Sinta Khrisnamurti et al.
Jurnal Kesehatan Reproduksi
Vol 5 No 2 – Agustus 2018
ISSN 2302-836X (print), ISSN 2621-461X (online)
Tersedia online di https://jurnal.ugm.ac.id/jkr
DOI: 10.22146/jkr.38548
ARTIKEL PENELITIAN
Memeriksa Striae Gravidarum untuk Memperkirakan
Laserasi Perineum
Sinta Khrisnamurti1, Detty Siti Nurdiati2, Wahyu Ikka Setiyarini3
1
Program Magister Keperawatan Maternitas Fakultas Kedokteran,Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan, UGM
2
Departemen Obstetri dan Ginekologi, Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan, UGM
3
Komite Keperawatan RSUD Banyumas Jawa Tengah
Korespondensi: maniezstshinta@gmail.com
Submisi: 21 Maret 2016; Revisi: 28 Agustus 2018 ; Penerimaan: 30 Agustus 2018
ABSTRACT
Background: Striae gravidarum is a common phenomenon that occurs in pregnant women and a marker of decrease in skin elasticity.
Poor elasticity of the perineum can result perineal laceration in vaginal childbirth. This study was to determine the relationship of
striae gravidarum perinenum with the occurrence lacerations in normal labor, and the factors that most influence the occurrence of
mild and severe perineal lacerations.
Method: Used a cross sectional design, with a sample of 188 respondents. Assessment striae gravidarum using Atwal et al (2006)
which has been modified, assessment of perineal lacerations used RCOG (2006). Data collection was done during the months of April
to July 2015 in the maternity room Panembahan Senopati Bantul Hospital.
Result and Discussion: Factors that influence the occurrence of mild laceration were striae gravidarum moderate-severe (RP 1,230: CI
95% 1,23053-1,23066), primiparous (RP 1,2675: CI 95% 1,13709-1,41298). Factors that influence the occurrence of severe laceration
were striae gravidarum moderate-severe (RP 1,676: CI 95% 1,246-2,255), primiparous (RP 1,117: CI 95% 1,1172-1,1175), the lithotomy
position (RP 1,012: CI 95% 1,011-1,0629).
Conclusion: Striae gravidarum is factor that influence the occurance of perineal laceration. Checking of striae gravidarum can be
to estimate the severity of perineal laceration, the more scores striae gravidarum more severe perineal laceration that may be
experienced by childbirth mothers.
Keywords: striae gravidarum; perineal laceration; childbirth
ABSTRAK
Latar Belakang: Striae gravidarum adalah fenomena yang lazim terjadi pada ibu hamil dan merupakan penanda penurunan elastisitas
kulit. Elastisitas perineum yang kurang baik dapat mengakibatkan laserasi perineum pada persalinan vaginal. Penelitian ini untuk
mengetahui hubungan striae gravidarum dengan kejadian laserasi perinenum pada persalinan normal, dan faktor-faktor yang paling
mempengaruhi terjadinya laserasi perineum ringan dan berat.
Metode: Menggunakan cross sectional design, dengan sampel sebesar 188 responden. Penilaian striae gravidarum menggunakan
metode Atwal et al (2006) yang telah dimodifikasi, penilaian laserasi perineum menggunakan metode RCOG (2006). Pengumpulan
data dilakukan selama bulan April-Juli 2015 di kamar bersalin RSUD Panembahan Senopati Bantul.
Hasil dan Pembahasan: Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya laserasi ringan adalah striae gravidarum sedang-berat (RP
1,230: 95%IK 1,23053-1,23066), primipara (RP 1,2675: 95%IK 1,13709-1,41298). Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya laserasi
berat adalah striae gravidraum sedang-berat (RP 1,676: 95%IK 1,246-2,255), primipara (RP 1,117: 95%IK 1,1172-1,1175), posisi
litotomi (RP 1,012: 95%IK 1,011-1,0629).
Kesimpulan: Striae gravidarum merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya laserasi perineum. Memeriksa
striae gravidarum dapat untuk memperkirakan tingkat keparahan laserasi perineum, semakin banyak skor striae gravidarum semakin
parah laserasi perineum yang mungkin dialami ibu bersalin.
Kata kunci: Striae gravidarum; laserasi perineum; persalinan
96
Sinta Khrisnamurti et al.
Jurnal Kesehatan Reproduksi Volume 5 No. 2, Agustus 2018: 96-104
PENDAHULUAN
keluarga.5 Striae gravidarum dikenal juga dengan
sebutan stretch marks umumnya muncul pada
usia kehamilan 24 minggu memiliki karakteristik
garis–garis sepanjang minimal 5cm, dengan warna
kemerahan, keunguan dan secara bertahap akan
berubah menjadi berwarna putih atau garis atrophic
hipopigmentasi pada masa post partum.6 Garisgaris striae gravidarum ini dapat berupa garis yang
tipis ataupun garis yang lebar. Para ilmuwan telah
menyatakan dalil bahwa beberapa hormon seperti
estrogen, relaxin, dan hormon adrenokortikoid,
menurunkan kerapatan antara kolagen, serat dan
meningkatkan substansi dasar, yang menyebabkan
suatu area peregangan yang dikenal sebagai striae.5
Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia termasuk
tinggi di Asia. Hasil Survei Demografi dan Kesehatan
Indonesia (SDKI) 2012 menyatakan bahwa AKI
mencapai 359 per 100 ribu kelahiran hidup. Ratarata kematian ini lebih tinggi dibanding hasil SDKI
2007 yang mencapai 228 per 100 ribu. Kondisi yang
berbeda dimana Pemerintah Indonesia bertekad
akan menurunkan AKI hingga 108 per 100 kelahiran
hidup sesuai dengan target Millennium Development
Goals (MDGs).1
Unicef Indonesia menyatakan setiap satu jam,
dimanapun di Indonesia, satu perempuan meninggal
dunia ketika melahirkan atau karena sebab–sebab
yang berhubungan dengan kehamilan.2 Laporan
Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) tahun 2011, jumlah
kematian ibu yang dilaporkan sebanyak 5.118 jiwa.
Penyebab langsung utama AKI terbanyak masih
didominasi perdarahan (32%), disusul hipertensi
dalam kehamilan (25%), infeksi (5%), partus lama
(5%) dan abortus (1%).1
Metode untuk menilai striae gravidarum
menggunakan metode dari Atwal et al yang
memberikan sistem numerik dari kemunculan striae
gravidarum.7 Dibagi menjadi 4 area yaitu abdomen,
payudara, betis dan paha (gluteus). Setiap area
diberikan maksimum nilai 6 dibagi menjadi 2, nilai 0-3
untuk jumlah striae, dan nilai 0-3 untuk warna striae.
Untuk jumlah striae gravidarum dikelompokan nilai 0
bila tidak ada striae, nilai 1 bila dijumpai kurang dari
5 garis striae, nilai 2 bila dijumpai 5-10 garis striae,
dan nilai 3 bila dijumpai lebih dari 10 garis striae.
Tingkatan warna striae dikelompokkan dengan nilai
0 bila tidak ada erithema, nilai 1 bila warna merah
sedang (pink), nilai 2 bila warna merah gelap, dan nilai
3 bila warna keunguan. Total nilai adalah 24. Wanita
dengan striae gravidarum dikategorikan dalam 4
kelompok, nilai 0-3 dimasukkan kelompok tanpa
striae gravidarum, nilai 4-9 dimasukkan kelompok
striae gravidarum ringan, nilai 10-15 dimasukkan
kelompok striae gravidarum sedang, dan lebih dari
nilai 16 dikelompokkan striae gravidarum berat.7
Pada penelitian ini dilakukan modifikasi instrumen
untuk menilai warna striae yaitu nilai 0 warna putih,
nilai 1 coklat muda, nilai 2 coklat tua, nilai 3 coklat
tua kehitaman.
Laserasi perineum, vulva dan vagina
pada umumnya mengakibatkan perdarahan
setelah persalinan, tetapi tidak semua laserasi
mengakibatkan perdarahan. Laserasi yang mengenai
arteri yang sulit ditemukan dapat mengakibatkan
perdarahan post partum. Laserasi perineum adalah
termasuk luka yang umum dari semua luka pada
saluran genital bagian bawah.3
British Royal College of Obstetrician and
Gynecology (RCOG)4 mengklasifikasikan laserasi
derajat I hanya terdapat laserasi epitel vagina,
derajat II melibatkan otot-otot perineum tetapi tidak
sphincter ani, derajat III robekan pada sphincter
ani, yang yang selanjutnya dibagi menjadi IIIA
(<50% ketebalan sphincter ani eksterna), IIIB (>50%
ketebalan sphincter ani ekterna), IIIC (robekan
sampai ke sphincter ani interna), derajat IV Robekan
derajat III, yaitu sphincter ani eksterna dan interna,
dengan disertai epitel/mukosa anal.4
Warna kulit mempengaruhi perkembangan
striae gravidarum pada wanita hamil. Striae
gravidarum lebih umum berkembang pada wanita
berkulit tidak putih atau ras non white.6 Frekuensi
striae gravidraum pada wanita berkulit putih
di Inggris sebanyak 53%.7 Frekuensi wanita ras
Lebanon yang mengalami perkembangan striae
gravidarum sebanyak 61%,5 wanita hamil Thailand
Striae gravidarum adalah kelainan kulit yang
umum muncul saat kehamilan. Penyebab striae
gravidarum secara umum dan epidemiologinya
tidak diketahui secara pasti. Risiko terkait paling
kuat adalah penambahan berat badan selama
kehamilan, usia ibu yang muda, dan riwayat dalam
97
Sinta Khrisnamurti et al.
Jurnal Kesehatan Reproduksi Volume 5 No. 2, Agustus 2018: 96-104
mengalami laserasi perineum dibandingkan dengan
wanita tanpa striae gravidarum-striae gravidarum
ringan.
yang mengalami perkembangan striae gravidarum
sebanyak 77,9%.
Wanita dengan striae striae gravidarum yang
banyak ditemui di perut lebih banyak mendapatkan
laserasi. Halperin menjelaskan bahwa ada hubungan
bermakna antara jumlah striae gravidarum dengan
laserasi perineum, dan menyarankan metode
skoring striae gravidarum untuk memprediksi
laserasi perineum yang kemungkinan terjadi.10 Striae
gravidarum merupakan penanda elastisitas kulit dan
otot, sehingga sangat penting melakukan investigasi
striae gravidarum pada wanita hamil yang akan
menjalani persalinan karena berhubungan dengan
bagaimana penolong melakukan tindakan menjaga
keutuhan perineum atau meminimalkan laserasi
perineum pada persalinan.11
METODE
Periode bulan Januari-Juni 2014 di RSUD Panembahan
Senopati Bantul, jumlah persalinan normal adalah
787, yang mengalami episiotomi sebanyak 469
orang atau 59.60%, yang laserasi sejumlah 240 orang
atau 30.49%, tanpa keterangan kondisi perineum
43 orang atau 5.46%. Penolong persalinan meliputi
dokter spesialis kebidanan dan kandungan, residen
dan bidan. Sampel ditetapkan sebesar 188 orang
yang dibagi menjadi 2 kelompok, 94 responden
pada kelompok tanpa striae gravidarum dan striae
gravidarum ringan, 94 responden pada kelompok
striae gravidarum sedang-berat.
Hipotesis penelitian ini adalah wanita dengan
striae gravidarum sedang-berat cenderung
Laserasi perineum ringan
(derajat I dan II)
Laserasi perineum
Tanpa striae/ striae
gravidarum ringan
Laserasi perineum berat
(derajat III dan IV)
Perineum utuh
Sample
Laserasi perineum
Striae gravidarum
sedang/berat
Laserasi perineum ringan
(derajat I dan II)
Laserasi perineum berat
(derajat III dan IV)
Perineum utuh
Gambar 1. Rancangan penelitian
Kriteria inklusi adalah pasien partus vaginal/
pervaginam, usia 20 – 35 tahun, janin tunggal
presentasi belakang kepala, usia kehamilan lebih
dari 36 minggu. Kriteria eksklusi adalah taksiran
berat janin lebih dari atau sama dengan 4000gram
dideteksi melalui ultrasonografi (USG) atau ketika
bayi ditimbang memiliki berat lebih dari atau
sama dengan 4000gram, terdiagnosa mengalami
polihidramnion yang deteksi melalui USG, kala II
lama, janin mengalami kematian sebelum dilahirkan
yaitu intra uterine fetal death (IUFD) dan intra
partum fetal death (IPFD), persalinan dengan
instrumen, baik secara vaccum ekstraksi ataupun
secara forcep ekstraksi, persalinan vaginal dengan
induksi atau stimulasi, persalinan vaginal dengan
episiotomi, partus presipitatus, anesthesia lokal
secara infiltratif menjelang kala II.
Pengumpulan data mengenai striae gravidarum
dilakukan saat responden masih inpartu kala I
fase laten, atau maksimal 2 hari post partum, data
mengenai laserasi perineum dilakukan setelah
pelepasan placenta atau pada kala IV sebelum
dilakukan jahit perineum. Data dianalisa statistik
secara bivariabel menggunakan chi square, analisa
multivariabel menggunakan regresi biner.
98
Sinta Khrisnamurti et al.
Jurnal Kesehatan Reproduksi Volume 5 No. 2, Agustus 2018: 96-104
HASIL DAN PEMBAHASAN
adalah 0,8678 (P=0,00). Nilai tersebut menunjukkan
adanya kesamaan substansi, sehingga segera
dilakukan pengumpulan data. Selama bulan AprilJuli 2015 berhasil dikumpulkan sebanyak 188 subyek
penelitian.
Validasi observer dilakukan dengan uji kappa
terhadap 4 orang observer, secara bersamaan
menilai 25 orang responden. Hasil uji kappa
penilaian striae gravidarum diperoleh 0,8034
(P=0,00), hasil uji kappa penilaian laserasi perineum
Tabel 1. Sebaran subyek penelitian berdasarkan variabel
Variabel
n
%
Striae gravidarum :
• Tanpa striae gravidarum dan striae gravidarum ringan
• Striae gravidarum sedang-berat
94
94
50
50
Lasserasi perineum :
• Perineum utuh
• Laserasi ringan
• Laserasi berat
13
96
79
6,9
51,1
42
Berat bayi :
• 2.500-3.000 gram
• 3.001-3.500 gram
• 3.501-4.000 gram
77
84
27
41
44,7
14,4
Malposisi/malpresentasi :
• Ada malposisi/malpresentasi
• Tidak ada malposisi/malpresentasi
14
174
7,4
93,6
Posisi persalinan :
• Posisi dorsal recumbent di tempat tidur
• Posisi litotomi di meja ginekologi
162
26
86,2
13,8
Paritas :
• Primipara
• Multipara
92
96
Hasil analisa bivariabel dengan chi square,
teridentifikasi hubungan variabel bebas dengan
variabel terikat laserasi ringan adalah striae
gravidarum sedang/berat, dan paritas primipara
(tabel 2). Hasil analisa bivariabel teridentifikasi
48,9
51,1
hubungan variabel bebas dengan variabel terikat
laserasi berat adalah striae gravidarum sedang/
berat memiliki hubungan dengan laserasi berat,
posisi persalinan litotomi dan paritas primipara
(tabel 3).
99
Sinta Khrisnamurti et al.
Jurnal Kesehatan Reproduksi Volume 5 No. 2, Agustus 2018: 96-104
Tabel 2. Tabulasi silang striae gravidarum dan faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya laserasi perineum ringan
Kondisi perineum
Laserasi ringan
Variabel
RP
95% IK
1,203
1
1,088-1,331
-
7,7
53,8
38,5
0,971
0,906
1
0,761-1,239
0,773-1,062
-
1
12
7,7
92,3
0,847
1
0,479-1.497
-
23,1
55,6
0
13
0
8
1,144
1
0,963-1.232
-
39,6
60,4
0
13
0
100
1,224
1
1,096-1,367
-
Utuh
n
%
n
32
64
33,4
66,7
0
13
Berat bayi :
• 3.501-4.000 gram
• 3.001-3.500 gram
• 2.500-3.000 gram
8
34
54
8,3
35,4
56,3
1
7
5
Malposisi/ malpresentasi :
• Ada malposisi/ malpresentasi
• Tidak ada malposisi/ malpresentasi
3
93
3,1
96,9
Posisi persalinan :
• Posisi litotomi di meja ginekologi
• Posisi dorsal recumbent di tempat tidur
6
90
Paritas :
• Primipara
• Multipara
38
58
Striae gravidarum :
• Striae gravidarum sedang-berat
• Tanpa striae gravidarum dan striae gravidarum
ringan
%
0
100
Tabel 3. Tabulasi silang striae gravidarum dan faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya laserasi perineum berat
Kondisi perineum
Variabel
Laserasi berat
Utuh
RP
95% IK
n
%
n
62
17
66
18,1
0
13
0
13,8
1,520
1
1,209-1,912
-
Berat bayi :
• 3.501-4.000 gram
• 3.001-3.500 gram
• 2.500-3.000 gram
18
43
18
22,8
54,4
22,8
1
7
5
7,7
53,8
38,5
1,211
1,099
1
0,952-1,539
0,862-1,401
-
Malposisi/ malpresentasi :
• Ada malposisi/ malpresentasi
• Tidak ada malposisi/ malpresentasi
10
69
12,7
87,3
1
12
7,7
92,3
1,067
1
0,867-1,314
Posisi persalinan :
• Posisi litotomi di meja ginekologi
• Posisi dorsal recumbent di tempat tidur
20
59
25,3
74,7
0
13
0
100
1,220
1
1,095-1360
-
Paritas :
• Primipara
• Multipara
54
25
68,4
31,6
13
0
100
0
1,765
-
1,291-2,4123
-
Striae gravidarum :
• Striae gravidarum sedang-berat
• Tanpa striae gravidarum dan striae gravidarum
ringan
Hasil uji multivariat regresi biner menjelaskan
faktor yang paling berpengaruh terhadap laserasi
ringan adalah paritas primipara (tabel 4). Faktor
yang paling berpengaruh terhadap laserasi berat
%
adalah striae gravidarum sedang-berat (tabel 5).
Striae gravidarum sedang-berat memiliki hubungan
dengan laserasi ringan dan laserasi berat.
100
Sinta Khrisnamurti et al.
Jurnal Kesehatan Reproduksi Volume 5 No. 2, Agustus 2018: 96-104
1,1175), dan posisi litotomi (RP 1,012: 95%Ik 1,012:
1,011-1,0629) memiliki hubungan dengan laserasi
perineum berat.
Tabel 4. Faktor-faktor yang paling mempengaruhi
terjadinya laserasi ringan
Variabel
Striae gravidarum
sedang/berat
Model 1
Model 2
RP
95%IK
RP
95%IK
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian
Wahman et al dalam penelitiannya menjelaskan
bahwa striae gravidarum yang banyak muncul di
area perut wanita hamil ada hubungan bermakna
dengan laserasi perineum.9 Wanita dengan
striae gravidarum di area perut lebih banyak
membutuhkan episotomi dan mengalami laserasi
1,259
1,230
1,3871-1,3926 1,23053-1,23066
1,2675
1,13709-1,41298
Primipara
R2
0,105
0,160
Tabel 5. Faktor-faktor yang paling mempengaruhi terjadinya laserasi perineum berat
Variabel
Striae gravidarum
sedang/berat
Model 1
Model 2
Model 3
Model 4
RP 95%IK
RP 95%IK
RP 95%IK
RP 95%IK
1,847
1,350-2,525
1,765
1,302-2,392
1,076
1,0760-1,0763
Primipara
Posisi litotomi
R2
1,828
1,339-2.495
1,117
1,1172-1.1175
1,039
1,039-1,0393
0,308
0,400
Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk
mengetahui apakah striae gravidarum memiliki
hubungan dengan laserasi perineum, dan juga untuk
mengetahui faktor-faktor selain striae gravidarum
yang mungkin berperan. Tabel 1 memperlihatkan
striae gravidarum dan beberapa variabel bebas
yang mungkin mempengaruhi terjadinya laserasi
perineum. Semua variabel bebas tersebut diujikan
secara bivariabel ataupun multivariabel terhadap
laserasi perineum.
1,676
1,246-2,255
0,335
1,0612
1,0611-1,0629
0,317
perineum. Data ini mendukung dugaan bahwa
striae gravidarum berpengaruh terhadap risiko
terjadinya laserasi perineum. Penelitian Halperin et
al menemukan bahwa striae gravidarum umumnya
muncul di area perut, tetapi juga kerap muncul di
paha, kemudian payudara dan pantat.10 Halperin
et al menyimpulkan bahwa striae gravidarum yang
semakin banyak muncul di beberapa tempat akan
memberikan skoring yang tinggi untuk skor striae
total yang meningkatkan risiko laserasi perineum,
meskipun secara analisa statistik regresi exact
logistik l menunjukkan nilai yang tidak bermakna.13
Hasil penelitian ini juga sesuai dengan penelitian
Diana menyatakan striae gravidarum di area perut
jumlah sedang-banyak berhubungan dengan laserasi
perineum, subyek dengan striae gravidarum sedang/
banyak yang lebih banyak dilakukan episiotomi, yang
mana episiotomi tersebut mengakibatkan laserasi
perineum derajat III-IV.14
Tabel 2 menunjukkan hubungan striae
gravidarum dan variabel bebas lain dengan laserasi
perineum ringan secara bivariat, dan tabel 4
menunjukkan hubungan secara multivariat. Tabel 4
secara jelas menunjukkan bahwa striae gravidarum
(RP 1,230: 95%IK 1,23053-1,23066) dan primipara
(RP 1,2675: 95%IK 1,13709-1,41298) merupakan
variabel yang memiliki hubungan dengan laserasi
ringan. Tabel 3 menunjukan hubungan striae
gravidarum dan variabel lain dengan laserasi
perineum berat secara bivariabel dan tabel 5
menunjukan hubungan secara multivariabel. Tabel
5 menunjukkan striae gravidarum (RP 1,676: 95%IK
1,246-2,255), primipara (RP 1,117: 95%IK 1,1172-
Striae gravidarum adalah akibat berperannya
glukokortikoid. Glukokortikoid adalah hormon
yang mengatur metabolisme karbohidrat, protein
dan lemak. Peran hormon selama kehamilan,
glukokortikoid kurang baik dalam mempengaruhi
101
Sinta Khrisnamurti et al.
Jurnal Kesehatan Reproduksi Volume 5 No. 2, Agustus 2018: 96-104
selain episiotomi dan persalinan operatif dengan
forcep.18 Williams et al menyatakan primipara lebih
banyak mengalami injuri sphincter anus daripada
multipara.18 Insidensi trauma perineum berat untuk
primipara sebesar 5,4% sementara untuk multipara
sebesar 1,7%.19 Penelitian Svare et al menemukan
primipara memiliki hubungan dengan laserasi
perineum dan juga memiliki hubungan dengan injuri
sphincter anus.20,21
kulit pada pembentukan fibroblast dari serabut
kolagen dan elastin. Ketika kulit berkembang karena
mengakomodasi pertumbuhan janin di dalam
kandungan, tidak ada kolagen yang cukup dan serabut
elastin untuk mempertahankan kekencangan kulit
sehingga terjadi kerusakan kolagen–elastin ditandai
dengan terjadinya striae gravidarum.15
Teori Poidevin (1959) menyatakan wanita
hamil memiliki kecenderungan untuk penurunan
toleransi glukosa, kondisi yang merupakan tanda
adanya hiperaktivitas dari adrenokortikoid,
dan berkembangnya striae. Striae gravidarum
berkembang karena adanya perkembangan dari
estrogen, relaksin yang memberikan respon
terhadap keregangan akibat pertumbuhan janin
dan peningkatan berat wanita. Peningkatan hormon
kortikoid selama hamil juga dianggap sebagai faktor
yang mengkontribusi. Kolagen bertanggungjawab
terhadap kekuatan dan elastisitas kulit, dalam
keadaan normal substansi interfibrillar adalah sangat
kental dan tidak ada selip ataupun perpecahan
dari benang fibril. Pada kehamilan mekanisme ini
terganggu sehingga sliding irreversible dan terjadi
perpecahan serat.15 Ketika kulit berkembang
karena mengakomodasi pertumbuhan janin di
dalam kandungan, tidak ada kolagen yang cukup
dan serabut elastin untuk mempertahankan
kekencangan kulit sehingga terjadi kerusakan
kolagen–elastin ditandai dengan terjadinya striae
gravidarum.15 Kolagen, elastin, dan serat fibrilin
menurun pada wanita dengan striae gravidarum
dibandingkan dengan wanita dengan kulit yang
utuh tanpa striae gravidraum.11 Primigravida lebih
banyak memiliki skor striae gravidarum yang lebih
tinggi dibandingkan dengan multigravida.16 Striae
gravidarum sendiri tidak dapat ditunjuk sebagai
penyebab langsung trauma perineum, tetapi striae
gravidarum merupakan atribut penurunan elastisitas
kulit yang diidentifikasi memiliki tendensi terhadap
trauma perineum.13
Jaringan lunak jalan lahir dan struktur di
sekitarnya akan mengalami kerusakan pada setiap
persalinan. Kerusakan akan lebih nyata pada wanita
primipara karena pada jaringan primipara lebih padat
dan jauh lebih resisten daripada wanita multipara.3
Perineum sendiri lebih tidak elastis pada nulipara
dan elastisitas tersebut akan semakin meningkat
dengan meningkatnya paritas. Elastisitas perineum
yang semakin meningkat, episiotomi tidak lagi
selalu perlu dilakukan.22 Perineum pada primipara
cenderung lebih kaku dibandingkan pada multipara
karena belum pernah teregang sebelumnya pada
persalinan terdahulu. Perineum yang kaku dan
tidak elastis akan menghambat persalinan kala II
dan dapat meningkatkan resiko terhadap janin,
juga menyebabkan robekan perineum yang luas
sampai tingkat III.23 Pada ibu dengan paritas satu
atau ibu primipara memiliki resiko lebih besar untuk
mengalami robekan perineum daripada ibu dengan
paritas lebih dari satu. Hal ini dikarenakan jalan lahir
yang belum pernah dilalui oleh kepala bayi sehingga
otot-otot perineum belum meregang. Robekan
perineum hampir terjadi pada semua persalinan
pertama (primipara) dan tidak jarang juga pada
persalinan berikutnya (multipara).24
Berat badan bayi 3.001-3.500 gram pada uji
bivariabel memiliki hubungan dengan laserasi ringan
tetapi pada uji multivariabel menunjukkan tidak
ada hubungan. Berat bayi 3.501-4.000 gram tidak
memiliki hubungan dengan laserasi ringan ataupun
berat. Penelitian ini sesuai penelitian Nkwabong
yang menyatakan kelompok bayi berat 3.000-3.500
dengan berat >4.000gram sama-sama memiliki
pengaruh terhadap terjadinya laserasi perineum,
tetapi bayi berat >4.000gram memiliki risiko
mengakibatkan laserasi perineum yang lebih tinggi.25
Primipara pada uji statistik bivariabel memiliki
hubungan dengan laserasi perineum ringan dan
laserasi berat, dan pada uji statistik multivariabel
memiliki hubungan dengan laserasi perineum
ringan dan berat.17 Hasil penelitian ini sesuai dengan
penelitian Williams menemukan primigravida
berisiko untuk mengalami laserasi derajat tiga
Malposisi/malpresentasi yang ditemukan pada
penelitian ini semuanya adalah dystochia bahu, dan
102
Sinta Khrisnamurti et al.
Jurnal Kesehatan Reproduksi Volume 5 No. 2, Agustus 2018: 96-104
dan kelompok striae gravidarum sedang-berat
dengan asumsi wanita tersebut memiliki elastisitas
yang kurang baik. Waktu yang dialokasikan untuk
penelitian ini terbatas, sehingga tidak semua
faktor-faktor yang mungkin mempengaruhi
laserasi perineum dapat dikaji dan diteliti. Jumlah
sampel kemungkinan kurang mencukupi untuk
mendapatkan sebaran merata pada variabel terikat,
sehingga terdapat sel yang kosong.
dilakukan manuever mc Robert. Uji statistik tidak
ada hubungan dengan laserasi ringan ataupun berat.
Hasil penelitian berbeda dengan penelitian GurolUrganci et al, menjelaskan dystohcia bahu memiliki
risiko terhadap laserasi perineum derajat tiga atau
empat. Penelitian Gurol-Urganci et al menyatakan
semakin berat bayi,semakin tinggi risiko terjadinya
dystochia bahu.26 Penelitian Malek-Mellouli et al juga
menemukan dystochia bahu ada hubungan dengan
inkontinensia anal post partum akibat dari laserasi
perineum berat yang ditimbulkannya.27 Perbedaan
hasil penelitian ini dengan referensi penelitian
terdahulu kemungkinan karena sampel pada penelitian
ini lebih sedikit dan berat bayi dibawah 4.000 gram,
sementara penelitian terdahulu menggunakan subyek
dengan ukuran bayi 4.000 gram.
KESIMPULAN DAN SARAN
Penilaian striae gravidarum sebelum persalinan
dapat untuk memperkirakan laserasi perineum yang
mungkin dialami saat persalinan vaginal, semakin
banyak striae gravidarum yang dialami wanita
hamil maka ada kecenderungan mengalami laserasi
berat saat persalinan nanti. Pada wanita yang akan
melahirkan sebaiknya dilakukan penilaian skor striae
gravidarum sehingga dapat diperkirakan laserasi
perineum yang mungkin terjadi.
Posisi persalinan yang diterapkan dalam
penelitian ini adalah posisi horizontal, yaitu posisi
dorsal recumbent dan posisi litotomi. Penelitian ini
secara statistik posisi litotomi berhubungan dengan
laserasi perineum berat. Kondisi berbeda dengan
penelitian Meyvis et al, secara statistik posisi litotomi
tidak berhubungan dengan laserasi perineum berat,
dengan persentasi subyek dengan posisi litotomi
yang mengalami laserasi perineum berat sebesar
2,3%.23 Peningkatan risiko laserasi perineum
berat pada penelitian ini kemungkinan karena
posisi litotomi sering diterapkan untuk melakukan
suatu tindakan persalinan atau apabila diprediksi
kemungkinan ada penyulit saat pertolongan kala
II berlangsung, sehingga memudahkan penolong
melakukan manuever.
DAFTAR PUSTAKA
1.
2.
Keterbatasan penelitian ini adalah penilaian
tentang striae gravidarum adalah dianggap sebagai
sesuatu yang baru, meskipun terdapat standar
warna dan jumlah tetapi Atwal et al menyusun
instrumen tersebut berdasarkan etnis dimana dia
saat itu berada, sehingga peneliti dan observer lain
mendapatkan kesulitan untuk mengartikan warna
striae gravidarum pada etnis Asia di Indonesia.7
Upaya yang dilakukan untuk memaksimalkan adalah
melakukan modifikasi dan kembali mempelajari
cara penilaian striae gravidarum. Peneliti membagi
kelompok wanita dengan striae menjadi dua
kelompok yaitu kelompok tanpa striae gravidarum
dan striae gravidarum ringan dengan asumsi
wanita tersebut memiliki elastisitas kulit yang baik,
3.
4.
5.
6.
7.
103
Direktorat Bina Kesehatan Ibu. 2012. Pengumpulan
data dan kajian kualitas pelayanan kesehatan ibu
pada tingkat pelayanan kesehatan dasar dan rujukan
di Indonesia tahun 2012, Ditjen Bina Gizi dan
Kesehatan Ibu dan Anak, Kementrian Kesehatan RI,
Jakarta.
Soong B, Barnes Mt. 2005. Maternal position at
midwife-attended birth and perineal trauma: is there
an association?, School of Nursing and Midwifery,
Queensland University of Technology, BIRTH journal,
2005:1-7.
Lowdermilk DL, Perry SE, Cashion K, Alden KR. 2012.
Maternity and Women’s Health Care., Elsevier
Mosby, St Louis, USA.
Power D, Fitzpatrick M, O’Herlihy C. 2006. Obstetric
anal spincter injury:how to avoid, how to repair:A
literature review. The Journal of Family Practice,
2006, Vol 55(3):193-200.
Osman H, Rubeiz N, Tamim H, Nassar AH. 2006. Risk
factor for the development of striae gravidarum, AM
J Obstet Gynecol, doi:10.1016/j.ajog.2006.08.044,
Jan 2007:621-625.
Chang AL, Agredano YZ, Kimball AB. 2004. Risk
factor associated with striae gravidarum., J Am Acad
Dermatol, 2004 volume 51:881-885.
Atwal GSS, Manku LK, Griffiths CEM, Polson DW.
2006. Striae gravidarum in primipara, Department
Sinta Khrisnamurti et al.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
Jurnal Kesehatan Reproduksi Volume 5 No. 2, Agustus 2018: 96-104
of Obstetrics and gynecology, Hope Hospital,
Manchester, British Association of Dermatologists,
2006:965-969.
J-Orh R, Titapant V. 2008. Prevalence and associate
factor for striae gravidarum, Department of Obstetric
and Gynecology, Faculty of Medicine Siriraj Hospital,
Mahidol University, Bangkok, J Med Assoc Thai Vol
91 No. 4, 2008:445-451.
Wahman AJ, Finan MA, Emerson SC. 2000. Striae
gravidarum as a predictor of vaginal laceration at
delivery, Department of Obstetrics and Gynecology,
New Orleans, Southern Medical Journal, 2000:873876.
Halperin O, Raz I, Ben-Gal L, Or-Chen K, Granot M.
2009. Prediction of perineal trauma during childbirth
by assessment of striae gravidarum score, JOGNN,
2009:292-297.
Kapadia S, Kapoor S, Parmar, Patadia K, Vyas M.
2014. Prediction of perineal tear during childbirth by
assessment of striae gravidarum score., Department
of Obstetrics and Gynecology, BJ Medical College,
Gujarat, India, International Journal of Reproduction,
Contraception,
Obstetrics
and
Gynecology,
2014:208-2012.
Viera AJ, Garrett JM. 2005. Understanding
interobserver Agreement : the kappa statistic, Family
medicine, Mei 2005;37 (5):360-3.
Hiramaya F, Koyanagi A, Mori R, Zhang J, Sauza JP,
Gulmezoglu AM. 2012. Prevalence and risk factor for
third and fourth-degree perineal lacerations during
vaginal delivery:a multi-country study, Tokyo, Japan,
BOJG 2012: 340-345.
Diana S. 2005. Hubungan striae gravidarum dengan
terjadinya laserasi perineum pada persalinan
vaginal, Tesis, Minat ilmu kedokteran klinik maternal
perinatal, FK UGM.
Boran SU, Cengiz H, Erman O, Erkaya S. 2013.
Episiotomy and the development of postpartum
dyspareunia and anal Incontinence in Nulliparous
Female,Turkey, The Eurasian Journal of Medicine,
June 2013:176-180.
Leduc D, Biringer A, Lee L, Dy J. 2013. SOGC Clinical
Practice Guideline, Induction of Labour, J Obstet
Gynaecol C no 296, September 2013: 1-18.
Williams A. 2003. Third-degree perineal tear:
risk factor and outcome after primary repair,
Department of Obstetrics and Gynaecology, Royal
Bolton Hospital, Bolton, UK, Journal of Obstetrics
and Gynaecology, November 2003:611-614.
18. Williams A, Adams EJ, Tincello DG, Alfirevic Z,
Walkinshaw SA, Richmond DH. 2006. How to repair
an anal sphincter injury after vaginal birth delivery:
result of a randomized controlled trial, Liverpool
Woans Hospital, UK, RCOG 2006, BJOG 2006:201207.
19. Groutz A, Hasson J, Wengier A, Gold R, SkornickRapaport A, Lessing JB, Gordon D. 2011. Third- and
fourth- degree tear:prevalence and risk factors in
the third millennium, American Journal of Obstetrics
and Gynecology, April 2011:347.e1-347.e4.
20. Svare JA, Hansen BB, Lose G. 2014. Risk factor for
urinary incontinence 1 year after the first vaginal
delivery in a cohort of primiparous Danish women,
International Urogynecol Journal, January 2014:4751.
21. Siswosudarmo R. 2012. Panduan tatacara membuat
proposal penelitian dan menulis tesis, Yogyakarta,
Bagian Obstetri dan Ginekologi, Fakultas Kedokteran,
Universitas Gadjah Mada.
22. Chigbu B, Onwere S, Aluka C, Kamanu C, Adibe E.
2008. Factors influencing the use of episiotomy
during vaginal delivery in South Eastern Nigeria, East
African Medical Journal 2008 May;85(5):240-3.
23. Meyvis I, Rompaey BV, Goormans K, Lambers S,
Mestdagh E, Mistiaen W. 2012. Maternal position
and other variable: effect on perineal outcomes
in 527 Births, Artesis University College, Antwerp,
Belgium, Birth journal, June, 2012:1-7.
24. Rygh AB, Skjeldested FE, Komer H, Eggebo TM. 2014.
Assesssing the association of oxytocin augmentation
with obstetric anal spincter injury in nulliparous
women: a population-based, case control study. BMJ
open 2014; 4(7): e004592.
25. Nkwabong E. 2014. Maternal and neonatal
complications of macrosomia, Sage journal, Vol 44,
Issue 4, 2014 doi:10.1177/0049475514539479.
26. Bahrami N, Soleimani MA, Nia HS, Shaigan H, Afshar
MH. 2012. Striae gravidarum in Iranian women:
prevalence and associated factor, Life Science
Journal-Acta Zhengzhou University Overseas Edition,
Vol 9 Issue 4 p 3032-3037.
27. Malek-mellouli M, Assen S, Ben Amara F, Gada,
H, Masmoudi K, Reziga H.2014. Incidence and
risk factors of postpartum anal incontinence:a
prospective study of 503 cases, Tunis Med, Februari
2014:159-63.
104