[go: up one dir, main page]

Academia.eduAcademia.edu
MUHMUHAMMAD AM MAD AS HIKAM (editor) AS HIKAM (editor) Buku ini secara tidak langsung sebenarnya merupakan salah satu manifestasi dari fungsi intelijen yang memberikan peringatan dini tentang ancama krisis energi kepada kita semua Pendekatan, sistematika dan substansi buku ini juga sangat memudahkan siapa saja yang membacanya untuk memaham kondisi energi Indonesia. Satu kontribusi nyata dari BIN dalam menjalankan fungsi intelijen energi yang sekaligus mencerdaskan kehidupan bangsa. Pri Agung Rakhmanto, Ph.D Pendiri ReforMiner Institute KETAHANAN ENERGI INDONESIA TANTANGAN DAN HARAPAN Ketahanan Energi Indonesia 2015-2025 Tantangan dan Harapan Hak Cipta (copy right) Badan Intelijen Negara (BIN) Editor : Muhammad AS Hikam xxxvi + 368 hlm.; 16 x 22,6 cm ISBN: 978-602-70221-1-9 Diterbitkan oleh cv. rumah buku Jl. Salemba Tengah No. 61 A Jakarta Pusat 10440 Telp. 021-31902652 Fax. 021-31902769 cover: muh. arofik layout isi: gunadi gaisani photos: www.shutterstock.com undang-undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta Lingkup Hak Cipta Pasal 2 1. Hak Cipta merupakan hak ekslusif bagi pencipta atau Pemegang Hak Cipta untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaanya, yang timbul secara otomatis setelah suatu ciptaan dilahirkan tanpa mengurangi pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku Ketentuan Pidana Pasal 72 1. Barang siapa dengan sengaja atau melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dengan Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 49 ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan pidana penjara masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp.1000.000,00 (satu juta rupiah) atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah). 2. Barang siapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta atau Hak Terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) BADAN INTELIJEN NEGARA KATA SAMBUTAN Assalamu’alaikum Wr. Wb., Dengan memanjatkan puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, saya menyambut gembira dan bangga atas diterbitkannya buku Ketahanan Energi Indonesia 2015-2025, Tantangan dan Harapan. Penerbitan buku ini merupakan salah satu implementasi dari amanat UU No.17 Tahun 2011 tentang Intelijen Negara yang bertujuan memberikan prediksi mengenai gambaran Kondisi Ketahanan Energi Nasional Indonesia pada kurun waktu 2015-2025. Buku ini juga merupakan penjabaran dari buku Menyongsong 2014-2019: Memperkuat Indonesia dalam Dunia yang Berubah. Dinamika perkembangan Lingkungan Strategis yang semakin kompleks dan kompetitif saat ini sangat berpengaruh terhadap perkembangan kehidupan berbangsa dan bernegara. Pada 2014, bangsa Indonesia telah berhasil melewati “Proses Pemilihan Pemimpin Nasional secara Demokratis”. Oleh karena itu, sudah sepantasnya apabila seluruh komponen bangsa melakukan persiapan-persiapan menghadapi berbagai dinamika yang terjadi di segala lini kehidupan bernegara dan berbangsa. Misalnya, dalam hal Energi Nasional, seluruh komponen bangsa harus berani dan dapat memberikan suatu evaluasi yang komprehensif yang melibatkan KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN v seluruh komponen masyarakat untuk mengevaluasi sejauh mana pelaksanaan tata-kelola energi yang telah dijalankan selama ini, mengingat energi merupakan salah satu sumber daya alam yang strategis. Apakah tata-kelola energi telah sesuai dengan harapan atau perlu perbaikan-perbaikan. Guna terciptanya satu pemahaman diperlukan semacam kesiapan para penyelenggara negara RI dan seluruh komponen masyarakat untuk menyiapkan suatu konsepsi Energi Nasional Indonesia yang komprehensif sehingga mampu menghadapi dinamika dan perkembangan kondisi Energi Nasional maupun Global sampai dengan Tahun 2025. Oleh karena itu, penulisan buku ini diharapkan dapat menjadi langkah awal dalam memahami kondisi dan situasi Energi Nasional Indonesia. Saya berharap, penulisan buku ini akan dapat dijadikan referensi bagi masyarakat dan pihak-pihak lain untuk ikut memikirkan dan menentukan masa depan bangsa. Demikian sambutan saya, semoga buku ini bermanfaat untuk meningkatkan kepedulian serta semakin memperkokoh semangat kebangsaan kita guna mewujudkan Indonesia yang Jaya. Wassalamu’alaikum Wr.Wb. Jakarta, Oktober 2014 Kepala Badan Intelijen Negara Letnan Jenderal TNI (Purn) Marciano Norman vi KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN PRAKATA Setelah penerbitan buku Menyongsong 2014-2019: Memperkuat Indonesia dalam Dunia yang Berubah, Dewan Analis Strategis, Badan Intelijen Negara Republik Indonesia (DAS BIN) menerbitkan kajian tentang ketahanan energi Indonesia dengan rentang waktu 10 tahun yang akan datang (2015-2025). Energi merupakan salah satu komponen paling strategis bagi sebuah Negara karena ia ikut menentukan daya tahan, keamanan, kemajuan, dan keberlangsungannya. Dalam konteks lingkungan strategis, baik global, regional, maupun nasional, masalah energi menempati posisi utama yang menentukan dinamika yang terjadi. Indonesia, sebagai negara paling besar di kawasan Asia Tenggara, tentu memiliki kepentingan untuk dapat memenuhi keperluan energi bagi pembangunan nasional, baik saat ini maupun di masa yang akan datang. Perkembangan di bidang energi, khususnya semakin berkurangnya cadangan energi tak terbarukan di satu pihak dan tuntutan terhadap alternatif energi terbarukan di pihak lain, menjadi momentum yang sangat penting untuk melakukan kajian yang bersifat komprehensif terhadap kondisi yang akan dihadapi oleh Indonesia di masa depan. Saat ini, Indonesia sudah tidak dapat bergantung lagi pada sumber energi konvensional semata. Cadangan minyak, gas, dan batubara diprediksikan akan habis dalam waktu yang cukup singkat, tidak lebih dari 50 tahun lagi. Krisis energi yang pernah terjadi dalam skala global pada 70-an bisa saja terulang kembali dan bahkan lebih besar dampaknya bagi negara seperti Indonesia. Oleh karena itu, KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN vii diharapkan agar Pemerintah dan seluruh komponen bangsa dapat bekerja sama mencari solusi mengatasi persoalan strategis berupa ancaman krisis energi yang mungkin akan dihadapi oleh bangsa ini. Salah satu fungsi Badan Intelijen Negara adalah memberikan pertimbangan bagi pembuatan kebijakan nasional, termasuk di dalamnya kebijakan tentang kondisi energi nasional, sehingga dapat diambil langkah-langkah antisipasi berupa kebijakan strategis yang dapat dikembangkan bersama. Momentum untuk memberikan masukan bagi kebijakan energi nasional saat ini sangat tepat. Salah satu pertimbangan utamanya adalah adanya proyeksi bahwa pada 2025 bangsa Indonesia akan mengalami krisis energi apabila tidak melakukan kebijakan nasional yang tepat dan efektif. Kebijakan nasional yang dimaksud, bukan hanya melakukan eksplorasi dan eskploitasi sumber energi tak terbarukan atau konvensional, melainkan juga menemukan, mengelola, serta menggunakan energi terbarukan.Tantangan bagi ketahanan nasional di bidang energi di masa datang termasuk kebutuhan energi yang terus meningkat, kebijakan energi yang tidak berjalan optimal, peraturan yang tumpang tindih, kemampuan industri nasional yang belum memadai, serta jaminan pasokan yang menipis. Selain itu, permasalahan lain, seperti ancaman mafia migas, ketergantungan impor yang semakin tinggi, serta intervensi kepentingan negara-negara luar patut juga diperhitungkan akan turut berdampak terhadap ketahanan energi Indonesia. Pemerintah RI di bawah Presiden Joko Widodo telah bertekad untuk mengembalikan kemandirian energi yang dicita-citakan sejak lama. Kemandirian merupakan salah satu syarat utama yang diperlukan agar viii KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN ketahanan bangsa Indonesia terwujud dengan sesungguhnya dalam menghadapi krisis energi yang mengancam.Untuk mempercepat perwujudan tekad tersebut, penting kiranya bagi para pemimpin, pemangku kepentingan (stakeholders) dan seluruh komponen bangsa lainnya untuk memiliki pengetahuan dan/atau pemahaman yang jernih dan memadai mengenai permasalahan serta tantangan energi yang dihadapi bangsa Indonesia di masa mendatang.Termasuk dalam hal ini bagaimana mencari dan mempertimbangkan pilihan-pilihan strategis di bidang energi demi kesinambungan proses mewujudkan cita-cita perjuangan bangsa Indonesia menjadi bangsa yang besar, berdaulat, bermartabat, mandiri, dan maju sejajar dengan bangsabangsa lainnya dalam pergaulan di dunia. Berdasarkan pemikiran itulah pimpinan Badan Intelijen Negara memberi tugas kepada DAS untuk melakukan sebuah kajian forecasting tentang ketahanan energi Indonesia selama 10 tahun yang akan datang (2015-2025). Hasil kajian tersebut diharapkan bisa diakses, dibaca, dipelajari, dan dibicarakan secara terbuka oleh publik di Indonesia dan bahkan di luar negeri. Selain bermaksud mengajak seluruh anak bangsa ikut memikirkan masa depan negerinya, buku ini juga menjadi salah satu perwujudan komitmen Badan Intelijen Negara terhadap amanat reformasi, yakni agar lembaga ini semakin dekat dengan rakyat Indonesia dan, pada saat yang sama, rakyat pun akan semakin merasa memiliki (melu handarbeni) merasakan manfaat keberadaannya. Melalui publikasi terbuka semacam ini, maka terbuka peluang yang sama bagi seluruh komponen bangsa untuk bersamasama secara dialogis memberikan kontribusi pemikiran dan gagasangagasan yang terbaik bagi kemajuan bangsa dan negara di masa yang akan datang. KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN ix Buku ini diharapkan akan memiliki daya tarik tersendiri bagi khalayak yang luas karena bisa diakses melalui bentuk buku biasa maupun elektronik (e-book) secara bebas, mudah dibaca serta dimengerti, namun tanpa mengabaikan kriteria dan kaidah sebagai karya yang bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Untuk itulah, prinsip yang dipegang oleh DAS-BIN adalah menjaga keseimbangan antara substansi yang bermutu dan bisa dipertanggungjawabkan secara keilmuan dengan sifat dan gaya penulisan buku yang enak dibaca oleh publik yang sudah barang tentu bukan hanya dari kalangan akademisi saja. Untuk keperluan kajian tersebut, DAS melakukan kerja sama dengan para pakar untuk merencanakan dan menyusun kajian, serta menerbitkannya dalam bentuk buku yang, alhamdulillah, terlaksana dengan tepat waktu. Melalui berbagai pertimbangan, maka buku ini mencakup bidang-bidang berikut ini: 1) Pendahuluan: Ancaman di Depan Mata; 2) Lingkungan Strategis: Di Tengah Dunia yang Penuh Tantangan; 3) Kebijakan Energi Nasional: Agar Tak Jalan di Tempat; 4) Manajemen Energi Secara Makro: Byar Pet, Mafia, dan Kelangkaan Minyak; 5) Manajemen Energi Secara Mikro: Membangun Fondasi Kuat; 6) Prediksi Ketahanan Energi: Tiga Skenario Energi; dan 7) Rekomendasi. Dalam setiap bidang terdiri atas beberapa sub-bidang yang dianggap strategis bagi kehidupan bangsa dan negara. Proses yang intensif berjalan selama kurang lebih enam bulan; mulai dari pembuatan proposal, penyusunan pembidangan dan tim penulis, proses penulisan dan uji sahih, sampai pada tahap finalisasi, termasuk penyuntingan dan penerbitan buku. Dalam rangka menjaga kualitas ilmiah, maka para pakar yang terlibat dalam proses penyusunan buku x KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN ini telah dipilih secara cermat dari berbagai bidang yang dianggap representatif dalam kompetensi inti (core competence) mereka. Sementara itu, untuk pengawasan proses dan penjaminan mutu (quality assurance), selain diselenggarakan seminar-seminar intern berkala, juga dibuat forum-forum Focus Group Discussions (FGDs), yang terdiri atas para pakar, praktisi, dan pemangku kepentingan yang berperan sebagai panelis dan/atau penanggap aktif. Tahap akhir dalam proses penjaminan mutu adalah penyelenggaraan seminar-seminar nasional untuk mendapatkan masukan terakhir sebelum penerbitan. Dalam kaitan ini, DAS BIN juga bekerja sama dengan DEN (Dewan Energi Nasional) dan KEN (Komite Energi Nasional) untuk memberikan keakuratan data dan analisis energi di masa mendatang. Sesuai dengan gagasan awalnya, tujuan terpenting dan utama buku ini bukanlah menyajikan berbagai jawaban dan/atau preskripsipreskripsi siap pakai yang bersifat final atau mengarahkan serta mengikat publik. Buku ini lebih dimaksudkan untuk memberikan gambaran ke depan mengenai kondisi cadangan energi Indonesia, serta mencari solusi terhadap dinamika dan masalah strategis sampai dengan 2025. DAS BIN menyadari bahwa ketahanan energi Indonesia bertumpu pada dinamika Lingkungan Strategis (lingstra) baik pada tataran global, regional, maupun nasional. Selain itu, kebijakan mikro dan makro juga dijadikan sebagai pendekatan analisis untuk melihat trend perkembangan cadangan energi tiap tahunnya. Dalam buku ini, bab-bab yang ditulis, serta rekomendasi yang diberikan memiliki sifat yang masih terbuka untuk didiskusikan dan diperdebatkan. Dengan kata lain, berbagai KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN xi rekomendasi yang diberikan sebaiknya dipahami dengan berbagai tawaran kemungkinan konsekuensi yang dapat terjadi, dan/atau dapat diikuti. Dengan semangat seperti ini, maka publik sebagai pembaca memiliki ruang gerak yang leluasa untuk berpartisipasi memikirkan masalah-masalah energi yang menghadang Indonesia. Melalui buku ini, publik yang terdiri dari pihak birokrasi, akademisi, serta praktisi ikut menyumbang gagasan dan ide sebagai hasil pemikiran dalam membuat kebijakan untuk menyelamatkan energi Indonesia. Tentunya, di masa mendatang, penggunaan energi tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan nasional saja, namun juga harus digunakan sebagai pendorong pembangunan nasional. Diharapkan ada cadangan penyangga dan cadangan strategis, serta penemuan dan penggunaan energi terbarukan sebagai langkah visioner bagi bangsa Indonesia. Lebih lanjut, dengan semangat harapan yang tinggi, publik memiliki ruang gerak yang luas untuk berpartisipasi memikirkan persoalan-persoalan energi terbarukan untuk dijadikan kekuatan baru demi tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) di abad modern. Sebagai sebuah hasil kerja sama yang intensif dan produktif, serta merupakan perpaduan harmonis dari banyak pihak, maka pada tempatnyalah jika DAS BIN mengucapkan terima kasih kepada mereka yang telah berjerih payah memeras tenaga dan pikiran bagi keberhasilan karya ini. Terutama kepada Pimpinan BIN, yaitu Kepala dan Wakil Kepala BIN. Karena adanya kepercayaan yang besar kepada DAS BIN dan perhatian, dorongan, serta dukungan penuh dari kedua beliaulah, maka pelaksanaan tugas dapat berjalan lancar sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan. Demikian pula, ucapan xii KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN terima kasih disampaikan kepada Sekretaris Utama BIN bersama seluruh staf beliau yang telah memberikan dukungan administratif yang vital bagi kelancaran pelaksanaan tugas selama hampir satu tahun terakhir. Dan tak lupa ucapan terima kasih disampaikan kepada semua pihak yang terlibat dalam penyusunan buku ini. Buku ini pun tentu masih memiliki kelemahan dan kekurangan, baik dari aspek substansi maupun di luarnya. Namun, itulah yang sampai saat ini bisa kami wujudkan sesuai dengan kapasitas dan upaya yang maksimal dari tim. Kritik dan komentar dari pembaca serta publik adalah sebuah keniscayaan agar lahir alternatif pemikiran yang dapat memperkaya pengetahuan dan pemahaman kita bersama.Semoga Tuhan senantiasa memberikan jalan yang terbaik kepada bangsa kita dalam mencapai cita-cita luhur menuju Indonesia Raya! Jakarta, Desember 2014 Dr. Muhammad AS Hikam, MA. Editor KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN xiii xiv KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN UCAPAN TERIMA KASIH Penghargaan, apresiasi, dan terima kasih yang sebesar-besarnya kami sampaikan kepada para pakar dan timnya, yang bersama para anggota dan tim analis Dewan Analis Strategis BIN, sejak awal telah terlibat dalam proses perencanaan, penyusunan dan penulisan buku ini. Mereka adalah Prof. Dr. Maizar Rahman; Dr. Hadi Purnomo; Dr. Irwan Bahar; Dr. Saleh Abdurrahman; Dr. Abdul Mu’in; serta Ir. Farida Zed, M.E. sebagai tim penulis yang tidak kenal lelah dalam menyelesaikan penulisan buku ini. Selanjutnya, ucapan terima kasih dan penghargaan yang tulus juga kami sampaikan kepada koordinator penyusunan buku, Sekretaris Dewan Analis Strategis BIN Brigjen TNI (Purn) Ir. Nurdiyanto; dan para anggota DAS BIN yaitu Mayjen TNI (Purn) Heru Cahyono, S.H., M.H.; Brigjen Pol (Purn) Drs. Slamet Saptono; Silmy Karim, S.E., M.E.; Diaz Hendropriyono, Ph.D.; serta tim analis Dewan Analis Strategis BIN, yaitu Kol. CBA Suyanto, S.E, M.Si.; Kol. CZI. Aang Suharlan, M.A.; Kol. KAV. Daru Cahyono; dan Kol. CZI. Ign. Wahyu Hadi, yang dalam hal ini sekaligus berperan sebagai liaison dan pendamping koordinator. Dewan Analis Strategis BIN juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang secara intensif berpartisipasi di dalam FGDs untuk memberikan masukan dan meningkatkan mutu kajian serta buku ini. Mereka adalah Prof. Dr. Djarot S. Wisnubroto, Ir. Marwan Batubara, Dr. Urdekth; Dr. Hendig Winarno; Dr. Zaim Uchrowi; KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN xv Marsma TNI M. Sofiudin; Kol. PNB. Fadjar Sumarijadji, M.Sc.; Letkol. Inf. Eko Oswari; Suripto, S.E., M.A.; Ir. Teguh Rahardjo, M.M.; Reki Alvian, S.Sos., M.Si.; dan Ir. Ego Syahrial. Kami ucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya atas semua masukan dan komentar yang bermanfaat bagi peningkatan mutu kajian. Dalam penerbitan buku yang melibatkan banyak pihak dan substansi yang sangat kompleks, maka kehadiran tim editor sangatlah vital. Bukan saja dalam hal masukan terkait penyuntingan dan penyelarasan bahasa, tetapi juga masukan-masukan substantif yang ikut meningkatkan nilai tambah dan mutunya. Oleh karena itu, kami menyampaikan terima kasih kepada anggota tim editor yaitu Ir. Burhan Syaiin dalam seluruh proses panjang penyuntingan buku ini. Last but not the least, ucapan terima kasih disampaikan kepada seluruh staf administrasi Dewan Analis Strategis BIN yang merupakan pendukung utama rangkaian proses pelaksanaan dan kelancaran penugasan. xvi KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN DAFTAR ISI Kata Sambutan Kepala Badan Intelijen Negara Prakata Ucapan Terima Kasih Ringkasan Eksekutif v vii xv xxvii Bab I Pendahuluan Ancaman di Depan Mata  Kerangka Teoritis Ketahanan Energi  Maksud dan Tujuan 1 8 18 Bab II Lingkungan Strategis Di Tengah Dunia yang Penuh Tantangan  Perkembangan Lingkungan Strategis  Kondisi Geopolitik Kawasan 19 24 40 Bab III Kebijakan Energi Nasional Agar Tak Jalan di Tempat  Kondisi Energi Nasional Saat Ini  Arah Kebijakan Energi Nasional 63 68 71 Bab IV Manajemen Energi Secara Makro Byar Pet, Mafia, dan Kelangkaan Minyak  Kondisi Manajemen Energi Saat Ini  Komparasi Manajemen Energi Beberapa Negara  Arah Manajemen Energi 2015-2050 87 90 145 177 KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN xvii Bab V Manajemen Energi Secara Mikro Membangun Fondasi Kuat  Pasokan Energi Primer  Pasokan Energi Final  Aksesibilitas  Utilisasi  Stabilisasi Harga 191 194 239 255 260 286 Bab VI Prediksi Ketahanan Energi 2015 -2025 Tiga Skenario Energi  Skenario Pesimistis  Skenario Optimistis  Skenario Transformatif 293 298 310 319 Bab VII Rekomendasi Agar Tak Jatuh  Panas Bumi 323 327 Daftar Pustaka Sumber Internet Lampiran Glosari Bibliografi 337 340 353 361 368     xviii Batubara dan Gas Alam Biofuel Tenaga Air Nuklir KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN 328 328 328 328 DAFTAR GAMBAR Bab I Ancaman di Depan Mata Gambar 1 Peran Sektor Energi dalam Pembangunan Nasional Gambar 2 Aspek Ketahanan Energi Nasional Gambar 3 Peran Energi dalam Ketahanan Nasional Bab II Di Tengah Dunia yang Penuh Tantangan Gambar 4 Perkiraan Kebutuhan Energi Dunia Gambar 5 Jalur Transportasi Energi Dunia Gambar 6 Sebaran Cadangan Energi Fosil Dunia Gambar 7 Sengketa di Laut China Selatan Gambar 8 Kebutuhan Energi Primer di Negara-Negara ASEAN Gambar 9 Porsi Kebutuhan Energi di Negara-Negara ASEAN Gambar 10 Posisi Strategis Indonesia 7 10 11 26 29 39 49 53 55 56 Bab III Agar Tak Jalan di Tempat Tak ada gambar Bab IV Byar Pet, Mafia, dan Kelangkaan Migas Gambar 11 Pertumbuhan Penduduk Indonesia 1990-2010 Gambar 12 Perkembangan Penduduk Miskin Indonesia 2013 Gambar 13 Pertumbuhan PDB Indonesia 2006-2013 Gambar 14 Perkembangan Konsumsi Energi Primer 2003-2013 Gambar 15 Perkembangan Konsumsi Energi Final 2005-2012 93 93 94 96 97 KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN xix Gambar 16 Belanja Subsidi BBM dan Defisit APBN 2011-2014 Gambar 17 Defisit Perdagangan Migas 2011-2013 Gambar 18 Besaran Nilai Subsidi Energi 2011-2013 Gambar 19 Pangsa Investasi Pembangunan Infrastruktur Energi Nasional terhadap PDB Gambar 20 Perbandingan Produksi dan Ekspor Batubara Gambar 21 Perbandingan Produksi dan Ekspor Gas Alam Gambar 22 Peran Energi Fosil dan Konversi Lahan Terhadap Pemanasan Global Gambar 23 Tren Peningkatan Emisi CO2 Per Jenis Pembangkit Listrik Gambar 24 Perkembangan Cadangan Minyak Bumi Indonesia 2004-2012 Gambar 25 Perkembangan Gas Alam Indonesia 2004-2012 Gambar 26 Intensitas Energi Primer dan Energi Final 2000-2011 Gambar 27 Pola Pencadangan BBM Nasional Versi Pertamina Gambar 28 Konsumsi Energi di Thailand 2012 Gambar 29 Konsumsi Energi Primer Malaysia 2011 Gambar 30 Perkembangan Intensitas Energi dan Efisiensi Penggunaan Energi di Tiongkok Gambar 31 Konsumsi Energi Primer Tiongkok 2010 Gambar 32 Perkembangan Komposisi Penyediaan Energi Jepang 1965-2010 Gambar 33 Target Pencapaian Pembangkit Listrik di Jepang Hingga 2030 xx KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN 103 104 105 113 123 124 130 131 134 135 140 145 148 150 157 158 161 164 Bab V Membangun Fondasi Kuat Gambar 34 Pasokan Energi Primer Indonesia 2007-2012 Gambar 35 Distribusi Cadangan Migas Indonesia 2013 Gambar 36 Profil Produksi Minyak Bumi dan Gas Alam Indonesia Gambar 37 Diagram Pasokan-Kebutuhan Minyak Bumi Indonesia 2013 Gambar 38 Perkembangan Wilayah Kerja Migas 2004-2014 Gambar 39 Negara Tujuan Ekspor Minyak Mentah Indonesia 2013 Gambar 40 Diagram Pasokan-Kebutuhan Gas Alam Indonesia 2013 Gambar 41 Negara Tujuan Ekspor Gas Alam dan LNG Indonesia 2013 Gambar 42 Diagram Pasokan-Kebutuhan Batubara Indonesia 2013 Gambar 43 Produksi dan Penjualan Batubara Indonesia 2007-2013 Gambar 44 Negara Tujuan Ekspor Batubara Indonesia 2013 Gambar 45 Kondisi Tambang Batubara di Kalimantan Gambar 46 Peta Potensi CBM pada Cekungan Batubara Gambar 47 Diagram Pasokan-Kebutuhan EBT 2013 Gambar 48 Peta Potensi Panas Bumi Indonesia 2012 Gambar 49 Potensi Hidro dan Kapasitas Terpasang PLTA 2013 Gambar 50 Produksi Biofuel Indonesia 2009-2013 Gambar 51 Porsi Energi Primer dalam Produksi Listrik Nasional 2009-2013 196 197 199 200 201 205 206 207 211 211 213 216 219 222 225 228 236 240 KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN xxi Gambar 52 Diagram Pasokan-Kebutuhan Listrik Nasional 2012 241 Gambar 53 Distribusi Lokasi Program Percepatan Pembangkit Listrik Tahap I 243 Gambar 54 Peta Lokasi Program Percepatan Pembangkit Listrik Tahap II 244 Gambar 55 Skema Pasokan BBM di Indonesia 247 Gambar 56 Impor BBM 2005-2012 247 Gambar 57 Peta Lokasi Kilang Minyak Pertamina 249 Gambar 58 Impor LPG 2005-2012 252 Gambar 59 Peta Lokasi Kilang LNG di Indonesia 253 Gambar 60 Varian Tipe Briket Batubara 254 Gambar 61 Peta Sebaran Ratio Elektrifikasi di Indonesia 256 Gambar 62 Jaringan Transmisi Listrik Nasional 257 Gambar 63 Komposisi Penggunaan Energi Final Berdasarkan Sektor 2010-2011 261 Gambar 64 Konsumsi BBM Berdasarkan Sektor 2013 262 Gambar 65 Konsumsi BBM di Sektor Transportasi berdasarkan Jenis BBM 2000-2011 263 Gambar 66 Porsi Konsumsi BBM di Sektor Transportasi 2012 263 Gambar 67 Konsumsi BBM Bersubsidi di Moda Angkutan Jalan dan Kereta Api, 2012 264 Gambar 68 Prakiraan Konsumsi BBM di Sektor Transportasi Berdasarkan Jenis Angkutan, 2010-2030 267 Gambar 69 Prakiraan Konsumsi BBM Per Sektor Pemakai di Indonesia 2010-2030 270 Gambar 70 Konsumsi Gas Alam Per Sektor Pemakai, 2013 271 Gambar 71 Varian 'Elpiji' Berdasarkan Konsumen 279 xxii KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN Gambar 72 Pemakaian Akhir Listrik Berdasarkan Pelanggan, 2007-2010 Gambar 73 Target Presentase Pencampuran Biofuel dalam BBM, Berdasarkan Peraturan Menteri ESDM No. 25 Tahun 2013 Gambar 74 Sektor Pemakai Biomassa, 2013 Gambar 75 Perkembangan Harga Batubara Acuan, 2009-2014 Bab VI Tiga Skenario Energi Gambar 76 Bauran Energi Nasional 2025, Skenario Pesimistis Gambar 77 Bauran Energi Nasional 2025, Skenario Optimistis Gambar 78 Bauran Energi Nasional 2025, Skenario Transformatif 282 283 284 290 299 312 321 Bab VII Agar Tak Jatuh Tak ada gambar KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN xxiii DAFTAR TABEL Bab I Ancaman di Depan Mata Tak ada tabel Bab II Di Tengah Dunia yang Penuh Tantangan Tabel 1 Cadangan Energi ASEAN 54 Bab III Agar Tak Jalan di Tempat Tak ada tabel Bab IV "Byar Pet," Mafia, dan Kelangkaan Migas Tabel 2 Produksi Bioetanol Brasil, 2003-2009. Tabel 3 Perbandingan Penggunaan Energi Baru dan Terbarukan serta Nuklir di Sejumlah Negara Dibandingkan dengan Indonesia. Tabel 4 Proyeksi Bauran Energi Nasional 2015-2050 (dalam Persen). Tabel 5 Proyeksi Bauran Energi Nasional 2015-2050 (dalam MTOE). Bab V Membangun Fondasi Kuat Tabel 6 Produsen Minyak Terbesar di Indonesia, Februari 2014 Tabel 7 Negara Asal Minyak Mentah Impor, Februari 2014 Tabel 8 Produsen Gas Alam Terbesar di Indonesia, Februari 2013 Tabel 9 Produsen Batubara Terbesar di Indonesia, 2013 xxiv KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN 173 173 178 179 202 204 209 212 Tabel 10 Tabel 11 Tabel 12 Tabel 13 Tabel 14 Tabel 15 Tabel 16 Kualitas, Sumber Daya, dan Cadangan Batubara Indonesia, 2012 Sumber Daya CBM Indonesia Berdasarkan Penyelidikan Badan Geologi sampai 2012 Potensi Shale Gas di Indonesia Sumber Daya Energi Baru dan Terbarukan Wilayah Kerja Panas Bumi Yang Sudah Beroperasi (Status Maret 2013) Kondisi Kelistrikan Nasional 2011-2013 Negara Asal BBM Impor, Februari 2014 214 219 221 223 224 248 257 Bab VI Tiga Skenario Energi Tak ada tabel Bab VII Agar tak Jatuh Tak ada tabel KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN xxv xxvi KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN RINGKASAN EKSEKUTIF xxviii KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN Matahari, mikrohidro, angin, dan panas bumi, merupakan contoh dari sekian banyak energi terbarukan yang sangat melimpah terdapat di Indonesia. Itu harus kita manfaatkan betul-betul untuk kemakmuran rakyat. ~Prof. Dr. Emil Salim, Ketua Dewan Pertimbangan Presiden RI (2010-2014)~ KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN xxix RINGKASAN EKSEKUTIF Pendahuluan Ancaman di Depan Mata Lingkungan Strategis Dunia yang Berubah Bagian ini membedah perubahan peta perebutan sumber daya energi di tingkat regional ataupun global dan perubahan geopolitik yang ada. Kebijakan Energi Nasional Agar Tak Jalan di Tempat Bagian ini mengulas kebijakankebijakan energi nasional yang telah ditempuh Indonesia dan beberapa persoalan yang melingkupinya. Manajemen Energi secara Makro Byar Pet, Mafia dan Kelangkaan Minyak Bagian ini memaparkan tentang isuisu strategis soal tata kelola energi dari Bagian ini merupakan pengantar tentang persoalan serius krisis energi yang mengancam Indonesia dan dunia global dalam kurun waktu 2015-2025. mulai soal subsidi, mafia minyak dan gas, krisis listrik, nuklir, dan inefisiensi tata kelola energi hingga perbandingan xxx KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN pengelolaan energi di berbagai negara di ASEAN dan negara lain seperti Jepang, Jerman, Tiongkok, dan Brasil. Manajemen Energi secara Mikro Membangun Fondasi yang Kokoh Bagian ini membedah penyediaan energi primer seperti minyak, gas, batubara dan beberapa energi terbarukan seperti panas bumi, hidro, biofuel, biomassa serta nuklir. Prediksi Ketahanan Energi Tiga Skenario Energi Bagian ini menggambarkan tiga skenario energi untuk Indonesia pada kurun 2015-2025 yakni skenario pesimistis, optimistis, dan transformatif. Rekomendasi Agar Tak Jatuh Bagian ini menunjukkan langkahlangkah yang harus ditempuh pemerintah selama 2015-2025 agar tak terperangkap pada krisis energi yang mengancam ketahanan dan keamanan nasional. KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN xxxi Pendahuluan: Ancaman di Depan Mata Kelangkaan sumber energi seperti minyak dan gas diperkirakan bakal memicu persaingan sengit banyak negara untuk memperebutkan sumber energi. Banyak yang yakin, di masa mendatang siapa yang menguasai sumber daya energi akan menguasai dunia. Amerika Serikat, Tiongkok, Jepang berlomba menguasai sumber daya energi. Peta sumber-sumber energi juga telah bergeser dari kawasan utara seperti Amerika Serikat, Kanada, Eropa, dan Tsar (Kekaisaran Soviet) di era 1950 sampai 1970-an ke kawasan selatan seperti Afrika, cekungan Laut Kaspia, dan Teluk Persia. Keamanan pasokan energi telah menjadi prioritas negara-negara maju. Mereka menggunakan energi tak hanya untuk meningkatkan proses pembangunan dan industrialisasi, tetapi juga untuk mendukung keperluan pertahanan atau militer. Bagaimana Indonesia? Masih jauh tertinggal. Lingkungan Strategis: Dunia yang Berubah Pada saat ini, negara Indonesia sedang berada dalam ujian besar dalam soal pengelolaan energi dan perebutan sumber energi. Disadari atau tidak, banyak wilayah Indonesia, termasuk sumber daya alam di dalamnya telah dikuasai oleh asing. Sebagai contoh adalah lepasnya Timor Timur dan Sipadan Ligitan yang berdasarkan indikasi geologi memiliki potensi sumber daya minyak dan gas cukup besar. Indonesia juga ada dalam sorotan Amerika Serikat. US National Security Council pernah menerbitkan National Securities Studies Memorandum 2000, yang disupervisi oleh Henry Kissinger, yang menyinggung 13 negara yang mendapat perhatian khusus dari AS dalam segi politik dan kepentingan strategis (strategic interest). Salah satu negara itu xxxii KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN adalah Indonesia. Indonesia disorot karena di wilayahanya ada potensi gangguan terhadap akses AS ke negara-negara penghasil sumber daya alam strategis. Kebijakan Energi Nasional Agar Tak Jalan di Tempat Indonesia selama ini belum memiliki cadangan penyangga energi yang dapat memberikan jaminan pasokan dalam waktu tertentu apabila terjadi kondisi krisis dan darurat energi. Pemerintah sudah membuat kebijakan yang menyokong ketahanan energi nasional. Contohnya upaya pencarian (eksplorasi) baru untuk menemukan cadangan minyak dan gas baru untuk mengantisipasi menurunnya produksi migas belakangan ini. Pemerintah juga sudah berupaya mencari sumber-sumber energi hijau, energi baru dan terbarukan seperti biofuel, biomassa dan nuklir. Hanya, kebijakan itu belum melaju kencang. Manajemen Energi secara Makro: Byar Pet, Mafia dan Kelangkaan Minyak Disadari atau tidak, Indonesia punya PR (pekerjaan rumah) besar soal tata kelola energi. Hampir sepanjang tahun headline-headline koran nasional selalu dihiasi berita tentang subsidi bahan bakar minyak (BBM), adanya mafia migas (minyak dan gas), krisis listrik yang sudah mulai dirasakan di wilayah Sumatra dan Indonesia Timur serta terkatung-katungnya pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN). Kondisi itu amat kontras dengan tata kelola energi di berbagai negara jiran seperti Malaysia, Thailand, Vietnam dan Filipina. Negeri-negeri itu sudah memutuskan untuk menggunakan KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN xxxiii listrik tenaga nuklir. Bahkan, Vietnam berencana membangun 13 PLTN. Negara-negara seperti Jepang, Jerman, Tiongkok, dan Brasil juga mulai melepaskan ketergantungannya pada energi fosil. Manajemen Energi secara Mikro: Membangun Fondasi yang Kokoh Fenomena berkurangnya produksi sumber daya energi primer seperti minyak, gas, batubara sudah dirasakan Indonesia selama satu dekade terakhir. Era bonanza minyak telah berakhir. Faktanya, Indonesia telah berubah menjadi net importer minyak sejak 2004. Ratusan titik-titik baru yang dieksplorasi untuk mencari sumber minyak dan gas namun upaya itu belum menemui hasil yang memuaskan. Pemerintah pun mulai melirik sumber energi nuklir dan beberapa energi terbarukan, seperti panas bumi, hidro, biofuel, biomassa. Sayang, kendala pemanfaatan energi terbarukan itu cukup besar. Misalnya, harganya yang masih tinggi jauh di atas harga listrik atau BBM yang disubsidi. Prediksi Ketahanan: Tiga Skenario Energi Bagian ini adalah satu bagian terpenting buku ini yang dengan gamblang menggambarkan tiga skenario energi untuk Indonesia pada kurun waktu 2015-2025, yakni skenario pesimistis, optimistis, dan transformatif. Skenario itu disusun dari data-data yang sudah dipaparkan dalam bab terdahulu. Skenario pesimistis adalah skenario bila pemerintah hanya melakukan upaya seperti yang sudah berjalan atau business as usual. Jika ini yang terjadi, Indonesia bisa tercengkeram krisis energi. Adapun skenario optimistis, bila xxxiv KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN pemerintah bekerja keras akan terjadi perbaikan. Sedangkan skenario transformatif merupakan skenario jalan tengah, yaitu bila perbaikan sudah dilakukan namun hambatan-hambatan besar juga masih ada. Rekomendasi: Agar Tak Jatuh Selama ini Indonesia dikenal sebagai salah satu penghasil minyak, gas dan batubara di dunia. Kekayaan tersebut sebenarnya merupakan modal untuk menjadi negara besar. Ada beberapa rekomendasi yang harus dijalankan bila Indonesia tak ingin jatuh ke “lubang” krisis energi. Contohnya, upaya mengatasi ketergantungan terhadap impor minyak dari negara tertentu saat ini, mengharuskan Indonesia untuk lebih agresif mencari sumber-sumber pasokan (energi fosil) baru di luar kawasan Timur Tengah, seperti Rusia, Asia Selatan, dan Afrika dengan mengedepankan jalur diplomasi energi. Indonesia juga harus berani melakukan perubahan radikal untuk pembangunan energi baru dan terbarukan. Bagian ini menunjukkan langkah-langkah yang harus ditempuh pemerintah selama periode 2015-2025 agar tak terperangkap pada krisis energi yang mengancam ketahanan dan keamanan nasional. KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN xxxv xxxvi KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN BAB I PENDAHULUAN ANCAMAN DI DEPAN MATA Pendahuluan: ANCAMAN DI DEPAN MATA 1 2 KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN “Dunia akan bertekuk lutut kepada siapa yang punya minyak.” ~ Ir. Soekarno, Presiden RI ke-1 ~ Pendahuluan: ANCAMAN DI DEPAN MATA 3 PENDAHULUAN ANCAMAN DI DEPAN MATA E nam tahun lalu, kantor pusat Badan Intelijen Amerika Serikat Central Intelligence Agency (CIA) dikejutkan dengan sebuah laporan. Bukan soal senjata nuklir atau menurunnya dominasi Amerika yang membuat mereka terkaget-kaget, melainkan laporan tentang kelangkaan energi yang kian menakutkan pada 2025. Keterkejutan CIA itu bahkan sampai ditulis dalam Tajuk Rencana koran terkenal New York Times. Laporan CIA yang bertajuk Global Trends 2025 itu memperingatkan bahwa bakal muncul ancaman serius akibat kelangkaan bahan bakar fosil, yakni minyak dan gas (migas). Kelangkaan itu bahkan bisa mengancam kelangsungan pembangunan di banyak negara 4 KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN berkembang, seperti Tiongkok dan sejumlah negara Asia. Bisa dibayangkan kegoncangan yang bakal terjadi saat migas langka. Industri bisa menjerit. Setiap hari kebutuhan minyak Amerika Serikat (AS) mencapai seperempat kebutuhan minyak dunia. Dalam laporan itu juga disebutkan, pada 2030 setiap hari minyak yang “dibakar” oleh dua negara, yakni Tiongkok dan India, akan menyamai kebutuhan minyak dua negara, AS dan Jepang. Meningkatnya konsumsi di dalam negeri secara tak terkendali dan turunnya produksi menyebabkan Indonesia menjadi negara net oil importer sejak 2004. Masalah itu akan semakin akut lantaran energi pengganti yang digadang-gadang, yakni “energi baru dan terbarukan, pada 2025 diprediksi belum bisa diproduksi untuk memenuhi kebutuhan komersial.” Pembangunan pembangkit listrik tenaga nuklir pun tak sanggup mengimbangi lonjakan kebutuhan listrik. Kelangkaan minyak itu diperkirakan bakal memicu persaingan sengit banyak negara untuk memperebutkan sumber energi. Pada masa mendatang, banyak negara hakkul yakin bahwa siapa yang menguasai sumber daya energi akan menguasai dunia. Karena begitu strategisnya sumber daya ini, Indonesia tak boleh berdiam diri. Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 telah mengamanatkan pemanfaatan sumber daya alam (SDA) ini untuk kemakmuran bangsa. Seperti halnya negara-negara ekonomi baru lainnya di Asia (Tiongkok dan India), Indonesia juga dalam bayang-bayang krisis energi. Negeri ini mengalami pertumbuhan konsumsi energi yang Pendahuluan: ANCAMAN DI DEPAN MATA 5 pesat selama 10 tahun terakhir, yaitu rata-rata sebesar 5,2 persen per tahun. Pertumbuhan konsumsi ini masih didominasi oleh energi fosil dalam bauran (energy mix). Pada 2013, sebesar 94,3 persen dari total kebutuhan energi nasional dipenuhi dari energi fosil, yaitu sebesar 1.357 juta setara barel minyak (SBM), sisanya sebesar 5,7 persen dipenuhi dari energi hijau atau energi baru dan terbarukan (EBT). Walaupun Indonesia pernah menjadi negara pengekspor minyak, meningkatnya konsumsi di dalam negeri secara tak terkendali dan turunnya produksi menyebabkan Indonesia menjadi negara net oil importer sejak 2004. Kondisi ini berakibat serius pada perekonomian nasional dan juga pada ketahanan energi. Sebab, sebagian dari pasokan energi tersebut berasal dari impor. Pada 2013, total konsumsi minyak nasional mencapai 425 juta barel terdiri dari minyak mentah (crude oil). Dari jumlah tersebut, sebesar 352 juta barel (233 juta barel dalam bentuk bahan bakar minyak/BBM) yang dipasok dari kilang minyak di dalam negeri. Sisanya, sebesar 192 juta barel diimpor dalam bentuk minyak mentah dan produk BBM. Besarnya angka impor itu diakibatkan oleh turunnya produksi dan terbatasnya kapasitas kilang di dalam negeri. Hal inilah yang membuat Indonesia semakin rentan terhadap fluktuasi ketersediaan dan harga energi yang terjadi di pasar energi internasional. Ketidakseimbangan antara permintaan dan pasokan akan mengakibatkan terjadinya kelangkaan (scarcity). Dampaknya, keekonomian energi tidak lagi bersifat elastis tapi dapat menimbulkan contagion effect (efek menular) bagi perekonomian nasional, stabilitas 6 KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN politik, dan kerawanan sosial. Oleh karena itu, melalui instrumen kebijakannya negara harus mengambil peran dalam menjaga agar tidak terjadi kelangkaan energi. Daniel Yergin (Mallaby, 2006) menyatakan bahwa konsep ketahanan energi suatu negara dalam era globalisasi mencakup dua dimensi, yaitu independensi dan interdependensi. Dimensi independensi, yaitu pemenuhan kebutuhan energinya dari sumber daya energi di dalam negeri/domestik. Sedangkan dimensi interdependensi global, yaitu pemenuhan energi setiap negara tidak dapat lepas dari pasokan energi dari negara lain, terutama yang berasal dari negara-negara produsen utama minyak dan gas bumi. CITA-CITA LUHUR: MASYARAKAT ADIL DAN MAKMUR PASAL 33 UUD 1945: SUMBER DAYA ENERGI DIKUASAI NEGARA RPJMN: RENCANA PEMBANGUNAN MENENGAH NASIONAL KAPITAL MULTI NASIONAL CO. MODAL,TEKNOLOGI, EXPERT TENAGA AHLI TEKNOLOGI PEMERINTAH CADANGAN SUMBER ENERGI KEPASTIAN HUKUM KONTRAK KERJASAMA PENGUSAHAAN ENERGI PENGUSAHA JASA PENGUSAHA PENUNJANG Gambar 1 Peran Sektor Energi dalam Pembangunan Nasional Pendahuluan: ANCAMAN DI DEPAN MATA 7 Kerangka Teoritis Ketahanan Energi Konsep ketahanan energi diperkenalkan pada 1973 oleh AS dan sebagian negara Eropa Barat ketika terjadi embargo minyak oleh negara-negara Arab yang merupakan produsen utama minyak dunia. Sejak saat itu, masalah ketahanan energi menjadi isu yang semakin diperhatikan dan terus berkembang. Saat ini, dunia juga telah mengubah cara berpikir dalam hubungan antara produsen dan konsumen untuk menjaga keamanan pasokan jangka panjang. Perkembangan pemahaman untuk meningkatkan ketahanan energi menyebabkan definisi tentang ketahanan energi juga berkembang. Berikut di antaranya: 8 - European Commission: “Ketersediaan energi di pasar dengan harga yang terjangkau untuk semua konsumen“. - International Energy Agency: "Akses terhadap energi yang memadai,terjangkau dan dapat diandalkan,termasuk ketersediaan sumber daya energi, pengurangan ketergantungan pada impor, penurunan gangguan terhadap lingkungan, persaingan dan pasar yang efisien, ketergantungan pada sumber daya setempat yang bersih lingkungan, dan energi yang terjangkau serta adil“. - World Bank: “Akses untuk mengamankan persediaan energi, pasar yang kompetitif yang mendistribusikan energi tersebut, stabilitas arus sumber daya energi, dan efisiensi penggunaan akhir”. - D.Yergin: “Akses yang dapat diandalkan dan terjangkau untuk pasokan energi, diversifikasi, integrasi ke pasar energi, dan penyediaan informasi”. KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN Secara umum, ketahanan energi dapat didefinisikan sebagai “suatu kondisi terjaminnya ketersediaan energi, akses masyarakat terhadap energi pada harga yang terjangkau (rasional) dalam jangka panjang dengan tetap memperhatikan perlindungan terhadap lingkungan hidup.” Di dunia dikenal dua mazhab konsep ketahanan energi, yaitu: - 5 S: supply (ketersediaan sumber daya, seperti bahan bakar fosil, energi alternatif dan energi terbarukan); sufficiency (ketercukupan jumlah bahan bakar dan jasa dari sumber energi); surety (akses terhadap sumber energi); survivability (daya tahan energi dalam menghadapi gangguan atau kerusakan); sustainability (pengurangan limbah dan pembatasan kerusakan lingkungan) - 4 A: availability (ketersediaan sumber energi dan energi, baik dari domestik maupun luar negeri), accessibility (kemampuan untuk mengakses sumber energi, infrastruktur jaringan energi, termasuk tantangan geografik dan geopolitik), affordability (biaya investasi di bidang energi, mulai dari biaya eksplorasi, produksi dan distribusi, hingga biaya yang dikenakan ke konsumen), acceptability (penggunaan energi yang peduli lingkungan, baik darat, laut maupun udara, termasuk penerimaan masyarakat). Indonesia menganut mazhab 4A yang disesuaikan dengan kondisi atau kemampuan nasional untuk membangun ketahanan energi. Dalam Kebijakan Energi Nasional sampai dengan 2050, ketahanan energi didefinisikan sebagai suatu kondisi terjaminnya ketersediaan energi, akses masyarakat terhadap energi pada harga yang terjangkau Pendahuluan: ANCAMAN DI DEPAN MATA 9 dalam jangka panjang dengan tetap memperhatikan perlindungan terhadap lingkungan hidup (Gambar 2). KEANDALAN (Ketersediaan & Infrastruktur) Ketahanan Energi HARGA LINGKUNGAN Gambar 2 Aspek Ketahanan Energi Nasional Saat ini, peran energi tidak lagi hanya terkait dengan keamanan pembangunan ekonomi suatu negara, tetapi juga memiliki keterkaitan langsung dengan keamanan pembangunan sosial, budaya dan politik suatu negara (Gambar 3). 10 KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN KETAHANAN NASIONAL KETAHANAN POLITIK KETAHANAN EKONOMI KETAHANAN SOSIAL KETAHANAN BUDAYA KETAHANAN ENERGI Sumber: DEN Gambar 3 Peran Energi dalam Ketahanan Nasional Menurut beberapa pakar energi, kerangka ketahanan energi saat ini dipengaruhi oleh enam faktor, yaitu: 1. Ketahanan Energi Suatu Kebutuhan Semakin terbatasnya ketersediaan minyak bumi dan energi fosil lainnya telah memperluas cakupan ruang lingkup ketahanan energi menjadi tak hanya terbatas pada minyak, namun mencakup juga energi fosil lainnya yang bersifat tidak terbarukan termasuk nuklir. Menurut Daniel Yergin, ketahanan Pendahuluan: ANCAMAN DI DEPAN MATA 11 energi adalah “ketersediaan pasokan yang memadai dengan harga terjangkau”. Perkembangan yang terjadi di pasar energi global juga telah mentransformasi konsep ketahanan energi agar menyesuaikan dengan hukum ekonomi. Secara umum, ada empat prinsip utama yang dapat menjamin ketahanan energi suatu negara, yaitu: Pertama, adanya efek ganda diversifikasi energi; di satu sisi diversifikasi pasokan (jenis dan asal sumber energi) dan di sisi lain diversifikasi kegiatan ekonomi dalam sistem perekonomian domestik melalui pengembangan sumber energi alternatif. Di sini akan dilihat apakah negara itu bisa mengurangi porsi minyak dalam kegiatan ekonomi secara keseluruhan atau tidak. Kedua, adanya ketahanan, yaitu dengan menyiapkan stok/ cadangan strategis yang siap pakai untuk digunakan dalam situasi terjadinya gangguan pasokan. Ketiga, adanya pengakuan realitas integrasi dan keberadaan pasar minyak dunia dan pembangunan ketahanan energi berasal dari stabilitas pasar. Keempat, adanya pembangunan kekuatan informasi dengan basis data yang memiliki akurasi tinggi dan disampaikan pada waktu yang tepat. Informasi yang dimiliki oleh Badan Energi Internasional (IEA) di sisi konsumen, Organization of the Petroleum Exporting Countries (OPEC) di sisi produsen, dan International Energy Forum (IEF) terbukti dapat mempengaruhi pasar energi dunia menjadi landasan kebijakan energi di banyak negara. 12 KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN 2. Kelangkaan Sumber Energi Ada dua peristiwa penting yang mendorong berkembangnya penggunaan minyak bumi di dunia. Pertama, ketika Perang Dunia I, Winston Churchill, Panglima Angkatan Laut Inggris, memutuskan untuk mengganti bahan bakar armada perang Inggris dari batubara ke minyak bumi (Yergin, 2006). Sejak itu, minyak menjadi bagian penting dari strategi pertahanan negara. Kedua, ketika OPEC yang merupakan gabungan negara-negara penghasil minyak utama dunia melakukan embargo terhadap AS dan sekutunya pada 1973 sebagai reaksi atas keterlibatan AS dan sekutunya dalam perang Arab-Israel (Giragosian, 2004). Akibatnya, harga minyak dunia naik dan terjadi resesi ekonomi dunia yang menyebabkan banyak industri di dunia kolaps. Menurut Amineh dan Houweling, dalam konteks geopolitik, kelangkaan sumber daya energi membuat adanya interaksi antara negara-negara produsen dan konsumen. Di sini, ada tiga pola yang menyebabkan terjadinya kelangkaan sumber daya energi, disparitas permintaan dan pasokan. Pertama, pertumbuhan konsumsi energi global yang sangat tinggi menimbulkan kekhawatiran akan terjadinya kelangkaan sumber daya energi. Kedua, pertumbuhan penduduk yang diikuti pertumbuhan pendapatan per kapita. Ketiga, perubahan teknologi yang menyebabkan terjadinya peningkatan tajam dalam permintaan minyak dunia tanpa mempertimbangkan persediaan yang ada. Pendahuluan: ANCAMAN DI DEPAN MATA 13 Di samping hal-hal tersebut di atas, beberapa faktor eksternal yang menyebabkan terjadinya fluktuasi pasokan dan harga energi di pasar energi dunia, adalah: a. Kekhawatiran terhadap perlambatan produksi di masa depan. Kekhawatiran ini muncul akibat adanya penurunan produksi pada ladang-ladang minyak yang ada dan belum ditemukannya cadangan minyak bumi baru dalam jumlah besar. Menurut US Army Corps of Engineers, penemuan ladang minyak besar hanya terjadi pada era 1960-an, yang perolehan cadangan minyaknya baru sekitar 480 miliar barel. Sejak itu, tingkat penemuan menurun, sementara konsumsi minyak terus melonjak. b. Pergeseran pusat produksi minyak dunia dari utara ke selatan. Terjadi pergeseran pusat produksi minyak dunia dari wilayah utara, terutama AS, Kanada, Eropa, dan Tsar (Kekaisaran Soviet) yang secara geografis dan politik lebih aman menuju wilayah selatan yang memiliki risiko lebih tinggi. Pada 1950, sekitar dua pertiga produksi minyak dunia dihasilkan dari wilayah utara yang secara geografis dan politik mudah diakses. Pada 1990, sebesar 39 persen dari total produksi minyak dunia berasal dari lapangan minyak yang beroperasi di wilayah utara. Pada 2030, gabungan produksi dari negaranegara tersebut diperkirakan turun menjadi 26 persen akibat dari turunnya cadangan dan belum adanya penemuan baru. 14 KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN Pada saat yang bersamaan, proyek-proyek peningkatan produksi minyak bumi dunia bergerak ke daerah-daerah penghasil utama di wilayah selatan, terutama Afrika, cekungan Laut Kaspia, dan Teluk Persia. Pergeseran pusat gravitasi produksi minyak dunia mempunyai implikasi yang besar karena risiko terjadinya gangguan lebih besar di selatan daripada di utara. Hal itu disebabkan oleh tingginya angka kemiskinan, pengangguran, pemberontakan, dan ekstremisme etnis di negara-negara wilayah selatan. Ini bisa memicu perselisihan antara pemerintah pusat dan kelompok-kelompok etnis, seperti yang terjadi di Kurdistan, Irak, wilayah Niger Delta di Nigeria, dan non-Muslim di daerah selatan di Sudan. c. Penyerangan terhadap fasilitas industri minyak. Saat ini, fasilitas industri migas telah menjadi salah satu target strategis bagi pemberontak dan kaum ekstremis dalam menjalankan aksi teror. Menyerang ladang minyak dan pipa merupakan tindakan yang logis bagi kelompok-kelompok tersebut. Kondisi ini mengakibatkan harga energi menjadi mahal karena adanya ongkos untuk pengamanan fasilitas energi. 3. Geopolitik yang Kian Kritis Istilah geopolitik kritis muncul pada akhir 1980-an yang didukung oleh pendekatan pasca-strukturalis dan ekonomi politik dalam disiplin ilmu hubungan internasional. Isu-isu yang Pendahuluan: ANCAMAN DI DEPAN MATA 15 menyangkut energi erat hubungannya Pergeseran pusat dengan teori geopolitik. Sejak awal gravitasi produksi abad ke-21, keamanan pasokan minyak minyak dunia ke mentah telah menjadi prioritas negaradaerah-daerah penghasil negara maju. Mereka menggunakan utama di wilayah minyak mentah tak hanya untuk selatan, seperti Afrika, cekungan Laut Kaspia, meningkatkan proses pembangunan dan Teluk Persia, dan industrialisasi, tetapi juga untuk mempunyai implikasi mendukung keperluan pertahanan yang besar karena risiko atau militer. Negara-negara maju yang terjadinya gangguan kuat secara finansial dan memiliki lebih besar di selatan ketergantungan terhadap pasokan daripada di utara. cenderung menekankan keamanan pasokan energinya kepada kekuatan ekonomi melalui penguasaan cadangan sumber daya energi di negara lain ( Jepang, Korea, Belanda) dan kekuatan militer (Rusia) atau kombinasi kedua kekuatan tersebut (AS, Tiongkok). 4. Konsepsi Transnasionalisasi Proses yang disebut transnasionalisasi ini muncul pertama kali setelah Perang Dunia II. Dalam konsep ini tersirat ada sebuah proses transformasi, pemisahan yang jelas antara kontrol pemerintah dan “aktor korporasi transnasional”. Proses ini jelas semakin memperkuat hubungan, koalisi, dan interaksi lintas batas negara. Saat ini, terjadi perubahan bentuk dari sistem transnasionalisasi dalam tatanan ekonomi global. Sejumlah negara berkembang bahkan telah berhasil tumbuh secara signifikan, terutama 16 KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN negara-negara Brasil, Rusia, India dan China (BRIC), setelah memperoleh kekuatan yang lebih di panggung internasional. Di sektor energi global, pergeseran keseimbangan kekuatan terhadap perusahaan-perusahaan minyak nasional (NOC) telah muncul karena perubahan penting yang terjadi, seperti fluktuasi harga, ketegangan geopolitik, perubahan penawaran dan permintaan, ketahanan energi dan krisis keuangan. Pada tingkat domestik, pergeseran dalam kekuasaan terjadi disertai dengan kecenderungan untuk menasionalisasi industri ekonomi strategis, seperti industri energi. 5. Teori Ruang Hidup Menurut Friederich Ratzel, seorang pakar geopolitik dengan teorinya lebensraum (ruang hidup), kehidupan adalah perjuangan untuk merebut ruang. Semua bangsa harus mempunyai konsepsi ruang yang berisi gagasan tentang batas-batas suatu wilayah. Ratzel memandang bahwa negara sebagai suatu kesatuan antara rakyat dan tanahnya merupakan organisasi yang tumbuh sebagaimana organisasi lainnya. Lepasnya Timor Timur dan Pulau Sipadan-Ligitan yang berhasil diklaim Malaysia termasuk dalam terori ini. Secara geologis, kedua wilayah tersebut diketahui memiliki cadangan migas yang sangat potensial. Kasus lain yang sedang hangat adalah Sengketa di Laut China Selatan tempat perairan dan daratan di sekitar Kepulauan Spratly, yang diindikasikan secara geologi mengandung potensi minyak dan gas sangat besar, merupakan ruang sengketa kepemilikan yang melibatkan enam negara, yaitu Tiongkok, Taiwan, Vietnam, Filipina, Brunei, dan Malaysia sejak 10 tahun terakhir. Pendahuluan: ANCAMAN DI DEPAN MATA 17 6. Siklus Teori Transisi Kekuasaan Teori ini dipertimbangkan karena gagasan bahwa pertumbuhan pesat ekonomi suatu negara dan kemakmuran masa depan kemungkinan akan berhadapan dengan kekuasaan dalam tatanan ekonomi global. Pendekatannya menjadi sangat relevan karena perspektif ketahanan energi negara saat ini telah berkembang dan memiliki implikasi geopolitik. Dilihat dari teori siklus kekuasaan, AS sebagai negara adidaya berupaya terus mempertahankan posisi “hegemonik” mereka dalam sistem dunia dan memberikan pengaruh dalam sistem energi dunia. Namun, hegemoni itu cenderung menurun karena bangkitnya kekuatan ekonomi baru, seperti Tiongkok dan Rusia. Maksud dan Tujuan Kajian ketahanan energi nasional ini dimaksudkan untuk menyampaikan prediksi tentang permasalahan energi yang dihadapi Indonesia. Tujuannya adalah sebagai early warning (peringatan dini) bagi seluruh rakyat Indonesia sehingga mampu menghadapi kemungkinan ancaman krisis energi pada masa mendatang. Kajian ini akan menganalisis secara lebih mendalam mengenai: kondisi pasokan energi saat ini, isu-isu strategis yang menggambarkan kondisi tata kelola energi nasional selama ini, lingkungan strategis internal dan eksternal yang mempengaruhi ketahanan energi dan ketahanan nasional, baik secara langsung maupun tidak langsung, serta prediksi ketahanan energi tahun 2025. 18 KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN BAB II LINGKUNGAN STRATEGIS DI TENGAH DUNIA YANG PENUH TANTANGAN Pendahuluan: ANCAMAN DI DEPAN MATA 19 20 KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN “Karena minyak dan gas sekarang semakin berkurang, maka kita harus bersiap melakukan perubahan, melakukan konservasi energi, gunakan batubara dan sumber-sumber energi terbarukan seperti sel surya.” ~Jimmy Carter, Presiden Amerika Serikat (1977-1981) ~ Pendahuluan: ANCAMAN DI DEPAN MATA 21 LINGKUNGAN STRATEGIS DI TENGAH DUNIA YANG PENUH TANTANGAN P ada saat ini, negara, bangsa, dan nasionalisme Indonesia sedang berada dalam ujian besar dan cengkeraman pengaruh dua kekuatan besar, yakni antara globalisasi dan sentimen etnik. Keduanya harus disadari membawa perubahan lingkungan strategis, termasuk terjadinya pergeseran pengertian tentang nasionalisme yang berorientasi kepada pasar atau ekonomi global. Pada perubahan ini, globalisasi dengan pasar bebasnya sebenarnya merupakan bentuk neokapitalisme transnasional, yang selalu berusaha mengintervensi kebijakan dan kedaulatan nasional. Setelah perang dingin, interaksi negara-negara besar tak lagi dipengaruhi oleh persaingan masalah ideologi, tetapi telah bergeser ke arah perebutan akses ekonomi. Kepentingan negara-negara besar lebih diorientasikan dalam menjaga stabilitas ekonomi yang ditopang 22 KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN dengan kekuatan politik dan militer. Oleh karena itu, konflik-konflik yang terjadi sekarang ini lebih mengarah kepada konflik yang berdimensi ekonomi, seperti perebutan sumber daya alam (SDA) dan pengamanan jalur transportasi perdagangan internasional, khususnya jalur laut. Menurut pendapat ahli Lingkungan Strategis, terdapat tiga wilayah potensial yang dapat melahirkan konflik energi, yaitu Timur Tengah, kawasan Laut China Selatan, dan di sekitar Laut Kaspia. Selama ini, disadari atau tidak, banyak wilayah Indonesia, termasuk SDA di dalamnya telah dikuasai asing. Sebagai contoh adalah lepasnya Timor Timur dan Sipadan-Ligitan yang berdasarkan indikasi geologi memiliki potensi sumber daya migas cukup besar. Sebagai sebuah bangsa, Indonesia sudah saatnya harus berusaha untuk menjaga, memelihara, dan mengamankan wilayahnya sebagai modal pembangunan ekonomi dan peradaban bangsa. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelaahan arah kecenderungan lingkungan strategis nasional dan global, serta tinjauan perkembangan geopolitik kawasan yang bersifat mendasar bagi proses perumusan kebijakan nasional di berbagai bidang. Energi merupakan bahan dasar manusia untuk mencapai kemajuan ke arah perkembangan peradaban dan ekonomi dunia yang akan mengubah pola hidup manusia dan hubungan antarnegara. Keberadaan energi menjadi sangat krusial karena perannya yang sangat penting dalam roda politik dan pemerintahan, perekonomian, kehidupan sosial, serta pertahanan dan keamanan suatu negara. Oleh karena itu, ketahanan energi seringkali digambarkan sebagai fondasi dari ketahanan nasional. Lingkungan Strategis: DI TENGAH DUNIA YANG PENUH TANTANGAN 23 Dalam konsep ketahanan nasional, ketahanan energi sangat dipengaruhi oleh perkembangan lingkungan strategis saat ini. Bila ketahanan nasional baik dan didukung oleh ketahanan energi yang mumpuni, akan tercipta kondisi perekonomian yang sehat. Perkembangan Lingkungan Strategis Menurut Badan Energi Internasional (IEA), penduduk dunia diperkirakan mencapai 7,8 miliar jiwa pada 2020 dan 8,7 miliar jiwa pada 2035. Dengan populasi yang terus bertambah, sementara SDA semakin terbatas, persaingan penduduk dunia akan semakin keras demi melanjutkan kelangsungan kehidupannya. Bahkan, menurut beberapa penelitian, kebutuhan akan SDA, termasuk sumber daya energi tak terbarukan, seperti minyak bumi, akan lebih cepat meningkat dibandingkan dengan pertumbuhan penduduk. Saat ini, energi memiliki posisi sangat strategis di setiap negara karena merupakan input utama dalam menggerakkan pertumbuhan ekonomi secara berkesinambungan, sehingga kepastian jaminan pasokan energi menjadi fokus utama dalam kebijakan energi suatu negara. Pada masa mendatang, timbul kekhawatiran yang dipicu kenyataan bahwa konsumsi energi dunia semakin meningkat (Gambar 4). Sebaliknya, sumber energi yang hanya terdapat di kawasan tertentu semakin terbatas. Menyikapi kondisi kelangkaan pasokan, berbagai strategi telah dikembangkan oleh banyak negara untuk mengamankan pasokan energi dengan pola yang lebih agresif. Pemenuhan kebutuhan pasokan energi tak hanya dilakukan melalui transaksi di pasar energi global, tetapi juga bergerak ke arah penguasaan sumber-sumber 24 KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN energi di negara-negara yang memiliki sumber daya energi. Perilaku ini dalam Banyak negara sekarang praktiknya banyak didominasi oleh ini mulai mewaspadai aktor di suatu negara. Pergeseran pola dan menyadari kemungkinan timbulnya ini juga telah meningkatkan tensi politik gesekan dalam dan ketegangan yang berkepanjangan, persaingan menguasai baik antarnegara maupun kawasan, sumber energi. terutama dalam memperebutkan wilayah-wilayah yang diperkirakan kaya sumber energi. Kondisi ini semakin rawan bilamana kolaborasi dalam memperebutkan sumber energi tersebut melibatkan pula perusahaan-perusahaan yang memiliki kekuatan modal yang sangat besar. Banyak negara sekarang ini mulai mewaspadai dan menyadari kemungkinan timbulnya gesekan dalam persaingan menguasai sumber energi. Salah satu bentuk pencegahan adalah kerja sama antarnegara dan kawasan dalam rangka menjaga keamanan bersama terhadap kepastian pasokan energi. Kebijakan energi bersama yang merupakan penggabungan kekuatan dalam menangani krisis energi, stabilitas pasokan energi, keragaman energi, dan harga energi kadang tak berjalan seperti yang diharapkan. Apalagi bila ego setiap negara dan sifat ekspansif masing-masing negara lebih menonjol. Kebijakan energi bersama tidak saja bertujuan menyehatkan pasar tunggal energi yang akan melahirkan kompetisi ke arah efisiensi dan harga energi yang lebih murah, tapi juga melindungi lingkungan hidup, mencegah pemanasan global, serta mendorong dikembangkannya teknologi energi yang lebih efisien. Lingkungan Strategis: DI TENGAH DUNIA YANG PENUH TANTANGAN 25 1987-2011 Gas 2011-2035 Coal Renewables Oil Nuclear 500 1000 1500 2000 2500 3000 Sumber: IEA World Energy Outlook, 2013 Sumber: IEA World Energi Outlook, 2013 Gambar 4 Perkiraan Kebutuhan Energi Dunia Banyak negara juga mulai khawatir bahwa peningkatan konsumsi energi tak dapat diimbangi dengan penemuan bentuk energi baru sebagai pengganti minyak. Tak bisa dipungkiri, saat ini kebutuhan sumber energi, terutama kebutuhan untuk transportasi dan peralatan persenjataan, belum bisa dicukupi oleh energi baru selain minyak. Kekhawatiran itu mendorong beberapa negara, terutama negara maju, mengatur kembali kebijakan energi mereka. Tujuannya, mengurangi pemanfaatan potensi minyak bumi dan gas alam dalam negeri dan lebih mengembangkan pemanfaatan EBT untuk kebutuhan dalam negeri. Untuk memenuhi kebutuhan minyak bumi dan gas alam, negaranegara tersebut lebih memilih mengimpor melalui dukungan kekuatan modal, teknologi, dan bila mungkin dengan kekuatan politik dan bahkan militer. Kekhawatiran tersebut tak terbatas hanya pada penguasaan sumber energi, tapi juga sampai pada tindakan mengamankan rantai pasokan. 26 KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN Minyak bumi, saat ini telah dipahami sebagai alat untuk melancarkan hubungan antarnegara dan berinteraksi dalam dunia global. Minyak bumi telah menjadi alat diplomasi dan sekaligus sebagai kekuatan politik. Guildford (1973), dalam bukunya Energy Policy menyatakan bahwa masalah minyak dunia terdiri atas 90 persen unsur politik dan 10 persen unsur minyak itu sendiri. Ini berbeda dengan kondisi pada abad pertengahan. Ketika itu, perselisihan antarbangsa dalam memperebutkan sumber daya alam terjadi dalam bentuk kontak langsung (perang). Saat ini, telah terjadi perubahan dalam konsep geopolitik yang dipengaruhi oleh perkembangan dan transformasi ekonomi serta teknologi informasi. Arus modal, perdagangan, dan transaksi keuangan yang secara historis menjadi penggerak utama dalam membentuk kebijakan luar negeri telah berkembang melampaui batas ruang dan waktu. Untuk menguasai sumber-sumber energi dunia saat ini dapat dilakukan melalui kekuatan informasi. Kekuatan membangun informasi sangat terkait dengan tersedianya data yang memiliki akurasi tinggi dan disampaikan pada waktu yang tepat. Kekuatan ini dapat dilihat dari IEA dan OPEC serta lembaga energi dunia lainnya yang dapat mempengaruhi pasar energi dunia dan pola kebijakan energi suatu negara melalui kekuatan informasi. Secara mendasar, fenomena global yang akan terus mewarnai, mempengaruhi, dan memberi dampak terhadap lingkungan strategis adalah: a. Fluktuasi harga minyak dunia Di tengah-tengah kondisi semakin terbatasnya cadangan minyak, dunia juga dihadapkan dengan semakin tingginya Lingkungan Strategis: DI TENGAH DUNIA YANG PENUH TANTANGAN 27 kebutuhan sumber daya strategis tersebut. Akibatnya, terjadi ketidakseimbangan antara pasokan dan permintaan, yang akhirnya diikuti dengan peningkatan harga minyak dunia. Pergerakan harga minyak mentah dunia akan sesuai dengan kelangkaan dan kelebihan pasokan. Selama beberapa dekade terakhir, harga minyak mentah mengalami fluktuasi, tergantung pada perubahan permintaan dunia dan pasokan dari OPEC dan non-OPEC. Fluktuasi harga minyak mentah seringkali dikaitkan pula dengan peristiwa besar skala dunia, seperti perang, ketegangan politik, perubahan kebijakan OPEC, dan bencana alam. Fluktuasi harga minyak mentah juga dipicu oleh ketidakpastian pasokan minyak yang antara lain disebabkan oleh: 1) Adanya kecenderungan banyak negara untuk meningkatkan volume cadangan penyangga energi secara signifikan. Walaupun ini suatu keharusan, akan menyebabkan ketidakseimbangan pasokan dan permintaan energi dunia. 2) Adanya masalah keamanan jalur transportasi dari negara produsen ke konsumen karena sekitar 20 persen perdagangan minyak dunia melalui selat Hormuz. Kelancaran pasokan minyak bumi dari kawasan Timur Tengah dengan kondisi politik kawasan yang tidak stabil bisa saja terganggu. Demikian pula, sekitar 15 persen dari perdagangan minyak dunia melalui Selat Malaka yang rawan dengan pembajakan (Gambar 5). 28 KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN Bosporus 2,5 Suez 2 3,2 Panama Bab-el mandab Hormuz Million barrel per day 17 Malacca 0,8 Middle east 13,6 North America Latin America Africa Western Europe Former Soviet Union Pacific Asia Oil Pipe line (telah dibangun pipa dari Burma ke china dengan kapasitas 240.000 barel/hari) Sumber: Dewan Energi Nasional (2014) Gambar 5 Jalur Transportasi Energi Dunia 3) Adanya spekulan yang juga akan meningkatkan kerentanan pasokan minyak bumi. Pusat-pusat perdagangan internasional minyak bumi sekarang ini lebih didominasi perdagangan paper oil yang menampung uang non commercial daripada perdagangan fisik. Perdagangan jenis ini yang sifatnya spekulatif, bisa dalam sekejap menyebabkan melonjaknya atau terjunnya harga minyak di luar fundamental perdagangan minyak itu sendiri, seperti yang terjadi pada krisis finansial 2008. 4) Adanya kolaborasi spekulan dengan pejabat. Perlu dicatat bahwa di dalam negeri sendiri pun dapat terjadi kolaborasi spekulan dengan aktor negara (eksekutif dan/atau legislatif ) yang akibatnya dapat mengintervensi kebijakan energi dalam negeri. Lingkungan Strategis: DI TENGAH DUNIA YANG PENUH TANTANGAN 29 b. Krisis Energi Ada sejumlah alasan mengapa krisis energi atau migas terjadi. Krisis ini pada umumnya merupakan gangguan mendadak atas permintaan atau penawaran yang tidak bisa langsung ditampung oleh pasar karena kurangnya fleksibilitas dan efek harga pada perekonomian. Peningkatan pasokan dan penurunan yang signifikan terhadap harga minyak dapat menyebabkan krisis yang lain. Perubahan dalam pasokan dapat menyebabkan permasalahan ekonomi yang serius bagi negara-negara produsen minyak dan perusahaanperusahaan minyak yang terlibat karena biaya yang lebih tinggi. Penurunan harga migas secara drastis bisa disebabkan oleh penurunan permintaan atau peningkatan pasokan yang besar secara tiba-tiba. OPEC sangat risau akan kebijakan negaranegara konsumen demi memenuhi kewajiban mereka di bawah Protokol Kyoto, yang tentu akan berdampak negatif terhadap permintaan minyak. Meningkatnya investasi negara-negara non-OPEC dengan memperbesar kapasitas produksi dan ekspor mereka yang didorong oleh harga yang lebih tinggi akan memberikan efek yang sama. Harga migas yang rendah tak hanya menciptakan masalah ekonomi bagi negara-negara penghasil migas, tetapi juga dapat menunda investasi untuk peningkatan kapasitas produksi mereka. Langkah itu pada gilirannya akan dapat mengakibatkan krisis pasokan energi dunia. c. Isu lingkungan hidup dan pemanasan global Isu lingkungan hidup saat ini menjadi agenda penting 30 KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN yang menarik untuk didiskusikan dalam konteks hubungan internasional. Isu ini biasanya terkait dengan masalah keamanan di tengah persaingan akibat kelangkaan SDA yang berpotensi menjadi konflik politik. Isu lingkungan hidup kerap pula menjadi pencetus konflik di antara negara atau sub-kelompok dengan negara, yang menyebabkan negara akan dipaksa untuk menyelesaikan atau memperkecil ancaman yang terkait dengan isu lingkungan hidup. Isu lingkungan juga sering dijadikan prasyarat oleh negara-negara maju dalam menjalin hubungan kerja sama dengan negara lain, sebagaimana isu Hak Asasi Manusia (HAM) dan demokrasi yang pernah diterapkan. Kepedulian terhadap lingkungan akan dinilai dari komitmen pemerintah dalam mengendalikan lingkungan, termasuk dampak dari pengembangan pemanfaatan energi. Pada 2009, misalnya, Presiden RI dalam pertemuan Group of Twenty (G-20) di Pittsburg pernah mengatakan bahwa Indonesia akan mengurangi emisi gas rumah kaca (GRK) sebesar 26 persen atau 767 juta ton CO2-ekivalen secara ‘sukarela’, yang kontribusi penurunannya berasal dari sektor energi (tanpa sektor transportasi) mencapai 30 juta ton CO2-ekivalen. Sejak 2008, Indonesia disebut sebagai negara dengan emisi CO2 terbesar ketiga di dunia setelah AS dan Tiongkok. Deforestasi (penebangan hutan), kebakaran hutan, dan pengeringan lahan gambut sebagai penyebab utamanya. Di sektor energi, upaya pemerintah menurunkan emisi karbon terhitung cukup berat. Upaya ini memerlukan kesungguhan dan konsistensi dalam pelaksanaan kebijakan energi yang Lingkungan Strategis: DI TENGAH DUNIA YANG PENUH TANTANGAN 31 terkait dengan pengembangan EBT serta implementasi kegiatan konservasi energi di seluruh sektor. Sebagaimana diketahui, struktur penggunaan energi primer di Indonesia saat ini dan masa mendatang masih didominasi oleh energi fosil yang akan turut memberikan kontribusi secara signifikan dalam peningkatan emisi GRK. Sedangkan sasaran kebijakan energi nasional yang tertuang dalam Perpres No. 5 Tahun 2006 mengenai target energi pada 2025 adalah elastisitas energi harus mencapai kurang dari 1, serta bauran energi dengan porsi EBT mencapai 17 persen dari total. d. Amerika Serikat masih mendominasi ekonomi dan politik dunia Geostrategi AS sangat dinamis, berubah dari waktu ke waktu, mengikuti perubahan geopolitik di kawasan yang memiliki sejumlah kepentingan. Perubahan kebijakan strategis AS tersebut umumnya terkait dengan geografis suatu kawasan dan rezim yang sedang memerintah, yang akan menjadi faktor utama dalam menentukan kebijakan strategis AS. Dalam posisi seperti itu, perubahan kebijakan dan perilaku AS dipastikan akan mempengaruhi kepentingan Indonesia. Terlebih untuk kawasan Asia Tenggara, Asia-Pasifik, dan Timur Tengah yang merupakan kawasan sangat strategis bagi AS. Kehadiran AS di kawasan sekitar Indonesia ini akan tetap menjadi kondisi objektif dalam perumusan kebijakan keamanan dan pertahanan Indonesia. Masalah-masalah baru internasional, seperti terorisme, keamanan jalur perdagangan, dan masalahmasalah HAM akan mewarnai perilaku AS terhadap Indonesia saat ini dan pada masa mendatang. 32 KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN US National Security Council Perubahan kebijakan dan pernah menerbitkan National perilaku AS dipastikan Securities Studies Memorandum akan mempengaruhi 2000, yang disupervisi oleh Henry kepentingan Indonesia. Kissinger, yang menyinggung 13 US National Security negara yang mendapat perhatian Council pernah khusus dari AS dalam segi politik menerbitkan laporan yang menyinggung 13 dan kepentingan strategis (strategic negara yang mendapat interest). Salah satu negara itu perhatian khusus, salah adalah Indonesia. Hal yang satunya Indonesia. menyangkut kepentingan strategis mereka adalah kemungkinan adanya gangguan terhadap akses AS ke negara-negara penghasil SDA strategis. Dalam laporan itu juga disinggung tentang skenario instabilitas politik di negara tersebut. Dalam perkembangan terbaru, telah terjadi revolusi energi di Amerika Utara yang secara signifikan dapat mengubah geopolitik negara ini, yaitu dengan berhasilnya produksi migas dari formasi shale yang menghasilkan shale oil yang juga disebut sebagai light tight oil. Produksi minyak AS naik tajam selama 5 tahun terakhir, impor dari Timur Tengah turun drastis. Pada 2035, diperkirakan impor minyak AS menjadi hanya 3 persen. Peningkatan produksi shale gas itu membuat harga gas alam turun drastis menjadi hanya US$2/mmbtu, dan diperkirakan AS akan berubah dari importir menjadi eksportir gas alam cair (Liquefied Natural Gas, LNG). Dengan demikian, AS tidak tergantung lagi pada Timur Tengah. Mereka akan lebih menoleh pada masalah Lingkungan Strategis: DI TENGAH DUNIA YANG PENUH TANTANGAN 33 domestik, sehingga akan terjadi perubahan kepentingan dalam keseimbangan global, terutama dengan Tiongkok, Rusia, Timur Tengah, dan Afrika. e. Dominasi Jepang, Tiongkok, dan India di Asia 1) Tiongkok Kuatnya globalisasi yang membuka kesempatan untuk bersaing dan pengembangan kekuatan maritim merupakan pemicu munculnya Tiongkok sebagai kekuatan regional dan global. Munculnya Tiongkok ini telah mengubah peta internasional yang selama ini didominasi oleh AS. Tiongkok sedang dan akan hadir sebagai tantangan dan sekaligus peluang. Negara ini telah mensejajarkan diri dalam kelompok negara besar di kawasan, terutama dengan Jepang dan India, yang mampu bersaing dengan AS. Negara-negara inilah yang mampu membentuk agenda keamanan dan politik di kawasan Asia Pasifik dan mampu memenuhi kepentingan ekonomi nasionalnya yang makin mengandalkan pada keterbukaan ekonomi internasional dan globalisasi. Indonesia tentu akan dihadapkan pada dinamika hubungan Tiongkok-Amerika Serikat. Saat ini, Tiongkok dengan populasi sebanyak 1,2 miliar orang, terlihat membentuk keseimbangan energi baru Asia. Namun, untuk mencapai pertumbuhan ekonomi dengan kekuatan industrialisasi dibutuhkan juga energi yang mencukupi. Meskipun Tiongkok memiliki sumber daya energi, tidak serta merta kebutuhan mereka akan energi 34 KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN tercukupi oleh produksi dalam negeri, sehingga negara ini juga harus mengimpor dari berbagai negara. Kebijakan mengenai pertahanan energi nampaknya berpengaruh secara langsung terhadap arah hubungan diplomatik serta langkah strategis yang diterapkan Tiongkok. Dalam mencapai hal tersebut, Tiongkok terlihat mencoba secara aktif menyebarkan kepentingan yang melewati batas tradisional negeri tersebut, seperti pada Asia Tengah, Timur Tengah, Afrika, dan Amerika Selatan. Tiongkok bahkan merangkul negara-negara yang dilihat dari sejarahnya memiliki hubungan yang tidak harmonis dengan AS, seperti Sudan, Libya, Iran, Filipina, dan Venezuela. Negara-negara tersebut menunjukkan sikap keterbukaannya terhadap masuknya kepentingan Tiongkok di negara mereka. Hal inilah yang membuat Tiongkok berada dalam posisi oposisi terhadap AS. 2) Jepang Jepang tidak memiliki sumber daya energi sehingga sangat tergantung pada negara lain. Jepang memiliki beberapa investasi yang cukup strategis di luar kawasan Asia Timur. Salah satu di antaranya adalah kerja sama mengenai pasokan migas di negara Rusia dan negaranegara di Semenanjung Laut Kaspia. Jepang juga menjadi negara pendonor terbesar untuk negara-negara penghasil migas di kawasan Semenanjung Laut Kaspia. Berperannya Jepang membuat semakin jelas adanya kompetisi, baik secara geopolitik maupun domestik, Lingkungan Strategis: DI TENGAH DUNIA YANG PENUH TANTANGAN 35 dalam persoalan pasokan energi di Kawasan Asia Timur. Dengan adanya keterbatasan sumber daya di negeri sendiri, Jepang justru berhasil membentuk hegemoni dalam mengatur persebaran investasi terhadap stabilitas energi di negara tertentu. 3) India India adalah konsumen minyak terbesar kelima dunia. Pemerintah India memperkirakan bahwa konsumsi energi di negara itu akan naik 50 persen pada 2015 berdasarkan tingkat konsumsi pada 2005. Cadangan batubara India mencapai 101,903 juta ton dengan produksi tahunan lebih dari 400 juta ton. Sementara mereka masih mengimpor batubara dari Australia, Indonesia, dan Afrika Selatan. Sebagian besar kebutuhan domestiknya dipenuhi oleh produksi dalam negeri. India juga menghadapi peningkatan tajam dalam konsumsi minyak. Sekitar 70 persen konsumsi minyak India harus diimpor, terutama dari Timur Tengah. IEA meramalkan bahwa pada 2030, impor minyak akan naik menjadi 90 persen dan impor gas sampai 40 persen. India masih memiliki tingkat emisi CO2 per kapita terendah. Pemerintah India telah demikian gigih menentang komitmen pengurangan yang mengikat dalam negosiasi untuk rezim iklim pasca-Konvensi Kyoto. Namun, India memiliki sektor EBT yang dapat dikembangkan berdasarkan pada teknologi tradisional dan modern. Industri tenaga angin India adalah salah satu pemuka teknologi di dunia. Selain itu, India juga 36 KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN adalah salah satu dari lima negara yang menghasilkan energi angin bersama dengan Jerman, AS, Denmark, dan Spanyol. Pada 2005, India menandatangani perjanjian kerja sama energi dengan AS (Chipaux 2006). Perjanjian ini berisi ketentuan untuk kerja sama teknologi dan yang paling menonjol di bidang teknologi nuklir. f. Perkembangan di kawasan Asia-Pasifik. Perkembangan di kawasan Asia-Pasifik mengindikasikan bahwa konflik akan lebih banyak berdimensi maritim yang setidaknya akan membuat konflik menjadi semakin kompleks. Penyelundupan manusia, penyebaran aksi terorisme, dan kejahatan internasional yang lain akan banyak memanfaatkan dimensi laut, terutama di negara-negara dengan kemampuan patroli dan pengawasan wilayah laut yang sangat lemah, seperti Indonesia. Bahkan, ada kaitan yang erat antara terorisme, separatisme, dan kejahatan transnasional lain dengan memanfaatkan atau mengeksploitasi jalur-jalur laut di wilayah perairan Indonesia sehingga mereka bisa bergerak dengan bebas memasuki Indonesia. Ini menunjukkan bahwa keamanan laut tak hanya strategis dalam politik internasional, tetapi juga strategis bagi keamanan dalam negeri. Kepentingan negara-negara di kawasan juga akan lebih banyak lahir dari lingkungan maritim, mulai dari perlindungan terhadap jalur komunikasi laut (Sea Lanes of Communication, SLOC), jalur perdagangan laut (Sea Lanes of Trade, SLOT) yang vital bagi perdagangan internasional, jalur pemasok energi, hingga ekonomi. Dimensi maritim juga akan memberikan pilihanLingkungan Strategis: DI TENGAH DUNIA YANG PENUH TANTANGAN 37 pilihan strategis bagi negara-negara di kawasan ini untuk memproyeksikan kemampuan mereka ke luar batas nasional. Hal ini dapat dilakukan dengan meningkatkan kemampuan patroli atas wilayah laut, baik wilayah jurisdiksi maupun wilayah Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) dan jalur-jalur perdagangan, atau dengan meningkatkan kekuatan pertahanan dengan prioritas angkatan laut dan udara. Dalam suatu kawasan yang berdimensi maritim sangat kuat, maka hanya negara yang membangun kekuatan maritimlah yang akan banyak mengendalikan percaturan politik dan strategis di kawasan ini. Kecenderungan ke depan tampak jelas bahwa keamanan maritim akan menjadi agenda dan sekaligus masalah yang membentuk kebijakan keamanan dan pertahanan negaranegara di kawasan ini. g. Kondisi politik di negara-negara penghasil energi fosil dunia Sumber potensi migas bumi terbesar terdapat di kawasan Timur Tengah, Asia Tengah, dan Amerika Selatan (Gambar 6), yang merupakan wilayah yang rentan terhadap kestabilan politik. Dalam hubungannya dengan penguasaan sumber daya energi, transisi kekuasaan di negara-negara di wilayah itu lebih banyak timbul atau ‘ditimbulkan’ dari perubahan hubungan internasional. Logika geoeconomic dengan dominasi ekonomi atas politik dalam hubungan antarnegara, lebih banyak memainkan peran. 38 KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN 304.6 19.0 245 58.4 Europe & Eurasia 33,8 10,8 North America 109.3 80.5 Middle East 12.5 50.9 7.6 32.9 17.3 14.5 Africa 265.8 5.5 15,5 Asia Paci�c S & Cent America Batubara (triliun MT) Minyak Bumi (ribu MT) Gas Alam (ribu MT) Sumber: BP Statistical Review, diolah kembali Gambar 6 Sebaran Cadangan Energi Fosil Dunia h. Melemahnya batas fisik nasional Melemahnya batas fisik nasional membuka ruang berkembangnya jaringan kejahatan transnasional. Para pelakunya dapat bergerak relatif bebas, terutama di kawasan yang sangat terbuka. Di kawasan Asia Tenggara, hampir semua kejahatan transnasional berhasil mengeksploitasi keterbukaan dimensi maritim di kawasan, mulai dari penyelundupan minyak, perdagangan obat terlarang, terorisme, hingga penyelundupan senjata ringan. Kerugian ekonomi dan politik-keamanan yang ditimbulkan oleh kejahatan transnasional sangat besar. Yakni akan melahirkan konflik-konflik baru tidak hanya antarnegara, tetapi juga antara negara dan aktor bukan negara (non-state actors) yang melampaui batas-batas kedaulatan nasional. Melihat perkembangan saat ini dan kecenderungan ke depan, Lingkungan Strategis: DI TENGAH DUNIA YANG PENUH TANTANGAN 39 kejahatan transnasional akan semakin besar. Para pelaku memiliki peluang yang lebih besar dalam memenuhi berbagai kepentingan mereka dengan melalui beragam interaksi dan saluran. Perubahan ini sangat mendasar karena dalam globalisasi, negara bukan lagi satu-satunya aktor atau entitas politik yang dapat menuntut loyalitas tunggal dan memenuhi kepentingan warganya. Pelaku bukan negara mempunyai banyak pilihan yang tidak dapat dipenuhi hanya oleh negara. Akibatnya, kejahatan transnasional cenderung menjadi kuat. Perkembangan dunia internasional ke depan akan diwarnai oleh saling ketergantungan (interdependensi) yang semakin kuat. Perkembangan ini membuat hubungan internasional menjadi makin sensitif dan melahirkan persepsi kerapuhan (vulnerability) terhadap perubahan eksternal. Akibatnya, masalah-masalah dalam negeri tidak dapat diisolasi dari masalah-masalah internasional. Batas spasial geografis menjadi kurang relevan dalam menghadapi interdependensi dan keterbukaan. Kondisi Geopolitik Kawasan Dalam pemikiran geopolitik, terciptanya interaksi antara ruang dan manusia yang melahirkan kesadaran ruang (space consciousness), baik langsung maupun tidak langsung terkait dengan kepentingan keamanan dan kesejahteraan bagi manusia. Dalam konteks negara modern, konsep kesadaran ruang diwujudkan dengan adanya klaim kedaulatan, yang dibatasi oleh batas-batas negara (boundary) dengan seperangkat hukum dan aparat untuk menjamin keamanan dan kedaulatan. 40 KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN Mengacu pada teori geopolitik, geopolitik mengandung empat dasar utama, yaitu konsepsi ruang, konsepsi frontier, konsepsi kekuatan politik, dan konsepsi keamanan bangsa. Ruang hidup merupakan inti dari geopolitik, sehingga senantiasa ada upaya suatu negara untuk memperluas wilayah yang kadang-kadang jauh melampaui wilayah kedaulatannya. Walaupun teori ruang hidup saat ini tidak berlaku sepenuhnya, terkait dengan tatanan internasional pascaPerang Dingin, teori ini berkembang bukan dalam arti menguasai suatu wilayah secara fisik, melainkan lebih kepada perebutan dan penguasaan “ruang pengaruh” oleh masing-masing negara yang berkepentingan. Pada era globalisasi, dengan ekonomi pasar bebas dan teknologi informasi sebagai pilarnya, batas-batas nonfisik antarnegara menjadi kabur. Namun, era globalisasi tidak dapat menghilangkan sepenuhnya nasionalisme dan patriotisme setiap bangsa. Ini dapat dilihat dari adanya kecenderungan proteksi pasar oleh negara-negara maju terhadap produk-produk dari negara-negara berkembang. Apapun alasannya, proteksi pasar itu tidak lepas dari kepentingan nasional negara-negara tersebut, khususnya di bidang ekonomi. Dalam era globalisasi, peran domain maritim saat ini menjadi sangat vital karena lebih dari 90 persen perdagangan dunia melintasi lautan. Karena laut sangat strategis, keamanan maritim kini menjadi salah satu isu keamanan secara global dan menjadi perhatian semua pihak yang berkepentingan, baik aktor negara maupun non-negara, seperti industri pelayaran, asuransi, lembaga keuangan dan perbankan, serta industri-industri lainnya yang secara langsung atau tidak langsung terkait dengan keamanan maritim dalam distribusi produknya. Lingkungan Strategis: DI TENGAH DUNIA YANG PENUH TANTANGAN 41 Geopolitik kontemporer dewasa Banyak negara, ini, diwarnai oleh persaingan dan terutama Amerika sekaligus kerja sama antarbangsa di Serikat, Rusia, dan bidang politik, ekonomi, dan militer. Tiongkok memiliki Domain maritim merupakan salah satu kepentingan menguasai wadah persaingan sekaligus kerja sama kawasan Asia Tengah. antarbangsa. Isu-isu keamanan maritim Mereka tergiur pada potensi sumber daya dan keamanan energi tidak dapat minyak yang besar. dipisahkan karena banyak negara yang menekankan isu keamanan maritim sebagai bagian dari kepentingan nasional, termasuk pula di dalamnya isu keamanan energi. Sengketa pada domain maritim, seperti di Laut China Selatan merupakan persinggungan antara keamanan maritim dan keamanan energi. Makin langkanya sumber energi di wilayah daratan mendorong banyak negara mengeksplorasi dan mengeksploitasi energi di wilayah lautan. Hal itu seringkali memunculkan sengketa dengan negara lain, khususnya pada wilayah perairan yang batasbatas definitifnya, baik laut teritorial, zona tambahan maupun ZEE belum disepakati bersama. Berikut ini penjelasan geopolitik dan geoekonomi beberapa kawasan yang mempengaruhi secara langsung terhadap ketahanan nasional dan ketahanan energi Indonesia, yaitu kawasan Laut Kaspia di Asia Tengah, kawasan Timur Tengah, kawasan Regional Asia (Laut China Selatan), dan kawasan ASEAN. a. Kawasan Laut Kaspia, Asia Tengah Laut Kaspia merupakan kawasan di sekitar negara-negara 42 KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN kawasan Asia Tengah yang memiliki sumber daya minyak dan gas alam sangat besar setelah Timur Tengah. Laut Kaspia terletak di antara Azerbaijan, Iran, Kazakstan, Rusia, dan Turkmenistan. Selain kaya sumber daya minyak, kawasan ini juga menjadi penting karena beberapa keunggulan, yaitu: 1) Secara geografis, Laut Kaspia merupakan jalur penghubung antara benua Eropa dan Asia yang lebih dikenal sebagai Eurasian Pearl karena Laut Kaspia dapat menyediakan kesempatan transportasi barang dan penumpang antarnegara kawasan tersebut. Laut ini menjadi kawasan strategis sebagai rute transit yang besar bagi Eropa, Arab Saudi, Asia Timur serta wilayah selatan Laut Kaspia. 2) Laut Kaspia memiliki reputasi yang sangat baik dalam aspek perikanan dan menyediakan banyak kesempatan kerja di bidang tersebut. 3) Laut Kaspia memiliki kualitas caviar yang baik sebagai makanan mewah dan menjadi representasi kemakmuran. Selain Laut Kaspia, Asia Tengah, yang dikenal sebagai wilayah heartland, juga merupakan wilayah yang sangat strategis bagi kepentingan negara-negara besar. Berdasarkan teori Mackinder, seorang ahli geopolitik asal Inggris, bila mampu menguasai wilayah heartland (daerah jantung), berarti akan dapat menguasai dunia. Banyak negara, terutama AS, Rusia, dan Tiongkok memiliki kepentingan menguasai kawasan tersebut. Mereka tergiur pada potensi sumber daya minyak yang besar. Berikut ini berbagai kebijakan dan geostrategi negara-negara tersebut dalam memperebutkan ruang pengaruh di kawasan ini: Lingkungan Strategis: DI TENGAH DUNIA YANG PENUH TANTANGAN 43 a. Amerika Serikat (AS) 1) AS berusaha untuk mendapatkan berbagai kerja sama dengan negara kawasan Asia Tengah agar dapat memastikan akses minyak dari kawasan tersebut. 2) AS menggunakan kawasan Asia Tengah sebagai kawasan pembendung dari ruang pengaruh paham komunisme Rusia agar tidak semakin menyebar. 3) AS berupaya mencegah agar negara-negara di kawasan tersebut tidak dijadikan tempat perlindungan para teroris. b. Rusia 1) Rusia berkepentingan menyukseskan Grand Russia Project, yang bertujuan untuk menyatukan kembali pecahan negara-negara bekas Uni Soviet menjadi satu kembali di bawah naungan Rusia. 2) Rusia mengklaim bahwa Laut Kaspia merupakan kawasan inland lake dan bukan merupakan closed sea, yang artinya bahwa kawasan tersebut bukan merupakan subjek hukum dari Law of The Sea, sehingga kegiatan eksploitasi di kawasan tersebut harus melalui kesepakatan kelima negara yang berada di kawasan tersebut. Program Rusia ini sebagai bentuk rencana pembendungan agar AS tidak dengan serta merta dapat mengeksploitasi sumber daya alam di kawasan tersebut. 3) Rusia selalu berusaha untuk menghindarkan kawasan Asia Tengah, terutama di sekitar Laut Kaspia dari ruang pengaruh AS. Rusia khawatir, jika kawasan tersebut 44 KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN tidak dibendung secara cepat, AS akan memiliki kekuatan dan aset besar yang dapat mengancam keamanan Rusia sendiri. 4) Rusia mengadakan berbagai kerja sama dengan negaranegara kawasan Asia Tengah dalam rangka penguasaan sumber daya minyak di kawasan tersebut. Salah satunya adalah kesepakatan antara Rusia, Kazakstan, dan Turkmenistan pada Mei 2007 untuk membangun jalur pipa gas yang memutari Laut Kaspia mulai dari Turkmenistan, melalui Kazakstan dan kemudian berakhir di Rusia. c. Tiongkok Pada Juli 2005, pemerintah Tiongkok dan Kazakstan menandatangani sebuah deklarasi kemitraan strategis (declaration of strategic partnership). Agendanya adalah pembangunan jalur pipa sejauh 1.300 kilometer melalui Atasu hingga Alashankou untuk mengalirkan sekitar 10 juta ton minyak dari pantai Laut Kaspia di Kazakstan menuju Provinsi Xinjiang di Tiongkok. b. Kawasan Timur Tengah Ketika dunia Arab yang kaya minyak menghadapi satu periode perlawanan rakyat dan ketidakpastian politik, investor di sektor energi saat ini justru memantik terciptanya situasi tak menentu. Tindakan mereka itu jelas memicu kenaikan harga. Ketika terjadi gelombang perlawanan di negara-negara Arab, misalnya, harga minyak mentah jenis Brent yang diperdagangkan di London mengalami kenaikan lebih dari 10 persen. Harga gas Lingkungan Strategis: DI TENGAH DUNIA YANG PENUH TANTANGAN 45 juga cenderung naik bersama dengan harga minyak, sehingga harga bahan bakar untuk transportasi dan energi, khususnya di Eropa ikut melonjak. Juga ada risiko terjadi kekacauan pada sistem yang ada jika pasokan minyak atau gas dari Afrika Utara ke Eropa terganggu. Selain itu, perusahaan-perusahaan energi yang kontraknya disepakati dengan rezim-rezim yang tersingkir terpaksa juga harus berunding ulang atau membatalkannya setelah pemerintah baru berkuasa. Harga saham perusahaan minyak pun turun selama aksi protes di Timur Tengah berlangsung. 1. Libya Laporan Statistik Energi British Petroleum (BP) 2009 yang menyebut Libya sebagai eksportir terbesar ke-12 di dunia dengan sumber cadangan minyak terbesar di Afrika, dari sisi energi Libya merupakan yang paling penting. Hingga pertengahan dekade terakhir, investasi dibatasi akibat sanksi internasional. Namun, perusahaan Italia, ENI dan perusahaan Austraia, OMV ditambah Repsol dari Spanyol memiliki operasi yang sudah berjalan lama. Ketika sanksi internasional dicabut, Libya mengundang lebih banyak perusahaan untuk melakukan eksploitasi sumber minyak yang sangat besar di negaranya. Baik BP dan Shell dari Belanda menandatangani kesepakatan untuk mengeksploitasi minyak dan gas, bersama perusahaan lain seperti Statoil dan Gazprom yang membeli operasi ENI di negara itu. Sejak kekerasan terjadi, hampir semua perusahaan mengumumkan menarik sebagian atau seluruh pegawai 46 KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN asing mereka meskipun produksi tidak langsung terganggu. Satu aksi mogok dilaporkan membuat sumur minyak Nafoora ditutup, sementara aksi protes menyebabkan kilang minyak Rus Lanuf ditutup. Hampir seluruh produksi minyak Libya dikirim ke Eropa dengan Italia sebagai konsumen terbesar. Italia juga merupakan penerima gas yang dikirim lewat jaringan pipa antar kedua negara. 2. Aljazair Aljazair adalah produsen gas terbesar di Afrika, yang ekspor gasnya dilakukan melalui jaringan pipa ke Italia dan Spanyol, serta lewat terminal LNG ke seluruh dunia. BP adalah investor asing terbesar di Aljazair yang mengoperasikan dua sumur terbesar, dan salah satunya adalah sumur Salah yang merupakan kerja sama dengan Statoil, perusahaan gas dari Norwegia. Karena tidak banyak informasi keluar soal aksi protes di negara ini, sangat sulit memperkirakan dampaknya terhadap pasokan gas. Gangguan pasokan dipastikan berdampak pada harga energi di Eropa. 3. Mesir Mesir mengendalikan Terusan Suez dan jaringan saluran pipa. Diperkirakan 4-5 persen minyak dunia diangkut melalui terusan ini. Mesir juga merupakan penghasil minyak yang besar, namun karena populasinya yang besar, sebagian besar produksi diperuntukkan untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Lingkungan Strategis: DI TENGAH DUNIA YANG PENUH TANTANGAN 47 Negara ini baru saja menemukan sejumlah sumber gas, dan hasil produksinya diekspor ke AS, Spanyol, dan Inggris. Produksinya diperkirakan akan meningkat tajam jika negara itu kembali stabil. Meski kekhawatiran soal terusan sudah hilang, perusahaan-perusahaan energi harus menunggu dan mengamati, apakah pemerintah baru akan menghormati kontrak sebelumnya atau tidak?. 4. Negara di kawasan Timur Tengah lainnya Tunisia, Bahrain, dan Yaman juga memiliki peran cukup penting di bidang energi, meskipun lebih terbatas. Di Tunisia, BG Group (International E&P and LNG company) merupakan produsen gas terbesar dengan tingkat produksi sekitar 60 persen total produksi gas negara ini. Selama gejolak aksi protes rakyat, pasokan gas hanya terpengaruh sedikit. Yaman baru saja menyelesaikan pembangunan satu terminal LNG baru yang merupakan bentuk kerja sama dengan Total, salah satu perusahaan minyak dan gas dari Prancis. Business Monitor International mengatakan, infrastruktur gas di negara ini berulang kali diserang kelompok militan domestik, namun tak akan berdampak pada pasok global. Bahrain memiliki dua sumur minyak dan meski tak satu pun memproduksi dalam jumlah besar, bila terjadi kekacauan di negara kerajaan ini, harga minyak mentah tampaknya akan ikut terdorong naik. c. Kawasan Regional Asia Perairan dan daratan di sekitar Kepulauan Spratly dan Paracel di Laut China Selatan, yang diindikasikan secara geologi 48 KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN mengandung potensi minyak dan gas sangat besar, sejak 10 tahun terakhir menjadi sengketa kepemilikan yang melibatkan enam negara, yaitu Tiongkok, Taiwan, Vietnam, Filipina, Brunei, dan Malaysia (Gambar 7). Namun, karena ada kepentingan, akhirnya AS juga ikut terlibat. Perebutan ruang tersebut akan memberikan implikasi luas terhadap politik, ekonomi, dan keamanan kawasan. Sebab, pengendalian ruang di Laut China Selatan akan terkait langsung dengan keamanan energi dan keamanan maritim, dua isu yang saat ini dan masa mendatang senantiasa menjadi perhatian dunia internasional. TAIWAN (Claims on Spratly Islands) CHINA Vietnamese claim Chinese claim Philippines EEZ* claim Paracel islands VIETNAM Philippines Kalayaan** claim Malaysian claim Bruneian claim MALAYSIA PHILIPPINES Spratly Islands BRUNEI Natuna Scarborough Shoal *Exclusive economic zone **Kalayaan islands, Palawan province Sumber: D. Rosenberg/Middlebury College/Harvard Asia Quarterly/Phil gov’t Gambar 7 Sengketa di Laut China Selatan Lingkungan Strategis: DI TENGAH DUNIA YANG PENUH TANTANGAN 49 Indonesia, walaupun tidak termasuk negara pengklaim, sengketa tersebut pasti berimbas langsung terhadap keamanan nasional, terlebih lagi bila mempertimbangkan karakteristik geografis Indonesia sebagai negara kepulauan. Kepentingan Indonesia terhadap perairan strategis di Laut China tersebut meliputi tiga aspek, yaitu politik, ekonomi, dan militer. Sengketa Laut China Selatan, apabila bereskalasi akan berdampak pada terancamnya perdamaian dan stabilitas kawasan. Kondisi tersebut sangat jelas bertentangan dengan kepentingan politik Indonesia tentang menjaga perdamaian dan stabilitas kawasan sebagaimana diamanatkan oleh UUD 1945. Eskalasi sengketa Laut China Selatan akan memberikan implikasi politik yang signifikan terhadap Indonesia. Implikasi tersebut pada satu sisi akan menempatkan Indonesia pada posisi terjepit dalam pertarungan kepentingan kekuatan besar di kawasan, yaitu AS versus Tiongkok. Pada sisi lain, kepentingan nasional Indonesia di Laut China Selatan juga terancam karena wilayah ZEE Indonesia di perairan itu dipastikan akan terkena perluasan akibat yang ditimbulkan. Fakta bahwa Tiongkok pada 1993 telah menerbitkan peta berbentuk huruf U atau nine dash line yang mengklaim pula ZEE Indonesia, merupakan faktor lainnya yang mendorong Indonesia harus berperan aktif dalam mencari solusi sengketa di Laut China Selatan (Gambar 7). Implikasi ekonomi secara langsung terhadap Indonesia dalam sengketa Laut China Selatan adalah terancamnya pendapatan negara dari ladang gas bumi di ZEE Indonesia di perairan tersebut. Selama ini, ladang gas bumi di wilayah ZEE Indonesia memberikan kontribusi yang sangat signifikan 50 KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN terhadap pendapatan negara dan Implikasi ekonomi menjadikan Kabupaten Natuna secara langsung sebagai salah satu daerah otonom terhadap Indonesia dengan Anggaran Pendapatan dalam sengketa dan Belanja Daerah (APBD) Laut China Selatan terbesar di Indonesia. Adapun adalah terancamnya implikasi ekonomi secara tidak pendapatan negara dari langsung adalah meningkatnya ladang gas bumi di ZEE biaya transportasi laut untuk Indonesia di perairan komoditas ekspor Indonesia ke tersebut. kawasan Asia Timur, seperti Jepang dan Korea Selatan. Rute pelayaran akan berubah melalui Selat Makassar dan terus ke utara melalui perairan timur Filipina untuk kemudian mengarah ke Asia Timur. Dipastikan biaya asuransi kapal niaga yang melintasi perairan itu juga akan meroket. Secara teoritis, kekuatan pertahanan Indonesia harus mampu mengamankan kepentingan nasional Indonesia bila pecah konflik di Laut China Selatan. Caranya dengan meminimalisasi perluasan yang muncul dan mengamankan berbagai ladang gas yang terletak di ZEE Indonesia. d. Kawasan ASEAN 1. Lanskap geopolitik Kawasan Asia Tenggara merupakan wilayah yang didominasi oleh perairan dibandingkan dengan daratan. Situasi ini berimplikasi pada lebih dominannya isu-isu politik dan keamanan yang terkait dengan domain maritim daripada isuisu lainnya. Lingkungan Strategis: DI TENGAH DUNIA YANG PENUH TANTANGAN 51 Dinamika geopolitik kawasan Asia Tenggara selalu dipengaruhi, baik oleh interaksi negara-negara Asia Tenggara maupun pengaruh kekuatan ekstra kawasan. Walaupun negara-negara di kawasan Asia Tenggara kini semuanya telah terhimpun dalam Association of Southeast Asian Nation (ASEAN) yang didirikan pada 6 Agustus 1967, peran dan pengaruh kekuatan ekstra kawasan, seperti AS, Australia, India, Jepang, dan Tiongkok tidak bisa diabaikan. Adalah logis bila ASEAN kemudian merangkul kekuatan-kekuatan tersebut sebagai mitra wicara dalam wadah ASEAN Regional Forum (ARF). Lanskap geopolitik kawasan Asia Tenggara apabila digambarkan cukup kompleks karena melibatkan banyak aktor yang seringkali kepentingannya tidak selalu sama. Bahkan, tak terhindarkan akan terjadi persaingan geopolitik, baik antarnegara ASEAN sendiri maupun antarkekuatan ekstra kawasan untuk memperkuat peran dan pengaruhnya di kawasan ini. Sebagai contoh, meskipun Malaysia memiliki hubungan baik dengan sejumlah negara tetangga, di bawah permukaan mereka masih sulit menghilangkan rasa curiga terhadap tetangganya. Kecurigaan yang ada tak lepas dari sengketa batas maritim Malaysia dengan Indonesia dan Singapura pada beberapa segmen perairan yang sampai saat ini belum mencapai kata sepakat pada tingkat diplomasi. 2. Kondisi Energi di Negara-negara ASEAN Negara-negara Asia Tenggara mempunyai ekonomi yang 52 KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN tumbuh cukup baik, sehingga kebutuhan energi juga cukup besar dan meningkat dari tahun ke tahun (Gambar 8). Kebutuhan energi ini sebenarnya masih bisa dipenuhi oleh domestik dan/atau regional ASEAN dengan mengeksplorasi sumber-sumber energi baru, seperti LNG dan biotermal (Indonesia) dan Tambang Lepas Pantai (Vietnam, Thailand, dan Filipina). Jadi, untuk mengatasi masalah sumber energi yang terbatas ini, negara-negara ASEAN cukup bergantung pada regional ASEAN sendiri yang tersebar di Laut Jawa (biotermal), Kepulauan Spratly, Blok Ambalat, dan lain-lain. ET Lainnya Minyak 300 250 200 Bioenergi 250 MTOE MTOE 350 Batubara 200 Gas 150 Listrik Gas Minyak Batubara 100 150 Bioenergi 100 ET Lainnya 50 Hidro Nuklir 1990 2011 2015 2020 2025 2030 2035 50 2011 2035 Industry 2011 2035 Transport 2011 2035 Residential 2011 2035 Services 2011 2035 Other* Sumber IEA 2013 Sumber: IEA (2013), diolah kembali Gambar 8 Kebutuhan Energi Primer di Negara-negara ASEAN Negara-negara di Asia Tenggara sebenarnya bisa mandiri dari ketergantungan energi dari wilayah lain, yaitu dengan cara mengoptimalkan eksplorasi sumber-sumber energi di wilayahnya. Cadangan gas negara ASEAN sebesar 4,4 persen dari cadangan gas dunia dengan rasio reserve/ Lingkungan Strategis: DI TENGAH DUNIA YANG PENUH TANTANGAN 53 production (R/P) sebesar 40 tahun. Cadangan minyak negara ASEAN sebesar 0,8 persen dari cadangan minyak dunia dengan rasio R/P sebesar 15 tahun. Cadangan batubara negara ASEAN sebesar 3,4 persen dari cadangan batubara dunia dengan rasio R/P sebesar 84 tahun (Tabel 1). Di antara negara ASEAN, Indonesia, Malaysia, dan Thailand merupakan negara yang paling besar kebutuhan energinya, yaitu masing-masing 44 persen, 23 persen, dan 20 persen pada 2011 (Gambar 9). Tabel 1 Cadangan Energi ASEAN Negara Gas Alam (TCF) Minyak Bumi (Miliar Barel) Batubara (Miliar Ton) Brunei Darussalam 13,80 1,00 - Indonesia 150,70 4,00 28,00 Malaysia 95,00 3,70 - Myanmar 3,50 0,10 - Thailand 13,00 0,40 1,20 Vietnam 8,00 4,50 0,15 Singapura - - - Kamboja - - - Filipina 4,00 0,10 - TOTAL 288,00 13,80 29,35 Sumber: ASEAN Business Dialogue on Corporate Governance 2012 dan BP Statistical Review 2013 54 KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN Brunei Darussalam 3% Cambodia 1% Singapore 3% Thailand 20% Indonesia 44% Philippines 6% Malaysia 23% Lao P.D.R 1% Southeast Asia�s energy demand increases by over 80% in 2013-2035 (sesuaikan kajian dari ACE) Oil demand rises from 4.4 mb/d today to 6.8 mb/d in 2035, natural gas demand increases by 80% to 250 bcm Note : Data of Myanmar and Vietnam are not yet provided Sumber: ASEAN Center for Energy (2011) Gambar 9 Porsi Kebutuhan Energi di Negara-Negara ASEAN Di masa mendatang, kebutuhan energi di negara-negara ASEAN semakin meningkat. Pada periode 2011-2035, perkiraan kondisi keenergian di kawasan ini adalah: 1) Terjadi peningkatan permintaan energi primer sekitar 83 persen per tahun. 2) Energi fosil masih mendominasi permintaan energi dari 76 persen pada 2011 menjadi 80 persen pada 2035. 3) Terjadi peningkatan permintaan energi final sebesar 2,4 persen per tahun. 4) Sektor indusri mendominasi permintaan energi dengan pertumbuhan sebesar 2,7 persen per tahun sampai dengan 2035. Lingkungan Strategis: DI TENGAH DUNIA YANG PENUH TANTANGAN 55 3. Posisi Indonesia Karena terletak di antara dua benua (Asia dan Australia) dan dua Samudera (Pasifik dan Hindia), Indonesia memiliki posisi strategis sebagai jalur lalu lintas perekenomian dunia dan lintas pelayaran niaga utama dunia (across of the commercial shipping). Indonesia juga merupakan satu-satunya negara di dunia yang dilalui oleh tiga alur laut internasional yang dikenal sebagai Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI). Posisi ini memberikan manfaat positif, tapi juga negatif, berupa potensi ancaman terhadap kedaulatan negara Indonesia (Gambar 10). Timur Tengah SLOC MALACA Kuala Tanjung Asia Timur Filiphina & Asia Timur Asia Timur Bitung Makasar ALKI-I Australia ALKI-IIIC Australia ALKI-II SeaLane of Communication(SLOC) and ALKI Primary National Sea Lane Secondary National Lane Main Land Lane (Road and/or Railway) ALKI-III Australia ALKI-IIIB Primary Port Australia & Pasifik (New Zealand) International Airport International Main Port Alternative Port International Hub Sumber: Dewan Energi Nasional (2014) Gambar 10 Posisi Strategis Indonesia Indonesia sampai saat ini belum memanfaatkan posisi strategis Selat Malaka yang merupakan jalur transportasi perdagangan dunia (minyak dan komoditas strategis lainnya) menuju Asia Pasifik dalam kepentingan ekonomi dan politik luar negeri. 56 KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN Dalam rangka membangun ketahanan energi, seperti halnya negara-negara lain, Indonesia juga membangun berbagai kerja sama, baik bersifat bilateral maupun multilateral. Beberapa kerja sama di bidang energi yang telah dilakukan, antara lain: 1) Tingkat bilateral. a) Indonesia-India, tukar-menukar informasi di bidang batubara yang mencakup kegiatan eksplorasi, capacity building, dan alih teknologi yang dilaksanakan melalui pertemuan Joint Commision Meeting. b) Indonesia-Jepang, melalui kegiatan Forum Coal Policy Dialogue dan Indonesia-Japan Energy Round Table dengan fokus tukar-menukar informasi, eksplorasi, capacity building, dan alih teknologi batubara dan gas. 2) Tingkat regional Kerja sama di bidang energi di antara negaranegara anggota ASEAN telah dapat menyepakati beberapa rencana aksi bersama yang bertujuan untuk meningkatkan jaminan pasokan energi bagi negaranegara ASEAN, antara lain, proyek pembangunan pipa gas lintas ASEAN (Trans ASEAN Gas Pipeline) serta proyek pembangunan jaringan transmisi listrik yang menghubungkan negara-negara ASEAN (ASEAN Power Grid). 3) Tingkat Multilateral Upaya untuk memperkuat ketahanan energi juga dilakukan melalui kerja sama multilateral, seperti: Lingkungan Strategis: DI TENGAH DUNIA YANG PENUH TANTANGAN 57 a. Kerja sama Asia Cooperation Dialog (ACD) di bidang energi. b. Kerja sama International Renewable Energy Agency (IRENA) dalam pengembangan EBT. c. Kerja sama G-20 untuk mendiskusikan cara dan tujuan menciptakan lingkungan yang lebih kondusif terhadap volatilitas harga minyak dengan prioritas stabilisasi sistem ekonomi global sebagai stimulus efektif terhadap permintaan energi, termasuk penghapusan subsidi energi untuk mendorong efisiensi energi. Indonesia juga masih tetap menjaga hubungan baik dengan negara-negara OPEC, baik secara bilateral maupun multilateral setelah tidak lagi menjadi anggota. Hubungan ini penting karena pada kenyataannya, pengamanan dan stabilitas pasokan energi tidak dapat hanya diandalkan pada kekuatan dan mekanisme pasar. e. Nasional Kebijakan energi nasional belum dapat memecahkan permasalahan yang terkait pengelolaan energi, kebocoran BBM, dan konflik penguasaan lahan yang mengandung sumber energi antara masyarakat pemilik dan perusahaan pemegang izin. Banyak aktor negara berkolaborasi dengan spekulan dalam melakukan penyimpangan penggunaan dan distribusi minyak karena banyak keuntungan yang dapat diperoleh, seperti penyelundupan minyak mentah, penimbunan BBM bersubsidi, dan penjualan BBM bersubsidi ke sektor industri. Selama masih 58 KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN ada perbedaan disparitas harga antara BBM subsidi dan BBM untuk industri, peluang berbagai kebocoran tetap timbul. Kondisi ini akan semakin mengkhawatirkan bila ada aktor negara yang berwenang dalam pengaturan kebijakan energi ikut bermain. Kenaikan harga BBM subsidi biasanya diiringi dengan reaksireaksi yang bersifat politis karena seringkali diwarnai dengan gejolak penolakan oleh masyarakat. Kenaikan harga BBM sudah pasti akan mengakibatkan inflasi, kemudian akan menurunkan daya beli, dan pada akhirnya akan mengakibatkan jumlah orang miskin bertambah. Namun, berdasarkan pengalaman, hal ini biasanya akan berlangsung dalam jangka pendek saja, seperti pernah terjadi pada kenaikan harga BBM 2005. Di lain pihak, pengalihan subsidi harga ke subsidi langsung berupa bantuan langsung tunai (BLT), perbaikan infrastruktur, pendidikan dan kesehatan dapat mengimbangi akibat negatif kenaikan harga BBM tersebut. Kebijakan pemerintah dalam pengelolaan energi belum mencerminkan semangat nasionalisme. Sebagai contoh, pada 15 Maret 2006, pemerintah telah menandatangani kontrak baru perpanjangan operasi Exxon untuk ladang minyak di Cepu hingga 2030. Sebelumnya, ada PP No.35 Tahun 2004 mengenai Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi yang menjadi sandungan Exxon untuk menjadi operator Blok Cepu selama 25 tahun mendatang. Namun, pada 10 September 2005, pemerintah mengeluarkan PP No.34 Tahun 2005 untuk mengubah aturan yang sama. Blok Cepu memiliki cadangan minyak minimal 600 juta barel, dengan cadangan gas pasti minimal 2 tmmcf (triliun standar kaki kubik). Lingkungan Strategis: DI TENGAH DUNIA YANG PENUH TANTANGAN 59 Langkah tersebut terbilang ironis karena sebenarnya Pertamina mempunyai kemampuan, baik secara finansial maupun sumber daya manusia (SDM) dan teknologi untuk mengelola Blok Cepu. Peristiwa penandatanganan itu telah menghilangkan peluang Pertamina untuk lebih memiliki daya saing dalam kancah industri migas global. Perusahaan negara ini juga kehilangan peluang dalam pemberdayaan SDM dalam negeri untuk kemandirian bangsa dalam menuju kedaulatan energi. Di tingkat daerah, masih terdapat beberapa peraturan daerah (Perda) yang terlalu berorientasi pada Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan tidak sesuai dengan semangat UU Migas Nomor 22 Tahun 2001 ataupun UU Nomor 22 Tahun 1999, sehingga menjadikan iklim disinsentif bagi kontraktor. Selain itu, permasalahan perizinan dan mekanisme pembagian hasil sumber daya alam migas pusat dan daerah penghasil juga belum dipahami oleh banyak Pemerintahan Daerah (Pemda). Upaya penyelesaian dilakukan dengan melaksanakan rapat koordinasi antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Pada 2008, Departemen Pertahanan RI pernah merilis perkembangan lingkungan strategis internal yang mempengaruhi ketahanan nasional. Beberapa di antaranya masih relevan saat ini karena secara tidak langsung dapat mempengaruhi ketahanan energi, yaitu: 1. Politik Tuntutan pemekaran daerah, konflik antarkelompok dalam pemilihan kepala daerah dan konflik antardaerah dalam 60 KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN memperebutkan batas wilayah, terutama wilayah yang kaya SDA berujung pada aksi-aksi kekerasan. 2. Ekonomi dan Sosial Budaya 1) Berbagai langkah kebijakan telah dilakukan oleh pemerintah untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Namun, dalam pelaksanaannya masih ada berbagai kendala yang dihadapi, baik menyangkut kompetisi produk, rumitnya birokrasi, jaminan hukum dan keamanan, maupun faktor-faktor eksternal lainnya, seperti fluktuasi nilai tukar uang dan harga minyak dunia. Produk Indonesia masih menghadapi kendala di pasar internasional, seperti hambatan yang berkenaan dengan tarif, isu lingkungan, dan tuduhan dumping. 2) Secara umum, kondisi perkembangan sosial budaya di masyarakat terus membaik, dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Aksi unjuk rasa masyarakat cenderung terus menurun. Meski demikian, angka pengangguran masih tinggi, permasalahan buruh masih memicu terjadinya aksi unjuk rasa, dan konflik antarwarga juga masih kerap terjadi. Konflik itu bisa disebabkan oleh perbedaan prinsip keagamaan maupun masalah tanah serta suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA). Masalah-masalah tersebut perlu terus diupayakan penyelesaiannya. 3. Pertahanan dan Keamanan 1) Belum adanya kepastian batas laut teritorial dengan negara tetangga akan menjadi persoalan tersendiri di Lingkungan Strategis: DI TENGAH DUNIA YANG PENUH TANTANGAN 61 masa mendatang. Sengketa Ambalat muncul karena wilayah ini diduga mengandung cadangan minyak dan gas bumi. Indonesia mengklaim Karang Unarang adalah wilayahnya dengan menarik garis lurus 12 mil dari perbatasan Sebatik (Indonesia) sebagai titik pangkal. Garis itu ditarik karena wilayah Malaysia meluas akibat masuknya Pulau Sipadan dan Ligitan ke Malaysia. Sementara versi Malaysia, mengukur dari Titik Sebatik (Indonesia) langsung ke bawah tanpa tambahan 12 mil garis teritorial. 2) Masih adanya gejala radikalisme di tanah air, mengindikasikan masih besarnya potensi ancaman terorisme dan sabotase. Sabotase dan perusakan fasilitas dan infrastruktur energi berakibat pada terhambatnya produksi dan distribusi energi. 3) Masih adanya embargo energi merupakan salah satu senjata bagi negara yang memiliki cadangan energi sangat besar. Ancaman embargo BBM oleh Singapura masih mungkin terjadi, karena ketergantungan BBM impor sebagian besar berasal dari negara tersebut. 4) Masih cukup menonjolnya aktivitas transnasional, seperti penyelundupan barang, minyak mentah, BBM bersubsidi, dan senjata, drugs dan human trafficking, illegal logging, illegal mining, illegal fishing. Walaupun pemerintah telah berupaya melakukan berbagai cara, termasuk dengan menggelar operasi keamanan, aktivitas ilegal tersebut masih cukup tinggi. 62 KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN BAB III KEBIJAKAN ENERGI NASIONAL AGAR TAK JALAN DI TEMPAT Lingkungan Strategis: DI TENGAH DUNIA YANG PENUH TANTANGAN 63 64 KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN “Dulu negara kita adalah anggota OPEC karena ekspor minyak, tetapi sekarang impor dari Singapura yang tidak memiliki sumur minyak.” ~B.J. Habibie, Presiden RI ke-3 ~ Lingkungan Strategis: DI TENGAH DUNIA YANG PENUH TANTANGAN 65 KEBIJAKAN ENERGI NASIONAL AGAR TAK JALAN DI TEMPAT T erang itu bersumber dari Sungai Gumelem. Aliran sungai selebar enam meter ini menggerakkan kincir-kincir yang dipasang di tepiannya, menyalakan lampu di Desa Gumelem Kulon, Kecamatan Susukan, Kabupaten Banjarnegara. Gratis tanpa iuran bulanan. Permukiman itu menikmati setrum sejak 1991, jauh lebih dulu dari ketimbang tetangga-tetangganya di Pegunungan Serayu, Jawa Tengah. Seorang warga, Wirya Sukadi, membuat pembangkit listrik dari teknologi rumahan, mencontek prinsip kerja generator diesel. “Mesin diesel diganti dengan kincir air,” ujar kakek 73 tahun itu kepada Tempo di kediamannya beberapa waktu lalu. 66 KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN Cara membuatnya sederhana. Baling-baling dari drum bekas ditempatkan di bibir sungai dan menggerakkan turbin. Turbin terhubung ke velg sepeda yang berputar lebih cepat dan memutar dinamo. Dinamo terdiri atas gulungan dengan kawat satu kilogram dan dua magnet. Dinamo inilah yang menghasilkan listrik. Cuma perlu kabel untuk menyambungnya ke rumah warga. Satu kincir cukup untuk lima lampu, sekitar 225 watt. Awalnya tetangga mencibir pekerjaan Wirya. Namun, setelah rumah mereka terang, mereka malah minta dibuatkan mesin serupa. Satu unit dipatok Rp1,5 juta, di luar ongkos kerja Rp275 ribu. Bisa dipakai bareng oleh dua rumah. Dia pun kebanjiran pesanan, sampai 150 unit. Kebanyakan konsumen puas. Dato, kepala desa, yang jadi pemesan awal, mengatakan pembangkit made in Gumelem itu awet. (Tempo, 11 September 2011). Pemerintah sudah bermimpi membebaskan Indonesia dari byar pet listrik, dan berupaya mencari alternatif penggunaan energi baru dan terbarukan (EBT). Inisiatif yang dilakukan warga Gumelem di atas tentu amat melegakan. Mereka mencoba melawan ketiadaan listrik dengan memanfaatkan potensi lokal dan membuat pembangkit listrik made in Gumelem sendiri. Upaya memenuhi kebutuhan energi nasional telah ditempuh pemerintah lewat jalan berliku. Pemerintah telah menerbitkan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2007 tentang Energi yang menjadi acuan dalam pengelolaan energi nasional. Lewat beleid itulah pemerintah mencari cara-cara baru mengantisipasi adanya krisis energi. Kebijakan Energi Nasional: AGAR TAK JALAN DI TEMPAT 67 Kondisi Energi Nasional Saat Ini Pada saat ini, permintaan energi di Indonesia masih didominasi oleh energi fosil. Pada 2013, energi fosil menyumbang 94.3 persen dari total kebutuhan energi (1.357 juta barel setara minyak). Sisanya, 5,7 persen dipenuhi dari EBT. Dari jumlah tersebut, minyak menyumbang 49.7 persen, gas alam 20,1 persen, dan batubara 24,5 persen. Separuh dari minyak untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri harus diimpor, baik dalam bentuk minyak mentah (crude oil) maupun produk minyak. Dengan kondisi tersebut, ketahanan energi Indonesia tentu menjadi sangat rentan terhadap gejolak yang terjadi di pasar global. Dengan pertumbuhan energi yang tinggi dan konsumsi energi per kapita masih rendah, rasio elektrifikasi pun menjadi tidak merata di seluruh wilayah Indonesia. Infrastruktur energi juga tidak optimal. Sebagai gambaran, dengan populasi sekitar 250 juta orang, pembangkit listrik yang tersedia hanya sekitar 45 gigawatt (GW). Di sektor migas, kapasitas kilang nasional belum dapat memenuhi semua kebutuhan bahan bakar, sementara infrastruktur gas bumi juga masih terbatas. Di sisi lain, sumber daya energi sampai saat ini masih difungsikan sebagai sumber pendapatan nasional. Energi fosil (gas dan batubara), misalnya, diekspor dalam jumlah besar. Sementara masalah lain muncul: pemerintah memberikan subsidi terhadap harga energi, yang menyebabkan terganggunya stabilitas keuangan negara dan perekonomian nasional. Subsidi energi juga mengakibatkan pengembangan EBT menjadi tidak berjalan. Permasalahan lain adalah keterbatasan infrastruktur yang menjadi 68 KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN tulang punggung dari ketersediaan energi yang menghubungkan lokasi Indonesia juga belum terdapatnya sumber energi ke memiliki cadangan penyangga energi yang konsumen, seperti pelabuhan, loadingdapat memberikan unloading facility, dan jaringan distribusi jaminan pasokan dalam yang membentuk konektivitas nasional. waktu tertentu apabila Konektivitas tersebut dibangun mulai terjadi kondisi krisis dari sumber energi hingga ke pusat dan darurat energi. konsumsi energi dengan skema-skema tertentu. Tujuannya untuk menjamin tercapainya target pertumbuhan ekonomi yang berbasiskan ketersediaan energi. Indonesia juga belum memiliki cadangan penyangga energi yang dapat memberikan jaminan pasokan dalam waktu tertentu apabila terjadi kondisi krisis dan darurat energi. Di sinilah pentingnya pemerintah membuat kebijakan energi nasional yang dapat memberikan peranan penting dalam mencapai kedaulatan energi. Pemerintah harus kreatif dan adil dalam membuat kebijakan yang menyokong ketahanan energi nasional. Pola-pola kebijakan yang bercorak produksi-konsumsi tidak cocok lagi di tengah sulitnya menjaga ketersediaan energi nasional. Dibutuhkan stimulasi kepada sektor-sektor potensial yang mendukung terciptanya bauran energi dan upaya pencarian (eksplorasi) baru untuk menemukan cadangan baru. Kebijakan energi nasional juga harus pro kepada pendidikan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) karena kebutuhan teknologi yang lebih maju diperlukan dalam mengoptimalisasi produksi sumber energi yang sudah ada dan pencarian sumber baru. Kebijakan Energi Nasional: AGAR TAK JALAN DI TEMPAT 69 Sebagai suatu sistem yang utuh, pemerintah tidak dapat berdiri sendiri dalam mewujudkan ketahanan energi nasional. Permasalahan energi mencakup spektrum yang sangat luas dan bersifat lintas sektor. Dibutuhkan lembaga untuk merespon gangguan, dislokasi, dan keadaan darurat berkenaan dengan energi. Lembaga ini dapat membagi peran pemerintah dalam mendinamisasi keberlangsungan pemenuhan energi, termasuk mengkalkulasi tarif regional dan mempromosikan pendekatan dalam penyelesaian masalah energi nasional. Dalam suatu perencanaan energi jangka panjang, peran investasi sangatlah krusial. Penciptaan iklim investasi dan kebijakan peme­rintah yang mendukung terjadinya promosi dan akselerasi dibutuh­kan untuk men­jamin ketersediaan suplai energi dan pembangunan infrastruktur yang merata. Birokrasi investasi energi mulai menjadi perhatian utama. Dalam sistem birokrasi satu atap akan terjadi efektivitas dalam investasi, tentu dengan tetap menjaga prinsip keadilan dan pemanfaatan sebesar-besarnya bagi kesejahteraan rakyat. Kemandirian dan ketahanan energi nasional dicapai dengan cara mewujudkan: 1. Sumber daya energi tidak dijadikan sebagai komoditas ekspor semata, tetapi juga sebagai modal pembangunan nasional. 2. Kemandirian pengelolaan energi. 3. Ketersediaan energi dan terpenuhinya kebutuhan sumber energi dalam negeri. 4. Pengelolaan sumber daya energi secara optimal, terpadu, dan berkelanjutan. 5. Pemanfaatan energi secara efisien di semua sektor. 70 KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN 6. Akses masyarakat terhadap energi secara adil dan merata. 7. Pengembangan kemampuan teknologi, industri dan jasa energi dalam negeri agar mandiri dan meningkatkan kapasitas sumber daya manusia. 8. Terciptanya lapangan kerja. 9. Terjaganya kelestarian fungsi lingkungan hidup. Kebijakan energi nasional yang disusun sebagai pedoman pengelolaan energi nasional dalam mewujudkan kemandirian energi dan ketahanan energi untuk mendukung pembangunan nasional berkelanjutan, terdiri atas kebijakan utama dan kebijakan pendukung. Arah Kebijakan Energi Nasional 1. Kebijakan Utama Pemerintah telah menyusun kebijakan energi nasional sebagai berikut: a. Ketersediaan Energi untuk Kebutuhan Nasional Ketersediaan energi untuk memenuhi kebutuhan energi nasional dapat dilakukan dengan cara: 1) Meningkatkan eksplorasi sumber daya, potensi dan/ atau cadangan terbukti energi, baik dari jenis fosil maupun EBT. 2) Meningkatkan produksi energi dan sumber energi dalam negeri dan/atau dari sumber luar negeri. 3) Meningkatkan keandalan sistem produksi, transportasi dan distribusi penyediaan energi. Kebijakan Energi Nasional: AGAR TAK JALAN DI TEMPAT 71 4) Mengurangi ekspor energi fosil secara bertahap, terutama gas dan batubara, serta menetapkan batas waktu untuk memulai penghentian ekspor. 5) Mewujudkan keseimbangan antara laju penambahan cadangan energi fosil dan laju produksi maksimum. 6) Memastikan terjaminnya daya dukung lingkungan untuk menjamin ketersediaan sumber energi air dan panas bumi. Dalam mewujudkan ketersediaan energi untuk kebutuhan nasional, bila terjadi tumpang-tindih pemanfaatan lahan dalam penyediaan energi, yang memiliki nilai ketahanan nasional dan/atau nilai strategis yang lebih tinggi didahulukan b. Prioritas Pengembangan Energi Prioritas pengembangan energi dilakukan melalui: 1) Pengembangan energi yang mempertimbangkan keseimbangan keekonomian energi, keamanan pasokan energi, dan pelestarian fungsi lingkungan. 2) Penyediaan energi bagi masyarakat yang belum memiliki akses terhadap energi listrik, gas rumah tangga, dan energi untuk transportasi, industri, dan pertanian diprioritaskan. 3) Pengembangan energi dengan mengutamakan sumber daya energi setempat. 4) Pengembangan energi dan sumber daya energi diprioritaskan untuk memenuhi kebutuhan energi dalam negeri. 72 KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN 5) Pengembangan industri dengan kebutuhan energi yang tinggi diprioritaskan di daerah yang kaya sumber daya energi. Untuk mewujudkan keseimbangan keekonomian energi, keamanan pasokan energi, dan pelestarian fungsi lingkungan, maka prioritas pengembangan energi nasional didasarkan pada prinsip: 1) Memaksimalkan penggunaan EBT memperhatikan tingkat keekonomian. dengan 2) Meminimalkan penggunaan minyak bumi dengan mengoptimalkan pemanfaatan gas bumi dan EBT. 3) Menggunakan batubara sebagai andalan pasokan energi nasional. Ketentuan pengembangan energi di atas tidak termasuk nuklir karena energi nuklir dimanfaatkan dengan mempertimbangkan keamanan pasokan energi nasional dalam skala besar, mengurangi emisi karbon, dan tetap mendahulukan potensi EBT. Penggunaan energi nuklir juga mempertimbangkan nilai keekonomiannya dan memperhatikan faktor keselamatan secara ketat. Energi nuklir adalah pilihan terakhir. c. Pemanfaatan Sumber Daya Energi Nasional Pemanfaatan sumber daya energi nasional dilaksanakan oleh pemerintah dan/atau pemerintah daerah dengan mengacu pada strategi sebagai berikut: 1) Pemanfaatan sumber EBT dari jenis energi air, energi panas bumi, energi laut, dan energi angin diarahkan untuk ketenagalistrikan. Kebijakan Energi Nasional: AGAR TAK JALAN DI TEMPAT 73 2) Pemanfaatan sumber EBT dari jenis energi matahari diarahkan untuk ketenagalistrikan. Sedangkan energi non-listrik untuk industri, rumah tangga, dan transportasi. 3) Pemanfaatan sumber EBT dari jenis bahan bakar nabati diarahkan untuk menggantikan bahan bakar minyak, terutama untuk transportasi dan industri. 4) Pemanfaatan sumber EBT dari jenis bahan bakar nabati dilakukan dengan tetap menjaga ketahanan pangan. 5) Pemanfaatan EBT dari jenis biomassa dan sampah diarahkan untuk ketenagalistrikan dan transportasi. 6) Pemanfaatan sumber energi minyak bumi hanya untuk transportasi dan komersial, yang memang tidak atau belum bisa digantikan dengan energi atau sumber energi lainnya. 7) Pemanfaatan sumber energi gas bumi untuk industri, ketenagalistrikan, rumah tangga, dan transportasi, diutamakan untuk pemanfaatan yang memiliki nilai tambah paling tinggi. 8) Pemanfaatan sumber energi ketenagalistrikan dan industri; batubara untuk 9) Pemanfaatan sumber EBT berbentuk cair, yaitu batubara tercairkan dan hidrogen untuk transportasi. 10) Pemanfaatan sumber EBT berbentuk padat dan gas untuk ketenagalistrikan. Di samping itu, pemanfaatan sumber energi nasional juga mengacu pada: 74 KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN 1) Pemanfaatan sumber energi berbentuk cair, di luar liquefied petroleum gas (LPG) diarahkan untuk sektor transportasi. 2) Pemanfaatan sumber daya energi diutamakan untuk memenuhi kebutuhan energi dan bahan baku. 3) Pemanfaatan sumber energi diprioritaskan berdasarkan pertimbangan menyeluruh atas kapasitas, kontinuitas, dan keekonomian serta dampak lingkungan hidup. 4) Peningkatan pemanfaatan sumber energi matahari melalui penggunaan sel surya pada transportasi, industri, gedung komersial dan rumah tangga. 5) Pemaksimalan dan kewajiban pemanfaatan sumber energi matahari dilakukan dengan syarat seluruh komponen dan sistem pembangkit energi matahari dari hulu sampai hilir diproduksi di dalam negeri secara bertahap. 6) Pemanfaatan sumber energi laut didorong dengan membangun percontohan sebagai langkah awal yang tersambung ke jaringan listrik. d. Cadangan Energi Nasional Cadangan energi nasional terdiri atas cadangan strategis, cadangan penyangga energi, dan cadangan operasional. Cadangan strategis diatur dan dialokasikan oleh pemerintah untuk menjamin ketahanan energi jangka panjang dan hanya dapat diusahakan sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan atau sewaktu-waktu diperlukan untuk kepentingan nasional. Kebijakan Energi Nasional: AGAR TAK JALAN DI TEMPAT 75 Ketentuan pengelolaan cadangan strategis diatur lebih lanjut dengan Peraturan Presiden (Perpres). Cadangan penyangga energi disediakan untuk menjamin ketahanan energi nasional, sejalan dengan kebijakan efisiensi energi nasional, terutama melalui kebijakan subsidi BBM dan listrik yang tepat sasaran. Cadangan penyangga energi disediakan oleh pemerintah dengan ketentuan sebagai berikut: 1) Cadangan penyangga energi merupakan cadangan di luar cadangan operasional yang disediakan badan usaha dan industri. 2) Cadangan penyangga energi dipergunakan untuk mengatasi kondisi krisis dan darurat energi. 3) Cadangan penyangga energi disediakan secara bertahap sesuai dengan kondisi keekonomian dan kemampuan keuangan negara. 4) Ketentuan mengenai pengelolaan cadangan penyangga energi diatur lebih lanjut dengan peraturan perundangundangan. Kewenangan dalam pengaturan jenis, jumlah, waktu, dan lokasi cadangan penyangga energi dilakukan oleh Dewan Energi Nasional (DEN). Penyediaan cadangan operasional diatur oleh pemerintah. Badan usaha dan industri penyedia energi wajib menyediakan cadangan operasional untuk menjamin kontinuitas pasokan. 76 KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN 2. Kebijakan Pendukung a. Konservasi dan Diversifikasi Energi Produsen dan konsumen energi wajib melakukan konservasi dan efisiensi pengelolaan sumber daya energi untuk menjamin ketersediaan energi. Konservasi energi dilakukan, baik dari sisi hulu maupun hilir, meliputi pengelolaan sumber daya energi dan seluruh tahapan eksplorasi, produksi, transportasi, distribusi, serta pemanfaatan energi dan sumber energi. Pengelolaan sumber daya energi diarahkan untuk menjamin agar penyediaan dan pemanfaatannya tetap memelihara dan meningkatkan kualitas nilai dan keanekaragaman sumber daya energi tersebut. Konservasi sumber daya energi dilaksanakan dengan pendekatan lintas sektor, antara lain penyesuaian dengan tata ruang nasional dan daya dukung lingkungan. Produsen dan konsumen energi wajib melakukan konservasi dan efisiensi pengelolaan sumber daya energi untuk menjamin ketersediaan energi dalam jangka panjang. Di sektor industri, konservasi dilakukan dengan mempertimbangkan daya saing. Penyediaan energi mengutamakan sumber daya energi yang lebih lestari. Pemerintah dan/atau pemerintah daerah (Pemda), sesuai dengan kewenangannya menetapkan pedoman dan penerapan kebijakan konservasi energi, khususnya di bidang hemat energi. Pedoman itu antara lain: 1) Wajib melakukan standardisasi dan labelisasi semua peralatan pengguna energi. Kebijakan Energi Nasional: AGAR TAK JALAN DI TEMPAT 77 2) Wajib melakukan manajemen energi, termasuk audit energi bagi pengguna energi. 3) Wajib melakukan penggunaan teknologi pembangkit listrik dan peralatan konversi energi yang efisien. 4) Melakukan Sosialisasi budaya hemat energi. 5) Mewujudkan iklim usaha bagi berkembangnya usaha jasa energi sebagai investor dan penyedia energi secara hemat. 6) Mempercepat penerapan/pengalihan ke sistem transportasi massal, baik transportasi perkotaan maupun antarkota yang efisien, dan penerapan denda kemacetan yang ditimbulkan oleh kendaraan pribadi. 7) Menetapkan target konsumsi bahan bakar di sektor transportasi secara terukur dan bertahap untuk meningkatkan efisiensi. Sesuai dengan kewenangannya, pemerintah dan/atau Pemda wajib melaksanakan diversifikasi atau penganekaragaman sumber energi untuk meningkatkan konservasi sumber daya energi dan ketahanan energi nasional dan/atau daerah. Penganekaragaman sumber energi tersebut dilaksanakan antara lain melalui: 1) Percepatan penyediaan dan pemanfaatan berbagai jenis sumber EBT. 2) Percepatan pelaksanaan substitusi bahan bakar minyak dengan gas di sektor rumah tangga dan transportasi. 3) Percepatan pemanfaatan tenaga listrik untuk penggerak kendaraan bermotor. 78 KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN 4) Peningkatan pemanfaatan batubara kualitas rendah untuk pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) mulut tambang, batubara tergaskan, dan batubara tercairkan. 5) Peningkatan pemanfaatan batubara kualitas menengah dan tinggi untuk pembangkit listrik dalam negeri. b. Lingkungan dan Keselamatan Pelaksanaan atas lingkungan dan keselamatan kerja dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. Pengelolaan energi nasional diselaraskan dengan arah pembangunan nasional berkelanjutan, pelestarian sumber daya alam, konservasi sumber daya energi, dan pengendalian pencemaran lingkungan. Setiap kegiatan pengelolaan energi, termasuk dan tidak terbatas pada kegiatan eksplorasi, produksi, transportasi, transmisi dan pemanfaatan energi, berkewajiban memperhatikan faktor-faktor kesehatan, keselamatan kerja, dan dampak sosial dengan tetap mempertahankan fungsi lingkungan hidup. Setiap kegiatan penyediaan dan pemanfaatan energi berkewajiban untuk: 1) Memenuhi ketentuan yang disyaratkan dalam peraturan perundang-undangan di bidang lingkungan hidup dan wajib mengutamakan teknologi yang ramah lingkungan. 2) Melaksanakan pencegahan, pengurangan, penanggu­ langan dan pemulihan dampak, serta ganti rugi yang adil bagi para pihak yang terkena dampak. Kebijakan Energi Nasional: AGAR TAK JALAN DI TEMPAT 79 3) Meminimalkan produksi limbah, penggunaan kembali limbah dalam proses produksi, penggunaan limbah untuk manfaat lain, dan mengekstrak unsur yang masih memiliki manfaat yang terkandung dalam limbah, dengan tetap mempertimbangkan aspek sosial, lingkungan, dan keekonomiannya. 4) Memperhatikan keselamatan dan risiko kecelakaan, serta menanggung seluruh ganti rugi kepada pihak ketiga yang mengalami kerugian akibat kecelakaan nuklir. Ini wajib dilakukan pada setiap pengusahaan instalasi nuklir c. Harga, Subsidi, dan Insentif Energi Harga energi ditetapkan berdasarkan nilai keekonomian yang berkeadilan. Khusus untuk EBT, pasar EBT termasuk kuota minimum tenaga listrik, bahan bakar cair dan gas yang bersumber dari EBT diatur oleh pemerintah. Harga EBT diatur berdasarkan pada perhitungan harga dengan asumsi untuk bersaing dengan harga energi dari sumber energi minyak bumi (tanpa subsidi) yang berlaku di suatu wilayah dalam kurun waktu tertentu. Harga EBT juga bisa diatur berdasarkan pada perhitungan harga energi yang rasional untuk penyediaan EBT dari sumber setempat dalam rangka pengamanan pasokan energi di wilayah tertentu yang lokasinya terpencil, dengan sarana prasarana belum berkembang, rentan terhadap gangguan cuaca, atau berada dekat garis perbatasan wilayah Republik Indonesia (RI). Harga batubara diatur melalui pengaturan harga batubara dalam negeri oleh pemerintah sampai terbentuknya pasar yang efisien. 80 KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN Pemerintah mewujudkan pasar tenaga listrik, antara lain melalui: 1) Pengaturan harga energi primer tertentu (batubara, gas, air, dan panas bumi) untuk pembangkit listrik. 2) Penetapan tarif listrik secara progresif. 3) Penerapan mekanisme feed in tariff dalam penetapan harga jual EBT. 4) Penyempurnaan pengelolaan energi panas bumi melalui pembagian risiko antara pemegang izin usaha penyediaan tenaga listrik dan pengembang. Subsidi disediakan oleh Pemerintah dan Pemda, yang akan diberikan bila penerapan keekonomian berkeadilan dan kemampuan daya beli masyarakat tidak dapat dilaksanakan, atau harga EBT lebih mahal daripada harga energi dari BBM yang tidak disubsidi. Penyediaan subsidi meliputi: 1) Penerapan mekanisme subsidi dilakukan secara tepat sasaran untuk golongan masyarakat tidak mampu. 2) Pengurangan subsidi BBM dan listrik secara bertahap sampai dengan kemampuan daya beli masyarakat tercapai. Pemerintah dan Pemda harus memberikan insentif fiskal dan non-fiskal untuk mendorong program diversifikasi sumber energi dan pengembangan EBT. Pelaksanaan pemberian insentif disesuaikan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pemerintah dan Pemda akan menyediakan insentif kepada: Kebijakan Energi Nasional: AGAR TAK JALAN DI TEMPAT 81 1) Pengembangan, pengusahaan dan pemanfaatan EBT, terutama untuk skala kecil dan berlokasi di daerah terpencil, sampai nilai keekonomiannya kompetitif dengan energi konvensional. 2) Produsen dan konsumen energi yang melaksanakan kewajiban konservasi dan efisiensi energi, dan sebaliknya akan memberikan disinsentif kepada yang tidak melaksanakan kewajiban konservasi dan efisiensi energi. 3) Lembaga swasta atau perorangan yang mengembangkan teknologi inti pada bidang EBT. d. Infrastruktur, Akses Masyarakat, dan Industri Energi Pengembangan infrastruktur energi memperhatikan kondisi geografis Indonesia yang sebagian besar terdiri atas perairan laut, dengan memperkuat infrastruktur eksplorasi, produksi, transportasi, distribusi, dan transmisi di wilayah kepulauan. Pengembangan dan penguatan infrastruktur energi dilaksanakan oleh pemerintah dan/atau pemerintah daerah, dengan: 1) Meningkatkan kemampuan industri dalam negeri dalam penyediaan infastruktur energi. 2) Mengembangkan infrastruktur pendukung indus­ tri batubara, meliputi transportasi, stockpiling (penampungan), dan blending (pencampuran) untuk mewujudkan pasar yang efisien dan dapat mensuplai kebutuhan dalam negeri secara berkesinambungan. 82 KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN 3) Melakukan percepatan penyediaan infrastruktur pendukung produksi minyak dan gas, pengilangan bahan bakar, transportasi dan distribusi energi, sistem transmisi dan distribusi energi. 4) Melakukan percepatan penyediaan segala yang diperlukan infrastruktur pendukung EBT sesuai dengan kebutuhan. Pemerintah mendorong dan memperkuat berkembangnya industri energi untuk mempercepat tercapainya sasaran penyediaan dan pemanfaatan energi, penguatan perekonomian nasional, dan penyerapan lapangan kerja. Penguatan perkembangan industri energi meliputi: 1) Peningkatan kemampuan industri energi dan jasa energi dalam negeri. 2) Pengembangan industri peralatan pemanfaatan EBT dalam negeri. produksi dan 3) Peningkatan kemampuan dalam negeri untuk mendukung kegiatan eksplorasi panas bumi dan industri pendukung kelistrikan. 4) Dukungan industri sistem dan komponen peralatan instalasi pembangkit listrik tenaga surya dan pembangkit listrik tenaga laut. 5) Peningkatan kandungan dalam negeri dalam industri energi nasional. 6) Industri komponen/peralatan instalasi pembangkit listrik tenaga bayu dikembangkan melalui usaha kecil dan menengah dan/atau industri nasional. Kebijakan Energi Nasional: AGAR TAK JALAN DI TEMPAT 83 7) Pemberian kesempatan lebih besar kepada perusahaan nasional dalam pengelolaan minyak, gas bumi, dan batubara. 8) Pembangunan industri energi dalam negeri melalui pembelian lisensi pabrik. e. Penelitian dan Pengembangan Energi Kegiatan penelitian, pengembangan dan penerapan teknologi energi diarahkan untuk mendukung industri energi nasional. Pendanaannya difasilitasi oleh pemerintah, Pemda, dan badan usaha sesuai dengan kewenangannya sampai kepada tahap komersial. Pemerintah mendorong terciptanya iklim pemanfaatan dan keberpihakan terhadap hasil penelitian dan pengembangan teknologi energi nasional. Pemerintah melakukan penguatan bidang penelitian dan pengembangan energi, antara lain untuk: 1) Menyiapkan dan meningkatkan kemampuan sumber daya manusia dalam penguasaan dan penerapan teknologi, serta keselamatan di bidang energi. 2) Meningkatkan penguasaan teknologi energi dalam negeri, melalui penelitian dan pengembangan, dan penerapan teknologi energi, serta teknologi efisiensi energi. f. Kelembagaan dan Pendanaan Pemerintah melakukan penguatan kelembagaan untuk memastikan tercapainya tujuan dan sasaran penyediaan dan pemanfaatan energi. Penguatan kelembagaan tersebut dilaksanakan, antara lain dengan: 84 KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN 1) Menyempurnakan sistem kelembagaan dan layanan birokrasi pemerintah pusat dan Pemda dan peningkatan koordinasi antarlembaga di bidang energi guna mempercepat pengambilan keputusan, proses perizinan dan pembangunan infrastruktur energi. 2) Meningkatkan kerja sama dan koordinasi antarlembaga penelitian, universitas, industri, dan pemegang kebijakan, serta komunitas dalam rangka mempercepat penguasaan dan pemanfaatan energi. 3) Meningkatkan akuntabilitas kelembagaan dengan menyesuaikan fungsi dan kewenangan kelembagaan di tingkat pusat dan daerah. 4) Meningkatkan kemampuan sumber daya manusia di bidang energi di daerah dalam pengelolaan energi. 5) Menangani permasalahan energi sesuai dengan kewenangannya sebagai tanggung jawab Pemda. 6) Memperkuat kapasitas organisasi di tingkat kabupaten/ kota yang akan bertanggung jawab terhadap perencanaan, pengembangan, dan pengelolaan energi di pedesaan. 7) Regionalisasi penyediaan energi listrik untuk memperkecil disparitas penyediaan energi listrik di luar Jawa. Dalam menetapkan sasaran pertumbuhan penyediaan energi, pemerintah dan Pemda perlu memperhatikan sasaran pertumbuhan ekonomi. Untuk mencapai sasaran pertumbuhan penyediaan energi tersebut, pemerintah dan Pemda menyediakan alokasi dana pengembangan dan Kebijakan Energi Nasional: AGAR TAK JALAN DI TEMPAT 85 penguatan infrastruktur energi yang memadai. Pemerintah juga mendorong badan usaha dan perbankan untuk turut mendanai pembangunan infrastruktur dan pemanfaatan energi. Pemerintah dan Pemda mendorong penguatan pendanaan untuk menjamin ketersediaan energi, pemerataan infrastruktur energi, pemerataan akses masyarakat terhadap energi, pengembangan industri energi nasional dan pencapaian sasaran penyediaan dan pemanfaatan energi. Penguatan pendanaan ini dilaksanakan, antara lain dengan: 1) Meningkatkan peran perbankan nasional dalam pembiayaan kegiatan produksi minyak dan gas bumi nasional, kegiatan pengembangan EBT, dan program hemat energi. 2) Menerapkan premi pengurasan energi fosil untuk pengembangan energi. 3) Menyediakan alokasi anggaran khusus oleh pemerintah dan pemerintah daerah untuk mempercepat pemerataan akses listrik dan energi. Premi penguatan pendanaan tersebut di atas digunakan untuk kegiatan eksplorasi minyak dan gas bumi dan pengembangan sumber EBT, peningkatan kemampuan sumber daya manusia, penelitian dan pengembangan, serta pembangunan infrastruktur pendukung. 86 KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN BAB IV MANAJEMEN ENERGI SECARA MAKRO BYAR PET, MAFIA, DAN KELANGKAAN MINYAK Lingkungan Strategis: DI TENGAH DUNIA YANG PENUH TANTANGAN 87 88 KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN “Saya tak akan membiarkan perusahaan minyak mengatur tata kelola energi negeri ini, membahayakan negara kami atau mengambil duit US$ 4 miliar dari warga pembayar pajak.” ~ Barrack Hussein Obama, Presiden Amerika Serikat (2009-sekarang) ~ Lingkungan Strategis: DI TENGAH DUNIA YANG PENUH TANTANGAN 89 MANAJEMEN ENERGI SECARA MAKRO BYAR PET, MAFIA, DAN KELANGKAAN MINYAK Kondisi Manajemen Energi Saat Ini K abar gembira itu datang dari Istana Wakil Presiden di Jalan Merdeka Selatan, Jakarta. Dengan mengenakan kemeja putih yang lengannya digulung, Dahlah Iskan keluar dengan wajah sumringah. Senyumnya renyah saat menyapa wartawan yang menunggunya. “Paling lambat 30 Juni 2010 dijamin tidak ada lagi byarpet di seluruh Indonesia,” ujar Dahlan Iskan yang saat itu menjabat sebagai Direktur Utama PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) seperti dikutip Kompas, 9 April 2010. Ini jelas kabar besar 90 KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN terutama untuk warga yang tinggal di Sumatera atau Indonesia Timur. Selama ini mereka rutin mati listrik empat hari sekali. Sayang, empat tahun berlalu program percepatan pembangunan pembangkitpembangkit listrik itu tak berjalan mulus. Sampai sekarang, kondisi listrik Indonesia Timur tetap kritis. Pertumbuhan kebutuhan energi Indonesia, termasuk listrik memang meningkat tajam. Pertambahan penduduk, tumbuhnya industri semua menyedot energi. Rapor Indonesia versi Bank Dunia dalam soal investasi ada di urutan buncit dibandingkan dengan negaranegara tetangga. Menurut Bank Dunia, salah satu penyebab utama rendahnya skor iklim investasi Indonesia adalah listrik. Pertumbuhan kebutuhan energi itulah tantangan yang dihadapi pemerintah. Potret pertumbuhan itu terlihat seperti di bawah ini: 1. Pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) Sampai akhir dekade 1990-an, Indonesia tidak mengalami persoalan serius dalam hal pasokan energi. Namun, sejak awal abad 21 situasinya lebih rentan. Ini akibat dari pertumbuhan konsumsi energi dalam negeri yang tinggi. Pertumbuhan konsumsi ini didorong oleh pertumbuhan ekonomi dan pertumbuhan penduduk. Berdasarkan Sensus Penduduk Badan Pusat Statistik (BPS) 2010, penduduk Indonesia berjumlah 240 juta orang. Sebanyak 116 juta orang di antaranya adalah penduduk usia produktif (Gambar 11). Berdasarkan buku Satu Dasawarsa Membangun Manajemen Energi Secara Makro: BYAR PET, MAFIA, DAN KELANGKAAN MINYAK 91 untuk Kesejahteraan Rakyat yang diterbitkan oleh Sekretariat Kabinet, jumlah penduduk kelas menengah Indonesia pada 2013 sekitar 56,7 persen dari total penduduk Indonesia, atau meningkat 19,7 persen dari 2004. Buku itu juga mencatat, jumlah penduduk miskin mencapai 11 persen dari total penduduk Indonesia. Mereka umumnya tinggal di daerah pedesaan (Gambar 12). Pertumbuhan penduduk Indonesia yang cukup besar, apalagi disertai dengan pertambahan masyarakat kelas menengah dan pertambahan jumlah penduduk usia produktif, serta pertumbuhan perekonomian yang membaik, jelas memberi kontribusi pada peningkatan permintaan energi secara signifikan. Pertumbuhan ekonomi dan pembangunan diukur dengan indikator pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB), yang dalam dekade terakhir tingkat pertumbuhan rata-rata stabil pada angka 6 persen per tahun. Pada saat yang sama, pertumbuhan PDB per kapita juga menyiratkan bahwa secara individu cenderung meningkat. Ini berakibat pada peningkatan permintaan energi final dalam negeri, terutama BBM yang dinyatakan dalam total konsumsi energi yang lebih tinggi daripada produksi dalam negeri, sehingga untuk memenuhi permintaan tersebut Indonesia perlu mengimpor. 92 KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN ( Juta orang) Populasi Usia Produktif 179 206 75 1990 95 240 2000 Employment Children 116 2010 256 271 173 2015 291 185 2020 202 2030 PROYEKSI 304 207 2035 Indonesia akan menghadapi "bonus demografi", di mana usia produktif (15-54 tahun) lebih besar 68%, dibandingkan dengan usia non-produktif, dan ini tentu saja akan bermanfaat jika ada peningkatan dalam pekerjaan dan peningkatan pendidikan di Indonesia Pendidikan adalah yang paling penting bagi anak-anak usia sekolah Setelah mengalami bonus demografi, Indonesia diperkirakan akan mengalami 'over-aging, di mana jumlah penduduk usia lanjut akan semakin meningkat Age Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah kembali Gambar 11 Pertumbuhan Penduduk Indonesia, 1990-2010 <5% 11-15 % 1980 Perkotaan 2013 20-25 % *) September 2013 % >30 % 37 26-30 % % 63 % 29 11 16-20 % Pedesaan % 5-10 % 11% Jumlah penduduk miskin sebanyak 28 juta orang (11 %), dimana 37 % berdomisili di wilayah perkotaan dan 63% di wilayah pedesaan Prosentase Penduduk Miskin Sumber: Dewan Energi Nasional (2014) Gambar 12 Perkembangan Penduduk Miskin Indonesia, 2013 Manajemen Energi Secara Makro: BYAR PET, MAFIA, DAN KELANGKAAN MINYAK 93 Pada 2013, PDB Indonesia adalah Rp2.770 triliun atau meningkat 1,5 kali bila dibandingkan dengan 2006, atau tumbuh 5,96 persen per tahun. Peningkatannya terjadi di semua sektor (peningkatan tertinggi adalah sektor transportasi dan komunikasi sekitar 12,9 persen per tahun). Sebaliknya, sektor minyak dan gas turun sekitar 1,1 persen per tahun dan industri pertambangan turun sekitar 0,99 persen per tahun (Gambar 13). (Rp miliar) 3.000.000 2.500.000 2.000.000 1.500.000 1.000.000 500.000 2006 2007 2008 Services Trade, Hotel & Restaurants Non-Oil & Gas Manf. Industry Non-Oil and Gas Mining 2009 2010 Finance Construction Oil and Gas Manf. Industry Oil & Gas Mining 2011 2012 2013* Transport & Communication Electricity, Gas & Water Supply Quarrying Agriculture * Angka sementara Sumber: Dewan Energi Nasional (2014) Gambar 13 Pertumbuhan PDB Indonesia, 2006-2013 2. Konsumsi Energi Energi primer merupakan energi dalam bentuk asli dari sumbernya yang langsung digunakan, tanpa mengalami proses pengolahan sebelumnya. Energi primer ini ada yang sifatnya tidak terbarukan (non-renewable), antara lain minyak bumi, gas 94 KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN alam, dan batubara dan energi terbarukan (renewable), seperti panas bumi, matahari, angin, air, dan bioenergi. Konsumsi energi primer Indonesia dari tahun ke tahun mengalami peningkatan pesat, dari 858 juta setara barel minyak (SBM) pada 2003 menjadi 1.243 juta SBM pada 2013, atau meningkat rata-rata 3,8 persen per tahun. Sampai saat ini, permintaan energi di Indonesia masih didominasi oleh energi fosil. Pada 2013, energi fosil menyumbang 94.6 persen dari total konsumsi energi, sedangkan 5,4 persen sisanya dipenuhi dari energi terbarukan. Dari jumlah tersebut, minyak menyumbang 44.0 persen, gas alam 21,9 persen, dan batubara 28,7 persen (Gambar 14). Minyak masih mendominasi bauran energi primer Indonesia, meskipun telah terjadi penurunan. Porsi minyak pada 2013 sekitar 44 persen, batubara 28,7 persen, gas 21,9 persen, dan energi terbarukan 5,5 persen. Penurunan porsi minyak dan gas yang disertai dengan kenaikan porsi batubara dan energi terbarukan merupakan dampak dari program pemerintah yang mengurangi ketergantungan terhadap minyak dengan melakukan diversifikasi dan konservasi energi. Hingga saat ini pemanfaatan energi alternatif masih jauh dari yang diharapkan. Pada 2013, porsi konsumsi energi terbarukan baru mencapai 5,5 persen. Ini masih sangat kecil bila dibandingkan dengan potensi yang ada. Manajemen Energi Secara Makro: BYAR PET, MAFIA, DAN KELANGKAAN MINYAK 95 Oil 44,0 % 2003 Gas 21,9 % 858 Million BOE .a. h % p owt 3.8 al gr nu An Oil 53,2% Gas 22,8 % Coal 19,2 % Hydro 2,7 % Geothermal 2,2 % Coal 28,7 % Hydro 2,8 % Geothermal 2,2 % Other RE 0,5 % 2013* 1,243 Million BOE Other RE 0,0 % * Angka sementara Sumber: Dewan Energi Nasional (2014) Gambar 14 Perkembangan Konsumsi Energi Primer, 2003-2013 Demikian pula dengan energi final, dalam periode 2005-2012 terjadi peningkatan konsumsi. Konsumsi BBM mendominasi konsumsi energi final di dalam negeri (Gambar 15). Penambahan kapasitas kilang hampir tidak dilakukan. Akibatnya, impor BBM senantiasa meningkat dari tahun ke tahun. Peningkatan impor BBM secara langsung meningkatkan biaya pengadaan dan subsidi BBM. Dalam situasi harga minyak mentah dunia membumbung tinggi, upaya efisiensi dalam sistem penyediaan BBM nasional akan memberikan dampak berarti terhadap biaya konsumsi dan subsidi BBM. 96 KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN Coal Natural Gas Fuel Other Petroleum Product Briquette LPG Electricity MBOE) 1000.00 900.00 13,6% 800.00 5,5% 700.00 6,13% 600.00 500.00 50% 400.00 300.00 200.00 12% 100.00 0.00 2005 19% 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 Sumber: Dewan Energi Nasional (2014) Gambar 15 Perkembangan Konsumsi Energi Final, 2005-2012 Tindakan efisiensi yang dapat dilakukan, misalnya, dengan menambah kapasitas kilang untuk menurunkan volume BBM yang harus diimpor. Selain itu dengan memperbanyak pipa distribusi BBM untuk mempertinggi efisiensi distribusi BBM. Berapa besar sebetulnya konsumsi riil BBM di dalam negeri dengan mempertimbangkan penyelundupan yang terjadi, juga perlu dicermati. Impor minyak mentah dan BBM merupakan komponen biaya terbesar (di atas 90 persen) bila harga minyak mentah dunia naik di atas US$ 80-85 per barel. Karena itu, persoalan di manajemen impor minyak mentah dan BBM, menjadi salah satu titik rawan yang harus dimonitor atau diperbaiki sistemnya untuk menjamin impor dengan biaya yang termurah. Impor minyak mentah dan BBM merupakan bisnis yang nilainya melebihi Rp100 triliun/tahun. Manajemen Energi Secara Makro: BYAR PET, MAFIA, DAN KELANGKAAN MINYAK 97 Hal-hal yang berkaitan dengan proses penyediaan BBM, khususnya mengenai pengadaan minyak mentah dan BBM, seyogianya dibuat terbuka untuk masyarakat umum karena bagaimanapun bisnis ini menyangkut hajat hidup orang banyak. 3. Permasalahan dalam Tata Kelola Energi Saat ini, setidaknya ada tiga faktor tantangan dan hambatan yang dihadapi Indonesia dalam pengelolaan energi. Pertama, cadangan energi di dalam negeri, terutama energi fosil yang selama ini menjadi tumpuan pembangunan perekonomian mulai berkurang dan laju kecepatan “pengurasan” cadangan tersebut tidak dapat diimbangi dengan laju penambahan volume cadangan. Kedua, subsidi terhadap harga energi yang terus membengkak dari tahun ke tahun tidak hanya membebani perekonomian negara, tetapi juga menyebabkan pola konsumsi energi masyarakat menjadi boros. Beban ini terjadi akibat harga energi yang murah dan tidak berkembangnya energi alternatif. Ketiga, keterbatasan infrastruktur energi yang mengakibatkan akses masyarakat terhadap energi menjadi terbatas dan menurunkan kemampuan pemerintah untuk menyediakan energi dalam jumlah cukup dan berkualitas bagi masyarakat dan industri. Permasalahan energi ini kemudian diperparah oleh faktor kepemimpinan, politik, dan birokrasi di Indonesia selama ini. Menurut Marwan Batubara, Direktur Pelaksana Indonesian Resources Studies (IRESS), dalam delapan tahun terakhir, pemerintah gagal menyelesaikan masalah subsidi BBM, mengembangkan EBT, mengkonversi BBM ke BBG, serta membangun kilang BBM, pipa transmisi/distribusi gas, penerima LNG, dan depot minyak/BBM guna ketahanan energi. 98 KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN Di sisi lain, potensi sumber EBT Subsidi terhadap harga yang tersedia (panas bumi, tenaga energi yang terus matahari, tenaga air, nuklir, dan membengkak dari lainnya) belum dapat dimanfaatkan tahun ke tahun tidak secara optimal. Sebagai contoh, hanya membebani panas bumi yang menyimpan total perekonomian negara, potensi sekitar 29.164 megawatt tetapi juga menyebabkan (MW), atau 40 persen dari pola konsumsi energi potensi panas bumi dunia. Namun, masyarakat menjadi pemanfaatannya baru 4,6 persen boros. dari potensi yang ada. Contoh lain nuklir. Akibat perdebatan panjang selama 47 tahun terkait dengan pemanfaatannya untuk pembangkit listrik telah menghilangkan kesempatan kita untuk membangun sektor industri yang kuat bersama-sama Jepang dan Korea Selatan. Kita lupa menempatkan energi nuklir sebagai sumber energi transisi yang bisa mentransformasi negara agraris menuju negara industri. Ini dilakukan negara-negara seperti Jerman, AS, dan negara maju lainnya yang memiliki sumber energi beragam. Mereka kemudian mulai memanfaatkan sumber energi terbarukan untuk memenuhi kebutuhan energi mereka pada saat rakyatnya secara ekonomi mampu membeli energi pada harga yang lebih tinggi. Krisis energi yang masih terjadi saat ini merupakan gangguan mendadak atas permintaan atau penawaran yang tak bisa langsung dipenuhi oleh pasar, karena kurangnya fleksibilitas dan terjadinya efek harga pada perekonomian. Krisis listrik yang terjadi di berbagai wilayah dan telah berlangsung selama lebih Manajemen Energi Secara Makro: BYAR PET, MAFIA, DAN KELANGKAAN MINYAK 99 dari tiga tahun telah membebani dan menghambat perekonomian Indonesia dan dalam jangka panjang. Krisis tersebut jelas akan melemahkan ketahanan energi nasional. Menurut Djarot S. Wisnubroto, Kepala Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan), masalah keenergian yang ada di Indonesia saat ini, antara lain disebabkan oleh penerapan UndangUndang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) yang belum maksimal. Pengelolaan SDA, termasuk sumber daya energi lebih berorientasi pada pengendalian sisi penyediaan dibandingkan dengan sisi kebutuhan. Secara keseluruhan, pengelolaan sumber daya energi belum dimanfaatkan untuk menghasilkan nilai tambah bagi modal pembangunan nasional. Selayaknya, kekayaan SDA yang dimiliki dapat dijadikan sebagai modal untuk menggerakkan pertumbuhan ekonomi. Ditinjau dari dimensi perdagangan global, harga produk industri akan menjadi lebih kompetitif di pasar internasional jika tersedia energi yang murah. Sebagai salah satu bukti, Tiongkok telah berhasil membanjiri produk industri di pasar global karena dapat menyediakan energi murah dalam mendukung industri manufakturnya. Pembangunan berbagai infrastruktur akan berjalan pesat karena ditopang devisa dari hasil penjualan kekayaan alam dan produk industri. Selanjutnya, masyarakat akan mudah mendapatkan akses pendidikan dan kesehatan yang mamadai. Program pemberantasan kemiskinan pun dapat berjalan dengan baik. SDM berkualitas yang dihasilkan akan semakin memperkuat daya saing secara internasional dan memperkukuh kemandirian negara. 100 KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN Dengan pertumbuhan penduduk dan sektor industri yang semakin tinggi, pertumbuhan konsumsi energi Indonesia diproyeksikan akan meningkat 7,1 persen per tahun. Saat ini, untuk memenuhi kebutuhan energi yang masih mengalami defisit, Indonesia harus mengimpor dari negara lain. Rasio elektrifikasi di Indonesia juga masih di angka 80 persen sebagai akibat kesenjangan dari kemampuan memenuhi permintaan listrik yang terus naik. Rendahnya rasio elektrifikasi ini diperburuk oleh rendahnya kualitas pelayanan kelistrikan. Dampaknya, pemadaman listrik bergilir terjadi di sebagian besar wilayah Indonesia, terutama pada wilayah kepulauan kecil dan wilayah-wilayah yang belum terjangkau oleh PLN. Karena itu, ketahanan energi harus menjadi agenda prioritas pemerintah dalam melaksanakan pembangunan nasional. Banyak aspek yang mempengaruhi ketahanan energi, di antaranya adalah kemampuan memperkirakan kebutuhan; meningkatkan jumlah cadangan; mendapatkan sumber pasokan energi, pendistribusian, pengamanan pasokan dan distribusi; kemampuan menangani keadaan khusus yang mengganggu sistem; serta penelitian dan pengembangan. Untuk meningkatkan ketahanan energi dan kemandirian energi nasional, maka pengelolaan energi nasional harus dilakukan melalui prinsip-prinsip tata kelola yang baik (good governance principles). Tata kelola yang baik itu harus didukung visi, strategi, perencanan yang holistik dan mampu terap, baik pada sisi penyediaan (supply side management) maupun pada sisi pemanfaatan (demand side management), yang diarahkan kepada penggunaan energi secara optimal dan efisien di seluruh Manajemen Energi Secara Makro: BYAR PET, MAFIA, DAN KELANGKAAN MINYAK 101 Memburuknya neraca migas, adanya rencana pengurangan stimulus AS, serta menurunnya aktivitas perekonomian dan harga komoditas dunia menimbulkan triple deficit, yaitu defisit perdagangan, defisit neraca pembayaran, dan defisit APBN. sektor pengguna. Kebijakan tersebut harus terintegrasi dengan baik serta mampu mengantisipasi peluang dan tantangan ke depan, menjamin kesinambungan, melindungi konsumen yang memiliki daya beli yang rendah, serta dilaksanakan untuk tujuan mewujudkan kesejahteraan rakyat. 4. Isu-isu Strategis Berikut isu-isu strategis di bidang energi, yang sebagian besar belum terselesaikan sampai saat ini: a. Subsidi Energi Diperkirakan, belanja subsidi BBM terus meningkat dari Rp130 triliun pada 2011 menjadi Rp246 triliun pada 2014, sedangkan porsi belanja subsidi BBM terhadap Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) relatif tetap dalam kurun waktu 2011-2014. Yang sangat mengkhawatirkan adalah tajamnya peningkatan defisit APBN dalam kurun waktu yang sama, diperkirakan dari Rp84 triliun pada 2011 menjadi Rp256 triliun pada 2014 (Gambar 16). Menurut Marwan Batubara, defisit APBN selalu dipenuhi dengan utang dan penerbitan obligasi. Hanya untuk kepentingan politik pencitraan jangka pendek, misalnya, negara harus berutang ratusan triliun rupiah. Padahal utang-utang tersebut akan menjadi beban bagi generasi mendatang. Beban subsidi ini menjadi berkurang setelah Presiden Joko 102 KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN Widodo pada pertengahan November 2014 menaikkan harga BBM bersubsidi dari Rp6.500 per liter menjadi Rp8.500 per liter untuk premium dan dari Rp5.500 per liter menjadi Rp7.500 per liter untuk solar. Subsidi BBM Defisit APBN Porsi subsidi terhadap APBN 256 211 150 209 246 202 130 84 10% 14% 12 % 13 % 2011 2012 2013 2014* Catatan: Satuan dalam triliun rupiah *Angka sementara Sumber: Marwan Batubara (IRESS), 2014, diolah kembali. Gambar 16 Belanja Subsidi BBM dan Defisit APBN, 2011-2014 Selain terimbas subsidi BBM yang besar, keuangan negara juga terpuruk akibat defisit neraca perdagangan yang didominasi oleh defisit neraca perdagangan migas. Menurut Bank Indonesia (BI), nilai impor minyak meningkat dari US$34,2 miliar pada 2011 menjadi US$43,3 miliar pada 2013, dengan defisit perdagangan migas sebesar US$0,7 miliar pada 2011 menjadi US$9,7 miliar pada 2013 (Gambar 17). Pada kurs USD 1 = Rp11.500 dan impor minyak dan BBM saat ini sekitar 800 ribu barel per hari (bph), Indonesia harus mengeluarkan devisa sekitar Rp1,4 triliun per hari. Manajemen Energi Secara Makro: BYAR PET, MAFIA, DAN KELANGKAAN MINYAK 103 Menurut Marwan Batubara, memburuknya neraca migas, adanya rencana pengurangan stimulus AS, serta menurunnya aktivitas perekonomian dan harga komoditas dunia menimbulkan triple deficit, yaitu defisit perdagangan, defisit neraca pembayaran, dan defisit APBN. Dampak lanjutannya adalah turunnya kurs rupiah dan meningkatnya inflasi. Akibatnya, kualitas kehidupan ekonomi rakyat semakin menurun dan kemiskinan bertambah. Impor minyak, USD miliar Defisit perdagangan migas, USD miliar 43,3 38,3 34,2 9,7 5,2 0,7 2011 2012 2013 Sumber: Marwan Batubara (IRESS), 2014, diolah kembali. Gambar 17 Defisit Perdagangan Migas, 2011-2013 Selain memberatkan anggaran negara, membengkaknya subsidi energi juga akan meningkatkan risiko BBM impor yang semakin besar, yang tak hanya berasal dari fluktuasi harga minyak, tetapi juga dari fluktuasi nilai tukar rupiah. Bensin premium memberikan kontribusi dominan dalam keseluruhan subsidi BBM. Besaran subsidi BBM dalam APBN termasuk subsidi listrik, yang juga sangat erat terkait dengan penggunaan BBM dalam pembangkit 104 KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN listrik, telah mencapai nilai yang sangat besar. Secara total, subsidi energi (BBM dan listrik) mencapai nilai Rp300 triliun pada 2013 (Gambar 18). Nilai ini berpotensi terus meningkat bila tidak disertai dengan perubahan dalam mekanisme harga BBM bersubsidi dan skema perhitungan subsidi listrik PLN, sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 111/PMK.02/2007. 400 350 Triliun Rupiah 300 250 200 150 100 50 0 Total (subsidi energi) Subsidi Listrik Subsidi BBM/LPG 2011 261,35 93,18 168,17 2012 312,09 100,19 211,90 2013 299,59 89,59 210,00 Sumber: Kementerian ESDM (2014) Gambar 18 Besaran Nilai Subsidi Energi, 2011-2013 Subsidi yang diberikan pemerintah terhadap harga energi mendorong orang untuk mengkonsumsi lebih dari yang dibutuhkan. Selama komoditas yang disubsidi tak dibatasi target dan volumenya, maka disparitas harga akan terus terjadi. Akhirnya, kuota dan anggaran subsidi pun akan terus terlampaui. Sistem subsidi tersebut juga tidak tepat sasaran karena sebagian besar (70 persen) dinikmati oleh golongan ekonomi menengah ke atas. Semakin besar selisih antara harga keekonomian Manajemen Energi Secara Makro: BYAR PET, MAFIA, DAN KELANGKAAN MINYAK 105 dan harga eceran, maka semakin besar pula insentif untuk mengkonsumsi BBM bersubsidi. Kondisi ini mengakibatkan target penurunan porsi minyak dalam bauran energi nasional tak sesuai dengan yang diharapkan karena tidak ada insentif ekonomi bagi konsumen untuk mengurangi penggunaan BBM. Penurunan porsi minyak dalam bauran energi pada 2025, kemungkinan besar tak bisa tercapai bila pemerintah belum memiliki keberanian menaikkan harga eceran BBM secara bertahap. Lambannya penyesuaian harga BBM ke tingkat keekonomian juga menimbulkan dampak negatif terhadap upaya diversifikasi energi. Pelaku usaha tidak memiliki rasionalitas dan motif ekonomi dalam mendukung diversifikasi energi nasional bila harga BBM masih didistorsi oleh pemerintah. Tingkat pengembalian dalam pengembangan biodiesel dan biopremium menjadi tidak begitu menarik ketika harga minyak premium dan minyak solar terlalu rendah, sehingga tak menciptakan tingkat kompetisi yang sama antara bioenergi dan BBM. Selain itu, disparitas harga yang terlalu besar antara BBM bersubsidi dan harga keekonomiannya juga akan menciptakan kerawanan penyimpangan, seperti penyelundupan dan penyalahgunaan BBM bersubsidi. Kondisi ini banyak terjadi di daerah-daerah yang memiliki banyak aktivitas pertambangan, seperti di Kalimantan Selatan dan Kalimantan Timur. Selain penyesuaian harga BBM, ada upaya lain yang dapat dilakukan untuk mengurangi subsidi BBM, yaitu dengan 106 KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN melakukan pengurangan (pembatasan) konsumsi BBM, melalui program diversifikasi, konservasi, dan efisiensi penyediaan. b. Mafia Migas Mafia migas adalah pemburu rente yang melakukan suatu kegiatan yang berkaitan dengan usaha migas secara legal dan merugikan negara secara masif, antara lain, turunnya produksi migas sejak 2001, inefisiensi dalam tata kelola, dan lemahnya ketahanan energi nasional akibat dari terus meningkatknya impor minyak. Praktik ini terjadi karena para aktor mafia migas memiliki kedekatan dan dapat mempengaruhi para pejabat tinggi pengambil keputusan. Untuk mengurai praktik mafia migas tidak mudah karena tidak ada peraturan yang dilanggar. Untuk membuktikannya tidak dapat hanya dengan melakukan audit kepatuhan (compliance audit), tetapi juga dengan menerapkan audit strategik (strategic audit) dengan kriteria sasaran ketahanan energi, yaitu penyediaan energi secara berkelanjutan dengan harga yang terjangkau. Pada zaman sekarang, perburuan rente juga terjadi dalam lembaga demokratis. Insentif perburuan rente akan timbul ketika keputusan orang lain mempengaruhi hasil individu, atau lebih luas, ketika sumber daya dapat digunakan untuk mempengaruhi hasil distribusi/pembagiannya (Roger D. Congleton, Arye L. Hillman, and Kai A. Konrad). Sebagai contoh, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Migas membolehkan ada perusahaan selain Pertamina menjual Manajemen Energi Secara Makro: BYAR PET, MAFIA, DAN KELANGKAAN MINYAK 107 BBM kepada konsumen ritel. Meski bisa menguntungkan bila dilihat dari sisi persaingan bebas, konsekuensinya perusahaan asing boleh mendirikan Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU). Saat ini, banyak perusahaan asing yang telah mengantongi izin mendirikan SPBU merek asing di Indonesia. Mereka masing-masing memiliki hak mendirikan 20.000 SPBU. Artinya, apabila subsidi BBM premium dicabut, akan ada ratusan ribu SPBU merek asing siap berdiri di Indonesia. Mereka mengantisipasi migrasi besar-besaran konsumsi BBM premium ke BBM kelas pertamax. Menurut teori perilaku pemburu-rente (rent-seeking behavior theory) yang diperkenalkan oleh Gordon Tullock, Anne Krueger, dan Richard Posner (1960-1970), dalam ekonomi berorientasi pasar, pembatasan-pembatasan termasuk larangan dapat menimbulkan rente dengan berbagai bentuk, dan orang sering bersaing untuk mendapatkan rente-rente tersebut. Kadang persaingan untuk mendapatkan rente sangat legal. Namun, kadang juga terjadi dalam bentuk tindakan pidana, seperti penyuapan, korupsi, penyelundupan dan pasar gelap (Anne O. Krueger). Kehadiran mafia migas sudah diakui keberadaannya oleh pemerintah saat ini. Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini M. Soemarno mengakui praktikpraktik mafia migas itu ada. "Mereka beroperasi lewat beragam regulasi (tata kelola) resmi yang ada. Praktik tersebut bisa terwujud lantaran ada banyak pihak yang terlibat". Hal senada juga diakui oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (SEDM) Sudirman Said. Menurut Sudirman, 108 KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN mafia migas itu mencari keuntungan dari pengelolaan sektor migas yang tidak transparan. Contohnya, salah satu sistem yang diciptakan mafia soal cara PLN membeli gas dari pihak ketiga untuk keperluan pembangkit listrik. Padahal, gas tersebut diproduksi Pertamina. “Kenapa PLN tidak membeli saja langsung ke Pertamina? Itu ulah mafia. Kenapa kilang minyak negara tidak segera dibangun? Itu karena kita dalam cengkeraman pengimpor minyak,” kata Sudirman seperti dikutip Kompas. Permainan para mafia migas ini diduga juga membuat kebijakan-kebijakan untuk meningkatkan produksi EBT serta pembangunan pembangkit listrik tenaga nuklir terhambat. Mafia migas ini bisa dilawan bila pemerintah membangun sistem tata kelola yang transparan. Cara ini dinilai ampuh untuk menghentikan praktik mafia atau setidaknya meminimalkan ruang gerak mafia. Cara lain adalah dengan membangun kilang sesegera mungkin. Selama ini, pembangunan kilang di dalam negeri tertunda-tunda. Akibatnya, Indonesia selalu tergantung pada para pemain besar impor minyak karena Indonesia tak punya stok minyak untuk jangka lama. Karena tak punya kilang yang memadai, saat ini Indonesia hanya punya cadangan bahan bakar berbasis minyak untuk 18-23 hari. Padahal 10 tahun lalu, Indonesia bisa punya simpanan untuk 30 hari. Saat ini, Indonesia sudah tak mempunyai cadangan untuk pemakaian dalam kondisi darurat (strategic reserve). Jika terjadi sesuatu di Selat Malaka atau di jalur impor minyak, itu akan membahayakan keamanan nasional. Sebagai perbandingan, Tiongkok Manajemen Energi Secara Makro: BYAR PET, MAFIA, DAN KELANGKAAN MINYAK 109 Saat ini, Indonesia hanya punya cadangan bahan bakar berbasis minyak untuk 18-23 hari. Jika terjadi sesuatu di Selat Malaka atau di jalur impor minyak, itu akan membahayakan keamanan nasional. memiliki cadangan minyak menjadi 270 juta barel, cukup untuk dikonsumsi selama sekitar 50 hari. Sedangkan cadangan strategis minyak mentah AS kini tercatat 727 juta barel, cukup untuk sekitar 90 hari. Cadangan konsumsi minyak yang hanya 18-23 hari ini juga membuat Indonesia sering menjadi objek empuk dari pasar minyak impor. Posisi Indonesia yang lemah ini sering dijadikan bahan bulanbulanan pasar minyak impor. Seringkali Indonesia harus membeli BBM saat harga sedang tinggi. Tantangan besar lain di sektor hulu migas adalah me­mang­ kas ratusan perizinan dan memprosesnya menjadi lebih cepat. Sejauh ini, tercatat ada 271 perizinan yang harus diurus investor di sektor hulu migas, mulai dari institusi yang ada di pusat sampai yang ada di daerah. Selama ini, panjangnya birokrasi juga menjadi celah permainan mafia migas. Akibatnya, biaya produksi untuk produk minyak Indonesia rata-rata lebih tinggi empat persen dari harga mean of plats Singapore (MOPS)—harga acuan minyak yang dirujuk Indonesia. Sejumlah aturan memang memiliki celah untuk dimainkan oleh mafia migas karena tak disertai dengan aturan teknis yang ketat dan transparan. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Migas, adalah contohnya. Di beleid itu disebutkan bahwa perusahaan daerah berhak mendapat 110 KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN bagian kontrak 10 persen dari total pengelolaan migas. Pola yang disebut participating interest atau hak berpartisipasi ini bertujuan baik, yakni agar daerah ikut menikmati bonanza minyak yang bersumber dari wilayahnya. Hak kontrak inilah yang dimainkan oleh para penguasa di daerah. Banyak Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) yang tak kompeten melaksanakan bisnis ini akhirnya memanfaatkan hak partisipasi itu untuk menjalankan praktik percaloan sektor migas. Permainan minyak yang tak kalah menyedihkan adalah penyelundupan minyak ke luar negeri yang melibatkan para pemain kelas besar. Dulu, penyelundupan hanya dilakukan oleh pemain kelas teri. Minyak mentah yang dicuri dan diselundupkan umumnya berasal dari pengolahan minyak tradisional dengan peralatan yang sangat sederhana dari sumur-sumur minyak tak terpakai. Namun, kini praktik penyelundupan itu juga dilakukan para pemain besar. Sebagian minyak itu diselundupkan ke tanker-tanker asing. Minyak mentah hasil pencurian tersebut juga dijual ke luar negeri dengan terlebih dahulu ditampung di kilang-kilang yang dimiliki pihak-pihak tertentu. c. Infrastruktur Energi 1) Minimnya pembangunan infrastruktur energi Keterlambatan program Percepatan Pembangunan Pembangkit Listrik Tahap I (fast track program phase I atau FTP-I) 10.000 MW mengakibatkan target pengoperasian pembangkit listrik pada 2011 menjadi terhambat. Manajemen Energi Secara Makro: BYAR PET, MAFIA, DAN KELANGKAAN MINYAK 111 Menurut Djarot S. Wisnubroto, keterlambatan pembangunan infrastruktur energi juga disebabkan oleh lemahnya keberpihakan pemerintah terhadap produk teknologi dalam negeri akibat dari rendahnya penguasaan teknologi energi. Rendahnya penguasaan teknologi energi menyebabkan keterbatasan kemampuan industri energi nasional, sehingga biaya investasi infrastruktur energi menjadi lebih mahal. Oleh karena itu, lembaga penelitian perlu didukung dengan sarana dan prasarana, SDM, dan pendanaan yang mampu mendorong munculnya ide-ide kreatif atas pengembangan energi nasional. Selain itu, hasil-hasil penelitian dan pengembangan (litbang) energi nasional perlu juga diintegrasikan dan disinkronkan agar link and match antara kegiatan litbang dan sektor industri berjalan dengan baik. Keterbatasan anggaran infrastruktur energi nasional mengakibatkan anggaran pengelolaan energi juga terbatas, sehingga terjadi pelambatan penemuan sumber daya energi, dan pengembangan EBT. Keterbatasan anggaran ini juga menyebabkan cadangan strategis energi nasional semakin terbatas di tengah meningkatnya kebutuhan energi nasional. Karena itu, seyogiyanya anggaran subsidi energi dibatasi dan dialihkan untuk pembangunan infrastruktur energi nasional. Pada dasarnya, investasi pembangunan infrastruktur energi nasional terhadap pendapatan nasional atau produk domestik bruto (PDB) cenderung menurun (Gambar 19). 112 KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN Persentase PDB 8 6 4 2 0 1994-1997 1998-2002 2003-2006 2007-2009 Sumber: Djarot S. Wisnubroto (Batan, 2014) Gambar 19 Pangsa Investasi Pembangunan Infrastruktur Energi Nasional terhadap PDB Di sisi lain, tingginya investasi pada sektor energi dan rendahnya minat investor menyebabkan infrastruktur di berbagai sektor energi masih sangat terbatas. Penyediaan dan pendistribusian energi pun menjadi terhambat. Kondisi ini membuat pasar dalam negeri menjadi kurang menarik untuk kegiatan investasi, sehingga pertumbuhan ekonomi di berbagai daerah tersendat. Ke depan, prioritas pembangunan infrastruktur perlu lebih diarahkan untuk memenuhi kebutuhan energi di dalam negeri, khususnya di wilayah luar Jawa-Bali dan Indonesia Bagian Timur. Keterbatasan infrastruktur juga mengakibatkan terjadinya ketidakmerataan aksesbilitas energi antara wilayah perkotaan dan pedesaan. Di samping itu, keterbatasan infrastruktur juga dapat mengakibatkan gangguan distribusi energi, rendahnya aksesibilitas energi, Manajemen Energi Secara Makro: BYAR PET, MAFIA, DAN KELANGKAAN MINYAK 113 dan keandalan mutu, sehingga terjadi krisis listrik dan mahalnya harga energi pada daerah tertentu. 2) Kilang Minyak Sampai saat ini, pembangunan kapasitas kilang minyak dan infrastruktur gas juga sangat terbatas. Kapasitas kilang minyak pada 2010 belum mengalami perubahan bila dibandingkan dengan total kapasitas kilang minyak pada 2009, yaitu sebesar 1,157 MMBCD. Sementara itu, keterlambatan pembangunan infrastruktur gas mengakibatkan kebutuhan gas alam nasional tidak dapat dilayani secara keseluruhan, dan selanjutnya sebagian besar produksi gas alam nasional tersebut diekspor Kilang minyak Pertamina semuanya telah berumur ratarata di atas 30 tahun. Berdasarkan teknologi yang dipakai, kilang minyak Pertamina yang dibangun sebelum 1970 berkategori low processing yang dirancang untuk mengolah minyak ringan. Setelah 1970, Pertamina baru membangun teknologi high processing untuk mengolah minyak berat, baik yang berasal dari sumur dalam negeri maupun Timur Tengah. Saat ini, kilang minyak mempunyai nilai yang sangat strategis, karena: a) Total kapasitas produksi kilang minyak bumi milik Pertamina dan swasta hanya mencukupi sekitar 50 persen kebutuhan BBM dalam negeri. b) Konsumsi BBM di dalam negeri terus meningkat, sementara kapasitas produksi kilang tidak bertambah, 114 KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN malah semakin menurun karena usia, sehingga ke depan ketergantungan impor BBM (sebagian besar dari Singapura) semakin besar. Dengan kondisi seperti itu, kualitas kilang di Indonesia bisa disebut mengalami penuaan akut, tidak efisien, dan kompleksitasnya rendah. Walaupun begitu, sampai saat ini masih belum ada penambahan kapasitas kilang minyak baru. Rencana pembangunan kilang sebetulnya sudah dibuat jauh hari. Pada Desember 2005, Pertamina sudah menandatangani kesepakatan pembangunan kilang minyak di Tuban bersama dengan Sinopec dengan kapasitas 200.000 bph. Pada 2006, PT Intanjaya Agromegah Abadi, didukung oleh pendanaan Arab Saudi dan Inter Global Tech, merencanakan membangun kilang di Pare-Pare dengan kapasitas 300.000 bph. Pada 2009, Pertamina bekerja sama dengan NIORDC dari Iran dan Petrofield dari Malaysia akan membangun kilang Bojonegoro. Namun sampai saat ini, rencana tersebut tidak terwujud. Sepertinya ada “kekuatan” yang dapat menggagalkan rencana pembangunan kilang tersebut. Saat ini, pembangunan kilang baru sudah sangat mendesak. Keberadaan kilang baru dapat menjamin ketahanan energi nasional dalam jangka panjang karena dapat meniadakan ketergantungan pada BBM impor. Belajar dari perjalanan upaya pembangunan kilang baru selama ini, Pertamina semestinya tak mengandalkan investor asing. Pemerintah seyogiyanya justru membiayai sendiri. Suatu kajian yang baru dilakukan menunjukkan bahwa pembangunan kilang masih sangat layak bila pemerintah memanfaatkan pendanaan Manajemen Energi Secara Makro: BYAR PET, MAFIA, DAN KELANGKAAN MINYAK 115 melalui obligasi ataupun sukuk valas, yang imbalnya hanya sekitar 4-6 persen. Artinya, masih lebih rendah dari keekonomian kilang tersebut yang masih di sekitar 7-8 persen. Kajian benefit cost ratio (BCR) juga menunjukkan bahwa keuntungan dan manfaat tidak langsung yang diterima pemerintah jauh lebih besar dibanding investasi yang ditanamkan. Kini Indonesia kembali merencanakan pembangunan dua kilang minyak baru dengan kapasitas masing-masing 300.000 bph, yaitu Kilang Balongan Baru Indramayu yang ditargetkan beroperasi pada 2017 dan Kilang Tuban yang ditargetkan beroperasi pada 2018. Selain dua kilang tersebut, pemerintah juga berencana membangun kilang sendiri dengan menggunakan dana APBN dengan kapasitas 300 MBCD, yang pembangunannya dimulai pada 2012 dan diharapkan dapat beroperasi pada 2019. d. Krisis Listrik Saat ini, beberapa daerah di luar Jawa sudah mengalami krisis listrik. Dua tahun ke depan, Indonesia akan mengalami krisis listrik bila tidak ada terobosan dalam pembangunan pembangkit listrik. Ancaman krisis listrik tidak saja terjadi di Jawa, tapi juga di seluruh Indonesia. Ancaman ini ditandai dengan adanya perbedaan yang sangat jauh antara pertumbuhan kebutuhan listrik dan pembangunan pembangkit listrik. Menurut Menteri ESDM, setiap pertumbuhan ekonomi sebesar 1 persen diperlukan peningkatan pasokan listrik sebesar 1,5 persen. 116 KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN Hal ini belum termasuk perhitungan pertambahan penduduk yang mencapai 1,5 persen per tahun. Akibatnya, ada kesenjangan antara kebutuhan dan ketersediaan. Tambahan kebutuhan listrik sebesar 5.000 MW per tahun, namun yang bisa dipenuhi sekitar 4.000 MW per tahun. Artinya, ada defisit listrik 1.000 MW per tahun. Krisis listrik di sejumlah daerah di Indonesia terjadi lantaran proyek tersebut diserahkan kepada pihak yang tidak kredibel. Saat ini ada sekitar 30 kontraktor yang tidak kredibel mengerjakan proyek pembangkit. Kendala paling utama adalah permasalahan lahan. Contohnya, pembangunan transmisi listrik dari Pangkalan Susu ke Binjai di Sumatera Utara dan pembangunan PLTU Batang di Jawa Tengah terhambat karena masalah lahan. Hambatan lain adalah masalah perizinan dan regulasi yang tidak mendukung investasi pembangkit listrik. Berikutnya adalah soal keterbatasan dana PLN dalam pembangunan pembangkit listrik dan kapasitas kontraktor serta kemampuan keuangan dari penerimaan Independent Power Producer (IPP). Krisis listrik di sejumlah daerah di Indonesia terjadi lantaran proyek tersebut diserahkan kepada pihak yang tidak kredibel. Saat ini, ada sekitar 30 kontraktor yang tidak kredibel mengerjakan proyek pembangkit. Akibatnya, program percepatan pembangunan 10.000 megawatt jadi terlambat secara teknis. Manajemen Energi Secara Makro: BYAR PET, MAFIA, DAN KELANGKAAN MINYAK 117 Kondisi itu membuat kelistrikan Indonesia saat ini kian menyedihkan. Di samping rasio elektrifikasi yang masih kecil, kapasitas infrastruktur kelistrikan Indonesia juga sangat jauh tertinggal. Gesekan sosial sudah banyak terjadi karena kondisi listrik PLN yang mati-hidup. Bila hal ini tidak segera dibenahi, Indonesia tidak akan bisa bersaing dengan negara tetangga. Keterbatasan pasokan listrik jelas akan berdampak pada tidak berkembangnya industri di dalam negeri. e. Iklim Investasi Sektor Energi Tidak Kondusif Iklim investasi di sektor energi saat ini tidak kondusif karena berbagai faktor, mulai dari tidak adanya kepastian hukum (kurang menghormati kontrak), berbelit-belit dan panjangnya birokrasi, tumpang tindihnya peraturan, tidak rasionalnya beban pajak, tidak menariknya insentif fiskal, adanya persoalan lahan, hingga lambatnya pengambilan keputusan. Di samping itu, pengembangan sumber daya energi juga terkendala oleh keterbatasan finansial dan kemampuan teknologi. Cadangan dan produksi migas menjadi turun karena kegiatan eksplorasi dan eksploitasi migas tak menarik bagi investor. f. Inefisiensi Tata Kelola Energi 1) Inefisiensi terjadi karena lambannya pengambilan keputusan strategis akibat panjangnya mata rantai proses perizinan. Muncul pula kekhawatiran terjadinya kriminalisasi para pengambil keputusan dan pelaksana perizinan migas, adanya konflik kepentingan para 118 KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN pengelola migas, dan antarlembaga. tidak adanya koordinasi 2) Inefisiensi juga bisa terjadi karena lemahnya kemampuan BUMN energi dalam merespon permasalahan, serta tidak adanya keseriusan pemerintah dalam mengawasi kinerja BUMN energi. 3) Banyaknya instansi yang terlibat dalam menangani BUMN energi juga memperburuk tata kelola energi. Akibat dibebani tugas yang tidak terkait dengan misi korporasi (mengurusi BBM dan gas bersubsidi), Pertamina sulit mengembangkan diri. g. Inkonsistensi Program Diversifikasi dan Konversi Energi Kebijakan konversi biasanya tercetus bila harga minyak dunia naik tinggi, dan pemerintah mulai “panik” karena beban subsidi minyak membengkak. Pada 2006, saat harga minyak mentah mencapai titik tertinggi di atas US$ 100 per barel, pemerintah menggulirkan kebijakan produksi dan pemanfaatan briket batubara, termasuk pembuatan kompor briket batubara. Bahkan, sejumlah usaha kecil-menengah (UKM) dilibatkan dalam proyek briket tersebut. Salah satu lembaga Litbang Kementerian ESDM di Bandung telah berhasil melakukan uji coba komersialisasi briket batubara (biobriket dengan molases sebagai binding) untuk konsumsi industri kecil rumah tangga dan peternakan ayam. Namun, program konversi ini tak berjalan seperti yang Manajemen Energi Secara Makro: BYAR PET, MAFIA, DAN KELANGKAAN MINYAK 119 diharapkan karena harga jual tidak dapat bersaing dengan harga BBM yang disubsidi. Pada 1980-an, pemerintah pernah menggelar secara intensif dan ekstensif program bahan bakar gasohol yang merupakan bahan bakar campuran antara bensin dan 10 persen etanol. Bahan bakar ini telah tuntas dikaji dan diuji bersama-sama dengan produsen kendaraan bermotor. Lembaga penelitian dan pilot plant pembuatan etanol, khususnya dari pati singkong di Lampung, juga telah selesai dan beroperasi. Namun program ini juga tidak berkembang, lagi-lagi karena rendahnya harga BBM saat itu. Program gasohol pun akhirnya berhenti. Pada 1987, pilot project pemakaian gas alam (compressed natural gas, CNG), populer dengan sebutan bahan bakar gas (BBG), sebagai substitusi BBM untuk kendaraan bermotor diluncurkan. Gubernur DKI Jakarta pada waktu itu menetapkan konversi mesin 300 unit taksi, 40 unit minibus, dan 40 unit bus. Pertamina menunjuk 16 buah SPBU di Jakarta Bogor, Tangerang, Bekasi ( Jabotabek) untuk mendistribusikan CNG. Perusahaan produsen bus, khusus untuk bus kota, diharuskan mengembangkan bus dengan menggunakan mesin yang memakai CNG. Namun, program konversi BBM ke BBG kembali tidak jelas. Pada 1995, Menteri Pertambangan dan Energi mengizinkan pemanfaatan LPG. Ditambah dengan desakan produsen mobil yang memakai mesin solar, Gubernur DKI kemudian mengizinkan taksi memakai mesin solar. 120 KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN Setelah sekian tahun, perkembangan CNG akhirnya berjalan di tempat dan terancam berhenti. Dalam Rancangan Anggaran Pembangunan Negara (R-APBN) 2015, anggaran biaya untuk program berkelanjutan konversi BBM ke BBG tidak disediakan. Akibatnya, program pengadaan dan pemasangan konverter kit pada 2015 ditunda. Selain itu, kondisi di lapangan juga sering dijumpai berbagai kendala. Jumlah kendaraan pemakai CNG telah berkurang dari 6.633 unit pada 2000 menjadi 2.500 unit pada 2002. Jumlah Stasiun Pengisian Bahan Bakar Gas (SPBG) saat ini juga tinggal 19 buah, turun dari 28 buah. Stasiun gas ini beroperasi dengan kapasitas 403.020 liter setara premium (LSP) per hari dan tersebar di Jakarta, Cirebon, Cikampek, Surabaya, Medan, dan Palembang. Di Jakarta, saat ini terdapat lima SPBG yang beroperasi efektif, namun untuk sementara ini baru dapat melayani bus Transjakarta dan bajaj BBG. Program ini juga tidak berjalan efektif karena kendala pasokan gas (jaringan pipa gas yang terbatas) dan biaya pembangunan SPBG yang sangat mahal. Lalu, mencuat soal harga converter kit yang mahal dan terbatasnya bengkel pemasang converter kit. Saat ini hanya ada dua dari 14 bengkel umum, yang sudah disertifikasi Kementerian Perhubungan, yang aktif memasang converter kit. Dari sisi ekonomi, bila program konversi ini dilakukan secara konsisten sebenarnya mampu mengurangi konsumsi minyak. Pengalaman telah membuktikan, konversi gas Manajemen Energi Secara Makro: BYAR PET, MAFIA, DAN KELANGKAAN MINYAK 121 (LPG) sebagai pengganti minyak tanah di sektor rumah tinggal telah mampu menghemat anggaran hingga Rp30 triliun per tahun. Namun, keberhasilan ini tidak memacu pemerintah untuk melaksanakan program yang sama di sektor transportasi secara konsisten dan berkesinambungan. Seandainya konsisten sejak dulu dan diberlakukan luas di seluruh Indonesia, mungkin krisis BBM, termasuk pula polusi udara di kota-kota besar bisa diatasi dengan lebih baik. Kebijakan energi nasional juga tidak selalu didera kepanikan lantaran fluktuasi harga minyak dunia yang memang di luar kendali pemerintah. Satu hal lagi yang perlu diingat bahwa peningkatan ilmu pengetahuan dan teknologi tidak dicapai secara tiba-tiba, tetapi merupakan hasil kumulatif dari kegiatan-kegiatan sebelumnya. Sehingga bila perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi terhambat seperti dialami saat ini, pemerintah tidak harus memulainya dari nol lagi. h. Energi Fosil Sebagai Komoditas Indonesia masih menempatkan energi fosil sebagai bagian penting dalam penerimaan negara, yang target penerimaannya terus mengalami peningkatan dari waktu ke waktu. Kondisi ini menyebabkan pemerintah harus terus menaikkan target produksi untuk memenuhi ekspor dan mengabaikan kewajiban membangun nilai tambah di dalam negeri. Pada 2013, Indonesia menjadi salah satu negara pengekspor batubara terbesar dunia dengan porsi sebesar 80 persen dari total produksi nasional sebesar 431 juta ton, sedangkan 20 persen digunakan di dalam negeri (Gambar 20). 122 KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN China USA India Russia South Africa Indonesia Australia No Export Tax Production Exports Sumber: Wood Mackenzie Coal Supply Service, ANZ Gambar 20 Perbandingan Produksi dan Ekspor Batubara Hal yang sama terjadi pada gas alam. Indonesia juga merupakan salah satu negara pengekspor gas alam terbesar atau sekitar 42 persen dari total produksi nasional yang sebesar 3,4 juta Million British Thermal Unit (MMBTU) pada 2013, dan mengalokasikan sebesar 58 persen untuk konsumsi di dalam negeri (Gambar 21). Sumber daya alam melimpah tidak selalu identik dengan tingkat kemakmuran suatu negara. Kondisi ini dapat dilihat dari perjalanan Indonesia dalam dua dekade terakhir. Walaupun memiliki SDA, dapat dikatakan bahwa Indonesia tidak cukup berhasil bila dibandingkan dengan beberapa negara berkembang lainnya di kawasan Asia yang justru miskin SDA. Teori “the resource curse” (kutukan SDA) menjelaskan bahwa pemerintah suatu negara yang kaya SDA biasanya akan mengabaikan sektor-sektor ekonomi lainnya karena lebih mengandalkan kekayaan SDA untuk mendapatkan devisa. Manajemen Energi Secara Makro: BYAR PET, MAFIA, DAN KELANGKAAN MINYAK 123 41,84 % of natural gas produced is exported lack of gas in domestic China India Russia Qatar Norway Canada Indonesia US Production Export Sumber: BP Statistical Review (2013) dan DEN (2014) Gambar 21 Perbandingan Produksi dan Ekspor Gas Alam Sebenarnya, kekayaan alam dapat lebih menggerakkan pertumbuhan ekonomi bila dimanfaatkan untuk mendukung sektor industri, pertanian, perikanan, pariwisata, dan lainnya. Harga produk industri akan menjadi lebih kompetitif di pasar dunia karena input energi yang murah dan berlimpah. Tidak seperti yang dialami pabrik pupuk ASEAN di Aceh, yang menghasilkan produk nilai tambah tinggi, tetapi harus ditutup karena kekurangan pasokan gas alam sebagai bahan baku. i. Nuklir Untuk meningkatkan ketahanan energi guna mendukung proses pembangunan nasional menuju negara maju, maka pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) jangan lagi diperdebatkan. Akibat perdebatan yang berkepanjangan terkait dengan pemanfaatan nuklir untuk 124 KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN pembangkit listrik yang terjadi selama 47 tahun, Indonesia telah kehilangan kesempatan membangun sektor industri yang kuat bersama-sama Jepang dan Korea Selatan. Perkembangan teknologi pembangkit nuklir dan kemampuan mengelola dan mengoperasikannya terus dikembangkan di dalam negeri untuk meningkatkan keamanan berdasarkan lesson learn masa lalu. Sebagaimana kita ketahui bahwa Indonesia telah membangun kemampuan penguasaan teknologi nuklir sejak 1949. Presiden Soekarno menugaskan G.A. Siwabessy, putra Indonesia asal Maluku, untuk mendalami teknologi nuklir di beberapa negara. Pada 1962, Presiden Soekarno meresmikan berdirinya Batan yang langsung berada di bawah kendali Presiden. Pertimbangan yang dikemukakan adalah badan ini memiliki posisi strategis dalam pembangunan nasional dan di dunia internasional. Pembangunan kemampuan di bidang teknologi nuklir terus berlanjut di era Presiden Soeharto. Pemerintah membangun reaktor nuklir dan melakukan banyak penelitian penting lainnya di bidang teknologi muklir. Pada 1987, Presiden Soeharto meresmikan reaktor nuklir dengan kapasitas 30 megawatt di Serpong, Tangerang, Jawa Barat dan ini merupakan yang terbesar di Asia Tenggara saat ini. Namun, sebagian kelompok antinuklir menyatakan bahwa ketiadaan uranium di Indonesia akan menyebabkan besarnya ketergantungan Indonesia terhadap negara lain. Sebenarnya, Indonesia telah lama diketahui memiliki potensi mineral yang mengandung unsur radioaktif, yaitu: Manajemen Energi Secara Makro: BYAR PET, MAFIA, DAN KELANGKAAN MINYAK 125 1) Uranium, berlokasi di Kalan dan Kawat (Kalimantan) dengan total potensi sebesar 34.863 ton U3O8, yang setelah diperkaya akan diperoleh sumber daya sebesar 3.000 MW atau setara dengan PLTN dengan kapasitas terpasang 30 MW (Bab V, Tabel 13 – Sumber Daya Energi Terbarukan). 2) Monazit, sebagai sumber bahan baku nuklir be­ rupa thorium, yang terdapat di Pulau Bangka dan Belitung dan perairan sekitarnya. Monazit ini sejak dulu merupakan produk sampingan dari produksi bijih timah. Di daerah Bangka Selatan, potensi monazit diketahui sebesar 5.487 ton. Saat ini, secara teknologi PLTN sudah terbukti aman bila beroperasi dalam kondisi normal. Artinya, kecelakaan yang terjadi justru di luar ketangguhan teknologi nuklir itu sendiri. Sebagai contoh adalah kasus PLTN Fukushima Daiichi di Jepang yang bocor akibat gempa bumi besar yang disertai tsunami. Menurut Djarot S. Wisnubroto, pada prinsipnya setiap pembangunan reaktor nuklir (PLTN) wajib mempertimbangkan keselamatan pekerja, masyarakat, dan lingkungan melalui peningkatan standar keselamatan dan keamanan, sesuai dengan prinsip defense in depth. Zat radioaktif yang dihasilkan reaktor nuklir harus dijamin tidak terlepas ke lingkungan, baik selama operasi normal maupun pada insiden kecelakaan. Teknologi PLTN juga terus berevolusi secara signifikan, terutama dalam desain keamanannya, sehingga PLTN generasi berikutnya menjadi lebih andal, aman, ekonomis serta lebih 126 KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN mudah dioperasikan. Peningkatan keandalan dan keamanan, misalnya, terjadi pada sistem pendingin primer yang kini lebih sederhana, perbaikan pada mekanisme batang kendali, dan optimasi dari pendinginan inti dalam keadaan darurat. Peningkatan kemudahan operasi dan pemeliharaan diupayakan dengan cara perbaikan sistem instrumentasi dan pengendalian. Sedangkan penurunan biaya konstruksi dan operasi diharapkan dapat meningkatkan unjuk kerja secara ekonomis. Keuntungan PLTN lainnya adalah: 1) Kebutuhan listrik dengan mudah dapat dipenuhi karena PLTN dibuat untuk menghasilkan listrik sesuai dengan kebutuhan. Selain itu, pembangunan PLTN juga membutuhkan waktu sekitar 5 tahun, paling lama 10 tahun dan umur pakai dapat bertahan 30 tahun (umur ekonomis) hingga 80 tahun. 2) PLTN dengan kapasitas terpasang 1.000 MW memerlukan 10 ton uranium per tahun, sedangkan PLTU Batubara memerlukan 3 juta ton batubara atau Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD) memerlukan 2 juta kiloliter BBM per tahun. 3) Harga jual listrik murah karena biaya operasional PLTN sekitar 4-5 sen dolar per kWh. PLTN memang terkenal hemat bahan bakar dan penggantian bahan bakar tersebut dapat dilakukan setiap 6 bulan hingga 2 tahun sekali. Selain itu, PLN juga telah melakukan studi keekonomian dan perencanaan energi serta kelistrikan, yang hasilnya menunjukkan bahwa untuk Manajemen Energi Secara Makro: BYAR PET, MAFIA, DAN KELANGKAAN MINYAK 127 PLTN dengan daya 1.000 MW ongkos pembangkitan listrik pada kisaran US$ 6 sen per kWh, dan sudah mencakup biaya jaringan listrik. 4) Ongkos pembangkitan listrik nuklir di beberapa negara dari tahun ke tahun cenderung lebih rendah dari harga pokok penjualan listrik. Hal ini menunjukkan prospek yang menjanjikan bahwa PLTN berpotensi menjadi salah satu pemasok listrik di Indonesia. 5) PLTN sama sekali tidak mengeluarkan emisi gas karbon dioksida (CO2) yang berdampak terhadap global warming seperti pembangkit yang menggunakan batubara, BBM, atau gas. 6) PLTN hanya membutuhkan uranium dengan pengayaan sekitar 3-4 persen. Jadi, penyalahgunaan untuk keperluan di luar PLTN, misalnya untuk persenjataan, kecil kemungkinan, karena untuk itu diperlukan pengayaan uranium di atas 20 persen. Persoalan yang dihadapi dalam pembangunan PLTN saat ini adalah tingkat investasi yang dibutuhkan sangat mahal. Investasi yang diperlukan untuk membangun PLTN dengan kapasitas 1.000 MW sekitar US$ 4-6 miliar, atau 3-4 kali biaya investasi untuk PLTU Batubara. Selain itu, sebenarnya masih ada permasalahan serius yang harus ditangani segera, yaitu selama ini belum ada landasan hukum bagi eksploitasi bahan nuklir untuk tujuan komersial. Di dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, segala hal yang 128 KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN terkait dengan mineral radio aktif dikembalikan ke Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1997 tentang Ketenaganukliran. Sementara itu, di dalam Undang-Undang Ketenaganukliran, Batan hanya dibolehkan melakukan kegiatan non-komersial. Kalau ada terobosan peraturan tentang eksploitasi bahan nuklir, skeptisisme sebagian kalangan tentang keberadaan dan kuantitas uranium dan thorium di Indonesia bisa terjawab. Jajak pendapat terbaru yang dilakukan pada 2013 terhadap masyarakat tentang pembangunan PLTN di Indonesia yang dilakukan oleh konsultan mandiri menunjukkan bahwa secara nasional, 60,4 persen masyarakat setuju dengan pembangunan PLTN. Jajak pendapat terbaru yang dilakukan pada 2013 terhadap masyarakat tentang pembangunan PLTN di Indonesia oleh konsultan mandiri menunjukkan bahwa secara nasional, 60,4 persen masyarakat setuju dengan pembangunan PLTN. Hasil ini meningkat dibandingkan dengan jajak pendapat yang dilaksanakan pada tahun sebelumnya. Namun, yang jadi pertanyaan, kapan PLTN dibangun di Indonesia? Negara-negara kaya minyak di Timur Tengah saat ini sedang membangun fasilitas PLTN. Terlambat mengambil keputusan, Indonesia akan didahului oleh Vietnam dalam menuju negara maju karena negara ini akan membangun 8 PLTN hingga 2031. Manajemen Energi Secara Makro: BYAR PET, MAFIA, DAN KELANGKAAN MINYAK 129 j. Lingkungan dan Perubahan Iklim Dengan terus meningkatnya porsi batubara dalam bauran energi mendatang, pembangkit listrik yang digunakan saat ini merupakan penghasil emisi karbon (gas rumah kaca). Akibat kebutuhan listrik yang terus meningkat, emisi karbon di Indonesia yang berasal dari pembakaran bahan bakar fosil akan bertambah pula. Menurut para pakar iklim dunia, kadar CO2 di atmosfer sempat menyentuh level psikologis 400 parts per million (ppm) pada 7 Mei 2013. Fenomena perubahan iklim global itu dilanjutkan dengan peningkatan derajat keasaman laut serta peningkatan suhu Samudera Pasifik. Peningkatan kadar CO2 di atmosfer dalam kuantitas yang berlebihan ditengarai sebagai akibat dari penggunaan bahan bakar fosil dan konversi lahan, dan terdapat kecenderungan peningkatan emisi CO2 dari pembangkit listrik yang menggunakan bahan bakar fosil (Gambar 22 dan 23). Kontr ibusi Gas R umah K aca Kontr ibusi S ektor terhadap Emisi C O 2 D unia T erhadap Pemanasan Global (Data T ahun 2000) P FC & H FC 10%) Lainnya (1%) Industr y Semen (3%) Konversi Lahan (24%) N 2O (6 %) Batubara (25%) 4 C O 2 (64%) Minyak Bumi (33%) Gas Alam (15%) Sumber: Carbon Dioxide Information Analysis Center (CDIAC) Gambar 22 Peran Energi Fosil dan Konversi Lahan terhadap Pemanasan Global 130 KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN 140,00 Emisi CO2 (juta ton)/CO2 (million ton) 120,00 PLT Diesel/ Diesel PP 100,00 PLTGU/ CC Gas PP 80,00 PLT Gas/ Gas PP PLTU Biomassa/ Biomass Steam PP PLTU Gas/ Gas Steam PP 60,00 40,00 PLTU Minyak/ Oil Steam PP PLTU Batubara/ Coal Steam PP 20,00 0,00 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 Tahun/Year Sumber: Djarot S. Wisnubroto, BATAN Gambar 23 Tren Peningkatan Emisi CO2 Per Jenis Pembangkit Listrik Gas CO2 akan menahan panas yang disebut dengan efek rumah kaca (greenhouse effect), dan bersama dengan beberapa gas lain yag memiliki efek yang sama disebut dengan gas rumah kaca (GRK) atau greenhouse gases (GHG). Gas rumah kaca dalam jumlah yang lebih banyak menyebabkan planet bumi menjadi lebih panas. Berdasarkan evaluasi dari Inter-Governmental Panel for Climate Change (IPCC) pada 2007, sejak revolusi industri suhu atmosfer planet bumi telah meningkat 0,8 derajat Celcius dan bila tidak ada upaya pencegahan, akan terus meningkat sekitar 0,3-4,8 derajat Celcius, tergantung dari besaran emisi gas rumah kaca per tahun. Isu pemanasan global mulai mendapat perhatian yang serius pada pertengahan 1980, sejak World Meteorological Manajemen Energi Secara Makro: BYAR PET, MAFIA, DAN KELANGKAAN MINYAK 131 Organization (WMO) merilis hasil penelitian tentang penyebab perubahan iklim global. WMO bersama-sama dengan United Nation Environment Programme (UNEP) membentuk Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) pada 1988. Lembaga ini meminta Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) melakukan tindakan penanggulangan pemanasan global. PBB kemudian mengeluarkan resolusi tentang penanggulangan pemanasan global. Resolusi ini ditindaklanjuti dengan mengadakan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Bumi (Earth Summit) di Rio de Janeiro pada 1992. Setelah KTT Bumi, telah diadakan beberapa pertemuan internasional. Hasil terpenting dari KTT itu adalah Rapat Tahunan Conference Of the Party (COP) III di Kyoto pada 1997 yang mengeluarkan Protokol Kyoto. Isi kesepakatan ini adalah kewajiban bagi negara maju, disebut Annex I Countries, untuk mengurangi emisi GRK sebesar 5 persen. Karena diperkirakan banyak negara maju tidak akan bisa memenuhi target untuk mengurangi emisi di negaranya, muncul sistem perdagangan emisi (tradeable emission permit) yang memperbolehkan negara berkembang, termasuk dalam non-Annex I Countries, menjual emisi yang masih rendah kepada negara maju yang kelebihan emisi. Emisi GRK Indonesia dari sektor energi, berdasarkan dokumen Second National Communication (SNC), tercatat meningkat rata-rata 5,56 persen per tahun, yaitu dari 280,9 juta ton CO2 pada 2000 menjadi 369,8 juta ton CO2 pada 2005. Emisi CO2 di sektor energi menduduki peringkat 132 KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN kedua (20,4 persen) setelah konversi lahan (47,1persen). Indonesia, sejak 2008 merupakan negara dengan emisi CO2 terbesar ketiga di dunia setelah AS dan China. Deforestasi (penebangan hutan), kebakaran hutan, dan pengeringan lahan gambut menjadi penyebab utamanya. Melihat tren sektor energi dan kelistrikan saat ini, tingkat emisi karbon dari penggunaan bahan bakar fosil Indonesia akan meningkat tiga kali lipat pada 2030. Peningkatan ini sebagian besar diakibatkan oleh penggunaan bahan bakar fosil untuk pembangkit listrik. Walaupun demikian, kerusakan hutan dan konversi peruntukan lahan masih mendominasi emisi karbon di Indonesia. Perlu pula dicatat bahwa emisi gas rumah kaca industri per kapita Indonesia masih jauh dari negara-negara industri. Jadi, target penurunan gas rumah kaca Indonesia harus lebih ditujukan kepada pencegahan pembakaran hutan, gambut, dan penghijauan kembali. Di sektor energi, upaya untuk menurunkan emisi karbon ini terkait erat dengan pengembangan EBT serta implementasi kegiatan konservasi energi di seluruh sektor. Sasaran kebijakan energi nasional itu tertuang dalam Perpres No. 5 Tahun 2006 mengenai target energi pada 2025. k. Cadangan Migas Menurun dan Indonesia Menuju Krisis Migas Seiring dengan lesunya kegiatan eksplorasi lanjutan, penemuan sumber daya migas nasional yang baru maupun untuk meningkatkan cadangan, terbukti mengalami penurunan. Manajemen Energi Secara Makro: BYAR PET, MAFIA, DAN KELANGKAAN MINYAK 133 Kegiatan eksplorasi migas belum dilaksanakan secara optimal. Jumlah cadangan terbukti relatif kecil dibandingkan dengan cadangan potensial (Gambar 24 dan 25). Kondisi penurunan cadangan migas dalam 10 tahun terakhir juga dialami oleh hampir semua Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKS) migas, kecuali Pertamina. Miliar Barel 10 Cadangan Proven 4,40 8 3,99 3,98 4,31 4,41 Cadangan Protensial 4,47 3,70 3,53 3,69 3,67 3,86 6 4 4,73 4,30 4,19 4,37 3,99 3,75 4,30 4,23 4,04 3,74 3,37 2 0 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 Des 2013 Sumber: Kementerian ESDM (2013), diolah kembali Gambar 24 Perkembangan Cadangan Minyak Bumi Indonesia, 2004-2012 Saat ini, kebanyakan sumur-sumur minyak yang telah berproduksi merupakan sumur-sumur yang relatif sudah tua dengan cadangan yang terbatas. Ini berdampak pada meningkatnya biaya eksploitasi per barel (lifting cost per barrel) dan semakin menurunnya produksi minyak bumi Indonesia. 134 KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN TCF 48.7 48.2 48.4 48.9 108.4 104.7 103.8 98.2 52.3 93.9 2006 Cadangan Protensial 107.4 82.7 97.3 2005 59.0 87.7 94.8 2004 75.5 87.0 90.7 160 Cadangan Proven 57.6 200 2009 2010 2011 2012 Des2013 112.5 80 106.0 120 40 0 2003 2007 2008 Sumber: Kementerian ESDM (2013), diolah kembali Gambar 25 Perkembangan Gas Alam Indonesia, 2004-2012 Menurut Abdul Muin, pengamat energi, dari seluruh total cadangan minyak awal yang ditemukan selama ini (ultimate recoverable reserve, URR) sebesar 26 miliar barel, sebanyak 23 miliar barel minyak atau 88,5 persen dari URR sudah terkuras selama 60 tahun. Cadangan minyak terbukti yang saat ini tersisa di bawah permukaan hanya sebesar 3,7 miliar barel (11,5% dari URR), sehingga sangat mustahil untuk dapat memenuhi sepertiga kebutuhan domestik pada 2025. Sebagai negara produsen minyak, status kita saat ini hanyalah sebagai “pemulung”. Dari keseluruhan fluida yang diproduksi, sekitar 90 persennya adalah air. Minyak yang diproduksi saat ini mayoritas menggunakan teknologi tinggi (EOR, dan lain-lain) yang menelan biaya mahal. Ironisnya, Manajemen Energi Secara Makro: BYAR PET, MAFIA, DAN KELANGKAAN MINYAK 135 saat ini banyak pengamat yang tidak mau tahu atau tidak tahu sama sekali. Mereka terus mempertanyakan, “mengapa produksi minyak kita terus turun tapi cost recovery naik?”. Mereka ini hanyalah sekelompok kecil yang hanya mencari masalah, mempermasalahkan masalah, dan tidak akan pernah membantu negara keluar dari masalah. Sungguh aneh pola pikir penyelenggara negara selama ini. Sekitar 88,5 persen cadangan minyak yang sudah terkuras dan ekspor LNG selama ini dianggap seolah-olah tidak meninggalkan bekas. Abdul Muin mengatakan, seyogianya hasil penerimaan negara dari pengurasan sumber migas yang tidak terbarukan ini, dapat dikelola dengan baik, melalui perencanaan yang benar, tepat, dan berkesinambungan. Melalui hasil eksplorasi itu, pemerintah semestinya bisa membangun “mesin uang” di sektor yang lain, misalnya agraria, perikanan laut, dan pariwisata. Hal tersebut akan berguna ketika kita memasuki era krisis (setelah peak production tahun 1995). Pada saat itu, Indonesia sudah menyiapkan mesin uang pengganti untuk menopang kebutuhan energi domestik (impor minyak dan BBM). Tapi jangankan menyiapkan “mesin uang” yang baru, pada saat produksi minyak terus menurun saja, kita masih berlagak sebagai negara kaya minyak, yaitu dengan memelihara bola panas subsidi BBM dan berperilaku boros konsumsi BBM. Indonesia saat ini sebenarnya hanya mempunyai sisa cadangan terbukti minyak sebesar 0,2 persen, gas 1,6 persen, dan batubara 13.3 persen dari cadangan dunia. Jika angka- 136 KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN angka tersebut disandingkan dengan jumlah penduduk sebesar 259 juta jiwa, Indonesia sebenarnya miskin energi. Dengan tingkat permintaan yang semakin tinggi dari waktu ke waktu dan cadangan yang semakin menipis, posisi ketahanan energi nasional yang sejak 2004 sudah sebagai net-importer minyak, dan dengan produksi gas yang sudah mulai memasuki tahapan menurun (decline), sudah berada di ambang krisis. Banyak faktor yang menjadi penyebab berkembangnya situasi krisis migas, di antaranya adalah: 1) Tidak dimilikinya Kebijakan Pengelolaan Energi Strategis yang komprehensif dan terpadu selama beberapa dekade (Blue Print Energi hanyalah hiasan yang indah di meja, manis untuk dipuji atasan). 2) Tidak adanya suatu Perencanaan Jangka Panjang yang memadai, workable, konsisten berkelanjutan dan berimbang dengan kepentingan publik lainnya 3) Kebijakan dari berbagai kementerian masih bersifat sektoral, terlalu berorientasi kepada target jangka pendek, tumpang tindih, dan lemah koordinasinya 4) Pengelolaan kelistrikan juga relatif parah. Pengadaan pembangkit listrik di masa lalu dominan berbasiskan energi fosil yang “murah” (BBM yang disubsidi, mewakili 30 persen dari volume atau 70 persen dari biaya Fuel pembangkit listrik saat itu). 5) Kebijakan untuk menyiapkan Spare Capacity yang memadai Manajemen Energi Secara Makro: BYAR PET, MAFIA, DAN KELANGKAAN MINYAK 137 untuk mengamankan kebutuhan minyak dan gas untuk domestik dalam situasi darurat masih terabaikan. 6) Penghematan (efisiensi konsumsi energi), terutama BBM belum tersentuh secara jelas (kemacetan yang mengakselerasi pemborosan konsumsi bahkan masih dipelihara). 7) Pengelolaan hasil (revenue) dari sumber energi migas cenderung berorientasi pada pemenuhan kebutuhan rutin APBN, sehingga alokasi dana bagi pengembangan infrastruktur dan kegiatan eksplorasi relatif terabaikan cukup lama. 8) Kebijakan fiskal juga cenderung lebih mengoptimalkan penerimaan negara (pajak) secara sektoral dalam jangka pendek, sehingga tidak merangsang (kontraproduktif ) bagi pengembangan energi alternatif jangka panjang yang berkesinambungan Para ahli geologi meyakini bahwa Indonesia diperkirakan masih memiliki potensi sumber energi fosil (minyak bumi, gas alam, dan batubara) cukup besar yang tersebar di seluruh nusantara. Hanya, yang menjadi persoalan adalah kurang minatnya investor untuk melakukan eksplorasi pada wilayah terpencil, laut dalam, lapangan marginal, dan proyek enhanced oil recovery (EOR) yang berbiaya tinggi. Mereka mengaku terhambat oleh sistem bagi hasil dan adanya ketidakpastian dalam peraturan perundangan akibat perubahan kewenangan setelah otonomi diberlakukan. Oleh karena itu, kegiatan eksplorasi ini hendaknya tidak sepenuhnya mengandalkan investor, yang belum tentu dapat mencapai 138 KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN sasaran. Pemerintah justru perlu mengalokasikan dana yang memadai untuk melakukan sendiri kegiatan eksplorasi, dengan mendayagunakan perangkat eksplorasi yang dimiliki pemerintah. l. Pengelolaan Energi Belum Selaras dengan Prinsip Efi­ siensi, Konservasi, dan Ke­ lestarian Lingkungan Hidup Sebagai negara produsen minyak, status kita saat ini hanyalah sebagai “pemulung”. Dari keseluruhan fluida yang diproduksi, sekitar 90 persennya adalah air. Secara umum, penghematan konsumsi energi nasional diukur berdasarkan intensitas energi. Intensitas energi adalah jumlah energi yang dikonsumsi untuk mendapatkan satu satuan PDB atau setara barel minyak per miliar rupiah (SBM/Miliar Rupiah) yang menunjukkan, semakin kecil intensitas energi, semakin efisien penggunaan energinya. Keberhasilan konservasi energi diukur berdasarkan intensitas energi final (EF) dan intensitas energi primer (EP). Selama 2004-2011 sebagaimana ditunjukkan dalam Gambar 26, telah terjadi penurunan intensitas energi ratarata sekitar satu persen per tahun (sesuai dengan amanat Kebijakan Energi Nasional). Namun setelah 2009, terjadi kenaikan intensitas energi yang disebabkan oleh kebijakan pemerintah menurunkan harga BBM dari Rp6.500 per liter menjadi Rp4.500 per liter yang mendorong penggunaan energi secara boros. Manajemen Energi Secara Makro: BYAR PET, MAFIA, DAN KELANGKAAN MINYAK 139 600 SBM/Miliar Rupiah 500 400 300 200 Intensitas EF Intensitas EP 100 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 Sumber: Kementerian ESDM, 2012 Gambar 26 Intensitas Energi Primer dan Energi Final, 2000-2011 Pada periode 2000-2011 setelah krisis ekonomi dunia, terjadi korelasi yang relevan antara intensitas energi final dan intensitas energi primer, yaitu intensitas energi final rata-rata sebesar 63 persen terhadap intensitas energi primer. Hal ini menunjukkan terjadi inefisiensi dalam proses memenuhi kebutuhan energi final menjadi energi final, serta losses selama transmisi dan distribusi energi, terutama energi listrik. Undang-Udang Nomor 30 Tahun 2007 tentang Energi dan undang-undang lainnya tentang minyak dan gas bumi, mineral dan batubara, dan panas bumi mengamanatkan bahwa kegiatan penyediaan, pengusahaan, dan pemanfaatan energi dilakukan dengan mempertimbangkan upaya perlindungan dan pelestarian lingkungan hidup. Namun upaya ini belum sepenuhnya tercapai. Hal ini terlihat dari masih tingginya kontribusi energi fosil dalam bauran energi 140 KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN nasional dan pelaksanaan pengelolaan dan pengusahaan energi yang berjalan saat ini. Upaya-upaya pemanfaatan energi secara bersih dalam pelaksanaannya menghadapi beberapa persoalan. Di antaranya adalah biaya pengelolaan lingkungan, terutama penerapan teknologi bersih yang masih mahal dan menaikkan harga energi yang dihasilkan. Hal ini menjadi dilema karena disadari bersama bahwa penggunaan energi fosil tanpa penerapan teknologi energi bersih dalam jangka pendek akan memberikan manfaat bagi masyarakat. Namun, dalam jangka panjang keputusan ini akan menyebabkan kerugian yang besar akibat besarnya emisi gas rumah kaca sebagaimana yang terjadi di Tiongkok saat ini. Oleh sebab itu, pengelolaan energi harus mempertimbangkan dampak yang ditimbulkan terhadap lingkungan hidup. Hal ini sesungguhnya sudah menjadi perhatian pemerintah, yaitu dengan adanya komitmen pemerintah untuk menurunkan emisi gas rumah kaca secara nasional sebesar 26 persen pada 2020. Namun, komitmen ini belum dapat berjalan sebagaimana yang ditargetkan akibat benturan kepentingan di antara kementerian/lembaga pemerintah yang masing-masing memiliki agenda sendiri, sesuai dengan rencana strategis masing-masing. Perlu dicatat bahwa emisi gas rumah kaca industri per kapita Indonesia masih jauh dari negara-negara industri, sehingga target penurunan gas rumah kaca Indonesia harus lebih ditujukan kepada pencegahan pembakaran hutan, gambut dan penghijauan kembali. Manajemen Energi Secara Makro: BYAR PET, MAFIA, DAN KELANGKAAN MINYAK 141 m. Isu-isu Strategis Lainnya 1) Pemanfaatan EBT belum optimal Potensi EBT di Indonesia yang cukup besar sampai saat ini masih belum dapat dimanfaatkan secara maksimal. Sebagaimana telah dijelaskan di atas, subsidi yang diberikan oleh pemerintah terhadap energi fosil telah mendistorsi keekonomian harga EBT dan tidak dapat menstimulus biaya investasi awal yang relatif masih mahal. Pemerintah telah berupaya menaikkan posisi tawar investasi EBT dengan memberikan feed in tariff, namun kebijakan ini belum mampu menarik minat investor. Pemerintah perlu mencari jalan keluar penyelesaian agar pemanfaatan EBT dapat berkembang sebagaimana yang diharapkan. 2) Kemampuan industri nasional di bidang energi belum optimal Dalam pengelolaan ener­gi, dibutuhkan teknologi tinggi dan kemampuan melakukan inovasi teknologi untuk meningkatkan efisiensi. Saat ini, Indonesia masih memiliki ketergantungan terhadap teknologi impor yang harganya mahal sehingga kegiatan dalam bidang pengelolaan energi menjadi berbiaya tinggi. Akses masyarakat terhadap energi belum merata. Akses masyarakat terhadap energi saat ini masih terbatas. Salah satu indikatornya adalah rasio rata-rata elektrifikasi nasional baru mencapai sekitar 80 persen, 142 KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN bahkan di beberapa daerah masih kurang dari 70 persen. Upaya yang dilakukan pemerintah untuk mengatasi krisis ini cenderung bersifat sporadis dan ad hoc (dan terkadang dipengaruhi kepentingan politik seperti kasus subsidi BBM). Keandalan transportasi energi merupakan salah satu kunci untuk meningkatkan akses masyarakat terhadap energi dan meningkatkan kemampuan sektor industri dalam mencapai target pertumbuhan ekonomi nasional. Kondisi geografis wilayah Indonesia yang berupa kepulauan serta keberadaan sentra-sentra industri yang tersebar dan jauh dari sumber energi merupakan tantangan tersendiri dalam penyediaan akses tersebut. Investasi di sektor transportasi energi yang besar dan berisiko tinggi memerlukan perencanaan yang terintegrasi. Di sektor hulu, moda transportasi untuk pengangkutan crude oil, BBM impor, dan batubara ekspor masih dikuasai oleh perusahaan asing. Sedangkan di sektor hilir, moda transportasi untuk pengangkutan gas bumi, BBM, dan batubara sebagian besar sudah dikuasai oleh industri nasional, seperti Pertamina, Perusahaan Gas Negara (PGN), Medco Energi, dan perusahaan pelayaran swasta lainnya. Manajemen Energi Secara Makro: BYAR PET, MAFIA, DAN KELANGKAAN MINYAK 143 3) Pasokan energi, khususnya listrik dan migas masih rentan Saat ini, terjadi selisih yang cukup besar antara kemampuan pasok listrik dan migas yang mengakibatkan munculnya krisis energi (listrik, BBM, dan gas) di berbagai wilayah. Kondisi ini telah berlangsung selama beberapa tahun terakhir dan menimbulkan kerugian bagi masyarakat dan industri. Upaya yang dilakukan pemerintah untuk mengatasi kondisi ini cenderung bersifat sporadis dan ad hoc (dan terkadang dipengaruhi kepentingan politik seperti kasus subsidi BBM). Pemerintah belum menyentuh permasalahan mendasarnya, yaitu memenuhi kebutuhan fisik minimum dengan membangun dan memperkuat akses masyarakat terhadap energi melalui investasi (pemerintah dan badan usaha). Disadari bahwa untuk membangun seluruh fasilitas tersebut diperlukan investasi besar. Hal ini dapat diselesaikan apabila pemerintah memiliki keberanian dan niat yang kuat untuk mengurangi subsidi energi. 4) Cadangan penyangga energi nasional belum ditetapkan Sampai saat ini, pemerintah belum memiliki cadangan penyangga energi nasional dalam rangka memperkuat ketahanan energi nasional. Cadangan yang tersedia saat ini adalah hanya cadangan BBM untuk keperluan operasional selama 23 hari, yang dikelola oleh Pertamina (Gambar 27). 144 KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN Kondisi ini tentu melemahkan kemampuan Indonesia untuk bertahan dalam menghadapi gangguan yang terjadi di sisi pasokan, terutama akibat situasi politik dan sosial di negara penghasil minyak. Gangguan juga bisa terjadi pada jalur-alur transportasi energi dari produsen ke konsumen. CADANGAN / STOCK CADANGAN / STOCK CADANGAN / STOCK 3 HARI 3 HARI 17 HARI DI KILANG DI TANKER DI DEPOT CADANGAN NASIONAL 23 HARI Sumber: PT. Pertamina Gambar 27 Pola Pencadangan BBM Nasional Versi Pertamina Penyediaan cadangan penyangga energi, yang hanya dapat digunakan jika terjadi krisis dan darurat energi nasional--negara lain biasanya menyiapkan cadangan hingga 90 hari--jelas memerlukan dana yang tidak sedikit. Cadangan ini dibangun oleh pemerintah dan badan usaha sesuai dengan tugas dan keperluannya. Komparasi Manajemen Energi Beberapa Negara Dalam beberapa dekade terakhir, dunia mengalami krisis sumber energi. Sumber energi fosil, seperti minyak bumi dan batubara, yang Manajemen Energi Secara Makro: BYAR PET, MAFIA, DAN KELANGKAAN MINYAK 145 selama ini menjadi sumber energi utama dunia telah mengalami penurunan cadangan. Di samping itu, dampak pemanfaatan sumber energi fosil telah meningkatkan suhu bumi yang menyebabkan pemanasan global. Salju abadi di kutub utara dan selatan, misalnya, mengalami pelelehan. Tinggi muka air laut kian meningkat. Ini kemudian berdampak pada munculnya berbagai bencana banjir di beberapa negara yang mempunyai permukaan dataran rendah. Kondisi tersebut mulai menyadarkan banyak negara. Mereka pun mulai berfokus memanfaatkan energi bersih dalam kebijakan energi mereka. Negara-neraga maju di kawasan Eropa dan Kanada, misalnya, telah memanfaatkan energi terbarukan, termasuk nuklir. Jerman bahkan lebih ekstrem. Mereka malah menerapkan energi terbarukan dengan menghilangkan pemanfaatan nuklir di masa mendatang. Negara-negara berkembang dalam 5-10 tahun terakhir juga mulai mengembangkan pemanfaatan energi terbarukan. Contoh sukses dari pemanfaatan energi bersih ini adalah Brasil dan Thailand. Di kawasan ASEAN, beberapa negara telah memutuskan untuk mengurangi porsi energi fosil dalam bauran energi nasional mereka, dengan memanfaatkan energi nuklir di masa mendatang, sebagai contoh: 1. Vietnam merencanakan akan membangun 13 unit PLTN dalam 20 tahun ke depan. Saat ini, Vietnam telah menandatangani kontrak pembangunan PLTN dengan ROSATOM, sebuah perusahaan desain dan konstruksi PLTN asal Rusia. 2. Indonesia, pada 2024 akan mengoperasikan sebanyak 4 unit PLTN, yang pada tahap awal berlokasi di Pulau Bangka. 146 KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN 3. Malaysia, pada 2010 memutuskan akan menggunakan energi nuklir, dan telah menetapkan calon tapak potensial sebagai lokasi PLTN, yang sebagian besar berada pada Semenanjung Malaysia. 4. Thailand telah mempersiapkan enam titik calon lokasi tapak PLTN yang akan digunakan untuk memenuhi kebutuhan energi nasionalnya. 5. Filipina, walaupun mempunyai potensi bencana alam (badai) lebih besar dibandingkan dengan negara-negara ASEAN lainnya, telah memutuskan akan menggunakan nuklir untuk memenuhi pasokan energi sebanyak 5 persen pada 2030. Berikut ini rincian lengkap penjelasan perbandingan penggunaan energi baru dan terbarukan di sejumlah negara: 1. Thailand Menurut data Kementerian Energi Thailand, total konsumsi energi Thailand saat ini mencapai 1,2 juta Barrels of Oil Equivalent (BOE) per hari. Sebagian besar konsumsi mereka masih berasal dari sumber energi fosil, seperti gas alam, minyak bumi, dan batubara. Konsumen energi terbesar adalah sektor industri dan transportasi (Gambar 28). Sumber energi primer hampir seluruhnya diimpor, yaitu batubara (69 persen) dan minyak mentah (84 persen). Rencana Pengembangan Listrik Thailand 2010, setidaknya ada sembilan PLTU batubara dengan total 8.400 MW tengah diajukan, sehingga diharapkan porsi batubara dalam bauran energi menjadi 20 persen pada 2020. Manajemen Energi Secara Makro: BYAR PET, MAFIA, DAN KELANGKAAN MINYAK 147 BERDASARKAN SUMBER ENERGI Batubara (8,99 %) Listrik Impor (17,9 %) BERDASARKAN PEMAKAI ENERGI Gas Alam (7,0 %) Rumah Tinggal (15,5 %) Komersial (7,9%) Minyak (66,11 %) Agrikulutur (5 %) Industri (36,4 %) Transportasi (35,2 %) Sumber: Bureau of Energy Regulation and Conservation of Thailand Gambar 28 Konsumsi Energi di Thailand, 2012 Selama lima tahun terakhir, pemerintah Thailand mulai fokus pada kebijakan energi baru terbarukan, seperti angin, surya, air, bioenergi, biofuel, gelombang, dan panas bumi. Saat ini, produksi listrik dari pembangkit EBT tersebut sebesar 2.232,27 MW. Target mereka pada 2021 sebesar 9.201 MW atau 25 persen dari total konsumsi energi. Kebijakan energi bersih ini bertujuan menekan dampak perubahan iklim melalui produksi energi rendah emisi karbon. Kesadaran terhadap menipisnya cadangan bahan bakar fosil juga mulai timbul di Thailand. Begitu pula dengan mulai banyaknya penolakan rakyat Thailand terhadap pemanfaatan batubara karena dampak buruk penggunaannya terhadap lingkungan. Dibandingkan dengan negara-negara ASEAN lain, Thailand merupakan contoh sukses sebuah negara dalam kebijakan EBT. Kesuksesan ini karena konsistensi pemerintah Thailand dalam pengembangan EBT melalui dukungan peraturan yang sangat agresif. Penerapan sistem feed-in-tariff telah meningkatkan 148 KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN pemain-pemain swasta di negara ini. Menurut UndangUndang tentang EBT, pihak produsen bisa menaikkan harga jual listrik. Selain itu, perusahaan penghasil energi terbarukan memiliki semacam konsesi selama 20 tahun dengan PEA dan EGAT untuk menjual produksi listrik mereka. PEA (Provincial Electricity Authority) dan EGAT (Electricity Generating Authority of Thailand) adalah badan otoritas kelistrikan tingkat provinsi dan tingkat pusat. PEA melayani perusahaan pembangkit 10 MW, sedangkan EGAT melayani diatas 10 MW. Pada tahap awal, pemerintah Thailand memberikan subsidi sebesar 8 Baht per kWh untuk kegiatan produksi energi terbarukan, kemudian subsidi tersebut perlahan diturunkan. Pemerintah melibatkan kalangan perbankan dalam pembahasan penetapan besaran subsidi. Saat ini, ada lebih dari 100 industri EBT, 10 di antaranya berskala besar. Pertumbuhan industri EBT tak lepas dari dukungan lembaga keuangan dan perbankan di negara itu, salah satunya adalah Kasikorn Bank PCL. Bank ini secara keseluruhan mendanai proyek EBT dengan kapasitas produksi sekitar 400 MW, separuh di antaranya untuk proyek tenaga surya. Mereka juga menyediakan jasa konsultasi untuk proyek energi terbarukan. Bank Pembangunan Asia (ADB) juga punya beberapa proyek pengembangan pembangkit energi tenaga surya dan angin di Thailand. 2. Malaysia Malaysia merupakan salah satu negara di Asia Tenggara yang perkembangan ekonominya relatif cepat. Perekonomian Malaysia ditopang oleh industri pengolahan dan penciptaan nilai tambah sumber daya alam. Salah satunya adalah kelapa sawit. Malaysia Manajemen Energi Secara Makro: BYAR PET, MAFIA, DAN KELANGKAAN MINYAK 149 merupakan salah satu produsen gas alam terbesar dunia. Petronas menjadi pemain utama di bisnis ini. Konsumsi energi primer di Malaysia sebesar 73.563 kilo ton oil equivalent (ktoe) pada 2010. Berdasarkan sumber energinya, gas dan minyak mendominasi penggunaan energi primer di Malaysia, yaitu sebesar 85 peren (Gambar 29). Berdasarkan pemakai, sektor transportasi dan industri merupakan pemakai energi final terbesar di Malaysia, yaitu sebesar 70,7 persen. Sektor industri yang mengkonsumsi banyak energi di negara ini adalah baja, semen, kayu, makanan, kaca, pulp dan paper, keramik, dan industri karet. Batubara (13 %) Hidro (1 %) Minyak (35 %) Enegi Terbarukan (1 %) Gas (50 %) Sumber Petronas, 2012 Gambar 29 Konsumsi Energi Primer Malaysia, 2011 Sebagian besar batubara yang digunakan untuk membangkitkan listrik di Malaysia diimpor dari Indonesia. Indonesia merupakan pemasok batubara terbesar bagi pembangkit listrik Malaysia, yaitu sebesar 65 persen, turun dibandingkan tahun 2008 yang mencapai 84 persen. 150 KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN Dalam rencana jangka panjang, Malaysia akan melanjutkan penggunaan gas dan batubara sebagai sumber energi pembangkit listrik. Beberapa kebijakan Malaysia tentang gas dan batubara ke depan untuk menjaga ketahanan nasional pasokan energi antara lain: a. Mengkaji perjanjian pasokan gas, untuk meningkatkan ketahanan suplai energi; b. Meningkatkan pasokan melalui terminal regasifikasi, terutama di Malaka dan Johor; c. Melakukan diversifikasi negara pemasok batubara untuk menjaga ketahanan pasokan energi; d. Menjajaki kemungkinan kepemilikan tambang di negaranegara pemasok; e. Meningkatkan teknologi untuk mengurangi emisi. Malaysia adalah produsen BBM dan gas alam yang dikelola oleh Petronas (Petroleum Nasional Berhad), dan juga produsen dan pengekspor minyak sawit dunia. Pada 1999, Malaysia telah mengubah kebijakan empat bahan bakar menjadi kebijakan lima bahan bakar, dengan memasukkan EBT sebagai sumber energi nasional. Sumber EBT di Malaysia sebenarnya melimpah untuk dieksploitasi guna menggantikan sumber energi fosil. Namun seperti Indonesia, program energi bersih ini tidak berjalan lancar sebagaimana diharapkan. Rencana pengembangan pemanfaatan energi terbarukan adalah sebagai berikut: a. Kebijakan Energi Nasional ke-8 (akhir 2005) menargetkan energi listrik sebesar 500 MW berasal dari energi terbarukan Manajemen Energi Secara Makro: BYAR PET, MAFIA, DAN KELANGKAAN MINYAK 151 dapat masuk ke grid nasional, tetapi ternyata hanya tercapai 12 MW saja. Itu pun berasal dari 2 proyek small renewable energy programme (SREP). b. Kebijakan Energi Nasional ke-9 (2006-2010) diusulkan lagi oleh pemerintah. Rekomendasinya adalah melakukan efisiensi energi terhadap bangunan komersial, dengan nama MS1525. Namun, langkah itu juga kurang berhasil. c. Pembuatan amandemen uniform building by laws yang berkaitan dengan MS1525 oleh Menteri Energi, Air, dan Komunikasi Malaysia. Pelaksanaan UBBL yang direvisi adalah tonggak sejarah pemanfaatan energi terbarukan di Malaysia. d. Kebijakan Energi Nasional ke-10 (2011-2015) menargetkan energi terbarukan mencapai 985 MW atau 5,5 persen dari total listrik yang dihasilkan hingga 2015, yang terdiri atas biomassa (330 MW), biogas (100 MW), mini-hidro (290 MW), surya PV (65 MW), limbah padat/sampah (200 MW). Berbagai insentif dan keringan pajak yang diberikan oleh pemerintah Malaysia untuk mendorong investasi di energi terbarukan, yaitu antara lain: a. Feed-in tariff untuk biomassa, biogas, minihidro, dan surya yang diatur oleh Sustainable Energy Development Authority (SEDA), tidak termasuk energi angin dan geothermal. b. Insentif fiskal, misalnya kelonggaran pajak investasi, seperti: 1) Pembebasan 70 persen pajak penghasilan selama lima 152 KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN tahun atau pemberian investment tax allowance sebesar 60 persen dari pengeluaran modal selama lima tahun. 2) Pembebasan bea impor dan pajak penjualan untuk mesin-mesin dan peralatan yang tidak diproduksi di dalam negeri, sedangkan mesin-mesin dan perlengkapan yang diproduksi di dalam negeri tidak akan dikenakan pajak penjualan. c. Pengguna energi terbarukan didorong mengikuti program SREP, yaitu membuat pembangkit listrik kecil hingga 10 MW yang dijual ke TNB (Tenaga Nasional Berhad) dengan menyambungkannya ke jaringan listrik nasional dengan perjanjian hingga 21 tahun. Tidak hanya insentif fiskal, pemerintah Malaysia juga membuat kerangka hukum yaitu dengan mendirikan Komisi Energi pada Mei 2001 yang mengatur pasokan gas dan listrik, sehingga dapat mengawasi dan menilai sektor energi secara lebih efektif. Komisi ini juga dapat memaksa regulasi energi yang bersinggungan dengan pembangunan sektor energi dan isu-isu energi yang penting, seperti harga energi dan kecukupan infrastruktur untuk memenuhi kebutuhan energi masa depan. Komisi energi juga bertanggung jawab untuk mempromosikan energi terbarukan sebagai bagian dari strategi nasional dalam diversifikasi bahan bakar. Dari berbagai sumber energi terbarukan, biomassa menjadi pilihan yang menjanjikan bagi Malaysia. Kelapa sawit merupakan kontributor utama terhadap Gross Domestic Product (GDP) dan Malaysia memproduksi 47 persen dari kebutuhan kelapa sawit dunia. Manajemen Energi Secara Makro: BYAR PET, MAFIA, DAN KELANGKAAN MINYAK 153 Pada Oktober 2002, pemerintah Malaysia merilis proyek BioGen (Biomass Power Generation dan Cogeneration), didanai atas kerja sama antara Malaysia dan United Nations Development Program (UNDP), Global Environment Society (GES), dan sektor swasta Malaysia. Tujuan proyek ini adalah untuk mengurangi efek rumah kaca yang dihasilkan dari proses pembakaran bahan bakar fosil. Selain itu, proyek BioGen ini juga bertujuan mengurangi residu minyak kelapa sawit untuk digunakan sebagai bahan bakar biomassa bagi pembangkit listrik. Namun sayangnya residu minyak kelapa sawit masih belum digunakan secara optimal, padahal residu minyak kelapa sawit telah diidentifikasi sebagai sumber energi terbarukan yang menjanjikan di Malaysia. Di samping mengembangkan energi terbarukan, Malaysia juga menerapkan program efisiensi untuk menjamin pasokan energi yang berkelanjutan, dengan target di sektor industri Kebijakan Energi Nasional ke-7 (1996-2000). Salah satu program terbaru dan terbesar adalah proyek Perbaikan Efisiensi Energi Industri Malaysia (Malaysian Industrial Energy Efficiency Improvement Project, MIEEIP) yang didanai secara bersama-sama oleh UNDP, Global Environmental Policy (GEP) dan sumber-sumber dalam negeri. 3. Vietnam Dalam 20 tahun terakhir, Vietnam merupakan produsen minyak dan gas alam di Asia Tenggara. Vietnam mendorong kegiatan eksplorasi dengan melibatkan perusahaan asing dan melakukan reformasi pasar guna memperkuat industri energi Vietnam, dan mengatasi naiknya konsumsi energi sebagai akibat pertumbuhan 154 KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN ekonomi sebesar 9 persen per tahun. Sekitar 50 persen dari total konsumsi energi Vietnam adalah minyak. Sisanya adalah PLTA (20 persen), batubara (18 persen), dan gas alam (12 persen). Vietnam merencanakan program peningkatan pasokan listrik sampai 2030, yang terdiri atas: Vietnam akan membangun 13 unit PLTN dalam 20 tahun ke depan. Thailand telah mempersiapkan enam titik calon lokasi tapak PLTN yang akan digunakan untuk memenuhi kebutuhan energi nasionalnya. a. Penambahan kapasitas kilang minyak. b. Pembangunan PLTA, PLTN, PLTG, dan PLTU Batubara. c. Penargetan energi terbaru­ kan, di luar dicanangkan 5 persen dari kapasitas total pembangkit listrik nasional yang difokuskan kepada angin, PLTMH, dan biomassa. Produksi listrik di Vietnam semula berjalan lamban, tapi kemudian pemerintah Rusia membantu tiga proyek pembangkit listrik, yaitu PLTU Pha Lai 500 MW di Provinsi Hai Hung, PLTA Tri An 300 MW di Provinsi Dong Nai, dan PLTA Raksasa Hoa Binh di Provinsi Ha Son Binh. Pemerintah memiliki rencana untuk menaikkan kapasitas pembangkit listrik total terpasang hingga 81 GW pada tahun 2020, atau sembilan kali kapasitas tahun 2004. EVN (PLN Vietnam) telah membuat skema untuk membangun 74 pembangkit listrik baru hingga 2020, termasuk PLTN, dan 48 unit di antaranya berupa PLTA, yang salah satunya adalah PLTA Son La 6x400 MW. Energi terbarukan akan Manajemen Energi Secara Makro: BYAR PET, MAFIA, DAN KELANGKAAN MINYAK 155 menyumbang 5% dari jaringan listrik nasional pada 2020. Vietnam akan membangun 8 PLTN hingga 2031, dan masih berencana menambah lagi 15 PLTN (15.000 MW) sesudah 2030. Atomstroyexport (Rusia), Westinghouse (AS), EdF (Perancis), KEPCO (Korsel), China Guangdong Nuclear Power Group (CGNPC), dan Jepang (Mitsubishi, Toshiba, dan Hitachi) terlibat dalam proyek itu. Pembangunan PLTN1, kerja sama dengan Rusia, dimulai pada 2014 dan diharapkan dapat beroperasi pada 2021. Sedangkan PLTN-2, kerja sama dengan Jepang, akan dilaksanakan pada tahun berikutnya dan akan beroperasi pada 2022. 4. Tiongkok Permintaan energi dunia meningkat pesat yang porsi terbesarnya diambil Tiongkok. Permintaan kebutuhan energi di Tiongkok sekitar 71 persen digunakan untuk menghidupi industrinya, sementara di negara-negara lain porsinya masih di bawah 50 persen. Maka, sangat wajar bila produk-produk Tiongkok sangat mendominasi di pasar dunia saat ini. Ketersediaan dan kepastian pasokan energi dengan harga murah membuat industri-industri di Tiongkok dapat beroperasi secara optimal. Menariknya, Tiongkok tidak hanya fokus pada upaya pemenuhan kebutuhan energi untuk industri, tetapi juga berupaya melakukan efisiensi penggunaan energi melalui berbagai inovasi teknologi secara terencana. Hasilnya cukup mengesankan. Nilai intensitas energi di Tiongkok mengalami penurunan signifikan, yang menunjukkan bahwa pemanfaatan energi semakin efisien. Sejak 1978, intensitas energi di Tiongkok semakin menurun. Akibatnya, pengembangan energi-intensif untuk industri seperti 156 KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN industri semen dan baja serta pengembangan teknologi untuk efisiensi energi (Gambar 30). Perpaduan antara strategi pemenuhan pasokan energi di sektor industri dan upaya serius meningkatkan efisiensi penggunaan energi yang disertai dengan peningkatan output produksi, menghasilkan pertumbuhan ekonomi tinggi di Tiongkok. Intensitas Energi Efisiensi Energi 400 2000 1978 Reform period begins 300 200 100 CHEMICALS 1600 IRON & STEEL 1200 1958 Great Leap Forward 2002 Energy Intensity trend reverses 2006 2003 2000 1997 1994 1991 1988 1985 1982 1979 1976 1973 1970 1967 1964 1961 1958 1955 1952 0 KG coal equivalent per RMB 1000 output tons of coalequivalent per million real RMB 500 CEMENT & GLASS 800 400 NON-FERROUS 0 1995 PAPER &PULP 1997 1999 2001 2003 2005 Sumber: World Energy Outlook Report, IEA (2011) Gambar 30 Perkembangan Intensitas Energi dan Efisiensi Penggunaan Energi di Tiongkok Dilihat dari komposisi penggunaan energi di Tiongkok, batubara merupakan sumber energi yang paling besar digunakan, yaitu sebesar 67 persen, sementara minyak hanya sebesar 17 persen (Gambar 30). Tiongkok meningkatkan produksi batubara dalam 10 tahun terakhir. Pada 2012, produksi batubara telah mencapai 3,6 miliar ton, sedangkan konsumsinya 3,5 miliar ton. Saat ini, impor batubara hanya 8 persen dari total konsumsi. Jadi, 92 persen kebutuhannya sudah dapat dipenuhi oleh produksi dalam negeri. Manajemen Energi Secara Makro: BYAR PET, MAFIA, DAN KELANGKAAN MINYAK 157 Kebijakan penyediaan kebutuhan energi di Tiongkok cukup berhasil. Sejak sebelum reformasi Deng Xioping, kebijakan energi sudah diselaraskan dengan kebijakan industri. Pada 1970an, State Planning Commission (SPC) menentukan jumlah energi yang dibutuhkan untuk industri, sehingga ada gambaran jumlah kebutuhan di masa depan. Pada Januari 2010, China membentuk National Energy Commission (NEC) untuk meningkatkan strategi pengembangan energi. Konservasi Energi mulai direncanakan dalam Rencana Lima Tahun (2006-2010) yang dalam rencana tersebut, China juga menyoroti pentingnya kerja sama dengan dunia internasional dalam menjamin pasokan energi dalam negeri. Dengan didukung pemerintah, perusahaan-perusahaan minyak nasional China, juga telah mengakuisisi banyak lapangan minyak di Afrika dan AS serta menjamin berbagai kerja sama strategis energi dengan negara-negara Timur-Tengah. Gas Alam(3%) Minyak (17%) Nuklir (1%) Hidro (2%) Biofuel (9%) Batubara (67%) Panas bumi, surya, angin (1%) Sumber: World Energy Outlook Report, IEA (2011) Gambar 31 Konsumsi Energi Primer Tiongkok 2010 Dalam dua tahun terakhir, pertumbuhan ekonomi Tiongkok sedikit melambat karena mengalami transisi dari ekonomi 158 KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN berbasis investasi. Keajaiban Sejak 1978, ekonomi Tiongkok selama ini intensitas energi di didorong oleh produksi bahan Tiongkok semakin dasar, seperti baja, semen, kaca, menurun. Akibatnya, dan bahan kimia untuk investasi pengembangan infrastruktur skala besar. Maka, energi-intensif untuk Pemerintah Tiongkok sekarang industri seperti industri mulai merancang sebuah transisi semen dan baja serta untuk menjauhi ekonomi berbasis pengembangan teknologi investasi, yaitu dengan cara untuk efisiensi energi. mengurangi kelebihan kapasitas produksi pabrik baja sebesar 70 juta ton dan semen 61 juta ton mulai 2017. Akibatnya, permintaan batubara termal untuk listrik dan batubara kokas di Tiongkok akan menurun. Mulai 2017, Tiongkok akan mengurangi konsumsi batubara karena dua tahun terakhir, tingkat polusi udara telah menjadi isu sosial dan politik di Tiongkok. Polusi asap di kota-kota besar China mengandung PM 2,5 (partikulat kecil berdiameter 2,5 mikrometer) dan jumlahnya mencapai 886 mikrogram per meter kubik. Padahal, standar WHO maksimum 25 mikrogram per meter kubik. Target pengurangan pemakaian batubara adalah 45 persen dari total konsumsi batubara Tiongkok. 5. Jepang Jepang merupakan negara yang miskin cadangan energi primer. Mau tidak mau, negara ini harus mengimpor sumber energi utamanya dari negara-negara lain, termasuk Indonesia. Sebagai Manajemen Energi Secara Makro: BYAR PET, MAFIA, DAN KELANGKAAN MINYAK 159 gambaran, total konsumsi listrik di Jepang per tahun mencapai 7 kali lipat dari Indonesia, meski jumlah penduduknya lebih sedikit. Pada awal masa pembangunan, Jepang banyak menggantungkan sumber energinya kepada minyak bumi. Hampir 84 persen kebutuhan minyak buminya diimpor dari kawasan Timur Tengah. Hal ini menimbulkan ketergantungan energi terhadap pasokan luar negeri yang sangat besar. Pada saat terjadi guncangan krisis minyak pada 1970-an, ketergantungan energi Jepang terhadap minyak mencapai 78 persen pada 1973 dan 73 persen pada 1979. Merasakan dampak ekonomi yang tidak menguntungkan, Jepang kemudian merumuskan kebijakan energi yang mencakup konservasi energi, pengembangan sumber daya energi alternatif, dan pengamanan persediaan minyak. Langkah nyata dari kebijakan tersebut, antara lain, ditempuh dengan mengembangkan dan meningkatkan penggunaan batubara, gas alam, dan nuklir (Gambar 32). Dewasa ini, Jepang memiliki 54 Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN). Sebelum kejadian gempa bumi dan tsunami yang memicu insiden kecelakaan PLTN Fukushima Daiichi, energi nuklir menyumbangkan 30 persen kebutuhan listrik Jepang dengan kapasitas 47,5 GW Pada 2009, Jepang membangkitkan energi listrik sebesar 1.048 GWh dengan bauran energi 27 persen dari batubara, 27 persen dari gas alam, 27 persen dari nuklir, 9 persen dari minyak bumi, dan 7 persen dari air. Tingkat konsumsi energi per kapita mencapai 7.400 kWh per tahun. 160 KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN Primary consumption, MMBOED 12 10 Natural Gas 8 Nuclear 6 Coal 4 Oil 2 0 1965 1970 1975 1980 1985 1990 1995 Hydro 2000 2005 2010 Sumber: BP Statistical Review, ARC Financial Research Gambar 32 Perkembangan Komposisi Penyediaan Energi Jepang, Tahun 1965-2010 Dari sisi penggunaan energi, pertumbuhan industri dan ekonomi mendorong peningkatan kebutuhan energi. Sektor yang mendominasi penggunaan energi adalah industri 45,3 persen, komersial dan pemukiman 31,4 persen, disusul oleh sektor transportasi 23,3 persen. Isu tentang kelestarian lingkungan hidup, didorong oleh penandatanganan Protokol Kyoto, mengharuskan Jepang mengevaluasi kebijakan energinya sebagai bentuk komitmen untuk menurunkan emisi gas rumah kaca. Strategi Energi Nasional yang baru diumumkan pada 2006, arah strateginya tetap bertumpu kepada energi gas alam, nuklir, dan batubara. Setahun kemudian dirumuskan Rencana Fundamental Energi yang menekankan pada pengembangan energi nuklir dan terbarukan, stabilisasi pasokan minyak, konservasi energi, dan pengembangan teknologi ramah lingkungan. Manajemen Energi Secara Makro: BYAR PET, MAFIA, DAN KELANGKAAN MINYAK 161 Pada pertengahan 2010 dilakukan revisi terhadap Rencana Energi Strategis dengan arah kebijakan kepada keamanan energi, pelestarian lingkungan hidup, dan efisiensi pasokan energi. Dua hal utama yang ditambahkan melalui revisi ini adalah pengembangan energi yang bertumpu pada pertumbuhan ekonomi dan reformasi industri energi nasional. Di dalam rencana strategis juga ditegaskan target pencapaian hingga 2030, meliputi: a. Peningkatan kemandirian energi dalam negeri dari 38 persen menjadi 70 persen; b. Peningkatan rasio sumber energi ramah lingkungan dari 34 persen menjadi 70 persen; c. Penurunan emisi CO2 dari sektor pemukiman hingga 50 persen; d. Pencapaian efisiensi energi di sektor industri; e. Pencapaian menjadi negara pemasok utama produk-produk terkait energi ramah lingkungan. Di sisi penyediaan energi, salah satu langkah yang ditempuh adalah peningkatan penggunaan energi nuklir secara signifikan sebagai tumpuan utama energi dalam negeri dengan porsi mencapai 50 persen pada 2030. Hal ini dilakukan dengan membangun reaktor nuklir baru dan tambahan, memperpanjang umur pakai reaktor dan memperpendek waktu shutdown rutin untuk inspeksi dan perawatan, serta memperbesar kapasitas reaktor. Jepang juga mengembangkan dan menerapkan teknologi pluthermal dan reaktor pembiak cepat (fast breeder reactor), serta menindaklanjuti kerja sama internasional mengenai peningkatan keselamatan 162 KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN nuklir dan penggunaan damai teknologi nuklir. Target pencapaian pembangkit energi hingga 2030 diperlihatkan pada Gambar 33. Dorongan publik untuk meninjau kembali kebijakan energi nuklir Jepang terkait dengan sistem keselamatannya, menyebabkan hilangnya pasokan listrik dari 54 PLTN yang seharusnya beroperasi. Itu setara dengan 30 persen kebutuhan listrik keseluruhan atau sebesar 47,5 GWh. Hal ini mendorong pemerintah segera merevisi kebijakan energinya, terutama yang terkait dengan sisi penyediaan dan penggunaan energi, dengan upaya pengetatan pencapaian target-target perencanaan energi yang telah digariskan sebelumnya. Dari sisi penggunaan, kekurangan pasokan listrik pada awalawal periode pasca bencana gempa dan tsunami, membuat pemerintah memberlakukan pemadaman bergilir. Pemerintah mendorong masyarakat untuk mengurangi atau menghemat konsumsi listrik (a new culture of energy consumption). Program ini dimulai sejak 1 Juli 2011 dengan target mampu menurunkan konsumsi listrik hingga 15 persen. Khusus untuk sektor rumah tangga dan perkantoran dirancang konsep net-zero-energy houses untuk membangun suatu rumah atau bangunan perkantoran yang mampu menghasilkan energi untuk kebutuhan konsumsi masing-masing. Masyarakat juga dianjurkan menggunakan peralatan rumah tangga dan elektronik, seperti pemanas air, air conditioner (AC), dan lampu Light Emiting Diode (LED) yang hemat energi. Manajemen Energi Secara Makro: BYAR PET, MAFIA, DAN KELANGKAAN MINYAK 163 (bil.kWh) 12000 Renewable energy, etc. 10000 Zero emission power source 8000 6000 4000 2000 0 884 (9%) 34% Renewable energy etc. 2,140 Nuclear power 2.638 (26%) LNG 2.822 (28%) Zero emission power source approx. 70% approx 20% Nuclear power 5,366 approx 50% LNG 1,357 approx 10% Coal 2.605 (25%) Petroleum.etc 1,356 (3,3%) * CCS is also provided in a part of coal fired power plants. Actual, fiscal 2007 Coal 1,131 Estimated in 2030 approx 10% Petroleum etc. 205 Sumber: METI, Japan, 2010 Gambar 33 Target Pencapaian Pembangkit Listrik di Jepang Hingga 2030 Secara kebijakan, ditetapkan pula Law on Special Measures Concerning Procurement of Renewable Energy Source Electricity by Electric Utilities untuk mempercepat program ini. Sementara di sektor bisnis dan industri, pemerintah mendorong program Cool Biz dan No Overtime Day untuk menekan konsumsi listrik. Di samping itu, pemerintah juga mengupayakan penggunaan EBT yang bersih dan ramah lingkungan, dengan memberikan insentif dan subsidi bagi rumah tangga (eco-house) atau sektor usaha (ecobusiness) yang mengaplikasikan teknologi EBT. Untuk sektor transportasi, pemerintah terus mengembangkan kendaraan generasi masa depan bertenaga listrik. Itu dilakukan untuk menghemat bahan bakar minyak, sekaligus mengurangi emisi gas rumah kaca dari proses pembakaran bahan bakar fosil. 164 KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN Pada sisi penyediaan energi dalam jangka pendek, maka optimalisasi pembangkit listrik berbasis minyak bumi dan gas ditingkatkan. Untuk itu, perlu pasokan bahan bakar yang bertambah sehingga impor minyak bumi dari Timur Tengah dinaikkan dari 110.000 menjadi 140.000 barel per hari (naik 4 persen). Sedangkan impor gas naik 10 persen. Meskipun publik menginginkan diakhirinya program nuklir, tuntutan itu secara realistis tak dapat dilakukan dalam waktu singkat. Paling tidak dibutuhkan tahap-tahap peralihan agar kondisi sosial ekonomi dan lingkungan hidup tidak terguncang. Dengan langkah penghematan konsumsi energi hingga mencapai 50 persen dari kondisi saat ini, maka kebutuhan 50 persen sisanya dapat dipenuhi dari pemanfaatan gas alam (25-30 persen), minyak bumi (10-15 persen), batubara (10-15 persen). Setengah sisanya dari energi terbarukan. Dengan dominasi energi terbarukan, emisi gas rumah kaca dapat ditekan, bahkan diturunkan sesuai dengan program yang telah direncanakan. Hal ini diharapkan dapat tercapai pada 2030. Tuntutan pengurangan energi nuklir dari publik tersebut juga kesadaran terhadap keseimbangan dan kelestarian lingkungan hidup, membuat Jepang menoleh pada energi terbarukan. Selama ini, perkembangan pemanfaatan energi terbarukan memang masih relatif lambat. Secara ekonomi, harganya pun masih sangat mahal. Tapi insiden Fukushima telah memicu dan sekaligus menjadi titik balik bagi kebangkitan energi terbarukan. Dengan peningkatan alokasi dana, komitmen, dukungan infrastruktur, serta kebijakan regulasi, penggunaan energi terbarukan akan terus meningkat. Harganya pun akan semakin kompetitif. Manajemen Energi Secara Makro: BYAR PET, MAFIA, DAN KELANGKAAN MINYAK 165 Memperhatikan bauran energi saat terjadi insiden Fukushima Daiichi dan bauran yang direncanakan untuk masa depan, dapat diambil pelajaran penting dari sana. Keandalan dan keamanan penyediaan energi untuk bauran energi yang tidak berimbang, misalnya, sangat rentan terhadap gangguan eksternal, seperti bencana alam ataupun ketidakstabilan sosial politik dunia. Sebaliknya dengan diversifikasi energi secara optimal, dengan memanfaatkan segala potensi dan peluang sumber daya alam yang ada, akan dicapai bauran penyediaan energi yang berimbang dan lebih stabil bila terjadi gangguan eksternal. 6. Jerman Sejak dunia mengalami krisis minyak pada 1973 dan 1979, sebagian besar negara mengubah kebijakan ketahanan energinya. Setelah krisis minyak, kebijakan energi di Jerman lebih memfokuskan pada penggunaan batu bara dan tenaga nuklir. Namun sejak pertengahan 1970-an, masyarakat Jerman memprotes penggunaan batubara yang akhirnya berbuntut pada aksi demonstrasi. Banyak yang berpandangan seharusnya pemerintah lebih menekankan pada efisiensi energi dan energi terbarukan. Sebuah Komisi Enquete Pertama dalam parlemen Jerman, pada 1980 akhirnya mengeluarkan rekomendasi bahwa efisiensi dan kebijakan energi terbarukan sebagai prioritas pertama. Namun Jerman juga tetap mempertahankan pilihan penggunaan nuklir. Setelah kecelakaan Chernobyl, Menteri Riset dan Teknologi Jerman merekomendasikan bahwa efisiensi energi dan kebijakan energi terbarukan terhitung yang paling kompatibel dengan nilai-nilai dasar masyarakat. Energi terbarukan juga jauh lebih murah dibandingkan dengan pembangunan pembangkit listrik bertenaga plutonium. 166 KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN Saat ini, Jerman sedang giat Bauran energi memanfaatkan energi ramah terbarukan di Jerman lingkungan (green energy), dengan tumbuh dari hanya rencana peniadaan pemanfaatan 6 persen menjadi 25 energi fosil dan bahkan nuklir. persen dalam waktu Tekad Jerman untuk beralih ke sepuluh tahun. energi terbarukan semakin kuat setelah pemerintah mengeluarkan kebijakan "Energiewende" (Transisi Energi Jerman) pada 2010, dengan target utama: a. Pengurangan emisi gas rumah kaca sebesar 80-95 persen pada 2050, b. Peningkatan porsi energi terbarukan hingga 60 persen dalam bauran energi, serta efisiensi listrik hingga 50 persen dalam periode yang sama. Sebelumnya, banyak pihak yang skeptis dengan target ambisius Jerman karena peralihan ke energi terbarukan memerlukan investasi yang sangat besar, hingga € 200 miliar (US$ 259,68 miliar). Saat ini, pasar energi terbarukan di Jerman tumbuh pesat dalam dua dekade terakhir. Pasar ini menyediakan energi murah dan bisa diandalkan bagi penduduknya. Bauran energi terbarukan di Jerman tumbuh dari hanya 6 persen menjadi 25 persen dalam waktu sepuluh tahun. Bila kondisi cuaca mendukung energi surya dapat beroperasi optimal, sumber energi terbarukan bisa memasok separuh kebutuhan listrik negara ini. Kebijakan ini langsung mendapat dukungan legislatif setahun berikutnya. Perkiraan terbaru dari "Energiewende" menunjukkan, Manajemen Energi Secara Makro: BYAR PET, MAFIA, DAN KELANGKAAN MINYAK 167 Jerman akan melampaui target bauran energi terbarukan yang lebih dari 40 persen pada 2020. Berdasarkan kajian pemerintah dan lembaga penelitian, manfaat energi terbarukan adalah: a. Meramalkan masa depan yang cerah bagi perkembangan ekonomi hijau di negara ini. Manfaat ekonomi dari peralihan ke energi terbarukan telah melampaui investasi yang dikucurkan pemerintah. b. Membuat harga energi terbarukan di Jerman menjadi semakin murah sementara harga energi konvensional semakin mahal. Bahan bakar fosil, menurut "Energiewende" akan terus mengandalkan pada subsidi agar (harganya) tetap bisa bersaing. c. Mengurangi kerusakan lingkungan. Kerugian penggunanan energi kotor akan semakin tinggi. dari d. Menyeimbangkan neraca perdagangan karena berkurangnya impor minyak. e. Memperkuat ketahanan energi. f. Menciptakan lapangan kerja. Ada lebih dari 380 ribu warga Jerman yang saat ini bekerja di sektor energi terbarukan. Ini jauh lebih banyak dibandingkan dengan pekerja di industri energi konvensional. Menurut "Energiewende", jumlah lapangan kerja baru akan bertambah dari 80 ribu orang menjadi 100 ribu orang hingga 150 ribu orang dalam periode 2020-2030. Salah satu alasannya karena energi terbarukan melibatkan lebih banyak tenaga kerja jika dibanding dengan energi nuklir atau bahan bakar fosil. g. Membantu Jerman keluar dari krisis ekonomi dan keuangan lebih cepat dibandingkan dengan negara-negara lain. 168 KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN h. Memangkas harga energi di Jerman hingga lebih dari 10 persen karena adanya pertumbuhan energi angin dan surya pada 2012. Saat listrik semakin murah, biaya berbisnis juga terus turun. Berbagai macam industri mulai industri baja, gelas hingga semen menikmati penurunan harga energi ini. i. Meningkatkan permintaan energi bersih dan terbarukan dalam jangka panjang sehingga daya tawar teknologi, jasa dan layanan energi terbarukan buatan Jerman akan semakin tinggi. j. Mengurangi emisi gas rumah kaca. Berbeda dengan banyak negara maju yang kesulitan memenuhi target pengurangan emisi, Jerman melenggang santai melampaui target pengurangan emisi dari Protokol Kyoto. Pada akhir 2011, Jerman berhasil memangkas emisi gas rumah kaca hingga 27 persen, melampaui target 21 persen pada 2012 (dibanding level tahun 1990). Jerman juga diperkirakan mampu melampaui target pengurangan emisi sebesar 40 persen pada 2020. 7. Brasil Sebagai negara berkembang, Brasil dinilai sukses dalam menggenjot produksi energi terbarukan. Bahkan, mereka telah memberlakukan hal yang sebaliknya dengan memberlakukan pajak yang besar pada bahan bakar bensin dan memberi insentif pada produksi hulu bioetanol untuk mengatasi persoalan energi. Pada 1970-an, hampir 80 persen kebutuhan BBM Brasil berasal dari impor. Dengan kebijakan yang memihak pada energi bioetanol, lebih dari 50 persen kebutuhan BBM mobil pribadi Manajemen Energi Secara Makro: BYAR PET, MAFIA, DAN KELANGKAAN MINYAK 169 di Brasil sudah digantikan dengan bioetanol dan 90 persen dari kebutuhan listriknya menggunakan pembangkit listrik tenaga air. Komposisi sumber energi Brasil dewasa ini adalah energi terbarukan tercatat sebesar 44,7 persen, yang terdiri atas tebu (13,9 persen), kayu dan biomassa (13,1 persen), tenaga air (15,0 persen) dan sumber lainnya (2,7 persen). Sedangkan sisanya berasal dari BBM (38,4 persen), gas alam (9,3 persen), batubara (6,4 persen) dan uranium (1,2 persen). Seperti Indonesia pada awalnya, dengan cadangan minyak bumi yang melimpah, banyak perusahaan asing masuk ke Brasil pada 1930-an. Sektor migas pun menjadi alat kepentingan. Salah satunya adalah ketika Petrobras digunakan sebagai alat kepentingan junta militer Brasil. Ketika situasi ekonomi dunia mengalami krisis ekonomi, Brasil juga terkena dampak yang buruk. Brasil nyaris bangkrut karena kebijakan mekanisme subsidi BBM mereka. Salah satu jalan Brasil dapat keluar dari kondisi kritis ini adalah mengembangkan dan memanfaatkan energi alternatif (biodiesel dan bioetanol) untuk kebutuhan sektor transportasi dalam negeri, dengan menekan konsumsi BBM. Brasil memanfaatkan tebu menjadi kebijakan energinya. Hasilnya, saat ini sebagian besar konsumsi energi di Brasil berasal dari energi bauran dari nabati. Program ini ada sejak 1976, dan mulai berkembang pesat sejak Presiden Luis Ignacio Lula da Silva dilantik pada awal 2003. Langkah awalnya, menerbitkan Undang-Undang tentang Biosecurity, yang mengatur aktivitas yang berkaitan dengan material rekayasa genetika. Misalnya, 170 KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN mengolah hasil limbah tebu menjadi sumber bahan bakar alternatif yang disebut bioetanol. Walaupun Brasil merupakan salah satu negara penghasil minyak bumi di Amerika Latin, dengan jumlah cadangan minyak, sekitar tiga kali lipat cadangan minyak Indonesia, negara ini sudah menyadari jauh-jauh hari bahwa minyak bumi akan habis. Maka, dengan serius, mereka memulai merencanakan program energi terbarukan sejak 1976. Agar program yang pada awalnya diberi nama Pro Alcohol Programme dapat berjalan, pemerintah memberikan dua jenis subsidi sebagai instrumen kebijakan yang mendukung, yaitu: a. Subsidi kepada petani yang menanam tebu untuk diolah menjadi etanol. Dari program ini, mereka memperoleh pendapatan yang berimbang bila dibandingkan dengan petani yang tebunya diolah menjadi gula. b. Subsidi harga pada stasiun pengisian bahan bakar yang membuat etanol menjadi lebih murah dari BBM. Kebijakan tersebut cukup efektif mencapai sasaran. Industri otomotif di Brasil secara signifikan meningkatkan jumlah produksi kendaraan yang mengunakan bahan bakar etanol. Puncaknya terjadi pada 1985 dan 1986. Ketika itu, sekitar 75 persen sepeda motor dan 90 persen mobil dirancang menggunakan campuran BBM-etanol. Kebijakan tersebut berjalan cukup efektif. Pada awal program, mobil di negara tersebut harus bisa menggunakan bahan bakar campuran etanol dan bensin 10-22 persen. Hingga Juli 2007, penggunaan bahan bakar mobil menjadi 25 persen etanol dan 75 persen bensin. Manajemen Energi Secara Makro: BYAR PET, MAFIA, DAN KELANGKAAN MINYAK 171 SPBU di Brasil yang dikelola Petrobras menyediakan dua tipe bahan bakar, yaitu etanol dan bensin. Saat ini, Brasil dengan industri etanolnya dikenal sebagai negara yang berdiri paling depan dalam produksi dan bisnis biofuel. Mereka menjadi kiblat dalam pengembangan industri biofuel, yang di masa depan diyakini bakal menjadi salah satu senjata dalam memenangkan persaingan global. Sebanyak 393 pabrik memproduksi bioetanol di Brasil hingga Juli 2008. Jumlah itu terdiri dari 126 pabrik yang memproduksi bioetanol, 252 pabrik memproduksi gula dan bioetanol, dan 15 pabrik tambahan yang memproduksi gula. Dalam jangka waktu setahun, pabrik-pabrik ini dapat mengolah tebu sebanyak 538 juta ton yang akan menjadi bahan dasar gula dan bioetanol, dengan kapasitas bisa memenuhi kebutuhan gula dan bioetanol dalam negeri dan ekspor. Brasil menerapkan kebijaksanaan wajib mencampurkan bahan bakar solar dengan biodiesel untuk kendaraan bermotor dengan 2 persen pada 2008-2012 dan menjadi 5 persen setelah 2013. Pencampuran bahan bakar kendaraan bermotor bermesin flex fuel (berbahan bakar solar + biodiesel) banyak diproduksi di Brasil dari berbagai merek. Pada 2003, penjualan kendaraan bermotor roda empat yang memanfaatkan jenis bahan bakar ini mencapai jumlah 48 ribu unit dan meningkat menjadi 2 juta unit pada 2007. Brasil tidak hanya memproduksi etanol untuk memenuhi kebutuhan di dalam negeri, tetapi juga mengekspor, terutama ke AS. Pada 1997, sebanyak 146 juta liter etanol diekspor ke berbagai negara dengan nilai US$ 54 juta FOB dan pada 2007 172 KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN volume ekspor etanol mencapai lebih dari 3,579 miliar liter dengan nilai sebesar US$ 1,477 miliar. Tabel 2 Produksi Bioetanol Brasil, 2003-2009 Tahun Produksi (Miliar liter) Pertumbuhan PDB (%) 2003 - 2004 13 0,8 2005 - 2006 14 5,1 2007 - 2008 17 5,4 2009 27,8 5,1 Jika disimpulkan kondisi manajemen energi sejumlah negara tetangga bila dibandingkan dengan Indonesia bisa dilihat dalam tabel berikut: Tabel 3 Perbandingan Penggunaan Energi Baru dan Terbarukan serta Nuklir di Sejumlah Negara Dibandingkan dengan Indonesia. Malaysia Energi terbarukan saat ini men- Pada 2010 telah total listrik pembangunan PLTN capai 985 MW atau 5,5 persen dari Membebaskan 70 persen pajak menetapkan lokasi penghasilan selama lima tahun atau pemberian investment tax allowance sebesar 60 persen dari pengeluaran modal selama lima tahun. Thailand Pada 2021 25% energi yang Mempersiapkan 6 titik dipasok berasal dari energi pembangunan PLTN terbarukan. Listrik terbarukan saat ini sudah 2.232 MW. Targetnya pada 2021 9.201 MW. Swasta ikut berpartisipasi karena Manajemen Secara Makro: BYAR PET, MAFIA, DAN KELANGKAAN MINYAK sistem feedEnergi in tariff (tarif jual listrik ke pemerintah) sudah tertata dengan baik. 173 allowance sebesar 60 persen dari pengeluaran modal selama lima tahun. Thailand Pada 2021 25% energi yang dipasok berasal dari energi terbarukan. Listrik terbarukan saat ini sudah 2.232 MW. Targetnya pada 2021 9.201 MW. Swasta ikut berpartisipasi karena sistem feed in tariff (tarif jual listrik ke pemerintah) sudah tertata dengan baik. Pemerintah subsidi energi terbarukan 8 Baht per KWH Sudah 100 perusahaan swasta ikut program ini. 174 KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN Mempersiapkan 6 titik pembangunan PLTN Brasil Brasil seperti Indonesia pada awalnya bergantung pada minyak bumi. Bras il keluar dari kondisi kritis dengan mengembangkan biodiesel dan bioetanol Pada 1970-an, hampir 80 persen BBM Brasil berasal dari impor. Brazil telah membangun dua reaktor nuklir sejak 2010 dan akan beroperasi pada 2018 dan memasok 3 persen kebutuhan energi. Kini, di Brasil lebih dari 50 persen kebutuhan BBM mobil pribadi sudah digantikan dengan bioetanol dan 90 persen dari kebutuhan listriknya menggunakan pembangkit listrik tenaga air Energi terbarukan di Brasil mencapai 44.7 persen dari kebutuhan Jerman Pada 2010 kebutuhan energi di Pada 2010 energi nuklir 33,7%, batubara 22,9%, gas 21,8%, kebutuhan energi. 1,5%, dan sumber energi masyarakat antinuklir, Energi terbarukan Jerman tumbuh menutup PLTN pada Jerman dipasok oleh minyak memasok 10,8 persen nuklir 10,8%, tenaga air dan angin Karena tekanan terbarukan lainnya 7,9%. Jerman merencanakan dari hanya 6 persen menjadi 25 2036. persen dalam waktu 10 tahun. Bila Manajemen Energi Secara Makro: BYAR PET, MAFIA, DAN KELANGKAAN MINYAK kondisi cuaca mendukung, energi surya dan sumber energi terbarukan bisa memasok separuh 175 kebutuhan Jerman Pada 2010 kebutuhan energi di Pada 2010 energi nuklir 33,7%, batubara 22,9%, gas 21,8%, kebutuhan energi. 1,5%, dan sumber energi masyarakat antinuklir, Energi terbarukan Jerman tumbuh menutup PLTN pada Jerman dipasok oleh minyak nuklir 10,8%, tenaga air dan angin Karena tekanan terbarukan lainnya 7,9%. Jerman merencanakan dari hanya 6 persen menjadi 25 2036. persen dalam waktu 10 tahun. Bila kondisi cuaca mendukung, energi surya dan sumber energi terbarukan bisa memasok separuh kebutuhan listrik negara ini. Pada 2012, pertumbuhan energi angin dan surya berhasil memangkas harga energi di Jerman hingga lebih dari 10 persen. 176 memasok 10,8 persen KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN Arah Manajemen Energi 2015-2050 Sumber energi dan/atau sumber daya energi ditujukan untuk modal pembangunan guna sebesar-besar kemakmuran rakyat, dengan cara mengoptimalkan pemanfaatannya bagi pembangunan ekonomi nasional, penciptaan nilai tambah di dalam negeri dan penyerapan tenaga kerja. 1. Sasaran Penyediaan dan Pemanfaatan Energi 2015-2050 Sasaran penyediaan dan pemanfaatan energi primer dan energi final adalah sebagai berikut: a. Terpenuhinya penyediaan energi primer pada 2025 sekitar 400 MTOE, dan pada 2050 sekitar 1.000 MTOE. b. Tercapainya pemanfaatan energi primer per kapita pada 2025 sekitar 1,4 TOE, dan pada 2050 sekitar 3,2 TOE. c. Terpenuhinya penyediaan kapasitas pembangkit listrik pada 2025 sekitar 115 GW, dan pada 2050 sekitar 430 GW. d. Tercapainya pemanfaatan listrik per kapita pada 2025 sekitar 2.500 kWh, dan pada 2050 sekitar 7.000 kWh. Untuk pemenuhan penyediaan energi dan pemanfaatan energi diperlukan pencapaian sasaran kebijakan energi nasional sebagai berikut: Manajemen Energi Secara Makro: BYAR PET, MAFIA, DAN KELANGKAAN MINYAK 177 a. Terwujudnya paradigma baru, bahwa sumber energi merupakan modal pembangunan nasional. b. Tercapainya elastisitas energi lebih kecil dari 1 (satu) pada 2025 yang diselaraskan dengan target pertumbuhan ekonomi. c. Tercapainya penurunan intensitas energi final sebesar satu persen per tahun sampai dengan 2025. d. Tercapainya rasio elektrifikasi sebesar 85 persen pada 2015 dan mendekati 100 persen pada 2020. e. Tercapainya rasio penggunaan gas rumah tangga pada 2015 sebesar 85 persen. f. Tercapainya bauran energi primer yang optimal (Tabel 4 & 5): Tabel 4 Proyeksi Bauran Energi Nasional 2015-2050 Tahun Energi Total Minyak Gas Batubara Total EBT Biomassa Biofuel Biomassa Sampah Panas Bumi Energi air Energi laut Energi surya ET Lainnya (Angin) Energi Baru (Nuklir, CBM dan lainnya) 2015 2020 2025 2030 2035 2040 380 25% 22% 30% 23% 4.7% 5.1% 7.1% 2.7% 0.1% 0.1% 480 22% 23% 30% 25% 4.5% 5.3% 6.5% 2.6% 0.2% 0.3% 215 39% 22% 29% 10% 2.8% 2.0% 4.3% 0.9% 0.0% 0.0% 290 32% 22% 29% 17% 3.1% 2.3% 8.1% 1.7% 0.1% 0.1% 0.0% 0.0% 0.0% 0.0% 0.1% 0.1% 0.1% 0.1% 0.0% 1.6% 3.2% 5.6% 6.1% 6.5% 6.7% 6.8% Sumber: Dewan Energi Nasional 178 KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN 593 22% 24% 29% 26% 5.2% 6.1% 5.7% 2.2% 0.2% 0.7% 740 21% 24% 27% 28% 5.9% 7.0% 4.9% 1.8% 0.3% 1.5% 2045 2050 850 21% 24% 26% 29% 6.8% 6.7% 5.3% 1.9% 0.3% 1.6% 980 20% 24% 25% 31% 7.8% 6.4% 5.8% 2.0% 0.4% 1.7% 1) Pada 2025, peran EBT paling sedikit 23 persen dan pada 2050 paling sedikit 31 persen sepanjang keekonomiannya terpenuhi. 2) Pada 2025, peran minyak bumi kurang dari 25 persen dan pada 2050 menjadi kurang dari 20 persen. 3) Pada 2025, peran batubara minimal 30 persen dan pada tahun 2050 minimal 25 persen. 4) Pada 2025, peran gas bumi minimal 22 persen dan pada 2050 minimal 24 persen. Tabel 5 Proyeksi Bauran Energi Nasional 2015-2050 (Dalam MTOE) BAURAN 2015 2020 2025 2030 2035 2040 ENERGI Energi Total 215 290 380 480 593 740 155 106 128 95 93 Minyak 84 178 110 140 84 64 Gas 47 200 144 170 114 84 Batubara 62 207 120 155 87 49 Total EBT 22 44 31 22 18 9 Biomassa Biofuel 6 52 36 25 19 7 Biomassa Sampah 4 36 34 31 27 23 Panas Bumi 9 13 13 12 10 5 Energi Air 2 2 1 1 0 0 Energi Laut 0 11 4 1 0 0 Energi Surya 0 ET Lainnya 1 1 0 0 0 0 (Angin) Energi Baru 48 36 27 12 5 (Nuklir, CBM dan 0 lainnya) 2045 2050 850 175 204 221 250 58 57 45 16 3 14 980 196 235 245 304 76 63 57 20 4 17 1 1 57 67 Sumber: Dewan Energi Nasional Manajemen Energi Secara Makro: BYAR PET, MAFIA, DAN KELANGKAAN MINYAK 179 2. Strategi Menuju Ketahanan Energi ke Depan Dengan memperhatikan kondisi keenergian saat ini dan sejumlah permasalahan yang dihadapi di sektor energi, maka pemerintah harus melakukan pengelolaan energi secara tepat, baik pada sisi penyediaan (supply side management) maupun pada sisi pemanfaatan (demand side management). Semua itu dilakukan dalam rangka mewujudkan kemandirian dan ketahanan energi nasional. Secara umum, ketahanan energi merupakan suatu kondisi di mana kebutuhan masyarakat luas terhadap energi dapat dipenuhi secara berkelanjutan berdasarkan prinsip-prinsip ketersediaan, keterjangkauan, dan akseptabilitas. Untuk mencapai ketahanan energi nasional seperti yang dimaksud di atas, diperlukan strategi, baik jangka pendek maupun jangka panjang guna menjaga keberlangsungan hidup negara, yaitu antara lain: a. Perubahan paradigma dalam pengelolaan energi Sumber daya energi sudah saatnya diposisikan sebagai modal pembangunan, bukan lagi sebagai komoditas ekspor untuk menghasilkan devisa. Pola pengelolaan energi selama ini, kasus batubara dan minyak bumi, mengakibatkan pasokan energi dalam negeri tidak dapat terjamin dengan baik, peningkatan nilai tambah tidak optimal, dan hilangnya peluang terciptanya lapangan kerja baru, sehingga menjadi salah satu sumber penghambat dalam pertumbuhan perekonomian. Kebijakan energi nasional ke depan mengamanatkan adanya perubahan paradigma pengelolaan energi dengan 180 KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN menjadikan energi sebagai modal pembangunan nasional. Untuk mewujudkan hal tersebut, dilakukan langkahlangkah sebagai berikut: 1) Pemanfaatan sumber daya energi diutamakan untuk memenuhi kebutuhan energi di dalam negeri, terutama untuk mendukung sektor industri dan pertanian, baik kebutuhan jangka menengah maupun jangka panjang; 2) Pemanfaatan sumber daya energi sebagai sumber devisa atau ekspor dilakukan jika kebutuhan dan keamanan pasokan energi di dalam negeri dalam jangka panjang sudah terpenuhi; 3) Penetapan besaran pertumbuhan energi yang rasional dan memastikan pemerintah atau pemerintah daerah menyediakan alokasi anggaran yang cukup untuk pengembangan dan penguatan infrastruktur energi sesuai penetapan besaran pertumbuhan ekonomi, baik pusat maupun daerah. Dengan perubahan paradigma di atas, diharapkan dapat meningkatkan penerimaan negara dari sektor energi. Sebagian besar penerimaan itu dapat digunakan untuk mendorong pencarian dan peningkatan cadangan energi fosil, pengembangan EBT, pemulihan lingkungan, dan konservasi sumber daya energi. b. Energi untuk kesejahteraan rakyat Ketersediaan energi nasional dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kesejahteraan rakyat, memperkuat teknologi dalam Manajemen Energi Secara Makro: BYAR PET, MAFIA, DAN KELANGKAAN MINYAK 181 negeri, dan mendorong badan usaha nasional, termasuk perbankan agar lebih berperan serta dalam sistem pendanaan. c. Pengembangan energi bersih Strategi pengembangan energi terbarukan dalam jangka panjang hendaknya tidak mengarah kepada proses yang bersifat massal. Lebih jelasnya, jangan sampai masyarakat hanya tergantung pada beberapa sumber energi saja. Ketergantungan pada beberapa sumber energi dapat menyebabkan ketahanan energi menjadi labil. Cara paling efektif dan aman dalam strategi pengembangan energi berkelanjutan adalah melakukan pengembangan keanekaragaman pemanfaatan EBT di setiap kawasan di Indonesia berdasarkan ketersediaan potensi sumber daya energi setempat. Sebagai contoh, pengembangan pemanfaatan potensi energi angin atau pasang surut air laut dan samudera untuk wilayah pesisir; potensi energi biomassa, biogas, dan biodiesel yang berasal dari limbah pertanian dan peternakan untuk wilayah pertanian; potensi panas bumi ataupun minihidro atau mikrohidro untuk wilayah dataran tinggi dan/atau dekat dengan aktivitas gunung berapi; dan potensi biogas dari sampah untuk wilayah perkotaan. Sudah saatnya, pemerintah dan/atau pemerintah daerah memiliki peta-peta sebaran potensi sumber daya energi alternatif, baik berdasarkan geografis, demografis, maupun pola hidup masyarakat, sehingga dapat dijadikan acuan dalam rencana pengembangan keanekaragaman pemanfaatan energi nasional jangka panjang. Peta itu tentu 182 KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN harus menjadi acuan bagi setiap tingkat kebijakan di pusat dan di daerah. Pemanfaatan keanekaragaman energi, terutama EBT berdasarkan pada ketersediaan potensi sumber daya energi setempat, niscaya dapat membantu keterbatasan aksesibilitas energi, terutama listrik. d. Pemanfaatan energi secara bijaksana Konservasi energi akan mendorong pemanfaatan energi secara efisien dan rasional tanpa mengurangi penggunaan energi yang benar-benar diperlukan. Upaya yang dilakukan dalam pemanfaatan energi secara bijaksana, antara lain: 1) Melakukan konservasi di sisi pembangkit, yang didahului oleh audit energi. 2) Mengurangi pemakaian listrik yang bersifat konsumtif, keindahan, dan kenyamanan. 3) Mengganti alat yang tidak efisien. 4) Mengatur waktu pemakaian peralatan listrik. e. Infrastruktur energi nasional Infrastruktur energi merupakan salah satu faktor penting dalam ketahanan energi yang menghubungkan sumber energi ke pengguna energi. Infrastruktur ini terdiri atas kilang, jalur dan alat transportasi dan distribusi, pelabuhan, jaringan transmisi, dan fasilitas lainnya yang memiliki keterkaitan dengan penyediaan energi. Terganggunya keandalan dalam penyediaan energi akan menurunkan akses masyarakat terhadap energi, sehingga Manajemen Energi Secara Makro: BYAR PET, MAFIA, DAN KELANGKAAN MINYAK 183 menimbulkan gangguan terhadap keamanan nasional (sosial, ekonomi, politik, dan ancaman dari luar). Sesuai dengan amanat UUD 45 pasal 33, pemerintah diharuskan memberdayakan badan usaha milik negara untuk mampu sebanyak-banyaknya membangun dan memiliki infrastruktur energi nasional, serta memfasilitasi kemampuan swasta dalam negeri dalam membangun infrastruktur energi. f. Aksesibilitas energi Meningkatkan aksesibilitas masyarakat terhadap energi dengan harga yang berkeadilan serta mendorong perbaikan harga energi, termasuk pengubahan sistem subsidi energi dari subsidi harga ke subsidi konsumen lemah; mendorong pembangunan infrastruktur energi, serta pemanfaatan potensi energi setempat (potensi lokal). g. Penguatan diplomasi energi internasional Dalam kebijakan energi nasional, terutama yang mencakup kebijakan luar negeri, energi menjadi salah satu isu yang dibahas. Energi memainkan peran yang sangat penting karena energi adalah penggerak sektor perekonomian suatu negara. Energi sendiri juga dapat dijadikan sebagai alat dalam berdiplomasi. Oleh karena itu, suatu negara yang menguasai energi akan menjadi kuat dan adidaya. Dalam bidang energi, Kementerian Luar Negeri sudah saatnya mulai melakukan capacity building bagi para diplomatnya agar mempunyai pengetahuan yang memadai tentang energi. Ke depan, diplomat diharapkan lebih berperan 184 KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN dalam menciptakan pemahaman tentang kapasitas energi nasional (image builder), menjadi promotor dan negosiator yang ulung di bidang energi. Mereka juga diharapkan mampu melakukan market research agar produk ekspor energi Indonesia dapat dipasarkan di luar negeri dengan baik, serta berkemampuan sebagai opportunity seeker agar dapat melihat peluang kerja sama teknis, terutama di bidang energi terbarukan. Diplomat Indonesia juga harus mampu membangun kepercayaan (confidence builder) investor asing agar mau menanamkan modalnya di Indonesia, terutama untuk infrastruktur energi. 3. Tantangan Masa Mendatang a. Global Pada 2030, dunia akan mengkonsumsi energi sebesar 120 miliar ekuivalen barel minyak per tahun atau sama dengan 116 juta barel/hari untuk memenuhi kebutuhan energi bagi lebih dari 8 miliar jiwa (naik dari sebesar 6,5 miliar jiwa pada saat ini). Saat ini, terdapat sekitar 2 miliar jiwa penduduk dunia yang belum memperoleh akses terhadap energi. Lebih dari 80 persen kebutuhan akan energi primer dunia masih berasal dari energi fosil dan mana minyak bumi masih menjadi bahan bakar utama. Dengan cadangan minyak dunia sekitar 1,2 triliun barel, pasokan minyak hanya tersedia sampai 30 tahun mendatang. Kondisi ini terjadi karena sebagian besar negara-negara di dunia menjadi pengimpor minyak, sementara pasokan hanya mengandalkan dari pasokan tradisional yaitu Timur Tengah, Rusia serta beberapa Manajemen Energi Secara Makro: BYAR PET, MAFIA, DAN KELANGKAAN MINYAK 185 negara di Afrika dan Amerika Latin yang masih memiliki kelebihan minyak. Dunia akan menghadapi persoalan lebih besar apabila tiga negara konsumen utama, yaitu Tiongkok, India dan AS tidak dapat mengelola sisi permintaan dengan bijaksana sehingga sumber daya energi akan habis lebih cepat lagi. Indonesia, sebagai salah satu negara dengan jumlah penduduk terbesar dan pada periode tersebut menerima Bonus Demografi, akan membutuhkan energi dalam jumlah yang besar untuk menjaga kelangsungan perekonomian nasional. Kebutuhan total energi Indonesia pada periode tersebut sebagian besar masih berasal dari minyak bumi atau bahan bakar minyak (54,04 persen) dan gas alam (21,94 persen). Isu lain yang terkait dengan masalah energi adalah mengenai dampak konsumsi serta ekspor energi (transportasi atau transit energi) terhadap lingkungan hidup. Berdasarkan data Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC), telah terjadi kenaikan suhu global sebesar 0.6 derajat Celcius. IPCC juga berpendapat bahwa apabila tidak ada hasil yang cukup signifikan dalam upaya membatasi gas emisi rumah kaca di dunia, diperkirakan akan terjadi kenaikan suhu ratarata dunia sebesar 1.4-5.8 derajat Celcius pada akhir abad ini dan itu akan mempengaruhi perekonomian dan ekosistem dunia. b. Nasional Seperti halnya yang terjadi di tataran global, Indonesia akan 186 KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN berhadapan dengan berbagai permasalahan, antara lain, pemerintah harus mengantisipasi tingginya permintaan energi nasional. Konsumsi energi diperkirakan melonjak hampir dua kali lipat dalam rentang waktu tersebut dari 196 juta ton setara minyak (MTOE) menjadi 358 MTOE. Dalam proyeksi tersebut, diperkirakan bauran energi belum mencapai target yang sudah dicanangkan oleh pemerintah. Konsumsi BBM masih menguasai 30 persen energy mix, disusul oleh batubara sebanyak 28 persen. Proyeksi ini menjadi cambukan bagi pemerintah bahwa target penurunan BBM dan optimalisasi batubara yang telah disusun dalam Perpres Nomor 5 Tahun 2006 tak cukup berhasil. Terkait dengan optimalisasi batubara, meskipun pemerintah sudah melaksanakan Fast Track Project (FTP) Tahap I dan sedang membangun FTP Tahap II, tingkat keandalan pembangkit listrik berbahan bakar batubara tersebut perlu diuji lebih lanjut, mengingat masih rendahnya capacity factor pembangkit FTP Tahap I. Akibatnya, konversi energi dari pembangkit listrik tenaga diesel yang lebih mahal ke batubara menjadi tidak tercapai. Tantangan lainnya adalah mengurangi ekspor batubara. Meskipun kebutuhan dalam negeri saat ini sangat jauh dari produksi tambang batubara, pemerintah harus menyadari bahwa batubara bukan merupakan energi yang terbarukan. Eksploitasi berlebihan atas cadangan tambang batubara justru akan meningkatkan opportunity cost terhadap penggunaan batubara di masa mendatang. Manajemen Energi Secara Makro: BYAR PET, MAFIA, DAN KELANGKAAN MINYAK 187 Tantangan lainnya adalah mengurangi ekspor batubara. Meskipun kebutuhan dalam negeri saat ini sangat jauh dari produksi tambang batubara, pemerintah harus menyadari bahwa batubara bukan merupakan energi yang terbarukan. Ihwal pemanfaatan gas, kendala utamanya ada pada kurang tersedianya infrastruktur distribusi atau pengangkutan. Selama ini, pembangunan pipa gas selalu berorientasi pada ekspor dan kurang memperhatikan kawasan industri, terutama yang berlokasi di dekat wilayah eksplorasi gas alam. Salah satu contohnya ialah kasus kekurangan gas yang terjadi pada pembangkit listrik gas di Belawan dan pasokan gas untuk bahan baku pada industri pupuk nasional. Selain pipanisasi, kebijakan pengangkutan gas juga harus mencakup pembangunan kilang LNG dan terminal regasifikasi yang berdekatan dengan pusat industri dan pembangkit listrik. Misalnya, pembangunan terminal regasifikasi terapung (FRSU) di Jawa Barat dapat dikatakan terlambat dalam merespon kebutuhan pembangkit listrik PLN. Padahal biaya input gas jauh lebih murah dibandingkan bahan bakar lainnya. Kurangnya infrastruktur pengangkutan gas tersebut menyebabkan hilangnya kesempatan memanfaatkan energi yang berbiaya rendah. Pemerintah juga harus menyelesaikan permasalahan yang menghalangi eksploitasi energi terbarukan. Beberapa permasalahan tersebut mencakup perizinan pembangunan PLTA dan PLTP yang dianggap dapat merusak lingkungan, terutama pada wilayah hutan. Insentif pemerintah kepada 188 KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN pelaku usaha dalam menurunkan tingkat ketidakpastian keberhasilan eksplorasi panas bumi dan kompensasi besarnya biaya investasi perlu juga diatur. Beberapa fakta tersebut di atas mengindikasikan bahwa Indonesia telah memiliki rencana yang baik untuk menjaga ketahanan energi sebagaimana telah dinyatakan dalam bentuk roadmap bauran energi nasional sejak 2006. Namun, progres hingga 2013 menunjukkan hasil yang belum menggembirakan. Sementara pada periode yang sama, tekanan risiko ketahanan energi sebagai akibat terlalu menggantungkan pada sumber daya energi, BBM mengalami peningkatan. Ini menjadi lampu kuning bagi pembangunan sektor keenergian nasional. Sebagai tahap awal perlu segera ada reformulasi pola subsidi BBM (termasuk listrik). Reformulasi ini bukan hanya untuk mengurasi eksposur risiko subsidi BBM, melainkan juga untuk membuka jalan (necessary condition) penciptaan lingkungan yang kompetitif bagi pengembangan sumber energi terbarukan. Menunda setiap langkah kritis ini hanya akan mengakumulasikan risiko atas ketahanan energi Indonesia di masa mendatang. Manajemen Energi Secara Makro: BYAR PET, MAFIA, DAN KELANGKAAN MINYAK 189 190 KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN BAB V MANAJEMEN ENERGI SECARA MIKRO MEMBANGUN FONDASI KUAT Manajemen Energi Secara Makro: MEMBANGUN FONDASI KUAT 191 192 KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN "Aset terbesar di negara ini bukan minyak dan gas. Tapi, integritas.” ~ George Foreman, Petinju Kelas Berat, Juara Dunia dua kali.~ Manajemen Energi Secara Makro: MEMBANGUN FONDASI KUAT 193 MANAJEMEN ENERGI SECARA MIKRO MEMBANGUN FONDASI KUAT Pasokan Energi Primer E nergi primer merupakan energi dalam bentuk asli yang diperoleh melalui proses penambangan, pembuatan dan, atau pemanfaatan langsung dari sumber alamnya. Energi primer ini ada dua kelompok, yaitu energi tidak terbarukan (nonrenewable) dan terbarukan (renewable). Minyak bumi, gas alam, dan batubara termasuk energi tidak terbarukan, sedangkan panas bumi, matahari, angin, air, energi laut, dan biofuel termasuk energi baru dan terbarukan (EBT). Dari sisi lingkungan, minyak bumi, gas alam, dan 194 KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN batubara yang juga sering dinamakan energi fosil, dikelompokkan sebagai energi ‘kotor’ karena menghasilkan emisi karbon (CO2) dan polutan, sedangkan EBT dikelompokkan sebagai energi bersih. Penyediaan energi primer Indonesia (tanpa biomassa) dalam 5 tahun terakhir meningkat rata-rata 4,1 persen per tahun, yaitu dari 947 juta setara barel minyak (SBM) pada 2007 menjadi 1.143 juta SBM pada 2012 (Gambar 34). Minyak dan batubara mendominasi pasokan energi primer Indonesia. Walaupun masih dominan, porsi minyak mulai menurun, dari 50 persen pada 2007 menjadi 42,4 persen pada 2012. Sebaliknya, porsi batubara dalam pasokan energi primer meningkat dari 27,1 persen pada 2007 menjadi 30,1 persen pada 2012 (Gambar 34). Pada 2025, berdasarkan rancangan pemerintah, porsi minyak ini ditargetkan turun menjadi kurang dari 20 persen. Sebaliknya, porsi batubara dan gas pada tahun yang sama diharapkan masing-masing naik hingga lebih dari 33 persen dan 30 persen. Penurunan porsi minyak yang disertai dengan kenaikan porsi gas dan batubara merupakan dampak dari program pemerintah mengurangi ketergantungan terhadap minyak dengan melakukan diversifikasi dan konservasi energi. Manajemen Energi Secara Makro: MEMBANGUN FONDASI KUAT 195 Ribu SBM 1,400,000 Minyak Batubara Gas Hidro ET Lainnya 1,172,028 1,200,000 1,145,900 1,143,215 1,068,374 1,000,000 947.119 885.801 2007 2011 31,795 6,025 344,400 275,950 334,143 279,286 30,074 4,668 44,003 4,434 2010 485,045 497,729 572,249 28,696 3,991 2009 281,400 269,942 546,050 29,060 3,193 2008 236,439 253,198 454,704 205,492 193,352 200,000 28,451 2,837 400,000 258,174 183,624 600,000 474,033 800,000 2012 Sumber: Dewan Energi Nasional Gambar 34 Pasokan Energi Primer Indonesia, 2007-2012 a. Minyak Bumi Potensi migas berdasarkan data 2013, sebagian besar masih dalam bentuk sumber daya (cadangan potensial). Maka, diperlukan kegiatan eksplorasi untuk menambah cadangan terbukti. Pada 2013, total cadangan minyak bumi nasional mencapai 7,55 miliar barel, yang terdiri atas cadangan terbukti sebesar 3,69 miliar barel dan cadangan potensial sebesar 3,86 miliar barel, yang umumnya tersebar di wilayah Sumatera (Gambar 35). 196 KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN Produksi minyak bumi di Indonesia sempat mencapai 1,5 juta barel pada pertengahan 1990-an. Pada saat itu, konsumsi minyak bumi di Indonesia hanya sekitar 800 ribu barel, sehingga terdapat banyak sisa minyak bumi yang dapat diekspor. Seiring dengan tumbuhnya konsumsi minyak bumi di Indonesia, konsumsi naik rata-rata 4.9 persen per tahun, maka konsumsi minyak bumi sudah tidak dapat dicukupi lagi oleh produksi dalam negeri. Sejak 2004, Indonesia menjadi negara pengimpor minyak. 6,93 150.68 1.20 50.48 109,05 8.06 373.23 14.63 3,386.55 573.5 18.32 1,007.07 3.18 2.58 17.48 5.89 494.89 23.9 51,87 65.97 7.48 1,312.03 15.21 2013 oil and gas production not yet calculated regarding reserves OIL REMAINING RESERVE (MMSTB) PROVEN (P1) = 3,692.49 TOTAL (3P) = 7,549.81 POTENTIAL (P2=P3)= 3,857.31 1.9 % Compared to 2012 -0.3 % Compared to 2012 GASREMAINING RESERVE (TSCF) PROVEN (P1) = 101.54 TOTAL (3P) = 150.39 POTENTIAL (P2=P3) = 48.85 Sumber: Kementerian ESDM (2014), diolah kembali Gambar 35 Distribusi Cadangan Migas Indonesia, 2013 Turunnya produksi minyak bumi terjadi setelah masa peak production yakni pada 1994-1998. Pada masa itu produksi mencapai di atas 1.500.000 bph. Setelah tahun itu turun tajam sampai pada 2005 produksi menjadi sebesar 1.000.000 bph. Manajemen Energi Secara Makro: MEMBANGUN FONDASI KUAT 197 Penurunan produksi terus terjadi, dan pada 2013 produksi minyak bumi hanya sebesar 840.000 bph. Angka penurunan produksi minyak bumi di Indonesia semenjak peak production sebesar 0,53 persen (Gambar 36). Dengan adanya penurunan produksi dan kenaikan konsumsi terjadilah defisit yang setiap tahun terus membengkak. Membesarnya defisit tersebut adalah fenomena yang dialami oleh negara-negara yang lapangan-lapangan minyaknya sudah mature (matang). Minyak mentah adalah depleted resource, yang pada suatu ketika akan habis. Indonesia termasuk kategori ini karena minyak sudah terkuras lebih dari 125 tahun. Penurunan produksi disebabkan oleh tidak adanya penemuan cadangan baru di Indonesia, sehingga saat ini, produksi minyak bumi hanya mengandalkan sumur-sumur lama yang diperbaiki cara produksinya.Walaupun ada pengembangan lapangan minyak yang baru, butuh waktu lama untuk berproduksinya. Mulai dari penemuan sampai produksi perdana rata-rata dibutuhkan waktu sekitar 10 tahun. Kemudian, untuk berproduksi secara signifikan dan optimum dibutuhkan waktu 2 tahun lagi. Total waktu yang dibutuhkan untuk mencapai produksi bagi satu lapangan minyak baru adalah minimum 12 tahun. 198 KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN Produksi dominan oleh minyak 1800 Peak 1977 Plateau stage age ld-u p st % Decli ne 3-5 Bui BOEPD 12 1000 GAS 0- 1200 e1 lin ec 1400 Peak 1995 D 1600 Produksi dominan oleh gas % OIL 800 600 400 0 1966 1967 1968 1969 1970 1971 1972 1973 1974 1975 1976 1977 1978 1979 1980 1981 1982 1983 1984 1985 1986 1987 1988 1989 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 200 Source: SKK Migas by 2013, diolah kembali Dewan Energi Nasional (DEN) Sumber: SKK Migas 2013, diolah kembali oleh Dewan Energi Nasional (DEN) Gambar 36 Profil Produksi Minyak Bumi dan Gas Alam Indonesia Saat ini, harapan Pemerintah ditujukan ke ExxonMobil di Cepu dengan produksi optimum sebesar 165.000 bph pada 2014/2015. Dengan adanya tambahan produksi ini, total produksi akan mencapai sekitar 1.000.000 bph, naik dari produksi saat ini yang sebesar 840.000 bph. Selain itu, Pemerintah juga mengharapkan peningkatan produksi minyak dari lapangan tua, penemuan baru di lapangan lama, penemuan baru di daerah frontier, seperti laut dalam dan Indonesia Timur, adanya terobosan dari beberapa enhanced oil recovery (EOR) yang sedang berjalan, serta beberapa lapangan gas raksasa yang akan memberikan kondensat yang cukup besar, seperti gas Masela dan ExxonNatuna. Tambahan pasokan juga diharapkan dari shale gas yang berpotensi memberikan by-product berupa minyak yang cukup besar. Shale gas adalah gas alam yang ditemukan terperangkap di dalam formasi batuan shale. Manajemen Energi Secara Makro: MEMBANGUN FONDASI KUAT 199 Pada 2013, jumlah pasokan minyak mentah Indonesia mencapai 413,7 juta BOE, yang terdiri atas produksi sebesar 314,7 juta BOE, stok sebesar 2,4 juta BOE, dan impor sebesar 96,6 juta BOE. Dari total pasokan tersebut, sebesar 307,3 juta BOE menjadi input kilang minyak untuk menghasilkan BBM dan produk non-BBM serta sebesar 106,4 juta BOE diekspor (Gambar 37). LPG Export of Crude Oil Own Use & Losses Import of Crude Oil During Transformation 106.378 6.025 96.554 26.068 Other Sector Non PLN Own Use & Losses Stock Change Industry Export of Fuel Oil 1.015 618 106.370 2.433 49.389 1.778 5.644 7.015 54.042 Residential PLN Other Petroleum Product 301.258 5.769 Domestic 250.593 Commercial 181.146 314.666 Crude Oil Production Fuel Oil Re�nery 3,175 Natural Gas 179.988 Import of Fuel Oil 28.116 Stock Di�erence Transportation 333.834 REMARKS Crude Oil (�ousand �OE) Natural Gas (�ousand �OE) LPG (�ousand �OE) Other Petroleum Product (�ousand �OE) Fuel Oil (�ousand �OE) Gambar 37 Diagram Pasokan-Kebutuhan Minyak Bumi Indonesia, 2013 Dalam 10 tahun terakhir, wilayah kerja minyak dan gas (WK Migas) mengalami peningkatan lebih dari dua kali lipat. Sampai dengan Juli 2014, terdapat 320 WK Migas, meningkat dari 130 WK Migas pada 2004, dan sebagian bersar dikelola oleh perusahaan asing (Lampiran A). Dari 320 WK Migas tersebut, sekitar 80 WK Migas yang telah memasuki tahap produksi, sedangkan sisanya 240 WK Migas 200 KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN masih dalam tahap eksplorasi, dan di antaranya terdapat 54 WK CBM yang ditandatangani mulai 2008 dan 1 WK Shale Gas yang ditandatangani pada 2013 (Gambar 38). Dari perkembangan jumlah WK Migas tersebut tampak bahwa iklim investasi minyak di Indonesia masih cukup kondusif. 350 Eksplorasi Eksploitasi CBM Shale Gas 321 308 300 320 287 245 250 228 203 200 169 150 139 130 185 155 141 132 187 179 172 110 100 50 80 76 54 59 59 42 7 2004 73 57 67 64 2006 2007 2008 20 23 2009 2010 2011 79 75 80 54 54 54 2012 2013 2014 Sumber: SKK Migas, diolah kembali Gambar 38 Perkembangan Wilayah Kerja Migas, 2004-2014 Saat ini, terdapat 51 perusahaan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) yang telah berproduksi. Namun, berdasarkan data SKK Migas pada Februari 2014, hanya terdapat 10 perusahaan yang menghasilkan minyak terbanyak di Indonesia, termasuk di antaranya adalah Pertamina (Tabel 6). Sampai saat ini, sebagai BUMN, Pertamina mengelola lapangan migas dengan luas wilayah kerja sekitar 113,613.90 Manajemen Energi Secara Makro: MEMBANGUN FONDASI KUAT 201 km2 berdasarkan kontrak dengan BP Migas (sekarang SKK Migas) pada 17 September 2005. Wilayah kerja Pertamina yang dinamakan Aset, berlokasi hampir di seluruh wilayah Indonesia, terdiri atas lima Aset, yaitu: 1) 2) 3) 4) 5) Aset 1: Rantau, Pangkalan Susu, Lirik, Jambi, Ramba. Aset 2: Adera, Limau, Pendopo, Prabumulih. Aset 3: Tambun, Subang, Jatibarang. Aset 4: Cepu. Aset 5: Bunyu, Tarakan, Sangatta, Sangasanga, Tanjung, Papua. Tabel 6 Produsen Minyak Terbesar di Indonesia Februari 2014 No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. Nama Kontraktor Chevron Pacific Indonesia Pertamina Total E&P Indonesie PHE ONWJ CNOOC Ses. Ltd. Conoco Phillips Indonesia Ltd. Mobil Cepu Ltd. Chevron Indonesia PHE WMO Petro China Produksi Februari 2014 (bph) 308.523 113.1552 66.053 36.854 34.005 30.641 27.104 19.244 18.607 15.406 Sumber: SKK Migas, diolah kembali Untuk pengelolaan wilayah kerja, Pertamina, dalam hal ini Pertamina EP, menerapkan dua pola kerja, yaitu pengoperasian sendiri (own operation) dan kerja sama kemitraan. Pengelolaan sendiri terdiri atas empat proyek pengembangan migas dan tujuh area unitisasi, sedangkan kerja sama kemitraan terdiri atas 202 KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN 27 kontrak Technical Assistant Contract (TAC) dan 25 kontrak Kerja Sama Operasi (KSO). Selain di dalam negeri, Pertamina juga melakukan pengembangan eksplorasi migas di luar negeri. Pada 29 November 2014, melalui anak perusahaannya, PT Pertamina Irak EP, telah menyelesaikan proses akuisisi 10 persen Participating Interest (PI) pada lapangan West Qurna Phase-1 (WQ1) di Irak dari ExxonMobil yang mempunyai cadangan sebanyak 22 miliar barel. Sekarang, lapangan WQ1 dimiliki Pertamina bersama-sama dengan perusahaan migas lainnya dengan komposisi saham, antara lain, ExxonMobil (25 persen), Petrochina (25 persen), Shell (15 persen), OEC (25 persen), dan Pertamina (10 persen). Sebelumnya, pada tahun yang sama Pertamina juga telah mengakuisisi Blok 405A milik ConocoPhilips di Aljazair, yang terdiri atas tiga lapangan minyak utama, yaitu Menzel Lejmat North (MLN), EMK, dan Ourhoud. Pertamina memiliki 65 persen PI dan sekaligus bertindak selaku operator di lapangan MLN, sedangkan di lapangan EMK, Pertamina memiliki 16,9 persen PI dan di lapangan Ourhoud hanya 3,7 persen. Selain Pertamina, perusahaan swasta nasional yang juga berperan dalam pengembangan migas di luar negeri adalah Medco Energi. Medco Energi, melalui anak perusahaannya Medco Tunisia Petroleum Ltd., telah mengakuisisi 100 persen saham Storm Ventures International (Barbados) Ltd (SVI), yang memiliki delapan wilayah kerja migas di Tunisia yang terdiri atas empat blok eksplorasi, dua blok pengembangan, dan dua blok produksi dengan masa kontrak 30 tahun dan 50 tahun. Dari delapan wilayah kerja ini, lima berlokasi di darat dan tiga di lepas pantai. Lima blok di darat adalah Adam, Sud Manajemen Energi Secara Makro: MEMBANGUN FONDASI KUAT 203 Remada, Bir Ben Tartar, Jenein, dan Borj El Khadra yang terletak di Cekungan Ghadames. Sebelumnya, Medco juga telah menguasai satu wilayah kerja migas di cekungan ini, yaitu di Area 47 di Libya. Sementara tiga blok lepas pantai, yaitu Cosmos, Hammamet, dan Yasmin terletak di Cekungan Pelagian, di lepas pantai timur laut Tunisia. Tingkat produksi saat ini diperkirakan bisa dinaikkan hingga 16.000 BOEPD. Untuk memenuhi kekurangan pasokan di dalam negeri, minyak mentah harus diimpor. Impor minyak mentah selama ini berasal dari Arab Saudi, kawasan Mediterania, Afrika Barat, Asia Pasifik, dan negara-negara pecahan Uni Soviet. Dari data BPS, impor minyak mentah pada Februari 2014 sebanyak 1,2 juta ton dengan nilai US$ 1,06 miliar, naik dari bulan sebelumnya yang hanya sebesar 1,05 juta ton dengan nilai US$ 902,36 ribu. Impor terbesar pada bulan tersebut berasal dari Arab Saudi (Tabel 7). Sedangkan ekspor minyak mentah Indonesia sebagian besar ditujukan ke Jepang (27 persen dari total ekspor pada 2013), Korea Selatan (16 persen), Singapura (7 persen), dan sisanya ke AS, Taiwan, dan negara lainnya (Gambar 39). Tabel 7. Negara Asal Minyak Mentah Impor, Bulan Februari 2014 No 1. 2. 3. 4. 5. 6. Negara Asal Arab Saudi Azebaijan Malaysia Turki Algeria Brunei Darussalam Volume (Ribu ton) 474,26 215,28 134,71 132,20 90,50 80,90 Sumber: Badan Pusat Statistik 204 KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN Impor Nilai (USD Juta) 413,71 179,97 110,50 109,70 79,19 67,58 5% 27% 43% 16% 7% 2% Japan USA Korea Taiwan Singapore Others Sumber Kementerian ESDM Tahun 2013, diolah kembali oleh Dewan Energi Nasional Gambar 39 Negara Tujuan Ekspor Minyak Mentah Indonesia, 2013 b. Gas Alam Pada 2013, total produksi gas alam nasional mencapai 489,8 juta BOE. Dari jumlah itu sebanyak 396,9 juta BOE dikelola di dalam negeri dan sisanya sebanyak 64,4 juta BOE diekspor langsung dalam bentuk gas alam ke Singapura melalui TransASEAN gas pipeline (Gambar 40). Manajemen Energi Secara Makro: MEMBANGUN FONDASI KUAT 205 188.169 GAS ALAM LNG LPG 170.520 Gas Processing Export of LNG 15.605 21.326 309 Stoc� �i�erence Import of LPG Crude Oil Production 621 5.644 3.175 63.373 LPG 8700 489.808 Industry Re�nery 367 Transportation IPP 65.721 PLN 41.123 134 122.500 Residential 1.139 Natural Gas Production 37.189 1.625 Commercial Own Use & Losses 64.355 28.61 Export Statistic �i�erence 28.382 Raw Material Gambar 40 Diagram Pasokan-Kebutuhan Gas Alam Indonesia, 2013 Pasokan gas alam dalam negeri ditujukan untuk memenuhi kebutuhan yang terdiri atas: 1) Sebanyak 188,2 juta BOE untuk pabrik pengolahan gas, yang berupa liquefied natural gas (LNG) sebanyak 170,5 juta BOE diekspor seluruhnya dan liquefied petroleum gas (LPG) sebanyak 15,6 juta BOE untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. 2) Sebanyak 3,2 juta BOE untuk kilang minyak yang hasilnya berupa LPG sebanyak 5,6 juta BOE (termasuk LPG dari minyak mentah), yang seluruhnya untuk keperluan konsumsi dalam negeri. 3) Sebanyak 234,1 juta BOE (sisanya) digunakan seluruhnya untuk keperluan konsumsi dalam negeri. 206 KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN Indonesia termasuk salah satu negara penghasil dan pengekspor gas alam cair (LNG) terbesar dunia. Pada 2013, total ekspor gas Indonesia, termasuk LNG sekitar 47,9 persen dari total produksi, atau sebesar 234,8 juta BOE. Negara tujuan ekspor LNG Indonesia adalah Jepang, Tiongkok, Korea, Taiwan, dan Meksiko, sedangkan ekspor gas alam ke Singapura melalui jalur pipa gas (Gambar 41). Juta Ton 5.57 24% 12.75 54% 1,38 6% 1.94 8% 1.97 8% China Japan Korea Mexico Taiwan Natural Gas export to Singapore (Trans-ASEAN Gas Pipeline) around 358.325 MMSCF Sumber: Dewan Energi Nasional Gambar 41 Negara Tujuan Ekspor Gas Alam dan LNG Indonesia, 2013 Berdasarkan data Kementerian ESDM, sampai dengan 2013, total potensi gas alam Indonesia sebesar 150,39 trillions of cubic feet (TSCF), atau sekitar 3 persen cadangan gas alam dunia, sedangkan sumber daya diperkirakan sebesar 594.43 TSCF. Jumlah cadangan tersebut terdiri atas cadangan terbukti sebesar 101,54 TSCF dan cadangan potensial 48,45 TSCF, yang tersebar Manajemen Energi Secara Makro: MEMBANGUN FONDASI KUAT 207 di Aceh Darussalam, Sumatera Utara, Sumatera Tengah, Sumatera Selatan, Natuna, Jawa Barat, Jawa Timur, Kalimantan Timur, Sulawesi Tengah, Maluku Selatan, dan Papua (Gambar 35). Pada tingkat produksi sebesar 2,87 TSCF per tahun, maka Indonesia memiliki cadangan atau reserve to production (R/P) gas alam mencapai 35 tahun. Produksi gas alam saat ini berasal dari: 1) Pertamina. 2) Pertamina Joint Operation Body ( JOB). 3) Pertamina Technical Assistance Contract (TAC). 4) Pertamina Joint Operation Body - Production Sharing Contract ( JOB-PSC). 5) Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKS) atau Production Sharing Contract (PSC). Berdasarkan data SKK Migas (status Februari 2013), Pertamina termasuk salah satu dari 10 perusahaan pemasok gas alam terbesar di Indonesia (Tabel 8). Dari 10 perusahaan tersebut, dua di antaranya adalah perusahaan dalam negeri, yaitu Pertamina dan PT Pertamina Hulu Energi (PHE) ONWJ (anak perusahaan Pertamina). Lapangan Tangguh, yang berlokasi di Teluk Bintuni, Papua Barat, merupakan lapangan gas terbesar di Indonesia saat ini, dengan cadangan terbukti sekitar 14,4 TSCF dan cadangan potensial sebesar 24-25 TSCF. Lapangan gas ini dikembangkan oleh konsorsium yang terdiri atas BP Plc. (37,16 persen), MI Berau (16,3 persen), CNOOC (13,9 persen), Nippon Oil (12,23 persen), KG Berau / KG Wiriagar (10 persen), LNG Japan Corporation (7,35 persen), dan Talisman (3,06 persen), dan telah mulai berproduksi dengan pengiriman LNG pertama ke 208 KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN Tiongkok dan Korea Selatan pada Juli 2009. Proyek Tangguh memiliki kontrak untuk memasok 2,6 juta ton LNG per tahun ke terminal gas Fujian di Cina, 1,15 juta ton per tahun ke K-Power dan POSCO di Korea Selatan, serta 3,7 juta ton per tahun ke terminal Baja California di Sempra, Meksiko. Tabel 8 Produsen Gas Alam Terbesar di Indonesia, Februari 2013 No. Nama Kontraktor Produksi Februari 2013 (MMSCFD) 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. Total E&P Indonesie BP Berau Pertamina Conoco Phillips Grissik Conoco Phillips Indonesia Ltd. Vico Indonesia. Exxon Mobil Indonesia Kangean Energi 9. Petro China Jabung 264,99 PHE ONWJ 212,46 10. 1.693,98 1.219,00 1.049,25 1.027,02 432,94 380,94 364,99 294,99 Sumber: SKK Migas, diolah kembali Semua ekspor gas ke luar negeri berdasarkan kontrak jangka panjang, dan beberapa di antaranya akan berakhir pada 2015 dan 2017. Kontrak ekspor LNG Bontang ke Jepang (Medium City Gas Coorporations) sebanyak 0,17 MTPA dan ke Korea (Kogas) sebanyak 1,1 MTPA akan berakhir pada 2015. Kontrak ekspor LNG Badak, Arun, ke Jepang sebanyak 1 MTPA dan ke Taiwan sebesar 1,89 MTPA akan berakhir pada 2017. Pemerintah pernah mengatakan bahwa sebagian besar ekspor gas tersebut akan dihentikan dan diarahkan pemanfaatannya ke Manajemen Energi Secara Makro: MEMBANGUN FONDASI KUAT 209 dalam negeri,‘sepanjang infrastruktur mendukung’. Persoalannya, sampai saat ini infrastruktur gas yang dibangun tidak banyak, sehingga ekspor gas akan tetap berjalan dan kontrak yang akan berakhir tetap diperpanjang. Karena berbentuk gas, proses pengangkutan gas alam menjadi permasalahan tersendiri dalam distribusi gas alam di dalam negeri. Pengangkutan gas alam dari lokasi tambang ke pengguna harus dilakukan dengan dua cara, yaitu melalui pipa atau menggunakan kapal tanker. Untuk angkutan laut jarak jauh dengan tanker, gas alam diubah terlebih dahulu menjadi cairan, yaitu LNG. Sedangkan untuk angkutan jarak dekat sampai menengah, baik menggunakan kapal tanker maupun mobil tanki, gas alam dibentuk terlebih dahulu menjadi compressed natural gas (CNG). Di samping itu, distribusi gas kepada konsumen rumah tangga dan kendaraan bermotor juga memerlukan fasilitias distribusi. c. Batubara Pada 2013, jumlah pasokan batubara Indonesia mencapai 386,08 juta ton, yang terdiri atas produksi sebesar 386 juta ton dan impor sebesar 78 ribu juta ton (Gambar 42). Batubara impor umumnya batubara kokas yang berasal dari Tiongkok, yang digunakan dalam peleburan logam non-besi. Realisasi produksi batubara Indonesia pada 2013 mencapai 431 juta ton, dan hanya 20 persen atau 85 juta ton (melampaui target DMO sebesar 72 juta ton) untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, terutama untuk keperluan pembangkit listrik sekitar 75 juta ton (Gambar 43). 210 KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN 78 Stock 19 78 19 Briket Batubara Pabrik Briket 35.477 Impor 386.000 Industri 304.000 Ekspor Produksi 10.989 IPP 35.515 PLN Gambar 42 Diagram Pasokan-Kebutuhan Batubara Indonesia, 2013 ( Juta Ton) 431 407 353 217 163 198 187 2008 273 67 64 2009 343 208 67 53 54 2007 275 254 240 304 2010 Production 80 82 85 66 67 72 2011 Export Domestic 2012 2013 DMO Sumber: Kementerin Energi dan Sumber Daya Mineral diolah kembali oleh DEN Gambar 43 Produksi dan Penjualan Batubara Indonesia, 2007-2013 Manajemen Energi Secara Makro: MEMBANGUN FONDASI KUAT 211 Produksi batubara umumnya berasal dari 42 tambang batubara, yang sebagian besar tambang-tambang tersebut berlokasi di Kalimantan Selatan dan Kalimantan Timur (Lampiran B). Produsen batubara terbesar umumnya berasal dari Perjanjian Kontrak Penambangan Batu Bara (PKP2B) dan satu perusahaan BUMN, yaitu PT Tambang Batubara Bukit Asam (Tabel 8). Tabel 9 Produsen Batubara Terbesar di Indonesia, 2013 Kapasitas Produksi No Nama Perusahaan Status Lokasi 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. Kaltim Prima Coal Arutmin Indonesia Adaro Indonesia Kideco Jaya Agung Berau Coal Indominco Mandiri Mahakam Sumber Jaya Tambang Batubara Bukit Asam PKP2B PKP2B PKP2B PKP2B PKP2B PKP2B Kalimantan Timur Kalimantan Selatan Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Kalimantan Timur Kalimantan Timur 70,0 60,0 53,5 37,0 24,0 29,5 PKP2B Kalimantan Timur 10,5 BUMN Sumatera Selatan 24,0 8. ( Juta ton/tahun) Sumber: Ditjen Mineral dan Batubara, Kementerian ESDM Hampir semua tambang batubara skala besar, terutama PKP2B Generasi I yang sebelumnya adalah perusahaan penanaman modal asing (PMA), sekarang sudah dikuasai oleh swasta nasional, sebagai bentuk keberhasilan Pemerintah dalam program divestasi saham, sehingga kepemilikan asing dalam tambang tinggal maksimum 49 persen saham. Ekspor batubara pada 2013 tercatat sebesar 343 juta ton, naik sebesar 11 persen dibandingkan dengan periode yang sama pada 2012. Negara utama tujuan ekspor batubara Indonesia adalah Tiongkok, India, Jepang, dan Taiwan (Gambar 44). 212 KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN Sampai dengan 2012, sumber daya batubara Indonesia tercatat sebesar 119 miliar ton, termasuk di dalamnya cadangan terukur sebesar 29 miliar ton (Tabel 10). Batubara Indonesia umumnya termasuk dalam jenis batubara sub-bituminous, yang dikelompokkan sebagai batubara uap (steam coal), dengan nilai kalori 5.100-6.100 kcal/kg (adb). Batubara dengan nilai kalori di atas 7.100 kcal/kg yang termasuk dalam jenis anthrasit terdapat di Ombilin, sedangkan yang masuk katagori batubara kokas, walaupun sedikit terdapat di Kalimantan Timur dan Kalimantan Tengah. Amer ica 0.58 Europe 4.3 C hina 51.3 Japan 22.8 O ther Asia India 44.3 44.5 O ther 160 Indonesia T aiwan 14.8 Domestic 85 Australia 0.1 Sumber: Dirjen Mineral dan Batubara, diolah kembali oleh DEN Gambar 44 Negara Tujuan Ekspor Batubara Indonesia, 2013 Dengan asumsi pada tingkat produksi 2013, cadangan batubara yang ada tersebut hanya dapat bertahan selama 65 tahun ke depan. Jika usia hidup orang Indonesia rata-rata 60 tahun, cadangan batubara hanya dapat dinikmati oleh satu generasi ke depan. Manajemen Energi Secara Makro: MEMBANGUN FONDASI KUAT 213 Tabel 10 Kualitas, Sumber Daya, dan Cadangan Batubara Indonesia, 2012 Kualitas Kalori rendah Kalori sedang Kalori tinggi Sumber Daya ( Juta ton) Hipotetik Total Terkira Terbukti 4.784,03 9.278,14 9.512,10 10.990,10 34.564,38 5.824,84 3.755,25 Total 9.580,09 27.278,45 22.343.02 14.311,11 9.895,18 73.827,76 12.952,29 4.574,96 17.527,25 848,97 2.679,28 2.252,50 3.495,70 9.276,44 Kalori sangat tinggi Total Tereka Tertunjuk Terukur Cadangan ( Juta ton) 39,61 1.107,00 324,27 306,90 1.777,78 384,74 1.090,86 195,05 200,62 1.475,60 395,67 32.951,05 35.407,44 26.399,98 24.687,89 119.446,36 19.356,92 9.621,69 28.978,61 Sumber: Badan Geologi, Kementerian ESD 1. 2. 3. Catatan: Kualitas berdasarkan kelas nilai kalori (kcal/kg, adb) (PP No. 45 Tahun 2003) a. Kalori rendah < 5100 b. Kalori sedang 5100 – 6100 c. Kalori tinggi 6100 – 7100 d. Kalori sangat tinggi > 7100 Kelas Sumber Daya a. Terukur b. Tertunjuk c. Tereka d. Hipotetik Kelas Cadangan a. Terbukti b. Terkira Menurut Badan Geologi Kementerian ESDM, alokasi sumber daya dan cadangan batubara Indonesia tidak seimbang. Sekitar 90 persen jumlah produksi batubara nasional berasal dari Kalimantan. Hanya 10 persen dari Sumatera. Hal ini karena batubara Sumatera memiliki nilai kalori yang lebih rendah dan transportasi batubara dari lokasi tambang ke pelabuhan muat sangat jauh (lebih dari 100 km) yang bila dipaksakan akan menggunakan fasilitas umum (jalan negara). 214 KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN Selain itu, juga masih ada beberapa persoalan dalam pengelolaan sumber daya batubara, antara lain: 1) Sejak awal produksi batubara 1980-an, batubara telah menjadi salah satu komoditas ekspor non-migas unggulan Indonesia, setelah migas dalam penerimaan negara. Namun dalam perjalanannya, kondisi ini seperti tidak terkontrol karena saat ini volume ekspor sangat jauh lebih besar dari kebutuhan dalam negeri, sehingga terkesan terjadi pemborosan sumber daya batubara. Kondisi ini semakin diperparah lagi semenjak kewenangan pengelolaan batubara diserahkan ke daerah kabupaten/kota pada 2003. Karena, siapa pun tanpa modal dan keahlian dapat dengan mudah memperoleh izin usaha pertambangan (IUP) batubara. Sebagai contoh, hanya dalam waktu 6 tahun (2003-2009), di Kalimantan terdapat 2.620 IUP batubara yang telah diterbitkan bupati setempat dengan luas hanya 50 hektare sampai 5.000 hektare (Gambar 45). 2) Sebenarnya, angka produksi riil batubara, termasuk volume ekspor jauh melampaui angka yang dipublikasikan oleh Pemerintah (Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara, Kementerian ESDM), karena masih ada lebih dari 5.000an tambang-tambang kecil yang beroperasi dengan status IUP yang diterbitkan oleh bupati. Ditambah lagi adanya tambang-tambang tanpa izin (illegal mining) yang sampai saat ini masih banyak beroperasi. Manajemen Energi Secara Makro: MEMBANGUN FONDASI KUAT 215 Persoalan yang kemudian timbul dari tambang-tambang kecil ini adalah tidak adanya rekap data produksi dan penjualan; tumpang-tindihnya wilayah izin dengan kehutanan, antar IUP atau dengan Perjanjian Karya Pengusaha Pertambangan Batubara (PKP2B); adanya kerusakan lingkungan; serta adanya pemborosan sumber daya batubara karena sebagian besar cara penambangannya tidak sistematis (good mining practice) sehingga pemulihan bekas tambang hanya mencapai 50 persen. Lain-lain (didominasi Sumatera) 10% Produksi nasional (2012) 386 juta ton Kalimantan Timur 49% 37% Kalimantan Selatan 4% Kalimantan Selatan Luas wilayah IUP +PKP2B Kaltim 14% 14% 79% 41 PKP2B 2.620 IUP 2% 2% 4% 4% 1% 1% Total Luas wilayah Kalimantan 544.150 km2 79% Luas wilayah IUP +PKP2B Kalsel Luas wilayah IUP +PKP2B Kalsel Luas wilayah IUP+PKP2B Kalbar Luas wilayah non tambang Sumber: Badan Geologi, 2013 Gambar 45 Kondisi Tambang Batubara di Kalimantan 3) Karena wilayah PKP2B sangat luas dan belum semuanya dieksploitasi, sering muncul benturan-benturan sosial, seperti dalam bentuk: a. 216 Demonstrasi masyarakat sekitar tambang untuk mendapatkan pekerjaan, gangguan lingkungan (debu jalan, sumber air bersih yang hilang, dan lain-lain). KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN b. Terbitnya beberapa IUP baru di atas wilayah kerja PKP2B yang dikeluarkan oleh bupati setempat, yang akhirnya menimbulkan persoalan-persoalan baru dengan pemegang PKP2B. c. Masyarakat pemilik lahan yang masuk wilayah PKP2B atau IUP tidak mau diambil alih (ganti rugi) oleh perusahaan tambang. Mereka lebih menginginkan lahannya ditambang sendiri dan bila tidak dipenuhi, tambang-tambang tanpa izin kemudian bermunculan. 4) Royalti tambang, terutama PKP2B sebesar 13,5 persen saat ini dirasakan kurang adil karena tidak mempertimbangkan aksesibilitas dan periode masa berlaku kontrak penambangan. Dalam lima tahun terakhir pernah terjadi kelangkaan batubara di dalam negeri karena harga ekspor jauh lebih besar dari harga batubara di dalam negeri. Misalnya, harga patokan batubara yang dibeli PLN. Untuk menjamin pasokan dalam negeri, Pemerintah, melalui Keputusan Menteri ESDM No. 2901.K/30/MEM/2013 tentang Penetapan Kebutuhan dan Presentase Minimal Penjualan Batubara untuk Kepentingan Dalam Negeri, telah melakukan pengaturan jumlah batubara untuk penjualan dalam negeri yang diberlakukan bagi setiap produsen batubara. Tingkat pertumbuhan pro­duksi batubara Indonesia lebih tinggi dari rata-rata dunia. Berdasarkan data BP Statistical Review (2014), sejak 2002, produksi batubara dunia meningkat 0,8 persen pada 2013, sementara Indonesia 9,4 persen dan Australia 7,3 persen. Pada 2013, dengan porsi Manajemen Energi Secara Makro: MEMBANGUN FONDASI KUAT 217 produksi batubara 6.7 persen dari total produksi dunia, Indonesia merupakan Dalam lima tahun terakhir pernah produsen batubara terbesar ketiga terjadi kelangkaan dunia setelah Tiongkok dan AS. Sangat batubara di dalam kontras bila dibandingkan dengan negeri karena harga kondisi cadangan batubara Indonesia ekspor jauh lebih yang hanya 3.1 persen dari total besar dari harga cadangan batubara dunia, sedangkan batubara di dalam Tiongkok 12,8 persen dan AS 26,6 negeri. persen. Ironisnya, pada saat yang sama, kita masih merasa mendapat posisi prestisius karena menjadi salah satu eksportir batubara terbesar dunia. Padahal, Tiongkok yang memiliki cadangan batubara sebesar 12 kali cadangan Indonesia pun sengaja mengimpor batubara dari Indonesia untuk mempertahankan stoknya. d. Gas Metana Batubara Indonesia memiliki potensi sumber daya gas metana batubara (coal bed methane, CBM) sekitar 453 TCF. Potensi CBM tersebut tersebar di sebelas cekungan batubara di berbagai lokasi di Indonesia (Gambar 46). Dari hasil penyelidikan Badan Geologi, sampai dengan 2012, sumber daya hipotetik CBM di Indonesia mencapai 5.809 juta kubik kaki (million cubic feet, MCF) yang tersebar di 10 lokasi (Tabel 11). 218 KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN Brunei Medan CENTRAL SUMATRA Pekanbaru KALIMANTAN RA AT (9,56) M SU OMBILIN KUTAI (80,60) Singapure (52,50) SOUTH SUMATRA BARITO Palembang (183,06) BENGKULU (3,60) NORTH TARAKAN (17,50) BERAU (8,40) Jakarta Balikpapan SULAWESI (501,06) Ujung PASAR / ASEM Pandang (3,06) SOUTHWEST SULAWESI JAVA JATIBARANG (0,60) INDONESIA Sumber: Ditjen Migas, Kementerian ESDM Gambar 46 Peta Potensi CBM pada Cekungan Batubara Tabel 11 Sumber Daya CBM Indonesia Berdasarkan Penyelidikan Badan Geologi sampai dengan 2012 No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. Lokasi Cekungan Batubara Loa Lepu, Kutai Kaltim Buana Jaya, Kutai Kaltim Tanah Bumbu, Asam-Asam Kalsel Sumatera Tamiang, Selatan Sumsel Tanjung Enim, Sumatera Selatan Sumsel Ombilin, Ombilin Sumbar Jangkang, Barito Kalteng Batusopang, Asam-Asam Kaltim Sumatera 9. Muara Enim, Sumsel Selatan Bukit Sibantar, 10. Ombin Sawah Lunto Total Tahun Penyelidikan Luas 2006 2 km 2 150.711.520 2007 2 km2 606.588.270 2008 2 km 2 402.256.325 2008 1 km 2 9.114.082 2009 2 km 2009 0,4 km 2010 1,46 km 15.724.008 2010 1,93 km 2 806.663 2010 3,98 km2 1.637.175.754 2011 111 Ha 608.806.535 Sumber Daya (cuft) 758.792.398 2 2 2 1.624.346.374 5.809.320.924 Sumber: Badan Geologi, Kementerian ESDM Manajemen Energi Secara Makro: MEMBANGUN FONDASI KUAT 219 Kontrak Kerja Sama (KKS) CBM pertama kali ditandatangani pada 2008, setelah Pemerintah mengeluarkan Peraturan Menteri ESDM No. 36/2008. Sampai dengan 2013, di Indonesia sudah terdapat 55 wilayah kerja CBM yang dikelola 18 perusahaan swasta (nasional dan asing) dan BUMN. Dari 55 wilayah kerja CBM itu baru satu yang mulai berproduksi, sedangkan yang lainnya masih dalam tahap eksplorasi. Menurut SKK Migas, pada 2014, wilayah kerja CBM yang sudah beroperasi adalah Vico CBM. Produksi CBM berasal dari 84 sumur percobaan yang pada 2014 (terhitung hingga Maret 2014) telah mencapai 0,625 MMSCFD, sedangkan pada akhir 2013 baru mencapai 0,45 MMSCFD. Pertamina juga merupakan salah satu kontraktor KKS CBM dengan empat wilayah kerja yang berlokasi di Kalimantan Timur dan Sumatera Selatan, yaitu: 1) Blok Sangatta I, dikelola oleh PHE Metana Kalimantan A. 2) Blok Sangatta II, dikelola oleh PHE Metana Kalimantan B. 3) Blok Tanjung Enim, dikelola oleh PHE Metana Sumatera Tanjung Enim. 4) Blok Muara Enim, dikelola oleh PHE Metana Sumatera 2 Salah satu perusahaan swasta nasional yang juga bergerak di CBM adalah Medco Energi yang melalui anak usahanya mengelola tiga wilayah kerja, yaitu: 1) Blok Sekayu. Di blok ini, PT Medco CBM Sekayu bermitra dengan South Sumatra Energy Inc. (SSE Inc.) dengan masing-masing participating interest (PI) sebesar 50 persen. Medco Energi sebagai operatornya. 220 KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN 2) Blok Lematang. Di blok ini, PT Medco CBM Lematang, dengan kepemilikan 80 persen dan sekaligus sebagai operator, bermitra dengan PT Saka Energi Indonesia (5 persen) dan PT Methanindo Energy Resources (15 persen). 3) Blok Muralim. Di blok ini, PT Medco E&P Indonesia ber­ mitra dengan Dart Energy (juga sebagai operator), dan ma­ sing-masing memiliki hak partisipasi (PI) sebesar 50 persen. e. Shale Gas Berdasarkan data Badan Geologi, Kementerian ESDM, potensi shale gas Indonesia mencapai 568,5 TCF, yang terdapat di cekungan minyak dan gas konvensional (Tabel 12). Pertamina saat ini merupakan satu-satunya perusahaan yang memiliki wilayah kerja shale gas, yang ditandatangani pada 15 Mei 2013. Wilayah kerja tersebut berlokasi di Sumatera Utara. Tabel 12 Potensi Shale Gas di Indonesia No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. Cekungan Migas Sumatera Utara Sumatera Tengah Ombilin Sumatera Selatan Barito Kutai Tarakan Melawi Ketungau Akimeugah Bintuni Jawa Barat-Utara Jawa Timur-Utara Total Sumber Daya (TCF) 64,78 86,90 25,11 56,11 75,59 80,59 7,22 11,90 19,63 62,64 31,40 5,64 42,00 568,51 Sumber: Badan Geologi, Kementerian ESDM Manajemen Energi Secara Makro: MEMBANGUN FONDASI KUAT 221 f. Energi Baru dan Terbarukan (EBT) Indonesia memiliki berbagai EBT sebagai energi alternatif pengganti energi fosil pada masa mendatang, antara lain, panas bumi, tenaga air, ombak laut, tenaga angin, tenaga surya, biomassa, dan sumber energi dari berbagai tumbuhan (biofuel). Sampai saat ini, EBT yang telah dimanfaatkan secara komersial di Indonesia adalah panas bumi dan air untuk pembangkit listrik serta biofuel untuk sektor transportasi (Gambar 47). Tenaga surya telah lama dimanfaatkan namun masih dalam skala terbatas, misalnya untuk keperluan pemanas air di rumah tangga perkotaan, penerangan di rumah tangga pedesaan yang belum terjangkau oleh listrik PLN, dan penerangan jalan raya di kota-kota besar dan jalan bebas hambatan. Dilihat dari potensi sumber daya EBT (Tabel 13), energi ini cukup menjanjikan sebagai energi masa depan Indonesia, selain potensinya melimpah dan tidak habis, juga ramah lingkungan. 21092 6748 Hydro Power 8346 REMARKS PLN 5279 116 IPP Hydro Power (Thousand BOE) Geothermal (Thousand BOE) Biomass (Thousand BOE) Biofuel (Thousand BOE) 43733 Geothermal Industry 234943 Biomass Residential 1374 46583 Biofuel Commercial Transportation Sumber: Dewan Energi Nasional Data tahun 2013 merupakan data sementara (masih dalam proses pemutakhiran data) Gambar 47 Diagram Pasokan-Kebutuhan EBT, 2013 222 KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN Tabel 13 Sumber Daya EBT No 1 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. Tipe 2 Hidro Panas Bumi Biomassa Energi Matahari Energi Angin Laut Uranium Sumber Daya 75.000 29.164 49.810 4,80 3�6 49 3.000 3 MW MW MW kWh/m2/hari m/s 2) GW MW Kapasitas Terpasang (MW) Ratio (persen) 5.940,00 1.341,00 1.644,10 22,45 1,87 0,01 30,00 7,92 4,60 3,30 0 0 4 3) 1) 5 = 4/3 Sumber: Kementerian ESDM dan Dewan Energi Nasional (DEN) Catatan: 1) Skala penelitian: non-energi 2) Sumber: DEN 3) Skala penelitian: BPPT Panas Bumi Sampai dengan 2014, total kapasitas terpasang Pusat Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) sebesar 1.341 MW, atau sekitar 4,4 persen dari total kapasitas terpasang pembangkit listrik nasional. Sedangkan menurut data pada 2013, kapasitas terpasang PLTP baru mencapai 1.226 MW, yang berasal dari tujuh PLTP yang sebagian besar berlokasi di Jawa Barat (Tabel 14). Manajemen Energi Secara Makro: MEMBANGUN FONDASI KUAT 223 Tabel 14 . Wilayah Kerja Panas Bumi Yang Sudah Beroperasi (Maret 2013) Kapasitas Terpasang (MW) No Nama PLTP 1. Sibayak 2. Salak 3. Wayang Windu 4. Kamojang 200 5. Darajat 270 6. Dieng 60 7. Lahendong 80 Total 1.226 12 377 227 Lokasi Pengembang Pertamina Geothermal Energy KOB-Chevron Geothermal Salak KOB-Star Energy Pangalengan, Jabar Geothermal Wayang Windu Pertamina Kamojang-Darajat, Geothermal Energy Jabar Kamojang-Darajat, KOB-Chevron Jabar Geothermal Indonesia Dieng, Jateng Geo Dipa Energy Pertamina LahendongGeothermal Energy Tompaso, Sulut Sinambung, Sumut CibeureumParabakti, Jabar Sumber: Ditjen Migas, diolah kembali Catatan: Pemegang IUP untuk semua PLTP adalah PT Pertamina Geothermal Energy Target PLTP dalam proyek percepatan pembangunan (fast track program, FTP) II adalah 43 lokasi PLTP dengan total daya sebesar 3.967 MW, yang tersebar dari Aceh hingga Maluku Utara (Lampiran C), dan sampai dengan Maret 2013, 24 lokasi di antaranya telah ditetapkan oleh Pemerintah menjadi wilayah kerja yang telah dilelang (10 wilayah kerja) dan 14 sisanya sedang dalam proses pelelangan (Lampiran D). Total potensi panas bumi Indonesia sekitar 29.164 MW, yang tersebar di 285 lokasi di Sumatera, Jawa, Bali, Nusa Tengga, Maluku, Sulawesi, dan Papua (Gambar 48). Potensi panas bumi 224 KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN ini sangat besar karena merupakan 40 persen dari potensi panas bumi dunia. Namun, pemanfaatannya baru 4,6 persen dari potensi yang ada. Nilai potensi panas bumi ini setara dengan 12 miliar barel minyak bumi yang dimanfaatkan selama 30 tahun untuk pembangkit listrik. PLTP LAHENDONG: 80 MW PLTP SIBAYAK: 12 MW PLTP WAYANG WINDU 227 MW PLTP GUNUNGSALAK 377 MW PLTP ULUBELU 110 MW PLTP KAMOJANG 200 MW PLTP DARAJAT: 270 MW Preliminary Survey Ready to be developed Detailed Survey Installed PLTP ULUMBU 5 MW PLTP DIENG 50 MW No 1 2 3 4 5 6 Islands Sumatera Jawa & Bali Nusa Tenggara Kalimantan Sulawesi Maluku Papua TOTAL Total Location 86 76 22 12 56 33 285 Potency (MW) 13.470 10.013 1.471 145 2.939 1.126 29.164 Sumber: Badan Geologi, Kementerian ESDM (2012) Gambar 48 Peta Potensi Panas Bumi Indonesia, 2012 Pengembangan PLTP berjalan sangat lamban karena banyak hambatan yang dihadapi selama ini. Selain membutuhkan investasi besar dan harga jual listrik ke PLN yang masih murah, hambatan lain adalah masalah perizinan penggunaan lahan karena lokasi panas bumi umumnya terletak di kawasan hutan lindung, hutan konservasi, dan taman nasional. Selain itu, regulasi yang secara umum sudah baik, belum juga mampu mendorong investor untuk mengusahakan pembangkit tenaga listrik EBT Manajemen Energi Secara Makro: MEMBANGUN FONDASI KUAT 225 karena pada wilayah-wilayah tertentu harga beli PLN masih belum mencapai keekonomian pembangkit EBT. Upaya Pemerintah untuk mempercepat pengembangan panas bumi sudah mulai dilakukan, yaitu dengan membuat peraturan perundang-undangan sebagai payung hukum, antara lain: a) Peraturan Menteri ESDM Nomor 15 Tahun 2010, mengenai Program Percepatan Pembangunan Pembangkit Listrik 10.000 MW Tahap II (FTP II) yang salah satunya adalah rencana pembangunan PLTP dengan kapasitas terpasang 3.967 MW. b) Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 22 Tahun 2012, yang mewajibkan PLN membeli listrik panas bumi dengan skema feed-in tariff (biaya listrik yang dibeli PLN) dengan harga patokan USD 10-17 per kWh, yang lebih tinggi dari harga patokan sebelumnya yang ditetapkan USD 9,70 sen per kWh. c) Persetujuan DPR-RI terhadap Rancangan UndangUndang tentang Panas Bumi pada akhir Agustus 2014, yang salah satu pasalnya mengatur tentang penyelesaian masalah tumpang-tindih lahan dengan kehutanan. 2) Hidro Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) merupakan aplikasi EBT yang terbesar dan paling matang secara teknologi. Sampai dengan 2013, total kapasitas terpasang PLTA di seluruh Indonesia, mulai dari skala besar (di atas 30 MW) hingga minihidro dan mikrohidro, sebesar 5.940 MW (Gambar 49 dan 226 KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN Lampiran D), atau baru mencapai 7.92 persen dari total potensi tenaga air sebesar 75.000 MW. Potensi tenaga air yang berasal dari sungai-sungai kecil, termasuk saluran irigasi banyak dijumpai dan merupakan peluang yang bagus untuk dikembangkan menjadi energi listrik di daerah pedesaan, khususnya yang tidak dapat dijangkau listrik PLN. Pengembangan dapat dilakukan dalam bentuk PLTMH (Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro). Menurut Direktorat Jenderal Energi Baru dan Terbarukan, Kementerian ESDM, di Indonesia terdapat 266 titik lokasi PLTMH dengan perkiraan daya 1.200 MW, dan sampai saat ini baru dikembangkan sebanyak 33 PLTMH kapasitas 67,68 MW. Pemerintah, dalam hal ini Kementerian ESDM, telah berupaya mendorong pihak investor untuk mengembangkan pembangkit hidro, melalui koordinasi dan penerbitan regulasi, seperti: a) Peraturan Menteri ESDM Nomor 22 Tahun 2014, yang mengatur pembelian tenaga listrik dari pembangkit listrik tenaga air oleh PLN. b) Peraturan Menteri ESDM Nomor 35 tahun 2013, tentang tata cara perizinan usaha penyediaan tenaga listrik, baik untuk kepentingan umum maupun kepentingan sendiri. c) Koordinasi dengan instansi terkait oleh Kementerian ESDM, khususnya dengan Direktorat Bina Penatagunaan Sumber Daya Air, Kementerian Pekerjaan Umum, terkait pengelolaam air permukaan yang didasarkan pada wilayah sungai. Ini untuk kemudahan pembangunan PLTMH. Manajemen Energi Secara Makro: MEMBANGUN FONDASI KUAT 227 25000 20000 MW 15000 10000 5000 62% 11% 0 Potensi Kapasitas Terpasang 13,25% 0,14% Sumatera Jawa Kalimantan Sulawesi 15,600.00 4,200.00 21,600.00 10,200.00 1,772.60 2,652.40 31,34 1,460.41 Bali, Nusa Tenggara 620.00 14,65 Maluku Papua 22,780.00 8.59 Catatan: Total potensi hidro 75 GW kapasitas terpasang 5.940 MW (7,92% dari total potensi) Kapasitas terpasang termasuk pembangkit minihidro dan mikrohidro Sumber: Kementerian ESDM, diolah kembali Gambar 49 Potensi Hidro dan Kapasitas Terpasang PLTA, 2013 Dalam Fast Track Program II, PLN akan membangun 10 bendungan baru untuk memenuhi 7.000 MW. Daerah yang berpotensi untuk dibangun bendungan baru, di antaranya Nanggroe Aceh Darussalam, Sumatera Barat, dan beberapa provinsi di Jawa. 3) Biofuel Biofuel termasuk EBT yang diproduksi dari berbagai bahan baku yang berasal dari tumbuh-tumbuhan atau produk samping dari agroindustri, atau juga merupakan produk hasil proses ulang dari berbagai limbah, seperti minyak goreng bekas, sampah kayu, dan limbah pertanian. 228 KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN Dalam penggunaannya sebagai bahan bakar, biofuel dicampur dengan berbagai jenis BBM yang selama ini digunakan, serta dapat digunakan pada berbagai jenis mesin tanpa melakukan perubahan besar. Biofuel bersifat ramah lingkungan karena dapat terurai dengan mudah di alam (biodegradable), aromatik, tidak beracun, dan tidak mengandung unsur belerang. Ada dua jenis biofuel yang diproduksi dan telah dimanfaatkan sebagai bahan bakar pengganti BBM di Indonesia, yaitu biodiesel dan bioetanol. a) Biodiesel Biodiesel adalah bahan bakar motor diesel yang berupa alkil asam lemak (biasanya ester metil) yang dibuat dari minyak nabati melalui proses esterifikasi. Biodiesel yang digunakan dapat berupa 100 persen biodiesel (B100) atau campuran dengan BBM. Biodiesel dapat bercampur dengan solar dan berdaya lumas lebih baik. Pemerintah Indonesia telah menetapkan wilayah Dumai, Riau sebagai pusat pengembangan biodiesel terbesar di Indonesia, dengan pertimbangan bahwa ketersediaan kelapa sawit sebagai bahan baku di wilayah tersebut sangat melimpah. Saat ini, ada 23 perusahaan biodiesel di Indonesia dengan bahan baku minyak sawit dan empat perusahaan di antaranya yang masih terus bertahan dan terus mengembangkan biodiesel dengan membangun pabrik secara terpadu dengan perkebunan kelapa sawit, yaitu: Manajemen Energi Secara Makro: MEMBANGUN FONDASI KUAT 229 i. Eterindo Group PT Eterindo Wahanatama Tbk merupakan holding company yang bergerak dalam bidang industri kimia. Eterindo menguasai saham di beberapa anak perusahaan yang juga bergerak dalam industri kimia dan memproduksi biodiesel. Beberapa group perusahaannya yang memproduksi biodiesel adalah PT Eternal Buana Chemical Industries, PT Eterindo Nusa Graha, dan PT Anugerah Inti Gemanusa. Berbagai produk kimia yang diproduksi Eterindo Group adalah phthalic anhydride, plasticizers, unsaturated polyester resins, alkyd/amino resins, dan synthetic latex resins. Sejak 2005, Eterindo membangun industri biofuel berbahan baku crude palm oil (CPO) yang berlokasi di Gresik, Jawa Timur. Pada awal produksi, kapasitas produksi biofuel sebesar 120.000 ton per tahun dan kemudian ditingkatkan menjadi 350.000 ton per tahun. ii. Wilmar Group Wilmar Group adalah perusahaan PMA yang terdiri atas kelompok usaha yang bergerak di bidang agribisnis kelapa sawit, yang tersebar di Sumatera dan Kalimantan. PT Wilmar BioEnergi Indonesia (WBI)--anak perusahaan yang 100 persen sahamnya dimiliki oleh Wilmar International Ltd. dan didirikan pada 20 Juli 2006--merupakan perusahaan yang mengelola pabrik biodiesel yang berlokasi di Dumai, Riau dengan 230 KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN kapasitas produksi 350 ribu MT per tahun. Pabrik biodiesel ini dibangun dengan total investasi US$ 20 juta. Perusahaan ini kemudian meningkatkan lagi kapasitas produksinya dengan membangun dua pabrik, yang masing-masing berkapasitas 350.000 MT per tahun, dengan total investasi sekitar US$ 35 juta. Saat ini, Wilmar Group telah mempunyai landbank kelapa sawit seluas 85.000 hektare, setelah mengakuisisi lima perusahaan perkebunan kelapa sawit di Kalimantan, yaitu PT Daya Landak Plantations, PT Indoresins Putra Mandiri, PT Pratama Prosentindo, PT Putra Indotropical, dan PT Tri Tunggal Sentra Usaha Buana dengan total nilai investasi sekitar US$ 5.842.386. iii. Sumi Asih Oleo Chemical Industry PT Sumi Asih Oleo Chemical Industry, yang didirikan pada 1982, mulai memproduksi oleochemical berbahan baku minyak sawit pada 1984, dengan kapasitas produksi mencapai 84.000 MT per tahun. Biodiesel mulai dikembangkan sejak Maret 2006 dengan kapasitas produksi sebesar 3.000 ton per bulan. Kemudian, kapasitas produksi ditingkatkan sebanyak 5.200 ton per bulan, sehingga total kapasitas produksi biodiesel mencapai 8.200 ton per bulan atau 100.000 ton per tahun. Sejak April 2007, PT Sumi Asih Oleo Chemical Industry mengekspor biodiesel ke Houston, AS. Untuk Manajemen Energi Secara Makro: MEMBANGUN FONDASI KUAT 231 Pemerintah Indonesia telah menetapkan wilayah Dumai, Riau sebagai pusat pengembangan biodiesel terbesar di Indonesia, dengan pertimbangan bahwa ketersediaan baku di wilayah tersebut sangat melimpah. mendukung target ekspor biodiesel tersebut, Sumi Asih menanamkan modal sekitar US$ 15 juta. Perusahaan ini sedang menyiapkan pengembangan pabrik biodiesel berkapasitas produksi 200.000 ton per tahun di Lampung, dengan nilai investasi mencapai US$ 27 juta. Selain itu, PT Bakrie Rekin Bio Energy, perusahaan patungan PT Bakrie Sumatera Plantations Tbk dan PT Rekayasa Industri, dengan alasan menunggu itikad baik Pemerintah dalam kebijakan insentif. b. Bioetanol Bioetanol adalah jenis biofuel yang mengandung etanol dalam tingkatan tertentu dan dapat dicampur dengan BBM. Etanol atau etyl alcohol (C2H5OH) adalah cairan yang tidak berwarna, dapat terurai di alam, kandungan racunnya rendah, serta sedikit menimbulkan polusi lingkungan. Selain itu, etanol juga adalah bahan bakar beroktan tinggi, sehingga bila dicampur dengan BBM akan menaikkan angka oktan pada BBM. Pada dasarnya, etanol dapat diperoleh dari berbagai jenis tanaman, antara lain, tanaman berpati, seperti ubi kayu, jagung, sorgum biji, dan sagu; tanaman bergula, seperti tebu, 232 KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN sorgum manis, dan bit; dan tanaman berserat, seperti jerami, tahi gergaji, dan ampas tebu. Selain itu, bioetanol juga bisa diperoleh dari rumput laut. Bioetanol dari rumput laut telah terbukti lebih murah dan lebih menguntungkan dibanding tebu dan ubi kayu karena pertumbuhan rumput laut lebih cepat, sehingga memungkinkan panen enam kali setahun. Apalagi rumput laut tumbuh subur di berbagai perairan laut di Indonesia. Perkembangan kebutuhan terha-dap bioetanol telah mendorong berkembangnya industri etanol di Indonesia. Saat ini, terdapat 13 perusahaan yang memproduksi dengan bahan baku molasses (tetes tebu), dengan total kapasitas produksi sebesar 133.632 kiloliter per tahun, dan dua perusahaan di antaranya yang memproduksi etanol dengan spesifikasi untuk bahan bakar (bioetanol) adalah PT Bukitmanikam Subur Persada di Lampung dan PT Indo Acidama Chemical di Surabaya, dengan total kapasitas produksi kedua perusahaan ini mencapai 93.282 kiloliter per tahun. Selain itu, masih ada satu perusahaan yang juga terus memproduksi bioetanol dan satu perusahaan BUMN yang baru didirikan, yaitu: i. Molindo Raya PT Molindo Raya. Perusahaan bergerak dalam industri fermentasi ini adalah produsen utama etanol di Indonesia, dengan kapasitas produksi sebesar 35.000 kiloliter (kl) per tahun (kapasitas terpasang 40.000 Manajemen Energi Secara Makro: MEMBANGUN FONDASI KUAT 233 kiloliter per tahun). Produk yang dihasilkan adalah etanol murni (kadar 96,5 persen) untuk industri dan etanol absolute (kadar 99,9 persen) untuk bahan bakar (biofuel). Saat ini, Molindo Raya telah memproduksi etanol untuk biofuel sebanyak 10.000 kiloliter per tahun. Bahan baku utama pabrik etanol Molindo Raya adalah molasses (tetes tebu),yang berasal dari pabrik-pabrik gula di Jawa Timur. Karena bahan baku tergantung musim giling tebu maka untuk menjamin keberlangsungan produksi, perusahaan telah membangun tangki penimbunan tetes tebu dengan kapasitas 50.000 ton sebagai buffer stock. PT Molindo akan meningkatkan kapasitas terpasang pabrik etanol murni dari 40.000 kiloliter menjadi sekitar 60.000-70.000 kiloliter per tahun. Sedangkan pengembangan produksi biofuel masih menunggu kebijakan pemerintah, dalam hal ini adalah Pertamina sebagai pembeli. ii. PTPN X Jawa Timur Pabrik bioetanol PTPN X, yang berlokasi di PG Gempolkrep, Mojokerto, Jawa Timur, merupakan pabrik pertama yang dimiliki BUMN. Kapasitas produksi pabrik bioetanol ini bisa mencapai 30 juta liter per tahun dengan tingkat kemurnian produk 99,5 persen. Bahan baku sebanyak 120.000 ton tetes tebu per tahun, semuanya berasal dari PG Gempolkrep. 234 KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN Pabrik bioetanol di PG Gempolkrep, yang diresmikan pada 20 Agustus 2013, merupakan kerja sama antara NEDO Jepang dan Kementerian Perindustrian. Total investasi pabrik bioetanol ini mencapai Rp461,21 miliar dengan skema pendanaan terdiri atas hibah NEDO Jepang Rp150 miliar dan PTPN X sebesar Rp311,21 miliar. Pada 2009, produksi biofuel sekitar 191 ribu KL dan meningkat 2,65 juta KL pada 2013. Pemakaian biofuel di dalam negeri sebesar 1,1 juta kiloliter, terdiri atas sektor industri (biodiesel) dan transportasi (bioetanol). Ekspor biofuel Indonesia pada 2013 sebesar 1,6 kiloliter (Gambar 50). Saat ini, Pertamina telah meningkatkan porsi pencampuran biodiesel menjadi 10 persen sesuai dengan mandat pemerintah, yaitu dari 7,5 persen menjadi 10 persen untuk biosolar public service obligation (PSO), serta dari 3 persen menjadi 10 persen untuk biosolar non-PSO. Untuk mencapai target sebesar 10 persen biofuel dalam total konsumsi BBM tersebut, maka harus terdapat produksi biofuel sebanyak 2,41 juta kl, atau sekitar 2,12 juta ton per tahun. Dari Gambar 45, terlihat bahwa target penyerapan dalam negeri tidak tercapai, walaupun produksi telah mencapai kebutuhan. Manajemen Energi Secara Makro: MEMBANGUN FONDASI KUAT 235 (Ribu Kiloliter) 3,000 2,650 2,500 2,000 1,815 1,550 1,500 1,214 500 0 1,146 855 1,000 191 70 120 2009 243 20 2010 223 Production 1,100 669 359 2011 Export 2012 Domestic 2013* Sumber Kementerian ESDM diolah kembali oleh Dewan Energi Nasional *) Data tahun 2013 merupakan data sementara (masih dalam proses pemutakhiran data) Gambar 50 Produksi Biofuel Indonesia, 2009-2013 Pengembangan biofuel di dalam negeri sampai saat ini masih menghadapi banyak hambatan, antara lain: 1. Belum adanya insentif dalam bentuk subsidi atas harga jual biodisel di pasar domestik, sehingga harga dapat bersaing dengan BBM. Di Brasil, insentif tidak hanya diberikan pada harga jual biofuel, tapi juga pada harga bahan baku dari petani. Selain itu, Pemerintah, melalui Pertamina juga telah menetapkan harga biodiesel di bawah patokan harga Mean of Platts Singapore (MOPS). Akibatnya, masih ada disparitas yang cukup besar bila dibandingkan dengan menjual produk dalam bentuk CPO saja. 2. Adanya kebutuhan lain dari bahan baku bioetanol, seperti etanol yang juga digunakan dalam industri alkohol, rokok, dan plastik, serta CPO yang masih lebih dibutuhkan sebagai bahan baku minyak goreng di dalam negeri daripada untuk pembuatan biodisel. 236 KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN 3. Masih terkendalanya ketersediaan bibit dan keterbatasan lahan perkebunan tanaman Jarak Pagar ( Jatropha) sebagai salah satu bahan baku biodiesel. Sebab, sampai saat ini belum ada data tentang lahan yang sesuai untuk tanaman Jatropha mengingat usaha tanaman ini harus dalam skala besar. Ide membangun PLTN di Indonesia sudah bergulir sejak 1970-an. Namun ide tersebut banyak mendapat tentangan dari berbagai lapisan masyarakat. 4. Sering terhadangnya ekspor biofuel oleh tarif impor masuk negara tujuan yang bisa mencapai 30 persen. Belum lagi tuduhan dumping seperti yang dialami oleh lima perusahaan biodiesel Indonesia oleh pemerintah Uni Eropa pada 28 Mei 2014. 5. Adanya kekhawatiran dari pihak produsen biofuel bahwa kemungkinan ada pihak-pihak yang berkepentingan agar program mandatori biodiesel tidak berjalan karena selama ini ada keuntungan dengan adanya impor BBM. 4) Biomassa Di Indonesia pada umumnya, biomassa digunakan sebagai sumber bahan bakar. Sumber energi ini memiliki nilai ekonomis rendah, atau merupakan limbah yang telah diambil produk primernya, seperti limbah pertanian dan perkebunan, limbah hutan, dan kotoran ternak. Potensi sumber daya biomassa di Indonesia diperkirakan sebanyak 49.810 MW, yang berasal dari Manajemen Energi Secara Makro: MEMBANGUN FONDASI KUAT 237 tanaman dan limbah perkebunan, seperti kelapa sawit, kelapa, dan tebu; serta limbah hasil hutan, seperti serbuk gergaji dan limbah produksi kayu. Limbah tanaman pangan (pertanian) juga memiliki jumlah yang besar, tetapi sebagian besar telah digunakan langsung oleh masyarakat untuk berbagai kepentingan sendiri. Ketersediaan biomassa sudah terkonsentrasi menurut geografis sebagai potensi energi lokal, tetapi pemanfaatannya belum optimal. Berdasarkan data Kementerian ESDM 2013 (angka sementara), pasokan biomassa tercatat sebesar 280 juta BOE, dan sebagian besar digunakan langsung sebagai bahan bakar di sektor rumah tangga dan industri (lihat Diagram Pasokan-Kebutuhan EBT). 5) Nuklir Ide membangun PLTN di Indonesia sudah bergulir sejak 1970-an. Sebagai lembaga Pemerintah yang khusus menangani penelitian dan pengembangan pemanfaatan nuklir di Indonesia, Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan) sudah melakukan studi kelayakan di Semenanjung Muria, Kabupaten Jepara dan Bangka. Namun, ide tersebut banyak mendapat tentangan dari berbagai lapisan masyarakat karena menyangkut risiko kebocoran radiasi radio aktif oleh gempa bumi; teknologi dan SDM-nya belum siap; investasinya mahal, serta harga energi fosil saat itu masih murah. Kebijakan Energi Nasional, setelah dibahas selama 5 tahun, akhirnya disetujui oleh DPR-RI (Komisi VII) pada 21 Januari 2014 dengan catatan pada pasal 11 ayat 3, bahwa energi nuklir 238 KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN akan disetarakan dengan energi lainnya dalam Rencana Umum Energi Nasional (RUEN). Bila RUEN telah disahkan menjadi peraturan pemerintah (PP), berarti pembangunan PLTN tinggal menunggu waktu, mengingat payung hukumnya sudah ada. Bila PLTN jadi dibangun, Pulau Bangka, terutama bagian barat dan selatan merupakan lokasi paling ideal untuk pembangunan PLTN saat ini, karena seperti daerah lain di Sumatera bagian timur dan Kalimantan bagian barat secara geologi memiliki risiko paling kecil dari gempa tektonik yang bisa membahayakan fasilitas nuklir. PASOKAN ENERGI FINAL a. Listrik Pada 2013, produksi listrik nasional, termasuk pembelian listrik oleh PLN, mencapai 207.409 GWh (Tabel 15). Hingga saat ini, produksi listrik nasional masih didominasi oleh pembangkit listrik berbahan bakar batubara, gas, dan minyak. Dalam periode 2009-2013, porsi PLTU Batubara dalam produksi listrik nasional mengalami peningkatan dari 39 persen pada 2009 menjadi 51,6 persen pada 2013. Sebaliknya, porsi PLTD pada periode yang sama mengalami penurunan sebesar 50 persen (Gambar 51). Pada 2012, total produksi listrik dari seluruh pembangkit listrik PLN, baik Independent Power Producer (IPP) maupun Private Public Utility (PPU) sebesar 200.291 GWh. Total pasokan listrik yang masuk jaringan transmisi turun menjadi 193.730 GWh dan hingga pemakaian akhir yang masuk ke pelanggan turun kembali menjadi 173.990 GWh. Penurunan pasokan Manajemen Energi Secara Makro: MEMBANGUN FONDASI KUAT 239 listrik hingga ke pemakaian akhir disebabkan oleh pemakaian sendiri dan hilang (losses) selama dalam perjalanan di jaringan transmisi dan jaringan distribusi (Gambar 52). Tabel 15 Kondisi Kelistrikan Nasional, 2011-2013 % dari total produksi, Gwh Description Demand Growth Electrification Ratio Village Electrification Ratio Total Installed Capacity a. PLN b. IPP c. Private Power Utilities (PPU) PLN Electricity Production and Purchase of Electricity Rural Electricity a. Sub Station Distribution b. Distribution Network c. Cheap and Efficient Electricity (%) 100% 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0% Others RE Geothermal Hydro Coal Gas Fuel Oil 2009 0% 3% 8% 39% 25% 25% 2010 0% 3% 12% 38% 25% 22% 2011 10,1 72,9 96 39.885 30.529 7.653 1,704 Unit % % % MW MW MW MW GWh 2012 2013* 8,4 8,6 76,6 80,5 96,7 97,8 44.124 48.161 32.108 35.564 10.287 10.718 1.729 1,729 175.213 193.663 207.409 MVA 368 249 216,8 KMs 17.570,7 11.311,5 9.244,3 RTS*) - 60.702 95.227 2011 0.1% 5.1% 6.8% 44.1% 21% 23% 2012 0.1% 4.9% 6.4% 50.3% 23.4% 15% 2013 0.2% 4.4% 7.7% 51.6% 23.6% 12.5% 2014*) 0.5% 4.4% 6.1% 57.2% 22.0% 9.7% Sumber Kementerian ESDM. diolah kembali oleh DEN. *) Target 2014 Porsi Energi Primer Dalam Produksi Listrik Nasional, 2009-2013 Gambar 51 240 KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN 60.176 Industri 188.698 157.993 .9 8 193.730 10 200.291 30 G Komersial 8 PLN Publik .69 4 94 6.560 IPP & PPU 280 Dipakai Sendiri & Losses 72.133 Catatan: Grid Distribusi Grid Tranmisi Rumah tangga 1) Satuan dalam Gwh 2) Pemakaian akhir (masuk ke pelanggan): 173.990 GWh 3) IPP = Independent power plant; PPU= private power utilities 4) Publik terdiri atas transportasi umum (KRL), penerangan, sosial, dan pemerintahan Sumber: Kementerian ESDM, diolah kembali Gambar 52 Diagram Pasokan-Kebutuhan Listrik Nasional, 2012 Dalam rangka mengantisipasi kekurangan pasokan listrik nasional, pada 2006, Pemerintah telah mengeluarkan program percepatan pembangunan pembangkit listrik, yang dikenal dengan nama fast track program (FTP). 1) Fast track program phase I (FTP I) Pada 2006, Pemerintah mengeluarkan PP No. 71 Tahun 2006 sebagai payung hukum untuk program percepatan pembangkit 10.000 MW tahap I (FTP phase I), yang hampir semuanya menggunakan batubara sebagai bahan bakar (PLTU Batubara). Tujuan utama program ini adalah untuk memperbaiki bauran energi, dengan batubara sebagai energi utama dalam pembangkit listrik menggantikan peran bahan bakar minyak. Pendanaan oleh swasta sebagai IPP. Program ini sebenarnya dipicu kekhawatiran bahwa Pulau Manajemen Energi Secara Makro: MEMBANGUN FONDASI KUAT 241 Jawa akan mengalami krisis listrik pada 2018. Oleh karena itu, dari rencana 35 PLTU Batubara dalam FTP I sebagian besar terkonsentrasi di Jawa (Gambar 53). MW 1.Sulsel-Barru#2 (50 MW) 2. Kalsel-Asam-asam (2x65 MW) 3. Jatim-Pacitan (2x315 MW) 4. Jabar-Pelabuhan Ratu (3x350 MW ) 5. Kepri-Tj. Balai Karimun #2 (7 MW) 1. Jabar-Indramayu (3x330 MW) 2.Banten-Suralaya (1x625 MW) 3.Banten-Lontar #1 (315MW) 4. Jateng-Rembang 2x315 MW 3000 2500 1.Sulsel-Barru#2 (50 MW) 2. Kalsel-Asam-asam (2x65 MW) 3. Jatim-Pacitan (2x315 MW) 4. Jabar-Pelabuhan Ratu (3x350 MW ) 5. Kepri-Tj. Balai Karimun #2 (7 MW) 2000 1500 2560 0 Banten-Labuan #1 1. Jatim-Tj. Awar-awar#1 (350 MW) 2. NAD-Nagan Raya #1 (110 MW) 3. Babel-Bangka Baru #2 (30 MW) 4. Sulsel-Barru #1 (50 MW) Banten-Labuan #2 300 300 2009 2010 540 2011 2012 Realisasi 6917 MW (69.7%) 2013 Jan-May 2014 1,079.5 500 1867 1350 1. Jatim-Tj. Awar-awar #2 (350 MW) 2. NAD-Nagan Raya #12(110 MW) 3. Sumbar-Teluk Sirih (2x112 MW) 4. Kepri-Tj. Balai Karimun #1 (7 MW) 5. Babel-Bangka Baru #1 (30 MW) 6. Lampung-Tarahan Baru #1 (30 MW) 7. Kalbar-Bengkayang #1(27,5 MW) 8. NTB-Lombok (2x25 MW) 9. NTT-Ende (2x7 MW) 10. NTT-Kupang (2x16,5 MW) 11. Sultra-Kendari #1 (10 MW) 12. Malut-Tidore (2x7 MW) 13. Papua-Jayapura #1 (10 MW) 1,930.5 1000 1. Jateng-Adipala (1x660MW) 2. Sumut-Pagkalan Susu (2x220 MW) 3. Babel-Belitung (2x16,5 MW) 4. Riau-Tenayan (2x110 MW) 5. Kalbar-Parit Baru (2x110 MW) 6. Kalbar-Bengkayang#2(27,5 MW) 7. Kaltim-Teluk Balikpapan (2x110 MW) 8. Kalteng-Pulang Pisau (2x60 MW ) 9. NTB-Bima (2x10 MW ) 10. Gorontalo-Anggrek (2x25 MW) 11. Maluku-Ambon (2x15 MW) 12. Papua-Jayapura#2 (10 MW) Jun-Dec 2014 2015 Target 3010 MW (30,3%) Sumber: Kementerian ESDM, diolah kembali Gambar 53 Distribusi Lokasi Program Percepatan Pembangkit Listrik Tahap I Awalnya, target penyelesaian FTP I adalah pada 2010. Kemudian, molor menjadi tahun 2015, namun target tersebut tetap sulit tercapai. Dari awal program sudah banyak mengalami berbagai macam kendala, seperti: a) Proses perizinan panjang dan tidak memiliki standar baku serta pendanaan. b) Ketersediaan peralatan, material, dan SDM kurang akibat pembangunan dilakukan secara serentak. c) 242 Standardisasi peralatan pembangkit yang dibuat oleh China berbeda dengan standar internasional KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN yang selama ini digunakan oleh PLN, sehingga harus dilakukan perbandingan standar. d) Permasalahan sosial, seperti pembebasan lahan dan penolakan masyarakat sekitar lokasi rencana PLTU. Sebagai contoh, PLTU Batang, dengan kapasitas terpasang 2x1.000 MW, merupakan PLTU terbesar di Indonesia yang rencana pembangunannya dimulai pada 6 Oktober 2013. Namun sampai sekarang masih tertunda karena masalah pembebasan lahan warga. 2) Fast track program phase II (FTP II) Program ini merupakan kelanjutan dari FTP I, yaitu sesuai dengan Peraturan Menteri ESDM Nomor 15 Tahun 2010 untuk menambah lagi pembangkit listrik sebesar 10.000 MW serta melakukan perbaikan bauran bahan bakar fosil ke EBT, terutama hidro dan panas bumi. Proyek FTP Tahap II itu seharusnya sudah dimulai pada 2012 dan ditargetkan bisa selesai pada 2018. Namun karena FTP I belum selesai, pelaksanaan FTP II ikut tertunda. Rencananya, FTP II ditambah 5.000 MW, sehingga proyek FTP II menjadi 15.000 MW, dengan sumber energi 70 persen EBT, yaitu kombinasi dari panas bumi dan hidro serta 30 persen batubara. Menurut PLN, tambahan 5.000 MW dalam proyek FTP II akan menaikkan penggunaan batubara untuk PLTU yang selama ini 51 persen menjadi 65 persen, sehingga total kebutuhan batubara akan meningkat menjadi 100 juta ton per tahun. Lokasi proyek FTP II dapat dilihat pada Gambar 54. Manajemen Energi Secara Makro: MEMBANGUN FONDASI KUAT 243 Sementara itu, Pemerintah dalam hal ini PLN juga sedang menjalankan program pembangunan PLTS 100 Pulau, untuk mempercepat rasio elektrifikasi di pulau-pulau yang tersebar di seluruh Kepulauan Indonesia, terutama di wilayah Indonesia bagian timur dan daerah perbatasan dengan negara tetangga. Pada tahap awal, PLN akan membangun PLTS di pulau-pulau yang saat ini masih belum teraliri listrik dan/atau pulau–pulau yang masih menggunakan PLTD. yaitu Pulau Miangas, Sulawesi Utara (pulau terluar yang berbatasan dengan Mindanao, Filipina) dan Pulau Sebatik, Kalimantan Timur (berbatasan dengan Sabah, Malaysia) dengan daya 22.000 kilowatt. Dengan mengalihkan dari PLTD ke PLTS di kedua pulau tersebut, PLN akan dapat menghemat sebesar Rp 1,5 miliar per tahun. SUMATERA PLTA : 476 MW PLTP : 2,670 MW PLTU : 531 MW PLTGB : 16 MW TOTAL : 3,693 MW KALIMANTAN PLTU : 548 MW PLTGB : 8 MW PLTG : 280 MW TOTAL : 836 MW SULAWESI PLTA : 190 MW PLTP : 145 MW PLTU : 360 MW PLTGB : 16 MW TOTAL : 711MW JAWA-BALI PLTA : PLTP : PLTU : TOTAL : 1,087 MW 2,010 MW 1,400 MW 4,497 MW NUSA TENGGARA PLTP : 65 MW PLTU : 70 MW PLTGB : 8 MW TOTAL : 143 MW SULAWESI PLTP : 35 MW PLTGB : 16 MW TOTAL : 51 MW PAPUA PLTP : 116 MW Gambar 54 Peta Lokasi Program Percepatan Pembangkit Listrik Tahap II Secara umum, masih banyak hambatan yang dihadapi dalam pembangunan pembangkit listrik, antara lain: 244 KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN 1) Pembangunan ekonomi Pemanfaatan EBT yang masih terkonsentrasi pada pembangkit di Pulau Jawa menjadi listrik, seperti panas masalah dalam penyediaan bumi, surya, angin, energi, terutama listrik. dan biomasa masih Akibatnya, pusat-pusat terbatas. Dibutuhkan beban di luar Jawa masih komitmen pemerintah relatif kecil dan cenderung untuk segera memiliki kurva beban meningkatkan porsi yang sangat berbeda penggunaan EBT. antara beban dasar dan beban puncak. Ditambah dengan belum terkoneksinya jaringan transmisi di beberapa pulau di luar Jawa yang mengakibatkan ketersediaan pembangkit listrik skala besar di luar Jawa sulit diwujudkan, sehingga penggunaan PLTD masih sangat diperlukan. Selain itu, sebagian besar sumber energi primer juga berada di luar pulau Jawa, sehingga menimbulkan persoalan tersendiri dalam pengangkutannya. 2) Pemanfaatan EBT pada pembangkit listrik, seperti panas bumi, surya, angin, dan biomassa masih terbatas. Dibutuhkan komitmen pemerintah untuk segera meningkatkan porsi penggunaan EBT dalam bentuk perumusan kebijakan dan regulasi yang tepat. Kebijakan feed in tariff merupakan hal yang sudah diterapkan di berbagai negara untuk mempromosikan EBT, dan ini perlu dicontoh untuk diterapkan di dalam negeri. Manajemen Energi Secara Makro: MEMBANGUN FONDASI KUAT 245 3) Peningkatan produksi energi di dalam negeri masih mengalami tantangan yang sangat besar saat ini. Ada keterbatasan insentif fiskal dan non-fiskal. Karena tidak ada lagi perlakuan khusus (lex specialist) bagi industri pertambangan nasional, kendala peningkatan produksi energi ini menjadi muncul. 4) Pembangunan energi nasional masih mengalami hambatan, seperti tumpang-tindih lahan, masalah lingkungan, birokrasi perizinan pengadaan, dan pembebasan lahan. Selain itu, juga masalah gangguan keamanan di wilayah produksi serta otonomi daerah yang masih bermasalah. 5) Kepedulian masyarakat terhadap kelestarian lingkungan yang semakin tinggi juga menyebabkan semakin ketatnya persyaratan pemilihan jenis bahan bakar dan teknologi yang digunakan. Sadar lingkungan ini yang sering menimbulkan adanya penolakan masyarakat terhadap rencana pembangunan PLTU atau PLTN. b. BBM Pasokan BBM dalam negeri pada 2013 berasal dari produksi kilang minyak sebesar 181,1 juta BOE dan impor sebesar 180,0 juta BOE. Ini berarti, kapasitas kilang minyak saat ini hanya mampu memasok sekitar 50 persen dari kebutuhan total BBM dalam negeri. Selain BBM, produk kilang lainnya adalah produk non-BBM, seperti LPG, naptha, pelumas, spritus yang pada 2013, sebesar 106,4 juta BOE. Skema pasokan BBM dalam negeri dapat dilihat pada Gambar 55. 246 KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN Dalam lima tahun terakhir, impor BBM mengalami peningkatan rata-rata 5 persen per tahun (Gambar 56). Menurut data BPS, impor BBM pada Februari 2014 mencapai 1,06 juta ton dengan nilai US$ 1,13 miliar, turun dari bulan sebelumnya yang mencapai 1,2 juta ton dengan nilai US$ 1,3 miliar. Impor BBM bersubsidi tersebut terbesar berasal dari Singapura (Tabel 15). KONSUMSI IMPOR BBM BBM NASIONAL BAGIAN KONTRAKTOR EKSPOR PRODUK BBM PRODUKSI PEMBELIAN/ EXCHANGE MINYAK MENTAH NASIONAL EKSPOR LPG PREMIUM BAGIAN PEMERINTAH MINYAK TANAH PRODUKSI PERTAMINA SOLAR MINYAK DIESEL IMPOR MINYAK MENTAH MINYAK BAKAR PRODUK NON BBM Gambar 55 Skema Pasokan BBM di Indonesia (Ribu KL) 25000 20000 15000 10000 5000 0 2005 2006 Avtur 2007 RON 88 2008 2009 RON 92+RON 95+HOMC 2010 Kerosene 2011 2012 Fuel Oil Sumber: Kementerian ESDM 2012, diolah kembali oleh DEN Catatan: -RON 88 adalah premium Kerosene adalah minyak tanah Gambar 56 Impor BBM, 2005-2012 Manajemen Energi Secara Makro: MEMBANGUN FONDASI KUAT 247 Tabel 16 Negara Asal BBM Impor, Februari 2014 No 1. 2. 3. 4. 5. Negara Asal Singapura Malaysia India Korea Selatan Andora Volume (Ribu ton) 795,0 183,5 57,4 23,8 7,8 Impor Nilai (USD Juta) 842,4 198,6 62,6 25,9 8,4 Sumber: Badan Pusat Statistik Walaupun masih ada juga sedikit keberhasilan yang telah dicapai, dari gambaran impor BBM pada 2013 (Gambar 56), terlihat bahwa ada permasalahan krusial yang perlu diwaspadai, antara lain: 1) Kemampuan pasokan kilang dalam negeri hanya 50 persen dari total kebutuhan BBM di dalam negeri. Apabila tidak ada penambahan kilang baru, berarti impor BBM akan meningkat lebih tinggi karena konsumsi meningkat tidak dapat diimbangi oleh kapasitas kilang yang semakin menurun karena faktor usia. 2) Didominasinya impor BBM oleh premium (RON 88), dengan peningkatan volume rata-rata 11 persen per tahun selama periode 2006-2012. Kondisi ini tentu akan semakin memberatkan keuangan negara pada masa-masa mendatang, karena jenis BBM ini dijual dengan harga subsidi. 3) Menurun dan terhentinya impor kerosen sejak 2009 karena keberhasilan pemakaian LPG sebagai pengganti kerosen untuk rumah tangga berpenghasilan kecil di perkotaan. Kilang minyak di Indonesia ada 8 unit, yang 6 unit di antaranya dikelola oleh Pertamina dengan total kapasitas 1,046.70 ribu 248 KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN bph, yang berlokasi tersebar di wilayah Indonesia (Gambar 57). Sedangkan 2 unit lainnya dikelola oleh swasta yang keduanya berlokasi di Tuban, Jawa Timur, yaitu Tri Wahana Universal (kapasitas 6 MBSD) dan Tuban/TPPI (100 MBSD). Namun kedua kilang ini belum mampu berproduksi secara optimal. Thailand Laut Cina Selatan er Laut Sulawesi ac aP Laut Halmahera ra ate m Su Kalimantan k ifi Malaysia S. Pakning Singapore Dumai Riau ud m Brunei Darussalam Natuna Kilang Minyak Sa Malaysia Brandan Keterangan Philliphina ud m Sa Balikpapan Sulawesi era a di in H Laut Jawa Balongan No Jawa Cepu 0 300 600 1. 2. 3. 4. 5. 6. Cilacap Kilometers Unit Kilang Capacity (MBSD) Unit II Dumai Unit III Plaju Unit IV Cilacap Unit V Balikpapan Unit VI Balongan Unit VII Kasim 170.0 133.7 348.0 260.0 125.0 10.0 Sumber: Ditjen Migas, Kementerian ESDM, 2013 Gambar 57 Peta Lokasi Kilang Minyak Pertamina Saat ini, beberapa kilang Pertamina tidak hanya memproduksi BBM, tapi juga BBM unggulan dan produk non-BBM untuk ekspor, antara lain: 1) Kilang Unit III Plaju dan Kilang Unit IV Cilacap terintegrasi dengan pabrik Petrokimia yang memproduksi terepthalic acid (PTA) dan paraxylene murni. 2) Kilang Unit IV Cilacap memproduksi lube base oil (LOB), sebagai bahan dasar pabrik pencampuran (blending) LOB di Jakarta, Surabaya, dan Cilacap untuk menghasilkan pelumas. Manajemen Energi Secara Makro: MEMBANGUN FONDASI KUAT 249 3) Kilang Unit II Dumai, sejak April 2008 bekerja sama dengan SK Corp dari Korea, telah memproduksi LOB tipe 100N, yang merupakan produk pelumas unggulan Pertamina untuk pasar ekspor. 4) Kilang Pertamina Unit V Balikpapan untuk menghasilkan produk BBM unggulan, seperti premium, pertamax, kerosen, avtur, LPG. 5) Kilang Unit I Pangkalan Susu dan Unit Mundu (di Balongan) hanya untuk memproduksi LPG. Indonesia akan membangun dua kilang minyak baru dengan kapasitas masing-masing 300.000 bph, yaitu Kilang Balongan Baru Indramayu pada 2017 dan Kilang Tuban yang ditargetkan beroperasi pada tahun 2018. Dengan dibangunnya dua kilang baru tersebut, akan ada tambahan pasokan BBM sebesar 17,89 juta kl, yang terdiri atas premium 7,79 juta kl, solar 7,23 juta kl, dan avtur sebesar 2,87 juta kl. Selain dua kilang tersebut, Pemerintah juga berencana untuk membangun kilang sendiri dengan menggunakan dana APBN dengan kapasitas 300 MBCD dimulai pada 2012 dan diharapkan dapat beroperasi pada 2019. Selain penambahan kilang, Pertamina juga berencana melakukan perbaikan dan peningkatan kualitas produk, antara lain: 1) Renovasi Unit III Plaju untuk penambahan produksi premium sebesar 120 ribu KL. 2) Renovasi Kero treater Unit II Dumai dan Unit V Balikpapan untuk pengalihan minyak tanah menjadi avtur sebesar 2,61 juta kl. 250 KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN 3) Penambahan residual fluid catalytic cracking (RFCC) Unit IV Cilacap untuk penambahan produksi premium sebesar 1,9 juta kl. 4) Bottom upgrading Unit V Balikpapan dan pembenahan Unit II Dumai, akan menambah produksi premium sebesar 1,23 juta kl, minyak tanah 470 ribu kl, solar 2,26 juta kl, dan avtur 480 ribu kl. c. LNG dan LPG Pasokan LPG dari dalam negeri pada 2013 mencapai 21,2 juta BOE, yang terdiri atas produksi LPG dari kilang LNG sebesar 15,6 juta BOE dan kilang minyak sebesar 5,6 juta BOE, serta impor sekitar 22,4 juta BOE (untuk memenuhi kebutuhan sebesar LPG sebesar 43,6 juta BOE). Impor LPG meningkat tajam sejak 2008 (Gambar 58), dan pada 2013 impor sudah mencapai 50 persen dari total kebutuhan dalam negeri. Impor LPG dilakukan oleh Pertamina dari perusahaan Saudi Aramco. Peningkatan impor LPG ini, antara lain disebabkan oleh: 1) Produksi LPG dari kilang minyak dan kilang LNG tidak ada perubahan hanya sekitar 1,2 juta metrik ton per tahun, sedangkan kebutuhan LPG selalu tumbuh sekitar 7-10 persen per tahun. 2) Kebijakan konversi kerosin ke LPG, yang sebelumnya, kebutuhan LPG hanya mencapai 0,9 juta metrik ton. 3) Kandungan methana dalam migas Indonesia lebih dominan, sedangkan kandungan propane, sebagai sumber LPG, sangat Manajemen Energi Secara Makro: MEMBANGUN FONDASI KUAT 251 kecil (< 5 persen). Itu sebabnya, produk LPG sangat kecil, karena LPG hanya merupakan produk sampingan atau byproduct dari kilang minyak dan LNG yang memproduksi LNG dan CNG dalam jumlah besar. (Kilo Ton) 6,000 5,000 4,000 3,000 2,000 1,000 0 2002 2003 2004 2005 2006 Total Supply 2007 2008 Import 2009 2010 2011 2012 Sumber: Kementerian ESDM dan DEN (2012) Gambar 58 Impor LPG, Tahun 2005-2012 LPG merupakan produk dari kilang minyak dan kilang LNG. Khusus kilang LNG, dari tiga unit kilang LNG, dua di antaranya dikelola Pertamina melalui anak usaha, yaitu PT Arun LNG yang mengelola kilang LNG Arun di Aceh Tmur dan PT Badak LNG yang mengelola kilang LNG Badak di Bontang (Gambar 59). Kilang LNG Arun memiliki 6 LNG train dengan kapasitas total 12,5 Mton per tahun, sedangkan kilang LNG Badak memiliki 8 LNG train dengan total kapasitas 22,5 Mton per tahun. 252 KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN Laut Cina Selatan Brunei Natuna Darussalam Malaysia Kapasitas Malaysia 21,64 MMTPA Singapore Bontang Philipina Thailand Arun Kapasitas 12,85 MMTPA Su ter ma Kalimantan a era d mu Sa in H a di 0 300 Laut Sulawesi Keterangan Sa m ud er aP as ifi Laut k Halmahera Tangguh Bontang Kapasitas 7,6 MMTPA Papua Laut Jawa Jawa Kilang LNG Timor lesta 600 Kilometers Sumber: Ditjen Migas, Kementerian ESDM, Tahun 2013 Gambar 59 Peta Lokasi Kilang LNG di Indonesia d. Briket Batubara Briket batubara adalah bahan bakar padat (dengan tekanan) yang terbuat dari batubara dengan sedikit campuran tanah liat atau tapioka untuk perekat dan biomassa (biasanya molasses, serbuk gergaji, dan lainnya) untuk mempermudah pembakaran. Pada umumnya, briket batubara yang diproduksi di Indonesia berbentuk telur dan sarang tawon (silinder atau kubus), dengan ukuran yang bervariasi (Gambar 60). Bentuk cetakan briket batubara ini untuk memudahkan dalam penanganan (handling), terutama pengangkutan dan penyimpanan karena biasanya dikemas dalam kantong berukuran 1-20 kg. Tahun 1993, adalah awal briket batubara dikenalkan pada masyarakat sebagai pengganti minyak tanah. Salah satu Lembaga Litbang Kementerian ESDM di Bandung telah melakukan uji coba komersialisasi briket batubara (dengan nama bio-briket), Manajemen Energi Secara Makro: MEMBANGUN FONDASI KUAT 253 di Palimanan, Cirebon. Saat itu, sosialisasi dan demonstrasi penggunaan briket batubara untuk rumah tangga, serta industri kecil rumah tangga dan peternakan ayam. Namun, program konversi ini tidak berjalan seperti yang diharapkan karena harga jual tidak dapat bersaing dengan harga BBM yang disubsidi. Tipe telur Tipe Sarang tawon Sumber: PT. Tambang Batubara Bukit Asam Gambar 60 Varian Tipe Briket Batubara Pada tahun yang sama, PT Tambang Batubara Bukit Asam (PTBA), sebagai BUMN di bidang pertambangan batubara, ditunjuk oleh Pemerintah sebagai pemasok briket batubara dalam rangka persiapan menghadapi rencana Pemerintah mencabut subsidi BBM pada 2004. PTBA kemudian membangun tiga pabrik briket batubara, yaitu di Tanjung Enim dengan kapasitas produksi sebesar 12.000 ton, di Natar, Bandar Lampung sebesar 8.000 ton, dan di Gresik sebesar 70.000 ton per tahun. 254 KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN Pasokan briket batubara saat ini jauh lebih rendah. Sebelumnya, PTBA sendiri pernah memproduksi briket batubara 115.000 ton per tahun. Total produksi briket batubara hanya 19.000 ton (lihat Diagram Pasokan-Kebutuhan Batubara). Penurunan pasokan briket batubara ini karena masyarakat sudah terbuai dengan bahan bakar gas (LPG) yang lebih murah dan lebih praktis dalam penggunaannya. AKSESIBILITAS Ada beberapa faktor yang menentukan ketahanan energi, salah satunya adalah aksesibilitas atau infrastruktur pendukung energi, termasuk juga akses masyarakat terhadap energi. Aksesibilitas energi masyarakat hingga saat ini masih terbatas dan belum merata. Hal ini dapat dilihat dari sebaran rasio elektrifikasi di seluruh wilayah Indonesia (Gambar 61). Pada 2013, rasio elektrifikasi rata-rata adalah 80,5 persen. Artinya, hampir 20 persen rumah tangga di Indonesia belum menikmati pasokan listrik. Kondisi ini juga menunjukkan bahwa kemampuan Pemerintah dalam menyediakan energi masih rendah. Selain itu, daya beli masyarakat terhadap energi juga masih rendah. Manajemen Energi Secara Makro: MEMBANGUN FONDASI KUAT 255 NAD 89,72% Riau 77,56% Sumbar 80,22% Sumsel 70,90% Sulbar 67,60% Jakarta 99,99% Lampung 77,55% Kalsel 81,61% Sulteng 71,02% Sultra 62,51% Bali 75,08% Banten 86,27% Jabar Jateng 80,15% 86,13% 50-70% <50% Malut 87,82% Papua Barat 75,53% Babel 97,13% Bengkulu 77,53% >70% Gorontalo Sulut 67,81% 81,82% Kalbar 95,55% Jambi 75,14% Category Kaltim 80,45% Kalteng 66,21% Kopri 69,66% Sumut 87,62% DIY Jatim 80,57% 79,26% Maluku 78,36% Sulsel 81,14% NTB 64,43% Papua 36,41% NTT 54,77% Tahun 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 Realisasi 65.10% 65.79% 67.15% 72.95% 76.56% 80.51% Berdasarkan Draft RUKN 81.51% 83.18% 86.37% 89.56% Sumber: Kementerian ESDM Gambar 61 Peta Sebaran Ratio Elektrifikasi di Indonesia Rendahnya rasio elektrifikasi ini disebabkan oleh kurangnya infrastruktur energi, terutama di daerah-daerah terpencil dan pulau-pulau terluar. Aksesibilitas energi sangat tergantung pada ketersediaan infrastruktur energi dan transportasi. Indonesia sebagai negara kepulauan merupakan salah satu kendala dalam pemerataan aksesibilitas energi. Gambar 62 juga memperlihatkan bahwa masih banyak daerah yang belum mendapatkan aksesibilitas energi dengan baik dan merata karena jaringan transmisi listrik masih terpusat di Jawa dan Sumatera. 256 KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN Sumber: Kementerian ESDM, diolah kembali oleh DEN Gambar 62 Jaringan Transmisi Listrik Nasional Meski pertumbuhan energi cukup tinggi, yaitu 7-8 persen per tahun, konsumsi energi per kapita Indonesia masih terbilang rendah bila dibandingkan dengan negara-negara ASEAN lainnya (Tabel 16). Kondisi ini juga memperlihatkan bahwa akses masyarakat terhadap energi masih rendah. Tabel 17 Perbandingan Konsumsi Listrik Per Kapita di Negara-Negara ASEAN PDB/Kapita (USD/Kapita) Listrik/Kapita (kWh/Kapita) 0,45 54.400 7.470 92,4 6,6 55,1 15,2 2.500 1.900 1.100 1.800 935 338 84 104 No Negara Populasi ( Juta) 1. 2. 3. 4. 5. 6. Filipina Indonesia Malaysia Singapura Thailand Brunei Darussalam Vietnam Laos Myanmar Kamboja 105,7 251,0 29,6 5,4 67,4 7. 8. 9. 10. 2.587 3.557 10.381 51.709 5.480 524 591 3.241 6.931 1.961 Sumber: Dewan Energi Nasional Manajemen Energi Secara Makro: MEMBANGUN FONDASI KUAT 257 Menurut beberapa analisis dari data empiris (Djarot S. Wisnubroto, Batan), terdapat korelasi yang kuat antara konsumsi listrik per kapita dan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) atau Human Development Index (HDI). Peningkatan konsumsi listrik per kapita secara langsung merangsang pertumbuhan ekonomi yang cepat dan secara tidak langsung dapat meningkatkan target pembangunan sosial, terutama untuk negara-negara yang masih mempunyai nilai HDI rendah dan menengah. Pada umumnya, ambang batas atau transisi HDI rendah ke ekonomi menengah adalah ketika konsumsi listrik 500 kWh per kapita dicapai. Angka ini didasarkan pada jumlah minimal listrik yang digunakan untuk memompa air, penerangan, dan pendingin makanan dan obat-obatan, yang secara signifikan dapat meningkatkan kondisi hidup masyarakat mereka. Sedangkan konsumsi listrik 4.000 kWh per kapita merupakan garis batas antara negara berkembang dan negara maju. Untuk menjadi negara yang sejahtera (nilai HDI tinggi), perlu peningkatan konsumsi listrik yang signifikan, dari kondisi sekarang yang masih di bawah sekitar 700 kWh/kapita. Bahkan, untuk mengejar konsumsi listrik negara tetangga, seperti Malaysia saat ini sekalipun, perlu usaha sangat keras dalam penyediaan energi. Mengingat besarnya investasi yang harus dikeluarkan untuk membangun jaringan sistem kabel bawah laut, pengembangan dan pemanfaatan sumber energi lokal, terutama EBT seperti biomassa, energi surya, dan mikro hidro merupakan pilihan yang bijaksana dalam rangka peningkatan dan pemerataan aksesbilitas energi. Pemanfaatan EBT dapat dijadikan pilihan jangka pendek bagi masyarakat pedesaan yang belum tersentuh jaringan listrik ataupun daerah-daerah terpencil, 258 KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN termasuk daerah perbatasan dan pulau-pulau terluar. Terdapat korelasi yang kuat antara konsumsi listrik per kapita dan Indeks Pembangunan Manusia.Peningkatan konsumsi listrik per kapita secara langsung merangsang pertumbuhan ekonomi. Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) salah satunya, sangat relevan untuk daerah-daerah terpencil ataupun pulau-pulau terluar. Walaupun dari sisi biaya investasi masih relatif tinggi, jika dibandingkan dengan membangun jaringan kabel atau membangun pembangkit dengan bahan bakar fosil (yang biaya angkutnya ke pulau cukup tinggi), pengembangan PLTS lebih memungkinkan. Selain sumber energi matahari begitu melimpah, sehingga pemanfaatannya tak terbatas, PLTS relatif lebih mudah dipasang dan dipelihara, ramah lingkungan, tahan lama, dan tak menimbulkan radiasi elektromagnetik yang berbahaya bagi kesehatan. Pengembangan pemanfaatan sumber energi lokal mempunyai nilai strategis karena selain memperluas akses masyarakat terhadap energi, juga akan membuka isolasi dan mendorong pertumbuhan ekonomi daerah. Untuk itu, diperlukan intervensi Pemerintah Pusat dan/ atau Pemda melalui upaya-upaya perintisan yang tidak semata-mata didasarkan atas pertimbangan kelayakan ekonomi. Pemerintah telah melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan pemerataan aksesibilitas energi, antara lain: Manajemen Energi Secara Makro: MEMBANGUN FONDASI KUAT 259 1. Penambahan sambungan baru untuk rumah tangga dengan kisaran 1–1,2 juta rumah tangga per tahun pada periode 2010-2014 2. Pembangunan listrik pedesaan dengan memanfaatkan potensi energi setempat, seperti air, matahari, dan biomassa, serta termasuk pembangunan infrastrukturnya, yaitu PLTMH (570 unit), SHS (192.000 unit), PLTS Terpusat (250 unit), PLTS (270 unit), JTM (25.495 km), JTR (6.260 km), dan Gardu distribusi (4.390 unit). 3. Peningkatan kapasitas pembangkit tenaga listrik sebesar 6,123 MW serta memperpanjang jaringan transmisi (ratarata 5.556 km per tahun) dan distribusi tenaga listrik (ratarata 35.040,8 km per tahun). Kebutuhan listrik meningkat rata-rata 8,5 persen per tahun, sementara itu total kapasitas terpasang pembangkit nasional pada 2013 sebesar 48.161 MW yang sebagian besar berlokasi di Jawa, termasuk jaringan transmisinya. UTILISASI Dari sisi sektor pemakai, sektor industri dan transportasi merupakan pemakai energi final terbesar (tanpa biomassa) pada 2011, yaitu masing-masing 43 persen dan 38 persen. Sedangkan porsi rumah tangga hanya 12 persen. Tetapi, bila biomassa diperhitungkan, porsi pemakaian energi final di rumah tangga melebihi sektor transportasi, yaitu 29 persen, sedangkan sektor transportasi 25 persen dan sektor industri 41 persen (Gambar 63). 260 KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN Tanpa Biomassa 3% 38% Industri 4% 36% Dengan Biomassa Household 44% 43% 4% 12% 4% 12% Commercial Transportation Other 2% 25% 3% 24% 3% 3% 41% 41% 29% 29% Sumber: Kementerian ESDM Gambar 63 Komposisi Penggunaan Energi Final Berdasarkan Sektor, 2010-2011 Kondisi ini memperlihatkan bahwa biomassa, terutama ‘limbah hutan’ masih merupakan bahan bakar dominan yang digunakan oleh rumah tangga di daerah pedesaan karena biomassa lebih mudah diperoleh dan kadang-kadang tanpa biaya. 1. Minyak Bumi dan BBM Kebutuhan minyak mentah dalam negeri pada 2013 sebesar 307,3 juta BOE dan hampir seluruhnya (98 persen) menjadi input kilang minyak untuk menghasilkan BBM dan produk non BBM. Sedangkan sisanya digunakan untuk stok 29 ribu BOE dan pemakaian sendiri dan susut sebesar 6 juta BOE (lihat Diagram Pasokan-Kebutuhan Minyak Bumi). Sektor transportasi merupakan pemakai BBM terbesar di dalam negeri, yang pada 2013 porsinya mencapai 63,6 persen dari total kebutuhan BBM yang besarnya 3934 juta BOE, kemudian diikuti pembangkit listrik (PLN dan IPP) sebesar 14 persen dan industri 12,5 persen (Gambar 65). Manajemen Energi Secara Makro: MEMBANGUN FONDASI KUAT 261 Sektor lainnya 26,068 Komersial 5,769 Rumah Tangga 7,015 Industri 49,389 Transportasi 250,593 Pembangkit listrik 55,057 - 50,000 100,000 150,000 200,000 250,000 300,000 Ribu BOE Sumber: DEN, diolah kembali Gambar 64 Konsumsi BBM Berdasarkan Sektor, 2013 a. Konsumsi BBM di Sektor Transportasi 1) Konsumsi BBM (Subsidi dan Non-Subsidi) Pada 2013 (angka sementara), total konsumsi BBM sebesar 250,6 juta BOE, dan jenis BBM terbanyak yang digunakan di sektor transportasi adalah jenis gasoline, termasuk BBM subsidi dan non-subsidi. Sedangkan jenis avtur dan RFO paling sedikit digunakan. Pemakaian gasoline terus mengalami peningkatan, yaitu rata-rata 12 persen per tahun (Gambar 65). Dari sisi jenis moda angkutan, konsumsi BBM terbesar adalah angkutan jalan yang mencapai 88 persen dari total konsumsi BBM di sektor transportasi. Sedangan konsumsi BBM terbesar di kelompok moda angkutan jalan adalah kendaraan pribadi, angkutan barang, dan 262 KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN sepeda motor, dengan porsi masing-masing 39 persen, 36 persen, dan 15 persen (Gambar 66). Juta KL 30 Gasoline 25 20 15 Diesel Biofuel 10 5 Avtur RFO 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 Sumber: Kementerian ESDM Gambar 65 Konsumsi BBM di Sektor Transportasi Berdasarkan Jenis BBM, 2000-2011 7% 4% 1% Angkutan jalan Angkutan laut 36% Angkutan udara Angkutan KA dan SDP 88% Porsi Konsumsi BBM di Sektor Transportasi 39% Kendaraan pribadi Bus Sepeda motor 15% 10% Kendaraan angkutan barang Porsi Konsumsi BBM Di Angkutan Jalan Sumber: Kementerian Perhubungan Gambar 66 Porsi Konsumsi BBM di Sektor Transportasi, 2012 2) Konsumsi BBM Bersubsidi Hingga akhir 2012, realisasi volume BBM bersubsidi mencapai 253 juta BOE (Gambar 67). Pada 2011, jenis BBM bersubsidi yang paling banyak dikonsumsi Manajemen Energi Secara Makro: MEMBANGUN FONDASI KUAT 263 adalah premium (25,5 juta kl) dan solar (14,5 juta kl). Untuk gasoline non-subsidi, seperti Premix, Super TT, Pertamax, dan Pertamax Plus mengalami penurunan. Hal ini dipengaruhi oleh tingginya harga minyak dunia, sehingga selisih antara harga BBM subsidi dan BBM non-subsidi semakin besar. Akibatnya, beberapa pengguna BBM non-subsidi beralih menggunakan BBM subsidi. Passanger Car Bus Truck Million BOE Subsidized fuel consumtion for passenger cars are very huge, the total fuel subsidized by the Government almost 30% consumed by passenger cars and 44% by motorcycles. 300 Bus consumed 8% from total fuel subsidized by government 200 250 150 Truck consumed 17% from total fuel subsidized by government 100 50 Motor Cycles Motor cycles growth rate is very high (15.3% per year), exceed the growth rate of total vehicles by 14% per year. 2000 2002 2004 2006 2008 2010 2012 Passanger Car Train Bus Truck Motor Cycle Train Train consumed only 1% from the total fuel. To date, trains service are only available in Java and Sumatera islands. Sumber: Kementerian Perhubungan (2013) Gambar 67 Konsumsi BBM Bersubsidi di Moda Angkutan Jalan dan Kereta Api, 2012 Berdasarkan data Kementerian Perhubungan, ada lima moda angkutan jalan (termasuk kereta api) di Indonesia 264 KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN yang pada umumnya mengkonsumsi BBM bersubsidi, yaitu (Gambar 67): a) Kendaraan penumpang Kendaraan penumpang adalah kendaraan roda empat yang terdiri atas kendaraan pribadi, angkutan umum perkotaan dan pedesaan, dan taksi. Kendaraan penumpang sebagian besar mengkonsumsi BBM bersubsidi, dan porsi pemakaian BBM bersubsidi tersebut diperkirakan sekitar 30 persen pada 2012. b) Bus Bus terdiri dari bus angkutan penumpang luar kota, dalam kota, dan bus pariwisata. Porsi pemakaian BBM bersubsidi oleh kelompok bus sekitar 8 persen. c) Angkutan barang Truk merupakan kendaraan angkutan barang dari berukuran kecil (6-8 ton) hingga berukuran besar (di atas 30 ton). Porsi pemakaian BBM bersubsidi oleh kelompok truk sekitar 17 persen. d) Kendaraan roda dua Tingkat pertumbuhan sepeda motor di Indonesia sangat tinggi, yaitu 15,3 persen per tahun, melebihi tingkat pertumbuhan total kendaraan sebesar 14 persen per tahun. Porsi pemakaian BBM bersubsidi oleh kelompok kendaraan roda sekitar 44 persen. e) Kereta api Manajemen Energi Secara Makro: MEMBANGUN FONDASI KUAT 265 Porsi pemakaian BBM bersubsidi oleh kereta api sangat kecil, yaitu hanya 1 persen. Sampai saat ini, layanan kereta api hanya tersedia di Jawa dan Sumatera. Di masa mendatang, konsumsi BBM akan semakin meningkat. Dalam periode 2010-2030 (Gambar 68), konsumsi BBM di sektor transportasi meningkat rata-rata 5 persen per tahun. Konsumsi BBM di masa mendatang masih tetap didominasi oleh kendaraan penumpang, sepeda motor, dan angkutan barang (truk). Menurut Kementerian Perhubungan, faktor yang mempengaruhi peningkatan konsumsi BBM ini, antara lain: 1) Peningkatan jumlah kendaraan bermotor, dengan tingkat pertumbuhan sekitar 8-15 persen per tahun. 2) Rendahnya harga bahan bakar karena harga masih disubsidi. 3) Kemacetan lalu lintas di kota-kota besar semakin parah, yang disebabkan oleh peningkatan permintaan perjalanan, disiplin berlalu lintas yang rendah, penggunaan angkutan pribadi yang masih dominan, pengembangan tata guna lahan yang tidak konsisten, serta pemanfaatan jalan dan fasilitas lalu lintas angkutan jalan di luar kepentingan lalu lintas. Berdasarkan perhitungan, kerugian yang ditimbulkan oleh kemacetan lalu lintas di Jakarta sekitar Rp 14,80 miliar per hari, sedangkan di Bandung sekitar Rp 1,78 miliar per hari. 266 KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN Juta BOE 1.000 900 800 700 600 500 400 300 200 100 Pesawat Terbang ASDP Kapal Ikan Kapal Laut Kereta Api Truk Bus Mobil Penumpang Sepeda Motor 2010 20.89 2.71 7.27 3.73 3.83 70.32 33.75 66.68 73.29 2015 45.12 3.46 8.03 3.92 4.23 87.58 41.89 106.66 119.30 2020 66.95 4.42 8.87 4.12 4.67 111.52 53.22 158.07 161.46 2025 89.04 5.64 9.79 4.33 5.16 145.04 69.14 220.73 191.69 2030 114.98 7.20 10.81 4.55 5.70 192.52 91.75 289.19 201.49 Sumber: Kementerian Perhubungan, diolah kembali Gambar 68 Prakiraan Konsumsi BBM di Sektor Transportasi Berdasarkan Jenis Angkutan, 2010-2030 4) Pelayanan angkutan umum masih rendah a) Tingkat aksesibilitas rendah, seperti: i. Masih banyak bagian dari kawasan perkotaan yang belum dilayani oleh angkutan umum. ii. Rasio antara panjang jalan yang dilayani trayek dengan total panjang jalan di perkotaan rata-rata masih di bawah 70 persen bahkan di beberapa kota rasionya di bawah 15 persen. b) Tingkat pelayanan rendah, sehingga mengakibatkan waktu tunggu tinggi, waktu perjalanan menjadi lebih lama, reliabilitas rendah, dan tidak aman di dalam angkutan umum. Manajemen Energi Secara Makro: MEMBANGUN FONDASI KUAT 267 c) Biaya tinggi. i. Aksesibilitas dan jaringan pelayanan angkutan umum yang kurang baik menyebabkan masyarakat harus beberapa kali berpindah angkutan umum untuk sampai ke tempat tujuan. ii. Belum adanya keterpaduan sistem tiket. iii. Kurangnya keterpaduan moda. Akibat dari kondisi di atas, biaya angkutan umum menjadi lebih mahal dibandingkan dengan angkutan pribadi. 5) Peningkatan pertumbuhan ekonomi. b. Konsumsi BBM di Sektor Rumah Tangga Di sektor rumah tangga, pemakaian BBM, khususnya minyak tanah sudah sangat jauh menurun. Selama periode 2008-2012, Pemerintah telah berhasil memperkecil pemakaian kerosen sebagai bahan bakar untuk rumah tangga berpenghasilan rendah di daerah perkotaan dan menggantikannya dengan gas LPG 3 kg. Keberhasilan program konversi minyak tanah ke gas (LPG) pada 2008 mengakibatkan konsumsi kerosen terus menurun dan akhirnya impor dihapus sejak 2009. Saat ini, pasokan kerosen di dalam negeri sebagian besar digunakan untuk industri. Pada 2013, konsumsi BBM di sektor rumah tangga sebesar 7 juta BOE. c. Konsumsi BBM di Sektor Industri Di sektor industri, jenis BBM yang paling banyak dikonsumsi 268 KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN adalah ADO (automotive diesel oil) sekitar 60 persen dari total kebutuhan BBM, kemudian diikuti oleh kerosen dan IDO (industrial diesel oil). Pada 2013, konsumsi BBM di sektor industri mencapai 49,4 juta BOE. Dibandingkan dengan konsumsi dua tahun sebelumnya, konsumsi BBM di sektor ini cenderung menurun. d. Konsumsi BBM di Sektor Kelistrikan Jenis BBM yang umum digunakan di sektor kelistrikan adalah HSD (high speed diesel), IDO (industrial diesel oil), dan MFO (marrine fuel oil). Pada 2013, konsumsi BBM di sektor ini sebesar 55 juta BOE, yang terdiri dari pembangkit listrik PLN sebesar 54 juta BOE dan IPP 1 juta BOE. Jenis BBM yang digunakan oleh pembangkit PLN HSD (high speed diesel) dan MFO (marrine fuel oil) yang porsinya masing-masing 78 persen dan 22 persen dari total konsumsi BBM. Dibandingkan dengan tahun sebelumnya, konsumsi BBM di sektor ini mengalami peningkatan. Kemungkinan besar hal ini disebabkan oleh penyelesaian proyek FTP I 10.000 MW meleset dari target yang direncanakan. e. Konsumsi BBM di Sektor Komersial Penggunaan BBM di sektor komersial cenderung berkurang, pengurangan ini lebih banyak disebabkan oleh penurunan pemakaian minyak tanah di sektor komersial. Secara total penggunaan BBM yang terdiri dari ADO (automotive diesel oil), IDO, dan minyak tanah di sektor komersial pada 2013 Manajemen Energi Secara Makro: MEMBANGUN FONDASI KUAT 269 mencapai 5,8 juta BOE. ADO adalah jenis BBM yang paling banyak dikonsumsi di sektor komersial. f. Total Konsumsi BBM di Masa Mendatang 584,07 Kebutuhan BBM (tidak termasuk biofuel) diproyeksikan meningkat rata-rata 4-5 persen per tahun. Sektor transportasi masih mendominasi porsi kebutuhan BBM sampai dengan 2030, dengan tingkat pertumbuhan rata-rata 5 persen per tahun (Gambar 69). Dari jenis BBM, konsumsi bensin dan ADO tumbuh rata-rata 5,68 persen per tahun dan 2,18 persen per tahun sedangkan konsumsi kerosen turun ratarata 2,97 persen per tahun. MMBSY 500,02 600 355,89 429,8 500 266,51 400 300 Komersial 2020 Pembangkit Listrik 0 8,32 30,66 83,23 93,95 2015 Rumah Tangga 0,08 7,5 19,48 67,54 78,04 2010 0,28 7,08 16,71 59,48 63,48 0 0,7 6,78 14,12 49,5 49,76 100 24,15 7,46 14,71 51,5 37,3 200 2025 2030 Industri ACM Transportasi Gambar 69 Prakiraan Konsumsi BBM Per Sektor Pemakai di Indonesia, 2010-2030 2. Gas Alam, CNG, dan LPG Pada 2013, kebutuhan gas alam di dalam negeri, termasuk kebutuhan pabrik pengolahan LNG dan kilang minyak 270 KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN mencapai 396,9 juta BOE, atau sekitar 81 persen dari total produksi nasional (489,8 juta BOE), sedangkan sisanya, 19.7 persen diekspor langsung dalam bentuk gas alam. Dari jumlah kebutuhan di atas, sebesar 191,3 juta BOE diolah menjadi LPG sebanyak 15,6 juta BOE dan LNG sebanyak 170,5 juta BOE, di mana seluruh LNG ini diekspor. Pada 2013, konsumen gas alam terbesar adalah pembangkit listrik dan sektor industri, dengan porsi masing-masing sebesar 33,2 persen dan 40,9 persen dari total konsumsi (Gambar 70), dengan asumsi bahwa umpan gas alam untuk menghasilkan LNG tidak dianggap sebagai konsumsi dalam negeri, karena seluruh produk LNG tersebut diekspor (lihat Diagram PasokanKebutuhan Gas Alam, 2013). lainnya (2) 2,155 Pemakaian sendiri 37,344 Industri 91,755 Pembangkit listrik 74,421 Kilang Minyak 3,175 Kilang LNG (1) 13,605 - 20,000 40,000 60,000 80,000 100,000 Catatan: (1) Total gas alam sebagai umpan kilang LNG sebesar 188.169 BOE, yang produksinya berupa LPG 15.605 BOE (untuk konsumsi dalam negeri) dan LNG sebesar 170.520 BOE (semuanya diekspor). (2) Lainnya terdiri atas sektor Transportasi (367 BOE), Komersial (1.625 BOE), Rumah Tangga (134 BOE) dan Stock (29 BOE) Gambar 70 Konsumsi Gas Alam Per Sektor Pemakai, 2013 Manajemen Energi Secara Makro: MEMBANGUN FONDASI KUAT 271 Sementara itu, konsumen LPG terbesar adalah sektor rumah tangga. Pada 2013, konsumsi LPG di sektor rumah tangga mencapai 41,1 juta BOE, sedangkan di sektor komersial sebesar 1,1 juta BOE. Sektor industri yang menggunakan LPG adalah industri makanan dan industri kecil rumah tangga, dan keramik, gelas, dan bahan bakar forklift. Perusahaan Gas Negara (PGN), merupakan perusahaan BUMN yang bergerak di bidang transmisi dan distribusi gas alam di dalam negeri. Saat ini, PGN telah memiliki jaringan pipa gas alam lebih dari 6.000 km, yang digunakan untuk menyalurkan gas kepada pelanggan, seperti PLN (untuk pembangkit listrik), sektor industri, sektor komersial (seperti hotel, restoran, rumah sakit, dan mal), dan sektor transportasi. Pemakaian gas alam, terutama CNG untuk sektor transportasi saat ini mulai ditingkatkan kembali, melalui peran PGN. Sedangkan pemakaian LPG di sektor industri dan transportasi masih kecil. a. Konsumsi Gas di Sektor Industri Di sektor industri, pemakai gas alam terbesar adalah industri pupuk, keramik, logam, kimia, pulp dan kertas, dan lainnya. Industri pupuk dan keramik merupakan industri yang sangat tergantung pada ketersediaan gas alam karena dalam industri keramik, gas alam ini mempunyai sifat spesifik sebagai bahan bakar yang tidak bisa digantikan oleh sumber energi lain, sedangkan di industri pupuk dan petrokimia, gas alam digunakan sebagai bahan baku utama, selain juga sebagai bahan bakar. Di industri pupuk, pemanfaatan gas alam dimulai pada 1960-an, yaitu ketika produksi gas alam dari ladang Stanvac 272 KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN Indonesia di Pendopo, Sumatera Selatan dikirim melalui pipa gas ke pabrik Pupuk Pusri IA di Palembang. Pemanfaatan gas alam di industri ini kemudian mulai berkembang dengan pesat sejak 1974, ketika gas alam mulai dialirkan melalui pipa gas dari ladang gas alam di Prabumulih, Sumatera Selatan ke pabrik Pupuk Pusri II, Pusri III, dan Pusri IV di Palembang. Di Jawa Barat, pada tahun yang sama, gas alam juga dipasok lewat pipa gas dari ladang gas alam di lepas pantai Laut Jawa dan kawasan Cirebon untuk pabrik pupuk (Pupuk Kujang) dan industri menengah dan berat di kawasan Jawa Barat dan Cilegon, Banten. Industri yang dipasok gas alam tersebut, antara lain pabrik semen, pabrik pupuk, pabrik keramik, pabrik baja, dan pembangkit listrik. Gas alam memiliki peran strategis di industri petrokimia. Industri petrokimia terbagi dalam tiga kelompok, yaitu petrokimia C1, petrokimia olefin, dan petrokimia aromatik, yang masing-masing industri ini telah berkembang menjadi pohon industri yang besar dengan berbagai jenis produk turunan yang mengisi sendi-sendi kehidupan masyarakat. Produk utama dari industri petrokimia adalah amonia, yang merupakan bahan baku urea dan asam nitrat. Saat ini, sebagian besar amonia di Indonesia digunakan sebagai bahan baku urea, karena kebutuhannya yang besar baik untuk industri maupun pertanian, perkebunan, dan perikanan. Urea dapat digunakan sebagai bahan baku di industri melamin, resin melamin, dan asam siklamat. Asam siklamat merupakan bahan baku sodium siklamat yang digunakan sebagai Manajemen Energi Secara Makro: MEMBANGUN FONDASI KUAT 273 pemanis buatan. Asam nitrat, selain digunakan sebagai bahan baku pembuatan ammonium nitrat (sebagai bahan peledak), juga digunakan sebagai bahan baku industri selulosa nitrat yang dapat dimanfaatkan untuk berbagai kegunaan. Menurut Kementerian Perindustrian, kebutuhan gas alam untuk industri pada 2014 mencapai 2.130 MMSCFD, yang terdiri atas kebutuhan untuk bahan baku sebesar 1.022 MMSCFD dan bahan bakar sebesar 1.108 MMSCFD. Kebutuhan gas alam akan semakin meningkat, seiring dengan rencana pengembangan industri ke depan. Namun, ada kekhawatiran dari kalangan industri mengenai ketersediaan pasokan gas karena saat ini kontrak pengadaan gas masih di bawah kebutuhan. b. Konsumsi Gas di Sektor Kelistrikan Sejak 2009, PLN mulai mengurangi pemakaian BBM untuk pembangkit listrik karena biaya per kWh yang tinggi, dan diharapkan pada 2015, porsi PLTD dari seluruh pembangkit listrik hanya 8,5 persen. Dalam pembangkit listrik, gas alam digunakan sebagai bahan bakar pada pembangkit listrik tenaga gas (PLTG) dan pembangkit listrik tenaga gas uap (PLTGU). Karena tingkat efisiensi gas menjadi listrik yang sangat tinggi menjadikan PLTGU sebagai pembangkit listrik yang paling kompetitif di antara pembangkit uap lainnya, di samping sifat gas alam yang lebih ramah lingkungan dibandingkan minyak dan batubara. Dalam program percepatan FTP II, salah satu PLTGU 274 KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN berskala besar akan dibangun oleh PLN untuk memperkuat listrik di Pulau Sulawesi. Alokasi gas alam berasal dari proyek gas Donggi-Senoro di Sulawesi Tengah. PLN telah menyanggupi untuk menyerap paling sedikit 200 MMSCFD dengan harga yang telah ditetapkan Pemerintah sebesar US$ 6-6,5/MMBTU. Rencananya, PLTGU tersebut akan dibangun di dekat proyek gas Donggi-Senoro. Pada awal 2012, PLN mulai memikirkan untuk mengguna­ kan CNG di pembangkit, yang terutama untuk pembangkit yang berada di wilayah pulau-pulau kecil. Contoh menarik dari pemakaian CNG ini adalah pembangkit di pulau Bawean, Gresik: Pembangkit Listrik Tenaga Mesin Gas berbahan bakar Compressed Natural Gas (CNG) (PLTMGCNG) dengan kapasitas 3x1 MW. Awal beroperasi pembangkit ini memakai BBM, biaya produksi sebesar Rp2.800 per kWh dan konsumsi BBM sebesar 460 ribu liter per bulan, dan setelah menggunakan CNG, ada penghematan biaya pemakaian bahan bakar hingga Rp863 per kWh, dan konsumsi gas hanya sekitar 0,6 juta kaki kubik per hari (MMSCFD). Data PLN memproyeksikan konsumsi gas untuk pembangkit listrik hingga semester pertama 2014 mencapai 215 Trillion British Thermal Unit (TBTU) dari total target sepanjang 2014 sebesar 431 TBTU. Target konsumsi gas pembangkit listrik pada tahun ini tercatat naik dibanding konsumsi gas pada 2013 sebesar 410 TBTU. PLN juga telah mendapat komitmen gas dari lapangan Terang Sirasun Batur, Sampang, Madura, yang dioperasikan Kangean Energy Indonesia Ltd. Manajemen Energi Secara Makro: MEMBANGUN FONDASI KUAT 275 PLN mendapatkan alokasi 130 juta kaki kubik per hari (MMSCFD) dari lapangan gas Kangean Energy, dari total produksi lapangan tersebut yang mencapai 300 MMSCFD. c. Sektor Transportasi Pemanfaatan gas alam, khususnya CNG, di sektor transportasi mulai kembali ditingkatkan setelah sejak 1987 pemanfaatan gas di sektor ini tidak berjalan seperti diharapkan. Kementerian ESDM, melalui Kepmen ESDM No 2435 K/15/MEM/2014 dan Kepmen ESDM No 2436 K/15/ MEM/2014, 23 April 2014, menetapkan Pertamina dan PGN sebagai badan usaha pelaksana penugasan penyediaan dan pendistribusian bahan bakar gas untuk transportasi jalan. Aturan ini merupakan pelaksanaan Peraturan Menteri ESDM No 8 Tahun 2014 tentang Pelaksanaan Penyediaan dan Pendistribusian Bahan Bakar Gas untuk Transportasi Jalan. Pertamina mendapat tugas membangun 22 SPBG CNG dan 7 mobile refueling unit (MRU) beserta infrastruktur pendukungnya di DKI Jakarta, Banten, Jawa Barat, dan Jawa Tengah. Pertamina juga bertugas untuk menyediakan dan mendistribusikan CNG di Stasiun Pengisian Bahan Bakar Gas (SPBG) yang akan dibangun tersebut dan SPBG yang sudah ada dengan jumlah 23 unit di DKI Jakarta, Jawa Timur, Sumatera Selatan, dan Kalimantan Timur. Total alokasi CNG yang harus disiapkan sebesar 37,7 MMSCFD untuk 2014-2019, dengan perincian: 276 KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN 1) DKI Jakarta, Banten, dan Jawa Barat sebesar 24 MMSCFD 2) Jawa Tengah sebesar 1 MMSCFD 3) Jawa Timur sebesar 10,2 MMSCFD 4) Sumatera Selatan 1,5 MMSCFD 5) Kalimantan Timur sebesar 1 MMSCFD. Sementara itu, PGN mendapat tugas membangun 12 SPBG dan 2 MRU beserta infrastruktur pendukungnya di DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur, dan Riau. PGN juga bertugas untuk menyediakan dan mendistribusikan CNG di SPBG yang akan dibangun dan SPBG yang sudah ada, berupa 1 SPBG CNG dan 1 MRU beserta infrastruktur pendukungnya di DKI Jakarta. Total alokasi CNG yang harus disiapkan sebesar 10,5 MMSCFD untuk selama tahun 2014-2019, dengan perincian: 1) DKI Jakarta dan Jawa Barat sebesar 7,5 MMSCFD 2) Jawa Timur sebesar 2 MMSCFD 3) Riau sebesar 1 MMSCFD Awal 2014, PGN, melalui anak usaha PGN Gagas, juga membangun 12 SPBG dan 4 MRU menjangkau Jakarta. Di Jakarta, MRU ditempatkan di lapangan IRTI Monas, Jakarta. Tujuannya agar gampang diakses masyarakat. Dengan kata lain, gas bumi ke masyarakat lebih dekat dan bisa menjangkau area yang tidak terdapat infrastruktur gas. Diperkirakan, MRU ini kelak bisa melayani 300-350 unit bajaj serta sekitar 100-150 kendaraan operasional PGN serta instansi dan kementerian. Manajemen Energi Secara Makro: MEMBANGUN FONDASI KUAT 277 d. Sektor Rumah Tangga Sejak 1968, masyarakat Indonesia telah mengenal dan menggunakan LPG sebagai bahan bakar alternatif yang lebih bersih untuk memasak selain minyak tanah. Pada awalnya, LPG dengan merek dagang ‘Elpiji’, dipasarkan Pertamina untuk memanfaatkan produk samping kilang minyak. Seiring dengan berjalannya waktu, LPG semakin disukai karena sifatnya yang lebih praktis, bersih dan jauh lebih cepat pemanasannya dibandingkan dengan bahan bakar lainnya. Dengan harga yang lebih tinggi dari minyak tanah, LPG merupakan bahan bakar yang populer di kalangan masyarakat menengah ke atas pada waktu itu. Sebelum 2007, konsumsi LPG dalam negeri berkisar 1 juta MT (metrik ton) per tahun, dengan konsumen yang terdiri atas sektor rumah tangga, komersial (hotel, restoran, kafe), dan industri. Guna memenuhi kebutuhan konsumen tersebut, LPG dikemas dalam tabung ukuran 12 kg untuk kebutuhan rumah tangga, 50 kg untuk kalangan komersial, serta LPG curah untuk kalangan industri. Selain varian tersebut, Pertamina juga mengeluarkan LPG dengan merek dagang Ease Gas dan Bright Gas sebagai LPG kelas premium dengan layanan prima (Gambar 71). Kelebihan produk kedua varian ini adalah untuk kebutuhan rumah tangga, 1 tabung ukuran 12 kg LPG dapat digunakan oleh satu keluarga selama 1-1.5 bulan. Selain Pertamina, ada juga LPG yang dikeluarkan oleh perusahaan swasta, yang dijual dengan harga keekonomian. 278 KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN Jenis: Elpiji 3 kg Subsidi Konsumen: Rumah Tangga dan Usaha Mikro (sesuai Perpres 104 tahun 2007, dan permen ESDM 26 tahun 2009) Harga saat ini: Rp12.750/tabung (harga di lapangan bergantung kepada ketetapan HET Elpiji 3kg oleh Pemda setempat) Jenis: Elpiji 12 kg Non Subsidi Jenis: Elpiji 50 kg Konsumen: Rumah Tangga dan Usaha Menengah Konsumen: Hotel, Restoran, Komersial Harga saat ini: Rp89.000 - 120.100/tabung Jenis: Bright Gas (4 varian warna) Konsumen: Rumah Tangga Harga saat ini: 12kg = 115.000/tabung Harga saat ini: Rp724.5000 - 922.500/tabung Jenis: Ease gas Konsumen: Rumah tangga menengah ke atas Harga saat ini: 9kg = Rp95.000/tabung 12kg = Rp126.000/tabung 14kg = Rp148.000/tabung Sumber: Pertamina Gambar 71 Varian Elpiji Berdasarkan Konsumen Sejak 2007, pemerintah menggulirkan program Konversi Minyak Tanah ke LPG, untuk mengubah pengguna minyak tanah bersubsidi yang mayoritas kalangan masyarakat ekonomi lemah menjadi pengguna LPG. Dengan mengubah penggunaan minyak tanah bersubsidi menjadi LPG bersubsidi, pemerintah memperhitungkan akan mendapatkan penghematan dari sisi subsidi, selain juga memberikan akses kepada masyarakat ekonomi lemah terhadap bahan bakar yang lebih bersih. Agar ekonomis, LPG untuk rumah tangga yang selama ini dikemas dalam kemasan 12 kg, dibuat dalam kemasan yang lebih kecil, yaitu 3 kg. Dengan pemberian subsidi, harga jual dapat ditekan lebih rendah dan masyarakat pun dapat memperolehnya dengan relatif mudah. Kini, enam tahun sudah program ini digulirkan, dan telah berjalan dengan sukses. Hampir seluruh daerah di Indonesia telah dapat menikmati LPG, dengan jumlah pengguna LPG bersubsidi mencapai lebih dari 53 juta orang. Manajemen Energi Secara Makro: MEMBANGUN FONDASI KUAT 279 Sejak program konversi minyak tanah ke LPG diterapkan hingga 2013 (tahun target berakhir), pertumbuhan konsumsi LPG mencapai rata-rata 24 persen per tahun. Konsumsi LPG 3 kg naik dari semula 0,55 juta ton pada 2008 menjadi 4,39 juta ton pada 2013, dan diperkirakan pada akhir 2014 akan mencapai 6,1 juta ton, yang terdiri dari 5,01 juta ton LPG 3 kg dan LPG non-subsidi mencapai 1,09 juta ton. Pada 2013, konsumsi LPG di sektor rumah tangga mencapai 41,1 juta BOE, sedangkan sektor komersial lainnya, seperti hotel, dan restoran) 1,1 juta BOE, sedangkan konsumen LPG lainnya adalah sektor industri (industri makanan, industri kecil rumah tangga, dan lainnya), dan transportasi. Selain LPG, Pemerintah saat ini mulai mendorong penggunaan gas alam untuk sektor rumah tangga, melalui program city gas. City gas merupakan program pemerintah (Kementerian ESDM) yang memaksimalkan pemanfaatan gas alam untuk kebutuhan rumah tangga. Didistribusikan melalui sistem perpipaan layaknya distibusi air PAM. Beberapa kota besar, seperti Jakarta, Bogor, Bekasi, Cirebon, Palembang, Surabaya, dan Medan sudah lama ‘menikmati’ bahan bakar gas jenis ini yang didistribusikan melalui pipa-pipa baja dan pipa polyethylen (PE) yang masuk hingga ke rumah-rumah warga. Diharapkan dengan program city gas ini, pemanfaatan gas bumi bisa tersebar di berbagai kota. 3. Batubara Pemakai batubara terbesar di dalam negeri adalah pembangkit 280 KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN listrik (PLTU Batubara), baik yang dikelola oleh PLN (termasuk PLTU swasta yang produknya dibeli oleh PLN) maupun IPP (produk listrik dipakai sendiri). Pada 2013 (data sementara), PLN mengkonsumsi batubara sebesar 35,5 juta ton dan IPP 11 juta ton (lihat Neraca Batubara). Pemakai batubara dalam negeri lainnya adalah sektor industri, yaitu industri tekstil, kertas dan pulp, pabrik semen, dan peleburan logam non besi. Total pemakaian batubara di sektor industri pada 2013 sebesar 35,5 juta ton. Pemakaian batubara di dalam negeri umumnya sebagai bahan bakar, hanya sebagian kecil digunakan sebagai reduktor dalam peleburan logam non-besi (peleburan nikel) yang kebutuhannya sebagian diimpor. Pabrik briket batubara merupakan konsumen batubara yang produknya digunakan sebagai bahan bakar pengganti BBM untuk industri kecil rumah tangga dan peternakan ayam. Namun, pemakaian batubara di industri ini mengalami penurunan dari tahun ke tahun karena harga briket batubara yang dihasilkan tidak dapat bersaing dengan harga BBM yang disubsidi. Pada 2014, pemerintah menyetujui rencana APBI (Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia) untuk mengendalikan ekspor, yaitu dengan cara mengurangi produksi sebesar 5-10 persen. Rencana ini bukan merupakan usaha untuk penghematan sumber daya batubara, namun lebih diutamakan untuk menaikkan harga ekspor yang dalam tiga tahun terakhir mengalami penurunan tajam. Manajemen Energi Secara Makro: MEMBANGUN FONDASI KUAT 281 4. Listrik Pada 2012, pemakaian akhir listrik dalam negeri sebesar 173.990 GWh, dan sektor pemakai listrik terbesar adalah rumah tangga (41,5 persen dari total pemakaian akhir) dan industri (34,6 persen), sedangkan sektor lainnya adalah komersial dan publik (Gambar 72). 200,000 180,000 GWh 160,000 140,000 120,000 100,000 80,000 60,000 40,000 20,000 Publik 2007 7,511 2008 7,940 2009 8,607 2010 9,330 2011 10,694 28,309 30,988 Rumah Tangga 47,325 50,184 54,945 59,825 65,110 Industri 45,830 47,959 46,204 50,985 54,725 Komersial Pemakaian Akhir 20,608 121,247 22,926 129,019 24,825 134,582 27,157 147,297 2012 9,848 157,993 72,133 60,176 173,990 Sumber: Kementerian ESDM, diolah kembali Gambar 72 Pemakaian Akhir Listrik Berdasarkan Pelanggan, 2007-2010 5. Biofuel Pemanfaatan biofuel mengalami peningkatan, dan pada 2011 konsumsinya mencapai sekitar 7,5 juta kl. Sejak 2009, biofuel yang digunakan hanya jenis biodiesel, sedangkan bioetanol sudah terhenti penggunaannya. Seperti juga dengan CNG di sektor transportasi, biofuel akan ditingkatkan kembali penggunaannya, yaitu berupa kewajiban 282 KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN pencampuran premium dengan etanol dan pencampuran solar dengan fame, menyusul rendahnya pemanfaatan biofuel tersebut beberapa tahun terakhir ini. Kewajiban tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri ESDM Nomor 25 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Permen ESDM No 32 Tahun 2008 tentang Penyediaan, Pemanfaatan, dan Tata Niaga Bahan Bakar Nabati (Biofuel) Sebagai Bahan Bakar Lain. Target pencapaian persentase biofuel dalam BBM dapat dilihat pada Gambar 73. 25% 35% 20% 20% 20% 20% 20% 20% 10% 10% 0% 25% 25% 25% 15% 5% 30% 5% 2% 1% 1% 2014 2015 15% 10% 5% 10% 10% 5% 2% 2016 10% 2020 2050 0% Transportasi dengan BBM Subsidi Transportasidengan BBM non subsidi, industri dan Komersial Target persentase ethanol dalam premium 2014 2015 2016 2025 Transportasi dengan BBM Subsidi Transportasi dengan BBM non subsidi, industri dan Komersial Pembangkit Listrik Target persentase fame dalam solar Sumber: Kementerian ESDM, diolah kembali Gambar 73 Target Persentase Pencampuran Biofuel dalam BBM, Berdasarkan Peraturan Menteri ESDM No. 25/2013 6. Biomassa Upaya pemanfaatan EBT banyak dilakukan dengan memanfaatan potensi energi lokal, seperti limbah pabrik, dan imbah perkebunan. Konversi energi ini sebagian besar untuk mengurangi atau bahkan mengganti sama sekali BBM sebagai bahan bakar dalam rangka efisiensi dan penghematan. Manajemen Energi Secara Makro: MEMBANGUN FONDASI KUAT 283 Beberapa industri besar telah berhasil menciptakan energi listrik dari biomassa limbah yang digunakan sendiri untuk operasional perusahaan. Sedangkan bentuk energi langsung (pembakaran langsung) juga telah dilakukan oleh banyak industri kecil dan menengah, serta rumah tangga di pedesaan. Limbah peternakan pada sebagian kota/kabupaten telah dimanfaatkan sebagai biogas skala rumah tangga, sedangkan sampah skala kota telah dimanfaatkan sebagai bahan baku energi listrik di Jakarta, Palu, dan Denpasar. Sektor rumah tangga merupakan pemakai energi biomassa terbesar, dari total pasokan biomassa sebanyak 280 juta BOE pada 2013, sektor ini menyerap sekitar 84 persen, kemudian diikuti oleh sektor industri sebesar 16 persen dan pembangkit listrik IPP sekitar 0,04 persen (Gambar 74). Komersial (0,49%) IPP (0,04%) Industri kecil dan menengah (15,61%) Rumah tangga (83,86%) Total pasokan 2013: 280 juta BOE Sumber: Kementerian ESDM, diolah kembali *) Data 2013 merupakan data sementara (masih dalam proses pemutakhiran data) Gambar 74 Sektor Pemakai Biomassa, 2013 284 KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN Sektor industri yang umumnya menggunakan biomassa sebagai bahan bakar adalah industri genteng, bata, dan gerabah. Sedangkan pembangkit listrik umumnya dilakukan oleh industri perkebunan yang menggunakan limbah tebu, jagung, dan lainnya sebagai bahan bakar: a. Pembangkit dengan Bahan Bakar Ampas Tebu PTPN X berupaya terus menekan konsumsi BBM dalam proses produksi dengan mengoptimalkan ampas tebu sebagai bahan bakar mesin pengolahan. Selain untuk bahan bakar, ampas tebu bisa juga digunakan untuk memproduksi listrik melalui program cogeneration. Di Indonesia, potensi perolehan ampas mencapai 10 juta ton, yang dapat membangkitkan listrik sebesar 2.200-2.400 GWh. PG Kremboong berencana membangun pembangkit listrik dari ampas tebu sebesar 10 MW, yang saat ini masih menunggu persetujuan Pemerintah. PG Ngadiredjo di Kediri sudah memulai program cogeneration pada 2012 dengan produksi listrik sebesar 2 MW. Program cogeneration akan diterapkan di sejumlah PG milik PTPN X, antara lain di PG Pesantren Baru, Kediri dan PG Gempolkrep, Mojokerto. Selain itu, PG Pesantren Baru dan PG Gempolkrep juga akan menyelesaikan pembangunan pabrik bioetanol yang dapat menghasilkan fuel grade etanol 99 persen yang sangat ramah lingkungan. Pabrik bioetanol, yang menempati lahan seluas 6,5 Ha di kompleks PG Gempolkrep dan mempunyai kapasitas produksi 100 kiloliter per hari, menelan investasi Rp467,79 Manajemen Energi Secara Makro: MEMBANGUN FONDASI KUAT 285 miliar. Bahan baku yang dibutuhkan untuk pabrik bioetanol adalah tetes tebu (molasses) sebanyak 120.000 ton per tahun, yang akan dipenuhi dari seluruh pabrik gula milik PTPN X. b. Pembangkit dengan Bahan Bakar Bonggol Jagung Pada 21 Juli 2014, PLN secara resmi telah mengoperasikan Pembangkit Listrik Tenaga Biomassa (PLTB) pertama di Indonesia yang memanfaatkan tongkang atau bonggol jagung sebagai sumber energi utama. PLTB yang berkapasitas 500 kWh berlokasi di Kecamatan Pulubala, Kabupaten Gorontalo, Propinsi Gorontalo. PLTB Pulubala ini memanfaatkan sumber energi setempat (lokal) yang banyak terdapat di daerah kabupaten ini, yang dikenal sebagai salah satu daerah penghasil jagung terbesar di Indonesia. STABILISASI HARGA Ketersediaan energi memiliki peran vital bagi berjalannya proses industrialisasi yang baik dan berkualitas di Indonesia. Kepastian pasokan dan stabilitas harga energi merupakan salah satu faktor penting dalam meningkatkan daya saing industri nasional. Saat ini, ketersediaan energi bagi sektor industri masih belum memadai karena seperti gas, ketersediaannya belum sesuai dengan jumlah yang dibutuhkan di samping juga harganya yang tinggi. Keinginan sektor industri adalah alokasi gas jelas dan harga tidak berfluktuatif. Untuk itu diharapkan agar PGN, sebagai trader dan transporter memastikan ketersedian pasokan gas dengan harga yang murah. Harganya tinggi, tapi didukung dengan kepastian pasokannya. 286 KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN Saat ini, Indonesia masih mengandalkan pada eksploitasi energi fosil (minyak, gas alam, dan batubara) sebagai penghasil devisa. Pikiran konvensional ini telah lama ditinggalkan oleh negara-negara maju. Tiongkok dan India maju pesat karena sektor industri dan jasanya yang diiringi dengan kepastian pasokan energi dengan harga murah, bukan dari hasil penjualan sumber energi dengan volume besar. Untuk memenuhi ketersediaan energi bagi industri, Kementerian Perindustrian telah berkoordinasi dengan Kementerian ESDM dan berbagai instansi terkait. Selain itu, ketersediaan energi bagi sektor industri juga telah diatur dalam UU Nomor 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian, yang membolehkan pemerintah melarang untuk penguatan struktur industri, ataupun membatasi ekspor sumber daya alam. Harga gas sampai ke pemakai tergantung pada keekonomian masing-masing lapangan migas dan biaya transportasi. Untuk menjaga stabilitas harga gas, Pemerintah memerlukan suatu badan, semacam Perum Bulog, mengingat porsi penggunaan gas dalam bauran energi nasional mendatang semakin meningkat. Berdasarkan kebijakan energi nasional, Pemerintah akan memetakan sumber dan kebutuhan gas nasional sampai hingga 2045, sehingga akan tercapai keseimbangan antara pasokan dan permintaan. Selain itu, pemerintah juga akan membuat rencana induk pembangunan insfrastruktur gas. Hingga saat ini, harga beberapa jenis energi (minyak, bahan bakar nabati, gas, dan listrik) ditetapkan oleh Pemerintah, sehingga untuk menutupi selisih antara harga yang ditetapkan dan harga keekonomian, Pemerintah memberikan subsidi energi melalui APBN. Pemberian subsidi itu untuk membantu masyarakat agar dapat mengkonsumsi energi guna mendukung kegiatan sosial-ekonomi mereka. Subsidi Manajemen Energi Secara Makro: MEMBANGUN FONDASI KUAT 287 Saat ini, Indonesia masih mengandalkan pada eksploitasi energi fosil (minyak, gas alam, dan batubara) sebagai penghasil devisa. Pikiran konvensional ini telah lama ditinggalkan oleh negara-negara maju. energi diberikan kepada BUMN yang diberi tugas untuk menyediakan energi kepada masyarakat (Pertamina dan PLN). Subsidi energi, terutama BBM, tadinya untuk mempermudah aksesibilitas masyarakat terhadap energi sesuai dengan tingkat beli masyarakat. Namun, besaran persentase subsidi itu tidak tepat sasaran. Harapan awal, setiap 20 persen dari subsidi akan terdistribusi untuk masing-masing masyarakat kelas atas, kelas kedua teratas, kelas menengah, kelas kedua terbawah, dan kelas terbawah. Namun ini meleset karena hampir 70 persen subsidi itu dinikmati oleh masyarakat kelas teratas dan kedua teratas. Badan Kebijakan Fiskal (BKF), Kementerian Keuangan, telah merekomendasi untuk mengurangi subsidi energi dengan menaikkan harga BBM bersubsidi dan tarif listrik secara bertahap, berdasarkan nilai keekonomian dan klasifikasi pendapatan masyarakat, termasuk mendorong agar masyarakat yang mampu mendapatkan beban lebih tinggi dari yang tidak mampu. Kenaikan harga perlu dilakukan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat bahwa ketersediaan energi, terutama minyak bumi sudah kritis. Menurut laporan Pertamina, cadangan minyak akan bertahan hanya 15-20 tahun lagi bila tidak ada penemuan lapangan migas baru. Untuk menerapkan harga murah, BKF juga menyarankan subsidi 288 KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN BBM lebih baik dialihkan lebih besar ke BBN (bahan bakar nabati). Pengembangan BBN saat ini masih relatif mahal. Dengan subsidi sebesar Rp1.000 per liter, harga biodiesel menjadi Rp 10.000 per liter, sehingga harga BBN ini masih belum kompetitif dibandingkan dengan BBM bersubsidi. Bila Pemerintah mampu menyubsidi Rp4.000 per liter, produksi BBN akan terdorong secara massal. Kegagalan pengembangan BBN akan berdampak buruk bagi kelangsungan masa depan industri yang saat ini terlalu mengandalkan BBM. Harga batubara acuan (HBA) terus mengalami penurunan. Pada Mei 2014 sebesar US$ 73,60 per ton, sedangkan pada periode April US$ 74,81 per ton dan periode Maret sebesar US$ 77,01 per ton (Gambar 75). Penurunan harga batubara ini, antara lain, disebabkan oleh permintaan impor batubara Tiongkok yang cenderung melemah dalam tiga tahun terakhir, karena: 1 Adanya peningkatan produksi batubara dalam negeri dalam 10 tahun terakhir, dan pada 2012, produksinya telah mencapai 3,6 miliar ton, sedangkan konsumsinya 3,5 miliar ton. Saat ini, impor batubara hanya 8 persen dari total konsumsi, jadi 92 persen kebutuhannya sudah dapat dipenuhi oleh produksi dalam negeri. Manajemen Energi Secara Makro: MEMBANGUN FONDASI KUAT 289 2009 70.70 91.74 140 US Dollar 2011 2010 2011 118.4 2013 95.48 83.66 2013 78.54 HBA highest on Feb 2011: 127.05 130 120 110 100 90 80 70 HBA lowest on may 2009: 62.84 60 50 40 2009 2010 2011 2012 2013 2014 Sumber: Kementerian ESDM, diolah kembali oleh DEN *) Juni 2014 Gambar 75 Perkembangan Harga Batubara Acuan, 2009-2014 2 Pertumbuhan ekonomi Tiongkok melambat karena mengalami transisi dan mulai menjauhi ekonomi berbasis investasi. Konsekuensi dari keputusan tersebut, beberapa industri baja dan semen mulai dikurangi kelebihan kapasitas produksinya. Akibatnya, permintaan batubara termal untuk listrik dan batubara kokas di negara ini mulai turun. 3 Adanya rencana Tiongkok untuk mengurangi konsumsi batubara mulai 2017 karena dua tahun terakhir, tingkat polusi udara telah menjadi isu sosial dan politik di Tiongkok. Target pengurangan pemakaian batubara adalah 45 persen dari total konsumsi batubara Tiongkok, atau terjadi penurunan permintaan impor sebesar 62,5 persen dari total impor batubara dari Indonesia. Upaya agresif Tiongkok mengurangi konsumsi batubara menyebabkan harga ekspor batubara Indonesia diperkirakan tidak mungkin pulih dalam waktu dekat. Kondisi ini juga didukung adanya 290 KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN rencana pelarangan impor batubara dengan kalori 4.500 kkal/kg oleh Pemerintahan Tiongkok. Kondisi harga batubara saat ini merupakan momentum bagi Indonesia untuk menata ulang alokasi batubara ekspor. Selain untuk menjamin ketersediaan pasokan dan kebutuhan dalam negeri jangka panjang, juga masalahnya adalah kontribusi pertambangan batubara Indonesia terhadap PDB sangat kecil (4 persen dalam kurun waktu 2000-2012). Ini tidak sesuai dengan tingkat kerusakan yang ditimbulkannya, baik lingkungan maupun sosial masyarakat. Pengendalian ekspor perlu segera ditetapkan. Pengendalian yang dimaksud adalah penetapan volume ekspor batubara suatu perusahaan pemengang IUP Khusus harus sesuai dengan rencana ekspor tahunan yang diajukan, bukan berdasarkan kondisi pasar seperti keinginan eksportir. Rencana ekspor tahunan ini merupakan koridor yang telah disepakati sebelumnya dengan Pemerintah, dalam bentuk kuota. Pemerintah, melalui Peraturan Menteri ESDM Nomor 10 Tahun 2014 tentang Tata Penyediaan dan Penetapan Harga Batubara untuk Pembangkit Listrik Mulut Tambang, berencana menetapkan harga acuan batubara untuk pembangkit listrik, yang tujuannya adalah untuk menarik minat investor mengembangkan pembangkit listrik di mulut tambang, dan di sisi lain untuk memperoleh biaya listrik yang lebih murah. Harga acuan tersebut ditetapkan berdasarkan harga batubara untuk PLTU di mulut tambang dengan formula cost plus margin, yang marginnya ditetapkan sekitar 25 persen. Pada kondisi harga batubara melemah seperti saat ini, penetapan harga batubara itu sangat menarik. Namun, kondisinya akan berbalik bila harga batubara dunia melonjak tinggi. Manajemen Energi Secara Makro: MEMBANGUN FONDASI KUAT 291 292 KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN BAB VI PREDIKSI KETAHANAN ENERGI 2015 -2025 TIGA SKENARIO ENERGI Lingkungan Strategis: DI TENGAH DUNIA YANG PENUH TANTANGAN 293 294 KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN “Soal minyak ini tidak ada yang tidak headache (bikin pusing).“ ~ Susilo Bambang Yudhoyono, Presiden RI ke-6~ Lingkungan Strategis: DI TENGAH DUNIA YANG PENUH TANTANGAN 295 PREDIKSI KETAHANAN ENERGI 2015-2025 TIGA SKENARIO ENERGI U ntuk mencapai tujuan ketahanan energi nasional dalam jangka panjang, Indonesia telah mempunyai modal dasar yaitu UU Nomor 30 Tahun 2007 tentang Energi yang mengatur tentang pengelolaan energi menuju pemanfaatannya sampai dengan 2050. Pengelolaan energi itu meliputi kegiatan penyediaan, pengusahaan, dan pemanfaatan energi serta penyediaan cadangan strategis dan konservasi sumber daya energi. Bab ini secara khusus membahas proyeksi, prakiraan atau prediksi ketahanan energi Indonesia untuk periode sepuluh tahun mendatang atau pada 2015-2025. Prediksi ini didasarkan pada analisa yang sudah dibahas pada bab sebelumnya. 296 KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN Tiga skenario akan digunakan dalam membuat prediksi ketahanan energi Indonesia periode 2015-2025, yaitu pesimistis, optimistis dan transformatif. Skenario pesimistis dimaksudkan sebagai peringatan keras jika hampir seluruh faktor bergerak ke arah yang tidak menguntungkan perjalanan ketahanan energi Indonesia. Misalnya, pertumbuhan penduduk tidak terkendali, peningkatan jumlah produksi minyak yang tak tercapai, atau pemerintah gagal mendorong pembangunan sumber-sumber energi baru dan terba­ rukan, merajalelanya mafia minyak dan gas serta ketidakcakapan administrasi dan birokrasi pemerintah menjawab permasalahan dan tantangan yang timbul. Skenario optimistis dimaksudkan sebagai acuan atau target besar pencapaian tujuan ketahanan energi, apabila sebagian besar faktor eksternal dan internal bergerak sesuai dengan program yang memperkuat ketahanan energi Indonesia. Misalnya, pemerintah berhasil meningkatkan jumlah produksi minyak dalam negeri, menekan impor minyak, mencari sumber-sumber energi baru dan terbarukan, serta adanya dukungan administrasi dan birokrasi pemerintah yang semakin efektif menekan peran mafia minyak dan gas. Skenario transformatif dimaksudkan sebagai kondisi yang berada pada tingkat moderat, terutama setelah faktor-faktor pendorong dan penghambat saling berinteraksi membentuk kinerja ketahanan energi. Skenario transformatif juga merujuk pada respons kebijakan yang memadai terhadap permasalahan yang terjadi di lapangan. Apabila terdapat satu-dua faktor cenderung bergerak ke arah yang tidak mendukung, para pemangku kepentingan (stakholders) secara integratif melakukan respon yang baik serta menerapkan opsi solusi Prediksi Ketahanan Energi 2015-2025: TIGA SKENARIO ENERGI 297 yang menguntungkan. Misalnya, konsumsi minyak dan listrik semakin meningkat, maka Pemerintah menempuh strategi yang keras untuk mencukupinya dengan energi baru dan terbarukan. Skenario transformatif juga dimaksudkan sebagai panduan bagi stakeholders untuk memberikan reaksi yang diperlukan apabila arah kebijakan bergerak ke arah yang tidak menguntungkan. Kredibilitas kebijakan pemerintah menjadi pertaruhan untuk mengembalikan arah kebijakan ketahanan energi mampu menuju kesejahteraan yang diperlukan. Berikut ini secara berturut-turut akan disampaikan tiga skenario, yaitu pesimistis, optimistis, dan transformatif dengan memproyeksikan kebutuhan energi, dan bagaimana pemerintah berupaya mengantisipasinya. 1. Skenario Pesimistis Skenario pesimistis menggambarkan kondisi jaminan pasokan di masa mendatang didasarkan pada kebijakan dan strategi serta program yang berlaku hingga saat ini (existing policy dan capaian target yang realistis). Dalam skenario ini, jaminan pasokan hanya mempertimbangkan apa yang tersedia di dalam negeri, dan melakukan pengelolaan energi sebagaimana kondisi yang berjalan saat ini (business as usual). Mafia migas juga belum bisa diberantas sehingga Indonesia berada dalam cengkeraman importir minyak. Kontraktor-kontraktor yang dipilih sebagian juga masih tidak kompeten sehingga target percepatan tak tercapai. Skenario pesimistis ini merupakan peringatan yang harus menjadi perhatian utama Pemerintah karena memberikan gambaran yang mungkin terjadi tentang situasi energi pada rentang waktu sampai dengan 2025. 298 KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN Sampai dengan 2025, postur bauran energi nasional untuk skenario pesimistis masih sangat mengandalkan batubara dan berupaya mengurangi pemakaian minyak terutama pada pembangkit listrik dan sektor industri. Sesuai dengan proyeksi, pada 2025, porsi batubara akan mencapai sebesar 44 persen, minyak 24 persen, gas 18 persen, dan EBT 15 persen (Gambar 76). Energi terbarukan Batubara Gas Minyak 44% 35% 40% 37% 35% 30% 24% 21% 37% 30% 32% 29% 24% 23% 15% 6% 9% 6% 2010 18% 5% 2011 2012 2013 2025 Sumber: Dewan Energi Nasional Gambar 76 Bauran Energi Nasional 2025, Skenario Pesimistis a. Batubara Peran batubara sangat penting dalam menjaga ketahanan dan kemandirian energi nasional ke depan, terutama sebagai sumber energi untuk pembangkit listrik. Dalam upaya meningkatkan kemampuan pasok listrik, Pemerintah telah mencanangkan program percepatan pembangunan pembangkit listrik atau fast track program (FTP) masing- Prediksi Ketahanan Energi 2015-2025: TIGA SKENARIO ENERGI 299 masing FTP I 10.000 MW yang seluruhnya akan menggunakan bahan bakar batubara, dan FTP II 10.000 MW yang 5.000 MW di antaranya akan menggunakan bahan bakar batubara. Di samping itu, juga ada rencana pembangunan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batubara lainnya oleh daerah, melalui pengembangan PLTU di mulut tambang. Rencana ini memerlukan jaminan pasokan batubara dalam jumlah yang sangat besar dan dalam jangka waktu 15-30 tahun sesuai dengan umur masingmasing pembangkit listrik. Dalam praktiknya, ketergantungan yang tinggi terhadap batubara akan melemahkan ketahanan energi cadangan batubara Indonesia yang kian tipis. Sumber daya batubara yang terus mengalami penurunan secara signifikan akibat eksploitasi secara berlebihan selama 10 tahun terakhir, yang tiap tahun rata-rata meningkat 9,4 persen (BP Statistical Review, 2014). Eksploitasi berlebihan ini terjadi karena adanya kebutuhan mempertahankan devisa yang merosot akibat turunnya produksi minyak nasional. Hasilnya, 80 persen produksi batubara nasional diekspor dan sebagian dilakukan dalam kontrak jangka panjang. Keadaan itu sangat bertentangan dengan fakta bahwa Indonesia bukanlah negara yang memiliki cadangan batubara besar (hanya 3,1 persen dari total cadangan terbukti batubara dunia). Ironisnya, Indonesia menjadi pengekspor utama batubara ke China (yang notabene memiliki cadangan batubara 13,3 persen dari total cadangan dunia) dan India (memiliki cadangan batubara 7 persen dari total cadangan dunia). 300 KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN Di sisi lain, konsumsi dalam negeri terus mengalami peningkatan dan diprediksi peran batubara akan dominan sampai dengan 2025 terutama sebagai energi final untuk memenuhi kebutuhan pembangkit listrik dan keperluan industri. Dalam kurun waktu tersebut, diperkirakan harga batubara akan naik sejalan dengan kenaikan harga minyak bumi di pasar internasional. Hal ini tentu dalam jangka panjang akan mengancam kelangsungan pembangunan nasional karena akan mengakibatkan naiknya harga listrik dan harga produk yang dihasilkan sehingga akan mengurangi daya saing produk Indonesia baik di pasar internasional maupun di pasar dalam negeri. Kondisi ini akan berdampak munculnya pengangguran akibat banyaknya industri yang tutup karena tidak dapat bersaing dengan produk dari negara lain. Hal ini berpotensi bagi terjadinya konflik sosial yang sangat berbahaya bagi keamanan nasional. Tantangan lainnya adalah konflik antara isu eksplorasi batubara dan isu lingkungan. Pilihan ini tidak mudah. Bila batubara merupakan pilihan yang tidak dapat dielakkan, demi kelangsungan pembangunan nasional, batubara dapat dimanfaatkan dengan mempertimbangkan pendekatan lingkungan yang lebih pragmatis. b. Gas Bumi. Sebagaimana diketahui bahwa cadangan gas Indonesia pada akhir 2013 sebesar 103 TCF atau 1,6 persen dari cadangan dunia. Di sisi produksi, kondisi saat ini relatif masih cukup baik, sekalipun pada dasarnya sudah memperlihatkan lampu kuning mengingat puncak produksi gas pertama pada 1997 Prediksi Ketahanan Energi 2015-2025: TIGA SKENARIO ENERGI 301 dan puncak produksi kedua pada 2010 Pemerintah tidak sudah dilalui. Sejak 2009, produksi menyelesaikan gas terus memperlihatkan pola yang permasalahan gas menurun dari sebesar 1.391 BOEPD bumi secara serius (barrel oil equivalent per day—setara dan efektif, sehingga dengan barel dalam minyak per hari) dipastikan terjadi pada 2009 menjadi 1.224 BOEPD moment of crisis. pada 2014. Produksi gas nasional akan naik kembali mulai 2015 hingga mencapai sebesar 1.295 BOPD pada 2018 untuk kemudian akan turun hingga mencapai sekitar 820 BOEPD pada 2025. Namun, potensi cadangan gas baik pada lapanganlapangan yang sudah on-stream maupun yang belum diproduksikan masih cukup signifikan, yaitu lebih dari 90 TSCF, kebanyakan berada di daerah pedalaman dan laut dalam. Mayoritas sisa cadangan gas tersebut adalah milik Pertamina (termasuk di wilayah kerja East Natuna), sehingga apabila pengembangannya dapat dikelola secara maksimal, masih akan mampu memperpanjang masa hidup produksi gas ke depan. Dalam 10 tahun mendatang, proyek-proyek hulu migas akan didominasi oleh beberapa proyek gas di wilayah lepas pantai laut dalam, antara lain : 1) Indonesia Deepwater Development (IDD Project) milik Chevron 2) Proyek Pengembangan Muara Bakau milik ENI Indonesia 3) Proyek Abadi Masela milik INPEX 302 KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN Proyek-proyek besar dan strategis ini, termasuk juga Delta Mahakam Extension, berada dalam situasi yang kritis saat ini ka­rena menghadapi berbagai kendala berat untuk dapat se­gera direalisasikan sesuai dengan target waktu yang diharapkan. Tantangan dan bottleneck yang harus di­selesai­ kan dalam waktu dekat ini agar kelangsungan proyek-proyek strategis ini tidak terganggu, antara lain, perpanjangan Wilayah Kerja (PSC Extension), perpanjangan HOA (Head of Agreement) dan POA (Plan of Agreement) dan penyelesaian SPA (Sales Purchase Agreement), akses melalui pipa dan Bontang Gas Plant, Indonesia Participating Interest, dan dilakukannya review POD Pemerintah tidak menyelesaikan permasalahan gas bumi secara serius dan efektif, sehingga dipastikan terjadi moment of crisis. Yakni, saat produksi minyak dan gas secara bersamaan terus merosot tajam, sementara beban subsidi dan pengeluaran untuk impor migas terus meningkat. Beberapa persoalan lama yang masih belum juga diselesaikan dan diputuskan, adalah mengefisienkan seluruh mata rantai tata kelola bisnis gas, memprioritaskan pemanfaatan gas bagi kepentingan domestik, serta memperkuat ketahanan energi. Masalah-masalah seperti penetapan alokasi gas, pembangunan infrastruktur transportasi dan distribusi, organisasi/struktur dalam setiap mata rantai tata kelola gas, batasan ruang lingkup aktivitas kegiatan dan tanggung jawab dari masing-masing sektor, penanggung jawab koordinasi seluruh pelaku usaha dan aktivitasnya, menyebabkan output (yang dihasilkan) tidak dapat diselesaikan sesuai dengan waktu dan target yang diharapkan pemerintah. Prediksi Ketahanan Energi 2015-2025: TIGA SKENARIO ENERGI 303 Permintaan gas nasional terus meningkat dari sebesar 0,65 MBOEPD pada 2010 akan menjadi sebesar 1,52 MBOEPD pada 2025. Sampai dengan 2025, gas bumi masih diperuntukkan sebagai komoditas ekspor. Maka, untuk memenuhi pasokan gas nasional, impor gas akan naik secara signifikan. Akibatnya, sejumlah industri di dalam negeri yang bergantung pada gas, seperti industri pupuk dan petrokimia, bakal terancam krisis. Rencana pemerintah untuk mengurangi ketergantungan pada BBM dengan gas di sektor transportasi juga terancam gagal. Jika dibiarkan, krisis gas bisa menimpa Indonesia dan itu akan berdampak pada berkurangnya bargaining power Indonesia di dunia internasional. c. Minyak Bumi Kondisi produksi minyak Indonesia ke depan pada dasarnya tercermin jelas dari profil produksi serta anatomi cadangan secara keseluruhan sampai dengan saat ini. Fasa mature atau depleted yang dicirikan dengan adanya dua titik puncak produksi (peak production) nasional terjadi pada 1977 dengan produksi di atas 1,6 juta BOPD dan dengan produksi di atas 1,6 juta BOPD. Pada 1980-an, produksi minyak meng­alami tahap decline pertama, namun seiring dengan berkembang­ nya teknologi Enhance Oil Recovery (EOR), produksi mi­nyak nasional meningkat lagi mencapai titik puncak produksi (2nd Peak Production) sekitar 1,6 juta BOPD pada 1995. Dari aspek ketahanan energi, puncak produksi minyak ke-2 pada 1995 adalah merupakan indikator krisis bagi dunia perminyakan nasional, karena setelah melewati 304 KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN titik tersebut, produksi minyak dari lapangan-lapangan eksisting akan terus mengalami penurunan (5-15 persen per tahun). Berbagai upaya yang dilakukan untuk menahan laju penurunan produksi (production decline), baik melalui perawatan sumur dan fasilitas produksi, infill drilling, proyek water injection dan EOR maupun pengembangan lapangan baru, sampai dengan 2012 ternyata belum mampu menaikkan kembali ke level produksi nasional sebelumnya. Turunnya produksi minyak nasional dapat digambarkan dari historikalnya. Pada 2012, dari 623 lapangan minyak yang berproduksi di Indonesia, 451 lapangan (74 persen) sudah masuk kategori mature fields cukup lama, dan 90 persen dari total Ultimate Recoverable Reserve-nya (URR) sudah terproduksikan. Jadi, hanya menyisakan cadangan sekitar 2,5 billion barrels. Terdapat 131 lapangan minyak yang belum decline, namun hanya mengandung sekitar 726 juta barel, sedangkan sisa lapangan yang belum dikembangkan (hasil temuan eksplorasi) berjumlah 41 lapangan yang semuanya berukuran kecil. Dari kondisi dan status lapangan-lapangan di atas jelas terlihat bahwa kapasitas produksi lapangan-lapangan yang belum tua (yet-depleted & yet developed) tidak akan mampu mengkompensasi penurunan produksi dari lapangan tua. Dengan kata lain, profil produksi minyak Indonesia ke depan akan terus menurun. Adanya tambahan produksi dari lapangan Banyu Urip hanya akan mampu menaikkan produksi minyak untuk beberapa tahun saja. Setelah mencapai peak production di atas 100 ribu BOPD selama Prediksi Ketahanan Energi 2015-2025: TIGA SKENARIO ENERGI 305 Sistem pertahanan nasional bisa tak berfungsi dengan baik bila Indonesia tak memiliki cadangan minyak memadai. tiga tahun (2015-2017), maka profil produksi minyak Indonesia akan terus menurun kembali. Persoalan lain yang dihadapi adalah keterbatasan kapasitas kilang dan keterbatasan untuk menghasilkan jenis produk minyak tertentu. Hal ini karena kilang minyak yang ada saat ini adalah kilang tua sehingga efisiensinya rendah dan tidak dapat menghasilkan produk minyak yang berbeda jenis (coctail). Kondisi itu tidak bisa segera ditangani dan diproyeksikan, pertumbuhan permintaan minyak dalam negeri rata-rata meningkat 5 persen per tahun. Maka, impor produk minyak Indonesia pada 2025 diperkirakan akan mencapai sebesar 2,5 juta BOPD, yang harganya diprediksi mencapai US$ 130 per barel sehingga dibutuhkan dana US$ 725 milliar per hari. Hal ini tentu akan menimbulkan defisit bagi keuangan negara yang dampaknya tentu juga tidak akan tertanggungkan bagi bangsa ini. Pada ujungnya bermuara terhadap lemahnya ketahanan energi yang membahayakan keamanan nasional. Kuatnya pengaruh mafia migas terhadap para pejabat tinggi pengambil keputusan akan berdampak fatal. Indonesia akan kesulitan mengatasi turunnya produksi migas, adanya inefisiensi dalam tata kelola industri migas, keterbatasan infrastruktur migas, dan lemahnya ketahanan energi nasional akibat ketergantungan pada impor minyak. Keadaan ini bisa memicu kerusuhan sosial bahkan mengancam keamanan 306 KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN nasional. Sistem pertahanan nasional bisa tak berfungsi dengan baik bila Indonesia tak memiliki cadangan minyak memadai. Kapal perang, pesawat tempur, dan tank tak akan beroperasi bila tak ada bahan bakar. Ketergantungan pada impor juga membuat Indonesia mudah didikte oleh pihak atau negara-negara yang menguasai sumber minyak. d. Energi Baru Terbarukan (EBT) Sampai saat ini, peran EBT belum mampu secara signifikan menggantikan sumber energi fosil. Upaya Pemerintah memberikan berbagai insentif untuk mendorong EBT belum terlihat secara signifikan. Panas bumi merupakan EBT yang sangat berpeluang untuk menghasilkan energi listrik. Biaya produksi listrik panas bumi, termasuk produksi BBN (bahan bakar nabati) dan sel surya saat ini dan masa mendatang masih tetap lebih tinggi dibanding dengan biaya produksi BBM, karena kebijakan tentang skema feed-in tariff dan penyelesaian tumpang-tindih lahan tidak dapat diterapkan. Permasalahan EBT adalah terkait dengan keekonomian harga energi EBT yang sulit untuk dikembangkan dalam skala masif, baik disebabkan hambatan ketersediaan lahan maupun masih tingginya komponen impor peralatan akibat belum terhubungnya mata rantai produksi peralatan EBT di dalam negeri. Permasalahan di atas tidak mendapatkan penyelesaian, sehingga sumber daya energi yang ada menjadi sia-sia dan sulit bagi Indonesia untuk lepas dari ketergantungan terhadap energi fosil. Ini mengakibatkan terjadinya ketergantungan dengan luar negeri dan membahayakan keamanan nasional. Prediksi Ketahanan Energi 2015-2025: TIGA SKENARIO ENERGI 307 e. Krisis listrik Pada masa mendatang, kondisi krisis akan tetap terjadi, terutama di daerah-daerah luar Jawa karena pertumbuhan kebutuhan listrik tidak sebanding dengan pertambahan pembangunan pembangkit. Sementara itu, pemanfaatan nuklir dalam pembangkit listrik belum dapat dilaksanakan dengan alasan masih lebih mempertimbangan masalah keselamatan. Beberapa ahli mengatakan bahwa penggunaan nuklir sebagai pembangkit listrik dinyatakan aman. Juga ada faktor lain pengganjal pemanfaatan nuklir, antara lain, kesiapan sumber daya manusia dan anggapan masih adanya sumber-sumber energi lainnya yang “melimpah”, seperti shale gas, CBM, surya, dan angin yang belum dimanfaatkan. Sebenarnya yang menjadi masalah utama pembangunan PLTN di Indonesia adalah political will dari pemerintah. Target penurunan porsi minyak dalam bauran energi nasional tidak mungkin dicapai seperti yang diharapkan karena ketergantungan minyak akan semakin besar dan semakin meningkat pada tahun-tahun mendatang, terutama untuk kebutuhan pembangkit listrik pada saat krisis yang diselesaikan melalui sewa generator berbahan bakar minyak. Hal ini juga akan berdampak terhadap perbaikan bauran energi melalui peningkatan penggunaan EBT dan konversi BBM ke gas yang akan semakin kecil. Persoalan lain yang be­ lum diselesaikan adalah pem­ bangunan jaringan transmisi listrik, baik dari sisi jumlahnya maupun kesesuaiannya de­ngan listrik yang dihasilkan serta 308 KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN keandalan sistim kelistrikan Sebenarnya yang secara nasional. Berdasarkan menjadi masalah data pemerintah, setiap utama pembangunan pertumbuhan ekonomi sebesar 1 PLTN di Indonesia persen diperlukan peningkatan adalah political will pasokan listrik sebesar 1,5 dari pemerintah persen. Hal ini belum termasuk perhitungan pertambahan penduduk yang mencapai 1,5 persen per tahun. Saat ini, tambahan kebutuhan listrik sebesar 5.000 MW per tahun, namun yang bisa dipenuhi sekitar 4.000 MW per tahun. Artinya. Artinya, ada defisit listrik 1.000 MW per tahun. Inilah ancaman yang harus dihadapi pemerintah. Krisis listrik dapat menimbulkan kerugian secara ekonomi dan kerugian sosial yang bersifat latent (intangible), seperti terganggunya proses belajar generasi penerus bangsa, terjadinya kerusuhan sosial, pertikaian antarkelompok yang pada gilirannya melemahkan keamanan nasional. Krisis listrik akan semakin hebat dampaknya sebagai akibat pemerintah menunda pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN). Pembangkit nuklir di banyak negara terbukti menghasilkan listrik dengan biaya murah atau lebih rendah dari harga pokok penjualan listrik saat ini. Vietnam pun sudah merencanakan pada 2031 memiliki 8 PLTN. Ketiadaan pembangkit nuklir akan berakibat pada rendahnya persediaan energi Indonesia dan dapat berdampak negatif pada kepentingan dan keamanan nasional. Prediksi Ketahanan Energi 2015-2025: TIGA SKENARIO ENERGI 309 Permasalahan energi tersebut di atas terjadi karena kompleksnya sengkarut dalam pengelolaan energi nasional yang antara lain diakibatkan oleh: 1) Adanya kondisi tata kelola Pemerintahan sejak era reformasi. 2) Adanya kualitas lembaga/institusi yang semakin menurun (Organisasi & SDM). 3) Adanya sistem multi partai yang sarat dengan konflik kepentingan individu dan kelompok. 4) Adanya Otonomi Daerah yang mengakibatkan terjadinya high cost economy, akselerasi pengurasan SDA, dan rendahnya kepastian hukum. 5) Tidak adanya Perencanaan (Repelita-Jangka Menengah), Sistem Pengendalian (GBHN) yang disertai denga lemahnya fungsi pengawasan yang mengakibatkan korupsi sumber daya alam menjadi sebagai sebuah kewajaran. 2. Skenario Optimistis Dalam skenario optimistis, kondisi masa depan didasarkan pada kebijakan dan strategi dan program saat ini serta target pencapaian pemerintah hingga 2050. Dalam skenario ini, parameter yang berpengaruh dan asumsi yang digunakan, antara lain: a. Jaminan pasokan sudah mempertimbangkan adanya tambahan cadangan baru di dalam negeri, baik dengan mengintensifkan kegiatan eksplorasi maupun memasukkan input teknologi, serta penguasaan cadangan di negara lain, 310 KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN melalui investasi oleh BUMN dan perusahaan swasta nasional. b. Penetapan prioritas pengembangan energi dengan pemanfaatan sumber daya energi yang tersedia, dan penetapan cadangan energi nasional. c. Penetapan program konservasi, diversifikasi energi, dan efisiensi dalam penggunaan energi. d. Pengelolaan energi yang diselaraskan dengan arah pembangunan nasional berkelanjutan dan pelestarian sumber daya alam. e. Penetapan harga, subsidi, dan insentif energi. f. Pengembangan infrastruktur energi, termasuk pembangunan kilang minyak baru, pembangunan jaringan transmisi listrik, dan jaringan pipa gas. g. Penelitian dan pengembangan energi. h. Penguatan kelembagaan dan pendanaan. Mengacu pada target pemerintah di atas, sasaran kebijakan energi nasional untuk menjamin pasokan energi primer dan energi final adalah: a. Sumber energi merupakan modal pembangunan nasional. b. Tercapainya elastisitas energi lebih kecil dari 1 pada 2025 yang diselaraskan dengan target pertumbuhan ekonomi. c. Tercapainya penurunan intensitas energi final sebesar 1 persen per tahun sampai dengan 2025. d. Tercapainya rasio elektrifikasi sebesar 85 persen pada 2015 dan mendekati 100 persen pada 2020. Prediksi Ketahanan Energi 2015-2025: TIGA SKENARIO ENERGI 311 e. Tercapainya rasio penggunaan gas rumah tangga pada 2015 sebesar 85 persen. f. Tercapainya bauran energi primer yang optimal pada 2025, melalui penetapan target bauran energi per jenis energi, yaitu (Gambar 77): 1) Porsi energi baru dan terbarukan paling sedikit 23 persen. 2) Porsi minyak bumi kurang dari 25 persen. 3) Porsi batubara minimal 30 persen. 4) Porsi gas bumi minimal 22 persen. Energi Terbarukan 35% Batubara 40% 37% 35% Gas 37% 30% 21% 6% 24% 30% 32% 30% 29% 23% 23% 25% 22% 9% 6% 2010 Minyak 5% 2011 2012 2013 2025 Sumber: Dewan Energi Nasional Gambar 77 Bauran Energi Nasional 2025, Skenario Optimistis Tujuan utama dari skenario optimistis, sesuai dengan arah kebijakan energi pemerintah pada 2025-2050, adalah: a. Mengurangi porsi minyak dalam pemanfaatan energi nasional dengan meningkatkan porsi EBT. 312 KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN b. Menempatkan gas alam dan batubara sebagai energi penyeimbang, terutama untuk sektor kelistrikan. c. Mendorong peningkatan pasokan dan pemanfaatan EBT, terutama panas bumi dan hidro. Postur bauran energi nasional untuk skenario optimistis, menempatkan porsi pemanfaatan EBT secara signifikan, yaitu sebesar 23 persen pada 2025. Kondisi ini didukung oleh rencana peningkatan pemanfaatan panas bumi sebesar 7,1 persen, biofuel 4,7 persen, hidro 2,7 persen, nuklir 3,2 persen, sampah 5,1 persen, dan EBT lainnya 0,2 persen (Tabel 2, Bab IV). Dalam skenario optimistis, batubara masih berperan penting sebagai sumber pembangkit listrik, sesuai dengan rencana penyelesaian FTP I 10.000 MW dan FTP II 5.000 MW. Sebaliknya, pasokan gas alam hanya diperuntukkan sebagai energi pengganti dalam pembangkit listrik yang selama ini menggunakan BBM, serta sebagai bahan bakar untuk transportasi di perkotaan. Gas, dalam skenario ini pemanfaatannya lebih diutamakan, baik sebagai bahan bakar dalam industri manufaktur maupun sebagai bahan baku dalam industri kimia (pupuk dan petrokimia) yang akan memberikan produk dengan nilai tambah tinggi. Kondisi di atas menunjukkan bahwa batubara dan gas alam di masa mendatang diprioritaskan hanya untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, bukan lagi sebagai komoditas ekspor. Peran EBT menjadi lebih diutamakan dalam pembangkit listrik, terutama melalui FTP II 10.000 MW. Beberapa hal yang sangat memberikan harapan dalam percepatan pemanfaatan EBT dalam skenario optimistis, terutama sebagai sumber pembangkit listrik, antara lain: Prediksi Ketahanan Energi 2015-2025: TIGA SKENARIO ENERGI 313 a. Panas bumi. Selain sumber dayanya sangat besar dan pemanfaatannya belum optimal, pemanfaatan panas bumi juga didukung oleh kebijakan Pemerintah sebagai berikut: 1) Peraturan Menteri ESDM Nomor 15 Tahun 2010 mengenai Program Percepatan Pembangunan Pem­ bangkit Listrik 10.000 MW Tahap II, yang salah satunya adalah pembangunan PLTP dengan kapasitas terpasang 3.967 MW. 2) Peraturan Menteri ESDM Nomor 22 Tahun 2012, yang mewajibkan PLN membeli listrik panas bumi dengan skema feed-in tariff. 3) Persetujuan DPR-RI terhadap RUU Panas Bumi, yang salah satu pasalnya mengatur tentang penyelesaian masalah tumpang-tindih lahan dengan kehutanan. 4) Meningkatnya ketertarikan investor pembangunan pembangkit listrik panas bumi. dalam b. Hidro. Upaya Kementerian ESDM mendorong pihak investor untuk mengembangkan pembangkit hidro, antara lain: 1) Berdasarkan Peraturan Menteri ESDM Nomor 22 Tahun 2014, mengatur pembelian tenaga listrik dari pembangkit listrik tenaga air oleh PLN. 2) Berdasarkan Peraturan Menteri ESDM Nomor 35 Tahun 2013, mengatur tata cara perizinan usaha penyediaan tenaga listrik, baik untuk kepentingan umum maupun kepentingan sendiri. 314 KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN 3) Akan melakukan koordinasi dengan Direktorat Bina Penatagunaan Sumber Daya Air, Kementerian Pekerjaan Umum terkait pengelolaam air permukaan. untuk kemudahan pembangunan PLTMH, Kemen­ terian ESDM 4) Akan membangun 10 bendungan baru untuk memenuhi 7.000 MW oleh PLN, dalam proyek FTP II, c. Nuklir. Proyeksi kebutuhan energi nasional dengan mengacu kepada rencana kebijakan energi pemerintah yang telah disetujui DPR-RI 2014 menyebutkan, target penyediaan energi primer pada 2025 sekitar 400 MTOE (2.932 juta SBM) dan pada 2050 sekitar 1.000 MTOE (7.230 juta SBM). Sedangkan target untuk pemanfaatan listrik per kapita pada 2025 sekitar 2.500 kWh/kapita dan sekitar 7.000 kWh/ kapita pada 2050. Dengan target ini diperlukan pasokan energi yang besar dan dapat disediakan secara masif. Sebagai lembaga yang di­tugas­kan untuk mem­be­ri­kan rekomendasi kepada Pemerintah terkait teknologi nuklir, Batan telah me­ nerbitkan Nuclear Energy Outlook pada Juli 2014, yang mengemukakan bahwa paling lambat 2027, Indonesia harus sudah mengoperasikan PLTN. Hasil ini sempat dikritik beberapa kalangan karena sangat terlambat bila melihat kebutuhan yang sangat men­desak. Kementerian ESDM menyatakan, untuk memenuhi kebutuhan listrik yang terus meningkat, maka pada 2024 akan dibangun PLTN dengan kapasitas sebesar 5000 Mwe untuk mendukung sistem kelistrikan nasional. Kementerian Prediksi Ketahanan Energi 2015-2025: TIGA SKENARIO ENERGI 315 ESDM bersama kementerian terkait lainnya saat ini sedang menyusun roadmap pembangunan PLTN dan diharapkan dokumen tersebut dapat diselesaikan dalam waktu dekat. Tantangan utama untuk mewujudkan rencana itu adalah perizinan karena Badan Pengawas Tenaga Nuklir (Bapeten) membutuhkan waktu yang cukup lama (10-17 tahun) untuk memberikan izin sampai beroperasinya suatu PLTN di Indonesia. Kondisi ini menyebabkan investasi PLTN menjadi tidak menarik. Karena itu, perlu ada terobosan terkait dengan perizinan dengan tetap mengutamakan aspek keamanan dan keselamatan pembangkit sehingga diharapkan pada 2024 operasi PLTN pertama di Indonesia dapat direalisasikan. Batan telah menerbitkan Nuclear Energy Outlook pada bulan Juli 2014, yang mengemukakan bahwa paling lambat 2027, Indonesia harus sudah mengoperasikan PLTN. Sebagai langkah awal, saat ini Batan dan Bappenas sedang mempersiapkan rencana pembangunan PLTN skala kecil di kawasan Pusat Penelitian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Puspitek) Serpong yang direncanakan akan beoperasi pada 2019. Sejauh ini, prosesnya berjalan lancar dan diharapkan akhir 2014 diperoleh teknologi yang mampu menunjukkan sisi keselamatan dan pembiayaan dapat diharmonisasikan Pengembangan energi nuklir juga didorong oleh adanya permintaan beberapa Pemerintah Daerah (Pemda) yang menginginkan supaya PLTN dibangun di wilayahnya. Pemda Kalimantan Timur, Kalimantan Barat, dan Bangka Belitung sangat berkeinginan untuk dapat membangun 316 KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN PLTN. Alasan utamanya adalah kurangnya pasokan listrik dan adanya potensi sumber daya uranium dan thorium di daerah tersebut. Selain itu, jajak pendapat terbaru yang dilakukan Konsultan mandiri pada 2013 terhadap masyarakat tentang pembangunan PLTN di Indonesia, menunjukkan, secara nasional 60,4 persen masyarakat setuju dengan pembangunan PLTN. Hasil ini meningkat dibandingkan dengan jajak pendapat yang dilaksanakan pada tahun sebelumnya. Terkait dengan penyiapan tapak PLTN, terdapat beberapa lokasi di Indonesia yang telah diidentifikasi sebagai tapak potensial. Tapak-tapak tersebut berada di Semenanjung Muria, Banten, Pulau Bangka, Kalimantan Timur dan Kalimantan Barat. Calon tapak Bangka merupakan tapak yang paling siap untuk pembangunan PLTN. d. EBT lainnya. 1) PLN sedang menjalankan program Pembangunan PLTS 100 Pulau. Dan saat ini, PLN akan membangun PLTS di Pulau Miangas dan Pulau Sebatik dengan daya 22.000 kilowatt. 2) Peraturan Menteri ESDM Nomor 25 Tahun 2013 tentang Perubahan atas Permen ESDM No 32 Tahun 2008 tentang Penyediaan, Pemanfaatan, dan Tata Niaga Bahan Bakar Nabati (Biofuel). 3) Pembangunan pembangkit listrik limbah perkebunan, seperti yang dilakukan PTP X Jawa Timur dan Pemda Provinsi Gorontalo (Bab V-C-6) terus didorong. Prediksi Ketahanan Energi 2015-2025: TIGA SKENARIO ENERGI 317 Pencapaian kondisi dalam skenario Dalam skenario optimistis dapat dicapai melalui optimistis, pembangunan kerja keras dan perubahan radikal PLTN sudah terealisasi dalam kebijakan energi yang selama sehingga ketersediaan ini berjalan. Secara ringkas, untuk listrik tercukupi membentuk ketahanan energi sesuai dengan harga Indonesia pada 2025 dan tahun-tahun keekonomiannya, yang kemudian dibutuhkan berbagai sistem berarti sudah tidak ada baru dalam skala yang lebih luas, seperti lagi energi yang disubsidi pembangunan infrastruktur energi, oleh Pemerintah. konsistensi diversifikasi energi, program penghematan energi, pemanfaatan energi lokal, dan investasi dalam jumlah yang sangat besar. Aspek lain yang juga berperan penting adalah pengembangan sumber daya manusia, pengembangan Research & Development (R&D), atau Litbang sistem jaminan keselamatan, dan kelestarian lingkungan dalam setiap rencana dan kegiatan pengembangan dan pemanfaatan energi dengan mengutamakan keberpihakan pada kepentingan nasional. Dalam skenario optimistis, pembangunan PLTN sudah terealisasi sehingga ketersediaan listrik tercukupi sesuai dengan harga keekonomiannya, yang berarti sudah tidak ada lagi energi yang disubsidi oleh Pemerintah. Demikian juga dengan praktik-praktik mafia migas yang selama ini mempengaruhi dan/atau mengubah arah kebijakan energi. Dalam kondisi ini, tata kelola energi menjadi lebih efisien, dan dengan alokasi dana yang cukup (setelah subsidi energi dihilangkan), maka beberapa program terkait pengembangan dan pemanfaatan energi dapat dilakukan, seperti: 318 KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN a. Pembangunan infrastruktur energi, antara lain, transmisi listrik, jaringan pipa gas, kilang minyak, dan infrastruktur energi lainnya. b. Peningkatan jumlah cadangan dan penemuan sumbersumber energi baru. c. Pengembangan EBT dan upaya diversifikasi dan konversi energi lainnya. d. Penelitian dan pengembangan, terutama shale gas dan CBM serta penerapan teknologi bersih. e. Penetapan cadangan strategis energi. f. Pembangunan pembangkit listrik tenaga nuklir. Pada skenario optimistis ini, Indonesia juga sudah memiliki sumber daya nuklir untuk dikelola. Maka, persediaan energi nasional akan meningkat, sehingga berdampak positif pada kepentingan dan keamanan nasional serta posisi tawar di dunia internasional. Kondisi skenario optimistis akan menciptakan kemandirian dan ketahanan energi, sehingga akan mendorong pertumbuhan ekonomi nasional yang lebih tinggi dalam menuju salah satu negara ekonomi baru di kawasan Asia Pasifik, setara dengan Tiongkok, India, Korea, dan Jepang. Kondisi ini membuat meningkatnya ketahanan dan keamanan nasional. 3. Skenario Transformatif Skenario transformatif menggambarkan kondisi pemanfaatan energi di masa depan didasarkan pada kebijakan, strategi, dan Prediksi Ketahanan Energi 2015-2025: TIGA SKENARIO ENERGI 319 program, serta dengan pertimbangan yang lebih realistis terhadap kondisi energi saat ini. Dalam skenario ini, faktor efisiensi dan input teknologi, rasionalitas masyarakat dalam memanfaatkan energi dan lingkungan, serta keekonomian harga energi telah menjadi pertimbangan. Dengan kondisi ini, maka EBT dapat mengambil peran dalam mengisi kebutuhan energi nasional yang secara langsung akan menambah cadangan sumber daya energi nasional. Postur bauran energi nasional untuk skenario transformatif, langkah pemanfaatan gas alam lebih diprioritaskan dibandingkan dengan skenario optimistis dan pesimistis, yaitu sebesar 24 persen, sedangkan porsi EBT tidak setinggi dalam skenario optimistis, porsi pemanfaatan EBT pada 2025 hanya sebesar 21 persen, minyak bumi 24 persen, dan batubara 30 persen (Gambar 78). Dalam skenario transformatif, peningkatan pemanfaatan gas dilakukan karena mempertimbangkan ketersediaan potensi sumber daya gas yang ada dan dari sisi dampak emisi karbon terhadap lingkungan lebih kecil dibandingkan dengan energi fosil lainnya. Sesuai dengan data Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan, Kementerian ESDM, pada 2025 sekitar 15 persen dari total kebutuhan pembangkit tenaga listrik yang diproyeksikan sebesar 60 GW akan berasal dari PLTG, PLTGU, dan PLTMG. Pembangkit berbahan bakar gas akan dioperasikan sebagai pembangkit load follower atau beban puncak, sedangkan pembangkit lainnya sebagai pembangkit pemikul beban dasar. Selain itu, dalam skenario ini, alokasi pasokan gas alam untuk dalam negeri sudah jelas, baik sebagai energi pengganti dalam pembangkit listrik yang selama ini menggunakan BBM, sebagai 320 KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN bahan bakar untuk transportasi di perkotaan maupun sebagai bahan bakar dan bahan baku dalam industri manufaktur. Energi Terbarukan 35% Batubara 40% 37% 35% 30% 21% 6% 24% Minyak 37% 30% 32% 23% 30% 29% 21% 24% 24% 9% 6% 2010 Gas 5% 2011 2012 2013 2025 Sumber: Dewan Energi Nasional Gambar 78 Bauran Energi Nasional 2025, Skenario Transformatif Sama halnya sengan skenario optimistis, dalam skenario transformatif, batubara masih berperan penting sebagai sumber pembangkit listrik, yaitu sesuai dengan rencana penyelesaian FTP I 10.000 MW dan FTP II 5.000 MW. Sementara itu, ketergantungan minyak masih cukup tinggi, walaupun ketergantungan minyak impor, terutama BBM sudah mulai dapat ditekan. Peran EBT, terutama panas bumi dan hidro sudah cukup tinggi sebagai sumber pembangkit listrik (melalui FTP II 10.000 MW ), walaupun secara keseluruhan, masih di bawah skenario optimistis. Kondisi ini disebabkan oleh pembangunan pembangkit listrik tenaga nuklir belum dapat diwujudkan Prediksi Ketahanan Energi 2015-2025: TIGA SKENARIO ENERGI 321 sebelum 2015. Menurut Djarot S. Wisnubroto (Batan), harapan bahwa pada 2024, operasi PLTN pertama di Indonesia sulit diwujudkan karena pihak Badan Pengawas Tenaga Nuklir (Bapeten) dalam pernyataannya selalu mengemukakan bahwa dibutuhkan waktu yang cukup lama (10-17 tahun) untuk memberikan izin sampai ber­operasinya suatu PLTN di Indonesia. Kondisi ini cukup memperlemah dan kemungkinan tidak akan ada investor yang tertarik bila perizinan tetap memerlukan waktu yang lama. Dalam skenario transformatif, subsidi energi sudah dikurangi, walaupun harga energi dalam negeri belum mencapai tingkat keekonomiannya. Praktik-praktik mafia migas yang selama ini mempengaruhi dan/atau mengubah arah kebijakan energi sudah jauh berkurang. Dalam kondisi ini, tata kelola energi sudah jauh lebih efisien dibandingkan dengan kondisi saat ini. Karena subsidi energi sudah berkurang, berarti Pemerintah sudah mempunyai alokasi dana yang cukup untuk melakukan program yang terkait dengan pengembangan dan pemanfaatan energi, antara lain, pembangunan infrastruktur energi, peningkatan jumlah cadangan dan penemuan sumber-sumber energi baru, pengembangan EBT dan upaya diversifikasi dan konversi energi, penelitian dan pengembangan, penerapan teknologi bersih, dan penetapan cadangan strategis energi (walaupun tidak sebesar dalam skenario optimistis). Para skenario transformatif, kemandirian dan ketahanan energi sudah mulai terwujud dan pertumbuhan ekonomi nasional juga mulai bergerak naik melampui kondisi saat ini. 322 KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN BAB VII REKOMENDASI AGAR TAK JATUH Lingkungan Strategis: DI TENGAH DUNIA YANG PENUH TANTANGAN 323 324 KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN “Menyesali nasib tidak akan mengubah keadaan. Terus berkarya dan bekerjalah yang membuat kita berharga.” ~ Abdurrahman Wahid, Presiden RI ke-4 ~ Lingkungan Strategis: DI TENGAH DUNIA YANG PENUH TANTANGAN 325 REKOMENDASI AGAR TAK JATUH K etahanan energi akan menjadi agenda prioritas dalam pembangunan nasional saat ini dan di masa mendatang. Kebijakan energi nasional memberi arah pengelolaan energi nasional guna mewujudkan kemandirian dan ketahanan energi untuk mendukung pembangunan nasional berkelanjutan. Pada intinya, kebijakan energi diarahkan untuk mengurangi ketergantungan pada energi fosil dengan mengarahkan pada penggunaan energi terbarukan yang lebih ramah lingkungan. Selain itu, kebijakan energi nasional ke depan juga disusun untuk mencapai sasaran penyediaan dan pemanfaatan energi primer dan energi final dengan memperhatikan keseimbangan antara laju penyediaan dan laju pemanfaatan. 326 KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN Upaya mengurangi ketergantungan terhadap impor minyak dari negara tertentu, mengharuskan Indonesia untuk lebih agresif mencari sumber-sumber pasokan (energi fosil) baru di luar kawasan Timur Tengah, seperti Rusia, Asia Selatan, dan Afrika dengan mengedepankan jalur diplomasi energi. Hal ini untuk mengurangi dominasi intervensi dalam konteks kerja sama global, regional, ataupun multilateral terhadap BUMN/badan usaha nasional yang melakukan ekspansi ke wilayah-wilayah baru tersebut. Cara itu ditujukan untuk memastikan tidak adanya gangguan yang bisa mengancam stabilitas pasokan energi dari persoalan politik dan keamanan global seperti terorisme, pembajakan, dan konflik horizontal. Banyak contoh keberhasilan negara-negara lain dalam pengelolaan energi, yang akhirnya, dapat bertahan terhadap gejolak harga minyak dunia, termasuk tekanan politik oleh negara yang lebih maju. Sebagai contoh, keberhasilan Brasil, walaupun memiliki sumber migas lebih besar dari Indonesia, mereka tidak sudi terlalu tergantung pada energi. Negara tersebut sejak 1980-an secara serius dan konsisten mengembangkan biofuel. Jepang, juga contoh negara yang tak mau tergantung pada energi fosil. Negara Matahari Terbit itu mengembangkan teknologi PLTN sejak 1966. Pada 2011, sekitar 40 persen listrik di Jepang berasal dari tenaga nuklir. Kondisi di atas yang seharusnya diikuti oleh Pemerintah Indonesia dengan memprioritaskan pengembangan potensi energi yang berasal dari lokal, seperti : 1. Panas Bumi Sumber energi ini lebih baik diprioritaskan untuk mendukung pengembangan kelistrikan di Jawa dan Sumatera. Potensi panas bumi amat besar tapi baru dimanfaatkan sebesar 4 persen dari Rekomendasi: AGAR TAK JATUH 327 potensi yang ada. Dibanding dengan negara ASEAN lainnya, Indonesia tertinggal jauh. Filipina, misalnya, jauh lebih maju dalam pemanfaatan panas bumi. 2 Batubara dan gas alam Sumber energi batubara lebih baik diprioritaskan untuk mendukung pengembangan kelistrikan di Kalimantan dan Sumatera, sedangkan gas alam untuk kawasan Indonesia Timur. Patut disayangkan, gas alam dan batubara ini tidak dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kepentingan di dalam negeri. Padahal, keberadaan gas dan batubara bisa mendukung industri manufaktur menghasilkan produk-produk murah dan berdaya saing tinggi di pasaran global, seperti yang dilakukan oleh Tiongkok selama ini. Negara ini malah lebih bangga sebagai salah satu negara pengekspor terbesar dunia untuk batubara dan gas. 3 Biofuel Kalangan swasta nasional sebenarnya sudah siap menjadi pe­ masok biofuel, tetapi Pemerintah yang tidak siap. Kebijakan pemerintah juga cenderung tidak konsisten, sehingga pengembangan biofuel di Indonesia tak semaju di Brasil. 4. Tenaga air Pemanfaatan tenaga air (hidro) di Indonesia masih jauh dari optimal, terutama untuk skala kecil, misalnya, pembangkit minihidro atau mikrohidro. 5. Nuklir Dalam jangka menengah (10-15 tahun mendatang), Indonesia sudah selayaknya mempunyai PLTN, terutama untuk wilayah 328 KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN Indonesia Barat bagian tengah. Lokasi di Pulau Bangka merupakan pilihan yang sangat tepat bila dilihat dari posisi geologi dan geografis. Ketakutan terhadap radiasi nuklir perlu diabaikan. Masyarakat di sepanjang jalur timah (tin belt) yang memanjang dari wilayah Kepulauan Riau di utara hingga Bangka-Belitung di selatan sudah terbiasa makan dan minum dari sumber air yang sebenarnya telah terkontaminasi radiasi thorium sejak nenek moyang mereka. Unsur thorium merupakan mineral sekunder dalam bijih timah. Perlu diingat bahwa SDA melimpah bukanlah jaminan akan mendatangkan kemakmuran pada suatu negara. Indonesia, walaupun memiliki SDA melimpah dapat dikatakan tidak menjadi negara berkembang seperti negara Asia lainnya, yang sebenarnya miskin sumber daya alam. Teori the resource curse (kutukan SDA) mungkin berlaku untuk kasus Indonesia. Teori ini menjelaskan bahwa pemerintah suatu negara yang kaya SDA-nya cenderung mengabaikan sektor-sektor ekonomi lainnya. Mereka cuma mengandalkan kekayaan SDA untuk mendapatkan devisa. Contoh di atas membuktikan bahwa sebuah kondisi energi saat ini merupakan hasil dari berbagai keputusan yang diambil puluhan tahun sebelumnya. Oleh karena itu, kondisi energi Indonesia di masa mendatang, seperti sasaran kebijakan energi pada 2025 atau bahkan pada 2050, juga tidak terlepas dari berbagai keputusan yang diambil pada saat ini. Jangan lagi ada salah kebijakan, sebagai contoh, subsidi BBM yang awalnya baik untuk kesejahteraan rakyat, namun karena terlena, puluhan tahun kemudian kebijakan tersebut menjadi bumerang. Rekomendasi: AGAR TAK JATUH 329 Teori the resource curse (kutukan SDA) mungkin berlaku untuk Indonesia.Teori ini menjelaskan bahwa pemerintah suatu negara yang kaya sumber daya alam cenderung mengabaikan sektorsektor ekonomi lainnya. Ketahanan energi didefinisikan sebagai suatu kondisi terjaminnya ketersediaan energi, dan aksesibilitas masyarakat terhadap energi pada harga yang terjangkau dalam jangka panjang dengan tetap memperhatikan perlindungan terhadap lingkungan hidup. Untuk mencapai kondisi tersebut, Pemerintah Indonesia perlu melakukan upaya-upaya sebagai berikut: A. Perbaikan Tata Kelola Sumber Energi 1) Meningkatkan kedaulatan dan ketahanan energi:  Mengubah pola pikir atau tujuan dasar pengelolaan sumber daya energi yang tujuan utamanya adalah untuk mengembangkan kemampuan nasional dan memperkuat industri energi, melalui perubahan paradigma semua regulasi yang terkait energi sebagai sumber penerimaan negara menjadi modal dasar penguatan industri energi nasional. • Memperkuat industri energi nasional dengan BUMN energi nasional berkelas dunia sebagai pelaku utama agar dapat tercipta kedaulatan, ketahanan dan kemandirian energi yang tangguh, yaitu dengan cara: Pertama, membebaskan BUMN dari kewajiban membayar deviden dalam 10 tahun sampai dengan memiliki kemampuan untuk mengembangkan usahanya 330 KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN secara optimal. Kedua, mengalokasikan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari sumber daya energi untuk memperkuat ketahanan energi nasional. 2) Memanfaatkan secara optimal Pusat Kendali Operasional Sektor Energi (War Room) sebagai alat Presiden ataupun Wakil Presiden untuk pengambilan keputusan-keputusan yang bersifat strategis terkait sektor energi secara cepat dan akurat dalam penyelesaian debottlenecking sektor energi serta monitoring implementasi kebijakan energi. 3) Meningkatkan profesionalisme BUMN Energi dan institusi pengelola hulu migas dengan cara: • Melakukan transformasi internal terkait seluruh tata kelola perusahaan, termasuk proses bisnis dan governance, misalnya, Pertamina dan PLN menjadi non-listed public company, dengan peningkatan efisiensi agar sejajar dengan perusahaan kelas dunia. • Memastikan tingkat profesionalisme pimpinan BUMN Energi, termasuk pimpinan institusi sektor energi lainnya. 4) Melakukan pembatasan produksi dan ekspor energi primer (minyak bumi, gas alam, dan batubara) untuk menjamin ketahanan pasokan energi jangka panjang yang diproyeksikan akan terus meningkat, sejalan dengan pertumbuhan ekonomi nasional dan masih didominasi oleh energi fosil. 5) Menciptakan iklim investasi sektor energi lebih kondusif 6) Mengurangi ketergantungan pasokan dalam negeri dari Rekomendasi: AGAR TAK JATUH 331 satu negara tertentu dengan mencari sumber pasokan baru. Artinya, menerapkan strategi multisumber. 7) Meningkatkan kegiatan eksplorasi/pencarian cadangan energi fosil baru, baik di dalam negeri maupun di luar negeri untuk menambah cadangan nasional. Untuk melaksanakan kegiatan ini, Pemerintah perlu membantu sepenuhnya BUMN dan perusahaan nasional sebagaimana yang dilakukan oleh Pemerintah Tiongkok, Vietnam, Malaysia, dan Brasil dalam membantu perusahaan nasionalnya merebut peluang untuk menguasai sumber daya energi nasional dan global. 8) Mengalokasikan dana untuk menjamin kelangsungan kegiatan eksplorasi dan litbang (R&D) untuk mendukung kegiatan eksplorasi dan eksploitasi migas, dan menetapkan target pencapaian penguasaan teknologi sebagaimana yang dengan sukses dilakukan oleh Norwegia dan Tiongkok. 9) Mendorong, memfasilitasi, dan memberikan bantuan pendanaan untuk pemanfaatan potensi energi terbarukan setempat, terutama untuk daerah-daerah terpencil. 10) Meningkatkan keandalan sistem produksi, transportasi, dan distribusi penyediaan energi. 11) Melakukan antisipasi terhadap kerusakan fasilitas dan infrastruktur energi, sebagai akibat yang ditimbulkan oleh bencana alam, faktor usia, dan sabotase. B. Menghilangkan Beban Subsidi Energi 1) Mendorong harga energi fosil menuju harga keekonomian 332 KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN secara bertahap dan terkendali guna meminimalkan dampak inflasi dan menggantikannya dengan subsidi langsung atau subsidi target. 2) Melakukan diversifikasi energi dengan jenis energi non-BBM yang tidak menimbulkan impor dan dengan mempertimbangkan kesiapan teknologi dalam negeri. 3) Melakukan konservasi energi fosil, dengan melakukan produksi sesuai dengan kebutuhan dalam negeri guna memperpanjang umur cadangan, dan membangun budaya hemat energi. C. Menghilangkan praktik ‘Mafia Migas’: 1) Melakukan pendataan kebutuhan riil BBM untuk menekan impor, dan membuka secara transparan isu tentang “mafia migas”, serta membasmi upaya para aktor yang menggunakan BBM dan impor BBM untuk kepentingan (ekonomi dan politik) seseorang atau kelompok tertentu. 2) Menghilangkan praktik "mafia migas" di seluruh mata rantai proses bisnis migas serta menciptakan akuntabilitas dan transparansi di seluruh kegiatan migas, melalui: • Penataan ulang perizinan dan tata niaga dalam impor minyak (termasuk tender wilayah kerja migas dan peran Petral). • Pengaturan alokasi gas dan izin distribusi gas, melalui: Pertama, pemberian alokasi gas hanya kepada pembeli yang berhak (eligible buyers). Kedua, pembentukan agregator gas. Ketiga, pemberian izin distributor atau Rekomendasi: AGAR TAK JATUH 333 transformer gas hanya kepada yang memiliki fasilitas/ infrastruktur. • Peningkatan kemampuan pasok Pertamina sampai mencapai minimal 30 hari. • Pembangunan cadangan penyangga energi yang hanya dapat digunakan dalam kondisi krisis dan darurat energi. • Pembangunan kilang baru dan merevitalisasi kilang yang ada untuk meningkatkan jaminan pasokan dalam negeri. D. Mengatasi Krisis Listrik: 1) Penyelesaian fast track program I (FTP-I) dan memastikan seluruh pembangkit FTP-I beroperasi secara sempurna sesuai dengan target yang diharapkan. 2) Penambahan jaringan transmisi nasional dan penguatan keandalannya. 3) Reformasi, restrukturisasi tata kelola kelistrikan termasuk PLN untuk memperkuat kemampuan finansial. 4) Penerapan tarif listrik regional untuk mendukung pemerataan pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan. 5) Pembangunan awal PLTN yang sudah direncanakan sejak 1967 untuk menyediakan listrik dalam jumlah besar memenuhi kebutuhan listrik, terutama untuk pembangunan industri hilir dengan nilai tambah tinggi dan dapat menyediakan peluang kerja yang besar. PLTN digunakan sebagai bridging sampai dengan masyarakat memiliki kemampuan untuk membeli harga energi terbarukan yang 334 KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN lebih mahal seperti halnya yang dilakukan oleh negaranegara maju lainnya, antara lain Jerman, Finlandia, dan Swedia. Kebijakan Diplomasi Energi Pemerintah harus memulai pembangunan PLTN yang sudah direncanakan sejak 1967 untuk menyediakan listrik dalam jumlah besar. a. Membangun kemampuan diplo­ masi energi dan menugaskan para diplomat Indonesia di luar negeri untuk mencari sumber energi fosil untuk tujuan memperpanjang umur cadangan nasional dan jaminan pasokan jangka panjang melalui jalur diplomasi, dan membantu BUMN dan badan usaha swasta nasional untuk menguasai sumber-sumber energi di negara-negara yang kaya migas. b. Melakukan diversifikasi pasokan migas baru terutama negaranegara produsen utama seperti Rusia, Asia Tengah, dan Amerika Tengah untuk mengurangi ketergantungan pasokan minyak mentah dari Timur Tengah. c. Mencari mitra kerja untuk membangun kilang guna mengurangi ketergantungan pasokan BBM saat ini dari Singapura yang dapat melemahkan ketahanan energi dan ketahan nasional. d. Berpartisipasi aktif serta mendayagunakan peluang komunikasi dalam berbagai forum energi utama seperti OPEC, IEA, IEF, APEC Energy, ASEAN Energy dan lain-lain. e. Melakukan penguatan forum dialog dan kerja sama luar negeri, terutama dengan negara maju terkait dengan transfer of knowledge serta transfer of technology di bidang energi terbarukan. Rekomendasi: AGAR TAK JATUH 335 f. Memanfaatkan posisi strategis Selat Malaka, Sunda, dan Lom­ bok yang merupakan jalur transportasi perdagangan dunia (minyak dan komiditi strategis lainnya) menuju Asia Pasifik dalam kepentingan ekonomi dan politik luar negeri untuk mendapatkan jaminan pasokan jangka panjang. g. Meningkatkan keamanan posisi strategis Indonesia dari sisi geografis, yang terletak di antara dua benua (Asia dan Australia) dan dua Samudera (Pasifik dan Hindia) sebagai jalur lalu lintas perekenomian dunia dan persimpangan lintas pelayaran niaga utama dunia (across of the commercial shipping). Indonesia juga merupakan satu-satunya negara di dunia yang dilalui oleh tiga jalur laut internasional dan yang dikenal sebagai Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI), yang di samping memberikan manfaat positif dari posisi strategis tersebut juga memiliki dampak negatif, yaitu berupa ancaman terhadap kedaulatan negara Indonesia akibat perebutan posisi strategis tersebut. h. Berperan aktif dalam penyelesaian sengketa Laut China Selatan secara damai, karena menyangkut ZEE Indonesia dan keamanan jalur perdagangan produk Indonesia ke negara konsumen dan berimbas langsung terhadap ketahanan energi nasional. i. Menyelesaikan permasalahan batas wilayah dengan negaranegara tetangga, seperti Malaysia, Singapura, Australia, Filipina, dan Papua Nugini dengan kehati-hatian agar kasus lepasnya Timor Leste dan Sipadan-Ligitan tidak terulang lagi 336 KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN DAFTAR PUSTAKA Amineh, M.P. and Houweling, H. 2007. Energy Security and its Geopolitical Impediments–the case of the Caspian Region. Perspectives on Global Development and Technology, Vol. 6, no. 1-3. ANRE-METI. 2010. Energi in Japan, Ministry of Economy, Trade and Industry, Tokyo. Baumann, F. 2008. Energy Security as Multidimensional Concept. Center for Applied Policy Research (CAP), No. 1 March 2008. Biro Perencanaan. 2012. Perencanaan Kebutuhan Energi Sektor Industri Dalam Rangka Akselerasi Industrialisasi. Kementerian Perindustrian Chiralerspong, C. 2012. Policy for Promoting Energy Efficiency in Thailand. Seminar dan Workshop bertajuk “Making Energy Efficiency Investment Works in Indonesia: Developing ESCO Business and How to Make it Works”, Yogyakarta, 29-30 Maret 2012. Direktorat Analisa Lingkungan Strategis. 2008. Perkembangan Lingkungan Strategis dan Prediksi Ancaman Tahun 2008. Direktorat Jenderal Strategi Pertahanan, Departemen Pertahanan RI. Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi. 2008. Peluang Investasi Dalam Industri Migas. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Edisi Kedua. KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 HARAPAN DAN TANTANGAN 337 Doran, C.F. 2004. Economics, Philosophy of History, and the ‘Single Dynamic’ of Power Cycle Theory: Expectations, Competition, and Statecraft. International Political Science Review, Vol. 24, No. 1. Ebeerhard, Ronald. 2011. Peran Diplomasi Indonesia Untuk Ketahanan Energi Nasional, Jurnal Diplomasi Edisi Ketahan Pangan dan Energi, September 2011. Fidyah, F., Supiani, dan Dananjaya, I. 2011. Kajian Kebijakan Pembatasan Subsidi BBM Terhadap Dampak RAPBN Tahun 2011 dan Kemungkinan Diperlukannya Energi Alternatif Sebagai Pengganti Bahan Bakar Minyak. Universitas Gunadarma. Fiyanto, A. 2014. Bagaimana Pertambangan Batubara Melukai Perekonomian Indonesia. Greenpeace Indonesia, Maret 2014 Hartadi, T. (editor). 2012. Perencanaan Efisiensi dan Elastisitas Energi 2012.Balai Besar Teknologi Energi, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi. ISBN 978–979–3733–57–9 Ong, H.L. 2013. Menyimak Produksi dan Konsumsi Minyak Indonesia Sampai Tahun 2020. Majalah Petrominer, Nopember 2013. Pusat Data dan Informasi Energi dan Sumber Daya Mineral. 2012. Indonesia Energi Outlook. Sekretariat Jenderal, Kementerian Energi Sumber Daya Mineral. Pusat Data dan Informasi Energi dan Sumber Daya Mineral. 2009. Kajian Mitigasi Dampak Perubahan Iklim Sektor Energi. Sekretariat Jenderal, Kementerian Energi Sumber Daya Mineral. Pusat Data dan Informasi Energi dan Sumber Daya Mineral. 2009. Kajian Dinamika Bisnis Energi Dunia. Sekretariat Jenderal, Kementerian Energi Sumber Daya Mineral. 338 KETAHANAN ENERGI INDONESIA 2015 - 2025 TANTANGAN DAN HARAPAN Pusat Data dan Informasi Energi dan Sumber Daya Mineral. 2012. Supply Demand Energi. Sekretariat Jenderal, Kementerian Energi Sumber Daya Mineral. Sugiono, A. 2006. Penanggulangan Pemanasan Global di Sektor Pengguna Energi. Jurnal Sains & Teknologi Modifikasi Cuaca, Vol. 7, No. 2. Sunarjanto, D. 2012. Eksplorasi dan Pengembangan Migas NonKonvensional Ramah Lingkungan. Lembaran Publikasi Minyak dan Gas Bumi Vol.46 No.2, Agustus 2012, Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Minyak dan Gas Bumi “LEMIGAS” Surjadi, A.J. 2016. Masalah Dampak Tingginya Harga Minyak Terhadap Perekonomian. Seminar: Antisipasi Dampak Negatif Tingginya Harga Minyak Dunia Terhadap Stabilitas Perekonomian Nasional. Departemen Keuangan, 30 Agustus 2006. Tania Maxime. 2012. China’s Energy Security Strategy Toward Venezuela. Master Thesis of Political Science, Universiteit van Amsterdam. UNEP. 2006. Pedoman Efisiensi Energi Untuk Industri di Asia. United Nation Environment Programme (UNEP) Yergin, Daniel. 2006. Ensuring Energy Security, Journal of Foreign Affairs, Vol. 85,