JIMMI 4 (3) (2022)
DOI: ………………………
http://ejournal.stai-aljawami.ac.id/index.php/jimmi
e-ISSN:
ANALISIS ISTIHSAN TERHADAP PENGAJARAN AGAMA DENGAN
METODE TEPUK
Ratna Suminar
Pendidikan Anak Usia Dini
Email: ratsu84@gmail.com
Udin Juhrodin
Pendidikan Agama Islam
Email: udinjuhrodin@gmail.com
ABSTRACT
Teaching religion with the pat method is one of the methods applied or carried out by the teachers
at RA Al-Ihsan Rancaekek. This pat method is intended to teach the teachings of islam to children in
away that is fun for children. This study aims to determine istihsan’s perspective on religious
teaching with the pat method at RA Al-Ihsan Rancaekek. This research uses descriptive qualitative
with data collection through interview. The research subjects were teachers, parent/ guardian of
student, and local religious leaders. The results showed that teaching religion with the pat methode
was carried out before teaching the actual practice of worship to children, as well as providing fun
teaching for early childhood, but religion said that patting was haram. The conclusion of this
research is that teaching religion using the pat method in istihsan analysis does not conflict with the
Qur’an, al-hadits if is only used for children as a learning method.
Keywords: The pat method, positive value, istihsan.
ABSTRAK
Pengajaran agama dengan metode tepuk adalah salah satu metode yang diterapkan atau dilakukan
oleh para pengajar di RA Al-Ihsan Rancaekek. Metode tepuk ini dimaksudkan untuk mengajarkan
ajaran agama islam terhadap anak dengan cara yang menyenangkan bagi anak. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui perspektif istihsan terhadap pengajaran agama dengan metode tepuk di
RA Al-Ihsan Rancaekek. Penelitian ini menggunakan kualitatif deskriptif dengan pengumpulan
datanya melelui interview. Subjek penelitannya adalah guru, orang tua/wali murid, dan tokoh agama
setempat. Hasil penelitian menunjukan bahwa mengajarkan agama dengan metode tepuk
dilaksanakan sebelum mengajarkan praktek ibadah yang sebenarnya kepada anak, serta memberikan
pengajaran yang menyenangkan bagi anak usia dini, namun agama mengatakan bahwa tepuk itu
haram. Simpulan dari penelitian ini adalah bahwa mengajarkan agama dengan metode tepuk dalam
analisis istihsan tidak bertentangan dengan al Qur’an, al-Hadits jika hanya digunakan untuk anak
sebagai metode pembelajaran.
Kata kunci: Metode tepuk, nilai positif, istihsan.
PENDAHULUAN
Pentingnya belajar Pendidikan Agama Islam bagi anak usia dini adalah sarana untuk
menyiapkan peserta didik dalam mememahami, mengenal, bertakwa, mengimani ajaran
agama, mengamalkan akhlak mulia beragama Islam dari sumber utamanya yaitu kitab suci
Alquran dan hadis, melalui kegiatan pengajaran, pembimbingan dan latihan serta
penggunaan pengalaman. Jadi, pembelajaran Pendidikan Agama Islam bagi anak usia dini
adalah proses interaksi dan pengenalan yang berlangsung antara pendidik dan peserta didik
Nama
untuk memperoleh pengetahuan dan menghayati, meyakini dan mengamalkan ajaran agama
Islam.
Dalam proses pembelajaran pendidik mempunyai peran yang sangat penting dalam
menentukan kualitas dan kuantitas pembelajaran yang dilaksanakan, tenaga pendidik harus
selalu menciptakan suasana yang kondusif dalam lingkungan pendidikan dan menjalankan
tugasnya di dalam kelas dengan maksimal hingga mencapai pembelajaran yang efektif.
Dalam pelaksanaan kegiatan pembelajaran, pendidik tidak saja dituntut menguasai
materi pelajaran, metode mengajar, media pengajaran atau sarana pembelajaran.Tetapi
pendidik juga harus menciptakan situasi dan kondisi belajar mengajar yang kondusif dan
bisa berjalan dengan baik sesuai perencanaan sehingga mencapai tujuan yang telah
direncanakan.1
Metode pembelajaran PAUD adalah cara yang digunakan pendidik dalam melakukan
kegiatan pembelajaran kepada anak untuk mencapai kompetensi tertentu. Metode
pembelajaran dirancang dalam kegiatan bermain yang bermakna dan menyenangkan bagi
anak. Tujuan dari metode yang satu ini adalah untuk mendapatkan informasi mengenai
pertumbuhan dan perkembangan yang telah dicapai olehnya selama mengikuti pendidikan
di PAUD.
Pada masa anak usia dini, stimulasi yang paling baik diberikan kepada anak dalam
memaksimalkan seluruh aspek perkembangannya adalah melalui bermain. Karena bermain
merupakan metode yang paling tepat dan sesuai dengan karakteristik anak usia dini. Dengan
bermain, anak agar lebih cepat mempelajari, menguasai, dan mempraktikkan suatu materi
pelajaran yang disampaikan oleh pendidik, atau setiap sisi kehidupan.
Melalui permainan, anak akan memperoleh informasi lebih banyak sehingga
pengetahuan dan pemahamannya lebih kaya dan lebih mendalam. Bila informasi baru ini
ternyata beda dengan yang selama ini diketahuinya, anak mendapat pengetahuan yang baru.
Dengan permainan struktur kognitif anak lebih dalam, lebih kaya dan lebih sempurna.
Menurut Diana Mutiah ragam permainan anak terdiri dari permainan dengan angka,
bermain melalui gerak dan lagu serta permainan kreatif. Apabila ditinjau dari
pelaksanaannya, kegiatan bermain terdiri dari bermain bebas dan bermain terpimpin.
Bermain bebas merupakan kegiatan yang mana anak-anak boleh memilih kegiatan dan alat
bermain yang disukai, sedangkan kegiatan bermain terpimpin merupakan kegiatan bermain
yang telah dipersiapkan guru dan disesuaikan dengan tema. Aktivitas dalam kegiatan
bermain terpimpin seperti permainan dalam lingkaran, permainan dengan alat, permainan
tanpa alat, permainan dengan nyanyian, permainan dalam bentuk lomba, permainan dengan
angka, dan permainan mengasah panca indera.
Salah satu permainan melalui gerak dan disukai anak adalah permainan tepuk. Dalam
permainan tepuk guru dapat menyesuaikan materi yang diajarkan sesuai dengan tema yang
dipelajari dalam periode tersebut. Guru dapat meberikan materi yang cocok untuk anakanak, mudah dipahami dan disukai anak-anak yang berhubungan dengan sifat pengalaman
anak.2
Allah SWT berfirman:
ََّ
َ
ً ْ َ
َْ َ ْ
ُ ُ َ َ َ َ
َو َما كان صلاته ْم ِعند الب ْي ِت ِإلا ُمك ًاء َوتص ِد َية
Artinya: “Tidaklah shalat mereka (orang Jahiliyah) di sisi Ka’bah melainkan
dengan ‘muka-an’
dan
’tashdiyatan’.”
(QS.
Al
Anfal
:
35)
1
https://kumparan.com/arbani-yazid/Pentingnya Pendidikan Agama Islam Bagi Anak Usia Dini
Moh Fauziddin, Mufarizuddin, “Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini,” Jurnal Obsesi 2, no. 2 (2018): 162–
69, https://doi.org/DOI: 10.31004/obsesi.v2i2.76.
2
JIMMI Vol. 4, No. 3, Juni 2022
page
Judul…
Syaikh Abdurrahman As Si’di menuturkan, “Yang dimaksud ‘muka-an’
dan’tashdiyatan’ pada ayat ini ialah bersiul dan bertepuk tangan. Kedua perbuatan
ini merupakan perbuatan yang teramat jahil…” (Taisir Karimir Rahman, Syaikh
Abdurrahman As-Si’di).
Syaikh Abdul Aziz bin Baz menerangkan bahwa hukum bertepuk tangan setidaknya
menurut pendapat ulama, hukumnya makruh. Namun, yang lebih tepat hukumnya adalah
haram, karena kaum muslimin dilarang untuk bertasyabbuh (menyerupai) amalan orang kafir
(Fatwa Syaikh Bin Baz Jilid I, Abdul Aziz bin Baz).3
Hal ini ternyata bertentangan dengan metode pengajaran yang di lakukan di RA AlIhsan dalam mengajarkan agama kepada anak yang menggunakan metode tepuk, hal ini
ternyata haram dan hukumnya mubah untuk anak-anak. Maka dari itu penulis menganalisis
hal tersebut apakah benar dan tidaknya metode tersebut dan apa hukumnya menurut para
ulama dengan mengobservasi para pelaku utama.
METODE
Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif dan pendekatan
kualitatif. Artinya data yang diangkat bukan berupa angka tapi berasal dari naskah
wawancara, catatan lapangan, sehingga menjadi tujuan dari peneltian kualitatif ingin
menggambarkan realita empirik dibalik fenomena secara mendalam, rinci, dan tuntas. Hal
ini dimaksudkan agar permasalahan yang dijadika fokus akan dikaji lebih mendalam.
Sehingga nantinya akan terlihat bagaimana proses pelaksaan pengajaran agama dengan
metode tepuk. Menurut Nawawi, “Metode deskriptif dapat diartikan sebagai prosedur
pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan atau melukiskan keadaan
subjek/objek peneliti pada saat sekarang berdasarkan fakta-fakta yang nampak atau
sebagaimana adanya”. Secara singkat dapat dikatakan bahwa metode deskriptif merupakan
langkah-langkah melakukan reprentasi obyektif tentang gejala-gejala yang terdapat didalam
masalah yang diselidiki.4
Model analisis dalam penelitian ini adalah model analisis istihsan yaitu analisis
dengan mempertimbang atau mensintesakan hasil penelitian dengan ketentuan-ketentuan
dalam istihsan, baik jenis, syarat, dan hal-hal lainnya yang menjadi karakteristik istihsan
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Pengetian Istihsan
1. Definisi Istihsan
Istihsan berasal dari kata husn yang artinya bertentangan dengan keburukan atau
kejelekan. Juga dapat dimaknai sebagai sesuatu yang indah. Sedangkan Istihsan sendiri
adalah bentuk masdar dari kata kerja istahsana yang artinya menganggap baik sesuatu.
Dapat juga bermakna memegang teguh sesuatu yang baik dan menolak sesuatu yang
bertentangan darinya.
Jadi, jika ada seorang laki-laki berkata,”Istahsantu kadha” maka artinya seorang
laki-laki tadi meyakini bahwa suatu hal itu baik dan menganggap buruk selain itu. Atau juga
3
Abu Faiz Erlan Iskandar. Artikel Muslim.Or.Id. 2022. https://muslim.or.id/21897-hukum-tepuktangan.html.
4
Udin Juhrodin Sahrul, “Analisis Istihsan Bil Urfi Terhadap Aktivitas Membaca Surat Maryam Dan Surat
Yusuf Dalam Acara Syukuran 4 Bulanan,” Ejournal.Stai-Aljawami.Ac.Id, 2022, http://ejournal.staialjawami.ac.id/index.php/jimmi.2022
JIMMI Vol. 4, No. 3, Juni 2022
page
Nama
dapat bermakna mencari suatu yang ahsan (lebih baik) yang diperintahkan kepadanya untuk
dianuti.
Secara umum, ulama ushuliyyin berpendapat bahwa Istihsan adalah berpaling dari
dalil syariat yang sudah ditetapkan atas suatu peristiwa atau perilaku menuju ke hukum yang
lainnya. Pengertian seperti ini masih terlalu singkat dan perlu dielaborasi secara
komprehensif. Supaya Istihsan tidak disalahmaknai sebagai sesuatu yang dianggap baik oleh
mujtahid berdasarkan akal atau hawa nafsunya tanpa mempertimbangkan dalil syar’i.
pendapat ulama lintas mazhab yang menjelaskan definisi Istihsan lebih rinci.
Pengertian istihsan menurut ulama lintas mazhab:
a. Menurut Ulama Hanafiyyah
1) Artinya: Berpaling dari suatu hukum menuju pada sesuatu yang secara nyata berbeda
semata-mata karena terdapat hal yang lebih kuat (untuk memalingkan), dan hasilnya
beramal dengan dalil yang telah dipertimbangkan.
2) Kemudian al-Sarakhsi, seorang ulama Hanafiyyah terkemuka menerangkan dalam alMabsuth: “Istihsan pada hakikatnya adalah dua macam qiyas. Yang pertama, qiyas
yang jelas (qiyas jali) tetapi pengaruhnya lemah dalam mencapai tujuan syariat. Ini
yang dinamakan dengan qiyas. Yang kedua adalah qiyas yang tersembunyi (qiyas
khafi) yang mempunyai pengaruh kuat. Inilah kemudian yang dinamakan Istihsan.
Maka pertimbangkan pengaruh hukumnya, jangan melihat pada (qiyas) tersembunyi
atau jelasnya”.
3) Abu Husayn al-Bashari berpndapat bahwa Istihsan adalah memalingkan hasil ijtihad
yang tidak tercakup dalam teks, karena ada hukum baru yang lebih kuat dari hukum
awal, hukum tersebut sifatnya insidental dan kasuistik.
b. Menurut Ulama Malikiyyah
Golongan Malikiyyah dikenal sebagai golongan yang memakai istislah sebagai ciri khas
metode istinbat al-hukm. Namun, ternyata kalau juga mengamini Istihsan sebagai salah
satu metode ber-istinbat-nya. Bahkan Imam al-Malik sendiri mengatakan bahwa 90%
ilmu terdapat di dalam Istihsan. Maksudnya adalah meninggalkan kemutlakan qiyas
terhadap suatu masalah dan mencari alasan pensyariatan hukum dan tujuan umumnya
yang tidak lain adalah untuk kemaslahatan umat manusia.
1) Ibn al-‘Arabi yang berpendapat:
Artinya: Istihsan adalah
memilih
untuk meninggalkan makna
yang
dipersyaratkan dalil dengan jalan pengecualian atau rukhsah karena ada
pertentangan (hukum) dalam beberapa makna dalil tertentu.
2) Imam al-Shatibi di dalam al-Muwafaqat menjelaskan bahwa dalam mazhab
Malikiyyah, yang dimaksud dengan Istihsan adalah berpegang kepada kemaslahatan
khusus dalam berhadapan dengan dalil umum (kully).
c. Menurut Ulama Syi‘ah
‘Ali Naqi al-Haidari, seorang ulama Syi‘ah, menjelaskan bahwa Istihsan adalah dalil
yang terbetik di dalam akal seorang mujtahid yang men-tarjih qiyas khafi atas qiyas jali
atau mengecualikan dalil umum/universal atas dalil khusus/parsial.
Menurut Ja‘far al-Subhani yang memecah definisi Istihsan menjadi tiga bagian: Secara
istilah, definisi Istihsan bermacam-macam. Pertama, Istihsan adalah meninggalkan qiyas
jali menuju qiyas khafi. Kedua, meninggalkan dalil pada suatu masalah baik yang
didasarkan atas dalil qiyas atau yang lain menuju pada dalil yang menurut akal mujtahid
dianggap baik. Ketiga, meninggalkan hukum yang ada pada dalil syar’i yang mengatur
suatu perbuatan konkrit menuju pada hukum yang lain.
JIMMI Vol. 4, No. 3, Juni 2022
page
Judul…
d. Menurut Ulama Mu’tazilah Artinya: Istihsan adalah tindakan seseorang (mujtahid)
mengalihkan hukum tekstual kepada hukum yang berbeda dari hukum asalaknya karena
ada dalil yang lebih kuat dari hukum asalnya tadi.
e. Menurut Ulama Kontemporer
1) Menurut Thahir Mahmud, seorang ulama Pakistan kontemporer, menjelaskan bahwa
ulama masing-masing mazhab mempunyai definisinya sendiri, tetapi dapat
disimpulkan kalau yang dimaksud dengan Istihsan adalah berpaling dari qiyas jali pada
qiyas khafi, atau pengacualian terhadap masalah juziyyah atas masalah kulliyyah.
2) Menurut Mohammad Hashim Kamali lebih menekankan pada garis bersar
Istihsan yang terdiri dari dua aspek, yakni istihsan al-qiyasi atau Istihsan yang berbasis
pada pengalihan qiyas dan istihsan al-istithna’’i atau Istihsan yang berbasis pada
pengalihan hukum dengan dalil tertentu seperti al-jma‘, maslahah, atau ‘urf.
2. Ke-hujjah-an Istihsan
Istihsan merupakan salah satu dalil yang penggunaannya tidak disepakati,
dibandingkan dengan dalil lain yang sudah disepakati penggunaannya seperti alQur’an, alSunnah, al-ijma‘, dan al-qiyas. Namun, sebenarnya sebagian orang menolak
Istihsan dari aspek pengistilahannya dalil ini saja, bukannya menolak kemaslahatannya
(mereka tidak tahu maknanya). Tetapi kalau ada yang menolak makna dan penjabaran
tentang Istihsan ini, maka mereka salah. Sebab, al-qiyas al-jali (qiyas yang terang) yang
merupakan dalil yang disepakati. Tetapi, Istihsan dipakai karena ada pengaruh yang kuat
untuk bepaling.
Muhammad Sa‘id Ramdan al-Buthi mengatakan bahwa tak pelak akan terjadi
pengingkaran terhadap dalil Istihsan. Tetapi, pengingkaran tersebut bukan terletak pada
posisi dalil tersebut yang independen dan tidak berasal dari penetapan syariat, melainkan
pada aspek penerjemahan yang tidak akurat. Jika Istihsan hanya dimaknai sebagai dalil yang
bersumber dari akal saja, maka itu adalah Istihsan yang ulama sepakat menolaknya. Maka,
Istihsan yang shar‘i adalah ber-Istihsan dengan dalil-dalil hukum yang sudah disepakati.
Maka persoalannya sebenarnya hanya terletak pada pendefinisian Istihsan saja.
Sebab, Abu al-Hanifah memang tidak mendeskripsikan Istihsan secara detail. Dan problem
utama yang membuat Imam al-Shafi‘i tidak sepakat dengan Istihsan adalah karena saat ia
berdiskusi dengan para pengikut Abu al-Hanifah, mereka tidak mampu menjawab
pertanyaan al-Syafi‘i tentang alasan penggunaan kata Istihsan. Mereka hanya bertaklid
kepada Abu al-Hanifah. Sehingga, al-Syafi‘i menyimpulkan bahwa Istihsan adalah
penetapan hukum sesuai dengan kehendak orang yang melakukannya. Artinya, hal-hal yang
dianggap baik oleh orang yang melakukan Istihsan maka itulah yang ditetapkan sebagai
hukum, karena demikianlah arti hakikat dari Istihsan. Jadi penetapan hukum dengan Istihsan
menurut Imam al- Syafi‘i tidak memiliki metode dan sematamata mengikuti hawa nafsu.
3. Syarat-syarat Istihsan
Dalam penetapan hukum istihsan ini, para ulama fiqh menetapkan persayaratan
sebagai berikut:
a. Tidak boleh bertentangan dengan maqasid syariah, dalil-dalil kulli, dan juz’i yang qath’i
wurud dan dalalahnya, dari nash Al-Qur’an dan Al-Sunnah.
b. Kemaslahatan tersebut harus bersifat rasional, artinya harus ada penelitian dan
pembahasan, hingga yakin hal tersebut memberikan manfaat atau menolak kemudaratan,
bukan kemaslahatan yang dikira-kirakan.
c. Kemaslahatan tersebut bersifat umum.
JIMMI Vol. 4, No. 3, Juni 2022
page
Nama
d. Pelaksanaannya tidak menimbulkan kesulitan yang tidak wajar.
4. Ragam Istihsan dan Contohnya
Secara umum, di dalam kitab-kitab karangan ulama Hanafiyyah ada empat macam
Istihsan: Istihsan bi al-nas, Istihsan bi al-ijma‘, Istihsan bi al-darurah, dan Istihsan bi alqiyas al-khafi. Sedangkan menurut ulama Malikiyyah: Istihsan bi al-ijma‘, Istihsan bi al‘urf, Istihsan bi al-maslahah al-mursalah atau Istihsan bi raf’ al-haraj.
Berikut di antara macam-macam Istihsan yang dihimpun dari berbagai kitab klasik
maupun modern:
a. Istihsan al-Qiyasi
Penamaan Istihsan dengan qiyas tersembunyi—berlawanan dengan qiyas terangterangan (al-qiyas al-jali) —karena didalamnya terkandung maslahat atau kebaikan. Dan
Istihsan jenis ini diberlakukan karena ada alasan yang kuat (untuk berpaling dari hukum
asal). Abd al-Wahab Khalaf memberikan contoh menarik yaitu terkait sisa air yang
diminum oleh burung buas seperti: burung bangkai, burung gagak, burung elang, dsb itu
najis menurut qiyas tetapi suci menurut Istihsan. Burung buas tadi di-qiyaskan dengan
predator buas seperti macan atau serigala yang meminum air. Hukumnya air tadi
mengikuti hukum daging hewannya. Kalau yang meminum hewan buas apapun jenisnya
maka airnya ikut haram. Tetapi, Istihsan melihatnya bahwa yang najis itu karena predator
meminum air dengan mulutnya yang tercampur air liur yang dihasilkan dari daging hewan
tersebut. Sedangkan burung buas minum melalui paruhnya. Paruh itu adalah tulang yang
suci dan tidak terikat dengan daginnya ataupun air liurnya yang najis. Maka hukumnya
air tadi jadi suci.
b. Istihsan al-Istithna’i
1) Istihsan bi al-Nash
Istihsan bi al-nash adalah hukum pengecualian berdasarkan nash (al-Qur’an dan alSunnah) dari kaidah umum yang berlaku pada kasus-kasus serupa. Atau dapat
diartikan pula dengan beralih dari norma umum dalam nash dan mengaplikasikan
ketentuan-ketentuan khusus untuk kasus yang khusus pula. Dalam hal ini bukan berarti
ada penolakan atas teks al-Qur’an maupun alSunnah. Hanya saja dalam
pengaplikasiannya secara kasuistik, mujtahid memperhatikan ketentuan lain yang ada
pada al-Qur’an maupun al-Sunnah. Contohnya, menurut kaidah umum makan dalam
keadaan lupa di siang hari Ramadan membatalkan puasa seseorang karena rukun
dasarnya telah rusak yaitu imsak (menahan diri dari hal-hal yang membatalkan puasa,
yang di dalamnya termasuk makan) di siang harinya. Namun, al-Sunnah Rasulullah
Saw menegaskan bahwa makan dalam keadaan puasa di siang hari Ramadan tidak
membatalkan puasa. Kemudian, dalam persoalan wasiat. Qiyas tidak mengakui
kebolehannya. Karena pada dasarnya, kepemilikan seseorang terhadap hartanya telah
usai saat ia meninggal. Maka ketika meinggal ia tidak berhak mengatur penggunaan
atas hartanya lagi, termasuk wasiat kecuali ada pengecualiannya. Pengecualian tadi
ada di dalam al-Qur’an Surat al-Nisa’ yang artinya: Sesudah dipenuhi wasiat yang
diwasiatkannya atau sesudah dibayar utangnya.
2) Istihsan bi al-ijma ‘
Contoh yang paling mudah adalah larangan jual beli terhadap barang yang tidak ada
di tempat saat akad (bay‘al-ma‘dum). Kemudian, ulama Hanafiyyah dan ahli ilmu
yang lain ber-Istihsan atas kebolehan istisna‘. Yakni dalam hal industri, seorang
tukang pengerajin kayu akan membuatkan pesanan sesuai dengan sifat-sifat barang
yang sudah disebut saat akad. Praktik seperti ini ada landasan ijma‘-nya yang
JIMMI Vol. 4, No. 3, Juni 2022
page
Judul…
hukumnya berbeda dari keumuman nash, yakni alSunnah Nabi Saw tentang larangan
jual beli yang barangnya tidak ada di tempat. Maka dapat dikatakan kalau ijma’ adalah
pengecualian (bentuk Istihsan) terhadap keumuman nash.
3) Istihsan bi al-‘Urf
Contoh Istihsan yang berlandaskan ‘urf adalah kebolehan mewakafkan benda bergerak
seperti buku-buku dan perkakas alat memasak. Menurut ketentuan umum perwakafan,
seperti dikemukakan Abdul Karim Zaidan, wakaf hanya boleh atas harta benda yang
bersifat kekal dan berupa benda tidak bergerak seperti tanah. Dasar kebolehan
mewakafkan benda bergerak tersebut adalah adat kebiasaan di berbagai negri yang
melegalkan praktik wakaf tersebut.
4) Istihsan bi al-Maslahah al-Mursalah
Yakni mengecualikan ketetntuan hukum yang berlaku umum berdasarkan
kemaslahatan. Misalnya menetapkan sahnya hukum wasiat yang ditunjukan untuk
keperluan yang baik dari orang yang berada di bawah pengampuan.
5) Istihsan bi al-Darurah
Yaitu suatu keadaan darurat yang mendorong mujtahid untuk mengecualikan
ketentuan qiyas yang berlaku umum kepada ketentuan lain yang memenuhi kebutuhan
mengatasi keadaan darurat. Sebagai contoh, menghukumi sucinya air sumur atau
kolam yang kejatuhan najis dengan cara menguras airnya. Menurut ketentuan umum
tidak akan pernah suci walau dikuras airnya. karena akan menyumber terus dari mata
air. Maka cukup dengan dikuras semampunya, atau paling tidak sampai setengah dari
air di dalam kolam. 5
B. Deskripsi Hasil Penelitian
1. Aktivitas pengajaran agama dengan metode tepuk
Aktivitas pengajaran agama dengan metode tepuk merupakan metode yang
diterapkan hampir di setiap PAUD yang dilakukan oleh guru alasanya agar guru lebih
mudah mengajarkannya kepada anak dan anakpun lebih mudah menghafal materi yang
diberikan oleh guru karena dengan cara bermain dan menyenangkan bagi anak sehingga
anak lebih bersemangat dalam belajarnya.
a. Alasan menggunakan metode tepuk adalah:
Dalam mengajarkan agama terhadap anak sebelum anak melaksanakan paktek
ibadah secara langsung ada baiknya anak dikenalkan pada urutan-urutan rangkaian
ibadah tersebut tentunya dengan menggunakan metode yang menyenangkan bagi anak
bisa juga sebagai penyemangat anak dalam menghafal materi yang diberikan oleh
guru, misalnya untuk mengenalkan gerakan wudhu sebelum anak melaksanakan
praktek wudhu secara langsung anak dikenalkan dengan tepuk wudhu terlebih dahulu
sehingga anak lebih mudah mengingat urutan-urutan wudhu, atau misal dalam
mengajarkan sholat, anak terlebih dahulu dikenalkan dengan tepuk sholat sehingga
anak memahami nama-nama sholat lima waktu beserta dengan jumlah rokaatnya
sebelum anak diajak melaksanakan praktek sholat secara langsung.
Seperti berdsarakan interview dengan ibu Chitra yang mengatakan bahwa metode
tepuk bisa diterapkan agar suasana belajar semakin bersemangat dan memudahkan
anak menghafal materi yang diberikan.
5
Udin Juhrodin, Analisis Istinbsth Hukum Islam Dengan Urf, Maslahat Al-Mursalah, Istihsan Dan Sadd
Al-Dzariah, 2021, 2–26.
JIMMI Vol. 4, No. 3, Juni 2022
page
Nama
b. Manfaat dan kebaikan metode tepuk
Pada masa anak usia dini, stimulasi yang paling baik diberikan kepada anak
dalam memaksimalkan seluruh aspek perkembangannya adalah melalui bermain.
Salah satu permainan melalui gerak dan disukai anak adalah permainan tepuk. Selain
menyenangkan bagi anak dengan menggunakan metode tepuk anak akan lebih
bersemangat dalam belajarnya dan mudah memahami atau menghafal materi yang
diberikan oleh guru. Selain itu guru juga akan merasa lebih mudah menyampaikan
materi kepada anak tanpa anak sadari bahwa mereka sedang belajar .
c. Macam-macam tepuk yang di lakukan di RA Al-Ihsan
1. Tepuk rukun islam
Tepuk rukun islam prok…prok…prok
Satu, prok…prok…prok, syahadat prok…prok…prok
Dua, prok…prok…prok, sholat prok…prok…prok
Tiga, prok…prok…prok, zakat prok…prok…prok
Empat, prok…prok…prok, puasa prok…prok…prok
Lima, prok…prok…prok, naik haji prok…prok…prok
2. Tepuk islam
Tuhanku, prok…prok…prok, Allah, prok…prok…prok…
Agamaku, prok…prok…prok, Islam, prok…prok…prok…
Nabiku, prok…prok…prok, Nabi Muhammad, prok…prok…prok…
Kitabku, prok…prok…prok, Al-Qur’an, prok…prok…prok…
Temanku, prok…prok…prok, orang mukmin prok…prok…prok…
Musuhku, prok…prok…prok, syetan, prok…prok…prok…
3. Tepuk Wudhu
Tepuk Wudhu prok…prok…prok…
Baca bismillah sambil cuci tangan prok…prok…prok…
Kumur-kumur, basuh hidung, basuh muka prok…prok…prok…
Tangan sampai ke sikut, kepala dan telinga,
Basuh kaki, lalu berdoa, Aamiin yaa robbal’aalamin
4. Tepuk sholat
Tepuk sholat prok…prok…prok
Sholat subuh prok (satu)…prok (dua)…(tepuk sambil menyebutkan jumlah rokaat)
Sholat dzuhur prok (satu)…prok (dua)…prok (tiga)…prok (empat)
Sholat ashar prok (satu)…prok (dua)…prok (tiga)…prok (empat)
Sholat magrib (satu)…prok (dua)…prok (tiga)…
Sholat isya prok (satu)…prok (dua)…prok (tiga)…prok (empat)
5. Tepuk haji
Tepuk haji, prok…prok…prok…
Bertalbiyah, ke Arafah, Muzdalifah, prok…prok…prok…
Ke Mina, lempar jumroh, ke Mekkah, prok…prok…prok…
Babussalam, berdoa lihat ka’bah, prok…prok…prok…
Menuju garis coklat, bertawaf, prok…prok…prok…
Sholat dua rakaat dekat makam Ibrahim, menuju air zam-zam lalu syai,
prok…prok…prok…(2x) Tahalul…
d. Nilai-nilai positif dan negatif metode tepuk dalam pengajaran agama
Nilai-nilai positif menggunakan metode tepuk adalah:
1. Untuk mengenalkan ilmu agama kepada anak
2. Agar mudah di megerti atau dipahami oleh anak
JIMMI Vol. 4, No. 3, Juni 2022
page
Judul…
3. Anak lebih bersemangat dalam belajar
4. Stimulasi yang paling baik diberikan kepada anak dalam memaksimalkan seluruh
aspek perkembangannya adalah melalui bermain.
Nilai-nilai negatif dari metode tepuk:
1. Pembelajaran menjadi tidak lengkap tanpa praktek secara langsung
2. Tepuk tangan hukumnya haram jika hanya untuk hiburan semata.
Seperti yang dijelaskan oleh ustadzah Ayi Rokayah yang bertempat tinggal di
lingkungan Komplek Abdi Negara Rancaekek sebagai tokoh agama beliau
mengatakan boleh-boleh saja selama tepuk tidak melanggar syariat, apalagi metode
tepuk tersebut disampaikan kepada anak usia dini atau PAUD yang memang daya
tangkapnya lebih cepat dan mudah diingat lewat metode tepuk tersebut, namun Jangan
menyalahkan gunakan tepuk-tepuk-tepuk hanya untuk hiburan semata seperti zaman
dahulu di mekkah ada yang tepuk-tepuk di depan ka’bah. Tetapi jika untuk metode
pengajaran yang mudah dimengerti dan dipahami anak boleh saja.6
Analisis
Hukum bertepuk tangan sendiri dirinci hukumnya bagi laki-laki dan wanita. Untuk
laki-laki, Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin dalam ceramahnya di Masjid Jami’ah
Al-Imam Ibnu Su’ud Riyadh, menjelaskan bahwa tepuk tangan bagi laki-laki itu ada tiga
perincian, Pertama, tepuk tangan yang dijadikan sebagai ritual ibadah, seperti halnya yang
dilakukan orang-orang musyrik di dekat Ka’bah. Tepuk tangan semacam ini haram
hukumnya. Sebagaimana yang termaktub dalam QS. Al Anfal ayat 35. Kedua, tepuk tangan
yang dijadikan sebagai hiburan. Ulama menyatakan haram hukumnya, ada juga sebagian
ulama yang menilai makruh hukumnya. Ketiga, tepuk tangan yang dijadikan sebagai sarana
pembangkit semangat. Tepuk tangan semacam ini dihukumi mubah. Syaikh menjelaskan
bahwa poin ini hanya diperuntukkan untuk anak-anak, sedangkan tidak boleh bagi orang
dewasa semisal mahasiswa. (Washaya wa Taujihat li Thulabil Ilmi, Prof. Dr. Sulaiman bin
Abdullah bin Hamud Abu al Khalil).
Terkhusus bagi wanita, dibolehkannya untuk bertepuk tangan dalam rangka menegur
Imam yang keliru dalam shalatnya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
َّ ُ ْ ََّ َ ََّ َ ْ َ َ ُ ْ َ ََّ َ َ ُ ََّ َ ْ َّ َ ُ ْ َ َ َ
ٌْ َ َُ َ ْ َ
لن َس ِاء
ِ من نابه شىء ِفى صلا ِت ِه فليس ِبح ف ِإنه ِإذا سبح الت ِفت ِإلي ِه و ِإنما التص ِفيح ِل
“Barangsiapa menjadi makmum, lalu ia merasa ada kekeliruan (imam) dalam shalatnya,
maka hendaklah ia bertasbih. Karena sesungguhnya jika dibacakan tasbih, imam akan
memperhatikannya. Sedangkan tepukan khusus untuk wanita.” (HR. Bukhari No. 7190)
Adapun jika diluar shalat, hukum asal bertepuk tangan ialah terlarang bagi wanita.
Akan tetapi, diperbolehkan asalkan jika memang ada hajat yang memang benar-benar
mendesak dan dibutuhkan, semisal bertepuk tangan dalam rangka memotivasi anak.7
Dalam ensiklopedia fiqh (Al Mawsu’ah Al Fiqhiyah Al Kuwaitiyah) dijelaskan:
Tepuk tangan di luar shalat dan bukan di saat waktu khitbah (wanita dilamar), itu dibolehkan
jika memang ada hajat yang memang benar-benar dibutuhkan. Contohnya saja adalah ketika
memberi izin, mengingatkan, memperbagus lantunan nasyid, atau sekedar seorang wanita
bermain-main dengan anak-anaknya. Adapun jika itu bukan karena hajat (kebutuhan
S.Pd.I., M.M. Ayi Rokayah, “Interview, 30 Juni 2022”
Abu Faiz Erlan Iskandar. Artikel Muslim.Or.Id. 2022. https://muslim.or.id/21897-hukum-tepuktangan.html.
6
7
JIMMI Vol. 4, No. 3, Juni 2022
page
Nama
mendesak), maka telah ditegaskan oleh para ulama akan haramnya dan sebagian ulama
menyatakannya makruh.8
RA Al-Ihsan meyakini selama tepuk itu hanya digunakan sebagai metode
pembelajaran, yang manfaatnya selain untuk mengenalkan ajaran agama islam terhadap
anak, juga dapat memotivasi anak membuat anak lebih semangat dalam belajarnya, dan
metode ini pun diyakini dapat mempermudah anak dalam mengingat materi atau pelajaran,
maka penggunaan tepuk masih dibolehkan.
Metode tepuk penting digunakan dalam pembelajaran terutama bagi anak usia dini
karena dengan menggunakan metode tepuk dapat mempermudah penyampaian materi
kepada anak. Dengan menggunakan metode tepuk dalam pembelajaran anak.
Anak usia dini yang disebut juga dengan masa golden age adalah masa bermain,
melalui permainan, anak akan memperoleh informasi lebih banyak sehingga pengetahuan
dan pemahamannya lebih kaya dan lebih mendalam. Bila informasi baru ini ternyata beda
dengan yang selama ini diketahuinya, anak mendapat pengetahuan yang baru. Dengan
permainan struktur kognitif anak lebih dalam, lebih kaya dan lebih sempurna.
Dalam bermain anak bisa melakukan aktivitas yang mempraktekkan kemampuan
dan keterampilannya dalam kegiatan mencoba, meneliti dan menemukan hal-hal baru.
Aktivitas-aktivitas yang dilakukan anak di saat bermain bisa membuat anak aktif dan
interaktif, baik secara fisik maupun secara mental sehingga dapat mendukung pemberdayaan
berbagai aspek perkembangan anak berdasarkan kenginan dan kemauannya sendiri.
Manfaat Bermain Bagi Anak Usia Dini dengan bermain dapat membantu anak dalam
mengembangkan banyak aspek fundamental dari perkembangan anak, baik fisik, intelektual,
sosial, dan emosional, bermain dapat mengembangkan otot-otot disaat anak melakukan
kegiatan fisiknya, bermain dapat mengembangkan keterampilan intelektual di saat anak
terlibat dalam aktivitas-aktivitas yang menuntut pikirannya, bermain dapat mengembangkan
keterampilan sosial di saat sejumlah anak terlibat aktif dalam suatu interaksi dengan orang
lain, bermain dapat mengembangkan aspek emosi disaat anak belajar mengendalikan
emosinya.9
Secara istihsan pengajaran agama dengan metode tepuk memberikan nilai-nilai
positif yang bermanfaat bagi pembelajaran, seperti yang telah di jelaskan diatas yaitu selain
untuk mengenalkan ilmu agama kepada anak juga mudah di megerti atau dipahami oleh
anak, anak lebih bersemangat dalam belajar , metode tepuk juga merupakan stimulasi yang
paling baik diberikan kepada anak dalam memaksimalkan seluruh aspek perkembangannya
melalui bermain.
Adapun nilai-nilai negatif dari pengajaran agama dengan metode tepuk yaitu
pembelajaran menjadi tidak lengkap tanpa praktek ibadah secara langsung, tepuk tangan
hukumnya haram jika hanya untuk hiburan semata.
Maka dari itu pengajaran agama dengan metode tepuk masuk kedalam salah satu syarat
istihsan yaitu aktifitas tersebut tidak dibolehkan dalam artian istihsan yang diperbolehkan
apabila masih dalam nilai-nilai positif, seperti para ulama mengatakan diperbolehkan
asalkan jika memang ada hajat yang memang benar-benar mendesak dan dibutuhkan,
semisal bertepuk tangan dalam rangka memotivasi anak
8
9
https://rumaysho.com/1507-hukum-tepuk-tangan-memberi-applause.html
https://www.paud.id/metode-pembelajaran-paud-yang-efektif
JIMMI Vol. 4, No. 3, Juni 2022
page
Judul…
Simpulan
Berdasarkan hasil interview dan hasil observasi dilapangan, maka dapat disimpulkan
bahwa aktifitas pengajaran agama dengan metode tepuk di RA Al-Ihsan Abdi Negara
Rancaekek diperbolehkan secara istihsan karena memberikan nilai positif bagi pengajaran
agama dan perkembangan anak selama masih dalam batas kewajaran dan tidak melanggar
syariat.
Dari hasil analisis dapat disimpulkan pula bahwa tepuk tangan hukumnya haram jika
dijadikan sebagai ritual ibadah, seperti halnya yang dilakukan orang-orang musyrik di dekat
Ka’bah. Untuk tepuk tangan yang dijadikan sebagai hiburan, ulama menyatakan haram
hukumnya, ada juga sebagian ulama yang menilai makruh hukumnya. Tepuk tangan yang
dijadikan sebagai sarana pembangkit semangat dihukumi mubah. Terkhusus bagi wanita,
dibolehkannya untuk bertepuk tangan dalam rangka menegur Imam yang keliru dalam
shalatnya. Namun disini tepuk tangan yang digunakan sebagai metode dalam pembelajaran
untuk anak usia dini diperbolehkan karena dalam rangka memotivasi pembelajaran terhadap
anak dan tidak dipergunakan untuk hiburan semata.
DAFTAR PUSTAKA
Buku/Jurnal
Iskandar, Abu Faiz Erlan. “Artikel Muslim.Or.Id,” 2022. https://muslim.or.id/21897hukum-tepuk-tangan.html.
Juhrodin, Udin. Analisis Istinbsth Hukum Islam Dengan Urf, Maslahat Al-Mursalah,
Istihsan Dan Sadd Al-Dzariah, 2021, 2–26.
Mufarizuddin, Moh Fauziddin. “Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini.” Jurnal Obsesi 2, no. 2
(2018): 162–69. https://doi.org/DOI: 10.31004/obsesi.v2i2.76.
Sahrul, Udin Juhrodin. “Analisis Istihsan Bil Urfi Terhadap Aktivitas Membaca Surat
Maryam Dan Surat Yusuf Dalam Acara Syukuran 4 Bulanan.” Ejournal.StaiAljawami.Ac.Id, 2022. http://ejournal.stai-aljawami.ac.id/index.php/jimmi.
https://rumaysho.com/1507-hukum-tepuk-tangan-memberi-applause.html
https://www.paud.id/metode-pembelajaran-paud-yang-efektif
Wawancara:
Ibu Ayi Rokayah, S.Pd.I.,M.M., “Hasil Wawancara, Komplek Abdi Negara RT 02
Rancaekek” Bandung, 2022.
Ibu Chitra Dewi Sartika, S.Pd.I. “Hasil Wawancara” Bandung, 2022.
Ibu Hj. Mimin Aminah, “Hasil wawancara” Bandung, 2022.
Ibu Riani, S.Pd.I.,M.M. “Hasil Wawancara” Bandung, 2022.
Ibu Tuti Maelani, “Hasil Wawancara” Bandung, 2022.
JIMMI Vol. 4, No. 3, Juni 2022
page
Nama
TRANSKRIP VERBATIM
Hari/Tanggal
Informan
Jabatannya
Waktu
Tempat
P
I
P
I
P
I
P
I
P
I
I
P
I
P
I
P
I
P
I
29 Juni 2022
Riani, S.Pd.I.M.M.
Guru RA Al-Ihsan Rancaekek
14.30 WIB
Perum Abdi Negara
Saya melihat ibu melakukan aktivitas pengajaran agama melalui metode tepuk kira-kira apa
yang mendasarinya?
“eee..sebetulnya mmm…metode tepuk diterapkan hampir di setiap PAUD, ya…alasanya
sih agar guru lebih mudah mengajarkannya kepada anak ee….dan anakpun lebih mudah
menghafalnya karena dengan cara bermain”
Adakah aktivitas tersebut memberikan kebaikan bagi ibu secara pribadi?
“Ada, yaitu agar lebih mudah mengajarkannya kepada anak”
Adakah aktivitas tersebut memberikan kebaikan bagi keluarga dan masyarakat?
“Ada, mmm…untuk keluarga yaitu…emmm..keluarga atau masyarakat menjadi lebih
tenang bahwa anaknya mengetahui banyak hal tentang agama walaupun metode yang
disampaikan melalui tepuk”
Bagaimana tanggapan ibu terhadap orang yang tidak setuju dengan dengan yang ibu
lakukan?
“Emm…menurut saya sih sah-sah saja kalau ada perbedaan pendapat, eee… tetapi menurut
saya ini banyak manfaatnya untuk mempermudah pengajaran terhadap anak”.
Adakah ibu merasakan keburukan atau beban tertentu dengan melakukan aktivitas
mengajarkan agama dengan metode tepuk?
“ee… keburukannya nya sih, jika mengajarkan agama hanya dengan metode tepuk saja,
anak cuma hafal materi atau urutannya saja, mmm….tetapi untuk lebih paham lagi anak
harus di berengi dengan praktek ibadah nya langsung, bukan hanya tepuk saja.”
Hari/Tanggal
Informan
Jabatannya
Waktu
Tempat
P
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
29 Juni 2022
Chitra Dewi Sartika, S.Pd.I.
Guru RA Al-Ihsan Rancaekek
15.00 WIB
Perum Abdi Negara
Saya melihat ibu melakukan aktivitas pengajaran agama melalui metode tepuk kira-kira apa
yang mendasarinya?
“eee…Agar suasana belajar semakin bersemangat dan memudahkan anak menghafal materi
yang diberikan”
Adakah aktivitas tersebut memberikan kebaikan bagi ibu secara pribadi?
“Ada, mmm…Dengan penerapan pembelajaran dengan metode tepuk tangan siswa menjadi
aktif, ee… terjalin kerjasama yang baik diantara siswa, hmm… sehingga tercipta suasana
pembelajaran yang menyenangkan, dan mudah diingat oleh siswa”
Adakah aktivitas tersebut memberikan kebaikan bagi keluarga dan masyarakat?
“Ada, kebaikannya yaitu… eee… memudahkan anak menghafal materi yang diberikan”
Bagaimana tanggapan ibu terhadap orang yang tidak setuju dengan dengan yang ibu
lakukan?
“wajar sih kalau berbeda pendapat…tetapi kita harus melihat kebaikannya untuk anak”
Adakah ibu merasakan keburukan atau beban tertentu dengan melakukan aktivitas
mengajarkan agama dengan metode tepuk?
“Eemm..anak hanya memahami materi tanpa paktek ibadahnya secara langsung”
JIMMI Vol. 4, No. 3, Juni 2022
page
Judul…
Hari/Tanggal
Informan
Jabatannya
Waktu
Tempat
P
I
P
I
P
I
P
I
I
P
I
P
I
:
:
:
:
:
30 Juni 2022
Ayi Rokayah, S.Pd.I.M.M.
Tokoh Agama
07.30 WIB
Perum Abdi Negara
Terkait dengan adanya orang yang melakukan aktivitas “pengajaran agama dengan metode
tepuk” bagaimana menurut tanggapan ibu sebagai tokoh agama?
“boleh-boleh saja selama tepuk tidak melanggar syariat, eee… apalagi metode tepuk
tersebut disampaikan kepada anak usia dini atau PAUD yang memang daya tangkapnya
lebih cepat dan mudah diingat lewat metode tepuk tersebut.”
Adakah agama islam mengatur tentang aktivitas mengajarkan agama dengan metode tepuk
tersebut?
“ada, yaitu buat perempuan yang jadi makmum untuk memberitahukan jika imam yang
salah bacaannya”
Jika perbuatan tersebut tidak sesuai denga ajaran agama islam atau kemungkinan untuk
keluar dari kebaikan, kira-kira saran apa yang dapat disampaikan?
“eemm…Jangan menyalahkan gunakan tepuk-tepuk-tepuk hanya untuk hiburan semata
seperti zaman dahulu di mekkah ada yang tepuk-tepuk di depan ka’bah. Eee..Tetapi untuk
metode pengajaran yang mudah dimengerti dan dipahami boleh aja”
Hari/Tanggal
Informan
Jabatannya
Waktu
Tempat
P
30 Juni 2022
Tuti Maelani
Orang tua/wali murid
06.30 WIB
Perum Abdi Negara
Bagaimana tanggapan ibu terhadap orang yang melakukan aktivitas mengajarkan agama
dengan metode tepuk ?
“Ya saya setuju saja, mmm…karena itu merupakan hal yang baik ”
Menurut ibu apakah aktivitas mengajakran agama dengan metode tepuk itu hal baik?,
kenapa demikian?
“Ya, karena…eee…itu akan meningkatkan keaktifan dan kreatif”
Kira-kira saran apa yang bisa ibu bagikan terkait dengan perbuatan mengajarkan agama
dengan metode tepuk ?
“mmm… membangun suasana kelas dan tidak monoton.”
Kira-kira apa kekurangan/keburukan dari perbuatan mengajarkan agama dengan metode
tepuk tersebut?
“mungkiiin…eee…sedikit berisik, gaduh, kalau untuk orang yang ga tau dan ga ngerti”
Hari/Tanggal
Informan
Jabatannya
Waktu
Tempat
P
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
30 Juni 2022
Hj. Mimin Aminah
Tokoh Agama
14.30 WIB
Perum Abdi Negara
Terkait dengan adanya orang yang melakukan aktivitas “pengajaran agama dengan metode
tepuk” bagaimana menurut tanggapan ibu sebagai tokoh agama?
JIMMI Vol. 4, No. 3, Juni 2022
page
Nama
I
P
I
P
I
“mmm.. menurut saya pribadi gak masalah, itu..karena itu hanya salah satu metode saja agar
pelajaran yang kita ajarkan lebih meresap dan menarik bagi anak”
Adakah agama islam mengatur tentang aktivitas mengajarkan agama dengan metode tepuk
tersebut?
“ee…Rosulullah SAW besrabda: Ajarilah anak-anak kalian sesuai dengan zamannya, bukan
dengan zaman kalian, karena mereka diciptakan untuk zamannya bukan untuk zaman
kalian”
Jika perbuatan tersebut tidak sesuai denga ajaran agama islam atau kemungkinan untuk
keluar dari kebaikan, kira-kira saran apa yang dapat disampaikan?
”mm..untuk saya pribadi, dan untuk saat ini sih masih bisa dibilang tepat, sehingga belum
saatnya diganti”
JIMMI Vol. 4, No. 3, Juni 2022
page
Judul…
JIMMI Vol. 4, No. 3, Juni 2022
page