[go: up one dir, main page]

Academia.eduAcademia.edu
SEMINAR NASIONAL KIMIA DAN PENDIDIKAN KIMIA VI “Pemantapan Riset Kimia dan Asesmen Dalam Pembelajaran Berbasis Pendekatan Saintifik” Program Studi Pendidikan Kimia Jurusan PMIPA FKIP UNS Surakarta, 21 Juni 2014 MAKALAH PENDAMPING KIMIA ANORGANIK DAN KIMIA FISIKA ISBN : 979363174-0 OPTIMALISASI PEMBUATAN BIOETANOL ANHYDROUS DARI UMBI GEMBILI (Discorea esculenta L) SEBAGAI CAMPURAN PREMIUM UNTUK MENINGKATKAN ANGKA OKTAN Ari Syahidul Shidiq1,* dan Haryono2 1Mahasiswa 2 Pendidikan Kimia, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sebelas Maret, Surakarta Dosen Pendidikan Kimia, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sebelas Maret, Surakarta *keperluan korespondensi, tel: 087829505003, email:arisyahidul@yahoo.co.id ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk: (1) Memanfaatkan gembili sebagai bahan baku pembuatan bioetanol (2) Mengetahui proses pemurnian bioetanol dari gembili dengan menggunakan zat Na2SO4, CaCl2, dan MgSO4 (3) Mengetahui komposisi pencampuran antara premium dan bioetanol yang paling optimum untuk meningkatkan angka oktan Penelitian ini dilakukan dengan metode eksperimen di laboratorium. Hidrolisis tepung umbi gembili dilakukan secara enzimatis menggunakan enzim alfa amylase dan gluko amylase. Metode pemurnian bioetanol dari umbi gembili dilakukan dengan metode destilasi yang dilanjutkan dengan metode desiccation, menggunakan bahan pengering Na2SO4, CaCl2, dan MgSO4. Pencampuran antara premium dan bioetanol dilakukan dengan variasi komposisi 70:30, 75:25, 80:20. Penentuan angka oktan didasarkan pada hasil analisis Gas Chromatography/Mass Spectroscopy (GCMS). Uji karekterisasi bioetanol menggunakan instrumen Gas Chromatography (GC), Fourier Transform Infrared Spectroscopy (FTIR), dan Gas Chromatography/Mass Spectroscopy (GCMS). SEMINAR NASIONAL KIMIA DAN PENDIDIKAN KIMIA VI 372 ISBN : 979363174-0 Hasil penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa: (1) Zat Na2SO4, CaCl2, dan MgSO4 dapat digunakan untuk memurnikan bioetanol dengan zat MgSO4 sebagai zat yang paling efektif untuk memurnikan bioetanol dari umbi gembili, dan kadar bioetanol yang dihasilkan setelah pemurnian adalah 100%, (2) Campuran antara premium dengan bioetanol dapat meningkatkan angka oktan, dengan koposisi optimum 70:30 yang menghasilkan angka oktan 92,7. Kata Kunci: Bioetanol, umbi gembili, hidrolisis enzimatis, desiccation, oktan, RON alternatif PENDAHULUAN Bensin merupakan salah satu produk yang paling dicari dan menjadi kunci keuntungan dalam industri perminyakan, karena lebih dari 70% dari minyak mentah diubah menjadi bensin [7, 9]. Bensin memiliki banyak komponen didalamnya yang terdiri dari ratusan hidrokarbon, hal ini disebabkan kerena bensin beberapa harus tahap dan hal yang lebih penting, bukan saja untuk mengurangi penipisan cadangan bahan bakar fosil tapi juga untuk menjaga lingkungan agar menjadi lebih baik, salah satu caranya adalah mengurangi efek rumah kaca dengan terbarukan penggunaan yang ramah energi lingkungan seperti bioetanol [1, 5]. Bioetanol melewati penyulingan, menjadi yang berasal merupakan dari etanol sumber hayati, secara umum tidak ada kriteria yang misalnya tebu, ubi kayu, jerami, dan pasti untuk menentukan kemurnian dari bonggol bensin, tetapi untuk spesifikasi bensin pembuatan bioetanol terdiri dari bahan- tanpa timbal yang permintaannya terus bahan yang mengandung karbohidrat, meningkat, dapat glukosa dan selulosa [10]. Gembili oktan (Discorea Esculenta L.) merupakan (Research Octan Number, RON) [8]. salah satu jenis umbi-umbian yang Angka Oktan adalah salah satu bagian banyak terdapat di Indonesia, namun yang sangat penting pada bensin yang karena masa tanamnya yang lama dan berfungsi untuk sifat akan menimbulkan sedikit rasa gatal antiknock, hal dari dilidah jika dimakan, gembili masih kualitasnya diindikasikan dengan ini angka mengukur ditentukan jagung. Bahan baku persentase volume iso-oktana dan n- belum heptana dalam campuran [4]. Namun, mansyarakat, pada masa sekarang ini sumber energi gembili dapat dijadikan bahan baku banyak dimanfaatkan walaupun oleh demikian SEMINAR NASIONAL KIMIA DAN PENDIDIKAN KIMIA VI 373 ISBN : 979363174-0 pembuatan bioetanol karena memiliki kadar karbohidrat yang tinggi, yaitu 85,87% b/k [10]. perkembangannya Dalam bioetanol dapat dijadikan sebagai bahan bakar alternatif METODE PENELITIAN 1. Pembuatan Bioetanol Proses pembuatan bioetanol minyak dilakukan dengan beberapa tahap, tergantung dari tingkat kemurniannya. yaitu hidrolisis enzimatis, fermentasi Bioetanol dengan kadar 95-99% dapat dan destilasi. pengganti dipakai bahan sebagai bakar bahan subtitusi premium (bensin), sedangkan kadar 40% dapat dijadikan sebagai substitusi 2. Hidrolisis Enzimatis Proses minyak tanah [2]. hidrolisis menurut Bioetanol bahan bakar kelebihan, sebagai substitusi memiliki beberapa diantaranya ialah (i) pengapian dini dan mencegah ketukan pada silinder karena memiliki angka oktan yang lebih tinggi dan panas penguapan yang lebih tinggi dibanding bahan bakar tradisional. (ii) mengurangi emisi gas CO dan hidrokarbon lainnya karena memiliki kandungan oksigen yang lebih tinggi. (iii) pencampuran antara bahan bakar tradisional dengan bioetanol dapat dilakukan untuk menekan energi pembakaran agar lebih rendah dan mengurangi waktu pembakaran [3]. ini dilakukan [10] dilakukan dengan dua tahapan, pertama yaitu tahap liquifikasi. Tahap ini dimulai dengan membuat suspensi pati, 50 gram tepung gembili dilarutkan dalam 500 ml aquades (10% (b/v)), selanjutnya suspensi dipanaskan menggunakan labu leher tiga sampai terbentuk gelatin pada suhu +90OC. Setelah gelatin terbentuk, untuk memasuki tahap selanjutnya gelatin dikondisikan pada pH 5,5 suhu 85oC, kemudian memasukan 0,5 ml enzim alfa amylase yang sebelumnya telah dilarutkan dalam buffer phospat pH 6,9 sampai volume 5 ml, selanjutnya campuran ini dipanaskan selama 2 Dari uraian di atas maka pada penelitian Retno enzimatis pembuatan jam. Kedua, yaitu tahap sakarifikasi. Setelah tahap liquifikasi selesai, bioetanol anhydrous dari umbi gembili. suspensi dikondisikan pada pH 4,5 Bioetanol yang diperoleh selanjutnya dan digunakan sebagai campuran premium mencampurkan dengan harapan dapat meningkatkan glukoamilase yang sebelumnya telah angka oktan premium. dilarutkan dalam buffer sitrat pH 4,5 suhu 50-60oC. 4 Kemudian ml enzim SEMINAR NASIONAL KIMIA DAN PENDIDIKAN KIMIA VI 374 ISBN : 979363174-0 sampai volume 8 ml. Setelah itu, bioetanol yang diperoleh memiliki aduk suspensi selama 5 jam. kadar lebih dari 95% yang biasa disebut anhydrous ethanol atau Fuel 3. Fermentasi Tahap fermentasi dimulai dengan mengondisikan larutan glukosa dari tahap hidrolisis pada pH 4,5 dengan menambahkan larutan asam sitrat dan mengondisikan pada suhu 30°C. Kemuadian mengambil 50 ml larutan glukosa dari hasil hidrolisis sebagai Grade Ethanol. Agen pengering yang digunakan pada penelitian ini adalah Na2SO4, CaCl2, dan MgSO4. Metode pengeringan dilakukan dengan mencampurkan 10% (b/v) agen pengering dengan bioetanol hasil destilasi selama 24 jam. starter, kemudian kedalam larutan tersebut ditambahkan 5 gram ragi fermipan (Saccharomyces cerevisiae) dan 0,5% (b/v) urea juga 0,1% NPK (b/v) sebagai nutrisi bagi Saccharomyces selanjutnya cerevisiae, starter ditambahkan pada larutan glukosa hasil hidrolisis, dan fermentasi dilakukan selama 24 6. Pencampuran Pencampuran dan bioetanol premium dilakukan dengan variasi 80:20 (BE 20), 75:25 (BE 25), dan 70:30 (BE30). 7. Perhitungan angka Oktan Perhitungan didasarkan jam. antara pada intrumen angka oktan hasil analisis GC-MS Chromatography 4. Destilasi Destilasi dilakukan pada suhu +78oC untuk memisahkan antara air dan bioetanol yang diperoleh dari hasil fermentasi. / (Gas Mass Spectroscopy) terhadap campuran premium dan bioetanol dengan cara membandingkan komposisi senyawa dalam setiap variasi pencampuran dengan menggunakan persamaan 5. Pengeringan (Desiccation) Lasovic [6], yaitu sebagai berikut: Bioetanol dari proses destilasi memiliki kadar maksimum berkisar RON (g.c) = 69,0306 - 1,0729YNP2 + 0,7875YIP1 + 0,0976YIP2 95%, karena pemisahan etanol-air + mengalami titik azeotrof di sekitar 95%. Agar dapat maka bioetanol harus + 0,4049YAR dipergunakan sebagai campuran dari premium 0,3395YCP Dimana: melewati tahap pemurnian (pengeringan) agar SEMINAR NASIONAL KIMIA DAN PENDIDIKAN KIMIA VI 375 ISBN : 979363174-0 Y = Fraksi Pembuatan bietanol yang telah masing-masing dilakukan menghasilkan bioetanol kelompok sebanyak 142 ml bioetanol dari 400 NP = Total n-paraffin gram tepung umbi gembili dengan NP1 = nC4 + nC5 NP2 = NP – NP1 kadar 82%, setelah melalui tahap destilasi ulang, bioetanol yang dihasilkan sebanyak 67 ml dengan kadar 85%. IP = Total iso-paraffin IP1 = nC4 + nC5 + 2,2 diMeC4 + 2,3diMeC4 + 2,2diMeC5 + 2,2diMeC5 + 2,4diMeC5 + 2,2,3triMeC4 + 3,3diMeC5 + 2. Pengeringan (Desiccation) Bioetanol yang diperoleh dari 2,3diMeC4 hasil IP2 = IP-IP1 destilasi masih harus dimurnikan lagi untuk mendapatkan unhydrous CP = Total Cycloparaffin bioetanol. Pada penelitian ini, digunakan desiccants AR = Total Aromatis atau agen pengering yaitu kalsium klorida (Na2SO4) 8. Karakterisasi Untuk sampel (CaCl2), dan natrium sulfat magnesium sulfat (MgSO4). Dari ketiga bahan tersebut membuktikan yang benar-benar bahwa diperoleh adalah bioetanol, maka mudah membentuk hidrat pada suhu yang rendah dengan reksi sebagai berikut : dilakukan uji karakterisasi dengan menggunakan Chromatography Transform (FTIR), instrumen (GC), Infrared Gas Fourier Spectroscopy dan Gas Chromatography/Mass A + n.H2O → A*(H2O)n Efisiensi hidrat diukur dengan intensitas, kapasitas dan kecepatan yang dapat sangat bervariasi dari suatu pelarut. Kapasitas mengacu Spectroscopy (GCMS). pada jumlah maksimum mol air yang dapat diikat agen pengeringan (n). Parameter lain yang penting HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Pembuatan Bioetanol adalah efisiensi, yang mengacu pada jumlah air yang tersisa dalam larutan organik setelah proses SEMINAR NASIONAL KIMIA DAN PENDIDIKAN KIMIA VI 376 ISBN : 979363174-0 Penentuan pengeringan selesai. Dari ketiga angka oktan bahan yang digunakan, diperoleh didasarkan pada hasil analisis dari hasil sulfat instrumen GCMS. Dari hasil analisis (MgSO4) merupakan desiccant atau ini didapatkan data kualitatif dan agen pengering yang paling efektif kuantitatif untuk mengeringkan bioetanol hasil menentukan angka oktan campuran ini penelitian antara premium dan bioetanol. Data sebelumnya yang dilakukan oleh kualitatif yang diperoleh dari hasil schenck analisis ini berupa data senyawa bahwa magnesium mendukung [12] yang melakukan yang pengeringan pada ekstrak senyawa yang organik sedangkan antara dengan MgSO4 membandingkan dengan Na2SO4, terkandung senyawa bioetanol sampel. dilakukan data dalam untuk sampel, kuantitatif yang diperoleh berupa banyaknya kadar perbandingan volume dan kadar setelah berguna yang terdapat Senyawa-senyawa dalam yang pengeringan dengan ketiga agen terdapat dalam sampel kemudian pengering dapat dilihat pada tabel 1. dikelompokan Tabel 1 Data Kadar Bioetanol dari hasil Proses Desiccation Volu Juml Volu me ah me Jenis Hasil Desicca Desi Bioet Bioet ccant anol nts anol s (gr) (ml) (ml) CaCl2 1 5 4 Na2SO4 1 5 3,5 MgSO4 1 5 3,5 kedalam lima kelompok sesuai dengan struktur rantainya. Jumlah kadar dari kelima kelompok sampel inilah yang Kad selanjutnya akan digunakan untuk ar perhitungan angka oktan. Bio eta nol a. Perhitungan Angka Oktan Premium (%) 87 88,5 90 Kadar etanol yang diperoleh setelah dilakukan proses menggunakan pengeringan magnesium Gambar 1. Kromatogram Premium Kromatogram sulfat untuk premium pada (MgSO4) adalah 100% berdasarkan sampel hasil analisis dengan instrumen Gas gambar 1 menunjukan adanya 45 Chromatography/Mass peak atau puncak yang terdeteksi Spectroscopy (GC/MS). dari 3. Perhitungan Angka Oktan berupa GC/MS sampel. Setiap puncak menandakan jenis senyawa yang berbeda, dan setiap tinggi puncak SEMINAR NASIONAL KIMIA DAN PENDIDIKAN KIMIA VI 377 ISBN : 979363174-0 menandakan kadar senyawa dalam diperoleh hasil perhitungan untuk BE sampel tersebut. Setelah dilakukan 25 adalah 92,16. pengelompokkan dan perhitungan angka oktan, perhitungan diperoleh untuk hasil angka d. Perhitungan Angka Oktan BE 30 oktan premium adalah 86,8. b. Perhitungan Angka Oktan BE 20 Gambar 4. Kromatogram BE 30 Kromatogram GC/MS untuk sampel berupa BE 30 pada gambar 4 menunjukan adanya 41 peak atau Gambar 2. Kromatogram BE 20 Kromatogram GC/MS untuk puncak yang terdeteksi dari sampel. Setelah dilakukan pengelompokan sampel berupa BE 20 pada gambar dan 2 menunjukan adanya 48 peak atau diperoleh hasil perhitungan untuk BE puncak yang terdeteksi dari sampel. 30 adalah 92,7. Setelah dilakukan pengelompokan dan perhitungan angka oktan, diperoleh hasil perhitungan untuk BE 20 adalah 91,3. perhitungan angka oktan, e. Perhitungan Angka Oktan Bioetanol Angka oktan Bioetanol dapat dihitung dengan membandingkan angka oktan yang dihasilkan dari setiap c. Perhitungan Angka Oktan BE 25 komposisi pencampuran, dalam penelitian ini angka oktan bioetanol yang diperoleh adalah 108,47. Angka ini mendekati angka oktan bioetanol yang disebutkan oleh Deenanath [3]. Gambar 3. Kromatogram BE 25 Kromatogram GC/MS untuk sampel berupa BE 25 pada gambar Sesuai dengan hasil perhitungan 3 menunjukan adanya 46 peak atau angka puncak yang terdeteksi dari sampel. campuran premium dengan biotanol Setelah dilakukan pengelompokan diperoleh dan oktan. Grafik Pengaruh penambahan perhitungan angka oktan, oktan data antara premium peningkatan dan angka SEMINAR NASIONAL KIMIA DAN PENDIDIKAN KIMIA VI 378 ISBN : 979363174-0 bioetanol pada premium disajikan Sampel 3,565 688080,58 dalam gambar 5. 60.00% 40.00% 20.00% 0.00% NP2 b. Fourier Transform Infrared Spectroscopy (FTIR) IP1 IP2 CP AR Gambar 5. Pengaruh Penambahan Bioetanol terhadap Angka Oktan pada Premium Gambar bioetanol bahwa penambahan mempengaruhi persentase fraksi dari premium. Pengaruh yang paling besar terdapat pada fraksi IP2 hal ini menyebabkan peningkatan angka oktan dari campuran premium dan bioetanol. Spectra IR sampel (Bioetanol) dan Alkohol Standar Dari grafik tersebut dapat diambil kesimpulan 6. Karakterisasi menggunakan Transform sampel instrumen Infrared Fourier Spectroscopy (FTIR), menunjukan serapan yang sama antara sampel dengan standar etanol. Dari spectra pada gambar 6 dapat dianalisis bahwa pada serapan sekitar 3500 cm-1 terdapat 4. Karakterisasi serapan yang kuat dan melebar, hal a. Gas Chromatography (GC) ini menunjukan adanya gugus OH Karakterisasi sampel stretching dalam sampel, serapan Gas yang melebar menunjukan adaanya Chromatography (GC), menunjukan interaksi antar molekul antara elektro waktu retensi yang relatif sama positif H dengan elektronegatif O antara standar bioetanol dengan yang membentuk ikatan hidrogen. sampel, tabel 2. Serapan kecil atau lemah pada menggunakan instrumen Tabel 2 Perbandingan Waktu Retensi Standar Etanol dan Sampel 2900-3000 cm-1 menunjukan adanya ikatan C-H dari CH2 asimetris dan simetris. Pada serapan Kadar Etanol (%) 80 85 90 96 Waktu Retensi (menit) 3,503 3,534 3,543 3,566 -1 sekitar Luas Area (µV*sec) 1600-1700 cm 656518,82 729061,62 767663,08 793636,22 H bending, sedangkan serapan kuat terdapat serapan yang menunjukan adanya ikatan Opada 1100 cm-1 menunjukan ikatan C-O stretching. Dari serapan antara SEMINAR NASIONAL KIMIA DAN PENDIDIKAN KIMIA VI 379 ISBN : 979363174-0 standar etanol dan sampel yang Dari kromatogram library instrumen hampir dapat GC/MS tersebut sampel memiliki diidentifikasi bahwa sampel memiliki masa molekul relatif sebesar 46, hal ikatan O-H, C-H, dan C-O hal ini ini sesuai dengan masa molekul berarti sampel yang berasal dari relatif hasil (C2H5OH). serupa, maka percobaan merupakan yang dimiliki oleh etanol bioetanol. c. Gas Chromatography / Mass KESIMPULAN Spectroscopy (GCMS) Kesimpulan yang dapat diambil dari hasil penelitian yang telah dilakukan adalah sebagai berikut: 1. Zat Na2SO4, CaCl2, dan MgSO4 dapat digunakan untuk memurnikan bioetanol dengan zat MgSO4 sebagai zat yang Gambar 7. Kromatogram GC/MS paling untuk sampel Bioetanol Kromatogram gambar 7 efektif untuk memurnikan bioetanol dari umbi gembili, dan kadar GC/MS menunjukan bioetanol pada bahwa yang dihasilkan setelah pemurnian adalah 100%. 2. Campuran antara premium dengan sampel dari hasil percobaan memiliki bioetanol dapat meningkatkan angka satu peak atau puncak dengan area oktan, dengan koposisi optimum 70:30 100% yang menghasilkan angka oktan 92,7. yang menunjukan bahwa sampel tersebut hanya memiliki satu senyawa yang memiliki kadar 100%. Untuk mengetahui senyawa apa yang terdapat dalam sampel maka perlu dicocokan kromatogram DAFTAR RUJUKAN [1] Ali, M. N., 2011, International Journal of Engineering Science and dengan dalam Technology (IJEST), Vol 3, No.2 library instrumen GC/MS pada gambar 8. [2] Bustaman, S., 2008, Perspektif, Vol 7, No.2, Hal: 65-79 [3] Deenanath, Rumbold, Gambar 8. Kromatogram Library GC/MS K, Biomedicine E. D., 2012, and Iyuke, S., Journal of Biotechnology. Volume 2012, DOI.10.1155/2012/416491 SEMINAR NASIONAL KIMIA DAN PENDIDIKAN KIMIA VI 380 ISBN : 979363174-0 [4] Ghosh, P., Hickey, K. J., Jaffe, S. B., 2006, Ind Eng Chem, Vol 45, Hal: S. J., 2002, JAOAC, Vol 8(5), Hal: 1117-1180 337-345 DOI: 10.1021/ie050811h [5] Kunimitsu, Y., Ueda, T., 2013, Paddy Water Environ, Vol 11, Hal: 411-421 DOI; 10.1007/s10333-012- TANYA JAWAB 0332-4 [6] Lasovic, G. P., Jambrec, N., Siftar, D. D., Prostenic, M. V., 1990, Fuel, Vol 69, Hal: 525-528 [7] Murty, B. S. N., Rao, R. N., 2004, Fuel Processing Technology, Vol 85, Pemakalah : Ari Syahidul Sidiq Penanya : Harmami Pertanyaan : Gaglias, I. A., Pitarakis K. G., 2004, a. Mengapa bioetanol yang dihasilkan tidak langsung dicampurkan pada premium? b. Apakah bisa bioetanol digunakan langsung tanpa dicampur dengan premium? Fuel, Vol 83, Hal: 517–523 DOI: Jawaban Hal: 1595–1602, DOI: 10.1016/j.fuproc.2003.08.004 [8] Nikolao, N., Papadopoulos, C. E., 10.1016/j.fuel.2003.09.011 [9] Pasadakis, N., Foteinopoulos, Gaganis, N., 2006, V., Fuel Processing Technology, Vol 87, Hal: 505–509 DOI: 10.1016/j.fuproc.2005.11.006 [10] Retno, D., Kriswiyanti, A., Nur, A., 2009, Equilibrium, Vol 8, no.1 Hal: 16 [11] Rimbawan, Nurbaini, R., 2013, Jurnal Gizi dan Pangan, Vol 8(2), Hal: 145—150 [12] Schenck, F. J., Callery, : a. Bioetanol yang dicampurkan pada bahan bakar premium memiliki kriteria kemurnian tersendiri yaitu lebih dari 95% karena sisa kadar air lebih dari 5% maka akan menyebabkan korosi pada mesin b. Dibeberapa negara maju bioetanol sudah diaplikasikn langsung tanpa dicampur dengan premium namun jika digunakan untuk kendaraan bermotor seperti yang beredar di indonesia harus ada modifikasi pada mesin untuk menyesuaikan karakteristik dari pembakaran bioetanol. P., Gannett, P. M., Daft, J. R., Lehotay, SEMINAR NASIONAL KIMIA DAN PENDIDIKAN KIMIA VI 381 ISBN : 979363174-0