JIMMI 4 (3) (2022)
DOI: ………………………
http://ejournal.stai-aljawami.ac.id/index.php/jimmi
e-ISSN:
AKTIVITAS MEMINTA DO’A KESEMBUHAN BAGI YANG SAKIT
MELALUI MEDIA AIR PERSPEKTIF ISTIHSAN BIL URFI (
Penelitian di Kp. Kebon Kalapa Desa Ganjar Sabar Kec.Nagreg KAB.
Bandung )
Nunung Nurjanah
Hukum Ekonomi Syariah
Email: N.nurjanah1818@gmail.com
Udin Juhrodin
Pendidikan Agama Islam
Email: udinjuhrodin@gmail.com
ABSTRACT
Prayer is a form of request or request of a servant to his God, prayer is the need of every
Muslim both individually and in groups, Prayer is prayed according to the needs of the
situation and conditions faced by his servant. This study aims to find out the perspective of
istihsan on THE ACTIVITY OF ASKING FOR HEALING PRAYERS FOR THE SICK
THROUGH WATER MEDIA (Research in Kp. Kebon Kalapa Ganjar Sabar Village
Kec.Nagreg Bandung) using urf analysis. The research used descriptive qualitative with
data collection using interviews and observations. The subject of the study was a person who
carried out the activity of asking for prayers through the medium of water 2 0rang, then 2
religious figures, namely Ust. Udin and Ustd Tika, 2 health workers, namely Dr. Heizy
Priastuti and Sari Anggraeni's mother (Nurse), as well as 3 general public people RT 03 RW
08 Ganjar Sabar Village. The results showed that the activity of asking for prayers for
healing for people who are sick through the medium of water is a form of endeavor and or
testament to Allah, this has become commonplace in Ganjar Sabar village, and it is allowed,
This activity of asking to be prayed has happened for a long time and even happened in the
time of the Prophet and was considered by them as a positive activity because it can provide
benefits, and foster an attitude of caring, helping each other, and helping each other. The
conclusion of this study is that the activity of requesting healing prayers through the medium
of water is seen from the aspect of urf, it is a type of urf shahih that does not contradict the
Quran, al-Hadith and logic. In addition, these activities or traditions have good positive
values ,so that these traditions can be allowed in an istihsan manner.
Keywords: Prayer, Water, istihsan, urf.
ABSTRAK
Do’a adalah bentuk permintaan atau permohonan seorang hamba kepada Tuhannya, berdo’a
adalah kebutuhan setiap umat islam baik secara perorangan maupun kelompok, Do’a di
panjatkan sesuai dengan hajat/ kebutuhan situasi dan kondisi yang dihadapi hambanya.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perspektif istihsan terhadap AKTIVITAS
MEMINTA DO’A KESEMBUHAN BAGI YANG SAKIT MELALUI MEDIA AIR (
Nunung Nurjanah
Penelitian di Kp. Kebon Kalapa Desa Ganjar Sabar Kec.Nagreg Bandung ) dengan
menggunakan analisis urf. Penelitian menggunakan kualitatif deskriptif dengan
pengumpulan datanya menggunakan interview dan observasi. Subjek penelitian adalah
orang yang melaukan aktivitas meminta doa melalui media air 2 0rang, lalu 2 orang tokoh
agama yaitu Ust. Udin dan Ustd Tika , 2 orang Petugas Tenaga kesehatan yaitu Dr. Heizy
Priastuti dan ibu Sari Anggraeni (Perawat), juga 3 orang masyarakat umum RT 03 RW 08
Desa Ganjar Sabar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kegiatan meminta do’a
kesembuhan bagi orang yang sakit melalui media Air merupakan salah satu bentuk ikhtiar
dan atau wasilah kepada Allah, hal ini menjadi lumrah di desa Ganjar Sabar, dan
diperbolehkan, Aktivitas meminta didoakan ini sudah terjadi sejak lama bahkan sudah terjadi
pada zaman Nabi dan dinilai oleh mereka sebagai aktivitas yang positif karena dapat
memberikan manfaat, dan menumbuhkan sikap peduli, saling tolong menolong, dan saling
membantu. Simpulan dari penelitian ini adalah bahwa aktivitas meinta doa kesembuhan
melalui media air dilihat dari aspek urf, itu merupakan jenis urf shahih yang tidak
bertentangan dengan al-Quran, al-Hadis dan logika. Selain itu, aktivitas atau tradisi ini
memiliki nilai-nilai positif yang baik ,sehingga tradisi ini dapat dibolehkan secara istihsan.
Kata Kunci: Do’a, Air, istihsan, urf.
PENDAHULUAN
Doa merupakan salah satu sarana untuk berkomunikasi antara hamba dengan Allah
swt dalam keadaan tertentu. Di samping itu, doa sebagai roh ibadah atau sari ibadah Oleh
karena itu, doa bukan hanya semata-mata untuk memohon pertolongan Allah dalam
memecahkan problem manusia yang dihadapinya, akan tetapi dalam konteks secara luas
sebagai suatu kebutuhan dalam rangkaian ibadah1
Sementara pengertian do’a secara leksikal adalah menyeru kepada Allah dan
memohon bantuan dan pertolongan kepadanya. Sementara yang lainnya mendefenisikannya
sebagai seruan, permintaan, permohonan, pertolongan dan ibadah kepada Allah swt. Agar
supaya terhindar dari mara bahaya dan mendapatkan manfaat. Dari pengertian ini dapat
dipahami bahwa do’a adalah permintaan atau permohonan kepada Allah melalui ucapan
lidah atau getaran hati dengan menyebut asmâ Allah yang baik, sebagai ibadah atau usaha
memperhambakan diri kepada-Nya.2
Alexis Carrel, salah seorang ahli bedah Perancis (1873-1941) dan peraih hadiah
Nobel dalam bidang kedokteran, dia memiliki pengalaman dalam mengobati pasiennya dan
kemudian dia mengatakan bahwa “banyak di antara mereka memperoleh kesembuhan
dengan jalan berdoa”. Menurutnya, do’a adalah sesuatu gejala keagamaan yang paling agung
bagi manusia, karena pada saat itu, jiwa manusia terbang menuju Tuhannya.” 3
Dengan demikian, manusia sebagai makhluk yang memiliki kelemahan dan
kekurangan, tidak dapat menyelesaikan semua persoalan tanpa bantuan yang lain. Sebagai
makhluk yang memiliki keyakinan bahwa ada yang lebih ampuh untuk dapat memberikan
bantuan, itulah Tuhan, tentunya dia harus senantiasa membuka jalan untuk berkomunikasi
yang intim dan intensif dengan Sang Maha Pencipta dalam bentuk permohonan (do’a),
1
Wildan Salim,2011 , DOA DALAM PERSPEKTIF AL-QUR’AN, Jurnal Al-Ulum Vol 11 ,hal 64
Wildan Salim,2011 , DOA DALAM PERSPEKTIF AL-QUR’AN, Jurnal Al-Ulum Vol 11 ,hal 66
3
7M. Quraish Shihab, Wawasana al-Qur’an tentang Zikir dan Do’a, (Cet. I, Jakarta: Lentera Hati, 2006),
h. 181.
2
JIMMI Vol. 2, No. 2, June 2017 M./1438 H.
page
AKTIVITAS MEMINTA DO’A KESEMBUHAN BAGI YANG SAKIT MELALUI MEDIA AIR PERSPEKTIF
ISTIHSAN BIL URFI ( Penelitian di Kp. Kebon Kalapa Desa Ganjar Sabar Kec.Nagreg KAB. Bandung )
sekalipun hal itu tidak segera tercapai, tetapi komunikasi dengan do’a itu tetap memberikan
nuansa yang optimis.
Sedangkan Air merupakan unsur utama penyusun kehidupan bagi makhluk hidup,
khususnya manusia dalam melakukan aktivitas. Pemanfaatan air bagi kelangsungan hidup
manusia tidak hanya sekedar pemenuhan kebutuhan sehari-hari dalam melaksanakan
aktivitas secara umum, seperti minum, mandi, dan lainnya. Air ternyata mempunyai peran
sangat penting bagi proses kehidupan yang ada dan terjadi di dalam tubuh manusia.
Tanpa adanya air, manusia tidak dapat hidup dan melakukan aktivitasnya. Telah
banyak penelitian dilakukan oleh para ahli berkaitan dengan air yang menghasilkan berbagai
temuan pemanfaatan air bagi manusia. Salah satu temuan yang telah berkembang dan
populer saat ini adalah air merupakan salah satu obat terbaik untuk menyembuhkan berbagai
penyakit.
.Air sebagai media untuk menyembuhkan penyakit pada dasarnya telah berkembang
sejak lama dan dengan beragam cara yang berbeda untuk setiap suku, tradisi, tempat,
wilayah atau negara, khususnya dalam dunia pengobatan tradisional/alternatif. Hal ini dapat
dilihat dari fenomena seperti masyarakat di desa Ganjar Sabar menggunakan air yang diberi
doa, mantra atau sejenisnya untuk menangkal berbagai penyakit fisik dan non fisik.
Metode tersebut telah berlangsung turun temurun dan menjadi tradisi, yang sampai
saat ini masih digunakan. Di Masjidil Haram setiap hari ratusan, hingga ribuan umat Islam
meminum air zam- zam. Mereka meyakini bahwa air tersebut memiliki khasiat pengobatan,
di samping dapat menghilangkan rasa haus yang menimpa setelah melaksanakan ibadah,
thawaf, sai, shalat, dan tilawah Qur’an. Air sebagai media untuk mengobati penyakit, bahkan
Al Qur’an menjelaskan keistimewaan air sebagai obat atau penyembuh penyakit melalui
kisah Nabi Ayyub AS yang dilanda penyakit kulit dalam Q.S. Shad [38]: 41-42: “Dan
ingatlah akan hamba Kami Ayyub ketika dia menyeru Rabb-nya:’Sesungguhnya aku
diganggu setan dengan kepayahan dan siksaan’ (Allah berfirman), ‘Hantamkanlah kakimu;
Inilah air yang sejuk untuk mandi dan untuk minum’.”, dan seketika itu pula penyakit yang
ada di tubuh Nabi Ayyub AS sembuh atas izin Allah. Rasulullah SAW juga menjelaskan
salah satu rahasia Air dalam pengobatan dalam salah satu hadist beliau. Dari Nafi’i, dari
Abdullah bin Umar, bahwasannya Nabi Muhammad SAW bersabda: “Sesungguhnya panas
demam itu berasal dari hembusan neraka Jahannam, maka dinginkanlah itu dengan air.
[Hadist ini dikeluarkan oleh Al-Bukhari, Muslim, An-Nasa’i, Ad-Daraquthni] (Shalih, 2012:
586).
Berawal dari penelitian tentang air yang telah diberi doa dapat menyembuhkan yang
sakit, penelitian ini menarik untuk diteliti, karena bertujuan untuk mengetahui bagaimana
aktivitas meminta doa kesembuhan melaui media air di kp. Kebon Kalapa Desa Gnjar sabar
, Maka dari itu penulis tertarik untuk menganalisis istihsan bil urf tentang aktivitas meminta
doa melalui media air tersebut.
METODE
Pada penelitian ini penulis menggunakan jenis penelitian kualitatif dengan metode
pengumpulan datanya menggunakan penelitian lapangan ( Field Research ). Yaitu suatu
penelitian yang bertujuan untuk mengumpulkan data dari lokasi atau lapangan dengan
berkunjung langsung ke tempat yang dijadikan objek penelitian4 yang dilakukan di kp kebon
kalapa Desa Ganjar Sabar Kabupaten Bandung. Dalam penulisan ini penulis mencari
Kartini Kartono ,“Pengantar Metodologi Riset Sosial, Cetakan Ketujuh ”, (Bandung: Mandar
Maju,1996)
4
JIMMI Vol. 4, No. 3, Juni 2022
page
Nunung Nurjanah
informasi yang menyangkut dengan aktivitas orang yang meminta do’a kesembuhan bagi
yang sakit melalui media air.
Teknik Pengumpulan Data dalam penelitian ini dikumpulkan dengan menggunakan
teknik Observasi dan wawancara. Observasi merupakan suatu teknik atau cara
mengumpulkan data dengan jalan mengadakan pengamatan terhadap kegiatan yang sedang
berlangsung. Observasi dilakukan dengan melihat secara langsung pelaksanaan aktivitas
orang yang meminta doa kesembuhan melalui media air yang di lakukan masyarakat Desa
Ganjar Sabar Kab.Bandung . Dalam teknik observasi ini, penelitian langsung melakukan
penelitian di Desa Ganjar Sabar , Khususnya, terhadap masyarakat dan orang-orang yang
pernah atau sedang melalukan aktivitas meminta doa kesembuhan bagi yang sakit melalui
media air tersebut , Petugas Kesehatan, juga Tokoh Agama. Sedangkan Wawancara
merupakan teknik pengumpulan data yang menggunakan pertanyaan secara lisan kepada
subjek penelitian5 dan dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer) yang
mengajukan pertanyaan dan yang diwawancarai (beinterviewed) yang memberikan jawaban
atas pertanyaan itu.6. Metode ini dilakukan untuk mencari data dan informasi yang
diperlukan sejelas-jelasnya dari informan yang bersangkutan. Wawancara dihimpun
langsung dari key informan (orang-orang penting yang memberikan informasi atau juru
kunci yang terkait dengan penelitian ini). Adapun key informan yang dimaksud yakni orang
yang sedang atau pernah melakukan aktivitas meminta do’a , tokoh agama, Petugas
Kesehatan dan masyarakat. Tujuannya untuk mendapatkan data yang valid mengenai
masalah yang sedang diteliti.
Jenis data yang dipakai dalam penelitian ini adalah jenis data kualitatif sebagai bahan
analisis. Adapun sumber data penelitian ini terbagi dua, yaitu sumber primer dan sekunder.
Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari sumber-sumber asli7 . Sumber primer
yang dimaksud adalah data yang di peroleh lansung dari sumber pertama. Adapun sumber
data yang diperoleh dari data-data yang didapat langsung dari lapangan, yakni penelitian
yang dilakukan dalam kehidupan yang sebenarnya, yang di peroleh dari lapangan dengan
cara wawancara. Data sekunder adalah sumber data yang tidak langsung memberikan data
kepada pengumpul data8 atau sumber data yang bersumber dari hasil rekonstruksi orang lain
dan mendukung dalam pembahasan penelitian ini, seperti kajian yang berkenaan dengan
penelitian ini baik dari buku, internet, majalah, buletin, dan hasil penelitian
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Istihsan
1. Definisi Istihsan
Istihsan berasal dari kata husn yang artinya bertentangan dengan keburukan
atau kejelekan. Juga dapat dimaknai sebagai sesuatu yang indah.
SedangkanIstihsansendiri adalahbentukmasdardarikatakerja istahsana yang artinya
menganggap baik sesuatu. Dapat juga bermakna memegang teguh sesuatu yang baik
dan menolak sesuatu yang bertentangan darinya.
Jadi, jika ada seorang laki-laki berkata,”Istahsantu kadha” maka artinya seorang
laki-laki tadi meyakini bahwa suatu hal itu baik dan menganggap buruk selain itu. Atau
5
Anwar Sanusi, Metodologi Penelitian Bisnis, Jakarta, Salemba Empat, Cet. Ke-3, 2013, hlm 105
Moeleong, Metodologi Penelitian Kualitatif , Bandung, Rosda Karya, 2007, hlm. 186
7
M. Sitorus, Sosiologi, Jakarta, Erlangga, 2000, hlm 81 Jakarta
8
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan Kombinasi (Mixed Methods),
Bandung,Alfabeta, 2015, hlm. 187
6
JIMMI Vol. 2, No. 2, June 2017 M./1438 H.
page
AKTIVITAS MEMINTA DO’A KESEMBUHAN BAGI YANG SAKIT MELALUI MEDIA AIR PERSPEKTIF
ISTIHSAN BIL URFI ( Penelitian di Kp. Kebon Kalapa Desa Ganjar Sabar Kec.Nagreg KAB. Bandung )
juga dapat bermakna mencari suatu yang ahsan (lebih baik) yang diperintahkan
kepadanya untuk dianuti.
Secara umum, ulama ushuliyyin berpendapat bahwa Istihsan adalah berpaling
dari dalil syariat yang sudah ditetapkan atas suatu peristiwa atau perilaku menuju ke
hukum yang lainnya. Pengertian seperti ini masih terlalu singkat dan perlu dielaborasi
secara komprehensif. Supaya Istihsan tidak disalahmaknai sebagai sesuatu yang
dianggap baik oleh mujtahid berdasarkan akal atau hawa nafsunya tanpa
mempertimbangkan dalil syar’i. Untuk itu, penulis sertakan berbagai pendapat ulama
lintas mazhab yang menjelaskan definisi Istihsan lebih rinci.
a. Menurut Ulama Hanafiyyah
1) Al-Karkhi mengatakan :
Artinya: Berpaling dari suatu hukum menuju pada sesuatu yang secara
nyata berbeda semata-mata karena terdapat hal yang lebih kuat (untuk
memalingkan), dan hasilnya beramal dengan dalil yang telah dipertimbangkan.
2) Kemudian al-Sarakhsi, seorang ulama Hanafiyyah terkemuka menerangkan
dalam al-Mabsuth:
Artinya: Istihsan pada hakikatnya adalah dua macam qiyas. Yang
pertama, qiyas yang jelas (qiyas jali) tetapi pengaruhnya lemah dalam mencapai
tujuan syariat. Ini yang dinamakan dengan qiyas. Yang kedua adalah qiyas yang
tersembunyi (qiyas khafi) yang mempunyai pengaruh kuat. Inilah kemudian
yang dinamakan Istihsan. Maka pertimbangkan pengaruh hukumnya, jangan
melihat pada (qiyas) tersembunyi atau jelasnya.
3) Abu Husayn al-Bashari berpndapat bahwa Istihsan adalah memalingkan hasil
ijtihad yang tidak tercakup dalam teks, karena ada hukum baru yang lebih kuat
dari hukum awal, hukum tersebut sifatnya insidental dan kasuistik.
b. Menurut Ulama Malikiyyah
Golongan Malikiyyah dikenal sebagai golongan yang memakai istislah
sebagai ciri khas metode istinbat al-hukm. Namun, ternyata kalau juga mengamini
Istihsan sebagai salah satu metode ber-istinbat-nya. Bahkan Imam al-Malik sendiri
mengatakan bahwa 90% ilmu terdapat di dalam Istihsan. Maksudnya adalah
meninggalkan kemutlakan qiyas terhadap suatu masalah dan mencari alasan
pensyariatan hukum dan tujuan umumnya yang tidak lain adalah untuk
kemaslahatan umat manusia.
1) Ibn al-‘Arabi yang berpendapat:
Artinya: Istihsan adalah memilih untuk meninggalkan makna yang
dipersyaratkan dalil dengan jalan pengecualian atau rukhsah karena ada
pertentangan (hukum) dalam beberapa makna dalil tertentu.
2) Imam al-Shatibi di dalam al-Muwafaqat menjelaskan bahwa dalam mazhab
Malikiyyah, yang dimaksud dengan Istihsan adalah berpegang kepada
kemaslahatan khusus dalam berhadapan dengan dalil umum (kully).
c. Menurut Ulama Syi‘ah
‘Ali Naqi al-Haidari, seorang ulama Syi‘ah, menjelaskan bahwa Istihsan
adalah dalil yang terbetik di dalam akal seorang mujtahid yang men-tarjih qiyas khafi
atas qiyas jali atau mengecualikan dalil umum/universal atas dalil khusus/parsial.
Menurut Ja‘far al-Subhani yang memecah definisi Istihsan menjadi tiga
bagian: Secara istilah, definisi Istihsan bermacam-macam. Pertama, Istihsan adalah
meninggalkan qiyas jali menuju qiyas khafi. Kedua, meninggalkan dalil pada suatu
masalah baik yang didasarkan atas dalil qiyas atau yang lain menuju pada dalil yang
JIMMI Vol. 4, No. 3, Juni 2022
page
Nunung Nurjanah
menurut akal mujtahid dianggap baik. Ketiga, meninggalkan hukum yang ada pada
dalil syar’i yang mengatur suatu perbuatan konkrit menuju pada hukum yang lain.
d. Menurut Ulama Mu’tazilah
Artinya: Istihsan adalah tindakan seseorang (mujtahid) mengalihkan hukum
tekstual kepada hukum yang berbeda dari hukum asalaknya karena ada dalil yang
lebih kuat dari hukum asalnya tadi.
e. Menurut Ulama Kontemporer
1) Menurut Thahir Mahmud, seorang ulama Pakistan kontemporer, menjelaskan
bahwa ulama masing-masing mazhab mempunyai definisinya sendiri, tetapi
dapat disimpulkan kalau yang dimaksud dengan Istihsan adalah berpaling dari
qiyas jali pada qiyas khafi, atau pengacualian terhadap masalah juziyyah atas
masalah kulliyyah.
2) Menurut Mohammad Hashim Kamali lebih menekankan pada garis bersar
Istihsan yang terdiri dari dua aspek, yakni istihsan al-qiyasi atau Istihsan yang
berbasis pada pengalihan qiyas dan istihsan al-istithna’’i atau Istihsan yang
berbasis pada pengalihan hukum dengan dalil tertentu seperti al-jma‘, maslahah,
atau ‘urf.
2. Ke-hujjah-an Istihsan
Istihsan merupakan salah satu dalil yang penggunaannya tidak disepakati,
dibandingkan dengan dalil lain yang sudah disepakati penggunaannya seperti alQur’an, al-Sunnah, al-ijma‘, dan al-qiyas. Namun, sebenarnya sebagian orang menolak
Istihsan dari aspek pengistilahannya dalil ini saja, bukannya menolak kemaslahatannya
(mereka tidak tahu maknanya). Tetapi kalau ada yang menolak makna dan penjabaran
tentang Istihsan ini, maka mereka salah. Sebab, al-qiyas al-jali (qiyas yang terang)
yang merupakan dalil yang disepakati. Tetapi, Istihsan dipakai karena ada pengaruh
yang kuat untuk bepaling.
Muhammad Sa‘id Ramdan al-Buthi mengatakan bahwa tak pelak akan terjadi
pengingkaran terhadap dalil Istihsan. Tetapi, pengingkaran tersebut bukan terletak
pada posisi dalil tersebut yang independen dan tidak berasal dari penetapan syariat,
melainkan pada aspek penerjemahan yang tidak akurat. Jika Istihsan hanya dimaknai
sebagai dalil yang bersumber dari akal saja, maka itu adalah Istihsan yang ulama
sepakat menolaknya. Maka, Istihsan yang shar‘i adalah ber-Istihsan dengan dalil-dalil
hukum yang sudah disepakati.
Maka persoalannya sebenarnya hanya terletak pada pendefinisian Istihsan saja.
Sebab, Abu al-Hanifah memang tidak mendeskripsikan Istihsan secara detail. Dan
problem utama yang membuat Imam al-Shafi‘i tidak sepakat dengan Istihsan adalah
karena saat ia berdiskusi dengan para pengikut Abu al-Hanifah, mereka tidak mampu
menjawab pertanyaan al-Syafi‘i tentang alasan penggunaan kata Istihsan. Mereka
hanya bertaklid kepada Abu al-Hanifah. Sehingga, al-Syafi‘i menyimpulkan bahwa
Istihsan adalah penetapan hukum sesuai dengan kehendak orang yang melakukannya.
Artinya, hal-hal yang dianggap baik oleh orang yang melakukan Istihsan maka itulah
yang ditetapkan sebagai hukum, karena demikianlah arti hakikat dari Istihsan. Jadi
penetapan hukum dengan Istihsan menurut Imam al- Syafi‘i tidak memiliki metode
dan semata- mata mengikuti hawa nafsu.
Berikut pendapat-pendapat dari dua golongan yang bertentangan:
a. Golongan yang Menerima Istihsan
JIMMI Vol. 2, No. 2, June 2017 M./1438 H.
page
AKTIVITAS MEMINTA DO’A KESEMBUHAN BAGI YANG SAKIT MELALUI MEDIA AIR PERSPEKTIF
ISTIHSAN BIL URFI ( Penelitian di Kp. Kebon Kalapa Desa Ganjar Sabar Kec.Nagreg KAB. Bandung )
Menurut ulama Hanafiyyah, Malikiyyah, dan sebagian ulama Hanabilah,
Istihsan adalah dalil kuat dalam menetapkan hukum. Alasannya adalah berdasarkan
beberapa dalil berikut:
1) Ayat-ayat al-Qur’an yang berbicara tentang mengangkat kesulitan dan
kesempitan pada manusia, yaitu firman Allah Swt dalam Surat al-Baqarah ayat
185:
Artinya: Allah menghendaki kemudahan bagi kamu dan tidak menghendaki
kesukaran kepadamu.
2) Kata Istihsan secara eksplisit digunakan dalam al-Qur’an. Yakni, terdapat dalam
Surat al-Zumar ayat 18:
Artinya: (Yaitu) mereka yang mendengarkan perkataan lalu mengikuti
apa yang paling baik di antaranya. Mereka itulah orang-orang yang telah diberi
petunjuk oleh Allah dan mereka itulah orang-orang yang mempunyai akal sehat.
Dan di dalam Surat al-Zumar ayat 55:
Artinya: Dan ikutilah sebaik-baik apa yang telah diturunkan kepadamu
(alQur’an) dari Tuhanmu sebelum datang azab kepadamu secara mendadak,
sedang kamu tidak menyadarinya.
3) Hadis Nabi sebagai berikut:
Artinya: Telah mengabarkan kepada kami Ahmad ibn Ja‘far al-Qathi‘i,
Telah berkata kepada kami ‘Abdullah ibn Ah}mad ibn Hambal, Abi dan Ahmad
ibn Mani‘ telah berkata: Telah berkata Abu Bakr ibn ‘Ayyas, telah berkata
‘Ashim, dari Zar, dari ‘Abdullah berkata: Apa yang dipandang oleh umat
Muslim baik maka di sisi Allah itu baik, dan apa yang dipandang buruk maka
di sisi Allah itu buruk.
4) Hasil penelitian dari berbagai ayat dan al-Sunnah terhadap berbagai
permasalahan yang terperinci menunjukkan bahwa memberlakukan hukum
sesuai dengan kaidah umum dan qiyas adakalanya membawa kesulitan bagi
manusia. Sedangkan di sisi lain, syariat Islam ditujukan untuk menghasilkan dan
mencapai kemaslahatan manusia. Oleh sebab itu, apabila seorang mujtahid
dalam menetapkan hukum memandang bahwa kaidah umum atau qiyas tidak
tepat diperlakukan, maka ia boleh berpaling kepada kaidah lain yang dapat
memberikan hukum yang lebih sesuai dengan kemaslahatan manusia.
b. Golongan yang Menentang Istihsan
Ulama Syafi‘iyyah, Zhahiriyyah, kemudian Shi‘ah dan Mu’tazilah tidak sepakat
dengan dalil Istihsan. Alasan mereka sebagimana dikemukakan oleh Imam alSyafi‘i adalah:
1. Hukum hukum syariat itu ditetapkan berdasarkan nash (al-Qur’an dan
alSunnah) dan pemahaman terhadapnya melalui kaidah qiyas. Istihsan bukanlah
nash juga bukan qiyas. Jika Istihsan berada di luar nash dan qiyas, maka hal itu
berarti ada hukum-hukum yang belum ditetapkan Allah Swt yang tidak dicakup
dalam nash dan tidak bisa dipahami dengan kaidah qiyas. Hal ini sejalan dengan
firman Allah dalam Surat al-Qiyamah ayat 36:
Artinya: Apakah manusia mengira, dia akan dibiarkan begitu saja
(tanpa pertanggungjawaban).
2. Sejumlah ayat telah menuntut umat Islam utuk taat dan patuh kepada Allah dan
Rasul-Nya dan melarang secara tegas mengikuti hawa nafsu dalam berbagai
persoalan yang dihadapi manusia. Untuk itu, Allah Swt memerintahkan mereka
untuk merujuk al- Qur’an dan al-Sunnah, sebagaimana seruan dalam Surat alJIMMI Vol. 4, No. 3, Juni 2022
page
Nunung Nurjanah
Nisa’ ayat 59: tidak bisa dipahami dengan kaidah qiyas. Hal ini sejalan dengan
firman Allah dalam Surat al-Qiyamah ayat 36:
Artinya: Wahai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan Rasul
dan Ulil Amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang
sesuatu, maka kembalikan persoalan itu kepada Allah dan Rasul-Nya.
3. Rasulullah Saw tidak pernah mengeluarkan fatwanya berdasarkan Istihsan.
Ketika seseorang bertanya kepada Rasul tentang hukumam suami yang menzihar istrinya, beliau tidak mau memberikan jawaban atas pertanyaan tersebut
berdasarkan “sangkaan baiknya”. Tetapi, beliau terdiam dan menunggu
datangnya wahyu, yakni Surat al-Mujadilah: 2-4. Rasul juga tidak memberikan
jawaban dalam kasus li’an, tetapi beliau menunggu sampai turunnya Surat alNur: 6-9. Menurut Imam al-Syafi‘i, Rasul saja tidak mau menetapkan hukum
berdasarkan Istihsan, maka sewajarnya bagi umat Islam untuk tidak menetapkan
hukum berdasarkan Istihsan.
c. Kritik Ulama terhadap Pengingkaran Istihsan
Untuk merespons golongan yang tidak sepakat dengan Istihsan, ulama
Hanafiyyah berargumen bahwa Istihsan bukanlah dalil yang didasarkan atas apa
yang dianggap baik oleh seseorang saja. Lebih dari itu Istihsan adalah bentuk lain
dari qiyas, lebih tepatnya qiyas khafi. Maka dapat disimpulan bahwa Istihsan bukan
dalil yang mandiri, independen yang terlepas darisyariat. Istihsan adalah bagian dari
qiyas yang secara substansial disepakati oleh ulama Syafi‘iyyah sendiri.
3. Syarat-syarat Istihsan
Dalam penetapan hukum istihsan ini, para ulama fiqh menetapkan persayaratan
sebagai berikut:
a. Tidak boleh bertentangan dengan maqasid syariah, dalil-dalil kulli, dan juz’i yang
qath’i wurud dan dalalahnya, dari nash Al-Qur’an dan Al-Sunnah.
b. Kemaslahatan tersebut harus bersifat rasional, artinya harus ada penelitian dan
pembahasan, hingga yakin hal tersebut memberikan manfaat atau menolak
kemudaratan, bukan kemaslahatan yang dikira-kirakan.
c. Kemaslahatan tersebut bersifat umum.
d. Pelaksanaannya tidak menimbulkan kesulitan yang tidak wajar.
4. Ragam Istihsan dan Contohnya
Secara umum, di dalam kitab-kitab karangan ulama Hanafiyyah ada empat macam
Istihsan: Istihsan bi al-nas, Istihsan bi al-ijma‘, Istihsan bi al-darurah, dan Istihsan bi alqiyas al-khafi. Sedangkan menurut ulama Malikiyyah: Istihsan bi al-ijma‘, Istihsan bi al‘urf, Istihsan bi al-maslahah al-mursalah atau Istihsan bi raf’ al-haraj.
Penulis memilih pembagian Istihsan secara universal. Artinya tidak
mendikotomikan jenis Istihsan tertentu dari salah satu ulama. Bahkan Iskandar Usman
juga menyebut pengesampingan perkara yang menjadi wewenang Jaksa Agung termasuk
juga ke dalam Istihsan. Berikut di antara macam-macam Istihsan yang penulis himpun
dari berbagai kitab klasik maupun modern:
a. Istihsan al-Qiyasi
Penamaan Istihsan dengan qiyas tersembunyi—berlawanan dengan qiyas
terang-terangan (al-qiyas al-jali) karena didalamnya terkandung maslahat atau
kebaikan. Dan Istihsan jenis ini diberlakukan karena ada alasan yang kuat (untuk
berpaling dari hukum asal).
Abd al-Wahab Khalaf memberikan contoh menarik yaitu terkait sisa air yang
diminum oleh burung buas seperti: burung bangkai, burung gagak, burung elang, dsb
JIMMI Vol. 2, No. 2, June 2017 M./1438 H.
page
AKTIVITAS MEMINTA DO’A KESEMBUHAN BAGI YANG SAKIT MELALUI MEDIA AIR PERSPEKTIF
ISTIHSAN BIL URFI ( Penelitian di Kp. Kebon Kalapa Desa Ganjar Sabar Kec.Nagreg KAB. Bandung )
itu najis menurut qiyas tetapi suci menurut Istihsan. Burung buas tadi di-qiyas- kan
dengan predator buas seperti macan atau serigala yang meminum air. Hukumnya air
tadi mengikuti hukum daging hewannya. Kalau yang meminum hewan buas apapun
jenisnya maka airnya ikut haram. Tetapi, Istihsan melihatnya bahwa yang najis itu
karena predator meminum air dengan mulutnya yang tercampur air liur yang dihasilkan
dari daging hewan tersebut. Sedangkan burung buas minum melalui paruhnya. Paruh
itu adalah tulang yang suci dan tidak terikat dengan daginnya ataupun air liurnya yang
najis. Maka hukumnya air tadi jadi suci.
b. Istihsan al-Istithna’i
1) Istihsan bi al-Nash
Istihsan bi al-nash adalah hukum pengecualian berdasarkan nash (al-Qur’an
dan al-Sunnah) dari kaidah umum yang berlaku pada kasus-kasus serupa. Atau
dapat diartikan pula dengan beralih dari norma umum dalam nash dan
mengaplikasikan ketentuan-ketentuan khusus untuk kasus yang khusus pula.
Dalam hal ini bukan berarti ada penolakan atas teks al-Qur’an maupun al-Sunnah.
Hanya saja dalam pengaplikasiannya secara kasuistik, mujtahid memperhatikan
ketentuan lain yang ada pada al-Qur’an maupun al-Sunnah.
Contohnya, menurut kaidah umum makan dalam keadaan lupa di siang hari
Ramadan membatalkan puasa seseorang karena rukun dasarnya telah rusak yaitu
imsak (menahan diri dari hal-hal yang membatalkan puasa, yang di dalamnya
termasuk makan) di siang harinya. Namun, al-Sunnah Rasulullah Saw menegaskan
bahwa makan dalam keadaan puasa di siang hari Ramadan tidak membatalkan
puasa:
Artinya: Telah menceritakan kepada kami Musa ibn Isma‘il. Dari Abu
Ayyub, Habib, dan Hisham. Dari Muhammad ibn Sirin. Dari Abu Hurayrah
berkata: Seorang laki laki datang kepada Nabi Saw dan berkata: Ya Rasulullah,
sungguh aku telah makan dan minum dalam keadaan lupa padahal saya sedang
puasa. Kemudian Rasul Saw bersabda: Allah Swt telah memberi makan dan minum
kepadamu.
Kemudian, dalam persoalan wasiat. Qiyas tidak mengakui kebolehannya.
Karena pada dasarnya, kepemilikan seseorang terhadap hartanya telah usai saat ia
meninggal. Maka ketika meinggal ia tidak berhak mengatur penggunaan atas
hartanya lagi, termasuk wasiat kecuali ada pengecualiannya. Pengecualian tadi ada
di dalam al-Qur’an Surat al-Nisa’:
Artinya: Sesudah dipenuhi wasiat yang diwasiatkannya atau sesudah
dibayar utangnya.
2) Istihsan bi al-ijma ‘
Contoh yang paling mudah adalah larangan jual beli terhadap barang yang
tidak ada di tempat saat akad (bay‘al-ma‘dum). Kemudian, ulama Hanafiyyah dan
ahli ilmu yang lain ber-Istihsan atas kebolehan istisna‘. Yakni dalam hal industri,
seorang tukang pengerajin kayu akan membuatkan pesanan sesuai dengan sifatsifat barang yang sudah disebut saat akad. Praktik seperti ini ada landasan ijma‘JIMMI Vol. 4, No. 3, Juni 2022
page
Nunung Nurjanah
nya yang hukumnya berbeda dari keumuman nash, yakni al- Sunnah Nabi Saw
tentang larangan jual beli yang barangnya tidak ada di tempat. Maka dapat
dikatakan kalau ijma’ adalah pengecualian (bentuk Istihsan) terhadap keumuman
nash.
3) Istihsan bi al-‘Urf
Contoh Istihsan yang berlandaskan ‘urf adalah kebolehan mewakafkan
benda bergerak seperti buku-buku dan perkakas alat memasak. Menurut ketentuan
umum perwakafan, seperti dikemukakan Abdul Karim Zaidan, wakaf hanya boleh
atas harta benda yang bersifat kekal dan berupa benda tidak bergerak seperti tanah.
Dasar kebolehan mewakafkan benda bergerak tersebut adalah adat kebiasaan di
berbagai negri yang melegalkan praktik wakaf tersebut.
4) Istihsan bi al-Maslahah al-Mursalah
Yakni mengecualikan ketetntuan hukum yang berlaku umum berdasarkan
kemaslahatan. Misalnya menetapkan sahnya hukum wasiat yang ditunjukan untuk
keperluan yang baik dari orang yang berada di bawah pengampuan.
5) Istihsan bi al-Darurah
Yaitu suatu keadaan darurat yang mendorong mujtahid untuk
mengecualikan ketentuan qiyas yang berlaku umum kepada ketentuan lain yang
memenuhi kebutuhan mengatasi keadaan darurat. Sebagai contoh, menghukumi
sucinya air sumur atau kolam yang kejatuhan najis dengan cara menguras airnya.
Menurut ketentuan umum tidak akan pernah suci walau dikuras airnya. karena akan
menyumber terus dari mata air. Maka cukup dengan dikuras semampunya, atau
paling tidak sampai setengah dari air di dalam kolam.
B. Berdo’a Melalui Media Air
1. Pengertian Do’a
Kata do’a berasal dari kata dasar “ و- ع- “ دyang berarti kecenderungan kepada
sesuatu pada diri kita melalui suara dan kata- kata. Sementara Ibrahim Anis
mengartikan sebagai “menuntut sesuatu atau mengharapkan kebaikan.” Dari kata ini
terbentuklah menjadi kata jadian (masdâr), yaitu دعو ة- "دعا اyang mempunyai arti
bermacam-macam”. Bisa berarti do’a dalam konteks permohonan, memanggil,
mengundang, meminta, menamakan, mendatangkan, dan lain-lain. Perubahan arti ini
disebabkan karena penempatannya dalam sebuah kalimat. Bila kata itu dikaitkan
dengan Allah bisa berarti dengan do’a dan ibadah (hablum minallâh). Bila bersumber
dari yang lebih tinggi kepada yang lebih rendah, maka berarti perintah. Sebaliknya bila
dari yang lebih rendah kepada yang lebih tinggi, maka itulah yang dinamakan harapan
atau. Sedangkan mengajak orang kepada kebaikan dan kebajikan (hablum minan-nâs)
disebut dakwah. Orang yang berdakwah dan berdo’a disebut dâ’i.9
Sementara pengertian do’a secara leksikal adalah menyeru kepada Allah dan
memohon bantuan dan pertolongan kepadanya. Sementara yang lainnya
mendefenisikannya sebagai seruan, permintaan, permohonan, pertolongan dan ibadah
kepada Allah swt. Agar supaya terhindar dari mara bahaya dan mendapatkan manfaat.
Dari pengertian ini dapat dipahami bahwa do’a adalah permintaan atau permohonan
kepada Allah melalui ucapan lidah atau getaran hati dengan menyebut asmâ Allah
yang baik, sebagai ibadah atau usaha memperhambakan diri kepada-Nya.10
9
Wildan Salim,2011 , DOA DALAM PERSPEKTIF AL-QUR’AN, Jurnal Al-Ulum Vol 11 ,hal 65
Wildan Salim,2011 , DOA DALAM PERSPEKTIF AL-QUR’AN, Jurnal Al-Ulum Vol 11 ,hal 66
10
JIMMI Vol. 2, No. 2, June 2017 M./1438 H.
page
AKTIVITAS MEMINTA DO’A KESEMBUHAN BAGI YANG SAKIT MELALUI MEDIA AIR PERSPEKTIF
ISTIHSAN BIL URFI ( Penelitian di Kp. Kebon Kalapa Desa Ganjar Sabar Kec.Nagreg KAB. Bandung )
2. Pengertian Air
Air adalah unsur yang memiliki peran paling penting dalam kehidupan setiap
makhluk yang hidup di muka bumi ini. Pernyataan tersebut adalah salah satu
pengertian air secara umum.11
Air merupakan unsur utama penyusun kehidupan bagi makhluk hidup,
khususnya manusia dalam melakukan aktivitas. Pemanfaatan air bagi kelangsungan
hidup manusia tidak hanya sekedar pemenuhan kebutuhan sehari-hari dalam
melaksanakan aktivitas secara umum, seperti minum, mandi, dan lainnya. Air ternyata
mempunyai peran sangat penting bagi proses kehidupan yang ada dan terjadi di dalam
tubuh manusia. Kandungan air pada tubuh manusia jumlahnya jauh lebih besar bila
dibanding dengan kandungan zat-zat yang lain. Kandungan air pada tubuh bayi bisa
mencapai 75%-80% yang kemudian seiring dengan pertumbuhan tubuhnya,
kandungan air pada manusia dewasa berkurang hingga mencapai 60%-65% untuk pria
dan 50%-60% untuk wanita. Otak manusia juga terdiri dari 85% kandungan air,
sedangkan tulang terdiri dari 10%-15% kandungan air.
Tanpa adanya air, manusia tidak dapat hidup dan melakukan aktivitasnya.
Kesadaran manusia akan pentingnya peran air dalam kehidupannya kini semakin
meningkat. Telah banyak penelitian dilakukan oleh para ahli berkaitan dengan air yang
menghasilkan berbagai temuan pemanfaatan air bagi manusia. Salah satu temuan yang
telah berkembang dan populer saat ini adalah air merupakan salah satu obat terbaik
untuk menyembuhkan berbagai penyakit.
. Air sebagai media pengobatan penyakit ini diperkuat oleh hasil penelitian dari
Dr. Masaru Emoto dalam bukunya The Message from Water, yang menyatakan bahwa
air memiliki prinsip dasar dalam pengobatan karena air memiliki gelombang dan
resonansi baik di dalam maupun di luar tubuh (2000: 118). Emoto menyatakan pula
bahwa jika tubuh berpenyakit itu pertanda gelombangnya mengalami gangguan, dan
cara terbaik untuk menyembuhkannya dengan menyeimbangkan gelombang tersebut
dengan air yang diberi frekuensi sama dengan tubuh. (2000: 135). Hasil penelitian dari
Emoto ini menjadi salah satu bukti bahwa air berperan penting dalam kelangsungan
hidup manusia. Namun demikian penelitian tersebut baru dilakukan beberapa dekade
yang lalu, sedangkan di dalam ajaran Islam telah tertulis 14 abad yang lalu dalam Al
Qur’an yaitu: “Dan Kami ciptakan dari air segala sesuatu yang hidup...” (QS. AlAnbiya [21]:30). Ayat ini menegaskan bahwa air adalah sendi kehidupan dan
satusatunya perantara yang mengandung zat penting berupa mineral yang diperlukan
oleh makhluk hidup, khususnya manusia.
Pemanfaatan air sebagai media penyembuhan penyakit yang dilakukan oleh
masyarakat muslim telah berlangsung lama. Di Masjidil Haram setiap hari ratusan,
hingga ribuan umat Islam meminum air zam- zam. Mereka meyakini bahwa air
tersebut memiliki khasiat pengobatan, di samping dapat menghilangkan rasa haus yang
menimpa setelah melaksanakan ibadah, thawaf, sai, shalat, dan tilawah Qur’an. Air
sebagai media untuk mengobati penyakit, bahkan Al Qur’an menjelaskan
keistimewaan air sebagai obat atau penyembuh penyakit melalui kisah Nabi Ayyub
AS yang dilanda penyakit kulit dalam Q.S. Shad [38]: 41-42: “Dan ingatlah akan
hamba Kami Ayyub ketika dia menyeru Rabb-nya:’Sesungguhnya aku diganggu setan
dengan kepayahan dan siksaan’ (Allah berfirman), ‘Hantamkanlah kakimu; Inilah air
yang sejuk untuk mandi dan untuk minum’.”, dan seketika itu pula penyakit yang ada
11
https://www.geologinesia.com/2018/05/apa-itu-air.html, diakses pada hari sabtu 13 Agustus 2022,
12.04 wib
JIMMI Vol. 4, No. 3, Juni 2022
page
Nunung Nurjanah
di tubuh Nabi Ayyub AS sembuh atas izin Allah. Rasulullah SAW juga menjelaskan
salah satu rahasia Air dalam pengobatan dalam salah satu hadist beliau. Dari Nafi’i,
dari Abdullah bin Umar, bahwasannya Nabi Muhammad SAW bersabda:
“Sesungguhnya panas demam itu berasal dari hembusan neraka Jahannam, maka
dinginkanlah itu dengan air. [Hadist ini dikeluarkan oleh Al-Bukhari, Muslim, AnNasa’i, Ad-Daraquthni] (Shalih, 2012: 586).12
C. Deskripsi Aktivitas Meminta Do’a Kesembuhan Bagi yang Sakit Melalui Media Air
Kebiasaan aktivitas meminta do’a kesembuhan bagi yang sakit melalui media air
ini sudah tidak asing lagi di telinga masyarakat di Desa Ganjar Sabar kec. Nagreg Kab.
Bandung ini bahkan sudah berlangsung sejak dahulu . sehingga sebagian masyarakat di
Desa Ganjar Sabar ini masih sering meminta doa melalui media air baik didoakan oleh
Kiyai maupun oleh sendiri sebagai salah satu ikhtiar untuk memperoleh kesembuhan
kepada Allah SWT.
Air memainkan peranan penting karena dinilai sebagai media transformasi utama
untuk menjaga keseimbangan tubuh. Kekurangan air dapat membahayakan kesehatan
tubuh karena menjadi penghambat proses regenerasi sel dan penumpukan racun sisa
metabolisme tubuh yang tidak terbuang dengan baik, sehingga dapat menimbulkan
berbagai keluhan, rasa sakit dan sebagainya.
Islam telah menuliskan sejak 14 abad yang lalu tentang air sebagai mukjizat
ilmiah terbesar dalam Al Qur’an. Allah SWT menyebutkan bahwa salah satu fungsi air
adalah menyucikan: “(Ingatlah), ketika Allah membuat kamu mengantuk untuk memberi
ketenteraman dari-Nya, dan Allah menurunkan air (hujan) dari langit kepadamu untuk
menyucikan kamu dengan (hujan) itu dan menghilangkan gangguan-gangguan setan
dari dirimu dan untuk menguatkan hatimu serta memperteguh telapak kakimu (teguh
pendirian)” Q.S. Al – Anfal: 11 Ayat tersebut menyebutkan bahwa air memiliki fungsi
untuk menyucikan.
Hal ini dapat diartikan bahwa air memiliki kemampuan untuk membersihkan
segala kotoran dan zat-zat berbahaya yang ada di dalam tubuh manusia, baik secara fisik
maupun non fisik. Fungsi air dalam hal ini dipertegas kembali dalam Surat Al – Ma’idah
ayat 6. Dalam surat tersebut Allah SWT memerintahkan kita untuk berwudu sebelum
melaksanakan sholat dan aktivitas ibadah lainnya. Keistimewaan air sebagai obat atau
penyembuh penyakit melalui kisah Nabi Ayyub AS yang dilanda penyakit kulit dalam
Q.S. Shad [38] ayat 41-42.
Ayat-ayat ini menjadi bukti bahwa Islam telah
menjelaskan pemanfaatan air yang baik bagi kesehatan manusia. Implementasi dari ayatayat tersebut dijabarkan secara rinci melalui sunnah-sunnah yang dilakukan oleh
Rasulullah SAW.
Masyarakat di Kp. Kebon Kalapa Desa Ganjar Sabar merespon baik dan
mendukung aktivitas meminta doa kesembuhan bagi yang sakit melalui media air tersebut
selama tidak bertentangan dengan syariat dan tetap syaratnya, seseorang harus berdoa
terlebih dahulu kepada Allah. Karena Allah lebih senang kita meminta kepada-Nya
dengan bahasa hati kita. Setelah itu kita berwasilah, minta doa dari orang saleh dan ulama.
Sebagian masyarakat disini punya keyakinan kuat kepada kyai, guru atau orang
saleh yang kuat agamanya. Sehingga ketika sakit pun meminta doa kepada kyai, ulama
12
Sri Rijati Wardiani, dan Djarlis Gunawan. 2017, AKTUALISASI BUDAYA TERAPI AIR SEBAGAI
MEDIA PENGOBATAN OLEH JAMAAH DI PESANTREN SURYALAYA PAGERAGEUNG TASIKMALAYA.
Dharmakarya: Jurnal Aplikasi Ipteks untuk Masyarakat Vol. 6, No. 1, hal 34
JIMMI Vol. 2, No. 2, June 2017 M./1438 H.
page
AKTIVITAS MEMINTA DO’A KESEMBUHAN BAGI YANG SAKIT MELALUI MEDIA AIR PERSPEKTIF
ISTIHSAN BIL URFI ( Penelitian di Kp. Kebon Kalapa Desa Ganjar Sabar Kec.Nagreg KAB. Bandung )
atau orang-orang yang mereka anggap berilmu pengetahuan dan hebat ilmu agamanya.
Tak sedikit dari mereka meminta didoakan agar penyakit mereka segera sembuh. Karena
dipercaya orang saleh doanya lebih dekat dengan Allah. Doa dan zikirnya mujarab untuk
kesembuhan.
Jika kita minta doa tabarak dengan doa itu, berwasilah agar didoakan kepada
Allah maka diperbolehkan. Kita juga bisa berdoa sendiri dan bisa saling mendoakan,"
Nabi Muhammad juga saling bertemu dan mendoakan dengan para sahabat. Dan adab
seperti itu, menurut tokoh agama di Desa Ganjar Sabar menjadi hal yang lumrah dan
diperbolehkan. Dalil yang membolehkan hal tersebut ada pada QS. Al-Maidah [5] ayat
35, yang artinya, “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan
carilah wasilah (jalan) yang mendekatkan diri kepada-Nya, dan berjihadlah pada jalanNya, supaya kamu mendapat keberuntungan”
Hal inilah yang menjadi landasan dasar sebagian masyarakat Desa Ganjar Sabar
menggunakan media air sebagai salah satu tawasul dan ikhtiar untuk meminta
kesembuhan bagi yang sakit. Namun harus tetap dilandasi oleh pemahaman bahwa hanya
dengan izin Allah SWT kesembuhan itu dapat terwujud. Hal ini selalu diungkapkan dan
diingatkan oleh para Ustadz ataupun tokoh Agama di Desa Ganjar Sabar agar jamaah
tidak masuk ke dalam wilayah syirik atau menyekutukan Allah SWT.13
Analisis
Doa merupakan salah satu sarana untuk berkomunikasi antara hamba dengan Allah
swt dalam keadaan tertentu. Didefinisikan juga sebagai seruan, permintaan, permohonan,
pertolongan dan ibadah kepada Allah swt. Agar terhindar dari mara bahaya dan mendapatkan
manfaat. Air ternyata mampu memberikan efek pengobatan terhadap berbagai jenis penyakit
manusia. Seorang pengidap penyakit batu ginjal misalnya, disarankan oleh dokter untuk
banyak mengkonsumsi air putih. Penyakit demam berdarah, diare, darah tinggi, dan penyakit
lainnya juga disarankan untuk banyak meminum air putih.
Air sebagai media untuk menyembuhkan penyakit pada dasarnya telah berkembang
sejak lama dan dengan beragam cara yang berbeda untuk setiap suku, tradisi, tempat,
wilayah atau negara, khususnya dalam dunia pengobatan tradisional/alternatif. Hal ini dapat
dilihat dari fenomena seperti masyarakat di desa Ganjar Sabar menggunakan air yang diberi
doa, mantra atau sejenisnya untuk menangkal berbagai penyakit fisik dan non fisik.
Aktivitas tersebut telah berlangsung turun temurun dan sampai saat ini masih
digunakan. Air sebagai media pengobatan penyakit ini diperkuat oleh hasil penelitian dari
Dr. Masaru Emoto dalam bukunya The Message from Water, yang menyatakan bahwa air
memiliki prinsip dasar dalam pengobatan karena air memiliki gelombang dan resonansi baik
di dalam maupun di luar tubuh (2000: 118). Emoto menyatakan pula bahwa jika tubuh
berpenyakit itu pertanda gelombangnya mengalami gangguan, dan cara terbaik untuk
menyembuhkannya dengan menyeimbangkan gelombang tersebut dengan air yang diberi
frekuensi sama dengan tubuh.
Tokoh Agama Kp.Kebon Kalapa desa Ganjar Sabar mengemukaan bahwa Aktivitas
meminta do’a kesembuhan bagi yang sakit ini sudah ada sejak jaman dahulu bahkan nabi
pun pernah melakukannya. Pernah Nabi membacakan (ayat qur’an dan doa-doa yang
ma’tsur) pada air untuk Tsabit bin Qais radhiallahu’anhu lalu memerintahkan ia untuk
memercikkan air tersebut pada dirinya, sebagaimana diriwayatkan oleh Abu Daud dalam
kitab Ath Thib dengan sanad yang hasan. Riwayat tentang Al-Fatihah. Dalam sebuah hadits
13
Bapak Udin, Hasil Wawancara dengan salah satu Tokoh Agama di DKM Masjid Jami Annurjanah Kp.
Kebon Kalapa Desa Ganjar Sabar Kec. Nagreg
JIMMI Vol. 4, No. 3, Juni 2022
page
Nunung Nurjanah
dari Abu Sa’id Al-Khudri, bahwa ada sekelompok sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam dahulu berada dalam safar (perjalanan jauh), lalu melewati suatu kampung Arab.
Kala itu, mereka meminta untuk dijamu, namun penduduk kampung tersebut enggan untuk
menjamu. Penduduk kampung tersebut lantas berkata pada para sahabat yang mampir,
“Apakah di antara kalian ada yang bisa meruqyah (melakukan pengobatan dengan membaca
ayat-ayat al-qur’an) karena pembesar kampung tersebut tersengat binatang atau terserang
demam.” Di antara para sahabat lantas berkata, “Iya ada.” Lalu ia pun mendatangi pembesar
tersebut dan ia meruqyahnya dengan membaca surat Al-Fatihah. Akhirnya, pembesar
tersebut sembuh. 14
Tenaga medis atau kesehatan pun mengemukakan bahwa terapi Air yang sudah
didoakan dapat di kombinasikan dengan terapi medis, karena itu jarang atau bahkan belum
terjadi di rumah sakit.15 dan pada sebuah kasus air sungai yang bias kembali bersih setelah
diterpa bebatuan sungai yang mana itu merupakan penyulingan alami sama halnya dengan
air, air akan berubah bentuk molekulnya sesuai dengan sugesti(do’a) yang kita ucapkan
khususnya air Zam-zam yang molekulnya paling komplek dan sempurna disbanding air
lainnya, maka dari itu air zam-zam sering dijadikan terapi.16 Dan tenaga medis di kec.Nagreg
pun menambahkan bahwa dengan keyakinan terapi air yang didoakan tersebut itu bisa
memberikan sugestip positif, semangat positif, sehingga bias mempercepat proses
penyembuhan.
Ini diperkuat dengan penelitian oleh salah seorang berkebangsaan Jepang, Dr.
Masaru Emoto (22 Juli 1943 – 17 Oktober 2014). Penelitian beliau menghasilkan karya yang
dibukukan dengan judul The Hidden Message in Water dan The True Power of Water, yang
dikemudian hari mungkin sebagian dari kita juga ada yang telah membaca sebuah karya
berjudul The Untrue Power of Water oleh Yoroshii Haryadi dan Azaki Karni.
Air bisa “mendengar” kata-kata, air bisa “membaca” tulisan, dan air bisa “mengerti”
pesan. Dr. Masaru Emoto menjelaskan bahwa air bersifat bisa merekam pesan, seperti pita
magnetic atau compact disk (dalam buku The Hidden Message in Water). Semakin kuat
konsentrasi pemberi pesan atau pemberi do’a, maka semakin dalam pula pesan yang akan
tercetak di dalam molekul-molekul air tersebut. Partikel Kristal air terlihat menjadi “indah”
dan “mengagumkan” apabila memperoleh reaksi positif dari sekitarnya, misalnya dengan
kegembiraan dan kebahagian, atau kata-kata yang baik dan positif. Namun partikel kristal
air terlihat menjadi “buruk” dan “tidak sedap dipandang mata” apabila mendapat efek negatif
dari sekitranya atau kata-kata yang tidak baik.
Dr. Masaru Emoto menegaskan bahwa ada kemungkinan seseorang dapat sembuh
setelah meminum air yang sudah di do’akn karena air yang bersifat menyampaikan pesan
dari orang yang mendo’akannya. Selain Dr. Masaru Emoto, di Indonesia dr. H. Tb. Erwin
Kusuma, Sp.KJ, spesialis kedokteran jiwa yang mendalami bidang psikiatri spiritual dari
Klinik Prorevital ini juga menjelaskan bahwa air yang dikonsumsi dalam keadaan baik, bisa
menyehatkan. Fungsi menyehatkan itu akan lebih efektif bila air dibubuhi do’a atau dialiri
bioenergi kita sendiri. Lebih lanjut, dr. Erwin menjelaskan air yang telah diberi do’a (energi
ilahi) atau bioenergi (energi insani) bisa menyembuhkan semua penyakit akibat gangguan
metabolisme.17
14
Muna Khairiatul,Air Bisa Mendengar: 2020 diakses pada rabu 10 Agustus 2022 . https://www.uinantasari.ac.id/air-bisa-mendengar/
15
Ibu Sari Anggraeni hasil wawancara dengan Perawat di kec. Nagreg
16
Dr.Heizy Priastuti Hasil wawancara dengan Tenaga kesehatan di Kec Nagreg
17
Muna Khairiatul,Air Bisa Mendenga r: 2020 diakses pada rabu 10 Agustus 2022 . https://www.uinantasari.ac.id/air-bisa-mendengar/
JIMMI Vol. 2, No. 2, June 2017 M./1438 H.
page
AKTIVITAS MEMINTA DO’A KESEMBUHAN BAGI YANG SAKIT MELALUI MEDIA AIR PERSPEKTIF
ISTIHSAN BIL URFI ( Penelitian di Kp. Kebon Kalapa Desa Ganjar Sabar Kec.Nagreg KAB. Bandung )
Berdasarkan hasil interview yang menyatakan bahwa aktivitas meminta do’a
kesembuhan bagi yang sakit di perbolehkan dan tidak bertentangan dengan Alqur’an dan
Hadis selama Niat kita memang semata- mata ingin mendapatkan kesembuhan dari Allah
SWT, ada manfaatnya juga bagi masyarakat maka ini di perbolehkan termasuk aktivitas
tersebut. Dan mengenai Syarat urf kebiasaan aktivitas meminta doa kesembuhan bagi yang
sakit melalui media air ini tidak ada yang melenceng, Urf dapat diterima sebagai salah satu
lanadasan hukum jika memenuhi syarat sebagai berikut :
Para ulama sepakat bahwa tidak semua urf bisa dijadikan sebagai dalil untuk
menetapkan hukum Islam. 'urf dapat diterima sebagai salah satu landasan hukum jika
memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
a. Tidak bertentangan dengan syariat
b. Tidak menyebabkan kemafsadahan dan tidak menghilangkan kemaslahatan;
c. Telah berlaku umum di kalangan kaum muslim;
d. Tidak berlaku dalam ibadah madhoh
e. Urf tersebut sudah memasyarakat saat akan ditetapkansebagai salah satu patokan hukum.
Para ulama ushul fiqh menyatakan bahwa ‘urf dapat dijadikan sebagai salah satu dalil
dalam menetapkan hukum syara’, jika memenuhi syarat sebagai berikut:
a. ‘Urf bernilai maslahat dan dapat diterima akal sehat syarat ini merupakan kelaziman
bagi ‘urf yang shahih sebagai persyaratan untuk diterima secara umum.
b. ‘Urf berlaku umum Artinya ‘urf itu berlaku dalam mayoritas kasus yang terjadi di
Tengah -tengah masyarakat dan keberlakuannya dianut oleh mayoritas masyarakat.18
SIMPULAN
Berdasarkan Hasil interview dan juga hasil temuan-temuan di lapangan, maka dapat
disimpulkan bahwa Aktivitas meminta doa kesembuhan bagi yang sakit melalui media air
sudah menjadi hal yang lumrah bahkan menjadi kebiasaan sebagian masyarakat Kp.Kebon
Kalapa Desa Ganjar Sabar kec.Nagreg . Setelah mendapatkan temuan-temuan dan di
sandingkan dengan analisis urf maka aktivitas tersebut dapat menimbulkan hal-hal yang
positif dan manfaat yang baik serta tidak bertentangan dengan urf selama kita melaksanakan
juga niatnya sesuai dengan syariat dan tetap syaratnya, seseorang harus berdoa terlebih
dahulu kepada Allah. Karena Allah lebih senang kita meminta kepada-Nya dengan bahasa
hati kita. Setelah itu kita berwasilah, minta doa dari orang saleh dan ulama.
Air yang telah diberikan do’a-do’a maupun air yang tanpa pemberian do’a pada
faktanya sama-sama penting dalam kehidupan. Air merupakan bagian yang penting dari
tubuh kita agar tubuh kita dapat bekerja dengan baik. Beberapa manfaat air bagi kesehatan,
diantaranya seperti mengeluarkan sampah-sampah tubuh, mengatur suhu tubuh, serta
membantu fungsi otak dan otot. Selain itu, fakta lainnya adalah air juga penting untuk
lingkungan dan perekonomian.
Jauh sebelum Dr. Masaru Emoto dan dr. Erwin Kusuma menyatakan bahwa air bisa
mendengar dan adanya kemungkinan seseorang akan sembuh setelah meminum air yang di
do’akan, Islam telah mengajarkan sejak diutusnya Nabi Muhammad SAW untuk membaca
do’a sebelum dan sesudah makan, meminum air dengan membaca basmallah, bahkan Nabi
juga pernah menjenguk pimpinan lawan perangnya yang sakit dan memberikan segelas air
yang telah dibacakan do’a agar pimpinan lawan perangnya sembuh.
18
Muhammad Ma’Sum Zainy al-Hasyimy,Sistematika Teori Hukum Islam (Qowa’id
Fiqhiyyah) (Jombang: Darul Hikmah Jombang, 2010).
JIMMI Vol. 4, No. 3, Juni 2022
page
Nunung Nurjanah
Al-Quran semuanya berkah, berpahala, baik, dan juga penyembuh. Sehingga jika ada
orang yang meminum air yang telah dibacakan ado’a dengan keyakinan semua bias sembuh
atas izin Allah , maka hal itu tidak mengapa. Sehingga aktivitas meinta doa kesembuhan
bagi yang sakit melalui media air dilihat dari aspek urf, itu merupakan jenis urf shahih yang
tidak bertentangan dengan al-Quran, al-Hadis dan logika. Selain itu, aktivitas atau tradisi ini
sudah menjadi kebiasaan ,ini diperbolehkan secara Urf bahkan memiliki nilai-nilai positif
yang baik , dan tradisi ini dapat dibolehkan secara istihsan .
DAFTAR PUSTAKA
Al-Hasyimy Zainy Ma’sum Muhammad, Sistematika Teori Hukum Islam (Qowa’id
Fiqhiyyah) (Jombang: Darul Hikmah Jombang, 2010).
Bapak Udin, Hasil Wawancara dengan salah satu Tokoh Agama di DKM Masjid Jami
Annurjanah Kp. Kebon Kalapa Desa Ganjar Sabar Kec. Nagreg.2022
Dr.Heizy Priastuti Hasil wawancara dengan Tenaga kesehatan di Kec Nagreg .2022
Geologinesia, https://www.geologinesia.com/2018/05/apa-itu-air.html, diakses pada hari
sabtu 13 Agustus 2022, 12.04 wib
Ibu Sari Anggraeni hasil wawancara dengan Perawat di kec. Nagreg.2022
Kartini
Kartono ,“Pengantar Metodologi Riset Sosial, Cetakan Ketujuh ”, (Bandung:
Mandar Maju,1996)
M. Quraish Shihab, Wawasana al-Qur’an tentang Zikir dan Do’a, (Cet. I, Jakarta: Lentera
Hati, 2006).
M. Sitorus, Sosiologi, Jakarta, Erlangga, 2000.
Moeleong, Metodologi Penelitian Kualitatif , Bandung, Rosda Karya, 2007.
Muna Khairiatul,Air Bisa Mendengar: 2020 diakses pada rabu 10 Agustus 2022
https://www.uin-antasari.ac.id/air-bisa-mendengar/
Salim Wildan, 2011 , DOA DALAM PERSPEKTIF AL-QUR’AN, Jurnal Al-Ulum Vol 11
Sanusi Anwar, Metodologi Penelitian Bisnis, Jakarta, Salemba Empat, Cet. Ke-3, 2013.
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan Kombinasi (Mixed Methods),
Bandung,Alfabeta, 2015.
Wardiani Sri Rijati, dan Gunawan Djarlis. 2017, AKTUALISASI BUDAYA TERAPI AIR
SEBAGAI MEDIA PENGOBATAN OLEH JAMAAH DI PESANTREN SURYALAYA
PAGERAGEUNG TASIKMALAYA. Dharmakarya: Jurnal Aplikasi Ipteks untuk
Masyarakat Vol. 6, No. 1
JIMMI Vol. 2, No. 2, June 2017 M./1438 H.
page