Agama Katolik

Artikel ini membahas sifat pertama dari empat sifat Gereja, yaitu satu. Pembahasan dari sudut pandang Gereja Katolik Roma ini ingin menampilkan tentang Allah yang menguduskan Gereja-Nya, Kekudusan berarti pemisahan dan pengkhususan untuk Tuhan, panggilan kekudusan sebagai usaha penyucian diri terus menerus, serta panggilan kaum muda sebagai orang kudus. Pembahasan ini bertujuan untuk memberikan wawasan tambahan dalam memahami konsep luas Gereja yang Kudus dan mudah dipahami murid SMA (khususnya murid-murid Katolik Kelas XI SMAN 35 yang saya dampingi).
Video Youtube: https://youtu.be/yYGDsqjsjN8

Satuan Pendidikan : SD Kelas : III (tiga) Kompetensi Inti KI 1 : Menerima dan menjalankan ajaran agama yang dianutnya KI 2 : Menunjukkan perilaku jujur, disiplin, tanggung jawab, santun, peduli, dan percaya diri dalam berinteraksi dengan keluarga, teman, guru dan tetangganya KI 3 : Memahami pengetahuan faktual dengan cara mengamati [mendengar, melihat, membaca] dan menanya berdasarkan rasa ingin tahu tentang dirinya, makhluk ciptaan Tuhan dan kegiatannya, dan benda-benda yang dijumpainya di rumah dan di sekolah KI 4 : Menyajikan pengetahuan faktual dalam bahasa yang jelas, sistematis dan logis, dalam karya yang estetis, dalam gerakan yang mencerminkan anak sehat, dan dalam tindakan yang mencerminkan perilaku anak beriman dan berakhlak mulia

Pembaharuan kanon-kanon tentang prosedur penanganan nulitas perkawinan menuai penafsiran sana sini, yang kadang salah kaprah. Banyak media mengira dan menyiarkan tanpa memahami dengan baik, bahwa Paus Fransiskus telah mengizinkan perceraian dalam Gereja Katolik. Padahal tidaklah demikian.

Melalui pembaharuan kan. 1671-1691, Paus Fransiskus justru telah menegaskan sekaligus mewartakan tentang keluhuran dan kesucian perkawinan katolik yang dikehendaki oleh Allah, yang diselenggarakan dalam Gereja-Nya. Karena itu, perkawinan mesti betul-betul diselenggarakan secara baik dan benar!

Paus Fransiskus [dan diharapkan kita semua] menyadari betapa pentingnya pelayanan pastoral yang menjawab kebutuhan konkret umat, antara lain dalam penanganan terhadap perkawinan yang dilangsungkan secara tidak sah, sesuai dengan iman dan tata cara Katolik.

Kompetensi Inti KI 1 : Menerima dan menjalankan ajaran agama yang dianutnya KI 2 : Menunjukkan perilaku jujur, disiplin, tanggung jawab, santun, peduli, dan percaya diri dalam berinteraksi dengan keluarga, teman, dan guru. KI 3 : Memahami pengetahuan faktual dengan cara mengamati [mendengar, melihat, membaca] dan menanya berdasarkan rasa ingin tahu tentang dirinya, makhluk ciptaan Tuhan dan kegiatannya, dan benda-benda yang dijumpainya di rumah dan di sekolah KI 4 : Menyajikan pengetahuan faktual dalam bahasa yang jelas dan logis, dalam karya yang estetis, dalam gerakan yang mencerminkan anak sehat, dan dalam tindakan yang mencerminkan perilaku anak beriman dan berakhlak mulia

Tulisan ini adalah upaya awal untuk menunjukkan titik singgung praksis kesadaran Post-Vipassana dan praksis keheningan Post-Mistik Kristen. Dari tulisan ini akan tampak bahwa Meditasi Post-Vipassana bukan hanya tidak bertentangan dengan religiositas kekristenan, tetapi juga bisa memperkuat akar-akar kekristenan dan bahkan menolong melampaui batas-batas pengalaman religius kekristenan.

Satuan Pendidikan : SD Kelas : V (lima) Kompetensi Inti KI 1 : Menerima, menjalankan, dan menghargai ajaran agama yang dianutnya KI 2 : Menunjukkan perilaku jujur, disiplin, tanggung jawab, santun, peduli, dan percaya diri dalam berinteraksi dengan keluarga, teman, guru, dan tetangganya serta cinta tanah air KI 3 : Memahami pengetahuan faktual dan konseptual dengan cara mengamati, menanya dan mencoba berdasarkan rasa ingin tahu tentang dirinya, makhluk ciptaan Tuhan dan kegiatannya, dan benda-benda yang dijumpainya di rumah, di sekolah, dan tempat bermain KI 4 : Menyajikan pengetahuan faktual dan konseptual dalam bahasa yang jelas, sistematis, logis dan kritis, dalam karya yang estetis, dalam gerakan yang mencerminkan anak sehat, dan dalam tindakan yang mencerminkan perilaku anak beriman dan berakhlak mulia

Pada tulisan ini, akan dibahas tentang apa itu katekismus dan istilah-istilah lain yang berdekatan dengannya. Katekismus tetap relevan untuk dipelajari, bukan hanya untuk para katekumen, tetapi juga untuk mereka yang sudah dibaptis, karena di dalamnya dipelajari bagaimana iman itu mesti dipahami, dirayakan dan dihayati di dalam kehidupan sehari-hari. Istilah-istilah lain yang berdekatan dengan katekismus seperti katekese, kateket, kateketik, katekis, katekumen dan katekumenat juga dibahas, agar pemahaman kita dapat semakin diperluas dan utuh. Katekismus St. Agustinus menggunakan kata catechismus (Lat, Yun) untuk pelajaran iman bagi orang yang hendak dibaptis. Dalam Injil sudah terdapat rumus-rumus singkat yang dapat dianggap sebagai pokok-pokok pelajaran agama tertua tentang peristiwa-peristiwa penyelamatan kita oleh Kristus. Khususnya dalam surat-surat St. Paulus terdapat rumusan-rumusan ini (misalnya 1 Kor 15:3-5; bdk. 2 Kor 13:13), yang sudah digunakan dalam Gereja Purba sebelum Paulus untuk meneruskan pokok-pokok iman, antara lain dalam masa katekumenat, upacara penerimaan sakramen pembaptisan, ibadat dan pembelaan agama terhadap bidah. Baru sejak akhir abad pertengahan istilah katekismus dipakai untuk buku-buku pelajaran agama, yang pada jaman reformasi menjadi sarana utama untuk menyampaikan pokok-pokok pelajaran agama secara singkat dan tegas, baik kepada orang dewasa, maupun kepada kaum muda. Katekismus abad ke-16 biasanya menyampaikan ajaran iman menurut pembagian yang sudah dikenal Bapa-bapa Gereja, yaitu : Syahadat, Bapa Kami, Sepuluh Perintah Allah dan Sakramen-sakramen.

Yesus yang konkrit di dalam budaya Nias
Ketika masyarakat Nias di dalam lumpur keterpurukan dan keterbelakangan, harapan baru menjadi hal yang dinantikan. Situasi geografis yang terisolasi, kondisi alam serta masyarakat yang masih konvensional menyebabkan masyarakat Nias masih butuh bantuan pertolongan yang sungguh-sungguh dapat dirasakan langsung. Tidak tahu membaca dan menulis, peradaban budaya yang berefek negatif dan kondisi organisasi masyarakat yang taat sistem hukum adat meskipun itu salah. Konflik yang berkepanjangan antar desa menyebabkan budaya di dalam masyarakat Nias lamban dan sulit untuk bergerak maju membangun diri mereka sendiri. Di tengah-tengah peperangan dan keterpurukan ini, Yesus Kristus hadir seperti gembala yang baik yang menuntun domba-dombanya agar tak satu pun tersesat.  Yesus merangkul semua aspek yang berkaitan dengan masyarakat Nias ini dan membentuk prespektif positif yang baru di dalam budaya Nias.

Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk mengeruk dan mengolah sumber daya alam disertai sikap egois dari manusia menyebabkan kerusakan alam yang berakibat pada kerusakan ekologis. Maka dari itu, dibutuhkan upaya untuk menjaga kelestarian alam dengan menanam kembali pohon- pohon di hutan, perbaikan wilayah bekas pertambangan dan masih banyak upaya lainnya.

Salah satu tujuan dari perkawinan dalam Gereja Katolik adalah prokreasi dan pendidikan anak. Oleh sebab itu, pasutri yang memiliki anak juga harus bertanggungjawab dalam pendidikan anak tersebut. Namun, semakin hari, hidup terasa semakin sulit. Maka, semakin banyak pasutri Katolik yang melakukan pengaturan kehamilan demi menjaga kesejahteraan  keluarga tersebut. Pengaturan kehamilan sendiri memiliki dua jenis, yaitu: metode buatan dan metode alami. Metode buatan bersifat kontraseptif (menghalangi peleburan sperma dan sel telur) dan juga kontravita (menghentikan kehamilan/abortif). Oleh sebab itu, pengaturan kehamilan buatan  menentang kodrat alami, dan berlawanan pula dengan moral Gereja. Sedangkan metode alami, dapat dilakukan dengan menggunakan metode kalender, suhu basal, ovulasi billings, dan juga menyusui pasca kehamilan. Pengaturan kehamilan alami tidak bertentangan dengan moral Gereja, dan mengandaikan adanya dialog, saling mengharagi, berbagi tanggungjawab, dan pengendalian diri antara pasutri. Metode alami sendiri tetaplah terbuka pada kelahiran anak (prokerasi).

Bedasarkan tujuan dari perkawinan tersebut, hal yang paling pokok adalah kesejahteraan suami-istri, disusul dengan kelahiran dan pendidikan anak. Namun, pada masa sekarang ini, yang mana kehidupan semakin lama semakin terasa sulit, maka semakin banyak keluarga yang hanya memiliki sedikit anak. Hal ini memang tidaklah bertentangan dengan ajaran Gereja Katolik, karena bagaimana pun, anak adalah sebuah anugerah yang diberikan oleh Allah kepada Pasutri, dan tentu Gereja bersyukur jika ada keluarga yang memiliki banyak anak. Walau demikian, perlu disadari pula, bahwa tujuan perkawinan bukan hanya pada kelahiran anak saja, melainkan juga pendidikan anak.

Permasalahan mengenai lingkungan hidup, khususnya krisis sampah, merupakan hal yang sangat penting untuk dibahas di masa kini. Krisis sampah dapat menimbulkan berbagai dampak negatif bagi lingkungan hidup dan setiap individu di dalamnya. Manusia yang diciptakan serupa dengan Tuhan memiliki tanggung jawab yang besar dalam menjaga lingkungan hidup, salah satunya dalam menanggapi krisis sampah. Oleh karena itu, moral lingkungan hidup perlu dipahami dan kemudian diterapkan dalam kehidupan manusia.

Manusia, secara kodrati, berhasrat untuk mencari dan menemukan kebenaran.  Kebenaran merupakan kesesuaian antara pemahaman manusia dengan kenyataan yang dipahaminya.  Sepanjang sejarah kemanusiaan, usaha manusia untuk mencari dan menemukan kebenaran ditopang oleh dua kemampuan manusiawi yaitu kemampuan akal dan kemampuan iman  yang masing-masing otonom.
Kemampuan akal dan kemampuan iman, idealnya saling mendukung. Pengembangan akal yang nyata dalam berbagai ilmu pengetahuan dan teknik akan berguna bagi peradaban dan kemanusiaan jika di dalamnya kebijaksanaan Ilahi juga terlibat. Sebaliknya, pengembangan iman tanpa penalaran malahan akan lebih mudah membawa pada kepicikan dan kesempitan. Iman dan akal bagaikan sepasang sayap, keduanya mengepak bersama dalam menggapai kebenaran. Keduanya merupakan anugerah Allah yang ditanamkan dalam diri manusia, sehingga dengan iman maupun akal budi, Allah dikenali dan dicintai, serta kepenuhan kebenaran didapatkan. Demikianlah pandangan resmi Gereja Katolik tentang iman dan akal yang tertulis dalam surat ensiklik Paus Yohanes Paulus II, Fides et Ratio.

Kerukunan beragama di tengah keanekaragaman budaya merupakan aset dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia. Dalam perjalanan sejarah bangsa, Pancasila telah teruji sebagai alternatif yang paling tepat untuk mempersatukan masyarakat Indonesia yang sangat majemuk di bawah suatu tatanan yang inklusif dan demokratis. Sayangnya wacana mengenai Pancasila seolah lenyap seiring dengan berlangsungnya reformasi.

In Vitro Fertilization (IVF), disebut juga test-tube conception, merupakan prosedur medis menggunakan sel telur matang yang sudah dipindahkan dari ovarium dan dibuahi oleh sperma di luar tubuh, dan kemudian dimasukkan kembali ke rahim wanita yang sama atau wanita lain untuk dilanjutkan dengan proses kehamilan normal di dalam tubuh wanita. Metode ini memiliki "kekurangan" dalam moral Katolik. Namun demikian perkembangan sains dapat menjadi pelayan terhadap kepenuhan moral Katolik terhadap metode IVF. Paper ini akan menunjukkan diskusi antara filsafat sains dan moral dengan tegangan yang ditemui dalam mencapai titik temu metode IVF yang paling Kristiani.

Bahan dari PPT ini membahas sifat pertama dari empat sifat Gereja, yaitu satu. Pembahasan dari sudut pandang Gereja Katolik Roma ini ingin menampilkan tentang Allah yang menguduskan Gereja-Nya, Kekudusan berarti pemisahan dan pengkhususan untuk Tuhan, panggilan kekudusan sebagai usaha penyucian diri terus menerus, serta panggilan kaum muda sebagai orang kudus. Pembahasan ini bertujuan untuk memberikan wawasan tambahan dalam memahami konsep luas Gereja yang Kudus dan mudah dipahami murid SMA (khususnya murid-murid Katolik Kelas XI SMAN 35 yang saya dampingi).
Video Youtube: https://youtu.be/yYGDsqjsjN8

Artikel ini membahas sifat pertama dari empat sifat Gereja, yaitu satu. Pembahasan dari sudut pandang Gereja Katolik Roma ini ingin menampilkan tentang Gereja yang Dipersatukan oleh Allah, Kesatuan dengan Hirarki yang Melayani Umat, Kesatuan dalam Keberagaman dan Bukan Keseragaman, serta Membandingkan Konsep Kesatuan Gereja Katolik dengan Agama Lain. Pembahasan ini bertujuan untuk memberikan wawasan tambahan dalam memahami konsep luas Gereja yang Satu dan mudah dipahami murid SMA (khususnya murid-murid Katolik Kelas XI SMAN 35 yang saya dampingi).
Video Youtube: https://youtu.be/3a5hicIINtA