Zainal Arifin
Zainal Arifin is a senior lecturer at The Department of Antropology at The Faculty of Social and Political Sciences of Andalas University, Padang, West Sumatera, Indonesia. He was focused on the politic ethnic, specially about duality in Minangkabau culture. Currently he is in the process of coordinating research in ethnoecology and ethnopolitics of Minangkabau and Semende community
less
Uploads
Keywords: Minangkabau’s custom, reconstruction, redefinition, duality
Keywords: Minangkabau, redifining and reconstruction, dinamic and static customs
Keywords: Minangkabau’s custom, reconstruction, redefinition, duality
Keywords: Minangkabau, redifining and reconstruction, dinamic and static customs
Buku ini berusaha memahami praktik perkawinan Minangkabau yang ada di dua nagari di Propinsi Sumatra Barat yaitu di nagari Pacaturan dan nagari Ampek Suku. Hal ini disebabkan karena membahas Minangkabau secara keseluruhan bukanlah hal yang gampang, apalagi kalau dikaitkan dengan konsepsi adaik salingka nagari yang menunjukkan begitu tingginya variasi adat di Minangkabau itu sendiri. Nagari Pacaturan sengaja dipilih karena nagari ini menganut adat Koto Piliang, sedangkan nagari Ampek Suku dipilih karena nagari ini menganut adat Bodi Caniago.
Untuk membahas praktik perkawinan di nagari Pacaturan dan nagari Ampek Suku ini, digunakan kerangka pemikiran Giddens (1984) tentang dualitas (duality). Melalui kerangka pemikiran Giddens ini, coba ditunjukkan bagaimana praktek perkawinan Minangkabau tidaklah sepenuhnya ditentukan oleh aturan adaik, tetapi juga dipengaruhi oleh gerakan-gerakan politik yang dilakukan oleh aktor dan kelompok kerabat yang menjalin perkawinan tersebut, yang dalam buku ini disebut sebagai politik perkawinan. Dengan kata lain, praktek perkawinan Minangkabau tidak lebih sebagai sintesa antara tekanan adaik yang memaksa dengan kebebasan aktor dan kelompok kerabat yang menjalin perkawinan tersebut.
Melalui buku ini, dapat disimpulkan bahwa berbagai fenomena sosial di masyarakat Minangkabau yang selama ini dianggap ambigu oleh para ahli, pada prinsipnya disebabkan sifat dualitas yang selalu melekat dalam setiap fenomena sosial. Dengan kata lain sifat ambigu dalam setiap fenomena sosial tersebut hanyalah sebuah proses, yang mencoba mengintegrasikan aturan adaik sebagai nilai-nilai ideal sekaligus sebagai nilai-nilai pembaharu dalam mensikapi perubahan dan intervensi dalam kehidupan masyarakatnya.
Kata Kunci : adaik, perkawinan, dualitas, politik perkawinan