[go: up one dir, main page]

Academia.eduAcademia.edu
MAKALAH HARTA Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah ( FIQIH MUAMALAT ) Dosen : D I S U S U N JUANDA MUHAMMAD TAUFIK DARUL NAFIS SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM JAM’IYAH MAHMUDIYAH TAHUN AJARAN 2016 - 2017 KATA PENGANTAR الرَّحِيمِ‭ ‬الرَّحْمنِ‭ ‬اللهِ‭ ‬بِسْمِ         Alhamdulillah puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “ HARTA “ pembuatan makalah dengan tepat waktu. Tidak lupa shalawat dan salam selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW yang merupakan inspirator terbesar dalam segala keteladanannya. Tidak lupa penulis sampaikan terima kasih kepada dosen pengampu mata kuliah FIQIH MUAMALAT yang telah memberikan arahan dan bimbingan dalam pembuatan makalah ini, orang tua yang selalu mendukung kelancaran tugas kami, serta pada anggota tim yang selalu kompak dan konsisten dalam penyelesaian tugas ini.                         Akhirnya penulis sampaikan terima kasih atas perhatiannya terhadap makalah ini, dan penulis berharap semoga makalah ini bermanfaat bagi tim penulis khususnya dan pembaca yang budiman pada umumnya. Tak ada gading yang tak retak, begitulah adanya makalah ini. Dengan segala kerendahan hati, saran-saran dan kritik yang konstruktif sangat penulis harapkan dari para pembaca guna peningkatan pembuatan makalah pada tugas yang lain dan pada waktu mendatang. Tanjung Pura SENIN,24 OKTOBER, 2016 Tim Penulis Daftar isi BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Harta secara sederhana mengandung arti sesuatu yang dapat dimiliki. Ia termasuk salah satu sendi bagi kehidupan manusia di dunia, karena tanpa harta atau secara khusus makanan, manusia tidak akan dapat bertahan hidup. Oleh karena itu, Allah SWT menyuruh manusia untuk memperolehnya, memilikinya dan memanfaatkannya bagi kehidupan manusia dan Allah melarang berbuat sesuatu yang akan merusak dan meniadakan harta itu. Pemakalah kali ini akan menjelaskan definisi harta itu sendiri menurut para ulama fuqaha, selanjutnya akan menjelaskan mengenai dalil-dalil yang memerintahkan manusia agar mencari harta, dan juga fungsi harta itu sendiri bagi kehidupan umat manusia. B.Rumusan Masalah Adapun permasalahan yang akan dibahas dalam proses penyusunan makalah ini adalah “Untuk Lebih Paham Tentang Aspek Mengenai Harta”. Untuk memberikan kejelasan makna serta menghindari meluasnya pembahasan, maka dalam makalah ini masalahnya dibatasi pada : 1.Pengertian Harta 2.Kedudukan Harta dan Anjuran untuk berusaha dan memilikinya 3.Fungsi dan Pembagian Harta C.Tujuan Penulisan Pada dasarnya tujuan penulisan karya tulis ini terbagi menjadi dua bagian, yaitu tujuan umum dan khusus. Tujuan umum dalam penyusunan makalah ini adalah untuk menyelesaikan tugas mata kulian Fiqih muamalah. Adapun Tujuan khusus penyusunan makalah ini adalah : 1.Mengetahui Harta 2.Mengetahui Pendapat Tokoh Islam Tentang Harta 3.Mengetahui kedudukan, Anjuran, Fungsi, Dan Pembagian Harta Tersebut. BAB II PEMBAHASAN A. PENGERTIAN HARTA Harta dalam bahasa arab disebut al-maal, yang merupakan akar kata dari lafadz ___ yang berarti condong, cenderung, dan miring. Dalam al-Muhith dan Lisan Arab, menjelaskan bahwa harta merupakan segala sesuatu yang sangat diinginkan oleh manusia untuk menyimpan dan memilikinya. Dengan demikian unta, kambing, sapi, tanah, emas, perak, dan segala sesuatu yang disukai oleh manusia dan memiliki nilai (qimah), ialah harta kekayaan. Djauwanai,Din zaudin. Pengantar Fiqih Muamalah.Jogjakarta: Pustaka Pelajar.2008.hal112. -Ibnu Asyr- mengatakan bahwa “Kekayaan pada mulanya berarti emas dan perak, tetapi kemudian berubah pengertiannya menjadi segala barang yang disimpan dan dimiliki Sedangkan harta (al-maal), menurut Hanafiyah “ialah sesuatu yang digandrungi oleh tabiat manusia dan memungkinkan untuk disimpan hingga dibutuhkan” ibid Djauwanai,Din zaudin. Pengantar Fiqih Muamalah.Jogjakarta: Pustaka Pelajar.2008.hal113. Maksud pendapat di atas definisi harta pada dasarnya merupakan sesuatu yang bernilai dan dapat disimpan. Sehingga bagi sesuatu yang tidak dapat disimpan, tidak dapat dikatagorikan sebagai harta. Adapun manfaat termasuk dalam katagori sesuatu yang dapat dimiliki, ia tidak termasuk harta. Sebaliknya tidaklah termasuk harta kekayaan sesuatu yang tidak mungkin dipunyai tetapi dapat diambil manfaatnya, seperti cahaya dan panas matahari. Begitu juga tidaklah termasuk harta kekayaan sesuatu yang pada gahlibnya tidak dapat diambil manfaatnya, tetapi dapat dipunyai secara kongrit dimiliki, seperti segenggam tanah, setetes air, seekor lebah, sebutir beras dan sebagainya. Dengan demikian, konsep harta menurut Imam Hanafi yaitu segala sesuatu yang memenuhi dua kriteria : Pertama : Sesuatu yang dipunyai dan bisa diambil manfaatnya menurut ghalib. Kedua : Sesuatu yang dipunyai dan bisa diambil manfaatnya secara kongkrit (a’ayan) seperti tanah, barang-barang perlengkapan, ternak dan uang Menurut Jumhur Ulama’ Fiqh selain Hanafiyyah mendefinisikan konsep harta sebagai berikut : Dari pengertian di atas, Jumhur Ulama’ memberikan pandangan bahwa manfaat termasuk harta, sebab yang penting adalah manfaatnya dan bukan dzatnya. Intinya bahwa segala macam manfaat-manfaat atas sesuatu benda tersebut dapat dikuasai dengan menguasai tempat dan sumbernya, karena seseorang yang memiliki sebuah mobil misalnya, tentu akan melarang orang lain mempergunakan mobil itu tanpa izinnya. Ibid hal 115 Maksud manfaat menurut Jumhur Ulama’ dalam pembahasan ini adalah faedah atau kegunaan yang dihasilkan dari benda yang tampak seperti mendiami rumah atau mengendarai kendaraan. Adapun hak, yang ditetapkan syara’ kepada seseorang secara khusus dari penguasaan sesuatu, terkadang dikaitkan dengan harta, seperti hak milik, hak minum, dan lain lain. Akan tetapi terkadang tidak dikaitkan dengan harta, seperti hak mengasuh dan lain-lain. Menurut Imam as-Suyuthi harta ialah segala sesuatu yang dapat dimiliki dan mempunyai nilai jual yang akan terus ada, kecuali bila semua orang telah meninggalkannya. Jika baru sebagian orang saja yang meninggalkannya, barang itu mungkin masih bermanfaat bagi orang lain dan masih mempunyai nilai bagi mereka. Ibid hal 115 Menurut ahli hukum positif, dengan berpegang pada konsep harta yang disampaikan Jumhur Ulama’ selain Hanafiyyah, mereka mendefinisikan bahwa benda dan manfaat-manfaat itu adalah kesatuan dalam katagori harta kekayaan, begitu juga hak-hak, seperti hak paten, hak mengarang, hak cipta dan sejenisnya. Ibnu Najm mengatakan bahwa harta kekayaan, sesuai dengan apa yang ditegaskan oleh ulama’-ulama’ Ushul Fiqh, adalah sesuatu yang dapat dimiliki dan disimpan untuk keperluan tertentu dan hal itu terutama menyangkut yang kongkrit. Dengan demikian tidak termasuk di dalamnya pemilikan semata-semata atas manfaat-manfaat saja. Dalam hal ini, beliau menganalogikan konsep harta dalam persoalan waris dan wakaf, sebagaiman al-Kasyf al-Kabir disebutkan bahwa zakat maupun waris hanya dapat terealisasi dengan menyerahkan benda (harta atau tirkah dalam hal waris) yang kongkrit, dan tidak berlaku jika hanya kepemilikan atas manfaat semata, tanpa menguasai wujudnya. B. KEDUDUKAN HARTA Disebutkan harta termasuk salah satu keperluan pokok manusia dalam menjalani kehidupan didunia ini, sehingga oleh para ulama ‘ushul fiqh persoalan harta dimasukkan kedalam salah satu ad-dharuriyat al-khamsah (lima keperluan pokok), yang terdiri atas : Agama, Jiwa, Akal, keturunan, dan harta. Oleh karena itu banyak manusia yang mempertahankan harta dengan segala upaya yang dilakukan, sehingga dalam Al-Qur’an dan Hadits banyak membicarakan harta serta kedudukannya. Haruen,Nasrun, Fiqih muamalah.Jakarta: Gaya Media Pratama. 2007.hal98 1.      Kedudukan harta didalam Al-Qur’an ialah sebagai berikut: a.       Harta adalah milik Allah, Manusia bukanlah pemilik mutlak, tetapi dibatasi oleh hak-hak Allah sehingga wajib dikeluarkan zakatnya dan peruntukan ibadah lain dari harta tersebut. Allah berfirman didalam Al-Qur’an: آمِنُوا‎‮ ‬بِاللَّهِ‮ ‬وَرَسُولِهِ‮ ‬وَأَنْفِقُوا‮ ‬مِمَّا‮ ‬جَعَلَكُمْ‮ ‬مُسْتَخْلَفِينَ‮ ‬فِيهِ‮ Artinya : ‎‮ ‭”‬Berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya dan nafkahkanlah sebagian dari harta mu yang telah Allah pinjamkan kepada mu.‭ (‬QS.‭ ‬Al-Hadid:7‭) b.      Harta sebagai sarana untuk memperoleh bekal menuju kehidupan akhirat. Allah berfirman: اَلَّذِيْنَ‎‮ ‬يُنْفِقُوْنَ‮ ‬اَمْوَالَهُمْ‮ ‬فِى‮ ‬سَبِيْلِ‮ ‬اللهِ‮ ‬ثُمَّ‮ ‬لَا‮ ‬يُتْبِعُوْنَ‮ ‬مَا‮ ‬اَنْفَقُوْا‮ ‬وَلَا‮ ‬اَذًا‮ ‬لَهُمْ‮ ‬اَجْرُهُمْ‮ ‬عِنْدَ‮ ‬رَبِّهِمْ‮ ‬وَلَا‮ ‬خَوْفٌ‮ ‬عَلَيْهِمْ‮ ‬وَلَاهُمْ‮ ‬يَحْزَنُوْنَ.‮ Artinya: “orang-orang yang menafkahkan hartanya dijalan Allah, kemudian mereka tidak mengiringi apa yang dinafkahkanya itu dengan menyebut-nyebut pemberianya dan dengan tidak menyakiti(perasaan sang penerima), mereka memperoleh pahala di sisi tuhan mereka. Tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak(pula) mereka bersedih hati”.(Q.S Al-Baqarah:262) c.       Harta merupakan sarana untuk memenuhi kesenangan. Didalam al-Qur’an Allah berfirman: زُيِّنَ لِلنَّاسِ حُبُّ الشَّهَوَاتِ مِنَ النِّسَاءِ وَالْبَنِينَ وَالْقَنَاطِيرِ الْمُقَنْطَرَةِ مِنَ الذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ وَالْخَيْلِ الْمُسَوَّمَةِ وَالْأَنْعَامِ وَالْحَرْثِ ذَلِكَ مَتَاعُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَاللَّهُ عِنْدَهُ حُسْنُ الْمَآبِ. Artinya: ”Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup didunia dan disisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga). (Q.S. Al-Imran:14) d.      Harta sebagai ujian, pada Q.S.Ath-Taghaabun : 15 إِنَّمَا أَمْوَالُكُمْ وَأَوْلَادُكُمْ فِتْنَةٌ وَاللَّهُ عِنْدَهُ أَجْرٌ عَظِيم. Artinya : ”Sesungguhnya harta dan anak-anak kalian hanyalah cobaan (bagi kalian) disisi Allah-lah pahala yang besar. e.       Harta sebagai perhiasan, Harta merupakan perhiasan dunia yang hanya bersifat sementara dan untuk itulah maka sebagai seorang muslim hendaknya dapat memanfaatkan harta dengan sebaik-baiknya untuk beribadah kepada Allah. Didalam Q.S. Al-Kahfi:46, Allah berfirman: اَلْمَالُ‎‮ ‬وَالْبَنُوْنَ‮ ‬زِيْنَةُ‮ ‬الحَيَوةِ‮ ‬الدُّنْيَا... Artinya : “Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan didunia‮"‬. 2. Kedudukan Harta didalam as-Sunnah a.       Harta adalah penyebab fitnah : عَنْ كَعْبِ بْنِ عِيَاضٍ قَالَ سَمِعْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ إِنَّ لِكُلِّ أُمَّةٍ فِتْنَةً وَفِتْنَةُ أُمَّتِي الْمَالُ قَالَ أَبُو عِيسَى هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيحٌ غَرِيبٌ. Artinya: ‎‮ ‭“‬Dari Ka’ab bin‭ “‬Iyyadh telah berkata,‭ ‬aku mendengar nabi bersabda,‭” ‬sesungguhnya bagi setiap umatku adanya fitnah‭ (‬ujian‭) ‬nya dan‭ ‬fitnah bagi umatku adalah masalah harta‭”‬. b.      Harta sebuah nikmat ketika dimanfaatkan oleh orang-orang yang shalih. Disamping diperhatikannya kepentingan umum, kepentingan pribadi juga diperhatikan, maka berlakulah ketentuan-ketentuan sebagai berikut: 1.    Masyarakat tidak boleh mengganggu dan melanggar kepentingan pribadi, selama tidak merugikan orang lain dan masyarakat. 2.    Karena pemilikan manfaat berhubungan serta dengan hartanya, maka boleh pemilik (manfaat) untuk memindahkan hak miliknya kepada orang lain, misalnya dengan cara menjualnya, menghibahkannya dan sebagainya. 3.     Pada pokoknya, pemilikan manfaat itu kekal tidak terkait oleh waktu. Dalam kaitan ini dapat dijelaskan bentuk-bentuk larangan yang berkenaan dengan harta yang berkaitan dengan aktivitas ekonomi, produksi, distribusi dan konsumsi harta: 1.      Perkara-perkara yang merendahkan martabat dan akhlak manusia, berupa: a.       Memakan harta sesama manusia dengan cara yang batal, b.      Memakan harta dengan jalan penipuan, c.       Dengan jalan melanggar janji dan sumpah, d.      Dengan jalan pencurian. 2.      Perkara-perkara yang merugikan hak perorangan dan kepentingan sebagian atau keseluruhan masyarakat, berupa perdagangan yang memakai bunga. 3.      Penimbuan harta debgan jalan kikir, orang-orang yang menimbun harta dengan maksud untuk meninggikan (menaikan) harga sehingga ia memperoleh keuntungan yang berlipat ganda. 4.      Aktivitas yang merupakan pemborosan (mubazir), baik pemborosan yang menghabiskan harta pribadi, perusahaan, masyarakat atau negara maupun yang sifatnya mengeksploitasi sumber-sumber alam secara berlebihan dan tidak memperhatikan kelestarian lingkungan (ekologi). 5.      Memproduksi, memperdagangkan dan mengkonsumsi barang-barang yang terlarang seperti narkotika dan minuman keras kecuali untuk kepentingan ilmu pengetahuan dan kesehatan. Anjuran untuk berusaha dan memilikinya ada beberapa dalil, baik dari Al-qur’an maupun hadist yang dapat dikategorikan sebagai isyarat bagi umat islam untuk memiliki kekayaan dan giat dalam berusaha supaya memperoleh kehidupan yang layak dan mampu melaksanakan semua rukun islam yang hanya diwajibkan dalam umat islam yang mempunyai harta atau kemampuan dari segi ekonomi. Sementara itu, harta kekayaan tidak mumgkin datang sendiri, tetapi harus dicapai melalui usaha.Diantara dalil-dalil tersebut adalah sebagai berikut. Haruen,Nasrun, Fiqih muamalah.Jakarta: Gaya Media Pratama. 2007.hal 104 1.      Para Nabi berusaha sendiri untuk bekal hidup Allah SWT. Menyatakan bahwa para Nabi berusaha sendiri, tidak menggantungkan kepada orang lain, seperti : Nabi Daud a.s yang diceritakan dalam Al-Qur’an. “dan Sesungguhnya telah Kami berikan kepada Daud kurnia dari kami. (kami berfirman): "Hai gunung-gunung dan burung-burung, bertasbihlah berulang-ulang bersama Daud", dan Kami telah melunakkan besi untuknya, (yaitu) buatlah baju besi yang besar-besar dan ukurlah anyamannya; dan kerjakanlah amalan yang saleh. Sesungguhnya aku melihat apa yang kamu kerjakan. (QS. Saba’ : 10-11) Dalam Al-qur’an pun disinggung pula perihal Nabi Nuh a.s membuat kapal (QS.Hud : 37-38) dan Nabi Musa a.s mengembalakan domba selama 20 tahun sebelum diutus menjadi Rasul di Negeri Madyan. Kita juga mengetahui dari sejarah bahwa Nabi Muhammad SAW.Dari kecil sudah mengembalakan domba, kemudian berniaga untuk Siti Khadijah.Padahal mereka adalah para Nabi yang suci, bergelar ulul azmi, tetapi mereka berusaha untuk memenuhi kehidupannya. 2. Anjuran memanfaatkan dan memakan rezeki Allah SWT. “Dialah yang menjadikan bumi itu mudah bagi kamu, Maka berjalanlah di segala penjurunya dan makanlah sebahagian dari rezki-Nya. dan hanya kepada-Nya-lah kamu (kembali setelah) dibangkitkan. (QS. Al-Mulk: 15) 3.      Rasulullah SAW. Menyuruh umatnya untuk bekerja Yang artinya : “ seseorang yang mengambil tali untuk mengikat kayu bakar, kemudian memanggul dipundaknya untuk dijual kepada manusia, sehingga Allah mencukupinya adalah lebih baik dari pada meminta minta kepada manusia, yang kemungkinan akan memberinya atau menolaknya”. 4.      Perintah menunaikan zakat Perintah mencari harta dan giat berusaha dapat dipahami dengan adanya perintah menunaikan zakat yang selalu mengiringi perintah mendirikan shalat dalam Al-qur’an. Apabila shalat, diibaratkan sebagai tiang agama, zakat adalah jembatannya.Begitu pula dalam hadist terdapat keterangan tentang macam-macam dan pembagian harta zakat. Disamping itu, dalam islam pun ada zakat yang diwajibkan kepada setiap manusia, yakni zakat fitrah. Zakat itu mungkin dapat dipenuhi oleh mereka yang tidak memiliki harta atau tidak giat dalam berusaha. 5.      Nabi SAW. Sering berdo’a agar dilapangkan rezeki Misalnya ketika berwudhu sebagaimana dinyatakan dalam hadist dari Abu Hurairah yang artinya:“ya Allah, ampunilah dosaku, lapangkanlah rumahku, dan berkatilah rezekiku, kemudian beliau ditanya, ‘’alangkah banyaknya yang engkau minta dengan do’a tersebut?’’ lalu beliau menjawab “apakah kita meninggalkan salah satunya.’’(HR. Thabrani) Selain itu masih banyak do’a dan zikir yang diajarkan Rasulullah SAW. Yang intinya memohon agar dimudahkan dalam berusaha dan mendapatkan rezeki, seperti do’a: Yang artinya “ Ya Allah, aku memohon kepadamu atas petunjuk, ketakwaan, iffah (dijauhkan dari hal-hal yang tidak hala), dan kekayaan.’’ (HR. Muslim, Turmudzi, dan Ibnu Majah dari Ibnu Mas’ud). Begitu pula do’aRasulullah SAW. Agar dijauhkan dari kefakiran, karena kefakiran dapat menyebabkan kekufuran. Yang artinya : ‘’Ya Allah, aku berlindung kepadamu dari kekufuran dan kefakiran, seorang laki-laki berkata, apakah keduanya seimbang? Rasulullah menjawab , ya.’’ 6.      Nabi SAW. Pernah melarang menyalati orang berutang Rasulullah SAW. Pernah melarang shalat jenazah terhadap orang yang meninggalkan hutang, tetapi tidak meninggalkan harta untuk melunasinya: Dari Abu Hurairah r.a. bahwasanya Rasulullah SAW. Melarang kami untuk menyalati orang meninggal dunia yang mempunyai hutang, tetapi tidak meninggalkan harta untuk menbayar utangnya. Orang yang mati syahid diampuni segala dosanya, kecuali apabila ia berhutang. Hadist nabi yang artinya: ‘’semua dosa orang yang mati syahid diampuni kecuali hutang.’’ (HR. Muslim dan Ibnu Umar) FUNGSI HARTA Harta dipelihara manusia karena manusia membutuhkan manfaat harta tersebut, maka fungsi harta amat banyak, baik kegunaan dalam yang baik, maupun kegunaan dam hal yang jelek, yaitu: Haruen,Nasrun, Fiqih muamalah.Jakarta: Gaya Media Pratama. 2007.hal 129 a)      Untuk menyempurnakan pelaksanaan ibadah yang khas (mahdhah), sebab untuk ibadah memerlukan alat-alat seperti kain untuk menutup aurat dalam pelaksanaan shalat, bekal untuk melaksanakan ibadah haji, berzakat, shadaqah, hibbah dan yang lainnya. b)      Untuk meningkatkan keimanan (ketaqwaan) kepada Allah. c)      Untuk menyelaraskan (menyeimbangkan) antara kehidupan dunia dan akhirat. d)     Untuk meneruskan kehidupan dari satu periode ke periode berikutnya. e)      Untuk mengembangkan dan menegakkan ilmu-ilmu, karena menurut ilmu tanpa modal akan tersa sulit, seperti sesorang tidak bisa kuliah di perguruan tinggi bila ia tidak memiliki biaya. f)       Untuk memutarkan (mentasharuf) peranan-peranan kehidupan yakni adanya pembantu dan tuan. Adanya orang kaya dan miskin sehingga antara pihak saling membutuhkan karena itu tersusunlah masyarakat yang harmonis dan berkecukupan. g)      Untuk menumbuhkan silahturrahim, karena adanya perbedaan dan keperluan sehingga terjadilah interaksi dan komunikasi silaturrahim dalam rangka saling mencukupi kebutuhan. PEMBAGIAN HARTA 1.      Mal Mulutaqawwim dan Ghair Mutaqawwim a.       Harta Mulutaqawwim adalah sesuatu yang boleh diambil manfaatnya menurut syara’. Atau semua harta yang baik jenisnya maupun cara memperoleh dan penggunaanya, misalnya kerbau adalah halal dimakan oleh umat Islam tetapi kerbau tersebut disembelih tidak sah menurut syara’, dipukul misalnya, maka daging kerbau tidak bisa dimanfaatkan karena cara penyembelihannya batal menurut syara’. Sya’I,Rahmat, Fiqih muamalah. Bandung: Pustaka Setia. 2001.hal302 b.      Harta Ghair Mutaqawwim adalah sesuatu yang tidak boleh diambil manfaatnya, baik jenisnya, cara memperolehnya maupun cara penggunaanya. Seperti babi karena jenisnya. Sepatu yang diperoleh dengan cara mencuri termasuk ghair mutaqawwim karena cara memperolehnya yang haram. 2.      Mal Mitsli dan Mal Qimi a.       Harta Mitsli adalah benda-benda yang ada persamaan dalam kesatuan-kesatuannya, dalam arti dapat berdiri sebagaimana di tempat yang lain tanpa ada perbedaan yang perlu dinilai. b.      Harta Qimi adalah benda-benda yang kurang dalam kesatuan-kesatuannya karena tidak dapat berdiri sebagian di tempat sebagian yang lainnya tanpa ada perbedaan. c.       Dengan perkataan lain, harta mitsli adalah harta yang jenisnya diperoleh di pasar (secara persis) dan qimi adalah harta yang jenisnya sulit didapatkan di pasar, bisa diperoleh tapi jenisnya berbeda kecuali dalam nilai dan harga. 3.      Harta Istihlak dan harta Isti’mal a.       Harta Istihlak adalah sesuatu yang tidak dapat diambil kegunaanya dan manfaatnya secara biasa kecuali dengan menghabiskannya. Harta Istihlak terbagi menjadi dua, yaitu: a)      Istihlak Haqiqi adalah suatu benda yang menjadi harta yang secara jelas (nyata) zatnya habis sekali digunakan. b)      Istihlak Buquqi adalah suatu harta yang sudah habis nilainya bila telah digunakan tetapi zatnya masih tetap ada. b.      Harta Isti’mal adalah sesuatu yang dapat digunakan berulanag kali dan materinya tetap terpelihara. Harta isti’mal tidaklah habis dengan satu kali menggunakan tetapi dapat digunakan lama menurut apa adanya. 4.      Harta Manqul dan Harta Ghair Manaqul a.       Harta Manqul adalah segala harta yang dapat dipindahkan (bergerak) dari satu tempat ke tempat lain. b.      Harta Ghair Manaqul adalah sesuatu yang tidak bisa dipindahkan dan dibawa dari satu tempat ke tempat lain. 5.      Harta ‘Ain dan Harta Dayn a.        Harta ‘ain adalah harta yang berbentuk benda, seperti rumah, pakaian, beras, kendaraan. Harta ‘ain terbagi menjadi dua, yaitu: ·         Harta ‘ain dzati qimah, yaitu benda yang memiliki bentuk yang dipandang sebagai harta karena memiliki nilai yang dipandang sebagai harta, karena memiliki nilai ‘ain dzati qimah meliputi: -          Benda yang dianggap harta yang boleh diambil manfaatnya -          Benda yang dianggap hartta yang tidak boleh diambil manfaatnya -          Benda yang dianggap sebagai harta yang ada sebangsanya -          Benda yang dianggap harta yang tidak ada atau sulit dicari seumpamanya -          Benda yang dianggap harta yang berharga dan dapat dipindahkan (bergerak) -          Benda yang dianggap harta yang berharga dan tidak dapat dipindahkan (benda tetap). Harta ‘ain ghayr dzalti qimah, yaitu benda yang tidak dapat dipandang sebagai harta, karena tidak memiliki harga seperti sebiji beras. b.      Harta Dayn adalah sesuatu yang berada dalam tanggung jawab, seperti uang yang berada dalam tanggung jawab seseorang. Ulama Hanafiyah (hal. 2, Fiqih Muamalah, Drs. H. Hendi Suhendi, M.Si.) berpendapat bahwa harta tidak dapat dibagi menjadi harta ‘ain dan dayn, karena harta menurut Hanafiah ialah sesuatu yang berwujud maka sesuatu yang tidak berwujud tidaklah dianggap sebagai harta, seperti hutang tidak dipandang sebagai harta tetapi hutang adalah wash fi al-dgimmah. 6.      Mal al-‘ain dan al-naf’i (manfaat) a.       Harta ‘aini adalah benda yang memiliki nilai dan bentuk (berwujud), seperti rumah, ternak, dll. b.      Harta nafi’ adalah a’radl yang berangsur-angsur tumbuh menurut perkembangan masa, oleh karena itu mal al-naf’i tidak berwujud dan tidak mungkin disimpan. 7.      Harta Mamluk, Mubah, dan Mahjur a.       Harta Mamluk adalah sesuatu yang masuk ke bawah milik milik perseorangan maupun milik badan hukum seperti pemerintah atau yayasan. Harta mamluk (yang dimiliki) terbagi kepada dua macam, yaitu: ·         Harta Perorangan (mustaqil) yang berpautan dengan hak bukan pemilik, seperti rumah yang dikontrakkan. Harta perorangan yang tidak berpautan dengan hak bukan pemilik, seperti seseorang yang mempunyai sepasang sepatu yang dapat digunakan kapan saja. ·         Harta Perkongsian (masyarakat) antara dua pemilik yang berkaitan dengan hak yang bukan pemiliknya, seperti dua orang tang berkongsi memiliki sebuah pabrik dan lima buah mobil, salah satu mobilnya disewakan selama satu bulan kepada orang lain. Harta yang dimiliki oleh dua orang yang tidak berkaitan dengan hak bukan pemiliknya, seperti dua orang yang berkongsi memiliki sebuah pabrik, maka pabrik tersebut diurus bersama. b.      Harta Mubah adalah sesuatu yang pada asalnya bukan milik seseorang, seperti air pada mata air, binatang buruan darat, laut, pohon-pohon di hutan. Tiap-tiap manusia boleh memiliki harta mubah sesuai dengan kesanggupannya, orang yang mengambilnya maka ia akan menjadi pemiliknya. c.       Harta Mahjur adalah sesuatu yang tidak dibolehkan dimiliki sendiri dan memberikan kepada orang lain menurut syari’at, adakalanya benda itu benda wakaf ataupun benda yang dikhususkan untuk masyarakat umum, seperti jalan raya, masjid-masjid, kuburan-kuburan dan yang lainnya. 8.      Harta yang dapat dibagi dan tidak dapat dibagi a)      Harta yang dapat dibagi (mal qubil li al-qismah) ialah harta yang tidak menimbulkan suatu kerugian atau kerusakan, apabila harta itu dibagi-bagi, seperti beras, tepung, dan lainnya. b)      Harta yang tidak dapat dibagi (mal ghair qabil li al qismah) ialah harta yang menimbulkan suatu kerugian atau kerusakan, apabila harta tersebut dibagi-bagi, seperti gelas, kursi, meja, mesin dan lain sebagainya. 9.      Harta pokok dan harta hasil (buah) a)      Harta pokok adalah harta yang mungkin darinya terjadi harta yang lain. Harta pokok bisa juga disebut modal, seperti uang, emas, dan lainnya. b)      Harta hasil adalah harta yang lain. Harta hasil contohnya adalah bulu domba dihasilkan dari domba, maka domba sebagai harta pokok dan bulunya sebagai harta hasil, atau kerbau yang beranak maka anaknya dianggap sebagai tsamarah dan induknya yang melahirkannya disebut harta pokok. 10.  Harta khas dan harta ‘am a)      Harta khas ialah harta pribadi, tidak bersekutu dengan yang lain, tidak boleh diambil manfaatnya tanpa disetujui pemiliknya. b)      Harta ‘am ialah harta milik umum (bersama) yang boleh mengambil manfaatnya. Harta yang dapat dikuasai (ikhraj) terbagi menjadi dua bagian, yaitu: ·         Harta yang termasuk milik perseorangan. ·         Harta-harta yang tidak dapat termasuk milik perseorangan.                   Harta yang dapat masuk menjadi milik perseorangan, ada dua macam yaitu: ·         Harta yang bisa menjadi milik perorangan tetapi belum ada sebab pemiliknya, seperti binatang buruan di hutan. ·         Harta yang bisa menjadi milik perorangan dan sudah ada sebab pemilikan, seperti ikan di sungai diperoleh seseorang dengan cara mengail. Harta yang tidak dapat masuk menjadi milik perorangan adalah harta yang menurut syara’ tidak boleh dimiliki sendiri, seperti sungai, jalan raya, dan yang lainnya. KESIMPULAN Harta adalah sesuatu yang dibutuhkan dan di peroleh manusia,baik berupa benda yang tampak seperti mas perak maupun yang tidak tampak yakni manfaat seperti pakaian,tempat tinggal. Sehingga persoalan harta dimasukkan kedalam salah satu lima keperluan pokok yang diatur oleh Al-Qur’an dan as-sunah. Adapun fungsi harta diantaranya kesempurnaan ibadah mahdzah,memelihara dan meningkatkan keimanan dan serta menyelaraskan antara kehidupan dunia dan akhirat. Sedangkan pembagian harta di bagi menjadi sepuluh bagian. PENUTUP Demikian makalah yang kami buat. Semoga dapat bermanfaat bagi pemakalah khususnya dan bagi pembaca umumnya. Dan pastinya makalah ini terdapat kekurangan, maka dari itu kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan. DAFTAR PUSTAKA Djauwanai,Din zaudin. Pengantar Fiqih Muamalah.Jogjakarta: Pustaka Pelajar.2008 Haruen,Nasrun, Fiqih muamalah.Jakarta: Gaya Media Pratama. 2007. Sya’I,Rahmat, Fiqih muamalah. Bandung: Pustaka Setia. 2001