[go: up one dir, main page]

Academia.eduAcademia.edu
Ramli Utina 1 KATA PENGANTAR Indonesia memiliki wilayah laut dan pesisir terpanjang, dengan sumberdaya hayati (biodiversity) yang cukup tinggi, serta bahan tambang dan mineral. Kawasan pesisir Indonesia, sekarang dan mendatang menjadi pusat pertumbuhan baru serta tumpuan harapan bagi keberlanjutan pembangunan. Konsentrasi penduduk dalam pemanfaatan sumber daya alam telah bergeser dari wilayah daratan ke wilayah pesisir dan lautan. Hal ini terjadi karena, penduduk yang terus berkembang telah menimbulkan beban terhadap sumber daya alam di daratan. Penduduk, dengan berbagai aktivitasnya memenuhi kebutuhan pangan serta aktivitas sosialnya dapat meningkatkan laju pemanfaatan sumber daya alam dan lingkungannya. Pemanfaatan sumber daya alam yang tidak terkendali dapat mengancam kelangsungan ekosistem dan sumber daya yang mendukung kehidupan manusia dan pembangunan. Hutan mangrove, lamun dan terumbu karang adalah sumber daya laut dan pesisir. Ekosisitem ini saling terkait satu sama lain, bahkan dengan perilaku dan aktivitas manusia di dalamnya. Ekosistem mangrove, misalnya, merupakan tempat bertelur bagi jenis udang disamping sebagai penangkal atas endapan lumpur bagi ekosistem terumbu karang dan pang lamun. Di ekosistem terumbu karang, hidup berbagai jeins ikan serta biota laut lainnya yang dibutuhkan manusia. Karena itu kegiatan yang berakibat kerusakan atau perubahan atas salah satu ekosistem tersebut akan memberi dampak terhadap ekosistem lainnya, atau komponen yang membentuk ekosistem. Aktivitas pemanfaatan sumber daya laut dan pesisir hendaknya dapat ditekan atau dihindari kegiatan-kegiatan seperti; penebangan hutan mangrove yang tidak terkendali guna pembukaan lahan tambak, reklamasi pantai untuk pembangunan kawasan permukiman dan pariwisata, penangkapan ikan yang melewati kapasitas reproduksinya serta pencemaran oleh limbah industri dan rumah tangga. Dalam konsep pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan, terkandung makna adanya unsur alam dan unsur manusia, yang mana keduanya tidak dapat dipisahkan. Kegiatan penduduk dalam upaya meningkatkan kesejahteraan hidup dan kegiatan sosialnya diharapkan tidak melampaui kapasitas toleransi sumber daya alam, demikian halnya dengan pengelolaan potensi sumber daya alam pesisir. Kerusakan terumbu karang dan hutan mangrove, misalnya, dapat menyebabkan hilangnya sumber daya perikanan maupun kerusakan bio-fisik daerah pesisir. Dampak selanjutnya dapat berpengaruh pada hasil tangkapan nelayan dan kerusakan daerah permukiman di wilayah pesisir. Untuk itu, 2 kegiatan penduduk dalam mengelola sumber daya alam perlu dibekali dengan pengetahuan tentang lingkungan dan konservasi melalui suatu strategi pendidikan yang sesuai dengan kondisi dan latar belakang masyarakatnya. Pendidikan lingkungan dan konservasi sumber daya, bagi masyarakat di wilayah pesisir, diharapkan agar pemanfaatan sumber daya alam pesisir dapat terkendali, keseimbangan ekosistemnya terpelihara serta dapat dilindungi dari kerusakan. Materi pendidikan yang perlu dipertimbangkan adalah pengetahuan prinsip ekologi, etika lingkungan, hubungan manusia dengan sumber daya alam, konservasi sumber daya alam dan lingkungan. Pengetahuan lokal yang berakar dan diperoleh dari pengalaman penduduk beradaptasi dengan lingkungannya merupakan kearifan lokal dalam konservasi sumber daya alam. Ini perlu dipertimbangkan sebagai strategi pendidikan lingkungan berbasis pengetahuan lokal. Dalam buku ini, pendidikan lingkungan dan konservasi tidak hanya sarat muatan materi dan strategi pendidikan, tetapi juga mengandung pesan moral, empati, peduli serta perilaku suka menolong. Buku ini ditulis berdasarkan pengalaman melaksanakan penelitian, kegiatan pendidikan dan pemberdayaan masyarakat pesisir, serta telaah pustaka. Pendapat dan saran dapat diterima guna memperluas wawasan dan bahasan. Semoga buku ini bermanfaat. Juni 2008 Penulis. 3 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR Bab 1. REALITAS PENDIDIKAN LINGKUNGAN HIDUP 1. Filosofi dan Etika Lingkungan 2. Perspektif Lingkungan 3. Ilmu Lingkungan dan Prinsip-prinsip Ekologi 4. Rasional Pendidikan Lingkungan Hidup Bab 2. PENDUDUK, SUMBER DAYA LAUT DAN PESISIR 1. Ekologi Masyarakat Pesisir 2. Lingkungan dan Sumber Daya Laut dan Pesisir 3. Masalah Lingkungan Hidup Pesisir Bab 3. KONSERVASI SUMBER DAYA LAUT DAN PESISIR 1. Pandangan tentang Konservasi 2. Hutan Mangrove 3. Terumbu Karang 4. Sumber daya Perikanan Bab 4. STRATEGI PENDIDIKAN KONSERVASI 1. Model Penyuluhan Konservasi 2. Pendidikan untuk Orang Dewasa 3. Pendidikan Konservasi bagi Usia Dini Bab 5. PENDIDIKAN LINGKUNGAN BERBASIS LOKAL 1. Peran Tokoh 2. Kearifan Lokal 3. Gender dan Lingkungan Hidup DAFTAR ACUAN 4 Bab REALITAS PENDIDIKAN LINGKUNGAN HIDUP 1 1. Filosofi dan Etika Lingkungan Kualitas hidup manusia di planet bumi, tidak lepas dari kualitas lingkungan hidupnya. Adanya hubungan antara manusia dengan lingkungan hidupnya menyebabkan perubahan atas komponen lingkungan hidup. Perubahan ini berdampak balik terhadap kehidupan manusia, baik dampak negatif maupun positif. Manusia memiliki tanggungjawab terhadap alam dan jenis mahluk hidup lain seperti hewan dan tumbuhan. Ada prinsip-prinsip yang secara moral mengatur bagaimana manusia menggunakan atau mengelola sumber daya dan lingkungannya. Etika berkaitan dengan moral dan nilai. Etika lingkungan mengkaji dan membahas hubungan moral antara manusia dengan lingkungan hidupnya. Universalists memandang bahwa prinsip dasar etika bersifat umum dan tidak dapat berubah. Aturan-aturan benar atau salah tergantung pada minat, sikap, atau pandangan kita. Relativists, aliran yang mengklaim bahwa prinsipprinsip moral selalu relativ berlaku untuk seseorang, masyarakat atau situasi. Dalam pandangan ini, nilai-nilai etik selalu bersifat kontekstual. Tidak ada fakta, kecuali interpretasi yang ada pada generasi sekarang (Friedrich, dalam Cunningham, 2003). Nihilists, aliran yang memandang bahwa kekuatan (power) penting untuk mempertahankan hidup, sementara menurut Utilitarians suatu aktivitas yang benar jika menghasilkan sesuatu yang bermanfaat untuk orang banyak. Berbuat sesuatu terhadap lingkungan untuk kemaslahatan orang banyak adalah sesuatu yang lebih baik daripada tidak berbuat sama sekali. Dalam kehidupan masyarakat, nilai-nilai dasar yang berkembang sering masih bersifat materialistik. Etika lingkungan sebagai cabang filosofi, secara intensif mengartikulasikan nilai-nilai etika alam semesta. Kearifan lokal lahir akibat adanya kedekatan masyarakat dengan alam lingkungannya. Dalam wujud budaya tradisional, kearifan lokal melahirkan etika dan norma kehidupan masyarakat dalam memanfaatkan sumber daya alam dan lingkungannya. Selama masyarakat masih menghormati budaya tradisional yang memiliki etika dan nilai moral dengan lingkungan alamnya, maka konservasi sumber daya alam dan lingkungan menjadi hal yang mutlak. Dalam 5 kehidupan masyarakat demikian, etika lingkungan tidak tampak secara teoretik tetapi menjadi pola hidup dan budaya yang dipelihara oleh setiap generasinya. Etika lingkungan merupakan tatanan nilai-nilai hubungan antara manusia dengan lingkungan, yang dapat diterima oleh anggota masyarakat. Etika dalam konservasi sumber daya dan lingkungan, mengandung makna penghargaan atas keterbatasan dan kelemahan sumber daya alam dalam menopang kehidupan manusia, rasa keindahan alam, hak hidup mahluk biologis lain, serta kepercayaan atas ciptaan Tuhan (Callicott, 1994). Nilai-nilai yang bermakna moral dan etis terhadap lingkungan, banyak yang masih dipertahankan oleh masyarakatnya. Hal ini tidak saja mengandung nilai-nilai pendidikan lingkungan dan konservasi, tetapi adanya kepatuhan atas kepecayaan kepada sang gaib. Mahluk hidup lain memiliki hak untuk hidup seperti manusia. Untuk itu manusia perlu menghargai mahluk hidup lain yang menjadi bagian dari komunitas hidup manusia. Semua spesies (mahluk hidup) saling terkait satu sama lain, membentuk komunitas biotik. Komunitas ini berinteraksi dengan unsur-unsur lingkungan tak hidup (abiotik), membentuk suatu sistem ekologi atau ekosistem. Dalam ekosistem, kepunahan satu spesies dapat memberi dampak bagi komponen lain dalam komunitas ini (Cunningham, 2003). Untuk memenuhi kebutuhan hidup, manusia memanfaatkan sumber daya alam, aktivitas ini memberi dampak terhadap sumber daya dan lingkungannya. Kekeliruan dan ketidakpedulian dalam pengelolaan lingkungan akan berakibat kerusakan dan kepunahan sumber daya. Peduli terhadap lingkungan pada dasarnya merupakan sikap dan perilaku bawaan manusia. Akan tetapi munculnya ketidak pedulian manusia adalah pikiran atau persepsi yang berbeda-beda ketika manusia berhadapan dengan masalah lingkungan. Manusia harus memandang bahwa dirinya adalah bagian dari unsur ekosistem dan lingkungannya. Naluri untuk mempertahankan hidup akan memberi motivasi bagi manusia untuk melestarikan ekosistem dan lingkungannya. Etika lingkungan akan berdaya guna jika muncul dalam tindakan nyata dalam kehidupan sehari-hari. Kecintaan dan kearifan kita terhadap lingkungan menjadi filosofi kita tentang lingkungan hidup. Apa pun pemahaman kita tentang lingkungan hidup dan sumber daya, kita harus bersikap dan berperilaku arif dalam kehidupan. 6 2. Perspektif Lingkungan Ilmu pengetahuan dan teknologi yang dimiliki memberikan begitu banyak kemudahan dalam kehidupan. manusia telah tetapi juga telah memberikan dampak negatif dan kerugian. Tindakan atau perlakuan seseorang terhadap lingkungannya tergantung dari apa yang dipikirkannya tentang hubungan dirinya dengan lingkungan sekitarnya. Anthropocentris memandang bahwa manusia adalah lebih penting dari spesies mahluk hidup lainnya, artinya, semua terpusat pada (kepentingan) manusia. Pengelolaan lingkungan didasarkan atas semua kepentingan manusia. Lain halnya dengan biocentris yang memandang perlunya memberi perlindungan terhadap spesies hewan daripada spesies tumbuhan. Semua bentuk kehidupan memiliki hak untuk mempertahankan hidupnya. Tetapi beberapa penganut biocentris berpandangan bahwa hak hidup beberapa spesies tergantung pada manusia, misalnya, manusia tidak salah jika membunuh tikus atau nyamuk yang dapat membawa wabah penyakit. Manusia harus menggunakan sumber daya sesuai dengan kebutuhannya, tidak menggunakan secara berlebihan, karena semua sumber daya diciptakan sesuai dengan maknanya. Manusia tidak dibenarkan membunuh hewan atau mengambil bagian-bagian dari tumbuhan kecuali dimanfaatkan untuk kelangsungan hidupnya. Lingkungan alam beserta mahluk hidup di dalamnya, diciptakan, tidak untuk dikuasai oleh manusia, tetapi dimanfaatkan, dan dijaga kelangsungannya agar dapat dimanfaatkan oleh mahluk lain yang memerlukannya.. Pemahaman kita terhadap lingkungan dapat dilihat dari beberapa kriteria, yaitu; adanya kesadaran dan kepedulian kita terhadap alam dan lingkungan, pengetahuan tentang sistem alam dan konsep-konsep ekologi, pemahaman terhadap isu lingkungan, dan berpikir kritis dalam pemecahan masalah lingkungan. Kita dapat membagi era konservasi dan aktivitas lingkungan hidup dalam empat tahap, yaitu; konservasi sumber daya pragmatis, moral dan preservasi alam, tumbuhnya kepedulian terhadap kesehatan dan kerusakan ekologi akibat pencemaran, dan kepedulian terhadap lingkungan global. Setiap era memiliki fokus dan pemecahan masalah yang berbeda sesuai dengan kondisi yang ada. Pada era pertama, prinsip utama konservasi lingkungan adalah mengembangkan dan memanfaatkan sumber daya alam yang tersedia sekarang untuk memberikan keuntungan bagi generasi yang ada. Sumber daya alam, misalnya hutan, harus dapat dimanfaatkan untuk mendapatkan kebutuhan 7 yang terbaik, dalam jumlah yang banyak dan dapat digunakan untuk waktu yang lama. Pendekatan pragmatis masih dapat dilihat dalam kebijakan pengelolaan hutan. Di era kedua, nilai-nilai spiritual dan estetika telah membentuk inti dari filosofi perlindungan alam, ini dikenal sebagai biocentric preservation. Ini didasarkan pada adanya hak-hak yang mendasar bagi organisme lain untun hidup di alam. Kemajuan teknologi dan industri yang berdampak pada pencemaran lingkungan hidup, menjadi kebangkitan era ketiga,. Terbitnya buku Silent Spring yang ditulis oleh Rachel Carson pada tahun 1962 telah mengingatkan manusia akan adanya ancaman bahan kimia beracun pada manusia melalui spesies lain. Tulisan ini memuat temuan ilmiah adanya kandungan pestisida pada cangkang telur burung. Pestisida membunuh hama pertanian, dan ternyata dikonsumsi oleh burung. Era keempat, kemajuan teknologi komunikasi memungkinkan kita dapat berhubungan dengan pihak lain tanpa batas waktu dan tempat. Informasi tentang cuaca, atmosfer, peristiwa geologi dan cemaran lingkungan di belahan dunia lain dapat segera diketahui. Ini membangkitkan kepedulian terhadap lingkungan global dalam bentuk kerjasama internasional. Konferensi PBB tentang Pembangunan dan Lingkungan tahun 1992 di Rio de Janeiro, banyak negara menyetujui konsep pembangunan berkelanjutan dan keragaman hayati. Rumusan perencanaan dan aksi secara komprehensif, global, nasional dan lokal dimuat dalam Agenda 21. Dalam Lebih dari 178 negara peserta konferensi mengadopsi Agenda 21. Komisi yang membidangi pembangunan yang berkelanjutan (sustainable development) merumuskan monitoring dan evaluasi dari implementasi program pada tingkat lokal, nasional, regional dan internasional. Pada tahun 1997, sebagai representasi dari pertemuan 125 negara di Tokyo Jepang, berlangsung Konferensi ketiga PBB tentang konvensi perubahan iklim. Konferensi ini menyepakati untuk mengurangi emisi gas rumah kaca yang berpengaruh pada pemanasan global di bawah lima persen pada tahun 1990 dan seterusnya, hingga tahun 2007 Konferensi PBB tentang Perubahan Iklim ini berlangsung di Bali. Di setiap negara dan daerah juga muncul berbagai agenda dan gerakangerakan lingkungan, seperti Program Kali Bersih, program Langit Biru, dan Kota Bersih. Daerah kota dan kabupaten kita memiliki semboyan yang bermakna lingkungan hidup, seperti; Kota Teduh, Bersemi, Bersehati. Namun lepas dari kondisi obyektif setiap negara dan daerah, pemahaman tentang lingkungan masih sulit disosialisasikan. Kendalanya adalah, gerakan atau 8 program yang dicanangkan masih bersifat temporer, tidak bersifat jangka panjang. Kalau pun dicanangkan sebagai program jangka panjang, namun belum dipantau dan dievaluasi secara kontinyu karena tergantung proyek. Program dan agenda kegiatan lingkungan harus menjadi tanggungjawab semua lapisan masyarakat, tidak eksklusif. Kepedulian terhadap lingkungan tidak hanya oleh pakar, mahasiswa, anak TK, atau LSM, tetapi juga para pengusaha, menimbulkan pedagang, pemulung, kesadaran bersama, sopir. Perspektif memberi inspirasi lingkungan untuk harus bertindak menurut kemampuan pribadi. Dengan demikian akan muncul tindakan nyata dan kepedulian terhadap lingkungan, antara lain perilaku yang tidak merusak lingkungan, gaya hidup yang tidak konsumtif, hemat energi, menggunakan bahan yang ramah lingkungan. 3. Ilmu Lingkungan dan Prinsip Ekologi Lingkungan, didefinisikan sebagai keseluruhan atau kondisi yang ada di sekitar satu atau sekelompok organisme. Dapat pula diartikan sebagai kompleks sosial atau keadaan yang mempengaruhi satu individu atau komunitas. Kehidupan manusia berinteraksi dengan kondisi alam dan lingkungan sosialnya, tidak lepas dari kontribusi berbagai disiplin ilmu dan teknologi. Lingkungan hidup merupakan penelaahan terhadap sikap dan perilaku manusia dengan segenap tanggungjawab dan kewajibannya dalam mengelola lingkungan. Sikap dan perilaku ini diperlukan agar terjadi kelangsungan peri kehidupan dari seluruh komponen lingkungan (hidup dan tak hidup), serta kesejahteraan manusia dan mahluk hidup lainnya. Undangundang nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, menyebutkan bahwa lingkungan hidup adalah sistem kehidupan yang merupakan kesatuan ruang dengan segenap pengada baik pengada ragawi abiotik atau benda, maupun pengada insani, biotik atau mahluk hidup termasuk manusia dengan perilakunya, keadaan, daya yang mempengaruhi kelangsungan peri kehidupan dan kesejahteraan manusia serta kesejahteraan mahluk hidup lainnya. Ilmu lingkungan adalah studi yang sistematik tentang lingkungan, mencakup integrasi dari ilmu pengetahuan alam, ilmu sosial dan humaniora. Ilmu lingkungan bersifat interdisipliner yang mengintegrasikan ilmu pengetahuan alam dan ilmu-ilmu sosial yang dipelajari secara holistik. Pemecahan masalah lingkungan hidup tidak dapat dipandang dari satu aspek, 9 misalnya aspek ekologis, tetapi harus mempertimbangkan aspek sosial, ekonomi bahkan politik. Paradigma ilmu lingkungan merupakan metode ilmiah guna menghadapi kompleksitas kehidupan manusia dalam tatanan alam semesta. Dalam penerapannya, ilmu lingkungan yang mengatur sikap dan perilaku manusia dapat bersifat lintas disiplin ilmu menurut persoalan lingkungan yang dihadapi, seperti disiplin ilmu sosiologi, ekonomi, psikologi, geologi. Kriteria terhadap pemahaman lingkungan meliputi; kesadaran dan apresiasi terhadap alam dan lingkungan, pengetahuan terhadap sistem alam dan konsep-konsep ekologi, pemahaman terhadap isu lingkungan yang sedang trend, dan kemampuan mengembangkan berpikir kritis dalam pemecahan masalah lingkungan (Cunningham, 2003) Sebagai bagian dari perhatian manusia terhadap kehidupan di bumi dan bagaimana manusia mempengaruhi dan dipengaruhi oleh lingkungan hidupnya, maka ilmu lingkungan berkembang menjadi bahan pembelajaran dan muatan kurikulum di berbagai lembaga pendidikan. Konsepnya berkembang dari apa yang sudah dipelajari dalam ekologi, konservasi, biologi atau geografi. Ekologi adalah studi tentang interaksi organisme satu sama lain, dan dengan lingkungan tak hidupnya. Ekologi berhubungan dengan cara-cara organisme beradaptasi dengan lingkungannya, bagaimana organisme menggunakan lingkungannya, dan bagaimana lingkungan berubah akibat kehadiran organisme. Interaksi ini melibatkan materi dan energi. Mahluk hidup membutuhkan energi dan materi yang konstan untuk mempertahankan kehidupanya. Energi terdiri atas beberapa bentuk yang umum, yaitu energi panas, cahaya, elektrik dan energi kimia. Materi adalah sesuatu yang menempati ruang dan memiliki massa. Udara, air, tanah, dan mineral dalam tanah merupakan sebagian contoh materi. Gerakan molekul-molekul udara memiliki energi kinetik (energi gerak), sementara air yang tersimpan dalam suatu waduk (dam) memiliki energi potensial. Energi kinetik dan potensial dapat saling konversi, misalnya, energi potensial yang terdapat pada air waduk dapat dikonversi menjadi energi kinetik sebagai air yang mengalir untuk menggerakkan turbin pembangkit listrik (Enger and Smith. 2004). Interaksi organisme di lingkungannya terkait dengan penggunaan materi dan energi. Organisme memerlukan materi dan energi yang konstan untuk mempertahankan hidupnya. Jenis-jenis interaksi organisme, misalnya; predasi 10 (pemangsaan), kompetisi (persaingan), dan hubungan simbiosis. Ekosistem merupakan suatu ruang dimana terjadi interaksi antara komunitas (organisme) serta saling hubungan dengan lingkungan fisiknya. Setiap komponen penyusun ekosistem menjadi bagian yang tidak terpisahkan dengan komponen lainnya. Untuk dapat mengembangkan konsep ekosistem, kita dapat memandang ekosistem dari tiga hal; yaitu; peran utama organisme, energi yang dimanfaatkan dalam ekosistem, dan atom-atom beredar dari satu organisme ke organisme lain. Energi yang mengalir dalam suatu ekosistem melalui beberapa tingkatan (tropic level). Setiap tropic level mengandung sejumlah energi, dan setiap saat energi mengalir ke tropic level lain. Kurang lebih 90% dari energi yang bermanfaat hilang ke lingkungan sekitar sebagai panas. 4. Rasional Pendidikan Lingkungan Hidup Indonesia sebagai negara kepulauan, secara geografis memiliki panjang garis pesisir lebih kurang 81.000 kilometer dan luas lautan 5,8 juta kilometer persegi, dengan kekayaan sumber daya alam baik yang terbaharui maupun tak terbaharui, termasuk jasa-jasa lingkungan. Perairan Indonesia terdiri atas dua paparan benua yang dangkal, yaitu paparan Sunda dan paparan Sahul yang dipisahkan oleh laut dan selat yang dalam. Letak wilayah Indonesia juga diapit oleh lautan Hindia, laut Cina Selatan dan lautan Pasifik. Ini menunjukkan wilayah yang sangat strategis, baik dari sisi politik maupun ekonomi dunia Wilayah laut dan pesisir Indonesia di masa yang akan datang menjadi pusat pertumbuhan baru dan tumpuan harapan bagi keberlanjutan pembangunan. Konsentrasi penduduk dalam pemanfaatan sumber daya alam telah bergeser dari wilayah daratan ke wilayah pesisir dan lautan. Hal ini dapat terjadi karena penduduk yang terus berkembang, dan ini menimbulkan beban terhadap sumber daya alam di daratan. Keragaman hayati (biodiversity) yang cukup tinggi, seperti; hutan mangrove, terumbu karang, padang lamun, rumput laut, hasil perikanan, merupakan kekayaan sumber daya alam pesisir. Secara ekologis, ekosistem laut dan pesisir yang menyediakan sumber daya alam ini saling terkait satu sama lain, bahkan dengan perilaku dan aktivitas manusia di dalamnya. Ekosistem hutan mangrove misalnya, merupakan tempat bertelur bagi jenis udang, selain sebagai penangkal bagi ekosistem terumbu karang dari ancaman endapan lumpur. Sementara di terumbu karang, hidup berbagai jeins ikan serta biota laut lainnya yang dibutuhkan manusia. Karena itu, kegiatan yang 11 berakibat kerusakan atau perubahan atas salah satu ekosistem tersebut dapat memberi dampak terhadap ekosistem lainnya, atau komponen yang membentuk ekosistem (Dahuri et al, 1996:2-3). Pertambahan jumlah penduduk dengan berbagai aktivitasnya, tidak hanya menuntut perluasan lahan untuk pemukimannya tetapi juga meningkatkan laju pemanfaatan sumber daya alam lainnya guna memenuhi kebutuhan pangan serta aktivitas sosialnya. Sedangkan pemanfaatan sumber daya alam yang tidak terkendali dapat mengancam ekosistemnya dalam menunjang kehidupan manusia dan pembangunan. Karena itu, dalam upaya pemanfaatan sumber daya laut dan pesisir hendaknya dapat ditekan atau dihindari kegiatan-kegiatan seperti; penebangan hutan mangrove yang tidak terkendali untuk pembukaan lahan tambak dan pemukiman, reklamasi pantai untuk pembangunan kawasan permukiman dan pariwisata, penangkapan ikan yang tidak memperhatikan kapasitas reproduksinya serta pencemaran perairan oleh limbah industri dan rumah tangga. Hal ini jelas, karena keberlanjutan (sustainability) sumber daya alam (keberadaan dan pemanfaatannya) berhubungan erat dengan adanya keseimbangan ekosistem (Beder,1996), sementara dalam konsep pembangunan berkelanjutan itu sendiri terkandung unsur alam dan unsur manusia dimana keduanya tidak dapat dipisahkan. Dalam upaya keberlanjutan memenuhi pembangunan kebutuhan daerah, hidup masyarakat kegiatan-kegiatan di atas serta yang menyebabkan kerusakan ekosistem dan sumber daya alamnya harus dapat diatasi. Pengelolaan potensi sumber daya alam pesisir dan laut guna memacu pembangunan daerah dan peningkatan kesejahteraan masyarakatnya, hendaknya dilakukan pula dengan mengendalikan pemanfaatan sumber daya alam serta perlindungan terhadap ekosistemnya dari kerusakan. Bagaimanapun kegiatan masyarakat untuk meningkatkan kesejahteraan hidup dan kegiatan sosialnya, diharapkan tidak melampaui kapasitas toleransi sumber daya alam tersebut. Demikian pula halnya dengan pengelolaan potensi sumber daya alam pesisir. Kerusakan terumbu karang dan hutan mangrove, misalnya, dapat menyebabkan hilangnya sumber daya perikanan maupun kerusakan bio-fisik daerah pesisir. Kondisi ini selanjutnya dapat mempengaruhi hasil tangkapan nelayan dan memberi dampak pada kerusakan daerah pemukiman masyarakat di wilayah pesisir. Untuk itu, kegiatan masyarakat dalam mengelola sumber daya alam perlu dibekali dengan pengetahuan tentang konservasi melalui suatu strategi pendidikan yang sesuai dengan kondisi dan latar belakang masyarakat. 12 Pendidikan lingkungan dan konservasi sumber daya laut dan pesisir mutlak diperlukan, apalagi karena dampak kegiatan pengelolaan sumber daya alam lebih dahulu menyentuh masyarakat yang sebagian besar berada di wilayah pesisir. Dengan pendidikan ini diharapkan pemanfaatan sumber daya alam dapat terkendali, keseimbangan ekosistemnya terpelihara dan dapat dilindungi dari kerusakan. Materi pendidikan yang patut menjadi pertimbangan adalah pengetahuan ekologis yang memiliki nilai-nilai konservasi lingkungan. Pengetahuan ini telah berkembang di masyarakat yang diperoleh dari pengalaman mereka beradaptasi dengan lingkungan. Misalnya, pemilahan kayu mangrove untuk tiang pancang rumah bagi orang Bajo di pesisir Teluk Tomini, sehingga mereka dapat mempertahankan kawasan mangrove di sekitar permukiman. Ini merupakan pengetahuan lokal yang diwujudkan dalam pola permukiman (Purba, 2002:152-153). Pengembangan wilayah pesisir dan kelautan dalam mendukung optimalisasi pemanfaatan sumber daya alam pesisir dan laut membutuhkan peran aktif masyarakatnya, terutama yang bermukim di wilayah pesisir. Karena itu, sejalan dengan strategi pengembangan wilayah pesisir dan kelautan, pemerintah daerah telah melakukan beberapa upaya, antara lain; penyuluhan kepada masyarakat melalui tenaga penyuluh lapangan dan media elektronik, pelatihan nelayan tentang pengenalan wilayah penangkapan (fishing ground) serta melakukan kampanye tentang konservasi sumber daya alam dan ekosistem laut dan pesisir (Anon, 2001:14-15). Namun demikian upaya ini bukan berarti tidak menemui kendala di lapangan. Beberapa kondisi yang masih ditemui di wilayah pesisir ini antara lain, masih terjadinya penggunaan bahan peledak dan bahan beracun dalam kegiatan penangkapan ikan oleh nelayan, penebangan hutan mangrove untuk pembukaan lahan tambak maupun digunakan untuk kayu bakar oleh masyarakat sekitar. Kondisi ini tidak semata akibat tingkat pendapatan yang minimal, tetapi juga mengimplementasikan disebabkan pengetahuan oleh kurangnya mereka tentang kesadaran pemeliharaan untuk dan pengembangan sumber daya alam pesisir. Ini artinya, sebagian masyarakat telah mengetahui bahwa kerusakan sumber daya alam adalah dampak dari perilaku mereka. Mengingat pentingnya masyarakat di pesisir memiliki kesadaran dan pengetahuan lingkungan dan konservasi sumber daya laut dan pesisir, maka diperlukan strategi pendidikan yang diharapkan dapat memberikan perubahan terhadap pola berpikir dan menyentuh kesadaran masyarakatnya. 13 Pendidikan lingkungan dan konservasi hendaknya dapat menyiapkan individu yang bertanggungjawab, memahami masalah lingkungan dan berperilaku nyata dalam membina kehidupannya dengan alam, serta memiliki keterampilan yang diperlukan untuk melakukan peran yang produktif. Pendidikan, secara formal maupun non formal harus mengandung nilainilai dalam empat pilar pendidikan, yaitu; belajar untuk tahu, belajar untuk berbuat, belajar untuk memahami diri sendiri (jati diri), dan belajar untuk hidup bersama dan saling menghargai atas dasar kesetaraan dan toleransi dalam masyarakat. Kelemahan pendidikan lingkungan kita adalah, orientasi pada materi, lebih mengarah pada aspek pengetahuan dan belum sampai pada suatu proses yang dapat merubah perilaku. Penanaman nilai dan tahapan proses pendidikan lingkungan tidak berhenti pada aspek pengetahuan dan pemahaman materi, tetapi selanjutnya harus terjadi perubahan sikap yang positif dan tindakan nyata. Pendidikan lingkungan dan konservasi sumber daya alam harus mampu menginternalisasikan dan menanamkan nilai-nilai etika hubungan manusia dengan alam secara integratif dari empat pilar pendidikan di atas. Pendidikan lingkungan dapat diwujudkan dalam etika terhadap lingkungan. 14 Bab 2 PENDUDUK, SUMBER DAYA ALAM LAUT DAN PESISIR 1. Ekologi Masyarakat Pesisir Ekologi membahas secara utuh tatanan hubungnan timbal balik antara organisme dengan semua faktor dalam lingkungan hidupnya. Studi ekologi dibedakan pula atas autekologi dan sinekologi. Ekologi yang memusatkan pada satu jenis organisme (walaupun pembahasannya tidak lepas dari organisme lainnya) disebut autekologi, misalnya ekologi burung maleo (Macrocephalon maleo), ekologi anoa (Buballus sp.), sementara sinekologi membahas lebih dari satu jenis organisme, misalnya, ekologi hutan tropis dimana terdapat berbagai jenis tumbuhan dan hewan yang berinteraksi di dalamnya. Ekologi manusia memusatkan pada manusia dan masalah sekitarnya. Unsur-unsur yang mempengaruhi kehidupan manusia menjadi suatu sistem. Sebagai suatu sistem, perubahan yang terjadi pada salah satu unsur akan berpengaruh pada fungsi dan peran unsur yang lain. Perubahan itu dalam ekologi manusia perlu dipertimbangkan, apakah menguntungkan manusia, mahluk hidup lain dan alam sekitar, atau sebaliknya merugikan. Masyarakat, sebagai kelompok manusia yang hidup bersama dalam waktu yang lama, sadar sebagai suatu kesatuan dan berada dalam sistem hidup bersama (Soekanto, 1990). Masyarakat pesisir (laut), meliputi penduduk yang bermukim dan berinteraksi dengan lingkungan hidup pesisir. Identitas tempat tinggal dalam hal ini alam pesisir menjadi unsur pengikat yang penting dan dapat membedakan suatu masyarakat dari satuan sosial lainnya (Koentjaraningrat,1990). Masyarakat pesisir dicirikan pula oleh sikap mereka terhadap alam dan manusia. Umumnya mereka tunduk pada alam, menjaga hubungan selaras dengan alam. Mereka memandang bahwa alam memiliki kekuatan magis. Faktor-faktor yang mempengaruhi kehidupan masyarakat di lingkungan pesisir, misalnya, gelombang laut, pasang-surut, perubahan musim, termasuk flora-fauna yang menjadi obyek pencaharian dan budidaya oleh masyarakat pesisir. Laut dan pesisir memiliki kawasan hutan mangrove, lamun dan terumbu karang. Ketiga ekosistem ini terkait satu sama lain dan memiliki potensi ekologis serta potensi ekonomi terutama sebagai penyangga perikanan. 15 Mangrove dan lamun menjadi tempat pemijahan dan berlindung bagi anakan ikan serta hewan lunak lainnya, sementara ekosistem terumbu karang menjadi habitat dan pembesaran bagi ikan-ikan. Kawasan terumbu karang juga menjadi penghalang bagi gelombang dan arus, sementara mangrove dan lamun berfungsi sebagai pencegah abrasi pantai dan pelumpuran perairan laut. Pada peristiwa tsunami di Aceh tahun 2004 pesisir yang masih memiliki kawasan hutan mangrove tidak mengalami kerusakan berat, ini menunjukkan bahwa hamparan hutan mangrove juga menjadi pelindung pantai dari gelombang tsunami. Gelombang laut menjadi tantangan bagi masyarakat yang bermukim di pesisir, terutama nelayan. Operasi penangkapan ikan dengan peralatan yang terbatas menjadi kendala menghadapi musim gelombang laut, sehingga bagi keluarga nelayan tradisional sulit untuk memenuhi nafkah hidup mereka dibanding nelayan yang memiliki modal dan peralatan penangkap yang lengkap. Perubahan musim dan gelombang laut juga menimbulkan banjir rob yang mengancam permukiman penduduk pesisir, seperti yang mulai terjadi di pesisir utara Jakarta. Kondisi ini menyebabkan nelayan tidak melaut, aktivitas sosial dan kegiatan belajar di sekolah terganggu hingga aktivitas ekonomi lumpuh. Hasil perikanan tangkap dan budidaya menjadi penopang kehidupan masyarakat di pesisir. Budidaya perikanan dilakukan masyarakat dengan membangun tambak, walaupun sebagian besar areal dibangun dengan mengorbankan hutan mangrove. Ini menyebabkan hilangnya fungsi ekologis mangrove sebagai penghalang abrasi. Akibatnya terjadi kerusakan areal tambak, produksi ikan dari hasil tambak kurang optimum dan tidak kontinyu. Jika kondisi ini terus berlangsung, maka masyarakat mencari alternatif lain untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka yang dikhawatirkan dapat memberi dampak pada kerusakan ekosistem. Penangkapan ikan sering masih menggunakan bahan beracun dan alat tangkap yang merusak habitat (terumbu karang) dan mematikan sebagian besar organisme laut. Masyarakat pesisir memiliki kedekatan dengan alam laut dan pesisir. Banyak pengetahuan masyarakat yang lokal masih (indigenous berlaku dan knowledge) memiliki dan nilai-nilai kepercayaan pendidikan lingkungan, dan menjadi kekayaan intelektual yang terus dipertahankan. Banyak pula pengetahuan tradisional nelayan dan suku laut yang memiliki nilai positif, misalnya pengetahuan tentang kondisi alam, tingkah laku organisme serta berbagai keterampilan pengelolaan sumber daya alam yang 16 masih tradisional. Di masyarakat Bajo dikenal istilah bapongka, berupa kepercayaan akan munculnya badai atau musibah jika melanggar larangan atau pantangan ketika mereka melaut. Misalnya, ketika kepala keluarga (suami) mencari nafkah melaut, maka keluarga di rumah dilarang membuang sisa abu dapur ke perairan laut. Jika ini dilanggar maka akan terjadi badai (Alwiah, 2008). Pengetahuan tentang arah arus laut dapat diketahui dengan pemberat (batu) yang diikat pada seutas tali dan dimasukkan ke laut, sehingga arah arus dapat dilihat dari arah gerakan tali. Pengetahuan tentang arah angin dan posisi mata angin ketika sedang melaut dapat diketahui berdasarkan rasi bintang. Demikian pula dengan sebaran ikan hanya dengan melihat perubahan warna dan riak air laut. Bagi masyarakat nelayan umumnya, getah mangrove (Avicenia sp) digunakan sebagai pewarna benang pukat, ini dimaksudkan agar ikan tidak dapat melihat jaring/pukat. Pengetahuan lainnya adalah cara memelihara perahu dengan mengasapi lunas (badan) perahu menggunakan kayu bakar. Ini dimaksudkan agar badan perahu tidak dimakan binatang laut, berjamur atau binatang yang menempel di kayu. 2. Sumber Daya Laut dan Pesisir Pembangunan, hendaknya dapat menyediakan berbagai pilihan bagi masyarakat untuk memperoleh tingkat kesejahteraannya melalui pemanfaatan sumber-sumber daya yang ada. Daerah pesisir, merupakan wilayah peralihan antara daratan dan lautan, dimana terdapat satu atau lebih ekosistem dengan sumber daya alamnya. Ekosistem yang terdapat di wilayah pesisir ini, terdiri dari ekosistem yang bersifat alami dan bersifat buatan. Ekosistem yang bersifat alami, antara lain; terumbu karang, hutan mangrove, estuaria dan delta, sedangkan ekosistem yang bersifat buatan antara lain, tambak dan sawah pasang surut. Ekosistem ini menyediakan sumber daya yang dibutuhkan oleh manusia. Sumber daya alam yang terdapat di wilayah pesisir, terdiri atas; sumber daya yang terbarui (dapat pulih) dan sumber daya yang tak terbarui. Ikan, plankton, udang, rumput laut, lamun, mangrove dan terumbu karang adalah beberapa contoh sumber daya alam pesisir yang terbarui; sedangkan minyak, gas bumi, bijih besi, dan pasir antara lain termasuk sumber daya alam pesisir yang tak terbarui. Namun demikian, hasil yang diperoleh dari upaya pemanfaatan maupun pengembangan sumber daya alam dan ekosistem ini, 17 sangat ditentukan oleh kualitas sumber daya manusia, dalam hal ini dilihat dari aspek pengetahuan dan keterampilan, serta aspek fisik dan mental. 3. Masalah Lingkungan Hidup Pesisir Daerah pesisir saat ini dan masa mendatang menjadi pusat pertumbuhan baru dan dan tumpuan harapan pengembangan sumber daya alam bagi keberlanjutan pembangunan. Paling tidak ada tiga hal yang menjadi faktor pendorong, pertama, penduduk yang terus berkembang telah menimbulkan beban terhadap sumber daya alam di daratan. Sumber daya lahan untuk pertanian dan perkebunan di wilayah daratan sudah berabad lamanya dieksploitasi sehingga makin menipis dan tidak mampu lagi mendukung kebutuhan penduduk. Kedua, Indonesia sebagai negara kepulauan, secara geografis memiliki panjang garis pesisir lebih kurang 81.000 kilometer dan luas lautan 5,8 juta kilometer persegi, dengan kekayaan sumber daya alam baik yang terbaharui maupun tak terbaharui, termasuk jasa-jasa lingkungan. Keragaman hayati (biodiversity) yang cukup tinggi, seperti hutan mangrove, terumbu karang, padang lamun, rumput laut, hasil perikanan, serta kekayaan bahan tambang dan mineral merupakan kekayaan sumber daya alam pesisir. Secara ekologis, ekosistem pesisir yang menyediakan sumber daya alam ini saling terkait satu sama lain. Ekosistem hutan mangrove misalnya, merupakan tempat bertelur bagi jenis udang, disamping sebagai penangkal bagi ekosistem terumbu karang dari endapan lumpur, sementara di terumbu karang, hidup berbagai jeins ikan serta biota laut lainnya yang dibutuhkan manusia. Karena itu, kegiatan yang berakibat kerusakan atau perubahan atas salah satu ekosistem tersebut dapat memberi dampak terhadap ekosistem lainnya, atau komponen yang membentuk ekosistem. Ketiga, pertumbuhan penduduk yang menghendaki penyediaan areal permukiman di daratan. Peningkatan jumlah penduduk yang mendiami kawasan pesisir Teluk Tomini Gorontalo telah mengakibatkan pula peningkatan intensitas usaha penangkapan ikan di perairan teluk. Hal tersebut terjadi tidak saja karena meningkatnya permintaan pasar akan komoditas hasil perikanan tetapi juga meningkatnya kebutuhan masyarakat setempat. Peningkatan areal pertambakan yang membuka hutan mangrove terlihat di beberapa kawasan sepanjang pesisir. Sementara itu, penggunaan alat tangkap yang tidak ramah lingkungan bahkan cenderung berdampak pada kerusakan ekosistem seperti 18 penggunaan bahan peledak dan bius juga meningkat. Apabila kegiatan seperti ini tidak dapat dikendalikan dan dihindari, dikhawatirkan dapat mengancam fungsi kawasan hutan mangrove serta ekosistem pesisir Teluk Tomini, termasuk kawasan konservasi Cagar Alam Panua yang ada di pesisir ini. Di wilayah pesisir Utara, penggunaan lahan untuk hutan mangrove di Kecamatan Kwandang Kabupaten Gorontalo tercatat seluas 1.102,81 ha atau 64,54% dari luas penggunaan lahan mangrove di Kabupaten Gorontalo dan Boalemo (Anon, 20001). Sementara di pesisir ini masih ditemukan kegiatan penangkapan ikan dengan menggunakan jaring yang mampu menangkap berbagai jenis dan ukuran ikan serta biota laut. Demikian pula dengan penggunaan bahan peledak dan bahan beracun (potasium). Apabila kegiatan ini tidak dapat diatasi, maka suatu saat potensi sumber daya perikanan di wilayah pesisir ini akan merosot. Sehingga hal ini mendorong masyarakat mencari alternatif lain untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Dengan keterbatasan pengetahuan masyarakat tentang ekosistem laut dan pesisir, dikhawatirkan alternatif yang ditempuh bahkan dapat mengancam fungsi dan keberadaan hutan mangrove serta ekosistem pesisir di kawasan ini. Berbagai upaya perbaikan dan uji coba yang mengalami hambatan, seperti penanaman mangrove, uji coba budidaya rumput laut, kurang berfungsinya tempat-tempat pendaratan ikan (TPI) antara lain merupakan contoh kompleksitas yang terjadi di kawasan pesisir. Respons ekosistem yang lambat dalam proses-proses rehabilitasi merupakan salah satu indikator terjadinya kompleksitas yang tinggi. Masalah lainnya adalah gejala ketidak pastian yang muncul akibat akumulasi perubahan dan kompleksitas. Gejala yang paling berpengaruh adalah satu ketidakpastian sosial. Salah indikator dari terjadinya ketidakpastian adalah sikap apatisme sosial sebagai akibat dari krisis kepercayaan. Apabila peraturan yang berkenaan dengan pengelolaan ekosistem laut dan pesisir tidak lagi berjalan efektif disebabkan aturan tersebut tidak lagi berwibawa dan ditaati, maka keadaan tersebut merupakan gejala awal dari terjadinya ketidakpastian. Penggunaan alat tangkap dengan bahan peledak dan beracun, perusakan terumbu karang serta penebangan mangrove adalah pelanggaran terhadap aturan. Kepercayaan yang terpelihara selama ini dalam tatanan sosial masyarakat mulai melemah, misalnya hilangnya semangat gotong-royong dan saling membantu diantara kelompokkelompok masyarakat. 19 Dampak dari gejala di atas dapat menjadi pemicu terjadinya konflik. Perebutan daerah penangkapan ikan (fishing ground) yang menimbulkan permusuhan, misalnya antara nelayan bagan dan pancing. Sikap saling menyalahkan antara pengelola budidaya dan nelayan dapat saja terjadi. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi gejala di atas adalah dengan perencanaan dan pengelolaan dengan pendekatan ekosistem. Ekosistem dimaksudkan sebagai saling ketergantungan antar setiap komponen sistem yang secara fungsional bekerja di dalamnya. Ketergantungan antar komponen inilah maka cakupan perencanaan hendaknya bersifat holistik dan integratif. Komponen yang saling terkait dan fungsional di kawasan pesisir antara lain, perikanan, keamanan, transportasi, permukiman, keragaman hayati, budaya, pariwisata, masyarakat tradisional, pendidikan dan konservasi. 20 Bab 3 KONSERVASI SUMBER DAYA LAUT DAN PESISIR 1. Pandangan tentang Konservasi Sumberdaya Kegiatan mengeksploatasi manusia di lingkungan bidang dan ekonomi, sumber daya sosial alam. dan Sebagai teknologi contoh, peningkatan produksi pangan untuk memenuhi kebutuhan hidup penduduk membutuhkan sumber daya lahan yang mengandung unsur-unsur hara tanah untuk pertumbuhan tanaman. Apabila lahan digunakan secara terus menerus tanpa memperhatikan batas kemampuannya untuk mengembalikan pasokan unsur-unsur hara tanah, maka suatu saat terjadi penurunan kualitas lahan, dan akan berpengaruh pada produksi pangan. Karena itu, pemanfaatan lahan untuk mendukung kebutuhan manusia serta kegiatan pembangunan hendaknya tetap memelihara kelanjutan fungsi ekologis lahan. Sumber daya laut seperti ikan dan udang, merupakan sumber protein yang dibutuhkan manusia, sedangkan mangrove dan terumbu karang merupakan habitat (tempat) hidupnya berbagai jenis ikan, udang, kerang. Penangkapan ikan yang menggunakan bahan peledak atau bahan beracun di sekitar terumbu karang, tidak hanya mematikan benih ikan, udang dan kerang tetapi juga dapat merusak kehidupan terumbu karang. Kerusakan terumbu karang dapat menghilangkan pula fungsinya sebagai penahan kekuatan arus dan gelombang laut, dan pada kondisi tersebut maka pertumbuhan mangrove tidak optimal. Karena itu, pemanfaatan sumber daya perikanan ini diupayakan dengan tidak merusak habitat atau ekosistem terumbu karang dan mangrove, Konservasi atau pelestarian merupakan upaya pemeliharaan dan pemanfaatan sumber daya alam secara bijaksana. Pemanfaatan sumber daya alam untuk tujuan pembangunan dan peningkatan kualitas dan kesejahteraan penduduk hendaknya dilakukan dengan pertimbangan ekologis. Dengan pertimbangan itu maka lingkungan dapat menjamin kelangsungan tersedianya sumber daya alam (MacKinnon, 1990). Kegiatan konservasi sumber daya alam, meliputi; pemanfaatan sumber daya alam yang rasional termasuk pemanfaatannya kembali melalui daur ulang, serta perlindungannya dari kerusakan. Konservasi juga merupakan 21 bentuk kegiatan manusia dalam pengelolaan organisme dan ekosistemnya sedemikian rupa agar pemanfaatannya dapat berkelanjutan. Untuk mencapai pemanfaatan organisme dan ekosistem yang berkelanjutan, maka kegiatan konservasi meliputi; perlindungan, pemeliharaan, rehabilitasi, restorasi dan peningkatan populasi serta ekosistem (Anon, 1993). Hal ini berkenaan pula dengan beberapa dasar penerapan konservasi dalam pengertian moderen, yaitu; pemeliharaan, perbaikan, pemanfaatan, pengubahan, efisiensi, daur ulang, dan integrasi (Owen, 1985). Pemahaman yang kurang tepat terhadap penerapan konsep konservasi yang sering terjadi, disebabkan oleh pandangan bahwa konservasi adalah larangan terhadap penggunaan sumber daya alam, sehingga masyarakat merasa kehilangan hak untuk memanfaatkan sumber daya yang ada di sekitarnya. Di lain pihak, kegiatan masyarakat dalam pembangunan ekonomi harus didukung oleh ketersediaan sumber daya alam (Merrill, 2001). Dengan demikian, pembangunan dan upaya pelestarian hendaknya dilakukan secara bersama-sama, mengingat keduanya saling menunjang satu sama lain. Untuk itu, ada dua alasan yang dapat dikemukakan, yaitu; (1) lingkungan dengan sumber daya alamnya yang lestari, pada gilirannya akan melestarikan pula proses pembangunan, (2) martabat manusia dan kualitas hidupnya bergantung pada lingkungan tempat hidupnya, dalam arti, baik-buruknya kualitas lingkungan akan berpengaruh pada kualitas hidup manusia di dalamnya (Salim, 1996)). Tujuan konservasi sumber daya alam, yaitu; (1) mempertahankan adanya kualitas lingkungan dengan memperhatikan estetika dan kebutuhan rekreasi maupun hasilnya, dan (2) mempertahankan adanya kelanjutan dari pemanfaatan hasil tanaman, hewan, dan bahan yang bermanfaat lainnya, dengan menciptakan siklus yang seimbang antara masa panen dengan pertumbuhan individu baru atau pembaharuan material. Karena itu, konservasi juga meliputi kegiatan perlindungan terhadap sistem kehidupan, preservasi sumber daya genetik serta pemanfaatan flora dan fauna secara berkelanjutan (Wartaputra, 1992). Program pembangunan dalam rangka peningkatan kualitas hidup dan kesejahteraan penduduk, dilakukan dengan menyediakan berbagai pilihan bagi masyarakat untuk memperoleh tingkat kesejahteraannya melalui pemanfaatan sumber-sumber daya (alam) yang ada. Kawasan pesisir, merupakan wilayah peralihan antara daratan dan lautan, dengan satu atau lebih ekosistem beserta sumber daya alamnya. Ekosistem di wilayah pesisir terdiri dari 22 ekosistem yang bersifat alami dan bersifat buatan. Ekosistem yang bersifat alami antara lain; terumbu karang, hutan mangrove, lamun, estuaria dan delta, sedangkan ekosistem yang bersifat buatan antara lain, tambak dan sawah pasang surut. Ekosistem ini menyediakan sumber daya yang dibutuhkan oleh manusia. 2. Hutan Mangrove Hutan mangrove sering disebut hutan pantai, hutan pasang surut, hutan payau atau hutan bakau. Formasi tumbuhan hutan pantai umumnya mengikuti substrat, sehingga membentuk ekosistem hutan pantai formasi Pescaprae, Barringtonia, dan hutan mangrove. Jenis tumbuhan pada formasi pes caprae dan barringtonia mendominasi hutan pantai bersubstrat pasir (berpasir, sering juga berbatu), kondisi pantai tetap kering walaupun air laut dalam keadaan pasang naik. Jenis tumbuhan pada formasi hutan mangrove tumbuh di pantai berair yang dipengaruhi oleh pasang surut air laut dengan substrat berlumpur atau berpasir. Formasi pes-caprae biasanya terdapat di belakang garis pantai. Tumbuhan yang hidup di formasi pes caprae mampu hidup di tanah dengan salinitas yang tinggi, terdiri dari jenis semak, seperti daun katang-katang (Ipomea pes-caprae), kacang laut (Vigna marina). Jenis rumput, seperti Spinifex littoreus, Cyperus maritima, Andropogon zizanioides. Jenis perdu, seperti bakung (Crinum asiaticum L), Euphorbia atoto, pandan, dan jenis kaktus. Formasi barringtonia berada di belakang formasi pes-caprae. Substrat tanah masih mengandung pasir, salinitas lebih rendah dari formasi pes-caprae. Pertumbuhan pohon cenderung condong ke arah laut. Jenis tumbuhan yang dominan di formasi barringtonia, antara lain; butun (Barringtonia asiatica (L) Kurz), ketapang (Terminalia catappa L.), kemiri cina (Hermandia peltata), bintaro (Cerbera manghas L.), dadap laut (Erythrina orientalis (L) Murr), waru (Hibiscus tiliaceus (L)), mengkudu (Morinda citrifolia) Formasi hutan mangrove terdapat di pesisir pantai dengan air laut tenang, ombak tidak terlalu besar dan tiupan angin tidak terlalu kencang. Formasi ini biasanya ditemui di daerah dekat atau muara sungai, delta, teluk, dan dipengaruhi oleh pasang surut. Hutan mangrove merupakan ekosistem akuatik yang kaya dengan jenis plankton dan komunitas bentik, sehingga menjadi daerah pengasuhan bagi anakan ikan dan daerah mencari makan. Dari arah laut ke daratan, makin berkurang kadar salinitasnya, daratannya makin jauh dari genangan air pasang, dan makin beragam jenis mangrove. 23 Jenis-jenis tumbuhan yang banyak ditemukan dalam kawasan hutan mangrove adalah jenis-jenis Rhizophora sp, Avicennia sp, Sonnertia sp, Bruguiera, Ceriops, Xylocarpus sp. Jenis Nypha lebih menyukai air yang cukup tawar (rawa). Mangrove dapat beradaptasi untuk tumbuh dengan baik di perairan laut yang dangkal. Daya adaptasi tumbuhan mangrove tersebut meliputi: (a) perakaran yang pendek dan melebar luas, dengan akar penyangga atau tudung akar yang tumbuh dari batang dan dahan sehingga menjamin kokohnya batang, (b) memiliki daun yang kuat dan banyak mengandung air, dan (c) memiliki jaringan internal yang mampu menyimpan air dan konsentrasi garam yang tinggi (salinitas). Syarat, kondisi atau parameter lingkungan utama yang dapat mempengaruhi kelestarian hutan mangrove adalah sebagai berikut: a) Pasokan air tawar dan salinitas Ketersediaan air tawar dan salinitas mengendalikan efisiensi metabolik dari ekosistem hutan mangrove. Ketersediaan air tawar tergantung pada frekuensi dan volume air tawar dari sungai dan irigasi dari darat, frekuensi dan volume air pertukaran pasang surut serta tingkat evaporasi ke atmosfir. b) Pasokan nutrien Pasokan nutrien ditentukan oleh berbagai proses yang saling terkait, meliputi ion-ion mineral anorganik dan bahan organik serta pendaurulangan nutrien secara internal melalui jaring-jaring makanan berbasis detritus. c) Stabilitas substrat Kestabilan substrat, rasio antara erosi dan perubahan letak sedimen diatur oleh kecepatan air tawar, muatan sedimen, kekuatan air pasang surut dan gerakan angin. Fungsi dan permasalahan hutan mangrove Hutan mangrove merupakan formasi hutan yang menghubungkan daratan dan lautan. Dalam proses ekologis hutan ini antara lain berfungsi sebagai berikut: a) Mencegah intrusi air laut ke daratan, 24 b) Dengan perakaran yang kokoh sehingga mampu meredam pengaruh gelombang, menahan lumpur dan melindungi pantai dari erosi serta angin taufan, c) Merupakan daerah asuhan, tempat pemijahan atau bertelur dari beberapa jenis biota seperti udang, ikan dan kerang-kerangan. d) Menyaring dan menguraikan bahan-bahan organik dari daratan yang hanyut oleh aliran air sungai atau hujan, sehingga menjadi sumber makanan bagi berbagai jenis biota lannya. Selain itu, mangrove mampu menghasilkan produk langsung maupun tidak langsung, seperti: kayu bakar, bahan bangunan, alat penangkap ikan, bahan baku kertas, bahan makanan, obat-obatan, minuman, peralatan rumah tangga, dan sebagai tempat rekreasi. Umumnya hutan mangrove dan ekosistemnya cukup tahan terhadap berbagai gangguan dan tekanan lingkungan, namun demikian mangrove sangat peka terhadap pengendapan atau sedimentasi, tinggi rata-rata permukaan air serta pencucian dan tumpahan minyak. Tekanan terhadap hutan mangrove terutama bersumber dari keinginan manusia untuk mengubah fungsi areal hutan mangrove menjadi kawasan pemukiman, pembukaan areal tambak, meningkatnya permintaan kayu hasil tebangan hutan mangrove serta kegiatan komersial lainnya. Kegiatan ini menyebabkan kerusakan habitat dasar dan hilangnya fungsi ekosistem hutan mangrove. Konservasi sumber daya hutan mangrove Konservasi ekosistem hutan mangrove dan sumber daya yang terdapat di dalamnya dapat dilakukan dengan mencegah terjadinya perubahanperubahan nyata akibat kegiatan manusia. Kegiatan konservasi sumber daya hutan mangrove dapat dilakukan, antara lain sebagai berikut: a) Memelihara dasar dan karakter substrat hutan dan saluran-saluran air, karena substrat memegang peranan penting bagi kelangsungan hidup hutan mangrove. Harus dihindari proses erosi dan pengendapan yang berlebihan yang dapat mengganggu pertumbuhan. b) Memelihara dan menjaga salinitas air permukaan dan air tanah. Pengurangan air tawar akibat perubahan aliran sungai, pengambilan atau pemompaan air tanah tidak dapat dilakukan apabila mengganggu keseimbangan salinitas di lingkungan pesisir. 25 c) Melindungi keseimbangan alamiah antara pertambahan tanah, erosi dan sedimentasi dari kegiatan-kegiatan konstruksi di wilayah pesisir. Kegiatan konstruksi ini harus dievaluasi terutama potensi dampaknya terhadap hutan mangrove. d) Melindungi kawasan hutan mangrove dari tumpahan minyak dan bahan beracun lainnya e) Pemanfaatan hasil hutan mangrove seperti kayu bakau harus ditetapkan batas maksimum produksinya untuk menjamin kelangsungan ekosistem mangrove. Kecenderungan saat ini adalah memaksimumkan hasil panen untuk mencapai keuntungan jangka pendek tanpa memperhitungkan keuntungan jangka panjang. f) Kegiatan yang mengakibatkan pengurangan areal hutan mangrove harus dihindari. 3. Terumbu Karang Ekosistem terumbu karang (coral reefs) terdapat di lingkungan perairan dalam yang masih dicapai sinar matahari, seperti paparan benua dan gugusan pulau-pulau di perairan tropis. Syarat, kondisi atau parameter lingkungan yang utama dari terumbu karang, adalah: (a) kecerahan perairan, (b) temperatur, (c) kadar garam (salinitas), dan (d) kecepatan arus air, sirkulasi dan sedimentasi. Terumbu karang terbentuk dari endapan-endapan masif terutama calsium carbonat yang dihasilkan oleh organisme karang, alga berkapur dan organisme lain yang mengeluarkan calsium carbonat. Ekosistem terumbu karang memiliki produktivitas organik yang tinggi, ini disebabkan oleh kemampuannya untuk menahan nutrien dalam sistem dan berperan sebagai kolam untuk menampung masukan dari luar. Hewan dan tumbuhan laut yang hidup bersama-sama dalam ekosistem terumbu karang sangat peka terhadap beberapa hal, seperti; (a) aliran air tawar yang berlebihan, (b) sedimen atau endapan lumpur yang dapat mengganggu biota yang mencari makan melalui proses penyaringan, (c) suhu di luar batas torelansi, (d) polusi dari aktivitas pertanian, (e) kerusakan akibat tekanan dan benturan secara fisik, dan (f) berkurangnya sinar matahari yang masuk sehingga mengurangi fotosintesis dari koral. 26 Terumbu karang memiliki kemampuan yang baik untuk memperbaiki dan memperbaharui sendiri bagian karangnya yang rusak, apabila karakteristik habitat dari berbagai formasi terumbu karang dan faktor lingkungannya terpelihara dengan baik. Fungsi dan permasalahan terumbu karang Fungsi terumbu karang, selain sebagai habitat ikan dan hewan dan tumbuhan air lainnya juga sebagai penahan gelombang. Karena itu kegiatan pengambilan terumbu karang dapat menyebabkan peningkatan erosi pantai dan berbagai kerusakan lainnya. Kerusakan terumbu karang akibat penambangan karang menyebabkan timbulnya erosi pantai, sehingga pada gilirannya dapat mengancam lokasi pemukiman penduduk serta mengganggu kelangsungan kegiatan pengelolaan di lahan pesisir. Karena pertumbuhan karang sangat lambat dan peka terhadap perubahan ekosistemnya maka penambangan terumbu karang merupakan ancaman terbesar terhadap sumber daya perairan ini. Kerusakan terumbu karang selain faktor di atas, dapat juga disebabkan oleh; a) Kegiatan pengerukan, penimbunan dan pembangunan konstruksi yang mengakibatkan sedimentasi, b) Perubahan salinitas dan suhu, tumpahan minyak, pembuangan limbah industri dan limbah rumah tangga yang dapat mengurangi kualitas air, c) Pengalihan aliran sungai dengan volume air tawar yang sangat besar, banjir dan pembuangan limbah cair, d) Penggunaan bahan peledak, racun dan alat penangkap ikan yang tidak memenuhi ketentuan, e) Pengambilan salah satu jenis karang secara berlebihan yang melewati kecepatan tumbuhnya, f) Pengambilan jenis karang yang khas untuk dijual sebagai hiasan, g) Kerusakan karang akibat penambatan jangkar perahu dan kapal, serta kegiatan penyelaman yang tidak terkendali. Konservasi ekosistem terumbu karang Tekanan terhadap ekosistem terumbu karang banyak disebabkan oleh kegiatan manusia, baik di pesisir maupun di lahan atas. Untuk itu dapat diberikan beberapa pedoman dalam pemeliharaan, pemanfaatan dan 27 perlindungan yang merupakan upaya konservasi ekosistem terumbu karang, sebagai berikut: a) Memanfaatkan terumbu karang yang mati dan mencari sumber alternatif bahan konstruksi lain dengan tetap memperhatikan fungsinya sebagai penahan gelombang dan laju erosi. b) Tidak melakukan pengerukan dan aktivitas lain yang menyebabkan teraduknya sedimentasi (endapan lumpur) dan mengakibatkan keruhnya air di ekosistem terumbu karang. Dapat pula dengan memonitor kegiatan penambangan yang dapat mengganggu kualitas perairan. c) Melindungi ekosistem terumbu karang dari pencemaran dan peningkatan pasokan nutrien ke perairan yang disebabkan pembuangan limbah cair atau padat, baik yang berasal dari rumah tangga, kapal maupun dari buangan industri. Untuk industri hendaknya menempati lokasi yang jauh dari pengaruh limbahnya terhadap ekosistem terumbu karang, dan akan lebih baik jika melakukan pengolahan limbah sebelum dibuang ke perairan. d) Tidak menggunakan bahan peledak atau bahan beracun sebagai alat penangkap ikan. Cara ini hanya menyebabkan kerusakan yang lebih parah terhadap pertumbuhan terumbu karang sehingga mengancam kelangsungan fungsi ekosistem ini untuk menopang penyediaan sumber daya perikanan bagi penduduk. Selain itu dapat berakibat pula pada penurunan kualitas kesehatan bagi pemakan hasil laut. e) Membatasi pemanfaatan terhadap bahan-bahan karang dan jenis ikan yang hidup bersama-sama dalam ekosistem terumbu karang. Dengan pembatasan hasil panen maksimum ini maka dapat menyeimbangkan proporsi masing-masing jenis sehingga dapat dijaga kelangsungan produksi. f) Melindungi terumbu karang dari pengambilan karang untuk cindera mata, kegiatan penyelaman oleh turis serta penambatan jangkar kapal dan perahu yang merusak ekosistem terumbu karang. g) Untuk memelihara stabilitas dari salinitas perairan terumbu karang, maka dihindari perubahan salinitas di luar ambang batas. Peningkatan salinitas dapat disebabkan oleh pembuangan limbah yang mengandung garam, sebaliknya penurunan salinitas disebabkan oleh aliran air tawar yang cukup besar. Untuk itu dapat dilakukan dengan mengatur tingkat buangan air. 28 h) Melindungi perairan ekosistem terumbu karang dari perubahan suhu air di luar ambang batas. Limbah cair buangan dari industri dan kapal baik dengan suhu tinggi maupun rendah dilarang dibuang di areal terumbu karang. Untuk menjaga kisaran suhu yang sesuai dengan ambang batas, maka limbah buangan ini harus ditampung pada kolam-kolam sehingga dapat dicapai suhu ambang yang ditentukan. i) Memelihara pertumbuhan terumbu karang yang mengalami kerusakan dengan melakukan transplantasi. 4. Sumberdaya Perikanan Sumber daya perikanan laut merupakan sumber daya alam yang dapat pulih, sering ditafsirkan sebagai sumber daya yang dapat dieksploitasi secara terus menerus tanpa batas. Sumber daya perikanan dibagi atas dua kelompok besar, yaitu: (1) perikanan budi daya (aquaculture), dan (2) perikanan tangkap (capture fisheries). Perikanan budi daya di wilayah pesisir sebagian besar meliputi usaha perikanan tambak (udang, bandeng dan keduanya), lainnya berupa budi daya rumput laut, tiram, dan ikan dalam keramba. Perikanan tangkap di Indonesia dibagi dalam 3 kelompok, yaitu: (1) perikanan lepas pantai, (2) perikanan pantai, dan (3) perikanan darat. Karena kegiatan perikanan pantai dan perikanan darat sangat erat kaitannya dengan pengelolaan sumber daya di wilayah pesisir maka kedua jenis perikanan tangkap ini akan dibahas lebih lanjut. Perikanan pantai (coastal fisheries) adalah kegiatan menangkap populasi hewan air, seperti ikan, udang, kerang-kerangan dan memanen tumbuhan air seperti ganggang, rumput laut yang hidup liar di perairan sekitar pantai. Permasalahan perikanan laut Dalam kegiatan budi daya perikanan, masalah utama yang perlu diperhatikan adalah pengaruh yang berasal dari lingkungan di sekitar lokasi termasuk aktivitas di lahan atas, dan pengaruh dari kegiatan budi daya terhadap lingkungan. Sedangkan masalah utama yang dihadapi perikanan tangkap pada umumnya adalah menurunnya hasil tangkapan yang disebabkan 29 oleh eksploitasi berlebihan (overfishing) terhadap sumber daya perikanan serta penurunan kualitas fisik, kimia dan biologi lingkungan perairan. Aktivitas di lahan pertanian seperti pengolahan tanah, penggunaan pupuk, obat pembasmi hama akan memberi dampak terhadap perairan pesisir. Pengolahan tanah termasuk penebangan hutan dapat meningkatkan sedimentasi aliran sungai hingga ke pesisir dan lautan. Penggunaan pupuk dapat menyuburkan perairan sehingga meningkatkan pertumbuhan organisme yang pada akhirnya mengurangi oksigen terlarut dalam air laut. Demikian pula penggunaan obat pembasmi hama pertanian yang dapat mematikan organisme lain yang diperlukan sehingga mengganggu keseimbangan ekosistem perairan. Konservasi sumber daya perikanan laut Konservasi sumber daya perikanan baik perikanan budi daya maupun perikanan tangkap pada prinsipnya tidak dapat dipisahkan dari konservasi sumber daya lainnya di pesisir, seperti hutan mangrove, terumbu karang dan padang lamun. Beberapa petunjuk yang diharapkan dapat mendukung upaya perlindungan, pemeliharaan dan pemanfaat sumber daya perikanan laut adalah sebagai berikut: 1) Menyediakan saluran irigasi khusus tambak untuk mencegah masuknya sisa hasil pemupukan dan kegiatan pertanian. 2) Menyisihkan sebagian areal hutan mangrove sebagai zona penyangga untuk mengendalikan dan mencegah sedimentasi dan abrasi pantai. 3) Mengendalikan bocoran/perembesan air tambak yang mengandung obat pemberantas hama dan pupuk. 4) Mencegah turunnya kualitas perairan pesisir akibat tumpahan minyak, pencemaran oleh limbah industri, limbah rumah tangga, erosi tanah permukaan dan sedimentasi. 5) Mencegah drainase daerah rawa dan penggunaan rawa sebagai tempat pembuangan sampah. 6) Melindungi ekosistem terumbu karang dari kegiatan penambangan karang, dan penangkapan ikan yang menggunakan bahan beracun dan bahan peledak. 30 7) Mencegah kerusakan ekosistem hutan mangrove untuk mengendalikan erosi tepian yang menyebabkan kekeruhan dan proses sedimentasi perairan pesisir. 31 Bab 4 STRATEGI PENDIDIKAN KONSERVASI 1. Model Penyuluhan Konservasi Penyuluhan merupakan kegiatan komunikasi yang dilakukan dengan sengaja melibatkan seseorang (penyuluh), dengan tujuan membantu sesama masyarakat agar mereka dapat membuat keputusan yang benar, meningkatkan pengetahuan serta membangkitkan kesadaran masyarakat (van den Ban, 1996). Di Indonesia, penyuluhan merupakan suatu sistem pendidikan non-formal yang diberikan kepada petani dan nelayan beserta keluarganya agar mereka memperoleh pengetahuan dan keterampilan yang lebih baik, dapat mengembangkan sikap positif terhadap perubahan serta menumbuhkan kepercayaan terhadap kemampuan sendiri untuk melakukan usahanya. Penyuluhan konservasi, sebagai bentuk kegiatan pendidikan non-formal tentang konservasi sumber daya alam pesisir memiliki tujuan, materi, pendekatan, teknik penyampaian materi, peserta (sasaran) dan instruktur (penyuluh). Tujuan penyuluhan konservasi adalah memberikan pengetahuan dan pemahaman tentang konservasi sumber daya alam kepada masyarakat di wilayah pesisir, agar mereka memiliki kemampuan dalam memanfaatkan sumber daya alam pesisir, melakukan usaha memelihara keseimbangan ekosistem serta melindungi ekosistem pesisir dari kerusakan. Ini dimaksudkan pula agar masyarakat memperoleh pengetahuan dan teknologi yang dapat diterapkan untuk meningkatkan produksi dan pendapatan. Untuk mencapai tujuan tersebut maka materi penyuluhan konservasi yang diberikan meliputi; pemanfaatan sumber daya alam pesisir, pemeliharaan keseimbangan ekosistem, dan perlindungan ekosistem pesisir dari kerusakan. Materi yang dipilih untuk kegiatan penyuluhan konservasi hendaknya berhubungan dengan kebutuhan masyarakat serta pengalaman mereka, sehingga pengetahuan itu dapat segera diterapkan di dalam kehidupan seharihari (Usher, 1989). Materi penyuluhan konservasi sumber daya pesisir, diarahkan kepada sasaran tertentu atau peserta. Sasarannya adalah anggota masyarakat yang tinggal di desa di wilayah pesisir, dengan latar belakang yang berbeda. 32 Perbedaan karakteristik sasaran ini menghendaki adanya pendekatan penyuluhan yang berbeda pula, sehingga penyampaian materi penyuluhan konservasi sumber daya alam pesisir kepada masyarakat dapat mencapai tujuan yang diharapkan. Karakteristik sasaran, seperti; latar belakang pengetahuan, sosial-ekonomi, partisipasi sosial serta sikap terhadap penyuluh akan menentukan respons sasaran terhadap informasi penyuluhan. Sasaran penyuluhan dapat berbentuk kelompok atau individu, yang dapat menentukan pendekatan penyuluhan yang digunakan, yaitu; (1) pendekatan kelompok, (2) pendekatan individual, dan (3) pendekatan massal. Menurut Jamie dan Michelle (2003), kelompok atau individu adalah cara yang digunakan untuk menyampaikan materi pembelajaran kepada masyarakat, dimana materi disampaikan kepada peserta secara kelompok atau individual. Strategi merupakan pendekatan penyuluh dalam menggunakan informasi, memilih sumber dan menentukan peran peserta serta latihan khusus untuk mencapai tujuan penyuluhan, sedangkan ceramah dan diskusi merupakan teknik untuk mencapai tujuan. Pendekatan yang digunakan akan menentukan tingkat interaksi antara penyuluh dengan peserta penyuluhan. a. Penyuluhan konservasi dengan pendekatan kelompok Dalam konteks pendidikan orang dewasa, di pedesaan, banyak pendekatan atau metode yang digunakan, akan tetapi pendekatan kelompok menunjukkan hasil yang baik. Hal ini disebabkan di pedesaan, individu adalah bagian dari keluarga, masyarakat dan lingkungan. Disamping itu, terbentuk jaringan komunikasi dalam keluarga dmana mereka bekerja dan belajar bersama-sama sehingga lebih percaya diri dalam merencanakan dan melakukan praktek pertanian. Pada masyarakat petani, mereka cenderung memperhatikan dan menerima dengan sungguh-sungguh pengenalan terhadap prakek-praktek pertanian, terutama jika kita mempertimbangkan apa yang diinginkan atau dibutuhkan oleh masyarakat. Suatu kelompok terdiri dari sejumlah individu yang berinteraksi satu sama lain untuk mencapai suatu tujuan. Dalam kegiatan kelompok terjadi tukar informasi, saling ketergantungan, dan mempengaruhi sesama. Untuk mencapai tujuan, maka usaha bersama dalam kegiatan kelompok lebih diutamakan. Beberapa alasan mengapa keputusan kelompok lebih baik daripada individual adalah, adanya keterlibatan bersama dalam pengambilan keputusan dan kesepakatan bersama anggota untuk menjalankan hasil keputusan mereka. 33 Penyuluhan konservasi dengan pendekatan kelompok adalah kegiatan penyuluhan yang diarahkan kepada kelompok peserta dengan tatap muka secara langsung dengan penyuluh lapangan, dan pelaksanaannya dilakukan dengan diskusi kelompok, dan demonstrasi hasil. Dalam penyuluhan pendekatan kelompok, terjadi interaksi antara penyuluh dengan kelompok peserta dan antar peserta itu sendiri. Di sini dapat terjadi saling tukar pengalaman dan informasi pengetahuan, serta diperolehnya umpan balik untuk mengurangi salah pengertian (van den Ban, 1996). Untuk meningkatkan produktivitas petani, penyuluhan dengan pendekatan kelompok umumnya lebih efektif. Diskusi kelompok terdiri dari 3 sampai 7 orang yang berinteraksi dalam komunikasi untuk mencapai suatu tujuan, seperti peningkatan pengetahuan atau pemecahan suatu masalah. Anggota kelompok memiliki tanggungjawab sebagai bagian dari kelompok. Diskusi kelompok dan demonstrasi hasil, merupakan teknik yang memungkinkan diperolehnya keuntungan yang lebih besar, terutama jika dilakukan bersama-sama dalam penyuluhan pendekatan kelompok. Dalam hal peningkatan pengetahuan masyarakat, diskusi kelompok dapat membantu anggotanya memadukan pengetahuan dengan memberikan kesempatan mengajukan pertanyaan, dan menghubungkan informasi baru dengan informasi dimungkinkan oleh yang telah adanya mereka anggota ketahui kelompok sebelumnya. yang memiliki Hal ini berbagai informasi sehingga mereka saling melengkapi. Dengan melakukan demonstrasi hasil, peserta penyuluhan diberikan berbagai contoh nyata di lapangan, misalnya tumbuhan mangrove yang telah berhasil ditanam di daerah pesisir, bagaimana perbedaan kawasan pesisir yang masih memiliki hutan mangrove, sebaliknya bagaimana pula pesisir yang mengalami abrasi. Hal ini dimaksudkan lebih memberikan kejelasan terhadap informasi yang bersifat abstrak, terutama bagi peserta penyuluhan yang memiliki keterbatasan menerima informasi akibat kemampuan membaca dan menulis yang rendah. Strategi ini diharapkan pula dapat membangkitkan kesadaran mereka terhadap inovasi. Sementara umumnya pada masyarakat di pedesaan pesisir, penerimaan terhadap suatu konsep pengetahuan atau informasi penemuan baru memerlukan waktu yang lama. Karena masyarakat cenderung melihat lebih dahulu keberhasilan orang lain yang telah berpengalaman menerapkannya termasuk pertimbangan bila terjadi kegagalan (Satria, 2002). 34 Dapat diidentifikasi beberapa keuntungan dari penyuluhan konservasi dengan pendekatan kelompok yang dilaksanakan melalui teknik diskusi kelompok dan demonstrasi hasil, yaitu; (a) penyuluh menjadi bagian dari anggota kelompok yang turut bersama memecahkan masalah yang dihadapi anggota, (b) lebih banyak aspek yang dibahas dan membantu proses alih teknologi, (c) peserta lebih banyak memperoleh kesempatan untuk memecahkan masalah yang tidak diketahuinya, (d) dapat menambah pengetahuan dan saling tukar pengalaman antar anggota kelompok yang berfungsi untuk perubahan perilaku, pengambilan keputusan serta penentuan pilihan, (e) dapat menunjukkan secara langsung efek dari suatu perlakuan di lapangan sehingga dapat membantu peserta yang sulit memahami informasi secara abstrak. b. Penyuluhan konservasi dengan pendekatan individual Penyuluhan dengan pendekatan individual dilakukan melalui hubungan tatap muka (face to face) antara penyuluh lapangan dengan individu anggota masyarakat atau keluarganya, dimana terjadi interaksi dalam hubungan secara informal yang berlangsung di rumah atau tempat kerjanya (Valera, 1987). Situasi tatap muka (face-to-face situation) dalam pendekatan ini merupakan komunikasi interpersonal (interpersonal communication). Apabila penerima (sasaran) informasi tidak dapat memahami materi yang disampaikan maka dengan segera sasaran dapat bertanya dan pemberi informasi dapat memberikan umpan balik. Dalam kegiatan penyuluhan, hubungan tatap muka antara dua atau lebih individu tidak saja menunjukkan adanya aliran informasi, tetapi juga memungkinkan terjadinya pertukaran informasi (Crough, 2002). Dalam komunikasi ini, informasi atau pesan yang disampaikan seseorang dapat mempengaruhi perilaku si penerima. Adapun komponen utamanya terdiri dari, pengirim pesan, penerima pesan dan dari hubungan tersebut ada kesempatan melakukan umpan balik. Pengirim pesan memiliki gagasan, kemudian menyampaikan gagasannya kepada penerima (sasaran), penerima mendengar dan memberi arti. Untuk menghindari kekeliruan pemahaman maka penerima berganti peran menjadi pengirim dan mengirimkan umpan-balik kepada pengirim yang berperan sebagai penerima. Pendekatan individual dapat berlangsung pula di tempat kerja peserta, sehingga penyuluh dapat berdialog tentang permasalahan yang dihadapi di lapangan. Diskusi informal atau dialog (one-on-one discussion) digunakan dalam komunikasi interpersonal. Pada penyuluhan pendekatan individual, 35 diskusi bersama secara informal atau dialog merupakan teknik yang tepat untuk penyuluhan dengan pendekatan individual. Teknik ini dapat dilaksanakan dalam bentuk konsultasi, pengajuan pertanyaan, pemberian informasi dan pemecahan masalah. Beberapa keuntungan penyuluhan dengan pendekatan individual, antara lain; (a) memberikan kesempatan kepada penyuluh untuk mengetahui individu sasaran lebih baik ketika mengunjungi lahan kerja atau rumahnya serta memperoleh informasi secara langsung, (b) dalam pemecahan suatu masalah, dapat diintegrasikan informasi dari individu sasaran dengan informasi pengetahuan dari penyuluh, (c) penyuluh dapat membantu menjelaskan lebih jauh atas tanggapan individu sasaran dalam menentukan pilihan untuk suatu tujuan yang masih diragukan, dan (d) dapat meningkatkan kepercayan diri dari individu sasaran dengan menunjukkan perhatian secara pribadi dan memberikan gagasannya kepada penyuluh. Perbedaan pendekatan penyuluhan kelompok dengan pendekatan individal dapat ditinjau dari empat komponen, yaitu; (1) sasaran atau peserta, (2) tahap kegiatan, (3) teknik penyajian materi, dan (4) interaksi peserta. Perbedaan kedua pendekatan penyuluhan ini diringkas dalam Tabel 2.1 berikut. Tabel 2.1 Ringkasan Perbedaan Penyuluhan Konservasi antara Pendekatan Kelompok dengan Pendekatan Individual Komponen 1. Sasaran 2.Tahap kegiatan 3.Teknik penyajian materi Pendekatan Kelompok Pendekatan Individual Kelompok peserta Individu peserta Pertemuan awal: Penyuluh menjelaskan tujuan penyuluhan, dan bersama-sama peserta membagi kelompok serta menetapkan waktu dan tempat Pertemuan awal: Penyuluh mengunjungi peserta di rumah, men jelaskan tujuan penyuluhan, dan bersama peserta menetapkan waktu Penyampaian pokok materi oleh penyuluh sesuai SAP, kemudian peserta membahas materi dengan diskusi kelompok dan demonstrasi hasil. Penyampaian pokok materi oleh penyuluh sesuai SAP, kemudian individu membahas materi dengan dialog/konsultasi dengan penyuluh. 36 4. Interaksi peserta Antar peserta dalam kelompok, antara satu kelompok dengan lain kelompok, dan antara peserta dengan penyuluh. Antara individu peserta dengan penyuluh, tidak dengan individu lainnya. 2. Pendidikan konservasi bagi orang dewasa Pendidikan dan pembinaan untuk masyarakat umum (orang dewasa) dalam tulisan ini tidak dibedakan pengertiannya, karena satu sama lain erat kaitannya. Pada merencanakan, dasarnya masyarakat melaksanakan atau telah memiliki mengelola kemampuan lingkungan hidup. Pemanfaatan, pemeliharaan lahan dan budidaya sumber daya hayati lainnya telah lama dilakukan kesejahteraannya. orang untuk Keberlanjutan memenuhi pemanfaatan kebutuhan sumber daya hidup dan alam dan lingkungan oleh masyarakat dapat dijamin melalui kegiatan konservasi dan upaya pendidikan bagi masyarakat. Pendidikan, menjadi sarana penting dalam proses perubahan sikap dan tingkah laku suatu masyarakat, sementara media massa sebagai mobility multiplier (Lerner, 1985). Pendidikan konservasi bagi orang dewasa (anggota masyarakat) memerlukan media komunikasi yang memadai. Masyarakat sasaran memiliki kemampuan menafsirkan dan menginterpretasi pesan yang disampaikan melalui media, baik verbal maupun non-verbal. Komunikasi, akan mendorong orang lain agar mampu menginterpretasi pendapat seseorang lainnya. Tujuan komunikasi juga dimaksudkan untuk memperoleh kesamaan persepsi dan pengertian, namun perbedaan pula tidak dapat dihindari akibat kurangnya pengalaman dan pengaruh media penyampai informasi. Ada empat tujuan komunikasi, yaitu: perubahan pendapat, perubahan sikap, perubahan perilaku dan perubahan sosial. Dalam proses komunikasi dikenal dua tahap, yaitu secara primer dan sekunder. Proses penyampaian ide seseorang kepada orang lain dengan menggunakan simbol-simbol komunikasi seperti bahasa, isyarat, gambar yang langsung dapat dipersepsikan oleh penerima merupakan proses komunikasi primer. Sedangkan proses komunikasi sekunder adalah penyampaian pesan dengan menggunakan media kedua kepada sasarannya di tempat yang relatif jauh, misalnya melalui surat, radio, televisi. Penentuan media komunikasi untuk menyampaikan informasi tentang konservasi sumber daya alam hendaknya mempertimbangkan materi dan karakteristik sasaran. 37 Media yang digunakan dalam proses pendidikan konservasi hendaknya mampu mendorong terjadinya perilaku membangun dengan lingkungan. Pendidikan konservasi di masyarakat juga akan mengubah masyarakat melalui penyebaran dan penyerapan ide-ide dan hal-hal yang baru dalam upaya konservasi sumber daya alam dan akan berakibat langsung kepada pembangunan daerah. Intensitas penggunaan media akan memberikan suatu iklim pembangunan, pengembangan wawasan terhadap diri serta lingkungannya. Pendidikan konservasi bagi masyarakat pada umumnya dapat diperoleh melalui siaran radio, media cetak, televisi, papan informasi, sign board, poster dan stiker, kegiatan penyuluhan. Untuk media cetak yang dimaksudkan untuk pembelajaran tidak akan mencapai sasaran dengan baik karena kendala teknis, seperti transportasi yang tidak mendukung. Dalam konteks pendidikan untuk konservasi komunikasi yang dan penyelamatan cukup efektif lingkungan dalam hidup, maka strategi menyampaikan pesan adalah menciptakan kesadaran dan empati masyarakat terhadap lingkungannya melalui pemilihan media yang tepat. Prinsip pendidikan bagi orang dewasa adalah berkenaan dengan kebutuhan hidup dan kehidupan masyarakat. Konsep pendidikan hendaknya menyentuh kebutuhan dan segera terealisasi mengatasi masalah yang mereka hadapi. Karena itu pemilihan media pendidikan konservasi disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat. Stiker, poster, leaflet dapat diedarkan kepada masyarakat dalam berbagai jenis dan bentuk untuk menyampaikan informasi lingkungan. Papan informasi dapat dipasang di setiap kantor desa. Untuk mencapai tujuan pendidikan konservasi diperlukan suatu strategi. Dengan strategi tidak semata sebagai penunjuk arah tetapi juga menunjukkan teknik operasionalnya. Strategi penyampaian informasi diperlukan agar penggunaan media komunikasi lebih efektif, serta menjadi panduan bagi perencanaan komunikasi ditetapkan. Strategi penyampaian untuk mencapai tujuan yang telah informasi dimaksudkan untuk; (1) memastikan bahwa sasaran didik mengerti dengan pesan yang diterimanya, (2) pembinaan sasaran terutama bagi mereka yang telah memahami pesan; (3) memberi motivasi kepada sasaran. Pendidikan konservasi yang dilakukan melalui media radio dan lebih khusus radio komunitas, antara lain dengan memproduksi program acara; (1) memotivasi pendengar untuk mengatasi masalah lingkungan, (2) merangsang pendengar untuk menumbuh. Untuk mencapai sasarannya maka produser 38 program radio sebelumnya perlu mengenali masyarakat sebagai audiens atau masyarakat sekitar penerima informasi, dan mengikuti perkembangan masyarakat sehingga mengetahui perubahan pada masyarakat. Pengetahuan terhadap latar masyarakat audiens berhubungan erat dengan ragam informasi yang diingin, cara mengkonsumsi informasi dari radio, waktu siaran radio, dan kapasitas frekuensi radio untuk memudahkan pendengar menangkap informasi. Produksi film dokumenter merupakan bagian dari strategi pendidikan lingkungan dan konservasi, yang memiliki segmen pasar luas khususnya masyarakat perdesaan. Dalam memproduksi film dokumenter dilibatkan penduduk setempat sebagai pelakon, sehingga secara psikologis pesan-pesan lingkungan dan konservasi sumberdaya alam langsung menyentuh komunitas tersebut. Gaya bahasa yang digunakan dalam menyampaikan pesan-pesan atau moral film terhadap konservasi sumberdaya alam diupayakan makin halus sehingga masyarakat tidak akan merasa digurui. Media papan reklame dan majalah dinding penekanannya pada seni (gambar-gambar). Meskipun media ini memiliki daya lihat yang tinggi tapi durasinya sangat singkat yaitu 5-10 detik. Desain majalah dinding menyediakan beberapa halaman untuk memasang poster penyelamatan ekosistem pesisir, misalnya mangrove, terumbu karang dan lamun. Gambar poster penyelamatan lingkungan dapat pula dicetak wallpaper yang ditempelkan pada majalah dinding desa. 3. Pendidikan Konservasi bagi Usia Dini Masalah lingkungan telah melahirkan kesepakatan untuk memperbaiki lingkungan. Perhatian terhadap masalah lingkungan hidup telah digariskan dalam pelaksanaan peembangunan yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan. Masalah lingkungan hidup dipahami memiliki dimensi yang luas dan berdampak langsung atau tidak langsung terhadap kelangsungan pembangunan dan kesejahteraan penduduk. Namun demikian, penanganan masalah lingkungan belum sepenuhnya mendapat prioritas, mengingat banyaknya masalah lain seperti kemiskinan yang dipandang sangat mendesak, selain pemahaman yang kurang terhadap masalah lingkungan serta komitmen dari pengambil kebijakan di tingkat pemerintahan daerah. Pemahaman dan perubahan perilaku masyarakat luas terhadap pelestarian lingkungan hidup berkaitan dengan peran pendidikan lingkungan. Dengan pendidikan lingkungan hidup dapat ditumbuhkan kesadaran dan 39 perubahan sikap dan kepedulian terhadap lingkungan hidup. Segmen masyarakat yang dipandang strategis sebagai sasaran pendidikan lingkungan hidup adalah anak pada usia dini. Pada masa usia dini perlu dikenalkan dan ditanamkan nilai-nilai mencintai dan menyenangi lingkungan hidup, sehingga dalam diri mereka terbentuk sikap peduli terhadap lingkungan hidup. Mereka diharapkan menjadi generasi yang sadar lingkungan. Pendidikan tidak saja menjadi tanggungjawab pemerintah tetapi semua pihak. Di sekolah, penanamam nilai-nilai lingkungan hidup terhadap anak tidak selamanya menjadi beban kurikulum apalagi menambah jam pelajaran. Pembiasaan anak terhadap lingkungan sekolah atau kelas yang bersih, sanksi dan penghargaan kepada anak, panutan guru dan situasi bermain yang bernuansa lingkungan menjadi bagian dari strategi pembelajaran lingkungan hidup. Lingkungan keluarga, orang tua dan teman bermain di rumah menjadi bagian dari pola pembentukan sikap peduli anak terhadap lingkungan hidup. Orang tua menjadi panutan atau idola bagi anak, jika orang tua meminta anaknya membuang sampah pada tempatnya, maka orang tua juga harus melakukan hal yang sama. Lingkungan bermain bagi anak dapat dikembangkan guna mengantarkan anak ke situasi yang menyenangkan baginya. Perubahan perilaku dan sikap anak terhadap lingkungan diharapkan dapat tumbuh melalui sentuhan media dan suasana bermain. Beberapa media dan wahana yang dapat dikembangkan seperti berikut ini. A. Majalah anak Anak yang gemar membaca akan banyak memperoleh pengetahuan, ide bahkan idola dari cerita hasil bacaannya. Untuk memberikan pemahaman dan tokoh idolanya terhadap lingkungan hidup, majalah dapat dirangcang berisi cerita bersambung, karikatur yang lucu, cerita bergambar, mewarnai gambar, teka-teki silang, atau prosa yang bertema lingkungan hidup dengan bahasa yang sesuai tingkat perkembangan anak. Obyek cerita hendaknya sesuai dengan keadaan sekitar agar lebih menarik dan bermanfaat baginya. Misalnya, untuk menumbuhkan kecintaan anak terhadap hewan dan tumbuhan di ekosisem pesisir maka anak lebih banyak dikenalkan dengan ciri dan sifat hewan-hewan dan tumbuhan yang lazim di habitat pesisir, walaupun anak perlu juga mengetahui obyek lain yang tidak terdapat di lingkungannya. Cerita dalam majalah harus menggunakan bahasa yang sederhana dan mudah dipahami. Pesan pendidikan tentang konservasi hutan mangrove, terumbu karang dan ekosistemnya dikemas dalam cerita dan gambar tentang 40 tumbuhan mangrove dan terumbu karang dengan ilustrasi yang menarik bagi anak. Judul dan isi cerita menyangkut persoalan keseharian hidup anak pesisir, yang secara langsung atau tidak terkait dengan masalah konsevasi hutan mangrove dan terumbu karang. Bagaimana pula menanamkan kebanggaan anak terhadap pekerjaan melaut (nelayan) yang ditekuni orang tua mereka, buatlah cerita pendek, kartun lingkungan dengan tokoh dan ilustrasi yang memunculkan kesan idola bagi anak. Dengan kesan dan idolanya anak, diharapkan muncul kebanggaan mereka terhadap orang tua, dan penghargaan terhadap pekerjaan melaut. B. Leaflet Leaflet atau selebaran berisi pesan singkat dan menarik untuk menumbuhkan kesadaran anak terhadap lingkungan hidup. Isi leaflet tergantung misi yang ingin dicapai. Jika misinya adalah meningkatkan kesadaran anak terhadap konservasi sumber daya alam pesisir maka leaflet dapat berisi budaya dan kebiasaan anak menjaga kebersihan pantai, akibat buruk dari pembuangan sampah di pesisir pantai, foto-foto kerusakan tanaman mangrove dan terumbu karang, zat-zat yang merusak mangrove dan terumbu karang, dan perlakuan orang yang merusak mangrove dan terumbu karang. Praktek baik di daerah pesisir lainnya tentang konservasi pesisir dapat disajikan dalam leaflet dengan istilah dan bahasa yang mudah dipahami anak. Pesan ini dimaksudkan untuk mengenalkan kepada anak bahwa di daerah pesisir lainnya anak-anak seusia mereka dapat berbuat baik, bermain dengan cara yang lain guna menjaga kelestarian alam pesisir. C. Poster Materi poster dapat berupa kata kunci mengenai masalah konservasi ekosistem, kebersihan lingkungan permukiman pesisir. Materi poster disertai gambar-gambar komponen-komponen ekosistem pesisir, dan ilustrasi kegiatan harian masyarakat pesisir yang tampil menarik dan memiliki makna yang relevan dengan tujuan poster. Dalam poster harus dihindari penafsiran yang ganda terhadap gambar, ilustrasi dan bacaan. Karena itu materi poster harus terfokus dan dapat memberikan kesan dan pesan yang sama terhadap sasaran pembaca. D. Program televisi dan radio Tahap perkembangan psikis anak menjadi acuan dalam merancang program kegiatan pendidikan lingkungan hidup. Program yang disusun tanpa 41 memperhatikan tahap perkembangan berpikir dan tingkat pemahaman anak tidak akan memperoleh perhatian sehingga tidak memberi kesan yang menarik pula bagi anak. Program tayangan pendidikan lingkungan hidup bagi anak dalam bentuk ceramah, diskusi dan \pola indoktrinasi hendaknya dihindari karena kurang bermakna bila dilihat dari perkembangan berpikir anak. Bentuk program yang dapat dikembangkan antara lain cerita rakyat yang bertema lingkungan, film kartun, film cerita anak, atau bentuk hiburan lagu-lagu bertema lingkungan hidup. Cerita tentang anak dengan terumbu karang, misalnya, menampilan keseharian anak setelah kembali dari sekolah pergi bersama teman-temannya mengumpulkan dan menata kembali karangkarang yang telah mati di lokasi terumbu karang. Cerita tentang anak-anak yang membantu orang tua bersama warga masyarakat mengumpulkan buah mangrove, menyemaikan dan kemudian menanamnya di lokasi sekitar permukiman pesisir. Juga bagaimana nelayan bersama anak-anak mereka membuat tambak ikan sambil memelihara pohon-pohon mangrove di pesisir pantai. Berbeda dengan program televisi, maka program melalui siaran radio hanya dapat didengar (audio). Karena itu bentuk program pendidikan lingkungan melalui radio harus mampu membangkitkan imajinasi anak melalui audio sehingga seolah-olah anak berada dalam suasana kehidupan nyata, dan ini menuntut kreativitas yang tinggi dari penyusun program acara. Bentuk program dapat berupa cerita anak, dongeng, kuis dan lagu-lagu anak yang bertema pelestarian dan cinta lingkungan hidup. Legenda daerah pesisir setempat perlu dieksplorasi dan diangkat menjadi cerita yang menggambarkan kehidupan anak sehari-hari. Dengan demikian pesan yang disampaikan akan lebih mudah dimaknai dan dijiwai anak. Tayangan program televisi dan radio perlu mempertimbangkan faktor waktu dan durasi acara. Waktu penanyangan sebaiknya setelah jam sekolah dan libur sekolah. Durasi waktu acara juga tidak terlalu lama, sehingga anakanak masih dapat melakukan kegiatan bermainnya, juga terutama memberikan waktu bagi anak untuk mengerjakan tugas-tugas sekolah, belajar di rumah, dan membantu orang tua. E. Wahana studi Wahana studi dimaksudkan untuk membentuk perilaku peduli anak terhadap lingkungan dengan jalan mempelajari fakta alamiah secara langsung dari obyek. Strategi ini bertujuan melihat tingkat kompleksitas di lapangan 42 yang berkaitan dengan persiapan yang akan dilakukan seperti alokasi waktu dan tempat. Kegiatan dalam wahana studi dapat berupa observasi lapangan terpadu dengan kerja laboratorium. Sasarannya adalah anak-anak, remaja dan orang dewasa. Langkah yang ditempuh dalam studi lapangan, adalah; persiapan, pelaksanaan dan evaluasi. Pada tahap persiapan diawali dengan penetapan paket-paket program, kepesertaan (jumlah rombongan, syarat-syarat peserta), observasi lokasi, persuratan/izin jika diperlukan, penyusunan panduan paket program, fasilitator dan biaya yang diperlukan. Pada tahap pelaksanaan, digunakan pendekatan partisipatif. Peserta didik (anak-anak) melakukan observasi lapangan, presentase dan diskusi. Fasilitator berperan sebagai teman sehingga dengan posisi ini diharapkan dapat menghilangkan hambatan psikologis antara anak dengan fasilitator, disamping menciptakan suasana terbuka dan komunikasi yang luwes. Kegiatan yang dilakukan pada tahap evaluasi meliputi evaluasi langsung oleh penyelenggara program terhadap aspek kognitif peserta studi. Evaluasi dapat dilakukan dalam bentuk tes, atau kuesioner yang disesuaikan dengan jumlah peserta. Pendamping peserta dapat melakukan evaluasi terhadap perubahan perilaku peserta studi setelah kembali ke lingkungannya masingmasing. Hasil evaluasi ini dapat dikomunikasikan oleh pendamping ke penyelenggara program wahana studi sebagai umpan balik terhadap perbaikan paket program. F. Permainan anak Pada usia anak, bermain dan permainan bagi anak adalah sarana belajar. Pemahaman terhadap alam dan lingkungannya diperoleh dari situasi bermain. Permainan anak untuk menanamkan sikap lingkungan yang baik dapat dirancang dalam bentuk wahana simulasi, bermain peran, permainan tradisional dan wahana eko-bermain. Wahana permainan anak dimaksudkan untuk membentuk sikap peduli dan kesadaran anak terhadap pentingnya konservasi sumber daya alan dan lingkungan sekitar. Dalam wahana simulasi, fasilitator menyusun langkah-langkah persiapan, pelaksanaan (simulasi) dan evaluasi. Pada tahap persiapan, kegiatan yang dilakukan adalah merumuskan tujuan simulasi, menetapkan peran peserta didik (anak) sesuai dengan menu program, menyusun pedoman permainan simulasi dan pedoman evaluasi. Pada proses simulasi, peran-peran tertentu diberikan treatment, atau gangguan kemudian melihat efek yang 43 terjadi. Pada saat diskusi, fasilitator berperan sebagai nara sumber untuk membantu anak jika mengalami kendala dalam memahami konsep. Evaluasi dilakukan secara langsung oleh penyelenggara program terhadap aspek kognitif, dan aspek afektif peserta simulasi oleh pendamping setelah peserta kembali ke lingkungannya (sekolah) masing-masing. Pendamping menyampaikan laporan evaluasinya kepada penyelenggara program sebagai umpan balik. Salah satu simulasi, misalnya; bertujuan menanamkan nilai-nilai pendidikan konservasi sumber daya alam pada anak-anak melalui cintai satwa. Pada awalnya, anak-anak diberi arahan tentang peran satwa terhadap lingkungan dan kehidupan manusia. Dengan menetapkan batas waktu bermain (sekitar 30 sampai 45 menit), fasilitator meminta anak-anak secara bebas memilih bermain apa saja yang disenanginya, mencari teman-teman atau membentuk kelompok bermain, atau juga anak dapat memilih kesibukannya dengan bebas, tetapi dalam area yang sudah dibatasi dan diamati oleh fasilitator. Kemudian, sementara anak-anak dalam suasana gembira dan suka-ria dengan permainannya, fasilitator tiba-tiba menghentikan salah seorang anak dari kegiatan bermainnya dan mengisolasinya dari temanteman lainnya. Anak yang diisolasi mengalami tekanan atas keinginannya bermain, sedih, menantang dan ingin melepaskan diri bahkan sambil menangis bertanya kepada fasilitator mengapa ia ditahan dan dihentikan bermain padahal ia sama dengan teman-temannya sementara yang lainnya diberikan kebebasan meneruskan permainannya. Ketika itu, teman-teman lainnya sejenak menghentikan permainan mereka dan bertanya kepada fasilitator mengapa seorang teman mereka ditahan dan meminta dibebaskan kembali. Pada saat ini, fasilitator memberikan arahan dan menjawab bahwa, sedih, tangis dan keinginan untuk melepaskan diri yang dirasakan seorang teman tadi itulah yang dialami dan dirasakan ketika seekor burung ditangkap dan dimasukkan dalam sangkar. Burung yang dipelihara anak-anak di dalam sangkar di rumah merasakan seperti yang dialami oleh teman anak-anak, jauh dari teman-teman bermain, kasih sayang induknya bahkan jauh dari habitat alaminya. Dengan simulasi ini diharapkan anak-anak memiliki kepekaan dan mencintai satwa hidup di habitatnya. Dalam paket bermain peran, anak-anak diberi peran yang terkait satu sama lainya, yang dipandu oleh fasilitator. Salah satu contoh, bermain peran yang bertujuan untuk menanamkan pemahaman kepada anak akan peran ekosistem terumbu karang terhadap kehidupan manusia. Pada awalnya anak dikenalkan terlebih dahulu dengan konsep ekosistem, peran ekosistem, dan 44 komponen-komponen penyusun ekosistem dan hubungan antara komponenkomponen ekosistem. Komponen-komponen penyusun ekosistem ini yang kemudian dimanipulasi dalam bentuk permainan, misalnya, peran sebagai produser, konsumer, dekomposer, kemudian unsur-unsir abiotik seperti udara, air dan cahaya. Pada kegiatan bermain, salah satu hubungan antar komponen diputus, kemudian didiskusikan dampak yang terjadi berdasarkan aspek keseimbangan ekosistem. Permainan tradisional anak-anak memiliki bentuk permainan yang khas. Berdasarkan bentuk-bentuk yang ada, fasilitator dapat merancang atau memodifikasi bentuk permainan lain, sehingga dapat memperkaya tujuan permainan yang memiliki nilai-nilai pendidikan konservasi dan lingkungan bagi anak-anak. Dengan bantuan fasilitator, anak-anak dapat memilih bentuk permainan tradisional yang lebih disenanginya, termasuk merancang alat-alat bantu permainan yang menggunakan bahan alami dari lingkungan sekitar. Fasilitator mendisuksikan pesan-pesan yang muncul dalam permainan, kemudian mengarahkan anak untuk mengartikannya, menghubungkannya dengan kehidupannya sehari-hari dan mencari nilai-nilai pendidikan konservasi yang dimaksud dalam permainan. Wahana eko-bermain dilakukan dengan berbaurnya peserta dengan lingkungan alam. Aktifitas yang dapat dilakukan fasilitator antara lain observasi ekosistem pesisir dengan cara mengenalkan secara langsung baik obyek maupun gejala yang dijumpai di ekosistem. Peserta wahana dapat melakukan pengamatan, pencatatan, diskusi dan menginterpretasi gejalagejala yang ditemui. Metode yang digunakan diharapkan dapat memberi motivasi perubahan sikap melalui situasi bermain. Fasilitator dapat menjadi mediator bagi peserta mendiskusikan masalah yang ditemui selama dalam pengamatan lapangan. Hasil kegiatan wahana dapat dievaluasi melalui dua pendekatan, yaiti; (a) fasilitator mengembangkan kuesioner yang diisi langsung peserta, (b) fasilitator mengembangkan lembar observasi yang diisi oleh pendamping (guru, orangtua, ketua organisasi) setelah peserta menyelesaikan kegiatan dan kembali ke lingkungannya masing-masing. Fasilitator menindaklanjuti hasil evaluasi dengan menyempurnakan menu program dan kompetensi fasilitator. 45 Bab 5 PENDIDIKAN LINGKUNGAN HIDUP BERBASIS LOKAL 1. Peran Tokoh Perilaku dan perbuatan manusia yang dipertahankan dari generasi ke generasi (baca: tradisi) didorong oleh adanya suatu mitos atau tradisi. Selama belum ada suatu cara baru yang dapat diterima oleh masyarakat desa dalam mengatasi permasalah hidup, maka tradisi adalah sesuatu yang dipandang efektif. Keyakinan orang terhadap suatu tradisi lebih diperkuat oleh adanya mitos. Perlu dilakukan penyaringan terhadap mitos yang berkembang yang melatar-belakangi suatu tradisi, sehingga arah mitos memberikan nilai tradisi menjadi potensial bagi kehidupan masyarakat. Dimensi sosial budaya dalam kehidupan masyarakat perlu dipertimbangkan sehingga berkembanganya arah mitos baru yang menjadi dasar tradisi tidak merubah tatanan kehidupan sosial masyarakat. Peran tokoh masyarakat dan adat erat hubungannya dengan tradisi yang mempengaruhi pengambilan keputusan di tengah masyarakat. Untuk itu peran tokoh masyarakat dan tokoh adat menjadi bagian yang sangat penting dan berpengaruh kuat. Dalam penyampain informasi pendidikan lingkungan kepada masyarakat, peran tokoh masyarakat dan tokoh adat penting. Kepercayaan terhadap apa yang dikatakan dan diperankan tokoh menjadi ciri masyarakat, di samping sikap gotong royong dalam berbagai kegiatan. Masyarakat nelayan di pesisir umumnya memiliki sikap gotong royong dalam membangun rumah, pembangunan fasilitas desa dengan cara dan tradisi yang telah berkembang sejak lama. Mereka memiliki kearifan lokal dalam mengelola sumberdaya perikanan, dan sebagian besar tidak melakukan kegiatan yang merusak lingkungan, seperti mangrove dan terumbu karang. Di beberapa tempat perkampungan nelayan orang Bajo, seperti di Desa Torosiaje Kabupaten Pohuwato Gorontalo, untuk membuat tiang pancang bangunan rumah hanya mengambil batang mangrove yang sudah tua dan mati, sehingga kawasan mangrove di permukiman mereka tampak lebih asri dan terperlihara dibandingkan kawasan lain. Desa ini bahkan telah dijadikan sebagai kawasan wisata dengan keunikan rumah panggung tradisional di daerah litoral, berada di balik kawasan hutan mangrove dan padang lamun. Kondisi masyarakat ini 46 menjadi perhatian dalam upaya memberikan pengetahuan konservasi lingkungan dan sumberdaya pesisir. 2. Pendidikan Lingkungan dalam Kearifan Lokal Kawasan pesisir dengan sumber daya alamnya telah menjadi tumpuan bagi pengembangan ekonomi bangsa. Ekosistem mangrove, lamun dan terumbu karang di pesisir memiliki fungsi ekologis dan ekonomi. Berbagai kegiatan pemanfaatan sumber daya alam di pesisir telah merubah tatanan ketiga ekosistem ini. Pengelolaan sumber daya pesisir pada prinsipnya adalah proses pengelolaan terhadap seluruh komponen dari ekosistem mangrove, terumbu karang, lamun termasuk manusia dengan berbagai aspek social-ekonominya. Hal ini mengindikasikan bahwa pengelolaan sumber daya alam pesisir harus dilakukan dengan pendekatan terpadu. Pengelolaan sumberdaya pesisir termasuk upaya konservasinya masih dipandang sebagai satuan sistem yang berdiri sendiri, sementara keberadaan dan keberlanjutan sumber daya alam pesisir ditentukan oleh komponen manusia, alam dan keputusan dari para pengambil kebijakan. Di beberapa daerah menunjukkan bahwa pengelolaan perikanan tangkap dan budi daya oleh instansi pemerintah terkait dengan perikanan dan kelautan belum sepenuhnya dikoordinasi dengan upaya konservasi dan rehabilitasi kawasan mangrove yang dilakukan oleh instansi lainnya. Kondisi ini merupakan akumulasi dari berbagai masalah mendasar dalam pengelolaan sumber daya alam pesisir. Laju perubahan lahan mangrove serta kerusakan ekosistem terumbu karang di Indonesia makin memprihatinkan. Kerusakan hutan mengalami peningkatan dari 1,6 juta ha/tahun (Pratiwi 2003) menjadi 2.2 juta ha/tahun (Meiviana, et all, 2004), dan saat ini telah mencapai 2.83 juta ha/tahun. Hal ini mengindikasikan bahwa upaya rehabilitasi lahan yang dilakukan tidak sebanding dengan tingkat kerusakan yang terjadi. Hutan sebagai sebuah ekosistem memiliki tiga peran utama, yaitu manfaat ekonomi, manfaat ekologi dan manfaat sosial. Akibat tuntutan ekonomi yang begitu pesat guna memenuhi kesejahteraan penduduk dan kegiatan pembangunan, telah mengabaikan aspek ekologis serta hak-hak sosial masyarakat lokal terhadap hutan. Kerusakan ekologis kawasan hutan lebih diakibatkan oleh pemanfaatan hutan semata-mata untuk memperoleh nilai ekonomi. Lemahnya komitmen dan kemitraan pemerintah dan masyarakat untuk mengatasi kegiatan yang berkaitan dengan degradasi lahan juga mempercepat kerusakan ekosistem dan sumber daya hutan. 47 Kearifan lokal merupakan suatu pendekatan yang dapat menjembatani kepentingan masyarakat dengan upaya rehabilitasi lahan. Kearifan lokal (local wisdom) merupakan pengetahuan yang diperoleh atau muncul pada suatu masyarakat lokal sebagai akumulasi pengalaman yang terintegrasi dengan pemahaman atas lingkungan sekitar dan budaya. Local wisdom dapat bersifat dinamis sesuai dengan fungsinya dan berhubungan dengan situasi global (Naritoom, 2008). Melalui pendekatan terpadu pengembangan kearifan lokal dan penerapan teknologi rehabilitasi lahan, diharapkan dapat menghasilkan teknologi alternatif yang mudah diterapkan dan mampu meningkatkan partisipasi masyarakat. Kegiatan rehabilitasi lahan untuk kepentingan konservasi ekosistem secara menyeluruh dapat berhasil dengan baik apabila ada partisipasi masyarakat yang didukung oleh kebijakan hukum, model pengelolaan dan pemanfaatan serta kelembagaan masyarakat yang dapat diakui. Kearifan lokal yang memiliki nilai-nilai pendidikan lingkungan yang telah tumbuh dalam masyarakat, merupakan alternatif yang dapat mendorong keberhasilan konservasi lahan. Semangat kearifan lokal berasal dari hati yang tulus dengan motivasi membangun dan menyeimbangkan kehidupan manusia dengan alam. Kearifan lokal dapat dikembangkan sehingga memiliki nilai kompetitif dan menjadi salah satu peluang usaha yang ramah lingkungan. Perpaduan kearifan lokal dengan teknologi penangkapan ikan, misalnya oleh masyarakat Bajo diharapkan lebih memantapkan kebersamaan masyarakat dan ilmuwan dalam mendukung pemulihan sumber daya laut dan pesisir. Kearifan lokal dalam satu masyarakat pesisir berbeda dengan komunitas masyarakat pesisir yang lain. Penanganan lobster hidup untuk kepentingan eksport pada masyarakat Bajo Torosiaje dengan cara aklimatisasi, merupakan kearifan lokal yang telah dikembangkan dengan sentuhan teknologi sederhana yang diadopsi dari pengetahuan lokal komunitas tetangga. Masih banyak kearifan lokal masyarakat yang memiliki nilai pendidikan lingkungan dan konservasi, karena dibangun atas dasar kesadaran menyelaraskan kehidupan manusia dengan alam, dan tidak sedikit pula teridentifikasi kearifan lokal yang mulai hilang sehingga tidak lagi dipatuhi dan dihormati. Kemajuan teknologi komunikasi dan arus informasi yang begitu pesat, telah memberi dampak terutama pada generasi muda masyarakat lokal. Pengaruh budaya luar tanpa disadari telah melemahkan kearifan lokal. Karena itu memperkuat kembali kepatuhan terhadap nilai-nilai lokal merupakan langkah penting. Misalnya, pengenalan masyarakat lokal (generasi muda) 48 tentang manfaat tanaman obat mengalami penurunan, dan berdampak pemahaman terhadap lingkungan hidup dan hilangnya keragaman hayati. Pendekatan kearifan lokal memungkinkan prakarsa pembangunan khususnya pendidikan lingkungan hidup diletakkan atas dasar pengetahuan lokal masyarakat, sehingga terjadi proses penyelarasan pengetahuan lokal dengan pengetahuan ilmiah dan teknologi. Pendekatan budaya dan religius masyarakat lokal merupakan bagian yang integral dengan pengembangan kearifan lokal setiap komunitas. Pendekatan ini memiliki nilai penting dan peluang yang tinggi hingga akhirnya manusia tidak lagi berbudaya. Otonomi daerah memberikan peluang kepada pemerintah pusat dan daerah otonom lingkungan hidup untuk dan mengembangkan sumber daya praktek-praktek alam bagi pengelolaan kesejahteraan dan pembangunan masyarakat. Pendekatan pembangunan tidak lagi didasarkan pada perencanaan yang sentralistik, tetapi pada keunggulan komparatif setiap daerah. Keragaman suatu komunitas dengan ciri khasnya dapat memberikan pola yang berbeda dalam pemanfaatan dan pelestarian sumber daya alam. Pendekatan kearifan lokal ini akan lebih efektif karena dimulai dengan apa yang diketahui oleh masyarakat dan membangun dengan apa yang ada pada masyarakat. Dengan demikian, model konservasi sumber daya alam yang seragam yang muncul secara sentralistik perlu ditinggalkan, karena kurang memberikan peluang kepada setiap komunitas masyarakat untuk memberikan kontribusinya dalam pembangunan. 3. Gender dan Lingkungan Hidup Gender, dalam pengertian umum adalah perbedaan nilai dan tingkah laku yang tampak antara laki-laki dan perempuan, misalnya; perempuan dikenal dengan lemah lembut, cantik, emosional dan keibuan. Sementara lakilaki dianggap kuat, rasional, jantan dan perkasa. Gender adalah suatu konsep kultural, berupaya membuat perbedaan dalam hal peran, perilaku, mentalitas, dan karakteristik emosional antara laki-laki dan perempuan yang berkembang dalam masyarakat. Perbaikan lingkungan hidup wajib dilakukan manusia. Perempuan dapat melakukan berbagai kegiatan mengatasi dampak perubahan iklim, antara lain dengan menghindari lebih banyaknya emisi gas karbondioksida yang terbuang ke udara. Kepedulian perempuan dapat dimulai dari rumah tangga sendiri, misalnya dengan menghemat energi listrik dan air. Kaum perempuan juga bisa melakukan gerakan penyesuaian diri dengan perubahan 49 iklim yang tidak dapat dihindarkan, misalnya dengan program penanaman dan pemeliharaan pohon yang dilakukan melalui organisasi PKK dan Dharma Wanita, kegiatan ini sudah menjadi program pokok hingga ke perdesaan. Menghadapi perubahan iklim yang makin ekstreem, perempuan tidak hanya menanam pohon hanya sekedar seremoni. Kegiatan lain yang dapat dilakukan misalnya kampanye mengurangi penggunaan kendaraan bermotor, penyuluhan kepada nelayan tentang program rehabilitasi terumbu karang, dan perubahan pola tanam petani yang dapat mendukung gerakan penyelematan lingkungan hidup. Tetapi, perempuan juga berperan dan memberikan kontribusi terhadap pencemaran lingkungan. Penggunaan barang-barang keperluan rumah tangga dan kosmetik, seperti pengharum ruangan, pembasmi hama, pembersih lantai, pembersih kaca, penghilang noda dan bahan beracun lainnya, biasanya diputuskan oleh perempuan. Begitu pula dalam kegiatan-kegiatan lainnya, seperti sektor pertanian, perkebunan, kehutanan dan perikanan, kaum perempuan di perdesaan banyak terlibat. Suatu hasil penelitian tentang sikap gender terhadap pengelolaan lingkungan hidup menyimpulkan bahwa, 40% responden laki-laki dan 48% perempuan daerah perdesaan belum menyadari akan bahaya penggunaan pestisida dan bahaya berkebun di lahan miring tanpa terasering. Lebih dari 25% responden menyatakan setuju membuka lahan baru, dan 57,4% responden laki-laki dan 78,1% responden perempuan menyatakan setuju dengan pemanfaatan kayu mangrove untuk alasan ekonomi (PSW UNG) Ketimpangan gender, sebagai akibat adanya perbedaan peran sosial antara perempuan dan laki-laki telah menghambat upaya perbaikan kesejahteraan masyarakat, kesehatan dan lingkungan hidup terutama kaum perempuan, bayi lahir dan anak-anak. Upaya mengatasi masalah kesehatan perlu memperhatikan masalah gender dan lingkungan hidupnya, sementara mengatasi masalah lingkungan hidup perlu mempertimbangkan masalah gender dan masalah kesehatan. Perlu memasukkan aspek gender dalam perencanaan hingga pelaksanaan program. Untuk itu, Bank Dunia dan UNICEF melaksanakan studi tentang pembangunan di sektor pengairan di Indonesia. Temuan studi ini bahwa, umumnya partisipasi perempuan dalam proses pembangunan mulai dari perencanaan, pelaksanaan dan pengelolaan sarana air telah meningkatkan keberlanjutan pelayanan prasarana dan sarana air. Disimpulkan bahwa perlu memberikan peran aktif perempuan sebagai pelaku utama dalam 50 pembangunan di sektor tersebut. Hal ini menunjukkan pentingnya pengarusutamaan (mainstreaming) gender sebagai salah satu strategi dalam rangka peningkatan kapasitas pengelolaan sumber daya alam yang berkelanjutan berkelanjutan. 51 Daftar Acuan Anon. Pengembangan Kawasan Pesisir di Sulawesi Utara Tahun 2001. Gorontalo: Balai Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah, 2002. Armour, Audrey & R.Lang. 1975. Environmental Planning Resource book Land. Directorate Environment Montreal. Canada. Barlow, Releigh. 1972. Land Resource Economics, Prentice Hall, Inc., New Jersey. Beder, Sharon. The Nature of Sustainable Development. Second edition. Newhaw Australia: Scribe Publications, 1996. Bruce, Mitchell, B. Setiawan, Dwita Hadi Rahmi, 2003. Pengelolaan Sumber daya dan Lingkungan. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Cunningham, William P, et.al. 2001. Environmental Sciences. A Global Concern. Sixth Edition.. Mc Graw Hill Book Co. New York ----------------. 2003. Environmental Science. A Global Concern, 7th edition. McGraw Hill Book Co, New York Dahuri, Rohmin et al. Pengelolaan Sumber Daya Wilayah Pesisir Dan Lautan Secara Terpadu. Jakarta: Pradnya Paramita, 1996. Dahuri, Rokhimin. 2003. Keanekaragaman Hayati Laut, Aset Pembangunan Berkelanjutan Indonesia, Jakarta: Gramedia Pustaka utama. Dovers S.R. M. Begg. 1994. Environmental Policy for Sustainable Development of Natural Resources. Mechanisms for Implementation and Enforcement. Natural Resources Forum 18(4) : 262-76 Enger, Eldon D., and Smith. 2004. Environmental Science, A Study of Interrelationship, 9th edition. McGraw Hill. New York Kim, Uichal et al. (ed.). Individualism and Collectivism: Theory, Method, and Applications. New Delhi: Sage Publication, 1994. Koentjaraningrat, 2000. Pengantar Ilmu Antropologi, Jakarta; Rineka Cipta. Odum, H.T. 1971. Environment, Power and Society. John Wiley & Sons. New York Owen, O.S. 1980. Natural Resource Concervation: An Ecological Approach. Third Edition. Machmillan Publishing Co., Inc. New York Purba, Jonny (ed.). Pengelolaan Lingkungan Sosial. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2002. Robinson J, G Francis, R Legge and S Lerner. 1990. Defening a Sustainable Society: Values, Principles and defenitions. Alternatives 17(2) : 36-46. Satria, Arif. Pengantar Cidesindo, 2002. Sosiologi Masyarakat Pesisir. Jakarta: Pustaka 52 Soerjani, Mohamad, Arief Yuwono, dan Dedi Fardiaz. 2006. Lingkungan Hidup (The Living Environment). Yayasan Institut Pendidikan dan Pengembangan Lingkungan. Jakarta --------------.1997. Pembangunan dan Lingkungan. Meniti Gagasan dan Pelaksanaan Sustainable Development. Yayasan Institut Pendidikan dan Pengembangan Lingkungan. Jakarta. The International Union for Conservation of Nature and Natural Resources, 1984. Why Conservation? Commission on Ecology Occasional Paper Number 4. IUCN, 1984. Switzerland. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1997 Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup. Badan Pengendalian Dampak Lingkungan. Jakarta. Wardhana, Wisnu Arya 2004. Dampak Pencemaran Lingkungan. Edisi Revisi. Penerbit Andi. Yogyakarta Watt, Kenneth E.F. 1968. Ecology and Resource Management : A. quantitative approach. McGraw-Hill. New York World Commission on Environment and Development. 1987. Our Common future. Oxford University Press. Oxford. Widodo, S.R. 2003. Strategi pemerintah dalam konservasi sumberdaya hayati. Ditjen Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam, Departemen Kehutanan. Jakarta. http://www.bcpjica.org/SubAseminarNEW2/Widodo.htm. Wood D. M .1993. Sustainable development in The Third World : paradox or panacea? Indian Geographical Journal 68(1):6-10. World Resources Institute & International Institute for Environment and Development. 1986. World Resources. Basic Books Inc. New York. van den Ban, A.W., dan H.S. Hawkins. Agricultural Extension. Second edition. Oxford: Blackwell Science,1996. 53 54