Acara 1
Acara 1
A. Pendahuluan
1. Latar Belakang
Tanah merupakan habitat bagi bermacam-macam makhluk hidup baik
nabati maupun hewani. Ada yang tergolong mikrobiota, mesobiota dan
makrobiota. Makhluk hidup yang hidup di dalam tanah membentuk flora
dan fauna khas yang berasosiasi dengan bahan penyusun tanah yang
merupakan benda abiotik, yaitu batuan, mineral, air dan udara. Sebagai
suatu kesatuan komponen biotik dengan komponen abiotik maka tanah
merupakan suatu sistem ekologi.
Layanan ekosistem didefinisikan sebagai kontribusi struktur dan fungsi
ekosistem beserta dengan kombinasi berbagai input yang memberikan
manfaat bagi kesejahteraan hidup manusia (Dewi & Senge, 2015). Layanan
ekosistem tersebut merupakan interaksi antara peran beragam boita tanah
dengan fungsi ekosistem.
Biota tanah memiliki peran penting dalam ekosistem pertanian
(agroekosistem). Layanan agrofungsional yang diberikan oleh makrofauna
sangat beragam, tergantung pada jenis makrofaunanya. Contoh layanan
agrofungsional yang dapat diberikan oleh makrofauna antara lain:
dekomposer, pencacah seresah yang berukuran besar menjad kecil (litter
transformer), penggali tanah (soil ecosystem engineers), bioturbator,
predator, berbagai proses daur hara, penghasil berbagai zat pengatur tumbuh
tanaman, pembentukan porositas tanah, pembentukan agregat tanah,
pengatur siklus hidrologi, pendegradasi bahan pencemar, dan lain-lain.
2. Tujuan Praktikum
a. Mempelajari keanekaragaman mesofauna dan makrofauna tanah pada
sistem penggunaan lahan (SPL) pertanian.
b. Mempelajari populasi masing-masing jenis mesofauna dan makrofauna
tanah pada SPL pertanian.
1
2
B. Tinjauan Pustaka
1. Biota Tanah
Meskipun fauna tanah khususnya mesofauna tanah sebagai penghasil
senyawa senyawa organik tanah dalam ekosistem tanah, namun bukan
berarti berfungsi sebagai subsistem produsen. Tetapi, peranan ini merupakan
nilai tambah dari mesofauna sebagai subsistem konsumen dan subsistem
dekomposisi. Sebagai subsistem dekomposisi, mesofauna sebagai organisme
perombak awal bahan makanan, serasah, dan bahan organik lainnya (seperti
kayu dan akar) mengkonsumsi bahan-bahan tersebut dengan cara
melumatkan dan mengunyah bahan-bahan tersebut. Mesofauna tanah akan
melumat bahan dan mencampurkan dengan sisa-sisa bahan organik lainnya,
sehingga menjadi fragmen berukuran kecil yang siap untuk didekomposisi
oleh mikrobio tanah (Arief cit Hilwan et al. 2013).
Keberadaan mesofauna tanah dalam tanah sangat bergantung pada
ketersediaan energi dan sumber makanan untuk melangsungkan hidupnya,
seperti bahan organik dan biomassa hidup yang semuanya berkaitan dengan
aliran siklus karbon dalam tanah. Adanya ketersediaan energi dan hara bagi
mesofauna tanah tersebut, maka perkembangan dan aktivitas mesofauna
tanah akan berlangsung baik dan timbal baliknya akan memberikan dampak
positif bagi kesuburan tanah. Jika dilihat dari jenis-jenis yang ditemukan di
ketiga lokasi, keberadaan mesofauna tanah di lahan bekas tambang masih
sangat kurang. Hal ini disebabkan ketersediaan sumber makanan sebagai
energi bagi mesofauna tanah masih sangat sedikit. Koloni mesofauna tanah
seperti rayap pada hakikatnya merupakan suatu sistem tertutup yang di
dalam tanah terjadi suatu proses makan-memakan (predasi) individu yang
tampaknya tidak sehat ataupun yang mati akan dimakan oleh koloni
mesofauna itu sendiri. Hasil pelumatan dan pengunyahan (ingested)
menambah senyawa organik yang dikenal sebagai reproduksi sekunder
(alates) (Hilwan et al. 2013).
4
pitfall trap cukup memberikan hasil yang baik dalam jumlah dan keragaman
individu. Selain itu, serangga yang dapat tertangkap adalah serangga diurnal
dan nocturnal. Kelemahan metode ini yaitu serangga yang tertangkap
hanyalah serangga yang merayap dan berkeliaran diatas permukaan tanah
(Febriawan 2012).
3. Metode Barlese
Sampel tanah untuk perangkap Berlese dipersiapkan sebanyak dua
sampel per petak, masing-masing 500 ml tanah dan serasah yang ada di
permukaan tanah seluas 1 m2. Sampel tanah tersebut diletakkan di dalam
corong Berlese untuk proses pemerangkapan selama enam hari. Collembola
dan arthropoda yang diperoleh ditampung dalam tabung koleksi dengan
alkohol 70% (Indriyati dan Wibowo 2008).
Mesofauna tanah dikoleksi dengan metode Ekstraksi tanah Corong
Barlese-Tullgren: Sampel tanah diambil dari kedalaman 0-20 cm. Sampel
tanah dimasukkan dalam saringan, kemudian dimasukkan dalam corong
yang ujung bawahnya dipasang botol koleksi yang berisi alkohol 70% 4
cm dari dasar botol. Corong diletakkan di atas papan ekstraktor yang
berlubang-lubang dan bagian atas corong ditutup dengan corong penutup
yang bagian dalamnya dipasang lampu listrik 10 watt. Sampel tanah
diekstraksi selama 2 hari. Mesofauna yang turun pada botol koleksi
kemudian diidentifikasi di laboratorium
(Suin 1997 cit Wulandari et al. 2007).
Adapun teknik pemisahan sampah dengan hewan tanahnya yaitu dengan
Barlese Tullgren. Alat ini dibuat dari karton yang dibentuk sedemikian rupa
sehingga berbentuk corong rangka berhadapan. Di dalam corong diberikan
saringan alumunium untuk meletakkan bahan sampel. Di atas saringan
tersebut dipasangkan lampu listrik 15 watt dengan prinsip hewan tanah
bersifat fototaksis negatif (menjauhi sinar) dan panas yang berasal dari
lampu listrik yang dipasang tersebut, sehingga hewan tanah akan bergerak
ke bawah (ke dalam botol yang berisi alkohol 70% yang telah disediakan di
6
bawah corong). Panas lampu yang dihasilkan dari alat ini adalah 30 oC
(Fitrahtunnisa dan Ilhamdi 2013).
4. Metode Monolit
Pengambilan contoh cacing di lapangan menggunakan prosedur monolit
tanah berukuran 25 cm x 25 cm x 30 cm. Cacing tanah diambil secara
manual dari 4 lapisam kedalaman yaitu: (1) lapisan seresah di permukaan
tanah, (2) 0-10 cm, (3) 10-20 cm, dan (4) 20-30 cm. Sampel cacing yang
telah diisolasi selanjutnya dihitung jumlah kepadatan dan biomasa serta
berat rerata cacing tanah. Untuk menghitung kepadatan cacing tanah
dilakukan penghitungan jumlah cacing dari kedalaman 10 cm, 20 cm dan 30
cm kemudian dikonversikan kedalam jumlah individu/m2. Untuk
pengukuran biomasa cacing tanah didapat dari jumlah kepadatan ditimbang
beratnya dalam gram/cm2 dan dikonversikan kedalam gram/m2
(Dwiastuti dan Suntoro 2011).
Metode monolit merupakan metode yang digunakan untuk pengambilan
sampel cacing tanah. Metode in diadopsi dari prosedur ASB. Selanjutnya
metode ini di modifikasi. Fungsi dari metode monolit ini adalah untuk
memperoleh cacing tanah serta makroarthropoda yang berada di dalam
tanah (Sugeng 2011).
Metode monolith dilakukan dengan menggali tanah seluas 25 x 25 cm
sampai kedalaman 30 cm. Tanah dimasukkan ke dalam kantong plastik
berukuran 50 x 50 cm, kemudian dibawa ke laboratorium untuk
pengambilan dan penghitunganmakrofauna tanah. Makrofauna kemudian
diawetkan dalam formalin 4% untuk di identifikasi dan di hitung
(Maftuah et al. 2005).
5. Porositas Tanah
Porositas adalah proporsi ruang pori total (ruang kosong) yang terdapat
dalam satuan volume tanah yang dapat ditempati oleh air dan udara,
sehingga merupakan indikator kondisi drainase dan aerasi tanah. Tanah
yang poroeus berarti tanah yang cukup mempunyai ruang pori untuk
7
pergerakan air dan udara sehingga muda keluar masuk tanah secara leluasa.
Ruang pori tanah ialah bagian yang diduduki oleh udara dan air. Jumlah
ruang pori ini sebagian besar ditentukan oleh susunan butir butir padat.
Kalau letak mereka satu sama lain cenderung erat, seperti dalam pasir atau
sub soil yang padat, porositas totalnya rendah. Sudah dapat diduga bahwa
perbedaan besar jumlah ruang pori berbagai tanah tergantung pada keadaan.
Tanah permukaan pasir menunjukkan kisaran mulai 35 50%, sedangkan
tanah berat bervariasi dari 40 60% atau barangkali malah lebih, jika
kandungan bahan organik tinggi dan berbutir but ir (Hanafiah 2005).
Berat volume tanah merupakan salah satu sifat fisik tanah yang paling
sering sitentukan, karena keterkaitannya yang erat dengan kemudahan
penetrasi akar di dalam tanah, drainase dan aerasi tanah, serta sifat fisik
tanah lainnya. Seperti sifat tanah yang lainnya, berat volume mempunyai
variabilitas spasial (ruang) dan temporal (waktu). Berat volume tanah dapat
ditentukan dengan menentukan berat kering dan volume dari sebongkah
tanah. Volume bongkahan ditentukan denganmenutupi bongkahan dengan
zat yang tidak menyerap air (water repellent substance) seperti saran,
paraffin, atau lilin yang diencerkan. Karena contoh yang diperlukan adalah
bongkahan tanah, maka metode ini tidak dapat digunakan untuk tanah yang
berstruktur lepas (loose) atau tanah yang berstruktur sangat lemah yang
bongkahannya sangat mudah pecah (Agus et al. 2006).
Berat jenis partikel, s, adalah perbandingan antara massa total fase padat
tanah Ms dan volume fase padat Vs. Massa bahan organik dan anorganik
diperhitungkan sebagia massa padatan tanah dalam penentuan berta jenis
partikel tanah. Berta jenis partikel mempunyai satuan Mg m-3 atau g cm-3.
Penentuan berta jenis partikel penting apabila diperlukan ketelitian
pendugaan ruang pori total. Berat jenis partikel berhubungan langsung
dengan berta volume tanah, volume udara tanah, serta kecepatan
sedimentasi partikel di dalam zat cair. Penentuan tekstur tanah denga
metode sedimentasi, perhitungan-perhitungan perpindahan partikel oleh
8
C. Metodologi Praktikum
1. Waktu dan Tempat Praktikum
a. Frame Monolit
b. Gelas Plastik
c. Plastik Penutup
d. Tiang Bambu
e. Nampan Plastik
f. Ember Plastik
g. Cangkul
h. Cetok
i. Kuas Kecil
j. Pinset
k. Kantong Plastik
l. Kertas Label
m. Botol Plastik Atau Flakon
n. Saringan Plastik Dengan Mata Lubang Yang Halus.
3. Bahan
a. Alkohol 70%
b. Formalin 4%
c. Larutan Detergen
4. Cara Kerja
a. Metode perangkap jebak (pitfall trap)
1) Menntukan lokasi praktikum yang akan digunakan dalam
pengamatan
2) Menyiapkan alat dan bahan yang diperlukan.
3) Membuat transek seluas 200 m2 atau menyesuaikan dengan kondisi
aktual lahan.
4) Membuat lubang jebak sebanyak 2 buah per kelompok, dengan
ukuran diameter sekitar 15 cm, atau disesuaikan dengan alat yang
digunakan untuk memerangkap fauna. Jarak antar lubang jebak
11
5.
6. Dimana: H = indek diversitas Shanon-Wiener
7. pi = proporsi spesies ke i terhadap total spesies
87 a
8. Bobot Volume=
( 100+ KL ) (0,87 ( q p ) ( ba ) )
2) Bobot jenis
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
D. Hasil Pengamatan dan Pembahasan
1. Kondisi Lingkungan di Lapangan
a. Tanaman semusim (%) : Jagung (40%), singkong (60%)
b. Tanaman tahunan (%) : Sawit (30%), Kakao (5%), Mangga
(10%), Rambutan (55%)
c. Seresah (%) : 5%
d. Kondisi Tanah : Kering
e. Kondisi Lengas
23. Tabel 1.1.1 Lengas Tanah Kering Angin Tanah Alfisol
24. Ula 25. a 26. b 27.28. c K 29. KL
ngan (gram) (gram) (gram)
L (%) %
30. (rata
-rata)
31. 1 32. 5 33. 6 34. 6 35. 1
4, 217 6,532 5,321 0,8 36. 10,8
37. 2 38. 5 39. 6 40. 6 41. 1 5
6,992 8,897 7,719 0,9
43. Sumber: Laporan Sementara Praktikum Fisika Tanah
bc
44. KLulangan 1= x 100
ca
66,53265,321
45. = x 100
65,32154,217
1,211
46. = x 100
11,104
47. = 0,108 x 100
48. = 10,8 %
bc
49. KLulangan 1= x 100
ca
68,89767,719
50. = x 100
67,71956,992
1,178
51. = x 100
10,727
16
3 0 0 0 1 0 0 0
118. 120. 121. 122. 123. 124. 125. 126.
119. Jangkrik
4 0 0 0 0 0 0 0
127. 129. 130. 131. 132. 133. 134. 135.
128.Rayap
5 1 0 0 0 0 0 0
136. 137.Laba- 138. 139. 140. 141. 142. 143. 144.
6 Laba 0 0 0 0 0 0 1
145. 147. 148. 149. 150. 151. 152. 153.
146.Tomcat
7 0 0 0 0 0 0 1
154. 155.Kumban 156. 157. 158. 159. 160. 161. 162.
8 g 0 0 0 0 0 0 1
163. Sumber: Data rekapan
164. Tabel 1.2.3 Jenis dan Populasi Fauna Tanah Epigeik Pada SPL
Pitfall Trep Ulangan 2
165. 167.Populasi pada pitfall kelompok
166.Jenis
N 170. 171. 172. 173. 174. 175. 176.
hewan
1 2 3 4 5 6 7
177. 179. 180. 181. 182. 183. 184. 185.
178.Semut
1 2 3 2 2 1 3 2
186. 187.Semut 188. 189. 190. 191. 192. 193. 194.
2 kecil 0 7 0 1 0 0 3
195. 197. 198. 199. 200. 201. 202. 203.
196.Kepik
3 0 0 0 0 0 0 0
204. 206. 207. 208. 209. 210. 211. 212.
205.Jangkrik
4 0 0 0 1 0 1 0
213. 215. 216. 217. 218. 219. 220. 221.
214.Rayap
5 0 0 0 0 0 0 0
222. 223.Laba- 224. 225. 226. 227. 228. 229. 230.
6 Laba 0 0 0 0 0 0 0
231. 233. 234. 235. 236. 237. 238. 239.
232.Tomcat
7 0 0 0 0 0 0 5
240. 241.Kumban 242. 243. 244. 245. 246. 247. 248.
8 g 0 0 0 0 0 0 0
249. Sumber: Data rekapan
250.
251. Tabel 1.2.4 Indeks Diversitas Pada SPL Pitfall Trep Ulangan 1
252. Ke
253. Indeks Diversitas 254. Kriteria
lompok
257. Keragaman
255. 1 256. 3
Sedang
260. Keragaman
258. 2 259. 0
Rendah
18
263. Keragaman
261. 3 262. 0
Rendah
266. Keragaman
264. 4 265. 0,49
Rendah
269. Keragaman
267. 5 268. 0
Rendah
272. Keragaman
270. 6 271. 0,693
Rendah
275. Keragaman
273. 7 274. 1,4
Rendah
276. Sumber: Data rekapan
277. Tabel 1.2.5 Indeks Diversitas Pada SPL Pitfall Trep Ulangan 2
278. Ke
279. Indeks Diversitas 280. Kriteria
lompok
283. Keragaman
281. 1 282. 0
Rendah
286. Keragaman
284. 2 285. 0
Rendah
289. Keragaman
287. 3 288. 1,04
Rendah
292. Keragaman
290. 4 291. 0
Rendah
295. Keragaman
293. 5 294. 1,337
Rendah
298. Keragaman
296. 6 297. 1,03
Rendah
301. Keragaman
299. 7 300. 0
Rendah
302. Sumber: Data rekapan
303. Perhitungan indeks diversitas
1) Indeks Diversitas pitfall 1
1) Semut Besar
R
304. H = p i ln pi
'
i=1
R
3 3
305. H =
'
ln
i=1 3 3
306. H ' =1(0)
307. H ' =0
2) Indeks Diversitas Pitfall 2
19
a. Semut Besar
R
308. H = p ln pi
'
i=1
R
1 1
309. H =
'
ln
i=1 1 1
'
310. H =1(0)
311. H ' =0
312.
10 10
Populasi Populasi
4
3
2 2
1
Indeks Diversitas
314.
1.34
1.04 1.03
0.61
0 0 0
0 1 2 3 4 5 6 7 8
315. Grafik 1.2 Hubungan Antara Indeks Diversitas dengan Populasi
Fauna Pada Pitfall Trep Ulangan 2
b. Pembahasan
316. Tidak semua hewan dalam suatu komunitas biotik individu
populasinya dapat dihitung atau kerapatan populasinya dapat diukur.
Dalam hal ini pengetahuan mengenai kelimpahan dalam kerapatan relatif
sudah cukup, meskipun besar populasi yang sebenarnya tidak kita
ketahui namun gambaran mengenai kelimpahan populasi yang berupa
suatu indeks sudah dapat memberikan informasi mengenai banyak hal.
Misalnya mengenai berubah-ubahnya populasi hewan di suatu area pada
waktu yang berbeda atau berbeda-bedanya populasi-populasi hewan pada
area atau komunitas yang berbeda. Teknik dan penentuan indeks
kelimpahan itu banyak sekali macamnya tergantung dari spesies hewan
berikut kekhasan prilakunya serta macam habitat yang ditempatinya.
Salah satu metode yang akan digunakan dalam praktikum ini adalah
Metode Perangkap Jebak (Pitfall trap).
21
a. Hasil Pengamatan
325. Tabel. 1.3.1 Jenis Populasi Spesimen pada SPL Barlese
327. Je 328. Populasi Pada Barlese Kelompok
326. nis
331. 332. 333. 334. 335. 336.
No Spesime 337. 7
1 2 3 4 5 6
n
338. 340. 341. 342. 343. 344. 345.
339. - 346. 0
1 0 0 0 0 0 0
347. 349. 350. 351. 352. 353. 354.
348. - 355. 0
2 0 0 0 0 0 0
356. 358. 359. 360. 361. 362. 363.
357. - 364. 0
3 0 0 0 0 0 0
365. Sumber : Data Rekapan
b. Pembahasan
366. Sampel tanah untuk perangkap Berlese dipersiapkan
sebanyak dua sampel per petak, masing-masing 500 ml tanah dan serasah
23
5 0 0 0 0 0 0 0
614. 615.Laba- 616. 617. 618. 619. 620. 621. 622.
6 laba 0 0 0 0 0 0 0
623. Sumber: Data Rekapan
624. Tabel 1.4.5 Indeks Diversitas Pada SPL Monolit Lapisan 1
625. Ke
626. Indeks Diversitas 627. Kriteria
lompok
630. Keragaman
628. 1 629. 0
Rendah
633. Keragaman
631. 2 632. 1,145
Rendah
636. Keragaman
634. 3 635. 0
Rendah
639. Keragaman
637. 4 638. 0,4
Rendah
642. Keragaman
640. 5 641. 0,48
Rendah
645. Keragaman
643. 6 644. 1,0113
Rendah
648. Keragaman
646. 7 647. 1,16
Rendah
649. Sumber: Data rekapan
650.
651.
652. Tabel 1.4.6 Indeks Diversitas Pada SPL Monolit Lapisan 2
653. Ke
654. Indeks Diversitas 655. Kriteria
lompok
658. Keragaman
656. 1 657. 0
Rendah
661. Keragaman
659. 2 660. 0
Rendah
664. Keragaman
662. 3 663. 0
Rendah
667. Keragaman
665. 4 666. 0
Rendah
670. Keragaman
668. 5 669. 0,160
Rendah
673. Keragaman
671. 6 672. 1,33725
Rendah
676. Keragaman
674. 7 675. 0
Rendah
677. Sumber: Data rekapan
28
R
4 4
H =
'
706. ln
i=1 18 18
707. H ' =0,222 (1,505 )
708. = -0,334
2) Semut Kecil
R
H = Pi ln Pi
'
709.
i=1
R
1 1
710. H ' = ln
i=1 18 18
'
711. H =0,056 (2,882 )
712. = -0,161
3) Semut Sayap
R
713. H ' = Pi ln Pi
i=1
R
1 1
H =
'
714. ln
i=1 18 18
715. H ' =0,056(2,882)
716. = -0,161
4) Laba-laba
R
H = Pi ln Pi
'
717.
i=1
R
1 1
718. H ' = ln
i=1 18 18
'
719. H =0,056 (2,882 )
720. = -0,161
5) Rayap
R
H = Pi ln Pi
'
721.
i=1
R
11 11
H =
'
722. ln
i=1 18 18
723. H ' =0,611 (0,493 )
724. = -0,301
1.15 1.16
1.01
0.48
0.4
0 0
0 1 2 3 4 5 6 7 8
725.
726. Grafik 1.3 Hubungan Antara Indeks Diversitas dengan Populasi
Fauna Pada Monolit Lapisan 1
727.
1.34
0.16
0 0 0 0 0
0 1 2 3 4 5 6 7 8
728. Grafik 1.4 Hubungan Antara Indeks Diversitas dengan Populasi
Fauna Pada Monolit Lapisan 2
729.
Indeks Diversitas
0 0 0 0 0 0 0
0 1 2 3 4 5 6 7 8
730. Grafik 1.5 Hubungan Antara Indeks Diversitas dengan Populasi
Fauna Pada Monolit Lapisan 3
b. Pembahasan
731. Pada setiap sistem penggunaan lahan ditentukan
antara 1 titik monolit. Pengambilan contoh monolit dilakukan pada
lapisan : (1) seresah, di atas tanah mineral (2) tanah kedalaman 0-10
cm, (3) tanah kedalaman 10-20 cm, (4) tanah kedalaman 20-30 cm.
Metode Pitfall trap (lubang perangkap), yang mempunyai prinsip kerja
adalah menjebak serangga untuk masuk ke dalam botol yang ditanam
ke dalam tanah dan dan sudah diisi dengan air sabun. Menurut Hesteria
(2013), terdapat beberapa jenis fauna tanah yang berperan dalam lahan
pertanian. Semua jenis fauna tanah yang ada umumnya sangat
mempengaruhi kesuburan tanah bahkan bisa mempengaruhi
pertumbuhan tanaman. Ukuran fauna tanah sangat beragam mulai dari
binatang liar atau binatang peliharaan sampai pada fauna yang
berukuran satu sel seperti protozoa yang berperan berperan dalam
penghancuran seresah menjadi ukuran yang lebih kecil. Beberapa jenis
fauna tanah antara lain yaitu protozoa yang berperan dalam
dekomposisi bahan organik contohnya yaitu cacing. Jenis arthropoda
permukaan tanah memiliki peranan penting dalam ekosistem pertanian,
arthropoda permukaan tanah berperan dalam jaringan makanan yaitu
sebagai herbivore, karnivor, dan detrivor.
732. Dengan demikian dari beberapa jenis vegetasi jenis-jenis
fauna yang diamati antara lain; Rayap, Semut, Semut sayap, Semut
kecil, Pupa dan Laba-laba. Hal tersebut mungkin disebabkan oleh
penggunaaan pupuk organik/kandang yang diberikan pada vegetasi
tanaman sawit tempat pengambilan sampel tanah.
733. Dari beberapa jenis fauna yang ditemukan di berbagai jenis
vegetasi yang telah diamati, keuntungan untuk pertanian sepertinya
hanya sedikit. Hal itu, dikarenakan sebagian besar fauna yang
ditemukan adalah hama perusak tanaman seperti pemakan daun,
pemakan biji, dan lain-lain. Oleh karena itu, dari beberapa jenis fauna
yang ditemukan merupakan jenis fauna yang merugikan di sektor
pertanian sehingga kurang cocok untuk digunakan sebagai lahan
pertanian.
734. Menurut Maftuah et al. (2001), terdapat keuntungan dalam
bidang pertanian dari fauna yang ditemukan yaitu semut. Semut hewan
tanah yang berperan penting dalam perombakan bahan organik. Semut
memakan sisa-sisa organisme yang mati dan membusuk. Pada
umumnya perombakan bahan-bahan organik dalam saluran pencernaan
dibantu oleh berbagai enzim pencernaan yang dihasilkan oleh
mesenteron dan organisme yang secara tetap bersimbiosis dengan
pencernaannya. Semut merupakan makrofauna yang mempunyai peran
sebagai pendekomposer bahan organik, predator, dan hama tanaman.
Semut juga dapat berperan sebagai ecosystem engineers yang berperan
dalam memperbaiki struktur tanah dan aerasi tanah. Kelimpahan semut
yang tertinggi biasanya terdapat pada lapisan seresah lebih tinggi. Hal
ini dikarenakan semut lebih menyukai tanah dengan bahan organik
yang tinggi dibandingkan dengan bahan organik yang rendah
735.
5. Metode Porositas
a. Hasil Pengamatan
736. Tabel 1.5.1 Bobot Volume Tanah Alfisol
737. U 738. a 739. b 740. p 741. q 742. B
langan (gram) (gram) (cc) (cc) V
743. 1 744. 3, 745. 4, 746. 4 747. 4 748. 1
379 159 0 3 ,373
749. Sumber: Laporan Sementara
750. Tabel 1.5.2 Bobot Jenis Tanah Alfisol
751. U 752. 753. 754. 755. 757. 758. 759. 760. 761.
langan a B c d Suhu BJ 1 Suhu 2 BJ 2 BJ
1
756.
762. 1 763. 764. 765. 766. 767. 768. 769. 770. 771.
24,0 51,8 29, 55,0 250C 0,99 240C 0,99 2,35
98 74 199 18 71 73 1
772. Sumber: Laporan Sementara
773. Tabel 1.5.3 Porositas Tanah Alfisol
774. BV 775. BJ 776. N (%)
777. 1,373 778. 2,351 779. 41,6
780. Sumber: Laporan Sementara
781. ANALISIS DATA
1) Bobot Volume
0,87 x ( q p ) (ba)
782. ( 100+KL ) x
87 xa
BV =
783.
0,87 x ( 4240 )( 30,312,383)
784. = ( 100+14,38 ) x
87 x 2 ,3 8 3
785.
786. = 1,21 %
2) Bobot Jenis
( 100+ KL ) x BJ 1 x ( ba ) BJ 2 x (dc)
787. 100 x ( ca ) x BJ 1 x BJ 2
BJ=
25 ( 45,17621,423 )(24 ( 48,53225,826 ) )
788. = ( 100+14,38 ) x
100 x ( 25,82621,423 ) x 25 x 24
789. =2,29 %
3) Porositas
BJ
790. 1BV / x 100
n=
791. = 11,21/2,29 ) x 100%
792. = 48 %
b. Pembahasan
793. Porositas total tanah menunjukan jumlah total dari
persentase pori-pori dalam tanah, baik itu pori makro atau pori mikro.
Dengan demikian porositas tanah merupakan bagian yang diduduki oleh
udara dan air, jumlah ruang pori sebagian besar ditentukan oleh susunan
butir-butir tanah padat, kalau kedudukan pori itu satu sama lain dekat
maka porositasnya menjadi besar. Dengan diketahui besarnya berat jenis
dan berat volume dari suatu tanah, kita dapat menghitung besarnya
porositas total tanah tersebut. Analisis porositas tanah dihitung dengan
rumus 1- BV/BJ x 100% dengan sekali ulangan.
794. Menurut Sutanto (2005), porositas dipengaruhi oleh dua hal
yaitu: (1) distribusi ukuran partikel, contohnya jika partikel besar (pasir)
lebih banyak, total pori sedikit, tetapi banyk memiliki pori ukuran besar.
(2) kandungan bahan organik, selalu meningkatkan total porositas; bahan
yang sebagian terdekomposisi mempunyai total porositas tinggi.
795. Menurut Nurida (2001), Penggunaan lahan yang berbeda
akan menciptakan lingkungan tanah yang berbeda pula sehingga sifat
fisik, kimia dan biologi tanah akan berubah. Perubahan ini akan sangat
berpengaruh terhadap kehidupan organisme tanah sehingga dapat
mengganggu fungsinya dalam ekologi tanah. Ditinjau dari sudut ekologi,
vegetasi hutan merupakan tempat hidup biota tanah yang paling baik
tetapi akan lain kemungkinannya oleh hutan yang terdegradasi oleh
kegiatan manusia. Perubahan lingkungan tanah akan sangat berpengaruh
terhadap kehidupan organisme tanah. Sifat-sifat fisik tanah yang dapat
mempengaruhi kehidupan organisme tanah adalah kepadatan tanah,
ketersediaan air, porositas dan lain-lain.
796.
797.
798.
799.
800.
801.
802.
803.
804.
2. Saran
a. Koordinasi antar co-Assisten harus lebih ditingkatkan lagi, agar tidak
membingungkan praktikan
b. Dalam pemeberitahuan atau jarkoman, diharapkan tidak mendadak.
c. Pelaksanaan praktikum harus kebih runtun per acara dan jelas
d. Dalam memberikan tugas pengumpulan draft, diharapkan per acara agar
tidak memberatkan praktikan.
805.
806.
807.
808.
809.
810.
811.
812.
813.DAFTAR PUSTAKA
814. Agus F dan Marwanto S. 2006. Penetapan Berat Jenis Partikel Tanah- Sifat
Fisik Tanah Dan Metode Analisisnya. Jakarta: Balai Besar LITBANG
Sumberdaya Lahan Pertanian- Agro Inovasi.
815. Agus F, Yustika RD dan Haryati U. 2006. Penetapan Berat Volume Tanah-
Sifat Fisik Tanah Dan Metode Analisisnya. Jakarta: Balai Besar LITBANG
Sumberdaya Lahan Pertanian- Agro Inovasi.
816. Dwiastuti S Dan Suntoro. 2011. Eksistensi Cacing Tanah Pada Lingkungan
Berbagai Sistem Budidaya Tanaman Di Lahan Berkapur. Seminar Nasional
VIII Pendidikan Biologi. Universitas Sebelas Maret.
817. Febriawan, A 2012. Keanekaragaman dan Kelimpahan Serangga.
Respository.upi.edu diakses pada 29 November 2015.
818. Firahtunnisa dan Ilhamdi. 2013. Pengaruh Porositas Agregat Terhadap Berat
Jenis Maksimum Campuran. Jurnal Sipil Statik. Fakultas Teknik, Jurusan
Teknik Sipil, Universitas Sam Ratulangi. Vol. 1 No.3 Hal. 190-195
819. Halli M, Pramana W dan Yanuwiadi B. 2014. Diversitas Arthropoda Tanah
di Lahan Kebakaran dan Lahan Transisi Kebakaran Jalan HM 36 Taman
Nasional Baluran. Jurnal Biotropika Vol2(1): 20-25.
820. Hanafiah KA, Napoleon A dan Nuni G. 2005. Biologi Tanah Ekologi Dan
Makrobiologi Tanah. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.
821. Hesteria, Aritalitha. 2011. Keanekaragama Arthropoda Permukaan Tanah
Sebagai Indikator Lingkungan. Brawijaya Universisty Press: Malang
822. Hilwan, Iwan dan Handayani EP. 2013. Keanekaragaman Mesofauna dan
Makrofauna Tanah pada Areal Bekas Tambang Timah Di Kabupaten
Belitung, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Jurnal SILVIKULTUR
TROPIKA 4 (1): 35-41. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
823. Kamal M, Yustian I dan Rahayu S. 2011. Keanekaragaman Jenis Arthropoda
di Gua Putri dan Gua Selabe Kawasan Karst Padang Bindu, OKU Sumatera
Selatan. Jurnal Penelitian Sains Vol2(1): 33-37.
824. Maftuah Alwi dan Mahrita 2005. Potensi Makrofauna Tanah Sebagai
Bioindikator Kualitas Tanah Gambut. Jurnal Bioscientiae Vol 2(1): 1-14.
825. Maftuah, E., Arisoesilaningsih, E. dan Handayanto. E,. 2001. Potensi
diversitas makrofauna tanah sebagai indicator kualitas tanah pada beberapa
penggunaan lahan. Makalah Seminar Nasional Biologi 2. ITS. Surabaya.
826. Nurida, Neneng.L. 2001. Makalah Falsafah Sains : Pembukaan Lahan
Secara Tebas Bakar Hubungannya Dengan Tingkat Populasi dan Aktivitas
Organisme Tanah. Bogor : Institut Pertanian Bogor.
827. Samudra FB, Izzati M dan Purnaweni H. 2013. Kelimpahan dan
Keanekaragaman Arthropoda Tanah di Lahan Sayuran Organik Urban
Farming. Prosiding Seminar Nasional Pengelolaan Sumberdaya Alam dan
Lingkungan. Universitas Diponegoro. Semarang. Hal: 190-196.
828. Sugeng P 2011. Intruksi Kerja Laboratorium Biologi Tanah Jurusan Tanah
Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya. Malang: Universitas Brawijaya.
829. Sutanto, Rachman. 2005. Dasar-dasar Ilmu Tanah Konsep dan
Kenyataannya. Kanisius: Yogyakarta.
830. Suteni, Wulandari. Sugiyarto dan Wiyanto 2007. PengaruhKeanekaragaman
Mesofauna dan Makrofauna Tanah terhadap Dekomposisi Bahan Organik
Tanaman di Bawah Tegakan Sengon (Paraserianthes falcataria). Jurnal
Bioteknologi4 (1): 20-27.
831. Wulandari S, Sugiyarto dan Wiryanto. 2007. Pengaruh Keanekaragaman
Mesofauna dan Makrofauna Tanah terhadap Dekomposisi Bahan Organik
Tanaman di Bawah Tegakan Sengon (Paraserianthes falcataria).
Bioteknologi 4 (1): 20-27.
832. Wulandari S, Sugiyarto, Wiryanto. 2005. Dekomposisi Bahan Organik
Tanaman serta Pengaruhnya terhadap Keanekaragaman Mesofauna dan
Makrofauna Tanah di Bawah Tegakan Sengon. Jurnal BioSMART 7(2): 104-
109. Surakarta: Universitas Sebelas Maret.
833.