[go: up one dir, main page]

Academia.eduAcademia.edu
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 KONSEP DASAR TEORI KEBIDANAN 2.1.1 KONSEP DASAR KEHAMILAN 1. Pengertian Kehamilan Kehamilan adalah serangkaian proses yang diawali dari konsepsi atau pertemuan antara ovum dengan sperma sehat dan dilanjutkan dengan fertilisasi, nidasi dan implantasi (Sulistyawati, 2012: 35). Kehamilan adalah suatu keadaan dimana janin dikandung di dalam tubuh wanita, yang sebelumnya diawali dengan proses pembuahan dan kemudian akan diakhiri dengan proses persalinan (Maryunani, 2010: 294). Kehamilan didefinisikan sebagai fertilisasi atau penyatuan dari spermatozoa dan ovum serta dilanjutkan dengan nidasi atau implantasi. Bila dihitung dari saat fertilisasi hingga bayi lahir, kehamilan normal akan berlangsung dalam waktu 40 minggu atau 10 bulan lunar atau 9 bulan menurut kalender internasional (Kumalasari, 2015: 1). 15 16 2. Lama Kehamilan Lama kehamilan berlangsung sampai persalinan aterm (cukup bulan) adalah sekitar 280 sampai 300 hari. Kehamilan dibagi menjadi tiga triwulan pertama (0 sampai 12 minggu), triwulan kedua (13 sampai 28 minggu), dan triwulan ketiga (29 sampai 42 minggu) (Manuaba,dkk, 2010: 1). 3. Proses Kehamilan Proses kehamilan merupakan mata rantai yang berkesinambungan. Untuk terjadi kehamilan harus ada ovulasi, migrasi spermatozoa dan ovum, pembuahan ovum (konsepsi), dan nidasi (implantasi) hasil konsepsi, pembentukan plasenta dan tumbuh kembang janin sampai dengan aterm (Manuaba, 2010: 75) a. Ovulasi Ovulasi adalah proses pelepasan ovum yang dipengaruhi oleh sistem hormonal yang komplek. Urutan pertumbuhan ovum (oogenesis) yaitu oogonia, oosit pertama (primary oocyte), primary ovarium follicle, liquor follicully, pematangan pertama ovum dan pematangan kedua ovum pada waktu terjadi pembuahan (Manuaba, 2010: 76). b. Migrasi spermatozoa dan ovum Secara embrional spermatogonium berasal dari sel-sel primitive tubulus testis. Pada masa pubertas dibawah 17 pengaruh sel-sel interstisial leydig, sel-sel spermatogonium mulai aktif spermatogenesis. mengadakan Urutan mitosis dan pertumbuhan terjadilah sperma yaitu spermatogonium membelah menjadi 2 secara mitosis, spermatosit pertama membelah membelah menjadi 2 (2n) secara meiosis (I), spermatosit 2 membelah menjadi 2 (n) secara meiosis (II), spermatid kemudian tumbuh menjadi spermatozoa (Sofian, 2011: 102). Ovum yang telah dilepaskan ditangkap oleh fimbrae, setelah itu ovum yang tertangkap terus berjalan mengikuti tuba menuju uterus. Spermatozoa yang masuk ke dalam alat genitalia wanita hidup selama tiga hari (Manuaba, 2010: 76). c. Konsepsi Konsepsi atau pembuahan adalah peristiwa pertemuan inti ovum dan inti spermatozoa di tuba falopi. Dalam beberapa jam setelah pembuahan terjadi, mulailah pembelahan zygot. Segera setelah pembelahan ini terjadi, pembelahan- pembelahan selanjutnya berjalan dengan lancar dan dalam 3 hari terbentuk suatu kelompok sel yang sama besarnya. Hasil konsepsi pada hari ketiga ini disebut morula (Prawirohardjo, 2009: 139). 18 d. Nidasi/Implantasi Setelah terjadi konsepsi maka terbentuklah zygot yang dalam beberapa jam telah mampu membelah diri menjadi 2 dan seterusnya. Bersamaan dengan pembelahan inti, hasil konsepsi disalurkan terus ke pars ismika dan pars interstisialis tuba (bagian-bagian tuba yang sempit) dan terus disalurkan hingga ke arah cavum uteri oleh arus serta getaran silia pada permukaan sel-sel tuba dan kontraksi tuba. Pembelahan terus terjadi dan didalam morula terbentuk ruangan yang mengandung cairan yang disebut blastula. Pertumbuhan dan perkembangan terus terjadi, blastula dengan vili korealis yang dilapisi sel trofoblas telah siap untuk mengadakan nidasi. Sementara itu fase sekresi endometrium makin gembur dan mengandung glikogen yang disebut semakin desidua. banyak Proses masuknya atau tertanamnya hasil konsepsi (blastula) kedalam endometrium/desidua. Nidasi terjadi hari ke 6-7 setelah konsepsi (Manuaba, 2010: 78). 19 Gambar 2.1 Proses Terjadinya Nidasi Sumber : https://www.kebidanan.org/proses-terjadinya-nidasi e. Proses Pembentukan Plasenta (Plasentasi) Nidasi atau implantasi terjadi dibagian fundus uteri di dinding depan atau belakang. Pada blastula, penyebaran sel trofoblas mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang tidak merata sehingga bagian blastula dengan inner cell mass akan tertanam kedalam endometrium. Sel trofoblas mendestruksi endometrium sampai terjadi pembentukan plasenta yang berasal dari primer vili korealis (Sofian, 2011: 54). Kehamilan juga dipengaruhi oleh berbagai hormone, antara lain: estrogen, progesterone, human Chorionic Gonadotropin, human somatomammotropin, prolaktin, dan sebagainya. Human Chorionic Gonadotropin (hCG) adalah hormon aktif khusus yang berperan selama masa kehamilan, berfluktuasi kadarnya selama kehamilan (Maryunani, 2010: 294-295). 20 4. Tumbuh Kembang Janin Sampai Aterm a. Bulan ke-0 Sperma membuahi ovum, membelah, masuk di uterus dan menempel pada hari ke-11 (Salmah, 2010: 15). Gambar 2.2 Zigot Sumber : https://www.kebidanan.org/pertumbuhan-danperkembanganjanin-dalam-kandungan b. 4-6 minggu Bagian tubuh embrio yang pertama muncul akan menjadi tulang belakang, otak, dan saraf tulang belakang, jantung, sirkulasi darah dan pencernaan juga sudah terbentuk (Kusmiyati, 2010: 12). Terjadi pula pembentukan hidung, dagu, palatum, dan tonjolan paru. Jari-jari telah berbentuk, namun masih tergenggam. Jantung telah terbentuk penuh (Saifuddin, 2010: 158). Panjang janin pada usia 4-6 minggu kira-kira 7,5-10 mm (Manuaba, 2010: 89). 21 Gambar 2.3 Janin 4 minggu Sumber: https://www.kebidanan.org/pertumbuhan-dan-perkembanganjanin-dalam-kandungan c. 7-8 minggu Panjang janin 250 mm. Jantung mulai memompa darah. Raut muka dan bagian utama otak dapat terlihat. Terbentuk telinga, tulang dan otot di bawah kulit yang tipis (Sulistyawati, 2009: 151). Mata tampak pada muka, juga terdapat pembentukan alis dan lidah. Bentuk mirip manusia, dimulai pembentukan genitalia eksterna dan tulang (Manuaba, 2010: 89). Sirkulasi melalui tali pusat juga sudah dimulai (Saifuddin, 2010: 158). Gambar 2.4 Janin 8 minggu Sumber: https://www.kebidanan.org/pertumbuhan-dan-perkembanganjanin-dalam-kandungan 22 d. 9-10 minggu Genitalia telah menunjukkan karakteristik laki-laki atau perempuan, tetapi masih belum terbentuk sempurna (Kusmiyati, 2010: 13). Kepala meliputi separuh besar janin, terbentuk muka janin dan kelopak mata yang tak akan membuka mata sampai usia 28 minggu (Saifuddin, 2010: 158). e. 11-12 minggu Pada usia 11-12 minggu, panjang janin 7-9 cm. tinggi rahim diatas simpisis (tulang kemaluan). Embrio menjadi janin. Denyut jantung terlihat pada USG. Mulai ada gerakan. Sudah ada pusat tulang, kuku, ginjal mulai memproduksi urin (Sulistyawati, 2009: 152). Gambar 2.5 Janin 12 minggu Sumber: https://www.kebidanan.org/pertumbuhan-dan-perkembanganjanin-dalam-kandungan 23 f. 13-16 minggu Panjang janin 10-17 cm. Berat janin 100 gram. Tinggi rahim setengah atas simpisis-pubis. Sistem musculoskeletal sudah matang, sistem saraf mulai melakukan kontrol. Pembuluh darah berkembang cepat. Tangan janin dapat menggenggam. Kaki menendang aktif. Pankreas memproduksi insulin. Kelamin luar sudah dapat ditentukan jenisnya (Salmah, 2010: 12). Kulit merah tipis, uterus telah penuh, desidua parietalis dan kapsularis (Manuaba, 2010: 89). Peristiwa ini merupakan awal trimester ke-2. Telah tumbuh lanugo (rambut janin), janin bergerak aktif, yaitu menghisap dan menelan air ketuban. Denyut jantung 120-150/menit (Saifuddin, 2010: 159). Gambar 2.6 Janin 16 minggu Sumber: https://www.kebidanan.org/pertumbuhan-dan-perkembanganjanin-dalam-kandungan 24 g. 17-24 minggu Menurut Kusmiyati (2010: 13) panjang janin 28-34 cm. Berat janin 600 gram. Tinggi rahim di atas pusat. Kerangka berkembang cepat. Berkembangnya sistem pernafasan. Kulit menebal, kelopak mata jelas, alis dan bulu tampak (Manuaba, 2010: 89). Kemudian, menurut pendapat Saifuddin (2010: 159) sidik jari terbentuk, seluruh tubuh terdapat verniks kaseosa (lemak) dan janin memiliki refleks. Gambar 2.7 Janin 20 minggu Sumber: https://www.kebidanan.org/pertumbuhan-dan-perkembanganjanin-dalam-kandungan h. 25-28 minggu Panjang janin 35-38 cm. Berat janin 1000 gram. Tinggi rahim antara pertengahan pusat-prosessus xifodeus. Janin bisa bernafas, menelan dan mengatur suhu. Terbentuk surfaktan dalam paru-paru. Mata mulai membuka dan menutup. Bentuk janin dua pertiga bentuk saat lahir (Salmah, 2010: 13). Masuk ke trimester ke-3, dimana terdapat perkembangan otak yang cepat, sistem saraf mengendalikan gerakan dan fungsi tubuh, 25 mata mulai membuka. Surfaktan mulai dihasilkan di paruparu pada usia 26 minggu, rambut kepala makin panjang, kuku-kuku jari mulai terlihat (Saifuddin, 2010: 159). Gambar 2.8 Janin 28 minggu Sumber: https://www.kebidanan.org/pertumbuhan-dan-perkembanganjanin-dalam-kandungan i. 29-32 minggu Pada usia 29-32 minggu, simpanan lemak subkutan mulai memperhalus kerutan, janin telah memiliki kendali terhadap gerak pernapasan yang berirama dan temperature tubuh, refleks pupil muncul pada akhir bulan (Salmah, 2010: 13). Panjang janin 42,5 cm. Berat rahim 1700 gram. Tinggi rahim dua pertiga di atas pusat. Simpanan lemak berkembang di bawah kulit. Janin mulai menyimpan zat besi, kalsium dan fosfor. Kulit merah dan gerak aktif (Kusmiyati, 2010: 14). Bila bayi dilahirkan ada kemungkinan hidup 50-70% (Saifuddin, 2010: 160). 26 Gambar 2.9 Janin 32 minggu Sumber: https://www.kebidanan.org/pertumbuhan-dan-perkembanganjanin-dalam-kandungan j. 33-36 minggu Berat janin sekitar 1500-2500 gram. Lanugo mulai berkurang, saat 35 minggu paru telah matur, janin akan dapat hidup tanpa kesulitan (Saifuddin, 2010: 160). Panjang janin 46 cm. Tinggi rahim setinggi prosessus xifodeus. Kulit penuh lemak, organ sudah sempurna (Manuaba, 2010: 90). Kemudian menurut Salmah (2010: 13), kulit menjadi halus tanpa kerutan, tubuh menjadi lebih bulat lengan dan tungkai tampak montok. Pada janin laki-laki biasanya testis sudah turun ke skrotum. 27 Gambar 2.10 Janin 36 minggu Sumber: https://www.kebidanan.org/pertumbuhan-dan-perkembanganjanin-dalam-kandungan k. 37-40 minggu Menurut Manuaba (2010: 90), panjang janin sekitar 50-55 cm. Berat janin 3000 gram. Tinggi rahim dua jari bawah prosessus xifodeus. Usia 38 minggu kehamilan disebut aterm, dimana bayi akan meliputi seluruh uterus. Air ketuban mulai berkurang, tetapi masih dalam batas normal (Saifuddin, 2010: 161). Kemudian menurut Kusmiyati (2010: 14), janin kini bulat sempurna dengan dada dan kelenjar payudara menonjol pada kedua jenis kelamin, kedua testis telah masuk ke dalam skrotum pada akhir bulan ini, kuku-kuku mulai mengeras. Warna kulit bervariasi mulai dari putih, hingga merah muda hingga merah muda kebiruan tanpa menghiraukan ras. 28 Gambar 2.11 Janin 40 minggu Sumber: https://www.kebidanan.org/pertumbuhan-dan-perkembanganjanin-dalam-kandungan 5. Perubahan Anatomi dan Adaptasi Fisiologis Pada Ibu Hamil a. Sistem Reproduksi 1) Vagina/vulva Pada vagina dan vulva terjadi pula hipervaskularisasi/livide dikenal sebagai tanda Chadwik. Warna merah kebiruan (Tanda Chadwik) pada vagina dan vulva tersebut merupakan hipervaskularisasi yang terjadi akibat pengaruh estrogen dan progesterone. Karena pengaruh estrogen, terjadi perubahan pada vagina dan vulva. Akibat hipervaskularisasi, vagina dan vulva terlihat lebih merah atau kebiruan. Warna livid pada vagina dan portio serviks disebut tanda Chadwick. (Maryunani, 2010: 299). 29 2) Ovarium Setelah kehamilan ovulasi berhenti. Pada awal kehamilan masih terdapat korpus luteum graviditatum dengan diameter sebesar 3 cm. setelah plasenta terbentuk, korpus luteum graviditatum mengecil dan korpus luteum mengeluarkan hormon estrogen dan progesteron. (Kumalasari, 2015: 4-5). 3) Uterus Rahim atau uterus yang semula besarnya sejempol atau beratnya 30 gram akan mengalami hipertrofi dan hyperplasia, sehingga menjadi seberat 1000 gram saat akhir kehamilan (Manuaba, 2012: 85) Hubungan antara besarnya rahim dan usia kehamilan penting untuk diketahui karena kemungkinan penyimpangan kehamilan seperti kehamilan kembar, hamil molahidatidosa, hamil dengan hidramnion yang akan teraba lebih besar. (Manuaba, 2010: 87). Sebagai gambaran dapat dikemukakan sebagai berikut: a) Pada usia kehamilan 16 minggu, kavum uteri seluruhnya diisi oleh amnion, dimana desidua kapsularis dan desidua parientalis telah menjadi satu. Tinggi rahim adalah setengah jarak simpisis pusat. Plasenta telah terbentuk seluruhnya. 30 b) Pada usia kehamilan 20 minggu, fundus rahim terletak 2 jari di bawah pusat sedangkan pada usia 24 minggu terdapat ditepat pusat. c) Pada usia kehamilan 28 minggu, tinggi fundus uteri sekitar 3 jari diatas pusat atau sepertiga jarak antara pusat dan prosesus xifoideus. d) Pada usia kehamilan 32 minggu, tinggi fundus uteri adalah setengah jarak prosesus xifoideus dan pusat. e) Pada usia kehamilan 36 minggu tinggi fundus uteri sekitar satu jari dibawah prosesus xifoideus, dan kepala bayi belum masuk pintu atas panggul. f) Pada usia kehamilan 40 minggu, fundus uteri turun setinggi 3 jari dibawah prosesus xifoideus, oleh karena saat ini kepala janin telah masuk pintu atas panggul. (Manuaba, 2012: 87-88). b. Payudara Payudara mengalami pertumbuhan dan perkembangan sebagai persiapan pemberian ASI pada saat laktasi. Perkembangan pengaruh payudara hormone saat tidak dapat kehamilan, dilepaskan yaitu dari estrogen, progesterone, dan somatomamotrofin (Manuaba, 2012: 92). Fungsi hormon mempersiapkan payudara untuk pemberian ASI dijabarkan sebagai berikut: 31 1) Estrogen, berfungsi: a) Menimbulkan hipertrofi sistem saluran payudara b) Menimbulkan penimbunan lemak dan air serta garam sehingga payudara tampak semakin besar c) Tekanan serat saraf akibat penimbunan lemak, air dan garam menimbulkan rasa sakit pada payudara. 2) Progesteron, berfungsi: a) Mempersiapkan asinus sehingga dapat berfungsi b) Meningkatkan jumlah sel asinus 3) Somatomamotrofin, berfungsi: a) Mempengaruhi sel asinus untuk membuat kasein, laktalbumin, dan laktoglobulin b) Penimbunan lemak disekitar alveolus payudara c) Merangsang pengeluaran kolostrum pada kehamilan (Manuaba, 2012:92). c. Sirkulasi Darah Volume darah semakin meningkat dan jumlah serum darah lebih besar dari pertumbuhan sel darah, sehingga terjadi pengenceran darah (hemodilusi). Sel darah merah semakin meningkat jumlahnya untuk mengimbangi pertumbuhan janin dalam rahim, tetapi pertambahan sel darah tidak seimbang dengan peningkatan volume darah sehingga terjadi 32 hemodilusi yang disertai anemia fisiologis (Manuaba, 2010: 93). d. Sistem Respirasi 1) Ruang yang diperlukan oleh rahim yang membesar dan meningkatnya pembentukan hormon progesteron menyebabkan paru-paru berfungsi lain dari biasanya 2) Wanita hamil bernafas lebih cepat dan lebih dalam karena memerlukan lebih banyak oksigen untuk dirinya dan untuk janin 3) Kebutuhan oksigen meningkat sampai 20% 4) Selain itu diafragma juga terdorong ke kranial yang menyebabkan terjadi: a) Hiperventilasi dangkal (20-24x/menit) akibat kompliansi dada menurun b) Volume tidal meningkat c) Volume residu paru (functional residual capacity) menurun d) Kapasitas vital menurun 5) Lingkar dada wanita hamil agak membesar 6) Usia kehamilan lebih dari 32 minggu, uterus membesar, menekan usus-usus dan mendesak diafragma sehingga menimbulkan rasa sesak dan nafas pendek 33 7) Dengan kata lain, wanita hamil kadang mengeluh sesak dan pendek nafas. Hal ini disebabkan oleh usus yang tertekan kearah diafragma akibat pembesaran rahim 8) Lapisan saluran pernafasan menerima lebih banyak darah dan menjadi agak tersumbat oleh penumpukan darah (kongesti) 9) Kadang hidung dan tenggorokan mengalami penyumbatan parsial akibat kongesti ini 10) Tekanan dan kualitas suara wanita hamil agak berubah 11) Seorang wanita hamil selalu bernafas lebih dalam. Yang lebih menonjol adalah pernafasan dada. (Maryunani, 2010: 303-304). e. Sistem Pencernaan Seiring dengan makin membesarnya uterus, lambung, dan usus akan tergeser. Perubahan yang nyata terjadi pada penurunan motilitas otot polos pada traktus digestivus. Mual terjadi akibat penurunan asam hidrokloroid dan penurunan motilitas, serta konstipasi akibat penurunan motilitas usus besar. Gusi akan menjadi lebih hiperemis dan lunak sehingga dengan trauma sedang saja bisa menyebabkan perdarahan. Epulis selama kehamilan akan muncul. Hemorrhoid juga merupakan suatu hal yang sering terjadi akibat konstipasi dan 34 peningkatan tekanan vena pada bagian bawah karena pembesaran uterus (Sulin, 2009: 185). f. Sistem Perkemihan Karena pengaruh desakan hamil muda dan turunnya kepala bayi pada hamil tua, terjadi gangguan miksi dalam bentuk sering berkemih. Desakan tersebut menyebabkan kandung kemih cepat terasa penuh. Hemodilusi menyebabkan metabolisme air makin lancar sehingga pembentukan urine akan bertambah (Manuaba, 2010: 94). g. Kulit Pada kulit terjadi hiperpigmentasi perubahan karena deposit pengaruh pigmen dan melanoporestimulate hormone lobus hipofisis anterior dan pengaruh kelenjar suprarenalis. Hiperpigmentasi ini terjadi pada gravidarum livide atau alba areola mammae, papilla mammae,linea nigra, pipi (cloasma gravidarum). Setelah persalinan hiperpigmentasi ini akan menghilang (Dewi, 2010: 57). h. Metabolisme Perubahan metabolisme terjadi pada kehamilan: 1) Metabolisme basal naik sebesar 15-20% dari semula, terutama pada trimester 3 2) Keseimbangan asam basa mengalami penurunan dari 155 mEq per liter menjadi 145 mEq per liter disebabkan 35 hemodilusi darah dan kebutuhan mineral yang dibutuhkan janin 3) Kebutuhan protein wanita hamil makin tinggi untuk pertumbuhan dan perkembangan janin, perkembangan organ kehamilan, dan persiapan program laktasi. Dalam makanan diperlukan protein tinggi sekitar 0,5 gram per kg berat badan atau sebutir telur ayam perhari 4) Kebutuhan kalori didapat dari karbohidrat, protein, lemak 5) Kebutuhan zat mineral untuk ibu hamil: Kalsium 1,5 gram setiap hari, 3,30 gram untuk pembentukan tulang janin a) Fosfor rata-rata 2 gram dalam sehari b) Zat besi 800 mg atau 30-50 mg per hari c) Air, ibu hamil memerlukan air cukup banyak dan terjadi retensi air (Manuaba, 2010: 95). i. Peningkatan berat badan 1) Kenaikan berat badan pada saat hamil yang normal, pada wanita yang memiliki ukuran rata-rata biasanya berkisar antara 12,5-15 kg (sekitar 1-1,5 kg/bulan). 2) Kenaikan berat badan ini (yang normal) terutama berasal dari pertumbuhan isi konsepsi dan volume berbagai organ/cairan intrauterine, yaitu: 36 a) Berat janin : ±2,5 – 3,5 kg b) Berat plasenta : ± 0,5 kg c) Cairan amnion : ± 1,0 kg d) Berat uterus : ± 1,0 kg e) Penambahan volume sirkulasi maternal : ± 1,5 kg f) Pertumbuhan mammae : ± 1 kg g) Penumpukan cairan interstisial dipelvis dan ekstremitas : ± 1,0 – 1,5 kg 3) Kenaikan berat badan yang melebihi 15-17,5 kg menyebabkan penumpukan lemak pada janin dan ibu 4) Kenaikan berat badan yang terlalu banyak ditemukan pada keracunan eklampsia). kehamilan Kenaikan berat (pre badan eklampsia wanita dan hamil disebabkan oleh: a) Janin,uri, air ketuban, uterus b) Payudara, kenaikan volume darah, lemak, protein, dan retensi air 5) Berat badan yang tidak bertambah merupakan pertanda buruk (terutama jika kenaikan berat badan total kurang dari 5 kg) dan hal ini bisa menunjukkan adanya pertumbuhan janin yang lambat 37 6) Kadang kenaikan berat badan disebakan oleh penimbunan cairan akibat jeleknya aliran darah tungkai pada saat wanita hamil berdiri 7) Hal ini bisa diatasi dengan cara berbaring miring ke kiri selama 30-45 menit sebanyak 2-3 kali/hari (Maryunani, 2010: 302-303). 6. Perubahan dan Adaptasi Psikologis Selama Kehamilan a. Trimester I Trimester pertama sering dikatakan sebagai masa penentuan. Penentuan untuk membuktikan bahwa wanita dalam keadaan hamil. Pada saat inilah tugas psiklogis pertama sebagai calon ibu untuk dapat menerima kenyataan akan kehamilannya. Keadaan ini menciptakan kebutuhan untuk berkomunikasi secara terbuka dengan suami. Banyak wanita merasa butuh dicintai dan merasakan kuat untuk mencintai namun tanpa berhubungan seks. Libido sangat dipengaruhi kelelahan, rasa mual, pembesaran payudara, keprihatinan, kekhawatiran. Semua ini bagian normal dari proses kehamilan pada trimester pertama (Sulistyawati, 2011: 50). b. Trimester II Trimester kedua sering disebut sebagai periode pancaran kesehatan, saat ibu merasa sehat. Ini disebabkan selama trimester ini umumnya wanita sudah merasa baik dan 38 terbebas dari ketidaknyamanan kehamilan. Tubuh ibu sudah terbiasa dengan kadar hormon yang lebih tinggi dan rasa tidak nyaman karena hamil sudah berkurang. Ibu sudah menerima kehamilannya dan mulai dapat menggunakan energi serta pikirannya secara konstruktif (Maryunani, 2011: 259). c. Trimester III Trimester ketiga ini sering disebut sebagai periode penantian. Periode ini wanita menanti kehadiran bayinya sebagai bagian dari dirinya, dia menjadi tidak sabar untuk segera melihat bayinya. Trimester tiga adalah waktu untuk mempersiapkan kelahiran dan kedudukan sebagai orang tua, seperti terpusatnya perhatian pada kehadiran bayi. Sejumlah ketakutan terlihat selama trimester ketiga. Wanita mungkin khawatir terhadap hidupnya dan bayinya, dia tidak akan mengetahui kapan dia akan melahirkan (Kumalasari, 2015: 78). 7. Menentukan Usia Kehamilan a. Menurut Mochtar (2012:41) cara untuk menentukan tuanya usia kehamilan antara lain: 1) Dihitung dari hari pertama haid terakhir (HPHT) sampai dengan hari pemeriksaan, kemudian dijumlah dan dijadikan dalam hitungan minggu. 39 2) Ditambah 4,5 bulan dari waktu ibu merasa gerakan janin pertama kali “feeling life” (quickening). 3) Menurut Mc. Donald adalah modifikasi cara Speigelberg, yaitu jarak fundus-simfisis dalam cm dibagi 3,5 merupakan tuanya usia kehamilan dalam bulan. Kemudian menurut Manuaba (2010:128), menjelaskan juga untuk menetapkan usia kehamilan yaitu : 1) Mendengarkan denyut jantung janin (DJJ), denyut jantung janin akan terdengar pada usia kehamilan lebih dari 16 minggu. 2) Memperhitungkan masuknya kepala ke pintu atas panggul terutama pada primigravida masuknya kepala ke pintu atas panggul terjadi pada minggu ke 36. 3) Mempergunakan hasil pemeriksaaan air ketuban, semakin tua usia kehamilan semakin berkurangnya atau sedikit air ketuban. Kemudian Manuaba (2010:120) menambahkan cara menetapkan usia kehamilan berdasarkan hasil pemeriksaan palpasi Leopold I pada trimester III. 40 Tabel 2.1 Usia kehamilan berdasarkan TFU pada pemeriksaan palpasi Leopold I TFU Usia Kehamilan 3 jari diatas pusat 28 minggu Pertengahan px dan pusat 32 minggu Setinggi px atau 2-3 jari di bawah 36 minggu px Pertengahan px dan pusat 40 minggu Sumber : (Manuaba, 2010:120). b. Pemeriksaan Leopold 1) Leopold I Leopold I digunakan untuk menentukan tinggi fundus uteri, bagian janin dalam fundus, dan konsistensi fundus. Pada letak kepala akan teraba bokong pada fundus, yaitu tidak keras, tidak melenting dan tidak bulat. Variasi Knebel dengan menentukan letak kepala atau bokong dengan satu tangan di fundus dan tangan lain diatas simfisis (Manuaba, 2010:118). Langkah-langkah pemeriksaan Leopold I: Pemeriksa menghadap muka ibu dan berada disisi kanan ibu, menentukan tinggi fundus, meraba bagian janin yang terletak difundus dengan kedua telapak tangan dan apakah teraba bulat, besar lunak (bokong)/bulat, besar, keras (kepala)/teraba tahanan memanjang 41 (punggung)/teraba bagian kecil-kecil (ekstremitas). Pada kehamilan aterm dengan presentasi kepala, pada pemeriksaan leopold I akan teraba bulat, besar, lunak (bokong) (Marmi, 2011:126). 2) Leopold II Menentukan batas samping rahim kanan/kiri dan menentukan letak punggung. Letak membujur dapat ditetapkan punggung anak, yang teraba rata dengan tulang iga seperti papan cuci. Dalam Leopold II terdapat variasi Budin dengan menentukan letak punggung dengan satu tangan menekan di fundus. Variasi Ahfeld dengan menentukan letak punggung dengan pinggir tangan kiri diletakkan di tengah perut (Manuaba, 2010:118-119). Langkah-langkah pemeriksaan leopold II: Pemeriksa menghadap muka ibu dan berada disisi kanan ibu, meraba bagian janin yang terletak disebelah kanan maupun kiri uterus dengan menggunakan kedua telapak tangan. Apakah teraba bulat, besar lunak (bokong)/ bulat, besar, keras (kepala)/ teraba tahanan memanjang (punggung)/teraba bagian kecil-kecil (ekstremitas). Pada pemeriksaan leopold 2 akan teraba tahanan memanjang 42 (punggung) di satu sisi dan teraba bagian kecil-kecil (ekstremitas) disisi lain (Marmi, 2011:126). 3) Leopold III Menentukan bagian terbawah janin di atas simfisis ibu dan bagian terbawah janin sudah masuk pintu atas panggul (PAP) atau masih bisa digoyangkan (Manuaba, 2010:119). Langkah-langkah pemeriksaan leopold III: Pemeriksaan menghadap muka ibu dan berada di sisi kanan ibu, meraba bagian janin yang terletak diatas simphisis pubis sementara tangan yang lain menahan fundus untuk fiksasi. Apakah teraba bulat, besar lunak (bokong)/ bulat, besar, keras (kepala)/ teraba tahanan memanjang (punggung)/ teraba bagian kecil-kecil (ekstremitas). Pada kehamilan aterm dengan presentasi kepala, pada pemeriksaan leopold 3 akan teraba bulat, besar, keras (kepala) (Marmi, 2011:126). 4) Leopold IV Menentukan bagian terbawah janin dan seberapa jauh janin sudah masuk (pintu atas panggul) PAP. Bila bagian terendah masuk PAP telah melampaui lingkaran terbesarnya, maka tangan yang melakukan pemeriksaan divergen, sedangkan bila lingkaran terbesarnya belum 43 masuk PAP, maka tangan pemeriksanya konvergen (Manuaba, 2010:119). Langkah-langkah pemeriksaan Leopold IV : Pemeriksaan menghadap kaki ibu dan menentukan apakah bagian terbawah janin menggunakan jari-jari tangan yang dirapatkan. apabila presentasinya: a) Konvergen : bagian terbawah janin belum masuk ke PAP. b) Sejajar : bagian terbawah janin sebagian telah masuk ke PAP. c) Divergen : bagian terbawah janin telah masuk ke PAP (Marmi, 2011: 126). Gambar 2.12 Pemeriksaan Leopold Sumber : Manuaba, 2010:11 44 c. Tinggi Fundus Uteri (TFU) Menurut Mc.Donald pemeriksaan TFU dapat dilakukan dengan menggunakan metlin (pita pengukur), dengan cara memegang tanda nol pita pada aspek superior simpisis pubis dan menarik pita secara longitundinal sepanjang aspek tengah uterus ke ujung atas fundus, sehingga dapat ditentukan TFU (Manuaba, 2010: 100). Gambar 2.13 Pertumbuhan janin dengan mengukur menggunakan metlin Sumber:https://www.org.kebidanan.pengukuran-tfumenggunakan-metlin Tabel 2.2 TFU pada Kehamilan TM III menurut Mc. Donald 28 Minggu 25 cm 32 Minggu 27 cm 36 Minggu 30 cm 40 Minggu 33 cm Sumber : Ika Pantikawati dan Saryono, 2010:69. 45 d. Tafsiran Berat Janin Tafsiran berat janin diartikan penting pada masa kehamilan untuk mengetahui berhubungan dengan meningkatnya risiko terjadinya komplikassi selama persalinan. Menurut Mochtar (2012:41) berdasarkan rumusnya Johnson tausak adalah (tingi fundus dalam cm-n) x 155 = berat badan (g). bila kepala belum masuk pintu atas panggul maka n=12, dan bila kepala sudah masuk pintu atas panggul maka n=11. Sedangkan Tafsiran Berat Janin menurut Manuaba (2010:89) sesuai usia kehamilan trimester III dapat dilihat pada tabel berikut Tabel 2.3 Tafsiran berat janin sesuai usia kehamilan trimester III Usia Kehamilan (bulan) Berat Janin (gram) 7 1000 8 1800 9 2500 10 3000 Sumber : Manuaba (2010:89) 46 8. Tanda-Tanda Kehamilan Menurut Maryunani (2010: 313-314) tanda-tanda kehamilan sebagai berikut: a. Tanda-tanda presumtif kehamilan 1) Amenorea (terlambat datang bulan) Konsepsi dan nidasi menyebabkan tidak terjadi pembentukan folikel degraaf dan ovulasi. Dengan mengetahui hari pertama haid terakhir menggunakan perhitungan rumus Neagle, dapat ditentukan perkiraan persalinan. 2) Mual dan muntah (emesis) Pengaruh estrogen dan progesteron menyebabkan pengeluaran asam lambung yang berlebihan, mual dan muntah terutama di pagi hari disebut morning sickness. Dalam batas yang fisiologis, keadaan ini dapat diatasi. Akibat mual dan muntah, nafsu makan berkurang. 3) Ngidam Wanita hamil sering makan makanan tertentu, keinginan yang demikian disebut ngidam. 4) Sinkope atau pingsan Terjadinya gangguan sirkulasi ke daerah kepala (sentral) menyebabkan iskemia susunan saraf pusat menimbulkan 47 sinkope atau pingsan. Keadaan ini menghilang setelah usia kehamilan 16 minggu. 5) Payudara tegang Pengaruh estrogen-progesteron dan somatotropin menimbulkan deposit lemak, air, dan garam pada payudara. Payudara membesar dan tegang, ujung saraf tertekan menyebabkan rasa sakit terutama pada hamil pertama. 6) Sering miksi (berkemih) Desakan rahim ke depan menyebabkan kandung kemih terasa penuh dan sering miksi. Pada triwulan kedua, gejala ini sudah menghilang. 7) Kontipasi atau obstipasi Pengaruh progesteron dapat menghambat peristaltic usus, menyebabkan kesulitan untuk buang air besar. 8) Pigmentasi kulit Keluarnya melanophore stimulating hormone dan pengaruh hipofisis anterior menyebabkan pigmentasi kulit di sekitar pipi (cloasma gravidarum), pada dinding perut (striae lividae, striae nigrae, linea alba (makin hitam), serta sekitar payudara (hyperpigmentation areola mammae), putting susu semakin menonjol, pembuluh darah menifes sekitar payudara. 48 9) Epulis Hipertrofi gusi yang disebut epulis, dapat terjadi bila hamil. 10) Varises atau penampakan pembuluh darah vena Oleh karena pengaruh dari estrogen dan progesterone, terjadi penampakan pembuluh darah vena, terutama bagi mereka yang mempunyai bakat. Penampakan pembuluh darah itu terjadi disekitar genitalia eksterna, kaki, dan betis, serta payudara. Penampakan pembuluh darah ini dapat menghilang setelah persalinan (Kumalasari, 2015: 2). b. Tanda tidak pasti kehamilan 1) Pigmentasi kulit, kira-kira pada kehamilan 12 minggu atau lebih. 2) Leukorea, secret vagina meningkat karena pengaruh peningkatan hormone progesterone 3) Epulis (hipertrofi papilla ginggivae), sering terjadi pada trimester I kehamilan 4) Perubahan payudara, dimana: a) Payudara menjadi tegang dan membesar karena pengaruh hormone estrogen dan progesterone yang merangsang duktuli dan alveoli payudara 49 b) Daerah areola menjadi lebih hitam karena deposit pigmen berlebihan c) Glandula montgomery tampak lebih jelas d) Terdapat kolostrum bila kehamilan lebih dari 12 minggu 5) Pembesaran abdomen jelas terlihat setelah kehamilan 14 minggu 6) Suhu basal meningkat terus antara 37,2 – 37,80C 7) Varises, sering tampak pada triwulan terakhir karena pembesaran uterus menekan v.inferior pada: a) Genitalia eksterna b) Fossa poplitea c) Kaki dan betis Varises ini sering berulang pada tiap kehamilan 8) Perubahan-perubahan dalam pelviks a) Tanda Chadwick Adanya livide (hipervaskularisasi) pada porsio, vagina dan vulva. Terjadi kira-kira minggu ke 6 b) Tanda hegar Pada palpasi istmus lunak dan memanjang, atauSegmen bawah rahim lembek c) Tanda piscaseck: uterus membesar ke salah satu jurusan 50 d) Tanda Braxton hicks Bila uterus dirangsang mudah berkontraksi. Tanda ini khas untuk uterus pada masa kehamilan 9) Tes kehamilan: yang banyak dipakai adalah pemeriksaan hormon chorionic gonadotropin (hCG) dalam urine. Dasarnya adalah reaksi antigen antibodi dengan hCG sebagai antigenPositif pada urine (pertama pagi hari) (Maryunani, 2010: 313-314). c. Tanda pasti kehamilan 1) Denyut jantung janin (DJJ) Dapat didengar dengan stetoskop laenec pada minggu ke 17-18. Pada orang gemuk, lebih lambat. Dengan stetoskop ultrasonic (Doppler), denyut jantung janin dapat didengarkan lebih awal lagi, sekitar minggu ke 12. Auskultasi pada janin dilakukan dengan mengindetifikasi bunyi-bunyi yang lain seperti bising tali pusat, bising uterus, dan nadi ibu. Pada pemeriksaan auskultasi denyut jantung janin (DJJ) akan terdengar jelas dipihak punggung janin dekat pada kepala. Pada presentasi biasa (letak kepala), tempat ini di kiri atau kanan bawah pusat. Letak Punctum Maksimum setelah minggu ke-26 gestasi. Pada pemeriksaan punctum 51 maksimum, untuk mencari letak DJJ, posisi umbilicus berada dipertengahan angka 3 dan 4. Posisi 1 dan 2 mula-mula didengarkan dipertengahan kuadran bawah abdomen. Posisi 3 jika DJJ tidak ditemukan, dengarkan dipertengahan garis imaginer yang ditarik dari umbilicus sampai pertengahan puncak rambut pubis. 4 jika tidak ditemukan, dengarkan langsung di atas umbilicus. Gambar 2.14 Letak punctum maksimum Sumber: Wheeler, 2005. Buku saku asuhan prenatal dan pascapartum, Jakarta, halaman 145. 2) Palpasi Hal yang harus ditentukan adalah outline janin. Biasanya menjadi lebih jelas setelah minggu ke 22. Gerakan janin 52 dapat dirasakan dengan jelas minggu ke 24 (Kumalasari, 2015: 3). 9. Kebutuhan Dasar Kehamilan a. Oksigen Kebutuhan oksigen ibu meningkat 20%, sebagai respon dari kehamilan (Sunarsih, 2011: 128). b. Nutrisi Menurut Saifuddin (2010: 286) nutrisi yang perlu ditambahkan pada saat kehamilan: 1) Kalori Jumlah kalori yang diperlukan bagi ibu hamil untuk setiap harinya adalah 2500 kalori. Jumlah kalori yang berlebih dapat menyebabkan obesitas dan hal ini merupakan preeclampsia. faktor presdiposisi Jumlah untuk pertambahan terjadinya berat badan sebaiknya tidak melebihi 10-12 kg selama hamil. 2) Protein Jumlah protein yang diperlukan oleh ibu hamil adalah 85 gram per hari. Sumber protein tersebut dapat diperoleh dari tumbuh-tumbuhan (kacang-kacangan) atau hewani (ikan, ayam, keju,susu, telur). Defisiensi protein dapat menyebabkan kelahiran premature, anemia dan oedema 53 3) Kalsium Kebutuhan kalsium ibu hamil adalah 1,5 gram per hari. Kalsium dibutuhkan untuk pertumbuhan janin, terutama bagi pengembangan otak dan rangka. Sumber kalsium yang mudah diperoleh adalah susu, keju, yogurt, dan kalsium bikarbonat. Defisiensi kalsium dapat menyebabkan riketsia pada bayi atau osteomalsia pada ibu. 4) Zat besi Pemberian zat besi dimulai dengan memberikan satu tablet sehari sesegera mungkin setelah rasa mual hilang.tiap tablet mengandung FeSO4 320 mg (zat besi 60 mg) dan asam folat 500 µg, minimal masing-masing 90 tablet. Tablet besi sebaiknya tidak diminum bersama teh atau kopi, karena akan mengganggu penyerapan. Metabolisme yang tinggi pada ibu hamil memerlukan kecukupan oksigenasi jaringan yang diperoleh dari pengikatan dan pengantaran oksigen melalui hemoglobin di dalamsel-sel darah merah. Untuk menjaga konsentrasi hemoglobin normal, diperlukan asupan zat besi bagi ibu hamil dengan jumlah 30 mg/hari terutama setelah trimester kedua. Sumber zat besi terdapat dalam sayuran hijau, daging yang berwarna merah dan kacang- 54 kacangan. Kekurangan zat besi pada ibu hamil dapat menyebabkan anemia defisiensi zat besi. 5) Asam folat Selain zat besi, sel-sel darah merah juga memerlukan asam folat bagi pematangan sel. Jumlah asam folat yang dibutuhkan oleh ibu hamil adalah 400 mikrogram perhari. Sumber makanan yang mengandung asam folat diantaranya produk sereal dan biji-bijian misalnya, sereal ,roti, nasi dan pasta. Kekurangan asam folat dapat menyebabkan anemia megaloblastik pada ibu hamil. c. Eliminasi 1) Buang Air Kecil (BAK) Peningkatan frekuensi berkemih pada TM III paling sering dialami oleh wanita primigravida setelah lightening. Lightening menyebabkan bagian presentasi (terendah) janin akan menurun masuk kedalam panggul dan menimbulkan tekanan langsung pada kandung kemih (Marmi, 2014: 134). 2) Buang Air Besar (BAB) Konstipasi diduga akibat penurunan peristaltic yang disebabkan relaksasi otot polos pada usus besar ketika terjadi peningkatan hormon progesteron. Kontipasi juga dapat terjadi sebagai akibat dari efek samping penggunaan zat besi, hal ini akan 55 memperberat masalah pada wanita hamil (Marmi, 2014: 137). d. Istirahat Wanita hamil harus mengurangi semua kegiatan yang melelahkan. Wanita hamil juga harus menghindari posisi duduk, berdiri dalam waktu yang sangat lama. Ibu hamil tidur malam kurang lebih sekitar 8 jam setiap istirahat dan tidur siang kurang lebih 1 jam (Marmi, 2014: 124-125). e. Aktivitas Senam hamil bertujuan mempersiapkan dan melatih otot-otot sehingga dapat dimanfaatkan untuk berfungsi secara optimal dalam persalinan normal. Senam hamil dimulai pada usia kehamilan sekitar 24-28 minggu. Beberapa aktivitas yang dapat dianggap sebagai senam hamil yaitu jalan-jalan saat hamil terutama pagi hari (Manuaba, 2012: 132-135). Jangan melakukan pekerjaan rumah tangga yang berat dan hindarkan kerja fisik yang dapat menimbulkan kelelahan yang berlebihan (Saifuddin, 2010: 287). f. Personal Hygiene Personal hygiene sangat diperlukan selama kehamilan, karena kebersihan badan mengurangkan kemungkinan infeksi. Kebersihan yang perlu diperhatikan selama kehamilan meliputi: 56 1) Pakaian yang baik untuk wanita hamil ialah pakaian yang enak dipakai tidak boleh menekan badan. Penggunaan bra yang dapat menopang payudara agar mengurangi rasa tidak nyaman karena pembesaran payudara. Sepatu atau sandal hak tinggi, akan menambah lordosis sehingga sakit pinggang akan bertambah. 2) Perawatan gigi, ibu hamil sering terjadi karies yang berkaitan dengan emesis, hiperemesis gravidarum, hipersalivasi dapat menimbulkan timbunan kalsium di sekitar gigi. Pemeriksaan gigi saat hamil diperlukan untuk mencari kerusakan gigi yang dapat menjadi penyebab infeksi. g. Perawatan payudara Mempersiapkan payudara untuk proses laktasi dapat dilakukan perawatan payudara dengan cara membersihkan 2 kali sehari selama kehamilan. Apabila putting susu masih tenggelam dilakukan pengurutan pada daerah areola mengarah menjauhi putting susu untuk menonjolkan putting susu menggunakan perasat Hoffman. h. Kebersihan genetalia Kebersihan vulva harus dijaga betul-betul dengan lebih sering membersihkannya, memakai celana yang selalu bersih, jangan berendam dan lain-lain (Marmi, 2014: 120-122). 57 i. Hubungan seksual Hubungan seksual disarankan untuk dihentikan bila terdapat tanda infeksi dengan pengeluaran cairan disertai rasa nyeri atau ikan hubungan seksual panas, terjadi perdarahan saat hubungan seksual, terdapat pengeluaran cairan (air) yang mendadak, hentikan pada mereka yang sering mengalami keguguran, persalinan sebelum waktunya, mengalami kematian dalam kandungan, sekitar dua minggu menjelang persalinan (Manuaba, 2010: 120). Pada umumnya koitus diperbolehkan. Pada masa kehamilan jika dilakukan dengan hati-hati. Pada akhir kehamilan jika kepala sudah masuk rongga panggul, koitus sebaiknya dihentikan karena dapat menimbulkan perasaan sakit dan perdarahan (Saifuddin, 2009: 120). j. Imunisasi Imunisasi yang dibutuhkan oleh ibu hamil yang terpenting adalah tetanus toksoid. Imunisasi lain diberikan sesuai indikasi. Jadwal pemberian imunisasi tetanus toksoid. 58 Tabel 2.4 Pemberian Imunisasi Tetanus Toksoid (TT) Imunisasi TT TT 1 TT 2 TT 3 TT 4 TT 5 Selang waktu Lama minimal perlindungan pemberian imunisasi Langkah awal pembentukan kekebalan tubuh terhadap penyakit tetanus 1 bulan setelah 3 tahun TT 1 6 bulan setelah 5 tahun TT 2 12 bulan setelah 10 tahun TT 3 12 bulan setelah 25 tahun TT 4 Sumber : Kepmenkes RI, 2014. Buku kesehatan Ibu dan Anak. Jakarta 10. Kebutuhan Psikologi Ibu Hamil a. Sibling Sibling rivalry adalah persaingan di antara saudara kandung akibat kelahiran anak berikutnya.biasanya terjadi pada anak usia 2-3 tahun. Sibling rivalry ini biasanya ditunjukkan dengan penolakan terhadap kelahiran adiknya, menangis, menarik diri dari lingkungannya, menjauh dari ibunya, atau melakukan kekerasan terhadap adiknya (Sulistyawati, 2010: 128). 59 b. Dukungan keluarga Pada keluarga bagi ibu hamil sangatlah penting, psikologis ibu hamil yang cenderung lebih labil dari wanita yang tidak hamil memerlukan banyak dukungan dari keluarga terutama suami (Sunarsih, 2011: 121). Kadang ibu dihadapkan pada suatu situasi yang ia sendiri mengalami ketakutan dan kesendirian, terutama pada trimester akhir, sehingga diharapkan bagi keluarga terdekat agar selalu memberikan dukungan dan kasih sayang (Saifuddin, 2011: 156). c. Perasaan aman dan nyaman selama kehamilan Selama kehamilan ibu banyak mengalami ketidaknyamanan fisik dan psikologis. Bidan bekerja sama dengan keluarga diharapkan berusaha dan secara antusias memberikan perhatian serta megupayakan untuk mengatasi ketidaknyamanan yang dialami oleh ibu (Sulistyawati, 2011: 129). d. Persiapan menjadi orang tua Ini sangat penting disiapkan karena setelah bayi lahir akan banyak perubahan peran yang terjadi, mulai dari ibu, ayah, dan keluarga. Persiapan dapat dilakukan dengan banyak berkonsultasi dengan orang yang mampu membagi pengalamannya dan memberikan nasehat mengenai persiapan menjadi orang tua. Selain persiapan mental, yang tak kalah 60 pentingnya adalah persiapan ekonomi, karena bertambah anggota, bertambah pula kebutuhannya (Kumalasari, 2015: 20). e. Dukungan dari tenaga kesehatan Bagi seorang ibu hamil, tenaga kesehatan khususnya bidan mempunyai tempat tersendiri dalam dirinya. Harapan pasien adalah bidan dapat dijadikan sebagai teman terdekat dimana ia dapat mencurahkan isi hati dan kesulitannya dalam menghadapi kehamilan dan persalinan. Posisi ini akan sangat efektif sekali jika bidan dapat mengembangkan kemampuannya dalam menjalin hubungan yang baik dengan pasien. Adanya hubungan saling percaya akan memudahkan bidan dalam memberikan penyuluhan kesehatan (Marmi, 2014: 158). 11. Tanda Bahaya Pada Kehamilan Trimester III a. Perdarahan Pervaginam Perdarahan antepartum/perdarahan pada kehamilan lanjut adalah perdarahan pada trimester dalam kehamilan sampai bayi dilahirkan (Pantiawati, 2010: 68). Menurut Asrinah (2010: 89) pada kehamilan usia lanjut,perdarahan yang tidak normal adalah merah,banyak dan kadang-kadang tapi tidak selalu disertai dengan rasa nyeri. 61 b. Sakit Kepala yang Berat Sakit kepala bisa terjadi selama kehamilan,dan seringkali merupakan ketidaknyamanan yang normal dalam kehamilan. Sakit kepala yang serius adalah sakit kepala yang hebat yang menetap dan tidak hilang setelah beristirahat. Kadang-kadang dengan sakit kepala yang hebat tersebut ibu mungkin merasa penglihatannya kabur atau berbayang. Sakit kepala yang hebat dalam kehamilan adalah gejala dari pre-eklampsi (Sulistyawati, 2009: 75). c. Penglihatan Kabur Akibat pengaruh hormonal,ketajaman penglihatan dapat berubah dalam kehamilan. Perubahan ringan (minor) adalah normal. Masalah visual yang mengindikasikan keadaan yang mengancam jiwa adalah perubahan visual yang mendadak, misalnya pandangan kabur dan berbayang.Perubahan ini mungkin disertai sakit kepala yang hebat dan mungkin menandakan pre-eklampsia (Pantiawati, 2010: 68). d. Bengkak di Wajah dan Jari-jari Tangan Pada saat kehamilan, hampir seluruh ibu hamil mengalami bengkak yang normal pada kaki yang biasanya muncul pada sore hari dan hilang setelah beristirahat dengan meninggikan kaki. Bengkak bisa menunjukan adanya masalah serius jika muncul pada muka dan tangan, tidak hilang setelah 62 beristirahat dan disertai dengan keluhan fisik yang lain.Hal ini dapat pertanda anemia,gagal jantung atau pre-eklampsia (Sulistyawati, 2009: 75). e. Keluar Cairan per Vagina Keluarnya cairan berupa air-air dari vagina pada trimester III. Ibu harus dapat membedakan antara urine dengan air ketuban. Jika keluarnya cairan ibu tidak terasa, berbau amis dan berwarna putih keruh, berarti yang keluar adalah air ketuban. Jika kehamilan belum cukup bulan,hati-hati akan adanya persalinan preterm (< 37 minggu) dan komplikasi infeksi intrapartum (Sulistyawati, 2009: 76). f. Gerakan Janin Tidak Terasa Normalnya ibu mulai merasakan gerakan janinnya selama bulan ke-5 atau ke-6, beberapa ibu dapat merasakan gerakan bayinya lebih awal. Jika bayi tidur gerakan bayi akan melemah. Gerakan bayi akan lebih mudah terasa jika ibu berbaring untuk beristirahat dan jika ibu makan dan minum dengan baik. Bayi harus bergerak 3x dalam 1 jam atau minimal 10x dalam 24 jam. Jika kurang dari itu, maka waspada akan adanya gangguan janin dalam rahim, misalnya asfiksia janin sampai kematian janin (Sulistyawati, 2009: 76). 63 f. Nyeri Perut yang Hebat Sebelumnya harus dibedakan nyeri yang dirasakan adalah bukan his seperti pada persalian. Pada kehamilan lanjut, jika ibu merasakan nyeri yang hebat, tidak berhenti setelah beristirahat, disertai tanda-tanda syok yang membuat keadaan umum ibu makin lama makin memburuk dan disertai perdarahan yang tidak sesuai dengan beratnya syok, maka kita harus waspada akan kemungkinan terjadinya solusio plasenta (Sulistyawati, 2009: 77). Nyeri perut yang hebat kemungkinan bisa berarti apendiksitis, kehamilan etopik, aborsi, penyakit radang pelviks, persalinan preterm, gastritis, penyakit kantong empedu, iritasi uterus, abrupsi placenta, infeksi saluran kemih atau infeksi lainnya (Asrinah, 2010: 99). 64 2.1.2 KONSEP DASAR PERSALINAN 1. Pengertian Persalinan Proses persalinan dimulai dengan kontraksi uterus yang kuat teratur dan menyebabkan perubahan pada serviks (membuka dan menipis) dan berakhir dengan lahirnya plasenta secara lengkap (Kumalasari, 2015: 97). Persalinan dan kelahiran normal adalah proses pengeluaran janin yang terjadi pada kehamilan cukup bulan (37-42 minggu), lahir spontan dengan presentasi belakang kepala yang berlangsung dalam 18 jam tanpa komplikasi baik pada ibu maupun pada janin (Maryunani, 2016: 265). Persalinan adalah proses pengeluaran hasil konsepsi (janin dan plasenta) yang telah cukup bulan atau dapat hidup di luar kandungan melalui jalan lahir atau melalui jalan lain, dengan bantuan atau tanpa bantuan (kekuatan sendiri). Proses ini dimulai dengan adanya kontraksi persalinan sejati, yang ditandai dengan perubahan serviks secara progresif dan diakhiri dengan kelahiran plasenta (Sulistyawati, 2010: 4). Persalinan adalah proses pengeluaran hasil konsepsi (janin dan plasenta) yang telah cukup bulan atau dapat hidup di luar kandungan melalui jalan lahir atau melalui jalan lain, dengan bantuan atau tanapa bantuan (Manuaba, 2012: 164). 65 2. Bentuk-Bentuk Persalinan a. Bentuk persalinan berdasarkan teknik: 1) Persalinan Spontan Persalinan berlangsung dengan kekuatan ibu sendiri dan melalui jalan lahir (Maryunani, 2016: 268). 2) Persalinan buatan Persalinan buatan merupakan proses persalinan dengan bantuan tenaga dari luar, misalnya: ekstraksi dengan forsep atau dilakukan operasi section caesaria (Depkes RI, 2008). 3) Persalinan anjuran Persalinan anjuran adalah bila kekuatan yang diperlukan untuk persalinan ditimbulkan dari luar dengan jalan rangsangan misalnya pitocin dan prostaglandin (Prawirohardjo, 2012: 89). b. Persalinan berdasarkan umur kehamilan: 1) Abortus adalah ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup diluar kandungan. Sebagai batasan ketika kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram (Prawirohardjo, 2011: 460). 2) Partus imaturus yaitu pengeluaran buah kehamilan antara 22 minggu sampai 28 minggu atau bayi dengan berat badan antara 500-999 gram (Marmi, 2016: 4). 3) Partus prematurus merupakan persalinan dari hasil konsepsi pada umur kehamilan 28-36 minggu. Janin dapat hidup, tetapi 66 premature, berat janin antara 1000-2500 gram. Hal tersebut merupakan masalah terbesar karena dengan berat janin kurang dari 2500 gram dan umur kehamilan kurang dari 37 minggu, maka alat-alat vital (otak, jantung, paru, ginjal) belum sempurna, sehingga mengalami kesulitan dalam adaptasi untuk tumbuh dan berkembang dengan baik (Maryunani, 2016: 267). 4) Partus matur/aterm (cukup bulan) merupakan persalinan yang terjadi antara umur kehamilan 37 minggu sampai 42 minggu dengan berat janin diatas 2500 gram (Marmi, 2016: 4). 5) Partus postmaturus (serotinus) merupakan persalinan yang terjadi 2 minggu atau lebih dari waktu persalinan yang ditaksir, janin disebut postmatur. Kehamilan yang melebihi waktu 42 jam sebelum terjadinya persalinan (Marmi, 2016: 4). 6) Partus presipitatus merupakan persalinan yang berlangsung sangat cepat, berlangsung kurang dari 3 jam, dapat disebabkan oleh abnormalitas, kontraksi uterus dan rahim yang terlalu kuat, atau pada keadaan yang sangat jarang dijumpai, tidak adanya rasa nyeri pada saat his sehingga ibu tidak menyadari adanya proses persalinan yang sangat kuat (Maryunani, 2016: 267). 67 3. Sebab Mulainya Persalinan Perlu diketahui bahwa selama kehamilan, dalam tubuh wanita terdapat dua hormon yang dominan yaitu: a. Estrogen Berfungsi untuk meningkatkan sensitivitas otot rahim serta memudahkan penerimaan rangsangan dari luar seperti rangsangan oksitosin, prostaglandin, dan mekanis (Sulistyawati, 2010:4). b. Progesteron Berfungsi untuk menurunkan sensitivitas otot rahim, menghambat rangsangan dari luar seperti rangsangan oksitosin, prostaglandin dan mekanis, serta menyebabkan otot rahim dan otot polos relaksasi (Sulistyawati, 2010:4). Sampai saat ini hal yang menyebabkan mulainya proses persalinan belum diketahui benar, yang ada hanya berupa teori-teori yang kompleks antara lain karena faktor-faktor hormone, struktur rahim, sirkulasi rahim, pengaruh tekanan pada saraf, dan nutrisi. Adapun teori-teori tersebut diantaranya: a. Teori penurunan hormone Saat 1-2 minggu sebelum proses melahirkan dimulai, terjadi penurunan kadar estrogen dan progesteron. Progesteron bekerja sebagai penenang otot-otot polos rahim, jika kadar progesterone 68 turun akan menyebabkan tegangnya pembuluh darah dan menimbulkan his (Nugraheny, 2010: 5-6). b. Teori plasenta menjadi tua Seiring matangnya usia kehamilan, villi chorialis dalam plasenta mengalami beberapa perubahan, hal ini menyebabkan turunnya kadar estrogen dan progesteron yang mengakibatkan tegangnya pembuluh darah sehingga akan menimbulkan kontraksi uterus (Sulistyawati, 2010: 5-6). c. Teori Distensi Rahim Otot rahim mempunyai kemampuan meregang dalam batas tertentu. Setelah melewati batas tersebut, akhirnya terjadi kontraksi sehingga persalinan dapat dimulai. Pada kehamilan gemeli, sering terjadi kontraksi karena uterus teregang oleh ukuran janin ganda, sehingga kadang kehamilan gemeli mengalami persalinan yang lebih dini (Sulistyawati, 2010: 5-6). d. Teori Keregangan Otot rahim mempunyai kemampuan meregang dalam batas tertentu. Setelah melewati batas waktu tersebut terjadi kontraksi sehingga persalinan dapat dimulai. Pada kehamilan ganda seringkali terjadi kontraksi setelah keregangan tertentu, sehingga menimbulkan proses persalinan (Sumarah, 2008: 3). 69 e. Teori Oksitosin Oksitosin dikeluarkan oleh kelenjar hipofisis posterior. Perubahan keseimbangan estrogen dan progesteron dapat mengubah sensitivitas otot rahim, sehingga sering terjadi kontraksi Braxton Hicks. Menurunnya konsentrasi progesteron karena matangnya usia kehamilan menyebabkan oksitosin meningkatkan aktivitasnya dalam merangsang otot rahim untuk berkontraksi, dan akhirnya persalinan dimulai (Nugraheny, 2010: 5-6). f. Teori Hipotalamus-Pituitari dan Glandula Suprarenalis. Glandula suprarenalis merupakan pemicu terjadinya persalinan. Teori ini menunjukkan, pada kehamilan dengan bayi anensefalus sering terjadi kelambatan persalinan karena tidak terbentuknya hipotalamus (Manuaba, 2010: 168). g. Teori Prostaglandin Prostagladin yang dihasilkan oleh desidua disangka sebagai salah satu sebab permulaan persalinan. Hasil percobaan menunjukkan bahwa prostaglandin F2 atau E2 yang diberikan secara intravena menimbulkan kontraksi miometrium pada setiap usia kehamilan. Hal ini juga disokong dengan adanya kadar prostaglandin yang tinggi baik dalam air ketuban maupun darah perifer pada ibu hamil sebelum melahirkan atau selama proses persalinan (Sulistyawati, 2010: 5-6). 70 g. Induksi Persalinan Persalinan dapat juga ditimbulkan dengan jalan sebagai berikut: 1) Gagang laminaria: dengan cara laminaria dimasukan ke dalam kanalis servikalis dengan tujuan merangsang fleksus frankenhauser. 2) Amniotomi: pemecahan ketuban 3) Oksitosin drip: pemberian oksitosin menurut tetesan per infus (Sulistyawati, 2010: 5-6). 4. Tanda-Tanda Persalinan a. Lightening Menjelang minggu ke-36 pada primigravida, terjadi penurunan fundus uterus karena kepala bayi sudah masuk ke dalam panggul. Penyebab dari proses ini adalah sebagai berikut: 1) Kontraksi Braxton Hicks 2) Ketegangan dinding perut 3) Ketegangan ligamentum rotundum 4) Gaya berat janin, kepala kearah bawah uterus Masuknya kepala janin ke dalam panggul dapat dirasakan oleh wanita hamil dengan tanda-tanda sebagai berikut: 1) Terasa ringan di bagian atas dan rasa sesak berkurang 2) Di bagian bawah terasa penuh dan mengganjal 3) Kesulitan saat berjalan 4) Sering berkemih (Sulistyawati, 2010: 6). 71 b. Terjadinya his permulaan Adanya perubahan kadar hormone estrogen dan progesteron menyebabkan oksitosin semakin meningkat dan dapat menjalankan fungsinya dengan efektif untuk menimbulkan kontraksi atau his permulaan. His ini sering di istilahkan sebagai his palsu dengan ciri-ciri sebagai berikut: 1) Rasa nyeri ringan di bagian bawah 2) Datang tidak teratur 3) Tidak ada perubahan pada serviks atau tidak ada tandatanda kemajuan persalinan. 4) Durasi pendek 5) Tidak bertambah bila beraktifitas (Sulistyawati, 2010: 6). c. Tanda masuk dalam persalinan Terjadinya his persalinan. Dengan karakteristik: 1) Pinggang terasa sakit menjalar kedepan 2) Sifat his teratur, interval semakin pendek dan kekuatan makin besar 3) Terjadi perubahan pada serviks Jika pasien menambah aktifitasnya, misalnya dengan berjalan, maka kekuatannya bertambah (Sulistyawati, 2010: 7). d. Pengeluaran lendir dan darah (penanda persalinan) Dengan adanya his persalinan, terjadi perubahan pada serviks yang menimbulkan: 72 1) Pendataran dan pembukaan 2) Pembukaan menyebabkan selaput lendir yang terdapat pada kanalis servikalis terlepas 3) Terjadi perdarahan karena kapiler pembuluh darah pecah (Manuaba,2010: 173). e. Pengeluaran cairan Sebagian pasien mengeluarkan air ketuban akibat pecahnya selaput ketuban. Jika ketuban sudah pecah, maka ditargetkan persalinan dapat berlangsung dalam 24 jam. Namun jika ternyata tidak tercapai, maka persalinan akhirnya diakhiri dengan tindakan tertentu, misalnya ekstraksi vakum, atau sectio caesaria. (Sulistyawati, 2010: 7). f. Gangguan saluran cerna Beberapa wanita dapat mengalami salah satu dari kejadian ini: diare, kesulitan mencerna, mual dan muntah (Kumalasari, 2015: 97). Kontraksi uterus bersifat intermiten sehingga menyebabkan penipisan serta dilatasi serviks (Varney, 2007: 674). g. Pada pemeriksaan dalam, serviks mendatar dan pembukaan telah ada (Kumalasari, 2015: 97). 5. Tahapan Persalinan a. Kala I (Pembukaan) Menurut Sulistyawati (2010: 7) kala I adalah kala pembukaan yang berlangsung antara pembukaan 0-10 cm (pembukaan 73 lengkap). Wanita tersebut mengeluarkan lendir yang bersemu darah (bloody show) berasal dari lendir kanalis servikalis, karena serviks mulai membuka (dilatasi), dan mendatar (effacement). Proses ini terbagi menjadi dua fase, yaitu fase laten (8 jam) dimana serviks membuka sampai 3 cm dan fase aktif (7 jam) dimana serviks membuka dari 3-10 cm. lamanya kala I untuk primigravida berlangsung 12 jam sedangkan pada multigravida sekitar 8 jam. Kemudian menurut Utama dkk (2011) kala I dibagi menjadi fase-fase: 1) Fase laten Dimulai sejak awal berkontraksi yang menyebabkan penipisan dan pembukaan serviks secara bertahap. Berlangsung hingga serviks membuka kurang dari 4 cm. Pada hingga umumnya, fase laten berlangsung hampir atau 8 jam. menambahkan Selanjutnya bahwa dalam Saifuddin memantau (2010:109) kemajuan persalinan dan memudahkan tenaga kesehatan dalam menentukan keputusan serta penatalaksanaan tindakan yang tepat, perlu adanya alat bantu yaitu lembar observasi yang digunakan pada fase laten. 2) Fase aktif dibagi menjadi 3 fase: a) Fase akselerasi dalam waktu 2 jam dari pembukaan 3 cm tadi menjadi 4 cm. 74 b) Fase dilatasi maksimal dalam waktu 2 jam pembukaan berlangsung sangat cepat, dari 4 cm menjadi 9 cm. c) Fase deselerasi pembukaan menjadi lambat kembali, dalam waktu 2 jam pembukaan dari 9 cm menjadi lengkap (Maryunani, 2016: 274). Menurut Saifuddin (2010: 109) dalam fase aktif ini sangat penting dilakukan pemantauan kemajuan persalinan. Alat yang dapat digunakan yaitu partograf. Tujuan utama dari penggunaan partograf yaitu untuk: a) Mencatat hasil observasi dan kemajuan persalinan dengan menilai serviks melalui pemeriksaan dalam b) Mendeteksi apakah proses persalinan berlangsung dengan normal. Dengan demikian, juga dapat melakukan deteksi secara dini setiap kemungkinan terjadinya partus lama. Kemudian Sulistyawati (2010: 9) menambahkan juga bahwa pertograf harus digunakan untuk: a) Untuk semua ibu dalam fase aktif kala I persalinan yang normal ataupun adanya penyulit b) Penolong persalinan dalam memantau, mengevaluasi dan membuat keputusan klinik baik persalinan normal maupun disertai dengan penyulit 75 c) Selama persalinan dan kelahiran disemua tempat (rumah, puskesmas, klinik bidan, rumah sakit dll) d) Secara rutin oleh semua penolong persalinan yang memberikan asuhan kepada ibu selama persalinan dan kelahiran Mencatat temuan pada partograf: a) Informasi tentang ibu melengkapi bagian awal ( atas ) partograf secara teliti pada saat mulai asuhan persalinan. Waktu kedatangan dan memperhatikan kemungkinan ibu datang dalam fase laten persalinan mencatat waktu terjadinya pecah ketuban. b) Kesehatan dan kenyamanan janin Kolom, lajur dan skala pada partograf adalah untuk pencatatan Detak Jantung Janin (DJJ), air ketuban dan penyusupan ( kepala janin ). (1) DJJ Dengan menggunakan metode seperti yang di urauikan pada bagian pemeriksaan fisik, nilai dan catat DJJ setiap 30 menit ( lebih sering jika ada tanda – tanda gawat janin). Kisaran normal DJJ terpapar pada partograf di antara garis tebal 180. 76 Tetapi,penolong harus sudah waspada bila DJJ di bawah 120 atau di atas 180. (2) Warna dan adanya air ketuban menilai air ketuban setiap kali di lakukan pemeriksaan dalam, dan menilai warna air ketuban pecah. Catat temuan – temuan dalam kotak yang sesuai di bawah lajur DJJ. Dengan menggunakan lambang berikut ini : (a) U :ketuban utuh (belum pecah) (b) J :ketuban sudah pecah dan air ketuban jernih (c) M :ketuban sudah pecah dan air ketuban bercampur mekonium (d) D :ketuban sudah pecah dan air ketuan bercampur darah (e) K :ketuban sudah pecah dan tidak ada air ketuban (kering) (3) Molase (penyusupan kepala janin) Penyusupan adalah indikator penting tentang seberapa jauh kepala bayi dapat menyesuaikan diri dengan bagian keras panggul ibu. Tulang kepala yang saling menyusup atau tumpang tindih, menunjukkan kemungkinan adanya Chepalo 77 Pelvic Disporportion (CPD). Ketidakmampuan akomodasi akan benar-benar terjadi jika tulang kepala yang saling menyusup tidak dapat di pisahkan. Apabila ada dugaan disproporsi tulang panggul, penting sekali untuk tetap memantau kondisi janin dan kemajuan persalinan. Melakukan tindakan pertolongan awal yang sesuai dan rujuk ibu tangani tanda-tanda disproporsi tulang panggul ke fasilitas kesehatan yang memadai. Gunakan lambang-lambang berikut : (a) 0 : tulang-tulang kepala janin terpisah, sutura dengan mudah dapat di palpasi. (b) 1 : tulang-tulang kepala janin hanya saling bersentuhan. (c) 2 : tulang-tulang kepala janin saling tumpang tindih, tapi masih dapat di pisahkan. (d) 3 : tulang-tulang kepala janin saling tumpang tindih da tidak dapat dipisahkan. c) Kemajuan persalinan Kolom dan lajur kedua pada partograf adalah untuk pencatatan kemajuan persalinan (1) Pembukaan serviks 78 Menilai dan mencatat pembukaan serviks setiap 4 jam (lebih sering di lakukan jika ada tanda – tanda penyulit). Saat ibu berada dalam fase aktif persalinan, catat pada partograf hasil temuan dari setiap pemeriksaan. Tanda “X” harus di tulis digaris waktu yang sesuai dengan jalur besarnya pembukaan serviks. Beri tanda untuk temuantemuan dari pemeriksaan dalam yang di lakukakn pertama kali selama fase aktif persalinan di garis waspada. Hubungkan tanda “X” dari setiap pemeriksaan dengan garis utuh (tidak terputus). (2) Penurunan bagian terbawah atau presentasi janin Setiap kali melakukan pemeriksaan dalam(setiap 4 jam), atau lebih sering jika ada tanda-tanda penyulit, nilai dan catat turunnya bagian terbawah atau presentasi janin. (3) Garis waspada dan garis bertindak Garis waspada di mulai pada pembukaan serviks 4 cm dan berakhir pada titik dimana pembukaan 1 cm per jam. Pencatatan selama fase aktif persalinan harus dimulai di garis waspada. Jika pembukaan serviks mengarah ke sebelah kanan garis waspada. Jika pembukaan serviks mengarah ke sebelah 79 kanan garis waspada (pembukaan kurang dari 1 cm per jam), maka harus di pertimbangkan adanya penyulit (misalnya fase aktif yang memanjang, macet, dll). Mempertimbangkan pula adanya tindakan intervensi yang di perlukan, misalnya persiapan rujukan ke fasilitas kesehatan rujukan (rumah sakit atau puskesmas) yang mampu menangani penyulit dan kegawatdaruratan obsetetri. Garis bertindak tertera sejajar dengan garis waspada, dipisahkan oleh 8 kotak atau 4 lajur ke sisi kanan. Jika pembukaan serviks berada di sebelah kanan bertindak, maka tindakan untuk menyelesaikan persalinan harus dilakukan. Ibu harus tiba di tempat rujukan sebelum garis bertindak terlampui. d) Jam dan waktu (1) Jam mulainya fase aktif persalinan Di bagian bawah partograf (pembukaan serviks dan penurunan) tertera kotak-kotak yang diberi angka 1-16. Setiap kotak menyatakan waktu satu jam sejak dimulainnya fase aktif persalinan. 80 (2) Waktu aktual saat pemeriksaan dilakukan Di bawah lajur kotak untuk waktu misalnya fase aktif, tertera kotak-kotak untuk mencatat waktu aktual saat pemeriksaan dilakukan. Setiap kotak menyebabkan satu jam penuh dan berkaitan dengan dua kotak waktu 30 menit pada lajur kotak di atasnya atau lajur kontraksi di bawahnya. Saat ibu masuk dalam fase aktif persalinan, catatkan waktu aktual pemeriksaan ini di kotak waktu yang sesuai. e) Kontraksi uterus Di bawah lajur waktu partograf terdapat lima lajur kotak dengan tulisan “kontraksi per 10 menit” di sebelah luar kolom paling kiri. Setiap kotak menyatakan satu kontraksi. Setiap 30 menit, raba dan catat jumlah kontraksi dalam 10 menit dengan mengisi angka pada kotak yang sesuai. f) Obat – obatan dan cairan yang di berikan Di bawah lajur kotak observasi kontraksi uterus tertera lajur kotak untuk mencatat oksitosin, obat-obat lainnya dan cairan IV. (1) Oksitosin Jika tetesan (drip) oksitosin sudah dimulai, dokumentasikan setiap 30 menit jumlah unit 81 oksitosin yang di berikan per volume cairan IV dan dalam satuan tetesan per menit. (2) Obat-obatan lain dan cairan IV catat semua pemberian obat-obatan tambahan dan atau cairan IV dalam kotak yang sesuai dengan kolom waktunya. g) Kesehatan dan kenyamanan ibu Bagian terakhir pada lembar depan partograf berkaitan dengan kesehatan dan kenyamanan. (1) Nadi, tekanan darah, dan temperature tubuh Angka disebelah kiri bagian partograf ini berkaitan dengan nadi dan tekanan darah ibu. (a) Nilai dan catat nadi ibu setiap 30 menit selama fase aktif persalinan. (b) Nilai dan catat tekanan darah ibu setiap 4 jam selama fase aktif persalinan. (c) Nilai dan catat temperature tubuh ibu (lebih sering jika meningkat, atau di anggap adanya infeksi) setiap 2 jam dan catat temperature tubuh dalam kotak yang sesuai. (2) Volume urine, protein atau aseton Ukur dan catat jumlah produksi urine ibu sedikitnya setiap 2 jam ( setiap kali ibu berkemih). 82 h) Asuhan, pengamatan dan keputusan klinik lainnya Catat semua asuhan lain, hasil pengamatan dan keputusan klinik disisi luar kolom partograf, atau buat catatan terpisah tentang kemajuan persalinan. Cantumkan juga tanggal dan waktu saat membuat catatan persalinan. Asuhan, pengamatan dan keputusan klinik mencakup : (1) Jumlah cairan peroral yang di berikan (2) Keluhan sakit kepala atau penglihatan (pandangan) kabur. (3) Konsultasi dengan penolong persalinan lainnya (dokter obsgyn, bidan, dokter umum). (4) Persiapan sebelum melakukan rujukan. (5) Upaya rujukan. i) Pencatatan pada lembar belakang partograf Halaman belakang partograf merupakan bagian untuk mencatat hal-hal yang terjadi selama proses persalinan dan kelahiran, serta tindakan – tindakan yang di lakukan sejak pesalinan kala I hingga IV (termasuk bayi baru lahir). Itulah sebabnya bagian ini di sebut sebagai catatan persalinan. Nilai dan tuliskan asuhan yang di berikan pada ibu dalam masa nifas terutama selama persalinan kala IV untuk memungkinkan 83 penolong persalinan mencegah terjadinya penyulit dan membuat keputusan klinik yang sesuai. Dokumentasi ini sangat penting untuk membuat keputusan klinik, terutamam pada pemantaun kala IV (mencegah terjadinya perdarahan pasca persalinan). Selain itu, catatan persalinan( yang sudah di isi dengan lengkap dan tepat) dapat pula di gunakan untuk menilai atau memantau sejauh mana telah di lakukan pelaksanaan asuhan persalinan yang bersih dan aman. Tabel 2.5 Diagnosis Kala dan Fase Persalinan Gejala dan Tanda Serviks belum berdilatasi Kala Persalinan palsu/belum inpartu Serviks berdilatasi kurang dari I 4 cm Serviks berdilatasi 4-9 cm I kecepatan pembukaan 1 cm atau lebih per jam penurunan kepala dimulai Serviks membuka lengkap (10 II cm) penurunan kepala berlanjut. Belum ada keinginan untuk meneran Serviks membuka lengkap (10 II cm) Bagian terbawah telah mencapai dasar panggul ibu meneran Sumber : (Saifuddin AB, 2010: 110). Fase Laten Aktif Awal (nonekspulsif) Akhir (ekspulsif) 84 b. Kala II (pengeluaran bayi) Kala II persalinan dimulai ketika pembukaan serviks sudah lengkap (10 cm) dan berakhir dengan lahirnya bayi. Kala II juga disebut sebagai kala pengeluaran bayi. Pada kala ini his terkoordinasi, kuat, cepat, dan kontraksi lama kira-kira 2-3 menit sekali. Kepala janin telah turun masuk ruang panggul, sehingga terjadilah tekanan pada otot-otot dasar panggul yang secara reflektoris menimbulkan rasa mengejan. Ibu merasa seperti ingin buang air besar karena tekanan pada rectum dengan tanda anus terbuka. Pada waktu his kepala janin mulai kelihatan, vulva membuka dan perineum menegang. Dengan his mengejan yang terpimpin maka akan lahir kepala, diikuti oleh seluruh badan janin.kala II pada primigravida 1½ - 2 jam, sedangkan pada multigravida ½ - 1 jam (Kumalasari, 2015: 98). Gejala dan tanda kala dua persalinan: 1) Ibu merasakan ingin meneran bersamaan dengan terjadinya kontraksi 2) Ibu merasakan adanya peningkatan tekanan pada rectum dan/atau vaginanya 3) Perineum menonjol 4) Vulva vagina dan sfingter ani membuka 5) Meningkatnya pengeluaran lendir bercampur darah 85 Tanda pasti kala dua ditentukan melalui periksa dalam yang hasilnya adalah: 1) Pembukaan serviks telah lengkap,atau 2) Terlihatnya bagian kepala bayi melalui introitus vagina (Musphyanti, 2017). c. Kala III (pelepasan plasenta) Kala III adalah waktu untuk pelepasan dan pengeluaran plasenta. Lepasnya plasenta sudah dapat diperkirakan dengan memperhatikan tanda-tanda sebagai berikut: 1) Uterus menjadi berbentuk bundar 2) Uterus terdorong ke atas, karena plasenta dilepas ke segmen bawah rahim 3) Tali pusat bertambah panjang 4) Terjadi semburan darah Melahirkan plasenta dilakukan dengan dorongan ringan secara crede pada fundus uterus. Sebab-sebab terlepasnya plasenta: 1) Saat bayi dilahirkan, rahim sangat mengecil dan setelah bayi lahir uterus merupakan organ dengan dinding yang tebal dan rongganya hampir tidak ada. Posisi fundus uterus turun sedikit dibawah pusat, karena terjadi pengecilan uterus, maka tempat perlekatan plasenta juga sangat mengecil.plasenta harus mengikuti proses pengecilan ini 86 hingga tebalnya menjadi dua kali lipat daripada permulaan persalinan, dan arena pengecilan tempat perlekatannya maka plasenta menjadi berlipat-lipat pada bagian yang terlepas dari dinding rahim karena tidak dapat mengikuti pengecilan dari dasarnya. Jadi faktor yang paling penting dalam pelepasan plasenta ialah retraksi dan kontraksi uterus setelah anak lahir. 2) Di tempat pelepasan plasenta yaitu antara plasenta dan desidua basalis terjadi perdarahan, karena hematom ini membesar maka seolah-olah plasenta terangkat dari dasarnya oleh hematom tersebut sehingga daerah pelepasan meluas (Sulistyawati, 2010: 8-9). Ada 2 metode untuk pelepasan plasenta: 1) Metode schulze Pelepasan plasenta mulai dari pertengahan, sehingga plasenta lahir diikuti oleh pengeluaran darah. Metode yang lebih umum terjadi, plasenta terlepas dari suatu titik pusat dan merosot ke vagina melalui lubang dalam kantung amnion, permukaan fetal plasenta muncul pada vulva dengan selaput ketuban yang mengikuti di belakang seperti payung terbalik saat terkelupas dari dinding uterus. Permukaan maternal plasenta tidak terlihat, dan bekuan darah berada dalam kantong yang terbalik, kontraksi dan 87 retraksi otot uterus yang menimbulkan pemisahan plasenta juga menekan pembuluh darah dengan kuat dan mengontrol perdarahan (Marmi, 2016: 257). 2) Metode Matthews Duncan Menurut Marmi (2016: 257) pelepasan plasenta dari daerah tepi sehingga terjadi perdarahan dan diikuti pelepasan plasentanya. Pada metode Matthews Duncan ini kemungkinan terjadinya bagian selaput ketuban yang tertinggal lebih besar karena selaput ketuban tersebut tidak terkelupas semua selengkap metode schultze. Metode ini adalah metode yang berkaitan dengan plasenta letak rendah didalam uterus. Proses pelepasan berlangsung lebih lama dan darah yang hilang sangat banyak karena hanya ada sedikit serat oblik dibagian bawah segmen. Gambar 2.15 Pengeluaran dan Pelepasan Plasenta Schultze dan Duncan Sumber : Daniel E. 2016. 88 Untuk mengetahui apakah plasenta telah lepas dari tempat implantasinya, dipakai beberapa prasat antara lain: 1) Prasat kustner. Tangan kanan meregangkan atau menarik sedikit tali pusat, tangan kiri menekan daerah di atas simfisis. Bila tali pusat ini masuk kembali dalam vagina, berarti plasenta belum lepas dari dinding uterus. Prasat ini hendaknya dilakukan secara hati-hati. Apabila hanya sebagian plasenta terlepas, perdarahan banyak akan dapat terjadi. 2) Prasat Klein. Wanita tersebut dianjurkan untuk mengedan dan tali pusat tampak turun ke bawah. Bila pengedannya dihentikan dan tali pusat masuk kembali ke dalam vagina, berarti plasenta belum lepas dari dinding uterus. 3) Prasat Strassman. Tangan kanan meregangkan atau menarik sedikit tali pusat, tangan kiri mengetok-ngetok fundus uteri. Bila terasa ada getaran pada tali pusat yang diregangkan ini, berarti plasenta belum lepas dari dinding uterus. Bila tidak terasa getaran, berarti plasenta telah lepas dari dinding uterus. 4) Prasat crede. Dengan cara memijat uterus seperti memeras jeruk agar plasenta lepas dari dinding uterus hanya dapat dipergunakan bila terpaksa misalnya perdarahan. Prasat ini dapat mengakibatkan kecelakaan perdarahan postpartum. 89 Pada orang yang gemuk, prasat crede sukar atau tidak dapat dikerjakan (Marmi, 2016: 258-259). d. Kala IV (observasi) Kala IV mulai dari lahirnya plasenta selama 1-2 jam. Pada kala IV dilakukan observasi terhadap perdarahan pascapersalinan, paling sering terjadi pada 2 jam pertama. Observasi yang dilakukan adalah : 1) Tingkat kesadaran pasien 2) Pemeriksaan tanda-tanda vital: tekanan darah, nadi, dan pernafasan 3) Kontraksi uterus 4) Terjadinya perdarahan. Perdarahan dianggap masih normal bila jumlahnya tidak melebihi 400-500cc (Sulistyawati, 2010: 9). 6. Mekanisme Persalinan a. Engagemen Menurut Sumarah (2008: 91) peristiwa ketika diameter biparetal melewati pintu atas panggul dengan sutura sagitalis melintang/oblik di dalam jalan lahir dan sedikit fleksi. Engagemen pada primigravida terjadi pada bulan terakhir kehamilan, sedangkan pada multigravida dapat terjadi pada awal persalinan. 90 b. Penurunan Kepala Mengacu pada kemajuan bagian presentasi melalui panggul. Turunnya kepala tergantung pada setidaknya empat gaya: tekanan yang diberikan oleh cairan ketuban, tekanan langsung diberikan oleh kontraksi fundus pada janin, kekuatan kontraksi diafragma ibu dan otot perut pada tahap kedua persalinan, perluasan dan penegakan tubuh janin. Efek dari kekuatan ini dimodifikasi oleh ukuran dan bentuk panggul ibu dan ukuran kepala janin untuk membentuk kapasitasnya (Sulistyawati, 2010: 11). Tabel 2.6 Penurunan Kepala Janin Menurut Sistem Perlimaan Sumber : Manuaba, 2010, Ilmu Kebidanan dan Keluarga Berencana untuk Pendidikan Bidan; 160 91 c. Fleksi Gerakan fleksi disebabkan karena janin terus didorong maju tetapi kepala janin terhambat oleh servik, dinding panggul atau dasar panggul. Pada kepala janin, dengan adanya fleksi maka diameter oksipitofrontalis ukuran 12 cm berubah menjadi sub oksipitobregmatika dengan ukuran 9 cm. Posisi dagu bergeser ke arah dada janin. Pada pemeriksaan dalam ubun-ubun kecil lebih jelas teraba daripada ubun-ubun besar (Sumarah dkk, 2008: 92). d. Putar paksi dalam Menurut Prawirohardjo (2014: 312) kepala yang sedang turun menemui diafragma pelvis yang berjalan dari belakang atas ke bawah depan. Akibat kombinasi elastisitas diafragma pelvis dan tekanan intrauterine disebabkan oleh his yang berulang-ulang, kepala mengadakan rotasi. e. Ekstensi Menurut Sumarah (2008: 96) gerakan ekstensi mengakibatkan bertambahnya penegangan perineum dan intruitus vagina. Ubunubun kecil semakin banyak terlihat dan sebagai hypomochlion atau pusat pergerakan maka berangsur-angsur lahirlah ubunubun kecil, ubun-ubun besar, dahi, mata, hidung, mulut, dan dagu. Pada saat itu kepala sudah lahir seluruhnya, dagu bayi berada di atas anus ibu. 92 f. Putar paksi luar Dengan kekuatan His bersama dengan kekuatan mengejan, berturut-turut tampak bregma, dahi, muka, dan akhirnya dagu. Sesudah kepala lahir, kepala segera mengadakan rotasi, yang dinamakan putaran paksi luar (Prawirohardjo, 2014: 313). g. Ekspulsi Setelah kelahiran bahu, kepala dan bahu diangkat ke arah tulang kemaluan ibu dan tubuh bayi lahir dengan meregangkan lateral ke arah simfisis pubis. Ketika bayi telah benar-benar muncul, lahir lengkap, dan tahap kedua persalinan berakhir. Bahu posterior akan menggembungkan perineum dan kemudian dilahirkan dengan cara fleksi lateral. Setelah bahu dilahirkan, seluruh tubuh janin lainnya akan dilahirkan mengikuti sumbu carus (Sulistyawati, 2010: 98). Gambar 2.16 Sinklitismus: Sutura Sagitalis Melintang Pada Pintu Atas Panggul Sumber: Winkjosastro, Gulardi H, dkk. 2009. Ilmu Kebidanan Sarwono Prawirohardjo. Jakarta: 311. 93 Gambar 2.17 Asinklitismus Anterior: Apabila Arah Sumbu Kepala Membuat Sudut Lancip Ke Depan Dengan PAP Sumber: Winkjosastro, Gulardi H, dkk. 2009. Ilmu Kebidanan Sarwono Prawirohardjo. Jakarta: 311. Gambar 2.18 Asinklitismus Posterior: Keadaan Sebaliknya Dari Asinklitismus Anterior Sumber: Winkjosastro, Gulardi H, dkk. 2009. Ilmu Kebidanan Sarwono Prawirohardjo. Jakarta: 311. 94 Gambar 2.19 Mekanisme Terjadinya Persalinan Sumber : Lowdermilk, 2006, Labor and Birth Processes 7. Faktor Yang Memengaruhi Proses Persalinan Ada beberapa faktor yang mempengaruhi proses persalinan, diantaranya: a. Passage 1) Bagian-bagian tulang panggul, terdiri dari: a) Os Ischium b) Os Pubis c) Os Sacrum d) Os Illium e) Os Cocsigis 95 2) Bagian-bagian pelvis minor Pelvis minor dibagi menjadi tiga bagian: a) Pintu atas panggul (PAP) (1) Anterior :crista dan spina pubica (2) Lateral :linea illiopectinea pada os coxae (3) Posterior :tepi anterior ossis sacri dan promontorium b) Cavum pelvis (1) Dinding depan lurus dan dangkal os pubis panjangnya 5 cm (2) Dinding belakang cekung dan dalam, panjang os sacrum 10-15 cm (3) Os ischium dan sebagian corpus ossis illi terdapat di sebelah lateral c) Pintu bawah panggul (PBP) Berbentuk jajaran genjang, batas-batasnya: (1) Anterior :lig arcuatum pubis dan artcus pubis (2) Lateral :tuber ischiadikum dan ligamentum sacrotuberosum (3) Posterior : ujung os sacrum. 96 3) Bidang panggul Bidang panggul adalah bidang datar imajiner yang melintang terhadap panggul pada tempat yang berbeda. Bidang ini digunakan untuk menjelaskan proses persalinan. 4) Bidang hodge Hodge I: dibentuk pada lingkaran PAP. Dengan bagian atas simfisis dan promontorium. Hodge II: sejajar dengan hodge I setinggi pinggir bawah simfisis. Hodge III: sejajar dengan hodge I dan II setinggi spina ischiadika kanan dan kiri. Hodge IV: sejajar hodge I, II dan III setinggi os coccygis (Sulistyawati, 2010 :12). Gambar 2.20 Bidang Hodge Sumber : Sulistyawati, 2010: 13 97 b. Power (Kekuatan ibu) Power berkenaan dengan his (kontraksi ritmis otot polos uterus), kekuatan mengejan ibu, keadaan kardiovaskular respirasi metabolik ibu 1) Power ada yang disebut: a) Primer : intensitas, lama, dan frekuensi b) Sekunder : usaha ibu untuk mengejan. Beberapa penjelasan yang beruhubungan dengan his. His adalah gelombang kontraksi ritmis otot polos dinding uterus yang dimulai dari daerah fundus uteri di mana tuba fallopi memasuki dinding uterus, awal gelombang tersebut didapat dari pacemaker yang terdapat di dinding uterus daerah tersebut. Resultante efek gaya kontraksi tersebut dalam keadaan normal mengarah ke daerah lokus minoris yaitu daerah kanalis servikalis (jalan lahir) yang membuka, untuk mendorong isi uterus keluar. 2) Terjadinya his, akibat: a) Kerja hormon oksitosin b) Regangan dinding uterus oleh isi konsepsi 98 c) Rangsangan terhadap pleksus saraf frankenhauser yang tertekan massa konsepsi 3) His yang baik dan ideal meliputi: a) Kontraksi simultan simetris di seluruh uterus b) Kekuatan terbesar (dominasi) di daerah fundus c) Terdapat periode relaksasi di antara dua periode kontraksi d) Terdapat reaksi otot-otot korpus uteri setiap sesudah his e) Serviks uteri yang banyak mengandung kolagen dan kurang mengandung serabut otot, akan tertarik ke atas oleh retraksi otot- otot korpus, kemudian terbuka secara pasif dan mendatar. Ostium uteri eksternum dan internum pun akan terbuka 4) Nyeri persalinan a) Iskemia dinding korpus uteri yang menjadi stimulasi serabut saraf di pleksus hipogastrikus diteruskan ke sistem saraf pusat menjadi sensasi nyeri. b) Peregangan vagina, jaringan lunak dalam rongga panggul dan peritoneum, menjadi rangsang nyeri c) Keadaan mental pasien (pasien ketakutan,cemas/anxietas,atau eksitasi) bersalin sering 99 d) Prostaglandin meningkat sebagai respons terhadap stress. 5) Pengukuran kontraksi uterus: a) Amplitudo: intensitas kontraksi otot polos, bagian pertama peningkatan agak cepat, bagian kedua penurunan agak lambat. b) Frekuensi: jumlah his dalam waktu tertentu (biasanya per 10 menit). c) Satuan his: unit montevide (intensitas tekanan/mmHg terhadap frekuensi). 6) Sifat his pada berbagai fase persalinan: a) Kala 1 fase awal (fase laten) (1) Timbul tiap 10 menit dengan amplitudo 40 mmHg, lama 20-30 detik (2) Serviks terbuka sampai 3 cm (3) Frekuensi dan amplitudo terus meningkat b) Kala 1 lanjut (fase aktif) sampai kala 1 akhir: (1) Terjadi peningkatan rasa nyeri, amplitude makin kuat sampai 60 mmHg, frekuensi 2-4 kali/10 menit, lama 60-90 detik (2) Serviks terbuka sampai lengkap (+10 cm). 100 c) Kala 2 : (1) Amplitudo 60 mmHg, frekuensi 3-4 kali/10 menit (2) Refleks mengejan terjadi juga akibat stimulasi dari tekanan bagian terbawah janin (pada persalinan normal yaitu kepala) yang menekan anus dan rectum (3) Tambahan tenaga meneran dari ibu, dengan kontraksi otot-otot dinding abdomendan diafragma, berusaha untuk mengeluarkan bayi d) Kala 3 : (1) Amplitudo 60-80 mmHg, frekuensi kontraksi berkurang, aktifitas uterus menurun (2) Plasenta dapat lepas spontan dari aktifitas uterus ini, namun dapat juga tetap menempel (retensio) dan memerlukan tindakan aktif (Maryunani, 2010: 323-325). c. Passenger (isi kehamilan) 1) Janin Pembahasan mengenai janin sebagai passanger sebagian besar adalah mengenai ukuran kepala janin karena kepala adalah bagian terbesar dari janin dan paling sulit untuk dilahirkan. 101 a) Tulang-tulang penyusun kepala janin terdiri dari: (1) Dua buah os parietalis (2) Satu buah os oksipitalis (3) Dua buah os frontalis Antara tulang satu dengan yang lainnya berhubungan melalui membran yang kelak setelah hidup di luar uterus akan berkembang menjadi tulang. Batas antara dua tulang disebut sutura dan diantara sudut-sudut tulang terdapat ruang yang ditutupi oleh membrane yang disebut fontanel. Terdapat dua fontanel (ubun-ubun) yaitu fontanel minor dan fontanel mayor. b) Pada tulang tengkorak janin dikenal beberapa sutura, antara lain: (1) Sutura sagitalis superior (2) Sutura koronaria (3) Sutura lambdoidea (4) Sutura frontalis c) Moulage kepala janin Adanya celah antara bagian-bagian tulang kepala janin memungkinkan adanya penyisipan antar bagian tulang (overlapping) sehingga kepala janin dapat mengalami perubahan bentuk dan ukuran. 102 d) Ukuran-ukuran penting kepala janin (1) Diameter suboccipito bregmatika (10 cm) (2) Diameter suboksipito frontalis (11 cm) (3) Diameter oksipito mento vertikalis (13 cm) (4) Diameter submento bregmatika (10 cm) (5) Diameter biparietalis (9,5 cm) (6) Diameter bitemporalis (8 cm) Gambar 2.21 Anatomi Kepala Janin Sumber : https//www.org.kebidanan.anatomi-kepala-janin e) Hubungan janin dengan jalan lahir (1) Sikap: menunjukan hubungan bagian-bagian janin satu sama lain. Biasanya tubuh janin berbentuk 103 lonjong (avoid) kira- kira sesuai dengan kavum uterus. (2) Letak (situs): menunjukan hubungan sumbu janin dengan sumbu jalan lahir. Bila kedua sumbunya sejajar disebut letak memanjang, bila tegak lurus satu sama lain disebut letak melintang. (3) Presentasi dan bagian terbawah: presentasi menunjukan bagian janin yang berada dibagian terbawah jalan lahir. (4) Posisi dan pemyebutnya: posisi menunjukan hubungan bagian janin tertentu (penyebut, umpamanya ubun-ubun kecil, dagu, atau sacrum) dengan bagian kiri, kanan, depan lintang (lateral), dan belakang dari jalan lahir (Sulistyawati, 2010: 33). 2) Plasenta dan tali pusat 3) Air Ketuban Merupakan elemen penting dalam proses persalinan. Air ketuban ini dapat dijadikan acuan dalam menentukan diagnosa kesejahteraan janin (Sulistyawati, 2010: 39). 104 8. Asuhan Persalinan Normal a. Kala II 1) Memastikan tanda dan gejala kala II (doran, teknus, perjol, vulka) 2) Pastikan perlengkapan peralatan, bahan dan obat-obatan esensial untuk menolong persalinan dan menangani komplikasi ibu dan bayi baru lahir 3) Pakai celemek plastic 4) Lepas dan simpan semua perhiasan yang dipakai, cuci tangan dengan sabun dan air bersih mengalir kemudian keringkan tangan dengan handuk pribadi yang bersih dan kering 5) Pakai sarung tangan DTT pada tangan yang akan digunakan untuk periksa dalam 6) Masukkan oksitosin kedalam tabung suntik (gunakan tangan yang bersarung tangan DTT) dan steril (pastikan tidak terjadi kontaminasi pada alat suntik) 7) Bersihkan vulva dan perineum, seka dengan hati-hati dari depan kebelakang dengan menggunakan kapas atau kasa yang dibasahi dengan air DTT 8) Lakukan periksa dalam untuk memastikan pembukaan lengkap 105 9) Dekontaminasi sarung tangan dengan cara mencelupkan tangan yang masih memakai sarung tangan kedalam larutan klorin 0,5%, lepaskan dan rendam dalam keadaan terbalik dalam larutan klorin 0,5% selama 10 menit, kemudian cuci tangan. 10) Periksa DJJ setelah kontraksi atau saat relaksasi uterus untuk memastikan bahwa DJJ dalam batas normal (120160x/menit). 11) Beritahu bahwa pembukaan sudah lengkap, keadaan janin baik dan bantu ibu dalam menemukan posisi yang nyaman dan sesuai dengan keinginannya. 12) Minta bantuan keluarga untuk menyiapkan posisi meneran (bila ada rasa ingin meneran dan terjadi kontraksi yang kuat, bantu ibu ke posisi setengah duduk atau posisi lain yang diinginkan dan pastikan ibu merasa nyaman). 13) Laksanakan bimbingan meneran pada saat ibu ada dorongan kuat untuk meneran 14) Anjurkan ibu untuk berjalan, berjongkok, atau mengambil posisi nyaman, jika ibu belum merasa ada dorongan untuk meneran dalam 60 menit. 15) Letakkan handuk bersih (untuk mengeringkan bayi)diperut ibu, jika kepala bayi telah membuka vulva dengan diameter 5-6 cm 106 16) Letakkan kain bersih yang dilipat 1/3 bagian bawah bokong ibu. 17) Buka partus set cek kelengkapan alat dan bahan. 18) Pakai sarung tangan DTT pada kedua tangan 19) Setelah tampak kepala bayi dengan diameter 5-6 cm membuka vuva maka lindungi perineum dengan satu tangan yang dilapisi kain bersih dan kering. Tangan yang lain menahan kepala bayi untuk menahan posisi defleksi dan membantu lahirnya kepala. Anjurkan ibu untuk meneran perlahan atau bernapas cepat dan dangkal. 20) Periksa kemungkinan adanya lilitan tali pusat dan ambil tindakan yang sesuai jika hal itu terjadi, dan segera lanjutkan proses kelahiran. 21) Tunggu hingga kepala janin selesai melahirkan putaran paksi luar secara spontan. 22) Setelah kepala melakukan putaran paksi luar, pegang secara biparietal. Anjurkan ibu untuk meneran saat kontraksi. Dengan lembut gerakkan kepala kearah bawah dan distal hingga bahu depan muncul dibawah arkus pubis dan kemudian gerakan arah atas dan distal untuk melahirkan bahu belakang. 107 23) Setelah bahu lahir, geser tangan bawah untuk kepala dan bahu. Gunakan tangan atas untuk menelusuri dan memegang lengan dan siku sebelah atas. 24) Setelah tubuh dan lengan lahir, penelusuran tangan atas berlanjut ke punggung, bokong tungkai dan kaki. Pegang kedua mata kaki (masukkan telunjuk diantara kaki dan pegang masing-masing mata kaki dan ibu jari dan jari lainnya). 25) Lakukan penilaian bayi baru lahir 26) Keringkan bayi mulai dari muka, kepala dan bagian tubuh lainnya kecuali bagian tangan tanpa membersihkan verniks. Ganti handuk dengan handuk atua kain yang kering, bayi diatas perut ibu. Hipotermi mudah terjadi pada bayi yang tubuhnya dalam keadaan basah atau tidak segera dikeringkan atau diselimuti walupun berada di dalam ruangan yang relatif hangat. 27) Memeriksa kembali uterus untuk memastikan tidak ada lagi bayi kedua dalam uterus (janin tunggal). 28) Memberitahu ibu bahwa ibu akan disuntik oksitosin agar uterus berkontraksi baik. b. Kala III 108 29) Dalam waktu 1 menit, setelah bayi lahir, suntikkan oksitosin 10 IU secara IM di 1/3 paha atas bagian distal lateral (lakukan aspirasi sebelum menyuntikkan oksitosin). 30) Dalam waktu 2 menit bayi baru lahir, jepit tali pusat dengan klem kira-kira 3 cm dari pusat bayi. Dorong isi tali pusat kearah distal (ibu) dan jepit kembali tali pusat pada 2 cm distal dari klem pertama. 31) Lakukan pemotongan tali pusat dan pengikatan tali pusat. 32) Letakkan bayi agar ada kontak kulit ibu kekulit bayi. 33) Pindahkan klem pada tali pusat hingga jarak 5-10 cm dari vulva 34) Letakkan satu tangan diatas kain pada perut ibu, ditepi atas simfisis, untuk mendeteksi, tangan lain menegangkan tali pusat 35) Setelah uterus berkontraksi, tegangkan tali pusat kearah bawah sambil tangan yang lain mendorong uterus kearah belakang atas (dorso kranial) secara hati-hati (untuk mencegah inversio uteri). Jika plasenta tidak lahir setelah 30-40 detik, hentikan penegangan tali pusat dan tunggu hingga timbul kontraksi berikutnya, dan ulangi prosedur diatas. 36) Lakukan penegangan dan dorongan dorso kranial hingga plasenta terlepas, minta ibu meneran sambil penolong 109 menarik tali pusat dengan arah sejajar lantai dan kemudian ke arah atas, mengikuti proses jalan lahir (tetap lakukan tekanan dorso kranial). a) Jika tali pusat bertambah panjang, pindahkan klem hingga berjarak 5-10 cm dari vulva dan melahirkan plasenta b) Jika plasenta tidak lepas setelah 15 menit menegangkan tali pusat c) Beri dosis ulangan oksitosin 10 IU IM d) Lakukan katerisasi (aseptic) jika kandung kemih penuh e) Minta keluarga untuk menyiapakan rujukan f) Ulangi penegangan tali pusat 15 menit berikutnya g) jika plasenta tidak lahir dalam 30 menit setelah bayi lahir atau bila terjadi perdarahan, segera lakukan plasenta manual 37) Saat plasenta muncul di introitus vagina, lahirkan plasenta dengan kedua tangan. Pegang dan putar hingga selaput ketuban terpilin kemudian dilahirkan dan tempatkan palsenta dalam wadah yang telah disediakan. Jika selaput ketuban robek, pakai sarung tangan DTT atau steril untuk melakukan eksplorasi sisa selaput kemudian gunakan jarijari tangan atau klem DTT atau steril untuk mengeluarkan selaput yang tertinggal. Rangsangan taktil (massage uterus) 110 38) Segera setelah plasenta dan selaput ketuban lahir, lakukan massage uterus, letakkan talapak tangan difundus dan lakukan massage dengan gerakan melingkar dengan lembut hingga uterus berkontraksi (fundus teraba keras). Lakukan tindakan yang diperlukan jika uterus tidak berkontraksi setelah 15 detik. 39) Periksa kedua sisi plasenta dan pastikan selaput ketuban lengkap dan utuh. Masukkan plasenta kedalam wadah plasenta kantong plastic atau tempat khusus. 40) Evaluasi kemungkinan laserasi pada vagina dan perineum. Lakukan penjahitan bila laserasi menyebabkan perdarahan c. Kala IV 41) Pastikan uterus berkontraksi dengan baik dan tidak terjadi perdarahan pervaginam 42) Mencelupkan sarung tangan ke dalam larutan klorin dan melepasnya secara terbalik 43) Mengecek dan memastikan kandung kemih kosong 44) Mengajarkan pada ibu dan keluarga cara massase uterus dan menilai kontraksi 45) Mengevaluasi dan mengamsumsi jumlah perdarahan yang keluar 111 46) Memantau tanda bahaya tiap 15 menit, menghitung nadi 47) Periksa kembali bayi untuk memastikan bayi bernafas dengan baik (40-60x/menit) serta suhu tubuh normal (36037’50C). 48) Tempatkan semua peralatan bekas pakai dalam larutan klorin 0,5%, untuk dekontaminasi (10 menit) lalu cuci dan bilas 49) Buang bahan-bahan terkontaminasi ditempat sampah yang sesuai 50) Bersihkan ibu dengan menggunakan air DTT, bersihkan sisa cairan ketuban, lendir, dan darah. Bantu ibu memakai pakaian bersih dan kering 51) Pastikan ibu merasa nyaman. Bantu ibu memberi ASI. Anjurkan keluarga memberi makanan dan minuman yang diinginkan ibu. 52) Dekontaminasi tempat bersalin dengan larutan clorin 0,5% 53) Celupkan sarung tangan kotor kedalam larutan klorin 0,5% selama 10 menit 54) Cuci kedua tangan dengan sabun dan air mengalir 55) Memakai sarung tangan DTT 56) Lakukan pemeriksaan fisik bayi baru lahir 57) Memberikan imunisasi Hib pada bayi 58) Melepas sarung tangan 112 59) Melakukan cuci tangan dengan sabun dan air mengalir 60) Melengkapi partograf (Asri, 2012). 9. Kebutuhan Dasar Selama Persalinan a. Makan dan minum per oral Pemberian makanan padat pada pasien yang kemungkinan sewaktu-waktu memerlukan tindakan anestesi tidak disetujui, karena makanan yang tertinggal di lambung akan menyebabkan aspirasi pneumoni (tersedak dan masuk ke dalam saluran pernapasan). Sedangkan cairan tidak terpengaruh dan akan meninggalkan lambung dengan durasi waktu yang biasa, oleh karena itu pada pasien sangat dianjurkan untuk minum cairan yang manis dan berenergi sehingga kebutuhan kalorinya tetap akan terpenuhi. Pentalaksanaan paling tepat dan bijaksana yang dapat dilakukan oleh bidan adalah melihat situasi pasien, artinya intake cairan dan nutrisi tetap dipertimbangkan untuk diberikan dengan konsistensi dan jumlah yang logis dan sesuai dengan kondisi pasien (Sulistyawati, 2010: 41-42). b. Akses intravena Akses intravena adalah tindakan pemasangan infuse pada pasien. Kebijakan ini diambil dengan pertimbangan sebagai jalur obat, cairan, atau darah untuk memepertahankan keselamatan jiwa sewaktu-waktu terjadi keadaan darurat dan untuk memepertahankan suplai cairan bagi pasien. Beberapa 113 keadaan berikut ini memerlukan pemasangan infuse sejak awal persalinan, antara lain: 1) Gravida 5 atau lebih 2) Distensi uterus (ketegangan uterus) yang terlalu berlebihan, misalnya pada kondisi gemeli, polihidramnion, atau pada bayi besar 3) Induksi oksitosin 4) Riwayat perdarahan pascapersalinan sebelumnya 5) Riwayat atau predisposisi laian yang memungkinkan pasien untuk mengalami perdarahan segera setelah melahirkan 6) Pasien mengalami dehidrasi dan keletihan 7) Pasien diketahui mengidap peyakit infeksi yang disebabkan oleh streptococcus grup B, sehingga memerlukan terapi antibiotic secara intravena 8) Suhu pasien lebih dari 380C pada saat persalinan 9) Kondisi obstetric patologis yang mengancam kodisi pasien, misalnya plasenta previa, abrubsio plasenta, pre eklampsi, dan eklapmsi. Larutan intravena yang biasa diberikan kepada pasien adalah D5% (dextrose 5%) atau RL (Ringer Laktat) dengan kecepatan 125 ml/jam. Larutan yang diberikan dapat bervariasi tergantung dari tingkat dehidrasi pasien. Pada dehidrasi berat larutan 114 diberikan 300 ml/jam, selanjutnya aliran diperlambat menjadi 125 ml/jam (Sulistyawati, 2010: 42). c. Posisi dan ambulansi Posisi yang nyaman selama persalinan sangat diperlukan bagi pasien. Selain mengurangi ketegangan dan rasa nyeri, posisi tertentu justru akan membantu proses penurunan kepala janin sehingga persalinan dapat berjalan lebih cepat (selama tidak ada kontraindikasi dari keadaan pasien). Beberapa posisi yang dapat diambil antara lain rekumben lateral (miring), lutut dada, tangan lutut, duduk, berdiri, berjalan, dan jongkok. Beberapa situasi pasien yang tidak memungkinkan untuk ambulasi dengan turun dari tempat tidur antara lain: 1) Ketika ketuban sudah pecah dan taksiran berat janin kecil (kurang dari 2000 gram), serta bukan presentasi kepala. Pada kondisi tersebut akan sangat berbahaya bagi pasien jika turun dari tempat tidur karena akan menyebabkan prolaps tali pusat. Posisi telentang dengan kepala ditinggikan 20-300 juga akan meningkatkan risiko prolaps tali pusat. Posisi rekumben lateral dan posisi lutut dada merupakan alternative yang baik untuk keadaan ini. 2) Ketika pasien sedang mendapatkan pengobatanyang dengan obat tersebut membuat pasien pusing dan tidak stabil untuk berdiri 115 3) Selama persalinan kala 1 yang kemajuannya cepat, kala 1 akhir pada multipardiria, atau kala 2 pada primipara kecuali jika sudah ada kesepakatan untuk bersalin dalam posisi jongkok atau berdiri 4) Pasien yang mengalami komplikasi obstetric seperti abrupsio plasenta, plasenta previa, pre-eklamsi, dan eklampsi. Nampaknya dari beberapa posisi yang dapat dipilih, posisi miring ke kiri adalah posisi yang paling nyaman serta mempunyai banyak keuntungan (Nugraheny, 2010: 43). d. Eliminasi selama persalinan (BAK atau BAB) 1) Buang air kecil (BAK) Selama proses persalinan, pasien akan mengalami poliuri sehingga penting untuk difasilitasi agar kebutuhan eliminasi dapat terpenuhi. 2) Buang air besar (BAB) Jika pasien dapat berjalan sendiri ke toilet, maka cukup bagi pendamping untuk menemaninya sampai ia selesai. Namun jika kondisi sudah tidak memungkinkan untuk turun dari tempat tidur, maka tanyakan terlebih dahulu mengenai posisi apa yang paling nyaman serta siapa yang akan dimintai bantuan untuk membersihkannya. 116 e. Kebersihan tubuh Upaya yang dapat dilakukan untuk menjaga kebersihan tubuh pasien antara lain: 1) Saat tidak ada his, bidan atau perawat dapat membantu menggantikan baju terutama jika sudah basah dengan keringat. Sarankan pasien untuk menggunakan baju dengan bahan yang tipis dan menyerap keringat serta berkancing depan. 2) Seka keringat yang membasahi dahi dan wajah pasien menggunakan handuk kecil 3) Ganti kain pengalas bokong jika sudah basah oleh darah atau air ketuban (Rimandini, 2014: 119). f. Istirahat Istirahat sangat penting untuk pasien karena akan membuat rileks. Di awal persalinan sebaiknya anjurkan pasien untuk istirahat yang cukup sebagai persiapan untuk menghadapi proses persalinan yang panjang, terutama pada primipara. Jika pasien benar-benar tidak dapat tidur terlelap karena sudah mulai merasakan his, minimal upayakan untuk berbaring di tempat tidur dalam posisi miring ke kiri untuk beberapa waktu (Sulistyawati, 2010: 47). 117 g. Kehadiran pendamping Kehadiran seseorang yang penting dan dapat dipercaya sangat dibutuhkan oleh pasien yang akan menjalani proses bersalin. (Sulistyawati, 2010: 48). h. Bebas dari nyeri Setiap pasien yang bersalin selalu menginginkan terbebas dari rasa nyeri akibat his. Hal yang perlu ditekankan pada pasien adalah bahwa tanpa adanya rasa nyeri maka persalinan tidak akan mengalami kemajuan, karena salah satu tanda persalinan adalah adanya his yang akan menimbulkan rasa sakit. Beberapa upaya yang dapat ditempuh seperti mandi dengan air hangat, berjalan-jalan di dalam kamar, duduk di kursi sambil membaca buku atau novel kesukaan, posisi lutut dada di atas tempat tidur (Sulistyawati, 2010: 48). i. Dukungan dan upaya menyamankan pasien Bentuk dukungan dan upaya untuk menyamankan pasien dengan pengaturan posisi dan latihan relaksasi (Rimandini, 2014: 119). 10. Perubahan Fisiologi Kala I a. Uterus Saat mulai persalinan, jaringan dari miometrium berkontraksi dan berelaksasi seperti otot pada umumnya. Pada saat otot retraksi, ia tidak akan kembali ke ukuran semula tapi berubah ke 118 ukuran yang lebih pendek secara progresif (Sulistyawati, 2010: 63). b. Serviks Penipisan serviks (effacement) Dilatasi (Sulistyawati, 2010: 64). c. Ketuban Ketuban akan pecah dengan sendirinya ketika pembukaan hampir atau sudah lengkap. Tidak jarang ketuban harus dipecahkan ketika pembukaan sudah lengkap (Sulistyawati, 2010: 66). d. Tekanan darah 1) Tekanan darah akan meningkat selama kontraksi, disertai peningkatan sistol rata-rata 15-20 mmHg dan diastol ratarata 5-10 mmHg. 2) Pada waktu-waktu tertentu di antara kontraksi, tekanan darah kembali ke tingkat sebelum persalinan. 3) Dengan mengubah posisi pasien dari terlentang ke posisi miring kiri, perubahan tekanan darah selama persalinan dapat dihindari (Sulistyawati, 2010: 67). e. Metabolisme 1) Selama persalinan, metabolisme karbohidrat baik aerob maupun anaerob meningkat dengan kecepatan tetap. Peningkatan ini terutama diakibatkan oleh kecemasan dan aktivitas otot rangka 119 2) Peningkatan aktivitas metabolic terlihat dari peningkatan suhu tubuh, denyut nadi, pernapasan, curah jantung, dan cairan yang hilang (Sulistyawati, 2010: 67) f. Suhu tubuh Suhu tubuh meningkat selama persalinan, tertinggi selama dan segera setelah melahirkan. Peningkatan suhu yang tidak lebih dari 0,5 – 10C dianggap normal, nilai tersebut mencerminkan peningkatan metabolisme selama persalinan. (Sulistyawati, 2010: 67). g. Detak jantung 1) Perubahan yang mencolok selama kontraksi disertai peningkatan selama fase peningkatan, penurunan selama titik puncak sampai frekuensi yang lebih rendah daripada frekuensi di antara kontraksi, dan peningkatan selama fase penurunan hingga mencapai frekuensi lazim di antara kontraksi 2) Penurunan yang mencolok selama puncak kontraksi uterus tidak terjadi jika wanita berada posisi miring, bukan telentang (Sulistyawati, 2010: 67). h. Pernapasan 1) Sedikit peningkatan frekuensi pernapasan dianggap normal selama persalinan, hal tersebut mencerminkan peningkatan metabolisme. 120 2) Hiperventilasi yang memanjang adalah temuan abnormal dan dapat menyebabkan alkalosis (Sulistyawati, 2010: 68). i. Perubahan renal (berkaitan dengan ginjal) 1) Poliuri sering terjadi selama persalinan. Kondisi ini dapat diakibatkan karena peningkatan lebih lanjut curah jantung selama persalinan dan kemungkinan peningkatan laju filtrasi glomerolus dan aliran plasma ginjal. 2) Kandung kemih harus sering dievaluasi (setiap dua jam) untuk mengetahui adanya distensi, juga harus dikosongkan untuk mencegah obstruksi persalinan akibat kandung kemih yang penuh, yang akan mencegah penurunan bagian presentasi janin, dan trauma pada kandung kemih yang penuh akibat penekanan yang lama, yang akan menyebabkan hipotonia kandung kemih dan retensi urine selama periode pascapersalinan (Sulistyawati, 2010: 68). j. Gastrointestinal Lambung yang penuh dapat menimbulkan ketidaknyamanan selama masa transisi. Oleh karena itu, pasien dianjurkan untuk tidak makan dalam porsi besar atau minum berlebihan, tetapi makan dan minum ketika keinginan timbul guna mempertahankan energy dan hidrasi (Sulistyawati, 2010: 68). 121 k. Hematologi Hemoglobin meningkat rata-rata 1,2 mg% selama persalinan dan kembali ke kadar sebelum persalinan pada hari pertama pascapersalinan jika tidak ada kehilangan darah yang abnormal (Sulistyawati, 2010: 69). 122 2.1.3 KONSEP DASAR NIFAS 1. Pengertian Nifas Masa nifas (puerperium) adalah masa pulih kembali dimulai setelah kelahiran plasenta dan berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil. Lama masa nifas ini yaitu 6-8 minggu. (Heryani, 2010: 1). Masa nifas atau masa puerpurium adalah masa setelah persalinan selesai sampai 6 minggu atau 42 hari. Selama masa nifas, organ reproduksi secara perlahan akan mengalami perubahan seperti keadaan sebelum hamil. Perubahan organ reproduksi ini disebut involusi (Maritalia, 2014: 11). Masa nifas atau puerperium adalah masa yang dimulai setelah kelahiran plasenta dan berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti ke keadaan sebelum hamil, dimana masa ini berlangsung selama kira-kira 6 minggu (Maryunani, 2010: 337). Masa nifas adalah masa sesudah persalinan dan kelahiran bayi, plasenta, serta selaput yang diperlukan untuk memulihkan kembali organ kandungan seperti sebelum hamil dengan waktu kurang lebih enam minggu (Kumalasari, 2015: 155). 123 2. Tahapan Masa Nifas Nifas dibagi dalam 3 periode: a. Puerperium Dini yaitu kepulihan dimana ibu diperbolehkan berdiri dan berjalan-jalan. Dalam agama Islam dianggap telah bersih dan boleh bekerja setelah 40 hari. b. Puerperium intermedial yaitu kepulihan menyeluruh alat-alat genetalia yang lama 6-8 minggu. c. Remote puerperium adalah waktu yang di perlukan untuk pulih dan sehat sempurna terutama bila selama hamil atau waktu persalinan mempunyai komplikasi. Waktu untuk sehat sempurna bisa berminggu-minggu, bulan atau tahunan (Heryani, 2010: 2). 3. Tujuan Asuhan Kebidanan Pada Masa Nifas dan Menyusui a. Menjaga kesehatan ibu dan bayinya, baik fisik maupun psikologis. b. Melaksanakan skrining secara komprehensif, deteksi dini, mengobati atau merujuk bila terjadi komplikasi pada ibu maupun bayi. c. Memberikan pendidikan kesehatan tentang perawatan kesehtan diri,nutrisi, KB, cara dan manfaat menyusui, imunisasi serta perawatan bayi sehari-hari. d. Memberikan pelayanan Keluarga Berencana (KB). e. Mendapatkan kesehatan emosi (Maritalia, 2014: 12-13). 124 4. Kebijakan Program Nasional Masa Nifas Kebijakan program nasional pada masa nifas yaitu paling sedikit empat kali melakukan kunjungan pada masa nifas, dengan tujuan untuk: a. Menilai kondisi kesehatan ibu dan bayi. b. Melakukan pencegahan terhadap kemungkinan-kemungkinan adanya gangguan kesehatan ibu nifas dan bayinya. c. Mendeteksi adanya komplikasi atau masalah yang terjadi pada masa nifas dan menyusui. d. Menangani komplikasi atau masalah yang timbul dan mengganggu kesehatan ibu nifas maupun bayinya (Maritalia, 2014: 13). 5. Kunjungan Masa Nifas Kunjungan masa nifas paling sedikit 4 kali yaitu: a. 6 – 8 jam setelah persalinan 1) Mencegah perdarahan masa nifas karena atonia uteri 2) Mendeteksi dan merawat penyebab lain perdarahan, rujuk bila perdarahan berlanjut 3) Memberikan konseling pada ibu atau salah satu anggota keluarga, bagaimana mencegah perdarahan masa nifas karena atonia uteri 4) Pemberian ASI awal 5) Melakukan hubungan kasih sayang antara ibu dan bayi baru lahir 6) Menjaga bayi tetap sehat dengan mencegah hipotermi. 125 Jika petugas kesehatan menolong persalinan, ia harus tinggal dengan ibu dan bayi baru lahir 2 jam pertama setelah kelahiran atau sampai ibu dan bayi dalam keadaan stabil. b. 6 hari setelah persalinan 1) Memastikan involusi uterus berjalan normal, uterus berkontraksi, fundus dibawah umbilicus, tidak ada perdarahan dan tidak ada bau. 2) Menilai adanya tanda-tanda demam, infeksi/perdarahan abnormal. 3) Memastikan ibu mendapatkan cukup makan, cairan dan istirahat. 4) Memastikan ibu menyusui dengan baik dan tidak memperlihatkan tanda-tanda penyakit. 5) Memberikan konseling pada ibu mengenai asuhan pada bayi, tali pusat, menjaga bayi tetap hangat dan merawat bayi seharihari. c. 2 minggu setelah persalinan 1) Memastikan involusi uterus berjalan normal, uterus berkontraksi, fundus di bawah umbilicus, tidak ada perdarahan dan tidak ada bau 2) Menilai abnormal adanya tanda-tanda demam, infeksi/perdarahan 126 3) Memastikan ibu mendapatkan cukup makan, cairan dan istirahat 4) Memastikan ibu menyusui dengan baik dan tidak memperlihatkan tanda-tanda penyakit 5) Memberikan konseling pada ibu mengenai asuhan pada bayi, tali pusat, menjaga bayi tetap hangat dan merawat bayi seharihari d. 6 minggu setelah persalinan 1) Menanyakan pada ibu tentang penyulit-penyulit yang ia atau bayinya alami 2) Memberikan konseling untuk ber KB secara dini (Sulistyawati, 2009: 6-7). 6. Perubahan Fisiologi Masa Nifas Pada masa nifas, organ reproduksi interna dan eksterna akan mengalami perubahan seperti keadaan sebelum hamil. Perubahan ini terjadi secara berangsur-angsur dan berlangsung selama lebih kurang tiga bulan. Selain organ reproduksi, beberapa perubahan fisiologi yang terjadi selama masa nifas antara lain: a. Perubahan sistem reproduksi 1) Uterus Pengerutan rahim (involusi). Involusi merupakan suatu proses kembalinya uterus pada kondisi sebelum hamil. Dengan involusi uterus ini, lapisan luar dari desidua yang mengelilingi 127 situs plasenta akan menjadi neurotic (layu/mati). Perubahan ini dapat diketahui dengan melakukan pemeriksaan palpasi untuk meraba di mana TFU-nya (tinggi fundus uteri). Tabel 2.7 Pengerutan Rahim (Involusi) Involusi TFU Berat Uterus Bayi lahir Setinggi Pusat 1000 gram Uri lahir 2 jari bawah pusat 750 gram 1 Minggu Pertengahan sympisis 2 Minggu Tidak teraba diatas 350 gram sympisis 6 Minggu Bertambah kecil 50 gram 8 Minggu Sebesar normal 30 Gram pusat 500 gram Sumber : (Sulistyawati, 2009:74). 2) Vagina Vagina merupakan saluran yang menghubungkan rongga uterus dengan tubuh bagian luar. Dinding depan dan belakang vagina berdekatan satu sama lain dengan ukuran panjang ± 6,5 cm dan ± 9 cm. Bentuk vagina sebelah dalam berlipat-lipat dan disebut rugae. Selama proses persalinan vagina mengalami penekanan serta peregangan yang sangat besar, terutama pada saat melahirkan bayi. Beberapa hari pertama sesudah proses 128 tersebut, vagina tetap berada dalam keadaan kendur. Setelah 3 minggu vagina kembali kepada keadaan tidak hamil dan rugae dalam vagina secara berangsur-angsur akan muncul kembali. Sesuai dengan fungsinya sebagai bagian lunak jalan lahir dan merupakan saluran yang menghubungkan cavum uteri dengan tubuh bagian luar, vagina juga berfungsi sebagai saluran tempat dikeluarkannya secret yang berasal dari cavum uteri selama masa nifas yang disebut lochea. Secara fisiologis, lochea yang dikeluarkan dari cavum uteri akan berbeda karakteristiknya dari hari ke hari. Hal ini disesuaikan dengan perubahan yang terjadi pada dinding uterus akibat penurunan kadar hormone estrogen dan progesterone. Karakteristik lochea dalam masa nifas adalah: a) Lochea rubra/kruenta Timbul pada hari 1-2 postpartum, terdiri dari darah segar bercampur sisa-sisa selaput ketuban, sel-sel desidua, sisasisa verniks kaseosa, lanugo dan mekonium. b) Lochea Sanguinolenta Timbul pada hari ke 3 sampai dengan hari ke 7 postpartum, karakteristik lochea sanguinolenta berupa darah bercampur lendir. 129 c) Lochea Serosa Merupakan cairan berwarna agak kuning, timbul setelah 1 minggu postpartum. d) Lochea Alba Timbul setelah 2 minggu postpartum dan hanya merupakan cairan putih. Normalnya lochea agak berbau amis, kecuali bila terjadi infeksi pada jalan lahir, baunya akan berubah menjadi berbau busuk. Bila lochea berbau busuk segera ditangani agar ibu tidak mengalami infeksi lanjut atau sepsis (Maritalia, 2014: 19-21). Lokhea adalah ekskresi cairan rahim selama masa nifas. Lokhea mengandung darah dan sisa jaringan desidua yang nekrotik dari dalam uterus. Lokhea mempunyai reaksi basa/alkalis yang dapat membuat organisme berkembang lebih cepat daripada kondisi asam yang ada pada vagina normal. Lokhea berbau amis atau anyir dengan volume yang berbedabeda pada setiap wanita. Lokhea yang berbau tidak sedap menandakan adanya infeksi. Lokhea mempunyai perubahan warna dan volume karena adanya proses involusi. (Sulistyawati, 2009: 76). 3) Vulva Vulva merupakan organ reproduksi eksterna, berbentuk lonjong, bagian depan dibatasi oleh clitoris, bagian belakang 130 oleh perineum, bagian kiri dan kanan oleh labia minora. Pada vulva, dibawah clitoris, terdapat orifisium uretra eksterna yang berfungsi sebagai tempat keluarnya urin. Sama halnya dengan vagina, vulva juga mengalami penekanan serta peregangan yang sangat besar selama proses melahirkan bayi. Beberapa hari pertama sesudah proses melahirkan vulva tetap berada dalam keadaan kendur. Setelah 3 minggu vulva akan kembali kepada keadaan tidak hamil dan labia menjadi lebih menonjol (Maritalia, 2014: 21). 4) Perineum Segera setelah melahirkan, perineum menjadi kendur karena sebelumnya teregang oleh tekanan bayi yang bergerak maju. Pada post natal hari ke 5, perineum sudah mendapatkan kembali sebagian tonusnya, sekalipun tetap lebih kendur daripada keadaan sebelum hamil (Sulistyawati, 2009: 78). b. Perubahan pada serviks Perubahan yang terjadi pada serviks ialah bentuk serviks agak menganga seperti corong, segera setelah bayi lahir. Bentuk ini disebabkan oleh corpus uteri yang dapat mengadakan kontraksi, sedangkan serviks tidak berkontraksi sehingga seolah-olah pada perbatasan antara korpus dan serviks berbentuk semacam cincin. Serviks berwarna merah kehitam-hitaman karena penuh dengan pembuluh darah. Konsistensinya lunak, kadang-kadang terdapat 131 laserasi atau perlukaan kecil. Karena robekan kecil yang terjadi selama berdilatasi maka serviks tidak akan pernah kembali lagi ke keadaan seperti sebelum hamil. Muara serviks yang berdilatasi sampai 10 cm sewaktu persalinan akan menutup secara perlahan dan bertahap. Setelah bayi lahir, tangan dapat masuk ke dalam rongga rahim. Setelah 2 jam, hanya dapat dimasuki 2-3 jari. Pada minggu ke 6 post partum, serviks sudah menutup kembali (Sulistyawati, 2009: 77). c. Perubahan Sistem Pencernaan Sistem gastrointestinal selama kehamilan dipengaruhi oleh beberapa hal, diantaranya tingginya kadar progesterone yang dapat mengganggu keseimbangan cairan tubuh, meningkatkan kolesterol darah, dan melambatkan kontraksi otot-otot polos. Biasanya ibu mengalami obstipasi setelah melahirkan anak. Hal ini disebabkan karena pada waktu melahirkan alat pencernaan mendapat tekanan yang menyebabkan colon menjadi kosong, pengeluaran cairan yang berlebihan pada waktu persalinan (dehidrasi), kurang makan, hemorrhoid, laserasi jalan lahir. Beberapa hal yang berkaitan dengan perubahan pada sistem pencernaan, antara lain: 1) Nafsu makan 2) Motilitas 3) Pengosongan usus 132 Beberapa cara agar ibu dapat buang air besar kembali teratur, antara lain: 1) Pemberian diet/makanan yang mengandung serat 2) Pemberian cairan yang cukup 3) Pengetahuan tentang pola eliminasi pasca melahirkan 4) Pengetahuan tentang perawatan luka jalan lahir 5) Bila usaha di atas tidak berhasil dapat dilakukan pemberian huknah atau obat yang lain (Heryani, 2010: 33-34). d. Perubahan Sistem Perkemihan Setelah proses persalinan berlangsung, biasanya ibu akan sulit untuk buang air kecil dalam 24 jam pertama. Kemungkinan penyebab dari keadaan ini adalah terdapat spasme sfinkter dan edema leher kandung kemih sesudah bagian ini mengalami kompresi (tekanan) antara kepala janin dan tulang pubis selama persalinan berlangsung. Urine dalam jumlah besar akan dihasilkan dalam 12-36 jam post partum. Kadar hormone estrogen yang bersifat menahan air akan mengalami penurunan yang mencolok. Keadaan tersebut disebut “dieresis”. Ureter yang berdilatasi akan kembali normal dalam 6 minggu. Dinding kandung kemih memperlihatkan odem dan hyperemia, kadang-kadang odema trigonum yang menimbulkan alostaksi dari uretra sehingga menjadi retensio urine. Kandung kemih dalam masa nifas menjadi kurang sensitive dan kapasitas bertambah sehingga setiap kali kencing 133 masih tertinggal urine residual (normal kurang lebih 15 cc). dalam hal ini, sisa urine dan trauma pada kandung kemih sewaktu persalinan dapat menyebabkan infeksi. (Sulistyawati, 2009: 78-79). e. Perubahan Sistem Muskuloskeletal Menurut Heryani (2010: 32) Perubahan sistem musculoskeletal terjadi pada saat umur kehamilan semakin bertambah. Adaptasi mukuloskeletal ini mencakup : peningkatan berat badan, bergesernya pusat akibat pembesaran rahim, relaksasi dan mobilitas. Adaptasi sistem musculoskeletal pada masa nifas: 1) Dinding perut dan peritoneum Dinding perut akan longgar pascapersalinan. Keadaan ini akan pulih kembali dalam 6 minggu. Pada wanita yang asthenis terjadi diastasis dari otot-otot rectus abdominis, sehingga sebagian dari dinding perut di garis tengah hanya terdiri dari peritoneum, fasia tipis dan kulit. 2) Kulit abdomen Selama masa kehamilan, kulit abdomen akan melebar, melonggar dan mengendur hingga berbulan-bulan. Otot-otot dari dinding abdomen dapat kembali normal kembali dalam beberapa minggu pasca melahirkan dengan latihan post natal 134 3) Striae Suatu perubahan warna seperti jaringan parut pada dinding abdomen. Striae pada dinding abdomen tidak dapat menghilang sempurna melainkan membentuk garis lurus yang samar. Tingkat diastasis muskulus rektus abdominis pada ibu post partum dapat dikaji melalui keadaan umum, aktivitas, paritas dan jarak kehamilan, sehingga dapat membantu menentukan lama pengembalian tonus otot menjadi normal. f. Perubahan ligament Setelah janin lahir, ligamen-ligamen, diafragma pelvis dan fasia yang meregang sewaktu kehamilan dan partus berangsur-angsur menciut kembali seperti sedia kala. Tidak jarang ligamentum rotundum menjadi kendor yang mengakibatkan letak uterus menjadi retrofleksi. 1) Simpisis pubis Pemisahan simpisis pubis jarang terjadi. Namun demikian, hal ini dapat menyebabkan morbiditas maternal. Gejala dari pemisahan simpisis pubis antara lain: nyeri tekan pada pubis disertai peningkatan nyeri saat bergerak di tempat tidur ataupun waktu berjalan. Pemisahan simpisis dapat dipalpasi. Gejala ini dapat menghilang setelah beberapa minggu atau bulan pasca melahirkan, bahkan ada yang menetap. Beberapa 135 gejala sistem musculoskeletal yang timbul pada masa pasca partum antara lain: a) Nyeri punggung bawah b) Sakit kepala dan nyeri leher c) Nyeri pelvis posterior d) Disfungsi simpisis pubis e) Diastasis rekti f) Osteoporosis akibat kehamilan g) Disfungsi rongga panggul (Heryani, 2010: 36-40). g. Perubahan Sistem Endokrin 1) Hormon plasenta Hormon plasenta menurun dengan cepat setelah persalinan. HCG (Human Chorionic Gonadotropin) menurun dengan cepat dan menetap sampai 10% dalam 3 jam hingga hari ke 7 post partum dan sebagai onset pemenuhan mamae pada hari ke 3 post partum. (Heryani, 2010: 41). 2) Hormon pituitary Prolaktin darah akan meningkat dengan cepat. Pada wanita yang tidak menyusui, prolaktin menurun dalam waktu 2 minggu. FSH dan LH akan meningkat pada fase konsentrasi folikuler (minggu ke 3) dan LH tetap rendah hingga ovulasi terjadi (Sulistyawati, 2009: 80). 136 3) Hypotalamik pituitary ovarium Lamanya seorang wanita mendapat dipengaruhi oleh faktor menyusui. menstruasi Seringkali juga menstruasi pertama ini bersifat anovulasi karena rendahnya kadar estrogen dan progesteron. (Sulistyawati, 2009: 80). 4) Hormon oksitosin Oksitosin dikeluarkan oleh glandula pituitari posterior dan bekerja terhadap otot uterus dan jaringan payudara. Oksitosin didalam sirkulasi darah menyebabkan kontraksi otot uterus dan pada waktu yang sama membantu proses involusi uterus (Kumalasari, 2015: 158). 5) Kadar estrogen Setelah persalinan, terjadi penurunan kadar estrogen yang bermakna sehingga aktivitas prolaktin yang juga sedang meningkat dapat memengaruhi kelenjar mamae dalam menghasilkan ASI (Sulistyawati, 2009: 80). 6) Pemilihan ovulasi dan menstruasi Menurut Kumalasari (2015: 158-159) pada ibu yang menyusui bayinya, ovulasi jarang sekali terjadi sebelum 20 minggu dan tidak terjadi di atas 28 minggu pada ibu yang melanjutkan menyusui untuk enam bulan pada ibu yang tidak menyusui ovulasi dan menstruasi biasanya mulai antara 7-10 minggu. 137 h. Perubahan Sistem Kardiovaskuler Selama kehamilan, volume darah normal digunakan untuk menampung aliran darah yang meningkat, yang diperlukan oleh plasenta dan pembuluh darah uteri. Penarikan kembali estrogen menyebabkan diuresis yang terjadi secara cepat sehingga mengurangi volume plasma kembali pada proporsi normal. Aliran ini terjadi dalam 2-4 jam pertama setelah kelahiran bayi. Selama masa ini, ibu mengeluarkan banyak sekali jumlah urine. Hilangnya pengesteran membantu mengurangi retensi cairan yang melekat dengan meningkatnya vaskuler pada jaringan tersebut selama kehamilan bersama-sama dengan trauma masa persalinan. Pada persalinan, vagina kehilangan darah sekitar 200-500 ml, sedangkan pada persalinan dengan SC, pengeluaran dua kali lipatnya. Perubahan terdiri dari volume darah dan kadar Hmt (haematokrit). Setelah persalinan, shunt akan hilang dengan tiba-tiba. Volume darah ibu relatif akan bertambah. Keadaan ini akan menyebabkan beban pada jantung dan akan menimbulkan decompensatio cordis pada pasien dengan vitum cardio. Keadaan ini dapat diatasi dengan mekanisme kompensasi dengan tumbuhnya haemokonsentrasi sehingga volume darah kembali seperti sediakala. Umumya, ini terjadi pada 3-5 hari post partum. (Sulistyawati, 2009: 82). 138 i. Perubahan Tanda Vital Pada masa nifas, tanda-tanda vital yang harus dikaji antara lain: 1) Suhu badan Suhu tubuh wanita inpartu tidak lebih dari 37,2 derajat celcius. Pasca melahirkan, suhu tubuh dapat naik kurang lebih 0,5 derajat celcius dari keadaan normal. Kenaikan suhu tubuh ini akibat dari kerja keras sewaktu melahirkan, kehilangan cairan maupun kelelahan. Kurang lebih pada hari ke 4 postpartum, suhu badan akan naik lagi. Hal ini diakibatkan ada pembentukan ASI, kemungkinan payudara membengkak, maupun kemungkinan infeksi pada endometrium, mastitis, traktus genetalis ataupun sistem lain. Apabila kenaikan suhu di atas 38 derajat celcius, waspada terhadap infeksi post partum (Heryani, 2010: 42). 2) Nadi Pasca melahirkan, denyut nadi dapat menjadi bradikardi maupun lebih cepat. Denyut nadi yang melebihi 100 kali per menit, harus waspada kemungkinan infeksi atau perdarahan postpartum (Heryani, 2010: 42). 3) Tekanan darah Pasca melahirkan pada kasus normal, tekanan darah biasanya tidak berubah. Perubahan tekanan darah menjadi lebih rendah pasca melahirkan dapat diakibatkan oleh perdarahan. 139 Sedangkan tekanan darah tinggi pada postpartum merupakan tanda terjadinya pre eklamsi post partum. Namun demikian, hal tersebut sangat jarang terjadi (Heryani, 2010: 43). Pada beberapa kasus ditemukan tekanan darah tinggi pada postpartum akan menghilang dengan sendirinya apabila tidak terdapat penyakit-penyakit lain yang menyertainya dalam setengah bulan tanpa pengobatan (Kumalasari, 2015: 157). 4) Pernafasan Pada ibu postpartum umumnya pernafasan lambat atau normal. Hal ini dikarenakan ibu dalam keadaan pemulihan atau dalam kondisi istirahat. Keadaan pernafasan selalu berhubungan dengan keadaan suhu dan denyut nadi. Bila suhu nadi tidak normal, pernafasan juga akan mengikutinya, kecuali apabila ada gangguan khusus pada saluran nafas. Bila pernafasan pada masa postpartum menjadi lebih cepat, kemungkinan ada tandatanda syok (Heryani, 2010: 43). j. Perubahan Sistem Hematologi Pada hari pertama postpartum, kadar fibrinogen dan plasma akan sedikit menurun tetapi darah lebih mengental dengan peningkatan viskositas sehingga meningkatkan faktor pembekuan darah. Jumlah leukosit akan tetap tinggi selama beberapa hari pertama masa postpartum. Pada awal post partum, jumlah hemoglobin, hematokrit dan eritrosit sangat bervariasi. Hal ini disebabkan 140 volume darah, volume plasenta dan tingkat volume darah yang berubah-ubah. Tingkatan ini dipengaruhi oleh status gizi dan hidarasi dari wanita tersebut. Penurunan volume dan peningkatan sel darah pada kehamilan diasosiasikan dengan peningkatan hematokrit dan hemoglobin pada hari ke 3-7 postpartum dan akan normal dalam 4-5 minggu postpartum. Jumlah kehilangan darah selama masa persalinan kurang lebih 200-500 ml, minggu pertama postpartum berkisar 500-800 ml dan selama sisa masa nifas berkisar 500 ml (Heryani, 2010: 44-45). 7. Adaptasi Psikologi Ibu Masa Nifas Setelah melahirkan, ibu mengalami perubahan fisik dan fisiologis yang juga mengakibatkan adanya beberapa perubahan dari psikisnya. Ia mengalami stimulasi kegembiraan yang luar biasa, menjalani proses eksplorasi dan asimilasi terhadap bayinya, berada di bawah tekanan untuk dapat menyerap pembelajaran yang diperlukan tentang apa yang harus diketahuinya dan perawatan untuk bayinya, dan merasa tanggung jawab yang luar biasa sekarang untuk menjadi seorang “ibu”. (Sulistyawati, 2009: 87). Tidak mengherankan bila ibu mengalami sedikit perubahan perilaku dan sesekali merasa kerepotan. 141 Masa ini adalah masa rentan dan terbuka untuk bimbingan dan pembelajaran. Reva Rubin membagi periode ini menjadi 3 bagian, antara lain: a. Periode “Taking In” 1) Periode ini terjadi 1-2 hari sesudah melahirkan. Ibu baru pada umumnya pasif dan tergantung, perhatiannya tertuju pada kekhawatiran akan tubuhnya. 2) Ia mungkin akan mengulang-ulang menceritakan pengalamannya waktu melahirkan. 3) Tidur tanpa gangguan sangat penting untuk mengurangi gangguan kesehatan akibat kurang istirahat. 4) Peningkatan nutrisi dibutuhkan untuk mempercepat pemulihan dan penyembuhan luka, serta persiapan proses laktasi aktif. 5) Dalam memberikan asuhan, bidan harus dapat memfasilitasi kebutuhan psikologis ibu. Pada tahap ini, bidan dapat menjadi pendengar yang baik ketika ibu menceritakan pengalamannya. Berikan juga dukungan mental atau apresiasi atas hasil perjuangan ibu sehingga dapat berhasil melahirkan anaknya. Bidan harus dapat menciptakan suasana yang nyaman bagi ibu sehingga ibu dapat dengan leluasa dan terbuka mengemukakan permasalahan yang dihadapi pada bidan. Dalam hal ini, sering terjadi kesalahan dalam pelaksanaan perawatan yang dilakukan oleh pasien terhadap dirinya dan bayinya hanya karena 142 kurangnya jalinan komunikasi yang baik antara pasien dan bidan. (Sulistyawati, 2009: 87-88). b. Periode “Taking Hold” Periode taking hold yaitu periode yang berlangsung antara 3-10 hari setelah melahirkan. Pada fase ini ibu timbul rasa khawatir akan ketidakmampuan dan rasa tanggung jawabnya dalam merawat bayi. Ibu mempunyai perasaan sangat sensitive sehingga mudah tersinggung dan mudah marah. Tugas bidan antara lain mengajarkan cara perawatan bayi, cara menyusui yang benar, cara perawatn luka jahitan, pendidikan kesehatan gizi, istirahat, senam nifas, kebersihan diri dan lain-lain (Suherni dkk, 2009: 89). c. Periode “Letting Go” 1) Periode ini biasanya terjadi setelah ibu pulang ke rumah. Periode ini pun sangat berpengaruh terhadap waktu dan perhatian yang diberikan oleh keluarga. 2) Ibu mengambil tanggung jawab terhadap perawatan bayi dan ia harus beradaptasi dengan segala kebutuhan bayi yang sangat tergantung padanya. Hal ini menyebabkan berkurangnya hak ibu, kebebasan, dan hubungan sosial. 3) Depresi postpartum umumnya terjadi pada periode ini (Sulistyawati, 2009: 89). 143 Faktor-faktor yang memengaruhi suksesnya masa transisi ke masa menjadi orang tua pada saat post partum, antara lain: 1) Respon dan dukungan keluarga dan teman 2) Hubungan dari pengalaman melahirkan terhadap harapan dan aspirasi 3) Pengalaman melahirkan dan membesarkan anak yang lalu 4) Pengaruh budaya (Sulistyawati, 2009: 89-90). 8. Kebutuhan Dasar Ibu Masa Nifas dan Menyusui a. Nutrisi dan cairan Ibu nifas harus mengkonsumsi makanan yang mengandung zat-zat yang berguna bagi tubuh ibu pasca melahirkan dan untuk persiapan produksi ASI, bervariasi dan seimbang, terpenuhi kebutuhan karbohidrat, protein, zat besi, vitamin dan mineral untuk mengatasi anemia, cairan dan serat untuk memperlancar ekskresi. Nutrisi yang dikonsumsi harus bermutu tinggi, bergizi dan mengandung cukup kalori yang berfungsi untuk proses metabolisme tubuh. Kebutuhan kalori wanita dewasa yang sehat dengan berat badan 47 kg diperkirakan sekitar 2.200 kalori/hari. Ibu yang berada dalam masa nifas dan menyusui membutuhkan kalori yang sama dengan wanita dewasa, ditambah 700 kalori pada 6 bulan pertama untuk memberikan ASI eksklusif dan 500 kalori pada bulan ke tujuh dan selanjutnya. 144 Ibu juga dianjurkan untuk minum setiap kali menyusui dan menjaga kebutuhan hidrasi sedikitnya 3 liter setiap hari. Tablet besi masih tetap diminum untuk mencegah anemia, minimal sampai 40 hari post partum. Vitamin A (200.000 IU) dianjurkan untuk mempercepat proses penyembuhan pasca melahirkan dan menyalurkannya ke bayi melalui ASI. Ibu nifas yang membatasi asupan kalori secara berlebihan sehingga menyebabkan terjadinya penurunan berat badan lebih dari setengah kg/minggu, akan mempengaruhi produksi ASI (Martalia, 2014: 47-48). b. Ambulasi Dini (Early Ambulation) Ambulasi dini adalah kebijaksanaan untuk selekas mungkin membimbing pasien keluar dari tempat tidurnya dan membimbingnya untuk berjalan. Menurut penelitian, ambulasi dini tidak mempunyai pengaruh yang buruk, tidak menyebabkan perdarahan yang abnormal, tidak memengaruhi penyembuhan luka episiotomy, dan tidak memperbesar kemungkinan terjadinya prolaps uteri atau retrofleksi. Ambulasi dini tidak dibenarkan pada pasien dengan penyakit anemia, jantung, paru-paru, demam, dan keadaan lain yang masih membutuhkan istirahat. Adapun keuntungan dari ambulasi dini, antara lain: 1) Penderita merasa lebih sehat dan lebih kuat. 2) Faal usus dan kandung kemih menjadi lebih baik 145 3) Memungkinkan bidan untuk memberikan bimbingan kepada ibu mengenai cara merawat bayinya 4) Lebih sesuai dengan keadaan Indonesia (lebih ekonomis) (Sulistyawati, 2009: 100-101). c. Eliminasi 1) Miksi (BAK) Kebanyakan pasien dapat melakukan BAK secara spontan dalam 8 jam setelah melahirkan. Selama kehamilan terjadi peningkatan ekstraseluler 50%. Setelah melahirkan cairan ini dieliminasi sebagai urine. Buang air kecil sendiri sebaiknya dilakukan secepatnya. Miksi normal bila dapat BAK spontan setiap 3-4 jam. 2) Defekasi (BAB) Buang air besar biasanya tertunda selama 2 sampai 3 hari setelah melahirkan karena enema prapersalinan, diit cairan, obat-obatan analgesic selama persalinan dan perineum yang sakit. Memberikan asupan cairan yang cukup, diet yang tinggi serat serta ambulasi secara teratur dapat membantu untuk mencapai regulasi BAB (Heryani, 2010: 61). d. Kebersihan Diri Beberapa langkah penting dalam perawatan kebersihan diri ibu post partum, antara lain: 146 1) Jaga kebersihan seluruh tubuh untuk mencegah infeksi dan alergi kulit pada bayi. Kulit ibu yang kotor karena keringat atau debu dapat menyebabakan kulit bayi mengalami alergi melalui sentuhan kulit ibu dengan bayi. 2) Membersihkan daerah kelamin dengan sabun adan air. Pastikan bahwa ibu mengerti untuk membersihkan daerah vulva terlebih dahulu, dari depan ke belakang, baru kemudian membersihkan daerah anus. 3) Mengganti pembalut setiap kali darah sudah penuh atau minimal 2 kali dalam sehari. Kadang hal ini terlewat untuk disampaikan kepada pasien. Masih adanya luka terbuka didalam rahim dan vagina sebagai satu-satunya port de entre kuman penyebab infeksi rahim maka ibu harus senantiasa menjaga suasana keasaman dan kebersihan vagina dengan baik. 4) Mencuci tangan dengan sabun dan air setiap kali ia selesai membersihkan daerah kemaluannya. 5) Jika mempunyai luka episiotomy, hindari untuk menyentuh daerah luka. Ini yang kadang kurang diperhatikan oleh pasien dan tenaga kesehatan. Karena rasa ingin tahunya, tidak jarang pasien berusaha menyentuh luka bekas jahitan di perineum tanpa memerhatikan efek yang dapat ditimbulkan dari tindakannya ini. Apalagi pasien kurang memerhatikan 147 kebersihan tangannya sehingga tidak jarang terjadi infeksi sekunder (Sulistyawati, 2009: 102). e. Istirahat Ibu nifas memerlukan istirahat yang cukup, istirahat tidur yang dibutuhkan ibu nifas sekitar 8 jam pada malam hari dan 1 jam pada siang hari. Hal-hal yang dapat dilakukan ibu dalam memenuhi kebutuhan istirahatnya: 1) Anjurkan ibu untuk istirahat 2) Sarankan ibu untuk melakukan kegiatan rumah tangga secara perlahan 3) Tidur siang atau istirahat saat bayi tidur Kurang istirahat dapat menyebabkan 1) Jumlah ASI berkurang 2) Memperlambat proses involusio uteri 3) Menyebabkan depresi dan ketidakmampuan dalam merawat bayi sendiri (Heryani, 2010: 62-63). f. Seksual Secara fisik, aman untuk melakukan hubungan sseksual begitu darah merah berhenti dan ibu dapat memasukkan satu atau dua jarinya ke dalam vagina tanpa rasa nyeri. Banyak budaya dan agama yang melarang untuk melakukan hubungan seksual sampai masa waktu tertentu, misalnya setelah 40 hari atau 6 minggu 148 setelah kelahiran. Keputusan bergantung pada pasangan yang bersangkutan. (Sulistyawati, 2009: 103). g. Latihan/senam nifas Organ-organ tubuh wanita akan kembali seperti semula sekitar 6 minggu. Oleh karena itu, ibu akan berusaha memulihkan dan mengencangkan bentuk tubuhnya. Hal tersebut dapat dilakukan dengan cara latihan senam nifas. Senam nifas adalah senam yang dilakukan sejak hari pertama melahirkan sampai dengan hari ke sepuluh. Senam nifas ialah senam yang bertujuan untuk mengembalikan otot-otot terutama rahim dan perut kekeadaan semula atau mendekati sebelum hamil. Beberapa faktor yang menentukan kesiapan ibu untuk memulai senam nifas antara lain: 1) Tingkat kebugaran tubuh ibu 2) Riwayat persalinan 3) Kemudahan bayi dalam pemberian asuhan 4) Kesulitan adaptasi postpartum Tujuan senam nifas: 1) Membantu mempercepat pemulihan kondisi ibu 2) Mempercepat proses involusio uteri 3) Memperkuat dan mempertahankan elastisitas otot-otot dinding perut, ligament-ligamen, otot-otot dasar panggul sebagainya yang berhubungan dengan proses persalinan dan 149 4) Membantu memulihkan dan mengencangkan otot panggul, perut dan perineum 5) Memperlancar pengeluaran lokhea 6) Membantu mengurangi rasa sakit 7) Merelaksasikan otot-otot yang menunjang proses kehamilan dan persalinan 8) Mengurangi kelainan dan komplikasi masa nifas (Heryani, 2010: 64-65). Manfaat senam nifas antara lain: 1) Membantu memperbaiki sirkulasi darah 2) Memperbaiki sikap tubuh dan punggung pasca persalinan 3) Memperbaiki otot tonus, pelvis dan peregangan otot abdomen 4) Memperbaiki dan memperkuat otot panggul 5) Membantu ibu lebih relaks dan segar pasca melahirkan (Heryani, 2010: 65). 9. Tanda Bahaya Masa Nifas a. Keadaan abnormal pada payudara 1) Bendungan ASI. Disebabkan oleh penyumbatan saluran ASI. Keluhan payudara bengkak, keras, dan terasa panas sampai suhu badan meningkat. 150 2) Mastitis dan Abses Mammae Infeksi ini menimbulkan demam, nyeri lokal pada mammae, pemadatan mammae dan terjadi perubahan warna kulit mammae (Heryani, 2010: 108). b. Infeksi masa nifas Infeksi masa nifas atau sepsis puerperalis adalah infeksi pada traktus genetalia yang terjadi pada setiap saat antara awitan pecah ketuban (rupture membrane) atau persalinan dan 42 hari setelah persalinan atau abortus dimana terdapat dua atau lebih dari tandatanda berikut, nyeri pelvic, demam 38,50C atau lebih, rabas vaginayang abnormal, rabas vagina yang berbau busuk, keterlambatan dalam kecepatan penurunan uterus (Suherni dkk, 2009: 132). c. Komplikasi Postpartum Menurut Purwanti (2012: 80). 1) Postpartum Hemorrhage (PHH) PPH secara tradisional didefinisikan sebagai kehamilan lebih dari 500 ml darah setelah melahirkan secara normal dan 1000 mendefinisikan PPH sebagai bentuk perubahan 10% hematokrit yang diterima untuk persalinan dan postpartum atau kebutuhan untuk transfuse eritrosit (Nugroho, 2012: 247). PPH telah diklasifikasikan menjadi PPH awal (primer) dan PPH akhir (sekunder). Awal, akut, atau primer PPH terjadi dalam waktu 24 jam kelahiran. Terlambat atau sekunder PPH 151 terjadi lebih dari 24 jam tapi kurang dari 6 minggu pascapersalinan (Anggraini, 2010: 90). Penyebab Postpartum Hemorrhage sebagai berikut: a) Atonia Uteri Atonia uteri biasanya ditandai dengan adanya hipotonik rahim. Biasanya, pelepasan plasenta diikuti dengan adanya kontraksi rahim, yang juga mencegah perdarahan dari plasenta. Menurut Anggraini (2010: 91) penyebab lain atonia termasuk kelahiran traumatis, penggunaan anestesi halogenasi (misalnya, halotan) atau magnesium sulfat, tenaga kerja yang cepat atau lama, korioamnionitis, dan penggunaan oksitosin untuk induksi persalinan atau augmentasi. b) Laserasi Jalan Lahir Laserasi vagina, perineum, dan serviks juga merupakan penyebab PPH. Perdarahan yang berhubungan dengan laserasi harus dicurigai jika perdarahan terus meskipun suatu perusahaan, dikontrak fundus uteri. Perdarahan ini bisa menjadi tetesan lambat, sebuah mengalir, atau perdarahan frank. Faktor-faktor yang mempengaruhi penyebab dan kejadian laserasi obstetri pada saluran genitalia yang lebih rendah termasuk kelahiran operatif, lahir endapan, kelainan bawaan dari bagian-bagian lunak 152 ibu, dan panggul berkontraksi. Ukuran, presentasi abnormal, dan posisi janin; ukuran relatif dari bagian presentasi dan jalan lahir; parut sebelumnya dari infeksi, cedera, atau operasi; dan vulva, perineum, dan vagina varises juga dapat menyebabkan laserasi (Anggraini, 2010: 91). c) Plasenta Tertinggal Menurut Marmi (2011: 195) Penyebab plasenta yang abnormal terkadang tidak diketahui penyebabnya, tetapi diduga dari hasil implantasi zigot di daerah endometrium yang cacat sehingga ada tidak ada zona pelepasan antara plasenta dan desidua. Upaya untuk melepas plasenta yang tidak berhasil, dan laserasi atau perforasi dinding rahim bisa terjadi, menempatkan wanita pada resiko besar untuk PPH berat dan infeksi. Tidak biasa penyebab plasenta mungkin parsial atau lengkap. Berikut penjelasannya: (1) Plasenta akreta yaitu plasenta yang merekat pada miometrium oleh trofoblas (2) Plasenta inkreta yaitu plasenta yang merekat pada endometrium (3) Plasenta perkreta yaitu plasenta yang merekat pada peritoneum atau perforasi uterus oleh plasenta. Perdarahan dengan lengkap atau total akreta plasenta 153 mungkin tidak terjadi mencoba kecuali pelepasan plasenta. Dengan keterlibatan lebih luas, perdarahan akan menjadi berlimpah saat pengangkatan plasenta dicoba. Perawatan termasuk terapi penggantian komponen darah, dan histerektomi dapat diindikasikan. d) Inversio Uteri Inversio uterus merupakan keadaan dimana lapisan dalam uterus (endometrium) turun dan keluar lewat ostium uteri eksternum yang dapat bersifat inkomplit sampai komplit (Anggraini, 2010: 93). e) Sub involusio uteri Sub ivolusi uterus merupakan kegagalan uterus untuk mengikuti pola normal involusi/proses involusi rahim tidak berjalan sebagai semestinya sehingga proses pengecilan uterus terhambat, ligamen, fasia dan jaringan penunjang serta alat genitalia elastisitasnya ( Anggraini, 2010: 93). sudah berkurang 154 2.1.4 KONSEP DASAR BAYI BARU LAHIR 1. Pengertian Bayi Baru Lahir Bayi baru lahir disebut juga dengan neonatus merupakan individu yang sedang bertumbuh dan baru saja mengalami trauma kelahiran serta harus dapat melakukan penyesuaian diri dari kehidupan intrauterin ke kehidupan ekstrauterin (Dewi, 2011: 1). Bayi baru lahir sering disebut dengan newborn atau neonatus. Bayi baru lahir adalah bayi, dari lahir sampai usia 4 minggu dengan usia gestasi 38-42 minggu (Maryunani, 2010: 359). Neonatus atau bayi baru lahir normal adalah bayi baru lahir normal dengan berat lahir antara 2500-4000 gram, cukup bulan, lahir langsung menangis, dan tidak ada kelainan kongenital (cacat bawaan) yang berat (Kumalasari, 2015: 209). 2. Klasifikasi Bayi Baru Lahir a. Berdasarkan usia kehamilan 1) Neonatus kurang bulan (preterm infant): kurang dari 259 hari (37 minggu). 2) Neonatus cukup bulan (term infant): 259 sampai 294 hari (3742 minggu). 3) Neonatus lebih bulan (posterm infant): lebih dari 294 (42 minggu) atau lebih. 155 b. Berdasarkan berat lahir 1) Neonatus berat lahir rendah yaitu kurang dari 2500 gram 2) Neonatus berat lahir cukup yaitu antara 2500 sampai 4000 gram 3) Neonatus berat lahir lebih yaitu lebih dari 4000 gram (Muslihatun, 2010: 27). 3. Ciri-Ciri Bayi Baru Lahir Normal a. Lahir aterm antara 37-42 minggu b. Berat badan 2500-4000 gram c. Panjang badan 48-52 cm d. Lingkar dada 30-38 cm e. Lingkar kepala 33-35 cm f. Lingkar lengan 11-12 cm g. Frekuensi denyut jantung 120-160 x/menit h. Pernapasan ±40-60 x/menit i. Kulit kemerah-merahan dan licin karena jaringan subkutan yang cukup j. Rambut lanugo tidak terlihat dan rambut kepala biasanya telah sempurna k. Kuku agak panjang dan lemas l. Nilai APGAR >7 m. Gerak aktif n. Bayi lahir langsung menangis kuat 156 o. Refleks rooting (mencari putting susu dengan rangsangan taktil pada pipi dan daerah mulut) sudah terbentuk dengan baik p. Refleks sucking (isap dan menelan) sudah terbentuk dengan baik q. Refleks morro (gerakan memeluk bila dikagetkan) sudah terbentuk dengan baik r. Refleks grasping (menggenggam) sudah baik s. Genitalia 1) Pada laki-laki kematangan ditandai dengan testis yang berada pada skrotum dan penis yang berlubang 2) Pada perempuan kematangan ditandai dengan vagina dan uretra yang berlubang, serta adanya labia minora dan mayora. t. Eliminasi baik yang ditandai dengan keluarnya mekonium dalam 24 jam pertama dan berwarna hitam kecoklatan (Dewi, 2011: 2). 4. Tahapan Bayi Baru Lahir a. Tahap I terjadi segera setelah lahir, selama menit-menit pertama kelahiran. Pada tahap ini digunakan sistem scoring apgar untuk fisik dan scoring gray untu interaksi bayi dan ibu. b. Tahap II disebut tahap transisional reaktivitas. Pada tahap II dilakukan pengkajian selama 24 jam pertama terhadap adanya perubahan perilaku. c. Tahap III disebut tahap periodik, pengkajian dilakukan setelah 24 jam pertama yang meliputi pemeriksaan seluruh tubuh (Dewi, 2011: 3). 157 Tabel 2.8 Tanda APGAR Tanda Appearance (warna kulit) Nilai : 0 Pucat/biru seluruh tubuh Nilai : 1 Tubuh merah, ekstremitas biru <100 Nilai : 2 Seluruh tubuh kemerahan Pulse (denyut jangtung) Tidak ada Grimace (tonus otot) Tidak ada Ekstremitas sedikit fleksi Gerakan aktif Activity (aktivitas) Tidak ada Sedikit gerak Langsung menangis Respiration (pernafasan) Tidak ada Lemah/tidak teratur Menangis >100 Sumber : (Dewi, 2011: 2-3). Interpretasi : a. Nilai 1-3 asfiksia berat b. Nilai 4-6 asfiksia sedang c. Nilai 7-10 asfiksia ringan ( normal ) (Dewi, 2011: 2-3). 5. Perubahan Fisiologi Bayi Baru Lahir Fisiologi bayi baru lahir merupakan ilmu yang mempelajari fungsi dan proses vital neonatus. Neonatus adalah individu yang baru saja mengalami proses kelahiran dan harus menyesuaikan diri dari kehidupan intrauterine ke kehidupan ekstrauterin. Selain itu, neonatus adalah individu yang sedang bertumbuh. (Winarsih, 2010: 12). 158 a. Sistem Pernapasan Tabel mengenai perkembangan sistem pulmonal sesuai dengan usia kehamilan. Tabel 2.9 Perkembangan Sistem Pulmonal Sesuai Dengan Usia Kehamilan Usia Kehamilan Perkembangan 24 hari Bakal paru-paru terbentuk 26-28 hari Kedua bronkus membesar 6 minggu Segmen bronkus terbentuk 12 minggu Lobus terdiferensiasi 24 minggu Alveolus terbentuk 28 minggu Surfaktan terbentuk 34-36 minggu Struktur paru matang Sumber : Dewi, 2012: 12. Ketika struktur matang, ranting paru-paru sudah bisa mengembangkan sistem alveoli. Selama dalam uterus, janin mendapat oksigen dari pertukaran gas melalui plasenta dan setelah bayi lahir, pertukaran gas harus melalui paru-paru bayi. Rangsangan gerakan pernapasan pertama terjadi karena beberapa hal berikut: 1) Tekanan mekanik dari torak sewaktu melalui jalan lahir (stimulasi mekanik). 159 2) Penurunan PaO2 dan peningkatan PaCO2 merangsang kemoreseptor yang terletak di sinus karotikus (stimulasi kimiawi) 3) Rangsangan dingin di daerah muka dan perubahan suhu di dalam uterus (stimulasi sensorik) 4) Refleks deflasi Hering Breur Pernapasan pertama bayi normal terjadi dalam waktu 30 menit pertama sesudah lahir. Usaha bayi pertama kali untuk mempertahankan tekanan alveoli, selain karena adanya surfaktan, juga karena adanya tarikan napas dan pengeluaran napas dengan merintih sehingga udara bisa tertahan di dalam. Cara neonatus bernapas dengan cara bernapas difragmatik dan abdominal, sedangkan untuk frekuensi dan dalamnya bernapas belum teratur. Apabila surfaktan berkurang, maka alveoli akan kolaps dan paru-paru kaku, sehingga terjadi atelektasis. Dalam kondisi seperti mempertahankan ini (anoksia), hidupnya neonatus karena masih adanya dapat kelanjutan metabolisme anaerobic (Dewi, 2011: 12-13). b. Peredaran darah Selama kehidupan janin, darah sebagian besar melalui paru-paru dan hepar melalui venosus, foramen ovale, dan duktus arteriosus. Ketika darah umbilicus berhenti saat lahir, perbedaan akan tiba-tiba terjadi dalam sistem sirkulasi. Perbedaan ini menyebabkan 160 peningkatan aliran darah ke paru-paru dan hepar untuk turut serta menurunkan aliran darah melalui jalan pintas. Rata-rata nadi apikal 120-160x/menit dapat berfluktuasi dari 70-100 kali per menit sampai 180 kali per menit saat menangis. Tekanan darah terbentang dari 60 – 80 mmHg (sistolik), 40-45 mmHg (diastolik). Rata-rata tekanan istirahat kira-kira 74- 76 mmHg. Tekanan darah paling rendah pada usia tiga jam. Tali pusat diklem dengan aman tanpa rembesan darah, menunjukkan tanda-tanda pengeringan dalam 1-2 jam kelahiran, mengkerut dan menghitam pada hari kedua dan ketiga. Sistem sirkulasi pada bayi baru lahir juga dapat dijelaskan sebagai berikut: aliran darah janin (fetus) bermula dari vena umbilicus, akibat tahanan pembuluh paru yang besar. Pada waktu bayi lahir, terjadi pelepasan dari plasenta secara mendadak (pada saat tali pusat dijepit/diklem), tekanan atrium kanan menjadi rendah, tahanan pembuluh darah sistemik naik dan pada saat yang sama paru mengembang. Tahanan vaskuler paru menyebabkan penutupan foramen ovale (menutup setelah beberapa minggu). Penutupan duktus arteriosus secara fisiologis terjadi pada umur 1015 jam yang disebabkan kontraksi otot-otot polos pada akhir arteri pulmonalis dan secara anatomis pada usia 2-3 minggu. 161 Jadi, dapat disimpulkan pada bayi baru lahir terdapat adaptasi kardiovaskuler/sistem sirkulasi sebagi berikut: 1) Menutupnya foramen ovale, dimana oksigen di paru: a) Resistensi vaskuler di paru menurun b) Tekanan pada jantung kanan menurun c) Tekanan pada jantung kiri meningkat d) Menyebabkan foramen tertutup dalam beberapa jam sampai beberapa bulan. 2) Menutupnya duktus arteriosus Tekanan /PaO2 meningkat setelah pernafasan pertama, yang menyebabkan konstriksi duktus arteriosus dalam 15 jam sampai 3 minggu. 3) Menutupnya duktus venosus, terjadi setelah pemotongan tali pusat sampai 1 minggu (Maryunani, 2010: 366-367). Gambar 2.22 Sistem Peredaran Darah Bayi Baru Lahir Sumber : Maryunani, 2010: 368. 162 c. Suhu Tubuh Empat kemungkinan mekanisme yang dapat menyebabkan bayi baru lahir kehilangan panas tubuhnya. Gambar 2.23 Mekanisme Kehilangan Panas Pada Bayi Baru Lahir Sumber : Dewi, 2011: 11 1) Konduksi Panas dihantarkan dari tubuh bayi ke benda sekitarnya yang kontak langsung dengan tubuh bayi. Sebagai contoh, konduksi bisa terjadi ketika menimbang bayi tanpa alas timbangan, memegang bayi saat tangan dingin, dan menggunakan stetoskop dingin untuk pemeriksaan BBL (Dewi. 2011: 13-14). 2) Konveksi Panas hilang dari tubuh bayi ke udara sekitarnya yang sedang bergerak. Sebagai contoh, konveksi dapat terjadi ketika membiarkan atau menempatkan BBL dekat jendela, atau membiarkan BBL di ruangan yang terpasang kipas angin. (Dewi, 2011: 14). 163 3) Radiasi Panas dipancarkan dari BBL keluar tubuhnya ke lingkungan yang lebih dingin. Sebagai contoh, membiarkan BBL dalam ruangan AC tanpa diberikan pemanas (radiant warmer), membiarkan BBL dalam keadaan telanjang, atau menidurkan BBL berdekatan dengan ruangan yang dingin (dekat tembok). (Dewi, 2011: 14). 4) Evaporasi Panas hilang melalui proses penguapan yang bergantung pada kecepatan dan kelembapan udara (perpindahan panas dengan cara mengubah cairan menjadi uap). Evaporasi ini dipengaruhi oleh jumlah panas yang dipakai, tingkat kelembapan udara, dan aliran udara yang melewati. Apabila BBL dibiarkan dalam suhu kamar 25 derajat celcius, maka bayi akan kehilangan panas melalui konveksi, radiasi, dan evaporasi yang besarnya 200 kg/BB, sedangkan yang dibentuk hanya sepersepuluhnya saja (Muslihatun, 2010: 12-13). Agar dapat mencegah tejadinya kehilangan panas pada bayi, maka lakukan hal berikut: a) Keringkan bayi secara saksama b) Selimuti bayi dengan selimut atau kain bersih yang kering dan hangat. c) Tutup bagian kepala bayi 164 d) Anjurkan ibu untuk memeluk dan menyusui bayinya e) Jangan segera menimbang atau memandikan bayi baru lahir f) Tempatkan bayi di lingkungan yang hangat (Dewi, 2011: 14). d. Urinaria Ekskresi urine terjadi pertama kali pada janin sewaktu berusia sekitar 4 bulan. Pada saat lahir, fungsi ginjal sebanding dengan 30% sampai 50% dari kapasitas dewasa dan belum cukup matur untuk memekatkan urine. Namun demikian, urine terkumpul dalam kandung kemih. Bayi biasanya berkemih dalam waktu 24 jam. Volume urine bayi baru lahir adalah 15 – 60 ml/24 jam, dengan frekuensi 2-6 kali sampai 20 kali per hari. Penting untuk mencatat saat berkemih pertama kali. Bayi baru lahir sukar memekatkan air kemih (urine), tetapi kemampuan mengencerkan urine seperti orang dewasa. Bila terjadi anuria harus dilaporkan, karena hali ini mungkin menandakan anomaly congenital dari sistem urinaria (Maryunani, 2010: 368). e. Sistem Gastrointestinal Kebuthan nutrisi dan kalori janin terpenuhi langsung dari ibu melalui plasenta, sehingga gerakan ususnya tidak aktif dan tidak memerlukan enzim pencernaan, dan kolonisasi bakteri di usus negatif. Setelah lahir gerakan usus mulai aktif, sehingga 165 memerlukan enzim pencernaan, dan kolonisasi bakteri di usus positif. Syarat pemberian minum adalah sirkulasi baik, bising usus positif, tidak ada kembung, pasase mekonium positif, tidak ada muntah dan sesak napas. Refleks gumoh dan refleks batuk sudah terbentuk baik saat lahir. Kemampuan bayi untuk menelan dan mencerna makanan selain susu masih terbatas. Hubungan antara esophagus dan lambung masih belum sempurna (gumoh) dan kapasitas lambung masih terbatas (30 cc). Dua sampai tiga hari pertama kolon berisi mekonium yang lunak berwarna hijau kecokelatan, yang berasal dari saluran usus dan tersusun atas, mucus dan sel epidermis. Warna yang khas berasal dari pigmen empedu. Beberapa jam sebelum lahir usus masih steril, tetapi setelah itu bakteri menyerbu masuk. Pada hari ke 3 atau ke 4 mekonium menghilang (Deslidel, 2011: 3). 166 6. Penanganan Bayi Baru Lahir Berdasarkan APGAR SKOR Tabel 2.10 Penanganan Bayi Baru Lahir Nilai APGAR lima menit pertama 0-3 4-6 7-10 Penanganan - Tempatkan ditempat hangat dan lampu sebagai sumber penghangat - Pemberian oksigen - Resusitasi - Stimulasi - Rujuk - Tempatkan dalam tempat yang hangat - Pemberian oksigen - Stimulasi taktil - Dilakukan penatalaksanaan sesuai dengan bayi baru lahir normal Sumber : Sulistyawati dkk, 2010. 7. Kebutuhan Dasar Bayi Baru Lahir a. Nutrisi Tabel 2.11 Kebutuhan dasar cairan dan kalori pada neonatus Hari Cairan/Kg/hari Kalori/kg/hari kelahiran Hari ke-1 60 ml 40 kal Hari ke-2 70 ml 50 kal Hari ke-3 80 ml 60 kal Hari ke-4 90 ml 70 kal Hari ke-5 100 ml 80 kal Hari ke-6 110 ml 90 kal Hari ke-7 120 ml 100 kal Hari ke- 150-200 ml >120 kal >10 Sumber : Saifuddin, 2007: 380. 167 Pada jam-jam pertama energy didapatkan dari perubahan karbohidrat. Kemudian pada hari kedua energy berasal dari pembakaran lemak setelah mendapat susu kurang lebih hari ke-6 (Marmi, 2012: 313). Kemudian Menurut Rukiyah (2010: 379) kebutuhan energy bayi pada tahun pertama sangat bervariasi menurut usia dan berat badan. Taksiran kebutuhan selama dua bulan pertama adalah sekitar 120 kkal/kgBB/hari. Secara umum, selama 6 bulan pertama bayi membutuhkan energy sebesar 115120 kkal/kgBB/hari. b. Eliminasi Menurut Marmi (2012: 314) Pengeluaran mekonium biasanya dalam 10 jam pertama dan dalam 4 hari biasanya tinja sudah berbentuk dan berwarna biasa. Kemudian menurut Fraser (2009: 711) feses pertama ini berwarna hijau kehitaman, lengket serta mengandung empedu, asam lemak, lendir dan sel epitel. Sejak hari ke tiga hingga ke lima kelahiran, feses mengalami tahap transisi dan menjadi warna kuning kecoklatan. Urine pertama dikeluarkan dalam 24 jam pertama dan setelahnya dengan frekuensi yang semakin sering seiring meningkatnya asupan cairan. Urine encer, berwarna kuning dan tidak berbau. c. Istirahat dan tidur Menurut Sulistyawati (2010: 78) dalam 2 minggu pertama setelah lahir, bayi normalnya sering tidur. Bayi baru lahir sampai usia 3 168 bulan rata-rata tidur selama 16 jam. Pada umumnya bayi bangun sampai malam hari pada usia 3 bulan. Sebaiknya ibu selalu menyediakan selimut dan ruangan yang hangat, serta memastikan bayi tidak terlalu panas atau terlalu dingin. Jumlah waktu tidur bayi akan berkurang seiring dengan bertambahnya usia bayi. d. Personal hygiene Bayi dimandikan ditunda sampai sedikitnya 4-6 jam setelah kelahiran, setelah suhu bayi stabil. Mandi selanjutnya 2-3 kali seminggu. Mandi menggunakan sabun dapat menghilangkan minyak dari kulit bayi, yang sangat rentan untuk mongering. Pemakaian popok harus dilipat sehingga putung tali pusat terbuka ke udara, yang mencegah urine dan feses membasahi tali pusat. Popok harus diganti beberapa kali sehari ketika basah (Walsh, 2007: 337-378). e. Aktivitas Menurut Dewi (2013: 79) bayi normal melakukan gerakan-gerakan tangan dan kaki yang simetris pada waktu bangun. Adanya tremor pada bibir, kaki dan tangan pada waktu menangis adalah normal, tetapi bila hal ini terjadi pada waktu tidur, kemungkinan gejala kelainan yang perlu dilakukan pemeriksaan lebih lanjut. Kemudian menurut Walsh (2007: 378) bayi dapat menangis sedikitnya 5 menit per hari sampai sebanyak-banyaknya 2 jam perhari, bergantung pada temperamen individu. Alasan paling umum untuk 169 menangis adalah lapar, ketidaknyamanan karena popok basah, suhu ekstrim, dan stimulasi berlebihan. f. Psikososial Kontak kulit dengan kulit juga membuat bayi lebih tenang sehingga di dapat pola tidur yang lebih baik (Saifuddin, 2010: 369). Kemudian menurut Fraser (2009: 712) jauh dari pasif, bayi bereaksi terhadap rangsang dan mulai pada usia yang sangat dini untuk mengumpulkan informasi tentang lingkungannya. 8. Kebutuhan Kesehatan Bayi Baru Lahir a. Pencegahan infeksi tali pusat Menurut Sarwono (2009: 370-371) perawatan tali pusat yang benar dan lepasnya tali pusat dalam minggu pertama secara bermakna mengurangi insiden infeksi pada neonatus. Yang terpenting dalam menjaga tali pusat dengan menjaga agar tali pusat tetap kering dan bersih. Mencuci tangan dengan sabun dan air bersih sebelum merawat tali pusat. Bersihkan dengan lembut kulit di sekitar tali pusat dengan kapas basah. b. Pemberian ASI Komponen ASI diproduksi secara alami oleh ibu dan sebagai nutrisi dasar terlengkap untuk bayi selama beberapa bulan pertama kehidupan bayi. Sebaiknya ASI diberikan secara langsung atau secara eksklusif kepada bayi umur 0-6 bulan tanpa tambahan susu formula maupun makanan tambahan lainnya (Fraser, 2009: 714). 170 Kemudian menurut Sarwono (2009: 371) apabila ASI tidak bisa diberikan secara langsung ibu bisa memerah ASI dan hasil perahan ASI bisa disimpan jika akan digunakan, misalnya memerah ASI dengan tujuan diberikan kepada bayi ketika ibu bekerja. c. Rawat gabung Rawat gabung adalah suatu cara perwatan yang menyatukan ibu bserta bayinya dalam satu ruangan, kamar, atau suatu tempat secara bersama-sama dan tidak dipisahkan selama 24 jam penuh dalam seharinya. (Dewi, 2011: 18). Upaya yang dilakukan untuk pencegahan terjadinya infeksi pada bayi baru lahir di antaranya: 1) Pencegahan infeksi pada tali pusat 2) Pencegahan infeksi pada kulit 3) Pencegahan infeksi pada mata bayi baru lahir 4) Imunisasi (Kumalasari, 2015: 211). 9. Perawatan Umum Pada Bayi Baru Lahir a. Gunakan sarung tangan dan celemek sewaktu memegang BBL sampai dengan memandikan bayi minimal 6 jam, tidak perlu memakai masker atau gaun penutup dalam perawatan BBL b. Bersihkan darah dan caiaran bayi dengan menggunakan kapas yang direndam dalam air hangat kemudian keringkan 171 c. Bersihkan bokong dan sekitar anus bayi setiap selesai mengganti popok atau setiap diperlukan dengan menggunakan kapas yang direndam air hangat atau air sabun lalu keringkan dengan hati-hati d. Gunakan sarung tangan sewaktu merawat tali pusat (Dewi, 2011:17). 10. Pelayanan Kesehatan Neonatus a. Kunjungan Neonatl ke- 1 (KN 1 ) dilakukan pada kurun waktu 648 jam setelah lahir. Hal yang harus dilaksanakan: 1) Jaga kehangatan tubuh bayi 2) Berikan ASI Eksklusif 3) Rawat tali pusat b. Kunjungan Neonatal ke-2 (KN 2) dilakukan pada kurun waktu hari ke-3 sampai dengan hari ke-7 setelah lahir. Hal yang dilaksanakan: 1) Jaga kehangatan tubuh bayi 2) Berikan ASI Eksklusif 3) Cegah infeksi 4) Rawat tali pusat c. Kunjungan Neonatal ke-3 (KN 3) dilakukan pada kurun waktu hari ke 8 sampai dengan hari ke 28 setelah lahir. Hal yang dilaksanakan: 1) Periksa ada/tidak tanda bahaya dan atau gejala sakit 2) Lakukan jaga kehangatan tubuh 3) Beri ASI Eksklusif 4) Rawat tali pusat (Walyani, 2014: 84). 172 11. Tanda-Tanda Bahaya Bayi Baru Lahir a. Suhu terlalu panas lebih dari 380C atau terlalu dingin atau kurang dari 360C b. Pernafasan sulit atau lebih dari 60 kali/menit, retraksi dada saat inspirasi c. Pemberian ASI sulit (hisapan lemah, mengantuk berlebihan, banyak muntah) d. Kulit atau bibir biru atau pucat, memar atau sangat kuning (terutama pada 24 jam pertama) e. Adanya infeksi yang ditandai dengan suhu tubuh meningkat, merah, bengkak, keluar cairan (pus), bau busuk, pernafasan sulit f. Tali pusat merah, bengkak, keluar cairan, bau busuk, berdarah g. Mekonium tidak keluar setelah 3 hari pertama setelah kelahiran, urine tidak keluar dalam 24 jam pertama, muntah terus menerus, distensi abdomen, feses hijau/berlendir/darah h. Bayi menggigil atau menangis tidak seperti biasa, lemas, mengantuk, lunglai, kejang, kejang halus, tidak bisa tenang i. Menangis terus menerus j. Mata bengkak dan mengeluarkan cairan (Muslihatun, 2010: 46-47). 173 2.1.5 KONSEP DASAR KELUARGA BERENCANA 1. Pengertian Keluarga Berencana Keluarga Berencana merupakan suatu program nasional yang dijalankan pemerintah untuk mengurangi populasi penduduk , karena diasumsikan pertumbuhan populasi penduduk tidak seimbang dengan ketersediaan barang dan jasa (pembatasan kelahiran) (Maryunani, 2016: 539). Tujuan Program KB: a. Memperbaiki kesehatan dan kesejahteraan ibu, anak, keluarga dan bangsa b. Mengurangi angka kelahiran untuk menaikkan taraf hidup rakyat dan bangsa c. Memenuhi permintaan masyarakat akan pelayanan Keluarga Berencana (KB) dan Kesehatan Reproduksi (KR) yang berkualitas, termasuk dengan upaya-upaya menurunkan angka kematian ibu, bayi, dan anak serta penanggulangan masalah kesehatan reproduksi (Maryunani, 2016: 540). 2. Macam-Macam Akseptor KB Menurut Maryunani (2016: 542) : a. Akseptor merupakan peserta KB, yaitu pasangan usia subur (PUS) yang menggunakan salah satu alat kontrasepsi. b. Akseptor aktif merupakan pasangan usia subur yang pada saat ini sedang menggunakan salah satu alat/obat kontrasepsi. 174 c. Akseptor baru merupakan pasangan usia subur yang baru menggunakan alat atau obat kontrasepsi. d. Akseptor dini merupakan para ibu yang menerima salah satu cara kontrasepsi dalam waktu 2 minggu setelah melahirkan atau abortus. e. Akseptor langusng merupakan para istri yang menerima salah satu kontrasepsi dalam waktu 40 hari setelah melahirkan atau abortus. f. Akseptor lestari yaitu akseptor yang menggunakan alat kontrasepsi secara terus-menerus dalam waktu sekurang-kurangnya 5 tahun. g. Akseptor sterilisasi yaitu pasangan suami istri yang terikat oleh perkawinan yang harmonis dan menerima sterilisasi sebagai cara membatasi besarnya keluarga atau banyaknya anak secara permanen h. Akseptor dropout yaitu akseptor yang menghentikan alat kontrasepsi lebih dari 3 bulan. 3. Pengertian Kontrasepsi Kontrasepsi adalah upaya untuk mencegah kehamilan. Kontrasepsi berasal dari dua kata, yaitu kontra dan konsepsi yang disatukan menjadi kontrasepsi. Dengan demikian, pengertian metode keluarga berencana adalah mencegah saat terjadinya “konsepsi”. (Manuaba, 2011: 55). Kontrasepsi berasal dari kata “kontra” berarti mencegah atau melawan, sedangkan “konsepsi” adalah pertemuan antara sel telur (sel wanita) yang matang dan sel sperma (sel pria) yang mengakibatkan 175 kehamilan. Kontrasepsi adalah menghindari atau mencegah terjadinya kehamilan sebagai akibat pertemuan antara sel telur yang matang dengan sel sperma. (Kumalasari, 2015: 277). Kontrasepsi berasal dari kata kontra berarti “ mencegah” atau “melawan” dan konsepsi yang berarti pertemuan antara sel telur yang matang dan sel sperma yang mengakibatkan kehamilan. Maksud dari kontrasepsi adalah menghindari/mencegah terjadinya kehamilan sebagai akibat pertemuan antara sel telur yang matang dengan sel sperma tersebut (Marmi, 2016: 102). 4. Penggunaan Kontrasepsi Yang Rasional 176 5. Jenis-Jenis Kontrasepsi Gambar 2.24 Mengenal Jenis Kontrasepsi Sumber : PKBI Jateng, 2015. 6. Metode Kontrasepsi Sederhana dan Alamiah a. Metode Amenorea Laktasi (MAL) 1) Pengertian Metode Amenore Laktasi (MAL) MAL merupakan alat kontrasepsi yang mengandalkan pemberian air susu ibu (ASI). MALdapat dijadikan sebagai alat kontresepsi bila memenuhi syarat berikut: a) Menyusui secara penuh (full breast feeding) b) Belum menstruasi c) Usia bayi kurang dari 6 bulan d) Metode ini bisa efektif sampai 6 bulan 177 e) Harus dilanjutkan dengan pemakaian metode kontrasepsi lainnya (Hidayati, 2009: 2). 2) Mekanisme kerja Menunda atau menekan terjadinya ovulasi. Pada saat menyusui, hormone yang berperan adalah prolaktin dan oksitosin. Semakin sering meyusui, maka kadar prolaktin meningkat dan hormone gonadotropin melepas hormone penghambat (Kurnia, 2013: 162). 3) Keuntungan a) Efektivitas tinggi (keberhasilan 98% pada 6 bulan pasca persalinan) b) Segera efektif c) Tidak mengganggu senggama d) Tidak ada efek samping secara sistemik e) Tidak perlu pengawasan medis f) Tidak perlu obat atau alat g) Tanpa biaya (Hidayati, 2009: 5). 4) Keuntungan Non-kontrasepsi a) Untuk bayi (1) Mendapatkan kekebalan pasif (mendapatkan antibody perlindungan lewat ASI) (2) Sumber asupan gizi yang terbaik dan sempurna untuk tumbuh kembang bayi yang optimal 178 b) Untuk ibu (1) Mengurangi perdarahan pascapersalinan (2) Mengurangi risiko anemia (3) Meningkatkan hubungan psikologis ibu dan bayi (Hidayati, 2009: 6). 5) Indikasi a) Wanita yang menyusui secara eksklusif b) Ibu pasca melahirkan dan bayinya berumur kurang dari 6 bulan c) Ibu belum mendapatkan haid setelah melahirkan (Kurnia, 2013: 162). 6) Kontraindikasi a) Sudah mendapat menstruasi setelah persalinan b) Tidak menyusui secara eksklusif c) Bayinya sudah berumur lebih dari 6 bulan d) Bekerja dan terpisah dari bayi lebih lama dari 6 jam (Hidayati, 2009: 8). 179 Gambar 2.25 Metode Amenorea Laktasi (MAL) Sumber : PKBI Jateng 2015 b. Senggama Terputus 1) Pengertian Senggama terputus adalah metode keluarga berencana tradisional, di mana pria mengeluarkan alat kelaminnya (penis) dari vagina sebelum pi-la mencapai ejakulasi. (Saifuddin, 2010: 14). 2) Cara Kerja Alat kelamin (penis) dikeluarkan sebelum ejakulasi sehingga sperma tidak masuk ke dalam vagina sehingga tidak ada pertemuan antara sperma dan ovum, dan kehamilan dapat dicegah. Ejakulasi di luar vagina untuk mengurangi kemingkinan air mani mencapai rahim (Marmi, 2016: 150). 3) Manfaat Kontrasepsi a) Efektif bila dilaksanakan dengan benar. b) Tidak mengganggu produksi ASI. 180 c) Dapat digunakan sebagai pendukung metode KB lainnya. d) Tidak ada efek samping. e) Dapat digunakan setiap waktu f) Tidak membutuhkan biaya (Saifuddin, 2010: 15). 4) Manfaat Non Kontrasepsi a) Meningkatkan keterlibatan suami dalam keluarga berencana. b) Untuk pasangan memungkinkan hubungan lebih dekat dan pengertian yang sangat dalam (Saifuddin, 2010: 15). 5) Keterbatasan a) Efektivitas sangat bergantung pada kesediaan pasangan untuk melakukan sanggama terputus setiap melaksanakannya (angka kegagalan 4 – 27 kehamilan per 100 perempuan per tahun). b) Efektivitas akan jauh menurun apabila sperma dalam 24 jam sejak ejakulasi masih melekat pada penis. c) Memutus kenikmatan dalam berhubungan seksual. (Saifuddin, 2010: 15). 6) Dapat Dipakai untuk a) Suami yang ingin berpartisipasi aktif dalam keluarga berencana. b) Pasangan yang taat beragama atau mempunyai alasan filosofi untuk tidak memakai metode-metode lain. 181 c) Pasangan yang memerlukan kontrasepsi dengan segera. d) Pasangan yang memerlukan metode sementara, sambil menunggu metode yang lain. e) Pasangan yang membutuhkan metode pendukung. f) Pasangan yang melakukan hubungan seksual tidak teratur (Marmi, 2016: 151). 7) Tidak Dapat Dipakai untuk a) Suami dengan pengalaman ejakulasi dini. b) Suami yang sulit melakukan sanggama terputus. c) Suami yang memiliki kelainan fisik atau psikologis. d) Istri yang mempunyai pasangan yang sulit bekerja sama. e) Pasangan yang kurang dapat saling berkomunikasi. f) Pasangan yang tidak bersedia melakukan sanggama terputus (Marmi, 2016: 151). c. Kondom 1) Pengertian Kondom adalah selubung atau sarung karet yang dapat terbuat dari berbagai bahan diantaranya lateks (karet), plastik (vinil), atau bahan alami (hewani) yang dipasang pada penis saat hubungan seksual (Dewi, 2013: 174). 182 2) Mekanisme kerja a) Menghalangi terjadinya pertemuan sperma dan sel telur dengan cara mengemas sperma di ujung selubung karet yang dipasang penis. b) Mencegah penularan mikroorganisme (IMS dan HIV/AIDS) dari satu pasangan kepada pasangan yang lain (Dewi, 2013: 174). 3) Indikasi Kondom cukup efektif bila dipakai secara benar pada setiap kali berhubungan seksual. Pada beberapa pasangan, pemakaian kondom tidak efektif karena tidak dipakai secara konsisten. Secara ilmiah didapatkan hanya sedikit angka kegagalan kondom yaitu 2 - 12 kehamilan per 100 perempuan per tahun (Saifuddin, 2010: 20). 4) Manfaat Kontrasepsi a) Efektif bila digunakan dengan benar. b) Tidak mengganggu produksi ASI. c) Tidak mengganggu kesehatan klien. d) Tidak mempunyai pengaruh sistemik. e) Murah dan dapat dibeli secara umum. f) Tidak perlu resep dokter atau pemeriksaan kesehatan khusus. 183 g) Metode kontrasepsi sementara bila metode kontrasepsi lainnya harus ditunda (Saifuddin, 2010: 20). Gambar 2.26 Alat Kontrasepsi Kondom Sumber:https://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/1/18/Blaus en_0585_Kondom 5) Cara penggunaan kondom a) Gunakan kondom setiap akan melakukan hubungan seksual b) Jangan membuka kemasan dengan menggunakan gigi, benda tajam (pisau,gunting,dll) c) Pasang kondom pada saat ereksi d) Bila kondom tidak ada tempat untuk menampung, maka saat memakai longgarkan sedikit bagian ujungnya agar tidak terjadi robekan e) Kondom dilepas sebelum penis melembek f) Pegang bagian pangkal kondom sebelum mencabut penis sehingga kondom tidak terlepas pada saat penis dicabut dan lepas kondom di luar vagina. 184 g) Gunakan kondom hanya sekali pakai h) Buang kondom pada tempat yang aman i) Sediakan kondom dalam jumlah cukup dirumah dan simpan ditempat yang sejuk j) Jangan gunakan kondom apabila kemasan robek k) Jangan menggunakan minyak goreng, minyak mineral atau pelumas karena akan segera merusak kondom (Kurnia, 2013: 175). 7. Metode Kontrasepsi Hormonal a. Mini Pil (Pil Progestin) 1) Profil a) Cocok untuk perempuan menyusui yang ingin memakai pil KB b) Sangat efektif pada masa laktasi c) Dosis rendah d) Tidak menurunkan produksi ASI e) Tidak memberikan efek samping estrogen f) Efek samping utama adalah gangguan perdarahan, perdarahan bercak, atau perdarahan tidak teratur g) Dapat dipakai sebagai kontrasepsi darurat (Kurnia, 2013: 182). 185 2) Jenis kontrasepsi pil progestin a) Kemasan dengan isi 35 pil : 300 µg Levonorgestrel atau 350 µg Noretindron b) Kemasan dengan isi 28 pil : 75 µg Norgestrel (Hidayati, 2009: 13). Gambar 2.27 Mini Pil Sumber : PKBI jateng, 2015 3) Mekanisme kerja Minipil a) Menekan sekresi gonadotropin dan sintesis steroid seks diovarium (tidak begitu kuat) b) Endometrium mengalami transformasi lebih awal sehingga implantasi lebih sulit c) Mengentalkan lendir serviks sehingga menghambat penetrasi sperma d) Mengubah motilitas tuba sehingga transportasi sperma terganggu (Dewi, 2013: 183). 186 4) Keuntungan kontrasepsi a) Sangat efektif bila digunakan secara benar b) Tidak mengganggu hubungan seksual c) Tidak mempengaruhi ASI d) Kesuburan cepat kembali e) Nyaman dan mudah digunakan f) Sedikit efek samping g) Dapat dihentikan setiap saat h) Tidak mengandung estrogen (Dewi, 2013: 183). 5) Keuntungan non kontrasepsi a) Mengurangi nyeri haid b) Mengurangi jumlah darah haid c) Menurunkan tingkat anemia d) Mencegah kanker endometrium e) Melindungi dari penyakit radang panggul f) Tidak meningkatkan pembekuan darah g) Dapat diberikan pada penderita endometriosis h) Kurang menyebabkan peningkatan tekanan darah, nyeri kepala, dan depresi i) Dapat mengurangi keluhan premenstrual syndrome (sakit kepala, perut kembung, nyeri payudara, nyeri pada betis, lekas marah) 187 j) Sedikit sekali mengganggu metabolisme karbohidrat sehingga relative aman diberikan pada perempuan pengidap DM yang belum mengalami komplikasi (Dewi, 2013: 183-184). 6) Kerugian a) Hampir 30-60% mengalami gangguan menstruasi (perdarahan sela, spotting, amenore) b) Peningkatan berat badan c) Dipengaruhi oleh aktivitas androgenic Levonorgestrel yang menyebabkan peningkatan nafsu makan bagi pengguna mini pil d) Harus digunakan setiap hari dan pada waktu yang sama (sebaiknya malam hari) e) Perubahan pada mucus serviks agar dapat memberikan efek membutuhkan waktu 2-4 jam, impermeabilitas menurun pada 22 jam setelah pemberian dan setelah 24 jam, penetrasi sperma benar-benar tidak dipengaruhi, sehingga bila lupa satu pil kegagalan menjadi besar. f) Payudara tegang, mual, pusing,dermatitis, dan jerawat g) Aktivitas Levonorgestrel menurunkan kadar globulin pengikat hormone seks di dalam sirkulasi h) Resiko kehamilan ektopik tinggi (4 dari 100 kehamilan) 188 i) Perubahan dalam motilitas tuba menyebakan implantasi ektopik lebih besar j) Tidak melindungi dari PMS k) Wanita yang berisiko terhadap PMS, sebaiknya menggunakan metode perintang sebagai proteksi dirinya (Hidayati, 2009: 15-16). 7) Indikasi a) Usia reproduksi b) Telah memiliki anak, atau yang belum memiliki anak c) Menginginkan suatu metode kontrasepsi yang sangat efektif selama periode menyusui d) Pascapersalinan dan tidak menyusui e) Pascakeguguran f) Perokok segala usia g) Mempunyai tekanan darah tinggi atau dengan masalah pembekuan darah h) Tidak boleh menggunakan estrogen atau lebih senang tidak menggunakan estrogen (Kurnia, 2013: 184). 8) Kontraindikasi a) Hamil atau diduga hamil b) Perdarahan pervaginam yang belum jelas penyebabnya c) Tidak dapat menerima terjadinya gangguan haid 189 d) Menggunakan obat tuberculosis (rifampisin), atau obat untuk epilepsy (fenitoin dan barbiturat) e) Kanker payudara atau riwayat kanker payudara f) Sering lupa menggunakan pil g) Mioma uterus h) Riwayat stroke (Kurnia, 2013: 184-185). 9) Cara pemakaian kontrasepsi pil progestin (mini pil) a) Minum pil pertama pada hari 1-5 siklus menstruasi b) Minum pil setiap hari pada saat yang sama c) Bila menyusui antara 6 minggu dan 6 bulan pascapersalinan dan tidak menstruasi, mini pil dapat diminum setiap saat. Mini pil dapat diberikan segera setelah pascakeguguran d) Bila lupa 1 atau 2 pil, minum segera pil yang terlupa dan gunakan metode pelindung sampai akhir bulan. Bila terlambat lebih dari 3 jam, minumlah pil tersebut begitu ingat. e) Walaupun belum menstruasi, mulailah paket baru sehari setelah paket terakhir habis (Hidayati, 2009: 17-18). b. Suntik Progestin 1) Profil a) Sangat efektif b) Aman 190 c) Kembalinya kesuburan lebih lambat, rata-rata 4 bulan d) Cocok untuk masa laktasi karena tidak menekan produksi ASI (Dewi, 2013: 186). 2) Jenis a) Depo Medroksi Progesteron Asetat (Depoprovera), mengandung 150 mg DMPA, yang diberikan setiap 3 bulan dengan cara disuntik intramuscular (didaerah bokong). b) Depo Noristeron Enantat (Depo Noristerat), yang mengandung 200 mg Norentindron Enantat, diberikan setiap 2 bulan dengan cara disuntik intramuscular (Dewi, 2013: 186). 3) Cara kerja a) Mencegah ovulasi. b) Mengentalkan lendir serviks sehingga menurunkan kemampuan penetrasi sperma. c) Menjadikan selaput lendir rahim tipis dan atrofi. d) Menghambat transportasi gamet oleh tuba (Saifuddin, 2010: 30). 4) Indikasi a) Usia reproduksi b) Nulipara dan yang telah memiliki anak 191 c) Menghendaki kontrasepsi jangka panjang dan yang memiliki efektivitas tinggi d) Menyusui dan membutuhkan kontrasepsi yang sesuai e) Setelah melahirkan dan tidak meyusui f) Setelah abortus atau keguguran g) Telah banyak anak, tetapi belum menghendaki tubektomi h) Tekanan darah <180/110 mmHg, dengan masalah gangguan pembekuan darah atau anemia bulan sabit i) Menggunakan obat untuk epilepsy (fenitoin dan barbiturate) atau obat tuberculosis (rifampisin) j) Tidak dapat memakai kontrasepsi yang mengandung estrogen k) Sering lupa menggunakan pil kontrasepsi l) Anemia defisiensi besi m) Mendekati usia menopause yang tidak mau atau tidak boleh menggunakan pil kontrasepsi kombinasi (Kurnia, 2013: 188). 5) Kontraindikasi a) Hamil atau dicurigai hamil b) Perdarahan pervaginam yang belum jelas penyebabnya c) Tidak dapat menerima terjadinya gangguan haid, terutama amenorea d) Menderita kanker payudara atau riwayat kanker payudara 192 e) DM disertai komplikasi (Kurnia, 2013: 188). 6) Waktu mulai menggunakan a) Setiap saat selama siklus haid, asal ibu tersebut tidak hamil b) Mulai hari pertama sampai hari ke 7 siklus haid c) Pada ibu yang tidak haid, injeksi pertama dapat diberikan setiap saat, asalkan saja ibu tersebut tidak hamil. Selama 7 hari setelah suntikan tidak boleh melakukan hubungan seksual d) Ibu yang menggunakan kontrasepsi hormonal lain dan ingin mengganti dengan kontrasepsi suntikan. Bila ibu telah menggunakan kontrasepsi hormonal sebelumnya secara benar, dan ibu tersebut tidak hamil, suntikan pertama dapat segera diberikan. Tidak perlu menunggu sampai haid berikutnya datang e) Bila ibu sedang menggunakan metode kontrasepsi jenis lain dan ingin menggantinya dengan jenis kontrasepsi suntikan yang lain lagi, kontrasepsi suntikan yang akan diberikan dimulai pada saat jadwal kontrasepsi suntikan yang sebelumnya f) Ibu yang menggunakan kontrasepsi non hormonal dan ingin menggantinya dengan kontrasepsi hormonal,suntikan pertama kontrasepsi hormonal yang 193 akan diberikan dapat segera diberikan, asal saja ibu tersebut tidak hamil. Dan pemberiannya tidak perlu menunggu haid berikutnya datang. Bila ibu disuntik setelah hari ke 7 haid maka ibu tersebut selama 7 hari setelah suntikan tidak boleh melakukan hubungan seksual g) Ibu ingin menggantikan AKDR dengan kontrasepsi hormonal. Suntikan pertama dapat diberikan pada hari pertama sampai hari ke 7 siklus haid, atau dapat diberikan setiap saat setelah hari ke 7 siklus haid, asal saja yakin ibu tersebut tidak hamil h) Ibu tidak haid atau ibu dengan perdarahan tidak teratur. Suntikan pertama dapat diberikan setiap saat, asal saja ibu tersebut tidak hamil, dan selama 7 hari setelah suntikan tidak boleh melakukan hubungan seksual (Marmi, 2016: 221-222). 7) Cara penyuntikan a) Mempersiapkan pasien,alat, dan petugas b) Menginformasikan pada pasien tindakan yang akan dilakukan c) Menimbang berat badan dan mengukur tekanan darah pasien d) Memeriksa kebersihan daerah suntikan dan posisikan pasien 194 e) Mempersiapkan alat f) Mencuci tangan Mempersiapkan obat a) Mengocok vial obat dengan baik b) Membuka, menghapus karet vial, serta membuka bungkus spuit c) Memasukkan obat dan mengeluarkan udara yang ada pada spuit Melakukan penyuntikan a) Melakukan tindakan antisepsis b) Menusukkan jarum c) Melakukan aspirasi d) Memasukkan obat dan mancabut jarum suntikan Pasca penyuntikan a) Merapikan pasien, lingkungan, dan alat b) Mencuci tangan di bawah air mengalir c) Merencanakan tanggal kunjungan ulang d) Menjelaskan kemungkinan (Hidayati,2009: 22-27). yang akan dialami 195 Gambar 2.28 Suntik Progestin Sumber:https://www.org.kebidanan.suntik-progestin c. Alat kontrasepsi bawah kulit (implant) 1) Profil a) Efektif 5 tahun untuk Norplant, 3 tahun untuk jadena, indoplant, atau implanon b) Nyaman c) Dapat dipakai oleh semua ibu dalam semua usia reproduksi d) Pemasangan dan pencabutan perlu pelatihan e) Kesuburan segera kembali setelah implant dicabut f) Efek samping utama berupa perdarahan tidak teratur, perdarahan bercak, dan amenorea g) Aman dipakai pada masa laktasi (Dewi, 2013: 189-190). 196 2) Jenis a) Norplant Terdiri dari 6 batang silastik lembut berongga dengan panjang 3,4 cm dan diameter 2,4 mm yang berisi 36 mg Levonorgestrel dan lama kerjanya 5 tahun b) Implanon Terdiri dari 1 batang putih lentur dengan panjang kira-kira 40 mm dan diameter 2 mm yang berisi 68 mg 3 ketodesogestrel dan lama kerjanya 3 tahun c) Jadena dan indoplant Terdiri dari 2 batang yang berisi 75 mg Levonorgestrell dengan lama kerja 3 tahun (Dewi, 2013: 190). 3) Mekanisme Kerja a) Lendir servik menjadi kental b) Mengganggu proses pembentukan endometrium sehingga sulit terjadi implantasi c) Mengurangi transformasi sperma d) Menekan ovulasi (Dewi, 2013: 190). 4) Indikasi a) Usia reproduksi b) Menghendaki kontrasepsi jangka panjang c) Ibu menyusui d) Pascakeguguran 197 e) Pascapersalinan f) Tidak menginginkan anak lagi, tetapi tidak mau menggunakan metode steril (vasektomi atau tubektomi) g) Wanita dengan kontraindikasi hormone estrogen h) Sering lupa mengonsumsi pil (Hidayati, 2009: 67-68). 5) Kontraindikasi a) Hamil atau diduga hamil b) Perdarahan pervaginam yang belum jelas penyebabnya c) Kanker payudara atau riwayat kanker payudara d) Tidak dapat menerima perubahan pola menstruasi yang terjadi e) Diabetes mellitus (Hidayati, 2009: 68). 6) Efek samping a) Amenore b) Perdarahan bercak/spoting ringan c) Ekspulsi d) Infeksi pada daerah insersi e) Berat badan naik/turun (Kurnia, 2013: 191). 7) Melakukan pemasangan implant a) Cuci daerah insersi, lakukan tindakan steril dan tutup daerah insersi dengan kain steril 198 b) Lakukan anestesi lokal lidocain 1% pada daerah insersi, mula-mula disuntikan sejumlah kecil anastesi pada daerah insisi, kemudian anastesi diperluas sepanjang 4-4,4 cm c) Dengan pisau scalpel dibuat insisi 2 mm sejajar dengan lengan siku d) Masukan ujung trokar melalui insisi e) Memasukkan implant ke dalam trokarnya f) Ubah arah trokar sehingga implant berikutnya berada 15 derajat dari implant sebelumnya g) Setelah semua implant terpasang, lakukan penekanan pada luka insisi dengan kasa steril untuk mengurangi perdarahan h) Luka insisi ditutup dengan kompres kering, lalu lengan dibalut dengan kasa. Daerah insersi dibiarkan kering dan tetap bersih selama 4 hari (Kurnia, 2013: 193). 8) Indikasi pencabutan a) Setelah lima tahun insersi implant (norplant). b) Atas permintaan pasien (seperti adanya keluhan atau pasien ingin hamil). c) Keadaan yang tergolong sebagai perhatian khusus bagi insersi implant (Norplant), sehingga sebaiknya mengganti dengan cara nonhormonal yang lain (Hidayati, 2009: 84). 9) Melakukan pencabutan implant 199 a) Jelaskan pada pasien mengenai prosedur yang akan dilakukan b) Persilakan pasien untuk mencuci seluruh lengan dan tangan c) Atur lengan pasien tempat implant terpasang d) Raba kapsul implant e) Raba ujung kapsul dekat lipatan siku f) Pastikan posisi setiap kapsul g) Siapkan tempat alat h) Buka bungkus steril Tindakan pencabutan implant dengan metode standar a) Tentukan lokasi insisi b) Buat insisi melintang (±4 mm) c) Lakukan pencabutan kapsul d) Dorong ujung kapsul ke arah insisi dengan jari tangan e) Jepit ujung kapsul f) Bersihkan dan buka jaringan ikat yang mengelilingi kapsul g) Jepit kapsul h) Lepaskan klem pertama i) Cabut kapsul j) Cabut kapsul berikutnya k) Pastikan bahwa semua kapsul sudah dicabut l) Tunjukkan kapsul tersebut pada pasien 200 Tindakan pasca pelepasan a) Bersihkan daerah sekitar insisi b) Pegang dan dekatkan kedua tepi luka insisi c) Tutup luka d) Periksa perdarahan e) Tutup daerah insisi (Hidayati, 2009: 86-92). Gambar 2.29 Alat Kontrasepsi Implan Sumber : https://www.org.kebidanan.alat-kontrasepsi-implan 8. Metode Kontrasepsi Modern a. Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR) 1) Pengertian AKDR/IUD (Intra Uteri Device) adalah salah satu alat kontrasepsi modern yang telah dirancang sedemikian rupa(baik bentuk, ukuran, bahan, dan masa aktif fungsi kontrasepsinya), diletakkan dalam kavum uteri sebagai usaha kontrasepsi, 201 menghalangi fertilisasi, dan menyulitkan telur berimplantasi dalam uterus (Hidayati, 2009: 29). 2) Profil a) Sangat efektif, reversible, dan berjangka panjang (dapat sampai 10 tahun : CuT-380A) b) Haid menjadi lebih lama dan banyak c) Pemasangan dan pencabutan membutuhkan pelatihan d) Dapat dipakai oleh semua perempuan usia reproduksi e) Tidak boleh dipakai oleh perempuan yang terpapar PMS (Dewi, 2013: 193-194). 3) Jenis a) AKDR CuT-380A Kecil, kerangka dari plastic yang fleksibel, berbentuk huruf T, diselubungi ole kawat halus yang terbuat dari tembaga (Cu). b) AKDR yang lain beredar di Indonesia adalah NOVA T (Schering) (Dewi, 2013: 194). 202 Gambar 2.30 Jenis-jenis kontrasepsi IUD Sumber:https://www.org.kebidanan.jenis-jenis-kontrasepsi-IUD 4) Mekanisme kerja a) Menghemat kemampuan sperma untuk masuk ke tuba falopi b) Mempengaruhi fertilitas sebelum ovum mencapai kavum uteri c) AKDR bekerja terutama mencegah sperma dan ovum bertemu, walaupun AKDR membuat sperma sulit masuk ke dalam alat reproduksi perempuan dan mengurangi kemampuan sperma untuk fertilitas d) Memungkinkan untuk mencegah implantasi telur dalam uterus (Kurnia, 2013: 194). 5) Indikasi a) Usia reproduktif. b) Keadaan nulipara. c) Menginginkan menggunakan kontrasepsi jangka panjang. 203 d) Menyusui yang menginginkan menggunakan kontrasepsi. e) Setelah melahirkan dan tidak menyusui bayinya. f) Setelah mengalami abortus dan tidak terlihat adanya infeksi. g) Risiko rendah dari IMS. h) Tidak menghendaki metode hormonal. i) Tidak menyukai untuk mengingat-ingat minum pil setiap hari. j) Tidak menghendaki kehamilan setelah 1-5 hari sanggama (lihat kontrasepsi darurat) (Kumalasari, 2015: 306). Pada umumnya Ibu dapat menggunakan AKDR Cu dengan aman dan efektif. AKDR dapat digunakan pada Ibu dalam segala kemungkinan keadaan misalnya: a) Perokok. b) Pasca keguguran atau kegagalan kehamilan apabila tidak terlihat adanya infeksi. c) Sedang memakai antibiotika atau antikejang. d) Gemuk ataupun yang kurus. e) Sedang menyusui. Begitu juga Ibu dalam keadaan seperti di bawah ini dapat menggunakan AKDR: a) Penderita tumor jinak payudara. b) Penderita kanker payudara. 204 c) Pusing-pusing, sakit kepala. d) Tekanan darah tinggi. e) Varises di tungkai atau di vulva. f) Penderita penyakit jantung (termasuk penyakit jantung katup dapat diberi anti biotika sebelum pemasangan AKDR). g) Pernah menderita stroke. h) Penderita diabetes. i) Penderita penyakit hati atau empedu. j) Malaria. k) Skistosomiasis (tanpa anemia). l) Penyakit Tiroid. m) Epilepsi. n) Nonpelvik TBC. o) Setelah kehamilan ektopik. p) Setelah pembedahan pelvic (Saifuddin, 2010: 45). 6) Kontraindikasi a) Sedang hamil (diketahui hamil atau kemungkinan hamil). b) Perdarahan vagina yang tidak diketahui (sampai dapat dievaluasi). c) Sedang menderita infeksi alat genital (vaginitis, servisitis). d) Tiga bulan terakhir sedang mengalami atau sering menderita PRP atau abortus septik. 205 e) Kelainan bawaan uterus yang abnormal atau tumor jinak rahim yang dapat mempengaruhi kavum uteri. f) Penyakit trofoblas yang ganas. g) Diketahui menderita TBC pelvik. h) Kanker alat genital. i) Ukuran rongga rahim kurang dari 5 cm (Saifuddin, 2010: 46). 7) Efek samping a) Amenorea b) Kejang c) Perdarahan vagina yang hebat dan tidak teratur d) Benang yang hilang e) keputihan (Marmi, 2016: 265). 8) Waktu penggunaan a) Setiap waktu dalam siklus haid, yang dapat dipastikan klien tidak hamil b) Hari pertama sampai ke 7 siklus haid c) Segera setelah melahirkan, selama 48 jam pertama atau setelah 4 minggu pascapersalinan, setelah 6 bulan apabila menggunakan metode amenore laktasi. Perlu diingat angka ekspulsi tinggi pada pemasangan segera atau selama 48 jam pascapersalinan d) Setelah abortus atau keguguran 206 e) Selama 1 sampai 5 hari setelah senggama yang tidak dilindungi (Kurnia, 2013: 196). 9) Cara pemasangan AKDR a) Langkah 1 (1) Jelaskan pada klien apa yang akan dilakukan dan mempersilahkan klien mengajukan pertanyaan (2) Sampaikan kepada klien kemungkinan akan merasa sedikit sakit pada beberapa langkah waktu pemasangan dan nanti akan diberitahu bila sampai pada langkah tersebut (3) Pastikan klien telah mengosongkan kandung kemihnya b) Langkah 2 (1) Periksa genitalia eksterna untuk memeriksa adanya ulkus, pembengkakan kelenjar getah bening (bubo), pembengkakan kelenjar bartolini dan kelenjar skene (2) Lakukan pemeriksaan speculum untuk memeriksa adanya cairan vagina, servisitis, dan pemeriksaan mikroskopis bila diperlukan (3) Lakukan pemeriksaan panggul untuk menentukan besar, posisi uterus, konsistensi dan mobilitas uterus. Untuk memeriksa adanya nyeri goyang serviks dan tumor pada adneksa atau pada kavum douglasi 207 c) Langkah 3 Lakukan pemeriksaan mikroskopik bila tersedia dan bila ada indikasi untuk memeriksa adanya jamur, trikomonas, bacterial vaginosis (preparat basah saline dan KOH serta pemeriksaan pH) untuk memeriksa adanya gonorea atau klamidia d) Langkah 4 Masukkan lengan AKDR Copper T-380 A di dalam kemasan sterilnya e) Langkah 5 Gunakan tenakulum untuk menjepit serviks pada posisi jam satu atau jam sebelas f) Langkah 6 Masukkan sonde uterus untuk menentukan posisi uterus dan kedalaman kavum uteri. Memasukkan sonde sekali masuk dengan teknik tanpa sentuh dimaksudkan untuk mengurangi resiko infeksi g) Langkah 7 (1) Atur letak leher biru pada tabung inserter sesuai dengan kedalaman kavum uteri (2) Tarik tenakulum (yang masih menjepit serviks sesudah melakukan sonde uterus) sehingga kavum 208 uteri, kanalis servikalis dan vagina berada dalam satu garis lurus (3) Masukkan dengan pelan dan hati-hati tabung inserter yang sudah berisi AKDR ke dalam kanalis servikalis dengan mempertahankan posisi leher biru dalam arah horizontal (4) Sesuai dengan arah dan posisi kavum uteri, dorong tabung inserter sampai leher biru menyentuh serviks atau sampai terasa ada tahanan dari fundus uteri. Pastikan leher biru tetap dalam posisi horizontal (5) Pegang serta tahan tenakulum dan pendorong dengan satu tangan, sedang tangan lain menarik tabung inserter sampai pangkal pendorong. Dengan cara ini lengan AKDR akan berada tepat di fundus (puncak kavum uteri) (6) Keluarkan pendorong dengan tetap memegang dan menahan tabung inserter, dorong kembali tabung inserter dengan pelan dan hati-hati sampai terasa ada tahanan fundus. Langkah ini menjamin bahwa lengan AKDR akan berada tetap di tempat yang setinggi mungkin dalam kavum uteri (7) Keluarkan sebagian tabung inserter dari kanalis servikalis. Pada waktu benang tampak tersembul 209 keluar dari lubang serviks sepanjang 3-4 cm, potong benang tersebut dengan menggunakan gunting mayo yang tajam (8) Lepas tenakulum. Bila ada perdarahan banyak dari tempat bekas jepitan tenakulum, tekan dengan kasa sampai perdarahan terhenti. h) Langkah 8 Buang bahan-bahan habis pakai yang terkontaminasi sebelum melepas sarung tangan. Bersihkan permukaan yang terkontaminasi i) Langkah 9 Lakukan dekontaminasi alat-alat dan sarung tangan dengan segera setelah selesai dipakai j) Langkah 10 (1) Ajarkan pada klien bagaimana cara memeriksa benang AKDR (dengan model bila tersedia) (2) Minta klien menunggu di klinik selama 15-30 menit setelah pemasangan AKDR (Kumalasari, 2015: 308310). 10) Cara pencabutan AKDR a) Langkah 1 Menjelaskan kepada klien apa yang akan dilakukan dan persilakan klien untuk bertanya 210 b) Langkah 2 Memasukkan speculum untuk melihat serviks dan benang AKDR c) Langkah 3 Mengusap serviks dan vagina dengan larutan antiseptic dua sampai tiga kali d) Langkah 4 (1) Mengatakan kepada klien bahwa sekarang akan dilakukan pencabutan. Meminta klien untuk tenang dan menarik napas panjang. Memberitahu mungkin timbul sakit tapi itu normal (2) Pencabutan normal. Jepit benang di dekat serviks dengan menggunakan klem lurus atau lengkung (ekstraktor) yang sudah didisinfeksi tingkat tinggi atau steril dan tarik benang pelan-pelan, tidak boleh menarik dengan kuat. AKDR biasanya dapat dicabut dengan mudah. Untuk mencegah benangnya putus, tarik dengan kekuatan tetap dan cabut AKDR dengan pelan-pelan. Bila benang putus saat ditarik tetapi tepi ujung AKDR masih dapat dilihat maka jepit ujung AKDR tersebut dan tarik keluar 211 (3) Pencabutan sulit. Bila benang AKDR tidak tampak, periksa pada kanalis servikalis dengan menggunakan klem lurus atau lemgkung. Bila tidak ditemukan pada kanalis servikalis, masukkan klem atau alat pencabut AKDR ke dalam kavum uteri untuk menjepit benang atau AKDR itu sendiri (4) Bila sebagian AKDR sudah tertarik keluar tetapi kemudian mengalami kesulitan menarik seluruhnya dari kanalis servikalis, putar pelan-pelan sambil tetap menarik selama klien tidak mengeluh sakit. Bila dari pemeriksaan bimanual didapatkan sudut antara uterus dengan kanalis servikalis yang sangat tajam, gunakan tenakulum untuk menjepit serviks dan lakukan tarikan ke bawah dan ke atas dengan pelan-pelan dan hatihati, sambil memutar klem. Jangan menggunakan tenaga besar (Kumalasari, 2015: 310). b. IUD (Intra Uteri Device) Pasca Plasenta 1) Pengertian IUD post plasenta ialah IUD yang dipasang dalam waktu 10 menit setelah lepasnya plasenta pada persalinan pervaginam (Marmi, 2016: 254). Pemasangan IUD berdasarkan waktu pemasangan dapat dibagi menjadi 3 (Hartanto, 2010: 167): 212 a) Immediate posplacental insertion (IPP) merupakan AKDR dipasang dalam waktu 10 menit setelah plasenta dilahirkan. b) Early postpartum insertion (EP) merupakan AKDR dipasang antara 10 menit sampai dengan 72 jam postpartum c) Interval insertion (INT) merupakan AKDR dipasang setelah 6 minggu postpartum. 2) Cara Kerja IUD yang dipasang setelah persalinan selanjutnya juga akan berfungsi seperti IUD yang dipasang saat siklus menstruasi. Pada pemasangan IUD post plasenta, umumnya digunakan jenis IUD yang terdapat lilitan tembaga yang menyebabkan terjadinya perubahan kimia di uterus sehingga sperma tidak dapat membuahi sel telur (Ovum) (Kumalasari, 2015: 312). 3) Efektivitas Efektivitas sangat tinggi. Setiap tahunnya 3-8 wanita mengalami kehamilan dari 1000 wanita yang menggunakan IUD jenis Copper T 380A. Kejadian hamil yang tidak diinginkan pada pasca insersi IUD post plasenta sebanyak 2,0 – 2,8 per 100 akseptor pada 24 bulan setelah pemasangan. Setelah 1 tahun, penelitian menemukan angka kegagalan IUD post plasenta sebnayak 0,8%, dibandingkan dengan 213 pemasangan setelahnya. Sesuai dengan kesepakatan WHO, IUD dapat dipakai selama 10 tahun walaupun pada kemasan tercantum efektifitasnya hanya 4 tahun (BKKBN, 2010). 4) Keuntungan a) Efektif dan tidak berpengaruh pada produksi menyusui b) Langsung bisa diakses oleh ibu yang melahirkan di pelayanan kesehatan c) Aman untuk wanita yang positif menderita HIV d) Resiko terjadi infeksi rendah yaitu dari 0,1 – 1,1 % e) Kesuburan dapat kembali lebih cepat setelah pelepasan f) Kejadian perforasi rendah yaitu sekitar 1 kejadian perforasi dari jumlah populasi 1150 sampai 3800 wanita g) Sedikit kasus perdarahan daripada IUD yang di waktu menstruasi h) Mudah dilakukan pada wanita dengan epidural (Marmi, 2016: 255). 5) Kerugian Angka keberhasilan ditentukan oleh waktu pemasangan, tenaga kesehtaan yang memasang, dan teknik pemasangannya. Waktu pemasangan dalam 10 menit setelah keluarnya plasenta memungkinkan angka ekspulsinya lebih kecil ditambah dengan ketersediaan tenaga kesehatan yang terlatih (dokter atau bidan) dalam proses pemasangan sampai ke fundus juga dapat 214 meminimalisir kegagalan pemasangan (Kumalasari, 2015: 312). 6) Indikasi Yang dapat menggunakan IUD pasca plasenta (Kumalasari, 2015:313) : a) Usia produktif b) Menginnginkan penggunaan kontrasepsi jangka panjang c) Resiko rendah IMS d) Tidak menghendaki metode hormonal e) Tidak menyukai untuk mengingat-ingat minum pil setiap hari 7) Kontaindikasi pemasangan a) Demam atau gejala PID b) Rupture membrane yang lama (lebih dari 24 jam) c) Perdarahan antepartum atau postpartum yang berkelanjutan setelah bayi lahir. d) Perdarahan pervaginam yang belum diketahui penyebabnya e) Gangguan pembekuan darah, misal DIC yang disebabkan oleh preeklampsi atau eklampsi f) Penyakit tropoblas dalam kehamilan (jinak atau ganas) g) Abnormal uterus h) Adanya dugaan kanker uterus (TBC pelvic) 215 i) AIDS tanpa terapi Antiretroviral ( Kumlasari, 2015: 313). 8) Prosedur Pemasangan Pemasangan AKDR dalam 10 menit setelah plasenta lahir dapat dilakukan dengan 2 teknik (Marmi, 2016: 257) yaitu: a) Dipasang dengan tangan secara langsung setelah plasenta dilahirkan dan sebelum perineorafi, pemasang melakukan kembali toilet vulva dan mengganti sarung tangan dengan yang baru. Pemasang memegang AKDR dengan jari telunjuk dan jari tengah kemudian dipasang secara perlahan-lahan melalui vagina dan serviks sementara itu tangan yang lain melakukan penekanan pada abdomen bagian bawah dan mencengkram uterus untuk memastikan AKDR dipasang ditengah-tengah yaitu fundus uterus. Tangan pemasang dikeluarkan perlahan-lahan dari vagina. Jika AKDR ikut tertarik keluar saat tangan pemasang dikeluarkan dari vagina atau AKDR belum terpasang di tempat yang semestinya, segera dilakukan perbaikan posisi AKDR. b) Dipasang dengan ring forceps Prosedur pemasangan dengan AKDR menggunakan ring forceps hampir menyerupai dengan pemasangan menggunakan tangan secara langsung akan tetapi AKDR 216 diposisikan dengan menggunkan ring forceps, bukan dengan tangan. 9) Efek Samping dan Komplikasi a) Ekspulsi Angka kejadian ekspulsi pada IUD sekitar 2-8 per 100 wanita pada tahun pertama setelah pemasangan. Angka kejadian ekspulsi setelah post partum juga tinggi, pada insersi setelah plasenta lepas kejadian ekspulsi lebih rendah daripada pada insersi yang dilakukan setelahnya. Gejala ekspulsi antara lain yaitu kram, pengeluaran pervaginam, spotting atau perdarahan, dan dispareni. b) Kehamilan Kehamilan yang terjadi setelah pemasangan IUD post plasenta terjadi antara 2,0-2,8 per 100 akseptor pada 24 bulan. Setelah 1 tahun, dari penelitian menyatakan angka kegagalannya 0,8% dibandingkan dengan pemasangan IUD saat menstruasi c) Infeksi Prevalensi infeksi cenderung rendah ialah sekitar 0,1 % sampai dengan 1,1 %. 217 d) Perforasi Perforasi rendah adalah sekitar 1 kejadian perforasi dari jumlah populasi 1150 sampai 3800 wanita (Marmi, 2016: 257). 10) Petunjuk bagi klien a) Anjurkan untuk kembali memeriksakan diri setelah 4 sampai 6 minggu dari pemasangan AKDR b) Selama bulan pertama menggunakan AKDR, periksalah benang AKDR secara rutin terutama setelah menstruasi c) Setelah bulan pertama pasca pemasangan, hanya perlu memeriksa keberadaan benang setelah menstruasi apabila mengalami kram/kejang diperut bagian bawah, perdarahan (spotting) diantara haid atau setelah senggama, nyeri setelah senggama atau apabila pasangan mengalami tidak nyaman selama melakukan hubungan seksual. Copper T380A perlu dilepas setelah 10 tahun pemasangan, tetapi dapat dilakukan lebih awal apabila diinginkan. Kembali ke klinik apabila: a) Tidak dapat meraba benang AKDR b) AKDR terlepas c) Siklus terganggu atau meleset d) Merasakan bagian yang keras dari AKDR e) Terjadi pengeluaran dari vagina yang mencuruigakan 218 f) Adanya infeksi (Kumalasari, 2015: 315). Gambar 2.31 IUD Post Plasenta Sumber : https://www.org.kebidanan.iud-post-plasenta 9. Metode Kontrasepsi Mantap a. MOW (Metode Operasi Wanita) 1) Profil Metode keluarga berencana dengan metode operasi wanita (MOW) (Dewi, 2013: 197). 2) Mekanisme kerja Dengan mengoklusi tuba falopi (mengikat dan memotong/memasang cincin), sehingga sperma tidak dapat bertemu dengan ovum (Dewi, 20913: 197). 3) Indikasi a) Usia > 26 tahun. b) Paritas > 2. 219 c) Yakin telah mempunyai besar keluarga yang sesuai dengan kehendaknya. d) Pada kehamilannya akan menimbulkan risiko kesehatan yang serius. e) Pascapersalinan. f) Pascakeguguran. g) Paham dan secara sukarela setuju dengan prosedur ini (Saifuddin, 2010: 51). 4) Kontraindikasi a) Hamil (sudah terdeteksi atau dicurigai). b) Perdarahan vaginal yang belum terjelaskan (hingga harus dievaluasi). c) Infeksi sistemik atau pelvik yang akut (hingga masalah itu disembuhkan atau dikontrol). d) Tidak boleh menjalani proses pembedahan. e) Kurang pasti mengenai keinginannya untuk fertilitas di masa depan. f) Belum memberikan persetujuan tertulis (Marmi, 2016: 300). 5) Keuntungan a) Tidak mengganggu ASI b) Jarang ada keluhan sampingan c) Angka kegagalan hampir tidak ada 220 d) Tidak mengganggu gairah seksual (Saifuddin, 2008: 42). 6) Kerugian a) Tindakan operatif, seringkali menakutkan b) Definitive, kesuburan tidak dapat kembali lagi c) Komplikasi yang ditimbulkan bisa serius (Saifuddin, 2008: 42). 7) Keterbatasan a) Harus dipertimbangkan sifat permanen metode kontrasepsi ini b) Klien dapat menyesal di kemudian hari c) Resiko komplikasi kecil d) Rasa sakit/ketidaknyamanan dalam jangka pendek setelah tindakan e) Dilakukan oleh dokter terlatih f) Tidak melindungi dari IMS (Dewi, 2013: 199). 221 Gambar 2.32 Kontrasepsi Tubektomi Sumber : PKBI Jateng, 2015 8) Waktu pelaksanaan MOW a) Setiap waktu selama siklus menstruasi apabila diyakini secara rasional klien tidak hamil b) Hari ke-6 hingga ke-13 dari siklus menstruasi c) Pasca persalinan. MOW post partum dilakukan 1 hari setelah partus d) Pasca keguguran e) Saat melakukan seksio sesarea. Pasca keguguran, pasca persalinan atau masa interval. Pasca persalinan dianjurkan 24 jam atau selambat-lambatnya dalam 48 jam setelah bersalin (Marmi, 2016: 310). 222 b. MOP (Metode Operasi Pria) 1) Profil Metode keluarga berencana yang dilakukan dengan metode operasi pria (MOP). (Dewi, 2013: 199). 2) Mekanisme kerja Menghentikan kapasitas reproduksi pria dengan jalan melakukan oklusi vasa deferensia sehingga alur transportasi sperma terhmabat dan proses fertilitas tidak terjadi (Dewi, 2013: 199). 3) Efektifitas a) Angka kegagalan 0-2,2%, umumnya <1% b) Kegagalan kontap, umumnya disebabkan oleh: (1) Senggama yang tidak terlindung sebelum semen/ejakulat bebas sama sekali dari spermatozoa (2) Rekanalisasi spontan dari vas deferens, umumnya terjadi setelah pembentukan granuloma spermatozoa (3) Pemotongan dan oklusi struktur jaringan lain selama operasi (4) Jarang : duplikasi congenital dari vas deferens (Saifuddin, 2010: 57). 223 Gambar 2.33 Kontrasepsi Vasektomi Sumber : PKBI Jateng, 2015. 4) Indikasi Vasektomi merupakan upaya untuk menghentikan fertilitas dimana fungsi reproduksi merupakan ancaman atau gangguan terhadap kesehatan pria dan pasangannya serta melemahkan ketahanan dan kualitas keluarga. a) Pria usia reproduktif <50 tahun b) Yang menginginkan metode secara efektif c) Istri yang bermasalah usia, paritas atau kesehatan yang mungkin akan menimbulkan resiko d) Yang memahami dan sukarela memberi izin untuk pemasangan prosedur tersebut e) Yang merasa yakin bahwa mereka telah mendapatkan jumlah keluarga yang diinginkan (Dewi, 2013: 199). 224 5) Kontraindikasi a) Infeksi kulit lokal b) Infeksi traktus genetalia c) Kelainan skrotum dan sekitarnya d) Penyakit sistemik → penyakit perdarahan, DM, jantung koroner e) Riwayat perkawinan, psikologis atau seksual tidak stabil (Dewi, 2013: 200). 6) Informasi setelah tindakan a) Pertahankan band aid selama 3 hari b) Luka yang sedang dalam penyembuhan jangan ditariktarik atau digaruk c) Boleh mandi setelah 24 jam, asal luka tidak basah, setelah 3 hari luka boleh dicuci dengan air dan sabun d) Pakailah penunjang skrotum, usahakan daerah operasi kering e) Jika ada nyeri, berikan 1-2 tablet analgetik (parasetamol/ibuprofen setiap 4-5 jam) f) Hindari angkat berat dan kerja keras untuk 3 hari g) Boleh senggama sesudah 2-3 hari. Namun untuk mencegah kehamilan pakailah kontrasepsi (Marmi, 2016: 347). kondom atau cara 225 7) Penanganan komplikasi setelah tindakan a) Perdarahan → sedikit di observasi, banyak di rujuk. Bekuan darah didalam skrotum yang tidak dikeluarkan dapat menimbulkan infeksi. b) Infeksi → infeksi pada kulit skrotum cukup dengan pengobatan luka kulit. Apabila basah di kompres, bila kering diberi salep antibiotic, apabila infiltrate didalam kulit skrotum ditempat vasektomi di rujuk. c) Hematoma →hematoma kecil lakukan kompres, hematoma besar membuka kembali skrotum, ikat PD dan lakukan drainase d) Granuloma sperma → granuloma kecil akan hilang sendiri cukup dikompres es dan istirahat dan pemberian analgetika. Apabila granuloma besar dilakukan insisi dan ikat kembali e) Antibodi sperma → separuh sampai dua pertiga akseptor vasektomi akan membentuk antibody terhadap sperma, sampai saat ini tidak pernah terbukti adanya penyulit yang disebabkan adanya antibody (Dewi, 2013: 200-201). 8) Kunjungan ulang a) Seminggu sampai 2 minggu setelah pembedahan b) Sebulan setelah operasi c) 3 bulan dan 1 tahun setelah operasi (Dewi, 2013: 201). 226 2.2 KONSEP DASAR ASUHAN KEBIDANAN 2.2.1 KONSEP DASAR ASUHAN KEHAMILAN 1. Pengkajian Data a. Data Subyektif 1) Biodata a) Nama Untuk menetapkan identitas pasti pasien karena mungkin memiliki nama yang dengan alamat dan nomor telepon yang berbeda (Manuaba, 2010:159). b) Umur Umur primigravida kurang dari 16 tahun atau lebih dari 35 tahun merupakan batas awal dan akhir reproduksi yang sehat. Banyak terjadi penyulit pada kehamilan dini (Manuaba, 2010:159). c) Agama Sebagai dasar bidan dalam memberikan dukungan mental dan spiritual terhadap pasien dan keluarga sebelum dan pada saat persalinan (Manuaba, 2010: 159). d) Pekerjaan Data ini menggambarkan tingkat sosial ekonomi, pola sosial budaya, dan data pendukung dalam 227 menentukan pola komunikasi yang akan dipilih selama asuhan (Varney, 2007: 536). e) Pendidikan Tingkat pendidikan yang rendah terutama jika berhubungan dengan usia yang muda, berhubungan erat dengan perawatan prenatal yang tidak adekuat (Walsh, 2012:122). f) Penghasilan Penghasilan yang terbatas sehingga kelangsungan kehamilan dapat menimbulkan berbagai masalah keidanan (Manuaba, 2010: 235). g) Suku/bangsa Data ini berhubungan dengan sosial budaya yang dianut oleh pasien dan keluarga yang berkaitan dengan persalinan (Marmi, 2011: 155). h) Alamat Selain sebagai data mengenai distribusi lokasi pasien, data ini juga memberi gambaran mengenai jarak dan waktu yang ditempuh pasien menuju lokasi persalinan (Marmi, 2011: 155). 2) Keluhan utama Keluhan ringan pada kehamilan adalah edema dependen, nokturia, konstipasi, sesak nafas, nyeri ulu hati, kram 228 tungkai, nyeri punggung bawah. Pada ibu hamil trimester III, keluhan-keluhan yang sering dijumpai yaitu: a) Nokturia Terjadi peningkatan frekuensi berkemih. Aliran balik vena dari ekstremitas difasilitasi saat wanita sedang berbaring pada posisi lateral rukemben karena uterus tidak lagi menekan pembuluh darah panggul dan vena cava inferior b) Edema Dependen Edema dependen pada kaki timbul akibat gangguan sirkulasi vena dan peningkatan tekanan vena pada ekstremitas bagian bawah. Gangguan sirkulasi ini disebabkan oleh tekanan uterus yang membesar pada vena-vena panggul saat wanita tersebut duduk atau berdiri dan pada vena cava inferior saat telentang c) Sesak nafas Uterus telah mengalami pembesaran hingga terjadi penekanan diafragma. Selain itu diafragma akan mengalami elevasi kurang lebih 4 cm selama kehamilan 229 d) Konstipasi Kontipasi diduga terjadi akibat penurunan peristaltik yang disebabkan relaksasi otot polos pada usus besar ketika terjadi peningkatan jumlah progesterone. Pergeseran dan tekanan yang terjadi pada usus akibat pembesaran uterus atau bagian presentasi juga dapat menyebabkan konstipasi e) Nyeri ulu hati Relaksasi sfingter jantung pada lambung akibat pengaruh yang ditimbulkan peningkatan jumlah progesterone, penurunan motilitas gastrointestinal yang terjadi akibat relaksasi otot halus yang kemungkinan disebabkan peningkatan jumlah progesterone dan tekanan uterus, dan tidak ada ruang fungsional untuk lambung akibat perubahan tempat dan penekanan oleh uterus yang membesar f) Nyeri punggung bawah Nyeri punggung bawah merupakan nyeri punggung yang terjadi pada area lumbosakral. Nyeri ini merupakan akibat pergeseran pusat gravitasi dan terjadi perubahan yang disebabkan karena berat uterus yang semakin membesar 230 g) Kram tungkai Uterus yang membesar memberi tekanan pada pembuluh darah panggul, sehingga mengganggu sirkulasi atau pada saraf, sementara saraf ini melewati foramen obturator dalam perjalanan menuju ekstremitas bagian bawah (Varney , 2008: 540-543). 3) Riwayat Menstruasi Menurut Rohani (2011: 88) riwayat menstruasi/haid hal yang perlu dikaji ialah umur menarche, siklus, lamannya, banyaknya darah dan adanya dismenhorrea. Selain itu, kaji pula HPHT (hari pertama haid terakhir) ibu. Hari pertama haid terakhir merupakan data dasar yang diperlukan untuk menentukan usia kehamilan, apakah cukup bulan atau premature. Mengkaji pula kapan bayi lahir (menurut taksiran ibu) dan taksiran persalinan. 4) Riwayat obstetric Menurut Sulistyawati (2010: 150) riwayat kebidanan yang lalu, meliputi: a) Jumlah kelahiran, anak yang lahir hidup, persalinan aterm, persalinan premature, keguguran, persalinan dengan tindakan. 231 b) Riwayat perdarahan pada kehamilan, persalinan, atau nifas yang sebelumnya. c) Hipertensi disebabkan kehamilan pada kehamilan sebelumnya. d) Berat bayi kurang dari 2500 gram atau lebih dari 4000 gram. e) Masalah lain yang dialami. 5) Riwayat kehamilan sekarang Pada riwayat kehamilan sekarang terdapat jadwal pemeriksaan hamil dilakukan paling sedikit 4 kali selama kehamilan yaitu satu kali pada trimester pertama, satu kali pada trimester kedua, dua kali pada trimester ketiga. Pelayanan asuhan kehamilan satandar minimal 7T yaitu: timbang, ukur tekanan darah, ukur tinggi fundus uteri, pemberian imunisasi TT lengkap (5x TT yaitu TT 5), pemberian tablet zat besi minimum 90 tablet selama kehamilan, tes terhadap penyakit menular seksual, dan temu wicara dalam rangka persiapan rujukan (Saifuddin, 2010: 407). 6) Riwayat KB Menurut Rohani (2011: 58) pada riwayat KB dapat diperoleh data yaitu jenis kontrasepsi yang pernah 232 dipakai, efek samping, alasan berhentinya, penggunaan alat kontrasepsi dan lama penggunaan kontrasepsi. 7) Riwayat kesehatan keluarga Menurut Varney (2007: 140) riwayat keluarga (berhubungan dengan ayah, ibu, saudara kandung, kakek, nenek, paman, bibi) riwayat keluarga yang dikaji meliputi usia dan status dari ibu, ayah, saudara kandung. Adanya riwayat keluarga yang memiliki penyakit jantung, hipertensi, diabetes, retardasi mental, kanker, penyakit mental, penyakit ginjal, kelainan congenital, tuberculosis, epilepsi, diskrania darah seperti anemia (jenis), alergi, kelainan genetik, kelainan autoimun seperti lupus. 8) Pola Kebiasaan Sehari-hari Menurut Saifuddin (2007: 408) kebiasaan sehari-hari yang meliputi nutrisi, eliminasi, personal hygiene, hubungan seksual, istirahat dan aktivitas fisik. a) Nutrisi Menurut Saifuddin (2009:286) Nutrisi yang diperlukan oleh ibu hamil setiap harinya adalah 2500 kalori dan 60 gram protein, yaitu 10 gram per hari melebihi asupan wanita yang tidak hamil. Jumlah protein yang diperlukan oleh ibu hamil adalah 85 233 gram/hari. Sumber protein tersebut bisa diperoleh dari tumbuh-tumbuhan (kacang-kacangan) atau hewani (ikan, ayam, keju, susu, telur). Kebutuhan kalsium ibu hamil ialah 1,5 gram/hari. Kalsium sangat dibutuhkan untuk pertumbuhan janin, terutama bagi pengembangan otot dan rangka. Sumber kalsium yang mudah diperoleh yaitu susu, keju, yogurt dan kalsium karbonat. Selanjutnya Varney (2007:94) menambahkan bahwa karbohidrat diperlukan untuk pencernaan protein dan beberapa fungsi otak. Karbohidrat dapat ditemukan dalam biji-bijian, sayuran, buah dan gula. Gula dikenal sebagai karbohidrat sederhana dan zat tepung serta serat sebagai karbohidrat kompleks. Zat besi digunakan untuk membuat hemoglobin, yang mentransportasi oksigen ke seluruh jaringan tubuh. Makanan yang mengandung zat besi antara lain yaitu produk susu dan sereal yang difortifikasi, minyak, hati, ikan, kuning telur. Asam folat berfungsi sebagai koenzim dalam metabolisme asam nukleat, mencegah anemia megaloblastik. Asam folat bisa diperoleh dari sereal yang diperkaya, 234 sayuran berdaun hijau, roti dan biji-bijian yang diperkaya, makanan yang difortifikasi. Berikut pada tabel 2.12 akan ditampilkan contoh nutrisi pada ibu hamil: Tabel 2.12 Nutrisi Pada Ibu Hamil Bahan Makanan Nasi Kebutuhan dalam sehari Berat 6 porsi (nasi 1 porsi = ¾ gelas) 100 g = 175 kkal Sayur 4 porsi (sayur 1 porsi = 1 gelas) 100 g = 25 kkal Buah 4 porsi (buah 1 porsi = 1 buah pisang ambon) 4 porsi (tempe 1 porsi = 2 potong tempe sedang) 3 porsi (daging 1 porsi = 1 potong daging sedang) 1 porsi (susu 1 porsi = 1 gelas susu) 50 g = 50 kkal Tempe Daging Susu Minyak Gula 50 g = 50 kkal 35 g = 50 kkal 20 g = 50 kkal 6 porsi (minyak 1 porsi = 1 sendok 5 g = 50 kkal teh minyak) 2 porsi (gula 1 porsi = 1 sendok 20 g = 50 kkal makan gula) Sumber : (Permenkes RI No. 41. 2014: 89) b) Eliminasi Wanita yang sebelumnya tidak mengalami konstipasi dapat memiliki masalah ini pada trimester kedua atau ketiga. Konstipasi diduga akibat penurunan peristaltis yang disebabkan oleh relaksasi otot polos pada usus besar ketika terjadi peningkatan jumlah progesteron, dapat juga disebabkan karena 235 kurangnya asupan nutrisi yang mengandung serat dan kurangnya mobilisasi/gerak (Varney, 2007: 539). Pada akhir kehamilan, ibu akan sering berkemih karena kandung kemih akan tertekan oleh uterus akibat kepala janin sudah mulai turun ke pintu atas panggul (Saifuddin, 2011: 185). c) Istirahat Istirahat yang dibutuhkan ibu hamil ± 6-8 jam/hari, termasuk tidur siang dan malam. Posisi yang baik adalah ibu tidur melingkar atau lurus pada salah satu sisi tubuh. Lebih baik dipilih kiri, dengan salah satu kaki menyilang di atas yang lainnya dan dengan bantal diapit di antara kedua kaki (Manuaba, 2010: 98). d) Personal Hygiene Mandi diperlukan untuk kebersihan diri, terutama untuk perawatan kulit tubuh, karena fungsi ekskresi dan keringat bertambah. Pakaian yang harus digunakan ibu hamil harus longgar, bersih, dan tidak ada ikatan yang ketat pada bagian perut. Dianjurkan memakai bra yang menyokong payudara. Payudara dipersiapkan untuk memberikan ASI, terutama bagi ibu hamil pertama harus diperhatikan karena 236 biasanya puting susu masih tenggelam, sehingga dapat mengalami kesulitan saat laktasi. Perlu dilakukan perawatan payudara dengan cara membersihkan 2 kali sehari selama kehamilan. Jika puting susu masih tenggelam dilakukan pengurutan pada daerah areola mengarah menjauhi puting susu untuk menonjolkan puting susu (Mochtar, 2012: 47). e) Aktivitas Menurut Manuaba (2010: 132-135) senam hamil bertujuan mempersiapkan dan melatih otot-otot sehingga dapat dimanfaatkan untuk berfungsi secara optimal dalam persalinan normal. Senam hamil di mulai pada usia kehamilan sekitar 24-28 minggu. Kemudian Varney (2007: 202) menambahkan, seorang wanita dianjurkan untuk jalan-jalan selama 20-30 menit di pagi hari. Saifuddin (2009: 287) juga menambahkan, ibu hamil jangan mengerjakan pekerjaan rumah tangga yang berat dan hindarkan kerja fisik yang dapat menimbulkan kelelahan yang berlebihan. Kontraindikasi senam hamil yaitu ibu yang memiliki riwayat keguguran berulang, kehamilan dengan perdarahan dan kehamilan dengan bekas operasi, persalinan belum cukup bulan, pada 237 kasus infertilitas, usia saat hamil relative tua (primi tua). Selain itu, ibu yang kondisinya tidak cukup sehat menurut dokter atau bidan tidak dianjurkan mengikuti senam hamil (Manuaba, 2010: 135). Ada beberapa penggerakan yang dilarang atau dicegah, diantaranya yaitu bekerja berat, mudah menimbulkan kelelahan yang akan mengurangi kesehatan wanita yang memang sudah menurun karena adanya kehamilan , melonjak, meloncat atau mencapai benda tinggi harus dicegah pula, serta bepergian jauh dengan kendaraan yang banyak bergerak (Manuaba, 2010: 144). f) Kehidupan Seksual Dianjurkan untuk memakai kondom agar semen (mengandung prostaglandin) tidak merangsang kontraksi uterus. Hubungan seksual dihentikan bila terdapat tanda infeksi dengan pengeluaran cairan disertai rasa nyeri atau panas, terjadi perdarahan saat berhubungan seksual, terdapat pengeluaran yang mendadak, sering mengalami keguguran, persalinan preterm, dan kematian dalam kandungan (Manuaba, 2010: 120). 238 9) Riwayat Ketergantungan Merokok, minum alkohol dan kecanduan narkotik secara langsung dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan janin dan menimbulkan kelahiran dengan berat badan rendah bahkan bisa menimbulkan cacat bawaan atau kelainan pertumbuhan dan perkembangan mental. Pengobatan saat hamil harus selalu memperhatikan apakah obat tersebut tidak berpengaruh terhadap tumbuh kembang janin (Manuaba, 2010: 122). 10) Riwayat psikososial dan budaya Dalam status perkawinan yang perlu dikaji ialah usia menikah pertama kali, status pernikahan sah/tidak, lama pernikahan, pernikahan sekarang adalah suami yang keberapa (Sulistyawati, 2010: 151). b. Data Obyektif 1) Pemeriksaan umum a) Keadaan umum ibu baik, keadaan emosional satabil, kesadaran composmentis. Pada saat ini diperhatikan pula bagaimana sikap tubuh, keadaan punggungdan cara berjalan. Ibu tersebut cenderung lordosis. Apabila ibu berjalan dengan sikap kifosis, skoliosis, atau pinacang maka kemungkinan terjadi kelainan panggul (Romauli, 2011: 172). 239 b) Tanda-tanda vital (TTV) (1) Suhu tubuh yang normal adalah 36-37,50C. Bila suhu tubuh lebih dari 37,50C harus diwaspadai adanya infeksi (Romauli, 2011: 173). (2) Pada pernafasan normalnya 16-24 kali per menit. Frekuensi pernafasan hanya mengalami sedikit perubahan pada kehamilan lanjut seperti volume tidal, volume ventilasi per menit dan pengambilan oksigen per menit akan bertambah secara signifikan (Saifuddin, 2009: 185). (3) Tekanan darah pada kehamilan normal sedikit menurun sejak minggu ke-8. Kondisi ini menetap sepanjang trimester II dan kembali ke tekanan darah sebelum hamil. Wanita yang tekanan darahnya sedkit meningkat di awal pertengahan kehamilan mungkin mengalami hipertensi kronis atau jika wanita nulipara dengan sistol >120 mmHg ia berisiko mengalami preeklamsi (Marmi, 2011: 163). (4) Nadi, denyut nadi maternal sedikit meningkat selama hamil, 100x/menit. tetapi Waspadai jarang melebihi hipotirodisme jika denyut nadi >100x/menit (Marmi, 2011: 163). 240 c) Berat Badan (BB) Menurut Manuaba (2012: 213) berat badan ibu hamil diperbolehkan naik sekitar 0,75-1 kg/minggu, kenaikan berat badan akan bertambah sekitar 12-16 kg pada akhir kehamilan. Kemudian menurut Wirakusumah (2011: 113) pertambahan berat badan ibu selama hamil yaitu 6,5 kg-15 kg. Sedangkan peningkatan berat badan pada preeklamsi dan eklamsi lebih disebabkan karena adanya edema daripada asupan kalori. Tabel 2.13 Rekomendasi Penambahan Berat Badan Berdasarkan Indeks Masa Tubuh Kategori IMT Rekomendasi (Kg) Rendah < 19,8 12,5-18 Normal 19,8-26 11,5-16 Tinggi 26-29 7-11,5 Obesitas > 29 ≥7 Gemeli 16-20,5 Sumber : (Saifuddin, 2010: 180) d) Tinggi badan Menurut Marmi (2011: 163) tubuh yang pendek dapat menjadi indikator gangguan genetik. Tinggi badan wajib diukur pada saat kunjungan awal. 241 Ditambahkan juga oleh Romauli (2011: 173) tinggi badan ibu hamil ≤ 145 cm tergolong resiko tinggi. e) Lingkar Lengan Atas (LILA) LILA diukur pada lengan atas yang kurang dominan, ukuran LILA <23,5 cm merupakan indikator kuat untuk status gizi yang kurang atau buruk, sehingga resiko untuk melahirkan berat badan lahir rendah (BBLR) (Romauli, 2011: 173). 2) Pemeriksaan fisik a) Rambut Rambut yang rontok atau mudah untuk dicabut menandakan kurang gizi atau ada kelainan tertentu (Romauli, 2011: 175). b) Kepala Kulit kepala pucah dan rambut rapuh dapat mengindikasikan kekurangan nutrisi. Adanya parasit berhubungan dengan kondisi tempat tinggal yang buruk (Walsh, 2007: 114). c) Muka Tampak Cloasma Gravidarum sebagai akibat deposit pigmentasi yang berlebihan, tidak sembab. Bentuk simetris, bila tidak menunjukkan adanya kelumpuhan (Romauli, 2011: 174). Ditambahkan 242 oleh Manuaba (2010: 261) edema pada wajah merupakan salah satu gejala preeklamsi. d) Mata Bentuk simetris, konjungtiva normal, warna merah muda, bila pucat menandakan anemia. Sklera normal berwarna putih, bila bewarna kuning menandakan ibu mungkin terinfeksi hepatitis, bila merah kemungkinan ada conjungtivitis. Kelopak mata yang bengkak kemungkinan adanya preeklamsi (Romauli, 2011: 174). e) Telinga Telinga normal apabila tidak ada serumen yang berlebihan dan tidak berbau, bentuk simetris (Romauli, 2011: 174). f) Mulut dan Gigi Menurut Romauli (2011: 174) dalam kehamilan sering timbul stomatitis dan gingitivis yang mengandung pembuluh darah dan mudah berdarah, maka perlu dilakukan perawatan mulut agar selalu bersih. Kemudian menurut Manuaba (2010: 122) Saat hamil sering terjadi karies yang berkaitan dengan emesis-hiperemesis gravidarum, hipersalivasi dapat menimbulkan timbunan kalsium 243 disekitar gigi. Saat hamil perlu memeriksakan gigi untuk mencari kerusakan gigi yang dapat menjadi sumber infeksi. g) Leher Normal bila tidak ada pembesaran kelenjar tiroid, tidak ada pembengkakan limfe, dan tidak ditemukan bendungan vena jugularis (Romauli, 2011: 174). h) Dada Bentuk dada, pemeriksaan paru harus mencakup observasi sesak nafas, nafas dangkal, nafas cepat, pernafasan yang tidak teratur, mengi, batuk, dispne, penurunan bunyi nafas (Marmi, 2011: 207). Kemudian menurut Romauli (2011: 174) normal bila tidak ada retraksi dinding dada, tidak ada wheezing dan ronchi, tidak ada nyeri tekan,tidak ada massa abnormal. i) Payudara Bentuk buah dada, hiperpigmentasi areola, putting susu bersih dan menonjol. Pada minggu ke-12 kolostrum mulai keluar dari papilla mammae pada wanita multigravida yang telah siap menyusui pada kehamilan sebelumnya. Sedangkan wanita 244 primigravida baru akan memproduksi kolostrum pada masa akhir kehamilan (Romauli, 2011: 174). j) Abdomen Bentuk simetris, bekas luka operasi, terdapat linea nigra, striae livide, dan terdapat pembesaran pada abdomen (Romauli, 2011: 174). Kemudian Manuaba (2010: 125) menambahkan pada primigravida perut tegang, menonjol dan terdapat striae livida akibat dari peregangan uterus. Sedangkan pada multigravida perut lembek, menggantung serta terdapat striae livida dan albikan. Linea nigra dapat terlihat sebagai garis berwarna gelap akibat pigmentasi yang yang terletak memanjang di bagian tengah abdomen di bawah terkadang di atas umbilicus. BSC (Bekas Sectio Caesarea) dapat mengindikasikan adanya operasi abdomen atau obstetric yang pernah dilakukan sebelumnya. k) Genetalia Pemeriksaan genetalia dilakukan dengan mencari adanya lesi, eritema, perubahan warna, pembengkakan,memar. Bila ada lesi kemungkinan menunjukkan sifilis atau herpes (Marmi, 2011: 170). Kemudian Manuaba (2010: 537) menambahkan 245 pemeriksaan alat genetalia eksterna terdiri dari inspeksi vulva untuk mengeyahui pengeluaran cairan atau darah dari ling senggama, perlukaan pada vulva/labium mayus, dan pertumbuhan abnormal (kondiloma akuminata-lata, kista bartholini, abses bartholini, fibroma labium mayus). Kemudian pada palpasi vulva akan teraba tumor pada vulva, teraba benjolan atau penebalan labium mayus, dan teraba pembengkakan kelenjar bartholini. l) Anus Normal tidak ada benjolan atau pengeluaran darah dari anus. Hemoroid merupakan pelebaran venavena dianus, hemoroid dapat bertambah besar dalam kehamilan karena ada bendungan darah di dalam rongga panggul (Romauli, 2011: 175). Hemoroid sering didahului oleh konstipasi. Oleh karena itu, semua penyebab konstipasi berpotensi menyebabkan hemoroid (Varney, 2007: 539). m) Ekstremitas Pada ibu hamil trimester III sering terjadi edema dependen, yang disebabkan karena kongesti sirkulasi pada ekstremitas bawah, peningkatan kadar permeabilitas kapiler, tekanan dari pembesaran 246 uterus pada vena pelvik ketika duduk atau pada vena kava inferior ketika berbaring. Apabila edema muncul pada muka, tangan, dan disertai proteinuria serta hipertensi perlu diwaspadai adanya preeklampsi (Marmi, 2014: 136). Normal bila tungkai bawah akan bergerak sedikit ketika tendon ditekuk, bila gerakannnya berlebihan dan cepat, maka hal ini mungkin tanda preeklamsi. Pasien yang mempunyai reflek patella negatif kemungkinan mengalami kekurangan vitamin B1. Kekurangan B1 mempengaruhi saraf tulang belakang, dapat berdampak pada reflek tubuh (Romauli, 2011: 176). 3) Pemeriksaan khusus a) Tinggi Fundus Uteri (TFU) Menurut Mc.Donald dilakukan dengan pemeriksaan menggunakan TFU dapat metlin (pita pengukur), dengan cara memegang tanda nol pita pada aspek superior simpisis pubis dan menarik pita secara longitundinal sepanjang aspek tengah uterus ke ujung atas fundus, sehingga dapat ditentukan TFU (Manuaba, 2010: 100). 247 b) Menentukan Usia Kehamilan Menurut Mochtar (2012:41) cara untuk menentukan tuanya usia kehamilan antara lain: (1) Dihitung dari hari pertama haid terakhir (HPHT) sampai dengan hari pemeriksaan, kemudian dijumlah dan dijadikan dalam hitungan minggu. (2) Ditambah 4,5 bulan dari waktu ibu merasa gerakan janin pertama kali “feeling life” (quickening). (3) Menurut Mc. Donald adalah modifikasi cara Speigelberg, yaitu jarak fundus-simfisis dalam cm dibagi 3,5 merupakan tuanya usia kehamilan dalam bulan. Kemudian menurut Manuaba (2010:128), menjelaskan juga untuk menetapkan usia kehamilan yaitu : 4) Mendengarkan denyut jantung janin (DJJ), denyut jantung janin akan terdengar pada usia kehamilan lebih dari 16 minggu. 5) Memperhitungkan masuknya kepala ke pintu atas panggul terutama pada primigravida 248 masuknya kepala ke pintu atas panggul terjadi pada minggu ke 36. 6) Mempergunakan hasil pemeriksaaan air ketuban, semakin tua usia kehamilan semakin berkurangnya atau sedikit air ketuban. c) Tafsiran Berat Janin Menurut Mochtar (2012:41) berdasarkan rumusnya Johnson tausak adalah (tingi fundus dalam cm-n) x 155 = berat badan (g). bila kepala belum masuk pintu atas panggul maka n=12, dan bila kepala sudah masuk pintu atas panggul maka n=11. d) Pemeriksaan Leopold (1) Leopold I Leopold I digunakan untuk menentukan tinggi fundus uteri, bagian janin dalam fundus, dan konsistensi fundus. Pada letak kepala akan teraba bokong pada fundus, yaitu tidak keras, tidak melenting dan tidak bulat. Variasi Knebel dengan menentukan letak kepala atau bokong dengan satu tangan di fundus dan tangan lain diatas simfisis (Manuaba, 2010:118). 249 (2) Leopold II Menentukan batas samping rahim kanan/kiri dan menentukan letak punggung. Letak membujur dapat ditetapkan punggung anak, yang teraba rata dengan tulang iga seperti papan cuci. Dalam Leopold II terdapat variasi Budin dengan menentukan letak punggung dengan satu tangan menekan di fundus. Variasi Ahfeld dengan menentukan letak punggung dengan pinggir tangan kiri diletakkan di tengah perut (Manuaba, 2010:118-119). (3) Leopold III Menentukan bagian terbawah janin di atas simfisis ibu dan bagian terbawah janin sudah masuk pintu atas panggul (PAP) atau masih bisa digoyangkan (Manuaba, 2010:119). (4) Leopold IV Menentukan bagian terbawah janin dan seberapa jauh janin sudah masuk (pintu atas panggul) PAP. Bila bagian terendah masuk PAP telah melampaui lingkaran terbesarnya, maka tangan yang melakukan pemeriksaan divergen, sedangkan bila lingkaran terbesarnya belum 250 masuk PAP, maka tangan pemeriksanya konvergen (Manuaba, 2010:119). (5) Pemeriksaan Osborn Test Menurut Marmi (2011: 127) pegang kepala janin dan upayakan masuk PAP. Jika tidak dapat masuk karena masih tinggi, harus dengan jari untuk mengetahui seberapa tingginya dari simphisis pubis, jika tingginya sekitar 3 jari diatas simphisis atau lebih berarti Osborn test + (kepala janin belum masuk PAP= kemungkinan ada Cephalopelvic Disproportion). e) Auskultasi Pada pemeriksaan auskultasi denyut jantung janin (DJJ) akan terdengar jelas dipihak punggung janin dekat pada kepala. Pada presentasi biasa (letak kepala), tempat ini di kiri atau kanan bawah pusat. Hasil pemeriksaan secara auskultasi dapat digunakan untuk menghitung DJJ, dengan perhitungan DJJ dilakukan dengan memberi interval 5 detik, ialah 5 detik pertama dihitung, kemudian berhenti selama 5 detik, dihitung lagi 5 detik kedua, berhenti, dan dihitung 5 detik ketiga, lalu dijumlahkan dan dikali 4. DJJ dinyatakan teratur jika jarak denyut antara 5 251 detik pertama, ketiga dan kelima tidak lebih dari 2 denyutan (Marmi, 2011:169). Kemudian Romauli (2011: 176) menambahkan bahwa jumlah DJJ normal antara 120-140 kali per menit. Pada pemeriksaan punctum maksimum, untuk mencari letak DJJ. 4) Pemeriksaan Penunjang a) Pemeriksan Panggul Persalinan dapat berlangsung dengan baik atau tidak antara lain tergantung pada luasnya jalan lahir yang terutama ditentukan oleh bentuk dan ukuran-ukuran panggul. Maka persalinan untuk dapat memprediksi berlangsung biasa, apakah dengan dilakukan pengukuran panggul (Marmi, 2014: 171176). Pemeriksaan panggul dibagi menjadi 2, yaitu: (1) Pemeriksaan panggul luar (a) Distantia spinarum, jarak antara spina iliaka anterior superior kiri dan kanan (normalnya ± 23-26cm). (b) Distantia cristarum, jarak antara crista iliaka kanan dan kiri (normalnya ± 26-29 cm). 252 (c) Conjungata eksterna (baudeloque), jarak antara pinggir atas sympisis dan ujung prosessus spinosus ruas tulang lumbal ke-V (normalnya ± 18-20 cm). (d) Ukuran lingkar panggul, dari pinggir atas sympisis ke pertengahan antara spina iliaka anterior superior dan trochanter major sepihak dan kembali melalui tempat-tempat yang sama dipihak yang lain (normalnya 80-90 cm) (Marmi, 2014: 175-176). (2) Pemeriksaan panggul dalam Pemeriksaan dilakukan pada usia kehamilan mencapai 36 minggu. Dengan pemeriksaaan dalam kita dapat kesan mengenai bentuk panggul. Didapatkan hasil normal bila promontorium tidak teraba, tidak ada tumor (exostose), linea innominata teraba sebagian, spina ischiadika tidak teraba, os. sacrum mempunyai inklinasi ke belakang dan sudut arkus pubis > 90º (Marmi, 2014: 176). 253 b) Pemeriksaan Darah (1) Haemoglobin Pemeriksaan dan pengawasan Haemoglobin (Hb) dapat dilakukan dengan menggunakan alat yaitu Sahli. Hasil pemeriksaan HB dengan Sahli dapat digolongkan sebagai berikut : Tidak anemia jika Hb 11 gr%, anemia berat jika Hb < 7 gr% (Manuaba, 2010:239). (2) Golongan Darah Golongan darah ABO dan faktor Rhesus (Rh). Ibu dengan rhesus negatif beresiko mengalami keguguran, amniosentesis, atau trauma uterus, dengan demikian harus diberi anti- gammaglobulin D dalam beberapa hari setelah pemeriksaan. Jika titrasi menunjukkan peningkatan respons antibody, harus dilakukan pemeriksaan yang lebih sering dalam rangka merencanakan penatalaksanaan pengobatan oleh spesialis Rhesus (Fraser et al, 2009:225). c) Pemeriksaan Urin Menurut Fraser dan Cooper (2009: 227) urinalisis atau pemeriksaan urin dilakukan pada setiap kunjungan untuk memastikan tidak adanya 254 abnormalitas. Hal lain yang dapat ditemukan pada urinalisis rutin antara lain : (1) Keton akibat menyediakan pemecahan glukosa, lemak untuk disebabkan oleh kurangnya pemenuhan janin yang dapat terjadi akibat muntah, hyperemesis, kelaparan, atau latihan fisik yang berlebihan. (2) Glukosa karena peningkatan sirkulasi darah, penurunan ambang ginjal atau penyakit. (3) Protein akibat kontaminasi oleh leukore vagina, atau penyakit ssseperti infeksi saluran perkemihan atau gangguan hipertensi pada kehamilan. d) Ultrasonografi (USG) Menurut Romauli (2011:172) penentuan usia kehamilan dengan USG menggunakan 3 cara : (1) Dengan mengukur diameter kantung kehamilan (GS = Gestationalsac) untuk usia kehamilan 012 minggu. (2) Dengan mengukur jarak kepala-bokong (GRI = Groun Rum Length) untuk umur kehamilan 714 minggu. 255 (3) Dengan mengukur diameter biparietal (BPD) untuk usia kehamilan lebih dari 12 minggu. e) Non Stress Test (NST) Pemeriksaan ini dilakukan untuk menilai hubungan gambaran denyut jantung janin (DJJ) dan aktivitas janin. Penilaian dilakukan terhadap frekuensi dasar DJJ, variabilitas dan timbulnya akselerasi yang menyertai gerakan janin (Marmi, 2014:190). 2. Diagnosa Kebidanan Bidan menganalisa data yang diperoleh dari data pengkajian, menginterpretasikannya secara akurat dan logis untuk menegakkan diagnose dan masalah kebidanan yang tepat (Menkes RI, 2007). Diagnosa : G1/>1 PAPIAH, usisa kehamilan 28-40 minggu, janin hidup, tungal, intrauterine, situs bujur, habitus fleksi, posisi puka/puki, presentasi kepala/bokong, kesan jalan lahir normal, keadaan umum ibu dan janin baik (Manuaba, 2010:123). Dengan kemungkinan masalah : edema dependen, nokturia, hemoroid, kontipasi, kram pada tungkai, kram pada kaki, sesak nafas, pusing, nyeri pinggang, varises, panas dan nyeri di ulu hati (heart butn), dan kecemasan menghadapi persalinan (Varney dkk, 2007: 538-543). 256 3. Perencanaan a. Diagnosa kebidanan :, G1/>1 PAPIAH, usia kehamilan 36-40 minggu, janin hidup, tunggal, intrauterine, situs bujur, habitus, fleksi, posisi puka/puki, presentasi kepala/bokong, kesan jalan lahir normal, keadaan umum ibu dan janin baik (Manuaba, 2010:123). b. Tujuan : Ibu sehat dan janin lahir sehat, sejahtera sampai proses melahirkan. c. Kriteria : 1) Keadaan umum baik. 2) Kesadaran composmentis. 3) Tanda-tanda vital normal (TD:100/70-130/90 mmHg, N:76-88 x/menit, S:36,5 –37,5ºC, RR:16-24 x/menit). 4) Pemeriksaan laboratorium. Hb ≥ 11 gr%, ptotein urine (-), Reduksi urine (-). d. 5) DJJ 120-160 x/menit, kuat, irama teratur. 6) TFU sesuai dengan usia kehamilan. 7) Situs bujur dan presentasi kepala. Intervensi menurut Kriebs dan Gegor (2007:554-556): 1) Jelaskan pada ibu tentang hasil pemeriksaan. R/ Bila ibu mengerti keadaanya, ibu bisa koorperatif dengan tindakan yang diberikan. 257 2) Jelaskan tentang ketidaknyamanan dan masalah yang mungkin akan terjadi pada ibu hamil trimester III. R/ Ibu dapat beradaptasi dengan keadaan dirinya. 3) Diskusikan dengan ibu tentang kebutuhan dasar ibu hamil meliputi nutrisi, eliminasi, istirahat dan tidur, personal hygiene, aktivitas, hubungan seksual, perawatan payudara, dan senam hamil. R/ Dengan memenuhi kebutuhan dasar ibu hamil, maka kehamilan dapat berlangsung dengan aman dan lancar. 4) Jelaskan pada ibu tentang tanda bahaya kehamilan trimester III yang mengindikasikan pentingnya menghubungi tenaga kesehatan dengan segera. R/ Mengidentifikasi tanda bahaya dalam kehamilan, supaya ibu mengetahui kebutuhan yang harus dipersiapkan untuk menghadaoi kemungkinan keadaan darurat. 5) Jelaskan pada ibu tentang persiapan persalinan. R/ Dengan adanya rencana persalinan akan mengurangi kebingungan dan kekacauan pada saat persalinan serta meningkatkan kemungkinan bahwa ibu akan menerima asuhan yang sesuai dan tepat waktu (Marmi, 2014:128). 258 6) Jelaskan pada ibu tentang tanda-tanda persalinan. R/Mengidentifikasikan kebutuhan yang harus dipersiapkan untuk mempersiapkan persalinan dan kemungkinan keadaan darurat. 7) Pesankan pada ibu untuk kunjungan ulang sesuai jadwal atau sewaktu-waktu bila ada keluhan. R/ Memantau keadaan ibu dan janin, serta mendeteksi dini terjadinya komplikasi. a. Masalah 1 : Edema Dependen 1) Tujuan : Ibu dapat beradaptasi terhadap perubahan yang fisiologis (ederma dependen). 2) Kriteria : Setelah tidur/istirahat ederma berkurang. 3) Intervensi menurut Morgan et al (2009:345) : a) Jelaskan penyebab dari edema independen. R/ Ibu mengerti penyebab edema dependen yaitu karena tekanan pembesaran uterus pada vena pelvic ketika duduk atau pada vena cava inferior ketika berbaring. b) Anjurkan ibu tidur miring ke kiri dan kaki agak ditinggikan. R/ Mengurangi penekanan pada vena cava inferior oleh pembesaran uterus yang akan memperbesar edema. 259 c) Anjurkan pada ibu untuk menghindari berdiri terlalu lama. R/ Meringankan penekanan pada vena dalam panggul. d) Anjurkan pada ibu menghindari pakaian yang ketat. R/ Pakaian yang ketat dapat menekan vena sehingga menghambat sirkulasi darah pada ekstremitas bawah. e) Anjurkan pada ibu menggunakan stoking elastik. Kenakan sebelum bangun dari tempat tidur. R/ Karena penggunaan stoking elastik dapat membantu aliran balik vena. f) Hindari konsumsi natrium berlebihan dalam diet. R/ Karena dengan mengurangi konsumsi natrium diharapkan edema tidak semakin parah. b. Masalah 2 : Nokturia 1) Tujuan : Ibu dapat beradaptasi dengan keadaan fisiologis yang dialami (nokturia) 2) Kriteria : a) Ibu BAK 7-8 x/hari terutama siang hari b) Infeksi saluran kencing tidak terjadi 3) Intervensi menurut Varney et al (2007:540) : a) Jelaskan penyebab terjadinya sering kencing. R/ ibu mengerti penyebab sering kencing karena tekanan bagian bawah janin pada kandung kemih. 260 b) Anjurkan ibu untuk menghinari minum-minuman bahan diuretic alamiah seperti kopi, teh, softdrink. R/ Bahan diuretic akan menambah frekuensi berkemih c) Anjurkan ibu untuk tidak menahan BAK. R/ Menahan BAK akan mempermudah timbulnya infeksi saluran kemih. d) Anjurkan minum 8-10 gelas/hari tetapi banyak minum pada siang hari dan menguranginya setelah makan sore, serta sebelum tidur buang air kencing dahulu. R/ Mengurangi frekuensi berkemih pada malam hari. c. Masalah 3 : Konstipasi sehubungan dengan peningkatan progesterone 1) Tujuan : Tidak terjadi konstipasi 2) Kriteria : Ibu bisa BAB 1-2 x/hari, konsistensi lunak 3) Intervensi menurut Varney et al (2007: 539) : a) Anjurkan ibu untuk membiasakan pola BAB teratur. R/ Berperan besar dalam menentukan waktu defekasi, tidak mengukur dapat menghindari pembekuan feses. b) Anjurkan ibu meningkatkan intake cairan, serat dalam diet R/ Makanan tinggi serat menjadikan feses tidak terlalu padat, keras. 261 c) Anjurkan ibu melakukan latihan secara umum, berjalan setiap hari, pertahankan postur tubuh, latihan kontraksi otot abdomen bagian bawah secara teratur. R/ Memfasilitasi sirkulasi vena sehingga mencegah kongesti pada usus besar. d. Masalah 4 : Hemoroid 1) Tujuan : Hemoroid tidak terjadi atau tidak bertambah parah 2) Kriteria : a) BAB 1-2 x/hari, konsistensi lunak b) BAB tidak berdarah dan tidak nyeri 3) Intervensi menurut Morgan et al (2009:347) : a) Anjurkan ibu untuk mengkonsumsi makanan tinggi serat untuk menghindari konstipasi. R/ Makanan tinggi serat menjadikan feses tidak terlalu padat/keras sehingga mempermudah pengeluaran feses. b) Anjurkan ibu untuk minum air hangat satu gelas tiap bangun pagi. R/ Minum air hangat akan merangsang peristaltic usus sehingga dapat merangsang pengosongan kolon lebih cepat. 262 c) Anjurkan ibu untuk jalan-jalan atau senam ringan. R/ Olahraga dapat memperkancar peredaran darah sehingga semua sistem tubuh dapat berjalan lancar termasuk sistem pencernaan. d) Anjurkan ibu untuk menghindari mengejan saat defeksi. R/ Mengejan yang terlalu sering akan memicu terjadinya hemoroid. e) Anjurkan ibu untuk mengompres es dan air hangat, R/ Hangatnya air tidak hanya memberikan kenyamanan, tetapi juga meningkatkan sirkulasi. f) Anjurkan ibu untuk mengompres es dan air hangat. R/ Kompres diperlukan untuk mengurangi hemoroid. g) Anjurkan ibu untuk selalu menjaga kebersihan daerah anus. R/ Dengan menjaga kebersihan daerah anus diharapkan dapat terhindar dari infeksi. e. Masalah : Kram pada kaki 1) Tujuan : Ibu dapat beradaptasi dengan keadaan fisiologis (kram tungkai) atau tidak terjadi kram tungkai. 263 2) Kriteria : a) Kram pada kaki berkurang. b) Ibu mampu mengatasi bila kram tungkai. 3) Intervensi menurut Benson et al (2013 : 232) : a) Jelaskan penyebab kram kaki R/ Ibu mengerti penyebab kram pada kaki yaitu ketidakseimbangan rasio kalsium. b) Anjurkan ibu untuk senam hamil teratur. R/ Senam hamil memperlancar peredaran darah, suplai O2 ke jaringan sel terpenuhi. c) Anjurkan ibu untuk menghangatkan kaki dan betis dengan massage. R/ Sirkulasi darah ke jaringan lancar. d) Minta ibu untuk tidak berdiri lama. R/ Mengurangi penekanan yang lama pada kaki sehingga aliran darah lancar. e) Anjurkan ibu untuk menghindari aktivitas berat dan cukup istirahat. R/ Otot-otot bisa relaksasi sehingga krm berkurang. f) Anjurkan ibu diet mengandung kalsium dan fosfor. R/ Konsumsi kalsium dan phosphor baik untuk kesehatan tulang. 264 g) Anjurkan ibu untuk tidak melipat kakinya saat duduk. R/ Dengan tidak melipat kakinya saat duduk diharapkan aliran darah ke kaki tidak terhambat. f. Masalah 6 : Sesak nafas 1) Tujuan : Ibu mampu beradaptasi dengan keadaanya dan kebutuhan O2 ibu terpenuhi. 2) Kriteria : a) Frekuensi pernapasan 16-24 x/menit b) Ibu menggunakan pernapasan perut 3) Intervensi Menurut Varney et al (2007 : 543) : a) Jelaskan pada ibu penyebab sesak nafas. R/ Ibu mengerti penyebab sesak nafas yaitu karena membesarnya uterus. b) Anjurkan Ibu untuk tidur dengan posisi yang nyaman dengan bantal tinggi. R/ Menghindari penekanan diafragma. c) Anjurkan Ibu senam hamil teratur. R/ merelaksasi otot-otot. d) Anjurkan Ibu menghindari kerja keras. R/ Aktivitas berat menyebabkan energy yang digunakan banyak dan menambah kebutuhan O2. 265 e) Anjurkan Ibu berdiri merenggangkan lengannya diatas kepala. R/ Perengganggan tulang meringankan penarikan nafas. g. Masalah 7 : Pusing sehubungan dengan ketegangan otot, stress, perubahan postur tubuh, ketegangan mata dan keletihan. 1) Tujuan : Ibu mampu beradaptasi dengan keadaanya sehingga tidak cemas. 2) Kriteria : a) Pusing berkurang b) Kesadaran composmetis c) Tidak terjadi jatuh/hilang keseimbangan. 3) Intervensi Menurut Varney et al (2007 : 544) : a) Jelaskan pada ibu penyebab pusing. R/ Ibu mengerti penyebab pusing karena hipotensi postural yang berhubungan dengan perubahanperubahan hemodinamis. b) Ajarkan Ibu cara bangun perlahan dari posisi istirahat. R/ Agar ibu tidak terjatuh dari bangun tidur. 266 c) Anjurkan Ibu untuk menghindari berdiri terlalu lama di lingkungan panas dan sesak. R/ Kekurangan O2 karena lingkungan sesak dapat menyebabkan pusing. d) Jelaskan untuk menghindari posisi terlentang. R/ Sirkulasi O2 ke otak lancar. h. Masalah 8 : Nyeri punggung bawah 1) Tujuan : Ibu dapat beradaptasi dengan keadaan fisiologis yang terjadi (nyeripunggung). 2) Kriteria : Nyeri punggung berkurang 3) Intervensi menurut Morgan et al (2009:347) : a) Tekuk kaki daripada membungkuk ketika mengangkat apapun. Lebarkan kedua kaki dan tempatkan satu kaki sedikit di depan kaki yang lain saat menekukkan kaki. R/ Menekuk kaki akan membut kedua tungkai yang menopang berat badan dan merenggang, bukan punggung. Melebarkan kedua kaki akan memberi jarak yang cukup saat bamgkiit dari posisi setengah jongkok. 267 b) Hindari membungkuk berlebihan dan mengangkat beban. R/ Menghilangkan tegang pada punggung bawah yang disebabkan oleh peningkatan lengkung vertebra lumbosacral dan pengencangan otot-otot punggung. c) Anjurkan tidur miring kiri dan perut diganjal bantal. R/ Mengurangi penekanan uterus pada ligamentum rotundum. d) Gunakan sepatu tumit rendah. R/ Sepatu tumit tinggi tidak stabil dan memperberat masalah pada pusat gravitasi serta lordosis. e) Gunakan kasur yang menyokong dan posisikan badan dengan menggunakan bantal sebagai pengganjal. R/ Kasur yang menyokong dan penggunaan bantal dapat meluruskan punggung serta meringankan tarikan dan regangan. f) Berikan kompres hangat dan pijatan ringan pada punggung yang nyeri. R/ Dengan mengompres hangat dan pijatan ringan pada punggung yang nyeri melemaskan otot-otot yang tegang. diharapkan dapat 268 i. Masalah 9 : Varices 1) Tujuan : Tidak terjadi varises atau varises tidak bertambah parah. 2) Kriteria : Tidak terdapat varises. 3) Intervensi Menurut Benson et al (2013 : 254) : a) Kenakan kaos kaki penyokong. R/ Penggunaan kaos kaki penyokong dapat meningkatkan aliran balik vena dan menurunkan risiko terjadinya varises. b) Hindari mengenakan pakaian ketat. R/ Pakaian ketat menghambat aliran balik vena. c) Hindari berdiri lama dan tidak menyilang saat duduk. R/ Meningkatkan aliran balik vena dan menurunkan risiko terjadinya varises. d) Lakukan latihan ringan dan berjalan secara teratur. R/ Latihan ringan dan berjalan secara teraut dapat memfasilitasi peningkatan sirkulasi. e) Kenakan penyokong abdomen maternal atau korset. R/ Pengguna korset dapat mengurangi tekanan pada vena panggul. 269 f) Perbanyak konsumsi sayuran dan buah berserat tinggi dan makanan yang dapat merangsang sirkulasi darah. R/ Dengan mengkonsumsi sayuran dan buah berserat tinggi diharapkan dapat memperlancar sirkulasi darah. j. Masalah 10 : Panas dan nyeri di ulu ati (heart burn). 1) Tujuan : Tidak terjadi heart burn 2) Kriteria : a) Tidak kembung. b) Ibu tidak ada nyeri tekan pada perut bagian atas. 3) Intervensi Menurut Benson et al (2013 : 256) : a) Jelaskan pada ibu penyebab nyeri dan panas di ulu hati (heart burn) yaitu peningkatan produksi hormone progesteron, relaksasi esophagus bagian bawah bersamaan perubahan dalam gradient tekanan sepanjang sphincter, kemampuan gerak serta tonus gastro intestinal menurun, serta pergeseran lambung karena pembesaran uterus. R/ ibu mengerti penyebab timbulnya panas dan nyeri di ulu hati sehingga ibu tidak cemas lagi. 270 b) Anjurkan ibu makan dengan porsi sedikit tapi sering. R/ Untuk mengurangi rasa mual dan muntah yang dialami ibu. c) Anjurkan ibu untuk menghindari makanan yang berlemak, berbumbu merangsang, dan pedas. R/ Karena makanan yang berlemak, berbumbu merangsang, dan pedas dapat meningkatkan asam lambung sehingga akan memperparah gejala. d) Hindari rokok, kopi, alcohol, dan coklat. R/ Karena selain memperparah gejala juga akan berdampak pada pertumbuhan janin dalam rahim. e) Hindari berbaring setelah makan dan makan segera sebelum tidur. R/ Bila setelah makan langsung berbaring maka asam lambung akan naik sehinga akan menyebabkan refluks. f) Hindari minum selain minum air putih. R/ Karena air putih adalah zat tidak berpatikel sehingga akan memperlancar proses matabolisme dalam tubuh. 271 g) Tidur dengan kaki ditinggikan. R/ Memperlancar aliran darah uteroplasenter, sehingga janin tidak mengalami fetal distress. h) Berikan antasida. R/ Antasida adalah obat yang digunakan untuk menetralkan asam lambung sehingga dapat mengurangi ketidaknyaman yang ada. i) Anjurkan ibu untuk bernafas panjang dan rileks untuk beberapa menit. R/ Mengendorkan otot perut dan dada. j) Anjurkan ibu untuk duduk tegak. R/ Duduk tegak dapat menyebabkan diafragma terangkat sehingga rongga abdomen lebih luas, tekanan dan nyeri berkurang. k. Masalah : Kecemasan menghadapi persalinan. 1) Tujuan : Kecemasan Berkurang. 2) Kriteria : a) Ibu tampak tenang dan rileks. b) Ibu tampak tersenyum. c) Suami dan keluarga memberi dukungan. 3) Intervensi Menurut Varney et al (2007: 538) : a) Jelaskan pada ibu tentang hal-hal yang dapat menyebabkan kecemasan. 272 R/ Ibu mengerti penyebab kecemasan menjelang persalinan adalah hal yang normal. b) Anjurkan ibu mandi air hangat. R/ Selain memperlancar sirkulasi darah, juga memberikan rasa nyaman. d) Anjurkan ibu melaksanakan relaksasi progresif. R/ Relaksasi dapat mengurangi masalah-masalah psikologi seperti halnya rasa cemas menjelang persalinan. 4. Pelaksanaan tindakan Menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 938/Menkes/SK/VIII/2007 tentang Standar Asuhan Kebidanan. Bidan melaksanakan rencana asuhan kebidanan secara komprehensif, efektif, efisien dan aman berdasarkan evidence based kepada klien/pasien, dalam bentuk upaya promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif. Dilaksanakan secara mandiri, kolaborasi dan rujukan. Dengan mengacu kriteria berikut : a. Memperhatikan keunikan klien sebagai makhluk bio-psikososial-spiritul-kultural. b. Setiap tindakan asuhan harus mendapatkan persetujuan dari klien dan atau keluargannya (inform consent). c. Melaksanakan tindakan asuhan berdasarkan evidence based. 273 d. Melibatkan klien/pasien. e. Menjaga privacy klien/pasien. f. Melaksanakan prinsip pencegahan infeksi. g. Mengikuti perkembangan kondisi klien secara berkesinambungan. h. Menggunakan sumber daya, saran dan fasilitas yang ada dan sesuai. i. Melakukan tindakan sesuai standar. j. Mencatat semua tindakan yang telah dilakukan. 5. Evaluasi Menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 938/Menkes/SK/VIII/2007 tentang Standar Asuhan Kebidanan, Bidan melakukan evaluasi secara sistematis dan berkesinambungan untuk melihat keefektifan dari asuhan yang sudah diberikan, sesuai dengan perubahan perkembangan kondisi klien. Dengan kriteria : a. Penilaian dilakukan segera setelah selesai melaksanakan asuhan sesuai kondisi klien. b. Hasil evaluasi segera dicatat dan didokumentasikan pada klien dan /keluarga. c. Evaluasi dilakukan sesuai dengan standar. 274 d. Hasil evaluasi ditindak lanjuti sesuai dengan kondisi klien/pasien. 6. Dokumentasi Menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 938/Menkes/SK/VIII/2007 tentang Standar Asuhan Kebidanan, Bidan melakukan pencatatan secara lengkap, akurat, singkat, dan jelas mengenai keadaan/kejadian yang ditemukan dan dilakukan dalam memberikan asuhan kebidanan. Dengan mengacu kriteria sebagai berikut : a. Pencatatan dilakukan segera setelah melaksanakan asuhan pada formulir yang tersedia. b. Ditulis dalam bentuk catatan perkembangan SOAP S : adalah data subyektif, mencatat hasil anamnesa O : adalah data obyektif, mencatat hasil pemeriksaan A : adalah hasil analisa, mencatat diagnose dan masalah kebidanan P : adalah penatalaksanaan, mencatat seluruh perencanaan dan penatalaksanaan yang sudah dilakukan seperti tindakan antipatif, tindakan segera, tindakan secara komprehensif, penyuluhan, dukungan, kolaborasi, evaluasi follow up dan rujukan. 275 2.2.2 Konsep Dasar Asuhan Persalinan 1. Pengkajian Data a. Data Subyektif 1) Biodata a) Nama Untuk menetapkan identitas pasien karena kemungkinan memiliki nama yang sama dengan alamat dan nomer telepon yang berbeda (Manuaba, 2012: 173). b) Umur Data ini ditanyakan untuk menentukan apakah ibu dalam persalinan berisiko karena usia atau tidak (Cooper, 2009: 345). c) Pendidikan Pendidikan yang kurang, membuat masyarakat tetap berorientasi pada pengobatan dan pelayanan tradisional sehingga mempengaruhi kesejahteraan ibu (Manuaba, 2010: 11). d) Pekerjaan Menurut Marmi (2011: 155) mengetahui pekerjaan klien penting untuk mengkaji pasien berada dalam keadaan utuh dan untuk mengkaji potensi kelainan premature dan pajanan terhadap bahaya lingkungan 276 kerja yang dapat merusak janin. Kemudian menurut Manuaba (2010: 117-120) pekerjaan rutin dapat dilaksanakan. Bekerja sesuai dengan kemampuan, dan makin dikurangi dengan semakin tua kehamilan. Wanita karier yang hamil berhak untuk mendapatkan cuti hamil selama 3 bulan, diambil 1 bulan sebelum persalinan dan 2 bulan setelah persalinan. e) Alamat Alamat penting untuk dikaji untuk mengetahui ibu tinggal dimana, menjaga kemungkinan bila ada ibu yang namanya sama. Ditanyakan alamat agar dapat dipastikan ibu yang mana hendak ditolong itu. Alamat juga diperlukan bila mengadakan kunjungan kepada penderita (Romauli, 2011: 163). f) Gravida dan Para Menurut Varney (2008: 691) paritas mempengaruhi durasi persalinan dan kejadian komplikasi. Semakin tinggi paritas, kejadian retensio plasenta, plasenta previa, perdarahan uterus, mortalitas ibu, dan mortalitas perinatal juga meningkat. 2) Keluhan utama Keluhan yang dirasakan ibu antara lain kekuatan his makin sering terjadi dan teratur dengan jarak kontraksi yang 277 semakin pendek serta nyeri menjalar kedepan, dapat terjadi pengeluaran lendir atau lendir bercampur darah, disertai ketuban pecah (Manuaba, 2010: 169). Gejala dan tanda kala II adalah ibu merasakan ingin meneran bersamaan dengan terjadinya kontraksi dan adanya peningkatan tekanan pada rektum dan atau vaginanya (Wiknjosastro, 2008: 79). 3) Riwayat kesehatan yang lalu a) Penyakit jantung Menurut Wiknjosastro (2008: 82) penyakit jantung kelas III dan VI tidak boleh hamil, karena bahaya terlampaui besar. Apabila terjadi kehamilan, maka kehamilan <12 minggu, abortus terapeutik perlu dipertimbangkan. b) Pneumonia Pneumonia dalam kehamilan merupakan penyebab kematian non obstetric yang terbesar setelah penyakit jantung. Oleh karena itu harus segera diketahui, dirawat, dan diobati secara intesif untuk mencegah timbulnya kematian janin/ibu, abortus, persalinan premature atau kematian janin dalam kandungan (Romauli, 2011: 163). 278 c) Hipertensi Menurut Wiknjosastro (2008: 82) pada ibu dengan penyakit hipertensi, janin bertumbuh kurang wajar (dismaturitas), dilahirkan premature atau mati dalam kandungan. Sering pula terjadi solusio plasenta yang mempunyai akibat buruk, baik bagi ibu maupun anak. Angka kematian anak kira-kira 20%. d) Asma Penyakit asma dan kehamilan kadang-kadang bertambah berat atau makin berkurang. Penyakit asma yang berat dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan janin dalam rahim melalui gangguan pertukaran O2 dan CO2, pengawasan hamil dan pertolongan persalinan dapat berlangsung biasa, kecuali terdapat indikasi pertolongan dengan tindakan operasi (Manuaba, 2010: 336). e) Gonore Menurut Manuaba (2010: 336) bayi yang dilahirkan dari ibu penderita gonore dapat menderita konjuntivis, gonore neonatorum atau blenore neonatorum. f) Transmisi virus AIDS ibu kepada janinnya telah banyak terbukti, tapi belum jelas diketahui kapan transmisi perintal itu terjadi. Dalam persalinan Sectio 279 Ceasare (SC), bukan indikasi menurunkan resiko infeksi kepada bayi yang dilahirkan. Perawatan pasca salin perlu memperhatikan kemungkinan penularan melalui pembalut wanita, luka episiotomy, ataupun luka SC (Wiknjosastro, 2008: 83). 4) Riwayat Kesehatan Sekarang Penyakit yang dapat mempengaruhi persalinan yaitu: a) Menurut Manuaba (2010: 239) anemia dalam kehamilan memberi pengaruh kurang baik bagi ibu, baik dalam kehamilan, persalinan maupun dalam nifas dan masa selanjutnya. Berbagai penyulit dapat timbul akibat anemia, seperti abortus, partus prematurus, partus lama akibat inersia uteri, perdarahan pasca salin karena atonia uteri, syok, infeksi intrapartum maupun pasca salin, anemia yang sangat berat dengan Hb<4 g% dapat menyebabkan dekompensasi kordis. Kadar Hb normal 11g%. b) Bahaya varises dalam persalinan, baik divulva/vagina maupun yang ditungkai ialah kemungkinan pecahnya pembuluh darah. Selain bahaya perdarahan yang mungkin berakibat fatal, dapat pula terjadi emboli udara (Manuaba, 2010: 239). 280 c) Menurut Wiknjosastro (2008: 45) bayi yang dilahirkan dari ibu penderita gonore dapat menderita konjungtivitis, gonore neonatorum atau disebut juga blenore neonatorum. d) Transmisi virus AIDS ibu kepada janinnya telah banyak terbukti, tapi belum jelas diketahui kapan transmisi perintal itu terjadi. Dalam persalinan Sectio Ceasare (SC), bukan indikasi menurunkan resiko infeksi kepada bayi yang dilahirkan. Perawatan pasca salin perlu memperhatikan kemungkinan penularan melalui pembalut wanita, luka episiotomy, ataupun luka SC (Wiknjosastro, 2008: 84). 5) Riwayat kesehatan keluarga Menurut Maryunani (2016: 332) untuk mengetahui apakah dalam keluarga ada yang menderita penyakit menular seperti TBC, Hepatitis, HIV/AIDS, penyakit menurun seperti asma, diabetes mellitus, penyakit menahun seperti ginjal, jantung, maupun keturunan kembar. 6) Riwayat kebidanan a) Haid Bila seorang wanita datang dengan haid terlambat dan diduga ada kehamilan, maka dapat ditentukan tanggal perkiraan persalinan, jika hari pertama haid terakhir 281 diketahui dan siklus kurang lebih 28 hari, rumus yang dipakai adalah rumus Neagle. Perkiraan persalinan menurut rumus yaitu Hari +7, Bulan -3, dan tahun +1 untuk siklus 28+x hari (Winkjosastro, 2008: 85). 7) Kehamilan yang lau Menurut Fraser (2009: 252) terminasi kehamilan dapat mempengaruhi viabilitas kehamilan berikutnya. Dilatasi dan kuretase menyebabkan terjadinya inkompetensi serviks. Aborsi spontan berulang dapat mengindikasi adanya kondisi seperti abnormalitas genetic, ketidakseimbangan hormone, atau inkompetensi serviks. 8) Persalinan yang lalu a) Lama persalinan sebelumnya merupakan indikasi yang baik untuk memperkirakan lama persalinan kali ini sehingga memungkinkan untuk membedakan persalinan antara primigravida dan gravida selanjutnya serta persalinan dengan paritas yang lebih tinggi. Selain itu untuk mengidentifikasi kelahiran melalui SC atau kelahiran operatif pervaginam sebelumnya. b) Ukuran bayi yang terbesar dilahirkan pervaginam memastikan keadekuatan panggul wanita untuk ukuran bayi saat ini. Kemudian untuk mengantisipasi 282 kemungkinan komplikasi jika dibanding dengan perkiraan berat janin. c) Wanita yang mempunyai riwayat melahirkan bayi kecil dari ayah yang sama cenderung memiliki bayi kecil juga pada kehamilan ini d) Semua wanita dengan riwayat SC pada segmen uterus bawah (insisi transversal bawah atau vertical bawah) dan tidak memiliki kontraindikasi dianjurkan menjalani persalinan pervaginam (Varney, 2008: 697-780). 9) Nifas yang lalu Pada hari pertama dan kedua lokia rubra dan lokia kruenta, hari lokia sanguelenta. Setelah satu minggu lokia serosa. Setelah 2 minggu lokia alba. Biasanya lokia tersebut berbau agak sedikit amis, kecuali jika terdapat infeksi dan akan berbau busuk, misalnya pada adanya lokiostasis yaitu lokia tidak lancar keluar dan infeksi (Wiknjosastro, 2008: 88). 10) Pola kehidupan sehari-hari a) Nutrisi Menurut Wiknjosastro (2008: 88) makanan ringan dan asupan cairan yang cukup selama persalinan akan memberi lebih banyak energi dan mencegah dehidrasi. Dikarenakan dehidrasi bisa memperlambat kontraksi, 283 dan/atau membuat kontraksi menjadi tidak teratur, dan kurang efektif. b) Eliminasi Selama persalinan ibu harus dianjurkan berkemih setiap 1-2 jam. Urine yang berada dalam kandung kemih adalah masa yang tidak dapat ditekan, sehingga dapat mengganggu penurunan bagian presentasi janin atau mengurangi kapasitas uterus untuk berkontraksi, yang meningkatkan resiko pengaruh perdarahan pasca salin (Fraser, 2009: 452). Kemudian menurut Varney dkk (2008: 687) Poliuria sering terjadi selama persalinan, karena peningkatan curah jantung selama persalinan. Poliuria menjadi kurang jelas pada posisi telentang karena posisi ini membuat aliran urine berkurang selama kehamilan. c) Istirahat dan tidur Umumnya wanita lebih suka berbaring karena merasakan sakit ketika his (Wiknjosastro, 2008: 89). d) Personal hygiene Pada kala I, mengganti pakaian yang basah oleh keringat dan mengganti perlak, menjaga perineum tetap kering, membersihkan genitalia dari depan ke belakang dan mengganti pembalut yang menyerap di antara 284 bokong ibu dapat menyebabkan terjadinya infeksi intrauteri akibat kontaminasi pada introitus vagina. Mandi, menyikat gigi, mengeringkan dengan handuk dapat membuat ibu merasa lebih nyaman. Kemudian pada kala II, ibu mengalami dehidrasi karena banyaknya cairan yang hilang melalui kulit dalam bentuk keringat (Varney, 2008: 760). e) Aktifitas Menurut Mochtar (2012: 77) dalam kala I apabila ketuban belum pecah wanita inpartu boleh duduk atau berjalan-jalan, jika berbaring sebaiknya kesisi letaknya punggung janin. Jika ketuban sudah pecah wanita tersebut dilarang berjalan-jalan harus berbaring. Kemudian menurut Wiknjosastro (2008: 89) bila kepala janin sebagian sudah masuk pintu atas panggul, serta ketuban bemum pecah, tidak ada keberatan wanita tersebut duduk atau berjalan-jalan disekitar kamar bersalin. Apabila kepala janin belum turun dalam pintu atas panggul sebaiknya wanita tersebut berbaring terlentang, karena apabila ketuban belum pecah mungkin terjadi komplikasi seperti prolaps tali pusat, prolaps tangan dan sebagainya. Sedangkan bila his 285 sudah sering, dan ketuban sudah pecah wanita tersebut harus berbaring. 11) Riwayat ketergantungan Menurut Wiknjosastro (2007: 162) kenyataan bahwa para wanita yang terlalu banyak merokok melahirkan anak yang lebih kecil, atau mudah mengalami abortus dan partus prematurus. Ketergantungan selanjutnya pada obat-obatan, terutama pada trimester I dan II kehamilan mengakibatkan kelainan organ pada janin seperti pada obat yang teratogenik dan dapat terjadi abortus dan partus prematurus pada golongan obat yang dapat menimbulkan his. 12) Psikososial dan spiritual Menurut Fraser (2009: 429) mood yang berubah-ubah sering terjadi dan dorongan energi juga dapat dialami. Sebagian mungkin memandang kontraksi yang dialami sebagai kekuatan positif yang memotivasi dan memberikan kehidupan. Sebagian lain mungkin merasakan kontraksi ini sebagai rasa nyeri dan melawan kontraksi tersebut. Seorang ibu dapat menyambut peristiwa ini dengan perasaan senang karena sebentar lagi ia akan melihat bayinya. Ibu merasa cemas membayangkan bahwa melahirkan seorang anak akan terasa sakit dan khawatir tentang kemampuannya mengendalikan rasa nyeri. Bersamaan dengan kemajuan 286 persalinan, ibu merasa kurang percaya diri terhadap kemampuan kopingnya menghadapi sifat kontraksi yang kuat yang mengendalikan tubuhnya. 13) Latar belakang sosial budaya Pantang diet sebaiknya tidak dilakukan, pada dasarnya dianjurakan makanan gizi seimbang, karena kebutuhan akan protein dan bahan makanan tinggi dianjurkan tambahan telur sehari (Varney, 2009: 429). b. Data Obyektif Sebelumnya telah dibahas data subyektif, untuk melengkapi data dalam menegakkan diagnosis, maka harus dilakukan pengkajian data obyektif melalui pemeriksaan inspeksi, palpasi, auskultasi, dan perkusi yang di lakukan secara berturutan. Sehingga datadata yang perlu untuk dikaji adalah : 1) Pemeriksaan umum a) Keadaan umum Kondisi umum selama kala II persalinan akan bergantung pada kondisi,umumnya akhir kala I persalinan. Jika sudah kehabisan tenaga (lelah) saat akhir kala I, maka akan mengalami kesulitan untuk meneran pada kala II, terutama pada primigravida (Varney, 2008:108). 287 b) Tanda-tanda vital Menurut Varney (2008: 108) tanda-tanda vital pada saat persalinan yaitu: (1) Tekanan darah Pada kala I, meningkat selama kontraksi disertai dengan peningkatan sistolik rata-rata 15 (10-20) mmHg dan diastolik rata-rata 5-10 mmHg (peningkatan ini bisa dihindari dengan mengubah posisi tubuh dari tidur terlentang ke posisi miring). Selanjutnya pada kala II, upaya mendorong menyebabkan tekanan darah meningkat dan menurun (tidak stabil). Kemudian pada kala III, mulai kembali ke tingkat sebelum melahirkan dan pada kala IV menjadi lebih stabil. Fraser (2009: 259) menambahkan bahwa hipotensi dapat terjadi akibat posisi telentang, syok, atau anestesi epidural. (2) Nadi Perubahan yang mencolok selama kontraksi disertai peningkatan selama fase peningkatan. Pada kala II ini, frekuensi nadi meningkat disertai takikardi dan ini dianggap normal. Peningkatan 288 denyut nadi yang berlebihan dapat menimbulkan infeksi, syok, ansietas, dan dehidrasi. (3) Suhu Suhu tubuh sedikit meningkat selama persalinan, tertinggi selama dan segera setelah melahirkan. Peningkatan suhu yang normal tidak lebih dari 0,5 sampai 10C, jika lebih menunjukkan tanda infeksi dan dehidrasi. Hal ini juga mencerminkan peningkatan metabolisme persalinan. (4) Pernapasan Pada kala I sampai kala IV, pernapasan relatif normal, tetapi peningkatan frekuensi pernapasan yang berlebihan mencerminkan peningkatan metabolisme yang terjadi dapat menunjukkan syok atau ansietas. 2) Pemeriksaan fisik a) Muka Saat menjelang persalinan, ibu akan nampak gelisah ketakutan dan menahan rasa sakit akibat his (Saifuddin, 2009: 247). Kemudian pada wajah ibu perlu dilakukan pemeriksaan edema yang merupakan tanda klasik preeclampsia (Varney, 2008: 114). 289 b) Mata Bentuk simetris, konjungtiva normal, warna merah muda, bila pucat menandakan anemia. Sklera normal itu berwarna putih, bila berwarna kuning menandakan ibu mungkin terinfeksi hepatitis, bila berwarna merah kemungkinan ada conjungtivitis (Romauli, 2011: 174). c) Mulut dan gigi Wanita yang bersalin biasanya mengeluarkan bau napas yang tidak sedap, bibir kering atau pecah-pecah, mulut kering, terutama jika ia bersalin selama berjam-jam tanpa mendapatkan cairan oral dan perawatan mulut (Varney, 2007: 719). d) Leher Dalam kehamilan biasa kelenjar tiroid mengalami hiperfungsi dan kadang-kadang di sertai dengan pembesaran ringan. Setelah persalinan fungsi dan besarnya kelenjar gondok pulih kembali. Akan tetapi walaupun tampak gejala-gejala yang dapat menyerupai hiperfungsi glandula tyroid, namun wanita tersebut tidak menderita hipertiroidimus (Wiknjosastro, 2008: 342). 290 e) Payudara Menjelang persalinan, perlu dilakukan pemeriksaan terhadap kondisi putting payudara ibu misalnya kolostrum kering atau berkerak, muara duktus yang tersumbat kemajuan dalam mengeluarkan, putting yang rata atau intervensi pada wanita yang merencanakan untuk menyusui (Varney, 2007: 115). f) Abdomen Saat kontraksi uterus dimulai nyeri tidak akan terjadi selama beberapa detik dan akan hilang kembali di akhir terjadi kontraksi. Ketika meraba saat adanya kontraksi, maka akan diketahui dimulainya kontraksi sebelum ibu merasakannya. Pengetahuan ini digunakan saat memberikan analgesia inhalasi atau menggunakan mekanisme koping lainnya. Uterus harus terasa lebih keras setiap ada kontraksi. Kontraksi yang terlalu lama, atau sangat kuat dan urutannya singkat akan menimbulkan masalah seperti hipoksia janin (Fraser, 2009: 453-454). g) Genetalia Pada genetalia dilakukan pemeriksaan adanya luka atau massa termasuk kondilomata, varikositas vulva atau rectum, adanya perdarahan pervaginam, cairan ketuban, 291 dan juga adanya luka parut di vagina. Luka parut di vagina mengindikasikan adanya riwayat robekan perineum atau tindakan episiotomy sebelumnya, sementara itu pada kala II terdapat juga perineum menonjol dan vulva membuka (Manuaba, 2010: 173). h) Anus Anus sudah mulai membuka. Tanda ini akan tampak bila benar-benar kepala sudah di dasar panggul dan mulai membuka pintu (Wiknjosastro, 2008: 344). i) Ekstremitas Edema merupakan tanda klasik preeklamsi. Edema hanya pada kaki dan pergelangan kaki biasanya merupakan edema dependen yang disebabkan oleh penurunan aliran darah vena akibat penekanan yang membesar (Varney, 2008: 693). 3) Pemeriksaan khusus a) Palpasi Menurut Wiknjosastro (2008: 42) penurunan bgaian terbawah janin 292 Gambar 2.34 Penurunan Kepala Janin Sumber : Manuaba, 2010, Ilmu Kebidanan dan Keluarga Berencana untuk Pendidikan Bidan; 160 b) Auskultasi Menurut Fraser (2009: 261) denyut jantung janin berbunyi ganda tetapi lebih cepat dibandingkan bunyi jantung orang biasa. DJJ normal 110-160/menit. Selanjutnya hidayat (2008: 50) menambahkan bahwa lokasi punctum maksimum denyut jantung janin dapat digunakan untuk mengetahui sikap badan janin. Selama kala satu persalinan denyut jantung janin (DJJ) harus dievaluasi segera setelah sebuah kontraksi paling tidak setiap 30 menit dan setiap 15 menit selama kala dua. Untuk wanita dengan kehamilan berisiko, evaluasi auskultasi dilakukan paling tidak setiap 15 menit selama kala satu dan 5 menit selama kala dua. 293 c) His Amplitudo uterus terus meningkat sampai 60 mmHg pada akhir kala I dan frekuensi his menjadi 2-4 kontraksi tiap 10 menit. Durasi his pun meningkat dari 20 detik pada permulaan partus sampai 60-90 pada akhir kala I atau pada permulaan kala II. Kontraksi uterus dapat dihitung menggunakan jarum detik dengan melakukan palpasi uterus untuk menentukan jumlah kontraksi yang terjadi dalam kurun waktu 10 menit. Pada fase aktif, minimal terjadi dua kontraksi dalam 10 menit dan lama kontraksi yaitu 40 detik atau lebih. Di antara dua kontraksi akan terjadi relaksasi dinding uterus (Wiknjosastro, 2008: 43). Kemudian Manuaba (2010: 173) juga menambahkan bahwa his kala II, his yang semakin kuat dengan interval 2-3 menit, dengan durasi 50-100 detik. His dalam persalinan dapat dibedakan sebagai berikut: (1) Kala I Kala satu persalinan dimulai sejak terjadinya kontraksi uterus yang teratur dan meningkat (frekuensi dan kekuatannya) hingga serviks membuka lengkap (10 cm). kala satu persalinan 294 terdiri dari dua fase, yaitu fase laten dan fase aktif (Wiknjosastro, 2008: 39). (2) Kala II Persalinan kala II dimulai ketika pembukaan serviks sudah lengkap (10 cm) dan berakhir dengan lahirnya bayi. Kala II juga disebut dengan kala pengeluaran bayi (Hidayat, 2008: 25). (3) Kala III Persalinan kala III dimulai setelah lahirnya bayi dan berakhir dengan lahirnya plasenta dan selaput ketuban (Wiknjosastro, 2008: 99). (4) Kala IV Persalinan kala IV dimulai setelah lahirnya plasenta dan berakhir dua jam setelah itu (Hidayat, 2008: 54). 4) Pemeriksaan dalam Menurut Wiknjosastro (2008: 56) yang harus dilakukan dalam pemeriksaan dalam adalah: a) Memeriksa genetalia eksterna, memerhatikan ada tidaknya luka atau massa (benjolan) termasuk kondiloma, varikositas vulva atau rectum, atau luka parut di perineum (Manuaba, 2010: 173). 295 b) Menilai cairan vagina dan menentukan bercak darah, perdarahan pervaginam dan mekonium: (1) Jika ada perdarahan pervaginam dilarang untuk melakukan pemeriksaan dalam (2) Jika ketuban sudah pecah, perhatikan warna dan bau air ketuban. Melihat pewarnaan dan kekentalan pada mekonium serta pemeriksaan DJJ (3) Jika mekonium encer dan DJJ normal, meneruskan memantau DJJ dengan seksama menurut petunjuk di partograf. (4) Jika mekonium kental, menilai DJJ dan segera rujuk (5) Jika tercium bau busuk, mungkin telah terjadi tanda infeksi. (6) Jika ketuban belum pecah jangan melakukan amniotomi. c) Adanya luka parut di vagina mengindikasikan adanya riwayat robekan perineum atau tindakan episiotomy sebelumya. Hal ini merupakan informasi penting untuk menentukan tindakan pada saat kelahiran bayi. d) Menilai pembukaan dan penipisan serviks. 296 e) Memastikan tali pusat dan/atau bagian-bagian kecil (tangan atau kaki) tidak teraba pada saat melakukan periksa dalam. f) Menilai penurunan bagian terbawah janin dan menetukan bagian yang masuk ke dalam rongga panggul. g) Jika bagian terbawah adalah kepala, pastikan penunjuknya (ubun-ubun kecil, ubun-ubun besar)dan celah (sutura) sagitalis untuk menilai derajat penyusupan atau tumpang tindih tulang kepala serta menilai ukuran kepala janin dengan ukuran jalan lahir apakah sesuai (Wiknjosastro, 2008: 99). Menurut Cunningham (2007: 339) penjelasan cermat terhadap hal-hal berikut: a) Pemeriksaan serviks Derajat pendataran serviks biasanya diartikan dengan panjang kanalis servisis berbanding dengan panjang yang belum mendatar. Jika panjang serviks berkurang separuh, dikatakan 50% mendatar, bila serviks menjadi setipis segmen uterus dibawah didekatnya, serviks dinyatakan telah mendatar penuh atau 100%. 297 b) Dilatasi serviks Dilatsi serviks ditentukan dengan memperkirakan diameter rata-rata pembukaan serviks. Jari pemeriksaan disapukan dari tepi serviks di satu sisi yang berlawanan, jadi diameter yang dilintasi dinyatakan dalam centimeter (Cunningham, 2007: 339). c) Posisi serviks Hubungan antara os serviks dengan kepala janin dikategorikan sebagai posterior, posisi setengah, atau anterior. Sedangkan posisi posterior mengesankan persalinan preterm (Cunningham, 2007: 339). d) Deteksi pecahnya selaput ketuban Suatu diagnosis pasti pecahnya selaput ketuban dibuat apabila cairan amnion terlihat berada di forniks posterior atau cairan jernih mengalir dari kanalis servisis (Cunnigham, 2007: 339). e) Bidang hodge Bidang hodge I adalah bidang yang sama dengan pintu atas panggul, Hodge II adalah bidang sejajar dengan dengan hodge I setinggi tepi bawah simpisis. Hodge III bidang sejajar dengan Hodge I setinggi spina iskiadika, Hodge IV adalah bidang sejajar dengan Hodge I 298 setinggi ujung tulang kelangkang (Os sacrum) (Manuaba, 2010: 59). f) Stasiun Statiun merupakan hubungan antara bagian paling bawah presentasi dan garis inajiner yang ditarik di antara spina iskiadika pelvis wanita. Bagian yang pling bawah pada bagian presentasi janin yang terletak sejajar dengan spina iskiadika disebut stasiun 0. Stassiun diukur di atas atau dibawah tingkat spina iskiadika (dalam sentimeter), jika yang berada diatas stasiun ditulis -1,-2,-3,-4, dan -5 dan apabila dibawah ditulis +1,+2,+3,+4, dan +5 (Varney, 2008: 677). 5) Pemeriksaan Panggul Menurut Wiknjosastro (2007: 44-45) dalam pemeriksaan panggul yang harus diperhatikan adalah bentuk dan ukuran panggul, untuk ukuran perlu diperhatikan hal berikut: a) Bila promontorium teraba pada pemeriksaan dalam, berarti adanya kesempitan panggul. b) Normal linea inominata teraba dalam pemeriksaan dalam, apabila teraba sebagian atau keseluruhan berarti ada kesempitan panggul. c) Spina ischiadika normal, tidak menonjol kedalam. Bila menonjol berarti adanya kesempitan panggul. 299 d) Sudut arcus pubis > 900, bila kurang berarti adanya kesempitan panggul. e) Keadaan dasar panggul apakah kaku, tebal atau elastis. 6) Pemeriksaan penunjang Menurut Cunningham laboratorium adalah (2007: suatu 335) tindakan pemeriksaan dan prosedur pemeriksaan khusus dengan mengambil bahan atau sampel dari pasien, dapat berupa urin, darah, sputum (dahak), yang digunakan untuk menentukan diagnosa penyakit bersama tes penunjang yang lain. a) Darah Ketika seseorang perempuan dirawat di rumah sakit untuk bersalin, seringkali pemeriksaan hematokrit dan kadar hemoglobin harus diulang. Hbsag merupakan penyakit nekroinflamasi kronis hati yang disebabkan oleh infeksi virus hepatitis B persien (Cunnigham, 2007: 341). HIV/aids merupakan sekumpulan gejala dan infeksi yang timbul karena rusaknya sistem kekebalan tubuh manusia akibat virus HIV yang menyerang sistem kekebalan tubuh khususnya pada sel darah putih (Cunnigham, 2007: 335). 300 b) Urin Pada beberapa urin, sebuah spesimen urin yang diekskresikan (sedapat mungkin bebas dari debris) diperiksa kadar protein dari glukosanya. Spesimen urin diambil untuk kebutuhan analisa protein hanya pada ibu hamil dengan hipertensi (Cunnigham, 2007: 340). 2. Diagnosa Kebidanan G≥1P0/> UK 37-40 minggu, tunggal hidup, intrauterine, situs bujur, habitus fleksi, puka/puki, preskep, H, kepala sudah masuk PAP , keadaan jalan lahir normal, KU ibu dan janin baik, inpartu: a. Kala I fase laten dengan kemungkinan masalah cemas menghadapi proses persalinan (Varney et al, 2007: 718-719). b. Kala I fase aktif akselerasi/dilatasi maksimal/deselerasi dengan kemungkinan masalah ketidaknyamanan menghadapi proses persalinan (Wiknjosastro, 2008: 40). c. Kala II dengan kemungkinan masalah: 1) Kekurangan cairan (Wiknjosastro, 2008: 93) 2) Infeksi (wiknjosastro, 2008: 93). 3) Kram tungkai (Varney et al, 2007: 722). d. Bayi baru lahir cukup bulan, sesuai masa kehamilan, KU baik (Kepmenkes No. 983/Menkes/SK/8/2007 tentang standar asuhan kebidanan) 301 e. P≥1 kala III persalinan, KU ibu dan bayi baik, prognosa baik dengan kemungkinan masalah yaitu retensio plasenta apabila plasenta belum lahir setengah jam setelah setelah janin lahir dan avulsi tali pusat (Wiknjosastro, 2008: 656). f. P≥1 Kala IV persalinan, KU ibu dan bayi baik, prognosa baik dengan kemungkinan masalah yang terjadi menurut (Wiknjosastro 2008: 118): Atonia uteri merupakan perdarahan obstetri yang disebabkan oleh kegagalan uterus untuk berkontraksi normal secara memadai setelah kelahiran (Cuningham, 2013: 415), robekan vagina, perineum atau serviks, subinvolusio sehubungan dengan kandung kemih yang terisi penuh. 3. Perencanaan a. Diagnosa G≥1P0> UK 37-40 minggu, tunggal, hidup, intrauterine, situs bujur, habitus fleksi, puka/puki, preskep, H I-IV , kepala sudah masuk PAP, keadaan jalan lahir normal, KU ibu dan janin baik, inpartu kala satu fase laten/aktif (akselerasi, dilatasi maksimal, deselerasi) atau kala II. b. Tujuan Setelah dilakukan asuhan kebidanan diharapkan tidak terjadi komplikasi selama persalinan. 302 c. Kriteria : KU baik, kesadaran composmentis TTV dalam batas normal TD : 100/60-130/90 mmHg S : 36-370C N : 80-100x/menit R : 16-24x/menit His minimal 2 kali tiap 10 menit dan berlangsung sedikitnya 40 detik Kala I pada primigravida <13 jam, pada multigravida <7 jam Kala II pada primigravida <2 jam, pada multigravida <1 jam Bayi lahir spontan, menangis kuat, gerak aktif Kala III pada primigravida <30 menit sedangkan multigravida <15 menit. Plasenta lahir spontan, lengkap Kala IV kontraksi uterus baik, keras dan bundar, perdarahan<500cc 303 d. Intervensi Kala I 1) Jelaskan pada ibu dan keluarga tentang hasil pemeriksaan. R/ ibu yang melakukan persiapan dalam menghadapi kelahiran memiliki pengetahuan tentang proses persalinan. Mereka biasanya informasi menginginkan dan membutuhkan tentang kemajuan persalinan ibu tersebut (Wiknjosastro, 2008: 57). 2) Anjurkan ibu untuk melakukan teknik relaksasi saat ada his. Teknik relaksasi yaitu dengan mengambil napas dalam dari hidung dan mengeluarkannya dari mulut setelah masingmasing kontraksi. R/ teknik ini berfungsi ganda, tidak hanya meningkatkan relaksasi, tetapi juga berfungsi membersihkan jalan nafas dengan menghilangkan kemungkinan hiperventilasi. 3) Observasi sesuai pertograf seperti HIS, DJJ, ketuban, pembukaan, penurunan kepala, dan tanda-tanda vital ibu (terlampir) R/ partograf bertujuan untuk mencatat hasil observasi dan kemajuan persalinan dengan menilai pembukaan serviks melalui pemeriksaan dalam, mendeteksi secara dini kemungkinan terjadinya partus lama (Wiknjosastro, 2008: 57). 304 4) Anjurkan ibu untuk mendapatkan posisi yang nyaman dalam persalinan, anjurkan untuk tidak tidur terlentang. R/ jika ibu berbaring terlentang maka berat uterus dan isinya (janin, cairan ketuban, plasenta dll) menekan vena cava inferior ibu. Hal ini akan mengurangi pasokan O2 melalui sirkulasi uteroplasenter sehingga akan menyebabkan hipoksia pada bayi. Berbaring terlentang juga akan mengganggu kemajuan persalinan dan menyulitkan ibu untuk meneran secara efektif 5) Beri asupan nutrisi pada ibu dan memberi ibu makan dan minum R/ makanan ringan dan asupan cairan yang cukup selama persalinan akan memberi lebih banyak energi dan mencegah dehidrasi. Dehidrasi bisa memperlambat kontraksi dan atau membuat kontraksi menjadi tidak teratur dan kurang efektif. 6) Anjurkan ibu untuk BAB maupun BAK jika terasa R/ kandung kemih yang terisi penuh mengganggu penurunan kepala janin. Selain itu juga akan menambah rasa nyeri pada perut bawah, menghambat penatalaksanaan distosia bahu, menghalangi lahirnya plasenta perdarahan pasca bersalin (Wiknjosastro, 2008: 55). dan 305 7) Jaga privasi ibu dengan menutup pintu, jendela, serta kelambu tempat persalinan. R/ menjaga privasi dan mencegah pajanan merupakan upaya untuk menghormati martabat wanita. 8) Jaga kebersihan dan kondisi tetap kering R/ kebersihan dan kondisi kering meningkatkan kenyamanan dan relaksasi serta menurunkan resiko infeksi. 9) Gunakan teknik sentuhan fisik R/ sentuhan yang diberikan pada wanita (pada tungkai, kepala, lengan) tanpa tujuan lain dapat mengekspresikan kepedulian, memberi kenyamanan dan pengertian serta dapat menemtramkan, menenangkan, menghilangkan kesepian, dan sebagainya. 10) Berikan usapan pada punggung maupun abdomen R/ usapan pada punggung dengan memberikan tekanan eksternal pada tulang belakang menghilangkan tekanan internal pada tulang belakang oleh kepala janin sehingga mengurangi meningkatkan nyeri. Usapan kenyamanan kepedulian terhadap wanita. pada dan abdomen merupakan dapat ekspresi 306 11) Lakukan pemeriksaan dalam atas indikasi R/ mengetahui kemjuan pembukaan serviks, penurunan kepala, effacement, ketuban, bagian terendah janin sesuai dengan partograf (Handayani, 2010: 37). Kala II 1) Memastikan tanda dan gejala kala II (doran, teknus, perjol, vulka) R/ gejala dan tanda kala dua merupakan mekanisme alamiah bagi ibu dan penolong persalinan bahwa proses pengeluaran bayi sudah dimulai (Wiknjosastro, 2008: 82). 2) Pastikan perlengkapan peralatan, bahan dan obat-obatan esensial untuk menolong persalinan dan menangani komplikasi ibu dan bayi baru lahir R/ ketidakmampuan untuk menyediakan semua perlengkapan, bahan-bahan dan obat-obat esensial pada saat diperlukan akan meningkatkan resiko terjadinya penyulit pada ibu dan bayi baru lahir sehingga keadaan ini dapat membahayakan keselamatan jiwa mereka. 3) Pakai celemek plastic R/ celemek merupakan penghalang atau barier antara penolong dengan bahan yang berpotensi untuk menularkan penyakit. 307 4) Lepas dan simpan semua perhiasan yang dipakai, cuci tangan dengan sabun dan air bersih mengalir kemudian keringkan tangan dengan handuk pribadi yang bersih dan kering R/ cuci tangan merupakan upaya yang paling untung mencegah kontaminasi silang (Saifuddin, 2010: 14). 5) Pakai sarung tangan DTT pada tangan yang akan digunakan untuk periksa dalam R/ penggunaan sarung tangan merupakan tindakan kewaspadaan universal untuk melindungi dari setiap cairan yang mungkin pathogen yang menular melalui darah atau cairan lainnya. 6) Masukkan oksitosin kedalam tabung suntik (gunakan tangan yang bersarung tangan DTT) dan steril (pastikan tidak terjadi kontaminasi pada alat suntik) R/ semua perlengkapan dan bahan-bahan dalam partus set harus dalam keadaan desinfeksi tingkat tinggi atau steril. 7) Bersihkan vulva dan perineum, seka dengan hati-hati dari depan kebelakang dengan menggunakan kapas atau kasa yang dibasahi dengan air DTT R/ membersihkan vulva dan perineum dengan air DTT digunakan untuk kebersihan ibu. pencegahan infeksi dan menjaga 308 8) Lakukan periksa dalam untuk memastikan pembukaan lengkap R/ mengetahui kemajuan pembukaan serviks, penurunan kepala, effacement, ketuban, bagian terendah janin sesuai dengan partograf. 9) Dekontaminasi sarung tangan dengan cara mencelupkan tangan yang masih memakai sarung tangan kedalam larutan klorin 0,5%, lepaskan dan rendam dalam keadaan terbalik dalam larutan klorin 0,5% selama 10 menit, kemudian cuci tangan. R/ pencegahan infeksi sangat penting dalam menurunkan kesakitan dan kematian ibu dan bayi baru lahir. Upaya dan ketrampilan untuk melaksanakan prosedur pencegahan infeksi secara baik dan benar melindungi penolong persalinan terhadap resiko infeksi. 10) Periksa DJJ setelah kontraksi atau saat relaksasi uterus untuk memastikan bahwa DJJ dalam batas normal (120160x/menit). R/ mendeteksi bradikardi janin dan hipoksia berkenaan dengan penurunan sirkulasi maternal dan penurunan perfusi plasenta yang disebabkan oleh anesthesia, atau posisi yang tidak tepat. 309 11) Beritahu bahwa pembukaan sudah lengkap, keadaan janin baik dan bantu ibu dalam menemukan posisi yang nyaman dan sesuai dengan keinginannya. R/ jika ibu berbaring terkentang maka berat uterus dan isinya (janin, cairan ketuban, plasenta dll) menekan vena cava inferior ibu. Hal ini akan mengurangi pasokan oksigen melalui sirkulasi uteroplasenter sehingga akan menyebabkan hipoksia pada bayi. Berbaring terlentang juga akan mengganggu kemajuan persalinan dan menyulitkan ibu untuk meneran secara efektif (Wiknjosastro, 2008: 87). 12) Minta bantuan keluarga untuk menyiapkan posisi meneran (bila ada rasa ingin meneran dan terjadi kontraksi yang kuat, bantu ibu ke posisi setengah duduk atau posisi lain yang diinginkan dan pastikan ibu merasa nyaman). R/ posisi duduk atau setengah duduk dapat memberikan rasa nyaman aman bagi ibu dan memeberi kemudahan beristirahat diantara kontraksi. Keuntungan dari kedua posisi ini adalah gaya gravitasi untuk membantu ibu melahirkan bayinya (Wiknjosastro, 2008: 84). 13) Laksanakan bimbingan meneran pada saat ibu ada dorongan kuat untuk meneran R/ meneran secara berlebihan menyebabkan ibu sulit bernapas sehingga terjadi kelelahan yang tidak perlu dan 310 meningkatkan resiko asfiksia pada bayi sebagai akibat turunnya pasokan oksigen melalui plasenta (Wiknjosastro, 2008: 81). 14) Anjurkan ibu untuk berjalan, berjongkok, atau mengambil posisi nyaman, jika ibu belum merasa ada dorongan untuk meneran dalam 60 menit. R/ posisi jongkok dapat membatu mempercepat kemjuan persalinan dalam kala dua dan mengurangi rasa nyeri yang hebat (Hidayat, 2010: 82). 15) Letakkan handuk bersih (untuk mengeringkan bayi)diperut ibu, jika kepala bayi telah membuka vulva dengan diameter 5-6 cm R/ handuk pada perut ibu digunakan untuk persiapan mengeringkan bayi baru lahir. 16) Letakkan kain bersih yang dilipat 1/3 bagian bawah bokong ibu. R/ kain kering yang dilipat 1/3 bagian dipersiapkan megusap muka bayi setelah lahirnya kepala 17) Buka partus set cek kelengkapan alat dan bahan. R/ Ketidaklengkapan alat, bahan dan obat esensial pada saat diperlukan akan meningkatkan resiko terjadinya penyulit pada ibu dan bayi baru lahir sehingga keadaan ini dapat membahayakan keselamatan jiwa 311 18) Pakai sarung tangan DTT pada kedua tangan R/ penggunaan sarung tangan merupakan tindakan kewaspadaan universal untuk melindungi dari setiap caiaran yang mungkin atau pathogen yang menular melalui darah. 19) Setelah tampak kepala bayi dengan diameter 5-6 cm membuka vuva maka lindungi perineum dengan satu tangan yang dilapisi kain bersih dan kering. Tangan yang lain menahan kepala bayi untuk menahan posisi defleksi dan membantu lahirnya kepala. Anjurkan ibu untuk meneran perlahan atau bernapas cepat dan dangkal. R/ melindungi perineum dan mengendalikan keluarnya bayi secara bertahap dan hati-hati dapat mengurangi keregangan berlebihan (robekan) pada vagina dan perineum. 20) Periksa kemungkinan adanya lilitan tali pusat dan ambil tindakan yang sesuai jika hal itu terjadi, dan segera lanjutkan proses kelahiran. R/ perasat ini dilakukan untuk mengeathui apakah tali pusat apakah berada disekeliling leher bayi dan jika memang demikian, untuk menilai seberapa ketat tali pusat tersebut sebagai dasar untuk memutuskan cara mengatasi situasi tersebut. 312 21) Tunggu hingga kepala janin selesai melahirkan putaran paksi luar secara spontan. R/ pengamatan yang cermat dapat mencegah setiap gangguan, memberi waktu untuk bahu berotasi internal kearah diameter anteroposterior pintu bawah panggul. 22) Setelah kepala melakukan putaran paksi luar, pegang secara biparietal. Anjurkan ibu untuk meneran saat kontraksi. Dengan lembut gerakkan kepala kearah bawah dan distal hingga bahu depan muncul dibawah arkus pubis dan kemudian gerakan arah atas dan distal untuk melahirkan bahu belakang. R/ penempatan tangan ini dirancang untuk mencegah memegang bayi dibawah mandibula atau sekeliling leher untuk melahirkan bahu dan badan bayi. Kelahiran bahu dan badan bayi dengan gerakan kearah atas dan luar secara biparietal merupakan mekanisme persalinan yang disebut kelahiran bahu dan tubuh dengan fleksi lateral melalui kurva carus. 23) Setelah bahu lahir, geser tangan bawah untuk kepala dan bahu. Gunakan tangan atas untuk menelusuri dan memegang lengan dan siku sebelah atas. R/ tangan ini mutlak penting untuk mengontrol lengan atas, siku dan tangan bahu belakang saat bagian ini dilahirkan 313 karena jika tidak tangan atau siku dapat menggelincir keluar dan menimbulkan laserasi perineum. 24) Setelah tubuh dan lengan lahir, penelusuran tangan atas berlanjut ke punggung, bokong tungkai dan kaki. Pegang kedua mata kaki (masukkan telunjuk diantara kaki dan pegang masing-masing mata kaki dan ibu jari dan jari lainnya). R/ tndakan ini memungkinkan untuk menahan bayi sehingga dapat mengontrol kelahiran badan bayi yang tersisa dan menempatkan bayi aman dalam rengkuhan tangan tanpa ada kemungkinan tergelincir melewati badan atau tangan jari-jari. 25) Lakukan penilaian bayi baru lahir R/ proses penilaian sebagai dasar pengambilan keputusan bukanlah suatu proses sesaat yang dilakukan satu kali. Penilaian ini memnjadi dasar keputusan apakah bayi perlu resusitasi (Wiknjosastro, 2008: 152). 26) Keringkan bayi mulai dari muka, kepala dan bagian tubuh lainnya kecuali bagian tangan tanpa membersihkan verniks. Ganti handuk dengan handuk atua kain yang kering, bayi diatas perut ibu. Hipotermi mudah terjadi pada bayi yang tubuhnya dalam keadaan basah atau tidak segera 314 dikeringkan atau diselimuti walupun berada di dalam ruangan yang relatif hangat. R/ meletakkan bayi diatas perut ibu, memungkinkan ibu untuk segera kontak dengan bayinya, menyebabkan uterus berkontraksi, dan mempertahankan bayi bebas dari cairan yang saat ini terakumulasi dimeja atau tempat tidur di area antara kaki ibu. 27) Memeriksa kembali uterus untuk memastikan tidak ada lagi bayi kedua dalam uterus (janin tunggal). R/ oksitosin menyebabkan uterus berkontraksi yang akan sangat menurun pasokan oksigen kepada bayi. Jangan menekan kuat korpus uteri karena dapat terjadi kontraksi tetanik yang akan menyulitkan pengeluaran plasenta. 28) Memberitahu ibu bahwa ibu akan disuntik oksitosin agar uterus berkontraksi baik. R/ dengan dilakukan penjelasan, ibu akan lebih tenang dan tidak cemas atas tindakan yang dilakukan. Kala III 29) Dalam waktu 1 menit, setelah bayi lahir, suntikkan oksitosin 10 IU secara IM di 1/3 paha atas bagian distal lateral (lakukan aspirasi sebelum menyuntikkan oksitosin). R/ oksitosin merangsang fundus uteri untuk berkontraksi dengan kuat dan efektif sehingga dapat membantu 315 pelepasan plasenta dan mengurangi kehilangan darah. Aspirasi sebelum penyuntikan akan mencegah penyuntikan oksitosin ke pembuluh darah. 30) Dalam waktu 2 menit bayi baru lahir, jepit tali pusat dengan klem kira-kira 3 cm dari pusat bayi. Dorong isi tali pusat kearah distal (ibu) dan jepit kembali tali pusat pada 2 cm distal dari klem pertama. R/ memberi cukup waktu bagi tali pusat untuk mengalirkan darah kaya zat besi bagi bayi. 31) Lakukan pemotongan tali pusat dan pengikatan tali pusat. R/ memberi cukup waktu bagi tali pusat untuk mengalirkan darah kaya zat besi bagi bayi. 32) Letakkan bayi agar ada kontak kulit ibu kekulit bayi. R/ meletakkan bayi diatas abdomen ibu, memungkinkan ibu segera kontak dengan bayinya. 33) Pindahkan klem pada tali pusat hingga jarak 5-10 cm dari vulva 34) Letakkan satu tangan diatas kain pada perut ibu, ditepi atas simfisis, untuk mendeteksi, tangan lain menegangkan tali pusat 35) Setelah uterus berkontraksi, tegangkan tali pusat kearah bawah sambil tangan yang lain mendorong uterus kearah belakang atas (dorso kranial) secara hati-hati (untuk 316 mencegah inversio uteri). Jika plasenta tidak lahir setelah 30 menit, hentikan penegangan tali pusat dan tunggu hingga timbul kontraksi berikutnya, dan ulangi prosedur diatas. R/ mengeluarkan plasenta 36) Lakukan penegangan dan dorongan dorso kranial hingga plasenta terlepas, minta ibu meneran sambil penolong menarik tali pusat dengan arah sejajar lantai dan kemudian ke arah atas, mengikuti proses jalan lahir (tetap lakukan tekanan dorso kranial). a) Jika tali pusat bertambah panjang, pindahkan klem hingga berjarak 5-10 cm dari vulva dan melahirkan plasenta b) Jika plasenta tidak lepas setelah 15 menit menegangkan tali pusat c) Beri dosis ulangan oksitosin 10 IU IM d) Lakukan katerisasi (aseptic) jika kandung kemih penuh e) Minta keluarga untuk menyiapakan rujukan f) Ulangi penegangan tali pusat 15 menit berikutnya g) jika plasenta tidak lahir dalam 30 menit setelah bayi lahir atau bila terjadi perdarahan, segera lakukan plasenta manual 37) Saat plasenta muncul di introitus vagina, lahirkan plasenta dengan kedua tangan. Pegang dan putar hingga selaput 317 ketuban terpilin kemudian dilahirkan dan tempatkan palsenta dalam wadah yang telah disediakan. Jika selaput ketuban robek, pakai sarung tangan DTT atau steril untuk melakukan eksplorasi sisa selaput kemudian gunakan jarijari tangan atau klem DTT atau steril untuk mengeluarkan selaput yang tertinggal. Rangsangan taktil (massage uterus) R/ massage uterus merangsang kontraksi 38) Segera setelah plasenta dan selaput ketuban lahir, lakukan massage uterus, letakkan talapak tangan difundus dan lakukan massage dengan gerakan melingkar dengan lembut hingga uterus berkontraksi (fundus teraba keras). Lakukan tindakan yang diperlukan jika uterus tidak berkontraksi setelah 15 detik. 39) Periksa kedua sisi plasenta dan pastikan selaput ketuban lengkap dan utuh. Masukkan plasenta kedalam wadah plasenta kantong plastic atau tempat khusus. 40) Evaluasi kemungkinan laserasi pada vagina dan perineum. Lakukan penjahitan bila laserasi menyebabkan perdarahan R/ pemeriksaan sedini mungkin akan mempercepat penanganan sehingga tidak terjadi perdarahan berlebihan Kala IV Menilai perdarahan 318 Melakukan prosedur pasca salin 41) Pastikan uterus berkontraksi dengan baik dan tidak terjadi perdarahan pervaginam 42) Mencelupkan sarung tangan ke dalam larutan klorin dan melepasnya secara terbalik 43) Mengecek dan memastikan kandung kemih kosong 44) Mengajarkan pada ibu dan keluarga cara massase uterus dan menilai kontraksi 45) Mengevaluasi dan mengamsumsi jumlah perdarahan yang keluar 46) Memantau tanda bahaya tiap 15 menit, menghitung nadi 47) Periksa kembali bayi untuk memastikan bayi bernafas dengan baik (40-60x/menit) serta suhu tubuh normal (36037’50C). 48) Tempatkan semua peralatan bekas pakai dalam larutan klorin 0,5%, untuk dekontaminasi (10 menit) lalu cuci dan bilas 49) Buang bahan-bahan terkontaminasi ditempat sampah yang sesuai 50) Bersihkan ibu dengan menggunakan air DTT, bersihkan sisa cairan ketuban, lendir, dan darah. Bantu ibu memakai pakaian bersih dan kering 319 51) Pastikan ibu merasa nyaman. Bantu ibu memberi ASI. Anjurkan keluarga memberi makanan dan minuman yang diinginkan ibu. 52) Dekontaminasi tempat bersalin dengan larutan clorin 0,5% 53) Celupkan sarung tangan kotor kedalam larutan klorin 0,5% selama 10 menit 54) Cuci kedua tangan dengan sabun dan air mengalir 55) Memakai sarung tangan DTT 56) Lakukan pemeriksaan fisik bayi baru lahir 57) Memberikan imunisasi Hib pada bayi 58) Melepas sarung tangan 59) Melakukan cuci tangan dengan sabun dan air mengalir 60) Melengkapi partograf e. Potensial Masalah 1) Nyeri menghadapi persalinan Tujuan : mengurangi rasa nyeri saat persalinan Kriteria : nyeri yang dialami ibu nampak berkurang Intervensi menurut Wiknjosastro (2008: 150): a) Jelaskan fisiologi persalinan pada ibu R/ proses persalinan merupakan proses yang panjang sehingga diperlukan pendekatan 320 b) Jelaskan proses dan kemajuan persalinan pada ibu R/ seorang ibu bersalin memerlukan penjelasan mengenai kondisi dirinya c) Jelaskan prosedur dan batasan tindakan yang diberlakukan R/ ibu paham untuk dilakukannya prosedur yang dibutuhkan dan memahami batasan tertentu yang diberlakukan 2) Kecemasan menghadapi proses persalinan Tujuan : kecemasan ibu berkurang terhadap proses persalinan Kriteria : ibu merasa tenang Intervensi menurut Marmi (2009: 122): a) Hadirkan orang terdekat ibu R/ kehadiran orang terdekat mampu memberikan kenyamanan psikologis dan mental ibu yang menghadapi proses persalinan. b) Berikan sentuhan fisik misalnya pada tungkai, kepala, dan lengan. R/ sentuhan fisik yang diberikan kepada ibu bersalin dapat menentramkan dan menenangkan ibu. c) Berikan usapan punggung R/ usapan punggung meningkatkan relaksasi 321 d) Pengipasan atau penggunaan handuk sebagai kipas R/ ibu bersalin menghasilkan banyak panas sehingga mengeluh kepanasan dan berkeringat. e) Pemberian kompres panas pada punggung R/ kompres panas akan meningkatkan sirkulasi di punggung sehingga memperbaiki anoreksia jaringan yang disebabkan oleh tekanan 3) Kekurangan cairan Tujuan : tidak terjadi dehidrasi Kriteria : Nadi 76-100x/menit Urine jernih, produksi urin 30cc/jam Intervensi menurut (Yeyeh, 2009: 120): a) Anjurkan ibu untuk minum R/ ibu yang menghadapi persalinan akan menghasilkan panas sehingga memerlukan kecukupan minum. b) Jika dalam 1 jam dehidrasi tidak teratasi, psang infuse menggunakan jarum dengan diameter 16 /18G dan berikan RL atau NS 125cc/jam R/ pemberian cairan intravena akan lebih cepat diserap oleh tubuh. 322 c) Segera rujuk ke fasilitas yang memiliki kemampuan pentalaksanaan gawat darurat obstetric dan bayi baru lahir R/ rujukan dini pada ibu dengan kekurangan cairan dapat meminimalkan resiko terjadinya dehidrasi. 4) Infeksi Tujuan : tidak terjadi infeksi Kriteria : TTV : Nadi dalam batas normal (76100x/menit) Suhu : 36-37’50C KU baik Cairan ketuban/cairan vagina tidak berbau Intervensi menurut (Saifuddin, 2011: 145): a) Baringkan miring ke kiri R/ tidur miring mempercepat penurunan kepala janin sehingga mempersingkat waktu persalinan b) Pasang infuse menggunakan jarum dengan diameter besar ukuran 16/18 dan berikan RL atau NS 125ml/jam. R/ salah satu tanda infeksi adanya peningkatan suhu tubuh, suhu meningkat menyebabkan dehidrasi 323 c) Berikan ampisilin 2 gram atau amoxicillin 2 gram/oral R/ antibiotic mengandung senyawa aktif yang mampu membunuh bakteri dengan mengganggu sintesis protein pada bakteri penyebab penyakit d) Segera rujuk ke fasilitas kesehatan yang memiliki kemampuan penatalaksanaan kegawatdaruratan obstetric R/ infeksi berkembang yang tidak ke arah segera syok tertangani yang dapat menyebabkan terjadinya kegawatdaruratan ibu dan janin. 5) Kram tungkai Tujuan : tidak terjadi kram tungkai Kriteria : sirkulasi darah lancar Intervensi menurut Varney et al (2007: 722): a) Luruskan tungkai ibu inpartu R/ meluruskan tungkai dapat melancarkan peredaran darah ke ekstremitas bawah. b) Atur posisi dorsofleksi R/ relaksai yang dilakukan secara bergantian dengan dorsofleksi kaki dapat mempercepat peredaan nyeri. c) Jangan lakukan pemijatan pada tungkai R/ tungkai wanita tidak boleh dipijat karena ada resiko trombi tanpa sengaja terlepas. 324 6) Bayi baru lahir cukup bulan, sesuai masa kehamilan, KU baik (Kepmenkes No.938/Menkes/SK/VIII/2007 tentang standar asuhan kebidanan). Tujuan : dapat melewati masa transisi dengan baik Kriteria : Bayi menangis kuat Bayi bergerak aktif Intervensi menurut Kepmenkes No.983/Menkes/SK/VIII/2007 tentang standar asuhan kebidanan: a) Observasi tanda-tanda vital dan tangisan bayi R/ tanda-tanda vital bayi merupakan dasar untuk menentukan keadaan umum bayi. b) Jaga suhu tubuh bayi tetap hangat R/ hipotermia mudah terjadi pada bayi yang tubuhnya dalam keadaan basah atau tidak segera dan diselimuti walaupun berada dalam dikeringkan keadaan ruangan yang relative hangat. c) Bounding attachment dan lakukan IMD R/ bounding attachment dapat membantu ibu mengatasi stress sehingga ibu merasa lebih tenang dan tidak nyeri pada saat plasenta lahir. Sedangkan IMD meningkatkan jalinan kasih sayang ibu dengan bayi. 325 d) Berikan vitamin K1 secara IM sebanyak 0,5 mg R/ vitamin K1 dapat mencegah perdarahan intracranial e) Berikan salep mata R/ salep mata sebagai profilaksis. 7) Retensio plasenta Tujuan : plasenta dapat dikeluarkan secara lengkap Kriteria : tidak ada sisa plasenta yang tertinggal Intervensi menurut Wiknjosastro (2008: 158) a) Plasenta masih di dalam uterus selama 30 menit dan terjadi perdarahan berat, pasang infuse menggunakan jarum besar (ukuran 16 atau 18) dan berikan RL atau NS dengan 20 UI oksitosin. b) Coba lakukan plasenta manual dan lakukan penanganan lanjut c) Bila tidak memenuhi syarat plasenta manual di tempat atau tidak kompeten maka segera rujuk ibu ke fasilitas terdekat dengan kapabilitas kegawatdaruratan obstetric. d) Dampingi ibu ke tempat rujukan e) Tawarkan bantuan walaupun ibu telah dirujuk dan mendapat pertolongan difasilitas kesehatan rujukan. 326 8) Terjadi avulsi tali pusat Tujuan : avulsi tidak terjadi , plasenta lahir lengkap Kriteria : tali pusat utuh Intervensi menurut Varney et al (2007: 119): a) Palpasi uterus untuk melihat kontraksi, minta ibu meneran pada setiap kontraksi b) Saat planta terlepas, lakukan periksa dalam hati-hati. Jika mungkin cari tali pusat dan keluarkan plasenta dari vagina sambil melakukan tekanan dorso cranial pada uterus c) Setelah plasenta lahir, lakukan massase uterus dan periksa plasenta d) Jika plasenta belum lahir dalam waktu 30 menit, tangani sebagai retensio plasenta. 9) Terjadinya atonia uteri Tujuan : atonia uteri dapat teratasi Kriteria : kontraksi uterus baik, keras dan bundar Perdarahan <500cc Intervensi menurut Wiknjosastro (2008: 108- 110): a) Segera lakukan Kompresi Bimanual Internal (KBI) selama 5 menit dan lakukan evaluasi apakah uterus berkontraksi dan perdarahan berkurang 327 b) Jika kompresi uterus tidak berkontraksi dan perdarahan terus keluar, ajarkan keluarga untuk melakukan kompresi bimanual eksterna. Berikan suntikan 0,2 mg ergometrin IM atau misoprostol 600-1000 mcg per rectal dan gunakan jarum berdiameter besar (ukuran 16-18), pasang infuse dan berikan 500cc larutan Ringer Laktat yang mengandung 20 UI oksitosin. c) Jika uterus belum berkontraksi dan perdarahan masih keluar ulangi KBI d) Jika uterus tidak berkontraksi selama 1-2 menit, rujuk ibu ke fasilitas kesehatan yang mampu melakukan tidakan operasi dan transfuse darah e) Dampingi ibu selama merujuk, lanjutkan tindakan KBI dan infuse cairan hingga ibu tiba ditempat rujukan 10) Robekan vagina, perineum atau serviks Tujuan : robekan vagina, perineum atau serviks dapat teratasi Kriteria : vagina, perineum atau serviks dapat terjahit dengan baik Perdarahan <500cc Intervensi menurut Kamariyah (2014: 143): a) Lakukan pemeriksaan secara memastikan laserasi yang timbul hati-hati untuk 328 b) Jika terjadi laserasi derajat satu dan menimbulkan perdarahan aktif atau derajat dua lakukan penjahitan. c) Jika laserasi derajat tiga atau empat atau robekan serviks: (1) Pasang infuse dengan menggunakan jarum besar (ukuran 16 dan 18 ) dan berikan RL atau NS (2) Pasang tampon untuk mengurangi darah yang keluar (3) Segera rujuk ibu ke fasilitas dengan kemampuan gawat darurat obstetric (4) Dampingi ibu ketempat rujukan 11) Sub Involusio Uteri karena kandung kemih penuh Tujuan : Involusi uterus berjalan normal Kriteria : TFU 2 jari dibawah pusat Intervensi menurut Varney et al (2007: 125): a) Lakukan pengosongan kandung kemih R/ kandung kemih yang penuh menghambat kontraksi b) Lakukan massage pada fundus uteri R/ massage dapt merangsang kontraksi uterus. 329 4. Pelaksanaan Bidan melaksanakan rencana asuhan kebidanan secara komprehensif, efektif, efisien, dan aman berdasarkan evidence based kepada klien/pasien dalam bentuk upaya promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif. Dilaksanakan secara mandiri, kolaborasi dan rujukan (Kepmenkes RI, 2007). 5. Evaluasi Menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 938/Menkes/SK/VIII/2007 tentang Standar Asuhan Kebidanan, Bidan melakukan evaluasi secara sistematis dan berkesinambungan untuk melihat keefektifan dari asuhan yang sudah diberikan, sesuai dengan perubahan perkembangan kondisi klien. Dengan kriteria : a. Penilaian dilakukan segera setelah selesai melaksanakan asuhan sesuai kondisi klien. b. Hasil evaluasi segera dicatat dan didokumentasikan pada klien dan /keluarga. c. Evaluasi dilakukan sesuai dengan standar. d. Hasil evaluasi ditindak lanjuti sesuai dengan kondisi klien/pasien. 6. Dokumentasi Menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 938/Menkes/SK/VIII/2007 tentang Standar Asuhan Kebidanan, Bidan melakukan pencatatan secara lengkap, akurat, singkat, dan 330 jelas mengenai keadaan/kejadian yang ditemukan dan dilakukan dalam memberikan asuhan kebidanan. Dengan mengacu kriteria sebagai berikut : a. Pencatatan dilakukan segera setelah melaksanakan asuhan pada formulir yang tersedia. b. Ditulis dalam bentuk catatan perkembangan SOAP S : adalah data subyektif, mencatat hasil anamnesa O : adalah data obyektif, mencatat hasil pemeriksaan A : adalah hasil analisa, mencatat diagnose dan masalah kebidanan P : adalah penatalaksanaan, mencatat seluruh perencanaan dan penatalaksanaan yang sudah dilakukan seperti tindakan antipatif, tindakan segera, tindakan secara komprehensif, penyuluhan, dukungan, kolaborasi, evaluasi follow up dan rujukan. 331 2.2.3 Konsep Dasar Asuhan Nifas 1. Pengkajian a. Data Subyektif 1) Biodata a) Nama Nama jelas dan lengkap, bila perlu nama panggilan sehari-hari agar tidak keliru dalam memberikan penanganan (Ambarwati, 2010: 131). b) Umur Dicatat dalam tahun untuk mengetahui adanya resiko seperti kurang dari 20 tahun, alat-alat reproduksi belum matang, mental dan psikisnya belum siap. Sedangkan umur lebih dari 35 tahun rentan sekali untuk terjadi pendarahan dalam masa nifas (Ambarwati, 2010: 131). c) Agama Untuk mengetahui keyakinan pasien tersebut untuk membimbing atau mengarahkan pasien untuk berdoa (Manuaba, 2010: 153) d) Pendidikan Berpengaruh pada tindakan kebidanan dan untuk mengeathui sejauh mana tingkat intelektualnya, sehingga bidan dapat memebrikan konseling sesuai dengan pendidikannya (Manuaba, 2010: 153). 332 e) Suku/bangsa Berpengaruh pada adat istiadat atau kebiasaan seharihari (Manuaba, 2010: 153) f) Pekerjaan Berguna untuk mengetahui dan mengukur tingkat sosial ekonominya, karena ini juga mempengaruhi dalam gizi pasien (Ambarwati, 2010: 132). g) Alamat Ditanyakan untuk mempermudah kunjungan rumah bila diperlukan (Ambarwati, 2010: 132). 2) Keluhan utama Untuk mengetahui masalah yang dihadapi berhubungan dengan masa nifas, misalnya pasien merasa mules, sakit pada jalan lahir karena adanya jahitan pada perineum (Ambarwati, 2010: 132). Keluhan yang sering dialami ibu masa nifas antara lain sebagai berikut: a) Nyeri setelah lahir (After Pain) After pains atau nyeri sesudah partus akibat kontraksi uterus, kadang-kadang sangat mengganggu selama 2-3 hari post partum. Nyeri yang lebih berat pada paritas tinggi disebabkan karena terjadi penurunan tonus otot uterus secara bersamaan, menyebabkan relaksasi intermiten (sebentar-sebentar) berbeda pada wanita 333 primipara , tonus otot uterusnya masih kuat dan terus tetap berkontraksi. Perasaan nyeri ini lebih terasa bila wanita tersebut sedang menyusui. Perasaan sakit itupun timbul bila masih terdapat sisa-sisa selaput ketuban, sisa-sisa plasenta atau gumpalan darah di dalam Cavum Uteri (Ambarwati, 2008: 122). b) Keringat berlebih Wanita postpartum mengeluarkan keringat berlebih untuk mengeluarkan panas karena tubuh menggunakan rute ini dan diuresis uarkan kelebihan cairan interstitial yang disebabkan oleh peningkatan normal cairan intraseluler selama kehamilan. Cara mengatasinya sangat sederhana yaitu dengan membuat kulit tetap bersih dan kering (Varney et al, 2008: 974). c) Pembesaran payudara Pembesaran payudara disebabkan kombinasi, akumulasi dan statis air susu serta peningkatan vaskularitas dan kongesti. Kombinasi ini mengakibatkan kongesti lebih lanjut karena statis limfatik dan vena. Hal ini terjadi saat pasokan air susu meningkat, pada sekitar hari ke-3 pasca persalinan baik pada ibu menyusui maupun tidak menyusui dan berakhir sekitar 24 hingga 48 jam. Nyeri tekan 334 payudara dapat menjadi nyeri hebat terutama jika bayi mengalami kesulitan dalam menyusu. Dari hal tersebut peningkatan metabolisme akibat produksi air susu dapat menyebabkan peningkatan suhu tubuh ringan (Varney et al, 2007: 975). d) Nyeri Luka Perineum Beberapa tindakan kenyamanan perineum dapat meredakan ketidaknyamanan atau nyeri akibat laserasi atau episiotomi dan jahitan laserasi atau episiotomi tersebut (Cunningham, 2007: 454). e) Konstipasi Konstipasi dapat menjadi berat dengan longgarnya dinding abdomen oleh ketidaknyamanan jahitan robekan perineum derajat tiga atau empat (Varney et al, 2008: 975). f) Hemoroid Wanita yang mengalami hemoroid mungkin merasa nyeri selama beberapa hari, jika terjadi selama kehamilan, hemoroid menjadi taraumatis dan menjadi edema selama wanita mendorong bayi pada kala II persalinan karena tekanan tekanan bayi dan distensi saat melahirkan (Varney et al, 2008: 975). 335 3) Riwayat Obstetri a) Riwayat haid Menurut Manuaba (2010: 203) dengan menyusui dengan ASI eksklusif kembalinya menstruasi atau haid sulit diperhitungkan dan bersifat individu. Dan sebagian besar menstruasi kembali setelah 4 sampai 6 bulan. Dalam waktu 3 bulan belum menstruasi, dapat menjamin tindakan sebagai kontrasepsi. Kemudian Saifuddin (2009: 129) menambahkan biasanya wanita tidak akan menghasilkan telur (ovulasi) sebelum mendapatkan lagi haidnya selama menyusui. b) Riwayat kehamilan, persalinan dan nifas yang lalu. Berapa kali ibu hamil, apakah pernah abortus, jumlah anak, cara persalinan yang lalu, penolong persalinan, keadaan nifas yang lalu (Ambarwati, 2010: 133-134). c) Riwayat persalinan sekarang Tanggal persalinan, jenis persalinan, jenis kelamin anak, keadaan bayi meliputi PB, BB, penolong persalinan. Hal ini yang perlu dikaji untuk mengetahui apakah proses persalinan mengalami kelainan atau tidak yang bisa berpengaruh pada nifas saat ini (Ambarwati, 2010: 134). 336 d) Riwayat nifas yang lalu Masa nifas yang lalu tidak ada penyakit seperti perdarahan post partum dan infeksi nifas. Maka diharapkan nifas saat ini juga tanpa penyakit. Ibu menyusui sampai usia anak 2 tahun. Terdapat pengeluaran loche rubra sampai hari ketiga berwarna merah. Selanjutnya lochea serosa hari keempat sampai kesembilan sampai warna kecoklatan. Kemudian lochea alba hari kesepuluh sampai kelimabelas warna putih dan kekuningan. Ibu dengan riwayat pengeluaran lochea purulenta, lochea stasis, infeksi uterin, rasa nyeri berlebihan memerlukan pengawasan khusus. Dan ibu menyusui kurang dari 2 tahun. Adanya bendungan ASI sampai terjasdi abses payudara harus dilakukan observasi dan penanganan yang tepat (Manuaba, 2010: 201). e) Riwayat Nifas Sekarang Ibu harus dianjurkan supaya menyusui, terutama karena menyusui dapat melindungi bayi dari alergi tertentu (Fraser dan Cooper, 2009: 323). f) Riwayat KB Untuk mengetahui apakah pasien pernah ikut keluarga berencana dengan kontrasepsi jenis apa, berapa lama, 337 adakah keluhan selama menggunakan kontrasepsi serta rencana KB setelah masa nifas ini dan beralih ke kontrasepsi apa (Ambarwati, 2010: 134). Pemeriksaan postpartum merupakan waktu yang tepat untuk membicarakan metode KB untuk menjarangkan kehamilan atau menghentikan kehamilan (Manuaba, 2010: 204). 4) Riwayat Kesehatan a) Riwayat kesehatan yang lalu Data ini digunakan untuk mengetahui kemungkinan adanya riwayat atau penyakit akut, kronis seperti: jantung, DM, Hipertensi, Asma, TBC yang dapat mempengaruhi pada masa nifas ini (Ambarwati, 2010: 133). b) Riwayat kesehatan sekarang Data yang diperlukan untuk mengetahui kemungkinan adanya penyakit yang diderita pada saat ini yang ada hubungannya dengan masa nifas dan bayinya (Anggraini, 2010: 133). c) Riwayat kesehatan keluarga Data ini diperlukan untuk mengetahui kemungkinan adanya pengaruh penyakit keluarga terhadap gangguan kesehatan pasien dan bayinya, yaitu apabila ada 338 penyakit keluarga yang menyertainya (Ambarwati, 2010: 133). 5) Pola kebiasaan sehari-hari a) Nutrisi Ibu menyusui harus mengkonsumsi tambahan 500 kalori tiap hari. Makan dengan aturan diet berimbang untuk mendapatkan protein, mineral, dan vitamin yang cukup. Minum sedikitnya 3 liter air setiap hari (dianjurkan ibu untuk minum setiap kali menyusui) (Saifuddin, 2009: 128). b) Eliminasi Menggambarkan pola fungsi sekresi yaitu kebiasaan buang air besar meliputi frekuensi, jumlah, konsistensi dan bau serta kebiasaan buang air kecil meliputi frekuensi, warna, jumlah (Sulistyawati, 2009: 113). c) Personal Hygiene Mengajarkan pada ibu bagaiamana membersihkan daerah kelamin dengan sabun dan air. Menyarankan pada ibu untuk mengganti pembalut atau kain pembalut setidaknya dua kali sehari. Personal hygiene dapat mempengaruhi kesehatan ibu dan bayinya. Hal lain yang dapat dilakukan dalam perawatan kebersihan diri 339 yaitu: mandi, keramas, ganti baju dan celana dalam, kebersihan kuku (Sulistywati, 2011: 306). d) Pola istirahat Istirahat sangat diperlukan oleh ibu post partum. Pemenuhan kebutuhan istirahat pada siang hari sangat penting untuk mempercepat pemulihan kondisi fisik, dan istirahat malam hari rata-rata waktu yang dibutuhkan yaitu 6-8 jam (Sulistyawati, 2011: 306). e) Aktivitas sehari-hari Menggambarkan seberapa berat aktivitas yang biasa dilakukan pasien dirumah. Jika terlalu berat dapat menyebabkan terjadi perdarahan pervaginam (Fraser, 2011: 289). f) Aktivitas seksual Hal yang perlu dikaji yaitu berapa kali( frekuensi) pasien melakukan hubungan seksual dalam seminggu. Mengalami gangguan apakah ketika melakukan hubungan seksual, misalnya nyeri saat berhubungan (Sulistyawati, 2011: 306). 6) Riwayat Ketergantungan Merokok dapat menyebabkan penyempitan pembuluh darah dibagian tubuh, termasuk pembuluh-pembuluh darah pada uterus sehingga dapat menghambat proses involusi, 340 sedangkan alcohol dan narkotika mempengaruhi kandungan ASI yang langsung mempengaruhi perkembangan psikologis bayi dan mengganggu proses bounding antara ibu dan bayi (Manuaba, 2010 : 122). 7) Latar belakang sosial budaya Menurut Saifuddin (2009 : 130-131), kebiasaan yang tidak bermanfaat bahkan membahayakan, yaitu : a) Menghindari makanan berprotein, seperti ikan/telur. b) Penggunaan bebet perut segera pada masa nifas (2-4 jam pertama). c) Penggunaan kantong es batu pada masa nifas (2-4 jam pertama). d) Penggunaan kantong es batu atau pasir untuk menjaga uterus berkontraksi karena merupakan perawatan yang tidak efektif untuk atonia uteri. e) Memisahkan bayi dari ibunya untuk masa yang lama pada 1 jam setelah kelahiran karena masa transisi ialah masa kritis untuk ikatan batin ibu dan bayi untuk mulai menyusu. f) Wanita yang mengalami masa puerpurium diharuskan tidur telentang selama 40 hari. g) Kebiasaan membuang susu jolong. 341 h) Wanita setelah melahirkan tidak boleh melakukan gerakan apapun kecuali duduk bersenden ditempat tidur. 2. Data Obyektif a. Pemeriksaan umum 1) Keadaan umum Menurut Sulistyawati (2009: 305) mengamati keadaan umum pasien secara menyeluruh. Hasil pengamatan diperoleh dan terdapat kriteria yaitu: a) Baik Pasien dimasukkan dalam kriteria baik jika memperlihatkan respon yang baik terhadap lingkungan dan orang lain disekitarnya. b) Lemah Pasien dimasukkan dalam kriteria lemah jika kurang atau tidak memberikan respon yang baik terhadap lingkungan dan orang lain. 2) Kesadaran Untuk mendapatkan gambaran tentang pasien, dapat pula dilakukan dengan pengkajian derajat kesadaran dari keadaan composmentis (kesadaran maksimal) sampai dengan coma (pasien tidak sadarkan diri) (Manuaba, 2010 : 114). 342 3) Tanda-tanda vital a) Tekanan Darah Segera setelah melahirkan, banyak wanita mengalami peningkatan sementara tekanan darah sistolik maupun diastolik, yang kembali secara spontan ke tekanan darah sebelum hamil selama beberapa hari (Varney et,al,.2007 : 961). b) Nadi Denyut nadi yang meningkat selama persalinan akhir, kembali normal setelah beberapa jam pertama pascapartum. Hemoragi, demam selama persalinan, dan nyeri akut atau persisten dapat memengaruhi proses ini. Apabila denyut nadi diatas 100 selama puerperium, hal tersebut abnormal dan mungkin menunjukkan adanya infeksi atau hemoragi pascapartum lambat (Varney et,al, 2007 :961). c) Suhu Suhu 38ºC atau lebih yang terjadi antara hari ke-210 post partum dan diukur peroral sedikitnya 4 kali sehari disebut sebagai morbiditas puerperalis. Kenaikan suhu tubuh yang terjadi di dalam masa nifas, dianggap kemungkinan sebagai infeksi nifas 343 jika tidak diketemukan sebab-sebab ekstragenital (Saifuddin, 2009 : 259). d) Pernafasan Napas pendek, memerlukan cepat, evaluasi atau adanya perubahan lain kondisi-kondisi seperti kelelahan, kekurangsn cairan. Eksaserbasi asma, dan embolus paru (Varney et,al, 2007 :961). b. Pemeriksaan fisik 1) Mata Bentuk simetris, konjungtiva normal warna merah muda, bila pucat menandakan anemia. Sklera normal berwarna putih, bila kuning menandakan ibu mungkin terinfeksi hepatitis, bila merah kemungkinan ada konjungtivis. Kelopak mata yang bengkak kemungkinan adanya preeklamsia (Romauli, 2011 : 174). 2) Leher Normal bila tidak ada pembesaran kelenjar tyroid, tidak ada pembesaran limfe dan tidak ditemukan bendungan vena jugularis (Romauli, 2011 : 174). 344 3) Dada Normal bila tidak ada retrasi dinding dada, tidak ada wheezing dan ronhei, tidak ada nyeri tekan, tidak ada massa abnormal (Romauli, 2011 : 174). 4) Payudara Pada masa nifas pemeriksaan payudara dapat dicari beberapa hal berikut yaitu puting susu pecah/pendek/rata, nyeri tekan, abses, produksi ASI terhenti, dan pengeluaran ASI (Saifuddin, 2009 : 124). Menunjukkan adanya kolostrum dan penatalaksanan putting susu pada wanita menyusui (Varney, et,al , 2007 : 961). 5) Abdomen Pada abdomen harus diperiksa posisi uterus atau tinggi fundus uteri, kontraksi uterus, dan ukuran kandung kemih (Saifuddin, 2009 : 124). Menurut Varney, et,al, (2007 : 1064), pemeriksaan abdomen pascapartum dilakukan selama periode pascapartum dini (1 sampai 5 hari) yang meliputi tindakan berikut : a) Pemeriksaan kandung kemih Dalam memeriksa kandung kemih mencari secara spesifik distensi kandung kemih yang disebabkan oleh retensi urin akibat hipotonisitas kandung 345 kemih karena trauma selama melahirkan. Kondisi ini dapat mempredisposisi wanita mengalami infeksi kandung kemih. b) Pemeriksaan uterus Mencatat lokasi, ukuran, Penentuan lokasi uterus dan konsistensi. dilakukan dengan mencatat apakah fundus berada diatas atau dibawah umbilicus dan apakah fundus berada pada garis tengah abdomen atau bergeser ke salah satu lokasi dan ukuran saling tumpang tindih, karena ukuran ditentukan bukan hanya melalui palpasi, tetapi juga dengan mengukur tinggi fundus uteri. Konsistensi uterus memiliki ciri keras dan lunak. c) Evaluasi tonus otot abdomen dengan memeriksa derajat diastasis Penentuan jumlah diastatis rekti digunakan sebagai alat obyektif untuk mengevaluasi tonus otot abdomen (rektus abdominis). Pemisahan ini diukur menggunakan lebar jari ketika otot-otot abdomen kontraksi dan sekali lagi ketika otot-otot tersebut relaksasi. 346 Diastasis rekti diukur dengan cara-cara sebagai berikut : (1) Atur posisi ibu terbaring terlentang datar tanpa bantal dibawah kepalanya. (2) Tempatkan ujung-ujung jari salah satu tangan pada garis tengah abdomen dengan ujung jari telunjuk tepat dibawah umbilicus dan jari-jari yang lain berbasis longitudinal kebawah kearah simfisis pubis. Tepi jari-jari harus menyentuh satu sama lain. (3) Meminta ibu menaikkan kepalanya dan berupaya meletakkan dagu didadanya, diarea antara payudaranya dan pastikan ibu tidak menekan tanganya di tempat tidur atau mencengkram matras untuk membantu dirinya, karena hal ini mencegah penggunaan otot-otot abdomen. (4) Ketika ibu berupaya meletakkan dagunya diantara payudaranya, tekan ujung-ujung jari anda dengan perlahan dekat abdomennya. Dan akan merasakan otot-otot abdomen layaknya dua bebat karet, yang mendekati garis tengah dari kedua sisi. Apabila dari diastasisnya lebar 347 perlu untuk menggerakkan jari dari sisi kesisi dalam upaya menemukan otot tersebut, meskipun otot sudah dikontrasikan. (5) Ukur jarak antara dua otot rektus ketika otototot tersebut dikontraksi dengan menempatkan jari-jari datar dan parallel terhadap garis tengah dan isi ruang antara otot rektus dengan jari-jari. Catat jumlah lebar antara sisi median dua otot rektus. (6) Sekarang tempatkan ujung-ujung jari satu tangan sepanjang salah satu sisi median otot rektus abdomen dan ujung-ujung jari tangan yang lain sepanjang sisi median otot rektus abdominus yang lain. Jika diposisikan dengan benar bagian punggung tangan harus menghadap satu sama lain pada garis tengah abdomen. (7) Minta ibu untuk menurunkan kepalanya secara perlahan keposisi bersandar ke tempat tidur. (8) Ketika wanita menurunkan kepalanya otot rektus akan bergerak lebih jauh memisah dan kurang dapat dibedakan ketika otot relaksasi. Ujung-ujung jari menutupi otot rektus ketika 348 otot tersebut bergerak memisahkan ke sisi lateral masing-masing pada abdomen. Prasat ini memungkinkan mengidentifikasi untuk otot-otot tetap tersebut ketika berada dalam keadaan relaksasi. (9) Ukur jarak antara kedua otot rektus ketika dalam keadaan relaksasi sebagaimana anda mengukurnya pada saat kontraksi. Catat jumlah lebar jari diantara tepi median kedua otot rektus. (10) Catat hasil pemeriksaaan sebagai suatu pecahan yang didalamnya pembilang mewakili lebar diastasis dalam hitungan lebar jari ketika otot-otot mengalami kontraksi dan pembagi mewakili lebar diastasis dalam hitungan lebar jari ketika otot-otot relaksasi misalnya diastasis yang ukurannya dua lebar jari ketika otot-otot berkontraksi dan lima lebar jari ketika otot-otot relaksasi akan dicatat sebagai berikut : diastasis = 2/5 jari. Rangkaian pengukuran tersebut dapat tertulis sebagai berikut : diastasis = dua jari ketika otot-otot 349 berkontraksi dan lima jari ketika otot-otot relaksasi. d) Memeriksa adanya nyeri tekan CVA (Costovertebral Angel) Nyeri yang muncul diarea sudut CVA merupakan indikasi penyakit ginjal. 6) Genetalia Pemeriksaan tipe, kuantitas, dan bau lokia, pemeriksaan perineum terhadap penyembuhan memar, setiap ederma, jahitan, hematoma, inflamasi, supurasi (Varney, et,al, 2007 : 969). Setelah persalinan, vagina meregang dan membentuk lorong berdinding lunak dan luas yang ukurannya secara perlahan mengecil. Rugae terlihat kembali pada minggu ketiga. Selain itu, pada genetalia yang harus diperiksa adalah pengeluaran lokia. Hal yang perlu dilihat pada pemeriksaan vulva dan perineum adalah penjahitan laserasi atau luka episiotomy, pembengkaan, luka dan hemoroid (Saifuddin, 2009 : 124). 7) Ekstremitas Flagmasia alba dolens yang merupakan salah satu bentuk infeksi puerperalis yang mengenai pembuluh darah vena femoralis yang terinfeksi dan disertai 350 bengkak pada tungkai, berwarna putih, terasa sangat nyeri, tampak bendungan pembuluh darah, suhu tubuh meningkat (Manuaba, 2010 : 418). c. Pemeriksaan penunjang Pemeriksaan dan pengawasan Haemoglobin (Hb) dapat dilakukan dengan menggunakan alat Sahli. Hasil pemeriksaan Hb dengan Sahli dapat digolongkan sebagai berikut : 1) Tidak anemia jika Hb 11 g% 2) anemia ringan jika Hb 9-10 g%, 3) anemia sedang jika Hb 7-8 gr%, 4) anemia berat jika HB < 7 gr% (Manuaba, 2010 : 239). Terapi yang didapat dan diberikan pada ibu nifas menurut Saleha (2009 : 129) yaitu : 1) Pil zat besi 40 kablet harus diminum untuk menambah zat gizi setidaknya selama 40 hari pasca bersalin. 2) Vitamin A 200.000 IU agar bisa memberikan vitamin A kepada bayinya melalui ASInya. 2. Analisis Data Analisis/assessment merupakan pendokumentasian hasil analisis dan intepretasi (kesimpulan) dari data subyektif dan obyektif, mencakup diagnosis/masalah kebidanan, diagnosis /masalah potensial serta 351 perlunya mengidentifikasi kebutuhan tindakan segera untuk antipasti diagnosis / masalah potensial (Muslihatun, 2010 : 248-249). 3. Diagnosa Kebidanan Diagnosa P…A… hari … post partum normal dengan keadaan umum ibu baik/tidak baik (Marmi, 2012 : 183). P APIAH, post partum hari ke …., laktasi lancar, lochea normal, involusi normal, keadaan psikologis baik, keadaan ibu baik, dengan kemungkinan masalah gangguan eliminasi, nyeri luka jahitan perineum, after pain, pembengkakan payudara (Varney, et al, 2007 : 974). 4. Perencanaan Diagnosa: PAPIAH, post partum hari ke …., laktasi lancar, lochea normal, involusi normal, keadaan psikologis baik, keadaan ibu baik, dengan kemungkinan masalah gangguan eliminasi, nyeri luka jahitan perineum, after pain, pembengkakan payudara. a. Tujuan : Masa nifas berjalan normal tanpa komplikasi bagi ibu dan bayi. b. Kriteria : 1) Keadaan umum : baik 2) Kesadaran : composmetis (Manuaba, 2010:14) 3) Kontraksi uterus baik (bundar dan keras). 4) Tanda-tanda vital : T : 110/70-130/90 mmHg N : 60-80 x/menit S : 36-37,5ºC 352 R : 16-24x/menit 5) Laktasi normal Menurut Marmi (2015 : 32) ASI dibedakan menjadi 3 stadium : a) Kolostrum merupakan cairan yang pertama kali disekresi oleh kelenjar payudara mulai dari hari pertama sampai hari ketiga atau keempat pasca persalinan. Kolostrum berwarna kekuning-kuningan, viskositas kental, dan lengket. Mengandung tinggi protein, mineral, garam, vitamin A, nitrogen, sel darah putih, dan anti bodi yang tinggi. b) ASI transisi atau peralihan diproduksi pada hari keempat sampai kesepuluh warna putih jernih. Kadar immunoglobulin dan protein menurun, sedangkan lemak dan laktosa meningkat. c) ASI matur merupakan ASI yang disekresi pada hari kesepuluh Kandungan sampai ASI seterusnya matur relative menggumpal bila dipanasskan. 6) Involusi uterus normal a) Plasenta lahir (Setinggi Pusat) b) 7 hari (Pertengahan pusat simfisis) c) 14 hari (Tidak teraba) d) 42 hari (Sebesar hamil 2 minggu) berwarna konstan putih tidak 353 e) 56 hari (Normal) 7) Lochea normal Lochea rubra (kruenta) keluar dari hari ke 1-3 hari, berwarna merah dan hitam, lochea sanguinolenta keluar dari hari ke 3-7 hari, berwarna putih bercampur merah, lochea serosa keluar dari hari ke 7-14 hari, berwarna kekuningan, lochea alba keluar setelah hari ke 14, berwarna putih (Manuaba, 2010 : 201). 8) KU bayi baik R : 30-60x/menit S : 36,5-37,5ºC c. Intervensi : 1) Lakukan pemeriksaan TTV, KU, laktasi, dan lochea. R/ Menilai status ibu, dan untuk mencegah, mendeteksi dan menangani masalah yang terjadi. 2) Anjurkan ibu untuk menyusui bayinya. R/ Menyusui sedini mungkin dapat mencegah paparan terhadap substansi/zat dari makan/minuman yang dapat mengganggu fungsi normal saluran pencernaan (Saifuddin, 2010 : 377). 3) Jelaskan pada ibu mengenai senam nifas. R/ Latihan yang tepat untuk memulihkan kondisi ibu dan keadaan secara fisiologis maupun psikologis. 354 4) Beri konseling ibu tentang KB pascasalin. R/ Untuk menjarangkan anak (Mochtar, 2012 : 89). 5) Anjurkan ibu untuk mengimunisasikan bayinya. R/ Untuk mencegah berbagai penyakit sesuai dengan imunisasi yang diberikan. d. Potensial masalah 1) Masalah 1 : Konstipasi Tujuan : Masalah teratasi tidak terjadi konstipasi Kriteria : Ibu bisa BAB dengan lancar Intervensi menurut Purwanti (2010 : 88), antara lain : a) Berikan penjelasan kepada pasien tentang pentingnya BAB sedini mungkin setelah melahirkan. R/ Pasien tidak akan menahan diri untuk BAB jika terasa. b) Yakinkan pasien bahwa jongkok dan mengejan ketika BAB tidak akan menimbulkan kerusakan pada luka jahitan. R/ Menghilangi rasa takut pada pasien untuk melakukan buang air. c) Anjurkan pasien banyak minum air putih serta makan sayur dan buah. R/ Membantu memperlancar eliminasi BAB. 355 2) Masalah 2 : Retensio Urin Tujuan : Masalah teratasi tidak terjadi retensio urin Kriteria : Ibu bisa BAK dengan lancar Intervensi menurut Purwanti (2010 : 89), antara lain : a) Berikan penjelasan kepada pasien mengenai pentingnya BAK sedini mungkin setelah melahirkan. R/ Pasien tidak akan menahan diri untuk BAK jika terasa. b) Jelaskan pada ibu bahwa dengan BAK tidak mempengaruhi luka jahitanya. R/ Mengurangi ketakutan pada ibu. 3) Masalah 3 Tujuan : Nyeri pada luka jahitan perineum : Setelah diberikan asuhan, rasa nyeri teratasi Kriteria : Rasa nyeri pada ibu berkurang serta aktivitas ibu tidak terganggu. Intervensi menurut Purwanti (2010 : 89), antara lain : a) Observasi luka jahitan perineum R/ Untuk mengkaji jahitan perineum dan mengetahui adanya infeksi. b) Anjurkan ibu untuk mandi dengan menggunakan air hangat R/ Mengurangi sedikit rasa nyeri pada ibu 356 c) Ajarkan ibu tentang perawatan perineum yang benar. R/ Ibu bisa melakukan perawatan perineum secara benar dan mengurangi kemungkinan terjadinya infeksi. d) Beri analgesic oral (paracetamol 500 mg tiap 4 jam atau bila perlu. R/ Meningkatkan ambang nyeri pada ibu sehingga rasa nyeri yang dirasakan ibu dapat berkurang. 4) Masalah 4 : After pain atau kram perut Tujuan : Masalah kram perut teratasi Kriteria : Rasa nyeri pada ibu berkurang serta aktivitas ibu tidak terganggu. Intervensi menurut Saleha (2009 : 123-124), antara lain : a) Anjurkan ibu mengosongkan kandung kemih secara rutin supaya tidak penuh. R/ Kandung kemih yang penuh menyebabkan kontraksi uterus tidak optimal dan berdampak pada nyeri after pain. b) Sarankan ibu untuk tudung dengan posisi telungkup dan bantal dibawah perut. R/ Posisi ini menjaga kontraksi tetap baik dan menghilangkan nyeri. c) Jika perlu berikan analgesic (parasetamol, asam mefenamat, kodein, atau asetaminofen). 357 R/ Meningkatkan ambang nyeri pada ibu sehingga rasa nyeri yang dirasakan ibu dapat berkurang. 5) Masalah 5 Tujuan : Pembengkakan Payudara : Setelah diberi asuhan, masalah pembengkakan payudara teratasi. Kriteria : Payudara tidak bengkak, kulit payudara tidak mengkilat dan tidak merah, payudara tidak nyeri, tidak terasa penuh dan tidak keras. Intervensi menurut Saleha (2009 : 124), antara lain : a) Anjurkan ibu untuk menyusui sesering mungkin atau 23 jam sekali R/ Sering menyusui dapat mengurangi pembengkakan pada payudara. b) Anjurkan ibu untuk menyusui pada kedua payudara R/ Menyusui di salah satu payudara dapat membuat payudara yang lain menjadi bengkak. c) Gunakan air hangat pada payudara, dengan menempelkan kain atau handuk yang hangat pada payudara. R/ Air hangat dapat merelaksasi otot payudara supaya tidak tegang. 358 d) Gunakan bra yang kuat untuk menyangga dan tidak menekan payudara. R/ Bra yang terlalu menekan payudara dapat memperparah pembengkakan dan nyeri yang dialami. e) Letakkan kantong es pada payudara di antara waktu menyusui. R/ Kantong es yang dingin dapat membuat otot-otot payudara berkontraksi sehingga rasa nyeri dapat berkurang. f) Jika payudara masih terasa penuh, lakukan pengeluaran ASI secara manual. R/ Pengosongan payudara secara manual dapat membantu mengurangi pembengkakan payudara. g) Ajarkan ibu melakukan perawatan payudara ibu nifas. R/ Dengan dilakukan perawatan payudara diharapkan produksi ASI lancar sehingga proses menyusui bisa berlangsung dengan baik dan pembengkakan payudara bisa berkurang. h) Berikan terapi parasetamol/asetaminofen R/ Terapi parasetamol/asetaminofen dapat mengurangi nyeri. 359 6) Masalah 6 Tujuan : Subinvolusio uteri : Setelah diberi asuhan, masalah subinvolusi uteri teratasi. Kriteria : Uterus berkontraksi dengan baik, tidak ada perdarahan. Intervensi menurut Bahiyatun (2009 : 130), antara lain : a) Beritahu hasil pemeriksaan pada ibu. R/ Informasi yang jelas dapat mengurangi kecemasan ibu. b) Beritahu ibu penyebab subinvolusi uteri. R/ Informasi yang jelas dapat mengurangi kecemasan ibu. c) Anjurkan ibu untuk memenuhi kebutuhan nutrisi dan istirahat. R/ Memberikan kenyaman dan mempercepat proses involusi uterus. d) Anjurkan ibu untuk terus dan sering menyusui bayinya. R/ Menyusui merupakan factor pertama yang mempengaruhi involusi uterus karena pada waktu bayi mengisap putting susu ibu terjadi rangsangan ke hipofisis posterior sehingga dikeluarkan oksitosin yang berfungsi meningkatkan kontraksi otot polos disekitar alveoli kelenjar air susu ibu (ASI) sehingga ASI dapat 360 dikeluarkan dan terjadi rangsangan pada otot polos rahim sehingga terjadi percepatan involusi uterus. e) Anjurkan ibu untuk mengosongkan kandung kemihnya. R/ Kandung kemih yang kosong bisa memudahkan proses involusi uteri. f) Ajarkan ibu bagaimana melakukan senam nifas. R/ Dengan senam nifas bisa membantu mempercepat proses involusi uteri. 5. Pelaksanaan tindakan Menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 938/Menkes/SK/VIII/2007 tentang Standar Asuhan Kebidanan, Bidan melaksanakan rencana asuhan kebidanan secara komprehensif, efektif, efisien dan aman berdasarkan evidence based kepada klien/pasien, dalam bentuk upaya promotif, preventif, kuratif dan rehabilitative. Dilaksanakan secara mandiri, kolaborasi dan rujukan. Dengan kriteria : a. Memperhatikan keunikan klien sebagai makhluk bio-psikososial-spiritual-kultural. b. Setiap tindakan asuhan harus mendapatkan persetujuan dari klien dan atau keluargannya (inform consent). c. Melaksanakan tindakan asuhan berdasarkan: 1) evidence based. 2) Melibatkan klien/pasien. 361 3) Menjaga privacy klien/pasien. 4) Melaksanakan prinsip pencegahan infeksi. 5) Mengikuti perkembangan kondisi klien secara berkesinambungan. 6) Menggunakan sumber daya, saran dan fasilitas yang ada dan sesuai. 7) Melakukan tindakan sesuai standar. 8) Mencatat semua tindakan yang telah dilakukan. 6. Evaluasi Menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 938/Menkes/SK/VIII/2007 tentang Standar Asuhan Kebidanan, Bidan melakukan evaluasi secara sistematis dan berkesinambungan untuk melihat keefektifan dari asuhan yang sudah diberikan, sesuai dengan perubahan perkembangan kondisi klien. Dengan kriteria: a. Penilaian dilakukan segera setelah selesai melaksanakan asuhan sesuai kondisi klien. b. Hasil evaluasi segera dicatat dan didokumentasikan pada klien dan /keluarga. c. Evaluasi dilakukan sesuai dengan standar. d. Hasil evaluasi klien/pasien. ditindak lanjuti sesuai dengan kondisi 362 7. Dokumentasi Menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 938/Menkes/SK/VIII/2007 tentang Standar Asuhan Kebidanan, Bidan melakukan pencatatan secara lengkap, akurat, singkat, dan jelas mengenai keadaan/kejadian yang ditemukan dan dilakukan dalam memberikan asuhan kebidanan. Dengan kriteria : a. Pencatatan dilakukan segera setelah melaksanakan asuhan pada formulir yang tersedia. b. Ditulis dalam bentuk catatan perkembangan SOAP S : adalah data subyektif, mencatat hasil anamnesa O : adalah data obyektif, mencatat hasil pemeriksaan A : adalah hasil analisa, mencatat diagnose dan masalah kebidanan P : adalah penatalaksanaan, mencatat seluruh perencanaan dan penatalaksanaan yang sudah dilakukan seperti tindakan antipatif, tindakan segera, tindakan secara komprehensif, penyuluhan, dukungan, kolaborasi, evaluasi follow up dan rujukan. 363 2.2.4 Konsep Dasar Asuhan Bayi Baru Lahir 1. Pengkajian data a. Data subyektif 1) Identitas bayi dan orang tua Identitas sangat penting unruk menghindari bayi tertukar, gelang identitas tidak boleh dilepas sampai penyerahan bayi (Manuaba, 2010 : 205). 2) Keluhan utama Terjadi seborrhea, milliariasis, muntah dan gumoh, oral trush (moniliasis/sariawan), diaper rush (Marmi, 2012 : 207). 3) Riwayat antenatal Bidan harus mencatat usia ibu, periode menstruasi terakhir, dan perkiraan waktu pelahiran. Jumalh kunjungan pranatal dicatat bersama setiap masalah prenatal termasuk laporan ultrasonografi, harus ditinjau. Kondisi prenatal dan kondisi intrapartum yang dapat mempengaruhi kesehatan dan kesejahteraan bayi baru lahir (Varney et al, 2007 : 916). 4) Riwayat natal Usia Gestasi pada waktu kelahiran, lama persalinan, presentasi janin dan rute kelahiran harus ditinjau ulang. Pecah ketuban lama, demam pada ibu, dan cairan amnion yang berbau adalah factor risiko signifikan untuk atau 364 predictor infeksi neonatal. Cairan amnion berwarna meconium meningkatkan risiko penyakit pernapasan. Medikasi selama persalinan seperti analgesic, anestetik, magnesium sulfat dan glukosa dapat mempengaruhi perilaku dan metabolism bayi baru lahir. Abnormalitas plasenta dan metabolism bayi baru lahir. Abnormalitass plasenta dan kedua pembuluh darah tali pusat dikaitkan dengan peningkatan insiden anomaly neonates (Walsh, 2012 : 368). 5) Riwayat post natal Riwayat bayi sejak lahir harus ditinjau ulang, termasuk pola menyusui, berkemih, defekasi, tidur, dan menangis. Tanda vital, medikasi yang diberikan pada bayi baru lahir dan hasil laboratorium (Walsh, 2012 : 368). Meninjau kecatatan kelahiran bayi tentang tanda-tanda vital dan perilaku bayi baru lahir. Perilaku positif antara lain menghisap, kemampuan untuk makan, kesadaran, berkemih, dan mengeluarkan meconium. Perilaku mengkhawatirkan meliputi gelisah, letargi, aktivitas menghisap yang buruk atau tidak ada, dan tangisan yang abnormal (Verney et al, 2007 : 916). 365 6) Pola kebiasaan sehari-hari a) Nutrisi Pada jam-jam pertama energy didapatkan dari perubahan karbohidrat. Pada hari ke dua energy berasal dari pembakaran lemak setelah mendapat susu kurang lebih hari ke-6 (Marmi, 2012 : 313). Kebutuhan energy bayi pada tahun pertama sangat bervariasi menurut usia dan berat badan. Taksiran kebutuhan selama dua bulan pertama adalah sekitar 120 kkal/kg BB/hari. Secara umum, selama 6 bulan pertama bayi membutuhkan energy sebesar 115-120 kkal/ kg BB/hari (Marmi, 2012 : 379). Bayi menyusu setiap 1-8 jam. Menyusu biasanya jarang pada hari pasca partum. Frekuensi meningkat dengan cepat antara hari ke-3 sampai hari ke-7 setelah kelahiran (Walsh, 2012 : 375). b) Eliminasi Pengeluaran meconium biasanya dalam 10 jam pertama dan dalam 4 hari biasanya tinja sudah berbentuk dan berwarna biasa (Marmi, 2012 : 314). Feses pertama ini berwarna hijau kehitaman, lengket serta mengandung empedu, asam lemak, lender dan sel epitel. Sejak hari ke tiga hingga ke lima kelahiran, feses mengalami 366 tahap transisi dan menjadi berwarna kuning kecoklatan (Fraser dan Copper, 2009 : 711). BAK bayi normalnya mengalami berkemih 8 sampai 10 kali atau popok kotor per hari (Walsh, 2012 : 378). c) Istirahat dan tidur Bayi baru lahir tidur 16-18 jam sehari, paling sering blog waktu 45 menit sampai 2 jam. Bayi dapat menangis sedikitnya 5 menit perhari sampai sebanyakbanyaknya 2 jam per hari (Walsh, 2012 : 378). d) Personal hygiene Bayi dimandikan ditunda sampai sedikitnya 4-6jam setelah kelahiran, setelah suhu bayi stabil. Mandi selanjutnya 2-3 kali seminggu. Mandi menggunakan sabun dapat menghilangkan minyak dari kulit bayi, yang sangat rentan untuk mengering. Pencuncian rambut hanya perlu dilakukan sekali atau dua kali dalam seminggu. Pemakaian popok harus dilipat sehingga putung tali pusat terbuka ke udara. Yang mencegah urine dan feses membasahi tali pusat. Popok harus diganti beberapa kali sehari ketika basah (Winarsih, 2010 : 96). 367 Perawatan tali pusat ialah menjaga agar tali pusat tetap kering dan bersih. Cuci tangan dengan sabun sebelum merawat tali pusat (Saifuddin, 2010 : 370). e) Aktifitas Bayi normal melakukan gerakan-gerakan tangan dan kaki yang simetris pada waktu bangun. Adanya tremor pada bibir, kaki dan tangan pada waktu menangis adalah normal, tetapi bila hal ini terjadi pada waktu tidur, kemungkinan gejala kelainan yang perlu dilakukan pemriksaan lebih lanjut (Saifuddin, 2010 : 137). Bayi dapat menangis sedikitnya 5 menit per hari sampai sebanyak-banyaknya 2 jam perhari, bergantung pada tempramen individu. Alasan paling umum untuk menangis adalah lapar, ketidaknyamanan karena popok basah, suhu ekstrim, dan stimulasi berlebihan (Walsh, 2012 : 678). 7) Psikososial Kontak kulit dengan kulit juga membuat bayi lebih tenang sehingga di dapat pola tidur yang lebih baik (Saifuddin, 2010 : 369). Bayi baru lahir waspada dan sadar terhadap lingkungannya saat ia terbangun. Jauh dari pasif, bayi bereaksi terhadap rangsang dan mulai pada usia yang sangat 368 dini untuk mengumpulkan informasi tentang lingkunganya (Fraser dan Cooper, 2009 : 712). b. Data Obyektif 1) Keadaan umum Bayi yang sehat tampak kemerah-merahan, aktif, tonus otot baik, menangis keras, minum baik, suhu 36,5ºC-37,5ºC (Winarsih, 2010: 100). Kesadaran perlu dikenali reaksi terhadap rayuan, rangsangan sakit atau suara keras yang mengejutkan (Saifuddin, 2010 : 137). 2) Tanda-tanda vital a) Suhu Suhu tubuh bayi diukur melalui dubur atau ketiak (Saifuddin, 2010 : 138). Suhu bayi baru lahir dapat dikaji di berbagai tempat dengan jenis thermometer yang berbeda-beda. Dianjurkan bahwa suhu rektal dan aksila tetap dalam rentang 36,5ºC-37,5ºC dan suhu kulit abdomen dalam rentang 36ºC-36,5ºC (Verney et al, 2007 : 882). Suhu rektal menunjukkan suhu inti tubuh, suhu aksila normalnya 1º (lebih dingin dari suhu inti tubuh yaitu 36,5ºC-37,5ºC) (Walsh, 2012 : 369). Suhu aksila 36,5ºC-37,5ºC sedangkan suhu kulit 36ºC-36,5ºC (Fraser dan Cooper, 2009 : 710). 369 b) Pernapasan Pernapasan cepat pada menit-menit pertama ± 80 kali/menit disertai pernafasan cuping hidung, retraksi suprasternal dan intercostal serta rintihan hanya berlangsung 10-15 menit (Wiknjosastro, 2008 : 101). Pada pernapasan normal, perut dan dada bergerak hampir bersamaan tanpa adanya retraksi, tanpa terdengar suara pada waktu inspirasi dan ekspirasi. Gerak pernapasan 30 sampai 50 kali per menit (Saifuddin, 2009 : 138). Pola pernapasan bervariasi sesuai awitan pernapasan. Pernapasan berflukturasi dan tidak stabil selama periode waktu tertentu. Pernapasan pada bayi baru lahir dapat terdengar ribut selama periode transisi. Frekuensi rata-rata 40 kali per menit. Rentang 30 sampai 60 kali per menit. Pernapasan merupakan pernapasan diafrgama dan abdomen (Verney,et al, 2007 : 880). c) Nadi Bunyi jantung dalam menit-menit pertama kira-kira 180/menit yang kemudian turun sampai 140/menit120/menit pada waktu bayi berumur 30 menit (Winkjosastro, 2008: 101). Frekuensi jantung 120160x/menit ketika istirahat (Walsh, 2012 : 369). 370 3) Antropometri a) Berat badan sebaiknya tiap hari dipantau. Penurunan berat badan lebih dari 5% dari berat badan waktu lahir, menunjukkan kekurangan cairan (Saifuddin, 2009 : 138). Berikut disajikan tabel 2.14 mengenai penurunan berat badan sesuai umur : Tabel 2.14 Penambahan Berat Badan Sesuai Umur Umur Penurunan atau kenaikan BB yang dapat diterima dalam bulan pertama. 1 minggu Turun sampai 10%. 2-4 minggu Naik setidak-tidaknya 160 gram perminggu (setidaknya 15 gram perhari). 1 bulan Naik setidak-tidaknya 300 gram dalam bulan pertama. Bila penimbangan dilakukan setiap hari dengan alat. Minggu pertama Tidak ada penurunan berat badan atau kurang dari 10%. Setelah minggu Setiap hari terjadi kenaikan pada bayi pertama kecil setidak-tidaknya 20gr. Sumber : (Wiknjosastro, 2008 : 143). 371 b) Panjang badan Panjang bayi baru lahir paling akurat dikaji jika kepala bayi baru lahir terlentang rata terhadap permukaan yang keras. Kedua tungkai diluruskan dan kertas dimeja pemeriksaan diberi tanda. Setelah bayi baru lahir dipindahkan, bidan kemudian dapat mengukur panjang bayi dalam satuan sentimeter (Varney, et al, 2007 : 921). c) Ukuran kepala menurut Wiknjosastro (2008: 144) meliputi : (1) Diameter suboksipito-breghmatikus : 9,5-10 cm (2) Diameter oksipito-frontalis : 11-12 cm (3) Diameter oksipito-frontalis :13,5-15cm (4) Diameter suboksipito-breghmatikus : 9,5-10 cm (5) Diameter biparietalis : 9,5-10 cm (6) Diameter bitemporalis : 8-10 cm (7) Sirkumferensia suboksipito-breghmatikus: 33-34 cm (8) Sirkumferensia submento-breghmatikus : 32-33 cm (9) Sirkumferensia oksipito frontalis : 33-35 cm (10) Sirkumferensia mento-oksipitalis : 34-35,5 cm (11) Lingkar dada : 33-38 cm (12) Lingkar lengan : ± 11 cm 372 4) Pemeriksaan Fisik a) Kepala Kedua fontanel dapat diraba dengan mudah, tidak menonjol dan tidak merenggang, adanya caput suksedaneum (Walsh, 2012 : 369). Raba sepanjang garis sutura dan fenomenal untuk mengetahui ukuran dan tampilannya normal. Sutura yang berjarak lebar mengindikasikan bayi preterm, moulding yang buruk atau hidrosefalus. Periksa adanya trauma kelahiran misalnya : caput suksedaneum (ciri-cirinya, pada perabaan teraba benjolan lunak, berbatas tidak tegas, tidak berfluktuasi tetapi bersifat edema tekan), sefal hematoma (ciri-cirinya, pada perabaan teraba adanya fluktasi karena merupakan timbunan darah, biasanya tampak di daerah Tulang parietal, sifatnya perlahanlahan tumbuh benjolan biasanya baru tampak jelas setelah bayi lahir dan membesar sampai hari kedua dan ketiga), perdarahan sub aponeurotik atau fraktur tulang tengkorak. Perhatikan addanya kelainan seperti anensefali, mikrosefali, kraniotabes dan sebagainya (Marmi, 2012 : 56). Rambut bayi lembut dan halus, beberapa bayi umumnya tidak memiliki rambut, sedangkan sebagian 373 bayi lainnya memiliki rambut yang lebat (Fraser dan Cooper, 2009 : 709). Ubun-ubun depat tetap terbuka hingga bulan ke 18 (Fraser dan Cooper, 2009 : 712). Bayi yang mengalami seborea akan terdapat ruam tebal berkeropeng berwarna kuning dan terdapat ketombe dikepala (Marmi, 2012 : 221-223). b) Mata Pupil harus sama dan reaktif terhadap cahaya, terjadi reflex merah/orange menunjukkan kornea dan lensa normal. Inspeksi bagian iris, untuk mengetahui bagian titik putih pada iris sebagai bercak Brushfield, dikaitkan dengan trisomy 21 (sindrom down). Sklera harus diperiksa adanya hemoragi. Kemerahan pada konjungtiva dapat mengidentifikasikan adanya infeksi (Walsh, 2012 : 370). Diperhatikan adanya tanda-tanda perdarahan berupa bercak merah yang akan menghilang dalam waktu 6 minggu (Saifuddin, 2009 : 137). c) Hidung Kaji bentuk dan lebar hidung, pada bayi cukup bulan lebarnya harus lebih dari 2,5 cm. periksa adanya pernafasan cuping, jika cuping hidung mengembang 374 menunjukkan adanya gangguan pernafasan (Marmi, 2012 : 57). d) Mulut Salivasi tidak terdapat pada bayi normal. Bila terdapat secret yang berlebihan, kemungkinan ada kelainan bawaan saluran cerna (Saifuddin, 2009 : 137). Membrane mukosa mulut lembab dan berwarna merah muda. Reflek menghisap dan menelan terkoordinasi. (Fraser , 2009 : 711). Simetris, tidak ada sumbing (skiziz), reflex hisap kuat, saliva berlebihan dikaitkan dengan fistula atau atresia trakeosofagus (Walsh, 2012 : 370). Terdapat adanya stomatitis pada mulut merupakan tanda adanya oral trush (Marmi, 2012 : 211). e) Telinga Pemeriksaan dalam hubungan letak dengan mata dan telapak (Saifuddin, 2012 : N-33). Tulang kartilago telinga telah sempurna dibentuk (Fraser , 2009 : 709). f) Leher Periksa adanya trauma leher yang dapat menyebabkan kerusakan pada fleksus brakhialis. Adanya lilpatan kulit 375 yang berlebihan di bagian belakang leher menunjukkan adanya kemungkinan trisomy 21 (Marmi, 2012 : 58). g) Dada Periksa kesimetrisan gerakan dada saat bernafas. Apabila tidak simetris kemungkinan bayi mengalami pneumotoraks, paresis diafragma atau hernia diafragma. Pernafasan yang normal dinding dada dan abdomen bergerak secara bersamaan. Tarikan sternum atau intercostal pada saat bernafas perlu diperhatikan. Pada bayi cukup bulan, putting susu sudah terbentuk baik dan tampak simetris (Marmi, 2012 : 58). Pernafasan diafragma, dada, perut naik (Fraser , 2009 : 709). h) Punggung Melihat adanya benjolan/tumor dan tulang punggung dengan lekukan yang kurang sempurna (Saifuddin, 2009 : 137). Punggung bayi harus diinpeksi dan dipalpasi posisi bayi telungkup. Jika ada pembengkakan lesung atau rambut melekat dapat menandakan adanya cacat tulang belakang tersamar (Fraser dan Cooper, 2009 : 715). 376 Bokong harus diregangkan untuk mengkaji lesung dan sinus yang dapat mengindikasikan anomaly medulla spinalis (Walsh, 2012 : 373). Pada bokong bayi yang mengalami diaper rush akan timbul bintik-bintik merah (Marmi, 2012 : 215). i) Abdomen Bentuk penonjolan sekitar tali pusat saat menangis, perdarahan tali pusat, lembek saat menangis (Saifuddin, 2012 : N-33-N-34). Abdomen harus tampak bulat dan bergerak secara bersamaan dengan gerakan dada saat bernafas. Kaji adanya pembengkakan (Marmi, 2012 : 58). j) Genetalia (1) Laki-laki Panjang penis 3-4cm dan lebar 1-1,3 cm. periksa posisi lubang uretra. Prepusium tidak boleh ditarik karena menyebabkan fimosis. Periksa adanya hipospadia dan epispadia (Marmi, 2012 : 59). (2) Perempuan Terkadang tampak adanya secret yang berdarah dari vagina, hal ini disebabkan oleh pengaruh hormone ibu. Pada bayi cukup bulan, labia mayora 377 menutuppi labia minora. Lubang uretra terpisah dengan lubang vagina (Marmi, 2012 : 59). k) Anus Anus berlubang (Saifuddin, 2012 : N-34). Periksa adanya kelainan atresia ani, kaji posisinya (Marmi, 2012 : 59). l) Ekstremitas Ukuran setiap tulang harus proporsional untuk ukuran seluruh tungkai dan tubuh secara umum. Tungkai harus simetris harus terdapat 10 jari. Telapak harus terbuka secara penuh untuk memeriksa jari ekstra dan lekukan telapak tangan. Sindaktili adalah penyatuan atau penggabungan jari-jari, dan polidaktili menunjukkan jari ekstra. Kuku jari harus ada pada setiap jari. Panjang tulang pada ekstremitas bawah harus dievaluasi untuk ketepatannya. Lekukan harus dikaji untuk menjamin simetrisitas. Bayi yang lahir dengan presentasi bokong berisiko tinggi untuk mengalami kelainan panggul kongenital (Walsh, 2012 : 371-372). m) Kulit dan kuku Bayi matur memiliki garis kulit didaerah telapak tangan dan telapak kaki. Kuku telah sempurna terbentuk dan 378 melekat diujung jari, terkadang sedikit lebih panjang daripada ujung jari (Fraser, 2009 : 709). Dalam keadaan normal, kulit berwarna kemerahan kadang-kadang didapatkan kulit yang mengelupas ringan. Pengelupasan yang berlebihan harus dipikirkan kemungkinan adanya kelainan. Waspada timbulnya kulit dengan warna yang tidak rata (Cutis Marmorata), telapak tangan, telapak kaki atau kuku yang menjadi biru, kulit menjadi pucat atau kuning. Bercak-bercak besar biru yang sering terdapat di sekitar bokong (Mongolian Spot) akan menghilang pada umur 1-5 tahun (Saifuddin, 2009 : 137). Kulit bayi baru lahir yang normal tipis, halus dan mudah sekali mengalami trauma akibat desakan, tekanan atau zat yang memiliki pH berbeda. Rambut halus disebut dengan lanugo, menutupi kulit dan banyak terdapat dibahu, lengan atas dan paha. Warna kulit bayi bergantung pada asal suku, bervariasi mulai dari merah muda dan putih hingga coklat kekuningan atau coklat tua (Fraser , 2009 : 709). Pada bayi dengan miliariasis akan timbul gelembung kecil berisi cairan di seluruh tubuh (Marmi, 2012 : 229). 379 5) Pemeriksaan Neurologis Pemeriksaan neurologis merupakan indicator integritas sistem saraf. Baik respons yang menurun (hipo) maupun yang meningkat (hiper) merupakan penyebab masalah (Varrney, et al, 2007 : 923). a) Refleks berledip (glabellar reflex) Ketuk daerah pangkal hidung secara pelan-pelan dengan menggunakan jari telunjuk pada saat mata terbuka. Bayi akan mengedipkan mata pada 4-5 ketukan pertama (Marmi, 2012 : 70). b) Refleks mencari (rooting reflex) Bayi menoleh kearah benda yang menyentuh pipi (Marmi, 2012 : 71). c) Refleks menghisap (sucling reflex) Rangsangan putting susu pada langit-langit bayi menimbulkan refleks menghisap (Wiknjosastro, 2008 : 134). d) Refleks menelan (swallowing reflex) Kumpulan ASI di dalam mulut bayi mendesak otot-otot di daerah mulut dan faring untuk mengaktifkan refleks menelan dan mendorong ASI ke dalam lambung bayi (Wiknjosastro, 2008 : 134). 380 e) Refleks menoleh (tonik neck reflex) Ekstremitas pada satu sisi dimana kepala ditolehkan akan ekstensi, dan ekstremitas yang berlawanan akan fleksi bila kepala bayi ditolehkan kesatu sisi selagi istirahat (Marmi, 2012 : 72). f) Refleks terkejut (morro reflex) Timbulnya pergerakan tangan yang simetris apabila kepala tiba-tiba digerakknan atau dikejutkan dengan cara bertepuk tangan (Marmi, 2012 : 71). g) Refleks menggenggam (grasping reflex) Dengan meletakkan jari telunjuk pada palmar, tekanan dengan gantle, normalnya bayi akan menggenggam dengan kuat (Marmi, 2012 : 71). h) Refleks babinsky Gores telapak kaki, dimulai dari tumit, gores sisi lateral telapak kaki kearah atas kemudian gerakkan jari sepanjang telapak kaki. Bayi akan menunjukkan respon berupa semua jari kaki hiperekstensi dengan ibu jari dorsi fleksi (Marmi, 2012 : 71). i) Refleks ekstrusi Bayi baru lahir menjulurkan lidah keluar bila ujung lidah disentuh dengan jari atau puting (Marmi, 2012 : 72). 381 j) Refleks melangkah (stepping reflex) Bayi mengerak-gerakkan tungkainya dalam suatu gerakan berjalan atau melangkah jika diberikan dengan cara memegang lengannya sedangkan kakinya dibiarkan menyentuh permukaan yang rata dan keras (Marmi, 2012 : 72). k) Refleks merangkak (crawlingg reflex) Bayi akan berusaha untuk merangkak kedepan dengan kedua tangan dan kaki bila diletakkan telungkup pada permukaan datar (Marmi, 2012 : 72). 2. Analisis Data Analisis/assessment merupakan pendokumentasian hasil analisis dan intepretasi (kesimpulan) dari data subyektif dan obyektif, mencakup: diagnosis/masalah kebidanan, diagnosis /masalah potensial serta perlunya mengidentifikasi kebutuhan tindakan segera untuk antipasti diagnosis / masalah potensial (Muslihatun, 2010 : 248-249). 3. Diagnosa Kebidanan Neonatus usia 0-28 hari, jenis kelamin laki-laki/perempuan, keadaan umum baik. Kemungkinan masalah hipoglikemi, hipotermi, ikterik, seborrhea, miliariasis, muntah dan gumoh, oral trush, diaper rush (Marmi, 2012 : 207-209). 382 4. Perencanaan a. Diagnosa kebidanan Neonatus usia 0-28 hari, jenis kelamin laki-laki/perempuan, keadaan umum baik. b. Tujuan : Bayi baru lahir dapat melewati masa transisi dari intrauterine ke ekstrauterin tanpa terjadi komplikasi. c. Kriteria : Keadaan umum baik TTV normal S : 36,5-37,5ºC N : 120-160 x/menit RR : 40-60 x/menit Bayi menyusu kuat Bayi menangis kuat dan bergerak aktif d. Intevensi menurut Marmi (2012 : 87-88) adalah : 1) Jaga tali pusat dalam keadaan bersih dan kering. R/ Tali pusat yang basah atau lembab dapat menyebabkan infeksi (Wiknjosastro, 2008 : 130). 2) Ajarkan mengenali tanda-tanda bahaya bayi pada orang tua. R/ Tanda-tanda bahaya bayi yang diketahui sejak dini akan mencegah terjadinya komplikasi lebih lanjut. 3) Beri ASI setiap 2 sampai 3 jam. 383 R/ Kapasitas lambung pada bayi terbatas, kurang dari 30 cc untuk bayi baru lahir cukup bulan. ASI diberikan 2-3 jam sebagai waktu untuk mengosongkan lambung (Varney, et al, 2007 : 923). 4) Jaga bayi dalam keadaan bersih, hangat dan kering. R/ Suhu bayi turun dengan cepat segera setelah lahir. Oleh karena itu, bayi harus dirawat ditempat tidur bayi yang hangat. Selama beberapa hari pertama kehidupan, suhu bayi tidak stabil, berespon terhadap rangsangan ringan dengan flukturasi yang cukup besar diatas atau dibawah suhu normal. Bayi harus segera dikeringkan untuk mengurangi pengeluaran panas akibat evaporasi. 5) Ukur suhu tubuh bayi jika tampak sakit atau menyusu kurang baik. R/ suhu normal bayi adalah 36,5-37,5ºC. Suhu yang tinggi menandakan adanya infeksi. Wiknjosastro (2008 : 129) menambahkan intervensi untuk neonatus yaitu : a) Mandikan bayi minimal 6 jam setelah lahir. R/ Hipotermia mudah terjadi pada bayi yang tubuhnya dalam keadaan basah. 384 e. Potensial Masalah 1) Masalah 1 : Hipoglikemi Tujuan : Hipoglikemi tidak terjadi Kriteria : Kadar glukosa dalam darah ≥45 mg/dL. Tidak ada tanda- tanda hipoglikemi yaitu kejang, letargi, pernapasan tidak teratur, apnea, sianosis, pucat, menolak untuk minum ASI, tangis lemah dan hipotermi. Intervensi menurut Marmi (2012: 212): a) Kaji bayi baru lahir dan cacat setiap factor risiko. R/ Bayi preterm, bayi ibu dari diabetes, bayi baru lahir dengan asfiksia, stress kedinginan, sepsis, atau polisitemia termasuk berisiko mengalami hipoglikemi. b) Kaji kadar glukosa darah dengan menggunakan stripkimia pada seluruh bayi baru lahir dalam 1-2 jam setelah kelahiran. R/ Bayi yang berisiko harus dikaji tidak lebih dari 2 jam setelah kelahiran, serta saat sebelum pemberian ASI, apabila terdapat tanda ketidaknormalan dan setiap 2-4 jam hingga stabil. 385 c) Kaji seluruh bayi untuk tanda-tanda hipoglikemi. R/ Tanda-tanda hipoglikemi yang diketahui sejak dini akan mencegah terjainya komplikasi lebih lanjut. d) Berikan ASI lebih awal atau glukosa 5-10 % bagi bayi yang berisiko hipoglikemi. R/ nutrisi yang terpenuhi akan mencegah hipoglikemia. e) Berikan tindakan yang meningkatkan rasa nyaman saat istirahat, dan mempertahankan suhu lingkungan yang optimal. R/ Tindakan tersebut dapat mebgurangi aktivitas dan konsumsi glukosa serta menghemat tingkat energy bayi. 2) Masalah 2 : Hipotermi Tujuan : Hipotermi tidak terjadi Kriteria : Suhu bayi 36,5-37,5ºC Tidak ada tanda-tanda hipotermi, seperti bayi tidak mau menetek, tampak lesu, tubuh teraba dingin, denyut jantung bayi menurun, kulit tubuh bayi mengeras/sklerema (Saifuddin, 2009:373). 386 Intervensi : a) Kaji suhu bayi baru kahir, baik menggunakan metode pemeriksaan per aksila atau kulit. R/ Penurunan suhu kulit terjadi sebelum penurunan suhu inti tubuh, yang dapat menjadi indicator awal stress dingin. b) Kaji tanda-tanda hipotermi R/ Selain sebagai suatu gejala, hipotermi dapat merupakan awal penyakit yang berakhir dengan kematian. c) Cegah kehilangan panas tubuh bayi, misalnya dengan mengeringkan bayi dan mengganti segera popok yang basah. R/ Bayi dapat kehilangan panas melalui evaporasi. 3) Masalah 3 : Ikterik fisiologis Tujuan : Ikterik fisiologis tidak terjadi Kriteria : Kadar bilirubin serum ≤12,9 mg/dL. tidak ada tanda-tanda icterus, seperti warna kekuning-kuningan pada kulit, mukosa, sclera dan urine. 387 Intervensi antara lain : a) Mengkaji factor-faktor risiko. R/ riwayat prenatal tentang imunisasi Rh, inkompatibilitas ABO, penggunaan aspirin pada ibu, sulfonamide, atau obat-obatan antimikroba, dan cairan amnion berwarna kuning (indikasi penyakit hemolitik tertentu) merupakan factor predisposisi bagi kadar bilirubin yang meningkat. b) Mengkaji tanda dan gejala klinis ikterik R/ Pola penerimaan ASI yang buruk, letargi, gemetar, menangis kencang dan tidak adanya refleks moro merupakan tanda-tanda awal ensepalopati bilirubin (kern icterus). c) Berikan asi sesegera mungkin, dan lanjutkan 2-4 jam. R/ Mekonium memiliki kandungan bilirubin yang tinggi dan penundaan keluarnya meconium meningkatkan reabsorpsi bilirubin sebagai bagian dari pirau enterohepatik. Jika kebutuhan nutrisi terpenuhi, akan memudahkan keluarnya mekonium (Varney, et al, 2007 : 943). 388 d) Jemur bayi di matahari pagi jam 7-9 selama 15-20 menit. R/ Menjemur bayi di matahari pagi jam 7-9 selama 1520 menit akan mengubah senyawa bilirubin menjadi senyawa yang mudah larut dalam air agar mudah diekskresikan. 4) Masalah 4 : Seborrhea Tujuan : Seborrhea tidak terjadi Kriteria : Tidak timbul ruam tebal berkeropeng berwarna kuning di kulit kepala. Kulit kepala bersih dan tidak ada ketombe. Intervensi menurut Marmi (2012:221-223) : a) Cuci kulit kepala bayi menggunakan shampoo bayi yang lembut sebanyak 2-3 kali seminggu. Kulit pada bayi belum bekerja sempurna. R/ Shampo bayi harus lembut karena fungsi kelenjar b) Oleskan krim hydrocortisone R/ Krim hydrocortisone biasanya mengandung asam salisilat yang berfungsi untuk membasmi ketombe. c) Untuk mengatasi ketombe yang disebabkan jamur, cuci rambut bayi setiap hari dan pijat kulit kepala dengan shampoo secara perlahan. 389 R/ Pencucian rambut dan pemijatan kulit kepala dapat menghilangkan jamur lewat seriphan kulit yang lepas. d) Periksa ke dokter, bila keadaan semakin memburuk. R/ Penatalaksanaan lebih lanjut. 5) Masalah 5 : Miliariasis Tujuan : Miliariasis tidak terjadi Kriteria : tidak terdapat gelembung-gelembung kecil berisi cairan diseluruh tubuh. Intervensi menurut (Marmi, 2012:229) : a) Mandikan bayi secara teratur 2 kali sehari. R/ Mandi dapat membersihkan tubuh bayi dari kotoran serta keringat yang berlebihan. b) Bila berkeringat, seka tubuhnya sesering mungkin dengan handuk, lap kering, atau washlap basah. R/ Meminimalkan terjadinya sumbatan pada saluran kelenjar keringat. c) Hindari pemakaian bedak berulang-ulang tanpa mengeringkan terlebih dahulu. R/ Pemakaian bedak berulang dapat menyumbat pengeluaran keringat sehingga dapat memperparah miliarisis. d) Kenakan pakaian katun untuk bayi. R/ Bahan katun dapat menyerap keringat. 390 e) Bawa periksa ke dokter bila timbul keluhan seperti gatal luka/lecet, rewel dan sulit tidur. R/ Penatalaksanaan lebih lanjut. 6) Masalah 6 Tujuan : Muntah dan gumoh : Banyak tidak muntah dan gumoh setelah minum Kriteria : Tidak muntah dan gumoh setelah minum. Bayi tidak rewel Intervensi menurut (Marmi, 2012:207-208) : a) Sendawakan bayi selesai menyusui. R/ Bersendawa membantu mengeluarkan udara yang masuk ke perut bayi setelah menyusui. b) Hentikan menyusui bila bayi mulai rewel atau menangis. R/ Mengurangi masuknya udara yang berlebihan. 7) Masalah 7 : Oral trush Tujuan : Oral trush tidak terjadi Kriteria : Mulut bayi tampak bersih Intervensi menurut Marmi (2012:211) : a) Bersihkan mulut bayi setelah selesai menyusu menggunakan air matang. R/ Mulut yang bersih dapat meminimalkan tumbuh kembang jamur candida albicans penyebab oral trush. 391 b) Bila bayi minum menggunakan susu formula, cuci bersih botol dan dot susu, setelah itu diseduh dengan air mendidih atau direbus hingga mendidih sebelum digunakan. R/ Mematikan kuman dengan suhu tertentu. c) Bila bayi menyusu ibunya, bersihkan putting susu sebelum menyusui. R/ Mencegah timbulnya oral trush. 8) Masalah 8 : Diaper trush Tujuan : Tidak terjadi diaper trush Kriteria :Tidak timbul bintik merah pada kelamin dan bokong bayi. Intervensi menurut Marmi (2012:215) : a) Perhatikan daya tampung dari diaper, bila telah menggantung atau menggelembung ganti dengan yang baru. R/ Menjaga kebersihan sekitar genetalia sampai anus bayi b) Hindari pemakaian diaper yang terlalu sering. Gunakan diaper disaat yang membutuhkan sekali. R/ Mencegah timbulnya diaper rush. 392 c) Bersihkan daerah genetalia dan anus bila bayi BAB dan BAK, jangan sampai ada sisa urin atau kotoran dikulit bayi. R/ Kotoran pantat dan cairan yang bercampur menghasilkan zata yang menyebabkan peningkatan pH kulit dan enzim dalam kotoran. Tingkat keasaman kulit yang tinggi ini membuat kulit lebih peka, sehingga memudahkan terjadinya iritasi kulit. d) Keringkan bokong bayi lebih lama sebagai salah satu tindakan. R/ Kulit tetap kering sehingga meminimalkan timbulnya iritasi kulit. 5. Pelaksanaan tindakan Menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 938/Menkes/SK/VIII/2007 tentang Standar Asuhan Kebidanan, Bidan melaksanakan rencana asuhan kebidanan secara komprehensif, efektif, efisien dan aman berdasarkan evidence based kepada klien/pasien, dalam bentuk upaya promotif, preventif, kuratif dan rehabilitative. Dilaksanakan secara mandiri, kolaborasi dan rujukan. Dengan kriteria : a. Memperhatikan keunikan psikososial- spiritual-kultural. klien sebagai makhluk bio- 393 b. Setiap tindakan asuhan harus mendapatkan persetujuan dari klien dan atau keluargannya (inform consent). c. Melaksanakan tindakan asuhan berdasarkan evidence based. d. Melibatkan klien/pasien. e. Menjaga privacy klien/pasien. f. Melaksanakan prinsip pencegahan infeksi. g. Mengikuti perkembangan kondisi klien secara berkesinambungan. h. Menggunakan sumber daya, saran dan fasilitas yang ada dan sesuai. 6. i. Melakukan tindakan sesuai standar. j. Mencatat semua tindakan yang telah dilakukan. Evaluasi Menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 938/Menkes/SK/VIII/2007 tentang Standar Asuhan Kebidanan, Bidan melakukan evaluasi secara sistematis dan berkesinambungan untuk melihat keefektifan dari asuhan yang sudah diberikan, sesuai dengan perubahan perkembangan kondisi klien. Dengan kriteria : a. Penilaian dilakukan segera setelah selesai melaksanakan asuhan sesuai kondisi klien. b. Hasil evaluasi segera dicatat dan didokumentasikan pada klien dan /keluarga. c. Evaluasi dilakukan sesuai dengan standar. 394 d. Hasil evaluasi ditindak lanjuti sesuai dengan kondisi klien/pasien. 7. Dokumentasi Menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 938/Menkes/SK/VIII/2007 tentang Standar Asuhan Kebidanan, Bidan melakukan pencatatan secara lengkap, akurat, singkat, dan jelas mengenai keadaan/kejadian yang ditemukan dan dilakukan dalam memberikan asuhan kebidanan. Dengan kriteria : a. Pencatatan dilakukan segera setelah melaksanakan asuhan pada formulir yang tersedia. b. Ditulis dalam bentuk catatan perkembangan SOAP S : adalah data subyektif, mencatat hasil anamnesa O : adalah data obyektif, mencatat hasil pemeriksaan A : adalah hasil analisa, mencatat diagnose dan masalah kebidanan P : adalah penatalaksanaan, mencatat seluruh perencanaan dan penatalaksanaan yang sudah dilakukan seperti tindakan antipatif, tindakan segera, tindakan secara komprehensif, penyuluhan, dukungan, kolaborasi, evaluasi follow up dan rujukan. 395 2.2.5 Konsep Dasar Asuhan Keluarga Berencana 1. Pengkajian data a. Data subyektif 1) Biodata a) Nama Untuk menetapkan identitas pasien karena mungkin memiliki nama yang sama dengan alamat dan nomor telepon yang berbeda (Manuaba dkk, 2010 : 159). b) Umur Wanita usia < 20 tahun menggunakan alat kontrasepsi untuk menunda kehamilan, usia 20-35 rahun untuk menjarangkan kehamilan, dan usia >35 tahun untuk mengakhiri kesuburan. (Saifuddin, 2013 : 9). c) Pendidikkan Makin rendah pendidikkan masyarakat, semakin efektif metode KB yang dianjurkan yaitu kontap, suntikan KB, susuk KB atau AKBK (alat kontrasepsi bawah kulit, AKDR (alat kontrasepsi dalam rahim) (Manuaba dkk, 2010 : 592). d) Pekerjaan Metode yang memerlukan kunjungan yang sering ke klinik mungkin tidak cocok untuk wanita yang sibuk, 396 atau mereka yang jadwalnya tidak diduga. (Saifuddin, 2013: 9). e) Alamat Wanita yang tinggal di tempat terpencil mungkin memilih metode yang tidak mengharuskan mereka berkonsultasi secara teratur dengan petugas keluarga berencana (Manuaba dkk, 592). 2) Keluhan utama Keluhan utama pada ibu pasca salin menurut Saifuddin (2013 : 9) yaitu: a) Usia 20-35 tahun ingin menjarangkan kehamilan. b) Usia >35 tahun tidak ingin hamil lagi. 3) Riwayat kesehatan a) Penggunaan kontrasepsi hormonal tidak diperbolehkan pada ibu yang menderita kanker payudara, miom uterus, diabetes mellitus disertai komplikasi, penyakit hati akut, jantung, stroke. (Saifuddin, 2013 : 45). b) Kontrasepsi implant dapat digunakan pada ibu yang menderita tekanan darah < 180/110 mmHg, dengan masalah pembekuan darah, atau anemia bulan sabit (sickle cell) (Saifuddin, 2010 : 55). 397 c) Penyakit stroke, penyakit jantung coroner/infark, kanker payudara tidak diperbolehkan menggunakan kontrasepsi pil progestin (Saifuddin, 2013 : 53). d) Untuk menurunkan morbiditas dan mortalitas wanita penderita penyakit jantung dalam kehamilan, persalinan, dan nifas, perlu diperlukan konseling prakonsepsi dengan memperhatikan resiko masingmasing penyakit. Pasien dengan kelainan jantung derajat 3 dan 4 sebaiknya tidak hamil dan dapat memilih cara kontrasepsi AKDR (alat kontrasepsi dalam rahim) tubektomi atau vasektomi pada suami (Saifuddin, 2014 : 275). e) Ibu dengan penyakit infeksi alat genital (vaginitis, servisitis), sedang mengalami atau menderita PRP atau abortus septik, kelainan bawaan uterus yang abnormal atau tumor jinak pada rahim yang mempengaruhi kavum uteri, penyakit trofoblas yang ganas, TBC pelvik, kanker alat genital tidak diperkenankan menggunakan AKDR dengan progestin (Saifuddin, 2013 : 70). 398 4) Riwayat Kebidanan a) Haid Bila menyusui antara 6 minggu sampai 6 bulan pascapersalinan insersi implant dapat dilakukan setiap saat. Bila menyusui penuh, klien tidak perlu memakai metode kontrasepsi lain. Bila setelah 6 minggu melahirkan dan telah terjadi haid kembali, insersi dapat dilakukan setiap saat tetapi jangan melakukan hubungan seksual selama 7 hari atau menggunakan metode kontrasepsi lain untuk 7 hari saja (Saifuddin, 2013 : 68). Pada metode KB MAL, ketika ibu mulai haid lagi, itu pertanda ibu sudah subur kembali dan harus segera mulai menggunakan metode KB lainnya (Saifuddin, 2013 : 54). Meskipun beberapa metode KB mengandung risiko, menggunakan kontrasepsi lebih aman, terutama apabila ibu sudah haid lagi (Saifuddin, 2013 : 129). Kemudian Manuaba (2010: 598) menambahkan bahwa wanita dengan durasi menstruasi lebih dari 6 hari memerlukan pil KB dengan efek estrogen yang rendah. b) Riwayat Kehamilan, Persalinan dan Nifas yang Lalu Pada klien pasca persalinan yang tidak menyusui, masa infertiltasnya lebih lama. Namun kembalinya kesuburan 399 tidak dapat diperkirakan (Saifuddin, 2013 : 51). Pasien yang tiga bulan terakhir sedang mengalami atau sering menderita abortus septik tidak boleh menggunakan kontrasepsi IUD (Saifuddin, 2010 : 77). IUD tidak untuk ibu yang memiliki riwayat kehamilan ektopik (Saifuddin, 2010: 7). c) Riwayat KB Menurut Hartanto (2015: 168) penggunaan KB hormonal (suntik) dapat digunakan pada akseptor, pasca penggunaan kontrasepsi jenis apapun (pil, implant, IUD) tanpa ada kontraindikasi dan masingmasing jenis kontrasepsi tersebut. Kemudian menurut Hartanto (2015: 209) Pasien yang pernah mengalami problem ekspulsi IUD, ketidakmampuan mengetahui tanda-tanda bahaya dari IUD, ketidakmampuan untuk memeriksa sendiri ekor IUD merupakan kontra indikasi untuk KB IUD. 5) Pola kebiasaan sehari-hari a) Nutrisi DMPA merangsang pusat pengendali nafsu makan di hipotalamus, yang menyebabkan akseptor untuk makan lebih banyak dari biasanya. (Hartanto, 2015 : 171). 400 b) Eliminasi Dilatasi ureter oleh pengaruh progestin, sehingga timbul statis dan berkurangnya waktu pengosongan kandung kencing karena relaksasi otot (Hartanto, 2015 : 124). c) Istirahat/tidur Gangguan tidur yang dialami oleh ibu akseptor KB suntik sering disebabkan karena efek samping dari KB suntik tersebut (mual, pusing, sakit kepala) (Saifuddin, 2010 : 35). d) Kehidupan seksual Pada penggunaan kontrasepsi jangka panjang dapat menimbulkan kekeringan pada vagina serta menurunkan libido (Saifuddin, 2010 : 42). 6) Riwayat Ketergantungan Merokok terbukti menyebabkan efek sinergistik dengan pil oral dalam menambah risiko terjadinya miokard infark, stroke dan keadaan tombo-embolik (Hartanto, 2015 : 123). Ibu menggunakan obat tuberculosis (rifampisin) atau obat untuk epilepsy (fenition dan barbiturate) tidak boleh menggunakan pil progestin (Saifuddin, 2010 : 55). 401 b. Data Obyektif 1) Pemeriksaan umum a) Tanda-tanda vital Suntikan progestin dan implant dapat digunakan untuk wanita yang memiliki tekanan darah <180/110 mmHg (Saifuddin, 2010 : 43). Pil dapat menyebabkan sedikit peningkatan tekanan darah pada sebagian besar pengguna (Fraser, et al, 2009 : 657). b) Pemeriksaan antropometri (1) Berat badan Umumnya pertambahan berat badan tidak terlalu besar, bervariasi antara kurang dari 1 kg sampai 5 kg dalam tahun pertama. Penyebab pertambahan berat badan tidak jelas. Nampaknya terjadi karena bertambahnya lemak tubuh (Hartanto, 2015 : 171). 2) Pemeriksaan fisik a) Kepala Observasi dan pemeriksaan yang dilakukan adalah ukuran, bentuk, kontur, kesimetrisan, kesimetrisan wajah, lokasi struktur wajah, gerakan involunter, nyeri pada sinus frontal dan maksil (Verney, et al, 2007 : 35). Serta untuk menilai warna, ketebalan, ada ketombe atau tidak (Aimul, 2008:125). 402 b) Muka Timbul hirsutisme (tumbuh rambut/bulu berlebihan di daerah muka) pada penggunaan kontrsepsi progestin, tetapi sangat jarang terjadi (Saifuddin, 2010 : 55). c) Mata Kehilangan penglihatan atau pandangan kabur merupakan peringatan khusus untuk pemakai pil progestin (Saifuddin, 2010 : 55). Akan terjadi perdarahan hebat memungkinkan terjadinya anemia (Saifuddin, 2010 : 75). d) Hidung Observasi dan pemeriksaan yang dilakukan yaitu: Napas cuping hidung, deformitas atau penyimpangan septum, kesimetrisan, ukuran, letak, termasuk kesimetrisan lipatan nasolabial, rongga hidung bebas sumbatan, perforasi septum nasal. Pemeriksaan nasal dengan spekulum (ukuran ,tanda-tanda infeksi, edema pada konka nasalis, polip, tonjolan, sumbatan, ulserasi, lesi, titik-titik perdarahan, rabas, warna mukosa) (Varney, et al, 2007 : 36). e) Telinga Observasi dan pemeriksaan yang dilakukan adalah pembesaran atau nyeri tekan pada mastoid, ketajaman 403 pendengaran secara umum, letak telinga di kepala, bentuk, tonjolan, lesi, dan rabas adanya benda asing di saluran pendengaran eksternal, pemeriksaaan membrane timpani dengnan alat otoskopik (warna, tonjolan atau retraksi, gambaran bayangan telinga, dengan senter kerucut membrane timpani ada atau tidak, jaringan paut, perforasi) (Varney, et al, 2007 : 36). f) Mulut dan tenggorokan Observasi dan pemeriksaan yang dilakukan : (1) Bau napas (2) Bibir : kesimetrisan, warna, lesi, edema, tumor dan fisura. (3) Mulut dan mukosa : lesi, tumor, plak, keutuhan palatum, warna, terlihat pembuluh darah pada mukosa bibir. (4) Gigi : kondisi perbaikan gigi, gigi tanggal, karies. (5) Gusi : perdarahan, lesi, edema, tumor, warna, gusi turun, terdapat pus atau eksudat. (6) Lidah : kesimetrisan, posisi, tekstur, warna, lesi, tumor, kelembapan, selaput pada lidah, pergerakan lidah, penyimpangan lidah. (7) Uvula : deviasi uvula, ukuran, pembesaran 404 (8) Orofaring : tanda infeksi pada faring posterior, fosa tonsil, dan tonsillar pilar, inflamasi, edema, perdarahan, eksudat, tanda bercak pus, warna, lesi, tumor, ukuran, kesimetrisan, dan pembesaran tonsil (Varney, et al, 2007 : 36). g) Leher Normal bila tidak ada pembesaran kelenjar tyroid, tidak ada pembesaran limfe dan tidak ada ditemukan bendungan vena jugularis (Romauli, 2011:174). h) Dada dan paru Pemeriksaan dada yang dilakukan meliputi konfigurasi, deformitas, kesimetrisan, ukuran, massa, lesi jaringan perut pada struktur dan dinding dada, retraksi atau penonjolan (Romauli, 2011: 174). Interkosta dan atau subklavikula, ekskursi pernapasan sama dikiri dan kanan serta kesimetrisan gerak nafas, frekuensi, kedalaman, irama dan tipe pernapasan (dada, abdomen). Pada anuskultasi paru : bunyi napas normal, rales, mengi, friction rub dan bunyi tambahan lain (Varney, et al, 2007 : 37). i) Payudara Kontrasepsi suntikan tidak menambahi risiko terjadinya karsinoma seperti karsinoma payudara atau serviks, 405 namun progesterone termasuk DMPA, digunakan untuk mengobati karsinoma endometrium (Hartanto, 2015 : 164). Keterbatasan pada penggunaan KB progestin dan implant akan timbul nyeri pada payudara (Saifuddin, 2010 : 49-55). Terdapat benjolan /kanker payudara atau riwayat kanker payudara tidak boleh menggunakan kontrasepsi implant (Saifuddin, 2010 : 55). j) Abdomen Peringatan khusus bagi pengguna implant bila disertai nyeri perut bagian bawah yang hebat kemungkinan terjadi kehamilan ektropik (Saifuddin, 2010 : 58). k) Genetalia DMPA lebih sering menyebabkan perdarahan, perdarahan bercak dan amenore (Hartanto, 2015 : 170). Ibu dengan varises di vulva dapat menggunakan AKDR (Saifuddin, 2010 : 77). Efek samping yang terjadi dari penggunaan AKDR diantaranya mengalami haid yang lebih lama dan banyak, perdarahan (spotting) antar menstruasi, dan komplikasi lain dapat terjadi perdarahan hebat pada waktu haid (Saifuddin, 2010 : 75). 406 l) Ekstremitas Pada pengguna implant, luka bekas insisi mengeluarkan darah atau nanah disertai dengan rasa nyeri pada lengan (Saifuddin, 2010 : 58). Ibu dengan varises di tungkai dapat menggunakan AKDR (Saifuddin, 2010 : 77). Untuk kontrasepsi IUD, selain dilakukan pemeriksaan fisik juga dilakukan pemeriksaan inspekulo dan bimanual untuk penapisan sebagaimana diuraikan oleh Varney (2007: 40) sebagai berikut : (1) Pemeriksaan Inspekulo Dilakukam untuk mengetahui adanya lesi atau keputihan pada vagina. Selain itu juga untuk mengetahui ada atau tidaknya tanda-tanda kehamilan. (2) Pemeriksaan bimanual Pemeriksaan bimanual dilakukan untuk: (a) Memastikan gerakan serviks bebas (b) Menentukan besar dan posisi uterus (c) Memastikan tidak ada tanda kehamilan (d) Memastikan tidak ada tanda infeksi atau tumor pada adneksa. 407 2. Analisis Data Analisis/assessment merupakan pendokumentasian hasil analisis dan intepretasi (kesimpulan) dari data subyektif dan obyektif, mencakup: diagnosis/masalah kebidanan, diagnosis /masalah potensial serta perlunya mengidentifikasi kebutuhan tindakan segera untuk antipasti diagnosis / masalah potensial (Muslihatun, 2010 : 248-249). 3. Diagnosa Kebidanan Menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 938/Menkes/SK/VIII/2007 tentang Standar Asuhan Kebidanan, Bidan menganalisa data yang diperoleh pada pengkajian, mengintreprestasikaan secara akurat dan logis untuk menegakkan diagnosa dan masalah kebidanan yang tepat dengan kriteria sebagai berikut : a. Diagnosa sesuai dengan nomenklatur kebidanan b. Masalah dirumuskan sesuai dengan kondisi klien. c. Dapat diselesaikan sendiri dengan asuhan kebidanan secara mandiri, kolaborasi dan rujukan. unsur-unsur dalam diagnosa kebidanan yaitu : a. Kondisi pasien/klien yang terkait dengan masalah b. Masalah utama dan penyebab utama c. Masalah potensial d. Prognosa 408 Langkah merumuskan diagnosa kebidanan ini berlaku untuk semua asuhan. Pada akseptor KB diagnosanya adalah PAPIAH usia 15-49 tahun, anak terkecil usia ….. tahun, calon peserta KB, belum ada pilihan, tanpa kontraindikasi, keadaan umum baik, dengan kemungkinan masalah mual, sakit kepala, amenorrhea perdarahan/ bercak, nyeri perut bagian bawah, perdarahan pervaginam. Prognosa baik. 4. Perencanaan Diagnosanya : PAPIAH usia 15-49 tahun, anak terkecil usia ….. tahun, calon peserta KB, belum ada pilihan, tanpa kontraindikasi, keadaan umum baik. a. Tujuan 1) Setelah diadakan tindakan kebidanan keadaan akseptor baik dan kooperatif. 2) Pengetahuan ibu tentang macam-macam, cara kerja kelebihan dan kekurangan serta efek samping KB bertambah. 3) Ibu dapat memilih KB yang sesuai keinginan dan kondisinya. b. Kriteria 1) Pasien dapat menjelaskan kembali penjelasan diberikan petugas kesehatan. 2) Ibu memilih salah satu KB yang sesuai. yang 409 3) Ibu terlihat tenang. c. Intervensi menurut Saifuddin (2010 : U-3-U-4) : 1) Sapa dan salam kepada klien secara terbuka dan sopan. R/ Meyakinkan klien membangun rasa percaya diri. 2) Tanyakan pada klien informasi tentang dirinya (pengalaman KB, kesehatan reproduksi, tujuan, kepentingan). R/ Dengan mengetahui informasi tentang diri klien kita akan dapat membantu klien dengan apa yang dibutuhkan klien. 3) Uraikan pada klien mengenai beberapa jenis kontrasepsi, meliputi jenis, keuntungan, kerugian, efektifitas, indikasi dan kontraindikasi. R/ Penjelasan yang tepat dan terperinci dapat membantu klien memilih kontrasepsi yang dia inginkan. 4) Bantulah klien menentukan pilihanya. R/ Klien akan mampu memilih alat kontrasepsi yang sesuai dengan keadaan dan kebutuhannya. 5) Diskusikan pilihan tersebut dengan pasangan klien. R/ Penggunaan alat kontrasepsi merupakan kesepakatan dari pasangan usia subur sehingga perlu dukungan dari pasangan klien. 6) Jelaskan secara lengkap kontrasepsi pilihanya. bagaimana menggunakan 410 R/ Penjelasan yang lebih lengkap tentang alat kontrasepsi yang digunakan klien mampu membuat klien lebih mantap menggunakan alat kontrasepsi tersebut. 7) Pesankan pada ibu untuk melakukan kunjungan ulang. R/ Kunjungan ulang digunakan untuk memantau keadaan ibu dan mendeteksi dini bila terjadi komplikasi atau masalah selama penggunaan alat kontrasepsi. d. Kemungkinan Masalah 1) Masalah 1 Tujuan : Amenorrhea : Setelah diberikan asuhan, ibu tidak mengalami komplikasi lebih lanjut. Kriteria : ibu bisa beradaptasi dengan keadaanya Intervensi menurut Saifuddin (2010 : 47) : a) Kaji pengetahuan pasien tentang amenorrhea R/Mengetahui tingkat pengetahuan pasien b) Pastikan ibu tidak hamil dan jelaskan bahwa darah haid tidak terkumpul di dalam rahim. R/Ibu dapat merasa tenang dengan keadaan kondisinya. c) Bila terjadi kehamilan hentikan penggunaan KB, bila kehamilan ektopik segera rujuk. R/ Penggunaan KB pada kehamilan dapat mempengaruhi kehamilan dan kehamilan ektopik lebih besar pada pengguna KB. 411 2) Masalah 2 Tujuan : Pusing : Setelah diberikan asuhan, pusing dapat teratasi dan ibu dapat beradaptasi dengan keadaanya. Kriteria : Tidak merasa pusing dan mengerti efek samping dari KB hormonal. Intervensi menurut Saifuddin (2010 : 33) : a) Kaji keluhan pusing pasien R/ Membantu menegakkan diagnose dan menentukan langkah selanjutnya untuk pengobatan. b) Lakukan konseling dan berikan penjelasan bahwa rasa pusing bersifat sementara. R/ Akseptor mengerti bahwa pusing merupakan efek samping dari KB hormonal. c) Ajarkan teknik distraksi dan relaksasi R/ Teknik distraksi dan relaksasi mengurangi ketengangan otot dan cara efektif untuk mengurangi nyeri. 3) Masalah 3 Tujuan : Perdarahan bercak/spotting : Setelah diberikan asuhan, ibu mampu beradptasi dengan keadaanya. Kriteria : Keluhan ibu terhadap masalah bercak/spotting berkurang. 412 Intervensi menurut Saifuddin (2010 : 47) : a) Jelaskan bahwa perdarahan ringan sering dijumpai, tetapi hal ini bukanlah masalah. R/ Klien mampu mengerti dan memahami kondisinya bahwa efek menggunakan KB hormonal adalah terjadinya perdarahan bercak/spotting. b) Bila klien tidak dapat menerima perdarahan dan tidak ingin melanjutkan kontrasepsi dapat diganti dengan lainnya. 4) Masalah 4 : Perdarahan pervaginam yang hebat disertai nyeri Tujuan : Setelah diberikan asuhan, ibu tidak mengalami komplikasi penggunaan KB. Kriteria : Perdarahan berkurang dan ibu tidak khawatir dengan kondisinya. Intervensi menurut Arum D(2011: 198) : a) Lakukan evaluasi penyebab-penyebab perdarahan lainnya dan lakukan penanganan yang sesuai jika diperlukan R/ Mengevaluasi penyebab lain perdarahan untuk mengambil tindakan yang tepat. 413 b) Berikan terapi ibuprofen (800mg 3 kali sehari selama 1 minggu) untuk mengurangi rasa nyeri dan berikan tablet besi (1 tablet setiap hari selam 1-3 bulan). R/ Terapi ibu profen mengandung nonsteroidal antiinflamatori (NSAID) dapat membantu mengurangi nyeri dan karena perdarahan yang banyak makam diperlukan tablet tambah darah. c) Jika perdarahan masih terjadi dan klien merasa sangat terganggu, tawarkan metode pengganti. R/ Perdarahan yang banyak merupakan komplikasi dari penggunaan AKDR. 5. Pelaksanaan tindakan Menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 938/Menkes/SK/VIII/2007 tentang Standar Asuhan Kebidanan. Bidan melaksanakan rencana asuhan kebidanan secara komprehensif, efektif, efisien dan aman berdasarkan evidence based kepada klien/pasien, dalam bentuk upaya promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif. Dilaksanakan secara mandiri, kolaborasi dan rujukan. 6. Evaluasi Menurut Kepmenkes No. 938/Menkes/SK/8/2007 bidan melakukan evaluasi secara sistematis dan berkeseimbangan untuk melihat kefektifan dari asuhan yang sudah diberikan, sesuai dengan 414 perubahan perkembangan kondisi klien. Evaluasi atau penilaian dilakukan segera setelah selesai melakukan asuhan sesuai kondisi klien. Hasil evaluasi segera dicatat dan dikomunikasikan pada klien dan keluarga. Hasil evaluasi harus ditindak lanjuti sesuai pada kondisi klien/pasien. Mengevaluasi keefektifan asuhan yang sudah diberikan, mengulangi kembali proses manajemen dengan benar terhadap setiap aspek asuhan yang sudah dilaksanakan tapi belum efektif (Muslihatun, 2010 : 258). 7. Dokumentasi Kepmenkes No. 938/Menkes/SK/8/2007 Pencatatan dilakukan setelah melaksanakan asuhan pada formulir yang tersedia (rekam medis/KMS/status pasien/buku KIA) dan tulis dalam bentuk catatan perkembangan SOAP yaitu sebagai berikut : S : adalah data subyektif, mencatat hasil anamnesa O : adalah data obyektif, mencatat hasil pemeriksaan A : adalah hasil analisa, mencatat diagnosa dan masalah kebidanan P :adalah penatalaksanaan, mencatat seluruh perencanaan dan penatalaksanaan yang sudah dilakukan seperti tindakan antipatif, tindakan segera, tindakan secara komprehensif, penyuluhan, dukungan, kolaborasi, evaluasi follow up dan rujukan.