[go: up one dir, main page]

100% menganggap dokumen ini bermanfaat (1 suara)
228 tayangan32 halaman

Eklampsia dan Kehamilan Kembar 33 Minggu

33 minggu dengan: 1. Eklampsia 2. Kehamilan kembar Diagnosis Penunjang 1. Preeklamsia berat 2. Anemia ringan 3. Leukositosis 4. Proteinuria berat F. PENATALAKSANAAN Tatalaksana yang telah dilakukan: 1. Pemberian magnesium sulfat infus 5 gram loading dose selama 30 menit, kemudian 2 gram/jam untuk pencegahan kejang 2. Pemberian antihipertensi (labetalol) infus untuk penurunan te

Diunggah oleh

Anonymous Oqng6KzKn
Hak Cipta
© © All Rights Reserved
Kami menangani hak cipta konten dengan serius. Jika Anda merasa konten ini milik Anda, ajukan klaim di sini.
Format Tersedia
Unduh sebagai PDF, TXT atau baca online di Scribd
100% menganggap dokumen ini bermanfaat (1 suara)
228 tayangan32 halaman

Eklampsia dan Kehamilan Kembar 33 Minggu

33 minggu dengan: 1. Eklampsia 2. Kehamilan kembar Diagnosis Penunjang 1. Preeklamsia berat 2. Anemia ringan 3. Leukositosis 4. Proteinuria berat F. PENATALAKSANAAN Tatalaksana yang telah dilakukan: 1. Pemberian magnesium sulfat infus 5 gram loading dose selama 30 menit, kemudian 2 gram/jam untuk pencegahan kejang 2. Pemberian antihipertensi (labetalol) infus untuk penurunan te

Diunggah oleh

Anonymous Oqng6KzKn
Hak Cipta
© © All Rights Reserved
Kami menangani hak cipta konten dengan serius. Jika Anda merasa konten ini milik Anda, ajukan klaim di sini.
Format Tersedia
Unduh sebagai PDF, TXT atau baca online di Scribd
Anda di halaman 1/ 32

PRESENTASI KASUS

G1P0A0 HAMIL 33 MINGGU DENGAN


EKLAMPSIA DAN GEMELLI

Disusun oleh:
dr. MAYA PUTRI KHARISMA

Diajukan kepada:
dr. NITA TRI KURNIATI, Sp.OG

PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA PERIODE I


RS PKU MUHAMMADIYAH KARANGANYAR
2020
LEMBAR PENGESAHAN

Presentasi kasus ini disusun untuk memenuhi persyaratan Program Internship


Dokter Indonesia. Presentasi kasus dengan judul :
G1P0A0 HAMIL 33 MINGGU DENGAN
EKLAMPSIA DAN GEMELLI

Telah dipresentasikan pada tanggal:


15 JULI 2020

Oleh :
dr. Maya Putri Kharisma

Mengetahui dan menyetujui,


Pembimbing Presentasi Kasus

dr. Nita Tri Kurniati, Sp.OG

2
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ......................................................... 2


DAFTAR ISI ............................................................................... 3
BAB I .......................................................................................... 4
LAPORAN KASUS .................................................................... 4
A. IDENTITAS PASIEN ......................................................... 4
B. ANAMNESIS...................................................................... 4
C. PEMERIKSAAN FISIK ...................................................... 6
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG ......................................... 8
E. DIAGNOSIS ....................................................................... 9
F. PENATALAKSANAAN ..................................................... 9
G. PERKEMBANGAN RAWAT INAP ................................. 10
BAB II....................................................................................... 13
TINJAUN PUSTAKA ............................................................... 13
A. DEFINISI .......................................................................... 13
B. ETIOLOGI ........................................................................ 14
C. FAKTOR RISIKO ............................................................. 14
D. PATOFISIOLOGI ............................................................. 15
E. MANIFESTASI KLINIS ................................................... 17
F. KRITERIA DIAGNOSIS ................................................... 18
G. TATALAKSANA ............................................................. 20
H. PENCEGAHAN ................................................................ 26
BAB III ..................................................................................... 30
PEMBAHASAN........................................................................ 30
DAFTAR PUSTAKA ................................................................ 32

3
BAB I
LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS PASIEN

Nama : Ny. E

Tempat, Tanggal Lahir : Karanganyar, 18 Agustus 1997

Usia : 22 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Alamat : Karanganyar

Tanggal Masuk : 29 Maret 2020

B. ANAMNESIS

Keluhan Utama

Kejang

Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang ke IGD RS PKU Karanganyar pukul 06.00 WIB dengan


G1P0A0 hamil kembar usia kehamilan 33 minggu mengalami kejang
seluruh tubuh di rumah 1 kali selama ±1 menit pukul 05.30 WIB. Pasien
mengatakan kenceng-kenceng belum dirasakan, air ketuban belum rembes,
belum keluar lendir dan darah dari jalan lahir. Gerak janin dirasa aktif.
Pasien mengeluhkan pusing (+), bengkak kaki (+), mual (+), muntah (-),
nyeri ulu hati (-), pandangan kabur (-) BAK 3-4x/hari BAB tidak ada
masalah.

4
Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat hipertensi sebelum kehamilan, hipertensi saat kehamilan, diabetes


mellitus, asma, alergi, penyakit jantung, penyakit tiroid serta riwayat
mondok di rumah sakit disangkal oleh pasien.

Riwayat Penyakit Keluarga

Riwayat hipertensi, diabetes mellitus, asma, alergi, serta penyakit jantung,


penyakit tiroid pada keluarga disangkal.

Riwayat Menstruasi

Menarche : 12 Tahun

HPHT : lupa

HPL : 17 Mei 2020

Usia Kehamilan : 33 minggu

Menstruasi : rutin, siklus 28 hari, lama ±7 hari, dismenorrhea (-)

Riwayat ANC

Pasien mengatakan ANC rutin di puskesmas setiap bulan, belum pernah


USG.

Riwayat Menikah

Menikah 1x sudah 1 tahun

Riwayat Persalinan

Anak I: hamil ini

Riwayat Keluarga Berencana

Pasien mengatakan belum pernah mengkonsumsi obat KB ataupun


menggunakan alat KB

5
C. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum
Keadaan Umum : Sedang
Tingkat Kesadaran : E4M6V5
Status Gizi : Kesan gizi baik
Berat Badan : 60 kg
Tinggi Badan : 150 cm
IMT : 26.67

Tanda Vital
Tekanan Darah : 158/94 mmHg
Nadi : 100x/menit, reguler, isi tegangan cukup
Respirasi : 24x/menit
Suhu Tubuh : 36,8oC

Status Generalisata
Kulit : warna sawo matang, kelembaban cukup,
ujud kelainan kulit (-)
Kepala : bentuk mesocephal, rambut hitam sukar dicabut, distribusi
merata
Mata : mata cekung -/-, konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-,
pupil isokor +/+, reflek cahaya +/+
Hidung : bentuk normal, nafas cuping hidung -/-, sekret -/-
Mulut : bibir sianosis -/-, mukosa basah +
Telinga : bentuk normal, sekret –
Tenggorok : uvula di tengah, tonsil hiperemis -, faring hiperemis –
Leher : trakea di tengah, kelenjar getah bening tidak membesar,
kelenjar tiroid tidak membesar

Limfonodi : retroaurikuler tidak membesar,

submandibular tidak membesar

Thorax : retraksi -, gerakan simetris kanan dan kiri

6
Cor
Inspeksi : iktus kordis tidak tampak
Palpasi : iktus kordis tidak kuat angkat
Perkusi : batas jantung kesan tidak membesar
Auskultasi : S1-S2 reguler, bising –

Pulmo
Inspeksi : pengembangan dada kanan dan kiri simetris
Palpasi : fremitus raba kanan dan kiri simetris
Perkusi : sonor pada seluruh lapang paru
Auskultasi : suara dasar vesikuler +/+, RBK -, RBH –
Abdomen : status obstetrik

Genitalia : status obstetrik

Ekstremitas : edema kaki +/+

Status Obsterik Abdomen


Inspeksi : dinding perut > dinding dada, stria gravidarum +
Palpasi : Pemeriksaan Leopold

I: teraba 2 bagian bulat, lunak, tidak melenting (bokong)


bayi, TFU 28 cm
II: teraba bagian keras, memanjang (punggung) bayi pada
sisi kanan dan kiri ibu
III: teraba 2 balotemen, bagian bulat, keras, melenting
IV: teraba bagian terbawah janin belum masuk pintu atas
panggul

Auskultasi : DJJ I 158x/menit, DJJ II 128x/menit, reguler

Pemeriksaan Dalam: v/u tenang, dinding dalam vagina


licin, serviks tebal, pembukaan -, selaput ketuban (+), air
ketuban (-), lendir (-), darah (-).

7
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Laboratorium

Tabel 1. Hasil pemeriksaan laboratorium tanggal 29-03-2020 jam 07.15


Pemeriksaan Hasil

Hemoglobin 11.1 g/dL Normal


Leukosit 13.8x103/uL High
Eosinofil 0,90% Low
Basofil 0,30% Normal
Netrofil 80% High
Limfosit 23,00% Low
Monosit 3,50% Normal
Hematokrit 31.3% Normal
Eritrosit 4,2x106/ul Normal
MCV 91 fL Normal
MCH 22 pg Normal
MCHC 35 g/dL Normal
Trombosit 313x103/ul Normal
Golongan Darah AB
Gula Darah Sewaktu 113 mg/dL Normal
HBsAg Negatif Normal
Protein Urin +3

Tabel 2. Hasil pemeriksaan laboratorium tanggal 29-03-2020 jam 16.15


Pemeriksaan Hasil
Hemoglobin 12.1 g/dL Normal
Leukosit 14.6x103/uL High
Eosinofil 0,80% Low
Basofil 0,30% Normal
Netrofil 76% High
Limfosit 22,00% Low

8
Monosit 3,50% Normal
Hematokrit 31.5% Normal
Eritrosit 4,2x106/ul Normal
MCV 91 fL Normal
MCH 22 pg Normal
MCHC 35 g/dL Normal
Trombosit 234x103/ul Normal

E. DIAGNOSIS

Diagnosis Awal

G1P0A0 usia kehamilan 33 minggu dengan eklampsia dan gemelli

Diagnosis Post-Op
P1A0 post sc emergency dengan Eklampsia dan Gemelli

F. PENATALAKSANAAN
IGD-VK
Manajemen eclampsia :

1. Manajemen Konservatif - Stabilisasi :


- Oksigenasi 2-3 liter/menit dengan nasal kanul

- Inf NaCl 0.9% 20 tpm

- Inj. MgSO4 40% 4 gram bolus pelan

- Inj. MgSO4 40% 2 gram IV bolus pelan jika kejang berulang

- Drip MgSO4 40% 6 gram dalam RL 500cc dalam 6 jam

- Nifedipin 1 tablet SL

- Jam 09.30 dilakukan USG terhadap pasien dengan hasil


USG BB janin I : 1508 gram, BB janin II : 1600 gram

2. Manajemen Aktif :
- Dilakukan SC jam 13.00
3. Manajemen post SC :

9
- Inj. Ceftriaxon 1gr/12 jam
- Inj. Metronidazole 500mg/8 jam
- Inj. Ketorolac 30mg
- Drip MgSO4 40% 4 gram
- Rawat Bersama dokter spesialis penyakit dalam, mendapat
terapi :
 Candesartan 16mg 0-0-1
 Amlodipin 10 mg 1-0-0
 Inj. Furosemid 1A/12 jam
 Dopamet 3x250mg
 Nifedipin 3x10 mg

G. PERKEMBANGAN RAWAT INAP


Tanggal/ Subjective (S) Objective (O) Assessment (A) Plan (P)
Jam
29-3-2020 Pusing (+), mual KU: sedang G1P0A0 usia  Manajemen PEB
06.45 (+), muntah (-), GCS: E4M6V5 kehamilan 33  Oksigenasi 2-3
nyeri ulu hati (-), TD: 158/94 mmHg minggu dengan liter/menit
pandangan kabur (-) HR: 100x/m eklamsia dan  Inf. NS 20 tpm
kenceng-kenceng(-), RR: 24x/m gemelli  MgSO4 40% 4
gerak janin To: 36,8oC gram bolus
(+) BB: 60 kg  Drip MgSO4 6
TB: 150 cm gram dalam 500
Kepala cc RL 20 tpm
Leher: CA (- habis dalam 6
/-), KGB (-/-) jam
Thorax:  Nifedipine tablet
SI-SII regular, SDV SL
(+/+), Ronkhi (-/-)
Abdomen:
TFU: 28 cm
DJJ I: 158x/menit
DJJ II: 128x/menit

10
29-03- Telah dilakukan TD: P1A0 post SC  Inj. Ceftriaxon
2020 SC emergency a/i 172/101 Emergency dengan 1gr/12 jam
13.00 eclampsia dan mmHg eclampsia dan  Inj.
VK gemelli HR: 90x/menit gemelli Metronidazole
P1A0 RR: 20x/menit 500mg/8 jam
SpO2: 100%  Inj. Ketorolac
1A
Pukul 13.25  Drip MgSO4
lahir bayi 4gram
perabdominal,  Rawat
JK laki-laki, Bersama
BBL I 1500 dokter
gram, PB 46 spesialis
cm, LK/LD penyakit
30/30 cm, A/S dalam,
7/8 mendapat
BBL II 1400 terapi :
gram, PB 45
m, LK/LD - Candesartan
30/29 m, A/S 16mg 0-0-1
7/8 - Amlodipin 10
mg 1-0-0
- Inj. Furosemid
1A/12 jam

30-03- Kejang 1x, nyeri KU: sedang P1A0 post SC  Konsul dr.
2020 luka operasi (+), GCS: E4M6V5 emergency Sp.OG : evaluasi
05.30 pusing (-), mual (- TD: 140/80 eclampsia dan 2 jam, bila masih
VK ), muntah (-), mmHg gemelli H1 kejang inj.
nyeri ulu hati (), HR: 109x/m Diazepam 1/2A
pandangan kabur RR: 20x/m IV pelan
(-) To: 36,7oC  Terapi Lanjut
SpO2: 100%

11
30-3-2020 Pusing (+), nyeri KU: baik P1A0 post SC  Infus RL 20
13.30 luka operasi (+), GCS: E4M6V5 emergency tpm
VK nyeri ulu hati (-), TD: 130/84 eclampsia dan  Inj. Ceftriaxon
mual (-), muntah mmHg gemelli H2 1gr/12jam
(-), pandangan HR: 80x/m  Inj.
kabur (-) RR: 20x/m Metronidazole
To: 36,7oC 500mg/8jam
 Inj. Santagesic
1gr/8 jam
 Dopamet
3x250mg
 Nifedipin
3x10mg
 Inj.
Furosemide
1A/12jam
31-3-2020 Pusing (-), nyeri KU: baik P1A0 post SC  Coamoxiclav
13.30 luka operasi (+) GCS: E4M6V5 emergency 3x625mg
VK berkurang, batuk TD: 128/85 eclampsia dan  Asam
(+), mual mmHg gemelli H3 mefenamat
(-), muntah (-), HR: 80x/m 3x500mg
pandangan kabur (- RR: 20x/m  Dopamet
), nyeri ulu hati (-) To: 36,7oC 3x250mg
 Nifedipin
3x10mg
 Ambroxol
3x30mg
1-4-2020 Pusing (-), nyeri KU: baik P1A0 post  Coamoxiclav
luka operasi (+) GCS: E4M6V5 SC 3x625mg
berkurang, mual (- TD: 110/90 emergency  Asam
), muntah (-), mmHg eclampsia mefenamat
pandangan kabur (- HR: 72x/m dan gemelli 3x500mg
),nyeri ulu hati (-) RR: 20x/m H4  Breast care
To: 36,7oC BLPL

12
BAB II
TINJAUN PUSTAKA

A. DEFINISI
Eclampsia adalah onset baru kejang grand mal yang terjadi pada
kondisi pre-eklampsia dan/atau HELLP (hemolysis, elevated liver
enzyme, low platelet count) syndrome. Eklampsia dapat terjadi baik
sebelum, saat, dan sesudah persalinan. Pre-eklampsia adalah kondisi
dimana didapatkan tekanan darah sistolik >140 dan/atau tekanan darah
diastolik >90 mmHg yang diukur minimal dua kali pada dua kesempatan
berbeda dengan jarak minimal 6 jam dan maksimal 7 hari disertai dengan
proteinuria (≥300 mg dalam 24 jam atau rasio proteinurin: kreatinin
[UPC] ≥3) yang terjadi pada usia kehamilan lebih dari 20 minggu pada
wanita dengan tekanan darah dan proteinuria normal sebelumnya. Pre-
eklampsia berat adalah pre-eklampsia yang disertai dengan kriteria
sebagai berikut:
• Tekanan darah ≥160/110 mmHg (diukur pada dua
kesempatan dengan jarak >4 jam)
• Trombositopenia (trombosit <100.000/mm3) dan/atau
terdapat bukti adanya microangiopathic hemolytic anemia
• Peningkatan transaminase hepar (AST dan/atau ALT) sebesar
dua kali batas normal
• Insufisiensi renal progresif (kreatinin ≥1.1 mg/dL atau
peningkatan dua kali lipat serum kreatinin atau oliguria (<500
mL urin dalam 24 jam)) tanpa ada gangguan renal lainnya
• Nyeri kepala, pusing, atau gangguan visual dan serebral
persisten (termasuk kejang grand mal) Nyeri
epigastric/kuadran kanan atas persisten Edema pulmo atau
sianosis.

13
HELLP syndrome adalah kondisi pre-eklampsia yang disertai dengan
adanya hemolysis, peningkatan enzim hepar dua kali batas normal, dan
trombosit <100.000/mm3. Ketika semua kriteria tersebut terpenuhi maka
dapat disebut HELLP syndrome komplit, sedangkan jika hanya satu atau
dua kriteria yang terpenuhi maka istilah HELLP syndrome parsial lebih
disarankan (Berghella, 2017).

B. ETIOLOGI
Penyebab pasti dari pre-eklampsia masih belum jelas. Hipotesa
faktor-faktor etiologi pre-eklampsia hingga saat ini masih terus
dikembangkan. Adapun teori-teori tersebut antara lain:
a. Implantasi plasenta dengan invasi trofoblas ke dalam pembuluh darah
uterus yang abnormal.
b. Immunological maladaptive tolerance antara maternal, paternal
(plasenta) dan fetal tissue.
c. Ketidakmampuan maternal untuk beradaptasi terhadap
perubahanperubahan fisiologis selama kehamilan (cardiovascular or
inflammatory changes).
d. Faktor genetic/familial yaitu terdapat adanya kecenderungan
meningkatnya frekuensi pre-eklampsia pada anak-anak dari ibu yang
menderita pre-eklampsia.

C. FAKTOR RISIKO
Faktor risiko preeklampsia meliputi kondisi-kondisi medis yang
berpotensi menyebabkan penyakit mikrovaskuler (misalnya diabetes
melitus, hipertensi kronik, kelainan vaskuler dan jaringan ikat),
antifosfolipid antibody syndrome, dan nefropati. Faktor-faktor risiko lain
dihubungkan dengan kehamilan itu sendiri, dan faktor spesifik dari ibu
atau ayah janin.

14
D. PATOFISIOLOGI
Selama kehamilan normal, vili sitotrofoblas menginvasi ke dalam
lapisan miometrium, dan arteri spiral kehilangan endhoteliumnya dan
sebagian besar serat-serat ototnya. Modifikasi struktural ini dihubungkan
dengan perubahan fungsional, seperti arteri spiral menjadi saluran
dengan resistensi rendah, sehingga menjadi kurang sensitif atau bahkan
tidak sensitive terhadap substansi yang vasokonstriktif.
Preeklampsia memiliki patofisiologi yang kompleks, penyebab
utamanya adalah plasentasi abnormal. Invasi arteri spiral oleh sel
sitotrofoblas telah diamati pada preeklampsia. Studi akhir telah
menunjukkan bahwa invasi sitotrofoblas ke uterus sebetulnya merupakan
pola jalur diferensiasi yang unik di mana sel janin mengadopsi bahan-
bahan tertentu dari endothelium ibu yang secara normalnya berubah-
ubah. Pada preeclampsia, proses diferensiasi ini berlangung tidak
sempurna. Abnormalitas yang terjadi mungkin berhubungan dengan jalur
nitrit oksida, yang berperan penting untuk mengontrol tonus pembuluh
darah. Lebih jauh lagi, inhibisi dari sintesis nitrit oksida ibu mencegah
implantasi embrio. Naiknya resistensi arteri uterine menimbulkan
sensivitas yang lebih tinggi terhadap vaskonstriksi sehingga terjadi
iskemik plasenta kronik dan stress oksidatif. Iskemik plasenta kronis
menyebabkan komplikasi janin, termasuk pertumbuhan janin terhambat
(IUGR) dan kematian janin intrauterine (IUFD). Dalam waktu yang
bersamaan, stress oksidatif menyebabkan munculnya substansi-substansi
ke dalam sirkulasi ibu antara lain: radikal bebas, lipid okside, sitokin, dan
growth factor endothelial. Abnormalitas tersebut bertanggung jawab
sebagai penyebab disfungsi endotel dengan hipermeabilitas vascular,
trombofilia, dan hipertensi, sehingga menkompensasi terhadap turunnya
aliran darah arteri uterine karena vasonkonstriksi perifer.
Disfungsi endotel bertanggung jawab terhadap tanda klinis yang terjadi
pada ibu, antara lain: gangguan endothelium hepatik yang berperan
terhadap kejadian HELLP (Hemolisis, Elevated Liver Enzymes, Low

15
Platelet count) syndrome, gangguan pada endothelium cerebral termasuk
gangguan neurologi refractory, atau bahkan eclampsia. Deplesi pada
growth faktor endothelial pembuluh darah dalam podosit menyebabkan
endhoteliosis sehingga dapat menghentikan pergerakan diafragma pada
membrane basal, sehingga menurunkan filtrasi glomerulus dan
menyebabkan proteinuria. Pada akhirnya, disfungsi endotel
menyebabkan hipermeabilitas vaskuler yang berhubungan dengan
rendahnya albumin serum sehingga menyebabkan edema, khususnya
pada kaki dan paru.
Bahasan penting untuk memahami adalah bahwa penyebab utama
preeklampsia adalah plasentasi yang tidak normal. Dua teori utama yang
muncul saling berhubungan, antara lain teori genetik dan teori imunologi.
Beberapa gen tertentu mungkin berperan dalam timbulnya preeklampsia.
Gen tersebut mungkin berinteraksi dalam homeostasis tubuh dan sistem
kardiovaskuler, seperti halnya sebuah respon inflamasi. Beberapa di
antaranya telah teridentifikasi dan dalam kandidat gen-gen tersebut para
ahli telah membuktikan terlibatnya beberapa gen yang termasuk
angiotensinogen yaitu 1-q42-43 dan eNOS pada 7q36, lokus lain yang
juga penting adalah 2p12, 2p25, 9p13, dan 10q22 1.16.
Preeklampsia dapat sebagai kerusakan pada sistem imun ibu yang
mencegahnya dari pengenalan unit fetoplasental. Produksi besar-besaran
dari sel imun menyebabkan sekresi TNF-α yang menimbulkan apoptosis
pada sitotrofoblas ekstravili. Human Leukosit Antigen (HLA) juga
berperan dalam invasi arteri spiralis, di mana wanita dengan
preeklampsia menunjukkan rendahnya level HLA-G dan HLA-E.
Selama kehamilan normal, interaksi di antara sel-sel tersebut dan
trofoblas karena sekresi VEGF (Vascular Endhotelial Growth Factor)
dan PGF (Placental Growth Factor) oleh NK-Cell. Kadar dari sFlt-1
(Soluble Fms-like tyrosine kinase 1, suatu antagonis VEGF dan PGF,
yang tinggi, telah ditemukan pada wanita dengan preeclampsia.
Karenanya, hasil tes sFlt-1, PGF, soluble endoglin, dan VEGF, semuanya

16
akan meningkat 4-8 minggu sebelum munculnya preeklampsia, mungkin
merupakan prediktor yang bagus untuk preeklampsia. Data terakhir
menunjukkan bahwa ada peran proteksi oleh heme oxygenase 1 dan
metabolitnya, karbon monoksida, yang dalam kehamilan merupakan
target yang potensial dalam penatalaksanaan preeclampsia.
Faktor-faktor yang berhubungan dengan disfungsi endotel
terbukti meningkat pada sirkulasi sistemik pada wanita dengan
eklampsia. Beberapa diantaranya adalah fibronektin selular, faktor Von
Willebrand, molekul adhesi sel, molekul adhesi interseluler, sitokin,
tumor necrosis factor-α. Disfungsi endotel yang terjadi menyebabkan
kebocoran protein pada sirkulasi dan menyebabkan edema general. Pada
eklampsia terjadi aliran darah serebral yang abnormal akibat hipertensi
ekstrim. Regulasi perfusi serebral terinhibisi, pembuluh darah terdilasi
dengan peningkatan permeabilitas sehingga terjadi edema serebral yang
menyebabkan iskemia dan ensefalopati.

E. MANIFESTASI KLINIS
Sebuah review sistematik menunjukkan bahwa pasien yang
mengalami eklampsia mengalami satu atau lebih gejala prodromal

17
beberapa jam atau beberapa saat sebelum terjadi eclampsia.
Meskipun begitu, sekitar 25% pasien eclampsia tidak mengalami
gejala apapun (asimptomatik). Beberapa gejala prodromal tersebut
adalah:

Tabel 4. Gejala prodromal eclampsia (Shanmugalingam, et al.,


2017)
Gejala Prodromal %
Hipertensi 52
Ringan-sedang (SBP 140-160 mmHg/DBP 90-110 20 mmHg)
Berat (SBP ≥160 mmHg/DBP ≥110 mmHg) 32
Nyeri kepala berat persisten 66
Gangguan visual ( photophobia, scotomata, pandangan 27
kabur)
Nyeri epigastrik atau kuadran kanan atas 25
Asimptomatik 25
Clonus ankle 22

F. KRITERIA DIAGNOSIS
Tabel 5. Definisi dan kriteria diagnosis untuk gangguan hipertensi pada
kehamilan (Berghella, 2017)

Hipertensi Kronis dalam Kehamilan


Riwayat hipertensi yang terjadi sebelum kehamilan dengan atau tanpa
penggunaan obat antihipertensi atau tekanan darah ≥140/90 mmHg
sebelum usia kehamilan 20 minggu.

Hipertensi Gestasional
Tekanan darah ≥140/90 mmHg (pada 2 kali pengukuran, berjarak
minimal 6 jam dan maksimal 7 hari) setelah usia kehamilan 20 minggu
tanpa proteinuria atau gejala lain pre-eklampsia atau riwayat hipertensi
sebelumnya.

Preeklampsia tanpa gejala pemberat


Tekanan darah ≥140/90 mmHg (pada 2 kali pengukuran, berjarak
minimal 6 jam dan maksimal 7 hari) dan proteinuria (≥300 mg dalam
24

18
jam tanpa proteinuria sebelumnya) setelah usia kehamilan 20 minggu
pada wanita dengan tekanan darah normal sebelumnya.

Preeklampsia superimposed
Wanita dengan hipertensi kronis disertai oleh salah satu atau lebih dari
kriteria berikut:
• Onset baru dari proteinuria (≥300 mg dalam 24 jam tanpa
proteinuria sebelumnya) setelah usia kehamilan 20 minggu atau
peningkatan proteinuria secara tiba-tiba pada wanita yang
diketahui status proteinuria pada sebelum atau awal kehamilan
• Peningkatan hipertensi secara tiba-tiba pada wanita dengan tekanan
darah terkontrol atau peningkatan dosis penggunaan obat
antihipertensi untuk kontrol tekanan darah.

Preeklampsia superimposed dengan gejala pemberat


Pre-eklampsia superimposed dengan salah satu atau lebih dari kriteria
berikut:
• Tekanan darah ≥160/110 mmHg
• Trombositopenia <100.000/mm3
• Peningkatan transaminase hepar (AST dan/atau ALT) dua kali dari
batas normal
• Onset baru atau perburukan dari insufisiensi renal (kreatinin ≥1.1
mg/dL atau dua kali lipat peningkatan serum kreatinin)
• Edema pulmo
• Gangguan neurologis persisnten (nyeri kepala, gangguan visual)

Preeklampsia dengan gejala pemberat


Pre-eklampsia dengan salah satu atau lebih kriteria berikut:
• Tekanan darah ≥160/110 mmHg (dua kali pengukuran, minimal
berjarak 4 jam)
• Trombositopenia (<100.000/mm3) dan/atau bukti adanya
microangiopathic hemolytic anemia
• Peningkatan transaminase hepar (AST dan/atau ALT) dua kali dari
batas normal
• Insufisiensi renal progresif (kreatinin ≥1.1 mg/dL atau dua kali
lipat peningkatan serum kreatinin atau oliguria [<500 ml/24 jam])
tanpa ada gangguan renal lain

19
• Gangguan serebral, visual, atau nyeri kepala persisten (termasuk
kejang grand mal)
• Nyeri epigastric (kuadran kanan atas) persisten
• Edema pulmo atau sianosis

HELLP syndrome
Klasifikasi Tennessee:
• Hemolysis dengan bukti hasil apusan darah tepi abnormal dan
peningkatan serum LDH >600 IU/L atau total bilirubin ≥1.2 mg/dL
(≥20.52 μmol/L)
• Peningkatan enzim hepar dengan bukti peningkatan AST atau ALT
dua kali dari batas normal Trombositopenia <100.000/mm3
Jika semua kriteria terpenuhi, maka sindrom ini disebut HELLP
syndrome komplit; jika hanya satu atau dua kriteria yang terpenuhi
maka
disebut HELLP syndrome parsial Klasifikasi Mississippi:
• Class 1: HELLP syndrome (trombositopenia berat): trombosit
≤50.000 sel/mm3 + LDH >600 IU/L dan AST atau ALT ≥70 IU/L
• Class 2: HELLP syndrome (trombositopenia sedang): trombosit
>50.000 tetapi ≤100.000 sel/mm3 + LDH >600 IU/L dan AST atau
ALT ≥70 IU/L
• Class 3: HELLP syndrome (trombositopenia ringan): trombosit
>100.000 tetapi ≤150.000 sel/mm3 + LDH >600 IU/L dan AST atau
ALT ≥40 IU/L

Eklampsia
Kejang grand mal yang terjadi pada pasien dengan preeklampsia atau
HELLP syndrome.

ALT: alanine aminotransferase; AST: aspartate aminotransferase;


HELLP: hemolysis, elevated liver enzimes, low platelets; LDH: lactase
dehydrogenase.

G. TATALAKSANA
Perawatan dasar eclampsia yang utama adalah terapi suportif
untuk stabilisasi fungsi vital, dengan pemantauan terhadap airway,
breathing, dan circulation (ABC). Intervensi yang dapat dilakukan
adalah assessmen jalan napas dan memposisikan pasien pada posisi left-

20
lateral decubitus untuk menghindari aspirasi. Pertahankan suplementasi
oksigen sebesar 8-10 L/menit dan monitor tanda-tanda vital serta pulse
oximetry (Berghella, 2017).

Tatalaksana pada saat kejang (Kemenkes RI, 2014): a. Masukkan


sudap lidah ke dalam mulut penderita
b. Baringkan pasien pada sisi kiri, posisi Trendelenburg untuk
mengurangi risiko aspirasi
c. Beri O2 4 liter permenit.

Penatalaksanaan farmakologis (Kemenkes RI, 2014):


a. MgSO4 diberikan intravena dengan dosis awal 4 gr (10 ml MgSO4
40%, larutkan dalam 10 ml akuades) secara perlahan selama 20
menit, jika pemberian secara intravena sulit, dapat diberikan secara
intramuscular dengan dosis 5 mg masing-masing bokong kanan dan
kiri. Adapun syarat pemberian MgSO4 adalah tersedianya kalsium
glukonas 10%, ada refleks patella, jumlah urin minimal 0,5
ml/kgBB/jam dan frekuensi napas 12-16x/menit.
b. Sambil menunggu rujukan, mulai dosis rumatan 6 gr MgSO4 (15 ml
MgSO4 40% larutkan dalam 500 ml larutan ringer laktat atau ringer
asetat) 28 tetes/menit selama 6 jam dan diulang hingga 24 jam setelah
persalinan atau kejang terakhir.
c. Pada kondisi dimana MgSO4 tidak dapat diberikan seluruhnya,
berikan dosis awal (loading dose) lalu rujuk ibu segera ke fasilitas
kesehatan sekunder.
d. Diazepam juga dapat dijadikan alternative pilihan dengan dosis 10
mg intravena selama 2 menit (perlahan), namun mengingat dosis
yang dibutuhkan sangat tinggi dan memberi dampak pada janin,
maka pemberian diazepam hanya dilakukan apabila tidak tersedia
MgSO4.

21
e. Pemberian MgSO4 dihentikan apabila ada tanda-tanda keracunan
yaitu kelemahan otot, hipotensi, refleks fisiologis menurun, fungsi
jantung terganggu, depresi SSP, kelumpuhan dan selanjutnya dapat
menyebabkan kematian karena kelumpuhan otot-otot pernapasan
karena dosis adekuat adalah 4-7 mEq/liter. Refleks fisiologis
menghilang pada kadar 8-10 mEq/liter. Kadar 12-15 mEq terjadi
kelumpuhan otot-otot pernapasan dan lebih 15 mEq/liter terjadi henti
jantung.

Stabilisasi selama proses perjalanan rujukan (Kemenkes RI, 2014):


a. Lakukan pemeriksaan fisik tiap jam, meliputi tekanan darah,
frekuensi nadi, frekuensi pernapasan, refleks patella.
b. Bila frekuensi pernapasan <16x/menit, dan/atau tidak didapatkan
refleks tendon patella, dan/atau terdapat oliguria (produksi urin
<0,5ml/kgBB/jam), segera hentikan pemberian MgSO4.
c. Jika terjadi depresi pernapasan, berikan Ca Gluconas 1 gr intravena
(10 ml larutan 10%) bolus dalam 10 menit.

Persalinan (Berghella, 2017)


Persalinan harus dilakukan secepatnya tetapi hanya jika kondisi
ibu stabil. Kondisi non-reassuring fetal heart testing (NRFHT) dapat
terjadi pada banyak kasus eclampsia tetapi dapat kembali secara spontan
dalam 310 menit oleh resusitasi in utero fetal oleh support maternal.
Maka, kondisi
NRFHT bukan suatu indikasi untuk dilakukan section caesarean
emergency
pada kasus eklampsia kecuali jika terjadi >10 menit dengan oksigenasi
maternal yang baik.

Antihipertensi (Kemenkes RI, 2014; Berghella, 2017)

22
Indikasi utama pemberian antihipertensi pada kehamilan adalah
untuk keselamatan ibu dalam mencegah penyakit serebrovaskular.
Meskipun demikian, penurunan tekanan darah dilakukan secara bertahap
tidak lebih dari 25% penurunan dalam waktu 1 jam. Hal ini untuk
mencegah terjadinya penurunan aliran darah uteroplasenter.
Obat antihipertensi yang dapat diberikan:
a. Metipdopa, biasanya dimulai pada dosis 250-500 mg per oral 2 atau
3 kali sehari, dengan dosis maksimum 3 gram per hari atau
b. Nifedipine short-acting 10 mg setiap 8 jam atau long-acting 30 mg
setiap 24 jam dengan dosis maksimal 120 mg/hari. Pemberian
nifedipine short-acting dapat diulang tiap 15-30 menit.

Tabel 6. Obat lini pertama sebagai pilihan terapi hipertensi pada


kehamilan (Phipps, et al., 2016)
Obat Dosis Efek Keterangan
Sampin
g pada
Kehamilan
Methyldopa 500 mg-3 gr Edema Kontraindikasi
(PO) dalam 2 dosis perifer, pada depresi
kecemasan,
mengantuk,
mulut kering,
hipotensi,
hepatitis
maternal
Labetalol 100- Bradikardi fetal Risiko
(PO) 1200mg/hari persisten, bronkospasme
dalam 2-3 hipotensi, dan
dosis hipoglikemia bradikardia
neonatal, asma
Labetolol 10-20 mg; Bradikardia Hindari pada
(IV) diulang 20-80 fetal asma dan
mg IV setiap 30 persisten, gagal jantung
hipotensi,

23
menit atau 1-2 hipoglikemia
mg/menit; dosis neonatal, asma
maksimum 300
mg/hari
Nifedipine 30-120 mg/hari Hipotensi dan Kontraindikasi
(PO) hindari pada stenosis
penggunaan aorta
dengan
magnesium
sulfat
Hydralazine 50-300 mg/hari Hipotensi, Flushing,
(PO) dalam 2-4 dosis trombositopenia pusing
neonatal,
lupuslike
syndrome,
takikardia
Hydralazine 5-10 mg IV/IM, Takikardia, Hipotensi dan
dapat diulang hipotensi, inhibisi
setiap 20-30 pusing, fetal persalinan
menit hingga distress terutama
dosis maksimal jika
20 mg digunakan
dengan
magnesium
sulfat
Nicardipine Awal: 5 Pusing, Peningkatan
(IV) mg/jam edema, risiko hipotensi
ditingkatkan takikardia dan inhibisi
sebanyak persalinan
2,5 terutama
mg/jam setiap jika
15 menit digunakan
dengan dengan
dosis maksimal magnesium
15 mg/jam sulfat

24
Nitroprusside 0.3-0.5 hingga 2 Risiko toksik Penggunaan >4
(IV) μg/kgBB/menit, sianida fetal jam dan dosis
durasi >2
maksimal 24-48 μg/kgBB/menit
jam. berhubungan
dengan
peningkatan
risiko toksik
sianida;

gunakan
sebagai
pilihan
terakhir.

25
Manajemen Pre-Eklampsia Berat (POGI, 2016)

H. PENCEGAHAN
Eklampsia merupakan komplikasi dari preeklampsia. Pencegahan
eklampsia sama seperti pencegahan tersier pada preeklampsia, yaitu
mencegah dari komplikasi yang diakibatkan oleh perjalanan penyakit,
sehingga pencegahan eklampsia sama seperti dengan tatalaksana pada

26
preeklampsia. Selain pencegahan tersier, eklampsia juga dapat dicegah
dengan mencegah kondisi pre-eklampsia pada pasien (POGI, 2016).
Tidak ada alat ukur yang pasti untuk mencegah preeclampsia.
walaupun demikian, beberapa usaha untuk mencegah preeclampsia telah
dilakukan, antara lain:
Pencegahan Primer Pre-Eklampsia
Pencegahan primer hanya dapat dilakukan bila penyebab telah
diketahui dengan jelas sehingga memungkinkan untuk menghindari atau
mengontrol penyebab tersebut. Penyebab dari preeklampsia sendiri
belum diketahui secara pasti, tetapi terdapat beberapa faktor risiko dari
preeklampsia yang diketahui sehingga diharapkan faktor risiko tersebut
dapat diidentifikasi dan dikontrol sebagai upaya dari pencegahan primer.
Adapun klasifikasi risiko preeklampsia yang dapat dinilai pada
kunjungan antenatal pertama dibagi menjadi risiko tinggi dan risiko
sedang.
Risiko tinggi:
- Riwayat pre-eklampsia
- Kehamilan multiple
- Hipertensi kronis
- Diabetes melitus tipe 1 dan 2
- Penyakit ginjal
- Penyakit autoimun (SLE, APS) Risiko sedang:
- Nullipara
- Obesitas (IMT >30kg/m2)
- Riwayat pre-eklampsia pada ibu atau saudara permepuan
- Usia ≥35 tahun
- Riwayat khusus pasien (interval kehamilan >10 tahun)

Pencegahan non medikamentosa


a. Restriksi garam
Tidak terbukti dapat mencegah terjadinya preeclampsia (RCT 1998).

27
b. Suplementasi diet yang mengandung:
- Minyak ikan yang kaya dengan asam lemak tidak jenuh, yang
mengandung EPA, DHA, ALA tidak menunjukkan adanya
manfaat dalam mencegah preeklamsia (RCT 2006, 2012)
- Kalsium. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa konsumsi
suplemen kalsium dapat menurunkan angka kejadian
preeklamsia. Namun dalam praktiknya, pemberian suplemen
kalsium pada wanita hamil tanpa adanya defisiensi kalsium tidak
menunjukkan adanya salutary effects.
c. Tirah baring tidak terbukti:
- Mencegah terjainya preeclampsia
- Mecegah persalinan preterm
- Aktivitas fisik rutin atau olahraga justru disarankan dalam upaya
mencegah preeklamsia

Pencegahan dengan Medikamentosa


Aspirin dosis rendah
Pemberian aspirin dosis rendah (75-150 mg/hari) pada wanita
dengan risiko pre-eklampsia menunjukkan reduksi preeklampsia sebesar
17%, reduksi persalinan preterm <37 minggu (8%), reduksi bayi KMK
(10%), dan reduksi kematian perinatal (14%). Semakin awal pemberian
aspirin maka keuntungan akan lebih banyak. Disarankan pemberian
dimulai sebelum usia kehamilan memasuki 16 minggu hingga persalinan
pada usia kehamilan 37-38 minggu. Pemberian aspirin dosis rendah tidak
menunjukkan keuntungan jika diberikan pada wanita yang sudah
memiliki pre-eklampsia, tidak mencegah pemberatan preeklampsia dan
meningkatkan risiko perdarahan pada pasien dengan HELLP syndrome
(Berghella, 2017).

28
Suplementasi kalsium
Suplementasi kalsium direkomendasikan pada area dengan intake
kalsium rendah. Suplementasi sebanyak 1,5-2 gram elemental
kalsium/hari dapat menurunkan risiko preeklampsia terutama pada ibu
dengan risiko tinggi (Berghella, 2017).

29
BAB III
PEMBAHASAN

Klasifikasi hipertensi dalam kehamilan

gejala pemberat berjarak minimal 6 jam dan maksimal 7 hari) dan proteinuria
(≥300 mg dalam 24 jam tanpa proteinuria
sebelumnya) setelah usia kehamilan 20 minggu pada
wanita dengan tekanan darah normal sebelumnya.
Pre-eklampsia Jika memenuhi kategori Preeklamsia dengan 1 atau lebih
dengan gejala dari beberapa gejala berikut :
pemberat - Peningkatan TD ≥ 160/110 mmHg
- Trombosit < 100.000/mm3 dengan atau tanpa
anemia hemolitik mikroangiopatik
- Peningkatan transaminase hepar (SGOT atau
SGPT) hingga dua kali dari batas konsentrasi
normal
- Progressive renal insufficiency (kreatinin ≥ 1.1
mg/dL) atau oliguria (<500 ml RL/24 jam) tanpa
adanya penyakit ginjal sebelumnya.
- Gangguan serebral, visual, atau nyeri kepala
persisten (termasuk kejang grand mal)
- Nyeri epigastrik (atau kuadran kanan atas) yang
persisten
- Edema pulmo atau sianosis
Eklampsia Kejang grand mal yang terjadi pada pasien dengan
preeklampsia atau HELLP syndrome

Pada pemeriksaan yang dilakukan didapatkan bahwa tekanan darah


pasien saat di puskesmas ini adalah 158/94 mmHg dengan hasil proteinuria pada
pemeriksaan didapatkan hasil +3. Selain itu pasien juga mengeluhkan gejala
pusing dan kejang. Berdasarkan hal-hal tersebut pasien dapat didiagnosis
sebagai eclampsia.
Pada kasus pasien ini, tatalaksana yang diberikan sudah sesuai. MgSO 4
merupakan drug of choice untuk mengatasi eklamptik (dibandingkan diazepam
dan fenitoin). MgSO4 merupakan antikonvulsan yang efektif dan dapat

30
membantu mencegah kejang kambuhan dan mempertahankan aliran darah ke
uterus dan aliran darah ke fetus. MgSO4 berhasil mengontrol kejang eklamptik
pada >95% kasus. Selain itu, ini memberi keuntungan fisiologis untuk fetus
dengan meningkatkan aliran darah uterus.
Mekanisme kerja dari MgSO4 adalah menekan pengeluaran asetilkolin
pada motor end plate. MgSO4 sebagai kompetisi antagonis kalium juga
memberikan efek yang baik untuk otot skelet. Tujuan terapi MgSO 4 adalah
mengakhiri kejang yang sedang berlangsung dan mencegah kejang
berkelanjutan. Pasien harus dievaluasi bahwa reflek tendon dalam masih ada,
pernapasan sekurangnya 12 kali per menit dan urine output sedikitnya 100 ml
dalam 4 jam.
Selain diberikan MgSO4 pasien juga diberikan nifedipine karena tekanan
darah pasien sempat tinggi yaitu 150/100 mmHg. Nifedipine merupakan calcium
channel blocker yang mempunyai efek vasodilatasi arteriol kuat. Hanya tersedia
dalam bentuk preparat oral. Dosis yang dapat berikan yaitu nifedipine short
acting 10 mg per oral dapat diulang dalam 30 menit bila diperlukan serta dapat
ditingkatkan hingga dosis maksimal 120 mg/hari.

31
DAFTAR PUSTAKA

Berghella, V., 2017. Maternal-Fetal Evidence Based Guidelines. 3rd ed.


Florida: CRC Press Taylor & Francis Group.

Kemenkes RI, 2014. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia


Nomor 5 Tahun 2014 Tentang Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter Di Fasilitas
Pelayanan Kesehatan Primer. Jakarta, Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia.

Phipps, E., Prasanna, D., Brima, W. & Jim, B., 2016. Preeclampsia:
Updates in Pathogenesis, Definitions, and Guidelines. Clin J Am Soc Nephrol,
Issue 11, pp. 1102-1113.

POGI, 2016. Pedoman Nasional Pelayana Kedokteran Diagnosis dan


Tatalaksana Pre-Eklamsia. Jakarta: POGI.

Shanmugalingam, R., Makris, A. & Hennessy, A., 2017. O&G Magazine.


[Online]
Available at: https://www.ogmagazine.org.au/19/2-19/eclampsia-
hypertensiveemergency-pre-eclampsia/ [Accessed 10 Februari 2019].

32

Anda mungkin juga menyukai