[go: up one dir, main page]

0% found this document useful (0 votes)
137 views7 pages

Puskesmas Soromandi Bima District of West Nusa Tenggara)

This document summarizes a study that analyzed the determinants of stunting incidence in children under five in the Soromandi district of West Nusa Tenggara, Indonesia. The study found: 1) Exclusive breastfeeding was the factor most influencing stunting incidence. 2) There was no significant relationship between food intake, genetic factors, BBLR status, and stunting incidence. 3) There was also no significant correlation between genetic factors and stunting incidence. The study used a cross-sectional analytical observational method to examine the relationship between various factors and stunting incidence in young children in the target district.

Uploaded by

chandra irawan
Copyright
© © All Rights Reserved
We take content rights seriously. If you suspect this is your content, claim it here.
Available Formats
Download as PDF, TXT or read online on Scribd
0% found this document useful (0 votes)
137 views7 pages

Puskesmas Soromandi Bima District of West Nusa Tenggara)

This document summarizes a study that analyzed the determinants of stunting incidence in children under five in the Soromandi district of West Nusa Tenggara, Indonesia. The study found: 1) Exclusive breastfeeding was the factor most influencing stunting incidence. 2) There was no significant relationship between food intake, genetic factors, BBLR status, and stunting incidence. 3) There was also no significant correlation between genetic factors and stunting incidence. The study used a cross-sectional analytical observational method to examine the relationship between various factors and stunting incidence in young children in the target district.

Uploaded by

chandra irawan
Copyright
© © All Rights Reserved
We take content rights seriously. If you suspect this is your content, claim it here.
Available Formats
Download as PDF, TXT or read online on Scribd
You are on page 1/ 7

Hairunis, et al.

, Determinan Kejadian Stunting pada Anak Balita di Wilayah Kerja Puskesmas…

Determinan Kejadian Stunting pada Anak Balita di Wilayah Kerja


Puskesmas Soromandi Kabupaten Bima Nusa Tenggara Barat
(Determinan Incidence of Stunting in Children Under Five Year at
Puskesmas Soromandi Bima district of West Nusa Tenggara)

Mirham Nurul Hairunis, Ninna Rohmawati, Leersia Yusi Ratnawati


Bagian Gizi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Jember
Jalan Kalimantan 37, Jember 68121
e-mail : mirhamnurul@gmail.com

Abstract
Stunting is linear growth disturbance caused by the nutrient intake of chronic malnutrition
and chronic or recurrent infections showed with height z-score for age (H / A) <-2 SD
based on the standard WHO. Based on the results of Nutritional Status Monitoring in
Bima, the prevalence of stunting for each year has increased. The prevalence of stunting
in 2011 amounted to 23.61%, in 2012 amounted to 30.3%, and in 2013 amounted to
53.2%. Soromandi district is one of the districts with the highest prevalence of stunting in
Bima. This study aimed to analyze the determinants of the incidence of stunting in
children under five year in Puskesmas Soromandi Bima district of West Nusa Tenggara.
This research is an observational analytic study with cross sectional approach. This study
shows that there was no significant relationship between food intake, genetic factors,
status BBLR with the incidence of stunting and no significant correlation between genetic
factors with the incidence of stunting. The factors that most influence the incidence of
stunting was exclusive breastfeeding.

Keywords: Stunting, Children Under Five Year, Determinan

Abstrak
Stunting merupakan gangguan pertumbuhan linier yang disebabkan adanya malnutrisi
asupan zat gizi kronis dan atau penyakit infeksi kronis berulang yang ditunjukkan dengan
nilai z-score tinggi badan menurut usia (TB/U) < -2 SD berdasarkan standar WHO.
Berdasarkan hasil Pemantauan Status Gizi di Kabupaten Bima, prevalensi stunting untuk
setiap tahunnya megalami peningkatan. Prevalensi stunting pada tahun 2011 sebesar
23,61%, pada tahun 2012 sebesar 30,3%, dan pada tahun 2013 sebesar 53,2 %.
Kecamatan Soromandi merupakan salah satu kecamatan dengan prevalensi kejadian
stunting tertinggi di Kabupaten Bima. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis
determinan kejadian stunting pada anak balita di wilayah kerja Puskesmas Soromandi
Kabupaten Bima Nusa Tenggara Barat. Penelitian ini merupakan penelitian observasional
analitik dengan menggunakan pendekatan cross sectional. Penelitian ini menunjukkan
bahwa tidak adanya hubungan yang bermakna antara asupan makanan, faktor genetik,
ststus BBLR dengan kejadian stunting dan ada hubungan bermakna antara faktor genetik
dengan kejadian stunting. Faktor yang paling mempengaruhi kejadian stunting adalah
pemberian ASI Eksklusif.

Kata kunci : Stunting, Anak Balita, Faktor resiko.

e-Jurnal Pustaka Kesehatan, vol. 4 (no. 2) Mei 2016 323


Hairunis, et al., Determinan Kejadian Stunting pada Anak Balita di Wilayah Kerja Puskesmas…

Pendahuluan meningkatkan resiko kurang gizi yang


Stunting merupakan gangguan merupakan resiko terbesar bagi anak usia 2
pertumbuhan linier yang disebabkan adanya tahun pertama [8].
malnutrisi asupan zat gizi kronis dan atau Tumbuh kembang anak dipengaruhi oleh
penyakit infeksi kronis berulang yang genetik dan lingkungan.Sebagian besar masalah
ditunjukkan dengan nilai z-score tinggi badan gizi yang terjasi di dunia adalah gizi kurang yang
menurut usia (TB/U) < -2 SD berdasarkan penyebab utamanya oleh karena kurang makan
standar WHO[1]. [7]. Pertumbuhan dipengaruhi oleh sebab
Pendek dan sangat pendek adalah langsung dan tidak langsung. Penyebab
status gizi yang didasarkan pada indeks panjang langsung diantaranya adalah asupan makanan
badan menurut umur (PB/U) atau tinggi badan dan keadaan kesehatan, sedangkan penyebab
menurut umur (TB/U) yang merupakan padanan tidak langsung meliputi ketersediaan dan pola
istilah stunting (pendek) dan severaly stunting konsumsi rumah tangga, pola pengasuhan anak,
(sangat pendek) [2]. sanitasi lingkungan dan pemanfaatan pelayanan
Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar kesehatan [1]. Faktor-faktor tersebut ditentukan
(RISKESDAS) pada tahun 2013 prevalensi oleh sumber daya manusia, eknonomi dan
pendek (stunting) sebesar 37,2% yang berarti organisasi melalui faktor pendidikan. Menurut
terjadi peningkatan dibandingkan tahun 2010 Tuft (2001) dalam The World Bank (2007)
(35,6%) dan 2007 (36,8%). Terdapat 20 provinsi stunting disebabkan oleh tiga faktor yaitu faktor
diatas prevalensi nasional, salah satunya individu yang meliputi asupan makanan, berat
Provinsi Nusa Tenggara Barat yang berada di badan lahir, penyakit infeksi dan faktor
posisi ke 3 (tiga) tertinggi dengan prevalensi lingkungan [9].
pendek sebesar 48,2 % ada di Kota Bima [3]. Pengumpulan data dilakukan antara lain
Berdasarkan hasil Pemantauan Status Gizi dengan pengukuran tinggi badan, pengisian
(PSG) di Kabupaten Bima, prevalensi stunting angket pengetahuan, wawancara kuesioner,
untuk setiap tahunnya megalami peningkatan. lembar food recall 2x24 jam, lembar FFQ dan
Prevalensi stunting pada tahun 2011 sebesar lembar observasi air bersih. Tujuan dari
23,61%, pada tahun 2012 sebesar 30,3%, dan penelitian ini adalah menganalisis determinan
pada tahun 2013 sebesar 53,2 % [4]. kejadian stunting pada anak balita di Wilayah
Kecamatan Soromandi merupakan salah Kerja Puskesmas Soromandi Kabupaten Bima.
satu kecamatan dengan prevalensi kejadian
stunting tertinggi di Kabupaten Bima Metode Penelitian
berdasarkan Pemantauan Status Gizi Penelitian ini merupakan penelitian obser-
Kabupaten Bima pada tahun 2013 sebesar vasional analitik dengan menggunakan pen-
53,20% [5]. dekatan cross sectional. Populasi oada peneli-
Stunting merupakan keadaan tubuh yang tian ini berjumlah Sampel pada penelitian ini ber-
pendek dan sangat pendek sehingga melampaui jumlah 1759 Anak Balita. Penentuan besar
defisit -2 SD dibawah median panjang atau sampel dilakukan dengan menggunakan simple
tinggi badan [6]. Indikator status gizi random sampling sehingga ketahui besar
berdasarkan indeks TB/U memberikan indikasi sampel yang dapat mewakili populasi adalah
masalah gizi yang sifatnya kronis sebagai akibat 88,31 atau dibulatkan menjadi 89 anak balita.
dari keadaan yang berlangsung lama. Misalnya: Untuk mengatasi adanya sampel yang drop out
kemiskinan, perilaku hidup tidak sehat, dan pola maka sampel ditambah 10%. Berdasarkan per-
asuh/pemberian makan yang kurang baik dari hitungan diatas diketahui besar sampel yang
sejak anak dilahirkan yang mengakibatkan anak dapat mewakili populasi adalah 99 anak balita.
menjadi pendek. Tumbuh kembang anak Pengumpulan data dilakukan antara lain
dipengaruhi oleh genetik dan lingkungan. dengan pengukursn tinggi badan, pengisian an-
Sebagian besar masalah gizi yang terjasi di gket pengetahuan, wawancara kuesioner, lem-
dunia adalah gizi kurang yang penyebab bar food recall 2x24 jam, lembar FFQ dan lem-
utamanya oleh karena kurang makan[7]. bar observasi air bersih.
Sedangkan penyebab utama terjadinya kurang
makan, terutama pada ibu dan anak, adalah (1) Hasil Penelitian
kemiskinan, (2) tidak ada makanan, (3) sakit Berikut adalah distribusi asupan makan
yang berulang, (4) kebiasaan praktik pemberian dengan kejadian stunting anak balita di Wilayah
makan yang kurang tepat, (5) kurang perawatan Kerja Puskesmas Soromandi Kabupaten Bima
dan kebersihan. Kurang makan, akan

e-Jurnal Pustaka Kesehatan, vol. 4 (no. 2) Mei 2016 324


Hairunis, et al., Determinan Kejadian Stunting pada Anak Balita di Wilayah Kerja Puskesmas…

Tabel 1 Distribusi Frekuensi Asupan Makan Ke- diperoleh nilai p = 0,123, karena nilai p > α
jadian Stunting Anak Balita di Wilayah dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan
Kerja Puskesmas Soromandi Kabupaten antara tingkat konsumsi besi dengan kejadian
Bima Tahun 2015 stunting. Hasil analisis bivariat antara tingkat
konsumsi kalsium dengan kejadian stunting
Kejadian Stunting p value diperoleh nilai p = 0,488, karena nilai p > α
Variabel Pendek Normal dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan
n % n % antara tingkat konsumsi kalsium dengan kejadi-
Tingkat an stunting.
Konsumsi
Energi Hubungan Faktor Genetik dengan Kejadian
Defisit 54 54,5 11 11,1 0,862 Stunting Anak Balita di Wilayah Kerja
Puskesmas Soromandi Kabupaten Bima
Diatas 27 27,3 7 7,1
Berdasarkan tabel 2 hasil analisis bivariat
AKG
antara faktor genetik dengan kejadian Stunting
Tingkat
dimana diperoleh nilai p = 0,046 (p < α), karena
Konsumsi
nilai p > α dapat disimpulkan bahwa tidak ada
Protein
hubungan yang bermakna antara faktor genetik
Defisit 57 57,6 14 14,1
dengan kejadian Stunting pada anak balita di
Diatas 24 24,2 4 4 0,732
wilayah kerja Puskesmas Soromandi.
AKG
Berikut ini adalah distribusi faktor genetik
dengan kejadian stunting anak balita di Wilayah
Tingkat
Kerja Puskesmas Soromandi Kabupaten Bima :
Konsumsi
Zink
Tabel 2 Distribusi Frekuensi Faktor Genetik
Kurang 8 8,1 0,165
53 53,5 dengan Kejadian Stunting Anak Balita di
Wilayah Kerja Puskesmas Soromandi
Cukup 28 28,3 10 10,1
Kabupaten Bima
Tingkat
Konsumsi
Kejadian Stunting p value
Besi
Variabel Pendek Normal
Kurang 46 46,5 6 6,1 0,123
n % n %
Cukup 35 35,4 12 12,1
Ada 48 48,5 6 6,1
Tingkat
Faktor
Konsumsi
Genetik 0,082
Kalsium
Tidak Ada 33 33,3 12 12,1
Kurang 37 37,4 6 6,1 0,488
Faktor
Cukup 44 44,4 12 12,1
Genetik
Berdasarkan tabel 1 diketahui bahwa hasil
Hubungan Status BBLR dengan Kejadian
analisis bivariat antara tingkat konsumsi energi
Stunting Anak Balita di Wilayah Kerja
dengan kejadian stunting diperoleh nilai p =
Puskesmas Soromandi Kabupaten Bima
0,861 , karena nilai p > α dapat disimpulkan bah-
Berikut ini adalah distribusi Status BBLR
wa tidak ada hubungan antara tingkat konsumsi
energi dengan kejadian stunting, Hasil analisis dengan Kejadian Stunting Anak Balita :
bivariat antara tingkat konsumsi protein dengan
kejadian stunting diperoleh nilai p = 0,732, kar- Tabel 3 Distribusi Frekuensi Status BBLR
ena nilai p > α dapat disimpulkan bahwa tidak dengan Kejadian Stunting Anak Balita di
ada hubungan antara tingkat konsumsi protein Wilayah Kerja Puskesmas Soromandi
dengan kejadian stunting. Hasil analisis bivariat Kabupaten Bima
antara tingkat konsumsi zink dengan kejadian
stunting diperoleh nilai p = 0,165, karena nilai p Kejadian Stunting p value
> α dapat disimpulkan bahwa tidak ada Variabel Pendek Normal
hubungan antara tingkat konsumsi zink dengan n % n %
kejadian stunting. Hasil analisis bivariat antara BBLR 51 51,5 12 12,1
tingkat konsumsi besi dengan kejadian stunting Tidak 30 30,3 6 6,1 0.980
BBLR

e-Jurnal Pustaka Kesehatan, vol. 4 (no. 2) Mei 2016 325


Hairunis, et al., Determinan Kejadian Stunting pada Anak Balita di Wilayah Kerja Puskesmas…

Berdasarkan tabel 3 hasil analisis bivariat Konsumsi


antara status BBLR dengan kejadian stunting Zat Besi 0,033 4,1 1,12 14,93
dimana diperoleh nilai p = 0,768 (p > α), karena Kurang
Cukup
nilai p > α dapat disimpulkan bahwa tidak ada
Penyakit
hubungan yang bermakna antara status BBLR Infeksi 0,019 0,1 0,04 0,75
dengan kejadian stunting pada anak balita di Tidak Ada
wilayah kerja Puskesmas Soromandi Ada
Genetik
Hubungan Penyakit Infeksi dengan Kejadian Tidak Ada 0,032 4,3 1.13 16,47
Stunting Anank Balita di Wilayah Kerja Ada
Puskesmas Soromandi Kabupaten Bima ASI
Berikut ini adalah distribusi penyakit Infeksi Eksklusif
dengan Kejadian Stunting Anak Balita di Tidak ASI
Wilayah Kerja Puskesmas Soromandi Kabu- Eksklusif 0,003 7,3 1,95 27,67
paten Bima. ASI
Eksklusif
Tabel 4 Distribusi Frekuensi Penyakit Infeksi
dengan Kejadian Stunting pada Anak di Berdasarkan hasil analisis multivariabel pada
Wilayah Kerja Puskesmas Soromandi variabel in the equation bahwa determinan
Kabupaten Bima kejadian stunting pada anak balita diwilayah
kerja Puskesmas Soromandi adalah
Kejadian Stunting p value pemanfaatan pelayanan kesehatan dengan p
Variabel Pendek Normal value = 0,038 dan OR sebesar 4,3, tingkat
n % n % konsumsi zat besi dengan p value = 0,033 dan
Ada 67 67,7 10 10,1 OR sebesar 4,1, penyakit infeksi dengan p value
Tidak 14 14,1 8 8,1 0,012 = 0,019 dan OR sebesar 4,1, genetik dengan p
value = 0,032 dan OR sebesar 1,13 dan
pemberian ASI Eksklusif dengan p value = 0,003
Berdasarkan tabel 4 diketahui Hasil analis- dan OR sebesar 7,3. Diantara kelima variabel
is bivariat antara penyakit infeksi dan kejadian determinan kejadian stunting diketahui bahwa
Stunting dimana diperoleh nilai p = 0,012 (p < faktor yang paling berpengaruh terhadap
α), karena nilai p < α dapat disimpulkan bahwa kejadian stunting adalah pemberian ASI
ada hubungan yang bermakna antara penyakit Eksklusif diperoleh nilai p = 0,003 dengan nilai
infeksi dan kejadian Stunting pada anak balita di PR sebesar 7,3 menunjukkan bahwa pemberian
wilayah kerja Puskesmas Soromandi. ASI tidak eksklusif memiliki resiko terjadi
stunting 7,3 kali lebih besar dibandingkan
Faktor yang Paling Mempengaruhi akejadian dengan anak balita yang diberikan ASI eksklusif.
Stunting pada Anak Balita di Wilayah Kerja
Puskesmas Soromandi Kabupaten Bima
Pembahasan
Tabel 5 Faktor yang Paling Mempengaruhi Hasil penelitian menunjukkan tidak adanya
Kejadian Stunting Anak Balita di Wilayah Kerja hubungan yang bermakna antara asupan makan
Puskesmas Soromandi Kabupaten Bima diantaranya tingkat konsumsi energi, tingkat
konsumsi protein, tingkat konsumsi zink, tingkat
95,0% C.I konsumsi besi dan tingkat konsumsi kalsium
Variabel p value OR For EXP (B) dengan kejadian stunting. Hal ini tidak sesuai
dengan penelitian Fitri (2012) berdasarkan data
Pelayanan RISKESDAS 2010 di Sumatera menyebutkan
Kesehatan 0,038 4,3 1,08 17,29 bahwa asupan zat gizi menunjukkan hubungan
Rendah yang signifikan terhadap kejadian stunting [10].
Sedang Hal ini disebabkan karena pada penelitian ini
asupan makanan yang diperoleh hanya
menggambarkan keadaan konsumsi anak balita
sekarang, sementara status gizi stunting

e-Jurnal Pustaka Kesehatan, vol. 4 (no. 2) Mei 2016 326


Hairunis, et al., Determinan Kejadian Stunting pada Anak Balita di Wilayah Kerja Puskesmas…

merupakan akumulasi dari kebiasaan makan Wiyogowati (2012) menyatakan hal yang sama
terdahulu, sehingga konsumsi hanya pada hari bahwa BBLR tidak berhubungan dengan
tertentu tidak langsung mempengaruhi status kejadian stunting di Papua Barat [15]. Hal ini
gizi dari anak balita. Zat gizi yang dibutuhkan disebabkan karena sebagian besar anak balita
anak ditentukan oleh usia, jenis kelamin, dengan stunting tidak mengalami BBLR pada
aktivitas, berat badan, dan tinggi badan. Tubuh saat lahir. Dampak dari bayi yang memiliki berat
anak tetap membutuhkan semua zat gizi utama lahir rendah akan berlangsung antar generasi
yaitu karbohidrat, lemak, protein, serat, vitamin yang satu ke generasi selanjutnya. Anak yang
dan mineral [11]. Rendahnya konsumsi energi BBLR kedepannya akan memiliki ukuran
pada balita stunting kemungkinan disebabkan antropometri yang kurang di masa dewasa. Bagi
oleh beberapa faktor diantaranya frekuensi dan perempuan yang lahir dengan berat rendah,
jumlah pemberian makan, nafsu makan balita memiliki resiko besar untuk menjadi ibu yang
berkurang, densitas energi yang rendah, dan stuntedsehingga akan cenderung melahirkan
ada penyakit infeksi penyerta. Kejadian stunting bayi dengan berat lahir rendah seperti dirinya
merupakan peristiwa yang terjadi dalam periode antara anak balita yang stunting dengan yang
waktu yang lama, sehingga tingkat konsumsi normal memiliki peluang yang sama untuk lahir
protein yang terjadi sekarang tidak dapat dengan status BBLR. Selain itu, anak balita
menjadi salah satu penyebab kejadian stunting. dengan dengan berat badan lahir normal dapat
Defisiensi zink dapat menyebabkan pula mengalami stunting. Hal ini disebabkan
pertumbuhan terlambat, dermatosis, oleh ketidakcukupan asupan zat gizi pada balita
hipogonadisme, oligospermi, adaptasi gelap normal yang menyebabkan terjadinya growth
yang menurun, gangguan imunitas, rambut faltering (gagal tumbuh) [16].
rontok, nafsu makan yang berkurang
Hasil penelitian menunjukkan bahwa
menyebutkan bahwa kekurangan mineral
adanya hubungan yang bermakna antara
kalsium pada masa pertumbuhan dapat
penyakit infeksi dengan kejadian stunting di
menyebabkan gangguan pertumbuhan, tulang
kurang kuat, mudah bengkok dan rapuh [12]. wilayah kerja Puskesmas Soromandi. Hal ini
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak berkaitan dengan penelitian yang dilakukan oleh
adanya hubungan yang bermakna antara faktor Naomi, 2012 di Kota Manado yaitu durasi dan
genetik dengan kejadian stunting. Hasil frekuensi penyakit infeksi pada balita dengan
penelitian ini tidak sesuai dengan penelitian terjadinya stunting [17]. Hal ini disebabkan
karena penyakit infeksi dan gangguan gizi yang
yang dilakukan Nasikhah (2012) yang
terjadi secara bersamaan dan saling
menyatakan bahwa tinggi badan orang tua
mempengaruhi. Interaksi yang sinergis antara
merupakan salah satu faktor yang berhubungan penyakit penyakit infeksi dan gangguan
dengan kejadian stunting [13]. Hal ini pertumbuhan dapat mengakibatkan mekanisme
disebabkan karena apabila orang tua pendek patologik yang bermacam-macam baik secara
akibat kekurangan zat gizi atau penyakit, sendiri-sendiri maupun bersamaan. Masa balita
kemungkinan anak dapat tumuh dengan tinggi merupakan masa paling rawan terhadap
badan normal selama anak tersebut tidak berbagai masalah kesehatan, karena pada
terpapar faktor resiko yang lain. Akan tetapi masa ini balita sering terkena penyakit infeksi
Anak dengan orang tua yang pendek, baik salah sehingga menjadikan anak beresiko tinggi
satu maupun keduanya, lebih berisiko unttuk menjadi kurang gizi. Diare sebenarnya
tumbuh pendek dibandingkan anak dengan merupakan salah satu gejala dari penyakit
orang tua yang tinggi badannya normal. Salah gastrointestinal atau penyakit lain diluar saluran
satu atau kedua orang tua yang pendek akibat pencernaan. Tetapi sekarang lebih dikenal
kondisi patologi (seperti defisiensi hormon dengan penyakit diare. Penyakit diare terutama
pertumbuhan) memiliki gen dalam kromosom pada bayi perlu mendapatkan tindakan
yang membawa sifat pendek sehingga
secepatnya karena dapat membawa bencana
memperbesar peluang anak mewarisi gen bila terlambat ditangani [18]
tersebut dan tumbuh menjadi stunting [14]. Penelitian menunjukkan bahwa sebagian
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak besar anak balita di wilayah kerja Puskesmas
ada hubungan yang signifikan antara status Soromandi mendapatkan MP-ASI pada umur
BBLR dengan kejadian stunting pada balita di kurang dari 6 bulan sebesar 79,8%. Hal ini
wilayah kerja Puskesmas Soromandi. Hasil sesuai dengan penelitian Proverawati (2010)
penelitian ini sesuai dengan penelitian menyebutkan ASI mengandung growth faktor

e-Jurnal Pustaka Kesehatan, vol. 4 (no. 2) Mei 2016 327


Hairunis, et al., Determinan Kejadian Stunting pada Anak Balita di Wilayah Kerja Puskesmas…

yang diantaranya untuk perkembangan mukosa dan meningkatkan upaya penatalaksanaan


usus. ASI akan melindungi bayi terhadap infeksi PHBS pada masyarakat sehingga dapat
dan juga merangsang pertumbuhan bayi yang memperkecil risiko terjadinya penyakit infeksi
normal [19]. Hal ini disebabkan karena alasan yaitu diare dan ISPA yang dapat memicu
ibu memberikan MP-ASI lebih dini yaitu jika terjadinya stunting pada anak balita. Diharapkan
anak diberikan ASI saja bayi sering menangis, adanya penelitian dengan desain case control
sehingga ibu memberikan makanan tambahan yang dapat menggambarkan hubungan sebab-
agar bayi cepat kenyang dan berhenti menangis. akibat agar lebih pasti untuk mengetahui faktor
ASI (Air Susu Ibu) merupakan makanan pertama apa saja yang menjadi penyebab terjadinya
dan utama bagi bayi. ASI merupakan makanan stunting pada balita.
yang paling ideal bagi bayi karena mengandung
semua zat gizi yang dibutuhkan bayi. Pemberian Daftar Pustaka
ASI sebaiknya dilakukan secara eksklusif. [1] Swiss. WHO. Nutrition Landscape
Pemberian ASI dengan tepat kepada bayi akan Information System (NLIS) Country Profile
memberikan banyak dampak positif bagi Indicators: Interpretation Guide.
kesehatan dan proses tumbuh kembangnya. ASI Switzerland : WHO ; 2010.
merupakan sumber gizi yang sangat ideal [2] Indonesia. Kementrian Kesehatan RI.
dengan komposisi seimbang dan sesuai dengan Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar
kebutuhan pertumbuhan bayi. (Riskesdas) Tahun 2010. Jakarta:
Kemenkes RI. 2010.
[3] Indonesia. Kementrian Kesehatan RI. 2013.
Simpulan dan Saran Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar
Berdasarkan hasil pnenelitian diketahui (Riskesdas) Tahun 2013. Jakarta:
sebagian besar anak balita termasuk dalam Kemenkes RI ; 2013.
kategori stunting sangat pendek sebesar 46,5%. [4] Provinsi Nusa Tenggara Barat. Dinas
Sebagian besar anak balita berumur 25-36 Kesehatan Provinsi Nusa Tenggara Barat.
bulan, berjenis kelamin laki-laki Laporan Pemantauan Status Gizi Wilayah
Dinas Kesehatan bersama Pemerintah Tahun 2012. Tidak Diterbitkan. Mataram :
Kabupaten Bima serta instansi-instansi lain yang Dinkes NTB; 2012.
terkait dapat memberikan solusi atau membuat
[5] Kabupaten Bima. Dinas Kesehatan
kebijakan dalam rangka memperbaiki status gizi
Kabupaten Bima. Pemantauan Status Gizi
balita khususnya stunting, seperti mewajibkan
2013. Tidak Diterbitkan. Bima : Dinas
setiap puskesmas untuk memantau setiap
Kesehatan Kabupaten Bima; 2013.
pertumbuhan dan perkembangan balita, tidak
hanya berat badannya saja melainkan tinggi [6] Manary MJ, Solomons NW. Gizi Kesehatan
badannya juga dalam rangka memperbaiki Masyarakat, Gizi dan Perkembangan Anak.
status gizi balita khususnya stunting, Penerbit Buku Kedokteran EGC.Terjemahan
mewujudkan lingkungan yang bersih dan sehat Public Health Nutrition, Editor. Gibney, M.J,
dalam rangka mengurangi terjadinya penyakit Margetts; B.M, Kearney, J.M & Arab, L
infeksi yaitu diare dan ISPA akibat buruknya Blackwell Publishing Ltd, Oxford; 2009.
sanitasi lingkungan dan PHBS, serta [7] Soetjiningsih. Tumbuh Kembang Anak.
menerapkan Program Gerakan Nasional Sadar Jakarta: ECG. Penerbit Buku Kedokteran;
Gizi dalam Rangka 1000 Hari Pertama Kelahiran 1995.
untuk meningkatkan status gizi balita stunting. [8] Renyoet BS. Hubungan Pola Asuh dengan
Mengoptimalkan sarana pelayanan kesehatan Kejadian Stunting Anak 6-23 Bulan di
yaitu Polindes di masing-masing desa, agar Wilayah Pesisir Kecamatan Tallo Kota
keterjangkauan terhadap pelayanan kesehatan Makassar. Skripsi. Makassar :Fakultas
teratasi. Dinas Kesehatan dapat menyediakan Kesehatan Masyarakat, Universitas
alat antropometri yang baku di setiap posyandu. Hasanuddin Makassar; 2013.
Pihak Puskesmas Soromandi dapat [9] World Bank. Nutritional Failure In Ecuador
memberikan informasi secara luas baik melalui Causes, Consequences, and Solutions.
penyuluhan maupun pelatihan kepada Washington DC: The World Bank Press;
masyarakat ataupun kader kesehatan mengenai 2007
status gizi balita khususnya stunting.Terkait [10] Hermina. Gambaran Keragaman Makanan
asupan gizi yang tepat dan seimbang untuk dan Sumbangannnya Terhadap Konsumsi
pertumbuhan dan perkembangan anak balita, Energi Protein Pada Anak Balita Pendek

e-Jurnal Pustaka Kesehatan, vol. 4 (no. 2) Mei 2016 328


Hairunis, et al., Determinan Kejadian Stunting pada Anak Balita di Wilayah Kerja Puskesmas…

(Stunting)di Indonesia. Jakarta : Buletin


Penelitian Kesehatan; 2010.
[11] Marimbi H. Tumbuh Kembang, Status Gizi
dan Imunisasi Dasar pada Balita.
Yogyakarta: Nuha Medika; 2010.
[12] Almatsier S. 2010. Prinsip Dasar Ilmu Gizi.
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
[13]Nasikhah R. Faktor Resiko Kejadian
Stuntingpada Balita Usia 24-36 Bulan di
Kecamatan Semarang Timur.Tidak
Dipublikasikan. Skripsi. Semarang :
Program Studi Ilmu Gizi Fakultas
Kedokteran Univesritas Diponegoro; 2012.
[14]Wiyogowati. Faktor-Faktor yang
Berhubungan dengan Kejadian Stunting,
pada Balita Usia 25-60 Bulan di Kelurahan
Kalibaru Depok Tahun 2012’. Tidak
Dipublikasikan. Skripsi. Depok : Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas
Indonesia; 2012.
[15] Naomi. Durasi dan Frekuensi Sakit Balita
dengan Terjadinya Stunting pada Anak di
Kecamatan Malalayang Kota Manado. Tidak
Dipublikasikan. Skripsi. Manado : Jurusan
Kebidanan Poltekes Kemenkes Manado;
2012.
[16]Supariasa IDN, Bakri B, Fajar I. Penentuan
Status Gizi. Jakarta: EGC. Penerbit Buku
Kedokteran; 2013.
[17] Ngatsiyah. Perawatan Anak Sakit .Jakarta :
EGC; 2005.
[18] Proverawati. BBLR (Berat Badan Lahir
Rendah). Nuha Medika : Yogyakarta ; 2010.
[19] Waryana. Gizi Reproduksi. Yogyakarta :
Pustaka Riahama ; 2010.

e-Jurnal Pustaka Kesehatan, vol. 4 (no. 2) Mei 2016 329

You might also like