Busiri
Agustini Sulistianingsih
guru
#figur & teladan
Mengungkap Kompetensi
dan Etika Guru Hakiki
Serta karakteristik berfikir
Taksonomi Boes
Pengantar: Udin Juhrodin
(Ketua Prodi PAI STAI Al-Jawami)
GURU RESONANS
FIGUR DAN TELADAN
----------------------------ISBN: xxxxxxxxxxxxxxxxx
--------------------------------------------------------Penulis:
Busiri
Agustini Sulistianingsih
--------------------------------------------------------Layout: Jim-Zam
Cove: Jim-Zam
--------------------------------------------------------Edisi Ke-1: Juli 2022
--------------------------------------------------------Penerbit:
Yayasan Pendidikan Tinggi Al-jawami
Komplek Al-Jawami Cileunyi Bandung
Telp. 021-7815661
--------------------------------------------------------Hanya Untuk Kepentingan Pribadi
Tidak untuk Diperjualbelikan
-----------------------------
PENGANTAR PENULIS
P
uji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Swt, atas rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Buku ini dengan
lancar. Shalawat dan salam semoga selamanya tecurahkan kepada
Nabi Muhammad SAW beserta keluarganya, para sahabatnya serta kami
selaku umatnya sampai akhir zaman. Semoga kita mampu meneladani
beliau sebagai manusia yang berguna.
Penyusunan buku dengan judul “GURU RESONAN (Magnet
Keteladanan)” merupakan pengembangan dari teori resonansi dimana
kajian dalam buku ini sangat menarik untuk terus diperbincangkan, baik
bagi kalangan akademisi maupun kalangan terpelajar lainnya. Kajian ini
berisi tentang bagaimana seharusnya seorang guru bertindak dan
berperan serta didalam suatu proses pembelajaran kaitannya dengan etika
yang harus di junjung dan ditanamkan dalam menjalankan profesinya
sebagai seorang guru.
Melalui buku Guru Resonan (Magnet Keteladanani) kita akan belajar
mendalami, memahami, dan merumuskan ide-ide tentang etika dan
profesi guru dan kemudian menjalankan ide-ide tersebut khususnya
tentang pengembangan dari teori resonansi hingga dapat mewujudkan
sosok atau figur guru yang resonan.
Sebagai penyempurna proses perbaikan dalam penulisan buku ini
masih terus berlangsung, khususnya dalam melengkapi teori-teori baik
yang berhubungan dengan etika dan pengembangan profesi guru. Hal ini
dilakukan untuk penyempurnaan sesuai dengan kemampuan penulis. Buku
ini dikemas dengan sistimatika yang terdiri dari: Pendahuluan, Pencarian
Sang Guru, Guru Resonansi sebagai Figur dan Teladan dan tentang Etika
((((( iii )))))
dan Pengembangan Profesi Guru (Harapan dan Kenyataan). Bagian
terakhir adalah Penutup.
Harapan penulis, semoga buku ini dapat membantu para pembaca
untuk lebih mendalami tentang etika dan pengembangan profesi guru
lebih lanjut. Penulis mengucapkan terima kasih atas segala masukan dan
kritik sebagai penyempurnaan kajian dalam buku ini.
Bandung, Juni 2022
Penulis
((((( iv )))))
PENGANTAR KETUA PRODI
Bismillahirrahmanirrahim.
Segala puji bagi Allah. Salawat dan salam bagi Rasulullah Muhammad
SAW, keluarga, sahabat serta umatnya hingga akhir zaman nanti.
Dunia pendidikan tidak bisa dipisahkan dari unsur-unsur
pembentuknya, baik guru, siswa, media, dan lain-lainnya. Semuanya
menjadi satu kesatuan yang saling mendukung, sehingga menghasilkan
sebuah proses yang dinamis dan progresif dalam mencapai tujuan yang
sudah ditetapkan. Keberhasilan pencapaian tujuan pendidikan tersebut
membutuhkan kerja keras dan keras bekerja dari semua kalangan.
Salah satu unsur penting dalam pendidikan adalah guru. Guru
memerankan peran yang menentukan untuk tercapainya keberhasilan
pendidikan. Guru merupakan sentral dimana pendidikan dan pengajaran
dilabelkan kepadanya. Ketika bicara pendidikan, tentu yang pertama
dipanggil adalah guru.
Kenyataannya menjadi seorang guru membutuhkan keahlian dan
keterampilan yang mungpuni. Guru adalah dua mata dari satu pisau, dia
bisa menebas efektif ke bawah tetapi juga bisa memotong yang di atasnya.
Karenanya, ketika seorang guru tidak memiliki karakter dan kepribadian
serta profesionalisme sebagai guru, maka bisa jadi dia bukannya berhasil
memajukan pendidikan, melainkan menghancurkan pendidikan itu sendiri
dari dalam.
((((( v )))))
Buku ini memberikan gambaran yang pasti tentang apa, bagaimana
dan siapa saja profil guru professional yang senantiasa memegang etika
guru. Dua hal yang menjadi core bagi seorang pendidik yang ingin benarbenar memajukan pendidikan, kaka keduanya harus merupakan subtansi
dirinya.
Di sisi lain, kepentingan pendidikan bukanlah hanya sekedar kepada
guru dan eksistensinya. Tetapi lebih dari itu, pendidikan harus
menjangkau siswa dan masa depannya. Masa depan siswa harus sudah
diprediksikan dan diramalkan sejak mereka mengeyam pendidikan di
sekolah. Masa depan mereka harus terproyeksikan ketika mereka dengan
gagah dan bangga memilih jurusan di sekolahnya.
Kesiapan mereka menghadapi zaman dan era yang berat harus
tersampaikan dan terdidik serta terlatih sejak dini, sehingga pada masanya
mereka mampu survive dan mampu mengukir keberhasilan hidupnya
nanti. Dengan kata lain, tujuan pendidikan harus terresonansikan kepada
mereka, sehingga mereka mampu mempersiapkan dirinya dengan
sebenar-benarnya untuk hidup dan berjuang di masa depan.
Resonansi membutuhkan kekuatan, peluang dan kesiapan dari
sumber maupun objeknya. Semakin kuat suara disampaikan, maka
resonansinya akan semakin kuat, demikian pula jika suaranya lemah maka
resonansinya pun akan lemah dan memudar. Guru harus menjadi suara
dan menyuarakan apa yang akan siswa hadapi di masa depan dengan suara
yang jelas, tegas dan kuat. Guru bukan hanya menyuarakan pengetahuanpengetahuan di zamannya dia belajar dan pengetahuan pada masa dia
mengajar, tetapi juga guru harus mampu menyebarkan suara pengetahuan
dan keterampilan tentang masa depan. Dalam perspektif ini kita sebut saja
guru visioner. Sebutan bagi guru yang mampu menyampaikan prediksi
jauh ke depan.
Kekuatan resonansi yang disuarakan oleh pendidik juga harus
terjamin bahwa suara itu dapat diterima dengan jelas, tidak samar-samar,
((((( vi )))))
apalagi lemah. Kemampuan guru dalam dalam mempersiapkan wadah dan
objek yang akan menerima resonansi gelombangnya harus benar-benar
dijamin telah memenuhi prasyarat, selain bahwa semua barrier dan
penghalang aliran resonansi telah ditiadakan.
Cita-cita guru resonan dalam mewujudkan pesan suaranya, bukan
mustahil terjebak ke dalam ‘kesesatan pesan’, seperti halnya yang dialami
pada permainan ‘pesan berantainya’ pada waktu latihan Pramuka.
Seringkali pesan yang jelas berujung dengan pesan yang samar-samar,
atau mungkin ironisnya, menjadi pernyataan yang bertentangan dengan
pesan aslinya. Kalau terjadi seperti itu, lelah guru benar-benar tidak
terbayar.
Kesiapan dan kesigapan siswa harus menjadi prioritas dan pola dan
pattern untuk mencapai kesana sangat diperlukan. Misalnya, anak bukan
hanya diajarkan bagaimana mereka menyimpan materi dalam otaknya,
melainkan juga mereka harus diajarkan bagaimana mereka mengumpulkan,
mengelola, menganalisis, mensintesis dan menghasilkan sesuatu dalam
otak mereka. Dengan kata lain, berfikir metodologis adalah hal
fundamental harus menjadi pilihan guru dalam mengajar. Berfikir
metdologis mengajarkan kepada anak-anak, bahwa apapun materi yang
diterima dari gurunya, sebetulnya itu merupakan hal yang akan ditemui
dalam hidup mereka di masa depan dalam pola, bentuk dan sistem yang
mungkin berbeda. Tetapi dengan kekuatan berfikir metodologisnya, anakanak akan dengan mudah menyelesaikan masalah-masalah kehidupan
mereka di dunia nyatanya setelah mereka keluar dari pintu kelas di
sekolahnya.
Adalah sebuah kebanggaan bagi saya, ketika mahasiswa berkolaborasi
deng dosen bersama-sama menghasilkan sesuatu yang baru yang berguna
untuk kepentingan dan hajat bidang pendidikan. Karenyanya apresiasi
terbesar yang pantas diberikan kepada mereka berdua adalah pujian dan
pahala dari Allah SWT.
((((( vii )))))
Sebagai khatimah dari pengantar ini, saya ingin sampaikan bahwa
pendidikan, khususnya pendidikan Islam sampai saat ini baru menemukan
pola belum sampai ke bentuk sejatinya, apalagi mampu memainkan
perannya dalam kancah bidang pendidikan. Dibuatnya buku ini mudahmudahan menjadi salah satu jalan bagi kawan-kawan dosen dan temanteman mahasiswa untuk tidak hanya puas dengan rutinitas sehari-hari
sebagai dosen dan mahasiswa, tetapi harus menjangkau sesuatu yang di
sebut ‘the beyond’.
Demikian, dan kepada semua pihak yang terlibat dalam penyelesaian
buku ini, saya menghaturkan terimakasih. Jazaakumullah khairan katsiran.
Bandung, Awal Juli 2022.
Ketua Prodi PAI STAI Al-Jawami
Udin Juhrodin
((((( viii )))))
ISI BUKU
Pengantar Penulis - iii
Pengantar Editor - v
Isi Buku - vii
PENDAHULUAN - 1
PENCARIAN SANG GURU - 7
Pengertian Guru - 7
Guru Profesional - 11
Pengertian Guru Profesional - 11
Syarat-syarat Guru Profesional - 16
Upaya untuk Meningkatkan Profesionalisme Guru - 20
Hambatan dalam Meningkatkan Profesionalisme Guru - 22
Etika dan Profesi Guru - 26
Tujuan dan Fungsi Kode Etik Guru - 32
GURU RESONAN: FIGUR DAN TELADAN - 37
Pengertian Figur dan Teladan - 37
Guru Resonan sebagai Figur dan Teladan - 41
Guru Resonan dalam Menghadapi Revolusi Industri 4.0 - 48
HARAPAN & KENYATAAN DALAM ETIKA PROFESI GURU - 57
Harapan dan Kenyataan - 57
Faktor-faktor Pendukung dan Penghambat - 62
((((( ix )))))
Konsep Taksonomi Boes dalam Mewujudkan Harapan Guru - 63
Imitation Thinking Skills - 64
Independent Thinking Skills - 66
Creative Thinking Skills - 69
Innovation Thinking Skills - 71
Higher Thinking Skills - 72
PENUTUP 75
((((( x )))))
PENDAHULUAN
endidikan dapat dipandang sebagai suatu proses pemberdayaan dan
pembudayaan individu agar mampu memenuhi kebutuhan
perkembangan dan memenuhi tuntutan sosial, kultural, serta religius
dalam lingkungan kehidupannya. Pengertian pendidikan seperti ini
mengimplikasikan bahwa apapun upaya yang dilakukan dalam konteks
pendidikan seyogyanya terfokus pada upaya memfasilitasi proses
perkembangan individu sesuai dengan nilai agama dan kehidupan yang
dianut.
Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk memfasilitasi proses
perkembangan individu adalah dengan adanya sumber daya manusia
(SDM) yang terkait langsung dengan dunia pendidikan yaitu guru.
Adapun salah satu ujung tombak tercapainya tujuan pendidikan adalah
adanya peran guru. Ditangan para guru masa depan pendidikan akan
terlaksana, karena guru merupakan salah satu unsur yang berhadapan
langsung dengan siswa dalam proses pembelajaran secara nyata. Satu
unsur yang terkait langsung dengan siswa dalam praktek pendidikan
adalah guru TK (Taman Kanak-Kanak). Berikut ini beberapa pengertian
siapa itu guru, antara lain:
Menurut Undang-Undang Nomor 14 tahun 2005, guru adalah
pendidik profesional dengan tugas utama, mendidik, mengajar,
membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta
didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal,pendidikan
dasar, dan pendidikan menengah1.
P
1
“Undang-Undang No.14 tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen” (2005), Hlm.2 Pasal 1 Ayat
1.
((((( 1 )))))
Pada hakikatnya yang menjadi pendidik paling utama adalah Allah
SWT. Sebagai guru Allah telah memberi segala gambaran yang baik dan
yang buruk sebagai sarana ikhtiar umat manusia menjadi baik dan bahagia
hidup di dunia dan akhirat. Untuk mencapai tujuan tersebut Allah
mengutus nabi-nabi yang patuh dan tunduk kepada kehendak-Nya untuk
menyampaikan ajaran Allah kepada umat manusia. Apabila melihat
petunjuk yang ada di dalam Al-Qur-an, maka pendidik bisa
diklasifikasikan menjadi empat2:
1. Allah SWT.
Allah sebagai pendidik utama yang menyampaikan kepada para Nabi
berupa berita gembira untuk disosialisasikan kepada umat manusia.
Sebagaimana dalam firman-Nya:
َ ٰ َْ ََ ْ ُ َ َ َ ُ َ ُ َ َ َْْ َ َ ٰ َ َ َ
ْ ﻜ ِﺔ َ َﻘ َﺎل اَﻧ ْﺒ ُٔـ ْﻮ
وﻋﻠﻢ ادم اﻻﺳﻤﺂء ﻬﺎ ﻢ ﻋﺮﺿﻬﻢ
ِٕا ﻤﻠﯩ
ِ ِ
َ ْ ﺻﺪ
َ َْ
ْ ُْ ُ ْ َُ
ِ ِ ٰ ﺑِﺎﺳﻤﺂ ِء ﻫﺆﻻ ِء ِان ﻛﻨﺘﻢ
“Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda)
seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada para malaikat lalu
berfirman: “Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu
memang benar-benar orang yang benar”. (Q.S. Al-Baqarah/2: 31)3.
2. Rasulullah SAW.
Nabi Muhammad SAW. Sebagai penerima wahyu Al-Qur-an yang
diajari segala aspek kehidupan oleh Allah SWT (melalui malaikat jibril)
untuk disosialisasikan kepada umat manusia. Hal ini pada intinya
menegaskan bahwa kedudukan Nabi sebagai pendidik atau guru yang
langsung ditunjuk oleh Allah SWT., dimana tingkah lakunya sebagai
suri teladan bagi umatnya. Allah berfirman:
2
3
Imam Suprayogo, Pendidikan Berpradikma Al-Qur’an (Malang: Aditiya mega, 2004), Hlm 12.
Kementerian Agama, Al-Qur’an dan Terjemahnya (Bandung: C.V.Penerbit J-ART, 2004).
((((( 2 )))))
ْ
َ َ ّ ٌَ
ٌ ُْ
ُ َ َ َ ْ ََ
ﻟﻘﺪ ن ﻟ ْﻢ ِ ْ َر ُﺳ ْﻮ ِل ا ِ اﺳ َﻮة َﺣ َﺴﻨﺔ ِ َﻤ ْﻦ ن ﻳَ ْﺮ ُﺟﻮا ا َ َوا َ ْﻮ َم
ْ
َ َ
ْ َ
◌ۗ اﻻ ٰ ِﺧ َﺮ َوذﻛ َﺮ ا َ ﻛ ِﺜ ً ا
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang
baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan
(kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah. (Q.S. AlAhzab/33: 21)4
3. Orang Tua
Dalam Al-Qur’an juga telah dijelaskan kedudukan orang tua sebagai
pendidik anak-anaknya, sebagaimana Allah berfirman dalam surat
Luqman:
ْ َُ
ْ َك ﻟﻈﻠ ٌﻢ
ُْ َ َ ْ
ْ ُْ َ
ُ
ُ
َو ِاذ ﻗﺎل ﻟﻘ ٰﻤ ُﻦ ِﻻﺑ ْ ِﻨﻪ َوﻫ َﻮ ﻳَ ِﻌﻈﻪ ﻳٰ ُ َ ﻻ ِك ﺑِﺎ ِ ۗ◌ ِان ا
ْ
َﻋ ِﻈﻴ ٌﻢ
“Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, diwaktu ia
memberi pelajaran kepadanya “Hai anakku janganlah kamu
mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah)
adalah benar-benar kedzaliman yang besar”. (Q.S. Luqman 31:13)5.
4. Pendidik yang keempat dalam perspektif Al-Qur’an adalah orang lain.
Selanjutnya dalam ayat lain yang menjelaskan ketika nabi Musa
berguru kepada nabi Khidir, Allah berfirman:
َ َ َ
َ َ َْ ٰ
ُ َْ
ً ْ َ ْ ُ
ﺖ ُرﺷﺪا
ﻗﺎل ُ ْﻮ ﻫﻞ اﺗ ِﺒ ُﻌﻚ َ ان َﻌﻠ َﻤ ِﻦ ِ ﻤﺎ ﻋﻠﻤ
“Musa berkata kepada Khidir: “Bolehkah aku mengikutimu supaya
4
5
Kementerian Agama.
Kementerian Agama.
((((( 3 )))))
kamu mengajarkan kepadaku ilmu yang benar diantara ilmu-ilmu yang
telah diajarkan kepadamu?” (Q.S Al-Kahfi 18: 66)6.
Berdasarkan pemaparan tersebut diatas, dapat dipahami bahwa
pendidik sebagai komponen yang terpenting di dunia pendidikan
menjadi figur di lingkungannya dalam mengantarkan anak-anak
didiknya pada ranah kehidupan masa depan yang lebih cerah.
Pendidik sebagai ujung tombak dalam memberangus kebodohan dan
kemaksiatan, tentunya harus memiliki karakteristik Qur’ani dengan
jalan yang persuasif dan konstruktif.
Dengan demikian pendidik dalam Al-Qur’an adalah sebagai
penentu kebaikan generasi muda masa depan, karena ditangan
pendidiklah generasi muda akan menjadi generasi yang tangguh dan
siap melanjutkan estafet kepemimpinan masa dengan yang lebih damai
sejahtera sesuai dengan ajaran Al-Qur’an.
Etika dan profesi dewasa ini menjadi perbincangan yang penting
bagi semua kalangan. Bukan hanya etika profesi untuk guru saja, tetapi
semua kalangan pun akan melakukan etika dan profesi sebagai
seorang pekerja dan sebagainya.
Secara umum etika dapat diartikan sebagai suatu disiplin filosofis
yang sangat diperlukan dalam interaksi sesama manusia dalam
memilih dan memutuskan pola-pola perilaku yang sebaik-baiknya
berdasarkan timbangan moral-moral yang berlaku. Jadi dengan
adanya etika, manusia dapat memilih dan memutuskan perilaku yang
paling baik sesuai dengan norma-norma moral yang berlaku. Dengan
demikian akan terciptanya suatu pola-pola hubungan antar manusia
yang baik dan harmonis, seperti saling menghormati, saling
menghargai, tolong menolong.
Berdasarkan hal tersebut diatas, penulis berusaha menyajikan dan
mengetengahkan pembahasan tentang “Guru Resonan (Magnet
Keteladanan). Buku ini disusun berdasarkan hasil observasi dan
analisis serta tanggapan-tanggapan yang di berikan oleh rekan-rekan
6
Kementerian Agama.
((((( 4 )))))
mahasiswa, rekan-rekan guru, dan beberapa orang tokoh masyarakat
di wilayah tempat tinggal penulis.
((((( 5 )))))
((((( 6 )))))
PENCARIAN SANG GURU
PENGERTIAN GURU
Dalam konteks kekinian, guru menjadi fokus utama dari kritik-kritik atas
ketidakberesan sistem pendidikan, namun pada sisi lain guru juga menjadi
sosok yang paling diharapkan dapat mereformasi tataran pendidikan.
Guru menjadi mata rantai terpenting yang menghubungkan antara
pengajaran dengan harapan akan masa depan pendidikan/sekolah yang
lebih baik.
Peran guru dalam
proses
kemajuan
pendidikan
sangatlah
penting. Guru merupakan salah satu faktor utama bagi terciptanya
generasi penerus bangsa yang berkualitas, tidak hanya dari sisi
intelektulitas saja melainkan juga dari tata cara berperilaku dalam
masyarakat. Oleh karena itu tugas yang diemban guru tidaklah
mudah. Guru yang baik harus mengerti dan paham tentang hakekat sejati
seorang guru, hakekat guru dapat kita pelajari dari definisi atau
pengertian dari istilah guru itu sendiri. Berdasarkan hal tersebut diatas
dapat di kemukakan mengenai pengertian guru menurut beberapa ahli dan
dari literatur lainnya: Beberapa ahli mendefinisikan tentang pengertian
Guru, diantaranya yaitu menurut Drs. Moh. Uzer Usman (1996: 15),
beliau mengatakan:
Guru adalah setiap orang yang bertugas dan berwenang dalam dunia
pendidikan
dan
pengajaran
pada
lembaga
pendidikan
formal. Guru sekolah dasar adalah guru yang mengajar dan mengelola
administrasi di sekolah itu. Untuk melaksanakan tugasnya prinsip-prinsip
tentang tingkah laku yang diinginkan dan diharapkan dari semua situasi
pendidikan adalah berjiwa Pancasila. Berilmu pengetahuan dan
((((( 7 )))))
keterampilan dalam menyampaikan serta dapat dipertanggungjawabkan
secara didaktis dan metodis7.
Sedangkan Dr. Ahmad Tafsir memberikan pendapatnya tentang
pengertian guru sebagai berikut :
Guru (Pendidik) ialah siapa saja yang bertanggung jawab terhadap
perkembangan anak didik. Tugas guru dalam pandangan Islam adalah
mendidik. Mendidik merupakan tugas yang amat luas, sebagian
dilakukan dengan cara mengajar, sebagian ada yang dilakukan dengan
memberikan dorongan, memberi contoh (Suritauladan), menghukum,
dan lain-lain.
Selain itu menurut Noor Jamaluddin (1978:1) bahwa pengertian guru
adalah sebagai berikut:
Guru adalah pendidik, orang dewasa yang bertanggung jawab untuk
memberikan bimbingan atau bantuan kepada siswa dalam
pengembangan tubuh dan jiwa untuk mencapai kematangan, mampu
berdiri senidri, dapat melaksanakan tugasnya sebagai khalifah dimuka
bumi sebagai mahluk sosial dan individu yang mampu berdiri sendiri.
Adapun yang dikatakan oleh Syaiful Bahri Djamarah bahwa:
Guru adalah spiritual father atau bapak rohani bagi seorang anak
didik. Dia yang memberikansantapan jiwa dan ilmu, pendidikan akhlak
dan membenarkannya. Maka menghormati guru berarti menghormati
kita, penghargaan guru berarti penghargaan terhadap anak-anak kita.
Dengan guru itulah mereka hidup dan berkembang8.
Dapat dipahami dari uraian di atas menunjukkan bahwa tugas dan
tanggung jawab guru begitu besar, maka guru dituntut untuk mempunyai
kemampuan. Dewasa ini menjadi guru tidak semudah yang dibayangkan,
guru haruslah bersifat profesional, artinya guru haruslah memiliki
kepribadian, kapabilitas, dan kualitas sumber daya manusia yang memadai
serta didukung oleh sumber daya manusia yang memadai pula. Hal ini
tidak lain hanyalah untuk mencapai tujuan pendidikan yang diinginkan,
7
Uzer Usman, menjadi Guru Profesional (Bandung: Remaja Rosda karya, 2008), Hlm. 7.
Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak Didik Dalam Interaksi Edukatif (Jakarta: Rineka Cipta,
2000), Hlm. 39.
8
((((( 8 )))))
dan juga pada dasarnya tugas guru tak ubahnya tugas dokter yang tidak
dapat diserahkan pada sembarang orang9. Jika tugas tersebut diserahkan
pada yang bukan ahlinya, maka tunggulah kehancurannya.
Secara terminologi (istilah), guru atau pendidik yaitu siapa yang
bertanggung jawab terhadap perkembangan peserta didik, dengan kata
lain orang yang bertanggung jawab dalam mengupayakan perkembangan
potensi anak didik, baik kognitif, afektif ataupun psikomotor sampai ke
tingkat setinggi mungkin sesuai dengan ajaran Islam10. Dalam hal ini pada
dasarnya orang yang paling bertanggung jawab adalah orang tua.
Tanggung jawab itu disebabkan oleh adanya beberapa hal, antara lain:
1. Kodrat, yaitu orang tua yang ditakdirkan menjadi orang tua anaknya,
dan karena itu ia diwajibkan pula bertanggung jawab mendidik
anaknya.
2. Kepentingan kedua orang tua, yaitu orang tua berkepentingan
terhadap kemajuan perkembangan anaknya, maka kesuksesan yang
diraih oleh anak merupakan kesuksesan orang tuanya juga.
Sebagai pendidik yang mengambil alih tugas orang tua sebagai tugas
yang mulia, oleh karena itu diharapkan seorang guru senatiasa bersikap
jujur, tanpa pamrih dan hanya mengharapkan ridha Allah semata. Sikap
itu akan teraplikasi ke dalam proses belajar mengajar sehingga akan
menghasilkan generasi yang berkualitas.
Lebih lanjut, tidak semua orang dapat menjabat sebagai guru artinya
bahwa guru bukan hanya bertugas sebagai pengajar menyampaikan materi
di depan kelas, akan tetapi, mereka mampu menempatkan dirinya sebagai
pendidik yang bertanggung jawab atas perkembangan anak didiknya, baik
di sekolah atau luar sekolah11.
Tugas guru dalam usaha pendidikan adalah untuk melayani
masyarakat yang mana memberi semangat dan menunjukkan jalan bagi
peserta didik. Guru dapat melakukan suatu perubahan sehingga sangat
mungkin sekali untuk meraih watak emosi dan intelektual yang dicitacitakan. Pada hakikatnya, tugas guru adalah mendidik yang sebagian besar
tercermin dalam kehidupan di dalam rumah tangga dengan cara memberi
9
Muhaimin, Wacana Pengembangan Pendidikan Islam (Surabaya: Pustaka Pelajar, 2003).
Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perfektif Islam (Bandung: Remaja Rosda karya, 2004).
11
Djamarah, Guru dan Anak Didik Dalam Interaksi Edukatif, Hlm. 39.
10
((((( 9 )))))
keteladanan, memberi contoh yang baik, pujian dorongan dan lain
sebagainya yang diharapkan dapat menghasilkan pengaruh positif bagi
pendewasaan anak 12.
Berdasarkan hal tersebut di atas, maka mengajar merupakan sebagian
dari mendidik. Dalam arti yang lebih sempit tugas guru adalah mengajar
sebagai upaya transfer of knowlwdge yang dituntut untuk mengusai
materi apa yang akan disampaikan, penggunaan metode yang tepat dan
pemahaman tentang berbagai karakteristik yang dimiliki anak. Dalam
proses belajar mengajar, guru mempunyai tugas untuk mendorong,
membimbing, dan memberi fasilitas belajar bagi siswa untuk mencapai
tujuan. Guru mempunyai tanggung jawab untuk melihat segala sesuatu
yang terjadi dalam sistem pendidikan untuk membantu proses
perkembangan siswa. Guru merupakan unsur pendidikan yang sangat
berpengaruh terhadap proses pendidikan. Dalam perspektif pendidikan
islam, keberadaan, peranan dan fungsi guru merupakan keharusan yang
tidak dapat diingkari. Tidak ada pendidikan tanpa kehadiran guru. Guru
merupakan penentu arah dan sistematika pembelajaran mulai dari
kurikulum, sarana, bentuk pola sampai kepada usaha bagaimana anak
didik seharusnya belajar dengan baik dan benar dalam rangka mengakses
diri akan pengetahuan dan nilai-nilai hidup.
Dari beberapa definisi guru yang sudah di ungkapkan tersebut diatas,
maka dapat disimpulkan bahwa guru adalah seseorang yang secara
lahiriah dapat dijadikan panutan dan dijadikan contoh oleh orang lain baik
oleh anak-anak maupun orang dewasa. Guru adalah seseorang yang dari
dirinya orang lain dapat mengambil pembelajaran baik, sehingga orang
tersebut dapat mengetahui sesuatu hal dari yang asalnya tidak tau menjadi
tau, baik melalui jalur formal, informal ataupun non formal.
Disadari atau tidak pada dasarnya tanggung jawab pendidikan seorang
anak adalah bertumpu pada kedua orang tuanya dengan alasan orang tua
berkepentingan terhadap kemajuan perkembangan anak, yakni sukses
anak adalah sukses orang tua dan karena kodrat Allah SWT, kemudian
karena berbagai kesibukan dan faktor lain yang tidak memungkinkan
12
Paraba Hadirja, Wawasan Tugas Tenaga Guru dan Pembina Pendidikan Agama Islam (Jakarta:
Friska Asgung Insani, 1999).
((((( 10 )))))
orang tua mendidik anaknya, maka di sinilah tugas seorang guru
diperlukan.
GURU PROFESIONAL
Pengertian Guru Profesional
Profesionalisme berasal dari kata profesi (profession) yang dapat
diartikan sebagai jenis pekerjaan yang khas atau pekerjaan yang
membutuhkan pengetahuan, atau dapat juga berarti beberapa keahlian
atau ilmu pengetahuan yang digunakan dalam aplikasi untuk berhubungan
dengan orang lain. Instansi atau sebuah lembaga profesional adalah
seseorang yang memiliki perangkat pengetahuan atau keahlian yang khas
dari profesinya.
Profesionalitas merupakan kepemilikan seperangkat keahlian atau
kepakaran dibidang tertentu yang dilegalkan dengan sebuah sertifikat oleh
sebuah lembaga. Seorang yang profesional berhak memperoleh reward
yang layak dan wajar yang menjadi pendukung utama dalam merintis
karirnya ke depan13.
Dalam kesempatan lain, berkaitan dengan profesionalitas guru, Zakiah
Darajat dalam sebuah bukunya mengatakan bahwa:
Guru adalah pendidik profesional, karena secara implisit ia telah
merelakan dirinya menerima dan memikul sebagian tanggung jawab
pendidikan yang terpikul di pundak para orang tua. Mereka ini,
tatkala menyerahkan anaknya ke sekolah, sekaligus berarti pelimpahan
sebagian tanggung jawab pendidikan anaknya kepada guru, hal ini
berarti bahwa orang tua tidak mungkin menyerahkan anaknya kepada
sembarang guru, sebab tidak sembarang orang dapat menjabat
sebagai guru14.
Profesional adalah cara individu melihat keluar dari dunianya. Sesuatu
yang berhubungan dengan apa yang mereka lakukan dengan terhadap
organisasi dan profesi yang mereka emban. Bagi guru secara sederhana
13
Muhtar, Desain Pembelajaran Pendidikan Agama Islam (Jakarta: Mizaka Galiza, 2003), Hlm.
14
Zakiah Darajat, Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta: Bumi Aksara, 1996).
79.
((((( 11 )))))
dapat diwujudkan dalam sebuah karya ilmiah, seperti buku yang mereka
tulis atau pembelajaran yang mereka lakukan sesuai kebutuhan. Oleh
karena itu dalam profesi digunakan teknik dan prosedur intelektual yang
harus dipelajari secara sengaja sehingga dapat diterapkan untuk
kemaslahatan orang lain.
Di samping itu menurut Dr. Muhaimin M.A, dalam bukunya Wacana
Pengembangan Pendidikan Islam mengatakan bahwa:
Profesionalisme guru harus didukung oleh beberapa faktor antara
lain: 1) sikap dedikasi yang tinggi terhadap tugasnya, 2) sikap
komitmen terhadap mutu proses dan hasil kerja serta 3)
sikap continous improvement, yakni selalu berusaha memperbaiki
dan memperbaharui metode-metode kerjanya, sesuai dengan
tuntutan zaman yang didasari oleh kesadaran yang tinggi bahwa tugas
mendidik adalah tugas menyiapkan generasi penerus yang akan hidup
di zaman masa depan 15.
Secara garis besar Guru merupakan seorang pengajar yang
memberikan pengetahuan dalam akademik bahkan juga non
akademik. Guru profesional merupakan semua orang yang memiliki atau
mempunyai kewenangan dan juga tanggung jawab terhadap suatu
pendidikan siswa, baik itu secara individual ataupun juga secara klasikal.
Guru profesional tersebut sangat di butuhkan disemua tempat khususnya
di Indonesia karena dapat meningkatkan mutu dalam hal pendidikan.
Peserta didik juga sebaiknya di didik oleh guru profesional agar
mendapatkan kualitas atau mutu yang baik juga.
Guru Profesional adalah guru yang memiliki komponen tertentu
sesuai dengan persyaratan yang dituntut oleh profesi keguruan. Guru
profesional senantiasa menguasai bahan atau materi pelajaran yang akan
diajarkan dalam interaksi belajar mengajar, serta senantiasa
mengembangkan kemampuan secara berkelanjutan, baik dalam segi ilmu
yang dimilikinya maupun pengalamannya. Sedangkan Profesionalisme
guru adalah kemampuan guru untuk melakukan tugas pokoknya sebagai
15
Muhaimin, Wacana Pengembangan Pendidikan Islam.
((((( 12 )))))
pendidik dan pengajar meliputi kemampuan merencanakan, melakukan,
dan melaksanakan evaluasi pembelajaran16.
Dalam konteks guru profesional dengan semangat tinggi, ia akan
selalu memiliki inisiatif, gigih, tidak putus asa dan tidak gampang
menyerah. Sebaliknya, ia akan jarang mengeluh. Dan hatinya akan
senantiasa berbunga kata “There are two kinds of days: good days and
great days” atau hanya ada dua macam hari: hari baik dan hari sangat
baik. Guru dalam dimensi kekinian digambarkan sebagai sosok manusia
yang berakhlak mulia, arif, bijaksana, berkepribadian stabil, mantap,
disiplin, santun, jujur, obyektif, bertanggung jawab, menarik, mantap,
empatik, berwibawa, dan patut diteladani.
Sebagai guru profesional juga wajib tumbuh dalam dirinya jiwa
semangat dan sebagai penyemangat. Untuk yang satu ini, hal mendasar
yang harus dimiliki guru adalah kekayaan pengetahuan dan kompetensi
materi yang akan diajarkan. Tanpa itu, mustahil guru akan dapat mengajar
dengan baik, lugas dan lancar. Keminiman penguasaan materi dan
wawasan pendukungnya akan mengurung guru pada keminderan dan
bahkan merasa takut berhadapan dengan siswa.
Pendidikan di abad pengetahuan menuntut adanya manajemen
pendidikan yang modern dan profesional dengan bernuansa pendidikan.
Lembaga-lembaga pendidikan diharapkan mampu mewujudkan
peranannya secara efektif dengan keunggulan dalam kepemimpinan, staf,
proses belajar mengajar, pengembangan staf, kurikulum, tujuan dan
harapan, iklim sekolah, penilaian diri, komunikasi, dan keterlibatan orang
tua/masyarakat. Tidak kalah pentingnya adalah sosok penampilan guru
yang ditandai dengan keunggulan dalam nasionalisme dan jiwa juang,
keimanan dan ketakwaan, penguasaan iptek, etos kerja dan disiplin,
profesionalisme, kerjasama dan belajar dengan berbagai disiplin, wawasan
masa depan, kepastian karir, dan kesejahteraan lahir batin.
Guru dalam dimensi kekinian digambarkan sebagai sosok manusia
yang berakhlak mulia, arif, bijaksana, berkepribadian stabil, mantap,
disiplin, santun, jujur, obyektif, bertanggung jawab, menarik, mantap,
empatik, berwibawa, dan patut diteladani. Dengan sosok kekiniannya,
16
ratnadewi87, “Artikel Pendidikan,” 2013, wordpress,com.
((((( 13 )))))
seorang guru harus manjadi manusia yang dinamis dan berfikir ke depan
(futuristic) dengan tanda-tanda dimilikinya sifat informatif, modern,
bersemangat, dan komitmen untuk pengembangan individu maupun
bersama-sama. Dan yang tak kalah penting, guru diharuskan mampu
menguasai IT, atau setidak-tidaknya mampu mengoperasionalkan.
Dari beberapa definisi guru profesional tersebut diatas, dapat
disimpulkan bahwa guru profesional adalah guru atau pendidik yang
dalam menjalankan tugas dan kewajibannya dalam mendidik memiliki
beberapa kelebihan yang merupakan kompetensi yang memang
seharusnya dimiliki oleh seorang guru. Kompetensi yang dimiliki oleh
guru profesional harus mampu digunakan untuk mengembangkan segala
potensi yang dimiliki oleh peserta didik17. Kompetensi yang dimaksud
antara lain:
1. Memahami materi bahan pembelajaran.
Guru profesional adalah guru yang memahami materi /bahan
pembelajaran, karena
guru yang memahami materi bahan
pembelajaran maka guru tersebut dapat berinteraksi dalam
menyampaikan materi dalam proses pembelajaran sesuai dengan
kurikulum secara efektif dan efisien.
2. Mampu menyusun program pembelajaran .
Guru profesional adalah guru yang mampu menyusun program
pembelajaran, karena guru yang mampu menyusun program
pembelajaran adalah guru yang akan bersungguh-sungguh dalam
mempersiapkan diri dalam proses kegiatan pembelajaran. Guru
profesional akan membuat dan menyusun program-program yang
akan digunakan dalam proses pembelajaran baik yang berhubungan
dengan materi, metode, media, dan alat yang digunakan.
3. Mampu melaksanakan proses pembelajaran.
Guru profesional adalah guru yang mampu dan cakap dalam
melaksanakan proses pembelajaran, sehingga guru tersebut tidak
hanya menjadikan murid sebagai objek tetapi juga sebagai subjek
17
Agustini sulistianingsih, “Pengertian Guru Profesional” (Bandung, 2019).
((((( 14 )))))
4.
5.
6.
7.
sehingga tujuan dari pembelajaran dapat tercapai secara efektif dan
efisien sesuai dengan apa yang direncanakan.
Bertanggung jawab.
Guru profesional adalah guru yang bertanggung jawab, karena guru
yang bertanggung jawab adalah guru yang mampu mempertanggung
jawabkan setiap tugas yang diembannya baik yang berhubungan
dengan tanggung jawab terhadap materi pembelajaran, tanggung
jawab terhadap perkembangan kemampuan berfikir siswa dan
bertanggung jawab terhadap lembaga dan guru-guru lain sebagai
rekan kerja.
Mengayomi dan mampu menjadi ayah.
Guru profesional adalah guru yang dalam melaksanakan tugasnya
dalam mendidik harus mampu mengayomi semua peserta didik
sehingga peserta didik merasa nyaman dan dapat menerima ilmu yang
disampaikan dengan maksimal tanpa merasa dibeda-bedakan atau
deskriminatif. Selain itu juga guru profesional harus mampu berperan
menjadi ayah terhadap anak didiknya, dimana anak didik atau peserta
didik merasa terlindungi dan guru profesional dapat menjadi tempat
bertukar pikiran layaknya seorang ayah terhadap anaknya.
Datang tepat waktu.
Guru profesional adalah guru yang dalam melaksanakan tugasnya
selalu berusaha hadir tepat waktu sebagai wujud rasa tanggung jawab
dan penghormatan dan penghargaan terhadap dedikasinya sebagai
pendidik.
Mampu mengevaluasi proses pembelajaran dengan objektif.
Guru profesional adalah guru yang mampu melakukan evaluasi dalam
proses pembelajaran dengan objektif. Guru profesional akan
memberikan atau melakukan penilaian terhadap anak didiknya sesuai
dengan kemampuan dari peserta didik sehingga dapat diketahui
dengan sebenarnya sampai dimana batas kemampuan siswa
tersebut18.
18
Agustini Sulistianingsih, “Kompetensi Guru Profesional,” 2019.
((((( 15 )))))
Syarat-Syarat Guru Profesional
Guru profesional hendaknya memiliki empat kompetensi guru yang telah
ditetapkan dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun
2005 Tentang Guru dan Dosen yaitu, kompetensi pedagogik,
kepribadian, profesional dan sosial. Oleh karena itu, selain terampil
mengajar, seorang guru juga memiliki pengetahuan yang luas, bijak, dan
dapat bersosialisasi dengan baik. Kompetensi tersebut yaitu:
1. Kompetensi Pedagogik.
Kompetensi
pedagogik
merupakan “kemampuan
mengelola
pembelajaran peserta didik”. Kompetensi ini dapat dilihat dari
kemampuan merencanakan program belajar mengajar, kemampuan
melaksanakan interaksi atau mengelola proses belajar mengajar, dan
kemampuan melakukan penilaian. Misalnya sebelum mengajar guru
membuat rencana pelaksanaan pembelajaran terlebih dahulu yang
didalamnya mencakup bagagaimana proses belajar mengajar nantinya
akan dilaksanakan sehingga guru tidak akan bingung dalam mengelola
kelas dan memberikan penilaian
2. Kemampuan Pribadi.
Guru sebagai tenaga pendidik yang tugas utamanya mengajar,
memiliki karakteristik kepribadian yang sangat berpengaruh terhadap
keberhasilan pengembangan sumber daya manusia. Kepribadian yang
mantap dari sosok seorang guru akan memberikan teladan yang baik
terhadap anak didik maupun masyarakatnya, sehingga guru akan
tampil
sebagai
sosok
yang
patut
“digugu”
(ditaati
nasehat/ucapan/perintahnya) dan “ditiru” (di contoh sikap dan
perilakunya). Kepribadian guru merupakan faktor terpenting bagi
keberhasilan belajar anak didik. Misalnya dalam bertutur kata atau
dalam bertingkah laku harus sopan sehingga guru tersebut mampu
menjadi panutan bagi peserta didik.
3. Kemampuan Sosial.
Guru yang efektif adalah guru yang mampu membawa siswanya
dengan berhasil mencapai tujuan pengajaran. Mengajar di depan kelas
merupakan perwujudan interaksi dalam proses komunikasi. Menurut
Undang-undang Guru dan Dosen kompetensi sosial adalah
“kemampuan guru untuk berkomunikasi dan berinteraksi secara
((((( 16 )))))
efektif dan efisien dengan peserta didik, sesama guru, orangtua/wali
peserta didik, dan masyarakat sekitar”. Misalnya pada saat guru
menjelaskan materi didepan kelas, ada interaksi dengan siswa
4. Kompetensi profesional
Adalah “kemampuan penguasaan materi pelajaran secara luas dan
mendalam”.Kompetensi profesional meliputi kepakaran atau keahlian
dalam bidangnya yaitu penguasaan bahan yang harus diajarkannya
beserta metodenya, rasa tanggung jawab akan tugasnya dan rasa
kebersamaan dengan sejawat guru lainnya.Misalnya Guru menguasai
secara mendalam bahan/mata pelajaran yang diajarkannya serta
mengajarkannya kepada siswa. Bagi guru, hal ini merupakan dua hal
yang tidak dapat dipisahkan. Guru bertanggungjawab memantau hasil
belajar siswa melalui berbagai teknik evaluasi, mulai cara pengamatan
dalam perilaku siswa sampai tes hasil belajar19
Selain itu untuk menjadi profesional, seorang guru harus memiliki
beberapa syarat tertentu, diantara syarat-syarat guru profesional antara
lain:
1. Ahli (Expert)
Keahlian dalam hal ini adalah bidang pengetahuan yang diajarkan dan
ahli dalam tugas mendidik. Seorang guru tidak hanya menguasai isi
pengajaran yang diajarkan tetapi juga mampu menanamkan konsep
mengenai pengetahuan yang diajarkan. Pemahaman konsep dapat
dilakukan bila guru memahami psikologi belajar. Psikologi belajar
membantu guru menguasai cara membimbing subjek belajar dalam
memahami konsep yang diajarkan. Selain itu, guru juga harus
menyampaikan pesan-pesan pendidikan.
Guru yang ahli memiliki pengetahuan tentang cara mengajar
(teaching is knowledge), keterampilan (teaching is skill), dan mengajar
adalah seni (teaching is art). Selain itu terdapat pula istilah guru yang
berhasil (succesful teacher), guru yang efektif (an effective teacher),
dan guru yang baik (a good teacher). Oleh karena itu, guru harus
menguasai prinsip-prinsip ilmu mendidik selain ahli mengajar.
19
“Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen” (2005).
((((( 17 )))))
2. Memiliki Rasa Kesejawatan (Etika Profesi)
Salah satu tugas organisasi adalah menciptakan rasa kesejawatan
sehingga ada rasa aman dan perlindungan jabatan. Etika profesi ini
dikembangkan melalui organisasi profesi diciptakan rasa sejawat,
semangat korps dikembangkan agar harkat dan martabat guru
dijunjung tinggi baik oleh korp guru maupun masyarakat pada
umumnya.
Guru yang profesional punya pengetahuan yang luas, wawasan,
keterampilan, nilai dan sikap yang semuanya terpadukan untuk
terlaksananya pekerjaan profesional atau profesi yang dimaksud.
Selain itu, guru profesional adalah orang yang memiliki kemampuan
dan keahlian dalam bidang keguruan sehingga ia mampu melakukan
tugas dan fungsinya sebagai guru dengan kemampuan maksimal atau
dengan kata lain, guru profesional adalah orang yang terdidik dan
terlatih dengan baik serta memiliki pengalaman yang kaya di
bidangnya.
Yang dimaksud dengan terdidik dan terlatih bukan hanya
memperoleh pendidikan formal tetapi juga harus menguasai berbagai
strategi pendekatan dan teknik dalam pembelajaran serta menguasai
landasan-landasan kependidikan seperti tercantum dalam kompetensi
guru yang beraneka ragam.
3. Memiliki Otonomi dan Rasa Tanggung Jawab
Otonomi adalah suatu sikap yang profesional yang disebut mandiri
yang berdasarkan keahliannya. Ciri-ciri kemandirian antara lain 1)
dapat menguraikan nilai-nilai hidup, 2) dapat membuat pilihan nilai,
3) dapat menentukan dan mengambil keputusan sendiri, dan 4) dapat
bertanggungjawab atas keputusan ini.
Guru yang profesional mempersiapkan diri sematang-matangnya
sebelum mengajar. Ia betul-betul menguasai materi yang akan
diajarkan dan bertanggung jawab atas segala tingkah lakunya.20
20
H. Ramayulis, Profesi dan Etika Keguruan (Jakarta: Kalam Mulia, 2013).
((((( 18 )))))
Selain itu syarat-syarat guru profesional dalam Undang-Undang No.
8 tahun 1974 dan dalam Pidato Pembukaan Kongres PGRI VIII antara
lain:
1. Selalu punya energi untuk siswanya. Seorang guru yang baik menaruh
perhatian pada siswa di percakapan atau diskusi dengan mereka. Guru
yang baik juga punya kemampuan mendengar dengan seksama.
2. Punya tujuan jelas untuk pelajaran. Seorang guru yang baik
menetapkan tujuan yang jelas untuk setiap pelajaran dan bekerja
untuk memenuhi tujuan tertentu dalam setiap kelas.
3. Punya keterampilan mendisiplinkan yang efektif. Seorang guru yang
baik memiliki keterampilan disiplin yang efektif sehingga bisa
mempromosikan perubahan perilaku positif dalam kelas.
4. Punya keterampilan manajemen kelas yang baik. Seorang guru yang
baik memiliki keterampilan manajemen kelas yang baik dan dapat
memastikan perilaku siswa yang baik saat siswa belajar dan bekerja
sama secara efektif, membiasakan menanamkan rasa hormat kepada
seluruh komponen di dalam kelas.
5. Bisa berkomunikasi dengan baik dengan orang tua.
Seorang guru yang baik menjaga komunikasi terhadap orang tua dan
membuat mereka selalu tahu informasi terbaru mengenai yang terjadi
di dalam kelas, dalam kurikulum, disiplin, dan isu lainnya. Mereka
membuat diri mereka selalu bersedia memenuhi panggilan telepon,
rapat, email, atau twitter.
6. Punya harapan yang tinggi pada siswanya. Seorang guru yang baik
memiliki harapan yang tinggi dari siswa dan mendorong semua siswa
di kelasnya untuk selalu bekerja dan mengarahkan potensi terbaik
mereka.
7. Pengetahuan tentang kurikulum.
Seorang guru yang baik memiliki pengetahuan mendalam tentang
kurikulum sekolah dan standar-standar lainnya. Mereka dengan
sekuat tenaga memastikan pengajaran mereka memenuhi standarstandar itu.
8. Pengetahuan tentang subjek yang diajarkan. Seorang guru yang baik
memiliki pengetahuan luar biasa dan antuasiasme untuk subjek yang
mereka ajarkan. Mereka siap untuk menjawab pertanyaan dan
((((( 19 )))))
menyimpan bahan menarik bagi para siswa bahkan bekerja sama
dengan bidang studi lain demi pembelajaran kolaborasi.
9. Selalu memberikan yang terbaik untuk anak-anak dan proses
pengajaran. Seorang gru yang baik selalu bersemangat mengajar dan
mempengaruhi siswa dalam kehidupan mereka dan memahami
dampak atau pengaruh yang mereka miliki dalam kehidupan siswanya,
sekarang dan nanti ketika siswanya sudah beranjak dewasa.
10. Punya hubungan yang berkualitas dengan siswa. Seorang guru yang
baik mengembangkan hubungan yang kuat dan saling hormat
menghormati dengan siswa dan membangun hubungan yang dapat
dipercaya.21
Berdasarkan hal tersebut diatas maka, seorang guru dapat dikatakan
profesional apabila guru tersebut mampu menjalin hubungan kedekatan
atau ikatan batin dengan siswa yang dididiknya, sehingga guru mampu
menjalin komunikasi interaktif dengan peserta didik. Selain itu juga guru
tersebut harus memiliki tujuan pembelajaran yang jelas dan mampu
menguasai manajemen kelas sehingga dapat menciptakan suasana belajar
yang nyaman dan menyenangkan. Guru Profesional juga menguasai materi
pembelajaran dan menguasai kurikulum pembelajaran yang digunakan,
Guru profesional juga mampu menjalin komunikasi yang baik dengan
orangtua siswa dan lingkungan dimana sekolah berada dan menciptakan
kondisi yang memungkinkan siswa berkembang dengan maksimal sehingga
tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan sebelumnya dapat tercapai
dengan maksimal dan sempurna.
Upaya Untuk Meningkatkan Profesionalisme Guru
Berbagai upaya untuk meningkatkan profesionalisme guru telah ditempuh
oleh pemerintah, instansi pendidikan dan para guru tentunya. Adapun
upaya untuk meningkatkannya adalah sebagai berikut:
1. Menempuh pendidikan pada jenjang yang lebih tinggi sesuai
kualifikasi akademik
21
Pemerintah Republik Indonesia, “Undang-Undang No. 8 Tahun 1974” (1974).
((((( 20 )))))
Hal ini berdasarkan Undang-Undang Guru Dosen bahwa guru untuk
mendapatkan kompetensi profesional harus melalui pendidikan
profesi dan guru juga dituntut untuk memiliki kualifikasi akademik
minimal S-1 atau D4. Apalagi pada saat sekarang ini, perkembangan
dunia pendidikan dan sistem pendidikan semakin meningkat. Dengan
melanjutkan tingkat pendidikan diharapkan guru dapat menambah
pengetahuannya dan memperoleh informasi-informasi baru dalam
pendidikan sehingga guru tersebut mengetahui perkembangan ilmu
pendidikan.
2. Melalui Program Sertifikasi Guru
Salah satu upaya untuk meningkatkan profesionalisme guru adalah
melalui sertifikasi dimana dalam sertifikasi tercermin adanya suatu uji
kelayakan dan kepatutan yang harus dijalani seseorang, terhadap
kriteria-kriteria yang secara ideal telah ditetapkan. Dengan adanya
sertifikasi akan memacu semangat guru untuk memperbaiki diri,
meningkatkan kualitas ilmu, dan profesionalisme dalam dunia
pendidikan.
3. Memberikan Diklat dan pelatihan bagi guru
Diklat dan pelatihan merupakan salah satu teknik pembinaan untuk
menambah wawasan / pengetahuan guru. Kegiatan diklat dan pelatihan
perlu dilaksanakan oleh guru dengan diikuti usaha tindak lanjut untuk
menerapkan hasil – hasil diklat dan pelatihan.
4. Gerakan Guru Membaca (G2M)
Guru hendaknya mempunyai kesadaran akan pentingnya membaca
untuk mengembangkan wawasan dan pengetahuannya. Tidak lucu
bukan kalau guru menyuruh murid-muridnya rajin membaca
sedangkan gurunya enggan untuk membaca. Kita sebagai guru harus
lebih serba tahu dibandingkan peserta didik. Untuk itu perlu
digalakkan Gerakan Guru Membaca. Dalam hal ini guru bisa
memanfatkan buku-buku atau media masa yang tersedia
diperpustakaan, sekolah ataupun toko buku, atau bisa juga dengan
mengakses internet tentang hal-hal yang berhubungan dengan
spesialisasinya ataupun pengetahuan umum yang dapat menambah
wawasannya.
((((( 21 )))))
5. Melalui organisasi KKG (Kelompok Kerja Guru)
Salah satu wadah atau tempat yang dapat digunakan untuk membina
dan meningkatkan profesional guru sekolah dasar di antaranya melalui
KKG. KKG adalah wadah kerja sama guru – guru dan sebagai tempat
mendiskusikan masalah yang berkaitan dengan kemampuan
profesional, yaitu dalam hal merencanakan, melaksanakan dan menilai
kemajuan murid.
6. Senantiasa produktif dalam menghasilkan karya-karya di bidang
pendidikan.
Guru hendaknya memiliki kesadaran untuk lebih banyak menulis,
terutama mengenai masalah-masalah pendidikan dan pengajaran. Hal
ini termasuk salah satu metode untuk dapat meningkatkan
kemampuan guru dalam menuangkan konsep-konsep dan gagasan
dalam bentuk tulisan. Setiap guru harus sadar dan mau melatih diri
jika ia benar-benar ingin menumbuhkan kreativitas dirinya melalui
karya tulis (Misalnya; PTK, bahan ajar, artikel, dsb)22.
Dari uraian tersebut diatas, maka dapat dipahami bahwa
profesionalisme guru dapat ditingkatkan antara lain melalui cara
sendiri-sendiri dan secara bersama-sama dengan jalan Pendidikan,
Pelatihan Pembinaan teknis secara berkelanjutan, Pembentukan wadah
pembinaan profesionalisme guru. Dengan semakin banyaknya guru
yang profesional diharapkan pendidikan di Indonesia mengalami
peningkatan dan kemajuan.
Hambatan dalam Meningkatkan Profesionalisme Guru
Rendahnya mutu pendidikan khususnya pembelajaran Indonesia
merupakan cerminan rendah atau kurangnya mutu profesionalitas guru
dalam melaksanakan dan mempertanggung jawabkan pembelajaran.
Rendahnya mutu profesionalitas guru-guru di Indonesia menurut
disebabkan antara lain:
1. Kualifikasi dan latar belakang pendidikan tidak sesuai dengan bidang
tugas. Dilapangan banyak di antara guru mengajarkan mata pelajaran
22
ratnadewi87, “Artikel Pendidikan.”
((((( 22 )))))
2.
3.
4.
5.
6.
7.
yang tidak sesuai dengan kualifikasi dan latar belakang pendidikan
yang dimiliki.
Tidak memiliki kompetensi yang diperlukan sesuai bidang tugas. Guru
profesional seharusnya memiliki empat kompetensi, yaitu kompetensi
pedagogis, kognitif, personaliti, dan sosial. Oleh karena itu, seorang
guru selain terampil mengajar, juga memiliki pengetahuan yang luas,
bijak, dan dapat bersosialisasi dengan baik.
Penghasilan tidak ditentukan sesuai dengan prestasi kerja. Sementara
ini guru yang berprestasi dan yang tidak berprestasi mendapatkan
penghasilan yang sama. Memang benar sekarang terdapat program
sertifikasi. Namun, program tersebut tidak memberikan peluang
kepada seluruh guru. Sertifikasi hanya dapat diikuti oleh guru-guru
yang ditunjuk kepala sekolah yang notabene akan berpotensi
subjektif.
Kurangnya kesempatan untuk mengembangkan profesi secara
berkelanjutan. Banyak guru yang terjebak pada rutinitas. Pihak
berwenang pun tidak mendorong guru ke arah pengembangan
kompetensi diri ataupun karier. Hal itu terindikasi dengan minimnya
kesempatan beasiswa yang diberikan kepada guru dan tidak adanya
program pencerdasan guru, misalnya dengan adanya tunjangan buku
referensi, dan pelatihan berkala. Profesionalisme dalam pendidikan
perlu dimaknai he does his job well. Artinya, guru haruslah orang
yang memiliki insting pendidik, paling tidak mengerti dan memahami
peserta didik. Guru harus menguasai secara mendalam minimal satu
bidang keilmuan. Guru harus memiliki sikap integritas profesional.
Dengan integritas barulah, sang guru menjadi teladan atau role model.
Masih cukup banyak guru Indonesia baik yang bertugas di SD/MI
maupun di SLTP/MTs dan SMU/SMA yang tidak berlatar belakang
pendidikan sesuai dengan ketentuan dan bidang studi yang dibinanya.
Masih sangat banyak guru Indonesia yang memiliki kompetensi
rendah dan memprihatinkan.
Masih banyak guru di Indonesia yang kurang terpacu dan termotivasi
untuk memberdayakan diri, mengembangkan profesionalitas diri atau
memutakhirkan pengetahuan mereka secara terus-menerus dan
berkelanjutan, meskipun cukup banyak guru Indonesia yang sangat
((((( 23 )))))
rajin menaikkan pangkat mereka dan sangat rajin pula mengikuti
program-program pendidikan kilat atau jalan pintas yang dilakukan
oleh berbagai lembaga pendidikan.
8. Masih sangat banyak guru Indonesia yang kurang terpacu, terdorong,
dan tergerak secara pribadi untuk mengembangkan profesi mereka
sebagai guru.
9. Persoalan rambu-rambu atau acuan pelaksanaan, arah kebijakan
pendidikan, paradigma sistem pendidikan, termasuk sistem dan
kurikulum yang selalu mengalami perubahan.
10. Semakin cepatnya perkembangan tehnologi sehingga menuntut guru
lebih proaktif terhadap perkembangan tersebut.
11. Kesempatan guru yang sangat terbatas dalam mengembangkan
kemampuannya.
12. Sistem yang selama ini digunakan oleh guru masih monoton sehingga
berpengaruh terhadap pola pikir siswa.
Namun pada kenyataannya dapat dipahami bahwasanya saat ini
begitu banyak contoh kasus yang mencerminkan berkurangnya atau krisis
profesionalisme yang dimiliki oleh seorang guru sehingga berakibat
pemecatan atau sangsi sosial. Misalnya saja contoh kasus kasus
pencabulan atau kasus kekerasan atau lebih dikenal dengan bahasa kasus
Bullying. Kasus kekerasan yang terjadi didominasi oleh guru terhadap
peserta didiknya. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh
UNICEF (2006) di beberapa daerah di Indonesia menunjukkan bahwa
sekitar 80% kekerasan yang terjadi pada siswa dilakukan oleh guru.
Kuriake mengatakan bahwa di Indonesia cukup banyak guru yang menilai
cara kekerasan masih efektif untuk mengendalikan siswa.
Selain itu E. Mulyasa mengungkapkan beberapa kesalahan yang
sering dilakukan oleh guru dalam pembelajaran yaitu:
1. Mengambil jalan pintas dalam pembelajaran
Tugas guru dalam pembelajaran tidak terbatas pada penyampaian
informasi kepada peserta didik. Sesuai kemajuan dan tuntutan zaman,
guru harus memiliki kemampuan untuk memahami peserta didik
dengan berbagai keunikannya agar mampu membantu mereka dalam
menghadapi kesulitan. Dalam pada itu, guru dituntut memahami
((((( 24 )))))
berbagai model pembelajaran yang efektif agar dapat membimbing
peserta didik secara optimal.
Dalam kaitannya dengan perencanaan, guru dituntut untuk
membuat persiapan mengajar yang efektif dan efisien. Namun dalam
kenyataannya, dengan berbagai alasan banyak guru yang mengambil
jalan pintas dengan tidak membuat persiapan ketika mau melakukan
pembelajaran, sehingga guru mengajar tanpa persiapan. Mengajar
tanpa pesiapan di samping merugikan guru sebagai tenaga profesional
juga akan sangat mengganggu perkembangan peserta didik. Ada
kalanya guru membuat persiapan mengajar tertulis hanya untuk
memenuhi tuntutan administrative atau disuruh oleh kepala sekolah
karena akan ada pengawasan ke sekolahnya.
2. Menunggu peserta didik berperilaku negatif.
Dalam pembelajaran di kelas, kebanyakan guru terperangkap dengan
pemahaman yang keliru tentang mengajar. Mereka menganggap
mengajar adalah menyampaikan materi kepada peserta didik, mereka
juga menganggap mengajar adalah memberikan sejumlah pengetahuan
kepada peserta didik. Tidak sedikit guru yang sering mengabaikan
perkembangan kepribadian peserta didik, serta lupa memberikan
pujian kepada mereka yang berbuat baik, dan tidak membuat masalah.
Biasanya guru baru bisa memberikan perhatian kepada peserta didik
ketika ribut, tidak memperhatikan atau mengantuk di kelas, sehingga
menunggu peserta didik berperilaku buruk. Kondisi tersebut
seringkali mendapat tanggapan yang salah dari peserta didik. Mereka
beranggapan bahwa jika ingin mendapat perhatian atau diperhatikan
guru, maka harus berbuat salah, beruat gaduh, mengganggu, dan
melakukan tindakan indisiplin lainnya.
3. Mengabaikan perbedaan peserta didik.
Kesalahan yang sering dilakukan oleh guru dalam pembelajaran adalah
mengabaikan perbedaan individu peserta didik. Setiap peserta didik
memiliki perbedaan individual sangat mendasar yang perlu
diperhatikan dalam pembelajaran. Peserta didik memiliki emosi yang
sangat bervariasi dan sering memprlihatkan sejumlah perilaku yang
tampak aneh. Pada umumnya, perilaku-perilaku tersebut relatif
normal dan cukup bisa ditangani dengan menciptakan iklim
((((( 25 )))))
pembelajaran yang kondusif. Akan tetapi, karena guru di sekolah
dihadapkan pada sejumlah peserta didik, guru seringkali kesulitan
untuk mengetahui mana perilaku yang normal dan wajar, serta mana
perilaku yang indisiplin dan perlu mendapat penanganan khusus.
4. Merasa paling pandai
Kesalahan lain yang sering dilakukan oleh guru dalam pembelajaran
adalah merasa paling pandai. Kesalahan ini berangkat dari kondisi
bahwa pada umumnya para peserta didik di sekolah usianya relatif
lebih muda dari gurunya, sehingga guru merasa bahwa peserta didik
tersebut lebih bodoh dibandingkan dengan dirinya, peserta didik
dipandang sebagai gelas yang perlu diisi air ke dalamnya.
5. Tidak adil
Keadilan dalam pembelajaran merupakan kewajiban guru dalam
pembelajaran dan hak peserta didik untuk memperolehnya. Dalam
prakteknya banyak guru yang tidak adil, sehingga merugikan
perkembangan peserta didik dan ini merupakan kesalahan yang sering
dilakukan oleh guru, terutama dalam penilaian23.
Oleh karena itu maka hendaknya seorang guru harus mampu
memahami kondisi-kondisi yang memungkinkan dirinya berbuat
salah, dan yang paling penting adalah mengendalikan diri serta
menghindari dari kesalahan-kesalahan.
Etika dan Profesi guru
Kata etik (atau etika) berasal dari kata ethos (Bahasa Yunani) yang
berarti karakter, watak kesusilaan atau adat. Sebagai suatu subyek, etika
akan berkaitan dengan konsep yang dimiliki oleh individu ataupun
kelompok untuk menilai apakah tindakan-tindakan yang telah
dikerjakannya itu salah atau benar, buruk atau baik.
Sementara itu profesi secara estimologi berasal dari bahasa Inggris
yaitu profession atau bahasa latin profecus, yang artinya mengakui,
adanya pengakuan, menyatakan mampu, atau ahli dalam melakukan suatu
pekerjaan. Sedangkan secara terminologi, profesi berarti suatu pekerjaan
yang mempersyaratkan pendidikan tinggi bagi pelakunya yang ditekankan
23
Mulyasa, Menjadi Guru Profesional (Bandung: Remaja Rosda karya, 2005), Hlm. 28.
((((( 26 )))))
pada pekerjaan mental, yaitu adanya persyaratan pengetahuan teoritis
sebagai instrumen untuk melakukan perbuatan praktis, bukan pekerjaan
manual. Jadi suatu profesi harus memiliki tiga pilar pokok, yaitu
pengetahuan, keahlian, dan persiapan akademik.
Sedangkan guru adalah orang dewasa yang bekerja sebagai pendidik
dan pengajar professional bagi peserta didik di sekolah agar peserta didik
dapat menjadi sosok yang berkarakter, berilmu pengetahuan, serta
terampil mengaplikasikan ilmu pengetahuannya.
Berdasarkan ketiga pegertian tersebut, maka etika profesi keguruan
dapat diartikan sebagai ilmu yang mempelajari tentang perbuatan baik
yang harus dilakukan oleh guru dalam melaksanakan pekerjaannya sebagai
pendidik professional. Sebagai filsafat, memberikan pengetahuan secara
mendalam mengenai perbuatan baik yang harus dilakukan oleh guru ketika
menjalin relasi dengan dirinya sendiri, peserta didik, wali peserta didik,
rekan sejawat, dan masyarakat24.
Sebagai guru profesional, guru dalam bekerja dan melaksanakan
tugasnya berdasarkan kode etik yang disusun dan dikembangkan oleh
organisasi profesinya, dalam hal ini PGRI. Hal ini kode etik guru diatur
dalam Undang-Undang RI no 14 tahun 2005 Bab IV Pasal 43 ayat 1
tentang guru dan dosen yang menyatakan bahwa untuk menjaga dan
meningkatkan kehormatan dan martabat guru dalam pelaksanaan tugas
keprofesiaannya, organisasi profesi guru membentuk kode etik, kode etik
tersebut juga diatur dalam Kongres XX PGRI Palembang No:
004/Kongres/XX/PGRI/2008 Tentang Kode Etik Guru Indonesia.
Nilai-nilai etika merupakan berbagai hal penting yang berguna bagi
kebaikan seseorang dan kebaikan sekelompok orang sehingga mereka
dapat menjadi manusia yang sesuai dengan hakikatnya. Dengan demikian,
nilai-nilai etika profesi keguruan adalah berbagai hal penting yang berguna
bagi kebikan guru, peserta didik, wali peserta didik, rekan sejawat, dan
masayarakat. Dalam hal ini ada 3 nilai etika profesi keguruan yang harus
diterapkan oleh guru melalui perilaku positifnya, antara lain:
24
Novan Ardy Wiyani, Etika Profesi Keguruan (Jogjakarta: PT. Gava media, 2015).
((((( 27 )))))
1. Tanggung jawab
Ketika seseorang telah memilih berprofesi sebagai seorang guru, maka
secara otimatis ia memikul tanggung jawab sebagai guru. Guru
memiliki tanggung jawab utama sebagai pendidik, pengajar,
pembimbing, pengarah, pelatih, penilai, dan pengevaluasi peserta
didiknya.
2. Kewajiban
Tanggung jawab yang dipikul oleh guru menjadikannya memiliki
berbagai kewajiban seperti yang terdapat dapa Kode Etik Guru
Indonesia (KEGI). Dengan kata lain, kewajiban merupakan sesuatu
yang dilakukan karena adanya tanggung jawab. Kewajiban dilakukan
karena tuntutan hati nurani atau karena panggilan jiwa, bukan karena
pertimbangan pikiran. Itulah sebabnya ada statement yang berbunyi :
“Bekerja sebagai guru adalah panggilan jiwa”. Kemudian, ketika guru
melalaikan kewajibannya, maka ia akan dikenakan sanksi.
3. Hak
Sebaliknya, ketika guru melaksanakan kewajibannya dengan sebaik
mungkin sesuai dengan kemampuannya, maka ia akan mendapatkan
haknya. Jadi guru dapat menuntut haknya manakala dengan tanggung
jawab ia telah melaksanakan kewajibannya dengan baik. Merupakan
hal yang sangat tidak manusiawi pula ketika pemerintah maupun pihak
yayasan mengabaikan hak-hak guru disaat guru telah melaksanakan
berbagai kewajiban sebagai konsekuensi logis dari kepemilikan
tanggung jawabnya.25
Merujuk dari teori Lickona: 1992 tentang Dialetika etika, yang
dikembangkan oleh Busiri (2018), terdapat 3 konsep dialetika moral,
yaitu:
1. Etic knowing (Moral Knowing) adalah hal yang penting untuk
diajarkan, terdiri dari enam hal, yaitu: etic awareness (kesadaran
beretika), knowing
etic
values (mengetahui
nilai-nilai
etika), perspective taking, etic reasoning, decision making dan self
knowledge
25
Wiyani.
((((( 28 )))))
2. Etic feeling (Moral Feeling) yaitu aspek yang lain yang harus
ditanamkan kepada anak yang merupakan sumber energi dari diri
manusia untuk bertindak sesuai dengan prinsip-prinsip moral.
Terdapat 6 hal yang merupakan aspek emosi yang harus mampu
dirasakan oleh seseorang untuk menjadi manusia berkarakter,
yakni conscience (nurani), self
esteem
(percaya
diri), empathy (merasakan penderitaan orang lain), loving the
good (mencintai kebenaran), self control(mampu mengontrol diri)
dan humility (kerendahan hati).
3. Etic action (Moral Action) adalah bagaimana membuat pengetahuan
etika dapat diwujudkan menjadi tindakan nyata. Perbuatan tindakan
moral atau etika ini merupakan hasil (outcome) dari dua komponen
karakter lainya. Untuk memahami apa yang mendorong seseorang
dalam perbuatan yang baik (act morally)me maka harus dilihat tiga
aspek lain dari karakter, yaitu kompetensi (competence), keinginan
(will) dan kebiasaan (habit)26.
Ruang lingkup etika profesi keguruan merupakan cakupan yang
menjadi kajian inti dalam etika profesi keguruan. Berdasarkan uraian pada
bagian-bagian sebelumnya dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya ruang
lingkup etika profesi keguruan meliputi:
1. Etika guru terhadap diri sendiri.
Yang dimaksud dengan akhlak atau etika terhadap diri sendiri adalah
sikap seseorang terhadap diri pribadinya baik itu jasmani sifatnya atau
rohani. Manusia dapat diperbaiki akhlaknya dengan menghilangkan
akhlak-akhlak tercela. Di sinilah terletak tujuan pokok agama, yakni
mengajarkan dan menawarkan sejumlah nilai moral atau akhlak mulia
agar mereka menjadi baik dan bahagia dengan melatih diri untuk
melakukan hal yang terbaik. Iman tidak akan sempurna kecuali dengan
menghiasi diri dengan Akhlak. Etika guru terhadap peserta didik.
2. Etika guru terhadap wali peserta didik
Setiap Guru seharusnya menerapkan sikap dan perilaku berikut ini
dalam berhubungan dengan Orangtua/Wali Siswa:
26
Busiri, “Konsep Dialetika Moral,” Materi Kuliah Etika dan Profesi Guru (Bandung, 2018).
((((( 29 )))))
a. Guru berusaha membina hubungan kerjasama yang efektif dan
efisien dengan Orangtua/Wali siswa dalam melaksannakan proses
pedidikan.
b. Guru memberikan informasi kepada Orangtua/Wali siswa secara
jujur dan objektif mengenai perkembangan peserta didik.
c. Guru merahasiakan informasi setiap peserta didik kepada orang
lain yang bukan orangtua/walinya.
d. Guru memotivasi orangtua/wali siswa untuk beradaptasi dan
berpartisipasi dalam memajukan dan meningkatkan kualitas
pendidikan.
e. Guru berkomunikasi secara baik dengan orangtua/wali siswa
mengenai kondisi dan kemajuan peserta didik dan proses
kependidikan pada umumnya.
f. Guru menjunjung tinggi hak orangtua/wali siswa untuk
berkonsultasi dengannya berkaitan dengan kesejahteraan,
kemajuan, dan cita-cita anak atau anak-anak akan pendidikan.
g. Guru tidak boleh melakukan hubungan dan tindakan profesional
dengan orangtua/wali siswa untuk memperoleh keuntungnakeuntungan pribadi.
3. Etika guru terhadap rekan sejawat
Sikap terhadap teman sejawat dalam ayat 7 kode Etik Guru di
sebutkan bahwa “Guru memelihara hubungan seprofesi, semangat
kekeluargaan, dan kesetiakawanan sosial”. Ini berarti bahwa:
Guru hendaknya menciptakan dan memelihara hubungan sesama
guru dalam lingkungan kerjanya, dan Guru hendaknya
menciptakan dan memelihara semangat kekeluargaan dan
kesetiakawanan ssosial di dalam dan di luar lingkungan kerjanya.
Dalam hal ini Kode Etik Guru Indonesia menunjukkan kepada kita
betapa pentingnya hubungan yang harmonis perlu di ciptakan dengan
mewujudkan perasaan bersaudara yang mendalam antara sesama
anggota profesi.
Hubungan sesama anggota profesi dapat di lihat dari 2 segi, yakni
hubungan formal dan hubungan kekeluargaan. Hubungan formal
adalah hubungan yang perlu di lakukan dalam rangka melakukan tugas
kedinasan, sedangkan hubungan kekeluargaan adalah hubungan
((((( 30 )))))
persaudaraan yang perlu di lakukan, baik dalam lingkungan kerja
maupun dalam hubungan keseluruhan dalam rangka menanjung
tercapainya keberhasilan anggota profesi dalam membawakan
misalnya sebagai pendidik bangsa.
4. Etika guru terhadap masyarakat.
Guru disamping mampu melakukan tugasnya masing-masing di
sekolah, mereka juga diharapkan dapat dan mampu melakukan tugastugas hubungan dengan masyarakat. Mereka bisa mengetahui
aktivitas-aktivitas masyarakatnya, paham akan adat istiadat, mengerti
aspirasinya, mampu membawa diri di tengah-tengah masyarakat, bisa
berkomunikasi dengan mereka dan mewujudkan cita-cita mereka.
Kemampuan guru membawa diri baik di tengah masyarakat dapat
mempengaruhi penilaian masyarakat terhadap guru. Guru harus
bersikap sesuai dengan norma-norma yang berlaku di masyarakat,
responsif dan komunikatif terhadap masyarakat, toleran dan
menghargai pendapat mereka. Bila tidak mampu menampilkan diri
dengan baik sangat mungkin masyarakat tidak akan menghiraukan
mereka27.
Masing-masing cakupan pada ruang lingkup di atas tidaklah berdiri
sendiri, tetapi semuanya saling berhubungan. Hal ini dapat di jabarkan
bahwasannya pada cakupan ruang lingkup etika profesi guru, seorang
guru di tuntut untuk mampu memiliki etika yang digunakan sebagai modal
dasar dirinya menjalankan profesinya sebagai seorang guru.
Seorang guru harus beretika kepada dirinya sendiri sehingga
memberikan kepastian bahwa dirinya mampu memberikan contoh dan
teladan kepada peserta didik yang di didiknya. Selain itu seorang guru
harus memiliki etika kepada wali peserta didik sebagai jembatan guru
tersebut menjalin komunikasi yang baik dan menjaga hubungan kerjasama
dengan wali peserta didik sehingga guru dapat memberikan motivasi dan
informasi yang dibutuhkan oleh wali peserta didik.
27
Iif Khoiru Ahmad, Sofan Amri, dan Tatik Elisah, Strategi Pembelajaran Sekolah Terpadu, ed.
oleh Tim Prestasi Pustaka (Jakarta: Prestasi Pustaka, 2011).
((((( 31 )))))
Selanjutnya seorang guru harus memiliki etika kepada rekan sejawat,
hal ini di maksudkan agar dalam proses pembelajaran terjalin hubungan
yang harmonis baik secara formal maupun secara kekeluargaan, sehingga
tercipta kenyamanan dan ketenangan dalam proses pembelajaran. Dan
yang terakhir seorang guru harus memiliki etika terhadap masyarakat. Hal
ini dimaksudkan bahwa kemampuan guru membawa diri baik di tengah
masyarakat dapat mempengaruhi penilaian masyarakat terhadap guru.
Guru harus bersikap sesuai dengan norma-norma yang berlaku di
masyarakat, responsif dan komunikatif terhadap masyarakat, toleran dan
menghargai pendapat mereka, sehingga tercipta hubungan yang harmonis.
Tujuan dan Fungsi Kode Etik Guru
Guru sebagai tenaga profesional dalam melaksanakan tugas profesinya
memiliki kode etik sebagaimana tenaga profesional lainnya. Kode Etik
Guru Indonesia merupakan pedoman atau tata cara bersikap dan
berperilaku yang menggambarkan professional dalam bentuk nilai-nilai
moral dan etika jabatan guru sebagai pendidik putera-puteri bangsa.
Menurut Ditjen TMPPK dan PBPGRI ( 2008 ) mengemukakan bahwa kode
etik guru Indonesia adalah norma dan azas yang disepakati dan diterima
oleh guru-guru Indonesia sebagai pedoman dan sikap perilaku dalam
melaksanakan tugas profesi sebagai pendidik, anggota masyarakat dan
warga negara.Pedoman sikap dan perilaku sebagai mana yang dimaksud
diatas adalah nilai-nilai moral yang membedakan perilaku guru yang baik
dan buruk, yang boleh dan tidak boleh dilaksanakan selama melaksanakan
tugas-tugas profesi nya untuk mendidik, mengajar, membimbing,
mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi perserta didik, serta
pergaulan sehari-hari didalam dan diluar sekolah28.
1. Tujuan Kode Etik Guru
Pada dasarnya tujuan merumuskan kode etik dalam suatu profesi
adalah untuk kepentingan anggota dan kepentingan organisasi profesi
28
PENGURUS BESAR PERSATUAN GURU REPUBLIK INDONESIA (PB PGRI), Kode Etik Guru
Indonesia Pasal 1 ayat 1 (jakarta, 2008).
((((( 32 )))))
itu sendiri. Secara umum tujuan mengedakan kode etik adalah sebagai
berikut (R. Hermawan S, 1979):
a. Untuk menjunjung tinggi martabat profesi
Dalam hal ini kode etik dapat menjaga pandangan dan kesan dari
pihak luar atau masyarakat, agar mereka jangan sampai
memandang rendah atau remeh terhadap profesi yang
bersangkutan.
b. Untuk menjaga dan memelihara kesejahteraan
Yang di maksud kesejahteraan disini meliputi baik kesejahteraan
batin ( spiritual atau mental ). Dalam hal kesejahteraan lahir para
anggota profesi, kode etik umumnya memuat larangan-larangan
kepada para anggotanya untuk melakukan perbuatan-perbuatan
yang merugikan kesejahteraan para anggotanya. Kode etik juga
sering mengandung peraturan-peraturan yang bertujuan
membatasi tingkah laku yang tidak pantas atau tidak jujur bagi
para anggota profesi dalam berinteraksi dengan sesama rekan
anggota profesi.
c. Untuk meningkatkan pengabdian para anggota profesi
Tujuan lain kode etik dapat juga berkaitan dengan peningkatan
kegiatan pengabdian profesi, sehingga bagi para anggota profesi
dapat dengan mudah mengetahui tugas dan tanggung jawab
pengabdiannya dalam melaksanakan tugasnya. Oleh karena itu,
kode etik merumuskan ketentuan-ketentuan yang perlu dilakukan
para anggota profesi dalam menjalankan tugasnya.
d. Untuk meningkatkan mutu profesi
Untuk meningkatkan mutu profesi kode etik juga memuat normanorma dan anjuran agar para anggota profesi selalu berusaha
meningkatkan mutu pengabdian para anggotanya.
e. Untuk meningkatkan mutu organisasi profesi
Untuk meningkatkan mutu organisasi profesi, maka diwajibkan
kepada setiap anggota untuk secara aktif berpartisipasi dalam
((((( 33 )))))
membina organisasi profesi dan kegiatan-kegiatan yang dirancang
organisasi29.
2. Fungsi Kode Etik Guru
Pada dasarnya kode etik memiliki fungsi ganda yaitu
sebagai perlindungan dan pengembangan bagi profesi. Menurut
Biggs dan Blocher (1986: 10) mengemukakan tiga fungsi kode etik
yaitu:
a. Melindungi suatu profesi dari campur tangan pemerintah.
Kode etik melindungi profesi dari campur tangan pemerintah,
dengan adanya kode etik yang jelas, terlebih khusus dalam rangka
mengatur hubungan antara anggota profesi dengan pihak
eksternal (pemerintah) akan memberikan kejelasan tentang apa
yang harus dilakukan dan yang tidak boleh dilakukan. Hal ini
menjadi sangat penting, karena menjalin hubungan dengan pihak
pemerintah sebagai suatu bagian yang berkuasa dalam suatu
daerah, tentunya akan sangat berpengaruh besar terhadap
jalannya suatu perusahaan, sehingga dengan adanya kode etik ini,
pemerintah tidak akan “semena-mena” melakukan yang tidak baik
terhadap anggota profesi.
b. Mencegah terjadinya pertentangan internal dalam suatu profesi.
Kedua, kode etik yang dapat mencegah perpecahan internal
perusahaan. Dengan adanya kode etik, hal ini akan memberikan
kejelasan tentang cara menjalin hubungan yang baik dengan rekan
sejawat, yang tentunya akan sangat mempengaruhi peforma dari
masing-masing anggota profesi untuk bekerja dengan maksimal
dan dengan motavasi yang benar, tanpa ada perasaan iri atau
ketidaksukaan dalam bekerja.
c. Melindungi para praktisi dari kesalahan praktik suatu profesi.
Ketiga, melindungi praktisi dari kesalah praktik suatu profesi. Hal
ini berkaitan dengan hasil kerja oleh para praktisi dalam suatu
profesi. Dengan kode etik, tentunya para anggota profesi yang
29
R hermawan, Etika Keguruan: Suatu Pendekatan Terhadap Kode Etik Guru, (Jakarta: PT. Margi
Waluyu, 1979).
((((( 34 )))))
bijaksana tidak akan memberikan kemudahan dalam
penyelewengan tindakan bekerja, yang nantinya hanya akan
merugikan bagi dirinya sendiri dan perusahaan. Selain itu, hal
tersebut juga akan memberikan penggambaran lebih baik kepada
setiap anggota profesi untuk tidak melakukan kesalahan-kesalahan
sekecil apapun itu dalam bekerja.
((((( 35 )))))
((((( 36 )))))
GURU RESONAN:
FIGUR DAN TELADAN
PENGERTIAN FIGUR DAN TELADAN
Guru dalam istilah Jawa digugu mempunyai tanggung jawab yang berat
dalam tiap bertutur kata yang jika disalahgunakan akan memberikan
dampak yang tidak baik, baik untuk murid maupun guru itu
sendiri.Kepercayaan masyarakat akan seorang guru menjadikan guru
sebagai seoarang yang menjadi penentu dalam tiap perkembangan dalam
kebaikan.
Istilah guru ditiru mengandung arti yang dalam berkaitan dengan
tingkah laku etika yang dimilikinya. Setiap tingkah laku yang dikerjakan
menjadi panutan yang membawa kebaikan. Pola perilaku seorang guru
menjadi sorotan masyarakat mulai dari cara berpakain, kebiasaan, etika
atau adab yang dimiliki dan digunakan seorang guru. Guru menjadi
contoh kebaikan yang nyata dengan didasari ilmu-ilmu pengetahuan yang
di miliki kemudian di tuangkan dalam kegiatan sehari-hari. Ketika
mengajar di sekolah secara tidak langsung memberikan contoh cara
berpakaian yang sopan yang seharusnya di gunakan. Pengajaran akan
berpakaian baik menjadikan kita seseorang yang mempunyai harga diri,
seseorang yang dihargai sebagai manusia yang bermartabat.
Figur memiliki 2 arti, Figur adalah sebuah homonim karena artiartinya memiliki ejaan dan pelafalan yang sama tetapi maknanya berbeda.
Figur memiliki arti dalam kelas nomina atau kata benda sehingga figur
((((( 37 )))))
dapat menyatakan nama dari seseorang, tempat, atau semua benda dan
segala yang dibendakan30.
Teladan adalah sesuatu yang patut ditiru atau baik untuk dicontoh
(tentang perbuatan, kelakuan, sifat, dsb) contoh: 'ketekunannya
menjadi teladan bagi
teman-temannya
ia
terpilih
sebagai
pelajar teladan'31.
Kemampuan guru untuk bisa digugu dan ditiru erat kaitannya dengan
empat kompetensi yang harus dimiliki seorang guru, yakni kompetensi
pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi
profesional. Pada hakikatnya, jika empat kompetensi tersebut dimiliki
oleh guru, maka predikat digugu dan ditiru dengan sendirinya akan
mengikut pada diri guru tersebut.
Agar bisa dipercaya dan dipatuhi, seorang guru haruslah memiliki
pemahaman yang luas dan mendalam terhadap ilmu pengetahuan yang
hendak ia sampaikan. Tidak cukup dengan itu, seorang guru juga harus
memiliki pengetahuan yang baik mengenai metode dalam
menyampaikannya. Bagaimana mungkin seorang guru bisa meyakinkan
muridnya kalau ia lemah dalam pemahaman dan penyampaian. Maka
seorang guru harus senantiasa memperbaharui kompetensinya, baik
dalam hal keilmuan maupun metode pembelajarannya. Itulah kompetensi
pedagogik dan kompetensi profesional.
Selain bisa dipercaya dan dipatuhi, seorang guru haruslah bisa
menjadi teladan atau panutan. Dan inilah yang sebenarnya jauh lebih
penting dari peran seorang guru dalam pendidikan. Banyak guru yang
berhasil mengajar muridnya hingga menjadi orang pintar, namun hanya
sedikit di antara mereka yang bisa mencetak generasi yang berakhlak
mulia. Ironisnya lagi, sebagian dari guru di republik ini malah
mempertontonkan sikap yang tak seharusnya dilakukan oleh seorang
guru.
Beberapa ahli mengungkapkan pandangannya mengenai figur dan
teladan seorang guru, diantaranya, Menurut Barnawi dan M. Arifin:
30
31
Badan pengembangan dan pembinaan Bahasa, “Kamus Besar Bahasa Indonesia” (2008).
Bahasa.
((((( 38 )))))
Dalam pandangan masyarakat Jawa, Pendidik atau guru memiliki
posisi yang sangat terhormat. Masyarakat jawa menyebut istilah guru
berasal dari kata digugu lan ditiru, kata digugu (dipercaya)
mengandung maksud bahwa guru mempunyai seperangkat ilmu yang
memadai sehingga ia memiliki wawasan dan pandangan yang luas
dalam melihat kehidupan. Sedangkan kata ditiru (diikuti) menyimpan
makna bahwa guru merupakan sosok manusia yang memiliki
kepribadian yang utuh sehingga tindak tanduknya patut dijadikan
panutan oleh peserta didik dan masyarakat32.
Secara etimologis keteladanan sering disebut juga kepribadian
(personality), berarti sifat, hakiki individu atau sifat dan tingkah laku khas
seseorang yang membedakan dirinya dengan orang lain. Menurut
Witherington : Kepribadian merupakan keseluruhan tingkah laku
seseorang yang di integrasikan sebagaimana yang tampak pada oramg lain.
Kepribadian ini bukan hanya yang melekat pada diri seseorang tetapi lebih
merupakan hasil dari satu pertumbuhan yang lama dalam satu lingkungan
kultural, ( Naim 2009: 36-37).
Guru teladan adalah guru yang harus mempunyai keteladanan yang
lebih dari siswanya, guru juga harus memiliki sikap, perilaku, moral yang
baik, sopan, santun, etitut dan bersikap baik. Semua itu akan dicontoh
oleh peserta didik. Guru juga harus selalu mengajarkan kepada siswa sifatsifat keteladanan yang baik. Tetapi bukan hanya guru saja yang harus
mengajarkan, melainkan orang tua juga harus terlibat dalam proses
pengajaran tersebut.
Guru merupakan model atau teladan bagi para peserta didik dan
semua orang yang menganggap dia sebagai guru. Terdapat kecenderungan
yang besar untuk menganggap bahwa peran ini tidak mudah untuk
ditentang, apalagi ditolak. Sebagai teladan, tentu saja pribadi dan apa
yang dilakukan guru akan mendapat sorotan peserta didik serta orang
disekitar lingkungannya yang menganggap atau mengakuinya sebagai
guru. Ada beberapa hal yang harus diperhatikan oleh guru: sikap dasar,
bicara dan gaya bicara, kebiasaan bekerja, sikap melalui pengalaman dan
32
Menurut Barnawi dan M. Arifin, ::”Strategi dan Kebijakan Pembelajaran Pendidikan Karakter”
(Jogjakarta: Ar-Ruzz media, 2013), Hlm. 93.
((((( 39 )))))
kesalahan, pakaian, hubungan kemanusiaan, proses berfikir, perilaku
neurotis, selera, keputusan, kesehatan, gaya hidup secara umum.
Perilaku guru sangat mempengaruhi peserta didik, tetapi peserta didik
harus berani mengembangkan gaya hidup pribadinya sendiri. Guru yang
baik adalah yang menyadari kesenjangan antara apa yang diinginkan
dengan apa yang ada pada dirinya, kemudian menyadari kesalahan ketika
memang bersalah. Kesalahan harus diikuti dengan sikap merasa dan
berusaha untuk tidak mengulanginya.
Atas pernyataan tersebut diatas, dapat dipahami bahwa sosok guru
sebagai figur dan teladan adalah sosok guru yang harus dapat menjadi
panutan bagi siswanya, guru yang uswatun hasanah (teladan yang baik),
yang dengan pengertian sederhana guru sebagai figur dan teladan dapat
dilihat atau di nilai melalui:
1. Tutur kata yang baik kepada siswa
2. Datang kesekolah tepat waktu dan disiplin
3. Berpenampilan rapi dan menarik
4. Bersikap ramah terhadap siswa
5. Dapat secara objektif memberikan pujian apabila siswa berprestasi
atau berbuat kebaikan.
6. Memiliki simpati dan empati terhadap siswanya
7. Berupaya membantu memecahkan permasalahan yang dihadapi siswa.
Dengan demikian maka didalam pelaksanaannya dalam mengemban
misi sebagai seorang pendidik, guru sebagai figur dan teladan adalah guru
yang dapat mencontohkan keteladanan melalui ucapan, sikap, dan
perbuatannya. Keberhasilan dalam mendidik siswa tidak hanya berkaitan
dan diukur dengan nilai dan berupa angka, tetapi keberhasilan
mentransformasikan nilai-nilai moral kepada siswa-siswanya lah yang
menjadi tolak ukurnya.
Hal ini berkaitan dengan bagaimana cara guru ketika mengajar dan
menggunakan metode atau media seperti apa?. Demikian hal nya dengan
keteladanan / Panutan, cara guru dalam mengajar dengan metode
ceramah menjadi metode yang cukup dominan dan paling dijadikan tolak
ukur siswa dalam menjadikan seorang guru menjadi figur dan teladannya.
((((( 40 )))))
GURU RESONAN SEBAGAI FIGUR DAN TELADAN
Guru sebagai teladan bagi anak didiknya. Seorang guru harus menjadi
teladan yang baik untuk anak didiknya. Baik dalam tingkah laku,
kepribadian, berkata-kata, dan lain sebagainya. Sebagai mana pepatah
mengatakan “Guru kencing berdiri, murid kencing berlari”. Dari pepatah
tersebut mencerminkan bahwa seorang guru harus menjadi teladan yang
baik, jika guru itu memberikan teladan yang baik kepada anak didiknya
maka secara tidak langsung anak didik akan menirukan apa yang dilakukan
oleh gurunya, begitu juga sebaliknyan jika guru itu memberikan contoh
yang buruk maka anak didiknya pun akan berbuat buruk juga. Guru adalah
orang yang paling dekat oleh anak didik, guru sebagai pengganti dari
orang tua ketika di sekolah.
Keteladanan itu sendiri terbagi menjadi 5, yakni
1. Keteladanan dalam penampilan.
Karena sesungguhnya guru termudah itu adalah penampilan termasuk
senyuman. Senyum yang lahir dari ekspresi hati yang ceria, bersih,
dan tidak pendendam. Itulah upaya guru dalam pendekatan agar
orang-orang bersimpati.
2. Qudwah Fii al ibadah, (Keteladanan kita dalam disiplin ibadah).
Kecenderungan murid itu meniru baik dalam tampilan, ibadah,
maupun gaya apa yang ia lihat. Karenanya jangan sampai seorang guru
itu memerintahkan berbuat kebaikan tapi ia sendiri tidak
melakukannya.
3. Qudwah Fii Akhlak (Keteladanan Akhlak)
Akhlak muamalah kita yang ruang lingkupnya sangat luas bisa
diterapkan menyesuaikan dengan kemampuan murid.
4. Keteladanan dalam berkomunikasi.
Bagaimana kita bisa menjadi qudwah itu tercermin dari tutur kata dan
pembicaraan karena yang paling banyak di dengar dan dilihat dari
seorang murid terhadap gurunya adalah melalui pembicaraan.
5. Qudwah Fii Indhibath, (Keteladanan dalam kedisiplinan)
Ada istilah yang kita pakai di tembok sekolah disini, "Disiplin is the
king of success". Disiplin erat kaitannya dengan aturan, waktu dan
evaluasi. Ada salah seorang guru madrasah tsanawiah terfavorit.
((((( 41 )))))
Selain datang tepat waktu, setiap masuk ke ruang kelas beliau juga
selalu mengeluarkan pertanyaan kepada siswanya, tentunya dengan
menyediakan jawabannya pula. Itulah kemudian yang menjadikan
siswanya selalu siap jika belajar dengan guru tersebut dikarenakan
kedisiplinannya itu dihargai oleh murid-muridnya.
Ketika kita memberikan keteladanan itu maka peluang untuk dicontoh
atau ditiru lebih besar. Suksesnya dakwah para sahabat dikatakan, "Kamu
lihat orang-orang itu berbondong-bondong masuk Islam" dikarenakan
lebih kepada keteladanan, Rasulullah Saw. bersabda, "Bukan golongan aku
jika tidak menghormati yang tua dan tidak menyayangi yang muda". Ada
kenikmatan tentang nilai yang dirasakan oleh orang-orang yang ada di
sekitar kita bila prinsip ini diterapkan. Itulah kenapa keteladanan yang kita
berikan harus setiap saat, bukan hanya ketika mengajar. Ketika satu orang
saja mendapatkan hidayah berkat kita, tentu nilainya lebih baik dari bumi
dan seisinya. Dan hasilnya pasti akan kembali kepada kita karena pada
dasarnya keteladanan menjadi sebuah kebutuhan diri kita untuk
membuktikan keislaman kita. Dan di sisi lain menjadi sarana efektif dalam
proses mengajak dan mendapat kesuksesan dunia akhirat.
Berdasarkan hal tersebut diatas, merujuk pada teori Resonansi yang
merupakan pengembangan konsep dari Busiri. Konsep tersebut
menyatakan:
GURU RESONAN adalah seorang guru yang mampu merasakan apa
yang dirasakan oleh muridnya, resonansi mampu memahami dan
berempati terhadap apa yg dirasakan oleh muridnya, artinya
seberapa baik seorang guru mampu mengelola dan mangarahkan
perasaan muridnya tergantung pada tingkat kecerdasan emosional,
bagi yang cerdas emosi maka resonansi ini kan berjalan secara
alamiah sejalan dengan kepekaan perasaan seorang guru33.
Berdasarkan konsep resonansi dapat diuraikan bahwasannya seorang
guru selain harus memiliki 4 kompetensi dasar dan memiliki etika yang
baik, maka untuk menjadi seorang guru yang memiliki figur dan teladan
terhadap peserta didiknya, guru tersebut harus menjadi seorang guru
33
Busiri, “Konsep Resonansi,” Modul Pembelajaran Etika dan Profesi Guru (Guru Resonan)
(Bandung, 2018).
((((( 42 )))))
Resonan. Mengapa demikian? Hal ini dibutuhkan karena berdasarkan
pengertian tersebut diatas, bahwasannya guru resonan itu adalah sosok
guru yang secara lahiriah dapat dijadikan panutan dan dijadikan contoh
oleh orang lain baik oleh anak-anak maupun orang dewasa, sehingga
terhadap dirinya orang lain dapat mengambil pembelajaran baik, sehingga
orang tersebut dapat mengetahui sesuatu hal dari yang asalnya tidak tau
menjadi tau.
Seorang guru resonan memiliki getaran yang mampu menjadikan
peserta didik yang diajarnya dengan kesadaran penuh mau dan mampu
mengikuti segala apa yang di ucapkan atau diperintahkan oleh guru
tersebut, sehingga dalam proses pembelajaran akan sangat memudahkan
pencapaian tujuan yang telah ditentukan. Selain itu getaran yang di miliki
oleh seorang guru resonan akan mampu membuat peserta didik merasa
sangat dekat dan memiliki keterikatan dengan gurunya, sehingga peserta
didik tidak akan merasa sungkan untuk mengungkapkan apa yang menjadi
keinginannya dalam proses pembelajaran.
Berkaitan dengan konsep resonansi, hubungannya dengan persfektif
islam dapat diketahui sebagaimana firman Allah dalam Q.S. Al Anfal (8:2)
sebagai berikut:
ُُ ْ َ
ُ َ َ
َ ُ ْ ُْ َ
ُُ
َْ ْ ُ َ
ﻳﻦ ِإذا ذ ِﻛ َﺮ ا ُ َو ِﺟﻠﺖ ﻗﻠﻮ ُ ُﻬ ْﻢ َو ِذا ﺗ ِﻠﻴَﺖ َﻋﻠﻴ ِﻬ ْﻢ آﻳَﺎﺗﻪ
ِ ِإ ﻤﺎ ا ﻤﺆ ِﻣﻨﻮن ا
َ ً َ ْ َُْ َ
َ ُ َ
.ﻳﻤﺎﻧﺎ َو َ ٰ َر ِﻬ ْﻢ ﺘَ َﻮ ﻮن
زاد ﻬﻢ ِإ
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman ialah mereka yang bila disebut
nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayat-Nya
bertambahlah iman mereka (karenanya), dan hanya kepada Tuhanlah
mereka bertawakkal”. (Q.S.Al Anfal. 8:2)
Berdasarkan ayat tersebut diatas, dapat dipahami bahwa getaran hati
itu adalah respon mendalam yang terjadi pada diri seseorang yang berasal
dari sebuah keyakinan yang total. Dan bagi guru resonan, hendaknya
memiliki sebuah keyakinan dan kepercayaan mendalam dengan nilai-nilai
keikhlasan, ketulusan, dan ketawakalan dalam menjalankan tugas dan
((((( 43 )))))
fungsinya sebagai seorang guru, sehingga ilmu pengetahuan dan pesanpesan moral menyerap dan direspon oleh peserta didik dengan segenap
kepatuhan terhadap nilai-nilai yang diperoleh dari gurunya tersebut34.
Untuk mewujudkan menjadi guru resonan maka seorang guru harus
memiliki kompetensi. Ada 4 kompetensi dasar yang harus dimiliki oleh
seorang Guru Resonan:
1. Kesadaran Diri: yaitu Kecerdasan diri terhadap emosi, Penilaian diri
yang terus menerus, Kepercayaan diri, Kerendahan hati.
2. Pengelolaan Diri: Pengendalian diri, Transparansi diri, Adaptasi diri,
Membangun prestasi diri, dan Inisiasi;
3. Kesadaran Sosial: Empati, Berorganisasi, Pelayanan dan Pengabdian,
4. Pengelolaan Relasi: Inspirasi, Kemampuan mempengaruhi,
Mengembangkan orang lain, Katalisator perubahan, Pengelolaan
konflik, Kerja tim dan Kolaborasi.
Dengan 4 kompetensi yang dimilikinya, seorang guru resonan
diharapkan mampu menjadi menjadi seorang guru yang PINTAR dan
CERDAS. Apa itu guru yang PINTAR dan CERDAS?
1. GURU RESONAN mengahasilkan GURU PINTAR
P : Pandai
IN : Intelektual
TA : Tapi
R : Rendah Hati.
Banyak orang yang pandai, memiliki pengetahuan luas, penuh ide
tetapi tidak bisa mengajar, membagi ilmunya atau berbagi ide dengan
orang lain. Guru adalah profesi yang sangat kompleks. Karena guru
tidak hanya mempunyai kewajiban untuk mengajar, tetapi juga harus
bisa memotivasi dan menginspirasi murid-muridnya dan orang-orang
di sekitarnya. Guru yang baik adalah guru yang pandai dan bisa
mengajar. Guru tersebut harus pandai dan bisa membagi
kepandaiannya itu kepada siswanya. Pandai dalam arti yang relatif.
Yaitu setidaknya, sang guru harus menguasai bahan yang di
ajarkannya. Lebih baik lagi kalau guru tersebut mengetahui segala yang
34
Busiri.
((((( 44 )))))
berhubungan dengan bahan yang diajarkannya di tambah dengan
pengetahuan-pengetahuan umum lainnya.
Kecerdasan Intelektual guru merupakan kecerdasan guru dalam
kemampuan mental yang sangat umum meliputi kemampuan untuk
melakukan pertimbangan, pemecahan masalah, pemikiran abstrak,
pemahaman gagasan-gagasan yang kompleks, belajar dengan cepat
dan belajar dari pengalaman.
Dan Rendah hati adalah sebuah kearifan, sebuah kematangan jiwa
yang dituntun oleh nilai-nilai mulia. Kesanggupan untuk tidak pamer
dan membanggakan kelebihan-kelebihan yang dimiliki. Kelebihan bagi
orang yang rendah hati kemudia menjadi rahmat, tidak hanya bagi dia
pribadi tapi lebih kepada sesamanya. Yang menjadi cahaya, yang
menjadi berkah bahkan bagi semesta.
Seorang guru yang rendah hati, akan mengajar dengan santun
dan sarat akan nilai-nilai etos. Hal inilah yang membuat setiap kata
yang keluar dari mulutnya, setiap perilaku yang dia tunjukkan, setiap
gerak-geriknya, menjadi sebuah orchestra indah. Sesuatu yang
menenangkan hati, sesuatu yang menyejukkan jiwa para
pembelajarnya. Kerendahan hati ini akan menautkan batin setiap
individu yang ada dalam kelas, di mana sebuah aktivitas belajar
berlangsung. Hal ini, selanjutnya, akan menjadi tuntutan bagi jiwa
untuk mempersembahkan segala kebaikan dan kemuliaan dalam
sebuah komunitas manusia pembelajar.
Berdasarkan pengertian tersebut diatas dapar disimpulkan bahwa
guru Pintar adalah sosok guru yang pandai dan bisa mengajar,
membagi ilmunya dan guru yang memiliki intelektual tinggi memiliki
kemampuan untuk melakukan pertimbangan, pemecahan masalah,
pemikiran abstrak, pemahaman gagasan-gagasan yang kompleks,
belajar dengan cepat dan belajar dari pengalaman, tetapi memiliki
kerendahan hati yakni mampu mengajar dengan santun dan sarat akan
nilai-nilai etos.
((((( 45 )))))
2. GURU RESONAN menghasilkan GURU CERDAS
C : Capabel
E : Empati
R : Rasional
D : Disiplin
A : Agamis
S : Supel
Guru Cerdas adalah guru yang memiliki Capabilitas, maksudnya
guru diharapkan memiliki pengetahuan, kecakapan dan ketrampilan
serta sikap yang lebih mantap dan memadai. Selain itu guru harus
memiliki Empati, yaitu Guru yang dapat membayangkan perasaan dan
pikiran siswa menurut persepsi mereka, bukan menurut persepsi
guru. Misalnya, dalam proses pembelajaran, seorang guru empati
akan merancang dan melaksanakan program pembelajaran sesuai
dengan alam pikir perasaan siswa, bukan sesuai alam pikir dirinya. Hal
ini tercermin dalam bahasa yang digunakan dan cara memperlakukan
siswa. Guru empati berbeda dengan guru biasa dalam memperlakukan
siswa-siswinya.
Selanjutnya, guru resonan menghasilkan guru yang Agamis dan
guru yang supel. Guru Agamis adalah guru yang dalam proses
pembelajaran yang diajarkannya selalu mengkaitkan materi dan
metodenya dengan keagamaan dan selain itu dari tampilan fisik secara
lahiriah juga mencerminkan kepribadian yang agamis. Sedangkan guru
Supel adalah guru yang mudah bergaul, dan mampu menjalin
hubungan baik dengan peserta didik, rekan sejawat, orangtua siswa
dan masyarakat.
Bagi guru di era globalisasi seperti sekarang ini, sikap dan
perilaku empati kepada siswa merupakan tuntunan mutlak untuk
mencapai hubungan yang harmonis dan edukatif terhadap siswa.
Tanpa sikap ini, pola komunikasi dan hubungan antara siswa dan guru
dalam pendidikan akan terasa dingin dan memiliki jarak psikologi,
bahkan cenderung menegangkan. Akibatnya proses pendidikan tidak
mencapai hasil maksimal.
Selanjutnya guru yang Resonan menghasilkan guru yang Rasional
yaitu guru yang dalam proses pembelajaran selalu berusaha untuk
((((( 46 )))))
memberikan ilmu dengan menggunakan metode yang bisa dipahami
siswa, mencerdaskan dan tidak memusingkan bagi siswa. Guru
resonan menghasilkan guru yang disiplin. Konsep disiplin berkaitan
dengan tata tertib, aturan, atau norma dalam kehidupan bersama
(yang melibatkan orang banyak). Disiplin artinya adalah ketaatan
(kepatuhan) kepada peraturan tata tertib, aturan, atau norma, dan
lain sebagainya.
Memperhatikan peran guru dan tugas guru sebagai salah satu
faktor determinan bagi keberhasilan pendidikan, maka keberadaan
dan peningkatan profesi guru menjadi wacana yang sangat penting.
Pendidikan di abad pengetahuan menuntut adanya manajemen
pendidikan modern dan profesional dengan bernuansa pendidikan.
Kemerosotan pendidikan bukan diakibatkan oleh kurikulum
tetapi oleh kurangnya kemampuan profesionalisme guru dan
keengganan belajar siswa. Profesionalisme menekankan kepada
penguasaan ilmu pengetahuan atau kemampuan manajemen beserta
strategi penerapannya. Profesionalisme bukan sekadar pengetahuan
teknologi dan manajemen tetapi lebih merupakan sikap,
pengembangan profesionalisme lebih dari seorang teknisi bukan
hanya memiliki keterampilan yang tinggi tetapi memiliki suatu tingkah
laku yang dipersyaratkan.
Guru yang profesional pada dasarnya ditentukan oleh
attitudenya yang berarti pada tataran kematangan yang
mempersyaratkan kesediaan dan kemampuan, baik secara intelektual
maupun pada kondisi yang prima. Profesionalisasi harus dipandang
sebagai proses yang terus menerus. Usaha meningkatkan
profesionalisme guru merupakan tanggung jawab bersama antara
LPTK sebagai pencetak guru, instansi yang membina guru (dalam hal
ini Depdiknas atau yayasan swasta), PGRI dan masyarakat.
((((( 47 )))))
GURU RESONAN DALAM MENGHADAPI REVOLUSI
INDUSTRI 4.0
Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an :
َ
َ
َْ
ٌ
َُ ُ ََْ ْ َ
َ ْ
ُ ُﻣ َﻌﻘﺒَﺎت ِﻣ ْﻦ َ ِ ﻳَﺪﻳ ْ ِﻪ َو ِﻣ ْﻦ ﺧﻠ ِﻔ ِﻪ ﻔﻈﻮﻧﻪ ِﻣ ْﻦ أ ِﺮ ا ِ ۗ◌ ِإن ا َ ﻻ
َ ََ َ َ ۗ ْ َُْ َ ُ َ ُ ٰ َ ْ َ َ ُ َ ُ
َﻮءا ﻓَ َﻼ َ ﺮد
ً اد ا ُ ﺑ َﻘ ْﻮمٍ ُﺳ
ﻐ ﻣﺎ ِﺑﻘﻮمٍ ﺣ ﻐ وا ﻣﺎ ﺑِﺄ ﻔ ِﺴ ِﻬﻢ ◌ و ِذا أر
ِ
َ َ ُ ۚ◌ َو َﻣﺎ َ ُﻬ ْﻢ ِﻣ ْﻦ ُدوﻧِ ِﻪ ِﻣ ْﻦ
ال
و
ٍ
“Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran,
di muka dan di belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah.
Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan sesuatu kaum sehingga
mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. Dan apabila
Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, maka tak ada yang
dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain
Dia.”
(Q.S. Ar-Rad:11)35.
Ayat tersebut menyiratkan perlunya manusia berubah. Siapapun yang
menolak perubahan pasti akan tertinggal karena perubahan adalah suatu
keniscayaan. Perubahan dapat bersifat gradual, dapat pula bersifat
sistematis. Salah satu bentuk perubahan yang paling nyata adalah
globalisasi. Interaksi antarindividu, antarkomunitas, hingga antarbangsa
terjadi dengan cepat. Para ahli menjelaskan perubahan sebagai dimensi
waktu. Dunia terhubung hanya disekat oleh batas maya. Perubahan selalu
memberikan tanda nyata dan memiliki jejak dalam kehidupan manusia.
Perubahan dalam fase kehidupan manusia ditandai banyak hal, salah
satunya adalah perubahan dalam era industri.
Mengutip penjelasan menteri perindustrian RI Airlangga Hartato
tentang apa itu revolusi industri 4.0 dan latar belakang kehadirannya di
Indonesia, beliau menjelaskan bahwa sejatinya revolusi industri pertama
35
Kementerian Agama, Al-Qur’an dan Terjemahnya.
((((( 48 )))))
dimulai sejak jaman pemerintahan Hindia Belanda menduduki tanah air.
Saat itu revolusi industri pertama hadir dalam koteks steam engine atau
mesin uap untuk menggantikan tenaga manusia dan hewan.
Sejak tahun 2011 kita telah memasuki industri 4.0 yang ditandai
meningkatnya konektivitas, interaksi dan batas antara manusia, mesin dan
sumber daya lainnya yang semakin konvergen melalui teknologi informasi
dan komunikasi. Pada revolusi industri keempat terjadi lompatan besar
teknologi bagi sektor industri dimana teknologi informasi dan komunikasi
dimanfaatkan sepenuhnya secara optimal. Tidak hanya dalam proses
produksi saja melainkan juga di seluruh rantai nilai industri sehingga
melahirkan model bisnis yang baru berbasis digital guna mencapai
efisiensi yang tinggi dan kualitas produk yang lebih baik.
Beberapa pihak mengungkapkan bahwa dunia pendidikan di Indonesia
perlu juga mempersiapkan diri memasuki revolusi 4.0 ini dengan
melakukan beberapa perubahan dalam menerapkan metode pembelajaran
di sekolah, pertama yang fundamental adalah merubah sifat dan pola pikir
anak didik, kedua bisa mengasah dan mengembangkan bakat anak dan
yang ketiga lembaga pendidikan harus mampu mengubah model belajar
disesuaikan dengan kebutuhan jaman.
Menurut Mendikbud Muhadjir Effendy, bidang pendidikan perlu
merevisi kurikulum dengan menambahkan lima kompetensi peserta didik
dalam memasuki era revolusi 4.0 ini yaitu:
1. Memiliki kemampuan berpikir kritis
2. Memiliki kreatifitas dan kemampuan yang inovatif
3. Memiliki kemampuan dan keterampilan berkomunikasi
4. Bisa bekerjasama dan berkolaborasi
5. Memiliki kepercayaan diri
Selain itu agar lulusan pendidikan nantinya bisa kompetitif maka
kurikulum memerlukan orientasi baru tidak hanya cukup memahami
literasi lama (membaca, menulis dan matematika) tetapi perlu memahami
literasi era revolusi industri 4.0 yaitu Literasi Data dengan kemampuan
untuk membaca , menganalisis dan menggunakan informasi di dunia
digital. Kedua Literasi Teknologi dengan cara memahami cara kerja mesin
((((( 49 )))))
dan aplikasi teknologi dan yang ketiga Literasi Manusia dimana harus
sanggup memahami aspek humanities, komunikasi dan desain36.
Lee et al (2013) menjelaskan, industri 4.0 ditandai dengan
peningkatan digitalisasi manufaktur yang didorong oleh empat faktor:
1. Peningkatan volume data, kekuatan komputasi, dan konektivitas.
2. Munculnya analisis, kemampuan, dan kecerdasan bisnis
3. Terjadinya bentuk interaksi baru antara manusia dengan mesin.
Lifter dan Tschiener (2013) menambahkan, prinsip dasar industri 4.0
adalah penggabungan mesin, alur kerja, dan sistem, dengan menerapkan
jaringan cerdas di sepanjang rantai dan proses produksi untuk
mengendalikan satu sama lain secara mandiri.
Hermann et al (2016) menambahkan, ada empat desain prinsip
industri 4.0, yaitu:
1. Interkoneksi (sambungan) yaitu kemampuan mesin, perangkat,
sensor, dan orang untuk terhubung dan berkomunikasi satu sama lain
melalui Internet of Things (IoT) atau Internet of People (IoP). Prinsip
ini membutuhkan kolaborasi, keamanan, dan standar.
2. Transparansi informasi merupakan kemampuan sistem informasi
untuk menciptakan salinan virtual dunia fisik dengan memperkaya
model digital dengan data sensor termasuk analisis data dan
penyediaan informasi.
3. Bantuan teknis yang meliputi;
a. Kemampuan sistem bantuan untuk mendukung manusia dengan
menggabungkan dan mengevaluasi informasi secara sadar untuk
membuat keputusan yang tepat dan memecahkan masalah
mendesak dalam waktu singkat.
b. Kemampuan sistem untuk mendukung manusia dengan
melakukan berbagai tugas yang tidak menyenangkan, terlalu
melelahkan, atau tidak aman.
c. Meliputi bantuan visual dan fisik.
36
Budhi Slamet Saepudin, “Revolusi Industri 4.0, Apakah Itu? Dan Pengaruhnya Terhadap dunia
Pendidikan.,” Dinas Pendidikan kabupaten Bandung Barat, n.d.
((((( 50 )))))
d. Keputusan terdesentralisasi yang merupakan kemampuan sistem
fisik maya untuk membuat keputusan sendiri dan menjalankan
tugas seefektif mungkin37.
Perubahan dalam sistem pendidikan tentunya akan berdampak pula
pada peran guru sebagai tenaga pendidik. Guru dituntut memiliki
kompetensi tinggi untuk menghasilkan peserta didik yang mampu
menjawab tantangan Revolusi Industri 4.0. Qusthalani dalam laman
rumah
belajar
Kementerian
Pendidikan
dan
Kebudayaan
(Kemdikbud.go.id, 10 Desember 2018) menyebutkan ada lima
kompetensi yang harus dipersiapkan guru memasuki era Revolusi Industri
4.0, kompetensi tersebut adalah:
1. Educational Competence (internet of competence/ basic skill): yaitu
kompetensi pembelajaran berbasis internet sebagai basic skill, dalm
hal ini seorang guru harus memiliki kemampuan dalam teknologi
khususnya internet sehingga dalam pembelajaran guru tersebut
mampu menyajikan pembelajaran sesuai dengan perkembangan
jaman.
2. Competence in Research: kompetensi membangun jaringan utk
menumbuhkan ilmu, riset, dan terampil. Artinya seorang guru harus
mempunyai kompetensi yang akan membawa peserta didik memiliki
sikap entrepreneurship dengan teknologi atas hasil karya inovasi
peserta didik.
3. Competence in Globalization: dunia tanpa sekat, tidak gagap budaya,
dan keunggulan memecahkan National Problem. Dalam hal ini
seorang guru dituntut untuk mampu memecahkan masalah-masalah
yang berkaitan dengan dunia pendidikan dan guru tersebut harus
unggul dan mampu mengikuti perkembangan jaman.
4. Competence in Future Strategies : perubahan cepat, kompetensi
prediksi dengan tepat dimasa yg akan datang. Yaitu kompetensi yang
harus dimiliki guru dalam memprediksi dan merancang sasaran dan
tujuan pembelajaran untuk masa depan didunia pendidikan.
37
Muhamad yahya, “Analisis wawasan kejuruan mahasiswa jurusan pendidikan teknik otomotif
Universitas Negeri Makassar.,” Journal Mekom (Media Komunikasi Pendidikan Kejuruan), 2 (1),
2015, Hlm 1-9.
((((( 51 )))))
5. Conselor competence: yaitu kompetensi guru untuk memahami
bahwa ke depan masalah peserta didik bukan hanya kesulitan
memahami materi ajar, tetapi juga terkait masalah psikologis akibat
perkembangan zaman. Berdasarkan hal tersebut maka seorang guru
dituntut untuk memiliki kompetensi sebagai konselor, yaitu guru yang
bisa menjadi jembatan dan tempat curhat atau mengemukakan
permasalahan yang sedang dihadapi oleh siswa.
Upaya untuk mencapai kompetensi tersebut bisa dimulai dengan
memperbaiki sistem rekrutmen guru. Rekrutmen guru dilakukan dengan
pola yang selektif dan berstandar sesuai kebutuhan perkembangan
teknologi. Pola rekrutmen tidak hanya menguji kemampuan intelektual
para calon guru, tetapi juga menguji psikologis dan kepribadian calon
guru dalam menghadapi segala tantangan memasuki era Revolusi Industri
4.0. Pola peningkatan kompetensi guru yang bersifat bottom up juga
perlu dilakukan agar setiap permasalahan dan kendala yang dihadapi guru
di daerah dapat diakomodir untuk kemudian dikaji bersama38.
Dalam konteks pendidikan, kemajuan iptek membutuhkan perhatian
serius karena dunia pendidikan adalah sarana paling efektif dalam
penyebaran iptek. Sistem pembelajaran konvesional perlahan mulai
tertinggal jauh di belakang. Saat ini proses pembelajaran tidak hanya
berkutat di dalam kelas, tetapi juga menggunakan media digital, online,
dan telekonferensi. Namun, pendidikan juga harus waspada agar mampu
membendung efek negatif dari perkembangan iptek.
Menyikapi hal tersebut, guru sebagai aktor utama pendidikan tidak
boleh tutup mata. Guru hari ini harus lebih pintar dan cerdas
dibandingkan murid-murdinya dalam menyikapi perkembangan teknologi
yang semakin melesat. Jangan sampai seorang guru memiliki penyakit TBC
(tidak bisa computer), mengingat anak didik lebih akrab dengan dunia
teknologi dan komunikasi. Keterbelakangan guru dalam dunia iptek akan
menjadi bumerang yang akan memengaruhi profesionalitas keguruannya.
38
Dinar wahyuni, “Peningkatan Kompetensi Guru Menuju Era Revolusi Industri 4.0,” Info
Singkat © 2009, Pusat Penelitian Badan Keahlian DPR RI, 2018.
((((( 52 )))))
Dalam mengahdapi era digital saat ini, maka guru dihadapkan pada
permasalah-permasalah yang timbul. Adapun permasalahan dan
tantangan Guru di Era Digital:
1. Digital Native atau generasi digital, anak terlahir dengan berinteraksi
dengan teknologi cangggih tanpa perlu diajarkan, mereka mahir
menggunakan Hp, Ipad, Tab, laptop, Komputer dll, maka guru harus
mengikuti perkembangan zaman. Guru yang gaptek (gagap teknologi)
akan menurunkan derajat kredibilitasnya di hadapan para muridnya
sehingga murid cenderung bersikap underestimate, seolah-olah guru
adalah orang dungu di tengah dunia metropolitan. Ini fenomena yang
sering ada dan terjadi di sekeliling kita. Guru boleh produk tahun
90-an, tapi kapasitas keilmuannya tidak boleh kalah dengan
persaingan zaman.
Di mana pun dan kapan pun seorang guru harus lebih pintar
daripada muridnya, tidak hanya dalam konteks pedagogik akan tetapi
juga harus update dalam segala bidang. Guru tempat berpijak murid,
jika guru tidak ada ghirah untuk meningkatkan potensi dirinya, sudah
pasti guru akan kalah dari tingkat keilmuan muridnya, mengingat
sumber belajar saat ini sudah bertebaran didunia maya setiap
detiknya.
2. Digital Immigrant, perbedaan zaman antara guru dengan murid, guru
yg lahir di atas tahun 80-an kurang menguasai teknologi sehingga
guru gagap teknologi dihadapkan dengan anak yang lahir pada era
digital.
Sederhananya, banyak anak didik kita saat ini lebih cerdas dalam
dunia teknologi daripada gurunya. Kesenjangan semacam ini tidak
bisa dibiarkan begitu saja agar tidak berakibat fatal dalam proses
pendidikan. Guru sejak zaman Orde Baru sampai sekarang bukan lagi
seperti yang dilukiskan oleh Earl V Pullias dan James D Young dalam
bukunya A Teacher is Many Things, yaitu sebagai sosok makhluk
serba bisa sekaligus memiliki kewibawaan yang tinggi di hadapan
murid-muridnya ataupun masyarakat39.
39
Busiri, “Menyongsong Era 4.0 (Revolusi Industri K 4),” Modul Pembelajaran Mata Kuliah
Etika dan Profesi Guru, 2018.
((((( 53 )))))
Dari tantangan yang dihadapi oleh guru tersebut apabila tidak mampu
di tanggulangi, maka akan timbul permasalahan-permasalahan dan
ancaman terhadap para peserta didik40. Ancaman dalam dunia cyber
tersebut antara lain berupa:
1. Bahaya mengintai anak didik seperti syber crime, pornografi dan
addicted (kecanduan).
Terlepas dari aspek pendidikan dan norma, rendahnya pengetahuan
orang tua membuat mereka bahkan tidak dapat membantu anak-anak
mereka untuk menggunakan teknologi seperti internet. Misalnya,
mereka tidak dapat membantu anak-anak terkait hal-hal seperti
penelusuran sahih di internet, pengiriman dan penerimaan konten,
pembagian konten, dan peyelesaian urusan administrasi melalui
internet.
Berbagai bentuk penggunaan internet dapat dibagi menjadi lima
jenis, yaitu:
a. Kecanduan topik seksual yang merupakan jumlah terbesar.
b. Kecanduan pada hubungan online untuk menemukan teman dan
mengisi kekosongan dalam hidup.
c. Kecanduan urusan ekonomi, yang cenderung mengacu pada
perjudian atau perdagangan.
d. Kecanduan mengumpulkan informasi rahasia, atau lebih tepatnya,
sejenis kelancangan.
e. Kecanduan komputer yaitu keinginan untuk bermain game
komputer dan sibuk dengan komputer, dan kemudian termotivasi
menuju internet.
2. Mentalitas yang rapuh, lebih mudah terbawa arus, degradasi moral.
Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Provinsi NTB Haji Saiful
Muslim menegaskan, membangkitkan semangat untuk mengenal diri
pribadi sangat efektif dalam membangun moral yang bermartabat.
Penanaman moral para pemuda terdapat dalam semua elemen mulai
dari keluarga, sekolah, dan masyarakat. Menurut Saiful Muslim,
kemerosotan moral bukan hanya akibat penurunan akhlak dan
40
Busiri.
((((( 54 )))))
kurangnya pemahaman terhadap nilai agama atau pun nilai-nilai budi
pekerti yang luhur tetapi juga pengaruh globalisasi terlebih informasi
dan tekhnologi.
“Dampak dari degradasi moral di kalangan remaja atau pemuda
antara lain terjadinya penurunan relijius remaja. Selain itu juga
pergaulan bebas dan kriminalitas. Jika hal ini dibiarkan, maka akan
merusak moral remaja, yang karenanya harus diatasi secara
menyeluruh”41.
Dalam menyikapi tantangan-tantangan yang timbul berkaitan dengan
revolusi industri 4.0, maka guru sebagai agen perubahan diharapkan
memiliki beberapa kiat. Adapun kiat-kiat tersebut antara lain:
1. Revolusi Pembelajaran : guru mampu mengubah metode, pendekatan,
strategi dan teknik mengajar.
2. Meningkatkan Kompetensi Guru : meningkatkan skill teknologi digital
dengan mengikuti pelatihan digital learning , melanjutkan studi S2 dan
S3.
3. Penyediaan Sarana : ruang multimedia, laboratorium komputer dan
bahasa.
4. Collaburation Approach : kerjasama antara sekolah, guru dan orang
tua dalam melakukan pengawasan (controlling)42.
41
42
hayatun Sofyan, “Degradasi Moral, Ancaman Serius Generasi Muda,” RRI.Co.Id, 2017.
Busiri, “Menyongsong Era 4.0 (Revolusi Industri K 4).”
((((( 55 )))))
((((( 56 )))))
HARAPAN DAN KENYATAAN
DALAM ETIKA DAN PENGEMBANGAN
PROFESI GURU
HARAPAN DAN KENYATAAN
Dunia pendidikan sedang dan terus diuji dengan berbagai permasalahan
yang terjadi. Melalui berbagai media massa cetak maupun elektronik
belakangan ini sering diekspos peristiwa-peristiwa negatif yang terkait
dengan wajah pendidikan di tanah air. Disadari bahwa permasalahan yang
mencerminkan mutu pendidikan sangatlah kompleks. Bagaikan mengurai
benang kusut perlu keseriusan dan keuletan dalam mengatasinya.
Dari sisi anggaran pendidikan, negara melalui aturan perundangundangan mangamanatkan bahwa dari total Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negera (APBN) mestilah dialokasikan sebesar 20% belanja untuk
pendidikan.
Siapa pun tidak bisa memungkiri bahwa guru adalah orang nomor satu
dalam hidup dan kehidupan anak manusia di mana pun berada. Seorang
guru pembuka jalan hidup seseorang untuk meraih kemenangan bukanlah
cuma selogan, melainkan suatu tindakan nyata. Sebagai orang yang turut
bertanggung jawab atas kelangsungan pembangunan bangsa, guru
memiliki tugas yang tidaklah ringan bahkan dapat dikatakan lebih berat
dari pekerja lainnya. Beratnya tugas guru karena yang dihadapinya
bukanlah boneka robot yang bisa diutak-atik dan langsung bisa selesai
diperbaiki, melainkan insan yang pandai berfikir, berestetika, dan memiliki
ajaran agama yang tinggi. Hal itu sudahlah pasti disadari betul oleh
seorang guru yang memang benar-benar berjiwa guru, yang hatinya telah
terpaut pada tugas yang mulia ini, dan merupakan suatu kehormatan yang
((((( 57 )))))
tiada banding, tidak bisa digantikan dengan uang seberapa pun
banyaknya, walau menumpuk bagai gunung sekalipun, saat seorang guru
bertatap muka dengan peserta didik membagi berbagai ilmu dan nilai
pendidikan.
Guru tidaklah hanya sekedar mentransfer pengetahuan belaka, namun
melaksanakan kegiatan mendidik rasa tanggung jawab yang berkaitan
dengan sikap dan prilaku insani. Guru mempersiapkan peserta didik
bagaimana ia harus belajar, mempelajari, mengkaji dirinya sebagai
makhluk ciptaan Tuhan yang haus akan pendidikan, dan bagaimana siswa
belajar menghadapi hidup yang penuh tantangan. Rasa tanggung jawab
dalam diri anak dapat tumbuh dan berkembang tergantung pada
bagaimana seorang guru mengakomodasikan dirinya dalam menjalankan
fungsinya di kelas dan guru melaksanakan kegiatan pendidikan mengarah
pada tujuan mempertinggi moral, terutama dalam era maju saat ini. Hanya
mereka yang bermoral tinggi dan kuatlah yang dapat melakukan tugas suci
membangun bangsa ini.
Banyak hal yang menjadi harapan guru dalam menjalankan tugasnya,
harapan tersebut antara lain:
1. Mendapatkan kesempatan untuk meningkatkan kualitas diri sebagai
seorang guru baik melalui kesempatan jenjang pendidikan (kuliah
lagi), seminar-seminar, pelatihan, work shop dan lain-lain.
2. Mendapatkan perhatian dari pemerintah berkaitan dengan kelayakan
penghasilan /upah dan kesejahteraan guru.
3. Mendapatkan kemudahan dalam sertifikasi.
4. Tidak direpotkan dengan berbagai administrasi yang sangat menyita
waktu.
5. Mendapatkan kebebasan berorganisasi.
6. Mendapatkan lingkungan mengajar yang baik dan menunjang dengan
sarana prasarana yang cukup memadai.
7. Mendapatkan rasa aman dan nyaman saat mengajar dilingkungan
sekolah.
8. Mendapatkan kepastian program dan kurikulum pembelajaran
sehingga guru dapat melaksanakan proses pembelajaran dengan
sebaik baiknya sesuai dengan tujuan yang sudah ditetapkan olehg
lembaga/sekolah.
((((( 58 )))))
9. Pemerataan persebaran guru / penempatan guru disekolah-sekolah.
Begitu banyak harapan-harapan yang dimiliki oleh seorang guru didalam
menjalankan profesinya, namun pada kenyataannya yang ditemui atau
dihadapi tidak sesuai dengan harapan tersbut. Harapan-harapan yang
dimiliki atau menjadi impian para guru namun tidak semua harapan
tersebut dapat direalisasikan, hal ini disebabkan oleh banyaknya fakor
yang mempengaruhi. Sebelum menguraikan tentang faktor-faktor
yang menjadi penghambat maupun pendukung dalam mewujudkan
harapan guru, disini akan mengetengahkan harapan-harapan dan
kenyataan yang dihadapi oleh seorang guru yang penulis kumpulkan
dari hasil observasi terhadap beberapa orang guru , antara lain:
Menurut bunda Ria Roswanti, S.Pd. (kepala Sekolah RA Al-Hasan
Bumi Panyawangan).
Harapan:
“Sebagai seorang guru saya memiliki harapan adanya visi yang sama
dalam sistem pendidikan antara guru dan orang tua, sehingga apa yang
di harapkan dalam proses pembelajaran disekolah dapat tercapai
secara maksimal sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan”.
Kenyataan :
“Namun kenyataan yang terjadi di lapangan terkadang terjadi
perbedaan cara mendidik, sehingga hasil yang didapat tidak sesuai
dengan yang diharapkan. Misalnya: disekolah guru mengajarkan
tentang pendidikan moral melalui pembiasaan untuk melatih disiplin
namun kenyataannya dirumah orangtua tidak mengajarkan hal yang
sama sehingga siswa menjadi bingung dan akhirnya tujuan
pembelajaran tidak tercapai”.
Menurut Ibu Heni Fitriani, ST. (Guru les private di Vila Bandung
Indah Cileunyi Bandung)
Harapan:
“Sebagai guru yang juga ibu dari dua orang anak saya memiliki harapan
yang tinggi terhadap profesi guru. Saya secara pribadi berharap bahwa
untuk saat ini hendaknya guru tetap fokus untuk mendidik dan
((((( 59 )))))
mengajar muridnya secara ikhlas sebagai wujud pengabdian tugas
mulia. Guru hendaknya lebih memperhatikan psikologi anak didiknya
terutama pada saat mengajar sehingga akan menghasilkan proses
pembelajaran yang efektif dimana muridnya bisa mudah memahami apa
yang sedang diajarkan oleh gurunya. Guru-guru dijaman sekarang
harus lebih update tentang ilmu pengetahuan dan teknologi yang
positif, sehingga bisa lebih menguasai ilmu dan lebih cerdas dari
muridnya. Terlebih penting lagi sebgai orangtua saya berharap agar
semua ilmu yang diberikan guru tetap berorientasi kepada Al-Qur’an
dan Hadits, dan juga berpedoman pada Pancasila Dan UUD 1945”.
Kenyataan:
“Namun pada kenyataanya banyak guru yang belum melek teknologi,
banyak guru yang masih gaptek sehingga tidak dapat mengimbangi
murid-murid yang jauh lebih mengerti tentang teknologi. Selain itu
juga masih ada guru yang dalam memberikan materi pembelajaran
tidak memperhatikan aspek psikologis siswa yang diajarnya”.
Menurut Ibu Iyak (Guru RA. Faturrahman, Cisitu Cimekar Cileunyi
Kabupaten Bandung)
Harapan:
“Sebagai seorang guru saya memiliki harapan kiranya murid-murid
saya dapat mengerti ilmu yang telah saya sampaikan, dan saya
berharap agar murid tersebut dapat mengamalkan ilmu yang
didapatnya dan bahkan saya berharap murid tersebut akan jauh lebih
baik dibandingkan saya sebagai gurunya”.
Kenyataan :
Saya masih harus belajar dan menimba ilmu lebih banyak lagi”.
Menurut Ibu Leny (Guru di RA Daarus Syifa, kmp. Sadang Cinunuk
Cibiru)
Harapan:
“Sebagai seorang guru saya memiliki harapan adanya kurikulum yang
paten yang sesuai dengan perkembangan siswa, sistem pembelajaran
yang baik, bantuan fasilitas yang baik yang sesuai dengan kebutuhan,
biaya pendidikan yang murah, adanya pelatihan-pelatihan untyuk
((((( 60 )))))
meningkatkan kualitas guru, peningkatan kesejahteraan guru,
pemberian parenting untuk orangtua murid yang mendukung
pembelajaran dan pembiasaan yang selaras dengan program sekolah”.
Kenyataan:
“Namun kenyataannya dilapangan banyak orangtua yang tidak
memahami pendidikan, sehingga pembelajaran dan pembiasaan
dirumah dengan disekolah snagat berbeda, kadang bertolak belakang,
terlalu memanjakan anak sehingga anak berani melawan, menyepelekan
dan tidak mengraukan nasihat guru, kurikulum yang sering dan cepat
berganti sangat membingungkan kami sebagai guru, dimana materi
tidak menitik beratkan pada agama, moral dan akhlak”
Menurut Ibu Mei Iryana (Guru RA Al Firdaus, Manglayang Regency
Kabupaten Bandung)
Harapan:
“Sebagai seorang guru saya berharap agar kurikulum dan panduan yang
diberikan atau ditetapkan oleh pemerintah tidak terus berganti-ganti.
Adanya kesesuaian antara jam mengajar dan kesejahteraan”.
Kenyataan:
“Namun kenyataannya kurikulum sering berganti dan belum adanya
kesesuaian kesejahteraan untuk guru sehingga membingungkan kami
sebagai guru”.
Pernyataan diatas, dapat dipahami bahwa begitu banyak harapan-harapan
dari seorang guru mulai dari kesejahteraan, kesetaraan pendapatan,
pemerataan persebaran guru, kesempatan meningkatkan kemampuan dan
banyak lagi. Namun pada kenyataannya harapan tersebut tidak sesuai dengan
kenyataan yang terjadi dilapangan sehingga banyak guru yang merasakan
ketidakadilan dan rasa tidak puas, yang mengakibatkan kinerja guru tersebut
tidak maksimal bahkan cenderung rendah. Hal ini berkaitan dengan kualitas
pembelajaran yang disampaikan oleh guru tersebut yang cenderung kurang
bahkan rendah.
((((( 61 )))))
FAKTOR–FAKTOR
PENGHAMBAT
PENDUKUNG
DAN
FAKTOR
Berkaitan dengan kenyataan yang tidak sesuai dengan harapan, banyak
faktor yang mempengaruhinya. Faktor-faktor tersebut antara lain ada
faktor pendukung dan faktor penghambat.
1. Faktor – faktor pendukung guru dalam mewujudkan kinerja yang
profesional
a. Faktor pendukung dari dalam diri sendiri
1) Semangat dalam menjalankan tugasnya
2) Tingkat pendidikannya
3) Intelektual
4) Tuntutan tugas yang dihadapi
5) Etos kerja guru.
b. Faktor pendukung dari luar dirinya
1) Kurikulum
2) Suasana atau kondisi kelas
3) Sarana dan prasarana.
2. Faktor-faktor Penghambat guru dalam mewujudkan kinerja yang
profesional
a. Kurangnya sarana dan prasarana yang mendukung
Keprofesionalitas guru sangat ditunjang pada sarana, faktor
penghambatan seorang guru dalam mewujudkan kinerjanya yang
profesional di pengaruhi oleh sarana yang kurang memadai.
Seorang guru tidak akan mendapatkan informasi baru sebagai
bahan ajar kalau sarana dan prasarana seperti buku, buku paket,
papan kelas, alat teknologi tidak ada.
b. Tidak intelektual
Guru dikatakan profesional apabila ia mempunyai kemampuan
atau intelektual, sepeti kemempuan untuk merancang materi
pembelajaran, kemampuan untuk menyesuaikan keadaan, dan
kemampuan untuk mengevaluasikan karakter masing-asing
siswanya bahkan mampu berinteraksi dengan masyarakat. Jika
kemampuan tersebut tidak dimiliki oleh para pendidik maka dapat
menghambat dirinya mewujudkan kinerja yang profesional.
((((( 62 )))))
c. Kurang memahami isi dari kurikulum yang telah ditetapkan.
Seorang guru hendaknya memahami isi dari kurikulum yang
sedang berlaku, karena kurikulum merupakan acuan atau
pedoman dalam mengajar. Apabila seorang guru tidak memahami
isi dari kurikulum otomatis menghambat tewujudnya kinerja yang
profesional karena kurikulum menjelaskan secara detail bahan
ajaran yang akan di ajarkan, karakter siswa pada tahap tertentu,
sikap yang diterapkan dan lain sebagainya.
d. Kurangnya pemahaman moral.
Seorang guru yang profesional hendaknya berprilaku yang baik,
karena segala perbuatan yang dilakukan akan menjadi cermin bagi
anak didik untuk bertindak atau berprilaku. Moral merupakan
suatu perilaku yang dilakukan manusia yang berpatokan pada
perbuatan baik, seangkan amoral adalah perbuatan manusia yang
menunjukakan sikap yang tidak baik.
e. Tidak menjalankan kode etik yang berlaku
Kode etik merupakan batasan tingkah laku yang harus di taati
untuk menjadikan seorang pendidik yang mempunyai etika yang
baik yang mampu menjadi tauladan bagi pesserta didik. Apabila
seorang pendidik tidak mematuhi kode etik yang berlaku maka
akan mencerminkan suatu sikap yang tidak baik karena kode etik
diterapkan bertujuan untuk mengembalikan martabat guru yang
sudah mulai hilang, dan juga mengembalikan kepercayaan
masyarakat atas kinerja guru. Melanggar kode etik yang berlaku
menyebabkan terhambatnya seorang guru dalam mewujudkan
kinerja yang profesional.
KONSEP TAKSONOMI BOES DALAM MEWUJUDKAN
HARAPAN GURU
Menjadi seorang guru profesional dan guru yang menyenangkan
merupakan impian setiap orang yang berprofesi sebagai guru, menjadi
guru profesional selain harus memenuhi beberapa syarat juga harus
memenuhi beberapa kriteria. Berdasarkan konsep Taksonomi Boes yang
((((( 63 )))))
dikembangkan oleh Busiri, ada 5 tahapan berpikir yang harus dimiliki oleh
seorang guru43. Tahapan tersebut yaitu:
Imitation Thinking Skills
1. Pengertian
Adalah kemampuan berfikir memperhatikan, menyimak, kemudian
menirukan sikap dan perbuatan orang lain. Tingkatan berfikir seperti
itu biasanya dilakukan seseorang untuk merumuskan alam pikirannya
sendiri sebagaimana pola pikir orang lain.
Menurut Tarde faktor imitasi ini merupakan satu-satunya faktor
yang mendasari atau melandasi interaksi sosial. Seperti yang
dikemukakan oleh Gerungan (1966:36). Imitasi tidak berlangsung
secara otomatis melainkan dipengaruhi oleh sikap menerima dan
mengagumi terhadap apa yang diimitasi. Untuk mengadakan imitasi
atau meniru ada faktor psikologis lain yang berperan. Dengan kata
lain imitasi tidak berlangsung secara otomatis, tetapi ada faktor lain
yang ikut berperan, sehingga seseorang mengadakan imitasi.
Bagaimana orang dapat mengimitasi sesuatu kalau orang yang
bersangkutan tidak mempunyai sikap menerima terhadap apa yang
diimitasi itu. Dengan demikian untuk mengimitasi sesuatu perlu
adanya sikap menerima, ada sikap mengagumi terhadap apa yang
diimitasi itu, karena itu imitasi tidak berlangsung dengan sendirinya.
Contoh dari imitasi adalah bahasa; anak belajar berbahasa melalui
peniruan terhadap orang lain selain itu mode-mode yang melanda
masyarakat berkembang karena faktor imitasi.
Dari pernyataan tersebut diatas dapat dipahami bahwasannya
Imitation Thinking Skill adalah suatu kemampuan yang dimiliki oleh
seseorang dalam mengadaptasi atau meniru kebiasaan, perilaku dan
hal-hal tertentu yang dianggap suatu kebaikan atau kelebihan.
Sehingga proses meniru atau mengadaptasi dianggap sebagai suatu
hal yang terbaik dalam menjalankan suatu proses pembelajaran atau
pengambilan keputusan.
43
Busiri, “5 Tahapan Berpikir (Konsep Taksonomi Boes)” (Bandung, 2018) Modul
Pembelajaran Mata Kuliah Etika dan Profesi Guru.
((((( 64 )))))
2. Manfaat dan Tujuan Pembelajaran Imitasi
Adapun manfaat dan tujuan dari Pembelajaran Imitasi yaitu perilaku
yang hendak dicapai atau yang dapat dikerjakan oleh siswa pada
kondisi dan tingkat kompetensi tertentu. Dalam hal ini diharapkan
ada perubahan perilaku pada siswa setelah mengikuti kegiatan
pembelajaran. Pembelajarn Imitasi juga diharapkan dapat
memudahkan dalam mengkomunikasikan maksud kegiatan belajar
mengajar kepada siswa, sehingga siswa dapat melakukan perbuatan
belajarnya secara lebih mandiri.
3. Desain Pembelajaran Imitasi
a. Merangsang Anak untuk Meniru
Imitasi merupakan dorongan untuk meniru orang lain. Dalam
pembelajaran ini seorang anak dirangsang untuk meniru apa yang
dilihatnya baik itu berupa gerakan, perkataan ataupun perbuatan
dari seorang figur (dalam hal ini figurnya adalah guru). Dengan
rangsangan tersebut diharapkan anak ataupun peserta didik dapat
bertingkah laku atau melakukan perbuatan yang baik sesuai apa
yang dilihatnya sehingga proses pembelajaran yang sudah
direncanakan dapat terlaksana dengan baik dan efektif.
b. Media yang digunakan dalam Pembelajaran Imitasi
1) Immitation Thinking Skill dalam konteks Pelajaran PAI.
Kata imitasi yang berarti menirukan, maka dalam metode
imitasi ini siswa menirukan apa yang dicontohkan oleh guru.
Metode ini biasa dilakukan dalam pembelajaran khususnya
dalm pembelajaran membaca Al Qur’an, agar siswa mendapat
gambaran yang realitas tentang bagaimana membaca Al
Qur’an yang baik dan benar sesuai dengan kaidah-kaidah ilmu
tajwid.
2) Teknik, Metode, dan Pendekatan Penerapan Immitation
Thinking Skill
Metode imitasi merupakan salah satu metode pembelajaran
dengan cara menirukan permainan guru, diawali dengan guru
memberikan contoh teknik atau lagu, lalu siswa menirukan
disertai dengan pengamatan langsung dari guru. Imitasi tidak
berlangsung secara otomatis, tetapi ada faktor lain yang ikut
((((( 65 )))))
berperan. Metode imitasi adalah salah satu tindakan yang
dilakukan dimana guru tersebut memberikan contoh agar
siswa mendapatkan gambaran mengenai pembelajaran yang
diberikan. Adapun metode yang paling sering digunakan
dalam pembelajaran imitasi adalah metode ceramah.
3) Kendala, Kelemahan, dan Kelebihan dari Immitation Thinking
Skill.
Immitation Thinking Skill memiliki kelebihan dan kekurangan,
adapun kelebihanya antara lain tujuan dari proses
pembelajaran dapat tercapai sesuai dengan apa yang menjadi
keinginan dan sudah di rencanakan. Sedangkan yang menjadi
kekurangan antara lain yaitu bahwa peserta didik akan kurang
maksimal berkembang dalam proses pembelajaran
dikarenakan ia hanya mengadaptasi atau meniru apa yang
dilihat, didengar dan dirasakannya.
Dalam kaitannnya dengan etika dan profesi guru, Imitation Thinking
Skills dapat diterapkan oleh guru-guru. Baik didalam perencanaan
pembelajaran, proses pembelajaran dan evaluasi pembelajaran.
Dalam perencanaan pembelajaran guru dapat mengadaptasi atau
meniru dari perencanaan pembelajaran yang sudah pernah dibuat oleh
orang lain / ahli dengan ditambahkan pengembangan-pengembangan yang
disesuaikan pada aturan yang sdh ditetapkan atau dirancang oleh
lembaga. Pada akhirnya diharapkan seorang guru mampu memiliki acuan
dalam melaksanakan pembelajaran.
Independen Thinking Skills
Adalah sebuah kemampuan berfikir seseorang yang lahir dan tumbuh dari
potensi alam fikir dirinya sendiri tanpa adanya dorongan dan intervensi
orang lain. Sikap ini biasanya muncul dari kemandirian berfikir seseorang
dalam menemukan jawaban setiap persoalan yang dihadapinya.
Kemandirian adalah sikap (perilaku) dan mental yang memungkinkan
seseorang untuk bertindak bebas, benar, dan bermanfaat; berusaha
melakukan segala sesuatu dengan jujur dan benar atas dorongan dirinya
((((( 66 )))))
sendiri dan kemampuan mengatur diri sendiri, sesuai dengan hak dan
kewajibannya, sehingga dapat menyelesaikan masalah-masalah yang
dihadapinya serta bertanggung jawab terhadap segala keputusan yang
telah diambilnya melalui berbagai pertimbangan sebelumnya.
1. Kapan Independent (Kemandirian berfikir) pada anak tumbuh? Apa
ciri dan Karakteristiknya?
Independent (Kemandirian berfikir) pada anak biasanya tumbuh pada
masa menjelang remaja. Hal ini disebabkan salah satunya Pengaruh
dari orang lain biasanya berkurang secara perlahan-lahan jika anakanak sudah menginjak usia remaja. Sebab, pada usia remaja, mereka
sudah mengerti kalau suatu kejadian terjadi tergantung pada apa yang
diperbuatnya. Remaja berbeda dengan anak-anak yang lebih banyak
tergantung kepada orang tuanya.
Adapun ciri dan karakteristik dari Independent (Kemandirian
berfikir) pada anak yaitu:
a. Lebih suka mengerjakan segala sesuatu sendiri karena merasa
kalau dirinya mampu mengerjakan hal tersebut tanpa bantuan
orang lain.
b. Umumnya orang yang independen adalah orang yang memiliki
tingkat kecerdasan di atas rata-rata. Mereka bisa berpikir secara
logis dan juga lihai dalam melakukan pengamatan.
c. Memiliki pendirian yang teguh, tidak terpengaruh oleh kata-kata
atau rayuan orang lain.
d. Memiliki jumlah teman yang sedikit. Orang yang independen
merasa lebih baik punya sedikit teman tapi satu pemikiran dengan
dirinya.
e. Bisa mempengaruhi banyak orang.
f. Pintar berbicara, sehingga cocok menjadi seorang motivator.
g. Bisa mengerti bagaimana perasaan orang lain (memiliki tingkat
empati yang tinggi).
h. Sabar dalam segala hal.
i. Termasuk orang yang bisa memimpin.
j. Mampu mengatasi tantangan atau permasalahan hidup.
k. Tidak merasa rendah diri walaupun memiliki pendapat yang
berbeda dengan orang lain. Orang yang independen berani
((((( 67 )))))
mengemukakan pendapat dan merasa senang setelah
melakukannya.
2. Bagaimana Teknik, Metode, dan Pendekatan dalam Pembelajarannya.
Ketika para peserta didik belajar atas kemauan sendiri, mereka
mengembangkan kemampuan memfokuskan dan merefleksikan
pekerja atas kemauan sendiri juga memberi mereka kesempatan untuk
bertanggung jawab secara pribadi terhadap belajarnya. Dalam proses
pembelajaran independen ini teknik, metode dan pendekatan yang
digunakan dapat berupa strategi-strategi44:
a. Imagine (Khayalan Visual) Melalui khayalan visual, peserta didik
dapat menciptakan ide-idenya sendiri khayalan itu efektif sebagai
suplemen kreatif pada belajar kolaboratif. Ini dapat juga berfungsi
sebagai batu loncatan menuju penelitian independent yang
mungkin pada awalnya nampak berlebihan bagi peserta didik.
b. Writing In The Here and Now (menulis pengalaman di sini dan
saat ini) Menulis membantu peserta didik merefleksikan
pengalamanpengalaman yang telah mereka alami. Cara dramatik
untuk memajukan refleksi independent adalah meminta peserta
didik menulis laporan tindakan saat sekarang dari sebuah
pengalaman yang telah mereka alami (seolah-olah tindakan itu
terjadi di sini dan sekarang).
c. Mind Maps (Peta Pikiran/Ingatan) Pemetaan pikiran adalah cara
kreatif bagi peserta didik secara independent untuk menghasilkan
ide-ide, mencatat pelajaran, atau merencanakan penelitian baru.
Dengan memerintahkan kepada peserta didik untuk membuat peta
pikiran, mereka akan menemukan kemudahan 22 untuk
mengidentifikasi secara jelas dan kreatif apa yang telah mereka
pelajari dan apa yang sedang mereka rencanakan.
d. Action Learning (Belajar dengan Melakukan) Belajar tindakan
memberi kesempatan kepada sesama untuk mengalami dari dekat
suatu kehidupan nyata yang menyetting aplikasi topik dan isi yang
dipelajari atau didiskusikan di kelas. Penelitian di luar kelas
menempatkan
kerema
dalam
mode
penemuan
dan
44
Mel Silberman, Active Learning (Yogyakarta: Pustaka Insan Madani, 2007), Hlm. 183.
((((( 68 )))))
memudahkannya 23 menjadi kreatif dalam mendiskusikan
penemuannya kepada kelas
e. Learning Journals (Jurnal Belajar) Ketika peserta didik diminta
untuk merefleksikan dalam tulisan tentang pengalaman belajar
yang telah mereka lakukan, mereka didorong menjadi sadar,
melalui bahasa, tentang yang terjadi pada mereka. Teknikteknik
yang digunakan secara luas berkaitan dengan hal ini adalah jurnal
belajar, sebuah buku harian reflektif yang dipegangi peserta didik
sepanjang waktu.
f. Learning Contact (Kontak Belajar) Belajar dengan pengarahan
sendiri sering lebih mendalam dan lebih permanen daripada
dengan pengarahan pengajar (guru). Tetapi, anda seharusnya
yakin bahwa perjanjian tentang apa dan bagaimana sesuatu akan
dipelajari adalah dibuat secara eksplisit.
3. Dampak yang diperoleh anak atas kemandirian berfikir yang dimiliknya
kaitannya dengan prestasi belajar di sekolah.
Atas kemandirian berfikir yang dimilikinya, peserta didik pada
umumnya memiliki prestasi belajar yang lebih menonjol ini
dikarenakan pada siswa yang memiliki kemandirian berfikir Umumnya
orang yang independen adalah orang yang memiliki tingkat
kecerdasan di atas rata-rata. Mereka bisa berpikir secara logis dan
juga lihai dalam melakukan pengamatan.
Dari pernyataan tersebut diatas dapat dipahami bahwa Independen
Thinking Skills adalah satu kemampuan yang dimiliki oleh seseorang
untuk berfikir secara mandiri terhadap permasalahan – pemasalahan yang
dihadapi atau dialaminya sehingga seseorang tersebut dapat
menyelesaikan atau mencari solusi dari masalah yang dihadapinya secara
mandiri.
Creative Thinking Skills
Adalah kemampuan berfikir seseorang pada tingkatan yang lebih maju,
yakni kekayaan dan keleluasaan berfikir lebih dari kemampuan dasar,
biasanya berfikir kreatif banyak ide-ide yang timbul bersamaan dengan
semakin kompleksnya keadaan, dan atau persoalan.
((((( 69 )))))
1. Bagaimana Kreatifitas Guru dalam Proses Pembelajaran
Dalam proses pembelajaran, seorang guru harus kreatif agar dapat
selalu menciptakan suasana belajar yang menyenangkan supaya siswa
tidak merasa bosan dan mengalami kesulitan belajar. Dengan demikian
pengelolaan proses belajar mengajar yang baik didukung oleh
kreativitas guru akan dapat mencapai tujuan yang diinginkan.
Agar tercipta pembelajaran yang kreatif, professional dan
menyenangkan, diperlukan adanya ketrampilan yang harus dimiliki
dan dikuasai oleh guru, berkaitan dengan ini Turney dalam bukunya
E Mulyasa mengatakan bahwa:
Ada 8 ketrampilan mengajar yang sangat berperan dan
menentukan kualitas pembelajaran, yaitu ketrampilan bertanya,
memberi penguatan, mengadakan variasi, menjelaskan, membuka dan
menutup pelajaran, membimbing diskusi kelompok kecil, mengelola
kelas serta mengajar kelompok kecil dan perorangan45.
2. BagaimanakahProfil Siswa yang Kreatif?
Profil siswa yang kreatif memiliki beberapa karakteristik, antara lain:
a. Kefasihan dalam penyelesaian masalah yang meliputi kemampuan
menyelesaikan masalah dan memberikan banyak jawaban terhadap
masalah tersebut.
b. Fleksibilitas penyelesaian masalah meliputi kemampuan
menggunakan beragam strategi untuk memperoleh jawaban
terhadap masalah tersebut.
c. Orisinalitas penyelesaian masalah meliputi pada keaslian berfikir
untuk menyelesaikan masalah yang dihadapinya yang berbeda
dengan pemikiran orang lain pada umumnya.
Pada dasarnya berfikir secara kreatif adalah suatu kesungguhan dan
kemampuan berfikir yang pada awalnya didasari oleh adanya kepekaan
terhadap situasi yang dihadapi yang mana dalam situasi tersebut terlihat
adanya masalah yang harus diselesaikan. Disinilah lahir kemampuan
berfikir kreatif untuk menyelesaikan masalah yang teridentifikasi dengan
menggunakan ide-ide atau gagasan yang orisinil sehingga terselesaikan
masalah yang teridentifikasi. Kemampuan berpikir kreatif berkenaan
45
Mulyasa, Menjadi Guru Profesional, Hlm. 69.
((((( 70 )))))
dengan kemampuan menghasilkan atau mengembangkan sesuatu yang
baru, yaitu sesuatu yang tidak biasa yang berbeda dari ide-ide yang
dihasilkan kebanyakan orang.
Inovation Thinking Skills
Adalah kemampuan berfikir seseorang dalam hal pembaharuan dan
perubahan dari kondisi tertentu pada kondisi yang lebih ideal kemampuan
ini lahir dari sebuah alam fikir yang visioner dan strategik.
Berfikir Inovatif yaitu Usaha seseorang dengan mendayagunakan
pemikiran, kemampuan imajinasi, berbagai stimulan, dan individu yang
mengelilinginya dalam menghasilkan produk baru, baik bagi dirinya
sendiri ataupun lingkungannya.
1. Bagaimana Manajemen Pembelajaran di sekolah
Pembelajaran inovatif wajib dilaksanakan pihak sekolah, terutama oleh
guru yang bersangkutan, dengan mengacu pada pedoman yang
berlaku, pihak sekolah dapat menjembatani pembelajaran inovatif
dengan cara mengirimkan guru untuk mengikuti pendidikan dan
pelatihan, workshop, inhouse training, dan pengembangan diri
melalui penelitian tindakan kelas, sehingga mampu memenuhi
kebutuhan belajar dan pencapaian hasil belajar siswa optimal
Manajemen pembelajaran guru dalam evaluasi pembelajaran inovatif
dilaksanakan melalui koordinasi dan kolaborasi dengan pihak-pihak
terkait dalam implementasinya, baik dinas maupun organisasi profesi
guru, atau kelompok kerja guru, kelompok kerja kepala sekolah, dan
sebagainya dengan mengalokasikan biaya yang memadai. Sehingga
guru mampu melaksanakan pembelajaran inovatif secara efektif46.
2. Bagaimana Profil Siswa yang Inovatif.
Siswa yang Inovatif yaitu siswa yang mampu berkreasi pada proses
pembelajarannya, mampu berfikir tingkat tinggi dan mampu bekerja
sama dengan segenap anggota sekolah.
46
Sayono, “Manajemen Pembelajaran Guru Dalam Pembelajaran Inovatif” (Universitas
Muhammadiyah Surakarta, 2011), Hlm. vii.
((((( 71 )))))
Higher Thinking Skills
Adalah kemampuan berfikir tingkat tinggi yang di ekspresikan dan
direfleksikan pada sikap dan perbuatan yang berorientasi pada
pemecahan masalah serta menghasilkan sebuah karya-karya unggulan yang
dapat dijadikan rujukan berfikir bagi orang lain.
Berpikir Tingkat Tinggi, mengingatkan kita kepada Taksonomi Bloom,
terdapat tiga aspek dalam ranah kognitif yang menjadi bagian dari
kemampuan berpikir tingkat tinggi atau higher order thinking. Ketiga
aspek itu adalah aspek analisa, aspek evaluasi dan aspek mencipta. Sedang
tiga aspek lain dalam ranah yang sama, yaitu aspek mengingat, aspek
memahami, dan aspek aplikasi, masuk dalam bagian intilektual berpikir
tingkat rendah atau lower-order thinking.
1. Bagaimana Teknik dan Metode Higher Thinking Skills
Implementasi Kurikulum 2013 menurut Permendikbud No. 22
Tahun 2016 tentang Standar Proses menggunakan 3 (tiga) model
pembelajaran yang diharapkan dapat membentuk perilaku saintifik,
sosial serta mengembangkan rasa keingintahuan. Ketiga model
tersebut adalah:
a. Model
Pembelajaran
Melalui
Penyikapan
/Penemuan
(Discovery/Inquiry Learning).
b. Model Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem-based
Learning/PBL).
c. Model Pembelajaran Berbasis Projek (Project- based
Learning/PJBL).
Selain 3 model yang tercantum dalam Permendikbud Nomor 22
Tahun 2016, guru juga diperbolehkan mengembangkan pembelajaran
di kelas dengan menggunakan model pembelajaran yang lain, seperti
Cooperative Learning yang mempunyai berbagai metode seperti:
Jigsaw, Numbered Head Together (NHT), Make a Match, Think-PairShare (TPS), Example notExample, Picture and Picture, dan lainnya47.
47
“Permendikbud No. 22 Tahun 2016 Tentang Standar Proses” (2016).
((((( 72 )))))
2. Perbedaaan “Pola Pikir” anak Indonesia dengan anak negara Asing
berkaitan dengan tingkat capaian.
Berdasarkan data Programme for International Students Assessment
(PISA) yang dirilis oleh the Organisation for Economic Co-operation
and Development (OECD) (2016) menunjukkan bahwa kemampuan
siswa Indonesia secara berturut-urut untuk kemampuan sains,
membaca, dan matematika ada pada peringkat 62, 61, dan 63 dari
69 negara yang dievaluasi48. Selanjutnya data Trends International
Mathematics and Science Study (TIMSS) (2016) menunjukkan bahwa
kemampuan Indonesia dalam sains dan matamatik secara berturutturut ada pada peringkat 48 dan 45 dari 50 negara peserta dengan
skor rata-rata keduanya 39 poin dari 500 poin49.
Hal ini menunjukan bahwa kemampuan dan pola pikir anak
Indonesia masih berada jauh dibawah anak-anak negara asing.
Walaupun pada dasarnya tidak dapat disama ratakan dalam
pencapaiannya.
3. Pola Pembelajaran Negara maju yang menjawab Pada Capaian High
Thinking Skills.
Dinegara maju misalnya di Finlandia, Mungkin bagi kita apa yang
diterapkan di negara ini tak terlihat seperti sebuah formula untuk
mencapai kesuksesan: Anak-anak Finlandia masuk sekolah di usia
yang lebih tua daripada anak-anak di kebanyakan negara, yaitu 7
tahun, dan mereka diberikan PR dengan jumlah yang jauh lebih sedikit
daripada anak-anak di sekolah Asia dan Amerika Serikat. Meski
begitu, anak-anak Finlandia menduduki ranking yang tinggi
untuk pelajaran membaca, matematika, dan sains. Kok, bisa begitu?
“Guru-guru di negara ini menerapkan pendekatan yang fleksibel
dan sangat tidak membebani anak,” ungkap Bob Compton, pembuat
film seri dokumenter tentang edukasi global, antara lain The Finland
Phenomenon: Inside the World’s Most Surprising School System. “Di
kelas-kelas yang ada di Finlandia, Anda akan menyaksikan banyak
48
“OECD PISA (Programme for International Student Assessment),” Tersedi:
https://www.oecd.org/pisa/data/7 Desember 2016, 2016.
49
TIMSS & PIRL., “Trends International Mathematics and Science Study.,” Tersedia di
https://timssandpirls.bc.edu/, 2016.
((((( 73 )))))
sekali kegiatan hands-on, seperti melukis, menggambar, membuat
tembikar dari tanah liat, memainkan musik. Kelas-kelas itu kecil, dan
setiap kelas memiliki dua guru.” Anak-anak memanggil para guru
dengan nama depan mereka, dan sering kali diajar oleh mereka hingga
selama tiga tahun.
Apa pun mata pelajarannya, entah membaca, menulis,
matematika, penekanannya adalah mengajarkan anak-anak untuk
belajar. “Titik beratnya bukan pada berapa jumlah soal matematika
yang mereka kerjakan, tetapi apakah mereka mengerti konsep dari
soal penjumlahan atau perkalian yang mereka kerjakan,” kata Tony
Wagner, Innovative Education Fellow di Harvard University dan
penulis Creating Innovators: The Making of Young People Who Will
Change the World.50
50
Parenting Indonesia, “Gaya Belajar Anak Sekolah di Luar Negeri,” http://www.parenting.co.id,
2015.
((((( 74 )))))
PENUTUP
ada hakikatnya yang menjadi pendidik paling utama adalah Allah
SWT. Sebagai guru Allah telah memberi segala gambaran yang baik
dan yang buruk sebagai sarana ikhtiar umat manusia menjadi baik
dan bahagia hidup di dunia dan akhirat. Untuk mencapai tujuan tersebut
Allah mengutus nabi-nabi yang patuh dan tunduk kepada kehendak-Nya
untuk menyampaikan ajaran Allah kepada umat manusia.
Menurut Undang-Undang Nomor 14 tahun 2005:
P
Guru adalah pendidik
profesional dengan
tugas utama
mendidik,mengajar, membimbing, mengarahkan,melatih,menilai,dan
mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur
pendidikan formal,pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.
Guru profesional hendaknya memiliki empat kompetensi guru yang
telah ditetapkan dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 14
Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen yaitu, kompetensi pedagogik,
kepribadian, profesional dan sosial. Oleh karena itu, selain terampil
mengajar, seorang guru juga memiliki pengetahuan yang luas, bijak, dan
dapat bersosialisasi dengan baik.
Merujuk pada teori Resonansi yang merupakan pengembangan
konsep dari Busiri. Konsep tersebut menyatakan:
GURU RESONAN adalah seorang guru yang mampu merasakan
apa yang dirasakan oleh muridnya, resonansi mampu memahami
dan berempati terhadap apa yg dirasakan oleh muridnya, artinya
((((( 75 )))))
seberapa baik seorang guru mampu mengelola dan mangarahkan
perasaan muridnya tergantung pada tingkat
kecerdasan
emosional, bagi yang cerdas emosi maka resonansi ini kan
berjalan secara alamiah sejalan dengan kepekaan perasaan
seorang guru.
Berdasarkan Q.S Al Anfal:8:2 , dapat dipahami bahwa getaran hati
itu adalah respon mendalam yang terjadi pada diri seseorang yang berasal
dari sebuah keyakinan yang total. Dan bagi guru resonan, hendaknya
memiliki sebuah keyakinan dan kepercayaan mendalam dengan nilai-nilai
keikhlasan, ketulusan, dan ketawakalan dalam menjalankan tugas dan
fungsinya sebagai seorang guru, sehingga ilmu pengetahuan dan pesanpesan moral menyerap dan direspon oleh peserta didik dengan segenap
kepatuhan terhadap nilai-nilai yang diperoleh dari gurunya tersebut.
Menjadi guru profesional hendaknya seseorang memenuhi syaratsyarat dan kompetensi yang telah ditetapkan. Untuk itu seorang guru
hendaknya memiliki 5 tahapan berfikir yang dikembangkan oleh Busiri
yang dikenal dengan TAKSONOMI BOES. (5 tahapan Berfikir). Yaitu:
1.
2.
3.
4.
5.
Imitation Thinking Skills
Independence Thinking Skills
Creative Thinking Skills
Inovation Thinking Skills
High Thinking Skill
((((( 76 )))))
DAFTAR PUSTAKA
Agustini sulistianingsih. “Pengertian Guru Profesional.” Bandung, 2019.
Agustini Sulistianingsih. “Kompetensi Guru Profesional,” 2019.
Ahmad Tafsir. Ilmu Pendidikan dalam Perfektif Islam. Bandung: Remaja
Rosda karya, 2004.
Arifin, Menurut Barnawi dan M. ::”Strategi dan Kebijakan Pembelajaran
Pendidikan Karakter”. Jogjakarta: Ar-Ruzz media, 2013.
Bahasa, Badan pengembangan dan pembinaan. Kamus Besar Bahasa
Indonesia (2008).
Budhi Slamet Saepudin. “Revolusi Industri 4.0, Apakah Itu? Dan
Pengaruhnya Terhadap dunia Pendidikan.” Dinas Pendidikan
kabupaten Bandung Barat, n.d.
Busiri. “5 Tahapan Berpikir (Konsep Taksonomi Boes).” Bandung, 2018.
———. “Konsep Dialetika Moral.” Materi Kuliah Etika dan Profesi Guru.
Bandung, 2018.
———. “Konsep Resonansi.” Modul Pembelajaran Etika dan Profesi
Guru (Guru Resonan). Bandung, 2018.
———. “Menyongsong Era 4.0 (Revolusi Industri K 4).” Modul
Pembelajaran Mata Kuliah Etika dan Profesi Guru, 2018.
Dinar wahyuni. “Peningkatan Kompetensi Guru Menuju Era Revolusi
Industri 4.0.” Info Singkat © 2009, Pusat Penelitian Badan
Keahlian DPR RI, 2018.
Djamarah, Syaiful Bahri. Guru dan Anak Didik Dalam Interaksi Edukatif.
Jakarta: Rineka Cipta, 2000.
H. Ramayulis. Profesi dan Etika Keguruan. Jakarta: Kalam Mulia, 2013.
hayatun Sofyan. “Degradasi Moral, Ancaman Serius Generasi Muda.”
RRI.Co.Id, 2017.
((((( 77 )))))
Iif Khoiru Ahmad, Sofan Amri, dan Tatik Elisah. Strategi Pembelajaran
Sekolah Terpadu. Diedit oleh Tim Prestasi Pustaka. Jakarta:
Prestasi Pustaka, 2011.
Imam Suprayogo. Pendidikan Berpradikma Al-Qur’an. Malang: Aditiya
mega, 2004.
Kementerian Agama. Al-Qur’an dan Terjemahnya. Bandung:
C.V.Penerbit J-ART, 2004.
Lickona, Thomas. Educating for Character: Mendidik untk Membentuk
Karakter, terj. Juma Wadu Wamaungu dan Editor Uyu Wahyuddin
dan Suryani. Jakarta: Bumi Aksara, 2012.
Mel Silberman. Active Learning. Yogyakarta: Pustaka Insan Madani,
2007.
Muhaimin. Wacana Pengembangan Pendidikan Islam. Surabaya: Pustaka
Pelajar, 2003.
Muhamad yahya. “Analisis wawasan kejuruan mahasiswa jurusan
pendidikan teknik otomotif Universitas Negeri Makassar.”
Journal Mekom (Media Komunikasi Pendidikan Kejuruan), 2 (1),
2015.
Muhtar. Desain Pembelajaran Pendidikan Agama Islam. Jakarta: Mizaka
Galiza, 2003.
Mulyasa. Menjadi Guru Profesional. Bandung: Remaja Rosda karya,
2005.
“OECD PISA (Programme for International Student Assessment).”
Tersedi: https://www.oecd.org/pisa/data/7 Desember 2016,
2016.
Paraba Hadirja. Wawasan Tugas Tenaga Guru dan Pembina Pendidikan
Agama Islam. Jakarta: Friska Asgung Insani, 1999.
Parenting Indonesia. “Gaya Belajar Anak Sekolah di Luar Negeri.”
http://www.parenting.co.id, 2015.
Pemerintah Republik Indonesia. Undang-Undang No. 8 Tahun 1974
(1974).
PENGURUS BESAR PERSATUAN GURU REPUBLIK INDONESIA (PB
PGRI). Kode Etik Guru Indonesia Pasal 1 ayat 1. jakarta, 2008.
Permendikbud No. 22 Tahun 2016 Tentang Standar Proses (2016).
R hermawan. Etika Keguruan: Suatu Pendekatan Terhadap Kode Etik
((((( 78 )))))
Guru,. Jakarta: PT. Margi Waluyu, 1979.
ratnadewi87. “Artikel Pendidikan,” 2013. wordpress,com.
Sayono. “Manajemen Pembelajaran Guru Dalam Pembelajaran Inovatif.”
Universitas Muhammadiyah Surakarta, 2011.
TIMSS & PIRL. “Trends International Mathematics and Science Study.”
Tersedia di https://timssandpirls.bc.edu/, 2016.
Undang-Undang No.14 tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen (2005).
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen
(2005).
Uzer Usman. menjadi Guru Profesional. Bandung: Remaja Rosda karya,
2008.
Wiyani, Novan Ardy. Etika Profesi Keguruan. Jogjakarta: PT. Gava media,
2015.
Zakiah Darajat. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara, 1996.
((((( 79 )))))
((((( 80 )))))
TENTANG PENULIS
Penulis adalah BUSIRI dilahirkan di Pamekasan pada
Tanggal 21 April 1971. Anak ke-2 dari 5 bersaudara
pasangan suami istri Bpk. Murkalam (alm.) dan Sahena
(almh.). Penulis adalah suami dari Hj. Teti dan ayah
dari dua orang anak yaitu Affan Hanafi Wardana dan
Afdhila Baity al-‘Atiq.
Penulis mengenyam pendidikan dasar di SD
Negeri Pamekasan Lulus Tahun 1984, pendidikan
menengah pertama di MTs Al-Ihsan Sumenep Lulus Tahun 1987, jenjang
pendidikan menengah atas di MA Al-Ihsan Sumenep Lulus Tahun 1990.
Pendidikan tinggi yang ditempuh oleh penulis untuk jenjang Strata Satu
(S1) pada Jurusan Pendidikan Agama Islam Sekolah Tinggi Agama Islam AlJawami Lulus Tahun 2003. Jenjang magister (S2) pada Prodi Administrasi
Negara Universitas Garut Lulus Tahun 2005. Dan jenjang doktoral (S3)
pada Prodi Ilmu Pendidikan/Manajemen Pendidikan Universitas Islam
Nusantara Bandung.
Pekerjaan Penulis adalah Aparatur Sipil Negara sejak tahun 1997, pada
tahun 2011 Penulis diangkat menjadi Tenaga Dosen Tetap pada Fakultas
Manajemen Pemerintahan Program Studi Manajemen Sumber Daya Manusia
Sektor Publik Institut Pemerintahan Dalam Negeri Jatinangor Kabupaten
Sumedang sampai sekarang. Disamping sebagai dosen, Penulis juga adalah
anggota Senat Fakultas Manajemen Pemerintahan IPDN Periode 2019 s.d.
2024.
AGUSTINI
SULISTIANINGSIH,
dilahirkan
di
Kecamatan Cibinong, Bogor, 09 Agustus 1977. Dari
seorang ayah yang bernama Kasmadi seorang PNS
TNI-POLRI dan Ibu Alm. Kasnimah seorang ibu Rumah
Tangga sebagai anak ke-3 dari 6 bersaudara.
Menyelesaikan Pendidikan Dasar dan Menengah di
kota kelahirannya, Taman Kanak-kanak di TK Purata
(1984), SD PURATA II Cibinong (1990), SMP
Negeri 2 Cibinong (1993), SMEA Negeri 1 Bogor
(1996), dan saat ini sedang menempuh Pendidikan S1 di STAI YAPATA ALJAWAMI Bandung Prodi Pendidikan Agama Islam (PAI).
Bunda Sulis, begitu panggilan akrabnya, pada awalnya berkarir sebagai
Staff Accounting di sebuah perusahaan Garment di daerah PadalarangBandung (1998 s/d 2000) dengan 1000 orang pekerja sebagai Payroll
(Pengupahan) dan memutuskan untuk Full menjadi Ibu Rumah Tangga sejak
melahirkan putri pertamanya. Setelah anak-anaknya beranjak besar, ia mulai
meniti karir dengan mengabdikan diri untuk mencerdaskan anak bangsa ,
sebagai tenaga pendidik di RA. Al-Firdaus ( 2016 s/d Sekarang), Sebagai
tenaga pendidik di Taman Pendidikan Al-Qur’an (TPA) Baitul Ullum
Cimekar-Cileunyi ( 2011 s/d Sekarang) dan sebagai pekerja sosial di
masyarakat.
Sebagai Ketua Posyandu Melati Mekar XXV (2010 s/d Sekarang) pada
tahun 2016 ia mendapatkan penghargaan sebagai Kader dengan Kecakapan
Terbaik pada saat Peringatan HUT RI ke-71 di Kecamatan Cileunyi.
Dari pernikahannya dengan Gendro Priyanto, A.md., ia dikaruniai
seorang putri yang bernama Dinda Pristy Gustiyan (Dinda) dan seorang
putra yang bernama Diandra Luthfi Gustiyan (Luthfi). Kini ia tinggal di
Komplek Tamansari Manglayang Regency Blok C2 No. 20 Cimekar Cileunyi
Bandung. Untuk dapat berkomunikasi dengan nya pembaca dapat
menghubungi nomor HP. 081322944247 dan IG Agustini_Sulistianingsih
Fb. Agustini Sulistianingsih