[go: up one dir, main page]

Academia.eduAcademia.edu
BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Bani Umayyah atau kekhalifahan Umaiyah adalah kekhalifahan Islam pertama setelah masa Khulafaur Rasyidin yang memerintah dari 661-750 M di jazirah Arab yang berpusat di Damaskus, Syiria, serta dari 756-1031 di Cordoba-Andalusia, Spanyol. Masa kekhalifahan Bani Umayyah hanya berumur 90 tahun yaitu dimulai pada masa kekuasaan Muawiyah bin Abi Sufyan, dimana pemerintahan yang bersifat Islamiyyah berubah menjadi kerajaan turun-temurun. Yaitu setelah Al-Hasan bin ‘Ali bin Abi Thalib menyerahkan jabatan kekhalifahan kepada Muawwiyah dalam rangka mendamaikan kaum muslimin yang pada saat itu sedang dilanda fitnah akibat terbunuhnya Utsman bin Affan yakni pada peristiwa perang Jamal dan penghianatan dari orang-orang Khawarij dan Syi’ah. Nama Dinasti Umayyah diambil dari nama nenek moyang mereka yaitu Umayyah bin Abdi Syams bin Abdimanaf. Ia adalah salah seorang terkemuka dalam dalam persukuan pada zaman Jahiliyah, bergandeng dengan pamannya Hasyim bin Abdimanaf. Umayyah dan Hasyim berebut pengaruh politik dalam proses-proses sosial-politik pada zaman Jahiliyah, namun Umayyah lebih dominan. Hal itu disebabkan karena ia merupakan pengusaha yang kaya, dan memiliki harta yang melimpah. Harta dan kekayaan menjadi faktor dominan untuk merebut hati di kalangan Qureisy, sehingga Hasyim tidak dapat mengimbangi keponaknnya tersebut. Dari dinasti Umayyah ini terdapat 14 Khalifah yang bergantian memimpin dalam masa pemerintahan, dimulai dari Muawwiyah (661) sampai dengan Marwan II (750). Rumusan Masalah Bagaimana proses berdirinya Dinasti Umayyah? Bagaimana kemajuan Dinasti Umayyah I? Siapa saja khalifah Dinasti Umayyah I? Apa saja penyebab runtuhnya Dinasti Umayyah I? Tujuan Penulisan Untuk mengetahui proses berdirinya Dinasti Umayyah. Untuk mengetahui kemajuan Dinasti Umayyah. Untuk mengetahui runtuhnya Dinasti Umayyah. BAB II PEMBAHASAN Proses Berdirinya Dinasti Umayyah I Bani Umayyah atau kekhalifahan Umaiyah adalah kekhalifahan Islam pertama setelah masa Khulafaur Rasyidin yang memerintah dari 661-750 M di jazirah Arab yang berpusat di Damaskus, Syiria, serta dari 756-1031 di Cordoba-Andalusia, Spanyol. Nama Dinasti Umayyah diambil dari nama nenek moyang mereka yaitu Umayyah bin Abdi Syams bin Abdimanaf. Ia adalah salah seorang terkemuka dalam dalam persukuan pada zaman Jahiliyah. Masa kekhalifahan Bani Umayyah hanya berumur 90 tahun yaitu dimulai pada masa kekuasaan Muawiyah bin Abi Sufyan, dimana pemerintahan yang bersifat Islamiyyah berubah menjadi kerajaan turun-temurun. Yaitu setelah Al-Hasan bin ‘Ali bin Abi Thalib menyerahkan jabatan kekhalifahan kepada Muawwiyah dalam rangka mendamaikan kaum muslimin yang pada saat itu sedang dilanda fitnah akibat terbunuhnya Utsman bin Affan yakni pada peristiwa perang Jamal dan penghianatan dari orang-orang Khawarij dan Syi’ah. Suksesi kepemimpinan secara turun-temurun dimulai ketika Muawiyah bin Abi Sufyan mewajibkan seluruh rakyatnya untuk menyatakan setia terhadap anaknya, Yazid bin Muawiyah. Muawiyah bermaksud mencontoh sistem dinasti di Persia dan Bizantium. Dari dinasti Umayyah ini terdapat 14 Khalifah yang bergantian memimpin dalam masa pemerintahan, dimulai dari Muawwiyah (661 M) sampai dengan Marwan II (750 M). Perkembangan Islam pada Masa Dinasti Umayyah I Dalam upaya perluasan daerah kekuasaan Islam pada masa Dinasti Umayyah, Muawiyah selalu mengerahkan segala kekuatan yang dimilikinya untuk merebut kekuasaan di luar Jazirah Arab, antara lain upayanya untuk terus merebut kota Konstantinopel. Ada tiga hal yang menyebabkan Muawiyah terus berusaha merebut Bizantium, yaitu : Kota tersebut adalah basis kekuatan Kristen Ortodoks, yang pengaruhnya dapat membahayakan perkembangan Islam. Orang-orang Byzantium sering melakukan pemberontakan dan pengrusakan ke daerah Islam. Byzantium termasuk wilayah yang memiliki kekayaan yang melimpah. Pada waktu Dinasti Umayyah berkuasa, daerah islam membentang ke berbagai negara yang berada di benua Asia dan Eropa. Dinasti Umayyah, juga terus memperluas peta kekuasaannya ke daerah Afrika Utara pada masa Khalifah Walid bin Abdul malik, dengan mengutus panglimanya Musa bin Nushair dan mengutus Thariq bin Ziyad untuk merebut wilayah Andalusia. Pada masa Dinasti umayyah beberapa kemajuan di berbagai sektor berhasil dicapai. Antara lain : Kemajuan Bidang Ilmu Hadits Menurut ilmu hadits, hadits adalah segala ucapan, perbuatan, dan keadaan Nabi Muhammad SAW. Hadits sebagai sumber hukum Islam kedua, proses perkembangan ilmu hadits sangat panjang, perkembangan ilmu hadits telah mencapai tujuh periode. Periode Pertama Periode pertama ialah periode turunnya wahyu, pembentukan hukum, serta dasar-dasarnya. Periode ini berlangsung tahun 13 SH-11 H ataumasa kerasulan Nabi Muhammad SAW. Periode Kedua Perode kedua disebut periode pembatasan hadits dan penyelidikan riwayat. Periode ini berlangsung pada masa Khulafaur Rasyidin (11-41 H). Periode Ketiga Perode ketiga ialah periode penyebaran riwayat ke kota-kota. Periode ini berlangsung pada masa sahabat kecil dan tabiin besar. Periode Keempat Periode keempat adalah periode penulisan dan kodifikasi resmi. Periode ini berlangsung tahun 102 H hingga akhir abad ke-2 H. Periode Kelima Periode kelima adalah periode pemurniaan, penyehatan, dan penyempurnaan. Periode ini berlangsung awal hingga akhir abad ke-3 H. Periode Keenam Periode keenam adalah periode pemeliharaan, penertiban, penambahan, dan penghimpunan. Periode ini berlangsung abad ke-4 H sampai pertengahan abad ke-7 H, pada saat Kota Bagdad jatuh ke tangan bangsa Mongol. Periode Ketujuh Periode ketujuh merupakan periode pensyarah, penghimpunan, pengeluaran riwayat, dan pembahasan. Periode ini berlangsung sejak jatuhnya Kota Bagdad hingga sekarang. Berdasarkan periodesasi tersebut perkembangan ilmu hadits pada Dinasti Umayyah meliputi periode ketiga dan keempat. Pada masa pemerintahan Khalifah Umar bin Abdul Aziz (99-102 H), dilakukan upaya pembukuan hadits-hadits yang tersebar di berbagai tempat dan banyak para tabi’in. Untuk mewujudkan keinginan tersebut, khalifah umar bin Abdul Aziz memerintah kepada para gubernurnya dan para ulama terkemuka untuk mengumpulkan dan membukukan hadits untuk disebarkan kepada masyarakat Islam. Gubernur Madinah, Ibn Hazm dikenal sebagai seorang ulama yang memiliki pengetahuan keagamaan yang cukup luas. Karena itu, khalifah member kepercayaan kepadanyauntuk menghimpun dan membukukan hadits-hadits yang ada padanya dan yang ada pada sahabat lainnya di kota Madinah. Di antara tugas yang diembannya adalah mengumpulkan hadis-hadits yang ada pada Amrah bin Abdurrahmandan al-Qasim bin Muhammad bin Bakar. Karena Amrah adalah anak angkat Siti aisyah dan orang yang paling dipercaya untuk menerima hadits dari Siti Aisyah tersebut. Sementara itu al-Qasim adalah salah seorang dari tujuh ulama fiqih di Madinah. Selain mengirim surat perintah kepada para gubernur, Khalifah Umar bin Abdul Aziz juga memerintahkan Ibn Syihab az-Zuhri (wafat tahun 124 H) dan ulama lainnya untuk mengumpulkan dan membukukan hadits yang ada pada mereka serta mengirimkannya kepada khalifah. Bahkan beliau sendiri ikut terlibat di dalam mendiskusikan dan menghimpun hadits-hadits. Az-Zuhri adalah seorang ulama terkemuka di Hijaz dan Syria pada masa itu. Karena itu, tidak salah apabila Khalifah Umar bin Abdul Aziz meminta kepada mereka untuk mengumpulkan dan membukukan hadits-hadits. Uasaha yang dilakukan para ulama dan tokoh terkemuka ketika itu di dalam upaya pembukuan hadits cukup berhasil. Sebab az-Zuhri telah merampungkan upaya pembukuan hadits tersebut, meskipun khalifah Umar bin Abdul Aziz belum melihat secara langsung hasilnya. Karena khalifah sangat percaya dengan kemampuan dan keahlian mereka di bidang hadits. Usaha pembukuan hadits terus dilakukan setelah masa kepemimpinan khalifah Umar bin Abdul Aziz (102 H). Di antara para ulama yang terus berjuang mengumpulkan dan membukukan hadits adalah Ibnu Juraij (wafat tahun 150 H) di Mekah. Muhammad bin Ishak (wafat tahun 151 H) di Madinah. Said bin Urwah (wafat tahun 156 H) di Basrah. Sufyan As-Saury (wafat tahun 161 H) di kufah. Al-Awa’il (wafat tahun 157 H) di Syria. Kemudian abad ketiga hijriah (ke-3 H) dan keempat (ke-4 H) usaha pembukuan hadits mengalami masa kejayaan. Kemajuan Bidang Ilmu Tafsir Tafsir adalah ilmu yang menjelaskan makna ayat sesuai dengan petunjuk yang lahir dalam batas kemampuan manusia. Dengan kata lain, ilmu tafsir mengkaji bagaimana menjelaskan kehendak Allah SWT, yang terkandung dalam Al-Qur’an melalui lafal dan makna serta mejelaskan hukum-hukum yang dikandungnya sesuai dengan kemampuan mufasir (ahli tafsir). Ilmu ini penting karena di samping mengandung kata-kata yang mudah dan terperinci, Al-Qur’an juga memuat ayat-ayat yang sulit di pahami atau ayat-ayat yang hanya memuat prinsip umum. Usaha-usaha untuk menafsirkan Al-Qur’an sudah dimulai sejak zaman Nabi Muhammad SAW. Nabi Muhammad SAW adalah orang yang memiliki otoritas dan tugas utama dalam menjelaskan Al-Qur’an. Oleh karena itu, penafsiran yang diberikan oleh nabi Muahammad SAW adalah penafsiran yang paling benar. Setelah Nabi Muhammad SAW meninggal, penafsiran al-Qur’an dilakukan oleh para sahabat, yaitu Abu Bakar As-Sidiq, Umar bin Khattab, Usman bin Affan, Ali bin abi Thalib, Ibnu Mas’ud, Abdullah bin Abbas, Zaid bin Tsabit, Abu Muasa al-Asy’ari, dan Abdullah bin Zubair. Abdullah bin Abbas merupakan seorang yang hidup hingga masa Dinasti Umayyah. Beliau wafat pada masa pemerintahan Abdul malik bin Marwan. Keahliannya dalam ilmu tafsir membuatnya dijuliki Tarjuman al-Qur’an (Juru Bicara Al-Qur’an). Pada masa berikutnya, tafsir para sahabat itu berkembang di berbagai kota dan memunculkan generasi ahli tafsir dari kalangan tabi’in. Di Mekah, tafsir Ibnu Abbas dikembangkan oleh murid-muridnya, seperti Sa’id bin Jabir, Mujahid, Ata bin Abi Rabah, dan Ikrimah bin Abu Jahal. Di Kufah muncul generasi ahli tafsir yang bersumber dari Ibnu Mas’ud. Di Madinah muncul pula para ahli tafsir, seperti Abdurrahman bin Aslam dan Malik bin Anas. Pada masa itu, penafsiran ayat dilakukan dengan beberapa cara yaitu menafsirkan Al-Qur’an dengan Al-Qur’an, menafsirkan Al-Qur’an dengan hadit-hadits Nabi Muhammad SAW, serta menefsirkan Al-Qur’an dengan ijtihad sahabat. Metode tafsir yang terakhir itu disebut dengan tafsir bil-ma’sur. Hasil-hasil penafsiran Al-Qur’an pada masa itu belum ada yang dibukukan. Hasil karya para ulama di berbagai bidang tersebut baru mulai dibukukan pada masa pemerintahan Dinasti Abbasiyah. Kemajuan Bidang Ilmu Fiqih Definisi fiqih menurut ulama fiqih adalah sekumpulan hukum amaliah yang disyariatkan dalam Islam. Bidang bahasan ilmu fiqih adalah setiap perbuatan mukalaf yang terhadap perbuatannya itu ditentukan hukum apa yang harus dilakukan karenanya. Menurut seorang ahli fiqih dan ahli usul fiqih yang bernama Mustafa Ahmad Zarqa, perkembangan ilmu-ilmu fiqih terbagi dalam tujuh periode. Periode pertama adalah periode risalah, yaitu periode yang berlangsung pada masa hidup Nabi Muhammad SAW. Periode kedua berlangsung sejak zaman Khlafaur Rasyidin sampai pertengahan abad pertama hijriah. Periode ketiga berlangsung sejak pertengahan abad pertama hjriah sampai permulaan abad kedua hijriah. Periode keempat dimulai pada permulaan abad kedua hijriah dan berakhir pada pertengahan abad keempat hijriah. Periode kelima berlangsung pada pertengahan abad ketujuh hijriah. Periode keenam dimulai pada pertengahan abad ketujuh hijriah sampai munculnya Mujallah al-Ahkam al-‘Adliyyah, yaitu sebuah kodifikasi hukum perdata Islam di zaman Turki Usmaniyang diundangkannya kodifikasi hukum perdata Islam tersebut hingga sekarang. Perkembangan ilmu fiqih pada masa Dinasti Umayyah hampir seluruhnya terjadi periode ketiga. Pada masa pemeritahan Usman bin Affan, para sahabat mulai berpencar ke berbagai daerah. Para sahabat tersebut menjumpai masyarakat yang memiliki sistem sosial yang berbeda. Dengan demikian, makin banyak pula hasil ijtihad yang muncul sesuai dengan kebutuhan masyarakat setempat. Di Irak, ibnu Mas’ud berperan sebagai sahabat yang menjawab berbagai persoalan di sana. System masyarakat di Irak berbeda dengan sistem masyarakat di Mekah atau Madinah. Hal itu karena masyarakat irak lebih heterogen dibanding masyarakat Mekah dan Madinah sehingga permasalahan yang mereka hadapi juga lebih kompleks. Dalam berijtihad, Ibnu Mas’ud mengikuti cara-cara Umar bin Khattab yang mengedepankan nalar dan akal. Dari sinilah munculnya aliran ahlur-ra’yi di Irak. Adapun ilmu fiqih dikembangkan oleh Zaid bin Tsabit dan Abdullah bin Umar di madinah. Dalam berijtihad, mereka mengedepankan dalil-dalil Al-Qur’an dan Hadits. Hal itu merupakan cikal bakal munculnya aliran ahlul-hadits. Murid-murid Ibnu Mas’ud, Zaid bin Tsabit, dan Adullah bin Umar selanjutnya meneruskan usaha mereka. Di antara murid-murid itu adalah Sa’id bin Musayyab di Madinah, Ata bin Abi Rabah di Mekah, Ibrahim an-Nakha’I di Kufah, Makhul di Suriah, dan Tawys bin Kisan al-Yamani di yaman. Mereka dalah generasi tabi’in yang mengembangkan ilmu fiqih pada periode selanjutnya. Kemajuan dalam Bidang Arsitektur Pada masa Dinasti Umayyah bidang arsitektur maju pesat. Terlihat dari bangunan-bangunan artistik serta masjid-masjid yang memenuhi kota. Mereka memadukan gaya Persia dengan nuansa Islam yang kental di setiap bangunan. Adapun pada masa Walid dibangun sebuah masjid agung yang terkenal dengan sebutan Masjid Damaskus yang diarsiteki oleh Abu Ubaidah bin Jarrah. Sedangkan kota yang dibangun di zaman ini dalah Kota Kairawan. Didirikan oleh Uqbah bin Nafi ketika dia menjabat sebagai gubernur. Hasil rekayasa umat Islam mengambil pola Persia, Romawi, dan Arab. Kemajuan dalam Bidang Organisasi Militer Di zaman ini militer dibagi menjadi 3angkatan. Yaitu angkatan darat (al jund), angkatan laut (al bahariyah), dan angkatan kepolisian. Pada waktu ini juga diberlakukan Undang-Undang Wajib Militer (Nizhamut Tajnidil Ijbaryl), yang pada masa sebelumya disebut pasukan sukarela. Politik ketentaran yang digunakan adalah politik Arab, dimana tentara harus dari orang Arab sendiri atau dari unsure Arab. Pada masa ini juga, dibangun Armada Islam yang terdiri dari ±17.000 kapal. Disamping itu Muawiyah membentuk “Armada Musim Panas dan Armada Musim Dingin’, sehingga memungkinkan untuk bertempur di segala musim. Kemajuan dalam Bidang Perdagangan Setelah Bani Umayyah berhasil menaklukkan berbagai wilayah, jalur perdagangan jadi semakin lancer. Ibu kota basrah di teluk Persi pun menjadi pelabuhan dagang yang ramai dan makmur, begitu pula kota Aden. Kemajuan dalam Bidang Seni Ketika Khalifah Abdul Mlik menjabat, mulailah dirintis pembuatan tirai, yakni cap resmi pada pakaian khalifah dan para pembesar pemerintahan. Seni sastra, berkembang dengan pesat sehinnga syair yang muncul senantiasa sering menonjol dari sastranya, disamping isinya yang bermutu tinggi. Seni suara, berkembang adalah seni baca Al-Qur’an, qasidah, music, dan lagu-lagu yang bernafaskan cinta. Dan pada saat itu muncul para seniman dan qori’ ternama. Seni ukir, penggunaan khot Arab sebagai motif ukiran atau pahatan. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya dinding masjid dan tembok-tembok Istana yang diukir dengan khat Arab. Misal Qushair Amrah. Kemajuan dalam Bidang Ilmu Pengetahuan Perkembangan ilmu pengetahuan meliputi ilmu kodokteran, filsafat, astronomi, ilmu pasti, ilmu bumi, sejarah, dan lain-lain. Kemajuan dalam Bidang Politik dan Seni Budaya Politik pada masa ini mengalami kemajuan yang pesat, sehinnga lebih teratur disbanding dengan masa sebelumnya. Terutama dalam hal Khilafah, al-Kitabah, al- Hijabah, keuangan, kehakimn, tata usaha negara. Pada masa ini khalifah telah banyak memberikan konstribusi yang besar. Yakni dengan dibangunnya rumh sakit di setiap kota yang pertama oleh Khalifah Walid Bin Abdul Malik. Di bangun juga panti asuhan dan panti jompo. Khalifah Dinasti Umayyah I Muawiyah bin Ai Sufyan (41-61 H / 661-680 M) Muawwiyah membagi dua kelompok dewan Syuro, yaitu dewan Syuro Khos (pusat) dan Majelis Syuro sementara (ad hoc) yang memiliki jumlah lebih banyak terdiri dari berbagai provinsi dan kota, di satu sisi ia membuka ruang untuk system pemerintahan yang lebih terbuka dan di sisi lain ia juga mengampanyekan bentuk pemerintahan monarki dengan mengangkat anaknya Yazid menjadi putera mahkota. Semasa pemerintahan Umayyah peta islam melebar ke timur sampai kabu, Kandahar, Ghazni, Balakh, bahkan sampai kota Bukhara. Selain itu kota Samarkand dan Tirmiz menjadi wilayah kekuasaannya. Di selatan tentanranya sampai ke tepi sungai Sind (Indus), akan tetapi wilayah Sind menjadi permanen dalam kekuasaan islam pada masa khalifah Walid bin Abdul Malik tahun 707-715 M. Di barat, panglima ‘Uqbah bin Nafi’ menaklukkan Carthage (kartagona), ibukota Bizantium di Ifriqiya dan mendirikan masjid bersejarah Qayrawan dengan membangun pusat militer di kota Qayrawan. Muawwiyah juga berusaha untuk menaklukkan Konstantinopel, ibukota Romawi Timur yang selalu menjadi ancaman kedaulatan islam sebanyak dua kali. Walaupun mengalami kegagalan, namun tentara Muawwiyah berhasil menguasai pulau Rodes, Sijikas, Kreta, dan pulau-pulau lain di laut tengah. Muawwiyah juga seorang administrator ulung, dalam banyak hal ia melakukan perubahan. Ia menerapkan untuk pertama kalinya Diwan Al Khotim dan Diwan Al Barid, diwan-diwan ini kemudian berkembang maju pada masa pemerintahan Abdul Malik, dan ia juga yang pertama kali membentuk pasukan pengawal pribadi yang terkenal dengan pasukan bertombak pengawal raja. Muawwiyah meninggal dunia pada bulan Rajab, tahun 60 H. bagi khalifah Bani Umayyah, Muawwiyah merupakan teladan dalam hal kelembutan, semangat, kecerdasan, dan kenegarawanan. Bukan saja raja pertama, tetapi raja arab yang terbaik. Yazid bin Muawiyah (61-66 H / 680-685 M) Masa pemerintahan Yazid sangat singkat, kurang lebih tiga tahun.Ia dibai’at oleh rakyat dengan sepenuh hati terutama penduduk Mekah dan Madinah. Yazid memiliki kemampuan dan memimpin perang lebih baik, jika dibandingkan dengan Hasan dan Husein, ia memimpin perang melawan Bizantium sebanyak 27 kali walaupun tidak berhasil menaklukkan konstantinopel. Masa pemerintahannya meskipun monarki, namun masih terdapat majelis syuro dan para penguasa dinasti ini tetap menggunakan sebutan Khalifah. Pemerintahan Yazid ditandai dengan empat kejadian penting.Pertama, cucu Nabi SAW Husein bin Ali terbunuh di Karbala menyebabkan golongan Syiah lahir secara sempurna dan menjadi penentang utama kekuasaannya M.Abdul karim, Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam, (Pustaka Book Publisher: Yogyakarta, 2007), Cet 1, hal 118..Kedua, pasukan Yazid dibawah pimpinan Muslim bin ‘Uqbah menyerang kota Madinah dalam peperangan di Harra, hal itu disebabkan ketidak setujuan warga Madinah atas pemerintahan Yazid Tarikh Al Islam As Siyasi, hal 230.. Ketiga, penyerangan dan pengepungan kota Mekkahserta pengrusakan Ka’bah (yang pada waktu itu mengakui Abdullah bin Zubair sebagai khalifah mereka) oleh tentara Yazid yang masih dibawah pimpinan Hushain bin Numair. Namun saat pengepungan dan penyerangan terjadi terdengar kabar bahwa Yazid meninggal dunia pada tahun 683, maka para tentara tersebut menghentikan penyerangan dan pengepungan kota Mekkah serta kembali ke Damaskus M.Abdul karim, Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam, (Pustaka Book Publisher: Yogyakarta, 2007), Cet 1, hal 118..Keempat, mengangkat kembali ‘Uqbah bin Nafi’ menjadi gubernur kedua kalinya di Ifriqiyah. Pemerintahan pun dipegang oleh putera Yazid, Muawwiyah II.Ia tidak terlalu tertarik dengan kekuasaan, dan setelah memangku jabatan selama beberapa bulan Muawwiyah II meninggal dunia, dialah khalifah terakhir dari keluarga Abu Sufyan. Abdul Malik bin Marwan bin Hakam (66-87 H / 685-705 M) Setelah meninggalnya Marwan bin Hakam kondisi kekhalifahan kacau dan hamper terjadi perang antar suku, akan tetapi dengan diangkatnya abdul Malik bin Marwan sebagai Khalifah semua dapat terkendali. Periode pemerintahannya adalah periode emas dinasti Umayyah.Ia mengadakan berbagai macam pembaruan, diantaranya penggunaan Bahasa arab secara resmi sebagai Bahasa Negara setelah sebelumnya kekhalifahan menggunakan Bahasa Qibti, Suryani dan Yunani dalam pemerintahan.Ia juga mencetak mata uang dengan nama Dinar, Dirham dan Fals. Kemudian ia mendirikan kantor kas Negara di Damaskus. Selain itu, pertama kali dalam sejarah Bahasa arab menggunakan (.) dan (,) dan pembaharuan kaidah yang telah dimulai pada masa khalifah Ali bin Abi Tholib. Pelayanan pos dan telekomunikasi juga ditingkatkan dnegan menugaskan seorang dinas pos yang akan segera mengirim berita penting. Khalifah Abdul Malik terkenal sebagai seorang yang suka arsitektur, ia mendirikan masjid Qubbatus Syaqra’ dan istana-istana serta bangunan yang indah M.Abdul karim, Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam, (Pustaka Book Publisher: Yogyakarta, 2007), Cet 1, hal 120.. Walid bin Abdul Malik bin Marwan (87-97 H / 705-715 M) Ekspansi ke barat secara besar-besaran dilanjutkan di zaman Al-Walid bin Abdul Malik. Masa pemerintahan Walid adalah masa ketentraman, kemakmuran, dan ketertiban. Umat Islam hidup bahagia. Pada masa pemerintahannya tercatat suatu ekspedisi militer dari Afrika Utara menuju wilayah barat daya, benua Eropa, yaitu pada tahun 711 M. Al-Jazair, Maroko, Spanyol, Kordova, dengan cepat dapat dikuasai. Umar bin Abdul Aziz (98-101 H / 717-720 M) Semula Umar menolak untuk menerima amanah sebagai khalifah, namun karena didesak oleh kaum muslimin ketika itu akhirnya ia menerima walaupun dengan berat.Ucapannya yang terkenal ketika menerima amanh itu ialah “Innalillah Wainna Ilaihi Rojiun”, seperti orang sedang ditimpa mushibah. Setelah menjadi khalifah ia kirimkan seluruh harta kekayaan ke kantor kas Negara, termasuk perhiasan pribadi istrinya, Fathimah binti Abdul Malik yang didapat dari pemberian ayahnya.Ia menanggalkan semua kemewahan hidupnya demi memikul amanah ini. Suatu ketika ia pernah terlmabat perg ke masjid di hari jumat, karena pakaian satu-satunya yang dipenuhi tempelan jahitan belum kering dicuci. Di lain hari anak bungsunya menghadap kepadanya karena sudah tidak tahan dengan makanan-makanan kasar yang menjadi konsumsi mereka, ia berkata: wahai anakku, apakah kau senang makan makanan lezat sedangkan yahmu masuk neraka?”. Kebijakan Umar dalam menata adminstrasi terfokus untuk memberikan jaminan keamanan bagi rakyat, demi memberikan keamanan dan kenyamanan bagi rakyat ia meninggalkan kebijakan-kebijakan pendahulunya yang memfokuskan pada perluasan dan penguasaan Negara. Kebijakan yang ditetapkan; mengatur para penguasa dan pejabat daerah. Netral dan adil dalam pemberian hak dan kewajiban kepada orang arab dan mawali. Mereka yang tidak cakap dan mampu, ber-KKN dan Zalim serta tidak memihak kepada kepentingan rakyat dipecat tanpa pandang bulu. Ia adalah satu-satunya khalifah Bani Umayyah yang mampu meredam konflik antar golongan dan sekte, para da’I, alim ulama, dan sufi berbondong-bondong dating dari berbagai kawasan, masa itu betul-betul masa keemasan islam. Umar pun telah memikirkan penggantinya yang lain dari pada yang diwasiatkan Abdul Malik yakni Yazid bin Abdul Malik. Ia sadar Yazid bin Abdul Malik tidak layak untuk memangku jabatan itu. Tetapi sebelum ia melakukan apa yang sebaiknya dilakukan maut telah menyambutnya, ia meninggal pada tahun 720. Yazid bin Abdul Malik bin Marwan bin Hakam (101-105 H / 717-720 M) Penguasa yang satu ini terlalu gandrung kepada kemewahan dan kurang memperhatikan kehidupan rakyat. Masyarakat yang sebelumnya hidup dalam ketentraman berubah menjadi kacau. Dengan latar belakang dan kepentingan etnis politis, masyarakat menyatakan konfrontasi terhadap pemerinyahannya. Hisyam bin Abdu Malik bin Marwan (105-125 H / 724-743 M) Pada masa ini kekacauan semakin bertambah bahkan ada satu kekuatan baru yang menjadi tantangan berat bagi Dinasti Umayyah . kekuatan itu berasal dari Bani Hasyim yang didukung oleh golongan mawali. Pada perkembangan berikutnya, kekuatan ini dapat menghancurkan Dinasti Umayyah. Kemunduran Dinasti Umayyah I Bani Umayyah mengalami keruntuhan oleh banyak hal, diantaranya adalah terbaginya kekuassaan ke dalam dua wilayah. Khalifah Marwan bin Muhammad berkuasa di wilayah Semenanjung Tanah Arab, dan Khalifah Yazid bin umar berkuasa di wilayah Wasit. Tetapi yang paling kuat adalah yang berpusat di Semenanjung Tanah Arab. Sehinnga para pendiri Bani Abbasiyah terus-menerus mengatur strateginya untuk menmbangkan Khalifah Marwan. Dan diantara faktor kemunduran Dinasti Umayyah adalah : System pergantian khalifah melalui garis keturunan adalah sesuatu yang baru bagi tradisi Arab yang lebih menekankan aspek senioritas. Pengaturannya tidak jelas. Ketidakjelasan system pergantian khalifah menyebabkan terjadinya persaingan yang tidak sehat di kalankan keluarga istana. Latar belakang terbentuknya dinasti Bani Umayyah tidak bisa dipisahkan dari konflik-konflik politik yang terjadi di masa Ali. Sisa-sisa Syi’ah dan Khawarij terus menjadi gerakan oposisi. Penumpasan terhadap gerakan-gerakan ini menyedot perhatian kekuatan para pemerintah. Pertentangan etnis antara suku Arabia Utara (Bani Qays) dan Arabia Selatan (Bani Kalb) yang sudah ada sejak zaman sebelum Islam, makin meruncing. Perselisihan ini mengakibatkan para penguasa mendapat kesulitan untuk menggalang persatuan dn kesatuan. Ketidakpuasan golongan mawali, terutama di Irak dan wilayah bagian timur lainnya, terhadap perbedaan tingkat sosial. Lemahnya pemerintahan juga disebabkan oleh sikap hidup mewah di lingkungan istana sehingga anak-anak khalifah tidak sanggup memikul beban berat kenegaraan tatkala mereka mewarisi kekuasaan. Di samping itu, golongan agama banyak yang kecewa karena perhatian para pemerintah sangat kurang terhadap perkembangan agama. Munculnya kekuatan baru yang dipelopori oleh keturunan Al-Abbas Ibn Abdul Muthalib. BAB III PENUTUP Simpulan Bani Umayyah atau kekhalifahan Umaiyah adalah kekhalifahan Islam pertama setelah masa Khulafaur Rasyidin yang memerintah dari 661-750 M di jazirah Arab yang berpusat di Damaskus, Syiria, serta dari 756-1031 di Cordoba-Andalusia, Spanyol. Masa kekhalifahan Bani Umayyah hanya berumur 90 tahun yaitu dimulai pada masa kekuasaan Muawiyah bin Abi Sufyan. Nama Dinasti Umayyah diambil dari nama nenek moyang mereka yaitu Umayyah bin Abdi Syams bin Abdimanaf. Ia adalah salah seorang terkemuka dalam dalam persukuan pada zaman Jahiliyah, bergandeng dengan pamannya Hasyim bin Abdimanaf. Umayyah dan Hasyim berebut pengaruh politik dalam proses-proses sosial-politik pada zaman Jahiliyah, namun Umayyah lebih dominan. Dari dinasti Umayyah ini terdapat 14 Khalifah yang bergantian memimpin dalam masa pemerintahan, dimulai dari Muawwiyah (661) sampai dengan Marwan II (750). Pada masa pemerintahan Dinasti Umayyah, pemerintahan agama Islam mengalami banyak kemajuan baik dalam politik, seni budaya, maupun ilmu pengetahuan. Tetapi, pemerintahan Dinasti Umayyah runtuh akibat banyaknya penguasa yang berfoya-foya dan adanya pemberontakan dari golongan yang tidak puas. Kritik dan Saran Pada kesempatan yang baik ini penulis ingin menyampaikan saran dan kritik : Bagi pembaca, diharapkan mampu memberikan masukan kepada pemakalah jika terdapat kekurangan dan kesalahan. Dan semoga makalah ini dapat memberikan pengetahuan tentang Fungsi Al-Qur’an bagi Umat Manusia. Bagi penulis, diharapkan mampu lebih berhati-hati dalam menulis dan selalu memperhatikan kaidah tulisan dan senantiasa memperbanyak literature mengenai makalah yang telah dibuat. 17