[go: up one dir, main page]

Academia.eduAcademia.edu
Nama : Zulkifli Pelana NIM : 4415120305 Prodi : Pendidikan Sejarah (A) MK : Filsafat Sejarah __________________________________________________________________________ Resensi Judul buku : Gagalnya Historisisme Penulis : Karl R. Popper Penerbit : LP3ES Tahun terbit : 1985 Sehubungan dengan kondisi ilmu-ilmu sosial yang belum menemukan Galileinya, para ahli-ahli ilmu sosial dalam hal metodologi sering menorientasikan pada disiplin ilmu yang lebih berhasil, terutama ilmu fisika. Usaha pembaharuan di bidang ilmu-ilmu sosial teoritis terkait masalah metodologi yang ‘mengadopsi’ ilmu-ilmu alam (terutama fisika) menimbulkan kekecewaan dalam bidang penelitian. Persoalan ini menyebabkan timbulnya suatu klasifikasi dari aliran-aliran yang menyelidiki masalah metode dalam ilmu-ilmu yang kurang berhasil tersebut. Adapun ada dua aliran yang akan dibahas berikutnya, yaitu anti-naturalistis dan pro-naturalistis. Pada buku ini, Karl Popper mendefinisikan historisisme adalah aliran yang beranggapan bahwa ilmu-ilmu sosial bertujuan untuk meramalkan perkembangan sejarah dengan cara menemukan “ritme” atau “pola”, “hukum” atau “trend” yang menentukan jalannya sejarah. Setelah bagian pendahuluan tersebut, pada dua bab pertama (bab 1-2) buku ini, mengandung penjelasan pandangan historis Popper, baik anti-naturalistis maupun pro-naturalistis, dan pada dua bab kedua (bab 3-4) berisi kritiknya terhadap anti-naturalistis maupun pro-naturalistis. Popper dalam bukunya ini membedakan dua aliran utama historisisme. Pertama, pendekatan “anti-naturalistis” yang menentang penerapan metode ilmu fisika. Metode ilmu fisika tidak bisa diterapkan dalam ilmu sosial, yang mana pendapat ini didasari oleh hukum-hukum fisika yang berlaku sistem uniformitas, sedangkan hukum-hukum sosiologi selalu berbeda tergantung waktu dan tempat. Kedua, pendekatan “pro-naturalistis” yang mendukung penerapan metode ilmu fisika. Metode ilmu alam mempunyai unsur-unsur yang sama dengan metode ilmu-ilmu sosial, yang mana ini didasari oleh pendapat bahwa ilmu sosiologi dan ilmu alam sama-sama merupakan cabang ilmu pengetahuan yang hendak menjadi teoritis dan empiris. Beberapa kritik Popper terhadap doktrin anti-naturalis, di antaranya yaitu: Adanya pernyataan kaum utopis bahwa metode mereka adalah metode eksperimental yang diterapkan dalam bidang sosiologi, menimbulkan bantahan yang diperjelas dengan sebuah analogi antara ilmu fisika dengan teknik holistis. Adalah mungkin merencanakan sebuah mesin dan bahkan pabrik yang memproduksi mesin itu di atas meja. Mesin dan pabrik tersebut dapat berfungsi hanya karena sebelumnya sudah diadakan eksperimen piecemeal. Adanya kesalahan dapat diperbaiki sehingga menghindari kekeliruan besar. Kalau kita tinjau lebih mendalam, maka analogi antara teknik fisik alam dan teknik sosial akan bertentangan dengan holisme dan lebih sesuai dengan piecemeal social engineering (yang menurut Popper, analoginya telah diambil tanpa haknya oleh penganut utopianisme). Berubah-ubahnya kondisi eksperimen. Menurut pandangan Popper, metode eksperimental (yang sebagaimana diterapkan dalam ilmu fisika) tak dapat diterapkan pada masalah-masalah kemasyarakatan. Hal ini disebabkan oleh perbedaan kondisi antara seorang peneliti sosial yang sangat sukar untuk memilih dan mengubah kondisi eksperimen sesuai kehendaknya, dengan kondisi seorang peneliti ilmu fisika yang lebih mudah untuk memilih dan mengubah kondisi eksperimen sesuai kehendaknya. Selain itu, Popper pun mengkritik tesis historisisme yang menyatakan bahwa semua generalisasi ilmu-ilmu sosial atau paling tidak beberapa generalisasi terpenting, hanya berlaku pada zaman dilakukannya observasi yang berhubungan dengannya. Terhadap tesis tersebut, Popper menolak dengan berpendapat bahwa pengalaman yang diperoleh dari suatu perubahan lingkungan alam sangat analog dengan pengalaman yang diperoleh dari perubahan lingkungan sosial dan sejarah. Adapun beberapa kritik Popper terhadap doktrin pro-naturalistis, di antaranya yaitu: Terkait pertanyaan “mungkinkah ada suatu hukum evolusi?”, Popper menjawab dengan “tidak”, dan bahwa baik ilmu biologi maupun sosiologi tidak bertugas mencari hukum mengenai “tata tertib yang tak berubah” dalam evolusi. Popper beralasan bahwa evolusi kehidupan di bumi dan masyarakat manusia, merupakan proses historis yang unik. Apa yang dideskripsikannya bukan hukum, tapi hanya sebuah pernyataan historis yang singular. Kekeliruan pandangan Mill dan Comte dalam mengacaukan hukum dan trend telah menyebabkan mereka percaya pada adanya trend-trend yang bersifat non-kondisional (bersifat umum); atau dapat dikatakan sebagai kepercayaan akan adanya trend mutlak, misalnya terhadap suatu tendensi umum dalam sejarah yaitu “tendensi menuju keadaan yang lebih baik dan bahagia”. Dan jika terpikir oleh mereka bahwa tendensi-tendensi ini dapat di”reduksi” (di”tarik”) menjadi hukum-hukum, maka mereka percaya bahwa tendensi ini dapat diturunkan langsung hanya dari hukum-hukum umum. Menurut Popper, ini dapat disebut sebagai kesalahan terbesar dari historisisme. Trend mutlak ini tak tergantung pada kondisi-kondisi khusus, trend tersebut kemudian dijadikan dasar bagi ramalan-ramalan yang non-kondisional, bertentangan dengan prognose ilmiah yang selalu bersifat kondisional. Kritik selanjutnya, Popper menyatakan historisisme melakukan kekeliruan dalam memperlakukan interpretasi-interpreasi sejarah sebagai teori, yang mana ini merupakan salah satu kesalahan utama para historisis. Dengan adanya kekeliruan tersebut, Popper memberi jalan-keluar, yakni menyadari secara jelas keharusan menggunakan suatu sudut-tinjauan; menyatakan dengan gamblang bahwa ini hanyalah salah satu dari banyak sudut-tinjauan, dan seandainya menjadi teori, teori tersebut tak dapat diuji. Dari beberapa kritik tersebut, kita menuju ujung pembahasan. Historisisme adalah aliran yang paling tua. Misalnya, terlihat dari pandangan siklus mereka mengenai perkembangan kota-kota. Setiap versi historisisme mengungkapkan semacam perasaan terlempar ke masa depan oleh dorongan kekuatan yang tak terkalahkan. Adanya ketakutan para penganut historisisme terhadap perubahan menyebabkan mereka memberikan reaksi yang tak rasional dalam terhadap kritik. Tuanya pemikiran dalam historisisme yang berkeyakinan bahwa perubahan dapat diramalkan, karena ia diatur oleh suatu hukum yang tak berubah. Dari beberapa pernyataan itu, tak heran jika Popper mengkritik historisisme sebagai aliran yang ‘gagal’ dalam menghadapi perkembangan pemikiran terkait ilmu-ilmu sosial.