[go: up one dir, main page]

0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
26 tayangan43 halaman

LAPKAS OBSTETRI Ayu

Laporan kasus ini membahas kasus preeklampsia berat superimposed pada ibu hamil usia 35-36 minggu dengan presentasi kepala janin. Ibu didiagnosis menderita preeklampsia berat setelah dilakukan pemeriksaan tekanan darah tinggi dan tes proteinuria. Ibu kemudian dirawat dan mendapat penatalaksanaan untuk menurunkan tekanan darah serta mencegah komplikasi pada ibu dan janin.

Diunggah oleh

igdselasih
Hak Cipta
© © All Rights Reserved
Kami menangani hak cipta konten dengan serius. Jika Anda merasa konten ini milik Anda, ajukan klaim di sini.
Format Tersedia
Unduh sebagai DOCX, PDF, TXT atau baca online di Scribd
0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
26 tayangan43 halaman

LAPKAS OBSTETRI Ayu

Laporan kasus ini membahas kasus preeklampsia berat superimposed pada ibu hamil usia 35-36 minggu dengan presentasi kepala janin. Ibu didiagnosis menderita preeklampsia berat setelah dilakukan pemeriksaan tekanan darah tinggi dan tes proteinuria. Ibu kemudian dirawat dan mendapat penatalaksanaan untuk menurunkan tekanan darah serta mencegah komplikasi pada ibu dan janin.

Diunggah oleh

igdselasih
Hak Cipta
© © All Rights Reserved
Kami menangani hak cipta konten dengan serius. Jika Anda merasa konten ini milik Anda, ajukan klaim di sini.
Format Tersedia
Unduh sebagai DOCX, PDF, TXT atau baca online di Scribd
Anda di halaman 1/ 43

Laporan Kasus

G3P1A1H2 + Gravid 35-36 minggu belum inpartu +


Preeklampsia Berat Superimposed +Janin Hidup
IntraUterin Presentasi kepala

Oleh:
Sri wahyuni

Pembimbing:
dr. Irfanzil, Sp.OG

PROGRAM INTERSHIP DOKTER INDONESIA


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SELASIH
KABUPATEN PELALAWAN
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas berkah dan rahmat-
Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan case report dengan judul “G3P1A1H1
+ Gravid 35-36 minggu belum inpartu + Preeklampsia Berat Superimposed+
Janin hidup i9ntra uterin presentasi kepala” yang diajukan sebagai persyaratan
untuk mengikuti Internship di RSUD SELASIH Pelalawan.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Infanzil Sp. OG yang telah
membimbing penulis dalam menyelesaikan case report ini. Terima kasih juga
penulis sampaikan kepada teman-teman yang telah mendukung penyelesaian
penulisan case report ini.

Akhir kata, penulis menyadari case report ini masih jauh dari
sempurna, untuk itu kritik dan saran yang membangun dari semua pihak sangat
diharapkan. Penulis berharap semoga case report ini dapat memberi manfaat,
umumnya bagi pembaca dan khususnya bagi penulis serta dapat menjadi sarana
informasi dalam kemajuan dan perkembangan ilmu di bidang kedokteran.

Pelalawan 20 Agustus 2023

dr. Sri Wahyuni

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................................i
DAFTAR ISI.............................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................... 3
1.1 Latar Belakang...........................................................................................3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................... 5
2.1 Definisi Hipertensi dalam Kehamilan....................................................... 5
2.2 Klasifikasi Hipertensi dalam Kehamilan...................................................5
2.3 Definisi Preeklampsia................................................................................6
2.4 Epidemiologi Preeklampsia.......................................................................7
2.5 Klasifikasi Preeklampsia........................................................................... 7
2.6 Faktor Risiko Preeklampsia.......................................................................8
2.7 Etiologi Preeklampsia................................................................................8
2.8 Patofisiologi Preeklampsia....................................................................... 13
2.9 Penegakan Diagnosis Preeklampsia......................................................... 18
2.10 Penatalaksanaan Preeklampsia............................................................... 21
2.11 Komplikasi Preeklampsia.......................................................................26
2.12 Prognosis Preeklampsia..........................................................................27
BAB III LAPORAN KASUS................................................................................... 28
BAB IV PEMBAHASAN.........................................................................................39
BAB V PENUTUP.................................................................................................... 41
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................... 42

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dalam masa kehamilan dapat terjadi kondisi-kondisi patologis yang dapat
membahayakan kondisi ibu maupun janin yang dikandungnya, salah satunya
adalah hipertensi dalam kehamilan. Hipertensi dalam kehamilan (HDK)
merupakan suatu kondisi terjadinya peningkatan tekanan darah pada masa
kehamilan yang ditandai dengan tekanan darah sistolik ≥140 mmHg dan/atau
diastolik ≥90 mmHg. Adapun pengukuran tekanan darah dilakukan pada dua kali
pemeriksaan berjarak waktu 4-6 jam.1,2
Menurut American College of Obstetricians and Gynecologists (ACOG),
HDK dapat diklasifikasikan menjadi empat kategori, yaitu preeklampsia-
eklampsia, hipertensi kronis dengan penyebab apapun, hipertensi kronis dengan
superimposed preeklampsia, dan hipertensi gestasional. Dari klasifikasi tersebut,
diketahui bahwa sindroma preeklampsia, baik yang berdiri sendiri maupun
superimposed, merupakan kondisi yang paling berbahaya.3
Hipertensi berkontribusi sebagai komplikasi pada 5-10% kehamilan dan
merupakan salah satu dari tiga penyebab morbiditas dan mortalitas maternal selain
perdarahan dan infeksi. Sedangkan dari kategori HDK yang ada, preeklampsia
sendiri diketahui terjadi pada 3,9% kehamilan.4 Berdasarkan penelitian terakhir
pada tahun 2011 di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Sanglah, didapatkan
prevalensi HDK keseluruhan adalah sebesar 9,32%, dengan prevalensi
preeklampsia sebesar 1,36% dan preeklampsia berat sebesar 4,7%. Dari jumlah
tersebut, ditemukan pula bahwa 20% dari kematian maternal disebabkan oleh
HDK, di mana dari keseluruhan kasus kematian maternal disebabkan oleh
preeklampsia dan komplikasinya.5
Preeklampsia merupakan suatu kondisi hipertensi pada ibu hamil yang
muncul pada usia kehamilan di atas 20 minggu, dengan disertai atau tanpa adanya
peningkatan kadar protein dalam urine (proteinuria). Meskipun proteinuria tidak

3
lagi menjadi tanda wajib dalam preeklampsia, namun kondisi tersebut merupakan
kriteria diagnosis yang penting oleh karena merupakan bukti objektif terjadinya
kebocoran endotel sistemik dan dapat mengarah pada kegagalan fungsi organ
tubuh lainnya.3,4
Sampai saat ini, penyebab terjadinya kejadian preeklampsia masih belum
diketahui dengan jelas. Meskipun demikian, beberapa teori tentang patogenesis
telah dikemukakan untuk menjelaskan terjadinya gejala klinis preeklampsia
tersebut. Hipotesis yang telah diterima secara luas oleh para ahli adalah teori
iskemik plasenta yang disebabkan oleh kegagalan invasi trofoblas ke dalam arteri
spiralis, sehingga akan menyebabkan suplai darah ke plasenta menjadi terganggu.
Iskemik plasenta tersebut pada akhirnya akan menyebabkan terlepasnya beberapa
mediator molekuler yang mempengaruhi fungsi endotel.4
Manifestasi klinis preeklampsia yang terjadi pada wanita hamil seringkali
lambat terdeteksi sehingga tanpa disadari dalam waktu singkat dapat timbul
keadaan yang dapat membahayakan ibu dan janin. Munculnya preeklampsia pada
kehamilan dapat menyebabkan komplikasi pada ibu, seperti terjadinya eklampsia,
sindroma hemolysis, elevated liver enzyme, and low platelets count (HELLP),
perdarahan intraserebral, edema pulmoner, dan gagal ginjal akut. Selain itu,
preeklampsia juga dapat menyebabkan gangguan kesejahteraan terhadap janin,
seperti terjadinya kelahiran prematur, intrauterine growth restriction (IUGR),
sampai dengan intrauterine fetal death (IUFD).6

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi Hipertensi dalam Kehamilan


Hipertensi dalam kehamilan adalah tekanan darah pada ibu hamil
sekurang-kurangnya 140 mmHg sistolik atau 90 mmHg diastolik pada dua kali
pemeriksaan pada wanita yang sebelumnya normotensi.4
2.2. Klasifikasi Hipertensi dalam kehamilan
1) Hipertensi Kronik
Hipertensi kronik adalah hipertensi yang timbul sebelum umur
kehamilan 20 minggu atau hipertensi yang pertama kali didiagnosis
setelah umur kehamilan 20 minggu dan hipertensi menetap sampai 12
minggu pascapersalinan. Diagnosis:1,7
 Tekanan darah >140/90 mmHg sebelum kehamilan atau terdiagnosis
sebelum kehamilan 20 minggu tidak disebabkan penyakit trofoblastik
gestasional.
 Hipertensi pertama kali didiagnosis setelah kehamilan 20 minggu dan
menetap setelah 12 minggu pasca persalinan.
2) Preeklampsia
Preeklampsia adalah hipertensi yang timbul setelah 20 minggu
kehamilan disertai dengan proteinuria. Diagnosis preeklamsia:1,7
 Tekanan darah ≥140/90 mmHg pada usia kehamilan >20 minggu.
 Tes celup urin menunjukkan proteinuria 1+ atau pemeriksaan protein
kuantitatif menunjukkan hasil >300 mg/24 jam.
3) Preeklampsia Berat
 Tekanan darah >160/110 mmHg pada usia kehamilan >20 minggu
 Tes celup urin menunjukkan proteinuria ≥2+ atau pemeriksaan
protein kuantitatif menunjukkan hasil >5 g/24 jam
 Atau disertai keterlibatan organ lain
 Trombositopenia (<100.000 sel/uL), hemolisis mikroangiopati

5
 Peningkatan SGOT/SGPT, nyeri abdomen kuadran kanan atas
 Sakit kepala, skotoma penglihatan
 Pertumbuhan janin terhambat
4) Eklampsia
Eklampsia adalah preeklampsia yang disertai dengan kejang-keiang
dan atau koma. Diagnosis :
 Kejang umum dan atau koma
 Ada tanda dan gejala preeclampsia
 Tidak ada kemungkinan penyebab lain (misalnya epilepsi,
perdarahan subarakhnoid, dan meningitis)
5) Hipertensi Gestasional
Hipertensi gestasional (disebut juga transient hypertension) adalah
hipertensi yang timbul pada kehamilan tanpa disertai proteinuria dan
hipertensi menghilang setelah 3 bulan pascapersalinan atau kehamilan
dengan tanda-tanda preeklampsia tetapi tanpa proteinuria. Diagnosis:1,7
 Tekanan darah ≥140/90 mmHg
 Tidak ada riwayat hipertensi sebelum hamil, tekanan darah normal di
usia kehamilan <12 minggu
 Tidak ada proteinuria (diperiksa dengan tes celup urin)
 Dapat disertai tanda dan gejala preeklampsia, seperti nyeri ulu
hati dan trombositopenia
 Diagnosis pasti ditegakkan pascapersalinan
 Edema paru dan/atau gagal jantung kongestif
 Oliguria (<500ml/24jam), kreatinin >1,2 mg/dl
6) Hipertensi Kronik dengan Superimposed Preeklampsia
Hipertensi kronik dengan superimposed preeklampsia adalah
hipertensi kronik disertai tanda-tanda preeklampsia atau hipertensi kronik
disertai proteinuria.1,7
2.3. Definisi Preeklampsia
Preeklamsia adalah penyakit hipertensi kehamilan yang terjadi setelah 20
minggu usia kehamila yang ditandai dengan peningkatan tekanan darah sama

6
dengan atau lebih besar dari 140/90 mmHg dan proteinuria (0,3 gr/hari) pada
wanita yang tekanan darahnya normal pada usia kehamilan sebelum 2 minggu.1,7
2.4. Epidemiologi Preeklampsia
Menurut WHO hipertensi dalam kehamilan masih merupakan salah satu
dari lima penyebab utama kematian ibu didunia, yaitu berkisar 12%. Prevalensi
HT kehamilan bervariasi di berbagai tempat, yakni berkisar 2,6 sampai7,3%
dari seluruh kehamilan. Insidensi preeklamsia di Negara-negara nerkembang
sekitar 3-10% dan eklamsia 0,3% sampai 0,7% kehamilan. Di Indonesia
preeklamsia menempati urutan kedua sebagai penyabab kematian ibu setelah
perdarahan.
2.5. Klasifikasi Preeklampsia
Tabel 1. Klasifikasi
Preeklampsia
Preeklamsia Preeklamsia berat
Tekanan darah sekurang-kurangnya 140 Tekanan darah sekurang-kurangnya 160
mmHg sistolik atau 90 mmHg diastolik mmHg sistolik atau 110 mmHg diastolik
pada dua kali pemeriksaan berjarak 15 pada dua kali pemeriksaan berjarak 15
menit menggunakan lengan yang sama. menit menggunakan lengan yang sama.
Protein urin melebihi 300 mg dalam 24 Proteinuria lebih dari 5000 mg.
jam atau tes urin dipstick > positif 1.
Trombositopeni : trombosit <100.000/ Trombositopeni : trombosit <100.000/
mikroliter mikroliter
Gangguan ginjal : kreatinin serum >1,1 Gangguan ginjal : kreatinin serum >1,1
mg/dL atau didapatkan peningkatan kadar mg/dL atau didapatkan peningkatan kadar
kreatinin serum pada kondisi dimana kreatinin serum pada kondisi dimana
tidak ada kelainan ginjal lainnya . tidak ada kelainan ginjal lainnya .

Edema Paru Edema Paru


Didapatkan gejala neurologis : stroke, Didapatkan gejala neurologis : stroke,
nyeri kepala, gangguan visus . nyeri kepala, gangguan visus .

7
2.6. Faktor Risiko Preeklampsia
Preeklampsia merupakan kondisi patologis pada kehamilan yang sangat
sering ditemui. Namun sampai saat ini, tidak diketahui secara pasti
penyebab terjadinya kejadian preeklampsia pada wanita hamil. Namun
beberapa kondisi baik pada ibu dan janin diketahui dapat meningkatkan
risiko terjadinya preeklampsia. Secara umum, faktor risiko tersebut dapat
dibagi menjadi:3,6
1. Faktor risiko maternal, seperti kehamilan primigravida, usia ibu <18
tahun atau >35 tahun, memiliki riwayat pernah mengalami
preeklampsia pada kehamilan sebelumnya, riwayat hipertensi dalam
keluarga, obesitas (BMI ≥30 kg/m2), dan jarak antar kehamilan <2
tahun atau >10 tahun. Selain itu, adanya riwayat penyakit medis
penyerta pada ibu, seperti hipertensi kronis, diabetes mellitus, penyakit
ginjal, trombofilia, migrain, systemic lupus erythematosus, serta
penggunaan obat serotonin-uptake inhibitor antidepressant (SSRI) juga
diketahui dapat meningkatkan risiko kejadian preeklampsia.
2. Faktor risiko fetal, seperti kehamilan ganda, hydrops fetalis, penyakit
trofoblastik gestasional, dan kromosom triploid.
2.7. Etiologi Preeklampsia
Penyebab hipertensi dalam kehamilan hingga saat ini belum diketahui
dengan jelas. Banyak teori telah dikemukakan tentang terjadinya hipertensi
dalam kehamilan, tetapi tidak ada satu pun teori tersebut dianggap mutlak benar.
Teori-teori yang sekarang banyak dianut adalah:1
1. Teori kelainan vaskularisasi plasenta
Pada kehamilan normal, rahim dan plasenta mendapat aliran darah dari
cabang- cabang arteri uterina dan arteri ovarika. Kedua pembuluh darah
tersebut menembus miometrium berupa arteri arkuata dan arteri arkuata memberi
cabang arteria radialis. Pada hamil normal, dengan sebab yang belum jelas, terjadi
invasi trofoblas ke dalam lapisan otot arteri spiralis, yang menimbulkan
degenerasi lapisan otot tersebut sehingga terjadi dilatasi arteri spiralis. Invasi
trofoblas juga memasuki jaringan sekitar arteri spiralis, sehingga jaringan

8
matriks menjadi elastis dan memudahkan lumen arteri spiralis mengalami distensi
dan dilatasi. Distensi dan vasodilatasi lumen arteri spiralis ini memeberi dampak
penurunan tekanan darah, penurunan resistensi vaskular, dan peningkatan aliran
darah pada utero plasenta. Akibatnya aliran darah ke janin cukup banyak dan
perfusi jaringan juga meningkat, sehingga dapat menjamin pertumbuhan janin
dengan baik. Proses ini dinamakan “remodeling arteri spiralis”.
Pada hipertensi dalam kehamilan tidak terjadi invasi sel-sel trofoblas
pada lapisan otot arteri spiralis dan jaringan matriks sekitarnya. Lapisan otot
arteri spiralis menjadi tetap kaku dan keras sehingga lumen arteri spiralis tidak
memungkinkan mengalami distensi dan vasodilatasi. Akibatnya, arteri spiralis
relatif mengalami vasokonstriksi, dan terjadi kegagalan “remodeling arteri
spiralis”, sehingga aliran darah uretoplasenta menurun, dan terjadilah hipoksia
dan iskemia plasenta.
2. Teori iskemia plasenta, radikal bebas, dan disfungsi endotel
a) Iskemia plasenta dan pembentukan oksidan/radikal bebas
Sebagaimana teori invasi trofoblas, pada hipertensi dalam kehamilan
terjadi kegagalan “remodeling arteri spiralis”, dengan akibat plasenta
mengalami iskemia. Plasenta yang mengalami iskemia dan hipoksia akan
mengalami oksidan. Oksidan atau radikal bebas adalah senyawa penerima
elektron atau ataom/molekul yang mempunyai elektron yang tidak
berpasangan.
Salah satu oksidan penting yang dihasilkan plasenta iskemia adalah
radikal hidroksil yang sangat toksik, khususnya terhadap membran sel
endotel pembuluh darah. Radikal hidroksil akan merusak membaran sel,
yang mengandung banyak asam lemak tidak jenuh menjadi peroksida lemak.
Peroksida lemak selain akan merusak membran sel, juga akan merusak
nukleus, dan protein sel endotel.
b) Peroksida lemak sebagai oksidan pada hipertensi dalam kehamilan
Pada hipertensi dalam kehamilan telah terbukti bahwa kadar oksidan,
khususnya peroksida lemak meningkat, sedangkan antioksidan, misalnya
vitamin E pada hipertensi dalam kehamilan menurun sehingga terjadi

9
dominasi kadar oksidan peroksida lemak yang relatif tinggi. Peroksida lemak
sebagai oksidan/radikal bebas yang sangat toksik ini akan beredar di
seluruh tubuh dalam aliran darah dan akan merusak membran endotel.
Membran endotel lebih mudah mengalami kerusakan oleh peroksida lemak,
karena letaknya langsung berhubungan dengan aliran darah dan mengandung
banyak asam lemak tidak jenuh. Asam lemak tidak jenu sangat rentan
terhadap oksidan radikal hidroksil, yang akan berubah menjadi peroksida
lemak.
c) Disfungsi sel endotel
Akibat sel endotel terpapar terhadap peroksida lemak, maka terjadi
kerusakan sel endotel, yang kerusakannya dimulai dari membran sel endotel.
Kerusakan membran endotel mengakibatkan terganggunya fungsi endotel,
bahkan rusaknya seluruh struktur sel endotel. Keadaan ini disebut sebagai
“disfungsi endotel” (endothelial dysfunction). Pada waktu terjadi kerusakan
sel endotel yang mengakibatkan disfungsi sel endotel, maka akan terjadi :
 Gangguan metabolisme prostaglandin, karena salah satu fungsi sel
endotel, adalah memproduksi prostaglandin yaitu menurunnya produksi
prostasiklin (PGE2): suatu vasodilatator kuat.
 Agresi sel-sel trombosit pada daerah endotel yang mengalami kerusakan.
Agresi sel trombosit ini adalah untuk menutup tempat-tempat
dilapisan sel endotel yang mengalami kerusakan. Agregasi trombosit
memproduksi tromboxan (TXA2) suatu vasokonstriktor kuat. Dalam
keadaan normal perbandingan kadar prostasiklin/tromboksan lebih tinggi
dari kadar vasodilator. Pada preeklamsia kadar tromboksan lebih tinggi
dari kadar prostasiklin sehingga terjadi vasokonstriksi, dengan terjadi
kenaikan tekanan darah.
 Perubahan khas pada sel endotel kapiler (glomerular endotheliosis)
 Peningkatan permeabilitas kapiler.
 Peningkatan produksi bahan-bahan vasopresor, yaitu endhotelin. Kadar
NO (vasodilator) menurun, sedangkan endotelin meningkat.
 Peningkatan faktor koagulasi.

10
3. Teori intoleransi imunologik antara ibu dan janin
Pada perempuan hamil normal, respon imun tidak menolak adanya “hasil
konsepsi” yang bersifat asing. Hal ini disebabkan adanya human leukocyte
antigen protein G (HLA-G), yang berperan penting dalam modulasi respon imun,
sehingga si ibu tidak menolak hasil konsepsi (plasenta). Adanya HLA-G pada
plasenta dapat melindungi trofoblas janin dari lisis oleh sel Natural killer ibu.
Selain itu, adanya HLA-G akan mempermudah invasi sel trofoblas ke dalam
jaringan desidua ibu. Jadi HLA-G merupakan prakondisi untuk terjadinya invasi
trofoblas ke dalam jaringan desidua ibu.
Pada plasenta hipertensi dalam kehamilan, terjadi penurunan ekspresi HLA-
G. Berkurangnya HLA-G di desidua daerah plasenta, menghambat invasi
trofoblas ke dalam desidua. Invasi trofoblas sangat penting agar jaringan desidua
menjadi lunak, dan elastis sehingga memudahkan terjadinya dilatasi arteri
spiralis. HLA-G juga merangsang produksi sitokin, sehingga memudahkan
terjadinya reaksi inflamasi. Kemungkinan terjadi Immune-Maladptation pada
preeklampsia.
4. Teori adaptasi kardiovaskular
Pada hamil normal pembuluh darah refrakter terhadap bahan-bahan
vasopressor. Refrakter, berarti pembuluh darah tidak peka terhadap rangsangan
bahan vasopressor, atau dibutuhkan kadar vasopressor yang lebih tinggi untuk
menimbulkan respons vasokontriksi. Pada kehamilan normal terjadinya refrakter
pembuluh darah terhadap bahan vasopresor adalah akibat dilindungi oleh adanya
sintesis prostaglandin pada sel endotel pembuluh darah. Hal ini dibuktikan bahwa
daya refrakter terhadap bahan vasopresor akan hilang bila diberi prostaglandin
sintesa inhibitor (bahan yang menghambat produksi prostaglandin). Prostaglandin
ini dinamakan prostaksilin (PGE2).
Pada hipertensi dalam kehamilan kehilangan daya refrakter terhadap
bahan vasopresor konstriktor, dan ternyata terjadi peningkatan kepekaan terhadap
bahan-bahan vasopresor. Artinya, daya refrakter pembuluh darah terhadap bahan
vasopresor hilang sehingga pembuluh darah menjadi sangat peka terhadap bahan
vasopresor.

11
5. Teori genetik
Genotipe ibu lebih menentukan terjadinya hipertensi dalam kehamilan
secara familial jika dibandingkan dengan genotipe janin. Telah terbukti bahwa
pada ibu yang mengalami preeklampsia 26% anak perempuannya akan
mengalami preklampsia juga, sedangkan hanya 8% anak menantu mengalami
preeklampsia.
6. Teori defisiensi
Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa kekurangan defisiensi gizi
berperan dalam terjadinya hipertensi dalam kehamilan. Penelitian terakhir
membuktikan bahwa konsumsi minyak ikan yang mengandung banyak asam
lemak tidak jenuh yang dapat menghambat produksi tromboksan, menghambat
aktivasi trombosit, dan mencegah vasokontriksi pembuluh darah. Beberapa
peneliti juga menganggap bahwa defisiensi kalsium pada diet perempuan hamil
mengakibatkan risiko terjadinya preeklampsia/eclampsia.
7. Teori inflamasi
Teori ini berdasarkan fakta bahwa lepasnya debris trofoblas di dalam
sirkulasi darah merupakan rangsangan utama terjadinya proses inflamasi. Pada
kehamilan normal plasenta juga melepaskan debris trofoblas, sebagai sisa-sisa
proses apoptosis dan nekrotik trofoblas, akibat reaksi stress oksidatif. Bahan-
bahan ini sebagai bahan asing yang kemudian merangsang timbulnya proses
inflamasi. Pada kehamilan normal, jumlah debris trofoblas masih dalam batas
wajar, sehingga reaksi inflamasi juga masih dalam batas normal.
Berbeda dengan proses apoptosis pada preeklampsia, dimana preeklampsia
terjadi peningkatan stress oksidatif, sehingga produksi debris apoptosis dan
nekrotik trofoblas juga meningkat. Makin banyak sel trofoblas plasenta, misalnya
pada plasenta besar, pada hamil ganda, maka reaksi stress oksidatif akan sangat
meningkat, sehingga jumlah sisa debris trofoblas juga makin meningkat. Keadaan
ini menimbulkan beban reaksi inflamasi dalam darah ibu menjadi jauh lebih besar,
disbanding reaksi inflamsi pada kehamilan normal. Respon inflamasi ini
akan mengaktivasi sel endotel, dan sel-sel makrofag/granulosit, yang lebih besar

12
pula, sehingga terjadi reaksi sistemik inflamasi yang menimbulkan gejala-gejala
preeklampsia pada ibu.
2.8. Patofisiologi Preeklampsia1
1) Sistem Kardiovaskular
Gangguan berat pada fungsi kardiovaskular normal lazim terjadi pada
preeklamsia atau eklamsia. Gangguan ini berkaitan dengan:
 Peningkatan afterload jantung yang disebabkan hipertensi
 Preload jantung, yang sangat dipengaruhi oleh tidak adanya hipervolemia
pada kehamilan akibat penyakit atau justru meningkat secara iatrogenik
akibat infus larutan kristaloid atau onkotik intravena
 Aktivasi endotel disertai ekstravasasi cairan intravaskular ke dalam ruang
ekstrasel. Penyimpangan kardiovaskular pada penyakit hipertensif terkait
kehamilan bervariasi bergantung pada sejumlah faktor. Penyimpangan ini
berpusat pada peningkatan afterload, dan mencakup keparahan
hipertensi, adanya penyakit kronis yang mendasari, adanya preeklamsia,
dan stadium perjalanan klinis saat mereka dipelajari. Terdapat sejumlah
klaim bahwa pada beberapa perempuan, perubahan ini bahkan dapat
mendahului awitan hipertensi. Meskipun begitu, saat awitan klinis
preeklamsia, terjadi penurunan keluaran jantung, kemungkinan karena
peningkatan tahanan perifer.
2) Darah dan Koagulasi
 Hemolisis
Preeklamsia berat sering disertai oleh tanda-tanda hemolisis, yang diukur
secara semikuantitatif menggunakan kadar laktat dehidrogenas serum.
Gangguan ini disebabkan salah satunya oleh hemolisis mikroangiopatik
akibat kerusakan endotel disertai pelekatan trombosit dan penimbunan
fibrin.
 Trombositopenia
Trombositopenia yang menyertai eklamsia telah digambarkan paling
tidak sejak tahun 1922 oleh Stancke. Karena lazim terjadi, hitung trombosit
secara rutin diperiksa pada perempuan dengan hipertensi gestasional jenis

13
apa pun. Frekuensi dan keparahan trombositopenia bervariasi dan
bergantung pada keparahan dan durasi sindrom preeklamsia, serta pada
frekuensi dilakukannya pemeriksaan hitung trombosit. Trombositopenia
nyata didefinisikan sebagai hitung trombosit <100.000L menunjukkan
penyakit yang berat. Secara umum, semakin rendah hitung trombosit,
semakin tinggi angka kesakitan dan kematian ibu dan janin. Pada
sebagian besar kasus, disarankan untuk dilakukan terminasi kehamilan
karena trombositopenia biasanya terus memburuk. Setelah persalinan,
hitung trombosit dapat terus menurun pada hari pertama atau beberapa hari
pertama. Setelah itu, hitung trombosit biasanya meningkat secara
progresif hingga mencapai nilai normal, umumnya dalam 3-5 hari.
Pada beberapa kondisi, misalnya sindrom HELLP, hitung trombosit terus
berkurang setelah persalinan. Pada beberapa perempuan yang tidak
mencapai hitung trombosit terendah dalam 48 hingga 72 jam
pascapersalinan, sindrom preeklamsia dapat salah diduga sebagai salah satu
mikroangiopati trombotik.
3) Homeostasis Volume
 Perubahan Cairan dan Elektrolit
Pada perempuan dengan preeklamsia berat, volume cairan ekstrasel,
yang bermanifestasi sebagai edema, biasanya jauh lebih besar dibandingkan
pada perempuan dengan kehamilan normal. Mekanisme yang berperan
dalam retensi patologis cairan ini diduga terjadi akibat cedera endotel.
Selain edema umum dan proteinuria, perempuan-perempuan ini memiliki
tekanan onkotik plasma yang menurun. Penurunan ini menyebabkan
ketidakseimbangan filtrasi dan semakin mendorong cairan intravaskular ke
dalam interstitium sekelilingnya. Kadar elektrolit tidak berbeda nyata pada
perempuan preeklamtik dibandingkan dengan pada kehamilan normal. Hal
yang berbeda mungkin terjadi jika dilakukan terapi diuretik yang agresif,
restriksi natrium, atau pemberian air bebas yang mengandung oksitosin
untuk menyebabkan anti diuresis. Komplikasi obstetri setelah terjadinya
suatu kejang eklamtik, pH dan kadar bikarbonat dalam serum menurun

14
akibat asidosis laktat dan kehilangan karbon dioksida kompensatorik
melalui sistem pernapasan. Keparahan asidosis berkaitan dengan jumlah
asam laktat yang dihasilkan dan laju dikeluarkannya karbon dioksida.
4) Ginjal
Selama kehamilan normal, aliran darah ginjal dan laju filtrasi
glomerulus meningkat secara bermakna. Dengan memburuknya
preeklamsia, timbul sejumlah perubahan anatomis dan patofisiologis yang
reversibel. Yang penting secara klinis, perfusi ginjal dan filtrasi glomerulus
berkurang. Kadar yang jauh lebih rendah dari nilai normal saat tidak hamil
jarang terjadi dan hanya sebagai komplikasi penyakit berat.
Filtrasi glomerulus yang sedikit berkurang dapat terjadi akibat
penurunan volume plasma. Sebagian besar penurunan ini kemungkinan
timbul akibat meningkatnya resistensi arteriol aferen, yang dapat meningkat
hingga lima kali lipat. Terdapat juga perubahan morfologis yang ditandai
dengan endoteliosis glomerulus yang menyumbat sawar filtrasi. Penurunan
filtrasi menyebabkan nilai kreatinin serum meningkat hingga mencapai nilai
pada perempuan tidak hamil, yaitu, 1 mg/mL, tetapi kadang-kadang bahkan
lebih tinggi lagi. Pada kebanyakan perempuan preeklamtik, kadar natrium
urin meningkat. Osmolalitas urin, rasio kreatinin urin plasma, dan ekskresi
natrium fraksional juga merupakan penanda keterlibatan mekanisme. Kadar
asam urat plasma biasanya meningkat pada preeklamsia. Peningkatan ini
melebihi penurunan pada laju filtrasi glomerulus dan kemungkinan juga
disebabkan oleh bertambahnya reabsorpsi tubular. Pada saat yang sama,
preeklamsia dikaitkan dengan berkurangnya ekskresi kalsium dalam urin,
kemungkinan karena peningkatan reabsorpsi kalsium di tubulus.
Kemungkinan penyebab lain adalah peningkatan produksi urat dalam
plasenta sebagai kompensasi terhadap stres oksidatif.
 Proteinuria
Adanya proteinuria dalam derajat apapun akan menegakkan diagnosis
preeklamsia eklamsia. Proteinuria dapat timbul pada tahap lanjut, dan

15
beberapa perempuan mungkin telah melahirkan atau mengalami kejang
eklamtik sebelum timbul proteinuria.
 Perubahan Anatomis
Terdapat bukti bahwa pembengkakan endotel terjadi akibat "penurunan
mendadak" faktor angiogenik karena protein bebas membentuk kompleks
dengan reseptor protein antiangiogenik dalam sirkulasi. Protein angiogenik
ini sangat penting bagi kesehatan podosi, dan inaktivasinya oleh reseptor
angtiangiogenik menyebabkan disfungsi podosit dan pembengkakan
endotel.
5) Hepar
Dari sudut pandang pragmatis, keterlibatan hepar pada preeklamsia
mungkin bermakna secara klinis dalam kondisi-kondisi berikut:
 Keterlibatan simtomatik, biasanya bermanifestasi sebagai nyeri dan nyeri
tekan derajat sedang hingga berat pada kuadran kanan atas atau
pertengahan epigastrium, biasanya hanya terjadi pada penyakit berat.
Pada banyak kasus, perempuan-perempuan yang mengalami kondisi
demikian juga mengalami peningkatan kadar amino-transferase serum–
aspartat transferase (AST) atau alanin transferase (ALT). Namun, pada
sebagian kasus, jumlah jaringan hepar yang mengalami infark mungkin
luas, tetapi masih tidak bermakna secara klinis. Menurut pengalaman
kami, infark dapat diperburuk oleh hipotensi akibat perdarahan obstetris,
dan hal tersebut dapat menyebabkan kegagalan hepar.
 Peningkatan asimtomatik kadar transaminase hepar dalam serum AST
dan ALT dianggap merupakan penanda preeklamsia berat. Nilai
transaminase jarang melebihi 500 U/L, tetapi pemah dilaporkan melebihi
2.000 U/L pada beberapa perempuan. Secara umum, kadar transaminase
serum berbanding terbalik dengan jumlah trombosit, dan kadar keduanya
biasanya kembali ke normal dalam 3 hari pascapartum.
 Perdarahan hepar dari daerah yang mengalami infark dapat meluas
sehinggamembentuk hematoma hepatis. Hematoma yang terbentuk tadi
selanjutnya dapat meluas untuk membentuk hematoma subkapsular yang

16
dapat ruptur. Hematoma dapat diidentifikasi menggunakan computed
tomography (CT) atau magnetic resonance imaging (MRI), seperti yang
diperlihatkan. Hematoma yang tidak ruptur mungkin sebenamya lebih
banyak dibandingkan dengan yang menimbulkan kecurigaan klinis, dan
lebih mungkin timbul pada sindrom HELLP.
6) Otak
Nyeri kepala dan gejala penglihatan lazim terjadi pada preeklamsia
berat, dan terjadinya kejang yang berkaitan dengan kedua gejala tersebut
menandakan eklamsia. Deskripsi anatomis yang paling awal dilaporkan
pada keterlibatan otak pada preeklamsia diperoleh dari spesimen autopsi,
tetapi pencitraan CT dan MRI serta Doppler telah menambah banyak
pengetahuan baru dan penting mengenai keterlibatan serebrovaskular.
Disfungsi sel endotel yang menandai sindrom preeklamsia kemungkinan
memainkan peran kunci dalam kedua teori ini:
 Teori pertama menyatakan bahwa sebagai respons terhadap hipertensi
akut dan berat, terjadi regulasi serebrovaskular berlebihan sehingga
timbul vasospasme. Asumsi ini didasarkan pada temuan angiografis
berupa penyempitan segmental multi-fokal atau difus yang sesuai dengan
gambaran vasospasme. Menurut teori ini, penurunan aliran darah otak
dihipotesiskan sebagai penyebab iskemia, edema sitotoksik, dan
akhirnya, infark jaringan. Hanya terdapat sedikit bukti objektif yang
mendukung teori ini.
 Teori kedua mengatakan bahwa terjadi peningkatan tekanan darah
sistemik mendadak yang melebihi kapasitas autoregulasi serebrovaskular.
Timbul daerah yang mengalami vasodilatasi dan vasokonstriksi paksa,
khususnya pada daerah perbatasan arteri. Pada tingkat kapiler, gangguan
pada tekanan endcapillary menyebabkan peningkatan tekanan
hidrostatik, hiperperfusi, dan ekstravasasi plasma serta eritrosit melalui
celah pada tauterat endotel sehingga terjadi akumulasi edema vasogenik.
Teori ini juga tidak sempurna karena hanya sedikit perempuan dengan
eklamsia yang memiliki tekanan arteri rerata yang melebihi batas

17
autoregulasi–sekitar 160 mmHg. Sepertinya logis jika disimpulkan
bahwa mekanisme yang paling mungkin merupakan kombinasi kedua
teori tersebut. Jadi, sindrom preeklamsia memiliki dasar aktivasi endotel
yang terkait dengan kebocoran antarsel endotel, yang timbul pada
tekanan darah yang jauh lebih rendah dibandingkan tekanan yang
menyebabkan edema vasogenik, dan juga didasari oleh hilangnya
autoregulasi. Hal ini disebut sebagai sindrom leukoensefalopati posterior
reversible. Istilah yang terbaru digunakan untuk menyebut hal tadi adalah
sindrom ensefalopati reversibel posterior (PRES).
Kejang terdiri atas pelepasan neurotransmiter elcsitatorik khususnya
glutamate dalam jumlah berlebihan, depolarisasi jaringan neuron secara
massif, dan letupan potensial aksi. Bukti klinis dan eksperimental
menunjukkan bahwa kejang yang berkepanjangan dapat menyebabkan
cedera otak yang signifikan yang berlanjut dengan disfungsi otak.
7) Gangguan Penglihatan
Skotoma, penglihatan kabur, atau diplopia merupakan gejala yang lazim
didapatkan pada preeklamsia berat dan eklamsia. Gejala-gejala ini biasanya
mereda dengan terapi magnesium sulfat dan/atau penurunan tekanan daiah.
Kebutaan lebih jarang ditemukan, biasanya reversibel, dan dapat timbul dari
tiga daerah potensial. Ketiga daerah ini adalah korteks visual pada lobus
oksipitalis, nukleus genikulatum lateral, dan retina. Di retina, lesi dapat
mencakup iskemia, infark, dan ablasio. Ablasio retina dapat juga
menimbulkan gangguan penglihatan, meskipun biasanya unilateral dan
jarang menimbulkan kehilangan penglihatan total. Kadang-kadang, ablasio
dapat terjadai bersamaan dengan edema korteks dan, defek penglihatan
penyerta.
2.9. Penegakan Diagnosis Preeklampsia7
1. Penegakan Diagnosis Preeklamsia
Seperti telah disebutkan sebelumnya, bahwa preeklampsia didefinisikan
sebagai hipertensi yang baru terjadi pada kehamilan/diatas usia kehamilan 20
minggu disertai adanya gangguan organ. Jika hanya didapatkan hipertensi saja,

18
kondisi tersebut tidak dapat disamakan dengan peeklampsia, harus didapatkan
gangguan organ spesifik akibat preeklampsia tersebut. Kebanyakan kasus
preeklampsia ditegakkan dengan adanya protein urin, namun jika protein urin
tidak didapatkan, salah satu gejala dan gangguan lain dapat digunakan untuk
menegakkan diagnosis preeklampsia, yaitu :
1. Trombositopenia: trombosit <100.000 / mikroliter.
2. Gangguan ginjal: kreatinin serum >1,1 mg/dL atau didapatkan peningkatan
kadar kreatinin serum pada kondisi dimana tidak ada kelainan ginjal lainnya.
3. Gangguan liver : peningkatan konsentrasi transaminase 2 kali normal dan
atau adanya nyeri di daerah epigastrik / regio kanan atas abdomen.
4. Edema Paru.
5. Didapatkan gejala neurologis: stroke, nyeri kepala, gangguan visus.
6. Gangguan pertumbuhan janin yang menjadi tanda gangguan sirkulasi
uteroplasenta: Oligohidramnion, Fetal Growth Restriction (FGR) atau
didapatkan adanya absent or reversed end diastolic velocity (ARDV).

Gambar 1. Kriteria Minimal Preeklampsia

19
2. Penegakan Diagnosis Preeklamsia Berat
Beberapa gejala klinis meningkatkan morbiditas dan mortalitas pada
preeklampsia, dan jika gejala tersebut didapatkan, akan dikategorikan menjadi
kondisi pemberatan preeklampsia atau disebut dengan preeklampsia berat. Kriteria
gejala dan kondisi yang menunjukkan kondisi pemberatan preeklampsia atau
preklampsia berat adalah salah satu dibawah ini :
1. Tekanan darah sekurang-kurangnya 160 mmHg sistolik atau 110 mmHg
diastolik pada dua kali pemeriksaan berjarak 15 menit menggunakan lengan
yang sama
2. Trombositopenia : trombosit < 100.000 / mikroliter
3. Gangguan ginjal : kreatinin serum >1,1 mg/dL atau didapatkan peningkatan
kadar kreatinin serum pada kondisi dimana tidak ada kelainan ginjal lainnya
4. Gangguan liver : peningkatan konsentrasi transaminase 2 kali normal dan
atau adanya nyeri di daerah epigastrik/regio kanan atas abdomen
5. Edema Paru
6. Didapatkan gejala neurologis : stroke, nyeri kepala, gangguan visus
7. Gangguan pertumbuhan janin menjadi tanda gangguan sirkulasi
uteroplasenta: Oligohidramnion, Fetal Growth Restriction (FGR) atau
didapatkan absent or reversed end diastolic velocity (ARDV)
Beberapa penelitian terbaru menunjukkan rendahnya hubungan antara
kuantitas protein urin terhadap luaran preeklampsia, sehingga kondisi protein urin
masif ( lebih dari 5 g) telah dieleminasi dari kriteria pemberatan preeklampsia
(preeklampsia berat). Kriteria terbaru tidak lagi mengkategorikan lagi
preeklampsia ringan, dikarenakan setiap preeklampsia merupakan kondisi yang
berbahaya dan dapat mengakibatkan peningkatan morbiditas dan mortalitas secara
signifikan dalam waktu singkat.

20
Gambar 2. Kriteria Diagnosis Preeklampsia Berat

2.10. Penatalaksanaan Preeklampsia1,7


1) Sikap terhadap kehamilannya
 Perawatan Aktif (agresif)
Kehamilan segera diakhiri/diterminasi bersamaan dengan pemberian
pengobatan medikamentosa. Indikasi perawatan aktif ialah bila
didapatkan satu/lebih keadaan dibawah ini:
- Ibu
 Umur kehamilan ≥ 37 minggu
 Adanya tanda-tanda/gejala Impending Eklampsia
 Kegagalan terapi pada perawatan konservatif, yaitu keadaan
klinik dan laboratorik memburuk
 Diduga terjadi solusio plasenta
 Timbul onset persalinan, ketuban pecah, atau perdarahan
- Janin
 Adanya tanda-tanda fetal distress
 Adanya tanda-tanda intrauterine growth restriction (IUGR)

21
 NST nonreaktif dengan profil biofisik abnormal  Terjadinya
oligohidramion.
- Laboratorik
 Adanya tanda-tanda “sindrom HELLP” khususnya menurunnya
trombosit dengan cepat.
 Cara mengakhiri kehamilan (terminasi kehamilan) dilakukan
berdasarkan keadaan obstetrik pada waktu itu, apakah sudah
inpartu atau belum.
 Perawatan Konservatif
Kehamilan tetap dipertahankan bersamaan dengan pemberian
pengobatan medikamentosa. Indikasi perawatan konservatif ialah bila
kehamilan preterm ≤37 minggu tanpa disertai tanda-tanda impending
eklampsia dengan keadaan janin baik. Diberikan pengobatan yang sama
dengan pengobatan medikamentosa pada pengelolaan secara aktif.

22
Gambar 3. Manajemen ekspektatif preeklampsia

23
Gambar 4. Manajemen ekspektatif preeklampsia Berat

2. Pengobatan Medikamentosa
 Pemberian Magnesium Sulfat
 Loading dose: initial dose 4 gram MgSO4: intravena, (40% dalam
10 cc) selama 15 menit.
 Maintenance dose: Diberikan infus 6 gram dalam larutan Ringer/6
jam; atau diberikan 4 atau 5 gram i.m. selanjutnya maintenance
dose diberikan 4 gram i.m tiap 4-6 jam.
 Syarat-syarat pemberian MgSO4:

24
- Harus tersedia antidotum MgSO4, bila terjadi intoksikasi yaitu
kalsium glukonas 10% = 1 g (10% dalam 10 cc) diberikan i.v.
3 menit.
- Refleks patella (+) kuat.
- Frekuensi pernafasan >16 kali/menit, tidak ada tanda-tanda
distres nafas.
 Magnesium sulfat diberhentikan bila:
- Ada tanda-tanda intoksikasi
- Setelah 24 jam pascapersalinan atau 24 jam setelah kejang
terakhir
 Dosis terapeutik dan toksis MgSO4
 Dosis terapeutik 4-7 mEq/liter 4,8 – 8,4 mg/dl
 Refleks tendon (-) 10 mEq/liter 12 mg/dl
 Terhenti pernapasan 15 mEq/liter 18 mg/dl
 Terhentinya jantung >30 mEq/liter >36 mg/dl

Gambar 5. Rekomendasi Pemberian MgSO4

25
o Pemberian Anti Hipertensi
 Antihipertensi lini pertama
- Nifedipin: Dosis 10 -20 mg per oral, diulangi setelah 30 menit;
maksimum 120 mg dalam 24 jam.
 Antihipertensi lini kedua
- Sodium nitoprusside;0,25 pg i.v./kg/menit, infus; ditingkatkan
0,25 pg i.v./kg/ 5 menit, Diazohside:30 - 60 mg i.v./5 menit;
atau i.v. infus 1O mg/menit/ dititrasi.
 Antihipertensi sedang dalam penelitian
- Calcium channel blockers; isradipin, nimodipin
- Serotinin reseptor antagonis: ketan serin
 Jenis obat antihipertensi yang diberikan di Indonesia adalah:
- Nifedipin Dosis awal: 10-20 mg, diulangi 30 menit bila perlu.
Dosis maksimum 120 mg per 24 jam.
- Nifedipin tidak boleh diberikan sublingual karena efek
vasodilatasi sangat cepat, sehingga hanya boleh diberikan per
oral.

2.11. Komplikasi Preeklampsia8


 Komplikasi Pada Ibu
- Sindroma HELLP
Sindroma HELLP ialah salah satu komplikasi preeklamsia-
eklamsia disertai timbulnya hemolysis, peningkatan enzim hepar,
disfungsi hepar, dan trombositopenia. Diagnosis sindroma HELLP:
 Didahului tanda dan gejala yang tidak khas malaise, lemah, nyeri
kepala, mual muntah.
 Adanya tanda dan gejala preeklamsia
 Tanda-tanda hemolysis intravaskular, khususnya kenaikan LDH,
AST, dan bilirubin
 Tanda kerusakan/disfungsi sel hepatosit hepar : Kenaikan ALT,
AST<LDH

26
 Trombositopenia (trombosit ≤150.000/ml Kematian ibu bersalin
pada sindroma HELLP cukup tinggi yaitu 24%). Penyebab
kematian dapat berupa kegagalan kardiopulmonar, gangguan
pebekuan darah, perdarahan otak, ruptur hepar, dan kegagalan
organ multiple.
 Komplikasi Pada Janin
Preeklamsia pada janin memberi pengaruh buruk pada kesehatan janin
yang disebabkan oleh menurunnya perfusi utero plasenta, hipovolemia,
vasospasme, dan kerusakan sel endotel pembuluh darah plasenta. Dampak
preeklamsia pada janin seperti pertumbuhan janin terhambat, kelahiran
prematur, sampai kematian janin dalam rahim.
2.12. Prognosis Preeklampsia
Pengawasan yang tepat dan cepat, baik terhadap ibu dan janin sebelum dan
sesudah melahirkan, wanita yang mengalami preeklamsia berat dan tidak dalam
pengawasan, memungkinakan keadaan yang buruk.

27
BAB III
LAPORAN KASUS

3.1 Identitas Pasien


Nama pasien : Nn. NUDR
Umur : 28 tahun
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Pendidikan : SMA
Alamat : Air Hitam ukui-pelalawan
No. RM 097698
MRS : 09-08-2023 Jam 12.00 WIB
Nama Suami : Tn. Y
Umur : 30 tahun
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Buruh
Alamat : Air Hitam Ukui-pelalawan

I. Anamnesis
 Keluhan Utama
Sakit kepala ±1 minggu SMRS.
 Riwayat Penyakit Sekarang
-Pasien datang keluhan sakit kepala sejak ±1 minggu SMRS. Sakit
kepala yang di rasakan hilang timbul dan terasa seperti diikat. Mual (-)
muntah (-) pandangan kabur(-).Pasien juga mengeluhkan seluruh badan
bengak sejak 1 bulan terakhir ini. Bengkak mulai dari tangan hingga kaki.
Selain itu pasien juga mengatakan kadang kali ada sesak (+) hilang timbul.
BAB (+) BAk(+).

28
 Riwayat Menstruasi
- Menarche : 12 Tahun
- Haid : Teratur
- Siklus : 28 Hari
- Lama Haid : 7 Hari
- HPHT : 10 Januari 2021
- Taksiran Persalinan : 17 Oktober 2021
 Riwayat Penyakit Dahulu
- Hipertensi (-)
- DM (-)
- Penyakit Jantung (-)
- Asma (-)
- Kejang saat hamil (-)
 Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit keturunan.
 Riwayat Perkawinan
Pasien menikah saat usia 17 tahun dan ini adalah pernikahan yang
pertama, lama pernikahan sekitar 4 tahun.
 Riwayat Kehamilan/Abortus/Persalinan
Saat ini pasien sedang hamil anak ketiga, anak pertama pasien lahir
pada tahun 2015, cukup bulan, lahir di rumah dan dibantu oleh bidan
desa, anak kedua pasien lahir pada tahun 2018 cukup bulan, lahir di
rumah dan dibantu oleh bidan desa, pasien tidak pernah mengalami
abortus.
 Riwayat Kontrasepsi
Tidak pernah.
 Riwayat Operasi sebelumnya
Tidak pernah.

29
II. Pemeriksaan Fisik
 Status Generalisata
- Keadaan umum : Tampak sakit sedang
- Kesadaran : Composmentis
- Vital sign : TD = 150/97
R = 26x/menit
N = 76x/menit
T = 36,50C
SpO2 = 100%
- BB : Sebelum hamil 62 kg, sebelum melahirkan 80 kg
- TB : 155 cm
- IMT : 27 (Overweight)
- Kepala : Normochepal
- Mata : Konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-)
- Hidung : Septum nasi tidak deviasi, sekret (-)
- Telinga : Tidak terdapat deformitas, sekret (-)
- Mulut : Bibir sianosis (-), lidah kotor (-)
- Leher : Pembesaran KGB (-), peningkatan JVP (-)
- Thorak : Paru-paru :
Inspeksi : Bentuk dada normal, Pergerakan dinding
dada simetris kanan dan kiri
Palpasi : Vokal fremitus simetris kanan dan kiri
Perkusi : Sonor pada kedua lapangan paru
Auskultasi : Vesikuler, Rh (-/-), Wh (-/-)

30
Jantung : Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Teraba pulsasi ictus cordis di ICS V, linea
midclavicularis sinistra
Perkusi : Batas jantung kanan: ICS IV linea
parasternalis dextra
Batas jantung kiri: ICS IV linea midclavicula
sinistra
Auskultasi : BJ I dan II regular, murmur (-), gallop (-)

Ekstremitas: Superior : akral hangat, CRT < 2


Inferior : akral hangat, CRT < 2

 Status obstetrikus
- Wajah : Cloasma gravidarum (-)
- Mammae : Membesar, terasa tegang, aerola dan papilla
hiperpigmentasi, kolustrum (+)
- Abdomen Inspeksi : Perut tampak membuncit, linea mediana
hiperpigmentasi, striae gravidarum (+)
Palpasi : Pemeriksaan Leopold
Leopold I: di fundus teraba bagian lunak
yaitu bokong.
Leopold II: teraba tahanan terbesar sebelah
kiri dan bagian kecil sebelah kanan
Leopold III: bagian terbawah janin teraba
keras dan lunak.
Leopold IV: sudah masuk pintu atas panggul.
Auskultasi : Bising usus (-)
DJJ Janin: 155 x/menit

31
- Tinggi fundus uteri : 22 cm
- Genitalia eksterna: Inspeksi/palpasi: V/U tenang, pembengkakan (-),
nyeri (-), perdarahan aktif (-)
- Genitalia interna: Inspekulo: Tidak dilakukan
- Vaginal Toucher: Portio lunak, nyeri tekan (-), penipisan (+), selaput
ketuban (+).
- Pemeriksaan lakmus: Tidak dilakukan.
III. Pemeriksaan Penunjang
Jum’at, 15 oktober 2021
Pemeriksaan Hasil Nilai Normal
 Darah Rutin
- Hb 13.1 gr% 13 – 18 gr%
- Leukosit 19.6 10³/mm3 5 – 11 10³/mm3
- Hematokrit 39.4 % 37-47 %
- MCV 90.5 fl 80 – 96 pg
- MCH 30.1 pg 27 – 32 10³/mm3
- Trombosit 242 10³/mm3 150-450 10³/mm3
- Hitung Jenis Leukosit
o Eosinofil 0% 1-3
o Basofil 0% 0-1
o Net. Segmen 3% 2-6
o Net. Batang 86% 50-70
o Limfosit 8% 20-40
o Monosit 3% 2-8
 Hematologi
Golongan darah + O Rh (+) -
Rhesus
 Hemostasis
Masa Pembekuan (CT) 10.00 menit < 15
Masa Pendarahan (BT) 2.30 Menit <5
 Glukosa Darah 97 mg/dl 70-140 mg/dl
 Fungsi Ginjal
Ureum 20 mg/dl 10-50 mg/dl
Kreatinin 0.5 mg/dl 0.5-1.4 mg/dl
 Urinalisa
Warna Kuning jernih Kuning
Berat jenis 1.030 1.020-1.030

32
pH 6.0 6.8-8.0
Lekosit Negatif Negatif
Nitrit Negatif Negatif
Protein +3 Negatif
Glukosa Negatif Negatif
Keton Negatif Negatif
Urobilinogen Negatif Negatif
Bilirubin Negatif Negatif
Eritrosit Negatif Negatif
Sedimen
o Eritrosit 0-2 LPB Negatif
o Leukosit 0-1 :PB Negatif
o Epitel 0-1 LPB Negatif
o Kristal Negatif Negatif

Sabtu, 16 oktober 2021


Pemeriksaan Hasil Nilai Normal
 Darah Rutin
- Hb 13.1 gr% 13 – 18 gr%
- Leukosit 10.8 10³/mm3 5 – 11 10³/mm3
- Hematokrit 39.7 % 37-47 %
- MCV - 80 – 96 pg
- MCH - 27 – 32 10³/mm3
- Trombosit 56 10³/mm3 150-450 10³/mm3

IV. Diagnosis
Diagnosis ibu : G3P2A0H2 gr 41-42 minggu + PEB
Diagnosis Janin : Janin hidup intrauterine, tunggal, presentasi kepala
V. Terapi
- IVFD RL 20 tpm + MgSO4 6gr/6jam
- Methyldopa 250gr
- Paracetamol 3x500 mg

33
Jam 12.00 WIB
S Kontraksi semakin kuat
TD : 151/84 mmHg
HR : 69x/i
O RR : 19 x/i
T : 360C
Pembukaan : 9 cm
A G3P2A0H2 gr 41-42 minggu + PEB
- Mempersiapkan alat dan obatan persalinan
- Menghadirkan pendamping ibu
P - Mengatur posisi ibu dengan posisi litotomi
- Mengajarkan ibu cara mengedan yang benar
- Menganjurkan ibu minum jika tidak ada his
Jam 12.20 wib
- His semakin kuat
- Menganjurkan ibu mengedan
- Melakukan asuhan persalinan normal
- Bayi lahir spontan, merintih (+)
- Melakukan injeksi cynto 1 amp IM
- Melakukan PTT
- Plasenta lahir spontan, kesan lengkap
Jam 13.00 wib
- Melakukan observasi kala IV
- TD : 150/69 mmHg
- HR : 79 x/i
- RR : 20x/i
- T : 360C
- Perdarahan nifas : 50cc

34
VI. Follow Up
Tanggal/jam SOAP
S : Nyeri jalan lahir (+), keluar darah dari vagina (+), mual
(-), muntah (-)
O : TD : 141/88 mmHg
HR : 79x/menit
RR : 20x/menit
T : 36,5oC
A : P3A0H3 + Postpartum spontan dengan PEB
15 oktober 2021
P:
14.00 WIB
 IFVD RL + drip MgSO4 40% 15cc -> 15tpm
 Cefadroxil 2x500 mg
 Asam Mefenamat 3x500mg
 Methylergometrin 3x1 tab
 Nifedipin 2x1 tab
 Methyldopa 3x2 tab
 Paracetamol 3x500 mg
S : Nyeri jalan lahir (+), keluar darah dari vagina (+),mual
(-), muntah (-)
O : TD : 130/88 mmHg
HR : 98x/menit
RR : 20x/menit
T : 36,7oC
15 oktober 2021
TFU : 2 jari dibawah pusat
20.00 WIB
A : P3A0H3 + Postpartum spontan dengan PEB
P:
 IFVD RL + drip MgSO4 40% 15cc -> 15tpm
 Cefadroxil 2x500 mg
 Asam Mefenamat 3x500mg
 Methylergometrin 3x1 tab

35
 Nifedipin 2x1 tab
S : Nyeri jalan lahir (+), keluar darah dari vagina (+), nyeri
kepala (+), mual (-), muntah (-)
O : TD : 137/98 mmHg HB : 13.1
HR : 75x/menit Leu : 10.800
RR : 20x/menit HCT : 39.7
T : 36,4oC Trom : 56
TFU : 2 jari dibawah pusat
Ekst : udem (+)
Kontraksi uterus baik
16 oktober 2021 A : P3A0H3 + Postpartum spontan dengan PEB +
08.00 WIB Trombositopenia + HELLP sindrom
P:
 Inj. Cefotaxime 1gr
 Inj. Dexamethasone 1 amp/12jam
 Inj. Asam Traneksamat 500mg/12jam
 Asam mefenamat 3x500mg
 Misoprostol tab 3x1
 B com C 2x1
 Nifedipin 2x10mg
 Anjuran transfusi trombosit 10 kantong
S : Nyeri jalan lahir (+), keluar darah dari vagina (+), nyeri
kepala (+), mual (-), muntah (-)
O : TD : 138/80 mmHg HB : 13.9
HR : 88x/menit Leu : 15.9
16 oktober 2021
RR : 20x/menit Trom : 62
16.00 WIB
T : 36,5oC
A : P3A0H3 + Postpartum spontan dengan PEB +
Trombositopenia + HELLP sindrom

36
P:
 IVFD RL 28 tpm
 Inj. Cefotaxime 1gr
 Inj. Dexamethasone 1 amp/12jam
 Inj. Asam Traneksamat 500mg/12jam
 Asam mefenamat 3x500mg
 Misoprostol tab 3x1
 B com C 2x1
 Nifedipin 2x10mg
 Transfusi trombosit 10 kantong
S : Nyeri jalan lahir (+), keluar darah dari vagina (+),nyeri
kepala (+), mual (-), muntah (-)
O : TD : 130/88 mmHg
HR : 78x/menit
RR : 20x/menit
T : 36,6oC
A : P3A0H3 + Postpartum spontan dengan PEB +
16 oktober 2021
Trombositopenia + HELLP sindrom
20.00 WIB
P:
 IVFD RL 28 tpm
 Inj. Cefotaxime 2x1gr
 Inj. Dexamethasone 2x1 amp
 Inj. Asam traneksamat 2x500 mg
 Asam mefenamat 3x500mg
 Transfusi trombosit 10 kantong
S : Nyeri jalan lahir (+), keluar darah dari vagina (+),nyeri
kepala (+), mual (-), muntah (-)
17 oktober 2021
O : TD : 132/94 mmHg HB : 12.3
08.00 WIB
HR : 88x/menit Leu : 16.2
RR : 20x/menit Trom : 131

37
T : 36,5oC
A : P3A0H3 + Postpartum spontan dengan PEB + HELLP
sindrom
P:
 IVFD RL 28 tpm
 Inj. Cefotaxime 2x1gr
 Inj. Dexamethasone 2x1 amp
 Inj. Asam traneksamat 2x500 mg
 Asam mefenamat 3x500mg

 Terapi Pulang
- Cefixim 2x1
- Asam mefenamat 3x1
- Metilergotamin 3x1
- Vit BecomC 2x2
- Nifedipine 2x10gr

38
BAB IV
PEMBAHASA
N

Penegakan diagnosis pada pasien ini dilakukan berdasarkan anamnesis,


pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Pada kasus ini umur kehamilan
pasien adalah 41-42 minggu berdasarkan perhitungan HPHT. Tekanan darah
pasien diketahui tinggi saat kehamilan yang sekarang. Pada saat pasien diperiksa
di VK, didapatkan tekanan darah pasien 150/97 mmHg. Pada hasil anamnesis
diketahui bahwa pasien baru mengetahui memiliki riwayat hipertensi saat
kehamilan ini. Pasien menyangkal memiliki riwayat hipertensi sebelum
kehamilan.
Untuk membedakan apakah hipertensi pada pasien ini adalah hipertensi
gestasional atau preeklampsia/eklampsia, dilakukan pemeriksaan urine untuk
mengetahui apakah terdapat proteinuria atau tidak. Setelah pemeriksaan urine
dilakukan, diketahui terdapat protein positif +3, sehingga kemungkinan hipertensi
gestasional dapat disingkirkan. Dengan demikian diagnosis hipertensi dalam
kehamilan pada pasien ini dapat dikategorikan ke dalam preeklampsia karena
umur kehamilan >20 minggu disertai peningkatan tekanan darah. Pada pasien ini
tidak terdapat riwayat kejang yang menyertai peningkatan tekanan darah
(menyingkirkan kemungkinan diagnosis eklampsia), namun pada pasien
didapatkan keluhan seperti nyeri kepala, nyeri epigastrium, mual sehingga dapat
dikategorikan ke dalam preeklampsia berat.
Faktor risiko terjadinya preeklampsia berat pada pasien ini adalah dilihat
dari obesitas yang dialami oleh pasien. Hubungan yang terjadi antara
preeklampsia dan berat badan ibu bersifat progresif. Pada kasus, tidak didapatkan
terdapat faktor risiko riwayat hipertensi kronis dan penyakit medis penyerta pada
ibu lainnya. Saat rawatan hari kedua, pasien mengalami komplikasi yang ditandai
dengan edema pada ekstremitas, nyeri kepala, dan menurunnya kadar trombosit
didalam darah. Maka berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan penunjang,

39
diagnosis pasien ini adalah G3P2A0H2 gr 39-40 minggu dengan preeklampsia
berat ditambah dengan trombositopenia dan HELLP sindrom.
Pasien ini dilakukan tatalaksana yaitu pemberian MgSO4 sesuai protap.
MgSO4 bekerja dengan menghambat atau menurunkan kadar asetilkolin pada
rangsangan saraf-saraf yaitu menghambat transmisi neuromuskular, sehingga
mencegah terjadinya kejang pada pasien ini. Selain itu, MgSO4 juga merupakan
vasodilator serebral. Pemberian MgSO4 harus memenuhi beberapa syarat sebagai
berikut: harus terdapat refleks patella kuat, antidotum berupa kalsium glukonas
10%, dan frekuensi pernapasan >16 kali per menit dan tidak ada tanda-tanda
distress pernapasan. Pasien juga diberikan methyldopa 250 mg dan paracetamol
500 mg, pasien ini juga dilakukan observasi untuk mengawasi komplikasi yang
terjadi.

40
BAB V
PENUTUP

Hipertensi dalam kehamilan adalah tekanan darah pada ibu hamil


sekurang-kurangnya 140mmHg sistolik atau 90mmHg diastolik pada dua kali
pemeriksaan pada wanita yang sebelumnya normotensi. Hipertensi dalam
kehamilan terbagi menjadi 5 yaitu hipertensi kronik, preeklampsia, eklampsia,
hipertensi gestasional, hipertensi kronik dengan superimposed preeklampsia.
Preeklampsia adalah hipertensi yang timbul setelah 20 minggu kehamilan disertai
dengan proteinuria. Penanganan preeklampsia terbagi menjadi aktif dan
konservatif. Prognosis buruk bila tidak ditangani dan di awasi.
Pada kasus ini preeklampsia berat terjadi pada wanita 23 tahun pada
kehamilan ketiga dengan umur kehamilan 41-42 minggu. Diagnosis dapat
ditegakkan dengan jelas berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang. Pada pasien ini, terjadinya preeklampsia dapat
dipengaruhi oleh karena kondisi obesitas pada ibu. Pada saat rawatan hari kedua,
pasien mengalami komplikasi yaitu HELLP sindrom, namun pada pasien ini telah
dilakukan tatalaksana sesuai dengan teori, sehingga keadaan pasien membaik.

41
DAFTAR PUSTAKA

1. Angsar MD. Hipertensi dalam Kehamilan. Dalam: Ilmu Kebidanan Sarwono


Prawirohardjo Ed. 3 Cet. 4. Jakarta: Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
2010; hal. 530-560.
2. Kemenkes RI. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan
Dasar dan Rujukan. Jakarta: Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.
2013; hal. 109-117.
3. Task Force on Hypertension in Pregnancy. Hypertension in Pregnancy.
Washington: American College of Obstetricians and Gynecologists. 2013.
4. Cunningham FG, Gant NF, Leveno, KJ, et al. William’s Obstetric 24th
Edition. New York: McGraw Hill Education. 2014; hal. 728-770.
5. Sutopo H dan Surya IGP. Characteristics of patients with hypertension in
pregnancy at Sanglah Hospital. Indones J Obstet Gynecol. July 2011; 35(3):
97-99.
6. Carson MP. Hypertension and Pregnancy. Medscape. Diakses melalui:
http://emedicine.medscape.com/article/261435. Diakses pada: 15 November
2021.
7. POGI. 2016. Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Diagnosis Dan
Tatalaksana Pre Eklamsia. Semarang: Himpunan Kedokteran Feto Maternal.
8. https://www.preeclampsia.org/health-information/faqs

42

Anda mungkin juga menyukai