&
TEORI
IMPLEMENTASI
JEAN PIAGET
BIOGRAFI JEAN PIAGET
P
iaget dilahirkan di Neuchâtel di wilayah Swiss yang
berbahasa Prancis. Ayahnya, Arthur Piaget, adalah
seorang profesor dalam sastra Abad Pertengahan di
Universitas Neuchâtel. Piaget adalah seorang anak yang terlalu
cepat menjadi matang, yang mengembangkan minatnya dalam
biologi dan dunia pengetahuan alam, khususnya tentang
moluska (kerang-kerangan), dan bahkan menerbitkan sejumlah
makalah sebelum ia lulus dari SMA. Malah, kariernya yang
panjang dalam penelitian ilmiah dimulai ketika ia baru berusia
11 tahun, dengan diterbitkannya sebuah makalah pendek pada
1907 tentang burung gereja albino. Sepanjang kariernya, Piaget
menulis lebih dari 60 buah buku dan ratusan artikel.
Piaget memperoleh gelar Ph.D. dalam ilmu alamiah dari
Universitas Neuchâtel, dan juga belajar sebentar di Universitas
Zürich. Selama masa ini, ia menerbitkan dua makalah filsafat
yang memperlihatkan arah pemikirannya pada saat itu, tetapi yang belakangan
ditolaknya karena dianggapnya sebagai karya tulis seorang remaja. Minatnya terhadap
psikoanalisis, sebuah aliran pemikiran psikologi yang berkembang pada saat itu, juga
dapat dicatat mulai muncul pada periode ini.
Belakangan ia pindah dari Swiss ke Grange-aux-Belles, Prancis, dan di sana ia
mengajar di sekolah untuk anak-anak lelaki yang dikelola oleh Alfred Binet,
pengembang tes intelegensia Binet. Ketika ia menolong menkitai beberapa contoh dari
tes-tes intelegensia inilah Piaget memperhatikan bahwa anak-anak kecil terus-menerus
memberikan jawaban yang salah untuk pertanyaan-pertanyaan tertentu. Piaget tidak
terlalu memperhatikan pada jawaban-jawaban yang keliru itu, melainkan pada kenyataan
bahwa anak-anak yang kecil itu terus-menerus membuat kesalahan dalam pola yang
sama, yang tidak dilakukan oleh anak-anak yang lebih besar dan orang dewasa. Hal ini
menyebabkan Piaget mengajukan teori bahwa pemikiran atau proses kognitif anak-anak
yang lebih kecil pada dasarnya berbeda dengan orang-orang dewasa. (Belakangan, ia
mengajukan teori global tentang tahap-tahap perkembangan yang menyatakan bahwa
1
setiap orang memperlihatkan pola-pola kognisi umum yang khas dalam setiap tahap
perkembangannya.) Pada 1921, Piaget kembali ke Swiss sebagai direktur Institut
Rousseau di Jenewa.
Pada 1923, ia menikah dengan Valentine Châtenay, salah seorang mahasiswinya.
Pasangan ini memperoleh tiga orang anak, yang dipelajari oleh Piaget sejak masa
bayinya. Pada 1929, Jean Piaget menerima jabatan sebagai Direktur Biro Pendidikan
Internasional, yan tetap dipegangnya hingga 1968. Setiap tahun, ia menyusun "Pidato
Direktur"nya untuk Dewan BPI itu dan untuk Konferensi Internasional tentang
Pendidikan Umum, dan di dalamnya ia secara eksplisit mengungkapkan keyakinan
pendidikannya.
2
TAHAP PERKEMBANGAN KOGNITIF
J
ika kita pernah mengasuh, bekerja dengan anak-anak, atau mengasuh adik, kita
mungkin pernah mengalami saat-saat di mana kita memperhatikan bahwa anak itu
tidak memahami konsep sederhana. Saat kita bermain peek-a-boo dengan bayi,
tampaknya mereka benar-benar tidak tahu ke mana kita pergi. Saat kita mencoba dan
berargumentasi dengan balita, sepertinya mereka tidak mengerti mengapa kakaknya
juga perlu makan, padahal balita itu menginginkannya untuk dirinya sendiri.
Selain menyebabkan momen kesalahpahaman yang lucu, situasi ini menunjukkan
seberapa jauh perkembangan kognitif anak tersebut. Ada konsep dan keterampilan
tertentu yang dikembangkan anak-anak seiring bertambahnya usia menjadi dewasa
muda. Salah satu teori yang paling terkenal untuk menjelaskan perkembangan ini
diciptakan oleh Jean Piaget. Dalam video ini, kita akan membahas dasar-dasar teorinya
tentang perkembangan kognitif.
Dia melanjutkan untuk mengembangkan teori
yang menguraikan tahapan berbeda yang dilalui anakanak untuk menyelesaikan perkembangan kognitif
mereka.
Ada empat tahapan yang menurut Piaget harus
dilalui anak-anak untuk mencapai kecerdasan manusia
seutuhnya. Keempat tahapan tersebut adalah:
• Tahap Sensorimotor
• Tahap Pro-Operasional
• Tahap Operasional Konkrit
• Tahap Operasional Formal
1. Tahap Sensorimotor
Ini adalah tahap pertama perkembangan kognitif. Itu dimulai saat lahir dan
berlanjut hingga usia 2 tahun. Selama tahap ini, bayi menggunakan indra mereka
untuk mengembangkan skema, sebuah konsep yang akan saya jelaskan nanti di
video, dan belajar tentang dunia di sekitar mereka. Piaget membagi tahap
sensorimotor menjadi enam subtahap. Subtahap pertama hanyalah penyempurnaan
refleks dasar yang membantu bayi bertahan hidup dan menyusu. Pada subtahap
3
keenam, bayi sudah mulai bereksperimen dengan berbagai gerakan untuk
mendapatkan reaksi atau pengalaman sensasi. Mereka mungkin memegang mainan,
mengocoknya, atau melemparkannya ke seberang ruangan untuk melihat apa
konsekuensi dari tindakan tersebut.
Pada tahap sensori ini, bayi bergerak dari tindakan reflex instinktif pada saat
lahir sampai permulaan pemikiran simbolis. Bayi membangun pemahaman tentang
dunia melalui pengoordinasian pengalaman-pengalaman sensor dengan tindakan
fisik.
Pada tahap ini, anak mengembangkan objek permanensi. Ketika anak-anak
pertama kali lahir, mereka tidak dapat memahami bahwa benda-benda ada di luar
apa yang dapat mereka lihat dan dengar. Ketika mereka mulai berkembang, mereka
memahami bahwa meskipun ibu mereka telah keluar dari kamar, ibu masih ada.
Tahap ini pemikiran anak mulai melibatkan penglihatan, pendengaran,
pergeseran dan persentuhan serta selera. Artinya anak memiliki kemampuan untuk
menangkap segala sesuatu melalui inderanya. Bagi Piaget masa ini sangat penting
untuk pembinaan perkembangan pemikiran sebagai dasar untuk mengembangkan
intelegensinya. Pemikiran anak bersifat praktis dan sesuai dengan apa yang
diperbuatnya. Sehingga sangat bermanfaat bagi anak untuk belajar dengan
lingkungannya.
Jika seorang anak telah mulai memiliki kemampuan untuk merespon perkataan
verbal orang dewasa, menurut teori ini hal tersebut lebih bersifat kebiasaan, belum
memasuki tahapan berfirkir.
Ada enam Subtahap dari tahap perkembangan sensorimotor, yaitu sebagai
berikut:
Subtahap 1: Tindakan Refleks
Keabadian objek (object permanence) adalah salah satu bagian yang lebih maju
dari perkembangan kognitif pada tahap ini. Keabadian objek adalah gagasan
bahwa objek ada, bahkan ketika mereka tidak terlihat atau tidak dapat didengar.
Ketika bayi menangis untuk orang tua mereka, mereka tidak menyadari bahwa
mereka hanya satu kamar. Setelah orang tua hilang dari pkitangan, bayi percaya
bahwa mereka pergi selamanya. Selama tahap sensorimotor, mereka mulai
menyadari bahwa orang tua mereka masih ada, bahkan jika mereka tidak terlihat
oleh bayi.
Subtahap pertama disebut Tindakan Refleks (reflex act), dan berlangsung
sampai bayi berusia sekitar satu bulan. Kita menganggap refleks sebagai hal yang
kita lakukan secara otomatis. Dalam Teori Perkembangan Kognitif, refleks
4
berada di bawah payung skema, atau konsep yang membantu kita berinteraksi
dengan dunia di sekitar kita.
Refleks pertama bayi dilahirkan dengan membantu bayi menyusu. Skema
ini penting untuk kelangsungan hidup anak. Selama tahap ini, anak belajar
bagaimana mengembangkan refleks ini dan lebih mudah bertahan hidup melalui
pernapasan, makan, dan menelan.
Subtahap 2: Reaksi sirkular primer
Antara usia satu bulan dan empat bulan, anak memasuki subtahap kedua dari
tahap sensorimotor. Perbedaan terbesar antara subtahap pertama dan kedua
adalah bahwa gerakan menjadi sukarela. Anak mulai menghubungkan refleks
dengan perasaan menyenangkan. Mereka mulai mengulangi gerakan itu untuk
merasakan kesenangan itu sekali lagi. Melalui koordinasi dan kesadaran ini,
mereka mulai mendapatkan kontrol lebih besar atas tubuh fisik mereka.
Namun, gerakan dan refleks tersebut hanya berasal dari gerakan yang
pernah dialaminya. Bayi tidak memprediksi apa yang akan terasa enak atau
bereksperimen di dalam tubuh mereka. Mereka hanya bereaksi terhadap sensasi
yang menyenangkan dan mengulangi refleks yang menghasilkan sensasi yang
menyenangkan itu.
Penelitian pada bayi dan otak mereka menunjukkan bahwa korteks serebral
(termasuk korteks sensorik dan motorik) berkembang secara dramatis selama
tahap kehidupan ini.
Subtahap 3: Reaksi melingkar sekunder
Dari usia empat sampai delapan bulan, pembelajaran mulai bergerak di luar
tubuh bayi. Pada tahap reaksi sirkular primer, bayi hanya terfokus pada sensasi
di dalam tubuhnya (tangan di mulut, tangan dirapatkan, dll.) Sekarang, bayi
mulai fokus pada objek atau benda lain di luar tubuhnya.
Pada tahap ini, bayi mungkin lebih tertarik pada mainan, mainan
kerincingan, dll. Sekali lagi, tahap pembelajaran ini semuanya bereaksi terhadap
refleks. Tidak ada yang direncanakan di sini. Bayi mungkin secara tidak sengaja
memukul mainan di lantai, menikmati sensasinya, dan kemudian mengulangi
sensasi itu untuk memunculkan sensasi menyenangkan yang sama. Tidak ada
yang diprediksi. Tahap ini merupakan masa saat skema keabadian objek mulai
berkembang.
Subtahap 4: Koordinasi reaksi melingkar sekunder
Bayi memulai perkembangan kognitif hanya melalui refleks yang tidak disengaja
yang memunculkan sensasi tertentu. Pada tahap 4 tahap sensorimotor, bayi
5
mulai belajar skema melalui pengamatan dan melalui penggabungan skema yang
telah mereka kumpulkan. Tahap ini berlangsung dari sekitar delapan bulan
sampai ulang tahun pertama anak.
Pada titik ini, Anda mungkin mulai melihat bayi-bayi itu mengulangi bendabenda orang tua mereka. Mereka mungkin juga mulai bergerak dengan sengaja
dan sukarela dengan tujuan tertentu dalam pikiran. Bayi juga mulai memahami
kata-kata pada tahap ini.
Subtahap 5: Reaksi melingkar tersier (alias pembelajaran yang disengaja)
Pada tahap perkembangan kognitif bayi ini, mereka mulai bereksperimen.
Sekitar usia 12-18 bulan, bayi mulai mencoba berbagai variasi gerakan dan
skema yang telah mereka pelajari. Mereka tidak hanya mampu bergerak dengan
sengaja dengan tujuan dalam pikiran. Mereka mampu mencoba berbagai bentuk
gerakan untuk mencapai suatu tujuan atau sekadar melihat apa konsekuensinya.
Di satu sisi, bayi seperti ilmuwan kecil selama tahap ini. Mereka mungkin
memiliki tujuan: untuk mendapatkan pelukan dari ibu. (Ingat, mereka telah
mengembangkan objek permanen. Bahkan jika ibu berada di ruangan lain, bayi
mungkin masih mencoba dan mendapatkan pelukan atau reaksi dari ibu.) Bayi
mungkin pertama menangis – dan lihat apa yang terjadi. Mereka mungkin
berbisik - apakah ibu masuk ke kamar? Bagaimana ketika bayi melempar benda
di sebelahnya ke seberang ruangan atau menggoyang mainannya?
Bayi cenderung mengucapkan kata-kata pertama mereka pada tahap ini.
Karena mereka telah mengembangkan gagasan bahwa kata-kata mereka memiliki
konsekuensi, mereka mungkin mengulangi kata-kata yang menimbulkan respons
positif dari orang tua.
Subtahap 6: Kombinasi mental (alias awal dari pemikiran simbolis)
Dari usia sekitar 18 bulan hingga dua tahun, balita mulai mengembangkan dan
mengenali simbol. Mereka mungkin menghubungkan boneka binatang anjing
dengan anjing asli yang pernah berinteraksi dengan mereka. Pada tahap ini, bayi
mungkin mulai menggunakan pikiran mereka, bukan hanya tindakan fisik, untuk
memahami apa yang terjadi di sekitar mereka.
2. Tahap Praoperasional
Tahap kedua perkembangan kognitif, Tahap Praoperasional, berlangsung
antara usia 2-7 tahun. Ini juga dikenal sebagai "perkembangan anak usia dini."
Sementara anak telah menetapkan bahwa segala sesuatu ada di luar apa yang dapat
mereka lihat dan dengar, mereka masih terbatas untuk memahami sesuatu dari
6
sudut pkitang mereka sendiri. Inilah yang disebut egosentrisme. Namun, ketika
anak bergerak melalui Tahap Praoperasional, anak mulai menggunakan permainan
simbolik dan berpikir untuk keluar dari cara berpikir egosentris. Mereka dapat
mulai melihat sesuatu dari sudut pkitang lain. Sementara Piaget berteori bahwa
perkembangan ini terjadi sekitar usia 7 tahun, psikolog lain telah menyimpulkan
bahwa egosentrisme berakhir sekitar usia 3-5 tahun.
Anak-anak juga mulai mengembangkan bahasa pada saat ini. Mereka
menggunakan simbol untuk menghubungkan huruf dan kata dengan suara. Inilah
sebabnya mengapa anak-anak mulai membaca sejak usia 2 tahun.
Sepanjang Tahap Praoperasional, anak-anak juga belajar bagaimana
menggabungkan skema yang berbeda untuk memecahkan masalah dan memahami
dunia di sekitar mereka. Pada tahap awal Tahap Praoperasional, anak-anak
mengalami kesulitan dalam memahami Konservasi. Mereka tidak dapat memahami,
misalnya, bahwa jumlah cairan yang sama dapat disimpan dalam dua wadah dengan
bentuk yang berbeda. Mereka mungkin mengatakan gelas yang tinggi dan kurus
dapat menampung lebih banyak cairan daripada gelas pendek dan lebar dengan
volume yang sama.
Cara berpikir anak pada pertingkat ini bersifat tidak sistematis, tidak
konsisten, dan tidak logis. Hal ini ditkitai dengan ciri-ciri:
a. Transductive reasoning, yaitu cara berfikir yang bukan induktif atau deduktif
tetapi tidak logis.
b. Ketidak jelasan hubungan sebab-akibat, yaitu anak mengenal hubungan
sebabakibat secara tidak logis
c. Animisme, yaitu menganggap bahwa semua benda itu hidup seperti dirinya.
d. Artificialism, yaitu kepercayaan bahwa segala sesuatu di lingkungan itu
mempunyai jiwa seperti manusia
e. Perceptually bound, yaitu anak menilai sesuatu berdasarkan apa yang dilihat
atau di dengar
f. Mental experiment yaitu anak mencoba melakukan sesuatu untuk menemukan
jawaban dari persoalan yang dihadapinya
g. Centration, yaitu anak memusatkan perhatiannya kepada sesuatu ciri yang
paling menarik dan mengabaikan ciri yang lainnya
h. Egosentrisme, yaitu anak melihat dunia lingkungannya menurut kehendak
dirinya.
7
3. Tahap Operasional Konkrit
Ketika anak-anak mencapai usia 6 atau 7 tahun, mereka pindah ke tahap
Operasional Konkret. Mereka dapat mulai menggunakan logika untuk memecahkan
masalah dan membuat kesimpulan. Anak-anak umumnya terbatas pada penalaran
induktif selama tahap ini. Misalnya, jika mereka mengamati 10 anjing dan semua
10 anjing terengah-engah di musim panas, mereka dapat menyimpulkan bahwa
semua anjing terengah-engah selama musim panas. Penalaran deduktif datang
kemudian.
Pada Tahap Operasional Konkret, anak-anak dapat mulai memahami gagasan
Konservasi. Mereka juga mulai memahami Klasifikasi dan Reversibilitas.
Reversibilitas bekerja dengan baik dengan Konservasi. Anak-anak antara usia 7-12
mulai memahami bahwa jika kita menghancurkan bola tanah liat, itu masih memiliki
jumlah yang sama seperti sebelumnya. Dengan reversibilitas, anak mulai memahami
bahwa menghancurkan bola tanah liat adalah reversibel. Mereka hanya dapat
menggulung bola kembali dan itu akan tetap mempertahankan jumlah yang sama
seperti sebelumnya.
Klasifikasi
adalah
kemampuan
untuk
mengklasifikasikan
dan
mengorganisasikan objek. Melalui seriasi, anak juga dapat mulai mengklasifikasikan
dan mengurutkan objek-objek tersebut dengan logika. Keterampilan ini sangat
berkontribusi pada kemampuan anak untuk memahami dunia di sekitar mereka dan
memecahkan masalah. Tetapi mereka masih terbatas dan memiliki satu tahap lagi
dalam perkembangan kognitif mereka.
Tahap ini dimulai dengan tahap progressive decentring di usia tujuh tahun.
Sebagian besar anak telah memiliki kemampuan untuk mempertahankan ingatan
tentang ukuran, panjang atau jumlah benda cair. Maksud ingatan yang
dipertahankan di sini adalah gagasan bahwa satu kuantitas akan tetap sama
walaupun penampakan luarnya terlihat berubah. Jika Anda memperlihatkan 4
kelereng dalam sebuah kotak lalu menyerakkannya di lantai, maka perhatian anak
yang masih berada pada tahap praopersional akan terpusat pada terseraknya
kelereng tersebut dan akan percaya jumlahnya bertambah banyak. Sebaliknya, anakanak yang telah berada pada tahap opersional konkret akan segera tahu bahwa
jumlah kelereng itu tetap 4. Anak pun akan tahu jika kita menuangkan susu yang
ada di gelas gendut ke gelas ramping, maka volumenya tetap sama, kecuali jika
jumlah susu yang dituangkan memang sengaja dibedakan.
Di usia 7 atau 8 tahun, seorang anak akan mengembangkan kemampuan
mempertahankan ingatan terhadap substansi. Jika kita mengambil tanah liat yang
8
berbentuk bola kemudian memencetnya jadi pipih atau kita pecahpecah menjadi
sepuluh bola yang lebih kecil, dia pasti tahu bahwa itu semua masih tanah liat yang
sama. Bahkan kalau kita mengubah kembali menjadi bola seperti semula, dia tetap
tahu bahwa itu adalah tanah liat yang sama. Proses ini disebut proses keterbalikan.
Di usia 9 atau 10 tahun, kemampuan terakhir dalam mempertahankan ingatan
mulai diasah yakni ingatan tentang ruang. Jika kita meletakkan 4 buah benda persegi
1 x 1 cm di atas kertas seluas 10 cm persegi, anak yang mampu mempertahankan
ingatannya akan tahu bahwa ruang kertas yang ditempati keempat benda kecil tadi
sama, walau dimanapun diletakkan.
Dalam tahap ini, seorang anak juga belajar melakukan pemilahan
(classification) dan pengurutan (seriation). Contoh percobaan Piagetian dalam hal
ini adalah: meminta anak untuk memahami hubungan antar kelas. Salah satu tugas
itu disebut seriation, yakni operasi konkret yang melibatkan stimuli pengurutan di
sepanjang dimensi kuantitatif. Untuk mengetahui apakah murid dapat mengurutkan,
seorang guru bisa meletakkan 8 batang lidi dengan panjang yang berbeda-beda
secara acak di atas meja. Guru kemudian meminta murid untuk mengurutkan batang
lidi tersebut berdasarkan panjangnya. Pemikiran operasional konkret dapat secara
bersamaan memahami bahwa setiap batang harus lebih panjang ketimbang batang
sebelumnya atau batang sesudahnya harus lebih pendek dari sebelumnya. Aspek
lain dari penalaran tentang hubungan antar kelas adalah transtivity yaitu
kemampuan untuk mengombinasikan hubungan secara logis untuk memahami
kesimpulan tertentu.
Keterampilan-keterampilan yang didapatkan dan dikembangkan anak pada
masa operasional konkret antara lain:
Konservasi
Salah satu elemen yang menentukan Tahap Praoperasional adalah bahwa anakanak mengalami kesulitan memahami Konservasi. Bukan konservasi ekologi.
Anak-anak antara usia 2-7 sulit memahami bahwa suatu besaran adalah sama
meskipun ada perubahan dalam penampilan fisik atau wadahnya.
Konservasi dalam Tahap Operasional Konkret, seorang anak dalam Tahap
Praoperasional tidak akan dapat melihat bahwa 10mL cairan dalam gelas yang
pendek dan lebar sama dengan 10mL cairan dalam gelas yang tinggi dan kurus.
Ketika anak memasuki Tahap Operasional Konkret, mereka mulai memahami
konsep ini. Mereka dapat menggunakan "petunjuk" lain tentang suatu objek
untuk menilai kuantitasnya. Tentu, bola tanah liat telah dihancurkan hingga rata.
9
Tapi itu masih jumlah tanah liat yang sama. Ya, bola tenis hijau sekarang
berwarna biru. Tapi itu masih akan memantul seperti bola tenis biasa.
Decentering
Mengapa anak-anak mulai memahami konsep konservasi pada titik ini dalam
perkembangan mereka? Piaget mengklaim bahwa itu karena proses yang disebut
desentralisasi atau desentralisasi. Proses ini memungkinkan anak untuk melihat
banyak aspek dari satu masalah pada satu waktu. Mereka dapat melihat bahwa
satu gelas lebih tinggi dari yang lain, tetapi mereka juga dapat melihat bahwa
satu gelas lebih lebar dari yang lain, dan bahwa kedua gelas membaca 10mL.
Anak-anak pada tahap awal hanya dapat fokus pada salah satu elemen ini, dan
elemen itu hanya memengaruhi pemikiran atau jawaban mereka.
Klasifikasi
Desentralisasi juga berperan dalam klasifikasi. Klasifikasi adalah kemampuan
untuk mengatur dan mengklasifikasikan item dan ide dengan karakteristik yang
sama. Anak-anak dapat mengamati suatu benda yang terlihat dan terasa seperti
tanaman dan mengklasifikasikannya sebagai tanaman. Tapi mereka juga bisa
melihat bagaimana tanaman hijau cocok dengan item hijau lainnya. Mereka juga
dapat memisahkan tanaman hijau dari tanaman merah, tetapi masih melihatnya
sebagai "tanaman". Mereka dapat melihat bagaimana tumbuhan berbeda dari
hewan, dan bagaimana hewan berbeda dari barang-barang rumah tangga lainnya.
Animisme
Pada Tahap Operasional Konkret, anak telah bergerak melewati animisme.
Animisme adalah gagasan bahwa segala sesuatu dan semua makhluk memiliki
jiwa. Begitu anak mencapai Tahap Operasional Konkret, mereka dapat mulai
memisahkan dan mengklasifikasikan benda-benda yang bernyawa vs. bendabenda mati.
Seri
Anak pada Tahap Operasional Konkret juga memiliki kemampuan untuk
mengorganisasikan item-item yang telah mereka klasifikasikan. Seriation adalah
proses mengatur item dalam urutan logis. Anak-anak tidak hanya dapat
mengatur semua bunga merah, tetapi mereka juga dapat mengatur bunga merah
dengan seberapa gelap bunga atau berapa panjang batangnya.
Transitivitas
Saat anak mengembangkan keterampilan ini, mereka juga dapat menggunakan
inferensi transitif. Hal ini memungkinkan mereka untuk membandingkan warna
dua bunga merah yang berbeda dengan memasukkan bunga merah ketiga ke
10
dalam koleksi. Jika mereka melihat bahwa satu bunga lebih gelap dari bunga
kedua, dan bunga kedua lebih gelap dari bunga ketiga, mereka juga dapat
menyimpulkan bahwa bunga pertama lebih gelap dari bunga ketiga.
Reversibilitas
Reversibilitas adalah perkembangan besar lainnya dalam Tahap Operasional
Beton. Ini hanya berarti bahwa anak-anak menyadari bahwa tindakan dapat
dibalik. Hal ini memungkinkan mereka untuk berpikir mundur untuk
memecahkan suatu masalah. Tentu, mereka tahu bahwa 2 + 2 = 4. Dengan
reversibilitas, mereka dapat menggunakan informasi itu untuk mengetahui
bahwa 4-2=2.
Pemahaman ini juga membantu anak untuk memahami Konservasi pada tingkat
yang lebih dalam. Ya, bola tanah liat telah diratakan. Saat anak mengembangkan
gagasan reversibilitas, mereka mulai melihat bahwa mereka dapat membentuk
kembali tanah liat yang diratakan menjadi bola, sambil mempertahankan jumlah
tanah liat yang sama.
Keterampilan-keterampilan lain yang juga di bangun pada tahap operasional
konkret antara lain:
Melawak
Menulis angka
Menghitung uang mainan
Melakukan rutinitas pagi mereka (menyikat gigi, memilih pakaian, dll.) sendiri
Berbagi cerita tentang hari mereka di sekolah
Bermain tangkap, atau game lainnya
Memahami waktu
Mengikuti bagan tugas
Membangun persahabatan
4. Tahap Operasional Formal
Tahap terakhir dan ujung perkembangan kognitif tidak berakhir ketika seorang
anak mencapai usia remaja atau bahkan dewasa. Ketika anak mencapai usia 11 atau
12 tahun, mereka memasuki Tahap Operasional Formal. Tahap ini berlangsung
selama sisa hidup mereka.
Tahap Operasional Formal adalah masa ketika anak mulai menggunakan
pemikiran abstrak dan penalaran deduktif untuk memecahkan masalah. Mereka
dapat berpikir di luar aturan dunia dan menggunakan lebih dari sekadar coba-coba
untuk mendekati masalah.
11
Anak-anak juga mengembangkan meta-kognisi selama waktu ini. Mereka tidak
hanya dapat mulai menggunakan situasi hipotetis untuk memecahkan masalah dan
memecahkan masalah yang lebih kompleks, mereka juga dapat memikirkan proses
berpikir mereka.
Tahap operasional formal, usia sebelas sampai lima belas tahun. Pada tahap
ini individu sudah mulai memikirkan pengalaman konkret, dan memikirkannya
secara lebih abstrak, idealis dan logis. Kualitas abstrak dari pemikiran operasional
formal tampak jelas dalam pemecahan problem verbal. Pemikir operasional konkret
perlu melihat elemen konkret A, B, dan C untuk menarik kesimpulan logis bahwa
jika A = B dan B = C, maka A = C. Sebaliknya pemikir operasional formal dapat
memecahkan persoalan itu walau problem ini hanya disajikan secara verbal.
Selain memiliki kemampuan abstraksi, pemikir operasional formal juga
memiliki kemampuan untuk melakukan idealisasi dan membayangkan kemungkinankemungkinan. Pada tahap ini, anak mulai melakukan pemikiran spekulasi tentang
kualitas ideal yang mereka inginkan dalam diri mereka dan diri orang lain. Konsep
operasional formal juga menyatakan bahwa anak dapat mengembangkan hipotesis
deduktif tentang cara untuk memecahkan problem dan mencapai kesimpulan secara
sistematis.
Empat keterampilan khusus yang menjadi tkita bahwa seorang anak berada
pada tahap operasional formal:
Penalaran Deduktif
Selama Tahap Operasional Konkret , anak belajar bagaimana menerapkan logika
pada situasi tertentu. Tetapi mereka terbatas pada penalaran induktif. Pada
Tahap Operasional Formal, mereka mulai belajar (dan mempelajari batas-batas)
penalaran deduktif.
Penalaran induktif menggunakan pengamatan untuk membuat kesimpulan.
Katakanlah seorang siswa memiliki enam guru sepanjang hidup mereka, dan
semuanya ketat. Mereka cenderung menyimpulkan bahwa semua guru ketat.
Mereka mungkin menemukan bahwa di kemudian hari, mereka akan mengubah
kesimpulan mereka, tetapi sampai mereka mengamati seorang guru yang tidak
tegas, inilah kesimpulan yang akan mereka dapatkan.
Penalaran deduktif bekerja secara berbeda. Ini menggunakan fakta dan
pelajaran untuk membuat kesimpulan. Anak akan disajikan dengan dua fakta:
“Semua guru ketat.”
"Tn. Johnson adalah seorang guru.”
12
Dengan menggunakan penalaran deduktif, anak dapat menyimpulkan bahwa Pak
Johnson adalah orang yang tegas.
Pikiran Abstrak
Sepanjang perkembangan anak, mereka mulai memperluas dunia mereka. Pada
tahap sensorimotor, dunia mereka hanya terdiri dari apa yang ada di depan
mereka. Jika ada sesuatu yang tidak terlihat atau terdengar, itu tidak ada lagi.
Ketika mereka mulai mengembangkan objek permanen, mereka mulai
memahami bahwa dunia ada di luar apa yang dapat mereka lihat, dengar, atau
sentuh secara fisik. Pada tahap operasional konkret, anak mulai menerapkan
aturan-aturan logika pada hal-hal dan aturan-aturan yang mereka ketahui ada.
Pada tahap akhir ini, mereka mulai memperluas pkitangan dunia mereka
lebih jauh. Mereka mulai mengembangkan pemikiran abstrak. Mereka dapat
menerapkan logika pada situasi yang tidak mengikuti aturan dunia fisik.
Salah satu cara Piaget menguji keterampilan ini adalah dengan mengajukan
pertanyaan kepada anak-anak. Berikut adalah contoh pertanyaan yang diajukan
Piaget kepada anak-anak: "Jika Kamu memiliki mata ketiga, di mana kamu akan
meletakkannya?"
Anak-anak dalam Tahap Operasional Konkret terbatas menjawab bahwa
mereka akan meletakkan mata di dahi atau di wajah mereka. Mereka biasanya
hanya terpapar pada hewan dan manusia yang memiliki mata di wajah mereka.
Tetapi anak-anak di Tahap Operasional Formal lebih mungkin untuk bercabang
dan memikirkan jawaban yang lebih berguna dan lebih abstrak. Mereka berpikir
untuk menempatkan mata di tangan mereka, punggung, atau di tempat lain di
mana itu akan melayani tujuan yang lebih besar.
Penyelesaian masalah
Keterampilan ini membuat pemecahan masalah jauh lebih mudah. Pada Tahap
Operasional Konkret dan tahap-tahap sebelumnya, anak hanya dapat benarbenar menyelesaikan suatu masalah melalui trial-and-error. Saat mereka
memasuki Tahap Operasional Formal, mereka mampu melihat kembali masalah,
menggunakan pengalaman masa lalu dan penalaran untuk membentuk hipotesis,
dan menguji apa yang mereka yakini akan terjadi. Ini dapat menghemat banyak
waktu bagi mereka.
Piaget menggunakan bentuk pengujian lain untuk mengetahui kapan anakanak telah mengembangkan keterampilan ini. Dia memberi mereka timbangan
dengan satu set bobot dan meminta mereka untuk menyeimbangkan timbangan
dengan bobot. Tetapi hanya menempatkan jumlah beban yang sama di setiap
13
sisi tidak cukup. Anak-anak harus mengetahui bahwa jarak antara bobot dan
pusat timbangan juga berdampak pada keseimbangan.
Anak-anak di bawah usia 10 tahun berjuang keras dengan tugas itu, baik
karena mereka tidak dapat memahami konsep keseimbangan (jika mereka
berada dalam Tahap Praoperasional) atau mereka tidak dapat memahami bahwa
pusat keseimbangan juga penting. (Anak-anak ini berada pada tahap awal Tahap
Operasional Konkret.) Pada usia 10 tahun, anak-anak dapat memecahkan
masalah, tetapi pada kecepatan yang jauh lebih lambat karena proses cobacoba.
Baru pada usia 11 atau 12 tahun anak-anak dapat melihat masalah dari
kejauhan dan menggunakan logika untuk menggunakan jarak dan ukuran bobot
untuk menyeimbangkan timbangan.
MetaKognisi
Tidak semua proses berpikir ini sempurna untuk pertama kalinya. Anda tahu
itu, saya tahu itu, dan anak-anak di Tahap Operasional Formal baru mulai
menemukan itu. Dengan menggunakan MetaCognition, mereka cenderung
menilai cara berpikir mereka dan mengubahnya menjadi bentuk pemecahan
masalah yang lebih efektif.
MetaCognition hanyalah "berpikir tentang berpikir." Ini adalah kemampuan
untuk menjalankan proses pemikiran Anda sendiri, mencari tahu bagaimana
Anda mengembangkan proses itu, dan mungkin melepaskan beberapa hal yang
tidak logis atau dapat disangkal. Ini dapat membantu Anda "membangun
kembali" proses berpikir Anda seolah-olah itu adalah blok bangunan,
menciptakan struktur yang lebih kokoh bagi Anda untuk memecahkan masalah.
Piaget tidak benar-benar menciptakan istilah ini ketika dia mengembangkan
teorinya tentang Tahap Operasional Formal. John Flavell, seorang psikolog
Amerika, sebenarnya mengajukan teori tentang MetaCognition pada akhir
1970-an.
Secara ringkas, keempat tahapan tersebut dapat disederhanakan ke dalam tabel
berikut:
Tabel Tahap Perkembangan Kognitif
Tahap
Usia
Karakteristik Tahapan
Sensorimotor
0-2
Anak belajar dengan melakukan: melihat, menyentuh,
mengisap. Anak juga memiliki pemahaman primitif
14
Praoperasional
2-7
Operasional
Konkret
7-11
Operasional
Formal
12+
tentang hubungan sebab-akibat. Permanen objek
muncul sekitar 9 bulan.
Anak menggunakan bahasa dan simbol, termasuk
huruf dan angka. Egosentrisme juga terlihat.
Konservasi menkitai akhir dari tahap praoperasional
dan awal dari operasi konkret.
Anak menunjukkan konservasi, reversibilitas, urutan
serial, dan pemahaman yang matang tentang hubungan
sebab-akibat. Berpikir pada tahap ini masih konkrit.
Individu menunjukkan pemikiran abstrak, termasuk
logika, penalaran deduktif, perbandingan dan
klasifikasi.
15
PROSES-PROSES PERKEMBANGAN KOGNITIF
M
enurut Jean Piaget ada empat proses-proses perkembangan kognitif anakanak. Yaitu proses skema, asimilasi, akomodasi, dan equilibrium. Setiap
tahapan proses perkembangan mempunyai ciri khas tersendiri dan setiap
perkembangannya saling berkaitan.
1. Skema
Jadi ini adalah empat tahap yang dijelaskan Piaget dalam Theory of Cognitive
Development-nya. Ketika anak melewati masing-masing dari empat tahap ini, Piaget
percaya bahwa mereka "mengumpulkan" informasi serta memperoleh pengetahuan
itu. Ini disebut skema. Skema (struktur kognitif) adalah cara atau proses yang
mengorganisasi atau merespon berbagai pengalaman. Dengan kata lain, skema
merupakan suatu pola sistematis dari tindakan, perilaku, pikiran dan strategi
pemecahan masalah yang memberikan kerangka pemikiran dalam menghadapi segala
jenis tantangan dan berbagai jenis situasi.
Dalam diri bayi misalnya, ada beberapa pola tingkah laku reflek yang
teroganisasi sehubungan “pengetahuan”-nya tentang lingkungan. Gerak bayi ketika
menghisap salah satunya, yang merupakan gerakan otot pada pipi dan bibir. Tidak
peduli apa yang masuk, entah itu dot, jari, kain dan lain sebagainya. pola gerakan
yang diperoleh sejak lahir inilah yang dimaksud dengan skema
Skema terbagai kepada 4 macam skema, yaitu:
• Personal Schema difokuskan pada individu tertentu. Misalnya, skema Anda
untuk teman Anda mungkin menyertakan informasi tentang penampilannya,
perilakunya, kepribadiannya, dan preferensinya. Sebagai contoh, sosok ksatria
digambarkan memiliki pedang, memakai baju baja, badan kekar dan memiliki
sifat baik. Skema ini tidak akurat, tetapi membuat kita lebih gampang dalam
mengenali karakter seperti demikian.
• Social Schema mencakup pengetahuan umum tentang bagaimana orang
berperilaku dalam situasi sosial tertentu. Contoh skema sosial mungkin gagasan
bahwa kita harus menatap mata seseorang ketika berbicara dengan mereka.
(Seseorang yang tumbuh dalam budaya yang berbeda dapat mengembangkan
16
skema yang berbeda – bahwa kita tidak boleh menatap mata seseorang ketika
berbicara dengan mereka.)
• Self-Schema difokuskan pada pengetahuan Anda tentang diri Anda sendiri. Ini
dapat mencakup baik apa yang Anda ketahui tentang diri Anda saat ini maupun
gagasan tentang diri Anda yang ideal atau masa depan. Self Skema mencakup
informasi tentang diri Anda, seperti fakta bahwa Anda memiliki dua kaki dan
dua tangan.
• Event Schema difokuskan pada pola perilaku yang harus diikuti untuk peristiwa
tertentu. Ini bertindak seperti naskah yang memberi tahu Anda tentang apa yang
harus Anda lakukan, bagaimana Anda harus bertindak, dan apa yang harus
Anda katakan dalam situasi tertentu. Contoh: saat masuk warung, ketika
minumannya jadi akan diantarkan. Kesan ini akan semakin tertanam ke dalam
kepala kita saat mengalami hal yang sama di kafe lain.
Skema juga berperan penting bagi proses pembelajaran. Berikut adalah
beberapa peran penting dalam proses pembelajaran:
Skema mempengaruhi apa yang kita perhatikan. Orang lebih cenderung
memperhatikan hal-hal yang sesuai dengan skema mereka saat ini.
Skema juga memengaruhi seberapa cepat orang belajar. Orang juga lebih mudah
mempelajari informasi jika cocok dengan skema yang ada.
Skema membantu menyederhanakan dunia. Skema seringkali dapat
mempermudah orang untuk belajar tentang dunia di sekitar mereka. Informasi
baru dapat diklasifikasikan dan dikategorikan dengan membandingkan
pengalaman baru dengan skema yang ada.
Skema memungkinkan kita untuk berpikir cepat. Bahkan dalam kondisi ketika
segala sesuatunya berubah dengan cepat, informasi baru kita masuk dengan
cepat, orang biasanya tidak perlu menghabiskan banyak waktu untuk
menafsirkannya. Karena skema yang ada, orang dapat mengasimilasi informasi
baru ini dengan cepat dan otomatis.
Skema juga dapat mengubah cara kita menginterpretasikan informasi yang
masuk. Ketika mempelajari informasi baru yang tidak sesuai dengan skema yang
ada, orang terkadang mendistorsi atau mengubah informasi baru agar sesuai
dengan apa yang sudah mereka ketahui.
Skema juga bisa sangat sulit untuk diubah. Orang sering berpegang teguh pada
skema yang ada bahkan dalam menghadapi informasi yang kontradiktif.
17
2. Asimilasi
Asimilasi adalah proses menyesuaikan skema yang Anda miliki saat ini untuk
memberi ruang bagi informasi baru atau bahkan yang bertentangan. Anda juga
belajar di mana dan bagaimana menyimpan informasi yang Anda miliki saat ini.
Asimilasi adalah proses kognitif membuat informasi baru sesuai dengan
pemahaman Anda yang ada tentang dunia. Pada dasarnya, ketika Anda menemukan
sesuatu yang baru, Anda memproses dan memahaminya dengan
menghubungkannya dengan hal-hal yang sudah Anda ketahui.
Asimilasi memainkan peran penting dalam bagaimana kita belajar tentang dunia
di sekitar kita. Pada masa kanak-kanak awal, anak-anak terus-menerus
mengasimilasi informasi dan pengalaman baru ke dalam pengetahuan mereka yang
ada tentang dunia. Namun, proses ini tidak berakhir dengan masa kanak-kanak.
Ketika orang menghadapi hal-hal baru dan menafsirkan pengalaman ini, mereka
membuat penyesuaian kecil dan besar terhadap ide-ide mereka yang ada tentang
dunia di sekitar mereka.
Teknologi adalah contoh yang bagus tentang bagaimana kita mengasimilasi
informasi baru. Anda mungkin pertama kali mengenal pengolah kata saat Anda
bermain di mesin tik. Anda belajar bagaimana menempatkan jari Anda pada tombol
dan melihat bahwa menekan setiap huruf menciptakan huruf pada halaman.
Namun, seiring berkembangnya teknologi dan Anda tumbuh dewasa, Anda
diperkenalkan dengan skema baru, seperti Microsoft Word. Anda masih
meletakkan jari Anda pada tombol yang sama dan melihat huruf muncul di layar,
tetapi Anda juga belajar cara Menyimpan, Mencetak, Menyalin, dan Menempel
huruf yang Anda ketik. Sepanjang perkembangan teknologi dan kebutuhan Anda
untuk menggunakan pengolah kata, Anda menjadi lebih baik dan lebih baik dan
mengatur keterampilan dan informasi yang dibutuhkan untuk menyelesaikan tugas
Anda. Skema asli Anda tentang pengolah kata tidak pernah terbukti "salah", tetapi
hanya diperluas oleh informasi baru.
Asimilasi mengacu pada bagian dari proses adaptasi yang awalnya diusulkan
oleh Jean Piaget. Melalui asimilasi, kita mengambil informasi atau pengalaman baru
dan memasukkannya ke dalam ide-ide kita yang sudah ada. Prosesnya agak
subjektif, karena kita cenderung memodifikasi pengalaman atau informasi agar
sesuai dengan keyakinan kita yang sudah ada sebelumnya.
Piaget tidak percaya bahwa anak-anak hanya secara pasif menerima informasi.
Dia berpendapat bahwa mereka secara aktif mencoba memahami dunia, terus-
18
menerus membentuk ide-ide baru dan bereksperimen dengan ide-ide itu. Contoh
asimilasi meliputi:
Seorang anak melihat anjing jenis baru yang belum pernah mereka lihat
sebelumnya dan langsung menunjuk ke hewan itu dan berkata, "Anjing!"
Seorang koki mempelajari teknik memasak baru
Seorang programmer komputer mempelajari bahasa pemrograman baru
Contoh umum lainnya adalah bagaimana anak-anak belajar tentang berbagai
jenis hewan. Seorang anak mungkin mulai dengan skema untuk seekor anjing, yang
dalam pikiran anak itu, adalah binatang kecil berkaki empat. Saat anak menemukan
informasi baru di dunia, informasi baru kemudian dapat diasimilasi atau
diakomodasi ke dalam skema yang ada.
Ketika anak bertemu kuda, mereka mungkin mengasimilasi informasi ini dan
segera menyebut binatang itu anjing. Proses akomodasi kemudian memungkinkan
anak untuk mengadaptasi skema yang ada untuk memasukkan pengetahuan bahwa
beberapa hewan berkaki empat adalah kuda.
Dalam setiap contoh ini, individu menambahkan informasi ke skema yang ada.
Ingat, jika pengalaman baru menyebabkan orang tersebut mengubah atau
sepenuhnya mengubah keyakinan mereka yang ada, maka itu dikenal sebagai
akomodasi.
3. Akomodasi
Akomodasi adalah proses mengubah atau mengubah skema yang sudah ada untuk
mengakomodasi informasi baru. Skema baru juga dapat diperkenalkan selama
proses ini. Psikolog Jean Piaget mendefinisikan akomodasi sebagai proses kognitif
merevisi skema kognitif yang ada, persepsi, dan pemahaman sehingga informasi
baru dapat dimasukkan. Ini terjadi ketika skema (pengetahuan) yang ada tidak
berfungsi, dan perlu diubah untuk menghadapi objek atau situasi baru.
Untuk memahami beberapa informasi baru, Anda sebenarnya menyesuaikan
informasi yang sudah Anda miliki (skema yang sudah Anda miliki, dll.) untuk
memberi ruang bagi informasi baru ini. Misalnya, seorang anak mungkin memiliki
skema burung (bulu, terbang, dll.) dan kemudian mereka melihat pesawat, yang
juga terbang, tetapi tidak cocok dengan skema burung mereka.
Dalam insiden “badut” tersebut, ayah anak laki-laki tersebut menjelaskan
kepada putranya bahwa pria tersebut bukanlah badut dan meskipun rambutnya
seperti badut, dia tidak mengenakan kostum yang lucu dan tidak melakukan hal-hal
konyol untuk membuat orang tertawa. Dengan pengetahuan baru ini, bocah itu
19
mampu mengubah skema "badut" dan membuat ide ini lebih cocok dengan konsep
stkitar "badut".
Contoh lainnnya adalah bagaimana anak-anak belajar tentang binatang. Ketika
mereka melihat seekor gorila, mereka mungkin melihat primata berbulu dan
menerapkan skema “gorila.” Tapi tidak semua primata berbulu adalah gorila. Saat
mereka mengasimilasi informasi baru, anak menciptakan skema untuk "babon",
"simpanse", dan "orangutan". Skema baru dibuat untuk hewan tambahan ini.
Gagasan tentang apa itu gorila harus diubah dan dibatasi pada apa sebenarnya
gorila itu.
4. Equilibrium
Equilibrium adalah keadaan keseimbangan antara skema mental individu, atau
kerangka kerja, dan lingkungan mereka. Keseimbangan tersebut terjadi ketika
harapan mereka, berdasarkan pengetahuan sebelumnya, sesuai dengan
pengetahuan baru. Psikolog Swiss Jean Piaget menggunakan konsep keseimbangan
untuk menggambarkan salah satu dari empat faktor penting dalam perkembangan
kognitif, yang lainnya adalah pematangan, lingkungan fisik, dan interaksi sosial.
Piaget memahami keseimbangan sebagai proses berkelanjutan yang memurnikan
dan mengubah struktur mental, yang merupakan dasar perkembangan kognitif.
Keseimbangan lebih cenderung terjadi ketika seorang individu bertransisi dari satu
tahap perkembangan utama ke tahap berikutnya.
Ekuilibrium juga menjelaskan motivasi individu untuk berkembang. Individu
secara alami mencari keseimbangan karena ketidakseimbangan, yang merupakan
ketidaksesuaian antara cara berpikir seseorang dan lingkungannya, secara inheren
tidak memuaskan. Ketika individu menemukan informasi baru yang tidak sesuai,
mereka masuk ke dalam keadaan disekuilibrium. Untuk kembali ke keadaan
ekuilibrium, individu dapat mengabaikan informasi atau berusaha untuk
mengelolanya. Satu opsi untuk mengelola informasi yang tidak sesuai disebut
asimilasi, dan opsi lainnya disebut akomodasi.
Konsep adaptasi, yang merupakan konsep yang sangat penting dalam biologi
manusia, juga merupakan pusat dari teori perkembangan kognitif Piaget. Berkenaan
dengan biologi manusia, adaptasi adalah proses evolusi atau perubahan di mana
suatu organisme menjadi lebih cocok atau menyesuaikan diri dengan habitatnya.
Dan dengan cara yang hampir sama seperti tubuh kita beradaptasi dengan
lingkungan terdekat kita, struktur mental kita beradaptasi untuk mewakili dunia luar
kita dengan lebih baik. Juga, melalui proses yang disebut sebagai organisasi, anak20
anak menyusun ulang dan menghubungkan skema baru ke skema lain untuk
menciptakan skema atau sistem kognitif yang lebih rumit.
Sebagai ahli teori kognitif, Piaget percaya
bahwa individu selalu terlibat dalam proses
mencapai beberapa derajat keseimbangan
kognitif,
atau
keseimbangan
mental.
Kecenderungan orang untuk mencapai
keseimbangan di antara struktur atau skema
mental mereka adalah bawaan, dan keadaan
ketidakseimbangan, atau ketidakseimbangan,
yang
terus
memotivasi
kita
untuk
menyesuaikan struktur kognitif kita untuk
memulihkan
keseimbangan.
Keadaan
ketidakseimbangan adalah keadaan mental
yang paling tidak memuaskan dan tidak
diinginkan. Piaget, oleh karena itu,
menyatakan bahwa individu menggunakan dua
proses yang saling melengkapi untuk mencapai
keseimbangan kognitif negara: asimilasi dan
akomodasi. Melalui proses asimilasi, anak
memanfaatkan pengalaman baru agar sesuai
dengan skema yang sudah ada sebelumnya. Dalam asimilasi, anak-anak
menginterpretasikan novel atau pengalaman baru melalui lensa lama. Misalnya,
seorang anak kecil yang belum pernah melihat sapi mungkin menyebut sapi itu
sebagai anjing besar dengan bintik-bintik lucu. Proses asimilasi bukanlah proses
yang pasif; anak dengan sungguh-sungguh mencoba untuk memodifikasi atau
menafsirkan kembali pengalaman baru agar sesuai dengan skema mentalnya yang
ada.
Di sisi lain, ketika anak-anak menghadapi tugas atau pengalaman baru yang
tidak sesuai dengan skema yang ada, mereka dipaksa untuk mengubah cara berpikir
dan bertindak lama mereka untuk mengakomodasi atau menyesuaikan informasi
baru ke dalam skema yang sudah ada—atau mereka mungkin dipaksa untuk
membuat skema baru. Jadi, dalam kasus yang diberikan di atas, anak-anak dapat
dengan mudah memperluas skema yang ada untuk memasukkan “sapi”, atau
mereka dapat membuat skema baru (misalnya hewan ternak) setelah mereka
mengetahui bahwa hewan ternak itu bukan anjing tetapi sapi. Akomodasi
21
membutuhkan lebih banyak aktivitas mental dan energi daripada asimilasi karena
konsep dan pengalaman baru mungkin tidak selalu sesuai dengan struktur kognitif
yang sudah ada sebelumnya. Akomodasi hanya dapat terjadi jika ide atau tugas
baru yang dihadapi anak hanya sedikit tidak sesuai dengan skema mentalnya yang
sudah ada; ide atau tugas yang terlalu tidak sesuai tidak akan diakomodasi. Dalam
keadaan ini, anak tidak memiliki struktur mental yang tersedia untuk
menginterpretasikan informasi atau pengalaman baru (Meece & Daniels, 2008).
Ketika akomodasi benar-benar terjadi, pertumbuhan intelektual meningkat, dan
anak dipromosikan ke tahap perkembangan kognitif berikutnya. Singkatnya,
keseimbangan kognitif adalah proses berkelanjutan untuk mencapai keseimbangan
antara asimilasi dan akomodasi.
Piaget percaya bahwa semua pemikiran manusia mencari
keteraturan dan tidak nyaman dengan kontradiksi dan
inkonsistensi dalam struktur pengetahuan. Dengan kata lain,
kita mencari 'keseimbangan' dalam struktur kognitif kita.
Menurut Piaget, proses belajar melibatkan upaya untuk
menafsirkan informasi baru dalam kerangka pengetahuan yang
ada (asimilasi), membuat perubahan kecil pada pengetahuan
itu untuk mengatasi hal-hal yang tidak sesuai dengan kerangka
kerja yang ada (akomodasi), dan akhirnya menyesuaikan diri.
skema yang sudah ada atau membentuk skema baru untuk
menyesuaikan dengan pemahaman baru (equilibration).
Keseimbangan terjadi ketika skema anak dapat
menangani sebagian besar informasi baru melalui asimilasi.
Namun, keadaan disekuilibrium yang tidak menyenangkan
terjadi ketika informasi baru tidak dapat dimasukkan ke dalam
skema yang ada (asimilasi).
Piaget percaya bahwa perkembangan kognitif tidak berkembang pada tingkat
yang stabil, melainkan dalam lompatan dan batas. Keseimbangan adalah kekuatan
yang mendorong proses belajar karena kita tidak suka frustrasi dan akan berusaha
mengembalikan keseimbangan dengan menguasai tantangan baru (akomodasi).
Setelah informasi baru diperoleh, proses asimilasi dengan skema baru akan
berlanjut sampai waktu berikutnya kita perlu melakukan penyesuaian terhadapnya.
Ketika anak-anak maju melalui tahap perkembangan kognitif, penting untuk menjaga
keseimbangan antara menerapkan pengetahuan sebelumnya (asimilasi) dan
mengubah perilaku untuk memperhitungkan pengetahuan baru (akomodasi).
22
Piaget percaya bahwa semua anak mencoba untuk mencapai keseimbangan
antara asimilasi dan akomodasi menggunakan mekanisme yang disebutnya
ekuilibrasi. Keseimbangan membantu menjelaskan bagaimana anak-anak dapat
berpindah dari satu tahap pemikiran ke tahap berikutnya.
Piaget (1952) tidak secara eksplisit menghubungkan teorinya dengan pendidikan,
meskipun para peneliti kemudian telah menjelaskan bagaimana ciri-ciri teori Piaget
dapat diterapkan pada pengajaran dan pembelajaran.
Piaget sangat berpengaruh dalam mengembangkan kebijakan pendidikan dan
praktik pengajaran. Misalnya, tinjauan pendidikan dasar oleh pemerintah Inggris pada
tahun 1966 sangat didasarkan pada teori Piaget. Hasil tinjauan ini mengarah pada
publikasi laporan Plowden (1967).
Pembelajaran penemuan (discovery learning) – gagasan bahwa anak-anak belajar
paling baik melalui melakukan dan mengeksplorasi secara aktif – dipkitang sebagai
pusat transformasi kurikulum sekolah dasar.
'Tema berulang laporan tersebut adalah pembelajaran individu, fleksibilitas dalam
kurikulum, sentralitas bermain dalam pembelajaran anak-anak, penggunaan lingkungan,
belajar dengan penemuan dan pentingnya evaluasi kemajuan anak-anak - guru tidak
boleh berasumsi bahwa hanya apa yang terukur itu berharga.'
Karena teori Piaget didasarkan pada pematangan dan tahapan biologis, gagasan
tentang 'kesiapan' itu penting. Kesiapan menyangkut kapan informasi atau konsep
tertentu harus diajarkan. Menurut teori Piaget, anak-anak tidak boleh diajarkan
konsep-konsep tertentu sampai mereka mencapai tahap perkembangan kognitif yang
sesuai.
Menurut Piaget (1958), asimilasi dan akomodasi memerlukan pembelajar aktif,
bukan pasif, karena keterampilan pemecahan masalah tidak dapat diajarkan, mereka
harus ditemukan.
Dalam pembelajaran kelas harus berpusat pada siswa dan dicapai melalui
pembelajaran penemuan aktif. Peran guru adalah untuk memfasilitasi pembelajaran,
bukan mengarahkan langsung. Oleh karena itu, guru harus mendorong hal-hal berikut
di dalam kelas:
Fokus pada proses pembelajaran, bukan pada produk akhirnya.
Menggunakan metode aktif yang membutuhkan penemuan kembali atau
rekonstruksi "kebenaran".
Menggunakan kegiatan kolaboratif, serta individu (agar anak-anak dapat belajar
dari satu sama lain).
23
Merancang situasi yang menghadirkan masalah yang berguna, dan menciptakan
ketidakseimbangan pada anak.
Evaluasi tingkat perkembangan anak sehingga tugas yang sesuai dapat ditetapkan.
24
KECENDERUNGAN DASAR DALAM BERPIKIR
M
enurut penelitian Piaget tentang biologi (seperti dikutip dalam Woolfolk,
Winne dan Perry 2003), manusia memiliki dua kecenderungan dasar. Yang
pertama adalah kecenderungan ke arah organisasi yang berkaitan dengan
penggabungan, pengaturan, penggabungan kembali, dan penataan ulang perilaku dan
pemikiran dalam sistem yang koheren. Kecenderungan kedua adalah menuju adaptasi
yang berkaitan dengan beradaptasi dan menyesuaikan diri dengan lingkungan.
1. Organisasi
Konsep ini mengasumsikan bahwa orang memiliki kecenderungan untuk
mengorganisasikan proses berpikirnya ke dalam struktur psikologis. Struktur
psikologis ini membantu kita untuk memahami dan berinteraksi dengan dunia.
Dengan cara ini, struktur sederhana digabungkan menjadi lebih efektif dan canggih.
Bayi yang sangat kecil, misalnya, dapat melihat suatu benda atau menggenggamnya
ketika benda itu berkontraksi dengan tangan mereka. Mereka tidak dapat
berkoordinasi melihat dan menggenggam pada saat yang bersamaan. Saat mereka
berkembang, bagaimanapun bayi mengatur dua struktur perilaku yang terpisah ini
ke dalam struktur tingkat yang lebih tinggi yang terkoordinasi dalam melihat,
membaca, dan menggenggam objek. Mereka tentu saja masih dapat menggunakan
setiap struktur secara terpisah (Ginsburg & Opper, 1998; Miller, 1993, seperti
dikutip dalam Woolfolk, Winne dan Perry 2003).
Konsep penting yang memerlukan perhatian khusus adalah skema (pl.
schemata). Dalam teori Piaget konsep ini memiliki tempat tersendiri dan baginya
konsep ini sangat penting dalam proses perkembangan kognitif. Skema adalah
jaringan struktur dalam pikiran kita dan membantu kita menghadapi dan memahami
lingkungan di sekitar kita. Mereka sangat spesifik, misalnya dari makan skema es
krim hingga ikut pesta. Jadi ketika kita dihadapkan dengan lingkungan dan
lingkungan, skema terkait diaktifkan dan memungkinkan kita untuk masuk akal dari
lingkungan kita. Menurut Piaget (1970, seperti dikutip dalam Woolfolk, Winne
dan Perry 2003) ketika proses berpikir seseorang menjadi lebih terorganisir dan
canggih, skema baru berkembang dan perilaku juga menjadi lebih canggih dan lebih
cocok dengan lingkungan.
25
Selama beberapa tahun terakhir konsep ini telah diperluas ke beberapa disiplin
ilmu yang berkaitan dengan pendidikan terutama dalam domain pengajaran dan
pembelajaran bahasa untuk memasukkan pengajaran dan pembelajaran
keterampilan berbicara dan mendengarkan yang sesuai. Saya akan kembali ke
pengertian ini dan implikasinya untuk ranah pengajaran dan pembelajaran bahasa
di bagian implikasi.
2. Adaptasi
Seperti yang disarankan oleh istilah, konsep ini mengacu pada penyesuaian
manusia dengan lingkungan baru. Ini dapat didefinisikan sebagai "mengubah
struktur kognitif seseorang atau lingkungan seseorang (atau keduanya sampai
tingkat tertentu) untuk lebih memahami lingkungan" (Cook & Cook, 2005, hlm.
5-7). Menurut Piaget, dalam proses adaptasi atau penyesuaian terdapat dua proses
dasar, yaitu; asimilasi dan akomodasi. Kedua proses dasar ini atau dengan kata lain
prasyarat penting untuk berlangsungnya adaptasi.
Asimilasi adalah metode yang paling mudah karena tidak memerlukan banyak
penyesuaian. Melalui proses ini, kami menambahkan informasi baru ke basis
pengetahuan kami yang ada, terkadang menafsirkan ulang pengalaman baru ini
sehingga sesuai dengan informasi yang sudah ada sebelumnya.
Dalam asimilasi, anak-anak memahami dunia dengan menerapkan apa yang
sudah mereka ketahui. Ini melibatkan penyesuaian realitas dan apa yang mereka
alami ke dalam struktur kognitif mereka saat ini. Pemahaman seorang anak tentang
bagaimana dunia bekerja, oleh karena itu, menyaring dan mempengaruhi bagaimana
mereka menafsirkan realitas.
Misalnya, bayangkan tetangga Anda memiliki anak perempuan yang selama ini
Anda kenal manis, sopan, dan baik hati. Suatu hari, Anda melirik ke luar jendela
dan melihat gadis itu melempar bola salju ke mobil Anda. Tampaknya keluar dari
karakter dan agak kasar.
Bagaimana Anda menafsirkan informasi baru ini? Jika Anda menggunakan
proses asimilasi, Anda mungkin mengabaikan perilaku gadis itu, percaya bahwa itu
adalah sesuatu yang dia saksikan dilakukan teman sekelasnya dan bahwa dia tidak
bermaksud tidak sopan. Anda tidak merevisi pendapat Anda tentang gadis itu;
Anda hanya menambahkan informasi baru ke pengetahuan Anda yang sudah ada.
Dia masih baik, tetapi sekarang Anda tahu bahwa dia juga memiliki sisi nakal dalam
kepribadiannya.
Jika Anda menggunakan metode adaptasi kedua yang dijelaskan oleh Piaget,
perilaku gadis muda itu mungkin membuat Anda mengevaluasi kembali pendapat
26
Anda tentangnya. Proses inilah yang disebut Piaget sebagai akomodasi, di mana
ide-ide lama diubah atau bahkan diganti berdasarkan informasi baru.
Asimilasi dan akomodasi keduanya bekerja bersama-sama sebagai bagian dari
proses pembelajaran. Beberapa informasi dimasukkan ke dalam skema yang ada
melalui proses asimilasi, sementara informasi lain mengarah pada pengembangan
skema baru atau transformasi total dari ide-ide yang ada melalui proses akomodasi.
27
TEORI PERKEMBANGAN MORAL
P
ada awal karirnya, Jean Piaget adalah seorang ahli biologi yang mempelajari
moluska. Namun, ia segera menjadi tertarik pada pengembangan pengetahuan
dan pemikiran, dan minatnya melayang ke perilaku dan pembelajaran manusia.
Dia mengembangkan banyak teori tentang bagaimana bayi dan anak-anak belajar
tentang lingkungan mereka, menyebutkan setiap tahap saat mereka berkembang dalam
perkembangan mereka. Piaget juga salah satu psikolog pertama yang secara khusus
menguraikan teori perkembangan moral. Dia mulai dengan mempelajari cara anak-anak
berinteraksi dan bermain satu sama lain, mengidentifikasi berbagai aturan yang mereka
terapkan dan keyakinan mereka tentang apa yang benar dan salah. Piaget juga
mengumpulkan informasi dengan mewawancarai anak-anak tentang tindakan seperti
mencuri dan berbohong, mencatat perbedaan pada anak-anak dari berbagai usia.
Teori yang dihasilkannya mengidentifikasi dua tahap perkembangan moral yang
berbeda. Ada tiga tahap dalam Teori Perkembangan Moral Piaget.
Tahap pertama, anak-anak tidak peduli dengan penalaran moral karena mereka
memprioritaskan keterampilan lain seperti perkembangan sosial dan ketangkasan.
Tahap kedua, anak-anak tunduk pada otoritas dan menunjukkan rasa hormat yang
mutlak terhadap peraturan.
Tahap ketiga, anak-anak mengakui fleksibilitas peraturan menurut keyakinan
konsensual dan mempertimbangkan maksud di balik setiap tindakan ketika menilai
apakah itu bermoral atau tidak.
A. Moral Thinking
Menurut Piaget, dasar penalaran dan penilaian anak-anak tentang aturan dan
hukuman berubah seiring bertambahnya usia. Sama seperti ada tahapan universal
dalam perkembangan kognitif anak-anak, ada tahapan dalam perkembangan moral
mereka.
Piaget merancang eksperimen untuk mempelajari persepsi anak-anak tentang
benar dan salah. Bagian dari penelitiannya termasuk bercerita tentang sesuatu yang
dilakukan anak lain, seperti memecahkan toples kue. Kemudian, dia akan bertanya
kepada anak-anak apakah menurut mereka tindakan itu benar atau salah. Dia ingin
mengetahui logika di balik penalaran moral mereka.
28
Dia menemukan bahwa sementara anak-anak kecil terfokus pada otoritas,
seiring bertambahnya usia mereka menjadi semakin mandiri dan mampu
mengevaluasi tindakan dari seperangkat prinsip moralitas yang independen.
Piaget (1932) menyatakan ada dua jenis utama moral thinking, yaitu:
Moralitas heteronom (realisme moral), dan Moralitas otonom (relativisme moral)
1. Moralitas Heteronom (5-9 thn)
Pada tahap pertama perkembangan moral, anak-anak mengikuti aturan yang
ketat dan sepenuhnya patuh pada otoritas. Piaget menyatakan bahwa ini terjadi
pada anak-anak yang lebih muda sebagian karena perkembangan kognitif
mereka. Bagi anak kecil, aturan dipkitang sebagai hal yang kaku dan tidak
berubah, yang disebut Piaget sebagai realisme moral. Anak-anak dalam tahap
ini juga menilai seberapa salah suatu tindakan tertentu dengan konsekuensi
langsungnya; konsekuensi atau hukuman negatif dipkitang sebagai respons
otomatis terhadap pelanggaran aturan. Piaget juga mencatat bahwa hubungan
sosial antara orang dewasa dan anak-anak juga mendukung tahap ini: orang
dewasa memiliki otoritas alami atas anak-anak usia muda, dan kekuasaan dan
aturan diturunkan tanpa diskusi.
Ini berarti bahwa hukum dibuat dan ditegakkan oleh otoritas dan tidak
boleh dilanggar dengan cara apa pun. Menurut pemahaman mereka, kekuasaan
penguasa bersifat mutlak dan peraturan diberlakukan tanpa batas waktu. Tahap
moralitas heteronom juga dikenal sebagai realisme moral – moralitas yang
dipaksakan dari luar. Anak-anak menganggap moralitas sebagai aktivitas
mematuhi aturan dan hukum orang lain, yang tidak dapat diubah. Mereka
menerima bahwa semua aturan dibuat oleh beberapa figur otoritas (misalnya
orang tua, guru, Tuhan), dan bahwa melanggar aturan akan menyebabkan
hukuman langsung dan berat (keadilan imanen). Fungsi hukuman apapun adalah
untuk membuat yang bersalah menderita karena beratnya hukuman harus
berhubungan dengan beratnya perbuatan salah (hukuman penebusan). Selama
tahap ini anak-anak menganggap aturan sebagai sesuatu yang mutlak dan tidak
berubah, yaitu bersifat ilahiyah'. Mereka berpikir bahwa aturan tidak dapat
diubah dan selalu sama seperti sekarang.
Perilaku Baik dan Perilaku Buruk
Perilaku dinilai sebagai "buruk" dalam hal konsekuensi yang dapat diamati,
terlepas dari niat atau alasan perilaku itu. Oleh karena itu, sejumlah besar
29
kerusakan yang tidak disengaja dipkitang lebih buruk daripada sejumlah kecil
kerusakan yang disengaja. Biasanya anak-anak yang lebih muda (pra-operasional
dan operasional konkret awal yaitu sampai usia 9-10) mengatakan bahwa Marie
adalah anak yang lebih nakal.
Meskipun mereka mengenali perbedaan antara tindakan dengan niat baik
yang ternyata buruk dan tindakan ceroboh, ceroboh atau jahat, mereka
cenderung menilai kenakalan dalam hal beratnya konsekuensi daripada dalam
hal motif. Inilah yang dimaksud Piaget dengan realisme moral.
Piaget juga tertarik pada apa yang anak-anak pahami dengan kebohongan.
Di sini ia menemukan bahwa keseriusan sebuah kebohongan diukur oleh anakanak yang lebih muda dalam hal ukuran penyimpangan dari kebenaran. Jadi
seorang anak yang mengatakan dia melihat seekor anjing sebesar gajah akan
dinilai telah berbohong lebih buruk daripada seorang anak yang mengatakan dia
melihat seekor anjing sebesar kuda meskipun anak pertama kecil
kemungkinannya untuk dipercaya.
Hukuman dan Sanksi
Berkenaan dengan hukuman, Piaget juga menemukan bahwa anak kecil juga
memiliki pkitangan yang khas. Pertama mereka melihat fungsi hukuman sebagai
membuat yang bersalah menderita. Cat disebut keadilan retributif (atau
hukuman penebusan) karena hukuman dipkitang sebagai tindakan pembalasan
atau balas dendam.
Jika kita menyukai anak kecil, lihatlah pkitangan Perjanjian Lama tentang
hukuman (“mata ganti mata”). Hukuman dipkitang sebagai pencegah untuk
melakukan kesalahan lebih lanjut dan semakin keras hukumannya akan semakin
efektif yang mereka bayangkan. Mereka juga percaya pada apa yang disebut
Piaget sebagai keadilan imanen (bahwa hukuman harus secara otomatis
mengikuti perilaku buruk). Misalnya satu cerita yang dia ceritakan adalah
tentang dua anak yang merampok kebun petani setempat (hari ini kita bisa
mengambil contoh anak-anak yang merampok mobil).
Petani melihat anak-anak dan mencoba menangkap mereka. Satu
tertangkap dan petani meronta-ronta. Yang lain, yang bisa berlari lebih cepat,
lolos. Namun dalam perjalanan pulang anak ini harus menyeberangi sungai di
atas batang kayu yang sangat licin. Anak ini jatuh dari kayu dan kakinya terluka
parah. Sekarang ketika kita bertanya kepada anak-anak yang lebih kecil mengapa
anak laki-laki itu memotong kakinya, mereka tidak akan menjawab, “karena
30
kayunya licin”, mereka menjawab, “karena dia mencuri dari petani”. Dengan
kata lain, anak-anak kecil menafsirkan kemalangan seolah-olah itu adalah
semacam hukuman dari Tuhan dari suatu kekuatan yang lebih tinggi.
Keadilan
Bagi anak-anak, keadilan dilihat sebagai hakikat segala sesuatu. Yang bersalah
dalam pkitangan mereka selalu dihukum (dalam jangka panjang) dan alam
seperti polisi.
Piaget (1932) menggambarkan moralitas yang dijelaskan di atas sebagai
moralitas heteronom. Ini berarti moralitas yang terbentuk karena tunduk pada
aturan orang lain. Tentu saja untuk anak kecil, ini adalah aturan yang diterapkan
orang dewasa kepada mereka. Dengan demikian moralitas yang berasal dari rasa
hormat sepihak. Artinya, rasa hormat anak-anak kepada orang tua, guru, dan
orang lain.
Namun seiring bertambahnya usia anak-anak, keadaan hidup mereka
berubah dan seluruh sikap mereka terhadap pertanyaan moral mengalami
perubahan radikal. Contohnya adalah bagaimana anak-anak menanggapi
pertanyaan tentang kesalahan anggota kelompok sebaya mereka.
Anak kecil biasanya “menceritakan” pada orang lain. Mereka percaya
bahwa kewajiban utama mereka adalah mengatakan yang sebenarnya kepada
orang dewasa ketika diminta untuk melakukannya. Anak-anak yang lebih besar
biasanya percaya bahwa kesetiaan pertama mereka adalah kepada teman-teman
mereka dan kita tidak “merumput” pada teman-teman kita. Ini akan menjadi
salah satu contoh dari dua moralitas anak.
2. Moralitas Otonom (9-10 thn)
Tahap moralitas otonom juga dikenal sebagai relativisme moral – moralitas
berdasarkan aturan kita sendiri. Anak-anak menyadari bahwa tidak ada benar
atau salah yang mutlak dan bahwa moralitas bergantung pada niat bukan
konsekuensi. Piaget percaya bahwa sekitar usia 9-10 pemahaman anak-anak
tentang masalah moral mengalami reorganisasi mendasar. Saat ini mereka mulai
mengatasi egosentrisme masa kanak-kanak tengah dan telah mengembangkan
kemampuan untuk melihat aturan moral dari sudut pkitang orang lain.
Ketika anak-anak mulai mempelajari hal-hal baru tentang dunia melalui
interaksi mereka dengan anak-anak lain dan orang dewasa, mereka maju ke
tahap kedua perkembangan moral. Pada tahap ini, Piaget menyatakan bahwa
31
anak-anak belajar bagaimana mengevaluasi aturan secara kritis dan
menerapkannya berdasarkan kerjasama dan rasa hormat dengan anak-anak lain.
Anak-anak mulai belajar mengambil perspektif orang lain pada tahap ini. Niat
juga merupakan konsep penting dalam tahap ini. Anak-anak mulai menilai
seberapa salah suatu tindakan berdasarkan niat pelaku, dan hukuman
disesuaikan dengannya.
Seorang anak yang dapat bersikap sopan dalam mempertimbangkan niat
dan keadaan orang lain dapat bergerak untuk membuat penilaian moral yang
lebih mandiri pada tahap kedua. Akibatnya gagasan anak-anak tentang sifat
aturan itu sendiri, tentang tanggung jawab moral dan tentang hukuman dan
keadilan semuanya berubah dan pemikiran mereka menjadi lebih seperti orang
dewasa.
Anak-anak sekarang mengerti bahwa aturan tidak berasal dari sumber
mistik yang “ilahi”. Orang membuat aturan dan orang bisa mengubahnya –
aturan itu tidak tertulis di loh batu. Berkenaan dengan “aturan main”, anakanak yang lebih tua menyadari bahwa aturan diperlukan untuk mencegah
pertengkaran dan untuk memastikan permainan yang adil.
Memang kadang-kadang mereka bahkan menjadi sangat terpesona dengan
keseluruhan masalah dan misalnya akan membahas aturan permainan papan
(seperti catur, Monopoli, kartu) atau olahraga (aturan off-side) dengan semua
kepentingan pengacara. Mereka juga menyadari bahwa aturan dapat diubah jika
keadaan mendikte (misalnya, "kita memiliki satu pemain lebih sedikit sehingga
kami akan memberi kita tiga gol awal") dan jika semua orang setuju.
Kesalahan dan Tanggung Jawab
Berkenaan dengan masalah kesalahan dan tanggung jawab moral, anak-anak yang
lebih tua tidak hanya memperhitungkan konsekuensinya, mereka juga
mempertimbangkan motifnya. Anak-anak mulai menyadari bahwa jika mereka
berperilaku dengan cara yang tampaknya salah, tetapi memiliki niat baik, mereka
belum tentu akan dihukum. Jadi bagi mereka perbuatan baik yang ternyata buruk
kurang tercela daripada perbuatan jahat yang tidak merugikan.
Jadi dalam penelitian sebelumnya, anak-anak berusia 10 tahun ke atas
biasanya menganggap Margaret sebagai anak yang lebih nakal. Meskipun Marie
membuat lubang yang jauh lebih besar di gaunnya, dia termotivasi oleh
keinginan untuk menyenangkan ibunya sedangkan Margaret mungkin
menyebabkan lebih sedikit kerusakan tetapi tidak bertindak berdasarkan niat
32
mulia. Semuanya menunjukkan, menurut pendapat Piaget, bahwa anak-anak
sekarang dapat menghargai pentingnya fakta subjektif dan tanggung jawab
internal.
Pkitangan anak-anak tentang berbohong juga berubah. Keseriusan sebuah
kebohongan dinilai dari pengkhianatan kepercayaan. Mereka sekarang
menyadari bahwa semua kebohongan tidak sama dan, misalnya, kita mungkin
mengatakan "kebohongan putih" untuk menyelamatkan perasaan seseorang.
Mereka juga menyadari bahwa jika seseorang mengatakan sesuatu yang
mereka tahu tidak benar, ini tidak berarti orang lain berbohong. Bisa jadi mereka
melakukan kesalahan atau ini perbedaan pendapat. Berbohong secara
keseluruhan sekarang dianggap salah bukan karena kita dihukum karenanya oleh
orang dewasa (pkitangan anak-anak yang lebih muda) tetapi karena itu adalah
pengkhianatan kepercayaan dan merusak persahabatan dan kerja sama.
Piaget menguraikan moralitas kerja sama sebagai tahap yang dicapai setelah
usia sepuluh tahun. Faktor penentu untuk tahap ini termasuk perubahan aturan
menurut kesepakatan bersama oleh orang lain dalam masyarakat serta
fleksibilitas untuk melakukannya. Seiring bertambahnya usia anak-anak, mereka
menyadari bahwa orang harus bekerja sama jika mereka ingin mencapai
keharmonisan dalam masyarakat, dan itu termasuk memutuskan apa yang dapat
diterima atau tidak. Keharmonisan sosial sebagian besar dicirikan oleh
kesepakatan antara anggota dan tahap ini tidak terkecuali. Anggota mungkin
memiliki pendekatan yang berbeda dan perspektif yang berbeda tentang suatu
situasi. Harmoni tercapai ketika anggota masyarakat bertujuan untuk kebaikan
bersama sambil tetap mempertimbangkan pemahaman bahwa apa yang benar
dan salah dapat berbeda-beda. Motivasi, niat, kemampuan pribadi, dan konteks
situasional adalah semua faktor yang harus diperhitungkan. Piaget menentukan
bahwa pemuda telah cukup mencapai tahap ini ketika mereka menolak alasan
mutlak otoritas dan gagasan bahwa aturan tidak boleh dipertanyakan. Selain itu,
remaja pada tahap ini mulai menguraikan beberapa nilai yang benar atau salah
terlepas dari hasilnya. Misalnya, mengebut melewati rambu berhenti dianggap
sebagai hal yang salah untuk dilakukan, bahkan jika kita tidak ditilang oleh polisi
atau menyebabkan kecelakaan.
Berkenaan dengan hukuman, penekanannya sekarang beralih dari retribusi
ke restitusi. Tujuannya bukan terutama untuk membuat yang bersalah menderita
tetapi untuk memperbaiki keadaan kembali.
33
Dengan kata lain hukuman harus ditujukan untuk membantu pelaku
memahami kerugian yang telah dia timbulkan sehingga dia tidak akan termotivasi
untuk mengulangi pelanggaran dan, sedapat mungkin, hukuman harus sesuai
dengan kejahatan – katakanlah misalnya ketika seorang perusak diperlukan
untuk memperbaiki kerusakan yang disebabkannya.
Anak-anak yang lebih besar juga mengakui bahwa keadilan dalam
kehidupan nyata adalah sistem yang tidak sempurna. Terkadang yang bersalah
lolos dari kejahatan mereka dan terkadang yang tidak bersalah menderita secara
tidak adil. Untuk anak-anak yang lebih kecil, hukuman kolektif dianggap dapat
diterima.
Misalnya mereka tidak akan setuju dengan seluruh kelas dihukum karena
kesalahan seorang anak. Bagi anak-anak yang lebih besar, selalu dianggap salah
untuk menghukum orang yang tidak bersalah atas kesalahan orang yang
bersalah.
Secara keseluruhan Piaget menggambarkan moralitas anak yang lebih tua
sebagai moralitas otonom yaitu moralitas yang tunduk pada hukumnya sendiri.
Perubahan tersebut sebagian terlihat sebagai hasil dari perkembangan kognitif
umum anak, sebagian karena menurunnya egosentrisme dan sebagian lagi
karena semakin pentingnya kelompok sebaya.
Saat mereka mendekati akhir masa kanak-kanak pertengahan, anak-anak
mulai menghargai perspektif orang lain dalam penalaran moral mereka. Mereka
mengembangkan kemampuan untuk menempatkan diri mereka pada 'sepatu
orang lain' untuk berbicara atau berempati dengan mereka dari sudut pkitang
mereka. Kelompok referensi untuk keyakinan moral anak-anak semakin terfokus
pada anak-anak lain dan perselisihan antara yang sederajat perlu dinegosiasikan
dan dibuat kompromi. Sebagai ganti rasa hormat sepihak, anak-anak yang lebih
muda berutang kepada orang tua mereka, sikap saling menghormati mengatur
hubungan antara teman sebaya.
Kohlberg menyebut fenomena ini sebagai "moralitas kerja sama" ketika
anak-anak menyadari bahwa pilihan mereka memengaruhi semua orang di
masyarakat, baik secara positif maupun negatif. Penalaran moral tidak lagi
tampak hitam putih tetapi menjadi lebih kompleks. Penting untuk dicatat bahwa
peserta dalam tahap ini masih menyadari pentingnya mematuhi hukum, karena
aturan pada akhirnya dimaksudkan untuk meningkatkan kehidupan masyarakat
secara keseluruhan. Nilai hukuman yang tampaknya menurun ketika mereka
34
menemukan bahwa fondasi masyarakat tidak boleh didasarkan pada
konsekuensi atau keuntungan pribadi.
Sebagai tahap kunci dalam penalaran moral, ada lebih banyak
perkembangan pada usia ini. Ketika kaum muda berusaha menerapkan aturan
untuk kebaikan bersama, mereka menyadari pentingnya solusi yang layak untuk
semua. Mendiskusikan kemungkinan hasil dengan anggota masyarakat lainnya
membantu menciptakan keputusan yang adil. Jika solusinya masuk akal dan
menguntungkan semua anggota, mereka cenderung mengikuti dan menjunjung
tinggi aturan. Pemuda dalam kelompok usia ini mengkitalkan timbal balik ini,
mungkin hampir terlalu harfiah. Misalnya, jika seorang teman, bernama Terrell,
menerima video game baru dan meminjamkannya kepada temannya Randy, dia
akan mengharapkan hal yang sama sebagai balasannya. Ketika Randy menerima
video game baru minggu depan, dia percaya itu akan "hanya adil" jika Randy
membiarkan dia meminjamnya karena dia melakukan hal yang sama untuknya.
Timbal balik pada usia ini sederhana; keadilan dipkitang sebagai persembahan
yang tepat seperti apa yang diberikan.
Ketika remaja memasuki masa remaja, definisi keadilan mereka diperluas
melampaui hubungan timbal balik yang tepat dan mempertimbangkan
kepentingan orang lain. Ini sekarang disebut timbal balik yang ideal dan lebih
dekat mengikuti pepatah lama atau dikenal sebagai Aturan Emas: "lakukan
kepada orang lain seperti yang kita ingin mereka lakukan kepada kita." Remaja
pada tahap ini mampu merefleksikan perspektif orang lain dan berempati
dengan sudut pkitang mereka. Mereka yang telah mencapai tingkat timbal balik
yang ideal ini biasanya mencoba dan menempatkan diri mereka pada “sepatu”
orang lain sebelum bertindak berdasarkan keputusan moral.
Mari kita bayangkan contoh seorang gadis bernama Maria, seorang gadis
berusia empat belas tahun yang kebetulan melihat adiknya Ava mundur dari
jalan masuk melalui jendela rumah mereka. Ava secara tidak sengaja menggesek
mobil keluarga di kotak surat saat keluar, meninggalkan bekas yang mencolok
di bemper. Ava keluar untuk memeriksa kerusakan tetapi kembali ke mobil dan
melanjutkan perjalanannya alih-alih kembali untuk memberi tahu orang tuanya.
Pada titik waktu ini, Ava kemungkinan besar bersyukur bahwa Maria
berusia empat belas tahun. Jika Maria lebih muda, dia mungkin akan lari untuk
memberi tahu orang tuanya tentang kerusakan yang disebabkan Ava pada mobil
dan kotak surat. Namun, Maria telah mencapai tingkat timbal balik yang ideal
dan oleh karena itu, dapat membayangkan dirinya dalam posisi Ava. Dia
35
mungkin akan merasa malu dan takut untuk memberi tahu orang tuanya tentang
apa yang telah dia lakukan. Dia juga dapat menyimpulkan bahwa Ava mungkin
tidak akan senang jika dia memekik padanya, lebih memilih untuk memberitahu
orang tuanya sendiri. “Aturan Emas”, atau prinsip memperlakukan orang lain
sebagaimana kita ingin diperlakukan, akan memungkinkan Maria menunggu Ava
pulang sehingga dia dapat berbicara secara pribadi dengannya. Maria akan
dapat mendorong Ava untuk melakukan hal yang benar dan mengatakan yang
sebenarnya kepada orang tuanya.
Piaget percaya bahwa timbal balik yang ideal adalah tingkat perkembangan
moral tertinggi. Studi lanjutan tentang teori ini telah menunjukkan bahwa remaja
terus menyempurnakan penalaran moral mereka dengan akumulasi pengalaman
hidup bahkan hingga dewasa. Setiap dilema yang disajikan sepanjang masa
dewasa awal mempertajam keterampilan pengambilan keputusan, bahkan
dengan kriteria yang disajikan sama. Ini berarti bahwa 'kompas moral' seseorang
menjadi lebih akurat saat mereka belajar memilih perilaku yang paling sesuai
dengan keyakinan mereka. Karya Piaget terkadang tidak jelas dan banyak bagian
yang sulit dibuktikan dalam penelitian. Waktunya juga tidak sesuai dengan
perkembangan anak-anak, dengan beberapa bagian memulai terlalu dini dan
yang lain terlambat. Sementara anak-anak kecil dapat mengenali maksud moral
orang lain, mereka juga berasumsi bahwa ini mendorong keputusan yang
sebenarnya dibuat. Terlepas dari kritik terhadap teorinya, Piaget masih dianggap
sebagai pelopor dalam penalaran moral. Karyanya mengarah pada
pengembangan teori lain, termasuk karya Lawrence Kohlberg, yang
kesimpulannya masih didukung oleh studi modern yang dilakukan saat ini.
B. Tahapan Perkembangan Moral
Piaget mengkonseptualisasikan perkembangan moral sebagai proses konstruktivis,
di mana interaksi tindakan dan pemikiran membangun konsep moral. Piaget
mengamati empat tahap dalam perkembangan pemahaman moral anak tentang
aturan, sebagian besar didasarkan pada pengamatannya terhadap permainan anakanak:
Tahap pertama mencirikan periode perkembangan sensorimotor (anak di
bawah empat tahun) di mana anak hanya senang kelereng dalam hal skema motorik
yang ada. Bermain adalah murni usaha individu, dan “…seseorang hanya dapat
berbicara tentang aturan-aturan motorik (motor rule) dan bukan tentang aturanaturan yang benar-benar kolektif” (Piaget, 1932/1962, hlm. 27).
36
Pada titik ini, mereka tidak mengambil aturan dari permainan kecuali jika
mereka ingin menjelajahi nuansa kertas. Anak-anak dalam tahap ini bertindak
berdasarkan eksplorasi skema motorik mereka dan bagaimana mereka berhubungan
dengan objek permainan. Pikirkan tentang seorang balita mengambil kelereng,
memasukkannya ke dalam mulut mereka, melemparkannya ke seberang ruangan mereka tidak melakukannya karena itu ada dalam aturan. Mereka hanya ingin
menjelajah.
Tahap kedua, sekitar usia empat sampai tujuh tahun, permainan bersifat
egosentris; anak-anak tidak memahami aturan dengan baik, atau mereka
mengarangnya seiring berjalannya waktu. Tidak ada rasa kerjasama atau kompetisi
yang kuat. Anak-anak egosentris pada tahap praoperasional tampaknya memiliki
"monolog kolektif" daripada dialog yang sebenarnya, pengamatan ini tampaknya
tidak mengejutkan.
Anak-anak sebagian besar adalah egosentris, dan pemahaman mereka tentang
aturan juga egosentris. Ketika seorang anak egosentris, mereka membuat aturan.
Seorang anak yang bermain kelereng, misalnya, mungkin memutuskan bahwa semua
kelereng harus dimasukkan ke dalam sebuah cangkir. Mereka mungkin
melemparkan kelereng ke arah kucing. Namun, permainan yang dimainkan sebagian
besar dibuat oleh anak itu sendiri.
Anak-anak belajar sering bermain pura-pura selama Tahap Praoperasional,
tetapi ironisnya mereka kesulitan melihat sesuatu dari sudut pkitang orang lain.
Piaget berteori bahwa anak-anak masih sangat egosentris selama tahap
Praoperasional. Ini berarti mereka tidak dapat berempati atau melihat sesuatu dari
sudut pkitang orang lain. Ketika orang tua memberi tahu seorang anak bahwa
mereka harus berbagi kue agar saudara laki-laki mereka dapat makan, gagasan
bahwa saudara laki-laki itu mungkin juga menginginkan kue mungkin terlintas di
benak anak itu.
Piaget menilai perkembangan ini melalui Tugas Tiga Gunung. Tugasnya
melibatkan boneka dan model tiga gunung yang sangat berbeda. Setelah beberapa
saat membiarkan anak mengamati model dari semua sisi, boneka diletakkan di
depan model. Piaget meminta anak-anak untuk memilih pemkitangan dari mana
boneka itu dapat melihat pegunungan.
Tugas ini dimaksudkan untuk meminta anak-anak menempatkan diri mereka di
sepatu boneka. Dari tes ini, Piaget berteori bahwa anak-anak bersifat egosentris
hingga usia 7 tahun. Pada titik ini (saat mereka memasuki Tahap Operasional
Konkret), anak dapat mulai melihat sesuatu dari sudut pkitang orang lain.
37
Tahap ketiga, sekitar usia tujuh sampai sepuluh atau sebelas tahun, ditkitai
dengan kerja sama yang baru mulai. Interaksi lebih sosial, dan aturan dikuasai dan
diamati. Interaksi sosial menjadi lebih formal dalam hal aturan main. Anak belajar
dan memahami perilaku kooperatif dan kompetitif. Tahap inisebut, Incipient
Cooperation, kerjasama tahap awal. Namun pemahaman satu anak tentang aturan
mungkin masih berbeda dengan anak berikutnya, sehingga pemahaman bersama
masih cenderung tidak lengkap. Anak-anak mulai melihat dunia dari sudut pkitang
yang lebih empatik. Bagaimana mereka berinteraksi dan berkomunikasi dengan
pemain lain, bagaimanapun, bervariasi. Beberapa kooperatif sementara yang lain
ingin memainkan permainan dengan cara mereka. Anak-anak mungkin duduk dan
mendengarkan aturan permainan, tetapi mereka mungkin tidak memahami atau
memutuskan untuk memainkannya.
Pada keempat, mulai sekitar usia sebelas atau dua belas tahun, kerja sama lebih
sungguh-sungguh dan anak mulai memahami aturan dengan cara yang lebih
legalistik. Piaget menyebut ini tahap kerjasama sejati di mana “… anak yang lebih
tua menunjukkan semacam ketertarikan legalistik dengan aturan. Dia senang
menyelesaikan perbedaan pendapat tentang aturan, menciptakan aturan baru, dan
menguraikannya. Dia bahkan mencoba mengantisipasi semua kemungkinan yang
mungkin muncul” (Ginsburg & Opper, 1988, hlm. 98). Tetapi dalam hal
perkembangan kognitif, tahap ini tumpang tindih dengan tahap operasional formal
Piaget; jadi di sini perhatian dengan abstraksi dan kemungkinan memasuki imajinasi
anak.
Studi Piaget tentang penilaian moral didasarkan pada penilaian anak-anak tentang
skenario moral dan interaksi mereka dalam bermain game. Dalam hal penilaian
moral, Piaget menemukan bahwa anak-anak yang lebih muda (sekitar usia empat
hingga tujuh tahun) berpikir dalam kerangka realisme moral atau heteronomi moral.
Istilah ini berkonotasi absolutisme, di mana moralitas dilihat dari aturan yang
tetap dan tidak dapat diubah (heteronomi berarti "dari luar"). Rasa bersalah
ditentukan oleh sejauh mana pelanggaran aturan ketimbang dengan niat.
Tahap kedua dalam membuat penilaian moral datang kemudian, biasanya
sekitar usia 10 tahun, ketika anak-anak menyadari bahwa aturan memiliki
kesewenang-wenangan dan dibentuk oleh persetujuan bersama untuk alasan
keadilan dan kesetaraan. Ini berlaku sama untuk hukum masyarakat, aturan
permainan, dan stkitar perilaku keluarga. Anak-anak yang lebih besar menyadari
38
bahwa aturan tidak tetap dan mutlak, tetapi dapat diubah sesuai kebutuhan. Piaget
menyebut tahap kedua ini otonomi moral.
Sekali lagi, egosentrisme berperan dalam heteronomi moral, karena anak
tidak dapat melihat aturan dari perspektif yang lebih luas dari anak lain atau orang
dewasa, atau masyarakat pada umumnya. Sebaliknya, otonomi moral hanya
membutuhkan kemampuan seperti itu.
Piaget juga mencatat bahwa tahapan pemahaman moral tidak sepenuhnya
bijaksana. Anak-anak menjadi mampu penilaian otonom tertentu sebelum orang
lain, tergantung pada situasi, seperti décalage horizontal yang ditkitai pemahaman
tugas konservasi untuk perkembangan kognitif. Pada kenyataannya, tahapan
moralitas tumpang tindih satu sama lain sampai tingkat tertentu.
C. Gender dan Perkembangan Moral
Piaget menemukan bahwa permainan yang dimainkan anak perempuan sama sekali
tidak serumit anak laki-laki dan kelereng mereka dalam hal aturan dan pilihan. Piaget
memang membandingkan tahapan moralitas antara kedua jenis kelamin, mencatat
paralel dan beberapa perbedaan. Keduanya memiliki tahapan heteronomi moral dan
otonomi, misalnya. Tetapi fakta bahwa permainan anak perempuan lebih sederhana
membuat perbandingan yang tepat menjadi sulit.
Piaget menyatakan bahwa: “Pengamatan yang paling dangkal cukup untuk
menunjukkan bahwa pada dasarnya pengertian hukum jauh lebih berkembang pada
anak perempuan daripada anak laki-laki. Kami tidak berhasil menemukan satu
permainan kolektif yang dimainkan oleh anak perempuan di mana ada banyak
aturan, dan di atas semua itu, organisasi dan kodifikasi aturan ini sama bagus dan
konsistennya seperti dalam permainan kelereng. . .” (hal. 77). Piaget tampaknya
mengatakan bahwa kesimpulan perbedaan gender tentu renggang karena
pengamatannya dangkal dan karena kurangnya kesempatan – permainan anak
perempuan lebih sederhana, dan oleh karena itu perbandingannya sulit. Namun dia
memang melihat perempuan sebagai kurang peduli dengan (dan kurang kaku
tentang) aturan secara umum, dan lebih siap untuk bersantai mereka: Mereka
tampaknya kurang peduli dengan "legalitas." Tetapi di tempat lain Piaget tampaknya
menyamakan perhatian dengan legalitas sebagai tkita-tkita perkembangan yang
maju: “. . . diskusi yuridis moral dari tahap keempat [perkembangan moral] dapat
dibandingkan dengan penalaran formal pada umumnya” (hal. 47). Apakah anak
perempuan kemudian memiliki pemahaman moral yang kurang canggih, dan karena
itu kurang? Carol Gilligan (1982) percaya bahwa ini adalah pesan Piaget. Dia
39
mengkritik Piaget dan psikolog (laki-laki) lainnya yang menyembunyikan pkitangan
negatif tentang moralitas feminin, seperti yang akan terlihat setelah pertimbangan
perluasan karya Piaget Lawrence Kohlberg.
Tetapi untuk membela Piaget, Eliot Turiel (2006, p. 807) mencatat bahwa
“Dalam mempertimbangkan ide-ide Piaget, Gilligan memaksakan kepastian di mana
ada ambiguitas. Piaget memang mempertahankan bahwa anak perempuan kurang
tertarik dibandingkan anak laki-laki dalam 'elaborasi hukum' dan bahwa 'rasa hukum
jauh kurang berkembang pada gadis kecil daripada anak laki-laki' (Piaget,
1932[/1962], hlm. 69 & 75)” tetapi itu “. . . dalam pkitangan Piaget, tingkat
perkembangan moralitas otonom diatur oleh kepedulian terhadap mutualitas,
timbal balik, dan kerjasama. Piaget melihat pengertian hukum yang ketat untuk
aturan tetap yang menyisakan sedikit ruang untuk inovasi dan toleransi sebagai
bagian dari bentuk moralitas heteronim yang kurang maju. Jadi, sama sekali tidak
jelas bahwa Piaget menganggap anak perempuan kurang maju daripada anak
perempuan karena menurutnya anak perempuan berorientasi pada toleransi,
inovasi dengan aturan, dan kerja sama” (hal. 807). Jadi pengamatan Piaget memang
menunjukkan bahwa dia mengamati beberapa perbedaan gender, tetapi perbedaan
ini agak bernuansa; dan memang, bisa dikatakan bahwa dia benar-benar melihat
pemahaman moral anak perempuan dalam beberapa hal sebenarnya lebih maju
daripada anak laki-laki.
Piaget menemukan bahwa gagasan anak-anak tentang aturan, penilaian moral, dan
hukuman cenderung berubah seiring bertambahnya usia. Dengan kata lain, seperti
halnya ada tahapan perkembangan kognitif anak, maka ada juga tahapan universal dalam
perkembangan moral mereka.
Berdasarkan temuannya, Piaget menyarankan agar sekolah fokus pada pemberian
kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan dan mempraktikkan keterampilan
khusus untuk membantu perkembangan moral mereka. Dia menyatakan bahwa anakanak akan belajar paling baik dengan situasi yang membutuhkan pengambilan keputusan
kooperatif dan pemecahan masalah dengan anak-anak lain. Piaget percaya bahwa
metode ini akan lebih efektif daripada sekadar mengindoktrinasi anak dengan norma
dan aturan.
40
DUKUNGAN DAN KRITIK TERHADAP TEORI PIAGET
P
engaruh ide-ide Piaget dalam psikologi perkembangan sangat besar. Dia
mengubah cara orang memkitang dunia anak dan metode mereka dalam
mempelajari anak.
Dia adalah inspirasi bagi banyak orang yang datang setelahnya dan mengambil
ide-idenya. Ide Piaget telah menghasilkan sejumlah besar penelitian yang telah
meningkatkan pemahaman kita tentang perkembangan kognitif.
Piaget (1936) adalah salah satu psikolog pertama yang membuat studi sistematis
tentang perkembangan kognitif. Kontribusinya termasuk teori tahap perkembangan
kognitif anak, studi observasional rinci kognisi pada anak-anak, dan serangkaian tes
sederhana namun cerdik untuk mengungkapkan kemampuan kognitif yang berbeda.
Ide-idenya telah berguna secara praktis dalam memahami dan berkomunikasi
dengan anak-anak, khususnya di bidang pendidikan (re: Discovery Learning).
Teori Piaget tentang perkembangan moral anak dapat dilihat sebagai aplikasi dari
ide-idenya tentang perkembangan kognitif secara umum. Dengan demikian teorinya di
sini memiliki kekuatan dan kelemahan dari teorinya secara keseluruhan.
1. Kekitalan
Piaget menggunakan metode kualitatif (observasi dan wawancara klinis).
Penelitiannya didasarkan pada sampel yang sangat kecil. Metodenya tidak stkitar
dan karena itu tidak dapat ditiru.
Mustahil untuk mengatakan dari penelitiannya seberapa dapat
digeneralisasikan hasilnya. Ini adalah penelitian eksplorasi, yang berguna untuk
menghasilkan ide-ide baru daripada untuk pengujian hipotesis yang ketat.
2. Validitas
Apakah Piaget menguji apa yang menurutnya sedang diuji? Ini tidak jelas.
Misalnya dalam kisahnya tentang cangkir pecah, Piaget mengklaim menemukan
perbedaan dalam pkitangan anak-anak tentang apa yang benar atau adil.
Namun mungkin saja jawaban yang diberikan anak-anak didasarkan pada
pkitangan mereka tentang apa yang sebenarnya akan terjadi dalam keadaan seperti
itu, bukan apa yang mereka pikir seharusnya terjadi.
3. Meremehkan tingkat perkembangan anak
41
Piaget berpendapat bahwa pergeseran dari "realisme moral" ke "relativisme moral"
terjadi sekitar usia 9 hingga 10 tahun dan bahwa anak-anak yang lebih muda dari
ini tidak memperhitungkan motif ketika menilai seberapa banyak seseorang yang
harus disalahkan.
Penelitian lain menunjukkan bahwa anak-anak mengembangkan pemahaman
tentang pentingnya fakta subjektif pada usia yang jauh lebih awal. Nelson (1980)
menemukan bahwa bahkan anak berusia 3 tahun dapat membedakan niat dari
konsekuensi jika ceritanya dibuat cukup sederhana.
4. Apa arti sebenarnya dari jawaban anak-anak terhadap sebuah cerita?
Ini lagi-lagi belum tentu jelas. Apakah mereka mengerti ceritanya? Apakah mereka
dapat mengingatnya dengan benar? Apakah mereka memberikan jawaban yang
menurut mereka akan menyenangkan pelaku eksperimen? Apakah jawaban mereka
diatur oleh aspek substantif cerita (apa yang sebenarnya terjadi) atau oleh prinsip
moral yang tertanam di dalamnya?
5. Apakah Piaget memberi tahu kita apa yang ingin kita ketahui?
Penelitian Piaget adalah tentang penalaran moral anak. Banyak psikolog
berpendapat bahwa yang jauh lebih penting bukanlah apa yang dipikirkan anak-anak
tentang masalah moral, tetapi bagaimana mereka sebenarnya berperilaku.
Dan kita tidak boleh lupa bahwa tidak ada hubungan satu lawan satu antara sikap
dan perilaku. La Pierre (1934) membuktikan hal itu dalam penelitiannya dengan
pasangan Cina yang berkendara keliling Amerika.
6. Apakah tahapan itu nyata?
Vygotsky dan Bruner lebih suka tidak membicarakan tahapan sama sekali, lebih suka
melihat perkembangan sebagai proses yang berkelanjutan. Yang lain menanyakan
rentang usia tahapan. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa kemajuan ke tahap
operasional formal tidak dijamin.
Misalnya, Keating (1979) melaporkan bahwa 40-60% mahasiswa gagal dalam
tugas operasi formal, dan Dasen (1994) menyatakan bahwa hanya sepertiga orang
dewasa yang pernah mencapai tahap operasional formal. Karena Piaget
berkonsentrasi pada tahap universal perkembangan kognitif dan pematangan
biologis, ia gagal mempertimbangkan efek yang mungkin ditimbulkan oleh latar
sosial dan budaya terhadap perkembangan kognitif.
Dasen (1994) mengutip penelitian yang dia lakukan di bagian terpencil gurun
Australia tengah dengan penduduk asli Australia berusia 8-14 tahun. Dia memberi
mereka konservasi tugas cair dan tugas kesadaran spasial. Dia menemukan bahwa
42
kemampuan untuk melestarikan datang kemudian pada anak-anak Aborigin, antara
usia 10 dan 13 (sebagai lawan antara 5 dan 7, dengan sampel Swiss Piaget).
Namun, ia menemukan bahwa kemampuan kesadaran spasial berkembang
lebih awal di antara anak-anak Aborigin daripada anak-anak Swiss. Studi semacam
itu menunjukkan perkembangan kognitif tidak sepenuhnya bergantung pada
pematangan tetapi juga pada faktor budaya – kesadaran spasial sangat penting bagi
kelompok orang nomaden. Vygotsky, sezaman dengan Piaget, berpendapat bahwa
interaksi sosial sangat penting untuk perkembangan kognitif. Menurut Vygotsky
belajar anak selalu terjadi dalam konteks sosial dalam kerjasama dengan seseorang
yang lebih terampil (MKO). Interaksi sosial ini memberikan peluang bahasa dan
Vygotksy menganggap bahasa sebagai lkitasan pemikiran.
7. Metode Piaget Rentan terhadap Interpretasi Bias
Metode Piaget (observasi dan wawancara klinis) lebih terbuka terhadap interpretasi
yang bias dibandingkan metode lainnya. Piaget melakukan pengamatan naturalistik
yang cermat dan terperinci terhadap anak-anak, dan dari sini ia menulis deskripsi
buku harian yang memetakan perkembangan mereka. Dia juga menggunakan
wawancara klinis dan pengamatan anak-anak yang lebih tua yang mampu memahami
pertanyaan dan mengadakan percakapan.
Karena Piaget melakukan pengamatan sendiri, data yang dikumpulkan
didasarkan pada interpretasi subjektifnya sendiri tentang peristiwa. Akan lebih kital
jika Piaget melakukan pengamatan dengan peneliti lain dan membandingkan hasilnya
setelah itu untuk memeriksa apakah mereka serupa (yaitu, memiliki reliabilitas antar
penilai). Meskipun wawancara klinis memungkinkan peneliti untuk mengeksplorasi
data secara lebih mendalam, interpretasi pewawancara mungkin bias. Misalnya,
anak-anak mungkin tidak memahami pertanyaan, mereka memiliki rentang perhatian
yang pendek, mereka tidak dapat mengekspresikan diri mereka dengan baik dan
mungkin mencoba untuk menyenangkan eksperimen. Metode tersebut berarti
bahwa Piaget mungkin telah membentuk kesimpulan yang tidak akurat.
Seperti beberapa penelitian telah menunjukkan Piaget meremehkan
kemampuan anak-anak karena tesnya terkadang membingungkan atau sulit untuk
dipahami (misalnya, Hughes, 1975).
8. Piaget gagal membedakan antara kompetensi dengan kinerja
Piaget gagal membedakan antara kompetensi (apa yang mampu dilakukan seorang
anak) dan kinerja (apa yang dapat ditunjukkan seorang anak ketika diberi tugas
tertentu). Ketika tugas diubah, kinerja (dan karena itu kompetensi) terpengaruh.
Oleh karena itu, Piaget mungkin meremehkan kemampuan kognitif anak.
43
Misalnya, seorang anak mungkin memiliki objek permanen (kompetensi)
tetapi masih belum dapat mencari objek (kinerja). Ketika Piaget menyembunyikan
benda dari bayi, dia menemukan bahwa baru setelah sembilan bulan mereka
mencarinya. Namun, Piaget mengkitalkan metode pencarian manual - apakah anak
sedang mencari objek atau tidak.
Kemudian, penelitian seperti Baillargeon dan Devos (1991) melaporkan
bahwa bayi semuda empat bulan melihat lebih lama pada wortel yang bergerak yang
tidak melakukan apa yang diharapkan, menunjukkan bahwa mereka memiliki rasa
keabadian, jika tidak mereka tidak akan memilikinya. harapan tentang apa yang
seharusnya atau tidak seharusnya dilakukan.
9. Konsep Skema Piaget
Konsep skema tidak sesuai dengan teori Bruner (1966) dan Vygotsky (1978).
Behaviorisme juga akan membantah teori skema Piaget karena tidak dapat diamati
secara langsung karena merupakan proses internal. Oleh karena itu, mereka akan
membantu tujuan itu tidak dapat diukur secara objektif.
Piaget mempelajari anak-anaknya sendiri dan anak-anak rekan-rekannya di
Jenewa untuk menyimpulkan prinsip-prinsip umum tentang perkembangan
intelektual semua anak. Sampelnya tidak hanya sangat kecil, tetapi hanya terdiri dari
anak-anak Eropa dari keluarga dengan status sosial ekonomi tinggi. Oleh karena
itu para peneliti mempertanyakan generalisasi datanya.
Bagi Piaget, bahasa dipkitang sebagai tindakan sekunder, yaitu pikiran
mendahului bahasa. Psikolog Rusia Lev Vygotsky (1978) berpendapat bahwa
perkembangan bahasa dan pemikiran berjalan bersama dan bahwa asal usul
penalaran lebih berkaitan dengan kemampuan kita untuk berkomunikasi dengan
orang lain daripada dengan interaksi kita dengan dunia material.
44
TEORI PIAGET DAN DUNIA PENDIDIKAN
J
ean Piaget merupakan seorang pakar psikologi pendidikan, sangat terkenal dengan
teori perkembangan kognitifnya. Pada awalnya, Piaget hanyalah seorang ahli biologi.
Akan tetapi ketertarikannya dengan sains dan sejarah mengalahkan minatnya
terhadap biologi. Ketertarikan Piaget dengan sains karena ia tertarik dengan proses
pikiran yang bekerja dalam sains. Akhirnya dari ketertarikannya itu berlanjut sampai
mempelajari tentang apa sesungguhnya pikiran dan seperti apa tahapan-tahapan dalam
perkembangannya. Piaget kemudian memberi nama tentang apa yang menjadi fokus
perhatiannya dengan epistemologi genetik, yaitu studi tentang perkembangan pada
manusia.
Menurut Piaget, belajar adalah perubahan persepsi dan pemahaman (tidak selalu
berbentuk perubahan pada tingkah laku yang dapat diamati). Jadi menurut Piaget,
setiap manusia sudah memiliki pengetahuan atau pengalaman dalam dirinya, yang
tertata dalam bentuk struktur kognitif. Sedangkan proses belajar terjadi bila materi
yang baru beradaptasi dengan struktur kognitif yang sudah dimiliki.
Dalam teori belajar kognitif, apa yang lebih diutamakan adalah proses belajar,
bukannya hasil belajar. Belajar bukan hanya hubungan antara stimulus dan respon, akan
tetapi lebih dari itu yaitu melibatkan proses berpikir yang kompleks.
Menurut Piaget, terdapat empat tingkat tahapan perkembangan pada anak untuk
memahami dunia mereka. Masing-masing dari tahapan itu saling berhubungan dengan
usia serta dengan jalan pikiran yang tidak sama dan tingkat serta kemajuan yang
berbeda pula. Keempat tingkat tahapan perkembangan anak itu adalah, pertama,
tahapan sensorimotor (usia 0-2 tahun). Kedua, tahapan pra-operasional (usia 2-7
tahun). Ketiga, tahapan operasional konkret (usia 7-11 tahun). Keempat, tahapan
operasioanal formal (uisa 11 tahun sampai dewasa).
Di dalam perkembangan kognitif, Piaget berpandangan bahwa proses kognitif
anak-anak secara aktif memahami dunia. Mereka memiliki sebuah skema, baik itu skema
yang sederhana maupun skema yang kompleks atau kerangka yang terdapat di dalam
pikiran mereka yang digunakan untuk mengorganisasikan dan menginterpretasikan
sebuah informasi. Piaget beranggapan bahwa ada dua proses yang bertanggungjawab
terhadap cara anak dalam menggunakan dan mengadaptasi kedua skema tersebut, yaitu
asimilasi dan akomodasi. Proses asimilasi terjadi ketika anak memasukkan sebuah
45
pengetahuan yang baru ke dalam pengetahuan yang sudah ada sebelumnya. Sedangkan
proses akomodasi ketika adanya penyesuaian anak ke dalam informasi baru.
Menurut Peaget, perkembangan kognitif pada anak sangat tergantung pada
seberapa aktif anak dalam berinteraksi dengan lingkungannya dan aktif
memanipulasikannya. Guru hanya berperan sebagai fasilitator, sedangkan buku sebagai
sumber informasi.
Dari sini, secara sederhana dapat dikatakan bahwa konsep perkembangan kognitif
dari Jean Paiget sangat erat kaitannya dengan proses pembelajaran di kelas. Terutama
pada tahapan asimilasi, akomodasi, dan ekuilibrasi. Terdapat juga keterhubungan
antara teori perkembangan kognitif Jean Piaget dengan Kurikulum 2013 (K-13) yang
menjadi mode dalam sistem pendidikan di Indonesia. Bila orientasi pembelajaran
Kurikulum K-13 lebih menekankan pada keaktifan siswa dalam proses belajar, pada
teori perkembangan kognitif lebih menekankan dalam proses belajar, sementara hasil
belajar, dinomorduakan.
Dari kerangka pemikiran pendidikan Piaget, implikasi dalam pembelajarannya
adalah belajar akan lebih berhasil apabila disesuaikan dengan tahap perkembangan
kognitif peserta didik. Peserta didik hendaknya diberi kesempatan untuk melakukan
eksperimen, yang ditunjang oleh interaksi dengan teman sebaya dan dibantu oleh
pertanyaan ujian dari guru. Guru hendaknya banyak memberikan rangsangan kepada
peserta didik agar mau berinteraksi dengan lingkungan secara aktif, mencari dan
menemukan berbagai hal dari lingkungan.
Selain itu, bahasa dan cara berpikir siswa berbeda dengan orang dewasa. Oleh
karena itu, guru mengajar dengan menggunakan bahasa yang sesuai dengan cara
berpikir siswa. Siswa-siswa akan belajar lebih baik apabila dapat menghadapi lingkungan
dengan baik. Guru harus membantu siswa agar dapat berinteraksi dengan lingkungan
sebaik-baiknya. Bahan yang harus dipelajari siswa hendaknya dirasakan baru tetapi tidak
asing. Berikan peluang agar siswa belajar sesuai levelnya. Di dalam kelas, siswa-siswa
hendaknya diberi peluang untuk saling berbicara dan diskusi dengan teman-temanya.
Terkait kondisi optimal untuk belajar sangatlah jelas bahwa jika sesuatu tak bisa
diasimilasikan kedalam struktur kognitif, anak tak dapat bertindak sebagai stimulus
biologis. Dalam pengertian inilah struktur kognitif menciptakan lingkungan fisik
(jasmani). Saat struktur kognitif makin meluas, lingkungan fisik menjadi
terartikulasikandengan baik. Demikian pula, jikasesuatu sangat jauh dari struktur
kognitif anak sehingga tidak bisa diakomodasi, tidak akan terjadi belajar.
Agar belajar optimal terjadi, informasi harus disajikan sedemikian rupasehingga
dapat diasimilasikan kedalam struktur kognitif tetapi pada saat yang sama informasi
46
harus berbedaagar menimbulkan perubahan dalamstruktur kognitif tersebut. Jika
informasi tidak dapat diasimilasikan, makainformasi tersebut tidak bisa dipahami.
Tetapi jika sesuatu sudah dipahami dengan sempurna, tidak diperlukan proses
belajar. Teori Piaget mengungkapkan kenyataan bahwa asimilasi dan pemahaman
memunyai arti serupa, yang dapat mengartikan bahwa semua proses belajar bergantung
pada kegagalan. Menurut Piaget, kegagalan pengetahuan sebelumnya untuk
mengasimilasikan suatu pengalamanakan menyebabkan akomodasi, atauproses belajar
baru. Pengalaman harus cukup menantang agar memicu pertumbuhan kognitif.
Selanjutnya implikasi-impilkasi teori Piaget bagi pendidikan adalah sebagaimana
penjelasan-penjelasan pada topik berikut:
1. Pahami perkembangan kognitif siswa
Guru akan mendapatkan keuntungan jika memahami level-level apa para siswa
menjalankan fungsinya. Semua siswa dalam sebuah kelas tidak seharusnya
diharapkan untuk beroperasi pada level yang sama. Guru dapat mencoba untk
memastikan levellevelnya dan menjalankan pengajaran mereka sesuai dengan hal itu.
Para siswa yang tampaka ada dalam tahapan transisi dapat memanfaatkan
pengajaran untuk level berikut yang lebih tingi karena konflik tidak terlalu besar
bagi mereka
2. Jaga agar siswa tetap aktif
Piaget tidak setuju dengan pembelajaran pasif. Anak-anak membutuhkan lingkungan
yang kaya yang memberikan kesempatan untuk bereksplorasi secara aktif dan
menjalani kegiatan-kegiatan yang melibatkan partisipasi aktif mereka. Pengaturan
seperti ini akan menunjang konstruksi aktif terhadap pengetahuan.
3. Ciptakan ketidaksesuaian
Perkembangan terjadi ketika input-input lingkungan tidak sesuai dengan strukturstruktur kognitif siswa. Materi sebaiknya tidak langsung dapat diasimilasikan, tetapi
juga tidak terlalu sulit sehingga tidak sampai mencegah akomodasi. Ketidaksesuaian
juga dapat diciptakan dengan membiarkan siswa menyelesaikan soal-soal dan
mendapatkan jawaban-jawaban yang salah. Teori Piaget tidak menyebutkan bahwa
anak selalu harus berhasil; umpan balik guru yang menunjukan jawaban-jawaban
yang salah dapat memunculkan ketidakseimbangan.
4. Memberikan interaksi sosial
Meskipun teori Piaget menyatakan bahwa perkembangandapat berlangsung tanpa
interaksi sosial, lingkungan sosial tetap sajamerupakan sumber utama bagi
perkembangan kognitif. Kegiatan- kegiatan yang memberikan interaksi sosial akan
47
bermanfaat. Belajar bahwaorang lain dapat memiliki sudut pandang yang berbedabeda dapat membantu anak-anak untuk tidak egosentris.
Menurut Piaget, pengalaman pendidikan harus dibangun di seputar struktur
kognitif pembelajar. Anak-anak berusia sama dan dari kultur yang sama cenderung
memiliki kognitif yang sama, tetapi adalah mungkin bagi mereka untuk memiliki struktur
kognitif yang berbeda dan karenanya membutuhkan jenis materi belajar yang berbeda
pula. Di satu sisi, materi pendidikan yang tidak bisa diasimilasikan ke struktur kognitif
anak tidak akan bermakna bagi anak.
Jika, sisi lain, materi bisa diasimilasikan secara komplet, tidak akan ada
prosesbelajar yang terjadi. Agar belajar terjadi, materi perlu sebagian sudah diketahui
dan sebagian belum. Bagian yang sudah diketahui akan diasimilasi, dan bagian yang
belum diketahui akan menimbulkan modifikasi dalam struktur kognitif anak. Modifikasi
ini disebut akomodasi, yang dapat disamakan dengan belajar.
Jadi menurut Piaget, pendidikanyang optimal membutuhkanpengalaman yang
menantang bagi si pebelajar sehingga proses asimilasi dan akomodasi dapat
menghasilkan pertumbuhan intelektual. Untuk menciptakan jenis pengalaman ini, guru
harus tahu level fungsi struktur kognitif anak. Maka kita melihat, baik itu Piaget maupun
kaum behavioris, telah mendapatkan kesimpulan yang sama mengenai pendidikan:
yakni, pendidikan harus diindividualisasikan. Piaget mendapatkan kesimpulan ini
dengan menyadari bahwa kemampuan mengasimilasi akan bervariasi dari satu anak ke
anak lain dan bahwa materi pendidikan harus disesuaikan dengan struktur kognitif
anak. Behavioris mencapai kesimpulannya dengan menyadari bahwa penguatan haruslah
kontingen (bergantung) pada perilaku yang tepat, dan penyaluran penguat yang tepat
membutuhkan hubungan tatap muka antara satu orang guru dan satu orang murid atau
antara murid dan materi pendidikan.
Berkaitan dengan belajar, Piaget memberikan dua pengertian belajar, yaitu dalam
arti sempit dan dalam arti luas. Belajar dalam arti sempit adalah belajar yang hanya
menekankan perolehan informasi baru dan pertambahan. Contoh: anak belajar nama
ibu kota negara atau menghafalkan angka-angka. Belajar dalam arti luas yaitu belajar
untuk memperoleh dan menemukan struktur pemikiran yang lebih umum yang dapat
digunakan pada bermacam-macam situasi. Contoh: dalam menghafal ibu kota negara,
seorang anak juga mengerti hubungan antara kota-kota itu dengan negara. Bagi piaget,
belajar selalu mengandung unsur pembentukandan pemahaman. Adapun implikasinya
terhadap proses belajar mengajar antara lain:
48
1. Tekanan pada Murid
Bagi Piaget, pengetahuan itu dibentuk sendiri oleh murid dalam berhadapan dengan
lingkungan atau objek yang sedang dipelajarinya. Jadi di sini, tekanan lebih pada
murid yang lebih aktif dan bukan guru yang selalu aktif. Dalam kaitan ini, menjadi
penting bagi guru untuk mengerti cara berpikir murid, pengalaman murid, dan
bagaimana murid mendekati suatu persoalan. Selain itu, guru juga perlu
menyediakan dan memberikan bahan sesuai dengan taraf perkembangan kognitif
murid agar lebih berhasil membantu murid berpikir dan membentuk pengetahuan.
2. Metode Belajar
Teori pengetahuan Piaget menekankan pentingnya kegiatan seorang murid yang
aktif dalam mengkonstruksi pengetahuan. Hanya dengan keaktifannya mengolah
bahan, bertanya secara aktif, dan mencerna bahan dengan kritis, murid akan dapat
menguasai bahan dengan lebih baik.
Oleh karena itu, kegiatan aktif dalam proses belajar perlu ditekankan. Bahkan,
kegiatan murid secara pribadi dalam mengolah bahan, mengerjakan soal, membuat
kesimpulan, dan merumuskan suatu rumusan dengan kata-kata sendiri adalah
kegiatan yang sangat diperlukan agar murid sungguh membangun pengetahuannya.
Selain itu, diskusi bersama teman sangat membantu penangkapan dan
pengembangan pemikiran murid dalam belajar, dengan catatan semua murid ikut
aktif dalam diskusi. Jadi bisa disimpulkan bahwa, metode acvtive learningyang perlu
dipakai guru untuk proses belajar mengajar.
3. Peranan Guru
Peran guru di sini adalah lebih sebagai mentor atau fasilitator, dan bukan
pentransfer ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan tidak dapat ditransfer dari guru
ke murid tanpa keaktifan murid itu sendiri.
Menurut Piaget, penyajian pengetahuan yang sudah jadi kemudian murid
disuruh untuk menghafalkan, bukanlah penyajian yang baik karena murid menjadi
pasif. Agar guru dapat membantu murid aktif dalam pembelajaran, guru perlu
mengetahui kemampuan dan tahap kognitif murid yang sedang belajar.
Perangsangan bahan yang sesuai dengan level kognitif murid akan lebih
meningkatkan daya pikir murid. Pemberian bahan yang terlalu sulit akan
membosankan dan membingungkan murid, sedangkan bahan yang terlalu mudah
akan juga kurang baik bagi murid, karena kurang memacu berpikir murid.
4. Model Kelas
Piaget sebenarnya lebih menekankan bentuk kelas yang personal. Di situ, setiap
murid dapat belajar sendiri dan aktif membentuk pengetahuannya sendiri. Model
49
ini banyak memberikan inspirasi pada pembukaan sekolah privat saat ini. Model
Piaget dapat juga diterapkan dalam kelas yang besar. Namun yang perlu
diperhatikan adalah tetap terjaganya kebebasan bagi setiap murid untuk
mengungkapkan gagasannya dan untuk selalu kreatif.
Selain itu, penggunaan dari teori Piaget ini dapat digunakan dalam pembelajaran
dengan cara
1. Gunakan pendekatan konstruktivis
Senada dengan pandangan aliran konstruktivis, Piaget menekankan bahwa anakanak akan belajar dengan lebih baik jika mereka aktif dan mencari solusi sendiri.
2. Fasilitasi mereka untuk belajar.
Guru yang efektif harus merancang situasi yang membuat siswa belajar dengan
bertindak.
3. Pertimbangkan pengetahuan dan tingkat pemikiran anak.
Murid tidak datang ke sekolah dengan kepala kosong. Mereka punya banyak
gagasan tentang dunia fisik dan alam.
4. Gunakan penilaian terus menerus.
Makna yang disusun oleh individu tidak dapat diukur dengan tes standar. Penilaian
untuk mata pelajaran PKn (yang menilai kemajuan dan hasil akhir) misalnya, adakan
pertemuan individual dimana murid mendiskusikan strategi pemikiran mereka, dan
penjelasan lisan dan tertulis oleh murid tentang penalaran mereka dapat dipakai
sebagai alat untuk mengevaluasi kemajuan mereka.
5. Tingkatkan kemampuan intelektual murid.
Menurut Piaget, tingkat perkembangan kemampuan intelektual murid berkembang
secara alamiah. Anak tidak boleh didesak dan ditekan untuk berprestasi terlalu
banyak di awal perkembangan mereka sebelum mereka siap.
6. Jadikan ruang kelas menjadi eksplorasi dan penemuan.
Guru menekankan agar murid melakukan eksplorasi dan menemukan kesimpulan
sendiri. Guru lebih banyak mengamati minat murid dan partisipasi alamiah dalam
aktivitas mereka untuk menentukan pelajaran apa yang diberikan.
Langkah-langkah lain dalam pembelajaran yang mengembangkan dan menerapkan
teori Piaget, diantanya menyarahkan enam langkah ini untuk menyusun pengembangan
praoperasional:
1. Gunakan alat peraga beton dan alat bantu visual bila memungkinkan.
2. Buatlah instruksi yang relatif singkat, menggunakan tindakan serta kata-kata.
3. Jangan mengharapkan siswa untuk secara konsisten melihat dunia dari sudut
pandang orang lain.
50
4. Peka terhadap kemungkinan bahwa siswa mungkin memiliki arti yang berbeda untuk
kata yang sama atau kata yang berbeda untuk arti yang sama. Siswa juga dapat
mengharapkan semua orang untuk memahami kata-kata yang mereka temukan.
5. Beri anak-anak banyak latihan langsung dengan keterampilan yang berfungsi sebagai
blok bangunan untuk keterampilan yang lebih kompleks seperti pemahaman
membaca.
6. Memberikan berbagai pengalaman untuk membangun landasan bagi pembelajaran
konsep dan bahasa.
Ide Piaget tentang pembelajaran dan pengembangan telah mempengaruhi teori
pembelajaran konstruktivis serta pedagogi yang berpusat pada anak, dan khususnya
kecenderungan pasif, peran latar belakang guru dalam pendidikan anak. Piaget berteori
bahwa proses kognitif akomodasi dan asimilasi tidak dapat dipercepat oleh instruksi,
dan bahwa sebagian besar interaksi tidak efektif dalam mempengaruhi perubahan
kognitif kecuali diposisikan pada tingkat yang benar antara asimilasi dan akomodasi
dan membangun dengan sangat hati-hati dari apa yang sudah dipahami siswa. Piaget
menyarankan peran guru yang terlibat memberikan pengalaman belajar yang tepat dan
bahan yang merangsang siswa untuk memajukan pemikiran mereka. Teorinya telah
mempengaruhi konsep individu dan pembelajaran yang berpusat pada siswa, penilaian
formatif, pembelajaran aktif, pembelajaran penemuan, dan interaksi teman sebaya.
Namun, kadang-kadang juga disalahartikan untuk menyatakan bahwa pengajaran
langsung tidak tepat, klaim yang jelas-jelas terbukti tidak akurat dalam penelitian ilmu
kognitif.
1. Pembelajaran individu
Fokus Piaget pada pembelajaran sebagai pengembangan individu tercermin dalam
pengorganisasian sebagian besar sistem pendidikan, di mana pembelajaran bersifat
individual dan siswa diukur pada kinerja individu mereka daripada kinerja
kolaboratif. Pembangunan dilihat sebagai individu daripada sosial atau budaya,
misalnya.
2. Pengajaran yang berpusat pada siswa dan penilaian formatif
Piaget juga telah memengaruhi apa yang dikenal sebagai pengajaran yang berpusat
pada siswa, di mana guru memulai dengan pemahaman siswa yang ada dan
membantu mereka membangun dan mengembangkannya (walaupun perhatikan ini
tidak menghalangi guru mengidentifikasi dan merencanakan dengan cermat konten
yang akan diajarkan. diajari). Praktik penilaian yang bertujuan untuk mengetahui
apa yang sudah diketahui dan dapat dilakukan siswa untuk menginformasikan
pengajaran selanjutnya penting agar pengajaran tepat waktu dan relevan dengan
51
kapasitas setiap siswa saat ini untuk menyusun dan merestrukturisasi pengetahuan.
Guru menggunakan penilaian untuk memahami pengalaman dan pemahaman siswa
sebelumnya dan bagaimana mereka secara pribadi membangun topik atau subjek
dalam pikiran mereka.
3. Active Learning
Piaget berpikir bahwa eksplorasi dan penemuan mandiri penting pada semua tahap
perkembangan kognitif dalam memungkinkan siswa untuk memimpin pembelajaran
mereka sendiri sejalan dengan pemahaman perkembangan mereka saat ini. Siswa
pada tahap operasi konkret membutuhkan kesempatan untuk belajar langsung,
bereksperimen dan menguji objek untuk membangun konsep, serta kemudian
bekerja dengan proposisi verbal. Siswa pada tahap operasi formal mendapat
manfaat dari proyek terbuka di mana mereka dapat mengeksplorasi kemungkinan
dan penalaran hipotetis.
4. Discovery Learning
Teori Piaget juga diasosiasikan dengan konsep 'discovery learning' di mana siswa
diundang untuk mengeksplorasi kegiatan dan pengalaman yang direncanakan
dengan cermat yang dirancang untuk membantu mereka mewujudkan pengamatan
dan ide-ide kunci. Penting untuk dicatat bahwa, meskipun Piaget berpikir bahwa
siswa dapat menemukan beberapa hal untuk diri mereka sendiri, sebagian besar
waktu perkembangan mereka membutuhkan refleksi dan membuat koneksi untuk
membangun pengetahuan. Dengan kata lain, penataan guru atas penemuan siswa
adalah penting.
5. Konflik sesama (Peer Conplict)
Ide Piaget tentang pentingnya konflik kognitif untuk merangsang proses
keseimbangan kadang-kadang dipraktekkan melalui kesempatan untuk diskusi kelas,
yang bertujuan untuk memungkinkan siswa menemukan ide dan teori yang
bertentangan dengan mereka sendiri.
Terkait kurikulum yang menerapkan teori Piaget, menjunjung tinggi keyakinan
bahwa anak-anak perlu mengeksplorasi, bereksperimen, (dan sesuatu yang dekat
dengan hati saya), untuk bertanya. Ini menganjurkan bahwa anak-anak harus diberikan
kesempatan untuk berdiskusi dan berdebat satu sama lain, dengan guru bertindak
sebagai pemandu dan fasilitator. Selain itu, bahwa anak-anak harus bisa membuat
kesalahan dan belajar darinya.
Ada empat implikasi pengajaran utama dari teori Piaget telah digariskan oleh Berk
(2001). Ini adalah:
1. Fokus pada proses berpikir anak, bukan hanya produknya.
52
Ini mengacu pada guru tidak hanya memeriksa jawaban anak misalnya, tetapi
memahami bagaimana anak sampai pada jawaban itu. Proses berpikir apa yang
mereka lalui? Hanya ketika guru memahami metode anak, bahwa mereka dalam
posisi untuk membangun tingkat fungsi kognitif anak.
2. Pengakuan akan peran penting dari inisiatif sendiri, keterlibatan aktif anak-anak
dalam kegiatan belajar.
Ini mengacu pada anak-anak yang mampu menemukan hal-hal untuk diri mereka
sendiri melalui interaksi spontan dengan lingkungan mereka daripada penyajian
pengetahuan yang sudah jadi.
3. Pengurangan penekanan pada praktik yang bertujuan menjadikan anak-anak dewasa
seperti dalam pemikiran mereka.
Ketika berbicara dengan para pendidik di seluruh dunia, Piaget memperhatikan
bahwa banyak dari mereka tertarik pada bagaimana mereka dapat mempercepat
perkembangan anak-anak; khususnya yang ada di AS. Piaget percaya bahwa
pengajaran prematur, (yaitu mengajarkan sesuatu kepada anak sebelum mereka
siap), bisa lebih buruk daripada tidak mengajar sama sekali, karena hal itu mengarah
pada penerimaan yang dangkal terhadap formula orang dewasa daripada
pemahaman kognitif yang benar (May dan Kundert, 1997).
4. Penerimaan perbedaan individu dalam kemajuan perkembangan.
Sebuah fitur kunci dari teori Piaget adalah bahwa kemajuan anak-anak melalui tahap
kognitif pada tingkat yang berbeda. Dalam kasus ini, kemajuan seorang anak harus
diukur terhadap perkembangan mereka sebelumnya, bukan dalam hal standar
normatif yang diberikan oleh kinerja teman sebayanya.
53
REFERENSI
Alexandra Schmid, Piaget's Two-Stage Theory of Moral Development.
Classroom.Synonim. https://classroom.synonym.com/
Anne
S.
Beauchamp,
Cognitive
Equilibrium.
Britanica.
https://www.britannica.com/science/cognitive-equilibrium
Cliffsnote.
Piaget's
Model
of
Cognitive
Development,
https://www.cliffsnotes.com/study-guides/sociology/socialization/piagetsmodel-of-cognitive-development
ebrary.
Ebrary.
Cognitive
Equilibrium/Disequilibrium.
https://ebrary.net/191356/sociology/cognitive_equilibriumdisequilibrium
Kendra Cherry, The Importance of Assimilation in Adaptation. verywellmind.
https://www.verywellmind.com/what-is-assimilation-2794821
McLeod, S. A. (2015). Piaget's theory of moral development. Simply Psychology.
www.simplypsychology.org/piaget-moral.html
Mjscolombo.
Kerangka
Pendidikan
Jean
Piaget.
Mjscolombo.
https://mjscolombo.com/kerangka-pendidikan-jean-piaget/
Muhammad Khoiruzzadi, & Tiyas Prasetya. Perkembangan Kognitif dan Implikasinya
dalam Dunia Pendidikan (Ditinjau dari Pemikiran Jean Piaget dan Vygotsky).
Jurnal Madaniah Vol. 11 (1) 2021.
Mindsofowder.
Nicola,
Piaget’s
Influence
on
Educational
Practices.
https://mindsofwonder.com/2016/11/24/piagets-influence-educationalpractices/
Piaget, J. (1932). The moral judgment of the child. London: Kegan, Paul, Trench,
Trubner & Co.
Robert
E.
Slavin,
Education
Psychology:
theory
and
practice,
http://wps.ablongman.com/ab_slavin_edpsych_8/38/9951/2547688.cw/cont
ent/
Team School Resource, 2021. Piaget’s theory of education. theeducationhub.
https://theeducationhub.org.nz/piagets-theory-of-education/
Theodore,
2022.
Sensorimotor
Stage.
Practicalpie.
https://practicalpie.com/sensorimotor-stage/
Victry Erlitha Picauly, 2016. Pandangan Jean Piaget dan Jerome Bruner Tentang
Pendidikan (Kajian Pustaka)., Jurnal Ilmiah Jendela Pengetahuan, 9 (20) 2016.
54
Wikipedia,
“Jean
Piaget”
https://id.wikipedia.org/wiki/Jean_Piaget
55
id.wikipedia.org
(online)