TAHAMMUL HADIS
A. Pengertian Tahammul Hadis.
Tahammul al-hadis menurut bahasa adalah menerima hadis atau menanggung hadis.
Sedangkan tahammul al-hadis menurut istilah ulama ahli hadis, sebagaimana tertulis dalam
kitab Taisir Mustalah al-hadis adalah: “Tahammul artinya menerima hadis dan
mengambilnya dari para syaikh atau guru.”
Menurut pendapat para ulama bahwa yang dimaksud dengan tahammul adalah
“mengambil atau menerima hadis dari seorang guru dengan salah satu cara tertentu.” Dalam
masalah tahammul ini sebenarnya masih terjadi perbedaan pendapat di antara para kritikus
hadis, terkait dengan anak yang masih di bawah umur (belum baligh), apakah nanti boleh
atau tidak menerima hadis, yang nantinya juga berimplikasi–seperti diungkapkan oleh al-
Kirmani—pada boleh dan tidaknya hadis tersebut diajarkan kembali setelah ia mencapai
umur baligh ataukah malah sebaliknya.
a. Syarat-syarat bagi seseorang diperbolehkan untuk mengutip hadis dari orang lain adalah:
a. Penerima harus dabit (memiliki hapalan yang kuat atau memiliki dokumen yang valid).
b. Berakal sempurna.
c. Tamyiz.
B. Cara-cara Tahammul Al-Hadist/Metode Tahammul Al-Hadist
1. As-Sama’ ()السماع
2. Maksudnya adalah seorang rawi mendengarkan lafad dari guru/syaikh saat syaikh
tersebut membacakan atau menyebut matan atau matan hadis bersama sanadnya.
3. Al-‘Ardu ( )العرضAl-‘Ardu secara etimologi adalah membaca dengan hapalan.
4. Al-Ijazah ( )اإلجازةIjazah secara etimologi berarti membolehkan atau mengizinkan.
5. Al-Munawalah ( )الـمناولةMunawalah secara etimologi berarti memberi, menyerahkan.
6. Al-Mukatabah ( )امالكتبةMukatabah secara etimologi berarti bertulis-tulisan surat atau
berkorespondensi
7. Al-I’lam ( )اإلعالمAl-I’lam secara etimologi berarti memberitahu atau memberi informasi
8. Al-Wasiyyah ( )الوصيةWasiyyah secara etimologi berarti memesan, memberi pesan, atau
mewasiati.
9. Al-Wijadah ( )الوجــادةWijadah secara etimologi berarti mendapat. Maksud metode ini
seseorang mendapatkan sebuah atau beberapa tulisan hadis yang diriwayatkan seorang
syaikh yang ia kenal, tetapi ia tidak mendengar dan tidak ada ijazah darinya
ADA’ AL-HADIS.
A. Pengertian Ada’ al-Hadis.
Kata Ada’ ( )اداءberasal dari kata adda – yuaddi – ada an yang artinya melaksanakan
pekerjaan pada waktunya, membayar pada waktunya, atau menyampaikan kepadanya.
Misalnya melaksanakan shalat atau zakat dan atau puasa pada waktunya di sebut adā’.
Sedangkan melaksanakannya di luar waktunya disebut qaḍa.
Difinisi lain “Ada’ adalah menyampaikan hadis dan meriwayatkannya, Sedangkan Ada’
al-hadis adalah menyampaikan hadis kepada orang lain dan meriwayatkannya sebagaimana
ia mendengar sehingga dalam bentuk-bentuk lafal yang digunakan dalam periwayatan. Tidak
boleh lafad “haddasani” diganti dengan “ahbarani” atau “sami’tu” atau persamaannya karena
berbeda makna dalam istilah. Dinukil dari Imam Ahmad, ia berkata: “Ikutilah lafadnya
syaikh (guru) yang digunakan dalam periwayatan pada perkataan “sami’tu,” “haddasanā”,
“haddasanī” dan “akhbarana” dan jangan engkau lewatkan.”
B. Syarat-syarat Ada’ al-Hadis.
Mayoritas ulama hadis, ulama ushul, dan ulama fikih sepakat bahwa syarat-syarat
penyampaian hadis (Adā’ al-hadīs) sebagai berikut:
1. Muslim (beragama Islam).
2. Baligh (dewasa). Pengertian dewasa maksudnya dewasa dalam berpikir bukan dalam usia
umumnya.
3. Aqil (berakal).
4. `Adalah (adil).
5. Dabit (kuat daya ingat). Arti dhabith adalah kemampuan seseorang dalam memahami dan
mengingat apa yang ia dengar.
C. Lafaz-lafaz dalam Ada’ al-Hadis.
Lafad-lafad yang digunakan dalam periwayatan hadis disebut dengan siyāg alisnād (sigat-
sigat isnad). Sigat isnad memiliki beberapa martabat (tingkatan), ragam, dan berbeda
bergantung kepada metode yang digunakan.
1. Dalam metode al-Sama’. Bentuk lafad ada` yang digunakan dalam metode as-Sama`
menurut al- Qadi `Iyad adalah berikut :
a. Aku mendengar (ْت ُ ) َس ِمع
b. Si fulan memberitakan kepada kami/ku ()حدثنـي\حدثنا
c. Si fulan memberitakan kepada ku/kami ()أخربنا \أخربين
d. Si fulan memberitakan kepada ku/kami ()أنبأنا\أنبأين
e. Si fulan berkata kepadaku ()ىل قال
f. Si fulan menyebutkan kepadaku ()ذكرنـي
2. Pada metode Al-‘Ard ̣u/ al-qira’ah. Bentuk lafad ungkapan ada’ dalam metode ini :
a. Aku membaca di hadapan fulan ()ففالن ىلع قرأت
b. Dibaca dihadapannya dan aku mendengarnya/diakui bacaannya()قرء عليه وأنا اسمع\فأقرر به
c. Ia memberikan kepada kami dengan membaca di hadapannya ()عليه قراءة حدثنا
d. Memberitakan kepada kami/ku ()أخربنـــا \ أخربنـيPengakuan syaikh (guru) terhadap
bacaan muridnya sama dengan pemberitaan kepadanya.
3. Metode al-Ijazah. Ungkapan tahammul dalam metode ijazah ini yang diperbolehkan hanya
ijazah kepada orang tertentu yang jelas identitasnya untuk meriwayatkan hadis tertentu,
misalnya: ي صــحيح أجزتكAku ijazahkan kepedamu kitab Sahih al-Bukhari Jika ijazah
ditujukan kepada orang yang tidak jelas identitasnya sekalipun kitab hadisnya jelas atau
orang yang akan diijazahi jelas tetapi hadisnya tidak jelas, maka ia tidak dapat diterima.
Pada umumnya majelis metode as-sama` dan al- qira’ah hadisnya dibaca di majelis oleh
Syaikh, sedang dalam metode ijazah tidak dibacakan hadisnya. Beberapa ungkapan ada’
al-hadis dalam metode ini sebagai berikut:
a. Si fulan memberikan ijazah kepadaku ()فالن أجازيل
b. Si fulan memberitakan kepada kami dengan cara ijazah (metode ijazah digabung
dengan metode as-Sama’) ()إجازة حدثنا
c. Si fulan memberitakan kepada kami dengan cara ijazah (metode ijazah digabung
dengan metode al-Qira’ah) ()إجازة أخربنا
d. Si fulan memberitakan kepada kami (berlaku bagi mutaakhkhirin) ()أنبأنا
4. Metode al-Munawalah. Bentuk ungkapan Ada’ al-Hadis dalam metode Munawalah
berijazah yang paling baik adalah dengan ungkapan:
a. Si fulan memberikan hadis kepadaku dan memberi ijazah untuk meriwayatkannya (
)ناولين وأجازنـي
b. Memberitakan kepada kami dengan metode munawalah (munawalah digabung dengan
as-samā) ()مناوهل حدثنا
c. Memberitakan kepada kami dengan metode munawalah dan ijazah (munawalah
bercampur dengan al-Qira’ah) ()إجازة و مناولة أخربنا
5. Metode al-Mukatabah. Ungkapan ada’ al-hadīs dalam metode ini, adakalanya dengan
ungkapan yang tegas, misalnya :
a. Si fulan menulis surat kepadaku ()فالن إيل كتب
b. Si fulan memberitakan kepadaku atau memberitakan kepada melalui surat (metode
munāwalah gabung dengan metode as-sama’ dan al-Qira’ah) ()حدثين فالن أو أحربين كتابة
6. Metode al-I’lam. Lambang ungkapan ada’ al-hadis dengan menggunakan: بكذا شييخ أعلمين
Guruku memberikan informasi kepadaku begini..
7. Metode al-Wasiyah. Bentuk ungkapan adā’ al-hadis dalam metode ini adalah: كذا فالن إيل
أوىصSi fulan berwasiat kepadaku begini... وصية فالن حدثينSi fulan memberitakan kepadaku
dengan wasiat (metode wasiat dan assama’)
8. Metode al-Wijadah. Hukum periwayatan dengan wijadah masuk dalam kategori munqati`
(terputus sanad), tetapi juga ada unsur muttasil. Bentuk ungkapannya : Aku dapatkan pada
tulisan si fulan begini. .. ( )كذا فالن بـخط وجدتAku membaca pada tulisan fulan begini...(كذا
)فالن بـخط قرأتPengamalan wijadah tidak diperbolehkan menurut mayoritas muhaddisin
pengikut Imam Malik. Sedangkan menurut as-Syafi`i dan ulama Syafi’iyyah
diperbolehkan. Bahkan menurut sebagian ulama wijadah wajib diamalkan jika penukilnya
memiliki kredibilitas (siqqah) dalam periwayatan.
a. Mengusahakan agar tetap bisa memperoleh hadis dari seorang guru yang tsiqah, lebih-
lebih dapat bertemu langsung dan empat mata, merupakan karakter ulama pada masa
penerimaan dan penyampaian hadis. Hal ini dilakukan karena kualitas hadis sangat
ditentukan oleh oleh bagaimana hadis itu diperoleh dari gurunya dan disampaikan
kepada murid-muridnya. Sehingga mereka senantiasa berusaha sekuat mungkin untuk
dapat mempertahankan keaslian hadis nabi.
b. Munculnya berbagai macam cara penerimaan dan penyampaian hadis,
mengindikasikan bahwa sampai pada batas yang rendah dalam nilai sebuah penerimaan
dan penyampaian, menunjukkan bahwa betapa penting sebuah proses harus dilakukan
walau pada akhirnya harus mendapatkan yang sesuatu yang kurang diharapkan.