[go: up one dir, main page]

Academia.eduAcademia.edu
Anggy Giri Prawiyogi, Jaeni, Wanda Listiani Vol. 5 No 2 ISSN : 2541-6995 E ISSN : 2580-5517 KOMUNIKASI DALAM KESENIAN SAMPYONG DI MAJALENGKA Anggy Giri Prawiyogi, Jaeni, Wanda Listiani Anggy.praiyogi@ubpkarawang.ac.id ABSTRAK Artikel ini bertujuan untuk menggali komunikasi yang terjadi dalam pertunjukan kesenian Sampyong yang berasal dari Kabupaten Majalengka Provinsi Jawa Barat. Metode penelitian yang digunakan yaitu studi literatur dan observasi. Bentuk komunikasi dari kesenian Sampyong ini bisa dilihat dari mulai pertunjukan sampai akhir pertunjukan, dimana terdapat proses komunikasi verbal dan non verbal dalam pelaksanaannya yang tidak hanya melibatkan pemain, tetapi juga penonton dan masyarakat.Komunikasi tersebut tentunya melibatkan banyak pihak, diantaranya pemain, penabuh gamelan, malandang, penonton, dan masyarakat. Hal ini tentu bisa menggambarkan pentingnya komunikasi sebagai salah satu penunjang dalam hidup bermasyarakat dan bekerjasama dengan orang lain dalam hal apapun, tentunya dengan menyadari bahwa kita adalah makhluk sosial yang pasti membutuhkan orang lain. Kata Kunci : Komunikasi, Kesenian Sampyong. PENDAHULUAN Keberagaman budaya di Indonesia yang sampai saat ini masih bertahan merupakan kekayaan bangsa yang harus dipelihara dan dikelola dengan baik. Budaya tersebut merupakan cerminan identitas dan jati diri sebagai bangsa (Fischer, 2000). Di Kabupaten Majalengka, Jawa Barat, terdapat salah satu kesenian yang bernama Sampyong. Kesenian ini menampilkan atraksi keberanian dan ketangkasan. Namun, saat ini kesenian Sampyong telah memudar. Saat ini keberadaan kesenian Sampyong kurang populer di masyarakat Majalengka, seolah-olah kesenian ini menjadi asing bagi masyarakatnya, terutama generasi mudanya yang lebih mengenal seni modern dibandingkan memberikan suatu apresiasi terhadap seni tradisionalnya (Zaenal, 2016). Kesenian sampyong sudah jarang dipertontonkan, kecuali pada saat perayaan hari jadi kota Majalengka dan perayaan hari kemerdekaan Republik Indonesia. Maka bukan merupakan hal yang tidak mungkin, jika kesenian Sampyong ini secara perlahan-lahan akan pudar apabila tidak ada upaya dari berbagai kalangan untuk berusaha melestarikannya (Wahidin, 1982) Pelestarian kesenian Sampyong, sebagai salah satu budaya bangsa, merupakan salah satu usaha agar kita tidak kehilangan identitas dan jati diri sebagai bangsa. Untuk mendukung hal tersebut, diperlukan proses pendidikan 21 | B u a n a I l m u Anggy Giri Prawiyogi, Jaeni, Wanda Listiani Vol. 5 No 2 ISSN : 2541-6995 E ISSN : 2580-5517 yang mampu mengangkat potensi lokal dalam semua kegiatannya. Hal ini sesuai dengan salah satu dari empat prinsip pendidikan UNESCO (UNESCO, 1996) yaitu learning to live together, learning to live withother (belajar untuk hidup bersama, belajar untuk hidup dengan orang lain). Kondisi tersebut menunjukkan bahwa lingkungan mempunyai peran penting bagi proses pendidikan anak karena lingkungan akan berpengaruh terhadap pertumbuhan mereka (McCudden, 1993). Kesenian sampyong juga memiliki berbagai macam pesan komunikasi yang ada pada saat pertunjukkan berlangsung. Pesan-pesan tersebut disampaikan dengan berbagai macam gerakan maupun ujaran yang ditunjukkan oleh para pemain pertunjukkan. Keterkaitan antara bahasa, komunikasi, dan juga kebudayaan dapat dilihat bahwa sampyong sebagai sebuah pertunjukkan kebudayaan tidak terlepas dari adanya simbol bahasa yang dikomunikasikan pada saat pertunjukkan berlangsung. Gerakan maupun ujaran yang ada dalam pertunjukkan sampyong merupakan simbol bagi mereka untuk berinteraksi dengan khalayak yang menonton pertunjukkan. Cara mereka menyalurkan stimulus dengan melalui ujaran dan gerakan itulah cara mereka berkomunikasi dalam suatu konteks kebudayaan yang dilihat dari sebuah pertunjukkan kesenian. Berdasarkan pemaparan diatas, penulis tertarik untuk mengkaji komunikasi dalam kesenian Sampyong di Majalengka.Tujuan Penelitian ini adalah untuk menggali komunikasi yang terjadi dalam pertunjukan kesenian Sampyong yang berasal dari Kabupaten Majalengka Provinsi Jawa Barat Metode Penelitian Metode yang digunakan pada kajian ini kajian pustaka dan observasi pertunjukan kesenian Sampyong. Kajian pustaka yang dilakukan berupa analisis mengenai kesenian Sampyong berdasarkan literatur-literatur yang membahas tentang kesenian Sampyong. Sedangkan observasi dilakukan melalui video pertunjukan Sampyong yang didapat dari youtube.com, karena pertunjukan kesenian Samyong sendiri hampir tidak pernah dilakukan lagi. 22 | B u a n a I l m u Anggy Giri Prawiyogi, Jaeni, Wanda Listiani Vol. 5 No 2 ISSN : 2541-6995 E ISSN : 2580-5517 Hasil dan Pembahasan 1. Kesenian Sampyong Majalengka Kesenian sampyong merupakan kesenian pertunjukan rakyat yang tumbuh dan berkembang di Kabupaten Majalengka, Jawa Barat. Sampyong terbentuk dari perpaduan tiga jenis seni, yaitu musik, tari, seni bela diri tongkat. Seni Sampyong mempertunjukkan kekuatan dan ketangkasan setiap pemain. Sejarah kesenian sampyong dimulai pada tahun 1960 di daerah Cibodas, Kecamatan Majalengka tumbuh sebuah permainan rakyat yang dikenal dengan nama “ujungan”. Permainan ini merupakan permainan adu ketangkasan dan kekuatan memukul dan dipukul dengan mengunakan alat yang terbuat dari kayu atau rotan berukuran 60 cm. Nama sampyong kemudian tercipta dan lebih dikenal, nama sampyong diambil dari sebuah nama yang diucapkan olehsalah seorang penonton keturunan Cina ketika ia menyaksikan permainan ini dengan ketertarikannya pada jumlah pukulan pada permainan ini. Hingga kemudian terucaplah kata sampyong yang kemudian melekat menjadi sebutan pada kesenian ini hingga sekarang. Sam (tiga) dan Pyong (pukulan), merupakan permainan adu ketangkasan dan kekuatan memukul dan dipukul dengan mengunakan alat yang terbuat dari kayu atau rotan berukuran 60 cm. Pemain terdiri atas dua orang yang saling berhadapan, baik laki-laki maupun perempuan, dipimpin oleh seorang wasit yang disebut malandang. Kedua pemain menggunakan teregos, yaitu tutup kepala yang terbuat dari kain yang diisi dengan bahan-bahan empuk sebagai pelindung kepala. Tutup kepala demikian dikenal pula dengan sebutan balakutal(Ilham, 2015; Titaley, 2018). Kesenian sampyong memiliki ciri khas yang menjadi keunikan tersendiri. Berbeda dengan kesenian-kesenian tradisional lainnya yang sejenis seperti debus, sampyong ini tidak dikategorikan sebagai bela diri. Meskipun di dalamnya terdapat aksi-aksi saling pukul yang mengedepankan daya tahan kekebalan fisik, namun sampyong dapat dikategorikan sebagai kesenian tari karena di dalam pertunjukkan sampyong para pelaku tari dituntut untuk selalu ngibing atau menari 23 | B u a n a I l m u Anggy Giri Prawiyogi, Jaeni, Wanda Listiani Vol. 5 No 2 ISSN : 2541-6995 E ISSN : 2580-5517 selagi menunggu giliran untuk memukul atau dipukul (Ilham, 2015; Sunandar, 2009; Titaley, 2018). Selain di Kabupaten Majalengka, terdapat pula kesenian Sampyong yaitu di daerah kabupaten Cirebon dan kabupaten Indramayu. Sampyong di Majalengka menggunakan alat rotan yang lebih pendek, menggunakan gamelan pencak silat, dan lagu-lagu yang dilantunkan adalah lagu berbahasa Sunda, berbeda dengan Sampyong Indramayu dan Cirebon yang menggunakan bahasa Jawa. Dari segi aturan pun, Sampyong Majalengka hanya membolehkan pukulan sebanyak tiga kali dan tidak boleh melebihi area betis bagian belakang. Permainan dihentikan ketika salah satu pemain menyatakan kalah atau menyerah. Adapun kesenian Sampyong memiliki fungsi tersendiri yang meliputi empat unsur. Pertama, kesenian sampyong memiliki nilai-nilai lokal setempat yang fungsinya sebagai pengiring dalam tradisi upacara-upacara tertentu. Kedua, sebagai media silaturahmi dan hiburan. Hal ini terlihat dari pementasannya, dimana tidak didapati pemisah antara pemain, penonton, dan masyarakat. Semuanya bercampur baur, ketiga, media pendidikan yang bisa disampaikan dengan meyelipkan informasi dan masalah-masalah yang berkaitan dengan kebutuhan hidup masyarakat. Keempat, Sampyong sebagai media hiburan bagi masyarakat. Dalam pertunjukkannya, kesenian Sampyong memiliki lima komponen pendukung, yaitu: a. Pemain, terdiri dari dua orang pemain dan seorang wasit yang disebut malandang. Adapun penabuh gamelan terdiri dari sembilan orang. b. Peralatan, dua buah tongkat rotan dengan panjang 60 cm. c. Musik pengiring, seperti kendang, terompet, dua pasang gong, sepasang kecrek, saron, bonang, dan rebab. d. Busana, biasanya berupa busana khas pesilat yang didominasi warna hitam ditambah dengan ikat kepala. e. Lagu-lagu yang dibawakan, berbahasa sunda, dan ada pula lagu-lagu buhun seperti Kembang Gadung, Kampret, serta terkadang diiringi pula dengan lagu dangdut. (Ilham, 2015; Sunandar, 2009). 2. Komunikasi 24 | B u a n a I l m u Anggy Giri Prawiyogi, Jaeni, Wanda Listiani Vol. 5 No 2 ISSN : 2541-6995 E ISSN : 2580-5517 Kata komunikasi atau communication dalam bahasa Inggris berasal dari bahasa Latin communis yang berarti “sama”, communico, communicatio, atau communicare yang berarti “membuat sama” (to make common). Istilah pertama (communis) adalah istilah yang paling sering sebagai asal usul komunikasi, yang merupakan akar dari kata-kata Latin lainnya yang mirip. Komunikasi menyarankan bahwa suatu pikiran, suatu makna, atau suatu pesan dianut secara sama (Mulyana, 2005, hlm. 4). Secara paradigmatis, komunikasi adalah proses penyampaian suatu pesan oleh seseorang kepada orang lain untuk memberi tahu atau mengubah sikap, pendapat, atau perilaku, baik langsung secara lisan maupun tak langsung melalui media (Effendy, 2006, hlm. 5) Sementara Riswandi (2009)menyimpulkan beberapa karakteristik komunikasi berdasar berbagai definisi yang dikemukakan para ahli, antara lain : a. Komunikasi adalah suatu proses, artinya komunikasi merupakan serangkaian tindakan atau peristiwa yang terjadi secara berurutan (ada tahapan atau sekuensi) serta berkaitan satu sama lainnya dalam kurun waktu tertentu. b. Komunikasi adalah suatu upaya yang disengaja serta mempunyai tujuan. Komunikasi adalah suatu kegiatan yang dilakukan secara sadar, disengaja, serta sesuai dengan tujuan atau keinginan dari pelakunya. c. Komunikasi menuntut adanya partisipasi dan kerja sama dari para pelaku yang terlibat kegiatan komunikasi akan berlangsung baik apabila pihak-pihak yang berkomunikasi (dua orang atau lebih) sama-sama ikut terlibat dan samasama mempunyai perhatian yang sama terhadap topik pesan yang disampaikan. d. Komunikasi bersifat simbolis karena dilakukan dengan menggunakan lambang-lambang. Lambang yang paling umum digunakan dalam komunikasi antar manusia adalah bahasaverbal dalam bentuk kata-kata, kalimat, angkaangka atau tanda-tanda lainnya. e. Komunikasi bersifat transaksional. Komunikasi pada dasarnya menuntut dua tindakan, yaitu memberi dan menerima. Dua tindakan tersebut tentunya perlu dilakukan secara seimbang atau porsional. 25 | B u a n a I l m u Anggy Giri Prawiyogi, Jaeni, Wanda Listiani Vol. 5 No 2 ISSN : 2541-6995 E ISSN : 2580-5517 f. Komunikasi menembus faktor ruang dan waktu Maksudnya bahwa para pelaku yang terlibat dalam komunikasi tidak harus hadir pada waktu serta tempat yang sama. Dengan adanya berbagai produk teknologi komunikasi seperti telepon, internet, fax, dan lain-lain, faktor ruang dan waktu tidak lagi menjadi masalah dalam berkomunikasi. Aktivitas komunikasi dalam pertunjukkan sampyong juga memiliki berbagai macam pesan komunikasi yang ada pada saat pertunjukkan berlangsung. Pesan-pesan tersebut disampaikan dengan berbagai macam gerakan maupun ujaran yang ditunjukkan oleh para pemain pertunjukkan. Keterkaitan antara bahasa, komunikasi, dan juga kebudayaan dapat dilihat bahwa sampyong sebagai sebuah pertunjukkan kebudayaan tidak terlepas dari adanya simbol bahasa yang dikomunikasikan pada saat pertunjukkan berlangsung. Gerakan maupun ujaran yang ada dalam pertunjukkan sampyong merupakan simbol bagi mereka untuk berinteraksi dengan khalayak yang menonton pertunjukkan. Cara mereka menyalurkan stimulus dengan melalui ujaran dan gerakan itulah cara mereka berkomunikasi dalam suatu konteks kebudayaan yang dilihat dari sebuah pertunjukkan kesenian. 3. Komunikasi dalam Kesenian Sampyong di Majalengka Bentuk komunikasi dalam kesenian Sampyong di Kabupaten Majalengka terdapa dalam empat bagian, diantaranya situasi komunikatif, peristiwa komunikatif, tindak komunikatif, dan aktivitas komunikatif (Ilham, 2015). a. Situasi Komunikatif Situasi komunikatif dalam pertunjukkan sampyong di Kabupaten Majalengka terjadi pada saat para pemain saling memukul dengan menggunakan sebuah tongkat yang terbuat dari bambu. Situasi pertunjukkan dimulai saat malandang atau wasit mulai memasuki ruang yang telah disediakan disusul dengan para pemain. Pertunjukkan berakhir dengan salam yang dilakukan oleh para pemain sampyong kepada penonton. b. Peristiwa Komunikatif Peristiwa komunikatif dalam pertunjukkan sampyong di Kabupaten Majalengka terdapat beberapa komponen yang ada, yaitu speaking, yang terdiri 26 | B u a n a I l m u Anggy Giri Prawiyogi, Jaeni, Wanda Listiani Vol. 5 No 2 ISSN : 2541-6995 E ISSN : 2580-5517 dari :setting/ scene yang lebih sering pada acara-acara hajatan, dan acara memperingati ulang tahun Kabupaten Majalengka. Participantsterdiri dari malandang dan juga pemain utama pertunjukkan, selain itu dalam sampyong dilengkapi oleh pemain gamelan sebagai pengiring pertunjukkan. Ends pada pertunjukkan sebagai hiburan rakyat semata, juga mengingatkan kepada masyarakat bahwa Majalengka memiliki kesenian yang harus dilestarikan. Act sequence terdiri dari situasi persiapan yang berupa latihan, lamaran, dan persiapan perlengkapan pertunjukkan, juga situasi pertunjukkan. Keys dalam pertunjukkan dimulai dengan karawitan lalu malandang memasuki arena disusul oleh para pemain. Instrumentalities yang ada komunikasi lebih dominan pada bentuk nonverbal, pemain mengibaratkan dirinya adalah seorang jawara yang akan saling beradu kekuatan. Norms of interactions pada pertunjukkan berasal dari malandang yang menyebutkan aturan-aturan permainan. Genre, yaitu pada situasi jaman dahulu para pemain menggunakan irama musik dan sesajen persembahan untuk karuhun dan juga ilmu-ilmu kekebalan tubuh yang mereka miliki. c. Tindak Komunikatif Tindak komunikatif dalam pertunjukkan sampyong di Kabupaten Majalengka masih didominasi oleh komunikasi nonverbal dimana bentuk komunikasi ini secara jelas tampak pada gerakan-gerakan yang dibuat oleh para pemain sampyong selama melakukan pertunjukkan. Bentuk komunikasi verbal yang ada hanyalah ucapan dari malandang yang mengisyaratkan kepada pemain untuk bersiap-siap melakukan pukulan kepada lawan main. Gerakan yang ditimbulkan oleh para pemain sampyong ialah gerakan yang luwes mengikuti alur irama musik gamelan. Para pemain dalam pertunjukkan sampyong dilengkapi oleh baju daerah dengan warna hitam yang biasa disebut dengan acuk toro dan ikat kepala serta membawa sebuah tongkat bambu. Selain itu pada pertunjukkan dilengkapi dengan adanya gamelan sebagai musik pengiring dalam pertunjukkan. d. Aktivitas komunikatif 27 | B u a n a I l m u Anggy Giri Prawiyogi, Jaeni, Wanda Listiani Vol. 5 No 2 ISSN : 2541-6995 E ISSN : 2580-5517 Aktivitas komunikasi dalam pertunjukkan sampyong di Kabupaten Majalengka memunculkan aktivitas pada persiapan yang berupa proses latihan dan pertunjukkan dengan inti penampilan ketika pemain saling bergantian memukul dan dipukul namun dengan aturan-aturan yang sudah disepakati. Pertunjukkan sampyong dimainkan oleh dua pemain inti beserta satu malandang. Pertunjukkan sampyong didominasi oleh unsur-unsur nonverbal yang ada dalam unsur tari dan aksi memukul dimana dalam pertunjukkan pemain harus mampu membawa irama tubuh dan ekspresi wajah dengan santai mengikuti irama musik. Sampyong sebagai kesenian hiburan rakyat memunculkan gambaran kesenian ini berawal dari sebuah pertunjukkan adu ketangkasan yang menentukan kejawaraan seseorang. Kesenian sampyong memiliki berbagai macam pesan yang ada pada saat pertunjukkan berlangsung. Pesan-pesan tersebut disampaikan dengan berbagai macam gerakan maupun ujaran yang ditunjukkan oleh para pemain pertunjukkan. Gerakan maupun ujaran yang ada dalam pertunjukkan sampyong merupakan simbol bagi mereka untuk berinteraksi dengan khalayak yang menonton pertunjukkan. Cara mereka menyalurkan stimulus dengan melalui ujaran dan gerakan itulah cara mereka berkomunikasi dalam suatu konteks kebudayaan yang dilihat dari sebuah pertunjukkan kesenian. Berdasarkan tradisi lisan atau dari dongeng yang berkembang di tengah masyarakat, disebutkan bahwa Sampyong berasal dari permainan anak-anak gembala untuk mengisi luang saat mengembalakan ternaknya, yaitu melalui permainan saling pukul menggunakan rotan yang tujuannya untuk memilih pemimpin di antara mereka. Komunikasi dalam kesenian Sampyong bisa dilihat dari mulai pertunjukan yang ditandai dengan malandang atau wasit mulai memasuki ruang yang telah disediakan disusul dengan para pemain sampai dengan pertunjukkan berakhir dengan salam yang dilakukan oleh para pemain sampyong kepada penonton. Pada pelaksanaannya komunikasi yang dilakukan adalah komunikasi non verbal melalui gerak tubuh, kecuali ucapan dari malandang yang mengisyaratkan kepada pemain untuk bersiap-siap melakukan pukulan kepada lawan main. Gerakan 28 | B u a n a I l m u Anggy Giri Prawiyogi, Jaeni, Wanda Listiani Vol. 5 No 2 ISSN : 2541-6995 E ISSN : 2580-5517 pemain dalam pertunjukan ini gerakan yang luwes mengikuti alur irama musik gamelan(Soepandi, et al, 1994) Gerakan tari yang mengikuti irama musik gamelan dari para pemain, memberikan gambaran bahwa dalam persaingan untuk mendapatkan sesuatu, kita sebagai manusia tidak perlu saling bersitegang dengan pesaing. Tetapi bisa bersaing secara sehat dengan menjunjung tinggi nilai persahabatan/persaudaraan dengan sesama. Para pemain berkomunikasi mengikuti isyarat dari malandang. Penggunaan komunikasi pada pertunjukkan sampyong menjadikan sebuah interaksi yang rutin dan memang telah menjadi kebiasaan yang selalu ditampilkan pada setiap pertunjukkan. Selain interaksi antara malandang dan pemain, atau antar pemain, ada pula interaksi anatara pemain dan penonton. Interaksi ini menggambarkan bahwa kesenian Sampyong bisa menjadi media silaturahmi dan hiburan. Hal ini terlihat dari pementasannya, dimana tidak didapati pemisah antara pemain, penonton, dan masyarakat. Gambaran tersebut bisa diartikan bahwa pentingnya kebersamaan dan kesetaraan dalam kehidupan(Puskur, 2010). Komunikasi dalam kesenian Sampyong ini bisa juga dilihat dari aturan permainannya, dimana setiap pemain hanya boleh memukul sampai 3 kali dan hanya di daerah betis. Hal ini menunjukan bahwa terhadap sesama, meskipun kita sedang bersaing, tidak boleh saling menyakiti dan juga harus saling menghargai. A. SIMPULAN DAN REKOMENDASI Komunikasi dalam kesenian Sampyong terlihat dari bagaimana pertunjukan ini bisa dilihat dari mulai pertunjukan sampai akhir pertunjukan, dimana terdapat proses komunikasi verbal dan non verbal dalam pelaksanaannya. Komunikasi tersebut tentunya melibatkan banyak pihak, diantaranya pemain, penabuh gamelan, malandang, penonton, dan masyarakat. Hal ini tentu bisa menggambarkan pentingnya bekerjasama dengan orang lain dalam hal apapun, tentunya dengan menyadari bahwa kita adalah makhluk sosial yang pasti membutuhkan orang lain. 29 | B u a n a I l m u Anggy Giri Prawiyogi, Jaeni, Wanda Listiani Vol. 5 No 2 ISSN : 2541-6995 E ISSN : 2580-5517 REFERENSI Afriandi, Erson G. (2009). Revitalisasi budaya tradisional: Studi tentang kebijakan revitalisasi budaya dan dampaknya terhadap tingkat kecintaan pemuda pada seni tari tradisional di Kecamatan Bunguran Timur Kabupaten Natuna. [Tesis]. Yogyakarta :Universitas Gajah Mada. Effendy, Onong Uchjana. (2006). Ilmu Komunikasi: Teori dan Praktek. Bandung: Remaja Rosdakarya Badan Penelitian dan Pengembangan Pusat Kurikulum. (2010). Bahan Pelatihan Penguatan Metodologi Pembelajaran Berdasarkan Nilai-nilai Budaya untuk Membentuk Daya Saing dan Karakter Bangsa. Jakarta: Kemendiknas. Balitbang Puskur. (2010). Pengembangan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa: Pedoman Sekolah. Jakarta: Kemendiknas. Fischer, F. (2000). Local Knowledge and Participatory Inquiry. In Citizens, experts, and the environment: the politics of local knowledge. Ilham, Muhamad. (2015). Aktivitas Komunikasi dalam Pertunjukan Sampyong di Kabupaten Majalengka. Skripsi UNIKOM: Tidak Diterbitkan Mulyana, Deddy. (2005). Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung: remaja Rosdakarya Riswandi. (2009). Ilmu Komunikasi. Yogyakarta: Graha Ilmu Partington and McCudden,(1993).Ethnicity and Education. Wenworth Falls, NSW: SocialScience Press Sunandar, Iwan. (2009). Kesenian Sampyong di Kabupaten Majalengka. Skripsi UPI: Tidak Diterbitkan Soepandi, Sukanda, Kubarsah. (1994). Ragam Cipta Mengenal Seni Pertunjukan Jawa Barat. Bandung: CV. Sampurna. Titaley, Michael Ariyesta.(2018). Perancangan Buku Ilustrasi Kesenian Sampyong Majalengka. Skripsi UNPAS: Tidak Diterbitkan UNESCO. (1996). Treasure Within. Paris: UNESCO Publishing. Vardiansyah, Dani. (2004). Pengantar Ilmu Komunikasi. Bogor: Ghalia Indonesia 30 | B u a n a I l m u Anggy Giri Prawiyogi, Jaeni, Wanda Listiani Vol. 5 No 2 ISSN : 2541-6995 E ISSN : 2580-5517 Wahidin D. (1982). Deskripsi Kebudayaan Cirebon. Jakarta : Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata. 31 | B u a n a I l m u