MAKALAH
KONSEP MUSYAHADAH DALAM TRADISI TASAWUF
     Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah
                   AKHLAK TASAWUF
                      Dosen Pengampu :
                   Hendra Tohari, M.Ag
                        Disusun oleh :
                         Kelompok 4
             Alfi Nur Alfiyah            021.86208.012012
             Niam Masitoh                021.86208.012036
             Siti Jaozah                 021.86208.012059
      PRODI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM (STAI)
        SILIWANGI GARUT
Jln. Raya Tutugan No 117 Leles – Garut 2022
                          KATA PENGANTAR
       Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya kepada kami sehingga dapat
menyelesaikan penyusunan Makalah tentang “ Musyahadah dalam Tradisi
Tasawuf ” dengan lancar. Shalawat serta salam semoga tetap tercurah
limpahkan kepada Rasulullah SAW, keluarganya, sahabatnya serta insya Allah
kepada kita semua sebagai umatnya.
        Tujuan dari penyusunan makalah ini adalah untuk memenuhi salah satu
tugas terstruktur dari dosen mata kuliah Akhlak asawuf oleh dosen pengampu
Hendra Tohari M, Ag Dan sebagai bahan presentasi kelompok 7(Tujuh). Rasa
terima kasih kami kepada dosen mata kuliah yang telah memberikan tugas
terstruktur ini sehingga kami dapat berusaha memahami Studi Konsep
Musyahadah dalam Tradisi Tasawuf.
      Demikian pengantar ini kami sampaikan, kami menyadari bahwa dalam
penyusunan makalah ini masih jauh dari kata Sempurna. Oleh karena itu, kami
mengharapkan kritik dan saran yang dapat membangun dalam rangka pembuatan
makalah ini.
                                                        Garut, 16 juni 2022
                                                              Kelompok 7
                                    2
                                               DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ......................................................................................... 2
DAFTAR ISI ........................................................................................................3
BAB I        PENDAHULUAN ................................................................................. 4
      1.1 Latar Belakang Masalah .........................................................................4
      1,2 Rumusan Masalah ..................................................................................4
      1.3 Tujuan Masalah ......................................................................................4
BAB II PEMBAHASAN .................................................................................... 5
      2.1 Pengertian Musyahadah ...... ...................................................................5
      2.2 Makom-makom Musyahadah ................................................................. 6
      2.2 Pencapaian Musyahadah .........................................................................8
BAB III KESIMPULAN .....................................................................................9
      3.1 Kesimpulan .............................................................................................9
      3.2 Saran .......................................................................................................9
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 10
                                                          3
                                BAB I
                            PENDAHULUAN
1.1   Latar Belakang Masalah
             Hakikat Musyahadah ialah merupakan ajaran tasawuf dimana
      seorang hamba berkeyakinan bahwa dirinya telah berhadapan langsung
      dengan Allah Swt saat melakukan ibadah. Seorang hamba tidak lagi
      memperhatikan bahwa Allah Swt telah berada di sampingnya, maka
      dirinya sendiri tidak dihiraukan lagi. Mengapa demikian? Nah bagaimana
      seseorang bisa mencapai tingkat musyahadah?
1,2   Rumusan Masalah
      a. Apa yang dimaksud dengan Musyahadah?
      b. Apa saja Maqom-maqom dalam Musyahadah?
      c. Bagaimana seseorang dalam mencapai tingkaan Musyahadah?
1.3   Tujuan Masalah
      a. Untuk Mengetahui apa itu Musyahadah.
      b. Untuk Mengetahui Maqom-maqom dalam Musyahadah.
      c. Untuk Mengetahui bagaimana seseorang bisa mencapai tingkatan
          musyahadah.
                                    4
                                       BAB II
                                    PEMBAHASAN
2.1      PENGERTIAN MUSYAHADAH
         Musyâhadah adalah istilah yang lazim digunakan di kalangan sufi untuk
menggambarkan tingkatan mukmin yang mampu melihat Allah dengan mata
batinnya di dunia. Melihat Allah dengan mata kepala di dunia adalah hal yang
mustahil bagi manusia. Nanti di akhirat, orang mukmin akan melihat Allah
dengan mata kepalanya dengan jelas sejelas melihat purnama pada pertengahan
bulan.
         Abul Hasan Ali Al-Hujwiri mendefinisikan musyâhadah sebagai
“melihat dengan hati, karena musyâhid (orang yang melakukan musyâhadah)
melihat Allah Ta‘ala dengan hati saat sepi maupun ramai.”                1
                                                                             Menurut Abdul
Karim Al-Jili, musyâhadah hanya terjadi apabila Allah menampakkan diri
kepada hati hamba-Nya. Hal itu tidak sah selama di dalam hati terdapat selain
Allah dengan alasan apapun. Sebab, sesuatu yang muhdats (baru) apabila
disandingkan dengan yang qadîm (lama), tidak akan tersisa bekasnya.
Musyâhadah mengharuskan fanâ (rusak) terhadap masyhûd (Dzat yang Dilihat)
dari segala hal selain-Nya. Jika tidak demikian, maka itu bukan musyâhadah.2
         Abu Nashr As-Siraj Ath-Thusi menyatakan ada tiga kondisi ahli
musyâhadah. Pertama, kelompok pemula, yaitu para murid. Mereka melihat
segala sesuatu dengan pandangan untuk dijadikan pelajaran dan pikiran. Kedua,
kelompok pertengahan. Mereka adalah orang-orang yang oleh Abu Sa‘id Al-
Kharraz rahimahullâh disebut sebagai makhluk yang berada dalam genggaman
Al-Haq (Allah) dalam kerajaan-Nya. Apabila terjadi musyâhadah antara Allah
dan hamba-Nya, maka tidak ada dalam hati dan keinginannya selain Allah
Ta‘ala. Ketiga, kelompok yang diisyaratkan oleh Amru bin Utsman Al-Makki
1
  Abul Hasan Ali bin Utsman Al-Hujwiri, Kasyf Al-Mahjûb, (Kairo: Al-Majlis Al-A‘lâ li Ats-
Tsaqâfah, 2007), Juz 2, hlm. 575.
2
  Abdul Karim bin Ibrahim Al-Jili, Al-Isfâr ‘An Risâlah Al-Anwâr fîmâ Tajallâ li Ahl Adz-Dzikr
min Al-Anwâr, (Beirut: Dâr Al-Kutub Al-‘Ilmiyyah, 2004), hlm. 231.
                                              5
rahimahullâh, Sesungguhnya hati orang-orang yang ‘ârif melihat Allah dengan
musyâhadah yang kokoh. Mereka melihat-Nya dengan segala sesuatu. Mereka
melihat segala yang ada di alam ini dengan-Nya. Musyâhadah mereka adalah
kepada-Nya dan Allah selalu melihat mereka. Mereka mengalami ghaibah dan
hudhûr serta hudhûr dan ghaibah atas keesaan Al-Haq dalam ghaibah dan
hudhûr3. Mereka melihat Allah sebagai Yang Zhahir dan Yang Bathin, Yang
Bathin dan Yang Zhahir, Yang Akhir dan Yang Awal, serta Yang Awal dan
Yang Akhir.4
        Erat kaitannya dengan musyâhadah adalah ihsân dan murâqabah. Imam
Nawawi berpendapat bahwa musyâhadah dan ihsân mempunyai makna yang
sama. Ibnu Rajab Al Hanbali menganggap musyâhadah sebagai salah satu
maqam ihsân. Sementara itu, Abu Muhammad Al-Jariri memandang murâqabah
sebagai jalan yang mengantarkan pada musyâhadah.
        Dalam sebuah hadits, Nabi Muhammad shallallâhu ‘alaihi wa sallam
bersabda, Ihsân adalah engkau beribadah kepada Allah seakan-akan melihat-Nya.
Namun jika engkau tidak melihat-Nya, maka (ketahuilah) Ia melihatmu.5
        Imam Nawawi menjelaskan sabda Nabi di atas, Ini adalah tingkatan
musyâhadah (menyaksikan). Sebab, orang yang mampu menyaksikan Sang Raja,
tentu ia merasa malu berpaling kepada selain-Nya dalam shalat dan
menyibukkan hatinya dengan selain-Nya.
2.2     MAKOM-MAKOM MUSYAHADAH
        mushahadah disini berarti penyaksian, yang berartikan bahwa suatu
pandangan batin sebagai suatu penyaksian yang tidak diragukan lagi. Untuk
mencapai pada tingkatan musyahadah ini seseorang harus terlebih dahulu
bersungguh-sungguh dengan sepenuh hati demi untuk mengamalkan akan
3
  Abdul Karim bin Ibrahim Al-Jili, Al-Isfâr ‘An Risâlah Al-Anwâr fîmâ Tajallâ li Ahl Adz-Dzikr
min Al-Anwâr, (Beirut: Dâr Al-Kutub Al-‘Ilmiyyah, 2004), hlm. 231.
4
  Abu Nashr As-Siraj Ath-Thusi, Al-Luma‘, (Kairo: Dâr Al-Kutub Al-Hadîtsah, 1960), hlm. 101.
5
  Hadits riwayat Al-Bukhari dalam Shahîh-nya kitab Tafsîr Al-Qur’ân bab Qauluhu Innallâha
‘Indahu ‘Ilmus Sâ‘ah no. 4777.
                                              6
ajaran-ajaran tasawuf untuk meningkatkan maqam berikutnya. Dalam hal ini ada
tiga tingkatan (makom) Musyahadah6, dianaranya ialah :
1.     Musyahadah ma'rifat, Ini merupakan landasan golongan ini, bahwa ma'rifat
       di atas ilmu. Ilmu menurut mereka adalah pengetahuan tentang data,
       sedangkan ma'rifat merupakan penguasaan tentang sesuatu dan batasannya.
       Dengan begitu ma'rifat lebih tinggi daripada ilmu. Ada pula yang
       mengatakan bahwa amal orang-orang yang berbuat baik berdasarkan ilmu,
       sedangkan amal orang-orang yang taqarrub berdasarkan ma'rifat. Di satu sisi
       pendapat ini bisa dibenarkan, tapi di sisi lain dianggap salah. Orang-orang
       yang berbuat baik dan orang-orang yang taqarrub beramal berdasarkan ilmu
       memperhatikan hukum-hukumnya. Sekalipun ma'rifatnya orang-orang yang
       taqarrub lebih sempurna daripada orang-orang yang berbuat baik, toh
       keduanya sama-sama ahli ma'rifat dan ilmu. Orangorang yang berbuat
       kebaikan tidak akan menyingkirkan ma'rifat dan orang-orang yang taqarrub
       tetap mem-butuhkan ilmu.
2.     Musyahadah dengan mata kepala, Derajat ini lebih tinggi daripada derajat
       pertama. Sebab derajat pertama merupakan kesaksian kilat yang berasal dari
       ilmu mengenai tauhid, sehingga orangnya dapat melihat semua sebab.
       Sedangkan orang yang ada dalam derajat ini tidak memiliki tali kesaksian,
       bebas dari sifat-sifat jiwa, dan sebagai gantinya dia mengenakan sifat
       kesucian serta lidahnya tidak membicarakan isyarat kepada apa yang
       disaksikannya. Ini merupakan kesaksian wu jud itu sendiri, tanpa disertai
       kilat dan cahaya, yang berarti derajatnya lebih tinggi.
3.     Musyahadah kebersamaan, Menurut Syaikh, orang yang ada dalam derajat
       ini lebih mantap dalam kedudukan musyahadah, kebersamaan dan wujud
       serta lebih mampu membawa beban perjalanannya, yang berupa berbagai
       macam pengungkapan dan ma'rifat.
6
    Belajarilmutasawuf. “MAQAM MUSYAHADAH,” blogspot.com (2011) /10/.html.
                                           7
2.2       PENCAPAIAN MUSYAHADAH
          Tercapainya musyaḥadah ini adalah dengan adanya mujahadah dalam
beramal. Terjadinya keadaan yang demikian apabila seorang sudah berada dalam
maqam fana, yakni penglihatannya hanya ditujukan kepada Allah semata-mata.
Karena pada hakikatnya wujud hakiki yang kekal hanyalah Allah Swt, sedang
wujud yang lain tiada lagi. Maka hanya orang-orang yang mau menghiasi diri
dengan mujahadah dengan senantiasa berdzikir dan membersihkan hatinya saja
yang dapat mencapai musyahadah. Sebagaimana dijelaskan Imam al-
Qusyairiyah: “Barangsiapa menghiasi dirinya dengan mujahadah niscaya Allah
memperbaiki hatinya dengan musyahadah. Namun, bagaimana dengan orang
yang tidak dapat mencapai musyahadah ini. Imam al-Ghazali memberikan satu
ibarat terhadap masalah hati dalam mencapai musyahadah. Sebuah hati
diibaratkan dengan sebuah kepingan baja hitam, bagaimanapun hitamnya
kepingan baja tersebut, apabila diasah dan senantiasa dibersihkan terus menerus,
maka lempengan baja hitam ini akan berusaha menjadi putih, sekaligus mampu
berkilau sehingga dapat menerima cahaya dari arah manapun sekaligus bisa
memantulkan terpaan cahaya yang mengenainya. Dengan demikian kunci utama
dalam mencapai musyahadah adalah hati yang suci.7
7
    Syifa, M. “ PENCAPAIAN MUYAHADAH,” https://wislah.com/.
                                          8
                               BAB III
                             KESIMPULAN
3.1   Kesimpulan
       Musyâhadah adalah istilah yang lazim digunakan di kalangan sufi
         untuk menggambarkan tingkatan mukmin yang mampu melihat Allah
         dengan mata batinnya di dunia. Melihat Allah dengan mata kepala di
         dunia adalah hal yang mustahil bagi manusia. Nanti di akhirat, orang
         mukmin akan melihat Allah dengan mata kepalanya dengan jelas
         sejelas melihat purnama pada pertengahan bulan.
       Maqom musyahadah ada Tiga, yaitu perama musyahadah makrifat,
         kedua musyahadah dengan maa kepala, dan yang terakhir ialah
         musyahadah kebersamaan.
       Tercapainya musyaḥadah ini adalah dengan adanya mujahadah dalam
         beramal.
3.2   Saran
              Demikian makalah ini kami buat dengan sebenar-benarnya
      semoga dapat bermanfaat bagi kami khususnya dan umumnya bagi para
      semua pembaca. Dari semua yang kami tulis, kami harap setiap pembaca
      memberikan kami kritik dan sarannya, demi terwujudnya Makalah yang
      baik dan benar. Semoga kritik dan saran dari para pembaca dapat
      menjadi pondasi utama kami dalam memahami materi ini dan menjadi
      ladang wawasan yang luas bagi kami.
                                    9
                           DAFTAR FUSTAKA
 Abul Hasan Ali bin Utsman Al-Hujwiri, Kasyf Al-Mahjûb, (Kairo: Al
   Majlis,Al-A‘lâ li Ats-Tsaqâfah, 2007), Juz 2, hlm. 575.
 Abdul Karim bin Ibrahim Al-Jili, Al-Isfâr ‘An Risâlah Al-Anwâr fîmâ
   Tajallâli Ahl Adz-Dzikr min Al-Anwâr, (Beirut: Dâr Al-Kutub Al-
   ‘Ilmiyyah,2004), hlm. 231.
 Abdul Karim bin Ibrahim Al-Jili, Al-Isfâr ‘An Risâlah Al-Anwâr fîmâ
   Tajallâ li Ahl Adz-Dzikr min Al-Anwâr, (Beirut: Dâr Al-Kutub Al-
   ‘Ilmiyyah, 2004), hlm. 231.
 Abu Nashr As-Siraj Ath-Thusi, Al-Luma‘, (Kairo: Dâr Al-Kutub Al-
   Hadîtsah, 1960), hlm.101.
 Anshory, Muhammad Isa. "AJARAN SUNAN BONANG TENTANG
   MUSYAHADAH." Mamba'ul'Ulum (2021): 13-23.
 Belajarilmutasawuf. “MAQAM MUSYAHADAH,” blogspot.com (2011)
   /10/.html.
 Hadits riwayat Al-Bukhari dalam Shahîh-nya kitab Tafsîr Al-Qur’ân bab
   Qauluhu Innallâha ‘Indahu ‘Ilmus Sâ‘ah no. 4777.
 Syifa, M. “ PENCAPAIAN MUYAHADAH,” https://wislah.com/.
                                     10