AL-HIKMAH
Jurnal Theosofi dan Peradaban Islam
Vol. 2 No. 1 Desember-Mei 2020
ISSN : 2655-8785
AL-HIKMAH
Jurnal Theosofi dan Peradaban Islam
Diterbitkan Oleh :
Program Studi Aqidah dan Filsafat Islam
Fakultas Ushuluddin dan Studi Islam
Universitas Islam Negeri Sumatera Utara Medan
Jurnal
Al-Hikmah
Volume
2
Nomor
1
Halaman
1-175
Des-Mei
2020
e-ISSN
2655-8785
ISSN : 2655-8785
AL-HIKMAH
Jurnal Theosofi dan Peradaban Islam
Vol. 2 No. 1 Desember-Mei 2020
PEMBINA
Prof. Dr. Katimin, M.A
(Dekan Fakultas Ushuluddin dan Studi Islam UIN SU Medan)
PENGARAH
Dr. H. Arifinsyah, M.A
Dra. Hj. Hasnah Nasution, M.A
Drs. Maraimbang Daulay, M.A
KETUA PENYUNTING
Dra. Mardhiah Abbas, M.Hum
SEKRETARIS PENYUNTING
Dra. Endang Ekowati, M.A
DEWAN REDAKSI
Prof. Dr. Katimin, M.Ag., Dr. Hj. Dahlia Lubis, M.Ag., Prof. Dr. H. Syahrin
Harahap, M.A., Prof. Dr. Sukiman, M.Si., Prof. Dr. Amroeni Drajat, M.Ag., Prof.
Dr. H. Hasan Bakti Nst, M.A., Prof. Dr. Hasyimsyah Nasution, M.A., Dr H.
Arifinsyah, M.Ag, Ismet Sari, M.A, Salahuddin Harahap, M.A
SIRKULASI & KEUANGAN
Muhammad Ikhbal Saiful, SE
Redaksi & Tata Usaha
Gedung Fakultas Ushuluddin dan Studi Islam, Jl. Williem Iskandar Pasar V Medan
Estate 20371 Telp. (061) 6615683-6622925 Fax (061) 6615683 Email:
prodiafis@gmail.com
Website: http://jurnal.uinsu.ac.id/index.php/alhikmah
Sekretariat
Paisal Siregar, S.Fil.I
Zulkarnain, M.Pem.I
AL-HIKMAH Jurnal Theosofi dan Peradaban Islam merupakan
jurnal prodi Aqidah dan Filsafat Islam Fakultas Ushuluddin dan
Studi Islam Universitas Islam Negeri Sumatera Utara Medan yang
secara komprehensif mengkaji bidang Teologi, Filsafat dan Tasawuf
dalam Islam. Redaksi menerima tulisan baik artikel, ringkasan hasil
penelitian, studi tokoh, maupun telaah pustaka.
ISSN : 2655-8785
AL-HIKMAH
Jurnal Theosofi dan Peradaban Islam
Vol. 2 No. 1 Desember-Mei 2020
DAFTAR ISI
GAGASAN UTAMA
Epistemologi Kalam Asy’ariyah dan Al-Maturidiyah
Adnin, Muhammad Zein ............................................... 1-12
Manusia Dalam Pandangan Filsafat
Heru Syahputra ........................................................... 13-28
Etos Kerja Dalam Kajian Teologi Islam (Analisis Penelitian Max
Weber Tentang Etika Protestan di Amerika dan Analoginya di
Asia)
Zulkarnain .................................................................. 29-38
The Zikir Concept As A Medium Of Quality Soul
Ahmad Zuhri, Husnel Anwar, Muhammad Marzuki ......... 39-65
Agama dan Nilai Spritualitas
Nurliana Damanik ........................................................ 66-90
Konsep dan Sistem Nilai dalam Persfektif Agama-Agama Besar di
Dunia
Uqbatul Khair Rambe ................................................... 91-106
Wahdat Al-Wujud dan Implikasinya Terhadap Insan Kamil
Adenan, Tondi Nasution ............................................... 107-123
KAJIAN TOKOH
Tan Malaka: Filsafat Realisme Ketimuran
Salahuddin Harahap ................................................... 124-137
LAPORAN PENELITIAN
Fungsi Pondok Persulukan Babussalam
dalam
Pembinaan Moral di Batang Kuis Kampung Rumbia
Dahlia Lubis, Husnel Anwar, Ayu Fadillah ...................... 138-159
Peran Orang Tua Dalam Penanaman Nilai Aqidah Pada
Anak Di Kelurahan Bandar Selamat Kecamatan Medan
Tembung
Maraimbang, Abrar M. Dawud Faza, Rahma Yanti D ...... 160-175
AL-HIKMAH Jurnal Theosofi dan Peradaban Islam
Vol. 2 No. 1 Desember-Mei 2020 e-ISSN : 2655-8785
FUNGSI PONDOK PERSULUKAN BABUSSALAM
DALAM PEMBINAAN MORAL DI BATANG KUIS
KAMPUNG RUMBIA
Dahlia Lubis
Fakultas Ushuluddin dan Studi Islam
Universitas Islam Negeri Sumatera Utara Medan
Husnel Anwar
Fakultas Ushuluddin dan Studi Islam
Universitas Islam Negeri Sumatera Utara Medan
Ayu Fadillah
Fakultas Ushuluddin dan Studi Islam
Universitas Islam Negeri Sumatera Utara Medan
email: ayufadillah169@gmail.com
ABSTRACT
The function of the Pondok Pesulukan in Moral Development, aims so
positively towards the community, ranging from parents, adolescents, and
children with the Moral planting that is so impacting for adolescents
around the Babussalam Persulukan Pondok in Batang Kuis Rumbia Village.
In this study, researchers used a type of field research research with data
collection techniques from Mr. Guru Sheikh Abdurrahman Harahap,
murshid, as well as Community Leaders, and Village Heads in Batang Kuis
Kampung Rumbia in this study with later supported literary studies related
to theoretical opinions. Findings of Moral formation research results from
Jama'ah: The Jama'ahs in the Babussalam Persulukan are very close to
Allah by multiplying or deepening the knowledge that has been applied by
Mr. Sheikh Abdurrahman Harahap conducted by researchers the condition
of moral coaching activities is going pretty well, done with several
methods including the habituation method, the admonition method, the
exemplary method, the disciplinary method and the at-targhīb and attarhīb methods (rewards and punishments). This can be seen from the
positive cooperation between the Teachers and Murshid and the
community around the Persulukan environment. This research concludes
138
AL-HIKMAH Jurnal Theosofi dan Peradaban Islam
Vol. 2 No. 1 Desember-Mei 2020 e-ISSN : 2655-8785
that the pondok siluk in the thatch village can provide moral guidance
through Sufism seems to be more effective than merely doctrine of moral
science that is theoretical, so Sufism is expected to overcome the spiritual
crisis and moral crisis both so that they become accustomed to doing in
life day-to-day, both in the community, family, and at school, there is a
need for habituation and exercises that are started from childhood by
parents.
Keywords: Cottage Towards, Moral Guidance.
PENDAHULUAN
Pemahaman kaum muslim tentang ajaran Islam berkembang sesuai
dengan kebutuhan dan perkembangan pemikiran penganutnya. Sehingga
terasa lebih spesifik dan lebih mudah diterima subtansi ajaranya, serta
diamalkan. Hal ini terjadi pada semua aspek ajarannya termasuk dalam
kerohanian menempuh jalan suluk (bersuluk) mencakup sebuah disiplin
seumur hidup dalam melaksanakan aturan-aturan eksoteris agama Islam
(syariat) sekaligus aturan-aturan esoterisnya (hakikat). Bersuluk juga
mencakup hasrat untuk mengenal diri, memahami esensi kehidupan,
pencarian Tuhan, dan pencarian kebenaran sejati (Ilahiyah), melalui
penempaan diri seumur hidup dengan melakukan syariat lahiriah sekaligus
syariat batiniah demi mencapai kesucian hati untuk mengenal diri dan
Tuhan.
Kata Suluk berasal dari Terminologi Al-Qur’an, Fasluki, dalam surat
An-Nahl: (16) ayat 69;
َ
ُ ٱسلُكِى
ْ ف
َ س ُب
ك ُذلُ ا ًۭل
ِ ِل َرب
Artinya: “Lalu Tempuhlah jalan Tuhanmu yang telah dimudahkan
(bagimu).”
Kata Fasluki disini adalah kata perintah (Amr) dari Allah Swt untuk
selalu berjalan di jalan-Nya jalan yang lurus. Dengan menempuh jalan
tarekat merupakan proses pengalaman yang terintegrasi dalam pola
kehidupan sehingga dapat tumbuh dan berkembang secara spontan untuk
mendorong perilaku yang membawa kebaikan.
Pembinaan moral sangat penting dalam persulukan sehingga agar
dapat membentuk kreativitas individu dalam mencapai jalan atau pun
perilaku yang baik dalam bermasyarakat dan menumbuhkan karakter yang
baik. Pada hakikatnya pembinaan moral merupakan sebuah aspek yang
sangat sentral dalam persulukan, keberadaan pembinaan moral di mulai
139
AL-HIKMAH Jurnal Theosofi dan Peradaban Islam
Vol. 2 No. 1 Desember-Mei 2020 e-ISSN : 2655-8785
dari sejak dini, sehingga dalam hal ini sudah menjadi suatu keharusan
yang harus dilakukan untuk perbaikan sikap maupun moral anak.
Dalam hal lain persulukan memiliki upaya dalam membina moral
seseorang untuk membentuk karakter dapat dilakukan melalui suatu
bimbingan, pengajaran, pembinaan dan pelatihan agar dapat membantu
untuk menuju kearah tercapainya kepribadian yang dewasa dan di didik
agar memiliki budi pekerti yang luhur dan akhlak yang mulia.
fokus masalah dalam penelitian tentang “Fungsi persulukan
babussalam dalam pembinaan moral di batang kuis kampung rumbia”
dengan beberapa rincian masalah sebagai berikut: pertama tentang
konsepsi moral menurut pondok persulukan Babussalam, kedua fungsi
persulukan Babussalam dalam pembinaan moral, dan yang ketiga hasil
dari pembinaan moral dari jamaah yang melakukan persulukan.
Pada umumnya persulukan yang ada di Indonesia berkembang
begitu pesat banyak tarekat-tarekat yang berdiri atau sering di kenal
dengan tarekat Naqsabandiyah sama halnya dengan tarekat yang saya
teliti yaitu persulukan Babussalam yang didirikan Alm. Syech Ahmad
Hasyim Harahap dan digantikan oleh anaknya yaitu Abdurrahman
Harahap.
Pembinaan moral yang berkembang di Batang Kuis selalu sangat
erat dengan adanya berdirinya persulukan yang ada di Kampung Rumbia
ini. Pembinaan moral sangatlah berpengaruh bagi manusia untuk
memberikan batasan terhadap aktivitas manusia dengan nilai (ketentuan)
baik dan buruk, benar atau salah. Jika dalam kehidupan sehari-hari
dikatakan bahwa orang tersebut bermoral, maka yang dimaksudkan
adalah bahwa orang tersebut tingkah lakunya baik.
FUNGSI
PONDOK
PERSULUKAN
BABUSSALAM
DALAM
PEMBINAAN MORAL BATANG KUIS KAMPUNG RUMBIA
A. Pengertian Persulukan
Secara etimologis, kata suluk berarti jalan atau cara, bisa juga
diartikan kelakuan atau tingkah laku, sehingga husnul-suluk berarti
kelakuan yang baik. Kata suluk adalah bentuk masdar yang diturunkan
dari bentuk verbal “salaka yasluku” yang secara harfiah mengandung
beberapa arti yaitu “memasuki, melalui jalan, bertindak dan
memasukkan”.
Secara garis besar suluk merupakan kegiatan seseorang untuk
menuju kedekatan diri kepada Allah, suluk hampir sama dengan tarekat,
140
AL-HIKMAH Jurnal Theosofi dan Peradaban Islam
Vol. 2 No. 1 Desember-Mei 2020 e-ISSN : 2655-8785
yakni cara mendekatkan diri kepada Tuhan. Hanya saja, kalau tarekat
masih bersifat konseptual, sedangkan suluk sudah dalam bentuk teknis
oprasional. Oprasional dalam arti yang sesungguhnya, bukan hanya
sekedar teori melainkan langsung dipratikkan dalam tingkah laku
keseharian.
Menurut Imam Al-Gazali, suluk berarti menjernihkan akhlak, amal
pengetahuan. Suluk dilakukan dengan cara aktif berkecimpung dengan
amal lahir dan amal bathin. Semua kesibukan hamba dicurahkan kepada
Tuhannya, dengan membersihkan bathinnya untuk persiapan Wushul
kepadanya. Adapun hakikat suluk, ialah mengosongkan diri dari sifat-sifat
madzmumah atau buruk (dari maksiat lahir dan maksiat bathin).
B. Sejarah Berdirinya Persulukan Babussalam
Pimpinan pondok suluk Babussalam Nurul Hikmah Naqsabandiyah
Kampung Rumbia Desa Baru Kecamatan Batang Kuis didirikan oleh Alm.
Syech Ahmad Hasyim Harahap sabtu tanggal 06/02/2010 jam 03.10 Wib
telah wafat dalam usia 75 tahun. menghembuskan nafas terakhir setelah
menderita sakit dalam beberapa bulan terakhir. Ribuan masyarakat dan
jemaah suluk hadir dalam upacara mengantar almarhum ke tempat
peristirahatan terakhir di komplek pondok suluk tersebut.
Drs. Abdurrahman Harahap setelah mendengar pembacaan wasiat
dari almarhum langsung ditetapkan sebagai pimpinan pondok persulukan
tersebut didampingi Khalifah Syaufiah H. Mukti Ali, S. Ag. Msi dan
didampingi para Khalifah lainnya.
Masyarakat Babussalam sebagai pengikut Tarekat Naqsabandiyah
sangat menghormati tiap-tiap syekhnya sebagai mursyid dan tidak
mempertentangkannya. Kepatuhan dan penghormatan mereka terhadap
mursyid melebihi kepatuhan dan penghormatan terhadap kepala desa dan
pejabat lainnya. Mereka hidup dengan pola sederhana namun tidak
meninggalkan keperluan dunia. Selain rajin beribadah kepada Allah,
mereka juga mencari nafkah dan profesi pekerjaan yang bervariasi.
Hubungan kekeluargaan terjadi sangat harmonis, tidak terganggu oleh
perbedaan yang ada seperti status sosial ekonomi, pendidikan dan politik.
Prilaku mereka juga terlihat ramah namun tidak boros berbicara, tolong
menolong kepada sesama warga dan saudara baik yang menetap maupun
pendatang.
Mereka sangat patuh dan mengamalkan ajaran tarekat
Naqsabandiyah yang dibawa oleh Syekh Abdurrahman. Pengamalan
141
AL-HIKMAH Jurnal Theosofi dan Peradaban Islam
Vol. 2 No. 1 Desember-Mei 2020 e-ISSN : 2655-8785
ajaran tarekat yang tertanam dalam kepribadian pengikutnya
menyebabkan terbentukya akhlak mulia. Mereka mengamalkan zikrullah
dengan bentuk zikir diam sebagai peribadatan terpenting dalam ajaran
tarekat Naqsabandiyah Babussalam. Selain itu mereka juga mematuhi
aturan dan mengamalkan adab-adab yang diajarkan oleh Tuan Syekh.
Maka hati yang bersih dari berbagai kotoran dunia yang membuat lalai,
menjadi syarat penting menuju Allah. Membersihkan hati sama dengan
“Mandi Ruhani”, mengawalinya dengan sikap batin tidak syirik, dilanjutkan
ibadah lahiriah (amalan shalih).
Selain itu mereka juga mematuhi aturan dan mengamalkan adabadab yang diajarkan Syekh Abdurrahman. Dalam adab tersebut terdapat
juga pengalaman syariat Islam seperti shalat berjamaah. Ketekunan dan
keikhlasan mereka mengamalkan ajaran tarekat terutama zikrullah telah
menjadikan mereka sebagai pribadi yang berakhlak mulia. Hal ini
dikuatkan oleh Syekh Nazim yang dikutip Ian Richard Netton bahwa zikir
adalah sangat penting demi kepuasan dalam hidup, zikir akan
mencerminkan karakter dan rendah hati, keikhlasan dan tanpa riya.
Bahkan Syekh ‘Abdul Rauf al-Sinkli bahwa selain zikir, kepatuhan pada
syariat juga harus dilakukan oleh para sufi untuk menemukan hakikat
kehidupan. Kehidupan oleh pengikut tarekat dilakukan dengan cara
mendisiplinkan ruhani, yaitu berzikir yang diamalkan dalam semua
aktivitas serta patuh secara total terhadap ajaran guru dan syariat Islam.
Kedua amalan utama ini yaitu zikrullah dan kepatuhan total terhadap
ajaran dan syariat adalah ajaran utama tarekat Naqsabandiyah
Babussalam yang diamalkan oleh pengikut Babussalam yang selalu
dilatihkan dalam kegiatan suluk.
Jelasnya bahwa pengalaman terhadap ajaran guru dan syariat telah
memberikan manfaat besar pada pembentukan akhlak mulia yang juga
merupakan tujuan pendidikan Islam. Sebagaimana pendapat Mohd. Said
Ramadhan El-Bouthy dalam Omar Mohammad Al-Touny bahwa satu di
antara tujuh tujuan pendidikan Islam adalah mengangkat akhlak dalam
masyarakat berdasar pada agama yang diturunkan, untuk membimbing
masyarakat pada rancangan akhlak yang telah dibuat Allah baginya, dan
untuk menanamkan pendorong akhlak dalam hati manusia.
Pergulatan ruhani untuk mencapai “Mahligai Ilahi” adalah sebuah
perjuangan bagi orang-orang yang merindukan perjumpaan dengan RabbNya. Namun perjuangan itu tak akan ada hasilnya, bila tidak disertai
persiapan yang matang. Bekal yang harus disiapkan untuk menuju kepada
142
AL-HIKMAH Jurnal Theosofi dan Peradaban Islam
Vol. 2 No. 1 Desember-Mei 2020 e-ISSN : 2655-8785
Allah antara lain adalah: Taqwa sebagai bekal, Zikir sebagai senjata,
semangat sebagai kendaraan, Mursyid sebagai pembimbing, dan yang
terakhir adalah saudara seiman sebagai teman seperjalanan. Persiapan
tersebut harus dirangkai dengan pengabdian melalui media Basyariah
(raga), dan Nafsaniah (jiwa).
Menurut Syekh Abdurrahman, ayahanda lahir di Desa Huristak
Kecamatan Huristak Paluta pada 1935, pada usia 19 tahun almarhum
telah menjadi khalifah Suluk di Sei Rodang. Tidak hanya puas mengikuti
pendidikan pesantren dan belajar ilmu tarekat, almarhum juga belajar di
pondok suluk Syech Abdul Wahab Rokan Besilam Langkat dibawah
bimbingan langsung Khalifah Tamba.
Setelah pulang dari Besilam Langkat, almarhum kembali ke
kampung halaman untuk menyebarluaskan ilmu yang dipelajarinya.
Namun setelah berkeluarga, almarhum pindah ke Kampung Rumbia Desa
Baru Batang Kuis dan membuka pondok suluk sejak 1991.
Setelah 19 tahun menetap di Kampung Rumbia ini, almarhum telah
melahirkan 87 Khalifah Suluk dengan ratusan orang jamaahnya. Pada
2009 yang lalu, karena ketekunannya membimbing umat beliau dipanggil
ke Istana Negara dan langsung bertemu dengan Presiden RI Susilo
Bambang Yudhoyono.
Berbagai macam suka duka yang dialaminya dalam membimbing
jemaah yang datang dari daerah Tapsel (Tapanuli Selatan), Paluta
(Padang Lawas Utara), Labuhan Batu Asahan, Deli Serdang dan Medan.
Namun beliau tidak kenal kata mengeluh terutama dalam menghadapi
jemaah yang telah berusia lanjut. Walapun para jemaah dalam
bimbingannya, namun beliau tetap santun kepada mereka dan tetap
berupaya bertutur kata sejuk kepada mereka. “Pendidikan adalah salah
satu interaksi manusia. Ia adalah tindakan sosial yang di mungkinkan
berlakunya melalui suatu jaringan hubungan-hubungan kemanusiaan.
Jaringan-jaringan ini bersama dengan hubungan-hubungan dan perananperanan individu di dalamnyalah yang menentukan watak pendidikan di
suatu masyarakat. Aspek-aspek sosial pendidikan dapat digambarkan
dengan memandangketergantungan individu-individu satu sama lain
dalam proses belajar”.
Sebagai makhluk sosial, manusia mau tidak mau harus berinteraksi
dengan manusia lainnya, dan membutuhkan lingkungan di mana ia
berada. Ia menginginkan adanya lingkungan sosial yang ramah, peduli,
santun, saling menjaga dan menyayangi, bantu membantu, taat pada
143
AL-HIKMAH Jurnal Theosofi dan Peradaban Islam
Vol. 2 No. 1 Desember-Mei 2020 e-ISSN : 2655-8785
aturan, tertib, disiplin, menghargai hak-hak asasi manusia dan
sebagainya. Lingkungan yang demikian itulah yang memungkinkan ia
dapat melakukan berbagai aktivitasnya dengan tenang, tanpa terganggu
oleh berbagai hal yang dapat merugikan dirinya.
Keinginan untuk mewujudkan lingkungan yang demikian itu, pada
gilirannya mendorong perlunya membina masyarakat yang berpendidikan,
beriman, dan bertakwa kepada Tuhan. Karena hanya di dalam masyarakat
yang demikian itulah akan tercipta lingkungan di mana berbagai aturan
dan perundang-undangan dapat ditegakkan.
Berkenaan dengan itu maka telah bermunculan konsep dan teori
tentang pembinaan masyarakat, baik yang bersumber dari Barat maupun
yang bersumber dari dunia Islam sendiri. Munculnya berbagai corak
masyarakat seperti yang ada saat ini, tidak dapat dilepaskan dari konsep
yang mempengaruhinya.
Al-Qur’an sebagai sumber ajaran Islam telah memberikan perhatian
yang besar terhadap perlunya pembinaan masyarakat. Sehubungan
dengan itu, pada bagian ini akan dikaji ayat-ayat yang berhubungan
dengan pembinaan masyarakat. Pembahasan akan dimulai dengan
mengungkap istilah-istilah dalam al-Qur’an yang ada hubungannya
dengan konsep masyarakat. Ciri-ciri masyarakat yang ideal menurut alQur’an, serta cara-cara yang dapat ditempuh untuk membina masyarakat
yang ideal tersebut.
Selanjutnya dalam al-Mufradat fi Gharib al-Qur’an, masyarakat
diartikan sebagai semua kelompok yang dihimpun oleh persamaan agama,
waktu, tempat, baik secara terpaksa maupun kehendak sendiri.
Dalam pada itu Murthadha Muthahari berpendapat bahwa
masyarakat adalah kumpulan dari manusia yang antara satu dan lainnya
saling terkait oleh sistem nilai, adat istiadat, ritus-ritus serta hukumhukum tertentu dan berada dalam suatu iklim dan bahan makanan yang
sama.
Inti dari pendapat-pendapat tersebut di atas adalah bahwa
masyarakat tempat berkumpulnya manusia yang di dalamnya terdapat
sistem hubungan, aturan serta pola-pola hubungan dalam memenuhi
kebutuhan hidupnya. Hal ini sejalan dengan pendapat Ibn Khaldun yang
mengatakan bahwa adanya masyarakat yang memiliki ciri-ciri yang
demikian itu adalah merupakan suatu keharusan, karena menurut
wataknya, manusia adalah makhluk sosial. Secara individual, manusia
membutuhkan masyarakat atau kota sebagaimana mereka katakan.
144
AL-HIKMAH Jurnal Theosofi dan Peradaban Islam
Vol. 2 No. 1 Desember-Mei 2020 e-ISSN : 2655-8785
Dalam setiap masyarakat sangat ketergantungan dengan
lingkungan sosial dan budaya dalam menentukan watak moral keyakinan
masyarakat dalam keyakinan pembelajaran perubahan karakter dan
prilaku, tiap anggotanya mencoba memenuhi berbagai peran sosial yaitu
kedudukan yang diatur oleh norma mengenai cara orang, dalam
kedudukan atau posisi tertentu, berprilaku. Peran dalam keluarga
menentukan tugas-tugas yang harus dilakukan orang tua dan anak, suami
dan istri. Prilaku yang dituntut dari sebuah peran sosial dibentuk oleh
“Budaya (culture) dapat didefinisikan sebagai
budaya tempat tinggal.
program dan kumpulan aturan yang diterima bersama dan mengatur
prilaku seseorang dalam masyarakat atau komunitas tertentu, serta
seperangkat nilai kepercayaan, dan kebiasaan yang diterima oleh sebagian
anggota masyarakat. Kebiasaan ini diturunkan dari satu generasi ke
generasi berikutnya”.
C. Persulukan Dalam Pandangan Islam
Dalam pandangan Islam persulukan juga merupakan suatu proses
pendekatan diri seseorang dengan sedekat-dekatnya melalui jalan suluk,
dan mereka tidak menjahui hal duniawi, dengan menempuh jalan suluk
mempunyai tahapan (Maqamat), sesudah menempuh maqamat mereka
akan dekat-sedekatnya dengan Allah setelah sampai maqam Zuhud.
Adapun dalam pandangan Islam merupakan sisi batin dari ajaran
Islam, sementara sisi lahirnya adalah syari’ah, yang mengandung hukumhukum keagamaan formal, mengenai apa yang harus dilakukan oleh
seseorang (wajibat), serta apa yang seharusnya tidak dilakukan (nahiyat).
Selain mengisi sisi batiniah dan syari’ah juga memberikan makna tentang
bagaimana hidup ber-Tuhan dengan benar. Juga memberikan penegasan
bahwa hidup tanpa memiliki harmonis dengan Tuhan, adalah hidup yang
kosong dan hampa.
D. Pengertian Moral
Moral adalah suatu hukum perilaku yang diterapkan kepada setiap
individu dalam bersosialisasi dengan sesamanya sehingga terjalin rasa
hormat dan menghormati antar sesama.
Pendapat lain mengatakan arti moral adalah sesuatu yang
berhubungan dengan prinsip-prinsip tingkah laku; akhlak, budi pekerti,
dan mental, yang membentuk karakter dalam diri seseorang sehingga
dapat menilai dengan benar apa yang baik dan buruk.
145
AL-HIKMAH Jurnal Theosofi dan Peradaban Islam
Vol. 2 No. 1 Desember-Mei 2020 e-ISSN : 2655-8785
Moral adalah produk yang dihasilkan oleh budaya dan agama yang
mengatur cara berinteraksi (perbuatan, perilaku, dan ucapan) antar
sesama manusia. Dengan kata lain, istilah moral merujuk pada tindakan,
perilaku seseorang yang memiliki nilai positif sesuai dengan norma yang
ada di suatu masyarakat.
Masalah moral merupakan suatu masalah yang selalu menjadi
perhatian orang di mana saja, baik dalam masyarakat yang masih dalam
tahap berkembang, maupun dalam masyarakat yang telah maju, karena
kerusakan moral seseorang dapat mengganggu ketentraman yang lain
oleh karenanya jika di dalam suatu masyarakat telah banyak orang-orang
yang rusak moralnya, maka akan terjadilah suatu kerawanan di dalam
masyarakat itu. Demikian juga halnya dengan keadaan remaja-remaja
sebelum adanya.
Salah satu usaha dalam hal membina moral para suluk dan adanya
remaja yang utama yang dapat mempengaruhi kegoncangan jiwa para
suluk dan remaja yang ada di sekitaran pondok adalah dengan
menanamkan jiwa agama kedalam diri mereka, karena menurut zakiah
Daradjat: “apabila keyakinan beragama itu telah menjadi bagian yang
integral dari kepribadian seseorang, maka keyakinannya itulah yang akan
mengawasi segala tindakan, perkataan, bahkan perasaannya”. Jika terjadi
tarikan orang kepada sesuatu yang tampaknya menyenangkan, maka
keimanannya cepat bertindak, meneliti apakah hal tersebut boleh atau
terlarang oleh agamanya.
1. Tujuan dan Fungsi Moral
Secara umum, tujuan dan fungsi moral adalah untuk mewujudkan
harkat dan martabat kepribadian manusia melalui pengalaman nilai-nilai
dan norma. Adapun beberapa tujuan dan fungsi moral adalah sebagai
berikut:
a. Untuk menjamin terwujudnya harkat dan martabat pribadi
seseorang dan kemanusiaan.
b. Untuk memotivasi manusia agar bersikap dan bertindak dengan
penuh kebaikan dan kebajikan yang didasari atas kesadaran kewajiban
yang dilandasi moral.
c. Untuk menjaga keharmonisan hubungan sosial antar manusia,
karena moral menjadi landasan rasa percaya terhadap sesama.
146
AL-HIKMAH Jurnal Theosofi dan Peradaban Islam
Vol. 2 No. 1 Desember-Mei 2020 e-ISSN : 2655-8785
d. Membuat manusia lebih bahagia secara rohani dan jasmani
karena menunaikan fungsi moral sehingga tidak ada rasa menyesal,
konflik batin, dan perasaan berdosa atau kecewa.
f. Moral dapat memberikan wawasan masa depan kepada manusia,
baik sanksi sosial maupun konsekuensi dalam kehidupan sehingga
manusia akan penuh pertimbangan dalam bertindak.
g. Moral dalam diri manusia juga dapat memberikan landasan
kesabaran dalam setiap dorongan naluri dan keinginan/ nafsu yang
mengancam harkat dan martabat pribadi.
2. Jenis dan Wujud Moral
Wujud moral dalam diri seseorang dapat terlihat dari penampilan
dan prilakunya secara keseluruhan. Adapun beberapa macam moral
adalah sebagai berikut:
a. Moral Ketuhanan
Moral ketuhanan adalah semua hal yang berhubungan dengan
keagamaan/religius berdasarkan ajaran agama tertentu dan pengaruhnya
terhadap diri seseorang. Wujud moral ketuhanan, misalnya: melaksanakan
ajaran agama yang dianut dengan sebaik-sebaiknya. Contoh: menghargai
sesama manusia, menghargai agama lain, dan hidup rukun dengan yang
berbeda agama.
b. Moral Ideologi dan Filsafat
Moral ideologi dan filsafat adalah semua hal yang berhubungan
dengan semangat kebangsaan, loyalitas kepada cita-cita bangsa dan
negara.
Wujud moral ideologi dan filsafat, misalnya: menjunjung tinggi
dasar negara Indonesia yaitu Pancasila. Contoh: menolak ideologi asing
yang ingin mengubah dasar negara Indonesia.
c. Moral Etika dan Kesusilaan
Moral etika dan kesusilaan adalah semua hal yang berkaitan
dengan etika dan kesusilaan yang dijunjung oleh suatu masyarakat,
bangsa, dan negara secara budaya dan tradisi. Wujud moral etika dan
kesusilaan, misalnya menghargai orang lain yang berbeda pendapat, baik
dalam perkataan maupun perbuatan. Contoh: mengucapkan salam kepada
orang lain ketika bertemu atau berpapasan.
d. Moral Disiplin dan Hukum
Moral Disiplin dan Hukum adalah segala hal yang berhubungan
dengan kode etika profesional dan hukum yang berlaku di masyarakat dan
147
AL-HIKMAH Jurnal Theosofi dan Peradaban Islam
Vol. 2 No. 1 Desember-Mei 2020 e-ISSN : 2655-8785
negara. Wujud moral disiplin dan hukum, misalnya: melakukan suatu
aktivitas sesuai dengan aturan yang berlaku. Contoh: selalu menggunakan
perlengkapan yang diharuskan dan mematuhi rambu-rambu lalu lintas
ketika berkendara di jalan raya.
3. Pembinaan moral
Moral merupakan suatu tindakan manusia yang didasarkan kepada
pengertian baik dan buruk, dan morallah sebenarnya yang membedakan
manusia dengan makhluk Tuhan lainnya, serta meninggikan derajatnya
apabila ia mampu memiliki moral yang baik, sebagaimana yang
dikemukakan oleh Ali Hamidy bahwa:
“Dengan akhlak dapatlah mengukur sesuatu umat bangsa dalam
kerendahan atau kemuliaan, kalau umat atau bangsa itu berakhlak baik
dan utama tandanya mereka itu berada dalam kemuliaan, dan sebaliknya
yakni berakhlak jahat dan hina maka tidak layak lagi bahwa mereka dalam
kerendahan.”
“Kemudian seorang penyair arab juga mengatakan bahwa ukuran
suatu bangsa itu adalah akhlaknya, jika mereka tidak berakhlak maka
bangsa itu tidak berarti (berharga)”.Oleh karena itu kita sebagai umat
Islam maka kita wajiblah melaksanakan ajaran-ajaran moral dalam Islam
karena: Islam adalah satu-satunya agama yang meletakkan asas moralitas
dengan seluruh cabangnya yang berhubungan baik dengan Tuhan
maupun dengan manusia semasa di dunia untuk hidupnya di dunia
maupun persiapan ke dalam akhirat.
tiada moral yang harus dituruti selain moral Islamiah sebagaimana
yang dikatakan oleh Hamaidi tata pengarsa bahwa:
“Sebagai umat Islam tentu saja kita wajib menganut dan
melaksanakan moral keagamaan, tetapi moral keagamaan, yang kita anut
tentu pula moral agama Islam dengan demikian maka seharusnyalah kita
menjadi orang Islam yang berakhlak Islam”.
Untuk mengarahkan seseorang kepada moralitas Islamiah itu maka
perlu adanya pembinaan. Dan pembinaan itu adalah:
Sebagai usaha yang dilakukan secara sadar, berancana, teratur dan
terarah untuk meningkatkan pengetahuan, sikap dan keterampilan dengan
tindakan-tindakan, pengarahan, bimbingan, pengembangan (aktualitas),
stimulus, dan pengawasan untuk mencapai tujuan yang diharapkan.
Dan sebagaimana langkah awal dalam pembinaan moral ini maka
perlu adanya peran utama dari pada orang tua untuk membinanya sedini
148
AL-HIKMAH Jurnal Theosofi dan Peradaban Islam
Vol. 2 No. 1 Desember-Mei 2020 e-ISSN : 2655-8785
mungkin agar mereka terbiasa melakukan perilaku yang baik di masamasa mendatang, sebagaimana yang dikatakan Zakiah Dradjat bahwa:
“Pembinaan moral seharusnya dilaksanakan sejak anak kecil, sesuai
dengan kemampuan dan umurnya karena setiap anak lahir, belum
mengerti mana yang benar dan mana yang salah, dan belum tau batasbatas dan ketentuan moral yang berlaku dalam lingkungannya. Tanpa
dibiasakan menanamkan sikap yang dianggap baik buat penembuhan
moral, anak-anak akan dibesarkan tanpa mengenal moral”.
4. Perkembangan Moral dan hubungannya dengan agama
Kita tidak dapat mengatakan seorang anak yang baru lahir
bermoral atau tidak bermoral. Karena moral itu bertumbuh dan
berkembang dari pengalaman-pengalaman yang di lalui oleh anak-anak
sejak ia lahir. Pertumbuhannya baru dapat dikatakan mencapai
kematangannya pada usia remaja, ketika kecerdasannya telah selesai
bertumbuh.
Pembinaan moral, terjadi melalui pengalaman-pengalaman dan
kebiasaan-kebiasaan, yang ditanamkan sejak kecil oleh orang tua. Yang
mulai dengan pembiasaan hidup sesuai dengan nilai-nilai moral, yang
ditirunya dari orang tua dan mendapat latihan-latihan untuk itu.
Moralitas itu tidak dapat terjadi, hanya melalui pengertianpengertian tanpa latihan-latihan, pembiasaan dan contoh-contoh yang
diperoleh sejak kecil. Kebiasaan itu tertanam dengan berangsung-angsur
sesuai dengan pertumbuhan kecerdasannya, sesudah itu, barulah sianak
diberi pengertian-pengertian tentang moral.
Dalam pembinaan moral, karena nilai-nilai moral yang datang dari
agama tetap, tidak berubah-ubah, oleh waktu dan tempat. Misalnya pada
suatu masyarakat, mungkin di suatu waktu anak-anak muda di pandang
tidak sopan berjalan atau berada di tempat sepi berduaan (satu laki-laki
dan satu perempuan). Akan tetapi mungkin di daerah yang sama, pada
waktu lain, pandangan itu akan berubah, mungkin dianggap biasa saja.
atau apa yang dipandang baik oleh suatu masyarakat, dianggap tidak baik
oleh masyarakat lain. Misalnya di Eropa atau sementara negara Barat
sekarang, adalah biasa saja melihat anak-anak muda atau orang dewasa
berciuman di jalan, berpelukan di pekarangan sekolah di depan temanteman dan guru-gurunya, bahkan tidak menjadi soal, jika mereka sampai
mengadakan hubungan seks. Akan tetapi di negara seperti di Indonesia,
masyarakat tidak dapat menerima hal itu, remaja atau orang yang berani
149
AL-HIKMAH Jurnal Theosofi dan Peradaban Islam
Vol. 2 No. 1 Desember-Mei 2020 e-ISSN : 2655-8785
berbuat demikian di depan umum, akan dipandang rendah atau dianggap
tidak bermoral, bahkan mungkin dikeroyok atau dihukum oleh
masyarakat.
F. Konsepsi Moral Menurut Pondok Persulukan
Krisis moral yang melanda bangsa Indonesia adalah sebagai akibat
dari krisis spiritual. Sebab keberagaman bangsa Indonesia pada umunya,
khususnya umat Islam, lebih mementingkan agama dalam bentuknya
yang formal daripada rasa penghayatan batin terhadap agama, sehingga
agama tidak menimbulkan kesan apa-apa pada jiwa mereka. Penghayatan
batin terhadap agama dapat ditempa melalui latihan rohani (riyadhah) dan
bersungguh-sungguh berjuang mengendalikan hawa nafsu (mujahadah),
dan tasawuf adalah sebagai salah satu solusi alternatif yang nampaknya
efektif dalam menumbuhkan rasa penghayatan batin terhadap
pengalaman agama.
Adapun sistematika dan tahapan dalam proses pembinaan moral
menurut tasawuf secara metodologis dapat dijelaskan sebagai berikut:
1.
Tahap Takhalli, yakni tahap pengosongan diri dari sifat-sifat
tercela, seperti sifat:‘ujub, yaitu suatu sikap seseorang yang menunjukkan
keheranannya dan mengagumi dirinya sendiri. Takabur, yaitu besar atau
membanggakan diri dan memandang derajat orang lebih rendah daripada
dirinya atau merendahkan orang lain. Riya, yaitu sifat senang
memamerkan sesuatu. Hasad, yaitu dengki, suatu emosi yang timbul
ketika seseorang yang tidak memiliki suatu keunggulan. Dusta, yaitu
berbohong, tidak benar (tentang perkataan). Bakhil, yaitu menahan
sesuatu.
Sifat-sifat tercela itu muncul sebagai akibat dari dominasi nafsu
yang menguasai jiwa manusia. Oleh karena itu, tahap takhalli ini para sufi
melatih diri (riyadhah) dengan bersungguh-sungguh untuk mengendalikan
nafsu (mujahadah). Mereka melatih diri dan bersungguh-sungguh untuk
tidak melakukan perbuatan maksiat yang akan mengotori jiwanya. Sebab,
jiwa yang kotor tidak dapat menerima cahaya ilahiyah. Akibatnya hati
menjadi gelap dan terhijab untuk berkomunikasi dengan Allah Azza wa
Jalla. Kebersihan jiwa (tazkiyah al-nafs) menjadi penting sebagai tahapan
yang harus dilalui dalam upaya pembinaan moral.
2.
Tahap Tahalli, yakni tahap pengisian dan penghiasan diri
dengan sifat-sifat terpuji, seperti:
150
AL-HIKMAH Jurnal Theosofi dan Peradaban Islam
Vol. 2 No. 1 Desember-Mei 2020 e-ISSN : 2655-8785
Taubat, yaitu rasa penyesalan yang sungguh-sungguh dalam hati
dan disertai dengan permohonan ampun serta meninggalkan segala
perbuatan yang dapat menimbulkan dosa.
Zuhud, yaitu sikap melepaskan diri dari rasa ketergantungan
terhadap kehidupan duniawi dengan mengutamakan kehidupan akhirat,
karena itu harus pasrah dan rela menerima dan memadakan saja akan
rezki yang ia terima dari Tuhan.
Wara’, yaitu menghindari apa saja yang tidak baik.
Syukur, yaitu memberikan pujian kepada Allah swt dengan cara
taat kepadanya, tunduk serta berserah diri.
Sabar, yaitu keadaan jiwa yang kokoh, stabil dan konsekuen dalam
pendirian.
Tawakal, yaitu berserah diri sepenuhnya kepada Allah. Ridhah,
yaitu merupakan kelanjutan dari rasa cinta atau perpaduan dari sikap
mahabbah dan sabar. Ridho mengandung arti menerima dengan lapang
dada dan hati terbuka apa saja yang datang dari Allah.
Pada tahap kedua ini pembinaan moral lebih ditingkatkan dengan
upaya pendakian tangga maqamat dari satu maqam ke maqam berikutnya
sampai diperoleh kondisi batin (ahwal) akan rasa kedekatannya dengan
Tuhan. Tahapan tahalli, yakni pengisian dan penghiasan diri dengan sifatsifat terpuji ini membutuhkan upaya yang sungguh-sungguh. Hal itu sama
dengan tahapan takhalli, yakni pengosongan diri dari sifat-sifat tercela.
Sebab, kedua tahapan ini lebih dominan ditentukan oleh kesungguhan
ikhtiar dan usaha manusia (kasbiyah). Karenanya pendidikan moral
melalui kedua tahapan ini diperlukan pembinaan yang terus menerus
melalui latihan rohani (riyadhah) dan kesungguhan mengendalikan hawa
nafsu (mujahadah).
3.
Tahap Tajalli, yakni tahap tersingkapnya penampakan nur
ghaib bagi hati dalam jiwa seseorang. Tahap ini adalah tahap pemantapan
dari tahap Takhalli dan Tahalli. Tahap tajalli dapat dirasakan oleh sufi
melalui ibadah, khususnya: Shalat, yaitu ibadah yang harus dilakukan dan
dikerjakan bagi setiap muslim ibadah pemeluk agama Islam. Puasa, yaitu
menahan diri dari makan dan minum serta segala perbuatan yang bisa
membatalkan puasa, mulai dari terbit fajar hingga terbenam matahari,
dengan syarat tertentu, untuk meningkatkan ketakwaan.
Dzikirullah, yaitu mengingat Allah. Dan munajat kepada Tuhan,
yaitu doa sepenuh hati kepada Tuhan untuk mengharapkan keridaan,
ampunan. Demikian tahapan pembinaan moral menurut tasawuf.
151
AL-HIKMAH Jurnal Theosofi dan Peradaban Islam
Vol. 2 No. 1 Desember-Mei 2020 e-ISSN : 2655-8785
Pembinaan moral melalui tasawuf tampaknya lebih efektif daripada hanya
sekedar doktrin ilmu akhlak yang bersifat teoritik, sehingga tasawuf
diharapkan dapat mengatasi krisis spiritual dan krisis moral. Tahapantahapan tersebut dapat diwujudkan dalam bentuk pendalaman ilmu,
latihan rohani (riyadhah) dengan membiasakan melakukan kebaikankebaikan, dan memerangi hawa nafsu dengan sungguh-sungguh
(mujahadah) untuk meninggalkan perbuatan maksiat.
G. Fungsi Pondok Persulukan dalam Pembinaan Moral
Dengan adanya persulukan di Kampung Rumbia memberi dampak
yang begitu positif terhadap kalangan masyarakat tersebut, mulai dari
orang tua, remaja, dan anak-anak. Dengan adanya penanaman moral
yang begitu berdampak bagi remaja yang ada di sekitaran Pondok
Persulukan dengan adanya:
1. Kegiatan pengajian: remaja masjid, memperingati hari-hari besar
Islam.
2. Agar manusia dapat menentukan baik dan benar
3. Berada di jalan Allah
4. Kerja bakti/ bergotong royong
5. Meluruskan kita dalam beribadah
6. Tolong menolong, ialah sikap yang senang menolong orang lain,
baik dalam bentuk material maupun dalam bentuk tenaga dan moril.
7. Menghubungkan tali kekeluargaan (silaturrahmi), dengan adanya
sifat kasih sayang ini, maka seorang muslim tidak senang memutuskan tali
kekeluargaan.
Hal ini sesuai dengan pendapat Tuan Syekh Abdurrahman Harahap,
yang mengatakan bahwa persulukan dalam lingkungan sosial yang sangat
besar dirasakan oleh masyarakat sebagai pengayom, tempat meminta
tolong serta mencari jalan solusi bagi masyarakat.
Kegiatan aktif yang dilakukan dalam persulukan babussalam yaitu:
1. Shalat Berjama’ah Dengan Penghuni Persulukan sebelum dan
sesudah pengajian
Shalat berjama’ah berarti shalat yang dikerjakan secara bersama
antara paling tidak seorang imam dan seorang makmum. Secara syariat,
shalat berjamaah disebut sebagai shalat yang makmum menghubungkan
atau mengikatkan shalatnya dengan shalat imam. Ini berarti bahwa yang
menjadi pokok dalam berjama’ah adalah niat makmum mengikuti imam.
Memang, imam tanpa berniat menjadi imam, asalkan makmum berniat
152
AL-HIKMAH Jurnal Theosofi dan Peradaban Islam
Vol. 2 No. 1 Desember-Mei 2020 e-ISSN : 2655-8785
mengikuti imam, shalat itu sufdah sah sebagai shalat berjama’ah. Namun,
imamnya tidak dapat pahala jamaah karena tidak memasang niat
makmum. Karena itu, seorang yang datang di belakang seorang yang
sedang shalat dan ia sedang memasang niat mengikuti imam tidak
memberitahukan imamnya, ia mendapat pahala berjama’ah, sementara
imamnya tidak. Agar berlaku adil, seumpamanyalah ia menepuk bahu
imamnya setelah mengangkat takbiratulihram. Hukum shalat berjama’ah
pada shalat fardhu yang lima waktu atas laki-laki dan warga setempat
serta penghuni persulukan adalah fardhu kifayah, dan pada shalat-shalat
sunnah yang disyariatkan padanya berjama’ah, seperti shalat Id, shalat
minta hujan, shalat tarawih, dan shalat witir pada bulan Ramadhan adalah
sunnah.
2. Belajar mengaji setiap selesai maghrib bagi yang belum mampu
membaca Al-Qur’an.
Belajar mengaji Al-qur’an bagi seorang muslim adalah sebuah
kewajiban. Khususnya bagi seseorang yang telah dewasa. Karena
mambaca Al-Qur’an telah di perintahkan oleh Allah swt dalam banyak ayat
di dalam Al-Qur’an. Oleh karena itu belajar mengaji ataupun membaca AlQur’an dengan baik dan atau dengan kata lain belajar membaca Al-Qur’an
sesuai tajwid juga menjadi keharusan. Jadi, diperlukan kemauan dan
motivasi membaca Al-Qur’an yang kuat agar kita bisa konsisten untuk
bersemangat belajar Al-Qur’an.
Sesuai dengan teori pendidikan bahwa belajar yang dilakukan
sedari kecil ini menjadi penting. Oleh karena itu pendidikan pendidikan
mengaji di usia dini perlu menjadi perhatian bagi orang tua. Orang tua
perlu membantu memberikan perhatian untuk belajar membaca Al-Qur’an
untuk anak.
“Siapa yang menghafal Al-Qur’an. Mengkaji dan mengamalkannya,
maka Allah akan memberikan mahkota bagi kedua orang tuanya dari
cahaya yang terangnya seperti matahari. Dan kedua orang tuanya akan
diberi dua pakaian yang tidak bisa dinilai dengan dunia. Kemudian kedua
orang tuanya bertanya, “Mengapa saya sampai diberi pakaian semacam
ini?” lalu disampaikan kepadanya, “Disebabkan anakmu telah
mengamalkan Al-Qur’an.” (HR. hakim 1/756 dan dihasankan Al-Abani).
Berbeda dengan halnya anak-anak. Bagi orang dewasa yang belum
bisa mengaji Al-Qur’an kadang merupakan sebuah permasalahan. Ada
perasaan berat atau juga frustasi karena merasa kesulitan untuk belajar.
153
AL-HIKMAH Jurnal Theosofi dan Peradaban Islam
Vol. 2 No. 1 Desember-Mei 2020 e-ISSN : 2655-8785
Akan tetapi kembali kepada motivasi awal kita untuk bisa baca Al-Qur’an,
yaitu dengan mendapatkan pahala dan ridho dari Allah swt.
3. Melaksanakan Shalat Jum’at Bagi Laki-Laki Dan Perempuan
Shalat jum’at merupakan ibadah shalat yang dilaksanakan pada
hari jum’at dan hukumnya wajib bagi kaum laki-laki atau pria dewasa
yang beragama Islam, merdeka sudah mukallaf, sehat badan serta
muqaim. Ini semua diperoleh dari hadits Rasulullah, “Shalat jum’at itu
wajib bagi atas setiap muslim, dilaksanakan secara berjama’ah kecuali
emapt golongan, yaitu hamba sahaya perempuan, anak kecil, dan orang
sakit.” (HR. Abu Daud, dan Al-Hakim).
Walau wanita tidak diwajibkan untuk melaksanakan shalat jum’at
akan tetapi masih diperbolehkan untuk wanita melakukan shalat jum’at.
Berikut beberapa hukum shalat jum’at bagi wanita menurut Islam
diantaranya:
- Wanita Tidak Wajib Shalat Jum’at
Para ulama mencapai kesepakatan jika wanita tidak wajib
melaksanakan shalat jum’at seperti sabda dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam, “Shalat jum’at adalah kewajiban secara berjama’ah atas setiap
muslim, kecuali empat orang yaitu hamba sahaya, wanita, anak kecil dan
orang sakit” (HR. Abu Dawud; hasan menurut banyak ulama, shahih
menurut imam nawawi).
- Wanita Bisa Mengikuti Shalat Jum’at
Abu Malik Kamal bin as Sayyid Salim memberi penjelasan jika para
ulama juga sudah mencapai kesepakatan jika wanita muslim bisa
mengikuti shalat jum’at di masjid seperti yang dilakukan wanita pada jama
Rasulullah yang juga pernah ikut shalat jum’at di masjid. Syaikh Kamil
Muhammad Uwaidah dalam Fiqh wanita juga memberi penjelasan jika
wanita bisa mengikuti shalat jum’at seperti yang dilakukan pada zaman
Rasulullah.
Sayyid Sabiq dalam Fiqh Sunnah. Juga mengatakan, “Kaum wanita
banyak juga yang hadir di dalam masjid dan melakukan shalat jum’at
bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam”.
Ummu Hisyam binti Al-Harits radhiyaallahuanha mengatakan,
“Tidaklah aku hafal surat Qaf kecuali dari lisan Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam, beliau berkhutbah dengannya pada setiap jum’at”. (HR.
Muslim).
Adapun shalat Jum’at, shalat berjama’ah adalah shalat fardhu.
Tanpa berjama’ah, shalat Jum’at tidak sah. Demikian juga, shalat
154
AL-HIKMAH Jurnal Theosofi dan Peradaban Islam
Vol. 2 No. 1 Desember-Mei 2020 e-ISSN : 2655-8785
berjama’ah pada shalat Jum’at yang tidak memenuhi syarat dan rukun
berjama’ah, seperti bacaan imamnya tidak standar maka shalat Jum’atnya
tidak sah.
4. Mengundang Ustadz ketika ingin mendengarkan Tausyiyah.
Dengan adanya mengundang Ustadz ketika ingin mendengarkan
Tausyiah memberi dampak yang begitu positif dan memberi pemahaman
yang lebih kepada para mursyid dalam bentuk rohani dalam menambah
ilmu keagamaan.
Adapun manfaat mendengarkan ceramah keagamaan yaitu:
a. Menambah Keilmuan
Dengan mendengarkan ceramah keagamaan, kita bisa menambah
pengetahuan kita terhadap suatu masalah. Tentunya dalam sebuah kajian
keIslaman, akan selalu membahas tentang keilmuan, hukum dan lain
sebagainya. Dan di situ kita bisa mengambil atau menyerap ilmu tersebut
dan bisa menambah pengetahuan.
b. Sebagai sarana untuk selalu melaksanakan nasihat kebajikan
Dalam ceramah tentunya banyak nasihat-nasihat untuk terus
melakukan amal kebajikan. Selama kita beraktivitas, tentunya kita akan
disibukkan dengan rutinitas yang kadangkala membuat kita jengkel dan
ingin marah. Namun ketika kita sering mendengarkan ceramah nasihatnasihat yang baik akan membekas di hati kita dan bisa membuat diri kita
mampu mengontrol emosi.
c. Mengasah diri ingat dan konsentrasi
Secara tidak langsung, saat kita mendengarkan ceramah, otak kita
akan bekerja dan mengingat segala sesuatu yang disampaikan oleh
pemateri. Dan hal tersebut mampu membuat otak kita terasah untuk
mengingat dan juga mampu melatih konsentrasi diri kita.
d. Menenangkan jiwa
Dengan kita mendengarkan ceramah keagamaan, diri kita ibarat
tanaman yang disirami oleh air setelah seharian terkena panas matahari.
Ceramah merupakan penyejuk hati yang membuat kita merasa tenang
dan juga merasa bahagia, karena setiap manusia pasti membutuhkan
sebuah nasihat, bimbingan dan juga Allah.
Fitrah manusia sudah sangat jelas, yakni hanya beribadah kepada
Tuhan dan bukan yang lain. Dalam kehidupan sehari-hari, kita bisa
membedakan antara orang-orang yang sering mandatangi kajian-kajian
Islam dengan orang-orang yang pernah sama sekali mendengarkan
155
AL-HIKMAH Jurnal Theosofi dan Peradaban Islam
Vol. 2 No. 1 Desember-Mei 2020 e-ISSN : 2655-8785
ceramah keagamaan. Akan sangat nampak jelas dari perilaku sosial
mereka.
5. Wirid di Makam Alm. Syech Ahmad Hasyim Harahap
Merupakan sesuatu bentuk ibadah lahir dan batin yang amalannya
dikerjakan di dunia secara tetap dan tertib di dunia ini juga berupa ibadah
secara tertib termasuk zikir yang dikerjakan terus menerus, tidak pernah
ditinggalkan. Sedangkan al- warid adalah karunia Allah ke dalam batinnya
si hamba ibarat cahaya yang halus, yang bersinar-sinar di dalam dadanya
dan memberi nur ke dalam dadanya. Semuanya sebagai karunia Allah
yang wujudnya dalam ibadah si hamba. Al-warid itu adalah dari Allah swt,
yang merupakan muamalah dari ibadah kepada hamba berupa penjelasan,
nurullah, kenikmatan, merasakan ibadah, hidayah dan taufiq Allah,
semuanya merupakan amalan batin yang kuat. Kenikmatan warid itu
berkelanjutan hingga hari akhirat. Antara wirid dan Al-warid mempunyai
kaitan yang kuat. Apabila Al-warid itu karunia Allah maka wirid adalah
ibadah yang tetap tertib.
Orang yang melaksanakan wirid dalam ibadah, adalah orang yang
memelihara hubungannya dengan Allah secara tetap, tidak pernah
tertutup dalam saat dan waktu yang tetap pula. Dalam keadaan apapun
dan di manapun, ia senantiasa menjaga ibadah rutinnya itu dengan baik
dan dikerjakan sebagus-bagusnya. Contoh ibadah yang diwiridkan seperti
shalat sunah yang dipilih untuk di wirid, zikir yang diwiridkan, puasa sunah
yang diwiridkan, dan lain-lainnya. Hamba yang wirid selalu membasahi
jiwa dan lidahnya dengan zikrullah. Karena dikerjakan secara rutin, maka
ibadah tersebut sudah menjadi kebiasaan serta dikerjakan dengan senang
hati dan dirasakan kenikmatannya.
Kedua-duanya, wirid dan warid, ibarat saudara kembar yang saling
berlomba menjadi ibadah yang sangat dicintai untuk mendapatkan
keridhaan Allah swt. Yang satu (wirid) ibadah untuk menghiasi batin. Wirid
adalah hak Allah yang di perintahkan agar diamalkan oleh para hamba.
Sedangkan warid adalah hak hamba yang disampaikan kepada Allah swt.
Menghidupkan wirid dalam hidup seorang hamba Allah diperlukan,
agar si hamba tetap kontak langsung dengan Allah di waktu-waktu yang
sudah ditentukan oleh si hamba sendiri. Sebab amal ibadah yang paling
baik, ialah dikerjakan terus menerus, walaupun sedikit (kecil). Amal
seperti ini sangat disukai oleh Allah. Dengan melalui wirid inilah umat
manusia bisa membersihkan dan menarik cahaya untuk menerangi hatinya
berupa pemahaman terhadap ajaran Allah Swt.
156
AL-HIKMAH Jurnal Theosofi dan Peradaban Islam
Vol. 2 No. 1 Desember-Mei 2020 e-ISSN : 2655-8785
TEMUAN HASIL PENELITIAN PEMBINAAN MORAL DARI JAMA’AH
Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan oleh peneliti, kondisi
kegiatan pembiasaan yang mereka lakukan berjalan cukup bagus. Hal ini
terlihat dari kerjasama yang positif dari pihak Guru, mursyid dan
masyarakat sekitar lingkungan Persulukan tersebut.
Dalam menerapkan moral pada mursyid membutuhkan beberapa
metode agar tercapai keberhasilnya, adapun metode yang dapat
dilakukan:
a. Metode Pembiasaan
Yaitu proses penanaman kebiasaan yang dilakukan sejak kecil
dengan jalan melakukan suatu perilaku tertentu secara berulang-ulang
dan bertahap. Dalam hal ini termasuk juga merubah kebiasaan-kebiasaan
yang buruk.
b. Metode Keteladanan
Yaitu akhlāk seseorang tidak dapat terbentuk hanya dengan
pelajaran, instruksi, dan larangan, sebab sifat jiwa untuk menerima
keutamaan itu tidak cukup hanya dengan memerintah saja. Misalnya
dalam menanamkan sopan santun memerlukan pembinaan yang panjang
dan lama, harus ada pendekatan yang lestari.
c. Metode Kedisiplinan
Yaitu remaja harus diajarkan bagaimana ia dapat mengatur
kehidupan yang berguna bagi dirinya. Dengan kata lain remaja harus
dibantu hidup secara disiplin mau dan mampu mentaati ketentuan dari
Allah swt dan peraturan yang berlaku dilingkungan keluarga, masyarakat,
bangsa dan Negara.
d. Metode at-targhîb dan at-tarhîb (penghargaan dan hukuman)
Adalah tindakan tegas dalam pembelajaran, baik berupa
penghargaan bagi yang taat, dan hukuman bagi yang melanggar. Islam
menggunakan semua metode pembinaan dan tidak membiarkan satu
celah pun agar pendidikan itu sampai pada jiwa umatnya. Islam
menggunakan berbagai teknik pendidikan seperti keteladanan, nasehat
juga menggunakan at-targhîb dan at-tarhîb.
e. Metode nasehat
Yaitu suatu kata untuk menerangkan suatu pengertian yaitu
keinginan kebaikan bagi yang dinasehati. Alqurān juga menggunakan
kalimat-kalimat yang menyentuh hati untuk mengarahkan manusia kepada
ide yang dikehendaki dan lebih dikenal dengan nasehat. Nasehat yang
disampaikan selalu disertai dengan panutan atau teladan dari pemberi
157
AL-HIKMAH Jurnal Theosofi dan Peradaban Islam
Vol. 2 No. 1 Desember-Mei 2020 e-ISSN : 2655-8785
nasehat. Dari hal tersebut tergambar, penerapan akhlāk mempunyai
metode yang tepat untuk membentuk peserta didik berakhlāk mulia sesuai
dengan ajaran Islam.
KESIMPULAN
Dapat disimpulkan bahwa hasil penelitiannaya adalah sebagai
berikut: Konsepsi moral menurut pondok persulukan Babussalam dengan:
Tahap Takhalli, yakni tahap pengosongan diri dari sifat-sifat tercela.
Seperti: ‘ujub, riya, takabur, hasad, dusta, dan bakhil. Sifat-sifat tercela itu
muncul sebagai akibat dari dominasi nafsu yang menguasai jiwa manusia.
Oleh karena itu, tahap takhalli ini para sufi melatih diri (riyadhah) dengan
bersungguh-sungguh untuk mengendalikan nafsu (mujahadah). Tahap
Tahalli, yakni tahap pengisian dan penghiasan diri dengan sifat-sifat
terpuji. Seperti: taubat, zuhud, wara’, syukur, sabar, tawakal, ridhah.
Tahap kedua ini pembinaan moral lebih ditingkatkan dengan upaya
pendakian tangga maqamat dari satu maqam ke maqam berikutnya
sampai diperoleh kondisi batin (ahwal) akan rasa kedekatannya dengan
Tuhan. Tahap Tajalli, yakni tahap tersingkapnya penampakan nur ghaib
bagi hati dalam jiwa seseorang. Tahap ini adalah tahap pemantapan dari
tahap Takhalli dan Tahalli. Tahap tajalli dapat dirasakan oleh sufi melalui
ibadah, khususnya: Shalat, Puasa, Dzikirullah, dan munajat kepada Tuhan.
Dengan adanya persulukan di Kampung Rumbia memberi dampak
yang begitu positif terhadap kalangan masyarakat tersebut, mulai dari
orang tua, remaja, dan anak-anak. Dengan adanya penanaman moral
yang begitu berdampak bagi remaja yang ada di sekitaran Pondok
Persulukan dengan adanya: Kegiatan pengajian, Agar manusia dapat
menentukan baik dan benar, Berada di jalan Allah, Kerja bakti/ bergotong
royong, Meluruskan kita dalam beribadah.
Hasil dari pembinaan moral dari jamaah yang
melakukan
persulukan: Adapun materi-materi yang dikembangkan dalam proses
pembinaan moral adalah Program pembentukan sikap dan perilaku,
Akhlāk mulia/ karakter terhadap Allah dan Rasul-Nya, Akhlāk mulia/
karakter terhadap diri sendiri, Akhlāk mulia/ karakter terhadap sesama,
Akhlāk mulia/karakter terhadap lingkungan, Program pengembangan
pembiasaan, Pengalaman dasar komunikasi, Sholat fardhu berjamaah,
Sholat tahajjud, Sholat dhuha, Murajaah Alqurān, bergantian
membawakan Tahsin, Tahlil serta yasin di Masjid maupun di makam Alm.
Tuan Syekh Ahmad Hasyim Harahap.
158
AL-HIKMAH Jurnal Theosofi dan Peradaban Islam
Vol. 2 No. 1 Desember-Mei 2020 e-ISSN : 2655-8785
DAFTAR PUSTAKA
Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam. Jakarta: Icthiar Baru
Van Houve, 1993.
Langgung Hasan, Asas-asas Pendidikan Islam. Jakarta: Pustaka Al-husna,
1992.
Mushaf Pantashih Lajnah, Al-qur’an dan Terjemahannya. Ciputat,
Tanggerang Banten: Shifa, 2007.
Muzakkir, Tasawuf Jalan Mudah Menuju Tuhan. Medan: Perdana
Publishing, 2012.
Nata Abuddin, Tafsir ayat-ayat Pendidikan, (Tafsir Al- Ayat Al- Tarbawiy).
Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2002.
Pengarsa Tata Humaidi, Akhlak yang Mulia. Surabaya: Bina Ilmu, 1980.
Siregar Rivary. A, Tasawuf: Dari Sufisme Klasik ke Neo-Sufisme. Jakarta:
PT. Grafindo Persada, 2002.
Wade Carole, Psikologi edisi ke-9 jilid 1. Erlangga, 2007.
159