[go: up one dir, main page]

Academia.eduAcademia.edu

MAKALAH ( ASMA)

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Salah satu penyakit yang sering dijumpai pada anak-anak yaitu penyakit asma. Kejadian asma meningkat di hampir seluruh dunia, baik Negara maju maupun Negara berkembang termasuk Indonesia. Peningkatan ini diduga berhubungan dengan meningkatnya industri sehingga tingkat polusi cukup tinggi. Walaupun berdasarkan pengalaman klinis dan berbagai penelitian asma merupakan penyakit yang sering ditemukan pada anak, tetapi gambaran klinis asma pada anak sangat bervariasi, bahkan berat-ringannya serangan dan sering-jarangnya serangan berubah-ubah dari waktu ke waktu. Akibatnya kelainan ini kadang kala tidak terdiagnosis atau salah diagnosis sehingga menyebabkan pengobatan tidak adekuat. Penyakit asma merupakan kelainan yang sangat sering ditemukan dan diperkirakan 4–5% populasi penduduk di Amerika Serikat terjangkit oleh penyakit ini. Asma bronkial terjadi pada segala usia tetapi terutama dijumpai pada usia dini. Sekitar separuh kasus timbul sebelum usia 10 tahun dan sepertiga kasus lainnya terjadi sebelum usia 40 tahun. Pada usia kanak-kanak terdapat predisposisi laki-laki : perempuan = 2 : 1 yang kemudian menjadi sama pada usia 30 tahun. Asma merupakan 10 besar penyebab kesakitan dan kematian di Indonesia, hal itu tergambar dari data studi Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) di berbagai propinsi di Indonesia. SKRT 1986 menunjukkan asma menduduki urutan ke 5 dari 10 penyebab kesakitan bersama-sama dengan bronkitis kronik dan emfisema. Pada SKRT 1992, asma, bronkitis kronik dan emfisema sebagai penyebab kematian ke 4 di Indonesia atau sebesar 5,6%. Tahun 1995, prevalensi asma di Indonesia sekitar 13 per 1.000 penduduk, dibandingkan bronkitis kronik 11 per 1.000 penduduk dan obstruksi paru 2 per 1.000 penduduk. Beberapa anak menderita asma sampai mereka usia dewasa; namun dapat disembuhkan. Kebanyakan anak-anak pernah menderita asma. Para Dokter tidak yakin akan hal ini, meskipun hal itu adalah teori. Lebih dari 6 % anak-anak terdiagnosa menderita asma, 75 % meningkat pada akhir-akhir ini. Meningkat tajam sampai 40 % di antara populasi anak di kota. Karena banyaknya kasus asma yang menyerang anak terutama di Negara kita Indonesia maka kami dari kelompok mencoba membahas mengenai asma yang terjadi pada anak ini, sehingga orang tua dapat mengetahui bagaimana pencegahan dan penatalaksanaan bagi anak yang terserang asma. Tujuan 1). Tujuan Umum Adapun tujuan dari penulisan makalah ini agar kita semua terutama orang tua dan perawat dapat memahami mengenai serangan asma pada anak anak dan mengetahui tatacara pelaksanaan penanganan asma yang terjdi pada anak. Selin itu juga untuk memenuhi tugas yang di berikan dosen pembimbing.  2). Tujuan Khusus Menjelaskan tentang Definisi Asma Mengetahui Etiologi dari Asma Mengetahui Manifestasi Klinis dari Asma pada Anak Menjelaskan Patofisiologi Asma pada Anak Rumusan masalah Bagaimana konsep teori dari penyakit asma? Bagaimana Asuhan Keperawatan penyakit asma? BAB II PEMBAHASAN Definisi Kondisi yang berulang dimana rangsangan tertentu mencetuskan saluran pernafasan menyempit untuk sementara waktu sehingga empersulit jalan pernafasan. Asma adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermiten, reversibel dimana trakea dan bronchi berspon dalam secara hiperaktif terhadap stimuli tertentu. (Smeltzer 2002 : 611) Asma adalah obstruksi jalan nafas yang bersifat reversibel, terjadi ketika bronkus mengalami inflamasi/peradangan dan hiperresponsif. (Reeves, 2001 : 48). Asma adalah suatu gangguan yang komplek dari bronkial yang dikarakteristikan oleh periode bronkospasme (kontraksi spasme yang lama pada jalan nafas). (Polaski : 1996). Asma adalah gangguan pada jalan nafas bronkial yang dikateristikan dengan bronkospasme yang reversibel. (Joyce M. Black : 1996). Asma adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermiten, reversibel dimana trakea dan bronkhi berespon secara hiperaktif terhadap stimulasi tertentu. (Smelzer Suzanne : 2001). Dari semua pendapat tersebut dapat diketahui bahwa asma adalah suatu penyakit gangguan jalan nafas obstruktif intermiten yang bersifat reversibel, ditandai dengan adanya periode bronkospasme, peningkatan respon trakea dan bronkus terhadap berbagai rangsangan yang menyebabkan penyempitan jalan nafas. Etiologi Adanya kontraksi otot di sekitar bronkhus sehingga terjadi penyempitan jalan nafas. Adanya pembengkakan membrane bronkhus. Terisinya bronkus oleh mokus yang kental Beberapa Faktor Predisposisi dan Presipitasi timbulnya serangan Asma Bronkhial.    Faktor Predisposisi Genetik Dimana yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum diketahui bagaimana cara penurunannya yang jelas. Penderita dengan penyakit alergi biasanya mempunyai keluarga dekat juga menderita penyakit alergi. Karena adanya bakat alergi ini, penderita sangat mudah terkena penyakit asthma bronkhial jika terpapar dengan foktor pencetus. Selain itu hipersentifisitas saluran pernafasannya juga bisa diturunkan.    Faktor Presipitasi Alergen Dapat dibagi menjadi 3 yaitu : Inhalan: masuk saluran pernafasan. Seperti : debbu,bulu binatang, bakteri dan polusi. Ingestan, masuk melalui mulut. Seperti : makanan dan obat-obatan. Kontaktan. Yang masuk melalui kontak dengan kulit. Seperti : perhiasan, logam,dan jam tangan. Perubahan cuaca Cuaca lembab atau dingin juga menpengaruhi asma. Atmosfir yang mendadak dingin merupakan faktor pemicu terjadinya serangan asma. Kadang-kadang serangan berhubungan dengan musim, seperti: musim hujan, musim kemarau, musim bunga. Hal ini berhubungan dengan arah angin serbuk bunga dan debu. Stress. Stress dapat menjadi pencetus serangan asma, selain itu juga bisa memperberat serangan asma yang sudah ada. Disamping gejala asma yang timbul harus segera diobati penderita asma yang mengalami stress perlu diberi nasehat untuk menyelesaikan masalah pribadinya. Karena jika stressnya belum diatasi maka gejala asmanya belum bisa diobati. Lingkungan Kerja. Lingkungan Kerja juag menjadi penyebab terjadinya serangan asma. Hal ini berkaitan dengan dimana dia bekerja. Misalnya orang yang bekerja di laboratorium hewan, industri tekstil, pabrik asbes, polisi lalu lintas. Gejala ini membaik pada waktu libur atau cuti. Olah raga atau aktivitas yang berat. Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika  melakukan aktifitas jasmani atau aloh raga yang berat. Lari cepat paling mudah menimbulkan serangan asma. Serangan asma karena aktifitas biasanya terjadi segera setelah selesai aktifitas tersebut. Klasifikasi Berdasarkan penyebabnya, asma bronkhial dapat diklasifikasikan menjadi 3 tipe, yaitu: Ekstrinsik (alergik) Ditandai dengan reaksi alergi yang disebabkan oleh faktor-faktor pencetus yang spesifik, seperti debu, serbuk bunga, bulu binatang, obat-obatan (antibiotik dan aspirin), dan spora jamur. Asma ekstrinsik sering dihubungkan dengan adanya suatu predisposisi genetik terhadap alergi. Intrinsik (non alergik) Ditandai dengan adanya reaksi non alergi yang bereaksi terhadap penctus yang tidak spesifik atau tidak diketahui, seperti udara dingin atau bisa juga disebabkan oleh adanya infeksi saluran pernafasan dan emosi. Serangan asma ini menjadi lebih berat dan sering sejalan dengan berlalunya waktu dan dapat berkembang menjadi bronkhitis kronis dan emfisema. Beberapa pasien akan mengalami asma gabungan. Asma gabungan Bentuk asma yang paling umum. Asma ini mempunyai karakteristik dari bentuk alergik dan non-alergik. Manifestasi Klinis Manifestasi Klinik pada pasien asthma adalah batuk, dyspne, dari wheezing. Dan pada sebagian penderita disertai dengan rasa nyeri dada pada penderita yang sedang bebas serangan tidak ditemukan gejala klinis, sedangkan waktu serangan tampak penderita bernafas cepat, dalam, gelisah, duduk dengan tangan menyanggah ke depan serta tampak otot-otot bantu pernafasan bekerja dengan keras. Ada beberapa tingkatan penderita asma yaitu : Tingkat I Secara klinis normal tanpa kelainan pemeriksaan fisik dan fungsi paru. Timbul bila ada faktor pencetus baik di dapat alamiah maupun dengan test provokasi bronkial di laboratorium. Tingkat II Tanpa keluhan dan kelainan pemeriksaan fisik tapi fungsi paru menunjukkan adanya tanda-tanda obstruksi jalan nafas. Banyak dijumpai pada klien setelah sembuh serangan. Tingkat III Tanpa keluhan.Pemeriksaan fisik dan fungsi paru menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas.Penderita sudah sembuh dan bila obat tidak diteruskan mudah diserang kembali. Tingkat IV Klien mengeluh batuk, sesak nafas dan nafas berbunyi wheezing. Pemeriksaan fisik dan fungsi paru didapat tanda-tanda obstruksi jalan nafas. Tingkat V Status asmatikus yaitu suatu keadaan darurat medis berupa serangan asma akut yang berat bersifat refrator sementara terhadap pengobatan yang lazim dipakai. Asma pada dasarnya merupakan penyakit obstruksi jalan nafas yang reversibel. Pada asma yang berat dapat timbul gejala seperti : Kontraksi otot-otot pernafasan, cyanosis, gangguan kesadaran, penderita tampak letih, takikardi. Patofisiologi Sumbatan mukus Edema Inflamasi dinding bronchus Spasme otot bronkus Tidak efektif bersihan jalan nafas Obstruksi saluran nafas (bronkhospasme) Alveoli tertutup Kurang pengetahuan Hipoksemia Gangguan pola nafas Penyempitan jalan nafas Asidosis metabolik Intoleransi aktivitas Peningkatan kerja pernafasan Peningkatan kebutuhan oksigen Penurunan masukan oral Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan Hiperventilasi Retensi CO2 Asidosis respiratorik Komplikasi Komplikasi yang dapat terjadi pada klien dengan asma adalah mengancam pada gangguan keseimbanga asam basa dan gagal nafas, pneumonia, bronkhiolitis, chronic persistent bronchitis, emphysema. Pemeriksaan penunjang Pemeriksaan Laboratorium Pemeriksaan sputum Untuk menentukan adanya infeksi dan mengidentifikasi pathogen Creole yang merupakan fragmen dari epitel bronkhus Pemeriksaan darah Untuk mengetahui Hiponatremia dan kadar leukosit, Pemeriksaan Scanning Paru Untuk menyatakan pola abnormal perfusi pada area ventilasi(ketidak cocokan/perfusi) atau tidak adanya ventilasi/perfusi. Pemeriksaan Spirometri Untuk menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas. Penatalaksanaan Prinsip umum dalam pengobatan pada asma bronhiale : Menghilangkan obstruksi jalan nafas. Mengenal dan menghindari faktor yang dapat menimbulkan serangan asma. Memberi penerangan kepada penderita atau keluarga dalam cara pengobatan maupun penjelasan penyakit. Penatalaksanaan asma dapat dibagi atas : Pengobatan dengan obat-obatan. Seperti : Beta agonist (beta adrenergik agent) Methylxanlines (enphy bronkodilator) Anti kolinergik (bronkodilator) Kortikosteroid Mast cell inhibitor (lewat inhalasi) Tindakan yang spesifik tergantung dari penyakitnya, misalnya : Oksigen 4-6 liter/menit. Agonis B2 (salbutamol 5 mg atau veneteror 2,5 mg atau terbutalin 10 mg) inhalasi nabulezer dan pemberiannya dapat di ulang setiap 30 menit-1 jam. Pemberian agonis B2 mg atau terbutalin 0,25 mg dalam larutan dextrose 5% diberikan perlahan. Aminofilin bolus IV 5-6 mg/kg BB, jika sudah menggunakan obat ini dalam 12 jam. sedang menggunakan steroid oral atau dalam serangan sangat berat. ASUHAN KEPERAWATAN ASMA I. Pengkajian a. Identitas klien 1) Riwayat kesehatan masa lalu : riwayat keturunan, alergi debu, udara dingin 2) riwayat kesehatan sekarang : keluhan sesak napas, keringat dingin. 3) Status mental : lemas, takut, gelisah 4) Pernapasan : perubahan frekuensi, kedalaman pernafasan. 5) Gastro intestinal : adanya mual, muntah. 6) Pola aktivitas : kelemahan tubuh, cepat lelah b. Pemeriksaan fisik Dada Palpasi : 1) Temperatur kulit 2) Premitus : fibrasi dada 3) Pengembangan dada 4) Krepitasi 5) Massa 6) Edema Auskultasi : 1) Vesikuler 2) Broncho vesikuler 3) Hyper ventilasi 4) Rochi 5) Wheezing 6) Lokasi dan perubahan suara napas serta kapan saat terjadinya. c. Pemeriksaan penunjang 1) Spirometri : Untuk menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas. 2) Tes provokasi : a) Untuk menunjang adanya hiperaktifitas bronkus. b) Tes provokasi dilakukan bila tidak dilakukan lewat tes spirometri. c) Tes provokasi bronchial Untuk menunjang adanya hiperaktivitas bronkus , test provokasi dilakukan bila tidak dilakukan test spirometri. Test provokasi bronchial seperti : Test provokasi histamin, metakolin, alergen, kegiatan jasmani, hiperventilasi dengan udara dingin dan inhalasi dengan aqua destilata. 3) Tes kulit : Untuk menunjukkan adanya anti bodi Ig E yang spesifik dalam tubuh. 4) Pemeriksaan kadar Ig E total dengan Ig E spesifik dalam serum. 5) Pemeriksaan radiologi umumnya rontgen foto dada normal. 6) Analisa gas darah dilakukan pada asma berat. 7) Pemeriksaan eosinofil total dalam darah. 8)  Pemeriksaan sputum. d. Pola Kesehatan Gordon Pola Persepsi terhadap Kesehatan Meliputi penanganan keluarga terhadap masalah kesehatan yang dihadapi. Pola Aktivitas dan latihan Kemampuan perawatan diri, skor: 0 = mandiri 1 = dibantu sebagian 2 = perlu dibantu orang lain 3 = perlu dibantu orang lain dan alat 4 = tergantung Pola istirahat dan tidur Waktu tidur, frekuensi, kualitas (sering, terbangun), perasaan saat tidur (tenang, gelisah), kebiasaan tidur. Pola nutrisi dan metabolik Kebiasaan makan, diet khusus, nafsu makan, pola makan (sering/jarang/teratur), antropometri, kesulitan menelan. Pola eliminasi Kebiasaan BAB/BAK, frekuensi, jumlah (sedikit/banyak), keluhan. Pola kognitif-perseptual Status mental (sadar/disorientasi/bingung/afasia). Bicara (normal/gagap) Pola konsep diri Pemahaman akan diri sendiri. Pola koping Respon dalam menghadapi koping adaptif dan mal adaptif. Pola seksualitas dan reproduksi Bekenaan dengan masalah genitalia/reproduksi. Pola peran-hubungan Sosialisasi dengan lingkungan sekitar dan perjalanan fungsi peran dalam keluarga dan masyarakat. Dukungan keluarga setelah masuk RS. Pola nilai dan kepercayaan Larangan agama, permintaan rohaniawan, hubungan penyakit dengan spiritual. II. Diagnosa Keperawatan Tidak efektifnya bersihan jalan nafas berhubungan dengan akumulasi mukus. Tidak efektifnya pola nafas berhubungan dengan penurunan ekspansi paru. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang tidak adekuat. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik. Kurangnya pengetahuan tentang proses penyakitnya berhubungan dengan kurangnya informasi III. Rencana Keperawatan Diagnosa 1 : Tidak efektifnya bersihan jalan nafas berhubungan dengan akumulasi mukus. Tujuan : Jalan nafas kembali efektif selama 15 menit. Kriteria hasil : Sesak berkurang, batuk berkurang, klien dapat mengeluarkan sputum, wheezing berkurang/hilang, vital sign dalam batas normal keadaan umum baik. Intervensi: a. Auskultasi bunyi nafas, catat adanya bunyi nafas, misalnya : wheezing, ronkhi. Rasional :Beberapa derajat spasme bronkus terjadi dengan obstruksi jalan nafas. Bunyi nafas redup dengan ekspirasi mengi (empysema), tak ada fungsi nafas (asma berat). b. Kaji / pantau frekuensi pernafasan catat rasio inspirasi dan ekspirasi. Rasional : Takipnea biasanya ada pada beberapa derajat dan dapat ditemukan pada penerimaan selama strest/adanya proses infeksi akut. Pernafasan dapat melambat dan frekuensi ekspirasi memanjang dibanding inspirasi. c. Kaji pasien untuk posisi yang aman, misalnya : peninggian kepala tidak duduk pada sandaran. Rasional : Peninggian kepala tidak mempermudah fungsi pernafasan dengan menggunakan gravitasi. d. Observasi karakteristik batuk, menetap, batuk pendek, basah. Bantu tindakan untuk keefektipan memperbaiki upaya batuk. Rasional : batuk dapat menetap tetapi tidak efektif, khususnya pada klien lansia, sakit akut/kelemahan. e. Berikan air hangat. Rasional : penggunaan cairan hangat dapat menurunkan spasme bronkus. f. Kolaborasi obat sesuai indikasi. Bronkodilator spiriva 1×1 (inhalasi). Rasional : Membebaskan spasme jalan nafas, mengi dan produksi mukosa. Diagnosa 2 : Tidak efektifnya pola nafas berhubungan dengan penurunan ekspansi paru. Tujuan: Pola nafas kembali efektif selama 1x24 jam. Kriteria hasil : Pola nafas efektif, bunyi nafas normal atau bersih, TTV dalam batas normal, batuk berkurang, ekspansi paru mengembang. Intervensi : 1. Kaji frekuensi kedalaman pernafasan dan ekspansi dada. Catat upaya pernafasan termasuk penggunaan otot bantu pernafasan / pelebaran nasal. Rasional : kecepatan biasanya mencapai kedalaman pernafasan bervariasi tergantung derajat gagal nafas. Expansi dada terbatas yang berhubungan dengan atelektasis dan atau nyeri dada 2. Auskultasi bunyi nafas dan catat adanya bunyi nafas seperti krekels, wheezing. Rasional : ronki dan wheezing menyertai obstruksi jalan nafas / kegagalan pernafasan. 3. Tinggikan kepala dan bantu mengubah posisi. Rasional : duduk tinggi memungkinkan ekspansi paru dan memudahkan pernafasan. 4. Observasi pola batuk dan karakter sekret. Rasional : Kongesti alveolar mengakibatkan batuk sering/iritasi. 5. Dorong/bantu pasien dalam nafas dan latihan batuk. Rasional : dapat meningkatkan/banyaknya sputum dimana gangguan ventilasi dan ditambah ketidak nyaman upaya bernafas. 6. Kolaborasi - Berikan oksigen tambahan - Berikan humidifikasi tambahan misalnya : nebulizer Rasional : memaksimalkan bernafas dan menurunkan kerja nafas, memberikan kelembaban pada membran mukosa dan membantu pengenceran sekret. Diagnosa 3 : Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang tidak adekuat. Tujuan : Kebutuhan nutrisi dapat terpenuhi selama 2x24 jam. Kriteria hasil : Keadaan umum baik, mukosa bibir lembab, nafsu makan baik, tekstur kulit baik, klien menghabiskan porsi makan yang disediakan, bising usus 6-12 kali/menit, berat badan dalam batas normal. Intervensi : Kaji status nutrisi klien (tekstur kulit, rambut, konjungtiva). Rasional : menentukan dan membantu dalam intervensi selanjutnya. Jelaskan pada klien tentang pentingnya nutrisi bagi tubuh. Rasional : peningkatan pengetahuan klien dapat menaikan partisipasi bagi klien dalam asuhan keperawatan. Timbang berat badan dan tinggi badan. Rasional : Penurunan berat badan yang signifikan merupakan indikator kurangnya nutrisi. Anjurkan klien minum air hangat saat makan. Rasional : air hangat dapat mengurangi mual. Anjurkan klien makan sedikit-sedikit tapi sering Rasional : memenuhi kebutuhan nutrisi klien. Kolaborasi - Konsul dengan tim gizi/tim mendukung nutrisi. Rasional : menentukan kalori individu dan kebutuhan nutrisi dalam pembatasan. - Berikan obat sesuai indikasi. - Vitamin B squrb 2×1. Rasional : defisiensi vitamin dapat terjadi bila protein dibatasi. - Antiemetik rantis 2×1 Rasional : untuk menghilangkan mual / muntah. Diagnosa 4 : Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik. Tujuan : Klien dapat melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri setelah dilakukan tindakan keperawatan. Kriteria hasil : KU klien baik, badan tidak lemas, klien dapat beraktivitas secara mandiri, kekuatan otot terasa pada skala sedang Intervensi : 1. Evaluasi respons pasien terhadap aktivitas. Catat laporan dyspnea peningkatan kelemahan/kelelahan dan perubahan tanda vital selama dan setelah aktivitas. Rasional : menetapkan kebutuhan/kemampuan pasien dan memudahkan pilihan intervensi. 2. Jelaskan pentingnya istirahat dalam rencana pengobatan dan perlunya keseimbangan aktivitas dan istirahat. Rasional : Tirah baring dipertahankan selama fase akut untuk menurunkan kebutuhan metabolik, menghemat energi untuk penyembuhan. 3. Bantu pasien memilih posisi nyaman untuk istirahat dan atau tidur. Rasional : pasien mungkin nyaman dengan kepala tinggi atau menunduk kedepan meja atau bantal. 4. Bantu aktivitas keperawatan diri yang diperlukan. Berikan kemajuan peningkatan aktivitas selama fase penyembuhan. Rasional :meminimalkan kelelahan dan membantu keseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen. 5. Berikan lingkungan tenang dan batasi pengunjung selama fase akut sesuai indikasi. Rasional : menurunkan stress dan rangsangan berlebihan meningkatkan istirahat. Diagnosa 5 : Kurangnya pengetahuan tentang proses penyakitnya berhubungan dengan kurangnya informasi Tujuan : Pengetahuan klien tentang proses penyakit menjadi bertambah setelah mendapat penjelasan dari perawat. Kriteria hasil : Mencari tentang proses penyakit : - Klien mengerti tentang definisi asma - Klien mengerti tentang penyebab dan pencegahan dari asma - Klien mengerti komplikasi dari asma Intervensi: 1. Diskusikan aspek ketidak nyamanan dari penyakit, lamanya penyembuhan, dan harapan kesembuhan. Rasional : informasi dapat manaikkan koping dan membantu menurunkan ansietas dan masalah berlebihan. 2. Berikan informasi dalam bentuk tertulis dan verbal. Rasional : kelemahan dan depresi dapat mempengaruhi kemampuan untuk mangasimilasi informasi atau mengikuti program medik. 3. Tekankan pentingnya melanjutkan batuk efektif atau latihan pernafasan. Rasional : selama awal 6-8 minggu setelah pulang, pasien beresiko besar untuk kambuh dari penyakitnya. 4. Identifikasi tanda atau gejala yang memerlukan pelaporan pemberi perawatan kesehatan. Rasional : upaya evaluasi dan intervensi tepat waktu dapat mencegah meminimalkan komplikasi. 5. Buat langkah untuk meningkatkan kesehatan umum dan kesejahteraan, misalnya : istirahat dan aktivitas seimbang, diet baik. Rasional : menaikan pertahanan alamiah atau imunitas, membatasi terpajan pada patogen. DAFTAR PUSTAKA Betz Cecily, Linda A Sowden. 2002. Buku Saku Keperawatan Pediatrik. EGC: Jakarta. Capernito, Lynda J. 2000. Diagnosa Keperawatan Aplikasi pada Praktik Klinis. EGC: Jakarta. Ngastiyah. 1997. Perawatan Anak Sakit. EGC: Jakarta. Kamus Kedokteran Dorland. Edisi 29.EGC: Jakarta. http://library.usu.ac.id/download/fk/keperawatan-dudut2.pdf 16