[go: up one dir, main page]

Academia.eduAcademia.edu
Efikasi Diri Akademik dan Resiliensi Pada Mahasiswa.... Frensen Salim Efikasi Diri Akademik dan Resiliensi Pada Mahasiswa Frensen Salim, Muhammad Fakhrurrozi Fakultas Psikologi Unviersitas Gunadarma email: frenselim@gmail.com Abstrak Artikel INFO Diterima:04 Mei 2020 Direvisi :05 Agustus 2020 Disetujui: 17 Nov 2020 DOI: http://dx.doi.org/10.24014/ jp.v14i2.9718 Mahasiswa akan menghadapi masalah dalam studinya. Resiliensi diperlukan bagi mahasiswa agar memiliki kemampuan adaptasi terhadap situasi yang berat dan mengatasi tantangan serta permasalahan-permasalan baik dalam bangku perkuliahan maupun kehidupan pribadinya. Selain itu, diperlukan juga academic self-efficacy dalam diri mahasiswa agar dirinya mampu untuk menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapinya yang berhubungan dengan kegiatan perkuliahan dan performansi akademik. Penelitian ini bertujuan untuk menguji secara empiris peran efikasi diri akademik terhadap resiliensi pada mahasiswa. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini berjumlah 146 mahasiswa (41,1% laki-laki dan 58,9% perempuan) dari sejumlah perguruan tinggi di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi dengan rerata usia 20 tahun (SD = 1,41). Resiliensi dalam penelitian ini diukur menggunakan Skala Resiliensi yang diadaptasi dan diterjemahkan dari The 14-Item Resilience Scale (RS14), sedangkan efikasi diri akademik diukur menggunakan Skala Efikasi Diri Akademik. Data dianalisis menggunakan analisis deskriptif, t-test, korelasi Pearson, dan uji regresi linier sederhana. Hasil penelitian menunjukkan bahwa efikasi diri akademik memiliki peran yang signifikan dalam memprediksi resiliensi pada mahasiswa. Beberapa saran dan rekomendasi berdasarkan temuan penelitian didiskusikan. Kata Kunci: resiliensi, efikasi diri akademik, mahasiswa Academic Self-Efficacy and Resilience on Undergraduate Students Abstract Students will face some problems in tehir studies. Students need resilience in order to adapt for serious problem and overcome some problems in their study and their life. In addition, students also need an academic self-efficacy in themselves to overcome their problems related with academic activity and their academic performance. This research was conducted to explore the role of academic self-efficacy toward resilience on college students in Indonesia. The subject comprised 146 students (41.1% male and 58.9% female) of some colleges in several cities in Indonesia, i.e. Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, and Bekasi with mean age is 20 year (SD = 1.41). Resilience Scale, translated and adapted from The 14-Item Resiliance Scale (RS-14), and Academic Self-efficacy Scale were used to measure resilience and academic self-efficacy among subjects. Data were analyzed using descriptive statistic, t-test, Pearson correlation, and simple regression analyses. The result finding showed that academic self-efficacy has a significant role in predicting resilience among college students. Several suggestions and recommendations are discussed. Keywords: resilience; academic self-efficacy; college students Pendahuluan Mahasiswa adalah individu yang belajar dan menekuni disiplin ilmu, di mana dalam menjalani serangkaian perkuliahan sangat dipengaruhi oleh kemampuan mahasiswa itu sendiri (Ganda, 2004). Mahasiswa dalam menjalani perkuliahan di perguruan tinggi tentunya akan menghadapi masalah. Masalah-masalah yang dihadapi tentunya berbeda-beda antara permasalahan yang dihadapi mahasiswa tingkat awal, mahasiswa tingkat menengah dan mahasiswa tingkat akhir. Biasanya mahasiswa tingkat awal 175 Jurnal Psikologi, Volume 16 Nomor 2, Desember 2020 sering dihadapkan pada permasalahan mengenai kesulitan dalam menyesuaikan proses belajar di perguruan tinggi dikarenakan mahasiswa tingkat awal merupakan transisi dari sekolah menengah atas menuju perguruan tinggi. Adapun mahasiswa tingkat menengah biasanya dihadapkan dengan permasalahan tugas perkuliahan yang cukup banyak dan tantangan dalam mengatur waktu dengan baik antara proses perkuliahan dan kegiatan-kegiatan di luar perkuliahan. Sementara mahasiswa tingkat akhir cenderung dihadapkan pada tantangan dalam pembuatan tugas akhir skripsi sebagai syarat untuk meraih gelar sarjana. Mahasiswa merupakan populasi yang paling sering mengalami peningkatan stres akademik dan tekanan psikologis, yang mengakibatkan banyak mahaiswa meninggalkan bangku perkuliahan tanpa menyelesaikan studi mereka (Andrew, dkk., 2008). Hal ini didukung dengan adanya penelitian yang menunjukkan bahwa mahasiswa menjadi tidak berkembang karena merasa lelah, kelebihan beban, depresi dan tidak memiliki waktu yang cukup untuk kehidupan pertemanan dan keluarga (Slavin, Hatchett, Chibnall, Schindler, & Fendell, 2011). Adanya berbagai tantangan dan permasalahan yang dapat dihadapi oleh mahasiswa menunjukkan bahwa diperlukannya resiliensi bagi mahasiswa agar memiliki kemampuan adaptasi terhadap situasi yang berat dan mengatasi tantangan serta permasalahan-permasalan baik dalam bangku perkuliahan maupun kehidupan pribadinya. Resiliensi adalah kemampuan untuk beradaptasi dengan baik dari waktu ke waktu terhadap situasi yang mengubah hidup atau permasalahan kehidupan. Bagi mahasiswa, resiliensi sangat penting karena kehidupan di universitas bisa jadi kompleks dan menuntun, sehingga membutuhkan kapasitas untuk mengatasi tuntutan akademik, keseimbangan belajar dan kehidupan, serta 176 masalah keuangan. Akibatnya, mahasiswa mengalami peningkatan tingkat kesehatan mental yang buruk dibandingkan dengan rekan-rekan non-universitas mereka (Stallman, 2010). Perguruan tinggi dipandang memainkan peran penting dalam mempersiapkan lulusannya untuk menghadapi tempat kerja yang kompleks saat ini (Goertzen & Whitaker, 2015) dimana stres, konflik individu, dan situasi yang menantang tidak dapat dihindari (Shin & Kelly, 2015; Zhang, 2011). Keprihatinan dikemukakan bahwa praktik pengajaran di universitas secara tradisional tidak mempersiapkan mahasiswanya secara memadai untuk memasuki dunia kerja (Goertzen & Whitaker, 2015; Cuadra & Famadico, 2013), tetapi dengan membangun resiliensi dan menanamkan peluang untuk mengembangkan strategi dalam mengatasi permasalahan di tempat kerja, siswa akan merasa diberdayakan untuk menangani tantangan yang sedang berlangsung. Siebert (2005) mengungkapkan bahwa resiliensi adalah kemampuan untuk mengatasi dengan baik perubahan terbesar yang mengganggu dan berkelanjutan dengan mempertahankan kesehatan energi yang baik ketika berada dalam tekanan yang konsisten sehingga mampu bangkit dari kemunduran. Resiliensi penting sebagai sebuah daya untuk mempertahankan kehidupan yang baik bagi diri seseorang dan juga keluarganya.Keberhasilan yang dialami mahasiswa di perguruan tinggi sebagian ditentukan oleh tingkat resiliensi mereka. Hal ini memposisikan perguruan tinggi memainkan peran kunci dalam menangani pengembangan resiliensi. Resiliensi dalam konteks perguruan tinggi adalah pusat dari pengalaman belajar partisipatif yang sukses, dan oleh karena itu, juga sebagai modal manusia dan sosial kolektif dari seorang individu (Holdsworth, Turner, & Scott-Young, 2018). Resiliensi diakui oleh siswa sebagai Efikasi Diri Akademik dan Resiliensi Pada Mahasiswa.... Frensen Salim kemampuan utama yang sangat penting untuk keberhasilan akademis serta bidang lain dalam kehidupan mereka. Mahasiswa mengakui bahwa dalam konteks perguruan tinggi, resiliensi itu kompleks dan dinamis, dan bahwa pengembangan resiliensi terjadi melalui proses interaktif di mana siswa dan perguruan tinggi menjadi pusatnya. Pendidikan tinggi harus berkembang bersama dengan para siswanya, dan hal ini mengharuskan suara mereka menjadi sentral dalam kaitannya dengan kebutuhan yang mereka identifikasi (Holdsworth, Turner, & Scott-Young, 2018). Penerapan resiliensi dalam konteks akademis sebagai respon kognitif-afektif dan perilaku siswa terhadap kesulitan akademik, merupakan contoh faktor resiliensi konteksspesifik dan juga respon resiliensi terhadap kesulitan akademik. Menurut Reivich dan Shatte (2002), resiliensi memiliki tujuh faktor yang mempengaruhi, di mana salah satu faktor tersebut yaitu efikasi diri. Efikasi diri mewakili kepercayaan individu bahwa individu mampu untuk mengatasi segala permasalahan disertai keyakinan akan kekuatan yang dimiliki untuk mengatasi permasalahan-permasalahan tersebut (Reivich & Shatte, 2002). Efikasi diri telah diidentifikasi sebagai konstruksi dalam penelitian Cassidy (2012) yang meneliti faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi akademik, dimana efikasi diri yang tinggi umumnya terkait dengan performa akademik yang lebih baik. Selain itu, efikasi diri akademik yang baik juga disertai dengan performa dan resiliensi akademik yang lebih tinggi (Hernandez, Escobar, Fuentes, & Eguiarte, 2019). Penelitian resiliensi dan efikasi diri pernah dilakukan oleh Garza, Bain, dan Kupczynski (2014) tentang resiliensi, efikasi diri, dan kegigihan dari senior perguruan tinggi dalam pendidikan tinggi. Hasil penelitian menyebutkan bahwa mahasiswa yang berhasil di perguruan tinggi telah belajar beradaptasi dan menyesuaikan diri dengan kehidupan kampus dan telah mengembangan rasa resiliensi, efikasi diri, dan kegigihan yang tinggi. Keye dan Pidgeon (2013) meneliti tentang hubungan antara resiliensi, kesadaran (mindfulness), dan efikasi diri akademik pada mahasiswa dengan jumlah partisipan sebanyak 141, lakilaki sebanyak 39 parisipan dan perempuan sebanyak 102 partisipan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa berdasarkan model regresi, mindfulness dan efikasi diri akademik merupakan prediktor yang signifikan dari resiliensi. Penelitian ini menunjukkan bahwa mindfulness dan efikasi diri akademik memiliki dampak yang signifikan terhadap resiliensi. Penelitian yang dilakukan oleh Cassidy (2015) mengenai hubungan antara efikasi diri akademik dan resiliensi akademik pada mahasiswa di Inggris dengan jumlah partisipan sebanyak 435, laki-laki sebanyak 76 partisipan dan perempuan sebanyak 357 partisipan. Adapun mahasiswa tahun pertama sebanyak 326 partisipan, mahasiswa tahun kedua sebanyak 45 partisipan, dan mahasiswa tahun ketiga sebanyak 63 partisipan. Hasil penelitian menunjukkan efikasi diri akademik berkorelasi dengan resiliensi akademik dan siswa menunjukkan resiliensi akademik yang lebih besar ketika menanggapi kesulitan yang dilakukan untuk orang lain dibandingkan kesulitan pribadi. Bagi mahasiswa efikasi diri yang dibutuhkan adalah efikasi diri akademik, dikarenakan dengan adanya efikasi diri akademik dalam diri mahasiswa menunjukkan bahwa dirinya mampu untuk menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapinya yang berhubungan dengan kegiatan perkuliahan dan performansi akademik. Menurut Bandura (1997), efikasi diri akademik mengacu pada keyakinan yang berkaitan dengan kemampuan dan kesanggupan seorang pelajar untuk mencapai dan menyelesaikan tugas-tugas studi dengan target hasil dan waktu yang telah ditentukan. Efikasi diri akademik tersebut merupakan keyakinan 177 Jurnal Psikologi, Volume 16 Nomor 2, Desember 2020 yang kuat dalam proses pencapaian prestasi yang optimal. Ini sejalan dengan pernyataan yang diungkapkan oleh Sharma dan Nasa (2014) yang menyatakan bahwa efikasi diri akademik telah menerima peningkatan pengakuan sebagai prediktor performa akademik. Efikasi diri akademik dideksripsikan sebagai “kepercayaan diri seseorang pada kemampuan mereka untuk mengatur, melaksanakan, dan meregulasi perfoma untuk mencapai tipe performa yang ditentukan”. Hal ini berfungsi pada sekumpulan keyakinan multilevel dan multifaset yang mempengaruhi bagaimana seseorang dapat merasa, berpikir, memotivasi diri sendiri, dan berperilaku selama berbagai tugas akademik (Sharma & Nasa, 2014). Phan, Ngu, Shih, Lin, Shi, dan Wang (2020) melakukan studi terhadap mahasiswa di Taiwan dan juga menyuarakan mengenai pentingnya efikasi diri untuk menengahi hubungan antara pemecahan masalah pribadi, fungsi yang efektif dan upaya akademis dengan hasil yang signifikan, secara keseluruhan, memberikan kontribusi terbaik untuk pencapaian studi yang optimal. Selain itu, studi yang dilakukan oleh Yan, Brown, Lee, dan Qiu (2019) pada remaja Hong Kong menunjukkan bahwa sikap, norma subyektif, efikasi diri, dan persepsi pengendalian diri merupakan prediktor yang signifikan terhadap intensi untuk menilai diri, sedangkan efikasi diri dan intensi berpengaruh signifikan terhadap praktik penilaian diri. Menurut Bandura (1997), tinggi rendahnya efikasi diri seseorang dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu sifat tugas yang dihadapi, insentif eksternal atau reward yang diterima dari orang lain, status atau peran individu dalam lingkungannya, dan informasi mengenai kemampuan dirinya yang dapat diperoleh melalui pengalaman keberhasilan, pengalaman orang lain, persuasi sosial, dan keadaan fisiologis dan emosional. Bandura (1997) mengatakan bahwa efikasi diri seseorang dapat diukur dan dibedakan 178 menjadi tiga dimensi, yaitu tingkat kesulitan (magnitude), luas bidang perilaku (generality), dan kemantapan dan keyakinan (strength). Li, Eschenauer, dan Yang (2013) pernah meneliti mengenai pengaruh efikasi dan resiliensi terhadap pemecahan masalah di Amerika Serikat, Taiwan, dan China. Hasil penelitian menunjukkan trait resiliensi memediasi peran efikasi diri dalam pemecahan masalah pada mahasiswa di Taiwan dan China. Efikasi diri efektif sebagai prediktor pemecahan masalah pada sampel mahasiswa Amerika Serikat. Trait resiliensi sebagai prediktor yang paling efektif dalam pemecahan masalah pada sampel mahasiswa di China dan Taiwan. Peran efikasi diri terhadap pemecahan masalah dapat dimediasi oleh trait resiliensi di kedua sampel negara China dan Taiwan. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa mahasiswa Amerika Serikat memiliki kecenderungan untuk memecahkan masalah lebih dipengaruhi oleh efikasi diri, sedangkan mahasiswa China dan Taiwan memiliki kecenderungan lebih dipengaruhi oleh trait resiliensi. Terdapat perbedaan antara budaya Barat dengan budaya Timur dalam hal hubungan antara trait resiliensi, efikasi diri, dan pemecahan masalah. Sagone dan Caroli (2013) meneliti hubungan antara resiliensi, efikasi diri, dan gaya berpikir pada remaja madya di Italia. Hasil penelitian menunjukkan semakin banyak remaja mengalami tingkat resiliensi yang tinggi, diri mereka merasa semakin mampu mengatasi hal-hal yang baru di berbagai ranah kehidupan dan domain dari fungsi manusia, terutama dalam konteks akademik, dan mereka semakin cenderung menggunakan semua gaya berpikir. Adanya korelasi yang signifikan antara efikasi diri umum dan skolastik dan gaya berpikir menunjukkan bahwa semakin banyak remaja yang mampu mengatasi stres dalam diri mereka sendiri, dan juga di sekolah, mereka hampir menggunakan semua gaya berpikir. Efikasi Diri Akademik dan Resiliensi Pada Mahasiswa.... Frensen Salim Penelitian yang dilakukan oleh Jaeh dan Madihie (2019) mengenai hubungan antara efikasi diri dan resiliensi di antara remaja akhir dalam lima dimensi resiliensi, yaitu perseverance (ketekunan), selfreliance (kepercayaan pada diri sendiri), meaningfulness (kesadaran akan tujuan), equanimity (keseimbangan batin), dan existential aloneness (jalan hidup). Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara efikasi diri dan resiliensi yang berupa perseverance (ketekunan), self-reliance (kepercayaan pada diri sendiri), meaningfulness (kesadaran akan tujuan), equanimity (keseimbangan batin), dan existential aloneness (jalan hidup). Studi di Indonesia telah menaruh minat pada penelitian dan pengetahuan yang berkaitan dengan efikasi diri dan resiliensi pada mahasiswa dengan studi sebelumnya menunjukkan bahwa bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara efikasi diri, dukungan sosial, dan resiliensi (Kumala Sari, 2017). Begitu pula studi yang dilakukan oleh Mufidah (2017) yang menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang positif antara hubungan dukungan sosial dengan resiliensi pada mahasiswa yang dimediasi dengan efikasi diri, sehingga hal ini menunjukkan bahwa dukungan sosial melalui mediasi efikasi diri maka akan menghasilkan resiliensi yang lebih tinggi dibandingkan dengan hubungan dukungan sosial dengan resiliensi tanpa mediasi efikasi diri. Hal ini memperkaya hasil temuan komparatif antara budaya Barat dan budaya Timur. Alasan peneliti memilih topik efikasi diri akademik dan resiliensi pada mahasiswa dikarenakan dalam menjalani perkuliahan di perguruan tinggi, tentunya mahasiswa akan menghadapi berbagai macam masalah dan tantangan dalam perkuliahan, sehingga dibutuhkan efikasi diri akademik dan resiliensi yang baik agar mahasiswa dapat menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapinya yang berhubungan dengan kegiatan perkuliahan dan performansi akademik. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk meneliti hal tersebut. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji secara empiris peran efikasi diri akademik terhadap resiliensi pada mahasiswa. Metode Partisipan Populasi dalam penelitian ini adalah mahasiswa dan mahasiswi yang tersebar di beberapa perguruan tinggi di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek). Adapun kriteria responden dalam penelitian ini adalah pria atau wanita, berusia 18 – 30 tahun, tercatat sebagai mahasiswa/i di dalam suatu perguruan tinggi baik negeri maupun swasta, berada di semester 2, 4, 6, dan 8. Teknik yang digunakan dalam pengambilan sampel pada penelitian ini merupakan teknik purposive sampling, yaitu teknik pengambilan sampel dengan cara memilih sampel diantara populasi sesuai dengan sampel yang dikehendaki peneliti, sehingga sampel dapat mewakili karakteristik (Sugiyono, 2014). Sampel dari penelitian ini berjumlah 146 responden (41,1% laki-laki dan 58,9% perempuan) dengan rerata usia adalah 20 tahun (SD = 1,41). Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan metode kuesioner atau angket. Pengisian dan pengumpulan kuesioner bersifat sukarela melalui link/ tautan dengan media google form yang disebar melalui pesan dan jejaring media sosial. Pengukuran Data-data dalam penelitian ini diperoleh melalui teknik pengumpulan data primer yang di kumpulkan sendiri oleh peneliti dengan metode angket yang berisikan skala Likert yang dipergunakan pada Skala Efikasi Diri Akademik dan Skala Resiliensi. Resiliensi diukur dengan menggunakan Skala Resiliensi yang diadaptasi dari The 14-Item Resilience 179 Jurnal Psikologi, Volume 16 Nomor 2, Desember 2020 Scale (RS-14) yang disusun oleh Wagnild dan Young (2009) dan diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia oleh peneliti berdasarkan lima dimensi resiliensi, yaitu perseverance (ketekunan), self-reliance (kepercayaan pada diri sendiri), meaningfulness (kesadaran akan tujuan), equanimity (keseimbangan batin), dan existential aloneness (jalan hidup). Salah satu contoh item dari skala ini, yaitu “Saya biasanya mengatur sesuatu hal dengan berbagai cara.”. Sistem penilaian yang digunakan pada aitem skala resiliensi menggunakan 7 pilihan jawaban, yaitu: Sangat Tidak Setuju (STS), Tidak Setuju (TS), Agak Tidak Setuju (ATS), Netral (N), Agak Setuju (AS), Setuju (S), dan Sangat Setuju (SS). Hasil uji coba menunjukkan satu item dengan daya diskriminasi item yang lemah sehingga hanya 13 item saja yang digunakan dalam Skala Resiliensi dengan reliabilitas Alpha Cronbach sebesar 0,832. Efikasi diri akademik diukur dengan menggunakan Skala Efikasi Diri Akademik yang diadaptasi dari Diansyah (2012) dengan bentuk teknik penyusunan skala Likert, yang tersusun berdasarkan dimensi-dimensi efikasi diri yang dikemukakan oleh Bandura (1997), terdiri dari magnitude (tingkat kesulitan), generality (luas bidang perilaku), dan strength (kemantapan dan keyakinan). Salah satu contoh item dari skala ini, yaitu “Saya yakin dengan kemampuan yang saya miliki dalam mengerjakan tugas-tugas kuliah”. Sistem penilaian yang digunakan pada item Skala Efikasi Diri Akademik menggunakan 5 pilihan jawaban, yaitu: Sangat Tidak Setuju (STS), Tidak Setuju (TS), Netral (N), Setuju (S), dan Sangat Setuju (SS). Skala Efikasi Diri Akademik ini berjumlah 29 item dan memiliki reliabilitas Alpha Cronbach sebesar 0,928 dengan daya diskriminasi item (koefisien korelasi item-total) 0,368-0,723. Analisis data Data yang telah dikumpulkan dianalisis dengan menggunakan beberapa analisis 180 statistik seperti statistik deskriptif, t-test, korelasi Pearson, dan regresi linear sederhana untuk menjawab pertanyaan penelitian. Hasil Sebelum melakukan uji hipotesis dengan regresi sederhana untuk melihat pengaruh variabel efikasi diri akademik terhadap resiliensi, peneliti melakukan uji korelasi terlebih dahulu untuk melihat hubungan antara variabel efikasi diri akademik dengan resiliensi sebagai prasyarat dari uji regresi. Hasil uji korelasi menunjukkan adanya hubungan positif yang signifikan antara efikasi diri akademik dan resiliensi (r= 0,574; p<0,001). Hal ini dapat dilihat bahwa adanya hubungan yang sangat signifikan antara efikasi diri akademik dan resiliensi pada mahasiswa. Selanjutnya, peneliti menggunakan uji regresi linier sederhana antara variabel efikasi diri akademik terhadap resiliensi.Hasil uji regresi linier sederhana terhadap variabel efikasi diri akademik sebagai prediktor resiliensi menunjukkan model yang signifikan (F= 70,876; p<0,001; R Square= 0,330). Hal ini berarti efikasi diri akademik memiliki peran yang signifikan dalam memprediksi resiliensi pada mahasiswa. nilai R Square sebesar 0,330 menunjukkan bahwa academic selfefficacy memberikan kontribusi sumbangan relatif sebesar 33% terhadap resiliensi dan sisanya 67% merupakan faktor lain di luar penelitian ini. Dengan demikian, hipotesis yang menyatakan bahwa terdapat pengaruh antara academic self-efficacy terhadap resiliensi pada mahasiswa diterima. Adapun dimensi efikasi diri akademik yang paling besar berkontribusi terhadap variabel resiliensi dalam penelitian ini yaitu, dimensi generality (luas bidang perilaku). Efikasi Diri Akademik dan Resiliensi Pada Mahasiswa.... Frensen Salim Tabel 1. Rerata Empirik dan Hipotetik Efikasi Diri Akademik dan Resiliensi Variabel Efikasi Diri Akademik Resiliensi Mean Empirik 107,32 72,34 Mean Hipotetik SD Empirik 87 52 Berdasarkan dari tabel 1 menunjukkan bahwa tingkat efikasi diri akademik partisipan tergolong tinggi (skor rata-rata = 107,32; SD = 13,04). Ini menunjukkan bahwa dalam konteks akademik, mahasiswa memiliki efikasi diri yang tinggi. Mungkin ini terkait dengan kecenderungan orientasi akademik yang mencerminkan jawaban atas pertanyaan mengapa efikasi diri akademik mahasiswa berada di kategori tinggi. 13,04 10,04 SD Hipotetik Kategori 19,33 13,00 Tinggi Tinggi Tingkat resiliensi partisipan memiliki tingkat yang tinggi (skor rata-rata = 72,34; SD = 10,04). Ini menunjukkan bahwa dalam konteks akademik, mahasiswa memiliki resiliensi yang tinggi. Mungkin ini terkait dengan kecenderungan orientasi akademik yang mencerminkan jawaban atas pertanyaan mengapa resiliensi mahasiswa berada dalam kategori tinggi. Tabel 2. Deskriptif Efikasi Diri Akademik dan Resiliensi berdasarkan Jenis Kelamin Jenis Kelamin N Laki-Laki Perempuan 60 86 Persesentasi 41.1% 58.9% Berdasarkan tabel 2menunjukkan bahwa responden laki-laki berjumlah 60 partisipan (41,4%). Tingkat efikasi diri akademik mahasiswa laki-laki merupakan tingkat tinggi dengan skor rerata = 106,57. Tingkat resiliensi mahasiswa laki-laki merupakan tingkat tinggi dengan skor rerata = 72,07. Responden perempuan berjumlah 86 partisipan (58,9%). Tingkat efikasi diri akademik mahasiswa perempuan merupakan tingkat tinggi dengan skor rerata = 107,85. Tingkat resiliensi mahasiswa perempuan merupakan tingkat tinggi dengan skor rerata = 72,53. Dari skor Rerata Efikasi Diri Akademik 106,57 107,85 Rerata Resiliensi 72,07 72,53 rerata deskriptif tersebut, mungkin hal ini berkaitan dengan kecenderungan orientasi akademik mahasiswa yang lebih baik pada mahasiswa perempuan yang mencerminkan skor rerata efikasi diri akademik dan resiliensi mahasiswa perempuan lebih tinggi daripada mahasiswa laki-laki. Selanjutnya, peneliti mencoba menguji perbedaan tingkat efikasi diri akademik dan perbedaan tingkat resiliensi ditanjau dari jenis kelamin laki-laki dan perempuan menggunakan uji independent samples t-test. Hasil uji t-test dapat dilihat pada tabel 5. Tabel 3. Uji T-Test Efikasi Diri Akademik dan Resiliensi ditinjau dari Jenis Kelamin F Sig T Df Sig (2 arah) Mean Difference Std. Error Difference Lower Upper Varian Homogen Efikasi Diri Akademik 4,461 0,036 -0,583 144 0,561 -1,282 2,199 -5,628 3,064 Varian Homogen Resiliensi 1,070 0,303 -0,276 144 0,783 -0,468 1,695 -3,819 2,882 181 Jurnal Psikologi, Volume 16 Nomor 2, Desember 2020 Berdasarkan tabel 3didapatkan hasil bahwa nilai t-test efikasi diri akademik sebesar -0,583 dan nilai signifikasi sebesar 0,561 (p > 0,05). Selanjutnya, nilai t-test resiliensi sebesar -0,276 dan nilai signifikasi sebesar 0,783 (p > 0,05). Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan terhadap tingkat efikasi diri akademik dan tingkat resiliensi yang ditinjau dari jenis kelamin lakilaki dan perempuan. Pembahasan Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk menguji apakah terdapat efikasi diri akademik terhadap resiliensi pada mahasiswa. Berdasarkan hasil uji hipotesis yang telah dilakukan, diketahui bahwa hipotesis diterima dengan nilai F sebesar 70,876 dan taraf signifikansi sebesar p < 0,001 serta R Square sebesar 0,330. Artinya efikasi diri akademik memiliki peran yang sangat signifikan terhadap resiliensi pada mahasiswa dengan sumbangan relatif sebesar 33% dan sisanya 67% merupakan faktor lain di luar penelitian. Faktor-faktor lain yang mempengaruhi resiliensi adalah pengaturan emosi, kontrol terhadap impuls, optimisme, kemampuan menganalisis masalah, empati, dan pencapaian (Reivich & Shatte, 2002). Menurut Bandura (1997), keyakinan manusia mengenai efikasi diri memengaruhi bentuk tindakan yang akan mereka pilih nantinya untuk dilakukan, sebanyak apa usaha yang akan mereka berikan ke dalam aktivitas sehari-hari, selama apa mereka akan bertahan dalam menghadapi rintangan dan kegagalan, serta ketangguhan mereka ketika adanya kemunduran. Pada mahasiswa, diperlukan efikasi diri akademik dan resiliensi agar mereka dapat menyesuaikan proses belajar di perguruan tinggi, mengatur waktu antara kegiatan perkuliahan dan kegiatan-kegiatan di luar perkuliahan, memiliki keyakinan akan kemampuan 182 dirinya sendiri dalam menyelesaikan tugastugas perkuliahan dengan baik sehingga dapat mencapai prestasi yang optimal dan performansi akademik yang diinginkan. Hal tersebut didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Garza, Bain, dan Kupczynski (2014) yang menyatakan bahwa mahasiswa yang berhasil di perguruan tinggi telah belajar beradaptasi dan menyesuaikan diri dengan kehidupan kampus dan telah mengembangan rasa resiliensi, efikasi diri, dan kegigihan yang tinggi. Reivich dan Shatte (2002) menyebutkan bahwa resiliensi penting untuk memperkaya hidup, memperdalam hubungan, dan mencari pembelajaran dan pengalaman baru. Individu yang resilien mampu menaksir resiko dengan baik dalam memahami diri sendiri, dan mempunyai makna dan tujuan dalam hidup. Sementara itu, trait resiliensi mencerminkan kemampuan individu untuk beradaptasi dengan baik dalam situasi stres. Trait tersebut juga dapat berorientasi pada tugas (task oriented). Individu yang resilien (mereka yang memiliki tingkat trait resiliensi yang tinggi) cenderung memegang sikap positif terhadap tantangan hidup dan mengambil tindakan untuk memecahkan masalah (Li, Nishikawa, & Yang, 2012). Bagi mahasiswa untuk mengatasi masalah yang dialaminya dalam menjalani proses dan kegiatan perkuliahan dibutuhkan suatu kemampuan guna mencapai performansi akademik yang baik dan pencapaian prestasi yang optimal. Kemampuan tersebut, yaitu efikasi diri akademik yang mengacu pada keyakinan yang berkaitan dengan kemampuan dan kesanggupan seorang pelajar untuk mencapai dan menyelesaikan tugas-tugas studi dengan target hasil dan waktu yang telah ditentukan (Bandura, 1997). Seseorang yang memiliki efikasi diri akademik akan memilki keyakinan bahwa dirinya mampu menghadapi situasi yang kurang menyenangkan atau situasi yang menegangkan dalam proses pembelajarannya Efikasi Diri Akademik dan Resiliensi Pada Mahasiswa.... Frensen Salim dan meyakini bahwa nantinya akan berhasil dalam menghadapi situasi tersebut. Hal ini sesuai dengan pendapat Bandura (1997) yang mengemukakan dimensi efikasi diri yaitu tingkat kesulitan (magnitude), yang berkaitan dengan derajat pada tingkat kesulitan tugas (level of difficulty). Dimensi ini berimplikasi pada pemilihan perilaku yang akan dicoba individu yang dirasakan mampu untuk dilakukan berdasarkan ekspektasi efikasi atau pengharapan efikasi pada kesulitan tugas (Bandura, 1997). Individu akan berupaya tetap mengerjakan tugas yang dirasa sulit agar mendapatkan hasil prestasi akademik yang memuaskan. Apabila individu tidak terdapat kesulitan ketika menghadapi tugas tersebut dari tingkat mudah hingga paling sulit, maka individu tersebut telah berhasil dalam performanya. Hal tersebut berkaitan dengan resiliensi individu, dimana individu dapat bertahan dan mengatasi dengan baik dalam menghadapi tekanan tugas yang sulit. Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Keye dan Pidgeon (2013) yang menyatakan bahwa efikasi diri akademik memberikan kontribusi sumbangan relatif sebesar 16% dari hasil total varians model resiliensi. Hasil penelitian tersebut mendukung teori Lightsy (dalam Keye & Pidgon, 2013) yang menyatakan bahwa efikasi diri dalam diri individu merupakan inti dari tingkat resiliensi seseorang. Begitu pula dengan penelitian yang dilakukan oleh Sagone dan Caroli (2013) yang menunjukkan bahwa ada hubungan yang positif antara resiliensi dan efikasi diri umum atau general, dan resiliensi dan efikasi diri skolastik. Semakin banyak remaja mengalami tingkat resiliensi yang tinggi, diri mereka merasa semakin mampu mengatasi hal-hal yang baru di berbagai ranah kehidupan dan domain dari fungsi manusia, terutama dalam konteks akademis. Begitu pula dengan penelitian yang dilakukan oleh Cassidy (2015) yang menunjukkan bahwa efikasi diri akademik berkorelasi dengan resiliensi akademik dan siswa menunjukkan resiliensi akademik yang lebih besar ketika menanggapi kesulitan yang dilakukan untuk orang lain dibandingkan kesulitan pribadi. Selanjutnya, sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Kumla Sari (2017) yang menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara efikasi diri, dukungan sosial, dan resiliensi. Begitu pula dengan penelitian yang dilakukan oleh Mufidah (2017) menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang positif antara hubungan dukungan sosial dengan resiliensi pada mahasiswa yang dimediasi dengan efikasi diri, sehingga hal ini menunjukkan bahwa dukungan sosial melalui mediasi efikasi diri maka akan menghasilkan resiliensi yang lebih tinggi dibandingkan dengan hubungan dukungan sosial dengan resiliensi tanpa mediasi efikasi diri. Nilai rerata efikasi diri akademik 107,32 dengan standar deviasi 13,04 menunjukkan bahwa responden dalam penelitian ini cenderung memiliki tingkat efikasi diri akademik yang tinggi. Mahasiswa yang memiliki efikasi diri akademik yang baik cenderung memiliki persepsi yang lebih positif terhadap tuntutan akademik (Ramdass & Zimmerman, 2008). Ketika mahasiswa merasa lebih percaya diri bahwa mereka mampu melakukan dan menyelesaikan semua tuntutan akademik dalam bentuk tugas dan ujian, mereka akan mengembangkan proses self-learning atau self-regulated learning (DiBenedetto & Bembenutty, 2013). Efikasi diri akademik memberikan landasan yang kuat bagi mahasiswa untuk mengurangi ketergantungan atau kehadiran dosen atau staf pengajar. Skor rerata resiliensi 72,34 dengan standar deviasi 10,04 menunjukkan bahwa responden dalam penelitian ini cenderung memiliki tingkat resiliensi yang tinggi. Responden yang memiliki resiliensi yang tinggi dan resistan terhadap kesulitan-kesulitan dan kejadian yang membuat stres, diri mereka menjadi lebih efisien baik secara umum maupun di 183 Jurnal Psikologi, Volume 16 Nomor 2, Desember 2020 konteks akademis, dibandingkan dengan yang memiliki tingkat resiliensi yang sedang dan rendah. Mereka lebih merasa mampu mengatasi hal-hal baru dalam berbagai bidang kehidupan, terutama dalam konteks skolastik, dan mereka semakin cenderung menggunakan hampir semua gaya berpikir (Sagone & Caroli, 2013). Sangat penting bagi mahasiswa untuk memiliki resiliensi karena itu akan membimbing mereka dalam memiliki rasa percaya diri untuk mengatasi setiap tantangan dan tuntutan akademik. Hasil analisis deskriptif efikasi diri akademik mahasiswa berdasarkan jenis kelamin menunjukkan bahwa skor rerata responden perempuan dan laki-laki berada pada tingkat tinggi karena seseorang merasa percaya diri, ketika melihat teman-temannya berhasil, seseorang pasti akan meningkatkan kepercayaan dirinya dan merasa percaya bahwa seorang tersebut juga bisa. Hal ini sesuai dengan fungsi efikasi diri akademik yang dikemukakan oleh Bandura (1997), yaitu motivasi, di mana efikasi diri berperan penting dalam pengaturan motivasi diri, sebagian besar motivasi manusia adalah peningkatan kognitif, individu memotivasi dirinya sendiri dan membimbing tindakannya dengan menggunakan pemikiran tentang masa depan sehingga individu akan membentuk keyakinan tentang apa yang bisa dia lakukan. Namun, rerata empirik efikasi diri akademik responden perempuan (107,85) lebih tinggi dibandingkan responden laki-laki (106,57). Hal ini menunjukkan bahwa perempuan pada umumnya memiliki efikasi diri yang lebih tinggi dibandingkan laki-laki (Huang, 2013; Tenaw, 2013). Menurut Pajares dan Valiante (2001), perempuan memiliki efikasi diri lebih tinggi dalam hal menulis, seperti penulisan tugas makalah dibandingkan laki-laki. Hasil analisis deskriptif resiliensi mahasiswa berdasarkan jenis kelamin menunjukkan bahwa skor rerata responden perempuan dan laki-laki berada pada tingkat tinggi, hal ini menunjukkan bahwa responden 184 dapat memotivasi dan membangkitkan diri, dan menyelesaikan kesulitan dari tantangan akademik yang semakin meningkat dan kompleks. Ini seperti yang diungkapkan oleh Siebert (2005) bahwa resiliensi adalah kemampuan untuk mengatasi dengan baik perubahan terbesar yang mengganggu dan berkelanjutan dengan mempertahankan kesehatan energi yang baik ketika berada dalam tekanan yang konsisten sehingga mampu bangkit dari kemunduran. Namun, rerata empirik resiliensi responden perempuan (72,53) lebih tinggi dibandingkan responden laki-laki (72,07). Hal ini sejalan dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Allan, McKenna, dan Dominey (2014), bahwa resiliensi pada lingkup akademik lebih tinggi pada mahasiswa perempuan. Ini juga menunjukkan bahwa perempuan dan laki-laki memilki resiliensi yang cukup tinggi terkait dengan pendapat Einsenberg, Guthie, Cumberland, dan Murphy (2002) bahwa individu dengan tingkat resiliensi yang tinggi (perempuan) mampu beradaptasi dengan berbagai macam kondisi untuk mengubah keadaan dan fleksibel dalam memecahkan masalah, sedangkan individu dengan resiliensi yang rendah (laki-laki) memiliki fleksibilitas yang kecil, cenderung menjadi kacau ketika menghadapi perubahan dan tekanan dan mengalami kesulitan untuk menyesuaikan kembali. Kesimpulan Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat peran yang signifikan dari efikasi diri akademik dalam memprediksi resiliensi pada mahasiswa. Adapun implikasi dari hasil penelitian ini yaitu, diharapkan bagi mahasiswa dapat mempertahankan kemampuannya dalam menyesuaikan, beradaptasi, dan bangkit kembali ketika dihadapkan pada situasi yang berat atau stres dalam kehidupan akademik. Bagi perguruan tinggi untuk mempersiapkan mahasiswanya Efikasi Diri Akademik dan Resiliensi Pada Mahasiswa.... Frensen Salim dalam menghadapi tantangan dunia kerja yang kompleks saat ini dengan membangun resilensi dan self-efficacy serta menanamkan peluang untuk mengembangkan strategi dalam permasalahan di dunia kerja. Bagi orang tua, agar menanamkan self-efficacy dalam diri anaknya dan memberikan keyakinan terhadap kemampuan yang dimiliki anak mereka. Keluarga dan orang tua merupakan salah satu tempat mahasiswa tumbuh dan berkembang, keluarga pun menjadi salah satu faktor yang menentukan resiliensi dan self-efficacy seseorang. Untuk itu, keluarga diharapkan selalu menanamkan resiliensi bagi mahasiswa agar hidupnya selalu kokoh ketika dihadapkan pada tantangan atau permasalahan hidup dan juga menanamkan academic self-efficacy bagi mahasiswa agar mereka memiliki keyakinan akan diri sendiri terhadap kemampuannya dalam performansi akademik. Daftar Pustaka Allan, J. F., McKenna J., & Dominey, S. (2014). Degrees of resilience: profiling psychological resilience and prospective academic achievement in university inductees. British Journal of Guidance & Counseling, 42(1), 9–25. doi: 10.1080/03069885.2013.793784 Andrew, S., Salamonson, Y., Weaver, R., Smith, A., O’Reilly, R., & Taylor, C. (2008). Hate the course or hate to go: Semester differences in first year nursing attrition. Nurse Education Today, 28, 865-872. doi: 10.1016/j.nedt.2007.12.007 Bandura, A. (1997). Self-efficacy: The exercise of control. New York: W. H. Freeman and company. Cassidy S. (2012). Exploring individual differences as determining factors in student academic achievement in higher education. Studies in Higher Education,. 37(7), 793–810. doi: 10.1080/03075079.2010.545948 Cassidy S (2015) Resilience Building in Students: The Role of Academic SelfEfficacy. Frontiers in Psychology, 6:1781. doi: 10.3389/fpsyg.2015.01781 Cuadra, D., & Famadico, L. (2013). Male nursing students’ emotional intelligence, caring behavior, and resilience. International Journal of Arts & Sciences, 6(3), 243–260. Diansyah, F. (2012). Perbedaan efikasi diri akademik pada mahasiswa tingkat awal dan tingkat akhir. Skripsi (tidak dipublikasikan). Fakultas Psikologi Universitas Gunadarma, Depok, Indonesia. DiBenedetto, M.K., & Bembenutty, H. (2013). Within the pipeline: Self-regulated learning, self-efficacy, and socialization among college students in science courses. Learning and Individual Differences, 23, 218-224. doi: 10.1016/j. lindif.2012.09.015 Eisenberg, N., Guthrie, I. K., Cumberland, A., & Murphy, B. C. (2002). Prosocial development in early adulthood: A longitudinal study. Journal of Personality and Social Psychology, 82(6), 993-1006. doi: 10.1037/0022-3514.82.6.993 Ganda, Y. (2004). Cara mahasiswa belajar di perguruan tinggi. Jakarta: PT. Gramedia Widia Indonesia. Garza, K. K., Bain, S. F., & Kupczynski, L. (2014). Resiliency, self-efficacy, and persistence of collage seniors in higher education. Research in Higher Education Journal, 26, 1-19. Goertzen, B., & Whitaker, B. (2015). Development of psychological capital in an academic-based leadership education program. Journal of Management Development, 34(7), 773–786. Hernandez, A. L., Escobar, S. G., Fuentes, N. I. G. A. L., Equiarte, B. E. B. (2019). Stress, self-efficacy, academic achievement and resilience in emerging adults. Electronic Journal of Research in Educational Psychology, 17(1), 129-148. 185 Jurnal Psikologi, Volume 16 Nomor 2, Desember 2020 Holdsworth, S., Turner, M., & ScottYoung, C. M. (2018). … Not drowning, waving. Resilience and university: a student perspective. Studies in Higher Education,. 43(11), 1837–1853. doi: 10.1080/03075079.2017.1284193 Huang, C. (2013). Gender differences in academic self-efficacy: A meta-analysis. European Journal of Psychology of Education, 28(1), 1–35. https://doi. org/10.1007/s10212-011-0097-y Jaeh, N. S., & Madihie, A. (2019). Selfefficacy and resilience among late adolescent. Journal of Counseling and Educational Technology, 2(1), 27-32. doi : 10.32698/0411 Keye, M. D., & Pidgeon, A. M. (2013). An investigation of the relationship between resilience, mindfulness, and academic self-efficacy. Open Journal of Social Sciences, 1(6), 1-4. doi: 10.4236/ jss.2013.16001 Kumala Sari, C. A. (2017). Efikasi diri, dukungan sosial dan resiliensi. Nusantara of Research : Jurnal Hasil-Hasil Penelitian Universitas Nusantara PGRI Kediri (e-Journal), 4(1), 14 - 18. Retrieved from https://ojs.unpkediri.ac.id/index.php/ efektor/article/view/640 Li, M., Eschenauer, R., & Yang, Y. (2013). Influence of efficacy and resilience on problem solving in United States, Taiwan, and China. Journal of Multicultural Counseling and Development, 41(3), 144-157. doi: 10.1002/j.21611912.2013.00033.x Mufidah, A. C. (2017). Hubungan antara dukungan sosial terhadap resiliensi pada mahasiswa bidikmisi dengan mediasi efikasi diri. Jurnal Sains Psikologi, 6(2), 6874. doi : 10.17977/um023v6i12017p068 Pajares, F., & Valiante, G. (2001). Gender differences in writing motivation and achievement of middle school student: A function of gender orientation? Contemporary Educational Psychology, 186 26(2), 366-381. doi: 10.1006/ ceps.2000.1069 Phan, H. P., Ngu, B. H., Shih, J.-H., Lin, R.Y., Shi, S. Y., & Wang, H.-W. (2020). Validating ‘optimizing’ concepts: The importance of personal resolve, effective functioning, and academic striving. Educational Psychology, 40(4), 448–472. doi: 10.1080/01443410.2019.1693507 Ramdass, D., & Zimmerman, B. J. (2008). Effects of self-correction strategy training on middle school students’ self-efficacy, self-evaluation, and mathematics division learning. Journal of Advance Academic, 20, 18-40. doi: 10.4219/jaa-2008-869 Reivich, K., & Shatte, A. (2002). The resilience factor: 7 Essential skills for overcoming life’s inevitable obstacles. New York: Random House Inc. Sagone, E., & Caroli, M. E. D. (2013). Relationship between resilience, selfefficacy, and thinking styles in Italian Middle Adolescents. Procedia – Social and Behavioral Sciences, 92, 838-845. doi: 10.1016/j.sbspro.2013.08.763 Sharma, H. L., & Nasa, G. (2014). Academic self-efficacy: A reliable predictor of educational performances. British Journal of Education, 2(3), 57-64. Shin, Y., & Kelly, K. (2015). Resilience and decision-making strategies as predictors of career decision difficulties. The Career Development Quarterly, 63(4), 291–305 Siebert, A. (2005). The resiliency advantage: Master change, thrive under pressure and bounce back from setback. San Fransisco: Berret-Koehler Publisher Inc. Slavin, S.J, Hatchett, L, Chibnall, J.T, Schindler, D., & Fendell, G. (2011). Helping Medical Students and Residents Flourish: A Path to Transform Medical Education. Academic Medicine, 86, 15. doi: 10.1097/ACM.0b013e3182316558 Stallman, H. M. (2010). Psychological distress in university students: A comparison with general population data. Australian Efikasi Diri Akademik dan Resiliensi Pada Mahasiswa.... Frensen Salim Psychologist, 45(4), 249–257. doi: 10.1080/00050067.2010.482109 Sugiyono. (2014). Metode penelitian kuantitatif kualitatif dan R & D. Bandung: Alfabeta. Tenaw. Y. A. (2013). Relationship Between Self-Efficacy, Academic Achievement And Gender In Analytical Chemistry At Debre Markos College Of Teacher Education. AJCE, 3(1), 3-28. https://www.ajol.info/ index.php/ajce/article/view/84850 Wagnild, G. M. (2009). The resilience scale user’s guide for the us english version of the resilience scale and the 14-item resilience scale (rs-14). Montana: The Resilience Center. Yan, Z., Brown, G. T. L., Lee, J. C.-K., & Qiu, X.-L. (2019). Student self-assessment: Why do they do it? Educational Psychology, 40(4), 509–532. doi: 10.1080/01443410.2019.1672038 Zhang, L. (2011). Hardiness and the big five personality traits among Chinese university students. Learning and Individual Differences, 21(1), 109–113. 187