ُحو‬ .217)‫اِلَطَ َاَّي (رواه البخاري و مسلم‬ Artinya: Bagaimana menurut kalian kalau sebuah sungai ada di depan pintu rumah salah seorang di antara kalian, dan dia mandi di dalamnya lima kali dalam sehari, apakah menurut kalian masih ada kotoran yang menempel pada tubuhnya?. Mereka (para sahabat) menjawab: tentu tidak ada. Lalu Rasulullah bersabda: demikian halnya dengan salat lima waktu, yang dengannya Allah membersihkan dosa-dosa yang telah diperbuatnya. Dari hadis di atas, tampak sekali bahwa misi utama penegakan salat adalah mendidik qalb. Maksudnya dengan salat yang benar (sesuai sunnah), ikhlas dan khusyu’ menyebabkan jiwa menjadi bersih, hal ini sebagaimana yang telah digambarkan Rasulullah saw. seperti mandi dalam sungai 5 kali dalam sehari semalam. Sebuah perumpamaan terhapusnya kotoran-kotoran dosa yang melekat pada qalb manusia. Oleh karena itu tidak dapat dibayangkan kalau ibadah salat itu ditambah dengan salat sunnah. Syekh Ahmad bin Qudamah al-Maqdisi dalam Mukhtaşar Minhāj al-Qāsidīn menjelaskan; ketahuilah bahwa mendirikan salat 217 HR. Bukhari Muslim M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? | 117 dengan memenuhi syarat-syaratnya.218 Dapat mensucikan qalb (hati) dari noda karat dan mendatangkan cahaya di dalamnya, sehingga dengan cara ini keagungan yang disembah bisa tampak dan rahasiarahasianya bisa dilihat yang mungkin tidak bisa dinalar kecuali orangorang yang berilmu.219 Atas dasar pada pendapat tersebut, diketahui bahwa salat merupakan sarana yang dapat digunakan dalam mendidik qalb dari segala bentuk penyakit-penyakit qalb. 3. Menunaikan zakat Menunaikan zakat di sini adalah salah satu rukun Islam, yakni merupakan ibadah yang senantiasa/sering diikutkan dengan ibadah salat dalam hal ini menunjukkan keutamaannya. Seperti perkataan para ulama yang menunjukkan bahwa keutamaan berbakti kepada kedua orang tua merupakan suatu ibadah yang paling afdhal, karena senantiasa diikutkan dengan perintah ibadah kepada Allah. baik yang menunjukkan demikian dari dalil Al-Qur’an seperti yang terdapat dalam Q.S. al-Isra’/17: 23, Q.S. al-Baqarah/2: 83, Q.S. al-Nisā’/4: 36, dan Q.S. Luqman/31: 14, maupun hadis Nabi saw. seperti rida Allah terletak pada rida kedua orang tua. Dengan kaidah yang sama diberlakukan pula dalam masalah zakat, bahkan sebagian para ulama mengkafirkan orang yang meninggalkan zakat. Sebagaimana dalam Al-Qur’an dijelaskan bahwa dengan berzakat dapat membersihkan dan mensucikan manusia dari sifat kekikiran. Firman Allah swt. dalam Q.S. al-Taubah/9: 103. 218 Dalam kitab tersebut disebutkan ada tiga syarat-syaratnya, yaitu: a) menghadirkan hati dalam salat, b) memahami makna-makna ucapannya, dan c) mengagungkan Allah dan takut kepada-Nya. Lihat Syeikh Ahmad bin Abdurrahman bin Qudamah al-Maqdisi, Mukhtasar Minhāj al-Qāsidīn, terj. Kathur Suhardi, Minhāj alQāsidin Jalan Orang-Orang yang Mendapat Petunjuk (Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 1997), h. 29-31. Syeikh Ahmad bin Abdurrahman bin Qudamah al-Maqdisi, Mukhtasar Minhāj al-Qāsidīn h. 32. 219 118 | M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? ِ ِِ )۱۰٣( ‫ص َدقَةً تُطَ ِِه ُرُه ْم َوتُ َزِكِي ِه ْم ِِبَا‬ َ ‫ُخ ْذ م ْن أ َْم َواَل ْم‬ Terjemahnya: Ambillah zakat dari harta mereka, guna membersihkan dan menyucikan mereka, … 220 Dengan demikian, orang yang mengeluarkan zakat berarti telah membersihkan/mensucikan hartanya dari hal yang diharamkan oleh Allah swt. sekaligus membersihkan hati dan jiwanya dari kecintaan duniawi (sifat kikir) yang menghalangi cintanya kepada Allah. dalam hal ini Achmad Mubarak menjelaskan; Al-Qur’an telah mengisyaratkan perlunya campur tangan kekuasaan untuk melakukan perlawanan terhadap sifat kikir manusia, dalam bentuk perintah mengambil zakat bagi yang sudah berkewajiban seperti yang dipaparkan dalam ayat tersebut. Al-Qur’an sangat konsisten dalam menganjurkan pengeluaran harta, baik yang diwajibkan (zakat) maupun yang dianjurkan (sedekah) sampai nafs yang telah tercemar dapat menjadi nafs zakiyyah. Apa yang dilakukan oleh Abu Bakar alSiddiq kepada bilal. Secara khusus, zakat fitrah merupakan bentuk pensucian jiwa orang yang berpuasa dari perkataan dan perbuatan yang tidak berguna, serta hal-hal yang tidak senonoh. Karena itu dipahami bahwa dengan menginfakkan harta (zakat) untuk mencari keridaan Allah merupakan sarana untuk mendidik qalb, mensucikan, mengembangkan dan membenahi jiwa. Mengenai masalah ini, Allah swt. pertegas dalam Q.S. al-Lail/92: 17-21. ِ ‫َح ٍد ِع ْن َدهُ ِم ْن نِ ْع َم ٍة َُتْ َزى‬ َ ‫) َوَما أل‬۱۸( ‫) الَّذي يُ ْؤِِت َمالَهُ يَتَ َزَّكى‬۱۷( ‫َو َسيُ َجنَّبُ َها األَتْ َقى‬ ِ )۲۱( ‫ضى‬ َ ‫) َولَ َس ْو‬۲۰( ‫اء َو ْج ِه َربِِِه األَ ْعلَى‬ َ ‫ف يَ ْر‬ َ َ‫) إَِلَّ ابْتغ‬۱۹( Terjemahnya: Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya h. 273. 220 M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? | 119 Dan akan dijauhkan darinya (neraka) orang yang paling bertakwa, yang menginfakkan hartanya (di jalan Allah) untuk membersihkan (dirinya) dan tidak ada seorang pun memberikan suatu nikmat padanya yang harus dibalasnya, tetapi (dia memberikan itu semata-mata) karena mencari keridaan Tuhannya Yang Mahatinggi. Dan niscaya kelak dia akan mendapat kesenangan (yang sempurna).221 Berdasarkan ayat di atas, dapat dipahami bahwa sangat disayangkan, banyak orang yang tidak memperhatikan masalah zakat hartanya yang disangka kewajibannya hanya pada bulan Ramadan saja. Padahal zakat itu terlebih dahulu dihitung haul, nisab, dan peraturan lainnya. Masalah zakat ini sering diremehkan padahal dengan menunaikan zakat memiliki banyak keutamaan bagi pelakunya, di antaranya adalah untuk mensucikan dari kekikiran terhadap harta bendanya sebagaimana yang ditegaskan dalam Q.S. alTaubah/9: 103 di atas. Zakat intinya adalah pembersihan harta dan pembersihan jiwa. Pembersihan harta maksudnya adanya tersimpan milik orang lain dalam harta seseorang apabila telah sampai nisab (ukurannya), haul (masanya), untuk itu harus dikeluarkan. Apabila tidak dikeluarkan maka dia telah memakan hak orang lain yang tersimpan dalam hartanya. Pembersihan batin adalah membersihkan seseorang dari sikap kikir, rakus dan tamak. 4. Berpuasa sebagai sarana mendidik qalb Puasa sebagai sarana mendidik qalb. Hakikat puasa yang paling urgen ialah berada pada aspek tazkiyah al-nafs. Dalam Q.S. alBaqarah/2: 183. ِ َّ ِ َّ ِ ِ )۱۸٣( ‫ين ِم ْن قَ ْبلِ ُك ْم ل ََعلَّ ُك ْم تَ تَّ ُقو َن‬ ِِ ‫ب َعلَْي ُك ْم‬ ُ ‫الصَي‬ َ ‫ين‬ َ ‫ب َعلَى الذ‬ َ ‫ام َك َما ُكت‬ َ ‫آمنُوا ُكت‬ َ ‫ََّي أَيُّ َها الذ‬ Terjemahannya: Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya h. 899. 221 120 | M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? Wahai orang-orang yang beriman! Diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.222 Dalam ayat tersebut, disebutkan bahwa orang yang terdahulu juga diwajibkan berpuasa. Jadi pada dasarnya puasa yang disyariatkan adalah puasa seluruh anggota badan, yakni menahan dari segala maksiat. Sebagaimana yang disebutkan dalam sebuah hadis berikut: ِ ِ ٍ ‫اَّلل بن الْمبار ِك َعن أُسامةَ ب ِن َزي ٍد َعن س ِع‬ ‫يد ال َْم ْق ُِْب ِِي‬ َ ْ ْ ْ َ َ ْ َ َ ُ ُ ْ َّ ‫َحدَّثَنَا َع ْم ُرو بْ ُن َراف ٍع َحدَّثَنَا َع ْب ُد‬ َِّ ‫ول‬ ِ‫صي ِامه‬ ِ ِ ٍِ َ ‫ب‬ َّ ‫صلَّى‬ ُ ‫ال َر ُس‬ َ َ‫ال ق‬ َ َ‫َع ْن أَِّب ُه َريْ َرةَ ق‬ َّ ‫اَّللُ َعلَْي ِه َو َسلَّ َم ُر‬ َ ‫س لَهُ م ْن‬ َ ‫اَّلل‬ َ ‫صائم لَْي‬ ٍِ َّ ‫إََِّل ا ْْلُوعُ َوُر‬ ‫اء ِِف ال ِْغيبَ ِة‬ َّ ‫س لَهُ ِم ْن قِيَ ِام ِه إََِّل‬ َ ‫الس َه ُر (ابن ماجه َِبب َما َج‬ َ ‫ب قَائم لَْي‬ ِ َ‫الرف‬ )‫لصائِِم‬ َّ ِ‫ث ل‬ َّ ‫َو‬ 223 Artinya: Amr bin Rāfi’ telah menceritakan pada kami dari Usamah bin Yazid dari Said bin al-Maqbiri dari Abi Hurairah berkata Rasulullah saw. pernah bersabda: boleh jadi ada orang yang berpuasa tidak mendapatkan pahala apa-apa dari puasanya selain lapar, dan boleh jadi ada orang yang menghidupkan malam Ramadan, ia tidak mendapatkan pahala apa-apa dari ibadahnya selain begadang. Dalam hadis lain yang diriwayatkan oleh Ibnu Khuzaimah dan Ibnu Hibban dikemukakan bahwa Rasulullah saw. bersabda: ‫ وأخْبّن أنس بن‬، ‫ أن ابن وهب أخْبهم‬، ‫أخْبّن َممد بن عبد هللا بن عبد اْلكم‬ ‫ قال رسول هللا‬: ‫ عن أّب هريرة قال‬، ‫ عن عمه‬، ‫ عن اْلارث بن عبد الرِحن‬، ‫عياض‬ Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya h. 34. 222 HR. al-Tabrani dalam Mu’jam al-Kabīr dan disahihkan oleh Syeikh al-Bani. 223 M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? | 121 ‫ إَّنا الصيام من اللغو‬، ‫ « ليس الصيام من األكل والشرب‬: ‫صلى هللا عليه وسلم‬ 224 . ‫والرفث‬ Artinya: Muhammad bin Abdullah bin Abd al-Hakam memberitahukan padaku bahwa ibnu Wahab telah memberitahukan mereka sesungguhnya Anas bin ‘Iyadh memberitahukan aku dari Harits bin Abdul Rahman dari pamannya dari Abi Hurairah ia telah berkata: Rasulullah saw. pernah bersabda bukanlah puasa itu hanya menahan dari makanan dan minuman, tetapi puasa yang sesungguhnya adalah menahan dari perkataan yang sia-sia dan keji. Syeikh Ahmad bin Abdurrahman bin Qudamah al-Maqdisi memaparkan bahwa puasa merupakan salah satu sebab pemberian ampunan, pembebasan dari api neraka, dan sarana untuk menundukkan musuh Allah, dan juga sebagai sarana untuk mendidik qalb. Karena sarana untuk mendidik qalb dan sarana yang dipergunakan musuh adalah syahwat, dan syahwat bisa menjadi kuat karena makanan dan minuman. Selagi lahan syahwat tetap subur maka setan dapat bebas berkeliaran di tempat gembalaan yang subur itu. Tetapi jika syahwat ditinggalkan maka jalan ke sana juga menjadi sempit. Selain itu, puasa dapat menindas dan memenjarakan hawa nafsu, sehingga jiwa benar-benar tenang dan tenteram.225 Di antara adab puasa secara khusus adalah menahan pandangan mata, menjaga lidah dari ucapan-ucapan yang diharamkan dan dimakruhkan atau dari ucapan yang tidak bermanfaat, serta menjaga seluruh anggota badan. Kesemua ini menunjukkan betapa tazkiyah al-nafs benar-benar mewarnai dalam ibadah puasa, sehingga dengan ibadah ini menjadi sarana seorang dalam mentazkiyah 224 HR. Ibnu Khuzaimah dan Ibnu Hibban, dikutip oleh Muhammad Yusran Ansar dalam Syarh} Matn Hadis} ‘Arba’in al-Nawāwiyah (Jakarta: Nizhom, t. th.), h. 49. 225 Syeikh Ahmad bin Abdurrahman bin Qudamah al-Maqdisi, h. 45. 122 | M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? jiwanya. Unsur pendidikan batin yang paling berkesan dalam pendidikan ibadah puasa adalah pengendalian diri dari hawa nafsu. 226 Puasa mendidik seseorang untuk dapat menunda menikmati kelezatan yang ada di hadapannya pada saat tertentu tidak boleh dimakan dan diminum. Ini mengisyaratkan bahwa seseorang mesti mampu menunda kelezatan dan kesenangan yang ada di dunia ini kalau tidak halal. Selain dari itu ibadah ini mempunyai implikasi yang besar terhadap perilaku seseorang, sebab berbagai hal dalam berpuasa itu turut pula dipuasakan yang hal ini sangat berpegaruh besar terhadap peningkatan derajat batin seseorang. 5. Menjaga amalan-amalan hati Amalan-amalan hati seperti yang dikemukakan Sa’id ibn Muhammad Daib Hawwa dalam al-Mustakhlas fi Tazkiyah al-Anfus yaitu: tauhid, ikhlas, jujur, zuhud, tawakal, cinta, takut, dan harap, murāqabah dan musyāhadah, sabar, rida, tunduk, patuh dan lainlain.227 Tetapi perlu diketahui bahwa amalan hati jauh lebih utama dari pada amalan lahiriah, karena amalan lahiriah adalah cerminan hati, kalau hatinya bersih akan menampilkan amalan-amalan yang bersih dan begitu pula jika hatinya kotor akan menampilkan amalanamalan yang kotor. Mengacu pada pemaparan sebelumnya, penulis berasumsi bahwa kalau diteliti lagi masih banyak ibadah dalam syariat Islam yang muara akhirnya adalah mendidik qalb. Oleh karena itu dengan mengikuti apa yang diajarkan oleh syariat, niscaya seseorang mampu membentuk tazkiyah al-nafsnya. Misalnya; para sahabat Rasulullah Haidar Putra Daulay, Qalbun Salīm, Jalan Menuju Pencerahan Ruhani (Cet. 1; Jakarta: Rineka Cipta, 2009), h. 108. 226 227 Said ibn Muhammad Daib Hawwa, al-Mustakhlas fi Tazkiyah al-Anfus (Cet. 1; Mesir: Dar al-Salam, t.th), terj. Aunur Rafiq, Intisari Ihya’Ulumuddin al-Gazali, Mensucikan Jiwa: Konsep Tazkiyah al-Nufūs Terpadu (Cet. 11; Jakarta: Rabbani Press, 2005), h. 315-397. M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? | 123 saw. mereka adalah generasi yang paling dekat dengan zaman kenabian dan masih bersih pemahaman agamanya, mereka memiliki jiwa yang suci lantaran berittiba’ pada sunah Rasul tanpa menciptakan sarana-sarana baru dalam tazkiyah al-nafs. Dengan demikian, seorang muslim seyogyanya berupaya semaksimal mungkin untuk menggapai masalah tazkiyah al-nafs dari serangkaian ibadah yang dikerjakannya. Maksudnya, ibadah apapun yang dilakukan tidak hanya menjadi gerak-gerik fisik yang kosong dari ruh keimanan dan taqarrub kepada Allah swt. Akan tetapi, ibadah yang dikerjakan hendaknya selalu bernuansa pada nilai-nilai pembersihan atau pensucian jiwa. D. Penyakit Qalb dan Metode Mendidiknya Sesungguhnya penyakit-penyakit hati diserahkan kepada-Nya. Allah swt. yang menguasainya dan bertindak apa saja yang Dia kehendaki terhadapnya. Sebagaimana dalam Q.S. al-Anfāl/8: 24. َّ ‫َوا ْعلَ ُموا أ‬ َّ ‫َن‬ )۲٤( ‫ّي ال َْم ْرِء َوقَ ْلبِ ِه‬ ُ ُ‫اَّللَ َُي‬ َ ْ َ‫ول ب‬ Terjemahnya: “… dan ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah membatasi antara manusia dan hatinya ….”.228 Dengan demikian, Allah swt. lebih menguasai hati para hamba- Nya dari pada mereka sendiri dan Dia Allah swt. menghalangi mereka menguasainya, sehingga Dia sendiri yang mengaturnya, dan membolakbalikkan semau-Nya. Dia meletakkan hidayah dan menghiaskan iman di dalamnya. Dia menurunkan sakinah di dalamnya dan memberikan ketentraman. Dia meneguhkannya agar pemiliknya termasuk orang yang beriman. Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya h. 243. 228 124 | M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? Hati yang sakit masih lebih ringan dari pada hati yang keras membatu. Hati yang sakit adalah hati yang berpindah-pindah dari kondisi yang lembut, dan kondisi yang keras. Terkadang, hati itu naik derajatnya dan terkadang derajat hati itu menurun. Dalam hati terdapat dua materi, 1) materi iman, 2) materi kafir. Bila hati didominasi oleh kondisi yang sehat, ia akan lebih dekat dengan hati yang lembut, bersih dan bercahaya. Akan tetapi, jika hati didominasi oleh penyakitnya, ia akan menjadi hati yang mati lagi keras. Pada hakikatnya setan hanya menyerang hati yang sedang sakit. Karena jika hati sudah mati dan mengeras, setan tidak akan lagi berhasrat untuk mendekatinya. Ia juga tidak mampu mendekati hati yang hidup. Karena bila setan mendekatinya, ia akan terbakar. Hal ini menunjukkan bahwa penyakit hati jauh berbahaya dari pada penyakit tubuh. Baik secara kuantitas ataupun secara kualitas. Sebagaimana diketahui, suatu penyakit memiliki rentang waktu yang berbeda-beda, mulai dari sakit sesaat sampai sakit bulanan, hingga sakit yang tidak bisa hilang kecuali jika penderitanya mengalami kematian. 1. Penyakit Qalb a. Riya Alangkah beruntungnya orang-orang yang tidak disiksa oleh kerinduan untuk dipuji dan dihormati orang lain. Kalau mau jujur, orang akan sengsara karena terlalu banyak memikirkan penilaian orang lain. Jika perkara duniawi dan ukhrawi (akhirat) dilakukan hanya untuk mendapat pujian, penghormatan, dan penilaian manusia maka sesungguhnya manusia telah diserang penyakit riya. Penyakit riya, merupakan perilaku terkeji ketika seseorang melakukan ritual ibadah hanya untuk memperoleh tempat di hati orang lain. Rasulullah saw. mengibaratkan perilaku ini seperti “syirik kecil”. Beliau bersabda, “Aku tidak khawatir seandainya kalian akan menyembah matahari, bintang-bintang, bulan. Tetapi aku lebih khawatir kalian beribadah bukan karena M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? | 125 Allah, melainkan karena riya.” Beliau menambahkan, “apa yang paling aku takutkan pada umatku adalah melakukan berbagai hal bukan semata-mata karena Allah.”229 Imam Mawlud menggarisbawahi tiga tanda riya.230 Akar sumber riya adalah keinginan, yakni menginginkan sesuatu dari sebuah sumber selain Allah. (Kata dalam bahasa Arab untuk akar di sini adalah alwiya, sebuah bentuk derivatif yang juga merujuk pada orang yang membawa bendera, pembawa panji, yang memimpin dan memulai sebuah tindakan). Imam Mawlud berkata bahwa obat untuk riya sama seperti obat untuk orang yang menjadikan agamanya sebagai alat untuk kepentingan duniawinya (mudahana). Dengan giat dan tulus mencari pemurnian hati dengan menghilangkan empat hal: 231 229 Hamza Yusuf, Hatiku Surgaku Terapi Jitu Membersihkan Hati dari SifatSifat yang Tidak Disukai Allah (Cet.1; Jakarta: Lentera Hati, 2009), h. 84. 230 Pertama dan kedua adalah kemalasan dan kurangnya perbuatan yang semata-mata karena Allah swt. ketika seseorang sendirian dan jauh dari pandangan orang lain. Ketika sendirian, seseorang menjadi lesu, tak ada gairah (tak ada keinginan) untuk melakukan berbagai ibadah, misalnya membaca Al-Qur’an di rumah, tetapi ketika banyak orang, seperti di masjid, dia bergairah untuk melafalkan dengan suara merdu. (ini bukan untuk menganjurkan bahwa seseorang tidak harus merespon ilham yang seseorang peroleh ketika berada di kumpulan orang-orang yang melakukan amalan-amalan baik. Maksud di sini adalah menjaga motivasi di balik perilaku seseorang, khususnya ibadah seseorang, bahwa mereka melakukan hanya karena Allah dan bukan karena yang lainnya). Tanda lain dari ria adalah meningkatkan perilaku-perilaku tatkala dipuji dan menurunkannya tatkala tak ada pujian. Dalam syariah Islam, dorongan pada suatu perbuatan tidaklah tercela. Ketika Rasulullah saw. melihat beberapa orang melakukan kebaikan, beliau akan mengatakan, “Engkau telah melakukan dengan baik” beliau juga bersabda ketika seorang yang beriman mendengarkan seseorang memujinya, maka keimanannya bertambah” bukan kebanggaannya. Dalam cara ini, beliau mendorong untuk melakukan lebih karena Allah semata, bukan untuk mendapat pujian. Para ulama membedakan antara bentuk pujian ini dengan hidangan-hidangan rayuan kosong. Seseorang didorong untuk menyampaikan kepada seseorang bahwa dia telah melakukan sebuah pekerjaan dengan baik. Ini terutama tepat disampaikan kepada orang-orang muda. Hamza Yusuf, Hatiku Surgaku Terapi Jitu Membersihkan Hati dari Sifat-Sifat yang Tidak Disukai Allah h. 84-85. 231 Cinta pada pujian, takut disalahkan, menginginkan keuntungan duniawi dari manusia, dan takut mendapat kerugian dari manusia. Ini dapat dicapai dengan memelihara keyakinan bahwa hanya Allah-lah yang dapat memberikan keuntungan atau kerugian pada seseorang. Ini ada pada intisari kepercayaan Islam. Hamza Yusuf, Hatiku Surgaku Terapi Jitu Membersihkan Hati dari Sifat-Sifat yang Tidak Disukai Allah h. 86. 126 | M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? Perilaku riya yang paling kecil, yaitu menunjukkan pekerjaan-pekerjaan baik demi menjauhkan caci maki dan kritik dari orang lain. Penyakit ini diobati dengan memahami bahwa Allah tidak akan dapat dirintangi. Hanya Dia-lah yang memiliki kekuasaan langit dan bumi, dan hanya Dia-lah yang mengganjar semua perbuatan manusia “di dua kediaman”, di dunia dan di akhirat. b. Amarah Jika ingin menjadi orang mulia, maka jangan marah. Jika ingin menjadi ahli surga, salah satu kuncinya adalah jangan marah. Kalau menjadi seorang pemimpin maka jangan pernah marah, karena pemimpin pemarah itu tidak akan bisa sukses. Jangan lihat orang lain itu pemarah atau tidak. Akan tetapi lihat diri sendiri, apakah saya ini termasuk seorang pemarah atau tidak? Jika dulunya suka marah-marah karena posisi dia di kantor adalah sebagai seorang atasan, mengapa semua itu bisa terjadi. Mungkin saja terjadi percaya diri yang berlebihan saat dia menjadi atasan dan dia belum pernah sekalipun menjadi anak buah atau bawahan. c. Dendam Sesungguhnya orang yang suka mengadu domba dan mendendam, tempatnya di neraka. Kedua-duanya tidak akan berkumpul pada hati orang-orang muslim. Barang siapa yang minta maaf pada saudaranya yang muslim dan ternyata ia tidak mau memberi maaf, maka ia mempunyai dosa sama dengan dosa orang yang merampok, naużubillāh.232 Ghill adalah penyakit qalb yang hampir sama dengan dendam, marah yang berlebihan, dan kedengkian. Ini berasal dari kata Arab aglāl, yang digunakan dalam 232 Abdullah Gymnastiar, Menggapai Qalbun Salim Bengkel Hati Menuju Akhlak Mulia (Cet. 3; Bandung: Khas MQ, 2006), h. 36. M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? | 127 Al-Qur’an yang berarti memasang belenggu di leher mereka. Hal ini dapat dilihat pada Q.S. Yāsīn/36: 8. ِ َ‫إِ ََّن جعلْنَا ِِف أَ ْعنَاقِ ِهم أَ ْغَلَلً فَ ِهي إِ ََل األَ ْذق‬ )۸( ‫ان فَ ُه ْم ُم ْق َم ُحو َن‬ ََ ْ َ Terjemahnya: Sungguh, Kami telah memasang belenggu di leher mereka, lalu tangan mereka (diangkat) ke dagu, karena itu mereka tertengadah.233 Ayat di atas, dapat dipahami bahwa seolah-olah hal ini menyatakan bahwa dendam tinggal di dalam hati menyatu dengan penghianatan. Dendam adalah emosi yang tinggi, yang bersumber dari kemarahan kepada seseorang yang dianggap ingin melakukan keburukan kepadanya. Akan tetapi korbannya nanti adalah yang melakukan sifat tersebut. Karena alasan inilah, maka orang yang beriman berdoa sebagaimana yang dikemukakan dalam Q.S. alHasyr/59: 10. ِِ ِ ِ ِ َّ ِ ِ ِ ‫آمنُوا‬ َ ‫ين َسبَ ُق‬ َ ‫ين‬ َ ‫وَن ِِب ِإلميَان َوَل ََْت َع ْل ِِف قُلُوبنَا غَلًّ للَّذ‬ َ ‫َربَّنَا ا ْغف ْر لَنَا َو ِإل ْخ َواننَا الذ‬ ِ ٌ ‫ك رء‬ )۱۰( ‫يم‬ ٌ ‫وف َرح‬ ُ َ َ َّ‫َربَّنَا إِن‬ Terjemahnya: “Ya Rabb kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dulu dari kami, dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami terhadap orangorang yang beriman; Ya Rabb kami, sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang.” 234 Salah satu nikmat yang besar dalam surga adalah Allah akan menghilangkan rasa dendam dari hati seseorang. Jika seorang yang beriman dendam kepada orang lain, Allah tidak akan memaafkan orang tersebut sebelum orang tersebut memaafkannya karena Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya h. 625. 233 Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya h. 798. 234 128 | M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? dendam adalah penderitaan yang serius, yang membusuk dalam hati seseorang dan menghalangi hal-hal baik yang akan datang padanya. d. Iri Hati (Hasad) Salah satu penyebab yang membuat kondisi hidup tidak sehat adalah banyaknya orang yang mengidap sebuah penyakit yang disebut hasad. Iri hati merupakan penyakit qalb yang parah karena sebagian besar ulama menilai sebagai akar dari semua penyakit qalb. Sementara sebagian ulama yang lain berpendapat bahwa induk penyakit qalb adalah ketamakan (thama’).235 Pada tingkatan ke berapa pun iri hati ditempatkan dalam hirarki penyakit, kebanyakan ulama sepakat bahwa iri hati merupakan manifestasi dosa pertama serta penyebab pertama ketidak patuhan terhadap Allah, ketika setan (iblis) menolak untuk mematuhi Allah tatkala diperintahkan untuk memberi hormat kepada makhluk-Nya yang baru, Adam, manusia pertama. Tak ada yang mencegah iblis untuk memberi hormat, kecuali kedengkiannya terhadap Adam, karena Allah memilih Adam untuk menjadi wakilnya di bumi, bukan iblis. Iblis menjadi angkuh dan menolak perintah yang menunjukkan kemuliaan Nabi Adam, karena iblis melihat dirinya, yang diciptakan dari api, lebih unggul dari pada makhluk yang terbuat dari tanah liat ini. Ketika dihadapkan pada ketidakpatuhannya, setan tidak memohon pengampunan dari Allah. orang-orang yang iri hati membangun sebuah pola pikir yang membuatnya tidak mau mengakui bahwa mereka salah. Menyandang sifat iri hati adalah sama dengan menyandang salah satu sifat makhluk paling celaka, yaitu setan. 235 Hamza Yusuf, Hatiku Surgaku Terapi Jitu Membersihkan Hati dari SifatSifat yang Tidak Disukai Allah h. 51. M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? | 129 Imam Mawlud, menjelaskan bahwa iri hati terlihat ketika seseorang menginginkan orang lain kehilangan karunia yang dimilikinya. Kehilangan ini bisa berupa hal yang besar maupun kecil, seperti rumah, mobil, atau pekerjaan. Orang yang dengki dapat menjadi kesal jika seorang rekan kerjanya dipromosikan pada titik itu dia berharap agar orang itu kehilangan posisi. 236 Allah Maha Bijaksana terhadap segala pemberian-Nya kepada hamba-Nya. Apabila seseorang menyangsikan karunia yang telah diberikan kepadanya maka dia sebenarnya menyangsikan Sang Pemberi. Hal ini membuat iri hati pantas dicela dan dilarang. e. Kikir Imam Mawlud mengemukakan definisi dari penyakit kikir ini, etimologinya (berbagai asal usul dan penyebab), dan bagaimana cara mengobatinya. Imam Mawlud menyebutkan dua aspek dari kekikiran,237 berkaitan dengan aspek pertama, hukum Islam mewajibkan pembayaran zakat mal yang disalurkan kepada kaum fakir miskin. Kekikiran dalam bentuk tidak mengeluarkan zakat, secara eksplisit dilarang. Hal ini sama dengan kewajiban seorang suami untuk menafkahi isteri dan anak-anaknya. Meskipun jika pasangan itu mengalami perceraian, sang pria tetap harus memberikan tunjangan anak. Kekikiran, ketika berkaitan 236 Hamza Yusuf, Hatiku Surgaku Terapi Jitu Membersihkan Hati dari SifatSifat yang Tidak Disukai Allah h. 54. 237 Pertama, berhubungan dengan hukum Islam, syariah, yakni hak-hak terhadap Allah dan ciptaan-Nya. Kedua, berkaiatan dengan murū’a, sebuah konsep Arab yang penting, dikonotasikan dengan kejantanan dan keberanian. Dalam budaya Arab sebelum Islam, keberanian adalah suatu definisi konsep. Konsep ini serupa dengan pandangan Barat tentang kesatria (chivalry) dan kebajikan (virtue). Kata vir dalam bahasa Latin berarti lelaki. Demikian pula, asal kata virtue dalam bahasa Arab, murū’a, sebuah kata yang asalnya sama dengan lelaki … meskipun para ulama menyatakan kata tersebut berkenaan dengan kejantanan dan kemanusiaan). Hamza Yusuf, Hatiku Surgaku Terapi Jitu Membersihkan Hati dari Sifat-Sifat yang Tidak Disukai Allah h. 18. 130 | M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? dengan kewajiban hukum Islam, merupakan bentuk yang paling jahat. Dalam aspek yang kedua, keberanian, Imam Mawlud menyelidiki beberapa seluk beluk. Ia mengatakan bahwa seseorang seharusnya tidak pernah menciptakan kesulitan terhadap persoalan berharga. Ketika hal itu mengenai utang, jauh lebih baik bagi para pemberi pinjaman untuk bersikap fleksibel dan murah hati dari pada meminta dengan kasar dan tanpa toleransi. Hal ini sangat dianjurkan, khususnya ketika pemberi pinjaman tidak terlalu membutuhkan pengembalian utang, sementara peminjam menghadapi kesusahan. Pengertian dan belas kasihan dari pemberi pinjaman merupakan cerminan dari keberanian seseorang. Memiliki sifat murah hati bukanlah sebuah kewajiban dalam hukum Islam karena pemberi pinjaman memiliki hak untuk mendapatkan kembali apa yang menjadi miliknya. Tetapi jika pemberi pinjaman tidak peduli dengan kebutuhan-kebutuhan peminjam, malah meminta dengan tegas pembayaran utang tersebut, hal ini dianggap patut dicela. f. Kufur Nikmat Penyakit qalb (kufur nikmat) adalah kurangnya kesadaran atas, nikmat Allah, dan ini merupakan kelalaian yang sangat berbahaya. Nikmat yang diperoleh manusia siang dan malam, sungguh tak ternilai, sebagaimana yang telah disebutkan dalam AlQur’an. Karena nikmat yang diberikan bisa dalam semua aspek, baik aspek yang dapat dilihat, diraba (seperti materi, makanan, pakaian, tempat tinggal, kekayaan, dan lain-lain), atau sesuatu yang M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? | 131 abstrak (seperti rasa aman, persahabatan, cinta, kesehatan, selamat dari marabahaya).238 Al-Qur’an memulai dengan bacaan, “Dengan nama Allah Yang Pemberi kasih yang Maha Pengasih”. Beberapa ulama menafsirkan “Pemberi kasih” (Rahman) sebagai sang pemberi rahmat dan karunia, sedangkan “Maha Pengasih” (Rahim) diimplikasikan sebagai sang pemberi nikmat yang abstrak, yang tidak dapat dirasa hingga nikmat itu habis. Ketika kita mengedipkan mata misalnya, ratusan kali dalam sehari tanpa disadari. Banyak orang yang menggunakan minyak tiruan karena mereka tidak dapat menggunakan kelenjar air matanya. Banyak sekali nikmat yang tidak dapat dihitung berkaitan dengan mata, jangankan aspek lain dalam tubuh kita, seperti kemampuan berjalan dengan penuh keseimbangan tanpa membutuhkan stimulasi lusinan otot untuk melangkah selangkah saja. Ibu jari membiarkan kita menggerakkan tangan, yang kebanyakan makhluk hidup lain tak dapat melakukannya. Allah menciptakan makanan yang lezat. Allah telah memberikan nutrisi yang besar, dan itu adalah karunia yang sangat besar. 2. Metode Mendidik Qalb a. Metode Penyembuhan Penyakit Qalb (Riya) dengan jalan Ikhlas Sadar akan kerugian yang ditimbulkan oleh riya merupakan sebuah pengobatan dalam diri yang efektif karena sudah menjadi tabiat manusia untuk menghindari apa yang dapat mengundang kerugian. Sebuah perilaku pamer selalu diketahui, dihina, dan kemudian direndahkan. Dan akhirnya dia bangkrut karena ketidak tulusannya tidak diterima oleh Allah swt. Ini merupakan sebuah 238 Hamza Yusuf, Hatiku Surgaku Terapi Jitu Membersihkan Hati dari SifatSifat yang Tidak Disukai Allah h. 233. 132 | M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? “pengobatan teoretis”, yang mencegah riya. “Pengobatan praktis” secara sengaja meliputi penyembunyian amalan-amalan seseorang dari pandangan manusia. Dengan cara ini, tujuan seseorang terjaga dari kesombongan. Hal ini bukan berarti tidak pernah melakukan amalan-amalan di hadapan manusia. Tetapi lakukan juga amalanamalan itu tatkala orang lain tidak melihat. Sebagai contoh memberikan uang melalui amal, hendaklah dilakukan dengan sembunyi-sembunyi. Tetapi untuk memotivasi orang lain, beramal dengan cara terbuka tidaklah menjadi masalah. Mereka yang mengeluarkan harta mereka siang dalam secara sembunyi atau terbuka. Sebagaimana firman Allah swt. dalam Q.S. al-Baqarah/2: 274. ِ ‫الَّ ِذين ي ِنف ُقو َن أَموا ََلم ِِبللَّي ِل والن‬ ‫ف‬ ٌ ‫َج ُرُه ْم ِع ْن َد َرِِبِِ ْم َوَل َخ ْو‬ ْ ‫َّها ِر س ِراً َو َعَلنِيَةً فَلَ ُه ْم أ‬ َ َ ْ ُْ َ ْ َُ )۲۷٤( ‫َعلَْي ِه ْم َوَل ُه ْم َُْي َزنُو َن‬ Terjemahnya: Orang-orang yang menginfakkan hartanya malam dan siang hari (secara) sembunyi-sembunyi, maupun terang-terangan, mereka mendapat pahala di sisi Tuhannya. Tidak ada rasa takut pada mereka dan mereka tidak bersedih hati.239 Tiap orang adalah gembala bagi hatinya masing-masing. Mendirikan salat tahajjud, menyertakan rangkaian zikir (ingat kepada Allah), membaca Al-Qur’an, dan yang sejenisnya merupakan amalan-amalan yang baik sekali dilakukan dalam keleluasaan pribadi. Sebagaimana firman Allah dalam Q.S. Sād/38: 79-83. Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya h. 58. 239 M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? | 133 ِ ‫ب فَأ‬ ِ َ َّ‫ال فَِإن‬ ‫) إِ ََل يَ ْوِم‬۸۰( ‫ين‬ َ َ‫) ق‬۷۹( ‫َنظ ْرِّن إِ ََل يَ ْوِم يُ ْب َعثُو َن‬ َ َ‫ق‬ ِِ ‫ال َر‬ َ ‫ْمنظَ ِر‬ ُ ‫ك م ْن ال‬ ِ ُ‫ْت الْمعل‬ ِ ِ ِ ْ ‫ك أل ْغ ِوي نَّهم أ‬ ‫اد َك ِم ْن ُه ْم‬ َ َ‫) ق‬۸۱( ‫وم‬ َ ‫ال فَبِعِ َّزت‬ َ َ‫) إَِلَّ عب‬۸۲( ‫ّي‬ ْ َ ِ ‫ال َْوق‬ َ ‫ََجَع‬ ُْ َ ِ َ‫الْم ْخل‬ )۸٣( ‫ّي‬ َ‫ص‬ ُ Terjemahnya: Iblis berkata, “Ya Tuhanku tangguhkanlah aku sampai pada hari mereka dibangkitkan”. Allah berfirman maka sesungguhnya kamu termasuk golongan yang diberi penangguhan, sampai pada hari yang telah ditentukan waktunya (hari kiamat).” (iblis) menjawab, “Demi kemuliaan-Mu, pasti aku akan menyesatkan mereka semuanya, kecuali hamba-hamba-Mu yang mukhlas di antara mereka.”240 Berdasarkan ayat di atas, dapatlah dipahami bahwa dengan keikhlasan dapat membendung bahkan mengalahkan iblis yang selalu menggoda dan menyesatkan. Dengan hubungan yang baik dan ikhlas kepada Allah, setan tidak akan sanggup menggoda dan menyesatkan diri manusia. Oleh sebab itu diharapkan untuk sering membaca Surah al-Ikhlas (surah ke-112 dalam Al-Qur’an) yang menegaskan kekuasaan Allah serta meniadakan kemungkinan adanya sesuatu yang menyamai diri-Nya. Kata ikhlas berasal dari kata khaluşa, yang berarti murni, seperti pada “madu murni” atau “susu murni”. Mengenai kesalehan seseorang tak akan pernah murni kecuali bebas dari riya. Dalam Al-Qur’an ada dua kata yang menunjukkan keikhlasan, yaitu mukhlaş dan mukhliş. Kata mukhliş menggunakan pola kalimat active participle yang mengindikasikan bahwa cara pemurnian itu bersifat eksternal, yaitu sebuah karunia dari Allah swt. Imam Ibnu Qayyim al-Jauziyyah (seorang ulama abad ke-13) mengatakan bahwa bagi siapapun untuk memiliki keikhlasan terhadap apa yang mereka lakukan dan percayai, Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya h. 656-657. 240 134 | M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? terlepas dari keyakinan. Tetapi menjadi mukhlaş, dimurnikan oleh Allah, diperuntukkan bagi orang-orang yang memiliki sistem kepercayaan dan perbuatan-perbuatan yang sesuai dengan apa yang Allah ungkapkan. Imam Abul Hasan asy-Syadzili, (ulama abad ke-13) pernah berdoa,241 Imam Mawlud menganjurkan agar seseorang secara kontinu mengulang sebuah doa indah dari Rasulullah saw.: dikenal sebagai sayyid al-istigfār (doa ampuh untuk memohon ampunan), doa ini diterjemahkan: 242 Rasulullah saw. bersabda, “siapa pun yang mengucapkan doa ini ketika dia bangun di pagi hari dan (mengucapkannya lagi) di sore hari dan kemudian meninggal, entah pada hari itu atau sore itu maka dia akan masuk surga. b. Metode Penyembuhan Penyakit Qalb (Amarah) Berbicara tentang kemarahan sebagai penyakit qalb, Imam Mawlud, menjelaskan dua cara penyembuhannya. Pertama, hapuslah kemarahan saat hal itu datang dan yang kedua, tahan dan halangi kemarahan tersebut. Pengobatan pertama adalah dengan mengingat pujian dan kebaikan luar biasa yang dihubungkan dengan kesabaran dan kerendahan hati. 243 Selanjutnya Sidi Ahmad az-Zarruq, berpendapat bahwa alasan utama manusia menjadi marah adalah keegoisan mereka sendiri. Dalam penganiayaan 241 Ya Allah jadikanlah amalan-amalan salahku sebagai amalan-amalan salah orang-orang yang Engkau cintai, dan jadikanlah amalan-amalan baikku, amalanamalan baik dari orang-orang yang tidak Engkau senangi”. Hamza Yusuf, h. 91. 242 Ya Allah, Engkaulah Tuhanku, tidak ada Tuhan selain Engkau. Engkau telah menciptakan aku dan aku adalah hamba-Mu. Aku menjunjung tinggi perjanjian-Mu dan janji-Mu untuk kemampuanku yang terbaik. Aku mohon perlindungan pada-Mu dari segala kekhilafan yang aku lakukan sendiri. Aku mengakui segala karunia yang Engkau kucurkan kepadaku dan aku mengakui segala kekuaranganku. Maka ampunilah aku, sungguh tidak ada yang mengampuni segala dosa, kecuali Engkau”. Hamza Yusuf h. 92. 243 Hamza Yusuf, h. 185. M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? | 135 mereka terhadap Rasulullah saw., orang-orang kafir Quraisy mengolok-olok beliau seperti anak-anak. Tetapi Rasulullah saw. tidak marah.244 Etika yang dianjurkan sangat sederhana, yaitu biarkan sajatidak membiarkan penghinaan menembus dan memainkan emosinya. Ia mengenai pengendalian diri, yakni perasaan aman. Sebaiknya seseorang mengingat beberapa banyak kerendahan hati dan kesabaran yang dipuji oleh yang terbaik memberi Pujian, yakni Allah Yang Maha Agung. Jika penciptaan bumi dan langit memuji perilaku atau watak tertentu, berusahalah untuk mencapainya. Kerendahan hati dan kesabaran dipuji dalam berbagai puisi dan kata-kata bijak, bahkan di luar agama Islam. Rasulullah saw. bersabda bahwa Allah menaikkan derajat orang yang rendah hati karena Allah, tetapi siapa saja yang berusaha mengagungkan dirinya sendiri maka Allah merendahkan derajatnya. Rasulullah saw. adalah orang yang paling sabar dan pemaaf terhadap manusia. Semua Nabi mempunyai sifat-sifat mulia ini. Tak ada satupun Nabi yang angkuh atau mudah marah.245 Imam Mawlud, menjelaskan bahwa Selanjutnya seseorang dapat mengendalikan kemarahan dengan menyadari bahwa segala sesuatu tidak akan terjadi tanpa kehendaknya: tiada daya dan kekuatan, melainkan dengan izin-Nya. Hidup adalah cobaan, dan siapa saja yang putus asa maka akan merasa berat ketika cobaan ini datang. Rasulullah saw. bersabda bahwa orang yang kuat 244 Hamza Yusuf, h. 186. 245 Hamza Yusuf, h. 186. 136 | M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? bukanlah orang yang mampu bergulat, tetapi orang yang mampu mengendalikan dirinya ketika marah. 246 Rasulullah saw. memberikan nasihat bahwa jika seseorang marah, sebaiknya duduk, dan jika orang itu duduk, sebaiknya berbaring. Jika hal ini tidak membantu, berwudulah kemudian salat. Memercikkan air ke wajah dapat mengubah suasana hati seseorang. Kemarahan sering kali terlihat dari wajah yang berubah jadi merah dan panas. Suatu kali ada seseorang yang sangat marah di hadapan Rasulullah, yang kemudian terlihat bagaimana wajahnya menunjukkan kemarahan yang luar biasa yang menyerupai setan. Kemudian Rasulullah saw. bersabda, “saya punya doa, jika diucapkan maka akan bisa menghilangkan kemarahan itu darinya. Doanya aku berlindung kepada Allah dari godaan setan yang terkutuk”. Dapat diketahui bagaimana kemarahan dapat meningkat. Ketika konflik menimbulkan kekacauan dan kebencian diantara dua pihak, secara refleks mereka berdiri, yang merupakan sikap alami saat kemarahan muncul. Penting untuk membuat kedua pihak itu duduk yang dapat mengurangi kemarahan mereka. Obat-obat sederhana ini bukanlah trik, tetapi mengungkapkan bagaimana tipisnya lapisan kemarahan yang sering kali muncul. Kemarahan bisa sama sekali irasional dan hanya membutuhkan perubahan posisi tubuh untuk menyusun kembali pikiran. Nasihat Rasulullah saw. sangat menggambarkan sifat manusia; beliau mengungkapkan pengetahuan yang dalam mengenai pasang surut emosi manusia dan kesenangan yang dapat mengubah kondisi emosi manusia. Salah satu tipu daya setan adalah membuat sesuatu yang mudah terlihat sulit, bahkan mustahil dia membisikkan perasaan keputusasaan untuk membuat 246 Hamza Yusuf, h. 187. M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? | 137 manusia sangat sedih terhadap rahmat Allah dan kemudian menyerahkan diri sendiri pada pandangan-pandangan busuk yang tidak pernah disesali.247 Umar ibn al-Khattab dikenal pemarah. Tetapi jika dilihat lebih jauh andilnya dalam pembangunan Islam, kemarahannya tidak lagi merampas yang terbaik dari dirinya. kenyataannya malah sebaliknya. Beliau cenderung pemaaf dan pengasihkhususnya ketika di penghujung hayatnya. Tetapi beliau juga dikenal seperti singa. Suatu kali Rasulullah saw. mengajar sekelompok wanita Quraisy. Ketika mereka melihat Umar telah datang, mereka melarikan diri pindah ke ruangan lain. Ini terjadi sebelum perintah hijab turun. Kemudian Umar menghadap Rasulullah saw. dan melihat beliau tertawa. Umar bertanya kepada Rasulullah saw. apa yang menyebabkan beliau tertawa. Kemudian Rasulullah saw. bersabda, “Ini mengenai para wanita Quraisy: ketika mereka melihatmu, mereka lari. “Rasulullah saw. lalu memanggil para wanita itu, Umar pun bertanya kepada mereka, “Bagaimana mungkin kalian lari karena melihatku, sedangkan kalian tidak malu di depan Rasulullah saw.? Beliau tidak pernah marah”. Kemudian Rasulullah saw. tertawa dan bersabda, “Jika engkau Umar, Umar berjalan di suatu jalan, maka setan akan mengambil jalan lain”.248 Menurut salah satu teladan Islam, jiwa memiliki tiga tahap. Tujuh tahun pertama dikenal sebagai jiwa yang bernafsu besar. Keinginan utama anak-anak pada tahap ini adalah, makan dan mendapatkan perhatian. Tahap kedua yaitu tujuh tahun berikutnya, usia kemarahan, ketika anak-anak bereaksi keras 247 Hamza Yusuf, h. 188. 248 Hamza Yusuf, h. 189. 138 | M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? terhadap berbagai stimulan dan mudah jengkel. Tahap ketiga adalah tahap rasional, ketika alasan dan ketajaman hati telah memenuhi sikapnya Ali bin Abi Thalib mendorong para orang tua untuk bermain dengan anak-anak mereka selama tahap pertama, yang bertujuan untuk menuruti kehendak mereka karena mereka sedang mengenal dunia. Mereka berada dalam alam spiritual dan telah memasuki alam panca indera. Pada tahap kedua, beliau memberi nasihat agar para orang tua memfokuskan diri pada pelatihan dan kedisiplinan, karena pada tahap ini remaja memiliki kemampuan puncak untuk menerima dan menyerap informasi yang kemudian mempelajari hal-hal baru. Pada tahap ketiga, sebaiknya para orang tua menjadi teman bagi mereka, membangun hubungan yang akrab dan penuh dengan kebaikan serta persahabatan. Setelah itu anak-anak mereka yang sekarang telah dewasa, menentukan kebebasan. c. Metode Penyembuhan Penyakit Qalb (Dendam) dengan jalan Damai Allah swt. berfirman dalam Q.S. al-Hujurāt/49: 10-11. ِ ‫إِ ََّّنَا الْم ْؤِمنو َن إِ ْخوةٌ فَأ‬ َّ ‫َخ َويْ ُك ْم َواتَّ ُقوا‬ ‫) ََّي أَيُّ َها‬۱۰( ‫اَّللَ لَ َعلَّ ُك ْم تُ ْر َِحُو َن‬ َ ‫ّي أ‬ ُ ُ ْ َ َ ْ َ‫حوا ب‬ ُ ‫َصل‬ ٍ ِ َ‫الَّ ِذين آمنوا َل يسخر ق‬ ِ ِ ‫اء ِم ْن نِ َس ٍاء‬ ٌ ْ َ ْ َ َُ َ ٌ ‫وم م ْن قَ ْوم َع َسى أَ ْن يَ ُكونُوا َخ ْرياً م ْن ُه ْم َوَل ن َس‬ ِ ‫اب بِْئس‬ ِ ‫َعسى أَ ْن ي ُك َّن َخ ْرياً ِم ْن ُه َّن وَل تَل‬ ِ ‫ْم ُزوا أَن ُفس ُك ْم َوَل تَ نَابَ ُزوا ِِبألَلْ َق‬ ‫اَل ْس ُم‬ َ َ َ َ َ ِ )۱۱( ‫ك ُه ْم الظَّالِ ُمو َن‬ َ ِ‫ب فَأ ُْولَئ‬ ْ ُ‫سو ُق بَ ْع َد ا ِإلميَان َوَم ْن ََلْ يَت‬ ُ ‫الْ ُف‬ Terjemahnya: Sesungguhnya orang-orang mukmin itu bersaudara, karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu (yang berselisih) dan bertakwalah kepada Allah agar kamu mendapat rahmat. Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain, (karena) boleh jadi mereka (yang mengolok-olok), dan jangan pula perempuan-perempuan (mengolok-olokkan) M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? | 139 perempuan lain, (karena) boleh jadi mereka (yang diperolokolokkan) lebih baik dari perempuan (yang mengolok-olok). Janganlah kamu saling mencela satu sama lain dan janganlah saling memanggil dengan gelar-gelar yang buruk. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk (fasik) setelah beriman. Dan barang siapa yang tidak bertobat maka mereka itulah orangorang yang zalim.249 Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu bersaudara. Persaudaraan yang dimaksud bukan saja saudara dalam arti biologis, tetapi orang lain sebangsa se tanah air. Bahkan orang lain dari negeri seberang pun dapat menjadi saudara kita. Imam Mawlud, mengatakan bahwa jika seseorang merasa dendam terhadap orang tertentu, sebaiknya dia menunjukkan kepada orang tersebut tingkah laku yang baik. Secara alami, seseorang akan condong untuk mencintai orang yang baik padanya. Dan jika seseorang menunjukkan kepada orang lain sifat yang baik, perasaan dendam akan hilang. Setan bahagia jika orang yang beriman berkelahi satu dengan yang lain, serta menyimpan pikiran-pikiran negatif. Ada hadis yang menyatakan bahwa hari Senin dan Kamis adalah hari spesial dimana Allah akan mengampuni manusia. Ketika malaikat datang kepada Allah dan berkata bahwa kedua orang beriman itu sedang bertengkar. Allah Yang Maha Agung berfirman, “Tinggalkan mereka hingga mereka kembali baik” pengertian hadis ini adalah bahwa jika orang yang beriman dendam kepada orang lain, Allah tidak akan memaafkan orang tersebut sebelum orang tersebut memaafkannya karena dendam adalah penderitaan yang serius, yang membusuk dalam hati seseorang dan menghalangi hal-hal baik yang akan datang padanya. Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya h. 744-745. 249 140 | M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? d. Metode Penyembuhan Penyakit Qalb (Iri hati) Ada dua resep pengobatan atau penyembuhan penyakit qalb (iri hati)250. Oleh karena itu, Imam Mawlud mengatakan berulang kali mengingatkan manusia untuk melawan hawa nafsunya. Al-Qur’an berbicara tentang kaum-kaum yang telah lampau, yang bersikap sombong ketika para utusan Allah datang kepada mereka dengan pelbagai perintah suci dan pengajaran agar jangan mengikuti hawa nafsu mereka. Kemudian mereka menolak perintah suci itu dan bahkan membunuh para utusan Allah. Q.S. alMā’idah/5: 70. ِ َ ‫لَ َق ْد أ‬ ِ ِ ‫ول ِِبَا َل ْتََْوى‬ ٌ ‫اء ُه ْم َر ُس‬ َ ‫يل َوأ َْر َسلْنَا إِلَْي ِه ْم ُر ُسَلً ُكلَّ َما َج‬ َ ‫َخ ْذ ََن ميثَا َق بَِِن إ ْس َرائ‬ )۷۰( ‫س ُه ْم فَ ِريقاً َك َّذبُوا َوفَ ِريقاً يَ ْقتُ لُو َن‬ ُ ‫أَن ُف‬ Terjemahnya: Sesungguhnya Kami telah mengambil perjanjian dari Bani Israil, dan telah Kami utus kepada mereka Rasul-Rasul. Tetapi setiap Rasul datang kepada mereka dengan membawa apa yang tidak sesuai dengan keinginan mereka (maka) sebagian (dari Rasul itu) mereka dustakan dan sebagian yang lain mereka bunuh.251 Demikian pula Allah memuji mereka yang melawan hawa nafsu jiwanya dan menjanjikan surga untuk mereka. Q.S. alNāzi’at/79: 40. 250 Pertama, secara sadar melawan hawa nafsunya. Istilah Arab untuk hawa nafsu di sini (hawa) berasal dari kata dalam bahasa Arab yang berarti jatuh. Kata ini juga dihubungkan dengan kata angin dalam bahasa Arab. Nafsu seseorang bagaikan angin, dalam hal itu nafsu datang, mengendalikan perasaan, dan kemudian menghilang. Manusia benar-benar tidak dapat melihatnya, hanya akibatnya yang dapat dirasakan. Sering kali, mengikuti keinginan-keinginan hawa nafsu dapat menarik seseorang dari kebenaran. Sejarah kemanusiaan penuh dengan pendapatpendapat salah yang datang dan berlalu. Bagaiamana pun juga kebenaran merupakan sesuatu yang ditentukan dan dapat dikenali sebagai kebenaran apabila seseorang benar-benar bersikap objektif. Sedangkan hawa nafsu tidak memiliki dasar. Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya h. 58. Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya h. 159. 251 M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? | 141 ِ ِ ‫اف م َق‬ )٤۰( ‫س َع ْن ا َْلََوى‬ َ َ َ ‫َوأ ََّما َم ْن َخ‬ َ ‫ام َربِه َو ََّنَى النَّ ْف‬ Terjemahnya: Dan adapun orang-orang yang takut pada kebesaran Tuhannya dan menahan diri dari (keinginan) hawa nafsunya, 252 Salah satu neraka yang disebutkan dalam Al-Qur’an adalah Hawiyah. Q.S. al-Qāri’ah/101: 9. )۹( ٌ‫فَأ ُُّمهُ َها ِويَة‬ Terjemahnya: Maka tempat kembalinya adalah neraka Hawiyah.253 Hawiyah yang berasal dari kata yang sama yakni Hawa’. Hubungannya kemungkinan adalah bahwa seseorang yang diperbudak oleh keinginan-keinginannya maka terjerumus dalam kerusakan di kehidupan ini, sebagai konsekuensinya, dia menghadapi kebinasaan di hari akhir. Sebagai obat untuk jenis penyakit qalb (iri hati) yang mendorong seseorang menghasilkan keburukan kepada orang lain, Imam Mawlud menganjurkan agar seseorang melawan godaannya, yaitu melakukan sesuatu yang bermanfaat bagi objek iri hati tersebut. Misalnya berikan dia hadiah atau berikan bantuan. Hal ini melawan berbagai perintah keinginan-keinginannya, memperoleh kesenangan terhadap Allah, dan melindungi dari sifat iri hati. Pengobatan yang lain adalah mengetahui dengan pasti bahwa menyimpan iri hati terhadap orang lain hanya membawa kerugian bagi diri sendiri. Insting paling purba dari sifat manusia adalah menghindari kerugian. Lebih mudah bagi seseorang untuk menolak perasaan-perasaan negatif tatkala dia menyadari perasaan-perasaan ini menyakiti jiwa. Seorang pekerja yang tidak Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya h. 869. 252 253 Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya h. 911. 142 | M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? puas melewati promosi jabatan menjadi cemas dan marah-dua emosi yang bertalian merusak jiwa, pikiran, dan tubuhnya, serta tidak menghasilkan apa-apa untuk masa depannya. Pekerja tersebut mengeluh panjang lebar dan dalam jiwanya sendiri dia dihantui oleh objek iri hatinya, yaitu orang yang memperoleh promosi jabatan. Dia membiarkan penyakit ini membusuk dalam hatinya dan menyebabkan kesedihan. Perasaan yang mengalir ini tidak akan membantu menaikkan profesinya ataupun mengubah yang telah terjadi. Ini sama sekali sebuah tindakan yang keliru yang dapat menambah luka yang dia rasakan. Sebenarnya iri hati dapat merusak kesehatan jiwa seseorang. Kebencian menjauhkan seseorang dari memperoleh prestasi penting. Seseorang yang menghindari iri hati dimotivasi untuk mengatasinya, walaupun banyak orang di sekelilingnya yang mengabaikannya. Dia tidak terjerumus dalam kemuraman dan kebencian. 254 Salah satu hal yang menarik yang berhubungan dengan dunia muslim saat ini adalah dipenuhi oleh iri hati. Sebagai contoh ketika seorang muslim melihat orang-orang Amerika dan Eropa, mereka melemparkan kritik dan menggunakan berbagai macam retorika. Seolah-olah seseorang mendengar kebiadaban moral mereka. Akan tetapi sumber dari segala macam retorika ini adalah iri hati, yakni: “Mereka memiliki banyak persediaan minyak, mereka tidak dapat menentang keputusan yang telah lalu mengenai negara-negara teluk Arab yang menghabiskan “uang orang-orang Islam”. Inilah sebuah dialog iri hati. Pokok persoalannya adalah membandingkan antara apa yang seseorang miliki dengan apa yang orang lain miliki, dan hal tersebut hanyalah menimbulkan iri hati dan menghasilkan dampak negatif. Ini bukan Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya h. 59-60. 254 M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? | 143 berarti bahwa seseorang tidak boleh mengkritik; kritik boleh dilakukan asal dengan tujuan membangun, bukan menghancurkan. Imam Mawlud, mengatakan bahwa. 255 Obat dasar iri hati adalah takwa, perasaan takut terhadap Allah atau mempunyai keimanan yang tinggi terhadap-Nya sebagai Dzat Yang Maha Kuasa atas segala makhluk. Hal ini menghilangkan dugaan-dugaan yang salah atas ketidak sesuaian karunia. Sebuah hadis menyatakan, “jika kamu mengidap iri hati, janganlah menyalahkan (orang lain)”. Jika seseorang tidak berusaha untuk menghilangkan karuniakarunia orang lain, maka iri hatinya terkontrol dan tidaklah selalu menghilangkan perbuatan-perbuatan luhur adalah iri hati yang mendorong seseorang menyalahkan orang lain. Imam al-Gazali membuat perbedaan di antara berbagai macam iri hati. Imam alGazali, menyatakan bahwa jika seseorang membenci iri hati dan malu jika memiliki sifat tersebut maka orang itu pada dasarnya bukanlah orang yang iri hati. Sangat penting untuk menyadari perasaan-perasaan yang ada dalam hati seseorang. Kesadaran diri inilah yang penting bagi tujuan pemurnian. Mengenai pengobatan, hendaklah bertindak yang berlawanan dengan hawa nafsunya. Misalnya bermurah hati kepada seseorang yang kelihatannya menarik untuk merugikannya atau memujinya ketika engkau ingin mencari kesalahannya. e. Metode Penyembuhan Penyakit Qalb (Kikir) Sehubungan dengan penyembuhan penyakit qalb, dapat dilihat dalam Q.S. al-Lail/92: 5-11. 255 Salah satu cara untuk menghilangkan iri hati adalah menyadari dengan perenungan yang sungguh-sungguh bahwa iri hati tidak akan pernah memberikan manfaat bagi pelakunya. Seseorang juga harus menyadari bahwa apa yang seseorang peroleh, baik kekayaan materi ataupun reputasi adalah dari Allah swt. Dialah Yang Maha Mengetahui; sedangkan manusia tidak. Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya h. 62. 144 | M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? ِ َ ‫) َو‬۵( ‫فَأ ََّما َم ْن أَ ْعطَى َواتَّ َقى‬ ‫) َوأ ََّما َم ْن‬۷( ‫سنُ يَ ِِس ُرهُ لِلْيُ ْس َرى‬ َ َ‫) ف‬٦( ‫ص َّد َق ِب ْْلُ ْس ََن‬ ِ ِ ُ‫) َوَما يُ ْغ ِِن َع ْنه‬۱۰( ‫) فَ َسنُ يَ ِس ُرهُ لل ُْع ْس َرى‬۹( ‫ب ِِب ْْلُ ْس ََن‬ ْ ‫ََِب َل َو‬ َ ‫) َوَك َّذ‬۸( ‫استَ غْ ََن‬ )۱۱( ‫َمالُهُ إِ َذا تَ َردَّى‬ Terjemahnya: Maka barang siapa yang memberikan (hartanya di jalan Allah) dan bertakwa, dan membenarkan (adanya pahala) yang terbaik (surga), maka akan Kami mudahkan baginya jalan menuju kemudahan (kebahagiaan). Dan adapun orang yang kikir dan merasa dirinya cukup (tidak perlu pertolongan Allah), serta mendustakan (pahala) yang terbaik, maka akan Kami mudahkan baginya jalan menuju kesukaran (kesengsaraan). Dan hartanya tidak bermanfaat baginya apabila dia telah binasa. 256 Penyembuhan untuk penyakit qalb (kikir) adalah menyadarkan bahwa kekayaan tidaklah akan berguna sedikitpun jika kematian telah menjemput. Ditunjukkanlah betapa banyak orang-orang kaya yang sepanjang hidupnya dihabiskan untuk mencari harta dan bersikap kikir, ketika meninggalnya kelak pakaian yang digunakan sama saja dengan pakaian yang digunakan orang tak berharta. Bahkan, seperti diingatkan Imam Mawlud: “Ketika kematian merenggut dan mengenyahkan, kekayaan yang dimiliki tetap tinggal, bahkan menjadi sumber pertikaian bagi yang lain dan habis!.257 Karena itu, terapi mental dari penyakit ini akan membawa kebahagiaan dan kesuksesan. Sebagaimana dalam Q.S. al-Tagābun/64: 16, dan Q.S. al-Hasyr/59: 9. ِ ِ ‫َطيعوا وأ‬ َّ ‫فَاتَّ ُقوا‬ ‫َنف ُقوا َخ ْرياً ألَنْ ُف ِس ُك ْم َوَم ْن يُو َق ُش َّح نَ ْف ِس ِه‬ ْ ‫استَطَ ْعتُ ْم َو‬ ْ ‫اَّللَ َما‬ َ ُ ‫اَسَ ُعوا َوأ‬ )۱٦( ‫ْم ْفلِ ُحو َن‬ َ ِ‫فَأ ُْولَئ‬ ُ ‫ك ُه ْم ال‬ Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya h. 898-899. 256 257 Hamza Yusuf, h. 25-26. M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? | 145 Terjemahnya: Maka bertakwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu dan dengarlah serta taatilah; dan infakkanlah harta yang baik untuk dirimu. Dan barang siapa yang dijaga dirinya dari kekikiran mereka itulah orang-orang yang beruntung.258 Seseorang harus juga menyadari tingkat penghinaan yang ditunjukkan bagi orang-orang kikir. Bahkan orang kikir membenci satu sama lain. Menyadari betapa bencinya orang-orang terhadap orang kikir, sebenarnya cukup untuk memalingkan seseorang agar tidak tertular penyakit mereka. f. Metode Penyembuhan Penyakit Qalb (Kufur Nikmat) Manusia sudah barang tentu tidak dapat menghitung nikmat Allah, tetapi harus mensyukuri segala pemberiannya. Sebagaimana dalam Q.S. Abasa/80: 24-32. ِِ ‫ض‬ َ ‫) ُُثَّ َش َق ْقنَا األ َْر‬۲۵( ً‫صبِا‬ َ ‫اء‬ َ ‫) أ َََّن‬۲٤( ‫نسا ُن إِ ََل طَ َعامه‬ َ ‫صبَ ْب نَا ال َْم‬ َ ‫فَ لْيَ ْنظُْر ا ِإل‬ ِ )۲۹( ً‫) َوَزيْ تُوَنً َوََنَْل‬۲۸( ً‫ضبا‬ ْ َ‫) َو ِعنَباً َوق‬۲۷( ً‫يها َحبِا‬ َ ‫) فَأَنْ بَ ْت نَا ف‬۲٦( ً‫َش ِقا‬ )٣۲( ‫) َمتَاعاً لَ ُك ْم َوألَنْ َع ِام ُك ْم‬٣۱( ً‫) َوفَاكِ َهةً َوأ َِِب‬٣۰( ً‫َو َح َدائِ َق غُلْبا‬ Terjemahnya: Maka hendaklah manusia itu memperhatikan makanannya, Kamilah yang telah mencurahkan air melimpah (dari langit), kemudian Kami belah bumi dengan sebaik-baiknya, lalu di sana Kami tumbuhkan biji-bijian, dan anggur dan sayur-sayuran, dan zaitun dan pohon kurma dan kebun-kebun (yang) rindang, dan buah-buahan serta rerumputan. Semua itu untuk kesenanganmu dan untuk hewan-hewan ternakmu.259 Berdasarkan ayat di atas, dapat dipahami bahwa Al-Qur’an telah menegaskan untuk selalu merenungkan nikmat Allah karena manusia terkadang lupa akan nikmat Allah. sudah barang tentu tidak dapat menghitung nikmat tersebut. Menyangkal atas nikmat- Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya h. 815. 258 Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya h. 872-873. 259 146 | M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? nikmat-Nya dapat menimbulkan benih-benih ketidak percayaan kepada Allah Yang Maha Kuasa. Hal ini dapat dihubungkan dengan memperhatikan Q.S. al-Anfāl/8: 53. َّ ‫ك ِِب‬ َّ ‫ك ُمغَِِرياً نِ ْع َمةً أَنْ َع َم َها َعلَى قَ ْوٍم َح ََّّت يُغَِِريُوا َما ِِبَن ُف ِس ِه ْم َوأ‬ َّ ‫َن‬ َّ ‫َن‬ َ ِ‫ذَل‬ ُ َ‫اَّللَ ََلْ ي‬ َ‫اَّلل‬ ِ ‫ََِس‬ )۵٣( ‫يم‬ ٌ ٌ ‫يع َعل‬ Terjemahnya: Yang demikian itu karena sesungguhnya Allah tidak akan mengubah suatu nikmat yang telah diberikan-Nya kepada suatu kaum, hingga kaum itu mengubah apa yang ada pada diri mereka sendiri. Sungguh Allah Maha Mendengar, Maha Mengetahui.260 Ayat di atas, dapat dipahami bahwa Allah tidak akan mencabut rezeki seseorang selama dia terus mensyukurinya. Seorang penyair berkata, jika kamu dalam kenikmatan, jagalah kenikmatan tersebut atau akan hilang”. Bersyukurlah kepada Allah mampu menjaga keutuhan pemberian Allah. Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya h. 248. 260 M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? | 147 148 | M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? BAB IV ANALISIS PENDIDIKAN QALB DALAM AL-QUR’AN A. Bentuk Pendidikan Qalb dalam Al-Qur’an Untuk mengetahui beberapa hal penting yang berkaitan dengan bentuk pendidikan qalb dalam Al-Qur’an maka dapat dilihat pada uraian berikut ini: 1. Mendidik qalb mengenal (makrifah) Allah swt. Pada saat ini, manusia mengerahkan segala kemampuannya untuk mengenali bagian-bagian alam. Adapun untuk Pencipta alam ini, mereka tak mengerahkan kemampuan apapun untuk mengenaliNya, bahkan dia tak pernah terlintas di hati kecil (pikiran) mereka. Keadaan lahiriah ahli makrifah digambarkan Allah dalam Q.S. alMā’idah/5: 83. ِ ‫ تَ رى أَ ْعي ن هم تَِف‬... )۸٣( ... ‫َّم ِع ِِمَّا َع َرفُوا ِم ْن ا ْْلَ ِِق‬ ْ ‫يض م ْن الد‬ ُ ْ ُ َُ َ Terjemahnya: … kamu lihat mata mereka mencucurkan air mata disebabkan kebenaran yang telah mereka ketahui (dari kitab-kitab mereka sendiri) ….261 Siapa yang mengenal Allah maka hatinya pasti akan lunak dan lembut, dan siapa yang jahil terhadap-Nya maka akan keras hatinya. Semakin jahil seseorang tentang Allah, akan semakin berani melanggar batasan-Nya dan semakin berpikir tentang Allah maka semakin sadar akan kebesaran Allah, keluasan nikmat serta kekuasaan-Nya. Ibnu Qudamah, menjelaskan bahwa para orang tua hendaknya mendidik putra-putrinya untuk mengenal Allah swt. orang yang mengetahui segala sesuatu tetapi tidak mengenal Allah, seakanakan dia tidak mengetahui sesuatupun. Tanda makrifah adalah cinta, Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya h. 161. 261 M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? | 149 dan siapa yang mengetahui Allah tentu mencintainya. Adapun tanda cinta adalah tidak mementingkan sesuatu dari sekian banyak hal yang dicintainya dari pada Allah. 262 Adapun dalil yang mendasari tentang pendidikan qalb ini yaitu firman Allah dalam Q.S. Muhammad/47: 19. ِ َ‫ّي والْم ْؤِمن‬ ِ ِ ‫ك ولِل‬ ِ ِ ِ ْ ‫اَّللُ و‬ َّ ‫ات َو‬ ‫اَّللُ يَ ْعلَ ُم ُمتَ َقلَّبَ ُك ْم‬ ُ َ َ ‫ْم ْؤمن‬ ُ َ َ ‫استَ ْغف ْر ل َذنْب‬ َ َّ َّ‫فَا ْعلَ ْم أَنَّهُ َل إِلَهَ إَِل‬ )۱۹( ‫َوَمثْ َوا ُك ْم‬ Terjemahnya: Maka ketahuilah, bahwa tidak ada tuhan (yang patut disembah) selain Allah, dan mohonlah ampunan atas dosamu dan atas (dosa) orang-orang mukmin, laki-laki dan perempuan. Dan Allah mengetahui tempat usaha dan tempat tinggalmu.263 Ayat di atas menunjukkan bahwa salah satu hal yang paling penting untuk diprioritaskan oleh seorang pendidik ataupun orang tua, khususnya dalam proses pendidikan anak-anaknya yaitu terlebih dahulu memperkenalkan tentang Allah (makrifatullah). Dalam upaya mendidik anak, khususnya pengenalan terhadap Allah swt., seorang pendidik/orangtua dapat menggunakan metode penyampaian dalam bentuk kisah dalam pembelajarannya. Dalam ajaran Islam, metode penyampaian dalam bentuk kisah, sering digunakan Allah swt. ketika menyampaikan wahyu-Nya kepada Rasulullah saw. sebagaimana firman Allah yang terdapat dalam Q.S. Yusuf/12: 3. ِ ‫ص‬ ‫نت ِم ْن قَ ْبلِ ِه لَ ِم ْن‬ ُّ ‫ََْن ُن نَ ُق‬ َ ‫ص ِِبَا أ َْو َح ْي نَا إِلَْي‬ َ ‫ص َعلَْي‬ َ ‫ك َه َذا الْ ُق ْرآ َن َوإِ ْن ُك‬ ْ‫كأ‬ َ ‫َح َس َن الْ َق‬ ِِ )٣( ‫ّي‬ َ ‫الْغَافل‬ 262 Syeikh Ahmad bin Abdurrahman bin Qudamah al-Maqdisi, Mukhtasar Minhāj al-Qāsidin, terj. Kathur Suhardi, Minhajul Qasidin Jalan Orang-orang yang Mendapat Petunjuk (Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 1997), h. 193-195. Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya h. 732-733. 263 150 | M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? Terjemahnya: Kami menceritakan kepadamu (Muhammad) kisah yang paling baik dengan mewahyukan Al-Qur’an ini kepadamu, dan sesungguhnya engkau sebelum itu termasuk orang yang tidak mengetahui.264 Dalam ayat tersebut menggambarkan bahwa metode kisah banyak digunakan dalam Al-Qur’an sebagai cara menjelaskan keadaan umat sebelum Al-Qur’an diturunkan. Melalui metode kisah ini, peserta didik/anak-anak di rumah dapat dididik untuk mengenal Allah swt. melalui pendekatan religius.265 Misalnya; mengajarkan kepada mereka bahwa alam semesta beserta isinya yang menciptakan dan mengaturnya adalah Allah swt., pergantian siang dan malam diatur pula oleh Allah, kehidupan dan kematian yang menentukan hanyalah Allah, dan beberapa contoh lainnya. Kesemua ini merupakan bentuk pengetahuan yang dapat diajarkan kepada peserta didik di sekolah dan anak-anak di rumah, dalam rangka sebagai upaya pengenalan kepada sang Penciptanya. 2. Mengajarkan Kalimat Tauhid Mengajarkan kalimat tauhid termasuk perkara penting dalam pembentukan kesucian jiwa seseorang, terutama kepada peserta didik di sekolah. Hal ini sebagaimana pernah dilakukan oleh Rasulullah saw. yang memerintahkan kepada sekelompok anak untuk mengucapkan secara berulang kali firman Allah yang terdapat dalam Q.S. al-Isra’/17: 111. Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya h. 317. 264 265 Pendekatan religius menitikberatkan kepada pandangan bahwa manusia adalah makhluk yang berjiwa agama, dan memiliki bakat untuk mengaplikasikan nilainilai yang terkandung di dalam agama tersebut. Lihat M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam; Suatu Tinjauan Teoretis dan Praktis Berdasarkan Pendekatan Interdisipliner (Cet. 2; Jakarta: Bumi Aksara, 1993), h. 116-117. M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? | 151 َِِّ ‫وقُل ا ْْلم ُد‬ ِ ‫َّلل الَّ ِذي ََل ي ت‬ ِ ‫يك ِِف الْمل‬ ‫ْك َوََلْ يَ ُك ْن لَهُ َوَِلٌّ ِم ْن‬ ٌ ‫َّخ ْذ َولَداً َوََلْ يَ ُك ْن لَهُ َش ِر‬ َْ ْ َ َْ ُ ُّ )۱۱۱( ً‫الذ ِِل َوَكِِ ْْبهُ تَ ْكبِريا‬ Terjemahnya: Dan katakanlah, “Seagala puji bagi Allah yang tidak mempunyai anak dan tidak (pula) mempunyai sekutu dalam kerajaan-Nya dan Dia tidak memerlukan penolong dari kehinaan dan agungkanlah Dia seagung-agungnya.266 Ayat di atas menunjukkan kalimat tauhid yang sangat penting untuk diperkenalkan kepada anak-anak di rumah ataupun peserta didik di sekolah. Kalimat ini, Rasulullah ajarkan yang menurut riwayat berulang-ulang sampai tujuh kali. Mengajarkan kalimat tauhid hendaklah dijadikan sebagai aktivitas pembelajaran atau pengenalan pertama kepada anak-anak khususnya ketika mereka telah berumur usia sekolah dasar/sekolah menengah pertama. Sekalipun dalam praktiknya kalimat tersebut belum dimengerti maksudnya, tetapi dengan membiasakan mereka untuk mengucapkannya setiap waktu kalimat itu maka akan terekam dari hati dan pikirannya. Dengan metode perulangan dalam mengucapkan kalimat tauhid ini, anak memiliki sifat refleks dalam mengucapkannya sehingga kelak akan mempengaruhi pembentukan pemikiran dan jiwanya. Hal di atas senada dengan statemen yang dikemukakan Humaidi Ilyas dalam praktik Nabi mendidik anak menjelaskan; kalimat-kalimat secara refleks diucapkan oleh anak-anak sejak masa kecilnya, akan berpengaruh terhadap perkembangan pikiran dan jiwanya setelah dewasa. Jika anak telah akrab dengan kalimat tauhid, kelak mereka mudah menghayati maksud dan makna kalimat tersebut. Penghayatan yang tumbuh di kemudian hari akan sangat Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya h. 400. 266 152 | M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? membantu pola pikir dan perkembangan mentalnya dalam menghayati agamanya.267 Berdasarkan uraian di atas dapat dipahami bahwa salah satu hal penting untuk diprioritaskan para pendidik di sekolah, khususnya guru mata pelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) adalah materi pembelajaran yang di dalamnya bernuansa tauhid. Hal demikian didasari oleh sebuah asumsi bahwa Rasulullah saw. secara amalan maupun kegiatan pembelajaran telah menerapkannya. Dari segi amalan Rasulullah Muhammad saw. senantiasa mendakwahkannya terkhusus ketika masih berada di Mekah (sebelum hijrah) agar hanya beribadah kepada Allah swt. saja. Sedangkan dalam kegiatan pembelajaran seperti yang disebutkan dalam sebuah hadis yang bersumber dari sahabat Anas ibn Malik dan diriwayatkan di dalam alsahīhain bahwa Rasulullah saw. ketika mengutus Muaz bin Jabal ke Yaman, dia memerintahkan untuk pertama kali didakwahkan adalah persaksian bahwa tidak ada tuhan yang berhak disembah melainkan Allah saja.268 Riwayat ini menunjukkan tentang urgensi penanaman ilmu tauhid kepada sang anak atau peserta didik di sekolah. Adapun pembelajaran ilmu tauhid untuk usia sekolah dasar/sekolah menengah pertama sebagaimana Humaidi Ilyas mengatakan bahwa hal itu dapat dilakukan dengan nyanyian atau nada biasa. 269 Oleh karena itu supaya peserta didik di sekolah atau anak di rumah lebih 267 Humaidi Ilyas, Praktik Nabi Mendidik Anak Melandasi Akidah dan Akhlaknya, Membangun Jasmaninya, Mencerdaskan Emosi dan Intelegensinya (Cet. 1; Yogyakarta: Hidayah Ilahi, 2003), h. 26. 268 Hadis sahih yang diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari, Muslim, Abu Daud, al-Tirmizi, semuanya bersumber dari hadis Abdullah ibn Abbas. Dikutip oleh Muhammad Nashiruddin al-Bani, al-Tauhīd Awwalan ya Duah al-Islām (Riyadh: Dār al-Fadhilah, 1420 H), h. 12. 269 Humaidi Ilyas, Praktik Nabi Mendidik Anak Melandasi Akidah dan Akhlaknya, Membangun Jasmaninya, Mencerdaskan Emosi dan Intelegensinya h. 26. M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? | 153 mudah meniru kalimat-kalimat ini maka para orang tua/pendidik boleh menggunakan nada-nada tertentu, sehingga anak tertarik untuk selalu mengucapkannya. Berdasarkan penjelasan di atas, penulis berasumsi bahwa salah satu metode yang dapat digunakan dalam mengajarkan kalimat tauhid kepada peserta didik/anak-anak di rumah yaitu dengan menggunakan metode drill (latihan). Metode drill menurut Zakiah Daradjat dalam Metodologi Pengajaran Agama Islam adalah proses pembelajaran dalam bentuk pentransferan suatu ilmu kepada seseorang melalui latihan-latihan yang dilakukan secara intensif oleh peserta ajar, sehingga dengan cara itu menimbulkan kebiasaankebiasaan tertentu dalam memahami materi yang diajarkan oleh pengajar.270 Dalam aplikasinya, metode yang dikemukakan di atas lebih banyak melibatkan keaktifan peserta didik dalam proses belajarnya. Khusus pada materi Pendidikan Agama Islam seperti pengajaran keimanan, pengenalan kalimat tauhid, dan beberapa materi lainnya maka metode ini sangat sesuai dan dominan dengan seluruh materi ajar. Hal ini disebabkan karena mengingat bidang studi Pendidikan Agama Islam lebih banyak bersentuhan dengan masalah keimanan yang mengarah kepada perubahan sikap dan tingkah laku dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Sedangkan pendekatan yang dapat digunakan dalam penerapan metode ini yaitu dengan pendekatan pembiasaan. Abdurrahman al-Nahlawi dalam Uşūl alTarbiyyah al-Islāmiyyah wa Asālibuhā, mendefinisikan pendekatan pembiasaan sebagai bentuk pemberian kesempatan kepada peserta didik untuk membiasakan bersikap dan berperilaku yang terpuji 270 Zakiah Daradjat, Metodologi Pengajaran Agama Islam (Jakarta: Bumi Aksara, 2001, h. 12. 154 | M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? sesuai dengan ajaran agama Islam dan budaya bangsa ini. 271 Pendekatan pembiasaan yang dimaksudkan di sini adalah membiasakan peserta didik atau anak-anak di rumah untuk mengucapkan kalimat syahādatain (persaksian bahwa tiada tuhan yang berhak disembah selain Allah dan Muhammad saw. adalah utusan Allah). Hal ini dimaksudkan sebagai bentuk pembiasaan mereka pada masa kecilnya, sebagaimana yang dijelaskan oleh Humaidi Ilyas bahwa kalimat-kalimat yang secara refleks diucapkan anak-anak sejak masa kecilnya akan berpengaruh terhadap perkembangan pikiran dan jiwanya setelah dewasa. 3. Menumbuhkan jiwa kehambaan Tujuan pokok dalam mendidik anak adalah untuk menumbuhkan dan membangkitkan jiwa kehambaan dalam dirinya. merupakan nikmat Allah mereka diciptakan dalam keadaan fitrah Islam sehingga yang dibutuhkan adalah menjaga, membina, mengontrol, dan memperlihatkan jiwa mereka agar tidak menyimpang dari koridor fitrah yang telah ditetapkan atasnya. Olehnya itu, landasan utama dalam pendidikan anak terutama ketika mereka masih di usia sekolah dasar atau sekolah menengah pertama adalah senantiasa menanamkan nilai-nilai ‘ubudiyah (peribadatan) kepada Allah swt. dalam hati dan jiwanya. Sebagaimana yang diketengahkan oleh Humaidi Ilyas bahwa pengetahuan ‘ubudiyah yang direkam oleh anak-anak pada usia sekolah dapat mempengaruhi alam bawah sadarnya, sehingga ketika menghadapi persoalan hidup yang sulit hal ini akan muncul untuk mengendalikan alam bawah sadarnya. Seandainya kelak mereka terjerumus dalam perbuatan Abdurrahman al-Nahlawi, Uşūl al-Tarbiyyah al-Islāmiyyah wa Asālibuhā, terj. Herry Noer Ali, Prinsip-prinsip dan Metode Pendidikan Islam dalam Keluarga, di Sekolah, dan Masyarakat (Cet. 3; Bandung: Diponegoro, 1996), h. 349-350. 271 M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? | 155 dosa, suatu ketika dapat kembali ke jalan Allah disebabkan karena penghayatan agama yang pernah dialaminya pada masa kecil.272 Metode pembelajaran yang dapat dimanfaatkan dalam mewujudkan tujuan di atas yaitu dengan menggunakan metode ceramah dan tanya jawab tentang berbagai pengetahuan yang dapat membangkitkan jiwa kehambaan dalam diri mereka. Alasan pemilihan metode ini seperti yang dijelaskan oleh Mappanganro dalam Implementasi Pendidikan Islam di Sekolah bahwa metode tanya jawab adalah suatu cara dalam proses pembelajaran yang melibatkan seluruh komponen belajar untuk berperan aktif antara yang membelajarkan dan yang dibelajarkan. 273 Dalam proses pembelajaran metode ini sangat urgen untuk membuka sekat antara pendidik dan peserta didik, dimana hubungan emosional lebih terjalin akrab karena komunikasi lisan atau tulisan sebagai perantara utama dalam mendidik dan menumbuhkan jiwa kehambaan seorang peserta didik dapat terlaksana. Adapun pendekatan dalam menerapkan metode pembelajaran ini, yaitu menggunakan Abdurrahman al-Nahlawi, pendekatan pendekatan pengalaman. pengalaman Menurut adalah pendekatan yang memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mempraktikkan atau merasakan hasil-hasil ibadah dan akhlak dalam menghadapi tugas-tugas masalah kehidupannya. 274 Maksudnya pendekatan pengalaman dapat diterapkan oleh para pendidik/orang tua dalam menumbuhkan jiwa kehambaan peserta didiknya melalui beragam praktik ibadah, seperti salat, puasa, infak, membaca Al272 Humaidi Ilyas, Praktik Nabi Mendidik Anak Melandasi Akidah dan Akhlaknya, Membangun Jasmaninya, Mencerdaskan Emosi dan Intelegensinya. h. 33. 273 Mappanganro, Implementasi Pendidikan Islam di Sekolah (Ujungpandang: Yayasan al-Ahkam, 1996), h. 5. 274 Abdurrahman al-Nahlawi, h. 350-351. 156 | M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? Qur’an, tolong menolong membutuhkannya, dan kepada beragam sesama ibadah manusia yang lainnya yang dapat diaplikasikan langsung oleh peserta didik/anak di sekolah maupun di rumah sebagai upaya untuk menumbuhkan dan menanamkan jiwa kehambaan dalam diri mereka sejak dini. Sehubungan dengan hal di atas, dapat dilihat Q.S. Fatir/35: 32. ِ َّ ‫ْكت‬ ِ ِ ‫اصطََف ْي نَا ِمن ِعب‬ ِ َ‫اد ََن فَ ِم ْن ُهم ظَ ِاَل لِنَ ْف ِس ِه وِم ْن ُهم م ْقت‬ ‫ص ٌد َوِم ْن ُه ْم‬ ْ ‫ين‬ ٌ ْ َ ْ َ َ ‫ُُثَّ أ َْوَرثْ نَا ال‬ ُ ْ َ َ ‫اب الذ‬ َِّ ‫ت ِبِِ ْذ ِن‬ ِ ‫سابِ ٌق ِِب ِْلَْريا‬ )٣۲( ُ‫ض ُل الْ َكبِري‬ ْ ‫ك ُه َو الْ َف‬ َ ِ‫اَّلل ذَل‬ َ َ Terjemahnya: Kemudian kitab itu Kami wariskan kepada orang-orang yang Kami pilih di antara hamba-hamba Kami, lalu di antara mereka ada yang menzalimi diri sendiri, ada yang pertengahan dan ada pula yang lebih dahulu berbuat kebaikan (ihsan) dengan izin Allah. Yang demikian itu adalah karunia yang besar.275 Berdasarkan ayat di atas, dapat dipahami bahwa orang yang menganiaya dirinya sendiri adalah orang yang lebih banyak kesalahannya dari pada kebaikannya; orang yang pertengahan adalah orang yang antara kebaikan dengan kejelekannya berbanding; dan orang-orang yang lebih dahulu berbuat kebaikan adalah orang yang kebaikannya amat banyak dan jarang melakukan kesalahan. 4. Menanamkan kecintaan kepada Allah dan Rasul-Nya Para pendidik seyogyanya menanamkan dalam jiwa sang anak mereka rasa pengagungan dan kecintaan kepada Allah dan Rasul-Nya. Peringatkan mereka dari berbagai kekeliruan dalam hal akidah, jangan sampai mereka terjerumus di dalamnya. Biasakan pula agar mereka terbiasa melakukan amar makruf dan nahi munkar. Bagaimana Rasulullah saw. menanamkan rasa cinta kepada Allah dan Rasul-Nya pada diri anak-anak? Sahabat Anas r.a. menerangkan Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya h. 621. 275 M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? | 157 pengalamannya ketika menjadi pelayan Rasulullah saw. selama 10 tahun, yaitu: a. Rasulullah saw. tidak pernah memarahinya walaupun dia melakukan kesalahan dalam melayaninya. Apabila ada pelayan yang berbuat salah kepadanya, Rasulullah hanya menasihatinya dan memaafkan kesalahannya. b. Apabila seorang pelayan menghidangkan makanan kepada Rasulullah, pelayan tersebut diberi bagian dari makanan yang dihidangkan atau diajak makan bersama. c. Rasulullah tidak memarahi Anas yang menggodanya ketika salat. Yaitu ketika Rasulullah bangun salat lail, sedangkan saat itu Anas bermalam di rumahnya, Anas ikut salat bersamanya. Ia lalu berdiri di sebelah kiri Rasulullah, tetapi ia dipindahkannya oleh Rasulullah ke sebelah kanannya. Anas kembali lagi ke kiri dan kemudian dipindahkan lagi oleh Rasulullah ke sebelah kanannya. d. Rasulullah senantiasa memperlakukan anak dengan lemah lembut, dan melayani mereka untuk bermain. Hal ini tidak hanya dialami oleh sahabat Anas, tetapi juga oleh anak-anak lainnya. e. Apabila Rasulullah bertemu dengan anak-anak di tengah jalan, Rasulullah mendahului untuk memberi salam kepada-Nya.276 Akhlak dan perilaku Rasulullah saw. seperti diutarakan di atas, sangat berkesan bagi mereka dan membuatnya untuk mencintainya. Dengan cara tersebut, Rasulullah juga menanamkan rasa cinta kepada Allah pada diri anak-anak. Rasulullah selalu menjelaskan kepada mereka tentang sifat kasih sayang Allah, sehingga dia menganjurkan agar yang tua mengasihi yang muda dan yang muda menghormati yang tua karena Allah juga Maha Penyayang. Berdasarkan asumsi di atas, seyogyanya para pendidik atau orangtua dapat membina dan mendidik anak-anaknya untuk mencintai Allah dengan menerangkan secara sederhana tentang sifat276 Humaidi Ilyas, Praktik Nabi Mendidik Anak Melandasi Akidah dan Akhlaknya, Membangun Jasmaninya, Mencerdaskan Emosi dan Intelegensinya. h. 40. 158 | M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? sifat Allah, seperti; Allah Maha Belaskasih, Allah Maha Pemberi rezeki kepada semua manusia, Allah mencintai perbuatan yang baik dan membenci perbuatan yang buruk, Allah memberi pahala dan memberi balasan kepada orang yang berbuat baik, dan Allah selalu memenuhi kebutuhan manusia dan menolongnya selama manusia mau membantu dan menolong orang lain. Dalam aplikasinya, para orangtua/pendidik dapat menggunakan metode ceramah dan tanya jawab kepada sang anak tersebut untuk menanamkan rasa kecintaan kepada Allah swt. sedangkan pendekatan yang relevan dengan metode ini adalah pendekatan emosional. Abdurrahman al-Nahlawi menjelaskan bahwa pendekatan ini adalah suatu upaya untuk menggugah perasaan dan emosi peserta didik semakin bertambah kuat keyakinannya akan kebesaran Allah swt. dan kebenaran ajaran agamanya. 277 Melalui pendekatan ini, seorang pendidik/orangtua dapat pula menanamkan dan menumbuhkan rasa kecintaan peserta didiknya kepada Allah swt. Misalnya; kecintaannya untuk selalu beribadah kepada Allah, kecintaannya untuk meninggalkan segala bentuk larangan-larangan Allah, kecintaannya untuk selalu membaca dan berusaha memahami ayat-ayat suci-Nya, dan segala bentuk kecintaan lain yang dapat ditanamkan kepada mereka supaya kondisi kejiwaan mereka selalu bersih dan suci. Salah satu bentuk kecintaan kepada Allah swt. adalah bersabar terhadap hal-hal yang dibenci. Sabar adalah sikap yang harus dimiliki hamba ketika mencintai Allah dan tuntutan yang harus dipikul para pencinta. Karena hamba lebih membutuhkan sikap ini ketimbang yang lain. Oleh karena itu orang yang paling besar cintanya kepada Allah swt. adalah orang yang paling mampu bersabar. Inilah yang Allah gambarkan dan 277 Abdurrahman al-Nahlawi, h. 352. M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? | 159 memerintahkan kepada makhluk yang mencintai-Nya dengan kesabaran. Dan Dia memberitahukan bahwa sabar tidak ada melainkan karena Allah. Maka bersabar karena-Nya. Q.S. al-Nahl/16: 127. َِّ ‫واصِْب وما ص ْْب َك إَِلَّ ِِب‬ )۱۲۷( ‫ض ْي ٍق ِِمَّا ميَْ ُك ُرو َن‬ ُ َ‫َّلل َوَل ََْت َز ْن َعلَْي ِه ْم َوَل ت‬ َ ‫ك ِِف‬ ُ َ ََ ْ ْ َ Terjemahnya: Dan bersabarlah (Muhammad) dan kesabaranmu itu sematamata dengan pertolongan Allah dan janganlah engkau bersedih hati terhadap (kekafiran) mereka dan jangan (pula) bersempit dada terhadap tipu daya yang mereka rencanakan. 278 Dengan kekuatan bersabar dari suatu yang dibenci dalam memenuhi sang kekasih, akan diketahui kebenaran mahabbah. Hal ini diketahui bahwa mahabbah sebahagian besar orang adalah dusta, karena mereka mengaku mencintai Allah swt. tetapi begitu diuji dengan yang dibenci, mereka terlepas dari hakikat mahabbah, dan tidak ada yang tegar melainkan orang-orang yang sabar. Kesabaran termasuk akhlak Islam yang utama dan wajib. Dalam struktur keimanan, kesabaran adalah kepalanya. Kesabaran tidak mudah dilakukan. Hanya orang-orang yang mendapat karunia dan rahmat Allah yang mampu bersabar. 5. Mengimplementasikan nilai-nilai rukun Islam Rukun Islam yang lima itu terkandung konsep pensucian jiwa (tazkiyyah al-nafs atau tarbiyyah al-qulūb). Pada rukun Islam yang pertama adalah mengikrarkan kalimat syahādatain, yaitu persaksian bahwa tiada tuhan yang berhak disembah selain Allah, dan persaksian bahwa Nabi Muhammad saw. adalah utusan Allah. kedua kalimat ini mengandung makna bahwa manusia selama hidupnya hanya tunduk pada aturan Allah dan Rasul-Nya sudah dapat dipastikan menjadi orang yang berjiwa bersih dan suci. Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya h. 383. 278 160 | M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? Dalam aplikasinya, seorang pendidik hendaknya menyampaikan kisah-kisah yang bertemakan tauhid (persaksian bahwa tiada tuhan yang berhak disembah selain Allah) karena dengan kisah-kisah seperti ini akan menanamkan semangat keimanan kepada Allah, hingga berakar pada jiwa anak-anak sejak kecilnya.279 Akan tetapi dalam penyampaian kisah-kisah tersebut para pendidik hendaknya bersifat selektif dalam mengisahkan kisah-kisah masa lalu, sehingga dapat membedakan mana kisah yang bernuansa tauhid dan mana kisah yang berbau kesyirikan. Sebuah contoh yang dapat dikemukakan yaitu cerita Nyi Roro Kidul yang sangat populer di kalangan masyarakat Jawa. Kisah seperti ini sama sekali jauh dari ajaran tauhid, bahkan dikhawatirkan dapat merusak jiwa sang anak karena membuat mereka percaya kepada hal-hal yang tidak masuk akal dan tidak konkret dalam kehidupan sehari-hari. Selanjutnya, rukun Islam kedua adalah mengerjakan salat lima waktu yang akan mengarahkan pelakunya terhindar dari perbuatan keji dan munkar. Sebagaimana ditegaskan oleh Allah swt. dalam Q.S. al-Ankabūt/29: 45. Terjemahnya: ِ )٤۵( ...‫ْم ْن َك ِر‬ َّ ‫ إِ َّن ال‬... ُ ‫صَل َة تَ ْن َهى َع ْن الْ َف ْح َشاء َوال‬ … sesungguhnya salat mencegah dari (perbuatan) keji dan munkar …280 Para orangtua harus benar-benar mengerti dan menguasai seluk beluk tentang tata cara, bacaan, dan ketentuan-ketentuan salat dengan benar. Sehubungan dengan statemen ini, Humaidi Ilyas menjelaskan pula bahwa orangtua tidak boleh menganggap remeh pengajaran salat kepada putra-putrinya karena Rasulullah saw. 279 Humaidi Ilyas, Praktik Nabi Mendidik Anak Melandasi Akidah dan Akhlaknya, Membangun Jasmaninya, Mencerdaskan Emosi dan Intelegensinya. h. 32. Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya h. 566. 280 M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? | 161 sendiri dalam aplikasinya turun tangan mengajarkan salat kepada mereka.281 Oleh karena itu, para orang tua tidak lalai apalagi tidak mempedulikan pentingnya anak-anak mendapatkan pengajaran, bimbingan, dan latihan salat secara benar seperti yang digariskan oleh Rasulullah saw. Rukun Islam ketiga yaitu zakat juga mengandung konsep tazkiyah al-nafs atau tarbiyyah al-qulūb, hal ini dimaksudkan agar orang yang melaksanakannya dapat membersihkan dirinya dari sifat kikir, mementingkan diri sendiri (egois), dan membersihkan hartanya dari hak orang lain yaitu hak fakir miskin dan selainnya. Sebagai bentuk aplikasinya, para orang tua hendaknya menanamkan kesadaran pada anak-anaknya tentang kewajiban membayar zakat bagi orang yang memiliki harta atau emas yang dimiliki olehnya. Dengan praktik langsung yang ditunjukkan oleh orangtua di hadapan anak-anaknya ketika membayar zakat atau perhiasan emas yang dimilikinya, pada diri anak tersebut tertanam kesadaran bahwa setiap orang muslim yang memiliki harta wajib hukumnya mengeluarkan zakat.282 Firman Allah yang berkaitan dengan zakat, dapat dilihat pada Q.S. al-Taubah/9: 103. ِ ِِ ِ ِ َّ ‫ك َس َك ٌن ََلُ ْم َو‬ َ َ‫صَلت‬ َ ‫ص َدقَةً تُطَ ِِه ُرُه ْم َوتُ َزِكي ِه ْم ِبَا َو‬ َ ‫ص ِِل َعلَْي ِه ْم إِ َّن‬ ُ‫اَّلل‬ َ ‫ُخ ْذ م ْن أ َْم َواَل ْم‬ ِ ‫ََِس‬ )۱۰٣( ‫يم‬ ٌ ٌ ‫يع َعل‬ Terjemahnya: Ambillah zakat dari harta mereka, guna membersihkan dan menyucikan mereka, dan berdoalah untuk mereka, sesungguhnya 281 Humaidi Ilyas, Praktik Nabi Mendidik Anak Melandasi Akidah dan Akhlaknya, Membangun Jasmaninya, Mencerdaskan Emosi dan Intelegensinya. h. 82. 282 Humaidi Ilyas, Praktik Nabi Mendidik Anak Melandasi Akidah dan Akhlaknya, Membangun Jasmaninya, Mencerdaskan Emosi dan Intelegensinya h. 82. 162 | M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? doamu itu (menumbuhkan) ketentraman jiwa bagi mereka. Allah Maha Mendengar, Maha Mengetahui.283 Dengan demikian, anak-anak yang memperoleh didikan dari orang tuanya untuk mengeluarkan zakat pada setiap tahun atas harta kekayaan yang dimiliki orang tua maka akan bersedia mengeluarkan zakat dari hartanya kelak setelah dewasa, karena telah terbiasa mengalami dan menyaksikan hal tersebut sejak kecilnya. Selain itu, Islam mengajarkan ibadah puasa sebagai rukun Islam keempat. Dalam ibadah puasa seorang bukan hanya dituntut sekadar menahan diri dari makan dan minum dalam waktu yang terbatas, tetapi lebih dari itu merupakan ajang latihan bagi manusia untuk menahan diri dari perkataan-perkataan kotor dan keinginan melakukan perbuatan yang keji. Puasa yang diperintahkan oleh Allah swt. adalah menahan jiwa dari perbuatan maksiat dan menghalanginya dari dominasi nafsu dan syahwat. Sedangkan orang yang berpuasa tetapi tidak meninggalkan hal-hal yang haram dan tidak menjauhkan diri dari kemunkaran, tetap berbuat maksiat, tidak peduli terhadap kehormatan bulan Ramadan, serta puasanya tidak mengubah tingkah laku dan perbuatannya sedikitpun, puasanya hanyalah sebatas tradisi dan kebiasaan saja.284 Dalam konsep pendidikan Islam, para orang tua dapat melatih anak-anaknya untuk berpuasa. Allah mewajibkan berpuasa kepada umat manusia, dan menjadikannya sebagai salah satu rukun Islam. Ibadah puasa juga diwajibkan kepada umat sebelumnya. Dalil yang memastikan urgensi ibadah puasa yang mulia adalah Q.S. al-Baqarah/2: 183. Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya h. 273. 283 284 Anas Ahmad Karson, Tazkiyatun Nafs Gelombang Energi Penyucian Jiwa Menurut Al-Qur’an dan as-Sunnah di Atas Manhaj Salafus Shalih (Cet. 1; Jakarta: Akbar Media, 2010), h. 102. M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? | 163 ِ َّ ِ َّ ِ ِ ِ )۱۲۸( ‫ين ِم ْن قَ ْبلِ ُك ْم ل ََعلَّ ُك ْم تَ تَّ ُقو َن‬ ِ ‫ب َعلَْي ُك ْم‬ ُ ‫الصَي‬ َ ‫ين‬ َ ‫آمنُوا ُكت‬ َ ‫ََّي أَيُّ َها الذ‬ َ ‫ب َعلَى الذ‬ َ ‫ام َك َما ُكت‬ Terjemahnya: Wahai orang-orang yang beriman! Diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.285 Langkah yang harus ditempuh yaitu dengan mencontohi cara yang dilakukan oleh para sahabat dalam melatih anak-anaknya berpuasa, dan praktiknya dapat diterapkan di zaman ini maupun pada masa kapanpun. Di mana anak-anak mereka dilatih untuk berpuasa, dan jika mereka minta makan karena merasa lapar maka dia mengalihkan perhatiannya dengan mengajak bermain-main atau pergi mencari hiburan. Dengan metode ini anak-anak lupa akan rasa laparnya, dan puasanya dapat bertahan sampai tiba waktu berbuka.286 Melihat metode pendidikan di atas, seperti yang diterapkan para sahabat tentu memerlukan kesungguhan orang tua dalam menanamkan ketaatan beribadah pada anak-anaknya. Hal ini pasti menuntut semangat yang tinggi dari para orang tua dan pendidik untuk dapat menanamkan pemahaman agama kepada putra-putrinya. Orang tua tidak hanya melakukannya dengan omongan saja kepada anak-anak agar berlatih berpuasa, sebab mereka akan sulit mengikuti omongan tanpa diberi latihan praktik. Jadi orang tua harus langsung mengawasi anak-anaknya menjalani latihan berpuasa sehingga dapat menjaga anaknya agar tidak membatalkan puasanya sebelum tiba waktu berbuka. Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya h. 35. 285 286 Humaidi Ilyas, Praktik Nabi Mendidik Anak Melandasi Akidah dan Akhlaknya, Membangun Jasmaninya, Mencerdaskan Emosi dan Intelegensinya h. 81. 164 | M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? Rukun Islam kelima adalah ibadah haji, haji adalah salah satu rukun Islam, berbeda dengan rukun Islam lainnya, ibadah haji ini merupakan ibadah hati (qalb), fisik, dan harta sekaligus. Haji hanya diwajibkan sekali seumur hidup bagi yang mampu dilaksanakan di tempat tertentu saja, yaitu di Baitullah dan tempat-tempat suci sekitarnya, tidak dapat dilaksanakan di tempat lain. Allah swt. berfirman dalam Q.S. Ali Imrān/3: 96-97. ِ ِِ ِ ِ ‫ضع لِلن‬ ِ ٍ ‫ات‬ ٌ ‫آَّي‬ ٌ َ‫ت بَيِِن‬ َ ‫َّاس لَلَّذي بِبَ َّكةَ ُمبَ َاركاً َو ُه ًدى لل َْعالَ ِم‬ َ ‫إِ َّن أ ََّو َل بَ ْيت ُو‬ َ ‫) فيه‬۹٦( ‫ّي‬ َِِّ‫آمناً و‬ ِ ‫م َقام إِب ر ِاهيم ومن د َخلَه َكا َن‬ ِ ‫َّاس ِح ُّج الْب ْي‬ ِ ‫َّلل َعلَى الن‬ ً‫اع إِلَْي ِه َسبِيَل‬ َ َ‫استَط‬ ُ َ ْ ََ َ َْ ُ َ ْ ‫ت َم ْن‬ َ َ َّ ‫َوَم ْن َك َف َر فَِإ َّن‬ )۹۷( ‫ّي‬ ٌّ ِ َ‫اَّللَ غ‬ َ ‫ِن َع ْن ال َْعالَ ِم‬ Terjemahnya: Sesungguhnya rumah (ibadah) pertama yang dibangun untuk manusia ialah (Baitullah) yang di Bakkah (Mekah) yang diberkahi dan menjadi petunjuk bagi seluruh alam. Di sana terdapat tanda-tanda yang jelas (di antaranya) maqam Ibrahim. Barang siapa memasukinya (Baitullah) yaitu bagi orang-orang yang mampu mengadakan perjalanan ke sana. Barang siapa mengingkari (kewajiban) haji maka ketahuilah bahwa Allah Mahakaya (tidak memerlukan sesuatu) dari seluruh alam.287 Ibadah haji yang cakupan maknanya lebih luas lagi dibandingkan dengan pembinaan konsep pensucian hati yang terkandung pada rukun Islam lainnya. Hal ini dapat dipahami karena ibadah haji dalam Islam bersifat komprehensif yang menuntut persyaratan banyak, yaitu di samping menguasai ilmunya, sehat pisik, kemauan keras, sabar dalam menunaikannya, juga tidak berkata kotor (al-rafs), tidak berbuat fasik, dan tidak berbantah-bantahan (aljidāl) pada saat menjalankan ibadah haji dan sepulangnya ke tanah air. Praktik yang dilakukan oleh Rasulullah dan beberapa orang sahabat yaitu mengajak anak-anak untuk pergi naik haji merupakan Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya h. 78. 287 M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? | 165 cara praktis melatih mereka melakukan ibadah haji, anak-anak tersebut tetap memperoleh pahala dari Allah, dan orang tuanya pun mendapat pahala karena membawa dan mendidik anak-anaknya untuk menunaikan ibadah haji.288 Cara praktis di atas, menurut hemat penulis dapat dilakukan oleh para orang tua muslim sepanjang zaman. Oleh karena itu di dalam melakukan ibadah-ibadah wajib, seperti salat, puasa, zakat dan haji, hendaknya orang tua dapat mengajak anaknya dan melatih bersama dirinya melakukan ibadah-ibadah tersebut. Dengan cara ini anak-anak akan memiliki pemahaman tentangnya, berdasarkan pada kebiasaan yang diajarkan oleh orang tuanya. Kebiasaan yang tertanam waktu kecil kelak akan menjadikan mereka untuk taat beribadah. Dengan asumsi ini maka implementasi nilai tazkiyah alnafs atau tarbiyyah al-qulūb dalam rukun Islam hendaknya lebih dioptimalkan oleh kedua orang tua dan para pendidik di sekolah, khususnya guru pada mata pelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI). Oleh karena itu dalam mengimplementasikan nilai-nilai rukun Islam pada peserta didik di sekolah ataupun anak-anak di rumah maka seorang pendidik/orang tua dapat menerapkan metode ceramah, metode drill, dan metode demonstrasi dalam pembelajarannya. Metode demonstrasi adalah metode pembelajaran yang dilakukan oleh guru dengan memperagakan alat peraga untuk memperjelas suatu pengertian atau untuk memperlihatkan bagaimana melakukan sesuatu kepada peserta didik.289 Dari definisi ini menggambarkan bahwa metode demonstrasi merupakan pembuktian terhadap materi pelajaran yang disampaikan oleh pendidik, dalam bentuk perbuatan 288 Humaidi Ilyas, Praktik Nabi Mendidik Anak Melandasi Akidah dan Akhlaknya, Membangun Jasmaninya, Mencerdaskan Emosi dan Intelegensinya. h. 85. 289 Zakiah Daradjat, h. 118. 166 | M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? atau sikap yang mudah diterima dan diaplikasikan oleh sang anak/peserta didik. Adapun pendekatan yang dapat mewujudkan metode-metode di atas seperti; pendekatan pembiasaan, yaitu memberi kesempatan kepada peserta didik untuk dapat mengamalkan ajaran agamanya baik secara individual maupun secara kelompok. Selanjutnya, pendekatan pengalaman yaitu dengan memberikan pengalaman keagamaan kepada peserta didik baik secara individual maupun secara kelompok dalam rangka penanaman nilai-nilai keagamaan, dan pendekatan rasional yaitu dengan usaha memberikan peranan rasio (akal) dalam memahami dan menerima kebenaran ajaran agamanya.290 Pendekatan ini dimaksudkan agar mereka semakin bertambah kuat keyakinan akan kebesaran Allah swt., dan supaya semakin yakin akan kebenaran agama yang dianutnya selama ini. 6. Memperhatikan bakat dan kemampuan anak Para pendidik atau orang tua hendaknya memperhatikan bakat, kemampuan dan perbedaan masing-masing anaknya, serta bersikap adil terhadap mereka. Sebagian para pendidik dan orangtua terkadang tidak memperhatikan hal tersebut pada peserta didik/anak-anaknya, sehingga bakat mereka sia-sia dan tidak tersalurkan dengan baik. Ada di antara anak yang kuat hapalannya, tetapi hanya diajarkan untuk menghapal nyanyian saja. Pada hal jika diajarkan dan dilatih untuk menghapal Al-Qur’an maka hal itu jauh lebih baik dan berguna baginya.291 Hal di atas menunjukkan bahwa orangtua harus terlebih dahulu dapat membaca Al-Qur’an dengan baik, sehingga dapat 290 Abdurrahman al-Nahlawi, h. 353. 291 Humaidi Ilyas, Praktik Nabi Mendidik Anak Melandasi Akidah dan Akhlaknya, Membangun Jasmaninya, Mencerdaskan Emosi dan Intelegensinya. h. 58. M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? | 167 mendidik anaknya. Orangtua yang dapat membaca Al-Qur’an, kemudian menyuruh anaknya membaca Al-Qur’an di hadapannya untuk mengecek kemampuan bacaannya. Dengan cara seperti ini orangtua dapat menguji hapalan anaknya, yaitu seberapa banyak ayat yang telah dihapalnya. Orangtua dapat mengajarkan kepada anakanaknya ayat-ayat pendek, kemudian diteruskan dengan surah-surah yang pendek pula. Oleh karena itu, sebagai orang tua harus selalu memperhatikan perkembangan bakat dan kemampuan anaknya terutama dalam hal membaca atau menghapal Al-Qur’an. Metode yang relevan dengan hal di atas yaitu dengan menggunakan metode latihan dan metode perintah untuk berbuat baik kepada peserta didik/anak-anak di rumah, sedangkan pendekatannya yaitu dengan menggunakan metode pendekatan keteladanan dalam proses pembelajaran Pendidikan Agama Islam menurut asumsi penulis mempunyai peranan penting di dalamnya. Karena bagaimana dapat diharapkan sang peserta didik/anak-anak menjadi manusia sempurna jika mereka mempunyai banyak kekurangan. Orangtua dan pendidik haruslah menjalankan sebuah prinsip yang mengatakan “ibda’ binafsik” (mulailah pada dirimu sendiri). Untuk dapat mengerjakan kebaikan pada anak, dan agar tidak terkena murka Allah swt. karena mengajarkan hal-hal yang ia sendiri tidak melakukannya. Secara tabi’i, anak akan meneladani dan mencontoh begitu saja orang tua dan gurunya sebagai pendidik. Agar dapat menjadi teladan, para pendidik/orangtua hendaknya mencontoh teladan utama lebih dahulu yakni Rasulullah saw. selanjutnya dia hendaknya mengarahkan peserta didiknya untuk beruswah langsung kepada Rasulullah, karena keteladanan Rasulullah memang benar-benar paripurna, dan tak kalah urgennya, para pendidik/orang tua 168 | M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? hendaknya memperhatikan bakat dan kemampuan peserta didiknya sebagaimana telah diutarakan sebelumnya. Al-Qur’an tidak hanya menyuruh kita untuk meneladani Rasulullah saw. tetapi juga kepada nabi sebelumnya. Tentang keteladanan Nabi Ibrahim dijelaskan dalam Al-Qur’an sebagaimana dalam Q.S. al-Mumtahanah/60: 4. ِ َّ ‫ت لَ ُكم أُسوةٌ حسنَةٌ ِِف إِب ر ِاه‬ ‫ين َم َعهُ إِ ْذ قَالُوا لِ َق ْوِم ِه ْم إِ ََّن بُ َرآءُ ِم ْن ُك ْم َوِِمَّا‬ َ ‫يم َوالذ‬ َ َْ َ َ َ ْ ْ ْ َ‫قَ ْد َكان‬ َِّ ‫ون‬ ِ ‫تَ ْعب ُدو َن ِمن ُد‬ ‫ضاءُ أَبَداً َح ََّّت تُ ْؤِمنُوا‬ َ ْ‫اَّلل َك َف ْرََن بِ ُك ْم َوبَ َدا بَ ْي نَ نَا َوبَ ْي نَ ُك ْم ال َْع َد َاوةُ َوالْبَ غ‬ ْ ُ ِ ِ ِ ِ َِّ ‫ك ِمن‬ ِ ِ ‫اَّلل ِم ْن َش ْي ٍء َربَّنَا‬ ُ ‫ك َوَما أ َْم ِل‬ َ َ‫َستَ غْ ِف َر َّن ل‬ ْ ‫يم ألَبِيه أل‬ ْ َ َ‫ك ل‬ َ ‫ِب ََّّلل َو ْح َدهُ إَلَّ قَ ْو َل إبْ َراه‬ ِ ‫ك الْم‬ )٤( ‫صري‬ َ ‫ك تَ َوَّكلْنَا َوإِلَْي‬ َ ‫َعلَْي‬ َ َ ‫ك أَنَ ْب نَا َوإِلَْي‬ Terjemahnya: Sungguh, telah ada suri teladan yang baik bagimu pada Ibrahim dan orang-orang yang bersama dengannya ketika mereka berkata kepada kaumnya. Sesungguhnya kami berlepas diri dari kamu, dan dari apa yang kamu sembah selain Allah, kami mengingkari (kekafiran)mu dan telah nyata antara kami dan kamu ada permusuhan dan kebencian buat selama-lamanya sampai kamu beriman kepada Allah saja, kecuali perkataan Ibrahim kepada ayahnya, “Sungguh aku akan mohonkan ampunan bagimu, tetapi aku tidak dapat sama sekali untuk menolak (siksaan) Allah terhadapmu.” (Ibrahim berkata) “Ya Tuhan kami, hanya kepada Engkau kami bertawakkal dan hanya kepada Engkau kami bertobat dan hanya kepada Engkaulah kami kembali. 292 Keteladanan Nabi Ibrahim juga diikuti oleh nabi Muhammad saw. hal ini terbukti dari wahyu yang disampaikan Allah kepada nabi Muhammad berisi perintah untuk mengikuti nabi Ibrahim. Itulah sebabnya dalam tradisi ritual keagamaan dalam Islam, kedua tokoh ini, merupakan figur yang menjadi kerangka acuan umat pada masa sekarang dan seterusnya. Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya h. 802. 292 M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? | 169 7. Ikhlas dalam mendidik Orangtua dituntut untuk ikhlas dalam mendidik anaknya. Jangan sampai pendidikan anak semata-mata hanya diniatkan untuk tujuan duniawi semata, menyekolahkan mereka hanya sekedar meraih gelar dan ijazah. Tidak diragukan lagi bahwa kebaikan dalam mendidik adalah yang diniatkan untuk mencari pahala di sisi Allah swt. Adapun yang selain itu (seperti pekerjaan yang mapan, kedudukan dan sebagainya) akan ikut dengan sendirinya dan hal itu bukan satu-satunya tujuan. Sebagai contoh orang menyekolahkan anaknya di fakultas kedokteran, maka tidak semata-mata agar dapat meraih materi yang melimpah, tetapi lebih dari pada itu dengan tujuan membantu kaum muslimin dan manusia pada umumnya seperti mengobati mereka ketika sakit, dan agar tidak pergi berobat kepada non muslim. Orang yang semata-mata hanya mengejar materi tidak akan mendapatkan pahala, sedangkan orang yang mencari pahala dari Allah swt. maka dia juga akan mendapatkan materi. Mengenai pentingnya keikhlasan beramal, Allah swt. berfirman dalam Q.S. al-Bayyinah/98: 5. ِ ِ ِ ِ ِ‫اَّلل ُُمْل‬ )۵( ... ‫ين‬ َ‫ص‬ ََّ ‫َوَما أُم ُروا إَِلَّ ليَ ْعبُ ُدوا‬ َ ‫ّي لَهُ ال ِد‬ Terjemahnya: Padahal mereka hanya diperintah menyembah Allah, dengan ikhlas menaati-Nya semata-mata karena (menjalankan) agama… . 293 Al-Fudhail ibn Iyadh seperti yang dikutip Ibnu al-Qayyim al- Jauziyah dalam Madārij al-Sālikīn mengatakan; maksud ayat di atas adalah yang paling ikhlas dan paling benar. Ketika orang-orang bertanya, apakah amal yang paling ikhlas dan paling benar itu? Dia menjawab: sesungguhnya jika amal itu ikhlas, tetapi tidak benar maka 293 Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya h. 907. 170 | M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? ia tidak akan diterima pula, hingga amal itu ikhlas dan benar. 294 Seperti itulah gambaran keikhlasan yang hendaknya ditanamkan oleh para pendidik dan orangtua dalam membina dan membesarkan anakanaknya, dan seyogyanya pula orangtua mendidik putra-putrinya untuk terbiasa melakukan amalan berdasarkan rasa ikhlas karena Allah swt. melalui metode al-targīb wa al-tarhīb dan pendekatan keteladanan. 8. Teladan yang baik Teladan yang baik merupakan keharusan dalam sebuah proses pendidikan. Sebab seorang pendidik adalah contoh terbaik dalam pandangan peserta didiknya, yang akan ditiru dalam perilakunya. Bagaimana mungkin seorang pendidik senantiasa menganjurkan dan menyuruh peserta didiknya berbuat kebaikan, tetapi dia sendiri tidak melakukannya. Allah swt. menegur sikap sebagian para pendidik atau orang tua yang senantiasa menganjurkan untuk berbuat kebaikan, tetapi dia sendiri tidak melaksanakannya. Sebagaimana disebutkan dalam Q.S. al-Sāff/61: 2-3. َِّ ‫) َكْب م ْقتاً ِع ْن َد‬۲( ‫َّي أَيُّها الَّ ِذين آَمنوا َِل تَ ُقولُو َن ما َل تَ ْفعلُو َن‬ )٣( ‫اَّلل أَ ْن تَ ُقولُوا َما َل تَ ْف َعلُو َن‬ َ َ َ َ َُ َ َ َُ َ Terjemahnya: Wahai orang-orang yang beriman! Mengapa kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan? (itu) sangatlah dibenci di sisi Allah jika kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan.295 Muhammad Fadhil al-Jamali, menegaskan salah satu faktor yang mempengaruhi pendidikan anak dalam kehidupan sehariharinya yaitu faktor keteladanan. Faktor keteladanan memiliki peran yang sangat signifikan dalam usaha pencapaian keberhasilan sebuah Ibnu al-Qayyim al-Jauziyah, Madārij al-Sālikīn baina Manāzil Iyyāka Na’budu wa Iyyāka Nasta’īn (Beirut: Dar al-Fikr, 1408 H), terj. Kathur Suhardi, Madārij al-Sālikīn (Pendakian Menuju Allah) Penjabaran Konkret “Iyyāka Na’budu wa Iyyāka Nasta’īn” (Cet. 8; Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2006), h. 16. 294 Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya h. 805. 295 M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? | 171 pendidikan. Hal ini disebabkan karena secara psikologis sang anak lebih banyak mencontohi dan mengikuti perilaku atau sosok figur yang diidolakannya, termasuk di dalamnya adalah orangtua dan gurunya sendiri.296 berdasarkan statemen di atas, hendaknya para pendidik dan orangtua menyadari sepenuhnya bahwa perilaku yang baik adalah tolak ukur yang menjadi kunci keberhasilan bagi anak dan peserta didiknya di sekolah maupun di rumah. Salah satu metode pembelajaran yang mendasar dalam hal ini adalah dengan menggunakan metode suri teladan, metode mau’izah al-hasanah dan beberapa metode lain yang relevan dengannya. Sedangkan pendekatan yang dapat diterapkan dalam mewujudkan metode tersebut yaitu memanfaatkan pendekatan keteladanan, di mana posisi para pendidik dan orangtua menjadi figur yang sangat berarti bagi peserta didiknya yang akan ditiru dalam perilakunya.297 Dalam kaitannya dengan pembinaan dan tarbiyah al-qulūb peserta didik di sekolah, menurut hemat penulis bahwa seorang pendidik yang dapat diteladani harus memiliki sifat-sifat mulia. Ada beberapa sifat mulia yang hendaknya dimiliki oleh seorang pendidik agar dapat menjadi teladan yang baik bagi peserta didiknya, seperti ikhlas, bersih dan suci lahir batin, memiliki sifat lemah lembut dan berbudi pekerti luhur, memiliki hati penyayang, menjauhi sifat amarah dan sifat bengis, ramah dan santun, sabar, pemaaf, jujur dan adil, serta bijaksana dalam setiap urusan dan bertanggung jawab. 9. Pemberian nasihat dan perhatian Nasihat termasuk salah satu metode dalam mendidik qalb peserta didik, yang mendorongnya 296 ke situasi luhur untuk Muhammad Fadhil al-Jamali, al-Falsafah al-Tarbawiyah fi Al-Qur’ān, terj. Judi al-Falasani, Konsep Pendidikan Qur’ani (Cet. 1; Solo: Ramadhani, 1993), h. 135. 297 Lihat Abdurrahman al-Nahlawi, h. 355. 172 | M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? memperoleh akhlak mulia. Dalam memberi nasihat hendaknya tulus, lahir dari jiwa yang bening, hati yang terbuka, akal yang bijak agar dapat berpengaruh dan meninggalkan bekas mendalam pada jiwa peserta didik. Metode ini akan jauh lebih bermanfaat ketika yang diberi nasihat percaya kepada orang yang memberi nasihat, hal ini berarti hatinya terbuka untuk menerima nasihatnya sebab apa yang datang dari hati akan sampai ke hati pula. Selanjutnya, setelah memberikan nasihat kepada peserta didik/anak perlu diikuti dengan memberikan perhatian kepada mereka. Perhatian yang dimaksudkan dalam konteks ini adalah mencurahkan, mengarahkan, dan senantiasa mengikuti perkembangan mereka dalam pembinaan kesucian jiwanya. Tidak diragukan lagi bahwa pemberian nasihat dan perhatian dianggap sebagai asas terkuat dalam pembentukan manusia secara utuh, karena seorang anak atau peserta didik senantiasa terkontrol oleh orang tua/pendidiknya baik gerak gerik, ucapan, perbuatan, maupun orientasinya. Jika ditemukan sesuatu yang tidak baik pada mereka, cegah dan berilah peringatan dan jelaskan akibat dan bahayanya. Kesemua ini dimaksudkan untuk tetap melestarikan potensi (fitrah) kesuciannya, sehingga mereka tidak menyeleweng dan terjerumus ke jurang kehancuran dan kebinasaan. Sebagaimana Allah swt. berfirman dalam Q.S. al-Tahrīm/66: 6. ِ ِ َّ ٌ‫َّاس َوا ْْلِ َج َارةُ َعلَْي َها َمَلئِ َكة‬ ُ ُ‫آمنُوا قُوا أَن ُف َس ُك ْم َوأَ ْهلي ُك ْم ََنراً َوق‬ َ ‫ين‬ َ ‫ََّي أَيُّ َها الذ‬ ُ ‫ود َها الن‬ ِ ٌ ‫ِغَل‬ َّ ‫صو َن‬ )٦( ‫اَّللَ َما أ ََم َرُه ْم َويَ ْف َعلُو َن َما يُ ْؤَم ُرو َن‬ ُ ‫ظ ش َدا ٌد َل يَ ْع‬ Terjemahnya: Wahai orang-orang yang beriman! Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu, penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, dan keras, yang tidak M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? | 173 durhaka kepada Allah terhadap apa yang Dia perintahkan kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan. 298 Dari uraian dan ayat di atas, diketahui bahwa metode dan pendekatan pembelajaran yang sesuai untuk diterapkan kepada peserta didik agar kondisi jiwa mereka selalu bersih dan suci yaitu menggunakan metode nasihat yang bersifat mau’izah al-hasanah. Adapun pendekatan pembelajarannya ialah dengan memanfaatkan pendekatan keteladanan kepada peserta didik di sekolah, karena secara historis Rasulullah saw. telah berhasil menyebarkan Islam melalui sikap dan perilakunya yang mencerminkan suri teladan yang baik kepada para sahabat khususnya dan kepada seluruh umatnya secara umum, dan Rasulullah saw. sebagai teladan yang baik telah dinyatakan oleh Allah swt. dalam Q.S. al-Ahzāb/33: 21. ِ ‫اَّلل والْي وم‬ ِ ‫اَّلل أُسوةٌ ح‬ ِ ِ َّ ‫اآلخ َر َوذَ َك َر‬ )۲۱( ً‫اَّللَ َكثِريا‬ َ ْ َ َ ََّ ‫سَنةٌ ل َم ْن َكا َن يَ ْر ُجو‬ َ َ َ ْ َّ ‫لََق ْد َكا َن لَ ُك ْم ِِف َر ُسول‬ Terjemahnya: Sungguh, telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan yang banyak mengingat Allah.299 10. Pembiasaan akhlāk al-karīmah Pembiasaan akhlāk al-karīmah mempunyai peranan penting dalam kehidupan manusia. Islam memanfaatkan kebiasaan akhlak mulia sebagai salah satu metode (manhaj) pembentukan pendidikan qalb, itulah sebabnya semua yang baik seyogyanya menjadi kebiasaan.300 Metode pembiasaan yaitu mengulangi kegiatan tertentu berkali-kali agar menjadi bagian hidup manusia seperti kebiasaan melaksanakan salat dan puasa. Adapun langkah yang dapat ditempuh seorang pendidik dalam menanamkan dan menganjurkan kebiasaan Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya h. 820. 298 Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya h. 595. 299 Lihat Syekh Salim ibn ‘Ied al-Hilali, h. 15. 300 174 | M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? akhlak yang baik, yakni dengan menggugah hati nurani peserta didiknya dan mengajak mereka untuk berpikir tentang manfaat akhlak mulia, sehingga pada akhirnya mereka dapat melakukannya dengan penuh kesadaran disebabkan karena kebiasaannya. Karena itu, pembiasaan akhlāk al-karīmah merupakan salah satu manhaj pendidikan qalb pada anak khususnya dalam mendidik kesucian jiwanya. Selain itu, di antara akhlak mulia adalah memafkan kesalahan orang lain, menebar salam, memberi makan, silaturrahim, salat di waktu malam (salat lail), membalas budi baik orang dengan balasan yang lebih baik. Sehubungan dengan akhlak mulia yang berkaitan dengan bersikap pemaaf, dapat dilihat dalam Q.S. alA’rāf/7: 199. ِِ ِ ‫ُخ ْذ الْع ْفو وأْمر ِِبلْعر‬ )۹۹( ‫ّي‬ ْ ‫ف َوأَ ْع ِر‬ َ ‫ض َع ْن ا ْْلَاهل‬ ُْ ُْ َ َ َ Terjemahnya: Jadilah pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang makruf, serta jangan pedulikan orang-orang yang bodoh.301 Berdasarkan ayat di atas, dapat dipahami bahwa hendaklah mengampuni orang-orang yang zalim kepadamu, dermawan kepada orang-orang yang kikir kepadamu dan sambungkanlah silaturrahmi dengan orang-orang yang memutuskan kepadamu, tidak menghiraukan perbuatan tidak baik dari orang yang bodoh dan berbuat baik kepada orang yang berbuat buruk kepadamu. Dengan memperhatikan uraian di atas, dapat dipahami bahwa begitu pentingnya pembiasaan dalam sebuah proses pendidikan maka tidak sedikit hadis Nabi yang memerintahkan kepada para orang tua untuk menyuruh anak-anak mereka melaksanakan salat, meskipun kondisinya belum mencapai tingkatan wajib. Akan tetapi, Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya h. 237. 301 M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? | 175 hal ini dimaksudkan sebagai upaya pembiasaan mereka yang dimulai sejak mereka kecil. Statemen ini sebagaimana yang dapat dipahami dari hadis Nabi yang diriwayatkan oleh Imam Abu Daud yang maknanya menunjukkan perintah untuk mengarahkan anak-anak melaksanakan salat ketika berumur tujuh tahun, dan sekaligus perintah memberi hukuman ketika berusia sepuluh tahun sedangkan mereka belum menunaikannya. Oleh karena itu, metode pembelajaran yang relevan tentang hal di atas adalah dengan menggunakan metode perintah dan targīb wa tarhīb. Kedua metode ini menurut H. M. Arifin merupakan cara pemberian pelajaran dengan memotivasi mereka melakukan kebaikan, disertai penjelasan tentang balasan bagi yang melaksanakan dan meninggalkannya. 302 Sedangkan pendekatan yang dapat membantu mewujudkan metode tersebut menurut asumsi penulis yaitu menggunakan pendekatan rasional, pendekatan emosional, dan pendekatan pedagogis. 11. Meluangkan waktu Meluangkan waktu adalah salah satu hal yang penting, oleh sebab itu, sesibuk apapun kedua orang tua atau pendidik maka jangan lupa meluangkan waktu untuk anak-anak dan keluarga. Jadikan rumah/sekolah sebagai oase iman, yang di dalamnya diajarkan sejarah para Nabi dan Rasul, dibacakan Al-Qur’an, serta berbagai aktivitas positif. Jika suatu saat karena banyak urusan tidak sempat untuk memperhatikan anak-anaknya maka hendaknya berusaha mencari waktu lain ketika luang dalam rangka untuk memberikan hak-hak mereka. Sehingga dengan meluangkan waktu untuk anakanak dan keluarga, menjadi kontrol bagi mereka dalam menjaga dan membina potensi kesuciannya. Hal demikian, berlandaskan pula pada firman Allah swt. dalam Q.S. al-Tahrīm/66: 6. 302 M. Arifin, h. 76. 176 | M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? ِ ِ َّ ٌ‫َّاس َوا ْْلِ َج َارةُ َعلَْي َها َمَلئِ َكة‬ ُ ُ‫آمنُوا قُوا أَن ُف َس ُك ْم َوأَ ْهلي ُك ْم ََنراً َوق‬ َ ‫ين‬ َ ‫ََّي أَيُّ َها الذ‬ ُ ‫ود َها الن‬ ِ ٌ ‫ِغَل‬ َّ ‫صو َن‬ )٦( ‫اَّللَ َما أ ََم َرُه ْم َويَ ْف َعلُو َن َما يُ ْؤَم ُرو َن‬ ُ ‫ظ ش َدا ٌد َل يَ ْع‬ Terjemahnya: Wahai orang-orang yang beriman! Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya adalah malaikat-malaikat yang kasar, dan keras, yang tidak durhaka kepada Allah terhadap apa yang Dia perintahkan kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan. 303 12. Melatih untuk bersabar Seorang pendidik atau orangtua kurang memperhatikan masalah kesabaran, padahal ketidak sabaran akan menjadi penghalang bagi suksesnya pendidikan anak. Sebagai orangtua hendaknya bersabar terhadap teriakan anak, sabar ketika anak sakit, sabar dalam memberi pengarahan, sabar ketika mengantar anak ke sekolah, sabar ketika berjalan bersama mereka menuju masjid dan lain sebagainya. Jangan mudah marah, emosi, bosan dan pesimis. Orangtua hanya diperintahkan untuk memberikan pendidikan kepada anaknya, adapun hidayah di tangan Allah. Maka hendaklah dia mencurahkan segenap kemampuan dan mencari segala sebab yang dapat mengantarkan mereka pada kesuksesan, serta jangan lupa selalu bersabar. Allah swt. berfirman dalam Q.S. al-Baqarah/2: 45. ِ ِ ْ ‫الصَلةِ وإِ ََّّنَا لَ َكبِريةٌ إَِلَّ َعلَى‬ )٤۵( ‫ّي‬ َّ ‫استَ ِعينُوا ِِب‬ َ ‫اِلَاشع‬ ْ ‫َو‬ َ َّ ‫لص ِْْب َو‬ َ Terjemahnya: Dan mohonlah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan salat. Dan (salat) itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyuk.304 Begitu pula, para orangtua dapat mengajarkan sikap sabar kepada anak-anaknya. Sebuah contoh sebagaimana yang disebutkan Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya h. 820. 303 Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya h. 9. 304 M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? | 177 Humaidi Ilyas yaitu apabila orangtua sakit, hendaklah ia menunjukkan sikap, sabar dan tawakkalnya kepada Allah sehingga anak dapat meniru dan meneladani sikapnya. Jika anak-anak menderita sakit, mereka dinasihati agar bersikap sabar dan pasrah kepada Allah swt. serta berdoa agar sakitnya segera disembuhkan. Selain itu orangtua hendaknya memberi tahu dan mengajarkan kepada anaknya bahwa orang yang sakit akan terhapus dosanya bila sakitnya dihadapi dengan sabar dan tawakkal.305 Olehnya itu dengan pengajaran dan pendidikan seperti ini para orangtua dapat mendidik emosi dan perasaan anak melalui metode drill (latihan) dengan menggunakan pendekatan keteladanan, sehingga ketika menderita sakit sang anak akan bersikap baik dan bersabar. 13. Tidak melupakan doa Doa adalah ibadah. Para Nabi dan Rasul telah berdoa untuk kebaikan anak, isteri, dan kaumnya dengan doa-doa yang diabadikan dalam Al-Qur’an. Berapa banyak orang-orang yang tersesat akhirnya mendapatkan petunjuk lantaran doa, dan banyak pula doa yang mempercepat dan mempersingkat keberhasilan proses pendidikan. Doa juga termasuk salah satu manhaj dalam membentuk karakter kejiwaan dan mendidik qalb sehingga menjadi bersih dan suci. Hal ini seperti yang telah dilakukan Nabi Ibrahim a.s. yang mendoakan kesucian umatnya, sebagaimana yang dikemukakan dalam Q.S. alBaqarah/2: 129. ِ َ ِ‫ث فِي ِهم رسوَلً ِم ْن هم ي ْت لُو علَي ِهم آَّيت‬ ِ ِ ‫ْمةَ َويُ َزِكِي ِه ْم‬ َ َ‫ك َويُ َعلِ ُم ُه ْم الْكت‬ ُ َ ْ ْ ‫َربَّنَا َوابْ َع‬ َ ْ ْ َ َ ُْ َ ‫اب َوا ْْلك‬ ِ )۱۲۹( ‫يم‬ َ َّ‫إِن‬ َ ْ‫ك أَن‬ ُ ‫ت ال َْع ِز ُيز ا ْْلَك‬ 305 Humaidi Ilyas, Praktik Nabi Mendidik Anak Melandasi Akidah dan Akhlaknya, Membangun Jasmaninya, Mencerdaskan Emosi dan Intelegensinya h. 228. 178 | M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? Terjemahnya: Ya, Tuhan kami, utuslah di tengah mereka seorang rasul dari kalangan mereka sendiri, yang akan membacakan kepada mereka ayat-ayat-Mu dan mengajarkan Kitab dan hikmah kepada mereka, dan menyucikan mereka. Sesungguhnya Engkaulah Yang Mahaperkasa, Mahabijaksana.306 Para orangtua dapat mendidik anak-anaknya melalui metode pembiasaan untuk banyak berdoa kepada Allah swt. setiap kali anak menghadapi kesulitan dan penderitaan baik berupa sakit maupun yang lain, anak hendaknya mendidik untuk bersikap pasrah dan memanjatkan doa kepada Allah, memohon diberi jalan keluar atau kesembuhan. Dengan sikap tersebut anak tidak berputus asa atau penuh rasa marah dan kesal, sehingga ia tidak kehilangan kendali emosi dan merasa semakin tertekan menghadapi kesulitan atau penderitaan.307 Demikianlah konsep dalam mendidik qalb yang dapat diterapkan oleh seorang pendidik ataupun orang tua dalam mengarahkan dan mendidik anak-anaknya, khususnya dalam mengembalikan fitrah kesuciannya yang telah tercemari dengan berbagai bentuk pelanggaran ataupun perbuatan yang sifatnya tidak layak dilakukan oleh seorang anak. B. Proses Pendidikan Qalb dalam Al-Qur’an Hati yang telah tersucikan dari berbagai bentuk kotoran maksiat maka akan hidup dengan baik dan tenang, sehingga hubungannya dengan pencipta-Nya maupun kepada sesamanya manusia akan baik pula. Dalam hidup dia akan selalu mencintai kebaikan untuk dirinya Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya h. 24. 306 307 Humaidi Ilyas, Praktik Nabi Mendidik Anak Melandasi Akidah dan Akhlaknya, Membangun Jasmaninya, Mencerdaskan Emosi dan Intelegensinya h. 230. M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? | 179 sendiri dan orang lain. Hati seperti inilah yang selalu menebarkan rasa cinta dan kebaikan dimana pun dia berada, dan yang dapat menjamin kondisi jiwa seperti ini hanya diperuntukkan bagi mereka yang memiliki jiwa yang bersih dan suci. Tetapi suatu hal yang harus dipahami bahwa tujuan utama seseorang melakukan proses pendidikan qalb yakni agar manusia senantiasa berada dalam kebaikan dan berada pada jalan yang akan mengantarkan manusia kepada kebahagiaan di dunia dan di akhirat. Begitu pula pembentukan akhlak yang mulia merupakan salah satu tujuan pokok yang ingin dicapai dalam pendidikan qalb.308 Karena itu, seseorang dianggap suci secara lahir jika sikap dan perilakunya mencerminkan nilai-nilai yang terkandung dalam Al-Qur’an maupun alSunnah. Seorang muslim yang telah mendidik hati (qalb) nya sangat meyakini bahwa sesuatu yang dapat membersihkan dan mensucikan mereka hanyalah iman dan amal salih, dan sebaliknya sesuatu yang dapat menodai, mengotori, dan merusak jiwanya adalah kekufuran dan maksiat. Olehnya itu hendaknya seorang muslim hidup sebagai orang yang senantiasa berusaha mendidik hatinya, mensucikan dan membersihkannya, karena ia adalah sesuatu yang berhak untuk dididik terlebih dahulu. Adapun akhlak (adab) yang dimiliki oleh orang yang berjiwa bersih dan suci, dan hal ini penulis maksudkan sebagai dampak pembentukan pendidikan qalb dalam kehidupan manusia, penulis membaginya pada tiga aspek akhlak penting, yaitu: 1. Berakhlak kepada diri sendiri Berakhlak kepada diri, seorang muzakki tentu mencerminkan sifat-sifat mulia, dan terjauhkan dari segala sifat-sifat tercela. Adapun sifat-sifat mulia yang dimaksudkan, yaitu; sabar dan tahan uji, jujur dan benar, mengutamakan orang lain, amanah, kasih sayang, 308 Syeikh Salim ibn al-Hilali, h. 15-16. 180 | M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? dermawan dan murah hati, istiqāmah, melakukan salat secara khusyuk, tawadu, pemalu, pemaaf, murāqabah, dan beberapa sifat terpuji lainnya. Di antara keindahan akhlak orang yang berupaya mensucikan dan mendidik qalb (hati) nya dan tahan uji karena Allah swt. sabar adalah menahan jiwa atas hal-hal yang tidak disukai, seperti bersusah payah melaksanakan ibadah dan taat kepada Allah, menahan diri untuk tidak bermaksiat kepada Allah meskipun secara naluri nafsunya menginginkan dan tergiur olehnya. Pernyataan ini sejalan dengan definisi Yunahar Ilyas yang mengartikan sabar sebagai sifat menahan diri dari berbagai macam kenikmatan hidup, kesenangan dan kemegahan dunia. Atau sabar berarti menahan diri dari segala sesuatu yang tidak disukai karena mengharap ridha Allah swt. 309 Sedangkan tahan uji juga termasuk bagian kesabaran, sifat seorang muzakki, dan lambang bagi orang-orang salih. Hakikat sifat ini adalah rela menderita dalam menegakkan agama Allah, dan tidak membahas keburukan kecuali dengan kebaikan. Selanjutnya akhlak kepada diri sendiri, akan menjadikan hati seseorang tersucikan yaitu senantiasa berkata jujur dan benar (shiddīq), mencintai kebenaran dan istiqāmah terhadapnya baik secara lahir maupun batin dalam perkataan dan perbuatannya. Baginya kebenaran/kejujuran adalah kebaikan, dan kebaikan itu menunjukkan ke surga, sedangkan surga adalah idaman atau puncak cita-cita seorang muslim. Sebaliknya, kedustaan mengantarkan ke neraka dan neraka adalah seburuk-buruk tempat kembali seorang muslim.310 Karena itu, suatu hal yang tidak mungkin 309 Lihat Yunahar Ilyas, Kuliah Akhlak (Cet. 7; Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset, 2005), h. 135. Syeikh Abu Bakar Jabir al-Jazairi, Minhāj al-Muslim (Cet. 6; Madinah alMunawwarah: Maktabah al-‘Ulum wa al-Hikam, 1999), alih bahasa Mustafa ‘Aini, at. 310 M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? | 181 terjadi ketika seseorang mengatakan dirinya telah suci atau telah melakukan proses pensucian hati sedangkan lisannya selalu dihiasi dengan perkatan jorok, keji, dan dusta. Mengutamakan orang lain dan mencintai orang lain adalah akhlak yang selalu dimiliki oleh orang yang berjiwa bersih. Seorang muslim jika menemukan kesempatan untuk berbuat baik kepada orang lain maka hendaknya segera melakukannya dengan melebihkannya di atas dirinya sendiri, sehingga orang seperti ini terkadang rela menahan rasa lapar dan dahaga demi kepentingan orang yang lebih membutuhkannya. Demikian ini bukanlah suatu hal yang baru atau aneh, dan juga bukan hal yang sulit bagi orang yang jiwanya telah kenyang dengan sifat-sifat kemuliaan dan kesucian. Berbuat baik kepada orang lain merupakan sifat mulia yang telah disinggung oleh Allah dalam Q.S. al-Hasyr/59: 9. ِ َّ ِ ِ ِ ‫ص ُدوِرِه ْم‬ ُ ‫اج َر إِلَْي ِه ْم َوَل ََِي ُدو َن ِِف‬ َ ‫َّار َوا ِإلميَا َن م ْن قَ ْبل ِه ْم ُُيبُّو َن َم ْن َه‬ َ ‫ين تَ بَ َّوءُوا الد‬ َ ‫َوالذ‬ ِ‫حاجةً ِِمَّا أُوتُوا وي ْؤثِرو َن َعلَى أَنْ ُف ِس ِهم ولَو َكا َن ِبِِم َخصاصةٌ ومن يو َق ُش َّح نَ ْف ِسه‬ َْ ْ ُ ْ ََ َ َ ْ َ َ ُ َُ )۹( ‫ْم ْفلِ ُحو َن‬ َ ِ‫فَأ ُْولَئ‬ ُ ‫ك ُه ْم ال‬ Terjemahnya: Dan orang-orang (Ansar) yang telah menempati kota Madinah dan telah beriman sebelum (kedatangan) mereka (Muhajirin), mereka mencintai orang yang berhijrah ke tempat mereka. Dan mereka tidak menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa yang diberikan kepada mereka (Muhajirin) dan mereka mengutamakan (Muhajirin), atas dirinya sendiri, meskipun mereka juga memerlukan. Dan siapa yang dijaga dirinya dari kekikiran, maka mereka itulah orang-orang yang beruntung.311 Selain dari itu, berakhlak kepada diri sendiri akan mendidik hati menjadi sangat konsisten (istiqāmah) dengan ajaran agamanya al., Minhāj al-Muslimīn Konsep Hidup Ideal (Cet. 2; Jakarta: Dar al-Haq, 2002), h. 239. Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya h. 798. 311 182 | M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? yang bersumberkan pada Al-Qur’an dan hadis. Dengan mengamalkan ajaran agama tanpa merujuk kepada kedua sumber tersebut yang merupakan pokok ajaran Islam adalah perkara yang tidak benar, dan menurut ulama hal ini merupakan perbuatan sesat. Membatasi aturan agama pada Al-Qur’an dan hadis bukan berarti memasung kreativitas kaum muslimin dalam menghadapi perkembangan zaman. Al-Qur’an sedikit pun tidak meninggalkan sesuatu yang bermanfaat bagi kehidupan manusia, adapun hadis merupakan penjelas dan penafsir Al-Qur’an. Ali ibn Abdul Halim Mahmud, mengungkapkan bahwa konsisten (istiqamah) dengan aturan agama mengandung beberapa hal, seperti; konsisten dengan manhaj ibadah Islam, konsisten dengan akhlak Islam, dan konsisten dengan interaksi sosial. 312 Dengan demikian, dapat ditegaskan bahwa konsisten (istiqāmah) terhadap ajaran agama Islam merupakan salah satu akhlak kepribadian seorang muslim khususnya yang telah menempuh proses pendidikan qalb. Di antara akhlak kepada diri pribadi yang dihasilkan orang yang telah mendidik qalb (hati)nya yaitu bersifat dermawan dan murah hati. Kedermawanan dan kemurahan hati adalah ciri seorang muslim yang berhati bersih dan suci. Seorang muslim yang berhati bersih dan suci bukanlah seorang yang kikir dan bakhil, karena dalam syariat Islam kedua sifat tersebut dipandang sebagai sifat tercela, yang tentu keduanya bersumber dari jiwa yang kotor dan hati yang gelap. Sedangkan seorang muslim yang telah berupaya melakukan pensucian hati, maka hati mereka bersih dan hatinya pun menjadi cemerlang. Kikir merupakan penyakit hati yang dapat dimiliki semua 312 Ali ibn Abdul Halim Mahmud, al-Tarbiyyah al-Khulūqiyah (Cet. 1; t.t.: Dār al-Tawzi’ wa al Nasyr al-Islāmiyyah, 1995), terj. Abdul Hayyie al-Kattani, Akhlak Mulia (Cet. 1; Jakarta: Gema Insani, 2004), h. 71-72. M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? | 183 orang, sehingga manusia tidak dapat menghindar darinya kecuali mereka yang diberi rahmat oleh Allah melalui kesucian jiwa yang dimilikinya. Dalam hal ini Allah swt. berfirman dalam Q.S. alHasyr/59: 9. )۹( ‫ْم ْفلِ ُحو َن‬ َ ِ‫ َوَم ْن يُو َق ُش َّح نَ ْف ِس ِه فَأ ُْولَئ‬... ُ ‫ك ُه ْم ال‬ Terjemahnya: … dan siapa yang dijaga dirinya dari kekikiran maka mereka itulah orang-orang yang beruntung.313 Berdasarkan pada ayat tersebut, diketahui bahwa kedermawanan dan kemurahan hati hanya dapat diwujudkan dengan membuang sifat kikir dalam diri manusia. Hal ini dapat diusahakan langsung melalui latihan maka sebagai seorang muslim hendaknya berusaha menumbuhkan, melatih dan memelihara dalam kehidupannya di dunia. Barangsiapa yang berhasil membuang sifat kikir dalam muamalahnya, mereka itu termasuk orang yang beruntung di dunia maupun di akhirat. Begitu pula orang yang mendidik hatinya, senantiasa bersifat tawadu tanpa merendahkan ataupun menghinakan dirinya. Baginya tawa«u adalah akhlaknya yang luhur dan sifatnya yang tinggi, sementara kesombongan (takabbur) tidak termasuk akhlaknya dan tidak bersanding dengannya sebab seorang muslim yang bertawadu adalah untuk dimuliakan dan tidak mau sombong agar mampu memberikan kebaikan kepada masyarakat sekitarnya. 314 Firman Allah swt. senantiasa terngiang di telinganya, yang oleh karena ayat itu menjadi dasar baginya untuk bersifat tawadu kepada Sebagaimana disebutkan dalam Q.S. al-Syu‘arā/26: 215. Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya h. 798. 313 314 Syeikh Abu Bakar Jabir al-Jazairi, h. 211. 184 | M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? sesamanya. ِ ‫ك ِمن ال‬ ِ َ ‫ض جناح‬ ِ )۱۲۵( ‫ّي‬ َ ِ‫ْم ْؤمن‬ َ َ َ ْ ‫َوا ْخف‬ ُ ْ َ ‫ك ل َم ْن اتَّ بَ َع‬ Terjemahnya: Dan rendahkanlah dirimu terhadap orang-orang yang beriman yang mengikutimu.315 Demikian pula orang yang berhati bersih dan suci pandai menjaga dirinya dan bersifat pemalu. Baginya malu adalah salah satu akhlak yang selalu menghiasinya, bahkan dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim disebutkan bahwa malu itu bagian dari pada iman, yang merupakan pedoman hidup seorang muslim dan penegak hidupnya.316 Sifat malu dimaksudkan sebagai pendorong pada kebaikan serta memalingkan dari keburukan dan menjauhkannya. Keimanan menyuruh seseorang mukmin untuk melakukan kebaikan dan meninggalkan kemaksiatan. Sedangkan rasa malu dapat mencegah pelakunya dari kurang atau tidak bersyukur kepada pemberi nikmat sebagaimana orang yang pemalu mencegah dirinya dari perbuatan buruk, menjaga dari cela dan dosa cemoohan, dengan demikian sifat pemalu itu adalah kebaikan dan tidaklah membuahkan bagi pelakunya kecuali kebaikan pula. Syeikh Abu Bakar Jabir al-Jazairi dalam Minhāj al-Muslim menjelaskan bahwa akhlak malu dalam diri seorang muslim bukanlah penghalang baginya untuk menyampaikan kebenaran atau menuntut ilmu, ataupun dalam menyuruh kebaikan dan mencegah kenunkaran.317 Argumen ini sejalan dengan peristiwa yang pernah terjadi pada masa Rasulullah saw. ketika ada seorang sahabat Ummu Sulaim al-Ansariyah datang menemui Nabi untuk menanyakan: apakah perempuan harus mandi jika dia bermimpi? Pada waktu itu, Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya h.529. 315 316 Ahmad ibn Ali ibn Hajar al-Asqalani, h. 129. 317 Syeikh Abu Bakar Jabir al-Jazairi, h.214. M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? | 185 Rasulullah saw. menjawab dengan tanpa rasa malu: ya, apabila dia melihat air (basah). Kisah tersebut menggambarkan bahwa akhlak malu tidak menjadi penghalang bagi seorang dalam menyampaikan kebenaran, begitu pula sifat malu seyogyanya ditempatkan sesuai dengan proporsinya. Selain itu, akhlak yang dihasilkan orang mendidik qalb (hati) nya dalam hal sifat kepribadiannya yaitu senantiasa melakukan salat secara khusyuk. Khusyuk dalam salat ditimbulkan paling sedikit tiga keyakinan yaitu; keyakinan bahwa Allah melihat segala gerakan hamba-hamba-Nya, keyakinan akan keagungan-Nya, serta keyakinan akan kekurangan diri dalam melaksanakan tugas-tugas yang telah ditentukan-Nya. Oleh karena itulah para ahli mengatakan bahwa salat yang khusyuk adalah buah keimanan dan hasil dari hati yang bersih dan suci.318 Berdasarkan pemaparan di atas, dipahami bahwa salat yang mampu membersihkan karat-karat penyakit yang ada dalam hati. Apabila hati dan jiwa telah suci dan bersih mengkilap maka hidayah Allah akan mudah melekat. Itulah sebabnya orang yang jiwanya telah terdidik dengan benar, mampu menyingkap rahasia-rahasia kehidupan dunia dan dapat mencegah dirinya untuk tidak bermaksiat kepada Allah swt. 2. Berakhlak terhadap Allah swt. Sebagaimana telah dipahami bahwa manusia dalam kehidupannya tidak hanya berinteraksi dengan dirinya sendiri, ataupun bermuamalah dengan sesamanya manusia dalam hal ini adalah anggota masyarakatnya. Akan tetapi, tidak kalah pentingnya manusia dituntut untuk mengetahui tentang bagaimana beriteraksi 318 Permadi Alibasyah, Bahan Renungan Qalbu, (Cet. 16; Jakarta: Yayasan Mutiara Tauhid, 2005), h. 148. 186 | M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? kepada yang telah menciptakan dan menyempurnakannya, yaitu Allah swt. Dalam kitab Madārij al-Sālikīn yang ditulis Ibnu al-Qayyim alJauziyah, mengungkapkan beberapa akhlak penting yang harus dimiliki oleh seorang hamba dalam interaksi dengan Rabbnya. Tetapi dalam pembahasan ini penulis tidak mengutip secara keseluruhan, tetapi mengambil beberapa bagian yang erat kaitannya dengan dampak pembentukan pendidikan qalb khususnya dalam hal bagaimana muamalah atau adab seorang hamba kepada Allah swt. ketika telah menempuh proses pensucian jiwa dan pendidikan qalb. Adapun adab yang penulis maksudkan sebagai berikut: a. Zuhud Zuhud merupakan salah satu akhlak hamba kepada sang Pencipta-nya, dan dimiliki oleh orang yang menaruh perhatian besar terhadap pendidikan qalb. Tentang eksistensi makna zuhud sudah banyak pakar yang membahasnya, dan masing-masing pakar tidak sedikit yang memaknainya menurut perasaan dan kondisinya. Padahal pemaknaan berdasarkan ilmu jauh lebih luas dari pada berbicara berdasarkan perasaan dan kondisi semata, yang sekaligus lebih dekat kepada hujjah dan bukti keterangan yang sarīh, berkaitan dengan hal tersebut, mengetengahkan beberapa argumentasi yang benar penulis (lebih mendekat pada kebenaran) sebagaimana disebutkan Ibnu alQayyim al-Jauziyah yang terdapat dalam kitab Madārij al-Sālikīn tentang pemaknaan zuhud. Zuhud di dunia adalah meninggalkan atau membatasi yang halal karena takut akan pertangjawabannya di hadapan Allah, sedangkan zuhud dengan yang haram adalah karena takut akan dijauhkan dari Allah. Termasuk zuhud adalah membatasi keinginan untuk memperoleh dunia, membatasi M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? | 187 keinginan dengan bertawakkal kepada Allah, dan sikap memalingkan hati dari segala yang dapat menyebabkan lalai kepada Allah.319 Dalam khazanah kitab suci, istilah yang berhubungan dengan zuhud disebutkan dalam Q.S. Yūsuf/12: 20. ِ ٍ ْ‫و َشروه بِثَم ٍن ََب‬ ِ ِ َّ ‫ودةٍ وَكانُوا فِ ِيه ِمن‬ )۲۰( ‫ين‬ ْ َ ‫الزاهد‬ َ ُ َْ َ َ َ ‫س َد َراه َم َم ْع ُد‬ Terjemahnya: Dan mereka menjualnya (Yusuf) dengan harga rendah, yaitu beberapa dirham saja, sebab mereka tidak tertarik kepadanya. 320 Bagi orang yang beriman dan mengerti bahwa kehidupan di dunia ini sifatnya hanyalah sementara sedangkan kehidupan yang sebenarnya yang bersifat kekal adalah di akhirat, maka ia akan berpaling dari segala bentuk kesenangan dunia atau ia akan bersikap “zuhud terhadap dunia”. Seorang yang telah zuhud dunia, maka dalam hidupnya menjadi orang yang merdeka tidak terikat oleh sesuatu yang bersifat duniawi. Tokoh sufi ternama (Sufyan alTsauri) memandang bahwa zuhud bukan sekedar berpakaian dan makan-minum secara sederhana, tetapi juga tindakan hati yang disesuaikan dengan penerimaan dan ri«a Ilahi dan menutup hati dari ambisi duniawi. Ada tiga tanda zahid sejati: Tidak merasa senang dengan hal-hal duniawi yang didapatnya, tidak bersedih atas hilangnya hal-hal keduniawian dari dirinya. 2) tidak senang ketika dipuji, tidak kecewa atau marah ketika dikritik atau dihina, 3) Lebih mendahulukan penghambaan Muhammad Sholikhin, 17 Jalan Menggapai Mahkota Sufi Syaikh ‘Abdul Qadir al-Jailani (Cet. 1; Jakarta: Mutiara Media, 2009), h. 244. 319 Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya h. 319. 320 188 | M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? kepada Allah dan mengutamakan sahabat-sahabat-Nya ketimbang hal-hal lain.321 Seperti halnya takut dan harap, zuhud juga merupakan tindakan hati. Bedanya adalah zuhud mempengaruhi tindakan manusia dan diperlihatkan oleh tindakan tersebut. Entah sadar ataupun tidak, zahid sejati akan berusaha mengikuti aturan zuhud dalam segala tindakannya, seperti makan dan minum, tidur dan bangun, berbicara dan diam, dan tetap dalam penyendirian atau bersama-sama orang lain, dan sebagainya. Dia tidak pernah memperlihatkan kecenderungan kepada daya tarik duniawi. b. Warā’ Sifat warā’ termasuk salah satu akhlak seorang hamba yang telah mendidik qalb (hati) nya. Dengan sifat mulia ini, menjadikan seorang hamba banyak melakukan ibadah kepada Rabb-nya. Eksistensi sifat warā’ sebagaimana yang dikemukakan Sufyan al- Sawri berarti meninggalkan sesuatu yang meragukan dalam jiwa. Sedangkan pengarang kitab Manāzil al-Sa’irīn mengartikan warā’ yaitu menjaga diri semaksimal mungkin secara waspada, dan menjauhi dosa karena pengagungan. Dengan kata lain menjaga diri dari hal-hal yang haram dan syubhat, serta hal-hal yang dapat membahayakan untuk dijaga.322 Hal tersebut di atas, berlaku umum dalam meninggalkan apa yang tidak ada nilai manfaatnya, baik berupa ucapan, pandangan, pendengaran, gerak tangan, langkah kaki, berpikir dan gerakan lainnya baik lahir maupun batin. Kalimat ini cukup memberikan arti dari kata warā’. Warā’ secara bahasa berasal dari kata “wara’a” yang berarti menahan dan 321 Fathullah Gulen, Kunci-kunci Rahasia Sufi (Cet. 1; Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2001), h. 81. 322 Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya h. 153. M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? | 189 mencegah. Warā’ juga dapat diatikan “al-Iffah” yaitu mencegah dari sesuatu yang tidak patut. Dikatakan “tawarra’a” artinya menyempitkan, dan warā’ adalah takwa.323 Sedangkan secara syar’i warā’ adalah meninggalkan sesuatu yang diragukan, meniadakan sesuatu yang mengotori, dan mengambil dengan yang lebih jelas. Berdasarkan beberapa definisi yang dikemukakan di atas, dipahami bahwa menjaga diri dan waspada merupakan dua makna yang hampir serupa. Hanya saja menjaga diri merupakan perbuatan anggota tubuh, sedangkan waspada merupakan amalan hati. Adakalanya seorang menjaga diri dari sesuatu bukan karena takut atau kewaspadaan, tetapi karena hendak menunjukkan kesucian jiwa dan kemuliaan serta kehormatannya, seperti halnya orang yang menjaga diri dari hal-hal-hal yang hina dan keburukan sekalipun dia tidak percaya kepada surga dan neraka. Karena itulah, zuhūd yang dimiliki seorang hamba menjadi akhlaknya kepada Rabb-nya dengan menjaga diri dan waspada (warā’) terhadap larangan yang telah ditetapkan oleh Penciptanya. Ibnu Taimiyyah berkata, warā’ adalah menjauhi apa yang kamu takuti akibatnya, yaitu apa yang jelas keharamannya, dan apa yang diragukan keharamannya, dan dalam meninggalkannya tidak ada risiko yang lebih besar dari pada melakukannya. Ini adalah patokan penting dalam hal-hal yang diragukan.324 Demikian pula menjelaskan, “warā’ adalah meninggalkan suatu yang dikhawatirkan bahayanya di akhirat.” 325 Syekh Muhamad Shalih al-Munajjid, Silsilah A’mal al-Qulūb, terj. Saat Mubarak, Jagalah Hati Raih Ketenangan (Cet. 1; Jakarta: Cakrawala Publishing, 2006), h. 393. 323 Syekh Muhamad Shalih al-Munajjid, Silsilah A’mal al-Qulūb h. 393. 324 Syekh Muhamad Shalih al-Munajjid, Silsilah A’mal al-Qulūb h. 393. 325 190 | M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? Dari maqām ‫ّي‬ ُ ِ‫ إِ ََّّي َك نَ ْعبُ ُد َوإِ ََّّي َك نَ ْستَع‬terdapat pula maqām warā‘, sebagaimana dalam Q.S. al-Mu’minūn/23: 51. ِ ِ ِ ‫ات وا ْعملُوا‬ ِ ِ )۵۱( ‫يم‬ ُّ ‫ََّي أَيُّ َها‬ َ َ َ َ‫الر ُس ُل ُكلُوا م ْن الطَّيِِب‬ ٌ ‫صاْلاً إِِِّن ِبَا تَ ْع َملُو َن َعل‬ Terjemahnya: Allah berfirman, “Wahai para rasul! Makanlah dari (makanan) yang baik-baik dan kerjakanlah kebajikan. Sungguh Aku Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. 326 Selanjutnya dalam Q.S. al-Muddassir/74: 4. )٤( ‫ك فَطَ ِِهر‬ َ َ‫َوثِيَاب‬ Terjemahnya: Dan bersihkanlah pakaianmu.327 Berdasarkan ayat di atas, dapat dipahami bahwa membersihkan diri dari berbagai najis dan memfokuskannya pada pembersihan yang diperintahkan, karena dengan itu sempurnanya perbaikan amal dan akhlak, maksudnya bahwa sifat warā‘ membersihkan hati dari noda dan najisnya. Ulama membagi warā‘ pada tiga tingkatan, yaitu: 1) Wajib, yaitu menahan diri dari yang haram. Hal ini berlaku untuk seluruh manusia. 2) Berhenti dari yang syubhat. Ini hanya dilakukan oleh sebahagian orang. 3) Menahan dari sebahagian besar hal yang mubah. Hal ini dilakukan oleh para Nabi, shiddiqin, syuhada dan orang-orang salih.328 Berdasarkan kutipan di atas, dapat dipahami bahwa bersikap warā’pada hal mubah yang dapat melalaikan Allah dan akhirat, tetapi bila sesuai dengan sunnah seperti menikah dan Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya h. 480. 326 Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya h. 849. 327 328 Syekh Muhamad Shalih al-Munajjid, h. 396. M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? | 191 makan maka tidak perlu sikap warā‘. Warā‘ sebagaimana dijelaskan sebelumnya bahwa warā‘ dari hal yang haram dan syubhat, juga sebahagian hal-hal yang dikhawatirkan jika dilakukan terjatuh pada yang haram. Bila menginginkan pada tingkatan tertinggi dari sikap warā‘ adalah meninggalkan semua yang bukan untuk Allah; selain itu jika seseorang melakukan hal mubah dengan niat yang benar (semisal ia makan dengan niat bertakwa, ia tidur dengan niat akan bangun untuk salat malam, ia menikah dengan niat memberi nafkah isteri dan memperoleh keturunan, menjaga diri dan memperbanyak kaum muslimin dan lain-lainnya) maka hal mubah akan berubah menjadi ketaatan dan ibadah. Maka dalam hal seperti ini tidak boleh bersikap warā’ terhadap hal mubah yang dapat membawanya pada hal haram atau melalaikan hatinya dari Allah dan akhirat. c. Raja‘ Raja‘ termasuk salah satu akhlak penting seorang hamba kepada Rabbnya. Hal ini dimaksudkan sebagai upaya untuk mendekatkan diri kepada Allah swt. dengan melakukan berbagai ubudiyah dan juga mencintainya, khususnya dengan sikap pengharapan kepada sang Pencipta. Dalil tentang raja’ disebutkan Allah dalam Q.S. al-Kahf/18: 110. ِ ِ َ ‫اْلاً وَل ي ْش ِر ْك بِ ِع‬ ِ ً‫ فَمن َكا َن ي رجوا لِ َقاء ربِ ِه فَ لْي عمل َعمَل‬... ً‫َحدا‬ َ َ ْ َ ْ َ َِ َ َْ َ ‫بادة َربِِه أ‬ ُ َ ‫ص‬ ُ َْ )۱۱۵( Terjemahnya: …. Maka barangsiapa yang mengharap pertemuan dengan Tuhannya maka hendaklah dia mengerjakan kebajikan dan 192 | M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? janganlah dia mempersekutukan dengan sesuatu pun dalam beribadah kepada Tuhannya.329 Dalam eksistensinya, raja’ berbeda dengan al-tamanni (berangan-angan). Pada al-tamanni pelakunya bersifat malas, dan tidak bersungguh-sungguh dalam berusaha. Sedangkan pada sifat raja’ pelakunya berupaya semaksimal mungkin untuk mencari solusi dari apa yang diharapkannya dengan disertai sifat tawakkal kepada Allah swt. sehingga tidak sedikit ulama yang berpendapat bahwa sifat raja’ harus dengan usaha yang sungguh-sungguh. Ibnu al-Qayyim al-Jauziyah, mengemukakan pula bahwa raja’ adalah perkara yang amat mulia bagi orang yang mengharapkan kesucian hatinya, dan bagi mereka yang ingin menuju Rabb-nya. Sebab dia tidak pernah lepas dari dosa yang diharapkan pengampunannya, tidak lepas dari aib yang dia harapkan pembenahannya, tidak lepas dari amal salih yang dia harapkan penerimaannya, tidak lepas dari istiqamah yang dia harapkan kekekalannya, dan tidak lepas dari kedekatan dengan Allah yang dia harapkan pencapainnya. 330 Raja’, kondisi dimana seseorang memiliki harapan, seperti petani yang menggarap sawah untuk ditanami, menabur benih, menyiramnya dengan air, menjaganya dari serangan hama tanaman, menungguinya hingga berbuah dan matang. Demikianlah orang yang memiliki sikap raja’, ia selalu mengharapkan rahmat Allah dan pahala-Nya setelah mencurahkan segala upaya. Untuk memperoleh tingkatan raja’, perlu melalui beberapa tahapan penting, yaitu: Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya h. 418. 329 330 Ibnu al-Qayyim al-Jauziyah, h. 163. M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? | 193 1) Mengingat karunia Allah yang telah diberikan. 2) Mengingat janji Allah akan besarnya pahala dan karunia serta kebaikan-Nya. Karena Allah memberi kepada hamba-Nya jika ia menjaga keistiqamahannya. 3) Mengingat nikmat iman, kesehatan, dan kemewahan dunia yang telah dikaruniakan Allah dan mengakui bahwa Allah telah menganugrahakan banyak kenikmatan, meskipun tanpa harus meminta. 4) Mengingat akan luasnya rahmat Allah dan bahwa rahmat-Nya lebih luas dari amarah-Nya, karena Dia Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, Mahakaya, Mahamulia, Maha Penyantun terhadap hamba-hamba-Nya yang beriman. Oleh karena itu, raja’ hanya dapat terwujud jika dibangun di atas landasan mengenal nama dan sifat Allah.331 Orang yang memahami hatinya dengan baik akan menyadari bahwa dunia ini adalah ladang akhirat. Hati layaknya tanah, perlu ditanami dengan benih-benih ketaatan, dijaga, disiram, dan diairi dengan amal ibadah. Agar tanaman dapat tumbuh dengan baik, butuh mendapatkan penjagaan dari hal-hal yang membahayakannya, layaknya sawah yang senantiasa dibersihkan dari gulma yang dapat membahayakan kondisi tanaman. Oleh karena itu, seorang mukmin hendaknya senantiasa membersihkan hatinya dari syubhat dan hawa nafsu agar tidak merusak ketaatan yang disiram dengan air ubudiyah. d. Murāqabah Kaitannya dengan dampak pembentukan dan pendidikan qalb seorang hamba maka murāqabah termasuk salah satu adab yang selalu dimiliki oleh mereka secara terus menerus dengan 331 Syekh Muhamad Shalih al-Munajjid, h. 81. 194 | M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? keyakinan yang mantap bahwa Allah Maha Melihat, Maha Mendengar, dan Maha Mengawasi yang lahir dan yang batin, dan Allah senantiasa bersama hamba-Nya di manapun mereka berada.332 Asumsi ini diperkuat dengan sebuah hadis Nabi yang masyhur disebut sebagai hadis Jibril, yaitu ketika datang bertanya kepada Rasulullah saw. tentang makna ihsan. Rasulullah saw. menjawab: “… jika engkau menyembah Allah seakan-akan melihatnya, dan jika engkau tidak dapat melihatnya maka sesungguhnya Dia melihatmu.” Karena itu dipahami bahwa murāqabah/ihsan adalah bentuk pengetahuan seorang hamba yang meyakini bahwa Allah senantiasa mengawasinya, melihatnya, mendengar perkataannya, dan mengetahui amalnya di setiap waktu, dan di manapun dia berada, meskipun secara kasat mata manusia tidak dapat melihat Allah di dunia. Allah swt. berfirman dalam Q.S. al-Bayyinah/98: 8. ِ‫ر‬ َّ ‫ض َي‬ )۸( ُ‫ك لِ َم ْن َخ ِش َي َربَّه‬ َ ِ‫ضوا َع ْنهُ ذَل‬ ُ ‫اَّللُ َع ْن ُه ْم َوَر‬ َ Terjemahnya: … Allah ri«a terhadap mereka dan mereka pun ria kepadaNya. Yang demikian itu adalah balasan bagi orang-orang yang takut kepada Tuhannya.333 Berdasarkan ayat di atas, dapat dipahami bahwa maknanya adalah yang demikian itu adalah (balasan) bagi orang-orang yang selalu merasakan pengawasan (murāqabah) Tuhannya, menghisab (mengintrospeksi) dirinya, dan membekali diri untuk akhiratnya. e. Cinta dan Rida Cinta adalah kesadaran diri, perasaan jiwa, dan dorongan hati yang menyebabkan seseorang terpaut hatinya kepada apa 332 Ibnu al-Qayyim al-Jauziyah, h. 166. Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya h. 909. 333 M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? | 195 yang dicintainya dengan penuh semangat dan rasa kasih sayang. 334 Ta’rīf demikian merupakan fitrah yang dimiliki oleh setiap orang. Akan tetapi, dalam syariat agama Islam tidak hanya mengakui keberadaan cinta itu dari pada diri manusia saja, tetapi mengaturnya pula sehingga dapat terwujud dengan mulia. Bagi seorang mukmin, cinta yang pertama dan utama hanya dipersembahkan kepada sang pencipta, yaitu Allah swt. Allah lebih dia cintai dari pada kecintaannya kepada makhluk lainnya. Dalam hal ini Allah swt. menyebutkan dalam Q.S. al-Baqarah/2: 165. ِ َّ )۱٦۵( ... ‫آمنُوا أَ َش ُّد ُحبِاً ََِّّلل‬ َ ‫ين‬ َ ‫ َوالذ‬... Terjemahnya: … adapun orang-orang yang beriman sangat besar cintanya kepada Allah….335 Sejalan dengan cintanya kepada Allah swt. seorang mukmin yang mendidik jiwanya maka dia lebih mendahului rasa cintanya kepada Allah dan Rasulnya dibanding dengan kecintaan yang selainnya. Sedangkan untuk cinta selainnya dia letakkan pada posisi cinta menengah yang berada di bawah cinta keduanya. Demikianlah dampak positif sekaligus akhlak mulia yang dihasilkan bagi mereka yang telah mendidik hatinya, dalam hal bagaimana berinteraksi kepada sang penciptanya yang Maha Agung. Semoga dengan sifat-sifat mulia ini, seorang hamba dapat lebih dekat dan memperoleh apa yang diharapkan dari Rabb-nya (kesucian hati). 3. Akhlak dalam Bermasyarakat Dalam kehidupan sosial, seorang individu tidak terlepas dari interaksi dengan masyarakatnya. Adakalanya seorang manusia 334 Yunahar Ilyas, h. 24. Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya h. 31. 335 196 | M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? dituntut untuk bermuamalah dengan sanak keluarga dan familinya, bersilaturrahim dengan karib kerabatnya, kenalannya dan di lain waktu dia harus menjalin hubungan dengan pemerintah setempat di mana dia berdomisili. Agar kesemua bagian tersebut dapat terjalin secara harmonis dan tetap berdampak positif, di sinilah urgennya bagi mereka yang mempunyai kepiawaian. Akan tetapi, dengan bermodalkan kepiawaian semata dipandang tidak cukup. Kesemua hal tersebut dapat terjalin dengan baik manakala individu mengetahui tentang bagaimana akhlak yang harus dilakukannya ketika berinteraksi dengan masyarakatnya. Dalam hal ini jelaslah yang dimaksudkan adalah mereka yang dalam kehidupannya senantiasa menaruh perhatian besar terhadap kesucian hatinya. Karena dengan hati yang suci dan bersih secara otomatis akan melahirkan karakter-karakter yang bersih dan suci pula, sebaliknya orang yang dalam hatinya memiliki penyakit maka tentulah dalam hubungannya dalam masyarakatnya bukan didasari keikhlasan, karena keikhlasan untuk saling membantu dan menutupi kekuarangan, jika hal ini terjadi dikhawatirkan akan menimbulkan dampak negatif bagi pelakunya. Bagi mereka yang hatinya bersih dan suci maka dalam interaksi sosialnya melahirkan karakter yang mencerminkan sifat kemuliaan dan memiliki dampak positif, baik bagi individu yang menerapkannya maupun bagi mereka yang berada di sekitarnya. Dampak positif yang penulis maksudkan, yaitu: a. Menjalin hubungan baik dengan tetangga Menjalin hubungan baik dengan tetangga adalah salah satu adab yang dimiliki oleh orang yang berhati bersih. Minimal hubungan baik dengan tetangga diwujudkan dalam bentuk tidak M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? | 197 mengganggu dan menyusahkan mereka. 336 Sebuah contoh yang dapat dikemukakan ialah pada waktu istirahat, tidak membunyikan radio atau televisi dengan volume yang dapat mengganggu istirahat mereka. Termasuk pula menjalin hubungan baik dengan tetangga apabila tidak membuang sampah ke halaman rumahnya, dan tidak menyakitinya dengan perkataan yang kasar dan tidak sopan. Lebih utama lagi jika tidak hanya sekedar menjaga jangan sampai tetangga merasa terganggu, tetapi secara aktif dan produktif kepada mereka. Misalnya mengucapkan salam dan bertegur sapa dengan ramah, memberikan pertolongan apabila dibutuhkannya, dan jika memasak makanan hendaknya memberikan sebahagian kepada mereka, terlebih lagi apabila makanan yang dimasak itu tercium olehnya. Hal ini jelas sejalan dengan tuntunan hadis Rasulullah saw. sebagaimana yang diriwayatkan Imam Muslim, yang maknanya menunjukkan anjuran untuk memberi makanan kepada tetangga ketika makanan tersebut tercium baginya. Dengan demikian, menjalin hubungan baik dengan tetangga tidaklah mudah sebagaimana mudahnya seorang membalikkan kedua tangannya. Tetapi, bagi mereka yang hatinya telah diisi dengan benih-benih keimanan dan senantiasa dididik maka hal tersebut mudah dan tidak terasa sulit olehnya. Berdasarkan hal di atas, dapat dilihat dalam Q.S. al-Nisā/4: 36. َّ ‫َوا ْعبُ ُدوا‬ ‫اَّللَ َوَل تُ ْش ِرُكوا بِ ِه َش ْيئاً َوِِبل َْوالِ َديْ ِن إِ ْح َساَنً َوبِ ِذي الْ ُق ْرََب َوالْيَ تَ َامى‬ ِ ‫الص‬ ِ ِ‫ّي َوال َْمساك‬ ِ ِ‫َوال َْمساك‬ ِ ‫ب ِِب ْْلَْن‬ ِ ‫اح‬ ِ ُ‫ّي َوا ْْلَا ِر ِذي الْ ُق ْرََب َوا ْْلَا ِر ا ْْلُن‬ ‫ب َوابْ ِن‬ َّ ‫ب َو‬ َ َ ِ ِ‫السب‬ َّ ‫ت أَْميَانُ ُك ْم إِ َّن‬ )٣٦( ً‫ب َم ْن َكا َن ُُمْتَاَلً فَ ُخورا‬ ُّ ‫اَّللَ َل ُُِي‬ َّ ْ ‫يل َوَما َملَ َك‬ 336 Syeikh Abu Bakar Jabir al-Jazairi, h. 254. 198 | M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? Terjemahnya: Dan sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apapun. Dan berbuat baiklah kepada kedua orangtua, karib kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga dekat dan tetangga jauh, teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahaya yang kamu miliki. Sungguh Allah tidak menyukai orang yang sombong dan membanggakan diri.337 Ayat di atas, menuntun untuk berbuat baik kepada tetangga dengan memuliakannya, misalnya jika dia memerlukan pertolongan maka tolonglah, jika ia meminjam, pinjamilah, kalau ia fakir, bantulah dengan sedekah, jika ia sakit, tengoklah, jika ia mendapat hal yang menggembirakan, berilah penghargaan, jika ia ditimpa bahaya, sabarkanlah. Jika ia meninggal dunia, uruskan jenazahnya sampai ke kuburnya. Selain itu janganlah meninggikan bangunan rumah dari bangunannnya, kecuali sesudah izinnya. Demikian pula jangan menyakiti hatinya dengan aroma makanan, kecuali jika dapat memberikan sebagian untuknya, dan jika membeli buah-buahan hadiahilah kepada anaknya sebahagiannya. b. Silaturrahim dengan karib kerabat Istilah silaturrahim (silah al-rahim) terdiri atas dua kata “silah” (hubungan, sambungan) dan “al-rahim” (peranakan). Istilah ini sebuah simbol dari hubungan baik penuh kasih sayang antara sesama karib kerabat yang asal usulnya berasal dari satu rahim. Dikatakan simbol karena “al-rahim” (peranakan) secara materi tidak dapat disambung atau dihubungkan dengan rahim lain. Rahim yang diamaksud di sini adalah qarabah atau nasab yang Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya h. 109. 337 M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? | 199 disatukan oleh rahim ibu. Hubungan antara satu sama lain diikat dengan hubungan rahim.338 Sedangkan dalam bahasa Indonesia sehari-hari dikenal istilah silaturrahmi (silah al-rahim) dengan pengertian yang lebih luas, tidak hanya terbatas pada hubungan kasih sayang antara sesama karib kerabat tetapi juga mencakup masyarakat yang lebih luas. Dari segi bahasa istilah tersebut tidak keliru karena al-rahmi juga mengandung makna kasih sayang. Karena itu silaturrahmi berarti menghubungkan tali kasih sayang antara sesama anggota masyarakat. Silaturrahim yang penulis maksudkan dalam penulisan buku ini, yaitu hubungan kasih sayang yang tidak hanya terbatas pada hubungan sebuah keluarga besar atau qarabah saja, tetapi secara umum dimaksudkan pula kepada seluruh anggota masyarakat. Memelihara hubungan silaturrahim dengan baik sesama keluarga ataupun anggota masyarakat, menjadi karakter dan akhlak orang yang telah mensucikan hatinya. Secara umum, seorang muslim menganggap bahwa menjalin silaturrahim dengan karib kerabat dan anggota masyarakatnya merupakan salah satu cara untuk ber-taqarrub kepada Allah swt. Hal ini disebabkan karena dalam hubungan silaturrahim mengandung nilai-nilai agung, seperti yang tua menyayangi yang muda dan yang muda menghormati yang tua, dan hal ini tidak hanya terbatas pada lingkungan karib kerabat saja, tetapi sampai kepada hubungan masyarakat.339 Muhammad ibnu ‘Alan al-Siddiq, Dalīl al-Fālihin li Turūq Riyad al-Sālihīn (Riyad: Dār al-Ifta, t. th.), h. 148. Lihat pula Yunahar Ilyas, h. 183. 338 339 Syeikh Abu Bakar Jabir al-Jazairi, h. 259. 200 | M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? Secara konkret, silaturrahim dapat terwujud dalam bentuk: memelihara dan meningkatkan kasih sayang sesama kerabat dan anggota masyarakat dengan sikap saling mengenal satu sama lain, hormat menggormati, bertukar salam, kunjung mengunjungi, surat menyurat, bertukar hadiah, ziarah menziarahi, bantu membantu dan lain sebagainya. Adapun manfaat yang diperolehnya yaitu Rasulullah saw. menjanjikan pelakunya dengan rezeki yang lapang dan umur yang panjang. Dengan demikian, silaturrahim adalah salah satu sifat yang senantiasa dimiliki oleh orang yang hatinya benar-benar bersih dan suci. Tanpa hati yang didasari kebersihan dan kesucian maka sifat ini tidak dimiliki oleh orang selainnya. Meskipun ditemukan banyak orang yang saling berkasih sayang di antara mereka, tetapi kasih sayang yang mereka bina bukan karena atas dasar cinta dan iman kepada Allah swt., yang demikian dapat saja karena di dalamnya terdapat kepentingan yang sifatnya duniawiyah. Menegakkan tali silaturrahim merupakan salah satu prinsip pokok Islam, sebagaimana telah diperintahkan oleh Allah swt. dalam Q.S. al-Nisā/4: 1. ِ ِ َّ َّ ‫ واتَّقُوا‬... َّ ‫ام إِ َّن‬ )۱( ً‫اَّللَ َكا َن َعلَْي ُك ْم َرقِيبا‬ َ ‫اءلُو َن بِه َواأل َْر َح‬ َ ‫اَّللَ الذي تَ تَ َس‬ َ Terjemahnya: … Bertakwalah kepada Allah yang dengan nama-Nya kamu saling meminta, dan (peliharalah) hubungan kekeluargaan. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasimu.340 Berdasarkan ayat di atas, dapat diketahui bahwa orang yang selalu memegang teguh tali silaturrahim akan membawa keberkahan bagi rezeki dan kehidupannya, dan kan menerima kasih sayang dari Allah swt. baik di dunia maupun di akhirat, serta akan membuat orang lain mencintai dirinya. seorang muslim akan Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya h. 99. 340 M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? | 201 memperoleh dua pahala saat dia memperlakukan keluarganya dengan baik dan hormat, satu pahala karena meneguhkan tali silaturrahi dan satu pahala karena memberikan sedekah. Allah swt. berfirman dalam Q.S. al-Isra/17: 26. ِ ِ ‫و‬ ِ ِ‫السب‬ )۲٦( ً‫يل َوَل تُبَ ِِذ ْر تَ ْب ِذيرا‬ َّ ‫ّي َوابْ َن‬ َ ‫آت َذا الْ ُق ْرََب َح َّقهُ َوال ِْم ْسك‬ َ Terjemahnya: Dan berikanlah haknya kepada kerabat dekat, juga kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan, dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros.341 Ayat di atas, menuntun untuk senantiasa berbuat baik, kendatipun kesibukan pekerjaan, baik di rumah maupun di kantor membuat sulit meluangkan waktu untuk bersilaturrahim, tetapi luangkanlah waktu jika ada saudara, teman, atau kerabat yang sedang sakit dan jangan lupa sempatkan untuk saling berkunjung ke rumah saudara atau kerabat walau tidak sering. Mencintai dan menghormati tetangga adalah termasuk dalam lingkup memelihara silaturrahim. Islam bahkan mengajarkan untuk menaruh hormat dan memberikan toleransi kepada tetangga sekalipun non muslim. Menghormati tetangga non muslim merupakan salah satu contoh toleransi yang ditekankan oleh Islam. Allah swt. berfirman dalam Q.S. al-Nisā/4: 36. َّ ‫َوا ْعبُ ُدوا‬ ‫اَّللَ َوَل تُ ْش ِرُكوا بِ ِه َش ْيئاً َوِِبل َْوالِ َديْ ِن إِ ْح َساَنً َوبِ ِذي الْ ُق ْرََب َوالْيَ تَ َامى‬ ِ ‫الص‬ ِ ِ‫ّي َوال َْمساك‬ ِ ِ‫َوال َْمساك‬ ِ ‫ب ِِب ْْلَْن‬ ِ ‫اح‬ ِ ُ‫ّي َوا ْْلَا ِر ِذي الْ ُق ْرََب َوا ْْلَا ِر ا ْْلُن‬ ‫ب َوابْ ِن‬ َّ ‫ب َو‬ َ َ ِ ِ‫السب‬ َّ ‫ت أَْميَانُ ُك ْم إِ َّن‬ )٣٦( ً‫ب َم ْن َكا َن ُُمْتَاَلً فَ ُخورا‬ ُّ ‫اَّللَ َل ُُِي‬ َّ ْ ‫يل َوَما َملَ َك‬ Terjemahnya: Dan sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apapun. Dan berbuat Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya h. 388. 341 202 | M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? baiklah kepada kedua orangtua, karib kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga dekat dan tetangga jauh, teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahaya yang kamu miliki. Sungguh Allah tidak menyukai orang yang sombong dan membanggakan diri.342 Betapa pentingnya silaturrahim, Islam memerintahkan untuk senantiasa memeliharanya, sebab orang yang memutuskan tali silaturrahim akan menerima kemurkaan dari Allah, akan mengalami kesengsaraan dan bencana. Begitu banyak perintah yang diberikan oleh Allah swt. untuk terus memelihara tali silaturrahim. Oleh karena itu harus selalu dibudayakan sikap memelihara silaturrahim dalam praktik sehari-hari, dengan senantiasa peduli dengan nasib saudara-saudara yang teraniaya, terzalimi, dan duafa, sudah saatnya untuk peka dengan keadaan tetangga. Salah satu kiat memelihara silaturrahim adalah dengan jalan zikir kepada Allah. orang yang senantiasa berzikir kepada Allah swt. adalah orang yang selalu memelihara silaturrahim dengan Sang Pencipta, dan orang yang senantiasa menjaga silaturrahim dengan-Nya, dia pasti akan menjaga silaturrahim dengan sesama makhluknya. c. Saling berkasih sayang sesama anggota masyarakat Berkasih sayang sesama anggota masyarakat adalah salah satu akhlak mulia. Selain itu, di antara akhlak mulia yang dihasilkan orang telah membersihkan hatinya dalam kehidupan sosialnya ialah sangat penyayang terhadap dirinya sendiri dan orang lain, bahkan sifat kasih sayang telah menjadi sebuah karakter hidupnya. Kasih sayang tidak lain kecuali menunjukkan kejernihan dan kesucian hati seseorang. Hakikat kasih sayang sebagaimana dikemukakan Syeikh Abu Bakar Jabir al-Jazairi adalah Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya h. 388. 342 M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? | 203 kelembutan hati dan empati jiwa yang meliputi ampunan dan ihsan, tetapi kasih sayang itu bukan murni hanya empati jiwa saja tanpa membuahkan bekas di luar jiwa. Bahkan kasih sayang memiliki pengaruh yang kuat, dan hakikat perwujudannya itu tanpak di alam nyata.343 Berdasarkan kutipan di atas, dapat didukung dengan firman Allah Q.S. Ali Imrān/3: 133-134. ِ ‫ات واألَر‬ ِ ِ ‫َّت لِل‬ ِ َّ ‫ين‬ َّ ‫ض َها‬ ُ ‫َو َسا ِر ُعوا إِ ََل َم ْغ ِف َرةٍ م ْن َربِِ ُك ْم َو َجن ٍَّة َع ْر‬ َ ‫ْمتَّق‬ ُ ْ َ ُ ‫الس َم َو‬ َ ‫) الذ‬۱٣٣( ‫ّي‬ ُ ْ ‫ض أُعد‬ ِ َّ ‫الس َّر ِاء والض‬ ِ ِ ِ ِ ِ ‫ّي َع ْن الن‬ َّ ‫َّاس َو‬ )۱٣٤( ‫ّي‬ َ ‫ّي الْغَْي‬ ُّ ‫اَّللُ ُُِي‬ َ ِ‫ب ال ُْم ْحسن‬ َ ‫ظ َوال َْعاف‬ َ ‫َّراء َوالْ َكاظ ِم‬ َ َّ ‫يُ ْنف ُقو َن ِِف‬ Terjemahnya: Dan bersegeralah kamu mencari ampunan dari Tuhanmu dan mendapatkan surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan bagi orang-orang yang bertakwa, (yaitu) orang yang berinfak, baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang lain. Dan Allah mencintai orang-orang yang berbuat kebaikan.344 Berdasarkan ayat di atas, dapat dipahami bahwa kalau manusia memiliki lidah yang tak pelit meminta dan menerima maaf maka sungguh indah kehidupannya. Oleh karena itu tidak perlu saling mencari kesalahan orang lain, kalau bersalah bersegeralah meminta maaf, dan kalu dimintai maaf, maka bersegeralah memaafkan. Apalagi kalau permintaan dan pemberian maaf itu disertai dengan hati yang tulus dan ikhlas, maka tidak perlu lagi membalas menjelek-jelekkan sesama manusia yang sedang khilaf atau lalai. Sebagaimana firman Allah dalam Q.S. al-Nisā/4: 149. ٍ ‫إِ ْن تُب ُدوا خرياً أَو ُُتْ ُفوه أَو تَ ع ُفوا عن س‬ َّ ‫وء فَِإ َّن‬ )۱٤۹( ‫اَّللَ َكا َن َع ُف ِواً قَ ِديْ ًرا‬ ْ َْ ْ ُ َْ ْ ْ ُ 343 Syeikh Abu Bakar Jabir al-Jazairi, h.211. Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya h. 84. 344 204 | M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? Terjemahnya: Jika kamu menyatakan sesuatu kebajikan, menyembunyikannya atau memaafkan sesuatu kesalahan (orang lain), maka sungguh, Allah Maha Pemaaf, Mahakuasa. 345 Dengan demikian, tidak ada alasan bagi manusia untuk tidak atau enggan memberi maaf kepada orang-orang yang telah berbuat jahat, bahkan yang telah menganiaya. Sungguh merupakan perjuangan hati yang sangat berat untuk memaafkan orang yang telah berbuat zalim. Oleh karena itu perlu diingat bahwa begitu banyak keutamaan yang dapat diperoleh dengan memberi dan meminta maaf, baik di dunia maupun di akhirat dengan memelihara sifat al-afwu di hati, sebab dengan menanamkan keindahan maaf di hati, dengan meniru perilaku salaf al-salih yang senantiasa memberi maaf kepada sesama, dan setiap saat meminta maaf (ampunan) kepada Allah swt. dengan senantiasa beristigfar, mengamalkan salat sunah taubat dengan memanjatkan istigfar yang paling mulia (sayyid al-istigfār) dalam doa. Bentuk kasih sayang yang dapat diterapkan di tengah-tengah masyarakat, seperti memberikan maaf kepada orang yang khilaf, memberi ampun orang yang bersalah, menolong orang yang kesusahan dan bersedih hati, membantu yang sedang kesempitan, memberi makan orang yang kelaparan, memberi pakaian kepada orang yang tidak mempunyai pakaian, mengunjungi orang yang sakit atau yang tertimpa musibah, dan lain sebagainya. Dari ketiga hal yang telah dijelaskan di atas, kesemuanya menunjukkan pada dampak proses pembentukan hati yang membekas pada hati seseorang yang telah berupaya dan bermujahadah semaksimal mungkin dalam kehidupannya untuk Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya h. 134. 345 M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? | 205 memelihara dan memperhatikan kesucian dan kejernihan hatinya, sehingga hal demikian tercermin dan terealisasikan pada tiga aspek akhlak penting, seperti akhlak kepribadiannya, akhlak sosialnya, dan tat kala pentingnya juga mampu mengetahui dan menjaga tentang akhlak/adab terhadap sang penciptanya. C. Urgensi Pendidikan Qalb dalam Al-Qur’an Anak adalah amanah Allah yang sangat berharga. Karena anak, orang tua dituntut untuk mendidiknya sejak dalam kandungan ibunya sampai ia dewasa. Mengapa demikian?. Sebab anak yang lahir ke dunia dalam keadaan suci (fitrah) maka saat kembali kepada sang pemiliknya Allah swt. harus suci pula tanpa noda dan dosa. Itulah sebabnya pendidikan terhadap anak (tarbiyyah al-awlād) dalam pandangan Islam hukumnya wajib, sehingga sesibuk apapun pekerjaan seorang pendidik terutama kepada orang tua maka pendidikan untuk anak-anaknya tak terbengkalai. Salah satu hal penting dalam mendidik anak adalah upaya pensucian jiwa mereka (tazkiyah al-nafs) yang diharapkan dapat menjadi manusia beriman dan bertakwa, tidak suka mengganggu orang lain, ataupun manusia yang tidak menyusahkan kedua orang tuanya kelak. Dalam kajian Islam ditegaskan pula bahwa setiap anak itu dilahirkan dalam fitrah yang suci. Sehingga seorang bayi hidup dalam alam paradiso (kalau mati dalam Islam dianggap langsung masuk surga). Dalam perkembangan selanjutnya, karena kelemahannya sendiri sang bayi yang tumbuh pelan-pelan menjadi dewasa lalu tergoda dengan ketertarikan kehidupan dunia, sehingga sedikit demi sedikit dia masuk ke alam inferno “neraka dunia”.346 Karena dosanya, hatinya pun menjadi 346 Istilah di atas dimaksudkan untuk mengungkapkan kondisi manusia yang menjauhi dari suara hatinya yang suci. 206 | M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? kotor. Dalam suatu keadaan yang disebut pensucian, manusia dilatih kembali untuk lepas dari infernonya atau dari neraka dunia. Inilah proses alam pensucian jiwa dan mendidik qalb, dari sini akan terbuka kembali alam kefitrahannya, meskipun pada dasarnya setiap manusia dilahirkan dalam keadaan fitrah. Fitrah yang dimaksudkan dalam konteks tersebut bukanlah sesuatu yang didapatkan atau diusahakan, tetapi sesuatu yang ingin ditemukan kembali. Oleh sebab itu term yang dipakai dalam perayaan hari raya Idul Fitri “kembali ke fitrah” yang secara simbolik maknanya adalah merayakan kembalinya jiwa ke alam paradiso atau alam kefitrahan manusia. Dengan demikian kenyataan yang menunjukkan bahwa manusia itu memiliki fitrah beragama, buat pertama kali ditegaskan dalam ajaran Islam yakni agama adalah kebutuhan fitri manusia. Fitrah beragama yang ada dalam diri manusia inilah salah satu faktor yang melatar belakangi perlunya manusia pada pendidikan qalb. Oleh karenanya, ketika datang wahyu Allah yang menyeru manusia supaya beragama maka seruan tersebut memang amat sejalan dengan fitrahnya itu. Dalam konteks ini misalnya ketika seorang membaca ayat yang tertera dalam Q.S. al-Rūm/30: 30. َِّ َ‫ك لِل ِِدي ِن حنِيفاً فِطْرة‬ َِّ ‫اَّلل الَِِّت فَطَر النَّاس علَي ها َل تَ ب ِديل ِِلَل ِْق‬ ِ َ ِ‫اَّلل ذَل‬ ‫ين‬ َ ‫فَأَقِ ْم َو ْج َه‬ َْ َ َ َ ُ ‫ك ال ِد‬ َ َ َ ْ ِ ‫الْ َقيِِ ُم َولَ ِك َّن أَ ْكثَ َر الن‬ )٣۰( ‫َّاس َل يَ ْعلَ ُمو َن‬ Terjemahnya: Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Islam); (sesuai) fitrah Allah disebabkan Dia telah menciptakan manusia menurut fitrah (fitrah) itu Tidak ada perubahan pada ciptaan Allah, (Itulah) agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.347 Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya h. 574. 347 M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? | 207 Berdasarkan ayat di atas, penulis pertegas kembali bahwa manusia diciptakan dengan membawa fitrah (potensi) keagamaan yang hanīf, benar, dan tidak dapat menghindar meskipun boleh jadi dia mengabaikan atau tidak mengakui keberadaannya. Dalam hal ini, terdapat perbedaan dengan teologi Kristen yang memandang manusia berfitrah negatif dengan menyandang dosa warisan, sekalipun Q.S. alBaqarah/2: 266 memandang manusia mempunyai potensi positif lebih besar dibanding potensi negatifnya, seperti telah diuraikan sebelumnya yang mengisyaratkan bahwa manusia lebih mudah untuk berbuat baik dari pada berbuat jahat. 348 Dengan demikian, hakikat manusia tampak pertama kali pada fitrah yang telah ditetapkan Allah atas dirinya. Hal ini disebabkan oleh karena manusia hidup dalam alam realitas dengan mengungkapkan fitrah berupa potensi yang ada dalam dirinya. Islam sebagai agama paripurna sangat memperhatikan dan mengakui seluruh potensi dalam diri manusia dengan segala tuntutannya. Begitu pula Islam dengan kemuliaan ajarannya memberikan kewenangan kepada fitrah manusia untuk mengaktualisasikan dirinya, selama hal tersebut tidak bertentangan dengan ajaran agama. Berkenaan dengan uraian di atas, Muhammad al-Gazali dalam Khulūq al-Muslim menyebutkan bahwa di dalam jiwa manusia terdapat dua fitrah,349 yakni fitrah yang baik dan fitrah yang buruk. 1. Fitrah yang baik 348 Statemen tersebut sejalan dengan pernyataan M. Quraish Shihab yang mengatakan bahwa nafs itu berpotensi positif dan negatif, tetapi diperoleh isyarat bahwa pada hakikatnya potensi positif manusia lebih kuat dari pada potensi negatifnya, hanya saja daya tarik keburukan lebih kuat dari pada daya tarik kebaikan. Lihat M. Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur’an (Cet. 3; Bandung: Mizan, 1996), h. 286. Muhammad al-Gazali, Khulūq al-Muslim (Bandung: Mizan, 1989), h. 99. 349 208 | M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? Mendorong kepada kebaikan yang bermanfaat bagi kehidupan manusia dalam perkembangan jiwanya, sehingga jiwa merasa dapat menemukan dan melaksanakan kebaikan tersebut. َِّ ‫ك لِل ِِدي ِن حنِيفاً فِطْرَة‬ َِّ ‫اَّلل الَِِّت فَطَر النَّاس علَي ها َل تَ ب ِديل ِِلَل ِْق‬ ‫ك‬ َ ‫فَأَقِ ْم َو ْج َه‬ َ ِ‫اَّلل ذَل‬ َ َ َ ْ َْ َ َ َ ِ ِ ‫ين الْ َقيِِ ُم َولَ ِك َّن أَ ْكثَ َر الن‬ )٣۰( ‫َّاس َل يَ ْعلَ ُمو َن‬ ُ ‫ال ِد‬ Terjemahnya: Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Islam); (sesuai) fitrah Allah disebabkan. Dia telah menciptakan manusia menurut (fitrah) itu. Tidak ada perubahan pada ciptaan Allah, (itulah) agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui. 2. Fitrah yang buruk Dalam jiwa manusia ada kecenderungan untuk berlaku tidak baik atau kecenderungan berbuat buruk sebagaimana yang dijelaskan dalam Q.S. al-Syams/91: 7-8. ٍ ‫َونَ ْف‬ )۸( ‫ورَها َوتَ ْق َو َاها‬ َ ‫) فَأَ َْلََم َها فُ ُج‬۷( ‫س َوَما َس َّو َاها‬ Terjemahnya: Demi jiwa serta penyempurnaan (ciptaan)nya, maka Dia mengilhamkan kepadanya (jalan) kejahatan dan ketakwaannya, 350 Menurut Quraish Shihab, bahwa kata mengilhamkan pada ayat di atas berati potensi agar manusia melalui nafs dapat menangkap makna baik dan buruk, serta dapat mendorongnya untuk melakukan kebaikan dan keburukan, dari pendapat ini terlihat perbedaan pengertian kata tersebut menurut versi Al-Qur’an dengan terminologi kaum sufi, yang oleh Imam al-Gazali sebagaimana dikutip Achmad Mubarak dinyatakan bahwa nafs ialah sesuatu yang melahirkan sifat tercela dan perilaku buruk. Pengertian kaum sufi ini mirip dengan yang didefinisikan dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia yang antara Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya h. 896. 350 M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? | 209 lain menjelaskan nafs sebagai dorongan hati yang kuat untuk berbuat kurang baik. Dari perbedaan persepsi di atas, penulis lebih cenderung memahami nafs tidak selalu berkonotasi negatif seperti yang dapat dipahami dalam Q.S. al-Isra/17: 15, dan Q.S. al-Syams/91: 7-8. Meskipun di satu sisi nafs berpotensi untuk melakukan keburukan, hal ini tidak terlepas dari berbagai faktor yang dapat mempengaruhi perbuatan nafs itu sendiri. Mengacu pada beberapa uraian tersebut, menunjukkan bahwa ajaran Islam dibangun atas dasar respon terhadap fitrah manusia serta kecenderungannya, di samping penyesuaian dengan kenyataan pada diri manusia. Zacky Syafaat, dalam Filsafat Manusia mengungkapkan bahwa manusia mempunyai dua sifat pribadi yaitu: pertama, mencerminkan hakikat kemanusiaannya, dan kedua, menjadikannya sebagai bagian terpenting dalam pembangunan masyarakat. Dengan kedua sifat kepribadian itu, manusia mempunyai hak dan kewajiban yang dapat meningkatkan kedudukannya ke martabat yang lebih tinggi.351 Kepribadian manusia yang tergambar dalam kutipan di atas, memberikan peluang besar kepada seluruh komunitas sekolah selaku pengemban teori pendidikan untuk dapat terlibat. Kepala sekolah sebagai pimpinan mengkoordinir di segala sekolah, berkewajiban kebutuhan-kebutuhan untuk dapat sekolah demi mewujudkan tercapainya karakter peserta didik yang religius. Karakter peserta didik yang religius inilah yang akan menjawab Zacky Syafa’at, Filsafat Manusia (Surabaya: Terbit Terang, 2000), h. 46. Lihat pula Abdul Mujib, Ilmu Pendidikan Islam (Cet. 1; Jakarta: t.p., 2006), h. 53. Penjelasannya; fitrah asli manusia itu boleh jadi baik dan boleh jadi buruk sekalipun fitrah yang baik merupakan primer, sedang yang buruk merupakan sekunder. Hal ini berbeda dengan malaikat yang hanya berfitrah baik, atau setan yang berfitrah buruk, ataukah hewan/ tumbuh-tumbuhan dan benda-benda mati lainnya yang tidak ada baik dan tidak ada buruk pada fitrahnya. 351 210 | M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? pesatnya kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Kemajuan Iptek tanpa dibarengi dengan modal pemahaman keagamaan akan sangat timpang. Ketimpangan tersebut terlihat dengan munculnya berbagai tindakan kriminal peserta didik, baik yang terjadi di lingkungan sekolah, maupun di luar lingkungan sekolah, seperti tawuran di kalangan generasi muda penerus bangsa dari kalangan anak-anak usia remaja sampai di kalangan usia orang dewasa (mahasiswa). Oleh karena itu, tanggung jawab pendidikan kembali dipertanyakan siapakah yang bertanggung jawab dalam menangani hal ini? Sebagai seorang muslim yang beriman tentunya berpandangan bahwa yang menjadi tanggung jawab atas semua hal ini adalah setiap individu yang memiliki kompetensi, sebagai orangtua dia berkewajiban, sebagai pendidik juga berkewajiban, dan sebagai masyarakat juga punya kewajiban. Ketiga pengemban sekaligus penanggung jawab jalannya pendidikan bagi peserta didik ini diistilahkan dengan sebutan Tri Pusat Pendidikan (formal, informal, dan non formal) yang tidak dapat terlepaskan dan saling berkorelasi satu sama lain. Berbicara tentang kepribadian seorang individu banyak hal yang dapat mempengaruhi perkembangannya, antara lain adalah pengaruh keluarga. Hal ini sangat menentukan keperibadian sang anak, karena baik dan buruknya kepribadian seseorang sangat tergantung pada bagaimana mengembangkan potensinya, mengawasinya, membantu anak dalam kesulitan belajar, dan membimbingnya ke segala aktivitas yang ada di dalam kelas. Begitu pula lingkungan masyarakat berpengaruh terhadap perkembangan kepribadian seorang anak.352 352 M. Sattu Alang, Kesehatan Mental dan Terapi Islam (Cet. 2; Makassar: Berkah Utami, 2005), h. 38. M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? | 211 Dengan demikian, orangtua adalah pendidik pertama dalam kehidupan anak-anaknya. Kepribadian dan akhlaknya merupakan cerminan bagi hidup sang buah hatinya kelak, begitu pula dengan sikap dan cara hidup mereka termasuk unsur-unsur pendidikan yang secara tidak langsung akan mempengaruhi kepribadian anak yang sedang tumbuh. Dalam hal ini Zakiah Daradjat, berpendapat bahwa berbicara masalah anak dan orangtua, tidak terlepaskan dari tanggung jawab orangtua sebagai pendidik dalam lingkungan keluarga, karena pada hakikatnya para orang tualah yang mempunyai harapan-harapan agar anak mereka tumbuh dan berkembang menjadi anak yang baik. Dari didikan orang tualah sehingga anak dapat membedakan mana yang baik dan mana yang buruk dan tidak terjerumus dalam perbuatan-perbuatan yang dapat merugikan dirinya sendiri maupun orang lain.353 Untuk lebih jelasnya dapat dilihat apa yang dikemukakan M. Sattu Alang dalam bukunya “Kesehatan Mental dan Terapi Islam” tentang beberapa tanggung jawab (kewajiban-kewajiban) orang tua terhadap anak-anaknya, yaitu: a. Memberi nama terhadap anaknya Orangtua mempunyai kewajiban untuk memberikan nama yang baik pada anak-anaknya, begitu juga dengan julukan dan gelar. Nama dapat dipahami sebagai pujian, maki-makian atau bukan keduanya, tetapi yang dapat dipahami adalah gelar. Hal ini berdasarkan firman Allah dalam Q.S. al-Hujurāt/49: 11. 353 Zakiah Daradjat, Ilmu Jiwa Agama (Cet. 7; Jakarta: Bulan Bintang, 1979), h. 71. 212 | M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? ٍ ِ َ‫َّي أَيُّها الَّ ِذين آمنوا َل يسخر ق‬ ِ ِ ‫اء ِم ْن‬ َُ َ ٌ َْ ْ َ َ َ ٌ ‫وم م ْن قَ ْوم َع َسى أَ ْن يَ ُكونُوا َخ ْرياً م ْن ُه ْم َوَل ن َس‬ ِ ‫اب بِْئس‬ ِ ‫نِس ٍاء َعسى أَ ْن ي ُك َّن َخ ْرياً ِم ْن ُه َّن وَل تَل‬ ِ ‫ْم ُزوا أَن ُفس ُك ْم َوَل تَ نَابَ ُزوا ِِبألَلْ َق‬ ‫اَل ْس ُم‬ َ َ َ َ َ َ ِ )۱۱( ‫ك ُه ْم الظَّالِ ُمو َن‬ َ ِ‫ب فَأ ُْولَئ‬ ْ ُ‫سو ُق بَ ْع َد ا ِإلميَان َوَم ْن ََلْ يَت‬ ُ ‫الْ ُف‬ Terjemahnya: Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain, (karena) boleh jadi mereka (orang yang diperolok-olokkan) lebih baik dari mereka (yang mengolokolokkan) dan jangan pula perempuan-perempuan (mengolokolokkan) perempuan lain, (karena) boleh jadi perempuan (yang diperolok-olokkan) lebih baik dari perempuan (yang mengolok-olok) janganlah kamu saling mencela satu sama lain, dan janganlah saling memanggil dengan gelar yang buruk. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk (fasik) setelah beriman. Dan barang siapa yang tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim.354 b. Menanamkan pendidikan agama sejak dini Pendidikan agama yang perlu diterapkan kepada anak sejak usia dini, antara lain; membisikkan kalimat tauhid, mengajarinya akhlak yang mulia, mengIslamkan atau menghitaninya, dan menyekolahkannya.355 Berdasarkan pada kedua pendapat tersebut, dipahami bahwa orangtua mempunyai pembentukan karakter tanggung kejiwaan jawab yang besar anak-anaknya. terhadap Olehnya itu, pendidikan agama seyogyanya diberikan kepada mereka dimulai sejak kecil sampai mereka dewasa. Sebuah contoh yang dapat dikemukakan, seperti mengajarinya salat, puasa, membaca Al-Qur’an, dan lain sebagainya. Terkhusus ketika mereka telah menginjak usia dewasa maka hendaknya menaruh perhatian besar kepadanya, sehingga dengan adanya perhatian seperti ini dapat melestarikan Departemen Agama RI, al-Qur’an dan Terjemahnya h. 744-745. 354 355 M. Sattu Alang, Kesehatan Mental dan Terapi Islam M. Sattu Alang, Kesehatan Mental dan Terapi Islam h. 33-35. M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? | 213 potensi kesucian yang telah dibawanya sejak lahir ke dunia. Di lingkungan formal seorang pendidik juga mempunyai tanggung jawab yang besar terhadap pembentukan karakter peserta didiknya yang bersifat religius. Karena bagaimana pun, selama ini pendidik telah tercitrakan sebagai orang yang serba tahu dan serba mampu. Bahkan ada sebuah ungkapan yang mengatakan; guru itu digugu dan ditiru. Ini meempatkan seorang pendidik pada posisi superior di atas peserta didiknya. Singgih D. Gunarso seperti yang dikutip M. Sattu Alang menjelaskan; salah satu tanggung jawab seorang pendidik terhadap peserta didiknya dalam pembentukan kepribadian mereka yaitu berupa pengawasan yang ketat. Kegiatan yang dilakukan oleh peserta didik itu berdasarkan instruksi dari guru yang berfungsi sebagai top manajer dalam kelas. Upaya ini dilakukan dengan maksud untuk memelihara hubungan emosional antara peserta didik dengan pendidiknya. Ancaman terkadang diberikan kepada mereka untuk mengiringi peserta didik menjadi terkontrol dalam pengawasan gurunya.356 Statemen yang disebutkan di atas, memberikan pemahaman bahwa salah satu peran (tanggung jawab) seorang pendidik dalam membentuk peserta didiknya yang berjiwa agamis yang berupa pengawasan yang ketat. Sebuah contoh yang dapat diutarakan dalam kaitannya dengan upaya untuk menjaga dan melestarikan fitrah kesucian jiwa mereka, seperti; menuntun dan mengawasinya agar terbiasa melaksanakan salat berjamaah di sekolah, mengawasi dalam muamalahnya baik sesama temannya terlebih kepada para pendidiknya, mengawasinya untuk tidak menyontek pada waktu 356 Singgih D. Gunarso, et. al., Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja (Jakarta: Gunung Mulia, 2000), h. 109. Lihat pula M. Sattu Alang, h. 42. 214 | M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? ujian, dan beberapa bentuk pengawasan lainnya yang dapat dilakukan oleh seorang pendidik khususnya di lingkungan sekolah. Pada usia sekolah menengah pertama (SMP) adalah masa krisis dalam proses pertumbuhan dan perkembangan daya nalar peserta didik, dimana anak dalam usia seperti ini berupaya untuk mencari jati dirinya dan mulai matangnya fungsi-fungsi organ reproduksinya, sehingga menjadikan anak pada posisi pancaroba yang sewaktuwaktu dapat berubah sifat dan kepribadiannya. M. Sattu Alang menyatakan bahwa pada usia anak 12-13 bahkan sampai 19 tahun adalah masa keingin majuan dalam memahami kenyataan mencapai puncaknya. Pertumbuhan jasmani semakin subur, kejiwaannya semakin tenang seakan-akan dia bersiap untuk menghadapi perubahan yang akan datang.357 Senada dengan statemen ini, Zulkifli dalam Psikologi Perkembangan menegaskan pula bahwa ketika anak perempuan berusia 12-13 tahun dan anak lakilaki berusia 13-14 tahun mereka mengalami masa krisis dalam proses pertumbuhannya. Pada masa ini mulai timbul kritik terhadap diri sendiri, kesadaran akan kemauan, penuh pertimbangan, mengutamakan tenaga sendiri yang disertai dengan berbagai pertentangan yang timbul dari lingkungannya, dan pada usia 12-19 tahun inilah masa pubertas berlangsung.358 Berdasarkan kedua argumentasi di atas, jika dikorelasikan dengan fenomena perkembangan peserta didik di usia sekolah menengah pertama dan sekolah menengah umum, dari sudut pandang agama ternyata perkembangan potensi (fitrah beragama) mereka benar-benar memerlukan bimbingan dan arahan yang tepat 357 M. Sattu Alang, Kesehatan Mental dan Terapi Islam h. 37. 358 Zulkifli, Psikologi Perkembangan (Cet. 1; Bandung: Rosdakarya, 1986), h. 10-11. M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? | 215 agar nilai-nilai kemanusiaan pada dirinya terpelihara, sehingga kelak dapat mengetahui jati diri mereka yang sesungguhnya dan dapat mengembangkannya ke arah yang lebih positif. Berdasarkan uraian di atas, penulis berasumsi bahwa salah satu alasan mendasar mengapa pendidikan qalb perlu dilakukan pada manusia, dan kepada peserta didik di sekolah menengah pertama dan sekolah menengah umum, di perguruan tinggi, bahkan di lingkungan pendidikan informal dan non formal, yaitu disebabkan karena untuk tetap menjaga dan melestarikan potensi (fitrah) kesucian yang telah dibawanya sejak lahir ke permukaan dunia ini. Potensi kesucian ini memerlukan pembinaan, pengarahan, dan pengembangan dari orangorang yang memiliki kompetensi di dalamnya, yaitu dengan cara mengenalkan ajaran agama kepadanya. 216 | M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? BAB V PENUTUP Berdasarkan hasil pembahasan yang telah dikemukakan pada bagian terdahulu, maka dapat disimpulkan bahwa secara konsepsional, AlQur’an telah menjelaskan bentuk/substansi pendidikan qalb, bukan hanya sebatas konsepsi, melainkan secara tajam menjelaskan tujuan, metode bahkan urgensi pendidikan qalb versi Al-Qur’an. Dari segi konsepsi, tampak secara komprehensif Al-Qur’an menjelaskan bentuk pendidikan qalb, yang dalam substansinya bukan hanya ditujukan untuk qalb yang baik, tetapi terutama terhadap qalb yang buruk. Caranya adalah mengajarkan kalimat tauhid, menumbuhkan jiwa kehambaan, menanamkan kecintaan kepada Allah dan Rasul-Nya, mengimplementasikan nilai-nilai rukun Islam, memperhatikan bakat dan kemampuan anak, ikhlas dalam mendidik, teladan yang baik, pemberian nasihat dan perhatian, meluangkan waktu, melatih untuk bersabar, dan doa. Proses pendidikan qalb dalam Al-Qur’an yaitu proses pendidikan qalb melalui: akhlak pribadi, akhlak terhadap Allah swt. seperti zuhud, warā‘, rajā‘, murāqabah, cinta dan rida. Selanjutnya adalah akhlak dalam bermasyarakat seperti; menjalin hubungan baik dengan tetangga, silaturrahim dengan karib kerabat, dan saling berkasih sayang sesama anggota masyarakat. Urgensi pendidikan qalb dalam Al-Qur’an didasarkan pada fitrah manusia yang sejatinya memiliki qalb yang baik, juga pada kecenderungan dan potensi yang dimiliki qalb, sehingga dapat dimaksimalkan untuk menjalankan fungsi manusia sebagai mustakhlaf dan musta‘mar di dunia. Bagaimanapun juga, dalam perspektif Al-Qur’an kedudukan hati sangat strategis, sehingga sepatutnyalah jika agama memberi perhatian yang besar pada upaya pendidikan dan penyuciannya, sehingga dapat berfungsi sesuai dengan fitrahnya. M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? | 217 218 | M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? Daftar Pustaka Abdul Wahhab, Muhbib. Revitalisasi Etika Islam dalam Pendidikan. Misykat al-Anwar, Vol.8, No.1, Juni 2002. Abu Faris, M. Tazkiyah al-Nafs. Cet. 1; Yordania: Dār al-Furqān, t.th. alih bahasa Habiburrahman Saeroi, Menyucikan Jiwa. Cet. 1; Jakarta: Gema Insani, 2005. Adnan, Habib. Agama Masyarakat dan Reformasi Kehidupan. Denpasar: BP Denpasar, 1998. Agustian, Ary Ginanjar. ESQ (Emotional Spiritual Quotient): Berdasarkan 6 Rukun Iman dan Rukun Islam. Cet.11; Jakarta: Arga, 2003. Alang, M. Sattu. Kesehatan Mental dan Terapi Islam. Makassar: Berkah Utami, 2005. -------.“Anak Shaleh (Telaah Pergumulan Nilai-nilai Sosio Kultural dan Keyakinan Islam pada Pesantren Modern Datok Sulaiman Palopo Sulawesi Selatan” Disertasi Doktor, Program Pascasarjana IAIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta, 2000. Ali, Abdullah Yusuf. Al-Qur’an Terjemahan dan Tafsirnya. Jakarta: Pustaka Firdaus, 1995. Ali, Atabik dan Achmad Zuhdi Muhdlor. Qamūs al-Isri ‘Arabi Indunisī. Cet. 4; Yogyakarta: Multi Karya Grafika, 1996. Alibasyah, Permadi. Bahan Renungan Qalbu. Cet. 16; Jakarta: Yayasan Mutiara Tauhid, 2005. Anis, Ibrahim. Mu’jam al-Wasīt, Juz. I, Cet. 2; Mesir: Dār al-Ma’arif, 1972. Ansar, Muhammad Yusran. Syarh Matn Hadis ‘Arba’in al-Nawāwiyah. Jakarta: Nizhom, t. th. Arif, Muh. “Jiwa Manusia Menurut Al-Qur’an: Implikasinya dalam Pendidikan Islam.” Tesis tidak diterbitkan, Program Pascasarjana IAIN Alauddin, Makassar, 2000. Arif, Muh. dan Munirah, Ilmu Pendidikan Islam, Cet. 1; Gorontalo: Sultan Amai Press, 2013. Arifin, M. Ilmu Pendidikan Islam; Suatu Tinjauan Teoretis dan Praktis Berdasarkan Pendekatan Interdisipliner. Cet. 2; Jakarta: Bumi Aksara, 1993. Azhim, Said Abdul. Popularitas di Mata Orang-orang Bertakwa. Cet. 1; Jakarta: Pustaka Azam, 2001. M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? | 219 -------, Rahasia Kesucian Hati Menurut Al-Qur’an, Hadis, dan Pendapat Ulama. Cet. 1; Jakarta: Qultum Media, 2006. al-Baidāi, Anwār al-Tanzīl wa Asrār al-Ta’wīl. Jilid I, Cet. 1; Beirut: Dār alFikr, 1981. Baki, Nasir A. Metode Pembelajaran Agama Islam (Dilengkapi Pembahasan Kurikulum 2013), Yogyakarta: Eja_Publisher, 2014._ Bali, Wahid Abdussalam. Strategi Setan Merusak Hati Manusia. Jakarta: Fikahati Aneska, 2002. al-Bani, Muhammad Nashiruddin. al-Tauhīd Awwalan ya Duah al-Islām. Riyadh: Dār al-Fadilah, 1420 H. al-Baqy, Muhammad Fu’ad Abd. Mu‘jam al-Mufahras li Alfāz Al-Qur’ān alKarīm. Beirut: Dār al-Fikr, 1987. al-Bukhari, Muhammad ibn Ismail Sahih al-Bukhariy. Cet.1; Beirut: Dār alKutub al-Ilmiyah, 1992. Bya, Asfa Davy. Sebening Mata Hati Oase Penyejuk Jiwa dan Pikiran. Jakarta: Mizan Publika, 2008. Cooper, Robert K., dan Ayman Sawaf. Executive EQ: Kecerdasan Emosional dalam Kepemimpinan dan Organisasi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1998. Daradjat, Zakiah. Psikoterapi Islami. Jakarta: Bulan Bintang, 2002. -------., Ilmu Pendidikan Islam. Cet. 3; Jakarta: Bumi Aksara, 1996. al-Darqawi, Syaikh al-‘Arabi. Memerangi Hawa Nafsu: Risalah-risalah Sufi Syaik al-Darqawi. Cet. 1; Jakarta: Pustaka Hidayah, 2002. Daulay, Haidar Putra. Qalbun Salim Jalan Menuju Pencerahan Ruhani. Cet. 1; Jakarta: Rineka Cipta, 2009. Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya. Semarang: Toha Putra, 1989. -------. Al-Qur’an dan Terjemahnya. Surabaya-Indonesia: Pustaka Agung Harapan, 2006. al-Dimasyqi, Ibnu Katsīr. Tafsīr Al-Qur’ān al-Ażīm. Cet.1; Beirut: Dār al-Fikr, 1999. Djaelani, Bisri M. Betapa Ajaibnya Hati yang Bersih, Menyibak Segala Keutamaan dan Kedahsyatan Hidup yang Hanya Diberikan oleh Allah Kepada Mereka yang Hatinya Bersih. Cet.1; Yogyakarta: Gara Ilmu, 2009. 220 | M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? Farid, Ahmad. al-Bahru al-Rā‘iq fi al-Zuhdi wa al-Raqā‘iq, diterjemahkan oleh Muhammad Suhadi dengan judul Gizi Hati. Cet.1; Solo: Aqwam, 2007. -------.Tazkiyat al-Nufūs wa Tarbiyatuhā kamā Yuqarriruhū ‘Ulamā‘ al-Salaf, Beirut: Dār al-Qalam, 2001. al-Gazali, Imam. al-Maut dalam Pandangan Nabi Muhammad dan Para Sufi. Cet. 1; Bandung: Pustaka Setia, 2001. -------.Muqasyafah al-Qulūb al-Muqarrib: al-Muqarrib ila Ha«rah ‘Allām alGuyūb fi Ilm al-Taşawuf diterjemahkan oleh Iwan Kurniawan, Menyingkap Hati Menghampiri Ilahi: Ziarah Ruhani Bersama Imam al-Gazali. Cet.1; Bandung: Pustaka Hidayah, 2006. -------.Ihyā‘ulūm al-Dīn. Juz. III, Kairo: Dār al-Fikr, t.th. -------.Rauḋah al-Tālibīn wa ‘Umdah al-Sālikin dan Minhāj al-‘Arifīn diterjemahkan oleh Hasan Abroni dengan judul Mihrab Kaum Arifin Apresiasi Sufistik Para Salikin. Cet. 1; Surabaya: Pustaka Progressif, 1999. -------. Ma’ārij al-Quds fi Madārij Ma’rifah al-Nafs. Cet. 1; Bandung: Dār alKutub al-Ilmiyyah, 1988. -------.Mutiara Ihya’Ulumiddin. Cet. 11; Bandung: Irwan Kurniawan, Bandung: Mizan, 2001. -------.Manajemen Qalbu Titian Kebahagiaan Yogyakarta: Harapam Utama, 2003. Dunia Akhirat. Cet.1; -------.Membawa Hati Menuju Ilahi Rahasia Hidup Selamat Sampai Akhirat. Cet.1; Bandung: Pustaka Hidayah, 2009. -------. Khulūq al-Muslim. Bandung: Mizan, 1989. -------.Mutiara Ihyā’ulūmiddīn. penerjemah: Irwan Kurniawan Bandung: Mizan, 2001. Goleman, Daniel. Emotional Intelegence (Kecerdasan Emosional Mengapa Lebih Penting dari pada IQ. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2000. Gulen, Fathullah. Key Concept of Practice Sufism diterjemahkan oleh Tri Wibowo Budi Santoso, dengan judul Kunci-kunci Rahasia Sufi. Cet. 1; Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2001. Gunarso, Singgih D. et. all., Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Jakarta: Gunung Mulia, 2000. Hamdan, Gazzan. Tafsir min Nasamat Al-Qur’an; Kalimah wa Bayān. Cet. 2; Mesir: Dār al-Salām, 1986. M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? | 221 Hamka, Dari Hati ke Hati: Tentang Agama, Sosial-Budaya dan Politik. Cet. 1; Jakarta: Pustaka Panjimas, 2002. -------. Falsafah Hidup. Cet. 13; Jakarta: Pustaka Panjimas, 2002. -------. Kenang-kenangan Hidup. Jilid. I, Jakarta: Bulan Bintang, 1990. -------. Lembaga Hidup. Cet. 11; Jakarta: Pustaka Panjimas, 1997. -------. Pelajaran Agama Islam. Cet. 12; Jakarta: Bulan Bintang, 1996. -------.Tafsir al-Azhar. Cet. 3; Singapura: Pustaka Panjimas, 2001. -------.Tasauf Modern. Jakarta: Pustaka Panjimas, 2001. -------.Tasauf Perkembangan dan Pemurniannya. Cet. 19; Jakarta: Pustaka Panjimas, 1994. al-Hanif, Budiman. Percikan Hati Nurani Sebuah Renungan. Cet.1; Jakarta: Gema Insani, 2005. Hasan Wahbi, bin Abdul Hadi. Islāhul Qulūb diterjemahkan oleh Jabir alBassam dengan judul Sebening Embun, Seindah Mutiara Qalbun Salim. Cet. 1; Klaten Jateng: Inas Media, 2008. Hawwa, Sa’id ibn Muhammad Daib. Al-Mustakhlas fi Tazkiyatil Anfus. Cet. 1; Mesir: Dār al-Salām, t.th. diterjemahkan oleh Aunurrafiq, Intisari Ihya’ ‘Ulūmiddīn al-Gazali, Mensucikan Jiwa: Konsep Tazkiyatunnufus Terpadu. Cet. 11; Jakarta: Robbani Press, 2005. Hidayat, Komaruddin “Menggapai Kebeningan Hati”, dalam Hasan M. Noer (Editor), Agama di Tengah-tengah Kemelut. Cet. 1; Jakarta: Media Cita, 2001. al-Hilali, Syeikh Salim ibn. Manhaj al-Anbiyā’ fi Tazkiyah al-Nufūs. Cet. 1; Saudi Arabiyah: Dār Ibnu ‘Affān, 1992. Ibnu Taimiyah, Ibnu. Risalah Tasauf Ibnu Taimiyah. diterjemahkan oleh Anis Masykur, Cet. 1; Jakarta: Hikmah, 2002. Ibrahim, Muhammad Ismail. Mu’jam al-Alfāz wa al-A’lām Al-Qur’āniyyah. Kairo: Dār al-Fikr al-‘Arabiy, 1968. Ibrahim, Rizal. Keajaiban Hati Rahasia Pribadi dengan Jiwa, Pikiran, dan Perilaku yang Penuh Kekuatan. Cet. 3; Jogjakarta: DIVA Press, 2007. Ilham, Muhammad Arifin. Hakikat Zikir: Jalan Taat Menuju Allah. Cet. 3; Jakarta: Intuisi Press, 2003. Ilyas, Humaidi. Praktik Nabi Mendidik Anak Melandasi Akidah dan Akhlaknya, Membangun Jasmaninya, Mencerdaskan Emosi dan Intelegensinya. Cet. 1; Yogyakarta: Hidayah Ilahi, 2003. 222 | M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? Isa, Kamal Muhammad. Manajemen Pendidikan Islam. Cet. 1; Jakarta: Fikahati Aneska, 1994. Izutsu, Toshihiko. Konsep Kepercayaan dalam Teologi Islam: Analisis Semantik Iman dan Islam. Cet. 1; Yogyakarta: Tiara Wacana, 1994. Jaelani, A.F. Penyucian Jiwa (Tazkiyah al-Nafs) dan Kesehatan Mental. Cet. 2; Bandung: Amzah, 2001. al-Jailani, Syekh Abd al-Qadir. Pencerahan Sufi. Cet. 1; Yogyakarta: Pustaka Sufi, 2003. Jalal, Abd al-Fattah. Min al-Uşūl al-Tarbāwiyah fi al-Islām. Kairo: al-Markas al-Duali li al-Ta‘līm, 1988. ‘ -------.Azas-azas Pendidikan Islam. Bandung: Diponegoro, 1988. al-Jamal, Abu Ubaidah Usamah bin Muhammad. Penyakit Hati dan Obatnya. Cet. 1; Surakarta: Ziyad Visi Media, 2009. al-Jamal, Muhamad Abd al-Mun’im. Tafsir al-Fārī fi Qur’ān al-Madjīd. Juz I, Beirut: Dār al-Fikr, t.th. al-Jauziyah, Ibnu Qayyim. Rahasia Hati: Penyakit Hati dan Obatnya. Cet.1; Jakarta: Cendekia Centra Muslim, 2004. -------.Tibb al-Qulūb. Kuwait: Dār al-Dakwah, t.th. diterjemahkan oleh Tajuddin, Obat Hati Antara Terapi Ibnu Qayyim al-Jauziyah dan Ilusi Kaum Sufi. Cet. 1; Jakarta: Dār al-Haq, 2007. -------.Tazkiyah al-Nufūs, diterjemahkan oleh Abu Umar Abdillah, Tazkiyah al-Nafs. Solo: al-Tibyān, 2001. -------.al-Jawāb al-Kāfi (Dawā’ al-Dawā’) diterjemahkan oleh Amin Nasir, Obat Penyakit Hati. Cet. 1; Surabaya: Jabal, 2008. Jalal, Abd al-Fattah. Min al-Uşūl al-Tarbāwiyah fi al-Islām. Kairo: al-Markas al-Duali li al-Ta‘līm, 1988. al-Jamali, Muhammad Fadhil. al-Falsafah al-Tarbāwiyah fi Al-Qur’ān. Diterjemahkan oleh Judi al-Falasani, Konsep Pendidikan Qur’an. Cet. 1; Solo: Ramadhani, 1993. al-Jauziyah, Ibnu al-Qayyim. Madārij al-Sālikin baina Manāzil Iyyāka Na’budu wa Iyyāka Nasta’īn, Beirut: Dār al-Fikr, 1408 H. diterjemahkan Kathur Suhardi, Madarij al-Sālikīn (Pendakian Menuju Allah) Penjabaran Konkret “Iyyāka Na’budu wa Iyyāka Nasta’īn”. Cet. 8; Jakarta: Pustaka al-Kau£ar, 2006. al-Jawi, M. Nawawi. Terjemah Marāqil ‘Ubūdiyyah: Syarh Bidāyah alHidāyah. Surabaya: Mutiara Ilmu, 2000. M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? | 223 al-Jazairi, Syeikh Abu Bakar Jabir. Minhāj al-Muslim. Cet. 6; Madinah alMunawwarah: Maktabah al-‘Ulūm wa al-Hikam, 1999. Alih bahasa Mustafa ‘Aini, at.all., Minhāj al-Muslimīn Konsep Hidup Ideal. Cet.2; Jakarta: Dār al-Haq, 2002. al-Karazkani, Ibrahim Yusuf Ali. Indahnya Bertaubat. Cet. 1; Yogyakarta: Hijrah, 2004. Karzun, Anas Ahmad. Syifā’un Nafs wa Gizā’al-Rūh, diterjemahkan oleh Arif Munandar dengan judul Nutrisi Hati Penyuci Ruhani. Cet. 1; Solo: Dār Nūr al-Maktabah, 2008. Katsir, Abu al-Fida’ Ismail Ibnu. Tafsīr Al-Qur’ān al-Azīm. Beirut: Dār al-Ihyā al-Turas al-‘Arabiyah, 1955. Khomeini, Imam. Memupuk Keluhuran Budi Pekerti. Cet. 1; Jakarta: Misbah, 2004. Ma’ani, Bachtiar. Let’s Know al-Insān Kajian Aqidah Islam Tentang Asal Usul dan Jati Diri Manusia. Jakarta: al-Mala, 2008. Ma’luf, Lu’is. al-Munjid fi al-Lūgah wa al-A’lām. Cet. 37; Beirut: Dār alMasyriq, 1997. Madjid, Nurcholis. Islam Doktrin dan Peradaban. Jakarta: Temprint, 1992. Muhammad Nashiruddin al-Bani, Muhammad Nashiruddin. al-Tauhīd Awwalan wa Duah al-Islām. Riyād: Dār al-Fadilah, 1420 H. Mahmud, Abdul Halim. Lentera Hati Panduan Suci Menuju Allah swt. Cet. 1; Jakarta: Putra Grafika, 2003. Mahmud, al-Alusi. Rūh al-Ma’āni fi Tafsīr al-Qur’ān wa al-Sab’u al-Masāni, Juz XV, Beirut: Dār al-Fikr, 1994. Mahmud, Ali ibn Abdul Halim. al-Tarbiyah al-Khulūqiyah. Cet. 1; t.t.: Dār alTawzi’ wa al Nasyr al-Islāmiyah, 1995, diterjemahkan Abdul Hayyie al-Kattani, Akhlak Mulia. Cet. 1; Jakarta: Gema Insani, 2004. Mansur, Muhammad. Al-Mukhta£ar al-Mufīd fi Tarbiyah al-Nafs. diterjemahkan oleh M. Basyaruddin dengan judul Tarbiyatun Nafs Mendidik Jiwa Ala Rasulullah. Cet. 1; Jakarta: Senayan Abadi Publishing Cerdas dan Berkualitas, 2004. Manzūr, Ibn. Lisān Al-‘Arab. Jilid 5, t.t.: Dār al-Ma’arif, t. th. Mappanganro, Implementasi Pendidikan Islam di Sekolah. Ujungpandang: Yayasan al-Ahkam, 1996. al-Maqdisi, Syeikh Ahmad bin Abdurrahman bin Qudamah. Mukhtaşar Minhāj al-Qāsidīn. Diterjemahkan oleh Kathur Suhardi, Minhājul 224 | M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? Qāsidīn Jalan Orang-orang yang Mendapat Petunjuk. Jakarta: Pustaka al-Kau£ar, 1997. al-Maragi, Ahmad Mustafa. Tafsīr al-Marāgi. Juz I, Beirut: Dār al-Fikr, t. th. Mardan. Al-Qur’an Sebuah Pengantar Memahami Al-Qur’an Secara Utuh. Cet. 1; Jakarta: Pustaka Mapan, 2009. Matsnawi, Joko Suharto bin. Menuju Ketenangan Jiwa. Cet. 1; Jakarta: Rineka Cipta, 2007. al-Maturidi, Abu Mansur. Kitab al-Tauhīd. Perpustakaan Universitas Cambridge, Ms. Add. 3651. Vol.387. sebagaimana dikutip Toshihiko Izutsu, Konsep Kepercayaan dalam Teologi Islam: Analisis Semantik Iman dan Islam. Cet. 1; Yogyakarta: Tiara Wacana, 1994. Maujud, Salahuddin ‘Ali ‘Abdul. Jangan Keruhkan Hati! Menyucikan Hati Menuju Allah dari Segala Perkara yang Menodai dan Mengeruhkannya. Cet. 1; Jakarta: Mirkat Media Grafika, 2008. Mubarok, Ahmad. Jiwa dalam Al-Qur’an. Cet. 1; Jakarta: Paramadina, 2000. -------.Psikologi Qur’ani. Cet. 1; Jakarta: Pustaka Firdaus, 2001. Muhammad, Ashari. Membaca Rahasia Hati. Cet. 6; Jogjakarta: DIVA Press, 2009. Muhammad Nuh, Sayyid. Aftatun ‘alā al-Tarīq. Jakarta: Lentera Bastritama, 1998. Muhammad Nashiruddin al-Bani, Muhammad Nashiruddin. al-Tauhīd Awwalan ya Duah al-Islām. Riyad: Dār al-Fadīlah, 1420 H. al-Muhasibi, Renungan Suci Bekal Menuju Takwa. Cet. 1; Jakarta: Pustaka Azam, 2001. Muhit, Nur Faizin. Menyelami Ayat-ayat Hati. Cet. 2; Solo: Ziyad, 2007. Mujib, Abdul. Ilmu Pendidikan Islam. Cet. 1; Jakarta: t.p., 2006. Mujib, Abdul. dan Yusuf Mudzakir. Nuansa-nuansa Psikilogi Islam. Cet. 2; Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002. al-Munajjid, Muhammad bin Shalih. Silsilah Amalan Hati. Cet. 1; Bandung: Irsyad Baitus Salam, 2006. -------. Jagalah Hati Raih Ketenangan. Cet. 1; Jakarta: Cakrawala Publishing, 2006. Munawwir, Ahmad Warson. al-Munawwir: Kamus Yogyakarta: Pesantren al-Munawwir, 1984. Arab-Indonesia. M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? | 225 Mursi, Muhammad Munir. al-Tarbiyah al-Islāmiyyah Uşūluhā wa Ta¯awwuruhā fî Bilād al-‘Arabiyyah. Cet. 4; Mesir: Dār al-Ma‘arif, 1987. Musfah, Kamaruddin. Bahkan Tuhan Pun Bersyukur: Memahami Rahasia Hati. Cet. 1; Jakarta: Hikmah, 2003. Muthahhari, Murtadha. Fitrah. Cet. 3; Jakarta: Lentera, 2001. al-Nahlawi, Abdurrahman. Usul al-Tarbiyyah al-Islāmiyyah wa Asālibuhā. Diterjemahkan oleh Herry Noer Ali, Prinsip-prinsip dan Metode Pendidikan Islam dalam Keluarga, di Sekolah, dan Masyarakat. Cet. 3; Bandung: Diponegoro, 1996. Najati, M. Utsman. Jiwa Manusia dalam Sorotan Al-Qur’an. Cet. 1; Jakarta: Cendekia, 2001. Nasution, Harun. Filsafat dan Mistisisme dalam Islam. Jakarta: Bulan Bintang, 1985. Nasyimi, Ajil Jasim al-Tibb al-Qulūb li Syaikh al-Islām Ibnu Taimiyyah, diterjemahkan oleh Abdullah dan Qosdi Ridwānulllah, Tibb alQulūb Dialog Ilmiah Problematika Hati dan Solusinya Bersama Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah. Cet. 1; Solo: Pustaka Barokah, 2005. Nata, Abuddin. Filsafat Pendidikan Islam. Cet. 4; Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 2001. Noer, Hasan M., (Editor), Agama di Tengah Kemelut. Cet. 1; Jakarta: Media Cita, 2001. Pius Partanto, dan M. Dahlan al-Barry. Kamus Ilmiah Populer. Surabaya: Arkola, 1994. al-Qadzzafi, Ramadlan Muhammad. ‘Ilmu al-Nafs. Tripoli: Mansyūrāt Sahifah al-Da’wah al-Islāmiyah, 1990. al-Qarni, ‘Aidh bin ‘Abdullah. Illā al-lazīna Asrafū ‘alā Anfusihim diterjemahkan oleh Bahrun Abubakar Ihzan Zubaidi dengan judul Hidupkan Hatimu. Cet. 10; Bandung: Irsyad Baitus Salam, 2006. al-Qattan, Manna Khalil. Studi Ilmu-ilmu Qur’an. Pent. Mudzakir AS., Cet. 6; Bogor: Pustaka Litera Antarnusa, 2001. Qayyim, Ibnu. Miftah Dār al-Sa’ādah wa Mansyūr Wilayah Ahl al-‘Ilmi wa alIrādah, diterjemahkan oleh Abdul Matin & Salim Rusydi Cahyono dengan judul Kunci Surga Mencari Kebahagiaan dengan Ilmu. Cet. 1; Solo: Tiga Serangkai Pustaka Mandiri, 2009. Quthb, Muhammad. Sistem Pendidikan Islam. terjemahan Salman Harun. Bandung: al-Ma’arif, 1988. 226 | M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? al-Qasimiy, Muhammad Jamal al-Din. Mahāzin al-Ta’wīl. Juz I, Kairo: Dār alIhyā’ t.th. al-Qurthubi, Ibn Abdillah Muhammad ibn Ahmad al-Anshari. al-Jami’ li Ahkām Al-Qur’ān. Jilid I, Juz I, Beirut: Dār al-Fikr, 1993. al-Qusyairi, an-Naisaburi Imam. Risālah Qusyairiyah. diterjemahkan oleh Muhammad Luqman Hakim, Jakarta: Risalah Gusti, 1999. Qutub, Sayyid. Tafsīr fi Zilāl al-Qur’ān. Juz XV, Beirut: Ahyal, t.th. Rahardjo, Dawam. Ensiklopedi Al-Qur’an: Tafsir Sosial Berdasarkan KonsepKonsep Kunci. Cet. 1; Jakarta: Paramadina, 1996. al-Raziy, Fakhr al-Din. al-Tafsīr al-Kabīr. Juz XXI, Cet. 1; Beirut: Dār al-Kutub al-Ilmiyah, 1990. Ridha, Muhammad Rasyid. Tafsīr al-Manār. Juz. I, Cet. 4; Mesir: Dār alManar, 1373 H. -------.Syarh (al-‘Arba’īn Hadis) al-Nabawiyyah. Kairo: Markaz al-Salaf li alKitab, t.th. Romdon, Metodologi Ilmu Perbandingan Agama. Cet. 1; Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1996. as-Sadr, Sayyid Mahdi. The Ahl al-Bait; Ethical Role-Models diterjemahkan oleh Ali bin Yahya dengan judul Mengobati Penyakit Hati, Meningkatkan Kualitas Diri. Jakarta: Pustaka Zahra, 2005. Saleh, Akh. Muwafik. Bekerja dengan Hati Nurani. Cet. 11; Malang: Erlangga, 2009. Salim. Abdul Muin. Fiqh Siyasah Konsepsi Kekuasaan Politik dalam AlQur’an. Cet. 3; Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002. -------.Jalan Lurus Menuju Hati Sejahtera (Tafsir Surah al-Fātihah). Cet. 1; Jakarta: Yayasan al-Kalimah, 1999. Samarqandi, Al-Faqih Abu Laits. Pembangun Jiwa Moral Umat diterjemahkan oleh Abu Imam Taqyuddin. Indonesia: Darul Ihya, 1986. Sarbeni, Beni. Manajemen Qalbu Para Nabi Menurut Al-Qur’an dan al-Sunah. Cet. 1: Jakarta: Pustaka Imam Syafi’i, 2005. Sayyid Kamal al-Haydari, al-Tarbiyah al-Rūhiyah Buhūs fi Jihād al-Nafs, diterjemahkan oleh TPB21 al-Ihwan dengan judul Manajemen Ruh. Cet. 1; Bogor: Cahaya, 2004. Shabir, Muslich. 400 Hadis Pilihan. Cet. 3; Bandung: al-Ma’arif, 1986. M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? | 227 al-Shadr, Sayyid Mahdi. Mengobati Penyakit Hati. Cet. 2; Jakarta: Pustaka Zahra, 2003. Shalih, M. Adib. Lamhāt fî ‘Ulūm Al-Hadīs. Beirut: al-Maktabah al-Islāmi, 1399 H. Sharif, M.M. Muslim Thought Its Origin and Achievements. Lahore: t.p., 1981. al-Siddiq, Muhammad ibnu ‘Alan. Dalīl al-Fālihīn li Turūq Riyad al-sālihīn, Riyadh: Dār al-Ifta, t. th. al-Shiba’i, Mustafa. Sunnah dan Peranannya dalam Hukum Islam. Jakarta: Pustaka Firdaus, 1991. Shihab, M. Quraish. Wawasan Al-Qur’an: Tafsir Maudu’i atas Pelbagai Persoalan Umat. Cet. 3; Bandung: Mizan, 1996. -------.Tafsir Al-Mishbāh. Cet. 1; Jakarta: Lentera Hati, 2003. -------.Tafsir al-Qur’an al-Karīm: Tafsir atas Surat-surat Pendek Berdasarkan Urutan Turunnya Wahyu. Cet. 2; Bandung: Pustaka Hidayah, 1997. -------.Belajar EQ dan SQ dari Sunah Nabi. Cet. 1; Jakarta: Hikmah, 2002. -------.Membumikan Al-Qur’an; Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat, Cet. 19; Bandung: Mizan, 1999. -------. Lentera Hati. Cet. 9; Bandung: Mizan, 1997. -------.Tafsir al-Misbāh Kesan, Pesan dan Keserasian Al-Qur’an. Vol. I Jakarta: Lentera Hati, 2000. Sholeh, Asrorun Niam. Reorientasi Pendidikan Islam Mengurangi Relevansi Konsep al-Gazali dalam Konteks Kekinian. Cet. 5; Jakarta: elSAS, 2007. Shubhi, Ahmad Mahmud. Filsafat Etika: Tanggapan Islam. Pent. Yunan Askaruzzaman Ahmad. Cet. 1; Jakarta: Serambi, 2001. Soebahar, Abd. Halim. Wawasan Baru Pendidikan Islam. Cet. 1; Jakarta: Kalam Mulia, 2002. Solikhin, Muhammad. Tamasya Qalbu Ziarah Hati dengan Zikir dan Makrifatullah. Cet. 1; Yogyakarta: Mutiara Media, 2008. -------.17 Jalan Menggapai Mahkota Sufi Syaikh ‘Abdul Qadir al-Jailani. Cet. 1; Yogyakarta: Mutiara Media, 2009. Sumaryono, E., Hermeneutik: Sebuah Metode Filsafat. Cet. 1; Yogyakarta: Kanisius, 1993. Suwito, Filsafat Pendidikan Akhlak Ibn Miskawaih. Cet. 1; Yogyakarta: Belukar, 2004. 228 | M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? Syadi, Khalid Abu. Biayyi Qalbin Nalqahū, diterjemahkan oleh Andi Subarkah dengan judul Periksalah Hati Anda dengan Hati Seperti Apa, Kita akan Menghadap-Nya?. Cet. 1; Surakarta: Insan Kamil, 2008. Syahata, Syarieh Muhammad. Kisah Cinta dengan Allah Saat Manusia Bergantung Pada Tuhannya. Jakarta: Ciputat Press Group, 2007. Syahidin, Menelusuri Metode Pendidikan dalam al-Qur’an, Cet. 1; Bandung: Alfabeta, 2009. al-Syaibani, Oemar Mohammad al-Toumy. Falsafah Pendidikan Islam. diterjemahkan oleh Hasan Langgulung, Jakarta: Bulan Bintang, 1979. Syalaby, Adil. Min al-Qalb ila al-Qalbi; Tabīb al-Qalb, diterjemahkan oleh Ali Murtadho dengan judul Dari Hati ke Hati: Pesona Dakwah Islam. Cet. 1; Jakarta: Cendekia Sentra Muslim, 2006. al-Syarif, Muhammad Musa. Petunjuk Nabi Agar Hatimu Lebih Cerdas Lebih Ikhlas Meraih Qalbun Salim dengan Ibadah Hati. Cet. 1; Jakarta: Zaman, 2009. al-Thabari, Jami’ al-Bayān an Ta’wīl Ayi al-Qur’ān. Jilid IX, Beirut: Dār alFikr, 1995. Tafsir, Ahmad. Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam. Cet. 4; Bandung: Rosdakarya, 2001. Taimiyah, Ibnu. “Faşl fi Marad Al-Qulūb wa Syifāihā”. dimuat di ‘Ilm Al-Sulūk, Jilid 10, dari kumpulan fatwa Ibnu Taimiyah, dicetak dengan pengawasan dari Direktur Umum Urusan Haramain. t.t.: t.p., t.th. -------.Risālah Tasawuf Ibnu Taimiyah. Cet. 1; Jakarta: Hikmah, 2002. Tamara, Nasir. Buntaran Sanusi, dan Vincent Djauhari (Editor), Hamka di Mata Hati Umat. Cet. 3; Jakarta: Sinar Harapan, 1996. Tasmara, Toto. Kecerdasan Ruhaniah (Transcendental Intelligence). Cet. 3; Jakarta: Gema Insani Press, 2003. Tebba, Sudirman. Tafsir Al-Qur’an Menyingkap Rahasia Hati. Cet. 1; Jakarta: Pustaka Irvan, 2007. al-Thabari, Jami’ al-Bayān an Ta’wīl Ayi Al-Qur’ān. Jilid IX, Beirut: Dār alFikr, 1995. at-Tuwaijiri, Muhammad bin Ibrahim bin Abdullah. al-Khulaşah fi Fiqh alQulūb, diterjemahkan oleh Abu Khansa Suharlan Madi dengan judul Seni Menghidupkan Hati. Cet.1; Solo: Pustaka Iltizam, 2008. M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? | 229 Unal, Ali. Makna Hidup Sesudah Mati, diterjemahkan oleh Sugeng Hariyanto dan Fathor Rasyid. Jakarta: Murai Kencana, 2002. Wahid Abdussalam Bali, Strategi Setan Merusak Hati Manusia. Jakarta: Fikahati, 2002. Yunus, Mahmud. Tafsir Qur’an Karim. Cet. 31; Jakarta: Hidakarya Agung, 1993. -------.Kamus Arab-Indonesia. Jakarta: Hidakarya Agung, 1989. Yusuf, Hamza. Hatiku Surgaku Terapi Jitu Membersihkan Hati dari Sifat-sifat yang Tidak Disukai Allah. Cet. 1; Jakarta: Lentera Hati, 2009. Yusuf, M. Yunan. Corak Pemikiran Kalam Tafsir al-Azhar. Cet. 2; Jakarta: Penamadani, 2003. al-Zabidi, Imam. “Kitab tentang Iman” dalam Ringkasan Sahih Bukhari. diterjemahkan oleh Cecep Syamsulhari dan Tholib Anis. Cet. 9; Bandung: Mizan, 2003. az-Zaibari, Amir Said. Manajemen Kalbu Resep Sufi Menghentikan Kemaksiatan. Cet. 4; Yogyakarta: Mitra Pustaka, 2004. Zacky, Syafa’at. Filsafat Manusia. Surabaya: Terbit Terang, 2000. Zohar, Danah. dan Ian Marshall, SQ: Memanfaatkan Kecerdasan Spiritual dalam Berpikir Integralistik dan Holistik untuk Memaknai Kehidupan. Cet. 3; Bandung: Mizan, 2001. 230 | M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? Tentang Penulis Muh. Arif, lahir di Pattiroang Kel. Tanete Kab. Bulukumba Sulawesi Selatan, Madrasah Ibtidaiyah Pattiroang, lulus pada tahun 1981, MTsN Tanete lulus tahun 1984, PGA Negeri Bulukumba di Tanete lulus tahun 1987. Gelar Sarjana (Drs) Program Studi Pendidikan Bahasa Arab IAIN Alauddin Ujung pandang lulus tahun 1992, Magister Agama (M.Ag.) Konsentrasi Pendidikan Islam UIN Alauddin Makassar lulus tahun 2000, Doktor (Dr) dalam bidang Pendidikan dan Keguruan UIN Alauddin Makassar lulus tahun 2012. Memulai kariernya sebagai dosen IAIN Sultan Amai Gorontalo sejak tahun 2000 hingga sekarang (home base) pada Pascasarjana IAIN Sultan Amai Gorontalo. Aktif sebagai pemakalah pada seminar nasional dan internasional. Selain itu menulis artikel pada jurnal terakreditasi di antaranya adalah: Nilai-Nilai Pendidikan Karakter dalam al-Qur’an (Telaah QS. Luqman dan Relevansinya dengan Dasadarma Pramuka) Tadris Jurnal Pendidikan Islam STAIN Pamekasan (2014); Kecerdasan Emosional Pendidik (Tadbir Jurnal Manajemen Pendidikan Islam) 2016; Bahasa Arab di Indonesia (Studi tentang Prospek dan Pengaruhnya) (Irfani: Journal of Islamic Education, Vol 13 No. 1 2017) IAIN Sultan Amai Gorontalo; Metode Langsung (Direct Method) dalam Pembelajaran Bahasa Arab (al-Lisan Jurnal Bahasa Vol 4 No.1 2019) IAIN Sultan Amai Gorontalo; Hafidz Qur'an and Its Influence toward High School Students Learning Achievement in Indonesia (Ijtima'iyya: Journal of Muslim Society Research Vol.4, No. 2; 2019); Fi’aliyah Ta’allam al-Lughah al-‘Arabiyah bi Istikhdam al-Wasait al-Bashariyah fi alMadrasah al-Aliyah al-Hukumiyah Guruntalu (Jurnal Ajamiy: Jurnal Bahasa dan Sastra Arab Vol. 8, No. 2, 2019; Nilai-nilai Pendidikan Karakter dalam M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? | 231 Keteladanan Abu Bakar ash-Shiddiq (Al-Muzakki Jurnal Pendidikan Agama Islam Vol. 1, No. 1, 2019); Manajemen Pembiayaan: Studi Implementasi di IAIN Sultan Amai Gorontalo (Al-Minhaj Jurnal Manajemen Pendidikan Islam Vol. 2, No. 1, 2019); Prosesi Pernikahan di Luar Balai Nikah dan Dampaknya terhadap Pendidikan Anak bagi Masyarakat Gorontalo (AlUlum Vol.19, No. 2, (2019); Relasi Tahfidz al-Qur’an dengan Prestasi Belajar: Studi Kasus di Pondok Pesantren al-Huda Gorontalo (Islamuna Jurnal Studi Islam Vol. 6, No. 2, 2019); Dampak Penerapan ICT pada Pembelajaran IPS terhadap Minat Belajar Peserta Didik (Auladuna: Jurnal Pendidikan Dasar Islam, Vol. 6, No. 2, 2019); Pengaruh Penerapan Sistim Full Day School terhadap Hasil Belajar di SD Integral Hidayatullah Kota Gorontalo (Tadbir: Jurnal Manajemen Pendidikan Islam Vol.7, No. 2, 2019); Nilai Edukatif dalam Tradisi Molonthalo (Zawiyah: Jurnal Pemikiran Islam Vol. 5, No. 2, 2019); Pendidikan Kejiwaan dan Kesehatan Mental (Perspektif Fakhruddin ar-Razi) (Farabi: Jurnal Pemikiran Konstruktif Bidang Filsafat dan Dakwah Vol. 16, No. 2, 2019); Efektivitas Penggunaan Video Pembelajaran dalam Meningkatkan Kemampuan Mempraktikkan Shalat bagi Peserta Didik MI al-Wathaniyah Kota Gorontalo (Irfani Jurnal Pendidikan Islam Vol.15, No. 2, 2019); Nilai Pendidikan Karakter dalam Teks Barzanji (Irfani Jurnal Pendidikan Islam Vol. 14, No. 1, 2019); Prosesi Adat Molo’opu di Gorontalo Utara dalam Perspektif Sosiologi Pendidikan Islam (HIKMATUNA 5 (1), 2019); Nilai Pendidikan Islam dalam Tradisi Lebaran Ketupat Masyarakat Suku Jawa Tondano di Gorontalo (Madani Vol. 1, No. 2, 2019); Implikasi Teknologi Informasi Komunikasi terhadap Prestasi Belajar Peserta Didik pada Kelompok Mata Pelajaran Agama (Jurnal Ilmiah AL-Jauhari: Jurnal Studi Islam dan Interdisipliner Vol.4, No. 1, 2019); Pembentukan Akhlak dalam Memanusiakan Manusia: Perspektif Buya Hamka (PEKERTI: Jurnal Pendidikan Agama Islam & Budi Pekerti Vol. 2, No. 1, 2020). Menulis buku dan telah diterbitkan oleh Sultan Amai Press 232 | M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? diantaranya: Ilmu Tajwid, Metode Baca Tulis al-Qur’an dan Tahsin alQur’an (2007); Profesi Kependidikan: Pedoman dan Acuan Guru Mencintai Profesinya (2012); Ilmu Pendidikan Islam (2013); Metodologi Studi Islam: Suatu Kajian Integratif (2014); Konsep Jiwa dalam Alquran: Implementasinya dalam Pendidikan Islam (2015); Wanita Muslimah dan Pendidikan Anak Usia Dini (2020); Pengembangan Media Pembelajaran Bahasa Arab (2020). M E N G A P A Q A L B P E R L U D I D I D I K ? | 233