[go: up one dir, main page]

Academia.eduAcademia.edu

GURU DAN REVOLUSI DIGITAL

2018, GURU DAN REVOLUSI DIGITAL

Banyak kalangan mengatakan bahwa saat ini kita hidup di fase awal Revolusi Industri Keempat. Pendiri dan sekaligus juga Executive Chairman World Economic Forum (WEF), Klaus Schwab (2016) melihat bahwa Revolusi Industri Keempat ini mengubah secara radikal cara hidup, bekerja dan berinteraksi manusia satu dengan yang lain. Revolusi industri sebelumnya membebaskan manusia dari kekuatan hewan, memungkinkan produksi massal serta membawa kemampuan digital ke miliaran orang. Revolusi Industri Keempat ini, bagaimanapun, pada dasarnya berbeda dengan situasi sebelumnya. Hal ini ditandai dengan berbagai teknologi baru yang menggabungkan dunia fisik, digital dan biologis, mempengaruhi semua disiplin ilmu, ekonomi, industri, pendidikan dan bahkan ide-ide yang menantang tentang apa artinya menjadi manusia. Inovasi terknologi mutakhir seperti komputer super, robotik, artificial intelligence, 3D-Printing, nanoteknologi, dan bioteknologi mempercepat revolusi industri keempat menjadi kenyataan. Kemajuan ini berdampak sangat besar bagi kehidupan manusia dalam segala bidang. Bukan hanya dalam dunia industri, bisnis, kesehatan, transportasi dan komunikasi, tapi juga dalam dunia pendidikan. Kemunculan bisnis berbasis aplikasi digital seperti Uber dan Gojek misalnya, bukan hanya merubah cara masyarakat melakukan mobilitas, tapi juga berdampak menggangu (disrupt) bisnis moda transportasi konvensional seperti taksi dan ojek pangkalan. Gojek bukan hanya sekedar jasa transportasi, tapi juga menyediakan pelayanaan lainnya seperti pengantaran, peminjatan, belanja dan lain sebagainya. Dalam konteks pendidikan, muncul fenomena Massive Open Online Course (MOOC) disediakan oleh kampus-kampus terbaik dunia di Amerika Serikat, seperti Massachussett Institute of Technology (MIT), Stanford University, Harvard University dan lainnya. Tanpa harus berkuliah di kampus-kampus tersebut, orang di seluruh dunia bisa mengikuti. Selain kampus, penyelenggara mandiri seperti edX, FutureLearn, Udemy, Coursera, Educity menawarkan berbagai macam program kuliah yang sangat variatif dan bisa ikuti oleh siapapun. Serta paling sederhana, setiap orang bisa mengikuti kuliah, ceramah ilmiah, serta pengajaran via Youtube atau Facebook secara online. Melalui google, hampir semua pertanyaan dalam segala hal diajukan dan dibantu mencari jawabannya. Google ibarat kantong ajaib Doraemon.

GURU DAN REVOLUSI DIGITAL* Oleh Moh. Mudzakkir Dosen Program Studi Sosiologi Universitas Negeri Surabaya Banyak kalangan mengatakan bahwa saat ini kita hidup di fase awal Revolusi Industri Keempat. Pendiri dan sekaligus juga Executive Chairman World Economic Forum (WEF), Klaus Schwab (2016) melihat bahwa Revolusi Industri Keempat ini mengubah secara radikal cara hidup, bekerja dan berinteraksi manusia satu dengan yang lain. Revolusi industri sebelumnya membebaskan manusia dari kekuatan hewan, memungkinkan produksi massal serta membawa kemampuan digital ke miliaran orang. Revolusi Industri Keempat ini, bagaimanapun, pada dasarnya berbeda dengan situasi sebelumnya. Hal ini ditandai dengan berbagai teknologi baru yang menggabungkan dunia fisik, digital dan biologis, mempengaruhi semua disiplin ilmu, ekonomi, industri, pendidikan dan bahkan ide-ide yang menantang tentang apa artinya menjadi manusia. Inovasi terknologi mutakhir seperti komputer super, robotik, artificial intelligence, 3DPrinting, nanoteknologi, dan bioteknologi mempercepat revolusi industri keempat menjadi kenyataan. Kemajuan ini berdampak sangat besar bagi kehidupan manusia dalam segala bidang. Bukan hanya dalam dunia industri, bisnis, kesehatan, transportasi dan komunikasi, tapi juga dalam dunia pendidikan. Kemunculan bisnis berbasis aplikasi digital seperti Uber dan Gojek misalnya, bukan hanya merubah cara masyarakat melakukan mobilitas, tapi juga berdampak menggangu (disrupt) bisnis moda transportasi konvensional seperti taksi dan ojek pangkalan. Gojek bukan hanya sekedar jasa transportasi, tapi juga menyediakan pelayanaan lainnya seperti pengantaran, peminjatan, belanja dan lain sebagainya. Dalam konteks pendidikan, muncul fenomena Massive Open Online Course (MOOC) disediakan oleh kampus-kampus terbaik dunia di Amerika Serikat, seperti Massachussett Institute of Technology (MIT), Stanford University, Harvard University dan lainnya. Tanpa harus berkuliah di kampus-kampus tersebut, orang di seluruh dunia bisa mengikuti. Selain kampus, penyelenggara mandiri seperti edX, FutureLearn, Udemy, Coursera, Educity menawarkan berbagai macam program kuliah yang sangat variatif dan bisa ikuti oleh siapapun. Serta paling sederhana, setiap orang bisa mengikuti kuliah, ceramah ilmiah, serta pengajaran via Youtube atau Facebook secara online. Melalui google, hampir semua pertanyaan dalam segala hal diajukan dan dibantu mencari jawabannya. Google ibarat kantong ajaib Doraemon. 1 Melalui komputer dan smartphone, guru dan murid bisa mengakses berbagai macam informasi dan materi pembelajaran. Saat ini situs-situs internet atau aplikasi terkait materi sekolah tersedia secara luas. Mulai materi pembelajaran tingkat SD hingga SMA/SMK bagi guru maupun murid tersedia di berbagai portal dan aplikasi digital. Di atas merupakan gambaran singkat perubahan yang kita hadapi akibat inovasi teknologi di era Revolusi Industri keempat. Kenyataan ini menjadi tantangan bagi semua kalangan baik pemerintah, pebisnis, masyarakat, dan lembaga pendidikan untuk merespon serta beradaptasi secara cepat dan tepat terhadap perubahan ini. Termasuk di dalamnya para guru yang mempunyai tanggungjawab untuk mendidik dan mengajar para siswa agar siap menghadapi tantangan yang muncul dari revolusi yang sangat berbeda dari sebelumnya. Kemajuan teknologi bukan hanya melahirkan akibat yang diinginkan (intended consequences), tapi juga memiliki akibat yang tidak diinginkan (untintended consequences) dalam perkembangannya. Smartphone (telpon pintar) misalnya, mempermudah kita beraktivitas sehari-hari, baik dalam hal komunikasi, kerja, belajar, mobilitas dan lain sebagainya. Melalui sebuah handphone yang berukuran segenggaman tangan, kita bisa melakukan dan menyelesaikan berbagai macam aktivitas tanpa dibatasi jarak dan waktu. Melaui telpon pintar yang terkoneksi internet dunia terasa berada di genggaman tangan. Semua manusia di berbagai belahan dunia mau tidak mau beradaptasi dengan perubahan ini, termasuk para guru di lembaga pendidikan. Para guru juga dipaksa untuk beradaptasi dengan kenyataan yang terus bergerak dan berubah akibat revolusi digital ini. Mereka suka tidak suka dituntut menjadi bagian aktor strategis dalam perubahan ini. Para pendidik ini bukan hanya sekedar menjadi penggembira tapi juga mampu menangkap peluang, tantangan serta memanfaatkan kecanggihan teknologi untuk kemajuan pendidikan. Terus belajar meningkatkan kemampuan digital literacy tanpa henti. Menjadikan teknologi digital sebagai sarana meningkatkan kapasitas profesi yang selama ini mereka geluti. Dengan internet, mempermudah mereka mengakses sumber-sumber pengetahuan baru di berbagai situs internet. Mereka juga bisa memanfaatkan media sosial untuk bekerjasama dan kolaborasi di antara para guru. Memperkuat tradisi tulis, publikasi, belajar bahasa asing, serta promosi dan berbagai pengetahuan melalui media sosial. Bukan hanya sekedar mengonsumsi, tapi guru juga ikut mewarnai dan memproduksi pengetahuan, serta mengaktualisasikan ide dan gagasan melalui tulisan di ruang maya. 2 Meskipun demikian, muncul unintended consequences dari perkembangan penggunaan media sosial. Berbagai macam informasi bertaburan dan berseliweran muncul di ruang digital, termasuk berbagai macam berita bohong dan tulisan provokatif adu domba. Tanpa kehati-hatian dan berfikir kritis, para guru bisa terjebak dalam pusaran surplus informasi yang bermunculan, baik di berbagai situs internet maupun di jejaring media sosial seperti Facebook, Twitter, dan Whatsapp Group. Tanpa dilandasi cara berfikir kritis, bisa terjebak mengonsumsi berita hoax (bohong) dan ikut menyebarluaskan. Bahkan bisa juga menyampaikan kepada para kolega dan murid yang mereka temui dalam interaksi sehari-hari. Di sinilah diperlukan kesadaran kritis, kehati-hatian dalam memilah dan memilih sumber informasi yang kredibel. Itu pun tidak cukup, perlu membandingkan, serta merefleksikan sebelum mengambil dan membagi kepada yang lain. Kesadaran kritis terhadap efek samping di era digital ini juga perlu menjadi kesadaran kolektif di antara para pendidik. Mereka mempunyai tanggungjawab untuk melakukan edukasi tentang dunia yang terus berubah, baik diantara sesama kolega, murid, serta masyarakat. Selain mengedukasi, mereka juga bisa belajar dari sesama kolega dan murid, secara timbal balik tentang kemampuan digital (digital skills) yang terus berubah. Tanpa harus malu, guru juga bisa belajar dari murid yang merupakan digital native untuk memperoleh manfaat bersama dari belantara dunia maya. Banyak orang mengatakan bahwa ke depan dan mungkin juga saat ini, peran dan fungsi guru sudah mulai tergusur oleh berbagai macam inovasi di dunia digital, seperti google, youtube atau sumber-sumber lainnya di dunia maya. Mungkin ada benarnya, bahwa peran sumber pengetahuan sudah bisa digantikan oleh mesin pencari di internet. Tapi ada peran lain yang tidak bisa digantikan, yaitu sentuhan hubungan yang bersifat manusiawi, seperti emosi serta keteladanan yang dihasilkan dari interaksi guru dan murid di sekolah. Peran dan fungsi guru di era digital juga masih sangat relevan dan penting. Bahwa mereka menjadi subjek perubahan dan panutan, digugu lan ditiru, khususnya dalam menghadapi revolusi digital untuk menebarkan kebajikan dan keteladanan. Peran guru sebagai teladan akan terus relevan, karena keteladanan adalah esensi dari proses pendidikan. * Tulisan ini pernah dimuat di Majalah SAHABAT GURU edisi II/ED06/ 2018 3