Prosiding Kongres Internasional Masyarakat Linguistik Indonesia (KIMLI) 24-27 Agustus 2016 "Menggali Kekayaan Bahasa Nusantara" Universitas Udayana pada Tanggal 7-6 Oktober 2016, No. ISBN:978-602-294-143-9 guistik, 2016
Makalah ini memaparkan kekuasaan tradisional (traditional power) dalam konteks kehidupan kontempo... more Makalah ini memaparkan kekuasaan tradisional (traditional power) dalam konteks kehidupan kontemporer etnik Rongga di Flores NTT. Fokus kajiannya pada aspek sosio-etnolinguistik terkait dengan bahasa ritual meliputi: (1) bentuk-bentuk linguistik dan non linguistik yang relevan dengan nilai-nilai kekuasaan; (2) sistem nilai budaya yang terkait dengan nilai-nilai kekuasaan itu sendiri yang terkandung didalamnya; (3) proses pemerolehan, pewarisan, pemertahanannya di masa lampau dan kini, serta prospeknya di masa mendatang dalam dinamika sosiopolitik baik di Manggarai Timur dan Indonesia. Tujuannya adalah untuk mengetahui sejauh manakah terjadi interaksi antara bahasa (ritual) etnik Rongga dengan kekuasaan. Interaksinya akan dikaji dari dua dimensi, yakni tradisional dan kotemporer, dilihat dari dinamikanya terkait dengan usaha konservasi bahasa dan budaya minoritas yang terpinggirkan (Arka, 2013;2015). Penelitian ini termasuk penelitian deskriptif-kualitatif dengan pendekatan etnografi merupakan kelanjutan dari penelitian bahasa dan budaya Rongga (Arka, 2010; Sumitri, 2015). Inovasi kajian terletak pada ancangan yang diusulkan berupa kajian kapital lingusitik sebagai bagian dari kapital lainnya (sisiokultural dan ekonomis) (Morrison dan Lui, 2000; Bourdieu 1997). Metode dan teknik pengumpulan data adalah pengamatan, wawancara, studi dokumentasi, rekam dan catat. Temuan. Secara linguistik, terdapat kekhasan satuan bentuk ujaran bahasa ritual bersifat puitis arkais dalam pola-pola bersajak dengan tingkat kesulitan dalam bentuk dan irama yang tinggi. Secara etnolinguistik, bahasa ritual berisi pesan/makna yang sarat nilai sosial budaya dan pengetahuan etnik Rongga. Bahasa ritual tersebut ditopang pula dengan perilaku ragawi untuk menunjang kebermaknaan esensi pesan yang disampaikan. Relasi kekuasaan dan bahasa ritual terbangun secara alamiah melalui sejumlah kualitas persona yang dihargai tinggi dengan mendapatkan pengakuan atas posisinya dalam hirarki sosial seperti kemampuan, keterampilan, dan kepekaan dalam penguasaan pengetahuan adat yang luhur dengan ekpresi linguistik dengan tingkat kerumitan tinggi sebagai bentuk kapital linguistik dan kultural bagi seseorang. Terbentuknya kapital linguistik dan budaya yang tinggi pada seseorang adalah proses yang kompleks, kombinasi dari kualitas diri dan bakat verbal linguistik serta pembawaan dengan legitimasi seseorang. Semua itu diperoleh secara tradisional berdasarkan pengalaman dan juga bersifat genealogis (dengan otoritas rohaniah) terkait dengan adat/suku/marga tertentu yang semuanya menjadi sumber daya potensial yang berakumulasi pada pengaruh dan kekuasaan menggerakkan kepatuhan dan penghormatan warga lain. Walaupun kekuasaan tradisional mengalami penyusutan, yang bisa dijelaskan dengan baik dari perspektif pergeseran ideologi (bahasa/budaya) dan ekologi kekuasaan lebih besar, namun fungsi dan perannya tidaklah punah sama sekali. Diargumentasikan bahwa dinamika kekuasaan tradisional mestinya didokumentasikan dan dipahami dengan baik, diaktualisasi untuk kepentingan kontemporer sebaik-baiknya. Kekuatan legitimasinya tergerus sebagai dampak dari kehadiran sistem pemerintahan/birokrasi modern Indonesia (menggantikan sistem kedaluan pada tahun 1960an). Meskipun demikian, sistem pewarisan kekuasaan tradisional masih mengikuti garis kekuasaan kepada orang yang memiliki kapital linguistik-budaya, umumnya tokoh adat yang berpengaruh, yang mampu menguasai bahasa ritual dan memanfaatkan pengetahuan adat dan energi lembaga adat untuk berbagai kepentingan, baik ritual/tradisi maupun kontemporer. Makalah lengkap akan menguraikan lebih jauh secara komparatif dampak positif-negatif terpisahnya (perekrutan) kepemimpinan dan kekuasaan ditingkat lokal (tradisional/adat vs. modern), dalam konteks kapital budaya/linguistik yang lebih luas di Indonesia. Kata kunci: bahasa ritual, kekuasaan tradisional, etnik Rongga, kapital linguistik, sosiolinguistik, dokumentasi bahasa PENDAHULUAN Keterkaitan bahasa dan kekuasaan bersifat dua arah dan multidimensional melibatkan aspek historis-sosial-budaya. Kekuasaan tidak hanya sekedar bahasa (Fairclough 2001:3), karena dia ada dalam berbagai bentuk, termasuk kekuasaan yang terlembagakan dalam berbagai pranata baik modern maupun tradisional. Kekuasaan mempengaruhi bahasa bisa dicontohkan dengan tingginya kekuatan kapital linguistik bahasa Indonesia (bInd) dan bahasa Inggris (bIng). BInd mendapatkan aspek kekuatan prestise karena keterkaitannya dengan pranata negara Indonesia, dijadikan bahasa nasional dan resmi negara Indonesia. BIng mendapatkan kekuatannya melalui kekuatan militer dan ekonomi negara penuturnya (Inggris, Amerika dan sekutunya) di dunia, di masa lampau dan sekarang. Sebaliknya, bahasa bisa menopang kekuatan sosial-ekonomi penuturnya. Misalnya, penguasaan bInd atau bIng menjadi modal dan alat sosial-ekonomis yang luar biasa karena tidak didapat oleh orang yang tidak menguasainya, terkait dengan pendidikan, pekerjaan, status sosial, serta jabatan dan kepemimpinan untuk menggerakkan orang. Singkatnya, terdapat simbiosis bahasa-kekuasaan yang terbentuk dan ditopang oleh ideologi kelompok, yang beperan penting dalam keberhasilan seseorang untuk mempengaruhi orang lain (Fowler, 1981).
Bookmarks Related papers MentionsView impact
Uploads
Conference Presentations
Papers