Hukum Adat

Hukum adat adalah aturan kebiasaan manusia dalam hidup bermasyarakat. Sejak manusia itu diturunkan Tuhan ke muka bumi, maka ia memulai hidupnya berkeluarga, kemudian bermasyarakat dan kemudian bernegara. Terjadinya hukum dimulai dari pribadi manusia yang

Trawl yang digunakan oleh sebagian nelayan lokal di Indonesia, di samping melanggar hukum negara dan hukum lokal, juga menimbulkan dampak serius lainnya terhadap fungsi lingkungan. Makalah ini ingin menjawab tiga permasalahan utama: apa yang menyebabkan masyarakat lokal menggunakan trawl? Langkah apa saja yang dilakukan pemerintah dalam menanggulangi trawl? Bagaimana interaksi ideal hukum negara dan hukum lokal dalam penanggulangan trawl? Makalah ini menyimpulkan bahwa proses pemakaian trawl yang disadari dampaknya, tidak lepas dari proses modernisasi, trawl tersebut dirasionalkan akan mempercepat peningkatan ekonomi nelayan. Pemerintah Kabupaten sudah melakukan langkah untuk melahirkan kebijakan responsif dalam rangka mengendalikan dampak yang muncul, namun kebijakan itu lahir lebih karena tekanan masyarakat sendiri. Interaksi yang ideal adalah keterbukaan hukum negara dan hukum lokal untuk saling berhubungan dalam konteks melengkapi satu sama lain.

Trawling is used by most of the local fishermen in Indonesia, in addition to unlawful state and local laws, as well as more serious impact on the function of the environment. This paper would like to address three main issues: what make local communities using trawling? What steps should the government do in combating trawling? How the ideal interaction of state law and local law in the response to trawling? The paper concludes that the use of trawl conscious process impact, can not be separated from the process of modernization, the trawl rationalized will accelerate economic improvement fishermen. District Government is already taking action to give birth responsive policy in order to control the impact of emerging, but the policy was born due to the community itself. The ideal interaction openness state law and local to interact in the context of complement each other.

ABSTRAK Surat An-Nisa ayat 35 menyatakan bahwa satu tahapan penyelesaian sengketa (rumah tangga) haruslah mengutuskan seorang hakam (juru damai) dengan tujuan agar permasalahan mencari sumber masalah diantara keduanya dan kemudian mendamaikan kembali keduanya. Penjelmaan ayat tersebut tercermin dalam prilaku masyarakat adat Aceh dimana dalam penyelesaian permasalahan cek-cok (perselisihan ringan) dalam rumah tangga diselesaikan melalui peradilan adat dengan harapan para pihak yang bersengketa bisa saling memaafkan, rukun, damai dan tidak lagi mengulagi kesalahan yang sama.

HUKUM KEWARISAN ADAT SAP 2-Subjek Hukum Adat dan Kecakapan Bertindak (hukum adat, hukum barat, dan UU) SUBJEK HUKUM Pengemban hak dan kewajiban dalam lalu lintas hukum, dibagi menjadi dua : A. Manusia Kodrati-Manusia adalah subjek hukum dari ia lahir hingga meninggal dunia. à Pasal 2 BW, pengecualian terhadap janin dalam kandungan. Disebut sebagai subjek hukum dengan syarat : § Ada kepentingan yang muncul (waris) § Kepentingan tersebut muncul setelah janin ada § Janin dilahirkan hidup à disebut dengan fiksi hukum Ø Bayi dalam kandungan dianggap sudah lahir jika kepentingannya memaksa untuk itu Ø Peraturan yang sudah dilembar negarakan dianggap sudah diketahui msy kalau peraturan itu sudah ada à Manusia dianggap cakap bertindak hukum saat ia sudah dewasa, melakukan perbuatan hukum seperti orang dewasa. Ukuran kedewasaan : Ø Dalam BW dikaitkan dengan usia o Dalam UU pilkada, dewasa adalah berusia 17 tahun o UU perkawinan, dewasa umur 16 (perempuan) dan 19 (laki laki) / sudah menikah à Menikah = dewasa? Karena sudah berani melaksanakan tanggung jawab sbg subjek hukum / melaksanakan hak kewajiban. à Kapan menikah? Dalam MHA saat sudah akil balig (bukan umur) tergantung kepribadian orang tsb. Tiap orang berbeda Ø Dalam Hukum Islam, dikaitkan dengan akil balig Ø Dalam Hukum Adat, dewasa adalah proses, dan tdk semata-mata umur. Dewasa tidak terjadi secara tiba-tiba (kritik hukum barat) à kenapa bukan usia? Karena hukum adat merupakan hukum tidak tertulis dengan budaya oral yang peristiwa hukum hanya diingat dan tidak dicatat. Prinsip terang tunai disamakan dengan catatan sipil Dewasa dapat dilihat dari : o Bahwa ia sudah menikah o Sudah tidak tinggal dengan orang tuanya o Boleh berpendapat dalam lingkungannya (RT/RW) à Menurut Ter Haar, dewasa adalah saat laki-laki atau perempuan yg sudah kawin meninggalkan rumah ibu bapaknya/mertua dan berumah lain sbg suami istri yg merupakan keluarga berdiri sendiri (mentas mencar) à Ter Haar : hanya orang yang sudah menikah yg dapat menghidupi orang lain. Namun tidak sebatas hanya karena kawin saja, tapi juga berakhirnya keadaan sebagai anak isi rumah. à Soepomo : dewasa = kuat gawe.

Dalam masyarakat Islam, sering timbul polemik antara adat yang diamalkan dengan syariat yang diwahyukan. Kerap kali dalam interaksi yang berlangsung akan berlaku proses penyesuaian agar adat yang diamalkan tidak bertentangan dengan syariat. Dalam kajian ini, pengkaji memfokuskan terhadap analisis adat perkahwinan masyarakat Murut Tahol Islam di daerah Nabawan, Sabah menurut perspektif hukum Islam. Asasnya, terdapat dua bentuk perkahwinan masyarakat Murut Tahol yang beragama Islam, iaitu pertama, berasaskan syariat dan yang kedua, berasaskan adat. Dalam perkahwinan berasaskan adat ini, terdapat empat bentuk adat iaitu pakalangan, limpuhu, bului dan tinauh. Justeru, bagi mencapai objektif yang ditetapkan, kajian berbentuk kualitatif ini mengaplikasikan kajian perpustakaan dan kajian lapangan. Pengumpulan data dijalankan melalui metode dokumentasi dan temu bual separa struktur. Data yang dikumpulkan telah dianalisis secara induktif. Hasil kajian mendapati terdapat adat perkahwinan masyarakat Murut Tahol beragama Islam yang menepati syariat seperti adat merisik, pemberian hadiah, kaedah pembayaran berian sampai mati dan poligami. Di samping itu, terdapat adat yang bertentangan dengan syariat seperti tamong pengayangan (tunang angkat), perkahwinan dengan sepupu dan sogit. Sehubungan itu, masyarakat Islam Murut Tahol perlu berhati-hati dalam pengamalan adat berkenaan agar tidak bertentangan dengan syariat Islam.

Kata kunci: Adat perkahwinan, Murut Tahol, sogit, perkahwinan sepupu, hukum Islam.

ABSTRAK
Kajian ini dibuat untuk mengetahui dan mendeskripsikan bagaimana upacara
perkawinan dalam adat Dayak Ngaju yang ada di daerah Kabupaten Gunung
Mas. Hasil dari kajian ini yaitu pengaruh dan peranan adat dalam masyarakat
Dayak Ngaju sangat kuat. Suku Dayak Ngaju memiliki filosofi hidup “Belom
Bahadat” artinya “hidup beradat”. Filosofi ini melandasi seluruh aspek
kehidupan orang Dayak Ngaju. Salah satu tatanan kehidupan yang masih
dipertahankan dan tetap dilestarikan adalah penyelenggaraan perkawinan.
Perkawinan suku Dayak Ngaju dilaksanakan sesuai dengan adat yang
berlaku, bertujuan untuk mengatur hubungan antara pria dan wanita agar
memiliki perilaku yang baik dan tidak tercela (Belom Bahadat).Perkawinan
menurut adat Dayak Ngaju merupakan sesuatu yang luhur/sakral dan suci yang
berasal dari Ranying Hatalla yang harus dijunjung tinggi oleh masyarakat Dayak
Ngaju. Jika terjadi pelanggaran terhadap perjanjian perkawinan maka pelanggar
akan mendapatkan sanksi adat (singer) yang berlaku didaerah tersebut.
Bagi masyarakat Dayak Ngaju perkawinan yang luhur dan suci merupakan
perkawinan yang sesuai dengan tatanan adat, Saran dari penulis untuk
memperkuat pemahaman tentang adat istiadat yang ada di Kalimantan Tengah
agar tetap dijaga dan dilestarikan oleh generasi penerus.
Kata Kunci : Hukum Adat, Upacara, Perkawinan, Dayak Ngaju.

Abstrak Tanah adat di Negeri Sembilan sejak dulu lagi menjadi isu yang sentiasa menjadi bahan kajian, penyelidikan dan perdebatan khususnya berkaitan dengan isu syariah yang timbul daripada amalan tersebut. Akhir tahun 2015, Majlis Agama Islam Negeri Sembilan telah bekerjasama dengan Fakulti Syariah, USIM bagi menjalankan penyelidikan berkaitan status atau kedudkan tanah adat di Negeri Sembilan sama ada ia patuh Syariah ataupun tidak. Justeru, isu ini walaupun telah dibincangkan sejak sekian lama masih menjadi bahan kajian dan seolah-olah belum ada keputusan yang jitu dalam masalah ini. Pada asanya, terdapat dua pandangan berkaitan dengan isu ini iaitu sebahagian penyelidik dan penulis menyatakan bahawa ia bertentangan dengan hukum syarak sementara ada sebahagian yang lain menyatakan bhawa ia adalah mematuhi hukum syark berkaitan dengan tanah dan hal yang bersangkutan dengannya. Jadi kertas kerja ini akan menganalisis hujjah-hujjah yang dikemukakan oleh kedua-dua pendapat ini dan memberikan cadangan penyelesaian terhadap perkara tersebut. Metodologi yang digunakan adalah kajian kepustakaan yang menganalisis data-data secara deskriptif. Selain, metod perbandingan juga akan digunakan iaitu membandingkan hujjah-hujjah yang dikemukakan oleh pihak-pihak yang menyelidik, mengkaji dan menulis dalam isu ini. Hasil kajian mendapati bahawa sebahagian penyelidik yang menyatakan bahawa tanah adat bertentangan dengan konsep harta pusaka Islam adalah berpunca daripada salah faham terhadap konsep dan amalan tanah adat yang berlaku dalam masyarakat Negeri Sembilan. Pada prinsipnya, amalan tersebut adalah tidak bertentangan dengan Islam berasaskan konsep uruf dan pemegang amanah. Pendahuluan Adat Perpatih merupakan isu yang sentiasa mendapat perhatian masyarakat di Malaysia disebabkan keunikan adat tersebut dan pengamalan yang hanya berlaku dalam masyarakat yang mengamalkan Adat Perpatih sahaja. Ia telah menarik ramai pengkaji dan penyelidik untuk mengkaji pengamalan adat tersebut yang merangkumi pelbagai aspek termasuk tanah adat, adat perkahwinan, adat dalam pentadbiran dan pelbagai lagi. Islam mengiktiraf amalan atau adat yang baik yang tidak bercanggah dengan prinsip syarak. Dalam perundangan Islam, konsep uruf merupakan salah satu kaedah dan dalil yang menjadi asas dalam penetapan hukum. Justeru, mana-mana adat yang tidak bercanggah dengan prinsip syarak harus dikekalkan sebagai memenuhi keperluan, kemudahan dan kehendak masyarakat yang sudah mengamalkannya daripada satu generasi ke generasi berikutnya. Menghapuskannya merupakan satu kemudaratan dan kesusahan kepada mereka. Selain, sebagai satu warisan kebudayaan yang harus dipertahankan dan juga satu manifestasi kebesaran dan keagungan Allah SWT. Tanah Adat Menurut Adat Perpatih Sebelum perbincangan tentang tanah adat, adalah baik untuk dijelaskan terlebih dahulu tentang beberapa jenis harta dalam Adat Perpatih iaitu harta pusaka, harta carian, harta pembawa dan harta dapatan. Perbincangan berkaitan tanah adat amat berkait rapat dengan tanah kategori pertama iaitu

Potential conflicts in Bali island, especially in Desa Pakraman (villager communities in Bali), apparently after Undang- Undang R.I Nomor 22 tahun 1999  the turn of act Undang-Undang R.I Nomor 32 tahun 2004, tentang Pemerintah Daerah, must be recognize that local regulations and respect the right of origin and customs of the villages. More over the Regulations have been Peraturan Daerah Pemerintah Propinsi Bali Nomor 3 tahun 2001 tentang Desa Pakraman dan Lembaga Adat concerning indigenous Desa Pakraman and Institutions Given the events in Bali since the Indonesia reform 1998, villagers in Bali at this time are often in conflict, compared with the previous era, the conflict in the form of village conflicts (internal conflict) and conflicts among villages. conflict village office previously almost unheard of back also appear. Desa Pakraman looks outside looks so beautiful serene turns in a lot of potential internal conflicts among communities, especially in Desa Pakraman Tabola. Sidemen - Karangasem. Existence Desa Pakraman in the know through legal standing and forms of institutional as well as changes in leadership struggles Desa Pakraman Tabola as well as changes in the institutional structure, while the conflict in the Desa Pakraman Tabola a very famous with indigenous conflict in a short time brought hightension and worrying indigenous communities located in the Sidemen area. Causes the conflict are involves a Local Government, Village Head Office and Prajuru Desa Pakraman contained in Desa Pakraman Tabola, Sidemen, Karangasem. The reality of the conflict are a conflict PDAM (water sources), Conflict indigenous about customary lands and traditional market in Tabola. The custom of a series of conflicts, the settlement reached by Paruman (deliberation) which is then written in the minutes Paruman as the highest decision in resolving the problem in accordance with awig awig Desa Pakraman are represented by Bendesa (Leader/Policy Maker)  Pakraman village.

Keywords: Existence, Common Law, Conflict, Resolution,  Pakraman Vilage.

Artikel ini mendiskusikan tentang hubungan kaidah al-adah muhakkamah, kaidah muamalah, dan kaidah fatwa dalam perspektif ekonomi islam. Kaidah Al-adah Muhakkamah merupakan kaidah yang berkaitan dengan adat istiadat yang dilegitimasikan dengan Hukum/Syariat. Adat dengan Al-urf di difenisikan sama oleh sebagian ulama dikarnakan memiliki kesamaan substansi. kaidah al-adah muhakkamah memperngaruhi terhadap munculnya kaidah mengenai bidang muamalah. Dalam bermuamalah perkembangan zaman begerak begitu cepat, diperlukan banyak kajian hukum terkait sah atau tidak sah, boleh atau tidak boleh, halal atau haram dalam kegiatan muamalah. Selain dari dalil-dalil yang menghalalkan dan mengharamkan lahirlah sebuah fatwa yang dikeluarkan oleh ulama di negara indonesia adanya institusi yang berwenang mengeluarkan fatwa adalah Majelis Ulama Indonesia dan Ormas islam maka fatwa lahir mengikuti pada adat dan kebiasaan yang lahir di masyarakat. Dengan metode survey literature yang terdiri dari sejumlah kitab fikih, artikel ini mencoba menrekonstruksi hubungan atau munasabah substantif antara hubungan kaidah al-adah muhakkamah, kaidah muamalah, dan kaidah fatwa dalam perspektif ekonomi islam. Artikel ini menemukan bahwa, diantara ketiga kaidah yang diangkat dalam kajian ini menunjukan adanya hubungan dari ketiga kaidah tersebut, yang mana kaidah al-adah muhakkamah adalah salah satu kaidah yang menjadi bagian dari 5 inti pokok kaidah-kaidah fikih. Ini menunjukan bahwa kaidah al-adah muhakkamah memperngaruhi terhadap lahirnya kaidah-kaidah fikih lain, diantaranya kaidah-kaidah muamalah dan kaidah fatwa. Artikel ini menyimpulkan bahwa kaidah al-adah muhakkamah, kaidah muamalah, dan kaidah fatwa merupakan 3 unsur yang saling terkait secara simultan.

Suku Bugis tergolong kedalam suku-suku Melayu Deutero yang masuk ke Nusantara setelah gelombang migrasi pertama dari daratan Asia, tepatnya Yunan. Orang Bugis zaman dulu menganggap nenek moyang mereka adalah pribumi yang telah didatangi titisan langsung dari “dunia atas” yang “turun” (manurung) atau dari “dunia bawah” yang “naik” (tompo) untuk membawa norma dan aturan sosial ke bumi (Pelras, The Bugis, 2006). Umumnya orang-orang Bugis sangat meyakini akan hal to manurung, tidak terjadi banyak  perbedaan pendapat tentang sejarah ini. Sehingga setiap orang yang merupakan etnis Bugis, tentu mengetahui asal-usul keberadaan komunitasnya. Kata “Bugis” berasal dari kata to ugi, yang berarti orang Bugis.

Setiap kumpulan masyarakat di dunia ini tanpa mengira latar tempat, bangsa dan benua sekalipun sudah pastinya mempunyai amalan tradisi tersendiri yang melambangkan identiti bangsa itu sendiri seperti amalan adat kematian. Sebagai contoh di Malaysia, kaum seperti Melayu, Cina, India, Iban dan kaum-kaum lain mengamalkan amalan adat kematian mengikuti adat resam masing-masing. Walaupun terdapat perbezaan dalam amalan adat kematian mengikut kaum tetapi, tidak dapat dinafikan bahawa terdapatnya sedikit persamaan dalam pengamalannya.

Perkawinan merupakan hal yang yang kodrat dari aspek biologis maupun social.Dilihat dari kebutuhan biologis ,perkawinan mengarah pada upaya meneruskan keturunan.Sedangkan dari struktur social mengarah kepada kelembagaan tradisi atau adat yang ada dimasyarakat murung raya.
Perkawinan dikalang suku atau adat istiadat.Budaya prosesi perkawinan dipertahankan sebagai suatu norma kebersamaan oleh masing-masing .Setiap pelaksanaan kawin adat ,acara adat yang dilakukan yang dapat dilihat sebagai ujud pendikan dimasyarakat.Adat merupakan bagian dari kebudayaan yang menentukan nilai-nilai mengenai manusia. Tradisi Hukum  adat Perkawinan  Dayak  Siang-Murung.Acara  perkawinan adat tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya karena adat melekat dan menyatu dalam masyarakat itu sendiri.

Kata kunci; Jalan hadat perkawinan dayak siang-murung

Indonesia merupakan negara yang memiliki sistem hukum yang plural, di antaranya hukum positif, hukum islam, dan hukum adat. Hal tersebut berdasarkan latar belakang sejarah bangsa Indonesia itu sendiri. Bangsa Indonesia merupakan negara yang kaya dengan kebudayaan serta adat istiadat, oleh karena itu terdapat hukum adat dimasing masing daerah, yang mana mengatur kehidupan yang berkaitan dengan nilai dan norma yang berlaku di daerah tersebut.
Hukum adat itu perlu untuk dipelajari, karena bagi pembuat undang-undang tatkala dalam menyusun atau membina hukum nasional, juga dalam proses peradilan para hakim sebagai penegak hukum dan keadilan wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum yang ada dimasyarakat atau dapat pula dikatakan bahwa untuk mengisi kekosongan hukum maka diadakanlah hukum adat untuk mengisi kekosongan tersebut. (Darwis, 2008, hlm. 1). Hukum adat dapat dikatakan juga sebagai kebiasaan-kebiasaan, namun kebiasaan disini merupakan kebiasaan yang apabila tidak dilaksanakan akan menimbulkan akibat hukum.
Hukum adat juga merupakan bagian dari kebudayaan bangsa Indonesia, karena seperti yang kita ketahui bahwa kebudayaan merupakan hasil karya, cipta, karsa manusia, dalam hal ini hukum adat merupakan bagian dari hacil ipta pola pikir manusia, yang dijadikan sebagai kebiasaan yang dilakukan secara berulang-ulang dan turun temurun. Hukum adat di setiap daerah tentunya berbeda-beda sistem yang di berlakukannya, seperti dalam sistem perkawinan ataupun pewarisan di Minangkabau berbeda dengan sistem perkawinan dan pewarisan yang ada di Batak, masing masing memiliki ciri khas dan keunikan masing-masing. Dalam makalah ini, kami membahas mengenai sistem hukum adat yang ada di Minangkabau, yang meliputi sistem perkawinan, pewarisan, sistem atau susunan hukum adatnya, hak ulayat atas tanah, dan sebagainya, yang menjadi ciri khas adat minangkabau, yang membedakannya dengaan adat-adat kebudayaan yang lain.

Kegiatan pinjam meminjam uang telah banyak dilakukan di kalangan masyarakat perdesaan sejak lama dalam kehidupan bermasyarakat, dan bisa dikatakan juga praktek pinjam meminjam uang di antara para masyarakat satu dengan lainnya merupakan salah satu perbuatan yang baik dikalangan masyarakat Karena dianggap sebagai perbuatan untuk saling tolong-menolong terhadap orang yang membutuhkan uang. Masyarakat telah menjadikan pinjam meminjam uang sebagai suatu hal yang diperlukan guna untuk mendukung ekonomi keluarga dan meningkatkan kebutuhan kehidupannya. Praktek transaksi pinjam meminjam dikalangan masyarakat adat tidak terlepas dari barang atau benda jaminan, benda yang kerap kali dijaminkan yaitu tanah. Karena tanah dalam masyarakat adat merupakan suatau harta atau benda yang sangat tinggi nilainya, dan tanah dalam hukum adat juga mempunyai kedudukan yang sangat penting baik karena sifatnya maupun karna faktanya. Transaksi pinjam meminjam dengan mempergunakan tanah sebagai jaminannya merupakan kesepakatan utama dalam transaksi pokok pinjam meminjam uang. Hal ini bersifat persiapan, dalam artian bahwa pada saat pihak yang akan meminjam uang menerima uang pinjaman dari si pemberi pijaman, maka ia telah mempersiapkan tanah miliknya untuk ditetapkan sebagai jaminan atas pinjamannya tersebut.1 Setelah transaksi pinjam meminjam dengan jaminan tanah telah disepakati oleh para pihak, maka para pihak harus melaksanakan hak dan kewajibannya masing-masing sebagaimana yang telah disepakati dalam transaksi. 1 1Ter Haar (diterjemah oleh: K.Ng. Soebakti Poesponoto)¸Asas-asas Dan Susunan Hukum Adat, Jakarta: Pradnya Paramita, 1991. hlm: 108.

Tujuan penulisan makalah ini untuk mengetahui bagaimana implementasi hukum adat dalam pembagian harta warisan suku dayak ngaju di Kabupaten Barito Selatan Kecamatan Karau Kuala. Hukum adat adalah hukum yang sudah melekat di masyarakat dan adat sendiri merupakan kebudayaan yang menentukan nilai-nilai kehidupan manusia. Hukum waris adat adalah hukum yang memuat garis-garis ketentuan tentang sistem dan asas-asas hukum waris, tentang harta warisan, pewaris dan ahli waris, serta cara harta warisan itu dialihkan penguasaan dan pemilikannya dari pewaris kepada waris. Adapun yang dimaksud dengan harta warisan adalah harta kekayaan dari pewaris yang telah wafat, baik harta itu telah dibagi atau masih dalam keadaan tidak terbagi-bagi. Termasuk di dalam harta warisan adalah harta pusaka, harta perkawinan, harta bawaan dan harta depetan. Pewaris adalah orang yang meneruskan harta peninggalan atau orang yang mempunyai harta warisan. Waris adalah istilah untuk menunjukkan orang yang mendapatkan harta warisan atau orang yang berhak atas harta warisan. Cara pengalihan adalah proses penerusan harta warisan dari pewaris kepada waris, baik sebelum maupun sesudah wafat.  Hukum adat yang masih hidup salah satunya mengenai hukum waris adat dayak ngaju.. Pada masyarakat dayak ngaju sistem pembagian warisan ditentukan dengan garis keturunan sebagai ahli waris.


Kata Kunci : Implementasi, Hukum Adat, Hukum Waris, Dayak Ngaju, Kabupaten Barito Selatan, Kecamatan Karau Kuala.

Buku “Epistemologi Minangkabau” berupaya mengungkap masalah seputar epistemologi dalam filsafat adat Minangkabau melalui penelusuran terhadap nilai-nilai kearifan lokal yang terdapat dalam ungkapan pepatah-petitih adat Minangkabau. Sebuah diskursus yang diperlukan dan menjadi penting agar konsep epistemologi yang terungkap dalam pepatah-petitih tersebut tidak sekedar ungkapan verbal, bahan retorika dan nostalgia masa lampau, serta kehilangan hubung-kaitnya dengan masa kini dan masa depan. Agar membumi dan menjawab realitas yang ada, maka pembahasan konsep epistemologi Minangkabau ini dilihat dalam konteks praktek musyawarah adat di Minangkabau.

Sejak dilahirkan ke dunia manusia sudah mempunyai kecenderungan untuk hidup bersama dengan manusia lainnya dalam suatu pergaulan hidup. Di dalam bentuknya yang terkecil, hidup bersama itu dimulai dengan adanya sebuah keluarga. Dimana dalam keluarga gejala kehidupan umat manusia akan terbentuk paling tidak oleh seorang laki-laki dan seorang perempuan. Hidup bersama antara seorang laki-laki dan seorang perempuan yang telah memenuhi persyaratan inilah yang disebut dengan perkawinan.1 Menikah merupakan salah satu fase kehidupan yang lazim dan layak dilakukan oleh setiap manusia yang siap secara lahir dan batin, serta memiliki rasa tanggungjawab dalam membangun suatu rumah tangga.

Negara Republik Indonesia mempunyai keragaman budaya, suku bangsa, dan adat istiadat. Dari Sabang sampai Merauke terbentang dalam gugusan pulau. Keanekaragaman tersebut berdampak kepada hukum (aturan) yang berlaku di masing-masing daerah yang beraneka ragam bentuknya, aturan-aturan tersebutlah yang menjadikan masyarakatnya patuh pada aturan daerah (hukum adat) tempat mereka tinggal.
Dalam menjalani kehidupan sehari-hari rakyat Indonesia berpegang teguh pada hukum negara berupa perundang-undangan dan juga hukum adat.Hukum adat di Indonesia mempunyai pengaruh yang kuat dalam masyarakat.Hukum adat tidak dikodifikasikan tetapi ada dan tetap dijalankan fungsinya oleh masyarakat Indonesia Dengan wilayah Negara Indonesia yang sangat luas, menjadikan hukum adat di suatu daerah berbeda dengan yang ada di daerah lainnya. Seberapa besar pengaruh hukum adat bergantung dengan seberapa dalam masyarakat di suatu daerah tersebut mengilhami dan mengaplikasikan hukum tersebut kedalam kehidupannya sehari-hari.
Bangsa Indonesia yang menganut berbagai agama dan kepercayaan mempunyai bentuk kekerabatan dengan sistem keturunan yang berbeda-beda. Sistem keturunan yang berbeda-beda ini berpengaruh terhadap sistem kewarisan dalam masyarakat tersebut. Di antara orang-orang Indonesia asli tidak terdapat satu sifat kekeluargaan, melainkan di berbagai daerah terdapat berbagai sifat kekeluargaan yang dapat dimasukkan dalam tiga golongan, yaitu : sistem kekerabatan patrilineal, sistem kekerabatan matrilineal, dan sistem kekerabatan parental atau bilateral.
Masyarakat adat di Indonesia bermacam-macam, ada yang bersifat mengutamakan keturunan anak pria yang disebut kekerabatan patrilineal, ada yang bersifat mengutamakan keturunan anak wanita yang disebut kekerabatan matrilineal, dan ada yang bersifat keseimbangan antara keturunan anak pria dan anak wanita yang disebut bilateral atau parental. Salah satu sistem kekerabatan tersebut adalah sistem kekerabatan patrilineal. Dalam masyarakat yang menganut sistem kekerabatan patrilineal, mengutamakan keturunan menurut garis laki-laki berlaku adat perkawinan dengan pembayaran jujur.
Masyarakat adat di Indonesia bermacam-macam, ada yang bersifat mengutamakan keturunan anak pria yang disebut kekerabatan patrilineal, ada yang bersifat mengutamakan keturunan anak wanita yang disebut kekerabatan matrilineal, dan ada yang bersifat keseimbangan antara keturunan anak pria dan anak wanita yang disebut bilateral atau parental. Salah satu sistem kekerabatan tersebut adalah sistem kekerabatan patrilineal. Dalam masyarakat yang menganut sistem kekerabatan patrilineal, mengutamakan keturunan menurut garis laki-laki berlaku adat perkawinan dengan pembayaran jujur.

Eksistensi sebuah Hukum Adat penting dan perlu untuk diakui di Era Modernisasi di samping hukum peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sebagai langkah menjaga, menghargai, dan melestarikan Adat Istiadat dan tradisi khususnya dalam masyarakat Dayak Suku Pasir Panjang ( Kotawaringin barat).Keberadaan sebuah Hukum Adat di era modernisasi seperti sekarang baik pengetahuan dan nilai-nilai adat di masyarakat mulai luntur yang lebih mirisnya adalah  generasi muda yang mulai meremehkan nilai-nilai adat dan tradisi. pesatnya ilmu pengetahuan, Pemikiran maju dan perkembangan jaman menjadi salah satu faktor selain itu ketertarikan kaum muda terhadap sejarah atau tradisi adat rendah sekali, Kaum muda lebih tertarik untuk mengikuti perkembangan Dunia, konsumsi nilai-nilai Barat tidak dapat di elakan, bahkan menjadikannya sebagai hobi.
Dalam Masyarakat Modern tidak dapat di elakan Tingkat Kriminalitas juga bertambah tinggi di samping peraturan yang ada dalam sebuah Negara Karakteristik dan nilai adat yang sudah tertanam dalam masyarakat tidak dapat dihilangkan sehingga  perlu adanya Upaya agar keberadaan sebuah Hukum Adat Pembunuhan (menanggul) dalam masyrakat Dayak Pasir Panjang tetap eksis di Era Modernisasi.
Kata Kunci : Eksistensi, Hukum Adat, Upaya, Desa Pasir Panjang (Kotawaringin Barat).