[go: up one dir, main page]

Academia.eduAcademia.edu
AL-HIKMAH Jurnal Theosofi dan Peradaban Islam Vol. 2 No. 1 Desember-Mei 2020 ISSN : 2655-8785 AL-HIKMAH Jurnal Theosofi dan Peradaban Islam Diterbitkan Oleh : Program Studi Aqidah dan Filsafat Islam Fakultas Ushuluddin dan Studi Islam Universitas Islam Negeri Sumatera Utara Medan Jurnal Al-Hikmah Volume 2 Nomor 1 Halaman 1-175 Des-Mei 2020 e-ISSN 2655-8785 ISSN : 2655-8785 AL-HIKMAH Jurnal Theosofi dan Peradaban Islam Vol. 2 No. 1 Desember-Mei 2020 PEMBINA Prof. Dr. Katimin, M.A (Dekan Fakultas Ushuluddin dan Studi Islam UIN SU Medan) PENGARAH Dr. H. Arifinsyah, M.A Dra. Hj. Hasnah Nasution, M.A Drs. Maraimbang Daulay, M.A KETUA PENYUNTING Dra. Mardhiah Abbas, M.Hum SEKRETARIS PENYUNTING Dra. Endang Ekowati, M.A DEWAN REDAKSI Prof. Dr. Katimin, M.Ag., Dr. Hj. Dahlia Lubis, M.Ag., Prof. Dr. H. Syahrin Harahap, M.A., Prof. Dr. Sukiman, M.Si., Prof. Dr. Amroeni Drajat, M.Ag., Prof. Dr. H. Hasan Bakti Nst, M.A., Prof. Dr. Hasyimsyah Nasution, M.A., Dr H. Arifinsyah, M.Ag, Ismet Sari, M.A, Salahuddin Harahap, M.A SIRKULASI & KEUANGAN Muhammad Ikhbal Saiful, SE Redaksi & Tata Usaha Gedung Fakultas Ushuluddin dan Studi Islam, Jl. Williem Iskandar Pasar V Medan Estate 20371 Telp. (061) 6615683-6622925 Fax (061) 6615683 Email: prodiafis@gmail.com Website: http://jurnal.uinsu.ac.id/index.php/alhikmah Sekretariat Paisal Siregar, S.Fil.I Zulkarnain, M.Pem.I AL-HIKMAH Jurnal Theosofi dan Peradaban Islam merupakan jurnal prodi Aqidah dan Filsafat Islam Fakultas Ushuluddin dan Studi Islam Universitas Islam Negeri Sumatera Utara Medan yang secara komprehensif mengkaji bidang Teologi, Filsafat dan Tasawuf dalam Islam. Redaksi menerima tulisan baik artikel, ringkasan hasil penelitian, studi tokoh, maupun telaah pustaka. ISSN : 2655-8785 AL-HIKMAH Jurnal Theosofi dan Peradaban Islam Vol. 2 No. 1 Desember-Mei 2020 DAFTAR ISI GAGASAN UTAMA Epistemologi Kalam Asy’ariyah dan Al-Maturidiyah Adnin, Muhammad Zein ............................................... 1-12 Manusia Dalam Pandangan Filsafat Heru Syahputra ........................................................... 13-28 Etos Kerja Dalam Kajian Teologi Islam (Analisis Penelitian Max Weber Tentang Etika Protestan di Amerika dan Analoginya di Asia) Zulkarnain .................................................................. 29-38 The Zikir Concept As A Medium Of Quality Soul Ahmad Zuhri, Husnel Anwar, Muhammad Marzuki ......... 39-65 Agama dan Nilai Spritualitas Nurliana Damanik ........................................................ 66-90 Konsep dan Sistem Nilai dalam Persfektif Agama-Agama Besar di Dunia Uqbatul Khair Rambe ................................................... 91-106 Wahdat Al-Wujud dan Implikasinya Terhadap Insan Kamil Adenan, Tondi Nasution ............................................... 107-123 KAJIAN TOKOH Tan Malaka: Filsafat Realisme Ketimuran Salahuddin Harahap ................................................... 124-137 LAPORAN PENELITIAN Fungsi Pondok Persulukan Babussalam dalam Pembinaan Moral di Batang Kuis Kampung Rumbia Dahlia Lubis, Husnel Anwar, Ayu Fadillah ...................... 138-159 Peran Orang Tua Dalam Penanaman Nilai Aqidah Pada Anak Di Kelurahan Bandar Selamat Kecamatan Medan Tembung Maraimbang, Abrar M. Dawud Faza, Rahma Yanti D ...... 160-175 AL-HIKMAH Jurnal Theosofi dan Peradaban Islam Vol. 2 No. 1 Desember-Mei 2020 e-ISSN : 2655-8785 FUNGSI PONDOK PERSULUKAN BABUSSALAM DALAM PEMBINAAN MORAL DI BATANG KUIS KAMPUNG RUMBIA Dahlia Lubis Fakultas Ushuluddin dan Studi Islam Universitas Islam Negeri Sumatera Utara Medan Husnel Anwar Fakultas Ushuluddin dan Studi Islam Universitas Islam Negeri Sumatera Utara Medan Ayu Fadillah Fakultas Ushuluddin dan Studi Islam Universitas Islam Negeri Sumatera Utara Medan email: ayufadillah169@gmail.com ABSTRACT The function of the Pondok Pesulukan in Moral Development, aims so positively towards the community, ranging from parents, adolescents, and children with the Moral planting that is so impacting for adolescents around the Babussalam Persulukan Pondok in Batang Kuis Rumbia Village. In this study, researchers used a type of field research research with data collection techniques from Mr. Guru Sheikh Abdurrahman Harahap, murshid, as well as Community Leaders, and Village Heads in Batang Kuis Kampung Rumbia in this study with later supported literary studies related to theoretical opinions. Findings of Moral formation research results from Jama'ah: The Jama'ahs in the Babussalam Persulukan are very close to Allah by multiplying or deepening the knowledge that has been applied by Mr. Sheikh Abdurrahman Harahap conducted by researchers the condition of moral coaching activities is going pretty well, done with several methods including the habituation method, the admonition method, the exemplary method, the disciplinary method and the at-targhīb and attarhīb methods (rewards and punishments). This can be seen from the positive cooperation between the Teachers and Murshid and the community around the Persulukan environment. This research concludes 138 AL-HIKMAH Jurnal Theosofi dan Peradaban Islam Vol. 2 No. 1 Desember-Mei 2020 e-ISSN : 2655-8785 that the pondok siluk in the thatch village can provide moral guidance through Sufism seems to be more effective than merely doctrine of moral science that is theoretical, so Sufism is expected to overcome the spiritual crisis and moral crisis both so that they become accustomed to doing in life day-to-day, both in the community, family, and at school, there is a need for habituation and exercises that are started from childhood by parents. Keywords: Cottage Towards, Moral Guidance. PENDAHULUAN Pemahaman kaum muslim tentang ajaran Islam berkembang sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan pemikiran penganutnya. Sehingga terasa lebih spesifik dan lebih mudah diterima subtansi ajaranya, serta diamalkan. Hal ini terjadi pada semua aspek ajarannya termasuk dalam kerohanian menempuh jalan suluk (bersuluk) mencakup sebuah disiplin seumur hidup dalam melaksanakan aturan-aturan eksoteris agama Islam (syariat) sekaligus aturan-aturan esoterisnya (hakikat). Bersuluk juga mencakup hasrat untuk mengenal diri, memahami esensi kehidupan, pencarian Tuhan, dan pencarian kebenaran sejati (Ilahiyah), melalui penempaan diri seumur hidup dengan melakukan syariat lahiriah sekaligus syariat batiniah demi mencapai kesucian hati untuk mengenal diri dan Tuhan. Kata Suluk berasal dari Terminologi Al-Qur’an, Fasluki, dalam surat An-Nahl: (16) ayat 69; َ ُ ‫ٱسلُكِى‬ ْ ‫ف‬ َ ‫س ُب‬ ‫ك ُذلُ ا ًۭل‬ ِ ِ‫ل َرب‬ Artinya: “Lalu Tempuhlah jalan Tuhanmu yang telah dimudahkan (bagimu).” Kata Fasluki disini adalah kata perintah (Amr) dari Allah Swt untuk selalu berjalan di jalan-Nya jalan yang lurus. Dengan menempuh jalan tarekat merupakan proses pengalaman yang terintegrasi dalam pola kehidupan sehingga dapat tumbuh dan berkembang secara spontan untuk mendorong perilaku yang membawa kebaikan. Pembinaan moral sangat penting dalam persulukan sehingga agar dapat membentuk kreativitas individu dalam mencapai jalan atau pun perilaku yang baik dalam bermasyarakat dan menumbuhkan karakter yang baik. Pada hakikatnya pembinaan moral merupakan sebuah aspek yang sangat sentral dalam persulukan, keberadaan pembinaan moral di mulai 139 AL-HIKMAH Jurnal Theosofi dan Peradaban Islam Vol. 2 No. 1 Desember-Mei 2020 e-ISSN : 2655-8785 dari sejak dini, sehingga dalam hal ini sudah menjadi suatu keharusan yang harus dilakukan untuk perbaikan sikap maupun moral anak. Dalam hal lain persulukan memiliki upaya dalam membina moral seseorang untuk membentuk karakter dapat dilakukan melalui suatu bimbingan, pengajaran, pembinaan dan pelatihan agar dapat membantu untuk menuju kearah tercapainya kepribadian yang dewasa dan di didik agar memiliki budi pekerti yang luhur dan akhlak yang mulia. fokus masalah dalam penelitian tentang “Fungsi persulukan babussalam dalam pembinaan moral di batang kuis kampung rumbia” dengan beberapa rincian masalah sebagai berikut: pertama tentang konsepsi moral menurut pondok persulukan Babussalam, kedua fungsi persulukan Babussalam dalam pembinaan moral, dan yang ketiga hasil dari pembinaan moral dari jamaah yang melakukan persulukan. Pada umumnya persulukan yang ada di Indonesia berkembang begitu pesat banyak tarekat-tarekat yang berdiri atau sering di kenal dengan tarekat Naqsabandiyah sama halnya dengan tarekat yang saya teliti yaitu persulukan Babussalam yang didirikan Alm. Syech Ahmad Hasyim Harahap dan digantikan oleh anaknya yaitu Abdurrahman Harahap. Pembinaan moral yang berkembang di Batang Kuis selalu sangat erat dengan adanya berdirinya persulukan yang ada di Kampung Rumbia ini. Pembinaan moral sangatlah berpengaruh bagi manusia untuk memberikan batasan terhadap aktivitas manusia dengan nilai (ketentuan) baik dan buruk, benar atau salah. Jika dalam kehidupan sehari-hari dikatakan bahwa orang tersebut bermoral, maka yang dimaksudkan adalah bahwa orang tersebut tingkah lakunya baik. FUNGSI PONDOK PERSULUKAN BABUSSALAM DALAM PEMBINAAN MORAL BATANG KUIS KAMPUNG RUMBIA A. Pengertian Persulukan Secara etimologis, kata suluk berarti jalan atau cara, bisa juga diartikan kelakuan atau tingkah laku, sehingga husnul-suluk berarti kelakuan yang baik. Kata suluk adalah bentuk masdar yang diturunkan dari bentuk verbal “salaka yasluku” yang secara harfiah mengandung beberapa arti yaitu “memasuki, melalui jalan, bertindak dan memasukkan”. Secara garis besar suluk merupakan kegiatan seseorang untuk menuju kedekatan diri kepada Allah, suluk hampir sama dengan tarekat, 140 AL-HIKMAH Jurnal Theosofi dan Peradaban Islam Vol. 2 No. 1 Desember-Mei 2020 e-ISSN : 2655-8785 yakni cara mendekatkan diri kepada Tuhan. Hanya saja, kalau tarekat masih bersifat konseptual, sedangkan suluk sudah dalam bentuk teknis oprasional. Oprasional dalam arti yang sesungguhnya, bukan hanya sekedar teori melainkan langsung dipratikkan dalam tingkah laku keseharian. Menurut Imam Al-Gazali, suluk berarti menjernihkan akhlak, amal pengetahuan. Suluk dilakukan dengan cara aktif berkecimpung dengan amal lahir dan amal bathin. Semua kesibukan hamba dicurahkan kepada Tuhannya, dengan membersihkan bathinnya untuk persiapan Wushul kepadanya. Adapun hakikat suluk, ialah mengosongkan diri dari sifat-sifat madzmumah atau buruk (dari maksiat lahir dan maksiat bathin). B. Sejarah Berdirinya Persulukan Babussalam Pimpinan pondok suluk Babussalam Nurul Hikmah Naqsabandiyah Kampung Rumbia Desa Baru Kecamatan Batang Kuis didirikan oleh Alm. Syech Ahmad Hasyim Harahap sabtu tanggal 06/02/2010 jam 03.10 Wib telah wafat dalam usia 75 tahun. menghembuskan nafas terakhir setelah menderita sakit dalam beberapa bulan terakhir. Ribuan masyarakat dan jemaah suluk hadir dalam upacara mengantar almarhum ke tempat peristirahatan terakhir di komplek pondok suluk tersebut. Drs. Abdurrahman Harahap setelah mendengar pembacaan wasiat dari almarhum langsung ditetapkan sebagai pimpinan pondok persulukan tersebut didampingi Khalifah Syaufiah H. Mukti Ali, S. Ag. Msi dan didampingi para Khalifah lainnya. Masyarakat Babussalam sebagai pengikut Tarekat Naqsabandiyah sangat menghormati tiap-tiap syekhnya sebagai mursyid dan tidak mempertentangkannya. Kepatuhan dan penghormatan mereka terhadap mursyid melebihi kepatuhan dan penghormatan terhadap kepala desa dan pejabat lainnya. Mereka hidup dengan pola sederhana namun tidak meninggalkan keperluan dunia. Selain rajin beribadah kepada Allah, mereka juga mencari nafkah dan profesi pekerjaan yang bervariasi. Hubungan kekeluargaan terjadi sangat harmonis, tidak terganggu oleh perbedaan yang ada seperti status sosial ekonomi, pendidikan dan politik. Prilaku mereka juga terlihat ramah namun tidak boros berbicara, tolong menolong kepada sesama warga dan saudara baik yang menetap maupun pendatang. Mereka sangat patuh dan mengamalkan ajaran tarekat Naqsabandiyah yang dibawa oleh Syekh Abdurrahman. Pengamalan 141 AL-HIKMAH Jurnal Theosofi dan Peradaban Islam Vol. 2 No. 1 Desember-Mei 2020 e-ISSN : 2655-8785 ajaran tarekat yang tertanam dalam kepribadian pengikutnya menyebabkan terbentukya akhlak mulia. Mereka mengamalkan zikrullah dengan bentuk zikir diam sebagai peribadatan terpenting dalam ajaran tarekat Naqsabandiyah Babussalam. Selain itu mereka juga mematuhi aturan dan mengamalkan adab-adab yang diajarkan oleh Tuan Syekh. Maka hati yang bersih dari berbagai kotoran dunia yang membuat lalai, menjadi syarat penting menuju Allah. Membersihkan hati sama dengan “Mandi Ruhani”, mengawalinya dengan sikap batin tidak syirik, dilanjutkan ibadah lahiriah (amalan shalih). Selain itu mereka juga mematuhi aturan dan mengamalkan adabadab yang diajarkan Syekh Abdurrahman. Dalam adab tersebut terdapat juga pengalaman syariat Islam seperti shalat berjamaah. Ketekunan dan keikhlasan mereka mengamalkan ajaran tarekat terutama zikrullah telah menjadikan mereka sebagai pribadi yang berakhlak mulia. Hal ini dikuatkan oleh Syekh Nazim yang dikutip Ian Richard Netton bahwa zikir adalah sangat penting demi kepuasan dalam hidup, zikir akan mencerminkan karakter dan rendah hati, keikhlasan dan tanpa riya. Bahkan Syekh ‘Abdul Rauf al-Sinkli bahwa selain zikir, kepatuhan pada syariat juga harus dilakukan oleh para sufi untuk menemukan hakikat kehidupan. Kehidupan oleh pengikut tarekat dilakukan dengan cara mendisiplinkan ruhani, yaitu berzikir yang diamalkan dalam semua aktivitas serta patuh secara total terhadap ajaran guru dan syariat Islam. Kedua amalan utama ini yaitu zikrullah dan kepatuhan total terhadap ajaran dan syariat adalah ajaran utama tarekat Naqsabandiyah Babussalam yang diamalkan oleh pengikut Babussalam yang selalu dilatihkan dalam kegiatan suluk. Jelasnya bahwa pengalaman terhadap ajaran guru dan syariat telah memberikan manfaat besar pada pembentukan akhlak mulia yang juga merupakan tujuan pendidikan Islam. Sebagaimana pendapat Mohd. Said Ramadhan El-Bouthy dalam Omar Mohammad Al-Touny bahwa satu di antara tujuh tujuan pendidikan Islam adalah mengangkat akhlak dalam masyarakat berdasar pada agama yang diturunkan, untuk membimbing masyarakat pada rancangan akhlak yang telah dibuat Allah baginya, dan untuk menanamkan pendorong akhlak dalam hati manusia. Pergulatan ruhani untuk mencapai “Mahligai Ilahi” adalah sebuah perjuangan bagi orang-orang yang merindukan perjumpaan dengan RabbNya. Namun perjuangan itu tak akan ada hasilnya, bila tidak disertai persiapan yang matang. Bekal yang harus disiapkan untuk menuju kepada 142 AL-HIKMAH Jurnal Theosofi dan Peradaban Islam Vol. 2 No. 1 Desember-Mei 2020 e-ISSN : 2655-8785 Allah antara lain adalah: Taqwa sebagai bekal, Zikir sebagai senjata, semangat sebagai kendaraan, Mursyid sebagai pembimbing, dan yang terakhir adalah saudara seiman sebagai teman seperjalanan. Persiapan tersebut harus dirangkai dengan pengabdian melalui media Basyariah (raga), dan Nafsaniah (jiwa). Menurut Syekh Abdurrahman, ayahanda lahir di Desa Huristak Kecamatan Huristak Paluta pada 1935, pada usia 19 tahun almarhum telah menjadi khalifah Suluk di Sei Rodang. Tidak hanya puas mengikuti pendidikan pesantren dan belajar ilmu tarekat, almarhum juga belajar di pondok suluk Syech Abdul Wahab Rokan Besilam Langkat dibawah bimbingan langsung Khalifah Tamba. Setelah pulang dari Besilam Langkat, almarhum kembali ke kampung halaman untuk menyebarluaskan ilmu yang dipelajarinya. Namun setelah berkeluarga, almarhum pindah ke Kampung Rumbia Desa Baru Batang Kuis dan membuka pondok suluk sejak 1991. Setelah 19 tahun menetap di Kampung Rumbia ini, almarhum telah melahirkan 87 Khalifah Suluk dengan ratusan orang jamaahnya. Pada 2009 yang lalu, karena ketekunannya membimbing umat beliau dipanggil ke Istana Negara dan langsung bertemu dengan Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono. Berbagai macam suka duka yang dialaminya dalam membimbing jemaah yang datang dari daerah Tapsel (Tapanuli Selatan), Paluta (Padang Lawas Utara), Labuhan Batu Asahan, Deli Serdang dan Medan. Namun beliau tidak kenal kata mengeluh terutama dalam menghadapi jemaah yang telah berusia lanjut. Walapun para jemaah dalam bimbingannya, namun beliau tetap santun kepada mereka dan tetap berupaya bertutur kata sejuk kepada mereka. “Pendidikan adalah salah satu interaksi manusia. Ia adalah tindakan sosial yang di mungkinkan berlakunya melalui suatu jaringan hubungan-hubungan kemanusiaan. Jaringan-jaringan ini bersama dengan hubungan-hubungan dan perananperanan individu di dalamnyalah yang menentukan watak pendidikan di suatu masyarakat. Aspek-aspek sosial pendidikan dapat digambarkan dengan memandangketergantungan individu-individu satu sama lain dalam proses belajar”. Sebagai makhluk sosial, manusia mau tidak mau harus berinteraksi dengan manusia lainnya, dan membutuhkan lingkungan di mana ia berada. Ia menginginkan adanya lingkungan sosial yang ramah, peduli, santun, saling menjaga dan menyayangi, bantu membantu, taat pada 143 AL-HIKMAH Jurnal Theosofi dan Peradaban Islam Vol. 2 No. 1 Desember-Mei 2020 e-ISSN : 2655-8785 aturan, tertib, disiplin, menghargai hak-hak asasi manusia dan sebagainya. Lingkungan yang demikian itulah yang memungkinkan ia dapat melakukan berbagai aktivitasnya dengan tenang, tanpa terganggu oleh berbagai hal yang dapat merugikan dirinya. Keinginan untuk mewujudkan lingkungan yang demikian itu, pada gilirannya mendorong perlunya membina masyarakat yang berpendidikan, beriman, dan bertakwa kepada Tuhan. Karena hanya di dalam masyarakat yang demikian itulah akan tercipta lingkungan di mana berbagai aturan dan perundang-undangan dapat ditegakkan. Berkenaan dengan itu maka telah bermunculan konsep dan teori tentang pembinaan masyarakat, baik yang bersumber dari Barat maupun yang bersumber dari dunia Islam sendiri. Munculnya berbagai corak masyarakat seperti yang ada saat ini, tidak dapat dilepaskan dari konsep yang mempengaruhinya. Al-Qur’an sebagai sumber ajaran Islam telah memberikan perhatian yang besar terhadap perlunya pembinaan masyarakat. Sehubungan dengan itu, pada bagian ini akan dikaji ayat-ayat yang berhubungan dengan pembinaan masyarakat. Pembahasan akan dimulai dengan mengungkap istilah-istilah dalam al-Qur’an yang ada hubungannya dengan konsep masyarakat. Ciri-ciri masyarakat yang ideal menurut alQur’an, serta cara-cara yang dapat ditempuh untuk membina masyarakat yang ideal tersebut. Selanjutnya dalam al-Mufradat fi Gharib al-Qur’an, masyarakat diartikan sebagai semua kelompok yang dihimpun oleh persamaan agama, waktu, tempat, baik secara terpaksa maupun kehendak sendiri. Dalam pada itu Murthadha Muthahari berpendapat bahwa masyarakat adalah kumpulan dari manusia yang antara satu dan lainnya saling terkait oleh sistem nilai, adat istiadat, ritus-ritus serta hukumhukum tertentu dan berada dalam suatu iklim dan bahan makanan yang sama. Inti dari pendapat-pendapat tersebut di atas adalah bahwa masyarakat tempat berkumpulnya manusia yang di dalamnya terdapat sistem hubungan, aturan serta pola-pola hubungan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Hal ini sejalan dengan pendapat Ibn Khaldun yang mengatakan bahwa adanya masyarakat yang memiliki ciri-ciri yang demikian itu adalah merupakan suatu keharusan, karena menurut wataknya, manusia adalah makhluk sosial. Secara individual, manusia membutuhkan masyarakat atau kota sebagaimana mereka katakan. 144 AL-HIKMAH Jurnal Theosofi dan Peradaban Islam Vol. 2 No. 1 Desember-Mei 2020 e-ISSN : 2655-8785 Dalam setiap masyarakat sangat ketergantungan dengan lingkungan sosial dan budaya dalam menentukan watak moral keyakinan masyarakat dalam keyakinan pembelajaran perubahan karakter dan prilaku, tiap anggotanya mencoba memenuhi berbagai peran sosial yaitu kedudukan yang diatur oleh norma mengenai cara orang, dalam kedudukan atau posisi tertentu, berprilaku. Peran dalam keluarga menentukan tugas-tugas yang harus dilakukan orang tua dan anak, suami dan istri. Prilaku yang dituntut dari sebuah peran sosial dibentuk oleh “Budaya (culture) dapat didefinisikan sebagai budaya tempat tinggal. program dan kumpulan aturan yang diterima bersama dan mengatur prilaku seseorang dalam masyarakat atau komunitas tertentu, serta seperangkat nilai kepercayaan, dan kebiasaan yang diterima oleh sebagian anggota masyarakat. Kebiasaan ini diturunkan dari satu generasi ke generasi berikutnya”. C. Persulukan Dalam Pandangan Islam Dalam pandangan Islam persulukan juga merupakan suatu proses pendekatan diri seseorang dengan sedekat-dekatnya melalui jalan suluk, dan mereka tidak menjahui hal duniawi, dengan menempuh jalan suluk mempunyai tahapan (Maqamat), sesudah menempuh maqamat mereka akan dekat-sedekatnya dengan Allah setelah sampai maqam Zuhud. Adapun dalam pandangan Islam merupakan sisi batin dari ajaran Islam, sementara sisi lahirnya adalah syari’ah, yang mengandung hukumhukum keagamaan formal, mengenai apa yang harus dilakukan oleh seseorang (wajibat), serta apa yang seharusnya tidak dilakukan (nahiyat). Selain mengisi sisi batiniah dan syari’ah juga memberikan makna tentang bagaimana hidup ber-Tuhan dengan benar. Juga memberikan penegasan bahwa hidup tanpa memiliki harmonis dengan Tuhan, adalah hidup yang kosong dan hampa. D. Pengertian Moral Moral adalah suatu hukum perilaku yang diterapkan kepada setiap individu dalam bersosialisasi dengan sesamanya sehingga terjalin rasa hormat dan menghormati antar sesama. Pendapat lain mengatakan arti moral adalah sesuatu yang berhubungan dengan prinsip-prinsip tingkah laku; akhlak, budi pekerti, dan mental, yang membentuk karakter dalam diri seseorang sehingga dapat menilai dengan benar apa yang baik dan buruk. 145 AL-HIKMAH Jurnal Theosofi dan Peradaban Islam Vol. 2 No. 1 Desember-Mei 2020 e-ISSN : 2655-8785 Moral adalah produk yang dihasilkan oleh budaya dan agama yang mengatur cara berinteraksi (perbuatan, perilaku, dan ucapan) antar sesama manusia. Dengan kata lain, istilah moral merujuk pada tindakan, perilaku seseorang yang memiliki nilai positif sesuai dengan norma yang ada di suatu masyarakat. Masalah moral merupakan suatu masalah yang selalu menjadi perhatian orang di mana saja, baik dalam masyarakat yang masih dalam tahap berkembang, maupun dalam masyarakat yang telah maju, karena kerusakan moral seseorang dapat mengganggu ketentraman yang lain oleh karenanya jika di dalam suatu masyarakat telah banyak orang-orang yang rusak moralnya, maka akan terjadilah suatu kerawanan di dalam masyarakat itu. Demikian juga halnya dengan keadaan remaja-remaja sebelum adanya. Salah satu usaha dalam hal membina moral para suluk dan adanya remaja yang utama yang dapat mempengaruhi kegoncangan jiwa para suluk dan remaja yang ada di sekitaran pondok adalah dengan menanamkan jiwa agama kedalam diri mereka, karena menurut zakiah Daradjat: “apabila keyakinan beragama itu telah menjadi bagian yang integral dari kepribadian seseorang, maka keyakinannya itulah yang akan mengawasi segala tindakan, perkataan, bahkan perasaannya”. Jika terjadi tarikan orang kepada sesuatu yang tampaknya menyenangkan, maka keimanannya cepat bertindak, meneliti apakah hal tersebut boleh atau terlarang oleh agamanya. 1. Tujuan dan Fungsi Moral Secara umum, tujuan dan fungsi moral adalah untuk mewujudkan harkat dan martabat kepribadian manusia melalui pengalaman nilai-nilai dan norma. Adapun beberapa tujuan dan fungsi moral adalah sebagai berikut: a. Untuk menjamin terwujudnya harkat dan martabat pribadi seseorang dan kemanusiaan. b. Untuk memotivasi manusia agar bersikap dan bertindak dengan penuh kebaikan dan kebajikan yang didasari atas kesadaran kewajiban yang dilandasi moral. c. Untuk menjaga keharmonisan hubungan sosial antar manusia, karena moral menjadi landasan rasa percaya terhadap sesama. 146 AL-HIKMAH Jurnal Theosofi dan Peradaban Islam Vol. 2 No. 1 Desember-Mei 2020 e-ISSN : 2655-8785 d. Membuat manusia lebih bahagia secara rohani dan jasmani karena menunaikan fungsi moral sehingga tidak ada rasa menyesal, konflik batin, dan perasaan berdosa atau kecewa. f. Moral dapat memberikan wawasan masa depan kepada manusia, baik sanksi sosial maupun konsekuensi dalam kehidupan sehingga manusia akan penuh pertimbangan dalam bertindak. g. Moral dalam diri manusia juga dapat memberikan landasan kesabaran dalam setiap dorongan naluri dan keinginan/ nafsu yang mengancam harkat dan martabat pribadi. 2. Jenis dan Wujud Moral Wujud moral dalam diri seseorang dapat terlihat dari penampilan dan prilakunya secara keseluruhan. Adapun beberapa macam moral adalah sebagai berikut: a. Moral Ketuhanan Moral ketuhanan adalah semua hal yang berhubungan dengan keagamaan/religius berdasarkan ajaran agama tertentu dan pengaruhnya terhadap diri seseorang. Wujud moral ketuhanan, misalnya: melaksanakan ajaran agama yang dianut dengan sebaik-sebaiknya. Contoh: menghargai sesama manusia, menghargai agama lain, dan hidup rukun dengan yang berbeda agama. b. Moral Ideologi dan Filsafat Moral ideologi dan filsafat adalah semua hal yang berhubungan dengan semangat kebangsaan, loyalitas kepada cita-cita bangsa dan negara. Wujud moral ideologi dan filsafat, misalnya: menjunjung tinggi dasar negara Indonesia yaitu Pancasila. Contoh: menolak ideologi asing yang ingin mengubah dasar negara Indonesia. c. Moral Etika dan Kesusilaan Moral etika dan kesusilaan adalah semua hal yang berkaitan dengan etika dan kesusilaan yang dijunjung oleh suatu masyarakat, bangsa, dan negara secara budaya dan tradisi. Wujud moral etika dan kesusilaan, misalnya menghargai orang lain yang berbeda pendapat, baik dalam perkataan maupun perbuatan. Contoh: mengucapkan salam kepada orang lain ketika bertemu atau berpapasan. d. Moral Disiplin dan Hukum Moral Disiplin dan Hukum adalah segala hal yang berhubungan dengan kode etika profesional dan hukum yang berlaku di masyarakat dan 147 AL-HIKMAH Jurnal Theosofi dan Peradaban Islam Vol. 2 No. 1 Desember-Mei 2020 e-ISSN : 2655-8785 negara. Wujud moral disiplin dan hukum, misalnya: melakukan suatu aktivitas sesuai dengan aturan yang berlaku. Contoh: selalu menggunakan perlengkapan yang diharuskan dan mematuhi rambu-rambu lalu lintas ketika berkendara di jalan raya. 3. Pembinaan moral Moral merupakan suatu tindakan manusia yang didasarkan kepada pengertian baik dan buruk, dan morallah sebenarnya yang membedakan manusia dengan makhluk Tuhan lainnya, serta meninggikan derajatnya apabila ia mampu memiliki moral yang baik, sebagaimana yang dikemukakan oleh Ali Hamidy bahwa: “Dengan akhlak dapatlah mengukur sesuatu umat bangsa dalam kerendahan atau kemuliaan, kalau umat atau bangsa itu berakhlak baik dan utama tandanya mereka itu berada dalam kemuliaan, dan sebaliknya yakni berakhlak jahat dan hina maka tidak layak lagi bahwa mereka dalam kerendahan.” “Kemudian seorang penyair arab juga mengatakan bahwa ukuran suatu bangsa itu adalah akhlaknya, jika mereka tidak berakhlak maka bangsa itu tidak berarti (berharga)”.Oleh karena itu kita sebagai umat Islam maka kita wajiblah melaksanakan ajaran-ajaran moral dalam Islam karena: Islam adalah satu-satunya agama yang meletakkan asas moralitas dengan seluruh cabangnya yang berhubungan baik dengan Tuhan maupun dengan manusia semasa di dunia untuk hidupnya di dunia maupun persiapan ke dalam akhirat. tiada moral yang harus dituruti selain moral Islamiah sebagaimana yang dikatakan oleh Hamaidi tata pengarsa bahwa: “Sebagai umat Islam tentu saja kita wajib menganut dan melaksanakan moral keagamaan, tetapi moral keagamaan, yang kita anut tentu pula moral agama Islam dengan demikian maka seharusnyalah kita menjadi orang Islam yang berakhlak Islam”. Untuk mengarahkan seseorang kepada moralitas Islamiah itu maka perlu adanya pembinaan. Dan pembinaan itu adalah: Sebagai usaha yang dilakukan secara sadar, berancana, teratur dan terarah untuk meningkatkan pengetahuan, sikap dan keterampilan dengan tindakan-tindakan, pengarahan, bimbingan, pengembangan (aktualitas), stimulus, dan pengawasan untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Dan sebagaimana langkah awal dalam pembinaan moral ini maka perlu adanya peran utama dari pada orang tua untuk membinanya sedini 148 AL-HIKMAH Jurnal Theosofi dan Peradaban Islam Vol. 2 No. 1 Desember-Mei 2020 e-ISSN : 2655-8785 mungkin agar mereka terbiasa melakukan perilaku yang baik di masamasa mendatang, sebagaimana yang dikatakan Zakiah Dradjat bahwa: “Pembinaan moral seharusnya dilaksanakan sejak anak kecil, sesuai dengan kemampuan dan umurnya karena setiap anak lahir, belum mengerti mana yang benar dan mana yang salah, dan belum tau batasbatas dan ketentuan moral yang berlaku dalam lingkungannya. Tanpa dibiasakan menanamkan sikap yang dianggap baik buat penembuhan moral, anak-anak akan dibesarkan tanpa mengenal moral”. 4. Perkembangan Moral dan hubungannya dengan agama Kita tidak dapat mengatakan seorang anak yang baru lahir bermoral atau tidak bermoral. Karena moral itu bertumbuh dan berkembang dari pengalaman-pengalaman yang di lalui oleh anak-anak sejak ia lahir. Pertumbuhannya baru dapat dikatakan mencapai kematangannya pada usia remaja, ketika kecerdasannya telah selesai bertumbuh. Pembinaan moral, terjadi melalui pengalaman-pengalaman dan kebiasaan-kebiasaan, yang ditanamkan sejak kecil oleh orang tua. Yang mulai dengan pembiasaan hidup sesuai dengan nilai-nilai moral, yang ditirunya dari orang tua dan mendapat latihan-latihan untuk itu. Moralitas itu tidak dapat terjadi, hanya melalui pengertianpengertian tanpa latihan-latihan, pembiasaan dan contoh-contoh yang diperoleh sejak kecil. Kebiasaan itu tertanam dengan berangsung-angsur sesuai dengan pertumbuhan kecerdasannya, sesudah itu, barulah sianak diberi pengertian-pengertian tentang moral. Dalam pembinaan moral, karena nilai-nilai moral yang datang dari agama tetap, tidak berubah-ubah, oleh waktu dan tempat. Misalnya pada suatu masyarakat, mungkin di suatu waktu anak-anak muda di pandang tidak sopan berjalan atau berada di tempat sepi berduaan (satu laki-laki dan satu perempuan). Akan tetapi mungkin di daerah yang sama, pada waktu lain, pandangan itu akan berubah, mungkin dianggap biasa saja. atau apa yang dipandang baik oleh suatu masyarakat, dianggap tidak baik oleh masyarakat lain. Misalnya di Eropa atau sementara negara Barat sekarang, adalah biasa saja melihat anak-anak muda atau orang dewasa berciuman di jalan, berpelukan di pekarangan sekolah di depan temanteman dan guru-gurunya, bahkan tidak menjadi soal, jika mereka sampai mengadakan hubungan seks. Akan tetapi di negara seperti di Indonesia, masyarakat tidak dapat menerima hal itu, remaja atau orang yang berani 149 AL-HIKMAH Jurnal Theosofi dan Peradaban Islam Vol. 2 No. 1 Desember-Mei 2020 e-ISSN : 2655-8785 berbuat demikian di depan umum, akan dipandang rendah atau dianggap tidak bermoral, bahkan mungkin dikeroyok atau dihukum oleh masyarakat. F. Konsepsi Moral Menurut Pondok Persulukan Krisis moral yang melanda bangsa Indonesia adalah sebagai akibat dari krisis spiritual. Sebab keberagaman bangsa Indonesia pada umunya, khususnya umat Islam, lebih mementingkan agama dalam bentuknya yang formal daripada rasa penghayatan batin terhadap agama, sehingga agama tidak menimbulkan kesan apa-apa pada jiwa mereka. Penghayatan batin terhadap agama dapat ditempa melalui latihan rohani (riyadhah) dan bersungguh-sungguh berjuang mengendalikan hawa nafsu (mujahadah), dan tasawuf adalah sebagai salah satu solusi alternatif yang nampaknya efektif dalam menumbuhkan rasa penghayatan batin terhadap pengalaman agama. Adapun sistematika dan tahapan dalam proses pembinaan moral menurut tasawuf secara metodologis dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Tahap Takhalli, yakni tahap pengosongan diri dari sifat-sifat tercela, seperti sifat:‘ujub, yaitu suatu sikap seseorang yang menunjukkan keheranannya dan mengagumi dirinya sendiri. Takabur, yaitu besar atau membanggakan diri dan memandang derajat orang lebih rendah daripada dirinya atau merendahkan orang lain. Riya, yaitu sifat senang memamerkan sesuatu. Hasad, yaitu dengki, suatu emosi yang timbul ketika seseorang yang tidak memiliki suatu keunggulan. Dusta, yaitu berbohong, tidak benar (tentang perkataan). Bakhil, yaitu menahan sesuatu. Sifat-sifat tercela itu muncul sebagai akibat dari dominasi nafsu yang menguasai jiwa manusia. Oleh karena itu, tahap takhalli ini para sufi melatih diri (riyadhah) dengan bersungguh-sungguh untuk mengendalikan nafsu (mujahadah). Mereka melatih diri dan bersungguh-sungguh untuk tidak melakukan perbuatan maksiat yang akan mengotori jiwanya. Sebab, jiwa yang kotor tidak dapat menerima cahaya ilahiyah. Akibatnya hati menjadi gelap dan terhijab untuk berkomunikasi dengan Allah Azza wa Jalla. Kebersihan jiwa (tazkiyah al-nafs) menjadi penting sebagai tahapan yang harus dilalui dalam upaya pembinaan moral. 2. Tahap Tahalli, yakni tahap pengisian dan penghiasan diri dengan sifat-sifat terpuji, seperti: 150 AL-HIKMAH Jurnal Theosofi dan Peradaban Islam Vol. 2 No. 1 Desember-Mei 2020 e-ISSN : 2655-8785 Taubat, yaitu rasa penyesalan yang sungguh-sungguh dalam hati dan disertai dengan permohonan ampun serta meninggalkan segala perbuatan yang dapat menimbulkan dosa. Zuhud, yaitu sikap melepaskan diri dari rasa ketergantungan terhadap kehidupan duniawi dengan mengutamakan kehidupan akhirat, karena itu harus pasrah dan rela menerima dan memadakan saja akan rezki yang ia terima dari Tuhan. Wara’, yaitu menghindari apa saja yang tidak baik. Syukur, yaitu memberikan pujian kepada Allah swt dengan cara taat kepadanya, tunduk serta berserah diri. Sabar, yaitu keadaan jiwa yang kokoh, stabil dan konsekuen dalam pendirian. Tawakal, yaitu berserah diri sepenuhnya kepada Allah. Ridhah, yaitu merupakan kelanjutan dari rasa cinta atau perpaduan dari sikap mahabbah dan sabar. Ridho mengandung arti menerima dengan lapang dada dan hati terbuka apa saja yang datang dari Allah. Pada tahap kedua ini pembinaan moral lebih ditingkatkan dengan upaya pendakian tangga maqamat dari satu maqam ke maqam berikutnya sampai diperoleh kondisi batin (ahwal) akan rasa kedekatannya dengan Tuhan. Tahapan tahalli, yakni pengisian dan penghiasan diri dengan sifatsifat terpuji ini membutuhkan upaya yang sungguh-sungguh. Hal itu sama dengan tahapan takhalli, yakni pengosongan diri dari sifat-sifat tercela. Sebab, kedua tahapan ini lebih dominan ditentukan oleh kesungguhan ikhtiar dan usaha manusia (kasbiyah). Karenanya pendidikan moral melalui kedua tahapan ini diperlukan pembinaan yang terus menerus melalui latihan rohani (riyadhah) dan kesungguhan mengendalikan hawa nafsu (mujahadah). 3. Tahap Tajalli, yakni tahap tersingkapnya penampakan nur ghaib bagi hati dalam jiwa seseorang. Tahap ini adalah tahap pemantapan dari tahap Takhalli dan Tahalli. Tahap tajalli dapat dirasakan oleh sufi melalui ibadah, khususnya: Shalat, yaitu ibadah yang harus dilakukan dan dikerjakan bagi setiap muslim ibadah pemeluk agama Islam. Puasa, yaitu menahan diri dari makan dan minum serta segala perbuatan yang bisa membatalkan puasa, mulai dari terbit fajar hingga terbenam matahari, dengan syarat tertentu, untuk meningkatkan ketakwaan. Dzikirullah, yaitu mengingat Allah. Dan munajat kepada Tuhan, yaitu doa sepenuh hati kepada Tuhan untuk mengharapkan keridaan, ampunan. Demikian tahapan pembinaan moral menurut tasawuf. 151 AL-HIKMAH Jurnal Theosofi dan Peradaban Islam Vol. 2 No. 1 Desember-Mei 2020 e-ISSN : 2655-8785 Pembinaan moral melalui tasawuf tampaknya lebih efektif daripada hanya sekedar doktrin ilmu akhlak yang bersifat teoritik, sehingga tasawuf diharapkan dapat mengatasi krisis spiritual dan krisis moral. Tahapantahapan tersebut dapat diwujudkan dalam bentuk pendalaman ilmu, latihan rohani (riyadhah) dengan membiasakan melakukan kebaikankebaikan, dan memerangi hawa nafsu dengan sungguh-sungguh (mujahadah) untuk meninggalkan perbuatan maksiat. G. Fungsi Pondok Persulukan dalam Pembinaan Moral Dengan adanya persulukan di Kampung Rumbia memberi dampak yang begitu positif terhadap kalangan masyarakat tersebut, mulai dari orang tua, remaja, dan anak-anak. Dengan adanya penanaman moral yang begitu berdampak bagi remaja yang ada di sekitaran Pondok Persulukan dengan adanya: 1. Kegiatan pengajian: remaja masjid, memperingati hari-hari besar Islam. 2. Agar manusia dapat menentukan baik dan benar 3. Berada di jalan Allah 4. Kerja bakti/ bergotong royong 5. Meluruskan kita dalam beribadah 6. Tolong menolong, ialah sikap yang senang menolong orang lain, baik dalam bentuk material maupun dalam bentuk tenaga dan moril. 7. Menghubungkan tali kekeluargaan (silaturrahmi), dengan adanya sifat kasih sayang ini, maka seorang muslim tidak senang memutuskan tali kekeluargaan. Hal ini sesuai dengan pendapat Tuan Syekh Abdurrahman Harahap, yang mengatakan bahwa persulukan dalam lingkungan sosial yang sangat besar dirasakan oleh masyarakat sebagai pengayom, tempat meminta tolong serta mencari jalan solusi bagi masyarakat. Kegiatan aktif yang dilakukan dalam persulukan babussalam yaitu: 1. Shalat Berjama’ah Dengan Penghuni Persulukan sebelum dan sesudah pengajian Shalat berjama’ah berarti shalat yang dikerjakan secara bersama antara paling tidak seorang imam dan seorang makmum. Secara syariat, shalat berjamaah disebut sebagai shalat yang makmum menghubungkan atau mengikatkan shalatnya dengan shalat imam. Ini berarti bahwa yang menjadi pokok dalam berjama’ah adalah niat makmum mengikuti imam. Memang, imam tanpa berniat menjadi imam, asalkan makmum berniat 152 AL-HIKMAH Jurnal Theosofi dan Peradaban Islam Vol. 2 No. 1 Desember-Mei 2020 e-ISSN : 2655-8785 mengikuti imam, shalat itu sufdah sah sebagai shalat berjama’ah. Namun, imamnya tidak dapat pahala jamaah karena tidak memasang niat makmum. Karena itu, seorang yang datang di belakang seorang yang sedang shalat dan ia sedang memasang niat mengikuti imam tidak memberitahukan imamnya, ia mendapat pahala berjama’ah, sementara imamnya tidak. Agar berlaku adil, seumpamanyalah ia menepuk bahu imamnya setelah mengangkat takbiratulihram. Hukum shalat berjama’ah pada shalat fardhu yang lima waktu atas laki-laki dan warga setempat serta penghuni persulukan adalah fardhu kifayah, dan pada shalat-shalat sunnah yang disyariatkan padanya berjama’ah, seperti shalat Id, shalat minta hujan, shalat tarawih, dan shalat witir pada bulan Ramadhan adalah sunnah. 2. Belajar mengaji setiap selesai maghrib bagi yang belum mampu membaca Al-Qur’an. Belajar mengaji Al-qur’an bagi seorang muslim adalah sebuah kewajiban. Khususnya bagi seseorang yang telah dewasa. Karena mambaca Al-Qur’an telah di perintahkan oleh Allah swt dalam banyak ayat di dalam Al-Qur’an. Oleh karena itu belajar mengaji ataupun membaca AlQur’an dengan baik dan atau dengan kata lain belajar membaca Al-Qur’an sesuai tajwid juga menjadi keharusan. Jadi, diperlukan kemauan dan motivasi membaca Al-Qur’an yang kuat agar kita bisa konsisten untuk bersemangat belajar Al-Qur’an. Sesuai dengan teori pendidikan bahwa belajar yang dilakukan sedari kecil ini menjadi penting. Oleh karena itu pendidikan pendidikan mengaji di usia dini perlu menjadi perhatian bagi orang tua. Orang tua perlu membantu memberikan perhatian untuk belajar membaca Al-Qur’an untuk anak. “Siapa yang menghafal Al-Qur’an. Mengkaji dan mengamalkannya, maka Allah akan memberikan mahkota bagi kedua orang tuanya dari cahaya yang terangnya seperti matahari. Dan kedua orang tuanya akan diberi dua pakaian yang tidak bisa dinilai dengan dunia. Kemudian kedua orang tuanya bertanya, “Mengapa saya sampai diberi pakaian semacam ini?” lalu disampaikan kepadanya, “Disebabkan anakmu telah mengamalkan Al-Qur’an.” (HR. hakim 1/756 dan dihasankan Al-Abani). Berbeda dengan halnya anak-anak. Bagi orang dewasa yang belum bisa mengaji Al-Qur’an kadang merupakan sebuah permasalahan. Ada perasaan berat atau juga frustasi karena merasa kesulitan untuk belajar. 153 AL-HIKMAH Jurnal Theosofi dan Peradaban Islam Vol. 2 No. 1 Desember-Mei 2020 e-ISSN : 2655-8785 Akan tetapi kembali kepada motivasi awal kita untuk bisa baca Al-Qur’an, yaitu dengan mendapatkan pahala dan ridho dari Allah swt. 3. Melaksanakan Shalat Jum’at Bagi Laki-Laki Dan Perempuan Shalat jum’at merupakan ibadah shalat yang dilaksanakan pada hari jum’at dan hukumnya wajib bagi kaum laki-laki atau pria dewasa yang beragama Islam, merdeka sudah mukallaf, sehat badan serta muqaim. Ini semua diperoleh dari hadits Rasulullah, “Shalat jum’at itu wajib bagi atas setiap muslim, dilaksanakan secara berjama’ah kecuali emapt golongan, yaitu hamba sahaya perempuan, anak kecil, dan orang sakit.” (HR. Abu Daud, dan Al-Hakim). Walau wanita tidak diwajibkan untuk melaksanakan shalat jum’at akan tetapi masih diperbolehkan untuk wanita melakukan shalat jum’at. Berikut beberapa hukum shalat jum’at bagi wanita menurut Islam diantaranya: - Wanita Tidak Wajib Shalat Jum’at Para ulama mencapai kesepakatan jika wanita tidak wajib melaksanakan shalat jum’at seperti sabda dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, “Shalat jum’at adalah kewajiban secara berjama’ah atas setiap muslim, kecuali empat orang yaitu hamba sahaya, wanita, anak kecil dan orang sakit” (HR. Abu Dawud; hasan menurut banyak ulama, shahih menurut imam nawawi). - Wanita Bisa Mengikuti Shalat Jum’at Abu Malik Kamal bin as Sayyid Salim memberi penjelasan jika para ulama juga sudah mencapai kesepakatan jika wanita muslim bisa mengikuti shalat jum’at di masjid seperti yang dilakukan wanita pada jama Rasulullah yang juga pernah ikut shalat jum’at di masjid. Syaikh Kamil Muhammad Uwaidah dalam Fiqh wanita juga memberi penjelasan jika wanita bisa mengikuti shalat jum’at seperti yang dilakukan pada zaman Rasulullah. Sayyid Sabiq dalam Fiqh Sunnah. Juga mengatakan, “Kaum wanita banyak juga yang hadir di dalam masjid dan melakukan shalat jum’at bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam”. Ummu Hisyam binti Al-Harits radhiyaallahuanha mengatakan, “Tidaklah aku hafal surat Qaf kecuali dari lisan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, beliau berkhutbah dengannya pada setiap jum’at”. (HR. Muslim). Adapun shalat Jum’at, shalat berjama’ah adalah shalat fardhu. Tanpa berjama’ah, shalat Jum’at tidak sah. Demikian juga, shalat 154 AL-HIKMAH Jurnal Theosofi dan Peradaban Islam Vol. 2 No. 1 Desember-Mei 2020 e-ISSN : 2655-8785 berjama’ah pada shalat Jum’at yang tidak memenuhi syarat dan rukun berjama’ah, seperti bacaan imamnya tidak standar maka shalat Jum’atnya tidak sah. 4. Mengundang Ustadz ketika ingin mendengarkan Tausyiyah. Dengan adanya mengundang Ustadz ketika ingin mendengarkan Tausyiah memberi dampak yang begitu positif dan memberi pemahaman yang lebih kepada para mursyid dalam bentuk rohani dalam menambah ilmu keagamaan. Adapun manfaat mendengarkan ceramah keagamaan yaitu: a. Menambah Keilmuan Dengan mendengarkan ceramah keagamaan, kita bisa menambah pengetahuan kita terhadap suatu masalah. Tentunya dalam sebuah kajian keIslaman, akan selalu membahas tentang keilmuan, hukum dan lain sebagainya. Dan di situ kita bisa mengambil atau menyerap ilmu tersebut dan bisa menambah pengetahuan. b. Sebagai sarana untuk selalu melaksanakan nasihat kebajikan Dalam ceramah tentunya banyak nasihat-nasihat untuk terus melakukan amal kebajikan. Selama kita beraktivitas, tentunya kita akan disibukkan dengan rutinitas yang kadangkala membuat kita jengkel dan ingin marah. Namun ketika kita sering mendengarkan ceramah nasihatnasihat yang baik akan membekas di hati kita dan bisa membuat diri kita mampu mengontrol emosi. c. Mengasah diri ingat dan konsentrasi Secara tidak langsung, saat kita mendengarkan ceramah, otak kita akan bekerja dan mengingat segala sesuatu yang disampaikan oleh pemateri. Dan hal tersebut mampu membuat otak kita terasah untuk mengingat dan juga mampu melatih konsentrasi diri kita. d. Menenangkan jiwa Dengan kita mendengarkan ceramah keagamaan, diri kita ibarat tanaman yang disirami oleh air setelah seharian terkena panas matahari. Ceramah merupakan penyejuk hati yang membuat kita merasa tenang dan juga merasa bahagia, karena setiap manusia pasti membutuhkan sebuah nasihat, bimbingan dan juga Allah. Fitrah manusia sudah sangat jelas, yakni hanya beribadah kepada Tuhan dan bukan yang lain. Dalam kehidupan sehari-hari, kita bisa membedakan antara orang-orang yang sering mandatangi kajian-kajian Islam dengan orang-orang yang pernah sama sekali mendengarkan 155 AL-HIKMAH Jurnal Theosofi dan Peradaban Islam Vol. 2 No. 1 Desember-Mei 2020 e-ISSN : 2655-8785 ceramah keagamaan. Akan sangat nampak jelas dari perilaku sosial mereka. 5. Wirid di Makam Alm. Syech Ahmad Hasyim Harahap Merupakan sesuatu bentuk ibadah lahir dan batin yang amalannya dikerjakan di dunia secara tetap dan tertib di dunia ini juga berupa ibadah secara tertib termasuk zikir yang dikerjakan terus menerus, tidak pernah ditinggalkan. Sedangkan al- warid adalah karunia Allah ke dalam batinnya si hamba ibarat cahaya yang halus, yang bersinar-sinar di dalam dadanya dan memberi nur ke dalam dadanya. Semuanya sebagai karunia Allah yang wujudnya dalam ibadah si hamba. Al-warid itu adalah dari Allah swt, yang merupakan muamalah dari ibadah kepada hamba berupa penjelasan, nurullah, kenikmatan, merasakan ibadah, hidayah dan taufiq Allah, semuanya merupakan amalan batin yang kuat. Kenikmatan warid itu berkelanjutan hingga hari akhirat. Antara wirid dan Al-warid mempunyai kaitan yang kuat. Apabila Al-warid itu karunia Allah maka wirid adalah ibadah yang tetap tertib. Orang yang melaksanakan wirid dalam ibadah, adalah orang yang memelihara hubungannya dengan Allah secara tetap, tidak pernah tertutup dalam saat dan waktu yang tetap pula. Dalam keadaan apapun dan di manapun, ia senantiasa menjaga ibadah rutinnya itu dengan baik dan dikerjakan sebagus-bagusnya. Contoh ibadah yang diwiridkan seperti shalat sunah yang dipilih untuk di wirid, zikir yang diwiridkan, puasa sunah yang diwiridkan, dan lain-lainnya. Hamba yang wirid selalu membasahi jiwa dan lidahnya dengan zikrullah. Karena dikerjakan secara rutin, maka ibadah tersebut sudah menjadi kebiasaan serta dikerjakan dengan senang hati dan dirasakan kenikmatannya. Kedua-duanya, wirid dan warid, ibarat saudara kembar yang saling berlomba menjadi ibadah yang sangat dicintai untuk mendapatkan keridhaan Allah swt. Yang satu (wirid) ibadah untuk menghiasi batin. Wirid adalah hak Allah yang di perintahkan agar diamalkan oleh para hamba. Sedangkan warid adalah hak hamba yang disampaikan kepada Allah swt. Menghidupkan wirid dalam hidup seorang hamba Allah diperlukan, agar si hamba tetap kontak langsung dengan Allah di waktu-waktu yang sudah ditentukan oleh si hamba sendiri. Sebab amal ibadah yang paling baik, ialah dikerjakan terus menerus, walaupun sedikit (kecil). Amal seperti ini sangat disukai oleh Allah. Dengan melalui wirid inilah umat manusia bisa membersihkan dan menarik cahaya untuk menerangi hatinya berupa pemahaman terhadap ajaran Allah Swt. 156 AL-HIKMAH Jurnal Theosofi dan Peradaban Islam Vol. 2 No. 1 Desember-Mei 2020 e-ISSN : 2655-8785 TEMUAN HASIL PENELITIAN PEMBINAAN MORAL DARI JAMA’AH Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan oleh peneliti, kondisi kegiatan pembiasaan yang mereka lakukan berjalan cukup bagus. Hal ini terlihat dari kerjasama yang positif dari pihak Guru, mursyid dan masyarakat sekitar lingkungan Persulukan tersebut. Dalam menerapkan moral pada mursyid membutuhkan beberapa metode agar tercapai keberhasilnya, adapun metode yang dapat dilakukan: a. Metode Pembiasaan Yaitu proses penanaman kebiasaan yang dilakukan sejak kecil dengan jalan melakukan suatu perilaku tertentu secara berulang-ulang dan bertahap. Dalam hal ini termasuk juga merubah kebiasaan-kebiasaan yang buruk. b. Metode Keteladanan Yaitu akhlāk seseorang tidak dapat terbentuk hanya dengan pelajaran, instruksi, dan larangan, sebab sifat jiwa untuk menerima keutamaan itu tidak cukup hanya dengan memerintah saja. Misalnya dalam menanamkan sopan santun memerlukan pembinaan yang panjang dan lama, harus ada pendekatan yang lestari. c. Metode Kedisiplinan Yaitu remaja harus diajarkan bagaimana ia dapat mengatur kehidupan yang berguna bagi dirinya. Dengan kata lain remaja harus dibantu hidup secara disiplin mau dan mampu mentaati ketentuan dari Allah swt dan peraturan yang berlaku dilingkungan keluarga, masyarakat, bangsa dan Negara. d. Metode at-targhîb dan at-tarhîb (penghargaan dan hukuman) Adalah tindakan tegas dalam pembelajaran, baik berupa penghargaan bagi yang taat, dan hukuman bagi yang melanggar. Islam menggunakan semua metode pembinaan dan tidak membiarkan satu celah pun agar pendidikan itu sampai pada jiwa umatnya. Islam menggunakan berbagai teknik pendidikan seperti keteladanan, nasehat juga menggunakan at-targhîb dan at-tarhîb. e. Metode nasehat Yaitu suatu kata untuk menerangkan suatu pengertian yaitu keinginan kebaikan bagi yang dinasehati. Alqurān juga menggunakan kalimat-kalimat yang menyentuh hati untuk mengarahkan manusia kepada ide yang dikehendaki dan lebih dikenal dengan nasehat. Nasehat yang disampaikan selalu disertai dengan panutan atau teladan dari pemberi 157 AL-HIKMAH Jurnal Theosofi dan Peradaban Islam Vol. 2 No. 1 Desember-Mei 2020 e-ISSN : 2655-8785 nasehat. Dari hal tersebut tergambar, penerapan akhlāk mempunyai metode yang tepat untuk membentuk peserta didik berakhlāk mulia sesuai dengan ajaran Islam. KESIMPULAN Dapat disimpulkan bahwa hasil penelitiannaya adalah sebagai berikut: Konsepsi moral menurut pondok persulukan Babussalam dengan: Tahap Takhalli, yakni tahap pengosongan diri dari sifat-sifat tercela. Seperti: ‘ujub, riya, takabur, hasad, dusta, dan bakhil. Sifat-sifat tercela itu muncul sebagai akibat dari dominasi nafsu yang menguasai jiwa manusia. Oleh karena itu, tahap takhalli ini para sufi melatih diri (riyadhah) dengan bersungguh-sungguh untuk mengendalikan nafsu (mujahadah). Tahap Tahalli, yakni tahap pengisian dan penghiasan diri dengan sifat-sifat terpuji. Seperti: taubat, zuhud, wara’, syukur, sabar, tawakal, ridhah. Tahap kedua ini pembinaan moral lebih ditingkatkan dengan upaya pendakian tangga maqamat dari satu maqam ke maqam berikutnya sampai diperoleh kondisi batin (ahwal) akan rasa kedekatannya dengan Tuhan. Tahap Tajalli, yakni tahap tersingkapnya penampakan nur ghaib bagi hati dalam jiwa seseorang. Tahap ini adalah tahap pemantapan dari tahap Takhalli dan Tahalli. Tahap tajalli dapat dirasakan oleh sufi melalui ibadah, khususnya: Shalat, Puasa, Dzikirullah, dan munajat kepada Tuhan. Dengan adanya persulukan di Kampung Rumbia memberi dampak yang begitu positif terhadap kalangan masyarakat tersebut, mulai dari orang tua, remaja, dan anak-anak. Dengan adanya penanaman moral yang begitu berdampak bagi remaja yang ada di sekitaran Pondok Persulukan dengan adanya: Kegiatan pengajian, Agar manusia dapat menentukan baik dan benar, Berada di jalan Allah, Kerja bakti/ bergotong royong, Meluruskan kita dalam beribadah. Hasil dari pembinaan moral dari jamaah yang melakukan persulukan: Adapun materi-materi yang dikembangkan dalam proses pembinaan moral adalah Program pembentukan sikap dan perilaku, Akhlāk mulia/ karakter terhadap Allah dan Rasul-Nya, Akhlāk mulia/ karakter terhadap diri sendiri, Akhlāk mulia/ karakter terhadap sesama, Akhlāk mulia/karakter terhadap lingkungan, Program pengembangan pembiasaan, Pengalaman dasar komunikasi, Sholat fardhu berjamaah, Sholat tahajjud, Sholat dhuha, Murajaah Alqurān, bergantian membawakan Tahsin, Tahlil serta yasin di Masjid maupun di makam Alm. Tuan Syekh Ahmad Hasyim Harahap. 158 AL-HIKMAH Jurnal Theosofi dan Peradaban Islam Vol. 2 No. 1 Desember-Mei 2020 e-ISSN : 2655-8785 DAFTAR PUSTAKA Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam. Jakarta: Icthiar Baru Van Houve, 1993. Langgung Hasan, Asas-asas Pendidikan Islam. Jakarta: Pustaka Al-husna, 1992. Mushaf Pantashih Lajnah, Al-qur’an dan Terjemahannya. Ciputat, Tanggerang Banten: Shifa, 2007. Muzakkir, Tasawuf Jalan Mudah Menuju Tuhan. Medan: Perdana Publishing, 2012. Nata Abuddin, Tafsir ayat-ayat Pendidikan, (Tafsir Al- Ayat Al- Tarbawiy). Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2002. Pengarsa Tata Humaidi, Akhlak yang Mulia. Surabaya: Bina Ilmu, 1980. Siregar Rivary. A, Tasawuf: Dari Sufisme Klasik ke Neo-Sufisme. Jakarta: PT. Grafindo Persada, 2002. Wade Carole, Psikologi edisi ke-9 jilid 1. Erlangga, 2007. 159