LAPKAS OBSTETRI Ayu
LAPKAS OBSTETRI Ayu
Oleh:
Sri wahyuni
Pembimbing:
dr. Irfanzil, Sp.OG
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas berkah dan rahmat-
Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan case report dengan judul “G3P1A1H1
+ Gravid 35-36 minggu belum inpartu + Preeklampsia Berat Superimposed+
Janin hidup i9ntra uterin presentasi kepala” yang diajukan sebagai persyaratan
untuk mengikuti Internship di RSUD SELASIH Pelalawan.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Infanzil Sp. OG yang telah
membimbing penulis dalam menyelesaikan case report ini. Terima kasih juga
penulis sampaikan kepada teman-teman yang telah mendukung penyelesaian
penulisan case report ini.
Akhir kata, penulis menyadari case report ini masih jauh dari
sempurna, untuk itu kritik dan saran yang membangun dari semua pihak sangat
diharapkan. Penulis berharap semoga case report ini dapat memberi manfaat,
umumnya bagi pembaca dan khususnya bagi penulis serta dapat menjadi sarana
informasi dalam kemajuan dan perkembangan ilmu di bidang kedokteran.
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR................................................................................................i
DAFTAR ISI.............................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................... 3
1.1 Latar Belakang...........................................................................................3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................... 5
2.1 Definisi Hipertensi dalam Kehamilan....................................................... 5
2.2 Klasifikasi Hipertensi dalam Kehamilan...................................................5
2.3 Definisi Preeklampsia................................................................................6
2.4 Epidemiologi Preeklampsia.......................................................................7
2.5 Klasifikasi Preeklampsia........................................................................... 7
2.6 Faktor Risiko Preeklampsia.......................................................................8
2.7 Etiologi Preeklampsia................................................................................8
2.8 Patofisiologi Preeklampsia....................................................................... 13
2.9 Penegakan Diagnosis Preeklampsia......................................................... 18
2.10 Penatalaksanaan Preeklampsia............................................................... 21
2.11 Komplikasi Preeklampsia.......................................................................26
2.12 Prognosis Preeklampsia..........................................................................27
BAB III LAPORAN KASUS................................................................................... 28
BAB IV PEMBAHASAN.........................................................................................39
BAB V PENUTUP.................................................................................................... 41
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................... 42
ii
BAB I
PENDAHULUAN
3
lagi menjadi tanda wajib dalam preeklampsia, namun kondisi tersebut merupakan
kriteria diagnosis yang penting oleh karena merupakan bukti objektif terjadinya
kebocoran endotel sistemik dan dapat mengarah pada kegagalan fungsi organ
tubuh lainnya.3,4
Sampai saat ini, penyebab terjadinya kejadian preeklampsia masih belum
diketahui dengan jelas. Meskipun demikian, beberapa teori tentang patogenesis
telah dikemukakan untuk menjelaskan terjadinya gejala klinis preeklampsia
tersebut. Hipotesis yang telah diterima secara luas oleh para ahli adalah teori
iskemik plasenta yang disebabkan oleh kegagalan invasi trofoblas ke dalam arteri
spiralis, sehingga akan menyebabkan suplai darah ke plasenta menjadi terganggu.
Iskemik plasenta tersebut pada akhirnya akan menyebabkan terlepasnya beberapa
mediator molekuler yang mempengaruhi fungsi endotel.4
Manifestasi klinis preeklampsia yang terjadi pada wanita hamil seringkali
lambat terdeteksi sehingga tanpa disadari dalam waktu singkat dapat timbul
keadaan yang dapat membahayakan ibu dan janin. Munculnya preeklampsia pada
kehamilan dapat menyebabkan komplikasi pada ibu, seperti terjadinya eklampsia,
sindroma hemolysis, elevated liver enzyme, and low platelets count (HELLP),
perdarahan intraserebral, edema pulmoner, dan gagal ginjal akut. Selain itu,
preeklampsia juga dapat menyebabkan gangguan kesejahteraan terhadap janin,
seperti terjadinya kelahiran prematur, intrauterine growth restriction (IUGR),
sampai dengan intrauterine fetal death (IUFD).6
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
5
Peningkatan SGOT/SGPT, nyeri abdomen kuadran kanan atas
Sakit kepala, skotoma penglihatan
Pertumbuhan janin terhambat
4) Eklampsia
Eklampsia adalah preeklampsia yang disertai dengan kejang-keiang
dan atau koma. Diagnosis :
Kejang umum dan atau koma
Ada tanda dan gejala preeclampsia
Tidak ada kemungkinan penyebab lain (misalnya epilepsi,
perdarahan subarakhnoid, dan meningitis)
5) Hipertensi Gestasional
Hipertensi gestasional (disebut juga transient hypertension) adalah
hipertensi yang timbul pada kehamilan tanpa disertai proteinuria dan
hipertensi menghilang setelah 3 bulan pascapersalinan atau kehamilan
dengan tanda-tanda preeklampsia tetapi tanpa proteinuria. Diagnosis:1,7
Tekanan darah ≥140/90 mmHg
Tidak ada riwayat hipertensi sebelum hamil, tekanan darah normal di
usia kehamilan <12 minggu
Tidak ada proteinuria (diperiksa dengan tes celup urin)
Dapat disertai tanda dan gejala preeklampsia, seperti nyeri ulu
hati dan trombositopenia
Diagnosis pasti ditegakkan pascapersalinan
Edema paru dan/atau gagal jantung kongestif
Oliguria (<500ml/24jam), kreatinin >1,2 mg/dl
6) Hipertensi Kronik dengan Superimposed Preeklampsia
Hipertensi kronik dengan superimposed preeklampsia adalah
hipertensi kronik disertai tanda-tanda preeklampsia atau hipertensi kronik
disertai proteinuria.1,7
2.3. Definisi Preeklampsia
Preeklamsia adalah penyakit hipertensi kehamilan yang terjadi setelah 20
minggu usia kehamila yang ditandai dengan peningkatan tekanan darah sama
6
dengan atau lebih besar dari 140/90 mmHg dan proteinuria (0,3 gr/hari) pada
wanita yang tekanan darahnya normal pada usia kehamilan sebelum 2 minggu.1,7
2.4. Epidemiologi Preeklampsia
Menurut WHO hipertensi dalam kehamilan masih merupakan salah satu
dari lima penyebab utama kematian ibu didunia, yaitu berkisar 12%. Prevalensi
HT kehamilan bervariasi di berbagai tempat, yakni berkisar 2,6 sampai7,3%
dari seluruh kehamilan. Insidensi preeklamsia di Negara-negara nerkembang
sekitar 3-10% dan eklamsia 0,3% sampai 0,7% kehamilan. Di Indonesia
preeklamsia menempati urutan kedua sebagai penyabab kematian ibu setelah
perdarahan.
2.5. Klasifikasi Preeklampsia
Tabel 1. Klasifikasi
Preeklampsia
Preeklamsia Preeklamsia berat
Tekanan darah sekurang-kurangnya 140 Tekanan darah sekurang-kurangnya 160
mmHg sistolik atau 90 mmHg diastolik mmHg sistolik atau 110 mmHg diastolik
pada dua kali pemeriksaan berjarak 15 pada dua kali pemeriksaan berjarak 15
menit menggunakan lengan yang sama. menit menggunakan lengan yang sama.
Protein urin melebihi 300 mg dalam 24 Proteinuria lebih dari 5000 mg.
jam atau tes urin dipstick > positif 1.
Trombositopeni : trombosit <100.000/ Trombositopeni : trombosit <100.000/
mikroliter mikroliter
Gangguan ginjal : kreatinin serum >1,1 Gangguan ginjal : kreatinin serum >1,1
mg/dL atau didapatkan peningkatan kadar mg/dL atau didapatkan peningkatan kadar
kreatinin serum pada kondisi dimana kreatinin serum pada kondisi dimana
tidak ada kelainan ginjal lainnya . tidak ada kelainan ginjal lainnya .
7
2.6. Faktor Risiko Preeklampsia
Preeklampsia merupakan kondisi patologis pada kehamilan yang sangat
sering ditemui. Namun sampai saat ini, tidak diketahui secara pasti
penyebab terjadinya kejadian preeklampsia pada wanita hamil. Namun
beberapa kondisi baik pada ibu dan janin diketahui dapat meningkatkan
risiko terjadinya preeklampsia. Secara umum, faktor risiko tersebut dapat
dibagi menjadi:3,6
1. Faktor risiko maternal, seperti kehamilan primigravida, usia ibu <18
tahun atau >35 tahun, memiliki riwayat pernah mengalami
preeklampsia pada kehamilan sebelumnya, riwayat hipertensi dalam
keluarga, obesitas (BMI ≥30 kg/m2), dan jarak antar kehamilan <2
tahun atau >10 tahun. Selain itu, adanya riwayat penyakit medis
penyerta pada ibu, seperti hipertensi kronis, diabetes mellitus, penyakit
ginjal, trombofilia, migrain, systemic lupus erythematosus, serta
penggunaan obat serotonin-uptake inhibitor antidepressant (SSRI) juga
diketahui dapat meningkatkan risiko kejadian preeklampsia.
2. Faktor risiko fetal, seperti kehamilan ganda, hydrops fetalis, penyakit
trofoblastik gestasional, dan kromosom triploid.
2.7. Etiologi Preeklampsia
Penyebab hipertensi dalam kehamilan hingga saat ini belum diketahui
dengan jelas. Banyak teori telah dikemukakan tentang terjadinya hipertensi
dalam kehamilan, tetapi tidak ada satu pun teori tersebut dianggap mutlak benar.
Teori-teori yang sekarang banyak dianut adalah:1
1. Teori kelainan vaskularisasi plasenta
Pada kehamilan normal, rahim dan plasenta mendapat aliran darah dari
cabang- cabang arteri uterina dan arteri ovarika. Kedua pembuluh darah
tersebut menembus miometrium berupa arteri arkuata dan arteri arkuata memberi
cabang arteria radialis. Pada hamil normal, dengan sebab yang belum jelas, terjadi
invasi trofoblas ke dalam lapisan otot arteri spiralis, yang menimbulkan
degenerasi lapisan otot tersebut sehingga terjadi dilatasi arteri spiralis. Invasi
trofoblas juga memasuki jaringan sekitar arteri spiralis, sehingga jaringan
8
matriks menjadi elastis dan memudahkan lumen arteri spiralis mengalami distensi
dan dilatasi. Distensi dan vasodilatasi lumen arteri spiralis ini memeberi dampak
penurunan tekanan darah, penurunan resistensi vaskular, dan peningkatan aliran
darah pada utero plasenta. Akibatnya aliran darah ke janin cukup banyak dan
perfusi jaringan juga meningkat, sehingga dapat menjamin pertumbuhan janin
dengan baik. Proses ini dinamakan “remodeling arteri spiralis”.
Pada hipertensi dalam kehamilan tidak terjadi invasi sel-sel trofoblas
pada lapisan otot arteri spiralis dan jaringan matriks sekitarnya. Lapisan otot
arteri spiralis menjadi tetap kaku dan keras sehingga lumen arteri spiralis tidak
memungkinkan mengalami distensi dan vasodilatasi. Akibatnya, arteri spiralis
relatif mengalami vasokonstriksi, dan terjadi kegagalan “remodeling arteri
spiralis”, sehingga aliran darah uretoplasenta menurun, dan terjadilah hipoksia
dan iskemia plasenta.
2. Teori iskemia plasenta, radikal bebas, dan disfungsi endotel
a) Iskemia plasenta dan pembentukan oksidan/radikal bebas
Sebagaimana teori invasi trofoblas, pada hipertensi dalam kehamilan
terjadi kegagalan “remodeling arteri spiralis”, dengan akibat plasenta
mengalami iskemia. Plasenta yang mengalami iskemia dan hipoksia akan
mengalami oksidan. Oksidan atau radikal bebas adalah senyawa penerima
elektron atau ataom/molekul yang mempunyai elektron yang tidak
berpasangan.
Salah satu oksidan penting yang dihasilkan plasenta iskemia adalah
radikal hidroksil yang sangat toksik, khususnya terhadap membran sel
endotel pembuluh darah. Radikal hidroksil akan merusak membaran sel,
yang mengandung banyak asam lemak tidak jenuh menjadi peroksida lemak.
Peroksida lemak selain akan merusak membran sel, juga akan merusak
nukleus, dan protein sel endotel.
b) Peroksida lemak sebagai oksidan pada hipertensi dalam kehamilan
Pada hipertensi dalam kehamilan telah terbukti bahwa kadar oksidan,
khususnya peroksida lemak meningkat, sedangkan antioksidan, misalnya
vitamin E pada hipertensi dalam kehamilan menurun sehingga terjadi
9
dominasi kadar oksidan peroksida lemak yang relatif tinggi. Peroksida lemak
sebagai oksidan/radikal bebas yang sangat toksik ini akan beredar di
seluruh tubuh dalam aliran darah dan akan merusak membran endotel.
Membran endotel lebih mudah mengalami kerusakan oleh peroksida lemak,
karena letaknya langsung berhubungan dengan aliran darah dan mengandung
banyak asam lemak tidak jenuh. Asam lemak tidak jenu sangat rentan
terhadap oksidan radikal hidroksil, yang akan berubah menjadi peroksida
lemak.
c) Disfungsi sel endotel
Akibat sel endotel terpapar terhadap peroksida lemak, maka terjadi
kerusakan sel endotel, yang kerusakannya dimulai dari membran sel endotel.
Kerusakan membran endotel mengakibatkan terganggunya fungsi endotel,
bahkan rusaknya seluruh struktur sel endotel. Keadaan ini disebut sebagai
“disfungsi endotel” (endothelial dysfunction). Pada waktu terjadi kerusakan
sel endotel yang mengakibatkan disfungsi sel endotel, maka akan terjadi :
Gangguan metabolisme prostaglandin, karena salah satu fungsi sel
endotel, adalah memproduksi prostaglandin yaitu menurunnya produksi
prostasiklin (PGE2): suatu vasodilatator kuat.
Agresi sel-sel trombosit pada daerah endotel yang mengalami kerusakan.
Agresi sel trombosit ini adalah untuk menutup tempat-tempat
dilapisan sel endotel yang mengalami kerusakan. Agregasi trombosit
memproduksi tromboxan (TXA2) suatu vasokonstriktor kuat. Dalam
keadaan normal perbandingan kadar prostasiklin/tromboksan lebih tinggi
dari kadar vasodilator. Pada preeklamsia kadar tromboksan lebih tinggi
dari kadar prostasiklin sehingga terjadi vasokonstriksi, dengan terjadi
kenaikan tekanan darah.
Perubahan khas pada sel endotel kapiler (glomerular endotheliosis)
Peningkatan permeabilitas kapiler.
Peningkatan produksi bahan-bahan vasopresor, yaitu endhotelin. Kadar
NO (vasodilator) menurun, sedangkan endotelin meningkat.
Peningkatan faktor koagulasi.
10
3. Teori intoleransi imunologik antara ibu dan janin
Pada perempuan hamil normal, respon imun tidak menolak adanya “hasil
konsepsi” yang bersifat asing. Hal ini disebabkan adanya human leukocyte
antigen protein G (HLA-G), yang berperan penting dalam modulasi respon imun,
sehingga si ibu tidak menolak hasil konsepsi (plasenta). Adanya HLA-G pada
plasenta dapat melindungi trofoblas janin dari lisis oleh sel Natural killer ibu.
Selain itu, adanya HLA-G akan mempermudah invasi sel trofoblas ke dalam
jaringan desidua ibu. Jadi HLA-G merupakan prakondisi untuk terjadinya invasi
trofoblas ke dalam jaringan desidua ibu.
Pada plasenta hipertensi dalam kehamilan, terjadi penurunan ekspresi HLA-
G. Berkurangnya HLA-G di desidua daerah plasenta, menghambat invasi
trofoblas ke dalam desidua. Invasi trofoblas sangat penting agar jaringan desidua
menjadi lunak, dan elastis sehingga memudahkan terjadinya dilatasi arteri
spiralis. HLA-G juga merangsang produksi sitokin, sehingga memudahkan
terjadinya reaksi inflamasi. Kemungkinan terjadi Immune-Maladptation pada
preeklampsia.
4. Teori adaptasi kardiovaskular
Pada hamil normal pembuluh darah refrakter terhadap bahan-bahan
vasopressor. Refrakter, berarti pembuluh darah tidak peka terhadap rangsangan
bahan vasopressor, atau dibutuhkan kadar vasopressor yang lebih tinggi untuk
menimbulkan respons vasokontriksi. Pada kehamilan normal terjadinya refrakter
pembuluh darah terhadap bahan vasopresor adalah akibat dilindungi oleh adanya
sintesis prostaglandin pada sel endotel pembuluh darah. Hal ini dibuktikan bahwa
daya refrakter terhadap bahan vasopresor akan hilang bila diberi prostaglandin
sintesa inhibitor (bahan yang menghambat produksi prostaglandin). Prostaglandin
ini dinamakan prostaksilin (PGE2).
Pada hipertensi dalam kehamilan kehilangan daya refrakter terhadap
bahan vasopresor konstriktor, dan ternyata terjadi peningkatan kepekaan terhadap
bahan-bahan vasopresor. Artinya, daya refrakter pembuluh darah terhadap bahan
vasopresor hilang sehingga pembuluh darah menjadi sangat peka terhadap bahan
vasopresor.
11
5. Teori genetik
Genotipe ibu lebih menentukan terjadinya hipertensi dalam kehamilan
secara familial jika dibandingkan dengan genotipe janin. Telah terbukti bahwa
pada ibu yang mengalami preeklampsia 26% anak perempuannya akan
mengalami preklampsia juga, sedangkan hanya 8% anak menantu mengalami
preeklampsia.
6. Teori defisiensi
Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa kekurangan defisiensi gizi
berperan dalam terjadinya hipertensi dalam kehamilan. Penelitian terakhir
membuktikan bahwa konsumsi minyak ikan yang mengandung banyak asam
lemak tidak jenuh yang dapat menghambat produksi tromboksan, menghambat
aktivasi trombosit, dan mencegah vasokontriksi pembuluh darah. Beberapa
peneliti juga menganggap bahwa defisiensi kalsium pada diet perempuan hamil
mengakibatkan risiko terjadinya preeklampsia/eclampsia.
7. Teori inflamasi
Teori ini berdasarkan fakta bahwa lepasnya debris trofoblas di dalam
sirkulasi darah merupakan rangsangan utama terjadinya proses inflamasi. Pada
kehamilan normal plasenta juga melepaskan debris trofoblas, sebagai sisa-sisa
proses apoptosis dan nekrotik trofoblas, akibat reaksi stress oksidatif. Bahan-
bahan ini sebagai bahan asing yang kemudian merangsang timbulnya proses
inflamasi. Pada kehamilan normal, jumlah debris trofoblas masih dalam batas
wajar, sehingga reaksi inflamasi juga masih dalam batas normal.
Berbeda dengan proses apoptosis pada preeklampsia, dimana preeklampsia
terjadi peningkatan stress oksidatif, sehingga produksi debris apoptosis dan
nekrotik trofoblas juga meningkat. Makin banyak sel trofoblas plasenta, misalnya
pada plasenta besar, pada hamil ganda, maka reaksi stress oksidatif akan sangat
meningkat, sehingga jumlah sisa debris trofoblas juga makin meningkat. Keadaan
ini menimbulkan beban reaksi inflamasi dalam darah ibu menjadi jauh lebih besar,
disbanding reaksi inflamsi pada kehamilan normal. Respon inflamasi ini
akan mengaktivasi sel endotel, dan sel-sel makrofag/granulosit, yang lebih besar
12
pula, sehingga terjadi reaksi sistemik inflamasi yang menimbulkan gejala-gejala
preeklampsia pada ibu.
2.8. Patofisiologi Preeklampsia1
1) Sistem Kardiovaskular
Gangguan berat pada fungsi kardiovaskular normal lazim terjadi pada
preeklamsia atau eklamsia. Gangguan ini berkaitan dengan:
Peningkatan afterload jantung yang disebabkan hipertensi
Preload jantung, yang sangat dipengaruhi oleh tidak adanya hipervolemia
pada kehamilan akibat penyakit atau justru meningkat secara iatrogenik
akibat infus larutan kristaloid atau onkotik intravena
Aktivasi endotel disertai ekstravasasi cairan intravaskular ke dalam ruang
ekstrasel. Penyimpangan kardiovaskular pada penyakit hipertensif terkait
kehamilan bervariasi bergantung pada sejumlah faktor. Penyimpangan ini
berpusat pada peningkatan afterload, dan mencakup keparahan
hipertensi, adanya penyakit kronis yang mendasari, adanya preeklamsia,
dan stadium perjalanan klinis saat mereka dipelajari. Terdapat sejumlah
klaim bahwa pada beberapa perempuan, perubahan ini bahkan dapat
mendahului awitan hipertensi. Meskipun begitu, saat awitan klinis
preeklamsia, terjadi penurunan keluaran jantung, kemungkinan karena
peningkatan tahanan perifer.
2) Darah dan Koagulasi
Hemolisis
Preeklamsia berat sering disertai oleh tanda-tanda hemolisis, yang diukur
secara semikuantitatif menggunakan kadar laktat dehidrogenas serum.
Gangguan ini disebabkan salah satunya oleh hemolisis mikroangiopatik
akibat kerusakan endotel disertai pelekatan trombosit dan penimbunan
fibrin.
Trombositopenia
Trombositopenia yang menyertai eklamsia telah digambarkan paling
tidak sejak tahun 1922 oleh Stancke. Karena lazim terjadi, hitung trombosit
secara rutin diperiksa pada perempuan dengan hipertensi gestasional jenis
13
apa pun. Frekuensi dan keparahan trombositopenia bervariasi dan
bergantung pada keparahan dan durasi sindrom preeklamsia, serta pada
frekuensi dilakukannya pemeriksaan hitung trombosit. Trombositopenia
nyata didefinisikan sebagai hitung trombosit <100.000L menunjukkan
penyakit yang berat. Secara umum, semakin rendah hitung trombosit,
semakin tinggi angka kesakitan dan kematian ibu dan janin. Pada
sebagian besar kasus, disarankan untuk dilakukan terminasi kehamilan
karena trombositopenia biasanya terus memburuk. Setelah persalinan,
hitung trombosit dapat terus menurun pada hari pertama atau beberapa hari
pertama. Setelah itu, hitung trombosit biasanya meningkat secara
progresif hingga mencapai nilai normal, umumnya dalam 3-5 hari.
Pada beberapa kondisi, misalnya sindrom HELLP, hitung trombosit terus
berkurang setelah persalinan. Pada beberapa perempuan yang tidak
mencapai hitung trombosit terendah dalam 48 hingga 72 jam
pascapersalinan, sindrom preeklamsia dapat salah diduga sebagai salah satu
mikroangiopati trombotik.
3) Homeostasis Volume
Perubahan Cairan dan Elektrolit
Pada perempuan dengan preeklamsia berat, volume cairan ekstrasel,
yang bermanifestasi sebagai edema, biasanya jauh lebih besar dibandingkan
pada perempuan dengan kehamilan normal. Mekanisme yang berperan
dalam retensi patologis cairan ini diduga terjadi akibat cedera endotel.
Selain edema umum dan proteinuria, perempuan-perempuan ini memiliki
tekanan onkotik plasma yang menurun. Penurunan ini menyebabkan
ketidakseimbangan filtrasi dan semakin mendorong cairan intravaskular ke
dalam interstitium sekelilingnya. Kadar elektrolit tidak berbeda nyata pada
perempuan preeklamtik dibandingkan dengan pada kehamilan normal. Hal
yang berbeda mungkin terjadi jika dilakukan terapi diuretik yang agresif,
restriksi natrium, atau pemberian air bebas yang mengandung oksitosin
untuk menyebabkan anti diuresis. Komplikasi obstetri setelah terjadinya
suatu kejang eklamtik, pH dan kadar bikarbonat dalam serum menurun
14
akibat asidosis laktat dan kehilangan karbon dioksida kompensatorik
melalui sistem pernapasan. Keparahan asidosis berkaitan dengan jumlah
asam laktat yang dihasilkan dan laju dikeluarkannya karbon dioksida.
4) Ginjal
Selama kehamilan normal, aliran darah ginjal dan laju filtrasi
glomerulus meningkat secara bermakna. Dengan memburuknya
preeklamsia, timbul sejumlah perubahan anatomis dan patofisiologis yang
reversibel. Yang penting secara klinis, perfusi ginjal dan filtrasi glomerulus
berkurang. Kadar yang jauh lebih rendah dari nilai normal saat tidak hamil
jarang terjadi dan hanya sebagai komplikasi penyakit berat.
Filtrasi glomerulus yang sedikit berkurang dapat terjadi akibat
penurunan volume plasma. Sebagian besar penurunan ini kemungkinan
timbul akibat meningkatnya resistensi arteriol aferen, yang dapat meningkat
hingga lima kali lipat. Terdapat juga perubahan morfologis yang ditandai
dengan endoteliosis glomerulus yang menyumbat sawar filtrasi. Penurunan
filtrasi menyebabkan nilai kreatinin serum meningkat hingga mencapai nilai
pada perempuan tidak hamil, yaitu, 1 mg/mL, tetapi kadang-kadang bahkan
lebih tinggi lagi. Pada kebanyakan perempuan preeklamtik, kadar natrium
urin meningkat. Osmolalitas urin, rasio kreatinin urin plasma, dan ekskresi
natrium fraksional juga merupakan penanda keterlibatan mekanisme. Kadar
asam urat plasma biasanya meningkat pada preeklamsia. Peningkatan ini
melebihi penurunan pada laju filtrasi glomerulus dan kemungkinan juga
disebabkan oleh bertambahnya reabsorpsi tubular. Pada saat yang sama,
preeklamsia dikaitkan dengan berkurangnya ekskresi kalsium dalam urin,
kemungkinan karena peningkatan reabsorpsi kalsium di tubulus.
Kemungkinan penyebab lain adalah peningkatan produksi urat dalam
plasenta sebagai kompensasi terhadap stres oksidatif.
Proteinuria
Adanya proteinuria dalam derajat apapun akan menegakkan diagnosis
preeklamsia eklamsia. Proteinuria dapat timbul pada tahap lanjut, dan
15
beberapa perempuan mungkin telah melahirkan atau mengalami kejang
eklamtik sebelum timbul proteinuria.
Perubahan Anatomis
Terdapat bukti bahwa pembengkakan endotel terjadi akibat "penurunan
mendadak" faktor angiogenik karena protein bebas membentuk kompleks
dengan reseptor protein antiangiogenik dalam sirkulasi. Protein angiogenik
ini sangat penting bagi kesehatan podosi, dan inaktivasinya oleh reseptor
angtiangiogenik menyebabkan disfungsi podosit dan pembengkakan
endotel.
5) Hepar
Dari sudut pandang pragmatis, keterlibatan hepar pada preeklamsia
mungkin bermakna secara klinis dalam kondisi-kondisi berikut:
Keterlibatan simtomatik, biasanya bermanifestasi sebagai nyeri dan nyeri
tekan derajat sedang hingga berat pada kuadran kanan atas atau
pertengahan epigastrium, biasanya hanya terjadi pada penyakit berat.
Pada banyak kasus, perempuan-perempuan yang mengalami kondisi
demikian juga mengalami peningkatan kadar amino-transferase serum–
aspartat transferase (AST) atau alanin transferase (ALT). Namun, pada
sebagian kasus, jumlah jaringan hepar yang mengalami infark mungkin
luas, tetapi masih tidak bermakna secara klinis. Menurut pengalaman
kami, infark dapat diperburuk oleh hipotensi akibat perdarahan obstetris,
dan hal tersebut dapat menyebabkan kegagalan hepar.
Peningkatan asimtomatik kadar transaminase hepar dalam serum AST
dan ALT dianggap merupakan penanda preeklamsia berat. Nilai
transaminase jarang melebihi 500 U/L, tetapi pemah dilaporkan melebihi
2.000 U/L pada beberapa perempuan. Secara umum, kadar transaminase
serum berbanding terbalik dengan jumlah trombosit, dan kadar keduanya
biasanya kembali ke normal dalam 3 hari pascapartum.
Perdarahan hepar dari daerah yang mengalami infark dapat meluas
sehinggamembentuk hematoma hepatis. Hematoma yang terbentuk tadi
selanjutnya dapat meluas untuk membentuk hematoma subkapsular yang
16
dapat ruptur. Hematoma dapat diidentifikasi menggunakan computed
tomography (CT) atau magnetic resonance imaging (MRI), seperti yang
diperlihatkan. Hematoma yang tidak ruptur mungkin sebenamya lebih
banyak dibandingkan dengan yang menimbulkan kecurigaan klinis, dan
lebih mungkin timbul pada sindrom HELLP.
6) Otak
Nyeri kepala dan gejala penglihatan lazim terjadi pada preeklamsia
berat, dan terjadinya kejang yang berkaitan dengan kedua gejala tersebut
menandakan eklamsia. Deskripsi anatomis yang paling awal dilaporkan
pada keterlibatan otak pada preeklamsia diperoleh dari spesimen autopsi,
tetapi pencitraan CT dan MRI serta Doppler telah menambah banyak
pengetahuan baru dan penting mengenai keterlibatan serebrovaskular.
Disfungsi sel endotel yang menandai sindrom preeklamsia kemungkinan
memainkan peran kunci dalam kedua teori ini:
Teori pertama menyatakan bahwa sebagai respons terhadap hipertensi
akut dan berat, terjadi regulasi serebrovaskular berlebihan sehingga
timbul vasospasme. Asumsi ini didasarkan pada temuan angiografis
berupa penyempitan segmental multi-fokal atau difus yang sesuai dengan
gambaran vasospasme. Menurut teori ini, penurunan aliran darah otak
dihipotesiskan sebagai penyebab iskemia, edema sitotoksik, dan
akhirnya, infark jaringan. Hanya terdapat sedikit bukti objektif yang
mendukung teori ini.
Teori kedua mengatakan bahwa terjadi peningkatan tekanan darah
sistemik mendadak yang melebihi kapasitas autoregulasi serebrovaskular.
Timbul daerah yang mengalami vasodilatasi dan vasokonstriksi paksa,
khususnya pada daerah perbatasan arteri. Pada tingkat kapiler, gangguan
pada tekanan endcapillary menyebabkan peningkatan tekanan
hidrostatik, hiperperfusi, dan ekstravasasi plasma serta eritrosit melalui
celah pada tauterat endotel sehingga terjadi akumulasi edema vasogenik.
Teori ini juga tidak sempurna karena hanya sedikit perempuan dengan
eklamsia yang memiliki tekanan arteri rerata yang melebihi batas
17
autoregulasi–sekitar 160 mmHg. Sepertinya logis jika disimpulkan
bahwa mekanisme yang paling mungkin merupakan kombinasi kedua
teori tersebut. Jadi, sindrom preeklamsia memiliki dasar aktivasi endotel
yang terkait dengan kebocoran antarsel endotel, yang timbul pada
tekanan darah yang jauh lebih rendah dibandingkan tekanan yang
menyebabkan edema vasogenik, dan juga didasari oleh hilangnya
autoregulasi. Hal ini disebut sebagai sindrom leukoensefalopati posterior
reversible. Istilah yang terbaru digunakan untuk menyebut hal tadi adalah
sindrom ensefalopati reversibel posterior (PRES).
Kejang terdiri atas pelepasan neurotransmiter elcsitatorik khususnya
glutamate dalam jumlah berlebihan, depolarisasi jaringan neuron secara
massif, dan letupan potensial aksi. Bukti klinis dan eksperimental
menunjukkan bahwa kejang yang berkepanjangan dapat menyebabkan
cedera otak yang signifikan yang berlanjut dengan disfungsi otak.
7) Gangguan Penglihatan
Skotoma, penglihatan kabur, atau diplopia merupakan gejala yang lazim
didapatkan pada preeklamsia berat dan eklamsia. Gejala-gejala ini biasanya
mereda dengan terapi magnesium sulfat dan/atau penurunan tekanan daiah.
Kebutaan lebih jarang ditemukan, biasanya reversibel, dan dapat timbul dari
tiga daerah potensial. Ketiga daerah ini adalah korteks visual pada lobus
oksipitalis, nukleus genikulatum lateral, dan retina. Di retina, lesi dapat
mencakup iskemia, infark, dan ablasio. Ablasio retina dapat juga
menimbulkan gangguan penglihatan, meskipun biasanya unilateral dan
jarang menimbulkan kehilangan penglihatan total. Kadang-kadang, ablasio
dapat terjadai bersamaan dengan edema korteks dan, defek penglihatan
penyerta.
2.9. Penegakan Diagnosis Preeklampsia7
1. Penegakan Diagnosis Preeklamsia
Seperti telah disebutkan sebelumnya, bahwa preeklampsia didefinisikan
sebagai hipertensi yang baru terjadi pada kehamilan/diatas usia kehamilan 20
minggu disertai adanya gangguan organ. Jika hanya didapatkan hipertensi saja,
18
kondisi tersebut tidak dapat disamakan dengan peeklampsia, harus didapatkan
gangguan organ spesifik akibat preeklampsia tersebut. Kebanyakan kasus
preeklampsia ditegakkan dengan adanya protein urin, namun jika protein urin
tidak didapatkan, salah satu gejala dan gangguan lain dapat digunakan untuk
menegakkan diagnosis preeklampsia, yaitu :
1. Trombositopenia: trombosit <100.000 / mikroliter.
2. Gangguan ginjal: kreatinin serum >1,1 mg/dL atau didapatkan peningkatan
kadar kreatinin serum pada kondisi dimana tidak ada kelainan ginjal lainnya.
3. Gangguan liver : peningkatan konsentrasi transaminase 2 kali normal dan
atau adanya nyeri di daerah epigastrik / regio kanan atas abdomen.
4. Edema Paru.
5. Didapatkan gejala neurologis: stroke, nyeri kepala, gangguan visus.
6. Gangguan pertumbuhan janin yang menjadi tanda gangguan sirkulasi
uteroplasenta: Oligohidramnion, Fetal Growth Restriction (FGR) atau
didapatkan adanya absent or reversed end diastolic velocity (ARDV).
19
2. Penegakan Diagnosis Preeklamsia Berat
Beberapa gejala klinis meningkatkan morbiditas dan mortalitas pada
preeklampsia, dan jika gejala tersebut didapatkan, akan dikategorikan menjadi
kondisi pemberatan preeklampsia atau disebut dengan preeklampsia berat. Kriteria
gejala dan kondisi yang menunjukkan kondisi pemberatan preeklampsia atau
preklampsia berat adalah salah satu dibawah ini :
1. Tekanan darah sekurang-kurangnya 160 mmHg sistolik atau 110 mmHg
diastolik pada dua kali pemeriksaan berjarak 15 menit menggunakan lengan
yang sama
2. Trombositopenia : trombosit < 100.000 / mikroliter
3. Gangguan ginjal : kreatinin serum >1,1 mg/dL atau didapatkan peningkatan
kadar kreatinin serum pada kondisi dimana tidak ada kelainan ginjal lainnya
4. Gangguan liver : peningkatan konsentrasi transaminase 2 kali normal dan
atau adanya nyeri di daerah epigastrik/regio kanan atas abdomen
5. Edema Paru
6. Didapatkan gejala neurologis : stroke, nyeri kepala, gangguan visus
7. Gangguan pertumbuhan janin menjadi tanda gangguan sirkulasi
uteroplasenta: Oligohidramnion, Fetal Growth Restriction (FGR) atau
didapatkan absent or reversed end diastolic velocity (ARDV)
Beberapa penelitian terbaru menunjukkan rendahnya hubungan antara
kuantitas protein urin terhadap luaran preeklampsia, sehingga kondisi protein urin
masif ( lebih dari 5 g) telah dieleminasi dari kriteria pemberatan preeklampsia
(preeklampsia berat). Kriteria terbaru tidak lagi mengkategorikan lagi
preeklampsia ringan, dikarenakan setiap preeklampsia merupakan kondisi yang
berbahaya dan dapat mengakibatkan peningkatan morbiditas dan mortalitas secara
signifikan dalam waktu singkat.
20
Gambar 2. Kriteria Diagnosis Preeklampsia Berat
21
NST nonreaktif dengan profil biofisik abnormal Terjadinya
oligohidramion.
- Laboratorik
Adanya tanda-tanda “sindrom HELLP” khususnya menurunnya
trombosit dengan cepat.
Cara mengakhiri kehamilan (terminasi kehamilan) dilakukan
berdasarkan keadaan obstetrik pada waktu itu, apakah sudah
inpartu atau belum.
Perawatan Konservatif
Kehamilan tetap dipertahankan bersamaan dengan pemberian
pengobatan medikamentosa. Indikasi perawatan konservatif ialah bila
kehamilan preterm ≤37 minggu tanpa disertai tanda-tanda impending
eklampsia dengan keadaan janin baik. Diberikan pengobatan yang sama
dengan pengobatan medikamentosa pada pengelolaan secara aktif.
22
Gambar 3. Manajemen ekspektatif preeklampsia
23
Gambar 4. Manajemen ekspektatif preeklampsia Berat
2. Pengobatan Medikamentosa
Pemberian Magnesium Sulfat
Loading dose: initial dose 4 gram MgSO4: intravena, (40% dalam
10 cc) selama 15 menit.
Maintenance dose: Diberikan infus 6 gram dalam larutan Ringer/6
jam; atau diberikan 4 atau 5 gram i.m. selanjutnya maintenance
dose diberikan 4 gram i.m tiap 4-6 jam.
Syarat-syarat pemberian MgSO4:
24
- Harus tersedia antidotum MgSO4, bila terjadi intoksikasi yaitu
kalsium glukonas 10% = 1 g (10% dalam 10 cc) diberikan i.v.
3 menit.
- Refleks patella (+) kuat.
- Frekuensi pernafasan >16 kali/menit, tidak ada tanda-tanda
distres nafas.
Magnesium sulfat diberhentikan bila:
- Ada tanda-tanda intoksikasi
- Setelah 24 jam pascapersalinan atau 24 jam setelah kejang
terakhir
Dosis terapeutik dan toksis MgSO4
Dosis terapeutik 4-7 mEq/liter 4,8 – 8,4 mg/dl
Refleks tendon (-) 10 mEq/liter 12 mg/dl
Terhenti pernapasan 15 mEq/liter 18 mg/dl
Terhentinya jantung >30 mEq/liter >36 mg/dl
25
o Pemberian Anti Hipertensi
Antihipertensi lini pertama
- Nifedipin: Dosis 10 -20 mg per oral, diulangi setelah 30 menit;
maksimum 120 mg dalam 24 jam.
Antihipertensi lini kedua
- Sodium nitoprusside;0,25 pg i.v./kg/menit, infus; ditingkatkan
0,25 pg i.v./kg/ 5 menit, Diazohside:30 - 60 mg i.v./5 menit;
atau i.v. infus 1O mg/menit/ dititrasi.
Antihipertensi sedang dalam penelitian
- Calcium channel blockers; isradipin, nimodipin
- Serotinin reseptor antagonis: ketan serin
Jenis obat antihipertensi yang diberikan di Indonesia adalah:
- Nifedipin Dosis awal: 10-20 mg, diulangi 30 menit bila perlu.
Dosis maksimum 120 mg per 24 jam.
- Nifedipin tidak boleh diberikan sublingual karena efek
vasodilatasi sangat cepat, sehingga hanya boleh diberikan per
oral.
26
Trombositopenia (trombosit ≤150.000/ml Kematian ibu bersalin
pada sindroma HELLP cukup tinggi yaitu 24%). Penyebab
kematian dapat berupa kegagalan kardiopulmonar, gangguan
pebekuan darah, perdarahan otak, ruptur hepar, dan kegagalan
organ multiple.
Komplikasi Pada Janin
Preeklamsia pada janin memberi pengaruh buruk pada kesehatan janin
yang disebabkan oleh menurunnya perfusi utero plasenta, hipovolemia,
vasospasme, dan kerusakan sel endotel pembuluh darah plasenta. Dampak
preeklamsia pada janin seperti pertumbuhan janin terhambat, kelahiran
prematur, sampai kematian janin dalam rahim.
2.12. Prognosis Preeklampsia
Pengawasan yang tepat dan cepat, baik terhadap ibu dan janin sebelum dan
sesudah melahirkan, wanita yang mengalami preeklamsia berat dan tidak dalam
pengawasan, memungkinakan keadaan yang buruk.
27
BAB III
LAPORAN KASUS
I. Anamnesis
Keluhan Utama
Sakit kepala ±1 minggu SMRS.
Riwayat Penyakit Sekarang
-Pasien datang keluhan sakit kepala sejak ±1 minggu SMRS. Sakit
kepala yang di rasakan hilang timbul dan terasa seperti diikat. Mual (-)
muntah (-) pandangan kabur(-).Pasien juga mengeluhkan seluruh badan
bengak sejak 1 bulan terakhir ini. Bengkak mulai dari tangan hingga kaki.
Selain itu pasien juga mengatakan kadang kali ada sesak (+) hilang timbul.
BAB (+) BAk(+).
28
Riwayat Menstruasi
- Menarche : 12 Tahun
- Haid : Teratur
- Siklus : 28 Hari
- Lama Haid : 7 Hari
- HPHT : 10 Januari 2021
- Taksiran Persalinan : 17 Oktober 2021
Riwayat Penyakit Dahulu
- Hipertensi (-)
- DM (-)
- Penyakit Jantung (-)
- Asma (-)
- Kejang saat hamil (-)
Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit keturunan.
Riwayat Perkawinan
Pasien menikah saat usia 17 tahun dan ini adalah pernikahan yang
pertama, lama pernikahan sekitar 4 tahun.
Riwayat Kehamilan/Abortus/Persalinan
Saat ini pasien sedang hamil anak ketiga, anak pertama pasien lahir
pada tahun 2015, cukup bulan, lahir di rumah dan dibantu oleh bidan
desa, anak kedua pasien lahir pada tahun 2018 cukup bulan, lahir di
rumah dan dibantu oleh bidan desa, pasien tidak pernah mengalami
abortus.
Riwayat Kontrasepsi
Tidak pernah.
Riwayat Operasi sebelumnya
Tidak pernah.
29
II. Pemeriksaan Fisik
Status Generalisata
- Keadaan umum : Tampak sakit sedang
- Kesadaran : Composmentis
- Vital sign : TD = 150/97
R = 26x/menit
N = 76x/menit
T = 36,50C
SpO2 = 100%
- BB : Sebelum hamil 62 kg, sebelum melahirkan 80 kg
- TB : 155 cm
- IMT : 27 (Overweight)
- Kepala : Normochepal
- Mata : Konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-)
- Hidung : Septum nasi tidak deviasi, sekret (-)
- Telinga : Tidak terdapat deformitas, sekret (-)
- Mulut : Bibir sianosis (-), lidah kotor (-)
- Leher : Pembesaran KGB (-), peningkatan JVP (-)
- Thorak : Paru-paru :
Inspeksi : Bentuk dada normal, Pergerakan dinding
dada simetris kanan dan kiri
Palpasi : Vokal fremitus simetris kanan dan kiri
Perkusi : Sonor pada kedua lapangan paru
Auskultasi : Vesikuler, Rh (-/-), Wh (-/-)
30
Jantung : Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Teraba pulsasi ictus cordis di ICS V, linea
midclavicularis sinistra
Perkusi : Batas jantung kanan: ICS IV linea
parasternalis dextra
Batas jantung kiri: ICS IV linea midclavicula
sinistra
Auskultasi : BJ I dan II regular, murmur (-), gallop (-)
Status obstetrikus
- Wajah : Cloasma gravidarum (-)
- Mammae : Membesar, terasa tegang, aerola dan papilla
hiperpigmentasi, kolustrum (+)
- Abdomen Inspeksi : Perut tampak membuncit, linea mediana
hiperpigmentasi, striae gravidarum (+)
Palpasi : Pemeriksaan Leopold
Leopold I: di fundus teraba bagian lunak
yaitu bokong.
Leopold II: teraba tahanan terbesar sebelah
kiri dan bagian kecil sebelah kanan
Leopold III: bagian terbawah janin teraba
keras dan lunak.
Leopold IV: sudah masuk pintu atas panggul.
Auskultasi : Bising usus (-)
DJJ Janin: 155 x/menit
31
- Tinggi fundus uteri : 22 cm
- Genitalia eksterna: Inspeksi/palpasi: V/U tenang, pembengkakan (-),
nyeri (-), perdarahan aktif (-)
- Genitalia interna: Inspekulo: Tidak dilakukan
- Vaginal Toucher: Portio lunak, nyeri tekan (-), penipisan (+), selaput
ketuban (+).
- Pemeriksaan lakmus: Tidak dilakukan.
III. Pemeriksaan Penunjang
Jum’at, 15 oktober 2021
Pemeriksaan Hasil Nilai Normal
Darah Rutin
- Hb 13.1 gr% 13 – 18 gr%
- Leukosit 19.6 10³/mm3 5 – 11 10³/mm3
- Hematokrit 39.4 % 37-47 %
- MCV 90.5 fl 80 – 96 pg
- MCH 30.1 pg 27 – 32 10³/mm3
- Trombosit 242 10³/mm3 150-450 10³/mm3
- Hitung Jenis Leukosit
o Eosinofil 0% 1-3
o Basofil 0% 0-1
o Net. Segmen 3% 2-6
o Net. Batang 86% 50-70
o Limfosit 8% 20-40
o Monosit 3% 2-8
Hematologi
Golongan darah + O Rh (+) -
Rhesus
Hemostasis
Masa Pembekuan (CT) 10.00 menit < 15
Masa Pendarahan (BT) 2.30 Menit <5
Glukosa Darah 97 mg/dl 70-140 mg/dl
Fungsi Ginjal
Ureum 20 mg/dl 10-50 mg/dl
Kreatinin 0.5 mg/dl 0.5-1.4 mg/dl
Urinalisa
Warna Kuning jernih Kuning
Berat jenis 1.030 1.020-1.030
32
pH 6.0 6.8-8.0
Lekosit Negatif Negatif
Nitrit Negatif Negatif
Protein +3 Negatif
Glukosa Negatif Negatif
Keton Negatif Negatif
Urobilinogen Negatif Negatif
Bilirubin Negatif Negatif
Eritrosit Negatif Negatif
Sedimen
o Eritrosit 0-2 LPB Negatif
o Leukosit 0-1 :PB Negatif
o Epitel 0-1 LPB Negatif
o Kristal Negatif Negatif
IV. Diagnosis
Diagnosis ibu : G3P2A0H2 gr 41-42 minggu + PEB
Diagnosis Janin : Janin hidup intrauterine, tunggal, presentasi kepala
V. Terapi
- IVFD RL 20 tpm + MgSO4 6gr/6jam
- Methyldopa 250gr
- Paracetamol 3x500 mg
33
Jam 12.00 WIB
S Kontraksi semakin kuat
TD : 151/84 mmHg
HR : 69x/i
O RR : 19 x/i
T : 360C
Pembukaan : 9 cm
A G3P2A0H2 gr 41-42 minggu + PEB
- Mempersiapkan alat dan obatan persalinan
- Menghadirkan pendamping ibu
P - Mengatur posisi ibu dengan posisi litotomi
- Mengajarkan ibu cara mengedan yang benar
- Menganjurkan ibu minum jika tidak ada his
Jam 12.20 wib
- His semakin kuat
- Menganjurkan ibu mengedan
- Melakukan asuhan persalinan normal
- Bayi lahir spontan, merintih (+)
- Melakukan injeksi cynto 1 amp IM
- Melakukan PTT
- Plasenta lahir spontan, kesan lengkap
Jam 13.00 wib
- Melakukan observasi kala IV
- TD : 150/69 mmHg
- HR : 79 x/i
- RR : 20x/i
- T : 360C
- Perdarahan nifas : 50cc
34
VI. Follow Up
Tanggal/jam SOAP
S : Nyeri jalan lahir (+), keluar darah dari vagina (+), mual
(-), muntah (-)
O : TD : 141/88 mmHg
HR : 79x/menit
RR : 20x/menit
T : 36,5oC
A : P3A0H3 + Postpartum spontan dengan PEB
15 oktober 2021
P:
14.00 WIB
IFVD RL + drip MgSO4 40% 15cc -> 15tpm
Cefadroxil 2x500 mg
Asam Mefenamat 3x500mg
Methylergometrin 3x1 tab
Nifedipin 2x1 tab
Methyldopa 3x2 tab
Paracetamol 3x500 mg
S : Nyeri jalan lahir (+), keluar darah dari vagina (+),mual
(-), muntah (-)
O : TD : 130/88 mmHg
HR : 98x/menit
RR : 20x/menit
T : 36,7oC
15 oktober 2021
TFU : 2 jari dibawah pusat
20.00 WIB
A : P3A0H3 + Postpartum spontan dengan PEB
P:
IFVD RL + drip MgSO4 40% 15cc -> 15tpm
Cefadroxil 2x500 mg
Asam Mefenamat 3x500mg
Methylergometrin 3x1 tab
35
Nifedipin 2x1 tab
S : Nyeri jalan lahir (+), keluar darah dari vagina (+), nyeri
kepala (+), mual (-), muntah (-)
O : TD : 137/98 mmHg HB : 13.1
HR : 75x/menit Leu : 10.800
RR : 20x/menit HCT : 39.7
T : 36,4oC Trom : 56
TFU : 2 jari dibawah pusat
Ekst : udem (+)
Kontraksi uterus baik
16 oktober 2021 A : P3A0H3 + Postpartum spontan dengan PEB +
08.00 WIB Trombositopenia + HELLP sindrom
P:
Inj. Cefotaxime 1gr
Inj. Dexamethasone 1 amp/12jam
Inj. Asam Traneksamat 500mg/12jam
Asam mefenamat 3x500mg
Misoprostol tab 3x1
B com C 2x1
Nifedipin 2x10mg
Anjuran transfusi trombosit 10 kantong
S : Nyeri jalan lahir (+), keluar darah dari vagina (+), nyeri
kepala (+), mual (-), muntah (-)
O : TD : 138/80 mmHg HB : 13.9
HR : 88x/menit Leu : 15.9
16 oktober 2021
RR : 20x/menit Trom : 62
16.00 WIB
T : 36,5oC
A : P3A0H3 + Postpartum spontan dengan PEB +
Trombositopenia + HELLP sindrom
36
P:
IVFD RL 28 tpm
Inj. Cefotaxime 1gr
Inj. Dexamethasone 1 amp/12jam
Inj. Asam Traneksamat 500mg/12jam
Asam mefenamat 3x500mg
Misoprostol tab 3x1
B com C 2x1
Nifedipin 2x10mg
Transfusi trombosit 10 kantong
S : Nyeri jalan lahir (+), keluar darah dari vagina (+),nyeri
kepala (+), mual (-), muntah (-)
O : TD : 130/88 mmHg
HR : 78x/menit
RR : 20x/menit
T : 36,6oC
A : P3A0H3 + Postpartum spontan dengan PEB +
16 oktober 2021
Trombositopenia + HELLP sindrom
20.00 WIB
P:
IVFD RL 28 tpm
Inj. Cefotaxime 2x1gr
Inj. Dexamethasone 2x1 amp
Inj. Asam traneksamat 2x500 mg
Asam mefenamat 3x500mg
Transfusi trombosit 10 kantong
S : Nyeri jalan lahir (+), keluar darah dari vagina (+),nyeri
kepala (+), mual (-), muntah (-)
17 oktober 2021
O : TD : 132/94 mmHg HB : 12.3
08.00 WIB
HR : 88x/menit Leu : 16.2
RR : 20x/menit Trom : 131
37
T : 36,5oC
A : P3A0H3 + Postpartum spontan dengan PEB + HELLP
sindrom
P:
IVFD RL 28 tpm
Inj. Cefotaxime 2x1gr
Inj. Dexamethasone 2x1 amp
Inj. Asam traneksamat 2x500 mg
Asam mefenamat 3x500mg
Terapi Pulang
- Cefixim 2x1
- Asam mefenamat 3x1
- Metilergotamin 3x1
- Vit BecomC 2x2
- Nifedipine 2x10gr
38
BAB IV
PEMBAHASA
N
39
diagnosis pasien ini adalah G3P2A0H2 gr 39-40 minggu dengan preeklampsia
berat ditambah dengan trombositopenia dan HELLP sindrom.
Pasien ini dilakukan tatalaksana yaitu pemberian MgSO4 sesuai protap.
MgSO4 bekerja dengan menghambat atau menurunkan kadar asetilkolin pada
rangsangan saraf-saraf yaitu menghambat transmisi neuromuskular, sehingga
mencegah terjadinya kejang pada pasien ini. Selain itu, MgSO4 juga merupakan
vasodilator serebral. Pemberian MgSO4 harus memenuhi beberapa syarat sebagai
berikut: harus terdapat refleks patella kuat, antidotum berupa kalsium glukonas
10%, dan frekuensi pernapasan >16 kali per menit dan tidak ada tanda-tanda
distress pernapasan. Pasien juga diberikan methyldopa 250 mg dan paracetamol
500 mg, pasien ini juga dilakukan observasi untuk mengawasi komplikasi yang
terjadi.
40
BAB V
PENUTUP
41
DAFTAR PUSTAKA
42