Eklampsia dan Kehamilan Kembar 33 Minggu
Eklampsia dan Kehamilan Kembar 33 Minggu
Disusun oleh:
dr. MAYA PUTRI KHARISMA
Diajukan kepada:
dr. NITA TRI KURNIATI, Sp.OG
Oleh :
dr. Maya Putri Kharisma
2
DAFTAR ISI
3
BAB I
LAPORAN KASUS
A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. E
Usia : 22 tahun
Agama : Islam
Alamat : Karanganyar
B. ANAMNESIS
Keluhan Utama
Kejang
4
Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat Menstruasi
Menarche : 12 Tahun
HPHT : lupa
Riwayat ANC
Riwayat Menikah
Riwayat Persalinan
5
C. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum
Keadaan Umum : Sedang
Tingkat Kesadaran : E4M6V5
Status Gizi : Kesan gizi baik
Berat Badan : 60 kg
Tinggi Badan : 150 cm
IMT : 26.67
Tanda Vital
Tekanan Darah : 158/94 mmHg
Nadi : 100x/menit, reguler, isi tegangan cukup
Respirasi : 24x/menit
Suhu Tubuh : 36,8oC
Status Generalisata
Kulit : warna sawo matang, kelembaban cukup,
ujud kelainan kulit (-)
Kepala : bentuk mesocephal, rambut hitam sukar dicabut, distribusi
merata
Mata : mata cekung -/-, konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-,
pupil isokor +/+, reflek cahaya +/+
Hidung : bentuk normal, nafas cuping hidung -/-, sekret -/-
Mulut : bibir sianosis -/-, mukosa basah +
Telinga : bentuk normal, sekret –
Tenggorok : uvula di tengah, tonsil hiperemis -, faring hiperemis –
Leher : trakea di tengah, kelenjar getah bening tidak membesar,
kelenjar tiroid tidak membesar
6
Cor
Inspeksi : iktus kordis tidak tampak
Palpasi : iktus kordis tidak kuat angkat
Perkusi : batas jantung kesan tidak membesar
Auskultasi : S1-S2 reguler, bising –
Pulmo
Inspeksi : pengembangan dada kanan dan kiri simetris
Palpasi : fremitus raba kanan dan kiri simetris
Perkusi : sonor pada seluruh lapang paru
Auskultasi : suara dasar vesikuler +/+, RBK -, RBH –
Abdomen : status obstetrik
7
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium
8
Monosit 3,50% Normal
Hematokrit 31.5% Normal
Eritrosit 4,2x106/ul Normal
MCV 91 fL Normal
MCH 22 pg Normal
MCHC 35 g/dL Normal
Trombosit 234x103/ul Normal
E. DIAGNOSIS
Diagnosis Awal
Diagnosis Post-Op
P1A0 post sc emergency dengan Eklampsia dan Gemelli
F. PENATALAKSANAAN
IGD-VK
Manajemen eclampsia :
- Nifedipin 1 tablet SL
2. Manajemen Aktif :
- Dilakukan SC jam 13.00
3. Manajemen post SC :
9
- Inj. Ceftriaxon 1gr/12 jam
- Inj. Metronidazole 500mg/8 jam
- Inj. Ketorolac 30mg
- Drip MgSO4 40% 4 gram
- Rawat Bersama dokter spesialis penyakit dalam, mendapat
terapi :
Candesartan 16mg 0-0-1
Amlodipin 10 mg 1-0-0
Inj. Furosemid 1A/12 jam
Dopamet 3x250mg
Nifedipin 3x10 mg
10
29-03- Telah dilakukan TD: P1A0 post SC Inj. Ceftriaxon
2020 SC emergency a/i 172/101 Emergency dengan 1gr/12 jam
13.00 eclampsia dan mmHg eclampsia dan Inj.
VK gemelli HR: 90x/menit gemelli Metronidazole
P1A0 RR: 20x/menit 500mg/8 jam
SpO2: 100% Inj. Ketorolac
1A
Pukul 13.25 Drip MgSO4
lahir bayi 4gram
perabdominal, Rawat
JK laki-laki, Bersama
BBL I 1500 dokter
gram, PB 46 spesialis
cm, LK/LD penyakit
30/30 cm, A/S dalam,
7/8 mendapat
BBL II 1400 terapi :
gram, PB 45
m, LK/LD - Candesartan
30/29 m, A/S 16mg 0-0-1
7/8 - Amlodipin 10
mg 1-0-0
- Inj. Furosemid
1A/12 jam
30-03- Kejang 1x, nyeri KU: sedang P1A0 post SC Konsul dr.
2020 luka operasi (+), GCS: E4M6V5 emergency Sp.OG : evaluasi
05.30 pusing (-), mual (- TD: 140/80 eclampsia dan 2 jam, bila masih
VK ), muntah (-), mmHg gemelli H1 kejang inj.
nyeri ulu hati (), HR: 109x/m Diazepam 1/2A
pandangan kabur RR: 20x/m IV pelan
(-) To: 36,7oC Terapi Lanjut
SpO2: 100%
11
30-3-2020 Pusing (+), nyeri KU: baik P1A0 post SC Infus RL 20
13.30 luka operasi (+), GCS: E4M6V5 emergency tpm
VK nyeri ulu hati (-), TD: 130/84 eclampsia dan Inj. Ceftriaxon
mual (-), muntah mmHg gemelli H2 1gr/12jam
(-), pandangan HR: 80x/m Inj.
kabur (-) RR: 20x/m Metronidazole
To: 36,7oC 500mg/8jam
Inj. Santagesic
1gr/8 jam
Dopamet
3x250mg
Nifedipin
3x10mg
Inj.
Furosemide
1A/12jam
31-3-2020 Pusing (-), nyeri KU: baik P1A0 post SC Coamoxiclav
13.30 luka operasi (+) GCS: E4M6V5 emergency 3x625mg
VK berkurang, batuk TD: 128/85 eclampsia dan Asam
(+), mual mmHg gemelli H3 mefenamat
(-), muntah (-), HR: 80x/m 3x500mg
pandangan kabur (- RR: 20x/m Dopamet
), nyeri ulu hati (-) To: 36,7oC 3x250mg
Nifedipin
3x10mg
Ambroxol
3x30mg
1-4-2020 Pusing (-), nyeri KU: baik P1A0 post Coamoxiclav
luka operasi (+) GCS: E4M6V5 SC 3x625mg
berkurang, mual (- TD: 110/90 emergency Asam
), muntah (-), mmHg eclampsia mefenamat
pandangan kabur (- HR: 72x/m dan gemelli 3x500mg
),nyeri ulu hati (-) RR: 20x/m H4 Breast care
To: 36,7oC BLPL
12
BAB II
TINJAUN PUSTAKA
A. DEFINISI
Eclampsia adalah onset baru kejang grand mal yang terjadi pada
kondisi pre-eklampsia dan/atau HELLP (hemolysis, elevated liver
enzyme, low platelet count) syndrome. Eklampsia dapat terjadi baik
sebelum, saat, dan sesudah persalinan. Pre-eklampsia adalah kondisi
dimana didapatkan tekanan darah sistolik >140 dan/atau tekanan darah
diastolik >90 mmHg yang diukur minimal dua kali pada dua kesempatan
berbeda dengan jarak minimal 6 jam dan maksimal 7 hari disertai dengan
proteinuria (≥300 mg dalam 24 jam atau rasio proteinurin: kreatinin
[UPC] ≥3) yang terjadi pada usia kehamilan lebih dari 20 minggu pada
wanita dengan tekanan darah dan proteinuria normal sebelumnya. Pre-
eklampsia berat adalah pre-eklampsia yang disertai dengan kriteria
sebagai berikut:
• Tekanan darah ≥160/110 mmHg (diukur pada dua
kesempatan dengan jarak >4 jam)
• Trombositopenia (trombosit <100.000/mm3) dan/atau
terdapat bukti adanya microangiopathic hemolytic anemia
• Peningkatan transaminase hepar (AST dan/atau ALT) sebesar
dua kali batas normal
• Insufisiensi renal progresif (kreatinin ≥1.1 mg/dL atau
peningkatan dua kali lipat serum kreatinin atau oliguria (<500
mL urin dalam 24 jam)) tanpa ada gangguan renal lainnya
• Nyeri kepala, pusing, atau gangguan visual dan serebral
persisten (termasuk kejang grand mal) Nyeri
epigastric/kuadran kanan atas persisten Edema pulmo atau
sianosis.
13
HELLP syndrome adalah kondisi pre-eklampsia yang disertai dengan
adanya hemolysis, peningkatan enzim hepar dua kali batas normal, dan
trombosit <100.000/mm3. Ketika semua kriteria tersebut terpenuhi maka
dapat disebut HELLP syndrome komplit, sedangkan jika hanya satu atau
dua kriteria yang terpenuhi maka istilah HELLP syndrome parsial lebih
disarankan (Berghella, 2017).
B. ETIOLOGI
Penyebab pasti dari pre-eklampsia masih belum jelas. Hipotesa
faktor-faktor etiologi pre-eklampsia hingga saat ini masih terus
dikembangkan. Adapun teori-teori tersebut antara lain:
a. Implantasi plasenta dengan invasi trofoblas ke dalam pembuluh darah
uterus yang abnormal.
b. Immunological maladaptive tolerance antara maternal, paternal
(plasenta) dan fetal tissue.
c. Ketidakmampuan maternal untuk beradaptasi terhadap
perubahanperubahan fisiologis selama kehamilan (cardiovascular or
inflammatory changes).
d. Faktor genetic/familial yaitu terdapat adanya kecenderungan
meningkatnya frekuensi pre-eklampsia pada anak-anak dari ibu yang
menderita pre-eklampsia.
C. FAKTOR RISIKO
Faktor risiko preeklampsia meliputi kondisi-kondisi medis yang
berpotensi menyebabkan penyakit mikrovaskuler (misalnya diabetes
melitus, hipertensi kronik, kelainan vaskuler dan jaringan ikat),
antifosfolipid antibody syndrome, dan nefropati. Faktor-faktor risiko lain
dihubungkan dengan kehamilan itu sendiri, dan faktor spesifik dari ibu
atau ayah janin.
14
D. PATOFISIOLOGI
Selama kehamilan normal, vili sitotrofoblas menginvasi ke dalam
lapisan miometrium, dan arteri spiral kehilangan endhoteliumnya dan
sebagian besar serat-serat ototnya. Modifikasi struktural ini dihubungkan
dengan perubahan fungsional, seperti arteri spiral menjadi saluran
dengan resistensi rendah, sehingga menjadi kurang sensitif atau bahkan
tidak sensitive terhadap substansi yang vasokonstriktif.
Preeklampsia memiliki patofisiologi yang kompleks, penyebab
utamanya adalah plasentasi abnormal. Invasi arteri spiral oleh sel
sitotrofoblas telah diamati pada preeklampsia. Studi akhir telah
menunjukkan bahwa invasi sitotrofoblas ke uterus sebetulnya merupakan
pola jalur diferensiasi yang unik di mana sel janin mengadopsi bahan-
bahan tertentu dari endothelium ibu yang secara normalnya berubah-
ubah. Pada preeclampsia, proses diferensiasi ini berlangung tidak
sempurna. Abnormalitas yang terjadi mungkin berhubungan dengan jalur
nitrit oksida, yang berperan penting untuk mengontrol tonus pembuluh
darah. Lebih jauh lagi, inhibisi dari sintesis nitrit oksida ibu mencegah
implantasi embrio. Naiknya resistensi arteri uterine menimbulkan
sensivitas yang lebih tinggi terhadap vaskonstriksi sehingga terjadi
iskemik plasenta kronik dan stress oksidatif. Iskemik plasenta kronis
menyebabkan komplikasi janin, termasuk pertumbuhan janin terhambat
(IUGR) dan kematian janin intrauterine (IUFD). Dalam waktu yang
bersamaan, stress oksidatif menyebabkan munculnya substansi-substansi
ke dalam sirkulasi ibu antara lain: radikal bebas, lipid okside, sitokin, dan
growth factor endothelial. Abnormalitas tersebut bertanggung jawab
sebagai penyebab disfungsi endotel dengan hipermeabilitas vascular,
trombofilia, dan hipertensi, sehingga menkompensasi terhadap turunnya
aliran darah arteri uterine karena vasonkonstriksi perifer.
Disfungsi endotel bertanggung jawab terhadap tanda klinis yang terjadi
pada ibu, antara lain: gangguan endothelium hepatik yang berperan
terhadap kejadian HELLP (Hemolisis, Elevated Liver Enzymes, Low
15
Platelet count) syndrome, gangguan pada endothelium cerebral termasuk
gangguan neurologi refractory, atau bahkan eclampsia. Deplesi pada
growth faktor endothelial pembuluh darah dalam podosit menyebabkan
endhoteliosis sehingga dapat menghentikan pergerakan diafragma pada
membrane basal, sehingga menurunkan filtrasi glomerulus dan
menyebabkan proteinuria. Pada akhirnya, disfungsi endotel
menyebabkan hipermeabilitas vaskuler yang berhubungan dengan
rendahnya albumin serum sehingga menyebabkan edema, khususnya
pada kaki dan paru.
Bahasan penting untuk memahami adalah bahwa penyebab utama
preeklampsia adalah plasentasi yang tidak normal. Dua teori utama yang
muncul saling berhubungan, antara lain teori genetik dan teori imunologi.
Beberapa gen tertentu mungkin berperan dalam timbulnya preeklampsia.
Gen tersebut mungkin berinteraksi dalam homeostasis tubuh dan sistem
kardiovaskuler, seperti halnya sebuah respon inflamasi. Beberapa di
antaranya telah teridentifikasi dan dalam kandidat gen-gen tersebut para
ahli telah membuktikan terlibatnya beberapa gen yang termasuk
angiotensinogen yaitu 1-q42-43 dan eNOS pada 7q36, lokus lain yang
juga penting adalah 2p12, 2p25, 9p13, dan 10q22 1.16.
Preeklampsia dapat sebagai kerusakan pada sistem imun ibu yang
mencegahnya dari pengenalan unit fetoplasental. Produksi besar-besaran
dari sel imun menyebabkan sekresi TNF-α yang menimbulkan apoptosis
pada sitotrofoblas ekstravili. Human Leukosit Antigen (HLA) juga
berperan dalam invasi arteri spiralis, di mana wanita dengan
preeklampsia menunjukkan rendahnya level HLA-G dan HLA-E.
Selama kehamilan normal, interaksi di antara sel-sel tersebut dan
trofoblas karena sekresi VEGF (Vascular Endhotelial Growth Factor)
dan PGF (Placental Growth Factor) oleh NK-Cell. Kadar dari sFlt-1
(Soluble Fms-like tyrosine kinase 1, suatu antagonis VEGF dan PGF,
yang tinggi, telah ditemukan pada wanita dengan preeclampsia.
Karenanya, hasil tes sFlt-1, PGF, soluble endoglin, dan VEGF, semuanya
16
akan meningkat 4-8 minggu sebelum munculnya preeklampsia, mungkin
merupakan prediktor yang bagus untuk preeklampsia. Data terakhir
menunjukkan bahwa ada peran proteksi oleh heme oxygenase 1 dan
metabolitnya, karbon monoksida, yang dalam kehamilan merupakan
target yang potensial dalam penatalaksanaan preeclampsia.
Faktor-faktor yang berhubungan dengan disfungsi endotel
terbukti meningkat pada sirkulasi sistemik pada wanita dengan
eklampsia. Beberapa diantaranya adalah fibronektin selular, faktor Von
Willebrand, molekul adhesi sel, molekul adhesi interseluler, sitokin,
tumor necrosis factor-α. Disfungsi endotel yang terjadi menyebabkan
kebocoran protein pada sirkulasi dan menyebabkan edema general. Pada
eklampsia terjadi aliran darah serebral yang abnormal akibat hipertensi
ekstrim. Regulasi perfusi serebral terinhibisi, pembuluh darah terdilasi
dengan peningkatan permeabilitas sehingga terjadi edema serebral yang
menyebabkan iskemia dan ensefalopati.
E. MANIFESTASI KLINIS
Sebuah review sistematik menunjukkan bahwa pasien yang
mengalami eklampsia mengalami satu atau lebih gejala prodromal
17
beberapa jam atau beberapa saat sebelum terjadi eclampsia.
Meskipun begitu, sekitar 25% pasien eclampsia tidak mengalami
gejala apapun (asimptomatik). Beberapa gejala prodromal tersebut
adalah:
F. KRITERIA DIAGNOSIS
Tabel 5. Definisi dan kriteria diagnosis untuk gangguan hipertensi pada
kehamilan (Berghella, 2017)
Hipertensi Gestasional
Tekanan darah ≥140/90 mmHg (pada 2 kali pengukuran, berjarak
minimal 6 jam dan maksimal 7 hari) setelah usia kehamilan 20 minggu
tanpa proteinuria atau gejala lain pre-eklampsia atau riwayat hipertensi
sebelumnya.
18
jam tanpa proteinuria sebelumnya) setelah usia kehamilan 20 minggu
pada wanita dengan tekanan darah normal sebelumnya.
Preeklampsia superimposed
Wanita dengan hipertensi kronis disertai oleh salah satu atau lebih dari
kriteria berikut:
• Onset baru dari proteinuria (≥300 mg dalam 24 jam tanpa
proteinuria sebelumnya) setelah usia kehamilan 20 minggu atau
peningkatan proteinuria secara tiba-tiba pada wanita yang
diketahui status proteinuria pada sebelum atau awal kehamilan
• Peningkatan hipertensi secara tiba-tiba pada wanita dengan tekanan
darah terkontrol atau peningkatan dosis penggunaan obat
antihipertensi untuk kontrol tekanan darah.
19
• Gangguan serebral, visual, atau nyeri kepala persisten (termasuk
kejang grand mal)
• Nyeri epigastric (kuadran kanan atas) persisten
• Edema pulmo atau sianosis
HELLP syndrome
Klasifikasi Tennessee:
• Hemolysis dengan bukti hasil apusan darah tepi abnormal dan
peningkatan serum LDH >600 IU/L atau total bilirubin ≥1.2 mg/dL
(≥20.52 μmol/L)
• Peningkatan enzim hepar dengan bukti peningkatan AST atau ALT
dua kali dari batas normal Trombositopenia <100.000/mm3
Jika semua kriteria terpenuhi, maka sindrom ini disebut HELLP
syndrome komplit; jika hanya satu atau dua kriteria yang terpenuhi
maka
disebut HELLP syndrome parsial Klasifikasi Mississippi:
• Class 1: HELLP syndrome (trombositopenia berat): trombosit
≤50.000 sel/mm3 + LDH >600 IU/L dan AST atau ALT ≥70 IU/L
• Class 2: HELLP syndrome (trombositopenia sedang): trombosit
>50.000 tetapi ≤100.000 sel/mm3 + LDH >600 IU/L dan AST atau
ALT ≥70 IU/L
• Class 3: HELLP syndrome (trombositopenia ringan): trombosit
>100.000 tetapi ≤150.000 sel/mm3 + LDH >600 IU/L dan AST atau
ALT ≥40 IU/L
Eklampsia
Kejang grand mal yang terjadi pada pasien dengan preeklampsia atau
HELLP syndrome.
G. TATALAKSANA
Perawatan dasar eclampsia yang utama adalah terapi suportif
untuk stabilisasi fungsi vital, dengan pemantauan terhadap airway,
breathing, dan circulation (ABC). Intervensi yang dapat dilakukan
adalah assessmen jalan napas dan memposisikan pasien pada posisi left-
20
lateral decubitus untuk menghindari aspirasi. Pertahankan suplementasi
oksigen sebesar 8-10 L/menit dan monitor tanda-tanda vital serta pulse
oximetry (Berghella, 2017).
21
e. Pemberian MgSO4 dihentikan apabila ada tanda-tanda keracunan
yaitu kelemahan otot, hipotensi, refleks fisiologis menurun, fungsi
jantung terganggu, depresi SSP, kelumpuhan dan selanjutnya dapat
menyebabkan kematian karena kelumpuhan otot-otot pernapasan
karena dosis adekuat adalah 4-7 mEq/liter. Refleks fisiologis
menghilang pada kadar 8-10 mEq/liter. Kadar 12-15 mEq terjadi
kelumpuhan otot-otot pernapasan dan lebih 15 mEq/liter terjadi henti
jantung.
22
Indikasi utama pemberian antihipertensi pada kehamilan adalah
untuk keselamatan ibu dalam mencegah penyakit serebrovaskular.
Meskipun demikian, penurunan tekanan darah dilakukan secara bertahap
tidak lebih dari 25% penurunan dalam waktu 1 jam. Hal ini untuk
mencegah terjadinya penurunan aliran darah uteroplasenter.
Obat antihipertensi yang dapat diberikan:
a. Metipdopa, biasanya dimulai pada dosis 250-500 mg per oral 2 atau
3 kali sehari, dengan dosis maksimum 3 gram per hari atau
b. Nifedipine short-acting 10 mg setiap 8 jam atau long-acting 30 mg
setiap 24 jam dengan dosis maksimal 120 mg/hari. Pemberian
nifedipine short-acting dapat diulang tiap 15-30 menit.
23
menit atau 1-2 hipoglikemia
mg/menit; dosis neonatal, asma
maksimum 300
mg/hari
Nifedipine 30-120 mg/hari Hipotensi dan Kontraindikasi
(PO) hindari pada stenosis
penggunaan aorta
dengan
magnesium
sulfat
Hydralazine 50-300 mg/hari Hipotensi, Flushing,
(PO) dalam 2-4 dosis trombositopenia pusing
neonatal,
lupuslike
syndrome,
takikardia
Hydralazine 5-10 mg IV/IM, Takikardia, Hipotensi dan
dapat diulang hipotensi, inhibisi
setiap 20-30 pusing, fetal persalinan
menit hingga distress terutama
dosis maksimal jika
20 mg digunakan
dengan
magnesium
sulfat
Nicardipine Awal: 5 Pusing, Peningkatan
(IV) mg/jam edema, risiko hipotensi
ditingkatkan takikardia dan inhibisi
sebanyak persalinan
2,5 terutama
mg/jam setiap jika
15 menit digunakan
dengan dengan
dosis maksimal magnesium
15 mg/jam sulfat
24
Nitroprusside 0.3-0.5 hingga 2 Risiko toksik Penggunaan >4
(IV) μg/kgBB/menit, sianida fetal jam dan dosis
durasi >2
maksimal 24-48 μg/kgBB/menit
jam. berhubungan
dengan
peningkatan
risiko toksik
sianida;
gunakan
sebagai
pilihan
terakhir.
25
Manajemen Pre-Eklampsia Berat (POGI, 2016)
H. PENCEGAHAN
Eklampsia merupakan komplikasi dari preeklampsia. Pencegahan
eklampsia sama seperti pencegahan tersier pada preeklampsia, yaitu
mencegah dari komplikasi yang diakibatkan oleh perjalanan penyakit,
sehingga pencegahan eklampsia sama seperti dengan tatalaksana pada
26
preeklampsia. Selain pencegahan tersier, eklampsia juga dapat dicegah
dengan mencegah kondisi pre-eklampsia pada pasien (POGI, 2016).
Tidak ada alat ukur yang pasti untuk mencegah preeclampsia.
walaupun demikian, beberapa usaha untuk mencegah preeclampsia telah
dilakukan, antara lain:
Pencegahan Primer Pre-Eklampsia
Pencegahan primer hanya dapat dilakukan bila penyebab telah
diketahui dengan jelas sehingga memungkinkan untuk menghindari atau
mengontrol penyebab tersebut. Penyebab dari preeklampsia sendiri
belum diketahui secara pasti, tetapi terdapat beberapa faktor risiko dari
preeklampsia yang diketahui sehingga diharapkan faktor risiko tersebut
dapat diidentifikasi dan dikontrol sebagai upaya dari pencegahan primer.
Adapun klasifikasi risiko preeklampsia yang dapat dinilai pada
kunjungan antenatal pertama dibagi menjadi risiko tinggi dan risiko
sedang.
Risiko tinggi:
- Riwayat pre-eklampsia
- Kehamilan multiple
- Hipertensi kronis
- Diabetes melitus tipe 1 dan 2
- Penyakit ginjal
- Penyakit autoimun (SLE, APS) Risiko sedang:
- Nullipara
- Obesitas (IMT >30kg/m2)
- Riwayat pre-eklampsia pada ibu atau saudara permepuan
- Usia ≥35 tahun
- Riwayat khusus pasien (interval kehamilan >10 tahun)
27
b. Suplementasi diet yang mengandung:
- Minyak ikan yang kaya dengan asam lemak tidak jenuh, yang
mengandung EPA, DHA, ALA tidak menunjukkan adanya
manfaat dalam mencegah preeklamsia (RCT 2006, 2012)
- Kalsium. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa konsumsi
suplemen kalsium dapat menurunkan angka kejadian
preeklamsia. Namun dalam praktiknya, pemberian suplemen
kalsium pada wanita hamil tanpa adanya defisiensi kalsium tidak
menunjukkan adanya salutary effects.
c. Tirah baring tidak terbukti:
- Mencegah terjainya preeclampsia
- Mecegah persalinan preterm
- Aktivitas fisik rutin atau olahraga justru disarankan dalam upaya
mencegah preeklamsia
28
Suplementasi kalsium
Suplementasi kalsium direkomendasikan pada area dengan intake
kalsium rendah. Suplementasi sebanyak 1,5-2 gram elemental
kalsium/hari dapat menurunkan risiko preeklampsia terutama pada ibu
dengan risiko tinggi (Berghella, 2017).
29
BAB III
PEMBAHASAN
gejala pemberat berjarak minimal 6 jam dan maksimal 7 hari) dan proteinuria
(≥300 mg dalam 24 jam tanpa proteinuria
sebelumnya) setelah usia kehamilan 20 minggu pada
wanita dengan tekanan darah normal sebelumnya.
Pre-eklampsia Jika memenuhi kategori Preeklamsia dengan 1 atau lebih
dengan gejala dari beberapa gejala berikut :
pemberat - Peningkatan TD ≥ 160/110 mmHg
- Trombosit < 100.000/mm3 dengan atau tanpa
anemia hemolitik mikroangiopatik
- Peningkatan transaminase hepar (SGOT atau
SGPT) hingga dua kali dari batas konsentrasi
normal
- Progressive renal insufficiency (kreatinin ≥ 1.1
mg/dL) atau oliguria (<500 ml RL/24 jam) tanpa
adanya penyakit ginjal sebelumnya.
- Gangguan serebral, visual, atau nyeri kepala
persisten (termasuk kejang grand mal)
- Nyeri epigastrik (atau kuadran kanan atas) yang
persisten
- Edema pulmo atau sianosis
Eklampsia Kejang grand mal yang terjadi pada pasien dengan
preeklampsia atau HELLP syndrome
30
membantu mencegah kejang kambuhan dan mempertahankan aliran darah ke
uterus dan aliran darah ke fetus. MgSO4 berhasil mengontrol kejang eklamptik
pada >95% kasus. Selain itu, ini memberi keuntungan fisiologis untuk fetus
dengan meningkatkan aliran darah uterus.
Mekanisme kerja dari MgSO4 adalah menekan pengeluaran asetilkolin
pada motor end plate. MgSO4 sebagai kompetisi antagonis kalium juga
memberikan efek yang baik untuk otot skelet. Tujuan terapi MgSO 4 adalah
mengakhiri kejang yang sedang berlangsung dan mencegah kejang
berkelanjutan. Pasien harus dievaluasi bahwa reflek tendon dalam masih ada,
pernapasan sekurangnya 12 kali per menit dan urine output sedikitnya 100 ml
dalam 4 jam.
Selain diberikan MgSO4 pasien juga diberikan nifedipine karena tekanan
darah pasien sempat tinggi yaitu 150/100 mmHg. Nifedipine merupakan calcium
channel blocker yang mempunyai efek vasodilatasi arteriol kuat. Hanya tersedia
dalam bentuk preparat oral. Dosis yang dapat berikan yaitu nifedipine short
acting 10 mg per oral dapat diulang dalam 30 menit bila diperlukan serta dapat
ditingkatkan hingga dosis maksimal 120 mg/hari.
31
DAFTAR PUSTAKA
Phipps, E., Prasanna, D., Brima, W. & Jim, B., 2016. Preeclampsia:
Updates in Pathogenesis, Definitions, and Guidelines. Clin J Am Soc Nephrol,
Issue 11, pp. 1102-1113.
32