Terorisme

Perkembangan terorisme pada dunia modern integral dengan globalisasi dan perkembangan teknologi komunikasi dan informasi. Hak akan kebebasan untuk memperoleh, mengelola dan menyebarkan informasi apa yang diinginkan oleh individu maupun kelompok, kemudian menjadi ancaman bagi negara. Kebebasan yang diinginkan oleh mayoritas masyarakat ini, setara dengan konsekuensi yang akan diterima. Salah satunya, penggunaan teknologi dan kanalisasi pembangunan opini melalui media sosial juga digunakan oleh kelompok radikal untuk mengembangkan sayap pengaruhnya dan penanaman paham radikal. Melalui media sosial juga individu mendapatkan akses untuk melakukan " radikalisasi diri sendiri " atau kemudian dikenal dengan " Self Radicalization ". Perkembangan teknologi juga yang menstimulasi kelompok maupun individu radikal memiliki akses untuk mendapatkan informasi dan cara untuk me-realisasikan ide radikalnya, yang kemudian menjadi aksi terorisme. Berkaca dari globalisasi radikalisme yang sukses dilakukan oleh kelompok radikal ISIS, maka perkembangan teknologi informasi sudah jelas merupakan paradoks dalam globalisasi. Sebagai bukti terhitung dari tahun 2011, individu berasal lebih dari 100 negara, bermigrasi ke daerah konflik Syiria dan Irak. 1 Dalam beberapa akun telegram yang penulis telusuri, banyak dari individu atau kelompok radikal yang tidak melihat batas wilayah sebagai penghambat membangun apa yang kemudian penulis sebut " Muslim Radical Brotherhood ". 2

Abstrak Tindak Pidana Terorisme merupakan sebuah perjalanan panjang dari sebuah perang yang pada akhirnya akan berkepanjangan. Adanya konsep fundamentalis islam dan Insurgensi serta kesalahan pemikiran dalam pendefinisian lone wolf merupakan sebuah keberhasilan dari kegiatan terorisme dalam memotivasi ideologi, melakukan perekrutan, dan juga melakukan publikasi atas apa yang sudah dilakukan. Dengan memahami konsep fundamentalis islam, maka kita dapat memahami bagaimana sebuah ajaran yang seharusnya murni mengajarkan sebuah jalan yang lurus pada umatnya, menjadi sebuah tindakan radikal yang dilakukan oleh para terorisme saat ini. Elemen psikologis yang menjadi tujuan utama dari kegiatan terorisme untuk mengambil simpatik masyarakat dan menjadikan perbuatan mereka sebagai sebuah pembenaran di jalan Tuhan. Dengan memperkenalkan konsep bai'at dalam mengimplementasikan khilafah islamiah, merupakan langkah yang diambil dalam mewujudkan tujuan dari insurgensi yang membutuhkan perjuangan akan sebuah perang yang panjang.

Banyak orang salah dalam menilai Ibnu Taimiyah. Sebagian bahkan menganggapnya sebagai sosok yang mengilhami pemikiran-pemikiran kelompok teroris. Alasannya, banyak pendapat-pendapat Ibnu Taimiyah yang dikutip oleh tokoh-tokoh teroris atau banyak karya Ibnu Taimiyah yang dikaji oleh kelompok-kelompok teroris itu. Padahal tidak seperti yang mereka bayangkan. Ibnu Taimiyah, jika kita telisik karya-karya tulisnya, adalah sosok ulama yang paling sering menyerang pemikiran-pemikiran kelompok Khawarij, Syiah, dan kelompok-kelompok yang menyempal dan menyimpang dari Islam. Ibnu Taimiyah membantah pendapat-pendapat keliru kelompok-kelompok tersebut dengan dasar yang kuat. Argumen-argumen Ibnu Taimiyah dibangun di atas penarikan kesimpulan yang tepat dari Al Qur-an dan As Sunnah. Bukan semata-mata pandangan biasa, apalagi membabi buta dalam mempertahankan keyakinan. Sayangnya, ada sebagian pihak dari kaum muslimin yang tidak memerhatikan itu. Mereka lebih memilih gambaran yang telah dibentuk oleh media, opini tokoh-tokoh yang tidak menyukai Ibnu Taimiyah, dan asumsi-asumsi keliru dari sebagian kelompok masyarakat tentang pandangan -pandangan Ibnu Taimiyah.

Berikut ini di antara contoh karya tulis Ibnu Taimiyah tentang masalah kesabaran. Di dalamnya, dijelaskan bagaimana sikap seorang muslim ketika menghadapi kezaliman dari orang lain dan bagaimana sikap sabar yang benar dalam menghadapi semua itu.

Abstrak: Indonesia merupakan salah satu Negara yang memiliki jumlah penduduk pemeluk agama Islam terbanyak didunia, selain itu Indonesia terdiri dari berbagai kemajemukan. Permasalahan fanatisme buta menjadi salah satu masalah di Negeri ini. Kesalahan memahami konsep jihad serta doktrin-doktrin radikal seringakali menjadikan penyebab maraknya peristiiwa teror ditengah-tengah masayarakat bom bunuh diri di Bali, bom bunuh diri di hotel dan gereja di kota Surabaya. Kesalahan memahami konsep jihad ini kerapkali menjadi alasan mendasar yang mengakibatkan dogma bahwa Islam adalah agama yang identik dengan kekerasan dan terorisme. Hipotesa ini adalah sesuatu hal yang wajar, mengingat berbagai peristiwa terorisme di berbagai tempat di belahan dunia dengan senantiasa mengatasnamakan jihad yang dilakukan umat Islam sebagai bentuk ketaatan pada firman Allah. Hal ini menimbulkan berbagai masalah yang akan berimplikasi pada menurunnya stabilitas nasional, bahkan menjadi sorotan dari berbagai belahan dunia. Oleh karena itu diperlukan adanya pelurusan pemahaman terhadap agama sehingga pemeluk agama menyadari bahwa pluralitas adalah sebuah keniscayaan. Kata Kunci : Islam, Terorisme. Indonesia A. Pendahuluan Terorisme merupakan salah satu pembahasan yang sering menjadi topik pembicaraan oleh kalangan akademisi dan para ahli. Beberapa penyebab terjadinya peristiwa terorisme banyak terjadi dikarenakan penyesatan dan doktrin yang menyalah artikan konsep jihad dalam Islam. Di Indonesia banyak terjadi peristiwa-peristiwa yang mengatasnamakan sebagai gerakan jihad, dengan berbagai macam sekenario yang sudah dirancang sebelumnya, seperti contoh bom bunuh diri di Bali, bom bunuh diri di hotel dan gereja di kota Surabaya. Diluar negeripun kerapkali banyak propaganda yang dilakukan oleh orang-orang non muslim, yang salah satunya dimanfaatkan untuk merusak citra Islam dikanca dunia, sehingga Islam terkesan sebagai agama yang penuh dengan kekerasan, penuh dengan teror dan sarat akan pertumpahan darah. Peristiwa terorisme di Indonesia erat kaitanya dengan Islam fundamentalis yang menyimpang sekaligus memiliki paham yang radikal. Fundamentalisme Islam di Indonesia dapat dibagi menjadi dua: tradisional dan modern. Fundamentalisme tradisional diwakili

Manusia-manusia terbaik di tengah kaum muslimin adalah para sahabat Nabi Muhammad. Mereka adalah generasi pertama kaum muslimin. Mereka memeluk Islam dan menjalani konsekuensi-konsekuensi sebagai muslim-muslim pertama yang banyak menghadapi tantangan dari masyarakat di zaman mereka. Di antara sahabat-sahabat nabi itu, ada sepuluh orang yang pernah disebutkan oleh Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dalam satu hadits sebagai penghuni-penghuni Surga. Jika para sahabat nabi adalah muslim-muslim terbaik, maka mereka yang sepuluh ini adalah sahabat-sahabat nabi yang terbaik di kalangan para sahabat nabi itu.

Negara Indonesia menyadari urgensi pelibatan Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan mengukuhkan peran TNI dalam pemberantasan terorisme melalui segenap instrumen hukum. Namun kebijakan pelibatan TNI dalam pemberantasan terorisme menuai pro dan kontra dari pengamat terorisme, akademisi, maupun masyarakat pada umumnya. Oleh karena itu, penelitian ini menetapkan rumusan masalah terkait pelibatan TNI dalam pemberantasan terorisme dari perspektif peperangan asimetris. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif eksplanatory dan alat bantu pengolahan data NVivo. Teknik analisa menggunakan soft system method (SSM) untuk memberikan analisis yang terstruktur, komprehensif dan tajam. Tujuan penelitian ini adalah mengkaji kriteria pelibatan TNI dalam pemberantasan terorisme di Indonesia yang dinilai tidak komprehensif dan bersifat subyektif. Kemudian, penelitian ini menetapkan 4 kriteria ideal pelibatan TNI dalam pemberantasan terorisme dari perspektif peperangan asimetris, mencakup: senjata, sasaran, platform, dan wilayah. Kriteria ideal tersebut digunakan untuk menganalisis kriteria pelibatan TNI pada peraturan perundang-undangan. Hasil analisis menunjukan bahwa kriteria pelibatan TNI pada peraturan perundang-undangan tidak mencakup secara komprehensif 4 kriteria ideal dari perspektif peperangan asimetris. Sebagai rekomendasi, 4 kriteria ideal tersebut dapat menjadi penyempurnaan dari kriteria pelibatan TNI pada peraturan perundang-undangan. Sehingga kebijakan pelibatan TNI dalam pemberantasan terorisme dapat mewujudkan stabilitas pertahanan dan keamanan nasional Indonesia.

Keyword: Pertahanan, Terorisme, Pelibatan TNI, Pemberantasan Terorisme, Kontra Terorisme

Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum yang berlaku di Indonesia, memiliki nilai-nilai yang terkandung di dalamnya yang telah dijelaskan dalam Pembukaan UUD 1945 sebagai sumber dari keseluruhan politik hukum nasional Indonesia. Berbagai kebijakan hukum di era reformasi pasca amandemen UUD 1945 belum mampu mengimplementasikan nilai-nilai fundamental dari Pancasila dan UUD 1945 yang menumbuhkan rasa kepercayaan yang tinggi terhadap hukum sebagai pencerminan adanya kesetaraan dan pelindungan hukum terhadap berbagai perbedaan pandangan, suku, agama, keyakinan, ras dan budaya yang disertai kualitas kejujuran yang tinggi, saling menghargai, saling menghormati, non diskriminatif dan persamaan di hadapan hukum.

Asas legalitas adalah asas terpenting dalam hukum pidana, tujuan dari asas ini adalah melindungi masyarakat agar tidak dapat dituntut atas perbuatan yang dilakukannya sepanjang perbuatan itu belum diatur dalam konstitusi atau istilah nya asas tidak berlaku surut. Terhadap kasus Bom Bali 12 Oktober 2002 telah terjadi penyimpangan terhadap asas legalitas dimana pelaku/terdakwa diterapkanPeraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No.1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme yang dikeluarkan pada 18 Oktober 2002. Tidak bisa dibantah lagi bahwa penerapannya telah mengesampingkan Asas “nullum delictum noela poena sine preavia lege poenali”.

Permasalahan yang timbul adalah bagaimana sebuah asas legalitas yang merupakan asas terpenting dalam hukum pidana dapat dikesampingkan khususnya terhadap Kasus Bom Bali I pada 12 Oktober 2002 dan apa yang menjadi alasan serta pertimbangan sehingga penggunaan asas retroaktif tersebut diperbolehkan. Adapun metode penelitian yang penulis gunakan adalah yuridis normatif dimana penulis menganalisa dari berbagai sudut pandang, mulai dari peraturan perundang-undangansampai dengan teori-teori kritis filsafat yang didasarkan pada studi kepustakaan dan peraturan perundangan yang berlaku.

Penulis kemudian menemukan hasil daripada penelitian tersebut bahwa tidak bisa dibantah lagi bahwa penerapan asas retroaktif terhadap kasus Bom Bali I telah mengesampingkan asas legalitas. Namun sejalan dengan itu penerapan secara retroaktif tersebut merupakan tuntutan keadilan oleh karenanya keadilan merupakan landasan yang rasional untuk mengesampingkan asas Non-retroaktif, dalam keadaan tertentu secara terbatas. Nilai keadilan lebih tinggi dari kepastian hukum dan merupakan tujuan hukum untuk memberikan keadilan kepada rakyat,dengan begitu sifat absolut dari larangan retroaktif dapat menimbulkan rasa ketidakadilan.

Dalam penulisan karya tulis ilmiah dengan judul “Terorisme Dalam Pandangan Islam” merupakan suatu gerakan kekerasan yang dan selalu menghantui masyarakat bahkan dunia. Terorisme pertama kali terjadi pada zaman Rasulullah dan orang pertama yang melakukannya adalah Dzulkhuwaishirah, dia adalah cikal bakal penyebar pengaruh kekerasan kepada masyarakat. Factor-faktor yang mempengaruhi munculnya gerakan terorisme karena sebab konflik yang berkepanjangan antara antara Israel-Arab Saudi, sebab budaya, dank arena kemiskinan dan kemelaratan. Islam memandang terorisme sebagai gerakan yang menakuti warga dunia terkhususnya Indonesia. Selain itu, Islam memandang terorisme bukan dari ajaran agama Islam. Dalam penanggulangan terorisme yang berperan penting adalah para tokoh agama. Dalam hal ini para tokoh agama dapat memberikan pemikiran positif dan pencerahan pemikiran tentang bahaya terorisme, selain itu ditegakan hokum yang dapat memberatkan para pelaku teroris. Peran pemuda dan masyarakat juga sangat penting dalam menjaga persatuan dan kesatuan bangsa dan bernegara.

Media kelompok teroris adalah bagian dari propaganda yang bisa menunjukkan daya tarik mereka bagi calon anggotanya. Majalah kelompok ISIS, Dabiq, mengartikulasikan pemikirannya dengan baik dalam mempersuasi umat Islam untuk menjadi pejuang asing ISIS di Suriah. Pandangan tersebut disajikan dalam suatu bingkai yang dikonstruksi oleh Dabiq. Bingkai tersebut terdiri dari empat dimensi yaitu pendefinisian masalah, diagnosa penyebab, evaluasi moral, dan rekomendasi penyelesaian. Adapun bingkai itu sendiri terdiri dari dua level. Level pertama adalah seleksi isu yang berada dalam konsepsi mental, dimana suatu isu ditampakkan oleh majalah dan isu lain dipilih untuk sembunyikan. Sementara itu, level kedua adalah penonjolan isu yang ditunjukkan lewat penempatan strategis suatu isu di dalam majalah serta pengulangan kata-kata maupun gambar. Tujuan penelitian ini adalah meneliti pemaknaan dalam artikel-artikel majalah Dabiq edisi A Call to Hijrah September 2014 terhadap serangan udara Amerika Serikat melawan ISIS Agustus 2014 yang mempersuasi umat Islam untuk bergabung dengan ISIS dan bermigrasi ke Suriah. Konsep yang penulis untuk menemukan pembingkaian Dabiq adalah analisis framing Robert D. Entman.

Abad 21 ini dunia sangat digencarkan dengan adanya gerakan terorisme transnasional. Gerakan tersebut hadir secara beruntun, yang dimulai dari Al-Qaeda yang bangkit dari gerakan mujahidin, dan kemudian disusul dengan ISIS yang dipimpin oleh Al-Bagdadi. Keberadaan dua gerakan tersebut, sangat mengancam stabilitas dunia, hingga akhirnya berdampak dalam perkuatan barisan militer, keamanaan dan pertahanan masing-masing negara. Hal ini dikarena agresi besar-besaran gerakan AL-Qaeda tahun 2001 yang menyerang WTC di AS.
Dua gerakan ini memiliki hubungan yang sangat erat, sebab sebagian besar pendapat mengatakan al-Qaeda adalah embrio dari munculnya ISIS. Dua gerakan tersebut melakukan gerakan atas dasar jihad fi sabilillah untuk mendapat dukungan umat muslim  dunia, namun mereka gagal sebab tindak kekerasan dan pemaksaan yang mereka lakukan. Dan ternyata dua gerakan tersebut memiliki misi politik dan ekonomi diluar faktor keagamaan.

Enerji kaynakları günümüz dünyasında çok önemli bir role sahiptir. Dünyada vuku bulan savaşların ve siyasi anlaşmazlıkların çoğunun altında yatan en önemli etken-lerden bir tanesini enerji kaynaklarını ele geçirme mücadelesi oluşturmaktadır. Nitekim dünyada son dönemlerde gerçeklemiş savaşların zengin enerji kaynaklarına sahip ülkelerin topraklarında meydana gelmesi ilginç değildir. Enerji politikaları sadece gelişmiş ülkelerin değil, Türkiye’de de çokça önemli bir yere sahiptir. Hızlı kentleşme ve sanayileşme sürecinin birer neticesi olarak enerji ihtiyacı da paralel bir şekilde artan Tü-rkiye’nin son dönemlerde izlediği enerji politikaları çok fazla tartışılır olmuştur. Özel-likle artan enerji ihtiyacını karşılama noktasında uygulanmak istenen nükleer enerji poli-tikaları bu tartışmaların merkezinde bulunmaktadır. Bir kısım nükleer enerjinin neden olabileceği çevresel sorunların tüm insanlık için büyük bir tehdit olduğunu savunurken diğer bir kesim ise Çin ve Amerika Birleşik Devletleri gibi ekonomileri hızla büyüyen ülkelerin artan enerji ihtiyaçlarını nükleer enerji ile karşıladıklarını ve bunun tek çözüm noktası olduğunu iddia etmektedir. Birbirine taban tabana zıt olan bu iki görüş ülkemizde vuku bulan ve büyük bir tehdit olma özelliğine sahip terör örgütlerinin nükleer santraller gibi stratejik yapılara verebilecekleri zararları ve bunların doğuracağı çevresel, ekonomik, sosyolojik ve siyasi etkileri göz ardı etmektedirler. Bu çalışmanın temel amacı, Türkiye sınırları içerisinde kurulması planlanan ve altyapı çalışmaları devam edilen nükleer santrallerin ülkede varlığını devam ettiren terör örgütlerinin olası saldırıları açısından doğurabileceği güvenlik risklerini tartışmaktır.

Pada masa kini, terdapat banyak paham-paham radikal yang semakin berkembang dan melibatkan banyak pihak. Nilai-nilai dan etika luhur seperti toleransi dan pluralisme rasanya semakin ditinggalkan. Sebaliknya, terorisme dan Islamofobia semakin berkembang luas. Kedewasaan diri dalam menghadapi arus perkembangan yang terjadi sangatlah diperlukan agar tidak terjerumus dalam paham-paham radikal dan kesalahpahaman dalam Islamofobia. Perkembangan seorang manusia sehingga menjadi dewasa pada hakikatnya berasal dari nilai-nilai yang diturunkan oleh kedua orang tuanya, sampai ada istilah “Buah jatuh tidak akan jauh dari pohonnya”. Akan tetapi di luar itu semua, faktor lingkungan sekitar seperti pergaulan, komunitas, tetangga rumah, tempat ibadah, dan instansi pendidikan formal maupun non-formal juga turut memberikan andil yang cukup besar terhadap perkembangan seorang manusia dalam berpikir dan bertindak. Begitu halnya juga dengan pondok pesantren sebagai lembaga pendidikan non-formal. Pada Laporan ini akan membahas mengenai peran atau kegiatan-kegiatan Pondok Pesantren Assalam dalam meningkatkan pola pikir toleransi dan pluralisme serta penolakan terhadap paham terorisme dan Islamofobia.
Pada bab 2 akan dibahas mengenai deskripsi situasi yang ada di lapangan, berupa latar belakang Pondok Pesantren Assalam dan perannya dalam menumbuhkan toleransi dan pluralisme terhadap santrinya yang terbingkai dalam kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh Pondok Pesantren Assalam.
Pada bab 3 akan dibahas mengenai keberagaman yang ada dalam tubuh Indonesia, pemaknaan dari Islamofobia, paham terorisme sebagai titik awal lahirnya Islamofobia, serta pemaknaan dari teologi multitafsir jihad yang seringkali dijadikan landasan para teroris dalam melakukan aksinya, dan tanggapan Pondok Pesantren Assalam dalam menyikapi hal-hal diatas. Kemudian pada bab ini akan dibahas juga mengenai Islam secara universal dan Islam Nahdlatul Ulama sebagai komunitas Islam terbesar yang hidup dan berkembang di Indonesia serta pemahaman atau gagasan mengenai toleransi Islam Nahdlatul Ulama yang diwujudkan dalam Islam Nusantara.
Pada bab 4 berisi kesimpulan dan saran saya terhadap Islamofobia dan paham-paham radikal serta pentingnya menumbuhkan toleransi dan pluralisme sebagai cara alternative dalam menghadapi perbedaan yang ada

Kata Kunci: Toleransi, Pluralisme, Radikalisme, Terorisme, Islamofobia, Islam, dan Nahdlatul Ulama, Islam Nusantara.

This article investigates into the operations of Boko Haram insurgency and its consequences on Nigeria's political and socioeconomic arrangement. The paper faults the sudden development of Boko Haram on the government languorous attitude to governance. The paper is qualitative research, it relies more on the secondary form of data collection, and the theoretical thrust hinges on Ted theory of Relative Deprivation; noting that the people of Northeast feel highly deprived in the scheme of things in Nigeria. There is an acute shortage in their basic needs, high rate of unemployment, an unacceptable level of poverty and shortage of infrastructures. With the arrays of attacks, suicide bombing, abductions, armed robbery and use of Improvised Explosive Devices (IEDs), Nigeria is gradually gravitating towards a failed state. Since development cannot take place in an insecure environment, the paper recommends that there must be the full entrenchment of good governance, the military must be adequately strengthened, and poverty must be eradicated.

This paper researches the claim made by the Indonesian government regarding the deradicalization program that it ran to deradicalize militants. The Indonesian government claimed that the deradicalization program had been very successful and effective in countering religious extremism. This paper will examine the effects of the de- radicalisation program and will argue that the program has not been as effective as has been claimed. This paper highlights researches which indicate that the program doesn’t have a clear structure and the facts that it has been used by terrorist suspects to leave prison through using rewards received after joining the program and rather than being 'de-radicalised' have returned to their terrorist networks and involvement in serious terrorist activities and planning. Whilst the effectiveness of deradicalization program had been claimed by the Indonesian government, this paper argues that the current weak structure of the Indonesian prison system has contributed to the ineffectiveness of the disengagement and deradicalization process. This paper also looks at how the deradicalization program had been used primarily as the purpose of data gathering. Finally this paper will end by proposing recommendation for improving and strengthening the prison system in Indonesia to strengthen disengagement process.

Son yıllarda tüm dünyanın gündeminden düşmeyen, evrensel bir önem kazanan toplumsal olaylardan biri de terörizmdir. Bu çalışmada günümüz toplumları büyük ölçüde etkileyen terörizm gerçeği ve terörizm algısı ele alınmıştır. Çalışmanın ilk kısmında terörizm kavramının incelenmesinin ar- dından, terörizmin amaçları ve bu amaçlara ulaşmak için uyguladığı yöntem ve taktikler tartışılmıştır. Çalışmanın ikinci kısımda terörizmin amaçları için uyguladığı eylemler neticesinde bireyler tarafından nasıl algılandığı üzerine durulmuştur. Terörle mücadelede birey ve toplumun konuya yönelik tutum ve davranışları temel ölçütler bağlamında tartışılmıştır. Ardından terörle mücadelede sivil özgürlükler ve ulusal güvenlik ikilemi değerlendirilmiş, bu kapsamda terörle mücadeleye yönelik tutumları belirleyen faktörler açıklanmıştır. Sonuç kısmında ise terörizmin algısını belirleyen temel fak- törler ve bunların sonucunda oluşan siyasi korkunun giderilmesi amacıyla polis ve devlete düşen sorumluluklara yönelik çözüm önerileri getirilmiştir.


One of the social events that have gained universal significance in recent years, not falling from the agenda of the whole world, is terrorism. In this study, the fact and the perception of terrorism, that affects today’s contemporary societies at a great extend, has been discussed. First part of the study focuses on the concept of terrorism, goals, methods and tactics and the ways it follows to reach out these goals/objectives. In the second part of the study, it was emphasized how the individual perceives of terro- rism. Act and position of individuals and public with regards to combatting terrorism have been discussed in line with basic standards. Flowingly, di- lemma of civil liberties and national security with regards to combatting terrorism was examined and factors mentioned that defines policies towar- ds combatting terrorism. Conclusion part of the study focuses on the main factors defines terrorism and touches on responsibilities of police and states to overcome the political fear that comes as a result of these factors.

Çağımızın en büyük sorunlarından biri, kuşkusuz güvenlik sorunudur. İnsanın en temel
ihtiyaçları arasında yer alan bu kavram, teknolojik gelişmelerin hızı karşısında gün geçtikçe
hassaslaşan bir konu hâline gelmiştir. Teknolojik gelişmeler güvenliğin sağlanmasını kolaylaştırmakla
birlikte, güvenliği ortadan kaldırmaya çalışan unsurlar tarafından bir baskı aracı
olarak kullanılabilmekte ve böylece dünya üzerinde barış içerisinde yaşamaya çalışan insanlar
açısından önemli derecede risk teşkil etmektedir. Bu risk, küresel terör unsurları tarafından iyi
bir şekilde yönetildiğinde, ağır sonuçlar doğuran durumlar ortaya çıkabilmektedir.
Küresel Terör, devletler açısından iyi tanımlanarak karşı koyulması gereken bir politika
aracı, terör örgütleri açısından bir çatışma yöntemi ve dünya üzerinde yaşayan halklar açısından
güvenliği tehdit eden bir risk unsuru olarak anlamlandırılabilir. Bu noktada, politika,
çatışma ve güvenlik kavramları, eksenleri birbirini kesen dairelerden oluşan bir kesişim
kümesi olarak ifade edilebilir. Bu üç kavram, küresel terörün anlamlandırılabilmesinde bize
kılavuzluk edecektir. Küresel terörün ifade edilmesinde bize kılavuzluk edecek bu kavramların
bir arada tahlil edilmesiyle, çalışmanın üniversite öğrencilerinden akademisyenlere, terör
ve güvenlik araştırmacılarından kamu görevlilerine kadar geniş bir yelpazade ilgi bulması
amaçlanmıştır.
Bu çalışmada Küresel Terör kavramı, öncelikle kavramsal olarak ifade edilmeye çalışılacaktır.
Sonrasında, önceki başlıklarda ifade edilen kavramsal çerçevenin, dünya üzerinde
bulunan birtakım terör unsurlarıyla devletlerin mücadelede yöntemleri örneklendirilerek küresel
terör kavramı somutlaştırılmaya çalışılacaktır. Çalışma başlığının diğer kısmını oluşturan
Güvenlik Politikaları kısmı ise terör kavramının güvenlik boyutuyla ifade edilmesini
içermektedir. Bu noktada devletlerin küresel teröre karşı halklarının güvenliğini sağlamaya
yönelik çabaları ve halkların devletin bu çabasına olan katılımı somutlaştırılacaktır.

Öz: İstanbul kenti turizm açısından oldukça büyük bir potansiyele sahiptir. Bu çalışmada İstanbul ilinde meydana gelen terör saldırılarının turistlerin coğrafik profili üzerindeki değişimi ile olan ilişkisi ve turizme olan etkileri ayrıntılı olarak ele alınmıştır. Bu araştırma, nitel araştırma tekniklerinden doküman analizi yöntemi ile yapılmış ve ikincil kaynaklardan alınan istatistiksel veriler kullanılmıştır. Araştırmada 2009-2018 yılları arasında İstanbul iline giriş yapan turist sayısı verileri ile İstanbul ilinde 2009-2018 yılları arasında meydana gelmiş olan terör saldırıları verilerinin karşılaştırması yapılmıştır. Buna göre terör saldırıların artması ile birlikte İstanbul iline gelen turistlerin 2009 yılında ağırlıklı olarak AB ülkeleri, Kanada ve Japonya gibi ülkelerden gelen ziyaretçilerden oluşmakta iken 2018 yılında ise ağırlıklı olarak Arap Ülkeleri, Orta Asya Ülkeleri ve Çin gibi ülkelerden gelen turistlerden oluşmuştur. Bu durum turistlerin coğrafi profilinin değiştiğinin göstergesi olmuştur. İstanbul’a gelen turistlerde meydana gelen coğrafik profil değişimi sonucunda turizm gelirlerinde de düşüş yaşanmıştır. Bu durum için ülkemize gelen turistlerin 2009 yılındaki ortalama harcamasının ($783,00) 2018 yılı ortalama harcamasına ($647,00) göre %17,3 düşüşle sonuçlanması örnek olarak vermek mümkündür. Turistlerin coğrafi profillerinin değişmesinin etki ve sonuçlarından bir diğeri de ‘ülkelerin can ve mal güvenliği endeksi’ raporundaki sonuçlar da oldukça önem arz etmektedir. Bu bilgiler doğrultusunda İstanbul turizmi için yapılması gereken önlemler ve öneriler belirtilmiştir.

Bu çalışma araştırma ve yayın etiğine uygun hazırlanmıştır intihal incelemesinden geçirilmiştir.

Terorisme merupakan kejahatan yang tergolong pemberantasannya dilakukan secara luar biasa (extra ordinary crime). Penanggulangan terorisme di Indonesia dilakukan dengan strategi yang terarah dan komprehensif melalui strategi nasional yang memuat sasaran dan
arah kebijakan untuk menanggulangi terorisme berdasarkan perangkat peraturan dan undang-undang yang ada.
Politik Hukum terhadap Pembaharuan terhadap Undang-undang Nomor 15 Tahun  2003 menjadi Undang-undang Nomor 5 Tahun 2018 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme hadir dalam rangka memberikan landasan hukum yang lebih kukuh guna menjamin pelindungan hak asasi manusia dan kepastian hukum dalam pencegahan dan  pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, serta untuk memenuhi kebutuhan dan  perkembangan hukum masyarakat, perlu dilakukan perubahan secara proporsional dengan  tetap menjaga keseimbangan antara kebutuhan penegakan hukum, pelindungan hak asasi  manusia, dan kondisi sosial politik di Indonesia.
Kata Kunci: Terorisme, Undang-undang, Pembaharuan

Radikalisme sebagai salah satu ancaman bagi ketahanan ideologi negara yang masih berlanjut di Indonesia. Radikalisme artinya suatu paham yang menginginkan perubahan besar serta cepat serta menginginkan untuk mengubah ideologi. Radikalisme mampu berbentuk positif maupun negatif. Tetapi, pada kenyataannya lebih banyak radikalisme yg berbentuk negatif. Terorisme merupakan suatu aksi kekerasan serta tindakan ekstrem yg umumnya berkaitan dengan hal agama. Radikalisme dan terorisme tidak lah sama, tetapi saling berkaitan. Radikalisme ialah satu tahapan sebelum adanya terorisme. sebab ketika akan melakukan tindakan kekerasan pastinya mereka sudah menerima paham yang mereka anggap sahih atau benar, sebagai akibatnya mereka dengan mudah untuk melakukan tindakan kekerasan. Penyebaran paham radikalisme waktu ini pun majemuk dan sulit buat dideteksi. mulai berasal penyebaran melalui media umum, melalui video YouTube, sampai diskusi kelompok pada Facebook serta Telegram. Radikalisme pula cepat menyebar luas karena beberapa faktor yaitu berasal sisi mikro serta makro. Secara makro merupakan syarat awam yg sebagai syarat radikalisme terjadi, mirip kondisi aktual pada bidang politik, ekonomi serta budaya. Adapun secara mikro merupakan penyebab eksklusif seorang atau suatu kelompok terpengaruh radikalisme. Terdapat beberapa upaya yang dapat kita lakukan untuk mencegah paham radikalisme yaitu, menanamkan nilai-nilai Pancasila, aktif dalam melaporkan radikalisme, menyaring informasi dengan baik, untuk sisi pemerintah dapat menerapkan Pendidikan multikultural, dan memberikan aturan yang jelas untuk menumpas tindakan radikalisme.

Although the Indonesian government feels that they had passed through the emergency phase of terrorism but it does not mean that the conditions is completely free from the threat of terrorism itself, it shows when the unpredictable terrorism act in East Borneo happened amongs the condition of a very diverse society with a quite ideal level of comfort and security. In November 2016, bomb threats occurred where the bomb blew up the Oikumene Church, the explosion also caused casualties. That action was carried out by a former convicted book terrorist in Tangerang who received prisoner remission. This research aims to explain the ethnopolitical identity management approach of the Indonesian government after Oikumene Church bombed in Samarinda, with a focus on government approaches through the short and long term. This research is a qualitative research using primary data obtained through in-depth interviews, especially on the concerned parties and documents study from government agencies and also using secondary data which is from books, journals, print and electronic media. The result of this research show that in accordance with Social Learning Theory, the emergence of Oikumene Church bombed was caused by the lack of attention and supervision from the Sengkotek society who have open attitude and high tolerance behaviour towards the immigrants due to high ethnic heterogeneous cultural condition. The context-triggering environment is also caused by UU No.015/2003 governing acts of arrest against terrorist behaviour. So the government still has quite high constraints in managing ethnopolitical identity, especially in the long term.

Keyword : identity, ethnopolitic, Oikumene Church bombed, UU No.015/2003.

Tulisan ini tidak bermaksud menggurui, apalagi menghakimi. Tatkala menyaksikan drama teroris di televisi dan mengikuti liputannya di berbagai media, tentu timbul berbagai pertanyaan dalam benak pikiran kita. Maka sudah sewajarnya kita teliti lagi konsep dan manifestasi terorisme serta praktek penanggulangannya secara rasional (bukan emosional), adil (bukan se-'enake dhewe'), manusiawi (mengacu pada sila kemanusiaan yang beradab) dan indonesiawi (sesuai dengan nilai-nilai luhur bangsa).

Aksi-aksi dan tindakan terorisme nyatanya tak pernah hilang dari pemberitaan media baik nasional maupun internasional hingga detik ini. Ancaman anarkisme dari para pemuja teror pun nampaknya masih sangat mungkin terjadi di masa depan yang kian mengancam kemanusiaan. Oleh itu, makalah ini mencoba menelisik sejauh mana pentingnya Fatwa Terorisme yang pernah diterbitkan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) pada tahun 2004. Kajian akan fokus pada analisis mengenai poin-poin yang menjadi pertimbangan dan dasar dari penerbitan fatwa tersebut. Selain itu akan diajukan beberapa catatan penulis mengenai konsep memerangi terorisme (kontra-terorisme) dengan mengambil perspektif ulama kenamaan Turki, Said Nursi. Kajian ini sampai pada kesimpulan bahwa Fatwa Haram Terorisme yang diputuskan oleh MUI masih sangat mendesak (urgent) untuk terus disosialisasikan dan dijadikan pedoman dalam kehidupan berbangsa dan bernegara saat ini, mengingat masih maraknya aksi dan tindakan terorisme serta ancamannya di masa mendatang. (Abstract: Terrorism activities are never lost from media coverage, national and international, until this moment. The threat of anarchism from the terrorists seems still be increasingly in the future which is threatening the humanity. Therefore, this paper tries to examine the importance of the Terrorism Fatwa that has published by the Council of Indonesian Ulama (MUI) in 2004. This study will focus on analyzing some points of argumentations and consideration on which this fatwa is issued. In addition, some researcher' thoughts on the concept of counter-terrorism that adopt the perspective of Turkey's leading scholar, Said Nursi. This study came to the conclusion that the " Fatwa Haram on Terrorism " published by the MUI is still urgent to be socialized and used as a guideline in the life of Indonesian people at this time, knowing the number of terrorism actions that will threat in the future).