MUHMUHAMMAD
AM MAD AS HIKAM
(editor)
AS HIKAM
(editor)
Buku ini secara tidak langsung
sebenarnya merupakan salah
satu manifestasi dari fungsi
intelijen yang memberikan
peringatan dini tentang ancama
krisis energi kepada kita semua
Pendekatan, sistematika dan
substansi buku ini juga sangat
memudahkan siapa saja yang
membacanya untuk memaham
kondisi energi Indonesia. Satu
kontribusi nyata dari BIN dalam
menjalankan fungsi intelijen
energi yang sekaligus
mencerdaskan kehidupan
bangsa.
Pri Agung Rakhmanto, Ph.D
Pendiri ReforMiner Institute
KETAHANAN ENERGI INDONESIA
TANTANGAN DAN HARAPAN
Ketahanan Energi Indonesia 2015-2025
Tantangan dan Harapan
Hak Cipta (copy right)
Badan Intelijen Negara (BIN)
Editor : Muhammad AS Hikam
xxxvi + 368 hlm.; 16 x 22,6 cm
ISBN: 978-602-70221-1-9
Diterbitkan oleh
cv. rumah buku
Jl. Salemba Tengah No. 61 A
Jakarta Pusat 10440
Telp. 021-31902652
Fax. 021-31902769
cover: muh. arofik
layout isi: gunadi gaisani
photos: www.shutterstock.com
undang-undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta
Lingkup Hak Cipta
Pasal 2
1. Hak Cipta merupakan hak ekslusif bagi pencipta atau Pemegang Hak Cipta untuk mengumumkan
atau memperbanyak ciptaanya, yang timbul secara otomatis setelah suatu ciptaan dilahirkan tanpa
mengurangi pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku
Ketentuan Pidana
Pasal 72
1. Barang siapa dengan sengaja atau melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dengan Pasal 2
ayat (1) atau Pasal 49 ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan pidana penjara masing-masing paling
singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp.1000.000,00 (satu juta rupiah) atau pidana
penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 5.000.000.000,00 (lima milyar
rupiah).
2. Barang siapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual kepada umum
suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta atau Hak Terkait sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun dan/atau denda paling banyak
Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah)
BADAN INTELIJEN NEGARA
KATA SAMBUTAN
Assalamu’alaikum Wr. Wb.,
Dengan memanjatkan puji syukur ke hadirat
Tuhan Yang Maha Esa, saya menyambut
gembira dan bangga atas diterbitkannya
buku Ketahanan Energi Indonesia 2015-2025,
Tantangan dan Harapan.
Penerbitan buku ini merupakan salah satu
implementasi dari amanat UU No.17 Tahun
2011 tentang Intelijen Negara yang bertujuan memberikan prediksi
mengenai gambaran Kondisi Ketahanan Energi Nasional Indonesia
pada kurun waktu 2015-2025. Buku ini juga merupakan penjabaran
dari buku Menyongsong 2014-2019: Memperkuat Indonesia dalam
Dunia yang Berubah.
Dinamika perkembangan Lingkungan Strategis yang semakin
kompleks dan kompetitif saat ini sangat berpengaruh terhadap
perkembangan kehidupan berbangsa dan bernegara. Pada 2014,
bangsa Indonesia telah berhasil melewati “Proses Pemilihan
Pemimpin Nasional secara Demokratis”. Oleh karena itu, sudah
sepantasnya apabila seluruh komponen bangsa melakukan
persiapan-persiapan menghadapi berbagai dinamika yang terjadi di
segala lini kehidupan bernegara dan berbangsa. Misalnya, dalam hal
Energi Nasional, seluruh komponen bangsa harus berani dan dapat
memberikan suatu evaluasi yang komprehensif yang melibatkan
KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN
v
seluruh komponen masyarakat untuk mengevaluasi sejauh mana
pelaksanaan tata-kelola energi yang telah dijalankan selama ini,
mengingat energi merupakan salah satu sumber daya alam yang
strategis. Apakah tata-kelola energi telah sesuai dengan harapan atau
perlu perbaikan-perbaikan.
Guna terciptanya satu pemahaman diperlukan semacam kesiapan
para penyelenggara negara RI dan seluruh komponen masyarakat
untuk menyiapkan suatu konsepsi Energi Nasional Indonesia
yang komprehensif sehingga mampu menghadapi dinamika dan
perkembangan kondisi Energi Nasional maupun Global sampai
dengan Tahun 2025. Oleh karena itu, penulisan buku ini diharapkan
dapat menjadi langkah awal dalam memahami kondisi dan situasi
Energi Nasional Indonesia.
Saya berharap, penulisan buku ini akan dapat dijadikan referensi
bagi masyarakat dan pihak-pihak lain untuk ikut memikirkan dan
menentukan masa depan bangsa.
Demikian sambutan saya, semoga buku ini bermanfaat untuk
meningkatkan kepedulian serta semakin memperkokoh semangat
kebangsaan kita guna mewujudkan Indonesia yang Jaya.
Wassalamu’alaikum Wr.Wb.
Jakarta,
Oktober 2014
Kepala Badan Intelijen Negara
Letnan Jenderal TNI (Purn) Marciano Norman
vi
KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN
PRAKATA
Setelah penerbitan buku Menyongsong 2014-2019: Memperkuat
Indonesia dalam Dunia yang Berubah, Dewan Analis Strategis,
Badan Intelijen Negara Republik Indonesia (DAS BIN)
menerbitkan kajian tentang ketahanan energi Indonesia dengan
rentang waktu 10 tahun yang akan datang (2015-2025). Energi
merupakan salah satu komponen paling strategis bagi sebuah
Negara karena ia ikut menentukan daya tahan, keamanan,
kemajuan, dan keberlangsungannya. Dalam konteks lingkungan
strategis, baik global, regional, maupun nasional, masalah energi
menempati posisi utama yang menentukan dinamika yang terjadi.
Indonesia, sebagai negara paling besar di kawasan Asia Tenggara,
tentu memiliki kepentingan untuk dapat memenuhi keperluan
energi bagi pembangunan nasional, baik saat ini maupun di masa
yang akan datang. Perkembangan di bidang energi, khususnya
semakin berkurangnya cadangan energi tak terbarukan di satu
pihak dan tuntutan terhadap alternatif energi terbarukan di pihak
lain, menjadi momentum yang sangat penting untuk melakukan
kajian yang bersifat komprehensif terhadap kondisi yang akan
dihadapi oleh Indonesia di masa depan.
Saat ini, Indonesia sudah tidak dapat bergantung lagi pada sumber
energi konvensional semata. Cadangan minyak, gas, dan batubara
diprediksikan akan habis dalam waktu yang cukup singkat, tidak
lebih dari 50 tahun lagi. Krisis energi yang pernah terjadi dalam
skala global pada 70-an bisa saja terulang kembali dan bahkan lebih
besar dampaknya bagi negara seperti Indonesia. Oleh karena itu,
KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN
vii
diharapkan agar Pemerintah dan seluruh komponen bangsa dapat
bekerja sama mencari solusi mengatasi persoalan strategis berupa
ancaman krisis energi yang mungkin akan dihadapi oleh bangsa
ini. Salah satu fungsi Badan Intelijen Negara adalah memberikan
pertimbangan bagi pembuatan kebijakan nasional, termasuk di
dalamnya kebijakan tentang kondisi energi nasional, sehingga dapat
diambil langkah-langkah antisipasi berupa kebijakan strategis yang
dapat dikembangkan bersama.
Momentum untuk memberikan masukan bagi kebijakan energi
nasional saat ini sangat tepat. Salah satu pertimbangan utamanya
adalah adanya proyeksi bahwa pada 2025 bangsa Indonesia akan
mengalami krisis energi apabila tidak melakukan kebijakan
nasional yang tepat dan efektif. Kebijakan nasional yang dimaksud,
bukan hanya melakukan eksplorasi dan eskploitasi sumber energi
tak terbarukan atau konvensional, melainkan juga menemukan,
mengelola, serta menggunakan energi terbarukan.Tantangan bagi
ketahanan nasional di bidang energi di masa datang termasuk
kebutuhan energi yang terus meningkat, kebijakan energi yang
tidak berjalan optimal, peraturan yang tumpang tindih, kemampuan
industri nasional yang belum memadai, serta jaminan pasokan
yang menipis. Selain itu, permasalahan lain, seperti ancaman mafia
migas, ketergantungan impor yang semakin tinggi, serta intervensi
kepentingan negara-negara luar patut juga diperhitungkan akan
turut berdampak terhadap ketahanan energi Indonesia.
Pemerintah RI di bawah Presiden Joko Widodo telah bertekad untuk
mengembalikan kemandirian energi yang dicita-citakan sejak lama.
Kemandirian merupakan salah satu syarat utama yang diperlukan agar
viii
KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN
ketahanan bangsa Indonesia terwujud dengan sesungguhnya dalam
menghadapi krisis energi yang mengancam.Untuk mempercepat
perwujudan tekad tersebut, penting kiranya bagi para pemimpin,
pemangku kepentingan (stakeholders) dan seluruh komponen bangsa
lainnya untuk memiliki pengetahuan dan/atau pemahaman yang
jernih dan memadai mengenai permasalahan serta tantangan energi
yang dihadapi bangsa Indonesia di masa mendatang.Termasuk dalam
hal ini bagaimana mencari dan mempertimbangkan pilihan-pilihan
strategis di bidang energi demi kesinambungan proses mewujudkan
cita-cita perjuangan bangsa Indonesia menjadi bangsa yang besar,
berdaulat, bermartabat, mandiri, dan maju sejajar dengan bangsabangsa lainnya dalam pergaulan di dunia.
Berdasarkan pemikiran itulah pimpinan Badan Intelijen Negara
memberi tugas kepada DAS untuk melakukan sebuah kajian
forecasting tentang ketahanan energi Indonesia selama 10 tahun
yang akan datang (2015-2025). Hasil kajian tersebut diharapkan bisa
diakses, dibaca, dipelajari, dan dibicarakan secara terbuka oleh publik
di Indonesia dan bahkan di luar negeri. Selain bermaksud mengajak
seluruh anak bangsa ikut memikirkan masa depan negerinya, buku
ini juga menjadi salah satu perwujudan komitmen Badan Intelijen
Negara terhadap amanat reformasi, yakni agar lembaga ini semakin
dekat dengan rakyat Indonesia dan, pada saat yang sama, rakyat pun
akan semakin merasa memiliki (melu handarbeni) merasakan manfaat
keberadaannya. Melalui publikasi terbuka semacam ini, maka terbuka
peluang yang sama bagi seluruh komponen bangsa untuk bersamasama secara dialogis memberikan kontribusi pemikiran dan gagasangagasan yang terbaik bagi kemajuan bangsa dan negara di masa yang
akan datang.
KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN
ix
Buku ini diharapkan akan memiliki daya tarik tersendiri bagi khalayak
yang luas karena bisa diakses melalui bentuk buku biasa maupun
elektronik (e-book) secara bebas, mudah dibaca serta dimengerti,
namun tanpa mengabaikan kriteria dan kaidah sebagai karya yang
bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Untuk itulah, prinsip
yang dipegang oleh DAS-BIN adalah menjaga keseimbangan antara
substansi yang bermutu dan bisa dipertanggungjawabkan secara
keilmuan dengan sifat dan gaya penulisan buku yang enak dibaca
oleh publik yang sudah barang tentu bukan hanya dari kalangan
akademisi saja.
Untuk keperluan kajian tersebut, DAS melakukan kerja sama
dengan para pakar untuk merencanakan dan menyusun kajian, serta
menerbitkannya dalam bentuk buku yang, alhamdulillah, terlaksana
dengan tepat waktu. Melalui berbagai pertimbangan, maka buku ini
mencakup bidang-bidang berikut ini: 1) Pendahuluan: Ancaman di
Depan Mata; 2) Lingkungan Strategis: Di Tengah Dunia yang Penuh
Tantangan; 3) Kebijakan Energi Nasional: Agar Tak Jalan di Tempat;
4) Manajemen Energi Secara Makro: Byar Pet, Mafia, dan Kelangkaan
Minyak; 5) Manajemen Energi Secara Mikro: Membangun Fondasi
Kuat; 6) Prediksi Ketahanan Energi: Tiga Skenario Energi; dan 7)
Rekomendasi. Dalam setiap bidang terdiri atas beberapa sub-bidang
yang dianggap strategis bagi kehidupan bangsa dan negara. Proses
yang intensif berjalan selama kurang lebih enam bulan; mulai dari
pembuatan proposal, penyusunan pembidangan dan tim penulis,
proses penulisan dan uji sahih, sampai pada tahap finalisasi, termasuk
penyuntingan dan penerbitan buku. Dalam rangka menjaga kualitas
ilmiah, maka para pakar yang terlibat dalam proses penyusunan buku
x
KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN
ini telah dipilih secara cermat dari berbagai bidang yang dianggap
representatif dalam kompetensi inti (core competence) mereka.
Sementara itu, untuk pengawasan proses dan penjaminan mutu
(quality assurance), selain diselenggarakan seminar-seminar intern
berkala, juga dibuat forum-forum Focus Group Discussions (FGDs),
yang terdiri atas para pakar, praktisi, dan pemangku kepentingan
yang berperan sebagai panelis dan/atau penanggap aktif. Tahap
akhir dalam proses penjaminan mutu adalah penyelenggaraan
seminar-seminar nasional untuk mendapatkan masukan terakhir
sebelum penerbitan. Dalam kaitan ini, DAS BIN juga bekerja sama
dengan DEN (Dewan Energi Nasional) dan KEN (Komite Energi
Nasional) untuk memberikan keakuratan data dan analisis energi di
masa mendatang.
Sesuai dengan gagasan awalnya, tujuan terpenting dan utama buku
ini bukanlah menyajikan berbagai jawaban dan/atau preskripsipreskripsi siap pakai yang bersifat final atau mengarahkan serta
mengikat publik. Buku ini lebih dimaksudkan untuk memberikan
gambaran ke depan mengenai kondisi cadangan energi Indonesia,
serta mencari solusi terhadap dinamika dan masalah strategis
sampai dengan 2025. DAS BIN menyadari bahwa ketahanan
energi Indonesia bertumpu pada dinamika Lingkungan Strategis
(lingstra) baik pada tataran global, regional, maupun nasional.
Selain itu, kebijakan mikro dan makro juga dijadikan sebagai
pendekatan analisis untuk melihat trend perkembangan cadangan
energi tiap tahunnya. Dalam buku ini, bab-bab yang ditulis, serta
rekomendasi yang diberikan memiliki sifat yang masih terbuka
untuk didiskusikan dan diperdebatkan. Dengan kata lain, berbagai
KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN
xi
rekomendasi yang diberikan sebaiknya dipahami dengan berbagai
tawaran kemungkinan konsekuensi yang dapat terjadi, dan/atau
dapat diikuti. Dengan semangat seperti ini, maka publik sebagai
pembaca memiliki ruang gerak yang leluasa untuk berpartisipasi
memikirkan masalah-masalah energi yang menghadang Indonesia.
Melalui buku ini, publik yang terdiri dari pihak birokrasi, akademisi,
serta praktisi ikut menyumbang gagasan dan ide sebagai hasil
pemikiran dalam membuat kebijakan untuk menyelamatkan energi
Indonesia. Tentunya, di masa mendatang, penggunaan energi tidak
hanya untuk memenuhi kebutuhan nasional saja, namun juga harus
digunakan sebagai pendorong pembangunan nasional. Diharapkan
ada cadangan penyangga dan cadangan strategis, serta penemuan
dan penggunaan energi terbarukan sebagai langkah visioner bagi
bangsa Indonesia. Lebih lanjut, dengan semangat harapan yang
tinggi, publik memiliki ruang gerak yang luas untuk berpartisipasi
memikirkan persoalan-persoalan energi terbarukan untuk dijadikan
kekuatan baru demi tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia
(NKRI) di abad modern.
Sebagai sebuah hasil kerja sama yang intensif dan produktif, serta
merupakan perpaduan harmonis dari banyak pihak, maka pada
tempatnyalah jika DAS BIN mengucapkan terima kasih kepada
mereka yang telah berjerih payah memeras tenaga dan pikiran bagi
keberhasilan karya ini. Terutama kepada Pimpinan BIN, yaitu Kepala
dan Wakil Kepala BIN. Karena adanya kepercayaan yang besar
kepada DAS BIN dan perhatian, dorongan, serta dukungan penuh
dari kedua beliaulah, maka pelaksanaan tugas dapat berjalan lancar
sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan. Demikian pula, ucapan
xii
KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN
terima kasih disampaikan kepada Sekretaris Utama BIN bersama
seluruh staf beliau yang telah memberikan dukungan administratif
yang vital bagi kelancaran pelaksanaan tugas selama hampir satu
tahun terakhir. Dan tak lupa ucapan terima kasih disampaikan
kepada semua pihak yang terlibat dalam penyusunan buku ini.
Buku ini pun tentu masih memiliki kelemahan dan kekurangan, baik
dari aspek substansi maupun di luarnya. Namun, itulah yang sampai
saat ini bisa kami wujudkan sesuai dengan kapasitas dan upaya yang
maksimal dari tim. Kritik dan komentar dari pembaca serta publik
adalah sebuah keniscayaan agar lahir alternatif pemikiran yang dapat
memperkaya pengetahuan dan pemahaman kita bersama.Semoga
Tuhan senantiasa memberikan jalan yang terbaik kepada bangsa kita
dalam mencapai cita-cita luhur menuju Indonesia Raya!
Jakarta, Desember 2014
Dr. Muhammad AS Hikam, MA.
Editor
KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN
xiii
xiv
KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN
UCAPAN TERIMA KASIH
Penghargaan, apresiasi, dan terima kasih yang sebesar-besarnya
kami sampaikan kepada para pakar dan timnya, yang bersama para
anggota dan tim analis Dewan Analis Strategis BIN, sejak awal telah
terlibat dalam proses perencanaan, penyusunan dan penulisan buku
ini. Mereka adalah Prof. Dr. Maizar Rahman; Dr. Hadi Purnomo;
Dr. Irwan Bahar; Dr. Saleh Abdurrahman; Dr. Abdul Mu’in; serta Ir.
Farida Zed, M.E. sebagai tim penulis yang tidak kenal lelah dalam
menyelesaikan penulisan buku ini.
Selanjutnya, ucapan terima kasih dan penghargaan yang tulus juga
kami sampaikan kepada koordinator penyusunan buku, Sekretaris
Dewan Analis Strategis BIN Brigjen TNI (Purn) Ir. Nurdiyanto; dan
para anggota DAS BIN yaitu Mayjen TNI (Purn) Heru Cahyono,
S.H., M.H.; Brigjen Pol (Purn) Drs. Slamet Saptono; Silmy Karim,
S.E., M.E.; Diaz Hendropriyono, Ph.D.; serta tim analis Dewan
Analis Strategis BIN, yaitu Kol. CBA Suyanto, S.E, M.Si.; Kol. CZI.
Aang Suharlan, M.A.; Kol. KAV. Daru Cahyono; dan Kol. CZI. Ign.
Wahyu Hadi, yang dalam hal ini sekaligus berperan sebagai liaison
dan pendamping koordinator.
Dewan Analis Strategis BIN juga mengucapkan terima kasih kepada
semua pihak yang secara intensif berpartisipasi di dalam FGDs
untuk memberikan masukan dan meningkatkan mutu kajian serta
buku ini. Mereka adalah Prof. Dr. Djarot S. Wisnubroto, Ir. Marwan
Batubara, Dr. Urdekth; Dr. Hendig Winarno; Dr. Zaim Uchrowi;
KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN
xv
Marsma TNI M. Sofiudin; Kol. PNB. Fadjar Sumarijadji, M.Sc.;
Letkol. Inf. Eko Oswari; Suripto, S.E., M.A.; Ir. Teguh Rahardjo,
M.M.; Reki Alvian, S.Sos., M.Si.; dan Ir. Ego Syahrial. Kami
ucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya atas semua masukan dan
komentar yang bermanfaat bagi peningkatan mutu kajian.
Dalam penerbitan buku yang melibatkan banyak pihak dan
substansi yang sangat kompleks, maka kehadiran tim editor
sangatlah vital. Bukan saja dalam hal masukan terkait penyuntingan
dan penyelarasan bahasa, tetapi juga masukan-masukan substantif
yang ikut meningkatkan nilai tambah dan mutunya. Oleh karena
itu, kami menyampaikan terima kasih kepada anggota tim editor
yaitu Ir. Burhan Syaiin dalam seluruh proses panjang penyuntingan
buku ini. Last but not the least, ucapan terima kasih disampaikan
kepada seluruh staf administrasi Dewan Analis Strategis BIN yang
merupakan pendukung utama rangkaian proses pelaksanaan dan
kelancaran penugasan.
xvi
KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN
DAFTAR ISI
Kata Sambutan Kepala Badan Intelijen Negara
Prakata
Ucapan Terima Kasih
Ringkasan Eksekutif
v
vii
xv
xxvii
Bab I Pendahuluan
Ancaman di Depan Mata
Kerangka Teoritis Ketahanan Energi
Maksud dan Tujuan
1
8
18
Bab II Lingkungan Strategis
Di Tengah Dunia yang Penuh Tantangan
Perkembangan Lingkungan Strategis
Kondisi Geopolitik Kawasan
19
24
40
Bab III Kebijakan Energi Nasional
Agar Tak Jalan di Tempat
Kondisi Energi Nasional Saat Ini
Arah Kebijakan Energi Nasional
63
68
71
Bab IV Manajemen Energi Secara Makro
Byar Pet, Mafia, dan Kelangkaan Minyak
Kondisi Manajemen Energi Saat Ini
Komparasi Manajemen Energi Beberapa Negara
Arah Manajemen Energi 2015-2050
87
90
145
177
KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN
xvii
Bab V Manajemen Energi Secara Mikro
Membangun Fondasi Kuat
Pasokan Energi Primer
Pasokan Energi Final
Aksesibilitas
Utilisasi
Stabilisasi Harga
191
194
239
255
260
286
Bab VI Prediksi Ketahanan
Energi 2015 -2025 Tiga Skenario Energi
Skenario Pesimistis
Skenario Optimistis
Skenario Transformatif
293
298
310
319
Bab VII Rekomendasi
Agar Tak Jatuh
Panas Bumi
323
327
Daftar Pustaka
Sumber Internet
Lampiran
Glosari
Bibliografi
337
340
353
361
368
xviii
Batubara dan Gas Alam
Biofuel
Tenaga Air
Nuklir
KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN
328
328
328
328
DAFTAR GAMBAR
Bab I Ancaman di Depan Mata
Gambar 1 Peran Sektor Energi dalam Pembangunan
Nasional
Gambar 2 Aspek Ketahanan Energi Nasional
Gambar 3 Peran Energi dalam Ketahanan Nasional
Bab II Di Tengah Dunia yang Penuh Tantangan
Gambar 4 Perkiraan Kebutuhan Energi Dunia
Gambar 5 Jalur Transportasi Energi Dunia
Gambar 6 Sebaran Cadangan Energi Fosil Dunia
Gambar 7 Sengketa di Laut China Selatan
Gambar 8 Kebutuhan Energi Primer di Negara-Negara
ASEAN
Gambar 9 Porsi Kebutuhan Energi di Negara-Negara
ASEAN
Gambar 10 Posisi Strategis Indonesia
7
10
11
26
29
39
49
53
55
56
Bab III Agar Tak Jalan di Tempat
Tak ada gambar
Bab IV Byar Pet, Mafia, dan Kelangkaan Migas
Gambar 11 Pertumbuhan Penduduk Indonesia 1990-2010
Gambar 12 Perkembangan Penduduk Miskin Indonesia 2013
Gambar 13 Pertumbuhan PDB Indonesia 2006-2013
Gambar 14 Perkembangan Konsumsi Energi Primer
2003-2013
Gambar 15 Perkembangan Konsumsi Energi
Final 2005-2012
93
93
94
96
97
KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN
xix
Gambar 16 Belanja Subsidi BBM dan Defisit APBN
2011-2014
Gambar 17 Defisit Perdagangan Migas 2011-2013
Gambar 18 Besaran Nilai Subsidi Energi 2011-2013
Gambar 19 Pangsa Investasi Pembangunan Infrastruktur
Energi Nasional terhadap PDB
Gambar 20 Perbandingan Produksi dan Ekspor Batubara
Gambar 21 Perbandingan Produksi dan Ekspor Gas Alam
Gambar 22 Peran Energi Fosil dan Konversi Lahan
Terhadap Pemanasan Global
Gambar 23 Tren Peningkatan Emisi CO2 Per Jenis
Pembangkit Listrik
Gambar 24 Perkembangan Cadangan Minyak Bumi
Indonesia 2004-2012
Gambar 25 Perkembangan Gas Alam Indonesia 2004-2012
Gambar 26 Intensitas Energi Primer dan Energi
Final 2000-2011
Gambar 27 Pola Pencadangan BBM Nasional
Versi Pertamina
Gambar 28 Konsumsi Energi di Thailand 2012
Gambar 29 Konsumsi Energi Primer Malaysia 2011
Gambar 30 Perkembangan Intensitas Energi dan
Efisiensi Penggunaan Energi di Tiongkok
Gambar 31 Konsumsi Energi Primer Tiongkok 2010
Gambar 32 Perkembangan Komposisi Penyediaan
Energi Jepang 1965-2010
Gambar 33 Target Pencapaian Pembangkit Listrik
di Jepang Hingga 2030
xx
KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN
103
104
105
113
123
124
130
131
134
135
140
145
148
150
157
158
161
164
Bab V Membangun Fondasi Kuat
Gambar 34 Pasokan Energi Primer Indonesia 2007-2012
Gambar 35 Distribusi Cadangan Migas Indonesia 2013
Gambar 36 Profil Produksi Minyak Bumi dan Gas Alam
Indonesia
Gambar 37 Diagram Pasokan-Kebutuhan Minyak Bumi
Indonesia 2013
Gambar 38 Perkembangan Wilayah Kerja Migas
2004-2014
Gambar 39 Negara Tujuan Ekspor Minyak Mentah
Indonesia 2013
Gambar 40 Diagram Pasokan-Kebutuhan Gas Alam
Indonesia 2013
Gambar 41 Negara Tujuan Ekspor Gas Alam dan
LNG Indonesia 2013
Gambar 42 Diagram Pasokan-Kebutuhan Batubara
Indonesia 2013
Gambar 43 Produksi dan Penjualan Batubara
Indonesia 2007-2013
Gambar 44 Negara Tujuan Ekspor Batubara Indonesia 2013
Gambar 45 Kondisi Tambang Batubara di Kalimantan
Gambar 46 Peta Potensi CBM pada Cekungan Batubara
Gambar 47 Diagram Pasokan-Kebutuhan EBT 2013
Gambar 48 Peta Potensi Panas Bumi Indonesia 2012
Gambar 49 Potensi Hidro dan Kapasitas Terpasang
PLTA 2013
Gambar 50 Produksi Biofuel Indonesia 2009-2013
Gambar 51 Porsi Energi Primer dalam Produksi
Listrik Nasional 2009-2013
196
197
199
200
201
205
206
207
211
211
213
216
219
222
225
228
236
240
KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN
xxi
Gambar 52 Diagram Pasokan-Kebutuhan Listrik
Nasional 2012
241
Gambar 53 Distribusi Lokasi Program Percepatan
Pembangkit Listrik Tahap I
243
Gambar 54 Peta Lokasi Program Percepatan Pembangkit
Listrik Tahap II
244
Gambar 55 Skema Pasokan BBM di Indonesia
247
Gambar 56 Impor BBM 2005-2012
247
Gambar 57 Peta Lokasi Kilang Minyak Pertamina
249
Gambar 58 Impor LPG 2005-2012
252
Gambar 59 Peta Lokasi Kilang LNG di Indonesia
253
Gambar 60 Varian Tipe Briket Batubara
254
Gambar 61 Peta Sebaran Ratio Elektrifikasi di Indonesia
256
Gambar 62 Jaringan Transmisi Listrik Nasional
257
Gambar 63 Komposisi Penggunaan Energi Final
Berdasarkan Sektor 2010-2011
261
Gambar 64 Konsumsi BBM Berdasarkan Sektor 2013
262
Gambar 65 Konsumsi BBM di Sektor Transportasi
berdasarkan Jenis BBM 2000-2011
263
Gambar 66 Porsi Konsumsi BBM di Sektor
Transportasi 2012
263
Gambar 67 Konsumsi BBM Bersubsidi di Moda
Angkutan Jalan dan Kereta Api, 2012
264
Gambar 68 Prakiraan Konsumsi BBM di Sektor Transportasi
Berdasarkan Jenis Angkutan, 2010-2030
267
Gambar 69 Prakiraan Konsumsi BBM Per Sektor
Pemakai di Indonesia 2010-2030
270
Gambar 70 Konsumsi Gas Alam Per Sektor Pemakai, 2013 271
Gambar 71 Varian 'Elpiji' Berdasarkan Konsumen
279
xxii
KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN
Gambar 72 Pemakaian Akhir Listrik Berdasarkan
Pelanggan, 2007-2010
Gambar 73 Target Presentase Pencampuran Biofuel
dalam BBM, Berdasarkan Peraturan
Menteri ESDM No. 25 Tahun 2013
Gambar 74 Sektor Pemakai Biomassa, 2013
Gambar 75 Perkembangan Harga Batubara Acuan,
2009-2014
Bab VI Tiga Skenario Energi
Gambar 76 Bauran Energi Nasional 2025,
Skenario Pesimistis
Gambar 77 Bauran Energi Nasional 2025,
Skenario Optimistis
Gambar 78 Bauran Energi Nasional 2025, Skenario
Transformatif
282
283
284
290
299
312
321
Bab VII Agar Tak Jatuh
Tak ada gambar
KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN
xxiii
DAFTAR TABEL
Bab I Ancaman di Depan Mata
Tak ada tabel
Bab II Di Tengah Dunia yang Penuh Tantangan
Tabel 1
Cadangan Energi ASEAN
54
Bab III Agar Tak Jalan di Tempat
Tak ada tabel
Bab IV "Byar Pet," Mafia, dan Kelangkaan Migas
Tabel 2
Produksi Bioetanol Brasil, 2003-2009.
Tabel 3
Perbandingan Penggunaan Energi Baru dan
Terbarukan serta Nuklir di Sejumlah Negara
Dibandingkan dengan Indonesia.
Tabel 4
Proyeksi Bauran Energi Nasional 2015-2050
(dalam Persen).
Tabel 5
Proyeksi Bauran Energi Nasional 2015-2050
(dalam MTOE).
Bab V Membangun Fondasi Kuat
Tabel 6
Produsen Minyak Terbesar di Indonesia,
Februari 2014
Tabel 7
Negara Asal Minyak Mentah Impor,
Februari 2014
Tabel 8
Produsen Gas Alam Terbesar di Indonesia,
Februari 2013
Tabel 9
Produsen Batubara Terbesar di Indonesia, 2013
xxiv
KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN
173
173
178
179
202
204
209
212
Tabel 10
Tabel 11
Tabel 12
Tabel 13
Tabel 14
Tabel 15
Tabel 16
Kualitas, Sumber Daya, dan Cadangan
Batubara Indonesia, 2012
Sumber Daya CBM Indonesia Berdasarkan
Penyelidikan Badan Geologi sampai 2012
Potensi Shale Gas di Indonesia
Sumber Daya Energi Baru dan Terbarukan
Wilayah Kerja Panas Bumi Yang Sudah
Beroperasi (Status Maret 2013)
Kondisi Kelistrikan Nasional 2011-2013
Negara Asal BBM Impor, Februari 2014
214
219
221
223
224
248
257
Bab VI Tiga Skenario Energi
Tak ada tabel
Bab VII Agar tak Jatuh
Tak ada tabel
KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN
xxv
xxvi
KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN
RINGKASAN
EKSEKUTIF
xxviii
KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN
Matahari, mikrohidro, angin, dan panas bumi,
merupakan contoh dari sekian banyak energi
terbarukan yang sangat melimpah terdapat di
Indonesia. Itu harus kita manfaatkan betul-betul
untuk kemakmuran rakyat.
~Prof. Dr. Emil Salim, Ketua Dewan Pertimbangan
Presiden RI (2010-2014)~
KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN
xxix
RINGKASAN EKSEKUTIF
Pendahuluan
Ancaman di Depan Mata
Lingkungan
Strategis
Dunia yang Berubah
Bagian ini membedah perubahan peta
perebutan sumber daya energi di tingkat
regional ataupun global dan perubahan
geopolitik yang ada.
Kebijakan Energi
Nasional
Agar Tak Jalan di Tempat
Bagian ini mengulas kebijakankebijakan energi nasional yang telah
ditempuh Indonesia dan beberapa
persoalan yang melingkupinya.
Manajemen
Energi secara
Makro
Byar Pet, Mafia dan Kelangkaan
Minyak
Bagian ini memaparkan tentang isuisu strategis soal tata kelola energi dari
Bagian ini merupakan pengantar
tentang persoalan serius krisis energi
yang mengancam Indonesia dan dunia
global dalam kurun waktu 2015-2025.
mulai soal subsidi, mafia minyak dan
gas, krisis listrik, nuklir, dan inefisiensi
tata kelola energi hingga perbandingan
xxx
KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN
pengelolaan energi di berbagai negara
di ASEAN dan negara lain seperti
Jepang, Jerman, Tiongkok, dan Brasil.
Manajemen
Energi secara
Mikro
Membangun Fondasi yang Kokoh
Bagian ini membedah penyediaan energi
primer seperti minyak, gas, batubara
dan beberapa energi terbarukan seperti
panas bumi, hidro, biofuel, biomassa
serta nuklir.
Prediksi
Ketahanan
Energi
Tiga Skenario Energi
Bagian ini menggambarkan tiga
skenario energi untuk Indonesia pada
kurun 2015-2025 yakni skenario
pesimistis, optimistis, dan transformatif.
Rekomendasi
Agar Tak Jatuh
Bagian ini menunjukkan langkahlangkah
yang
harus
ditempuh
pemerintah selama 2015-2025 agar tak
terperangkap pada krisis energi yang
mengancam ketahanan dan keamanan
nasional.
KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN
xxxi
Pendahuluan: Ancaman di Depan Mata
Kelangkaan sumber energi seperti minyak dan gas diperkirakan bakal
memicu persaingan sengit banyak negara untuk memperebutkan
sumber energi. Banyak yang yakin, di masa mendatang siapa yang
menguasai sumber daya energi akan menguasai dunia. Amerika
Serikat, Tiongkok, Jepang berlomba menguasai sumber daya energi.
Peta sumber-sumber energi juga telah bergeser dari kawasan utara
seperti Amerika Serikat, Kanada, Eropa, dan Tsar (Kekaisaran Soviet)
di era 1950 sampai 1970-an ke kawasan selatan seperti Afrika,
cekungan Laut Kaspia, dan Teluk Persia. Keamanan pasokan energi
telah menjadi prioritas negara-negara maju. Mereka menggunakan
energi tak hanya untuk meningkatkan proses pembangunan dan
industrialisasi, tetapi juga untuk mendukung keperluan pertahanan
atau militer. Bagaimana Indonesia? Masih jauh tertinggal.
Lingkungan Strategis: Dunia yang Berubah
Pada saat ini, negara Indonesia sedang berada dalam ujian besar
dalam soal pengelolaan energi dan perebutan sumber energi. Disadari
atau tidak, banyak wilayah Indonesia, termasuk sumber daya alam di
dalamnya telah dikuasai oleh asing. Sebagai contoh adalah lepasnya
Timor Timur dan Sipadan Ligitan yang berdasarkan indikasi geologi
memiliki potensi sumber daya minyak dan gas cukup besar. Indonesia
juga ada dalam sorotan Amerika Serikat. US National Security
Council pernah menerbitkan National Securities Studies Memorandum
2000, yang disupervisi oleh Henry Kissinger, yang menyinggung 13
negara yang mendapat perhatian khusus dari AS dalam segi politik
dan kepentingan strategis (strategic interest). Salah satu negara itu
xxxii
KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN
adalah Indonesia. Indonesia disorot karena di wilayahanya ada
potensi gangguan terhadap akses AS ke negara-negara penghasil
sumber daya alam strategis.
Kebijakan Energi Nasional Agar Tak Jalan di Tempat
Indonesia selama ini belum memiliki cadangan penyangga energi
yang dapat memberikan jaminan pasokan dalam waktu tertentu
apabila terjadi kondisi krisis dan darurat energi. Pemerintah sudah
membuat kebijakan yang menyokong ketahanan energi nasional.
Contohnya upaya pencarian (eksplorasi) baru untuk menemukan
cadangan minyak dan gas baru untuk mengantisipasi menurunnya
produksi migas belakangan ini. Pemerintah juga sudah berupaya
mencari sumber-sumber energi hijau, energi baru dan terbarukan
seperti biofuel, biomassa dan nuklir. Hanya, kebijakan itu belum
melaju kencang.
Manajemen Energi secara Makro: Byar Pet, Mafia dan
Kelangkaan Minyak
Disadari atau tidak, Indonesia punya PR (pekerjaan rumah) besar
soal tata kelola energi. Hampir sepanjang tahun headline-headline
koran nasional selalu dihiasi berita tentang subsidi bahan bakar
minyak (BBM), adanya mafia migas (minyak dan gas), krisis listrik
yang sudah mulai dirasakan di wilayah Sumatra dan Indonesia Timur
serta terkatung-katungnya pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga
Nuklir (PLTN). Kondisi itu amat kontras dengan tata kelola energi
di berbagai negara jiran seperti Malaysia, Thailand, Vietnam dan
Filipina. Negeri-negeri itu sudah memutuskan untuk menggunakan
KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN
xxxiii
listrik tenaga nuklir. Bahkan, Vietnam berencana membangun 13
PLTN. Negara-negara seperti Jepang, Jerman, Tiongkok, dan Brasil
juga mulai melepaskan ketergantungannya pada energi fosil.
Manajemen Energi secara Mikro: Membangun Fondasi yang
Kokoh
Fenomena berkurangnya produksi sumber daya energi primer seperti
minyak, gas, batubara sudah dirasakan Indonesia selama satu dekade
terakhir. Era bonanza minyak telah berakhir. Faktanya, Indonesia
telah berubah menjadi net importer minyak sejak 2004. Ratusan
titik-titik baru yang dieksplorasi untuk mencari sumber minyak
dan gas namun upaya itu belum menemui hasil yang memuaskan.
Pemerintah pun mulai melirik sumber energi nuklir dan beberapa
energi terbarukan, seperti panas bumi, hidro, biofuel, biomassa.
Sayang, kendala pemanfaatan energi terbarukan itu cukup besar.
Misalnya, harganya yang masih tinggi jauh di atas harga listrik atau
BBM yang disubsidi.
Prediksi Ketahanan: Tiga Skenario Energi
Bagian ini adalah satu bagian terpenting buku ini yang dengan
gamblang menggambarkan tiga skenario energi untuk Indonesia
pada kurun waktu 2015-2025, yakni skenario pesimistis, optimistis,
dan transformatif. Skenario itu disusun dari data-data yang sudah
dipaparkan dalam bab terdahulu. Skenario pesimistis adalah
skenario bila pemerintah hanya melakukan upaya seperti yang
sudah berjalan atau business as usual. Jika ini yang terjadi, Indonesia
bisa tercengkeram krisis energi. Adapun skenario optimistis, bila
xxxiv
KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN
pemerintah bekerja keras akan terjadi perbaikan. Sedangkan skenario
transformatif merupakan skenario jalan tengah, yaitu bila perbaikan
sudah dilakukan namun hambatan-hambatan besar juga masih ada.
Rekomendasi: Agar Tak Jatuh
Selama ini Indonesia dikenal sebagai salah satu penghasil minyak,
gas dan batubara di dunia. Kekayaan tersebut sebenarnya merupakan
modal untuk menjadi negara besar. Ada beberapa rekomendasi yang
harus dijalankan bila Indonesia tak ingin jatuh ke “lubang” krisis
energi. Contohnya, upaya mengatasi ketergantungan terhadap impor
minyak dari negara tertentu saat ini, mengharuskan Indonesia untuk
lebih agresif mencari sumber-sumber pasokan (energi fosil) baru di
luar kawasan Timur Tengah, seperti Rusia, Asia Selatan, dan Afrika
dengan mengedepankan jalur diplomasi energi. Indonesia juga harus
berani melakukan perubahan radikal untuk pembangunan energi
baru dan terbarukan.
Bagian ini menunjukkan langkah-langkah yang harus ditempuh
pemerintah selama periode 2015-2025 agar tak terperangkap pada
krisis energi yang mengancam ketahanan dan keamanan nasional.
KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN
xxxv
xxxvi
KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN
BAB I
PENDAHULUAN
ANCAMAN
DI DEPAN MATA
Pendahuluan: ANCAMAN DI DEPAN MATA
1
2
KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN
“Dunia akan bertekuk lutut kepada siapa yang
punya minyak.”
~ Ir. Soekarno, Presiden RI ke-1 ~
Pendahuluan: ANCAMAN DI DEPAN MATA
3
PENDAHULUAN
ANCAMAN
DI DEPAN MATA
E
nam tahun lalu, kantor pusat Badan Intelijen Amerika
Serikat Central Intelligence Agency (CIA) dikejutkan dengan
sebuah laporan. Bukan soal senjata nuklir atau menurunnya
dominasi Amerika yang membuat mereka terkaget-kaget, melainkan
laporan tentang kelangkaan energi yang kian menakutkan pada 2025.
Keterkejutan CIA itu bahkan sampai ditulis dalam Tajuk Rencana
koran terkenal New York Times.
Laporan CIA yang bertajuk Global Trends 2025 itu memperingatkan
bahwa bakal muncul ancaman serius akibat kelangkaan bahan
bakar fosil, yakni minyak dan gas (migas). Kelangkaan itu bahkan
bisa mengancam kelangsungan pembangunan di banyak negara
4
KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN
berkembang, seperti Tiongkok dan
sejumlah negara Asia. Bisa dibayangkan
kegoncangan yang bakal terjadi saat
migas langka. Industri bisa menjerit.
Setiap hari kebutuhan minyak Amerika
Serikat (AS) mencapai seperempat
kebutuhan minyak dunia. Dalam
laporan itu juga disebutkan, pada 2030
setiap hari minyak yang “dibakar” oleh
dua negara, yakni Tiongkok dan India,
akan menyamai kebutuhan minyak dua
negara, AS dan Jepang.
Meningkatnya
konsumsi di dalam
negeri secara tak
terkendali dan
turunnya produksi
menyebabkan
Indonesia menjadi
negara net oil
importer sejak 2004.
Masalah itu akan semakin akut lantaran energi pengganti yang
digadang-gadang, yakni “energi baru dan terbarukan, pada 2025
diprediksi belum bisa diproduksi untuk memenuhi kebutuhan
komersial.” Pembangunan pembangkit listrik tenaga nuklir pun
tak sanggup mengimbangi lonjakan kebutuhan listrik. Kelangkaan
minyak itu diperkirakan bakal memicu persaingan sengit banyak
negara untuk memperebutkan sumber energi. Pada masa mendatang,
banyak negara hakkul yakin bahwa siapa yang menguasai sumber daya
energi akan menguasai dunia. Karena begitu strategisnya sumber
daya ini, Indonesia tak boleh berdiam diri. Undang-Undang Dasar
(UUD) 1945 telah mengamanatkan pemanfaatan sumber daya alam
(SDA) ini untuk kemakmuran bangsa.
Seperti halnya negara-negara ekonomi baru lainnya di Asia
(Tiongkok dan India), Indonesia juga dalam bayang-bayang krisis
energi. Negeri ini mengalami pertumbuhan konsumsi energi yang
Pendahuluan: ANCAMAN DI DEPAN MATA
5
pesat selama 10 tahun terakhir, yaitu rata-rata sebesar 5,2 persen per
tahun. Pertumbuhan konsumsi ini masih didominasi oleh energi fosil
dalam bauran (energy mix). Pada 2013, sebesar 94,3 persen dari total
kebutuhan energi nasional dipenuhi dari energi fosil, yaitu sebesar
1.357 juta setara barel minyak (SBM), sisanya sebesar 5,7 persen
dipenuhi dari energi hijau atau energi baru dan terbarukan (EBT).
Walaupun Indonesia pernah menjadi negara pengekspor minyak,
meningkatnya konsumsi di dalam negeri secara tak terkendali dan
turunnya produksi menyebabkan Indonesia menjadi negara net oil
importer sejak 2004. Kondisi ini berakibat serius pada perekonomian
nasional dan juga pada ketahanan energi. Sebab, sebagian dari
pasokan energi tersebut berasal dari impor.
Pada 2013, total konsumsi minyak nasional mencapai 425 juta barel
terdiri dari minyak mentah (crude oil). Dari jumlah tersebut, sebesar
352 juta barel (233 juta barel dalam bentuk bahan bakar minyak/BBM)
yang dipasok dari kilang minyak di dalam negeri. Sisanya, sebesar
192 juta barel diimpor dalam bentuk minyak mentah dan produk
BBM. Besarnya angka impor itu diakibatkan oleh turunnya produksi
dan terbatasnya kapasitas kilang di dalam negeri. Hal inilah yang
membuat Indonesia semakin rentan terhadap fluktuasi ketersediaan
dan harga energi yang terjadi di pasar energi internasional.
Ketidakseimbangan antara permintaan dan pasokan akan
mengakibatkan terjadinya kelangkaan (scarcity). Dampaknya,
keekonomian energi tidak lagi bersifat elastis tapi dapat menimbulkan
contagion effect (efek menular) bagi perekonomian nasional, stabilitas
6
KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN
politik, dan kerawanan sosial. Oleh karena itu, melalui instrumen
kebijakannya negara harus mengambil peran dalam menjaga agar tidak
terjadi kelangkaan energi. Daniel Yergin (Mallaby, 2006) menyatakan
bahwa konsep ketahanan energi suatu negara dalam era globalisasi
mencakup dua dimensi, yaitu independensi dan interdependensi.
Dimensi independensi, yaitu pemenuhan kebutuhan energinya dari
sumber daya energi di dalam negeri/domestik. Sedangkan dimensi
interdependensi global, yaitu pemenuhan energi setiap negara tidak
dapat lepas dari pasokan energi dari negara lain, terutama yang
berasal dari negara-negara produsen utama minyak dan gas bumi.
CITA-CITA LUHUR:
MASYARAKAT ADIL DAN MAKMUR
PASAL 33 UUD 1945: SUMBER DAYA ENERGI DIKUASAI NEGARA
RPJMN: RENCANA PEMBANGUNAN
MENENGAH NASIONAL
KAPITAL
MULTI NASIONAL CO.
MODAL,TEKNOLOGI, EXPERT
TENAGA
AHLI
TEKNOLOGI
PEMERINTAH
CADANGAN SUMBER ENERGI
KEPASTIAN
HUKUM
KONTRAK KERJASAMA
PENGUSAHAAN ENERGI
PENGUSAHA JASA
PENGUSAHA PENUNJANG
Gambar 1
Peran Sektor Energi dalam Pembangunan Nasional
Pendahuluan: ANCAMAN DI DEPAN MATA
7
Kerangka Teoritis Ketahanan Energi
Konsep ketahanan energi diperkenalkan pada 1973 oleh AS dan
sebagian negara Eropa Barat ketika terjadi embargo minyak oleh
negara-negara Arab yang merupakan produsen utama minyak dunia.
Sejak saat itu, masalah ketahanan energi menjadi isu yang semakin
diperhatikan dan terus berkembang.
Saat ini, dunia juga telah mengubah cara berpikir dalam hubungan
antara produsen dan konsumen untuk menjaga keamanan pasokan
jangka panjang. Perkembangan pemahaman untuk meningkatkan
ketahanan energi menyebabkan definisi tentang ketahanan energi
juga berkembang. Berikut di antaranya:
8
-
European Commission: “Ketersediaan energi di pasar dengan
harga yang terjangkau untuk semua konsumen“.
-
International Energy Agency: "Akses terhadap energi yang
memadai,terjangkau dan dapat diandalkan,termasuk ketersediaan
sumber daya energi, pengurangan ketergantungan pada impor,
penurunan gangguan terhadap lingkungan, persaingan dan pasar
yang efisien, ketergantungan pada sumber daya setempat yang
bersih lingkungan, dan energi yang terjangkau serta adil“.
-
World Bank: “Akses untuk mengamankan persediaan energi, pasar
yang kompetitif yang mendistribusikan energi tersebut, stabilitas
arus sumber daya energi, dan efisiensi penggunaan akhir”.
-
D.Yergin: “Akses yang dapat diandalkan dan terjangkau untuk
pasokan energi, diversifikasi, integrasi ke pasar energi, dan
penyediaan informasi”.
KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN
Secara umum, ketahanan energi dapat didefinisikan sebagai “suatu
kondisi terjaminnya ketersediaan energi, akses masyarakat terhadap
energi pada harga yang terjangkau (rasional) dalam jangka panjang
dengan tetap memperhatikan perlindungan terhadap lingkungan
hidup.”
Di dunia dikenal dua mazhab konsep ketahanan energi, yaitu:
-
5 S: supply (ketersediaan sumber daya, seperti bahan bakar fosil,
energi alternatif dan energi terbarukan); sufficiency (ketercukupan
jumlah bahan bakar dan jasa dari sumber energi); surety (akses
terhadap sumber energi); survivability (daya tahan energi
dalam menghadapi gangguan atau kerusakan); sustainability
(pengurangan limbah dan pembatasan kerusakan lingkungan)
-
4 A: availability (ketersediaan sumber energi dan energi, baik
dari domestik maupun luar negeri), accessibility (kemampuan
untuk mengakses sumber energi, infrastruktur jaringan energi,
termasuk tantangan geografik dan geopolitik), affordability (biaya
investasi di bidang energi, mulai dari biaya eksplorasi, produksi
dan distribusi, hingga biaya yang dikenakan ke konsumen),
acceptability (penggunaan energi yang peduli lingkungan, baik
darat, laut maupun udara, termasuk penerimaan masyarakat).
Indonesia menganut mazhab 4A yang disesuaikan dengan kondisi
atau kemampuan nasional untuk membangun ketahanan energi.
Dalam Kebijakan Energi Nasional sampai dengan 2050, ketahanan
energi didefinisikan sebagai suatu kondisi terjaminnya ketersediaan
energi, akses masyarakat terhadap energi pada harga yang terjangkau
Pendahuluan: ANCAMAN DI DEPAN MATA
9
dalam jangka panjang dengan tetap memperhatikan perlindungan
terhadap lingkungan hidup (Gambar 2).
KEANDALAN
(Ketersediaan &
Infrastruktur)
Ketahanan
Energi
HARGA
LINGKUNGAN
Gambar 2
Aspek Ketahanan Energi Nasional
Saat ini, peran energi tidak lagi hanya terkait dengan keamanan
pembangunan ekonomi suatu negara, tetapi juga memiliki keterkaitan
langsung dengan keamanan pembangunan sosial, budaya dan politik
suatu negara (Gambar 3).
10
KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN
KETAHANAN NASIONAL
KETAHANAN
POLITIK
KETAHANAN
EKONOMI
KETAHANAN
SOSIAL
KETAHANAN
BUDAYA
KETAHANAN
ENERGI
Sumber: DEN
Gambar 3
Peran Energi dalam Ketahanan Nasional
Menurut beberapa pakar energi, kerangka ketahanan energi saat ini
dipengaruhi oleh enam faktor, yaitu:
1. Ketahanan Energi Suatu Kebutuhan
Semakin terbatasnya ketersediaan minyak bumi dan energi
fosil lainnya telah memperluas cakupan ruang lingkup
ketahanan energi menjadi tak hanya terbatas pada minyak,
namun mencakup juga energi fosil lainnya yang bersifat tidak
terbarukan termasuk nuklir. Menurut Daniel Yergin, ketahanan
Pendahuluan: ANCAMAN DI DEPAN MATA
11
energi adalah “ketersediaan pasokan yang memadai dengan
harga terjangkau”. Perkembangan yang terjadi di pasar energi
global juga telah mentransformasi konsep ketahanan energi
agar menyesuaikan dengan hukum ekonomi. Secara umum, ada
empat prinsip utama yang dapat menjamin ketahanan energi
suatu negara, yaitu:
Pertama, adanya efek ganda diversifikasi energi; di satu sisi
diversifikasi pasokan (jenis dan asal sumber energi) dan di sisi
lain diversifikasi kegiatan ekonomi dalam sistem perekonomian
domestik melalui pengembangan sumber energi alternatif.
Di sini akan dilihat apakah negara itu bisa mengurangi porsi
minyak dalam kegiatan ekonomi secara keseluruhan atau tidak.
Kedua, adanya ketahanan, yaitu dengan menyiapkan stok/
cadangan strategis yang siap pakai untuk digunakan dalam
situasi terjadinya gangguan pasokan.
Ketiga, adanya pengakuan realitas integrasi dan keberadaan
pasar minyak dunia dan pembangunan ketahanan energi berasal
dari stabilitas pasar.
Keempat, adanya pembangunan kekuatan informasi dengan
basis data yang memiliki akurasi tinggi dan disampaikan
pada waktu yang tepat. Informasi yang dimiliki oleh Badan
Energi Internasional (IEA) di sisi konsumen, Organization
of the Petroleum Exporting Countries (OPEC) di sisi produsen,
dan International Energy Forum (IEF) terbukti dapat
mempengaruhi pasar energi dunia menjadi landasan kebijakan
energi di banyak negara.
12
KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN
2. Kelangkaan Sumber Energi
Ada dua peristiwa penting yang mendorong berkembangnya
penggunaan minyak bumi di dunia. Pertama, ketika Perang
Dunia I, Winston Churchill, Panglima Angkatan Laut Inggris,
memutuskan untuk mengganti bahan bakar armada perang
Inggris dari batubara ke minyak bumi (Yergin, 2006). Sejak itu,
minyak menjadi bagian penting dari strategi pertahanan negara.
Kedua, ketika OPEC yang merupakan gabungan negara-negara
penghasil minyak utama dunia melakukan embargo terhadap
AS dan sekutunya pada 1973 sebagai reaksi atas keterlibatan AS
dan sekutunya dalam perang Arab-Israel (Giragosian, 2004).
Akibatnya, harga minyak dunia naik dan terjadi resesi ekonomi
dunia yang menyebabkan banyak industri di dunia kolaps.
Menurut Amineh dan Houweling, dalam konteks geopolitik,
kelangkaan sumber daya energi membuat adanya interaksi
antara negara-negara produsen dan konsumen. Di sini, ada tiga
pola yang menyebabkan terjadinya kelangkaan sumber daya
energi, disparitas permintaan dan pasokan.
Pertama, pertumbuhan konsumsi energi global yang sangat
tinggi menimbulkan kekhawatiran akan terjadinya kelangkaan
sumber daya energi. Kedua, pertumbuhan penduduk yang
diikuti pertumbuhan pendapatan per kapita. Ketiga, perubahan
teknologi yang menyebabkan terjadinya peningkatan tajam
dalam permintaan minyak dunia tanpa mempertimbangkan
persediaan yang ada.
Pendahuluan: ANCAMAN DI DEPAN MATA
13
Di samping hal-hal tersebut di atas, beberapa faktor eksternal
yang menyebabkan terjadinya fluktuasi pasokan dan harga
energi di pasar energi dunia, adalah:
a. Kekhawatiran terhadap perlambatan produksi di masa
depan.
Kekhawatiran ini muncul akibat adanya penurunan
produksi pada ladang-ladang minyak yang ada dan belum
ditemukannya cadangan minyak bumi baru dalam jumlah
besar. Menurut US Army Corps of Engineers, penemuan
ladang minyak besar hanya terjadi pada era 1960-an, yang
perolehan cadangan minyaknya baru sekitar 480 miliar barel.
Sejak itu, tingkat penemuan menurun, sementara konsumsi
minyak terus melonjak.
b. Pergeseran pusat produksi minyak dunia dari utara ke
selatan.
Terjadi pergeseran pusat produksi minyak dunia dari wilayah
utara, terutama AS, Kanada, Eropa, dan Tsar (Kekaisaran
Soviet) yang secara geografis dan politik lebih aman menuju
wilayah selatan yang memiliki risiko lebih tinggi. Pada
1950, sekitar dua pertiga produksi minyak dunia dihasilkan
dari wilayah utara yang secara geografis dan politik mudah
diakses. Pada 1990, sebesar 39 persen dari total produksi
minyak dunia berasal dari lapangan minyak yang beroperasi
di wilayah utara. Pada 2030, gabungan produksi dari negaranegara tersebut diperkirakan turun menjadi 26 persen akibat
dari turunnya cadangan dan belum adanya penemuan baru.
14
KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN
Pada saat yang bersamaan, proyek-proyek peningkatan
produksi minyak bumi dunia bergerak ke daerah-daerah
penghasil utama di wilayah selatan, terutama Afrika,
cekungan Laut Kaspia, dan Teluk Persia. Pergeseran pusat
gravitasi produksi minyak dunia mempunyai implikasi
yang besar karena risiko terjadinya gangguan lebih besar di
selatan daripada di utara. Hal itu disebabkan oleh tingginya
angka kemiskinan, pengangguran, pemberontakan, dan
ekstremisme etnis di negara-negara wilayah selatan. Ini
bisa memicu perselisihan antara pemerintah pusat dan
kelompok-kelompok etnis, seperti yang terjadi di Kurdistan,
Irak, wilayah Niger Delta di Nigeria, dan non-Muslim di
daerah selatan di Sudan.
c. Penyerangan terhadap fasilitas industri minyak.
Saat ini, fasilitas industri migas telah menjadi salah satu
target strategis bagi pemberontak dan kaum ekstremis dalam
menjalankan aksi teror. Menyerang ladang minyak dan pipa
merupakan tindakan yang logis bagi kelompok-kelompok
tersebut. Kondisi ini mengakibatkan harga energi menjadi
mahal karena adanya ongkos untuk pengamanan fasilitas
energi.
3. Geopolitik yang Kian Kritis
Istilah geopolitik kritis muncul pada akhir 1980-an yang
didukung oleh pendekatan pasca-strukturalis dan ekonomi
politik dalam disiplin ilmu hubungan internasional. Isu-isu yang
Pendahuluan: ANCAMAN DI DEPAN MATA
15
menyangkut energi erat hubungannya
Pergeseran pusat
dengan teori geopolitik. Sejak awal
gravitasi produksi
abad ke-21, keamanan pasokan minyak
minyak dunia ke
mentah telah menjadi prioritas negaradaerah-daerah penghasil
negara maju. Mereka menggunakan
utama di wilayah
minyak mentah tak hanya untuk
selatan, seperti Afrika,
cekungan Laut Kaspia,
meningkatkan proses pembangunan
dan Teluk Persia,
dan industrialisasi, tetapi juga untuk
mempunyai implikasi
mendukung keperluan pertahanan
yang besar karena risiko
atau militer. Negara-negara maju yang
terjadinya gangguan
kuat secara finansial dan memiliki
lebih besar di selatan
ketergantungan terhadap pasokan
daripada di utara.
cenderung menekankan keamanan
pasokan energinya kepada kekuatan
ekonomi melalui penguasaan cadangan sumber daya energi
di negara lain ( Jepang, Korea, Belanda) dan kekuatan militer
(Rusia) atau kombinasi kedua kekuatan tersebut (AS, Tiongkok).
4. Konsepsi Transnasionalisasi
Proses yang disebut transnasionalisasi ini muncul pertama
kali setelah Perang Dunia II. Dalam konsep ini tersirat ada
sebuah proses transformasi, pemisahan yang jelas antara kontrol
pemerintah dan “aktor korporasi transnasional”. Proses ini jelas
semakin memperkuat hubungan, koalisi, dan interaksi lintas
batas negara.
Saat ini, terjadi perubahan bentuk dari sistem transnasionalisasi
dalam tatanan ekonomi global. Sejumlah negara berkembang
bahkan telah berhasil tumbuh secara signifikan, terutama
16
KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN
negara-negara Brasil, Rusia, India dan China (BRIC), setelah
memperoleh kekuatan yang lebih di panggung internasional.
Di sektor energi global, pergeseran keseimbangan kekuatan
terhadap perusahaan-perusahaan minyak nasional (NOC)
telah muncul karena perubahan penting yang terjadi, seperti
fluktuasi harga, ketegangan geopolitik, perubahan penawaran
dan permintaan, ketahanan energi dan krisis keuangan. Pada
tingkat domestik, pergeseran dalam kekuasaan terjadi disertai
dengan kecenderungan untuk menasionalisasi industri ekonomi
strategis, seperti industri energi.
5. Teori Ruang Hidup
Menurut Friederich Ratzel, seorang pakar geopolitik dengan
teorinya lebensraum (ruang hidup), kehidupan adalah perjuangan
untuk merebut ruang. Semua bangsa harus mempunyai konsepsi
ruang yang berisi gagasan tentang batas-batas suatu wilayah.
Ratzel memandang bahwa negara sebagai suatu kesatuan
antara rakyat dan tanahnya merupakan organisasi yang tumbuh
sebagaimana organisasi lainnya. Lepasnya Timor Timur dan
Pulau Sipadan-Ligitan yang berhasil diklaim Malaysia termasuk
dalam terori ini. Secara geologis, kedua wilayah tersebut
diketahui memiliki cadangan migas yang sangat potensial. Kasus
lain yang sedang hangat adalah Sengketa di Laut China Selatan
tempat perairan dan daratan di sekitar Kepulauan Spratly, yang
diindikasikan secara geologi mengandung potensi minyak dan
gas sangat besar, merupakan ruang sengketa kepemilikan yang
melibatkan enam negara, yaitu Tiongkok, Taiwan, Vietnam,
Filipina, Brunei, dan Malaysia sejak 10 tahun terakhir.
Pendahuluan: ANCAMAN DI DEPAN MATA
17
6. Siklus Teori Transisi Kekuasaan
Teori ini dipertimbangkan karena gagasan bahwa pertumbuhan
pesat ekonomi suatu negara dan kemakmuran masa depan
kemungkinan akan berhadapan dengan kekuasaan dalam
tatanan ekonomi global. Pendekatannya menjadi sangat
relevan karena perspektif ketahanan energi negara saat ini telah
berkembang dan memiliki implikasi geopolitik. Dilihat dari
teori siklus kekuasaan, AS sebagai negara adidaya berupaya
terus mempertahankan posisi “hegemonik” mereka dalam sistem
dunia dan memberikan pengaruh dalam sistem energi dunia.
Namun, hegemoni itu cenderung menurun karena bangkitnya
kekuatan ekonomi baru, seperti Tiongkok dan Rusia.
Maksud dan Tujuan
Kajian ketahanan energi nasional ini dimaksudkan untuk
menyampaikan prediksi tentang permasalahan energi yang dihadapi
Indonesia. Tujuannya adalah sebagai early warning (peringatan
dini) bagi seluruh rakyat Indonesia sehingga mampu menghadapi
kemungkinan ancaman krisis energi pada masa mendatang.
Kajian ini akan menganalisis secara lebih mendalam mengenai:
kondisi pasokan energi saat ini, isu-isu strategis yang menggambarkan
kondisi tata kelola energi nasional selama ini, lingkungan strategis
internal dan eksternal yang mempengaruhi ketahanan energi dan
ketahanan nasional, baik secara langsung maupun tidak langsung,
serta prediksi ketahanan energi tahun 2025.
18
KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN
BAB II
LINGKUNGAN STRATEGIS
DI TENGAH DUNIA YANG
PENUH TANTANGAN
Pendahuluan: ANCAMAN DI DEPAN MATA
19
20
KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN
“Karena minyak dan gas sekarang semakin
berkurang, maka kita harus bersiap melakukan
perubahan, melakukan konservasi energi, gunakan
batubara dan sumber-sumber energi terbarukan
seperti sel surya.”
~Jimmy Carter, Presiden Amerika Serikat
(1977-1981) ~
Pendahuluan: ANCAMAN DI DEPAN MATA
21
LINGKUNGAN STRATEGIS
DI TENGAH DUNIA
YANG PENUH TANTANGAN
P
ada saat ini, negara, bangsa, dan nasionalisme Indonesia sedang
berada dalam ujian besar dan cengkeraman pengaruh dua
kekuatan besar, yakni antara globalisasi dan sentimen etnik.
Keduanya harus disadari membawa perubahan lingkungan strategis,
termasuk terjadinya pergeseran pengertian tentang nasionalisme
yang berorientasi kepada pasar atau ekonomi global. Pada perubahan
ini, globalisasi dengan pasar bebasnya sebenarnya merupakan bentuk
neokapitalisme transnasional, yang selalu berusaha mengintervensi
kebijakan dan kedaulatan nasional.
Setelah perang dingin, interaksi negara-negara besar tak lagi
dipengaruhi oleh persaingan masalah ideologi, tetapi telah bergeser
ke arah perebutan akses ekonomi. Kepentingan negara-negara besar
lebih diorientasikan dalam menjaga stabilitas ekonomi yang ditopang
22
KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN
dengan kekuatan politik dan militer. Oleh karena itu, konflik-konflik
yang terjadi sekarang ini lebih mengarah kepada konflik yang
berdimensi ekonomi, seperti perebutan sumber daya alam (SDA)
dan pengamanan jalur transportasi perdagangan internasional,
khususnya jalur laut. Menurut pendapat ahli Lingkungan Strategis,
terdapat tiga wilayah potensial yang dapat melahirkan konflik energi,
yaitu Timur Tengah, kawasan Laut China Selatan, dan di sekitar
Laut Kaspia.
Selama ini, disadari atau tidak, banyak wilayah Indonesia, termasuk
SDA di dalamnya telah dikuasai asing. Sebagai contoh adalah
lepasnya Timor Timur dan Sipadan-Ligitan yang berdasarkan
indikasi geologi memiliki potensi sumber daya migas cukup besar.
Sebagai sebuah bangsa, Indonesia sudah saatnya harus berusaha
untuk menjaga, memelihara, dan mengamankan wilayahnya sebagai
modal pembangunan ekonomi dan peradaban bangsa. Oleh karena
itu, perlu dilakukan penelaahan arah kecenderungan lingkungan
strategis nasional dan global, serta tinjauan perkembangan geopolitik
kawasan yang bersifat mendasar bagi proses perumusan kebijakan
nasional di berbagai bidang.
Energi merupakan bahan dasar manusia untuk mencapai kemajuan
ke arah perkembangan peradaban dan ekonomi dunia yang
akan mengubah pola hidup manusia dan hubungan antarnegara.
Keberadaan energi menjadi sangat krusial karena perannya yang
sangat penting dalam roda politik dan pemerintahan, perekonomian,
kehidupan sosial, serta pertahanan dan keamanan suatu negara. Oleh
karena itu, ketahanan energi seringkali digambarkan sebagai fondasi
dari ketahanan nasional.
Lingkungan Strategis: DI TENGAH DUNIA YANG PENUH TANTANGAN
23
Dalam konsep ketahanan nasional, ketahanan energi sangat
dipengaruhi oleh perkembangan lingkungan strategis saat ini. Bila
ketahanan nasional baik dan didukung oleh ketahanan energi yang
mumpuni, akan tercipta kondisi perekonomian yang sehat.
Perkembangan Lingkungan Strategis
Menurut Badan Energi Internasional (IEA), penduduk dunia
diperkirakan mencapai 7,8 miliar jiwa pada 2020 dan 8,7 miliar jiwa
pada 2035. Dengan populasi yang terus bertambah, sementara SDA
semakin terbatas, persaingan penduduk dunia akan semakin keras
demi melanjutkan kelangsungan kehidupannya. Bahkan, menurut
beberapa penelitian, kebutuhan akan SDA, termasuk sumber
daya energi tak terbarukan, seperti minyak bumi, akan lebih cepat
meningkat dibandingkan dengan pertumbuhan penduduk.
Saat ini, energi memiliki posisi sangat strategis di setiap negara
karena merupakan input utama dalam menggerakkan pertumbuhan
ekonomi secara berkesinambungan, sehingga kepastian jaminan
pasokan energi menjadi fokus utama dalam kebijakan energi suatu
negara.
Pada masa mendatang, timbul kekhawatiran yang dipicu kenyataan
bahwa konsumsi energi dunia semakin meningkat (Gambar 4).
Sebaliknya, sumber energi yang hanya terdapat di kawasan tertentu
semakin terbatas. Menyikapi kondisi kelangkaan pasokan, berbagai
strategi telah dikembangkan oleh banyak negara untuk mengamankan
pasokan energi dengan pola yang lebih agresif. Pemenuhan kebutuhan
pasokan energi tak hanya dilakukan melalui transaksi di pasar energi
global, tetapi juga bergerak ke arah penguasaan sumber-sumber
24
KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN
energi di negara-negara yang memiliki
sumber daya energi. Perilaku ini dalam
Banyak negara sekarang
praktiknya banyak didominasi oleh
ini mulai mewaspadai
aktor di suatu negara. Pergeseran pola
dan menyadari
kemungkinan timbulnya
ini juga telah meningkatkan tensi politik
gesekan dalam
dan ketegangan yang berkepanjangan,
persaingan menguasai
baik antarnegara maupun kawasan,
sumber energi.
terutama
dalam
memperebutkan
wilayah-wilayah yang diperkirakan kaya
sumber energi. Kondisi ini semakin
rawan bilamana kolaborasi dalam memperebutkan sumber energi
tersebut melibatkan pula perusahaan-perusahaan yang memiliki
kekuatan modal yang sangat besar.
Banyak negara sekarang ini mulai mewaspadai dan menyadari
kemungkinan timbulnya gesekan dalam persaingan menguasai
sumber energi. Salah satu bentuk pencegahan adalah kerja sama
antarnegara dan kawasan dalam rangka menjaga keamanan bersama
terhadap kepastian pasokan energi. Kebijakan energi bersama yang
merupakan penggabungan kekuatan dalam menangani krisis energi,
stabilitas pasokan energi, keragaman energi, dan harga energi kadang
tak berjalan seperti yang diharapkan. Apalagi bila ego setiap negara
dan sifat ekspansif masing-masing negara lebih menonjol. Kebijakan
energi bersama tidak saja bertujuan menyehatkan pasar tunggal
energi yang akan melahirkan kompetisi ke arah efisiensi dan harga
energi yang lebih murah, tapi juga melindungi lingkungan hidup,
mencegah pemanasan global, serta mendorong dikembangkannya
teknologi energi yang lebih efisien.
Lingkungan Strategis: DI TENGAH DUNIA YANG PENUH TANTANGAN
25
1987-2011
Gas
2011-2035
Coal
Renewables
Oil
Nuclear
500
1000
1500
2000
2500
3000
Sumber: IEA World Energy Outlook, 2013
Sumber: IEA World Energi Outlook, 2013
Gambar 4
Perkiraan Kebutuhan Energi Dunia
Banyak negara juga mulai khawatir bahwa peningkatan konsumsi
energi tak dapat diimbangi dengan penemuan bentuk energi baru
sebagai pengganti minyak. Tak bisa dipungkiri, saat ini kebutuhan
sumber energi, terutama kebutuhan untuk transportasi dan peralatan
persenjataan, belum bisa dicukupi oleh energi baru selain minyak.
Kekhawatiran itu mendorong beberapa negara, terutama negara maju,
mengatur kembali kebijakan energi mereka. Tujuannya, mengurangi
pemanfaatan potensi minyak bumi dan gas alam dalam negeri dan lebih
mengembangkan pemanfaatan EBT untuk kebutuhan dalam negeri.
Untuk memenuhi kebutuhan minyak bumi dan gas alam, negaranegara tersebut lebih memilih mengimpor melalui dukungan
kekuatan modal, teknologi, dan bila mungkin dengan kekuatan
politik dan bahkan militer. Kekhawatiran tersebut tak terbatas hanya
pada penguasaan sumber energi, tapi juga sampai pada tindakan
mengamankan rantai pasokan.
26
KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN
Minyak bumi, saat ini telah dipahami sebagai alat untuk melancarkan
hubungan antarnegara dan berinteraksi dalam dunia global. Minyak
bumi telah menjadi alat diplomasi dan sekaligus sebagai kekuatan
politik. Guildford (1973), dalam bukunya Energy Policy menyatakan
bahwa masalah minyak dunia terdiri atas 90 persen unsur politik
dan 10 persen unsur minyak itu sendiri. Ini berbeda dengan kondisi
pada abad pertengahan. Ketika itu, perselisihan antarbangsa dalam
memperebutkan sumber daya alam terjadi dalam bentuk kontak
langsung (perang).
Saat ini, telah terjadi perubahan dalam konsep geopolitik yang
dipengaruhi oleh perkembangan dan transformasi ekonomi serta
teknologi informasi. Arus modal, perdagangan, dan transaksi
keuangan yang secara historis menjadi penggerak utama dalam
membentuk kebijakan luar negeri telah berkembang melampaui
batas ruang dan waktu. Untuk menguasai sumber-sumber energi
dunia saat ini dapat dilakukan melalui kekuatan informasi. Kekuatan
membangun informasi sangat terkait dengan tersedianya data yang
memiliki akurasi tinggi dan disampaikan pada waktu yang tepat.
Kekuatan ini dapat dilihat dari IEA dan OPEC serta lembaga energi
dunia lainnya yang dapat mempengaruhi pasar energi dunia dan pola
kebijakan energi suatu negara melalui kekuatan informasi.
Secara mendasar, fenomena global yang akan terus mewarnai,
mempengaruhi, dan memberi dampak terhadap lingkungan strategis
adalah:
a. Fluktuasi harga minyak dunia
Di tengah-tengah kondisi semakin terbatasnya cadangan
minyak, dunia juga dihadapkan dengan semakin tingginya
Lingkungan Strategis: DI TENGAH DUNIA YANG PENUH TANTANGAN
27
kebutuhan sumber daya strategis tersebut. Akibatnya, terjadi
ketidakseimbangan antara pasokan dan permintaan, yang
akhirnya diikuti dengan peningkatan harga minyak dunia.
Pergerakan harga minyak mentah dunia akan sesuai dengan
kelangkaan dan kelebihan pasokan. Selama beberapa dekade
terakhir, harga minyak mentah mengalami fluktuasi, tergantung
pada perubahan permintaan dunia dan pasokan dari OPEC
dan non-OPEC. Fluktuasi harga minyak mentah seringkali
dikaitkan pula dengan peristiwa besar skala dunia, seperti
perang, ketegangan politik, perubahan kebijakan OPEC, dan
bencana alam. Fluktuasi harga minyak mentah juga dipicu oleh
ketidakpastian pasokan minyak yang antara lain disebabkan
oleh:
1) Adanya kecenderungan banyak negara untuk meningkatkan
volume cadangan penyangga energi secara signifikan.
Walaupun ini suatu keharusan, akan menyebabkan
ketidakseimbangan pasokan dan permintaan energi dunia.
2) Adanya masalah keamanan jalur transportasi dari negara
produsen ke konsumen karena sekitar 20 persen perdagangan
minyak dunia melalui selat Hormuz. Kelancaran pasokan
minyak bumi dari kawasan Timur Tengah dengan kondisi
politik kawasan yang tidak stabil bisa saja terganggu.
Demikian pula, sekitar 15 persen dari perdagangan minyak
dunia melalui Selat Malaka yang rawan dengan pembajakan
(Gambar 5).
28
KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN
Bosporus
2,5
Suez 2
3,2
Panama
Bab-el mandab
Hormuz
Million barrel
per day
17
Malacca
0,8
Middle east
13,6
North America
Latin America
Africa
Western Europe
Former Soviet Union
Pacific Asia
Oil Pipe line (telah dibangun pipa dari Burma ke china dengan kapasitas 240.000 barel/hari)
Sumber: Dewan Energi Nasional (2014)
Gambar 5
Jalur Transportasi Energi Dunia
3) Adanya spekulan yang juga akan meningkatkan kerentanan
pasokan minyak bumi. Pusat-pusat perdagangan
internasional minyak bumi sekarang ini lebih didominasi
perdagangan paper oil yang menampung uang non
commercial daripada perdagangan fisik. Perdagangan
jenis ini yang sifatnya spekulatif, bisa dalam sekejap
menyebabkan melonjaknya atau terjunnya harga minyak di
luar fundamental perdagangan minyak itu sendiri, seperti
yang terjadi pada krisis finansial 2008.
4) Adanya kolaborasi spekulan dengan pejabat. Perlu dicatat
bahwa di dalam negeri sendiri pun dapat terjadi kolaborasi
spekulan dengan aktor negara (eksekutif dan/atau legislatif )
yang akibatnya dapat mengintervensi kebijakan energi
dalam negeri.
Lingkungan Strategis: DI TENGAH DUNIA YANG PENUH TANTANGAN
29
b. Krisis Energi
Ada sejumlah alasan mengapa krisis energi atau migas terjadi.
Krisis ini pada umumnya merupakan gangguan mendadak atas
permintaan atau penawaran yang tidak bisa langsung ditampung
oleh pasar karena kurangnya fleksibilitas dan efek harga pada
perekonomian.
Peningkatan pasokan dan penurunan yang signifikan terhadap
harga minyak dapat menyebabkan krisis yang lain. Perubahan
dalam pasokan dapat menyebabkan permasalahan ekonomi yang
serius bagi negara-negara produsen minyak dan perusahaanperusahaan minyak yang terlibat karena biaya yang lebih tinggi.
Penurunan harga migas secara drastis bisa disebabkan oleh
penurunan permintaan atau peningkatan pasokan yang besar
secara tiba-tiba. OPEC sangat risau akan kebijakan negaranegara konsumen demi memenuhi kewajiban mereka di bawah
Protokol Kyoto, yang tentu akan berdampak negatif terhadap
permintaan minyak.
Meningkatnya investasi negara-negara non-OPEC dengan
memperbesar kapasitas produksi dan ekspor mereka yang
didorong oleh harga yang lebih tinggi akan memberikan efek
yang sama. Harga migas yang rendah tak hanya menciptakan
masalah ekonomi bagi negara-negara penghasil migas, tetapi juga
dapat menunda investasi untuk peningkatan kapasitas produksi
mereka. Langkah itu pada gilirannya akan dapat mengakibatkan
krisis pasokan energi dunia.
c. Isu lingkungan hidup dan pemanasan global
Isu lingkungan hidup saat ini menjadi agenda penting
30
KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN
yang menarik untuk didiskusikan dalam konteks hubungan
internasional. Isu ini biasanya terkait dengan masalah keamanan
di tengah persaingan akibat kelangkaan SDA yang berpotensi
menjadi konflik politik. Isu lingkungan hidup kerap pula
menjadi pencetus konflik di antara negara atau sub-kelompok
dengan negara, yang menyebabkan negara akan dipaksa untuk
menyelesaikan atau memperkecil ancaman yang terkait dengan
isu lingkungan hidup.
Isu lingkungan juga sering dijadikan prasyarat oleh negara-negara
maju dalam menjalin hubungan kerja sama dengan negara lain,
sebagaimana isu Hak Asasi Manusia (HAM) dan demokrasi yang
pernah diterapkan. Kepedulian terhadap lingkungan akan dinilai
dari komitmen pemerintah dalam mengendalikan lingkungan,
termasuk dampak dari pengembangan pemanfaatan energi.
Pada 2009, misalnya, Presiden RI dalam pertemuan Group
of Twenty (G-20) di Pittsburg pernah mengatakan bahwa
Indonesia akan mengurangi emisi gas rumah kaca (GRK) sebesar
26 persen atau 767 juta ton CO2-ekivalen secara ‘sukarela’, yang
kontribusi penurunannya berasal dari sektor energi (tanpa sektor
transportasi) mencapai 30 juta ton CO2-ekivalen.
Sejak 2008, Indonesia disebut sebagai negara dengan emisi
CO2 terbesar ketiga di dunia setelah AS dan Tiongkok.
Deforestasi (penebangan hutan), kebakaran hutan, dan
pengeringan lahan gambut sebagai penyebab utamanya. Di
sektor energi, upaya pemerintah menurunkan emisi karbon
terhitung cukup berat. Upaya ini memerlukan kesungguhan
dan konsistensi dalam pelaksanaan kebijakan energi yang
Lingkungan Strategis: DI TENGAH DUNIA YANG PENUH TANTANGAN
31
terkait dengan pengembangan EBT serta implementasi
kegiatan konservasi energi di seluruh sektor.
Sebagaimana diketahui, struktur penggunaan energi primer
di Indonesia saat ini dan masa mendatang masih didominasi
oleh energi fosil yang akan turut memberikan kontribusi secara
signifikan dalam peningkatan emisi GRK. Sedangkan sasaran
kebijakan energi nasional yang tertuang dalam Perpres No. 5
Tahun 2006 mengenai target energi pada 2025 adalah elastisitas
energi harus mencapai kurang dari 1, serta bauran energi dengan
porsi EBT mencapai 17 persen dari total.
d. Amerika Serikat masih mendominasi ekonomi dan
politik dunia
Geostrategi AS sangat dinamis, berubah dari waktu ke waktu,
mengikuti perubahan geopolitik di kawasan yang memiliki
sejumlah kepentingan. Perubahan kebijakan strategis AS
tersebut umumnya terkait dengan geografis suatu kawasan dan
rezim yang sedang memerintah, yang akan menjadi faktor utama
dalam menentukan kebijakan strategis AS.
Dalam posisi seperti itu, perubahan kebijakan dan perilaku
AS dipastikan akan mempengaruhi kepentingan Indonesia.
Terlebih untuk kawasan Asia Tenggara, Asia-Pasifik, dan
Timur Tengah yang merupakan kawasan sangat strategis bagi
AS. Kehadiran AS di kawasan sekitar Indonesia ini akan tetap
menjadi kondisi objektif dalam perumusan kebijakan keamanan
dan pertahanan Indonesia. Masalah-masalah baru internasional,
seperti terorisme, keamanan jalur perdagangan, dan masalahmasalah HAM akan mewarnai perilaku AS terhadap Indonesia
saat ini dan pada masa mendatang.
32
KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN
US National Security Council
Perubahan kebijakan dan
pernah menerbitkan National
perilaku AS dipastikan
Securities Studies Memorandum
akan mempengaruhi
2000, yang disupervisi oleh Henry
kepentingan Indonesia.
Kissinger, yang menyinggung 13
US National Security
negara yang mendapat perhatian
Council pernah
khusus dari AS dalam segi politik
menerbitkan laporan
yang menyinggung 13
dan kepentingan strategis (strategic
negara yang mendapat
interest). Salah satu negara itu
perhatian khusus, salah
adalah Indonesia. Hal yang
satunya Indonesia.
menyangkut kepentingan strategis
mereka adalah kemungkinan
adanya gangguan terhadap akses
AS ke negara-negara penghasil SDA strategis. Dalam laporan
itu juga disinggung tentang skenario instabilitas politik di
negara tersebut.
Dalam perkembangan terbaru, telah terjadi revolusi energi
di Amerika Utara yang secara signifikan dapat mengubah
geopolitik negara ini, yaitu dengan berhasilnya produksi migas
dari formasi shale yang menghasilkan shale oil yang juga disebut
sebagai light tight oil. Produksi minyak AS naik tajam selama
5 tahun terakhir, impor dari Timur Tengah turun drastis. Pada
2035, diperkirakan impor minyak AS menjadi hanya 3 persen.
Peningkatan produksi shale gas itu membuat harga gas alam turun
drastis menjadi hanya US$2/mmbtu, dan diperkirakan AS akan
berubah dari importir menjadi eksportir gas alam cair (Liquefied
Natural Gas, LNG). Dengan demikian, AS tidak tergantung lagi
pada Timur Tengah. Mereka akan lebih menoleh pada masalah
Lingkungan Strategis: DI TENGAH DUNIA YANG PENUH TANTANGAN
33
domestik, sehingga akan terjadi perubahan kepentingan dalam
keseimbangan global, terutama dengan Tiongkok, Rusia, Timur
Tengah, dan Afrika.
e. Dominasi Jepang, Tiongkok, dan India di Asia
1) Tiongkok
Kuatnya globalisasi yang membuka kesempatan untuk
bersaing dan pengembangan kekuatan maritim merupakan
pemicu munculnya Tiongkok sebagai kekuatan regional
dan global. Munculnya Tiongkok ini telah mengubah peta
internasional yang selama ini didominasi oleh AS.
Tiongkok sedang dan akan hadir sebagai tantangan dan
sekaligus peluang. Negara ini telah mensejajarkan diri
dalam kelompok negara besar di kawasan, terutama dengan
Jepang dan India, yang mampu bersaing dengan AS.
Negara-negara inilah yang mampu membentuk agenda
keamanan dan politik di kawasan Asia Pasifik dan mampu
memenuhi kepentingan ekonomi nasionalnya yang makin
mengandalkan pada keterbukaan ekonomi internasional dan
globalisasi. Indonesia tentu akan dihadapkan pada dinamika
hubungan Tiongkok-Amerika Serikat.
Saat ini, Tiongkok dengan populasi sebanyak 1,2 miliar
orang, terlihat membentuk keseimbangan energi baru Asia.
Namun, untuk mencapai pertumbuhan ekonomi dengan
kekuatan industrialisasi dibutuhkan juga energi yang
mencukupi. Meskipun Tiongkok memiliki sumber daya
energi, tidak serta merta kebutuhan mereka akan energi
34
KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN
tercukupi oleh produksi dalam negeri, sehingga negara ini
juga harus mengimpor dari berbagai negara.
Kebijakan mengenai pertahanan energi nampaknya
berpengaruh secara langsung terhadap arah hubungan
diplomatik serta langkah strategis yang diterapkan Tiongkok.
Dalam mencapai hal tersebut, Tiongkok terlihat mencoba
secara aktif menyebarkan kepentingan yang melewati batas
tradisional negeri tersebut, seperti pada Asia Tengah, Timur
Tengah, Afrika, dan Amerika Selatan. Tiongkok bahkan
merangkul negara-negara yang dilihat dari sejarahnya
memiliki hubungan yang tidak harmonis dengan AS, seperti
Sudan, Libya, Iran, Filipina, dan Venezuela. Negara-negara
tersebut menunjukkan sikap keterbukaannya terhadap
masuknya kepentingan Tiongkok di negara mereka. Hal
inilah yang membuat Tiongkok berada dalam posisi oposisi
terhadap AS.
2) Jepang
Jepang tidak memiliki sumber daya energi sehingga
sangat tergantung pada negara lain. Jepang memiliki
beberapa investasi yang cukup strategis di luar kawasan
Asia Timur. Salah satu di antaranya adalah kerja sama
mengenai pasokan migas di negara Rusia dan negaranegara di Semenanjung Laut Kaspia. Jepang juga menjadi
negara pendonor terbesar untuk negara-negara penghasil
migas di kawasan Semenanjung Laut Kaspia.
Berperannya Jepang membuat semakin jelas adanya
kompetisi, baik secara geopolitik maupun domestik,
Lingkungan Strategis: DI TENGAH DUNIA YANG PENUH TANTANGAN
35
dalam persoalan pasokan energi di Kawasan Asia Timur.
Dengan adanya keterbatasan sumber daya di negeri
sendiri, Jepang justru berhasil membentuk hegemoni
dalam mengatur persebaran investasi terhadap stabilitas
energi di negara tertentu.
3) India
India adalah konsumen minyak terbesar kelima dunia.
Pemerintah India memperkirakan bahwa konsumsi energi
di negara itu akan naik 50 persen pada 2015 berdasarkan
tingkat konsumsi pada 2005.
Cadangan batubara India mencapai 101,903 juta ton dengan
produksi tahunan lebih dari 400 juta ton. Sementara mereka
masih mengimpor batubara dari Australia, Indonesia, dan
Afrika Selatan. Sebagian besar kebutuhan domestiknya
dipenuhi oleh produksi dalam negeri. India juga menghadapi
peningkatan tajam dalam konsumsi minyak. Sekitar 70
persen konsumsi minyak India harus diimpor, terutama dari
Timur Tengah. IEA meramalkan bahwa pada 2030, impor
minyak akan naik menjadi 90 persen dan impor gas sampai
40 persen.
India masih memiliki tingkat emisi CO2 per kapita terendah.
Pemerintah India telah demikian gigih menentang komitmen
pengurangan yang mengikat dalam negosiasi untuk rezim
iklim pasca-Konvensi Kyoto. Namun, India memiliki sektor
EBT yang dapat dikembangkan berdasarkan pada teknologi
tradisional dan modern. Industri tenaga angin India adalah
salah satu pemuka teknologi di dunia. Selain itu, India juga
36
KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN
adalah salah satu dari lima negara yang menghasilkan energi
angin bersama dengan Jerman, AS, Denmark, dan Spanyol.
Pada 2005, India menandatangani perjanjian kerja sama
energi dengan AS (Chipaux 2006). Perjanjian ini berisi
ketentuan untuk kerja sama teknologi dan yang paling
menonjol di bidang teknologi nuklir.
f.
Perkembangan di kawasan Asia-Pasifik.
Perkembangan di kawasan Asia-Pasifik mengindikasikan
bahwa konflik akan lebih banyak berdimensi maritim yang
setidaknya akan membuat konflik menjadi semakin kompleks.
Penyelundupan manusia, penyebaran aksi terorisme, dan
kejahatan internasional yang lain akan banyak memanfaatkan
dimensi laut, terutama di negara-negara dengan kemampuan
patroli dan pengawasan wilayah laut yang sangat lemah,
seperti Indonesia. Bahkan, ada kaitan yang erat antara
terorisme, separatisme, dan kejahatan transnasional lain dengan
memanfaatkan atau mengeksploitasi jalur-jalur laut di wilayah
perairan Indonesia sehingga mereka bisa bergerak dengan
bebas memasuki Indonesia. Ini menunjukkan bahwa keamanan
laut tak hanya strategis dalam politik internasional, tetapi juga
strategis bagi keamanan dalam negeri.
Kepentingan negara-negara di kawasan juga akan lebih banyak
lahir dari lingkungan maritim, mulai dari perlindungan terhadap
jalur komunikasi laut (Sea Lanes of Communication, SLOC),
jalur perdagangan laut (Sea Lanes of Trade, SLOT) yang vital
bagi perdagangan internasional, jalur pemasok energi, hingga
ekonomi. Dimensi maritim juga akan memberikan pilihanLingkungan Strategis: DI TENGAH DUNIA YANG PENUH TANTANGAN
37
pilihan strategis bagi negara-negara di kawasan ini untuk
memproyeksikan kemampuan mereka ke luar batas nasional. Hal
ini dapat dilakukan dengan meningkatkan kemampuan patroli
atas wilayah laut, baik wilayah jurisdiksi maupun wilayah Zona
Ekonomi Eksklusif (ZEE) dan jalur-jalur perdagangan, atau
dengan meningkatkan kekuatan pertahanan dengan prioritas
angkatan laut dan udara.
Dalam suatu kawasan yang berdimensi maritim sangat kuat,
maka hanya negara yang membangun kekuatan maritimlah yang
akan banyak mengendalikan percaturan politik dan strategis
di kawasan ini. Kecenderungan ke depan tampak jelas bahwa
keamanan maritim akan menjadi agenda dan sekaligus masalah
yang membentuk kebijakan keamanan dan pertahanan negaranegara di kawasan ini.
g. Kondisi politik di negara-negara penghasil energi fosil
dunia
Sumber potensi migas bumi terbesar terdapat di kawasan Timur
Tengah, Asia Tengah, dan Amerika Selatan (Gambar 6), yang
merupakan wilayah yang rentan terhadap kestabilan politik.
Dalam hubungannya dengan penguasaan sumber daya energi,
transisi kekuasaan di negara-negara di wilayah itu lebih banyak
timbul atau ‘ditimbulkan’ dari perubahan hubungan internasional.
Logika geoeconomic dengan dominasi ekonomi atas politik dalam
hubungan antarnegara, lebih banyak memainkan peran.
38
KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN
304.6 19.0
245
58.4
Europe & Eurasia
33,8 10,8
North America
109.3 80.5
Middle East
12.5
50.9 7.6
32.9
17.3
14.5
Africa
265.8
5.5
15,5
Asia Paci�c
S & Cent America
Batubara (triliun MT)
Minyak Bumi (ribu MT)
Gas Alam (ribu MT)
Sumber: BP Statistical Review, diolah kembali
Gambar 6
Sebaran Cadangan Energi Fosil Dunia
h. Melemahnya batas fisik nasional
Melemahnya batas fisik nasional membuka ruang berkembangnya
jaringan kejahatan transnasional. Para pelakunya dapat bergerak
relatif bebas, terutama di kawasan yang sangat terbuka. Di
kawasan Asia Tenggara, hampir semua kejahatan transnasional
berhasil mengeksploitasi keterbukaan dimensi maritim di
kawasan, mulai dari penyelundupan minyak, perdagangan obat
terlarang, terorisme, hingga penyelundupan senjata ringan.
Kerugian ekonomi dan politik-keamanan yang ditimbulkan oleh
kejahatan transnasional sangat besar. Yakni akan melahirkan
konflik-konflik baru tidak hanya antarnegara, tetapi juga antara
negara dan aktor bukan negara (non-state actors) yang melampaui
batas-batas kedaulatan nasional.
Melihat perkembangan saat ini dan kecenderungan ke depan,
Lingkungan Strategis: DI TENGAH DUNIA YANG PENUH TANTANGAN
39
kejahatan transnasional akan semakin besar. Para pelaku
memiliki peluang yang lebih besar dalam memenuhi berbagai
kepentingan mereka dengan melalui beragam interaksi dan
saluran. Perubahan ini sangat mendasar karena dalam globalisasi,
negara bukan lagi satu-satunya aktor atau entitas politik yang
dapat menuntut loyalitas tunggal dan memenuhi kepentingan
warganya. Pelaku bukan negara mempunyai banyak pilihan yang
tidak dapat dipenuhi hanya oleh negara. Akibatnya, kejahatan
transnasional cenderung menjadi kuat.
Perkembangan dunia internasional ke depan akan diwarnai oleh
saling ketergantungan (interdependensi) yang semakin kuat.
Perkembangan ini membuat hubungan internasional menjadi
makin sensitif dan melahirkan persepsi kerapuhan (vulnerability)
terhadap perubahan eksternal. Akibatnya, masalah-masalah
dalam negeri tidak dapat diisolasi dari masalah-masalah
internasional. Batas spasial geografis menjadi kurang relevan
dalam menghadapi interdependensi dan keterbukaan.
Kondisi Geopolitik Kawasan
Dalam pemikiran geopolitik, terciptanya interaksi antara ruang
dan manusia yang melahirkan kesadaran ruang (space consciousness),
baik langsung maupun tidak langsung terkait dengan kepentingan
keamanan dan kesejahteraan bagi manusia. Dalam konteks negara
modern, konsep kesadaran ruang diwujudkan dengan adanya klaim
kedaulatan, yang dibatasi oleh batas-batas negara (boundary) dengan
seperangkat hukum dan aparat untuk menjamin keamanan dan
kedaulatan.
40
KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN
Mengacu pada teori geopolitik, geopolitik mengandung empat dasar
utama, yaitu konsepsi ruang, konsepsi frontier, konsepsi kekuatan
politik, dan konsepsi keamanan bangsa. Ruang hidup merupakan
inti dari geopolitik, sehingga senantiasa ada upaya suatu negara
untuk memperluas wilayah yang kadang-kadang jauh melampaui
wilayah kedaulatannya. Walaupun teori ruang hidup saat ini tidak
berlaku sepenuhnya, terkait dengan tatanan internasional pascaPerang Dingin, teori ini berkembang bukan dalam arti menguasai
suatu wilayah secara fisik, melainkan lebih kepada perebutan dan
penguasaan “ruang pengaruh” oleh masing-masing negara yang
berkepentingan.
Pada era globalisasi, dengan ekonomi pasar bebas dan teknologi
informasi sebagai pilarnya, batas-batas nonfisik antarnegara menjadi
kabur. Namun, era globalisasi tidak dapat menghilangkan sepenuhnya
nasionalisme dan patriotisme setiap bangsa. Ini dapat dilihat dari
adanya kecenderungan proteksi pasar oleh negara-negara maju
terhadap produk-produk dari negara-negara berkembang. Apapun
alasannya, proteksi pasar itu tidak lepas dari kepentingan nasional
negara-negara tersebut, khususnya di bidang ekonomi.
Dalam era globalisasi, peran domain maritim saat ini menjadi sangat
vital karena lebih dari 90 persen perdagangan dunia melintasi lautan.
Karena laut sangat strategis, keamanan maritim kini menjadi salah
satu isu keamanan secara global dan menjadi perhatian semua pihak
yang berkepentingan, baik aktor negara maupun non-negara, seperti
industri pelayaran, asuransi, lembaga keuangan dan perbankan, serta
industri-industri lainnya yang secara langsung atau tidak langsung
terkait dengan keamanan maritim dalam distribusi produknya.
Lingkungan Strategis: DI TENGAH DUNIA YANG PENUH TANTANGAN
41
Geopolitik
kontemporer
dewasa
Banyak negara,
ini, diwarnai oleh persaingan dan
terutama Amerika
sekaligus kerja sama antarbangsa di
Serikat, Rusia, dan
bidang politik, ekonomi, dan militer.
Tiongkok memiliki
Domain maritim merupakan salah satu
kepentingan menguasai
wadah persaingan sekaligus kerja sama
kawasan Asia Tengah.
antarbangsa. Isu-isu keamanan maritim
Mereka tergiur pada
potensi sumber daya
dan keamanan energi tidak dapat
minyak yang besar.
dipisahkan karena banyak negara yang
menekankan isu keamanan maritim
sebagai bagian dari kepentingan nasional, termasuk pula di dalamnya
isu keamanan energi.
Sengketa pada domain maritim, seperti di Laut China Selatan
merupakan persinggungan antara keamanan maritim dan keamanan
energi. Makin langkanya sumber energi di wilayah daratan
mendorong banyak negara mengeksplorasi dan mengeksploitasi
energi di wilayah lautan. Hal itu seringkali memunculkan sengketa
dengan negara lain, khususnya pada wilayah perairan yang batasbatas definitifnya, baik laut teritorial, zona tambahan maupun ZEE
belum disepakati bersama.
Berikut ini penjelasan geopolitik dan geoekonomi beberapa kawasan
yang mempengaruhi secara langsung terhadap ketahanan nasional
dan ketahanan energi Indonesia, yaitu kawasan Laut Kaspia di Asia
Tengah, kawasan Timur Tengah, kawasan Regional Asia (Laut
China Selatan), dan kawasan ASEAN.
a. Kawasan Laut Kaspia, Asia Tengah
Laut Kaspia merupakan kawasan di sekitar negara-negara
42
KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN
kawasan Asia Tengah yang memiliki sumber daya minyak dan
gas alam sangat besar setelah Timur Tengah. Laut Kaspia terletak
di antara Azerbaijan, Iran, Kazakstan, Rusia, dan Turkmenistan.
Selain kaya sumber daya minyak, kawasan ini juga menjadi
penting karena beberapa keunggulan, yaitu:
1) Secara geografis, Laut Kaspia merupakan jalur penghubung
antara benua Eropa dan Asia yang lebih dikenal sebagai
Eurasian Pearl karena Laut Kaspia dapat menyediakan
kesempatan transportasi barang dan penumpang antarnegara kawasan tersebut. Laut ini menjadi kawasan strategis
sebagai rute transit yang besar bagi Eropa, Arab Saudi, Asia
Timur serta wilayah selatan Laut Kaspia.
2) Laut Kaspia memiliki reputasi yang sangat baik dalam aspek
perikanan dan menyediakan banyak kesempatan kerja di
bidang tersebut.
3) Laut Kaspia memiliki kualitas caviar yang baik sebagai
makanan mewah dan menjadi representasi kemakmuran.
Selain Laut Kaspia, Asia Tengah, yang dikenal sebagai wilayah
heartland, juga merupakan wilayah yang sangat strategis bagi
kepentingan negara-negara besar. Berdasarkan teori Mackinder,
seorang ahli geopolitik asal Inggris, bila mampu menguasai
wilayah heartland (daerah jantung), berarti akan dapat menguasai
dunia. Banyak negara, terutama AS, Rusia, dan Tiongkok
memiliki kepentingan menguasai kawasan tersebut. Mereka
tergiur pada potensi sumber daya minyak yang besar.
Berikut ini berbagai kebijakan dan geostrategi negara-negara
tersebut dalam memperebutkan ruang pengaruh di kawasan ini:
Lingkungan Strategis: DI TENGAH DUNIA YANG PENUH TANTANGAN
43
a. Amerika Serikat (AS)
1) AS berusaha untuk mendapatkan berbagai kerja
sama dengan negara kawasan Asia Tengah agar dapat
memastikan akses minyak dari kawasan tersebut.
2) AS menggunakan kawasan Asia Tengah sebagai
kawasan pembendung dari ruang pengaruh paham
komunisme Rusia agar tidak semakin menyebar.
3) AS berupaya mencegah agar negara-negara di kawasan
tersebut tidak dijadikan tempat perlindungan para teroris.
b. Rusia
1) Rusia berkepentingan menyukseskan Grand Russia
Project, yang bertujuan untuk menyatukan kembali
pecahan negara-negara bekas Uni Soviet menjadi satu
kembali di bawah naungan Rusia.
2) Rusia mengklaim bahwa Laut Kaspia merupakan
kawasan inland lake dan bukan merupakan closed
sea, yang artinya bahwa kawasan tersebut bukan
merupakan subjek hukum dari Law of The Sea, sehingga
kegiatan eksploitasi di kawasan tersebut harus melalui
kesepakatan kelima negara yang berada di kawasan
tersebut. Program Rusia ini sebagai bentuk rencana
pembendungan agar AS tidak dengan serta merta dapat
mengeksploitasi sumber daya alam di kawasan tersebut.
3) Rusia selalu berusaha untuk menghindarkan kawasan
Asia Tengah, terutama di sekitar Laut Kaspia dari ruang
pengaruh AS. Rusia khawatir, jika kawasan tersebut
44
KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN
tidak dibendung secara cepat, AS akan memiliki
kekuatan dan aset besar yang dapat mengancam
keamanan Rusia sendiri.
4) Rusia mengadakan berbagai kerja sama dengan negaranegara kawasan Asia Tengah dalam rangka penguasaan
sumber daya minyak di kawasan tersebut. Salah satunya
adalah kesepakatan antara Rusia, Kazakstan, dan
Turkmenistan pada Mei 2007 untuk membangun
jalur pipa gas yang memutari Laut Kaspia mulai dari
Turkmenistan, melalui Kazakstan dan kemudian
berakhir di Rusia.
c. Tiongkok
Pada Juli 2005, pemerintah Tiongkok dan Kazakstan
menandatangani sebuah deklarasi kemitraan strategis
(declaration of strategic partnership). Agendanya adalah
pembangunan jalur pipa sejauh 1.300 kilometer melalui
Atasu hingga Alashankou untuk mengalirkan sekitar 10 juta
ton minyak dari pantai Laut Kaspia di Kazakstan menuju
Provinsi Xinjiang di Tiongkok.
b. Kawasan Timur Tengah
Ketika dunia Arab yang kaya minyak menghadapi satu periode
perlawanan rakyat dan ketidakpastian politik, investor di sektor
energi saat ini justru memantik terciptanya situasi tak menentu.
Tindakan mereka itu jelas memicu kenaikan harga. Ketika
terjadi gelombang perlawanan di negara-negara Arab, misalnya,
harga minyak mentah jenis Brent yang diperdagangkan di
London mengalami kenaikan lebih dari 10 persen. Harga gas
Lingkungan Strategis: DI TENGAH DUNIA YANG PENUH TANTANGAN
45
juga cenderung naik bersama dengan harga minyak, sehingga
harga bahan bakar untuk transportasi dan energi, khususnya di
Eropa ikut melonjak.
Juga ada risiko terjadi kekacauan pada sistem yang ada jika
pasokan minyak atau gas dari Afrika Utara ke Eropa terganggu.
Selain itu, perusahaan-perusahaan energi yang kontraknya
disepakati dengan rezim-rezim yang tersingkir terpaksa juga
harus berunding ulang atau membatalkannya setelah pemerintah
baru berkuasa. Harga saham perusahaan minyak pun turun
selama aksi protes di Timur Tengah berlangsung.
1. Libya
Laporan Statistik Energi British Petroleum (BP) 2009 yang
menyebut Libya sebagai eksportir terbesar ke-12 di dunia
dengan sumber cadangan minyak terbesar di Afrika, dari
sisi energi Libya merupakan yang paling penting. Hingga
pertengahan dekade terakhir, investasi dibatasi akibat
sanksi internasional. Namun, perusahaan Italia, ENI dan
perusahaan Austraia, OMV ditambah Repsol dari Spanyol
memiliki operasi yang sudah berjalan lama.
Ketika sanksi internasional dicabut, Libya mengundang
lebih banyak perusahaan untuk melakukan eksploitasi
sumber minyak yang sangat besar di negaranya. Baik BP
dan Shell dari Belanda menandatangani kesepakatan untuk
mengeksploitasi minyak dan gas, bersama perusahaan lain
seperti Statoil dan Gazprom yang membeli operasi ENI di
negara itu. Sejak kekerasan terjadi, hampir semua perusahaan
mengumumkan menarik sebagian atau seluruh pegawai
46
KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN
asing mereka meskipun produksi tidak langsung terganggu.
Satu aksi mogok dilaporkan membuat sumur minyak
Nafoora ditutup, sementara aksi protes menyebabkan kilang
minyak Rus Lanuf ditutup.
Hampir seluruh produksi minyak Libya dikirim ke Eropa
dengan Italia sebagai konsumen terbesar. Italia juga
merupakan penerima gas yang dikirim lewat jaringan pipa
antar kedua negara.
2. Aljazair
Aljazair adalah produsen gas terbesar di Afrika, yang ekspor
gasnya dilakukan melalui jaringan pipa ke Italia dan Spanyol,
serta lewat terminal LNG ke seluruh dunia.
BP adalah investor asing terbesar di Aljazair yang
mengoperasikan dua sumur terbesar, dan salah satunya
adalah sumur Salah yang merupakan kerja sama dengan
Statoil, perusahaan gas dari Norwegia. Karena tidak banyak
informasi keluar soal aksi protes di negara ini, sangat sulit
memperkirakan dampaknya terhadap pasokan gas. Gangguan
pasokan dipastikan berdampak pada harga energi di Eropa.
3. Mesir
Mesir mengendalikan Terusan Suez dan jaringan saluran
pipa. Diperkirakan 4-5 persen minyak dunia diangkut
melalui terusan ini. Mesir juga merupakan penghasil minyak
yang besar, namun karena populasinya yang besar, sebagian
besar produksi diperuntukkan untuk memenuhi kebutuhan
dalam negeri.
Lingkungan Strategis: DI TENGAH DUNIA YANG PENUH TANTANGAN
47
Negara ini baru saja menemukan sejumlah sumber gas, dan
hasil produksinya diekspor ke AS, Spanyol, dan Inggris.
Produksinya diperkirakan akan meningkat tajam jika negara
itu kembali stabil. Meski kekhawatiran soal terusan sudah
hilang, perusahaan-perusahaan energi harus menunggu dan
mengamati, apakah pemerintah baru akan menghormati
kontrak sebelumnya atau tidak?.
4. Negara di kawasan Timur Tengah lainnya
Tunisia, Bahrain, dan Yaman juga memiliki peran cukup
penting di bidang energi, meskipun lebih terbatas. Di
Tunisia, BG Group (International E&P and LNG company)
merupakan produsen gas terbesar dengan tingkat produksi
sekitar 60 persen total produksi gas negara ini. Selama gejolak
aksi protes rakyat, pasokan gas hanya terpengaruh sedikit.
Yaman baru saja menyelesaikan pembangunan satu terminal
LNG baru yang merupakan bentuk kerja sama dengan Total,
salah satu perusahaan minyak dan gas dari Prancis. Business
Monitor International mengatakan, infrastruktur gas di negara
ini berulang kali diserang kelompok militan domestik, namun
tak akan berdampak pada pasok global.
Bahrain memiliki dua sumur minyak dan meski tak satu pun
memproduksi dalam jumlah besar, bila terjadi kekacauan di
negara kerajaan ini, harga minyak mentah tampaknya akan
ikut terdorong naik.
c. Kawasan Regional Asia
Perairan dan daratan di sekitar Kepulauan Spratly dan Paracel
di Laut China Selatan, yang diindikasikan secara geologi
48
KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN
mengandung potensi minyak dan gas sangat besar, sejak 10 tahun
terakhir menjadi sengketa kepemilikan yang melibatkan enam
negara, yaitu Tiongkok, Taiwan, Vietnam, Filipina, Brunei, dan
Malaysia (Gambar 7). Namun, karena ada kepentingan, akhirnya
AS juga ikut terlibat.
Perebutan ruang tersebut akan memberikan implikasi luas
terhadap politik, ekonomi, dan keamanan kawasan. Sebab,
pengendalian ruang di Laut China Selatan akan terkait langsung
dengan keamanan energi dan keamanan maritim, dua isu yang
saat ini dan masa mendatang senantiasa menjadi perhatian dunia
internasional.
TAIWAN
(Claims on
Spratly
Islands)
CHINA
Vietnamese claim
Chinese claim
Philippines
EEZ*
claim
Paracel islands
VIETNAM
Philippines
Kalayaan**
claim
Malaysian
claim
Bruneian
claim
MALAYSIA
PHILIPPINES
Spratly
Islands
BRUNEI
Natuna
Scarborough
Shoal
*Exclusive economic
zone
**Kalayaan islands,
Palawan province
Sumber: D. Rosenberg/Middlebury College/Harvard Asia Quarterly/Phil gov’t
Gambar 7
Sengketa di Laut China Selatan
Lingkungan Strategis: DI TENGAH DUNIA YANG PENUH TANTANGAN
49
Indonesia, walaupun tidak termasuk negara pengklaim, sengketa
tersebut pasti berimbas langsung terhadap keamanan nasional,
terlebih lagi bila mempertimbangkan karakteristik geografis
Indonesia sebagai negara kepulauan. Kepentingan Indonesia
terhadap perairan strategis di Laut China tersebut meliputi tiga
aspek, yaitu politik, ekonomi, dan militer.
Sengketa Laut China Selatan, apabila bereskalasi akan
berdampak pada terancamnya perdamaian dan stabilitas
kawasan. Kondisi tersebut sangat jelas bertentangan dengan
kepentingan politik Indonesia tentang menjaga perdamaian
dan stabilitas kawasan sebagaimana diamanatkan oleh UUD
1945. Eskalasi sengketa Laut China Selatan akan memberikan
implikasi politik yang signifikan terhadap Indonesia. Implikasi
tersebut pada satu sisi akan menempatkan Indonesia pada posisi
terjepit dalam pertarungan kepentingan kekuatan besar di
kawasan, yaitu AS versus Tiongkok. Pada sisi lain, kepentingan
nasional Indonesia di Laut China Selatan juga terancam karena
wilayah ZEE Indonesia di perairan itu dipastikan akan terkena
perluasan akibat yang ditimbulkan. Fakta bahwa Tiongkok pada
1993 telah menerbitkan peta berbentuk huruf U atau nine dash
line yang mengklaim pula ZEE Indonesia, merupakan faktor
lainnya yang mendorong Indonesia harus berperan aktif dalam
mencari solusi sengketa di Laut China Selatan (Gambar 7).
Implikasi ekonomi secara langsung terhadap Indonesia
dalam sengketa Laut China Selatan adalah terancamnya
pendapatan negara dari ladang gas bumi di ZEE Indonesia
di perairan tersebut. Selama ini, ladang gas bumi di wilayah
ZEE Indonesia memberikan kontribusi yang sangat signifikan
50
KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN
terhadap pendapatan negara dan
Implikasi ekonomi
menjadikan Kabupaten Natuna
secara langsung
sebagai salah satu daerah otonom
terhadap Indonesia
dengan Anggaran Pendapatan
dalam sengketa
dan Belanja Daerah (APBD)
Laut China Selatan
terbesar di Indonesia. Adapun
adalah terancamnya
implikasi ekonomi secara tidak
pendapatan negara dari
langsung adalah meningkatnya
ladang gas bumi di ZEE
biaya transportasi laut untuk
Indonesia di perairan
komoditas ekspor Indonesia ke
tersebut.
kawasan Asia Timur, seperti
Jepang dan Korea Selatan. Rute
pelayaran akan berubah melalui Selat Makassar dan terus
ke utara melalui perairan timur Filipina untuk kemudian
mengarah ke Asia Timur. Dipastikan biaya asuransi kapal niaga
yang melintasi perairan itu juga akan meroket. Secara teoritis,
kekuatan pertahanan Indonesia harus mampu mengamankan
kepentingan nasional Indonesia bila pecah konflik di Laut
China Selatan. Caranya dengan meminimalisasi perluasan yang
muncul dan mengamankan berbagai ladang gas yang terletak di
ZEE Indonesia.
d. Kawasan ASEAN
1. Lanskap geopolitik
Kawasan Asia Tenggara merupakan wilayah yang didominasi
oleh perairan dibandingkan dengan daratan. Situasi ini
berimplikasi pada lebih dominannya isu-isu politik dan
keamanan yang terkait dengan domain maritim daripada isuisu lainnya.
Lingkungan Strategis: DI TENGAH DUNIA YANG PENUH TANTANGAN
51
Dinamika geopolitik kawasan Asia Tenggara selalu
dipengaruhi, baik oleh interaksi negara-negara Asia
Tenggara maupun pengaruh kekuatan ekstra kawasan.
Walaupun negara-negara di kawasan Asia Tenggara kini
semuanya telah terhimpun dalam Association of Southeast
Asian Nation (ASEAN) yang didirikan pada 6 Agustus
1967, peran dan pengaruh kekuatan ekstra kawasan, seperti
AS, Australia, India, Jepang, dan Tiongkok tidak bisa
diabaikan. Adalah logis bila ASEAN kemudian merangkul
kekuatan-kekuatan tersebut sebagai mitra wicara dalam
wadah ASEAN Regional Forum (ARF).
Lanskap geopolitik kawasan Asia Tenggara apabila
digambarkan cukup kompleks karena melibatkan banyak
aktor yang seringkali kepentingannya tidak selalu sama.
Bahkan, tak terhindarkan akan terjadi persaingan geopolitik,
baik antarnegara ASEAN sendiri maupun antarkekuatan
ekstra kawasan untuk memperkuat peran dan pengaruhnya
di kawasan ini.
Sebagai contoh, meskipun Malaysia memiliki hubungan
baik dengan sejumlah negara tetangga, di bawah permukaan
mereka masih sulit menghilangkan rasa curiga terhadap
tetangganya. Kecurigaan yang ada tak lepas dari sengketa
batas maritim Malaysia dengan Indonesia dan Singapura
pada beberapa segmen perairan yang sampai saat ini belum
mencapai kata sepakat pada tingkat diplomasi.
2. Kondisi Energi di Negara-negara ASEAN
Negara-negara Asia Tenggara mempunyai ekonomi yang
52
KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN
tumbuh cukup baik, sehingga kebutuhan energi juga cukup
besar dan meningkat dari tahun ke tahun (Gambar 8).
Kebutuhan energi ini sebenarnya masih bisa dipenuhi oleh
domestik dan/atau regional ASEAN dengan mengeksplorasi
sumber-sumber energi baru, seperti LNG dan biotermal
(Indonesia) dan Tambang Lepas Pantai (Vietnam, Thailand,
dan Filipina). Jadi, untuk mengatasi masalah sumber energi
yang terbatas ini, negara-negara ASEAN cukup bergantung
pada regional ASEAN sendiri yang tersebar di Laut Jawa
(biotermal), Kepulauan Spratly, Blok Ambalat, dan lain-lain.
ET Lainnya
Minyak
300
250
200
Bioenergi
250
MTOE
MTOE
350
Batubara
200
Gas
150
Listrik
Gas
Minyak
Batubara
100
150
Bioenergi
100
ET Lainnya
50
Hidro
Nuklir
1990
2011
2015
2020
2025
2030
2035
50
2011 2035
Industry
2011 2035
Transport
2011 2035
Residential
2011 2035
Services
2011 2035
Other*
Sumber IEA 2013
Sumber: IEA (2013), diolah kembali
Gambar 8
Kebutuhan Energi Primer di Negara-negara ASEAN
Negara-negara di Asia Tenggara sebenarnya bisa mandiri
dari ketergantungan energi dari wilayah lain, yaitu dengan
cara mengoptimalkan eksplorasi sumber-sumber energi
di wilayahnya. Cadangan gas negara ASEAN sebesar
4,4 persen dari cadangan gas dunia dengan rasio reserve/
Lingkungan Strategis: DI TENGAH DUNIA YANG PENUH TANTANGAN
53
production (R/P) sebesar 40 tahun. Cadangan minyak negara
ASEAN sebesar 0,8 persen dari cadangan minyak dunia
dengan rasio R/P sebesar 15 tahun. Cadangan batubara
negara ASEAN sebesar 3,4 persen dari cadangan batubara
dunia dengan rasio R/P sebesar 84 tahun (Tabel 1).
Di antara negara ASEAN, Indonesia, Malaysia, dan
Thailand merupakan negara yang paling besar kebutuhan
energinya, yaitu masing-masing 44 persen, 23 persen, dan 20
persen pada 2011 (Gambar 9).
Tabel 1 Cadangan Energi ASEAN
Negara
Gas Alam
(TCF)
Minyak Bumi
(Miliar Barel)
Batubara
(Miliar Ton)
Brunei
Darussalam
13,80
1,00
-
Indonesia
150,70
4,00
28,00
Malaysia
95,00
3,70
-
Myanmar
3,50
0,10
-
Thailand
13,00
0,40
1,20
Vietnam
8,00
4,50
0,15
Singapura
-
-
-
Kamboja
-
-
-
Filipina
4,00
0,10
-
TOTAL
288,00
13,80
29,35
Sumber: ASEAN Business Dialogue on Corporate Governance 2012
dan BP Statistical Review 2013
54
KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN
Brunei
Darussalam
3%
Cambodia
1%
Singapore
3%
Thailand
20%
Indonesia
44%
Philippines
6%
Malaysia
23%
Lao P.D.R
1%
Southeast Asia�s energy demand increases by over 80% in 2013-2035 (sesuaikan kajian dari ACE)
Oil demand rises from 4.4 mb/d today to 6.8 mb/d in 2035, natural gas demand increases by 80% to 250 bcm
Note : Data of Myanmar and Vietnam are not yet provided
Sumber: ASEAN Center for Energy (2011)
Gambar 9
Porsi Kebutuhan Energi di Negara-Negara ASEAN
Di masa mendatang, kebutuhan energi di negara-negara
ASEAN semakin meningkat. Pada periode 2011-2035,
perkiraan kondisi keenergian di kawasan ini adalah:
1) Terjadi peningkatan permintaan energi primer sekitar
83 persen per tahun.
2) Energi fosil masih mendominasi permintaan energi dari
76 persen pada 2011 menjadi 80 persen pada 2035.
3) Terjadi peningkatan permintaan energi final sebesar 2,4
persen per tahun.
4) Sektor indusri mendominasi permintaan energi dengan
pertumbuhan sebesar 2,7 persen per tahun sampai
dengan 2035.
Lingkungan Strategis: DI TENGAH DUNIA YANG PENUH TANTANGAN
55
3. Posisi Indonesia
Karena terletak di antara dua benua (Asia dan Australia)
dan dua Samudera (Pasifik dan Hindia), Indonesia memiliki
posisi strategis sebagai jalur lalu lintas perekenomian
dunia dan lintas pelayaran niaga utama dunia (across of the
commercial shipping). Indonesia juga merupakan satu-satunya
negara di dunia yang dilalui oleh tiga alur laut internasional
yang dikenal sebagai Alur Laut Kepulauan Indonesia
(ALKI). Posisi ini memberikan manfaat positif, tapi juga
negatif, berupa potensi ancaman terhadap kedaulatan negara
Indonesia (Gambar 10).
Timur
Tengah
SLOC MALACA
Kuala Tanjung
Asia
Timur
Filiphina
& Asia
Timur
Asia
Timur
Bitung
Makasar
ALKI-I
Australia
ALKI-IIIC
Australia ALKI-II
SeaLane of Communication(SLOC) and ALKI
Primary National Sea Lane
Secondary National Lane
Main Land Lane (Road and/or Railway)
ALKI-III Australia
ALKI-IIIB
Primary Port
Australia &
Pasifik
(New Zealand)
International Airport
International Main Port
Alternative Port International Hub
Sumber: Dewan Energi Nasional (2014)
Gambar 10 Posisi Strategis Indonesia
Indonesia sampai saat ini belum memanfaatkan posisi
strategis Selat Malaka yang merupakan jalur transportasi
perdagangan dunia (minyak dan komoditas strategis
lainnya) menuju Asia Pasifik dalam kepentingan ekonomi
dan politik luar negeri.
56
KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN
Dalam rangka membangun ketahanan energi, seperti halnya
negara-negara lain, Indonesia juga membangun berbagai
kerja sama, baik bersifat bilateral maupun multilateral.
Beberapa kerja sama di bidang energi yang telah dilakukan,
antara lain:
1) Tingkat bilateral.
a) Indonesia-India, tukar-menukar informasi di bidang
batubara yang mencakup kegiatan eksplorasi, capacity
building, dan alih teknologi yang dilaksanakan
melalui pertemuan Joint Commision Meeting.
b) Indonesia-Jepang, melalui kegiatan Forum Coal
Policy Dialogue dan Indonesia-Japan Energy Round
Table dengan fokus tukar-menukar informasi,
eksplorasi, capacity building, dan alih teknologi
batubara dan gas.
2) Tingkat regional
Kerja sama di bidang energi di antara negaranegara anggota ASEAN telah dapat menyepakati
beberapa rencana aksi bersama yang bertujuan untuk
meningkatkan jaminan pasokan energi bagi negaranegara ASEAN, antara lain, proyek pembangunan pipa
gas lintas ASEAN (Trans ASEAN Gas Pipeline) serta
proyek pembangunan jaringan transmisi listrik yang
menghubungkan negara-negara ASEAN (ASEAN
Power Grid).
3) Tingkat Multilateral
Upaya untuk memperkuat ketahanan energi juga
dilakukan melalui kerja sama multilateral, seperti:
Lingkungan Strategis: DI TENGAH DUNIA YANG PENUH TANTANGAN
57
a. Kerja sama Asia Cooperation Dialog (ACD) di bidang
energi.
b. Kerja sama International Renewable Energy Agency
(IRENA) dalam pengembangan EBT.
c. Kerja sama G-20 untuk mendiskusikan cara dan
tujuan menciptakan lingkungan yang lebih kondusif
terhadap volatilitas harga minyak dengan prioritas
stabilisasi sistem ekonomi global sebagai stimulus
efektif terhadap permintaan energi, termasuk
penghapusan subsidi energi untuk mendorong
efisiensi energi.
Indonesia juga masih tetap menjaga hubungan baik
dengan negara-negara OPEC, baik secara bilateral
maupun multilateral setelah tidak lagi menjadi anggota.
Hubungan ini penting karena pada kenyataannya,
pengamanan dan stabilitas pasokan energi tidak dapat
hanya diandalkan pada kekuatan dan mekanisme pasar.
e. Nasional
Kebijakan energi nasional belum dapat memecahkan
permasalahan yang terkait pengelolaan energi, kebocoran BBM,
dan konflik penguasaan lahan yang mengandung sumber energi
antara masyarakat pemilik dan perusahaan pemegang izin.
Banyak aktor negara berkolaborasi dengan spekulan dalam
melakukan penyimpangan penggunaan dan distribusi minyak
karena banyak keuntungan yang dapat diperoleh, seperti
penyelundupan minyak mentah, penimbunan BBM bersubsidi,
dan penjualan BBM bersubsidi ke sektor industri. Selama masih
58
KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN
ada perbedaan disparitas harga antara BBM subsidi dan BBM
untuk industri, peluang berbagai kebocoran tetap timbul. Kondisi
ini akan semakin mengkhawatirkan bila ada aktor negara yang
berwenang dalam pengaturan kebijakan energi ikut bermain.
Kenaikan harga BBM subsidi biasanya diiringi dengan reaksireaksi yang bersifat politis karena seringkali diwarnai dengan
gejolak penolakan oleh masyarakat. Kenaikan harga BBM sudah
pasti akan mengakibatkan inflasi, kemudian akan menurunkan
daya beli, dan pada akhirnya akan mengakibatkan jumlah orang
miskin bertambah. Namun, berdasarkan pengalaman, hal ini
biasanya akan berlangsung dalam jangka pendek saja, seperti
pernah terjadi pada kenaikan harga BBM 2005. Di lain pihak,
pengalihan subsidi harga ke subsidi langsung berupa bantuan
langsung tunai (BLT), perbaikan infrastruktur, pendidikan dan
kesehatan dapat mengimbangi akibat negatif kenaikan harga
BBM tersebut.
Kebijakan pemerintah dalam pengelolaan energi belum
mencerminkan semangat nasionalisme. Sebagai contoh, pada
15 Maret 2006, pemerintah telah menandatangani kontrak
baru perpanjangan operasi Exxon untuk ladang minyak di Cepu
hingga 2030. Sebelumnya, ada PP No.35 Tahun 2004 mengenai
Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi yang menjadi
sandungan Exxon untuk menjadi operator Blok Cepu selama 25
tahun mendatang. Namun, pada 10 September 2005, pemerintah
mengeluarkan PP No.34 Tahun 2005 untuk mengubah aturan
yang sama. Blok Cepu memiliki cadangan minyak minimal 600
juta barel, dengan cadangan gas pasti minimal 2 tmmcf (triliun
standar kaki kubik).
Lingkungan Strategis: DI TENGAH DUNIA YANG PENUH TANTANGAN
59
Langkah tersebut terbilang ironis karena sebenarnya Pertamina
mempunyai kemampuan, baik secara finansial maupun sumber
daya manusia (SDM) dan teknologi untuk mengelola Blok
Cepu. Peristiwa penandatanganan itu telah menghilangkan
peluang Pertamina untuk lebih memiliki daya saing dalam
kancah industri migas global. Perusahaan negara ini juga
kehilangan peluang dalam pemberdayaan SDM dalam negeri
untuk kemandirian bangsa dalam menuju kedaulatan energi.
Di tingkat daerah, masih terdapat beberapa peraturan daerah
(Perda) yang terlalu berorientasi pada Pendapatan Asli
Daerah (PAD) dan tidak sesuai dengan semangat UU Migas
Nomor 22 Tahun 2001 ataupun UU Nomor 22 Tahun 1999,
sehingga menjadikan iklim disinsentif bagi kontraktor. Selain
itu, permasalahan perizinan dan mekanisme pembagian hasil
sumber daya alam migas pusat dan daerah penghasil juga belum
dipahami oleh banyak Pemerintahan Daerah (Pemda). Upaya
penyelesaian dilakukan dengan melaksanakan rapat koordinasi
antara Pemerintah Pusat dan Daerah.
Pada 2008, Departemen Pertahanan RI pernah merilis
perkembangan lingkungan strategis internal yang mempengaruhi
ketahanan nasional. Beberapa di antaranya masih relevan saat ini
karena secara tidak langsung dapat mempengaruhi ketahanan
energi, yaitu:
1. Politik
Tuntutan pemekaran daerah, konflik antarkelompok dalam
pemilihan kepala daerah dan konflik antardaerah dalam
60
KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN
memperebutkan batas wilayah, terutama wilayah yang kaya
SDA berujung pada aksi-aksi kekerasan.
2. Ekonomi dan Sosial Budaya
1) Berbagai langkah kebijakan telah dilakukan oleh
pemerintah untuk mendorong pertumbuhan ekonomi.
Namun, dalam pelaksanaannya masih ada berbagai
kendala yang dihadapi, baik menyangkut kompetisi
produk, rumitnya birokrasi, jaminan hukum dan
keamanan, maupun faktor-faktor eksternal lainnya,
seperti fluktuasi nilai tukar uang dan harga minyak
dunia. Produk Indonesia masih menghadapi kendala di
pasar internasional, seperti hambatan yang berkenaan
dengan tarif, isu lingkungan, dan tuduhan dumping.
2) Secara umum, kondisi perkembangan sosial budaya
di masyarakat terus membaik, dibandingkan dengan
tahun-tahun sebelumnya. Aksi unjuk rasa masyarakat
cenderung terus menurun. Meski demikian, angka
pengangguran masih tinggi, permasalahan buruh
masih memicu terjadinya aksi unjuk rasa, dan konflik
antarwarga juga masih kerap terjadi. Konflik itu bisa
disebabkan oleh perbedaan prinsip keagamaan maupun
masalah tanah serta suku, agama, ras, dan antargolongan
(SARA). Masalah-masalah tersebut perlu terus
diupayakan penyelesaiannya.
3. Pertahanan dan Keamanan
1) Belum adanya kepastian batas laut teritorial dengan
negara tetangga akan menjadi persoalan tersendiri di
Lingkungan Strategis: DI TENGAH DUNIA YANG PENUH TANTANGAN
61
masa mendatang. Sengketa Ambalat muncul karena
wilayah ini diduga mengandung cadangan minyak dan
gas bumi. Indonesia mengklaim Karang Unarang adalah
wilayahnya dengan menarik garis lurus 12 mil dari
perbatasan Sebatik (Indonesia) sebagai titik pangkal.
Garis itu ditarik karena wilayah Malaysia meluas akibat
masuknya Pulau Sipadan dan Ligitan ke Malaysia.
Sementara versi Malaysia, mengukur dari Titik Sebatik
(Indonesia) langsung ke bawah tanpa tambahan 12 mil
garis teritorial.
2) Masih adanya gejala radikalisme di tanah air,
mengindikasikan masih besarnya potensi ancaman
terorisme dan sabotase. Sabotase dan perusakan fasilitas
dan infrastruktur energi berakibat pada terhambatnya
produksi dan distribusi energi.
3) Masih adanya embargo energi merupakan salah satu
senjata bagi negara yang memiliki cadangan energi
sangat besar. Ancaman embargo BBM oleh Singapura
masih mungkin terjadi, karena ketergantungan BBM
impor sebagian besar berasal dari negara tersebut.
4) Masih cukup menonjolnya aktivitas transnasional,
seperti penyelundupan barang, minyak mentah, BBM
bersubsidi, dan senjata, drugs dan human trafficking,
illegal logging, illegal mining, illegal fishing. Walaupun
pemerintah telah berupaya melakukan berbagai cara,
termasuk dengan menggelar operasi keamanan, aktivitas
ilegal tersebut masih cukup tinggi.
62
KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN
BAB III
KEBIJAKAN ENERGI
NASIONAL
AGAR TAK JALAN DI
TEMPAT
Lingkungan Strategis: DI TENGAH DUNIA YANG PENUH TANTANGAN
63
64
KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN
“Dulu negara kita adalah anggota OPEC karena
ekspor minyak, tetapi sekarang impor dari
Singapura yang tidak memiliki sumur minyak.”
~B.J. Habibie, Presiden RI ke-3 ~
Lingkungan Strategis: DI TENGAH DUNIA YANG PENUH TANTANGAN
65
KEBIJAKAN ENERGI NASIONAL
AGAR TAK JALAN
DI TEMPAT
T
erang itu bersumber dari Sungai Gumelem. Aliran sungai
selebar enam meter ini menggerakkan kincir-kincir yang
dipasang di tepiannya, menyalakan lampu di Desa Gumelem
Kulon, Kecamatan Susukan, Kabupaten Banjarnegara. Gratis tanpa
iuran bulanan.
Permukiman itu menikmati setrum sejak 1991, jauh lebih dulu dari
ketimbang tetangga-tetangganya di Pegunungan Serayu, Jawa Tengah.
Seorang warga, Wirya Sukadi, membuat pembangkit listrik dari
teknologi rumahan, mencontek prinsip kerja generator diesel. “Mesin
diesel diganti dengan kincir air,” ujar kakek 73 tahun itu kepada Tempo
di kediamannya beberapa waktu lalu.
66
KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN
Cara membuatnya sederhana. Baling-baling dari drum bekas
ditempatkan di bibir sungai dan menggerakkan turbin. Turbin terhubung
ke velg sepeda yang berputar lebih cepat dan memutar dinamo. Dinamo
terdiri atas gulungan dengan kawat satu kilogram dan dua magnet.
Dinamo inilah yang menghasilkan listrik. Cuma perlu kabel untuk
menyambungnya ke rumah warga. Satu kincir cukup untuk lima lampu,
sekitar 225 watt.
Awalnya tetangga mencibir pekerjaan Wirya. Namun, setelah rumah
mereka terang, mereka malah minta dibuatkan mesin serupa. Satu
unit dipatok Rp1,5 juta, di luar ongkos kerja Rp275 ribu. Bisa dipakai
bareng oleh dua rumah. Dia pun kebanjiran pesanan, sampai 150 unit.
Kebanyakan konsumen puas. Dato, kepala desa, yang jadi pemesan
awal, mengatakan pembangkit made in Gumelem itu awet. (Tempo, 11
September 2011).
Pemerintah sudah bermimpi membebaskan Indonesia dari byar pet
listrik, dan berupaya mencari alternatif penggunaan energi baru dan
terbarukan (EBT). Inisiatif yang dilakukan warga Gumelem di atas
tentu amat melegakan. Mereka mencoba melawan ketiadaan listrik
dengan memanfaatkan potensi lokal dan membuat pembangkit
listrik made in Gumelem sendiri.
Upaya memenuhi kebutuhan energi nasional telah ditempuh
pemerintah lewat jalan berliku. Pemerintah telah menerbitkan
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2007 tentang Energi yang
menjadi acuan dalam pengelolaan energi nasional. Lewat beleid
itulah pemerintah mencari cara-cara baru mengantisipasi adanya
krisis energi.
Kebijakan Energi Nasional: AGAR TAK JALAN DI TEMPAT
67
Kondisi Energi Nasional Saat Ini
Pada saat ini, permintaan energi di Indonesia masih didominasi oleh
energi fosil. Pada 2013, energi fosil menyumbang 94.3 persen dari
total kebutuhan energi (1.357 juta barel setara minyak). Sisanya,
5,7 persen dipenuhi dari EBT. Dari jumlah tersebut, minyak
menyumbang 49.7 persen, gas alam 20,1 persen, dan batubara 24,5
persen. Separuh dari minyak untuk memenuhi kebutuhan dalam
negeri harus diimpor, baik dalam bentuk minyak mentah (crude oil)
maupun produk minyak. Dengan kondisi tersebut, ketahanan energi
Indonesia tentu menjadi sangat rentan terhadap gejolak yang terjadi
di pasar global.
Dengan pertumbuhan energi yang tinggi dan konsumsi energi per
kapita masih rendah, rasio elektrifikasi pun menjadi tidak merata
di seluruh wilayah Indonesia. Infrastruktur energi juga tidak
optimal. Sebagai gambaran, dengan populasi sekitar 250 juta orang,
pembangkit listrik yang tersedia hanya sekitar 45 gigawatt (GW).
Di sektor migas, kapasitas kilang nasional belum dapat memenuhi
semua kebutuhan bahan bakar, sementara infrastruktur gas bumi
juga masih terbatas.
Di sisi lain, sumber daya energi sampai saat ini masih difungsikan
sebagai sumber pendapatan nasional. Energi fosil (gas dan batubara),
misalnya, diekspor dalam jumlah besar. Sementara masalah lain
muncul: pemerintah memberikan subsidi terhadap harga energi,
yang menyebabkan terganggunya stabilitas keuangan negara
dan perekonomian nasional. Subsidi energi juga mengakibatkan
pengembangan EBT menjadi tidak berjalan.
Permasalahan lain adalah keterbatasan infrastruktur yang menjadi
68
KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN
tulang punggung dari ketersediaan
energi yang menghubungkan lokasi
Indonesia juga belum
terdapatnya sumber energi
ke
memiliki cadangan
penyangga energi yang
konsumen, seperti pelabuhan, loadingdapat memberikan
unloading facility, dan jaringan distribusi
jaminan pasokan dalam
yang membentuk konektivitas nasional.
waktu tertentu apabila
Konektivitas tersebut dibangun mulai
terjadi kondisi krisis
dari sumber energi hingga ke pusat
dan darurat energi.
konsumsi energi dengan skema-skema
tertentu. Tujuannya untuk menjamin
tercapainya target pertumbuhan ekonomi yang berbasiskan
ketersediaan energi.
Indonesia juga belum memiliki cadangan penyangga energi yang
dapat memberikan jaminan pasokan dalam waktu tertentu apabila
terjadi kondisi krisis dan darurat energi. Di sinilah pentingnya
pemerintah membuat kebijakan energi nasional yang dapat
memberikan peranan penting dalam mencapai kedaulatan energi.
Pemerintah harus kreatif dan adil dalam membuat kebijakan yang
menyokong ketahanan energi nasional. Pola-pola kebijakan yang
bercorak produksi-konsumsi tidak cocok lagi di tengah sulitnya
menjaga ketersediaan energi nasional. Dibutuhkan stimulasi
kepada sektor-sektor potensial yang mendukung terciptanya bauran
energi dan upaya pencarian (eksplorasi) baru untuk menemukan
cadangan baru. Kebijakan energi nasional juga harus pro kepada
pendidikan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
(iptek) karena kebutuhan teknologi yang lebih maju diperlukan
dalam mengoptimalisasi produksi sumber energi yang sudah ada dan
pencarian sumber baru.
Kebijakan Energi Nasional: AGAR TAK JALAN DI TEMPAT
69
Sebagai suatu sistem yang utuh, pemerintah tidak dapat berdiri
sendiri dalam mewujudkan ketahanan energi nasional. Permasalahan
energi mencakup spektrum yang sangat luas dan bersifat lintas
sektor. Dibutuhkan lembaga untuk merespon gangguan, dislokasi,
dan keadaan darurat berkenaan dengan energi. Lembaga ini dapat
membagi peran pemerintah dalam mendinamisasi keberlangsungan
pemenuhan energi, termasuk mengkalkulasi tarif regional dan
mempromosikan pendekatan dalam penyelesaian masalah energi
nasional.
Dalam suatu perencanaan energi jangka panjang, peran investasi
sangatlah krusial. Penciptaan iklim investasi dan kebijakan pemerintah
yang mendukung terjadinya promosi dan akselerasi dibutuhkan untuk
menjamin ketersediaan suplai energi dan pembangunan infrastruktur
yang merata. Birokrasi investasi energi mulai menjadi perhatian
utama. Dalam sistem birokrasi satu atap akan terjadi efektivitas
dalam investasi, tentu dengan tetap menjaga prinsip keadilan dan
pemanfaatan sebesar-besarnya bagi kesejahteraan rakyat.
Kemandirian dan ketahanan energi nasional dicapai dengan cara
mewujudkan:
1. Sumber daya energi tidak dijadikan sebagai komoditas ekspor
semata, tetapi juga sebagai modal pembangunan nasional.
2. Kemandirian pengelolaan energi.
3. Ketersediaan energi dan terpenuhinya kebutuhan sumber energi
dalam negeri.
4. Pengelolaan sumber daya energi secara optimal, terpadu, dan
berkelanjutan.
5. Pemanfaatan energi secara efisien di semua sektor.
70
KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN
6. Akses masyarakat terhadap energi secara adil dan merata.
7. Pengembangan kemampuan teknologi, industri dan jasa energi
dalam negeri agar mandiri dan meningkatkan kapasitas sumber
daya manusia.
8. Terciptanya lapangan kerja.
9. Terjaganya kelestarian fungsi lingkungan hidup.
Kebijakan energi nasional yang disusun sebagai pedoman
pengelolaan energi nasional dalam mewujudkan kemandirian energi
dan ketahanan energi untuk mendukung pembangunan nasional
berkelanjutan, terdiri atas kebijakan utama dan kebijakan pendukung.
Arah Kebijakan Energi Nasional
1. Kebijakan Utama
Pemerintah telah menyusun kebijakan energi nasional sebagai
berikut:
a. Ketersediaan Energi untuk Kebutuhan Nasional
Ketersediaan energi untuk memenuhi kebutuhan energi
nasional dapat dilakukan dengan cara:
1) Meningkatkan eksplorasi sumber daya, potensi dan/
atau cadangan terbukti energi, baik dari jenis fosil
maupun EBT.
2) Meningkatkan produksi energi dan sumber energi
dalam negeri dan/atau dari sumber luar negeri.
3) Meningkatkan keandalan sistem produksi, transportasi
dan distribusi penyediaan energi.
Kebijakan Energi Nasional: AGAR TAK JALAN DI TEMPAT
71
4) Mengurangi ekspor energi fosil secara bertahap,
terutama gas dan batubara, serta menetapkan batas
waktu untuk memulai penghentian ekspor.
5) Mewujudkan keseimbangan antara laju penambahan
cadangan energi fosil dan laju produksi maksimum.
6) Memastikan terjaminnya daya dukung lingkungan
untuk menjamin ketersediaan sumber energi air dan
panas bumi.
Dalam mewujudkan ketersediaan energi untuk kebutuhan
nasional, bila terjadi tumpang-tindih pemanfaatan lahan
dalam penyediaan energi, yang memiliki nilai ketahanan
nasional dan/atau nilai strategis yang lebih tinggi
didahulukan
b. Prioritas Pengembangan Energi
Prioritas pengembangan energi dilakukan melalui:
1) Pengembangan energi yang mempertimbangkan
keseimbangan keekonomian energi, keamanan pasokan
energi, dan pelestarian fungsi lingkungan.
2) Penyediaan energi bagi masyarakat yang belum
memiliki akses terhadap energi listrik, gas rumah
tangga, dan energi untuk transportasi, industri, dan
pertanian diprioritaskan.
3) Pengembangan energi dengan mengutamakan sumber
daya energi setempat.
4) Pengembangan energi dan sumber daya energi
diprioritaskan untuk memenuhi kebutuhan energi
dalam negeri.
72
KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN
5) Pengembangan industri dengan kebutuhan energi yang
tinggi diprioritaskan di daerah yang kaya sumber daya energi.
Untuk mewujudkan keseimbangan keekonomian energi,
keamanan pasokan energi, dan pelestarian fungsi lingkungan,
maka prioritas pengembangan energi nasional didasarkan
pada prinsip:
1) Memaksimalkan
penggunaan
EBT
memperhatikan tingkat keekonomian.
dengan
2) Meminimalkan penggunaan minyak bumi dengan
mengoptimalkan pemanfaatan gas bumi dan EBT.
3) Menggunakan batubara sebagai andalan pasokan energi
nasional.
Ketentuan pengembangan energi di atas tidak termasuk
nuklir karena energi nuklir dimanfaatkan dengan
mempertimbangkan keamanan pasokan energi nasional
dalam skala besar, mengurangi emisi karbon, dan tetap
mendahulukan potensi EBT. Penggunaan energi nuklir
juga mempertimbangkan nilai keekonomiannya dan
memperhatikan faktor keselamatan secara ketat. Energi
nuklir adalah pilihan terakhir.
c. Pemanfaatan Sumber Daya Energi Nasional
Pemanfaatan sumber daya energi nasional dilaksanakan oleh
pemerintah dan/atau pemerintah daerah dengan mengacu
pada strategi sebagai berikut:
1) Pemanfaatan sumber EBT dari jenis energi air, energi
panas bumi, energi laut, dan energi angin diarahkan
untuk ketenagalistrikan.
Kebijakan Energi Nasional: AGAR TAK JALAN DI TEMPAT
73
2) Pemanfaatan sumber EBT dari jenis energi matahari
diarahkan untuk ketenagalistrikan. Sedangkan
energi non-listrik untuk industri, rumah tangga, dan
transportasi.
3) Pemanfaatan sumber EBT dari jenis bahan bakar nabati
diarahkan untuk menggantikan bahan bakar minyak,
terutama untuk transportasi dan industri.
4) Pemanfaatan sumber EBT dari jenis bahan bakar nabati
dilakukan dengan tetap menjaga ketahanan pangan.
5) Pemanfaatan EBT dari jenis biomassa dan sampah
diarahkan untuk ketenagalistrikan dan transportasi.
6) Pemanfaatan sumber energi minyak bumi hanya untuk
transportasi dan komersial, yang memang tidak atau
belum bisa digantikan dengan energi atau sumber
energi lainnya.
7) Pemanfaatan sumber energi gas bumi untuk industri,
ketenagalistrikan, rumah tangga, dan transportasi,
diutamakan untuk pemanfaatan yang memiliki nilai
tambah paling tinggi.
8) Pemanfaatan sumber energi
ketenagalistrikan dan industri;
batubara
untuk
9) Pemanfaatan sumber EBT berbentuk cair, yaitu
batubara tercairkan dan hidrogen untuk transportasi.
10) Pemanfaatan sumber EBT berbentuk padat dan gas
untuk ketenagalistrikan.
Di samping itu, pemanfaatan sumber energi nasional juga
mengacu pada:
74
KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN
1) Pemanfaatan sumber energi berbentuk cair, di luar
liquefied petroleum gas (LPG) diarahkan untuk sektor
transportasi.
2) Pemanfaatan sumber daya energi diutamakan untuk
memenuhi kebutuhan energi dan bahan baku.
3) Pemanfaatan sumber energi diprioritaskan berdasarkan
pertimbangan menyeluruh atas kapasitas, kontinuitas,
dan keekonomian serta dampak lingkungan hidup.
4) Peningkatan pemanfaatan sumber energi matahari
melalui penggunaan sel surya pada transportasi,
industri, gedung komersial dan rumah tangga.
5) Pemaksimalan dan kewajiban pemanfaatan sumber
energi matahari dilakukan dengan syarat seluruh
komponen dan sistem pembangkit energi matahari
dari hulu sampai hilir diproduksi di dalam negeri secara
bertahap.
6) Pemanfaatan sumber energi laut didorong dengan
membangun percontohan sebagai langkah awal yang
tersambung ke jaringan listrik.
d. Cadangan Energi Nasional
Cadangan energi nasional terdiri atas cadangan strategis,
cadangan penyangga energi, dan cadangan operasional.
Cadangan strategis diatur dan dialokasikan oleh pemerintah
untuk menjamin ketahanan energi jangka panjang dan hanya
dapat diusahakan sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan
atau sewaktu-waktu diperlukan untuk kepentingan nasional.
Kebijakan Energi Nasional: AGAR TAK JALAN DI TEMPAT
75
Ketentuan pengelolaan cadangan strategis diatur lebih lanjut
dengan Peraturan Presiden (Perpres).
Cadangan penyangga energi disediakan untuk menjamin
ketahanan energi nasional, sejalan dengan kebijakan efisiensi
energi nasional, terutama melalui kebijakan subsidi BBM
dan listrik yang tepat sasaran. Cadangan penyangga energi
disediakan oleh pemerintah dengan ketentuan sebagai
berikut:
1) Cadangan penyangga energi merupakan cadangan di
luar cadangan operasional yang disediakan badan usaha
dan industri.
2) Cadangan penyangga energi dipergunakan untuk
mengatasi kondisi krisis dan darurat energi.
3) Cadangan penyangga energi disediakan secara bertahap
sesuai dengan kondisi keekonomian dan kemampuan
keuangan negara.
4) Ketentuan mengenai pengelolaan cadangan penyangga
energi diatur lebih lanjut dengan peraturan perundangundangan.
Kewenangan dalam pengaturan jenis, jumlah, waktu, dan
lokasi cadangan penyangga energi dilakukan oleh Dewan
Energi Nasional (DEN).
Penyediaan cadangan operasional diatur oleh pemerintah.
Badan usaha dan industri penyedia energi wajib menyediakan
cadangan operasional untuk menjamin kontinuitas pasokan.
76
KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN
2. Kebijakan Pendukung
a. Konservasi dan Diversifikasi
Energi
Produsen dan
konsumen energi
wajib melakukan
konservasi dan efisiensi
pengelolaan sumber
daya energi untuk
menjamin ketersediaan
energi.
Konservasi energi dilakukan,
baik dari sisi hulu maupun
hilir, meliputi pengelolaan
sumber daya energi dan seluruh
tahapan eksplorasi, produksi,
transportasi, distribusi, serta
pemanfaatan energi dan sumber energi. Pengelolaan sumber
daya energi diarahkan untuk menjamin agar penyediaan dan
pemanfaatannya tetap memelihara dan meningkatkan kualitas
nilai dan keanekaragaman sumber daya energi tersebut.
Konservasi sumber daya energi dilaksanakan dengan
pendekatan lintas sektor, antara lain penyesuaian dengan
tata ruang nasional dan daya dukung lingkungan. Produsen
dan konsumen energi wajib melakukan konservasi dan
efisiensi pengelolaan sumber daya energi untuk menjamin
ketersediaan energi dalam jangka panjang. Di sektor
industri, konservasi dilakukan dengan mempertimbangkan
daya saing. Penyediaan energi mengutamakan sumber daya
energi yang lebih lestari.
Pemerintah dan/atau pemerintah daerah (Pemda), sesuai
dengan kewenangannya menetapkan pedoman dan
penerapan kebijakan konservasi energi, khususnya di bidang
hemat energi. Pedoman itu antara lain:
1) Wajib melakukan standardisasi dan labelisasi semua
peralatan pengguna energi.
Kebijakan Energi Nasional: AGAR TAK JALAN DI TEMPAT
77
2) Wajib melakukan manajemen energi, termasuk audit
energi bagi pengguna energi.
3) Wajib melakukan penggunaan teknologi pembangkit
listrik dan peralatan konversi energi yang efisien.
4) Melakukan Sosialisasi budaya hemat energi.
5) Mewujudkan iklim usaha bagi berkembangnya usaha
jasa energi sebagai investor dan penyedia energi secara
hemat.
6) Mempercepat penerapan/pengalihan ke sistem
transportasi massal, baik transportasi perkotaan
maupun antarkota yang efisien, dan penerapan denda
kemacetan yang ditimbulkan oleh kendaraan pribadi.
7) Menetapkan target konsumsi bahan bakar di sektor
transportasi secara terukur dan bertahap untuk
meningkatkan efisiensi.
Sesuai dengan kewenangannya, pemerintah dan/atau Pemda
wajib melaksanakan diversifikasi atau penganekaragaman
sumber energi untuk meningkatkan konservasi sumber
daya energi dan ketahanan energi nasional dan/atau daerah.
Penganekaragaman sumber energi tersebut dilaksanakan
antara lain melalui:
1) Percepatan penyediaan dan pemanfaatan berbagai jenis
sumber EBT.
2) Percepatan pelaksanaan substitusi bahan bakar minyak
dengan gas di sektor rumah tangga dan transportasi.
3) Percepatan pemanfaatan tenaga listrik untuk penggerak
kendaraan bermotor.
78
KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN
4) Peningkatan pemanfaatan batubara kualitas rendah
untuk pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) mulut
tambang, batubara tergaskan, dan batubara tercairkan.
5) Peningkatan pemanfaatan batubara kualitas menengah
dan tinggi untuk pembangkit listrik dalam negeri.
b. Lingkungan dan Keselamatan
Pelaksanaan atas lingkungan dan keselamatan kerja
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
Pengelolaan energi nasional diselaraskan dengan arah
pembangunan nasional berkelanjutan, pelestarian sumber
daya alam, konservasi sumber daya energi, dan pengendalian
pencemaran lingkungan.
Setiap kegiatan pengelolaan energi, termasuk dan tidak
terbatas pada kegiatan eksplorasi, produksi, transportasi,
transmisi dan pemanfaatan energi, berkewajiban
memperhatikan faktor-faktor kesehatan, keselamatan kerja,
dan dampak sosial dengan tetap mempertahankan fungsi
lingkungan hidup.
Setiap kegiatan penyediaan dan pemanfaatan energi
berkewajiban untuk:
1) Memenuhi ketentuan yang disyaratkan dalam
peraturan perundang-undangan di bidang lingkungan
hidup dan wajib mengutamakan teknologi yang ramah
lingkungan.
2) Melaksanakan pencegahan, pengurangan, penanggu
langan dan pemulihan dampak, serta ganti rugi yang
adil bagi para pihak yang terkena dampak.
Kebijakan Energi Nasional: AGAR TAK JALAN DI TEMPAT
79
3) Meminimalkan produksi limbah, penggunaan kembali
limbah dalam proses produksi, penggunaan limbah
untuk manfaat lain, dan mengekstrak unsur yang
masih memiliki manfaat yang terkandung dalam
limbah, dengan tetap mempertimbangkan aspek sosial,
lingkungan, dan keekonomiannya.
4) Memperhatikan keselamatan dan risiko kecelakaan,
serta menanggung seluruh ganti rugi kepada pihak
ketiga yang mengalami kerugian akibat kecelakaan
nuklir. Ini wajib dilakukan pada setiap pengusahaan
instalasi nuklir
c. Harga, Subsidi, dan Insentif Energi
Harga energi ditetapkan berdasarkan nilai keekonomian
yang berkeadilan. Khusus untuk EBT, pasar EBT termasuk
kuota minimum tenaga listrik, bahan bakar cair dan gas
yang bersumber dari EBT diatur oleh pemerintah. Harga
EBT diatur berdasarkan pada perhitungan harga dengan
asumsi untuk bersaing dengan harga energi dari sumber
energi minyak bumi (tanpa subsidi) yang berlaku di suatu
wilayah dalam kurun waktu tertentu. Harga EBT juga bisa
diatur berdasarkan pada perhitungan harga energi yang
rasional untuk penyediaan EBT dari sumber setempat dalam
rangka pengamanan pasokan energi di wilayah tertentu
yang lokasinya terpencil, dengan sarana prasarana belum
berkembang, rentan terhadap gangguan cuaca, atau berada
dekat garis perbatasan wilayah Republik Indonesia (RI).
Harga batubara diatur melalui pengaturan harga batubara dalam
negeri oleh pemerintah sampai terbentuknya pasar yang efisien.
80
KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN
Pemerintah mewujudkan pasar tenaga listrik, antara lain
melalui:
1) Pengaturan harga energi primer tertentu (batubara, gas,
air, dan panas bumi) untuk pembangkit listrik.
2) Penetapan tarif listrik secara progresif.
3) Penerapan mekanisme feed in tariff dalam penetapan
harga jual EBT.
4) Penyempurnaan pengelolaan energi panas bumi
melalui pembagian risiko antara pemegang izin usaha
penyediaan tenaga listrik dan pengembang.
Subsidi disediakan oleh Pemerintah dan Pemda, yang akan
diberikan bila penerapan keekonomian berkeadilan dan
kemampuan daya beli masyarakat tidak dapat dilaksanakan,
atau harga EBT lebih mahal daripada harga energi dari
BBM yang tidak disubsidi. Penyediaan subsidi meliputi:
1) Penerapan mekanisme subsidi dilakukan secara tepat
sasaran untuk golongan masyarakat tidak mampu.
2) Pengurangan subsidi BBM dan listrik secara bertahap
sampai dengan kemampuan daya beli masyarakat
tercapai.
Pemerintah dan Pemda harus memberikan insentif fiskal
dan non-fiskal untuk mendorong program diversifikasi
sumber energi dan pengembangan EBT. Pelaksanaan
pemberian insentif disesuaikan dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan. Pemerintah dan Pemda akan
menyediakan insentif kepada:
Kebijakan Energi Nasional: AGAR TAK JALAN DI TEMPAT
81
1) Pengembangan, pengusahaan dan pemanfaatan EBT,
terutama untuk skala kecil dan berlokasi di daerah
terpencil, sampai nilai keekonomiannya kompetitif
dengan energi konvensional.
2) Produsen dan konsumen energi yang melaksanakan
kewajiban konservasi dan efisiensi energi, dan
sebaliknya akan memberikan disinsentif kepada yang
tidak melaksanakan kewajiban konservasi dan efisiensi
energi.
3) Lembaga swasta atau perorangan yang mengembangkan
teknologi inti pada bidang EBT.
d. Infrastruktur, Akses Masyarakat, dan Industri Energi
Pengembangan infrastruktur energi memperhatikan kondisi
geografis Indonesia yang sebagian besar terdiri atas perairan
laut, dengan memperkuat infrastruktur eksplorasi, produksi,
transportasi, distribusi, dan transmisi di wilayah kepulauan.
Pengembangan dan penguatan infrastruktur energi
dilaksanakan oleh pemerintah dan/atau pemerintah daerah,
dengan:
1) Meningkatkan kemampuan industri dalam negeri
dalam penyediaan infastruktur energi.
2) Mengembangkan infrastruktur pendukung indus
tri batubara, meliputi transportasi, stockpiling
(penampungan), dan blending (pencampuran) untuk
mewujudkan pasar yang efisien dan dapat mensuplai
kebutuhan dalam negeri secara berkesinambungan.
82
KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN
3) Melakukan percepatan penyediaan infrastruktur
pendukung produksi minyak dan gas, pengilangan
bahan bakar, transportasi dan distribusi energi, sistem
transmisi dan distribusi energi.
4) Melakukan percepatan penyediaan segala yang
diperlukan infrastruktur pendukung EBT sesuai
dengan kebutuhan.
Pemerintah mendorong dan memperkuat berkembangnya
industri energi untuk mempercepat tercapainya sasaran
penyediaan dan pemanfaatan energi, penguatan
perekonomian nasional, dan penyerapan lapangan kerja.
Penguatan perkembangan industri energi meliputi:
1) Peningkatan kemampuan industri energi dan jasa
energi dalam negeri.
2) Pengembangan industri peralatan
pemanfaatan EBT dalam negeri.
produksi
dan
3) Peningkatan kemampuan dalam negeri untuk
mendukung kegiatan eksplorasi panas bumi dan
industri pendukung kelistrikan.
4) Dukungan industri sistem dan komponen peralatan
instalasi pembangkit listrik tenaga surya dan pembangkit
listrik tenaga laut.
5) Peningkatan kandungan dalam negeri dalam industri
energi nasional.
6) Industri komponen/peralatan instalasi pembangkit
listrik tenaga bayu dikembangkan melalui usaha kecil
dan menengah dan/atau industri nasional.
Kebijakan Energi Nasional: AGAR TAK JALAN DI TEMPAT
83
7) Pemberian kesempatan lebih besar kepada perusahaan
nasional dalam pengelolaan minyak, gas bumi, dan
batubara.
8) Pembangunan industri energi dalam negeri melalui
pembelian lisensi pabrik.
e. Penelitian dan Pengembangan Energi
Kegiatan penelitian, pengembangan dan penerapan
teknologi energi diarahkan untuk mendukung industri
energi nasional. Pendanaannya difasilitasi oleh pemerintah,
Pemda, dan badan usaha sesuai dengan kewenangannya
sampai kepada tahap komersial.
Pemerintah mendorong terciptanya iklim pemanfaatan dan
keberpihakan terhadap hasil penelitian dan pengembangan
teknologi energi nasional. Pemerintah melakukan penguatan
bidang penelitian dan pengembangan energi, antara lain
untuk:
1) Menyiapkan dan meningkatkan kemampuan sumber
daya manusia dalam penguasaan dan penerapan
teknologi, serta keselamatan di bidang energi.
2) Meningkatkan penguasaan teknologi energi dalam negeri,
melalui penelitian dan pengembangan, dan penerapan
teknologi energi, serta teknologi efisiensi energi.
f.
Kelembagaan dan Pendanaan
Pemerintah melakukan penguatan kelembagaan untuk
memastikan tercapainya tujuan dan sasaran penyediaan
dan pemanfaatan energi. Penguatan kelembagaan tersebut
dilaksanakan, antara lain dengan:
84
KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN
1) Menyempurnakan sistem kelembagaan dan layanan
birokrasi pemerintah pusat dan Pemda dan peningkatan
koordinasi antarlembaga di bidang energi guna
mempercepat pengambilan keputusan, proses perizinan
dan pembangunan infrastruktur energi.
2) Meningkatkan kerja sama dan koordinasi antarlembaga
penelitian, universitas, industri, dan pemegang
kebijakan, serta komunitas dalam rangka mempercepat
penguasaan dan pemanfaatan energi.
3) Meningkatkan akuntabilitas kelembagaan dengan
menyesuaikan fungsi dan kewenangan kelembagaan di
tingkat pusat dan daerah.
4) Meningkatkan kemampuan sumber daya manusia di
bidang energi di daerah dalam pengelolaan energi.
5) Menangani permasalahan energi sesuai dengan
kewenangannya sebagai tanggung jawab Pemda.
6) Memperkuat kapasitas organisasi di tingkat kabupaten/
kota yang akan bertanggung jawab terhadap
perencanaan, pengembangan, dan pengelolaan energi
di pedesaan.
7) Regionalisasi penyediaan energi listrik untuk memperkecil
disparitas penyediaan energi listrik di luar Jawa.
Dalam menetapkan sasaran pertumbuhan penyediaan
energi, pemerintah dan Pemda perlu memperhatikan
sasaran pertumbuhan ekonomi. Untuk mencapai sasaran
pertumbuhan penyediaan energi tersebut, pemerintah dan
Pemda menyediakan alokasi dana pengembangan dan
Kebijakan Energi Nasional: AGAR TAK JALAN DI TEMPAT
85
penguatan infrastruktur energi yang memadai. Pemerintah
juga mendorong badan usaha dan perbankan untuk turut
mendanai pembangunan infrastruktur dan pemanfaatan
energi.
Pemerintah dan Pemda mendorong penguatan pendanaan
untuk menjamin ketersediaan energi, pemerataan
infrastruktur energi, pemerataan akses masyarakat terhadap
energi, pengembangan industri energi nasional dan
pencapaian sasaran penyediaan dan pemanfaatan energi.
Penguatan pendanaan ini dilaksanakan, antara lain dengan:
1) Meningkatkan peran perbankan nasional dalam
pembiayaan kegiatan produksi minyak dan gas bumi
nasional, kegiatan pengembangan EBT, dan program
hemat energi.
2) Menerapkan premi pengurasan energi fosil untuk
pengembangan energi.
3) Menyediakan alokasi anggaran khusus oleh pemerintah
dan pemerintah daerah untuk mempercepat pemerataan
akses listrik dan energi.
Premi penguatan pendanaan tersebut di atas digunakan
untuk kegiatan eksplorasi minyak dan gas bumi dan
pengembangan sumber EBT, peningkatan kemampuan
sumber daya manusia, penelitian dan pengembangan, serta
pembangunan infrastruktur pendukung.
86
KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN
BAB IV
MANAJEMEN ENERGI
SECARA MAKRO
BYAR PET, MAFIA, DAN
KELANGKAAN MINYAK
Lingkungan Strategis: DI TENGAH DUNIA YANG PENUH TANTANGAN
87
88
KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN
“Saya tak akan membiarkan perusahaan
minyak mengatur tata kelola energi negeri ini,
membahayakan negara kami atau mengambil duit
US$ 4 miliar dari warga pembayar pajak.”
~ Barrack Hussein Obama, Presiden Amerika
Serikat (2009-sekarang) ~
Lingkungan Strategis: DI TENGAH DUNIA YANG PENUH TANTANGAN
89
MANAJEMEN ENERGI SECARA MAKRO
BYAR PET, MAFIA, DAN
KELANGKAAN MINYAK
Kondisi Manajemen Energi Saat Ini
K
abar gembira itu datang dari Istana Wakil Presiden di Jalan
Merdeka Selatan, Jakarta. Dengan mengenakan kemeja
putih yang lengannya digulung, Dahlah Iskan keluar dengan
wajah sumringah. Senyumnya renyah saat menyapa wartawan yang
menunggunya. “Paling lambat 30 Juni 2010 dijamin tidak ada lagi
byarpet di seluruh Indonesia,” ujar Dahlan Iskan yang saat itu
menjabat sebagai Direktur Utama PT Perusahaan Listrik Negara
(PLN) seperti dikutip Kompas, 9 April 2010. Ini jelas kabar besar
90
KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN
terutama untuk warga yang tinggal di Sumatera atau Indonesia
Timur. Selama ini mereka rutin mati listrik empat hari sekali. Sayang,
empat tahun berlalu program percepatan pembangunan pembangkitpembangkit listrik itu tak berjalan mulus. Sampai sekarang, kondisi
listrik Indonesia Timur tetap kritis.
Pertumbuhan kebutuhan energi Indonesia, termasuk listrik memang
meningkat tajam. Pertambahan penduduk, tumbuhnya industri
semua menyedot energi. Rapor Indonesia versi Bank Dunia dalam
soal investasi ada di urutan buncit dibandingkan dengan negaranegara tetangga.
Menurut Bank Dunia, salah satu penyebab utama rendahnya skor
iklim investasi Indonesia adalah listrik. Pertumbuhan kebutuhan
energi itulah tantangan yang dihadapi pemerintah. Potret
pertumbuhan itu terlihat seperti di bawah ini:
1. Pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB)
Sampai akhir dekade 1990-an, Indonesia tidak mengalami
persoalan serius dalam hal pasokan energi. Namun, sejak awal
abad 21 situasinya lebih rentan. Ini akibat dari pertumbuhan
konsumsi energi dalam negeri yang tinggi. Pertumbuhan
konsumsi ini didorong oleh pertumbuhan ekonomi dan
pertumbuhan penduduk.
Berdasarkan Sensus Penduduk Badan Pusat Statistik (BPS)
2010, penduduk Indonesia berjumlah 240 juta orang. Sebanyak
116 juta orang di antaranya adalah penduduk usia produktif
(Gambar 11). Berdasarkan buku Satu Dasawarsa Membangun
Manajemen Energi Secara Makro: BYAR PET, MAFIA, DAN KELANGKAAN MINYAK
91
untuk Kesejahteraan Rakyat yang diterbitkan oleh Sekretariat
Kabinet, jumlah penduduk kelas menengah Indonesia pada
2013 sekitar 56,7 persen dari total penduduk Indonesia, atau
meningkat 19,7 persen dari 2004. Buku itu juga mencatat,
jumlah penduduk miskin mencapai 11 persen dari total
penduduk Indonesia. Mereka umumnya tinggal di daerah
pedesaan (Gambar 12).
Pertumbuhan penduduk Indonesia yang cukup besar, apalagi
disertai dengan pertambahan masyarakat kelas menengah
dan pertambahan jumlah penduduk usia produktif, serta
pertumbuhan perekonomian yang membaik, jelas memberi
kontribusi pada peningkatan permintaan energi secara signifikan.
Pertumbuhan ekonomi dan pembangunan diukur dengan
indikator pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB),
yang dalam dekade terakhir tingkat pertumbuhan rata-rata
stabil pada angka 6 persen per tahun. Pada saat yang sama,
pertumbuhan PDB per kapita juga menyiratkan bahwa secara
individu cenderung meningkat. Ini berakibat pada peningkatan
permintaan energi final dalam negeri, terutama BBM yang
dinyatakan dalam total konsumsi energi yang lebih tinggi
daripada produksi dalam negeri, sehingga untuk memenuhi
permintaan tersebut Indonesia perlu mengimpor.
92
KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN
( Juta orang)
Populasi
Usia Produktif
179
206
75
1990
95
240
2000
Employment
Children
116
2010
256
271
173
2015
291
185
2020
202
2030
PROYEKSI
304
207
2035
Indonesia akan menghadapi "bonus demografi", di mana usia produktif (15-54 tahun) lebih besar 68%, dibandingkan
dengan usia non-produktif, dan ini tentu saja akan bermanfaat jika ada peningkatan dalam pekerjaan dan peningkatan
pendidikan di Indonesia
Pendidikan adalah yang paling penting bagi anak-anak usia sekolah
Setelah mengalami bonus demografi, Indonesia diperkirakan akan mengalami 'over-aging, di mana jumlah penduduk
usia lanjut akan semakin meningkat
Age
Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah kembali
Gambar 11 Pertumbuhan Penduduk Indonesia, 1990-2010
<5%
11-15 %
1980
Perkotaan
2013
20-25 %
*) September 2013
%
>30 %
37
26-30 %
%
63
%
29
11
16-20 %
Pedesaan
%
5-10 %
11%
Jumlah penduduk miskin sebanyak 28 juta orang
(11 %), dimana 37 % berdomisili di wilayah
perkotaan dan 63% di wilayah pedesaan
Prosentase Penduduk Miskin
Sumber: Dewan Energi Nasional (2014)
Gambar 12 Perkembangan Penduduk Miskin Indonesia, 2013
Manajemen Energi Secara Makro: BYAR PET, MAFIA, DAN KELANGKAAN MINYAK
93
Pada 2013, PDB Indonesia adalah Rp2.770 triliun atau
meningkat 1,5 kali bila dibandingkan dengan 2006, atau
tumbuh 5,96 persen per tahun. Peningkatannya terjadi di semua
sektor (peningkatan tertinggi adalah sektor transportasi dan
komunikasi sekitar 12,9 persen per tahun). Sebaliknya, sektor
minyak dan gas turun sekitar 1,1 persen per tahun dan industri
pertambangan turun sekitar 0,99 persen per tahun (Gambar 13).
(Rp miliar)
3.000.000
2.500.000
2.000.000
1.500.000
1.000.000
500.000
2006
2007
2008
Services
Trade, Hotel & Restaurants
Non-Oil & Gas Manf. Industry
Non-Oil and Gas Mining
2009
2010
Finance
Construction
Oil and Gas Manf. Industry
Oil & Gas Mining
2011
2012
2013*
Transport & Communication
Electricity, Gas & Water Supply
Quarrying
Agriculture
* Angka sementara
Sumber: Dewan Energi Nasional (2014)
Gambar 13 Pertumbuhan PDB Indonesia, 2006-2013
2. Konsumsi Energi
Energi primer merupakan energi dalam bentuk asli dari
sumbernya yang langsung digunakan, tanpa mengalami proses
pengolahan sebelumnya. Energi primer ini ada yang sifatnya
tidak terbarukan (non-renewable), antara lain minyak bumi, gas
94
KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN
alam, dan batubara dan energi terbarukan (renewable), seperti
panas bumi, matahari, angin, air, dan bioenergi.
Konsumsi energi primer Indonesia dari tahun ke tahun
mengalami peningkatan pesat, dari 858 juta setara barel minyak
(SBM) pada 2003 menjadi 1.243 juta SBM pada 2013, atau
meningkat rata-rata 3,8 persen per tahun. Sampai saat ini,
permintaan energi di Indonesia masih didominasi oleh energi
fosil. Pada 2013, energi fosil menyumbang 94.6 persen dari total
konsumsi energi, sedangkan 5,4 persen sisanya dipenuhi dari
energi terbarukan. Dari jumlah tersebut, minyak menyumbang
44.0 persen, gas alam 21,9 persen, dan batubara 28,7 persen
(Gambar 14).
Minyak masih mendominasi bauran energi primer Indonesia,
meskipun telah terjadi penurunan. Porsi minyak pada 2013
sekitar 44 persen, batubara 28,7 persen, gas 21,9 persen, dan
energi terbarukan 5,5 persen. Penurunan porsi minyak dan
gas yang disertai dengan kenaikan porsi batubara dan energi
terbarukan merupakan dampak dari program pemerintah
yang mengurangi ketergantungan terhadap minyak dengan
melakukan diversifikasi dan konservasi energi. Hingga saat ini
pemanfaatan energi alternatif masih jauh dari yang diharapkan.
Pada 2013, porsi konsumsi energi terbarukan baru mencapai 5,5
persen. Ini masih sangat kecil bila dibandingkan dengan potensi
yang ada.
Manajemen Energi Secara Makro: BYAR PET, MAFIA, DAN KELANGKAAN MINYAK
95
Oil
44,0 %
2003
Gas
21,9 %
858 Million BOE
.a. h
% p owt
3.8 al gr
nu
An
Oil
53,2%
Gas
22,8 %
Coal
19,2 %
Hydro
2,7 %
Geothermal
2,2 %
Coal
28,7 %
Hydro
2,8 %
Geothermal
2,2 %
Other RE
0,5 %
2013*
1,243 Million BOE
Other RE
0,0 %
* Angka sementara
Sumber: Dewan Energi Nasional (2014)
Gambar 14
Perkembangan Konsumsi Energi Primer, 2003-2013
Demikian pula dengan energi final, dalam periode 2005-2012
terjadi peningkatan konsumsi. Konsumsi BBM mendominasi
konsumsi energi final di dalam negeri (Gambar 15). Penambahan
kapasitas kilang hampir tidak dilakukan. Akibatnya, impor
BBM senantiasa meningkat dari tahun ke tahun. Peningkatan
impor BBM secara langsung meningkatkan biaya pengadaan
dan subsidi BBM. Dalam situasi harga minyak mentah dunia
membumbung tinggi, upaya efisiensi dalam sistem penyediaan
BBM nasional akan memberikan dampak berarti terhadap biaya
konsumsi dan subsidi BBM.
96
KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN
Coal
Natural
Gas
Fuel
Other Petroleum Product
Briquette
LPG
Electricity
MBOE)
1000.00
900.00
13,6%
800.00
5,5%
700.00
6,13%
600.00
500.00
50%
400.00
300.00
200.00
12%
100.00
0.00
2005
19%
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
Sumber: Dewan Energi Nasional (2014)
Gambar 15
Perkembangan Konsumsi Energi Final, 2005-2012
Tindakan efisiensi yang dapat dilakukan, misalnya, dengan
menambah kapasitas kilang untuk menurunkan volume BBM
yang harus diimpor. Selain itu dengan memperbanyak pipa
distribusi BBM untuk mempertinggi efisiensi distribusi BBM.
Berapa besar sebetulnya konsumsi riil BBM di dalam negeri
dengan mempertimbangkan penyelundupan yang terjadi, juga
perlu dicermati. Impor minyak mentah dan BBM merupakan
komponen biaya terbesar (di atas 90 persen) bila harga minyak
mentah dunia naik di atas US$ 80-85 per barel. Karena itu,
persoalan di manajemen impor minyak mentah dan BBM,
menjadi salah satu titik rawan yang harus dimonitor atau
diperbaiki sistemnya untuk menjamin impor dengan biaya yang
termurah. Impor minyak mentah dan BBM merupakan bisnis
yang nilainya melebihi Rp100 triliun/tahun.
Manajemen Energi Secara Makro: BYAR PET, MAFIA, DAN KELANGKAAN MINYAK
97
Hal-hal yang berkaitan dengan proses penyediaan BBM,
khususnya mengenai pengadaan minyak mentah dan BBM,
seyogianya dibuat terbuka untuk masyarakat umum karena
bagaimanapun bisnis ini menyangkut hajat hidup orang banyak.
3. Permasalahan dalam Tata Kelola Energi
Saat ini, setidaknya ada tiga faktor tantangan dan hambatan yang
dihadapi Indonesia dalam pengelolaan energi. Pertama, cadangan
energi di dalam negeri, terutama energi fosil yang selama ini
menjadi tumpuan pembangunan perekonomian mulai berkurang
dan laju kecepatan “pengurasan” cadangan tersebut tidak dapat
diimbangi dengan laju penambahan volume cadangan. Kedua,
subsidi terhadap harga energi yang terus membengkak dari
tahun ke tahun tidak hanya membebani perekonomian negara,
tetapi juga menyebabkan pola konsumsi energi masyarakat
menjadi boros. Beban ini terjadi akibat harga energi yang murah
dan tidak berkembangnya energi alternatif. Ketiga, keterbatasan
infrastruktur energi yang mengakibatkan akses masyarakat
terhadap energi menjadi terbatas dan menurunkan kemampuan
pemerintah untuk menyediakan energi dalam jumlah cukup dan
berkualitas bagi masyarakat dan industri.
Permasalahan energi ini kemudian diperparah oleh faktor
kepemimpinan, politik, dan birokrasi di Indonesia selama ini.
Menurut Marwan Batubara, Direktur Pelaksana Indonesian
Resources Studies (IRESS), dalam delapan tahun terakhir,
pemerintah gagal menyelesaikan masalah subsidi BBM,
mengembangkan EBT, mengkonversi BBM ke BBG, serta
membangun kilang BBM, pipa transmisi/distribusi gas, penerima
LNG, dan depot minyak/BBM guna ketahanan energi.
98
KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN
Di sisi lain, potensi sumber EBT
Subsidi terhadap harga
yang tersedia (panas bumi, tenaga
energi yang terus
matahari, tenaga air, nuklir, dan
membengkak dari
lainnya) belum dapat dimanfaatkan
tahun ke tahun tidak
secara optimal. Sebagai contoh,
hanya membebani
panas bumi yang menyimpan total
perekonomian negara,
potensi sekitar 29.164 megawatt
tetapi juga menyebabkan
(MW), atau 40 persen dari
pola konsumsi energi
potensi panas bumi dunia. Namun,
masyarakat menjadi
pemanfaatannya baru 4,6 persen
boros.
dari potensi yang ada. Contoh
lain nuklir. Akibat perdebatan
panjang selama 47 tahun terkait dengan pemanfaatannya untuk
pembangkit listrik telah menghilangkan kesempatan kita untuk
membangun sektor industri yang kuat bersama-sama Jepang dan
Korea Selatan. Kita lupa menempatkan energi nuklir sebagai
sumber energi transisi yang bisa mentransformasi negara agraris
menuju negara industri. Ini dilakukan negara-negara seperti
Jerman, AS, dan negara maju lainnya yang memiliki sumber
energi beragam. Mereka kemudian mulai memanfaatkan sumber
energi terbarukan untuk memenuhi kebutuhan energi mereka
pada saat rakyatnya secara ekonomi mampu membeli energi
pada harga yang lebih tinggi.
Krisis energi yang masih terjadi saat ini merupakan gangguan
mendadak atas permintaan atau penawaran yang tak bisa
langsung dipenuhi oleh pasar, karena kurangnya fleksibilitas
dan terjadinya efek harga pada perekonomian. Krisis listrik yang
terjadi di berbagai wilayah dan telah berlangsung selama lebih
Manajemen Energi Secara Makro: BYAR PET, MAFIA, DAN KELANGKAAN MINYAK
99
dari tiga tahun telah membebani dan menghambat perekonomian
Indonesia dan dalam jangka panjang. Krisis tersebut jelas akan
melemahkan ketahanan energi nasional.
Menurut Djarot S. Wisnubroto, Kepala Badan Tenaga Nuklir
Nasional (Batan), masalah keenergian yang ada di Indonesia
saat ini, antara lain disebabkan oleh penerapan UndangUndang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan
Jangka Panjang (RPJP) yang belum maksimal. Pengelolaan
SDA, termasuk sumber daya energi lebih berorientasi pada
pengendalian sisi penyediaan dibandingkan dengan sisi
kebutuhan. Secara keseluruhan, pengelolaan sumber daya energi
belum dimanfaatkan untuk menghasilkan nilai tambah bagi
modal pembangunan nasional. Selayaknya, kekayaan SDA yang
dimiliki dapat dijadikan sebagai modal untuk menggerakkan
pertumbuhan ekonomi.
Ditinjau dari dimensi perdagangan global, harga produk industri
akan menjadi lebih kompetitif di pasar internasional jika
tersedia energi yang murah. Sebagai salah satu bukti, Tiongkok
telah berhasil membanjiri produk industri di pasar global
karena dapat menyediakan energi murah dalam mendukung
industri manufakturnya. Pembangunan berbagai infrastruktur
akan berjalan pesat karena ditopang devisa dari hasil penjualan
kekayaan alam dan produk industri. Selanjutnya, masyarakat
akan mudah mendapatkan akses pendidikan dan kesehatan
yang mamadai. Program pemberantasan kemiskinan pun
dapat berjalan dengan baik. SDM berkualitas yang dihasilkan
akan semakin memperkuat daya saing secara internasional dan
memperkukuh kemandirian negara.
100
KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN
Dengan pertumbuhan penduduk dan sektor industri yang
semakin tinggi, pertumbuhan konsumsi energi Indonesia
diproyeksikan akan meningkat 7,1 persen per tahun. Saat ini,
untuk memenuhi kebutuhan energi yang masih mengalami
defisit, Indonesia harus mengimpor dari negara lain. Rasio
elektrifikasi di Indonesia juga masih di angka 80 persen sebagai
akibat kesenjangan dari kemampuan memenuhi permintaan
listrik yang terus naik. Rendahnya rasio elektrifikasi ini
diperburuk oleh rendahnya kualitas pelayanan kelistrikan.
Dampaknya, pemadaman listrik bergilir terjadi di sebagian besar
wilayah Indonesia, terutama pada wilayah kepulauan kecil dan
wilayah-wilayah yang belum terjangkau oleh PLN.
Karena itu, ketahanan energi harus menjadi agenda prioritas
pemerintah dalam melaksanakan pembangunan nasional.
Banyak aspek yang mempengaruhi ketahanan energi, di
antaranya adalah kemampuan memperkirakan kebutuhan;
meningkatkan jumlah cadangan; mendapatkan sumber pasokan
energi, pendistribusian, pengamanan pasokan dan distribusi;
kemampuan menangani keadaan khusus yang mengganggu
sistem; serta penelitian dan pengembangan.
Untuk meningkatkan ketahanan energi dan kemandirian
energi nasional, maka pengelolaan energi nasional harus
dilakukan melalui prinsip-prinsip tata kelola yang baik (good
governance principles). Tata kelola yang baik itu harus didukung
visi, strategi, perencanan yang holistik dan mampu terap, baik
pada sisi penyediaan (supply side management) maupun pada
sisi pemanfaatan (demand side management), yang diarahkan
kepada penggunaan energi secara optimal dan efisien di seluruh
Manajemen Energi Secara Makro: BYAR PET, MAFIA, DAN KELANGKAAN MINYAK
101
Memburuknya
neraca migas, adanya
rencana pengurangan
stimulus AS, serta
menurunnya aktivitas
perekonomian dan
harga komoditas dunia
menimbulkan triple
deficit, yaitu defisit
perdagangan, defisit
neraca pembayaran,
dan defisit APBN.
sektor pengguna. Kebijakan tersebut
harus terintegrasi dengan baik serta
mampu
mengantisipasi
peluang
dan tantangan ke depan, menjamin
kesinambungan, melindungi konsumen
yang memiliki daya beli yang rendah,
serta dilaksanakan untuk tujuan
mewujudkan kesejahteraan rakyat.
4. Isu-isu Strategis
Berikut isu-isu strategis di bidang
energi, yang sebagian besar belum
terselesaikan sampai saat ini:
a. Subsidi Energi
Diperkirakan, belanja subsidi BBM terus meningkat dari
Rp130 triliun pada 2011 menjadi Rp246 triliun pada 2014,
sedangkan porsi belanja subsidi BBM terhadap Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) relatif tetap dalam
kurun waktu 2011-2014. Yang sangat mengkhawatirkan
adalah tajamnya peningkatan defisit APBN dalam kurun
waktu yang sama, diperkirakan dari Rp84 triliun pada 2011
menjadi Rp256 triliun pada 2014 (Gambar 16). Menurut
Marwan Batubara, defisit APBN selalu dipenuhi dengan
utang dan penerbitan obligasi. Hanya untuk kepentingan
politik pencitraan jangka pendek, misalnya, negara harus
berutang ratusan triliun rupiah. Padahal utang-utang
tersebut akan menjadi beban bagi generasi mendatang.
Beban subsidi ini menjadi berkurang setelah Presiden Joko
102
KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN
Widodo pada pertengahan November 2014 menaikkan
harga BBM bersubsidi dari Rp6.500 per liter menjadi
Rp8.500 per liter untuk premium dan dari Rp5.500 per liter
menjadi Rp7.500 per liter untuk solar.
Subsidi BBM
Defisit APBN
Porsi subsidi terhadap APBN
256
211
150
209
246
202
130
84
10%
14%
12 %
13 %
2011
2012
2013
2014*
Catatan:
Satuan dalam triliun rupiah
*Angka sementara
Sumber: Marwan Batubara (IRESS), 2014, diolah kembali.
Gambar 16
Belanja Subsidi BBM dan Defisit APBN, 2011-2014
Selain terimbas subsidi BBM yang besar, keuangan negara
juga terpuruk akibat defisit neraca perdagangan yang
didominasi oleh defisit neraca perdagangan migas. Menurut
Bank Indonesia (BI), nilai impor minyak meningkat dari
US$34,2 miliar pada 2011 menjadi US$43,3 miliar pada
2013, dengan defisit perdagangan migas sebesar US$0,7
miliar pada 2011 menjadi US$9,7 miliar pada 2013 (Gambar
17). Pada kurs USD 1 = Rp11.500 dan impor minyak dan
BBM saat ini sekitar 800 ribu barel per hari (bph), Indonesia
harus mengeluarkan devisa sekitar Rp1,4 triliun per hari.
Manajemen Energi Secara Makro: BYAR PET, MAFIA, DAN KELANGKAAN MINYAK
103
Menurut Marwan Batubara, memburuknya neraca
migas, adanya rencana pengurangan stimulus AS, serta
menurunnya aktivitas perekonomian dan harga komoditas
dunia menimbulkan triple deficit, yaitu defisit perdagangan,
defisit neraca pembayaran, dan defisit APBN. Dampak
lanjutannya adalah turunnya kurs rupiah dan meningkatnya
inflasi. Akibatnya, kualitas kehidupan ekonomi rakyat
semakin menurun dan kemiskinan bertambah.
Impor minyak, USD miliar
Defisit perdagangan migas, USD miliar
43,3
38,3
34,2
9,7
5,2
0,7
2011
2012
2013
Sumber: Marwan Batubara (IRESS), 2014, diolah kembali.
Gambar 17 Defisit Perdagangan Migas, 2011-2013
Selain memberatkan anggaran negara, membengkaknya
subsidi energi juga akan meningkatkan risiko BBM impor
yang semakin besar, yang tak hanya berasal dari fluktuasi
harga minyak, tetapi juga dari fluktuasi nilai tukar rupiah.
Bensin premium memberikan kontribusi dominan dalam
keseluruhan subsidi BBM. Besaran subsidi BBM dalam
APBN termasuk subsidi listrik, yang juga sangat erat
terkait dengan penggunaan BBM dalam pembangkit
104
KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN
listrik, telah mencapai nilai yang sangat besar. Secara total,
subsidi energi (BBM dan listrik) mencapai nilai Rp300
triliun pada 2013 (Gambar 18). Nilai ini berpotensi
terus meningkat bila tidak disertai dengan perubahan
dalam mekanisme harga BBM bersubsidi dan skema
perhitungan subsidi listrik PLN, sebagaimana diatur dalam
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 111/PMK.02/2007.
400
350
Triliun Rupiah
300
250
200
150
100
50
0
Total (subsidi energi)
Subsidi Listrik
Subsidi BBM/LPG
2011
261,35
93,18
168,17
2012
312,09
100,19
211,90
2013
299,59
89,59
210,00
Sumber: Kementerian ESDM (2014)
Gambar 18 Besaran Nilai Subsidi Energi, 2011-2013
Subsidi yang diberikan pemerintah terhadap harga energi
mendorong orang untuk mengkonsumsi lebih dari yang
dibutuhkan. Selama komoditas yang disubsidi tak dibatasi
target dan volumenya, maka disparitas harga akan terus
terjadi. Akhirnya, kuota dan anggaran subsidi pun akan
terus terlampaui.
Sistem subsidi tersebut juga tidak tepat sasaran karena sebagian
besar (70 persen) dinikmati oleh golongan ekonomi menengah
ke atas. Semakin besar selisih antara harga keekonomian
Manajemen Energi Secara Makro: BYAR PET, MAFIA, DAN KELANGKAAN MINYAK
105
dan harga eceran, maka semakin besar pula insentif untuk
mengkonsumsi BBM bersubsidi. Kondisi ini mengakibatkan
target penurunan porsi minyak dalam bauran energi nasional
tak sesuai dengan yang diharapkan karena tidak ada insentif
ekonomi bagi konsumen untuk mengurangi penggunaan
BBM. Penurunan porsi minyak dalam bauran energi pada
2025, kemungkinan besar tak bisa tercapai bila pemerintah
belum memiliki keberanian menaikkan harga eceran BBM
secara bertahap.
Lambannya penyesuaian harga BBM ke tingkat keekonomian
juga menimbulkan dampak negatif terhadap upaya
diversifikasi energi. Pelaku usaha tidak memiliki rasionalitas
dan motif ekonomi dalam mendukung diversifikasi energi
nasional bila harga BBM masih didistorsi oleh pemerintah.
Tingkat pengembalian dalam pengembangan biodiesel dan
biopremium menjadi tidak begitu menarik ketika harga
minyak premium dan minyak solar terlalu rendah, sehingga
tak menciptakan tingkat kompetisi yang sama antara
bioenergi dan BBM.
Selain itu, disparitas harga yang terlalu besar antara
BBM bersubsidi dan harga keekonomiannya juga
akan menciptakan kerawanan penyimpangan, seperti
penyelundupan dan penyalahgunaan BBM bersubsidi.
Kondisi ini banyak terjadi di daerah-daerah yang memiliki
banyak aktivitas pertambangan, seperti di Kalimantan
Selatan dan Kalimantan Timur.
Selain penyesuaian harga BBM, ada upaya lain yang dapat
dilakukan untuk mengurangi subsidi BBM, yaitu dengan
106
KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN
melakukan pengurangan (pembatasan) konsumsi BBM,
melalui program diversifikasi, konservasi, dan efisiensi
penyediaan.
b. Mafia Migas
Mafia migas adalah pemburu rente yang melakukan suatu
kegiatan yang berkaitan dengan usaha migas secara legal
dan merugikan negara secara masif, antara lain, turunnya
produksi migas sejak 2001, inefisiensi dalam tata kelola,
dan lemahnya ketahanan energi nasional akibat dari terus
meningkatknya impor minyak. Praktik ini terjadi karena
para aktor mafia migas memiliki kedekatan dan dapat
mempengaruhi para pejabat tinggi pengambil keputusan.
Untuk mengurai praktik mafia migas tidak mudah karena
tidak ada peraturan yang dilanggar. Untuk membuktikannya
tidak dapat hanya dengan melakukan audit kepatuhan
(compliance audit), tetapi juga dengan menerapkan audit
strategik (strategic audit) dengan kriteria sasaran ketahanan
energi, yaitu penyediaan energi secara berkelanjutan dengan
harga yang terjangkau.
Pada zaman sekarang, perburuan rente juga terjadi dalam
lembaga demokratis. Insentif perburuan rente akan timbul
ketika keputusan orang lain mempengaruhi hasil individu,
atau lebih luas, ketika sumber daya dapat digunakan untuk
mempengaruhi hasil distribusi/pembagiannya (Roger D.
Congleton, Arye L. Hillman, and Kai A. Konrad). Sebagai
contoh, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang
Migas membolehkan ada perusahaan selain Pertamina menjual
Manajemen Energi Secara Makro: BYAR PET, MAFIA, DAN KELANGKAAN MINYAK
107
BBM kepada konsumen ritel. Meski bisa menguntungkan bila
dilihat dari sisi persaingan bebas, konsekuensinya perusahaan
asing boleh mendirikan Stasiun Pengisian Bahan Bakar
Umum (SPBU). Saat ini, banyak perusahaan asing yang
telah mengantongi izin mendirikan SPBU merek asing di
Indonesia. Mereka masing-masing memiliki hak mendirikan
20.000 SPBU. Artinya, apabila subsidi BBM premium
dicabut, akan ada ratusan ribu SPBU merek asing siap berdiri
di Indonesia. Mereka mengantisipasi migrasi besar-besaran
konsumsi BBM premium ke BBM kelas pertamax.
Menurut teori perilaku pemburu-rente (rent-seeking behavior
theory) yang diperkenalkan oleh Gordon Tullock, Anne
Krueger, dan Richard Posner (1960-1970), dalam ekonomi
berorientasi pasar, pembatasan-pembatasan termasuk
larangan dapat menimbulkan rente dengan berbagai bentuk,
dan orang sering bersaing untuk mendapatkan rente-rente
tersebut. Kadang persaingan untuk mendapatkan rente
sangat legal. Namun, kadang juga terjadi dalam bentuk
tindakan pidana, seperti penyuapan, korupsi, penyelundupan
dan pasar gelap (Anne O. Krueger).
Kehadiran mafia migas sudah diakui keberadaannya oleh
pemerintah saat ini. Menteri Negara Badan Usaha Milik
Negara (BUMN) Rini M. Soemarno mengakui praktikpraktik mafia migas itu ada. "Mereka beroperasi lewat
beragam regulasi (tata kelola) resmi yang ada. Praktik tersebut
bisa terwujud lantaran ada banyak pihak yang terlibat".
Hal senada juga diakui oleh Menteri Energi dan Sumber
Daya Mineral (SEDM) Sudirman Said. Menurut Sudirman,
108
KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN
mafia migas itu mencari keuntungan dari pengelolaan sektor
migas yang tidak transparan. Contohnya, salah satu sistem
yang diciptakan mafia soal cara PLN membeli gas dari pihak
ketiga untuk keperluan pembangkit listrik. Padahal, gas
tersebut diproduksi Pertamina. “Kenapa PLN tidak membeli
saja langsung ke Pertamina? Itu ulah mafia. Kenapa kilang
minyak negara tidak segera dibangun? Itu karena kita dalam
cengkeraman pengimpor minyak,” kata Sudirman seperti
dikutip Kompas. Permainan para mafia migas ini diduga
juga membuat kebijakan-kebijakan untuk meningkatkan
produksi EBT serta pembangunan pembangkit listrik
tenaga nuklir terhambat.
Mafia migas ini bisa dilawan bila pemerintah membangun
sistem tata kelola yang transparan. Cara ini dinilai ampuh
untuk menghentikan praktik mafia atau setidaknya
meminimalkan ruang gerak mafia. Cara lain adalah
dengan membangun kilang sesegera mungkin. Selama
ini, pembangunan kilang di dalam negeri tertunda-tunda.
Akibatnya, Indonesia selalu tergantung pada para pemain
besar impor minyak karena Indonesia tak punya stok minyak
untuk jangka lama.
Karena tak punya kilang yang memadai, saat ini Indonesia
hanya punya cadangan bahan bakar berbasis minyak untuk
18-23 hari. Padahal 10 tahun lalu, Indonesia bisa punya
simpanan untuk 30 hari. Saat ini, Indonesia sudah tak
mempunyai cadangan untuk pemakaian dalam kondisi
darurat (strategic reserve). Jika terjadi sesuatu di Selat
Malaka atau di jalur impor minyak, itu akan membahayakan
keamanan nasional. Sebagai perbandingan, Tiongkok
Manajemen Energi Secara Makro: BYAR PET, MAFIA, DAN KELANGKAAN MINYAK
109
Saat ini, Indonesia
hanya punya cadangan
bahan bakar berbasis
minyak untuk 18-23
hari. Jika terjadi sesuatu
di Selat Malaka atau di
jalur impor minyak, itu
akan membahayakan
keamanan nasional.
memiliki cadangan minyak menjadi
270 juta barel, cukup untuk dikonsumsi
selama sekitar 50 hari. Sedangkan
cadangan strategis minyak mentah AS
kini tercatat 727 juta barel, cukup untuk
sekitar 90 hari.
Cadangan konsumsi minyak yang
hanya 18-23 hari ini juga membuat
Indonesia sering menjadi objek
empuk dari pasar minyak impor. Posisi
Indonesia yang lemah ini sering dijadikan bahan bulanbulanan pasar minyak impor. Seringkali Indonesia harus
membeli BBM saat harga sedang tinggi.
Tantangan besar lain di sektor hulu migas adalah memang
kas ratusan perizinan dan memprosesnya menjadi lebih
cepat. Sejauh ini, tercatat ada 271 perizinan yang harus
diurus investor di sektor hulu migas, mulai dari institusi
yang ada di pusat sampai yang ada di daerah. Selama ini,
panjangnya birokrasi juga menjadi celah permainan mafia
migas. Akibatnya, biaya produksi untuk produk minyak
Indonesia rata-rata lebih tinggi empat persen dari harga
mean of plats Singapore (MOPS)—harga acuan minyak
yang dirujuk Indonesia.
Sejumlah aturan memang memiliki celah untuk dimainkan
oleh mafia migas karena tak disertai dengan aturan teknis
yang ketat dan transparan. Undang-Undang Nomor 22
Tahun 2001 tentang Migas, adalah contohnya. Di beleid
itu disebutkan bahwa perusahaan daerah berhak mendapat
110
KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN
bagian kontrak 10 persen dari total pengelolaan migas. Pola
yang disebut participating interest atau hak berpartisipasi
ini bertujuan baik, yakni agar daerah ikut menikmati
bonanza minyak yang bersumber dari wilayahnya. Hak
kontrak inilah yang dimainkan oleh para penguasa di
daerah. Banyak Badan Usaha Milik Daerah (BUMD)
yang tak kompeten melaksanakan bisnis ini akhirnya
memanfaatkan hak partisipasi itu untuk menjalankan
praktik percaloan sektor migas.
Permainan minyak yang tak kalah menyedihkan adalah
penyelundupan minyak ke luar negeri yang melibatkan para
pemain kelas besar. Dulu, penyelundupan hanya dilakukan
oleh pemain kelas teri. Minyak mentah yang dicuri dan
diselundupkan umumnya berasal dari pengolahan minyak
tradisional dengan peralatan yang sangat sederhana dari
sumur-sumur minyak tak terpakai. Namun, kini praktik
penyelundupan itu juga dilakukan para pemain besar.
Sebagian minyak itu diselundupkan ke tanker-tanker asing.
Minyak mentah hasil pencurian tersebut juga dijual ke luar
negeri dengan terlebih dahulu ditampung di kilang-kilang
yang dimiliki pihak-pihak tertentu.
c. Infrastruktur Energi
1) Minimnya pembangunan infrastruktur energi
Keterlambatan program Percepatan Pembangunan
Pembangkit Listrik Tahap I (fast track program phase I atau
FTP-I) 10.000 MW mengakibatkan target pengoperasian
pembangkit listrik pada 2011 menjadi terhambat.
Manajemen Energi Secara Makro: BYAR PET, MAFIA, DAN KELANGKAAN MINYAK
111
Menurut Djarot S. Wisnubroto, keterlambatan pembangunan
infrastruktur energi juga disebabkan oleh lemahnya
keberpihakan pemerintah terhadap produk teknologi dalam
negeri akibat dari rendahnya penguasaan teknologi energi.
Rendahnya penguasaan teknologi energi menyebabkan
keterbatasan kemampuan industri energi nasional, sehingga
biaya investasi infrastruktur energi menjadi lebih mahal. Oleh
karena itu, lembaga penelitian perlu didukung dengan sarana
dan prasarana, SDM, dan pendanaan yang mampu mendorong
munculnya ide-ide kreatif atas pengembangan energi nasional.
Selain itu, hasil-hasil penelitian dan pengembangan (litbang)
energi nasional perlu juga diintegrasikan dan disinkronkan
agar link and match antara kegiatan litbang dan sektor industri
berjalan dengan baik.
Keterbatasan anggaran infrastruktur energi nasional
mengakibatkan anggaran pengelolaan energi juga terbatas,
sehingga terjadi pelambatan penemuan sumber daya energi,
dan pengembangan EBT. Keterbatasan anggaran ini juga
menyebabkan cadangan strategis energi nasional semakin
terbatas di tengah meningkatnya kebutuhan energi nasional.
Karena itu, seyogiyanya anggaran subsidi energi dibatasi dan
dialihkan untuk pembangunan infrastruktur energi nasional.
Pada dasarnya, investasi pembangunan infrastruktur
energi nasional terhadap pendapatan nasional atau produk
domestik bruto (PDB) cenderung menurun (Gambar 19).
112
KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN
Persentase PDB
8
6
4
2
0
1994-1997
1998-2002
2003-2006
2007-2009
Sumber: Djarot S. Wisnubroto (Batan, 2014)
Gambar 19 Pangsa Investasi Pembangunan Infrastruktur
Energi Nasional terhadap PDB
Di sisi lain, tingginya investasi pada sektor energi dan
rendahnya minat investor menyebabkan infrastruktur di
berbagai sektor energi masih sangat terbatas. Penyediaan
dan pendistribusian energi pun menjadi terhambat. Kondisi
ini membuat pasar dalam negeri menjadi kurang menarik
untuk kegiatan investasi, sehingga pertumbuhan ekonomi di
berbagai daerah tersendat.
Ke depan, prioritas pembangunan infrastruktur perlu
lebih diarahkan untuk memenuhi kebutuhan energi di
dalam negeri, khususnya di wilayah luar Jawa-Bali dan
Indonesia Bagian Timur. Keterbatasan infrastruktur juga
mengakibatkan terjadinya ketidakmerataan aksesbilitas
energi antara wilayah perkotaan dan pedesaan. Di samping
itu, keterbatasan infrastruktur juga dapat mengakibatkan
gangguan distribusi energi, rendahnya aksesibilitas energi,
Manajemen Energi Secara Makro: BYAR PET, MAFIA, DAN KELANGKAAN MINYAK
113
dan keandalan mutu, sehingga terjadi krisis listrik dan
mahalnya harga energi pada daerah tertentu.
2) Kilang Minyak
Sampai saat ini, pembangunan kapasitas kilang minyak dan
infrastruktur gas juga sangat terbatas. Kapasitas kilang minyak
pada 2010 belum mengalami perubahan bila dibandingkan
dengan total kapasitas kilang minyak pada 2009, yaitu
sebesar 1,157 MMBCD. Sementara itu, keterlambatan
pembangunan infrastruktur gas mengakibatkan kebutuhan
gas alam nasional tidak dapat dilayani secara keseluruhan,
dan selanjutnya sebagian besar produksi gas alam nasional
tersebut diekspor
Kilang minyak Pertamina semuanya telah berumur ratarata di atas 30 tahun. Berdasarkan teknologi yang dipakai,
kilang minyak Pertamina yang dibangun sebelum 1970
berkategori low processing yang dirancang untuk mengolah
minyak ringan. Setelah 1970, Pertamina baru membangun
teknologi high processing untuk mengolah minyak berat,
baik yang berasal dari sumur dalam negeri maupun Timur
Tengah.
Saat ini, kilang minyak mempunyai nilai yang sangat
strategis, karena:
a)
Total kapasitas produksi kilang minyak bumi milik
Pertamina dan swasta hanya mencukupi sekitar 50
persen kebutuhan BBM dalam negeri.
b) Konsumsi BBM di dalam negeri terus meningkat,
sementara kapasitas produksi kilang tidak bertambah,
114
KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN
malah semakin menurun karena usia, sehingga ke
depan ketergantungan impor BBM (sebagian besar
dari Singapura) semakin besar.
Dengan kondisi seperti itu, kualitas kilang di Indonesia
bisa disebut mengalami penuaan akut, tidak efisien, dan
kompleksitasnya rendah. Walaupun begitu, sampai saat ini
masih belum ada penambahan kapasitas kilang minyak baru.
Rencana pembangunan kilang sebetulnya sudah dibuat jauh
hari. Pada Desember 2005, Pertamina sudah menandatangani
kesepakatan pembangunan kilang minyak di Tuban bersama
dengan Sinopec dengan kapasitas 200.000 bph. Pada 2006,
PT Intanjaya Agromegah Abadi, didukung oleh pendanaan
Arab Saudi dan Inter Global Tech, merencanakan
membangun kilang di Pare-Pare dengan kapasitas 300.000
bph. Pada 2009, Pertamina bekerja sama dengan NIORDC
dari Iran dan Petrofield dari Malaysia akan membangun
kilang Bojonegoro. Namun sampai saat ini, rencana tersebut
tidak terwujud. Sepertinya ada “kekuatan” yang dapat
menggagalkan rencana pembangunan kilang tersebut.
Saat ini, pembangunan kilang baru sudah sangat mendesak.
Keberadaan kilang baru dapat menjamin ketahanan energi
nasional dalam jangka panjang karena dapat meniadakan
ketergantungan pada BBM impor. Belajar dari perjalanan
upaya pembangunan kilang baru selama ini, Pertamina
semestinya tak mengandalkan investor asing. Pemerintah
seyogiyanya justru membiayai sendiri. Suatu kajian yang baru
dilakukan menunjukkan bahwa pembangunan kilang masih
sangat layak bila pemerintah memanfaatkan pendanaan
Manajemen Energi Secara Makro: BYAR PET, MAFIA, DAN KELANGKAAN MINYAK
115
melalui obligasi ataupun sukuk valas, yang imbalnya
hanya sekitar 4-6 persen. Artinya, masih lebih rendah dari
keekonomian kilang tersebut yang masih di sekitar 7-8
persen. Kajian benefit cost ratio (BCR) juga menunjukkan
bahwa keuntungan dan manfaat tidak langsung yang
diterima pemerintah jauh lebih besar dibanding investasi
yang ditanamkan.
Kini Indonesia kembali merencanakan pembangunan
dua kilang minyak baru dengan kapasitas masing-masing
300.000 bph, yaitu Kilang Balongan Baru Indramayu
yang ditargetkan beroperasi pada 2017 dan Kilang Tuban
yang ditargetkan beroperasi pada 2018. Selain dua kilang
tersebut, pemerintah juga berencana membangun kilang
sendiri dengan menggunakan dana APBN dengan kapasitas
300 MBCD, yang pembangunannya dimulai pada 2012 dan
diharapkan dapat beroperasi pada 2019.
d. Krisis Listrik
Saat ini, beberapa daerah di luar Jawa sudah mengalami
krisis listrik. Dua tahun ke depan, Indonesia akan
mengalami krisis listrik bila tidak ada terobosan dalam
pembangunan pembangkit listrik. Ancaman krisis listrik
tidak saja terjadi di Jawa, tapi juga di seluruh Indonesia.
Ancaman ini ditandai dengan adanya perbedaan yang
sangat jauh antara pertumbuhan kebutuhan listrik dan
pembangunan pembangkit listrik. Menurut Menteri
ESDM, setiap pertumbuhan ekonomi sebesar 1 persen
diperlukan peningkatan pasokan listrik sebesar 1,5 persen.
116
KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN
Hal ini belum termasuk
perhitungan
pertambahan
penduduk yang mencapai 1,5
persen per tahun. Akibatnya,
ada
kesenjangan
antara
kebutuhan dan ketersediaan.
Tambahan kebutuhan listrik
sebesar 5.000 MW per tahun,
namun yang bisa dipenuhi
sekitar 4.000 MW per tahun.
Artinya, ada defisit listrik
1.000 MW per tahun.
Krisis listrik di sejumlah
daerah di Indonesia
terjadi lantaran proyek
tersebut diserahkan
kepada pihak yang tidak
kredibel. Saat ini ada
sekitar 30 kontraktor
yang tidak kredibel
mengerjakan proyek
pembangkit.
Kendala paling utama adalah permasalahan lahan.
Contohnya, pembangunan transmisi listrik dari Pangkalan
Susu ke Binjai di Sumatera Utara dan pembangunan PLTU
Batang di Jawa Tengah terhambat karena masalah lahan.
Hambatan lain adalah masalah perizinan dan regulasi yang
tidak mendukung investasi pembangkit listrik. Berikutnya
adalah soal keterbatasan dana PLN dalam pembangunan
pembangkit listrik dan kapasitas kontraktor serta
kemampuan keuangan dari penerimaan Independent Power
Producer (IPP).
Krisis listrik di sejumlah daerah di Indonesia terjadi lantaran
proyek tersebut diserahkan kepada pihak yang tidak kredibel.
Saat ini, ada sekitar 30 kontraktor yang tidak kredibel
mengerjakan proyek pembangkit. Akibatnya, program
percepatan pembangunan 10.000 megawatt jadi terlambat
secara teknis.
Manajemen Energi Secara Makro: BYAR PET, MAFIA, DAN KELANGKAAN MINYAK
117
Kondisi itu membuat kelistrikan Indonesia saat ini kian
menyedihkan. Di samping rasio elektrifikasi yang masih
kecil, kapasitas infrastruktur kelistrikan Indonesia juga
sangat jauh tertinggal. Gesekan sosial sudah banyak terjadi
karena kondisi listrik PLN yang mati-hidup. Bila hal ini
tidak segera dibenahi, Indonesia tidak akan bisa bersaing
dengan negara tetangga. Keterbatasan pasokan listrik jelas
akan berdampak pada tidak berkembangnya industri di
dalam negeri.
e. Iklim Investasi Sektor Energi Tidak Kondusif
Iklim investasi di sektor energi saat ini tidak kondusif
karena berbagai faktor, mulai dari tidak adanya kepastian
hukum (kurang menghormati kontrak), berbelit-belit dan
panjangnya birokrasi, tumpang tindihnya peraturan, tidak
rasionalnya beban pajak, tidak menariknya insentif fiskal,
adanya persoalan lahan, hingga lambatnya pengambilan
keputusan. Di samping itu, pengembangan sumber daya
energi juga terkendala oleh keterbatasan finansial dan
kemampuan teknologi. Cadangan dan produksi migas
menjadi turun karena kegiatan eksplorasi dan eksploitasi
migas tak menarik bagi investor.
f. Inefisiensi Tata Kelola Energi
1) Inefisiensi terjadi karena lambannya pengambilan
keputusan strategis akibat panjangnya mata rantai
proses perizinan. Muncul pula kekhawatiran terjadinya
kriminalisasi para pengambil keputusan dan pelaksana
perizinan migas, adanya konflik kepentingan para
118
KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN
pengelola migas, dan
antarlembaga.
tidak
adanya
koordinasi
2) Inefisiensi juga bisa terjadi karena lemahnya kemampuan
BUMN energi dalam merespon permasalahan, serta
tidak adanya keseriusan pemerintah dalam mengawasi
kinerja BUMN energi.
3) Banyaknya instansi yang terlibat dalam menangani
BUMN energi juga memperburuk tata kelola energi.
Akibat dibebani tugas yang tidak terkait dengan
misi korporasi (mengurusi BBM dan gas bersubsidi),
Pertamina sulit mengembangkan diri.
g. Inkonsistensi Program Diversifikasi dan Konversi Energi
Kebijakan konversi biasanya tercetus bila harga minyak
dunia naik tinggi, dan pemerintah mulai “panik” karena
beban subsidi minyak membengkak.
Pada 2006, saat harga minyak mentah mencapai titik
tertinggi di atas US$ 100 per barel, pemerintah menggulirkan
kebijakan produksi dan pemanfaatan briket batubara,
termasuk pembuatan kompor briket batubara. Bahkan,
sejumlah usaha kecil-menengah (UKM) dilibatkan dalam
proyek briket tersebut.
Salah satu lembaga Litbang Kementerian ESDM di
Bandung telah berhasil melakukan uji coba komersialisasi
briket batubara (biobriket dengan molases sebagai binding)
untuk konsumsi industri kecil rumah tangga dan peternakan
ayam. Namun, program konversi ini tak berjalan seperti yang
Manajemen Energi Secara Makro: BYAR PET, MAFIA, DAN KELANGKAAN MINYAK
119
diharapkan karena harga jual tidak dapat bersaing dengan
harga BBM yang disubsidi.
Pada 1980-an, pemerintah pernah menggelar secara intensif
dan ekstensif program bahan bakar gasohol yang merupakan
bahan bakar campuran antara bensin dan 10 persen etanol.
Bahan bakar ini telah tuntas dikaji dan diuji bersama-sama
dengan produsen kendaraan bermotor. Lembaga penelitian
dan pilot plant pembuatan etanol, khususnya dari pati
singkong di Lampung, juga telah selesai dan beroperasi.
Namun program ini juga tidak berkembang, lagi-lagi karena
rendahnya harga BBM saat itu. Program gasohol pun
akhirnya berhenti.
Pada 1987, pilot project pemakaian gas alam (compressed
natural gas, CNG), populer dengan sebutan bahan bakar
gas (BBG), sebagai substitusi BBM untuk kendaraan
bermotor diluncurkan. Gubernur DKI Jakarta pada waktu
itu menetapkan konversi mesin 300 unit taksi, 40 unit
minibus, dan 40 unit bus. Pertamina menunjuk 16 buah
SPBU di Jakarta Bogor, Tangerang, Bekasi ( Jabotabek)
untuk mendistribusikan CNG.
Perusahaan produsen bus, khusus untuk bus kota, diharuskan
mengembangkan bus dengan menggunakan mesin yang
memakai CNG. Namun, program konversi BBM ke BBG
kembali tidak jelas. Pada 1995, Menteri Pertambangan
dan Energi mengizinkan pemanfaatan LPG. Ditambah
dengan desakan produsen mobil yang memakai mesin solar,
Gubernur DKI kemudian mengizinkan taksi memakai
mesin solar.
120
KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN
Setelah sekian tahun, perkembangan CNG akhirnya berjalan
di tempat dan terancam berhenti. Dalam Rancangan
Anggaran Pembangunan Negara (R-APBN) 2015,
anggaran biaya untuk program berkelanjutan konversi BBM
ke BBG tidak disediakan. Akibatnya, program pengadaan
dan pemasangan konverter kit pada 2015 ditunda.
Selain itu, kondisi di lapangan juga sering dijumpai berbagai
kendala. Jumlah kendaraan pemakai CNG telah berkurang
dari 6.633 unit pada 2000 menjadi 2.500 unit pada 2002.
Jumlah Stasiun Pengisian Bahan Bakar Gas (SPBG) saat
ini juga tinggal 19 buah, turun dari 28 buah. Stasiun
gas ini beroperasi dengan kapasitas 403.020 liter setara
premium (LSP) per hari dan tersebar di Jakarta, Cirebon,
Cikampek, Surabaya, Medan, dan Palembang. Di Jakarta,
saat ini terdapat lima SPBG yang beroperasi efektif,
namun untuk sementara ini baru dapat melayani bus
Transjakarta dan bajaj BBG.
Program ini juga tidak berjalan efektif karena kendala
pasokan gas (jaringan pipa gas yang terbatas) dan biaya
pembangunan SPBG yang sangat mahal. Lalu, mencuat
soal harga converter kit yang mahal dan terbatasnya bengkel
pemasang converter kit. Saat ini hanya ada dua dari 14 bengkel
umum, yang sudah disertifikasi Kementerian Perhubungan,
yang aktif memasang converter kit.
Dari sisi ekonomi, bila program konversi ini dilakukan
secara konsisten sebenarnya mampu mengurangi konsumsi
minyak. Pengalaman telah membuktikan, konversi gas
Manajemen Energi Secara Makro: BYAR PET, MAFIA, DAN KELANGKAAN MINYAK
121
(LPG) sebagai pengganti minyak tanah di sektor rumah
tinggal telah mampu menghemat anggaran hingga Rp30
triliun per tahun. Namun, keberhasilan ini tidak memacu
pemerintah untuk melaksanakan program yang sama di
sektor transportasi secara konsisten dan berkesinambungan.
Seandainya konsisten sejak dulu dan diberlakukan luas di
seluruh Indonesia, mungkin krisis BBM, termasuk pula
polusi udara di kota-kota besar bisa diatasi dengan lebih baik.
Kebijakan energi nasional juga tidak selalu didera kepanikan
lantaran fluktuasi harga minyak dunia yang memang di luar
kendali pemerintah. Satu hal lagi yang perlu diingat bahwa
peningkatan ilmu pengetahuan dan teknologi tidak dicapai
secara tiba-tiba, tetapi merupakan hasil kumulatif dari
kegiatan-kegiatan sebelumnya. Sehingga bila perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi terhambat seperti dialami
saat ini, pemerintah tidak harus memulainya dari nol lagi.
h. Energi Fosil Sebagai Komoditas
Indonesia masih menempatkan energi fosil sebagai
bagian penting dalam penerimaan negara, yang target
penerimaannya terus mengalami peningkatan dari waktu
ke waktu. Kondisi ini menyebabkan pemerintah harus terus
menaikkan target produksi untuk memenuhi ekspor dan
mengabaikan kewajiban membangun nilai tambah di dalam
negeri.
Pada 2013, Indonesia menjadi salah satu negara pengekspor
batubara terbesar dunia dengan porsi sebesar 80 persen dari
total produksi nasional sebesar 431 juta ton, sedangkan 20
persen digunakan di dalam negeri (Gambar 20).
122
KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN
China
USA
India
Russia
South
Africa
Indonesia
Australia
No Export Tax
Production
Exports
Sumber: Wood Mackenzie Coal Supply Service, ANZ
Gambar 20
Perbandingan Produksi dan Ekspor Batubara
Hal yang sama terjadi pada gas alam. Indonesia juga
merupakan salah satu negara pengekspor gas alam terbesar
atau sekitar 42 persen dari total produksi nasional yang sebesar
3,4 juta Million British Thermal Unit (MMBTU) pada 2013,
dan mengalokasikan sebesar 58 persen untuk konsumsi di
dalam negeri (Gambar 21).
Sumber daya alam melimpah tidak selalu identik dengan
tingkat kemakmuran suatu negara. Kondisi ini dapat dilihat
dari perjalanan Indonesia dalam dua dekade terakhir.
Walaupun memiliki SDA, dapat dikatakan bahwa Indonesia
tidak cukup berhasil bila dibandingkan dengan beberapa
negara berkembang lainnya di kawasan Asia yang justru
miskin SDA.
Teori “the resource curse” (kutukan SDA) menjelaskan bahwa
pemerintah suatu negara yang kaya SDA biasanya akan
mengabaikan sektor-sektor ekonomi lainnya karena lebih
mengandalkan kekayaan SDA untuk mendapatkan devisa.
Manajemen Energi Secara Makro: BYAR PET, MAFIA, DAN KELANGKAAN MINYAK
123
41,84 % of natural gas
produced is exported
lack of gas in
domestic
China
India
Russia
Qatar
Norway
Canada
Indonesia
US
Production
Export
Sumber: BP Statistical Review (2013) dan DEN (2014)
Gambar 21
Perbandingan Produksi dan Ekspor Gas Alam
Sebenarnya, kekayaan alam dapat lebih menggerakkan
pertumbuhan ekonomi bila dimanfaatkan untuk mendukung
sektor industri, pertanian, perikanan, pariwisata, dan lainnya.
Harga produk industri akan menjadi lebih kompetitif di pasar
dunia karena input energi yang murah dan berlimpah. Tidak
seperti yang dialami pabrik pupuk ASEAN di Aceh, yang
menghasilkan produk nilai tambah tinggi, tetapi harus ditutup
karena kekurangan pasokan gas alam sebagai bahan baku.
i.
Nuklir
Untuk meningkatkan ketahanan energi guna mendukung
proses pembangunan nasional menuju negara maju, maka
pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN)
jangan lagi diperdebatkan. Akibat perdebatan yang
berkepanjangan terkait dengan pemanfaatan nuklir untuk
124
KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN
pembangkit listrik yang terjadi selama 47 tahun, Indonesia
telah kehilangan kesempatan membangun sektor industri
yang kuat bersama-sama Jepang dan Korea Selatan.
Perkembangan teknologi pembangkit nuklir dan
kemampuan mengelola dan mengoperasikannya terus
dikembangkan di dalam negeri untuk meningkatkan
keamanan berdasarkan lesson learn masa lalu. Sebagaimana
kita ketahui bahwa Indonesia telah membangun kemampuan
penguasaan teknologi nuklir sejak 1949. Presiden Soekarno
menugaskan G.A. Siwabessy, putra Indonesia asal Maluku,
untuk mendalami teknologi nuklir di beberapa negara. Pada
1962, Presiden Soekarno meresmikan berdirinya Batan yang
langsung berada di bawah kendali Presiden. Pertimbangan
yang dikemukakan adalah badan ini memiliki posisi strategis
dalam pembangunan nasional dan di dunia internasional.
Pembangunan kemampuan di bidang teknologi nuklir terus
berlanjut di era Presiden Soeharto. Pemerintah membangun
reaktor nuklir dan melakukan banyak penelitian penting
lainnya di bidang teknologi muklir. Pada 1987, Presiden
Soeharto meresmikan reaktor nuklir dengan kapasitas
30 megawatt di Serpong, Tangerang, Jawa Barat dan ini
merupakan yang terbesar di Asia Tenggara saat ini.
Namun, sebagian kelompok antinuklir menyatakan bahwa
ketiadaan uranium di Indonesia akan menyebabkan besarnya
ketergantungan Indonesia terhadap negara lain. Sebenarnya,
Indonesia telah lama diketahui memiliki potensi mineral
yang mengandung unsur radioaktif, yaitu:
Manajemen Energi Secara Makro: BYAR PET, MAFIA, DAN KELANGKAAN MINYAK
125
1) Uranium, berlokasi di Kalan dan Kawat (Kalimantan)
dengan total potensi sebesar 34.863 ton U3O8, yang
setelah diperkaya akan diperoleh sumber daya sebesar
3.000 MW atau setara dengan PLTN dengan kapasitas
terpasang 30 MW (Bab V, Tabel 13 – Sumber Daya
Energi Terbarukan).
2) Monazit, sebagai sumber bahan baku nuklir be
rupa thorium, yang terdapat di Pulau Bangka dan
Belitung dan perairan sekitarnya. Monazit ini sejak
dulu merupakan produk sampingan dari produksi
bijih timah. Di daerah Bangka Selatan, potensi
monazit diketahui sebesar 5.487 ton.
Saat ini, secara teknologi PLTN sudah terbukti aman bila
beroperasi dalam kondisi normal. Artinya, kecelakaan yang
terjadi justru di luar ketangguhan teknologi nuklir itu
sendiri. Sebagai contoh adalah kasus PLTN Fukushima
Daiichi di Jepang yang bocor akibat gempa bumi besar
yang disertai tsunami. Menurut Djarot S. Wisnubroto, pada
prinsipnya setiap pembangunan reaktor nuklir (PLTN)
wajib mempertimbangkan keselamatan pekerja, masyarakat,
dan lingkungan melalui peningkatan standar keselamatan
dan keamanan, sesuai dengan prinsip defense in depth. Zat
radioaktif yang dihasilkan reaktor nuklir harus dijamin tidak
terlepas ke lingkungan, baik selama operasi normal maupun
pada insiden kecelakaan.
Teknologi PLTN juga terus berevolusi secara signifikan,
terutama dalam desain keamanannya, sehingga PLTN generasi
berikutnya menjadi lebih andal, aman, ekonomis serta lebih
126
KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN
mudah dioperasikan. Peningkatan keandalan dan keamanan,
misalnya, terjadi pada sistem pendingin primer yang kini
lebih sederhana, perbaikan pada mekanisme batang kendali,
dan optimasi dari pendinginan inti dalam keadaan darurat.
Peningkatan kemudahan operasi dan pemeliharaan diupayakan
dengan cara perbaikan sistem instrumentasi dan pengendalian.
Sedangkan penurunan biaya konstruksi dan operasi diharapkan
dapat meningkatkan unjuk kerja secara ekonomis.
Keuntungan PLTN lainnya adalah:
1) Kebutuhan listrik dengan mudah dapat dipenuhi
karena PLTN dibuat untuk menghasilkan listrik sesuai
dengan kebutuhan. Selain itu, pembangunan PLTN
juga membutuhkan waktu sekitar 5 tahun, paling lama
10 tahun dan umur pakai dapat bertahan 30 tahun
(umur ekonomis) hingga 80 tahun.
2) PLTN dengan kapasitas terpasang 1.000 MW
memerlukan 10 ton uranium per tahun, sedangkan
PLTU Batubara memerlukan 3 juta ton batubara
atau Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD)
memerlukan 2 juta kiloliter BBM per tahun.
3) Harga jual listrik murah karena biaya operasional
PLTN sekitar 4-5 sen dolar per kWh. PLTN memang
terkenal hemat bahan bakar dan penggantian bahan
bakar tersebut dapat dilakukan setiap 6 bulan hingga
2 tahun sekali. Selain itu, PLN juga telah melakukan
studi keekonomian dan perencanaan energi serta
kelistrikan, yang hasilnya menunjukkan bahwa untuk
Manajemen Energi Secara Makro: BYAR PET, MAFIA, DAN KELANGKAAN MINYAK
127
PLTN dengan daya 1.000 MW ongkos pembangkitan
listrik pada kisaran US$ 6 sen per kWh, dan sudah
mencakup biaya jaringan listrik.
4) Ongkos pembangkitan listrik nuklir di beberapa negara
dari tahun ke tahun cenderung lebih rendah dari harga
pokok penjualan listrik. Hal ini menunjukkan prospek
yang menjanjikan bahwa PLTN berpotensi menjadi
salah satu pemasok listrik di Indonesia.
5) PLTN sama sekali tidak mengeluarkan emisi gas
karbon dioksida (CO2) yang berdampak terhadap
global warming seperti pembangkit yang menggunakan
batubara, BBM, atau gas.
6) PLTN hanya membutuhkan uranium dengan
pengayaan sekitar 3-4 persen. Jadi, penyalahgunaan
untuk keperluan di luar PLTN, misalnya untuk
persenjataan, kecil kemungkinan, karena untuk itu
diperlukan pengayaan uranium di atas 20 persen.
Persoalan yang dihadapi dalam pembangunan PLTN
saat ini adalah tingkat investasi yang dibutuhkan sangat
mahal. Investasi yang diperlukan untuk membangun
PLTN dengan kapasitas 1.000 MW sekitar US$ 4-6 miliar,
atau 3-4 kali biaya investasi untuk PLTU Batubara. Selain
itu, sebenarnya masih ada permasalahan serius yang harus
ditangani segera, yaitu selama ini belum ada landasan hukum
bagi eksploitasi bahan nuklir untuk tujuan komersial.
Di dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang
Pertambangan Mineral dan Batubara, segala hal yang
128
KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN
terkait
dengan
mineral
radio aktif dikembalikan ke
Undang-Undang
Nomor
10 Tahun 1997 tentang
Ketenaganukliran. Sementara
itu, di dalam Undang-Undang
Ketenaganukliran,
Batan
hanya dibolehkan melakukan
kegiatan
non-komersial.
Kalau ada terobosan peraturan
tentang eksploitasi bahan
nuklir, skeptisisme sebagian
kalangan tentang keberadaan
dan kuantitas uranium dan
thorium di Indonesia bisa terjawab.
Jajak pendapat terbaru
yang dilakukan
pada 2013 terhadap
masyarakat tentang
pembangunan
PLTN di Indonesia
yang dilakukan oleh
konsultan mandiri
menunjukkan bahwa
secara nasional, 60,4
persen masyarakat setuju
dengan pembangunan
PLTN.
Jajak pendapat terbaru yang dilakukan pada 2013 terhadap
masyarakat tentang pembangunan PLTN di Indonesia oleh
konsultan mandiri menunjukkan bahwa secara nasional,
60,4 persen masyarakat setuju dengan pembangunan
PLTN. Hasil ini meningkat dibandingkan dengan jajak
pendapat yang dilaksanakan pada tahun sebelumnya.
Namun, yang jadi pertanyaan, kapan PLTN dibangun di
Indonesia? Negara-negara kaya minyak di Timur Tengah
saat ini sedang membangun fasilitas PLTN. Terlambat
mengambil keputusan, Indonesia akan didahului oleh
Vietnam dalam menuju negara maju karena negara ini akan
membangun 8 PLTN hingga 2031.
Manajemen Energi Secara Makro: BYAR PET, MAFIA, DAN KELANGKAAN MINYAK
129
j.
Lingkungan dan Perubahan Iklim
Dengan terus meningkatnya porsi batubara dalam bauran
energi mendatang, pembangkit listrik yang digunakan saat
ini merupakan penghasil emisi karbon (gas rumah kaca).
Akibat kebutuhan listrik yang terus meningkat, emisi karbon
di Indonesia yang berasal dari pembakaran bahan bakar fosil
akan bertambah pula. Menurut para pakar iklim dunia, kadar
CO2 di atmosfer sempat menyentuh level psikologis 400 parts
per million (ppm) pada 7 Mei 2013. Fenomena perubahan
iklim global itu dilanjutkan dengan peningkatan derajat
keasaman laut serta peningkatan suhu Samudera Pasifik.
Peningkatan kadar CO2 di atmosfer dalam kuantitas yang
berlebihan ditengarai sebagai akibat dari penggunaan bahan
bakar fosil dan konversi lahan, dan terdapat kecenderungan
peningkatan emisi CO2 dari pembangkit listrik yang
menggunakan bahan bakar fosil (Gambar 22 dan 23).
Kontr ibusi Gas R umah K aca
Kontr ibusi S ektor terhadap Emisi C O 2 D unia
T erhadap Pemanasan Global
(Data T ahun 2000)
P FC & H FC 10%) Lainnya (1%)
Industr y Semen (3%)
Konversi Lahan (24%)
N 2O (6 %)
Batubara (25%)
4
C O 2 (64%)
Minyak Bumi (33%)
Gas Alam (15%)
Sumber: Carbon Dioxide Information Analysis Center (CDIAC)
Gambar 22 Peran Energi Fosil dan Konversi
Lahan terhadap Pemanasan Global
130
KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN
140,00
Emisi CO2 (juta ton)/CO2 (million ton)
120,00
PLT Diesel/
Diesel PP
100,00
PLTGU/
CC Gas PP
80,00
PLT Gas/
Gas PP
PLTU Biomassa/
Biomass Steam PP
PLTU Gas/
Gas Steam PP
60,00
40,00
PLTU Minyak/
Oil Steam PP
PLTU Batubara/
Coal Steam PP
20,00
0,00
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
Tahun/Year
Sumber: Djarot S. Wisnubroto, BATAN
Gambar 23 Tren Peningkatan Emisi CO2 Per Jenis
Pembangkit Listrik
Gas CO2 akan menahan panas yang disebut dengan efek
rumah kaca (greenhouse effect), dan bersama dengan beberapa
gas lain yag memiliki efek yang sama disebut dengan gas
rumah kaca (GRK) atau greenhouse gases (GHG). Gas
rumah kaca dalam jumlah yang lebih banyak menyebabkan
planet bumi menjadi lebih panas. Berdasarkan evaluasi dari
Inter-Governmental Panel for Climate Change (IPCC) pada
2007, sejak revolusi industri suhu atmosfer planet bumi
telah meningkat 0,8 derajat Celcius dan bila tidak ada upaya
pencegahan, akan terus meningkat sekitar 0,3-4,8 derajat
Celcius, tergantung dari besaran emisi gas rumah kaca per
tahun.
Isu pemanasan global mulai mendapat perhatian yang
serius pada pertengahan 1980, sejak World Meteorological
Manajemen Energi Secara Makro: BYAR PET, MAFIA, DAN KELANGKAAN MINYAK
131
Organization (WMO) merilis hasil penelitian tentang
penyebab perubahan iklim global. WMO bersama-sama
dengan United Nation Environment Programme (UNEP)
membentuk Intergovernmental Panel on Climate Change
(IPCC) pada 1988. Lembaga ini meminta Perserikatan
Bangsa-Bangsa (PBB) melakukan tindakan penanggulangan
pemanasan global. PBB kemudian mengeluarkan resolusi
tentang penanggulangan pemanasan global. Resolusi ini
ditindaklanjuti dengan mengadakan Konferensi Tingkat
Tinggi (KTT) Bumi (Earth Summit) di Rio de Janeiro
pada 1992. Setelah KTT Bumi, telah diadakan beberapa
pertemuan internasional.
Hasil terpenting dari KTT itu adalah Rapat Tahunan
Conference Of the Party (COP) III di Kyoto pada 1997
yang mengeluarkan Protokol Kyoto. Isi kesepakatan
ini adalah kewajiban bagi negara maju, disebut Annex I
Countries, untuk mengurangi emisi GRK sebesar 5 persen.
Karena diperkirakan banyak negara maju tidak akan bisa
memenuhi target untuk mengurangi emisi di negaranya,
muncul sistem perdagangan emisi (tradeable emission permit)
yang memperbolehkan negara berkembang, termasuk dalam
non-Annex I Countries, menjual emisi yang masih rendah
kepada negara maju yang kelebihan emisi.
Emisi GRK Indonesia dari sektor energi, berdasarkan
dokumen Second National Communication (SNC), tercatat
meningkat rata-rata 5,56 persen per tahun, yaitu dari 280,9
juta ton CO2 pada 2000 menjadi 369,8 juta ton CO2 pada
2005. Emisi CO2 di sektor energi menduduki peringkat
132
KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN
kedua (20,4 persen) setelah konversi lahan (47,1persen).
Indonesia, sejak 2008 merupakan negara dengan emisi CO2
terbesar ketiga di dunia setelah AS dan China. Deforestasi
(penebangan hutan), kebakaran hutan, dan pengeringan
lahan gambut menjadi penyebab utamanya.
Melihat tren sektor energi dan kelistrikan saat ini, tingkat
emisi karbon dari penggunaan bahan bakar fosil Indonesia
akan meningkat tiga kali lipat pada 2030. Peningkatan ini
sebagian besar diakibatkan oleh penggunaan bahan bakar fosil
untuk pembangkit listrik. Walaupun demikian, kerusakan
hutan dan konversi peruntukan lahan masih mendominasi
emisi karbon di Indonesia. Perlu pula dicatat bahwa emisi
gas rumah kaca industri per kapita Indonesia masih jauh dari
negara-negara industri. Jadi, target penurunan gas rumah
kaca Indonesia harus lebih ditujukan kepada pencegahan
pembakaran hutan, gambut, dan penghijauan kembali.
Di sektor energi, upaya untuk menurunkan emisi karbon ini
terkait erat dengan pengembangan EBT serta implementasi
kegiatan konservasi energi di seluruh sektor. Sasaran
kebijakan energi nasional itu tertuang dalam Perpres No. 5
Tahun 2006 mengenai target energi pada 2025.
k. Cadangan Migas Menurun dan Indonesia Menuju Krisis
Migas
Seiring dengan lesunya kegiatan eksplorasi lanjutan,
penemuan sumber daya migas nasional yang baru maupun
untuk meningkatkan cadangan, terbukti mengalami
penurunan.
Manajemen Energi Secara Makro: BYAR PET, MAFIA, DAN KELANGKAAN MINYAK
133
Kegiatan eksplorasi migas belum dilaksanakan secara
optimal. Jumlah cadangan terbukti relatif kecil dibandingkan
dengan cadangan potensial (Gambar 24 dan 25). Kondisi
penurunan cadangan migas dalam 10 tahun terakhir juga
dialami oleh hampir semua Kontraktor Kontrak Kerja Sama
(KKS) migas, kecuali Pertamina.
Miliar Barel
10
Cadangan Proven
4,40
8
3,99
3,98
4,31
4,41
Cadangan Protensial
4,47
3,70
3,53
3,69
3,67
3,86
6
4
4,73
4,30
4,19
4,37
3,99
3,75
4,30
4,23
4,04
3,74
3,37
2
0
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
Des 2013
Sumber: Kementerian ESDM (2013), diolah kembali
Gambar 24 Perkembangan Cadangan Minyak Bumi
Indonesia, 2004-2012
Saat ini, kebanyakan sumur-sumur minyak yang telah
berproduksi merupakan sumur-sumur yang relatif sudah
tua dengan cadangan yang terbatas. Ini berdampak pada
meningkatnya biaya eksploitasi per barel (lifting cost per barrel)
dan semakin menurunnya produksi minyak bumi Indonesia.
134
KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN
TCF
48.7
48.2
48.4
48.9
108.4
104.7
103.8
98.2
52.3
93.9
2006
Cadangan Protensial
107.4
82.7
97.3
2005
59.0
87.7
94.8
2004
75.5
87.0
90.7
160
Cadangan Proven
57.6
200
2009
2010
2011
2012 Des2013
112.5
80
106.0
120
40
0
2003
2007
2008
Sumber: Kementerian ESDM (2013), diolah kembali
Gambar 25 Perkembangan Gas Alam Indonesia, 2004-2012
Menurut Abdul Muin, pengamat energi, dari seluruh total
cadangan minyak awal yang ditemukan selama ini (ultimate
recoverable reserve, URR) sebesar 26 miliar barel, sebanyak
23 miliar barel minyak atau 88,5 persen dari URR sudah
terkuras selama 60 tahun. Cadangan minyak terbukti yang
saat ini tersisa di bawah permukaan hanya sebesar 3,7 miliar
barel (11,5% dari URR), sehingga sangat mustahil untuk
dapat memenuhi sepertiga kebutuhan domestik pada 2025.
Sebagai negara produsen minyak, status kita saat ini
hanyalah sebagai “pemulung”. Dari keseluruhan fluida yang
diproduksi, sekitar 90 persennya adalah air. Minyak yang
diproduksi saat ini mayoritas menggunakan teknologi tinggi
(EOR, dan lain-lain) yang menelan biaya mahal. Ironisnya,
Manajemen Energi Secara Makro: BYAR PET, MAFIA, DAN KELANGKAAN MINYAK
135
saat ini banyak pengamat yang tidak mau tahu atau tidak
tahu sama sekali. Mereka terus mempertanyakan, “mengapa
produksi minyak kita terus turun tapi cost recovery naik?”.
Mereka ini hanyalah sekelompok kecil yang hanya mencari
masalah, mempermasalahkan masalah, dan tidak akan
pernah membantu negara keluar dari masalah.
Sungguh aneh pola pikir penyelenggara negara selama ini.
Sekitar 88,5 persen cadangan minyak yang sudah terkuras
dan ekspor LNG selama ini dianggap seolah-olah tidak
meninggalkan bekas. Abdul Muin mengatakan, seyogianya
hasil penerimaan negara dari pengurasan sumber migas yang
tidak terbarukan ini, dapat dikelola dengan baik, melalui
perencanaan yang benar, tepat, dan berkesinambungan.
Melalui hasil eksplorasi itu, pemerintah semestinya bisa
membangun “mesin uang” di sektor yang lain, misalnya
agraria, perikanan laut, dan pariwisata.
Hal tersebut akan berguna ketika kita memasuki era krisis
(setelah peak production tahun 1995). Pada saat itu, Indonesia
sudah menyiapkan mesin uang pengganti untuk menopang
kebutuhan energi domestik (impor minyak dan BBM). Tapi
jangankan menyiapkan “mesin uang” yang baru, pada saat
produksi minyak terus menurun saja, kita masih berlagak
sebagai negara kaya minyak, yaitu dengan memelihara bola
panas subsidi BBM dan berperilaku boros konsumsi BBM.
Indonesia saat ini sebenarnya hanya mempunyai sisa
cadangan terbukti minyak sebesar 0,2 persen, gas 1,6 persen,
dan batubara 13.3 persen dari cadangan dunia. Jika angka-
136
KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN
angka tersebut disandingkan dengan jumlah penduduk
sebesar 259 juta jiwa, Indonesia sebenarnya miskin energi.
Dengan tingkat permintaan yang semakin tinggi dari
waktu ke waktu dan cadangan yang semakin menipis, posisi
ketahanan energi nasional yang sejak 2004 sudah sebagai
net-importer minyak, dan dengan produksi gas yang sudah
mulai memasuki tahapan menurun (decline), sudah berada
di ambang krisis.
Banyak faktor yang menjadi penyebab berkembangnya situasi
krisis migas, di antaranya adalah:
1) Tidak dimilikinya Kebijakan Pengelolaan Energi Strategis
yang komprehensif dan terpadu selama beberapa dekade
(Blue Print Energi hanyalah hiasan yang indah di meja,
manis untuk dipuji atasan).
2) Tidak adanya suatu Perencanaan Jangka Panjang yang
memadai, workable, konsisten berkelanjutan dan berimbang
dengan kepentingan publik lainnya
3) Kebijakan dari berbagai kementerian masih bersifat sektoral,
terlalu berorientasi kepada target jangka pendek, tumpang
tindih, dan lemah koordinasinya
4) Pengelolaan kelistrikan juga relatif parah. Pengadaan
pembangkit listrik di masa lalu dominan berbasiskan energi
fosil yang “murah” (BBM yang disubsidi, mewakili 30 persen
dari volume atau 70 persen dari biaya Fuel pembangkit listrik
saat itu).
5) Kebijakan untuk menyiapkan Spare Capacity yang memadai
Manajemen Energi Secara Makro: BYAR PET, MAFIA, DAN KELANGKAAN MINYAK
137
untuk mengamankan kebutuhan minyak dan gas untuk
domestik dalam situasi darurat masih terabaikan.
6) Penghematan (efisiensi konsumsi energi), terutama BBM
belum tersentuh secara jelas (kemacetan yang mengakselerasi
pemborosan konsumsi bahkan masih dipelihara).
7) Pengelolaan hasil (revenue) dari sumber energi migas
cenderung berorientasi pada pemenuhan kebutuhan
rutin APBN, sehingga alokasi dana bagi pengembangan
infrastruktur dan kegiatan eksplorasi relatif terabaikan
cukup lama.
8) Kebijakan fiskal juga cenderung lebih mengoptimalkan
penerimaan negara (pajak) secara sektoral dalam jangka
pendek, sehingga tidak merangsang (kontraproduktif )
bagi pengembangan energi alternatif jangka panjang yang
berkesinambungan
Para ahli geologi meyakini bahwa Indonesia diperkirakan
masih memiliki potensi sumber energi fosil (minyak bumi,
gas alam, dan batubara) cukup besar yang tersebar di seluruh
nusantara. Hanya, yang menjadi persoalan adalah kurang
minatnya investor untuk melakukan eksplorasi pada wilayah
terpencil, laut dalam, lapangan marginal, dan proyek enhanced
oil recovery (EOR) yang berbiaya tinggi. Mereka mengaku
terhambat oleh sistem bagi hasil dan adanya ketidakpastian
dalam peraturan perundangan akibat perubahan
kewenangan setelah otonomi diberlakukan. Oleh karena
itu, kegiatan eksplorasi ini hendaknya tidak sepenuhnya
mengandalkan investor, yang belum tentu dapat mencapai
138
KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN
sasaran. Pemerintah justru perlu
mengalokasikan dana yang
memadai untuk melakukan
sendiri kegiatan eksplorasi,
dengan
mendayagunakan
perangkat eksplorasi yang
dimiliki pemerintah.
l.
Pengelolaan Energi Belum
Selaras dengan Prinsip Efi
siensi, Konservasi, dan Ke
lestarian Lingkungan Hidup
Sebagai negara
produsen minyak,
status kita saat ini
hanyalah sebagai
“pemulung”. Dari
keseluruhan fluida
yang diproduksi,
sekitar 90 persennya
adalah air.
Secara umum, penghematan konsumsi energi nasional
diukur berdasarkan intensitas energi. Intensitas energi
adalah jumlah energi yang dikonsumsi untuk mendapatkan
satu satuan PDB atau setara barel minyak per miliar rupiah
(SBM/Miliar Rupiah) yang menunjukkan, semakin kecil
intensitas energi, semakin efisien penggunaan energinya.
Keberhasilan konservasi energi diukur berdasarkan
intensitas energi final (EF) dan intensitas energi primer
(EP). Selama 2004-2011 sebagaimana ditunjukkan dalam
Gambar 26, telah terjadi penurunan intensitas energi ratarata sekitar satu persen per tahun (sesuai dengan amanat
Kebijakan Energi Nasional). Namun setelah 2009, terjadi
kenaikan intensitas energi yang disebabkan oleh kebijakan
pemerintah menurunkan harga BBM dari Rp6.500 per liter
menjadi Rp4.500 per liter yang mendorong penggunaan
energi secara boros.
Manajemen Energi Secara Makro: BYAR PET, MAFIA, DAN KELANGKAAN MINYAK
139
600
SBM/Miliar Rupiah
500
400
300
200
Intensitas EF
Intensitas EP
100
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006 2007
2008
2009
2010
2011
Sumber: Kementerian ESDM, 2012
Gambar 26
Intensitas Energi Primer dan Energi Final, 2000-2011
Pada periode 2000-2011 setelah krisis ekonomi dunia,
terjadi korelasi yang relevan antara intensitas energi final dan
intensitas energi primer, yaitu intensitas energi final rata-rata
sebesar 63 persen terhadap intensitas energi primer. Hal ini
menunjukkan terjadi inefisiensi dalam proses memenuhi
kebutuhan energi final menjadi energi final, serta losses selama
transmisi dan distribusi energi, terutama energi listrik.
Undang-Udang Nomor 30 Tahun 2007 tentang Energi
dan undang-undang lainnya tentang minyak dan gas bumi,
mineral dan batubara, dan panas bumi mengamanatkan
bahwa kegiatan penyediaan, pengusahaan, dan pemanfaatan
energi dilakukan dengan mempertimbangkan upaya
perlindungan dan pelestarian lingkungan hidup. Namun
upaya ini belum sepenuhnya tercapai. Hal ini terlihat dari
masih tingginya kontribusi energi fosil dalam bauran energi
140
KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN
nasional dan pelaksanaan pengelolaan dan pengusahaan
energi yang berjalan saat ini.
Upaya-upaya pemanfaatan energi secara bersih dalam
pelaksanaannya menghadapi beberapa persoalan. Di
antaranya adalah biaya pengelolaan lingkungan, terutama
penerapan teknologi bersih yang masih mahal dan
menaikkan harga energi yang dihasilkan. Hal ini menjadi
dilema karena disadari bersama bahwa penggunaan energi
fosil tanpa penerapan teknologi energi bersih dalam jangka
pendek akan memberikan manfaat bagi masyarakat. Namun,
dalam jangka panjang keputusan ini akan menyebabkan
kerugian yang besar akibat besarnya emisi gas rumah kaca
sebagaimana yang terjadi di Tiongkok saat ini.
Oleh sebab itu, pengelolaan energi harus mempertimbangkan
dampak yang ditimbulkan terhadap lingkungan hidup. Hal
ini sesungguhnya sudah menjadi perhatian pemerintah,
yaitu dengan adanya komitmen pemerintah untuk
menurunkan emisi gas rumah kaca secara nasional sebesar
26 persen pada 2020. Namun, komitmen ini belum dapat
berjalan sebagaimana yang ditargetkan akibat benturan
kepentingan di antara kementerian/lembaga pemerintah
yang masing-masing memiliki agenda sendiri, sesuai dengan
rencana strategis masing-masing. Perlu dicatat bahwa emisi
gas rumah kaca industri per kapita Indonesia masih jauh dari
negara-negara industri, sehingga target penurunan gas rumah
kaca Indonesia harus lebih ditujukan kepada pencegahan
pembakaran hutan, gambut dan penghijauan kembali.
Manajemen Energi Secara Makro: BYAR PET, MAFIA, DAN KELANGKAAN MINYAK
141
m. Isu-isu Strategis Lainnya
1) Pemanfaatan EBT belum optimal
Potensi EBT di Indonesia yang cukup besar sampai saat
ini masih belum dapat dimanfaatkan secara maksimal.
Sebagaimana telah dijelaskan di atas, subsidi yang
diberikan oleh pemerintah terhadap energi fosil telah
mendistorsi keekonomian harga EBT dan tidak dapat
menstimulus biaya investasi awal yang relatif masih mahal.
Pemerintah telah berupaya menaikkan posisi tawar
investasi EBT dengan memberikan feed in tariff, namun
kebijakan ini belum mampu menarik minat investor.
Pemerintah perlu mencari jalan keluar penyelesaian
agar pemanfaatan EBT dapat berkembang sebagaimana
yang diharapkan.
2) Kemampuan industri nasional di bidang energi belum
optimal
Dalam pengelolaan energi, dibutuhkan teknologi tinggi
dan kemampuan melakukan inovasi teknologi untuk
meningkatkan efisiensi. Saat ini, Indonesia masih
memiliki ketergantungan terhadap teknologi impor
yang harganya mahal sehingga kegiatan dalam bidang
pengelolaan energi menjadi berbiaya tinggi. Akses
masyarakat terhadap energi belum merata.
Akses masyarakat terhadap energi saat ini masih
terbatas. Salah satu indikatornya adalah rasio rata-rata
elektrifikasi nasional baru mencapai sekitar 80 persen,
142
KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN
bahkan di beberapa daerah
masih kurang dari 70
persen.
Upaya yang dilakukan
pemerintah untuk
mengatasi krisis ini
cenderung bersifat
sporadis dan ad hoc (dan
terkadang dipengaruhi
kepentingan politik
seperti kasus subsidi
BBM).
Keandalan
transportasi
energi merupakan salah satu
kunci untuk meningkatkan
akses masyarakat terhadap
energi dan meningkatkan
kemampuan sektor industri
dalam mencapai target
pertumbuhan
ekonomi
nasional. Kondisi geografis wilayah Indonesia yang
berupa kepulauan serta keberadaan sentra-sentra industri
yang tersebar dan jauh dari sumber energi merupakan
tantangan tersendiri dalam penyediaan akses tersebut.
Investasi di sektor transportasi energi yang besar
dan berisiko tinggi memerlukan perencanaan yang
terintegrasi.
Di sektor hulu, moda transportasi untuk pengangkutan
crude oil, BBM impor, dan batubara ekspor masih
dikuasai oleh perusahaan asing. Sedangkan di sektor
hilir, moda transportasi untuk pengangkutan gas bumi,
BBM, dan batubara sebagian besar sudah dikuasai
oleh industri nasional, seperti Pertamina, Perusahaan
Gas Negara (PGN), Medco Energi, dan perusahaan
pelayaran swasta lainnya.
Manajemen Energi Secara Makro: BYAR PET, MAFIA, DAN KELANGKAAN MINYAK
143
3) Pasokan energi, khususnya listrik dan migas masih
rentan
Saat ini, terjadi selisih yang cukup besar antara
kemampuan pasok listrik dan migas yang
mengakibatkan munculnya krisis energi (listrik,
BBM, dan gas) di berbagai wilayah. Kondisi ini telah
berlangsung selama beberapa tahun terakhir dan
menimbulkan kerugian bagi masyarakat dan industri.
Upaya yang dilakukan pemerintah untuk mengatasi
kondisi ini cenderung bersifat sporadis dan ad hoc (dan
terkadang dipengaruhi kepentingan politik seperti
kasus subsidi BBM). Pemerintah belum menyentuh
permasalahan
mendasarnya,
yaitu
memenuhi
kebutuhan fisik minimum dengan membangun dan
memperkuat akses masyarakat terhadap energi melalui
investasi (pemerintah dan badan usaha). Disadari
bahwa untuk membangun seluruh fasilitas tersebut
diperlukan investasi besar. Hal ini dapat diselesaikan
apabila pemerintah memiliki keberanian dan niat yang
kuat untuk mengurangi subsidi energi.
4) Cadangan penyangga energi nasional belum ditetapkan
Sampai saat ini, pemerintah belum memiliki cadangan
penyangga energi nasional dalam rangka memperkuat
ketahanan energi nasional. Cadangan yang tersedia
saat ini adalah hanya cadangan BBM untuk keperluan
operasional selama 23 hari, yang dikelola oleh Pertamina
(Gambar 27).
144
KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN
Kondisi ini tentu melemahkan kemampuan Indonesia
untuk bertahan dalam menghadapi gangguan yang
terjadi di sisi pasokan, terutama akibat situasi politik
dan sosial di negara penghasil minyak. Gangguan
juga bisa terjadi pada jalur-alur transportasi energi dari
produsen ke konsumen.
CADANGAN / STOCK
CADANGAN / STOCK
CADANGAN / STOCK
3 HARI
3 HARI
17 HARI
DI KILANG
DI TANKER
DI DEPOT
CADANGAN NASIONAL
23 HARI
Sumber: PT. Pertamina
Gambar 27 Pola Pencadangan BBM Nasional
Versi Pertamina
Penyediaan cadangan penyangga energi, yang hanya
dapat digunakan jika terjadi krisis dan darurat energi
nasional--negara lain biasanya menyiapkan cadangan
hingga 90 hari--jelas memerlukan dana yang tidak
sedikit. Cadangan ini dibangun oleh pemerintah dan
badan usaha sesuai dengan tugas dan keperluannya.
Komparasi Manajemen Energi Beberapa Negara
Dalam beberapa dekade terakhir, dunia mengalami krisis sumber
energi. Sumber energi fosil, seperti minyak bumi dan batubara, yang
Manajemen Energi Secara Makro: BYAR PET, MAFIA, DAN KELANGKAAN MINYAK
145
selama ini menjadi sumber energi utama dunia telah mengalami
penurunan cadangan. Di samping itu, dampak pemanfaatan sumber
energi fosil telah meningkatkan suhu bumi yang menyebabkan
pemanasan global. Salju abadi di kutub utara dan selatan, misalnya,
mengalami pelelehan. Tinggi muka air laut kian meningkat. Ini
kemudian berdampak pada munculnya berbagai bencana banjir di
beberapa negara yang mempunyai permukaan dataran rendah.
Kondisi tersebut mulai menyadarkan banyak negara. Mereka
pun mulai berfokus memanfaatkan energi bersih dalam kebijakan
energi mereka. Negara-neraga maju di kawasan Eropa dan Kanada,
misalnya, telah memanfaatkan energi terbarukan, termasuk nuklir.
Jerman bahkan lebih ekstrem. Mereka malah menerapkan energi
terbarukan dengan menghilangkan pemanfaatan nuklir di masa
mendatang. Negara-negara berkembang dalam 5-10 tahun terakhir
juga mulai mengembangkan pemanfaatan energi terbarukan. Contoh
sukses dari pemanfaatan energi bersih ini adalah Brasil dan Thailand.
Di kawasan ASEAN, beberapa negara telah memutuskan untuk
mengurangi porsi energi fosil dalam bauran energi nasional mereka,
dengan memanfaatkan energi nuklir di masa mendatang, sebagai
contoh:
1. Vietnam merencanakan akan membangun 13 unit PLTN dalam
20 tahun ke depan. Saat ini, Vietnam telah menandatangani
kontrak pembangunan PLTN dengan ROSATOM, sebuah
perusahaan desain dan konstruksi PLTN asal Rusia.
2. Indonesia, pada 2024 akan mengoperasikan sebanyak 4 unit
PLTN, yang pada tahap awal berlokasi di Pulau Bangka.
146
KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN
3. Malaysia, pada 2010 memutuskan akan menggunakan energi
nuklir, dan telah menetapkan calon tapak potensial sebagai lokasi
PLTN, yang sebagian besar berada pada Semenanjung Malaysia.
4. Thailand telah mempersiapkan enam titik calon lokasi tapak
PLTN yang akan digunakan untuk memenuhi kebutuhan energi
nasionalnya.
5. Filipina, walaupun mempunyai potensi bencana alam (badai)
lebih besar dibandingkan dengan negara-negara ASEAN
lainnya, telah memutuskan akan menggunakan nuklir untuk
memenuhi pasokan energi sebanyak 5 persen pada 2030.
Berikut ini rincian lengkap penjelasan perbandingan penggunaan
energi baru dan terbarukan di sejumlah negara:
1. Thailand
Menurut data Kementerian Energi Thailand, total konsumsi
energi Thailand saat ini mencapai 1,2 juta Barrels of Oil
Equivalent (BOE) per hari. Sebagian besar konsumsi mereka
masih berasal dari sumber energi fosil, seperti gas alam, minyak
bumi, dan batubara. Konsumen energi terbesar adalah sektor
industri dan transportasi (Gambar 28). Sumber energi primer
hampir seluruhnya diimpor, yaitu batubara (69 persen) dan
minyak mentah (84 persen). Rencana Pengembangan Listrik
Thailand 2010, setidaknya ada sembilan PLTU batubara dengan
total 8.400 MW tengah diajukan, sehingga diharapkan porsi
batubara dalam bauran energi menjadi 20 persen pada 2020.
Manajemen Energi Secara Makro: BYAR PET, MAFIA, DAN KELANGKAAN MINYAK
147
BERDASARKAN SUMBER ENERGI
Batubara
(8,99 %)
Listrik Impor
(17,9 %)
BERDASARKAN PEMAKAI ENERGI
Gas Alam
(7,0 %) Rumah Tinggal
(15,5 %)
Komersial
(7,9%)
Minyak
(66,11 %)
Agrikulutur
(5 %)
Industri
(36,4 %)
Transportasi
(35,2 %)
Sumber: Bureau of Energy Regulation and Conservation of Thailand
Gambar 28
Konsumsi Energi di Thailand, 2012
Selama lima tahun terakhir, pemerintah Thailand mulai fokus
pada kebijakan energi baru terbarukan, seperti angin, surya, air,
bioenergi, biofuel, gelombang, dan panas bumi. Saat ini, produksi
listrik dari pembangkit EBT tersebut sebesar 2.232,27 MW.
Target mereka pada 2021 sebesar 9.201 MW atau 25 persen
dari total konsumsi energi. Kebijakan energi bersih ini bertujuan
menekan dampak perubahan iklim melalui produksi energi
rendah emisi karbon. Kesadaran terhadap menipisnya cadangan
bahan bakar fosil juga mulai timbul di Thailand. Begitu pula
dengan mulai banyaknya penolakan rakyat Thailand terhadap
pemanfaatan batubara karena dampak buruk penggunaannya
terhadap lingkungan.
Dibandingkan dengan negara-negara ASEAN lain, Thailand
merupakan contoh sukses sebuah negara dalam kebijakan EBT.
Kesuksesan ini karena konsistensi pemerintah Thailand dalam
pengembangan EBT melalui dukungan peraturan yang sangat
agresif. Penerapan sistem feed-in-tariff telah meningkatkan
148
KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN
pemain-pemain swasta di negara ini. Menurut UndangUndang tentang EBT, pihak produsen bisa menaikkan harga
jual listrik. Selain itu, perusahaan penghasil energi terbarukan
memiliki semacam konsesi selama 20 tahun dengan PEA dan
EGAT untuk menjual produksi listrik mereka. PEA (Provincial
Electricity Authority) dan EGAT (Electricity Generating Authority
of Thailand) adalah badan otoritas kelistrikan tingkat provinsi
dan tingkat pusat. PEA melayani perusahaan pembangkit 10
MW, sedangkan EGAT melayani diatas 10 MW. Pada tahap
awal, pemerintah Thailand memberikan subsidi sebesar 8 Baht
per kWh untuk kegiatan produksi energi terbarukan, kemudian
subsidi tersebut perlahan diturunkan. Pemerintah melibatkan
kalangan perbankan dalam pembahasan penetapan besaran
subsidi.
Saat ini, ada lebih dari 100 industri EBT, 10 di antaranya
berskala besar. Pertumbuhan industri EBT tak lepas dari
dukungan lembaga keuangan dan perbankan di negara itu,
salah satunya adalah Kasikorn Bank PCL. Bank ini secara
keseluruhan mendanai proyek EBT dengan kapasitas produksi
sekitar 400 MW, separuh di antaranya untuk proyek tenaga
surya. Mereka juga menyediakan jasa konsultasi untuk proyek
energi terbarukan. Bank Pembangunan Asia (ADB) juga punya
beberapa proyek pengembangan pembangkit energi tenaga
surya dan angin di Thailand.
2. Malaysia
Malaysia merupakan salah satu negara di Asia Tenggara yang
perkembangan ekonominya relatif cepat. Perekonomian Malaysia
ditopang oleh industri pengolahan dan penciptaan nilai tambah
sumber daya alam. Salah satunya adalah kelapa sawit. Malaysia
Manajemen Energi Secara Makro: BYAR PET, MAFIA, DAN KELANGKAAN MINYAK
149
merupakan salah satu produsen gas alam terbesar dunia. Petronas
menjadi pemain utama di bisnis ini. Konsumsi energi primer di
Malaysia sebesar 73.563 kilo ton oil equivalent (ktoe) pada 2010.
Berdasarkan sumber energinya, gas dan minyak mendominasi
penggunaan energi primer di Malaysia, yaitu sebesar 85 peren
(Gambar 29).
Berdasarkan pemakai, sektor transportasi dan industri
merupakan pemakai energi final terbesar di Malaysia, yaitu
sebesar 70,7 persen. Sektor industri yang mengkonsumsi banyak
energi di negara ini adalah baja, semen, kayu, makanan, kaca,
pulp dan paper, keramik, dan industri karet.
Batubara
(13 %)
Hidro
(1 %)
Minyak
(35 %)
Enegi Terbarukan
(1 %)
Gas
(50 %)
Sumber Petronas, 2012
Gambar 29 Konsumsi Energi Primer Malaysia, 2011
Sebagian besar batubara yang digunakan untuk membangkitkan
listrik di Malaysia diimpor dari Indonesia. Indonesia merupakan
pemasok batubara terbesar bagi pembangkit listrik Malaysia,
yaitu sebesar 65 persen, turun dibandingkan tahun 2008 yang
mencapai 84 persen.
150
KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN
Dalam rencana jangka panjang, Malaysia akan melanjutkan
penggunaan gas dan batubara sebagai sumber energi pembangkit
listrik. Beberapa kebijakan Malaysia tentang gas dan batubara ke
depan untuk menjaga ketahanan nasional pasokan energi antara
lain:
a. Mengkaji perjanjian pasokan gas, untuk meningkatkan
ketahanan suplai energi;
b. Meningkatkan pasokan melalui terminal regasifikasi,
terutama di Malaka dan Johor;
c. Melakukan diversifikasi negara pemasok batubara untuk
menjaga ketahanan pasokan energi;
d. Menjajaki kemungkinan kepemilikan tambang di negaranegara pemasok;
e. Meningkatkan teknologi untuk mengurangi emisi.
Malaysia adalah produsen BBM dan gas alam yang dikelola oleh
Petronas (Petroleum Nasional Berhad), dan juga produsen dan
pengekspor minyak sawit dunia.
Pada 1999, Malaysia telah mengubah kebijakan empat bahan
bakar menjadi kebijakan lima bahan bakar, dengan memasukkan
EBT sebagai sumber energi nasional.
Sumber EBT di Malaysia sebenarnya melimpah untuk
dieksploitasi guna menggantikan sumber energi fosil. Namun
seperti Indonesia, program energi bersih ini tidak berjalan lancar
sebagaimana diharapkan. Rencana pengembangan pemanfaatan
energi terbarukan adalah sebagai berikut:
a. Kebijakan Energi Nasional ke-8 (akhir 2005) menargetkan
energi listrik sebesar 500 MW berasal dari energi terbarukan
Manajemen Energi Secara Makro: BYAR PET, MAFIA, DAN KELANGKAAN MINYAK
151
dapat masuk ke grid nasional, tetapi ternyata hanya tercapai
12 MW saja. Itu pun berasal dari 2 proyek small renewable
energy programme (SREP).
b. Kebijakan Energi Nasional ke-9 (2006-2010) diusulkan
lagi oleh pemerintah. Rekomendasinya adalah melakukan
efisiensi energi terhadap bangunan komersial, dengan nama
MS1525. Namun, langkah itu juga kurang berhasil.
c. Pembuatan amandemen uniform building by laws yang
berkaitan dengan MS1525 oleh Menteri Energi, Air, dan
Komunikasi Malaysia. Pelaksanaan UBBL yang direvisi
adalah tonggak sejarah pemanfaatan energi terbarukan di
Malaysia.
d. Kebijakan Energi Nasional ke-10 (2011-2015) menargetkan
energi terbarukan mencapai 985 MW atau 5,5 persen dari
total listrik yang dihasilkan hingga 2015, yang terdiri atas
biomassa (330 MW), biogas (100 MW), mini-hidro (290
MW), surya PV (65 MW), limbah padat/sampah (200
MW).
Berbagai insentif dan keringan pajak yang diberikan oleh
pemerintah Malaysia untuk mendorong investasi di energi
terbarukan, yaitu antara lain:
a. Feed-in tariff untuk biomassa, biogas, minihidro, dan surya
yang diatur oleh Sustainable Energy Development
Authority (SEDA), tidak termasuk energi angin dan
geothermal.
b. Insentif fiskal, misalnya kelonggaran pajak investasi, seperti:
1) Pembebasan 70 persen pajak penghasilan selama lima
152
KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN
tahun atau pemberian investment tax allowance sebesar
60 persen dari pengeluaran modal selama lima tahun.
2) Pembebasan bea impor dan pajak penjualan untuk
mesin-mesin dan peralatan yang tidak diproduksi di
dalam negeri, sedangkan mesin-mesin dan perlengkapan
yang diproduksi di dalam negeri tidak akan dikenakan
pajak penjualan.
c. Pengguna energi terbarukan didorong mengikuti
program SREP, yaitu membuat pembangkit listrik kecil
hingga 10 MW yang dijual ke TNB (Tenaga Nasional
Berhad) dengan menyambungkannya ke jaringan
listrik nasional dengan perjanjian hingga 21 tahun.
Tidak hanya insentif fiskal, pemerintah Malaysia juga
membuat kerangka hukum yaitu dengan mendirikan Komisi
Energi pada Mei 2001 yang mengatur pasokan gas dan listrik,
sehingga dapat mengawasi dan menilai sektor energi secara
lebih efektif. Komisi ini juga dapat memaksa regulasi energi
yang bersinggungan dengan pembangunan sektor energi dan
isu-isu energi yang penting, seperti harga energi dan kecukupan
infrastruktur untuk memenuhi kebutuhan energi masa depan.
Komisi energi juga bertanggung jawab untuk mempromosikan
energi terbarukan sebagai bagian dari strategi nasional dalam
diversifikasi bahan bakar.
Dari berbagai sumber energi terbarukan, biomassa menjadi
pilihan yang menjanjikan bagi Malaysia. Kelapa sawit
merupakan kontributor utama terhadap Gross Domestic
Product (GDP) dan Malaysia memproduksi 47 persen dari
kebutuhan kelapa sawit dunia.
Manajemen Energi Secara Makro: BYAR PET, MAFIA, DAN KELANGKAAN MINYAK
153
Pada Oktober 2002, pemerintah Malaysia merilis proyek BioGen
(Biomass Power Generation dan Cogeneration), didanai atas kerja
sama antara Malaysia dan United Nations Development Program
(UNDP), Global Environment Society (GES), dan sektor swasta
Malaysia.
Tujuan proyek ini adalah untuk mengurangi efek rumah kaca
yang dihasilkan dari proses pembakaran bahan bakar fosil. Selain
itu, proyek BioGen ini juga bertujuan mengurangi residu minyak
kelapa sawit untuk digunakan sebagai bahan bakar biomassa
bagi pembangkit listrik. Namun sayangnya residu minyak kelapa
sawit masih belum digunakan secara optimal, padahal residu
minyak kelapa sawit telah diidentifikasi sebagai sumber energi
terbarukan yang menjanjikan di Malaysia.
Di samping mengembangkan energi terbarukan, Malaysia juga
menerapkan program efisiensi untuk menjamin pasokan energi
yang berkelanjutan, dengan target di sektor industri Kebijakan
Energi Nasional ke-7 (1996-2000).
Salah satu program terbaru dan terbesar adalah proyek Perbaikan
Efisiensi Energi Industri Malaysia (Malaysian Industrial Energy
Efficiency Improvement Project, MIEEIP) yang didanai secara
bersama-sama oleh UNDP, Global Environmental Policy (GEP)
dan sumber-sumber dalam negeri.
3. Vietnam
Dalam 20 tahun terakhir, Vietnam merupakan produsen minyak
dan gas alam di Asia Tenggara. Vietnam mendorong kegiatan
eksplorasi dengan melibatkan perusahaan asing dan melakukan
reformasi pasar guna memperkuat industri energi Vietnam, dan
mengatasi naiknya konsumsi energi sebagai akibat pertumbuhan
154
KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN
ekonomi sebesar 9 persen per
tahun. Sekitar 50 persen dari
total konsumsi energi Vietnam
adalah minyak. Sisanya adalah
PLTA (20 persen), batubara (18
persen), dan gas alam (12 persen).
Vietnam merencanakan program
peningkatan pasokan listrik
sampai 2030, yang terdiri atas:
Vietnam akan
membangun 13 unit
PLTN dalam 20 tahun
ke depan. Thailand
telah mempersiapkan
enam titik calon lokasi
tapak PLTN yang
akan digunakan untuk
memenuhi kebutuhan
energi nasionalnya.
a. Penambahan kapasitas kilang
minyak.
b. Pembangunan PLTA, PLTN,
PLTG, dan PLTU Batubara.
c. Penargetan energi terbaru
kan, di luar dicanangkan 5
persen dari kapasitas total pembangkit listrik nasional yang
difokuskan kepada angin, PLTMH, dan biomassa.
Produksi listrik di Vietnam semula berjalan lamban, tapi
kemudian pemerintah Rusia membantu tiga proyek pembangkit
listrik, yaitu PLTU Pha Lai 500 MW di Provinsi Hai Hung,
PLTA Tri An 300 MW di Provinsi Dong Nai, dan PLTA
Raksasa Hoa Binh di Provinsi Ha Son Binh.
Pemerintah memiliki rencana untuk menaikkan kapasitas
pembangkit listrik total terpasang hingga 81 GW pada
tahun 2020, atau sembilan kali kapasitas tahun 2004. EVN
(PLN Vietnam) telah membuat skema untuk membangun
74 pembangkit listrik baru hingga 2020, termasuk PLTN,
dan 48 unit di antaranya berupa PLTA, yang salah satunya
adalah PLTA Son La 6x400 MW. Energi terbarukan akan
Manajemen Energi Secara Makro: BYAR PET, MAFIA, DAN KELANGKAAN MINYAK
155
menyumbang 5% dari jaringan listrik nasional pada 2020.
Vietnam akan membangun 8 PLTN hingga 2031, dan masih
berencana menambah lagi 15 PLTN (15.000 MW) sesudah
2030. Atomstroyexport (Rusia), Westinghouse (AS), EdF
(Perancis), KEPCO (Korsel), China Guangdong Nuclear
Power Group (CGNPC), dan Jepang (Mitsubishi, Toshiba,
dan Hitachi) terlibat dalam proyek itu. Pembangunan PLTN1, kerja sama dengan Rusia, dimulai pada 2014 dan diharapkan
dapat beroperasi pada 2021. Sedangkan PLTN-2, kerja sama
dengan Jepang, akan dilaksanakan pada tahun berikutnya dan
akan beroperasi pada 2022.
4. Tiongkok
Permintaan energi dunia meningkat pesat yang porsi terbesarnya
diambil Tiongkok. Permintaan kebutuhan energi di Tiongkok
sekitar 71 persen digunakan untuk menghidupi industrinya,
sementara di negara-negara lain porsinya masih di bawah 50
persen. Maka, sangat wajar bila produk-produk Tiongkok sangat
mendominasi di pasar dunia saat ini. Ketersediaan dan kepastian
pasokan energi dengan harga murah membuat industri-industri
di Tiongkok dapat beroperasi secara optimal.
Menariknya, Tiongkok tidak hanya fokus pada upaya pemenuhan
kebutuhan energi untuk industri, tetapi juga berupaya
melakukan efisiensi penggunaan energi melalui berbagai inovasi
teknologi secara terencana. Hasilnya cukup mengesankan. Nilai
intensitas energi di Tiongkok mengalami penurunan signifikan,
yang menunjukkan bahwa pemanfaatan energi semakin efisien.
Sejak 1978, intensitas energi di Tiongkok semakin menurun.
Akibatnya, pengembangan energi-intensif untuk industri seperti
156
KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN
industri semen dan baja serta pengembangan teknologi untuk
efisiensi energi (Gambar 30).
Perpaduan antara strategi pemenuhan pasokan energi di sektor
industri dan upaya serius meningkatkan efisiensi penggunaan
energi yang disertai dengan peningkatan output produksi,
menghasilkan pertumbuhan ekonomi tinggi di Tiongkok.
Intensitas Energi
Efisiensi Energi
400
2000
1978 Reform period begins
300
200
100
CHEMICALS
1600
IRON & STEEL
1200
1958 Great Leap Forward
2002 Energy Intensity trend reverses
2006
2003
2000
1997
1994
1991
1988
1985
1982
1979
1976
1973
1970
1967
1964
1961
1958
1955
1952
0
KG coal equivalent per RMB 1000 output
tons of coalequivalent per million real RMB
500
CEMENT & GLASS
800
400 NON-FERROUS
0
1995
PAPER &PULP
1997
1999
2001
2003
2005
Sumber: World Energy Outlook Report, IEA (2011)
Gambar 30 Perkembangan Intensitas Energi dan
Efisiensi Penggunaan Energi di Tiongkok
Dilihat dari komposisi penggunaan energi di Tiongkok, batubara
merupakan sumber energi yang paling besar digunakan, yaitu
sebesar 67 persen, sementara minyak hanya sebesar 17 persen
(Gambar 30). Tiongkok meningkatkan produksi batubara dalam
10 tahun terakhir. Pada 2012, produksi batubara telah mencapai
3,6 miliar ton, sedangkan konsumsinya 3,5 miliar ton. Saat ini,
impor batubara hanya 8 persen dari total konsumsi. Jadi, 92 persen
kebutuhannya sudah dapat dipenuhi oleh produksi dalam negeri.
Manajemen Energi Secara Makro: BYAR PET, MAFIA, DAN KELANGKAAN MINYAK
157
Kebijakan penyediaan kebutuhan energi di Tiongkok cukup
berhasil. Sejak sebelum reformasi Deng Xioping, kebijakan
energi sudah diselaraskan dengan kebijakan industri. Pada 1970an, State Planning Commission (SPC) menentukan jumlah energi
yang dibutuhkan untuk industri, sehingga ada gambaran jumlah
kebutuhan di masa depan. Pada Januari 2010, China membentuk
National Energy Commission (NEC) untuk meningkatkan strategi
pengembangan energi. Konservasi Energi mulai direncanakan
dalam Rencana Lima Tahun (2006-2010) yang dalam rencana
tersebut, China juga menyoroti pentingnya kerja sama dengan
dunia internasional dalam menjamin pasokan energi dalam
negeri. Dengan didukung pemerintah, perusahaan-perusahaan
minyak nasional China, juga telah mengakuisisi banyak lapangan
minyak di Afrika dan AS serta menjamin berbagai kerja sama
strategis energi dengan negara-negara Timur-Tengah.
Gas Alam(3%)
Minyak (17%)
Nuklir (1%)
Hidro (2%)
Biofuel (9%)
Batubara (67%)
Panas bumi, surya, angin (1%)
Sumber: World Energy Outlook Report, IEA (2011)
Gambar 31 Konsumsi Energi Primer Tiongkok 2010
Dalam dua tahun terakhir, pertumbuhan ekonomi Tiongkok
sedikit melambat karena mengalami transisi dari ekonomi
158
KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN
berbasis
investasi.
Keajaiban
Sejak 1978,
ekonomi Tiongkok selama ini
intensitas energi di
didorong oleh produksi bahan
Tiongkok semakin
dasar, seperti baja, semen, kaca,
menurun. Akibatnya,
dan bahan kimia untuk investasi
pengembangan
infrastruktur skala besar. Maka,
energi-intensif untuk
Pemerintah Tiongkok sekarang
industri seperti industri
mulai merancang sebuah transisi
semen dan baja serta
untuk menjauhi ekonomi berbasis
pengembangan teknologi
investasi, yaitu dengan cara
untuk efisiensi energi.
mengurangi kelebihan kapasitas
produksi pabrik baja sebesar 70 juta
ton dan semen 61 juta ton mulai 2017. Akibatnya, permintaan
batubara termal untuk listrik dan batubara kokas di Tiongkok
akan menurun.
Mulai 2017, Tiongkok akan mengurangi konsumsi batubara
karena dua tahun terakhir, tingkat polusi udara telah menjadi
isu sosial dan politik di Tiongkok. Polusi asap di kota-kota besar
China mengandung PM 2,5 (partikulat kecil berdiameter 2,5
mikrometer) dan jumlahnya mencapai 886 mikrogram per meter
kubik. Padahal, standar WHO maksimum 25 mikrogram per
meter kubik. Target pengurangan pemakaian batubara adalah 45
persen dari total konsumsi batubara Tiongkok.
5. Jepang
Jepang merupakan negara yang miskin cadangan energi primer.
Mau tidak mau, negara ini harus mengimpor sumber energi
utamanya dari negara-negara lain, termasuk Indonesia. Sebagai
Manajemen Energi Secara Makro: BYAR PET, MAFIA, DAN KELANGKAAN MINYAK
159
gambaran, total konsumsi listrik di Jepang per tahun mencapai 7
kali lipat dari Indonesia, meski jumlah penduduknya lebih sedikit.
Pada awal masa pembangunan, Jepang banyak menggantungkan
sumber energinya kepada minyak bumi. Hampir 84 persen
kebutuhan minyak buminya diimpor dari kawasan Timur
Tengah. Hal ini menimbulkan ketergantungan energi terhadap
pasokan luar negeri yang sangat besar. Pada saat terjadi
guncangan krisis minyak pada 1970-an, ketergantungan energi
Jepang terhadap minyak mencapai 78 persen pada 1973 dan
73 persen pada 1979. Merasakan dampak ekonomi yang tidak
menguntungkan, Jepang kemudian merumuskan kebijakan
energi yang mencakup konservasi energi, pengembangan sumber
daya energi alternatif, dan pengamanan persediaan minyak.
Langkah nyata dari kebijakan tersebut, antara lain, ditempuh
dengan mengembangkan dan meningkatkan penggunaan
batubara, gas alam, dan nuklir (Gambar 32).
Dewasa ini, Jepang memiliki 54 Pembangkit Listrik Tenaga
Nuklir (PLTN). Sebelum kejadian gempa bumi dan tsunami yang
memicu insiden kecelakaan PLTN Fukushima Daiichi, energi
nuklir menyumbangkan 30 persen kebutuhan listrik Jepang
dengan kapasitas 47,5 GW Pada 2009, Jepang membangkitkan
energi listrik sebesar 1.048 GWh dengan bauran energi 27
persen dari batubara, 27 persen dari gas alam, 27 persen dari
nuklir, 9 persen dari minyak bumi, dan 7 persen dari air. Tingkat
konsumsi energi per kapita mencapai 7.400 kWh per tahun.
160
KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN
Primary consumption, MMBOED
12
10
Natural Gas
8
Nuclear
6
Coal
4
Oil
2
0
1965
1970
1975
1980
1985
1990
1995
Hydro
2000
2005
2010
Sumber: BP Statistical Review, ARC Financial Research
Gambar 32 Perkembangan Komposisi Penyediaan
Energi Jepang, Tahun 1965-2010
Dari sisi penggunaan energi, pertumbuhan industri dan
ekonomi mendorong peningkatan kebutuhan energi. Sektor
yang mendominasi penggunaan energi adalah industri 45,3
persen, komersial dan pemukiman 31,4 persen, disusul oleh
sektor transportasi 23,3 persen.
Isu tentang kelestarian lingkungan hidup, didorong oleh
penandatanganan Protokol Kyoto, mengharuskan Jepang
mengevaluasi kebijakan energinya sebagai bentuk komitmen
untuk menurunkan emisi gas rumah kaca. Strategi Energi
Nasional yang baru diumumkan pada 2006, arah strateginya
tetap bertumpu kepada energi gas alam, nuklir, dan batubara.
Setahun kemudian dirumuskan Rencana Fundamental Energi
yang menekankan pada pengembangan energi nuklir dan
terbarukan, stabilisasi pasokan minyak, konservasi energi, dan
pengembangan teknologi ramah lingkungan.
Manajemen Energi Secara Makro: BYAR PET, MAFIA, DAN KELANGKAAN MINYAK
161
Pada pertengahan 2010 dilakukan revisi terhadap Rencana
Energi Strategis dengan arah kebijakan kepada keamanan
energi, pelestarian lingkungan hidup, dan efisiensi pasokan
energi. Dua hal utama yang ditambahkan melalui revisi ini
adalah pengembangan energi yang bertumpu pada pertumbuhan
ekonomi dan reformasi industri energi nasional. Di dalam rencana
strategis juga ditegaskan target pencapaian hingga 2030, meliputi:
a. Peningkatan kemandirian energi dalam negeri dari 38
persen menjadi 70 persen;
b. Peningkatan rasio sumber energi ramah lingkungan dari 34
persen menjadi 70 persen;
c. Penurunan emisi CO2 dari sektor pemukiman hingga 50
persen;
d. Pencapaian efisiensi energi di sektor industri;
e. Pencapaian menjadi negara pemasok utama produk-produk
terkait energi ramah lingkungan.
Di sisi penyediaan energi, salah satu langkah yang ditempuh adalah
peningkatan penggunaan energi nuklir secara signifikan sebagai
tumpuan utama energi dalam negeri dengan porsi mencapai 50
persen pada 2030. Hal ini dilakukan dengan membangun reaktor
nuklir baru dan tambahan, memperpanjang umur pakai reaktor
dan memperpendek waktu shutdown rutin untuk inspeksi dan
perawatan, serta memperbesar kapasitas reaktor. Jepang juga
mengembangkan dan menerapkan teknologi pluthermal dan
reaktor pembiak cepat (fast breeder reactor), serta menindaklanjuti
kerja sama internasional mengenai peningkatan keselamatan
162
KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN
nuklir dan penggunaan damai teknologi nuklir. Target pencapaian
pembangkit energi hingga 2030 diperlihatkan pada Gambar 33.
Dorongan publik untuk meninjau kembali kebijakan
energi nuklir Jepang terkait dengan sistem keselamatannya,
menyebabkan hilangnya pasokan listrik dari 54 PLTN yang
seharusnya beroperasi. Itu setara dengan 30 persen kebutuhan
listrik keseluruhan atau sebesar 47,5 GWh. Hal ini mendorong
pemerintah segera merevisi kebijakan energinya, terutama yang
terkait dengan sisi penyediaan dan penggunaan energi, dengan
upaya pengetatan pencapaian target-target perencanaan energi
yang telah digariskan sebelumnya.
Dari sisi penggunaan, kekurangan pasokan listrik pada awalawal periode pasca bencana gempa dan tsunami, membuat
pemerintah memberlakukan pemadaman bergilir. Pemerintah
mendorong masyarakat untuk mengurangi atau menghemat
konsumsi listrik (a new culture of energy consumption). Program
ini dimulai sejak 1 Juli 2011 dengan target mampu menurunkan
konsumsi listrik hingga 15 persen. Khusus untuk sektor rumah
tangga dan perkantoran dirancang konsep net-zero-energy houses
untuk membangun suatu rumah atau bangunan perkantoran
yang mampu menghasilkan energi untuk kebutuhan konsumsi
masing-masing. Masyarakat juga dianjurkan menggunakan
peralatan rumah tangga dan elektronik, seperti pemanas air, air
conditioner (AC), dan lampu Light Emiting Diode (LED) yang
hemat energi.
Manajemen Energi Secara Makro: BYAR PET, MAFIA, DAN KELANGKAAN MINYAK
163
(bil.kWh)
12000
Renewable energy,
etc.
10000
Zero emission
power source
8000
6000
4000
2000
0
884 (9%)
34%
Renewable energy
etc.
2,140
Nuclear
power
2.638 (26%)
LNG
2.822 (28%)
Zero emission
power source
approx. 70%
approx 20%
Nuclear
power
5,366
approx 50%
LNG 1,357
approx 10%
Coal
2.605 (25%)
Petroleum.etc
1,356 (3,3%)
* CCS is also provided
in a part of coal fired
power plants.
Actual, fiscal 2007
Coal
1,131
Estimated in 2030
approx 10%
Petroleum
etc.
205
Sumber: METI, Japan, 2010
Gambar 33 Target Pencapaian Pembangkit
Listrik di Jepang Hingga 2030
Secara kebijakan, ditetapkan pula Law on Special Measures
Concerning Procurement of Renewable Energy Source Electricity
by Electric Utilities untuk mempercepat program ini. Sementara
di sektor bisnis dan industri, pemerintah mendorong program
Cool Biz dan No Overtime Day untuk menekan konsumsi listrik.
Di samping itu, pemerintah juga mengupayakan penggunaan
EBT yang bersih dan ramah lingkungan, dengan memberikan
insentif dan subsidi bagi rumah tangga (eco-house) atau sektor
usaha (ecobusiness) yang mengaplikasikan teknologi EBT.
Untuk sektor transportasi, pemerintah terus mengembangkan
kendaraan generasi masa depan bertenaga listrik. Itu dilakukan
untuk menghemat bahan bakar minyak, sekaligus mengurangi
emisi gas rumah kaca dari proses pembakaran bahan bakar fosil.
164
KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN
Pada sisi penyediaan energi dalam jangka pendek, maka
optimalisasi pembangkit listrik berbasis minyak bumi dan
gas ditingkatkan. Untuk itu, perlu pasokan bahan bakar yang
bertambah sehingga impor minyak bumi dari Timur Tengah
dinaikkan dari 110.000 menjadi 140.000 barel per hari (naik 4
persen). Sedangkan impor gas naik 10 persen. Meskipun publik
menginginkan diakhirinya program nuklir, tuntutan itu secara
realistis tak dapat dilakukan dalam waktu singkat. Paling tidak
dibutuhkan tahap-tahap peralihan agar kondisi sosial ekonomi
dan lingkungan hidup tidak terguncang. Dengan langkah
penghematan konsumsi energi hingga mencapai 50 persen
dari kondisi saat ini, maka kebutuhan 50 persen sisanya dapat
dipenuhi dari pemanfaatan gas alam (25-30 persen), minyak
bumi (10-15 persen), batubara (10-15 persen). Setengah sisanya
dari energi terbarukan. Dengan dominasi energi terbarukan,
emisi gas rumah kaca dapat ditekan, bahkan diturunkan sesuai
dengan program yang telah direncanakan. Hal ini diharapkan
dapat tercapai pada 2030.
Tuntutan pengurangan energi nuklir dari publik tersebut juga
kesadaran terhadap keseimbangan dan kelestarian lingkungan
hidup, membuat Jepang menoleh pada energi terbarukan. Selama
ini, perkembangan pemanfaatan energi terbarukan memang
masih relatif lambat. Secara ekonomi, harganya pun masih sangat
mahal. Tapi insiden Fukushima telah memicu dan sekaligus
menjadi titik balik bagi kebangkitan energi terbarukan. Dengan
peningkatan alokasi dana, komitmen, dukungan infrastruktur,
serta kebijakan regulasi, penggunaan energi terbarukan akan
terus meningkat. Harganya pun akan semakin kompetitif.
Manajemen Energi Secara Makro: BYAR PET, MAFIA, DAN KELANGKAAN MINYAK
165
Memperhatikan bauran energi saat terjadi insiden Fukushima
Daiichi dan bauran yang direncanakan untuk masa depan, dapat
diambil pelajaran penting dari sana. Keandalan dan keamanan
penyediaan energi untuk bauran energi yang tidak berimbang,
misalnya, sangat rentan terhadap gangguan eksternal, seperti
bencana alam ataupun ketidakstabilan sosial politik dunia.
Sebaliknya dengan diversifikasi energi secara optimal, dengan
memanfaatkan segala potensi dan peluang sumber daya alam
yang ada, akan dicapai bauran penyediaan energi yang berimbang
dan lebih stabil bila terjadi gangguan eksternal.
6. Jerman
Sejak dunia mengalami krisis minyak pada 1973 dan 1979, sebagian
besar negara mengubah kebijakan ketahanan energinya. Setelah
krisis minyak, kebijakan energi di Jerman lebih memfokuskan
pada penggunaan batu bara dan tenaga nuklir. Namun sejak
pertengahan 1970-an, masyarakat Jerman memprotes penggunaan
batubara yang akhirnya berbuntut pada aksi demonstrasi. Banyak
yang berpandangan seharusnya pemerintah lebih menekankan
pada efisiensi energi dan energi terbarukan.
Sebuah Komisi Enquete Pertama dalam parlemen Jerman, pada
1980 akhirnya mengeluarkan rekomendasi bahwa efisiensi dan
kebijakan energi terbarukan sebagai prioritas pertama. Namun
Jerman juga tetap mempertahankan pilihan penggunaan nuklir.
Setelah kecelakaan Chernobyl, Menteri Riset dan Teknologi Jerman
merekomendasikan bahwa efisiensi energi dan kebijakan energi
terbarukan terhitung yang paling kompatibel dengan nilai-nilai dasar
masyarakat. Energi terbarukan juga jauh lebih murah dibandingkan
dengan pembangunan pembangkit listrik bertenaga plutonium.
166
KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN
Saat ini, Jerman sedang giat
Bauran energi
memanfaatkan energi ramah
terbarukan di Jerman
lingkungan (green energy), dengan
tumbuh dari hanya
rencana peniadaan pemanfaatan
6 persen menjadi 25
energi fosil dan bahkan nuklir.
persen dalam waktu
Tekad Jerman untuk beralih ke
sepuluh tahun.
energi terbarukan semakin kuat
setelah pemerintah mengeluarkan
kebijakan "Energiewende" (Transisi Energi Jerman) pada 2010,
dengan target utama:
a. Pengurangan emisi gas rumah kaca sebesar 80-95 persen
pada 2050,
b. Peningkatan porsi energi terbarukan hingga 60 persen dalam
bauran energi, serta efisiensi listrik hingga 50 persen dalam
periode yang sama.
Sebelumnya, banyak pihak yang skeptis dengan target
ambisius Jerman karena peralihan ke energi terbarukan
memerlukan investasi yang sangat besar, hingga € 200 miliar
(US$ 259,68 miliar). Saat ini, pasar energi terbarukan di
Jerman tumbuh pesat dalam dua dekade terakhir. Pasar
ini menyediakan energi murah dan bisa diandalkan bagi
penduduknya. Bauran energi terbarukan di Jerman tumbuh dari
hanya 6 persen menjadi 25 persen dalam waktu sepuluh tahun.
Bila kondisi cuaca mendukung energi surya dapat beroperasi
optimal, sumber energi terbarukan bisa memasok separuh
kebutuhan listrik negara ini.
Kebijakan ini langsung mendapat dukungan legislatif setahun
berikutnya. Perkiraan terbaru dari "Energiewende" menunjukkan,
Manajemen Energi Secara Makro: BYAR PET, MAFIA, DAN KELANGKAAN MINYAK
167
Jerman akan melampaui target bauran energi terbarukan yang
lebih dari 40 persen pada 2020. Berdasarkan kajian pemerintah
dan lembaga penelitian, manfaat energi terbarukan adalah:
a. Meramalkan masa depan yang cerah bagi perkembangan
ekonomi hijau di negara ini. Manfaat ekonomi dari
peralihan ke energi terbarukan telah melampaui investasi
yang dikucurkan pemerintah.
b. Membuat harga energi terbarukan di Jerman menjadi semakin
murah sementara harga energi konvensional semakin mahal.
Bahan bakar fosil, menurut "Energiewende" akan terus
mengandalkan pada subsidi agar (harganya) tetap bisa bersaing.
c. Mengurangi kerusakan lingkungan. Kerugian
penggunanan energi kotor akan semakin tinggi.
dari
d. Menyeimbangkan neraca perdagangan karena berkurangnya
impor minyak.
e. Memperkuat ketahanan energi.
f.
Menciptakan lapangan kerja. Ada lebih dari 380 ribu warga
Jerman yang saat ini bekerja di sektor energi terbarukan. Ini
jauh lebih banyak dibandingkan dengan pekerja di industri
energi konvensional. Menurut "Energiewende", jumlah
lapangan kerja baru akan bertambah dari 80 ribu orang
menjadi 100 ribu orang hingga 150 ribu orang dalam periode
2020-2030. Salah satu alasannya karena energi terbarukan
melibatkan lebih banyak tenaga kerja jika dibanding dengan
energi nuklir atau bahan bakar fosil.
g. Membantu Jerman keluar dari krisis ekonomi dan keuangan
lebih cepat dibandingkan dengan negara-negara lain.
168
KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN
h. Memangkas harga energi di Jerman hingga lebih dari 10
persen karena adanya pertumbuhan energi angin dan surya
pada 2012. Saat listrik semakin murah, biaya berbisnis juga
terus turun. Berbagai macam industri mulai industri baja,
gelas hingga semen menikmati penurunan harga energi ini.
i.
Meningkatkan permintaan energi bersih dan terbarukan
dalam jangka panjang sehingga daya tawar teknologi, jasa
dan layanan energi terbarukan buatan Jerman akan semakin
tinggi.
j.
Mengurangi emisi gas rumah kaca. Berbeda dengan
banyak negara maju yang kesulitan memenuhi target
pengurangan emisi, Jerman melenggang santai melampaui
target pengurangan emisi dari Protokol Kyoto. Pada akhir
2011, Jerman berhasil memangkas emisi gas rumah kaca
hingga 27 persen, melampaui target 21 persen pada 2012
(dibanding level tahun 1990). Jerman juga diperkirakan
mampu melampaui target pengurangan emisi sebesar 40
persen pada 2020.
7. Brasil
Sebagai negara berkembang, Brasil dinilai sukses dalam
menggenjot produksi energi terbarukan. Bahkan, mereka telah
memberlakukan hal yang sebaliknya dengan memberlakukan
pajak yang besar pada bahan bakar bensin dan memberi insentif
pada produksi hulu bioetanol untuk mengatasi persoalan energi.
Pada 1970-an, hampir 80 persen kebutuhan BBM Brasil berasal
dari impor. Dengan kebijakan yang memihak pada energi
bioetanol, lebih dari 50 persen kebutuhan BBM mobil pribadi
Manajemen Energi Secara Makro: BYAR PET, MAFIA, DAN KELANGKAAN MINYAK
169
di Brasil sudah digantikan dengan bioetanol dan 90 persen dari
kebutuhan listriknya menggunakan pembangkit listrik tenaga air.
Komposisi sumber energi Brasil dewasa ini adalah energi
terbarukan tercatat sebesar 44,7 persen, yang terdiri atas tebu
(13,9 persen), kayu dan biomassa (13,1 persen), tenaga air (15,0
persen) dan sumber lainnya (2,7 persen). Sedangkan sisanya
berasal dari BBM (38,4 persen), gas alam (9,3 persen), batubara
(6,4 persen) dan uranium (1,2 persen).
Seperti Indonesia pada awalnya, dengan cadangan minyak
bumi yang melimpah, banyak perusahaan asing masuk ke Brasil
pada 1930-an. Sektor migas pun menjadi alat kepentingan.
Salah satunya adalah ketika Petrobras digunakan sebagai alat
kepentingan junta militer Brasil. Ketika situasi ekonomi dunia
mengalami krisis ekonomi, Brasil juga terkena dampak yang
buruk. Brasil nyaris bangkrut karena kebijakan mekanisme
subsidi BBM mereka.
Salah satu jalan Brasil dapat keluar dari kondisi kritis ini adalah
mengembangkan dan memanfaatkan energi alternatif (biodiesel
dan bioetanol) untuk kebutuhan sektor transportasi dalam
negeri, dengan menekan konsumsi BBM.
Brasil memanfaatkan tebu menjadi kebijakan energinya.
Hasilnya, saat ini sebagian besar konsumsi energi di Brasil berasal
dari energi bauran dari nabati. Program ini ada sejak 1976, dan
mulai berkembang pesat sejak Presiden Luis Ignacio Lula da
Silva dilantik pada awal 2003. Langkah awalnya, menerbitkan
Undang-Undang tentang Biosecurity, yang mengatur aktivitas
yang berkaitan dengan material rekayasa genetika. Misalnya,
170
KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN
mengolah hasil limbah tebu menjadi sumber bahan bakar
alternatif yang disebut bioetanol.
Walaupun Brasil merupakan salah satu negara penghasil minyak
bumi di Amerika Latin, dengan jumlah cadangan minyak,
sekitar tiga kali lipat cadangan minyak Indonesia, negara ini
sudah menyadari jauh-jauh hari bahwa minyak bumi akan habis.
Maka, dengan serius, mereka memulai merencanakan program
energi terbarukan sejak 1976.
Agar program yang pada awalnya diberi nama Pro Alcohol
Programme dapat berjalan, pemerintah memberikan dua jenis
subsidi sebagai instrumen kebijakan yang mendukung, yaitu:
a. Subsidi kepada petani yang menanam tebu untuk diolah
menjadi etanol. Dari program ini, mereka memperoleh
pendapatan yang berimbang bila dibandingkan dengan
petani yang tebunya diolah menjadi gula.
b. Subsidi harga pada stasiun pengisian bahan bakar yang
membuat etanol menjadi lebih murah dari BBM.
Kebijakan tersebut cukup efektif mencapai sasaran. Industri
otomotif di Brasil secara signifikan meningkatkan jumlah
produksi kendaraan yang mengunakan bahan bakar etanol.
Puncaknya terjadi pada 1985 dan 1986. Ketika itu, sekitar
75 persen sepeda motor dan 90 persen mobil dirancang
menggunakan campuran BBM-etanol. Kebijakan tersebut
berjalan cukup efektif. Pada awal program, mobil di negara
tersebut harus bisa menggunakan bahan bakar campuran etanol
dan bensin 10-22 persen. Hingga Juli 2007, penggunaan bahan
bakar mobil menjadi 25 persen etanol dan 75 persen bensin.
Manajemen Energi Secara Makro: BYAR PET, MAFIA, DAN KELANGKAAN MINYAK
171
SPBU di Brasil yang dikelola Petrobras menyediakan dua tipe
bahan bakar, yaitu etanol dan bensin.
Saat ini, Brasil dengan industri etanolnya dikenal sebagai negara
yang berdiri paling depan dalam produksi dan bisnis biofuel.
Mereka menjadi kiblat dalam pengembangan industri biofuel,
yang di masa depan diyakini bakal menjadi salah satu senjata
dalam memenangkan persaingan global.
Sebanyak 393 pabrik memproduksi bioetanol di Brasil hingga
Juli 2008. Jumlah itu terdiri dari 126 pabrik yang memproduksi
bioetanol, 252 pabrik memproduksi gula dan bioetanol, dan 15
pabrik tambahan yang memproduksi gula. Dalam jangka waktu
setahun, pabrik-pabrik ini dapat mengolah tebu sebanyak 538
juta ton yang akan menjadi bahan dasar gula dan bioetanol,
dengan kapasitas bisa memenuhi kebutuhan gula dan bioetanol
dalam negeri dan ekspor.
Brasil menerapkan kebijaksanaan wajib mencampurkan bahan
bakar solar dengan biodiesel untuk kendaraan bermotor dengan
2 persen pada 2008-2012 dan menjadi 5 persen setelah 2013.
Pencampuran bahan bakar kendaraan bermotor bermesin flex fuel
(berbahan bakar solar + biodiesel) banyak diproduksi di Brasil
dari berbagai merek. Pada 2003, penjualan kendaraan bermotor
roda empat yang memanfaatkan jenis bahan bakar ini mencapai
jumlah 48 ribu unit dan meningkat menjadi 2 juta unit pada 2007.
Brasil tidak hanya memproduksi etanol untuk memenuhi
kebutuhan di dalam negeri, tetapi juga mengekspor, terutama
ke AS. Pada 1997, sebanyak 146 juta liter etanol diekspor ke
berbagai negara dengan nilai US$ 54 juta FOB dan pada 2007
172
KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN
volume ekspor etanol mencapai lebih dari 3,579 miliar liter
dengan nilai sebesar US$ 1,477 miliar.
Tabel 2 Produksi Bioetanol Brasil, 2003-2009
Tahun
Produksi (Miliar liter)
Pertumbuhan PDB (%)
2003 - 2004
13
0,8
2005 - 2006
14
5,1
2007 - 2008
17
5,4
2009
27,8
5,1
Jika disimpulkan kondisi manajemen energi sejumlah negara tetangga
bila dibandingkan dengan Indonesia bisa dilihat dalam tabel berikut:
Tabel 3 Perbandingan Penggunaan Energi Baru dan Terbarukan
serta Nuklir di Sejumlah Negara Dibandingkan dengan Indonesia.
Malaysia
Energi terbarukan saat ini men-
Pada 2010 telah
total listrik
pembangunan PLTN
capai 985 MW atau 5,5 persen dari
Membebaskan 70 persen pajak
menetapkan lokasi
penghasilan selama lima tahun atau
pemberian investment tax
allowance sebesar 60 persen dari
pengeluaran modal selama lima
tahun.
Thailand
Pada 2021 25% energi yang
Mempersiapkan 6 titik
dipasok berasal dari energi
pembangunan PLTN
terbarukan.
Listrik terbarukan saat ini sudah
2.232 MW. Targetnya pada 2021
9.201 MW.
Swasta ikut berpartisipasi karena
Manajemen
Secara
Makro:
BYAR PET, MAFIA, DAN KELANGKAAN MINYAK
sistem feedEnergi
in tariff
(tarif
jual listrik
ke pemerintah) sudah tertata
dengan baik.
173
allowance sebesar 60 persen dari
pengeluaran modal selama lima
tahun.
Thailand
Pada 2021 25% energi yang
dipasok berasal dari energi
terbarukan.
Listrik terbarukan saat ini sudah
2.232 MW. Targetnya pada 2021
9.201 MW.
Swasta ikut berpartisipasi karena
sistem feed in tariff (tarif jual listrik
ke pemerintah) sudah tertata
dengan baik.
Pemerintah subsidi energi
terbarukan 8 Baht per KWH
Sudah 100 perusahaan swasta ikut
program ini.
174
KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN
Mempersiapkan 6 titik
pembangunan PLTN
Brasil
Brasil seperti Indonesia pada
awalnya bergantung pada minyak
bumi. Bras il keluar dari kondisi
kritis dengan mengembangkan
biodiesel dan bioetanol
Pada 1970-an, hampir 80 persen
BBM Brasil berasal dari impor.
Brazil telah membangun
dua reaktor nuklir sejak
2010 dan akan beroperasi
pada 2018 dan memasok
3 persen kebutuhan
energi.
Kini, di Brasil lebih dari 50 persen
kebutuhan BBM mobil pribadi
sudah digantikan dengan bioetanol
dan 90 persen dari kebutuhan
listriknya menggunakan
pembangkit listrik tenaga air
Energi terbarukan di Brasil
mencapai 44.7 persen dari
kebutuhan
Jerman
Pada 2010 kebutuhan energi di
Pada 2010 energi nuklir
33,7%, batubara 22,9%, gas 21,8%,
kebutuhan energi.
1,5%, dan sumber energi
masyarakat antinuklir,
Energi terbarukan Jerman tumbuh
menutup PLTN pada
Jerman dipasok oleh minyak
memasok 10,8 persen
nuklir 10,8%, tenaga air dan angin
Karena tekanan
terbarukan lainnya 7,9%.
Jerman merencanakan
dari hanya 6 persen menjadi 25
2036.
persen dalam waktu 10 tahun. Bila
Manajemen
Energi
Secara Makro:
BYAR PET, MAFIA, DAN KELANGKAAN MINYAK
kondisi cuaca
mendukung,
energi
surya dan sumber energi
terbarukan bisa memasok separuh
175
kebutuhan
Jerman
Pada 2010 kebutuhan energi di
Pada 2010 energi nuklir
33,7%, batubara 22,9%, gas 21,8%,
kebutuhan energi.
1,5%, dan sumber energi
masyarakat antinuklir,
Energi terbarukan Jerman tumbuh
menutup PLTN pada
Jerman dipasok oleh minyak
nuklir 10,8%, tenaga air dan angin
Karena tekanan
terbarukan lainnya 7,9%.
Jerman merencanakan
dari hanya 6 persen menjadi 25
2036.
persen dalam waktu 10 tahun. Bila
kondisi cuaca mendukung, energi
surya dan sumber energi
terbarukan bisa memasok separuh
kebutuhan listrik negara ini.
Pada 2012, pertumbuhan energi
angin dan surya berhasil
memangkas harga energi di Jerman
hingga lebih dari 10 persen.
176
memasok 10,8 persen
KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN
Arah Manajemen Energi 2015-2050
Sumber energi dan/atau sumber daya energi ditujukan untuk modal
pembangunan guna sebesar-besar kemakmuran rakyat, dengan cara
mengoptimalkan pemanfaatannya bagi pembangunan ekonomi
nasional, penciptaan nilai tambah di dalam negeri dan penyerapan
tenaga kerja.
1. Sasaran Penyediaan dan Pemanfaatan Energi 2015-2050
Sasaran penyediaan dan pemanfaatan energi primer dan energi
final adalah sebagai berikut:
a. Terpenuhinya penyediaan energi primer pada 2025 sekitar
400 MTOE, dan pada 2050 sekitar 1.000 MTOE.
b. Tercapainya pemanfaatan energi primer per kapita pada
2025 sekitar 1,4 TOE, dan pada 2050 sekitar 3,2 TOE.
c. Terpenuhinya penyediaan kapasitas pembangkit listrik pada
2025 sekitar 115 GW, dan pada 2050 sekitar 430 GW.
d. Tercapainya pemanfaatan listrik per kapita pada 2025 sekitar
2.500 kWh, dan pada 2050 sekitar 7.000 kWh.
Untuk pemenuhan penyediaan energi dan pemanfaatan energi
diperlukan pencapaian sasaran kebijakan energi nasional sebagai
berikut:
Manajemen Energi Secara Makro: BYAR PET, MAFIA, DAN KELANGKAAN MINYAK
177
a. Terwujudnya paradigma baru, bahwa sumber energi
merupakan modal pembangunan nasional.
b. Tercapainya elastisitas energi lebih kecil dari 1 (satu)
pada 2025 yang diselaraskan dengan target pertumbuhan
ekonomi.
c. Tercapainya penurunan intensitas energi final sebesar satu
persen per tahun sampai dengan 2025.
d. Tercapainya rasio elektrifikasi sebesar 85 persen pada 2015
dan mendekati 100 persen pada 2020.
e. Tercapainya rasio penggunaan gas rumah tangga pada 2015
sebesar 85 persen.
f.
Tercapainya bauran energi primer yang optimal (Tabel 4 & 5):
Tabel 4 Proyeksi Bauran Energi Nasional
2015-2050
Tahun
Energi Total
Minyak
Gas
Batubara
Total EBT
Biomassa Biofuel
Biomassa Sampah
Panas Bumi
Energi air
Energi laut
Energi surya
ET Lainnya
(Angin)
Energi Baru
(Nuklir, CBM dan
lainnya)
2015 2020 2025 2030 2035 2040
380
25%
22%
30%
23%
4.7%
5.1%
7.1%
2.7%
0.1%
0.1%
480
22%
23%
30%
25%
4.5%
5.3%
6.5%
2.6%
0.2%
0.3%
215
39%
22%
29%
10%
2.8%
2.0%
4.3%
0.9%
0.0%
0.0%
290
32%
22%
29%
17%
3.1%
2.3%
8.1%
1.7%
0.1%
0.1%
0.0%
0.0% 0.0% 0.0% 0.1%
0.1% 0.1% 0.1%
0.0%
1.6% 3.2% 5.6% 6.1%
6.5% 6.7% 6.8%
Sumber: Dewan Energi Nasional
178
KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN
593
22%
24%
29%
26%
5.2%
6.1%
5.7%
2.2%
0.2%
0.7%
740
21%
24%
27%
28%
5.9%
7.0%
4.9%
1.8%
0.3%
1.5%
2045 2050
850
21%
24%
26%
29%
6.8%
6.7%
5.3%
1.9%
0.3%
1.6%
980
20%
24%
25%
31%
7.8%
6.4%
5.8%
2.0%
0.4%
1.7%
1) Pada 2025, peran EBT paling sedikit 23 persen
dan pada 2050 paling sedikit 31 persen sepanjang
keekonomiannya terpenuhi.
2) Pada 2025, peran minyak bumi kurang dari 25 persen
dan pada 2050 menjadi kurang dari 20 persen.
3) Pada 2025, peran batubara minimal 30 persen dan pada
tahun 2050 minimal 25 persen.
4) Pada 2025, peran gas bumi minimal 22 persen dan pada
2050 minimal 24 persen.
Tabel 5 Proyeksi Bauran Energi Nasional 2015-2050
(Dalam MTOE)
BAURAN
2015 2020 2025 2030 2035 2040
ENERGI
Energi Total
215 290 380 480
593
740
155
106 128
95
93
Minyak
84
178
110 140
84
64
Gas
47
200
144 170
114
84
Batubara
62
207
120 155
87
49
Total EBT
22
44
31
22
18
9
Biomassa Biofuel
6
52
36
25
19
7
Biomassa Sampah 4
36
34
31
27
23
Panas Bumi
9
13
13
12
10
5
Energi Air
2
2
1
1
0
0
Energi Laut
0
11
4
1
0
0
Energi Surya
0
ET Lainnya
1
1
0
0
0
0
(Angin)
Energi Baru
48
36
27
12
5
(Nuklir, CBM dan 0
lainnya)
2045 2050
850
175
204
221
250
58
57
45
16
3
14
980
196
235
245
304
76
63
57
20
4
17
1
1
57
67
Sumber: Dewan Energi Nasional
Manajemen Energi Secara Makro: BYAR PET, MAFIA, DAN KELANGKAAN MINYAK
179
2. Strategi Menuju Ketahanan Energi ke Depan
Dengan memperhatikan kondisi keenergian saat ini dan
sejumlah permasalahan yang dihadapi di sektor energi, maka
pemerintah harus melakukan pengelolaan energi secara tepat,
baik pada sisi penyediaan (supply side management) maupun pada
sisi pemanfaatan (demand side management). Semua itu dilakukan
dalam rangka mewujudkan kemandirian dan ketahanan energi
nasional.
Secara umum, ketahanan energi merupakan suatu kondisi di
mana kebutuhan masyarakat luas terhadap energi dapat dipenuhi
secara berkelanjutan berdasarkan prinsip-prinsip ketersediaan,
keterjangkauan, dan akseptabilitas. Untuk mencapai ketahanan
energi nasional seperti yang dimaksud di atas, diperlukan
strategi, baik jangka pendek maupun jangka panjang guna
menjaga keberlangsungan hidup negara, yaitu antara lain:
a. Perubahan paradigma dalam pengelolaan energi
Sumber daya energi sudah saatnya diposisikan sebagai
modal pembangunan, bukan lagi sebagai komoditas ekspor
untuk menghasilkan devisa. Pola pengelolaan energi selama
ini, kasus batubara dan minyak bumi, mengakibatkan
pasokan energi dalam negeri tidak dapat terjamin dengan
baik, peningkatan nilai tambah tidak optimal, dan hilangnya
peluang terciptanya lapangan kerja baru, sehingga menjadi
salah satu sumber penghambat dalam pertumbuhan
perekonomian.
Kebijakan energi nasional ke depan mengamanatkan
adanya perubahan paradigma pengelolaan energi dengan
180
KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN
menjadikan energi sebagai modal pembangunan nasional.
Untuk mewujudkan hal tersebut, dilakukan langkahlangkah sebagai berikut:
1) Pemanfaatan sumber daya energi diutamakan untuk
memenuhi kebutuhan energi di dalam negeri, terutama
untuk mendukung sektor industri dan pertanian, baik
kebutuhan jangka menengah maupun jangka panjang;
2) Pemanfaatan sumber daya energi sebagai sumber devisa
atau ekspor dilakukan jika kebutuhan dan keamanan
pasokan energi di dalam negeri dalam jangka panjang
sudah terpenuhi;
3) Penetapan besaran pertumbuhan energi yang rasional
dan memastikan pemerintah atau pemerintah daerah
menyediakan alokasi anggaran yang cukup untuk
pengembangan dan penguatan infrastruktur energi
sesuai penetapan besaran pertumbuhan ekonomi, baik
pusat maupun daerah.
Dengan perubahan paradigma di atas, diharapkan dapat
meningkatkan penerimaan negara dari sektor energi.
Sebagian besar penerimaan itu dapat digunakan untuk
mendorong pencarian dan peningkatan cadangan energi
fosil, pengembangan EBT, pemulihan lingkungan, dan
konservasi sumber daya energi.
b. Energi untuk kesejahteraan rakyat
Ketersediaan energi nasional dimanfaatkan sebesar-besarnya
untuk kesejahteraan rakyat, memperkuat teknologi dalam
Manajemen Energi Secara Makro: BYAR PET, MAFIA, DAN KELANGKAAN MINYAK
181
negeri, dan mendorong badan usaha nasional, termasuk
perbankan agar lebih berperan serta dalam sistem pendanaan.
c. Pengembangan energi bersih
Strategi pengembangan energi terbarukan dalam jangka
panjang hendaknya tidak mengarah kepada proses yang
bersifat massal. Lebih jelasnya, jangan sampai masyarakat
hanya tergantung pada beberapa sumber energi saja.
Ketergantungan pada beberapa sumber energi dapat
menyebabkan ketahanan energi menjadi labil.
Cara paling efektif dan aman dalam strategi pengembangan
energi berkelanjutan adalah melakukan pengembangan
keanekaragaman pemanfaatan EBT di setiap kawasan
di Indonesia berdasarkan ketersediaan potensi sumber
daya energi setempat. Sebagai contoh, pengembangan
pemanfaatan potensi energi angin atau pasang surut air laut
dan samudera untuk wilayah pesisir; potensi energi biomassa,
biogas, dan biodiesel yang berasal dari limbah pertanian dan
peternakan untuk wilayah pertanian; potensi panas bumi
ataupun minihidro atau mikrohidro untuk wilayah dataran
tinggi dan/atau dekat dengan aktivitas gunung berapi; dan
potensi biogas dari sampah untuk wilayah perkotaan.
Sudah saatnya, pemerintah dan/atau pemerintah daerah
memiliki peta-peta sebaran potensi sumber daya energi
alternatif, baik berdasarkan geografis, demografis,
maupun pola hidup masyarakat, sehingga dapat dijadikan
acuan dalam rencana pengembangan keanekaragaman
pemanfaatan energi nasional jangka panjang. Peta itu tentu
182
KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN
harus menjadi acuan bagi setiap tingkat kebijakan di pusat
dan di daerah.
Pemanfaatan keanekaragaman energi, terutama EBT
berdasarkan pada ketersediaan potensi sumber daya energi
setempat, niscaya dapat membantu keterbatasan aksesibilitas
energi, terutama listrik.
d. Pemanfaatan energi secara bijaksana
Konservasi energi akan mendorong pemanfaatan energi
secara efisien dan rasional tanpa mengurangi penggunaan
energi yang benar-benar diperlukan. Upaya yang dilakukan
dalam pemanfaatan energi secara bijaksana, antara lain:
1) Melakukan konservasi di sisi pembangkit, yang
didahului oleh audit energi.
2) Mengurangi pemakaian listrik yang bersifat konsumtif,
keindahan, dan kenyamanan.
3) Mengganti alat yang tidak efisien.
4) Mengatur waktu pemakaian peralatan listrik.
e. Infrastruktur energi nasional
Infrastruktur energi merupakan salah satu faktor penting
dalam ketahanan energi yang menghubungkan sumber
energi ke pengguna energi. Infrastruktur ini terdiri atas
kilang, jalur dan alat transportasi dan distribusi, pelabuhan,
jaringan transmisi, dan fasilitas lainnya yang memiliki
keterkaitan dengan penyediaan energi.
Terganggunya keandalan dalam penyediaan energi akan
menurunkan akses masyarakat terhadap energi, sehingga
Manajemen Energi Secara Makro: BYAR PET, MAFIA, DAN KELANGKAAN MINYAK
183
menimbulkan gangguan terhadap keamanan nasional
(sosial, ekonomi, politik, dan ancaman dari luar).
Sesuai dengan amanat UUD 45 pasal 33, pemerintah
diharuskan memberdayakan badan usaha milik negara
untuk mampu sebanyak-banyaknya membangun dan
memiliki infrastruktur energi nasional, serta memfasilitasi
kemampuan swasta dalam negeri dalam membangun
infrastruktur energi.
f.
Aksesibilitas energi
Meningkatkan aksesibilitas masyarakat terhadap energi
dengan harga yang berkeadilan serta mendorong perbaikan
harga energi, termasuk pengubahan sistem subsidi energi
dari subsidi harga ke subsidi konsumen lemah; mendorong
pembangunan infrastruktur energi, serta pemanfaatan
potensi energi setempat (potensi lokal).
g. Penguatan diplomasi energi internasional
Dalam kebijakan energi nasional, terutama yang mencakup
kebijakan luar negeri, energi menjadi salah satu isu yang
dibahas. Energi memainkan peran yang sangat penting
karena energi adalah penggerak sektor perekonomian suatu
negara. Energi sendiri juga dapat dijadikan sebagai alat
dalam berdiplomasi. Oleh karena itu, suatu negara yang
menguasai energi akan menjadi kuat dan adidaya.
Dalam bidang energi, Kementerian Luar Negeri sudah
saatnya mulai melakukan capacity building bagi para
diplomatnya agar mempunyai pengetahuan yang memadai
tentang energi. Ke depan, diplomat diharapkan lebih berperan
184
KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN
dalam menciptakan pemahaman tentang kapasitas energi
nasional (image builder), menjadi promotor dan negosiator
yang ulung di bidang energi. Mereka juga diharapkan
mampu melakukan market research agar produk ekspor
energi Indonesia dapat dipasarkan di luar negeri dengan
baik, serta berkemampuan sebagai opportunity seeker agar
dapat melihat peluang kerja sama teknis, terutama di bidang
energi terbarukan. Diplomat Indonesia juga harus mampu
membangun kepercayaan (confidence builder) investor asing
agar mau menanamkan modalnya di Indonesia, terutama
untuk infrastruktur energi.
3. Tantangan Masa Mendatang
a. Global
Pada 2030, dunia akan mengkonsumsi energi sebesar 120
miliar ekuivalen barel minyak per tahun atau sama dengan
116 juta barel/hari untuk memenuhi kebutuhan energi bagi
lebih dari 8 miliar jiwa (naik dari sebesar 6,5 miliar jiwa pada
saat ini). Saat ini, terdapat sekitar 2 miliar jiwa penduduk
dunia yang belum memperoleh akses terhadap energi.
Lebih dari 80 persen kebutuhan akan energi primer dunia
masih berasal dari energi fosil dan mana minyak bumi masih
menjadi bahan bakar utama. Dengan cadangan minyak
dunia sekitar 1,2 triliun barel, pasokan minyak hanya tersedia
sampai 30 tahun mendatang. Kondisi ini terjadi karena
sebagian besar negara-negara di dunia menjadi pengimpor
minyak, sementara pasokan hanya mengandalkan dari
pasokan tradisional yaitu Timur Tengah, Rusia serta beberapa
Manajemen Energi Secara Makro: BYAR PET, MAFIA, DAN KELANGKAAN MINYAK
185
negara di Afrika dan Amerika Latin yang masih memiliki
kelebihan minyak. Dunia akan menghadapi persoalan lebih
besar apabila tiga negara konsumen utama, yaitu Tiongkok,
India dan AS tidak dapat mengelola sisi permintaan dengan
bijaksana sehingga sumber daya energi akan habis lebih
cepat lagi.
Indonesia, sebagai salah satu negara dengan jumlah
penduduk terbesar dan pada periode tersebut menerima
Bonus Demografi, akan membutuhkan energi dalam jumlah
yang besar untuk menjaga kelangsungan perekonomian
nasional. Kebutuhan total energi Indonesia pada periode
tersebut sebagian besar masih berasal dari minyak bumi atau
bahan bakar minyak (54,04 persen) dan gas alam (21,94
persen).
Isu lain yang terkait dengan masalah energi adalah mengenai
dampak konsumsi serta ekspor energi (transportasi atau
transit energi) terhadap lingkungan hidup. Berdasarkan data
Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC), telah
terjadi kenaikan suhu global sebesar 0.6 derajat Celcius.
IPCC juga berpendapat bahwa apabila tidak ada hasil yang
cukup signifikan dalam upaya membatasi gas emisi rumah
kaca di dunia, diperkirakan akan terjadi kenaikan suhu ratarata dunia sebesar 1.4-5.8 derajat Celcius pada akhir abad ini
dan itu akan mempengaruhi perekonomian dan ekosistem
dunia.
b. Nasional
Seperti halnya yang terjadi di tataran global, Indonesia akan
186
KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN
berhadapan dengan berbagai permasalahan, antara lain,
pemerintah harus mengantisipasi tingginya permintaan
energi nasional. Konsumsi energi diperkirakan melonjak
hampir dua kali lipat dalam rentang waktu tersebut dari
196 juta ton setara minyak (MTOE) menjadi 358 MTOE.
Dalam proyeksi tersebut, diperkirakan bauran energi belum
mencapai target yang sudah dicanangkan oleh pemerintah.
Konsumsi BBM masih menguasai 30 persen energy mix,
disusul oleh batubara sebanyak 28 persen. Proyeksi ini
menjadi cambukan bagi pemerintah bahwa target penurunan
BBM dan optimalisasi batubara yang telah disusun dalam
Perpres Nomor 5 Tahun 2006 tak cukup berhasil.
Terkait dengan optimalisasi batubara, meskipun pemerintah
sudah melaksanakan Fast Track Project (FTP) Tahap I dan
sedang membangun FTP Tahap II, tingkat keandalan
pembangkit listrik berbahan bakar batubara tersebut perlu
diuji lebih lanjut, mengingat masih rendahnya capacity
factor pembangkit FTP Tahap I. Akibatnya, konversi energi
dari pembangkit listrik tenaga diesel yang lebih mahal ke
batubara menjadi tidak tercapai.
Tantangan lainnya adalah mengurangi ekspor batubara.
Meskipun kebutuhan dalam negeri saat ini sangat jauh dari
produksi tambang batubara, pemerintah harus menyadari
bahwa batubara bukan merupakan energi yang terbarukan.
Eksploitasi berlebihan atas cadangan tambang batubara
justru akan meningkatkan opportunity cost terhadap
penggunaan batubara di masa mendatang.
Manajemen Energi Secara Makro: BYAR PET, MAFIA, DAN KELANGKAAN MINYAK
187
Tantangan lainnya
adalah mengurangi
ekspor batubara.
Meskipun kebutuhan
dalam negeri saat
ini sangat jauh dari
produksi tambang
batubara, pemerintah
harus menyadari
bahwa batubara bukan
merupakan energi yang
terbarukan.
Ihwal pemanfaatan gas, kendala utamanya
ada pada kurang tersedianya infrastruktur
distribusi atau pengangkutan. Selama ini,
pembangunan pipa gas selalu berorientasi
pada ekspor dan kurang memperhatikan
kawasan industri, terutama yang berlokasi
di dekat wilayah eksplorasi gas alam. Salah
satu contohnya ialah kasus kekurangan gas
yang terjadi pada pembangkit listrik gas di
Belawan dan pasokan gas untuk bahan
baku pada industri pupuk nasional.
Selain pipanisasi, kebijakan pengangkutan
gas juga harus mencakup pembangunan
kilang LNG dan terminal regasifikasi
yang berdekatan dengan pusat industri
dan pembangkit listrik. Misalnya, pembangunan terminal
regasifikasi terapung (FRSU) di Jawa Barat dapat dikatakan
terlambat dalam merespon kebutuhan pembangkit
listrik PLN. Padahal biaya input gas jauh lebih murah
dibandingkan bahan bakar lainnya. Kurangnya infrastruktur
pengangkutan gas tersebut menyebabkan hilangnya
kesempatan memanfaatkan energi yang berbiaya rendah.
Pemerintah juga harus menyelesaikan permasalahan yang
menghalangi eksploitasi energi terbarukan. Beberapa
permasalahan tersebut mencakup perizinan pembangunan
PLTA dan PLTP yang dianggap dapat merusak lingkungan,
terutama pada wilayah hutan. Insentif pemerintah kepada
188
KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN
pelaku usaha dalam menurunkan tingkat ketidakpastian
keberhasilan eksplorasi panas bumi dan kompensasi besarnya
biaya investasi perlu juga diatur.
Beberapa fakta tersebut di atas mengindikasikan bahwa
Indonesia telah memiliki rencana yang baik untuk
menjaga ketahanan energi sebagaimana telah dinyatakan
dalam bentuk roadmap bauran energi nasional sejak 2006.
Namun, progres hingga 2013 menunjukkan hasil yang
belum menggembirakan. Sementara pada periode yang
sama, tekanan risiko ketahanan energi sebagai akibat
terlalu menggantungkan pada sumber daya energi, BBM
mengalami peningkatan. Ini menjadi lampu kuning bagi
pembangunan sektor keenergian nasional.
Sebagai tahap awal perlu segera ada reformulasi pola subsidi
BBM (termasuk listrik). Reformulasi ini bukan hanya untuk
mengurasi eksposur risiko subsidi BBM, melainkan juga untuk
membuka jalan (necessary condition) penciptaan lingkungan
yang kompetitif bagi pengembangan sumber energi terbarukan.
Menunda setiap langkah kritis ini hanya akan mengakumulasikan
risiko atas ketahanan energi Indonesia di masa mendatang.
Manajemen Energi Secara Makro: BYAR PET, MAFIA, DAN KELANGKAAN MINYAK
189
190
KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN
BAB V
MANAJEMEN ENERGI
SECARA MIKRO
MEMBANGUN
FONDASI KUAT
Manajemen Energi Secara Makro: MEMBANGUN FONDASI KUAT
191
192
KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN
"Aset terbesar di negara ini bukan minyak dan gas.
Tapi, integritas.”
~ George Foreman, Petinju Kelas Berat, Juara
Dunia dua kali.~
Manajemen Energi Secara Makro: MEMBANGUN FONDASI KUAT
193
MANAJEMEN ENERGI
SECARA MIKRO
MEMBANGUN
FONDASI KUAT
Pasokan Energi Primer
E
nergi primer merupakan energi dalam bentuk asli yang
diperoleh melalui proses penambangan, pembuatan dan,
atau pemanfaatan langsung dari sumber alamnya. Energi
primer ini ada dua kelompok, yaitu energi tidak terbarukan (nonrenewable) dan terbarukan (renewable). Minyak bumi, gas alam, dan
batubara termasuk energi tidak terbarukan, sedangkan panas bumi,
matahari, angin, air, energi laut, dan biofuel termasuk energi baru dan
terbarukan (EBT). Dari sisi lingkungan, minyak bumi, gas alam, dan
194
KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN
batubara yang juga sering dinamakan energi fosil, dikelompokkan
sebagai energi ‘kotor’ karena menghasilkan emisi karbon (CO2) dan
polutan, sedangkan EBT dikelompokkan sebagai energi bersih.
Penyediaan energi primer Indonesia (tanpa biomassa) dalam 5 tahun
terakhir meningkat rata-rata 4,1 persen per tahun, yaitu dari 947 juta
setara barel minyak (SBM) pada 2007 menjadi 1.143 juta SBM
pada 2012 (Gambar 34).
Minyak dan batubara mendominasi pasokan energi primer Indonesia.
Walaupun masih dominan, porsi minyak mulai menurun, dari 50
persen pada 2007 menjadi 42,4 persen pada 2012. Sebaliknya, porsi
batubara dalam pasokan energi primer meningkat dari 27,1 persen
pada 2007 menjadi 30,1 persen pada 2012 (Gambar 34).
Pada 2025, berdasarkan rancangan pemerintah, porsi minyak ini
ditargetkan turun menjadi kurang dari 20 persen. Sebaliknya, porsi
batubara dan gas pada tahun yang sama diharapkan masing-masing
naik hingga lebih dari 33 persen dan 30 persen. Penurunan porsi
minyak yang disertai dengan kenaikan porsi gas dan batubara
merupakan dampak dari program pemerintah mengurangi
ketergantungan terhadap minyak dengan melakukan diversifikasi
dan konservasi energi.
Manajemen Energi Secara Makro: MEMBANGUN FONDASI KUAT
195
Ribu SBM
1,400,000
Minyak
Batubara
Gas
Hidro
ET Lainnya
1,172,028
1,200,000
1,145,900
1,143,215
1,068,374
1,000,000
947.119
885.801
2007
2011
31,795
6,025
344,400
275,950
334,143
279,286
30,074
4,668
44,003
4,434
2010
485,045
497,729
572,249
28,696
3,991
2009
281,400
269,942
546,050
29,060
3,193
2008
236,439
253,198
454,704
205,492
193,352
200,000
28,451
2,837
400,000
258,174
183,624
600,000
474,033
800,000
2012
Sumber: Dewan Energi Nasional
Gambar 34
Pasokan Energi Primer Indonesia, 2007-2012
a. Minyak Bumi
Potensi migas berdasarkan data 2013, sebagian besar masih dalam
bentuk sumber daya (cadangan potensial). Maka, diperlukan
kegiatan eksplorasi untuk menambah cadangan terbukti. Pada
2013, total cadangan minyak bumi nasional mencapai 7,55
miliar barel, yang terdiri atas cadangan terbukti sebesar 3,69
miliar barel dan cadangan potensial sebesar 3,86 miliar barel,
yang umumnya tersebar di wilayah Sumatera (Gambar 35).
196
KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN
Produksi minyak bumi di Indonesia sempat mencapai 1,5 juta
barel pada pertengahan 1990-an. Pada saat itu, konsumsi minyak
bumi di Indonesia hanya sekitar 800 ribu barel, sehingga terdapat
banyak sisa minyak bumi yang dapat diekspor. Seiring dengan
tumbuhnya konsumsi minyak bumi di Indonesia, konsumsi naik
rata-rata 4.9 persen per tahun, maka konsumsi minyak bumi
sudah tidak dapat dicukupi lagi oleh produksi dalam negeri.
Sejak 2004, Indonesia menjadi negara pengimpor minyak.
6,93
150.68
1.20
50.48
109,05
8.06
373.23
14.63
3,386.55
573.5
18.32
1,007.07
3.18
2.58
17.48
5.89
494.89
23.9
51,87
65.97
7.48
1,312.03
15.21
2013 oil and gas production not yet calculated regarding reserves
OIL REMAINING RESERVE (MMSTB)
PROVEN (P1)
= 3,692.49
TOTAL (3P)
= 7,549.81
POTENTIAL (P2=P3)= 3,857.31
1.9 %
Compared to 2012
-0.3 %
Compared to 2012
GASREMAINING RESERVE (TSCF)
PROVEN (P1)
= 101.54
TOTAL (3P)
= 150.39
POTENTIAL (P2=P3) = 48.85
Sumber: Kementerian ESDM (2014), diolah kembali
Gambar 35 Distribusi Cadangan Migas Indonesia, 2013
Turunnya produksi minyak bumi terjadi setelah masa peak
production yakni pada 1994-1998. Pada masa itu produksi
mencapai di atas 1.500.000 bph. Setelah tahun itu turun tajam
sampai pada 2005 produksi menjadi sebesar 1.000.000 bph.
Manajemen Energi Secara Makro: MEMBANGUN FONDASI KUAT
197
Penurunan produksi terus terjadi, dan pada 2013 produksi
minyak bumi hanya sebesar 840.000 bph. Angka penurunan
produksi minyak bumi di Indonesia semenjak peak production
sebesar 0,53 persen (Gambar 36).
Dengan adanya penurunan produksi dan kenaikan konsumsi
terjadilah defisit yang setiap tahun terus membengkak.
Membesarnya defisit tersebut adalah fenomena yang dialami
oleh negara-negara yang lapangan-lapangan minyaknya sudah
mature (matang). Minyak mentah adalah depleted resource, yang
pada suatu ketika akan habis. Indonesia termasuk kategori ini
karena minyak sudah terkuras lebih dari 125 tahun.
Penurunan produksi disebabkan oleh tidak adanya penemuan
cadangan baru di Indonesia, sehingga saat ini, produksi minyak
bumi hanya mengandalkan sumur-sumur lama yang diperbaiki
cara produksinya.Walaupun ada pengembangan lapangan minyak
yang baru, butuh waktu lama untuk berproduksinya. Mulai dari
penemuan sampai produksi perdana rata-rata dibutuhkan waktu
sekitar 10 tahun. Kemudian, untuk berproduksi secara signifikan
dan optimum dibutuhkan waktu 2 tahun lagi. Total waktu yang
dibutuhkan untuk mencapai produksi bagi satu lapangan minyak
baru adalah minimum 12 tahun.
198
KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN
Produksi dominan oleh minyak
1800
Peak 1977
Plateau stage
age
ld-u
p st
%
Decli
ne 3-5
Bui
BOEPD
12
1000
GAS
0-
1200
e1
lin
ec
1400
Peak 1995
D
1600
Produksi dominan oleh gas
%
OIL
800
600
400
0
1966
1967
1968
1969
1970
1971
1972
1973
1974
1975
1976
1977
1978
1979
1980
1981
1982
1983
1984
1985
1986
1987
1988
1989
1990
1991
1992
1993
1994
1995
1996
1997
1998
1999
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
2013
2014
2015
2016
2017
200
Source: SKK Migas by 2013, diolah kembali Dewan Energi Nasional (DEN)
Sumber: SKK Migas 2013, diolah kembali oleh Dewan Energi Nasional (DEN)
Gambar 36
Profil Produksi Minyak Bumi dan Gas Alam Indonesia
Saat ini, harapan Pemerintah ditujukan ke ExxonMobil di Cepu
dengan produksi optimum sebesar 165.000 bph pada 2014/2015.
Dengan adanya tambahan produksi ini, total produksi akan
mencapai sekitar 1.000.000 bph, naik dari produksi saat ini yang
sebesar 840.000 bph. Selain itu, Pemerintah juga mengharapkan
peningkatan produksi minyak dari lapangan tua, penemuan
baru di lapangan lama, penemuan baru di daerah frontier,
seperti laut dalam dan Indonesia Timur, adanya terobosan dari
beberapa enhanced oil recovery (EOR) yang sedang berjalan,
serta beberapa lapangan gas raksasa yang akan memberikan
kondensat yang cukup besar, seperti gas Masela dan ExxonNatuna. Tambahan pasokan juga diharapkan dari shale gas yang
berpotensi memberikan by-product berupa minyak yang cukup
besar. Shale gas adalah gas alam yang ditemukan terperangkap di
dalam formasi batuan shale.
Manajemen Energi Secara Makro: MEMBANGUN FONDASI KUAT
199
Pada 2013, jumlah pasokan minyak mentah Indonesia mencapai
413,7 juta BOE, yang terdiri atas produksi sebesar 314,7 juta
BOE, stok sebesar 2,4 juta BOE, dan impor sebesar 96,6 juta
BOE. Dari total pasokan tersebut, sebesar 307,3 juta BOE
menjadi input kilang minyak untuk menghasilkan BBM dan
produk non-BBM serta sebesar 106,4 juta BOE diekspor
(Gambar 37).
LPG
Export of Crude Oil
Own Use & Losses
Import of Crude Oil
During Transformation
106.378
6.025
96.554
26.068
Other Sector
Non PLN
Own Use & Losses
Stock Change
Industry
Export of Fuel Oil
1.015
618
106.370
2.433
49.389
1.778
5.644
7.015
54.042
Residential
PLN
Other Petroleum
Product
301.258
5.769
Domestic
250.593
Commercial
181.146
314.666
Crude Oil Production
Fuel Oil
Re�nery
3,175
Natural Gas
179.988
Import of Fuel Oil
28.116
Stock Di�erence
Transportation
333.834
REMARKS
Crude Oil (�ousand �OE)
Natural Gas (�ousand �OE)
LPG (�ousand �OE)
Other Petroleum Product (�ousand �OE)
Fuel Oil (�ousand �OE)
Gambar 37 Diagram Pasokan-Kebutuhan Minyak Bumi
Indonesia, 2013
Dalam 10 tahun terakhir, wilayah kerja minyak dan gas (WK
Migas) mengalami peningkatan lebih dari dua kali lipat. Sampai
dengan Juli 2014, terdapat 320 WK Migas, meningkat dari
130 WK Migas pada 2004, dan sebagian bersar dikelola oleh
perusahaan asing (Lampiran A).
Dari 320 WK Migas tersebut, sekitar 80 WK Migas yang telah
memasuki tahap produksi, sedangkan sisanya 240 WK Migas
200
KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN
masih dalam tahap eksplorasi, dan di antaranya terdapat 54 WK
CBM yang ditandatangani mulai 2008 dan 1 WK Shale Gas
yang ditandatangani pada 2013 (Gambar 38).
Dari perkembangan jumlah WK Migas tersebut tampak bahwa
iklim investasi minyak di Indonesia masih cukup kondusif.
350
Eksplorasi
Eksploitasi
CBM
Shale Gas
321
308
300
320
287
245
250
228
203
200
169
150
139
130
185
155
141
132
187
179
172
110
100
50
80
76
54
59
59
42
7
2004
73
57
67
64
2006
2007
2008
20
23
2009
2010
2011
79
75
80
54
54
54
2012
2013
2014
Sumber: SKK Migas, diolah kembali
Gambar 38
Perkembangan Wilayah Kerja Migas, 2004-2014
Saat ini, terdapat 51 perusahaan Kontraktor Kontrak Kerja
Sama (KKKS) yang telah berproduksi. Namun, berdasarkan
data SKK Migas pada Februari 2014, hanya terdapat 10
perusahaan yang menghasilkan minyak terbanyak di Indonesia,
termasuk di antaranya adalah Pertamina (Tabel 6).
Sampai saat ini, sebagai BUMN, Pertamina mengelola
lapangan migas dengan luas wilayah kerja sekitar 113,613.90
Manajemen Energi Secara Makro: MEMBANGUN FONDASI KUAT
201
km2 berdasarkan kontrak dengan BP Migas (sekarang SKK
Migas) pada 17 September 2005. Wilayah kerja Pertamina yang
dinamakan Aset, berlokasi hampir di seluruh wilayah Indonesia,
terdiri atas lima Aset, yaitu:
1)
2)
3)
4)
5)
Aset 1: Rantau, Pangkalan Susu, Lirik, Jambi, Ramba.
Aset 2: Adera, Limau, Pendopo, Prabumulih.
Aset 3: Tambun, Subang, Jatibarang.
Aset 4: Cepu.
Aset 5: Bunyu, Tarakan, Sangatta, Sangasanga, Tanjung,
Papua.
Tabel 6 Produsen Minyak Terbesar di Indonesia
Februari 2014
No
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
Nama Kontraktor
Chevron Pacific Indonesia
Pertamina
Total E&P Indonesie
PHE ONWJ
CNOOC Ses. Ltd.
Conoco Phillips Indonesia Ltd.
Mobil Cepu Ltd.
Chevron Indonesia
PHE WMO
Petro China
Produksi Februari 2014 (bph)
308.523
113.1552
66.053
36.854
34.005
30.641
27.104
19.244
18.607
15.406
Sumber: SKK Migas, diolah kembali
Untuk pengelolaan wilayah kerja, Pertamina, dalam hal ini
Pertamina EP, menerapkan dua pola kerja, yaitu pengoperasian
sendiri (own operation) dan kerja sama kemitraan. Pengelolaan
sendiri terdiri atas empat proyek pengembangan migas dan
tujuh area unitisasi, sedangkan kerja sama kemitraan terdiri atas
202
KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN
27 kontrak Technical Assistant Contract (TAC) dan 25 kontrak
Kerja Sama Operasi (KSO).
Selain di dalam negeri, Pertamina juga melakukan pengembangan
eksplorasi migas di luar negeri. Pada 29 November 2014, melalui
anak perusahaannya, PT Pertamina Irak EP, telah menyelesaikan
proses akuisisi 10 persen Participating Interest (PI) pada
lapangan West Qurna Phase-1 (WQ1) di Irak dari ExxonMobil
yang mempunyai cadangan sebanyak 22 miliar barel. Sekarang,
lapangan WQ1 dimiliki Pertamina bersama-sama dengan
perusahaan migas lainnya dengan komposisi saham, antara
lain, ExxonMobil (25 persen), Petrochina (25 persen), Shell (15
persen), OEC (25 persen), dan Pertamina (10 persen).
Sebelumnya, pada tahun yang sama Pertamina juga telah
mengakuisisi Blok 405A milik ConocoPhilips di Aljazair, yang
terdiri atas tiga lapangan minyak utama, yaitu Menzel Lejmat North
(MLN), EMK, dan Ourhoud. Pertamina memiliki 65 persen
PI dan sekaligus bertindak selaku operator di lapangan MLN,
sedangkan di lapangan EMK, Pertamina memiliki 16,9 persen PI
dan di lapangan Ourhoud hanya 3,7 persen.
Selain Pertamina, perusahaan swasta nasional yang juga berperan
dalam pengembangan migas di luar negeri adalah Medco Energi.
Medco Energi, melalui anak perusahaannya Medco Tunisia
Petroleum Ltd., telah mengakuisisi 100 persen saham Storm
Ventures International (Barbados) Ltd (SVI), yang memiliki
delapan wilayah kerja migas di Tunisia yang terdiri atas
empat blok eksplorasi, dua blok pengembangan, dan dua blok
produksi dengan masa kontrak 30 tahun dan 50 tahun.
Dari delapan wilayah kerja ini, lima berlokasi di darat dan
tiga di lepas pantai. Lima blok di darat adalah Adam, Sud
Manajemen Energi Secara Makro: MEMBANGUN FONDASI KUAT
203
Remada, Bir Ben Tartar, Jenein, dan Borj El Khadra yang
terletak di Cekungan Ghadames. Sebelumnya, Medco juga
telah menguasai satu wilayah kerja migas di cekungan ini,
yaitu di Area 47 di Libya. Sementara tiga blok lepas pantai,
yaitu Cosmos, Hammamet, dan Yasmin terletak di Cekungan
Pelagian, di lepas pantai timur laut Tunisia. Tingkat produksi
saat ini diperkirakan bisa dinaikkan hingga 16.000 BOEPD.
Untuk memenuhi kekurangan pasokan di dalam negeri, minyak
mentah harus diimpor. Impor minyak mentah selama ini berasal
dari Arab Saudi, kawasan Mediterania, Afrika Barat, Asia
Pasifik, dan negara-negara pecahan Uni Soviet. Dari data BPS,
impor minyak mentah pada Februari 2014 sebanyak 1,2 juta ton
dengan nilai US$ 1,06 miliar, naik dari bulan sebelumnya yang
hanya sebesar 1,05 juta ton dengan nilai US$ 902,36 ribu. Impor
terbesar pada bulan tersebut berasal dari Arab Saudi (Tabel 7).
Sedangkan ekspor minyak mentah Indonesia sebagian besar
ditujukan ke Jepang (27 persen dari total ekspor pada 2013),
Korea Selatan (16 persen), Singapura (7 persen), dan sisanya ke
AS, Taiwan, dan negara lainnya (Gambar 39).
Tabel 7. Negara Asal Minyak Mentah Impor,
Bulan Februari 2014
No
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Negara Asal
Arab Saudi
Azebaijan
Malaysia
Turki
Algeria
Brunei Darussalam
Volume
(Ribu ton)
474,26
215,28
134,71
132,20
90,50
80,90
Sumber: Badan Pusat Statistik
204
KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN
Impor
Nilai
(USD Juta)
413,71
179,97
110,50
109,70
79,19
67,58
5%
27%
43%
16%
7%
2%
Japan
USA
Korea
Taiwan
Singapore
Others
Sumber Kementerian ESDM Tahun 2013, diolah kembali oleh Dewan Energi Nasional
Gambar 39 Negara Tujuan Ekspor Minyak Mentah
Indonesia, 2013
b. Gas Alam
Pada 2013, total produksi gas alam nasional mencapai 489,8
juta BOE. Dari jumlah itu sebanyak 396,9 juta BOE dikelola
di dalam negeri dan sisanya sebanyak 64,4 juta BOE diekspor
langsung dalam bentuk gas alam ke Singapura melalui TransASEAN gas pipeline (Gambar 40).
Manajemen Energi Secara Makro: MEMBANGUN FONDASI KUAT
205
188.169
GAS ALAM
LNG
LPG
170.520
Gas Processing
Export of LNG
15.605
21.326
309
Stoc� �i�erence
Import of
LPG
Crude Oil
Production
621
5.644
3.175
63.373
LPG
8700
489.808
Industry
Re�nery
367
Transportation
IPP
65.721
PLN
41.123
134
122.500
Residential
1.139
Natural Gas Production
37.189
1.625
Commercial
Own Use & Losses
64.355
28.61
Export
Statistic �i�erence
28.382
Raw Material
Gambar 40
Diagram Pasokan-Kebutuhan Gas Alam Indonesia, 2013
Pasokan gas alam dalam negeri ditujukan untuk memenuhi
kebutuhan yang terdiri atas:
1) Sebanyak 188,2 juta BOE untuk pabrik pengolahan gas,
yang berupa liquefied natural gas (LNG) sebanyak 170,5 juta
BOE diekspor seluruhnya dan liquefied petroleum gas (LPG)
sebanyak 15,6 juta BOE untuk memenuhi kebutuhan dalam
negeri.
2) Sebanyak 3,2 juta BOE untuk kilang minyak yang hasilnya
berupa LPG sebanyak 5,6 juta BOE (termasuk LPG dari
minyak mentah), yang seluruhnya untuk keperluan konsumsi
dalam negeri.
3) Sebanyak 234,1 juta BOE (sisanya) digunakan seluruhnya
untuk keperluan konsumsi dalam negeri.
206
KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN
Indonesia termasuk salah satu negara penghasil dan pengekspor
gas alam cair (LNG) terbesar dunia. Pada 2013, total ekspor gas
Indonesia, termasuk LNG sekitar 47,9 persen dari total produksi,
atau sebesar 234,8 juta BOE. Negara tujuan ekspor LNG Indonesia
adalah Jepang, Tiongkok, Korea, Taiwan, dan Meksiko, sedangkan
ekspor gas alam ke Singapura melalui jalur pipa gas (Gambar 41).
Juta Ton
5.57
24%
12.75
54%
1,38
6%
1.94
8%
1.97
8%
China
Japan
Korea
Mexico
Taiwan
Natural Gas export to Singapore
(Trans-ASEAN Gas Pipeline)
around 358.325 MMSCF
Sumber: Dewan Energi Nasional
Gambar 41 Negara Tujuan Ekspor Gas Alam
dan LNG Indonesia, 2013
Berdasarkan data Kementerian ESDM, sampai dengan 2013,
total potensi gas alam Indonesia sebesar 150,39 trillions of cubic
feet (TSCF), atau sekitar 3 persen cadangan gas alam dunia,
sedangkan sumber daya diperkirakan sebesar 594.43 TSCF.
Jumlah cadangan tersebut terdiri atas cadangan terbukti sebesar
101,54 TSCF dan cadangan potensial 48,45 TSCF, yang tersebar
Manajemen Energi Secara Makro: MEMBANGUN FONDASI KUAT
207
di Aceh Darussalam, Sumatera Utara, Sumatera Tengah, Sumatera
Selatan, Natuna, Jawa Barat, Jawa Timur, Kalimantan Timur,
Sulawesi Tengah, Maluku Selatan, dan Papua (Gambar 35).
Pada tingkat produksi sebesar 2,87 TSCF per tahun, maka
Indonesia memiliki cadangan atau reserve to production (R/P)
gas alam mencapai 35 tahun. Produksi gas alam saat ini berasal
dari:
1) Pertamina.
2) Pertamina Joint Operation Body ( JOB).
3) Pertamina Technical Assistance Contract (TAC).
4) Pertamina Joint Operation Body - Production Sharing Contract
( JOB-PSC).
5) Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKS) atau Production
Sharing Contract (PSC).
Berdasarkan data SKK Migas (status Februari 2013), Pertamina
termasuk salah satu dari 10 perusahaan pemasok gas alam terbesar di
Indonesia (Tabel 8). Dari 10 perusahaan tersebut, dua di antaranya
adalah perusahaan dalam negeri, yaitu Pertamina dan PT Pertamina
Hulu Energi (PHE) ONWJ (anak perusahaan Pertamina).
Lapangan Tangguh, yang berlokasi di Teluk Bintuni, Papua
Barat, merupakan lapangan gas terbesar di Indonesia saat ini,
dengan cadangan terbukti sekitar 14,4 TSCF dan cadangan
potensial sebesar 24-25 TSCF. Lapangan gas ini dikembangkan
oleh konsorsium yang terdiri atas BP Plc. (37,16 persen), MI
Berau (16,3 persen), CNOOC (13,9 persen), Nippon Oil (12,23
persen), KG Berau / KG Wiriagar (10 persen), LNG Japan
Corporation (7,35 persen), dan Talisman (3,06 persen), dan
telah mulai berproduksi dengan pengiriman LNG pertama ke
208
KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN
Tiongkok dan Korea Selatan pada Juli 2009. Proyek Tangguh
memiliki kontrak untuk memasok 2,6 juta ton LNG per tahun
ke terminal gas Fujian di Cina, 1,15 juta ton per tahun ke
K-Power dan POSCO di Korea Selatan, serta 3,7 juta ton per
tahun ke terminal Baja California di Sempra, Meksiko.
Tabel 8 Produsen Gas Alam Terbesar di Indonesia,
Februari 2013
No.
Nama Kontraktor
Produksi
Februari 2013
(MMSCFD)
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
Total E&P Indonesie
BP Berau
Pertamina
Conoco Phillips Grissik
Conoco Phillips Indonesia Ltd.
Vico Indonesia.
Exxon Mobil Indonesia
Kangean Energi
9.
Petro China Jabung
264,99
PHE ONWJ
212,46
10.
1.693,98
1.219,00
1.049,25
1.027,02
432,94
380,94
364,99
294,99
Sumber: SKK Migas, diolah kembali
Semua ekspor gas ke luar negeri berdasarkan kontrak jangka
panjang, dan beberapa di antaranya akan berakhir pada 2015
dan 2017. Kontrak ekspor LNG Bontang ke Jepang (Medium
City Gas Coorporations) sebanyak 0,17 MTPA dan ke
Korea (Kogas) sebanyak 1,1 MTPA akan berakhir pada 2015.
Kontrak ekspor LNG Badak, Arun, ke Jepang sebanyak 1 MTPA
dan ke Taiwan sebesar 1,89 MTPA akan berakhir pada 2017.
Pemerintah pernah mengatakan bahwa sebagian besar ekspor
gas tersebut akan dihentikan dan diarahkan pemanfaatannya ke
Manajemen Energi Secara Makro: MEMBANGUN FONDASI KUAT
209
dalam negeri,‘sepanjang infrastruktur mendukung’. Persoalannya,
sampai saat ini infrastruktur gas yang dibangun tidak banyak,
sehingga ekspor gas akan tetap berjalan dan kontrak yang akan
berakhir tetap diperpanjang.
Karena berbentuk gas, proses pengangkutan gas alam menjadi
permasalahan tersendiri dalam distribusi gas alam di dalam negeri.
Pengangkutan gas alam dari lokasi tambang ke pengguna harus
dilakukan dengan dua cara, yaitu melalui pipa atau menggunakan
kapal tanker. Untuk angkutan laut jarak jauh dengan tanker, gas
alam diubah terlebih dahulu menjadi cairan, yaitu LNG. Sedangkan
untuk angkutan jarak dekat sampai menengah, baik menggunakan
kapal tanker maupun mobil tanki, gas alam dibentuk terlebih dahulu
menjadi compressed natural gas (CNG). Di samping itu, distribusi
gas kepada konsumen rumah tangga dan kendaraan bermotor juga
memerlukan fasilitias distribusi.
c. Batubara
Pada 2013, jumlah pasokan batubara Indonesia mencapai 386,08
juta ton, yang terdiri atas produksi sebesar 386 juta ton dan
impor sebesar 78 ribu juta ton (Gambar 42). Batubara impor
umumnya batubara kokas yang berasal dari Tiongkok, yang
digunakan dalam peleburan logam non-besi.
Realisasi produksi batubara Indonesia pada 2013 mencapai 431
juta ton, dan hanya 20 persen atau 85 juta ton (melampaui target
DMO sebesar 72 juta ton) untuk memenuhi kebutuhan dalam
negeri, terutama untuk keperluan pembangkit listrik sekitar 75
juta ton (Gambar 43).
210
KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN
78
Stock
19
78
19 Briket Batubara
Pabrik Briket
35.477
Impor
386.000
Industri
304.000
Ekspor
Produksi
10.989
IPP
35.515
PLN
Gambar 42
Diagram Pasokan-Kebutuhan Batubara Indonesia, 2013
( Juta Ton)
431
407
353
217
163
198
187
2008
273
67
64
2009
343
208
67
53
54
2007
275
254
240
304
2010
Production
80
82
85
66
67
72
2011
Export
Domestic
2012
2013
DMO
Sumber: Kementerin Energi dan Sumber Daya Mineral diolah kembali oleh DEN
Gambar 43
Produksi dan Penjualan Batubara Indonesia, 2007-2013
Manajemen Energi Secara Makro: MEMBANGUN FONDASI KUAT
211
Produksi batubara umumnya berasal dari 42 tambang batubara,
yang sebagian besar tambang-tambang tersebut berlokasi di
Kalimantan Selatan dan Kalimantan Timur (Lampiran B).
Produsen batubara terbesar umumnya berasal dari Perjanjian
Kontrak Penambangan Batu Bara (PKP2B) dan satu perusahaan
BUMN, yaitu PT Tambang Batubara Bukit Asam (Tabel 8).
Tabel 9 Produsen Batubara Terbesar di Indonesia, 2013
Kapasitas
Produksi
No
Nama Perusahaan
Status
Lokasi
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Kaltim Prima Coal
Arutmin Indonesia
Adaro Indonesia
Kideco Jaya Agung
Berau Coal
Indominco Mandiri
Mahakam
Sumber Jaya
Tambang Batubara
Bukit Asam
PKP2B
PKP2B
PKP2B
PKP2B
PKP2B
PKP2B
Kalimantan Timur
Kalimantan Selatan
Kalimantan Selatan
Kalimantan Timur
Kalimantan Timur
Kalimantan Timur
70,0
60,0
53,5
37,0
24,0
29,5
PKP2B
Kalimantan Timur
10,5
BUMN
Sumatera Selatan
24,0
8.
( Juta ton/tahun)
Sumber: Ditjen Mineral dan Batubara, Kementerian ESDM
Hampir semua tambang batubara skala besar, terutama PKP2B
Generasi I yang sebelumnya adalah perusahaan penanaman
modal asing (PMA), sekarang sudah dikuasai oleh swasta
nasional, sebagai bentuk keberhasilan Pemerintah dalam
program divestasi saham, sehingga kepemilikan asing dalam
tambang tinggal maksimum 49 persen saham.
Ekspor batubara pada 2013 tercatat sebesar 343 juta ton, naik
sebesar 11 persen dibandingkan dengan periode yang sama pada
2012. Negara utama tujuan ekspor batubara Indonesia adalah
Tiongkok, India, Jepang, dan Taiwan (Gambar 44).
212
KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN
Sampai dengan 2012, sumber daya batubara Indonesia tercatat
sebesar 119 miliar ton, termasuk di dalamnya cadangan
terukur sebesar 29 miliar ton (Tabel 10). Batubara Indonesia
umumnya termasuk dalam jenis batubara sub-bituminous, yang
dikelompokkan sebagai batubara uap (steam coal), dengan nilai
kalori 5.100-6.100 kcal/kg (adb). Batubara dengan nilai kalori di
atas 7.100 kcal/kg yang termasuk dalam jenis anthrasit terdapat
di Ombilin, sedangkan yang masuk katagori batubara kokas,
walaupun sedikit terdapat di Kalimantan Timur dan Kalimantan
Tengah.
Amer ica
0.58
Europe
4.3
C hina
51.3
Japan
22.8
O ther Asia
India
44.3
44.5
O ther
160
Indonesia
T aiwan
14.8
Domestic
85
Australia
0.1
Sumber: Dirjen Mineral dan Batubara, diolah kembali oleh DEN
Gambar 44 Negara Tujuan Ekspor Batubara Indonesia, 2013
Dengan asumsi pada tingkat produksi 2013, cadangan batubara
yang ada tersebut hanya dapat bertahan selama 65 tahun ke depan.
Jika usia hidup orang Indonesia rata-rata 60 tahun, cadangan
batubara hanya dapat dinikmati oleh satu generasi ke depan.
Manajemen Energi Secara Makro: MEMBANGUN FONDASI KUAT
213
Tabel 10 Kualitas, Sumber Daya, dan Cadangan Batubara
Indonesia, 2012
Kualitas
Kalori rendah
Kalori sedang
Kalori tinggi
Sumber Daya ( Juta ton)
Hipotetik
Total
Terkira
Terbukti
4.784,03 9.278,14 9.512,10 10.990,10 34.564,38 5.824,84 3.755,25
Total
9.580,09
27.278,45 22.343.02 14.311,11 9.895,18 73.827,76 12.952,29 4.574,96 17.527,25
848,97 2.679,28 2.252,50 3.495,70 9.276,44
Kalori sangat
tinggi
Total
Tereka Tertunjuk Terukur
Cadangan ( Juta ton)
39,61 1.107,00
324,27
306,90 1.777,78
384,74 1.090,86
195,05
200,62
1.475,60
395,67
32.951,05 35.407,44 26.399,98 24.687,89 119.446,36 19.356,92 9.621,69 28.978,61
Sumber: Badan Geologi, Kementerian ESD
1.
2.
3.
Catatan:
Kualitas berdasarkan kelas nilai kalori (kcal/kg, adb)
(PP No. 45 Tahun 2003)
a.
Kalori rendah
< 5100
b.
Kalori sedang
5100 – 6100
c.
Kalori tinggi
6100 – 7100
d.
Kalori sangat tinggi
> 7100
Kelas Sumber Daya
a.
Terukur
b.
Tertunjuk
c.
Tereka
d.
Hipotetik
Kelas Cadangan
a.
Terbukti
b.
Terkira
Menurut Badan Geologi Kementerian ESDM, alokasi sumber
daya dan cadangan batubara Indonesia tidak seimbang. Sekitar
90 persen jumlah produksi batubara nasional berasal dari
Kalimantan. Hanya 10 persen dari Sumatera. Hal ini karena
batubara Sumatera memiliki nilai kalori yang lebih rendah dan
transportasi batubara dari lokasi tambang ke pelabuhan muat
sangat jauh (lebih dari 100 km) yang bila dipaksakan akan
menggunakan fasilitas umum (jalan negara).
214
KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN
Selain itu, juga masih ada beberapa persoalan dalam pengelolaan
sumber daya batubara, antara lain:
1) Sejak awal produksi batubara 1980-an, batubara telah
menjadi salah satu komoditas ekspor non-migas unggulan
Indonesia, setelah migas dalam penerimaan negara. Namun
dalam perjalanannya, kondisi ini seperti tidak terkontrol
karena saat ini volume ekspor sangat jauh lebih besar
dari kebutuhan dalam negeri, sehingga terkesan terjadi
pemborosan sumber daya batubara.
Kondisi ini semakin diperparah lagi semenjak kewenangan
pengelolaan batubara diserahkan ke daerah kabupaten/kota
pada 2003. Karena, siapa pun tanpa modal dan keahlian
dapat dengan mudah memperoleh izin usaha pertambangan
(IUP) batubara. Sebagai contoh, hanya dalam waktu 6 tahun
(2003-2009), di Kalimantan terdapat 2.620 IUP batubara
yang telah diterbitkan bupati setempat dengan luas hanya
50 hektare sampai 5.000 hektare (Gambar 45).
2) Sebenarnya, angka produksi riil batubara, termasuk volume
ekspor jauh melampaui angka yang dipublikasikan oleh
Pemerintah (Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara,
Kementerian ESDM), karena masih ada lebih dari 5.000an tambang-tambang kecil yang beroperasi dengan status
IUP yang diterbitkan oleh bupati. Ditambah lagi adanya
tambang-tambang tanpa izin (illegal mining) yang sampai
saat ini masih banyak beroperasi.
Manajemen Energi Secara Makro: MEMBANGUN FONDASI KUAT
215
Persoalan yang kemudian timbul dari tambang-tambang kecil
ini adalah tidak adanya rekap data produksi dan penjualan;
tumpang-tindihnya wilayah izin dengan kehutanan, antar
IUP atau dengan Perjanjian Karya Pengusaha Pertambangan
Batubara (PKP2B); adanya kerusakan lingkungan; serta
adanya pemborosan sumber daya batubara karena sebagian
besar cara penambangannya tidak sistematis (good mining
practice) sehingga pemulihan bekas tambang hanya mencapai
50 persen.
Lain-lain
(didominasi Sumatera)
10%
Produksi
nasional
(2012)
386 juta ton
Kalimantan
Timur
49%
37%
Kalimantan
Selatan
4%
Kalimantan
Selatan
Luas wilayah
IUP +PKP2B Kaltim
14%
14%
79%
41 PKP2B
2.620 IUP
2%
2% 4%
4%
1%
1%
Total Luas wilayah
Kalimantan
544.150 km2
79%
Luas wilayah
IUP +PKP2B Kalsel
Luas wilayah
IUP +PKP2B Kalsel
Luas wilayah
IUP+PKP2B
Kalbar
Luas wilayah
non tambang
Sumber: Badan Geologi, 2013
Gambar 45 Kondisi Tambang Batubara di Kalimantan
3) Karena wilayah PKP2B sangat luas dan belum semuanya
dieksploitasi, sering muncul benturan-benturan sosial,
seperti dalam bentuk:
a.
216
Demonstrasi masyarakat sekitar tambang untuk
mendapatkan pekerjaan, gangguan lingkungan (debu
jalan, sumber air bersih yang hilang, dan lain-lain).
KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN
b.
Terbitnya beberapa IUP baru di atas wilayah kerja
PKP2B yang dikeluarkan oleh bupati setempat, yang
akhirnya menimbulkan persoalan-persoalan baru
dengan pemegang PKP2B.
c.
Masyarakat pemilik lahan yang masuk wilayah PKP2B
atau IUP tidak mau diambil alih (ganti rugi) oleh
perusahaan tambang. Mereka lebih menginginkan
lahannya ditambang sendiri dan bila tidak dipenuhi,
tambang-tambang tanpa izin kemudian bermunculan.
4) Royalti tambang, terutama PKP2B sebesar 13,5 persen saat
ini dirasakan kurang adil karena tidak mempertimbangkan
aksesibilitas dan periode masa berlaku kontrak penambangan.
Dalam lima tahun terakhir pernah terjadi kelangkaan
batubara di dalam negeri karena harga ekspor jauh lebih besar
dari harga batubara di dalam negeri. Misalnya, harga patokan
batubara yang dibeli PLN. Untuk menjamin pasokan dalam
negeri, Pemerintah, melalui Keputusan Menteri ESDM No.
2901.K/30/MEM/2013 tentang Penetapan Kebutuhan dan
Presentase Minimal Penjualan Batubara untuk Kepentingan
Dalam Negeri, telah melakukan pengaturan jumlah batubara
untuk penjualan dalam negeri yang diberlakukan bagi setiap
produsen batubara.
Tingkat pertumbuhan produksi batubara Indonesia lebih
tinggi dari rata-rata dunia. Berdasarkan data BP Statistical
Review (2014), sejak 2002, produksi batubara dunia
meningkat 0,8 persen pada 2013, sementara Indonesia 9,4
persen dan Australia 7,3 persen. Pada 2013, dengan porsi
Manajemen Energi Secara Makro: MEMBANGUN FONDASI KUAT
217
produksi batubara 6.7 persen dari total
produksi dunia, Indonesia merupakan
Dalam lima tahun
terakhir pernah
produsen batubara terbesar ketiga
terjadi kelangkaan
dunia setelah Tiongkok dan AS. Sangat
batubara di dalam
kontras bila dibandingkan dengan
negeri karena harga
kondisi cadangan batubara Indonesia
ekspor jauh lebih
yang hanya 3.1 persen dari total
besar dari harga
cadangan batubara dunia, sedangkan
batubara di dalam
Tiongkok 12,8 persen dan AS 26,6
negeri.
persen. Ironisnya, pada saat yang
sama, kita masih merasa mendapat
posisi prestisius karena menjadi salah
satu eksportir batubara terbesar dunia. Padahal, Tiongkok
yang memiliki cadangan batubara sebesar 12 kali cadangan
Indonesia pun sengaja mengimpor batubara dari Indonesia
untuk mempertahankan stoknya.
d. Gas Metana Batubara
Indonesia memiliki potensi sumber daya gas metana batubara
(coal bed methane, CBM) sekitar 453 TCF. Potensi CBM
tersebut tersebar di sebelas cekungan batubara di berbagai lokasi
di Indonesia (Gambar 46).
Dari hasil penyelidikan Badan Geologi, sampai dengan 2012, sumber
daya hipotetik CBM di Indonesia mencapai 5.809 juta kubik kaki
(million cubic feet, MCF) yang tersebar di 10 lokasi (Tabel 11).
218
KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN
Brunei
Medan
CENTRAL
SUMATRA
Pekanbaru
KALIMANTAN
RA
AT
(9,56)
M
SU
OMBILIN
KUTAI
(80,60)
Singapure
(52,50)
SOUTH SUMATRA
BARITO
Palembang
(183,06)
BENGKULU
(3,60)
NORTH TARAKAN
(17,50)
BERAU
(8,40)
Jakarta
Balikpapan
SULAWESI
(501,06)
Ujung
PASAR / ASEM Pandang
(3,06)
SOUTHWEST SULAWESI
JAVA
JATIBARANG
(0,60)
INDONESIA
Sumber: Ditjen Migas, Kementerian ESDM
Gambar 46
Peta Potensi CBM pada Cekungan Batubara
Tabel 11 Sumber Daya CBM Indonesia Berdasarkan
Penyelidikan Badan Geologi sampai dengan 2012
No
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
Lokasi
Cekungan
Batubara
Loa Lepu,
Kutai
Kaltim
Buana Jaya,
Kutai
Kaltim
Tanah Bumbu,
Asam-Asam
Kalsel
Sumatera
Tamiang,
Selatan
Sumsel
Tanjung Enim, Sumatera
Selatan
Sumsel
Ombilin,
Ombilin
Sumbar
Jangkang,
Barito
Kalteng
Batusopang,
Asam-Asam
Kaltim
Sumatera
9. Muara Enim,
Sumsel
Selatan
Bukit
Sibantar,
10.
Ombin
Sawah Lunto
Total
Tahun
Penyelidikan
Luas
2006
2 km
2
150.711.520
2007
2 km2
606.588.270
2008
2 km
2
402.256.325
2008
1 km
2
9.114.082
2009
2 km
2009
0,4 km
2010
1,46 km
15.724.008
2010
1,93 km
2
806.663
2010
3,98 km2
1.637.175.754
2011
111 Ha
608.806.535
Sumber Daya
(cuft)
758.792.398
2
2
2
1.624.346.374
5.809.320.924
Sumber: Badan Geologi, Kementerian ESDM
Manajemen Energi Secara Makro: MEMBANGUN FONDASI KUAT
219
Kontrak Kerja Sama (KKS) CBM pertama kali ditandatangani
pada 2008, setelah Pemerintah mengeluarkan Peraturan Menteri
ESDM No. 36/2008. Sampai dengan 2013, di Indonesia sudah
terdapat 55 wilayah kerja CBM yang dikelola 18 perusahaan swasta
(nasional dan asing) dan BUMN. Dari 55 wilayah kerja CBM itu
baru satu yang mulai berproduksi, sedangkan yang lainnya masih
dalam tahap eksplorasi. Menurut SKK Migas, pada 2014, wilayah
kerja CBM yang sudah beroperasi adalah Vico CBM. Produksi
CBM berasal dari 84 sumur percobaan yang pada 2014 (terhitung
hingga Maret 2014) telah mencapai 0,625 MMSCFD, sedangkan
pada akhir 2013 baru mencapai 0,45 MMSCFD.
Pertamina juga merupakan salah satu kontraktor KKS CBM
dengan empat wilayah kerja yang berlokasi di Kalimantan
Timur dan Sumatera Selatan, yaitu:
1) Blok Sangatta I, dikelola oleh PHE Metana Kalimantan A.
2) Blok Sangatta II, dikelola oleh PHE Metana Kalimantan B.
3) Blok Tanjung Enim, dikelola oleh PHE Metana Sumatera
Tanjung Enim.
4) Blok Muara Enim, dikelola oleh PHE Metana Sumatera 2
Salah satu perusahaan swasta nasional yang juga bergerak
di CBM adalah Medco Energi yang melalui anak usahanya
mengelola tiga wilayah kerja, yaitu:
1) Blok Sekayu. Di blok ini, PT Medco CBM Sekayu bermitra
dengan South Sumatra Energy Inc. (SSE Inc.) dengan
masing-masing participating interest (PI) sebesar 50 persen.
Medco Energi sebagai operatornya.
220
KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN
2) Blok Lematang. Di blok ini, PT Medco CBM Lematang,
dengan kepemilikan 80 persen dan sekaligus sebagai
operator, bermitra dengan PT Saka Energi Indonesia (5
persen) dan PT Methanindo Energy Resources (15 persen).
3) Blok Muralim. Di blok ini, PT Medco E&P Indonesia ber
mitra dengan Dart Energy (juga sebagai operator), dan ma
sing-masing memiliki hak partisipasi (PI) sebesar 50 persen.
e. Shale Gas
Berdasarkan data Badan Geologi, Kementerian ESDM,
potensi shale gas Indonesia mencapai 568,5 TCF, yang terdapat
di cekungan minyak dan gas konvensional (Tabel 12).
Pertamina saat ini merupakan satu-satunya perusahaan yang
memiliki wilayah kerja shale gas, yang ditandatangani pada 15
Mei 2013. Wilayah kerja tersebut berlokasi di Sumatera Utara.
Tabel 12 Potensi Shale Gas di Indonesia
No
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
Cekungan Migas
Sumatera Utara
Sumatera Tengah
Ombilin
Sumatera Selatan
Barito
Kutai
Tarakan
Melawi
Ketungau
Akimeugah
Bintuni
Jawa Barat-Utara
Jawa Timur-Utara
Total
Sumber Daya (TCF)
64,78
86,90
25,11
56,11
75,59
80,59
7,22
11,90
19,63
62,64
31,40
5,64
42,00
568,51
Sumber: Badan Geologi, Kementerian ESDM
Manajemen Energi Secara Makro: MEMBANGUN FONDASI KUAT
221
f.
Energi Baru dan Terbarukan (EBT)
Indonesia memiliki berbagai EBT sebagai energi alternatif
pengganti energi fosil pada masa mendatang, antara lain,
panas bumi, tenaga air, ombak laut, tenaga angin, tenaga surya,
biomassa, dan sumber energi dari berbagai tumbuhan (biofuel).
Sampai saat ini, EBT yang telah dimanfaatkan secara komersial
di Indonesia adalah panas bumi dan air untuk pembangkit listrik
serta biofuel untuk sektor transportasi (Gambar 47).
Tenaga surya telah lama dimanfaatkan namun masih dalam
skala terbatas, misalnya untuk keperluan pemanas air di rumah
tangga perkotaan, penerangan di rumah tangga pedesaan yang
belum terjangkau oleh listrik PLN, dan penerangan jalan raya di
kota-kota besar dan jalan bebas hambatan.
Dilihat dari potensi sumber daya EBT (Tabel 13), energi ini
cukup menjanjikan sebagai energi masa depan Indonesia, selain
potensinya melimpah dan tidak habis, juga ramah lingkungan.
21092
6748
Hydro Power
8346
REMARKS
PLN
5279
116
IPP
Hydro Power (Thousand BOE)
Geothermal (Thousand BOE)
Biomass (Thousand BOE)
Biofuel (Thousand BOE)
43733
Geothermal
Industry
234943
Biomass
Residential
1374
46583
Biofuel
Commercial
Transportation
Sumber: Dewan Energi Nasional
Data tahun 2013 merupakan data sementara (masih dalam proses pemutakhiran data)
Gambar 47 Diagram Pasokan-Kebutuhan EBT, 2013
222
KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN
Tabel 13 Sumber Daya EBT
No
1
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Tipe
2
Hidro
Panas Bumi
Biomassa
Energi Matahari
Energi Angin
Laut
Uranium
Sumber Daya
75.000
29.164
49.810
4,80
3�6
49
3.000
3
MW
MW
MW
kWh/m2/hari
m/s
2)
GW
MW
Kapasitas
Terpasang
(MW)
Ratio
(persen)
5.940,00
1.341,00
1.644,10
22,45
1,87
0,01
30,00
7,92
4,60
3,30
0
0
4
3)
1)
5 = 4/3
Sumber: Kementerian ESDM dan Dewan Energi Nasional (DEN)
Catatan: 1) Skala penelitian: non-energi
2) Sumber: DEN
3) Skala penelitian: BPPT
Panas Bumi
Sampai dengan 2014, total kapasitas terpasang Pusat Listrik
Tenaga Panas Bumi (PLTP) sebesar 1.341 MW, atau sekitar 4,4
persen dari total kapasitas terpasang pembangkit listrik nasional.
Sedangkan menurut data pada 2013, kapasitas terpasang PLTP
baru mencapai 1.226 MW, yang berasal dari tujuh PLTP yang
sebagian besar berlokasi di Jawa Barat (Tabel 14).
Manajemen Energi Secara Makro: MEMBANGUN FONDASI KUAT
223
Tabel 14 . Wilayah Kerja Panas Bumi Yang Sudah Beroperasi
(Maret 2013)
Kapasitas
Terpasang
(MW)
No
Nama PLTP
1.
Sibayak
2.
Salak
3.
Wayang Windu
4.
Kamojang
200
5.
Darajat
270
6.
Dieng
60
7.
Lahendong
80
Total
1.226
12
377
227
Lokasi
Pengembang
Pertamina
Geothermal Energy
KOB-Chevron
Geothermal Salak
KOB-Star Energy
Pangalengan, Jabar Geothermal Wayang
Windu
Pertamina
Kamojang-Darajat,
Geothermal Energy
Jabar
Kamojang-Darajat,
KOB-Chevron
Jabar
Geothermal
Indonesia
Dieng, Jateng
Geo Dipa Energy
Pertamina
LahendongGeothermal Energy
Tompaso, Sulut
Sinambung,
Sumut
CibeureumParabakti, Jabar
Sumber: Ditjen Migas, diolah kembali
Catatan: Pemegang IUP untuk semua PLTP adalah PT Pertamina Geothermal Energy
Target PLTP dalam proyek percepatan pembangunan (fast track
program, FTP) II adalah 43 lokasi PLTP dengan total daya
sebesar 3.967 MW, yang tersebar dari Aceh hingga Maluku
Utara (Lampiran C), dan sampai dengan Maret 2013, 24 lokasi
di antaranya telah ditetapkan oleh Pemerintah menjadi wilayah
kerja yang telah dilelang (10 wilayah kerja) dan 14 sisanya sedang
dalam proses pelelangan (Lampiran D).
Total potensi panas bumi Indonesia sekitar 29.164 MW, yang
tersebar di 285 lokasi di Sumatera, Jawa, Bali, Nusa Tengga,
Maluku, Sulawesi, dan Papua (Gambar 48). Potensi panas bumi
224
KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN
ini sangat besar karena merupakan 40 persen dari potensi panas
bumi dunia. Namun, pemanfaatannya baru 4,6 persen dari
potensi yang ada. Nilai potensi panas bumi ini setara dengan 12
miliar barel minyak bumi yang dimanfaatkan selama 30 tahun
untuk pembangkit listrik.
PLTP LAHENDONG: 80 MW
PLTP SIBAYAK: 12 MW
PLTP WAYANG WINDU 227 MW
PLTP GUNUNGSALAK 377 MW
PLTP ULUBELU 110 MW
PLTP KAMOJANG 200 MW
PLTP DARAJAT: 270 MW
Preliminary Survey
Ready to be developed
Detailed Survey
Installed
PLTP ULUMBU 5 MW
PLTP DIENG 50 MW
No
1
2
3
4
5
6
Islands
Sumatera
Jawa & Bali
Nusa Tenggara
Kalimantan
Sulawesi
Maluku Papua
TOTAL
Total Location
86
76
22
12
56
33
285
Potency (MW)
13.470
10.013
1.471
145
2.939
1.126
29.164
Sumber: Badan Geologi, Kementerian ESDM (2012)
Gambar 48
Peta Potensi Panas Bumi Indonesia, 2012
Pengembangan PLTP berjalan sangat lamban karena banyak
hambatan yang dihadapi selama ini. Selain membutuhkan
investasi besar dan harga jual listrik ke PLN yang masih murah,
hambatan lain adalah masalah perizinan penggunaan lahan
karena lokasi panas bumi umumnya terletak di kawasan hutan
lindung, hutan konservasi, dan taman nasional. Selain itu, regulasi
yang secara umum sudah baik, belum juga mampu mendorong
investor untuk mengusahakan pembangkit tenaga listrik EBT
Manajemen Energi Secara Makro: MEMBANGUN FONDASI KUAT
225
karena pada wilayah-wilayah tertentu harga beli PLN masih
belum mencapai keekonomian pembangkit EBT.
Upaya Pemerintah untuk mempercepat pengembangan panas
bumi sudah mulai dilakukan, yaitu dengan membuat peraturan
perundang-undangan sebagai payung hukum, antara lain:
a) Peraturan Menteri ESDM Nomor 15 Tahun 2010, mengenai
Program Percepatan Pembangunan Pembangkit Listrik
10.000 MW Tahap II (FTP II) yang salah satunya adalah
rencana pembangunan PLTP dengan kapasitas terpasang
3.967 MW.
b) Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral
Nomor 22 Tahun 2012, yang mewajibkan PLN membeli
listrik panas bumi dengan skema feed-in tariff (biaya listrik
yang dibeli PLN) dengan harga patokan USD 10-17 per
kWh, yang lebih tinggi dari harga patokan sebelumnya yang
ditetapkan USD 9,70 sen per kWh.
c) Persetujuan DPR-RI terhadap Rancangan UndangUndang tentang Panas Bumi pada akhir Agustus 2014, yang
salah satu pasalnya mengatur tentang penyelesaian masalah
tumpang-tindih lahan dengan kehutanan.
2) Hidro
Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) merupakan aplikasi
EBT yang terbesar dan paling matang secara teknologi. Sampai
dengan 2013, total kapasitas terpasang PLTA di seluruh
Indonesia, mulai dari skala besar (di atas 30 MW) hingga
minihidro dan mikrohidro, sebesar 5.940 MW (Gambar 49 dan
226
KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN
Lampiran D), atau baru mencapai 7.92 persen dari total potensi
tenaga air sebesar 75.000 MW.
Potensi tenaga air yang berasal dari sungai-sungai kecil,
termasuk saluran irigasi banyak dijumpai dan merupakan
peluang yang bagus untuk dikembangkan menjadi energi listrik
di daerah pedesaan, khususnya yang tidak dapat dijangkau listrik
PLN. Pengembangan dapat dilakukan dalam bentuk PLTMH
(Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro). Menurut Direktorat
Jenderal Energi Baru dan Terbarukan, Kementerian ESDM, di
Indonesia terdapat 266 titik lokasi PLTMH dengan perkiraan
daya 1.200 MW, dan sampai saat ini baru dikembangkan
sebanyak 33 PLTMH kapasitas 67,68 MW.
Pemerintah, dalam hal ini Kementerian ESDM, telah berupaya
mendorong pihak investor untuk mengembangkan pembangkit
hidro, melalui koordinasi dan penerbitan regulasi, seperti:
a) Peraturan Menteri ESDM Nomor 22 Tahun 2014, yang
mengatur pembelian tenaga listrik dari pembangkit listrik
tenaga air oleh PLN.
b) Peraturan Menteri ESDM Nomor 35 tahun 2013, tentang
tata cara perizinan usaha penyediaan tenaga listrik, baik
untuk kepentingan umum maupun kepentingan sendiri.
c) Koordinasi dengan instansi terkait oleh Kementerian
ESDM, khususnya dengan Direktorat Bina Penatagunaan
Sumber Daya Air, Kementerian Pekerjaan Umum, terkait
pengelolaam air permukaan yang didasarkan pada wilayah
sungai. Ini untuk kemudahan pembangunan PLTMH.
Manajemen Energi Secara Makro: MEMBANGUN FONDASI KUAT
227
25000
20000
MW
15000
10000
5000
62%
11%
0
Potensi
Kapasitas Terpasang
13,25%
0,14%
Sumatera
Jawa
Kalimantan
Sulawesi
15,600.00
4,200.00
21,600.00
10,200.00
1,772.60
2,652.40
31,34
1,460.41
Bali, Nusa
Tenggara
620.00
14,65
Maluku
Papua
22,780.00
8.59
Catatan:
Total potensi hidro 75 GW kapasitas terpasang 5.940 MW (7,92% dari total potensi)
Kapasitas terpasang termasuk pembangkit minihidro dan mikrohidro
Sumber: Kementerian ESDM, diolah kembali
Gambar 49 Potensi Hidro dan Kapasitas
Terpasang PLTA, 2013
Dalam Fast Track Program II, PLN akan membangun 10
bendungan baru untuk memenuhi 7.000 MW. Daerah yang
berpotensi untuk dibangun bendungan baru, di antaranya
Nanggroe Aceh Darussalam, Sumatera Barat, dan beberapa
provinsi di Jawa.
3) Biofuel
Biofuel termasuk EBT yang diproduksi dari berbagai bahan baku
yang berasal dari tumbuh-tumbuhan atau produk samping dari
agroindustri, atau juga merupakan produk hasil proses ulang
dari berbagai limbah, seperti minyak goreng bekas, sampah
kayu, dan limbah pertanian.
228
KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN
Dalam penggunaannya sebagai bahan bakar, biofuel dicampur
dengan berbagai jenis BBM yang selama ini digunakan, serta
dapat digunakan pada berbagai jenis mesin tanpa melakukan
perubahan besar. Biofuel bersifat ramah lingkungan karena dapat
terurai dengan mudah di alam (biodegradable), aromatik, tidak
beracun, dan tidak mengandung unsur belerang.
Ada dua jenis biofuel yang diproduksi dan telah dimanfaatkan
sebagai bahan bakar pengganti BBM di Indonesia, yaitu
biodiesel dan bioetanol.
a) Biodiesel
Biodiesel adalah bahan bakar motor diesel yang berupa alkil
asam lemak (biasanya ester metil) yang dibuat dari minyak
nabati melalui proses esterifikasi. Biodiesel yang digunakan
dapat berupa 100 persen biodiesel (B100) atau campuran
dengan BBM. Biodiesel dapat bercampur dengan solar dan
berdaya lumas lebih baik.
Pemerintah Indonesia telah menetapkan wilayah Dumai, Riau
sebagai pusat pengembangan biodiesel terbesar di Indonesia,
dengan pertimbangan bahwa ketersediaan kelapa sawit
sebagai bahan baku di wilayah tersebut sangat melimpah.
Saat ini, ada 23 perusahaan biodiesel di Indonesia dengan
bahan baku minyak sawit dan empat perusahaan di antaranya
yang masih terus bertahan dan terus mengembangkan
biodiesel dengan membangun pabrik secara terpadu dengan
perkebunan kelapa sawit, yaitu:
Manajemen Energi Secara Makro: MEMBANGUN FONDASI KUAT
229
i.
Eterindo Group
PT Eterindo Wahanatama Tbk merupakan holding
company yang bergerak dalam bidang industri kimia.
Eterindo menguasai saham di beberapa anak
perusahaan yang juga bergerak dalam industri kimia dan
memproduksi biodiesel. Beberapa group perusahaannya
yang memproduksi biodiesel adalah PT Eternal Buana
Chemical Industries, PT Eterindo Nusa Graha, dan PT
Anugerah Inti Gemanusa. Berbagai produk kimia yang
diproduksi Eterindo Group adalah phthalic anhydride,
plasticizers, unsaturated polyester resins, alkyd/amino
resins, dan synthetic latex resins.
Sejak 2005, Eterindo membangun industri biofuel
berbahan baku crude palm oil (CPO) yang berlokasi
di Gresik, Jawa Timur. Pada awal produksi, kapasitas
produksi biofuel sebesar 120.000 ton per tahun dan
kemudian ditingkatkan menjadi 350.000 ton per tahun.
ii. Wilmar Group
Wilmar Group adalah perusahaan PMA yang terdiri
atas kelompok usaha yang bergerak di bidang agribisnis
kelapa sawit, yang tersebar di Sumatera dan Kalimantan.
PT Wilmar BioEnergi Indonesia (WBI)--anak
perusahaan yang 100 persen sahamnya dimiliki oleh
Wilmar International Ltd. dan didirikan pada 20 Juli
2006--merupakan perusahaan yang mengelola pabrik
biodiesel yang berlokasi di Dumai, Riau dengan
230
KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN
kapasitas produksi 350 ribu MT per tahun. Pabrik
biodiesel ini dibangun dengan total investasi US$ 20
juta. Perusahaan ini kemudian meningkatkan lagi
kapasitas produksinya dengan membangun dua pabrik,
yang masing-masing berkapasitas 350.000 MT per
tahun, dengan total investasi sekitar US$ 35 juta.
Saat ini, Wilmar Group telah mempunyai landbank
kelapa sawit seluas 85.000 hektare, setelah mengakuisisi
lima perusahaan perkebunan kelapa sawit di Kalimantan,
yaitu PT Daya Landak Plantations, PT Indoresins
Putra Mandiri, PT Pratama Prosentindo, PT Putra
Indotropical, dan PT Tri Tunggal Sentra Usaha Buana
dengan total nilai investasi sekitar US$ 5.842.386.
iii. Sumi Asih Oleo Chemical Industry
PT Sumi Asih Oleo Chemical Industry, yang didirikan
pada 1982, mulai memproduksi oleochemical berbahan
baku minyak sawit pada 1984, dengan kapasitas
produksi mencapai 84.000 MT per tahun.
Biodiesel mulai dikembangkan sejak Maret 2006
dengan kapasitas produksi sebesar 3.000 ton per bulan.
Kemudian, kapasitas produksi ditingkatkan sebanyak
5.200 ton per bulan, sehingga total kapasitas produksi
biodiesel mencapai 8.200 ton per bulan atau 100.000
ton per tahun.
Sejak April 2007, PT Sumi Asih Oleo Chemical
Industry mengekspor biodiesel ke Houston, AS. Untuk
Manajemen Energi Secara Makro: MEMBANGUN FONDASI KUAT
231
Pemerintah Indonesia
telah menetapkan
wilayah Dumai,
Riau sebagai pusat
pengembangan
biodiesel terbesar di
Indonesia, dengan
pertimbangan bahwa
ketersediaan baku di
wilayah tersebut sangat
melimpah.
mendukung target ekspor biodiesel
tersebut, Sumi Asih menanamkan
modal sekitar US$ 15 juta. Perusahaan
ini sedang menyiapkan pengembangan
pabrik biodiesel berkapasitas produksi
200.000 ton per tahun di Lampung,
dengan nilai investasi mencapai US$
27 juta.
Selain itu, PT Bakrie Rekin Bio
Energy, perusahaan patungan PT
Bakrie Sumatera Plantations Tbk dan
PT Rekayasa Industri, dengan alasan
menunggu itikad baik Pemerintah dalam kebijakan
insentif.
b. Bioetanol
Bioetanol adalah jenis biofuel yang mengandung etanol
dalam tingkatan tertentu dan dapat dicampur dengan BBM.
Etanol atau etyl alcohol (C2H5OH) adalah cairan yang
tidak berwarna, dapat terurai di alam, kandungan racunnya
rendah, serta sedikit menimbulkan polusi lingkungan. Selain
itu, etanol juga adalah bahan bakar beroktan tinggi, sehingga
bila dicampur dengan BBM akan menaikkan angka oktan
pada BBM.
Pada dasarnya, etanol dapat diperoleh dari berbagai jenis
tanaman, antara lain, tanaman berpati, seperti ubi kayu,
jagung, sorgum biji, dan sagu; tanaman bergula, seperti tebu,
232
KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN
sorgum manis, dan bit; dan tanaman berserat, seperti jerami,
tahi gergaji, dan ampas tebu. Selain itu, bioetanol juga bisa
diperoleh dari rumput laut. Bioetanol dari rumput laut telah
terbukti lebih murah dan lebih menguntungkan dibanding
tebu dan ubi kayu karena pertumbuhan rumput laut lebih
cepat, sehingga memungkinkan panen enam kali setahun.
Apalagi rumput laut tumbuh subur di berbagai perairan laut
di Indonesia.
Perkembangan kebutuhan terha-dap bioetanol telah
mendorong berkembangnya industri etanol di Indonesia. Saat
ini, terdapat 13 perusahaan yang memproduksi dengan bahan
baku molasses (tetes tebu), dengan total kapasitas produksi
sebesar 133.632 kiloliter per tahun, dan dua perusahaan di
antaranya yang memproduksi etanol dengan spesifikasi untuk
bahan bakar (bioetanol) adalah PT Bukitmanikam Subur
Persada di Lampung dan PT Indo Acidama Chemical di
Surabaya, dengan total kapasitas produksi kedua perusahaan
ini mencapai 93.282 kiloliter per tahun.
Selain itu, masih ada satu perusahaan yang juga terus
memproduksi bioetanol dan satu perusahaan BUMN yang
baru didirikan, yaitu:
i.
Molindo Raya
PT Molindo Raya. Perusahaan bergerak dalam
industri fermentasi ini adalah produsen utama etanol
di Indonesia, dengan kapasitas produksi sebesar 35.000
kiloliter (kl) per tahun (kapasitas terpasang 40.000
Manajemen Energi Secara Makro: MEMBANGUN FONDASI KUAT
233
kiloliter per tahun). Produk yang dihasilkan adalah
etanol murni (kadar 96,5 persen) untuk industri dan
etanol absolute (kadar 99,9 persen) untuk bahan bakar
(biofuel). Saat ini, Molindo Raya telah memproduksi
etanol untuk biofuel sebanyak 10.000 kiloliter per tahun.
Bahan baku utama pabrik etanol Molindo Raya adalah
molasses (tetes tebu),yang berasal dari pabrik-pabrik gula
di Jawa Timur. Karena bahan baku tergantung musim
giling tebu maka untuk menjamin keberlangsungan
produksi, perusahaan telah membangun tangki
penimbunan tetes tebu dengan kapasitas 50.000 ton
sebagai buffer stock.
PT Molindo akan meningkatkan kapasitas terpasang
pabrik etanol murni dari 40.000 kiloliter menjadi
sekitar 60.000-70.000 kiloliter per tahun. Sedangkan
pengembangan produksi biofuel masih menunggu
kebijakan pemerintah, dalam hal ini adalah Pertamina
sebagai pembeli.
ii. PTPN X Jawa Timur
Pabrik bioetanol PTPN X, yang berlokasi di PG
Gempolkrep, Mojokerto, Jawa Timur, merupakan
pabrik pertama yang dimiliki BUMN. Kapasitas
produksi pabrik bioetanol ini bisa mencapai 30 juta
liter per tahun dengan tingkat kemurnian produk 99,5
persen. Bahan baku sebanyak 120.000 ton tetes tebu
per tahun, semuanya berasal dari PG Gempolkrep.
234
KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN
Pabrik bioetanol di PG Gempolkrep, yang diresmikan
pada 20 Agustus 2013, merupakan kerja sama antara
NEDO Jepang dan Kementerian Perindustrian. Total
investasi pabrik bioetanol ini mencapai Rp461,21 miliar
dengan skema pendanaan terdiri atas hibah NEDO
Jepang Rp150 miliar dan PTPN X sebesar Rp311,21
miliar.
Pada 2009, produksi biofuel sekitar 191 ribu KL dan
meningkat 2,65 juta KL pada 2013. Pemakaian biofuel
di dalam negeri sebesar 1,1 juta kiloliter, terdiri atas
sektor industri (biodiesel) dan transportasi (bioetanol).
Ekspor biofuel Indonesia pada 2013 sebesar 1,6 kiloliter
(Gambar 50).
Saat ini, Pertamina telah meningkatkan porsi
pencampuran biodiesel menjadi 10 persen sesuai dengan
mandat pemerintah, yaitu dari 7,5 persen menjadi 10
persen untuk biosolar public service obligation (PSO),
serta dari 3 persen menjadi 10 persen untuk biosolar
non-PSO. Untuk mencapai target sebesar 10 persen
biofuel dalam total konsumsi BBM tersebut, maka
harus terdapat produksi biofuel sebanyak 2,41 juta kl,
atau sekitar 2,12 juta ton per tahun. Dari Gambar 45,
terlihat bahwa target penyerapan dalam negeri tidak
tercapai, walaupun produksi telah mencapai kebutuhan.
Manajemen Energi Secara Makro: MEMBANGUN FONDASI KUAT
235
(Ribu Kiloliter)
3,000
2,650
2,500
2,000
1,815
1,550
1,500
1,214
500
0
1,146
855
1,000
191
70 120
2009
243
20
2010
223
Production
1,100
669
359
2011
Export
2012
Domestic
2013*
Sumber Kementerian ESDM diolah kembali oleh Dewan Energi Nasional
*) Data tahun 2013 merupakan data sementara (masih dalam proses pemutakhiran data)
Gambar 50 Produksi Biofuel Indonesia, 2009-2013
Pengembangan biofuel di dalam negeri sampai saat ini masih
menghadapi banyak hambatan, antara lain:
1. Belum adanya insentif dalam bentuk subsidi atas harga jual
biodisel di pasar domestik, sehingga harga dapat bersaing
dengan BBM. Di Brasil, insentif tidak hanya diberikan
pada harga jual biofuel, tapi juga pada harga bahan baku dari
petani. Selain itu, Pemerintah, melalui Pertamina juga telah
menetapkan harga biodiesel di bawah patokan harga Mean of
Platts Singapore (MOPS). Akibatnya, masih ada disparitas
yang cukup besar bila dibandingkan dengan menjual produk
dalam bentuk CPO saja.
2. Adanya kebutuhan lain dari bahan baku bioetanol, seperti
etanol yang juga digunakan dalam industri alkohol, rokok,
dan plastik, serta CPO yang masih lebih dibutuhkan sebagai
bahan baku minyak goreng di dalam negeri daripada untuk
pembuatan biodisel.
236
KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN
3. Masih
terkendalanya
ketersediaan
bibit
dan
keterbatasan lahan perkebunan
tanaman Jarak Pagar ( Jatropha)
sebagai salah satu bahan baku
biodiesel. Sebab, sampai saat
ini belum ada data tentang
lahan yang sesuai untuk
tanaman Jatropha mengingat
usaha tanaman ini harus dalam
skala besar.
Ide membangun
PLTN di Indonesia
sudah bergulir sejak
1970-an. Namun
ide tersebut banyak
mendapat tentangan
dari berbagai lapisan
masyarakat.
4. Sering terhadangnya ekspor biofuel oleh tarif impor masuk
negara tujuan yang bisa mencapai 30 persen. Belum lagi
tuduhan dumping seperti yang dialami oleh lima perusahaan
biodiesel Indonesia oleh pemerintah Uni Eropa pada 28
Mei 2014.
5. Adanya kekhawatiran dari pihak produsen biofuel bahwa
kemungkinan ada pihak-pihak yang berkepentingan agar
program mandatori biodiesel tidak berjalan karena selama
ini ada keuntungan dengan adanya impor BBM.
4) Biomassa
Di Indonesia pada umumnya, biomassa digunakan sebagai
sumber bahan bakar. Sumber energi ini memiliki nilai ekonomis
rendah, atau merupakan limbah yang telah diambil produk
primernya, seperti limbah pertanian dan perkebunan, limbah
hutan, dan kotoran ternak. Potensi sumber daya biomassa di
Indonesia diperkirakan sebanyak 49.810 MW, yang berasal dari
Manajemen Energi Secara Makro: MEMBANGUN FONDASI KUAT
237
tanaman dan limbah perkebunan, seperti kelapa sawit, kelapa,
dan tebu; serta limbah hasil hutan, seperti serbuk gergaji dan
limbah produksi kayu. Limbah tanaman pangan (pertanian) juga
memiliki jumlah yang besar, tetapi sebagian besar telah digunakan
langsung oleh masyarakat untuk berbagai kepentingan sendiri.
Ketersediaan biomassa sudah terkonsentrasi menurut geografis
sebagai potensi energi lokal, tetapi pemanfaatannya belum
optimal.
Berdasarkan data Kementerian ESDM 2013 (angka sementara),
pasokan biomassa tercatat sebesar 280 juta BOE, dan sebagian
besar digunakan langsung sebagai bahan bakar di sektor rumah
tangga dan industri (lihat Diagram Pasokan-Kebutuhan EBT).
5) Nuklir
Ide membangun PLTN di Indonesia sudah bergulir sejak
1970-an. Sebagai lembaga Pemerintah yang khusus menangani
penelitian dan pengembangan pemanfaatan nuklir di Indonesia,
Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan) sudah melakukan studi
kelayakan di Semenanjung Muria, Kabupaten Jepara dan
Bangka. Namun, ide tersebut banyak mendapat tentangan
dari berbagai lapisan masyarakat karena menyangkut risiko
kebocoran radiasi radio aktif oleh gempa bumi; teknologi dan
SDM-nya belum siap; investasinya mahal, serta harga energi
fosil saat itu masih murah.
Kebijakan Energi Nasional, setelah dibahas selama 5 tahun,
akhirnya disetujui oleh DPR-RI (Komisi VII) pada 21 Januari
2014 dengan catatan pada pasal 11 ayat 3, bahwa energi nuklir
238
KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN
akan disetarakan dengan energi lainnya dalam Rencana Umum
Energi Nasional (RUEN). Bila RUEN telah disahkan menjadi
peraturan pemerintah (PP), berarti pembangunan PLTN tinggal
menunggu waktu, mengingat payung hukumnya sudah ada.
Bila PLTN jadi dibangun, Pulau Bangka, terutama bagian barat
dan selatan merupakan lokasi paling ideal untuk pembangunan
PLTN saat ini, karena seperti daerah lain di Sumatera bagian
timur dan Kalimantan bagian barat secara geologi memiliki
risiko paling kecil dari gempa tektonik yang bisa membahayakan
fasilitas nuklir.
PASOKAN ENERGI FINAL
a. Listrik
Pada 2013, produksi listrik nasional, termasuk pembelian listrik
oleh PLN, mencapai 207.409 GWh (Tabel 15). Hingga saat
ini, produksi listrik nasional masih didominasi oleh pembangkit
listrik berbahan bakar batubara, gas, dan minyak. Dalam periode
2009-2013, porsi PLTU Batubara dalam produksi listrik nasional
mengalami peningkatan dari 39 persen pada 2009 menjadi 51,6
persen pada 2013. Sebaliknya, porsi PLTD pada periode yang
sama mengalami penurunan sebesar 50 persen (Gambar 51).
Pada 2012, total produksi listrik dari seluruh pembangkit listrik
PLN, baik Independent Power Producer (IPP) maupun Private
Public Utility (PPU) sebesar 200.291 GWh. Total pasokan
listrik yang masuk jaringan transmisi turun menjadi 193.730
GWh dan hingga pemakaian akhir yang masuk ke pelanggan
turun kembali menjadi 173.990 GWh. Penurunan pasokan
Manajemen Energi Secara Makro: MEMBANGUN FONDASI KUAT
239
listrik hingga ke pemakaian akhir disebabkan oleh pemakaian
sendiri dan hilang (losses) selama dalam perjalanan di jaringan
transmisi dan jaringan distribusi (Gambar 52).
Tabel 15 Kondisi Kelistrikan Nasional, 2011-2013
% dari total produksi, Gwh
Description
Demand Growth
Electrification Ratio
Village Electrification Ratio
Total Installed Capacity
a. PLN
b. IPP
c. Private Power Utilities (PPU)
PLN Electricity Production and
Purchase of Electricity
Rural Electricity
a. Sub Station Distribution
b. Distribution Network
c. Cheap and Efficient Electricity
(%)
100%
90%
80%
70%
60%
50%
40%
30%
20%
10%
0%
Others RE
Geothermal
Hydro
Coal
Gas
Fuel Oil
2009
0%
3%
8%
39%
25%
25%
2010
0%
3%
12%
38%
25%
22%
2011
10,1
72,9
96
39.885
30.529
7.653
1,704
Unit
%
%
%
MW
MW
MW
MW
GWh
2012
2013*
8,4
8,6
76,6
80,5
96,7
97,8
44.124 48.161
32.108 35.564
10.287 10.718
1.729
1,729
175.213 193.663 207.409
MVA
368
249
216,8
KMs 17.570,7 11.311,5 9.244,3
RTS*)
- 60.702 95.227
2011
0.1%
5.1%
6.8%
44.1%
21%
23%
2012
0.1%
4.9%
6.4%
50.3%
23.4%
15%
2013
0.2%
4.4%
7.7%
51.6%
23.6%
12.5%
2014*)
0.5%
4.4%
6.1%
57.2%
22.0%
9.7%
Sumber Kementerian ESDM. diolah kembali oleh DEN.
*) Target 2014
Porsi Energi Primer Dalam Produksi
Listrik Nasional, 2009-2013
Gambar 51
240
KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN
60.176
Industri
188.698
157.993
.9
8
193.730
10
200.291
30
G
Komersial
8
PLN
Publik
.69
4
94
6.560
IPP & PPU
280
Dipakai
Sendiri
&
Losses
72.133
Catatan:
Grid Distribusi
Grid Tranmisi
Rumah tangga
1) Satuan dalam Gwh
2) Pemakaian akhir (masuk ke pelanggan): 173.990 GWh
3) IPP = Independent power plant; PPU= private power utilities
4) Publik terdiri atas transportasi umum (KRL), penerangan, sosial, dan pemerintahan
Sumber: Kementerian ESDM, diolah kembali
Gambar 52
Diagram Pasokan-Kebutuhan Listrik Nasional, 2012
Dalam rangka mengantisipasi kekurangan pasokan listrik
nasional, pada 2006, Pemerintah telah mengeluarkan program
percepatan pembangunan pembangkit listrik, yang dikenal
dengan nama fast track program (FTP).
1) Fast track program phase I (FTP I)
Pada 2006, Pemerintah mengeluarkan PP No. 71 Tahun
2006 sebagai payung hukum untuk program percepatan
pembangkit 10.000 MW tahap I (FTP phase I), yang
hampir semuanya menggunakan batubara sebagai bahan
bakar (PLTU Batubara). Tujuan utama program ini adalah
untuk memperbaiki bauran energi, dengan batubara sebagai
energi utama dalam pembangkit listrik menggantikan peran
bahan bakar minyak. Pendanaan oleh swasta sebagai IPP.
Program ini sebenarnya dipicu kekhawatiran bahwa Pulau
Manajemen Energi Secara Makro: MEMBANGUN FONDASI KUAT
241
Jawa akan mengalami krisis listrik pada 2018. Oleh karena
itu, dari rencana 35 PLTU Batubara dalam FTP I sebagian
besar terkonsentrasi di Jawa (Gambar 53).
MW
1.Sulsel-Barru#2 (50 MW)
2. Kalsel-Asam-asam (2x65 MW)
3. Jatim-Pacitan (2x315 MW)
4. Jabar-Pelabuhan Ratu (3x350 MW )
5. Kepri-Tj. Balai Karimun #2 (7 MW)
1. Jabar-Indramayu (3x330 MW)
2.Banten-Suralaya (1x625 MW)
3.Banten-Lontar #1 (315MW)
4. Jateng-Rembang 2x315 MW
3000
2500
1.Sulsel-Barru#2 (50 MW)
2. Kalsel-Asam-asam (2x65 MW)
3. Jatim-Pacitan (2x315 MW)
4. Jabar-Pelabuhan Ratu (3x350 MW )
5. Kepri-Tj. Balai Karimun #2 (7
MW)
2000
1500
2560
0
Banten-Labuan #1
1. Jatim-Tj. Awar-awar#1 (350 MW)
2. NAD-Nagan Raya #1 (110 MW)
3. Babel-Bangka Baru #2 (30 MW)
4. Sulsel-Barru #1 (50 MW)
Banten-Labuan #2
300
300
2009
2010
540
2011
2012
Realisasi
6917 MW (69.7%)
2013
Jan-May 2014
1,079.5
500
1867
1350
1. Jatim-Tj. Awar-awar #2 (350 MW)
2. NAD-Nagan Raya #12(110 MW)
3. Sumbar-Teluk Sirih (2x112 MW)
4. Kepri-Tj. Balai Karimun #1 (7 MW)
5. Babel-Bangka Baru #1 (30 MW)
6. Lampung-Tarahan Baru #1 (30 MW)
7. Kalbar-Bengkayang #1(27,5 MW)
8. NTB-Lombok (2x25 MW)
9. NTT-Ende (2x7 MW)
10. NTT-Kupang (2x16,5 MW)
11. Sultra-Kendari #1 (10 MW)
12. Malut-Tidore (2x7 MW)
13. Papua-Jayapura #1 (10 MW)
1,930.5
1000
1. Jateng-Adipala (1x660MW)
2. Sumut-Pagkalan Susu (2x220 MW)
3. Babel-Belitung (2x16,5 MW)
4. Riau-Tenayan (2x110 MW)
5. Kalbar-Parit Baru (2x110 MW)
6. Kalbar-Bengkayang#2(27,5 MW)
7. Kaltim-Teluk Balikpapan (2x110 MW)
8. Kalteng-Pulang Pisau (2x60 MW )
9. NTB-Bima (2x10 MW )
10. Gorontalo-Anggrek (2x25 MW)
11. Maluku-Ambon (2x15 MW)
12. Papua-Jayapura#2 (10 MW)
Jun-Dec 2014
2015
Target
3010 MW (30,3%)
Sumber: Kementerian ESDM, diolah kembali
Gambar 53 Distribusi Lokasi Program Percepatan
Pembangkit Listrik Tahap I
Awalnya, target penyelesaian FTP I adalah pada 2010.
Kemudian, molor menjadi tahun 2015, namun target
tersebut tetap sulit tercapai. Dari awal program sudah
banyak mengalami berbagai macam kendala, seperti:
a)
Proses perizinan panjang dan tidak memiliki standar
baku serta pendanaan.
b) Ketersediaan peralatan, material, dan SDM kurang
akibat pembangunan dilakukan secara serentak.
c)
242
Standardisasi peralatan pembangkit yang dibuat
oleh China berbeda dengan standar internasional
KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN
yang selama ini digunakan oleh PLN, sehingga harus
dilakukan perbandingan standar.
d) Permasalahan sosial, seperti pembebasan lahan dan
penolakan masyarakat sekitar lokasi rencana PLTU.
Sebagai contoh, PLTU Batang, dengan kapasitas
terpasang 2x1.000 MW, merupakan PLTU terbesar
di Indonesia yang rencana pembangunannya dimulai
pada 6 Oktober 2013. Namun sampai sekarang masih
tertunda karena masalah pembebasan lahan warga.
2) Fast track program phase II (FTP II)
Program ini merupakan kelanjutan dari FTP I, yaitu sesuai
dengan Peraturan Menteri ESDM Nomor 15 Tahun 2010
untuk menambah lagi pembangkit listrik sebesar 10.000
MW serta melakukan perbaikan bauran bahan bakar fosil
ke EBT, terutama hidro dan panas bumi.
Proyek FTP Tahap II itu seharusnya sudah dimulai pada
2012 dan ditargetkan bisa selesai pada 2018. Namun karena
FTP I belum selesai, pelaksanaan FTP II ikut tertunda.
Rencananya, FTP II ditambah 5.000 MW, sehingga proyek
FTP II menjadi 15.000 MW, dengan sumber energi 70
persen EBT, yaitu kombinasi dari panas bumi dan hidro
serta 30 persen batubara. Menurut PLN, tambahan 5.000
MW dalam proyek FTP II akan menaikkan penggunaan
batubara untuk PLTU yang selama ini 51 persen menjadi 65
persen, sehingga total kebutuhan batubara akan meningkat
menjadi 100 juta ton per tahun. Lokasi proyek FTP II dapat
dilihat pada Gambar 54.
Manajemen Energi Secara Makro: MEMBANGUN FONDASI KUAT
243
Sementara itu, Pemerintah dalam hal ini PLN juga sedang
menjalankan program pembangunan PLTS 100 Pulau,
untuk mempercepat rasio elektrifikasi di pulau-pulau yang
tersebar di seluruh Kepulauan Indonesia, terutama di wilayah
Indonesia bagian timur dan daerah perbatasan dengan
negara tetangga. Pada tahap awal, PLN akan membangun
PLTS di pulau-pulau yang saat ini masih belum teraliri listrik
dan/atau pulau–pulau yang masih menggunakan PLTD.
yaitu Pulau Miangas, Sulawesi Utara (pulau terluar yang
berbatasan dengan Mindanao, Filipina) dan Pulau Sebatik,
Kalimantan Timur (berbatasan dengan Sabah, Malaysia)
dengan daya 22.000 kilowatt. Dengan mengalihkan dari
PLTD ke PLTS di kedua pulau tersebut, PLN akan dapat
menghemat sebesar Rp 1,5 miliar per tahun.
SUMATERA
PLTA : 476 MW
PLTP : 2,670 MW
PLTU : 531 MW
PLTGB : 16 MW
TOTAL : 3,693 MW
KALIMANTAN
PLTU : 548 MW
PLTGB :
8 MW
PLTG : 280 MW
TOTAL : 836 MW
SULAWESI
PLTA : 190 MW
PLTP : 145 MW
PLTU : 360 MW
PLTGB : 16 MW
TOTAL : 711MW
JAWA-BALI
PLTA :
PLTP :
PLTU :
TOTAL :
1,087 MW
2,010 MW
1,400 MW
4,497 MW
NUSA TENGGARA
PLTP : 65 MW
PLTU : 70 MW
PLTGB : 8 MW
TOTAL : 143 MW
SULAWESI
PLTP : 35 MW
PLTGB : 16 MW
TOTAL : 51 MW
PAPUA
PLTP : 116 MW
Gambar 54 Peta Lokasi Program Percepatan Pembangkit
Listrik Tahap II
Secara umum, masih banyak hambatan yang dihadapi dalam
pembangunan pembangkit listrik, antara lain:
244
KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN
1)
Pembangunan ekonomi
Pemanfaatan EBT
yang masih terkonsentrasi
pada pembangkit
di Pulau Jawa menjadi
listrik, seperti panas
masalah dalam penyediaan
bumi, surya, angin,
energi, terutama listrik.
dan biomasa masih
Akibatnya,
pusat-pusat
terbatas. Dibutuhkan
beban di luar Jawa masih
komitmen pemerintah
relatif kecil dan cenderung
untuk segera
memiliki kurva beban
meningkatkan porsi
yang
sangat
berbeda
penggunaan EBT.
antara beban dasar dan
beban puncak. Ditambah
dengan belum terkoneksinya jaringan transmisi di
beberapa pulau di luar Jawa yang mengakibatkan
ketersediaan pembangkit listrik skala besar di luar
Jawa sulit diwujudkan, sehingga penggunaan PLTD
masih sangat diperlukan. Selain itu, sebagian besar
sumber energi primer juga berada di luar pulau Jawa,
sehingga menimbulkan persoalan tersendiri dalam
pengangkutannya.
2) Pemanfaatan EBT pada pembangkit listrik, seperti
panas bumi, surya, angin, dan biomassa masih terbatas.
Dibutuhkan komitmen pemerintah untuk segera
meningkatkan porsi penggunaan EBT dalam bentuk
perumusan kebijakan dan regulasi yang tepat. Kebijakan
feed in tariff merupakan hal yang sudah diterapkan di
berbagai negara untuk mempromosikan EBT, dan ini
perlu dicontoh untuk diterapkan di dalam negeri.
Manajemen Energi Secara Makro: MEMBANGUN FONDASI KUAT
245
3) Peningkatan produksi energi di dalam negeri masih
mengalami tantangan yang sangat besar saat ini. Ada
keterbatasan insentif fiskal dan non-fiskal. Karena tidak
ada lagi perlakuan khusus (lex specialist) bagi industri
pertambangan nasional, kendala peningkatan produksi
energi ini menjadi muncul.
4) Pembangunan energi nasional masih mengalami
hambatan, seperti tumpang-tindih lahan, masalah
lingkungan, birokrasi perizinan pengadaan, dan
pembebasan lahan. Selain itu, juga masalah gangguan
keamanan di wilayah produksi serta otonomi daerah
yang masih bermasalah.
5) Kepedulian masyarakat terhadap kelestarian lingkungan
yang semakin tinggi juga menyebabkan semakin
ketatnya persyaratan pemilihan jenis bahan bakar dan
teknologi yang digunakan. Sadar lingkungan ini yang
sering menimbulkan adanya penolakan masyarakat
terhadap rencana pembangunan PLTU atau PLTN.
b. BBM
Pasokan BBM dalam negeri pada 2013 berasal dari produksi
kilang minyak sebesar 181,1 juta BOE dan impor sebesar 180,0
juta BOE. Ini berarti, kapasitas kilang minyak saat ini hanya
mampu memasok sekitar 50 persen dari kebutuhan total BBM
dalam negeri. Selain BBM, produk kilang lainnya adalah produk
non-BBM, seperti LPG, naptha, pelumas, spritus yang pada
2013, sebesar 106,4 juta BOE. Skema pasokan BBM dalam
negeri dapat dilihat pada Gambar 55.
246
KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN
Dalam lima tahun terakhir, impor BBM mengalami peningkatan
rata-rata 5 persen per tahun (Gambar 56). Menurut data
BPS, impor BBM pada Februari 2014 mencapai 1,06 juta ton
dengan nilai US$ 1,13 miliar, turun dari bulan sebelumnya yang
mencapai 1,2 juta ton dengan nilai US$ 1,3 miliar. Impor BBM
bersubsidi tersebut terbesar berasal dari Singapura (Tabel 15).
KONSUMSI
IMPOR BBM
BBM
NASIONAL
BAGIAN
KONTRAKTOR
EKSPOR
PRODUK BBM
PRODUKSI
PEMBELIAN/
EXCHANGE
MINYAK MENTAH
NASIONAL
EKSPOR
LPG
PREMIUM
BAGIAN
PEMERINTAH
MINYAK TANAH
PRODUKSI
PERTAMINA
SOLAR
MINYAK DIESEL
IMPOR
MINYAK MENTAH
MINYAK BAKAR
PRODUK
NON BBM
Gambar 55 Skema Pasokan BBM di Indonesia
(Ribu KL)
25000
20000
15000
10000
5000
0
2005
2006
Avtur
2007
RON 88
2008
2009
RON 92+RON 95+HOMC
2010
Kerosene
2011
2012
Fuel Oil
Sumber: Kementerian ESDM 2012, diolah kembali oleh DEN
Catatan: -RON 88 adalah premium
Kerosene adalah minyak tanah
Gambar 56 Impor BBM, 2005-2012
Manajemen Energi Secara Makro: MEMBANGUN FONDASI KUAT
247
Tabel 16 Negara Asal BBM Impor, Februari 2014
No
1.
2.
3.
4.
5.
Negara Asal
Singapura
Malaysia
India
Korea Selatan
Andora
Volume
(Ribu ton)
795,0
183,5
57,4
23,8
7,8
Impor
Nilai
(USD Juta)
842,4
198,6
62,6
25,9
8,4
Sumber: Badan Pusat Statistik
Walaupun masih ada juga sedikit keberhasilan yang telah
dicapai, dari gambaran impor BBM pada 2013 (Gambar 56),
terlihat bahwa ada permasalahan krusial yang perlu diwaspadai,
antara lain:
1) Kemampuan pasokan kilang dalam negeri hanya 50 persen
dari total kebutuhan BBM di dalam negeri. Apabila tidak
ada penambahan kilang baru, berarti impor BBM akan
meningkat lebih tinggi karena konsumsi meningkat tidak
dapat diimbangi oleh kapasitas kilang yang semakin
menurun karena faktor usia.
2) Didominasinya impor BBM oleh premium (RON 88),
dengan peningkatan volume rata-rata 11 persen per tahun
selama periode 2006-2012. Kondisi ini tentu akan semakin
memberatkan keuangan negara pada masa-masa mendatang,
karena jenis BBM ini dijual dengan harga subsidi.
3) Menurun dan terhentinya impor kerosen sejak 2009 karena
keberhasilan pemakaian LPG sebagai pengganti kerosen
untuk rumah tangga berpenghasilan kecil di perkotaan.
Kilang minyak di Indonesia ada 8 unit, yang 6 unit di antaranya
dikelola oleh Pertamina dengan total kapasitas 1,046.70 ribu
248
KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN
bph, yang berlokasi tersebar di wilayah Indonesia (Gambar 57).
Sedangkan 2 unit lainnya dikelola oleh swasta yang keduanya
berlokasi di Tuban, Jawa Timur, yaitu Tri Wahana Universal
(kapasitas 6 MBSD) dan Tuban/TPPI (100 MBSD). Namun
kedua kilang ini belum mampu berproduksi secara optimal.
Thailand
Laut Cina Selatan
er
Laut Sulawesi
ac
aP
Laut Halmahera
ra
ate
m
Su
Kalimantan
k
ifi
Malaysia
S. Pakning
Singapore
Dumai Riau
ud
m
Brunei Darussalam
Natuna
Kilang
Minyak
Sa
Malaysia
Brandan
Keterangan
Philliphina
ud
m
Sa
Balikpapan
Sulawesi
era
a
di
in
H
Laut Jawa
Balongan
No
Jawa Cepu
0
300
600
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Cilacap
Kilometers
Unit Kilang
Capacity (MBSD)
Unit II Dumai
Unit III Plaju
Unit IV Cilacap
Unit V Balikpapan
Unit VI Balongan
Unit VII Kasim
170.0
133.7
348.0
260.0
125.0
10.0
Sumber: Ditjen Migas, Kementerian ESDM, 2013
Gambar 57 Peta Lokasi Kilang Minyak Pertamina
Saat ini, beberapa kilang Pertamina tidak hanya memproduksi
BBM, tapi juga BBM unggulan dan produk non-BBM untuk
ekspor, antara lain:
1) Kilang Unit III Plaju dan Kilang Unit IV Cilacap terintegrasi
dengan pabrik Petrokimia yang memproduksi terepthalic
acid (PTA) dan paraxylene murni.
2) Kilang Unit IV Cilacap memproduksi lube base oil (LOB),
sebagai bahan dasar pabrik pencampuran (blending) LOB di
Jakarta, Surabaya, dan Cilacap untuk menghasilkan pelumas.
Manajemen Energi Secara Makro: MEMBANGUN FONDASI KUAT
249
3) Kilang Unit II Dumai, sejak April 2008 bekerja sama dengan
SK Corp dari Korea, telah memproduksi LOB tipe 100N, yang merupakan produk pelumas unggulan Pertamina
untuk pasar ekspor.
4) Kilang Pertamina Unit V Balikpapan untuk menghasilkan
produk BBM unggulan, seperti premium, pertamax, kerosen,
avtur, LPG.
5) Kilang Unit I Pangkalan Susu dan Unit Mundu (di
Balongan) hanya untuk memproduksi LPG.
Indonesia akan membangun dua kilang minyak baru dengan
kapasitas masing-masing 300.000 bph, yaitu Kilang Balongan
Baru Indramayu pada 2017 dan Kilang Tuban yang ditargetkan
beroperasi pada tahun 2018. Dengan dibangunnya dua kilang
baru tersebut, akan ada tambahan pasokan BBM sebesar 17,89
juta kl, yang terdiri atas premium 7,79 juta kl, solar 7,23 juta
kl, dan avtur sebesar 2,87 juta kl. Selain dua kilang tersebut,
Pemerintah juga berencana untuk membangun kilang sendiri
dengan menggunakan dana APBN dengan kapasitas 300
MBCD dimulai pada 2012 dan diharapkan dapat beroperasi
pada 2019.
Selain penambahan kilang, Pertamina juga berencana melakukan
perbaikan dan peningkatan kualitas produk, antara lain:
1) Renovasi Unit III Plaju untuk penambahan produksi
premium sebesar 120 ribu KL.
2) Renovasi Kero treater Unit II Dumai dan Unit V Balikpapan
untuk pengalihan minyak tanah menjadi avtur sebesar 2,61
juta kl.
250
KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN
3) Penambahan residual fluid catalytic cracking (RFCC) Unit IV
Cilacap untuk penambahan produksi premium sebesar 1,9
juta kl.
4) Bottom upgrading Unit V Balikpapan dan pembenahan Unit
II Dumai, akan menambah produksi premium sebesar 1,23
juta kl, minyak tanah 470 ribu kl, solar 2,26 juta kl, dan avtur
480 ribu kl.
c. LNG dan LPG
Pasokan LPG dari dalam negeri pada 2013 mencapai 21,2 juta
BOE, yang terdiri atas produksi LPG dari kilang LNG sebesar
15,6 juta BOE dan kilang minyak sebesar 5,6 juta BOE, serta
impor sekitar 22,4 juta BOE (untuk memenuhi kebutuhan
sebesar LPG sebesar 43,6 juta BOE).
Impor LPG meningkat tajam sejak 2008 (Gambar 58), dan pada
2013 impor sudah mencapai 50 persen dari total kebutuhan
dalam negeri. Impor LPG dilakukan oleh Pertamina dari
perusahaan Saudi Aramco. Peningkatan impor LPG ini, antara
lain disebabkan oleh:
1) Produksi LPG dari kilang minyak dan kilang LNG tidak
ada perubahan hanya sekitar 1,2 juta metrik ton per tahun,
sedangkan kebutuhan LPG selalu tumbuh sekitar 7-10
persen per tahun.
2) Kebijakan konversi kerosin ke LPG, yang sebelumnya,
kebutuhan LPG hanya mencapai 0,9 juta metrik ton.
3) Kandungan methana dalam migas Indonesia lebih dominan,
sedangkan kandungan propane, sebagai sumber LPG, sangat
Manajemen Energi Secara Makro: MEMBANGUN FONDASI KUAT
251
kecil (< 5 persen). Itu sebabnya, produk LPG sangat kecil,
karena LPG hanya merupakan produk sampingan atau byproduct dari kilang minyak dan LNG yang memproduksi
LNG dan CNG dalam jumlah besar.
(Kilo Ton)
6,000
5,000
4,000
3,000
2,000
1,000
0
2002
2003
2004
2005
2006
Total Supply
2007
2008
Import
2009
2010
2011
2012
Sumber: Kementerian ESDM dan DEN (2012)
Gambar 58 Impor LPG, Tahun 2005-2012
LPG merupakan produk dari kilang minyak dan kilang
LNG. Khusus kilang LNG, dari tiga unit kilang LNG, dua
di antaranya dikelola Pertamina melalui anak usaha, yaitu
PT Arun LNG yang mengelola kilang LNG Arun di Aceh
Tmur dan PT Badak LNG yang mengelola kilang LNG
Badak di Bontang (Gambar 59). Kilang LNG Arun memiliki
6 LNG train dengan kapasitas total 12,5 Mton per tahun,
sedangkan kilang LNG Badak memiliki 8 LNG train dengan
total kapasitas 22,5 Mton per tahun.
252
KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN
Laut Cina Selatan
Brunei
Natuna Darussalam
Malaysia
Kapasitas
Malaysia
21,64 MMTPA
Singapore
Bontang
Philipina
Thailand
Arun
Kapasitas
12,85 MMTPA
Su
ter
ma
Kalimantan
a
era
d
mu
Sa
in
H
a
di
0
300
Laut
Sulawesi
Keterangan
Sa
m
ud
er
aP
as
ifi
Laut
k
Halmahera
Tangguh
Bontang
Kapasitas
7,6 MMTPA
Papua
Laut Jawa
Jawa
Kilang
LNG
Timor lesta
600
Kilometers
Sumber: Ditjen Migas, Kementerian ESDM, Tahun 2013
Gambar 59 Peta Lokasi Kilang LNG di Indonesia
d. Briket Batubara
Briket batubara adalah bahan bakar padat (dengan tekanan)
yang terbuat dari batubara dengan sedikit campuran tanah liat
atau tapioka untuk perekat dan biomassa (biasanya molasses,
serbuk gergaji, dan lainnya) untuk mempermudah pembakaran.
Pada umumnya, briket batubara yang diproduksi di Indonesia
berbentuk telur dan sarang tawon (silinder atau kubus), dengan
ukuran yang bervariasi (Gambar 60). Bentuk cetakan briket
batubara ini untuk memudahkan dalam penanganan (handling),
terutama pengangkutan dan penyimpanan karena biasanya
dikemas dalam kantong berukuran 1-20 kg.
Tahun 1993, adalah awal briket batubara dikenalkan pada
masyarakat sebagai pengganti minyak tanah. Salah satu Lembaga
Litbang Kementerian ESDM di Bandung telah melakukan uji
coba komersialisasi briket batubara (dengan nama bio-briket),
Manajemen Energi Secara Makro: MEMBANGUN FONDASI KUAT
253
di Palimanan, Cirebon. Saat itu, sosialisasi dan demonstrasi
penggunaan briket batubara untuk rumah tangga, serta industri
kecil rumah tangga dan peternakan ayam. Namun, program
konversi ini tidak berjalan seperti yang diharapkan karena harga
jual tidak dapat bersaing dengan harga BBM yang disubsidi.
Tipe telur
Tipe Sarang tawon
Sumber: PT. Tambang Batubara Bukit Asam
Gambar 60 Varian Tipe Briket Batubara
Pada tahun yang sama, PT Tambang Batubara Bukit Asam
(PTBA), sebagai BUMN di bidang pertambangan batubara,
ditunjuk oleh Pemerintah sebagai pemasok briket batubara dalam
rangka persiapan menghadapi rencana Pemerintah mencabut
subsidi BBM pada 2004. PTBA kemudian membangun tiga
pabrik briket batubara, yaitu di Tanjung Enim dengan kapasitas
produksi sebesar 12.000 ton, di Natar, Bandar Lampung sebesar
8.000 ton, dan di Gresik sebesar 70.000 ton per tahun.
254
KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN
Pasokan briket batubara saat ini jauh lebih rendah. Sebelumnya,
PTBA sendiri pernah memproduksi briket batubara 115.000
ton per tahun. Total produksi briket batubara hanya 19.000
ton (lihat Diagram Pasokan-Kebutuhan Batubara). Penurunan
pasokan briket batubara ini karena masyarakat sudah terbuai
dengan bahan bakar gas (LPG) yang lebih murah dan lebih
praktis dalam penggunaannya.
AKSESIBILITAS
Ada beberapa faktor yang menentukan ketahanan energi, salah
satunya adalah aksesibilitas atau infrastruktur pendukung energi,
termasuk juga akses masyarakat terhadap energi.
Aksesibilitas energi masyarakat hingga saat ini masih terbatas dan
belum merata. Hal ini dapat dilihat dari sebaran rasio elektrifikasi di
seluruh wilayah Indonesia (Gambar 61). Pada 2013, rasio elektrifikasi
rata-rata adalah 80,5 persen. Artinya, hampir 20 persen rumah tangga
di Indonesia belum menikmati pasokan listrik. Kondisi ini juga
menunjukkan bahwa kemampuan Pemerintah dalam menyediakan
energi masih rendah. Selain itu, daya beli masyarakat terhadap energi
juga masih rendah.
Manajemen Energi Secara Makro: MEMBANGUN FONDASI KUAT
255
NAD
89,72%
Riau
77,56%
Sumbar
80,22%
Sumsel
70,90%
Sulbar
67,60%
Jakarta
99,99%
Lampung
77,55%
Kalsel
81,61%
Sulteng
71,02%
Sultra
62,51%
Bali
75,08%
Banten
86,27%
Jabar Jateng
80,15% 86,13%
50-70%
<50%
Malut
87,82%
Papua Barat
75,53%
Babel
97,13%
Bengkulu
77,53%
>70%
Gorontalo Sulut
67,81% 81,82%
Kalbar
95,55%
Jambi
75,14%
Category
Kaltim
80,45%
Kalteng
66,21%
Kopri
69,66%
Sumut
87,62%
DIY
Jatim
80,57% 79,26%
Maluku
78,36%
Sulsel
81,14%
NTB
64,43%
Papua
36,41%
NTT
54,77%
Tahun
2008 2009 2010 2011 2012
2013 2014 2015 2016 2017
Realisasi
65.10% 65.79% 67.15% 72.95% 76.56% 80.51%
Berdasarkan Draft RUKN
81.51% 83.18% 86.37% 89.56%
Sumber: Kementerian ESDM
Gambar 61
Peta Sebaran Ratio Elektrifikasi di Indonesia
Rendahnya rasio elektrifikasi ini disebabkan oleh kurangnya
infrastruktur energi, terutama di daerah-daerah terpencil dan
pulau-pulau terluar. Aksesibilitas energi sangat tergantung pada
ketersediaan infrastruktur energi dan transportasi. Indonesia sebagai
negara kepulauan merupakan salah satu kendala dalam pemerataan
aksesibilitas energi. Gambar 62 juga memperlihatkan bahwa masih
banyak daerah yang belum mendapatkan aksesibilitas energi dengan
baik dan merata karena jaringan transmisi listrik masih terpusat di
Jawa dan Sumatera.
256
KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN
Sumber: Kementerian ESDM, diolah kembali oleh DEN
Gambar 62 Jaringan Transmisi Listrik Nasional
Meski pertumbuhan energi cukup tinggi, yaitu 7-8 persen per tahun,
konsumsi energi per kapita Indonesia masih terbilang rendah bila
dibandingkan dengan negara-negara ASEAN lainnya (Tabel 16).
Kondisi ini juga memperlihatkan bahwa akses masyarakat terhadap
energi masih rendah.
Tabel 17 Perbandingan Konsumsi Listrik Per Kapita
di Negara-Negara ASEAN
PDB/Kapita
(USD/Kapita)
Listrik/Kapita
(kWh/Kapita)
0,45
54.400
7.470
92,4
6,6
55,1
15,2
2.500
1.900
1.100
1.800
935
338
84
104
No
Negara
Populasi ( Juta)
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Filipina
Indonesia
Malaysia
Singapura
Thailand
Brunei
Darussalam
Vietnam
Laos
Myanmar
Kamboja
105,7
251,0
29,6
5,4
67,4
7.
8.
9.
10.
2.587
3.557
10.381
51.709
5.480
524
591
3.241
6.931
1.961
Sumber: Dewan Energi Nasional
Manajemen Energi Secara Makro: MEMBANGUN FONDASI KUAT
257
Menurut beberapa analisis dari data empiris (Djarot S. Wisnubroto,
Batan), terdapat korelasi yang kuat antara konsumsi listrik per kapita
dan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) atau Human Development
Index (HDI). Peningkatan konsumsi listrik per kapita secara
langsung merangsang pertumbuhan ekonomi yang cepat dan secara
tidak langsung dapat meningkatkan target pembangunan sosial,
terutama untuk negara-negara yang masih mempunyai nilai HDI
rendah dan menengah. Pada umumnya, ambang batas atau transisi
HDI rendah ke ekonomi menengah adalah ketika konsumsi listrik
500 kWh per kapita dicapai. Angka ini didasarkan pada jumlah
minimal listrik yang digunakan untuk memompa air, penerangan,
dan pendingin makanan dan obat-obatan, yang secara signifikan
dapat meningkatkan kondisi hidup masyarakat mereka. Sedangkan
konsumsi listrik 4.000 kWh per kapita merupakan garis batas antara
negara berkembang dan negara maju.
Untuk menjadi negara yang sejahtera (nilai HDI tinggi), perlu
peningkatan konsumsi listrik yang signifikan, dari kondisi sekarang
yang masih di bawah sekitar 700 kWh/kapita. Bahkan, untuk
mengejar konsumsi listrik negara tetangga, seperti Malaysia saat ini
sekalipun, perlu usaha sangat keras dalam penyediaan energi.
Mengingat besarnya investasi yang harus dikeluarkan untuk
membangun jaringan sistem kabel bawah laut, pengembangan dan
pemanfaatan sumber energi lokal, terutama EBT seperti biomassa,
energi surya, dan mikro hidro merupakan pilihan yang bijaksana dalam
rangka peningkatan dan pemerataan aksesbilitas energi. Pemanfaatan
EBT dapat dijadikan pilihan jangka pendek bagi masyarakat pedesaan
yang belum tersentuh jaringan listrik ataupun daerah-daerah terpencil,
258
KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN
termasuk daerah perbatasan dan
pulau-pulau terluar.
Terdapat korelasi yang
kuat antara konsumsi
listrik per kapita dan
Indeks Pembangunan
Manusia.Peningkatan
konsumsi listrik
per kapita secara
langsung merangsang
pertumbuhan
ekonomi.
Pembangkit Listrik Tenaga Surya
(PLTS) salah satunya, sangat
relevan
untuk
daerah-daerah
terpencil ataupun pulau-pulau
terluar. Walaupun dari sisi biaya
investasi masih relatif tinggi, jika
dibandingkan dengan membangun
jaringan kabel atau membangun
pembangkit dengan bahan bakar
fosil (yang biaya angkutnya ke pulau
cukup tinggi), pengembangan PLTS lebih memungkinkan. Selain
sumber energi matahari begitu melimpah, sehingga pemanfaatannya
tak terbatas, PLTS relatif lebih mudah dipasang dan dipelihara,
ramah lingkungan, tahan lama, dan tak menimbulkan radiasi
elektromagnetik yang berbahaya bagi kesehatan.
Pengembangan pemanfaatan sumber energi lokal mempunyai nilai
strategis karena selain memperluas akses masyarakat terhadap energi,
juga akan membuka isolasi dan mendorong pertumbuhan ekonomi
daerah. Untuk itu, diperlukan intervensi Pemerintah Pusat dan/
atau Pemda melalui upaya-upaya perintisan yang tidak semata-mata
didasarkan atas pertimbangan kelayakan ekonomi.
Pemerintah telah melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan
pemerataan aksesibilitas energi, antara lain:
Manajemen Energi Secara Makro: MEMBANGUN FONDASI KUAT
259
1. Penambahan sambungan baru untuk rumah tangga dengan
kisaran 1–1,2 juta rumah tangga per tahun pada periode
2010-2014
2. Pembangunan listrik pedesaan dengan memanfaatkan potensi
energi setempat, seperti air, matahari, dan biomassa, serta
termasuk pembangunan infrastrukturnya, yaitu PLTMH
(570 unit), SHS (192.000 unit), PLTS Terpusat (250 unit),
PLTS (270 unit), JTM (25.495 km), JTR (6.260 km), dan
Gardu distribusi (4.390 unit).
3. Peningkatan kapasitas pembangkit tenaga listrik sebesar
6,123 MW serta memperpanjang jaringan transmisi (ratarata 5.556 km per tahun) dan distribusi tenaga listrik (ratarata 35.040,8 km per tahun).
Kebutuhan listrik meningkat rata-rata 8,5 persen per tahun,
sementara itu total kapasitas terpasang pembangkit nasional
pada 2013 sebesar 48.161 MW yang sebagian besar berlokasi di
Jawa, termasuk jaringan transmisinya.
UTILISASI
Dari sisi sektor pemakai, sektor industri dan transportasi merupakan
pemakai energi final terbesar (tanpa biomassa) pada 2011, yaitu
masing-masing 43 persen dan 38 persen. Sedangkan porsi rumah
tangga hanya 12 persen. Tetapi, bila biomassa diperhitungkan, porsi
pemakaian energi final di rumah tangga melebihi sektor transportasi,
yaitu 29 persen, sedangkan sektor transportasi 25 persen dan sektor
industri 41 persen (Gambar 63).
260
KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN
Tanpa Biomassa
3%
38%
Industri
4%
36%
Dengan Biomassa
Household
44% 43%
4%
12%
4%
12%
Commercial
Transportation
Other
2%
25%
3%
24%
3%
3%
41%
41%
29%
29%
Sumber: Kementerian ESDM
Gambar 63 Komposisi Penggunaan Energi Final
Berdasarkan Sektor, 2010-2011
Kondisi ini memperlihatkan bahwa biomassa, terutama ‘limbah
hutan’ masih merupakan bahan bakar dominan yang digunakan oleh
rumah tangga di daerah pedesaan karena biomassa lebih mudah
diperoleh dan kadang-kadang tanpa biaya.
1. Minyak Bumi dan BBM
Kebutuhan minyak mentah dalam negeri pada 2013 sebesar
307,3 juta BOE dan hampir seluruhnya (98 persen) menjadi
input kilang minyak untuk menghasilkan BBM dan produk non
BBM. Sedangkan sisanya digunakan untuk stok 29 ribu BOE
dan pemakaian sendiri dan susut sebesar 6 juta BOE (lihat
Diagram Pasokan-Kebutuhan Minyak Bumi).
Sektor transportasi merupakan pemakai BBM terbesar di dalam
negeri, yang pada 2013 porsinya mencapai 63,6 persen dari
total kebutuhan BBM yang besarnya 3934 juta BOE, kemudian
diikuti pembangkit listrik (PLN dan IPP) sebesar 14 persen dan
industri 12,5 persen (Gambar 65).
Manajemen Energi Secara Makro: MEMBANGUN FONDASI KUAT
261
Sektor lainnya
26,068
Komersial
5,769
Rumah Tangga
7,015
Industri
49,389
Transportasi
250,593
Pembangkit listrik
55,057
-
50,000
100,000
150,000
200,000
250,000
300,000
Ribu BOE
Sumber: DEN, diolah kembali
Gambar 64 Konsumsi BBM Berdasarkan Sektor, 2013
a. Konsumsi BBM di Sektor Transportasi
1) Konsumsi BBM (Subsidi dan Non-Subsidi)
Pada 2013 (angka sementara), total konsumsi BBM
sebesar 250,6 juta BOE, dan jenis BBM terbanyak yang
digunakan di sektor transportasi adalah jenis gasoline,
termasuk BBM subsidi dan non-subsidi. Sedangkan
jenis avtur dan RFO paling sedikit digunakan.
Pemakaian gasoline terus mengalami peningkatan, yaitu
rata-rata 12 persen per tahun (Gambar 65).
Dari sisi jenis moda angkutan, konsumsi BBM terbesar
adalah angkutan jalan yang mencapai 88 persen dari
total konsumsi BBM di sektor transportasi. Sedangan
konsumsi BBM terbesar di kelompok moda angkutan
jalan adalah kendaraan pribadi, angkutan barang, dan
262
KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN
sepeda motor, dengan porsi masing-masing 39 persen,
36 persen, dan 15 persen (Gambar 66).
Juta KL
30
Gasoline
25
20
15
Diesel
Biofuel
10
5
Avtur
RFO
2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011
Sumber: Kementerian ESDM
Gambar 65 Konsumsi BBM di Sektor
Transportasi Berdasarkan Jenis BBM, 2000-2011
7%
4% 1%
Angkutan jalan
Angkutan laut
36%
Angkutan udara
Angkutan KA dan
SDP
88%
Porsi Konsumsi BBM di Sektor Transportasi
39%
Kendaraan pribadi
Bus
Sepeda motor
15%
10%
Kendaraan angkutan
barang
Porsi Konsumsi BBM Di Angkutan Jalan
Sumber: Kementerian Perhubungan
Gambar 66 Porsi Konsumsi BBM di Sektor
Transportasi, 2012
2) Konsumsi BBM Bersubsidi
Hingga akhir 2012, realisasi volume BBM bersubsidi
mencapai 253 juta BOE (Gambar 67). Pada 2011,
jenis BBM bersubsidi yang paling banyak dikonsumsi
Manajemen Energi Secara Makro: MEMBANGUN FONDASI KUAT
263
adalah premium (25,5 juta kl) dan solar (14,5 juta kl).
Untuk gasoline non-subsidi, seperti Premix, Super TT,
Pertamax, dan Pertamax Plus mengalami penurunan.
Hal ini dipengaruhi oleh tingginya harga minyak
dunia, sehingga selisih antara harga BBM subsidi dan
BBM non-subsidi semakin besar. Akibatnya, beberapa
pengguna BBM non-subsidi beralih menggunakan
BBM subsidi.
Passanger
Car
Bus
Truck
Million BOE
Subsidized fuel consumtion for
passenger cars are very huge, the total
fuel subsidized by the Government
almost 30% consumed by passenger
cars and 44% by motorcycles.
300
Bus consumed 8% from total fuel
subsidized by government
200
250
150
Truck consumed 17% from total fuel
subsidized by government
100
50
Motor
Cycles
Motor cycles growth rate is very high
(15.3% per year), exceed the growth
rate of total vehicles by 14% per year.
2000
2002 2004 2006 2008 2010 2012
Passanger Car
Train
Bus
Truck
Motor Cycle
Train
Train consumed only 1% from the
total fuel. To date, trains service are
only available in Java and Sumatera
islands.
Sumber: Kementerian Perhubungan (2013)
Gambar 67 Konsumsi BBM Bersubsidi di Moda
Angkutan Jalan dan Kereta Api, 2012
Berdasarkan data Kementerian Perhubungan, ada lima
moda angkutan jalan (termasuk kereta api) di Indonesia
264
KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN
yang pada umumnya mengkonsumsi BBM bersubsidi,
yaitu (Gambar 67):
a) Kendaraan penumpang
Kendaraan penumpang adalah kendaraan roda
empat yang terdiri atas kendaraan pribadi, angkutan
umum perkotaan dan pedesaan, dan taksi. Kendaraan
penumpang sebagian besar mengkonsumsi BBM
bersubsidi, dan porsi pemakaian BBM bersubsidi
tersebut diperkirakan sekitar 30 persen pada 2012.
b) Bus
Bus terdiri dari bus angkutan penumpang luar kota,
dalam kota, dan bus pariwisata. Porsi pemakaian
BBM bersubsidi oleh kelompok bus sekitar 8 persen.
c) Angkutan barang
Truk merupakan kendaraan angkutan barang dari
berukuran kecil (6-8 ton) hingga berukuran besar
(di atas 30 ton). Porsi pemakaian BBM bersubsidi
oleh kelompok truk sekitar 17 persen.
d) Kendaraan roda dua
Tingkat pertumbuhan sepeda motor di Indonesia
sangat tinggi, yaitu 15,3 persen per tahun, melebihi
tingkat pertumbuhan total kendaraan sebesar 14
persen per tahun. Porsi pemakaian BBM bersubsidi
oleh kelompok kendaraan roda sekitar 44 persen.
e) Kereta api
Manajemen Energi Secara Makro: MEMBANGUN FONDASI KUAT
265
Porsi pemakaian BBM bersubsidi oleh kereta api
sangat kecil, yaitu hanya 1 persen. Sampai saat
ini, layanan kereta api hanya tersedia di Jawa dan
Sumatera.
Di masa mendatang, konsumsi BBM akan semakin meningkat.
Dalam periode 2010-2030 (Gambar 68), konsumsi BBM di
sektor transportasi meningkat rata-rata 5 persen per tahun.
Konsumsi BBM di masa mendatang masih tetap didominasi
oleh kendaraan penumpang, sepeda motor, dan angkutan barang
(truk).
Menurut Kementerian Perhubungan, faktor yang mempengaruhi
peningkatan konsumsi BBM ini, antara lain:
1) Peningkatan jumlah kendaraan bermotor, dengan tingkat
pertumbuhan sekitar 8-15 persen per tahun.
2) Rendahnya harga bahan bakar karena harga masih disubsidi.
3) Kemacetan lalu lintas di kota-kota besar semakin parah, yang
disebabkan oleh peningkatan permintaan perjalanan, disiplin
berlalu lintas yang rendah, penggunaan angkutan pribadi yang
masih dominan, pengembangan tata guna lahan yang tidak
konsisten, serta pemanfaatan jalan dan fasilitas lalu lintas
angkutan jalan di luar kepentingan lalu lintas. Berdasarkan
perhitungan, kerugian yang ditimbulkan oleh kemacetan lalu
lintas di Jakarta sekitar Rp 14,80 miliar per hari, sedangkan di
Bandung sekitar Rp 1,78 miliar per hari.
266
KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN
Juta BOE 1.000
900
800
700
600
500
400
300
200
100
Pesawat Terbang
ASDP
Kapal Ikan
Kapal Laut
Kereta Api
Truk
Bus
Mobil Penumpang
Sepeda Motor
2010
20.89
2.71
7.27
3.73
3.83
70.32
33.75
66.68
73.29
2015
45.12
3.46
8.03
3.92
4.23
87.58
41.89
106.66
119.30
2020
66.95
4.42
8.87
4.12
4.67
111.52
53.22
158.07
161.46
2025
89.04
5.64
9.79
4.33
5.16
145.04
69.14
220.73
191.69
2030
114.98
7.20
10.81
4.55
5.70
192.52
91.75
289.19
201.49
Sumber: Kementerian Perhubungan, diolah kembali
Gambar 68
Prakiraan Konsumsi BBM di Sektor Transportasi
Berdasarkan Jenis Angkutan, 2010-2030
4) Pelayanan angkutan umum masih rendah
a) Tingkat aksesibilitas rendah, seperti:
i.
Masih banyak bagian dari kawasan perkotaan
yang belum dilayani oleh angkutan umum.
ii. Rasio antara panjang jalan yang dilayani trayek
dengan total panjang jalan di perkotaan rata-rata
masih di bawah 70 persen bahkan di beberapa
kota rasionya di bawah 15 persen.
b) Tingkat pelayanan rendah, sehingga mengakibatkan
waktu tunggu tinggi, waktu perjalanan menjadi lebih
lama, reliabilitas rendah, dan tidak aman di dalam
angkutan umum.
Manajemen Energi Secara Makro: MEMBANGUN FONDASI KUAT
267
c) Biaya tinggi.
i.
Aksesibilitas dan jaringan pelayanan angkutan
umum yang kurang baik menyebabkan
masyarakat harus beberapa kali berpindah
angkutan umum untuk sampai ke tempat tujuan.
ii. Belum adanya keterpaduan sistem tiket.
iii. Kurangnya keterpaduan moda.
Akibat dari kondisi di atas, biaya angkutan
umum menjadi lebih mahal dibandingkan
dengan angkutan pribadi.
5) Peningkatan pertumbuhan ekonomi.
b. Konsumsi BBM di Sektor Rumah Tangga
Di sektor rumah tangga, pemakaian BBM, khususnya
minyak tanah sudah sangat jauh menurun. Selama periode
2008-2012, Pemerintah telah berhasil memperkecil
pemakaian kerosen sebagai bahan bakar untuk rumah
tangga berpenghasilan rendah di daerah perkotaan dan
menggantikannya dengan gas LPG 3 kg.
Keberhasilan program konversi minyak tanah ke gas (LPG)
pada 2008 mengakibatkan konsumsi kerosen terus menurun
dan akhirnya impor dihapus sejak 2009. Saat ini, pasokan
kerosen di dalam negeri sebagian besar digunakan untuk
industri. Pada 2013, konsumsi BBM di sektor rumah tangga
sebesar 7 juta BOE.
c. Konsumsi BBM di Sektor Industri
Di sektor industri, jenis BBM yang paling banyak dikonsumsi
268
KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN
adalah ADO (automotive diesel oil) sekitar 60 persen dari
total kebutuhan BBM, kemudian diikuti oleh kerosen dan
IDO (industrial diesel oil).
Pada 2013, konsumsi BBM di sektor industri mencapai
49,4 juta BOE. Dibandingkan dengan konsumsi dua
tahun sebelumnya, konsumsi BBM di sektor ini cenderung
menurun.
d. Konsumsi BBM di Sektor Kelistrikan
Jenis BBM yang umum digunakan di sektor kelistrikan
adalah HSD (high speed diesel), IDO (industrial diesel oil),
dan MFO (marrine fuel oil). Pada 2013, konsumsi BBM di
sektor ini sebesar 55 juta BOE, yang terdiri dari pembangkit
listrik PLN sebesar 54 juta BOE dan IPP 1 juta BOE.
Jenis BBM yang digunakan oleh pembangkit PLN HSD
(high speed diesel) dan MFO (marrine fuel oil) yang porsinya
masing-masing 78 persen dan 22 persen dari total konsumsi
BBM.
Dibandingkan dengan tahun sebelumnya, konsumsi BBM
di sektor ini mengalami peningkatan. Kemungkinan besar
hal ini disebabkan oleh penyelesaian proyek FTP I 10.000
MW meleset dari target yang direncanakan.
e. Konsumsi BBM di Sektor Komersial
Penggunaan BBM di sektor komersial cenderung berkurang,
pengurangan ini lebih banyak disebabkan oleh penurunan
pemakaian minyak tanah di sektor komersial. Secara total
penggunaan BBM yang terdiri dari ADO (automotive diesel
oil), IDO, dan minyak tanah di sektor komersial pada 2013
Manajemen Energi Secara Makro: MEMBANGUN FONDASI KUAT
269
mencapai 5,8 juta BOE. ADO adalah jenis BBM yang
paling banyak dikonsumsi di sektor komersial.
f.
Total Konsumsi BBM di Masa Mendatang
584,07
Kebutuhan BBM (tidak termasuk biofuel) diproyeksikan
meningkat rata-rata 4-5 persen per tahun. Sektor transportasi
masih mendominasi porsi kebutuhan BBM sampai dengan
2030, dengan tingkat pertumbuhan rata-rata 5 persen per
tahun (Gambar 69). Dari jenis BBM, konsumsi bensin dan
ADO tumbuh rata-rata 5,68 persen per tahun dan 2,18
persen per tahun sedangkan konsumsi kerosen turun ratarata 2,97 persen per tahun.
MMBSY
500,02
600
355,89
429,8
500
266,51
400
300
Komersial
2020
Pembangkit Listrik
0
8,32
30,66
83,23
93,95
2015
Rumah Tangga
0,08
7,5
19,48
67,54
78,04
2010
0,28
7,08
16,71
59,48
63,48
0
0,7
6,78
14,12
49,5
49,76
100
24,15
7,46
14,71
51,5
37,3
200
2025
2030
Industri ACM
Transportasi
Gambar 69 Prakiraan Konsumsi BBM Per Sektor Pemakai
di Indonesia, 2010-2030
2. Gas Alam, CNG, dan LPG
Pada 2013, kebutuhan gas alam di dalam negeri, termasuk
kebutuhan pabrik pengolahan LNG dan kilang minyak
270
KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN
mencapai 396,9 juta BOE, atau sekitar 81 persen dari total
produksi nasional (489,8 juta BOE), sedangkan sisanya, 19.7
persen diekspor langsung dalam bentuk gas alam. Dari jumlah
kebutuhan di atas, sebesar 191,3 juta BOE diolah menjadi LPG
sebanyak 15,6 juta BOE dan LNG sebanyak 170,5 juta BOE, di
mana seluruh LNG ini diekspor.
Pada 2013, konsumen gas alam terbesar adalah pembangkit
listrik dan sektor industri, dengan porsi masing-masing sebesar
33,2 persen dan 40,9 persen dari total konsumsi (Gambar 70),
dengan asumsi bahwa umpan gas alam untuk menghasilkan
LNG tidak dianggap sebagai konsumsi dalam negeri, karena
seluruh produk LNG tersebut diekspor (lihat Diagram PasokanKebutuhan Gas Alam, 2013).
lainnya (2)
2,155
Pemakaian sendiri
37,344
Industri
91,755
Pembangkit listrik
74,421
Kilang Minyak
3,175
Kilang LNG (1)
13,605
-
20,000
40,000
60,000
80,000
100,000
Catatan:
(1) Total gas alam sebagai umpan kilang LNG sebesar 188.169 BOE, yang produksinya berupa
LPG 15.605 BOE (untuk konsumsi dalam negeri) dan LNG sebesar 170.520 BOE (semuanya diekspor).
(2) Lainnya terdiri atas sektor Transportasi (367 BOE), Komersial (1.625 BOE),
Rumah Tangga (134 BOE) dan Stock (29 BOE)
Gambar 70 Konsumsi Gas Alam Per Sektor Pemakai, 2013
Manajemen Energi Secara Makro: MEMBANGUN FONDASI KUAT
271
Sementara itu, konsumen LPG terbesar adalah sektor rumah
tangga. Pada 2013, konsumsi LPG di sektor rumah tangga
mencapai 41,1 juta BOE, sedangkan di sektor komersial sebesar
1,1 juta BOE. Sektor industri yang menggunakan LPG adalah
industri makanan dan industri kecil rumah tangga, dan keramik,
gelas, dan bahan bakar forklift.
Perusahaan Gas Negara (PGN), merupakan perusahaan BUMN
yang bergerak di bidang transmisi dan distribusi gas alam di
dalam negeri. Saat ini, PGN telah memiliki jaringan pipa gas
alam lebih dari 6.000 km, yang digunakan untuk menyalurkan
gas kepada pelanggan, seperti PLN (untuk pembangkit listrik),
sektor industri, sektor komersial (seperti hotel, restoran,
rumah sakit, dan mal), dan sektor transportasi. Pemakaian
gas alam, terutama CNG untuk sektor transportasi saat ini
mulai ditingkatkan kembali, melalui peran PGN. Sedangkan
pemakaian LPG di sektor industri dan transportasi masih kecil.
a. Konsumsi Gas di Sektor Industri
Di sektor industri, pemakai gas alam terbesar adalah industri
pupuk, keramik, logam, kimia, pulp dan kertas, dan lainnya.
Industri pupuk dan keramik merupakan industri yang
sangat tergantung pada ketersediaan gas alam karena dalam
industri keramik, gas alam ini mempunyai sifat spesifik
sebagai bahan bakar yang tidak bisa digantikan oleh sumber
energi lain, sedangkan di industri pupuk dan petrokimia,
gas alam digunakan sebagai bahan baku utama, selain juga
sebagai bahan bakar.
Di industri pupuk, pemanfaatan gas alam dimulai pada
1960-an, yaitu ketika produksi gas alam dari ladang Stanvac
272
KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN
Indonesia di Pendopo, Sumatera Selatan dikirim melalui pipa
gas ke pabrik Pupuk Pusri IA di Palembang. Pemanfaatan
gas alam di industri ini kemudian mulai berkembang dengan
pesat sejak 1974, ketika gas alam mulai dialirkan melalui
pipa gas dari ladang gas alam di Prabumulih, Sumatera
Selatan ke pabrik Pupuk Pusri II, Pusri III, dan Pusri IV di
Palembang.
Di Jawa Barat, pada tahun yang sama, gas alam juga dipasok
lewat pipa gas dari ladang gas alam di lepas pantai Laut Jawa
dan kawasan Cirebon untuk pabrik pupuk (Pupuk Kujang)
dan industri menengah dan berat di kawasan Jawa Barat dan
Cilegon, Banten. Industri yang dipasok gas alam tersebut,
antara lain pabrik semen, pabrik pupuk, pabrik keramik,
pabrik baja, dan pembangkit listrik.
Gas alam memiliki peran strategis di industri petrokimia.
Industri petrokimia terbagi dalam tiga kelompok, yaitu
petrokimia C1, petrokimia olefin, dan petrokimia aromatik,
yang masing-masing industri ini telah berkembang menjadi
pohon industri yang besar dengan berbagai jenis produk
turunan yang mengisi sendi-sendi kehidupan masyarakat.
Produk utama dari industri petrokimia adalah amonia, yang
merupakan bahan baku urea dan asam nitrat. Saat ini, sebagian
besar amonia di Indonesia digunakan sebagai bahan baku
urea, karena kebutuhannya yang besar baik untuk industri
maupun pertanian, perkebunan, dan perikanan. Urea dapat
digunakan sebagai bahan baku di industri melamin, resin
melamin, dan asam siklamat. Asam siklamat merupakan
bahan baku sodium siklamat yang digunakan sebagai
Manajemen Energi Secara Makro: MEMBANGUN FONDASI KUAT
273
pemanis buatan. Asam nitrat, selain digunakan sebagai bahan
baku pembuatan ammonium nitrat (sebagai bahan peledak),
juga digunakan sebagai bahan baku industri selulosa nitrat
yang dapat dimanfaatkan untuk berbagai kegunaan.
Menurut Kementerian Perindustrian, kebutuhan gas alam
untuk industri pada 2014 mencapai 2.130 MMSCFD, yang
terdiri atas kebutuhan untuk bahan baku sebesar 1.022
MMSCFD dan bahan bakar sebesar 1.108 MMSCFD.
Kebutuhan gas alam akan semakin meningkat, seiring dengan
rencana pengembangan industri ke depan. Namun, ada
kekhawatiran dari kalangan industri mengenai ketersediaan
pasokan gas karena saat ini kontrak pengadaan gas masih di
bawah kebutuhan.
b. Konsumsi Gas di Sektor Kelistrikan
Sejak 2009, PLN mulai mengurangi pemakaian BBM untuk
pembangkit listrik karena biaya per kWh yang tinggi, dan
diharapkan pada 2015, porsi PLTD dari seluruh pembangkit
listrik hanya 8,5 persen.
Dalam pembangkit listrik, gas alam digunakan sebagai
bahan bakar pada pembangkit listrik tenaga gas (PLTG) dan
pembangkit listrik tenaga gas uap (PLTGU). Karena tingkat
efisiensi gas menjadi listrik yang sangat tinggi menjadikan
PLTGU sebagai pembangkit listrik yang paling kompetitif
di antara pembangkit uap lainnya, di samping sifat gas alam
yang lebih ramah lingkungan dibandingkan minyak dan
batubara.
Dalam program percepatan FTP II, salah satu PLTGU
274
KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN
berskala besar akan dibangun oleh PLN untuk memperkuat
listrik di Pulau Sulawesi. Alokasi gas alam berasal dari
proyek gas Donggi-Senoro di Sulawesi Tengah. PLN telah
menyanggupi untuk menyerap paling sedikit 200 MMSCFD
dengan harga yang telah ditetapkan Pemerintah sebesar
US$ 6-6,5/MMBTU. Rencananya, PLTGU tersebut akan
dibangun di dekat proyek gas Donggi-Senoro.
Pada awal 2012, PLN mulai memikirkan untuk mengguna
kan CNG di pembangkit, yang terutama untuk pembangkit
yang berada di wilayah pulau-pulau kecil. Contoh menarik
dari pemakaian CNG ini adalah pembangkit di pulau
Bawean, Gresik: Pembangkit Listrik Tenaga Mesin Gas
berbahan bakar Compressed Natural Gas (CNG) (PLTMGCNG) dengan kapasitas 3x1 MW. Awal beroperasi
pembangkit ini memakai BBM, biaya produksi sebesar
Rp2.800 per kWh dan konsumsi BBM sebesar 460 ribu
liter per bulan, dan setelah menggunakan CNG, ada
penghematan biaya pemakaian bahan bakar hingga Rp863
per kWh, dan konsumsi gas hanya sekitar 0,6 juta kaki kubik
per hari (MMSCFD).
Data PLN memproyeksikan konsumsi gas untuk pembangkit
listrik hingga semester pertama 2014 mencapai 215 Trillion
British Thermal Unit (TBTU) dari total target sepanjang
2014 sebesar 431 TBTU. Target konsumsi gas pembangkit
listrik pada tahun ini tercatat naik dibanding konsumsi gas
pada 2013 sebesar 410 TBTU. PLN juga telah mendapat
komitmen gas dari lapangan Terang Sirasun Batur, Sampang,
Madura, yang dioperasikan Kangean Energy Indonesia Ltd.
Manajemen Energi Secara Makro: MEMBANGUN FONDASI KUAT
275
PLN mendapatkan alokasi 130 juta kaki kubik per hari
(MMSCFD) dari lapangan gas Kangean Energy, dari total
produksi lapangan tersebut yang mencapai 300 MMSCFD.
c. Sektor Transportasi
Pemanfaatan gas alam, khususnya CNG, di sektor
transportasi mulai kembali ditingkatkan setelah sejak
1987 pemanfaatan gas di sektor ini tidak berjalan seperti
diharapkan.
Kementerian ESDM, melalui Kepmen ESDM No 2435
K/15/MEM/2014 dan Kepmen ESDM No 2436 K/15/
MEM/2014, 23 April 2014, menetapkan Pertamina dan
PGN sebagai badan usaha pelaksana penugasan penyediaan
dan pendistribusian bahan bakar gas untuk transportasi
jalan. Aturan ini merupakan pelaksanaan Peraturan Menteri
ESDM No 8 Tahun 2014 tentang Pelaksanaan Penyediaan
dan Pendistribusian Bahan Bakar Gas untuk Transportasi
Jalan.
Pertamina mendapat tugas membangun 22 SPBG CNG
dan 7 mobile refueling unit (MRU) beserta infrastruktur
pendukungnya di DKI Jakarta, Banten, Jawa Barat, dan
Jawa Tengah. Pertamina juga bertugas untuk menyediakan
dan mendistribusikan CNG di Stasiun Pengisian Bahan
Bakar Gas (SPBG) yang akan dibangun tersebut dan SPBG
yang sudah ada dengan jumlah 23 unit di DKI Jakarta, Jawa
Timur, Sumatera Selatan, dan Kalimantan Timur. Total
alokasi CNG yang harus disiapkan sebesar 37,7 MMSCFD
untuk 2014-2019, dengan perincian:
276
KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN
1) DKI Jakarta, Banten, dan Jawa Barat sebesar 24
MMSCFD
2) Jawa Tengah sebesar 1 MMSCFD
3) Jawa Timur sebesar 10,2 MMSCFD
4) Sumatera Selatan 1,5 MMSCFD
5) Kalimantan Timur sebesar 1 MMSCFD.
Sementara itu, PGN mendapat tugas membangun 12
SPBG dan 2 MRU beserta infrastruktur pendukungnya di
DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur, dan Riau. PGN juga
bertugas untuk menyediakan dan mendistribusikan CNG
di SPBG yang akan dibangun dan SPBG yang sudah ada,
berupa 1 SPBG CNG dan 1 MRU beserta infrastruktur
pendukungnya di DKI Jakarta. Total alokasi CNG yang
harus disiapkan sebesar 10,5 MMSCFD untuk selama
tahun 2014-2019, dengan perincian:
1) DKI Jakarta dan Jawa Barat sebesar 7,5 MMSCFD
2) Jawa Timur sebesar 2 MMSCFD
3) Riau sebesar 1 MMSCFD
Awal 2014, PGN, melalui anak usaha PGN Gagas, juga
membangun 12 SPBG dan 4 MRU menjangkau Jakarta.
Di Jakarta, MRU ditempatkan di lapangan IRTI Monas,
Jakarta. Tujuannya agar gampang diakses masyarakat.
Dengan kata lain, gas bumi ke masyarakat lebih dekat dan
bisa menjangkau area yang tidak terdapat infrastruktur gas.
Diperkirakan, MRU ini kelak bisa melayani 300-350 unit
bajaj serta sekitar 100-150 kendaraan operasional PGN
serta instansi dan kementerian.
Manajemen Energi Secara Makro: MEMBANGUN FONDASI KUAT
277
d. Sektor Rumah Tangga
Sejak 1968, masyarakat Indonesia telah mengenal dan
menggunakan LPG sebagai bahan bakar alternatif yang
lebih bersih untuk memasak selain minyak tanah. Pada
awalnya, LPG dengan merek dagang ‘Elpiji’, dipasarkan
Pertamina untuk memanfaatkan produk samping kilang
minyak. Seiring dengan berjalannya waktu, LPG semakin
disukai karena sifatnya yang lebih praktis, bersih dan jauh
lebih cepat pemanasannya dibandingkan dengan bahan
bakar lainnya. Dengan harga yang lebih tinggi dari minyak
tanah, LPG merupakan bahan bakar yang populer di
kalangan masyarakat menengah ke atas pada waktu itu.
Sebelum 2007, konsumsi LPG dalam negeri berkisar 1
juta MT (metrik ton) per tahun, dengan konsumen yang
terdiri atas sektor rumah tangga, komersial (hotel, restoran,
kafe), dan industri. Guna memenuhi kebutuhan konsumen
tersebut, LPG dikemas dalam tabung ukuran 12 kg untuk
kebutuhan rumah tangga, 50 kg untuk kalangan komersial,
serta LPG curah untuk kalangan industri. Selain varian
tersebut, Pertamina juga mengeluarkan LPG dengan
merek dagang Ease Gas dan Bright Gas sebagai LPG kelas
premium dengan layanan prima (Gambar 71). Kelebihan
produk kedua varian ini adalah untuk kebutuhan rumah
tangga, 1 tabung ukuran 12 kg LPG dapat digunakan oleh
satu keluarga selama 1-1.5 bulan. Selain Pertamina, ada juga
LPG yang dikeluarkan oleh perusahaan swasta, yang dijual
dengan harga keekonomian.
278
KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN
Jenis:
Elpiji 3 kg Subsidi
Konsumen:
Rumah Tangga dan Usaha Mikro
(sesuai Perpres 104 tahun 2007, dan
permen ESDM 26 tahun 2009)
Harga saat ini:
Rp12.750/tabung
(harga di lapangan bergantung kepada
ketetapan HET Elpiji 3kg oleh Pemda
setempat)
Jenis:
Elpiji 12 kg Non Subsidi
Jenis:
Elpiji 50 kg
Konsumen:
Rumah Tangga dan Usaha
Menengah
Konsumen:
Hotel, Restoran, Komersial
Harga saat ini:
Rp89.000 - 120.100/tabung
Jenis:
Bright Gas (4 varian warna)
Konsumen:
Rumah Tangga
Harga saat ini:
12kg = 115.000/tabung
Harga saat ini:
Rp724.5000 - 922.500/tabung
Jenis:
Ease gas
Konsumen:
Rumah tangga menengah ke atas
Harga saat ini:
9kg = Rp95.000/tabung
12kg = Rp126.000/tabung
14kg = Rp148.000/tabung
Sumber: Pertamina
Gambar 71 Varian Elpiji Berdasarkan Konsumen
Sejak 2007, pemerintah menggulirkan program Konversi
Minyak Tanah ke LPG, untuk mengubah pengguna
minyak tanah bersubsidi yang mayoritas kalangan
masyarakat ekonomi lemah menjadi pengguna LPG.
Dengan mengubah penggunaan minyak tanah bersubsidi
menjadi LPG bersubsidi, pemerintah memperhitungkan
akan mendapatkan penghematan dari sisi subsidi, selain
juga memberikan akses kepada masyarakat ekonomi
lemah terhadap bahan bakar yang lebih bersih. Agar
ekonomis, LPG untuk rumah tangga yang selama ini
dikemas dalam kemasan 12 kg, dibuat dalam kemasan
yang lebih kecil, yaitu 3 kg. Dengan pemberian subsidi,
harga jual dapat ditekan lebih rendah dan masyarakat pun
dapat memperolehnya dengan relatif mudah. Kini, enam
tahun sudah program ini digulirkan, dan telah berjalan
dengan sukses. Hampir seluruh daerah di Indonesia telah
dapat menikmati LPG, dengan jumlah pengguna LPG
bersubsidi mencapai lebih dari 53 juta orang.
Manajemen Energi Secara Makro: MEMBANGUN FONDASI KUAT
279
Sejak program konversi minyak tanah ke LPG diterapkan
hingga 2013 (tahun target berakhir), pertumbuhan konsumsi
LPG mencapai rata-rata 24 persen per tahun. Konsumsi
LPG 3 kg naik dari semula 0,55 juta ton pada 2008 menjadi
4,39 juta ton pada 2013, dan diperkirakan pada akhir 2014
akan mencapai 6,1 juta ton, yang terdiri dari 5,01 juta ton
LPG 3 kg dan LPG non-subsidi mencapai 1,09 juta ton.
Pada 2013, konsumsi LPG di sektor rumah tangga mencapai
41,1 juta BOE, sedangkan sektor komersial lainnya, seperti
hotel, dan restoran) 1,1 juta BOE, sedangkan konsumen
LPG lainnya adalah sektor industri (industri makanan,
industri kecil rumah tangga, dan lainnya), dan transportasi.
Selain LPG, Pemerintah saat ini mulai mendorong
penggunaan gas alam untuk sektor rumah tangga,
melalui program city gas. City gas merupakan program
pemerintah (Kementerian ESDM) yang memaksimalkan
pemanfaatan gas alam untuk kebutuhan rumah tangga.
Didistribusikan melalui sistem perpipaan layaknya distibusi
air PAM. Beberapa kota besar, seperti Jakarta, Bogor, Bekasi,
Cirebon, Palembang, Surabaya, dan Medan sudah lama
‘menikmati’ bahan bakar gas jenis ini yang didistribusikan
melalui pipa-pipa baja dan pipa polyethylen (PE) yang
masuk hingga ke rumah-rumah warga. Diharapkan dengan
program city gas ini, pemanfaatan gas bumi bisa tersebar
di berbagai kota.
3. Batubara
Pemakai batubara terbesar di dalam negeri adalah pembangkit
280
KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN
listrik (PLTU Batubara), baik yang dikelola oleh PLN (termasuk
PLTU swasta yang produknya dibeli oleh PLN) maupun IPP
(produk listrik dipakai sendiri). Pada 2013 (data sementara),
PLN mengkonsumsi batubara sebesar 35,5 juta ton dan IPP
11 juta ton (lihat Neraca Batubara). Pemakai batubara dalam
negeri lainnya adalah sektor industri, yaitu industri tekstil, kertas
dan pulp, pabrik semen, dan peleburan logam non besi. Total
pemakaian batubara di sektor industri pada 2013 sebesar 35,5
juta ton.
Pemakaian batubara di dalam negeri umumnya sebagai bahan
bakar, hanya sebagian kecil digunakan sebagai reduktor dalam
peleburan logam non-besi (peleburan nikel) yang kebutuhannya
sebagian diimpor.
Pabrik briket batubara merupakan konsumen batubara yang
produknya digunakan sebagai bahan bakar pengganti BBM
untuk industri kecil rumah tangga dan peternakan ayam. Namun,
pemakaian batubara di industri ini mengalami penurunan dari
tahun ke tahun karena harga briket batubara yang dihasilkan
tidak dapat bersaing dengan harga BBM yang disubsidi.
Pada 2014, pemerintah menyetujui rencana APBI (Asosiasi
Pertambangan Batubara Indonesia) untuk mengendalikan
ekspor, yaitu dengan cara mengurangi produksi sebesar
5-10 persen. Rencana ini bukan merupakan usaha untuk
penghematan sumber daya batubara, namun lebih diutamakan
untuk menaikkan harga ekspor yang dalam tiga tahun terakhir
mengalami penurunan tajam.
Manajemen Energi Secara Makro: MEMBANGUN FONDASI KUAT
281
4. Listrik
Pada 2012, pemakaian akhir listrik dalam negeri sebesar 173.990
GWh, dan sektor pemakai listrik terbesar adalah rumah tangga
(41,5 persen dari total pemakaian akhir) dan industri (34,6 persen),
sedangkan sektor lainnya adalah komersial dan publik (Gambar 72).
200,000
180,000
GWh
160,000
140,000
120,000
100,000
80,000
60,000
40,000
20,000
Publik
2007
7,511
2008
7,940
2009
8,607
2010
9,330
2011
10,694
28,309
30,988
Rumah Tangga
47,325
50,184
54,945
59,825
65,110
Industri
45,830
47,959
46,204
50,985
54,725
Komersial
Pemakaian Akhir
20,608
121,247
22,926
129,019
24,825
134,582
27,157
147,297
2012
9,848
157,993
72,133
60,176
173,990
Sumber: Kementerian ESDM, diolah kembali
Gambar 72 Pemakaian Akhir Listrik Berdasarkan
Pelanggan, 2007-2010
5. Biofuel
Pemanfaatan biofuel mengalami peningkatan, dan pada 2011
konsumsinya mencapai sekitar 7,5 juta kl. Sejak 2009, biofuel
yang digunakan hanya jenis biodiesel, sedangkan bioetanol
sudah terhenti penggunaannya.
Seperti juga dengan CNG di sektor transportasi, biofuel akan
ditingkatkan kembali penggunaannya, yaitu berupa kewajiban
282
KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN
pencampuran premium dengan etanol dan pencampuran solar
dengan fame, menyusul rendahnya pemanfaatan biofuel tersebut
beberapa tahun terakhir ini. Kewajiban tersebut tertuang dalam
Peraturan Menteri ESDM Nomor 25 Tahun 2013 tentang
Perubahan Atas Permen ESDM No 32 Tahun 2008 tentang
Penyediaan, Pemanfaatan, dan Tata Niaga Bahan Bakar
Nabati (Biofuel) Sebagai Bahan Bakar Lain. Target pencapaian
persentase biofuel dalam BBM dapat dilihat pada Gambar 73.
25%
35%
20% 20%
20%
20% 20%
20%
10%
10%
0%
25% 25%
25%
15%
5%
30%
5%
2%
1%
1%
2014
2015
15%
10%
5%
10% 10%
5%
2%
2016
10%
2020
2050
0%
Transportasi dengan BBM Subsidi
Transportasidengan BBM non subsidi, industri dan
Komersial
Target persentase ethanol dalam premium
2014
2015
2016
2025
Transportasi dengan BBM Subsidi
Transportasi dengan BBM non subsidi, industri dan
Komersial
Pembangkit Listrik
Target persentase fame dalam solar
Sumber: Kementerian ESDM, diolah kembali
Gambar 73 Target Persentase Pencampuran Biofuel dalam
BBM, Berdasarkan Peraturan Menteri ESDM No. 25/2013
6. Biomassa
Upaya pemanfaatan EBT banyak dilakukan dengan
memanfaatan potensi energi lokal, seperti limbah pabrik, dan
imbah perkebunan. Konversi energi ini sebagian besar untuk
mengurangi atau bahkan mengganti sama sekali BBM sebagai
bahan bakar dalam rangka efisiensi dan penghematan.
Manajemen Energi Secara Makro: MEMBANGUN FONDASI KUAT
283
Beberapa industri besar telah berhasil menciptakan energi listrik
dari biomassa limbah yang digunakan sendiri untuk operasional
perusahaan. Sedangkan bentuk energi langsung (pembakaran
langsung) juga telah dilakukan oleh banyak industri kecil dan
menengah, serta rumah tangga di pedesaan. Limbah peternakan
pada sebagian kota/kabupaten telah dimanfaatkan sebagai
biogas skala rumah tangga, sedangkan sampah skala kota telah
dimanfaatkan sebagai bahan baku energi listrik di Jakarta, Palu,
dan Denpasar.
Sektor rumah tangga merupakan pemakai energi biomassa
terbesar, dari total pasokan biomassa sebanyak 280 juta BOE
pada 2013, sektor ini menyerap sekitar 84 persen, kemudian
diikuti oleh sektor industri sebesar 16 persen dan pembangkit
listrik IPP sekitar 0,04 persen (Gambar 74).
Komersial
(0,49%)
IPP (0,04%)
Industri kecil
dan menengah
(15,61%)
Rumah tangga
(83,86%)
Total pasokan 2013: 280 juta BOE
Sumber: Kementerian ESDM, diolah kembali
*) Data 2013 merupakan data sementara (masih dalam proses pemutakhiran data)
Gambar 74 Sektor Pemakai Biomassa, 2013
284
KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN
Sektor industri yang umumnya menggunakan biomassa sebagai
bahan bakar adalah industri genteng, bata, dan gerabah.
Sedangkan pembangkit listrik umumnya dilakukan oleh industri
perkebunan yang menggunakan limbah tebu, jagung, dan lainnya
sebagai bahan bakar:
a. Pembangkit dengan Bahan Bakar Ampas Tebu
PTPN X berupaya terus menekan konsumsi BBM dalam
proses produksi dengan mengoptimalkan ampas tebu
sebagai bahan bakar mesin pengolahan. Selain untuk bahan
bakar, ampas tebu bisa juga digunakan untuk memproduksi
listrik melalui program cogeneration. Di Indonesia, potensi
perolehan ampas mencapai 10 juta ton, yang dapat
membangkitkan listrik sebesar 2.200-2.400 GWh.
PG Kremboong berencana membangun pembangkit
listrik dari ampas tebu sebesar 10 MW, yang saat ini masih
menunggu persetujuan Pemerintah. PG Ngadiredjo di
Kediri sudah memulai program cogeneration pada 2012
dengan produksi listrik sebesar 2 MW. Program cogeneration
akan diterapkan di sejumlah PG milik PTPN X, antara
lain di PG Pesantren Baru, Kediri dan PG Gempolkrep,
Mojokerto.
Selain itu, PG Pesantren Baru dan PG Gempolkrep juga akan
menyelesaikan pembangunan pabrik bioetanol yang dapat
menghasilkan fuel grade etanol 99 persen yang sangat ramah
lingkungan. Pabrik bioetanol, yang menempati lahan seluas 6,5
Ha di kompleks PG Gempolkrep dan mempunyai kapasitas
produksi 100 kiloliter per hari, menelan investasi Rp467,79
Manajemen Energi Secara Makro: MEMBANGUN FONDASI KUAT
285
miliar. Bahan baku yang dibutuhkan untuk pabrik bioetanol
adalah tetes tebu (molasses) sebanyak 120.000 ton per tahun,
yang akan dipenuhi dari seluruh pabrik gula milik PTPN X.
b. Pembangkit dengan Bahan Bakar Bonggol Jagung
Pada 21 Juli 2014, PLN secara resmi telah mengoperasikan
Pembangkit Listrik Tenaga Biomassa (PLTB) pertama di
Indonesia yang memanfaatkan tongkang atau bonggol
jagung sebagai sumber energi utama.
PLTB yang berkapasitas 500 kWh berlokasi di Kecamatan
Pulubala, Kabupaten Gorontalo, Propinsi Gorontalo. PLTB
Pulubala ini memanfaatkan sumber energi setempat (lokal)
yang banyak terdapat di daerah kabupaten ini, yang dikenal
sebagai salah satu daerah penghasil jagung terbesar di
Indonesia.
STABILISASI HARGA
Ketersediaan energi memiliki peran vital bagi berjalannya proses
industrialisasi yang baik dan berkualitas di Indonesia. Kepastian
pasokan dan stabilitas harga energi merupakan salah satu faktor
penting dalam meningkatkan daya saing industri nasional.
Saat ini, ketersediaan energi bagi sektor industri masih belum
memadai karena seperti gas, ketersediaannya belum sesuai dengan
jumlah yang dibutuhkan di samping juga harganya yang tinggi.
Keinginan sektor industri adalah alokasi gas jelas dan harga tidak
berfluktuatif. Untuk itu diharapkan agar PGN, sebagai trader dan
transporter memastikan ketersedian pasokan gas dengan harga yang
murah. Harganya tinggi, tapi didukung dengan kepastian pasokannya.
286
KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN
Saat ini, Indonesia masih mengandalkan pada eksploitasi energi fosil
(minyak, gas alam, dan batubara) sebagai penghasil devisa. Pikiran
konvensional ini telah lama ditinggalkan oleh negara-negara maju.
Tiongkok dan India maju pesat karena sektor industri dan jasanya
yang diiringi dengan kepastian pasokan energi dengan harga murah,
bukan dari hasil penjualan sumber energi dengan volume besar.
Untuk memenuhi ketersediaan energi bagi industri, Kementerian
Perindustrian telah berkoordinasi dengan Kementerian ESDM
dan berbagai instansi terkait. Selain itu, ketersediaan energi bagi
sektor industri juga telah diatur dalam UU Nomor 3 Tahun 2014
tentang Perindustrian, yang membolehkan pemerintah melarang
untuk penguatan struktur industri, ataupun membatasi ekspor
sumber daya alam.
Harga gas sampai ke pemakai tergantung pada keekonomian
masing-masing lapangan migas dan biaya transportasi. Untuk
menjaga stabilitas harga gas, Pemerintah memerlukan suatu badan,
semacam Perum Bulog, mengingat porsi penggunaan gas dalam
bauran energi nasional mendatang semakin meningkat. Berdasarkan
kebijakan energi nasional, Pemerintah akan memetakan sumber dan
kebutuhan gas nasional sampai hingga 2045, sehingga akan tercapai
keseimbangan antara pasokan dan permintaan. Selain itu, pemerintah
juga akan membuat rencana induk pembangunan insfrastruktur gas.
Hingga saat ini, harga beberapa jenis energi (minyak, bahan bakar
nabati, gas, dan listrik) ditetapkan oleh Pemerintah, sehingga untuk
menutupi selisih antara harga yang ditetapkan dan harga keekonomian,
Pemerintah memberikan subsidi energi melalui APBN. Pemberian
subsidi itu untuk membantu masyarakat agar dapat mengkonsumsi
energi guna mendukung kegiatan sosial-ekonomi mereka. Subsidi
Manajemen Energi Secara Makro: MEMBANGUN FONDASI KUAT
287
Saat ini, Indonesia
masih mengandalkan
pada eksploitasi energi
fosil (minyak, gas alam,
dan batubara) sebagai
penghasil devisa.
Pikiran konvensional ini
telah lama ditinggalkan
oleh negara-negara
maju.
energi diberikan kepada BUMN yang
diberi tugas untuk menyediakan energi
kepada masyarakat (Pertamina dan
PLN).
Subsidi energi, terutama BBM, tadinya
untuk mempermudah aksesibilitas
masyarakat terhadap energi sesuai
dengan tingkat beli masyarakat. Namun,
besaran persentase subsidi itu tidak
tepat sasaran. Harapan awal, setiap 20
persen dari subsidi akan terdistribusi
untuk masing-masing masyarakat kelas
atas, kelas kedua teratas, kelas menengah, kelas kedua terbawah, dan
kelas terbawah. Namun ini meleset karena hampir 70 persen subsidi
itu dinikmati oleh masyarakat kelas teratas dan kedua teratas.
Badan Kebijakan Fiskal (BKF), Kementerian Keuangan, telah
merekomendasi untuk mengurangi subsidi energi dengan menaikkan
harga BBM bersubsidi dan tarif listrik secara bertahap, berdasarkan
nilai keekonomian dan klasifikasi pendapatan masyarakat, termasuk
mendorong agar masyarakat yang mampu mendapatkan beban lebih
tinggi dari yang tidak mampu. Kenaikan harga perlu dilakukan untuk
meningkatkan kesadaran masyarakat bahwa ketersediaan energi,
terutama minyak bumi sudah kritis. Menurut laporan Pertamina,
cadangan minyak akan bertahan hanya 15-20 tahun lagi bila tidak
ada penemuan lapangan migas baru.
Untuk menerapkan harga murah, BKF juga menyarankan subsidi
288
KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN
BBM lebih baik dialihkan lebih besar ke BBN (bahan bakar nabati).
Pengembangan BBN saat ini masih relatif mahal. Dengan subsidi
sebesar Rp1.000 per liter, harga biodiesel menjadi Rp 10.000 per liter,
sehingga harga BBN ini masih belum kompetitif dibandingkan dengan
BBM bersubsidi. Bila Pemerintah mampu menyubsidi Rp4.000
per liter, produksi BBN akan terdorong secara massal. Kegagalan
pengembangan BBN akan berdampak buruk bagi kelangsungan masa
depan industri yang saat ini terlalu mengandalkan BBM.
Harga batubara acuan (HBA) terus mengalami penurunan. Pada
Mei 2014 sebesar US$ 73,60 per ton, sedangkan pada periode April
US$ 74,81 per ton dan periode Maret sebesar US$ 77,01 per ton
(Gambar 75).
Penurunan harga batubara ini, antara lain, disebabkan oleh
permintaan impor batubara Tiongkok yang cenderung melemah
dalam tiga tahun terakhir, karena:
1
Adanya peningkatan produksi batubara dalam negeri dalam
10 tahun terakhir, dan pada 2012, produksinya telah mencapai
3,6 miliar ton, sedangkan konsumsinya 3,5 miliar ton. Saat ini,
impor batubara hanya 8 persen dari total konsumsi, jadi 92
persen kebutuhannya sudah dapat dipenuhi oleh produksi dalam
negeri.
Manajemen Energi Secara Makro: MEMBANGUN FONDASI KUAT
289
2009
70.70
91.74
140
US Dollar
2011
2010
2011
118.4
2013
95.48
83.66
2013
78.54
HBA highest
on Feb 2011:
127.05
130
120
110
100
90
80
70
HBA lowest on
may 2009:
62.84
60
50
40
2009
2010
2011
2012
2013
2014
Sumber: Kementerian ESDM, diolah kembali oleh DEN
*) Juni 2014
Gambar 75
Perkembangan Harga Batubara Acuan, 2009-2014
2
Pertumbuhan ekonomi Tiongkok melambat karena mengalami
transisi dan mulai menjauhi ekonomi berbasis investasi.
Konsekuensi dari keputusan tersebut, beberapa industri baja
dan semen mulai dikurangi kelebihan kapasitas produksinya.
Akibatnya, permintaan batubara termal untuk listrik dan
batubara kokas di negara ini mulai turun.
3
Adanya rencana Tiongkok untuk mengurangi konsumsi batubara
mulai 2017 karena dua tahun terakhir, tingkat polusi udara telah
menjadi isu sosial dan politik di Tiongkok. Target pengurangan
pemakaian batubara adalah 45 persen dari total konsumsi
batubara Tiongkok, atau terjadi penurunan permintaan impor
sebesar 62,5 persen dari total impor batubara dari Indonesia.
Upaya agresif Tiongkok mengurangi konsumsi batubara
menyebabkan harga ekspor batubara Indonesia diperkirakan tidak
mungkin pulih dalam waktu dekat. Kondisi ini juga didukung adanya
290
KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN
rencana pelarangan impor batubara dengan kalori 4.500 kkal/kg
oleh Pemerintahan Tiongkok.
Kondisi harga batubara saat ini merupakan momentum bagi
Indonesia untuk menata ulang alokasi batubara ekspor. Selain
untuk menjamin ketersediaan pasokan dan kebutuhan dalam negeri
jangka panjang, juga masalahnya adalah kontribusi pertambangan
batubara Indonesia terhadap PDB sangat kecil (4 persen dalam
kurun waktu 2000-2012). Ini tidak sesuai dengan tingkat kerusakan
yang ditimbulkannya, baik lingkungan maupun sosial masyarakat.
Pengendalian ekspor perlu segera ditetapkan. Pengendalian
yang dimaksud adalah penetapan volume ekspor batubara suatu
perusahaan pemengang IUP Khusus harus sesuai dengan rencana
ekspor tahunan yang diajukan, bukan berdasarkan kondisi pasar
seperti keinginan eksportir. Rencana ekspor tahunan ini merupakan
koridor yang telah disepakati sebelumnya dengan Pemerintah, dalam
bentuk kuota.
Pemerintah, melalui Peraturan Menteri ESDM Nomor 10 Tahun
2014 tentang Tata Penyediaan dan Penetapan Harga Batubara untuk
Pembangkit Listrik Mulut Tambang, berencana menetapkan harga
acuan batubara untuk pembangkit listrik, yang tujuannya adalah
untuk menarik minat investor mengembangkan pembangkit listrik
di mulut tambang, dan di sisi lain untuk memperoleh biaya listrik
yang lebih murah. Harga acuan tersebut ditetapkan berdasarkan
harga batubara untuk PLTU di mulut tambang dengan formula
cost plus margin, yang marginnya ditetapkan sekitar 25 persen. Pada
kondisi harga batubara melemah seperti saat ini, penetapan harga
batubara itu sangat menarik. Namun, kondisinya akan berbalik bila
harga batubara dunia melonjak tinggi.
Manajemen Energi Secara Makro: MEMBANGUN FONDASI KUAT
291
292
KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN
BAB VI
PREDIKSI KETAHANAN ENERGI
2015 -2025
TIGA SKENARIO
ENERGI
Lingkungan Strategis: DI TENGAH DUNIA YANG PENUH TANTANGAN
293
294
KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN
“Soal minyak ini tidak ada yang tidak headache
(bikin pusing).“
~ Susilo Bambang Yudhoyono,
Presiden RI ke-6~
Lingkungan Strategis: DI TENGAH DUNIA YANG PENUH TANTANGAN
295
PREDIKSI KETAHANAN ENERGI
2015-2025
TIGA SKENARIO
ENERGI
U
ntuk mencapai tujuan ketahanan energi nasional dalam
jangka panjang, Indonesia telah mempunyai modal dasar
yaitu UU Nomor 30 Tahun 2007 tentang Energi yang
mengatur tentang pengelolaan energi menuju pemanfaatannya
sampai dengan 2050. Pengelolaan energi itu meliputi kegiatan
penyediaan, pengusahaan, dan pemanfaatan energi serta penyediaan
cadangan strategis dan konservasi sumber daya energi.
Bab ini secara khusus membahas proyeksi, prakiraan atau prediksi
ketahanan energi Indonesia untuk periode sepuluh tahun mendatang
atau pada 2015-2025. Prediksi ini didasarkan pada analisa yang
sudah dibahas pada bab sebelumnya.
296
KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN
Tiga skenario akan digunakan dalam membuat prediksi ketahanan
energi Indonesia periode 2015-2025, yaitu pesimistis, optimistis
dan transformatif. Skenario pesimistis dimaksudkan sebagai
peringatan keras jika hampir seluruh faktor bergerak ke arah yang
tidak menguntungkan perjalanan ketahanan energi Indonesia.
Misalnya, pertumbuhan penduduk tidak terkendali, peningkatan
jumlah produksi minyak yang tak tercapai, atau pemerintah gagal
mendorong pembangunan sumber-sumber energi baru dan terba
rukan, merajalelanya mafia minyak dan gas serta ketidakcakapan
administrasi dan birokrasi pemerintah menjawab permasalahan dan
tantangan yang timbul.
Skenario optimistis dimaksudkan sebagai acuan atau target besar
pencapaian tujuan ketahanan energi, apabila sebagian besar
faktor eksternal dan internal bergerak sesuai dengan program
yang memperkuat ketahanan energi Indonesia. Misalnya,
pemerintah berhasil meningkatkan jumlah produksi minyak
dalam negeri, menekan impor minyak, mencari sumber-sumber
energi baru dan terbarukan, serta adanya dukungan administrasi
dan birokrasi pemerintah yang semakin efektif menekan peran
mafia minyak dan gas.
Skenario transformatif dimaksudkan sebagai kondisi yang berada
pada tingkat moderat, terutama setelah faktor-faktor pendorong
dan penghambat saling berinteraksi membentuk kinerja ketahanan
energi. Skenario transformatif juga merujuk pada respons kebijakan
yang memadai terhadap permasalahan yang terjadi di lapangan.
Apabila terdapat satu-dua faktor cenderung bergerak ke arah yang
tidak mendukung, para pemangku kepentingan (stakholders) secara
integratif melakukan respon yang baik serta menerapkan opsi solusi
Prediksi Ketahanan Energi 2015-2025: TIGA SKENARIO ENERGI
297
yang menguntungkan. Misalnya, konsumsi minyak dan listrik
semakin meningkat, maka Pemerintah menempuh strategi yang
keras untuk mencukupinya dengan energi baru dan terbarukan.
Skenario transformatif juga dimaksudkan sebagai panduan bagi
stakeholders untuk memberikan reaksi yang diperlukan apabila arah
kebijakan bergerak ke arah yang tidak menguntungkan. Kredibilitas
kebijakan pemerintah menjadi pertaruhan untuk mengembalikan
arah kebijakan ketahanan energi mampu menuju kesejahteraan
yang diperlukan.
Berikut ini secara berturut-turut akan disampaikan tiga
skenario, yaitu pesimistis, optimistis, dan transformatif dengan
memproyeksikan kebutuhan energi, dan bagaimana pemerintah
berupaya mengantisipasinya.
1. Skenario Pesimistis
Skenario pesimistis menggambarkan kondisi jaminan pasokan
di masa mendatang didasarkan pada kebijakan dan strategi serta
program yang berlaku hingga saat ini (existing policy dan capaian
target yang realistis). Dalam skenario ini, jaminan pasokan
hanya mempertimbangkan apa yang tersedia di dalam negeri,
dan melakukan pengelolaan energi sebagaimana kondisi yang
berjalan saat ini (business as usual). Mafia migas juga belum
bisa diberantas sehingga Indonesia berada dalam cengkeraman
importir minyak. Kontraktor-kontraktor yang dipilih sebagian
juga masih tidak kompeten sehingga target percepatan tak
tercapai. Skenario pesimistis ini merupakan peringatan yang
harus menjadi perhatian utama Pemerintah karena memberikan
gambaran yang mungkin terjadi tentang situasi energi pada
rentang waktu sampai dengan 2025.
298
KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN
Sampai dengan 2025, postur bauran energi nasional untuk
skenario pesimistis masih sangat mengandalkan batubara
dan berupaya mengurangi pemakaian minyak terutama pada
pembangkit listrik dan sektor industri. Sesuai dengan proyeksi,
pada 2025, porsi batubara akan mencapai sebesar 44 persen,
minyak 24 persen, gas 18 persen, dan EBT 15 persen (Gambar 76).
Energi terbarukan
Batubara
Gas
Minyak
44%
35%
40%
37%
35%
30%
24%
21%
37%
30%
32%
29%
24%
23%
15%
6%
9%
6%
2010
18%
5%
2011
2012
2013
2025
Sumber: Dewan Energi Nasional
Gambar 76 Bauran Energi Nasional 2025,
Skenario Pesimistis
a. Batubara
Peran batubara sangat penting dalam menjaga ketahanan
dan kemandirian energi nasional ke depan, terutama
sebagai sumber energi untuk pembangkit listrik. Dalam
upaya meningkatkan kemampuan pasok listrik, Pemerintah
telah mencanangkan program percepatan pembangunan
pembangkit listrik atau fast track program (FTP) masing-
Prediksi Ketahanan Energi 2015-2025: TIGA SKENARIO ENERGI
299
masing FTP I 10.000 MW yang seluruhnya akan
menggunakan bahan bakar batubara, dan FTP II 10.000
MW yang 5.000 MW di antaranya akan menggunakan
bahan bakar batubara. Di samping itu, juga ada rencana
pembangunan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU)
batubara lainnya oleh daerah, melalui pengembangan
PLTU di mulut tambang. Rencana ini memerlukan jaminan
pasokan batubara dalam jumlah yang sangat besar dan dalam
jangka waktu 15-30 tahun sesuai dengan umur masingmasing pembangkit listrik.
Dalam praktiknya, ketergantungan yang tinggi terhadap
batubara akan melemahkan ketahanan energi cadangan
batubara Indonesia yang kian tipis. Sumber daya batubara
yang terus mengalami penurunan secara signifikan akibat
eksploitasi secara berlebihan selama 10 tahun terakhir, yang
tiap tahun rata-rata meningkat 9,4 persen (BP Statistical
Review, 2014). Eksploitasi berlebihan ini terjadi karena
adanya kebutuhan mempertahankan devisa yang merosot
akibat turunnya produksi minyak nasional. Hasilnya, 80
persen produksi batubara nasional diekspor dan sebagian
dilakukan dalam kontrak jangka panjang. Keadaan itu sangat
bertentangan dengan fakta bahwa Indonesia bukanlah
negara yang memiliki cadangan batubara besar (hanya
3,1 persen dari total cadangan terbukti batubara dunia).
Ironisnya, Indonesia menjadi pengekspor utama batubara
ke China (yang notabene memiliki cadangan batubara
13,3 persen dari total cadangan dunia) dan India (memiliki
cadangan batubara 7 persen dari total cadangan dunia).
300
KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN
Di sisi lain, konsumsi dalam negeri terus mengalami
peningkatan dan diprediksi peran batubara akan dominan
sampai dengan 2025 terutama sebagai energi final untuk
memenuhi kebutuhan pembangkit listrik dan keperluan
industri. Dalam kurun waktu tersebut, diperkirakan harga
batubara akan naik sejalan dengan kenaikan harga minyak
bumi di pasar internasional. Hal ini tentu dalam jangka
panjang akan mengancam kelangsungan pembangunan
nasional karena akan mengakibatkan naiknya harga listrik
dan harga produk yang dihasilkan sehingga akan mengurangi
daya saing produk Indonesia baik di pasar internasional
maupun di pasar dalam negeri. Kondisi ini akan berdampak
munculnya pengangguran akibat banyaknya industri yang
tutup karena tidak dapat bersaing dengan produk dari
negara lain. Hal ini berpotensi bagi terjadinya konflik sosial
yang sangat berbahaya bagi keamanan nasional.
Tantangan lainnya adalah konflik antara isu eksplorasi
batubara dan isu lingkungan. Pilihan ini tidak mudah. Bila
batubara merupakan pilihan yang tidak dapat dielakkan,
demi kelangsungan pembangunan nasional, batubara dapat
dimanfaatkan dengan mempertimbangkan pendekatan
lingkungan yang lebih pragmatis.
b. Gas Bumi.
Sebagaimana diketahui bahwa cadangan gas Indonesia pada
akhir 2013 sebesar 103 TCF atau 1,6 persen dari cadangan
dunia. Di sisi produksi, kondisi saat ini relatif masih cukup
baik, sekalipun pada dasarnya sudah memperlihatkan lampu
kuning mengingat puncak produksi gas pertama pada 1997
Prediksi Ketahanan Energi 2015-2025: TIGA SKENARIO ENERGI
301
dan puncak produksi kedua pada 2010
Pemerintah tidak
sudah dilalui. Sejak 2009, produksi
menyelesaikan
gas terus memperlihatkan pola yang
permasalahan gas
menurun dari sebesar 1.391 BOEPD
bumi secara serius
(barrel oil equivalent per day—setara
dan efektif, sehingga
dengan barel dalam minyak per hari)
dipastikan terjadi
pada 2009 menjadi 1.224 BOEPD
moment of crisis.
pada 2014. Produksi gas nasional
akan naik kembali mulai 2015 hingga
mencapai sebesar 1.295 BOPD pada 2018 untuk kemudian
akan turun hingga mencapai sekitar 820 BOEPD pada
2025. Namun, potensi cadangan gas baik pada lapanganlapangan yang sudah on-stream maupun yang belum
diproduksikan masih cukup signifikan, yaitu lebih dari
90 TSCF, kebanyakan berada di daerah pedalaman dan
laut dalam. Mayoritas sisa cadangan gas tersebut adalah
milik Pertamina (termasuk di wilayah kerja East Natuna),
sehingga apabila pengembangannya dapat dikelola secara
maksimal, masih akan mampu memperpanjang masa hidup
produksi gas ke depan.
Dalam 10 tahun mendatang, proyek-proyek hulu migas
akan didominasi oleh beberapa proyek gas di wilayah lepas
pantai laut dalam, antara lain :
1) Indonesia Deepwater Development (IDD Project) milik
Chevron
2) Proyek Pengembangan Muara Bakau milik ENI
Indonesia
3) Proyek Abadi Masela milik INPEX
302
KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN
Proyek-proyek besar dan strategis ini, termasuk juga Delta
Mahakam Extension, berada dalam situasi yang kritis
saat ini karena menghadapi berbagai kendala berat untuk
dapat segera direalisasikan sesuai dengan target waktu yang
diharapkan. Tantangan dan bottleneck yang harus diselesai
kan dalam waktu dekat ini agar kelangsungan proyek-proyek
strategis ini tidak terganggu, antara lain, perpanjangan
Wilayah Kerja (PSC Extension), perpanjangan HOA
(Head of Agreement) dan POA (Plan of Agreement) dan
penyelesaian SPA (Sales Purchase Agreement), akses melalui
pipa dan Bontang Gas Plant, Indonesia Participating Interest,
dan dilakukannya review POD
Pemerintah tidak menyelesaikan permasalahan gas bumi
secara serius dan efektif, sehingga dipastikan terjadi
moment of crisis. Yakni, saat produksi minyak dan gas secara
bersamaan terus merosot tajam, sementara beban subsidi dan
pengeluaran untuk impor migas terus meningkat. Beberapa
persoalan lama yang masih belum juga diselesaikan dan
diputuskan, adalah mengefisienkan seluruh mata rantai
tata kelola bisnis gas, memprioritaskan pemanfaatan gas
bagi kepentingan domestik, serta memperkuat ketahanan
energi. Masalah-masalah seperti penetapan alokasi gas,
pembangunan infrastruktur transportasi dan distribusi,
organisasi/struktur dalam setiap mata rantai tata kelola gas,
batasan ruang lingkup aktivitas kegiatan dan tanggung jawab
dari masing-masing sektor, penanggung jawab koordinasi
seluruh pelaku usaha dan aktivitasnya, menyebabkan output
(yang dihasilkan) tidak dapat diselesaikan sesuai dengan
waktu dan target yang diharapkan pemerintah.
Prediksi Ketahanan Energi 2015-2025: TIGA SKENARIO ENERGI
303
Permintaan gas nasional terus meningkat dari sebesar
0,65 MBOEPD pada 2010 akan menjadi sebesar 1,52
MBOEPD pada 2025. Sampai dengan 2025, gas bumi
masih diperuntukkan sebagai komoditas ekspor. Maka,
untuk memenuhi pasokan gas nasional, impor gas akan
naik secara signifikan. Akibatnya, sejumlah industri di
dalam negeri yang bergantung pada gas, seperti industri
pupuk dan petrokimia, bakal terancam krisis. Rencana
pemerintah untuk mengurangi ketergantungan pada
BBM dengan gas di sektor transportasi juga terancam
gagal. Jika dibiarkan, krisis gas bisa menimpa Indonesia
dan itu akan berdampak pada berkurangnya bargaining
power Indonesia di dunia internasional.
c. Minyak Bumi
Kondisi produksi minyak Indonesia ke depan pada dasarnya
tercermin jelas dari profil produksi serta anatomi cadangan
secara keseluruhan sampai dengan saat ini. Fasa mature
atau depleted yang dicirikan dengan adanya dua titik puncak
produksi (peak production) nasional terjadi pada 1977 dengan
produksi di atas 1,6 juta BOPD dan dengan produksi di atas
1,6 juta BOPD. Pada 1980-an, produksi minyak mengalami
tahap decline pertama, namun seiring dengan berkembang
nya teknologi Enhance Oil Recovery (EOR), produksi minyak
nasional meningkat lagi mencapai titik puncak produksi (2nd
Peak Production) sekitar 1,6 juta BOPD pada 1995.
Dari aspek ketahanan energi, puncak produksi minyak
ke-2 pada 1995 adalah merupakan indikator krisis bagi
dunia perminyakan nasional, karena setelah melewati
304
KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN
titik tersebut, produksi minyak dari lapangan-lapangan
eksisting akan terus mengalami penurunan (5-15 persen
per tahun). Berbagai upaya yang dilakukan untuk menahan
laju penurunan produksi (production decline), baik melalui
perawatan sumur dan fasilitas produksi, infill drilling,
proyek water injection dan EOR maupun pengembangan
lapangan baru, sampai dengan 2012 ternyata belum mampu
menaikkan kembali ke level produksi nasional sebelumnya.
Turunnya produksi minyak nasional dapat digambarkan dari
historikalnya. Pada 2012, dari 623 lapangan minyak yang
berproduksi di Indonesia, 451 lapangan (74 persen) sudah
masuk kategori mature fields cukup lama, dan 90 persen
dari total Ultimate Recoverable Reserve-nya (URR) sudah
terproduksikan. Jadi, hanya menyisakan cadangan sekitar 2,5
billion barrels. Terdapat 131 lapangan minyak yang belum
decline, namun hanya mengandung sekitar 726 juta barel,
sedangkan sisa lapangan yang belum dikembangkan (hasil
temuan eksplorasi) berjumlah 41 lapangan yang semuanya
berukuran kecil.
Dari kondisi dan status lapangan-lapangan di atas jelas
terlihat bahwa kapasitas produksi lapangan-lapangan yang
belum tua (yet-depleted & yet developed) tidak akan mampu
mengkompensasi penurunan produksi dari lapangan tua.
Dengan kata lain, profil produksi minyak Indonesia ke
depan akan terus menurun. Adanya tambahan produksi
dari lapangan Banyu Urip hanya akan mampu menaikkan
produksi minyak untuk beberapa tahun saja. Setelah
mencapai peak production di atas 100 ribu BOPD selama
Prediksi Ketahanan Energi 2015-2025: TIGA SKENARIO ENERGI
305
Sistem pertahanan
nasional bisa tak
berfungsi dengan baik
bila Indonesia tak
memiliki cadangan
minyak memadai.
tiga tahun (2015-2017), maka profil
produksi minyak Indonesia akan terus
menurun kembali.
Persoalan lain yang dihadapi adalah
keterbatasan kapasitas kilang dan
keterbatasan untuk menghasilkan jenis
produk minyak tertentu. Hal ini karena
kilang minyak yang ada saat ini adalah
kilang tua sehingga efisiensinya rendah dan tidak dapat
menghasilkan produk minyak yang berbeda jenis (coctail).
Kondisi itu tidak bisa segera ditangani dan diproyeksikan,
pertumbuhan permintaan minyak dalam negeri rata-rata
meningkat 5 persen per tahun. Maka, impor produk minyak
Indonesia pada 2025 diperkirakan akan mencapai sebesar
2,5 juta BOPD, yang harganya diprediksi mencapai US$
130 per barel sehingga dibutuhkan dana US$ 725 milliar
per hari. Hal ini tentu akan menimbulkan defisit bagi
keuangan negara yang dampaknya tentu juga tidak akan
tertanggungkan bagi bangsa ini. Pada ujungnya bermuara
terhadap lemahnya ketahanan energi yang membahayakan
keamanan nasional.
Kuatnya pengaruh mafia migas terhadap para pejabat tinggi
pengambil keputusan akan berdampak fatal. Indonesia
akan kesulitan mengatasi turunnya produksi migas, adanya
inefisiensi dalam tata kelola industri migas, keterbatasan
infrastruktur migas, dan lemahnya ketahanan energi nasional
akibat ketergantungan pada impor minyak. Keadaan ini bisa
memicu kerusuhan sosial bahkan mengancam keamanan
306
KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN
nasional. Sistem pertahanan nasional bisa tak berfungsi
dengan baik bila Indonesia tak memiliki cadangan minyak
memadai. Kapal perang, pesawat tempur, dan tank tak akan
beroperasi bila tak ada bahan bakar. Ketergantungan pada
impor juga membuat Indonesia mudah didikte oleh pihak
atau negara-negara yang menguasai sumber minyak.
d. Energi Baru Terbarukan (EBT)
Sampai saat ini, peran EBT belum mampu secara signifikan
menggantikan sumber energi fosil. Upaya Pemerintah
memberikan berbagai insentif untuk mendorong EBT
belum terlihat secara signifikan. Panas bumi merupakan
EBT yang sangat berpeluang untuk menghasilkan energi
listrik. Biaya produksi listrik panas bumi, termasuk
produksi BBN (bahan bakar nabati) dan sel surya saat ini
dan masa mendatang masih tetap lebih tinggi dibanding
dengan biaya produksi BBM, karena kebijakan tentang
skema feed-in tariff dan penyelesaian tumpang-tindih
lahan tidak dapat diterapkan. Permasalahan EBT adalah
terkait dengan keekonomian harga energi EBT yang sulit
untuk dikembangkan dalam skala masif, baik disebabkan
hambatan ketersediaan lahan maupun masih tingginya
komponen impor peralatan akibat belum terhubungnya
mata rantai produksi peralatan EBT di dalam negeri.
Permasalahan di atas tidak mendapatkan penyelesaian,
sehingga sumber daya energi yang ada menjadi sia-sia dan
sulit bagi Indonesia untuk lepas dari ketergantungan terhadap
energi fosil. Ini mengakibatkan terjadinya ketergantungan
dengan luar negeri dan membahayakan keamanan nasional.
Prediksi Ketahanan Energi 2015-2025: TIGA SKENARIO ENERGI
307
e. Krisis listrik
Pada masa mendatang, kondisi krisis akan tetap terjadi,
terutama di daerah-daerah luar Jawa karena pertumbuhan
kebutuhan listrik tidak sebanding dengan pertambahan
pembangunan pembangkit. Sementara itu, pemanfaatan
nuklir dalam pembangkit listrik belum dapat dilaksanakan
dengan alasan masih lebih mempertimbangan masalah
keselamatan. Beberapa ahli mengatakan bahwa penggunaan
nuklir sebagai pembangkit listrik dinyatakan aman. Juga
ada faktor lain pengganjal pemanfaatan nuklir, antara lain,
kesiapan sumber daya manusia dan anggapan masih adanya
sumber-sumber energi lainnya yang “melimpah”, seperti
shale gas, CBM, surya, dan angin yang belum dimanfaatkan.
Sebenarnya yang menjadi masalah utama pembangunan
PLTN di Indonesia adalah political will dari pemerintah.
Target penurunan porsi minyak dalam bauran energi
nasional tidak mungkin dicapai seperti yang diharapkan
karena ketergantungan minyak akan semakin besar dan
semakin meningkat pada tahun-tahun mendatang, terutama
untuk kebutuhan pembangkit listrik pada saat krisis yang
diselesaikan melalui sewa generator berbahan bakar minyak.
Hal ini juga akan berdampak terhadap perbaikan bauran
energi melalui peningkatan penggunaan EBT dan konversi
BBM ke gas yang akan semakin kecil.
Persoalan lain yang be
lum diselesaikan adalah pem
bangunan jaringan transmisi listrik, baik dari sisi jumlahnya
maupun kesesuaiannya dengan listrik yang dihasilkan serta
308
KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN
keandalan sistim kelistrikan
Sebenarnya yang
secara nasional. Berdasarkan
menjadi masalah
data
pemerintah,
setiap
utama pembangunan
pertumbuhan ekonomi sebesar 1
PLTN di Indonesia
persen diperlukan peningkatan
adalah political will
pasokan listrik sebesar 1,5
dari pemerintah
persen. Hal ini belum termasuk
perhitungan
pertambahan
penduduk yang mencapai 1,5 persen per tahun. Saat ini,
tambahan kebutuhan listrik sebesar 5.000 MW per tahun,
namun yang bisa dipenuhi sekitar 4.000 MW per tahun.
Artinya. Artinya, ada defisit listrik 1.000 MW per tahun.
Inilah ancaman yang harus dihadapi pemerintah.
Krisis listrik dapat menimbulkan kerugian secara ekonomi
dan kerugian sosial yang bersifat latent (intangible), seperti
terganggunya proses belajar generasi penerus bangsa,
terjadinya kerusuhan sosial, pertikaian antarkelompok yang
pada gilirannya melemahkan keamanan nasional.
Krisis listrik akan semakin hebat dampaknya sebagai akibat
pemerintah menunda pembangunan Pembangkit Listrik
Tenaga Nuklir (PLTN). Pembangkit nuklir di banyak negara
terbukti menghasilkan listrik dengan biaya murah atau lebih
rendah dari harga pokok penjualan listrik saat ini. Vietnam
pun sudah merencanakan pada 2031 memiliki 8 PLTN.
Ketiadaan pembangkit nuklir akan berakibat pada rendahnya
persediaan energi Indonesia dan dapat berdampak negatif
pada kepentingan dan keamanan nasional.
Prediksi Ketahanan Energi 2015-2025: TIGA SKENARIO ENERGI
309
Permasalahan energi tersebut di atas terjadi karena
kompleksnya sengkarut dalam pengelolaan energi nasional
yang antara lain diakibatkan oleh:
1) Adanya kondisi tata kelola Pemerintahan sejak era
reformasi.
2) Adanya kualitas lembaga/institusi yang semakin
menurun (Organisasi & SDM).
3) Adanya sistem multi partai yang sarat dengan konflik
kepentingan individu dan kelompok.
4) Adanya Otonomi Daerah yang mengakibatkan
terjadinya high cost economy, akselerasi pengurasan SDA,
dan rendahnya kepastian hukum.
5) Tidak
adanya
Perencanaan
(Repelita-Jangka
Menengah), Sistem Pengendalian (GBHN) yang
disertai denga lemahnya fungsi pengawasan yang
mengakibatkan korupsi sumber daya alam menjadi
sebagai sebuah kewajaran.
2. Skenario Optimistis
Dalam skenario optimistis, kondisi masa depan didasarkan pada
kebijakan dan strategi dan program saat ini serta target pencapaian
pemerintah hingga 2050. Dalam skenario ini, parameter yang
berpengaruh dan asumsi yang digunakan, antara lain:
a. Jaminan pasokan sudah mempertimbangkan adanya
tambahan cadangan baru di dalam negeri, baik dengan
mengintensifkan kegiatan eksplorasi maupun memasukkan
input teknologi, serta penguasaan cadangan di negara lain,
310
KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN
melalui investasi oleh BUMN dan perusahaan swasta
nasional.
b. Penetapan prioritas pengembangan energi dengan
pemanfaatan sumber daya energi yang tersedia, dan
penetapan cadangan energi nasional.
c. Penetapan program konservasi, diversifikasi energi, dan
efisiensi dalam penggunaan energi.
d. Pengelolaan energi yang diselaraskan dengan arah
pembangunan nasional berkelanjutan dan pelestarian
sumber daya alam.
e. Penetapan harga, subsidi, dan insentif energi.
f.
Pengembangan infrastruktur energi, termasuk pembangunan
kilang minyak baru, pembangunan jaringan transmisi listrik,
dan jaringan pipa gas.
g. Penelitian dan pengembangan energi.
h. Penguatan kelembagaan dan pendanaan.
Mengacu pada target pemerintah di atas, sasaran kebijakan
energi nasional untuk menjamin pasokan energi primer dan
energi final adalah:
a. Sumber energi merupakan modal pembangunan nasional.
b. Tercapainya elastisitas energi lebih kecil dari 1 pada 2025
yang diselaraskan dengan target pertumbuhan ekonomi.
c. Tercapainya penurunan intensitas energi final sebesar 1
persen per tahun sampai dengan 2025.
d. Tercapainya rasio elektrifikasi sebesar 85 persen pada 2015
dan mendekati 100 persen pada 2020.
Prediksi Ketahanan Energi 2015-2025: TIGA SKENARIO ENERGI
311
e. Tercapainya rasio penggunaan gas rumah tangga pada 2015
sebesar 85 persen.
f.
Tercapainya bauran energi primer yang optimal pada 2025,
melalui penetapan target bauran energi per jenis energi,
yaitu (Gambar 77):
1) Porsi energi baru dan terbarukan paling sedikit 23
persen.
2) Porsi minyak bumi kurang dari 25 persen.
3) Porsi batubara minimal 30 persen.
4) Porsi gas bumi minimal 22 persen.
Energi Terbarukan
35%
Batubara
40%
37%
35%
Gas
37%
30%
21%
6%
24%
30%
32%
30%
29%
23%
23%
25%
22%
9%
6%
2010
Minyak
5%
2011
2012
2013
2025
Sumber: Dewan Energi Nasional
Gambar 77
Bauran Energi Nasional 2025, Skenario Optimistis
Tujuan utama dari skenario optimistis, sesuai dengan arah
kebijakan energi pemerintah pada 2025-2050, adalah:
a. Mengurangi porsi minyak dalam pemanfaatan energi
nasional dengan meningkatkan porsi EBT.
312
KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN
b. Menempatkan gas alam dan batubara sebagai energi
penyeimbang, terutama untuk sektor kelistrikan.
c. Mendorong peningkatan pasokan dan pemanfaatan EBT,
terutama panas bumi dan hidro.
Postur bauran energi nasional untuk skenario optimistis,
menempatkan porsi pemanfaatan EBT secara signifikan, yaitu
sebesar 23 persen pada 2025. Kondisi ini didukung oleh rencana
peningkatan pemanfaatan panas bumi sebesar 7,1 persen, biofuel
4,7 persen, hidro 2,7 persen, nuklir 3,2 persen, sampah 5,1
persen, dan EBT lainnya 0,2 persen (Tabel 2, Bab IV).
Dalam skenario optimistis, batubara masih berperan penting
sebagai sumber pembangkit listrik, sesuai dengan rencana
penyelesaian FTP I 10.000 MW dan FTP II 5.000 MW.
Sebaliknya, pasokan gas alam hanya diperuntukkan sebagai
energi pengganti dalam pembangkit listrik yang selama ini
menggunakan BBM, serta sebagai bahan bakar untuk transportasi
di perkotaan. Gas, dalam skenario ini pemanfaatannya lebih
diutamakan, baik sebagai bahan bakar dalam industri manufaktur
maupun sebagai bahan baku dalam industri kimia (pupuk dan
petrokimia) yang akan memberikan produk dengan nilai tambah
tinggi. Kondisi di atas menunjukkan bahwa batubara dan gas
alam di masa mendatang diprioritaskan hanya untuk memenuhi
kebutuhan dalam negeri, bukan lagi sebagai komoditas ekspor.
Peran EBT menjadi lebih diutamakan dalam pembangkit listrik,
terutama melalui FTP II 10.000 MW. Beberapa hal yang sangat
memberikan harapan dalam percepatan pemanfaatan EBT
dalam skenario optimistis, terutama sebagai sumber pembangkit
listrik, antara lain:
Prediksi Ketahanan Energi 2015-2025: TIGA SKENARIO ENERGI
313
a. Panas bumi.
Selain sumber dayanya sangat besar dan pemanfaatannya
belum optimal, pemanfaatan panas bumi juga didukung
oleh kebijakan Pemerintah sebagai berikut:
1) Peraturan Menteri ESDM Nomor 15 Tahun 2010
mengenai Program Percepatan Pembangunan Pem
bangkit Listrik 10.000 MW Tahap II, yang salah
satunya adalah pembangunan PLTP dengan kapasitas
terpasang 3.967 MW.
2) Peraturan Menteri ESDM Nomor 22 Tahun 2012,
yang mewajibkan PLN membeli listrik panas bumi
dengan skema feed-in tariff.
3) Persetujuan DPR-RI terhadap RUU Panas Bumi, yang
salah satu pasalnya mengatur tentang penyelesaian
masalah tumpang-tindih lahan dengan kehutanan.
4) Meningkatnya
ketertarikan
investor
pembangunan pembangkit listrik panas bumi.
dalam
b. Hidro.
Upaya Kementerian ESDM mendorong pihak investor
untuk mengembangkan pembangkit hidro, antara lain:
1) Berdasarkan Peraturan Menteri ESDM Nomor 22
Tahun 2014, mengatur pembelian tenaga listrik dari
pembangkit listrik tenaga air oleh PLN.
2) Berdasarkan Peraturan Menteri ESDM Nomor 35
Tahun 2013, mengatur tata cara perizinan usaha
penyediaan tenaga listrik, baik untuk kepentingan
umum maupun kepentingan sendiri.
314
KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN
3) Akan melakukan koordinasi dengan Direktorat
Bina Penatagunaan Sumber Daya Air, Kementerian
Pekerjaan Umum terkait pengelolaam air permukaan.
untuk kemudahan pembangunan PLTMH, Kemen
terian ESDM
4)
Akan membangun 10 bendungan baru untuk memenuhi
7.000 MW oleh PLN, dalam proyek FTP II,
c. Nuklir.
Proyeksi kebutuhan energi nasional dengan mengacu kepada
rencana kebijakan energi pemerintah yang telah disetujui
DPR-RI 2014 menyebutkan, target penyediaan energi
primer pada 2025 sekitar 400 MTOE (2.932 juta SBM)
dan pada 2050 sekitar 1.000 MTOE (7.230 juta SBM).
Sedangkan target untuk pemanfaatan listrik per kapita pada
2025 sekitar 2.500 kWh/kapita dan sekitar 7.000 kWh/
kapita pada 2050. Dengan target ini diperlukan pasokan
energi yang besar dan dapat disediakan secara masif.
Sebagai lembaga yang ditugaskan untuk memberikan
rekomendasi kepada Pemerintah terkait teknologi nuklir,
Batan telah me
nerbitkan Nuclear Energy Outlook pada
Juli 2014, yang mengemukakan bahwa paling lambat
2027, Indonesia harus sudah mengoperasikan PLTN.
Hasil ini sempat dikritik beberapa kalangan karena sangat
terlambat bila melihat kebutuhan yang sangat mendesak.
Kementerian ESDM menyatakan, untuk memenuhi
kebutuhan listrik yang terus meningkat, maka pada 2024
akan dibangun PLTN dengan kapasitas sebesar 5000 Mwe
untuk mendukung sistem kelistrikan nasional. Kementerian
Prediksi Ketahanan Energi 2015-2025: TIGA SKENARIO ENERGI
315
ESDM bersama kementerian terkait
lainnya saat ini sedang menyusun
roadmap pembangunan PLTN dan
diharapkan dokumen tersebut dapat
diselesaikan dalam waktu dekat.
Tantangan utama untuk mewujudkan
rencana itu adalah perizinan karena
Badan Pengawas Tenaga Nuklir
(Bapeten) membutuhkan waktu
yang cukup lama (10-17 tahun) untuk memberikan izin
sampai beroperasinya suatu PLTN di Indonesia. Kondisi
ini menyebabkan investasi PLTN menjadi tidak menarik.
Karena itu, perlu ada terobosan terkait dengan perizinan
dengan tetap mengutamakan aspek keamanan dan
keselamatan pembangkit sehingga diharapkan pada 2024
operasi PLTN pertama di Indonesia dapat direalisasikan.
Batan telah
menerbitkan Nuclear
Energy Outlook pada
bulan Juli 2014, yang
mengemukakan bahwa
paling lambat 2027,
Indonesia harus sudah
mengoperasikan PLTN.
Sebagai langkah awal, saat ini Batan dan Bappenas sedang
mempersiapkan rencana pembangunan PLTN skala kecil di
kawasan Pusat Penelitian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
(Puspitek) Serpong yang direncanakan akan beoperasi pada
2019. Sejauh ini, prosesnya berjalan lancar dan diharapkan
akhir 2014 diperoleh teknologi yang mampu menunjukkan
sisi keselamatan dan pembiayaan dapat diharmonisasikan
Pengembangan energi nuklir juga didorong oleh adanya
permintaan beberapa Pemerintah Daerah (Pemda) yang
menginginkan supaya PLTN dibangun di wilayahnya.
Pemda Kalimantan Timur, Kalimantan Barat, dan Bangka
Belitung sangat berkeinginan untuk dapat membangun
316
KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN
PLTN. Alasan utamanya adalah kurangnya pasokan listrik
dan adanya potensi sumber daya uranium dan thorium
di daerah tersebut. Selain itu, jajak pendapat terbaru
yang dilakukan Konsultan mandiri pada 2013 terhadap
masyarakat tentang pembangunan PLTN di Indonesia,
menunjukkan, secara nasional 60,4 persen masyarakat
setuju dengan pembangunan PLTN. Hasil ini meningkat
dibandingkan dengan jajak pendapat yang dilaksanakan
pada tahun sebelumnya.
Terkait dengan penyiapan tapak PLTN, terdapat beberapa
lokasi di Indonesia yang telah diidentifikasi sebagai tapak
potensial. Tapak-tapak tersebut berada di Semenanjung
Muria, Banten, Pulau Bangka, Kalimantan Timur dan
Kalimantan Barat. Calon tapak Bangka merupakan tapak
yang paling siap untuk pembangunan PLTN.
d. EBT lainnya.
1) PLN sedang menjalankan program Pembangunan
PLTS 100 Pulau. Dan saat ini, PLN akan membangun
PLTS di Pulau Miangas dan Pulau Sebatik dengan
daya 22.000 kilowatt.
2) Peraturan Menteri ESDM Nomor 25 Tahun 2013
tentang Perubahan atas Permen ESDM No 32 Tahun
2008 tentang Penyediaan, Pemanfaatan, dan Tata Niaga
Bahan Bakar Nabati (Biofuel).
3) Pembangunan pembangkit listrik limbah perkebunan,
seperti yang dilakukan PTP X Jawa Timur dan Pemda
Provinsi Gorontalo (Bab V-C-6) terus didorong.
Prediksi Ketahanan Energi 2015-2025: TIGA SKENARIO ENERGI
317
Pencapaian kondisi dalam skenario
Dalam skenario
optimistis dapat dicapai melalui
optimistis, pembangunan
kerja keras dan perubahan radikal
PLTN sudah terealisasi
dalam kebijakan energi yang selama
sehingga ketersediaan
ini berjalan. Secara ringkas, untuk
listrik tercukupi
membentuk
ketahanan
energi
sesuai dengan harga
Indonesia pada 2025 dan tahun-tahun
keekonomiannya, yang
kemudian dibutuhkan berbagai sistem
berarti sudah tidak ada
baru dalam skala yang lebih luas, seperti
lagi energi yang disubsidi
pembangunan infrastruktur energi,
oleh Pemerintah.
konsistensi diversifikasi energi, program
penghematan energi, pemanfaatan
energi lokal, dan investasi dalam jumlah yang sangat besar. Aspek
lain yang juga berperan penting adalah pengembangan sumber
daya manusia, pengembangan Research & Development (R&D),
atau Litbang sistem jaminan keselamatan, dan kelestarian
lingkungan dalam setiap rencana dan kegiatan pengembangan
dan pemanfaatan energi dengan mengutamakan keberpihakan
pada kepentingan nasional.
Dalam skenario optimistis, pembangunan PLTN sudah terealisasi
sehingga ketersediaan listrik tercukupi sesuai dengan harga
keekonomiannya, yang berarti sudah tidak ada lagi energi yang
disubsidi oleh Pemerintah. Demikian juga dengan praktik-praktik
mafia migas yang selama ini mempengaruhi dan/atau mengubah
arah kebijakan energi. Dalam kondisi ini, tata kelola energi
menjadi lebih efisien, dan dengan alokasi dana yang cukup (setelah
subsidi energi dihilangkan), maka beberapa program terkait
pengembangan dan pemanfaatan energi dapat dilakukan, seperti:
318
KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN
a. Pembangunan infrastruktur energi, antara lain, transmisi
listrik, jaringan pipa gas, kilang minyak, dan infrastruktur
energi lainnya.
b. Peningkatan jumlah cadangan dan penemuan sumbersumber energi baru.
c. Pengembangan EBT dan upaya diversifikasi dan konversi
energi lainnya.
d. Penelitian dan pengembangan, terutama shale gas dan CBM
serta penerapan teknologi bersih.
e. Penetapan cadangan strategis energi.
f.
Pembangunan pembangkit listrik tenaga nuklir.
Pada skenario optimistis ini, Indonesia juga sudah memiliki
sumber daya nuklir untuk dikelola. Maka, persediaan energi
nasional akan meningkat, sehingga berdampak positif
pada kepentingan dan keamanan nasional serta posisi tawar di
dunia internasional.
Kondisi skenario optimistis akan menciptakan kemandirian
dan ketahanan energi, sehingga akan mendorong pertumbuhan
ekonomi nasional yang lebih tinggi dalam menuju salah satu
negara ekonomi baru di kawasan Asia Pasifik, setara dengan
Tiongkok, India, Korea, dan Jepang. Kondisi ini membuat
meningkatnya ketahanan dan keamanan nasional.
3. Skenario Transformatif
Skenario transformatif menggambarkan kondisi pemanfaatan
energi di masa depan didasarkan pada kebijakan, strategi, dan
Prediksi Ketahanan Energi 2015-2025: TIGA SKENARIO ENERGI
319
program, serta dengan pertimbangan yang lebih realistis terhadap
kondisi energi saat ini. Dalam skenario ini, faktor efisiensi dan
input teknologi, rasionalitas masyarakat dalam memanfaatkan
energi dan lingkungan, serta keekonomian harga energi telah
menjadi pertimbangan. Dengan kondisi ini, maka EBT dapat
mengambil peran dalam mengisi kebutuhan energi nasional
yang secara langsung akan menambah cadangan sumber daya
energi nasional.
Postur bauran energi nasional untuk skenario transformatif,
langkah pemanfaatan gas alam lebih diprioritaskan dibandingkan
dengan skenario optimistis dan pesimistis, yaitu sebesar 24 persen,
sedangkan porsi EBT tidak setinggi dalam skenario optimistis,
porsi pemanfaatan EBT pada 2025 hanya sebesar 21 persen,
minyak bumi 24 persen, dan batubara 30 persen (Gambar 78).
Dalam skenario transformatif, peningkatan pemanfaatan gas
dilakukan karena mempertimbangkan ketersediaan potensi
sumber daya gas yang ada dan dari sisi dampak emisi karbon
terhadap lingkungan lebih kecil dibandingkan dengan
energi fosil lainnya. Sesuai dengan data Direktorat Jenderal
Ketenagalistrikan, Kementerian ESDM, pada 2025 sekitar 15
persen dari total kebutuhan pembangkit tenaga listrik yang
diproyeksikan sebesar 60 GW akan berasal dari PLTG, PLTGU,
dan PLTMG. Pembangkit berbahan bakar gas akan dioperasikan
sebagai pembangkit load follower atau beban puncak, sedangkan
pembangkit lainnya sebagai pembangkit pemikul beban dasar.
Selain itu, dalam skenario ini, alokasi pasokan gas alam untuk
dalam negeri sudah jelas, baik sebagai energi pengganti dalam
pembangkit listrik yang selama ini menggunakan BBM, sebagai
320
KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN
bahan bakar untuk transportasi di perkotaan maupun sebagai
bahan bakar dan bahan baku dalam industri manufaktur.
Energi Terbarukan
35%
Batubara
40%
37%
35%
30%
21%
6%
24%
Minyak
37%
30%
32%
23%
30%
29%
21%
24% 24%
9%
6%
2010
Gas
5%
2011
2012
2013
2025
Sumber: Dewan Energi Nasional
Gambar 78 Bauran Energi Nasional 2025,
Skenario Transformatif
Sama halnya sengan skenario optimistis, dalam skenario
transformatif, batubara masih berperan penting sebagai sumber
pembangkit listrik, yaitu sesuai dengan rencana penyelesaian
FTP I 10.000 MW dan FTP II 5.000 MW. Sementara
itu, ketergantungan minyak masih cukup tinggi, walaupun
ketergantungan minyak impor, terutama BBM sudah mulai
dapat ditekan.
Peran EBT, terutama panas bumi dan hidro sudah cukup
tinggi sebagai sumber pembangkit listrik (melalui FTP II
10.000 MW ), walaupun secara keseluruhan, masih di bawah
skenario optimistis. Kondisi ini disebabkan oleh pembangunan
pembangkit listrik tenaga nuklir belum dapat diwujudkan
Prediksi Ketahanan Energi 2015-2025: TIGA SKENARIO ENERGI
321
sebelum 2015. Menurut Djarot S. Wisnubroto (Batan),
harapan bahwa pada 2024, operasi PLTN pertama di Indonesia
sulit diwujudkan karena pihak Badan Pengawas Tenaga
Nuklir (Bapeten) dalam pernyataannya selalu mengemukakan
bahwa dibutuhkan waktu yang cukup lama (10-17 tahun)
untuk memberikan izin sampai beroperasinya suatu PLTN di
Indonesia. Kondisi ini cukup memperlemah dan kemungkinan
tidak akan ada investor yang tertarik bila perizinan tetap
memerlukan waktu yang lama.
Dalam skenario transformatif, subsidi energi sudah dikurangi,
walaupun harga energi dalam negeri belum mencapai tingkat
keekonomiannya. Praktik-praktik mafia migas yang selama ini
mempengaruhi dan/atau mengubah arah kebijakan energi sudah
jauh berkurang. Dalam kondisi ini, tata kelola energi sudah
jauh lebih efisien dibandingkan dengan kondisi saat ini. Karena
subsidi energi sudah berkurang, berarti Pemerintah sudah
mempunyai alokasi dana yang cukup untuk melakukan program
yang terkait dengan pengembangan dan pemanfaatan energi,
antara lain, pembangunan infrastruktur energi, peningkatan
jumlah cadangan dan penemuan sumber-sumber energi baru,
pengembangan EBT dan upaya diversifikasi dan konversi energi,
penelitian dan pengembangan, penerapan teknologi bersih, dan
penetapan cadangan strategis energi (walaupun tidak sebesar
dalam skenario optimistis).
Para skenario transformatif, kemandirian dan ketahanan energi
sudah mulai terwujud dan pertumbuhan ekonomi nasional juga
mulai bergerak naik melampui kondisi saat ini.
322
KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN
BAB VII
REKOMENDASI
AGAR TAK JATUH
Lingkungan Strategis: DI TENGAH DUNIA YANG PENUH TANTANGAN
323
324
KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN
“Menyesali nasib tidak akan mengubah keadaan.
Terus berkarya dan bekerjalah yang membuat kita
berharga.”
~ Abdurrahman Wahid, Presiden RI ke-4 ~
Lingkungan Strategis: DI TENGAH DUNIA YANG PENUH TANTANGAN
325
REKOMENDASI
AGAR TAK JATUH
K
etahanan energi akan menjadi agenda prioritas dalam
pembangunan nasional saat ini dan di masa mendatang.
Kebijakan energi nasional memberi arah pengelolaan energi
nasional guna mewujudkan kemandirian dan ketahanan energi untuk
mendukung pembangunan nasional berkelanjutan. Pada intinya,
kebijakan energi diarahkan untuk mengurangi ketergantungan pada
energi fosil dengan mengarahkan pada penggunaan energi terbarukan
yang lebih ramah lingkungan. Selain itu, kebijakan energi nasional
ke depan juga disusun untuk mencapai sasaran penyediaan dan
pemanfaatan energi primer dan energi final dengan memperhatikan
keseimbangan antara laju penyediaan dan laju pemanfaatan.
326
KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN
Upaya mengurangi ketergantungan terhadap impor minyak dari
negara tertentu, mengharuskan Indonesia untuk lebih agresif
mencari sumber-sumber pasokan (energi fosil) baru di luar kawasan
Timur Tengah, seperti Rusia, Asia Selatan, dan Afrika dengan
mengedepankan jalur diplomasi energi. Hal ini untuk mengurangi
dominasi intervensi dalam konteks kerja sama global, regional, ataupun
multilateral terhadap BUMN/badan usaha nasional yang melakukan
ekspansi ke wilayah-wilayah baru tersebut. Cara itu ditujukan untuk
memastikan tidak adanya gangguan yang bisa mengancam stabilitas
pasokan energi dari persoalan politik dan keamanan global seperti
terorisme, pembajakan, dan konflik horizontal.
Banyak contoh keberhasilan negara-negara lain dalam pengelolaan
energi, yang akhirnya, dapat bertahan terhadap gejolak harga
minyak dunia, termasuk tekanan politik oleh negara yang lebih
maju. Sebagai contoh, keberhasilan Brasil, walaupun memiliki
sumber migas lebih besar dari Indonesia, mereka tidak sudi terlalu
tergantung pada energi. Negara tersebut sejak 1980-an secara serius
dan konsisten mengembangkan biofuel. Jepang, juga contoh negara
yang tak mau tergantung pada energi fosil. Negara Matahari Terbit
itu mengembangkan teknologi PLTN sejak 1966. Pada 2011, sekitar
40 persen listrik di Jepang berasal dari tenaga nuklir.
Kondisi di atas yang seharusnya diikuti oleh Pemerintah Indonesia
dengan memprioritaskan pengembangan potensi energi yang berasal
dari lokal, seperti :
1. Panas Bumi
Sumber energi ini lebih baik diprioritaskan untuk mendukung
pengembangan kelistrikan di Jawa dan Sumatera. Potensi panas
bumi amat besar tapi baru dimanfaatkan sebesar 4 persen dari
Rekomendasi: AGAR TAK JATUH
327
potensi yang ada. Dibanding dengan negara ASEAN lainnya,
Indonesia tertinggal jauh. Filipina, misalnya, jauh lebih maju
dalam pemanfaatan panas bumi.
2
Batubara dan gas alam
Sumber energi batubara lebih baik diprioritaskan untuk
mendukung pengembangan kelistrikan di Kalimantan dan
Sumatera, sedangkan gas alam untuk kawasan Indonesia Timur.
Patut disayangkan, gas alam dan batubara ini tidak dimanfaatkan
sebesar-besarnya untuk kepentingan di dalam negeri. Padahal,
keberadaan gas dan batubara bisa mendukung industri manufaktur
menghasilkan produk-produk murah dan berdaya saing tinggi
di pasaran global, seperti yang dilakukan oleh Tiongkok selama
ini. Negara ini malah lebih bangga sebagai salah satu negara
pengekspor terbesar dunia untuk batubara dan gas.
3
Biofuel
Kalangan swasta nasional sebenarnya sudah siap menjadi pe
masok biofuel, tetapi Pemerintah yang tidak siap. Kebijakan
pemerintah juga cenderung tidak konsisten, sehingga
pengembangan biofuel di Indonesia tak semaju di Brasil.
4. Tenaga air
Pemanfaatan tenaga air (hidro) di Indonesia masih jauh dari
optimal, terutama untuk skala kecil, misalnya, pembangkit
minihidro atau mikrohidro.
5. Nuklir
Dalam jangka menengah (10-15 tahun mendatang), Indonesia
sudah selayaknya mempunyai PLTN, terutama untuk wilayah
328
KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN
Indonesia Barat bagian tengah. Lokasi di Pulau Bangka
merupakan pilihan yang sangat tepat bila dilihat dari posisi
geologi dan geografis. Ketakutan terhadap radiasi nuklir perlu
diabaikan. Masyarakat di sepanjang jalur timah (tin belt) yang
memanjang dari wilayah Kepulauan Riau di utara hingga
Bangka-Belitung di selatan sudah terbiasa makan dan minum
dari sumber air yang sebenarnya telah terkontaminasi radiasi
thorium sejak nenek moyang mereka. Unsur thorium merupakan
mineral sekunder dalam bijih timah.
Perlu diingat bahwa SDA melimpah bukanlah jaminan akan
mendatangkan kemakmuran pada suatu negara. Indonesia,
walaupun memiliki SDA melimpah dapat dikatakan tidak
menjadi negara berkembang seperti negara Asia lainnya, yang
sebenarnya miskin sumber daya alam. Teori the resource curse
(kutukan SDA) mungkin berlaku untuk kasus Indonesia. Teori
ini menjelaskan bahwa pemerintah suatu negara yang kaya
SDA-nya cenderung mengabaikan sektor-sektor ekonomi
lainnya. Mereka cuma mengandalkan kekayaan SDA untuk
mendapatkan devisa.
Contoh di atas membuktikan bahwa sebuah kondisi energi
saat ini merupakan hasil dari berbagai keputusan yang diambil
puluhan tahun sebelumnya. Oleh karena itu, kondisi energi
Indonesia di masa mendatang, seperti sasaran kebijakan energi
pada 2025 atau bahkan pada 2050, juga tidak terlepas dari
berbagai keputusan yang diambil pada saat ini. Jangan lagi ada
salah kebijakan, sebagai contoh, subsidi BBM yang awalnya
baik untuk kesejahteraan rakyat, namun karena terlena, puluhan
tahun kemudian kebijakan tersebut menjadi bumerang.
Rekomendasi: AGAR TAK JATUH
329
Teori the resource
curse (kutukan SDA)
mungkin berlaku untuk
Indonesia.Teori ini
menjelaskan bahwa
pemerintah suatu negara
yang kaya sumber
daya alam cenderung
mengabaikan sektorsektor ekonomi lainnya.
Ketahanan
energi
didefinisikan
sebagai suatu kondisi terjaminnya
ketersediaan energi, dan aksesibilitas
masyarakat terhadap energi pada
harga yang terjangkau dalam jangka
panjang dengan tetap memperhatikan
perlindungan terhadap lingkungan
hidup.
Untuk mencapai kondisi tersebut,
Pemerintah Indonesia perlu melakukan
upaya-upaya sebagai berikut:
A. Perbaikan Tata Kelola Sumber Energi
1) Meningkatkan kedaulatan dan ketahanan energi:
Mengubah pola pikir atau tujuan dasar pengelolaan
sumber daya energi yang tujuan utamanya adalah
untuk mengembangkan kemampuan nasional dan
memperkuat industri energi, melalui perubahan
paradigma semua regulasi yang terkait energi sebagai
sumber penerimaan negara menjadi modal dasar
penguatan industri energi nasional.
•
Memperkuat industri energi nasional dengan BUMN
energi nasional berkelas dunia sebagai pelaku utama agar
dapat tercipta kedaulatan, ketahanan dan kemandirian
energi yang tangguh, yaitu dengan cara:
Pertama, membebaskan BUMN dari kewajiban
membayar deviden dalam 10 tahun sampai dengan
memiliki kemampuan untuk mengembangkan usahanya
330
KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN
secara optimal. Kedua, mengalokasikan Penerimaan
Negara Bukan Pajak (PNBP) dari sumber daya energi
untuk memperkuat ketahanan energi nasional.
2) Memanfaatkan secara optimal Pusat Kendali Operasional
Sektor Energi (War Room) sebagai alat Presiden ataupun
Wakil Presiden untuk pengambilan keputusan-keputusan
yang bersifat strategis terkait sektor energi secara cepat dan
akurat dalam penyelesaian debottlenecking sektor energi serta
monitoring implementasi kebijakan energi.
3) Meningkatkan profesionalisme BUMN Energi dan institusi
pengelola hulu migas dengan cara:
•
Melakukan transformasi internal terkait seluruh
tata kelola perusahaan, termasuk proses bisnis dan
governance, misalnya, Pertamina dan PLN menjadi
non-listed public company, dengan peningkatan efisiensi
agar sejajar dengan perusahaan kelas dunia.
•
Memastikan tingkat profesionalisme pimpinan BUMN
Energi, termasuk pimpinan institusi sektor energi
lainnya.
4) Melakukan pembatasan produksi dan ekspor energi primer
(minyak bumi, gas alam, dan batubara) untuk menjamin
ketahanan pasokan energi jangka panjang yang diproyeksikan
akan terus meningkat, sejalan dengan pertumbuhan ekonomi
nasional dan masih didominasi oleh energi fosil.
5) Menciptakan iklim investasi sektor energi lebih kondusif
6) Mengurangi ketergantungan pasokan dalam negeri dari
Rekomendasi: AGAR TAK JATUH
331
satu negara tertentu dengan mencari sumber pasokan baru.
Artinya, menerapkan strategi multisumber.
7) Meningkatkan kegiatan eksplorasi/pencarian cadangan
energi fosil baru, baik di dalam negeri maupun di luar negeri
untuk menambah cadangan nasional. Untuk melaksanakan
kegiatan ini, Pemerintah perlu membantu sepenuhnya
BUMN dan perusahaan nasional sebagaimana yang
dilakukan oleh Pemerintah Tiongkok, Vietnam, Malaysia,
dan Brasil dalam membantu perusahaan nasionalnya
merebut peluang untuk menguasai sumber daya energi
nasional dan global.
8) Mengalokasikan dana untuk menjamin kelangsungan
kegiatan eksplorasi dan litbang (R&D) untuk mendukung
kegiatan eksplorasi dan eksploitasi migas, dan menetapkan
target pencapaian penguasaan teknologi sebagaimana yang
dengan sukses dilakukan oleh Norwegia dan Tiongkok.
9) Mendorong, memfasilitasi, dan memberikan bantuan
pendanaan untuk pemanfaatan potensi energi terbarukan
setempat, terutama untuk daerah-daerah terpencil.
10) Meningkatkan keandalan sistem produksi, transportasi, dan
distribusi penyediaan energi.
11) Melakukan antisipasi terhadap kerusakan fasilitas dan
infrastruktur energi, sebagai akibat yang ditimbulkan oleh
bencana alam, faktor usia, dan sabotase.
B. Menghilangkan Beban Subsidi Energi
1) Mendorong harga energi fosil menuju harga keekonomian
332
KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN
secara bertahap dan terkendali guna meminimalkan dampak
inflasi dan menggantikannya dengan subsidi langsung atau
subsidi target.
2) Melakukan diversifikasi energi dengan jenis energi
non-BBM yang tidak menimbulkan impor dan dengan
mempertimbangkan kesiapan teknologi dalam negeri.
3) Melakukan konservasi energi fosil, dengan melakukan
produksi sesuai dengan kebutuhan dalam negeri guna
memperpanjang umur cadangan, dan membangun budaya
hemat energi.
C. Menghilangkan praktik ‘Mafia Migas’:
1) Melakukan pendataan kebutuhan riil BBM untuk menekan
impor, dan membuka secara transparan isu tentang
“mafia migas”, serta membasmi upaya para aktor yang
menggunakan BBM dan impor BBM untuk kepentingan
(ekonomi dan politik) seseorang atau kelompok tertentu.
2) Menghilangkan praktik "mafia migas" di seluruh mata
rantai proses bisnis migas serta menciptakan akuntabilitas
dan transparansi di seluruh kegiatan migas, melalui:
•
Penataan ulang perizinan dan tata niaga dalam impor
minyak (termasuk tender wilayah kerja migas dan peran
Petral).
•
Pengaturan alokasi gas dan izin distribusi gas, melalui:
Pertama, pemberian alokasi gas hanya kepada pembeli
yang berhak (eligible buyers). Kedua, pembentukan
agregator gas. Ketiga, pemberian izin distributor atau
Rekomendasi: AGAR TAK JATUH
333
transformer gas hanya kepada yang memiliki fasilitas/
infrastruktur.
•
Peningkatan kemampuan pasok Pertamina sampai
mencapai minimal 30 hari.
•
Pembangunan cadangan penyangga energi yang hanya
dapat digunakan dalam kondisi krisis dan darurat energi.
•
Pembangunan kilang baru dan merevitalisasi kilang
yang ada untuk meningkatkan jaminan pasokan dalam
negeri.
D. Mengatasi Krisis Listrik:
1) Penyelesaian fast track program I (FTP-I) dan memastikan
seluruh pembangkit FTP-I beroperasi secara sempurna
sesuai dengan target yang diharapkan.
2) Penambahan jaringan transmisi nasional dan penguatan
keandalannya.
3) Reformasi, restrukturisasi tata kelola kelistrikan termasuk
PLN untuk memperkuat kemampuan finansial.
4) Penerapan tarif listrik regional untuk mendukung
pemerataan pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan.
5) Pembangunan awal PLTN yang sudah direncanakan
sejak 1967 untuk menyediakan listrik dalam jumlah besar
memenuhi kebutuhan listrik, terutama untuk pembangunan
industri hilir dengan nilai tambah tinggi dan dapat
menyediakan peluang kerja yang besar. PLTN digunakan
sebagai bridging sampai dengan masyarakat memiliki
kemampuan untuk membeli harga energi terbarukan yang
334
KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN
lebih mahal seperti halnya
yang dilakukan oleh negaranegara maju lainnya, antara lain
Jerman, Finlandia, dan Swedia.
Kebijakan Diplomasi Energi
Pemerintah harus
memulai pembangunan
PLTN yang sudah
direncanakan
sejak 1967 untuk
menyediakan listrik
dalam jumlah besar.
a. Membangun kemampuan diplo
masi energi dan menugaskan para
diplomat Indonesia di luar negeri
untuk mencari sumber energi fosil untuk tujuan memperpanjang
umur cadangan nasional dan jaminan pasokan jangka panjang
melalui jalur diplomasi, dan membantu BUMN dan badan
usaha swasta nasional untuk menguasai sumber-sumber energi
di negara-negara yang kaya migas.
b. Melakukan diversifikasi pasokan migas baru terutama negaranegara produsen utama seperti Rusia, Asia Tengah, dan Amerika
Tengah untuk mengurangi ketergantungan pasokan minyak
mentah dari Timur Tengah.
c. Mencari mitra kerja untuk membangun kilang guna mengurangi
ketergantungan pasokan BBM saat ini dari Singapura yang dapat
melemahkan ketahanan energi dan ketahan nasional.
d. Berpartisipasi aktif serta mendayagunakan peluang komunikasi
dalam berbagai forum energi utama seperti OPEC, IEA, IEF,
APEC Energy, ASEAN Energy dan lain-lain.
e. Melakukan penguatan forum dialog dan kerja sama luar negeri,
terutama dengan negara maju terkait dengan transfer of knowledge
serta transfer of technology di bidang energi terbarukan.
Rekomendasi: AGAR TAK JATUH
335
f. Memanfaatkan posisi strategis Selat Malaka, Sunda, dan Lom
bok yang merupakan jalur transportasi perdagangan dunia
(minyak dan komiditi strategis lainnya) menuju Asia Pasifik
dalam kepentingan ekonomi dan politik luar negeri untuk
mendapatkan jaminan pasokan jangka panjang.
g. Meningkatkan keamanan posisi strategis Indonesia dari sisi
geografis, yang terletak di antara dua benua (Asia dan Australia)
dan dua Samudera (Pasifik dan Hindia) sebagai jalur lalu lintas
perekenomian dunia dan persimpangan lintas pelayaran niaga
utama dunia (across of the commercial shipping). Indonesia juga
merupakan satu-satunya negara di dunia yang dilalui oleh tiga jalur
laut internasional dan yang dikenal sebagai Alur Laut Kepulauan
Indonesia (ALKI), yang di samping memberikan manfaat positif
dari posisi strategis tersebut juga memiliki dampak negatif, yaitu
berupa ancaman terhadap kedaulatan negara Indonesia akibat
perebutan posisi strategis tersebut.
h. Berperan aktif dalam penyelesaian sengketa Laut China Selatan
secara damai, karena menyangkut ZEE Indonesia dan keamanan
jalur perdagangan produk Indonesia ke negara konsumen dan
berimbas langsung terhadap ketahanan energi nasional.
i. Menyelesaikan permasalahan batas wilayah dengan negaranegara tetangga, seperti Malaysia, Singapura, Australia, Filipina,
dan Papua Nugini dengan kehati-hatian agar kasus lepasnya
Timor Leste dan Sipadan-Ligitan tidak terulang lagi
336
KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN
DAFTAR PUSTAKA
Amineh, M.P. and Houweling, H. 2007. Energy Security and
its Geopolitical Impediments–the case of the Caspian Region.
Perspectives on Global Development and Technology, Vol. 6, no.
1-3.
ANRE-METI. 2010. Energi in Japan, Ministry of Economy, Trade
and Industry, Tokyo.
Baumann, F. 2008. Energy Security as Multidimensional Concept.
Center for Applied Policy Research (CAP), No. 1 March 2008.
Biro Perencanaan. 2012. Perencanaan Kebutuhan Energi Sektor
Industri Dalam Rangka Akselerasi Industrialisasi. Kementerian
Perindustrian
Chiralerspong, C. 2012. Policy for Promoting Energy Efficiency in
Thailand. Seminar dan Workshop bertajuk “Making Energy
Efficiency Investment Works in Indonesia: Developing ESCO
Business and How to Make it Works”, Yogyakarta, 29-30 Maret
2012.
Direktorat Analisa Lingkungan Strategis. 2008. Perkembangan
Lingkungan Strategis dan Prediksi Ancaman Tahun 2008.
Direktorat Jenderal Strategi Pertahanan, Departemen
Pertahanan RI.
Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi. 2008. Peluang Investasi
Dalam Industri Migas. Kementerian Energi dan Sumber Daya
Mineral, Edisi Kedua.
KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 HARAPAN DAN TANTANGAN
337
Doran, C.F. 2004. Economics, Philosophy of History, and the ‘Single
Dynamic’ of Power Cycle Theory: Expectations, Competition, and
Statecraft. International Political Science Review, Vol. 24, No. 1.
Ebeerhard, Ronald. 2011. Peran Diplomasi Indonesia Untuk Ketahanan
Energi Nasional, Jurnal Diplomasi Edisi Ketahan Pangan dan
Energi, September 2011.
Fidyah, F., Supiani, dan Dananjaya, I. 2011. Kajian Kebijakan
Pembatasan Subsidi BBM Terhadap Dampak RAPBN Tahun
2011 dan Kemungkinan Diperlukannya Energi Alternatif Sebagai
Pengganti Bahan Bakar Minyak. Universitas Gunadarma.
Fiyanto, A. 2014. Bagaimana Pertambangan Batubara Melukai
Perekonomian Indonesia. Greenpeace Indonesia, Maret 2014
Hartadi, T. (editor). 2012. Perencanaan Efisiensi dan Elastisitas Energi
2012.Balai Besar Teknologi Energi, Badan Pengkajian dan
Penerapan Teknologi. ISBN 978–979–3733–57–9
Ong, H.L. 2013. Menyimak Produksi dan Konsumsi Minyak Indonesia
Sampai Tahun 2020. Majalah Petrominer, Nopember 2013.
Pusat Data dan Informasi Energi dan Sumber Daya Mineral. 2012.
Indonesia Energi Outlook. Sekretariat Jenderal, Kementerian
Energi Sumber Daya Mineral.
Pusat Data dan Informasi Energi dan Sumber Daya Mineral.
2009. Kajian Mitigasi Dampak Perubahan Iklim Sektor Energi.
Sekretariat Jenderal, Kementerian Energi Sumber Daya Mineral.
Pusat Data dan Informasi Energi dan Sumber Daya Mineral. 2009.
Kajian Dinamika Bisnis Energi Dunia. Sekretariat Jenderal,
Kementerian Energi Sumber Daya Mineral.
338
KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN
Pusat Data dan Informasi Energi dan Sumber Daya Mineral. 2012.
Supply Demand Energi. Sekretariat Jenderal, Kementerian Energi
Sumber Daya Mineral.
Sugiono, A. 2006. Penanggulangan Pemanasan Global di Sektor
Pengguna Energi. Jurnal Sains & Teknologi Modifikasi Cuaca,
Vol. 7, No. 2.
Sunarjanto, D. 2012. Eksplorasi dan Pengembangan Migas NonKonvensional Ramah Lingkungan. Lembaran Publikasi Minyak
dan Gas Bumi Vol.46 No.2, Agustus 2012, Pusat Penelitian dan
Pengembangan Teknologi Minyak dan Gas Bumi “LEMIGAS”
Surjadi, A.J. 2016. Masalah Dampak Tingginya Harga Minyak
Terhadap Perekonomian. Seminar: Antisipasi Dampak
Negatif Tingginya Harga Minyak Dunia Terhadap Stabilitas
Perekonomian Nasional. Departemen Keuangan, 30 Agustus
2006.
Tania Maxime. 2012. China’s Energy Security Strategy Toward
Venezuela. Master Thesis of Political Science, Universiteit van
Amsterdam.
UNEP. 2006. Pedoman Efisiensi Energi Untuk Industri di Asia. United
Nation Environment Programme (UNEP)
Yergin, Daniel. 2006. Ensuring Energy Security, Journal of Foreign
Affairs, Vol. 85,