Bab 1 Isk
Bab 1 Isk
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Bertambahnya jumlah populasi di dunia, memungkinkan peningkatan berbagai macam kondisi dan keadaan serta tindakan yang menyebabkan banyak penyakit berkembang akibat perubahan gaya hidup, kebiasaan, dan pemahaman terkait kesehatan. Adanya perubahan tersebut mengakibatkan semua orang menjadi rentan terhadap penyakit. Khususnya pada individu dengan keadaan khusus, seperti ibu hamil dan penderita penyakit bawaan. Hal itu, tentunya mempengaruhi pada semua sistem yang ada di dalam tubuh individu tersebut. Salah satu penyakit yang dapat timbul yaitu infeksi saluran kemih (ISK). Dengan adanya peningkatan jumlah populasi khususnya di Indonesia, seperti yang dipaparkan diatas. Sehingga penulis ingin memberikan sedikit gambaran terkait ISK. Pada umumnya ISK atau infeksi saluran kemih ini banyak terjadi pada wanita, hal itu kemungkinan besar dikarenakan uretra wanita lebih pendek sehingga mikroorganisme dari luar lebih mudah mencapai kandung kemih dan juga letaknya dekat dengan daerah perianal dan vagina. Infeksi Saluran Kemih (ISK) juga menjadi suatu komplikasi pada saat masa nifas hal itu dikarenakan berbagai faktor penyebab baik langsung ataupun tidak langsung pada ibu nifas. Saluran kencing yang pendek pada perempuan dan kebersihan daerah sekitar kelamin luar yang menjadi bagian yang sulit dipantau pada perempuan hamil akan mempermudah ISK. ISK postpartum adalah infeksi bakteri pada traktus urinarius, terjadi sesudah melahirkan, ditandai kenaikan suhu sampai 38 derajat celcius atau lebih selama 2 hari dalam 10 hari pertama pasca persalinan, dengan mengecualikan 24 jam pertama. Keperawatan memiliki peran penting dalam memberikan pelayanannya terhadap klien yang menderita ISK, sehingga perlu pemahaman yang baik tentang konsep ISK pada klien serta asuhan keperawatan yang dapat diberikan pada klien yang menderita ISK dengan harapan perawat dapat menjalankan perannya dalam memberikan asuhan dengan baik dan benar.
1.2 Tujuan Berdasarkan latar belakang diatas, tujuan dari penulisan makalah dengan pembahasan mengenai Infeksi Sauran Kemih pada Klien Post Partum ini adalah sebagai berikut. 1. Mengetahui anatomi dan fisiologi sistem reproduksi; 2. Mengetahui definisi dari infeksi saluran kemih pada klien post partum; 3. Mengetahui epidemiologi terjadinya infeksi saluran kemih pada klien post partum; 4. Mengetahui etiologi terjadinya infeksi saluran kemih pada klien post partum; 5. Mengetahui tanda dan gejala infeksi saluran kemih pada klien post partum; 6. Mengetahui patofisiologi infeksi saluran kemih pada klien post partum; 7. Mengetahui komplikasi dan prognosis dari infeksi saluran kemih pada klien post partum; 8. Mengetahui cara pencegahan infeksi saluran kemih pada klien post partum; 9. Mengetahui cara pengobatan dari infeksi saluran kemih pada klien post partum; 10. Mengetahui asuhan keperawatan untuk pasien post partum dengan infeksi saluran kemih 1.3 Manfaat 1.3.1 Bagi Pembaca Memberikan pengetahuan dan informasi mengenai pemeliharaan kesehatan manusia terutama pada wanita dengan komplikasi infeksi saluran kemih saat postpartum sehingga dapat meningkatkan pemeliharaan kesehatan. Serta dapat mengurangi angka kejadian ISK. 1.3.2 Bagi Penyusun Memberikan informasi sekaligus pemahaman yang lebih terhadap penyusun sehingga nantinya dapat menerapkan dalam praktik klinik tentang konsep keperawatan mengenai infeksi saluran kemih khususnya pada wanita postpartum.
BAB 2. PEMBAHASAN
2.1 Anatomi Fisiologi Sistem Reproduksi Ginjal, ureter, kandung kemih, dan uretra membentuk sistem urinarius. Fungsi utama ginjal adalah mengatur komposisi, elektrolit, dan asam basa cairan tubuh. Setiap ginjal akan membentuk ureter. Ureter merupakan merupakan pipa panjang yang terdiri dari otot polos dan berfungsi untuk menyalurkan urin ke kandung kemih. Kandung kemih merupakan organ berongga di belakang os pubis yang berfungsi untuk menampung urin sebelum dikeluarkan dari tubuh. Sedangkan uretra adalah lubang yang berfungsi untuk mengeluarkan urin. Pada saat proses kehamilan maka akan terjadi perubahan pada daerah sekitar abdomen. Kehamilan merupakan proses alamiah tubuh ketika pembuahan terjadi. Saat kehamilan akan terjadi pembesaran pada uterus sehingga lama kelamaan akan terjadi penekanan pada organ disekitar abdomen. Seringkali terjadi gangguan pada sistem perkemihan misalnya akan lebih sering buang air kecil. Pada bulan pertama kehamilan kandung kemih tertekan oleh uterus yang mulai membesar Pada minggu-minggu pertengahan kehamilan, frekuensi berkemih meningkat. Hal ini umumnya timbul antara minggu ke- 16 sampai minggu ke- 24 kehamilan. Pada akhir kehamilan, bila kepala janin mulai turun kandung kemih tertekan kembali sehingga timbul sering kencing. Perubahan struktur ginjal merupakan akibat aktifitas hormonal (estrogen dan progesteron), tekanan yang timbul akibat pembesaran uterus, dan peningkatan volume darah. Perubahan yang terjadi pada minggu ke-10 adalah dilatasi gestasi, pelvis ginjal dan uretra. Kehamilan normal menimbulkan adanya perubahan fungsi ginjal cukup banyak. Laju filtrasi glomerulus dan aliran plasma ginjal meningkat pada awal kehamilan. Ginjal wanita harus mengakomodasi peningkatan metabolisme dan sirkulasi darah pada wanita hamil. Selain itu tubuh juga harus mengekskresi produk sampah janin. Ginjal pada saat kehamilan sedikit bertambah besar, panjangnya bertambah 11,5 cm. Ginjal berfungsi paling efisien saat wanita berbaring pada posisi
rekumbent lateral dan paling tidak efisien pada saat posisi telentang. Saat wanita hamil berbaring telentang, berat uterus akan menekan vena kava dan aorta, sehingga curah jantung menurun. Akibatnya tekanan darah ibu dan frekuensi jantung janin menurun, begitu jg dengan volume darah ginjal.
2.2 Definisi 2.2.1 Definisi Infeksi saluran kemih adalah infeksi yang terjadi pada saluran perkemihan, dimana infeksi ini umumnya disebabkan oleh adanya mikroorganisme patogenik dalam traktus urinarius, dengan atau tanpa gejala, (Smeltzer, 2002 ). Infeksi Saluran Kemih (ISK) atau Urinarius Tractus Infection (UTI) adalah suatu keadaan adanya invasi mikroorganisme pada saluran kemih (Tessy, 2001). Infeksi Saluran Kemih (ISK) adalah suatu keadaan adanya infeksi bakteri pada saluran kemih (Barbara, 1998). Selain itu, Infeksi Saluran Kemih (ISK) dapat diartikan sebagai ditemukannya bakteri pada urin di kandung kemih yang umumnya steril, (Kapita Selekta, 2000). Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwasannya infeksi saluran kemih ini banyak terjadi pada wanita dan juga wanita hamil. Infeksi saluran kemih pada postpartum biasanya disebabkan oleh organisme gram negative seperti Escherichia coli, yang menginvasi uretra dan kandung kemih serta menyebabkan sistitis. Setelah melahirkan pasien wanita mengalami penningkatan resiko untuk mengalami masalah saluran kemih karena akan terjadi diuresis postpartum normal, penurunan sesitifitas kandung kemih, dan kemungkinan terhambatnya kontrol persyarafan setelah anaestesia. Seorang wanita post partum mungkin mengalami kesulitan berkemih karena trauma jaringan, pembengkakan, dan nyeri perineal. Bahkan ketika ia mampu berkemih, mungkin ia akan berkemih dalam jumlah yang sedkit dan dengan interval sering, hal tersebut menandakan adanya retensi dengan aliran yang berlebihan. Bila urin tertahan maka akan menjadi tempat pertumbuhan bakteri yang baik. Mungkin terjadi sistitis dan pieolonefritis. (Manuaba dkk, 2007)
Sistitis dan pielonefritis merupakan salah satu jenis dari infeksi saluran kemih. Sistitis adalah pembengkakkan kandung kemih, pada 73% sampai 90% kasus bakteri penyebabnya adalah Eschericia coli. Sedangkan Pielonefritis adalah inflamasi pelvic renalis yang biasanya disebabkan oleh infeksi. Pada sebagian besar kasus, infeksi menjalar ke atas dari saluran kemih bagian bawah. Kedua ginjal mungkin terkena. Bila tidak diobati, korteks renalis bisa mengalami kerusakan dan fungsi ginjal terganggu. (Manuaba dkk, 2007) 2.2.2 Klasifikasi Jenis Infeksi Saluran Kemih, antara lain: 1. Kandung kemih (sistitis) 2. uretra (uretritis) 3. prostat (prostatitis) 4. ginjal (pielonefritis, glomerulonefritis)
2.3 Epidemiologi Dalam setiap tahun, 15% perempuan mengalami ISK. Kejadian ISK makin sering terjadi pada masa kehamilan. Perubahan mekanis dan hormonal yang terjadi pada kehamilan meningkatkan risiko keadaan yang membuat urin tertahan di saluran kencing. Juga adanya peningkatan hormon progesterone pada kehamilan akan menambah besar dan berat rahim serta mengakibatkan pengenduran pada otot polos saluran kencing. Infeksi saluran kemih di Indonesia insiden dan prevalensinya masih cukup tinggi, pada bumil/nifas 5-6%. Prevalensi ISK di masyarakat makin meningkat seiring dengan meningkatnya usia. Pada usia 40 60 tahun mempunyai angka prevalensi 3,2 %. Sedangkan pada usia sama atau diatas 65 tahun kira-kira mempunyai angka prevalensi ISK sebesar 20%. Infeksi saluran kemih dapat mengenai baik laki-laki maupun wanita dari semua umur baik anak-anak, remaja, dewasa maupun lanjut usia. Sekitar 15% wanita, mengalami paling sedikit satu kali serangan akut inferksi saluran kemih selama hidupnya. Sebagian besar infeksi tersebut adalah
asimtomatik, angka kejadiannya pada wanita hamil adalah 5%-6% dan meningkat sampai 10% pada resiko tinggi. Infeksi Saluran Kemih ini merupakan satu dari masalah yang paling umum ditemui oleh tenaga kesehatan, terhitung 6 sampai 7 juta dari kunjungan klinik per tahun. Mayoritas kasus didominasi oleh wanita. Satu dari setiap lima wanita di Amerika Serikat mengalami ISK selama kehidupan merek, (Smeltzer, 2002).
2.4 Etiologi 2. 4.1 Penyebab umum Jenis-jenis mikroorganisme yang menyebabkan ISK, antara lain: 1. Escherichia Coli 2. Pseudomonas, Proteus, Klebsiella 3. Enterobacter, staphylococcus epidemidis, enterococci, dan-lain-lain 4. Refluks uretrovesikal. Selain mikroorganisme, ISK dapat pula disebabkan oleh virus, jamur, maupun cacing namun frekuensinya kecil. 2.4.2 Penyebab pada ibu hamil 1. Sisa urin dalam kandung kemih yang meningkat akibat pengosongan kandung kemih yang kurang efektif karena penekanan saat hamil 2. Mobilitas menurun 3. Nutrisi pada ibu hamil yang kurang baik 4. Penurunan sistem imunitas 5. Adanya hambatan pada aliran urin
2.5 Tanda dan Gejala a. Tanda dan gejala ISK pada bagian bawah (sistitis): 1. Nyeri yang sering dan rasa panas ketika berkemih 2. Disuria 3. Peningkatan frekuensi berkemih 4. Urgensi 5. Spasme pada area kandung kemih dan suprapubis
6. Hematuria 7. Nyeri punggung dapat terjadi b. Tanda dan gejala ISK bagian atas (pielonefritis) 1. Demam 2. Menggigil 3. Nyeri panggul, pinggang atau punggung bawah 4. Nyeri ketika berkemih 5. Malaise 6. Pusing 7. Mual dan muntah 8. Nyeri tekan pada sudut costovertebral
2.6 Patofisiologi Infeksi Saluran Kemih disebabkan oleh adanya mikroorganisme patogenik dalam traktus urinarius. Mikroorganisme ini masuk melalui : kontak langsung dari tempat infeksi terdekat, hematogen, limfogen. Ada dua jalur utama terjadinya ISK, asending dan hematogen. Secara asending yaitu: 1. masuknya mikroorganisme dalm kandung kemih, antara lain: faktor anatomi dimana pada wanita memiliki uretra yang lebih pendek daripada laki-laki sehingga insiden terjadinya ISK lebih tinggi, faktor tekanan urine saat miksi, kontaminasi fekal, pemasangan alat ke dalam traktus urinarius (pemeriksaan sistoskopik, pemakaian kateter), adanya dekubitus yang terinfeksi. 2. Naiknya bakteri dari kandung kemih ke ginjal. Sedangkan secara hematogen yaitu: sering terjadi pada pasien yang sistem imunnya rendah sehingga mempermudah penyebaran infeksi secara hematogen Ada beberapa hal yang mempengaruhi struktur dan fungsi ginjal sehingga mempermudah penyebaran hematogen, yaitu: adanya bendungan total urine yang mengakibatkan distensi kandung kemih, bendungan intrarenal akibat jaringan parut, dan lain-lain.
Pada wanita, jalur yang biasa terjadi umumnya adalah mula-mula kuman dari anal berkoloni di vulva, kemudian masuk ke kandung kemih melalui uretra yang pendek secara spontan maupun mekanik. Pada ibu hamil terjadinya ISK ini bisa dikarenakan adanya peningkatan frekuensi buang air kecil akibat tekanan dari rahim pada kandung kemih sehingga meningkatkan resiko banyaknya kuman atau bakteri yang mengenai vagina, (Kapita Selekta, 2000). Selain itu pada ibu hamil yang telah melahirkan dapat terjadi ISK dikarenakan adanya kontak langsung antara bakteri dengan vagina sehingga memungkinkan bakteri yang melekat pada vagina naik ke kandung kemih melalui uretra bahkan sampai ginjal yang kemudian dapat menyebabkan adanya infeksi saluran kemih atau bahkan infeksi ginjal seperti pielonefritis.
2.7 Komplikasi dan Prognosis 2.6.1 Komplikasi Beberapa komplikasi yang dapat timbul pada infeksi saluran kemih antara lain: a. Gagal ginjal b. Sepsis c. Kematian dini
2.6.2 Prognosis Prognosis untuk kasus klien dengan infeksi saluran kemih bergantung pada keadaan klien saat mendapatkan perawatan untuk pertama kali. Deteksi dini sangat penting untuk kasus ISK karena infeksi yang tidak segera ditangani akan mudah sekali menyebar ke bagian tubuh yang lain. Prognosis akan semakin baik jika kasus ditemukan saat gejala masih ringan dan klien segera mendapatkan perawatan, sebaliknya prognosis akan memburuk jika infeksi telah menyebar dan sampai kebagian ginjal dan menyebabkan gagal ginjal. Prognosis juga baik bila diatasi dengan pengobatan yang sesuai. Menurut derajatnya, septicemia merupakan infeksi paling berat dengan mortalitas tinggi, diikuti peritonitis umum dan piemia, (Kapita Selekta, 2000).
2.8 Pencegahan Dalam Kapita Selekta (2000), pencegahan infeksi saluran kemih yang dapat dilakukan yaitu: 1. Selama kehamilan bila pasien anemia, maka segera diperbaiki. Berikan diet yang baik; 2. Selama persalinan, batasi masuknya kuman di jalan lahir. Jaga persalinan agar tidak berlarut larut; 3. Selesaikan persalinan dengan trauma sesedikit mungkin; 4. Cegah perdarahan banyak dan penularan penyakit dari petugas dalam kamar bersalin; 5. Alat alat yang digunakan dalam proses persalinan harus steril; 6. Selama nifas perhatikan dan lakukan personal hygiene (vulva hygiene) pada daerah perlukaan jalan lahir; 7. Mempertahankan asupan nutrisi yang adekuat terutama untuk ibu hamil; 8. Menggunakan pakaian dalam dari bahan katun atau yang mudah menyerap cairan.
2.9 Pemeriksaan Diagnostik Pemeriksaan diagnostik yang dapat dilakukan yaitu pembiakan getah vagina sebelah atas dan pada infeksi yang berat dapat dilakukan dengan maksud yang sama, dimana usaha ini bertujuan untuk mengetahui etiologi infeksi dan menentukan antibiotik yang tepat, (Kapita Selekta, 2000). Selain itu dapat dilakukan hitung koloni, dan kultur urin, (Smeltzer, 2002).
2.10 Pengobatan/Penatalaksanaan Pengobatan yang dilakukan yaitu dengan memberikan obat (antibiotik) dosis tunggal selama lima hari. Kemudian dilakukan pemeriksaan urin porsi tengah seminggu kemudian. Jika masih positif, maka dilakukan pemeriksaan lebih lanjut, (Kapita Selekta, 2000).
10
BAB 3. PATHWAY
Kehamilan
Melahirkan
11
Kurang pengetahuan
Pielonefritis
Pembatasan gerak
Hipertermi
Gg mobilitas fisik
12
BAB 4. ASUHAN KEPERAWATAN 4.1 Pengkajian Pengkajian merupakan tahap awal proses keperawatan dan merupakan suatu proses yang sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai sumber data untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan klien. Tahap pengkajian keperawatan merupakan pemikiran dasar dalam memberikan asuhan keperawatan sesuai dengan kebutuhan individu. Pengkajian yang lengkap, akurat, sesuai kenyataan, kebenaran data sangat penting untuk merumuskan suatu diagnosa keperawatan dan dalam memberikan asuhan keperawatan sesuai dengan respon individu. Berikut adalah contoh pengkajian pada klien postpartum dengan infeksi saluran kemih: a. Identitas Identitas Perawat Nama perawat Tgl pengkajian Jam pengkajian : : : Untuk mengetahui siapa perawat yang bertanggung jawab saat melakukan pengkajian. Sehingga nantinya data yang didapat bisa dipertanggungjawabkan
Identitas Pasien Nama Pasien Agama Umur Jenis kelamin Almat Tanggal masuk RS Diagnosa medis No rekam medis Jam masuk Suku Bangsa : : : : : : : : : : : Untuk mengetahui status atau identitas klien guna kelengkapan data pengkajian dan menentukan tindakan selanjutnya yang dibutuhkan.
13
Identitas Keluarga Orang tua/wali Umur Agama Pendidikan Pekerjaan Status Pernikahan : : : : : : Untuk mengetahui siapa yang bertanggung jawab atas klien. Serta salah satu cara untuk mengetahui riwayat kesehatan keluarga klien
b.
Keluhan utama Nyeri dan panas pada bagian uretra, susah BAK, dan sakit kepala
a.
Riwayat kesehatan 1. Riwayat kesehatan sekarang Klien mengatakan sakit pada perut bagian bawah, merasa tidak kuat untuk berjalan sendiri. 2. Riwayat penyakit dahulu Memililiki penyakit ginjal ataupun infeksi saluran kemih sebelumnya. 3. Riwayat penyakit keluarga Gambaran mengenai kesehatan dan adakah penyakit keturunan atau menular. (Tidak ada anggota keluarga yang pernah mengalami penyakit yang sama).
4.
Pola-pola fungsi kesehatan 1) Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat Tindakan Pasien sebelum masuk RS : minum obat anti nyeri. Pasien merasa panas dan keringat. Pasien merasa sakit didaerah suprapubik. pasien merasa nyeri di daerah pinggang
14
usus 5 35 /menit. Kurangnya pergerakan usus pada hari pertama post partum. Beberapa ibu tidak mendapatkan kembali kebiasaan makannya. Jika terjadi konstipasi, abdomen akan mengalami distensi, maka feses akan terpalpasi. (Sherwen, 1999). 3) Pola eliminasi Pola eliminasi yang dapat dikaji yaitu kebiasaan berkemih, infeksi saluran kemih, distensi kandung kemih, retensi urine. Kemampuan untuk berkemih, frekuensi, jumlah, warna, konsistensi, rasa lampias.
Kemampuan untuk merasakan penuhnya kandung kemih dan pengetahuan tentang personal hygiene. Pada umumnya dalam 4  8 jam setelah melahirkan ibu post partum, mempunyai dorongan untuk mengosongkan kandung kemih. Dalam waktu 48 jam kemudian ibu post partum akan sering berkemih tiap 3  4 jam sekali untuk menghidari distensi kandung kemih. (Pillitteri, 1999). Pada pengkajian Sebelum mengalami ganguan
eliminasi urin klien mempunyai frekuensi berkemih 500cc/hr, selama mengalami gangguan eliminasi urin klien hanya berkemih 250cc/hr dan warna urine merah terdapat hematuria dan klien mengatakan nyeri pada saat BAK. Sebelum sakit klien mengatakan BAB lancar fases berwarna kuning 2x sehari, saat mengalami gangguan eliminasi urin klien merasakan perut terasa diremas-remas dan warna fases cokelat.
4) Pola istirahat tidur Klien dengan infeksi saluran kemih pada post partum sebelum sakit klien mengatakan tidak ada masalah dalam tidurnya, ketika mengalami gangguan umumnya klien akan mengalami sulit tidur dan sering terbangun saat tidur dikarenakan perut bagian bawah terasa nyeri dan sangat sakit.
15
5) Pola aktifitas Pola aktivitas yang dialami oleh klien yaitu dimana sebelum kondisi sakitnya, klien mampu beraktivitas secara normal dan masih mampu melakukan aktivitas atau kegiatan rumah tangga lainnya. Sedangkan setelah mengalami masalah ISK ini akibat rasa nyeri yang sering dirasakan sehingga terdapat pembatasan aktivitas oleh klien untuk mengurangi nyerinya. 6) Pola persepsi dan konsep diri Harga diri, ideal diri, identitas diri, gambaran diri serta ideal diri pasien tidak terganggu. 7) Pola sensori dan kognitif Status Mental pasien : Sadar. Kemampuan berbicara, membaca dan interaksi : normal. Penglihatan Pasien : Normal . 8) Pola reproduksi dan seksual Dampak sakit terhadap pola seksual pasien terganggu. Uterus 1 cm diatas umbilicus pada 12 jam setelah kelahiran menurun kira-kira 1 lebar jari setiap harinya. Lokhea rubra berlanjut sampai hari ke2 3, berlanjut menjadi lokhea serosa dengan aliran tergantung pada posisi (misal, rekumben versus ambulasi berdiri) dan aktivitas (misal, menyusui). Payudara : produksi kolostrum 48 jam pertama, berlanjut pada susu matur, biasanya pada hari ke 3; mungkin lebih didini, tergantung kapan menyusui dimulai 9) Pola hubungan peran Peran dan hubungan, klien hanya dirumah saja selama sakit. 10) Pola penanggulangan stress Masalah utama pasien selama masuk rumah sakit adalah masalah perawatan diri. Pasien memiliki kecemasan yang meningkat. 11) Pola tata nilai dan kepercayaan. Klien menganut agama Islam. Pasien taat menjalankan ibadah. Pasien yakin akan sembuh dari penyakit. Tidak terjadi gangguan pada pola tata nilai dan kepercayaan.
16
5. Pemeriksaan fisik 1) Status kesehatan umum Keadaan umum pasien saat ini adalah cemas dengan hasil pemeriksaan tanda-tanda vital : N : 80x/mnt, RR : 23x/mnt, S : 390c. umumnya terjadi peningkatan pada tekanan darah akibat proses inflamasi yang dialami klien. 2) Sistem respirasi Pada sistem respirasi umumnya karena terdapat proses inflamasi maka terjadi peningkatan pada TTV itu saja maupun RR. Pada saat dilakukan perkusi suara paru klien normal yaitu terdengar bunyi vesikuler 3) Kulit, rambut dan kuku Pada penderita ISK post partum kloasma yang muncul pada masa kehamilan biasanya menghilang saat kehamilan berakhir. Hiperpigmentasi diareola dan linea nigra tidak menghilang seluruhnya. Kulit yang meregang pada payudara, abdomen, paha dan panggul mungkin memudar tapi tidak hilang seluruhnya. 4) Kepala dan leher Untuk pemeriksaan fisik di daerah kepala dilakukan sesuai urutan dilakukannya inspeksi, palpasi dimana hasil yang didapatkan yaitu kepala bersih, tidak terdapat benjolan, tidak terdapat jejas dan tidak ada nyeri tekan. Pada leher tidak terdapat jejas dan tidak teraba vena jugularis. 5) Mata Pada klien ISK post partum mata normal, tidak rabun. 6) Telingga, hidung, mulut, tenggorokan Pada klien ISK post partum telingan kanan kiri simetris, hidung simetris, mulut simetris, tenggorokan normal. 7) Pada thorax dan abdomen Pada pemeriksaan ISK post partum abdomen dan thorak setelah dilakukan pemeriksaan fisik abdomen normal,pada saat inspeksi tdak ada pembengkakkan, dan semetris. Pada saat dilakukan auskultasi terdengar
17
suara bising usus, secara normal terdengar setiap bising usus normal dengan rentang 5 35 kali permenit. 8) Sistem kardiovaskuler Pada pasien ISK post partum bentuk dada simetris, tidak ada retraksi. 9) Sistem genitourinaria Genitalia normal 10) Sistem gastrointestinal Ibu biasanya lapar setelah melahirkan, sehingga ia boleh mengkonsumsi makan makanan ringan. penurunan tonus dan mortilitas otot traktus cerna menetap selama waktu yang singkat setelah bayi lahir. Kelebihan analgesia dan anestesi bisa memperlambat pengembalian tonus dan motilitas keadaan normal. Buang air besar secara spontan bisa tertunda selama dua sampai tiga hari setelah ibu melahirkan. Keadaan ini bisa disebabkan karena tonus otot usus menurun selama proses persalinan dan pada awal masa pascapartum, diare sebelum persalinan, enema sebelum melahirkan, kurang makan atau dehidrasi. Ibu sering kali sudah menduga nyeri saat defekasi karena nyeri yang dirasakannya diperineum akibat episiotomy, laserasi atau hemoroid 11) Sistem muskuloskeletal Pada kedua ekstremitas atas dan bawah dikaji apakah ada oedema atau perubahan vaskular. Ekstermitas bawah harus diobservasi akan adanya udema dan varises. Jika ada udema observasi apakah ada pitting udema, kanaikan suhu, pelebaran pembuluh vena, kemerahan yang diduga sebagai tanda dari tromboplebitis. Ambulasi harus sesegera mungkin dilakukan untuk meningkatkan sirkulasi dan mencegah kemungkinan komplikasi. (Sherwen, 1999). Adaptasi mencakup hal hal yang membantu relaksasi dan hipermobilitas sendi dan perubahan pusat berat ibu akibat pembesaran rahim. Stabilisasi sendi lengkap pada minggu keenam sampai ke 8 setelah wanita melahirkan
18
12) Sistem persyarafan Post partum hiper refleksi mungkin terpapar kehamilan dengan hipertensi. Jika terdapat tanda-tanda tersebut perawat harus mengkaji adanya peningkatan tekanan darah, proteinuria, udema, nyeri epigastritik dan sakit kepala. (Sherwen, 1999)
4.2 Diagnosa Diagnosa merupakan suatu proses yang dijalankan perawat untuk
mengidentifikasi permasalahan kesehatan yang aktual, atau potensial yang memerlukan intervensi keperawatan yang dapat diberikan oleh perawat, (Brooker, 2001). Berdasarkan hasil pengkajian yang telah dilakukan, maka diagnosa keperawatan yang muncul yaitu: a. Nyeri akut berhubungan dengan inflamasi dan infeksi uretra, kandung kemih dan sruktur traktus urinarius lain; b. Perubahan pola eliminasi berhubungan dengan obstruksi mekanik pada kandung kemih ataupun struktur traktus urinarius lain; c. Hipertermi respons sistemik sekunder dari infeksi; d. Ansietas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan atau terpapar informasi; e. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan reaksi inlamasi local maupun sistemik.
19
4.3 Intervensi No Diagnosa Keperawatan 1. Nyeri akut berhubungan dengan inflamasi dan infeksi uretra, kandung kemih dan sruktur traktus urinarius lain Tujuan: Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 1x24 jam, tingkat nyeri atau skala 2. Beri posisi yang nyaman nyeri pasien mengalami 1. Kaji status atau tingkat nyeri yang dialami klien 1. Untuk mengetahui tingkat nyeri yang dialami klien sehingga dapat Tujuan dan Kriteria Hasil Rencana/Intervensi Rasional
menentukan tindakan yang tepat 2. Untuk memberikan rasa nyaman dan rileks sehingga nyeri tidak lagi
penurunan Kriteria Hasil: 1. TTV normal x/menit, mmHg, 37,50C) 2. Klien terlihat nyaman dan tidak gelisah dalam (nadi: TD: RR: rentang 3. Ajarkan terapi relaksasi (napas dalam)
sehingga mampu menurunkan nyeri 4. Distraksi (pengalihan perhatian) dapat menurunkan stimulus internal dengan mekanisme peningkatan produksi
imagery, hangat)
backrub,
kompres
x/menit, S: 36,5 C
endorphin dan enkefalin yang dapat memblok reseptor nyeri untuk tidak dikirimkan ke korteks serebri
20
kesensitifan terhadap
cahaya dan
menganjurkan klien untuk beristirahat dan pembatasan pengunjung akan membantu meningkatkan kondisi O2 ruangan yang akan berkurang apabila banyak pengunjung yang bedasa di ruangan 6. Kolaborasi dengan dokter untuk 6. Analgesik pemberian analgetik membantu memblok
2.
Perubahan eliminasi
1. Kaji pola berkemih dan catat produksi urine tiap 6 jam 2. Palpasi kemungkinan adanya
berhubungan dengan keperawatan selama 2x24 obstruksi mekanik jam, pola eliminasi klien
21
Kriteria Hasil: 1. Tidak ada keluhan iritasi dalam melakukan miksi, seperti urgensi 2. Mampu melakukan disuria dan
sekali
(jika
tidak
dikontraindikasikan) 5. Anjurkan untuk miksi setiap 3-4 jam 6. Kolaborasi pengawasan 5. Mempercepat dan meningkatkan
cc/jam, urine tidak keruh atau urine yang keluar berwarna kuning jernih 3. Hipertermi respons sistemik sekunder dari infeksi Tujuan: Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 2x24 jam, suhu tubuh pasien dalam rentang normal 2. Monitor suhu tubuh pasien 1. Kaji suhu tubuh klien 1. Untuk mengetahui suhu tubuh terkini klien 2. Peningkatan suhu tubuh bisa menjadi stimulus penahanan cairan yang dapat mengganggu kontrol dari sistem saraf pusat Kriteria Hasil: 1. Suhu tubuh pasien dalam 3. Penuhi hidrasi cairan tubuh 3. Pemenuhan hidrasi cairan tubuh oleh perawat peroral atau intravena dengan
22
jumlah total pemberian cairan 2.500 3.000 ml/hari yang bertujuan selain sebagai pemeliharaan juga untuk
meningkatkan produksi urine yang jugag memberikan dampak terhadap pengeluaran suhu tubuh melalui
sistem perkemihan 4. Beri kompres air biasa/air hangat di kepala dan aksila 4. Memberikan respons dingin pada pusat pengatur panas dan pada
pembuluh darah besar 5. Pertahankan tirah baring total 5. Mengurangi peningkatan proses
metabolisme umum yang memberikan dampak terhadap peningkatan suhu tubuh secara sistemik
pemberian
terapi
6. Antipiretik bertujuan untuk membantu menurunkan suhu tubuh 1. Untuk mengetahui sejauh mana
23
pengetahuan
2. Berikan
pendidikan
kesehatan
2. Untuk
memberikan
informasi
terpapar informasi
5.
Gangguan mobilitas Tujuan: fisik dengan inlamasi berhubungan Setelah dilakukan asuhan reaksi keperawatan selama 3x24 local jam, klien mampu mobilisasi
1. Untuk
mengetahui
sejauh
mana
kemampuan klien dalam mobilisasi dan menentukan terapi yang tepat 2. Ajarkan gerakan yang sesuai 2. Agar tubuh klien tidak memberikan respon yang buruk saat dilakukan kegiatan 3. Ajarkan latihan rentang gerak pada klien 3. Membantu tubuh klien tetap memiliki fungsinya seperti sebelum sakit 4. Untuk mengetahui tindakan yang tepat sesuai dengan kondisi klien
maupun sistemik
melakukan
24
dari tempat tidur tanpa bantuan 2. Klien mampu berjalan beberapa tempat tidur meter dari
25
26
4.4 Implementasi & Evaluasi Tanggal/Waktu Diagnosa Keperawatan 7 Februari 2014 07.00 WIB Nyeri akut berhubungan dengan inflamasi dan infeksi uretra, kandung kemih dan sruktur traktus urinarius lain 1. Telah dikaji status atau tingkat nyeri S: pasien mengatakan sudah tidak yang dialami klien 2. Telah diberi posisi yang nyaman 3. Telah diajarkan terapi relaksasi (napas dalam) 4. Telah diajarkan teknik nyeri lagi O: TTV normal (nadi: 60-100 x/menit, TD: 120/80 mmHg, RR: 18-20 x/menit, S: 36,5 C  37,5 C) distraksi A: Masalah teratasi
0 0
Implementasi
Evaluasi
Nana
(guided imagery, backrub, kompres P: Intervensi dihentikan hangat) 5. Telah lingkungan 6. Telah dilakukan kolaborasi dengan dokter untuk pemberian analgetik 7 Februari 2014 08.00 WIB Perubahan pola eliminasi berhubungan dengan 2. 1. Telah dikaji pola berkemih dan catat S: Pasien mengatakan masih merasa produksi urine tiap 6 jam Telah dipalpasi kemungkinan adanya ingin buang air kecil meski sudah sering dilakukan modifikasi
27
obstruksi mekanik pada kandung kemih ataupun struktur traktus urinarius lain 4. 3.
Nana
Telah dianjurkan klien untuk minum A: Masalah belum teratasi minimal 2.000 cc/hari Telah dilakukan mengubah posisi P: Intervensi dilanjutkan
pasien setiap dua jam sekali (jika tidak dikontraindikasikan) 5. Telah dianjurkan untuk miksi setiap 34 jam 6. Telah dilakukan kolaborasi
pengawasan laboratorium, elektrolit, BUN, dan kreatinin 7 Februari 2014 08.30 Hipertermi respons sistemik sekunder dari infeksi 1. 2. 3. 4. Kaji suhu tubuh klien Monitor suhu tubuh pasien Penuhi hidrasi cairan tubuh Beri kompres air biasa/air hangat di kepala dan aksila 5. S: Keluarga klien mengatakan klien sudah tidak demam lagi O: Suhu pasien kembali normal (3537OC) A: Masalah teratasi Nana
6.
Kolaborasi
pemberian
terapi
28
antipiretik 7 Februari 2014 09.00 WIB Ansietas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan atau 1. 2. Telah dikaji status pengetahuan klien Telah diberikan pendidikan kesehatan terkait konsep penyakit O: S: Klien mengatakan sudah paham terkait penyakitnya Saat ditanya klien mampu Nana
menjawab sesuai dengan penkes yang telah diberikan A: Masalah teratasi P: Intervensi dihentikan
terpapar informasi
Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan reaksi inlamasi local maupun sistemik
1. 2.
Telah dikaji tingkat mobilisasi klien Telah diajarkan gerakan yang sesuai dengan kemampuan fisik klien
S: klien mengatakan baru bias berdiri dari tempat tidurnya O: klien terlihat berdiri dari tempat tidur tanpoa bantuan A: Masalah teratasi sebagian Nana
3.
4.
Telah dilakukan kolaborasi dengan P: Intervensi dilanjutkan therapist untuk kegiatan yang
29
BAB 5. PENUTUP
30
DAFTAR PUSTAKA Brooker, Christine.2001.Kamus Saku Keperawatan. Edisi 31. Jakarta: EGC Mansjoer, Alif., dkk.2001.Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. Jakarta: FKUI Manuaba, Ida Bagus dkk. 2007. Pengantar Kuliah Obstetri. Jakarta: EGC Sloane, Ethel.2004.Anatomi dan Fisiologi untuk Pemula. Jakarta : EGC Smeltzer, Suzanne C. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner & Suddart. Alih Bhasa: Agung Waluyo. Edisi: 8. Jakarta: EGC Tessy Agus, Ardaya, Suwanto. (2001). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam: Infeksi Saluran Kemih. Edisi: 3. Jakarta: FKUI