Antena

This paper discusses a new implementation of a Gaussian minimum-shift keying (GMSK) modulator and demodulator on the European Space Agency (ESA)'s common deep-space receiver-the Intermediate Frequency Modem System (IFMS), which is a software radio based platform. The GMSK demodulator is needed for ESA's deep-space and near-Earth missions, starting with the Herschel-Planck satellites in 2008. The implementation requirements and hardware restrictions from the IFMS lead to the need for a significant simplification versus the optimum demodulation approach. In part, this can be achieved by using a demodulator based on the Laurent decomposition, yet further simplifications and changes to obtain a feasible implementation were necessary. The presented GMSK demodulator was directly implemented on the existing IFMS receiver without requiring any hardware changes. Measurements with the demodulator showed only a marginal technical degradation in the order of 0.1-0.3 dB for the chosen approach. Furthermore, for testing purposes, a GMSK modulator was implemented on the same platform.

Telah dilakukan  percobaan Analisa Antena Patch dengan Pola Radiasi Antena dengan tujuan untuk menentukan pola radiasi antenna patch dalam skala logaritmit dan linier, memahami sifat-sifat dan prinsip dari antenna dan memahami jenis-jenis pola radiasi antenna. Untuk melakukan percobaan ini, erlebih dahulu dirangkai alat seperti antena CPWF patch, network analyzer, kabel port, dan papan lingkaran penunjuk sudut. Lalu, dilakukan pengamatan dari 0o dengan 360o dengan selisih 5o setiap variasi sudut. Dari asil percobaan ini, diperleh frekuensi dan intensitas radian. Dari hasil percobaan ini dapat ditentukan grafik hubungan sudut dengan intensitas linier dimana  pola radiasi yang pada percobaan ini adalah omnidirectional yaitu gelombangnya bergerak kesegala arah yang ditujukkan pada grafik hubungan sudut dengan intensitas radian sedangkan  unidirectional mensinyalkan ke suatu daerah saja, yang ditunjukkan hubungan sudut dengan intensitas linier. Dari percobaan ini diketahui bahwa antenna dapat menerima dan memancarkan sinyal. Prinsip yang digunakan adalah prinsip gelombang elektromagnetik yang diubah menjadi energy listrik dan sebaliknya.

Operator telepon seluler saat ini memisahkan pemakaian antena 2G (GSM) Dual Band dan
antena 3G (WCDMA) yang ditempatkan pada site yang sama. Hal ini jelas tidak ekonomis
karena harus membangun sistem kabel feeder dan antena terpisah dari dua sistem tersebut.
Walaupun menggunakan tower yang sama, investasi yang dibutuhkan tetap besar. Dalam
studi ini akan dibahas penggunaan antena Triple Band yang digunakan secara bersama
antara sistem 2G dan 3G pada suatu site guna menekan biaya investasi pembangunan tower
kedua sistem tersebut. Antena Triple Band adalah antena yang range frekuensinya antara
800 MHz – 2200 MHz (Kathrein, 2006). Dari range frekuensinya ini antena Triple Band
dapat bekerja pada sistem 2G maupun 3G. Membangun sistem 3G yang ditempatkan pada
suatu site yang sama dengan sistem 2G dengan memanfaatkan antena Triple Band, maka
pelanggan yang menggunakan sistem 2G maupun sistem 3G pada area tersebut dapat
dilayani sekaligus dengan satu antena tersebut. Bila operator ingin menambahkan sistem 3G
pada suatu site/tower BTS 2G, maka operator tidak perlu lagi membangun antena 3G, karena
harus memasang line kabel feeder baru dan memasang antena 3G. Dengan menggunakan
antena Triple Band, cukup menggantikan antena GSM yang ada pada site/tower tersebut
dengan antena Triple Band kemudian mengkonekneksikan RBS 2G yang telah ada
sebelumnya dengan RBS 3G yang baru dipasang dengan menggunakan line kabel feeder yang
sebelumnya untuk antena GSM. Bila satu RBS 2G dan RBS 3G dibangun secara terpisah
pada suatu site, setiap sistem tersebut optimal masing-masing memerlukan 3 antena. Maka
untuk satu site/tower diperlukan minimal 6 antena. Dengan menggunakan antena Triple Band
kedua sistem tersebut akan diintegrasikan pada antena yang sama. Sehingga pada satu
site/tower antena yang diperlukan untuk kedua sistem tersebut adalah 3 antena.

The current distribution and radiation patterns of a printed thin-wire circular loop antenna are computed rigorously using an entire-domain moment method analysis. A computationally efficient algorithm using the FFT is implemented. The input impedance of the loop and the far-zone radiation pattern are computed as a function of the substrate dielectric constant and thickness and as a function of the loop circumference. The space-wave launching efficiency and z-directed power gain of the antenna are also computed as a function of the substrate thickness.

Experimental results have been obtained on a planar multioctave bandwidth flared microstrip slot. When crossed, the element is capable of horizontal, vertical, or circular polarization. A design was fabricated and measurements were taken to define the performance. The input impedance and radiation characteristics are shown to have a broadband response when configured as a cavity-backed element.

Optically pure synthetic enantiomers of (E)-conophthorin [(E)-7-methyl-1,6-dioxaspiro[4.5]decane], one of the volatiles affecting coniferophagous bark beetles, were tested on antennae of Ips typographus, I. duplicatus, I. subelongatus, Dendroctonus micans, and five Scolytus spp. by using combined gas chromatography-electroantennographic detection (GC-EAD). EAD dose-responses indicated that all three Ips species perceived only the naturally occurring and quantitatively dominant (5S,7S)-enantiomer, while its antipode, (5R,7R)-(E)-conophthorin was antennally inactive. Response thresholds for the Ips species were estimated as between 0.1 ng and 1 ng, or lower. The antennal responses of the Ips species caused by 100 ng of the (5R,7R)-enantiomer might be due to 1% impurity-(the active (5S,7S)-enantiomer) in the (5R,7R)-sample. At the 50-ng level, D. micans and five angiosperm Scolytus species (S. intracatus, S. mali, S. ratzeburgi, S. rugulosus, and S. scolytus) responded strongly to the ...

Massive internet of things (IoT) in 5G has many advantages as a future technology. It brings some challenges such as a lot of devices need massive connection. In this case, multiple-input multiple-output (MIMO) systems offer high performance and capacity of communications. There is a challenge of correlation between antennas in MIMO. This paper proposes three-sectors MIMO base station antenna for 5G-New Radio (5G-NR) band N77 with dual polarized configuration to reduce the correlation. The proposed antenna has a maximum coupling of-16.90 dB and correlation below 0.01. The obtained bit error rate (BER) performance is very close to non-correlated antennas with bandwidth of 1.87 GHz. It means that the proposed antenna has been well designed. This is an open access article under the CC BY-SA license.