[go: up one dir, main page]

Academia.eduAcademia.edu
PKn M.1. PENGANTAR PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN KB.1. Negara, Bangsa, dan Masyarakat Indonesia Negara ialah tatanan dari rakyat, wilayah yang dimiliki dan dikuasai oleh pemerintahan yang sah dan berdaulat. Negara mempunyai kewenangan yang istimewa; membentuk angkatan bersenjata, lembaga peradilan, pemerintahan, parlemen, mencetak uang, menggunakan kekerasan di wilayah kedaulatannya. Pemerintah merupakan salah satu unsure aparatur Negara, sebagai kelompok sosial pada periode terbatas mendapat kesempatan memegang pucuk pimpinan eksekutif. Konsep Negara dan teori asal usul Negara didefinisikan beragam menurut para pakar. Hal ini tergantung dari sudut pandang mereka. Berdirinya suatu Negara, harus memenuhi syarat-syarat, yaitu adanya pemerintahan yang berdaulat, wilayah, warga Negara, dan pengakuan pihak lain. Bangsa adalah suatu kesatuan solidaritas, satu jiwa, dan satu asas spiritual yang tercipta oleh pengorbanan masa lalu demi masa depan generasi penerusnya. Faktor yang mempersatukan kelompok-kelompok masyarakat Indonesia sebagai bangsa ialah kesamaan latar belakang sejarah, tekad untuk hidup bersama guna mencapai cita-cita masa depan yang lebih baik (masyarakat adil dan makmur aman sentosa). Negara dan bangsa tidak sama, terdapat pemisahan bahkan dapat terjadi permusuhan. Masyarakat adalah keseluruhan kompleks hubungan individu yang luas dan terpola dalam lingkup yang besar (Negara) atau kecil dalam suatu suku bangsa atau kelompok sosial lainnya. Masyarakat warga Negara (civil society) atau masyarakat madani bukan berarti masyarakat sipil. Civil society adalah wilayah atau ruang public yang bebas, dimana individu, warga Negara melakukan kegiatan secara merdeka menyatakan pendapat, berserikat dan berkumpul. Dengan kata lain, civil society dapat kita pahami sebagai suatu tatanan kehidupan yang menginginkan kesejajaran hubungan antara warga Negara dengan Negara atas dasar prinsip saling menghormati, hubungan Negara dengan warga Negara bersifat konsultatif (tidak konfrontatif), warga Negara mempunyai kewajiban dan hak, dan Negara memperlakukan warga Negara secara adil, hak dan kebebasan yang sama equal right. Dalam kehidupan berbangsa, bernegara dan bermasyarakat (masyarkat warga Negara) diperlukan adanya kesatuan pola pikir, sikap dan tindakan. Bela Negara merupakan kewajiban dan hak setiap warga Negara. Oleh karena tanggung jawab kelangsungan hidup bangsa dan Negara adalah tanggung jawab bersama sebagai bangsa. Falsafah bangsa, pandangan hidup, ideology, dasar Negara, konstitusi, Wasantara dan Tannas merupakan kerangka dasar kehidupan nasional yang hierarkis. Pancasila merupakan falsafah, pandangan hidup, ideology/paham, dan dasar Negara yang tercantum dan tak terpisahkan dalam UUD 1945. Dalam mencapai tujuan nasional diperlukan teori-teori atau asas-asas yang diyakini kebenarannya sebagai pedoman dasar, Wasantara sebagai doktrin dasar dan Tannas sebagai doktrin pelaksanaan. KB.2. Makna dan Landasan Hukum Pendidikan Kewarganegaraan Pendidikan Kewarganegaraan Upaya sadar. Menyiapkan calon pemimpin. Mempunyai kecintaan, kesetiaan, dan keberanian, membela bangsa dan Negara. Dasar sejarah Upaya pada masa penjajahan. Gerakan yang dimulai pada tahun 1908. Ikrar Pemuda pada 28 Oktober 1928. Semangat pemuda pada masa Jepang. Proklamasi kemerdekaan. Perjuangan pada awal masa kemerdekaan. Pengkhianatan, pemberontakan, dan penyelewengan. Dasar Hukum UUD 1945: Pembukaan, Pasal 30 ayat (1), Pasal 31 ayat (1). Skep Bersama Mendikbud-Menhankam No. 22/U/1973KEP/B/43/XIII/1967. UU No. 20 tahun 1982 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pertahanan dan Keamanan Negara RI yang disempurnakan dengan UU No. 3 Tahun 2002 tentang UU Pertahanan Negara. Skep Bersama Mendikbud-Menhankam No. 001/N/1982KEP/002/II/1985. UU No. 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang disempurnakan dengan UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Keputusan Mendiknas No. 232/U/2000 tentang Penyusunan Kurikulum Pendidikan Tinggi dan Penilaian Hasil Belajar Mahasiswa Keputusan dengan Dikti No. 38/Dikti/Kep/2002. KB.3. Tujuan dan Ruang Lingkup Pendidikan Kewarganegaraan Pendidikan Kewarganegaraan diselenggarakan untuk menumbuhkan kesadaran bela Negara serta kemampuan berpikir secara komprehensif integral. Untuk mencapai tujuan itu Pendidikan Kewarganegaraan membahas Wasantara, Tannas, politik dan strategi nasional, politik dan strategi pertahanan keamanan, serta sistem pertahanan keamanan rakyat semesta. KB.4. Kaitan Hubungan Materi dengan Tujuan Pendidikan Kewarganegaraan Memahami dan mengenal lingkungan hidup bangsa dan cara pandang bangsa kita tentang diri dan lingkungan hidup bangsa Indonesia serta cara pandang bangsa Indonesia tentang diri dan lingkungannya merupakan syarat dasar untuk menumbuhkan rasa cinta tanah air. Bangsa Indonesia mempunyai konsep kemampuan (power) yang merupakan derivasi dari Pancasila, yaitu “Tannas”. Adalah kewajiban para pemimpin termasuk para mahasiswa sebagai calon pemimpin harus menjawab dan memahami konsepsi “Tannas”. Kemampuan/kekuatan (power) diwujudkan melalui pembangunan nasional. Kebijaksanaan dan strategi perencanaan dan pelaksanaan pembangunan nasional diwujudkan dalam bentuk GBHN (sekarang Propenas) oleh MPR setiap tahun. Oleh karena itu, pada hakikatnya GBHN (Propenas) adalah Politik Nasional dan Strategi Nasional. Cinta tanah air, kesadaran berbangsa dan bernegara dalam kerangaka Tannas yang diwujudkan dalam Pembangunan Nasional sesuai dengan arahan GBHN. Sekarang Propenas mutlak disertai dengan kerelaan berkorban untuk membela bangsa dan Negara. M.2. WAWASAN NUSANTARA KB.1. Latar Belakang Wawasan Nusantara Wasantara tumbuh dan berkembang sesuai dengan kepentingan nasional Indonesia, berangkat dari pengalaman sejarah bangsa Indonesia yang rawan perpecahan, keingingan untuk memanfaatkan konstelasi geografi Indonesia yang berupa kepulauan dan berada di tengah-tengah dunia (posisi silang) untuk kejayaan bangsa dan Negara. Oleh karena itu, bangsa Indonesia harus mempunyai cara pandang, cara lihat, cara tinjau terhadap diri dan lingkungannya. Cara pandang itu melihat kepulauan Indonesia (perairan dan pulau) dari segala aspek kehidupan di dalamnya menjadi satu kesatuan yang utuh. Cara pandang itu disebut sebagai Wasantara. Pandangan yang demikian ini berkaitan dengan konsep geopolitik dan geostrategic yang perlu mendapat pengakuan internasional. Oleh karena itu, bangsa Indonesia memperjuangkan dalam forum hukum laut internasional maupun menjadikan perjanjian dengan Negara-negara tetangga mengenai batas wilayah. Baru pada tahun 1982, konvensi Hukum Laut menerima asas Negara kepulauan dan asas nusantara diterima sebagai hukum internasional, dan bersamaan dengan itu pula ditetapkan perluasan yurisdiksi Negara-negara pantai di lautan bebas atau ZEE. Hasil konvensi ini disahkan pada bulan Agustus 1983 di New York. KB.2. Hakikat dan Unsur Dasar Wawasan Nusantara Wasantara adalah cara pandang bangsa Indonesia tentang diri dan lingkungan sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945 yang dilatarbelakangi oleh keadaan geografis Negara, serta sejarah yang dialaminya dan lingkungan strategic di sekitarnya. Jadi pada dasarnya, Wasantara merupakan perwujudan nilai-nilai Pancasila di dalam kehidupan kenegaraan dan kemasyarakatan. Wasantara merupakan landasan dalam menyusun, meningkatkan serta membina Tannas yang perwujudan dilaksanakan melalui pembangunan pada segala bidang kehidupan nasional. Landasan hukum Wasantara ialah TAP MPR sejak 1973-1993. Tujuan Wasantara ke dalam ialah mempersatukan bangsa Indonesia dalam semua aspek kehidupan nasionalnya dan ke luar, ikut serta dalam upaya penertiban dunia. Unsure dasar Wasantara meliputi wadah RI yang berwujud Nusantara, isi yang berupa falsafah Pancasila, dan tata laku yang tertuang dalam UUD 1945. Ajaran Wasantara ialah wujud dan isi kepribadian bangsa, yang hendak mewujudkan diri dalam lingkungan Nusantara yang sarwa Nusantara menurut cara-cara Indonesia di dalam kehidupan yang sarwa pula. Ikhtisar unsure dasar Wasantara. KB.3. Wasantara sebagai Landasan Ketahanan Nasional dan Pembangunan Nasional Wasantara merupakan sumber utama dan landasan dalam kehidupan nasional. Ia merupakan dunia ideal yang kita tuju dan sebagai landasan dari tannas. Tannas pada hakikatnya kemampuan dan ketangguhan bangsa, untuk menjamin kelangsungan hidupnya menuju kejayaan bangsa dan negara. Tannas ini merupakan dunia nyata yang perlu diwujudkan. Pembangunan nasional (bangnas) harus merupakan perwujudan wasantara dan memperkokoh tannas. Pada hakikatnya pembangunan nasional adalah proses kegiatan dalam mewujudkan tannas. berhasilnya pembangunan akan meningkatkan tannas dan tannas yang tangguh akan mendorong pembangunan nasional. Wajah wasantara sebagai: Wawasan nasional tannas Wawasan bangnas pola dasar bangnas Wawasan kewilayahan hukum laut pbb Wawasan hankam sishankamnas Wasantara harus selalu menjadi landasan dari setiap perencanaan, pelaksanaan dan pengembangan dalam tata kehidupan berbangsa, bernegara dan bermasyarakat. M.3. KETAHANAN NASIONAL (TANNAS) KB.1. Latar Belakang Tannas Indonesia Bangsa Indonesia mengalami penjajahan yang cukup lama, perlawanan demi perlawanan dilakukan, tetapi tidak pernah berhasil karena tidak adanya persatuan dan kesatuan dalam mengusir penjajah (Belanda, Inggris, Portugis, dan Jepang). Kendatipun kemerdekaan telah diproklamasikan, perlawanan terhadap penjajah yang ingin menguasai kembali Indonesia terus dilanjutkan dnegan perjuangan bersenjata dan diplomasi. Perjuangan bangsa Indonesia tidak bisa dipadamkan sampai Negara Kesatuan Republik Indonesia menjadi kenyataan. Perjuangan mengusir penjajah dan menghadapi berbagai macam bentuk konflik di dalam negeri namun tetap membuat NKRI tegak berdiri karena mempunyai keuletan atau kemampuan dan ketangguhan untuk mempertahankan diri sebagai bangsa yang merdeka. Hal inilah yang melahirkan konsep Tannas. Tannas adalah kondisi dinamik yang merupakan integrasi dan kondisi tiap-tiap aspek kehidupan bangsa dan Negara. Pada hakikatnya, tannas adalah kemampuan dan ketangguhan suatu bangsa untuk dapat menjamin kelangsungan hidupnya menuju kejayaan bangsa dan Negara. Untuk tetap memungkinkan berjalannya pembangunan nasional yang selalu harus menuju ke tujuan yang ingin kita capai dan agar dapat secara efektif dihancurkan ancaman-ancaman, diatasi tantangan-tantangan, dilenyapkan hambatan-hambatan, dan gangguan-gangguan yang timbul, baik dari luar maupun dari dalam, perlu dipupuk terus menerus. Tannas meliputi segala aspek kehidupan bangsa dan Negara. Berhasilnya pembangunan nasional akan meningkatkna tannas. Selanjutnya, tannas yang tangguh akan lebih mendorong lagi pembangunan nasional. KB.2. Pengertian Landasan, Asas, dan Ciri Tannas Indonesia Tannas pada hakikatnya adalah kemampuan dan ketangguhan suatu bangsa untuk menjamin kelangsungan hidupnya menuju kejayaan bangsa dan Negara. Dalam fungsinya sebagai system pengaturan dan penyelenggaraan kehidupan nasional maka dalam penyelenggaraan atau pembinaan tannas dilakukan dengan pendekatan kesejahteraan dan keamanan. Kedua pendekatan itu (kesejahteraan-keamanan) tidak kita pisahkan dan hanya bisa dibedakan bak satu keeping mata uang, sisi yang satu berupa aspek kesejahteraan dan sisi yang lainnya berupa aspek keamanan. Penekanan pada salah satu aspek tergantung pada kondisi yang dihadapi oleh suatu bangsa. Tannas dilandasi oleh Wasantara dalam upaya mencapai tujuan dan cita-cita bangsa sebagai pengejawantahan Pancasila. Asas tannas, yaitu (1) pendekatan kesejahteraan dan keamanan, (2) komprehensif dan integral. Sebagai doktrin ia merupakan cara terbaik yang diakui kebenarannya dan dijadikan pedoman dalam memenuhi tuntutan perkembangan, bangsa dan lingkungan untuk kelangsungan hidup dan kejayaan bangsa dan Negara. Sebagai metode pemecahan masalah maka ia akan menjelaskan: Kondisi kehidupan nasional dalam suatu waktu; Memprediksi kehidupan nasional pada waktu yang akan datang; Mengendalikan kehidupan nasional agar sesuai dengan kondisi yang diharapkan atau ditetapkan. Selain mempunyai asas ia juga mempunyai sifat, yaitu (1) manunggal, (2) mawas ke dalam dan ke luar, (3) kewibawaan, (4) berubah menurut waktu, (5) tidak membenarkan adu kekuatan atau adu kekuasaan, dan (6) percaya pada diri sendiri. Tannas sebagai konsepsi pengaturan dan penyelenggaraan system kehidupan nasional mempunyai wajah dan fungsi. Wajah tannas dalam bentuk kondisi, doktrin, dan metode. Sebagai kondisi merupakan totalitas segenap aspek kehidupan bangsa yang didasarkan nilai persatuan dan kesatuan (Wasantara) untuk mewujudkan daya tangkal, daya kekebalan dan daya kena dalam berinteraksi dengan lingkungan. Sebagai doktrin ia merupakan cara terbaik yang ada untuk mengimplementasikan pendekatan kesejahteraan dan keamanan. Sebagai metode ia merupakan cara pemecahan masalah nasional dalam perkembangan bangsa dan untuk kelangsungan hidup bangsa dan Negara. Fungsi tannas adalah sebagai doktrin perjuangan nasional, metode pembinaan kehidupan nasional, pola dasar pembangunan nasional dan sebagai system kehidupan nasional. KB.3. Pendekatan Astagatra, Keterkaitan Antargatra, dan Ketahanan Gatra dalam Sistem Tannas Indonesia Pengelompokan bidang kehidupan bangsa Indonesia dibuat dalam 8 kelompok gatra (model) bidang kehidupan. Kedelapan gatra tersebut (Astagatra) dibagi dalam dua kelompok, yaitu trigatra (geografi, sumber kekayaan alam, dan demografi) dan pancagatra (ideology, politik, ekonomi, sosial budaya, dan hankam). Gatra-gatra tersebut dapat dibedakan secara teoretik tetapi tidak bisa dipisahkan karena keterkaitan yang kuat satu sama lain. Oleh karena itu, astagatra ini harus dilihat secara holistic dan integral (bulat utuh menyeluruh). Trigatra bersifat statis dan Pancagatra bersifat dinamis. Trigatra merupakan modal dasar untuk meningkatkan Pancagatra. Kelemahan di dalam satu gatra dapat mempengaruhi gatra yang lain dan sebaliknya meningkatnya kekuatan pada salah satu gatra dapat meningkatkan gatra yang lain (sinergi). Tannas pada hakikatnya adalah upaya untuk meningkatkan kesejahteraan dan keamanan. Dalam rangka itu, peranan gatra terhadap kondisi kesejahteraan dan keamanan sebagai berikut. Ada gatra yang sama besar peranannya untuk kesejahteraan dan keamanan. Ada gatra yang lebih besar peranannya untuk kesejahteraan daripada keamanan. Ada gatra yang lebih besar peranannya untuk keamanan daripada kesejahteraan. Trigatra, ideology, politik peranannya sama besar dalam kesejahteraan dan keamanan. Gatra ekonomi, sosial budaya lebih besar untuk kesejahteraan daripada keamanan. Hankam lebih besar untuk keamanan daripada kesejahteraan. Tannas merupakan resultan (hasil) dari ketahanan masing-masing aspek kehidupan (gatra). KB.4. Perwujudan Tannas Indonesia Dalam upaya mewujudkan tannas Indonesia maka harus dilakukan pembangunan dalam segenap aspek kehidupan bangsa Indonesia (Ideologi, Politik, Ekonomi, Sosial Budaya, dan Hankam). Pembangunan di bidang ideology diarahkan pada penghayatan dan pengamalan Pancasila, sebagai penuntun dan pegangan hidup dalam kehidupan bermasyarakat berbangsa dan bernegara bagi setiap warga Negara Indonesia. Hanya ideology Pancasila yang paling tepat atau cocok bagi masyarakat majemuk seperti Indonesia. Ideologi Pancasila merupakan ideology “lintas cultural” yang telah diterima oleh rakyat Indonesia dan telah diuji kebenarannya. Pembangunan di bidang politik telah menghasilkan kerangka landasan system politik demokrasi Pancasila. Sementara itu budaya politik, komunikasi politik dan partisipasi politik perlu dikembangkan. Selain itu, perlu diciptakan keseimbangan kekuatan antara suprastruktur, infrastruktur dan substruktur politik di Indonesia. Pembangunan nasional dilakuan untuk mengatasi kelemahan-kelemahan tersebut di atas sehingga akan memperkokoh ketahanan bidang politi Indonesia. Pembangunan di bidang ekonomi telah membuat struktur perekonomian kita makin seimbang antara sector pertanian, industry dan jasa serta pertumbuhan perekonomian yang cukup tinggi. Namun demikian, perlu dikokohkan perindustrian kita (industry hulu – industry hilir) sehingga tingkat ketergantungan kita kepada barang impor rendah, ekspor non-migas ditingkatkan yang akan mendorong peningkatan devisa Negara, serta high cost ekonomi dihilangkan. Dengan demikian, diharapkan pertumbuhan perekonomian dan pemerataan hasil-hasil pembangunan lebih meningkat. Hal ini akan memperkokoh tannas Indonesia di bidang ekonomi. Pembangunan nasional di bidang sosial budaya meningkatkan kesadaran masyarakat tentang kemajemukan bangsanya (Bhinneka Tunggal Ika) sehingga makin meningkatkan kecerdasan dan kesejahteraan rakyat. Tetapi yang masih perlu diperhatikan dalam pembangunan nasional, ialah dihilangkannya sikap primordialisme, kolusi, korupsi dan nepotisme. Ditingkatkannya disiplin nasional, pemasyarakatan budaya Pancasila, dan peningkatan keteladanan oleh para pemimpin di semua tingkat, baik itu pemimpin formal maupun informal. Peningkatan pembangunan untuk mengatasi kelemahan-kelemahan di bidang sosial budaya ini akan memperkokoh ketahanan sosial budaya Indonesia. Pembangunan di bidang hankam telah menanamkan tradisi pejuang dan doktrin hankamrata yang diterapkan ke dalam sishankamrata. Namun demikian, sishankamrata tersebut masih perlu ditingkatkan dan dimasyarakatkan, kesadaran bela Negara dalam arti luas perlu dimasyarakatkan. Peningkatan pembangunan untuk mengatasi kelemahan-kelemahan akan memperkokoh ketahanan, di bidang pertahanan dan keamanan Indonesia. KB.5. Pembinaan Tannas Indonesia Pembangunan nasional yang dilakukan oleh bangsa Indonesia, pada dasarnya untuk mewujudkan tannas. Titik berat pembangunan nasional pada bidang ekonomi karena bidang ekonomi ini mempunyai “daya biak” terhadap bidang-bidang kehidupan lainnya, untuk meningkatkan spectrum kemampuan kita sebagai bangsa dan Negara. Peningkatan spectrum kemampuan tersebut untuk menghasilkan daya kembang, daya tangkal dan daya kena. Untuk itu, diperlukan dukungan sumber daya manusia yang “berkualitas”. SDM yang berkualitas tinggi (menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi serta dilandasi oleh iman dan taqwa berakar pada budaya Pancasila) merupakan kunci dari peningkatan tannas. Oleh karena itu, dalam pembangunan nasional, pembangunan SDM merupakan titik sentral dan hal ini sejalan dengan hakikat pembangunan nasional Indonesia yaitu pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan seluruh masyarakat Indonesia. Dalam pembangunan nasional diperlukan pimpinan nasional yang kuat, berwibawa, serta mampu mempersatukan bangsa serta mempunyai visi ke depan membawa bangsa Indonesia dalam mencapai tujuan dan cita-cita nasional. Dalam ketatanegaraan Indonesia, mekanisme kepemimpinan nasional telah ditetapkan yang dikenal dengan mekanisme kepemimpinan 5 tahun yang dibagi dalam 13 tahapan. Dalam kehidupan berbangsa, bernegara dan bermasyarakat ini perlu diwaspadai masih adanya bahaya laten yang bersifat ideologis maupun non-ideologis yang ingin memecah belah kita sebagai bangsa. Untuk itu, diperlukan kewaspadaan nasional yang sejalan dengan itu yakni berkehidupan Pancasila (budaya Pancasila) yang diaktualisasikan dalam kehidupan sehari-hari. M.4. KETAHANAN NASIONAL INDONESIA DALAM MENGHADAPI ERA GLOBALISASI KB.1. Globalisasi sebagai Tantangan Globalisasi adalah gejala menyatunya kehidupan manusia di dunia tanpa mengenal batas-batas fisik-geografik dan sosial. Ia dipicu dan dipacu oleh kemajuan pesat dalam bidang teknologi yang dikenal dengan istilah triple “t” revolution, yaitu perkembangan kemajuan di sector teknologi komunikasi informasi, transportasi dan trade (liberalisasi perdagangan). terdapat empat jenis proses yang menyatukan kehidupan manusia, yaitu citra global, mal global, tempat kerja global, dan keuangan global. globalisasi merupakan tantangan, dan menurut champy, lingkungan yang mampu menghadapi tantangan masa depan itu yaitu lingkungan yang merangsang pemikiran majemuk. Lingkungan itu tidak mungkin lagi ditentukan oleh produsen, tetapi oleh suatu tim yang sadar akan tujuan yang dicapai dan peka terhadap keinginan konsumen. Untuk memenuhi selera pasar “konsumen” diperlukan manusia-manusia yang menguasai ilmu dan keterampilan tertentu serta menjalankan instruksi pimpinan dengan penuh tanggung jawab. Masyarakat masa depan merupakan masyarakat “meritokrasi”, yaitu masyarakat yang menghormati prestasi daripada statusnya dalam organisasi. Selain itu, lingkungan yang menghormati seseorang yang dapat menuntaskan pekerjaannya dan bukan berdasarkan kedudukannya di dalam organisasi. akibat hubungan bisnis (perdagangan) yang telah menyatukan kehidupan manusia maka timbul kesadaran yang lebih intern terhadap hak-hak dan kewajiban asasi manusia. Sejalan dengan itu, kehidupan demokrasi semakin marak dan manusia ingin menjauhkan diri dari berbagai bentuk penindasan, kesengsaraan, dictator dan perang. Oleh karena itu, liberalisasi dalam bidang ekonomi ini menuntut liberalisasi dalam bidang politik, dimana keduanya harus berjalan seiring dan saling menunjang. manusia ingin hidup bersama, saling bantu, saling menguntungkan di dunia. Solidaritas umat manusia semakin kental dan semakin bersatu dan karena itu menuntut pula pendidikan yang lebih baik, derajat kesehatan yang lebih tinggi (peningkatan kualitas sdm), penghapusan kemiskinan dan hidup bersama dalam suasana damai. Nilai-nilai positif dari globalisasi (kesejagatan) ini mempunyai dimensi-dimensi baru yang tidak dikenal sebelumnya seperti kriminalitas internasional, pembajakan dan terorisme internasional, penyakit baru yang dengan cepat menyebar ke seantero dunia. Transformasi ini berjalan dengan menghadapi tantangan sebagaimana dikatakan oleh john nasibitt, globalisasi mengandung berbagai paradox. di satu pihak, ekonomi global menuju satu kesatuan, tetapi di pihak lain terjadi tren politik lahirnya ratusan negara baru. Dalam kaitan ini, apakah globalisasi itu akan menghilangkan nation state (negara bangsa) dan identitas bangsa. Buah pikiran kenechi ohmae dalam “dunia tanpa batas” bukan dimaksudkan demikian. Apa yang dikemukakan terutama dalam bidang bisnis komunikasi dan informasi memang akan menembus batas-batas nation, tetapi tidak dengan sendirinya menghilangkan identitas suatu bangsa. apabila kita mengenal bentuk-bentuk budaya yang terikat pada waktu dan pada tempat yang beraneka ragam dengan kekhasannya, kini dengan proses globalisasi menjadi ancaman. Kontak budaya tidak terelakkan akibat komunikasi yang semakin lancer. Terjadilah relativitas nilai budaya dan memungkinkan munculnya sinkretisme budaya yang sifatnya transnasional. di sisi lain kita melihat akibat desploitasi sumber daya, gaya hidup yang konsumerisme, urbanisasi, dan pembangunan yang ekstensif dan intensif dengan segala eksesnya menjadi bencana bagi umat manusia dan makhluk hidup lainnya di planet bumi yang hanya satu ini. di sisi lain kita melihat keterbatasan daya dukung planet bumi karena terbatasnya sumber daya alam dan jumlah penduduk yang terus bertambah secara eskponensial serta perusakan bumi oleh manusia itu sendiri. Melihat hal ini kita bisa berpandangan pesimis, namun ada juga yang berpandangan optimis karena pada dasarnya manusia dapat memecahkan masalahnya sendiri akibat dari kemampuan teknologi yang diciptakan. dalam kondisi ini muncul gagasan yang optimis, yaitu hendaknya umat manusia membuat suatu “kampung global” (global village) tempat hidup manusia bersama-sama memecahkan masalahnya mengenai dunia yang makmur, damai dan sejahtera. Sejalan dengan itu gagasan pemerintah global (global government) diutarakan karena kekhawatiran umat manusia atas bumi yang memerlukan pemeliharaan agar pembangunan dapat berkesinambungan (sustainable development). KB.2. Globalisasi dan Nasionalisme Globalisasi yang dipercepat dengan pertumbuhan luar biasa dari media massa melalui media telekomunikasi dianggap akan menghilangkan batas geografi suatu Negara. Akibatnya, nasionalisme akan kehilangan wujud aslinya dan berganti menjadi universalisme atau globalisme, dimana orang akan menjadi warga dunia, bukan warga suatu Negara yang batas-batas geografiknya sudah jelas. Pemikiran ini berangkat dari buah pikiran Kenichi Ohmae, yaitu “Dunia Tanpa Batas”. Apa yang diutarakan terutama dalam bidang-bidang bisnis, telekomunikasi atau informasi maupun transportasi akan menembus batas-batas Negara, tetapi tidak dengan sendirinya akan menghilangkan Negara, bangsa, dan identitas suatu bangsa. Nasionalisme tetap ada dan relevan dibicarakan mengingat: Manusia bukanlah sekedar mass product, tetapi makhluk yang berakal, berperasaan dan berbudaya; Fitrah manusia sebagai makhluk sosial yang bergolong-golong (primordial). Primnordialisme akan meluas ke arah nasionalisme. Oleh karena itu, nasionalisme tidak akan lenyap karena saat ini dengan mudah melakukan komunikasi dengan manusia lain di belahan bumi lain dalam waktu yang relative singkat; Proses globalisasi tidak akan berjalan secara mekanistik dan pada akhirnya proses tersebut diciptakan dan dikendalikan oleh manusia. Ancaman bagi nasionalisme bukanlah dari globalisasi (eksternal) melainkan banyak ditentukan dari masalah-masalah internal yaitu dari situasi ekonomi, sosial, politik, dan keamanan di dalam negeri. Nasionalisme dewasa mempunyai objek yang berbeda jika dibandingkan dengan nasionalisme di masa penjajahan. Di masa penjajahan, objek bagi nasionalisme adalah “penjajah” yang ditampilkan dalam bentuk kesediaan untuk ikut berjuang melawan penjajah. Setelah merdeka, nasionalisme mempunyai objek “Negara dan bangsa” sendiri sebagai penentu kadar nasionalisme seseorang. Dengan demikian, nasionalisme dewasa ini berkembang dari persepsi individuu warga Negara terhadap negaranya karena penjajah sudah pergi.”Negara dan bangsanya” maka kecintaan terhadap bangsa dan negaranya akan tetap terjaga dan jika persepsinya jelek maka kecintaan terhadap bangsa dan Negara akan turun atau hilang sama sekali. Kesalahan umum yang sering terjadi di dalam memahami kadar nasionalisme suatu bangsa, adalah upaya secara tidak sadar untuk mencampuradukkan persepsi pribadi terhadap orang lain, dengan persepsi individu terhadap bangsa dan negaranya. Dalam Negara demokrasi, perbedaan pendapat adalah suatu yang wajar bahkan merupakan karakter dari demokrasi itu. Menghargai pendapat orang lain adalah salah satu cirri dari demokrasi tersebut. Oleh karena itu, orang yang mengkritik suatu keadaan atau suatu system belum tentu didorong oleh rasa bencinya terhadap bangsa dan negaranya, tetapi mungkin karena rasa cinta terhadap bangsa dan Negara untuk meluruskan sesuatu yang dianggap bisa merusak kehidupan berbangsa dan bernegara. Tantangan utama dalam mempertahankan nasionalisme tidak ditentukan semata-mata oleh tantangan dari luar, melainkan tantangan tersebut dapat berwujud upaya untuk menjaga citra bangsa dan Negara agar selalu positif dan dengan demikian menjadi kebanggaan bagi seluruh warga Negara. Belajar dari pengalaman pembangunan di Negara-negara tetangga yang dapat menumbuhkan kebanggaan terhadap bangsa dan Negara maka harus ditumbuhkan etika kepemimpinan dan etika sosial yang berlandaskan kejujuran, kerja keras dan hemat dalam upaya menuju masyarakat Indonesia yang modern. Sebagaimana yang diwasiatkan oleh pendiri Republik in, Soekarno, bahwa kebesaran bangsa dan kemakmuran tidak pernah jatuh gratis dari langit, tetapi selalu merupakan kristalisasi keringat (kerja keras). Sementara itu, dalam era globalisasi ini di mana derasnya isu demokratisasi, hak asasi manusia dan lingkungan hidup yang melanda dunia, sebagai bangsa Indonesia, kita dapat menerima dan mengkaji dengan arif berdasarkan paradigm (sudut pandang) dan metode berpikir Pancasila. Mengkaji suatu permasalahan dan perspektif liberal, sosialis komunis maupun fundamentalis agama pasti akan menghasilkan produk dari manusia lain yang tidak sering bahkan bertentangan dnegan akar budaya bangsa kita “Pancasila” yang menganut paham keseimbangan, keselarasan dan keserasian hubungan antara Engkau yang abadi (Tuhan YME, sila 1), aku (manusia dalam konsep abstrak, sila 2) dan sosialitas manusia (sila 3, 4 dan 5). Konsep dasarnya ialah kemahaesaan Tuhan, manusia adalah makhluk individu serentak sebagai makhluk sosial “integralisme”. KB.3. Meningkatkan Ketahanan Nasional Indonesia dalam Menghadapi Era Globalisasi Globalisasi membawa angin perubahan terhadap kehidupan Negara dan bangsa. Hubungan umat manusia antarnegara sangat intens seakan-akan menggilas Negara bangsa (nation state) dan membangun citra global. Sebagai bangsa Indonesia, dengan berpijak pada budaya Pancasila, kita harus siap menghadapi kekuatan global tersebut, agar tetap eksis sebagai suatu bangsa dalam pergaulan dunia. Untuk itu, kita mengetahui kekuatan dan kelemahan yang kita miliki dalam segenap aspek kehidupan (Astagatra). Kekuatan yang kita miliki dalam Astagatra (geografi, sumber kekayaan alam, demografi, ideology, politik, ekonomi, sosial budaya, dan Hankam) hendaknya dapat dipertahankan, ditingkatkan dan dikembangkan, sedangkan kelemahan-kelemahan yang ada hendaknya dapat diatasi dan diubah menjadi kekuatan untuk meningkatkan tannas di dalam menghadapi era globalisasi. Kunci dalam meningkatkan tannas Indonesia adalah peningkatan kualitas sumber daya manusia Indonesia adalah peningkatan kualitas SDM Indonesia yang menuju kepenguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) yang dilandasi oleh iman dan taqwa (imtaq). Hal ini sejalan dengan hakikat pembangunan nasional, yaitu pembangunan manusia dari masyarakat Indonesia seutuhnya. Dalam pembangunan nasional yang kita lakukan untuk meningkatkan tannas dilandasi oleh Wasantara. Penerapan pendekatan tannas dalam pembangunan nasional, berarti kita melihat kekuatan dan kelemahan bangsa Indonesia dalam seluruh aspek kehidupan (Astagatra) secara komprehensif integral, membangun secara bersinergi aspek kehidupan bangsa tersebut. Wasantara merupakan landasan atau kerangka dan visi yang menikat bangsa Indonesia dalam pembangunan nasional sehingga hasil pembangunan yang kita capai atau tingkat tannas yang dihasilkan tetap dalam kerangka atau ikatan persatuan dan kesatuan segenap aspek kehidupan bangsa Indonesia dan dapat memberikan jaminan terhadap identitas dan integritas bangsa Indonesia dan NKRI serta tercapainya tujuan dan cita-cita nasional. Oleh karena itu, dalam pembangunan nasional untuk mencapai tingkat tannas yang kita harapkan di dalam mengarungi bahtera globalisasi ini diperlukan pengaturan-pengaturan dalam aspek Trigatra dan pancagatra. Dalam aspek Trigatra diperlukan pengaturan ruang wilayah nasional yang serasi antara kepentingan kesejahteraan dan kepentingan keamanan, pembinaan kependudukan, pengelolaan sumber kekayaan alam dengan memperhatikan asas manfaat, daya saing dan kelestarian. Dalam aspek pancagatra diperlukan pemahaman penghayatan dan pengamalan Pancasila di dalam kehidupan kita berbangsa, bernegara dan bermasyarakat. Penghayatan budaya politik Pancasila, mewujudkan perekomonian yang efisien, pemerataan dan pertumbuhan yang tinggi untuk mencapai kesejahteraan yang meningkat bagi seluruh rakyat, memantapkan identitas nasional Bhinneka Tunggal Ika, dan memantapkan kesadaran bela Negara bagi seluruh rakyat Indonesia. Selanjutnya, di dalam gerak pembangunan yang kita lakukan perlu diperhatikan keterpaduan yang sejalan dengan konsepsi tannas, yaitu keterpaduan antara Pemerintah dengan Daerah dan keterpaduan antara sector-sektor pembangunan dan di dalam sector pembangunan. Dengan konsep keterpaduan ini (pendekatan tannas) akan kita peroleh nilai tambah yang tinggi dalam upaya meningkatkan kesejahteraan dan keamanan rakyat (tannas yang semakin meningkat) sehingga kita tetap bertahan hidup, betapa pun besarnya badai kehidupan yang datang menghantam di era kesejagatan ini. Badai kehidupan tersebut pasti dapat kita atasi dan pasti berlalu. M.5. POLITIK DAN STRATEGI NASIONAL KB.1. Pengertian dan Landasan Politik dan Strategi Nasional (Polstranas) Politik nasional adalah asas, haluan dan kebijaksanaan Negara tentang pembinaan serta penggunaan potensi nasional dalam bangnas untuk mencapai tujuan nasional. Politik nasional mencakup politik dalam negeri, politik ekonomi, politik pertahanan dan keamanan. Factor yang mempengaruhi politik nasional ialah ideology, ekonomi, sosial budaya dan Hankam. Stranas adalah “tata cara” untuk melaksanakan politik/kebijaksanaan nasional untuk mencapai sasaran dan tujuan nasional. Kebijaksanaan nasional (National Policies) yaitu rencana alokasi sumber kemampuan bangsa, dari rincian langkah-langkah dan tahapan waktu yang diperlukan untuk mencapai sasaran nasional. Sasaran nasional (National Objectives) yaitu kondisi nyata yang hendak dicapai dengan melibatkan usaha dan sumber kemampuan yang tersedia yang telah ditetapkan melalui kebijaksanaan nasional. Sasaran nasional ini kemudian diwujudkan melalui sejumlah kegiatan nasional (National Commitment). Landasan politik dan strategi nasional ialah Tannas, Wasantara, UUD 1945, dan Pancasila. System perencanaan strategic adalah perangkat untuk mengendalikan seluruh tingkat perencanaan dalam upaya mencapai sasaran nasional. Untuk itu, diperlukan perencanaan strategic guna menghadapi masa depan yang merupakan alternative strategi terbaik dalam menghadapi ATHG yang mungkin timbul demi membangun kemampuan dan ketangguhan. Dalam merencanakan masa depan tersebut dilakukan secara berjenjang, yaitu sebagai berikut. Rencana jangka panjang (10-25 tahun), pola umum pembangunan nasional. Rencana jangka sedang (menengah) 5 tahun (rencana pembangunan 5 tahun). Rencana jangka pendek (1 tahun) program pembangunan tahunan. Ketiga jenjang perencanaan ini merupakan satu kesatuan yang tak terpisahkan. KB.2. Implementasi Politik dan Strategi Nasional pada Bidang-bidang Pembangunan Nasional Polstranas pada hakikatnya adalah kebijaksanaan nasional dalam menentukan cita-cita, tujuan, sasaran, program, dan cara-cara mencapainya. Wujud Polstranas dalam NKRI adalah GBHN yang ditetapkan oleh MPR. Untuk melaksanakan GBHN tersebut MPR menugaskan kepada Presiden/Mandataris MPR. Selain melaksanakan GBHN, MPR menugaskan kepada Presiden/Mandataris MPR menyusun dan menetapkan Repelita. Presiden menetapkan arahan landasan kerja, tugas pokok, dan sasaran untuk melaksanakan GBHN. Lembaga pemerintah departemental dan non-departemental sesuai dengan arahan Presiden menyusun rencana strategic sesuai dengan bidang pembangunan sebagai bahan Repelita untuk kemudian dijabarkan dalam pelaksanaan pembangunan tahunan (APBN). Untuk mencapai cita-cita dan tujuan nasional tersebut maka dilakukan bangnas secara berkelanjutan (era pembangunan nasional). Bangnas yang berkelanjutan tersebut dibuat secara berjenjang yaitu jangka panjang, jangka menengah, dan jangka pendek. Ketiga kategori penjenjangan pembangunan ini berkaitan satu sama lain, dimana pembangunan jangka pendek (tahunan dalam bentuk RAPBN) merupakan implementasi bangnas untuk mencapai arah, sasaran, dan kebijaksanaan pembangunan yang tertuang dalam jangka menengah (Repelita). Demikian pula halnya, Repelita untuk mencapai arah, sasaran dan kebijaksanaan pembangunan pada periode (babakan) pembangunan jangka panjang (PJPT). Jika pola pikir ini dibalik maka arah, sasaran dan kebijksanaan pembangunan yang ada pada PJPT menjadi landasan/acuan pembangunan Repelita dan arah sasaran dan kebijaksanaan pembangunan pada Repelita menjadi landasan/acuan pembangunan tahunan (RAPBN). M.6. DEMOKRASI KB.1. Pengertian Demokrasi Kata demokrasi sangat populer di dunia karena banyak Negara di dunia menggunakan demokrasi sebagai landasan sistem politik kenegaraan yang mengatur kehidupan individu dalam bermasyararat, berbangsa dan bernegara. Ungkapan kata demokrasi sendiri bermakna “rakyat yang berkuasa” dan kalau diterjemahkan dalam pemerintahan maka dapat berarti pemerintahan dari rakyat oleh rakyat dan untuk rakyat. Demokrasi dapat dipandang dari sudut individu dan masyarakat. Dari sudut pandang individu kita mengenal demokrasi liberal. Dari sudut pandang masyarakat kita mengenal demokrasi non-liberal (kepentingan masyarakat lebih diutamakan daripada kepentingan individu). Ada dua aliran kelompok pemikiran dalam demokrasi, yaitu aliran demokrasi konstitusional dan kelompok aliran yang menamakan dirinya komunisme. KB.2. Perkembangan Demokrasi dari Abad XIX ke Abad XX Perkembangan demokrasi pada abad XIX lebih menekankan pada bidang hukum karena dominan pengaruh hak-hak individu. Negara dan pemerintah tidak banyak turut campur dalam urusan warganya, kecuali berkaitan dengan kepentingan umum. Pemerintah yang baik adalah pemerintah yang sedikit memerintah. Negara seperti penjaga malam. Konsep laisses faire laisses aller berpeluang mandiri, tetapi juga berpeluang menuju penindasan atas sesame. Wajah baru demokrasi abad XX berangkat dari pengalaman abad XIX tersebut. Negara dan pemerintah berperan luas. Penjaga malam tidak hanya bertugas secara pasif tetapi berperan aktif dalam mengatur kehidupan dan bertanggung jawab atas kesejahteraan masyarakat. KB.3. Praktik Demokrasi di Indonesia Praktik demokrasi di Indonesia sebenarnya sudah lama dilaksanakan. Praktik musyawarah mufakat merupakan bagian integral dari demokrasi. Sejak kemerdekaan Indonesia 1945 sampai tahun 1959 Indonesia melaksanakan demokrasi parlementer dalam pemerintahan, kemudian melaksanakan demokrasi terpimpin dalam kurun waktu 1959 – 1965, dan sejak runtuhnya rezim orde lama digantikan dengan orde baru melaksanakan demokrasi Pancasila sampai sekarang. Gejala dalam demokrasi parlementer pemerintahan tidak stabil karena kuatnya peranan partai politik dan pembangunan terhambat. Dalam demokrasi terpimpin kuatnya peranan presiden sebagai pusat kekuasaan dan melemahnya kekuatan partai politik. Begitu pula dalam demokrasi Pancasila di zaman orde baru dominasi eksekutif masih tetap kuat, parlemen seolah-olah merupakan subordinasi dari eksekuktif. Perbaikan terus dilakukan sejalan dengan pergantian orde baru dengan orde reformasi. UU Dasar diamandemen, MPR terdiri atas anggota DPR dan anggota DPD yang dipilih langsung oleh rakyat, begitu juga presiden dipilih langsung oleh rakyat. KB.4. Prakondisi yang Perlu Diciptakan dalam Pelaksanaan Demokrasi Demokrasi akan cepat berkembang pada masyarakat kapitalis dan pada masyarakat feodalis, birokratis demokrasi akan berjalan tersendat-sendat. Ini bukan berarti di Indonesia demokrasi tidak bisa berkembang. Makin tinggi tingkat pendidikan masyarakat, kesejahteraan yang makin meningkat dan surutnya kultur feodalisme membuat demokrasi berkembang pesat di Indonesia. Demokrasi sudah menjadi kebutuhan masyarakat dalam berbagai aspek kehidupan berbangsa, bernegara dan bermasyarakat. Sebagai pedoman dalam kehidupan maka ia mempunyai nilai-nilai, yaitu perlindungan terhadap hak-hak dasar, kebebasan berekspresi dan berkesadaran, privasi masyarakat sipil, keadilan dan persamaan. Demokrasi juga dilandasi oleh prinsip-prinsip moral, yaitu keyakinan atas nilai dan martabat manusia, kebebasan manusia, penegakan hukum, menuju pada perbaikan dan persamaan. M.7. Hak Asasi Manusia KB.1. Makna, Hakikat dan Perkembangan Pemikiran HAM HAM adalah hak-hak yang melekat pada diri manusia yang telah diperoleh dan dibawa bersamaan dengan kelahiran di dalam kehidupan bermasyarakat. Disebut HAM karena melekat pada eksistensi manusia yang bersifat universal, merata dan tidak dapat dialihkan karena hakikat HAM merupakan upaya menjaga eksistensi manusia secara utuh melalui alih keseimbangan, yaitu keseimbangan hak dan kewajiban serta keseimbangan kepentingan perseorangan dan umum. HAM dilahirkan oleh sebuah komisi PBB pada 10 Desember 1948 yang secara resmi diterima PBB sebagai Universal Declaration of Human Rights. Di Indonesia, HAM diatur secara formal dalam sistem hukum nasional. Dalam Amandemen UUD 1945, HAM dituangkan dalam Bab X, Bab XA, dan Bab XI. KB.2. Nilai-nilai HAM Dalam perkembangan pemahaman ide HAM, konsep HAM berdimensi ganda, yaitu dimensi universalitas dan dimensi kontekstualitas. Dua dimensi ini memberikan pengaruh terhadap pelaksanaan ide-ide HAM di dalam komunitas kehidupan masyarakat, bangsa dan Negara. Berkaitan dengan nilai-nilai HAM, ada 3 teori yang dapat dijadikan kerangka analisis, yaitu teori realitas, teori relativitas, kultural dan teori radikal universalisme. Dalam kaitan dengan teori nilai HAM, ada dua arus pemikiran yang saling tarik menarik yang dapat melekat relativitas nilai-nilai HAM, yaitu strong relativist dan weak relativist. Contoh nilai-nilai HAM dapat ditemukan dalam: Universal Declaration of Human Rights. Piagam Madinah. Pasal-pasal dalam Deklarasi Kairo. Deklarasi Universal tentang HAM. KB.3. Pelanggaran, Pengadilan, dan Penegakan HAM Pelanggaran HAM merupakan tindakan pelanggaran kemanusiaan baik dilakukan oleh individu maupun oleh institusi Negara terhadap hak asasi individu lain tanpa ada dasar atau alasan yuridis dan alasan rasional yang menjadi pijakan. Pelanggaran HAM dapat dikelompokkan menjadi berikut ini. Kejahatan terhadap kemanusiaan. Kejahatan terhadap integritas orang. Tindak kekerasan terhadap hak sipil dan politik. Tindak kekerasan terhadap hak sosial ekonomi dan budaya. Pengadilan HAM adalah pengadilan khusus terhadap pelanggaran HAM yang berat yang diatur dalam UU Nomor 22 Tahun 2000. Pelanggaran HAM yang berat meliputi kejahatan genosida, kejahatan terhadap kemanusiaan. Implementasi demokrasi dan HAM tidak akan bermakna dalam kehidupan berbangsa, bernegara dan bermasyarakat bila tidak ditunjang dengan penegakan hukum. Sejalan dengan amanat konstitusi, Indonesia berpandangan bahwa pemajuan dan perlindungan HAM harus didasarkan pada prinsip bahwa hak sipil, politik, ekonomi, sosial budaya dan hak pembangunan merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan baik dalam penerapan, pemantauan maupun dalam pelaksanaan. Oleh karena itu, penegakan hukum dan HAM harus dilakukan secara tegas, tidak diskriminatif dan konsisten. M.8. OTONOMI DAERAH KB.1. Pengertian Otonomi Daerah Otonomi daerah adalah pemerintaah oleh, dari, dan untuk rakyat dalam suatu Negara bangsa, melalui lembaga-lembaga pemerintahan formal di luar pemerintah pusat. Kewenangan dalam otonomi daerah tersebut diberikan oleh pemerintah pusat secara terbatas dalam kerangka NKRI. Ada dua bentuk Otonomi, yaitu otonomi yang bersifat artificial atau diciptakan dengan produk hukum dan otonomi asli. Otonomi merupakan varian dari asas kedaerahan dan desentralisasi politik. Desentralisasi sering disebut sebagai pemberian otonomi atau proses pengotonomian. Hubungan desentralisasi dan otonomi daerah diumpamakan seperti dua sisi dari satu keping mata uang (G.S. Maryanov, 1958). Dilihat dari sudut pandang pemerintah pusat yang berlangsung penyelenggaraan desentralisasi dalam NKRI, sedangkan dilihat dari sudut pandang pemerintah daerah yang terjadi otonomi. Dalam praktik kedua istilah ini sering ditukarpakaikan. Desentralisasi bukan merupakan alternative dari sentralisasi karena tidak dilawankan dan karenanya tidak bersifat dikotomis. Ia merupakan sub-sistem dalam system Negara bangsa. Negara bangsa merupakan system, sedangkan desentralisasi, otonomi daerah, dan tugas berbantuan merupakan spesiesnya. KB.2. Hambatan-hambatan dalam Pelaksanaan Otonomi Daerah Di masa “orde baru” keinginan berotonomi dituangkan dalam UU No. 5 Tahun 1974, akan tetapi otonomi dalam UU ini dianggap terlalu muluk-muluk karena tidak didukung oleh kemampuan sumber daya manusia yang memadai. Begitu pula di era reformasi dengan UU No. 22 Tahun 1999, keputusan pelaksanaannya (otonomi daerah) lebih banyak ditentukan oleh pertimbangan politis daripada pertimbangan teknis. Dengan kata lain, pemerintah dan masyarakat pada umumnya belum siap, akan tetapi kalau kita menunggu kapan siapnya dilaksanakan UU tersebut maka kita mungkin tidak pernah siap. Budaya bangsa kita lebih mengarah ke budaya “pressure” atau harus dipaksa. Lebih baik berjalan dahulu, kekurangan-kekurangan atau kelemahan yang ada diperbaiki sambil berjalan. Hambatan yang ada dalam pelaksanaan otonomi daerah ini bila diidentifikasi dan dikelompokkan ialah perbedaan cara pandang tentang konsep dan paradigm otonomi daerha, kuatnya paradigma birokrasi, lemahnya control wakil rakyat dan masyarakat, dan kesalahan strategi. KB.3. Good Governance Kunci Mewujudkan Otonomi Daerah otonomi daerah pada hakikatnya reformasi dalam system pemerintahan. orientasi teoretis paradigmatic yang mengarah pada birokrasi klasik dan lemahnya standar penilaian kinerja pemerintahan yang mengutamakan “cara” daripada “tujuan” harus diubah mengarah ke orientasi kinerja yang mengikuti paradigm reinventing government atau post bureaucratic yang mengutamakan kinerja pada hasil akhir atau tujuan/visi organisasi dan bukan pada mendasari input dan menjalankan proses. selain itu, ada pergeseran peran pemerintah dari memberi pelayanan (provider) menjadi fasilitator (enabler) yang berfokus pada perbaikan kinerja dan perbaikan kualitas. perubahan paradigmatic, pola pikir, pola sikap dan pola tindak ini menuju kepada pemerintahan yang baik dan amanah kita namakan good governance atau disebutnya juga good governance government (3G). Indikator good governance dikemukakan oleh PBB (UNDP), yaitu organisasi multilateral, seperti GTZ, JICA, OECD. kesemua indicator tersebut baik, namun dalam konteks Indonesia akan lebih baik dipakai indicator yang terlengkap, yaitu (1) visi strategis, (2) transparansi, (3) responsivitas, (4) keadilan, (5) consensus, (6) efektivitas dan efisiensi, (7) akuntabilitas, (8) kebebasan berkumpul dan berpartisipasi, (9) penegakan hukum, (10) demokrasi, (11) kerja sama, (12) komitmen pada pasar, (13) komitmen pada lingkungan, (14) Desentralisasi. KB.4. Capacity Building sebagai Akselerator Good Governance untuk Mewujudkan Daerah Otonom Dalam konteks paradigm kontekstual, otonomi daerah hendaknya memungkinkan pemerintah daerah memberikan yang terbaik bagi masyarakat daerah, dengan tetap menjaga terpeliharanya NKRI (pembangunan daerah adalah bagian integral pembangunan nasional dan pembangunan nasional adalah pembangunan daerah). Untuk itu, pemerintah daerha dan legislatifnya harus mempunyai kemampuan yang tinggi. Untuk mencapai hal tersebut maka diperlukan capacity building, yaitu serangkaian strategi yang ditujukan untuk meningkatkan efisiensi, efektivitas, dan responsivitas dari kinerja pemerintahan dengan memusatkan perhatian pada pengembangan dimensi SDM, penguatan organisasi dan reformasi kelembagaan (lingkungan). Sehubungan dengan itu maka pemerintah daerah perlu mempersiapkan: Penetapan secara jelas visi dan misi daerah dan lembaga pemerintah daerah; Perbaikan system kebijakan public di daerah; Perbaikan structural organisasi pemerintahan daerah; Perbaikan kemampuan manajerial dan kepemimpinan pemerintah daerah; Pengembangan system akuntabilitas internal dan eksternal; Perbaikan budaya organisasi pemerintah daerah; Peningkatan SDM aparat pemerintah daerah; Pengembangan system jaringan antarkabupaten/kota dengan pihak lain; Pengembangan, pemanfaatan, dan pemeliharaan lingkungan pemerintah daerah yang kondusif. M.9. PERTAHANAN DAN KEAMANAN NEGARA INDONESIA KB.1. Konflik dan Perang Dalam hubungan antarbangsa bertemulah beberapa kepentingan nasional dan dari pertemuan tersebut dijumpai beberapa kemungkinan, yaitu sebagai berikut. Kepentingan nasional yang sama, sejalan, berbeda, bahkan bertentangan. Apabila tujuan nasional dari bangsa-bangsa tersebut saling berbeda, bahkan saling bertentangan maka dalam usaha mencapai tujuan nasional tersebut dapat timbul persengketaan (konflik). Perbedaan atau pertentangan kepentingan yang bersifat lebih mendasar yang pada umumnya menyangkut dasar negara bentuk negara dan tujuan negara, biasanya sulit dipertemukan. Adakalanya persengketaan ini terpaksa harus diselesaikan dengan kekerasan senjata. Perang sudah dikenal sejak manusia ada dan mungkin tetap ada sepanjang masa. Perang tidak hanya mempunyai peranan negative, tetapi juga berperan positif. Kita mengenal adanya beberapa jenis perang, ialah perang dingin, perang terbatas, perang umum, dan perang pembebasan nasional. Bagi bangsa indonesia perang adalah jalan yang terakhir, yang hanya ditempuh apabila tak ada lagi cara damai untuk menyelesaikan persengketaan. Bangsa indonesia cinta perdamaian, tetapi lebih cinta pada kemerdekaan. Penggunaan sarana dan penentuan sasaran dalam perang, adalah berdasarkan penitikberatan pelaksanaan perang, apakah berdasarkan sissos ataukah berdasarkan kemajuan teknologi mutakhir (sistek). Kemungkinan-kemungkinan akibat tidak dapat diselesaikannya pertentangan dasar antarbangsa indoensia dengan bangsa lain, atau antarbangsa indonesia sendiri dapat mengancam dan membahayakan kelangsungan hidup bangsa indonesia. Subversi dan pemberontakan dalam negeri dapat terjadi, apabila suatu golongan dengan mempengaruhi keresahan dan memburuknya keadaan masyarakat, memaksakan kehendaknya kepada golongan lain atau kepada pemerintah dengan jalan kekerasan (inkonstitusional). Invasi dari luar negeri kemungkinan besar tidak akan terjadi karena sulit diterima oleh pendapat dunia kemungkinan akan ditentang oleh pbb. Mungkin terjadi ialah subversi dari luar negeri karena biayanya relative lebih murah dan risikonya lebih kecil. Pola eskalasi ancaman dan kegiatan musuh dapat terjadi karena adanya kerawanan di dalam kebhinekaan bangsa indonesia. Hal ini dapat menimbulkan ketegangan, dan apabila terjadi ketegangan antarkelompok sosial dapat mengakibatkan bentrokan. Kalau bentrokan ini tidak dapat diatasi maka dapat meningkat menjadi terror bersenjata. Apabila terror bersenjata ini dibiarkan berlarut maka mudah timbulnya pemberontakan. Selanjutnya, apabila pemberontakan ini berhasil maka dapat tergulingnya pemerintahan yang sah dan berdiri negara baru. Di dalam kegiatan lawan dalam perang terbatas yang terbentuk perang pembebasan nasional terdapat dua persetujuan ialah tahap persiapan dan tahap pelaksanaan. KB.2. Pengantar Sistem Pertahanan Keamanan Negara Indonesia Banyak cara dalam membuat atau menentukan system Hankam suatu Negara, yaitu dengan cara meniru, memilih secara kebutuhan, dan usaha sendiri. Bagi bangsa Indonesia, penentuan system hankam dipengaruhi oleh sejarah, pengalaman dalam perlawanan bersenjata mengatasi penjajah dan menumpas pemberontakan, factor lingkungan (geografi Indonesia, sumber kekayaan alam, dan factor demografi) dan kondisi ancaman terhadap kelangsungan hidup bangsa dan Negara. Prinsip penyelenggaraan dalam bentuk perlawananan rakyat semesta, bersifat defensive aktif dan preventif aktif mengutamakan perdamaian dan perang dilakukan dalam keadaan terpaksa dan merupakan hak-kewajiban, tanggung jawab serta kehormatan bagi sikap warga Negara Indonesia. Tujuannya adalah untuk menjamin tetap tegaknya NKRI (kelangsungan hidup) berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Penyelenggaraannya dilakukan melalui upaya pertahanan untuk membina kekuatan tangkal dan meniadakan setiap ancaman dari luar, dan upaya keamanan yang mampu meniadakan setiap ancaman dari dalam. Fungsi pertahanan dan keamanan Negara, yaitu sebagai berikut. Memelihara dan meningkatkan tannas. Membangung, memelihara dan mengembangkan secara terpadu dan terarah segenap komponen pertahanan dan keamanan Negara. Mewujudkan seluruh kepulauan nusantara sebagai satu kesatuan Hankam. Hakikatnya adalah perlawanan rakyat semesta yang diselenggarakan atau dilaksanakan dnegan sishankamrata. KB.3. Sistem Pertahanan dan Keamanan Rakya Semesta (Sishankamrata) Sishankamrata adalah suatu system pertahanan dan keamanan yang komponennya terdiri dari seluruh potensi, kemampuan, dan kekuatan nasional untuk mewujudkan kemampuan dalam upaya pertahanan dan keamanan Negara (tujuan hankamneg) dalam mencapai tujuan nasional. Sishankamrata bersifat semesta dalam konsep, semesta dalam ruang lingkup dan semesta dalam pelaksanaannya. Komponen kekuatannya terdiri dari berikut ini. Komponen dasar, yaitu rakyat terlatih. Komponen utama, yaitu ABRI dan cadangan TNI. Komponen Perlindungan Masyarakat (Linmas). Komponen pendukung, yaitu sumber daya dan prasarana nasional. Pengalaman penyelenggaraan hankam menghasilkan berbagai doktrin pertahanan dan keamanan, yaitu doktrin perang gerilya rakyat semesta, doktrin perang wilayah, doktrin perang rakyat semesta dan doktrin pertahanan dan keamanan rakyat semesta. Sasaran operasi Hankamnas, yaitu mencegah dan menghancurkan serangan terbuka, menjamin penguasaan dan pembinaan wilyah nasional RI dan ikut serta memelihara kemampuan hankam Asia Tenggara bebas dari campur tangan asing. Pola operasi Hankamrata, yaitu operasi pertahanan, operasi keamanan dalam negeri, operasi intelijen strategis dan pola operasi kerja sama pertahanan dan keamanan Asia Tenggara. Pola operasi pertahanan bertujuan untuk menggagalkan serangan dan ancaman nyata dari kekuatan perang musuh. Pola operasi keamanan dalam negeri bertujuan untuk memelihara atau mengembalikan kekuatan pemerintah/Negara RI pada salah satu atau beberapa daerah (bagian wilayah) Negara yang terganggu keamanannya. Pola operasi intelijen strategis (Intelstrat) bertujuan untuk memperoleh informasi yang diperlukan dalam pelaksanaan strategi nasional dan operasi-operasi Hankam, menghancurkan sumber-sumber infiltrasi, subversi, dan spionase yang terdapat di wilayah musuh, dan mengadakan perang urat syaraf dan kegiatan-kegiatan tertutup lainnya untuk mewujudkan kondisi-kondisi strategis yang menguntungkan. Pola operasi kerja sama, yaitu usaha bersama kemungkinan gangguan keamanan stabilitas nasional dan perdamaian khususnya di Asia Tenggara. KB.4. Upaya Penyelenggaraan Bela Negara dalam Kerangka Sistem Pertahanan dan Keamanan Rakyat Semesta Kelangsungan hidup bangsa dan Negara (national survival) merupakan tanggung jawab (hak, kewajiban, dan kehormatan) setiap warga Negara dan bangsa. Untuk itu, diperlukan pembinaan kesadaran, dan partisipasi setiap warga Negara dalam upaya bela Negara. Persepsi tentang bela Negara dihadapkan kepada tantangan/ancaman yang dihadapi secara kontekstual dalam periode waktu tertentu. Pada periode tahun 1945-1949 bela Negara dipersepsikan identik dengan perang kemerdekaan. Hal ini berarti bahwa wujud partisipasi warga Negara dalam pembelaan Negara adalah keikutsertaan dalam perang kemerdekaan baik secara bersenjata maupun tidak bersenjata. Pada periode 1950-1965, bela Negara dipersepsikan identik dengan upaya pertahanan dan keamanan yang dilaksanakan melalui komponen-komponen hankam, seperti ABRI, HANSIP, PERLA SUKWAN/SUKWATI. Hal ini sejalan dengan kondisi tantangan dan ancaman yang kita hadapi pada periode itu, yaitu menghadapi pemberontakan di dalam negeri, peperangan Trikora, membebaskan Irian Barat (sekarang Irian Jaya) dan Dwikora. Pada periode Order Baru ATHG yang dihadapi lebih kompleks dan lebih luas daripada periode sebelumnya. ATHG tersebut dapat muncul dari segenap aspek kehidupan bangsa (ideology, politik, ekonomi, sosial budaya, dan hankam). Oleh karena itu, dalam konteks ini bela Negara dapat dilakukan dalam bidang-bidang kehidupan nasional tersebut dalam upaya mencapai tujuan nasional. Untuk itu, dikembangkan konsepsi tannas. Dalam hal ini, bela Negara dapat dikatakan pula sebagai partisipasi warga Negara dalam menciptakan dan membangun tannas di segenap aspek kehidupan bangsa. Upaya bela Negara sebagaimana dipersepsikan merupakan pengertian atau penafsiran yang cukup laus (segala aspek kehidupan bangsa). Dalam pengertian yang lebih sempit diartikan sebagai upaya pertahanan dan keamanan yang dilandasi oleh dasar Negara Pancasila, UUD 1945 (Pasal 30 ayat (1) dan (2)) dan UU No. 20 Tahun 1982 tentang Pertahanan dan Keamanan Negara disempurnakan dengan UU No. 3 Tahun 2000 tentang Pertahanan Negara. Wujud upaya bela Negara dilakukan melalui pemberian kesadaran bela Negara yang dilakukan sejak dini di sekolah dasar dan berlanjut sampai perguruan tinggi dan di luar sekolah melalui kegiatan pramuka dan organisasi sosial kemasyarakatan. Di sekolah dilakukan melalui Pendidikan Pendahuluan Bela Negara (PPBN), yang diintegrasikan ke dalam kurikulum; Pendidikan dasar dan menengah, sedangkan di pendidikan tinggi diwujudkan dalam mata kuliah Kewiraan (sekarang Kewarganegaraan). Di luar PPBN wujud bela Negara dibakukan dalam bentuk Rakyat Terlatih, ABRI, Cadangan ABRI, dan Perlindungan Masyarakat (Linmas) yang merupakan komponen khusus dalam Pertahanan dan Keamanan Negara. KB.5. Politik serta Strategi Pertahanana dan Keamanan Politik Hankamnas ialah asas, haluan, usaha serta kebijaksanaan tindakan Negara dalam bidang hankam tentang pembinaan (perencanaan pengembangan, pemeliharaan, dan pengendalian) serta penggunaan secara totalitas dari potensi nasional untuk mencapai tujuan Hankamnas dalam rangka mencapai tujuan nasional. Strategi Hankamnas ialah tata cara untuk melaksanakan politik nasional untuk mencapai tujaun Hankamnas. Pertahanan dan keamanan nasional bertujuan menjamin tegaknya NKRI berdsarakan Pancasila dan UUD 1945 terhadap segala ancaman baik yang datang dari luar negeri maupun dari dalam negeri dalam rangka mencapai tujuan nasional. Upaya pertahanan dan keamanan nasional tersebut diwujudkan dalam Sishankamrata yang bersifat kerakyatan, kesemestaan dan kewilayahan. Dalam upaya mencapai tujuan Hankamnas, yang dapat menjamin kelangsungan hidup bangsa dan Negara digunakan landasan pemeliharaan atau prinsip dasar yaitu jaminan terhadap ketidakpastian masa depan, bersandar kepada kemampuan diri sendiri, politi bebas aktif, perdamaian dunia, Wasantara dan sishamkamrata saling memperkuat (sinergi0 dengan politik strategi bidang-bidang kehidupan lainnya (yang berhubungan dengan masalah-masalah kesejahteraan). Polstra Hankamnas merupakan bagian integral politik strategi nasional, Polstra Hankamnas bersifat saling mengisi, saling mendukung dengan Polstra bidang lainnya. Polstra Hankamnas dilandasi oleh ideology Pancasila dan UUD 1945. Oleh karenanya mengandung prinsip-prinsip, perlindungan seluruh bangsa Indonesia yang berpijak kepada kemampuan diri sendiri. Bangsa Indonesia cinta kepada perdamaian, tetapi lebih cinta kepada kemerdekaan dan kedaulatan. Perang adalah tindakan yang tidak sesuai dengan Pancasila (tidak berperikemanusiaan). Oleh karena itu, bagi bangsa Indonesia merupakan jalan terakhir, sejauh mungkin konflik/pertentangan diselesaikan dengan cara damai. Kendatipun demikian upaya pertahanan dan keamanan nasional, harus dibina dan ditingkatkan untuk menghadapi ketidakpastian ancaman yang mungkin timbul yang datang dari dalam atau luar. Oleh karena kita menganut politik luar negeri “bebas aktif” dan berakar pada falsafah Pancasila, maka system pertahanan dan keamanan Negara keluar bersifat defensive-aktif yang berarti tidak agresif dan ekspansif, dan ke dalam bersifat preventif-aktif yang berarti sedini mungkin mengambil langkah-langkah dan tindakan guna mencegah dan mengatasi setiap kemungkinan timbulnya ancaman. Untuk melaksanakan politik hankamnas maka strategi yang ditempuh ialah membangun kekuatan “penangkalan” untuk menghadapi gangguan keamanan dalam negeri. Dalam upaya menyusun strategi tersebut dengan mempertimbangkan prinsip-prinsip; ekonomi dan politis, mencukupi kebutuhan sendiri, dislokasi kekuatan, undang-undang dan doktrin, penelitian pengembangan dan teknologi, dwifungsi ABRI, manajemen dan pemanfaatan peluang. KB.6. Dwi Fungsi ABRI dalam Kenangan Dwi fungsi ABRI mengandung pengertian bahwa ABRI mengemban dua fungsi, yaitu fungsi sebagai kekuatan Hankam dan fungsi sebagai kekuatan sosial politik. Fungsi sebagai kekuatan sosial politik hakikatnya adalah tekad dan semangat pengabdian ABRI untuk ikut secara aktif berperan serta bersama-sama dengan segenap kekuatan sosial politik lainnya memikul tugas dan tanggung jawab perjuangan bangsa Indonesia dalam mengisi kemerdekaan dan kedaulatannya. Tujuannya ialah untuk mewujudkan stabilitas nasional yang mantap dan dinamik di segenap aspek kehidupan bangsa dalam rangka memantapkan tannas untuk mewujudkan tujuan nasional berdasarkan Pancasila. Lahirnya ABRI sebagai kekuatan sosial politik di Indonesia berangkat dari perjalanan sejarah bangsa Indonesia merebut kemerdekaan dan mempertahankan kemerdekaan RI. Pengalaman sejarah itu mengakibatkan bagaimana ABRI memandang dirinya yakni sebagai alat revolusi dan alat Negara, juga sebagai pejuang yang terpanggil untuk memberikan jasanya kepada semua aspek kehidupan dan pembangunan bangsa. Keterlibatannya dalam memerankan fungsi sosial politik ini, didorong oleh kondisi internal (ABRI) dan kondisi eksternal termasuk lingkungan strategic internasional. Pada tahun 1948-1949 (Agresi Militer Belanda II) pemimpin-pemimpin politik ditangkap Belanda, peran ABRI menjadi meningkat. Pada tahun 1957-1959 ketika pemimpin politik sipil juga tidak mampu mengatasi pemberontakan daerah, ABRI tampil menyelamatkan NKRI. Pada saat pemberontakan G 30 S/PKI di mana kepemimpinan sipil gagal menyelamatkan Pancasila dari rongrongan Partai Komunis, lagi-lagi ABRI tampil di depan menyelematkan Republik ini. Secara historis dan budaya dwi fungsi ABRI dapat diterima oleh rakyat Indonesia kendatipun harus disesuaikan dengan perkembangan masyarakat. Peran serta politik tesebut semakin besar setelah penumpasan G 30 S/PKI sehingga memungkinkan ABRI turut menentukan kebijaksanaan nasional dalam pembangunan. Hal itu ditunjukkan oleh masuknya para perwira ABRI ke dalam berbagai bidang; lembaga pemerintahan, lembaga legislative, lembaga ekonomi kemasyarakatan. Meskipun demikian tidak berarti militer menggantikan peranan sipil. Perluasan peran biasanya pada posisi-posisi kunci dengan cara penempatan (kekaryaan) dan yang diminta oleh lembaga instansi terkait, serta dengan memperhatikan perkembangan pembangunan dan kehidupan bangsa. Luasnya penempatan personil militer tersebut pada instansi/lembaga pemerintahan dan lembaga masyarakat menimbulkan silang pendapat yang menuntut perlunya aktualisasi dwi fungsi ABRI (fungsi sospol) di masa depan. Aktulaisasi dwi fungsi ABRI di masa depan ini akan efektif apabila ada keseimbangan kepentingan, yaitu keharmonisan antara kepentingan militer dan kepentingan sipil. Consensus selalu dapat dibuat atas dasar tidak satu pun pihak boleh mendominasi pihak yang lain. Kecurigaan terhadap golongan lain harus dihindari, kearifan harus ditumbuhkan agar konflik internal tentang hal ini tidak merebak menjadi perpecahan yang mengganggu tannas. Runtuhnya rezim orde baru diganti dengan orde reformasi mengeliminasi peran TNI (militer) dengna Negara secara bertahap. TNI diharapkan menjadi kekuatan, pertahanan yang professional sebagaimana layaknya kekuatan pertahanan di Negara-negara yang sudah maju untuk itu segala keperluannya harus didukung oleh pemerintah dan pengelolaan yang professional. 16