[go: up one dir, main page]

Academia.eduAcademia.edu
40 Community: Volume 7, Nomor 1, April 2021 p-ISSN: 2477-5746 e-ISSN: 2502-0544 Adaptasi Sosial Komunitas Musik Etnik di Era Modern Abdul Malik Iskandar1, Harifuddin Halim2 1 Universitas Mega Rezky Makassar 2 Universitas Bosowa Makassar abdulmalikiskandar00@gmail.com1, harifuddin.halim@universitasbosowa.ac.id2 Abstract Ethnic music is a social entity whose appearance is still relatively new. It is part of the response to the saturation of modernity that acts globally. As something new, ethnic music still needs social space as a place to be approved and accepted by the wider community. Therefore, this study reveals the forms of social adaptation of ethnic music held in Labuan Bajo City, Komodo District, East Nusa Tenggara. The unit of analysis of this research is the ethnic music community 'Rumah Kreasi' as one of the groups in the last six years that often performs at various events in the City of Labuan Bajo. During this time the community began to develop to become famous. Based on the community 'House of Creation' was selected as a research subject. Thus, this research is a case study. Data collection techniques using in-depth interview techniques, observation techniques, and literature review. The data analysis technique uses the Miles and Huberman model, namely the Three Flow Technique which consists of data reduction, data categorization, and involving conclusions. Research results obtained from the social adaptation of the ethnic music group 'Rumah Kreasi' were carried out by (a) participating in various events, (b) collaboration and adaptation of ethnic music, (c) singing traditional Manggarai songs, (d) learning ethnic music from other communities, and (e) featuring ethnic music around Labuan Bajo. This research concludes that ethnic music groups make adaptations not only focus on approved ethnic music but also on aspects of group development in the development of social networks to be known in the surrounding community. Keywords: Social adaptations, ethnic music, community, traditional songs 1. PENDAHULUAN Indonesia merupakan sebuah Negara yang terdiri dari berbagai suku bangsa, yang tiap-tiap suku bangsa memiliki berbagai keanekaragaman budaya yang dimiliki. Kebudayaan meliputi bahasa, sistem mata pencaharian, sistem pengetahuan, organisasi sosial, sistem peralatan hidup dan teknologi, sistem religi dan kesenian (Koentjaraningrat, 2000). Unsur tersebut merupakan unsur kebudayaan yang universal yang tepat ditemukan di semua bangsa di dunia. Unsur-unsur kebudayaan tersebut tentunya ada yang sulit berubah dan ada yang muda berubah. Unsur yang sering berubah yaitu sistem religi dan kepercayaan, sedangkan unsur yang mudah berubah seiring perkembangan zaman seperti sistem pengetahuan, bahasa, sistem peralatan Community: Volume 7, Nomor 1, April 2021 p-ISSN: 2477-5746 e-ISSN: 2502-0544 41 hidup, teknologi dan kesenian. Secara khusus kesenian adalah salah satu unsur kebudayaan merupakan aspek yang sangat dinamis dalam kehidupan manusia sebab terkait dengan ekspresi dan kreasi estetis manusia. Kesenian merupakan salah satu bentuk aktivitas masyarakat, yang dalam perkembanganya tidak dapat berdiri sendiri. Perkembangan dan pertumbuhan kesenian menggambarkan warna cirri kehidupan itu sendiri. Sebagai pendukungnya, hampir di setiap daerah memiliki latar belakang sejarah dan kondisi sosial yang berbeda-beda. Selain itu, kesenian dalam masyarakat juga mempunyai hubungan yang sangat erat dengan system kepercayaan dalam masyarakat, yang umumnya berisikan hal-hal yang bersifat supernatural yang sulit di jelaskan dengan nalar biasa. Hadirnya unsur sistem kepercayaan atau religi dalam kesenian ini merupakan salah satu cari dari keseniankesenian yang hidup dalam masyarakat (Putra., 2000). Salah satu daerah yang memiliki sebuah kesenian tradisional (musik etnik) yaitu di kota Labuan Bajo. Kota Labuan Bajo merupakan sebuah kota yang terletak di Kecamatan Komodo Kabupaten Manggarai Barat Nusa Tenggara Timur. Kota Labuan Bajo juga merupakan sebuah kota yang memiliki keanekaragaman Budaya dan merupakan sebuah kota yang tidak pernah bisa dipisahkan dari Tradisi-tradisi yang masih dijaga oleh masyarakatnya sampai saat ini, salah satunya yaitu kesenian musik etnik atau musik tradisional masyarakat setempat. Musik Etnik adalah kesenian yang sangat dekat dengan Masyarakat Labuan Bajo. Kesenian Tradisional Musik Etnik di kota Labuan Bajo juga memiliki sebuah Wadah yang bernama Rumah Kreasi. Rumah Kreasi merupakan sebuah lembaga ruang gerak dari berbagai komunitas anak muda kota Labuan bajo yang awalnya dinaungi oleh sebuah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan pada tahun 2013 Rumah Kreasi Berhasil menjadi sebuah lembaga atas perijinan pemerintah setempat karena wadah tersebut dinilai sangat tepat untuk menampung komunitas anak mudah yang berbakat di kota Labuan Bajo. Wadah Kesenian musik etnik Rumah Kreasi Labuan Bajo, sampai saat ini juga mempunyai kegiatan-kegiatan sebagai pendukung keberlangsungan kesenian tersebut. Kegiatan tersebut antara lain, pertemuan rutin mingguan, latihan rutin dan pementasan. Pementasan merupakan sebuah aksi nyata dari komunitas Rumah Kreasi Labuan dengan kegiatan rutin pementasan kesenian musik etnik yang mereka lakukan sekali dalam seminggu. Tempat pementasan tersebut sering berlangsung di halaman Rumah Kreasi itu sendiri. Adakalanya dilakuakan pada tempat yang selalu ramai didatangi pengunjung atau ruang publik. Hal tersebut merupakan contoh kegiatan dari komunitas rumah kreasi dalam menyuarakan tentang pentingnya penanaman nilai Budaya di Era Modern. Salah satu nilai tambah bagi Komunitas Musik Etnik adalah dengan status Kota Labuan Bajo sebagai kota destinasi wisata dengan ikon wisata terkenalnya yaitu Taman Nasional Komodo yang pernah menjadi sala satu Tujuh Keajaiban Dunia. Hal itu 42 Community: Volume 7, Nomor 1, April 2021 p-ISSN: 2477-5746 e-ISSN: 2502-0544 membuat daya tarik tersendiri kepada pengunjung baik bule Lokal serta mancanegara. Memanfaatkan hal itu juga Komunitas Kesenian Musik Entik Labuan Bajo bekerja sama dengan beberapa hotel dan villa sebagai ruang gerak dari komunitas tersebut agar seni yang mereka pentaskan bukan hanya semata-mata bertujuan untuk melestarikan tetapi di sisi lain mereka memanfaatkan kekayaan tersebut sebagai nilai jual untuk kelangsungan hidup. Komunitas Kesenian Musik Etnik tersebut sering terjun langsung ke tempat wisata untuk pementasan. Komunitas Rumah Kreasi Labuan Bajo selalu dilibatkan pada setiap acara besar yang berlangsung di kota Labuan Bajo seperti penolakan terhadap pencaplokan ruang publik, ulang tahun kota Labuan Bajo, serta ulang tahun Kabupaten Manggarai Barat. Kesenian Musik Etnik merupakan sebuah Kesenian Tradisional yang berkembang sejak ikon-ikon wisata Kota Labuan Bajo mulai disentuh oleh wisatawan lokal serta mancanegara. Kesenian musik etnik ini tumbuh dan berkembang di tengahtengah masyarakat Kota Labuan Bajo yang notabene sudah mengikuti gaya kekinian. Di sisi lain sebagian masyarakat Kota Labuan Bajo masih memegang kuat tradisi dan adat Kebiasaan. Kesenian musik etnik merupakan sebuah kesenian yang dapat memberikan hiburan serta bimbingan kepada para penontonnya melalui musik yang dipentaskan. Tumbuh dan berkembangnya kesenian tradisional musik etnik di kalangan pemuda Labuan Bajo memberikan suatu manfaat yang besar bagi mereka, karena para anggota kelompok kesenian dapat mengekspresikan perasaan sesuai kreatifitasnya. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin maju serta mulai banyaknya budaya dari luar yang masuk ke tiap-tiap daerah, menjadikan tantangan tersendiri bagi kesenian tradisional musik etnik. Tantanganya adalah ketika masyarakat akan lebih mudah untuk memenuhi kebutuhan mereka akan hiburan yang bisa diakses menggunakan televisi, laptop, internet, handphone, DVD/VCD tanpa harus keluar rumah. Berbeda dengan zaman dahulu ketika perkembangan tekhnologi belum maju seperti sekarang ini. Untuk memenuhi kebutuhan akan hiburan, mereka harus keluar rumah dengan menonton langsung pertunjukkan yang dipentaskan, salah satunya adalah menonton kesenian musik etnik saat ada pementasan. Di Era Modern seperti sekarang ini, ada beberapa kesenian lagu tradisional yang mulai terlupakan oleh generasi sekarang. Sebagai contohnya, lagu-lagu Tradisional seperti bokak de kraeng tongka, betong benggong, congka sae, lawe lenggong dan masih banyak lagi lainya. Lagu-lagu tersebut merupakan ciri khas lagu tradisional Manggarai serta warisan moyang tanah Manggarai. Dari beberapa lagu tradisional Manggarai tersebut menggambarkan sikap orang Manggarai yang selalu mengedepankan persaudaraan dengan cara dere lonto leok atau dalam bahasa indonesianya berarti setiap kali orang Manggarai mengumandangkan lagu tradisional tersebut selalu duduk dalam bentuk formasi melingkar dengan alunan nada dari musik yang begitu klasik dengan alat musik gendang, gong, suling, pepak serta masih banyak Community: Volume 7, Nomor 1, April 2021 p-ISSN: 2477-5746 e-ISSN: 2502-0544 43 juga alat musik yang lainya tapi hal itu di kalangan pemuda zaman sekarang sudah tak terdengarkan lagi bahkan ada yang tak tahu sama sekali. Kondisi ini tentu sangat berbeda dengan di masa lalu. Hingga tahun 1980an, hampir setiap minggu musik ciri khas daerah selalu dipentaskan. Bahkan pada acara-acara ritual adat musik tradisional selalu di kumandangkan. Hal tersebut yang mendorong para pemuda Kota Labuan Bajo untuk menghidupkan kembali kesenian musik etnik agar tetap dijaga dan dilestarikan oleh komunitas kesenian musik etnik serta masyarakat walaupun sudah banyak budaya dari luar yang masuk. Bahkan tidak hanya kalangan orang tua yang menjaga dan melestarikannya, tetapi mulai dari anak-anak dan remaja di Kota Labuan Bajo juga ikut melestarikan kesenian musik etnik. Tentunya sebuah hal yang menarik di era modern seperti ini banyak budaya dari luar yang masuk tetapi masyarakat kota Labuan Bajo baik mereka yang tergabung dalam komunitas kesenian maupun masyarakat yang tidak tergabung dalam grup kesenian musik etnik tetap bisa mempertahankan dan melestarikan kesenian musik etnik. Hal inilah yang mendorong peneliti untuk mengungkapkan cara adaptasi komunitas musik etnik agar tetap bertahan. 2. TINJAUAN PUSTAKA a. Kajian tentang Adaptasi Pengertian adaptasi sering dibaurkan dengan pengertian penyesuaian. Adaptasi adalah suatu penyesuaian pribadi terhadap lingkungannya. Individu memiliki hubungan dengan lingkungannya yang menggiatkannya, merangsang perkembangannya, atau memberikan sesuatu yang ia perlukan. Adaptasi merupakan suatu respon pada situasi, sedangkan penyesuaian merupakan perubahan stimulus itu sendiri (Gerungan, 2004). Menurut Suparlan adaptasi adalah suatu proses untuk memenuhi syarat-syarat dasar untuk tetap melangsungkan kehidupan (Suparlan, 1985). Syarat-syarat dasar tersebut mencakup: (1) Syarat dasar alamiah-biologi (manusia harus makan dan minum untuk menjaga kesetabilan temperatur tubuhnya agar tetap berfungsi dalam hubungan harmonis secara menyeluruh dengan organ-organ tubuh lainya). (2) Syarat dasar kejiwaan (manusia membutuhkan perasaan tenang yang jauh dari perasaan takut, keterpencilan gelisah). Di dalam adaptasi juga terdapat pola-pola dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan. Sementara pola adalah suatu rangkaian unsur-unsur yang sudah menetap mengenai suatu gejala dan dapat dipakai sebagai contoh dalam hal menggambarkan atau mendeskripsikan gejala itu sendiri (Suyono, 1985). Dari definisi tersebut di atas, pola adaptasi dalam penelitian ini adalah sebagai unsur-unsur yang sudah menetap dalam proses adaptasi yang dapat menggambarkan proses adaptasi dalam kehidupan seharihari, baik dalam interaksi, tingkah laku maupun dari masing-masing adatistiadat kebudayaan yang ada. Proses adaptasi berlangsung dalam suatu perjalanan waktu yang tidak dapat diperhitungkan dengan tepat. Kurun waktunya bisa cepat, lambat, atau justru berakhir dengan kegagalan. 44 Community: Volume 7, Nomor 1, April 2021 p-ISSN: 2477-5746 e-ISSN: 2502-0544 b. Kajian tentang Interaksi Banyak kajian sosiologi yang spesifik pada interaksi, dan tidak jarang kajian ini sering diwarnai dengan interaksi antara pendatang dengan penduduk lokal. Bisa juga antara kelompok lokal dengan kelompok pendatang. Akan tetapai interaksi dalam bahasa awam sering disalahpahami, sehingga ketika dihubungkan dengan konsep atau teori kata interaksi tersebut menjadi rancu. Masyarakat awam sering memandang bahwa orang yang jarang keluar dan berkumpul dengan tetangga sering disebut orang tidak berinteraksi, padahal jika melihat konsep Gillin and Gillin interaksi bisa asosiatif dan juga bisa disosiatif (Soekanto, 2005). Mengutip dari Gillin and Gillin tersebut jelas bahwa asosiatif merupakan semua hubungan yang bermakna penyatuan sedangkan disosiatif semua yang bermakna pemisahan. Dengan demikian orang yang jarang berkumpul bukan berarti tidak berinteraksi. Interaksi sosial dapat diartikan sebagai hubungan-hubungan sosial yang dinamis. Hubungan sosial yang dimaksud dapat berupa hubungan antara individu yang satu dengan individu lainnya, antara kelompok yang satu dengan kelompok lainnya, maupun antara kelompok dengan individu (Soekanto, 2005). Adapun bentuk-bentuk interaksi adalah adanya kerjasama, akomodasi, dan asimilasi. Unsur-unsur inilah yang dapat menyatukan individu atau kelompok yang mengalami kerenggangan sosial akibat adanya pengaruh luar. Selain konsep di atas, interaksi sosial juga mendapat perhatian dari Herbert Mead, hingga Mead menyatakan teori interaksi simbolik menurut versinya. Bagi Mead interaksi setiap manusia itu tidak terlepas dari simbol-simbol yang digunakan. Mead juga memandang bahwa dalam interaksi memiliki tahapan seperti impuls, perception, manipulation, and comsumation (Ritzer & Gootman, 2010). Setiap tahapan ini memiliki analisis masing-masing bagi seseorang yang akan melakukan interaksi. 3. METODE PENELITIAN Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif deskriptif dengan menggunakan pendekatan Studi Kasus. Studi kasus dalam aspek ini menjelaskan bahwa komunitas Rumah Kreasi sebagai lokus penelitian yang memfokuskan pada semua indikator adaptasi sosial hanya yang terkait dengan komunitas ini semata (Yin, 2004). Perkembangan komunitas ini dalam kurun waktu enam tahun terakhir merupakan alasan yang kuat untuk menetapkan komunitas Rumah Kreasi sebagai unit analisis penelitian (Suyanto, 2015). Selanjutnya, hal ini secara psikis berimplikasi pada penggunaan teknik wawancara mendalam sebagai teknik pengumpulan data utama yang didukung oleh teknik observasi, dan kajian literatur. Penggunaan teknik analisis data dalam penelitian kualitatif ini belum bisa lepas dari teknik tiga jalur meliputi reduksi data, kategorisasi data, dan penarikan kesimpulan (Miles, Matthew B; Huberman, 1999). Dalam tahap reduksi data, semua data hasil wawancara disortir atau dipilah kemudian data yang terkait penelitian dipisahkan (Emzir, 2010). Data hasil sortiran (reduksi) ini yang Community: Volume 7, Nomor 1, April 2021 p-ISSN: 2477-5746 e-ISSN: 2502-0544 45 dikategorikan berdasarkan indikator atau variabelnya. Langkah terakhir adalah melakukan penafsiran sebagai bentuk kesimpulan (Creswell, 2013). 4. TEMUAN DAN PEMBAHASAN a. Profil Komunitas Kesenian Musik Etnik Komunitas kesenian musik etnik Rumah Kreasi berdiri pada Tahun 2013. Komunitas ini tidak hanya bekerja untuk berproses dalam menciptakan dan melahirkan karya saja, tapi juga bergerak dalam bidang pendidkkan berbasis seni budaya. Selain itu, pergerakan kesenian mereka juga ddukung oleh pemerintahan dan berbaagai lembaga di kecamatan komodo khusunya kota Labuan Bajo. Komunitas ini dibentuk atas dasar kesadaran dan kegelisahan yang mendalam terhadap merosotnya budaya yang merupakan identitas juga sebagai moral. Kegelisahan tersebut membuat beberapa pemuda di Kota Labuan Bajo dengan penuh kesadaran akan pentingnya kebudayaan merekapun membentuk sebuah kominitas yang disebut komunitas kesenian musik etnik Rumah Kreasi. Hadirnya komunitas ini merupakan sebagai ‘’ruang gerak dan apresiasi terhadap budaya’’ bagi kehadiran proses-proses baru yang menggairahkan melalui pertunjukanpertunjukan budaya. Komunitas kesenian musik etnik di resmikan pada tanggal 07 juli tahun 2013, pelaku-pelaku di dalamnya meliputi pelaku seni dan budayawan yang telah lama menggeluti bidangnya masing-masing di Kabupaten Manggarai Barat. Adapun lokasi komunitas ini yaitu di Kota Labuan Bajo yang terletak di Kecamatan Komodo Kabupaten Manggarai Barat, sebagaimana terlihat dalam gambar peta berikut. Sumber Gambar: Google Map Gambar 4.1. Lokasi Komunitas Musik Etnik di Kota Labuan Bajo 46 Community: Volume 7, Nomor 1, April 2021 p-ISSN: 2477-5746 e-ISSN: 2502-0544 b. Bentuk Adaptasi Sosial 1. Mengikuti Berbagai Event Sejak berdirinya pada tahun 2013, komunitas ini mulai terlibat pada berbagai kegiatan luar yang bertujuan untuk memperkenalkan lembaganya di hadapan publik. Hal ini sebagaimana diceritakan oleh salah seorang inisiatornya Venansius Napoleon (27 Tahun) bahwa mereka selalu mengikuti event seperti festival pantai, pameran lukis, festival pemuda dan gerakan perubahan Kabupaten Manggarai Barat sejak tahun 2015’’. Penjelasan di atas merupakan sebuah penguatan tentang bagaimana melestarikan sekaligus mengembangkan musik etnik di era modern ini tentu salah satunya dengan mengikuti event atau kegiatan-kegiatan lainnya yang memberi ruang tersendiri bagi pengembangan musik etnik. Syahbuddin (29 Tahun) memaparkan bahwa mereka selalu ikut pameran sejak 2016. Pada tahun 2018, komunitas kesenian musik etnik membuat pameran yang melibatkan seluruh komunitas se Kabupaten Manggarai Barat. Yustinus Apri Bambut (22 Tahun) mengungkapkan bahwa pemerintah kabupaten memberi dukungan berupa hadiah. Selain itu antusias warga pada 2018 lalu di kampung Dalong merupakan warna dan semangat tersendiri bagi komunitas kesenian musik etnik untuk selalu berusaha mengembangkan musik etnik dari waktu ke waktu. 2. Kolaborasi dengan Musik Modern Kolaborasi yang dimaksud di sini adalah perpaduan beberapa jenis musik yang potensinya lebih variatif. Hal tersebut sebagaimana diuraikan oleh Venansius Napoleon (27 Tahun) sebagai berikut ‘’Bukan full etnik yang kami kembangkan tetapi Cara kami mengembangakan musik etnik selama ini dengan bentuk kolaborasi antara musik etnik dan genre musik modern’’. (wawancara pada tanggal 25 Mei 2019). Wawancara di atas menunjukkan bahwa sebenarnya bukan lagi full etnik murni tetapi yang dikembangkan selama ini ialah pola kolaborasi antara dua genre musik yakni musik tradisional dan musik modern. Cara ini dimaksudkan agar musik etnik yang ditawarkan memiliki variasi baru agar bisa menarik perhatian masyarakat Kota Labuan bajo serta musik etnik mampu bersaing dengan genre musik modern. Terkait hal ini, Syahbuddin (29 Tahun) memaparkan ‘’walaupun yang kami kembangkan bukan full setidaknya Hal ini membuat dapat ruang gerak akan pengembangan musik etnik makin terlihat dan terdengar jelas tetapi kami tetap berusaha secara perlahan akan pembenahan musik etnik tersebut’’. (Wawancara pada tanggal 27 Mei 2019). Inti dari pemaparan di atas ialah bukan persoalan murni etnik atau tidaknya, tetapi komunitas kesenian musik etnik sedang mencari cara agar musik etnik bisa bersaing dengan genre musik modern, memberikan ruang gerak bagi pengembangan musik etnik, agar musik yang mereka kembangkan dapat terlihat dan makin terdengar jelas yang pada dasarnya musik etnik yang sedang di kembangkan oleh komunitas Community: Volume 7, Nomor 1, April 2021 p-ISSN: 2477-5746 e-ISSN: 2502-0544 47 musik etnik sedang mencari eksistensi agar musik etnik tetap menjadi bagian dari masyarakat kota Labuan Bajo. Proses adaptasi musik etnik yang dilakukan oleh komunitas kesenian musik etnik dalam proses adaptasi tentu banyak hal yang tidak mudah untuk dilalui, seperti persaingan dengan genre musik modern, menyesuaikan warna musik etnik dengan berbagai genre musik modern sebagaimana tujuan yang diinginkan oleh komunitas kesenian musik etnik yaitu pengembangan terhadap musik etnik di era modern tentunya dengan bersaing terhadap genre musik modern lainnya. Pengembangan musik etnik yang dimaksud adalah, musik etnik yang ditawarkan oleh komunitas kesenian musik etnik bukan lagi full etnik tetapi kolaborasi antara musik etnik dan modern. Hal ini dilakukan agar musik etnik bisa bersaing dengan genre musik modern atau Neo etnik. Pada awalnya musik etnik yang dilestarikan oleh komunitas kesenian musik etnik yaitu menawarkan full etnik atau benar-benar murni musik etnik, tetapi tidak menarik minat para masyarakat di kota Labuan bajo. Akhirnya mereka memilih membuat genre aliran neo etnik (kolaborasi musik etnik dan musik modern). Hal tersebut justru membuat peminat musik etnik melonjak banyak. Proses adaptasi dengan bentuk kolaborasi antara musik etnik dan genre musik modern memberi hasil positif karena sesuai dengan motto dari komunitas kesenian musik etnik yaitu menghidupkan kembali musik etnik di setiap sendi kehidupan masyarakat yang walaupun musik yang ditawarkan bukan full etnik tetapi dapat memberikan kesan kepada masyarakat bahwa betapa pentingnya musik etnik karena musik etnik merupakan warisan leluhur yang harus dijaga dan diwarisi secara turun temurun. 3. Menyanyikan Lagu Tradisional Manggarai Menyanyikan lagu daerah sering menyisakan dampak psikis dimana aspek ini bisa menjadi pemicu munculnya semangat etnis. Hal ini secara positif diungkapkan oleh Venansius Napoleon bahwa menyanyikan lagu manggarai adat hanya dilakukan orang tertentu yang mampu menerjemahkanya (wawancara pada tanggal 25 Mei 2019). Hal tersebut dipertegas oleh Syahbuddin (29 Tahun) yang memaparkan bahwa ‘’Dalam setiap penampilan mereka selalu menyanyikan lagu manggarai agar lagu tradisional Manggarai tidak asing bagi masyarakat’’ (Wawancara pada tanggal 27 Mei 2019). Dari penjelasan di atas, dalam setiap penampilan selalu menyanyikan lagu Manggarai merupakan keharusan bagi komunitas kesenian musik etnik mengingat yang mereka kembangkan adalah kesenian musik etnik tujuannya masih sama seperti yang dikatakan oleh VN yaitu agar lagu-lagu tradisional tidak asing bagi masyarakat Labuan Bajo. Yustinus Apri Bambut (22 Tahun) berpendapat bahwa mereka mengembangkan musik etnik dengan cara tersendiri dan selalu menyanyikan lagu-lagu tanah manggarai’’ (Wawancara pada tanggal 30 Mei 2019). 48 Community: Volume 7, Nomor 1, April 2021 p-ISSN: 2477-5746 e-ISSN: 2502-0544 Selain mengkolaborasikan kesenian musik etnik dengan genre musik modern, komunitas kesenian musik etnik tetap menjaga bagian terpenting dari musik etnik yaitu lagu tradisional Manggarai seperti pada penjelasan di atas bahwa setiap penampilannya komunitas kesenian musik etnik tetap manyanyikan lagu tradisional manggarai. Syahbuddin (29 Tahun) memaparkan: ‘’menghidupkan kembali musik tradisional itu adalah tantangan terberat dan harus dilakukan’’ (Wawancara pada tanggal 27 Mei 2019). Komunitas musik etnik dalam pengembanganya mengalami perpaduan dengan musik modern. Cara ini merupakan strategi agar musik etnik bisa bersaing dengan musik modern lainnya dan hal tersebut melahirkan bentuk baru atau transformasi baru terhadap budaya manggarai. Pemilihan pola kolaborasi antara musik etnik dan genre musik modern merupakan hal yang sangat menarik dengan tujuan agar musik etnik tersebut memiliki warna tersendiri dari sekian genre musik yang ditawarkan di berbagai lembaga di Labuan bajo. Pada setiap penampilan dari komunitas kesenian musik etnik selalu menyanyikan lagu khas manggarai serta musik tradisional manggarai yang dikolaborasikan dengan genre musik modern. Walaupun mengalami pengembangan dalam proses pelestarian terhadap musik etnik tersebut, tetap saja lagu tradisional manggarai yang dinyanyikan. 4. Belajar Musik Etnik Dari Sumber Lain Ada sejenis kesadaran yang tumbuh di kalangan pegiat musik etnik Labuan Bajo untuk memperluas pengetahuan dan pengalamannya. Mereka melakukannya dengan cara belajar dari tempat lain. Selain mempelajari musik etnik dengan para tokoh adat dalam proses pengembangan musik etnik, komunitas kesenian musik etnik rumah kreasi memanfaatkan teknologi seperti halnya handphone. Dari situ komunitas kesenian musik etnik dapat mendalami tentang musik etnik. Syahbuddin (29 Tahun) memaparkan bahwa ’Dalam proses pengembangan dan mendalami musik etnik, mereka memanfaatkan teknologi yang ada’’. (Wawancara pada tanggal 27 Mei 2019). Memang teknologi sangat berperan bagi kehidupan manusia semuanya akan dipercepat dengan menggunakan teknologi. Begitu pula dalam proses belajar mendalami serta mengembangkan musik etnik oleh komunitas kesenian musik etnik dengan menggunakan teknologi. Teknologi telah menjadi bagian penting bagi siapapun termasuk komunitas kesenian musik etnik dalam proses pengembangan musik etnik selalu mengandalkan teknologi yang ada. Hadirnya teknologi merupakan sebuah keistimewaan bagi manusia yang dimana semua perkerjaan bisa diringankan dan dipercepat dengan menggunakan teknologi. Community: Volume 7, Nomor 1, April 2021 p-ISSN: 2477-5746 e-ISSN: 2502-0544 49 5. Menampilkan Musik Etnik Di Sekitaran Labuan Bajo Membuat musik etnik agar tetap eksis merupakan tantangan berat bagi komunitas kesenian musik etnik. Adanya kegiatan mingguan tersebut memberikan ruang bagi musik etnik untuk tetap terdengar sampai ke telinga para peminat dan masyarakat kota Labuan Bajo Khususnya. Pertunjukan mingguan yang dilakukan oleh komunitas kesenian musik etnik dan tentunya dengan harapan yang sama pula yaitu menghidupkan dan membuat musik etnik bisa berkembang dan bersaing dengan genre musik lainnya. Matheus Sakheus (29 Tahun) berpendapat bahwa mereka tetap mempertahankan budaya dengan cara melakukan pertunjukan mingguan’’ (Wawancara Pada Tanggal 02 Mei 2019). Budaya adalah identitas maka patut untuk dijaga, seperti yang dijelaskan oleh informan di atas yaitu selalu memberikan pertunjukan kepada masyarakat kota Labuan bajo agar musik etnik lambat laun akan menjadi bagian dari setiap sendi kehidupan masyarakat kota Labuan bajo. Melakukan pertunjukan merupakan hal yang sering dilakukan oleh komunitas kesenian musik etnik rumah kreasi. Selama ini komunitas kesenian musik etnik selalu membuat pertunjukan mingguan sering ke tempat yang ramai dikunjungi oleh orangorang seperti taman kota dan tempat wisata kuliner di Kampung Ujung. Biasanya komunitas kesenian musik etnik melakukan pertunjukan pada hari sabtu dan minggu. Tujuan utama dari adanya pertunjukan mingguan tersebut adalah untuk mendekatkan musik etnik dengan kalangan masyarakat hingga musik etnik yang di tampilkan terdengar jelas dan makin disukai oleh masyarakat dan sekarangpun pecinta musik etnik makin banyak alasan. Selanjutnya, pertunjukan mingguan yang dilakukan oleh komunitas kesenian musik etnik rumah kreasi bertujuan untuk memperkuat budaya etnik lokal yang mengalami pergeseran. Penyebab pergeseran tersebut adalah perubahan zaman dimana para pemuda di kota Labuan Bajo sudah terpengaruh oleh derasnya arus perubahan. Hal ini dapat dilihat dari segi penampilan, baik busana, gaya rambut serta kesukaan mereka terhadap musik-musik modern sangat berpengaruh pada eksistensi musik tradisional. Pada beberapa tempat di Labuan Bajo, seperti cafe dan restoran banyak band musiknya tapi tidak ada satupun dari band tersebut yang berbau musik tradisional atau etnik. Hal itulah yang menyebabkan pemuda di kota Labuan Bajo membentuk Komunitas Kesenian Musik etnik Rumah Kreasi. Dalam berbagai kegiatan di Labuan bajo tak luput dari pertunjukan Komunitas Kesenian Musik Etnik Rumah Kreasi, hampir semua kegiatan melibatkan Komunitas Kesenian Musik Etnik Rumah Kreasi. Komunitas musik etnik lainnya juga diundang untuk ikut serta dalam memeriahkan acara serta masih banyak pula kegiatan kegiatan yang dilakukan oleh komunitas kesenian musik etnik. Selain event yang diselenggarakan komunitas musik etnik juga sering melakukan pertunjukan mingguan 50 Community: Volume 7, Nomor 1, April 2021 p-ISSN: 2477-5746 e-ISSN: 2502-0544 di ruang publik seperti di taman kota dan tempat wisata kuliner hingga tempat-tempat pariwisata. Sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh Smith, tentang konsep adaptasi mengarah pada rencana tindakan pada kurun waktu tertentu, oleh suatu kelompok tertentu atau keseluruhan manusia sebagai upaya dalam langkah-langkah dengan kemampuan yang ada di dalam dan di luar. Strategi mempunyai tingkatan pelaku pada suatu kondisi sosial. Pelaku-pelaku tersebut setidaknya harus mempunyai semacam pernyataan tentang apa yang dipikirkan, apa yang direncanakan dan apa yang dilakukan. 5. PENUTUP Perkembangan zaman mengkondisikan komunitas musik etnik khususnya Rumah Kreasi melakukan adaptasi sosial. Tujuannya adalah memperkenalkan musik etnik agar tetap eksis di masyarakat yang telah mengalami pergeseran. Cara yang mereka lakukan adalah memunculkan identitas yang bernuansa etnik dalam berbagai kegiatan kemasyarakatan. Selain itu, mereka juga melakukan kolaborasi dan modifikasi dengan musik modern sehingga menimbulkan daya tarik baru bagi pencinta seni khususnya kalangan anak muda. Cara ini ternyata berhasil mengeksiskan musik etnik yang dibuktikan dengan populernya komunitas Rumah Kreasi di Labuan Bajo. Oleh karena itu, untuk membuat eksis musik etnik maka para stakeholder sangat perlu memberi dukungan kepada pemerhati musik etnik. Dukungan tersebut dapat dilakukan dalam berbagai bentuk antara lain memberi reward kepada pelaku musik etnik, hingga membuat kebijakan peraturan terkait hal tersebut. 6. DAFTAR PUSTAKA Creswell, J.W., 2013. Research Design: Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, dan Mixed. Pustaka Pelajar, Yogyakarta. Emzir, 2010. Metodologi Penelitian Kualitatif: ANALISIS DATA. Rajawali Press, Jakarta. Gerungan, W., 2004. Psikologi Sosial. PT Refika Aditama, Jakarta. Koentjaraningrat, 2000. Pengantar Ilmu Antropologi. Rineka Cipta, Jakarta. Miles, Matthew B; Huberman, M.A., 1999. Analisa Data Kualitatif. Universitas Indonesia Press, Jakarta. Putra., H.., 2000. Ketika Orang Jawa Nyeni. Galang Press, Yogyakarta. Ritzer, G., & Goodman, D. J. (2010). Teori Sosiologi Modern (6nd ed.). (T. W. Santoso, Ed., & Alimandan, Trans.) Jakarta: Kencana Prenada Media. Community: Volume 7, Nomor 1, April 2021 p-ISSN: 2477-5746 e-ISSN: 2502-0544 51 Soekanto, S., 2005. Sosiologi Suatu Pengantar. PT RajaGrafindo Persada, Jakarta. Suparlan, P., 1985. Kemiskinan di Perkotaan. Akademi Persindo, Jakarta. Suyanto, B.S., 2015. Metode Penelitian Sosial: Berbagai Alternatif Pendekatan. Prenada Media, Jakarta. Suyono, A., 1985. Kamus Antropologi. Akademi Persindo, Jakarta. Yin, R.K., 2004. Studi Kasus: Desain dan Metode. Raja Grafindo Persada, Jakarta.