Efikasi Diri Akademik dan Resiliensi Pada Mahasiswa.... Frensen Salim
Efikasi Diri Akademik dan Resiliensi Pada Mahasiswa
Frensen Salim, Muhammad Fakhrurrozi
Fakultas Psikologi Unviersitas Gunadarma
email: frenselim@gmail.com
Abstrak
Artikel INFO
Diterima:04 Mei 2020
Direvisi :05 Agustus 2020
Disetujui: 17 Nov 2020
DOI:
http://dx.doi.org/10.24014/
jp.v14i2.9718
Mahasiswa akan menghadapi masalah dalam studinya. Resiliensi diperlukan bagi
mahasiswa agar memiliki kemampuan adaptasi terhadap situasi yang berat dan
mengatasi tantangan serta permasalahan-permasalan baik dalam bangku perkuliahan
maupun kehidupan pribadinya. Selain itu, diperlukan juga academic self-efficacy
dalam diri mahasiswa agar dirinya mampu untuk menyelesaikan masalah-masalah
yang dihadapinya yang berhubungan dengan kegiatan perkuliahan dan performansi
akademik. Penelitian ini bertujuan untuk menguji secara empiris peran efikasi diri
akademik terhadap resiliensi pada mahasiswa. Sampel yang digunakan dalam penelitian
ini berjumlah 146 mahasiswa (41,1% laki-laki dan 58,9% perempuan) dari sejumlah
perguruan tinggi di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi dengan rerata
usia 20 tahun (SD = 1,41). Resiliensi dalam penelitian ini diukur menggunakan Skala
Resiliensi yang diadaptasi dan diterjemahkan dari The 14-Item Resilience Scale (RS14), sedangkan efikasi diri akademik diukur menggunakan Skala Efikasi Diri Akademik.
Data dianalisis menggunakan analisis deskriptif, t-test, korelasi Pearson, dan uji regresi
linier sederhana. Hasil penelitian menunjukkan bahwa efikasi diri akademik memiliki
peran yang signifikan dalam memprediksi resiliensi pada mahasiswa. Beberapa saran
dan rekomendasi berdasarkan temuan penelitian didiskusikan.
Kata Kunci: resiliensi, efikasi diri akademik, mahasiswa
Academic Self-Efficacy and Resilience on Undergraduate
Students
Abstract
Students will face some problems in tehir studies. Students need resilience in order to
adapt for serious problem and overcome some problems in their study and their life.
In addition, students also need an academic self-efficacy in themselves to overcome
their problems related with academic activity and their academic performance. This
research was conducted to explore the role of academic self-efficacy toward resilience
on college students in Indonesia. The subject comprised 146 students (41.1% male
and 58.9% female) of some colleges in several cities in Indonesia, i.e. Jakarta, Bogor,
Depok, Tangerang, and Bekasi with mean age is 20 year (SD = 1.41). Resilience Scale,
translated and adapted from The 14-Item Resiliance Scale (RS-14), and Academic
Self-efficacy Scale were used to measure resilience and academic self-efficacy among
subjects. Data were analyzed using descriptive statistic, t-test, Pearson correlation, and
simple regression analyses. The result finding showed that academic self-efficacy has a
significant role in predicting resilience among college students. Several suggestions and
recommendations are discussed.
Keywords: resilience; academic self-efficacy; college students
Pendahuluan
Mahasiswa adalah individu yang belajar
dan menekuni disiplin ilmu, di mana dalam
menjalani serangkaian perkuliahan sangat
dipengaruhi oleh kemampuan mahasiswa
itu sendiri (Ganda, 2004). Mahasiswa
dalam menjalani perkuliahan di perguruan
tinggi tentunya akan menghadapi masalah.
Masalah-masalah yang dihadapi tentunya
berbeda-beda antara permasalahan yang
dihadapi mahasiswa tingkat awal, mahasiswa
tingkat menengah dan mahasiswa tingkat
akhir. Biasanya mahasiswa tingkat awal
175
Jurnal Psikologi, Volume 16 Nomor 2, Desember 2020
sering dihadapkan pada permasalahan
mengenai kesulitan dalam menyesuaikan
proses belajar di perguruan tinggi dikarenakan
mahasiswa tingkat awal merupakan transisi
dari sekolah menengah atas menuju
perguruan tinggi. Adapun mahasiswa
tingkat menengah biasanya dihadapkan
dengan permasalahan tugas perkuliahan
yang cukup banyak dan tantangan dalam
mengatur waktu dengan baik antara proses
perkuliahan dan kegiatan-kegiatan di luar
perkuliahan. Sementara mahasiswa tingkat
akhir cenderung dihadapkan pada tantangan
dalam pembuatan tugas akhir skripsi sebagai
syarat untuk meraih gelar sarjana.
Mahasiswa merupakan populasi yang
paling sering mengalami peningkatan
stres akademik dan tekanan psikologis,
yang mengakibatkan banyak mahaiswa
meninggalkan bangku perkuliahan tanpa
menyelesaikan studi mereka (Andrew, dkk.,
2008). Hal ini didukung dengan adanya
penelitian
yang
menunjukkan
bahwa
mahasiswa menjadi tidak berkembang karena
merasa lelah, kelebihan beban, depresi
dan tidak memiliki waktu yang cukup untuk
kehidupan pertemanan dan keluarga (Slavin,
Hatchett, Chibnall, Schindler, & Fendell,
2011).
Adanya
berbagai
tantangan
dan
permasalahan yang dapat dihadapi oleh
mahasiswa menunjukkan bahwa diperlukannya resiliensi bagi mahasiswa agar memiliki
kemampuan adaptasi terhadap situasi
yang berat dan mengatasi tantangan serta
permasalahan-permasalan
baik
dalam
bangku perkuliahan maupun kehidupan
pribadinya. Resiliensi adalah kemampuan
untuk beradaptasi dengan baik dari waktu
ke waktu terhadap situasi yang mengubah
hidup atau permasalahan kehidupan. Bagi
mahasiswa, resiliensi sangat penting karena
kehidupan di universitas bisa jadi kompleks
dan menuntun, sehingga membutuhkan
kapasitas untuk mengatasi tuntutan akademik,
keseimbangan belajar dan kehidupan, serta
176
masalah keuangan. Akibatnya, mahasiswa
mengalami peningkatan tingkat kesehatan
mental yang buruk dibandingkan dengan
rekan-rekan
non-universitas
mereka
(Stallman, 2010).
Perguruan tinggi dipandang memainkan
peran penting dalam mempersiapkan
lulusannya untuk menghadapi tempat kerja
yang kompleks saat ini (Goertzen & Whitaker,
2015) dimana stres, konflik individu,
dan situasi yang menantang tidak dapat
dihindari (Shin & Kelly, 2015; Zhang, 2011).
Keprihatinan dikemukakan bahwa praktik
pengajaran di universitas secara tradisional
tidak mempersiapkan mahasiswanya secara
memadai untuk memasuki dunia kerja
(Goertzen & Whitaker, 2015; Cuadra &
Famadico, 2013), tetapi dengan membangun
resiliensi dan menanamkan peluang untuk
mengembangkan strategi dalam mengatasi
permasalahan di tempat kerja, siswa akan
merasa diberdayakan untuk menangani
tantangan yang sedang berlangsung.
Siebert (2005) mengungkapkan bahwa
resiliensi adalah kemampuan untuk mengatasi dengan baik perubahan terbesar yang
mengganggu dan berkelanjutan dengan
mempertahankan kesehatan energi yang
baik ketika berada dalam tekanan yang
konsisten sehingga mampu bangkit dari
kemunduran. Resiliensi penting sebagai
sebuah daya untuk mempertahankan
kehidupan yang baik bagi diri seseorang dan
juga keluarganya.Keberhasilan yang dialami
mahasiswa di perguruan tinggi sebagian
ditentukan oleh tingkat resiliensi mereka.
Hal ini memposisikan perguruan tinggi
memainkan peran kunci dalam menangani
pengembangan resiliensi. Resiliensi dalam
konteks perguruan tinggi adalah pusat dari
pengalaman belajar partisipatif yang sukses,
dan oleh karena itu, juga sebagai modal
manusia dan sosial kolektif dari seorang
individu (Holdsworth, Turner, & Scott-Young,
2018).
Resiliensi diakui oleh siswa sebagai
Efikasi Diri Akademik dan Resiliensi Pada Mahasiswa.... Frensen Salim
kemampuan utama yang sangat penting
untuk keberhasilan akademis serta bidang
lain dalam kehidupan mereka. Mahasiswa
mengakui bahwa dalam konteks perguruan
tinggi, resiliensi itu kompleks dan dinamis,
dan bahwa pengembangan resiliensi terjadi
melalui proses interaktif di mana siswa
dan perguruan tinggi menjadi pusatnya.
Pendidikan
tinggi
harus
berkembang
bersama dengan para siswanya, dan hal ini
mengharuskan suara mereka menjadi sentral
dalam kaitannya dengan kebutuhan yang
mereka identifikasi (Holdsworth, Turner, &
Scott-Young, 2018).
Penerapan resiliensi dalam konteks
akademis sebagai respon kognitif-afektif dan
perilaku siswa terhadap kesulitan akademik,
merupakan contoh faktor resiliensi konteksspesifik dan juga respon resiliensi terhadap
kesulitan akademik. Menurut Reivich dan
Shatte (2002), resiliensi memiliki tujuh faktor
yang mempengaruhi, di mana salah satu faktor
tersebut yaitu efikasi diri. Efikasi diri mewakili
kepercayaan individu bahwa individu mampu
untuk mengatasi segala permasalahan disertai
keyakinan akan kekuatan yang dimiliki untuk
mengatasi
permasalahan-permasalahan
tersebut (Reivich & Shatte, 2002). Efikasi
diri telah diidentifikasi sebagai konstruksi
dalam penelitian Cassidy (2012) yang
meneliti faktor-faktor yang mempengaruhi
prestasi akademik, dimana efikasi diri yang
tinggi umumnya terkait dengan performa
akademik yang lebih baik. Selain itu, efikasi
diri akademik yang baik juga disertai dengan
performa dan resiliensi akademik yang lebih
tinggi (Hernandez, Escobar, Fuentes, &
Eguiarte, 2019).
Penelitian resiliensi dan efikasi diri
pernah dilakukan oleh Garza, Bain, dan
Kupczynski (2014) tentang resiliensi, efikasi
diri, dan kegigihan dari senior perguruan
tinggi dalam pendidikan tinggi. Hasil
penelitian menyebutkan bahwa mahasiswa
yang berhasil di perguruan tinggi telah
belajar beradaptasi dan menyesuaikan
diri dengan kehidupan kampus dan telah
mengembangan rasa resiliensi, efikasi
diri, dan kegigihan yang tinggi. Keye dan
Pidgeon (2013) meneliti tentang hubungan
antara resiliensi, kesadaran (mindfulness),
dan efikasi diri akademik pada mahasiswa
dengan jumlah partisipan sebanyak 141, lakilaki sebanyak 39 parisipan dan perempuan
sebanyak 102 partisipan. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa berdasarkan model
regresi, mindfulness dan efikasi diri akademik
merupakan prediktor yang signifikan dari
resiliensi. Penelitian ini menunjukkan bahwa
mindfulness dan efikasi diri akademik memiliki
dampak yang signifikan terhadap resiliensi.
Penelitian yang dilakukan oleh Cassidy
(2015) mengenai hubungan antara efikasi
diri akademik dan resiliensi akademik
pada mahasiswa di Inggris dengan jumlah
partisipan sebanyak 435, laki-laki sebanyak
76 partisipan dan perempuan sebanyak 357
partisipan. Adapun mahasiswa tahun pertama
sebanyak 326 partisipan, mahasiswa tahun
kedua sebanyak 45 partisipan, dan mahasiswa
tahun ketiga sebanyak 63 partisipan. Hasil
penelitian menunjukkan efikasi diri akademik
berkorelasi dengan resiliensi akademik dan
siswa menunjukkan resiliensi akademik yang
lebih besar ketika menanggapi kesulitan yang
dilakukan untuk orang lain dibandingkan
kesulitan pribadi.
Bagi mahasiswa efikasi diri yang
dibutuhkan adalah efikasi diri akademik,
dikarenakan dengan adanya efikasi diri
akademik dalam diri mahasiswa menunjukkan
bahwa dirinya mampu untuk menyelesaikan
masalah-masalah yang dihadapinya yang
berhubungan dengan kegiatan perkuliahan
dan performansi akademik. Menurut Bandura
(1997), efikasi diri akademik mengacu
pada keyakinan yang berkaitan dengan
kemampuan dan kesanggupan seorang
pelajar untuk mencapai dan menyelesaikan
tugas-tugas studi dengan target hasil dan
waktu yang telah ditentukan. Efikasi diri
akademik tersebut merupakan keyakinan
177
Jurnal Psikologi, Volume 16 Nomor 2, Desember 2020
yang kuat dalam proses pencapaian
prestasi yang optimal. Ini sejalan dengan
pernyataan yang diungkapkan oleh Sharma
dan Nasa (2014) yang menyatakan bahwa
efikasi diri akademik telah menerima
peningkatan pengakuan sebagai prediktor
performa akademik. Efikasi diri akademik
dideksripsikan sebagai “kepercayaan diri
seseorang pada kemampuan mereka untuk
mengatur, melaksanakan, dan meregulasi
perfoma untuk mencapai tipe performa yang
ditentukan”. Hal ini berfungsi pada sekumpulan
keyakinan multilevel dan multifaset yang
mempengaruhi bagaimana seseorang dapat
merasa, berpikir, memotivasi diri sendiri, dan
berperilaku selama berbagai tugas akademik
(Sharma & Nasa, 2014).
Phan, Ngu, Shih, Lin, Shi, dan Wang
(2020) melakukan studi terhadap mahasiswa
di Taiwan dan juga menyuarakan mengenai
pentingnya efikasi diri untuk menengahi
hubungan antara pemecahan masalah
pribadi, fungsi yang efektif dan upaya
akademis dengan hasil yang signifikan,
secara keseluruhan, memberikan kontribusi
terbaik untuk pencapaian studi yang optimal.
Selain itu, studi yang dilakukan oleh Yan,
Brown, Lee, dan Qiu (2019) pada remaja
Hong Kong menunjukkan bahwa sikap,
norma subyektif, efikasi diri, dan persepsi
pengendalian diri merupakan prediktor yang
signifikan terhadap intensi untuk menilai diri,
sedangkan efikasi diri dan intensi berpengaruh
signifikan terhadap praktik penilaian diri.
Menurut
Bandura
(1997),
tinggi
rendahnya efikasi diri seseorang dipengaruhi
oleh beberapa faktor, yaitu sifat tugas yang
dihadapi, insentif eksternal atau reward yang
diterima dari orang lain, status atau peran
individu dalam lingkungannya, dan informasi
mengenai kemampuan dirinya yang dapat
diperoleh melalui pengalaman keberhasilan,
pengalaman orang lain, persuasi sosial,
dan keadaan fisiologis dan emosional.
Bandura (1997) mengatakan bahwa efikasi
diri seseorang dapat diukur dan dibedakan
178
menjadi tiga dimensi, yaitu tingkat kesulitan
(magnitude), luas bidang perilaku (generality),
dan kemantapan dan keyakinan (strength).
Li, Eschenauer, dan Yang (2013)
pernah
meneliti
mengenai
pengaruh
efikasi dan resiliensi terhadap pemecahan
masalah di Amerika Serikat, Taiwan, dan
China. Hasil penelitian menunjukkan trait
resiliensi memediasi peran efikasi diri dalam
pemecahan masalah pada mahasiswa
di Taiwan dan China. Efikasi diri efektif
sebagai prediktor pemecahan masalah
pada sampel mahasiswa Amerika Serikat.
Trait resiliensi sebagai prediktor yang paling
efektif dalam pemecahan masalah pada
sampel mahasiswa di China dan Taiwan.
Peran efikasi diri terhadap pemecahan
masalah dapat dimediasi oleh trait resiliensi
di kedua sampel negara China dan Taiwan.
Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa
mahasiswa Amerika
Serikat
memiliki
kecenderungan untuk memecahkan masalah
lebih dipengaruhi oleh efikasi diri, sedangkan
mahasiswa China dan Taiwan memiliki
kecenderungan lebih dipengaruhi oleh trait
resiliensi. Terdapat perbedaan antara budaya
Barat dengan budaya Timur dalam hal
hubungan antara trait resiliensi, efikasi diri,
dan pemecahan masalah.
Sagone dan Caroli (2013) meneliti
hubungan antara resiliensi, efikasi diri, dan
gaya berpikir pada remaja madya di Italia.
Hasil penelitian menunjukkan semakin
banyak remaja mengalami tingkat resiliensi
yang tinggi, diri mereka merasa semakin
mampu mengatasi hal-hal yang baru di
berbagai ranah kehidupan dan domain dari
fungsi manusia, terutama dalam konteks
akademik, dan mereka semakin cenderung
menggunakan semua gaya berpikir. Adanya
korelasi yang signifikan antara efikasi diri
umum dan skolastik dan gaya berpikir
menunjukkan bahwa semakin banyak remaja
yang mampu mengatasi stres dalam diri
mereka sendiri, dan juga di sekolah, mereka
hampir menggunakan semua gaya berpikir.
Efikasi Diri Akademik dan Resiliensi Pada Mahasiswa.... Frensen Salim
Penelitian yang dilakukan oleh Jaeh
dan Madihie (2019) mengenai hubungan
antara efikasi diri dan resiliensi di antara
remaja akhir dalam lima dimensi resiliensi,
yaitu perseverance (ketekunan), selfreliance (kepercayaan pada diri sendiri),
meaningfulness (kesadaran akan tujuan),
equanimity (keseimbangan batin), dan
existential aloneness (jalan hidup). Hasil
penelitian menunjukkan bahwa terdapat
hubungan antara efikasi diri dan resiliensi
yang berupa perseverance (ketekunan),
self-reliance (kepercayaan pada diri sendiri),
meaningfulness (kesadaran akan tujuan),
equanimity (keseimbangan batin), dan
existential aloneness (jalan hidup).
Studi di Indonesia telah menaruh minat
pada penelitian dan pengetahuan yang
berkaitan dengan efikasi diri dan resiliensi
pada mahasiswa dengan studi sebelumnya
menunjukkan bahwa bahwa terdapat
hubungan yang signifikan antara efikasi diri,
dukungan sosial, dan resiliensi (Kumala Sari,
2017). Begitu pula studi yang dilakukan oleh
Mufidah (2017) yang menunjukkan bahwa
terdapat hubungan yang positif antara
hubungan dukungan sosial dengan resiliensi
pada mahasiswa yang dimediasi dengan
efikasi diri, sehingga hal ini menunjukkan
bahwa dukungan sosial melalui mediasi
efikasi diri maka akan menghasilkan resiliensi
yang lebih tinggi dibandingkan dengan
hubungan dukungan sosial dengan resiliensi
tanpa mediasi efikasi diri. Hal ini memperkaya
hasil temuan komparatif antara budaya Barat
dan budaya Timur.
Alasan peneliti memilih topik efikasi diri
akademik dan resiliensi pada mahasiswa
dikarenakan dalam menjalani perkuliahan
di perguruan tinggi, tentunya mahasiswa
akan menghadapi berbagai macam masalah
dan tantangan dalam perkuliahan, sehingga
dibutuhkan efikasi diri akademik dan
resiliensi yang baik agar mahasiswa dapat
menyelesaikan
masalah-masalah
yang
dihadapinya yang berhubungan dengan
kegiatan perkuliahan dan performansi
akademik. Oleh karena itu, peneliti tertarik
untuk meneliti hal tersebut. Tujuan dari
penelitian ini adalah untuk menguji secara
empiris peran efikasi diri akademik terhadap
resiliensi pada mahasiswa.
Metode
Partisipan
Populasi dalam penelitian ini adalah
mahasiswa dan mahasiswi yang tersebar di
beberapa perguruan tinggi di Jakarta, Bogor,
Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek).
Adapun kriteria responden dalam penelitian
ini adalah pria atau wanita, berusia 18 – 30
tahun, tercatat sebagai mahasiswa/i di dalam
suatu perguruan tinggi baik negeri maupun
swasta, berada di semester 2, 4, 6, dan 8.
Teknik yang digunakan dalam pengambilan
sampel pada penelitian ini merupakan teknik
purposive sampling, yaitu teknik pengambilan
sampel dengan cara memilih sampel
diantara populasi sesuai dengan sampel
yang dikehendaki peneliti, sehingga sampel
dapat mewakili karakteristik (Sugiyono,
2014). Sampel dari penelitian ini berjumlah
146 responden (41,1% laki-laki dan 58,9%
perempuan) dengan rerata usia adalah 20
tahun (SD = 1,41). Teknik pengumpulan data
dalam penelitian ini menggunakan metode
kuesioner atau angket. Pengisian dan
pengumpulan kuesioner bersifat sukarela
melalui link/ tautan dengan media google
form yang disebar melalui pesan dan jejaring
media sosial.
Pengukuran
Data-data dalam penelitian ini diperoleh
melalui teknik pengumpulan data primer yang
di kumpulkan sendiri oleh peneliti dengan
metode angket yang berisikan skala Likert
yang dipergunakan pada Skala Efikasi Diri
Akademik dan Skala Resiliensi. Resiliensi
diukur dengan menggunakan Skala Resiliensi
yang diadaptasi dari The 14-Item Resilience
179
Jurnal Psikologi, Volume 16 Nomor 2, Desember 2020
Scale (RS-14) yang disusun oleh Wagnild dan
Young (2009) dan diterjemahkan ke dalam
Bahasa Indonesia oleh peneliti berdasarkan
lima dimensi resiliensi, yaitu perseverance
(ketekunan), self-reliance (kepercayaan pada
diri sendiri), meaningfulness (kesadaran
akan tujuan), equanimity (keseimbangan
batin), dan existential aloneness (jalan
hidup). Salah satu contoh item dari skala ini,
yaitu “Saya biasanya mengatur sesuatu hal
dengan berbagai cara.”. Sistem penilaian
yang digunakan pada aitem skala resiliensi
menggunakan 7 pilihan jawaban, yaitu:
Sangat Tidak Setuju (STS), Tidak Setuju (TS),
Agak Tidak Setuju (ATS), Netral (N), Agak
Setuju (AS), Setuju (S), dan Sangat Setuju
(SS). Hasil uji coba menunjukkan satu item
dengan daya diskriminasi item yang lemah
sehingga hanya 13 item saja yang digunakan
dalam Skala Resiliensi dengan reliabilitas
Alpha Cronbach sebesar 0,832.
Efikasi diri akademik diukur dengan
menggunakan Skala Efikasi Diri Akademik
yang diadaptasi dari Diansyah (2012) dengan
bentuk teknik penyusunan skala Likert, yang
tersusun berdasarkan dimensi-dimensi efikasi
diri yang dikemukakan oleh Bandura (1997),
terdiri dari magnitude (tingkat kesulitan),
generality (luas bidang perilaku), dan strength
(kemantapan dan keyakinan). Salah satu
contoh item dari skala ini, yaitu “Saya yakin
dengan kemampuan yang saya miliki dalam
mengerjakan tugas-tugas kuliah”. Sistem
penilaian yang digunakan pada item Skala
Efikasi Diri Akademik menggunakan 5 pilihan
jawaban, yaitu: Sangat Tidak Setuju (STS),
Tidak Setuju (TS), Netral (N), Setuju (S),
dan Sangat Setuju (SS). Skala Efikasi Diri
Akademik ini berjumlah 29 item dan memiliki
reliabilitas Alpha Cronbach sebesar 0,928
dengan daya diskriminasi item (koefisien
korelasi item-total) 0,368-0,723.
Analisis data
Data yang telah dikumpulkan dianalisis
dengan menggunakan beberapa analisis
180
statistik seperti statistik deskriptif, t-test,
korelasi Pearson, dan regresi linear sederhana
untuk menjawab pertanyaan penelitian.
Hasil
Sebelum melakukan uji hipotesis dengan
regresi sederhana untuk melihat pengaruh
variabel efikasi diri akademik terhadap
resiliensi, peneliti melakukan uji korelasi
terlebih dahulu untuk melihat hubungan
antara variabel efikasi diri akademik dengan
resiliensi sebagai prasyarat dari uji regresi.
Hasil uji korelasi menunjukkan adanya
hubungan positif yang signifikan antara
efikasi diri akademik dan resiliensi (r= 0,574;
p<0,001). Hal ini dapat dilihat bahwa adanya
hubungan yang sangat signifikan antara
efikasi diri akademik dan resiliensi pada
mahasiswa.
Selanjutnya,
peneliti
menggunakan
uji regresi linier sederhana antara variabel
efikasi diri akademik terhadap resiliensi.Hasil
uji regresi linier sederhana terhadap variabel
efikasi diri akademik sebagai prediktor
resiliensi menunjukkan model yang signifikan
(F= 70,876; p<0,001; R Square= 0,330). Hal
ini berarti efikasi diri akademik memiliki peran
yang signifikan dalam memprediksi resiliensi
pada mahasiswa. nilai R Square sebesar
0,330 menunjukkan bahwa academic selfefficacy memberikan kontribusi sumbangan
relatif sebesar 33% terhadap resiliensi dan
sisanya 67% merupakan faktor lain di luar
penelitian ini. Dengan demikian, hipotesis
yang menyatakan bahwa terdapat pengaruh
antara academic self-efficacy terhadap
resiliensi pada mahasiswa diterima. Adapun
dimensi efikasi diri akademik yang paling
besar berkontribusi terhadap variabel
resiliensi dalam penelitian ini yaitu, dimensi
generality (luas bidang perilaku).
Efikasi Diri Akademik dan Resiliensi Pada Mahasiswa.... Frensen Salim
Tabel 1. Rerata Empirik dan Hipotetik Efikasi Diri Akademik dan Resiliensi
Variabel
Efikasi Diri Akademik
Resiliensi
Mean
Empirik
107,32
72,34
Mean
Hipotetik
SD Empirik
87
52
Berdasarkan dari tabel 1 menunjukkan
bahwa tingkat efikasi diri akademik partisipan
tergolong tinggi (skor rata-rata = 107,32;
SD = 13,04). Ini menunjukkan bahwa dalam
konteks akademik, mahasiswa memiliki
efikasi diri yang tinggi. Mungkin ini terkait
dengan kecenderungan orientasi akademik
yang mencerminkan jawaban atas pertanyaan
mengapa efikasi diri akademik mahasiswa
berada di kategori tinggi.
13,04
10,04
SD
Hipotetik
Kategori
19,33
13,00
Tinggi
Tinggi
Tingkat resiliensi partisipan memiliki
tingkat yang tinggi (skor rata-rata = 72,34;
SD = 10,04). Ini menunjukkan bahwa dalam
konteks akademik, mahasiswa memiliki
resiliensi yang tinggi. Mungkin ini terkait
dengan kecenderungan orientasi akademik
yang mencerminkan jawaban atas pertanyaan
mengapa resiliensi mahasiswa berada dalam
kategori tinggi.
Tabel 2. Deskriptif Efikasi Diri Akademik dan Resiliensi berdasarkan Jenis Kelamin
Jenis Kelamin
N
Laki-Laki
Perempuan
60
86
Persesentasi
41.1%
58.9%
Berdasarkan tabel 2menunjukkan bahwa
responden laki-laki berjumlah 60 partisipan
(41,4%). Tingkat efikasi diri akademik
mahasiswa laki-laki merupakan tingkat tinggi
dengan skor rerata = 106,57. Tingkat resiliensi
mahasiswa laki-laki merupakan tingkat tinggi
dengan skor rerata = 72,07. Responden
perempuan berjumlah 86 partisipan (58,9%).
Tingkat efikasi diri akademik mahasiswa
perempuan merupakan tingkat tinggi dengan
skor rerata = 107,85. Tingkat resiliensi
mahasiswa perempuan merupakan tingkat
tinggi dengan skor rerata = 72,53. Dari skor
Rerata Efikasi Diri
Akademik
106,57
107,85
Rerata Resiliensi
72,07
72,53
rerata deskriptif tersebut, mungkin hal ini
berkaitan dengan kecenderungan orientasi
akademik mahasiswa yang lebih baik pada
mahasiswa perempuan yang mencerminkan
skor rerata efikasi diri akademik dan resiliensi
mahasiswa perempuan lebih tinggi daripada
mahasiswa laki-laki.
Selanjutnya, peneliti mencoba menguji
perbedaan tingkat efikasi diri akademik
dan perbedaan tingkat resiliensi ditanjau
dari jenis kelamin laki-laki dan perempuan
menggunakan uji independent samples t-test.
Hasil uji t-test dapat dilihat pada tabel 5.
Tabel 3. Uji T-Test Efikasi Diri Akademik dan Resiliensi ditinjau dari Jenis Kelamin
F
Sig
T
Df
Sig (2 arah)
Mean Difference
Std. Error Difference
Lower
Upper
Varian Homogen
Efikasi Diri Akademik
4,461
0,036
-0,583
144
0,561
-1,282
2,199
-5,628
3,064
Varian Homogen
Resiliensi
1,070
0,303
-0,276
144
0,783
-0,468
1,695
-3,819
2,882
181
Jurnal Psikologi, Volume 16 Nomor 2, Desember 2020
Berdasarkan tabel 3didapatkan hasil
bahwa nilai t-test efikasi diri akademik sebesar
-0,583 dan nilai signifikasi sebesar 0,561
(p > 0,05). Selanjutnya, nilai t-test resiliensi
sebesar -0,276 dan nilai signifikasi sebesar
0,783 (p > 0,05). Hal ini menunjukkan bahwa
tidak ada perbedaan yang signifikan terhadap
tingkat efikasi diri akademik dan tingkat
resiliensi yang ditinjau dari jenis kelamin lakilaki dan perempuan.
Pembahasan
Tujuan dilakukannya penelitian ini
adalah untuk menguji apakah terdapat
efikasi diri akademik terhadap resiliensi pada
mahasiswa. Berdasarkan hasil uji hipotesis
yang telah dilakukan, diketahui bahwa
hipotesis diterima dengan nilai F sebesar 70,876 dan taraf signifikansi sebesar
p < 0,001 serta R Square sebesar 0,330.
Artinya efikasi diri akademik memiliki peran
yang sangat signifikan terhadap resiliensi
pada mahasiswa dengan sumbangan relatif
sebesar 33% dan sisanya 67% merupakan
faktor lain di luar penelitian. Faktor-faktor
lain yang mempengaruhi resiliensi adalah
pengaturan emosi, kontrol terhadap impuls,
optimisme,
kemampuan
menganalisis
masalah, empati, dan pencapaian (Reivich &
Shatte, 2002).
Menurut Bandura (1997), keyakinan
manusia mengenai efikasi diri memengaruhi
bentuk tindakan yang akan mereka pilih
nantinya untuk dilakukan, sebanyak apa
usaha yang akan mereka berikan ke dalam
aktivitas sehari-hari, selama apa mereka akan
bertahan dalam menghadapi rintangan dan
kegagalan, serta ketangguhan mereka ketika
adanya kemunduran. Pada mahasiswa,
diperlukan efikasi diri akademik dan resiliensi
agar mereka dapat menyesuaikan proses
belajar di perguruan tinggi, mengatur
waktu antara kegiatan perkuliahan dan
kegiatan-kegiatan di luar perkuliahan,
memiliki keyakinan akan kemampuan
182
dirinya sendiri dalam menyelesaikan tugastugas perkuliahan dengan baik sehingga
dapat mencapai prestasi yang optimal dan
performansi akademik yang diinginkan.
Hal tersebut didukung oleh penelitian yang
dilakukan oleh Garza, Bain, dan Kupczynski
(2014) yang menyatakan bahwa mahasiswa
yang berhasil di perguruan tinggi telah belajar
beradaptasi dan menyesuaikan diri dengan
kehidupan kampus dan telah mengembangan
rasa resiliensi, efikasi diri, dan kegigihan yang
tinggi.
Reivich dan Shatte (2002) menyebutkan
bahwa resiliensi penting untuk memperkaya
hidup, memperdalam hubungan, dan mencari
pembelajaran dan pengalaman baru. Individu
yang resilien mampu menaksir resiko dengan
baik dalam memahami diri sendiri, dan
mempunyai makna dan tujuan dalam hidup.
Sementara itu, trait resiliensi mencerminkan
kemampuan individu untuk beradaptasi
dengan baik dalam situasi stres. Trait
tersebut juga dapat berorientasi pada tugas
(task oriented). Individu yang resilien (mereka
yang memiliki tingkat trait resiliensi yang
tinggi) cenderung memegang sikap positif
terhadap tantangan hidup dan mengambil
tindakan untuk memecahkan masalah (Li,
Nishikawa, & Yang, 2012). Bagi mahasiswa
untuk mengatasi masalah yang dialaminya
dalam menjalani proses dan kegiatan
perkuliahan dibutuhkan suatu kemampuan
guna mencapai performansi akademik yang
baik dan pencapaian prestasi yang optimal.
Kemampuan tersebut, yaitu efikasi diri
akademik yang mengacu pada keyakinan
yang berkaitan dengan kemampuan dan
kesanggupan seorang pelajar untuk mencapai
dan menyelesaikan tugas-tugas studi dengan
target hasil dan waktu yang telah ditentukan
(Bandura, 1997).
Seseorang yang memiliki efikasi diri
akademik akan memilki keyakinan bahwa
dirinya mampu menghadapi situasi yang
kurang menyenangkan atau situasi yang
menegangkan dalam proses pembelajarannya
Efikasi Diri Akademik dan Resiliensi Pada Mahasiswa.... Frensen Salim
dan meyakini bahwa nantinya akan berhasil
dalam menghadapi situasi tersebut. Hal ini
sesuai dengan pendapat Bandura (1997)
yang mengemukakan dimensi efikasi diri yaitu
tingkat kesulitan (magnitude), yang berkaitan
dengan derajat pada tingkat kesulitan tugas
(level of difficulty). Dimensi ini berimplikasi
pada pemilihan perilaku yang akan dicoba
individu yang dirasakan mampu untuk
dilakukan berdasarkan ekspektasi efikasi atau
pengharapan efikasi pada kesulitan tugas
(Bandura, 1997). Individu akan berupaya
tetap mengerjakan tugas yang dirasa sulit
agar mendapatkan hasil prestasi akademik
yang memuaskan. Apabila individu tidak
terdapat kesulitan ketika menghadapi tugas
tersebut dari tingkat mudah hingga paling
sulit, maka individu tersebut telah berhasil
dalam performanya. Hal tersebut berkaitan
dengan resiliensi individu, dimana individu
dapat bertahan dan mengatasi dengan baik
dalam menghadapi tekanan tugas yang sulit.
Penelitian ini sejalan dengan penelitian
yang dilakukan oleh Keye dan Pidgeon
(2013) yang menyatakan bahwa efikasi diri
akademik memberikan kontribusi sumbangan
relatif sebesar 16% dari hasil total varians
model resiliensi. Hasil penelitian tersebut
mendukung teori Lightsy (dalam Keye &
Pidgon, 2013) yang menyatakan bahwa
efikasi diri dalam diri individu merupakan
inti dari tingkat resiliensi seseorang. Begitu
pula dengan penelitian yang dilakukan oleh
Sagone dan Caroli (2013) yang menunjukkan
bahwa ada hubungan yang positif antara
resiliensi dan efikasi diri umum atau general,
dan resiliensi dan efikasi diri skolastik.
Semakin banyak remaja mengalami tingkat
resiliensi yang tinggi, diri mereka merasa
semakin mampu mengatasi hal-hal yang baru
di berbagai ranah kehidupan dan domain dari
fungsi manusia, terutama dalam konteks
akademis. Begitu pula dengan penelitian
yang dilakukan oleh Cassidy (2015) yang
menunjukkan bahwa efikasi diri akademik
berkorelasi dengan resiliensi akademik dan
siswa menunjukkan resiliensi akademik yang
lebih besar ketika menanggapi kesulitan yang
dilakukan untuk orang lain dibandingkan
kesulitan pribadi.
Selanjutnya, sejalan dengan penelitian
yang dilakukan oleh Kumla Sari (2017) yang
menunjukkan bahwa terdapat hubungan
yang signifikan antara efikasi diri, dukungan
sosial, dan resiliensi. Begitu pula dengan
penelitian yang dilakukan oleh Mufidah (2017)
menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang
positif antara hubungan dukungan sosial
dengan resiliensi pada mahasiswa yang
dimediasi dengan efikasi diri, sehingga hal ini
menunjukkan bahwa dukungan sosial melalui
mediasi efikasi diri maka akan menghasilkan
resiliensi yang lebih tinggi dibandingkan
dengan hubungan dukungan sosial dengan
resiliensi tanpa mediasi efikasi diri.
Nilai rerata efikasi diri akademik 107,32
dengan standar deviasi 13,04 menunjukkan
bahwa responden dalam penelitian ini
cenderung memiliki tingkat efikasi diri
akademik yang tinggi. Mahasiswa yang
memiliki efikasi diri akademik yang baik
cenderung memiliki persepsi yang lebih
positif terhadap tuntutan akademik (Ramdass
& Zimmerman, 2008). Ketika mahasiswa
merasa lebih percaya diri bahwa mereka
mampu melakukan dan menyelesaikan
semua tuntutan akademik dalam bentuk tugas
dan ujian, mereka akan mengembangkan
proses self-learning atau self-regulated
learning (DiBenedetto & Bembenutty, 2013).
Efikasi diri akademik memberikan landasan
yang kuat bagi mahasiswa untuk mengurangi
ketergantungan atau kehadiran dosen atau
staf pengajar.
Skor rerata resiliensi 72,34 dengan standar
deviasi 10,04 menunjukkan bahwa responden
dalam penelitian ini cenderung memiliki
tingkat resiliensi yang tinggi. Responden yang
memiliki resiliensi yang tinggi dan resistan
terhadap kesulitan-kesulitan dan kejadian
yang membuat stres, diri mereka menjadi
lebih efisien baik secara umum maupun di
183
Jurnal Psikologi, Volume 16 Nomor 2, Desember 2020
konteks akademis, dibandingkan dengan
yang memiliki tingkat resiliensi yang sedang
dan rendah. Mereka lebih merasa mampu
mengatasi hal-hal baru dalam berbagai
bidang kehidupan, terutama dalam konteks
skolastik, dan mereka semakin cenderung
menggunakan hampir semua gaya berpikir
(Sagone & Caroli, 2013). Sangat penting bagi
mahasiswa untuk memiliki resiliensi karena
itu akan membimbing mereka dalam memiliki
rasa percaya diri untuk mengatasi setiap
tantangan dan tuntutan akademik.
Hasil analisis deskriptif efikasi diri
akademik mahasiswa berdasarkan jenis
kelamin menunjukkan bahwa skor rerata
responden perempuan dan laki-laki berada
pada tingkat tinggi karena seseorang merasa
percaya diri, ketika melihat teman-temannya
berhasil, seseorang pasti akan meningkatkan
kepercayaan dirinya dan merasa percaya
bahwa seorang tersebut juga bisa. Hal ini
sesuai dengan fungsi efikasi diri akademik
yang dikemukakan oleh Bandura (1997), yaitu
motivasi, di mana efikasi diri berperan penting
dalam pengaturan motivasi diri, sebagian
besar motivasi manusia adalah peningkatan
kognitif, individu memotivasi dirinya sendiri
dan membimbing tindakannya dengan
menggunakan pemikiran tentang masa
depan sehingga individu akan membentuk
keyakinan tentang apa yang bisa dia lakukan.
Namun, rerata empirik efikasi diri akademik
responden perempuan (107,85) lebih tinggi
dibandingkan responden laki-laki (106,57).
Hal ini menunjukkan bahwa perempuan pada
umumnya memiliki efikasi diri yang lebih
tinggi dibandingkan laki-laki (Huang, 2013;
Tenaw, 2013). Menurut Pajares dan Valiante
(2001), perempuan memiliki efikasi diri lebih
tinggi dalam hal menulis, seperti penulisan
tugas makalah dibandingkan laki-laki.
Hasil
analisis
deskriptif
resiliensi
mahasiswa berdasarkan jenis kelamin
menunjukkan bahwa skor rerata responden
perempuan dan laki-laki berada pada tingkat
tinggi, hal ini menunjukkan bahwa responden
184
dapat memotivasi dan membangkitkan diri,
dan menyelesaikan kesulitan dari tantangan
akademik yang semakin meningkat dan
kompleks. Ini seperti yang diungkapkan
oleh Siebert (2005) bahwa resiliensi adalah
kemampuan untuk mengatasi dengan baik
perubahan terbesar yang mengganggu dan
berkelanjutan dengan mempertahankan
kesehatan energi yang baik ketika berada
dalam tekanan yang konsisten sehingga
mampu bangkit dari kemunduran. Namun,
rerata empirik resiliensi responden perempuan
(72,53) lebih tinggi dibandingkan responden
laki-laki (72,07). Hal ini sejalan dengan
penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh
Allan, McKenna, dan Dominey (2014),
bahwa resiliensi pada lingkup akademik
lebih tinggi pada mahasiswa perempuan. Ini
juga menunjukkan bahwa perempuan dan
laki-laki memilki resiliensi yang cukup tinggi
terkait dengan pendapat Einsenberg, Guthie,
Cumberland, dan Murphy (2002) bahwa
individu dengan tingkat resiliensi yang tinggi
(perempuan) mampu beradaptasi dengan
berbagai macam kondisi untuk mengubah
keadaan dan fleksibel dalam memecahkan
masalah, sedangkan individu dengan
resiliensi yang rendah (laki-laki) memiliki
fleksibilitas yang kecil, cenderung menjadi
kacau ketika menghadapi perubahan dan
tekanan dan mengalami kesulitan untuk
menyesuaikan kembali.
Kesimpulan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa
terdapat peran yang signifikan dari efikasi
diri akademik dalam memprediksi resiliensi
pada mahasiswa. Adapun implikasi dari
hasil penelitian ini yaitu, diharapkan bagi
mahasiswa
dapat
mempertahankan
kemampuannya
dalam
menyesuaikan,
beradaptasi, dan bangkit kembali ketika
dihadapkan pada situasi yang berat atau stres
dalam kehidupan akademik. Bagi perguruan
tinggi untuk mempersiapkan mahasiswanya
Efikasi Diri Akademik dan Resiliensi Pada Mahasiswa.... Frensen Salim
dalam menghadapi tantangan dunia kerja
yang kompleks saat ini dengan membangun
resilensi dan self-efficacy serta menanamkan
peluang untuk mengembangkan strategi
dalam permasalahan di dunia kerja. Bagi orang
tua, agar menanamkan self-efficacy dalam
diri anaknya dan memberikan keyakinan
terhadap kemampuan yang dimiliki anak
mereka. Keluarga dan orang tua merupakan
salah satu tempat mahasiswa tumbuh dan
berkembang, keluarga pun menjadi salah
satu faktor yang menentukan resiliensi dan
self-efficacy seseorang. Untuk itu, keluarga
diharapkan selalu menanamkan resiliensi
bagi mahasiswa agar hidupnya selalu kokoh
ketika dihadapkan pada tantangan atau
permasalahan hidup dan juga menanamkan
academic self-efficacy bagi mahasiswa agar
mereka memiliki keyakinan akan diri sendiri
terhadap kemampuannya dalam performansi
akademik.
Daftar Pustaka
Allan, J. F., McKenna J., & Dominey, S.
(2014). Degrees of resilience: profiling
psychological resilience and prospective
academic achievement in university
inductees. British Journal of Guidance
& Counseling, 42(1), 9–25. doi:
10.1080/03069885.2013.793784
Andrew, S., Salamonson, Y., Weaver, R.,
Smith, A., O’Reilly, R., & Taylor, C. (2008).
Hate the course or hate to go: Semester
differences in first year nursing attrition.
Nurse Education Today, 28, 865-872. doi:
10.1016/j.nedt.2007.12.007
Bandura, A. (1997). Self-efficacy: The
exercise of control. New York: W. H.
Freeman and company.
Cassidy S. (2012). Exploring individual
differences as determining factors
in student academic achievement in
higher education. Studies in Higher
Education,.
37(7),
793–810.
doi:
10.1080/03075079.2010.545948
Cassidy S (2015) Resilience Building in
Students: The Role of Academic SelfEfficacy. Frontiers in Psychology, 6:1781.
doi: 10.3389/fpsyg.2015.01781
Cuadra, D., & Famadico, L. (2013). Male
nursing students’ emotional intelligence,
caring
behavior,
and
resilience.
International Journal of Arts & Sciences,
6(3), 243–260.
Diansyah, F. (2012). Perbedaan efikasi diri
akademik pada mahasiswa tingkat awal
dan tingkat akhir. Skripsi (tidak dipublikasikan). Fakultas Psikologi Universitas
Gunadarma, Depok, Indonesia.
DiBenedetto, M.K., & Bembenutty, H. (2013).
Within the pipeline: Self-regulated
learning, self-efficacy, and socialization
among college students in science
courses.
Learning
and
Individual
Differences, 23, 218-224. doi: 10.1016/j.
lindif.2012.09.015
Eisenberg, N., Guthrie, I. K., Cumberland,
A., & Murphy, B. C. (2002). Prosocial
development in early adulthood: A
longitudinal study. Journal of Personality
and Social Psychology, 82(6), 993-1006.
doi: 10.1037/0022-3514.82.6.993
Ganda, Y. (2004). Cara mahasiswa belajar di
perguruan tinggi. Jakarta: PT. Gramedia
Widia Indonesia.
Garza, K. K., Bain, S. F., & Kupczynski, L.
(2014). Resiliency, self-efficacy, and
persistence of collage seniors in higher
education. Research in Higher Education
Journal, 26, 1-19.
Goertzen, B., & Whitaker, B. (2015).
Development of psychological capital in
an academic-based leadership education
program. Journal of Management
Development, 34(7), 773–786.
Hernandez, A. L., Escobar, S. G., Fuentes, N.
I. G. A. L., Equiarte, B. E. B. (2019). Stress,
self-efficacy, academic achievement and
resilience in emerging adults. Electronic
Journal of Research in Educational
Psychology, 17(1), 129-148.
185
Jurnal Psikologi, Volume 16 Nomor 2, Desember 2020
Holdsworth, S., Turner, M., & ScottYoung, C. M. (2018). … Not drowning,
waving. Resilience and university: a
student perspective. Studies in Higher
Education,. 43(11), 1837–1853. doi:
10.1080/03075079.2017.1284193
Huang, C. (2013). Gender differences in
academic self-efficacy: A meta-analysis.
European Journal of Psychology of
Education, 28(1), 1–35. https://doi.
org/10.1007/s10212-011-0097-y
Jaeh, N. S., & Madihie, A. (2019). Selfefficacy and resilience among late
adolescent. Journal of Counseling and
Educational Technology, 2(1), 27-32. doi
: 10.32698/0411
Keye, M. D., & Pidgeon, A. M. (2013). An
investigation of the relationship between
resilience, mindfulness, and academic
self-efficacy. Open Journal of Social
Sciences, 1(6), 1-4. doi: 10.4236/
jss.2013.16001
Kumala Sari, C. A. (2017). Efikasi diri,
dukungan sosial dan resiliensi. Nusantara
of Research : Jurnal Hasil-Hasil Penelitian
Universitas Nusantara PGRI Kediri
(e-Journal), 4(1), 14 - 18. Retrieved from
https://ojs.unpkediri.ac.id/index.php/
efektor/article/view/640
Li, M., Eschenauer, R., & Yang, Y. (2013).
Influence of efficacy and resilience on
problem solving in United States, Taiwan,
and China. Journal of Multicultural
Counseling
and
Development,
41(3), 144-157. doi: 10.1002/j.21611912.2013.00033.x
Mufidah, A. C. (2017). Hubungan antara
dukungan sosial terhadap resiliensi pada
mahasiswa bidikmisi dengan mediasi
efikasi diri. Jurnal Sains Psikologi, 6(2), 6874. doi : 10.17977/um023v6i12017p068
Pajares, F., & Valiante, G. (2001). Gender
differences in writing motivation and
achievement of middle school student:
A function of gender orientation?
Contemporary Educational Psychology,
186
26(2),
366-381.
doi:
10.1006/
ceps.2000.1069
Phan, H. P., Ngu, B. H., Shih, J.-H., Lin, R.Y., Shi, S. Y., & Wang, H.-W. (2020).
Validating ‘optimizing’ concepts: The
importance of personal resolve, effective
functioning, and academic striving.
Educational Psychology, 40(4), 448–472.
doi: 10.1080/01443410.2019.1693507
Ramdass, D., & Zimmerman, B. J. (2008).
Effects of self-correction strategy training
on middle school students’ self-efficacy,
self-evaluation, and mathematics division
learning. Journal of Advance Academic,
20, 18-40. doi: 10.4219/jaa-2008-869
Reivich, K., & Shatte, A. (2002). The resilience
factor: 7 Essential skills for overcoming
life’s inevitable obstacles. New York:
Random House Inc.
Sagone, E., & Caroli, M. E. D. (2013).
Relationship between resilience, selfefficacy, and thinking styles in Italian
Middle Adolescents. Procedia – Social
and Behavioral Sciences, 92, 838-845.
doi: 10.1016/j.sbspro.2013.08.763
Sharma, H. L., & Nasa, G. (2014). Academic
self-efficacy: A reliable predictor of
educational performances. British Journal
of Education, 2(3), 57-64.
Shin, Y., & Kelly, K. (2015). Resilience and
decision-making strategies as predictors
of career decision difficulties. The Career
Development Quarterly, 63(4), 291–305
Siebert, A. (2005). The resiliency advantage:
Master change, thrive under pressure
and bounce back from setback. San
Fransisco: Berret-Koehler Publisher Inc.
Slavin, S.J, Hatchett, L, Chibnall, J.T,
Schindler, D., & Fendell, G. (2011).
Helping Medical Students and Residents
Flourish: A Path to Transform Medical
Education. Academic Medicine, 86, 15.
doi: 10.1097/ACM.0b013e3182316558
Stallman, H. M. (2010). Psychological distress
in university students: A comparison
with general population data. Australian
Efikasi Diri Akademik dan Resiliensi Pada Mahasiswa.... Frensen Salim
Psychologist, 45(4), 249–257. doi:
10.1080/00050067.2010.482109
Sugiyono.
(2014).
Metode
penelitian
kuantitatif kualitatif dan R & D. Bandung:
Alfabeta.
Tenaw. Y. A. (2013). Relationship Between
Self-Efficacy, Academic Achievement And
Gender In Analytical Chemistry At Debre
Markos College Of Teacher Education.
AJCE, 3(1), 3-28. https://www.ajol.info/
index.php/ajce/article/view/84850
Wagnild, G. M. (2009). The resilience scale
user’s guide for the us english version
of the resilience scale and the 14-item
resilience scale (rs-14). Montana: The
Resilience Center.
Yan, Z., Brown, G. T. L., Lee, J. C.-K., & Qiu,
X.-L. (2019). Student self-assessment:
Why do they do it? Educational
Psychology, 40(4), 509–532. doi:
10.1080/01443410.2019.1672038
Zhang, L. (2011). Hardiness and the big
five personality traits among Chinese
university students. Learning and
Individual Differences, 21(1), 109–113.
187