Gerakan Perempuan

This research aims to analyze the development of ecofeminism approach implemented in Indonesia as one of the measures of environmental preservation. Analysis prepared by descriptive case, the material obtained by the analysis of the study of literature in various print and online literature that discusses the approach and the application of the subject. Assessment begins with a discussion of the background to the author discusses the reasons why women should be engaged in environmental conservation, as well as the interesting things related to this discussion. Then the authors will describe the concept of ecofeminism and environmental protection as well as the relationship / correlation between them. This paper describes how ecofeminism may be an approach to building a real movement of women who have big goals in environmental conservation in Indonesia. As a result, there are some things that should be considered and could be a model for the development of women's movement in the preservation of this environment, using ecofeminism approach.

ABSTRAK Bangsa indonesia merupakan bangsa yang terkenal pruralis karena berbagai budaya serta juga berbagai paham-paham yang dimiiki oleh rakyatnya, begitupula soal paham gerakan feminisme yang ada dalam lini permasalahan negara, pemerintahan, organisasi, budaya maupun ekonomi. Hal ini pun memicu pro kontra dalam pandangan masyarakat. Budaya atau ideologi feminisme dinilai tak cocok hadir di indonesia karena budaya tersebut dinilai menyalahi kodrat kaum wanita yang seharusnya di pimpin oleh kaum pria terutama dalam kepercayaan mayoritas umat muslim di Indonesia. Padahal kepercayaan masyarakat terhadap pemimpin-pemimpin dari kaum wanita di dalam jajaran pemerintahan dapat tumbuh bila peran edukasi terhadap individu yang dilakukan melalui proses pendidikan penyampaian pemahaman kesetaraan gender tersampaikan dengan baik sehingga menghasilkan suatu pemikiran terbuka bagi setiap masyarakat. Terjadinya kemerosotan kondisi kesejahteraan secara nasional pun membuat kaum wanita ikut andil aktif dalam berperan serta dalam membantu kesejahteraan keluarganya masing-masing. Kondisi par wanita yang mempunyai keinginan untuk bekerja serta menjadi pemimpin dalam berbagai institusi di Indonesia sebagai suatu negara yang mayoritas umatnya beragama Islam jangan sampai dilihat semata-mata sebagai sebuah alasan untuk mencari kebebasan, tapi dapat pula sebagai bagian dari usaha yang baik sebagai seorang hamba Tuhan yang bisa meningkatkan harkat diri dan keluarganya.

Dengan memahami hal tersebut, tidak berarti pergerakan perempuan adalah suatu hal yang dilarang dan mesti diserahkan semuanya kepada laki-laki. Kesemuanya memiliki kewajiban untuk menyelesaikan atau minimalnya memberi solusi terhadap masalah, keduanya berhak beraksi apabila diperlukan selama tidak melanggar nilai dan norma agama dan masyarakat. Apatah Indonesia akan segera menyadari hal tersebut dan  segera mengantisipasi kesalahan berpikir mengenai feminisme?

Abstrak The permitted dispensation of a child marriage has to have a deep and serious consideration. A child marriage due to the dispensation from the court still mostly happens in Indonesia. The age of marriage written in the law has been considered irrelevant. Due to that issue, Indonesia's Woman's Scholars Congress (KUPI) has successfully published the instructions of three big issues; sexual abuse, early-age marriage, and natural damage. This research took the focus on how the view and the role of Indonesia's Woman Scholar is toward the phenomenon of a child marriage. This research was a qualitative-descriptive research that captured the view of the personage of Indonesia's Woman Scholars. The premier data were taken from the result of interviews from three personages of KUPI, they were Dr. Nur Rofi'ah, Nyai Hj. Umdatul Choirat and KH. Husein Muhammad. The result of this research showed that Woman Scholars have come with the view that a kid born from a weak mother has the potential to give birth to a weak baby too. As the result, child marriage is far from gaining the real purpose of marriage. Therefore, it can be strongly inferred that minimizing child marriage is compulsary. Pemberian ijin dispensasi perkawinan di bawah umur sudah semestinya melalui pertimbangan yang sangat matang dan mendalam, perkawinan di bawah umur melalui mekanisme dispensasi dari pengadilan dalam berbagai kasus masih sangat banyak terjadi di Indonesia. Usia perkawinan dalam undang-undang perkawinan sudah dianggap kurang relevan lagi sehingga terkait masalah tersebut maka Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI) berhasil mengeluarkan fatwa atas tiga isu besar, yakni kekerasan seksual, pernikahan anak, dan kerusakan alam. Penelitian ini mengulas tentang bagaimana pandangan dan peran ulama' perempuan Indonesia melihat fenomena perkawinan anak. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif yang menggambarkan pandangan tokoh ulama perempuan Indonesia. Data Primer berupa hasil wawancara dengan tiga tokoh KUPI yaitu Dr. Nur Rofi'ah, Nyai Hj. Umdatul Choirat dan KH. Husein Muhammad. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ulama' perempuan berpendapat anak yang dilahirkan dari ibu yang lemah berpotensi melahirkan anak yang lemah pula, sehingga perkawinan anak akan sulit mencapai tujuan perkawinan. Oleh karenanya, perlu meminimalisir terjadinya perkawinan anak. Kata Kunci : ulama perempuan, fatwa, perkawinan anak

Oleh Aripin Tambunan Seharusnya yang patut diperjuangkan perempuan saat ini adalah, melawan sistem pemikiran budaya posmodern yang bersinergi dengan kapitalisme untuk menjadikan perempuan (tubuh, gairah, dan kecantikannya), sebagai barang komoditi maupun metakomoditi. Pendahuluan Di dalam budaya postmodern, khususnya posmodernisme dekonstruktif (deconstructive postmodernism), segala bentuk otoritas tidak lagi berlaku. Wacana kebebasan mendominasi aspek pemikiran maupun aspek perilaku yang memunculkan paradigma-paradigma baru di dalam berkehidupan. Apa yang tadinya disebut rasa malu, rasa berdosa, rahasia (ruang private), dan religius, kini telah digantikan dengan sebutan baru, rasa kewajaran (normal) bukan malu dan berdosa, materialitas merupakan hal yang wajar, ketelanjangan (obscenity) menjadi milik publik, dan sekularitas adalah tujuan tertinggi dari kehidupan. Pemikiran posmodernisme dekonstruktif ini berdampak kepada sendi-sendi kehidupan bermasyarakat. Sebagian kaula muda menyambutnya karena mendapatkan kebebasan dari pengekangan terhadap hasratnya (seks) dan norma-norma yang berlaku, para kapitalis menyambutnya dengan sangat sukacita. Sebab dengan situasi seperti itu akan lebih muda untuk mendapatkan tambahan komoditi yang akan dijual ataupun tambahan komoditi yang dipergunakan untuk menjual komoditi-komoditi lainnya (metakomoditi). 1 Pengaruh postmodern dekonstruktif ini mempengaruhi pola pikir dan perilaku sebagian perempuan. Hal tersebut menyebabkan sebagian perempuan terjatuh dari harkatnya yang punya kemuliaan dan hormat, menjadi suatu komoditi yang memiliki nilai guna, nilai tukar, dan nilai tanda. Nilai gunanya: perempuan dapat menjadi karyawan, prostitusi, dan pelayan; nilai tukarnya, gadis model, gadis peraga, dan hostess; nilai tandanya, erotic magazine, erotic art, majalah porno, erotic film, dan erotic photo graphy. 2 Sekalipun perempuan telah terperosok ke dalam permainan budaya postmodern ini, para pejuang feminis tetap masih berkutat pada dua bidang berikut ini: pertama, tuntutan kesamaan hak atau kesetaraan, untuk mendapatkan hak pilih (feminisme gelombang pertama); kedua, 1 Yasraf Amir Piliang, Posrealitas: Realitas Kebudayaan dalam Era Posmetafisika, Yogyakarta: jalasutra, 2004), hal. 389. 2 Ibid., hal. 380.

This study aims to determine the activities of women's community "Srikandi Lintas Iman" Yogyakarta in muticultural Islamic education study, to know the implications of multicultural Islamic education in the women's community in managing religious diversity in Yogyakarta, and to find out the supporting factors in the movement process in women's community "Srikandi Lintas Iman". This type of research is field research with a phenomenological approach. Data sources obtained through structured interviews, passive participant observation and documentation. Then, data analysis uses data analysis according to Cresswell. The results obtained that the women's community movement "Srikandi Lintas Iman" focused on several activities, namely cross-faith discussions, interfaith pilgrimages, and conflict resolution training. The implication is that their members are able to apply the values of multicultural Islamic education, namely inclusive, tolerance, pluralism, justice, and peace. To understand the supporting factors of this women's community, they are solid in carrying out their vision and mission together, leader continues to be active in directing, members come from various backgrounds, and the family system between members is still maintained.

Sebuah wacana pembanding ditengahnya derasnya arus pemikiran feminis sekuleris.  Karena sesunguhnya Islam dengan kelengkapan aturannya yg dijalankan oleh institusi negara dengan pasti akan melindungi & menyejahterakan umat manusia baik perempuan atau laki-laki, non muslim maupun muslim, manusia dan bahkan hewan serta tumbuhan..

Sejak tahun 2000, terdapat 50 juta perempuan di negara mayoritas Muslim telah memasuki pasar kerja. Pada 2015 angka ini naik hingga tiga kali lipat sehingga menambah total 155 juta perempuan yang bekerja di dunia Muslim, hampir separuh jumlah laki-laki sebesar 342 juta. Para perempuan ini mengisi 31 persen tenaga kerja di dunia Islam, termasuk diantaranya adalah kalangan terdidik yang mengisi posisi sebagai kaum profesional. Kondisi ini menandai suatu transformasi global dalam relasi gender yang dianggap akan membawa perubahan sosial dimana kaum perempuan akan menegosiasikan nilai, norma, dan kepentingan mereka, sehingga akan berkontribusi pada peran mereka dalam pertumbuhan ekonomi. Namun, situasi tersebut terjadi seiring dengan ketimpangan antarkelas semakin tajam sebagai konsekuensi dari pembangunan yang tak berorientasi pada keadilan sosial di tengah krisis lingkungan, imigrasi, dan kebijakan neoliberalisme. Bulan November lalu misalnya, lembaga Pusaka mempublikasikan laporan bertajuk 'Setahun Moratorium: Mendesak Negara Memulihkan Hak Masyarakat' mengenai buruh perempuan dalam perkebunan kelapa sawit di Papua. Tulisan yang merujuk pada laporan riset yang disusun oleh Rasella Malinda ini menemukan bahwa buruh perempuan di perkebunan kelapa sawit mengalami penindasan berlapis melampaui laki-laki, yaitu beban ganda, reproduksi sosial, keselamatan dan kesehatan kerja, dan diskriminasi berbasis gender.

Dalam beberapa tahun terakhir ini makin marak wacana mengenai gender dan hukum khususnya antara wanita dan hukum. Ada kecenderungan, bahwa jika suatu masyarakat membutuhkan perbaikan kondisi, maka yang menjadi titik fokus adalah aspek hukum. Hukum harusnya semakin ditegakkan bagi mereka yang melakukan pelanggaran terlebih pada mereka yang melakukan diskriminasi terhadap perempuan. Namun, seberapa efektif hukun ini berfungsi pasti tetap muncul keraguan dalam penegakkan ini karena beberapa masyarakat yang masih tidak sadar hukum, bertindak semaunya. Namun ada pula pendapat yang mengatakan bahwa hukum ampuh berfungsi sebagai alat mengubah masyarakat atau "Law as a tool of social engineering" (Roscoe Pound, 1944,1951).1 Secara historis, pada abad pertengahan dunia menganggap perempuan sebagai makhluk inferior, manusia yang cacat dan sumber dari segala kejahatan atau dosa. Kaum perempuan masih tertekan, merasakan penderitaan atau kekerasan dari kaum laki-laki. Kekerasan terhadap wanita masih terjadi, bukan hanya pada aspek kekerasan. Namun, kaum perempuan masih merasakan ketidakadilan posisi pekerjaan dalam karier. Bahkan, lebih dari itu, kaum perempuan masih menjadi korban pelecehan seksualitas. Kaum wanita seperti tak dianggap keberadaannya. Pada tulisan ini, saya akan menjelaskan permasalahan diskriminasi perempuan dan upaya pemerintah untuk memperjuangkan kesetaraan gender.

Santoso ditembak tewas. Perburuan terbesar dalam sejarah Indonesia di abad ke 21 ini dirayakan oleh berbagai pihak. Puja puji ditujukan pada aparat keamanan, terutama pada Kapolri baru Tito Karnavian yang sempat menjadi Satgas dalam operasi keamanan di Poso. Tak hanya itu, para pendukung kelompok Santoso tak ketinggalan mengaminkan kematiannya sebagai pahlawan. Para pahlawan ini dibicarakan dengan menempatkan warga Poso sebagai pihak ketiga dari konteks perburuan. Sebagai pihak ketiga, warga di Poso tak penting untuk dibicarakan selain sebagai latarbelakang konteks. Bahkan melihat warga Poso sebagai pihak yang lemah dan tidak mengambil peran apapun dalam seluruh konteks yang terjadi di wilayahnya sendiri. Tulisan ini membicarakan dua catatan yang hilang dari hiruk pikuk ini.

Eksistensialisme merupakan wujud dari kesadaran untuk bereksistensi dengan segala sesuatu yang ada di sekelilingnya. Kesadaran tersebut membentuk perilaku kolektif untuk kepentingan dan tujuan bersama dalam formasi gerakan. Sehingga eksistensialisme gerakan perempuan bekerja dengan kesadaran terhadap kepekaan sosial yang dialami oleh kepentingan perempuan di lingkungannya. Gerakan ini dapat didefinisikan sama dengan gerakan sosial lainnya seperti gerakan anti korupsi, gerakan go green, dan lain-lain. Hanya saja gerakan perempuan menjadi wadah untuk menyampaikan ide dan gagasan serta perlawanan sehingga tercipta kesadaran, menciptakan ruang gerak ekonomi dan sosial serta mendorong reformasi politik bagi kepentingan perempuan pada khususnya dan kepentingan seluruh masyarakat pada umumnya. Dimana pemaknaan kepentingan perempuan dalam artian gender secara tidak langsung berpengaruh bagi kepentingan seluruh masyarakat. Berbicara gerakan perempuan,tidak hanya dapat dilihat dari tuntutan perempuan agar lebih tinggi derajatnya dari kaum laki-laki sebagai bentuk perlawanan atas diskriminasi dan subordinasi dalam artian gender. Namun gerakan perempuan pada hakikatnya adalah manifestasi dari kesadaran untuk mengangkat kepentingan perempuan pada ranah nyata yang mendorong sensitivitas dari lingkungan, apakah itu melibatkan pihak perempuan maupun laki-laki. Seperti yang dikemukakan oleh Sartre (Tong, 2010) bahwa manusia itu terdapat dalam dirinya ada kehadiran untuk bergerak dan berkesadaran. Maka ada upaya untuk menggerakkan diri bagi kepentingan perempuan yang selalu dilemahkan posisinya baik dalam ranah privat maupun ranah publik. Generalisasi terhadap pendefinisian gerakan perempuan juga memiliki kendala dimana selalu dibenturkan oleh agama. Agama dijadikan alat untuk meng-klaim bahwa konsep kesetaraan gender tidak berbanding lurus dengan kesejahteraan perempuan. Gender dianggap sebagai upaya segelintir kelompok yang punya kepentingan untuk memobilisasi perempuan untuk menjauhi agama secara massif. Pembenturan tersebut bagian dari upaya melemahkan kekuatan gerakan perempuan itu sendiri. Dimana agama juga cermin untuk melihat pembenaran gender dalam artian sempit dan negatif tanpa melihat konteks sosial, budaya dan aplikasi kelokal-an gerakan perempuan itu sendiri, terutama dalam konteks Aceh.

buku islam, kepemimpinan perempuan dan seksualitas  merupakan sebuah buku yang membahas mengenai perjuangan dan pergerakan kaum perempuan dalam memperjuangkan hak-hak mereka agar setara dengan laki-laki. didalam buku ini dibahas mengenai teori feminis dalam aspek-aspek ajaran islam. buku ini pula membahas mengenai bagaimana peran perempuan dalam perjuangan bangsa.

Abstraksi
Tanah sebagai sumber kehidupan membuat petani berjuang untuk mendapatkan hak atas tanah. Tanah merupakan simbol kemerdekaan bagi petani karena dari tanah tersebut mereka akan menjadikan kehidupannya lebih baik secara ekonomi, sosial dan budaya. Menyikapi berbagai kebijakan yang tidak adil, para perempuan lebih kritis dan berani menyampaikan pendapat. Perempuan tani terlibat aktif dalam gerakan tani dari masa ke masa. Tulisa  ini mendeskripsikan tentang peranan perempuan dalam konflik pertanahan. Kiprah perempuan tani dalam perjuangan perebutan tata kuasa lahan dalam konflik agraria tidak dapat diremehkan. Bias gender dalam pergolakan reclaiming dalam konflik agraria relatif tidak ditemukan. petani, baik itu perempuan ataupun laki-laki mau merebut kembali kuasa atas tanah. Tanah kawasan lahan pertanian yang dikuasai oleh pemerintah dan orang-orang kulit putih (baca:cina) untuk penggunaan industri tambak adalah bukan atas nama perempuan atau laki-laki, tapi tanah petani. Perebutan kedaulatan sumber daya agraria, militansi perempuan melebihi dari laki-laki. Gerakan perempuan terlibat aktif dalam gerakan tani.
Kata kunci: Perempuan, Agraria, Konflik Agraria

Jurnal ini membahas tentang Tubuh dan eksistensi perempuan menjadi bagian dari persatuan yang saling menguntungkan. Tubuh adalah titik awal dari keberadaan perempuan itu sendiri. Tubuh perempuan sebagai komoditas dan alat politik dalam sejarahnya tidak terlepas dari pandangan bahwa tubuh perempuan berbahaya jika tidak dikendalikan. Berbagai kebijakan kekuasaan diterapkan untuk menguasai tubuh perempuan secara penuh. Sebagai penguasa tubuh, seorang wanita tidak berdaya untuk mengontrol dan menggerakkan tubuhnya sendiri. Pemberontak dapat dengan mudah dicap sebagai wanita yang tidak baik. Penguasaan negara terhadap badan tersebut sebenarnya dianggap sebagai bentuk eksistensi negara dengan dalih kepentingan umum. Dalam studi lain, Foucault dan ekofeminisme hadir untuk memperkuat perjuangan melawan kekuatan fisik perempuan. Membangun kekuatan seksual melalui disiplin fisik dan politik demografi untuk mengatur pertumbuhan penduduk. Foucault mengkritik semua upaya untuk mengontrol tubuh wanita. Berbagai kebijakan yang lebih ekstrim, dengan tindakan nyata untuk berpartisipasi dalam lingkungan (bumi). Tujuan artikel ini adalah untuk membuktikan bahwa kekuasaan mengontrol tubuh perempuan melalui agen-agennya melalui kebijakan kelahiran. Artikel ini juga memaparkan hubungan antara penguasaan tubuh perempuan dan bumi dalam perspektif ekofeminisme.
Ekofeminisme juga mengambil jalan yang lebih ekstrim, berpartisipasi langsung dalam upaya penyelamatan bumi, yang merupakan area kontak pertama tubuh perempuan. Merawat tubuh wanita adalah merawat kelangsungan masa depan umat manusia.

Bangsa indonesia merupakan bangsa yang terkenal pruralis karena berbagai budaya serta juga berbagai paham-paham yang dimiiki oleh rakyatnya, begitupula soal paham gerakan feminisme yang ada dalam lini permasalahan negara, pemerintahan, organisasi, budaya maupun ekonomi. Hal ini pun memicu pro kontra dalam pandangan masyarakat. Budaya atau ideologi feminisme dinilai tak cocok hadir di indonesia karena budaya tersebut dinilai menyalahi kodrat kaum wanita yang seharusnya di pimpin oleh kaum pria terutama dalam kepercayaan mayoritas umat muslim di Indonesia. Padahal kepercayaan masyarakat terhadap pemimpin-pemimpin dari kaum wanita di dalam jajaran pemerintahan dapat tumbuh bila peran edukasi terhadap individu yang dilakukan melalui proses pendidikan penyampaian pemahaman kesetaraan gender tersampaikan dengan baik sehingga menghasilkan suatu pemikiran terbuka bagi setiap masyarakat.
Terjadinya kemerosotan kondisi kesejahteraan secara nasional pun membuat kaum wanita ikut andil aktif dalam berperan serta dalam membantu kesejahteraan keluarganya masing-masing. Kondisi par wanita yang mempunyai keinginan untuk bekerja serta menjadi pemimpin dalam berbagai institusi di Indonesia sebagai suatu negara yang mayoritas umatnya beragama Islam jangan sampai dilihat semata-mata sebagai sebuah alasan untuk mencari kebebasan, tapi dapat pula sebagai bagian dari usaha yang baik sebagai seorang hamba Tuhan yang bisa meningkatkan harkat diri dan keluarganya.
Kata kunci: Perempuan , Perempuan Politik, Feminisme.

Seringkali banyak orang menganggap dan salah mengartikan dengan menilai setiap laki-laki harus diperlakukan lebih tinggi, tapi realitanya tidak semuanya benar. Bahwa setiap orang mempunyai pengalaman dan identitas yang berbeda , termasuk berdasarkan perbedaan jenis kelaminnya. Sebagai contoh sederhana ,perempuan untuk terjun kedunia politik, perempuan harus berjuang lebih keras dari laki-laki. Hal ini dikarenakan perempuan kebanyakan lebih lekat dengan kontruksi perannya di Ruang privat bukan public ,hingga saat ini politik lebih dikenal dengan kegiatan di ruang public.

Seringkali banyak orang menganggap dan salah mengartikan dengan menilai setiap laki-laki harus diperlakukan lebih tinggi, tapi realitanya tidak semuanya benar. Bahwa setiap orang mempunyai pengalaman dan identitas yang berbeda , termasuk berdasarkan perbedaan jenis kelaminnya. Sebagai contoh sederhana ,perempuan untuk terjun kedunia politik, perempuan harus berjuang lebih keras dari laki-laki. Hal ini dikarenakan perempuan kebanyakan lebih lekat dengan kontruksi perannya di Ruang privat bukan public ,hingga saat ini politik lebih dikenal dengan kegiatan di ruang public.

Buku Islam, kepemimpinan perempuan, dan seksualitas adalah satu dari beberapa karya yang dituliskan oleh Neng Dara Affiah. Buku ini berisi tentang berbagai macam tulisan yang pernah dimuat di pelbagai macam media seperti buku, jurnal, dan surat kabar yang mana ditulis dalam rentang waktu dari tahun 1986 sampai dengan tahun 2016. Dalam buku ini penulis menemukan adanya tiga bab dengan bahasan yang masing-masing memiliki irisan yang sama yaitu isu tentang keperempuanan. Adapun tiga bab yang terhimpun dalam buku ini yaitu: a. Islam, dan Kepemimpinan Perempuan, b. Islam, dan Seksualitas Perempuan, dan c. Perempuan, Islam, dan Negara Penulis akan mengulas isi buku ini per bab mulai dari bab satu sampai dengan bab ketiga. BAB 1: Islam, dan Kepemimpinan Perempuan Pada bab ini diawal halaman penulis disuguhkan dengan pernyataan-pernyataan yang menggambarkan tentang kesetaraan yang dikutip dari Al-Qur'an. Kutipan ini pula yang menurut penulis sangat berkesan dan membekas, isi kutipan ayat tersebut ialah: "Bahwasanya yang membedakan seseorang dengan yang lain ialah kualitas ketakwaannya, kebaikannya selama hidup di dunia, dan warisan yang ditinggalkannya setelah ia meninggal" (Q.S. Al-Hujurat 49:13). Dari sini pula kita dapat ambil kesimpulan bahwasanya semua umat Islam dimata Allah Swt adalah sama baik itu yang laki-laki maupun yang perempuan, ataupun baik itu yang keturunan arab maupun yang bukan, dan masih banyak lagi perumpamaannya yang dapat disematkan.

Partisipasi diartikan sebagai mengambil peranan dalam dunia politik (Efriza, 2012). Partisipasi perempuan dalam dunia politik masih rendah, hal ini dikarenakan oleh beberapa hal diantaranya adalah budaya patriarki dan jargon politik yang tidak memihak pada perempuan. Pemilu merupakan kesempatan bagi rakyat untuk ikut berpartisipasi dalam dunia politik. Hal ini juga berlaku bagi kaum perempuan yang tidak hanya bisa berpartisipasi sebagai pemilih, tapi juga dalam bentuk lainnya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bentuk-bentuk partisipasi politik perempuan dalam menyukseskan pemilu legislatif tahun 2014. Kelurahan Sungai Lekop adalah lokasi yang dipilih dalam penelitian ini. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif, dengan teknik pengumpulan data berupa wawancara mendalam terhadap informan, observasi, dan studi pustaka terhadap data primer maupun sekunder. Dari hasil penelitian diketahui bahwa bentuk-bentuk partisipasi politik perempuan dalam menyukseskan pemilu legislatif tahun 2014 di Kelurahan Sungai Lekop adalah sebagai pemilih, tim sukses, saksi, mengikuti kegiatan sosialisasi caleg dan PPS, menjadi anggota PPDP dan anggota KPPS. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi partisipasi politik perempuan adalah kesadaran akan hak dan kewajiban dalam pemilu, manfaat adanya pemilu, kepercayaan terhadap sistem pemilu, kepercayaan terhadap caleg, tingkat pendidikan, tingkat pekerjaan, pengaruh keluarga dan lingkungan dan pengalaman berorganisasi. Kata Kunci: Partisipasi Politik, Pemilu, Perempuan PENDAHULUAN Indonesia merupakan negara demokrasi. Yaitu suatu sistem dimana kekuasaan tertinggi berada di tangan rakyat. Berdasarkan perkembangannya, terdapat dua pendekatan dalam memahami demokrasi, yaitu demokrasi

Perjuangan perempuan untuk terlibat aktif dalam politik-kekuasan masih membutuhkan nafas panjang. Demikian salah satu pesan yang tertangkap dalam tulisan yang berjudul " masa depan perempuan dalam parpol islam ". Ruang kebebasan dan keberpihakan bagi perempuan masih enggan diberikan oleh mereka yang masih berjiwa patriarki, baik berasal dari laki-laki maupun perempuan. Hal ini terlihat dari masih bercokolnya 192 kebijakan dari tingkat pusat hingga daerah yang diskriminatif terhadap perempuan. Dalam pelbagai kebijakan tersebut, perempuan diletakkan sebagai pelaku kriminal, yakni mendudukkan perempuan selaiknya pencuri, garong, koruptor. Hal inilah yang menimpa perempuan saat ini. Sudah jatuh tertimpa tangga pula. Jadi lengkapp sudah penderitaan yang dialami perempuan Indonesia masa kini. Khususnya didaerah-daerah yang menerapkan kebijakan dengan mencoba berlindung berdalih moralitas dan agama, lebih khusus lagi berlagak dengan mengatasnamakan syariat Islam. Islam dipolitisasi sedemikian rupa oleh para politikus untuk mengelabui masyarakat konstituennya. Konstituen hanya dijadikan obyek ketika mereka hendak meraih kursi kekuasaan, akan tetapi nasibnya dilupakan ketika para politkus tersebut sudah menduduki kursi yang dituju. Ironisnya menggunakan agama untuk mendiskreditkan kelompok perempuan yang sudah marjinal di negeri. Perbaikan nyata bagi perempuan nyaris amat jarang dilakukan melalui kebijakan-kebijakan yang dibuat. Kehadiran kebijakan justru hanya ingin membatasi ruang gerak politik para perempuan. padahal konstitusi bangsa ini dibuat tidak membeda-bedakan kelompok satu dengan lainnya. Setiap warga negara tanpa terkecuali memiliki ruang yang setara di alam demokrasi yang sedang berproses ini. Dalam buah pikirannya, Ika telah menjabarkan tentang besarnya peran perempuan dalam mendongkrak suara parpol, baik yang berasaskan sekuler maupun agama. Lebih khusus lagi parpol Islam, akan tetapi justru nasib perempuan di parpol Islam makin terjepit. Tidak sebaliknya, mestinya posisi perempuan dalam parpol Islam mengalami progresifitas yang nyata. Islam yang pada dasarnya sangat menjunjung tinggi nilai-nilai keadilan, kesetaraaan bagi siapa saja justru agak kurang terlihat di parpol Islam, demikian pula di partai sekuler lainnya. Di sini yang saya soroti terkati dengan parpol Islam. Mengapa? Karena semestinya parpol Islam bisa bersikap berbeda dan memiliki karakter lain terhadap perempuan. Karakter dimaksud adalah dengan membuat kebijakan yang pro perempuan, jangan sebaliknya. Kebijakan yang semestinya tidak dilakukan oleh parpol Islam adalah dengan