BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 KONSEP DASAR TEORI KEBIDANAN
2.1.1 KONSEP DASAR KEHAMILAN
1.
Pengertian Kehamilan
Kehamilan adalah serangkaian proses yang diawali dari
konsepsi atau pertemuan antara ovum dengan sperma sehat dan
dilanjutkan dengan fertilisasi, nidasi dan implantasi (Sulistyawati,
2012: 35).
Kehamilan adalah suatu keadaan dimana janin dikandung
di dalam tubuh wanita, yang sebelumnya diawali dengan proses
pembuahan dan kemudian akan diakhiri dengan proses persalinan
(Maryunani, 2010: 294).
Kehamilan didefinisikan sebagai fertilisasi atau penyatuan
dari spermatozoa dan ovum serta dilanjutkan dengan nidasi atau
implantasi. Bila dihitung dari saat fertilisasi hingga bayi lahir,
kehamilan normal akan berlangsung dalam waktu 40 minggu atau
10 bulan lunar atau 9 bulan menurut kalender internasional
(Kumalasari, 2015: 1).
15
16
2.
Lama Kehamilan
Lama kehamilan berlangsung sampai persalinan aterm
(cukup bulan) adalah sekitar 280 sampai 300 hari. Kehamilan
dibagi menjadi tiga triwulan pertama (0 sampai 12 minggu),
triwulan kedua (13 sampai 28 minggu), dan triwulan ketiga (29
sampai 42 minggu) (Manuaba,dkk, 2010: 1).
3.
Proses Kehamilan
Proses
kehamilan
merupakan
mata
rantai
yang
berkesinambungan. Untuk terjadi kehamilan harus ada ovulasi,
migrasi spermatozoa dan ovum, pembuahan ovum (konsepsi), dan
nidasi (implantasi) hasil konsepsi, pembentukan plasenta dan
tumbuh kembang janin sampai dengan aterm (Manuaba, 2010:
75)
a.
Ovulasi
Ovulasi adalah proses pelepasan ovum yang dipengaruhi oleh
sistem hormonal yang komplek. Urutan pertumbuhan ovum
(oogenesis) yaitu oogonia, oosit pertama (primary oocyte),
primary ovarium follicle, liquor follicully, pematangan
pertama ovum dan pematangan kedua ovum pada waktu
terjadi pembuahan (Manuaba, 2010: 76).
b.
Migrasi spermatozoa dan ovum
Secara embrional spermatogonium berasal dari sel-sel
primitive tubulus testis. Pada masa pubertas dibawah
17
pengaruh sel-sel interstisial leydig, sel-sel spermatogonium
mulai
aktif
spermatogenesis.
mengadakan
Urutan
mitosis
dan
pertumbuhan
terjadilah
sperma
yaitu
spermatogonium membelah menjadi 2 secara mitosis,
spermatosit pertama membelah membelah menjadi 2 (2n)
secara meiosis (I), spermatosit 2 membelah menjadi 2 (n)
secara meiosis (II), spermatid kemudian tumbuh menjadi
spermatozoa (Sofian, 2011: 102). Ovum yang telah
dilepaskan ditangkap oleh fimbrae, setelah itu ovum yang
tertangkap terus berjalan mengikuti tuba menuju uterus.
Spermatozoa yang masuk ke dalam alat genitalia wanita
hidup selama tiga hari (Manuaba, 2010: 76).
c.
Konsepsi
Konsepsi atau pembuahan adalah peristiwa pertemuan inti
ovum dan inti spermatozoa di tuba falopi. Dalam beberapa
jam setelah pembuahan terjadi, mulailah pembelahan zygot.
Segera
setelah
pembelahan
ini
terjadi,
pembelahan-
pembelahan selanjutnya berjalan dengan lancar dan dalam 3
hari terbentuk suatu kelompok sel yang sama besarnya. Hasil
konsepsi pada hari ketiga ini disebut morula (Prawirohardjo,
2009: 139).
18
d.
Nidasi/Implantasi
Setelah terjadi konsepsi maka terbentuklah zygot yang dalam
beberapa jam telah mampu membelah diri menjadi 2 dan
seterusnya. Bersamaan dengan pembelahan inti, hasil
konsepsi disalurkan terus ke pars ismika dan pars
interstisialis tuba (bagian-bagian tuba yang sempit) dan terus
disalurkan hingga ke arah cavum uteri oleh arus serta getaran
silia pada permukaan sel-sel tuba dan kontraksi tuba.
Pembelahan terus terjadi dan didalam morula terbentuk
ruangan yang mengandung cairan yang disebut blastula.
Pertumbuhan dan perkembangan terus terjadi, blastula
dengan vili korealis yang dilapisi sel trofoblas telah siap
untuk mengadakan nidasi. Sementara itu fase sekresi
endometrium
makin
gembur
dan
mengandung
glikogen
yang
disebut
semakin
desidua.
banyak
Proses
masuknya atau tertanamnya hasil konsepsi (blastula) kedalam
endometrium/desidua. Nidasi terjadi hari ke 6-7 setelah
konsepsi (Manuaba, 2010: 78).
19
Gambar 2.1
Proses Terjadinya Nidasi
Sumber : https://www.kebidanan.org/proses-terjadinya-nidasi
e.
Proses Pembentukan Plasenta (Plasentasi)
Nidasi atau implantasi terjadi dibagian fundus uteri di
dinding depan atau belakang. Pada blastula, penyebaran sel
trofoblas mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang
tidak merata sehingga bagian blastula dengan inner cell mass
akan
tertanam
kedalam
endometrium.
Sel
trofoblas
mendestruksi endometrium sampai terjadi pembentukan
plasenta yang berasal dari primer vili korealis (Sofian, 2011:
54).
Kehamilan juga dipengaruhi oleh berbagai hormone, antara
lain: estrogen, progesterone, human Chorionic Gonadotropin,
human somatomammotropin, prolaktin, dan sebagainya.
Human Chorionic Gonadotropin (hCG) adalah hormon aktif
khusus yang berperan selama masa kehamilan, berfluktuasi
kadarnya selama kehamilan (Maryunani, 2010: 294-295).
20
4.
Tumbuh Kembang Janin Sampai Aterm
a.
Bulan ke-0
Sperma membuahi ovum, membelah, masuk di uterus dan
menempel pada hari ke-11 (Salmah, 2010: 15).
Gambar 2.2
Zigot
Sumber : https://www.kebidanan.org/pertumbuhan-danperkembanganjanin-dalam-kandungan
b.
4-6 minggu
Bagian tubuh embrio yang pertama muncul akan menjadi
tulang belakang, otak, dan saraf tulang belakang, jantung,
sirkulasi darah dan pencernaan juga sudah terbentuk
(Kusmiyati, 2010: 12). Terjadi pula pembentukan hidung,
dagu, palatum, dan tonjolan paru. Jari-jari telah berbentuk,
namun masih tergenggam. Jantung telah terbentuk penuh
(Saifuddin, 2010: 158). Panjang janin pada usia 4-6 minggu
kira-kira 7,5-10 mm (Manuaba, 2010: 89).
21
Gambar 2.3
Janin 4 minggu
Sumber: https://www.kebidanan.org/pertumbuhan-dan-perkembanganjanin-dalam-kandungan
c.
7-8 minggu
Panjang janin 250 mm. Jantung mulai memompa darah. Raut
muka dan bagian utama otak dapat terlihat. Terbentuk
telinga, tulang dan otot di bawah kulit yang tipis
(Sulistyawati, 2009: 151). Mata tampak pada muka, juga
terdapat pembentukan alis dan lidah. Bentuk mirip manusia,
dimulai
pembentukan
genitalia
eksterna
dan
tulang
(Manuaba, 2010: 89). Sirkulasi melalui tali pusat juga sudah
dimulai (Saifuddin, 2010: 158).
Gambar 2.4
Janin 8 minggu
Sumber: https://www.kebidanan.org/pertumbuhan-dan-perkembanganjanin-dalam-kandungan
22
d.
9-10 minggu
Genitalia telah menunjukkan karakteristik laki-laki atau
perempuan,
tetapi
masih
belum
terbentuk
sempurna
(Kusmiyati, 2010: 13). Kepala meliputi separuh besar janin,
terbentuk muka janin dan kelopak mata yang tak akan
membuka mata sampai usia 28 minggu (Saifuddin, 2010:
158).
e.
11-12 minggu
Pada usia 11-12 minggu, panjang janin 7-9 cm. tinggi rahim
diatas simpisis (tulang kemaluan). Embrio menjadi janin.
Denyut jantung terlihat pada USG. Mulai ada gerakan. Sudah
ada pusat tulang, kuku, ginjal mulai memproduksi urin
(Sulistyawati, 2009: 152).
Gambar 2.5
Janin 12 minggu
Sumber: https://www.kebidanan.org/pertumbuhan-dan-perkembanganjanin-dalam-kandungan
23
f.
13-16 minggu
Panjang janin 10-17 cm. Berat janin 100 gram. Tinggi rahim
setengah atas simpisis-pubis. Sistem musculoskeletal sudah
matang, sistem saraf mulai melakukan kontrol. Pembuluh
darah berkembang cepat. Tangan janin dapat menggenggam.
Kaki menendang aktif. Pankreas memproduksi insulin.
Kelamin luar sudah dapat ditentukan jenisnya (Salmah, 2010:
12). Kulit merah tipis, uterus telah penuh, desidua parietalis
dan kapsularis (Manuaba, 2010: 89). Peristiwa ini merupakan
awal trimester ke-2. Telah tumbuh lanugo (rambut janin),
janin bergerak aktif, yaitu menghisap dan menelan air
ketuban. Denyut jantung 120-150/menit (Saifuddin, 2010:
159).
Gambar 2.6
Janin 16 minggu
Sumber: https://www.kebidanan.org/pertumbuhan-dan-perkembanganjanin-dalam-kandungan
24
g.
17-24 minggu
Menurut Kusmiyati (2010: 13) panjang janin 28-34 cm. Berat
janin 600 gram. Tinggi rahim di atas pusat. Kerangka
berkembang cepat. Berkembangnya sistem pernafasan. Kulit
menebal, kelopak mata jelas, alis dan bulu tampak (Manuaba,
2010: 89). Kemudian, menurut pendapat Saifuddin (2010:
159) sidik jari terbentuk, seluruh tubuh terdapat verniks
kaseosa (lemak) dan janin memiliki refleks.
Gambar 2.7
Janin 20 minggu
Sumber: https://www.kebidanan.org/pertumbuhan-dan-perkembanganjanin-dalam-kandungan
h.
25-28 minggu
Panjang janin 35-38 cm. Berat janin 1000 gram. Tinggi rahim
antara pertengahan pusat-prosessus xifodeus. Janin bisa
bernafas, menelan dan mengatur suhu. Terbentuk surfaktan
dalam paru-paru. Mata mulai membuka dan menutup. Bentuk
janin dua pertiga bentuk saat lahir (Salmah, 2010: 13). Masuk
ke trimester ke-3, dimana terdapat perkembangan otak yang
cepat, sistem saraf mengendalikan gerakan dan fungsi tubuh,
25
mata mulai membuka. Surfaktan mulai dihasilkan di paruparu pada usia 26 minggu, rambut kepala makin panjang,
kuku-kuku jari mulai terlihat (Saifuddin, 2010: 159).
Gambar 2.8
Janin 28 minggu
Sumber: https://www.kebidanan.org/pertumbuhan-dan-perkembanganjanin-dalam-kandungan
i.
29-32 minggu
Pada usia 29-32 minggu, simpanan lemak subkutan mulai
memperhalus kerutan, janin telah memiliki kendali terhadap
gerak pernapasan yang berirama dan temperature tubuh,
refleks pupil muncul pada akhir bulan (Salmah, 2010: 13).
Panjang janin 42,5 cm. Berat rahim 1700 gram. Tinggi rahim
dua pertiga di atas pusat. Simpanan lemak berkembang di
bawah kulit. Janin mulai menyimpan zat besi, kalsium dan
fosfor. Kulit merah dan gerak aktif (Kusmiyati, 2010: 14).
Bila bayi dilahirkan ada kemungkinan hidup 50-70%
(Saifuddin, 2010: 160).
26
Gambar 2.9
Janin 32 minggu
Sumber: https://www.kebidanan.org/pertumbuhan-dan-perkembanganjanin-dalam-kandungan
j.
33-36 minggu
Berat
janin sekitar 1500-2500 gram.
Lanugo mulai
berkurang, saat 35 minggu paru telah matur, janin akan dapat
hidup tanpa kesulitan (Saifuddin, 2010: 160). Panjang janin
46 cm. Tinggi rahim setinggi prosessus xifodeus. Kulit penuh
lemak, organ sudah sempurna (Manuaba, 2010: 90).
Kemudian menurut Salmah (2010: 13), kulit menjadi halus
tanpa kerutan, tubuh menjadi lebih bulat lengan dan tungkai
tampak montok. Pada janin laki-laki biasanya testis sudah
turun ke skrotum.
27
Gambar 2.10
Janin 36 minggu
Sumber: https://www.kebidanan.org/pertumbuhan-dan-perkembanganjanin-dalam-kandungan
k.
37-40 minggu
Menurut Manuaba (2010: 90), panjang janin sekitar 50-55
cm. Berat janin 3000 gram. Tinggi rahim dua jari bawah
prosessus xifodeus. Usia 38 minggu kehamilan disebut aterm,
dimana bayi akan meliputi seluruh uterus. Air ketuban mulai
berkurang, tetapi masih dalam batas normal (Saifuddin, 2010:
161). Kemudian menurut Kusmiyati (2010: 14), janin kini
bulat sempurna dengan dada dan kelenjar payudara menonjol
pada kedua jenis kelamin, kedua testis telah masuk ke dalam
skrotum pada akhir bulan ini, kuku-kuku mulai mengeras.
Warna kulit bervariasi mulai dari putih, hingga merah muda
hingga merah muda kebiruan tanpa menghiraukan ras.
28
Gambar 2.11
Janin 40 minggu
Sumber: https://www.kebidanan.org/pertumbuhan-dan-perkembanganjanin-dalam-kandungan
5.
Perubahan Anatomi dan Adaptasi Fisiologis Pada Ibu Hamil
a.
Sistem Reproduksi
1) Vagina/vulva
Pada
vagina
dan
vulva
terjadi
pula
hipervaskularisasi/livide dikenal sebagai tanda Chadwik.
Warna merah kebiruan (Tanda Chadwik) pada vagina
dan vulva tersebut merupakan hipervaskularisasi yang
terjadi akibat pengaruh estrogen dan progesterone.
Karena pengaruh estrogen, terjadi perubahan pada vagina
dan vulva. Akibat hipervaskularisasi, vagina dan vulva
terlihat lebih merah atau kebiruan. Warna livid pada
vagina dan portio serviks disebut tanda Chadwick.
(Maryunani, 2010: 299).
29
2) Ovarium
Setelah kehamilan ovulasi berhenti. Pada awal kehamilan
masih terdapat korpus luteum graviditatum dengan
diameter sebesar 3 cm. setelah plasenta terbentuk, korpus
luteum graviditatum mengecil dan korpus luteum
mengeluarkan
hormon
estrogen
dan
progesteron.
(Kumalasari, 2015: 4-5).
3) Uterus
Rahim atau uterus yang semula besarnya sejempol atau
beratnya 30 gram akan mengalami hipertrofi dan
hyperplasia, sehingga menjadi seberat 1000 gram saat
akhir kehamilan (Manuaba, 2012: 85) Hubungan antara
besarnya rahim dan usia kehamilan penting untuk
diketahui karena kemungkinan penyimpangan kehamilan
seperti kehamilan kembar, hamil molahidatidosa, hamil
dengan hidramnion yang akan teraba lebih besar.
(Manuaba,
2010:
87).
Sebagai
gambaran
dapat
dikemukakan sebagai berikut:
a) Pada usia kehamilan 16 minggu, kavum uteri
seluruhnya diisi oleh amnion, dimana desidua
kapsularis dan desidua parientalis telah menjadi satu.
Tinggi rahim adalah setengah jarak simpisis pusat.
Plasenta telah terbentuk seluruhnya.
30
b) Pada usia kehamilan 20 minggu, fundus rahim
terletak 2 jari di bawah pusat sedangkan pada usia
24 minggu terdapat ditepat pusat.
c) Pada usia kehamilan 28 minggu, tinggi fundus uteri
sekitar 3 jari diatas pusat atau sepertiga jarak antara
pusat dan prosesus xifoideus.
d) Pada usia kehamilan 32 minggu, tinggi fundus uteri
adalah setengah jarak prosesus xifoideus dan pusat.
e) Pada usia kehamilan 36 minggu tinggi fundus uteri
sekitar satu jari dibawah prosesus xifoideus, dan
kepala bayi belum masuk pintu atas panggul.
f)
Pada usia kehamilan 40 minggu, fundus uteri turun
setinggi 3 jari dibawah prosesus xifoideus, oleh
karena saat ini kepala janin telah masuk pintu atas
panggul. (Manuaba, 2012: 87-88).
b.
Payudara
Payudara
mengalami
pertumbuhan
dan
perkembangan
sebagai persiapan pemberian ASI pada saat laktasi.
Perkembangan
pengaruh
payudara
hormone
saat
tidak
dapat
kehamilan,
dilepaskan
yaitu
dari
estrogen,
progesterone, dan somatomamotrofin (Manuaba, 2012: 92).
Fungsi hormon mempersiapkan payudara untuk pemberian
ASI dijabarkan sebagai berikut:
31
1) Estrogen, berfungsi:
a) Menimbulkan hipertrofi sistem saluran payudara
b) Menimbulkan penimbunan lemak dan air serta
garam sehingga payudara tampak semakin besar
c) Tekanan serat saraf akibat penimbunan lemak, air
dan garam menimbulkan rasa sakit pada payudara.
2) Progesteron, berfungsi:
a) Mempersiapkan asinus sehingga dapat berfungsi
b) Meningkatkan jumlah sel asinus
3) Somatomamotrofin, berfungsi:
a) Mempengaruhi sel asinus untuk membuat kasein,
laktalbumin, dan laktoglobulin
b) Penimbunan lemak disekitar alveolus payudara
c) Merangsang pengeluaran kolostrum pada kehamilan
(Manuaba, 2012:92).
c.
Sirkulasi Darah
Volume darah semakin meningkat dan jumlah serum darah
lebih besar dari pertumbuhan sel darah, sehingga terjadi
pengenceran darah (hemodilusi). Sel darah merah semakin
meningkat jumlahnya untuk mengimbangi pertumbuhan janin
dalam rahim, tetapi pertambahan sel darah tidak seimbang
dengan
peningkatan
volume
darah
sehingga
terjadi
32
hemodilusi yang disertai anemia fisiologis (Manuaba, 2010:
93).
d.
Sistem Respirasi
1) Ruang yang diperlukan oleh rahim yang membesar dan
meningkatnya
pembentukan
hormon
progesteron
menyebabkan paru-paru berfungsi lain dari biasanya
2) Wanita hamil bernafas lebih cepat dan lebih dalam
karena memerlukan lebih banyak oksigen untuk dirinya
dan untuk janin
3) Kebutuhan oksigen meningkat sampai 20%
4) Selain itu diafragma juga terdorong ke kranial yang
menyebabkan terjadi:
a)
Hiperventilasi
dangkal
(20-24x/menit)
akibat
kompliansi dada menurun
b)
Volume tidal meningkat
c)
Volume residu paru (functional residual capacity)
menurun
d)
Kapasitas vital menurun
5) Lingkar dada wanita hamil agak membesar
6) Usia kehamilan lebih dari 32 minggu, uterus membesar,
menekan usus-usus dan mendesak diafragma sehingga
menimbulkan rasa sesak dan nafas pendek
33
7) Dengan kata lain, wanita hamil kadang mengeluh sesak
dan pendek nafas. Hal ini disebabkan oleh usus yang
tertekan kearah diafragma akibat pembesaran rahim
8) Lapisan saluran pernafasan menerima lebih banyak darah
dan menjadi agak tersumbat oleh penumpukan darah
(kongesti)
9) Kadang
hidung
dan
tenggorokan
mengalami
penyumbatan parsial akibat kongesti ini
10) Tekanan dan kualitas suara wanita hamil agak berubah
11) Seorang wanita hamil selalu bernafas lebih dalam. Yang
lebih menonjol adalah pernafasan dada. (Maryunani,
2010: 303-304).
e.
Sistem Pencernaan
Seiring dengan makin membesarnya uterus, lambung, dan
usus akan tergeser. Perubahan yang nyata terjadi pada
penurunan motilitas otot polos pada traktus digestivus. Mual
terjadi akibat penurunan asam hidrokloroid dan penurunan
motilitas, serta konstipasi akibat penurunan motilitas usus
besar. Gusi akan menjadi lebih hiperemis dan lunak sehingga
dengan trauma sedang saja bisa menyebabkan perdarahan.
Epulis selama kehamilan akan muncul. Hemorrhoid juga
merupakan suatu hal yang sering terjadi akibat konstipasi dan
34
peningkatan tekanan vena pada bagian bawah karena
pembesaran uterus (Sulin, 2009: 185).
f.
Sistem Perkemihan
Karena pengaruh desakan hamil muda dan turunnya kepala
bayi pada hamil tua, terjadi gangguan miksi dalam bentuk
sering berkemih. Desakan tersebut menyebabkan kandung
kemih cepat terasa penuh. Hemodilusi menyebabkan
metabolisme air makin lancar sehingga pembentukan urine
akan bertambah (Manuaba, 2010: 94).
g.
Kulit
Pada
kulit
terjadi
hiperpigmentasi
perubahan
karena
deposit
pengaruh
pigmen
dan
melanoporestimulate
hormone lobus hipofisis anterior dan pengaruh kelenjar
suprarenalis. Hiperpigmentasi ini terjadi pada gravidarum
livide atau alba areola mammae, papilla mammae,linea nigra,
pipi
(cloasma
gravidarum).
Setelah
persalinan
hiperpigmentasi ini akan menghilang (Dewi, 2010: 57).
h.
Metabolisme
Perubahan metabolisme terjadi pada kehamilan:
1) Metabolisme basal naik sebesar 15-20% dari semula,
terutama pada trimester 3
2) Keseimbangan asam basa mengalami penurunan dari 155
mEq per liter menjadi 145 mEq per liter disebabkan
35
hemodilusi
darah
dan
kebutuhan
mineral
yang
dibutuhkan janin
3) Kebutuhan protein wanita hamil makin tinggi untuk
pertumbuhan dan perkembangan janin, perkembangan
organ kehamilan, dan persiapan program laktasi. Dalam
makanan diperlukan protein tinggi sekitar 0,5 gram per
kg berat badan atau sebutir telur ayam perhari
4) Kebutuhan kalori didapat dari karbohidrat, protein,
lemak
5) Kebutuhan zat mineral untuk ibu hamil:
Kalsium 1,5 gram setiap hari, 3,30 gram untuk
pembentukan tulang janin
a) Fosfor rata-rata 2 gram dalam sehari
b) Zat besi 800 mg atau 30-50 mg per hari
c) Air, ibu hamil memerlukan air cukup banyak dan
terjadi retensi air (Manuaba, 2010: 95).
i.
Peningkatan berat badan
1) Kenaikan berat badan pada saat hamil yang normal, pada
wanita yang memiliki ukuran rata-rata biasanya berkisar
antara 12,5-15 kg (sekitar 1-1,5 kg/bulan).
2) Kenaikan berat badan ini (yang normal) terutama berasal
dari pertumbuhan isi konsepsi dan volume berbagai
organ/cairan intrauterine, yaitu:
36
a)
Berat janin : ±2,5 – 3,5 kg
b)
Berat plasenta : ± 0,5 kg
c)
Cairan amnion : ± 1,0 kg
d)
Berat uterus : ± 1,0 kg
e)
Penambahan volume sirkulasi maternal : ± 1,5 kg
f)
Pertumbuhan mammae : ± 1 kg
g)
Penumpukan
cairan
interstisial
dipelvis
dan
ekstremitas : ± 1,0 – 1,5 kg
3) Kenaikan berat badan yang melebihi 15-17,5 kg
menyebabkan penumpukan lemak pada janin dan ibu
4) Kenaikan berat badan yang terlalu banyak ditemukan
pada
keracunan
eklampsia).
kehamilan
Kenaikan
berat
(pre
badan
eklampsia
wanita
dan
hamil
disebabkan oleh:
a) Janin,uri, air ketuban, uterus
b) Payudara, kenaikan volume darah, lemak, protein,
dan retensi air
5) Berat badan yang tidak bertambah merupakan pertanda
buruk (terutama jika kenaikan berat badan total kurang
dari 5 kg) dan hal ini bisa menunjukkan adanya
pertumbuhan janin yang lambat
37
6) Kadang
kenaikan
berat
badan
disebakan
oleh
penimbunan cairan akibat jeleknya aliran darah tungkai
pada saat wanita hamil berdiri
7) Hal ini bisa diatasi dengan cara berbaring miring ke kiri
selama 30-45 menit sebanyak 2-3 kali/hari (Maryunani,
2010: 302-303).
6.
Perubahan dan Adaptasi Psikologis Selama Kehamilan
a.
Trimester I
Trimester pertama sering dikatakan sebagai masa penentuan.
Penentuan untuk membuktikan bahwa wanita dalam keadaan
hamil. Pada saat inilah tugas psiklogis pertama sebagai calon
ibu untuk dapat menerima kenyataan akan kehamilannya.
Keadaan ini menciptakan kebutuhan untuk berkomunikasi
secara terbuka dengan suami. Banyak wanita merasa butuh
dicintai dan merasakan kuat untuk mencintai namun tanpa
berhubungan seks. Libido sangat dipengaruhi kelelahan, rasa
mual, pembesaran payudara, keprihatinan, kekhawatiran.
Semua ini bagian normal dari proses kehamilan pada
trimester pertama (Sulistyawati, 2011: 50).
b.
Trimester II
Trimester kedua sering disebut sebagai periode pancaran
kesehatan, saat ibu merasa sehat. Ini disebabkan selama
trimester ini umumnya wanita sudah merasa baik dan
38
terbebas dari ketidaknyamanan kehamilan. Tubuh ibu sudah
terbiasa dengan kadar hormon yang lebih tinggi dan rasa
tidak nyaman karena hamil sudah berkurang. Ibu sudah
menerima kehamilannya dan mulai dapat menggunakan
energi serta pikirannya secara konstruktif (Maryunani, 2011:
259).
c.
Trimester III
Trimester ketiga ini sering disebut sebagai periode penantian.
Periode ini wanita menanti kehadiran bayinya sebagai bagian
dari dirinya, dia menjadi tidak sabar untuk segera melihat
bayinya. Trimester tiga adalah waktu untuk mempersiapkan
kelahiran dan kedudukan sebagai orang tua, seperti
terpusatnya perhatian pada kehadiran bayi. Sejumlah
ketakutan terlihat selama trimester ketiga. Wanita mungkin
khawatir terhadap hidupnya dan bayinya, dia tidak akan
mengetahui kapan dia akan melahirkan (Kumalasari, 2015: 78).
7.
Menentukan Usia Kehamilan
a.
Menurut Mochtar (2012:41) cara untuk menentukan tuanya
usia kehamilan antara lain:
1) Dihitung dari hari pertama haid terakhir (HPHT) sampai
dengan hari pemeriksaan, kemudian dijumlah dan
dijadikan dalam hitungan minggu.
39
2) Ditambah 4,5 bulan dari waktu ibu merasa gerakan janin
pertama kali “feeling life” (quickening).
3) Menurut
Mc.
Donald
adalah
modifikasi
cara
Speigelberg, yaitu jarak fundus-simfisis dalam cm dibagi
3,5 merupakan tuanya usia kehamilan dalam bulan.
Kemudian menurut Manuaba (2010:128), menjelaskan juga
untuk menetapkan usia kehamilan yaitu :
1) Mendengarkan denyut jantung janin (DJJ), denyut
jantung janin akan terdengar pada usia kehamilan lebih
dari 16 minggu.
2) Memperhitungkan masuknya kepala ke pintu atas
panggul terutama pada primigravida masuknya kepala ke
pintu atas panggul terjadi pada minggu ke 36.
3) Mempergunakan
hasil
pemeriksaaan
air
ketuban,
semakin tua usia kehamilan semakin berkurangnya atau
sedikit air ketuban.
Kemudian
Manuaba
(2010:120)
menambahkan
cara
menetapkan usia kehamilan berdasarkan hasil pemeriksaan
palpasi Leopold I pada trimester III.
40
Tabel 2.1
Usia kehamilan berdasarkan TFU pada pemeriksaan palpasi
Leopold I
TFU
Usia Kehamilan
3 jari diatas pusat
28 minggu
Pertengahan px dan pusat
32 minggu
Setinggi px atau 2-3 jari di bawah 36 minggu
px
Pertengahan px dan pusat
40 minggu
Sumber : (Manuaba, 2010:120).
b.
Pemeriksaan Leopold
1) Leopold I
Leopold I digunakan untuk menentukan tinggi fundus
uteri, bagian janin dalam fundus, dan konsistensi fundus.
Pada letak kepala akan teraba bokong pada fundus, yaitu
tidak keras, tidak melenting dan tidak bulat. Variasi
Knebel dengan menentukan letak kepala atau bokong
dengan satu tangan di fundus dan tangan lain diatas
simfisis (Manuaba, 2010:118).
Langkah-langkah pemeriksaan Leopold I: Pemeriksa
menghadap muka ibu dan berada disisi kanan ibu,
menentukan tinggi fundus, meraba bagian janin yang
terletak difundus dengan kedua telapak tangan dan
apakah teraba bulat, besar lunak (bokong)/bulat, besar,
keras
(kepala)/teraba
tahanan
memanjang
41
(punggung)/teraba bagian kecil-kecil (ekstremitas). Pada
kehamilan aterm dengan
presentasi kepala, pada
pemeriksaan leopold I akan teraba bulat, besar, lunak
(bokong) (Marmi, 2011:126).
2) Leopold II
Menentukan batas samping rahim kanan/kiri dan
menentukan letak punggung. Letak membujur dapat
ditetapkan punggung anak, yang teraba rata dengan
tulang iga seperti papan cuci. Dalam Leopold II terdapat
variasi Budin dengan menentukan letak punggung
dengan satu tangan menekan di fundus. Variasi Ahfeld
dengan menentukan letak punggung dengan pinggir
tangan kiri diletakkan di tengah perut (Manuaba,
2010:118-119).
Langkah-langkah pemeriksaan leopold II: Pemeriksa
menghadap muka ibu dan berada disisi kanan ibu,
meraba bagian janin yang terletak disebelah kanan
maupun kiri uterus dengan menggunakan kedua telapak
tangan. Apakah teraba bulat, besar lunak (bokong)/ bulat,
besar, keras (kepala)/ teraba tahanan memanjang
(punggung)/teraba bagian kecil-kecil (ekstremitas). Pada
pemeriksaan leopold 2 akan teraba tahanan memanjang
42
(punggung) di satu sisi dan teraba bagian kecil-kecil
(ekstremitas) disisi lain (Marmi, 2011:126).
3) Leopold III
Menentukan bagian terbawah janin di atas simfisis ibu
dan bagian terbawah janin sudah masuk pintu atas
panggul (PAP) atau masih bisa digoyangkan (Manuaba,
2010:119).
Langkah-langkah pemeriksaan leopold III:
Pemeriksaan menghadap muka ibu dan berada di sisi
kanan ibu, meraba bagian janin yang terletak diatas
simphisis pubis sementara tangan yang lain menahan
fundus untuk fiksasi. Apakah teraba bulat, besar lunak
(bokong)/ bulat, besar, keras (kepala)/ teraba tahanan
memanjang (punggung)/
teraba
bagian
kecil-kecil
(ekstremitas). Pada kehamilan aterm dengan presentasi
kepala, pada pemeriksaan leopold 3 akan teraba bulat,
besar, keras (kepala) (Marmi, 2011:126).
4) Leopold IV
Menentukan bagian terbawah janin dan seberapa jauh
janin sudah masuk (pintu atas panggul) PAP. Bila bagian
terendah masuk PAP telah melampaui
lingkaran
terbesarnya, maka tangan yang melakukan pemeriksaan
divergen, sedangkan bila lingkaran terbesarnya belum
43
masuk PAP, maka tangan pemeriksanya konvergen
(Manuaba, 2010:119).
Langkah-langkah pemeriksaan Leopold IV :
Pemeriksaan menghadap kaki ibu dan menentukan
apakah bagian terbawah janin menggunakan jari-jari
tangan yang dirapatkan. apabila presentasinya:
a) Konvergen : bagian terbawah janin belum masuk ke
PAP.
b) Sejajar : bagian terbawah janin sebagian telah masuk
ke PAP.
c) Divergen : bagian terbawah janin telah masuk ke
PAP (Marmi, 2011: 126).
Gambar 2.12
Pemeriksaan Leopold
Sumber : Manuaba, 2010:11
44
c.
Tinggi Fundus Uteri (TFU)
Menurut Mc.Donald pemeriksaan TFU dapat dilakukan
dengan menggunakan metlin (pita pengukur), dengan cara
memegang tanda nol pita pada aspek superior simpisis pubis
dan menarik pita secara longitundinal sepanjang aspek tengah
uterus ke ujung atas fundus, sehingga dapat ditentukan TFU
(Manuaba, 2010: 100).
Gambar 2.13
Pertumbuhan janin dengan mengukur menggunakan
metlin
Sumber:https://www.org.kebidanan.pengukuran-tfumenggunakan-metlin
Tabel 2.2
TFU pada Kehamilan TM III menurut Mc. Donald
28 Minggu
25 cm
32 Minggu
27 cm
36 Minggu
30 cm
40 Minggu
33 cm
Sumber : Ika Pantikawati dan Saryono, 2010:69.
45
d.
Tafsiran Berat Janin
Tafsiran berat janin diartikan penting pada masa kehamilan
untuk mengetahui berhubungan dengan meningkatnya risiko
terjadinya komplikassi selama persalinan. Menurut Mochtar
(2012:41) berdasarkan rumusnya Johnson tausak adalah
(tingi fundus dalam cm-n) x 155 = berat badan (g). bila
kepala belum masuk pintu atas panggul maka n=12, dan bila
kepala sudah masuk pintu atas panggul maka n=11.
Sedangkan Tafsiran Berat Janin menurut Manuaba (2010:89)
sesuai usia kehamilan trimester III dapat dilihat pada tabel
berikut
Tabel 2.3
Tafsiran berat janin sesuai usia kehamilan trimester III
Usia Kehamilan (bulan)
Berat Janin (gram)
7
1000
8
1800
9
2500
10
3000
Sumber : Manuaba (2010:89)
46
8. Tanda-Tanda Kehamilan
Menurut Maryunani (2010: 313-314) tanda-tanda kehamilan
sebagai berikut:
a.
Tanda-tanda presumtif kehamilan
1) Amenorea (terlambat datang bulan)
Konsepsi
dan
nidasi
menyebabkan
tidak
terjadi
pembentukan folikel degraaf dan ovulasi. Dengan
mengetahui hari pertama haid terakhir menggunakan
perhitungan rumus Neagle, dapat ditentukan perkiraan
persalinan.
2) Mual dan muntah (emesis)
Pengaruh
estrogen
dan
progesteron
menyebabkan
pengeluaran asam lambung yang berlebihan, mual dan
muntah terutama di pagi hari disebut morning sickness.
Dalam batas yang fisiologis, keadaan ini dapat diatasi.
Akibat mual dan muntah, nafsu makan berkurang.
3) Ngidam
Wanita hamil sering makan makanan tertentu, keinginan
yang demikian disebut ngidam.
4) Sinkope atau pingsan
Terjadinya gangguan sirkulasi ke daerah kepala (sentral)
menyebabkan iskemia susunan saraf pusat menimbulkan
47
sinkope atau pingsan. Keadaan ini menghilang setelah
usia kehamilan 16 minggu.
5) Payudara tegang
Pengaruh
estrogen-progesteron
dan
somatotropin
menimbulkan deposit lemak, air, dan garam pada
payudara. Payudara membesar dan tegang, ujung saraf
tertekan menyebabkan rasa sakit terutama pada hamil
pertama.
6) Sering miksi (berkemih)
Desakan rahim ke depan menyebabkan kandung kemih
terasa penuh dan sering miksi. Pada triwulan kedua,
gejala ini sudah menghilang.
7) Kontipasi atau obstipasi
Pengaruh progesteron dapat menghambat peristaltic
usus, menyebabkan kesulitan untuk buang air besar.
8) Pigmentasi kulit
Keluarnya
melanophore
stimulating
hormone
dan
pengaruh hipofisis anterior menyebabkan pigmentasi
kulit di sekitar pipi (cloasma gravidarum), pada dinding
perut (striae lividae, striae nigrae, linea alba (makin
hitam), serta sekitar payudara (hyperpigmentation areola
mammae), putting susu
semakin menonjol, pembuluh
darah menifes sekitar payudara.
48
9) Epulis
Hipertrofi gusi yang disebut epulis, dapat terjadi bila
hamil.
10) Varises atau penampakan pembuluh darah vena
Oleh karena pengaruh dari estrogen dan progesterone,
terjadi penampakan pembuluh darah vena, terutama bagi
mereka yang mempunyai bakat. Penampakan pembuluh
darah itu terjadi disekitar genitalia eksterna, kaki, dan
betis, serta payudara. Penampakan pembuluh darah ini
dapat menghilang setelah persalinan (Kumalasari, 2015:
2).
b.
Tanda tidak pasti kehamilan
1) Pigmentasi kulit, kira-kira pada kehamilan 12 minggu
atau lebih.
2) Leukorea, secret vagina meningkat karena pengaruh
peningkatan hormone progesterone
3) Epulis (hipertrofi papilla ginggivae), sering terjadi pada
trimester I kehamilan
4) Perubahan payudara, dimana:
a) Payudara menjadi tegang dan membesar karena
pengaruh hormone estrogen dan progesterone yang
merangsang duktuli dan alveoli payudara
49
b) Daerah areola menjadi lebih hitam karena deposit
pigmen berlebihan
c) Glandula montgomery tampak lebih jelas
d) Terdapat kolostrum bila kehamilan lebih dari 12
minggu
5) Pembesaran abdomen jelas terlihat setelah kehamilan 14
minggu
6) Suhu basal meningkat terus antara 37,2 – 37,80C
7) Varises, sering tampak pada triwulan terakhir karena
pembesaran uterus menekan v.inferior pada:
a) Genitalia eksterna
b) Fossa poplitea
c) Kaki dan betis
Varises ini sering berulang pada tiap kehamilan
8) Perubahan-perubahan dalam pelviks
a) Tanda Chadwick
Adanya livide (hipervaskularisasi) pada porsio,
vagina dan vulva. Terjadi kira-kira minggu ke 6
b) Tanda hegar
Pada
palpasi
istmus
lunak
dan
memanjang,
atauSegmen bawah rahim lembek
c) Tanda piscaseck: uterus membesar ke salah satu
jurusan
50
d) Tanda Braxton hicks
Bila uterus dirangsang mudah berkontraksi. Tanda
ini khas untuk uterus pada masa kehamilan
9) Tes kehamilan: yang banyak dipakai adalah pemeriksaan
hormon chorionic gonadotropin (hCG) dalam urine.
Dasarnya adalah reaksi antigen antibodi dengan hCG
sebagai antigenPositif pada urine (pertama pagi hari)
(Maryunani, 2010: 313-314).
c.
Tanda pasti kehamilan
1) Denyut jantung janin (DJJ)
Dapat didengar dengan stetoskop laenec pada
minggu ke 17-18. Pada orang gemuk, lebih lambat.
Dengan stetoskop ultrasonic (Doppler), denyut
jantung janin dapat didengarkan lebih awal lagi,
sekitar minggu ke 12. Auskultasi pada janin
dilakukan dengan mengindetifikasi bunyi-bunyi
yang lain seperti bising tali pusat, bising uterus, dan
nadi ibu. Pada pemeriksaan auskultasi denyut
jantung janin (DJJ) akan terdengar jelas dipihak
punggung janin dekat pada kepala. Pada presentasi
biasa (letak kepala), tempat ini di kiri atau kanan
bawah pusat. Letak Punctum Maksimum setelah
minggu ke-26 gestasi. Pada pemeriksaan punctum
51
maksimum, untuk mencari
letak DJJ,
posisi
umbilicus berada dipertengahan angka 3 dan 4.
Posisi
1
dan
2
mula-mula
didengarkan
dipertengahan kuadran bawah abdomen. Posisi 3
jika DJJ tidak ditemukan, dengarkan dipertengahan
garis imaginer yang ditarik dari umbilicus sampai
pertengahan puncak rambut pubis. 4 jika tidak
ditemukan, dengarkan langsung di atas umbilicus.
Gambar 2.14
Letak punctum maksimum
Sumber: Wheeler, 2005. Buku saku asuhan prenatal dan
pascapartum, Jakarta, halaman 145.
2) Palpasi
Hal yang harus ditentukan adalah outline janin. Biasanya
menjadi lebih jelas setelah minggu ke 22. Gerakan janin
52
dapat dirasakan dengan jelas minggu ke 24 (Kumalasari,
2015: 3).
9.
Kebutuhan Dasar Kehamilan
a.
Oksigen
Kebutuhan oksigen ibu meningkat 20%, sebagai respon dari
kehamilan (Sunarsih, 2011: 128).
b.
Nutrisi
Menurut
Saifuddin
(2010:
286)
nutrisi
yang
perlu
ditambahkan pada saat kehamilan:
1) Kalori
Jumlah kalori yang diperlukan bagi ibu hamil untuk
setiap harinya adalah 2500 kalori. Jumlah kalori yang
berlebih dapat menyebabkan obesitas dan hal ini
merupakan
preeclampsia.
faktor
presdiposisi
Jumlah
untuk
pertambahan
terjadinya
berat
badan
sebaiknya tidak melebihi 10-12 kg selama hamil.
2) Protein
Jumlah protein yang diperlukan oleh ibu hamil adalah 85
gram per hari. Sumber protein tersebut dapat diperoleh
dari tumbuh-tumbuhan (kacang-kacangan) atau hewani
(ikan, ayam, keju,susu, telur). Defisiensi protein dapat
menyebabkan kelahiran premature, anemia dan oedema
53
3) Kalsium
Kebutuhan kalsium ibu hamil adalah 1,5 gram per hari.
Kalsium dibutuhkan untuk pertumbuhan janin, terutama
bagi pengembangan otak dan rangka. Sumber kalsium
yang mudah diperoleh adalah susu, keju, yogurt, dan
kalsium
bikarbonat.
Defisiensi
kalsium
dapat
menyebabkan riketsia pada bayi atau osteomalsia pada
ibu.
4) Zat besi
Pemberian zat besi dimulai dengan memberikan satu
tablet sehari sesegera mungkin setelah rasa mual
hilang.tiap tablet mengandung FeSO4 320 mg (zat besi
60 mg) dan asam folat 500 µg, minimal masing-masing
90 tablet. Tablet besi sebaiknya tidak diminum bersama
teh atau kopi, karena akan mengganggu penyerapan.
Metabolisme yang tinggi pada ibu hamil memerlukan
kecukupan oksigenasi jaringan yang diperoleh dari
pengikatan dan pengantaran oksigen melalui hemoglobin
di dalamsel-sel darah merah. Untuk menjaga konsentrasi
hemoglobin normal, diperlukan asupan zat besi bagi ibu
hamil dengan jumlah 30 mg/hari terutama setelah
trimester kedua. Sumber zat besi terdapat dalam sayuran
hijau, daging yang berwarna merah dan kacang-
54
kacangan. Kekurangan zat besi pada ibu hamil dapat
menyebabkan anemia defisiensi zat besi.
5) Asam folat
Selain zat besi, sel-sel darah merah juga memerlukan
asam folat bagi pematangan sel. Jumlah asam folat yang
dibutuhkan oleh ibu hamil adalah 400 mikrogram
perhari. Sumber makanan yang mengandung asam folat
diantaranya produk sereal dan biji-bijian misalnya, sereal
,roti, nasi dan pasta. Kekurangan asam folat dapat
menyebabkan anemia megaloblastik pada ibu hamil.
c.
Eliminasi
1) Buang Air Kecil (BAK) Peningkatan frekuensi berkemih
pada TM III paling sering dialami oleh wanita
primigravida
setelah
lightening.
Lightening
menyebabkan bagian presentasi (terendah) janin akan
menurun masuk kedalam panggul dan menimbulkan
tekanan langsung pada kandung kemih (Marmi, 2014:
134).
2) Buang Air Besar (BAB) Konstipasi diduga akibat
penurunan peristaltic yang disebabkan relaksasi otot
polos pada usus besar ketika terjadi peningkatan hormon
progesteron. Kontipasi juga dapat terjadi sebagai akibat
dari efek samping penggunaan zat besi, hal ini akan
55
memperberat masalah pada wanita hamil (Marmi, 2014:
137).
d.
Istirahat
Wanita hamil harus mengurangi semua kegiatan yang
melelahkan. Wanita hamil juga harus menghindari posisi
duduk, berdiri dalam waktu yang sangat lama. Ibu hamil tidur
malam kurang lebih sekitar 8 jam setiap istirahat dan tidur
siang kurang lebih 1 jam (Marmi, 2014: 124-125).
e.
Aktivitas
Senam hamil bertujuan mempersiapkan dan melatih otot-otot
sehingga dapat dimanfaatkan untuk berfungsi secara optimal
dalam persalinan normal. Senam hamil dimulai pada usia
kehamilan sekitar 24-28 minggu. Beberapa aktivitas yang
dapat dianggap sebagai senam hamil yaitu jalan-jalan saat
hamil terutama pagi hari (Manuaba, 2012: 132-135). Jangan
melakukan pekerjaan rumah tangga yang berat dan hindarkan
kerja fisik yang dapat menimbulkan kelelahan yang
berlebihan (Saifuddin, 2010: 287).
f.
Personal Hygiene
Personal hygiene sangat diperlukan selama kehamilan, karena
kebersihan badan mengurangkan kemungkinan infeksi.
Kebersihan yang perlu diperhatikan selama kehamilan
meliputi:
56
1)
Pakaian yang baik untuk wanita hamil ialah pakaian
yang enak dipakai tidak boleh menekan badan.
Penggunaan bra yang dapat menopang payudara agar
mengurangi rasa tidak
nyaman
karena
pembesaran
payudara. Sepatu atau sandal hak tinggi, akan menambah
lordosis sehingga sakit pinggang akan bertambah.
2)
Perawatan gigi, ibu hamil sering terjadi karies yang
berkaitan dengan emesis, hiperemesis gravidarum,
hipersalivasi dapat menimbulkan timbunan kalsium di
sekitar gigi. Pemeriksaan gigi saat hamil diperlukan
untuk mencari kerusakan gigi yang dapat menjadi
penyebab infeksi.
g.
Perawatan payudara
Mempersiapkan
payudara
untuk
proses
laktasi
dapat
dilakukan perawatan payudara dengan cara membersihkan 2
kali sehari selama kehamilan. Apabila putting susu masih
tenggelam dilakukan pengurutan pada daerah areola
mengarah menjauhi putting susu untuk menonjolkan putting
susu menggunakan perasat Hoffman.
h.
Kebersihan genetalia
Kebersihan vulva harus dijaga betul-betul dengan lebih sering
membersihkannya, memakai celana yang selalu bersih,
jangan berendam dan lain-lain (Marmi, 2014: 120-122).
57
i.
Hubungan seksual
Hubungan seksual disarankan untuk dihentikan bila terdapat
tanda infeksi dengan pengeluaran cairan disertai rasa nyeri
atau ikan hubungan seksual panas, terjadi perdarahan saat
hubungan seksual, terdapat pengeluaran cairan (air) yang
mendadak, hentikan pada mereka yang sering mengalami
keguguran,
persalinan
sebelum
waktunya,
mengalami
kematian dalam kandungan, sekitar dua minggu menjelang
persalinan (Manuaba, 2010: 120). Pada umumnya koitus
diperbolehkan. Pada masa kehamilan jika dilakukan dengan
hati-hati. Pada akhir kehamilan jika kepala sudah masuk
rongga panggul, koitus sebaiknya dihentikan karena dapat
menimbulkan perasaan sakit dan perdarahan (Saifuddin,
2009: 120).
j.
Imunisasi
Imunisasi yang dibutuhkan oleh ibu hamil yang terpenting
adalah tetanus toksoid. Imunisasi lain diberikan sesuai
indikasi. Jadwal pemberian imunisasi tetanus toksoid.
58
Tabel 2.4
Pemberian Imunisasi Tetanus Toksoid (TT)
Imunisasi TT
TT 1
TT 2
TT 3
TT 4
TT 5
Selang
waktu Lama
minimal
perlindungan
pemberian
imunisasi
Langkah
awal
pembentukan
kekebalan tubuh
terhadap penyakit
tetanus
1 bulan setelah 3 tahun
TT 1
6 bulan setelah 5 tahun
TT 2
12 bulan setelah 10 tahun
TT 3
12 bulan setelah 25 tahun
TT 4
Sumber : Kepmenkes RI, 2014. Buku kesehatan Ibu dan Anak.
Jakarta
10. Kebutuhan Psikologi Ibu Hamil
a.
Sibling
Sibling rivalry adalah persaingan di antara saudara kandung
akibat kelahiran anak berikutnya.biasanya terjadi pada anak
usia 2-3 tahun. Sibling rivalry ini biasanya ditunjukkan
dengan penolakan terhadap kelahiran adiknya, menangis,
menarik diri dari lingkungannya, menjauh dari ibunya, atau
melakukan kekerasan terhadap adiknya (Sulistyawati, 2010:
128).
59
b.
Dukungan keluarga
Pada keluarga bagi ibu hamil sangatlah penting, psikologis
ibu hamil yang cenderung lebih labil dari wanita yang tidak
hamil memerlukan banyak dukungan dari keluarga terutama
suami (Sunarsih, 2011: 121). Kadang ibu dihadapkan pada
suatu situasi yang ia sendiri mengalami ketakutan dan
kesendirian,
terutama
pada
trimester
akhir,
sehingga
diharapkan bagi keluarga terdekat agar selalu memberikan
dukungan dan kasih sayang (Saifuddin, 2011: 156).
c.
Perasaan aman dan nyaman selama kehamilan
Selama kehamilan ibu banyak mengalami ketidaknyamanan
fisik dan psikologis. Bidan bekerja sama dengan keluarga
diharapkan berusaha dan secara antusias memberikan
perhatian
serta
megupayakan
untuk
mengatasi
ketidaknyamanan yang dialami oleh ibu (Sulistyawati, 2011:
129).
d.
Persiapan menjadi orang tua
Ini sangat penting disiapkan karena setelah bayi lahir akan
banyak perubahan peran yang terjadi, mulai dari ibu, ayah,
dan keluarga. Persiapan dapat dilakukan dengan banyak
berkonsultasi
dengan
orang
yang
mampu
membagi
pengalamannya dan memberikan nasehat mengenai persiapan
menjadi orang tua. Selain persiapan mental, yang tak kalah
60
pentingnya adalah persiapan ekonomi, karena bertambah
anggota, bertambah pula kebutuhannya (Kumalasari, 2015:
20).
e.
Dukungan dari tenaga kesehatan
Bagi seorang ibu hamil, tenaga kesehatan khususnya bidan
mempunyai tempat tersendiri dalam dirinya. Harapan pasien
adalah bidan dapat dijadikan sebagai teman terdekat dimana
ia dapat mencurahkan isi hati dan kesulitannya dalam
menghadapi kehamilan dan persalinan. Posisi ini akan sangat
efektif
sekali
jika
bidan
dapat
mengembangkan
kemampuannya dalam menjalin hubungan yang baik dengan
pasien. Adanya hubungan saling percaya akan memudahkan
bidan dalam memberikan penyuluhan kesehatan (Marmi,
2014: 158).
11. Tanda Bahaya Pada Kehamilan Trimester III
a.
Perdarahan Pervaginam
Perdarahan antepartum/perdarahan pada kehamilan lanjut
adalah perdarahan pada trimester dalam kehamilan sampai
bayi dilahirkan (Pantiawati, 2010: 68). Menurut Asrinah
(2010: 89) pada kehamilan usia lanjut,perdarahan yang tidak
normal adalah merah,banyak dan kadang-kadang tapi tidak
selalu disertai dengan rasa nyeri.
61
b.
Sakit Kepala yang Berat
Sakit kepala bisa terjadi selama kehamilan,dan seringkali
merupakan ketidaknyamanan yang normal dalam kehamilan.
Sakit kepala yang serius adalah sakit kepala yang hebat yang
menetap dan tidak hilang setelah beristirahat. Kadang-kadang
dengan sakit kepala yang hebat tersebut ibu mungkin merasa
penglihatannya kabur atau berbayang. Sakit kepala yang
hebat dalam kehamilan adalah gejala dari pre-eklampsi
(Sulistyawati, 2009: 75).
c.
Penglihatan Kabur
Akibat pengaruh hormonal,ketajaman penglihatan dapat
berubah dalam kehamilan. Perubahan ringan (minor) adalah
normal. Masalah visual yang mengindikasikan keadaan yang
mengancam jiwa adalah perubahan visual yang mendadak,
misalnya pandangan kabur dan berbayang.Perubahan ini
mungkin disertai sakit kepala yang hebat dan mungkin
menandakan pre-eklampsia (Pantiawati, 2010: 68).
d.
Bengkak di Wajah dan Jari-jari Tangan
Pada saat kehamilan, hampir seluruh ibu hamil mengalami
bengkak yang normal pada kaki yang biasanya muncul pada
sore hari dan hilang setelah beristirahat dengan meninggikan
kaki. Bengkak bisa menunjukan adanya masalah serius jika
muncul pada muka dan tangan, tidak hilang setelah
62
beristirahat dan disertai dengan keluhan fisik yang lain.Hal
ini dapat pertanda anemia,gagal jantung atau pre-eklampsia
(Sulistyawati, 2009: 75).
e.
Keluar Cairan per Vagina
Keluarnya cairan berupa air-air dari vagina pada trimester III.
Ibu harus dapat membedakan antara urine dengan air
ketuban. Jika keluarnya cairan ibu tidak terasa, berbau amis
dan berwarna putih keruh, berarti yang keluar adalah air
ketuban. Jika kehamilan belum cukup bulan,hati-hati akan
adanya persalinan preterm (< 37 minggu) dan komplikasi
infeksi intrapartum (Sulistyawati, 2009: 76).
f.
Gerakan Janin Tidak Terasa
Normalnya ibu mulai merasakan gerakan janinnya selama
bulan ke-5 atau ke-6, beberapa ibu dapat merasakan gerakan
bayinya lebih awal. Jika bayi tidur gerakan bayi akan
melemah. Gerakan bayi akan lebih mudah terasa jika ibu
berbaring untuk beristirahat dan jika ibu makan dan minum
dengan baik. Bayi harus bergerak 3x dalam 1 jam atau
minimal 10x dalam 24 jam. Jika kurang dari itu, maka
waspada akan adanya gangguan janin dalam rahim, misalnya
asfiksia janin sampai kematian janin (Sulistyawati, 2009: 76).
63
f.
Nyeri Perut yang Hebat
Sebelumnya harus dibedakan nyeri yang dirasakan adalah
bukan his seperti pada persalian. Pada kehamilan lanjut, jika
ibu merasakan nyeri yang hebat, tidak berhenti setelah
beristirahat, disertai tanda-tanda syok yang membuat keadaan
umum ibu makin lama makin memburuk dan disertai
perdarahan yang tidak sesuai dengan beratnya syok, maka
kita harus waspada akan kemungkinan terjadinya solusio
plasenta (Sulistyawati, 2009: 77). Nyeri perut yang hebat
kemungkinan bisa berarti apendiksitis, kehamilan etopik,
aborsi, penyakit radang pelviks, persalinan preterm, gastritis,
penyakit kantong empedu, iritasi uterus, abrupsi placenta,
infeksi saluran kemih atau infeksi lainnya (Asrinah, 2010:
99).
64
2.1.2 KONSEP DASAR PERSALINAN
1.
Pengertian Persalinan
Proses persalinan dimulai dengan kontraksi uterus yang kuat
teratur dan menyebabkan perubahan pada serviks (membuka dan
menipis) dan berakhir dengan lahirnya plasenta secara lengkap
(Kumalasari, 2015: 97).
Persalinan dan kelahiran normal adalah proses pengeluaran janin
yang terjadi pada kehamilan cukup bulan (37-42 minggu), lahir spontan
dengan presentasi belakang kepala yang berlangsung dalam 18 jam
tanpa komplikasi baik pada ibu maupun pada janin (Maryunani, 2016:
265).
Persalinan adalah proses pengeluaran hasil konsepsi (janin dan
plasenta) yang telah cukup bulan atau dapat hidup di luar kandungan
melalui jalan lahir atau melalui jalan lain, dengan bantuan atau tanpa
bantuan (kekuatan sendiri). Proses ini dimulai dengan adanya kontraksi
persalinan sejati, yang ditandai dengan perubahan serviks secara
progresif dan diakhiri dengan kelahiran plasenta (Sulistyawati, 2010: 4).
Persalinan adalah proses pengeluaran hasil konsepsi (janin dan
plasenta) yang telah cukup bulan atau dapat hidup di luar kandungan
melalui jalan lahir atau melalui jalan lain, dengan bantuan atau tanapa
bantuan (Manuaba, 2012: 164).
65
2.
Bentuk-Bentuk Persalinan
a.
Bentuk persalinan berdasarkan teknik:
1) Persalinan Spontan
Persalinan berlangsung dengan kekuatan ibu sendiri dan
melalui jalan lahir (Maryunani, 2016: 268).
2) Persalinan buatan
Persalinan buatan merupakan proses persalinan dengan
bantuan tenaga dari luar, misalnya: ekstraksi dengan forsep
atau dilakukan operasi section caesaria (Depkes RI, 2008).
3) Persalinan anjuran
Persalinan anjuran adalah bila kekuatan yang diperlukan untuk
persalinan ditimbulkan dari luar dengan jalan rangsangan
misalnya pitocin dan prostaglandin (Prawirohardjo, 2012: 89).
b.
Persalinan berdasarkan umur kehamilan:
1) Abortus adalah ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi
sebelum janin dapat hidup diluar kandungan. Sebagai batasan
ketika kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat janin
kurang dari 500 gram (Prawirohardjo, 2011: 460).
2) Partus imaturus yaitu pengeluaran buah kehamilan antara 22
minggu sampai 28 minggu atau bayi dengan berat badan antara
500-999 gram (Marmi, 2016: 4).
3) Partus prematurus merupakan persalinan dari hasil konsepsi
pada umur kehamilan 28-36 minggu. Janin dapat hidup, tetapi
66
premature, berat janin antara 1000-2500 gram. Hal tersebut
merupakan masalah terbesar karena dengan berat janin kurang
dari 2500 gram dan umur kehamilan kurang dari 37 minggu,
maka alat-alat vital (otak, jantung, paru, ginjal) belum
sempurna, sehingga mengalami kesulitan dalam adaptasi untuk
tumbuh dan berkembang dengan baik (Maryunani, 2016: 267).
4) Partus matur/aterm (cukup bulan) merupakan persalinan yang
terjadi antara umur kehamilan 37 minggu sampai 42 minggu
dengan berat janin diatas 2500 gram (Marmi, 2016: 4).
5) Partus postmaturus (serotinus) merupakan persalinan yang
terjadi 2 minggu atau lebih dari waktu persalinan yang ditaksir,
janin disebut postmatur. Kehamilan yang melebihi waktu 42
jam sebelum terjadinya persalinan (Marmi, 2016: 4).
6) Partus presipitatus merupakan persalinan yang berlangsung
sangat cepat, berlangsung kurang dari 3 jam, dapat disebabkan
oleh abnormalitas, kontraksi uterus dan rahim yang terlalu
kuat, atau pada keadaan yang sangat jarang dijumpai, tidak
adanya rasa nyeri pada saat his sehingga ibu tidak menyadari
adanya proses persalinan yang sangat kuat (Maryunani, 2016:
267).
67
3.
Sebab Mulainya Persalinan
Perlu diketahui bahwa selama kehamilan, dalam tubuh
wanita terdapat dua hormon yang dominan yaitu:
a.
Estrogen
Berfungsi untuk meningkatkan sensitivitas otot rahim serta
memudahkan
penerimaan
rangsangan
dari
luar
seperti
rangsangan oksitosin, prostaglandin, dan mekanis (Sulistyawati,
2010:4).
b.
Progesteron
Berfungsi
untuk
menurunkan
sensitivitas
otot
rahim,
menghambat rangsangan dari luar seperti rangsangan oksitosin,
prostaglandin dan mekanis, serta menyebabkan otot rahim dan
otot polos relaksasi (Sulistyawati, 2010:4).
Sampai saat ini hal yang menyebabkan mulainya proses
persalinan belum diketahui benar, yang ada hanya berupa teori-teori
yang kompleks antara lain karena faktor-faktor hormone, struktur
rahim, sirkulasi rahim, pengaruh tekanan pada saraf, dan nutrisi.
Adapun teori-teori tersebut diantaranya:
a.
Teori penurunan hormone
Saat 1-2 minggu sebelum proses melahirkan dimulai, terjadi
penurunan kadar estrogen dan progesteron. Progesteron bekerja
sebagai penenang otot-otot polos rahim, jika kadar progesterone
68
turun akan menyebabkan tegangnya pembuluh darah dan
menimbulkan his (Nugraheny, 2010: 5-6).
b.
Teori plasenta menjadi tua
Seiring matangnya usia kehamilan, villi chorialis dalam plasenta
mengalami beberapa perubahan, hal ini menyebabkan turunnya
kadar estrogen dan progesteron yang mengakibatkan tegangnya
pembuluh darah sehingga akan menimbulkan kontraksi uterus
(Sulistyawati, 2010: 5-6).
c.
Teori Distensi Rahim
Otot rahim mempunyai kemampuan meregang dalam batas
tertentu. Setelah melewati batas tersebut, akhirnya terjadi
kontraksi sehingga persalinan dapat dimulai. Pada kehamilan
gemeli, sering terjadi kontraksi karena uterus teregang oleh
ukuran janin ganda, sehingga kadang kehamilan gemeli
mengalami persalinan yang lebih dini (Sulistyawati, 2010: 5-6).
d.
Teori Keregangan
Otot rahim mempunyai kemampuan meregang dalam batas
tertentu. Setelah melewati batas waktu tersebut terjadi kontraksi
sehingga persalinan dapat dimulai. Pada kehamilan ganda
seringkali terjadi kontraksi setelah keregangan tertentu, sehingga
menimbulkan proses persalinan (Sumarah, 2008: 3).
69
e.
Teori Oksitosin
Oksitosin
dikeluarkan
oleh
kelenjar
hipofisis
posterior.
Perubahan keseimbangan estrogen dan progesteron dapat
mengubah sensitivitas otot rahim, sehingga sering terjadi
kontraksi Braxton Hicks. Menurunnya konsentrasi progesteron
karena matangnya usia kehamilan menyebabkan oksitosin
meningkatkan aktivitasnya dalam merangsang otot rahim untuk
berkontraksi, dan akhirnya persalinan dimulai (Nugraheny,
2010: 5-6).
f.
Teori
Hipotalamus-Pituitari
dan
Glandula
Suprarenalis.
Glandula suprarenalis merupakan pemicu terjadinya persalinan.
Teori
ini
menunjukkan,
pada
kehamilan
dengan
bayi
anensefalus sering terjadi kelambatan persalinan karena tidak
terbentuknya hipotalamus (Manuaba, 2010: 168).
g.
Teori Prostaglandin
Prostagladin yang dihasilkan oleh desidua disangka sebagai
salah satu sebab permulaan persalinan. Hasil percobaan
menunjukkan bahwa prostaglandin F2 atau E2 yang diberikan
secara intravena menimbulkan kontraksi miometrium pada
setiap usia kehamilan. Hal ini juga disokong dengan adanya
kadar prostaglandin yang tinggi baik dalam air ketuban maupun
darah perifer pada ibu hamil sebelum melahirkan atau selama
proses persalinan (Sulistyawati, 2010: 5-6).
70
g.
Induksi Persalinan
Persalinan dapat juga ditimbulkan dengan jalan sebagai berikut:
1) Gagang laminaria: dengan cara laminaria dimasukan ke
dalam kanalis servikalis dengan tujuan merangsang fleksus
frankenhauser.
2) Amniotomi: pemecahan ketuban
3) Oksitosin drip: pemberian oksitosin menurut tetesan per
infus (Sulistyawati, 2010: 5-6).
4.
Tanda-Tanda Persalinan
a.
Lightening
Menjelang minggu ke-36 pada primigravida, terjadi penurunan
fundus uterus karena kepala bayi sudah masuk ke dalam
panggul. Penyebab dari proses ini adalah sebagai berikut:
1) Kontraksi Braxton Hicks
2) Ketegangan dinding perut
3) Ketegangan ligamentum rotundum
4) Gaya berat janin, kepala kearah bawah uterus
Masuknya kepala janin ke dalam panggul dapat dirasakan oleh
wanita hamil dengan tanda-tanda sebagai berikut:
1) Terasa ringan di bagian atas dan rasa sesak berkurang
2) Di bagian bawah terasa penuh dan mengganjal
3) Kesulitan saat berjalan
4) Sering berkemih (Sulistyawati, 2010: 6).
71
b.
Terjadinya his permulaan
Adanya perubahan kadar hormone estrogen dan progesteron
menyebabkan
oksitosin
semakin
meningkat
dan
dapat
menjalankan fungsinya dengan efektif untuk menimbulkan
kontraksi atau his permulaan. His ini sering di istilahkan sebagai
his palsu dengan ciri-ciri sebagai berikut:
1) Rasa nyeri ringan di bagian bawah
2) Datang tidak teratur
3) Tidak ada perubahan pada serviks atau tidak ada tandatanda kemajuan persalinan.
4) Durasi pendek
5) Tidak bertambah bila beraktifitas (Sulistyawati, 2010: 6).
c.
Tanda masuk dalam persalinan
Terjadinya his persalinan. Dengan karakteristik:
1) Pinggang terasa sakit menjalar kedepan
2) Sifat his teratur, interval semakin pendek dan kekuatan
makin besar
3) Terjadi perubahan pada serviks
Jika pasien menambah aktifitasnya, misalnya dengan berjalan,
maka kekuatannya bertambah (Sulistyawati, 2010: 7).
d.
Pengeluaran lendir dan darah (penanda persalinan)
Dengan adanya his persalinan, terjadi perubahan pada serviks
yang menimbulkan:
72
1) Pendataran dan pembukaan
2) Pembukaan menyebabkan selaput lendir yang terdapat pada
kanalis servikalis terlepas
3) Terjadi perdarahan karena kapiler pembuluh darah pecah
(Manuaba,2010: 173).
e.
Pengeluaran cairan
Sebagian pasien mengeluarkan air ketuban akibat pecahnya
selaput ketuban. Jika ketuban sudah pecah, maka ditargetkan
persalinan dapat berlangsung dalam 24 jam. Namun jika
ternyata tidak tercapai, maka persalinan akhirnya diakhiri
dengan tindakan tertentu, misalnya ekstraksi vakum, atau sectio
caesaria. (Sulistyawati, 2010: 7).
f.
Gangguan saluran cerna
Beberapa wanita dapat mengalami salah satu dari kejadian ini:
diare, kesulitan mencerna, mual dan muntah (Kumalasari, 2015:
97). Kontraksi uterus bersifat intermiten sehingga menyebabkan
penipisan serta dilatasi serviks (Varney, 2007: 674).
g.
Pada pemeriksaan dalam, serviks mendatar dan pembukaan
telah ada (Kumalasari, 2015: 97).
5.
Tahapan Persalinan
a.
Kala I (Pembukaan)
Menurut Sulistyawati (2010: 7) kala I adalah kala pembukaan
yang berlangsung antara pembukaan 0-10 cm (pembukaan
73
lengkap). Wanita tersebut mengeluarkan lendir yang bersemu
darah (bloody show) berasal dari lendir kanalis servikalis, karena
serviks mulai membuka (dilatasi), dan mendatar (effacement).
Proses ini terbagi menjadi dua fase, yaitu fase laten (8 jam)
dimana serviks membuka sampai 3 cm dan fase aktif (7 jam)
dimana serviks membuka dari 3-10 cm. lamanya kala I untuk
primigravida berlangsung 12 jam sedangkan pada multigravida
sekitar 8 jam. Kemudian menurut Utama dkk (2011) kala I
dibagi menjadi fase-fase:
1) Fase laten
Dimulai sejak awal berkontraksi yang menyebabkan
penipisan dan pembukaan
serviks
secara
bertahap.
Berlangsung hingga serviks membuka kurang dari 4 cm.
Pada
hingga
umumnya, fase laten berlangsung hampir atau
8
jam.
menambahkan
Selanjutnya
bahwa
dalam
Saifuddin
memantau
(2010:109)
kemajuan
persalinan dan memudahkan tenaga kesehatan dalam
menentukan keputusan serta penatalaksanaan tindakan yang
tepat, perlu adanya alat bantu yaitu lembar observasi yang
digunakan pada fase laten.
2) Fase aktif dibagi menjadi 3 fase:
a) Fase akselerasi dalam waktu 2 jam dari pembukaan 3
cm tadi menjadi 4 cm.
74
b) Fase dilatasi maksimal dalam waktu 2 jam pembukaan
berlangsung sangat cepat, dari 4 cm menjadi 9 cm.
c) Fase deselerasi pembukaan menjadi lambat kembali,
dalam waktu 2 jam pembukaan dari 9 cm menjadi
lengkap (Maryunani, 2016: 274).
Menurut Saifuddin (2010: 109) dalam fase aktif ini sangat
penting dilakukan pemantauan kemajuan persalinan. Alat
yang dapat digunakan yaitu partograf. Tujuan utama dari
penggunaan partograf yaitu untuk:
a) Mencatat hasil observasi dan kemajuan persalinan
dengan menilai serviks melalui pemeriksaan dalam
b) Mendeteksi apakah proses persalinan berlangsung
dengan
normal.
Dengan
demikian,
juga
dapat
melakukan deteksi secara dini setiap kemungkinan
terjadinya partus lama.
Kemudian Sulistyawati (2010: 9) menambahkan juga
bahwa pertograf harus digunakan untuk:
a) Untuk semua ibu dalam fase aktif kala I persalinan
yang normal ataupun adanya penyulit
b) Penolong persalinan dalam memantau, mengevaluasi
dan membuat keputusan klinik baik persalinan normal
maupun disertai dengan penyulit
75
c) Selama persalinan dan kelahiran disemua tempat
(rumah, puskesmas, klinik bidan, rumah sakit dll)
d) Secara rutin oleh semua penolong persalinan yang
memberikan asuhan kepada ibu selama persalinan dan
kelahiran
Mencatat temuan pada partograf:
a) Informasi tentang ibu
melengkapi bagian awal ( atas ) partograf secara teliti
pada saat mulai asuhan persalinan. Waktu kedatangan
dan memperhatikan kemungkinan ibu datang dalam
fase laten persalinan mencatat waktu terjadinya pecah
ketuban.
b) Kesehatan dan kenyamanan janin
Kolom, lajur dan skala pada partograf adalah untuk
pencatatan Detak Jantung Janin (DJJ), air ketuban dan
penyusupan ( kepala janin ).
(1) DJJ
Dengan menggunakan metode seperti yang di
urauikan pada bagian pemeriksaan fisik, nilai dan
catat DJJ setiap 30 menit ( lebih sering jika ada
tanda – tanda gawat janin). Kisaran normal DJJ
terpapar pada partograf di antara garis tebal 180.
76
Tetapi,penolong harus sudah waspada bila DJJ di
bawah 120 atau di atas 180.
(2) Warna dan adanya air ketuban
menilai air ketuban setiap kali di lakukan
pemeriksaan dalam, dan menilai warna air ketuban
pecah. Catat temuan – temuan dalam kotak yang
sesuai di bawah lajur DJJ. Dengan menggunakan
lambang berikut ini :
(a) U
:ketuban utuh (belum pecah)
(b) J
:ketuban sudah pecah dan air ketuban
jernih
(c) M
:ketuban sudah pecah dan air ketuban
bercampur mekonium
(d) D
:ketuban sudah pecah dan air ketuan
bercampur darah
(e) K
:ketuban sudah pecah dan tidak ada
air ketuban (kering)
(3) Molase (penyusupan kepala janin)
Penyusupan adalah indikator penting tentang
seberapa jauh kepala bayi dapat menyesuaikan diri
dengan bagian keras panggul ibu. Tulang kepala
yang saling menyusup atau tumpang tindih,
menunjukkan kemungkinan adanya
Chepalo
77
Pelvic Disporportion (CPD). Ketidakmampuan
akomodasi akan benar-benar terjadi jika tulang
kepala yang saling menyusup tidak dapat di
pisahkan. Apabila ada dugaan disproporsi tulang
panggul, penting sekali untuk tetap memantau
kondisi janin dan kemajuan persalinan. Melakukan
tindakan pertolongan awal yang sesuai dan rujuk
ibu tangani tanda-tanda disproporsi tulang panggul
ke fasilitas kesehatan yang memadai. Gunakan
lambang-lambang berikut :
(a) 0 : tulang-tulang kepala janin terpisah, sutura
dengan mudah dapat di palpasi.
(b) 1 : tulang-tulang kepala janin hanya saling
bersentuhan.
(c) 2 : tulang-tulang kepala janin saling tumpang
tindih, tapi masih dapat di pisahkan.
(d) 3 : tulang-tulang kepala janin saling tumpang
tindih da tidak dapat dipisahkan.
c) Kemajuan persalinan
Kolom dan lajur kedua pada partograf adalah untuk
pencatatan kemajuan persalinan
(1) Pembukaan serviks
78
Menilai dan mencatat pembukaan serviks setiap 4
jam (lebih sering di lakukan jika ada tanda – tanda
penyulit). Saat ibu berada dalam fase aktif
persalinan, catat pada partograf hasil temuan dari
setiap pemeriksaan. Tanda “X” harus di tulis
digaris waktu yang sesuai dengan jalur besarnya
pembukaan serviks. Beri tanda untuk temuantemuan dari pemeriksaan dalam yang di lakukakn
pertama kali selama fase aktif persalinan di garis
waspada. Hubungkan tanda “X” dari setiap
pemeriksaan dengan garis utuh (tidak terputus).
(2) Penurunan bagian terbawah atau presentasi janin
Setiap kali melakukan pemeriksaan dalam(setiap 4
jam), atau lebih sering jika ada tanda-tanda
penyulit, nilai dan catat turunnya bagian terbawah
atau presentasi janin.
(3) Garis waspada dan garis bertindak
Garis waspada di mulai pada pembukaan serviks 4
cm dan berakhir pada titik dimana pembukaan 1
cm per jam. Pencatatan selama fase aktif persalinan
harus dimulai di garis waspada. Jika pembukaan
serviks mengarah ke sebelah kanan garis waspada.
Jika pembukaan serviks mengarah ke sebelah
79
kanan garis waspada (pembukaan kurang dari 1 cm
per jam), maka harus di pertimbangkan adanya
penyulit (misalnya fase aktif yang memanjang,
macet, dll). Mempertimbangkan pula adanya
tindakan intervensi yang di perlukan, misalnya
persiapan rujukan ke fasilitas kesehatan rujukan
(rumah sakit atau puskesmas) yang mampu
menangani
penyulit
dan
kegawatdaruratan
obsetetri. Garis bertindak tertera sejajar dengan
garis waspada, dipisahkan oleh 8 kotak atau 4 lajur
ke sisi kanan. Jika pembukaan serviks berada di
sebelah kanan bertindak, maka tindakan untuk
menyelesaikan persalinan harus dilakukan. Ibu
harus tiba di tempat rujukan sebelum garis
bertindak terlampui.
d) Jam dan waktu
(1) Jam mulainya fase aktif persalinan
Di bagian bawah partograf (pembukaan serviks dan
penurunan) tertera kotak-kotak yang diberi angka
1-16. Setiap kotak menyatakan waktu satu jam
sejak dimulainnya fase aktif persalinan.
80
(2) Waktu aktual saat pemeriksaan dilakukan
Di bawah lajur kotak untuk waktu misalnya fase
aktif, tertera kotak-kotak untuk mencatat waktu
aktual saat pemeriksaan dilakukan. Setiap kotak
menyebabkan satu jam penuh dan berkaitan dengan
dua kotak waktu 30 menit pada lajur kotak di
atasnya atau lajur kontraksi di bawahnya. Saat ibu
masuk dalam fase aktif persalinan, catatkan waktu
aktual pemeriksaan ini di kotak waktu yang sesuai.
e) Kontraksi uterus
Di bawah lajur waktu partograf terdapat lima lajur
kotak dengan tulisan “kontraksi per 10 menit” di
sebelah
luar
kolom
paling
kiri.
Setiap
kotak
menyatakan satu kontraksi. Setiap 30 menit, raba dan
catat jumlah kontraksi dalam 10 menit dengan mengisi
angka pada kotak yang sesuai.
f)
Obat – obatan dan cairan yang di berikan
Di bawah lajur kotak observasi kontraksi uterus tertera
lajur kotak untuk mencatat oksitosin, obat-obat lainnya
dan cairan IV.
(1) Oksitosin
Jika tetesan (drip) oksitosin sudah dimulai,
dokumentasikan setiap 30 menit jumlah unit
81
oksitosin yang di berikan per volume cairan IV dan
dalam satuan tetesan per menit.
(2) Obat-obatan lain dan cairan IV
catat semua pemberian obat-obatan tambahan dan
atau cairan IV dalam kotak yang sesuai dengan
kolom waktunya.
g) Kesehatan dan kenyamanan ibu
Bagian terakhir pada lembar depan partograf berkaitan
dengan kesehatan dan kenyamanan.
(1) Nadi, tekanan darah, dan temperature tubuh
Angka disebelah kiri bagian partograf ini berkaitan
dengan nadi dan tekanan darah ibu.
(a) Nilai dan catat nadi ibu setiap 30 menit selama
fase aktif persalinan.
(b) Nilai dan catat tekanan darah ibu setiap 4 jam
selama fase aktif persalinan.
(c) Nilai dan catat temperature tubuh ibu (lebih
sering jika meningkat, atau di anggap adanya
infeksi) setiap 2 jam dan catat temperature
tubuh dalam kotak yang sesuai.
(2) Volume urine, protein atau aseton
Ukur dan catat jumlah produksi urine ibu
sedikitnya setiap 2 jam ( setiap kali ibu berkemih).
82
h) Asuhan, pengamatan dan keputusan klinik lainnya
Catat semua asuhan lain, hasil pengamatan dan
keputusan klinik disisi luar kolom partograf, atau buat
catatan
terpisah
tentang
kemajuan
persalinan.
Cantumkan juga tanggal dan waktu saat membuat
catatan persalinan. Asuhan, pengamatan dan keputusan
klinik mencakup :
(1) Jumlah cairan peroral yang di berikan
(2) Keluhan sakit kepala atau penglihatan (pandangan)
kabur.
(3) Konsultasi dengan penolong persalinan lainnya
(dokter obsgyn, bidan, dokter umum).
(4) Persiapan sebelum melakukan rujukan.
(5) Upaya rujukan.
i)
Pencatatan pada lembar belakang partograf
Halaman belakang partograf merupakan bagian untuk
mencatat hal-hal yang terjadi selama proses persalinan
dan kelahiran, serta tindakan – tindakan yang di
lakukan sejak pesalinan kala I hingga IV (termasuk
bayi baru lahir). Itulah sebabnya bagian ini di sebut
sebagai catatan persalinan. Nilai dan tuliskan asuhan
yang di berikan pada ibu dalam masa nifas terutama
selama persalinan kala IV untuk memungkinkan
83
penolong persalinan mencegah terjadinya penyulit dan
membuat keputusan klinik yang sesuai. Dokumentasi
ini sangat penting untuk membuat keputusan klinik,
terutamam pada pemantaun kala IV (mencegah
terjadinya perdarahan pasca persalinan). Selain itu,
catatan persalinan( yang sudah di isi dengan lengkap
dan tepat) dapat pula di gunakan untuk menilai atau
memantau sejauh mana telah di lakukan pelaksanaan
asuhan persalinan yang bersih dan aman.
Tabel 2.5
Diagnosis Kala dan Fase Persalinan
Gejala dan Tanda
Serviks belum berdilatasi
Kala
Persalinan
palsu/belum
inpartu
Serviks berdilatasi kurang dari I
4 cm
Serviks berdilatasi 4-9 cm I
kecepatan pembukaan 1 cm
atau lebih per jam penurunan
kepala dimulai
Serviks membuka lengkap (10 II
cm)
penurunan
kepala
berlanjut. Belum ada keinginan
untuk meneran
Serviks membuka lengkap (10 II
cm) Bagian terbawah telah
mencapai dasar panggul ibu
meneran
Sumber : (Saifuddin AB, 2010: 110).
Fase
Laten
Aktif
Awal
(nonekspulsif)
Akhir
(ekspulsif)
84
b.
Kala II (pengeluaran bayi)
Kala II persalinan dimulai ketika pembukaan serviks sudah
lengkap (10 cm) dan berakhir dengan lahirnya bayi. Kala II juga
disebut sebagai kala pengeluaran bayi. Pada kala ini his
terkoordinasi, kuat, cepat, dan kontraksi lama kira-kira 2-3
menit sekali. Kepala janin telah turun masuk ruang panggul,
sehingga terjadilah tekanan pada otot-otot dasar panggul yang
secara reflektoris menimbulkan rasa mengejan. Ibu merasa
seperti ingin buang air besar karena tekanan pada rectum dengan
tanda anus terbuka. Pada waktu his kepala janin mulai kelihatan,
vulva membuka dan perineum menegang. Dengan his mengejan
yang terpimpin maka akan lahir kepala, diikuti oleh seluruh
badan janin.kala II pada primigravida 1½ - 2 jam, sedangkan
pada multigravida ½ - 1 jam (Kumalasari, 2015: 98).
Gejala dan tanda kala dua persalinan:
1) Ibu merasakan ingin meneran bersamaan dengan terjadinya
kontraksi
2) Ibu merasakan adanya peningkatan tekanan pada rectum
dan/atau vaginanya
3) Perineum menonjol
4) Vulva vagina dan sfingter ani membuka
5) Meningkatnya pengeluaran lendir bercampur darah
85
Tanda pasti kala dua ditentukan melalui periksa dalam yang
hasilnya adalah:
1) Pembukaan serviks telah lengkap,atau
2) Terlihatnya bagian kepala bayi melalui introitus vagina
(Musphyanti, 2017).
c.
Kala III (pelepasan plasenta)
Kala III adalah waktu untuk pelepasan dan pengeluaran
plasenta. Lepasnya plasenta sudah dapat diperkirakan dengan
memperhatikan tanda-tanda sebagai berikut:
1) Uterus menjadi berbentuk bundar
2) Uterus terdorong ke atas, karena plasenta dilepas ke segmen
bawah rahim
3) Tali pusat bertambah panjang
4) Terjadi semburan darah
Melahirkan plasenta dilakukan dengan dorongan ringan secara
crede pada fundus uterus.
Sebab-sebab terlepasnya plasenta:
1) Saat bayi dilahirkan, rahim sangat mengecil dan setelah
bayi lahir uterus merupakan organ dengan dinding yang
tebal dan rongganya hampir tidak ada. Posisi fundus uterus
turun sedikit dibawah pusat, karena
terjadi
pengecilan
uterus, maka tempat perlekatan plasenta juga sangat
mengecil.plasenta harus mengikuti proses pengecilan ini
86
hingga tebalnya menjadi dua kali lipat daripada permulaan
persalinan, dan arena pengecilan
tempat
perlekatannya
maka plasenta menjadi berlipat-lipat pada bagian yang
terlepas dari dinding rahim karena tidak dapat mengikuti
pengecilan dari dasarnya. Jadi faktor yang paling penting
dalam pelepasan plasenta ialah retraksi dan kontraksi uterus
setelah anak lahir.
2) Di tempat pelepasan plasenta yaitu antara plasenta dan
desidua basalis terjadi perdarahan, karena hematom ini
membesar maka seolah-olah plasenta terangkat dari
dasarnya oleh hematom tersebut sehingga daerah pelepasan
meluas (Sulistyawati, 2010: 8-9).
Ada 2 metode untuk pelepasan plasenta:
1) Metode schulze
Pelepasan plasenta mulai dari pertengahan, sehingga
plasenta lahir diikuti oleh pengeluaran darah. Metode yang
lebih umum terjadi, plasenta terlepas dari suatu titik pusat
dan merosot ke vagina melalui lubang dalam kantung
amnion, permukaan fetal plasenta muncul pada vulva
dengan selaput ketuban yang mengikuti di belakang seperti
payung terbalik saat terkelupas dari dinding uterus.
Permukaan maternal plasenta tidak terlihat, dan bekuan
darah berada dalam kantong yang terbalik, kontraksi dan
87
retraksi otot uterus yang menimbulkan pemisahan plasenta
juga menekan pembuluh darah dengan kuat dan mengontrol
perdarahan (Marmi, 2016: 257).
2) Metode Matthews Duncan
Menurut Marmi (2016: 257) pelepasan plasenta dari daerah
tepi sehingga terjadi perdarahan dan diikuti pelepasan
plasentanya.
Pada
metode
Matthews
Duncan
ini
kemungkinan terjadinya bagian selaput ketuban yang
tertinggal lebih besar karena selaput ketuban tersebut tidak
terkelupas semua selengkap metode schultze. Metode ini
adalah metode yang berkaitan dengan plasenta letak rendah
didalam uterus. Proses pelepasan berlangsung lebih lama
dan darah yang hilang sangat banyak karena hanya ada
sedikit serat oblik dibagian bawah segmen.
Gambar 2.15
Pengeluaran dan Pelepasan Plasenta Schultze dan Duncan
Sumber : Daniel E. 2016.
88
Untuk mengetahui apakah plasenta telah lepas dari tempat
implantasinya, dipakai beberapa prasat antara lain:
1) Prasat kustner. Tangan kanan meregangkan atau menarik
sedikit tali pusat, tangan kiri menekan daerah di atas
simfisis. Bila tali pusat ini masuk kembali dalam vagina,
berarti plasenta belum lepas dari dinding uterus. Prasat ini
hendaknya dilakukan secara hati-hati. Apabila hanya
sebagian plasenta terlepas, perdarahan banyak akan dapat
terjadi.
2) Prasat Klein. Wanita tersebut dianjurkan untuk mengedan
dan tali pusat tampak turun ke bawah. Bila pengedannya
dihentikan dan tali pusat masuk kembali ke dalam vagina,
berarti plasenta belum lepas dari dinding uterus.
3) Prasat Strassman. Tangan kanan meregangkan atau menarik
sedikit tali pusat, tangan kiri mengetok-ngetok fundus uteri.
Bila terasa ada getaran pada tali pusat yang diregangkan ini,
berarti plasenta belum lepas dari dinding uterus. Bila tidak
terasa getaran, berarti plasenta telah lepas dari dinding
uterus.
4) Prasat crede. Dengan cara memijat uterus seperti memeras
jeruk agar plasenta lepas dari dinding uterus hanya dapat
dipergunakan bila terpaksa misalnya perdarahan. Prasat ini
dapat mengakibatkan kecelakaan perdarahan postpartum.
89
Pada orang yang gemuk, prasat crede sukar atau tidak dapat
dikerjakan (Marmi, 2016: 258-259).
d.
Kala IV (observasi)
Kala IV mulai dari lahirnya plasenta selama 1-2 jam. Pada kala
IV dilakukan observasi terhadap perdarahan pascapersalinan,
paling sering terjadi pada 2 jam pertama. Observasi yang
dilakukan adalah :
1) Tingkat kesadaran pasien
2) Pemeriksaan tanda-tanda vital: tekanan darah, nadi, dan
pernafasan
3) Kontraksi uterus
4) Terjadinya perdarahan. Perdarahan dianggap masih normal
bila jumlahnya tidak melebihi 400-500cc (Sulistyawati,
2010: 9).
6.
Mekanisme Persalinan
a.
Engagemen
Menurut Sumarah (2008: 91) peristiwa ketika diameter biparetal
melewati
pintu
atas
panggul
dengan
sutura
sagitalis
melintang/oblik di dalam jalan lahir dan sedikit fleksi.
Engagemen pada primigravida terjadi pada bulan terakhir
kehamilan, sedangkan pada multigravida dapat terjadi pada awal
persalinan.
90
b.
Penurunan Kepala
Mengacu pada kemajuan bagian presentasi melalui panggul.
Turunnya kepala tergantung pada setidaknya empat gaya:
tekanan yang diberikan oleh cairan ketuban, tekanan langsung
diberikan oleh kontraksi fundus pada janin, kekuatan kontraksi
diafragma ibu dan otot perut pada tahap kedua persalinan,
perluasan dan penegakan tubuh janin. Efek dari kekuatan ini
dimodifikasi oleh ukuran dan bentuk panggul ibu dan ukuran
kepala janin untuk membentuk kapasitasnya (Sulistyawati,
2010: 11).
Tabel 2.6
Penurunan Kepala Janin Menurut Sistem Perlimaan
Sumber : Manuaba, 2010, Ilmu Kebidanan dan Keluarga Berencana untuk
Pendidikan Bidan; 160
91
c.
Fleksi
Gerakan fleksi disebabkan karena janin terus didorong maju
tetapi kepala janin terhambat oleh servik, dinding panggul atau
dasar panggul. Pada kepala janin, dengan adanya fleksi maka
diameter oksipitofrontalis ukuran 12 cm berubah menjadi sub
oksipitobregmatika dengan ukuran 9 cm. Posisi dagu bergeser
ke arah dada janin. Pada pemeriksaan dalam ubun-ubun kecil
lebih jelas teraba daripada ubun-ubun besar (Sumarah dkk,
2008: 92).
d.
Putar paksi dalam
Menurut Prawirohardjo (2014: 312) kepala yang sedang turun
menemui diafragma pelvis yang berjalan dari belakang atas ke
bawah depan. Akibat kombinasi elastisitas diafragma pelvis dan
tekanan intrauterine disebabkan oleh his yang berulang-ulang,
kepala mengadakan rotasi.
e.
Ekstensi
Menurut Sumarah (2008: 96) gerakan ekstensi mengakibatkan
bertambahnya penegangan perineum dan intruitus vagina. Ubunubun kecil semakin banyak terlihat dan sebagai hypomochlion
atau pusat pergerakan maka berangsur-angsur lahirlah ubunubun kecil, ubun-ubun besar, dahi, mata, hidung, mulut, dan
dagu. Pada saat itu kepala sudah lahir seluruhnya, dagu bayi
berada di atas anus ibu.
92
f.
Putar paksi luar
Dengan kekuatan His bersama dengan kekuatan mengejan,
berturut-turut tampak bregma, dahi, muka, dan akhirnya dagu.
Sesudah kepala lahir, kepala segera mengadakan rotasi, yang
dinamakan putaran paksi luar (Prawirohardjo, 2014: 313).
g.
Ekspulsi
Setelah kelahiran bahu, kepala dan bahu diangkat ke arah tulang
kemaluan ibu dan tubuh bayi lahir dengan meregangkan lateral
ke arah simfisis pubis. Ketika bayi telah benar-benar muncul,
lahir lengkap, dan tahap kedua persalinan berakhir. Bahu
posterior akan menggembungkan perineum dan kemudian
dilahirkan dengan cara fleksi lateral. Setelah bahu dilahirkan,
seluruh tubuh janin lainnya akan dilahirkan mengikuti sumbu
carus (Sulistyawati, 2010: 98).
Gambar 2.16
Sinklitismus: Sutura Sagitalis Melintang Pada Pintu Atas
Panggul
Sumber: Winkjosastro, Gulardi H, dkk. 2009. Ilmu Kebidanan
Sarwono Prawirohardjo. Jakarta: 311.
93
Gambar 2.17
Asinklitismus Anterior: Apabila Arah Sumbu Kepala Membuat
Sudut Lancip Ke Depan Dengan PAP
Sumber: Winkjosastro, Gulardi H, dkk. 2009. Ilmu Kebidanan
Sarwono Prawirohardjo. Jakarta: 311.
Gambar 2.18
Asinklitismus Posterior: Keadaan Sebaliknya Dari Asinklitismus
Anterior
Sumber: Winkjosastro, Gulardi H, dkk. 2009. Ilmu Kebidanan
Sarwono Prawirohardjo. Jakarta: 311.
94
Gambar 2.19
Mekanisme Terjadinya Persalinan
Sumber : Lowdermilk, 2006, Labor and Birth Processes
7.
Faktor Yang Memengaruhi Proses Persalinan
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi proses persalinan,
diantaranya:
a.
Passage
1) Bagian-bagian tulang panggul, terdiri dari:
a) Os Ischium
b) Os Pubis
c) Os Sacrum
d) Os Illium
e) Os Cocsigis
95
2) Bagian-bagian pelvis minor
Pelvis minor dibagi menjadi tiga bagian:
a) Pintu atas panggul (PAP)
(1) Anterior
:crista dan spina pubica
(2) Lateral
:linea illiopectinea pada os coxae
(3) Posterior
:tepi anterior ossis sacri dan
promontorium
b) Cavum pelvis
(1) Dinding depan lurus dan dangkal os pubis
panjangnya 5 cm
(2) Dinding belakang cekung dan dalam, panjang os
sacrum 10-15 cm
(3) Os ischium dan sebagian corpus ossis illi terdapat
di sebelah lateral
c) Pintu bawah panggul (PBP)
Berbentuk jajaran genjang, batas-batasnya:
(1) Anterior
:lig arcuatum pubis dan artcus pubis
(2) Lateral
:tuber ischiadikum dan ligamentum
sacrotuberosum
(3) Posterior : ujung os sacrum.
96
3) Bidang panggul
Bidang panggul adalah bidang datar imajiner yang
melintang terhadap panggul pada tempat yang berbeda.
Bidang ini digunakan untuk menjelaskan proses persalinan.
4) Bidang hodge
Hodge I: dibentuk pada lingkaran PAP. Dengan bagian atas
simfisis dan promontorium.
Hodge II: sejajar dengan hodge I setinggi pinggir bawah
simfisis.
Hodge III: sejajar dengan hodge I dan II setinggi spina
ischiadika kanan dan kiri.
Hodge IV: sejajar hodge I, II dan III setinggi os coccygis
(Sulistyawati, 2010 :12).
Gambar 2.20
Bidang Hodge
Sumber : Sulistyawati, 2010: 13
97
b.
Power (Kekuatan ibu)
Power berkenaan dengan his (kontraksi ritmis otot polos uterus),
kekuatan mengejan ibu, keadaan kardiovaskular respirasi
metabolik ibu
1) Power ada yang disebut:
a) Primer
: intensitas, lama, dan frekuensi
b) Sekunder : usaha ibu untuk mengejan. Beberapa
penjelasan yang beruhubungan dengan his.
His adalah gelombang kontraksi ritmis
otot polos dinding uterus yang dimulai
dari daerah fundus uteri di mana tuba
fallopi memasuki dinding uterus, awal
gelombang tersebut didapat dari
pacemaker yang terdapat di dinding uterus
daerah tersebut. Resultante efek gaya
kontraksi tersebut dalam keadaan normal
mengarah ke daerah lokus minoris yaitu
daerah kanalis servikalis (jalan lahir) yang
membuka, untuk mendorong isi uterus
keluar.
2) Terjadinya his, akibat:
a) Kerja hormon oksitosin
b) Regangan dinding uterus oleh isi konsepsi
98
c) Rangsangan terhadap pleksus saraf frankenhauser yang
tertekan massa konsepsi
3) His yang baik dan ideal meliputi:
a) Kontraksi simultan simetris di seluruh uterus
b) Kekuatan terbesar (dominasi) di daerah fundus
c) Terdapat periode relaksasi di antara dua periode
kontraksi
d) Terdapat reaksi otot-otot korpus uteri setiap sesudah
his
e) Serviks uteri yang banyak mengandung kolagen dan
kurang mengandung serabut otot, akan tertarik ke atas
oleh retraksi otot- otot korpus, kemudian terbuka secara
pasif dan mendatar. Ostium uteri eksternum dan
internum pun akan terbuka
4) Nyeri persalinan
a) Iskemia dinding korpus uteri yang menjadi stimulasi
serabut saraf di pleksus hipogastrikus diteruskan ke
sistem saraf pusat menjadi sensasi nyeri.
b) Peregangan vagina, jaringan lunak dalam rongga
panggul dan peritoneum, menjadi rangsang nyeri
c) Keadaan
mental
pasien
(pasien
ketakutan,cemas/anxietas,atau eksitasi)
bersalin
sering
99
d) Prostaglandin meningkat sebagai respons terhadap
stress.
5) Pengukuran kontraksi uterus:
a) Amplitudo: intensitas kontraksi otot polos, bagian
pertama
peningkatan agak cepat,
bagian kedua
penurunan agak lambat.
b) Frekuensi: jumlah his dalam waktu tertentu (biasanya
per 10 menit).
c) Satuan his: unit montevide (intensitas tekanan/mmHg
terhadap frekuensi).
6) Sifat his pada berbagai fase persalinan:
a) Kala 1 fase awal (fase laten)
(1) Timbul tiap 10 menit dengan amplitudo 40 mmHg,
lama 20-30 detik
(2) Serviks terbuka sampai 3 cm
(3) Frekuensi dan amplitudo terus meningkat
b) Kala 1 lanjut (fase aktif) sampai kala 1 akhir:
(1) Terjadi peningkatan rasa nyeri, amplitude makin
kuat sampai 60 mmHg, frekuensi 2-4 kali/10
menit, lama 60-90 detik
(2) Serviks terbuka sampai lengkap (+10 cm).
100
c) Kala 2 :
(1) Amplitudo 60 mmHg, frekuensi 3-4 kali/10 menit
(2) Refleks mengejan terjadi juga akibat stimulasi dari
tekanan bagian terbawah janin (pada persalinan
normal yaitu kepala) yang menekan anus dan
rectum
(3) Tambahan tenaga meneran dari ibu, dengan
kontraksi otot-otot dinding abdomendan diafragma,
berusaha untuk mengeluarkan bayi
d) Kala 3 :
(1) Amplitudo 60-80 mmHg, frekuensi kontraksi
berkurang, aktifitas uterus menurun
(2) Plasenta dapat lepas spontan dari aktifitas uterus
ini, namun dapat juga tetap menempel (retensio)
dan memerlukan tindakan aktif (Maryunani, 2010:
323-325).
c.
Passenger (isi kehamilan)
1) Janin
Pembahasan mengenai janin sebagai passanger sebagian
besar adalah mengenai ukuran kepala janin karena kepala
adalah bagian terbesar dari janin dan paling sulit untuk
dilahirkan.
101
a) Tulang-tulang penyusun kepala janin terdiri dari:
(1) Dua buah os parietalis
(2) Satu buah os oksipitalis
(3) Dua buah os frontalis
Antara tulang satu dengan yang lainnya berhubungan
melalui membran yang kelak setelah hidup di luar uterus
akan berkembang menjadi tulang. Batas antara dua tulang
disebut sutura dan diantara sudut-sudut tulang terdapat
ruang yang ditutupi oleh membrane yang disebut fontanel.
Terdapat dua fontanel (ubun-ubun) yaitu fontanel minor dan
fontanel mayor.
b) Pada tulang tengkorak janin dikenal beberapa sutura,
antara lain:
(1) Sutura sagitalis superior
(2) Sutura koronaria
(3) Sutura lambdoidea
(4) Sutura frontalis
c) Moulage kepala janin
Adanya celah antara bagian-bagian tulang kepala janin
memungkinkan adanya penyisipan antar bagian tulang
(overlapping) sehingga kepala janin dapat mengalami
perubahan bentuk dan ukuran.
102
d) Ukuran-ukuran penting kepala janin
(1) Diameter suboccipito bregmatika (10 cm)
(2) Diameter suboksipito frontalis (11 cm)
(3) Diameter oksipito mento vertikalis (13 cm)
(4) Diameter submento bregmatika (10 cm)
(5) Diameter biparietalis (9,5 cm)
(6) Diameter bitemporalis (8 cm)
Gambar 2.21
Anatomi Kepala Janin
Sumber : https//www.org.kebidanan.anatomi-kepala-janin
e) Hubungan janin dengan jalan lahir
(1) Sikap: menunjukan hubungan bagian-bagian janin
satu sama lain. Biasanya tubuh janin berbentuk
103
lonjong (avoid) kira- kira sesuai dengan kavum
uterus.
(2) Letak (situs): menunjukan hubungan sumbu janin
dengan sumbu jalan lahir. Bila kedua sumbunya
sejajar disebut letak memanjang, bila tegak lurus
satu sama lain disebut letak melintang.
(3) Presentasi
dan
bagian
terbawah:
presentasi
menunjukan bagian janin yang berada dibagian
terbawah jalan lahir.
(4) Posisi dan pemyebutnya: posisi menunjukan
hubungan
bagian
janin
tertentu
(penyebut,
umpamanya ubun-ubun kecil, dagu, atau sacrum)
dengan bagian kiri, kanan, depan lintang (lateral),
dan belakang dari jalan lahir (Sulistyawati, 2010:
33).
2) Plasenta dan tali pusat
3) Air Ketuban
Merupakan elemen penting dalam proses persalinan. Air
ketuban ini dapat dijadikan acuan dalam menentukan
diagnosa kesejahteraan janin (Sulistyawati, 2010: 39).
104
8.
Asuhan Persalinan Normal
a.
Kala II
1) Memastikan tanda dan gejala kala II (doran, teknus, perjol,
vulka)
2) Pastikan perlengkapan peralatan, bahan dan obat-obatan
esensial untuk menolong persalinan dan menangani
komplikasi ibu dan bayi baru lahir
3) Pakai celemek plastic
4) Lepas dan simpan semua perhiasan yang dipakai, cuci
tangan dengan sabun dan air bersih mengalir kemudian
keringkan tangan dengan handuk pribadi yang bersih dan
kering
5) Pakai sarung tangan DTT pada tangan yang akan digunakan
untuk periksa dalam
6) Masukkan oksitosin kedalam tabung suntik (gunakan
tangan yang bersarung tangan DTT) dan steril (pastikan
tidak terjadi kontaminasi pada alat suntik)
7) Bersihkan vulva dan perineum, seka dengan hati-hati dari
depan kebelakang dengan menggunakan kapas atau kasa
yang dibasahi dengan air DTT
8) Lakukan periksa dalam untuk memastikan pembukaan
lengkap
105
9) Dekontaminasi sarung tangan dengan cara mencelupkan
tangan yang masih memakai sarung tangan kedalam larutan
klorin 0,5%, lepaskan dan rendam dalam keadaan terbalik
dalam larutan klorin 0,5% selama 10 menit, kemudian cuci
tangan.
10) Periksa DJJ setelah kontraksi atau saat relaksasi uterus
untuk memastikan bahwa DJJ dalam batas normal (120160x/menit).
11) Beritahu bahwa pembukaan sudah lengkap, keadaan janin
baik dan bantu ibu dalam menemukan posisi yang nyaman
dan sesuai dengan keinginannya.
12) Minta bantuan keluarga untuk menyiapkan posisi meneran
(bila ada rasa ingin meneran dan terjadi kontraksi yang
kuat, bantu ibu ke posisi setengah duduk atau posisi lain
yang diinginkan dan pastikan ibu merasa nyaman).
13) Laksanakan bimbingan meneran pada saat ibu ada dorongan
kuat untuk meneran
14) Anjurkan ibu untuk berjalan, berjongkok, atau mengambil
posisi nyaman, jika ibu belum merasa ada dorongan untuk
meneran dalam 60 menit.
15) Letakkan handuk bersih (untuk mengeringkan bayi)diperut
ibu, jika kepala bayi telah membuka vulva dengan diameter
5-6 cm
106
16) Letakkan kain bersih yang dilipat 1/3 bagian bawah bokong
ibu.
17) Buka partus set cek kelengkapan alat dan bahan.
18) Pakai sarung tangan DTT pada kedua tangan
19) Setelah tampak kepala bayi dengan diameter 5-6 cm
membuka vuva maka lindungi perineum dengan satu tangan
yang dilapisi kain bersih dan kering. Tangan yang lain
menahan kepala bayi untuk menahan posisi defleksi dan
membantu lahirnya kepala. Anjurkan ibu untuk meneran
perlahan atau bernapas cepat dan dangkal.
20) Periksa kemungkinan adanya lilitan tali pusat dan ambil
tindakan yang sesuai jika hal itu terjadi, dan segera
lanjutkan proses kelahiran.
21) Tunggu hingga kepala janin selesai melahirkan putaran
paksi luar secara spontan.
22) Setelah kepala melakukan putaran paksi luar, pegang secara
biparietal. Anjurkan ibu untuk meneran saat kontraksi.
Dengan lembut gerakkan kepala kearah bawah dan distal
hingga bahu depan muncul dibawah arkus pubis dan
kemudian gerakan arah atas dan distal untuk melahirkan
bahu belakang.
107
23) Setelah bahu lahir, geser tangan bawah untuk kepala dan
bahu. Gunakan tangan atas untuk menelusuri
dan
memegang lengan dan siku sebelah atas.
24) Setelah tubuh dan lengan lahir, penelusuran tangan atas
berlanjut ke punggung, bokong tungkai dan kaki. Pegang
kedua mata kaki (masukkan telunjuk diantara kaki dan
pegang masing-masing mata kaki dan ibu jari dan jari
lainnya).
25) Lakukan penilaian bayi baru lahir
26) Keringkan bayi mulai dari muka, kepala dan bagian tubuh
lainnya kecuali bagian tangan tanpa membersihkan verniks.
Ganti handuk dengan handuk atua kain yang kering, bayi
diatas perut ibu. Hipotermi mudah terjadi pada bayi yang
tubuhnya
dalam
keadaan
basah
atau
tidak
segera
dikeringkan atau diselimuti walupun berada di dalam
ruangan yang relatif hangat.
27) Memeriksa kembali uterus untuk memastikan tidak ada lagi
bayi kedua dalam uterus (janin tunggal).
28) Memberitahu ibu bahwa ibu akan disuntik oksitosin agar
uterus berkontraksi baik.
b.
Kala III
108
29) Dalam waktu 1 menit, setelah bayi lahir, suntikkan
oksitosin 10 IU secara IM di 1/3 paha atas bagian distal
lateral (lakukan aspirasi sebelum menyuntikkan oksitosin).
30) Dalam waktu 2 menit bayi baru lahir, jepit tali pusat dengan
klem kira-kira 3 cm dari pusat bayi. Dorong isi tali pusat
kearah distal (ibu) dan jepit kembali tali pusat pada 2 cm
distal dari klem pertama.
31) Lakukan pemotongan tali pusat dan pengikatan tali pusat.
32) Letakkan bayi agar ada kontak kulit ibu kekulit bayi.
33) Pindahkan klem pada tali pusat hingga jarak 5-10 cm dari
vulva
34) Letakkan satu tangan diatas kain pada perut ibu, ditepi atas
simfisis, untuk mendeteksi, tangan lain menegangkan tali
pusat
35) Setelah uterus berkontraksi, tegangkan tali pusat kearah
bawah sambil tangan yang lain mendorong uterus kearah
belakang atas (dorso kranial) secara hati-hati (untuk
mencegah inversio uteri). Jika plasenta tidak lahir setelah
30-40 detik, hentikan penegangan tali pusat dan tunggu
hingga timbul kontraksi berikutnya, dan ulangi prosedur
diatas.
36) Lakukan penegangan dan dorongan dorso kranial hingga
plasenta terlepas, minta ibu meneran sambil penolong
109
menarik tali pusat dengan arah sejajar lantai dan kemudian
ke arah atas, mengikuti proses jalan lahir (tetap lakukan
tekanan dorso kranial).
a) Jika tali pusat bertambah panjang, pindahkan klem
hingga berjarak 5-10 cm dari vulva dan melahirkan
plasenta
b) Jika plasenta tidak lepas setelah 15 menit menegangkan
tali pusat
c) Beri dosis ulangan oksitosin 10 IU IM
d) Lakukan katerisasi (aseptic) jika kandung kemih penuh
e) Minta keluarga untuk menyiapakan rujukan
f)
Ulangi penegangan tali pusat 15 menit berikutnya
g) jika plasenta tidak lahir dalam 30 menit setelah bayi
lahir atau bila terjadi perdarahan, segera lakukan
plasenta manual
37) Saat plasenta muncul di introitus vagina, lahirkan plasenta
dengan kedua tangan. Pegang dan putar hingga selaput
ketuban terpilin kemudian dilahirkan dan tempatkan
palsenta dalam wadah yang telah disediakan. Jika selaput
ketuban robek, pakai sarung tangan DTT atau steril untuk
melakukan eksplorasi sisa selaput kemudian gunakan jarijari tangan atau klem DTT atau steril untuk mengeluarkan
selaput yang tertinggal. Rangsangan taktil (massage uterus)
110
38) Segera setelah plasenta dan selaput ketuban lahir, lakukan
massage uterus, letakkan talapak tangan difundus dan
lakukan massage dengan gerakan melingkar dengan lembut
hingga uterus berkontraksi (fundus teraba keras). Lakukan
tindakan yang diperlukan jika uterus tidak berkontraksi
setelah 15 detik.
39) Periksa kedua sisi plasenta dan pastikan selaput ketuban
lengkap dan utuh. Masukkan plasenta kedalam wadah
plasenta kantong plastic atau tempat khusus.
40) Evaluasi kemungkinan laserasi pada vagina dan perineum.
Lakukan penjahitan bila laserasi menyebabkan perdarahan
c.
Kala IV
41) Pastikan uterus berkontraksi dengan baik dan tidak terjadi
perdarahan pervaginam
42) Mencelupkan sarung tangan ke dalam larutan klorin dan
melepasnya secara terbalik
43) Mengecek dan memastikan kandung kemih kosong
44) Mengajarkan pada ibu dan keluarga cara massase uterus dan
menilai kontraksi
45) Mengevaluasi dan mengamsumsi jumlah perdarahan yang
keluar
111
46) Memantau tanda bahaya tiap 15 menit, menghitung nadi
47) Periksa kembali bayi untuk memastikan bayi bernafas
dengan baik (40-60x/menit) serta suhu tubuh normal (36037’50C).
48) Tempatkan semua peralatan bekas pakai dalam larutan
klorin 0,5%, untuk dekontaminasi (10 menit) lalu cuci dan
bilas
49) Buang bahan-bahan terkontaminasi ditempat sampah yang
sesuai
50) Bersihkan ibu dengan menggunakan air DTT, bersihkan
sisa cairan ketuban, lendir, dan darah. Bantu ibu memakai
pakaian bersih dan kering
51) Pastikan ibu merasa nyaman. Bantu ibu memberi ASI.
Anjurkan keluarga memberi makanan dan minuman yang
diinginkan ibu.
52) Dekontaminasi tempat bersalin dengan larutan clorin 0,5%
53) Celupkan sarung tangan kotor kedalam larutan klorin 0,5%
selama 10 menit
54) Cuci kedua tangan dengan sabun dan air mengalir
55) Memakai sarung tangan DTT
56) Lakukan pemeriksaan fisik bayi baru lahir
57) Memberikan imunisasi Hib pada bayi
58) Melepas sarung tangan
112
59) Melakukan cuci tangan dengan sabun dan air mengalir
60) Melengkapi partograf (Asri, 2012).
9.
Kebutuhan Dasar Selama Persalinan
a.
Makan dan minum per oral
Pemberian makanan padat pada pasien yang kemungkinan
sewaktu-waktu memerlukan tindakan anestesi tidak disetujui,
karena makanan yang tertinggal di lambung akan menyebabkan
aspirasi pneumoni (tersedak dan masuk ke dalam saluran
pernapasan). Sedangkan cairan tidak terpengaruh dan akan
meninggalkan lambung dengan durasi waktu yang biasa, oleh
karena itu pada pasien sangat dianjurkan untuk minum cairan
yang manis dan berenergi sehingga kebutuhan kalorinya tetap
akan terpenuhi. Pentalaksanaan paling tepat dan bijaksana yang
dapat dilakukan oleh bidan adalah melihat situasi pasien, artinya
intake cairan dan nutrisi tetap dipertimbangkan untuk diberikan
dengan konsistensi dan jumlah yang logis dan sesuai dengan
kondisi pasien (Sulistyawati, 2010: 41-42).
b.
Akses intravena
Akses intravena adalah tindakan pemasangan infuse pada
pasien. Kebijakan ini diambil dengan pertimbangan sebagai
jalur obat, cairan, atau darah untuk memepertahankan
keselamatan jiwa sewaktu-waktu terjadi keadaan darurat dan
untuk memepertahankan suplai cairan bagi pasien. Beberapa
113
keadaan berikut ini memerlukan pemasangan infuse sejak awal
persalinan, antara lain:
1) Gravida 5 atau lebih
2) Distensi uterus (ketegangan uterus) yang terlalu berlebihan,
misalnya pada kondisi gemeli, polihidramnion, atau pada
bayi besar
3) Induksi oksitosin
4) Riwayat perdarahan pascapersalinan sebelumnya
5) Riwayat atau predisposisi laian yang memungkinkan pasien
untuk mengalami perdarahan segera setelah melahirkan
6) Pasien mengalami dehidrasi dan keletihan
7) Pasien diketahui mengidap peyakit infeksi yang disebabkan
oleh streptococcus grup B, sehingga memerlukan terapi
antibiotic secara intravena
8) Suhu pasien lebih dari 380C pada saat persalinan
9) Kondisi obstetric patologis yang mengancam kodisi pasien,
misalnya
plasenta
previa,
abrubsio
plasenta,
pre
eklampsi, dan eklapmsi. Larutan intravena yang biasa
diberikan kepada pasien adalah D5% (dextrose 5%) atau RL
(Ringer
Laktat)
dengan
kecepatan
125
ml/jam.
Larutan yang diberikan dapat bervariasi tergantung dari
tingkat dehidrasi pasien. Pada dehidrasi berat larutan
114
diberikan 300 ml/jam,
selanjutnya
aliran
diperlambat
menjadi 125 ml/jam (Sulistyawati, 2010: 42).
c.
Posisi dan ambulansi
Posisi yang nyaman selama persalinan sangat diperlukan bagi
pasien. Selain mengurangi ketegangan dan rasa nyeri, posisi
tertentu justru akan membantu proses penurunan kepala janin
sehingga persalinan dapat berjalan lebih cepat (selama tidak ada
kontraindikasi dari keadaan pasien). Beberapa posisi yang dapat
diambil antara lain rekumben lateral (miring), lutut dada, tangan
lutut, duduk, berdiri, berjalan, dan jongkok. Beberapa situasi
pasien yang tidak memungkinkan untuk ambulasi dengan turun
dari tempat tidur antara lain:
1) Ketika ketuban sudah pecah dan taksiran berat janin kecil
(kurang dari 2000 gram), serta bukan presentasi kepala.
Pada kondisi tersebut akan sangat berbahaya bagi pasien
jika turun dari tempat tidur karena akan menyebabkan
prolaps
tali
pusat.
Posisi
telentang dengan
kepala
ditinggikan 20-300 juga akan meningkatkan risiko prolaps
tali pusat. Posisi rekumben lateral dan posisi lutut dada
merupakan alternative yang baik untuk keadaan ini.
2) Ketika pasien sedang mendapatkan pengobatanyang dengan
obat tersebut membuat pasien pusing dan tidak stabil untuk
berdiri
115
3) Selama persalinan kala 1 yang kemajuannya cepat, kala 1
akhir pada multipardiria, atau kala 2 pada primipara kecuali
jika sudah ada kesepakatan untuk bersalin dalam posisi
jongkok atau berdiri
4) Pasien yang mengalami komplikasi obstetric seperti
abrupsio plasenta, plasenta previa, pre-eklamsi, dan
eklampsi. Nampaknya dari beberapa posisi yang dapat
dipilih, posisi miring ke kiri adalah posisi yang paling
nyaman serta mempunyai banyak keuntungan (Nugraheny,
2010: 43).
d.
Eliminasi selama persalinan (BAK atau BAB)
1) Buang air kecil (BAK)
Selama proses persalinan, pasien akan mengalami poliuri
sehingga penting untuk difasilitasi agar kebutuhan eliminasi
dapat terpenuhi.
2) Buang air besar (BAB)
Jika pasien dapat berjalan sendiri ke toilet, maka cukup bagi
pendamping untuk menemaninya sampai ia selesai. Namun
jika kondisi sudah tidak memungkinkan untuk turun dari
tempat tidur, maka tanyakan terlebih dahulu mengenai
posisi apa yang paling nyaman serta siapa yang akan
dimintai bantuan untuk membersihkannya.
116
e.
Kebersihan tubuh
Upaya yang dapat dilakukan untuk menjaga kebersihan tubuh
pasien antara lain:
1) Saat tidak ada his, bidan atau perawat dapat membantu
menggantikan baju terutama jika sudah basah dengan
keringat. Sarankan pasien untuk menggunakan baju dengan
bahan yang tipis dan menyerap keringat serta berkancing
depan.
2) Seka keringat yang membasahi dahi dan wajah pasien
menggunakan handuk kecil
3) Ganti kain pengalas bokong jika sudah basah oleh darah
atau air ketuban (Rimandini, 2014: 119).
f.
Istirahat
Istirahat sangat penting untuk pasien karena akan membuat
rileks. Di awal persalinan sebaiknya anjurkan pasien untuk
istirahat yang cukup sebagai persiapan untuk menghadapi proses
persalinan yang panjang, terutama pada primipara. Jika pasien
benar-benar tidak dapat tidur terlelap karena sudah mulai
merasakan his, minimal upayakan untuk berbaring di tempat
tidur dalam posisi miring ke kiri untuk beberapa waktu
(Sulistyawati, 2010: 47).
117
g.
Kehadiran pendamping
Kehadiran seseorang yang penting dan dapat dipercaya sangat
dibutuhkan oleh pasien yang akan menjalani proses bersalin.
(Sulistyawati, 2010: 48).
h.
Bebas dari nyeri
Setiap pasien yang bersalin selalu menginginkan terbebas dari
rasa nyeri akibat his. Hal yang perlu ditekankan pada pasien
adalah bahwa tanpa adanya rasa nyeri maka persalinan tidak
akan mengalami kemajuan, karena salah satu tanda persalinan
adalah adanya his yang akan menimbulkan rasa sakit. Beberapa
upaya yang dapat ditempuh seperti mandi dengan air hangat,
berjalan-jalan di dalam kamar, duduk di kursi sambil membaca
buku atau novel kesukaan, posisi lutut dada di atas tempat tidur
(Sulistyawati, 2010: 48).
i.
Dukungan dan upaya menyamankan pasien
Bentuk dukungan dan upaya untuk menyamankan pasien dengan
pengaturan posisi dan latihan relaksasi (Rimandini, 2014: 119).
10. Perubahan Fisiologi Kala I
a.
Uterus
Saat mulai persalinan, jaringan dari miometrium berkontraksi
dan berelaksasi seperti otot pada umumnya. Pada saat otot
retraksi, ia tidak akan kembali ke ukuran semula tapi berubah ke
118
ukuran yang lebih pendek secara progresif (Sulistyawati, 2010:
63).
b.
Serviks
Penipisan serviks (effacement) Dilatasi (Sulistyawati, 2010: 64).
c.
Ketuban
Ketuban akan pecah dengan sendirinya ketika pembukaan
hampir atau sudah lengkap. Tidak jarang ketuban harus
dipecahkan ketika pembukaan sudah lengkap (Sulistyawati,
2010: 66).
d.
Tekanan darah
1) Tekanan darah akan meningkat selama kontraksi, disertai
peningkatan sistol rata-rata 15-20 mmHg dan diastol ratarata 5-10 mmHg.
2) Pada waktu-waktu tertentu di antara kontraksi, tekanan
darah kembali ke tingkat sebelum persalinan.
3) Dengan mengubah posisi pasien dari terlentang ke posisi
miring kiri, perubahan tekanan darah selama persalinan
dapat dihindari (Sulistyawati, 2010: 67).
e.
Metabolisme
1) Selama persalinan, metabolisme karbohidrat baik aerob
maupun anaerob meningkat dengan kecepatan tetap.
Peningkatan ini terutama diakibatkan oleh kecemasan dan
aktivitas otot rangka
119
2) Peningkatan aktivitas metabolic terlihat dari peningkatan
suhu tubuh, denyut nadi, pernapasan, curah jantung, dan
cairan yang hilang (Sulistyawati, 2010: 67)
f.
Suhu tubuh
Suhu tubuh meningkat selama persalinan, tertinggi selama dan
segera setelah melahirkan. Peningkatan suhu yang tidak lebih
dari 0,5 – 10C dianggap normal, nilai tersebut mencerminkan
peningkatan metabolisme selama persalinan. (Sulistyawati,
2010: 67).
g.
Detak jantung
1) Perubahan yang mencolok selama kontraksi disertai
peningkatan selama fase peningkatan, penurunan selama
titik puncak sampai frekuensi yang lebih rendah daripada
frekuensi di antara kontraksi, dan peningkatan selama fase
penurunan hingga mencapai frekuensi lazim di antara
kontraksi
2) Penurunan yang mencolok selama puncak kontraksi uterus
tidak terjadi jika wanita berada posisi miring, bukan
telentang (Sulistyawati, 2010: 67).
h.
Pernapasan
1) Sedikit peningkatan frekuensi pernapasan dianggap normal
selama persalinan, hal tersebut mencerminkan peningkatan
metabolisme.
120
2) Hiperventilasi yang memanjang adalah temuan abnormal
dan dapat menyebabkan alkalosis (Sulistyawati, 2010: 68).
i.
Perubahan renal (berkaitan dengan ginjal)
1) Poliuri sering terjadi selama persalinan. Kondisi ini dapat
diakibatkan karena peningkatan lebih lanjut curah jantung
selama persalinan dan kemungkinan peningkatan laju
filtrasi glomerolus dan aliran plasma ginjal.
2) Kandung kemih harus sering dievaluasi (setiap dua jam)
untuk mengetahui adanya distensi, juga harus dikosongkan
untuk mencegah obstruksi persalinan akibat kandung
kemih yang penuh, yang akan mencegah penurunan bagian
presentasi janin, dan trauma pada kandung kemih yang
penuh
akibat
penekanan
yang
lama,
yang
akan
menyebabkan hipotonia kandung kemih dan retensi urine
selama periode pascapersalinan (Sulistyawati, 2010: 68).
j.
Gastrointestinal
Lambung yang penuh dapat menimbulkan ketidaknyamanan
selama masa transisi. Oleh karena itu, pasien dianjurkan untuk
tidak makan dalam porsi besar atau minum berlebihan, tetapi
makan
dan
minum
ketika
keinginan
timbul
guna
mempertahankan energy dan hidrasi (Sulistyawati, 2010: 68).
121
k.
Hematologi
Hemoglobin meningkat rata-rata 1,2 mg% selama persalinan
dan kembali ke kadar sebelum persalinan pada hari pertama
pascapersalinan jika tidak ada kehilangan darah yang abnormal
(Sulistyawati, 2010: 69).
122
2.1.3 KONSEP DASAR NIFAS
1.
Pengertian Nifas
Masa nifas (puerperium) adalah masa pulih kembali dimulai
setelah kelahiran plasenta dan berakhir ketika alat-alat kandungan
kembali seperti keadaan sebelum hamil. Lama masa nifas ini yaitu 6-8
minggu. (Heryani, 2010: 1).
Masa nifas atau masa puerpurium adalah masa setelah persalinan
selesai sampai 6 minggu atau 42 hari. Selama masa nifas, organ
reproduksi secara perlahan akan mengalami perubahan seperti keadaan
sebelum hamil. Perubahan organ reproduksi ini disebut involusi
(Maritalia, 2014: 11).
Masa nifas atau puerperium adalah masa yang dimulai setelah
kelahiran plasenta dan berakhir ketika alat-alat kandungan kembali
seperti ke keadaan sebelum hamil, dimana masa ini berlangsung selama
kira-kira 6 minggu (Maryunani, 2010: 337).
Masa nifas adalah masa sesudah persalinan dan kelahiran bayi,
plasenta, serta selaput yang diperlukan untuk memulihkan kembali
organ kandungan seperti sebelum hamil dengan waktu kurang lebih
enam minggu (Kumalasari, 2015: 155).
123
2.
Tahapan Masa Nifas
Nifas dibagi dalam 3 periode:
a.
Puerperium Dini yaitu kepulihan dimana ibu diperbolehkan berdiri
dan berjalan-jalan. Dalam agama Islam dianggap telah bersih dan
boleh bekerja setelah 40 hari.
b.
Puerperium intermedial yaitu kepulihan menyeluruh alat-alat
genetalia yang lama 6-8 minggu.
c.
Remote puerperium adalah waktu yang di perlukan untuk pulih dan
sehat sempurna terutama bila selama hamil atau waktu persalinan
mempunyai komplikasi. Waktu untuk sehat sempurna bisa
berminggu-minggu, bulan atau tahunan (Heryani, 2010: 2).
3.
Tujuan Asuhan Kebidanan Pada Masa Nifas dan Menyusui
a.
Menjaga kesehatan ibu dan bayinya, baik fisik maupun psikologis.
b.
Melaksanakan
skrining
secara
komprehensif,
deteksi
dini,
mengobati atau merujuk bila terjadi komplikasi pada ibu maupun
bayi.
c.
Memberikan pendidikan kesehatan tentang perawatan kesehtan
diri,nutrisi, KB, cara dan manfaat menyusui, imunisasi serta
perawatan bayi sehari-hari.
d.
Memberikan pelayanan Keluarga Berencana (KB).
e.
Mendapatkan kesehatan emosi (Maritalia, 2014: 12-13).
124
4.
Kebijakan Program Nasional Masa Nifas
Kebijakan program nasional pada masa nifas yaitu paling sedikit
empat kali melakukan kunjungan pada masa nifas, dengan tujuan untuk:
a.
Menilai kondisi kesehatan ibu dan bayi.
b.
Melakukan
pencegahan
terhadap
kemungkinan-kemungkinan
adanya gangguan kesehatan ibu nifas dan bayinya.
c.
Mendeteksi adanya komplikasi atau masalah yang terjadi pada
masa nifas dan menyusui.
d.
Menangani komplikasi atau masalah yang timbul dan mengganggu
kesehatan ibu nifas maupun bayinya (Maritalia, 2014: 13).
5.
Kunjungan Masa Nifas
Kunjungan masa nifas paling sedikit 4 kali yaitu:
a.
6 – 8 jam setelah persalinan
1) Mencegah perdarahan masa nifas karena atonia uteri
2) Mendeteksi dan merawat penyebab lain perdarahan, rujuk bila
perdarahan berlanjut
3) Memberikan konseling pada ibu atau salah satu anggota
keluarga, bagaimana mencegah perdarahan masa nifas karena
atonia uteri
4) Pemberian ASI awal
5) Melakukan hubungan kasih sayang antara ibu dan bayi baru
lahir
6) Menjaga bayi tetap sehat dengan mencegah hipotermi.
125
Jika petugas kesehatan menolong persalinan, ia harus tinggal dengan
ibu dan bayi baru lahir 2 jam pertama setelah kelahiran atau sampai ibu
dan bayi dalam keadaan stabil.
b.
6 hari setelah persalinan
1) Memastikan
involusi
uterus
berjalan
normal,
uterus
berkontraksi, fundus dibawah umbilicus, tidak ada perdarahan
dan tidak ada bau.
2) Menilai
adanya
tanda-tanda
demam,
infeksi/perdarahan
abnormal.
3) Memastikan ibu mendapatkan cukup makan, cairan dan
istirahat.
4) Memastikan
ibu
menyusui
dengan
baik
dan
tidak
memperlihatkan tanda-tanda penyakit.
5) Memberikan konseling pada ibu mengenai asuhan pada bayi,
tali pusat, menjaga bayi tetap hangat dan merawat bayi seharihari.
c.
2 minggu setelah persalinan
1) Memastikan
involusi
uterus
berjalan
normal,
uterus
berkontraksi, fundus di bawah umbilicus, tidak ada perdarahan
dan tidak ada bau
2) Menilai
abnormal
adanya
tanda-tanda
demam,
infeksi/perdarahan
126
3) Memastikan ibu mendapatkan cukup makan, cairan dan
istirahat
4) Memastikan
ibu
menyusui
dengan
baik
dan
tidak
memperlihatkan tanda-tanda penyakit
5) Memberikan konseling pada ibu mengenai asuhan pada bayi,
tali pusat, menjaga bayi tetap hangat dan merawat bayi seharihari
d.
6 minggu setelah persalinan
1) Menanyakan pada ibu tentang penyulit-penyulit yang ia atau
bayinya alami
2) Memberikan konseling untuk ber KB secara dini (Sulistyawati,
2009: 6-7).
6.
Perubahan Fisiologi Masa Nifas
Pada masa nifas, organ reproduksi interna dan eksterna akan
mengalami perubahan seperti keadaan sebelum hamil. Perubahan ini
terjadi secara berangsur-angsur dan berlangsung selama lebih kurang
tiga bulan. Selain organ reproduksi, beberapa perubahan fisiologi yang
terjadi selama masa nifas antara lain:
a.
Perubahan sistem reproduksi
1) Uterus
Pengerutan rahim (involusi). Involusi merupakan suatu proses
kembalinya uterus pada kondisi sebelum hamil. Dengan
involusi uterus ini, lapisan luar dari desidua yang mengelilingi
127
situs plasenta akan menjadi neurotic (layu/mati). Perubahan ini
dapat diketahui dengan melakukan pemeriksaan palpasi untuk
meraba di mana TFU-nya (tinggi fundus uteri).
Tabel 2.7
Pengerutan Rahim (Involusi)
Involusi
TFU
Berat Uterus
Bayi lahir
Setinggi Pusat
1000 gram
Uri lahir
2 jari bawah pusat
750 gram
1 Minggu
Pertengahan
sympisis
2 Minggu
Tidak teraba diatas 350 gram
sympisis
6 Minggu
Bertambah kecil
50 gram
8 Minggu
Sebesar normal
30 Gram
pusat 500 gram
Sumber : (Sulistyawati, 2009:74).
2) Vagina
Vagina merupakan saluran yang menghubungkan rongga
uterus dengan tubuh bagian luar. Dinding depan dan belakang
vagina berdekatan satu sama lain dengan ukuran panjang ± 6,5
cm dan ± 9 cm. Bentuk vagina sebelah dalam berlipat-lipat dan
disebut rugae. Selama proses persalinan vagina mengalami
penekanan serta peregangan yang sangat besar, terutama pada
saat melahirkan bayi. Beberapa hari pertama sesudah proses
128
tersebut, vagina tetap berada dalam keadaan kendur. Setelah 3
minggu vagina kembali kepada keadaan tidak hamil dan rugae
dalam vagina secara berangsur-angsur akan muncul kembali.
Sesuai dengan fungsinya sebagai bagian lunak jalan lahir dan
merupakan saluran yang menghubungkan cavum uteri dengan
tubuh bagian luar, vagina juga berfungsi sebagai saluran
tempat dikeluarkannya secret yang berasal dari cavum uteri
selama masa nifas yang disebut lochea. Secara fisiologis,
lochea yang dikeluarkan dari cavum uteri akan berbeda
karakteristiknya dari hari ke hari. Hal ini disesuaikan dengan
perubahan yang terjadi pada dinding uterus akibat penurunan
kadar hormone estrogen dan progesterone. Karakteristik lochea
dalam masa nifas adalah:
a) Lochea rubra/kruenta
Timbul pada hari 1-2 postpartum, terdiri dari darah segar
bercampur sisa-sisa selaput ketuban, sel-sel desidua, sisasisa verniks kaseosa, lanugo dan mekonium.
b) Lochea Sanguinolenta
Timbul pada hari ke 3 sampai dengan hari ke 7
postpartum, karakteristik lochea sanguinolenta berupa
darah bercampur lendir.
129
c) Lochea Serosa
Merupakan cairan berwarna agak kuning, timbul setelah 1
minggu postpartum.
d) Lochea Alba
Timbul
setelah 2
minggu postpartum
dan hanya
merupakan cairan putih. Normalnya lochea agak berbau
amis, kecuali bila terjadi infeksi pada jalan lahir, baunya
akan berubah menjadi berbau busuk. Bila lochea berbau
busuk segera ditangani agar ibu tidak mengalami infeksi
lanjut atau sepsis (Maritalia, 2014: 19-21).
Lokhea adalah ekskresi cairan rahim selama masa nifas.
Lokhea mengandung darah dan sisa jaringan desidua yang
nekrotik dari dalam uterus. Lokhea mempunyai reaksi
basa/alkalis yang dapat membuat organisme berkembang lebih
cepat daripada kondisi asam yang ada pada vagina normal.
Lokhea berbau amis atau anyir dengan volume yang berbedabeda pada setiap wanita. Lokhea yang berbau tidak sedap
menandakan adanya infeksi. Lokhea mempunyai perubahan
warna
dan
volume
karena
adanya
proses
involusi.
(Sulistyawati, 2009: 76).
3) Vulva
Vulva merupakan organ reproduksi eksterna, berbentuk
lonjong, bagian depan dibatasi oleh clitoris, bagian belakang
130
oleh perineum, bagian kiri dan kanan oleh labia minora. Pada
vulva, dibawah clitoris, terdapat orifisium uretra eksterna yang
berfungsi sebagai tempat keluarnya urin. Sama halnya dengan
vagina, vulva juga mengalami penekanan serta peregangan
yang sangat besar selama proses melahirkan bayi. Beberapa
hari pertama sesudah proses melahirkan vulva tetap berada
dalam keadaan kendur. Setelah 3 minggu vulva akan kembali
kepada keadaan tidak hamil dan labia menjadi lebih menonjol
(Maritalia, 2014: 21).
4) Perineum
Segera setelah melahirkan, perineum menjadi kendur karena
sebelumnya teregang oleh tekanan bayi yang bergerak maju.
Pada post natal hari ke 5, perineum sudah mendapatkan
kembali sebagian tonusnya, sekalipun tetap lebih kendur
daripada keadaan sebelum hamil (Sulistyawati, 2009: 78).
b.
Perubahan pada serviks
Perubahan yang terjadi pada serviks ialah bentuk serviks agak
menganga seperti corong, segera setelah bayi lahir. Bentuk ini
disebabkan oleh corpus uteri yang dapat mengadakan kontraksi,
sedangkan serviks tidak berkontraksi sehingga seolah-olah pada
perbatasan antara korpus dan serviks berbentuk semacam cincin.
Serviks berwarna merah kehitam-hitaman karena penuh dengan
pembuluh darah. Konsistensinya lunak, kadang-kadang terdapat
131
laserasi atau perlukaan kecil. Karena robekan kecil yang terjadi
selama berdilatasi maka serviks tidak akan pernah kembali lagi ke
keadaan seperti sebelum hamil. Muara serviks yang berdilatasi
sampai 10 cm sewaktu persalinan akan menutup secara perlahan
dan bertahap. Setelah bayi lahir, tangan dapat masuk ke dalam
rongga rahim. Setelah 2 jam, hanya dapat dimasuki 2-3 jari. Pada
minggu ke 6 post partum, serviks sudah menutup kembali
(Sulistyawati, 2009: 77).
c.
Perubahan Sistem Pencernaan
Sistem gastrointestinal selama kehamilan dipengaruhi oleh
beberapa hal, diantaranya tingginya kadar progesterone yang dapat
mengganggu keseimbangan cairan tubuh, meningkatkan kolesterol
darah, dan melambatkan kontraksi otot-otot polos. Biasanya ibu
mengalami obstipasi setelah melahirkan anak. Hal ini disebabkan
karena pada waktu melahirkan alat pencernaan mendapat tekanan
yang menyebabkan colon menjadi kosong, pengeluaran cairan yang
berlebihan pada waktu persalinan (dehidrasi), kurang makan,
hemorrhoid, laserasi jalan lahir. Beberapa hal yang berkaitan
dengan perubahan pada sistem pencernaan, antara lain:
1)
Nafsu makan
2) Motilitas
3) Pengosongan usus
132
Beberapa cara agar ibu dapat buang air besar kembali teratur,
antara lain:
1) Pemberian diet/makanan yang mengandung serat
2) Pemberian cairan yang cukup
3) Pengetahuan tentang pola eliminasi pasca melahirkan
4) Pengetahuan tentang perawatan luka jalan lahir
5) Bila usaha di atas tidak berhasil dapat dilakukan pemberian
huknah atau obat yang lain (Heryani, 2010: 33-34).
d.
Perubahan Sistem Perkemihan
Setelah proses persalinan berlangsung, biasanya ibu akan sulit
untuk buang air kecil dalam 24 jam pertama. Kemungkinan
penyebab dari keadaan ini adalah terdapat spasme sfinkter dan
edema leher kandung kemih sesudah bagian ini mengalami
kompresi (tekanan) antara kepala janin dan tulang pubis selama
persalinan berlangsung. Urine dalam jumlah besar akan dihasilkan
dalam 12-36 jam post partum. Kadar hormone estrogen yang
bersifat menahan air akan mengalami penurunan yang mencolok.
Keadaan tersebut disebut “dieresis”. Ureter yang berdilatasi akan
kembali normal dalam 6 minggu. Dinding kandung kemih
memperlihatkan odem dan hyperemia, kadang-kadang odema
trigonum yang menimbulkan alostaksi dari uretra sehingga menjadi
retensio urine. Kandung kemih dalam masa nifas menjadi kurang
sensitive dan kapasitas bertambah sehingga setiap kali kencing
133
masih tertinggal urine residual (normal kurang lebih 15 cc). dalam
hal ini, sisa urine dan trauma pada kandung kemih sewaktu
persalinan dapat menyebabkan infeksi. (Sulistyawati, 2009: 78-79).
e.
Perubahan Sistem Muskuloskeletal
Menurut Heryani (2010: 32) Perubahan sistem musculoskeletal
terjadi pada saat umur kehamilan semakin bertambah. Adaptasi
mukuloskeletal
ini
mencakup
: peningkatan
berat
badan,
bergesernya pusat akibat pembesaran rahim, relaksasi dan
mobilitas. Adaptasi sistem musculoskeletal pada masa nifas:
1) Dinding perut dan peritoneum
Dinding perut akan longgar pascapersalinan. Keadaan ini akan
pulih kembali dalam 6 minggu. Pada wanita yang asthenis
terjadi diastasis dari otot-otot rectus abdominis, sehingga
sebagian dari dinding perut di garis tengah hanya terdiri dari
peritoneum, fasia tipis dan kulit.
2) Kulit abdomen
Selama masa kehamilan, kulit abdomen akan melebar,
melonggar dan mengendur hingga berbulan-bulan. Otot-otot
dari dinding abdomen dapat kembali normal kembali dalam
beberapa minggu pasca melahirkan dengan latihan post natal
134
3) Striae
Suatu perubahan warna seperti jaringan parut pada dinding
abdomen.
Striae
pada
dinding
abdomen
tidak
dapat
menghilang sempurna melainkan membentuk garis lurus yang
samar. Tingkat diastasis muskulus rektus abdominis pada ibu
post partum dapat dikaji melalui keadaan umum, aktivitas,
paritas dan jarak kehamilan, sehingga dapat membantu
menentukan lama pengembalian tonus otot menjadi normal.
f.
Perubahan ligament
Setelah janin lahir, ligamen-ligamen, diafragma pelvis dan fasia
yang meregang sewaktu kehamilan dan partus berangsur-angsur
menciut kembali seperti sedia kala. Tidak jarang ligamentum
rotundum menjadi kendor yang mengakibatkan letak uterus
menjadi retrofleksi.
1) Simpisis pubis
Pemisahan simpisis pubis jarang terjadi. Namun demikian, hal
ini dapat menyebabkan morbiditas maternal. Gejala dari
pemisahan simpisis pubis antara lain: nyeri tekan pada pubis
disertai peningkatan nyeri saat bergerak di tempat tidur
ataupun waktu berjalan. Pemisahan simpisis dapat dipalpasi.
Gejala ini dapat menghilang setelah beberapa minggu atau
bulan pasca melahirkan, bahkan ada yang menetap. Beberapa
135
gejala sistem musculoskeletal yang timbul pada masa pasca
partum antara lain:
a) Nyeri punggung bawah
b) Sakit kepala dan nyeri leher
c) Nyeri pelvis posterior
d) Disfungsi simpisis pubis
e) Diastasis rekti
f)
Osteoporosis akibat kehamilan
g) Disfungsi rongga panggul (Heryani, 2010: 36-40).
g.
Perubahan Sistem Endokrin
1) Hormon plasenta
Hormon plasenta menurun dengan cepat setelah persalinan.
HCG (Human Chorionic Gonadotropin)
menurun
dengan
cepat dan menetap sampai 10% dalam 3 jam hingga hari ke 7
post partum dan sebagai onset pemenuhan mamae pada hari ke
3 post partum. (Heryani, 2010: 41).
2) Hormon pituitary
Prolaktin darah akan meningkat dengan cepat. Pada wanita
yang tidak menyusui, prolaktin menurun dalam waktu 2
minggu. FSH dan LH akan meningkat pada fase konsentrasi
folikuler (minggu ke 3) dan LH tetap rendah hingga ovulasi
terjadi (Sulistyawati, 2009: 80).
136
3) Hypotalamik pituitary ovarium
Lamanya
seorang
wanita
mendapat
dipengaruhi oleh faktor menyusui.
menstruasi
Seringkali
juga
menstruasi
pertama ini bersifat anovulasi karena rendahnya kadar estrogen
dan progesteron. (Sulistyawati, 2009: 80).
4) Hormon oksitosin
Oksitosin dikeluarkan oleh glandula pituitari posterior dan
bekerja terhadap otot uterus dan jaringan payudara. Oksitosin
didalam sirkulasi darah menyebabkan kontraksi otot uterus dan
pada waktu yang sama membantu proses involusi uterus
(Kumalasari, 2015: 158).
5) Kadar estrogen
Setelah persalinan, terjadi penurunan kadar estrogen yang
bermakna sehingga aktivitas prolaktin yang juga sedang
meningkat
dapat
memengaruhi
kelenjar mamae
dalam
menghasilkan ASI (Sulistyawati, 2009: 80).
6) Pemilihan ovulasi dan menstruasi
Menurut Kumalasari (2015: 158-159) pada ibu yang menyusui
bayinya, ovulasi jarang sekali terjadi sebelum 20 minggu dan
tidak terjadi di atas 28 minggu pada ibu yang melanjutkan
menyusui untuk enam bulan pada ibu yang tidak menyusui
ovulasi dan menstruasi biasanya mulai antara 7-10 minggu.
137
h.
Perubahan Sistem Kardiovaskuler
Selama kehamilan, volume darah normal digunakan untuk
menampung aliran darah yang meningkat, yang diperlukan oleh
plasenta dan pembuluh darah uteri. Penarikan kembali estrogen
menyebabkan diuresis yang terjadi secara cepat sehingga
mengurangi volume plasma kembali pada proporsi normal. Aliran
ini terjadi dalam 2-4 jam pertama setelah kelahiran bayi. Selama
masa ini, ibu mengeluarkan banyak sekali jumlah urine. Hilangnya
pengesteran membantu mengurangi retensi cairan yang melekat
dengan meningkatnya vaskuler pada jaringan tersebut selama
kehamilan bersama-sama dengan trauma masa persalinan. Pada
persalinan, vagina kehilangan darah sekitar 200-500 ml, sedangkan
pada persalinan dengan SC, pengeluaran dua kali lipatnya.
Perubahan terdiri dari volume darah dan kadar Hmt (haematokrit).
Setelah persalinan, shunt akan hilang dengan tiba-tiba. Volume
darah ibu relatif akan bertambah. Keadaan ini akan menyebabkan
beban pada jantung dan akan menimbulkan decompensatio cordis
pada pasien dengan vitum cardio. Keadaan ini dapat diatasi dengan
mekanisme kompensasi dengan tumbuhnya haemokonsentrasi
sehingga volume darah kembali seperti sediakala. Umumya, ini
terjadi pada 3-5 hari post partum. (Sulistyawati, 2009: 82).
138
i.
Perubahan Tanda Vital
Pada masa nifas, tanda-tanda vital yang harus dikaji antara lain:
1) Suhu badan
Suhu tubuh wanita inpartu tidak lebih dari 37,2 derajat celcius.
Pasca melahirkan, suhu tubuh dapat naik kurang lebih 0,5
derajat celcius dari keadaan normal. Kenaikan suhu tubuh ini
akibat dari kerja keras sewaktu melahirkan, kehilangan cairan
maupun kelelahan. Kurang lebih pada hari ke 4 postpartum,
suhu badan akan naik lagi. Hal ini diakibatkan ada
pembentukan ASI, kemungkinan payudara membengkak,
maupun kemungkinan infeksi pada endometrium, mastitis,
traktus genetalis
ataupun sistem lain. Apabila kenaikan suhu
di atas 38 derajat celcius, waspada terhadap infeksi post
partum (Heryani, 2010: 42).
2) Nadi
Pasca melahirkan, denyut nadi dapat menjadi bradikardi
maupun lebih cepat. Denyut nadi yang melebihi 100 kali per
menit, harus waspada kemungkinan infeksi atau perdarahan
postpartum (Heryani, 2010: 42).
3) Tekanan darah
Pasca melahirkan pada kasus normal, tekanan darah biasanya
tidak berubah. Perubahan tekanan darah menjadi lebih rendah
pasca
melahirkan
dapat
diakibatkan
oleh
perdarahan.
139
Sedangkan tekanan darah tinggi pada postpartum merupakan
tanda terjadinya pre eklamsi post partum. Namun demikian,
hal tersebut sangat jarang terjadi (Heryani, 2010: 43). Pada
beberapa kasus ditemukan tekanan darah tinggi pada
postpartum akan menghilang dengan sendirinya apabila tidak
terdapat penyakit-penyakit lain yang menyertainya dalam
setengah bulan tanpa pengobatan (Kumalasari, 2015: 157).
4) Pernafasan
Pada ibu postpartum umumnya pernafasan lambat atau normal.
Hal ini dikarenakan ibu dalam keadaan pemulihan atau dalam
kondisi istirahat. Keadaan pernafasan selalu berhubungan
dengan keadaan suhu dan denyut nadi. Bila suhu nadi tidak
normal, pernafasan juga akan mengikutinya, kecuali apabila
ada gangguan khusus pada saluran nafas. Bila pernafasan pada
masa postpartum menjadi lebih cepat, kemungkinan ada tandatanda syok (Heryani, 2010: 43).
j.
Perubahan Sistem Hematologi
Pada hari pertama postpartum, kadar fibrinogen dan plasma akan
sedikit menurun tetapi darah lebih mengental dengan peningkatan
viskositas sehingga meningkatkan faktor pembekuan darah. Jumlah
leukosit akan tetap tinggi selama beberapa hari pertama masa
postpartum.
Pada
awal
post
partum, jumlah hemoglobin,
hematokrit dan eritrosit sangat bervariasi. Hal ini disebabkan
140
volume darah, volume plasenta dan tingkat volume darah yang
berubah-ubah. Tingkatan ini dipengaruhi oleh status gizi dan
hidarasi dari wanita tersebut. Penurunan volume dan peningkatan
sel darah pada kehamilan diasosiasikan dengan peningkatan
hematokrit dan hemoglobin pada hari ke 3-7 postpartum dan akan
normal dalam 4-5 minggu postpartum. Jumlah kehilangan darah
selama masa persalinan kurang lebih 200-500 ml, minggu pertama
postpartum berkisar 500-800 ml dan selama
sisa
masa
nifas
berkisar 500 ml (Heryani, 2010: 44-45).
7.
Adaptasi Psikologi Ibu Masa Nifas
Setelah melahirkan, ibu mengalami perubahan fisik dan fisiologis
yang juga mengakibatkan adanya beberapa perubahan dari psikisnya. Ia
mengalami stimulasi kegembiraan yang luar biasa, menjalani proses
eksplorasi dan asimilasi terhadap bayinya, berada di bawah tekanan
untuk dapat menyerap pembelajaran yang diperlukan tentang apa yang
harus diketahuinya dan perawatan untuk bayinya, dan merasa tanggung
jawab yang luar biasa sekarang untuk menjadi seorang “ibu”.
(Sulistyawati, 2009: 87). Tidak mengherankan bila ibu mengalami
sedikit perubahan perilaku dan sesekali merasa kerepotan.
141
Masa ini adalah masa rentan dan terbuka untuk bimbingan dan
pembelajaran. Reva Rubin membagi periode ini menjadi 3 bagian,
antara lain:
a.
Periode “Taking In”
1) Periode ini terjadi 1-2 hari sesudah melahirkan. Ibu baru pada
umumnya pasif dan tergantung, perhatiannya tertuju pada
kekhawatiran akan tubuhnya.
2) Ia
mungkin
akan
mengulang-ulang
menceritakan
pengalamannya waktu melahirkan.
3) Tidur tanpa gangguan sangat penting untuk mengurangi
gangguan kesehatan akibat kurang istirahat.
4) Peningkatan nutrisi dibutuhkan untuk mempercepat pemulihan
dan penyembuhan luka, serta persiapan proses laktasi aktif.
5) Dalam memberikan asuhan, bidan harus dapat memfasilitasi
kebutuhan psikologis ibu. Pada tahap ini, bidan dapat menjadi
pendengar yang baik ketika ibu menceritakan pengalamannya.
Berikan juga dukungan mental atau apresiasi atas hasil
perjuangan ibu sehingga dapat berhasil melahirkan anaknya.
Bidan harus dapat menciptakan suasana yang nyaman bagi ibu
sehingga ibu dapat dengan leluasa dan terbuka mengemukakan
permasalahan yang dihadapi pada bidan. Dalam hal ini, sering
terjadi kesalahan dalam pelaksanaan perawatan yang dilakukan
oleh pasien terhadap dirinya dan bayinya hanya karena
142
kurangnya jalinan komunikasi yang baik antara pasien dan
bidan. (Sulistyawati, 2009: 87-88).
b.
Periode “Taking Hold”
Periode taking hold yaitu periode yang berlangsung antara 3-10
hari setelah melahirkan. Pada fase ini ibu timbul rasa khawatir akan
ketidakmampuan dan rasa tanggung jawabnya dalam merawat bayi.
Ibu mempunyai perasaan sangat sensitive sehingga mudah
tersinggung dan mudah marah. Tugas bidan antara lain
mengajarkan cara perawatan bayi, cara menyusui yang benar, cara
perawatn luka jahitan, pendidikan kesehatan gizi, istirahat, senam
nifas, kebersihan diri dan lain-lain (Suherni dkk, 2009: 89).
c.
Periode “Letting Go”
1) Periode ini biasanya terjadi setelah ibu pulang ke rumah.
Periode ini pun sangat berpengaruh terhadap waktu dan
perhatian yang diberikan oleh keluarga.
2) Ibu mengambil tanggung jawab terhadap perawatan bayi dan ia
harus beradaptasi dengan segala kebutuhan bayi yang sangat
tergantung padanya. Hal ini menyebabkan berkurangnya hak
ibu, kebebasan, dan hubungan sosial.
3) Depresi postpartum umumnya terjadi pada periode ini
(Sulistyawati, 2009: 89).
143
Faktor-faktor yang memengaruhi suksesnya masa transisi ke masa
menjadi orang tua pada saat post partum, antara lain:
1) Respon dan dukungan keluarga dan teman
2) Hubungan dari pengalaman melahirkan terhadap harapan dan
aspirasi
3) Pengalaman melahirkan dan membesarkan anak yang lalu
4) Pengaruh budaya (Sulistyawati, 2009: 89-90).
8.
Kebutuhan Dasar Ibu Masa Nifas dan Menyusui
a.
Nutrisi dan cairan
Ibu nifas harus mengkonsumsi makanan yang mengandung zat-zat
yang berguna bagi tubuh ibu pasca melahirkan dan untuk persiapan
produksi ASI, bervariasi dan seimbang, terpenuhi kebutuhan
karbohidrat, protein, zat besi, vitamin dan mineral untuk mengatasi
anemia, cairan dan serat untuk memperlancar ekskresi. Nutrisi yang
dikonsumsi harus bermutu tinggi, bergizi dan mengandung cukup
kalori yang berfungsi untuk proses metabolisme tubuh. Kebutuhan
kalori wanita dewasa yang sehat dengan berat badan 47 kg
diperkirakan sekitar 2.200 kalori/hari. Ibu yang berada dalam masa
nifas dan menyusui membutuhkan kalori yang sama dengan wanita
dewasa, ditambah 700 kalori pada 6 bulan pertama untuk
memberikan ASI eksklusif dan 500 kalori pada bulan ke tujuh dan
selanjutnya.
144
Ibu juga dianjurkan untuk minum setiap kali menyusui dan
menjaga kebutuhan hidrasi sedikitnya 3 liter setiap hari. Tablet besi
masih tetap diminum untuk mencegah anemia, minimal sampai 40
hari post partum. Vitamin A (200.000 IU) dianjurkan untuk
mempercepat
proses
penyembuhan
pasca
melahirkan
dan
menyalurkannya ke bayi melalui ASI. Ibu nifas yang membatasi
asupan kalori secara berlebihan sehingga menyebabkan terjadinya
penurunan berat badan lebih dari setengah kg/minggu, akan
mempengaruhi produksi ASI (Martalia, 2014: 47-48).
b.
Ambulasi Dini (Early Ambulation)
Ambulasi dini adalah kebijaksanaan untuk selekas mungkin
membimbing
pasien
keluar
dari
tempat
tidurnya
dan
membimbingnya untuk berjalan. Menurut penelitian, ambulasi dini
tidak mempunyai pengaruh yang buruk, tidak menyebabkan
perdarahan yang abnormal, tidak memengaruhi penyembuhan luka
episiotomy, dan tidak memperbesar kemungkinan terjadinya
prolaps uteri atau retrofleksi. Ambulasi dini tidak dibenarkan pada
pasien dengan penyakit anemia, jantung, paru-paru, demam, dan
keadaan lain yang masih membutuhkan istirahat. Adapun
keuntungan dari ambulasi dini, antara lain:
1) Penderita merasa lebih sehat dan lebih kuat.
2) Faal usus dan kandung kemih menjadi lebih baik
145
3) Memungkinkan bidan untuk memberikan bimbingan kepada
ibu mengenai cara merawat bayinya
4) Lebih sesuai dengan keadaan Indonesia (lebih ekonomis)
(Sulistyawati, 2009: 100-101).
c.
Eliminasi
1) Miksi (BAK)
Kebanyakan pasien dapat melakukan BAK secara spontan
dalam 8 jam setelah melahirkan. Selama kehamilan terjadi
peningkatan ekstraseluler 50%. Setelah melahirkan cairan ini
dieliminasi sebagai urine. Buang air kecil sendiri sebaiknya
dilakukan secepatnya. Miksi normal bila dapat BAK spontan
setiap 3-4 jam.
2) Defekasi (BAB)
Buang air besar biasanya tertunda selama 2 sampai 3 hari
setelah melahirkan karena enema prapersalinan, diit cairan,
obat-obatan analgesic selama persalinan dan perineum yang
sakit. Memberikan asupan cairan yang cukup, diet yang tinggi
serat serta ambulasi secara teratur dapat membantu untuk
mencapai regulasi BAB (Heryani, 2010: 61).
d.
Kebersihan Diri
Beberapa langkah penting dalam perawatan kebersihan diri ibu post
partum, antara lain:
146
1) Jaga kebersihan seluruh tubuh untuk mencegah infeksi dan
alergi kulit pada bayi. Kulit ibu yang kotor karena keringat
atau debu dapat menyebabakan kulit bayi mengalami alergi
melalui sentuhan kulit ibu dengan bayi.
2) Membersihkan daerah kelamin dengan sabun adan air.
Pastikan bahwa ibu mengerti untuk membersihkan daerah
vulva terlebih dahulu, dari depan ke belakang, baru kemudian
membersihkan daerah anus.
3) Mengganti pembalut setiap kali darah sudah penuh atau
minimal 2 kali dalam sehari. Kadang hal ini terlewat untuk
disampaikan kepada pasien. Masih adanya luka terbuka
didalam rahim dan vagina sebagai satu-satunya port de entre
kuman penyebab infeksi rahim maka ibu harus senantiasa
menjaga suasana keasaman dan kebersihan vagina dengan
baik.
4) Mencuci tangan dengan sabun dan air setiap kali ia selesai
membersihkan daerah kemaluannya.
5) Jika mempunyai luka episiotomy, hindari untuk menyentuh
daerah luka. Ini yang kadang kurang diperhatikan oleh pasien
dan tenaga kesehatan. Karena rasa ingin tahunya, tidak jarang
pasien berusaha menyentuh luka bekas jahitan di perineum
tanpa memerhatikan efek yang dapat ditimbulkan dari
tindakannya
ini.
Apalagi
pasien kurang memerhatikan
147
kebersihan tangannya sehingga tidak jarang terjadi infeksi
sekunder (Sulistyawati, 2009: 102).
e.
Istirahat
Ibu nifas memerlukan istirahat yang cukup, istirahat tidur yang
dibutuhkan ibu nifas sekitar 8 jam pada malam hari dan 1 jam pada
siang hari. Hal-hal yang dapat dilakukan ibu dalam memenuhi
kebutuhan istirahatnya:
1) Anjurkan ibu untuk istirahat
2) Sarankan ibu untuk melakukan kegiatan rumah tangga secara
perlahan
3) Tidur siang atau istirahat saat bayi tidur
Kurang istirahat dapat menyebabkan
1) Jumlah ASI berkurang
2) Memperlambat proses involusio uteri
3) Menyebabkan depresi dan ketidakmampuan dalam merawat
bayi sendiri (Heryani, 2010: 62-63).
f.
Seksual
Secara fisik, aman untuk melakukan hubungan sseksual begitu
darah merah berhenti dan ibu dapat memasukkan satu atau dua
jarinya ke dalam vagina tanpa rasa nyeri. Banyak budaya dan
agama yang melarang untuk melakukan hubungan seksual sampai
masa waktu tertentu, misalnya setelah 40 hari atau 6 minggu
148
setelah kelahiran. Keputusan bergantung pada pasangan yang
bersangkutan. (Sulistyawati, 2009: 103).
g.
Latihan/senam nifas
Organ-organ tubuh wanita akan kembali seperti semula sekitar 6
minggu. Oleh karena itu, ibu akan berusaha memulihkan dan
mengencangkan bentuk tubuhnya. Hal tersebut dapat dilakukan
dengan cara latihan senam nifas. Senam nifas adalah senam yang
dilakukan sejak hari pertama melahirkan sampai dengan hari ke
sepuluh. Senam nifas ialah senam yang bertujuan untuk
mengembalikan otot-otot terutama rahim dan perut kekeadaan
semula atau mendekati sebelum hamil. Beberapa faktor yang
menentukan kesiapan ibu untuk memulai senam nifas antara lain:
1) Tingkat kebugaran tubuh ibu
2) Riwayat persalinan
3) Kemudahan bayi dalam pemberian asuhan
4) Kesulitan adaptasi postpartum
Tujuan senam nifas:
1) Membantu mempercepat pemulihan kondisi ibu
2) Mempercepat proses involusio uteri
3) Memperkuat dan mempertahankan elastisitas otot-otot dinding
perut,
ligament-ligamen,
otot-otot
dasar
panggul
sebagainya yang berhubungan dengan proses persalinan
dan
149
4) Membantu memulihkan dan mengencangkan otot panggul,
perut dan perineum
5) Memperlancar pengeluaran lokhea
6) Membantu mengurangi rasa sakit
7) Merelaksasikan otot-otot yang menunjang proses kehamilan
dan persalinan
8) Mengurangi kelainan dan komplikasi masa nifas (Heryani,
2010: 64-65).
Manfaat senam nifas antara lain:
1) Membantu memperbaiki sirkulasi darah
2) Memperbaiki sikap tubuh dan punggung pasca persalinan
3) Memperbaiki otot tonus, pelvis dan peregangan otot abdomen
4) Memperbaiki dan memperkuat otot panggul
5) Membantu ibu lebih relaks dan segar pasca melahirkan
(Heryani, 2010: 65).
9.
Tanda Bahaya Masa Nifas
a.
Keadaan abnormal pada payudara
1) Bendungan ASI. Disebabkan oleh penyumbatan saluran ASI.
Keluhan payudara bengkak, keras, dan terasa panas sampai
suhu badan meningkat.
150
2) Mastitis dan Abses Mammae
Infeksi ini menimbulkan demam, nyeri lokal pada mammae,
pemadatan mammae dan terjadi perubahan warna kulit
mammae (Heryani, 2010: 108).
b.
Infeksi masa nifas
Infeksi masa nifas atau sepsis puerperalis adalah infeksi pada
traktus genetalia yang terjadi pada setiap saat antara awitan pecah
ketuban (rupture membrane) atau persalinan dan 42 hari setelah
persalinan atau abortus dimana terdapat dua atau lebih dari tandatanda berikut, nyeri pelvic, demam 38,50C atau lebih, rabas
vaginayang
abnormal,
rabas
vagina
yang
berbau
busuk,
keterlambatan dalam kecepatan penurunan uterus (Suherni dkk,
2009: 132).
c.
Komplikasi Postpartum Menurut Purwanti (2012: 80).
1) Postpartum Hemorrhage (PHH)
PPH secara tradisional didefinisikan sebagai kehamilan lebih
dari 500 ml darah setelah melahirkan secara normal dan 1000
mendefinisikan
PPH
sebagai
bentuk
perubahan
10%
hematokrit yang diterima untuk persalinan dan postpartum atau
kebutuhan untuk transfuse eritrosit (Nugroho, 2012: 247).
PPH telah diklasifikasikan menjadi PPH awal (primer) dan
PPH akhir (sekunder). Awal, akut, atau primer PPH terjadi
dalam waktu 24 jam kelahiran. Terlambat atau sekunder PPH
151
terjadi lebih dari 24 jam tapi kurang dari 6 minggu
pascapersalinan (Anggraini, 2010: 90).
Penyebab Postpartum Hemorrhage sebagai berikut:
a) Atonia Uteri
Atonia uteri biasanya ditandai dengan adanya hipotonik
rahim. Biasanya, pelepasan plasenta diikuti dengan adanya
kontraksi rahim, yang juga mencegah perdarahan dari
plasenta. Menurut Anggraini (2010: 91) penyebab lain
atonia termasuk kelahiran traumatis, penggunaan anestesi
halogenasi (misalnya, halotan) atau magnesium sulfat,
tenaga kerja yang cepat atau lama, korioamnionitis, dan
penggunaan oksitosin untuk induksi persalinan atau
augmentasi.
b) Laserasi Jalan Lahir
Laserasi vagina, perineum, dan serviks juga merupakan
penyebab PPH. Perdarahan yang berhubungan dengan
laserasi harus dicurigai jika perdarahan terus meskipun
suatu perusahaan, dikontrak fundus uteri. Perdarahan ini
bisa menjadi tetesan lambat, sebuah mengalir, atau
perdarahan frank. Faktor-faktor yang mempengaruhi
penyebab dan kejadian laserasi obstetri pada saluran
genitalia yang lebih rendah termasuk kelahiran operatif,
lahir endapan, kelainan bawaan dari bagian-bagian lunak
152
ibu, dan panggul berkontraksi. Ukuran, presentasi
abnormal, dan posisi janin; ukuran relatif dari bagian
presentasi dan jalan lahir; parut sebelumnya dari infeksi,
cedera, atau operasi; dan vulva, perineum, dan vagina
varises juga dapat menyebabkan laserasi (Anggraini,
2010: 91).
c) Plasenta Tertinggal
Menurut Marmi (2011: 195) Penyebab plasenta yang
abnormal terkadang tidak diketahui penyebabnya, tetapi
diduga dari hasil implantasi zigot di daerah endometrium
yang cacat sehingga ada tidak ada zona pelepasan antara
plasenta dan desidua. Upaya untuk melepas plasenta yang
tidak berhasil, dan laserasi atau perforasi dinding rahim
bisa terjadi, menempatkan wanita pada resiko besar untuk
PPH berat dan infeksi. Tidak biasa penyebab plasenta
mungkin parsial atau lengkap. Berikut penjelasannya:
(1) Plasenta akreta yaitu plasenta yang merekat pada
miometrium oleh trofoblas
(2) Plasenta inkreta yaitu plasenta yang merekat pada
endometrium
(3) Plasenta perkreta yaitu plasenta yang merekat pada
peritoneum atau perforasi uterus oleh plasenta.
Perdarahan dengan lengkap atau total akreta plasenta
153
mungkin tidak terjadi mencoba kecuali pelepasan
plasenta. Dengan keterlibatan lebih luas, perdarahan
akan menjadi berlimpah saat pengangkatan plasenta
dicoba. Perawatan termasuk terapi penggantian
komponen
darah,
dan
histerektomi
dapat
diindikasikan.
d) Inversio Uteri
Inversio uterus merupakan keadaan dimana lapisan dalam
uterus (endometrium) turun dan keluar lewat ostium uteri
eksternum yang dapat bersifat inkomplit sampai komplit
(Anggraini, 2010: 93).
e) Sub involusio uteri
Sub ivolusi uterus merupakan kegagalan uterus untuk
mengikuti pola normal involusi/proses involusi rahim
tidak berjalan sebagai semestinya sehingga proses
pengecilan uterus terhambat, ligamen, fasia dan jaringan
penunjang
serta
alat
genitalia
elastisitasnya ( Anggraini, 2010: 93).
sudah
berkurang
154
2.1.4 KONSEP DASAR BAYI BARU LAHIR
1.
Pengertian Bayi Baru Lahir
Bayi baru lahir disebut juga dengan neonatus merupakan individu
yang sedang bertumbuh dan baru saja mengalami trauma kelahiran serta
harus dapat melakukan penyesuaian diri dari kehidupan intrauterin ke
kehidupan ekstrauterin (Dewi, 2011: 1).
Bayi baru lahir sering disebut dengan newborn atau neonatus. Bayi
baru lahir adalah bayi, dari lahir sampai usia 4 minggu dengan usia
gestasi 38-42 minggu (Maryunani, 2010: 359).
Neonatus atau bayi baru lahir normal adalah bayi baru lahir normal
dengan berat lahir antara 2500-4000 gram, cukup bulan, lahir langsung
menangis, dan tidak ada kelainan kongenital (cacat bawaan) yang berat
(Kumalasari, 2015: 209).
2.
Klasifikasi Bayi Baru Lahir
a.
Berdasarkan usia kehamilan
1) Neonatus kurang bulan (preterm infant): kurang dari 259 hari
(37 minggu).
2) Neonatus cukup bulan (term infant): 259 sampai 294 hari (3742 minggu).
3) Neonatus lebih bulan (posterm infant): lebih dari 294 (42
minggu) atau lebih.
155
b.
Berdasarkan berat lahir
1) Neonatus berat lahir rendah yaitu kurang dari 2500 gram
2) Neonatus berat lahir cukup yaitu antara 2500 sampai 4000
gram
3) Neonatus berat lahir lebih yaitu lebih dari 4000 gram
(Muslihatun, 2010: 27).
3.
Ciri-Ciri Bayi Baru Lahir Normal
a.
Lahir aterm antara 37-42 minggu
b.
Berat badan 2500-4000 gram
c.
Panjang badan 48-52 cm
d.
Lingkar dada 30-38 cm
e.
Lingkar kepala 33-35 cm
f.
Lingkar lengan 11-12 cm
g.
Frekuensi denyut jantung 120-160 x/menit
h.
Pernapasan ±40-60 x/menit
i.
Kulit kemerah-merahan dan licin karena jaringan subkutan yang
cukup
j.
Rambut lanugo tidak terlihat dan rambut kepala biasanya telah
sempurna
k.
Kuku agak panjang dan lemas
l.
Nilai APGAR >7
m. Gerak aktif
n.
Bayi lahir langsung menangis kuat
156
o.
Refleks rooting (mencari putting susu dengan rangsangan taktil
pada pipi dan daerah mulut) sudah terbentuk dengan baik
p.
Refleks sucking (isap dan menelan) sudah terbentuk dengan baik
q.
Refleks morro (gerakan memeluk bila dikagetkan) sudah terbentuk
dengan baik
r.
Refleks grasping (menggenggam) sudah baik
s.
Genitalia
1) Pada laki-laki kematangan ditandai dengan testis yang berada
pada skrotum dan penis yang berlubang
2) Pada perempuan kematangan ditandai dengan vagina dan
uretra yang berlubang, serta adanya labia minora dan mayora.
t.
Eliminasi baik yang ditandai dengan keluarnya mekonium dalam
24 jam pertama dan berwarna hitam kecoklatan (Dewi, 2011: 2).
4.
Tahapan Bayi Baru Lahir
a.
Tahap I terjadi segera setelah lahir, selama menit-menit pertama
kelahiran. Pada tahap ini digunakan sistem scoring apgar untuk
fisik dan scoring gray untu interaksi bayi dan ibu.
b.
Tahap II disebut tahap transisional reaktivitas. Pada tahap II
dilakukan pengkajian selama 24 jam pertama terhadap adanya
perubahan perilaku.
c.
Tahap III disebut tahap periodik, pengkajian dilakukan setelah 24
jam pertama yang meliputi pemeriksaan seluruh tubuh (Dewi,
2011: 3).
157
Tabel 2.8
Tanda APGAR
Tanda
Appearance
(warna kulit)
Nilai : 0
Pucat/biru
seluruh
tubuh
Nilai : 1
Tubuh
merah,
ekstremitas
biru
<100
Nilai : 2
Seluruh
tubuh
kemerahan
Pulse
(denyut
jangtung)
Tidak ada
Grimace
(tonus otot)
Tidak ada
Ekstremitas
sedikit fleksi
Gerakan
aktif
Activity
(aktivitas)
Tidak ada
Sedikit gerak
Langsung
menangis
Respiration
(pernafasan)
Tidak ada
Lemah/tidak
teratur
Menangis
>100
Sumber : (Dewi, 2011: 2-3).
Interpretasi :
a. Nilai 1-3 asfiksia berat
b. Nilai 4-6 asfiksia sedang
c. Nilai 7-10 asfiksia ringan ( normal ) (Dewi, 2011: 2-3).
5.
Perubahan Fisiologi Bayi Baru Lahir
Fisiologi bayi baru lahir merupakan ilmu yang mempelajari fungsi
dan proses vital neonatus. Neonatus adalah individu yang baru saja
mengalami proses kelahiran dan harus menyesuaikan diri dari
kehidupan intrauterine ke kehidupan ekstrauterin. Selain itu, neonatus
adalah individu yang sedang bertumbuh. (Winarsih, 2010: 12).
158
a.
Sistem Pernapasan
Tabel mengenai perkembangan sistem pulmonal sesuai dengan usia
kehamilan.
Tabel 2.9
Perkembangan Sistem Pulmonal Sesuai Dengan Usia Kehamilan
Usia Kehamilan
Perkembangan
24 hari
Bakal paru-paru terbentuk
26-28 hari
Kedua bronkus membesar
6 minggu
Segmen bronkus terbentuk
12 minggu
Lobus terdiferensiasi
24 minggu
Alveolus terbentuk
28 minggu
Surfaktan terbentuk
34-36 minggu
Struktur paru matang
Sumber : Dewi, 2012: 12.
Ketika
struktur
matang,
ranting
paru-paru
sudah
bisa
mengembangkan sistem alveoli. Selama dalam uterus, janin
mendapat oksigen dari pertukaran gas melalui plasenta dan setelah
bayi lahir, pertukaran gas harus melalui paru-paru bayi.
Rangsangan gerakan pernapasan pertama terjadi karena beberapa
hal berikut:
1) Tekanan mekanik dari torak sewaktu melalui jalan lahir
(stimulasi mekanik).
159
2) Penurunan
PaO2 dan
peningkatan
PaCO2 merangsang
kemoreseptor yang terletak di sinus karotikus (stimulasi
kimiawi)
3) Rangsangan dingin di daerah muka dan perubahan suhu di
dalam uterus (stimulasi sensorik)
4) Refleks deflasi Hering Breur
Pernapasan pertama bayi normal terjadi dalam waktu 30 menit
pertama sesudah lahir. Usaha bayi pertama kali untuk
mempertahankan tekanan alveoli, selain karena adanya
surfaktan, juga karena adanya tarikan napas dan pengeluaran
napas dengan merintih sehingga udara bisa tertahan di dalam.
Cara neonatus bernapas dengan cara bernapas difragmatik dan
abdominal, sedangkan untuk frekuensi dan dalamnya bernapas
belum teratur. Apabila surfaktan berkurang, maka alveoli akan
kolaps dan paru-paru kaku, sehingga terjadi atelektasis. Dalam
kondisi
seperti
mempertahankan
ini
(anoksia),
hidupnya
neonatus
karena
masih
adanya
dapat
kelanjutan
metabolisme anaerobic (Dewi, 2011: 12-13).
b.
Peredaran darah
Selama kehidupan janin, darah sebagian besar melalui paru-paru
dan hepar melalui venosus, foramen ovale, dan duktus arteriosus.
Ketika darah umbilicus berhenti saat lahir, perbedaan akan tiba-tiba
terjadi dalam sistem sirkulasi. Perbedaan ini menyebabkan
160
peningkatan aliran darah ke paru-paru dan hepar untuk turut serta
menurunkan aliran darah melalui jalan pintas. Rata-rata nadi apikal
120-160x/menit dapat berfluktuasi dari 70-100 kali per menit
sampai 180 kali per menit saat menangis. Tekanan darah terbentang
dari 60 – 80 mmHg (sistolik), 40-45 mmHg (diastolik). Rata-rata
tekanan istirahat kira-kira 74- 76 mmHg. Tekanan darah paling
rendah pada usia tiga jam. Tali pusat diklem dengan aman tanpa
rembesan darah, menunjukkan tanda-tanda pengeringan dalam 1-2
jam kelahiran, mengkerut dan menghitam pada hari kedua dan
ketiga. Sistem sirkulasi pada bayi baru lahir juga dapat dijelaskan
sebagai berikut: aliran darah janin (fetus) bermula dari vena
umbilicus, akibat tahanan pembuluh paru yang besar. Pada waktu
bayi lahir, terjadi pelepasan dari plasenta secara mendadak (pada
saat tali pusat dijepit/diklem), tekanan atrium kanan menjadi
rendah, tahanan pembuluh darah sistemik naik dan pada saat yang
sama paru mengembang. Tahanan vaskuler paru menyebabkan
penutupan foramen ovale (menutup setelah beberapa minggu).
Penutupan duktus arteriosus secara fisiologis terjadi pada umur 1015 jam yang disebabkan kontraksi otot-otot polos pada akhir arteri
pulmonalis dan secara anatomis pada usia 2-3 minggu.
161
Jadi, dapat disimpulkan pada bayi baru lahir terdapat adaptasi
kardiovaskuler/sistem sirkulasi sebagi berikut:
1) Menutupnya foramen ovale, dimana oksigen di paru:
a) Resistensi vaskuler di paru menurun
b) Tekanan pada jantung kanan menurun
c) Tekanan pada jantung kiri meningkat
d) Menyebabkan foramen tertutup dalam beberapa jam
sampai beberapa bulan.
2) Menutupnya duktus arteriosus
Tekanan /PaO2 meningkat setelah pernafasan pertama, yang
menyebabkan konstriksi duktus arteriosus dalam 15 jam
sampai 3 minggu.
3) Menutupnya duktus venosus, terjadi setelah pemotongan tali
pusat sampai 1 minggu (Maryunani, 2010: 366-367).
Gambar 2.22
Sistem Peredaran Darah Bayi Baru Lahir
Sumber : Maryunani, 2010: 368.
162
c.
Suhu Tubuh
Empat kemungkinan mekanisme yang dapat menyebabkan bayi
baru lahir kehilangan panas tubuhnya.
Gambar 2.23
Mekanisme Kehilangan Panas Pada Bayi Baru Lahir
Sumber : Dewi, 2011: 11
1) Konduksi
Panas dihantarkan dari tubuh bayi ke benda sekitarnya yang
kontak langsung dengan tubuh bayi. Sebagai contoh, konduksi
bisa terjadi ketika menimbang bayi tanpa alas timbangan,
memegang bayi saat tangan dingin, dan menggunakan
stetoskop dingin untuk pemeriksaan BBL (Dewi. 2011: 13-14).
2) Konveksi
Panas hilang dari tubuh bayi ke udara sekitarnya yang sedang
bergerak. Sebagai contoh, konveksi dapat terjadi ketika
membiarkan atau menempatkan BBL dekat jendela, atau
membiarkan BBL di ruangan yang terpasang kipas angin.
(Dewi, 2011: 14).
163
3) Radiasi
Panas dipancarkan dari BBL keluar tubuhnya ke lingkungan
yang lebih dingin. Sebagai contoh, membiarkan BBL dalam
ruangan AC tanpa diberikan pemanas (radiant warmer),
membiarkan BBL dalam keadaan telanjang, atau menidurkan
BBL berdekatan dengan ruangan yang dingin (dekat tembok).
(Dewi, 2011: 14).
4) Evaporasi
Panas hilang melalui proses penguapan yang bergantung pada
kecepatan dan kelembapan udara (perpindahan panas dengan
cara mengubah cairan menjadi uap). Evaporasi ini dipengaruhi
oleh jumlah panas yang dipakai, tingkat kelembapan udara,
dan aliran udara yang melewati. Apabila BBL dibiarkan dalam
suhu kamar 25 derajat celcius, maka bayi akan kehilangan
panas melalui konveksi, radiasi, dan evaporasi yang besarnya
200 kg/BB, sedangkan yang dibentuk hanya sepersepuluhnya
saja (Muslihatun, 2010: 12-13). Agar dapat mencegah
tejadinya kehilangan panas pada bayi, maka lakukan hal
berikut:
a) Keringkan bayi secara saksama
b) Selimuti bayi dengan selimut atau kain bersih yang kering
dan hangat.
c) Tutup bagian kepala bayi
164
d) Anjurkan ibu untuk memeluk dan menyusui bayinya
e) Jangan segera menimbang atau memandikan bayi baru
lahir
f)
Tempatkan bayi di lingkungan yang hangat (Dewi, 2011:
14).
d.
Urinaria
Ekskresi urine terjadi pertama kali pada janin sewaktu berusia
sekitar 4 bulan. Pada saat lahir, fungsi ginjal sebanding dengan
30% sampai 50% dari kapasitas dewasa dan belum cukup matur
untuk memekatkan urine. Namun demikian, urine terkumpul dalam
kandung kemih. Bayi biasanya berkemih dalam waktu 24 jam.
Volume urine bayi baru lahir adalah 15 – 60 ml/24 jam, dengan
frekuensi 2-6 kali sampai 20 kali per hari. Penting untuk mencatat
saat berkemih pertama kali. Bayi baru lahir sukar memekatkan air
kemih (urine), tetapi kemampuan mengencerkan urine seperti orang
dewasa. Bila terjadi anuria harus dilaporkan, karena hali ini
mungkin menandakan anomaly congenital dari sistem urinaria
(Maryunani, 2010: 368).
e.
Sistem Gastrointestinal
Kebuthan nutrisi dan kalori janin terpenuhi langsung dari ibu
melalui plasenta, sehingga gerakan ususnya tidak aktif dan tidak
memerlukan enzim pencernaan, dan kolonisasi bakteri di usus
negatif. Setelah lahir gerakan usus mulai aktif, sehingga
165
memerlukan enzim pencernaan, dan kolonisasi bakteri di usus
positif. Syarat pemberian minum adalah sirkulasi baik, bising usus
positif, tidak ada kembung, pasase mekonium positif, tidak ada
muntah dan sesak napas. Refleks gumoh dan refleks batuk sudah
terbentuk baik saat lahir. Kemampuan bayi untuk menelan dan
mencerna makanan selain susu masih terbatas. Hubungan antara
esophagus dan lambung masih belum sempurna (gumoh) dan
kapasitas lambung masih terbatas (30 cc). Dua sampai tiga hari
pertama kolon berisi mekonium yang lunak berwarna hijau
kecokelatan, yang berasal dari saluran usus dan tersusun atas,
mucus dan sel epidermis. Warna yang khas berasal dari pigmen
empedu. Beberapa jam sebelum lahir usus masih steril, tetapi
setelah itu bakteri menyerbu masuk. Pada hari ke 3 atau ke 4
mekonium menghilang (Deslidel, 2011: 3).
166
6.
Penanganan Bayi Baru Lahir Berdasarkan APGAR SKOR
Tabel 2.10
Penanganan Bayi Baru Lahir
Nilai
APGAR lima
menit
pertama
0-3
4-6
7-10
Penanganan
-
Tempatkan ditempat hangat
dan lampu sebagai sumber
penghangat
- Pemberian oksigen
- Resusitasi
- Stimulasi
- Rujuk
- Tempatkan dalam tempat yang
hangat
- Pemberian oksigen
- Stimulasi taktil
- Dilakukan penatalaksanaan
sesuai dengan bayi baru lahir
normal
Sumber : Sulistyawati dkk, 2010.
7.
Kebutuhan Dasar Bayi Baru Lahir
a.
Nutrisi
Tabel 2.11
Kebutuhan dasar cairan dan kalori pada neonatus
Hari
Cairan/Kg/hari Kalori/kg/hari
kelahiran
Hari ke-1
60 ml
40 kal
Hari ke-2
70 ml
50 kal
Hari ke-3
80 ml
60 kal
Hari ke-4
90 ml
70 kal
Hari ke-5
100 ml
80 kal
Hari ke-6
110 ml
90 kal
Hari ke-7
120 ml
100 kal
Hari
ke- 150-200 ml
>120 kal
>10
Sumber : Saifuddin, 2007: 380.
167
Pada jam-jam pertama energy didapatkan dari perubahan
karbohidrat. Kemudian pada hari kedua energy berasal dari
pembakaran lemak setelah mendapat susu kurang lebih hari ke-6
(Marmi, 2012: 313). Kemudian Menurut Rukiyah (2010: 379)
kebutuhan energy bayi pada tahun pertama sangat bervariasi
menurut usia dan berat badan. Taksiran kebutuhan selama dua
bulan pertama adalah sekitar 120 kkal/kgBB/hari. Secara umum,
selama 6 bulan pertama bayi membutuhkan energy sebesar 115120 kkal/kgBB/hari.
b.
Eliminasi
Menurut Marmi (2012: 314) Pengeluaran mekonium biasanya
dalam 10 jam pertama dan dalam 4 hari biasanya tinja sudah
berbentuk dan berwarna biasa. Kemudian menurut Fraser (2009:
711) feses pertama ini berwarna hijau kehitaman, lengket serta
mengandung empedu, asam lemak, lendir dan sel epitel. Sejak hari
ke tiga hingga ke lima kelahiran, feses mengalami tahap transisi
dan menjadi warna kuning kecoklatan. Urine pertama dikeluarkan
dalam 24 jam pertama dan setelahnya dengan frekuensi yang
semakin sering seiring meningkatnya asupan cairan. Urine encer,
berwarna kuning dan tidak berbau.
c.
Istirahat dan tidur
Menurut Sulistyawati (2010: 78) dalam 2 minggu pertama setelah
lahir, bayi normalnya sering tidur. Bayi baru lahir sampai usia 3
168
bulan rata-rata tidur selama 16 jam. Pada umumnya bayi bangun
sampai malam hari pada usia 3 bulan. Sebaiknya ibu selalu
menyediakan selimut dan ruangan yang hangat, serta memastikan
bayi tidak terlalu panas atau terlalu dingin. Jumlah waktu tidur bayi
akan berkurang seiring dengan bertambahnya usia bayi.
d.
Personal hygiene
Bayi dimandikan ditunda sampai sedikitnya 4-6 jam setelah
kelahiran, setelah suhu bayi stabil. Mandi selanjutnya 2-3 kali
seminggu. Mandi menggunakan sabun dapat menghilangkan
minyak dari kulit bayi, yang sangat rentan untuk mongering.
Pemakaian popok harus dilipat sehingga putung tali pusat terbuka
ke udara, yang mencegah urine dan feses membasahi tali pusat.
Popok harus diganti beberapa kali sehari ketika basah (Walsh,
2007: 337-378).
e.
Aktivitas
Menurut Dewi (2013: 79) bayi normal melakukan gerakan-gerakan
tangan dan kaki yang simetris pada waktu bangun. Adanya tremor
pada bibir, kaki dan tangan pada waktu menangis adalah normal,
tetapi bila hal ini terjadi pada waktu tidur, kemungkinan gejala
kelainan yang perlu dilakukan pemeriksaan lebih lanjut. Kemudian
menurut Walsh (2007: 378) bayi dapat menangis sedikitnya 5
menit per hari sampai sebanyak-banyaknya 2 jam perhari,
bergantung pada temperamen individu. Alasan paling umum untuk
169
menangis adalah lapar, ketidaknyamanan karena popok basah, suhu
ekstrim, dan stimulasi berlebihan.
f.
Psikososial
Kontak kulit dengan kulit juga membuat bayi lebih tenang sehingga
di dapat pola tidur yang lebih baik (Saifuddin, 2010: 369).
Kemudian menurut Fraser (2009: 712) jauh dari pasif, bayi
bereaksi terhadap rangsang dan mulai pada usia yang sangat dini
untuk mengumpulkan informasi tentang lingkungannya.
8.
Kebutuhan Kesehatan Bayi Baru Lahir
a.
Pencegahan infeksi tali pusat
Menurut Sarwono (2009: 370-371) perawatan tali pusat yang benar
dan lepasnya tali pusat dalam minggu pertama secara bermakna
mengurangi insiden infeksi pada neonatus. Yang terpenting dalam
menjaga tali pusat dengan menjaga agar tali pusat tetap kering dan
bersih. Mencuci tangan dengan sabun dan air bersih sebelum
merawat tali pusat. Bersihkan dengan lembut kulit di sekitar tali
pusat dengan kapas basah.
b.
Pemberian ASI
Komponen ASI diproduksi secara alami oleh ibu dan sebagai
nutrisi dasar terlengkap untuk bayi selama beberapa bulan pertama
kehidupan bayi. Sebaiknya ASI diberikan secara langsung atau
secara eksklusif kepada bayi umur 0-6 bulan tanpa tambahan susu
formula maupun makanan tambahan lainnya (Fraser, 2009: 714).
170
Kemudian menurut Sarwono (2009: 371) apabila ASI tidak bisa
diberikan secara langsung ibu bisa memerah ASI dan hasil perahan
ASI bisa disimpan jika akan digunakan, misalnya memerah ASI
dengan tujuan diberikan kepada bayi ketika ibu bekerja.
c.
Rawat gabung
Rawat gabung adalah suatu cara perwatan yang menyatukan ibu
bserta bayinya dalam satu ruangan, kamar, atau suatu tempat secara
bersama-sama dan tidak dipisahkan selama 24 jam penuh dalam
seharinya. (Dewi, 2011: 18).
Upaya yang dilakukan untuk pencegahan terjadinya infeksi pada
bayi baru lahir di antaranya:
1) Pencegahan infeksi pada tali pusat
2) Pencegahan infeksi pada kulit
3) Pencegahan infeksi pada mata bayi baru lahir
4) Imunisasi (Kumalasari, 2015: 211).
9.
Perawatan Umum Pada Bayi Baru Lahir
a.
Gunakan sarung tangan dan celemek sewaktu memegang BBL
sampai dengan memandikan bayi minimal 6 jam, tidak perlu
memakai masker atau gaun penutup dalam perawatan BBL
b.
Bersihkan darah dan caiaran bayi dengan menggunakan kapas yang
direndam dalam air hangat kemudian keringkan
171
c.
Bersihkan bokong dan sekitar anus bayi setiap selesai mengganti
popok atau setiap diperlukan dengan menggunakan kapas yang
direndam air hangat atau air sabun lalu keringkan dengan hati-hati
d.
Gunakan sarung tangan sewaktu merawat tali pusat (Dewi,
2011:17).
10. Pelayanan Kesehatan Neonatus
a.
Kunjungan Neonatl ke- 1 (KN 1 ) dilakukan pada kurun waktu 648 jam setelah lahir. Hal yang harus dilaksanakan:
1) Jaga kehangatan tubuh bayi
2) Berikan ASI Eksklusif
3) Rawat tali pusat
b.
Kunjungan Neonatal ke-2 (KN 2) dilakukan pada kurun waktu hari
ke-3 sampai dengan hari ke-7 setelah lahir. Hal yang dilaksanakan:
1) Jaga kehangatan tubuh bayi
2) Berikan ASI Eksklusif
3) Cegah infeksi
4) Rawat tali pusat
c.
Kunjungan Neonatal ke-3 (KN 3) dilakukan pada kurun waktu hari
ke 8 sampai dengan hari ke 28 setelah lahir. Hal yang dilaksanakan:
1) Periksa ada/tidak tanda bahaya dan atau gejala sakit
2) Lakukan jaga kehangatan tubuh
3) Beri ASI Eksklusif
4) Rawat tali pusat (Walyani, 2014: 84).
172
11. Tanda-Tanda Bahaya Bayi Baru Lahir
a.
Suhu terlalu panas lebih dari 380C atau terlalu dingin atau kurang
dari 360C
b.
Pernafasan sulit atau lebih dari 60 kali/menit, retraksi dada saat
inspirasi
c.
Pemberian ASI sulit (hisapan lemah, mengantuk berlebihan,
banyak muntah)
d.
Kulit atau bibir biru atau pucat, memar atau sangat kuning
(terutama pada 24 jam pertama)
e.
Adanya infeksi yang ditandai dengan suhu tubuh meningkat,
merah, bengkak, keluar cairan (pus), bau busuk, pernafasan sulit
f.
Tali pusat merah, bengkak, keluar cairan, bau busuk, berdarah
g.
Mekonium tidak keluar setelah 3 hari pertama setelah kelahiran,
urine tidak keluar dalam 24 jam pertama, muntah terus menerus,
distensi abdomen, feses hijau/berlendir/darah
h.
Bayi menggigil atau menangis tidak seperti biasa, lemas,
mengantuk, lunglai, kejang, kejang halus, tidak bisa tenang
i.
Menangis terus menerus
j.
Mata bengkak dan mengeluarkan cairan (Muslihatun, 2010: 46-47).
173
2.1.5 KONSEP DASAR KELUARGA BERENCANA
1.
Pengertian Keluarga Berencana
Keluarga Berencana merupakan suatu program nasional yang
dijalankan pemerintah untuk mengurangi populasi penduduk , karena
diasumsikan pertumbuhan populasi penduduk tidak seimbang dengan
ketersediaan barang dan jasa (pembatasan kelahiran) (Maryunani, 2016:
539).
Tujuan Program KB:
a.
Memperbaiki kesehatan dan kesejahteraan ibu, anak, keluarga dan
bangsa
b.
Mengurangi angka kelahiran untuk menaikkan taraf hidup rakyat
dan bangsa
c.
Memenuhi permintaan masyarakat akan pelayanan Keluarga
Berencana (KB) dan Kesehatan Reproduksi (KR) yang berkualitas,
termasuk dengan upaya-upaya menurunkan angka kematian ibu,
bayi, dan anak serta penanggulangan masalah kesehatan reproduksi
(Maryunani, 2016: 540).
2.
Macam-Macam Akseptor KB
Menurut Maryunani (2016: 542) :
a.
Akseptor merupakan peserta KB, yaitu pasangan usia subur (PUS)
yang menggunakan salah satu alat kontrasepsi.
b.
Akseptor aktif merupakan pasangan usia subur yang pada saat ini
sedang menggunakan salah satu alat/obat kontrasepsi.
174
c.
Akseptor baru merupakan pasangan usia subur yang baru
menggunakan alat atau obat kontrasepsi.
d.
Akseptor dini merupakan para ibu yang menerima salah satu cara
kontrasepsi dalam waktu 2 minggu setelah melahirkan atau abortus.
e.
Akseptor langusng merupakan para istri yang menerima salah satu
kontrasepsi dalam waktu 40 hari setelah melahirkan atau abortus.
f.
Akseptor lestari yaitu akseptor yang menggunakan alat kontrasepsi
secara terus-menerus dalam waktu sekurang-kurangnya 5 tahun.
g.
Akseptor sterilisasi yaitu pasangan suami istri yang terikat oleh
perkawinan yang harmonis dan menerima sterilisasi sebagai cara
membatasi besarnya keluarga atau banyaknya anak secara
permanen
h.
Akseptor dropout
yaitu akseptor yang menghentikan alat
kontrasepsi lebih dari 3 bulan.
3.
Pengertian Kontrasepsi
Kontrasepsi adalah upaya untuk mencegah kehamilan. Kontrasepsi
berasal dari dua kata, yaitu kontra dan konsepsi yang disatukan
menjadi kontrasepsi. Dengan demikian, pengertian metode keluarga
berencana adalah mencegah saat terjadinya “konsepsi”. (Manuaba,
2011: 55).
Kontrasepsi berasal dari kata “kontra” berarti mencegah atau
melawan, sedangkan “konsepsi” adalah pertemuan antara sel telur (sel
wanita) yang matang dan sel sperma (sel pria) yang mengakibatkan
175
kehamilan. Kontrasepsi adalah menghindari atau mencegah terjadinya
kehamilan sebagai akibat pertemuan antara sel telur yang matang
dengan sel sperma. (Kumalasari, 2015: 277).
Kontrasepsi berasal dari kata kontra berarti “ mencegah” atau
“melawan” dan konsepsi yang berarti pertemuan antara sel telur yang
matang dan sel sperma yang mengakibatkan kehamilan. Maksud dari
kontrasepsi adalah menghindari/mencegah terjadinya kehamilan
sebagai akibat pertemuan antara sel telur yang matang dengan sel
sperma tersebut (Marmi, 2016: 102).
4.
Penggunaan Kontrasepsi Yang Rasional
176
5.
Jenis-Jenis Kontrasepsi
Gambar 2.24
Mengenal Jenis Kontrasepsi
Sumber : PKBI Jateng, 2015.
6.
Metode Kontrasepsi Sederhana dan Alamiah
a.
Metode Amenorea Laktasi (MAL)
1) Pengertian Metode Amenore Laktasi (MAL)
MAL merupakan
alat kontrasepsi yang mengandalkan
pemberian air susu ibu (ASI). MALdapat dijadikan sebagai
alat kontresepsi bila memenuhi syarat berikut:
a) Menyusui secara penuh (full breast feeding)
b) Belum menstruasi
c) Usia bayi kurang dari 6 bulan
d) Metode ini bisa efektif sampai 6 bulan
177
e) Harus dilanjutkan dengan pemakaian metode kontrasepsi
lainnya (Hidayati, 2009: 2).
2) Mekanisme kerja
Menunda atau menekan terjadinya ovulasi. Pada saat
menyusui, hormone yang berperan adalah prolaktin dan
oksitosin. Semakin sering meyusui, maka kadar prolaktin
meningkat dan hormone gonadotropin melepas hormone
penghambat (Kurnia, 2013: 162).
3) Keuntungan
a) Efektivitas tinggi (keberhasilan 98% pada 6 bulan pasca
persalinan)
b) Segera efektif
c) Tidak mengganggu senggama
d) Tidak ada efek samping secara sistemik
e) Tidak perlu pengawasan medis
f)
Tidak perlu obat atau alat
g) Tanpa biaya (Hidayati, 2009: 5).
4) Keuntungan Non-kontrasepsi
a) Untuk bayi
(1) Mendapatkan kekebalan pasif (mendapatkan antibody
perlindungan lewat ASI)
(2) Sumber asupan gizi yang terbaik dan sempurna untuk
tumbuh kembang bayi yang optimal
178
b) Untuk ibu
(1) Mengurangi perdarahan pascapersalinan
(2) Mengurangi risiko anemia
(3) Meningkatkan hubungan psikologis ibu dan bayi
(Hidayati, 2009: 6).
5) Indikasi
a) Wanita yang menyusui secara eksklusif
b) Ibu pasca melahirkan dan bayinya berumur kurang dari 6
bulan
c) Ibu belum mendapatkan haid setelah melahirkan (Kurnia,
2013: 162).
6) Kontraindikasi
a) Sudah mendapat menstruasi setelah persalinan
b) Tidak menyusui secara eksklusif
c) Bayinya sudah berumur lebih dari 6 bulan
d) Bekerja dan terpisah dari bayi lebih lama dari 6 jam
(Hidayati, 2009: 8).
179
Gambar 2.25
Metode Amenorea Laktasi (MAL)
Sumber : PKBI Jateng 2015
b.
Senggama Terputus
1) Pengertian
Senggama
terputus adalah metode
keluarga
berencana
tradisional, di mana pria mengeluarkan alat kelaminnya (penis)
dari vagina sebelum pi-la mencapai ejakulasi. (Saifuddin,
2010: 14).
2) Cara Kerja
Alat kelamin (penis) dikeluarkan sebelum ejakulasi sehingga
sperma tidak masuk ke dalam vagina sehingga tidak ada
pertemuan antara sperma dan ovum, dan kehamilan dapat
dicegah.
Ejakulasi
di
luar
vagina
untuk
mengurangi
kemingkinan air mani mencapai rahim (Marmi, 2016: 150).
3) Manfaat Kontrasepsi
a) Efektif bila dilaksanakan dengan benar.
b) Tidak mengganggu produksi ASI.
180
c) Dapat digunakan sebagai pendukung metode KB lainnya.
d) Tidak ada efek samping.
e) Dapat digunakan setiap waktu
f)
Tidak membutuhkan biaya (Saifuddin, 2010: 15).
4) Manfaat Non Kontrasepsi
a) Meningkatkan
keterlibatan
suami
dalam
keluarga
berencana.
b) Untuk pasangan memungkinkan hubungan lebih dekat dan
pengertian yang sangat dalam (Saifuddin, 2010: 15).
5) Keterbatasan
a) Efektivitas sangat bergantung pada kesediaan pasangan
untuk
melakukan
sanggama
terputus
setiap
melaksanakannya (angka kegagalan 4 – 27 kehamilan per
100 perempuan per tahun).
b) Efektivitas akan jauh menurun apabila sperma dalam 24
jam sejak ejakulasi masih melekat pada penis.
c) Memutus
kenikmatan
dalam
berhubungan
seksual.
(Saifuddin, 2010: 15).
6) Dapat Dipakai untuk
a) Suami yang ingin berpartisipasi aktif dalam keluarga
berencana.
b) Pasangan yang taat beragama atau mempunyai alasan
filosofi untuk tidak memakai metode-metode lain.
181
c) Pasangan yang memerlukan kontrasepsi dengan segera.
d) Pasangan yang memerlukan metode sementara, sambil
menunggu metode yang lain.
e) Pasangan yang membutuhkan metode pendukung.
f)
Pasangan yang melakukan hubungan seksual tidak teratur
(Marmi, 2016: 151).
7) Tidak Dapat Dipakai untuk
a) Suami dengan pengalaman ejakulasi dini.
b) Suami yang sulit melakukan sanggama terputus.
c) Suami yang memiliki kelainan fisik atau psikologis.
d) Istri yang mempunyai pasangan yang sulit bekerja sama.
e) Pasangan yang kurang dapat saling berkomunikasi.
f)
Pasangan yang tidak bersedia melakukan sanggama
terputus (Marmi, 2016: 151).
c.
Kondom
1) Pengertian
Kondom adalah selubung atau sarung karet yang dapat terbuat
dari berbagai bahan diantaranya lateks (karet), plastik (vinil),
atau bahan alami (hewani) yang dipasang pada penis saat
hubungan seksual (Dewi, 2013: 174).
182
2) Mekanisme kerja
a) Menghalangi terjadinya pertemuan sperma dan sel telur
dengan cara mengemas sperma di ujung selubung karet
yang dipasang penis.
b) Mencegah
penularan
mikroorganisme
(IMS
dan
HIV/AIDS) dari satu pasangan kepada pasangan yang lain
(Dewi, 2013: 174).
3) Indikasi
Kondom cukup efektif bila dipakai secara benar pada setiap
kali berhubungan seksual. Pada beberapa pasangan, pemakaian
kondom tidak efektif karena tidak dipakai secara konsisten.
Secara ilmiah didapatkan hanya sedikit angka kegagalan
kondom yaitu 2 - 12 kehamilan per 100 perempuan per tahun
(Saifuddin, 2010: 20).
4) Manfaat Kontrasepsi
a) Efektif bila digunakan dengan benar.
b) Tidak mengganggu produksi ASI.
c) Tidak mengganggu kesehatan klien.
d) Tidak mempunyai pengaruh sistemik.
e) Murah dan dapat dibeli secara umum.
f)
Tidak perlu resep dokter atau pemeriksaan kesehatan
khusus.
183
g) Metode kontrasepsi sementara bila metode kontrasepsi
lainnya harus ditunda (Saifuddin, 2010: 20).
Gambar 2.26
Alat Kontrasepsi Kondom
Sumber:https://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/1/18/Blaus
en_0585_Kondom
5) Cara penggunaan kondom
a) Gunakan kondom setiap akan melakukan hubungan
seksual
b) Jangan membuka kemasan dengan menggunakan gigi,
benda tajam (pisau,gunting,dll)
c) Pasang kondom pada saat ereksi
d) Bila kondom tidak ada tempat untuk menampung, maka
saat memakai longgarkan sedikit bagian ujungnya agar
tidak terjadi robekan
e) Kondom dilepas sebelum penis melembek
f)
Pegang bagian pangkal kondom sebelum mencabut penis
sehingga kondom tidak terlepas pada saat penis dicabut
dan lepas kondom di luar vagina.
184
g) Gunakan kondom hanya sekali pakai
h) Buang kondom pada tempat yang aman
i)
Sediakan kondom dalam jumlah cukup dirumah dan
simpan ditempat yang sejuk
j)
Jangan gunakan kondom apabila kemasan robek
k) Jangan menggunakan minyak goreng, minyak mineral
atau pelumas karena akan segera merusak kondom
(Kurnia, 2013: 175).
7.
Metode Kontrasepsi Hormonal
a.
Mini Pil (Pil Progestin)
1) Profil
a) Cocok untuk perempuan menyusui yang ingin memakai
pil KB
b) Sangat efektif pada masa laktasi
c) Dosis rendah
d) Tidak menurunkan produksi ASI
e) Tidak memberikan efek samping estrogen
f)
Efek samping utama adalah gangguan perdarahan,
perdarahan bercak, atau perdarahan tidak teratur
g) Dapat dipakai sebagai kontrasepsi darurat (Kurnia, 2013:
182).
185
2) Jenis kontrasepsi pil progestin
a) Kemasan dengan isi 35 pil : 300 µg Levonorgestrel atau
350 µg Noretindron
b) Kemasan dengan isi 28 pil : 75 µg Norgestrel (Hidayati,
2009: 13).
Gambar 2.27
Mini Pil
Sumber : PKBI jateng, 2015
3) Mekanisme kerja Minipil
a) Menekan sekresi gonadotropin dan sintesis steroid seks
diovarium (tidak begitu kuat)
b) Endometrium
mengalami
transformasi
lebih
awal
sehingga implantasi lebih sulit
c) Mengentalkan lendir
serviks sehingga
menghambat
penetrasi sperma
d) Mengubah motilitas tuba sehingga transportasi sperma
terganggu (Dewi, 2013: 183).
186
4) Keuntungan kontrasepsi
a) Sangat efektif bila digunakan secara benar
b) Tidak mengganggu hubungan seksual
c) Tidak mempengaruhi ASI
d) Kesuburan cepat kembali
e) Nyaman dan mudah digunakan
f)
Sedikit efek samping
g) Dapat dihentikan setiap saat
h) Tidak mengandung estrogen (Dewi, 2013: 183).
5) Keuntungan non kontrasepsi
a) Mengurangi nyeri haid
b) Mengurangi jumlah darah haid
c) Menurunkan tingkat anemia
d) Mencegah kanker endometrium
e) Melindungi dari penyakit radang panggul
f)
Tidak meningkatkan pembekuan darah
g) Dapat diberikan pada penderita endometriosis
h) Kurang menyebabkan peningkatan tekanan darah, nyeri
kepala, dan depresi
i)
Dapat mengurangi keluhan premenstrual syndrome (sakit
kepala, perut kembung, nyeri payudara, nyeri pada betis,
lekas marah)
187
j)
Sedikit sekali mengganggu metabolisme karbohidrat
sehingga relative aman diberikan pada perempuan
pengidap DM yang belum mengalami komplikasi (Dewi,
2013: 183-184).
6) Kerugian
a) Hampir
30-60%
mengalami
gangguan
menstruasi
(perdarahan sela, spotting, amenore)
b) Peningkatan berat badan
c) Dipengaruhi oleh aktivitas androgenic Levonorgestrel
yang menyebabkan peningkatan nafsu makan bagi
pengguna mini pil
d) Harus digunakan setiap hari dan pada waktu yang sama
(sebaiknya malam hari)
e) Perubahan pada mucus serviks agar dapat memberikan
efek membutuhkan waktu 2-4 jam, impermeabilitas
menurun pada 22 jam setelah pemberian dan setelah 24
jam, penetrasi sperma benar-benar tidak dipengaruhi,
sehingga bila lupa satu pil kegagalan menjadi besar.
f)
Payudara tegang, mual, pusing,dermatitis, dan jerawat
g) Aktivitas Levonorgestrel menurunkan kadar globulin
pengikat hormone seks di dalam sirkulasi
h) Resiko kehamilan ektopik tinggi (4 dari 100 kehamilan)
188
i)
Perubahan dalam motilitas tuba menyebakan implantasi
ektopik lebih besar
j)
Tidak melindungi dari PMS
k) Wanita
yang
berisiko
terhadap
PMS,
sebaiknya
menggunakan metode perintang sebagai proteksi dirinya
(Hidayati, 2009: 15-16).
7) Indikasi
a) Usia reproduksi
b) Telah memiliki anak, atau yang belum memiliki anak
c) Menginginkan suatu metode kontrasepsi yang sangat
efektif selama periode menyusui
d) Pascapersalinan dan tidak menyusui
e) Pascakeguguran
f)
Perokok segala usia
g) Mempunyai tekanan darah tinggi atau dengan masalah
pembekuan darah
h) Tidak boleh menggunakan estrogen atau lebih senang
tidak menggunakan estrogen (Kurnia, 2013: 184).
8) Kontraindikasi
a) Hamil atau diduga hamil
b) Perdarahan pervaginam yang belum jelas penyebabnya
c) Tidak dapat menerima terjadinya gangguan haid
189
d) Menggunakan obat tuberculosis (rifampisin), atau obat
untuk epilepsy (fenitoin dan barbiturat)
e) Kanker payudara atau riwayat kanker payudara
f)
Sering lupa menggunakan pil
g) Mioma uterus
h) Riwayat stroke (Kurnia, 2013: 184-185).
9) Cara pemakaian kontrasepsi pil progestin (mini pil)
a) Minum pil pertama pada hari 1-5 siklus menstruasi
b) Minum pil setiap hari pada saat yang sama
c) Bila
menyusui
antara
6
minggu
dan
6
bulan
pascapersalinan dan tidak menstruasi, mini pil dapat
diminum setiap saat. Mini pil dapat diberikan segera
setelah pascakeguguran
d) Bila lupa 1 atau 2 pil, minum segera pil yang terlupa dan
gunakan metode pelindung sampai akhir bulan. Bila
terlambat lebih dari 3 jam, minumlah pil tersebut begitu
ingat.
e) Walaupun belum menstruasi, mulailah paket baru sehari
setelah paket terakhir habis (Hidayati, 2009: 17-18).
b.
Suntik Progestin
1) Profil
a) Sangat efektif
b) Aman
190
c) Kembalinya kesuburan lebih lambat, rata-rata 4 bulan
d) Cocok untuk masa laktasi karena tidak menekan produksi
ASI (Dewi, 2013: 186).
2) Jenis
a) Depo
Medroksi
Progesteron
Asetat
(Depoprovera),
mengandung 150 mg DMPA, yang diberikan setiap 3
bulan dengan cara disuntik intramuscular (didaerah
bokong).
b) Depo
Noristeron
Enantat
(Depo
Noristerat),
yang
mengandung 200 mg Norentindron Enantat, diberikan
setiap 2 bulan dengan cara disuntik intramuscular (Dewi,
2013: 186).
3) Cara kerja
a) Mencegah ovulasi.
b) Mengentalkan
lendir
serviks
sehingga
menurunkan
kemampuan penetrasi sperma.
c) Menjadikan selaput lendir rahim tipis dan atrofi.
d) Menghambat transportasi gamet oleh tuba (Saifuddin,
2010: 30).
4) Indikasi
a) Usia reproduksi
b) Nulipara dan yang telah memiliki anak
191
c) Menghendaki kontrasepsi jangka panjang dan yang
memiliki efektivitas tinggi
d) Menyusui dan membutuhkan kontrasepsi yang sesuai
e) Setelah melahirkan dan tidak meyusui
f)
Setelah abortus atau keguguran
g) Telah banyak anak, tetapi belum menghendaki tubektomi
h) Tekanan darah <180/110 mmHg, dengan masalah
gangguan pembekuan darah atau anemia bulan sabit
i)
Menggunakan
obat
untuk
epilepsy
(fenitoin
dan
barbiturate) atau obat tuberculosis (rifampisin)
j)
Tidak dapat memakai kontrasepsi yang mengandung
estrogen
k) Sering lupa menggunakan pil kontrasepsi
l)
Anemia defisiensi besi
m) Mendekati usia menopause yang tidak mau atau tidak
boleh menggunakan pil kontrasepsi kombinasi (Kurnia,
2013: 188).
5) Kontraindikasi
a) Hamil atau dicurigai hamil
b) Perdarahan pervaginam yang belum jelas penyebabnya
c) Tidak dapat menerima terjadinya gangguan haid, terutama
amenorea
d) Menderita kanker payudara atau riwayat kanker payudara
192
e) DM disertai komplikasi (Kurnia, 2013: 188).
6) Waktu mulai menggunakan
a) Setiap saat selama siklus haid, asal ibu tersebut tidak
hamil
b) Mulai hari pertama sampai hari ke 7 siklus haid
c) Pada ibu yang tidak haid, injeksi pertama dapat diberikan
setiap saat, asalkan saja ibu tersebut tidak hamil. Selama 7
hari setelah suntikan tidak boleh melakukan hubungan
seksual
d) Ibu yang menggunakan kontrasepsi hormonal lain dan
ingin mengganti dengan kontrasepsi suntikan. Bila ibu
telah menggunakan kontrasepsi hormonal sebelumnya
secara benar, dan ibu tersebut tidak hamil, suntikan
pertama dapat segera diberikan. Tidak perlu menunggu
sampai haid berikutnya datang
e) Bila ibu sedang menggunakan metode kontrasepsi jenis
lain dan ingin menggantinya dengan jenis kontrasepsi
suntikan yang lain lagi, kontrasepsi suntikan yang akan
diberikan dimulai pada saat jadwal kontrasepsi suntikan
yang sebelumnya
f)
Ibu yang menggunakan kontrasepsi non hormonal dan
ingin
menggantinya
dengan
kontrasepsi
hormonal,suntikan pertama kontrasepsi hormonal yang
193
akan diberikan dapat segera diberikan, asal saja ibu
tersebut tidak hamil. Dan pemberiannya tidak perlu
menunggu haid berikutnya datang. Bila ibu disuntik
setelah hari ke 7 haid maka ibu tersebut selama 7 hari
setelah suntikan tidak boleh melakukan hubungan seksual
g) Ibu ingin menggantikan AKDR dengan kontrasepsi
hormonal. Suntikan pertama dapat diberikan pada hari
pertama sampai hari ke 7 siklus haid, atau dapat diberikan
setiap saat setelah hari ke 7 siklus haid, asal saja yakin ibu
tersebut tidak hamil
h) Ibu tidak haid atau ibu dengan perdarahan tidak teratur.
Suntikan pertama dapat diberikan setiap saat, asal saja ibu
tersebut tidak hamil, dan selama 7 hari setelah suntikan
tidak boleh melakukan hubungan seksual (Marmi, 2016:
221-222).
7) Cara penyuntikan
a) Mempersiapkan pasien,alat, dan petugas
b) Menginformasikan pada pasien tindakan yang akan
dilakukan
c) Menimbang berat badan dan mengukur tekanan darah
pasien
d) Memeriksa kebersihan daerah suntikan dan posisikan
pasien
194
e) Mempersiapkan alat
f)
Mencuci tangan
Mempersiapkan obat
a)
Mengocok vial obat dengan baik
b)
Membuka, menghapus karet vial, serta membuka bungkus
spuit
c)
Memasukkan obat dan mengeluarkan udara yang ada pada
spuit
Melakukan penyuntikan
a) Melakukan tindakan antisepsis
b) Menusukkan jarum
c) Melakukan aspirasi
d) Memasukkan obat dan mancabut jarum suntikan
Pasca penyuntikan
a)
Merapikan pasien, lingkungan, dan alat
b)
Mencuci tangan di bawah air mengalir
c)
Merencanakan tanggal kunjungan ulang
d)
Menjelaskan
kemungkinan
(Hidayati,2009: 22-27).
yang
akan
dialami
195
Gambar 2.28
Suntik Progestin
Sumber:https://www.org.kebidanan.suntik-progestin
c.
Alat kontrasepsi bawah kulit (implant)
1) Profil
a) Efektif 5 tahun untuk Norplant, 3 tahun untuk jadena,
indoplant, atau implanon
b) Nyaman
c) Dapat dipakai oleh semua ibu dalam semua usia
reproduksi
d) Pemasangan dan pencabutan perlu pelatihan
e) Kesuburan segera kembali setelah implant dicabut
f)
Efek samping utama berupa perdarahan tidak teratur,
perdarahan bercak, dan amenorea
g) Aman dipakai pada masa laktasi (Dewi, 2013: 189-190).
196
2) Jenis
a) Norplant
Terdiri dari 6 batang silastik lembut berongga dengan
panjang 3,4 cm dan diameter 2,4 mm yang berisi 36 mg
Levonorgestrel dan lama kerjanya 5 tahun
b) Implanon
Terdiri dari 1 batang putih lentur dengan panjang kira-kira
40 mm dan diameter 2 mm yang berisi 68 mg 3 ketodesogestrel dan lama kerjanya 3 tahun
c) Jadena dan indoplant
Terdiri dari 2 batang yang berisi 75 mg Levonorgestrell
dengan lama kerja 3 tahun (Dewi, 2013: 190).
3) Mekanisme Kerja
a) Lendir servik menjadi kental
b) Mengganggu proses pembentukan endometrium sehingga
sulit terjadi implantasi
c) Mengurangi transformasi sperma
d) Menekan ovulasi (Dewi, 2013: 190).
4) Indikasi
a) Usia reproduksi
b) Menghendaki kontrasepsi jangka panjang
c) Ibu menyusui
d) Pascakeguguran
197
e) Pascapersalinan
f)
Tidak menginginkan anak lagi, tetapi
tidak mau
menggunakan metode steril (vasektomi atau tubektomi)
g) Wanita dengan kontraindikasi hormone estrogen
h) Sering lupa mengonsumsi pil (Hidayati, 2009: 67-68).
5) Kontraindikasi
a) Hamil atau diduga hamil
b) Perdarahan pervaginam yang belum jelas penyebabnya
c) Kanker payudara atau riwayat kanker payudara
d) Tidak dapat menerima perubahan pola menstruasi yang
terjadi
e) Diabetes mellitus (Hidayati, 2009: 68).
6) Efek samping
a) Amenore
b) Perdarahan bercak/spoting ringan
c) Ekspulsi
d) Infeksi pada daerah insersi
e) Berat badan naik/turun (Kurnia, 2013: 191).
7) Melakukan pemasangan implant
a) Cuci daerah insersi, lakukan tindakan steril dan tutup
daerah insersi dengan kain steril
198
b) Lakukan anestesi lokal lidocain 1% pada daerah insersi,
mula-mula disuntikan sejumlah kecil anastesi pada daerah
insisi, kemudian anastesi diperluas sepanjang 4-4,4 cm
c) Dengan pisau scalpel dibuat insisi 2 mm sejajar dengan
lengan siku
d) Masukan ujung trokar melalui insisi
e) Memasukkan implant ke dalam trokarnya
f)
Ubah arah trokar sehingga implant berikutnya berada 15
derajat dari implant sebelumnya
g) Setelah semua implant terpasang, lakukan penekanan pada
luka
insisi
dengan
kasa
steril
untuk
mengurangi
perdarahan
h) Luka insisi ditutup dengan kompres kering, lalu lengan
dibalut dengan kasa. Daerah insersi dibiarkan kering dan
tetap bersih selama 4 hari (Kurnia, 2013: 193).
8) Indikasi pencabutan
a) Setelah lima tahun insersi implant (norplant).
b) Atas permintaan pasien (seperti adanya keluhan atau
pasien ingin hamil).
c) Keadaan yang tergolong sebagai perhatian khusus bagi
insersi implant (Norplant), sehingga sebaiknya mengganti
dengan cara nonhormonal yang lain (Hidayati, 2009: 84).
9) Melakukan pencabutan implant
199
a) Jelaskan pada pasien mengenai prosedur yang akan
dilakukan
b) Persilakan pasien untuk mencuci seluruh lengan dan
tangan
c) Atur lengan pasien tempat implant terpasang
d) Raba kapsul implant
e) Raba ujung kapsul dekat lipatan siku
f)
Pastikan posisi setiap kapsul
g) Siapkan tempat alat
h) Buka bungkus steril
Tindakan pencabutan implant dengan metode standar
a) Tentukan lokasi insisi
b) Buat insisi melintang (±4 mm)
c) Lakukan pencabutan kapsul
d) Dorong ujung kapsul ke arah insisi dengan jari tangan
e) Jepit ujung kapsul
f)
Bersihkan dan buka jaringan ikat yang mengelilingi kapsul
g) Jepit kapsul
h) Lepaskan klem pertama
i)
Cabut kapsul
j)
Cabut kapsul berikutnya
k) Pastikan bahwa semua kapsul sudah dicabut
l)
Tunjukkan kapsul tersebut pada pasien
200
Tindakan pasca pelepasan
a) Bersihkan daerah sekitar insisi
b) Pegang dan dekatkan kedua tepi luka insisi
c) Tutup luka
d) Periksa perdarahan
e) Tutup daerah insisi (Hidayati, 2009: 86-92).
Gambar 2.29
Alat Kontrasepsi Implan
Sumber : https://www.org.kebidanan.alat-kontrasepsi-implan
8.
Metode Kontrasepsi Modern
a.
Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR)
1) Pengertian
AKDR/IUD (Intra Uteri Device) adalah salah satu alat
kontrasepsi modern yang telah dirancang sedemikian rupa(baik
bentuk, ukuran, bahan, dan masa aktif fungsi kontrasepsinya),
diletakkan dalam kavum uteri sebagai usaha kontrasepsi,
201
menghalangi fertilisasi, dan menyulitkan telur berimplantasi
dalam uterus (Hidayati, 2009: 29).
2) Profil
a) Sangat efektif, reversible, dan berjangka panjang (dapat
sampai 10 tahun : CuT-380A)
b) Haid menjadi lebih lama dan banyak
c) Pemasangan dan pencabutan membutuhkan pelatihan
d) Dapat dipakai oleh semua perempuan usia reproduksi
e) Tidak boleh dipakai oleh perempuan yang terpapar PMS
(Dewi, 2013: 193-194).
3) Jenis
a) AKDR CuT-380A
Kecil, kerangka dari plastic yang fleksibel, berbentuk
huruf T, diselubungi ole kawat halus yang terbuat dari
tembaga (Cu).
b) AKDR yang lain beredar di Indonesia adalah NOVA T
(Schering) (Dewi, 2013: 194).
202
Gambar 2.30
Jenis-jenis kontrasepsi IUD
Sumber:https://www.org.kebidanan.jenis-jenis-kontrasepsi-IUD
4) Mekanisme kerja
a) Menghemat kemampuan sperma untuk masuk ke tuba
falopi
b) Mempengaruhi fertilitas sebelum ovum mencapai kavum
uteri
c) AKDR bekerja terutama mencegah sperma dan ovum
bertemu, walaupun AKDR membuat sperma sulit masuk
ke dalam alat reproduksi perempuan dan mengurangi
kemampuan sperma untuk fertilitas
d) Memungkinkan untuk mencegah implantasi telur dalam
uterus (Kurnia, 2013: 194).
5) Indikasi
a) Usia reproduktif.
b) Keadaan nulipara.
c) Menginginkan menggunakan kontrasepsi jangka panjang.
203
d) Menyusui yang menginginkan menggunakan kontrasepsi.
e) Setelah melahirkan dan tidak menyusui bayinya.
f)
Setelah mengalami abortus dan tidak terlihat adanya
infeksi.
g) Risiko rendah dari IMS.
h) Tidak menghendaki metode hormonal.
i)
Tidak menyukai untuk mengingat-ingat minum pil setiap
hari.
j)
Tidak menghendaki kehamilan setelah 1-5 hari sanggama
(lihat kontrasepsi darurat) (Kumalasari, 2015: 306).
Pada umumnya Ibu dapat menggunakan AKDR Cu dengan
aman dan efektif. AKDR dapat digunakan pada Ibu dalam
segala kemungkinan keadaan misalnya:
a) Perokok.
b) Pasca keguguran atau kegagalan kehamilan apabila tidak
terlihat adanya infeksi.
c) Sedang memakai antibiotika atau antikejang.
d) Gemuk ataupun yang kurus.
e) Sedang menyusui.
Begitu juga Ibu dalam keadaan seperti di bawah ini dapat
menggunakan AKDR:
a) Penderita tumor jinak payudara.
b) Penderita kanker payudara.
204
c) Pusing-pusing, sakit kepala.
d) Tekanan darah tinggi.
e) Varises di tungkai atau di vulva.
f)
Penderita penyakit jantung (termasuk penyakit jantung
katup dapat diberi anti biotika sebelum pemasangan
AKDR).
g) Pernah menderita stroke.
h) Penderita diabetes.
i)
Penderita penyakit hati atau empedu.
j)
Malaria.
k) Skistosomiasis (tanpa anemia).
l)
Penyakit Tiroid.
m) Epilepsi.
n) Nonpelvik TBC.
o) Setelah kehamilan ektopik.
p) Setelah pembedahan pelvic (Saifuddin, 2010: 45).
6) Kontraindikasi
a) Sedang hamil (diketahui hamil atau kemungkinan hamil).
b) Perdarahan vagina yang tidak diketahui (sampai dapat
dievaluasi).
c) Sedang menderita infeksi alat genital (vaginitis, servisitis).
d) Tiga bulan terakhir sedang mengalami atau sering
menderita PRP atau abortus septik.
205
e) Kelainan bawaan uterus yang abnormal atau tumor jinak
rahim yang dapat mempengaruhi kavum uteri.
f)
Penyakit trofoblas yang ganas.
g) Diketahui menderita TBC pelvik.
h) Kanker alat genital.
i)
Ukuran rongga rahim kurang dari 5 cm (Saifuddin, 2010:
46).
7) Efek samping
a) Amenorea
b) Kejang
c) Perdarahan vagina yang hebat dan tidak teratur
d) Benang yang hilang
e) keputihan (Marmi, 2016: 265).
8) Waktu penggunaan
a) Setiap waktu dalam siklus haid, yang dapat dipastikan
klien tidak hamil
b) Hari pertama sampai ke 7 siklus haid
c) Segera setelah melahirkan, selama 48 jam pertama atau
setelah 4 minggu pascapersalinan, setelah 6 bulan apabila
menggunakan metode amenore laktasi. Perlu diingat
angka ekspulsi tinggi pada pemasangan segera atau selama
48 jam pascapersalinan
d) Setelah abortus atau keguguran
206
e) Selama 1 sampai 5 hari setelah senggama yang tidak
dilindungi (Kurnia, 2013: 196).
9) Cara pemasangan AKDR
a) Langkah 1
(1) Jelaskan pada klien apa yang akan dilakukan dan
mempersilahkan klien mengajukan pertanyaan
(2) Sampaikan kepada klien kemungkinan akan merasa
sedikit
sakit
pada
beberapa
langkah
waktu
pemasangan dan nanti akan diberitahu bila sampai
pada langkah tersebut
(3) Pastikan
klien
telah
mengosongkan
kandung
kemihnya
b) Langkah 2
(1) Periksa genitalia eksterna untuk memeriksa adanya
ulkus, pembengkakan kelenjar getah bening (bubo),
pembengkakan kelenjar bartolini dan kelenjar skene
(2) Lakukan pemeriksaan speculum untuk memeriksa
adanya cairan vagina, servisitis, dan pemeriksaan
mikroskopis bila diperlukan
(3) Lakukan pemeriksaan panggul untuk menentukan
besar, posisi uterus, konsistensi dan mobilitas uterus.
Untuk memeriksa adanya nyeri goyang serviks dan
tumor pada adneksa atau pada kavum douglasi
207
c) Langkah 3
Lakukan pemeriksaan mikroskopik bila tersedia dan bila
ada indikasi untuk memeriksa adanya jamur, trikomonas,
bacterial vaginosis (preparat basah saline dan KOH serta
pemeriksaan pH) untuk memeriksa adanya gonorea atau
klamidia
d) Langkah 4
Masukkan lengan AKDR Copper T-380 A di dalam
kemasan sterilnya
e) Langkah 5
Gunakan tenakulum untuk menjepit serviks pada posisi
jam satu atau jam sebelas
f)
Langkah 6
Masukkan sonde uterus untuk menentukan posisi uterus
dan kedalaman kavum uteri. Memasukkan sonde sekali
masuk dengan teknik tanpa sentuh dimaksudkan untuk
mengurangi resiko infeksi
g) Langkah 7
(1) Atur letak leher biru pada tabung inserter sesuai
dengan kedalaman kavum uteri
(2) Tarik tenakulum (yang masih menjepit serviks
sesudah melakukan sonde uterus) sehingga kavum
208
uteri, kanalis servikalis dan vagina berada dalam satu
garis lurus
(3) Masukkan dengan pelan dan hati-hati tabung inserter
yang sudah berisi AKDR ke dalam kanalis servikalis
dengan mempertahankan posisi leher biru dalam arah
horizontal
(4) Sesuai dengan arah dan posisi kavum uteri, dorong
tabung inserter sampai leher biru menyentuh serviks
atau sampai terasa ada tahanan dari fundus uteri.
Pastikan leher biru tetap dalam posisi horizontal
(5) Pegang serta tahan tenakulum dan pendorong dengan
satu tangan, sedang tangan lain menarik tabung
inserter sampai pangkal pendorong. Dengan cara ini
lengan AKDR akan berada tepat di fundus (puncak
kavum uteri)
(6) Keluarkan pendorong dengan tetap memegang dan
menahan tabung inserter, dorong kembali tabung
inserter dengan pelan dan hati-hati sampai terasa ada
tahanan fundus. Langkah ini menjamin bahwa lengan
AKDR akan berada tetap di tempat yang setinggi
mungkin dalam kavum uteri
(7) Keluarkan sebagian tabung inserter dari kanalis
servikalis. Pada waktu benang tampak tersembul
209
keluar dari lubang serviks sepanjang 3-4 cm, potong
benang tersebut dengan menggunakan gunting mayo
yang tajam
(8) Lepas tenakulum. Bila ada perdarahan banyak dari
tempat bekas jepitan tenakulum, tekan dengan kasa
sampai perdarahan terhenti.
h) Langkah 8
Buang bahan-bahan habis pakai yang terkontaminasi
sebelum melepas sarung tangan. Bersihkan permukaan
yang terkontaminasi
i)
Langkah 9
Lakukan dekontaminasi alat-alat dan sarung tangan
dengan segera setelah selesai dipakai
j)
Langkah 10
(1) Ajarkan pada klien bagaimana cara memeriksa
benang AKDR (dengan model bila tersedia)
(2) Minta klien menunggu di klinik selama 15-30 menit
setelah pemasangan AKDR (Kumalasari, 2015: 308310).
10) Cara pencabutan AKDR
a) Langkah 1
Menjelaskan kepada klien apa yang akan dilakukan dan
persilakan klien untuk bertanya
210
b) Langkah 2
Memasukkan speculum untuk melihat serviks dan benang
AKDR
c) Langkah 3
Mengusap serviks dan vagina dengan larutan antiseptic dua
sampai tiga kali
d) Langkah 4
(1) Mengatakan kepada klien bahwa sekarang akan
dilakukan pencabutan. Meminta klien untuk tenang
dan menarik napas panjang. Memberitahu mungkin
timbul sakit tapi itu normal
(2) Pencabutan normal. Jepit benang di dekat serviks
dengan menggunakan klem lurus atau lengkung
(ekstraktor) yang sudah didisinfeksi tingkat tinggi
atau steril dan tarik benang pelan-pelan, tidak boleh
menarik dengan kuat. AKDR biasanya dapat dicabut
dengan mudah. Untuk mencegah benangnya putus,
tarik dengan kekuatan tetap dan cabut AKDR dengan
pelan-pelan. Bila benang putus saat ditarik tetapi tepi
ujung AKDR masih dapat dilihat maka jepit ujung
AKDR tersebut dan tarik keluar
211
(3) Pencabutan sulit. Bila benang AKDR tidak tampak,
periksa pada kanalis servikalis dengan menggunakan
klem lurus atau lemgkung. Bila tidak ditemukan pada
kanalis servikalis, masukkan klem atau alat pencabut
AKDR ke dalam kavum uteri untuk menjepit benang
atau AKDR itu sendiri
(4) Bila sebagian AKDR sudah tertarik keluar tetapi
kemudian mengalami kesulitan menarik seluruhnya
dari kanalis servikalis, putar pelan-pelan sambil tetap
menarik selama klien tidak mengeluh sakit. Bila dari
pemeriksaan bimanual didapatkan sudut antara uterus
dengan kanalis servikalis yang sangat tajam, gunakan
tenakulum untuk menjepit serviks dan lakukan tarikan
ke bawah dan ke atas dengan pelan-pelan dan hatihati, sambil memutar klem. Jangan menggunakan
tenaga besar (Kumalasari, 2015: 310).
b.
IUD (Intra Uteri Device) Pasca Plasenta
1) Pengertian
IUD post plasenta ialah IUD yang dipasang dalam waktu 10
menit setelah lepasnya plasenta pada persalinan pervaginam
(Marmi, 2016: 254).
Pemasangan IUD berdasarkan waktu pemasangan dapat dibagi
menjadi 3 (Hartanto, 2010: 167):
212
a) Immediate
posplacental
insertion
(IPP)
merupakan
AKDR dipasang dalam waktu 10 menit setelah plasenta
dilahirkan.
b) Early postpartum insertion (EP) merupakan AKDR
dipasang antara 10 menit sampai dengan 72 jam
postpartum
c) Interval insertion (INT) merupakan AKDR dipasang
setelah 6 minggu postpartum.
2) Cara Kerja
IUD yang dipasang setelah persalinan selanjutnya juga akan
berfungsi seperti IUD yang dipasang saat siklus menstruasi.
Pada pemasangan IUD post plasenta, umumnya digunakan
jenis IUD yang terdapat lilitan tembaga yang menyebabkan
terjadinya perubahan kimia di uterus sehingga sperma tidak
dapat membuahi sel telur (Ovum) (Kumalasari, 2015: 312).
3) Efektivitas
Efektivitas sangat tinggi. Setiap tahunnya 3-8 wanita
mengalami kehamilan dari 1000 wanita yang menggunakan
IUD jenis Copper T 380A. Kejadian hamil yang tidak
diinginkan pada pasca insersi IUD post plasenta sebanyak 2,0
– 2,8 per 100 akseptor pada 24 bulan setelah pemasangan.
Setelah 1 tahun, penelitian menemukan angka kegagalan IUD
post
plasenta
sebnayak
0,8%,
dibandingkan
dengan
213
pemasangan setelahnya. Sesuai dengan kesepakatan WHO,
IUD dapat dipakai selama 10 tahun walaupun pada kemasan
tercantum efektifitasnya hanya 4 tahun (BKKBN, 2010).
4) Keuntungan
a) Efektif dan tidak berpengaruh pada produksi menyusui
b) Langsung bisa diakses oleh ibu yang melahirkan di
pelayanan kesehatan
c) Aman untuk wanita yang positif menderita HIV
d) Resiko terjadi infeksi rendah yaitu dari 0,1 – 1,1 %
e) Kesuburan dapat kembali lebih cepat setelah pelepasan
f) Kejadian perforasi rendah yaitu sekitar 1 kejadian perforasi
dari jumlah populasi 1150 sampai 3800 wanita
g) Sedikit kasus perdarahan daripada IUD yang di waktu
menstruasi
h) Mudah dilakukan pada wanita dengan epidural (Marmi,
2016: 255).
5) Kerugian
Angka keberhasilan ditentukan oleh waktu pemasangan,
tenaga kesehtaan yang memasang, dan teknik pemasangannya.
Waktu pemasangan dalam 10 menit setelah keluarnya plasenta
memungkinkan angka ekspulsinya lebih kecil ditambah dengan
ketersediaan tenaga kesehatan yang terlatih (dokter atau bidan)
dalam proses pemasangan sampai ke fundus juga dapat
214
meminimalisir kegagalan pemasangan (Kumalasari, 2015:
312).
6) Indikasi
Yang dapat menggunakan IUD pasca plasenta (Kumalasari,
2015:313) :
a) Usia produktif
b) Menginnginkan penggunaan kontrasepsi jangka panjang
c) Resiko rendah IMS
d) Tidak menghendaki metode hormonal
e) Tidak menyukai untuk mengingat-ingat minum pil setiap
hari
7) Kontaindikasi pemasangan
a) Demam atau gejala PID
b) Rupture membrane yang lama (lebih dari 24 jam)
c) Perdarahan
antepartum
atau
postpartum
yang
berkelanjutan setelah bayi lahir.
d) Perdarahan
pervaginam
yang
belum
diketahui
penyebabnya
e) Gangguan pembekuan darah, misal DIC yang disebabkan
oleh preeklampsi atau eklampsi
f)
Penyakit tropoblas dalam kehamilan (jinak atau ganas)
g) Abnormal uterus
h) Adanya dugaan kanker uterus (TBC pelvic)
215
i)
AIDS tanpa terapi Antiretroviral ( Kumlasari, 2015: 313).
8) Prosedur Pemasangan
Pemasangan AKDR dalam 10 menit setelah plasenta lahir
dapat dilakukan dengan 2 teknik (Marmi, 2016: 257) yaitu:
a) Dipasang dengan tangan secara langsung setelah plasenta
dilahirkan dan sebelum perineorafi, pemasang melakukan
kembali toilet vulva dan mengganti sarung tangan dengan
yang baru. Pemasang memegang AKDR dengan jari
telunjuk dan jari tengah kemudian dipasang secara
perlahan-lahan melalui vagina dan serviks sementara itu
tangan yang lain melakukan penekanan pada abdomen
bagian bawah dan mencengkram uterus untuk memastikan
AKDR dipasang ditengah-tengah yaitu fundus uterus.
Tangan pemasang dikeluarkan perlahan-lahan dari vagina.
Jika AKDR ikut tertarik keluar saat tangan pemasang
dikeluarkan dari vagina atau AKDR belum terpasang di
tempat yang semestinya, segera dilakukan perbaikan
posisi AKDR.
b) Dipasang dengan ring forceps
Prosedur pemasangan dengan AKDR menggunakan ring
forceps
hampir
menyerupai
dengan
pemasangan
menggunakan tangan secara langsung akan tetapi AKDR
216
diposisikan dengan menggunkan ring forceps, bukan
dengan tangan.
9) Efek Samping dan Komplikasi
a) Ekspulsi
Angka kejadian ekspulsi pada IUD sekitar 2-8 per 100
wanita pada tahun pertama setelah pemasangan. Angka
kejadian ekspulsi setelah post partum juga tinggi, pada
insersi setelah plasenta lepas kejadian ekspulsi lebih
rendah daripada pada insersi yang dilakukan setelahnya.
Gejala ekspulsi antara lain yaitu kram, pengeluaran
pervaginam, spotting atau perdarahan, dan dispareni.
b) Kehamilan
Kehamilan yang terjadi setelah pemasangan IUD post
plasenta terjadi antara 2,0-2,8 per 100 akseptor pada 24
bulan. Setelah 1 tahun, dari penelitian menyatakan angka
kegagalannya 0,8% dibandingkan dengan pemasangan
IUD saat menstruasi
c) Infeksi
Prevalensi infeksi cenderung rendah ialah sekitar 0,1 %
sampai dengan 1,1 %.
217
d) Perforasi
Perforasi rendah adalah sekitar 1 kejadian perforasi dari
jumlah populasi 1150 sampai 3800 wanita (Marmi, 2016:
257).
10) Petunjuk bagi klien
a) Anjurkan untuk kembali memeriksakan diri setelah 4
sampai 6 minggu dari pemasangan AKDR
b) Selama bulan pertama menggunakan AKDR, periksalah
benang AKDR secara rutin terutama setelah menstruasi
c) Setelah bulan pertama pasca pemasangan, hanya perlu
memeriksa keberadaan benang setelah menstruasi apabila
mengalami kram/kejang diperut bagian bawah, perdarahan
(spotting) diantara haid atau setelah senggama, nyeri
setelah senggama atau apabila pasangan mengalami tidak
nyaman selama melakukan hubungan seksual. Copper T380A perlu dilepas setelah 10 tahun pemasangan, tetapi
dapat dilakukan lebih awal apabila diinginkan.
Kembali ke klinik apabila:
a) Tidak dapat meraba benang AKDR
b) AKDR terlepas
c) Siklus terganggu atau meleset
d) Merasakan bagian yang keras dari AKDR
e) Terjadi pengeluaran dari vagina yang mencuruigakan
218
f)
Adanya infeksi (Kumalasari, 2015: 315).
Gambar 2.31
IUD Post Plasenta
Sumber : https://www.org.kebidanan.iud-post-plasenta
9.
Metode Kontrasepsi Mantap
a.
MOW (Metode Operasi Wanita)
1) Profil
Metode keluarga berencana dengan metode operasi wanita
(MOW) (Dewi, 2013: 197).
2) Mekanisme kerja
Dengan
mengoklusi
tuba
falopi
(mengikat
dan
memotong/memasang cincin), sehingga sperma tidak dapat
bertemu dengan ovum (Dewi, 20913: 197).
3) Indikasi
a) Usia > 26 tahun.
b) Paritas > 2.
219
c) Yakin telah mempunyai besar keluarga yang sesuai
dengan kehendaknya.
d) Pada kehamilannya akan menimbulkan risiko kesehatan
yang serius.
e) Pascapersalinan.
f)
Pascakeguguran.
g) Paham dan secara sukarela setuju dengan prosedur ini
(Saifuddin, 2010: 51).
4) Kontraindikasi
a) Hamil (sudah terdeteksi atau dicurigai).
b) Perdarahan vaginal yang belum terjelaskan (hingga harus
dievaluasi).
c) Infeksi sistemik atau pelvik yang akut (hingga masalah itu
disembuhkan atau dikontrol).
d) Tidak boleh menjalani proses pembedahan.
e) Kurang pasti mengenai keinginannya untuk fertilitas di
masa depan.
f)
Belum memberikan persetujuan tertulis (Marmi, 2016:
300).
5) Keuntungan
a) Tidak mengganggu ASI
b) Jarang ada keluhan sampingan
c) Angka kegagalan hampir tidak ada
220
d) Tidak mengganggu gairah seksual (Saifuddin, 2008: 42).
6) Kerugian
a) Tindakan operatif, seringkali menakutkan
b) Definitive, kesuburan tidak dapat kembali lagi
c) Komplikasi yang ditimbulkan bisa serius (Saifuddin,
2008: 42).
7) Keterbatasan
a) Harus dipertimbangkan sifat permanen metode kontrasepsi
ini
b) Klien dapat menyesal di kemudian hari
c) Resiko komplikasi kecil
d) Rasa sakit/ketidaknyamanan dalam jangka pendek setelah
tindakan
e) Dilakukan oleh dokter terlatih
f)
Tidak melindungi dari IMS (Dewi, 2013: 199).
221
Gambar 2.32
Kontrasepsi Tubektomi
Sumber : PKBI Jateng, 2015
8) Waktu pelaksanaan MOW
a) Setiap waktu selama siklus menstruasi apabila diyakini
secara rasional klien tidak hamil
b) Hari ke-6 hingga ke-13 dari siklus menstruasi
c) Pasca persalinan. MOW post partum dilakukan 1 hari
setelah partus
d) Pasca keguguran
e) Saat melakukan seksio sesarea. Pasca keguguran, pasca
persalinan atau masa interval. Pasca persalinan dianjurkan
24 jam atau selambat-lambatnya dalam 48 jam setelah
bersalin (Marmi, 2016: 310).
222
b.
MOP (Metode Operasi Pria)
1) Profil
Metode keluarga berencana yang dilakukan dengan metode
operasi pria (MOP). (Dewi, 2013: 199).
2) Mekanisme kerja
Menghentikan
kapasitas
reproduksi
pria
dengan
jalan
melakukan oklusi vasa deferensia sehingga alur transportasi
sperma terhmabat dan proses fertilitas tidak terjadi (Dewi,
2013: 199).
3) Efektifitas
a) Angka kegagalan 0-2,2%, umumnya <1%
b) Kegagalan kontap, umumnya disebabkan oleh:
(1) Senggama
yang
tidak
terlindung
sebelum
semen/ejakulat bebas sama sekali dari spermatozoa
(2) Rekanalisasi spontan dari vas deferens, umumnya
terjadi setelah pembentukan granuloma spermatozoa
(3) Pemotongan dan oklusi struktur jaringan lain selama
operasi
(4) Jarang : duplikasi congenital dari vas deferens
(Saifuddin, 2010: 57).
223
Gambar 2.33
Kontrasepsi Vasektomi
Sumber : PKBI Jateng, 2015.
4) Indikasi
Vasektomi merupakan upaya untuk menghentikan fertilitas
dimana fungsi reproduksi merupakan ancaman atau gangguan
terhadap kesehatan pria dan pasangannya serta melemahkan
ketahanan dan kualitas keluarga.
a)
Pria usia reproduktif <50 tahun
b)
Yang menginginkan metode secara efektif
c)
Istri yang bermasalah usia, paritas atau kesehatan yang
mungkin akan menimbulkan resiko
d)
Yang memahami dan sukarela memberi izin untuk
pemasangan prosedur tersebut
e)
Yang merasa yakin bahwa mereka telah mendapatkan
jumlah keluarga yang diinginkan (Dewi, 2013: 199).
224
5) Kontraindikasi
a) Infeksi kulit lokal
b) Infeksi traktus genetalia
c) Kelainan skrotum dan sekitarnya
d) Penyakit sistemik → penyakit perdarahan, DM, jantung
koroner
e) Riwayat perkawinan, psikologis atau seksual tidak stabil
(Dewi, 2013: 200).
6) Informasi setelah tindakan
a) Pertahankan band aid selama 3 hari
b) Luka yang sedang dalam penyembuhan jangan ditariktarik atau digaruk
c) Boleh mandi setelah 24 jam, asal luka tidak basah, setelah
3 hari luka boleh dicuci dengan air dan sabun
d) Pakailah penunjang skrotum, usahakan daerah operasi
kering
e) Jika
ada
nyeri,
berikan
1-2
tablet
analgetik
(parasetamol/ibuprofen setiap 4-5 jam)
f)
Hindari angkat berat dan kerja keras untuk 3 hari
g) Boleh senggama sesudah 2-3 hari. Namun untuk
mencegah
kehamilan
pakailah
kontrasepsi (Marmi, 2016: 347).
kondom
atau
cara
225
7) Penanganan komplikasi setelah tindakan
a) Perdarahan → sedikit di observasi, banyak di rujuk.
Bekuan darah didalam skrotum yang tidak dikeluarkan
dapat menimbulkan infeksi.
b) Infeksi → infeksi pada kulit skrotum cukup dengan
pengobatan luka kulit. Apabila basah di kompres, bila
kering diberi salep antibiotic, apabila infiltrate didalam
kulit skrotum ditempat vasektomi di rujuk.
c) Hematoma
→hematoma
kecil
lakukan
kompres,
hematoma besar membuka kembali skrotum, ikat PD dan
lakukan drainase
d) Granuloma sperma → granuloma kecil akan hilang sendiri
cukup dikompres es dan istirahat dan pemberian
analgetika. Apabila granuloma besar dilakukan insisi dan
ikat kembali
e) Antibodi sperma → separuh sampai dua pertiga akseptor
vasektomi akan membentuk antibody terhadap sperma,
sampai saat ini tidak pernah terbukti adanya penyulit yang
disebabkan adanya antibody (Dewi, 2013: 200-201).
8) Kunjungan ulang
a) Seminggu sampai 2 minggu setelah pembedahan
b) Sebulan setelah operasi
c) 3 bulan dan 1 tahun setelah operasi (Dewi, 2013: 201).
226
2.2 KONSEP DASAR ASUHAN KEBIDANAN
2.2.1 KONSEP DASAR ASUHAN KEHAMILAN
1.
Pengkajian Data
a.
Data Subyektif
1) Biodata
a) Nama
Untuk menetapkan identitas pasti pasien karena
mungkin memiliki nama yang dengan alamat
dan nomor telepon yang berbeda (Manuaba,
2010:159).
b) Umur
Umur primigravida kurang dari 16 tahun atau lebih
dari 35 tahun merupakan batas awal dan akhir
reproduksi yang sehat. Banyak terjadi penyulit pada
kehamilan dini (Manuaba, 2010:159).
c) Agama
Sebagai dasar bidan dalam memberikan dukungan
mental dan spiritual terhadap pasien dan keluarga
sebelum dan pada saat persalinan (Manuaba, 2010:
159).
d) Pekerjaan
Data ini menggambarkan tingkat sosial ekonomi,
pola sosial budaya, dan data pendukung dalam
227
menentukan pola komunikasi yang akan dipilih
selama asuhan (Varney, 2007: 536).
e) Pendidikan
Tingkat pendidikan yang rendah terutama jika
berhubungan dengan usia yang muda, berhubungan
erat dengan perawatan prenatal yang tidak adekuat
(Walsh, 2012:122).
f)
Penghasilan
Penghasilan yang terbatas sehingga kelangsungan
kehamilan dapat menimbulkan berbagai masalah
keidanan (Manuaba, 2010: 235).
g) Suku/bangsa
Data ini berhubungan dengan sosial budaya yang
dianut oleh pasien dan keluarga yang berkaitan
dengan persalinan (Marmi, 2011: 155).
h) Alamat
Selain sebagai data mengenai distribusi lokasi
pasien, data ini juga memberi gambaran mengenai
jarak dan waktu yang ditempuh pasien menuju
lokasi persalinan (Marmi, 2011: 155).
2) Keluhan utama
Keluhan ringan pada kehamilan adalah edema dependen,
nokturia, konstipasi, sesak nafas, nyeri ulu hati, kram
228
tungkai, nyeri punggung bawah. Pada ibu hamil trimester
III, keluhan-keluhan yang sering dijumpai yaitu:
a) Nokturia
Terjadi peningkatan frekuensi berkemih. Aliran
balik vena dari ekstremitas difasilitasi saat wanita
sedang berbaring pada posisi lateral
rukemben
karena uterus tidak lagi menekan pembuluh darah
panggul dan vena cava inferior
b) Edema Dependen
Edema dependen pada kaki timbul akibat gangguan
sirkulasi vena dan peningkatan tekanan vena pada
ekstremitas bagian bawah. Gangguan sirkulasi ini
disebabkan oleh tekanan uterus yang membesar
pada vena-vena panggul saat wanita tersebut duduk
atau berdiri dan pada vena cava inferior saat
telentang
c) Sesak nafas
Uterus telah mengalami pembesaran hingga terjadi
penekanan diafragma. Selain itu diafragma akan
mengalami elevasi kurang lebih 4 cm selama
kehamilan
229
d) Konstipasi
Kontipasi diduga terjadi akibat penurunan peristaltik
yang disebabkan relaksasi otot polos pada usus besar
ketika terjadi peningkatan jumlah progesterone.
Pergeseran dan tekanan yang terjadi
pada
usus
akibat pembesaran uterus atau bagian presentasi juga
dapat menyebabkan konstipasi
e) Nyeri ulu hati
Relaksasi sfingter jantung pada lambung akibat
pengaruh yang ditimbulkan peningkatan jumlah
progesterone, penurunan motilitas gastrointestinal
yang terjadi akibat relaksasi otot halus yang
kemungkinan
disebabkan
peningkatan
jumlah
progesterone dan tekanan uterus, dan tidak ada
ruang fungsional untuk lambung akibat perubahan
tempat dan penekanan oleh uterus yang membesar
f)
Nyeri punggung bawah
Nyeri punggung bawah merupakan nyeri punggung
yang terjadi pada area lumbosakral. Nyeri ini
merupakan akibat pergeseran pusat
gravitasi
dan
terjadi perubahan yang disebabkan karena berat
uterus yang semakin membesar
230
g) Kram tungkai
Uterus yang membesar memberi tekanan pada
pembuluh darah panggul, sehingga mengganggu
sirkulasi atau pada saraf, sementara saraf ini
melewati
foramen obturator dalam perjalanan
menuju ekstremitas bagian bawah (Varney , 2008:
540-543).
3) Riwayat Menstruasi
Menurut Rohani (2011: 88) riwayat menstruasi/haid hal
yang perlu dikaji ialah umur menarche, siklus, lamannya,
banyaknya darah dan adanya dismenhorrea. Selain itu,
kaji pula HPHT (hari pertama haid terakhir) ibu. Hari
pertama haid terakhir merupakan data dasar yang
diperlukan untuk menentukan usia kehamilan, apakah
cukup bulan atau premature. Mengkaji pula kapan bayi
lahir (menurut taksiran ibu) dan taksiran persalinan.
4) Riwayat obstetric
Menurut Sulistyawati (2010: 150) riwayat kebidanan
yang lalu, meliputi:
a) Jumlah kelahiran, anak yang lahir hidup, persalinan
aterm, persalinan premature, keguguran, persalinan
dengan tindakan.
231
b) Riwayat perdarahan pada kehamilan, persalinan,
atau nifas yang sebelumnya.
c) Hipertensi disebabkan kehamilan pada kehamilan
sebelumnya.
d) Berat bayi kurang dari 2500 gram atau lebih dari
4000 gram.
e) Masalah lain yang dialami.
5) Riwayat kehamilan sekarang
Pada riwayat kehamilan sekarang terdapat jadwal
pemeriksaan hamil dilakukan paling sedikit 4 kali selama
kehamilan yaitu satu kali pada trimester pertama, satu
kali pada trimester kedua, dua kali pada trimester ketiga.
Pelayanan asuhan kehamilan satandar minimal 7T yaitu:
timbang, ukur tekanan darah, ukur tinggi fundus uteri,
pemberian imunisasi TT lengkap (5x TT yaitu TT 5),
pemberian tablet zat besi minimum 90 tablet selama
kehamilan, tes terhadap penyakit menular seksual, dan
temu wicara dalam rangka persiapan rujukan (Saifuddin,
2010: 407).
6) Riwayat KB
Menurut Rohani (2011: 58) pada riwayat KB dapat
diperoleh data yaitu jenis kontrasepsi yang pernah
232
dipakai, efek samping, alasan berhentinya, penggunaan
alat kontrasepsi dan lama penggunaan kontrasepsi.
7) Riwayat kesehatan keluarga
Menurut
Varney
(2007:
140)
riwayat
keluarga
(berhubungan dengan ayah, ibu, saudara kandung, kakek,
nenek, paman, bibi) riwayat keluarga yang dikaji
meliputi usia dan status dari ibu, ayah, saudara kandung.
Adanya riwayat keluarga yang memiliki penyakit
jantung, hipertensi, diabetes, retardasi mental, kanker,
penyakit mental, penyakit ginjal, kelainan congenital,
tuberculosis, epilepsi, diskrania darah seperti anemia
(jenis), alergi, kelainan genetik, kelainan autoimun
seperti lupus.
8) Pola Kebiasaan Sehari-hari
Menurut Saifuddin (2007: 408) kebiasaan sehari-hari
yang meliputi nutrisi, eliminasi, personal hygiene,
hubungan seksual, istirahat dan aktivitas fisik.
a) Nutrisi
Menurut
Saifuddin
(2009:286)
Nutrisi
yang
diperlukan oleh ibu hamil setiap harinya adalah 2500
kalori dan 60 gram protein, yaitu 10 gram per hari
melebihi asupan wanita yang tidak hamil. Jumlah
protein yang diperlukan oleh ibu hamil adalah 85
233
gram/hari. Sumber protein tersebut bisa diperoleh
dari
tumbuh-tumbuhan (kacang-kacangan)
atau
hewani (ikan, ayam, keju, susu, telur). Kebutuhan
kalsium ibu hamil ialah 1,5 gram/hari. Kalsium
sangat
dibutuhkan
untuk
pertumbuhan
janin,
terutama bagi pengembangan otot dan rangka.
Sumber kalsium yang mudah diperoleh yaitu susu,
keju, yogurt dan kalsium karbonat. Selanjutnya
Varney (2007:94) menambahkan bahwa karbohidrat
diperlukan untuk pencernaan protein dan beberapa
fungsi otak. Karbohidrat dapat ditemukan dalam
biji-bijian, sayuran, buah dan gula. Gula dikenal
sebagai karbohidrat sederhana dan zat tepung serta
serat sebagai karbohidrat kompleks. Zat besi
digunakan
untuk
membuat
hemoglobin,
yang
mentransportasi oksigen ke seluruh jaringan tubuh.
Makanan yang mengandung zat besi antara lain
yaitu produk susu dan sereal yang difortifikasi,
minyak, hati, ikan, kuning telur. Asam folat
berfungsi sebagai koenzim dalam metabolisme asam
nukleat, mencegah anemia megaloblastik. Asam
folat bisa diperoleh dari sereal yang diperkaya,
234
sayuran berdaun hijau, roti dan biji-bijian yang
diperkaya, makanan yang difortifikasi.
Berikut pada tabel 2.12 akan ditampilkan contoh
nutrisi pada ibu hamil:
Tabel 2.12
Nutrisi Pada Ibu Hamil
Bahan
Makanan
Nasi
Kebutuhan dalam sehari
Berat
6 porsi (nasi 1 porsi = ¾ gelas)
100 g = 175 kkal
Sayur
4 porsi (sayur 1 porsi = 1 gelas)
100 g = 25 kkal
Buah
4 porsi (buah 1 porsi = 1 buah
pisang ambon)
4 porsi (tempe 1 porsi = 2 potong
tempe sedang)
3 porsi (daging 1 porsi = 1 potong
daging sedang)
1 porsi (susu 1 porsi = 1 gelas susu)
50 g = 50 kkal
Tempe
Daging
Susu
Minyak
Gula
50 g = 50 kkal
35 g = 50 kkal
20 g = 50 kkal
6 porsi (minyak 1 porsi = 1 sendok 5 g = 50 kkal
teh minyak)
2 porsi (gula 1 porsi = 1 sendok 20 g = 50 kkal
makan gula)
Sumber : (Permenkes RI No. 41. 2014: 89)
b) Eliminasi
Wanita
yang
sebelumnya
tidak
mengalami
konstipasi dapat memiliki masalah ini pada trimester
kedua
atau
ketiga.
Konstipasi
diduga
akibat
penurunan peristaltis yang disebabkan oleh relaksasi
otot polos pada usus besar ketika terjadi peningkatan
jumlah progesteron, dapat juga disebabkan karena
235
kurangnya asupan nutrisi yang mengandung serat
dan kurangnya mobilisasi/gerak (Varney, 2007:
539). Pada akhir kehamilan, ibu akan sering
berkemih karena kandung kemih akan tertekan oleh
uterus akibat kepala janin sudah mulai turun ke pintu
atas panggul (Saifuddin, 2011: 185).
c) Istirahat
Istirahat yang dibutuhkan ibu hamil ± 6-8 jam/hari,
termasuk tidur siang dan malam. Posisi yang baik
adalah ibu tidur melingkar atau lurus pada salah satu
sisi tubuh. Lebih baik dipilih kiri, dengan salah satu
kaki menyilang di atas yang lainnya dan dengan
bantal diapit di antara kedua kaki (Manuaba, 2010:
98).
d) Personal Hygiene
Mandi diperlukan untuk kebersihan diri, terutama
untuk perawatan kulit tubuh, karena fungsi ekskresi
dan keringat bertambah. Pakaian yang harus
digunakan ibu hamil harus longgar, bersih, dan tidak
ada ikatan yang ketat pada bagian perut. Dianjurkan
memakai bra yang menyokong payudara. Payudara
dipersiapkan untuk memberikan ASI, terutama bagi
ibu hamil pertama harus diperhatikan karena
236
biasanya puting susu masih tenggelam, sehingga
dapat mengalami kesulitan saat laktasi. Perlu
dilakukan
perawatan
payudara
dengan
cara
membersihkan 2 kali sehari selama kehamilan. Jika
puting susu masih tenggelam dilakukan pengurutan
pada daerah areola mengarah menjauhi puting susu
untuk menonjolkan puting susu (Mochtar, 2012: 47).
e) Aktivitas
Menurut Manuaba (2010: 132-135) senam hamil
bertujuan mempersiapkan dan melatih otot-otot
sehingga dapat dimanfaatkan untuk berfungsi secara
optimal dalam persalinan normal. Senam hamil di
mulai pada usia kehamilan sekitar 24-28 minggu.
Kemudian Varney (2007: 202) menambahkan,
seorang wanita dianjurkan untuk jalan-jalan selama
20-30 menit di pagi hari. Saifuddin (2009: 287) juga
menambahkan, ibu hamil jangan mengerjakan
pekerjaan rumah tangga yang berat dan hindarkan
kerja fisik yang dapat menimbulkan kelelahan yang
berlebihan. Kontraindikasi senam hamil yaitu ibu
yang
memiliki
riwayat
keguguran
berulang,
kehamilan dengan perdarahan dan kehamilan dengan
bekas operasi, persalinan belum cukup bulan, pada
237
kasus infertilitas, usia saat hamil relative tua (primi
tua). Selain itu, ibu yang kondisinya tidak cukup
sehat menurut dokter atau bidan tidak dianjurkan
mengikuti senam hamil (Manuaba, 2010: 135). Ada
beberapa penggerakan yang dilarang atau dicegah,
diantaranya
yaitu
bekerja
berat,
mudah
menimbulkan kelelahan yang akan mengurangi
kesehatan wanita yang memang sudah menurun
karena adanya kehamilan , melonjak, meloncat atau
mencapai benda tinggi harus dicegah pula, serta
bepergian jauh dengan kendaraan yang banyak
bergerak (Manuaba, 2010: 144).
f)
Kehidupan Seksual
Dianjurkan untuk memakai kondom agar semen
(mengandung
prostaglandin)
tidak
merangsang
kontraksi uterus. Hubungan seksual dihentikan bila
terdapat tanda infeksi dengan pengeluaran cairan
disertai rasa nyeri atau panas, terjadi perdarahan saat
berhubungan seksual, terdapat pengeluaran yang
mendadak, sering mengalami keguguran, persalinan
preterm, dan kematian dalam kandungan (Manuaba,
2010: 120).
238
9) Riwayat Ketergantungan
Merokok, minum alkohol dan kecanduan narkotik secara
langsung
dapat
mempengaruhi
pertumbuhan
dan
perkembangan janin dan menimbulkan kelahiran dengan
berat badan rendah bahkan bisa menimbulkan cacat
bawaan atau kelainan pertumbuhan dan perkembangan
mental.
Pengobatan
saat
hamil
harus
selalu
memperhatikan apakah obat tersebut tidak berpengaruh
terhadap tumbuh kembang janin (Manuaba, 2010: 122).
10) Riwayat psikososial dan budaya
Dalam status perkawinan yang perlu dikaji ialah usia
menikah pertama kali, status pernikahan sah/tidak, lama
pernikahan, pernikahan sekarang adalah suami yang
keberapa (Sulistyawati, 2010: 151).
b. Data Obyektif
1) Pemeriksaan umum
a) Keadaan umum ibu baik, keadaan emosional satabil,
kesadaran composmentis. Pada saat ini diperhatikan
pula bagaimana sikap tubuh, keadaan punggungdan
cara berjalan. Ibu tersebut cenderung lordosis.
Apabila ibu berjalan dengan sikap kifosis, skoliosis,
atau pinacang maka kemungkinan terjadi kelainan
panggul (Romauli, 2011: 172).
239
b) Tanda-tanda vital (TTV)
(1) Suhu tubuh yang normal adalah 36-37,50C. Bila
suhu tubuh lebih dari 37,50C harus diwaspadai
adanya infeksi (Romauli, 2011: 173).
(2) Pada pernafasan normalnya 16-24 kali per
menit. Frekuensi pernafasan hanya mengalami
sedikit perubahan pada kehamilan lanjut seperti
volume tidal, volume ventilasi per menit dan
pengambilan oksigen per menit akan bertambah
secara signifikan (Saifuddin, 2009: 185).
(3) Tekanan darah pada kehamilan normal sedikit
menurun sejak minggu ke-8. Kondisi ini
menetap sepanjang trimester II dan kembali ke
tekanan darah sebelum hamil. Wanita yang
tekanan darahnya sedkit meningkat di awal
pertengahan kehamilan mungkin mengalami
hipertensi kronis atau jika wanita nulipara
dengan
sistol
>120
mmHg
ia
berisiko
mengalami preeklamsi (Marmi, 2011: 163).
(4) Nadi, denyut nadi maternal sedikit meningkat
selama
hamil,
100x/menit.
tetapi
Waspadai
jarang
melebihi
hipotirodisme
jika
denyut nadi >100x/menit (Marmi, 2011: 163).
240
c) Berat Badan (BB)
Menurut Manuaba (2012: 213) berat badan ibu
hamil diperbolehkan naik sekitar 0,75-1 kg/minggu,
kenaikan berat badan akan bertambah sekitar 12-16
kg pada akhir kehamilan. Kemudian menurut
Wirakusumah (2011: 113) pertambahan berat badan
ibu selama hamil yaitu 6,5 kg-15 kg. Sedangkan
peningkatan berat badan pada preeklamsi dan
eklamsi lebih disebabkan karena adanya edema
daripada asupan kalori.
Tabel 2.13
Rekomendasi Penambahan Berat Badan
Berdasarkan Indeks Masa Tubuh
Kategori
IMT
Rekomendasi
(Kg)
Rendah
< 19,8
12,5-18
Normal
19,8-26
11,5-16
Tinggi
26-29
7-11,5
Obesitas
> 29
≥7
Gemeli
16-20,5
Sumber : (Saifuddin, 2010: 180)
d) Tinggi badan
Menurut Marmi (2011: 163) tubuh yang pendek
dapat menjadi indikator gangguan genetik. Tinggi
badan wajib diukur pada saat kunjungan awal.
241
Ditambahkan juga oleh Romauli (2011: 173) tinggi
badan ibu hamil ≤ 145 cm tergolong resiko tinggi.
e) Lingkar Lengan Atas (LILA)
LILA diukur pada lengan atas yang kurang dominan,
ukuran LILA <23,5 cm merupakan indikator kuat
untuk status gizi yang kurang atau buruk, sehingga
resiko untuk melahirkan berat badan lahir rendah
(BBLR) (Romauli, 2011: 173).
2) Pemeriksaan fisik
a) Rambut
Rambut yang rontok atau mudah untuk dicabut
menandakan kurang gizi atau ada kelainan tertentu
(Romauli, 2011: 175).
b) Kepala
Kulit kepala pucah dan rambut rapuh dapat
mengindikasikan kekurangan nutrisi. Adanya parasit
berhubungan dengan kondisi tempat tinggal yang
buruk (Walsh, 2007: 114).
c) Muka
Tampak Cloasma Gravidarum sebagai akibat deposit
pigmentasi yang berlebihan, tidak sembab. Bentuk
simetris,
bila
tidak
menunjukkan
adanya
kelumpuhan (Romauli, 2011: 174). Ditambahkan
242
oleh Manuaba (2010: 261) edema pada wajah
merupakan salah satu gejala preeklamsi.
d) Mata
Bentuk simetris, konjungtiva normal, warna merah
muda, bila pucat menandakan anemia. Sklera normal
berwarna putih, bila bewarna kuning menandakan
ibu mungkin terinfeksi
hepatitis,
bila
merah
kemungkinan ada conjungtivitis. Kelopak mata yang
bengkak kemungkinan adanya preeklamsi (Romauli,
2011: 174).
e) Telinga
Telinga normal apabila tidak ada serumen yang
berlebihan dan tidak berbau, bentuk simetris
(Romauli, 2011: 174).
f)
Mulut dan Gigi
Menurut Romauli (2011: 174) dalam kehamilan
sering
timbul
stomatitis
dan
gingitivis
yang
mengandung pembuluh darah dan mudah berdarah,
maka perlu dilakukan perawatan mulut agar selalu
bersih. Kemudian menurut Manuaba (2010: 122)
Saat hamil sering terjadi karies yang berkaitan
dengan
emesis-hiperemesis
gravidarum,
hipersalivasi dapat menimbulkan timbunan kalsium
243
disekitar gigi. Saat hamil perlu memeriksakan gigi
untuk mencari kerusakan gigi yang dapat menjadi
sumber infeksi.
g) Leher
Normal bila tidak ada pembesaran kelenjar tiroid,
tidak ada pembengkakan limfe, dan tidak ditemukan
bendungan vena jugularis (Romauli, 2011: 174).
h) Dada
Bentuk dada, pemeriksaan paru harus mencakup
observasi sesak nafas, nafas dangkal, nafas cepat,
pernafasan yang tidak teratur, mengi, batuk, dispne,
penurunan
bunyi
nafas (Marmi, 2011: 207).
Kemudian menurut Romauli (2011: 174) normal bila
tidak ada retraksi dinding dada, tidak ada wheezing
dan ronchi, tidak ada nyeri tekan,tidak ada massa
abnormal.
i)
Payudara
Bentuk buah dada, hiperpigmentasi areola, putting
susu bersih dan menonjol. Pada minggu ke-12
kolostrum mulai keluar dari papilla mammae pada
wanita multigravida yang telah siap menyusui pada
kehamilan
sebelumnya.
Sedangkan
wanita
244
primigravida baru akan memproduksi kolostrum
pada masa akhir kehamilan (Romauli, 2011: 174).
j)
Abdomen
Bentuk simetris, bekas luka operasi, terdapat linea
nigra, striae livide, dan terdapat pembesaran pada
abdomen (Romauli, 2011: 174). Kemudian Manuaba
(2010: 125) menambahkan pada primigravida perut
tegang, menonjol dan terdapat striae livida akibat
dari
peregangan
uterus.
Sedangkan
pada
multigravida perut lembek, menggantung serta
terdapat striae livida dan albikan. Linea nigra dapat
terlihat
sebagai
garis
berwarna
gelap
akibat
pigmentasi yang yang terletak memanjang di bagian
tengah abdomen di bawah terkadang di atas
umbilicus. BSC (Bekas Sectio Caesarea) dapat
mengindikasikan adanya operasi abdomen atau
obstetric yang pernah dilakukan sebelumnya.
k) Genetalia
Pemeriksaan genetalia dilakukan dengan mencari
adanya
lesi,
eritema,
perubahan
warna,
pembengkakan,memar. Bila ada lesi kemungkinan
menunjukkan sifilis atau herpes (Marmi, 2011: 170).
Kemudian Manuaba (2010: 537) menambahkan
245
pemeriksaan alat genetalia eksterna terdiri dari
inspeksi vulva untuk mengeyahui pengeluaran cairan
atau darah dari ling senggama, perlukaan pada
vulva/labium mayus, dan pertumbuhan abnormal
(kondiloma akuminata-lata, kista bartholini, abses
bartholini, fibroma labium mayus). Kemudian pada
palpasi vulva akan teraba tumor pada vulva, teraba
benjolan atau penebalan labium mayus, dan teraba
pembengkakan kelenjar bartholini.
l)
Anus
Normal tidak ada benjolan atau pengeluaran darah
dari anus. Hemoroid merupakan pelebaran venavena dianus, hemoroid dapat bertambah besar dalam
kehamilan karena ada bendungan darah di dalam
rongga panggul (Romauli, 2011: 175).
Hemoroid sering didahului oleh konstipasi. Oleh
karena itu, semua penyebab konstipasi berpotensi
menyebabkan hemoroid (Varney, 2007: 539).
m) Ekstremitas
Pada ibu hamil trimester III sering terjadi edema
dependen, yang disebabkan karena kongesti sirkulasi
pada
ekstremitas
bawah,
peningkatan
kadar
permeabilitas kapiler, tekanan dari pembesaran
246
uterus pada vena pelvik ketika duduk atau pada vena
kava inferior ketika berbaring. Apabila edema
muncul pada muka, tangan, dan disertai proteinuria
serta
hipertensi
perlu
diwaspadai
adanya
preeklampsi (Marmi, 2014: 136).
Normal bila tungkai bawah akan bergerak sedikit
ketika tendon ditekuk, bila gerakannnya berlebihan
dan cepat, maka hal ini mungkin tanda preeklamsi.
Pasien yang mempunyai reflek patella negatif
kemungkinan mengalami kekurangan vitamin B1.
Kekurangan
B1
mempengaruhi
saraf
tulang
belakang, dapat berdampak pada reflek tubuh
(Romauli, 2011: 176).
3) Pemeriksaan khusus
a) Tinggi Fundus Uteri (TFU)
Menurut
Mc.Donald
dilakukan
dengan
pemeriksaan
menggunakan
TFU
dapat
metlin
(pita
pengukur), dengan cara memegang tanda nol pita
pada aspek superior simpisis pubis dan menarik pita
secara longitundinal sepanjang aspek tengah uterus
ke ujung atas fundus, sehingga dapat ditentukan
TFU (Manuaba, 2010: 100).
247
b) Menentukan Usia Kehamilan
Menurut Mochtar (2012:41) cara untuk menentukan
tuanya usia kehamilan antara lain:
(1) Dihitung dari hari pertama haid terakhir
(HPHT) sampai dengan hari pemeriksaan,
kemudian
dijumlah
dan
dijadikan
dalam
hitungan minggu.
(2) Ditambah 4,5 bulan dari waktu ibu merasa
gerakan janin pertama kali “feeling life”
(quickening).
(3) Menurut Mc. Donald adalah modifikasi cara
Speigelberg, yaitu jarak fundus-simfisis dalam
cm dibagi 3,5 merupakan tuanya usia kehamilan
dalam bulan.
Kemudian
menurut
Manuaba
(2010:128),
menjelaskan juga untuk menetapkan usia kehamilan
yaitu :
4) Mendengarkan denyut jantung janin (DJJ),
denyut jantung janin akan terdengar pada usia
kehamilan lebih dari 16 minggu.
5) Memperhitungkan masuknya kepala ke pintu
atas
panggul
terutama
pada
primigravida
248
masuknya kepala ke pintu atas panggul terjadi
pada minggu ke 36.
6) Mempergunakan
hasil
pemeriksaaan
air
ketuban, semakin tua usia kehamilan semakin
berkurangnya atau sedikit air ketuban.
c) Tafsiran Berat Janin
Menurut Mochtar (2012:41) berdasarkan rumusnya
Johnson tausak adalah (tingi fundus dalam cm-n) x
155 = berat badan (g). bila kepala belum masuk
pintu atas panggul maka n=12, dan bila kepala sudah
masuk pintu atas panggul maka n=11.
d) Pemeriksaan Leopold
(1) Leopold I
Leopold I digunakan untuk menentukan tinggi
fundus uteri, bagian janin dalam fundus, dan
konsistensi fundus. Pada letak kepala akan
teraba bokong pada fundus, yaitu tidak keras,
tidak melenting dan tidak bulat. Variasi Knebel
dengan menentukan letak kepala atau bokong
dengan satu tangan di fundus dan tangan lain
diatas simfisis (Manuaba, 2010:118).
249
(2) Leopold II
Menentukan batas samping rahim kanan/kiri
dan
menentukan
letak
punggung.
Letak
membujur dapat ditetapkan punggung anak,
yang teraba rata dengan tulang iga seperti papan
cuci. Dalam Leopold II terdapat variasi Budin
dengan menentukan letak punggung dengan satu
tangan menekan di fundus. Variasi Ahfeld
dengan menentukan letak punggung dengan
pinggir tangan kiri diletakkan di tengah perut
(Manuaba, 2010:118-119).
(3) Leopold III
Menentukan bagian terbawah janin di atas
simfisis ibu dan bagian terbawah janin sudah
masuk pintu atas panggul (PAP) atau masih bisa
digoyangkan (Manuaba, 2010:119).
(4) Leopold IV
Menentukan
bagian
terbawah
janin
dan
seberapa jauh janin sudah masuk (pintu atas
panggul) PAP. Bila bagian terendah masuk PAP
telah melampaui lingkaran terbesarnya, maka
tangan yang melakukan pemeriksaan divergen,
sedangkan bila lingkaran terbesarnya belum
250
masuk
PAP,
maka
tangan
pemeriksanya
konvergen (Manuaba, 2010:119).
(5) Pemeriksaan Osborn Test
Menurut Marmi (2011: 127) pegang kepala
janin dan upayakan masuk PAP. Jika tidak
dapat masuk karena masih tinggi, harus dengan
jari untuk mengetahui seberapa tingginya dari
simphisis pubis, jika tingginya sekitar 3 jari
diatas simphisis atau lebih berarti Osborn test +
(kepala janin belum masuk PAP= kemungkinan
ada Cephalopelvic Disproportion).
e) Auskultasi
Pada pemeriksaan auskultasi denyut jantung janin
(DJJ) akan terdengar jelas dipihak punggung janin
dekat pada kepala. Pada presentasi biasa (letak
kepala), tempat ini di kiri atau kanan bawah pusat.
Hasil pemeriksaan secara auskultasi dapat digunakan
untuk menghitung DJJ, dengan perhitungan DJJ
dilakukan dengan memberi interval 5 detik, ialah 5
detik pertama dihitung, kemudian berhenti selama 5
detik, dihitung lagi 5 detik kedua, berhenti, dan
dihitung 5 detik ketiga, lalu dijumlahkan dan dikali
4. DJJ dinyatakan teratur jika jarak denyut antara 5
251
detik pertama, ketiga dan kelima tidak lebih dari 2
denyutan (Marmi, 2011:169). Kemudian Romauli
(2011: 176) menambahkan bahwa jumlah DJJ
normal antara 120-140 kali per menit. Pada
pemeriksaan punctum maksimum, untuk mencari
letak DJJ.
4) Pemeriksaan Penunjang
a) Pemeriksan Panggul
Persalinan dapat berlangsung dengan baik atau tidak
antara lain tergantung pada luasnya jalan lahir yang
terutama ditentukan oleh bentuk dan ukuran-ukuran
panggul.
Maka
persalinan
untuk
dapat
memprediksi
berlangsung
biasa,
apakah
dengan
dilakukan pengukuran panggul (Marmi, 2014: 171176).
Pemeriksaan panggul dibagi menjadi 2, yaitu:
(1) Pemeriksaan panggul luar
(a) Distantia spinarum, jarak antara spina iliaka
anterior superior kiri dan kanan (normalnya
± 23-26cm).
(b) Distantia cristarum, jarak antara crista iliaka
kanan dan kiri (normalnya ± 26-29 cm).
252
(c) Conjungata eksterna (baudeloque), jarak
antara pinggir atas sympisis dan ujung
prosessus spinosus ruas tulang lumbal ke-V
(normalnya ± 18-20 cm).
(d) Ukuran lingkar panggul, dari pinggir atas
sympisis ke pertengahan antara spina iliaka
anterior superior dan trochanter major
sepihak dan kembali melalui tempat-tempat
yang sama dipihak yang lain (normalnya
80-90 cm) (Marmi, 2014: 175-176).
(2) Pemeriksaan panggul dalam
Pemeriksaan dilakukan pada usia kehamilan
mencapai 36 minggu. Dengan pemeriksaaan
dalam kita dapat kesan mengenai bentuk
panggul.
Didapatkan
hasil
normal
bila
promontorium tidak teraba, tidak ada tumor
(exostose), linea innominata teraba sebagian,
spina ischiadika tidak teraba, os. sacrum
mempunyai inklinasi ke belakang dan sudut
arkus pubis > 90º (Marmi, 2014: 176).
253
b) Pemeriksaan Darah
(1) Haemoglobin
Pemeriksaan dan pengawasan Haemoglobin
(Hb) dapat dilakukan dengan menggunakan alat
yaitu Sahli. Hasil pemeriksaan HB dengan Sahli
dapat digolongkan sebagai berikut : Tidak
anemia jika Hb 11 gr%, anemia berat jika Hb <
7 gr% (Manuaba, 2010:239).
(2) Golongan Darah
Golongan darah ABO dan faktor Rhesus (Rh).
Ibu dengan rhesus negatif beresiko mengalami
keguguran, amniosentesis, atau trauma uterus,
dengan
demikian
harus
diberi
anti-
gammaglobulin D dalam beberapa hari setelah
pemeriksaan.
Jika
titrasi
menunjukkan
peningkatan respons antibody, harus dilakukan
pemeriksaan yang lebih sering dalam rangka
merencanakan penatalaksanaan pengobatan oleh
spesialis Rhesus (Fraser et al, 2009:225).
c) Pemeriksaan Urin
Menurut Fraser dan Cooper (2009: 227) urinalisis
atau pemeriksaan urin dilakukan pada setiap
kunjungan
untuk
memastikan
tidak
adanya
254
abnormalitas. Hal lain yang dapat ditemukan pada
urinalisis rutin antara lain :
(1) Keton
akibat
menyediakan
pemecahan
glukosa,
lemak
untuk
disebabkan
oleh
kurangnya pemenuhan janin yang dapat terjadi
akibat muntah, hyperemesis, kelaparan, atau
latihan fisik yang berlebihan.
(2) Glukosa karena peningkatan sirkulasi darah,
penurunan ambang ginjal atau penyakit.
(3) Protein akibat kontaminasi oleh leukore vagina,
atau
penyakit
ssseperti
infeksi
saluran
perkemihan atau gangguan hipertensi pada
kehamilan.
d) Ultrasonografi (USG)
Menurut
Romauli
(2011:172)
penentuan
usia
kehamilan dengan USG menggunakan 3 cara :
(1) Dengan mengukur diameter kantung kehamilan
(GS = Gestationalsac) untuk usia kehamilan 012 minggu.
(2) Dengan mengukur jarak kepala-bokong (GRI =
Groun Rum Length) untuk umur kehamilan 714 minggu.
255
(3) Dengan mengukur diameter biparietal (BPD)
untuk usia kehamilan lebih dari 12 minggu.
e)
Non Stress Test (NST)
Pemeriksaan ini dilakukan untuk menilai hubungan
gambaran denyut jantung janin (DJJ) dan aktivitas
janin. Penilaian dilakukan terhadap frekuensi dasar
DJJ, variabilitas dan timbulnya akselerasi yang
menyertai gerakan janin (Marmi, 2014:190).
2.
Diagnosa Kebidanan
Bidan menganalisa data yang diperoleh dari data pengkajian,
menginterpretasikannya
secara
akurat
dan
logis
untuk
menegakkan diagnose dan masalah kebidanan yang tepat (Menkes
RI, 2007).
Diagnosa : G1/>1 PAPIAH, usisa kehamilan 28-40 minggu, janin
hidup, tungal, intrauterine, situs bujur, habitus fleksi, posisi
puka/puki, presentasi kepala/bokong, kesan jalan lahir normal,
keadaan umum ibu dan janin baik (Manuaba, 2010:123). Dengan
kemungkinan masalah : edema dependen, nokturia, hemoroid,
kontipasi, kram pada tungkai, kram pada kaki, sesak nafas,
pusing, nyeri pinggang, varises, panas dan nyeri di ulu hati (heart
butn), dan kecemasan menghadapi persalinan (Varney dkk, 2007:
538-543).
256
3.
Perencanaan
a.
Diagnosa kebidanan :, G1/>1 PAPIAH, usia kehamilan 36-40
minggu, janin hidup, tunggal, intrauterine, situs bujur,
habitus, fleksi, posisi puka/puki, presentasi kepala/bokong,
kesan jalan lahir normal, keadaan umum ibu dan janin baik
(Manuaba, 2010:123).
b.
Tujuan : Ibu sehat dan janin lahir sehat, sejahtera sampai
proses melahirkan.
c.
Kriteria : 1) Keadaan umum baik.
2) Kesadaran composmentis.
3) Tanda-tanda vital normal
(TD:100/70-130/90 mmHg, N:76-88 x/menit,
S:36,5 –37,5ºC, RR:16-24 x/menit).
4) Pemeriksaan laboratorium.
Hb ≥ 11 gr%, ptotein urine (-),
Reduksi urine (-).
d.
5)
DJJ 120-160 x/menit, kuat, irama teratur.
6)
TFU sesuai dengan usia kehamilan.
7)
Situs bujur dan presentasi kepala.
Intervensi menurut Kriebs dan Gegor (2007:554-556):
1) Jelaskan pada ibu tentang hasil pemeriksaan.
R/ Bila ibu mengerti keadaanya, ibu bisa koorperatif
dengan tindakan yang diberikan.
257
2) Jelaskan tentang ketidaknyamanan dan masalah yang
mungkin akan terjadi pada ibu hamil trimester III.
R/ Ibu dapat beradaptasi dengan keadaan dirinya.
3) Diskusikan dengan ibu tentang kebutuhan dasar ibu
hamil meliputi nutrisi, eliminasi, istirahat dan tidur,
personal hygiene, aktivitas, hubungan seksual, perawatan
payudara, dan senam hamil.
R/ Dengan memenuhi kebutuhan dasar ibu hamil, maka
kehamilan dapat berlangsung dengan aman dan lancar.
4) Jelaskan pada ibu tentang tanda bahaya kehamilan
trimester
III
yang
mengindikasikan
pentingnya
menghubungi tenaga kesehatan dengan segera.
R/ Mengidentifikasi tanda bahaya dalam kehamilan,
supaya
ibu
mengetahui
kebutuhan
yang
harus
dipersiapkan untuk menghadaoi kemungkinan keadaan
darurat.
5) Jelaskan pada ibu tentang persiapan persalinan.
R/ Dengan adanya rencana persalinan akan mengurangi
kebingungan dan kekacauan pada saat persalinan serta
meningkatkan kemungkinan bahwa ibu akan menerima
asuhan yang sesuai dan tepat waktu (Marmi, 2014:128).
258
6) Jelaskan pada ibu tentang tanda-tanda persalinan.
R/Mengidentifikasikan
kebutuhan
yang
harus
dipersiapkan untuk mempersiapkan persalinan dan
kemungkinan keadaan darurat.
7) Pesankan pada ibu untuk kunjungan ulang sesuai jadwal
atau sewaktu-waktu bila ada keluhan.
R/ Memantau keadaan ibu dan janin, serta mendeteksi
dini terjadinya komplikasi.
a.
Masalah 1 : Edema Dependen
1) Tujuan : Ibu dapat beradaptasi terhadap perubahan yang
fisiologis (ederma dependen).
2) Kriteria : Setelah tidur/istirahat ederma berkurang.
3) Intervensi menurut Morgan et al (2009:345) :
a) Jelaskan penyebab dari edema independen.
R/ Ibu mengerti penyebab edema dependen yaitu
karena tekanan pembesaran uterus pada vena pelvic
ketika duduk atau pada vena cava inferior ketika
berbaring.
b) Anjurkan ibu tidur miring ke kiri dan kaki agak
ditinggikan.
R/ Mengurangi penekanan pada vena cava inferior
oleh pembesaran uterus yang akan memperbesar
edema.
259
c) Anjurkan pada ibu untuk menghindari berdiri terlalu
lama.
R/ Meringankan penekanan pada vena dalam panggul.
d) Anjurkan pada ibu menghindari pakaian yang ketat.
R/ Pakaian yang ketat dapat menekan vena sehingga
menghambat sirkulasi darah pada ekstremitas bawah.
e) Anjurkan pada ibu menggunakan stoking elastik.
Kenakan sebelum bangun dari tempat tidur.
R/
Karena
penggunaan
stoking
elastik
dapat
membantu aliran balik vena.
f) Hindari konsumsi natrium berlebihan dalam diet.
R/ Karena dengan mengurangi konsumsi natrium
diharapkan edema tidak semakin parah.
b.
Masalah 2
: Nokturia
1) Tujuan
: Ibu dapat beradaptasi dengan keadaan
fisiologis yang dialami (nokturia)
2) Kriteria
: a) Ibu BAK 7-8 x/hari terutama siang
hari
b) Infeksi saluran kencing tidak terjadi
3) Intervensi menurut Varney et al (2007:540) :
a) Jelaskan penyebab terjadinya sering kencing.
R/ ibu mengerti penyebab sering kencing karena
tekanan bagian bawah janin pada kandung kemih.
260
b) Anjurkan ibu untuk menghinari minum-minuman
bahan diuretic alamiah seperti kopi, teh, softdrink.
R/
Bahan
diuretic
akan
menambah
frekuensi
berkemih
c) Anjurkan ibu untuk tidak menahan BAK.
R/ Menahan BAK akan mempermudah timbulnya
infeksi saluran kemih.
d) Anjurkan minum 8-10 gelas/hari tetapi banyak minum
pada siang hari dan menguranginya setelah makan
sore, serta sebelum tidur buang air kencing dahulu.
R/ Mengurangi frekuensi berkemih pada malam hari.
c.
Masalah 3
: Konstipasi sehubungan dengan
peningkatan progesterone
1) Tujuan
: Tidak terjadi konstipasi
2) Kriteria
: Ibu bisa BAB 1-2 x/hari, konsistensi lunak
3) Intervensi menurut Varney et al (2007: 539) :
a) Anjurkan ibu untuk membiasakan pola BAB teratur.
R/ Berperan besar dalam menentukan waktu defekasi,
tidak mengukur dapat menghindari pembekuan feses.
b) Anjurkan ibu meningkatkan intake cairan, serat dalam
diet
R/ Makanan tinggi serat menjadikan feses tidak
terlalu padat, keras.
261
c) Anjurkan ibu melakukan latihan secara umum,
berjalan setiap hari, pertahankan postur tubuh, latihan
kontraksi otot abdomen bagian bawah secara teratur.
R/ Memfasilitasi sirkulasi vena sehingga mencegah
kongesti pada usus besar.
d.
Masalah 4
: Hemoroid
1) Tujuan
: Hemoroid tidak terjadi atau tidak
bertambah parah
2) Kriteria
: a) BAB 1-2 x/hari, konsistensi lunak
b) BAB tidak berdarah dan tidak nyeri
3) Intervensi menurut Morgan et al (2009:347) :
a) Anjurkan ibu untuk mengkonsumsi makanan tinggi
serat untuk menghindari konstipasi.
R/ Makanan tinggi serat menjadikan feses tidak
terlalu
padat/keras
sehingga
mempermudah
pengeluaran feses.
b)
Anjurkan ibu untuk minum air hangat satu gelas tiap
bangun pagi.
R/ Minum air hangat akan merangsang peristaltic
usus sehingga dapat merangsang pengosongan
kolon lebih cepat.
262
c) Anjurkan ibu untuk jalan-jalan atau senam ringan.
R/ Olahraga dapat memperkancar peredaran darah
sehingga semua sistem tubuh dapat berjalan lancar
termasuk sistem pencernaan.
d) Anjurkan ibu untuk menghindari mengejan saat
defeksi.
R/ Mengejan yang terlalu sering akan memicu
terjadinya hemoroid.
e) Anjurkan ibu untuk mengompres es dan air hangat,
R/ Hangatnya air tidak hanya memberikan
kenyamanan, tetapi juga meningkatkan sirkulasi.
f)
Anjurkan ibu untuk mengompres es dan air hangat.
R/ Kompres diperlukan untuk mengurangi
hemoroid.
g) Anjurkan ibu untuk selalu menjaga kebersihan
daerah anus.
R/ Dengan menjaga
kebersihan daerah anus
diharapkan dapat terhindar dari infeksi.
e.
Masalah
: Kram pada kaki
1) Tujuan
: Ibu dapat beradaptasi dengan keadaan
fisiologis (kram tungkai) atau tidak terjadi
kram tungkai.
263
2) Kriteria
: a) Kram pada kaki berkurang.
b) Ibu mampu mengatasi bila kram
tungkai.
3) Intervensi menurut Benson et al (2013 : 232) :
a) Jelaskan penyebab kram kaki
R/ Ibu mengerti penyebab kram pada kaki yaitu
ketidakseimbangan rasio kalsium.
b) Anjurkan ibu untuk senam hamil teratur.
R/ Senam hamil memperlancar peredaran darah,
suplai O2 ke jaringan sel terpenuhi.
c) Anjurkan ibu untuk menghangatkan kaki dan betis
dengan massage.
R/ Sirkulasi darah ke jaringan lancar.
d) Minta ibu untuk tidak berdiri lama.
R/ Mengurangi penekanan yang lama pada kaki
sehingga aliran darah lancar.
e) Anjurkan ibu untuk menghindari aktivitas berat dan
cukup istirahat.
R/ Otot-otot bisa relaksasi sehingga krm berkurang.
f) Anjurkan ibu diet mengandung kalsium dan fosfor.
R/ Konsumsi kalsium dan phosphor baik untuk
kesehatan tulang.
264
g) Anjurkan ibu untuk tidak melipat kakinya saat duduk.
R/ Dengan tidak melipat kakinya saat duduk
diharapkan aliran darah ke kaki tidak terhambat.
f.
Masalah 6
: Sesak nafas
1) Tujuan
: Ibu mampu beradaptasi dengan keadaanya
dan kebutuhan O2 ibu terpenuhi.
2) Kriteria
: a) Frekuensi pernapasan 16-24 x/menit
b) Ibu menggunakan pernapasan perut
3) Intervensi Menurut Varney et al (2007 : 543) :
a) Jelaskan pada ibu penyebab sesak nafas.
R/ Ibu mengerti penyebab sesak nafas yaitu karena
membesarnya uterus.
b) Anjurkan Ibu untuk tidur dengan posisi yang nyaman
dengan bantal tinggi.
R/ Menghindari penekanan diafragma.
c) Anjurkan Ibu senam hamil teratur.
R/ merelaksasi otot-otot.
d) Anjurkan Ibu menghindari kerja keras.
R/ Aktivitas berat menyebabkan energy yang
digunakan banyak dan menambah kebutuhan O2.
265
e) Anjurkan Ibu berdiri merenggangkan lengannya
diatas kepala.
R/ Perengganggan tulang meringankan penarikan
nafas.
g.
Masalah 7
: Pusing sehubungan dengan ketegangan
otot, stress, perubahan postur tubuh,
ketegangan mata dan keletihan.
1) Tujuan
: Ibu mampu beradaptasi dengan
keadaanya sehingga tidak cemas.
2) Kriteria
: a) Pusing berkurang
b) Kesadaran composmetis
c) Tidak
terjadi
jatuh/hilang
keseimbangan.
3) Intervensi Menurut Varney et al (2007 : 544) :
a) Jelaskan pada ibu penyebab pusing.
R/ Ibu mengerti penyebab pusing karena hipotensi
postural yang berhubungan dengan perubahanperubahan hemodinamis.
b) Ajarkan Ibu cara bangun perlahan dari posisi
istirahat.
R/ Agar ibu tidak terjatuh dari bangun tidur.
266
c) Anjurkan Ibu untuk menghindari berdiri terlalu lama
di lingkungan panas dan sesak.
R/ Kekurangan O2 karena lingkungan sesak dapat
menyebabkan pusing.
d) Jelaskan untuk menghindari posisi terlentang.
R/ Sirkulasi O2 ke otak lancar.
h.
Masalah 8
: Nyeri punggung bawah
1) Tujuan
: Ibu dapat beradaptasi dengan keadaan
fisiologis yang terjadi (nyeripunggung).
2) Kriteria
: Nyeri punggung berkurang
3) Intervensi menurut Morgan et al (2009:347) :
a) Tekuk kaki daripada membungkuk ketika mengangkat
apapun. Lebarkan kedua kaki dan tempatkan satu kaki
sedikit di depan kaki yang lain saat menekukkan kaki.
R/ Menekuk kaki akan membut kedua tungkai yang
menopang berat badan dan merenggang, bukan
punggung. Melebarkan kedua kaki akan memberi
jarak yang cukup saat bamgkiit dari posisi setengah
jongkok.
267
b) Hindari membungkuk berlebihan dan mengangkat
beban.
R/ Menghilangkan tegang pada punggung bawah
yang disebabkan oleh peningkatan lengkung vertebra
lumbosacral dan pengencangan otot-otot punggung.
c) Anjurkan tidur miring kiri dan perut diganjal bantal.
R/ Mengurangi penekanan uterus pada ligamentum
rotundum.
d) Gunakan sepatu tumit rendah.
R/ Sepatu tumit tinggi tidak stabil dan memperberat
masalah pada pusat gravitasi serta lordosis.
e) Gunakan kasur yang menyokong dan posisikan badan
dengan menggunakan bantal sebagai pengganjal.
R/ Kasur yang menyokong dan penggunaan bantal
dapat meluruskan punggung serta meringankan
tarikan dan regangan.
f) Berikan kompres hangat dan pijatan ringan pada
punggung yang nyeri.
R/ Dengan mengompres hangat dan pijatan ringan
pada
punggung
yang
nyeri
melemaskan otot-otot yang tegang.
diharapkan
dapat
268
i.
Masalah 9
: Varices
1) Tujuan
: Tidak terjadi varises atau varises tidak
bertambah parah.
2) Kriteria
: Tidak terdapat varises.
3) Intervensi Menurut Benson et al (2013 : 254) :
a) Kenakan kaos kaki penyokong.
R/
Penggunaan
kaos
kaki
penyokong
dapat
meningkatkan aliran balik vena dan menurunkan
risiko terjadinya varises.
b) Hindari mengenakan pakaian ketat.
R/ Pakaian ketat menghambat aliran balik vena.
c) Hindari berdiri lama dan tidak menyilang saat
duduk.
R/ Meningkatkan aliran balik vena dan menurunkan
risiko terjadinya varises.
d) Lakukan latihan ringan dan berjalan secara teratur.
R/ Latihan ringan dan berjalan secara teraut dapat
memfasilitasi peningkatan sirkulasi.
e) Kenakan penyokong abdomen maternal atau korset.
R/ Pengguna korset dapat mengurangi tekanan pada
vena panggul.
269
f) Perbanyak konsumsi sayuran dan buah berserat
tinggi dan makanan yang dapat merangsang
sirkulasi darah.
R/ Dengan mengkonsumsi sayuran dan buah
berserat tinggi diharapkan dapat memperlancar
sirkulasi darah.
j.
Masalah 10
: Panas dan nyeri di ulu ati (heart burn).
1) Tujuan
: Tidak terjadi heart burn
2) Kriteria
: a) Tidak kembung.
b) Ibu tidak ada nyeri tekan pada
perut bagian atas.
3)
Intervensi Menurut Benson et al (2013 : 256) :
a) Jelaskan pada ibu penyebab nyeri dan panas di ulu
hati (heart burn) yaitu peningkatan produksi
hormone progesteron, relaksasi esophagus bagian
bawah
bersamaan
perubahan
dalam
gradient
tekanan sepanjang sphincter, kemampuan gerak
serta
tonus
gastro
intestinal
menurun,
serta
pergeseran lambung karena pembesaran uterus.
R/ ibu mengerti penyebab timbulnya panas dan
nyeri di ulu hati sehingga ibu tidak cemas lagi.
270
b) Anjurkan ibu makan dengan porsi sedikit tapi
sering.
R/ Untuk mengurangi rasa mual dan muntah yang
dialami ibu.
c) Anjurkan ibu untuk menghindari makanan yang
berlemak, berbumbu merangsang, dan pedas.
R/ Karena makanan yang berlemak, berbumbu
merangsang, dan pedas dapat meningkatkan asam
lambung sehingga akan memperparah gejala.
d) Hindari rokok, kopi, alcohol, dan coklat.
R/ Karena selain memperparah gejala juga akan
berdampak pada pertumbuhan janin dalam rahim.
e) Hindari berbaring setelah makan dan makan segera
sebelum tidur.
R/ Bila setelah makan langsung berbaring maka
asam
lambung
akan
naik
sehinga
akan
menyebabkan refluks.
f)
Hindari minum selain minum air putih.
R/ Karena air putih adalah zat tidak berpatikel
sehingga akan memperlancar proses matabolisme
dalam tubuh.
271
g) Tidur dengan kaki ditinggikan.
R/
Memperlancar aliran
darah
uteroplasenter,
sehingga janin tidak mengalami fetal distress.
h) Berikan antasida.
R/ Antasida adalah obat yang digunakan untuk
menetralkan
asam
lambung
sehingga
dapat
mengurangi ketidaknyaman yang ada.
i)
Anjurkan ibu untuk bernafas panjang dan rileks
untuk beberapa menit.
R/ Mengendorkan otot perut dan dada.
j)
Anjurkan ibu untuk duduk tegak.
R/ Duduk tegak dapat menyebabkan diafragma
terangkat sehingga rongga abdomen lebih luas,
tekanan dan nyeri berkurang.
k.
Masalah
: Kecemasan menghadapi persalinan.
1) Tujuan
: Kecemasan Berkurang.
2) Kriteria
: a) Ibu tampak tenang dan rileks.
b) Ibu tampak tersenyum.
c) Suami dan keluarga memberi
dukungan.
3) Intervensi Menurut Varney et al (2007: 538) :
a) Jelaskan pada ibu tentang hal-hal yang dapat
menyebabkan kecemasan.
272
R/ Ibu mengerti penyebab kecemasan menjelang
persalinan adalah hal yang normal.
b) Anjurkan ibu mandi air hangat.
R/ Selain memperlancar sirkulasi darah, juga
memberikan rasa nyaman.
d) Anjurkan ibu melaksanakan relaksasi progresif.
R/ Relaksasi dapat mengurangi masalah-masalah
psikologi seperti halnya rasa cemas menjelang
persalinan.
4.
Pelaksanaan tindakan
Menurut
Keputusan
Menteri
Kesehatan
RI
Nomor
938/Menkes/SK/VIII/2007 tentang Standar Asuhan Kebidanan.
Bidan
melaksanakan
rencana
asuhan
kebidanan
secara
komprehensif, efektif, efisien dan aman berdasarkan evidence
based kepada klien/pasien, dalam bentuk upaya promotif,
preventif, kuratif, dan rehabilitatif. Dilaksanakan secara mandiri,
kolaborasi dan rujukan.
Dengan mengacu kriteria berikut :
a. Memperhatikan keunikan klien sebagai makhluk bio-psikososial-spiritul-kultural.
b. Setiap tindakan asuhan harus mendapatkan persetujuan dari
klien dan atau keluargannya (inform consent).
c. Melaksanakan tindakan asuhan berdasarkan evidence based.
273
d. Melibatkan klien/pasien.
e. Menjaga privacy klien/pasien.
f. Melaksanakan prinsip pencegahan infeksi.
g. Mengikuti
perkembangan
kondisi
klien
secara
berkesinambungan.
h. Menggunakan sumber daya, saran dan fasilitas yang ada dan
sesuai.
i. Melakukan tindakan sesuai standar.
j. Mencatat semua tindakan yang telah dilakukan.
5.
Evaluasi
Menurut
Keputusan
Menteri
Kesehatan
RI
Nomor
938/Menkes/SK/VIII/2007 tentang Standar Asuhan Kebidanan,
Bidan
melakukan
evaluasi
secara
sistematis
dan
berkesinambungan untuk melihat keefektifan dari asuhan yang
sudah diberikan, sesuai dengan perubahan perkembangan kondisi
klien.
Dengan kriteria :
a.
Penilaian dilakukan segera setelah selesai melaksanakan
asuhan sesuai kondisi klien.
b.
Hasil evaluasi segera dicatat dan didokumentasikan pada
klien dan /keluarga.
c.
Evaluasi dilakukan sesuai dengan standar.
274
d.
Hasil evaluasi ditindak lanjuti sesuai dengan kondisi
klien/pasien.
6.
Dokumentasi
Menurut
Keputusan
Menteri
Kesehatan
RI
Nomor
938/Menkes/SK/VIII/2007 tentang Standar Asuhan Kebidanan,
Bidan melakukan pencatatan secara lengkap, akurat, singkat, dan
jelas mengenai keadaan/kejadian yang ditemukan dan dilakukan
dalam memberikan asuhan kebidanan. Dengan mengacu kriteria
sebagai berikut :
a.
Pencatatan dilakukan segera setelah melaksanakan asuhan
pada formulir yang tersedia.
b.
Ditulis dalam bentuk catatan perkembangan SOAP
S
: adalah data subyektif, mencatat hasil anamnesa
O : adalah data obyektif, mencatat hasil pemeriksaan
A : adalah hasil analisa, mencatat diagnose dan
masalah kebidanan
P :
adalah penatalaksanaan, mencatat seluruh perencanaan
dan penatalaksanaan yang sudah dilakukan seperti
tindakan antipatif, tindakan segera, tindakan secara
komprehensif, penyuluhan, dukungan, kolaborasi,
evaluasi follow up dan rujukan.
275
2.2.2
Konsep Dasar Asuhan Persalinan
1.
Pengkajian Data
a.
Data Subyektif
1) Biodata
a) Nama
Untuk
menetapkan
identitas
pasien
karena
kemungkinan memiliki nama yang sama dengan alamat
dan nomer telepon yang berbeda (Manuaba, 2012:
173).
b) Umur
Data ini ditanyakan untuk menentukan apakah ibu
dalam persalinan berisiko karena usia atau tidak
(Cooper, 2009: 345).
c) Pendidikan
Pendidikan yang kurang, membuat masyarakat tetap
berorientasi pada pengobatan dan pelayanan tradisional
sehingga mempengaruhi kesejahteraan ibu (Manuaba,
2010: 11).
d) Pekerjaan
Menurut Marmi (2011: 155) mengetahui pekerjaan
klien penting untuk mengkaji pasien berada dalam
keadaan utuh dan untuk mengkaji potensi kelainan
premature dan pajanan terhadap bahaya lingkungan
276
kerja yang dapat merusak janin. Kemudian menurut
Manuaba (2010: 117-120) pekerjaan rutin dapat
dilaksanakan. Bekerja sesuai dengan kemampuan, dan
makin dikurangi dengan semakin tua kehamilan.
Wanita karier yang hamil berhak untuk mendapatkan
cuti hamil selama 3 bulan, diambil 1 bulan sebelum
persalinan dan 2 bulan setelah persalinan.
e) Alamat
Alamat penting untuk dikaji untuk mengetahui ibu
tinggal dimana, menjaga kemungkinan bila ada ibu
yang namanya sama. Ditanyakan alamat agar dapat
dipastikan ibu yang mana hendak ditolong itu. Alamat
juga diperlukan bila mengadakan kunjungan kepada
penderita (Romauli, 2011: 163).
f)
Gravida dan Para
Menurut Varney (2008: 691) paritas mempengaruhi
durasi persalinan dan kejadian komplikasi. Semakin
tinggi paritas, kejadian retensio plasenta, plasenta
previa, perdarahan uterus, mortalitas ibu, dan mortalitas
perinatal juga meningkat.
2) Keluhan utama
Keluhan yang dirasakan ibu antara lain kekuatan his makin
sering terjadi dan teratur dengan jarak kontraksi yang
277
semakin pendek serta nyeri menjalar kedepan, dapat terjadi
pengeluaran lendir atau lendir bercampur darah, disertai
ketuban pecah (Manuaba, 2010: 169). Gejala dan tanda kala
II adalah ibu merasakan ingin meneran bersamaan dengan
terjadinya kontraksi dan adanya peningkatan tekanan pada
rektum dan atau vaginanya (Wiknjosastro, 2008: 79).
3) Riwayat kesehatan yang lalu
a) Penyakit jantung
Menurut Wiknjosastro (2008: 82) penyakit jantung
kelas III dan VI tidak boleh hamil, karena bahaya
terlampaui besar. Apabila terjadi kehamilan, maka
kehamilan <12 minggu, abortus terapeutik perlu
dipertimbangkan.
b) Pneumonia
Pneumonia dalam kehamilan merupakan penyebab
kematian non obstetric yang terbesar setelah penyakit
jantung. Oleh karena itu harus segera diketahui,
dirawat, dan diobati secara intesif untuk mencegah
timbulnya kematian janin/ibu, abortus, persalinan
premature atau kematian janin dalam kandungan
(Romauli, 2011: 163).
278
c) Hipertensi
Menurut Wiknjosastro (2008: 82) pada ibu dengan
penyakit hipertensi, janin bertumbuh kurang wajar
(dismaturitas), dilahirkan premature atau mati dalam
kandungan. Sering pula terjadi solusio plasenta yang
mempunyai akibat buruk, baik bagi ibu maupun anak.
Angka kematian anak kira-kira 20%.
d) Asma
Penyakit
asma
dan
kehamilan
kadang-kadang
bertambah berat atau makin berkurang. Penyakit asma
yang berat dapat mempengaruhi pertumbuhan dan
perkembangan janin dalam rahim melalui gangguan
pertukaran O2 dan CO2, pengawasan hamil dan
pertolongan persalinan dapat berlangsung biasa, kecuali
terdapat indikasi pertolongan dengan tindakan operasi
(Manuaba, 2010: 336).
e) Gonore
Menurut Manuaba (2010: 336) bayi yang dilahirkan
dari ibu penderita gonore dapat menderita konjuntivis,
gonore neonatorum atau blenore neonatorum.
f)
Transmisi virus AIDS ibu kepada janinnya telah
banyak terbukti, tapi belum jelas diketahui kapan
transmisi perintal itu terjadi. Dalam persalinan Sectio
279
Ceasare (SC), bukan indikasi menurunkan resiko
infeksi kepada bayi yang dilahirkan. Perawatan pasca
salin perlu memperhatikan kemungkinan penularan
melalui pembalut wanita, luka episiotomy, ataupun luka
SC (Wiknjosastro, 2008: 83).
4) Riwayat Kesehatan Sekarang
Penyakit yang dapat mempengaruhi persalinan yaitu:
a) Menurut
Manuaba
(2010:
239)
anemia
dalam
kehamilan memberi pengaruh kurang baik bagi ibu,
baik dalam kehamilan, persalinan maupun dalam nifas
dan masa selanjutnya. Berbagai penyulit dapat timbul
akibat anemia, seperti abortus, partus prematurus,
partus lama akibat inersia uteri, perdarahan pasca salin
karena atonia uteri, syok, infeksi intrapartum maupun
pasca salin, anemia yang sangat berat dengan Hb<4 g%
dapat menyebabkan dekompensasi kordis. Kadar Hb
normal 11g%.
b) Bahaya varises dalam persalinan, baik divulva/vagina
maupun yang ditungkai ialah kemungkinan pecahnya
pembuluh darah. Selain bahaya perdarahan yang
mungkin berakibat fatal, dapat pula terjadi emboli
udara (Manuaba, 2010: 239).
280
c) Menurut Wiknjosastro (2008: 45) bayi yang dilahirkan
dari
ibu
penderita
gonore
dapat
menderita
konjungtivitis, gonore neonatorum atau disebut juga
blenore neonatorum.
d) Transmisi virus AIDS ibu kepada janinnya telah
banyak terbukti, tapi belum jelas diketahui kapan
transmisi perintal itu terjadi. Dalam persalinan Sectio
Ceasare (SC), bukan indikasi menurunkan resiko
infeksi kepada bayi yang dilahirkan. Perawatan pasca
salin perlu memperhatikan kemungkinan penularan
melalui pembalut wanita, luka episiotomy, ataupun luka
SC (Wiknjosastro, 2008: 84).
5) Riwayat kesehatan keluarga
Menurut Maryunani (2016: 332) untuk mengetahui apakah
dalam keluarga ada yang menderita penyakit menular
seperti TBC, Hepatitis, HIV/AIDS, penyakit menurun
seperti asma, diabetes mellitus, penyakit menahun seperti
ginjal, jantung, maupun keturunan kembar.
6) Riwayat kebidanan
a) Haid
Bila seorang wanita datang dengan haid terlambat dan
diduga ada kehamilan, maka dapat ditentukan tanggal
perkiraan persalinan, jika hari pertama haid terakhir
281
diketahui dan siklus kurang lebih 28 hari, rumus yang
dipakai adalah rumus Neagle. Perkiraan persalinan
menurut rumus yaitu Hari +7, Bulan -3, dan tahun +1
untuk siklus 28+x hari (Winkjosastro, 2008: 85).
7) Kehamilan yang lau
Menurut Fraser (2009: 252) terminasi kehamilan dapat
mempengaruhi viabilitas kehamilan berikutnya. Dilatasi dan
kuretase menyebabkan terjadinya inkompetensi serviks.
Aborsi spontan berulang dapat mengindikasi adanya kondisi
seperti abnormalitas genetic, ketidakseimbangan hormone,
atau inkompetensi serviks.
8) Persalinan yang lalu
a) Lama persalinan sebelumnya merupakan indikasi yang
baik untuk memperkirakan lama persalinan kali ini
sehingga
memungkinkan
untuk
membedakan
persalinan antara primigravida dan gravida selanjutnya
serta persalinan
dengan paritas yang lebih tinggi.
Selain itu untuk mengidentifikasi kelahiran melalui SC
atau kelahiran operatif pervaginam sebelumnya.
b) Ukuran bayi yang terbesar dilahirkan pervaginam
memastikan keadekuatan panggul wanita untuk ukuran
bayi
saat
ini.
Kemudian
untuk
mengantisipasi
282
kemungkinan
komplikasi
jika
dibanding
dengan
perkiraan berat janin.
c) Wanita yang mempunyai riwayat melahirkan bayi kecil
dari ayah yang sama cenderung memiliki bayi kecil
juga pada kehamilan ini
d) Semua wanita dengan riwayat SC pada segmen uterus
bawah (insisi transversal bawah atau vertical bawah)
dan tidak memiliki kontraindikasi dianjurkan menjalani
persalinan pervaginam (Varney, 2008: 697-780).
9) Nifas yang lalu
Pada hari pertama dan kedua lokia rubra dan lokia kruenta,
hari lokia sanguelenta. Setelah satu minggu lokia serosa.
Setelah 2 minggu lokia alba. Biasanya lokia tersebut berbau
agak sedikit amis, kecuali jika terdapat infeksi dan akan
berbau busuk, misalnya pada adanya lokiostasis yaitu lokia
tidak lancar keluar dan infeksi (Wiknjosastro, 2008: 88).
10) Pola kehidupan sehari-hari
a) Nutrisi
Menurut Wiknjosastro (2008: 88) makanan ringan dan
asupan cairan yang cukup selama persalinan akan
memberi lebih banyak energi dan mencegah dehidrasi.
Dikarenakan dehidrasi bisa memperlambat kontraksi,
283
dan/atau membuat kontraksi menjadi tidak teratur, dan
kurang efektif.
b) Eliminasi
Selama persalinan ibu harus dianjurkan berkemih setiap
1-2 jam. Urine yang berada dalam kandung kemih
adalah masa yang tidak dapat ditekan, sehingga dapat
mengganggu penurunan bagian presentasi janin atau
mengurangi kapasitas uterus untuk berkontraksi, yang
meningkatkan resiko pengaruh perdarahan pasca salin
(Fraser, 2009: 452). Kemudian menurut Varney dkk
(2008: 687) Poliuria sering terjadi selama persalinan,
karena peningkatan curah jantung selama persalinan.
Poliuria menjadi kurang jelas pada posisi telentang
karena posisi ini membuat aliran urine berkurang
selama kehamilan.
c) Istirahat dan tidur
Umumnya
wanita
lebih
suka
berbaring
karena
merasakan sakit ketika his (Wiknjosastro, 2008: 89).
d) Personal hygiene
Pada kala I, mengganti pakaian yang basah oleh
keringat dan mengganti perlak, menjaga perineum tetap
kering, membersihkan genitalia dari depan ke belakang
dan mengganti pembalut yang menyerap di antara
284
bokong ibu dapat menyebabkan terjadinya infeksi
intrauteri akibat kontaminasi pada introitus vagina.
Mandi, menyikat gigi, mengeringkan dengan handuk
dapat membuat ibu merasa lebih nyaman. Kemudian
pada kala II, ibu mengalami dehidrasi karena
banyaknya cairan yang hilang melalui kulit dalam
bentuk keringat (Varney, 2008: 760).
e) Aktifitas
Menurut Mochtar (2012: 77) dalam kala I apabila
ketuban belum pecah wanita inpartu boleh duduk atau
berjalan-jalan, jika berbaring sebaiknya kesisi letaknya
punggung janin. Jika ketuban sudah pecah wanita
tersebut
dilarang
berjalan-jalan
harus
berbaring.
Kemudian menurut Wiknjosastro (2008: 89) bila kepala
janin sebagian sudah masuk pintu atas panggul, serta
ketuban bemum pecah, tidak ada keberatan wanita
tersebut duduk atau berjalan-jalan disekitar kamar
bersalin. Apabila kepala janin belum turun dalam pintu
atas panggul sebaiknya wanita tersebut berbaring
terlentang, karena apabila ketuban belum pecah
mungkin terjadi komplikasi seperti prolaps tali pusat,
prolaps tangan dan sebagainya. Sedangkan bila his
285
sudah sering, dan ketuban sudah pecah wanita tersebut
harus berbaring.
11) Riwayat ketergantungan
Menurut Wiknjosastro (2007: 162) kenyataan bahwa para
wanita yang terlalu banyak merokok melahirkan anak yang
lebih kecil, atau mudah mengalami abortus dan partus
prematurus. Ketergantungan selanjutnya pada obat-obatan,
terutama pada trimester I dan II kehamilan mengakibatkan
kelainan organ pada janin seperti pada obat yang
teratogenik dan dapat terjadi abortus dan partus prematurus
pada golongan obat yang dapat menimbulkan his.
12) Psikososial dan spiritual
Menurut Fraser (2009: 429) mood yang berubah-ubah
sering terjadi dan dorongan energi juga dapat dialami.
Sebagian mungkin memandang kontraksi yang dialami
sebagai kekuatan positif yang memotivasi dan memberikan
kehidupan. Sebagian lain mungkin merasakan kontraksi ini
sebagai rasa nyeri dan melawan kontraksi tersebut. Seorang
ibu dapat menyambut peristiwa ini dengan perasaan senang
karena sebentar lagi ia akan melihat bayinya. Ibu merasa
cemas membayangkan bahwa melahirkan seorang anak
akan terasa sakit dan khawatir tentang kemampuannya
mengendalikan rasa nyeri. Bersamaan dengan kemajuan
286
persalinan, ibu merasa kurang percaya diri terhadap
kemampuan kopingnya menghadapi sifat kontraksi yang
kuat yang mengendalikan tubuhnya.
13) Latar belakang sosial budaya
Pantang diet sebaiknya tidak dilakukan, pada dasarnya
dianjurakan makanan gizi seimbang, karena kebutuhan akan
protein dan bahan makanan tinggi dianjurkan tambahan
telur sehari (Varney, 2009: 429).
b. Data Obyektif
Sebelumnya telah dibahas data subyektif, untuk melengkapi data
dalam menegakkan diagnosis, maka harus dilakukan pengkajian
data obyektif melalui pemeriksaan inspeksi, palpasi, auskultasi,
dan perkusi yang di lakukan secara berturutan. Sehingga datadata yang perlu untuk dikaji adalah :
1) Pemeriksaan umum
a) Keadaan umum
Kondisi umum selama kala II persalinan akan
bergantung pada kondisi,umumnya akhir kala I
persalinan. Jika sudah kehabisan tenaga (lelah) saat
akhir kala I, maka akan mengalami kesulitan untuk
meneran pada kala II, terutama pada primigravida
(Varney, 2008:108).
287
b) Tanda-tanda vital
Menurut Varney (2008: 108) tanda-tanda vital pada
saat persalinan yaitu:
(1) Tekanan darah
Pada kala I, meningkat selama kontraksi disertai
dengan peningkatan sistolik rata-rata 15 (10-20)
mmHg dan
diastolik
rata-rata
5-10
mmHg
(peningkatan ini bisa dihindari dengan mengubah
posisi tubuh dari tidur terlentang ke posisi miring).
Selanjutnya pada kala II, upaya mendorong
menyebabkan
tekanan
darah
meningkat
dan
menurun (tidak stabil). Kemudian pada kala III,
mulai kembali ke tingkat sebelum melahirkan dan
pada kala IV menjadi lebih stabil. Fraser (2009:
259) menambahkan bahwa hipotensi dapat terjadi
akibat
posisi
telentang, syok, atau anestesi
epidural.
(2) Nadi
Perubahan
yang mencolok
selama
kontraksi
disertai peningkatan selama fase peningkatan. Pada
kala II ini, frekuensi nadi meningkat disertai
takikardi dan ini dianggap normal. Peningkatan
288
denyut nadi yang berlebihan dapat menimbulkan
infeksi, syok, ansietas, dan dehidrasi.
(3) Suhu
Suhu tubuh sedikit meningkat selama persalinan,
tertinggi selama dan segera setelah melahirkan.
Peningkatan suhu yang normal tidak lebih dari 0,5
sampai 10C, jika lebih menunjukkan tanda infeksi
dan
dehidrasi.
Hal
ini
juga
mencerminkan
peningkatan metabolisme persalinan.
(4) Pernapasan
Pada kala I sampai kala IV, pernapasan relatif
normal, tetapi peningkatan frekuensi pernapasan
yang
berlebihan
mencerminkan
peningkatan
metabolisme yang terjadi dapat menunjukkan syok
atau ansietas.
2) Pemeriksaan fisik
a) Muka
Saat menjelang persalinan, ibu akan nampak gelisah
ketakutan dan menahan rasa sakit akibat his (Saifuddin,
2009: 247). Kemudian pada wajah ibu perlu dilakukan
pemeriksaan edema yang merupakan tanda klasik
preeclampsia (Varney, 2008: 114).
289
b) Mata
Bentuk simetris, konjungtiva normal, warna merah
muda, bila pucat menandakan anemia. Sklera normal
itu berwarna putih, bila berwarna kuning menandakan
ibu mungkin terinfeksi hepatitis, bila berwarna merah
kemungkinan ada conjungtivitis (Romauli, 2011: 174).
c) Mulut dan gigi
Wanita yang bersalin biasanya mengeluarkan bau napas
yang tidak sedap, bibir kering atau pecah-pecah, mulut
kering, terutama jika ia bersalin selama berjam-jam
tanpa mendapatkan cairan oral dan perawatan mulut
(Varney, 2007: 719).
d) Leher
Dalam kehamilan biasa kelenjar tiroid mengalami
hiperfungsi dan kadang-kadang di sertai dengan
pembesaran ringan. Setelah persalinan fungsi dan
besarnya kelenjar gondok pulih kembali. Akan tetapi
walaupun tampak gejala-gejala yang dapat menyerupai
hiperfungsi glandula tyroid, namun wanita tersebut
tidak menderita hipertiroidimus (Wiknjosastro, 2008:
342).
290
e) Payudara
Menjelang persalinan, perlu dilakukan pemeriksaan
terhadap kondisi putting payudara ibu misalnya
kolostrum kering atau berkerak, muara duktus yang
tersumbat kemajuan dalam mengeluarkan, putting yang
rata atau intervensi pada wanita yang merencanakan
untuk menyusui (Varney, 2007: 115).
f)
Abdomen
Saat kontraksi uterus dimulai nyeri tidak akan terjadi
selama beberapa detik dan akan hilang kembali di akhir
terjadi kontraksi. Ketika meraba saat adanya kontraksi,
maka akan diketahui dimulainya kontraksi sebelum ibu
merasakannya.
Pengetahuan
ini
digunakan
saat
memberikan analgesia inhalasi atau menggunakan
mekanisme koping lainnya. Uterus harus terasa lebih
keras setiap ada kontraksi. Kontraksi yang terlalu lama,
atau
sangat
kuat
dan
urutannya
singkat
akan
menimbulkan masalah seperti hipoksia janin (Fraser,
2009: 453-454).
g) Genetalia
Pada genetalia dilakukan pemeriksaan adanya luka atau
massa termasuk kondilomata, varikositas vulva atau
rectum, adanya perdarahan pervaginam, cairan ketuban,
291
dan juga adanya luka parut di vagina. Luka parut di
vagina mengindikasikan adanya riwayat robekan
perineum
atau
tindakan
episiotomy sebelumnya,
sementara itu pada kala II terdapat juga perineum
menonjol dan vulva membuka (Manuaba, 2010: 173).
h) Anus
Anus sudah mulai membuka. Tanda ini akan tampak
bila benar-benar kepala sudah di dasar panggul dan
mulai membuka pintu (Wiknjosastro, 2008: 344).
i)
Ekstremitas
Edema merupakan tanda klasik preeklamsi. Edema
hanya pada kaki dan pergelangan kaki biasanya
merupakan edema dependen yang disebabkan oleh
penurunan aliran darah vena akibat penekanan yang
membesar (Varney, 2008: 693).
3) Pemeriksaan khusus
a) Palpasi
Menurut Wiknjosastro (2008: 42) penurunan bgaian
terbawah janin
292
Gambar 2.34
Penurunan Kepala Janin
Sumber : Manuaba, 2010, Ilmu Kebidanan dan
Keluarga Berencana untuk Pendidikan Bidan; 160
b) Auskultasi
Menurut Fraser (2009: 261) denyut jantung janin
berbunyi ganda tetapi lebih cepat dibandingkan bunyi
jantung orang biasa. DJJ normal 110-160/menit.
Selanjutnya hidayat (2008: 50) menambahkan bahwa
lokasi punctum maksimum denyut jantung janin dapat
digunakan untuk mengetahui sikap badan janin. Selama
kala satu persalinan denyut jantung janin (DJJ) harus
dievaluasi segera setelah sebuah kontraksi paling tidak
setiap 30 menit dan setiap 15 menit selama kala dua.
Untuk wanita dengan kehamilan berisiko, evaluasi
auskultasi dilakukan paling tidak setiap 15 menit
selama kala satu dan 5 menit selama kala dua.
293
c) His
Amplitudo uterus terus meningkat sampai 60 mmHg
pada akhir kala I dan frekuensi his menjadi 2-4
kontraksi tiap 10 menit. Durasi his pun meningkat dari
20 detik pada permulaan partus sampai 60-90 pada
akhir kala I atau pada permulaan kala II. Kontraksi
uterus dapat dihitung menggunakan jarum detik dengan
melakukan palpasi uterus untuk menentukan jumlah
kontraksi yang terjadi dalam kurun waktu 10 menit.
Pada fase aktif, minimal terjadi dua kontraksi dalam 10
menit dan lama kontraksi yaitu 40 detik atau lebih. Di
antara dua kontraksi akan terjadi relaksasi dinding
uterus (Wiknjosastro, 2008: 43). Kemudian Manuaba
(2010: 173) juga menambahkan bahwa his kala II, his
yang semakin kuat dengan interval 2-3 menit, dengan
durasi 50-100 detik. His dalam persalinan dapat
dibedakan sebagai berikut:
(1) Kala I
Kala satu persalinan dimulai sejak terjadinya
kontraksi uterus yang teratur dan meningkat
(frekuensi
dan
kekuatannya)
hingga
serviks
membuka lengkap (10 cm). kala satu persalinan
294
terdiri dari dua fase, yaitu fase laten dan fase aktif
(Wiknjosastro, 2008: 39).
(2) Kala II
Persalinan kala II dimulai ketika pembukaan
serviks sudah lengkap (10 cm) dan berakhir dengan
lahirnya bayi. Kala II juga disebut dengan kala
pengeluaran bayi (Hidayat, 2008: 25).
(3) Kala III
Persalinan kala III dimulai setelah lahirnya bayi
dan berakhir dengan lahirnya plasenta dan selaput
ketuban (Wiknjosastro, 2008: 99).
(4) Kala IV
Persalinan kala IV dimulai setelah lahirnya
plasenta dan berakhir dua jam setelah itu (Hidayat,
2008: 54).
4) Pemeriksaan dalam
Menurut Wiknjosastro (2008: 56) yang harus dilakukan
dalam pemeriksaan dalam adalah:
a) Memeriksa genetalia eksterna, memerhatikan ada
tidaknya
luka
atau
massa
(benjolan)
termasuk
kondiloma, varikositas vulva atau rectum, atau luka
parut di perineum (Manuaba, 2010: 173).
295
b) Menilai cairan vagina dan menentukan bercak darah,
perdarahan pervaginam dan mekonium:
(1) Jika ada perdarahan pervaginam dilarang untuk
melakukan pemeriksaan dalam
(2) Jika ketuban sudah pecah, perhatikan warna dan
bau air ketuban. Melihat pewarnaan dan kekentalan
pada mekonium serta pemeriksaan DJJ
(3) Jika mekonium encer dan DJJ normal, meneruskan
memantau DJJ dengan seksama menurut petunjuk
di partograf.
(4) Jika mekonium kental, menilai DJJ dan segera
rujuk
(5) Jika tercium bau busuk, mungkin telah terjadi
tanda infeksi.
(6) Jika ketuban belum pecah jangan melakukan
amniotomi.
c) Adanya luka parut di vagina mengindikasikan adanya
riwayat robekan perineum atau tindakan episiotomy
sebelumya. Hal ini merupakan informasi penting untuk
menentukan tindakan pada saat kelahiran bayi.
d) Menilai pembukaan dan penipisan serviks.
296
e) Memastikan tali pusat dan/atau bagian-bagian kecil
(tangan atau kaki) tidak teraba pada saat melakukan
periksa dalam.
f)
Menilai
penurunan
bagian
terbawah
janin
dan
menetukan bagian yang masuk ke dalam rongga
panggul.
g) Jika
bagian
terbawah
adalah
kepala,
pastikan
penunjuknya (ubun-ubun kecil, ubun-ubun besar)dan
celah
(sutura)
sagitalis
untuk
menilai
derajat
penyusupan atau tumpang tindih tulang kepala serta
menilai ukuran kepala janin dengan ukuran jalan lahir
apakah sesuai (Wiknjosastro, 2008: 99).
Menurut Cunningham (2007: 339) penjelasan cermat
terhadap hal-hal berikut:
a) Pemeriksaan serviks
Derajat pendataran serviks biasanya diartikan dengan
panjang kanalis servisis berbanding dengan panjang
yang belum mendatar. Jika panjang serviks berkurang
separuh, dikatakan 50% mendatar, bila serviks menjadi
setipis segmen uterus dibawah didekatnya, serviks
dinyatakan telah mendatar penuh atau 100%.
297
b) Dilatasi serviks
Dilatsi serviks ditentukan dengan memperkirakan
diameter rata-rata pembukaan serviks. Jari pemeriksaan
disapukan dari tepi serviks di satu sisi yang
berlawanan, jadi diameter yang dilintasi dinyatakan
dalam centimeter (Cunningham, 2007: 339).
c) Posisi serviks
Hubungan antara os serviks dengan kepala janin
dikategorikan sebagai posterior, posisi setengah, atau
anterior. Sedangkan posisi posterior mengesankan
persalinan preterm (Cunningham, 2007: 339).
d) Deteksi pecahnya selaput ketuban
Suatu diagnosis pasti pecahnya selaput ketuban dibuat
apabila cairan amnion terlihat berada di forniks
posterior atau cairan jernih mengalir dari kanalis
servisis (Cunnigham, 2007: 339).
e) Bidang hodge
Bidang hodge I adalah bidang yang sama dengan pintu
atas panggul, Hodge II adalah bidang sejajar dengan
dengan hodge I setinggi tepi bawah simpisis. Hodge III
bidang sejajar dengan Hodge I setinggi spina iskiadika,
Hodge IV adalah bidang sejajar dengan Hodge I
298
setinggi
ujung
tulang
kelangkang
(Os
sacrum)
(Manuaba, 2010: 59).
f)
Stasiun
Statiun merupakan hubungan antara bagian paling
bawah presentasi dan garis inajiner yang ditarik di
antara spina iskiadika pelvis wanita. Bagian yang pling
bawah pada bagian presentasi janin yang terletak
sejajar dengan spina iskiadika disebut stasiun 0.
Stassiun diukur di atas atau dibawah tingkat spina
iskiadika (dalam sentimeter), jika yang berada diatas
stasiun ditulis -1,-2,-3,-4, dan -5 dan apabila dibawah
ditulis +1,+2,+3,+4, dan +5 (Varney, 2008: 677).
5) Pemeriksaan Panggul
Menurut Wiknjosastro (2007: 44-45) dalam pemeriksaan
panggul yang harus diperhatikan adalah bentuk dan ukuran
panggul, untuk ukuran perlu diperhatikan hal berikut:
a) Bila promontorium teraba pada pemeriksaan dalam,
berarti adanya kesempitan panggul.
b) Normal linea inominata teraba dalam pemeriksaan
dalam, apabila teraba sebagian atau keseluruhan berarti
ada kesempitan panggul.
c) Spina ischiadika normal, tidak menonjol kedalam. Bila
menonjol berarti adanya kesempitan panggul.
299
d) Sudut arcus pubis > 900, bila kurang berarti adanya
kesempitan panggul.
e) Keadaan dasar panggul apakah kaku, tebal atau elastis.
6) Pemeriksaan penunjang
Menurut
Cunningham
laboratorium
adalah
(2007:
suatu
335)
tindakan
pemeriksaan
dan
prosedur
pemeriksaan khusus dengan mengambil bahan atau sampel
dari pasien, dapat berupa urin, darah, sputum (dahak), yang
digunakan untuk menentukan diagnosa penyakit bersama
tes penunjang yang lain.
a) Darah
Ketika seseorang perempuan dirawat di rumah sakit
untuk bersalin, seringkali pemeriksaan hematokrit dan
kadar hemoglobin harus diulang. Hbsag merupakan
penyakit nekroinflamasi kronis hati yang disebabkan
oleh infeksi virus hepatitis B persien (Cunnigham,
2007: 341). HIV/aids merupakan sekumpulan gejala
dan infeksi yang timbul karena rusaknya sistem
kekebalan tubuh manusia akibat virus HIV yang
menyerang sistem kekebalan tubuh khususnya pada sel
darah putih (Cunnigham, 2007: 335).
300
b) Urin
Pada beberapa urin, sebuah spesimen urin yang
diekskresikan (sedapat mungkin bebas dari debris)
diperiksa kadar protein dari glukosanya. Spesimen urin
diambil untuk kebutuhan analisa protein hanya pada ibu
hamil dengan hipertensi (Cunnigham, 2007: 340).
2.
Diagnosa Kebidanan
G≥1P0/> UK 37-40 minggu, tunggal hidup, intrauterine, situs bujur,
habitus fleksi, puka/puki, preskep, H, kepala sudah masuk PAP ,
keadaan jalan lahir normal, KU ibu dan janin baik, inpartu:
a.
Kala I fase laten dengan kemungkinan masalah cemas
menghadapi proses persalinan (Varney et al, 2007: 718-719).
b.
Kala I fase aktif akselerasi/dilatasi maksimal/deselerasi dengan
kemungkinan masalah ketidaknyamanan menghadapi proses
persalinan (Wiknjosastro, 2008: 40).
c.
Kala II dengan kemungkinan masalah:
1) Kekurangan cairan (Wiknjosastro, 2008: 93)
2) Infeksi (wiknjosastro, 2008: 93).
3) Kram tungkai (Varney et al, 2007: 722).
d.
Bayi baru lahir cukup bulan, sesuai masa kehamilan, KU baik
(Kepmenkes No. 983/Menkes/SK/8/2007 tentang standar asuhan
kebidanan)
301
e.
P≥1 kala III persalinan, KU ibu dan bayi baik, prognosa baik
dengan kemungkinan masalah yaitu retensio plasenta apabila
plasenta belum lahir setengah jam setelah setelah janin lahir dan
avulsi tali pusat (Wiknjosastro, 2008: 656).
f.
P≥1 Kala IV persalinan, KU ibu dan bayi baik, prognosa baik
dengan
kemungkinan
masalah
yang
terjadi
menurut
(Wiknjosastro 2008: 118): Atonia uteri merupakan perdarahan
obstetri
yang disebabkan oleh kegagalan uterus untuk
berkontraksi
normal
secara
memadai
setelah
kelahiran
(Cuningham, 2013: 415), robekan vagina, perineum atau
serviks, subinvolusio sehubungan dengan kandung kemih yang
terisi penuh.
3.
Perencanaan
a.
Diagnosa
G≥1P0> UK 37-40 minggu, tunggal, hidup, intrauterine, situs
bujur, habitus fleksi, puka/puki, preskep, H
I-IV
, kepala sudah
masuk PAP, keadaan jalan lahir normal, KU ibu dan janin baik,
inpartu kala satu fase laten/aktif (akselerasi, dilatasi maksimal,
deselerasi) atau kala II.
b.
Tujuan
Setelah dilakukan asuhan kebidanan diharapkan tidak terjadi
komplikasi selama persalinan.
302
c.
Kriteria : KU baik, kesadaran composmentis
TTV dalam batas normal
TD : 100/60-130/90 mmHg
S : 36-370C
N : 80-100x/menit
R : 16-24x/menit
His minimal 2 kali tiap 10 menit dan berlangsung
sedikitnya 40 detik
Kala I pada primigravida <13 jam, pada multigravida
<7 jam
Kala II pada primigravida <2 jam, pada multigravida
<1 jam
Bayi lahir spontan, menangis kuat, gerak aktif
Kala III pada primigravida <30 menit sedangkan
multigravida <15 menit. Plasenta lahir spontan,
lengkap
Kala IV kontraksi uterus baik, keras dan bundar,
perdarahan<500cc
303
d.
Intervensi
Kala I
1) Jelaskan pada ibu dan keluarga tentang hasil pemeriksaan.
R/ ibu yang melakukan persiapan dalam menghadapi
kelahiran memiliki pengetahuan tentang proses persalinan.
Mereka
biasanya
informasi
menginginkan
dan
membutuhkan
tentang kemajuan persalinan ibu tersebut
(Wiknjosastro, 2008: 57).
2) Anjurkan ibu untuk melakukan teknik relaksasi saat ada his.
Teknik relaksasi yaitu dengan mengambil napas dalam dari
hidung dan mengeluarkannya dari mulut setelah masingmasing kontraksi.
R/ teknik ini berfungsi ganda, tidak hanya meningkatkan
relaksasi, tetapi juga berfungsi membersihkan jalan nafas
dengan menghilangkan kemungkinan hiperventilasi.
3) Observasi sesuai pertograf seperti HIS, DJJ, ketuban,
pembukaan, penurunan kepala, dan tanda-tanda vital ibu
(terlampir)
R/ partograf bertujuan untuk mencatat hasil observasi dan
kemajuan persalinan dengan menilai pembukaan serviks
melalui pemeriksaan dalam, mendeteksi secara dini
kemungkinan terjadinya partus lama (Wiknjosastro, 2008:
57).
304
4) Anjurkan ibu untuk mendapatkan posisi yang nyaman
dalam persalinan, anjurkan untuk tidak tidur terlentang.
R/ jika ibu berbaring terlentang maka berat uterus dan
isinya (janin, cairan ketuban, plasenta dll) menekan vena
cava inferior ibu. Hal ini akan mengurangi pasokan O2
melalui
sirkulasi
uteroplasenter
sehingga
akan
menyebabkan hipoksia pada bayi. Berbaring terlentang juga
akan mengganggu kemajuan persalinan dan menyulitkan
ibu untuk meneran secara efektif
5) Beri asupan nutrisi pada ibu dan memberi ibu makan dan
minum
R/ makanan ringan dan asupan cairan yang cukup selama
persalinan akan memberi lebih banyak energi dan mencegah
dehidrasi. Dehidrasi bisa memperlambat kontraksi dan atau
membuat kontraksi menjadi tidak teratur dan kurang efektif.
6) Anjurkan ibu untuk BAB maupun BAK jika terasa
R/ kandung kemih yang terisi penuh mengganggu
penurunan kepala janin. Selain itu juga akan menambah
rasa nyeri pada perut bawah, menghambat penatalaksanaan
distosia
bahu,
menghalangi
lahirnya
plasenta
perdarahan pasca bersalin (Wiknjosastro, 2008: 55).
dan
305
7) Jaga privasi ibu dengan menutup pintu, jendela, serta
kelambu tempat persalinan.
R/ menjaga privasi dan mencegah pajanan merupakan
upaya untuk menghormati martabat wanita.
8) Jaga kebersihan dan kondisi tetap kering
R/
kebersihan
dan
kondisi
kering
meningkatkan
kenyamanan dan relaksasi serta menurunkan resiko infeksi.
9) Gunakan teknik sentuhan fisik
R/ sentuhan yang diberikan pada wanita (pada tungkai,
kepala, lengan) tanpa tujuan lain dapat mengekspresikan
kepedulian, memberi kenyamanan dan pengertian serta
dapat
menemtramkan,
menenangkan,
menghilangkan
kesepian, dan sebagainya.
10) Berikan usapan pada punggung maupun abdomen
R/ usapan pada punggung dengan memberikan tekanan
eksternal pada tulang belakang menghilangkan tekanan
internal pada tulang belakang oleh kepala janin sehingga
mengurangi
meningkatkan
nyeri.
Usapan
kenyamanan
kepedulian terhadap wanita.
pada
dan
abdomen
merupakan
dapat
ekspresi
306
11) Lakukan pemeriksaan dalam atas indikasi
R/ mengetahui kemjuan pembukaan serviks, penurunan
kepala, effacement, ketuban, bagian terendah janin sesuai
dengan partograf (Handayani, 2010: 37).
Kala II
1) Memastikan tanda dan gejala kala II (doran, teknus, perjol,
vulka)
R/ gejala dan tanda kala dua merupakan mekanisme alamiah
bagi ibu dan penolong persalinan bahwa proses pengeluaran
bayi sudah dimulai (Wiknjosastro, 2008: 82).
2) Pastikan perlengkapan peralatan, bahan dan obat-obatan
esensial untuk menolong persalinan dan menangani
komplikasi ibu dan bayi baru lahir
R/
ketidakmampuan
untuk
menyediakan
semua
perlengkapan, bahan-bahan dan obat-obat esensial pada saat
diperlukan akan meningkatkan resiko terjadinya penyulit
pada ibu dan bayi baru lahir sehingga keadaan ini dapat
membahayakan keselamatan jiwa mereka.
3) Pakai celemek plastic
R/ celemek merupakan penghalang atau barier antara
penolong dengan bahan yang berpotensi untuk menularkan
penyakit.
307
4) Lepas dan simpan semua perhiasan yang dipakai, cuci
tangan dengan sabun dan air bersih mengalir kemudian
keringkan tangan dengan handuk pribadi yang bersih dan
kering
R/ cuci tangan merupakan upaya yang paling untung
mencegah kontaminasi silang (Saifuddin, 2010: 14).
5) Pakai sarung tangan DTT pada tangan yang akan digunakan
untuk periksa dalam
R/
penggunaan
sarung
tangan
merupakan
tindakan
kewaspadaan universal untuk melindungi dari setiap cairan
yang mungkin pathogen yang menular melalui darah atau
cairan lainnya.
6) Masukkan oksitosin kedalam tabung suntik (gunakan
tangan yang bersarung tangan DTT) dan steril (pastikan
tidak terjadi kontaminasi pada alat suntik)
R/ semua perlengkapan dan bahan-bahan dalam partus set
harus dalam keadaan desinfeksi tingkat tinggi atau steril.
7) Bersihkan vulva dan perineum, seka dengan hati-hati dari
depan kebelakang dengan menggunakan kapas atau kasa
yang dibasahi dengan air DTT
R/ membersihkan vulva dan perineum dengan air DTT
digunakan
untuk
kebersihan ibu.
pencegahan
infeksi
dan
menjaga
308
8) Lakukan periksa dalam untuk memastikan pembukaan
lengkap
R/ mengetahui kemajuan pembukaan serviks, penurunan
kepala, effacement, ketuban, bagian terendah janin sesuai
dengan partograf.
9) Dekontaminasi sarung tangan dengan cara mencelupkan
tangan yang masih memakai sarung tangan kedalam larutan
klorin 0,5%, lepaskan dan rendam dalam keadaan terbalik
dalam larutan klorin 0,5% selama 10 menit, kemudian cuci
tangan.
R/ pencegahan infeksi sangat penting dalam menurunkan
kesakitan dan kematian ibu dan bayi baru lahir. Upaya dan
ketrampilan untuk melaksanakan prosedur pencegahan
infeksi secara baik dan benar melindungi penolong
persalinan terhadap resiko infeksi.
10) Periksa DJJ setelah kontraksi atau saat relaksasi uterus
untuk memastikan bahwa DJJ dalam batas normal (120160x/menit).
R/ mendeteksi bradikardi janin dan hipoksia berkenaan
dengan penurunan sirkulasi maternal dan penurunan perfusi
plasenta yang disebabkan oleh anesthesia, atau posisi yang
tidak tepat.
309
11) Beritahu bahwa pembukaan sudah lengkap, keadaan janin
baik dan bantu ibu dalam menemukan posisi yang nyaman
dan sesuai dengan keinginannya.
R/ jika ibu berbaring terkentang maka berat uterus dan
isinya (janin, cairan ketuban, plasenta dll) menekan vena
cava inferior ibu. Hal ini akan mengurangi pasokan oksigen
melalui
sirkulasi
uteroplasenter
sehingga
akan
menyebabkan hipoksia pada bayi. Berbaring terlentang juga
akan mengganggu kemajuan persalinan dan menyulitkan
ibu untuk meneran secara efektif (Wiknjosastro, 2008: 87).
12) Minta bantuan keluarga untuk menyiapkan posisi meneran
(bila ada rasa ingin meneran dan terjadi kontraksi yang
kuat, bantu ibu ke posisi setengah duduk atau posisi lain
yang diinginkan dan pastikan ibu merasa nyaman).
R/ posisi duduk atau setengah duduk dapat memberikan
rasa nyaman aman bagi ibu dan memeberi kemudahan
beristirahat diantara kontraksi. Keuntungan dari kedua
posisi ini adalah gaya gravitasi untuk membantu ibu
melahirkan bayinya (Wiknjosastro, 2008: 84).
13) Laksanakan bimbingan meneran pada saat ibu ada dorongan
kuat untuk meneran
R/ meneran secara berlebihan menyebabkan ibu sulit
bernapas sehingga terjadi kelelahan yang tidak perlu dan
310
meningkatkan resiko asfiksia pada bayi sebagai akibat
turunnya pasokan oksigen melalui plasenta (Wiknjosastro,
2008: 81).
14) Anjurkan ibu untuk berjalan, berjongkok, atau mengambil
posisi nyaman, jika ibu belum merasa ada dorongan untuk
meneran dalam 60 menit.
R/ posisi jongkok dapat membatu mempercepat kemjuan
persalinan dalam kala dua dan mengurangi rasa nyeri yang
hebat (Hidayat, 2010: 82).
15) Letakkan handuk bersih (untuk mengeringkan bayi)diperut
ibu, jika kepala bayi telah membuka vulva dengan diameter
5-6 cm
R/ handuk pada perut ibu digunakan untuk persiapan
mengeringkan bayi baru lahir.
16) Letakkan kain bersih yang dilipat 1/3 bagian bawah bokong
ibu.
R/ kain kering yang dilipat 1/3 bagian dipersiapkan
megusap muka bayi setelah lahirnya kepala
17) Buka partus set cek kelengkapan alat dan bahan.
R/ Ketidaklengkapan alat, bahan dan obat esensial pada saat
diperlukan akan meningkatkan resiko terjadinya penyulit
pada ibu dan bayi baru lahir sehingga keadaan ini dapat
membahayakan keselamatan jiwa
311
18) Pakai sarung tangan DTT pada kedua tangan
R/
penggunaan
sarung
tangan
merupakan
tindakan
kewaspadaan universal untuk melindungi dari setiap caiaran
yang mungkin atau pathogen yang menular melalui darah.
19) Setelah tampak kepala bayi dengan diameter 5-6 cm
membuka vuva maka lindungi perineum dengan satu tangan
yang dilapisi kain bersih dan kering. Tangan yang lain
menahan kepala bayi untuk menahan posisi defleksi dan
membantu lahirnya kepala. Anjurkan ibu untuk meneran
perlahan atau bernapas cepat dan dangkal.
R/ melindungi perineum dan mengendalikan keluarnya bayi
secara bertahap dan hati-hati dapat mengurangi keregangan
berlebihan (robekan) pada vagina dan perineum.
20) Periksa kemungkinan adanya lilitan tali pusat dan ambil
tindakan yang sesuai jika hal itu terjadi, dan segera
lanjutkan proses kelahiran.
R/ perasat ini dilakukan untuk mengeathui apakah tali pusat
apakah berada disekeliling leher bayi dan jika memang
demikian, untuk menilai seberapa ketat tali pusat tersebut
sebagai dasar untuk memutuskan cara mengatasi situasi
tersebut.
312
21) Tunggu hingga kepala janin selesai melahirkan putaran
paksi luar secara spontan.
R/ pengamatan yang cermat dapat mencegah setiap
gangguan, memberi waktu untuk bahu berotasi internal
kearah diameter anteroposterior pintu bawah panggul.
22) Setelah kepala melakukan putaran paksi luar, pegang secara
biparietal. Anjurkan ibu untuk meneran saat kontraksi.
Dengan lembut gerakkan kepala kearah bawah dan distal
hingga bahu depan muncul dibawah arkus pubis dan
kemudian gerakan arah atas dan distal untuk melahirkan
bahu belakang.
R/ penempatan tangan ini dirancang untuk mencegah
memegang bayi dibawah mandibula atau sekeliling leher
untuk melahirkan bahu dan badan bayi. Kelahiran bahu dan
badan bayi dengan gerakan kearah atas dan luar secara
biparietal merupakan mekanisme persalinan yang disebut
kelahiran bahu dan tubuh dengan fleksi lateral melalui
kurva carus.
23) Setelah bahu lahir, geser tangan bawah untuk kepala dan
bahu. Gunakan tangan atas untuk menelusuri
dan
memegang lengan dan siku sebelah atas.
R/ tangan ini mutlak penting untuk mengontrol lengan atas,
siku dan tangan bahu belakang saat bagian ini dilahirkan
313
karena jika tidak tangan atau siku dapat menggelincir keluar
dan menimbulkan laserasi perineum.
24) Setelah tubuh dan lengan lahir, penelusuran tangan atas
berlanjut ke punggung, bokong tungkai dan kaki. Pegang
kedua mata kaki (masukkan telunjuk diantara kaki dan
pegang masing-masing mata kaki dan ibu jari dan jari
lainnya).
R/ tndakan ini memungkinkan untuk menahan bayi
sehingga dapat mengontrol kelahiran badan bayi yang
tersisa dan menempatkan bayi aman dalam rengkuhan
tangan tanpa ada kemungkinan tergelincir melewati badan
atau tangan jari-jari.
25) Lakukan penilaian bayi baru lahir
R/ proses penilaian sebagai dasar pengambilan keputusan
bukanlah suatu proses sesaat yang dilakukan satu kali.
Penilaian ini memnjadi dasar keputusan apakah bayi perlu
resusitasi (Wiknjosastro, 2008: 152).
26) Keringkan bayi mulai dari muka, kepala dan bagian tubuh
lainnya kecuali bagian tangan tanpa membersihkan verniks.
Ganti handuk dengan handuk atua kain yang kering, bayi
diatas perut ibu. Hipotermi mudah terjadi pada bayi yang
tubuhnya
dalam
keadaan
basah
atau
tidak
segera
314
dikeringkan atau diselimuti walupun berada di dalam
ruangan yang relatif hangat.
R/ meletakkan bayi diatas perut ibu, memungkinkan ibu
untuk segera kontak dengan bayinya, menyebabkan uterus
berkontraksi, dan mempertahankan bayi bebas dari cairan
yang saat ini terakumulasi dimeja atau tempat tidur di area
antara kaki ibu.
27) Memeriksa kembali uterus untuk memastikan tidak ada lagi
bayi kedua dalam uterus (janin tunggal).
R/ oksitosin menyebabkan uterus berkontraksi yang akan
sangat menurun pasokan oksigen kepada bayi. Jangan
menekan kuat korpus uteri karena dapat terjadi kontraksi
tetanik yang akan menyulitkan pengeluaran plasenta.
28) Memberitahu ibu bahwa ibu akan disuntik oksitosin agar
uterus berkontraksi baik.
R/ dengan dilakukan penjelasan, ibu akan lebih tenang dan
tidak cemas atas tindakan yang dilakukan.
Kala III
29) Dalam waktu 1 menit, setelah bayi lahir, suntikkan
oksitosin 10 IU secara IM di 1/3 paha atas bagian distal
lateral (lakukan aspirasi sebelum menyuntikkan oksitosin).
R/ oksitosin merangsang fundus uteri untuk berkontraksi
dengan kuat dan efektif sehingga dapat membantu
315
pelepasan plasenta dan mengurangi kehilangan darah.
Aspirasi sebelum penyuntikan akan mencegah penyuntikan
oksitosin ke pembuluh darah.
30) Dalam waktu 2 menit bayi baru lahir, jepit tali pusat dengan
klem kira-kira 3 cm dari pusat bayi. Dorong isi tali pusat
kearah distal (ibu) dan jepit kembali tali pusat pada 2 cm
distal dari klem pertama.
R/ memberi cukup waktu bagi tali pusat untuk mengalirkan
darah kaya zat besi bagi bayi.
31) Lakukan pemotongan tali pusat dan pengikatan tali pusat.
R/ memberi cukup waktu bagi tali pusat untuk mengalirkan
darah kaya zat besi bagi bayi.
32) Letakkan bayi agar ada kontak kulit ibu kekulit bayi.
R/ meletakkan bayi diatas abdomen ibu, memungkinkan ibu
segera kontak dengan bayinya.
33) Pindahkan klem pada tali pusat hingga jarak 5-10 cm dari
vulva
34) Letakkan satu tangan diatas kain pada perut ibu, ditepi atas
simfisis, untuk mendeteksi, tangan lain menegangkan tali
pusat
35) Setelah uterus berkontraksi, tegangkan tali pusat kearah
bawah sambil tangan yang lain mendorong uterus kearah
belakang atas (dorso kranial) secara hati-hati (untuk
316
mencegah inversio uteri). Jika plasenta tidak lahir setelah 30
menit, hentikan penegangan tali pusat dan tunggu hingga
timbul kontraksi berikutnya, dan ulangi prosedur diatas.
R/ mengeluarkan plasenta
36) Lakukan penegangan dan dorongan dorso kranial hingga
plasenta terlepas, minta ibu meneran sambil penolong
menarik tali pusat dengan arah sejajar lantai dan kemudian
ke arah atas, mengikuti proses jalan lahir (tetap lakukan
tekanan dorso kranial).
a) Jika tali pusat bertambah panjang, pindahkan klem
hingga berjarak 5-10 cm dari vulva dan melahirkan
plasenta
b) Jika plasenta tidak lepas setelah 15 menit menegangkan
tali pusat
c) Beri dosis ulangan oksitosin 10 IU IM
d) Lakukan katerisasi (aseptic) jika kandung kemih penuh
e) Minta keluarga untuk menyiapakan rujukan
f)
Ulangi penegangan tali pusat 15 menit berikutnya
g) jika plasenta tidak lahir dalam 30 menit setelah bayi
lahir atau bila terjadi perdarahan, segera lakukan
plasenta manual
37) Saat plasenta muncul di introitus vagina, lahirkan plasenta
dengan kedua tangan. Pegang dan putar hingga selaput
317
ketuban terpilin kemudian dilahirkan dan tempatkan
palsenta dalam wadah yang telah disediakan. Jika selaput
ketuban robek, pakai sarung tangan DTT atau steril untuk
melakukan eksplorasi sisa selaput kemudian gunakan jarijari tangan atau klem DTT atau steril untuk mengeluarkan
selaput yang tertinggal. Rangsangan taktil (massage uterus)
R/ massage uterus merangsang kontraksi
38) Segera setelah plasenta dan selaput ketuban lahir, lakukan
massage uterus, letakkan talapak tangan difundus dan
lakukan massage dengan gerakan melingkar dengan lembut
hingga uterus berkontraksi (fundus teraba keras). Lakukan
tindakan yang diperlukan jika uterus tidak berkontraksi
setelah 15 detik.
39) Periksa kedua sisi plasenta dan pastikan selaput ketuban
lengkap dan utuh. Masukkan plasenta kedalam wadah
plasenta kantong plastic atau tempat khusus.
40) Evaluasi kemungkinan laserasi pada vagina dan perineum.
Lakukan penjahitan bila laserasi menyebabkan perdarahan
R/ pemeriksaan sedini
mungkin akan
mempercepat
penanganan sehingga tidak terjadi perdarahan berlebihan
Kala IV
Menilai perdarahan
318
Melakukan prosedur pasca salin
41) Pastikan uterus berkontraksi dengan baik dan tidak terjadi
perdarahan pervaginam
42) Mencelupkan sarung tangan ke dalam larutan klorin dan
melepasnya secara terbalik
43) Mengecek dan memastikan kandung kemih kosong
44) Mengajarkan pada ibu dan keluarga cara massase uterus dan
menilai kontraksi
45) Mengevaluasi dan mengamsumsi jumlah perdarahan yang
keluar
46) Memantau tanda bahaya tiap 15 menit, menghitung nadi
47) Periksa kembali bayi untuk memastikan bayi bernafas
dengan baik (40-60x/menit) serta suhu tubuh normal (36037’50C).
48) Tempatkan semua peralatan bekas pakai dalam larutan
klorin 0,5%, untuk dekontaminasi (10 menit) lalu cuci dan
bilas
49) Buang bahan-bahan terkontaminasi ditempat sampah yang
sesuai
50) Bersihkan ibu dengan menggunakan air DTT, bersihkan
sisa cairan ketuban, lendir, dan darah. Bantu ibu memakai
pakaian bersih dan kering
319
51) Pastikan ibu merasa nyaman. Bantu ibu memberi ASI.
Anjurkan keluarga memberi makanan dan minuman yang
diinginkan ibu.
52) Dekontaminasi tempat bersalin dengan larutan clorin 0,5%
53) Celupkan sarung tangan kotor kedalam larutan klorin 0,5%
selama 10 menit
54) Cuci kedua tangan dengan sabun dan air mengalir
55) Memakai sarung tangan DTT
56) Lakukan pemeriksaan fisik bayi baru lahir
57) Memberikan imunisasi Hib pada bayi
58) Melepas sarung tangan
59) Melakukan cuci tangan dengan sabun dan air mengalir
60) Melengkapi partograf
e.
Potensial Masalah
1) Nyeri menghadapi persalinan
Tujuan
: mengurangi rasa nyeri saat persalinan
Kriteria
: nyeri yang dialami ibu nampak berkurang
Intervensi menurut Wiknjosastro (2008: 150):
a) Jelaskan fisiologi persalinan pada ibu
R/ proses persalinan merupakan proses yang panjang
sehingga diperlukan pendekatan
320
b) Jelaskan proses dan kemajuan persalinan pada ibu
R/ seorang ibu bersalin memerlukan penjelasan
mengenai kondisi dirinya
c) Jelaskan
prosedur
dan
batasan
tindakan
yang
diberlakukan
R/ ibu paham untuk dilakukannya prosedur yang
dibutuhkan dan memahami batasan tertentu yang
diberlakukan
2) Kecemasan menghadapi proses persalinan
Tujuan
: kecemasan ibu berkurang terhadap proses
persalinan
Kriteria
: ibu merasa tenang
Intervensi menurut Marmi (2009: 122):
a) Hadirkan orang terdekat ibu
R/ kehadiran orang terdekat mampu memberikan
kenyamanan
psikologis
dan
mental
ibu
yang
menghadapi proses persalinan.
b) Berikan sentuhan fisik misalnya pada tungkai, kepala,
dan lengan.
R/ sentuhan fisik yang diberikan kepada ibu bersalin
dapat menentramkan dan menenangkan ibu.
c) Berikan usapan punggung
R/ usapan punggung meningkatkan relaksasi
321
d) Pengipasan atau penggunaan handuk sebagai kipas
R/ ibu bersalin menghasilkan banyak panas sehingga
mengeluh kepanasan dan berkeringat.
e) Pemberian kompres panas pada punggung
R/ kompres panas akan meningkatkan sirkulasi di
punggung sehingga memperbaiki anoreksia jaringan
yang disebabkan oleh tekanan
3) Kekurangan cairan
Tujuan
: tidak terjadi dehidrasi
Kriteria
: Nadi 76-100x/menit
Urine jernih, produksi urin 30cc/jam
Intervensi menurut (Yeyeh, 2009: 120):
a) Anjurkan ibu untuk minum
R/ ibu yang menghadapi persalinan akan menghasilkan
panas sehingga memerlukan kecukupan minum.
b) Jika dalam 1 jam dehidrasi tidak teratasi, psang infuse
menggunakan jarum dengan diameter 16 /18G dan
berikan RL atau NS 125cc/jam
R/ pemberian cairan intravena akan lebih cepat diserap
oleh tubuh.
322
c) Segera rujuk ke fasilitas yang memiliki kemampuan
pentalaksanaan gawat darurat obstetric dan bayi baru
lahir
R/ rujukan dini pada ibu dengan kekurangan cairan
dapat meminimalkan resiko terjadinya dehidrasi.
4) Infeksi
Tujuan
: tidak terjadi infeksi
Kriteria
: TTV : Nadi dalam batas normal (76100x/menit)
Suhu : 36-37’50C
KU baik
Cairan ketuban/cairan vagina tidak
berbau
Intervensi menurut (Saifuddin, 2011: 145):
a) Baringkan miring ke kiri
R/ tidur miring mempercepat penurunan kepala janin
sehingga mempersingkat waktu persalinan
b) Pasang infuse menggunakan jarum dengan diameter
besar ukuran 16/18 dan berikan RL atau NS 125ml/jam.
R/ salah satu tanda infeksi adanya peningkatan suhu
tubuh, suhu meningkat menyebabkan dehidrasi
323
c) Berikan ampisilin 2 gram atau amoxicillin 2 gram/oral
R/ antibiotic mengandung senyawa aktif yang mampu
membunuh bakteri dengan mengganggu sintesis protein
pada bakteri penyebab penyakit
d) Segera rujuk ke fasilitas kesehatan yang memiliki
kemampuan
penatalaksanaan
kegawatdaruratan
obstetric
R/
infeksi
berkembang
yang tidak
ke
arah
segera
syok
tertangani
yang
dapat
menyebabkan
terjadinya kegawatdaruratan ibu dan janin.
5) Kram tungkai
Tujuan
: tidak terjadi kram tungkai
Kriteria
: sirkulasi darah lancar
Intervensi menurut Varney et al (2007: 722):
a) Luruskan tungkai ibu inpartu
R/ meluruskan tungkai dapat melancarkan peredaran
darah ke ekstremitas bawah.
b) Atur posisi dorsofleksi
R/ relaksai yang dilakukan secara bergantian dengan
dorsofleksi kaki dapat mempercepat peredaan nyeri.
c) Jangan lakukan pemijatan pada tungkai
R/ tungkai wanita tidak boleh dipijat karena ada resiko
trombi tanpa sengaja terlepas.
324
6) Bayi baru lahir cukup bulan, sesuai masa kehamilan, KU
baik (Kepmenkes No.938/Menkes/SK/VIII/2007 tentang
standar asuhan kebidanan).
Tujuan
: dapat melewati masa transisi dengan baik
Kriteria
: Bayi menangis kuat
Bayi bergerak aktif
Intervensi menurut Kepmenkes
No.983/Menkes/SK/VIII/2007 tentang standar asuhan
kebidanan:
a) Observasi tanda-tanda vital dan tangisan bayi
R/ tanda-tanda vital bayi merupakan dasar untuk
menentukan keadaan umum bayi.
b) Jaga suhu tubuh bayi tetap hangat
R/ hipotermia mudah terjadi pada bayi yang tubuhnya
dalam keadaan basah atau tidak segera
dan diselimuti walaupun berada
dalam
dikeringkan
keadaan
ruangan yang relative hangat.
c) Bounding attachment dan lakukan IMD
R/ bounding attachment dapat membantu ibu mengatasi
stress sehingga ibu merasa lebih tenang dan tidak nyeri
pada saat plasenta lahir. Sedangkan IMD meningkatkan
jalinan kasih sayang ibu dengan bayi.
325
d) Berikan vitamin K1 secara IM sebanyak 0,5 mg
R/ vitamin K1 dapat mencegah perdarahan intracranial
e) Berikan salep mata
R/ salep mata sebagai profilaksis.
7) Retensio plasenta
Tujuan
: plasenta dapat dikeluarkan secara lengkap
Kriteria
: tidak ada sisa plasenta yang tertinggal
Intervensi menurut Wiknjosastro (2008: 158)
a) Plasenta masih di dalam uterus selama 30 menit dan
terjadi perdarahan berat, pasang infuse menggunakan
jarum besar (ukuran 16 atau 18) dan berikan RL atau
NS dengan 20 UI oksitosin.
b) Coba lakukan plasenta manual dan lakukan penanganan
lanjut
c) Bila tidak memenuhi syarat plasenta manual di tempat
atau tidak kompeten maka segera rujuk ibu ke fasilitas
terdekat dengan kapabilitas kegawatdaruratan obstetric.
d) Dampingi ibu ke tempat rujukan
e) Tawarkan bantuan walaupun ibu telah dirujuk dan
mendapat pertolongan difasilitas kesehatan rujukan.
326
8) Terjadi avulsi tali pusat
Tujuan
: avulsi tidak terjadi , plasenta lahir lengkap
Kriteria
: tali pusat utuh
Intervensi menurut Varney et al (2007: 119):
a) Palpasi uterus untuk melihat kontraksi, minta ibu
meneran pada setiap kontraksi
b) Saat planta terlepas, lakukan periksa dalam hati-hati.
Jika mungkin cari tali pusat dan keluarkan plasenta dari
vagina sambil melakukan tekanan dorso cranial pada
uterus
c) Setelah plasenta lahir, lakukan massase uterus dan
periksa plasenta
d) Jika plasenta belum lahir dalam waktu 30 menit,
tangani sebagai retensio plasenta.
9) Terjadinya atonia uteri
Tujuan
: atonia uteri dapat teratasi
Kriteria
: kontraksi uterus baik, keras dan bundar
Perdarahan <500cc
Intervensi menurut Wiknjosastro (2008: 108- 110):
a) Segera lakukan Kompresi Bimanual Internal (KBI)
selama 5 menit dan lakukan evaluasi apakah uterus
berkontraksi dan perdarahan berkurang
327
b) Jika kompresi uterus tidak berkontraksi dan perdarahan
terus keluar, ajarkan keluarga untuk melakukan
kompresi bimanual eksterna. Berikan suntikan 0,2 mg
ergometrin IM atau misoprostol 600-1000 mcg per
rectal dan gunakan jarum berdiameter besar (ukuran
16-18), pasang infuse dan berikan 500cc larutan Ringer
Laktat yang mengandung 20 UI oksitosin.
c) Jika uterus belum berkontraksi dan perdarahan masih
keluar ulangi KBI
d) Jika uterus tidak berkontraksi selama 1-2 menit, rujuk
ibu ke fasilitas kesehatan yang
mampu
melakukan
tidakan operasi dan transfuse darah
e) Dampingi ibu selama merujuk, lanjutkan tindakan KBI
dan infuse cairan hingga ibu tiba ditempat rujukan
10) Robekan vagina, perineum atau serviks
Tujuan
: robekan vagina, perineum atau serviks
dapat teratasi
Kriteria
: vagina, perineum atau serviks dapat terjahit
dengan baik
Perdarahan <500cc
Intervensi menurut Kamariyah (2014: 143):
a) Lakukan
pemeriksaan
secara
memastikan laserasi yang timbul
hati-hati
untuk
328
b) Jika terjadi laserasi derajat satu dan menimbulkan
perdarahan aktif atau derajat dua lakukan penjahitan.
c) Jika laserasi derajat tiga atau empat atau robekan
serviks:
(1) Pasang infuse dengan menggunakan jarum besar
(ukuran 16 dan 18 ) dan berikan RL atau NS
(2) Pasang tampon untuk mengurangi darah yang
keluar
(3) Segera rujuk ibu ke fasilitas dengan kemampuan
gawat darurat obstetric
(4) Dampingi ibu ketempat rujukan
11) Sub Involusio Uteri karena kandung kemih penuh
Tujuan
: Involusi uterus berjalan normal
Kriteria
: TFU 2 jari dibawah pusat
Intervensi menurut Varney et al (2007: 125):
a) Lakukan pengosongan kandung kemih
R/ kandung kemih yang penuh menghambat kontraksi
b) Lakukan massage pada fundus uteri
R/ massage dapt merangsang kontraksi uterus.
329
4.
Pelaksanaan
Bidan
melaksanakan
rencana
asuhan
kebidanan
secara
komprehensif, efektif, efisien, dan aman berdasarkan evidence based
kepada klien/pasien dalam bentuk upaya promotif, preventif, kuratif,
dan rehabilitatif. Dilaksanakan secara mandiri, kolaborasi dan
rujukan (Kepmenkes RI, 2007).
5.
Evaluasi
Menurut
Keputusan
Menteri
Kesehatan
RI
Nomor
938/Menkes/SK/VIII/2007 tentang Standar Asuhan Kebidanan,
Bidan melakukan evaluasi secara sistematis dan berkesinambungan
untuk melihat keefektifan dari asuhan yang sudah diberikan, sesuai
dengan perubahan perkembangan kondisi klien. Dengan kriteria :
a.
Penilaian dilakukan segera setelah selesai melaksanakan asuhan
sesuai kondisi klien.
b.
Hasil evaluasi segera dicatat dan didokumentasikan pada klien
dan /keluarga.
c.
Evaluasi dilakukan sesuai dengan standar.
d.
Hasil
evaluasi
ditindak
lanjuti
sesuai
dengan
kondisi
klien/pasien.
6. Dokumentasi
Menurut
Keputusan
Menteri
Kesehatan
RI
Nomor
938/Menkes/SK/VIII/2007 tentang Standar Asuhan Kebidanan,
Bidan melakukan pencatatan secara lengkap, akurat, singkat, dan
330
jelas mengenai keadaan/kejadian yang ditemukan dan dilakukan
dalam memberikan asuhan kebidanan. Dengan mengacu kriteria
sebagai berikut :
a.
Pencatatan dilakukan segera setelah melaksanakan asuhan pada
formulir yang tersedia.
b.
Ditulis dalam bentuk catatan perkembangan SOAP
S
: adalah data subyektif, mencatat hasil anamnesa
O : adalah data obyektif, mencatat hasil pemeriksaan
A : adalah hasil analisa, mencatat diagnose dan
masalah kebidanan
P : adalah penatalaksanaan, mencatat seluruh perencanaan
dan penatalaksanaan yang sudah dilakukan seperti
tindakan antipatif, tindakan segera, tindakan secara
komprehensif, penyuluhan, dukungan, kolaborasi,
evaluasi follow up dan rujukan.
331
2.2.3
Konsep Dasar Asuhan Nifas
1.
Pengkajian
a.
Data Subyektif
1) Biodata
a) Nama
Nama jelas dan lengkap, bila perlu nama panggilan
sehari-hari agar tidak keliru dalam memberikan
penanganan (Ambarwati, 2010: 131).
b) Umur
Dicatat dalam tahun untuk mengetahui adanya resiko
seperti kurang dari 20 tahun, alat-alat reproduksi belum
matang, mental dan psikisnya belum siap. Sedangkan
umur lebih dari 35 tahun rentan sekali untuk terjadi
pendarahan dalam masa nifas (Ambarwati, 2010: 131).
c) Agama
Untuk mengetahui keyakinan pasien tersebut untuk
membimbing atau mengarahkan pasien untuk berdoa
(Manuaba, 2010: 153)
d) Pendidikan
Berpengaruh pada tindakan kebidanan dan untuk
mengeathui
sejauh
mana
tingkat
intelektualnya,
sehingga bidan dapat memebrikan konseling sesuai
dengan pendidikannya (Manuaba, 2010: 153).
332
e) Suku/bangsa
Berpengaruh pada adat istiadat atau kebiasaan seharihari (Manuaba, 2010: 153)
f)
Pekerjaan
Berguna untuk mengetahui dan mengukur tingkat sosial
ekonominya, karena ini juga mempengaruhi dalam gizi
pasien (Ambarwati, 2010: 132).
g) Alamat
Ditanyakan untuk mempermudah kunjungan rumah bila
diperlukan (Ambarwati, 2010: 132).
2) Keluhan utama
Untuk mengetahui masalah yang dihadapi berhubungan
dengan masa nifas, misalnya pasien merasa mules, sakit
pada jalan lahir karena adanya jahitan pada perineum
(Ambarwati, 2010: 132). Keluhan yang sering dialami ibu
masa nifas antara lain sebagai berikut:
a) Nyeri setelah lahir (After Pain)
After pains atau nyeri sesudah partus akibat kontraksi
uterus, kadang-kadang sangat mengganggu selama 2-3
hari post partum. Nyeri yang lebih berat pada paritas
tinggi disebabkan karena terjadi penurunan tonus otot
uterus secara bersamaan, menyebabkan relaksasi
intermiten (sebentar-sebentar) berbeda pada wanita
333
primipara , tonus otot uterusnya masih kuat dan terus
tetap berkontraksi. Perasaan nyeri ini lebih terasa bila
wanita tersebut sedang menyusui. Perasaan sakit itupun
timbul bila masih terdapat sisa-sisa selaput ketuban,
sisa-sisa plasenta atau gumpalan darah di dalam Cavum
Uteri (Ambarwati, 2008: 122).
b) Keringat berlebih
Wanita postpartum mengeluarkan keringat berlebih
untuk mengeluarkan panas karena tubuh menggunakan
rute ini dan diuresis uarkan kelebihan cairan interstitial
yang disebabkan oleh peningkatan normal cairan
intraseluler selama kehamilan. Cara mengatasinya
sangat sederhana yaitu dengan membuat kulit tetap
bersih dan kering (Varney et al, 2008: 974).
c) Pembesaran payudara
Pembesaran
payudara
disebabkan
kombinasi,
akumulasi dan statis air susu serta peningkatan
vaskularitas
dan
kongesti.
Kombinasi
ini
mengakibatkan kongesti lebih lanjut karena statis
limfatik dan vena. Hal ini terjadi saat pasokan air susu
meningkat, pada sekitar hari ke-3 pasca persalinan
baik pada ibu menyusui maupun tidak menyusui dan
berakhir sekitar 24 hingga 48 jam. Nyeri tekan
334
payudara dapat menjadi nyeri hebat terutama jika bayi
mengalami kesulitan dalam menyusu. Dari hal tersebut
peningkatan metabolisme akibat produksi air susu dapat
menyebabkan peningkatan suhu tubuh ringan (Varney
et al, 2007: 975).
d) Nyeri Luka Perineum
Beberapa
tindakan
kenyamanan
perineum
dapat
meredakan ketidaknyamanan atau nyeri akibat laserasi
atau episiotomi dan jahitan laserasi atau episiotomi
tersebut (Cunningham, 2007: 454).
e) Konstipasi
Konstipasi dapat menjadi berat dengan longgarnya
dinding
abdomen
oleh
ketidaknyamanan
jahitan
robekan perineum derajat tiga atau empat (Varney et al,
2008: 975).
f)
Hemoroid
Wanita yang mengalami hemoroid mungkin merasa
nyeri selama beberapa hari, jika terjadi selama
kehamilan, hemoroid menjadi taraumatis dan menjadi
edema selama wanita mendorong bayi pada kala II
persalinan karena tekanan tekanan bayi dan distensi
saat melahirkan (Varney et al, 2008: 975).
335
3) Riwayat Obstetri
a) Riwayat haid
Menurut Manuaba (2010: 203) dengan menyusui
dengan ASI eksklusif kembalinya menstruasi atau haid
sulit
diperhitungkan dan bersifat
individu. Dan
sebagian besar menstruasi kembali setelah 4 sampai 6
bulan. Dalam waktu 3 bulan belum menstruasi, dapat
menjamin tindakan sebagai kontrasepsi. Kemudian
Saifuddin (2009: 129) menambahkan biasanya wanita
tidak akan menghasilkan telur (ovulasi) sebelum
mendapatkan lagi haidnya selama menyusui.
b) Riwayat kehamilan, persalinan dan nifas yang lalu.
Berapa kali ibu hamil, apakah pernah abortus, jumlah
anak, cara persalinan yang lalu, penolong persalinan,
keadaan nifas yang lalu (Ambarwati, 2010: 133-134).
c) Riwayat persalinan sekarang
Tanggal persalinan, jenis persalinan, jenis kelamin
anak, keadaan bayi meliputi PB, BB, penolong
persalinan. Hal ini yang perlu dikaji untuk mengetahui
apakah proses persalinan mengalami kelainan atau
tidak yang bisa berpengaruh pada nifas saat ini
(Ambarwati, 2010: 134).
336
d) Riwayat nifas yang lalu
Masa nifas yang lalu tidak ada penyakit seperti
perdarahan post partum dan infeksi nifas. Maka
diharapkan nifas saat ini juga tanpa penyakit. Ibu
menyusui sampai usia anak 2 tahun. Terdapat
pengeluaran loche rubra sampai hari ketiga berwarna
merah. Selanjutnya lochea serosa hari keempat sampai
kesembilan sampai warna kecoklatan. Kemudian lochea
alba hari kesepuluh sampai kelimabelas warna putih
dan kekuningan. Ibu dengan riwayat pengeluaran
lochea purulenta, lochea stasis, infeksi uterin, rasa nyeri
berlebihan memerlukan pengawasan khusus. Dan ibu
menyusui kurang dari 2 tahun. Adanya bendungan ASI
sampai terjasdi abses payudara harus dilakukan
observasi dan penanganan yang tepat (Manuaba, 2010:
201).
e) Riwayat Nifas Sekarang
Ibu harus dianjurkan supaya menyusui, terutama karena
menyusui dapat melindungi bayi dari alergi tertentu
(Fraser dan Cooper, 2009: 323).
f)
Riwayat KB
Untuk mengetahui apakah pasien pernah ikut keluarga
berencana dengan kontrasepsi jenis apa, berapa lama,
337
adakah keluhan selama menggunakan kontrasepsi serta
rencana KB setelah masa nifas ini dan beralih ke
kontrasepsi apa (Ambarwati, 2010: 134). Pemeriksaan
postpartum merupakan waktu yang tepat untuk
membicarakan
metode
KB
untuk
menjarangkan
kehamilan atau menghentikan kehamilan (Manuaba,
2010: 204).
4) Riwayat Kesehatan
a) Riwayat kesehatan yang lalu
Data ini digunakan untuk mengetahui kemungkinan
adanya riwayat atau penyakit akut, kronis seperti:
jantung, DM, Hipertensi, Asma, TBC yang dapat
mempengaruhi pada masa nifas ini (Ambarwati, 2010:
133).
b) Riwayat kesehatan sekarang
Data yang diperlukan untuk mengetahui kemungkinan
adanya penyakit yang diderita pada saat ini yang ada
hubungannya
dengan
masa
nifas
dan
bayinya
(Anggraini, 2010: 133).
c) Riwayat kesehatan keluarga
Data ini diperlukan untuk mengetahui kemungkinan
adanya pengaruh penyakit keluarga terhadap gangguan
kesehatan pasien dan bayinya, yaitu apabila ada
338
penyakit keluarga yang menyertainya (Ambarwati,
2010: 133).
5) Pola kebiasaan sehari-hari
a) Nutrisi
Ibu menyusui harus mengkonsumsi tambahan 500
kalori tiap hari. Makan dengan aturan diet berimbang
untuk mendapatkan protein, mineral, dan vitamin yang
cukup. Minum sedikitnya 3 liter air setiap hari
(dianjurkan ibu untuk minum setiap kali menyusui)
(Saifuddin, 2009: 128).
b) Eliminasi
Menggambarkan pola fungsi sekresi yaitu kebiasaan
buang air besar meliputi frekuensi, jumlah, konsistensi
dan bau serta kebiasaan buang air kecil meliputi
frekuensi, warna, jumlah (Sulistyawati, 2009: 113).
c) Personal Hygiene
Mengajarkan pada ibu bagaiamana membersihkan
daerah kelamin dengan sabun dan air. Menyarankan
pada ibu untuk mengganti pembalut atau kain pembalut
setidaknya dua kali sehari. Personal hygiene dapat
mempengaruhi kesehatan ibu dan bayinya. Hal lain
yang dapat dilakukan dalam perawatan kebersihan diri
339
yaitu: mandi, keramas, ganti baju dan celana dalam,
kebersihan kuku (Sulistywati, 2011: 306).
d) Pola istirahat
Istirahat sangat diperlukan oleh ibu post partum.
Pemenuhan kebutuhan istirahat pada siang hari sangat
penting untuk mempercepat pemulihan kondisi fisik,
dan istirahat malam hari rata-rata waktu yang
dibutuhkan yaitu 6-8 jam (Sulistyawati, 2011: 306).
e) Aktivitas sehari-hari
Menggambarkan seberapa berat aktivitas yang biasa
dilakukan pasien dirumah. Jika terlalu berat dapat
menyebabkan terjadi perdarahan pervaginam (Fraser,
2011: 289).
f)
Aktivitas seksual
Hal yang perlu dikaji yaitu berapa kali( frekuensi)
pasien melakukan hubungan seksual dalam seminggu.
Mengalami
gangguan
apakah
ketika
melakukan
hubungan seksual, misalnya nyeri saat berhubungan
(Sulistyawati, 2011: 306).
6) Riwayat Ketergantungan
Merokok dapat menyebabkan penyempitan pembuluh darah
dibagian tubuh, termasuk pembuluh-pembuluh darah pada
uterus sehingga dapat menghambat proses involusi,
340
sedangkan alcohol dan narkotika mempengaruhi kandungan
ASI
yang
langsung
mempengaruhi
perkembangan
psikologis bayi dan mengganggu proses bounding antara
ibu dan bayi (Manuaba, 2010 : 122).
7) Latar belakang sosial budaya
Menurut Saifuddin (2009 : 130-131), kebiasaan yang tidak
bermanfaat bahkan membahayakan, yaitu :
a) Menghindari makanan berprotein, seperti ikan/telur.
b) Penggunaan bebet perut segera pada masa nifas (2-4
jam pertama).
c) Penggunaan kantong es batu pada masa nifas (2-4 jam
pertama).
d) Penggunaan kantong es batu atau pasir untuk menjaga
uterus berkontraksi karena merupakan perawatan yang
tidak efektif untuk atonia uteri.
e) Memisahkan bayi dari ibunya untuk masa yang lama
pada 1 jam setelah kelahiran karena masa transisi ialah
masa kritis untuk ikatan batin ibu dan bayi untuk mulai
menyusu.
f)
Wanita yang mengalami masa puerpurium diharuskan
tidur telentang selama 40 hari.
g) Kebiasaan membuang susu jolong.
341
h) Wanita setelah melahirkan tidak boleh melakukan
gerakan apapun kecuali duduk bersenden ditempat
tidur.
2.
Data Obyektif
a.
Pemeriksaan umum
1) Keadaan umum
Menurut Sulistyawati (2009: 305) mengamati keadaan
umum pasien secara menyeluruh. Hasil pengamatan
diperoleh dan terdapat kriteria yaitu:
a) Baik
Pasien dimasukkan dalam kriteria baik jika
memperlihatkan
respon
yang
baik
terhadap
lingkungan dan orang lain disekitarnya.
b) Lemah
Pasien dimasukkan dalam kriteria lemah jika
kurang atau tidak memberikan respon yang baik
terhadap lingkungan dan orang lain.
2) Kesadaran
Untuk mendapatkan gambaran tentang pasien, dapat
pula dilakukan dengan pengkajian derajat kesadaran
dari keadaan composmentis (kesadaran maksimal)
sampai dengan coma (pasien tidak sadarkan diri)
(Manuaba, 2010 : 114).
342
3)
Tanda-tanda vital
a) Tekanan Darah
Segera
setelah
melahirkan,
banyak
wanita
mengalami peningkatan sementara tekanan darah
sistolik maupun diastolik, yang kembali secara
spontan ke tekanan darah sebelum hamil selama
beberapa hari (Varney et,al,.2007 : 961).
b) Nadi
Denyut nadi yang meningkat selama persalinan
akhir, kembali normal setelah beberapa jam
pertama pascapartum. Hemoragi, demam selama
persalinan, dan nyeri akut atau persisten dapat
memengaruhi proses ini. Apabila denyut nadi
diatas 100 selama puerperium, hal tersebut
abnormal dan mungkin menunjukkan adanya
infeksi atau hemoragi pascapartum lambat (Varney
et,al, 2007 :961).
c) Suhu
Suhu 38ºC atau lebih yang terjadi antara hari ke-210 post partum dan diukur peroral sedikitnya 4 kali
sehari disebut sebagai morbiditas puerperalis.
Kenaikan suhu tubuh yang terjadi di dalam masa
nifas, dianggap kemungkinan sebagai infeksi nifas
343
jika tidak diketemukan sebab-sebab ekstragenital
(Saifuddin, 2009 : 259).
d) Pernafasan
Napas
pendek,
memerlukan
cepat,
evaluasi
atau
adanya
perubahan
lain
kondisi-kondisi
seperti kelelahan, kekurangsn cairan. Eksaserbasi
asma, dan embolus paru (Varney et,al, 2007 :961).
b.
Pemeriksaan fisik
1) Mata
Bentuk simetris, konjungtiva normal warna merah
muda, bila pucat menandakan anemia. Sklera normal
berwarna putih, bila kuning menandakan ibu mungkin
terinfeksi hepatitis, bila merah kemungkinan ada
konjungtivis.
Kelopak
mata
yang
bengkak
kemungkinan adanya preeklamsia (Romauli, 2011 :
174).
2) Leher
Normal bila tidak ada pembesaran kelenjar tyroid, tidak
ada pembesaran limfe dan tidak ditemukan bendungan
vena jugularis (Romauli, 2011 : 174).
344
3) Dada
Normal bila tidak ada retrasi dinding dada, tidak ada
wheezing dan ronhei, tidak ada nyeri tekan, tidak ada
massa abnormal (Romauli, 2011 : 174).
4) Payudara
Pada masa nifas pemeriksaan payudara dapat dicari
beberapa
hal
berikut
yaitu
puting
susu
pecah/pendek/rata, nyeri tekan, abses, produksi ASI
terhenti, dan pengeluaran ASI (Saifuddin, 2009 : 124).
Menunjukkan adanya kolostrum dan penatalaksanan
putting susu pada wanita menyusui (Varney, et,al ,
2007 : 961).
5) Abdomen
Pada abdomen harus diperiksa posisi uterus atau tinggi
fundus uteri, kontraksi uterus, dan ukuran kandung
kemih (Saifuddin, 2009 : 124). Menurut Varney, et,al,
(2007 : 1064), pemeriksaan abdomen pascapartum
dilakukan selama periode pascapartum dini (1 sampai 5
hari) yang meliputi tindakan berikut :
a) Pemeriksaan kandung kemih
Dalam memeriksa kandung kemih mencari secara
spesifik distensi kandung kemih yang disebabkan
oleh retensi urin akibat hipotonisitas kandung
345
kemih karena trauma selama melahirkan. Kondisi
ini dapat mempredisposisi wanita mengalami
infeksi kandung kemih.
b) Pemeriksaan uterus
Mencatat
lokasi,
ukuran,
Penentuan
lokasi
uterus
dan
konsistensi.
dilakukan
dengan
mencatat apakah fundus berada diatas atau
dibawah umbilicus dan apakah fundus berada pada
garis tengah abdomen atau bergeser ke salah satu
lokasi dan ukuran saling tumpang tindih, karena
ukuran ditentukan bukan hanya melalui palpasi,
tetapi juga dengan mengukur tinggi fundus uteri.
Konsistensi uterus memiliki ciri keras dan lunak.
c) Evaluasi tonus otot abdomen dengan memeriksa
derajat diastasis
Penentuan jumlah diastatis rekti digunakan sebagai
alat obyektif untuk mengevaluasi tonus otot
abdomen (rektus abdominis). Pemisahan ini diukur
menggunakan lebar jari ketika otot-otot abdomen
kontraksi dan sekali lagi ketika otot-otot tersebut
relaksasi.
346
Diastasis rekti diukur dengan cara-cara sebagai
berikut :
(1) Atur posisi ibu terbaring terlentang datar tanpa
bantal dibawah kepalanya.
(2) Tempatkan ujung-ujung jari salah satu tangan
pada garis tengah abdomen dengan ujung jari
telunjuk tepat dibawah umbilicus dan jari-jari
yang lain berbasis longitudinal kebawah
kearah simfisis pubis. Tepi jari-jari harus
menyentuh satu sama lain.
(3) Meminta
ibu
menaikkan
kepalanya
dan
berupaya meletakkan dagu didadanya, diarea
antara payudaranya dan pastikan ibu tidak
menekan tanganya di tempat tidur atau
mencengkram
matras
untuk
membantu
dirinya, karena hal ini mencegah penggunaan
otot-otot abdomen.
(4) Ketika ibu berupaya meletakkan dagunya
diantara payudaranya, tekan ujung-ujung jari
anda dengan perlahan dekat abdomennya. Dan
akan merasakan otot-otot abdomen layaknya
dua bebat karet, yang mendekati garis tengah
dari kedua sisi. Apabila dari diastasisnya lebar
347
perlu untuk menggerakkan jari dari sisi kesisi
dalam
upaya
menemukan
otot
tersebut,
meskipun otot sudah dikontrasikan.
(5) Ukur jarak antara dua otot rektus ketika otototot tersebut dikontraksi dengan menempatkan
jari-jari datar dan parallel terhadap garis
tengah dan isi ruang antara otot rektus dengan
jari-jari. Catat jumlah lebar antara sisi median
dua otot rektus.
(6) Sekarang tempatkan ujung-ujung jari satu
tangan sepanjang salah satu sisi median otot
rektus abdomen dan ujung-ujung jari tangan
yang lain sepanjang sisi median otot rektus
abdominus yang lain. Jika diposisikan dengan
benar
bagian
punggung
tangan
harus
menghadap satu sama lain pada garis tengah
abdomen.
(7) Minta ibu untuk menurunkan kepalanya secara
perlahan keposisi bersandar ke tempat tidur.
(8) Ketika wanita menurunkan kepalanya otot
rektus akan bergerak lebih jauh memisah dan
kurang dapat dibedakan ketika otot relaksasi.
Ujung-ujung jari menutupi otot rektus ketika
348
otot tersebut bergerak memisahkan ke sisi
lateral masing-masing pada abdomen. Prasat
ini
memungkinkan
mengidentifikasi
untuk
otot-otot
tetap
tersebut
ketika
berada dalam keadaan relaksasi.
(9) Ukur jarak antara kedua otot rektus ketika
dalam keadaan relaksasi sebagaimana anda
mengukurnya pada saat kontraksi. Catat
jumlah lebar jari diantara tepi median kedua
otot rektus.
(10) Catat
hasil
pemeriksaaan
sebagai
suatu
pecahan yang didalamnya pembilang mewakili
lebar diastasis dalam hitungan lebar jari ketika
otot-otot mengalami kontraksi dan pembagi
mewakili lebar diastasis dalam hitungan lebar
jari
ketika
otot-otot
relaksasi
misalnya
diastasis yang ukurannya dua lebar jari ketika
otot-otot berkontraksi dan lima lebar jari
ketika otot-otot relaksasi akan dicatat sebagai
berikut : diastasis = 2/5 jari. Rangkaian
pengukuran tersebut dapat tertulis sebagai
berikut : diastasis = dua jari ketika otot-otot
349
berkontraksi dan lima jari ketika otot-otot
relaksasi.
d) Memeriksa
adanya
nyeri
tekan
CVA
(Costovertebral Angel)
Nyeri yang muncul diarea sudut CVA merupakan
indikasi penyakit ginjal.
6) Genetalia
Pemeriksaan tipe, kuantitas, dan bau lokia, pemeriksaan
perineum
terhadap
penyembuhan
memar,
setiap
ederma,
jahitan,
hematoma,
inflamasi,
supurasi
(Varney, et,al, 2007 : 969). Setelah persalinan, vagina
meregang dan membentuk lorong berdinding lunak dan
luas yang ukurannya secara perlahan mengecil. Rugae
terlihat kembali pada minggu ketiga. Selain itu, pada
genetalia yang harus diperiksa adalah pengeluaran
lokia. Hal yang perlu dilihat pada pemeriksaan vulva
dan perineum adalah penjahitan laserasi atau luka
episiotomy,
pembengkaan,
luka
dan
hemoroid
(Saifuddin, 2009 : 124).
7) Ekstremitas
Flagmasia alba dolens yang merupakan salah satu
bentuk infeksi puerperalis yang mengenai pembuluh
darah vena femoralis yang terinfeksi dan disertai
350
bengkak pada tungkai, berwarna putih, terasa sangat
nyeri, tampak bendungan pembuluh darah, suhu tubuh
meningkat (Manuaba, 2010 : 418).
c.
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan dan pengawasan Haemoglobin (Hb) dapat
dilakukan
dengan
menggunakan
alat
Sahli.
Hasil
pemeriksaan Hb dengan Sahli dapat digolongkan sebagai
berikut :
1) Tidak anemia jika Hb 11 g%
2)
anemia ringan jika Hb 9-10 g%,
3)
anemia sedang jika Hb 7-8 gr%,
4) anemia berat jika HB < 7 gr% (Manuaba, 2010 : 239).
Terapi yang didapat dan diberikan pada ibu nifas menurut
Saleha (2009 : 129) yaitu :
1) Pil zat besi 40 kablet harus diminum untuk menambah
zat gizi setidaknya selama 40 hari pasca bersalin.
2) Vitamin A 200.000 IU agar bisa memberikan vitamin A
kepada bayinya melalui ASInya.
2.
Analisis Data
Analisis/assessment merupakan pendokumentasian hasil analisis dan
intepretasi (kesimpulan) dari data subyektif dan obyektif, mencakup
diagnosis/masalah kebidanan, diagnosis /masalah potensial serta
351
perlunya mengidentifikasi kebutuhan tindakan segera untuk antipasti
diagnosis / masalah potensial (Muslihatun, 2010 : 248-249).
3.
Diagnosa Kebidanan
Diagnosa P…A… hari … post partum normal dengan keadaan
umum ibu baik/tidak baik (Marmi, 2012 : 183). P APIAH, post partum
hari ke …., laktasi lancar, lochea normal, involusi normal, keadaan
psikologis baik, keadaan ibu baik, dengan kemungkinan masalah
gangguan eliminasi, nyeri luka jahitan perineum, after pain,
pembengkakan payudara (Varney, et al, 2007 : 974).
4.
Perencanaan
Diagnosa: PAPIAH, post partum hari ke …., laktasi lancar, lochea
normal, involusi normal, keadaan psikologis baik, keadaan ibu baik,
dengan kemungkinan masalah gangguan eliminasi, nyeri luka jahitan
perineum, after pain, pembengkakan payudara.
a.
Tujuan
: Masa nifas berjalan normal tanpa komplikasi bagi
ibu dan bayi.
b.
Kriteria
:
1) Keadaan umum
: baik
2) Kesadaran
: composmetis (Manuaba, 2010:14)
3) Kontraksi uterus baik (bundar dan keras).
4) Tanda-tanda vital : T : 110/70-130/90 mmHg
N : 60-80 x/menit
S : 36-37,5ºC
352
R : 16-24x/menit
5) Laktasi normal Menurut Marmi (2015 : 32) ASI dibedakan
menjadi 3 stadium :
a) Kolostrum merupakan cairan yang pertama kali
disekresi oleh kelenjar payudara mulai dari hari
pertama sampai hari ketiga atau keempat pasca
persalinan. Kolostrum berwarna kekuning-kuningan,
viskositas kental, dan lengket. Mengandung tinggi
protein, mineral, garam, vitamin A, nitrogen, sel darah
putih, dan anti bodi yang tinggi.
b) ASI transisi atau peralihan diproduksi pada hari
keempat sampai kesepuluh warna putih jernih. Kadar
immunoglobulin dan protein menurun, sedangkan
lemak dan laktosa meningkat.
c) ASI matur merupakan ASI yang disekresi pada hari
kesepuluh
Kandungan
sampai
ASI
seterusnya
matur
relative
menggumpal bila dipanasskan.
6) Involusi uterus normal
a) Plasenta lahir (Setinggi Pusat)
b) 7 hari (Pertengahan pusat simfisis)
c) 14 hari (Tidak teraba)
d) 42 hari (Sebesar hamil 2 minggu)
berwarna
konstan
putih
tidak
353
e) 56 hari (Normal)
7) Lochea normal
Lochea rubra (kruenta) keluar dari hari ke 1-3 hari,
berwarna merah dan hitam, lochea sanguinolenta keluar dari
hari ke 3-7 hari, berwarna putih bercampur merah, lochea
serosa keluar dari hari ke 7-14 hari, berwarna kekuningan,
lochea alba keluar setelah hari ke 14, berwarna putih
(Manuaba, 2010 : 201).
8) KU bayi baik
R : 30-60x/menit
S : 36,5-37,5ºC
c.
Intervensi :
1) Lakukan pemeriksaan TTV, KU, laktasi, dan lochea.
R/ Menilai status ibu, dan untuk mencegah, mendeteksi dan
menangani masalah yang terjadi.
2) Anjurkan ibu untuk menyusui bayinya.
R/ Menyusui sedini mungkin dapat mencegah paparan
terhadap substansi/zat dari makan/minuman yang dapat
mengganggu fungsi normal saluran pencernaan (Saifuddin,
2010 : 377).
3) Jelaskan pada ibu mengenai senam nifas.
R/ Latihan yang tepat untuk memulihkan kondisi ibu dan
keadaan secara fisiologis maupun psikologis.
354
4) Beri konseling ibu tentang KB pascasalin.
R/ Untuk menjarangkan anak (Mochtar, 2012 : 89).
5) Anjurkan ibu untuk mengimunisasikan bayinya.
R/ Untuk mencegah berbagai penyakit sesuai dengan
imunisasi yang diberikan.
d.
Potensial masalah
1) Masalah 1
: Konstipasi
Tujuan
: Masalah teratasi tidak terjadi konstipasi
Kriteria
: Ibu bisa BAB dengan lancar
Intervensi menurut Purwanti (2010 : 88), antara lain :
a) Berikan penjelasan kepada pasien tentang pentingnya
BAB sedini mungkin setelah melahirkan.
R/ Pasien tidak akan menahan diri untuk BAB jika
terasa.
b) Yakinkan pasien bahwa jongkok dan mengejan ketika
BAB tidak akan menimbulkan kerusakan pada luka
jahitan.
R/
Menghilangi
rasa
takut
pada
pasien
untuk
melakukan buang air.
c) Anjurkan pasien banyak minum air putih serta makan
sayur dan buah.
R/ Membantu memperlancar eliminasi BAB.
355
2) Masalah 2
: Retensio Urin
Tujuan
: Masalah teratasi tidak terjadi retensio urin
Kriteria
: Ibu bisa BAK dengan lancar
Intervensi menurut Purwanti (2010 : 89), antara lain :
a) Berikan penjelasan kepada pasien mengenai pentingnya
BAK sedini mungkin setelah melahirkan.
R/ Pasien tidak akan menahan diri untuk BAK jika
terasa.
b) Jelaskan
pada
ibu
bahwa
dengan
BAK
tidak
mempengaruhi luka jahitanya.
R/ Mengurangi ketakutan pada ibu.
3) Masalah 3
Tujuan
: Nyeri pada luka jahitan perineum
: Setelah diberikan asuhan, rasa nyeri
teratasi
Kriteria
: Rasa nyeri pada ibu berkurang serta
aktivitas ibu tidak terganggu.
Intervensi menurut Purwanti (2010 : 89), antara lain :
a) Observasi luka jahitan perineum
R/ Untuk mengkaji jahitan perineum dan mengetahui
adanya infeksi.
b) Anjurkan ibu untuk mandi dengan menggunakan air
hangat
R/ Mengurangi sedikit rasa nyeri pada ibu
356
c) Ajarkan ibu tentang perawatan perineum yang benar.
R/ Ibu bisa melakukan perawatan perineum secara
benar dan mengurangi kemungkinan terjadinya infeksi.
d) Beri analgesic oral (paracetamol 500 mg tiap 4 jam atau
bila perlu.
R/ Meningkatkan ambang nyeri pada ibu sehingga rasa
nyeri yang dirasakan ibu dapat berkurang.
4) Masalah 4
: After pain atau kram perut
Tujuan
: Masalah kram perut teratasi
Kriteria
: Rasa nyeri pada ibu berkurang serta
aktivitas ibu tidak terganggu.
Intervensi menurut Saleha (2009 : 123-124), antara lain :
a) Anjurkan ibu mengosongkan kandung kemih secara
rutin supaya tidak penuh.
R/ Kandung kemih yang penuh menyebabkan kontraksi
uterus tidak optimal dan berdampak pada nyeri after
pain.
b) Sarankan ibu untuk tudung dengan posisi telungkup
dan bantal dibawah perut.
R/ Posisi ini menjaga kontraksi tetap baik dan
menghilangkan nyeri.
c) Jika perlu berikan analgesic (parasetamol, asam
mefenamat, kodein, atau asetaminofen).
357
R/ Meningkatkan ambang nyeri pada ibu sehingga rasa
nyeri yang dirasakan ibu dapat berkurang.
5) Masalah 5
Tujuan
: Pembengkakan Payudara
: Setelah diberi asuhan, masalah
pembengkakan payudara teratasi.
Kriteria
: Payudara tidak bengkak, kulit payudara
tidak mengkilat dan tidak merah, payudara
tidak nyeri, tidak terasa penuh dan tidak
keras.
Intervensi menurut Saleha (2009 : 124), antara lain :
a) Anjurkan ibu untuk menyusui sesering mungkin atau 23 jam sekali
R/ Sering menyusui dapat mengurangi pembengkakan
pada payudara.
b) Anjurkan ibu untuk menyusui pada kedua payudara
R/ Menyusui di salah satu payudara dapat membuat
payudara yang lain menjadi bengkak.
c) Gunakan
air
hangat
pada
payudara,
dengan
menempelkan kain atau handuk yang hangat pada
payudara.
R/ Air hangat dapat merelaksasi otot payudara supaya
tidak tegang.
358
d) Gunakan bra yang kuat untuk menyangga dan tidak
menekan payudara.
R/
Bra
yang
terlalu
menekan
payudara
dapat
memperparah pembengkakan dan nyeri yang dialami.
e) Letakkan kantong es pada payudara di antara waktu
menyusui.
R/ Kantong es yang dingin dapat membuat otot-otot
payudara berkontraksi sehingga rasa nyeri dapat
berkurang.
f)
Jika payudara masih terasa penuh, lakukan pengeluaran
ASI secara manual.
R/ Pengosongan payudara
secara manual dapat
membantu mengurangi pembengkakan payudara.
g) Ajarkan ibu melakukan perawatan payudara ibu nifas.
R/ Dengan dilakukan perawatan payudara diharapkan
produksi ASI lancar sehingga proses menyusui bisa
berlangsung dengan baik dan pembengkakan payudara
bisa berkurang.
h) Berikan terapi parasetamol/asetaminofen
R/ Terapi parasetamol/asetaminofen dapat mengurangi
nyeri.
359
6) Masalah 6
Tujuan
: Subinvolusio uteri
: Setelah diberi asuhan, masalah subinvolusi
uteri teratasi.
Kriteria
: Uterus berkontraksi dengan baik, tidak ada
perdarahan.
Intervensi menurut Bahiyatun (2009 : 130), antara lain :
a) Beritahu hasil pemeriksaan pada ibu.
R/ Informasi yang jelas dapat mengurangi kecemasan
ibu.
b) Beritahu ibu penyebab subinvolusi uteri.
R/ Informasi yang jelas dapat mengurangi kecemasan
ibu.
c) Anjurkan ibu untuk memenuhi kebutuhan nutrisi dan
istirahat.
R/ Memberikan kenyaman dan mempercepat proses
involusi uterus.
d) Anjurkan ibu untuk terus dan sering menyusui bayinya.
R/
Menyusui
merupakan
factor
pertama
yang
mempengaruhi involusi uterus karena pada waktu bayi
mengisap putting susu ibu terjadi rangsangan ke
hipofisis posterior sehingga dikeluarkan oksitosin yang
berfungsi meningkatkan kontraksi otot polos disekitar
alveoli kelenjar air susu ibu (ASI) sehingga ASI dapat
360
dikeluarkan dan terjadi rangsangan pada otot polos
rahim sehingga terjadi percepatan involusi uterus.
e) Anjurkan ibu untuk mengosongkan kandung kemihnya.
R/ Kandung kemih yang kosong bisa memudahkan
proses involusi uteri.
f)
Ajarkan ibu bagaimana melakukan senam nifas.
R/ Dengan senam nifas bisa membantu mempercepat
proses involusi uteri.
5.
Pelaksanaan tindakan
Menurut
Keputusan
Menteri
Kesehatan
RI
Nomor
938/Menkes/SK/VIII/2007 tentang Standar Asuhan Kebidanan,
Bidan
melaksanakan
rencana
asuhan
kebidanan
secara
komprehensif, efektif, efisien dan aman berdasarkan evidence based
kepada klien/pasien, dalam bentuk upaya promotif, preventif, kuratif
dan rehabilitative. Dilaksanakan secara mandiri, kolaborasi dan
rujukan. Dengan kriteria :
a.
Memperhatikan keunikan klien sebagai makhluk bio-psikososial-spiritual-kultural.
b.
Setiap tindakan asuhan harus mendapatkan persetujuan dari
klien dan atau keluargannya (inform consent).
c.
Melaksanakan tindakan asuhan berdasarkan:
1) evidence based.
2) Melibatkan klien/pasien.
361
3) Menjaga privacy klien/pasien.
4) Melaksanakan prinsip pencegahan infeksi.
5) Mengikuti
perkembangan
kondisi
klien
secara
berkesinambungan.
6) Menggunakan sumber daya, saran dan fasilitas yang
ada dan sesuai.
7) Melakukan tindakan sesuai standar.
8) Mencatat semua tindakan yang telah dilakukan.
6.
Evaluasi
Menurut
Keputusan
Menteri
Kesehatan
RI
Nomor
938/Menkes/SK/VIII/2007 tentang Standar Asuhan Kebidanan,
Bidan melakukan evaluasi secara sistematis dan berkesinambungan
untuk melihat keefektifan dari asuhan yang sudah diberikan, sesuai
dengan perubahan perkembangan kondisi klien. Dengan kriteria:
a.
Penilaian dilakukan segera setelah selesai melaksanakan asuhan
sesuai kondisi klien.
b.
Hasil evaluasi segera dicatat dan didokumentasikan pada klien
dan /keluarga.
c.
Evaluasi dilakukan sesuai dengan standar.
d.
Hasil
evaluasi
klien/pasien.
ditindak
lanjuti
sesuai
dengan
kondisi
362
7.
Dokumentasi
Menurut
Keputusan
Menteri
Kesehatan
RI
Nomor
938/Menkes/SK/VIII/2007 tentang Standar Asuhan Kebidanan,
Bidan melakukan pencatatan secara lengkap, akurat, singkat, dan
jelas mengenai keadaan/kejadian yang ditemukan dan dilakukan
dalam memberikan asuhan kebidanan. Dengan kriteria :
a.
Pencatatan dilakukan segera setelah melaksanakan asuhan pada
formulir yang tersedia.
b.
Ditulis dalam bentuk catatan perkembangan SOAP
S : adalah data subyektif, mencatat hasil anamnesa
O : adalah data obyektif, mencatat hasil pemeriksaan
A : adalah hasil analisa, mencatat diagnose dan masalah
kebidanan
P : adalah penatalaksanaan, mencatat seluruh perencanaan dan
penatalaksanaan yang sudah dilakukan seperti tindakan
antipatif, tindakan segera, tindakan secara komprehensif,
penyuluhan, dukungan, kolaborasi, evaluasi follow up dan
rujukan.
363
2.2.4
Konsep Dasar Asuhan Bayi Baru Lahir
1.
Pengkajian data
a.
Data subyektif
1) Identitas bayi dan orang tua
Identitas sangat penting unruk menghindari bayi tertukar,
gelang identitas tidak boleh dilepas sampai penyerahan bayi
(Manuaba, 2010 : 205).
2) Keluhan utama
Terjadi seborrhea, milliariasis, muntah dan gumoh, oral
trush (moniliasis/sariawan), diaper rush (Marmi, 2012 :
207).
3) Riwayat antenatal
Bidan harus mencatat usia ibu, periode menstruasi terakhir,
dan perkiraan waktu pelahiran. Jumalh kunjungan pranatal
dicatat bersama setiap masalah prenatal termasuk laporan
ultrasonografi, harus ditinjau. Kondisi prenatal dan kondisi
intrapartum yang dapat mempengaruhi kesehatan dan
kesejahteraan bayi baru lahir (Varney et al, 2007 : 916).
4) Riwayat natal
Usia Gestasi pada waktu kelahiran, lama persalinan,
presentasi janin dan rute kelahiran harus ditinjau ulang.
Pecah ketuban lama, demam pada ibu, dan cairan amnion
yang berbau adalah factor risiko signifikan untuk atau
364
predictor infeksi neonatal. Cairan amnion berwarna
meconium meningkatkan risiko penyakit pernapasan.
Medikasi selama persalinan seperti analgesic, anestetik,
magnesium sulfat dan glukosa dapat mempengaruhi
perilaku dan metabolism bayi baru lahir. Abnormalitas
plasenta dan metabolism bayi baru lahir. Abnormalitass
plasenta dan kedua pembuluh darah tali pusat dikaitkan
dengan peningkatan insiden anomaly neonates (Walsh,
2012 : 368).
5) Riwayat post natal
Riwayat bayi sejak lahir harus ditinjau ulang, termasuk pola
menyusui, berkemih, defekasi, tidur, dan menangis. Tanda
vital, medikasi yang diberikan pada bayi baru lahir dan hasil
laboratorium (Walsh, 2012 : 368). Meninjau kecatatan
kelahiran bayi tentang tanda-tanda vital dan perilaku bayi
baru lahir. Perilaku positif antara lain menghisap,
kemampuan untuk makan, kesadaran, berkemih, dan
mengeluarkan
meconium.
Perilaku
mengkhawatirkan
meliputi gelisah, letargi, aktivitas menghisap yang buruk
atau tidak ada, dan tangisan yang abnormal (Verney et al,
2007 : 916).
365
6) Pola kebiasaan sehari-hari
a) Nutrisi
Pada
jam-jam
pertama
energy
didapatkan
dari
perubahan karbohidrat. Pada hari ke dua energy berasal
dari pembakaran lemak setelah mendapat susu kurang
lebih hari ke-6 (Marmi, 2012 : 313).
Kebutuhan energy bayi pada tahun pertama sangat
bervariasi menurut usia dan berat badan. Taksiran
kebutuhan selama dua bulan pertama adalah sekitar 120
kkal/kg BB/hari. Secara umum, selama 6 bulan pertama
bayi membutuhkan energy sebesar 115-120 kkal/ kg
BB/hari (Marmi, 2012 : 379).
Bayi menyusu setiap 1-8 jam. Menyusu biasanya jarang
pada hari pasca partum. Frekuensi meningkat dengan
cepat antara hari ke-3 sampai hari ke-7 setelah
kelahiran (Walsh, 2012 : 375).
b) Eliminasi
Pengeluaran meconium biasanya dalam 10 jam pertama
dan dalam 4 hari biasanya tinja sudah berbentuk dan
berwarna biasa (Marmi, 2012 : 314). Feses pertama ini
berwarna hijau kehitaman, lengket serta mengandung
empedu, asam lemak, lender dan sel epitel. Sejak hari
ke tiga hingga ke lima kelahiran, feses mengalami
366
tahap transisi dan menjadi berwarna kuning kecoklatan
(Fraser dan Copper, 2009 : 711). BAK bayi normalnya
mengalami berkemih 8 sampai 10 kali atau popok kotor
per hari (Walsh, 2012 : 378).
c) Istirahat dan tidur
Bayi baru lahir tidur 16-18 jam sehari, paling sering
blog waktu 45 menit sampai 2 jam. Bayi dapat
menangis sedikitnya 5 menit perhari sampai sebanyakbanyaknya 2 jam per hari (Walsh, 2012 : 378).
d) Personal hygiene
Bayi dimandikan ditunda sampai sedikitnya 4-6jam
setelah kelahiran, setelah suhu bayi stabil. Mandi
selanjutnya 2-3 kali seminggu. Mandi menggunakan
sabun dapat menghilangkan minyak dari kulit bayi,
yang sangat rentan untuk mengering. Pencuncian
rambut hanya perlu dilakukan sekali atau dua kali
dalam seminggu. Pemakaian popok harus dilipat
sehingga putung tali pusat terbuka ke udara. Yang
mencegah urine dan feses membasahi tali pusat. Popok
harus diganti beberapa kali sehari ketika basah
(Winarsih, 2010 : 96).
367
Perawatan tali pusat ialah menjaga agar tali pusat tetap
kering dan bersih. Cuci tangan dengan sabun sebelum
merawat tali pusat (Saifuddin, 2010 : 370).
e) Aktifitas
Bayi normal melakukan gerakan-gerakan tangan dan
kaki yang simetris pada waktu bangun. Adanya tremor
pada bibir, kaki dan tangan pada waktu menangis
adalah normal, tetapi bila hal ini terjadi pada waktu
tidur,
kemungkinan
gejala
kelainan
yang perlu
dilakukan pemriksaan lebih lanjut (Saifuddin, 2010 :
137).
Bayi dapat menangis sedikitnya 5 menit per hari sampai
sebanyak-banyaknya 2 jam perhari, bergantung pada
tempramen individu. Alasan paling umum untuk
menangis adalah lapar, ketidaknyamanan karena popok
basah, suhu ekstrim, dan stimulasi berlebihan (Walsh,
2012 : 678).
7) Psikososial
Kontak kulit dengan kulit juga membuat bayi lebih tenang
sehingga di dapat pola tidur yang lebih baik (Saifuddin,
2010 : 369). Bayi baru lahir waspada dan sadar terhadap
lingkungannya saat ia terbangun. Jauh dari pasif, bayi
bereaksi terhadap rangsang dan mulai pada usia yang sangat
368
dini untuk mengumpulkan informasi tentang lingkunganya
(Fraser dan Cooper, 2009 : 712).
b. Data Obyektif
1) Keadaan umum
Bayi yang sehat tampak kemerah-merahan, aktif, tonus otot
baik, menangis keras, minum baik, suhu 36,5ºC-37,5ºC
(Winarsih, 2010: 100). Kesadaran perlu dikenali reaksi
terhadap rayuan, rangsangan sakit atau suara keras yang
mengejutkan (Saifuddin, 2010 : 137).
2) Tanda-tanda vital
a) Suhu
Suhu tubuh bayi diukur melalui dubur atau ketiak
(Saifuddin, 2010 : 138).
Suhu bayi baru lahir dapat dikaji di berbagai tempat
dengan
jenis
thermometer
yang
berbeda-beda.
Dianjurkan bahwa suhu rektal dan aksila tetap dalam
rentang 36,5ºC-37,5ºC dan suhu kulit abdomen dalam
rentang 36ºC-36,5ºC (Verney et al, 2007 : 882).
Suhu rektal menunjukkan suhu inti tubuh, suhu aksila
normalnya 1º (lebih dingin dari suhu inti tubuh yaitu
36,5ºC-37,5ºC) (Walsh, 2012 : 369). Suhu aksila
36,5ºC-37,5ºC sedangkan suhu kulit 36ºC-36,5ºC
(Fraser dan Cooper, 2009 : 710).
369
b) Pernapasan
Pernapasan cepat pada menit-menit pertama ± 80
kali/menit disertai pernafasan cuping hidung, retraksi
suprasternal dan intercostal serta rintihan hanya
berlangsung 10-15 menit (Wiknjosastro, 2008 : 101).
Pada pernapasan normal, perut dan dada bergerak
hampir bersamaan tanpa adanya retraksi, tanpa
terdengar suara pada waktu inspirasi dan ekspirasi.
Gerak pernapasan 30 sampai 50 kali per menit
(Saifuddin, 2009 : 138). Pola pernapasan bervariasi
sesuai awitan pernapasan.
Pernapasan berflukturasi dan tidak stabil selama
periode waktu tertentu. Pernapasan pada bayi baru lahir
dapat terdengar ribut selama periode transisi. Frekuensi
rata-rata 40 kali per menit. Rentang 30 sampai 60 kali
per
menit.
Pernapasan
merupakan
pernapasan
diafrgama dan abdomen (Verney,et al, 2007 : 880).
c) Nadi
Bunyi jantung dalam menit-menit pertama kira-kira
180/menit yang kemudian turun sampai 140/menit120/menit pada waktu bayi berumur 30 menit
(Winkjosastro, 2008: 101). Frekuensi jantung 120160x/menit ketika istirahat (Walsh, 2012 : 369).
370
3) Antropometri
a) Berat badan sebaiknya tiap hari dipantau. Penurunan
berat badan lebih dari 5% dari berat badan waktu lahir,
menunjukkan kekurangan cairan (Saifuddin, 2009 :
138). Berikut disajikan tabel 2.14 mengenai penurunan
berat badan sesuai umur :
Tabel 2.14
Penambahan Berat Badan Sesuai Umur
Umur
Penurunan atau kenaikan BB yang dapat
diterima dalam bulan pertama.
1 minggu
Turun sampai 10%.
2-4 minggu
Naik setidak-tidaknya 160 gram perminggu
(setidaknya 15 gram perhari).
1 bulan
Naik setidak-tidaknya 300 gram dalam bulan
pertama.
Bila penimbangan dilakukan setiap hari dengan alat.
Minggu
pertama
Tidak ada penurunan berat badan atau
kurang dari 10%.
Setelah minggu Setiap hari terjadi kenaikan pada bayi
pertama
kecil setidak-tidaknya 20gr.
Sumber : (Wiknjosastro, 2008 : 143).
371
b) Panjang badan
Panjang bayi baru lahir paling akurat dikaji jika kepala
bayi baru lahir terlentang rata terhadap permukaan yang
keras. Kedua tungkai diluruskan dan kertas dimeja
pemeriksaan diberi tanda. Setelah bayi baru lahir
dipindahkan, bidan kemudian dapat mengukur panjang
bayi dalam satuan sentimeter (Varney, et al, 2007 :
921).
c) Ukuran kepala menurut Wiknjosastro (2008: 144)
meliputi :
(1) Diameter suboksipito-breghmatikus : 9,5-10 cm
(2) Diameter oksipito-frontalis
: 11-12 cm
(3) Diameter oksipito-frontalis
:13,5-15cm
(4) Diameter suboksipito-breghmatikus : 9,5-10 cm
(5) Diameter biparietalis
: 9,5-10 cm
(6) Diameter bitemporalis
: 8-10 cm
(7) Sirkumferensia suboksipito-breghmatikus: 33-34
cm
(8) Sirkumferensia submento-breghmatikus : 32-33 cm
(9) Sirkumferensia oksipito frontalis
: 33-35 cm
(10) Sirkumferensia mento-oksipitalis
: 34-35,5 cm
(11) Lingkar dada
: 33-38 cm
(12) Lingkar lengan
: ± 11 cm
372
4) Pemeriksaan Fisik
a) Kepala
Kedua fontanel dapat diraba dengan mudah, tidak
menonjol dan tidak merenggang, adanya
caput
suksedaneum (Walsh, 2012 : 369). Raba sepanjang
garis sutura dan fenomenal untuk mengetahui ukuran
dan tampilannya normal. Sutura yang berjarak lebar
mengindikasikan bayi preterm, moulding yang buruk
atau hidrosefalus. Periksa adanya trauma kelahiran
misalnya : caput suksedaneum (ciri-cirinya, pada
perabaan teraba benjolan lunak, berbatas tidak tegas,
tidak berfluktuasi tetapi bersifat edema tekan), sefal
hematoma (ciri-cirinya, pada perabaan teraba adanya
fluktasi karena merupakan timbunan darah, biasanya
tampak di daerah Tulang parietal, sifatnya perlahanlahan tumbuh benjolan biasanya baru tampak jelas
setelah bayi lahir dan membesar sampai hari kedua dan
ketiga), perdarahan sub aponeurotik atau fraktur tulang
tengkorak.
Perhatikan
addanya
kelainan
seperti
anensefali, mikrosefali, kraniotabes dan sebagainya
(Marmi, 2012 : 56).
Rambut bayi lembut dan halus, beberapa bayi
umumnya tidak memiliki rambut, sedangkan sebagian
373
bayi lainnya memiliki rambut yang lebat (Fraser dan
Cooper, 2009 : 709). Ubun-ubun depat tetap terbuka
hingga bulan ke 18 (Fraser dan Cooper, 2009 : 712).
Bayi yang mengalami seborea akan terdapat ruam tebal
berkeropeng berwarna kuning dan terdapat ketombe
dikepala (Marmi, 2012 : 221-223).
b) Mata
Pupil harus sama dan reaktif terhadap cahaya, terjadi
reflex merah/orange menunjukkan kornea dan lensa
normal. Inspeksi bagian iris, untuk mengetahui bagian
titik putih pada iris sebagai bercak Brushfield, dikaitkan
dengan trisomy 21 (sindrom down). Sklera harus
diperiksa
adanya
hemoragi.
Kemerahan
pada
konjungtiva dapat mengidentifikasikan adanya infeksi
(Walsh, 2012 : 370).
Diperhatikan adanya tanda-tanda perdarahan berupa
bercak merah yang akan menghilang dalam waktu 6
minggu (Saifuddin, 2009 : 137).
c) Hidung
Kaji bentuk dan lebar hidung, pada bayi cukup bulan
lebarnya harus lebih dari 2,5 cm. periksa adanya
pernafasan cuping, jika cuping hidung mengembang
374
menunjukkan adanya gangguan pernafasan (Marmi,
2012 : 57).
d) Mulut
Salivasi tidak terdapat pada bayi normal. Bila terdapat
secret yang berlebihan, kemungkinan ada kelainan
bawaan saluran cerna (Saifuddin, 2009 : 137).
Membrane mukosa mulut lembab dan berwarna merah
muda. Reflek menghisap dan menelan terkoordinasi.
(Fraser , 2009 : 711).
Simetris, tidak ada sumbing (skiziz), reflex hisap kuat,
saliva berlebihan dikaitkan dengan fistula atau atresia
trakeosofagus (Walsh, 2012 : 370).
Terdapat adanya stomatitis pada mulut merupakan
tanda adanya oral trush (Marmi, 2012 : 211).
e) Telinga
Pemeriksaan dalam hubungan letak dengan mata dan
telapak (Saifuddin, 2012 : N-33).
Tulang kartilago telinga telah sempurna dibentuk
(Fraser , 2009 : 709).
f)
Leher
Periksa adanya trauma leher yang dapat menyebabkan
kerusakan pada fleksus brakhialis. Adanya lilpatan kulit
375
yang berlebihan di bagian belakang leher menunjukkan
adanya kemungkinan trisomy 21 (Marmi, 2012 : 58).
g) Dada
Periksa kesimetrisan gerakan dada saat bernafas.
Apabila tidak simetris kemungkinan bayi mengalami
pneumotoraks,
paresis
diafragma
atau
hernia
diafragma. Pernafasan yang normal dinding dada dan
abdomen bergerak secara bersamaan. Tarikan sternum
atau intercostal pada saat bernafas perlu diperhatikan.
Pada bayi cukup bulan, putting susu sudah terbentuk
baik dan tampak simetris (Marmi, 2012 : 58).
Pernafasan diafragma, dada, perut naik (Fraser , 2009 :
709).
h) Punggung
Melihat adanya benjolan/tumor dan tulang punggung
dengan lekukan yang kurang sempurna (Saifuddin,
2009 : 137).
Punggung bayi harus diinpeksi dan dipalpasi posisi
bayi telungkup. Jika ada pembengkakan lesung atau
rambut melekat dapat menandakan adanya cacat tulang
belakang tersamar (Fraser dan Cooper, 2009 : 715).
376
Bokong harus diregangkan untuk mengkaji lesung dan
sinus yang dapat mengindikasikan anomaly medulla
spinalis (Walsh, 2012 : 373).
Pada bokong bayi yang mengalami diaper rush akan
timbul bintik-bintik merah (Marmi, 2012 : 215).
i)
Abdomen
Bentuk penonjolan sekitar tali pusat saat menangis,
perdarahan tali pusat, lembek saat menangis (Saifuddin,
2012 : N-33-N-34).
Abdomen harus tampak bulat dan bergerak secara
bersamaan dengan gerakan dada saat bernafas. Kaji
adanya pembengkakan (Marmi, 2012 : 58).
j)
Genetalia
(1) Laki-laki
Panjang penis 3-4cm dan lebar 1-1,3 cm. periksa
posisi lubang uretra. Prepusium tidak boleh ditarik
karena menyebabkan fimosis. Periksa adanya
hipospadia dan epispadia (Marmi, 2012 : 59).
(2) Perempuan
Terkadang tampak adanya secret yang berdarah
dari vagina, hal ini disebabkan oleh pengaruh
hormone ibu. Pada bayi cukup bulan, labia mayora
377
menutuppi labia minora. Lubang uretra terpisah
dengan lubang vagina (Marmi, 2012 : 59).
k) Anus
Anus berlubang (Saifuddin, 2012 : N-34). Periksa
adanya kelainan atresia ani, kaji posisinya (Marmi,
2012 : 59).
l)
Ekstremitas
Ukuran setiap tulang harus proporsional untuk ukuran
seluruh tungkai dan tubuh secara umum. Tungkai harus
simetris harus terdapat 10 jari. Telapak harus terbuka
secara penuh untuk memeriksa jari ekstra dan lekukan
telapak tangan. Sindaktili adalah penyatuan atau
penggabungan jari-jari, dan polidaktili menunjukkan
jari ekstra. Kuku jari harus ada pada setiap jari. Panjang
tulang pada ekstremitas bawah harus dievaluasi untuk
ketepatannya. Lekukan harus dikaji untuk menjamin
simetrisitas. Bayi yang lahir dengan presentasi bokong
berisiko tinggi untuk mengalami kelainan panggul
kongenital (Walsh, 2012 : 371-372).
m) Kulit dan kuku
Bayi matur memiliki garis kulit didaerah telapak tangan
dan telapak kaki. Kuku telah sempurna terbentuk dan
378
melekat diujung jari, terkadang sedikit lebih panjang
daripada ujung jari (Fraser, 2009 : 709).
Dalam keadaan normal, kulit berwarna kemerahan
kadang-kadang didapatkan kulit yang mengelupas
ringan. Pengelupasan yang berlebihan harus dipikirkan
kemungkinan adanya kelainan. Waspada timbulnya
kulit dengan warna yang tidak rata (Cutis Marmorata),
telapak tangan, telapak kaki atau kuku yang menjadi
biru, kulit menjadi pucat atau kuning. Bercak-bercak
besar biru yang sering terdapat di sekitar bokong
(Mongolian Spot) akan menghilang pada umur 1-5
tahun (Saifuddin, 2009 : 137).
Kulit bayi baru lahir yang normal tipis, halus dan
mudah sekali mengalami trauma akibat desakan,
tekanan atau zat yang memiliki pH berbeda. Rambut
halus disebut dengan lanugo, menutupi kulit dan
banyak terdapat dibahu, lengan atas dan paha. Warna
kulit bayi bergantung pada asal suku, bervariasi mulai
dari merah muda dan putih hingga coklat kekuningan
atau coklat tua (Fraser , 2009 : 709).
Pada bayi dengan miliariasis akan timbul gelembung
kecil berisi cairan di seluruh tubuh (Marmi, 2012 :
229).
379
5) Pemeriksaan Neurologis
Pemeriksaan neurologis merupakan indicator integritas
sistem saraf. Baik respons yang menurun (hipo) maupun
yang meningkat (hiper) merupakan penyebab masalah
(Varrney, et al, 2007 : 923).
a) Refleks berledip (glabellar reflex)
Ketuk daerah pangkal hidung secara pelan-pelan
dengan menggunakan jari telunjuk pada saat mata
terbuka. Bayi akan mengedipkan mata pada 4-5
ketukan pertama (Marmi, 2012 : 70).
b) Refleks mencari (rooting reflex)
Bayi menoleh kearah benda yang menyentuh pipi
(Marmi, 2012 : 71).
c) Refleks menghisap (sucling reflex)
Rangsangan putting susu pada langit-langit bayi
menimbulkan refleks menghisap (Wiknjosastro, 2008 :
134).
d) Refleks menelan (swallowing reflex)
Kumpulan ASI di dalam mulut bayi mendesak otot-otot
di daerah mulut dan faring untuk mengaktifkan refleks
menelan dan mendorong ASI ke dalam lambung bayi
(Wiknjosastro, 2008 : 134).
380
e) Refleks menoleh (tonik neck reflex)
Ekstremitas pada satu sisi dimana kepala ditolehkan
akan ekstensi, dan ekstremitas yang berlawanan akan
fleksi bila kepala bayi ditolehkan kesatu sisi selagi
istirahat (Marmi, 2012 : 72).
f)
Refleks terkejut (morro reflex)
Timbulnya pergerakan tangan yang simetris apabila
kepala tiba-tiba digerakknan atau dikejutkan dengan
cara bertepuk tangan (Marmi, 2012 : 71).
g) Refleks menggenggam (grasping reflex)
Dengan meletakkan jari telunjuk pada palmar, tekanan
dengan gantle, normalnya bayi akan menggenggam
dengan kuat (Marmi, 2012 : 71).
h) Refleks babinsky
Gores telapak kaki, dimulai dari tumit, gores sisi lateral
telapak kaki kearah atas kemudian gerakkan jari
sepanjang telapak kaki. Bayi akan menunjukkan respon
berupa semua jari kaki hiperekstensi dengan ibu jari
dorsi fleksi (Marmi, 2012 : 71).
i)
Refleks ekstrusi
Bayi baru lahir menjulurkan lidah keluar bila ujung
lidah disentuh dengan jari atau puting (Marmi, 2012 :
72).
381
j)
Refleks melangkah (stepping reflex)
Bayi mengerak-gerakkan tungkainya dalam suatu
gerakan berjalan atau melangkah jika diberikan dengan
cara
memegang
lengannya
sedangkan
kakinya
dibiarkan menyentuh permukaan yang rata dan keras
(Marmi, 2012 : 72).
k) Refleks merangkak (crawlingg reflex)
Bayi akan berusaha untuk merangkak kedepan dengan
kedua tangan dan kaki bila diletakkan telungkup pada
permukaan datar (Marmi, 2012 : 72).
2.
Analisis Data
Analisis/assessment merupakan pendokumentasian hasil analisis dan
intepretasi (kesimpulan) dari data subyektif dan obyektif, mencakup:
diagnosis/masalah kebidanan, diagnosis /masalah potensial serta
perlunya mengidentifikasi kebutuhan tindakan segera untuk antipasti
diagnosis / masalah potensial (Muslihatun, 2010 : 248-249).
3.
Diagnosa Kebidanan
Neonatus usia 0-28 hari, jenis kelamin laki-laki/perempuan, keadaan
umum baik. Kemungkinan masalah hipoglikemi, hipotermi, ikterik,
seborrhea, miliariasis, muntah dan gumoh, oral trush, diaper rush
(Marmi, 2012 : 207-209).
382
4.
Perencanaan
a.
Diagnosa kebidanan
Neonatus usia 0-28 hari, jenis kelamin laki-laki/perempuan,
keadaan umum baik.
b.
Tujuan
: Bayi baru lahir dapat melewati masa transisi
dari intrauterine ke ekstrauterin tanpa terjadi
komplikasi.
c.
Kriteria
: Keadaan umum baik
TTV normal
S
: 36,5-37,5ºC
N
: 120-160 x/menit
RR
: 40-60 x/menit
Bayi menyusu kuat
Bayi menangis kuat dan bergerak aktif
d.
Intevensi menurut Marmi (2012 : 87-88) adalah :
1) Jaga tali pusat dalam keadaan bersih dan kering.
R/ Tali pusat yang basah atau lembab dapat menyebabkan
infeksi (Wiknjosastro, 2008 : 130).
2) Ajarkan mengenali tanda-tanda bahaya bayi pada orang tua.
R/ Tanda-tanda bahaya bayi yang diketahui sejak dini akan
mencegah terjadinya komplikasi lebih lanjut.
3) Beri ASI setiap 2 sampai 3 jam.
383
R/ Kapasitas lambung pada bayi terbatas, kurang dari 30 cc
untuk bayi baru lahir cukup bulan. ASI diberikan 2-3 jam
sebagai waktu untuk mengosongkan lambung (Varney, et
al, 2007 : 923).
4) Jaga bayi dalam keadaan bersih, hangat dan kering.
R/ Suhu bayi turun dengan cepat segera setelah lahir. Oleh
karena itu, bayi harus dirawat ditempat tidur bayi yang
hangat. Selama beberapa hari pertama kehidupan, suhu bayi
tidak stabil, berespon terhadap rangsangan ringan dengan
flukturasi yang cukup besar diatas atau dibawah suhu
normal. Bayi harus segera dikeringkan untuk mengurangi
pengeluaran panas akibat evaporasi.
5) Ukur suhu tubuh bayi jika tampak sakit atau menyusu
kurang baik.
R/ suhu normal bayi adalah 36,5-37,5ºC. Suhu yang tinggi
menandakan adanya infeksi.
Wiknjosastro (2008 : 129) menambahkan intervensi untuk
neonatus yaitu :
a) Mandikan bayi minimal 6 jam setelah lahir.
R/ Hipotermia mudah terjadi pada bayi yang tubuhnya
dalam keadaan basah.
384
e.
Potensial Masalah
1) Masalah 1
: Hipoglikemi
Tujuan
: Hipoglikemi tidak terjadi
Kriteria
: Kadar glukosa dalam darah ≥45 mg/dL.
Tidak ada tanda- tanda hipoglikemi
yaitu kejang, letargi, pernapasan tidak
teratur, apnea, sianosis, pucat, menolak
untuk minum ASI, tangis lemah dan
hipotermi.
Intervensi menurut Marmi (2012: 212):
a) Kaji bayi baru lahir dan cacat setiap factor risiko.
R/ Bayi preterm, bayi ibu dari diabetes, bayi baru lahir
dengan asfiksia, stress kedinginan,
sepsis, atau
polisitemia termasuk berisiko mengalami hipoglikemi.
b) Kaji kadar glukosa darah dengan menggunakan stripkimia pada seluruh bayi baru lahir dalam 1-2 jam
setelah kelahiran.
R/ Bayi yang berisiko harus dikaji tidak lebih dari 2
jam setelah kelahiran, serta saat sebelum pemberian
ASI, apabila terdapat tanda ketidaknormalan dan setiap
2-4 jam hingga stabil.
385
c) Kaji seluruh bayi untuk tanda-tanda hipoglikemi.
R/ Tanda-tanda hipoglikemi yang diketahui sejak dini
akan mencegah terjainya komplikasi lebih lanjut.
d) Berikan ASI lebih awal atau glukosa 5-10 % bagi bayi
yang berisiko hipoglikemi.
R/ nutrisi yang terpenuhi akan mencegah hipoglikemia.
e) Berikan tindakan yang meningkatkan rasa nyaman saat
istirahat, dan mempertahankan suhu lingkungan yang
optimal.
R/ Tindakan tersebut dapat mebgurangi aktivitas dan
konsumsi glukosa serta menghemat tingkat energy
bayi.
2) Masalah 2
: Hipotermi
Tujuan
: Hipotermi tidak terjadi
Kriteria
: Suhu bayi 36,5-37,5ºC
Tidak ada tanda-tanda hipotermi, seperti
bayi tidak mau menetek, tampak lesu,
tubuh teraba dingin, denyut jantung bayi
menurun, kulit tubuh bayi
mengeras/sklerema (Saifuddin, 2009:373).
386
Intervensi
:
a) Kaji suhu bayi baru kahir, baik menggunakan metode
pemeriksaan per aksila atau kulit.
R/ Penurunan suhu kulit terjadi sebelum penurunan
suhu inti tubuh, yang dapat menjadi indicator awal
stress dingin.
b) Kaji tanda-tanda hipotermi
R/ Selain sebagai suatu gejala, hipotermi dapat
merupakan awal penyakit yang berakhir dengan
kematian.
c) Cegah kehilangan panas tubuh bayi, misalnya dengan
mengeringkan bayi dan mengganti segera popok yang
basah.
R/ Bayi dapat kehilangan panas melalui evaporasi.
3) Masalah 3
: Ikterik fisiologis
Tujuan
: Ikterik fisiologis tidak terjadi
Kriteria
: Kadar bilirubin serum ≤12,9 mg/dL.
tidak ada tanda-tanda icterus, seperti
warna kekuning-kuningan pada kulit,
mukosa, sclera dan urine.
387
Intervensi antara lain :
a) Mengkaji factor-faktor risiko.
R/
riwayat
prenatal
tentang
imunisasi
Rh,
inkompatibilitas ABO, penggunaan aspirin pada ibu,
sulfonamide, atau obat-obatan antimikroba, dan cairan
amnion berwarna kuning (indikasi penyakit hemolitik
tertentu) merupakan factor predisposisi bagi kadar
bilirubin yang meningkat.
b) Mengkaji tanda dan gejala klinis ikterik
R/ Pola penerimaan ASI yang buruk, letargi, gemetar,
menangis kencang dan tidak adanya refleks moro
merupakan tanda-tanda awal ensepalopati bilirubin
(kern icterus).
c) Berikan asi sesegera mungkin, dan lanjutkan 2-4 jam.
R/ Mekonium memiliki kandungan bilirubin yang
tinggi
dan
penundaan
keluarnya
meconium
meningkatkan reabsorpsi bilirubin sebagai bagian dari
pirau enterohepatik. Jika kebutuhan nutrisi terpenuhi,
akan memudahkan keluarnya mekonium (Varney, et al,
2007 : 943).
388
d) Jemur bayi di matahari pagi jam 7-9 selama 15-20
menit.
R/ Menjemur bayi di matahari pagi jam 7-9 selama 1520 menit akan mengubah senyawa bilirubin menjadi
senyawa yang mudah larut dalam air agar mudah
diekskresikan.
4) Masalah 4
: Seborrhea
Tujuan
: Seborrhea tidak terjadi
Kriteria
: Tidak timbul ruam tebal berkeropeng
berwarna kuning di kulit kepala.
Kulit kepala bersih dan tidak ada
ketombe.
Intervensi menurut Marmi (2012:221-223) :
a) Cuci kulit kepala bayi menggunakan shampoo bayi
yang lembut sebanyak 2-3 kali seminggu. Kulit pada
bayi belum bekerja sempurna.
R/ Shampo bayi harus lembut karena fungsi kelenjar
b) Oleskan krim hydrocortisone
R/ Krim hydrocortisone biasanya mengandung asam
salisilat yang berfungsi untuk membasmi ketombe.
c) Untuk mengatasi ketombe yang disebabkan jamur, cuci
rambut bayi setiap hari dan pijat kulit kepala dengan
shampoo secara perlahan.
389
R/ Pencucian rambut dan pemijatan kulit kepala dapat
menghilangkan jamur lewat seriphan kulit yang lepas.
d) Periksa ke dokter, bila keadaan semakin memburuk.
R/ Penatalaksanaan lebih lanjut.
5) Masalah 5
: Miliariasis
Tujuan
: Miliariasis tidak terjadi
Kriteria
: tidak terdapat gelembung-gelembung kecil
berisi cairan diseluruh tubuh.
Intervensi menurut (Marmi, 2012:229) :
a) Mandikan bayi secara teratur 2 kali sehari.
R/ Mandi dapat membersihkan tubuh bayi dari kotoran
serta keringat yang berlebihan.
b) Bila berkeringat, seka tubuhnya sesering mungkin
dengan handuk, lap kering, atau washlap basah.
R/ Meminimalkan terjadinya sumbatan pada saluran
kelenjar keringat.
c) Hindari
pemakaian
bedak
berulang-ulang
tanpa
mengeringkan terlebih dahulu.
R/ Pemakaian bedak berulang dapat menyumbat
pengeluaran keringat sehingga dapat memperparah
miliarisis.
d) Kenakan pakaian katun untuk bayi.
R/ Bahan katun dapat menyerap keringat.
390
e) Bawa periksa ke dokter bila timbul keluhan seperti
gatal luka/lecet, rewel dan sulit tidur.
R/ Penatalaksanaan lebih lanjut.
6) Masalah 6
Tujuan
: Muntah dan gumoh
: Banyak tidak muntah dan gumoh setelah
minum
Kriteria
: Tidak muntah dan gumoh setelah minum.
Bayi tidak rewel
Intervensi menurut (Marmi, 2012:207-208) :
a) Sendawakan bayi selesai menyusui.
R/ Bersendawa membantu mengeluarkan udara yang
masuk ke perut bayi setelah menyusui.
b) Hentikan menyusui bila bayi mulai rewel atau
menangis.
R/ Mengurangi masuknya udara yang berlebihan.
7) Masalah 7
: Oral trush
Tujuan
: Oral trush tidak terjadi
Kriteria
: Mulut bayi tampak bersih
Intervensi menurut Marmi (2012:211) :
a) Bersihkan
mulut
bayi
setelah
selesai
menyusu
menggunakan air matang.
R/ Mulut yang bersih dapat meminimalkan tumbuh
kembang jamur candida albicans penyebab oral trush.
391
b) Bila bayi minum menggunakan susu formula, cuci
bersih botol dan dot susu, setelah itu diseduh dengan air
mendidih atau direbus hingga mendidih sebelum
digunakan.
R/ Mematikan kuman dengan suhu tertentu.
c) Bila bayi menyusu ibunya, bersihkan putting susu
sebelum menyusui.
R/ Mencegah timbulnya oral trush.
8) Masalah 8
: Diaper trush
Tujuan
: Tidak terjadi diaper trush
Kriteria
:Tidak timbul bintik merah pada kelamin
dan bokong bayi.
Intervensi menurut Marmi (2012:215) :
a) Perhatikan daya tampung dari diaper, bila telah
menggantung atau menggelembung ganti dengan yang
baru.
R/ Menjaga kebersihan sekitar genetalia sampai anus
bayi
b) Hindari pemakaian diaper yang terlalu sering. Gunakan
diaper disaat yang membutuhkan sekali.
R/ Mencegah timbulnya diaper rush.
392
c) Bersihkan daerah genetalia dan anus bila bayi BAB dan
BAK, jangan sampai ada sisa urin atau kotoran dikulit
bayi.
R/ Kotoran pantat dan cairan yang bercampur
menghasilkan zata yang menyebabkan peningkatan pH
kulit dan enzim dalam kotoran. Tingkat keasaman kulit
yang tinggi ini membuat kulit lebih peka, sehingga
memudahkan terjadinya iritasi kulit.
d) Keringkan bokong bayi lebih lama sebagai salah satu
tindakan.
R/
Kulit
tetap
kering
sehingga
meminimalkan
timbulnya iritasi kulit.
5.
Pelaksanaan tindakan
Menurut
Keputusan
Menteri
Kesehatan
RI
Nomor
938/Menkes/SK/VIII/2007 tentang Standar Asuhan Kebidanan,
Bidan
melaksanakan
rencana
asuhan
kebidanan
secara
komprehensif, efektif, efisien dan aman berdasarkan evidence based
kepada klien/pasien, dalam bentuk upaya promotif, preventif, kuratif
dan rehabilitative. Dilaksanakan secara mandiri, kolaborasi dan
rujukan. Dengan kriteria :
a.
Memperhatikan
keunikan
psikososial- spiritual-kultural.
klien
sebagai
makhluk
bio-
393
b.
Setiap tindakan asuhan harus mendapatkan persetujuan dari
klien dan atau keluargannya (inform consent).
c.
Melaksanakan tindakan asuhan berdasarkan evidence based.
d.
Melibatkan klien/pasien.
e.
Menjaga privacy klien/pasien.
f.
Melaksanakan prinsip pencegahan infeksi.
g.
Mengikuti
perkembangan
kondisi
klien
secara
berkesinambungan.
h.
Menggunakan sumber daya, saran dan fasilitas yang ada dan
sesuai.
6.
i.
Melakukan tindakan sesuai standar.
j.
Mencatat semua tindakan yang telah dilakukan.
Evaluasi
Menurut
Keputusan
Menteri
Kesehatan
RI
Nomor
938/Menkes/SK/VIII/2007 tentang Standar Asuhan Kebidanan,
Bidan melakukan evaluasi secara sistematis dan berkesinambungan
untuk melihat keefektifan dari asuhan yang sudah diberikan, sesuai
dengan perubahan perkembangan kondisi klien. Dengan kriteria :
a.
Penilaian dilakukan segera setelah selesai melaksanakan asuhan
sesuai kondisi klien.
b.
Hasil evaluasi segera dicatat dan didokumentasikan pada klien
dan /keluarga.
c.
Evaluasi dilakukan sesuai dengan standar.
394
d.
Hasil
evaluasi
ditindak
lanjuti
sesuai
dengan
kondisi
klien/pasien.
7.
Dokumentasi
Menurut
Keputusan
Menteri
Kesehatan
RI
Nomor
938/Menkes/SK/VIII/2007 tentang Standar Asuhan Kebidanan,
Bidan melakukan pencatatan secara lengkap, akurat, singkat, dan
jelas mengenai keadaan/kejadian yang ditemukan dan dilakukan
dalam memberikan asuhan kebidanan. Dengan kriteria :
a.
Pencatatan dilakukan segera setelah melaksanakan asuhan pada
formulir yang tersedia.
b.
Ditulis dalam bentuk catatan perkembangan SOAP
S : adalah data subyektif, mencatat hasil anamnesa
O : adalah data obyektif, mencatat hasil pemeriksaan
A : adalah hasil analisa, mencatat diagnose dan masalah
kebidanan
P : adalah penatalaksanaan, mencatat seluruh perencanaan dan
penatalaksanaan yang sudah dilakukan seperti tindakan
antipatif, tindakan segera, tindakan secara komprehensif,
penyuluhan, dukungan, kolaborasi, evaluasi follow up dan
rujukan.
395
2.2.5
Konsep Dasar Asuhan Keluarga Berencana
1.
Pengkajian data
a.
Data subyektif
1) Biodata
a) Nama
Untuk menetapkan identitas pasien karena mungkin
memiliki nama yang sama dengan alamat dan nomor
telepon yang berbeda (Manuaba dkk, 2010 : 159).
b) Umur
Wanita usia < 20 tahun menggunakan alat kontrasepsi
untuk menunda kehamilan, usia 20-35 rahun untuk
menjarangkan kehamilan, dan usia >35 tahun untuk
mengakhiri kesuburan. (Saifuddin, 2013 : 9).
c) Pendidikkan
Makin rendah pendidikkan masyarakat, semakin efektif
metode KB yang dianjurkan yaitu kontap, suntikan KB,
susuk KB atau AKBK (alat kontrasepsi bawah kulit,
AKDR (alat kontrasepsi dalam rahim) (Manuaba dkk,
2010 : 592).
d) Pekerjaan
Metode yang memerlukan kunjungan yang sering ke
klinik mungkin tidak cocok untuk wanita yang sibuk,
396
atau mereka yang jadwalnya tidak diduga. (Saifuddin,
2013: 9).
e) Alamat
Wanita yang tinggal di tempat terpencil mungkin
memilih metode yang tidak mengharuskan mereka
berkonsultasi secara teratur dengan petugas keluarga
berencana (Manuaba dkk, 592).
2) Keluhan utama
Keluhan utama pada ibu pasca salin menurut Saifuddin
(2013 : 9) yaitu:
a) Usia 20-35 tahun ingin menjarangkan kehamilan.
b) Usia >35 tahun tidak ingin hamil lagi.
3) Riwayat kesehatan
a) Penggunaan kontrasepsi hormonal tidak diperbolehkan
pada ibu yang menderita kanker payudara, miom
uterus, diabetes mellitus disertai komplikasi, penyakit
hati akut, jantung, stroke. (Saifuddin, 2013 : 45).
b) Kontrasepsi implant dapat digunakan pada ibu yang
menderita tekanan darah < 180/110 mmHg, dengan
masalah pembekuan darah, atau anemia bulan sabit
(sickle cell) (Saifuddin, 2010 : 55).
397
c) Penyakit stroke, penyakit jantung coroner/infark,
kanker payudara tidak diperbolehkan menggunakan
kontrasepsi pil progestin (Saifuddin, 2013 : 53).
d) Untuk menurunkan morbiditas dan mortalitas wanita
penderita
penyakit
jantung
dalam
kehamilan,
persalinan, dan nifas, perlu diperlukan konseling
prakonsepsi dengan memperhatikan resiko masingmasing penyakit. Pasien dengan kelainan jantung
derajat 3 dan 4 sebaiknya tidak hamil dan dapat
memilih cara kontrasepsi AKDR (alat kontrasepsi
dalam rahim) tubektomi atau vasektomi pada suami
(Saifuddin, 2014 : 275).
e) Ibu dengan penyakit infeksi alat genital (vaginitis,
servisitis), sedang mengalami atau menderita PRP atau
abortus septik, kelainan bawaan uterus yang abnormal
atau tumor jinak pada rahim yang mempengaruhi
kavum uteri, penyakit trofoblas yang ganas, TBC
pelvik, kanker alat genital tidak diperkenankan
menggunakan AKDR dengan progestin (Saifuddin,
2013 : 70).
398
4) Riwayat Kebidanan
a) Haid
Bila menyusui antara 6 minggu sampai 6 bulan
pascapersalinan insersi implant dapat dilakukan setiap
saat. Bila menyusui penuh, klien tidak perlu memakai
metode kontrasepsi lain. Bila setelah 6 minggu
melahirkan dan telah terjadi haid kembali, insersi dapat
dilakukan
setiap
saat
tetapi
jangan
melakukan
hubungan seksual selama 7 hari atau menggunakan
metode kontrasepsi lain untuk 7 hari saja (Saifuddin,
2013 : 68). Pada metode KB MAL, ketika ibu mulai
haid lagi, itu pertanda ibu sudah subur kembali dan
harus segera mulai menggunakan metode KB lainnya
(Saifuddin, 2013 : 54). Meskipun beberapa metode KB
mengandung risiko, menggunakan kontrasepsi lebih
aman, terutama apabila ibu sudah haid lagi (Saifuddin,
2013 : 129). Kemudian Manuaba (2010: 598)
menambahkan bahwa wanita dengan durasi menstruasi
lebih dari 6 hari memerlukan pil KB dengan efek
estrogen yang rendah.
b) Riwayat Kehamilan, Persalinan dan Nifas yang Lalu
Pada klien pasca persalinan yang tidak menyusui, masa
infertiltasnya lebih lama. Namun kembalinya kesuburan
399
tidak dapat diperkirakan (Saifuddin, 2013 : 51). Pasien
yang tiga bulan terakhir sedang mengalami atau sering
menderita abortus septik tidak boleh menggunakan
kontrasepsi IUD (Saifuddin,
2010 : 77). IUD tidak
untuk ibu yang memiliki riwayat kehamilan ektopik
(Saifuddin, 2010: 7).
c) Riwayat KB
Menurut Hartanto (2015: 168) penggunaan KB
hormonal (suntik) dapat digunakan pada akseptor,
pasca penggunaan kontrasepsi jenis apapun (pil,
implant, IUD) tanpa ada kontraindikasi dan masingmasing jenis kontrasepsi tersebut. Kemudian menurut
Hartanto (2015: 209) Pasien yang pernah mengalami
problem ekspulsi IUD, ketidakmampuan mengetahui
tanda-tanda bahaya dari IUD, ketidakmampuan untuk
memeriksa sendiri ekor IUD merupakan kontra indikasi
untuk KB IUD.
5) Pola kebiasaan sehari-hari
a) Nutrisi
DMPA merangsang pusat pengendali nafsu makan di
hipotalamus, yang menyebabkan akseptor untuk makan
lebih banyak dari biasanya. (Hartanto, 2015 : 171).
400
b) Eliminasi
Dilatasi ureter oleh pengaruh progestin, sehingga
timbul statis dan berkurangnya waktu pengosongan
kandung kencing karena relaksasi otot (Hartanto, 2015 :
124).
c) Istirahat/tidur
Gangguan tidur yang dialami oleh ibu akseptor KB
suntik sering disebabkan karena efek samping dari KB
suntik tersebut (mual, pusing, sakit kepala) (Saifuddin,
2010 : 35).
d) Kehidupan seksual
Pada penggunaan kontrasepsi jangka panjang dapat
menimbulkan
kekeringan
pada
vagina
serta
menurunkan libido (Saifuddin, 2010 : 42).
6) Riwayat Ketergantungan
Merokok terbukti menyebabkan efek sinergistik dengan pil
oral dalam menambah risiko terjadinya miokard infark,
stroke dan keadaan tombo-embolik (Hartanto, 2015 : 123).
Ibu menggunakan obat tuberculosis (rifampisin) atau obat
untuk epilepsy (fenition dan barbiturate) tidak boleh
menggunakan pil progestin (Saifuddin, 2010 : 55).
401
b. Data Obyektif
1) Pemeriksaan umum
a) Tanda-tanda vital
Suntikan progestin dan implant dapat digunakan untuk
wanita yang memiliki tekanan darah <180/110 mmHg
(Saifuddin, 2010 : 43). Pil dapat menyebabkan sedikit
peningkatan tekanan darah pada sebagian besar
pengguna (Fraser, et al, 2009 : 657).
b) Pemeriksaan antropometri
(1) Berat badan
Umumnya pertambahan berat badan tidak terlalu
besar, bervariasi antara kurang dari 1 kg sampai 5
kg dalam tahun pertama. Penyebab pertambahan
berat badan tidak jelas. Nampaknya terjadi karena
bertambahnya lemak tubuh (Hartanto, 2015 : 171).
2) Pemeriksaan fisik
a) Kepala
Observasi dan pemeriksaan yang dilakukan adalah
ukuran, bentuk, kontur, kesimetrisan, kesimetrisan
wajah, lokasi struktur wajah, gerakan involunter, nyeri
pada sinus frontal dan maksil (Verney, et al, 2007 : 35).
Serta untuk menilai warna, ketebalan, ada ketombe atau
tidak (Aimul, 2008:125).
402
b) Muka
Timbul hirsutisme (tumbuh rambut/bulu berlebihan di
daerah muka) pada penggunaan kontrsepsi progestin,
tetapi sangat jarang terjadi (Saifuddin, 2010 : 55).
c) Mata
Kehilangan
penglihatan
atau
pandangan
kabur
merupakan peringatan khusus untuk pemakai pil
progestin (Saifuddin, 2010 : 55). Akan terjadi
perdarahan hebat memungkinkan terjadinya anemia
(Saifuddin, 2010 : 75).
d) Hidung
Observasi dan pemeriksaan yang dilakukan yaitu:
Napas cuping hidung, deformitas atau penyimpangan
septum,
kesimetrisan,
ukuran,
letak,
termasuk
kesimetrisan lipatan nasolabial, rongga hidung bebas
sumbatan, perforasi septum nasal. Pemeriksaan nasal
dengan spekulum (ukuran ,tanda-tanda infeksi, edema
pada konka nasalis, polip, tonjolan, sumbatan, ulserasi,
lesi, titik-titik perdarahan, rabas, warna mukosa)
(Varney, et al, 2007 : 36).
e) Telinga
Observasi dan pemeriksaan yang dilakukan adalah
pembesaran atau nyeri tekan pada mastoid, ketajaman
403
pendengaran secara umum, letak telinga di kepala,
bentuk, tonjolan, lesi, dan rabas adanya benda asing di
saluran
pendengaran
eksternal,
pemeriksaaan
membrane timpani dengnan alat otoskopik (warna,
tonjolan atau retraksi, gambaran bayangan telinga,
dengan senter kerucut membrane timpani ada atau
tidak, jaringan paut, perforasi) (Varney, et al, 2007 :
36).
f)
Mulut dan tenggorokan
Observasi dan pemeriksaan yang dilakukan :
(1) Bau napas
(2) Bibir : kesimetrisan, warna, lesi, edema, tumor dan
fisura.
(3) Mulut dan mukosa : lesi, tumor, plak, keutuhan
palatum, warna, terlihat pembuluh darah pada
mukosa bibir.
(4) Gigi : kondisi perbaikan gigi, gigi tanggal, karies.
(5) Gusi : perdarahan, lesi, edema, tumor, warna, gusi
turun, terdapat pus atau eksudat.
(6) Lidah : kesimetrisan, posisi, tekstur, warna, lesi,
tumor, kelembapan, selaput pada lidah, pergerakan
lidah, penyimpangan lidah.
(7) Uvula : deviasi uvula, ukuran, pembesaran
404
(8) Orofaring : tanda infeksi pada faring posterior, fosa
tonsil, dan tonsillar pilar, inflamasi, edema,
perdarahan, eksudat, tanda bercak pus, warna, lesi,
tumor, ukuran, kesimetrisan, dan pembesaran tonsil
(Varney, et al, 2007 : 36).
g) Leher
Normal bila tidak ada pembesaran kelenjar tyroid, tidak
ada pembesaran limfe dan tidak ada ditemukan
bendungan vena jugularis (Romauli, 2011:174).
h) Dada dan paru
Pemeriksaan dada yang dilakukan meliputi konfigurasi,
deformitas, kesimetrisan, ukuran, massa, lesi jaringan
perut pada struktur dan dinding dada, retraksi atau
penonjolan (Romauli, 2011: 174).
Interkosta dan atau subklavikula, ekskursi pernapasan
sama dikiri dan kanan serta kesimetrisan gerak nafas,
frekuensi, kedalaman, irama dan tipe pernapasan (dada,
abdomen). Pada anuskultasi paru : bunyi napas normal,
rales, mengi, friction rub dan bunyi tambahan lain
(Varney, et al, 2007 : 37).
i)
Payudara
Kontrasepsi suntikan tidak menambahi risiko terjadinya
karsinoma seperti karsinoma payudara atau serviks,
405
namun progesterone termasuk DMPA, digunakan untuk
mengobati karsinoma endometrium (Hartanto, 2015 :
164). Keterbatasan pada penggunaan KB progestin dan
implant akan timbul nyeri pada payudara (Saifuddin,
2010 : 49-55). Terdapat benjolan /kanker payudara atau
riwayat kanker payudara tidak boleh menggunakan
kontrasepsi implant (Saifuddin, 2010 : 55).
j)
Abdomen
Peringatan khusus bagi pengguna implant bila disertai
nyeri perut bagian bawah yang hebat kemungkinan
terjadi kehamilan ektropik (Saifuddin, 2010 : 58).
k) Genetalia
DMPA
lebih
sering
menyebabkan
perdarahan,
perdarahan bercak dan amenore (Hartanto, 2015 : 170).
Ibu dengan varises di vulva dapat menggunakan AKDR
(Saifuddin, 2010 : 77). Efek samping yang terjadi dari
penggunaan AKDR diantaranya mengalami haid yang
lebih lama dan banyak, perdarahan (spotting) antar
menstruasi,
dan
komplikasi
lain
dapat
terjadi
perdarahan hebat pada waktu haid (Saifuddin, 2010 :
75).
406
l)
Ekstremitas
Pada pengguna implant, luka bekas insisi mengeluarkan
darah atau nanah disertai dengan rasa nyeri pada lengan
(Saifuddin, 2010 : 58). Ibu dengan varises di tungkai
dapat menggunakan AKDR (Saifuddin, 2010 : 77).
Untuk kontrasepsi IUD, selain dilakukan pemeriksaan
fisik juga dilakukan pemeriksaan inspekulo dan
bimanual untuk penapisan sebagaimana diuraikan oleh
Varney (2007: 40) sebagai berikut :
(1) Pemeriksaan Inspekulo
Dilakukam untuk mengetahui adanya lesi atau
keputihan pada vagina. Selain itu juga untuk
mengetahui
ada
atau
tidaknya
tanda-tanda
kehamilan.
(2) Pemeriksaan bimanual
Pemeriksaan bimanual dilakukan untuk:
(a) Memastikan gerakan serviks bebas
(b) Menentukan besar dan posisi uterus
(c) Memastikan tidak ada tanda kehamilan
(d) Memastikan tidak ada tanda infeksi atau tumor
pada adneksa.
407
2.
Analisis Data
Analisis/assessment merupakan pendokumentasian hasil analisis dan
intepretasi (kesimpulan) dari data subyektif dan obyektif, mencakup:
diagnosis/masalah kebidanan, diagnosis /masalah potensial serta
perlunya mengidentifikasi kebutuhan tindakan segera untuk antipasti
diagnosis / masalah potensial (Muslihatun, 2010 : 248-249).
3.
Diagnosa Kebidanan
Menurut
Keputusan
Menteri
Kesehatan
RI
Nomor
938/Menkes/SK/VIII/2007 tentang Standar Asuhan Kebidanan,
Bidan
menganalisa
data
yang
diperoleh
pada
pengkajian,
mengintreprestasikaan secara akurat dan logis untuk menegakkan
diagnosa dan masalah kebidanan yang tepat dengan kriteria sebagai
berikut :
a.
Diagnosa sesuai dengan nomenklatur kebidanan
b.
Masalah dirumuskan sesuai dengan kondisi klien.
c.
Dapat diselesaikan sendiri dengan asuhan kebidanan secara
mandiri, kolaborasi dan rujukan.
unsur-unsur dalam diagnosa kebidanan yaitu :
a.
Kondisi pasien/klien yang terkait dengan masalah
b.
Masalah utama dan penyebab utama
c.
Masalah potensial
d.
Prognosa
408
Langkah merumuskan diagnosa kebidanan ini berlaku untuk semua
asuhan.
Pada akseptor KB diagnosanya adalah PAPIAH usia 15-49 tahun,
anak terkecil usia ….. tahun, calon peserta KB, belum ada pilihan,
tanpa kontraindikasi, keadaan umum baik, dengan kemungkinan
masalah mual, sakit kepala, amenorrhea perdarahan/ bercak, nyeri
perut bagian bawah, perdarahan pervaginam. Prognosa baik.
4.
Perencanaan
Diagnosanya : PAPIAH usia 15-49 tahun, anak terkecil usia …..
tahun, calon peserta KB, belum ada pilihan, tanpa kontraindikasi,
keadaan umum baik.
a.
Tujuan
1) Setelah diadakan tindakan kebidanan keadaan akseptor baik
dan kooperatif.
2) Pengetahuan ibu tentang macam-macam, cara kerja
kelebihan dan kekurangan serta efek samping KB
bertambah.
3)
Ibu dapat memilih KB yang sesuai keinginan dan
kondisinya.
b.
Kriteria
1) Pasien
dapat
menjelaskan kembali penjelasan
diberikan petugas kesehatan.
2) Ibu memilih salah satu KB yang sesuai.
yang
409
3) Ibu terlihat tenang.
c.
Intervensi menurut Saifuddin (2010 : U-3-U-4) :
1) Sapa dan salam kepada klien secara terbuka dan sopan.
R/ Meyakinkan klien membangun rasa percaya diri.
2) Tanyakan pada klien informasi tentang dirinya (pengalaman
KB, kesehatan reproduksi, tujuan, kepentingan).
R/ Dengan mengetahui informasi tentang diri klien kita
akan dapat membantu klien dengan apa yang dibutuhkan
klien.
3) Uraikan pada klien mengenai beberapa jenis kontrasepsi,
meliputi jenis, keuntungan, kerugian, efektifitas, indikasi
dan kontraindikasi.
R/ Penjelasan yang tepat dan terperinci dapat membantu
klien memilih kontrasepsi yang dia inginkan.
4) Bantulah klien menentukan pilihanya.
R/ Klien akan mampu memilih alat kontrasepsi yang sesuai
dengan keadaan dan kebutuhannya.
5)
Diskusikan pilihan tersebut dengan pasangan klien.
R/ Penggunaan alat kontrasepsi merupakan kesepakatan
dari pasangan usia subur sehingga perlu dukungan dari
pasangan klien.
6) Jelaskan
secara
lengkap
kontrasepsi pilihanya.
bagaimana
menggunakan
410
R/ Penjelasan yang lebih lengkap tentang alat kontrasepsi
yang digunakan klien mampu membuat klien lebih mantap
menggunakan alat kontrasepsi tersebut.
7) Pesankan pada ibu untuk melakukan kunjungan ulang.
R/ Kunjungan ulang digunakan untuk memantau keadaan
ibu dan mendeteksi dini bila terjadi komplikasi atau
masalah selama penggunaan alat kontrasepsi.
d.
Kemungkinan Masalah
1) Masalah 1
Tujuan
: Amenorrhea
: Setelah diberikan asuhan, ibu tidak
mengalami komplikasi lebih lanjut.
Kriteria
: ibu bisa beradaptasi dengan keadaanya
Intervensi menurut Saifuddin (2010 : 47) :
a) Kaji pengetahuan pasien tentang amenorrhea
R/Mengetahui tingkat pengetahuan pasien
b) Pastikan ibu tidak hamil dan jelaskan bahwa darah haid
tidak terkumpul di dalam rahim.
R/Ibu dapat merasa tenang dengan keadaan kondisinya.
c) Bila terjadi kehamilan hentikan penggunaan KB, bila
kehamilan ektopik segera rujuk.
R/
Penggunaan
KB
pada
kehamilan
dapat
mempengaruhi kehamilan dan kehamilan ektopik lebih
besar pada pengguna KB.
411
2) Masalah 2
Tujuan
: Pusing
: Setelah diberikan asuhan, pusing dapat
teratasi dan ibu dapat beradaptasi dengan
keadaanya.
Kriteria
: Tidak merasa pusing dan mengerti efek
samping dari KB hormonal.
Intervensi menurut Saifuddin (2010 : 33) :
a) Kaji keluhan pusing pasien
R/ Membantu menegakkan diagnose dan menentukan
langkah selanjutnya untuk pengobatan.
b) Lakukan konseling dan berikan penjelasan bahwa rasa
pusing bersifat sementara.
R/ Akseptor mengerti bahwa pusing merupakan efek
samping dari KB hormonal.
c) Ajarkan teknik distraksi dan relaksasi
R/
Teknik
distraksi
dan
relaksasi
mengurangi
ketengangan otot dan cara efektif untuk mengurangi
nyeri.
3) Masalah 3
Tujuan
: Perdarahan bercak/spotting
: Setelah diberikan asuhan, ibu mampu
beradptasi dengan keadaanya.
Kriteria
: Keluhan ibu terhadap masalah
bercak/spotting berkurang.
412
Intervensi menurut Saifuddin (2010 : 47) :
a) Jelaskan bahwa perdarahan ringan sering dijumpai,
tetapi hal ini bukanlah masalah.
R/ Klien mampu mengerti dan memahami kondisinya
bahwa efek menggunakan KB hormonal adalah
terjadinya perdarahan bercak/spotting.
b) Bila klien tidak dapat menerima perdarahan dan tidak
ingin melanjutkan kontrasepsi dapat diganti dengan
lainnya.
4) Masalah 4
: Perdarahan pervaginam yang hebat disertai
nyeri
Tujuan
: Setelah diberikan asuhan, ibu tidak
mengalami komplikasi penggunaan KB.
Kriteria
: Perdarahan berkurang dan ibu tidak
khawatir dengan kondisinya.
Intervensi menurut Arum D(2011: 198) :
a) Lakukan
evaluasi
penyebab-penyebab
perdarahan
lainnya dan lakukan penanganan yang sesuai jika
diperlukan
R/ Mengevaluasi penyebab lain perdarahan untuk
mengambil tindakan yang tepat.
413
b) Berikan terapi ibuprofen (800mg 3 kali sehari selama 1
minggu) untuk mengurangi rasa nyeri dan berikan
tablet besi (1 tablet setiap hari selam 1-3 bulan).
R/ Terapi ibu profen mengandung nonsteroidal
antiinflamatori (NSAID) dapat membantu mengurangi
nyeri dan karena perdarahan yang banyak makam
diperlukan tablet tambah darah.
c) Jika perdarahan masih terjadi dan klien merasa sangat
terganggu, tawarkan metode pengganti.
R/ Perdarahan yang banyak merupakan komplikasi dari
penggunaan AKDR.
5.
Pelaksanaan tindakan
Menurut
Keputusan
Menteri
Kesehatan
RI
Nomor
938/Menkes/SK/VIII/2007 tentang Standar Asuhan Kebidanan.
Bidan
melaksanakan
rencana
asuhan
kebidanan
secara
komprehensif, efektif, efisien dan aman berdasarkan evidence based
kepada klien/pasien, dalam bentuk upaya promotif, preventif, kuratif,
dan rehabilitatif. Dilaksanakan secara mandiri, kolaborasi dan
rujukan.
6.
Evaluasi
Menurut Kepmenkes No. 938/Menkes/SK/8/2007 bidan melakukan
evaluasi secara sistematis dan berkeseimbangan untuk melihat
kefektifan dari asuhan yang sudah diberikan, sesuai dengan
414
perubahan perkembangan kondisi klien. Evaluasi atau penilaian
dilakukan segera setelah selesai melakukan asuhan sesuai kondisi
klien. Hasil evaluasi segera dicatat dan dikomunikasikan pada klien
dan keluarga. Hasil evaluasi harus ditindak lanjuti sesuai pada
kondisi klien/pasien.
Mengevaluasi keefektifan asuhan yang sudah diberikan, mengulangi
kembali proses manajemen dengan benar terhadap setiap aspek
asuhan yang sudah dilaksanakan tapi belum efektif (Muslihatun,
2010 : 258).
7.
Dokumentasi
Kepmenkes No. 938/Menkes/SK/8/2007 Pencatatan dilakukan
setelah melaksanakan asuhan pada formulir yang tersedia (rekam
medis/KMS/status pasien/buku KIA) dan tulis dalam bentuk catatan
perkembangan SOAP yaitu sebagai berikut :
S : adalah data subyektif, mencatat hasil anamnesa
O : adalah data obyektif, mencatat hasil pemeriksaan
A : adalah hasil analisa, mencatat diagnosa dan masalah kebidanan
P :adalah penatalaksanaan, mencatat seluruh perencanaan dan
penatalaksanaan yang sudah dilakukan seperti tindakan antipatif,
tindakan segera, tindakan secara komprehensif, penyuluhan,
dukungan, kolaborasi, evaluasi follow up dan rujukan.