Novel Tjerita Njai Isah adalah novel asli karangan Ferdinand Wiggers yang cukup diperhitungkan pada masa awal abad ke-20. Novel tersebut disejajarkan dengan novel-novel pada masa awal abad ke-20 yang bercerita tentang dunia pernyaian...
moreNovel Tjerita Njai Isah adalah novel asli karangan Ferdinand Wiggers yang cukup diperhitungkan pada masa awal abad ke-20. Novel tersebut disejajarkan dengan novel-novel pada masa awal abad ke-20 yang bercerita tentang dunia pernyaian seperti Tjerita Njai Dasima (1896) karangan G. Francis, Nji Paina (1900) karangan H. Kommer, Seitang Koening (1902) karangan Tirto Adhi Soerjo, Hikajat Raden Adjeng Badaroesmi (1903) karya Johannus Everadus Tehupeiory, dan Boenga Roos dari Tjikembang (1927) karangan Kwee Tek Hoay.
Novel Tjerita Njai Isah pertama kali muncul di surat kabar Pembrita Betawi pada tahun 1901 sebagai cerita bersambung. Pada tahun 1903, Tjerita Njai Isah dimuat kembali di surat kabar Taman Sari hingga selesai pada tahun 1905. Sukses dalam bentuk cerita bersambung di dua surat kabar, Tjerita Njai Isah diterbitkan dalam bentuk buku oleh penerbit Taman Sari pada tahun 1903 dan Batavia NV pada tahun 1904 di Batavia.
Penerbitan dua kali selama satu tahun dengan penerbit yang berbeda tersebut menunjukkan bahwa Tjerita Njai Isah populer pada masanya. Berdasarkan penelusuran kami, novel Njai Isah terdiri lima jilid (dan mungkin ada jilid tambahan jika ditemukan dikemudian hari) dan kurang lebih sekitar 1500 halaman. Cukup tebal untuk ukuran novel asli pada awal abad ke-20.
Model cerita dalam Tjerita Njai Isah hampir sama dengan cerita pernyaian lainnya yaitu menceritakan kehidupan pernyaian dengan tuannya. Tokoh utama novel tersebut adalah Nyai Isah dan suaminya, Paul Verkerk. Nyai Isah dalam novel tersebut diceritakan sebagai sosok perempuan yang rajin, ulet, dan setia pada kekasihnya meskipun kekasihnya Verkerk kehilangan pekerjaan di perkebunan, dan ia rela membantu keuangan keluarga dengan berjualan keliling (Sutedja-Liem, 2008: 281). Menurut Watson (1971), novel tersebut masih sama dengan novel-novel sezamannya yaitu cerita berdasarkan kejadian dan sering muncul peristiwa-peristiwa yang tidak terduga dan serba kebetulan, kisah percintaan, dan jampi-jampi. Secara keseluruhan novel tersebut mencoba mengangkat harkat nyai dalam kehidupan kolonial (Sutedja-Liem, 2008: 280-281).
Dalam antologi ini, kami hanya mengambil bagian pertama novel Njai Isah, yakni pada bagian hubungan Isah dan Verkerk mengalami berbagai ujian, semisal perbedaan ras antara Isah dan Verkerk yang menyebabkan gesekan antara orangtua Isah dan Isah. Sengaja kami tampilkan menggunakan ejaan lama agar tidak mengurangi suasana terbitan di tahun 1904.”
Agung D.E