[go: up one dir, main page]

Academia.eduAcademia.edu
PROBLEMATIKA PERBANKAN SYARIAH UNTUK PERKEMBANGAN DI INDONESIA Makalah Disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Akuntansi Syariah disusun oleh : Novita Amalia Willem C 301 18 193 PROGRAM STUDI AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS TADULAKO KATA PENGANTAR Syukur Alhamdulillah kami panjatkan kehadirat Allah SWT Tuhan semesta alam. Tak lupa shalawat serta salam kita hanturkan ke baginda Nabi besar kita, Nabi Muhammad SAW beserta keluarga (ahlubait), sahabat (ahlusunah wal jamaah) serta para pengikutnya hingga akhir zaman.Amiin. Pada kesempatan kali ini kami akan berusaha mencoba membahas suatu masalah yang kini sedang diperbincangkan, yaitu Bank syariah, bank yang seutuhnya menggunakan hukum Islam, berbeda dengan bank konvensional yang menggunakan hukum barat (yahudi), meskipun demikian, dongkrak atau perkembangan yang terjadi saat ini ialah, kini setiap bank berlomba-lomba untuk merubah system perbankan kepada system syariah, semua itu tak luput dari akibat krisis global, kita pun tahu bahwa krisis hampir terjadi pada seluruh bank di dunia termasuk di Indonesia yang menggunakan konsep Barat (yahudi) dan bank-bank Islam yang menggunakan system syariah. DAFTAR ISI PERBANKAN SYARIAH Makalah Disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Pengantar Ekonomi Islam 1 KATA PENGANTAR i DAFTAR ISI ii BAB I PENDAHULUAN 1 A. ABSTRAK 1 B. LATAR BELAKANG 1 C. RUMUSAN MASALAH 5 D. TUJUAN MAKALAH 5 E. MANFAAT MAKALAH 5 BAB II PEMBAHASAN 6 A. PEMBAHASAN 6 1. Pengertian Bank Konvensional 6 2. Pengertian Perbankan Syariah 6 2. Produk-Produk Bank Syariah 8 3. Mekanisme Pembiayaan Di Bank Syariah 11 4. problematika perbankan syariah di indonesia………………………………………………15 BAB III PENUTUP………………………………………………………………………………………………………….19 A. SIMPULAN 20 B. SARAN………………………………………………………………………………………………………………20 DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………………………………………………………21 BAB I PENDAHULUAN ABSTRAK Perbankan Syariah adalah bank yang beroperasi sesuai dengan prinsip-prinsip syariat Islam. Bank syariah bukan merupakan hal yang baru bagi dunia perbankan. Dapat kita ketahui di penghujung tahun 90-an perbankan konvensional banyak dilikuidasi akibat krisis moneter, tetapi justru perbankan syariah mampu bertahan dan bahkan semakin berkembang. Pada dasarnya operasional perbankan syariah tidak terlalu jauh dari bank konvensional, tetapi pada perbankan syariah melarang riba, gharar dll. Perbankan syariah juga menghimpun dana dari masyarakat, tetapi menyalurkannya melalui pembiayaan. Contohnya adalah pembiayaan Ijarah. Dari pembiayaan ini bank dapat memperoleh pendapatan ijarah sebagai salah satu sumber pendapatan bagi bank. Skripsi ini berjudul “ Penerapan PSAK No. 101 atas Transaksi Ijarah pada PT. BNI Syariah Cabang Medan”. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana penerapan PSAK No. 101 atas transaksi Ijarah pada PT. BNI Syariah Cabang Medan apakah telah sesuai. Metode penelitian ini deskriptif yang didesain dengan pendekatan studi kasus dibandingkan dengan teori-teori yang dipelajari selama perkuliahan. Temuan penelitian yang telah dilakukan, PT.BNI Syariah Cabang Medan telah menerapkan pengakuan,pengukuran,serta penyajian transaksi ijarah secara keseluruhan sesuai dengan PSAK No 101 LATAR BELAKANG Perbankan adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang bank, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan keguatan usahanya. Sedangkan bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dlam bentuk simpanan dan menyalirkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan tarif hidup rakyat banyak. Abu Muhammad Dwiono Koesen Al jambi, Ayo ke Bank Syariah, (Jakarta : Pustaka Ishlahul Ummah, 2013), hlm. 4. Perbankan adalah suatu lembaga yang melaksanaka tiga fungsi utama yaitu menerima uang, meminjamkan uang, dan jasa pengiriman uang. Didalam sejarah perekonomian kaum muslimin. Fungsi-fungsi bank telah dikenal sejak jaman Rasulullah SAW, fungsi-fungsi tersebut adalah enerima titipan harta, meminjamkan uang untuk keperluan konsumsi dan keperluan bisnis, serta melakukan pengiriman uang. Adji Waluyo Pariyatno, Perbankan Syariah, (Jakarta : Pusat Komunikasi Ekonomi Syariah, 2007), hlm 8. Rasulullah SAW yang dikenal julukan al Amin, dipercaya oleh masyaraka Mekah menerima simpanan harta, sehingga pada saat terakhir sebelum rasul hijrah ke Madinah, beliau meminta Sayyidina Ali ra untuk mengembalikan semua titipan itu kepda yang memilikinya, dalam konsep ini, yang dititipi tidak dapat memanfaatkan harta titipan tersebut. Sementara itu, definisi menurut undang-undang non21 tahun 2008 tentang perbankan syariah, bab 1 pasal 1 dijelaskan bahwa perbankan syariah adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah (UUS), mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya. Perbankan syariah banyak diminati oleh masyarakat Indonesia, bahkan peminat perbankan syariah cenderung meningkat dari ahun ke teahun. Hal ini disebabkan karena perbankan syariah dinilai sangan menjajikan dan tidak merugikan nasabah. Sehingga semakin tahun peranan perbankan syariah semakin penting bagi masyarakat Indonesia. Fahrur Ulum, Perbankan Syariah di Indonesia, (Surabaya : CV. Putri Media Nusantara, 2011), hlm. 49. Pada masa krisis konomi yang berkepanjangan pada tahun 1998 bank yang berbaris syariah teah membuktikan kekuatannya dalam menghadapi krisis tersebut. Pada saat itu banyak bank-bank non syariah atau bank yang berkonsep konvesional telah banyak yang gulung tikar atau tidak dapat bertahan melawan hantaman krisis yang berkepanjangan. Saat ini, bank dan lembaga keuangan merupakan salah satu pelaku terpenting dalam perekonomian sebuah negara, masyarakat maupun kalangan industri atau usha sangat membutuhkan jasa bank dan lembaga keuangan lainnya, untuk mendukung dan meperlancar aktivitasnya. Globalisasi yang ditandai dengan adanya perapatan dunia (compression of the word) telah mengubah peta perekonomian, politik, dan budaya. Pergerakan barang dan jasa terjadi semakin cepat. Modal dari suatu negara beralih ke negara lain dalam hitungan detik akibat pemanfaatan teknologi informsi. Sejalan dengan itu, kegiatan perbankan sebagai urat nadi perekonomian bangsa tidak lepas dari dampak globalisasi. Sebagai salah satu unit Lembaga keuangan Syariah yang bergerak secara khusus dalam bidang pelayanan jasa perbankan berbasis non ribawi bagi nasabahnya. Produk adalah setiap apa saja yang dapat ditawarkan di pasar untuk mendapatkan perhatian, permintaan, pemakaian atau konsumsi ang dapat memenuhi keinginan atau kebutuhan manusia. Sentot Imam Wahjono, Manajemen Pemasaran Bank, (Jogjakarta : Graha Ilmu, 2010), hlm.88. Perkembangan perbankan syariah masih belum bisa berkembang pesat di Indonesia. Hal iu disebabkan karena masih ada persoalan yang menghambat perbankan syariah tersebut. Sebenarnya ada tiga masalah besar di perbankan syariah. Ini yang menghambat perkembangan perbankan syariah sampai saat ini. Pertama, ketersedian produk dan standarisasi produk perbankan syariah. Hal ini dikarenakan selama ini masih banyak bank syariah yang belum menjalankan bisnisnya sesuai prinsip syariah. Standarisasi ini diperlukan dengan alasan industry perbankan syariah memiliki perbedaan dengan bank konvensinal. Apalagi, produk bank syariah tidak hanya diperuntukan bagi nasabah muslim, melainkan nonmuslim. Kedua, tingkat pemahaman produk bank syariah. Hingga saat ini, sangat sedikit masyarakat yang tahu tentang produk-produk perbankan syariah dan istilah-istilah di perbankan syariah.Ketiga, industri perbankan syariah adalah sumber daya manusia (SDM). Maraknya bank syariah di Indonesia tdak dimbangi dengan sumber daya manusia (SDM) yang memadai, terutama latar belakang disiplin ilmu perbankan syariah sehingga perkembangannya menjadi lambat. Abdul Manan, Hukum Perbankan Syariah, dalam Jurnal Mimbar Hukum dan Peradilan, Edisi Nomor 75, 2012, hlm. 32 Masalah yang terjadi adaah pihak perbankan kesulitan untk mencari SDM perbankan syariah yang berkompeten. Dibalik permasalah yang sedang dan yang akan dihadapi oleh perbankan syariah pasti tentu ada solusinya, yaitu kecenderungan mengambil SDM dari lua perguruan tinggi syariah karena SDM di perbankan syariah biasanya justru mudah memberikan pengetahuan tentang perbankan syariah. Hanya ada satu opsi yaitu bagaimana mewujudkan keberhasilan atau sukses, dengan dukungan SDM yang berkualitas, berintegritas dan bermoral. Rachmadi Usman, Aspek-aspek Hukum Perbankan di Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2002, hlm. 13. RUMUSAN MASALAH Dari uraian latar belakang masalah diatas, maka dapat diidentifikasi beberapa persoalan antara lain : Apa saja produk-produk bank syariah ? Bagaimana mekanisme pembiayaan di bank syariah? Apasaja problematika perbankan syariah di Indonesia? TUJUAN MAKALAH Adapun tujuan permsalahan dalam penulisan Makalah ini adalah : Untuk mengetahui produk-produk bank syariah. Untuk mengetahui mekanisme pembiyaan di bank syariah. Untuk mengetahui apa saja problemarika yang ada di dalam bank syariah MANFAAT MAKALAH Kegunaan pembuatan makalah ini adalah : Segi Teoritis Menambah wawasan keilmuan, khususnya bagi penulis mengenai perbankan Syariah. Sebagai bahan informasi, saran, evaluasi, dan penelitian terhadap Perbankan Syariah. Segi Pemahaman Menambah wawasan Mengenai sistematika pada perbankan syariah Menambah pemahaman mengenai Perbedaan konsep Perbankan syariah dan konvensional Meningkatkan Kemampuan setiap pembaca dalam menginterpretasikan Perbankan syariah BAB II PEMBAHASAN PEMBAHASAN Pengertian Bank Konvensional Bank Konvensional adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Martono (2002) menjelaskan prinsip konvensional yang digunakan bank konvensional menggunakan dua metode, yaitu : Menetapkan bunga sebagai harga, baik untuk produk simpanan seperti tabungan, deposito berjangka, maupun produk pinjaman (kredit) yang diberikan berdasarkan tingakat bunga tertentu. Untuk jasa-jasa bank lainnya pihak bank menggunakan atau menerapan berbagai biaya dalam nominal atau prosentase tertentu. System penetapan biaya ini disebut fee based. Pengertian Perbankan Syariah Definisi perbankan syariah Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Bank syariah adalah lembaga keuangan yang usaha pokoknya memberikan kredit dan jasa-jasa lain dalam lalu lintas pembayaran serta peredaran uang yang beroperasi disesuaikan dengan prinsip-prinsip syariah Heri Sudarsono (2003 : 27). Perbankan syariah adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang Bank Syariah dan Unit Usaha Syaria, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya. UU RI NO.21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah Bab 1 Pasal 1 Prinsip syariah adalah aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara bank dan pihak lain untuk penyimpanan dana atau pembiayaan kegiatan lainnya yang dinyatakan dengan syariah. Menurut UU No. 10 Tahun 1998 dalam buku Sofyan S. Harahap, dkk (2005 : 3) Istilah bank syariah merupakan fenomena baru dalam dunia ekonomi modern. Kemunculannya berawal dari upaya gencar yang dilakukan oleh para pakar Islam dalam mendukung sistem ekonomi Islam. Disebutkan bahwa perbankan syariah adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang bank syariah dan Unit Usaha Syariah (UUS), mencakup kelembagaan, kegiatan usaha serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya. Sama halnya dengan bank konvensional, bank syariah juga merupakan lembaga yang melaksanakan tiga fungsi utama, yaitu menerima simpanan uang, meminjamkan uang, dan melayani jasa lalu lintas pengiriman uang. Undang- Undang Nomor 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah Perkembangan perbankan syariah telah memberi pengaruh luas terhadap perbaikan ekonomi umat dan kesadaran baru untuk mengadopsi lembaga-lembaga keuangan Islam. Dalam rangka ekspansi perbankan syariah, pemerintah Indonesia dengan persetujuan DPR RI telah mengganti Undang-undang Perbankan Nomor 14 Tahun 1967 dengan Undang-undang Perbankan Nomor 7 Tahun 1992, dengan esensi diperbolehkannya operasional perbankan dengan sistem bagi hasil selain dari sistem bunga. Melihat perkembangan yang ada, maka Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 disempurnakan lagi dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998, yang memperkenalkan dual banking system. Dual Banking System (Double Windows System) adalah terselenggaranya dua sistem perbankan (konvensional dan syariah) secara berdampingan dalam melayani perekonomian nasional yang pelaksanaannya diatur dalam berbagai peraturan yang berlaku tanpa harus memiliki Unit Usaha Syariah (UUS). Perkembangan paling mutakhir adalah lahirnya Undang-undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah. Sehingga semakin memperkokoh eksistensi perbankan syariah dalam lalu lintas perekonomian. Dasar Hukum (Dalil Rujukan) Artinya : “Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang kembali (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.” (Q.S Al-Baqarah 2:275) Q.S Al-Baqarah 2:275 Produk-Produk Bank Syariah Produk Perbankan Syariah Produk perbankan syariah dapat dibagi menjadi tiga bagian yaitu: (I) Produk Penyaluran Dana; (II) Produk Penghimpunan Dana, dan (III) Produk yang berkaitan dengan jasa yang diberikan perbankan kepada nasabahnya. Produk Penyaluran Dana Dalam menyalurkan dananya pada nasabah, produk pembiayaan syariah terbagi ke dalam empat kategori yaitu : Adiwarman A. Karim, Bank Islam Analisis Fiqh dan Keuangan, (Jakarta: Raja Grafindo, 2004), hal. 98 Prinsip Jual Beli (Bay’) Prinsip jual beli dilaksanakan sehubungan dengan adanya perpindahan kepemilikan barang atau benda (transfer of property). Prinsip ini dapat dibagi sebagai berikut: Pembiayaan Murabahah Menurut Muhammad Ibn Ahmad Ibnu Muhammad Ibnu Rusyd bahwa pengertian murabahah yaitu: Bahwa pada dasarnya murabahah tersebut adalah jual beli dengan kesepakatan pemberian keuntungan bagi si penjual dengan memperhatikan dan memperhitungkannya dari modal awal si penjual. Adiwarman A. Karim, Bank Islam Analisis Fiqh dan Keuangan…., hal. 99 Pembiayaan Salam Salam adalah transaksi jual beli di mana barang yang diperjualbelikan belum ada. Pembiayaan Istisna Produk Istisna menyerupai produk salam, tapi dalam Istisna pembayarannya dapat dilakukan oleh bank dalam beberapa kali (termin) pembayaran. Prinsip Sewa (I) Transaksi Ijarah dilandasi adanya perpindahan manfaat. Jadi pada dasarnya prinsip Ijarah sama saja dengan prinsip jual beli. Namun perbedaanya terletak pada objek traksaksinya bila pada jual beli objek transaksinya adalah barang, maka pada Ijarah objek transaksinya adalah jasa. Prinsip Bagi Hasil (Shirkah) Pembiayaan Musharakah Bentuk umum dari usaha bagi hasil adalah Musharakah (shirkah atau sharikah atau serikat atau kongsi). Dalam artian semua modal disatukan untuk dijadikan modal proyek Musharakah dan dikelola bersama-sama. Adiwarman A. Karim, Bank Islam Analisis Fiqh dan Keuangan, (Jakarta: Raja Grafindo, 2004), hal. 99 Pembiayaan Mudharabah. Mudharabah adalah bentuk kerjasama antara dua atau lebih pihak dimana pemilik modal (shahibul maal) mempercayakan sejumlah modal kepada pengelola (mudarib) dengan suatu perjanjian pembagian keuntungan. Akad Pelengkap Hiwalah (Alih Utang-Piutang) Tujuan fasilitas Hiwalah adalah untuk membantu supplier mendapatkan modal tunai agar dapat melanjutkan produksinya. Rahn (Gadai) Tujuan akad rahn adalah untuk memberikan jaminan pembayaran kembali kepada bank dalam memberikan pembiayaan. Rivai, dan Veithsal, Islac Financial Manajement, Teori, Konsep dan Aplikasi Panduan Praktis untuk Lembaga Keuangan, Nasabah, Praktisi dan Mahasiswa (Jakarta: Rajawali Press, 2008), hal. 90 Qard (Pinjaman Uang) Qard adalah pinjaman uang. Aplikasi qard dalam perbankan biasanya dalam empat hal, yaitu: pertama, sebagai pinjaman talangan haji, kedua, sebagai pinjaman tunai (cash advanced), ketiga, sebagai pinjaman kepada pengusaha kecil, keempat, sebagai pinjaman kepada pengurus bank. Wakalah (Perwakilan) Wakalah dalam aplikasi perbankan terjadi apabila nasabah memberikan kuasa kepada bank untuk mewakili dirinya melakukan pekerjaan jasa tertentu, seperti inkasi dan transfer uang. Kafalah (Garansi Bank) Garansi bank dapat diberikan dengan tujuan untuk menjamin pembayaran suatu kewajiban pembayaran Moh. Zuhri, Terjemah Fiqh Empat Madzab, (Semarang: Asy-Syifa, 1993), Hal. 169. Produk Penghimpunan Dana Prinsip operasional syariah yang diterapkan dalam penghimpunan dana masyarakat adalah prinsip Wadiah dan Mudharabah. Produk Jasa Sharf (Jual Beli Valuta Asing) Jual beli mata uang yang tidak sejenis ini, penyerahannya harus dilakukan pada waktu yang sama (spot). Ijarah (Sewa) Menurut bahasa ijarah adalah (menjual mafaat). Sedangkan menurut istilah syarak menurut pendapat ulama Hanafiyah: Ijarah adalah akad atas suatu kemanfaatan dengan pengganti. Mekanisme Pembiayaan Di Bank Syariah Pengertian Pembiyaan Dalam kegiatan penyaluran dana, lembaga keuangan baik bank maupun non-bank dengan cara melakukan pembiayaan. Pembiayaan yang dilakukan lembaga keuangan baik bank maupun non-bank karena berhubungan dengan rencana untuk memperoleh pendapatan. Pembiayaan dalam perbankan syariah atau istilah teknisnya aktiva produktif, menurut ketentuan Bank Indonesia adalah penanaman dana bank syariah baik dalam rupiah maupun valuta asing dalam bentuk pembiayaan, piutang, qardh, surat berharga syariah, penyertaan modal sementara dan kontijensi pada rekening administrasi serta sertifikat wadiah Bank Indonesia. Alaudin Al-Kasani, Badai’ash-Shanai’fi Tartib Asy-Syara’i, IV: 174 Menurut UU No. 7 Tahun 1992 yang dimaksud pembiayaan adalah “Penyediaan uang atau tagihan atau dapat dipersamakan dengan itu berdasarkan tujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu ditambah dengan jumlah bunga, imbalan atau bagi hasil. Perbedaan mendasar antara pembiayaan yang diberikan oleh bank konvensional dengan pembiayaan yang diberikan oleh bank syariah adalah terletak pada keuntungan yang diharapkan. Pada bank konvensional keuntungan yang diperoleh yaitu melalui bunga, sedangkan bagi bank syariah keuntungan yang diperoleh berupa imbalan atau bagi hasil. Muhammad, Manajemen Pembiayaan Bank Syariah, (Bandung,, 2005), hal.17. Tujuan pembiayaan Secara umum tujuan pembiayaan dibedakan menjadi dua kelompok yaitu: tujuan pembiayaan untuk tingkat makro, dan tujuan pembiayaan untuk tingkat mikro. Secara makro dijelaskan bahwa pembiayaan bertujuan : Peningkatan ekonomi umat, Meningkatkan produktivitas, Membuka laangan kerja baru, Terjadinya distribusi pendapatan, Muhammad Ridwan, Manajemen Baitul Maal Wa Tamwil (BMT). (Yogyakarta: UII Press, 2004). hal. 163. Adapun secara mikro, pembiayaan bertujuan untuk: Upaya memaksimalkan laba, artinya setiap usaha yang dibuka memiliki tujuan tertinggi, yaitu menghasilkan laba usaha. Upaya meminimalkan risiko,artinya usaha yang dilakukan agar mampu menghasilkan laba maksimal. Pendayagunaan sumber ekonomi,artinya sumber daya ekonomi dapat dikembangkan dengan melakukan mixing antara sumber daya alam dengan sumber daya manusia sertaa sumber daya modal. Penyaluran kelebihan dana, artinya : dalam kehidupan masyarakat ada pihak yang kelebihan dana, sementara ada pihak yang kekurangan dana. Rivai, dan Veithsal, Islac Financial Manajement, Teori, Konsep dan Aplikasi Panduan Praktis untuk Lembaga Keuangan, Nasabah, Praktisi dan Mahasiswa (Jakarta: Rajawali Press, 2008), hal. 6 Pembiayaan Investasi Syariah Investasi adalah penanaman dana dengan maksud untuk memperoleh imbalan/manfaat/keuntungan di kemudian hari, mencakup hal-hal antara lain: Imbalan yang diharapkan dari investasi adalah berupa keuntungan dalam bentuk financial atau uang (financial benefit). Badan usaha umumnya bertujuan untuk memperoleh keuntungan beruapa uang, sedangkan badan sosial dan badan-badan pemerintah lainnnya lebih bertujuan untuk memberikan manfaat sosial (social benefit) dibandingkan dengan keuntungan finansialnya. Badan-badan usaha yang mendapatkan pembiayaan investasi dari Bank harus mampu memperoleh keuntungan financial (financial benefit) agar dapat hidup dan berkembang serta memenuhi kewajibannnya kepada Bank. Investasi dapat digolongkan menjadi 3 (tiga) kategori ; yaitu : Investasi pada masing-masing komponen aktiva lancar Investasi pada aktiva tetap atau proyek Investasi dalam efek atau surat berharga (Securities) Pembiayaan investasi adalah pembiayaan jangka menengah atau jangka panjang untuk pembelian barang-barang modal yang diperlukan untuk Rivai, dan Veithsal, Islac Financial Manajement, Teori, Konsep dan Aplikasi Panduan Praktis untuk Lembaga Keuangan, Nasabah, Praktisi dan Mahasiswa (Jakarta: Rajawali Press, 2008), hal. 69 : Pendirian proyek baru, Rehabilitas, Modernisasi, Ekspansi, Relokasi proyek yang sudah ada. Pembiayaan Konsumtif Syariah Pembiayaan konsumtif yang diberikan untuk tujuan di luar usaha dan umumnya bersifat perorangan.25 Menurut jenis akadnya dalam produk pembiayaan syariah, pembiayaan konsumtif dapat dibagi menjadi lima bagian : Pembiayaan konsumen akad Murabahah Pembiayaan komsumen akad Ijarah Muntahia Bit Tamlik (IMBT) Pembiayaan konsumen akad Ijarah Pembiayaan komsumen akad Istish’na Pembiayaan konsumen akad Qard + Ijarah Rivai, dan Veithsal, Islac Financial Manajement, Teori, Konsep dan Aplikasi Panduan Praktis untuk Lembaga Keuangan, Nasabah, Praktisi dan Mahasiswa (Jakarta: Rajawali Press, 2008), hal. 90 Problemarika perbankan syariah di Indonesia Tantangan dan Permasalahan Pengembangan Perbankan Syariah Jika dilihat dalam prakteknya ternyata banyak tantangan dan permasalahan yang dihadapi dalam pengembangan bank syariah terutama kaitannya dengan penerapan sistem perbankan yang baru danmempunyai perbedaanyang sangatprinsip dari sistem keuntungan yang dominan dan telah berkembang pesat saat ini. Permasalahan ini bersifat operasional perbankan maupun aspek dari lingkungan makro. Diantarabeberapa tantangan dan permasalahanyang dihadapi dalam pengembangan Bank Syariah di Indonesia, adalah 1.Pembiayaan Modal Kerja Syariah Modal merupakan permasalahan kursialsenantiasa dihadapi merintisusaha,setiap gagasanataupun rencana mendirikan bank syariah tidak dapat terwujud akibat tidak adanya modal signifikanuntuk pendiriannya, walaupun dari sisi niat ataupun keinginan para pendiri relatif sangat kuat. Permasalahanutama pemenuhan permodalan antara lain disebabkan; pertama,keraguan pemodalakan prospek dan masa depan keberhasilan bank syariah, sehingga kuatirdana yang ditempatkanhilang; kedua,perhitungan bisnispemodalyang tidak dilandasai rasanilaiubudiyahsehingga terkesan semata-mata hanya mencari keuntunganduniawi dan merasa keberatan jika harus menginvestasikansebagian dananya dibank syariah sebagai modal; ketiga,regulasiBank Indonesia dalam penempatan modal yang relatif tinggi. 2.Regulasi Dunia Perbankan. Seperti telah diketahui fungsi umum daripada undang-undang melayani masyarakat dan memenuhi kebutuhan-kebutuhan masyarakat, sebagai azaz berlakunya dalam arti material, undang-undang merupakan sarana semaksimal mungkin dapat mencapai kesejahteraan spiritual dan material bagi masyarakat maupun individu.Regulasi perbankan yang berlaku belum sepenuhnya mengakomodir operasional bank syariah,mengingat adanya sejumlah perbedaan dalam pelaksanaan operasional bank syariah dengan bank konvensional. Regulasiperbankan yang ada kiranya masih perlu disesuaikan agar memenuhi ketentuan syariah agar bank syariah dapat beroperasi secara relatif dan efisien serta mampu bersaing,antara lain; pertama,instrument yang diperlukan untuk mengatasi masalah likuiditas; kedua,instrument moneter yang sesuai dengan prinsip syariah untuk keperluan pelaksanaan tugas bank sentral; ketiga,standarisasi akuntansi, audit dan sistem pelaporan; keempat,regulasi yang mengaturmengenai prinsip kehati-hatian.Ketentuan keempatregulasi inidiperlukan agar bank syariah dapat menjadi elemen terpenting dari sistem moneter yang dapat menjalankan fungsinya secara baik,mampu berkembang dan bersaing. 3.Minimnya Sumber Daya Manusia. Maraknya bank syariah di Indonesia tidak diimbangi dengan sumber daya manusia (SDM)yang memamadai, terutama latar belakang disiplin ilmu perbankan syariah sehingga perkembangannya menjadi lambat.Sistem banksyariah memang masih belum lama dikenal di Indonesia,disamping itu lembaga pendidikandan pelatihan masih terbatas, sehingga tenaga terdidik dan berpengalaman dibidang perbankan syariah baik dari sisi bank pelaksana maupun bank sentral (pengawas dan peneliti bank).Pengembangan SDM sangat dibutuhkankarena keberhasilan pengembangan bank syariah pada level mikro sangat ditentukan oleh kualitas manajemen dan tingkat pengetahuan serta keterampilan mengelola bank. SDM-nyamemerlukan persyaratan pengetahuan generaldibidang perbankan, memahami implementasi prinsip-prinsip syariah dalam praktekperbankan serta mempunyai komitmen untuk menerapkannya secara konsistensi(istiqamah). 4.Tingkat Pemahaman dan Kepedualian Ummat. Pemahaman dan kepedulian sebagian besar umat mengenai sistem dan prinsip bankan syariah belum tepat, bahkan ada diantara ulamadan cendekiawan muslim sendiri masih belum ada kata sepakat untukmendukung eksistensi bank syariah.Bahkan masih ada kalangan ulama belum ada ketegasan pendapat terhadap eksistensibank syariah, sehingga terasa kurang tegas,hal tersebut disebabkan;pertama,kurang komprehensifnya informasi yang sampai kepada para ulama dan cendekiawan tentang bahaya dan dampak destruktif sistem bunga terutama pada saat krisis moneter dan ekonomi dilanda kelesuan; kedua,belum berkembangluasnya Lembaga Keuangan Syariah (LKS) sehingga ulama dalam posisi sulit untuk melarang transaksi keuangan konvensional yang selama ini berjalan dan berkembang luas serta yang sudah mendarah daging dalam masyarakat; ketiga,belum dipahaminya operasional bank syariah secara mendalam dan kaffah; keempat kejumudandan kemalasan intelektual yang cenderung pragmatis sehingga adaanggapan sistem bunga yang berlaku saat ini sudah berjalan atau tidak bertentangan dengan ketentuan syariah.Padahal sejarah mengenal ulama bukan semata sosok berilmu, melainkan juga sebagai penggerak dan motivator masyarakat.8Para ulama yang berkompeten terhadap hukum-hukum syariah memiliki fungsi dan peran yang amat besar dalam perbankan syariah yaitu sebagai Dewan Pengawas Syariah dan Dewan Syariah Nasional.9Minimnyapemahaman terhadap bankan syariah barangkali disebabkan karena sistem dan prinsip operasional relatif baru dikenal dibandingkandengan sistem bunga, dan pengembangannya masih dalam tahap awal jika dibandingkan dengan bank konvensional telah terlebih dahulumengambil posisi di hati masyarakat, serta keengganan bagi pengguna jasa perbankan konvensional untuk berpindah ke bank syariah disebabkan hilangnya kesempatan untuk mendapatkan penghasilan tetap dari bunga. 5.Sosialisasi Setengah Hati. Sosialisasi yang telah dilakukan dalam rangka menginformasikan secaraparipurnadan besar mengenai kegiatan usaha bank syariah belum dilakukan semaksimal mungkinsehingga terasa dapat dikatakan setengah hati. Sementara tanggungjawab sosialisasi tidak hanya dipundak parabankir syariah sebagai pelaksana operasional bank sehari-hari, namun tanggungjawab itu tertumpu kepada semua elemen umat baik secara individu, jamaahmaupun institusi.Dengan kata lain bagi yang memiliki kemampuan dan akses yang besar dalam penyebarluasaninformasi harus fokus, yang barang kaliselama ini masyarakat belum tahu ataupun belum memahami secara detail apa dan bagaimana keberadaan dan operasional bank syariah walaupun dari kaca matafiqh sangat faham.Cakupan sosialisasi tentu tidak sekedar memperkenalkan eksistensibank syariah di suatu tempat, tetapi juga memperkenalkanmekanisme, produk dan instrumen-instrumen keuangan bank syariah kepada masyarakat. 6.Piranti Moneter Ribawi. Piranti moneter yang padasaat ini masih mengacu pada sistem bunga(riba)sehingga belum bisa memenuhi dan mendukung kebijakan moneter dan kegiatan usaha bank syariah, seperti kelebihan/kekurangan dana yang terjadi pada bank syariah ataupun pasar uang antar bank syariah dengan tetap memperhatikan prinsip syariah. Bank Indonesia selaku penentu kebijakan perbankan harusmenyiapkan piranti moneter yang sesuai dengan prinsip syariah. 7.Pelayanan Publik Perlu dicatat dunia perbankan senantiasa tidak terlepas pada masalah persaingan, baik dari sisi rate/margin yang diberikan maupun pelayanan. Dari hasil survei lapangan membuktikan kualitas pelayanan merupakan peringkat pertama kenapa masyarakat memilih bergabung dengansuatu bank.Ternyatabank konvensional berlomba-lomba untuk senantiasa memperhatikan dan meningkatkan pelayanan kepada nasabah, tidak telepas dalam hal initentunya juga bagi bank syariah yang dalam operasionalnya wajibmemberikan jasa tentunya unsur pelayanan yang baik dan Islami harus diprioritaskandan senantiasa ditingkatkan. Tentu harus pula didukung oleh adanya SDM yang cukup handal dibidangnya,kesan jorok, kotor, miskin, lusuhdan tampil ala kadarnya yang selama ini melekat dalam tradisi Islamharus dihilangkansehingga harus diganti dengan nuansa modern, modif dan serasi selama tidak bertentangan dengan prinsip dasar nash. 8.BankSyariah TernyataBelum Syariah. Jika diamati hampir semua bank yang ada, mulai mengembangkan sistem perbankan syariah. Peluang apa yang akan diraihi, ternyata bank syariah tumbuh subur layaknya seperti jamurdi musim hujan. Namunsayang kenyataam di lapangan, prakteknya tidak dapat diharapkan lebih untuk memperjuangkan secara final nilai syariah dalam prakteknya. Masih ada bankberkutat pada sistem kapitalisme, walaupun baju yang dikenakan baju syariah. Ironis sekali memang, ketika seorang peneliti perbankan terheran-heran dengan ada mekanisme bank syariah yang anti-krisis, disaat tahun 1998 menjadi kebangkrutan bank-bankkonvensional hampir secara nasional. Setelah dilakukan penelitian dengan seksama ternyata bank syariah yang dimaksud masih berbau kapitalis, artinya bank hanya memberikan bantuan kepada pemilik usaha besar saja, sedangkan pemilik usaha menengah ke bawah tidak tersentuh sama sekali.Keinginan untukmemakai nama syariah tidak dapat dipungkiri menjadi nilaiplustersendiri untuk meraih nasabah muslim. Produk-produk bank syariah diperkenalkan dan dikemas sedemikian rupa, sehingga meyakinkan nasabah. Namun disisi lain para praktisi bank syariah belum menguasai praktik-praktik syariah dalam lapangan. Terbukti denganperbandingan beberapa orang yang mencoba meminjam pada bank syariah tertentu, namun apa yang terjadi ternyatabunga yang mencapai lebih tinggi dibandingkan dengan bank konvensional. Kasus itu yang sedikit banyak telah terjadi, dan harusditindaklanjuti,dalam jangka panjang harus ada pelatihan tentang produk-produk bank syariah dalam praktek kesehariannya,atau sekarang yang berkembang adalah masing-masing bank mencari alternatif pengawas yang terdiri dari kalangan ulama, atau pihak yang telah menguasai betul produk syariah. Dengan alternatif pengawas ini, proses transaksi banking telah diawasi oleh seorang ahlinya, sehingga kekeliruan yang terjadi dilapangan bisa diminimalisir.Konsep tentuakan mengangkat wajah perekonomian bangsa, artinya memperkuat basis perekonomianbangsayang selama ini menganut sistem kapitalis. Dalam jangka panjang akan memberi pengertian kepada masyarakat,harta bukan lagi kepemilikan pribadi, melainkan kepemilikan sosial. Dari sisi ini tentumengangkat kembali perekonomian bangsa dengan sistem ta'awun,harapannyakaum aghni’abisa menolong orang-orang menengah ke bawah(dhuafa)untuk mengangkat taraf ekonominyake jenjang yang lebih mapan BAB III PENUTUP SIMPULAN Pada umumnya yang dimaksud dengan bank syariah adalah lembaga keuangan yang usaha pokoknya memberikan kredit dan jasa-jasa lain dalam lalu lintas pembayaran serta peredaran uang yang beroperasi disesuaikan dengan prinsip-prinsip syariah. Oleh karena itu, usaha bank akan selalu berkaitan masalah uang sebagai dagangan utamanya. Mekanisme Pembiayaan Di bank Syariah diantaranya terdapat : Pembiayaan Investasi Syariah Pembiayaan Konsumtif Syariah Tujuan Bank Syariah antara lain Upaya percapaian keuntungan yang setinggi-tingginya (profit maximization) adalah tujuan yang biasa dicanangkan oleh bank komersial, terutama bank konvensional. Berbeda dengan tujuan bank konvensional, bank syariah berdiri untuk menggalakkan, memelihara dan mengembangkan jasa-jasa serta produk-produk perbankan yang berdasarkan prinsip-prinsip syariat Islam. Bank syariah juga memiliki kewajiban untuk mendukung aktivitas investasi dan bisnis yang ada di lembaga keuangan sepanjang aktifitas tersebut tidak dilarang dalam Islam. Selain itu, bank syariah harus lebih menyentuh kepentingan masyarakat kecil. Produk Bank Syariah Terdiri Atas : Produk Penyaluran Dana, Produk Penghimpunan Dana, Produk yang berkaitan dengan jasa yang diberikan perbankan kepada nasabahnya Perkembangan perbankan syariah pada dasarnya merupakan bagian integral dan urgen sehingga tidak dapat dipisahkan dari pengembangan ekonomi syariah karena salah satu alternatif yang cocok diterapkan di Indonesia untuk memperbaiki keterpurukan ekonomi. Perankan syariah tidak akan berhasil berkembang dengan baik apabila tidak ada dukungan dari semua elemen bangsa, serta adanya satu kesatuan pola pikir tentang perbankan syariah sehingga tidak lagi ditemukan perbedaan pendapat yang kontroversial, karena hanya akan membingungkan umat, yang berakibat kepada keraguan mereka untuk berinvestasi secara syariah. SARAN Mekanisme dalam Bank Syariah kami rasa perlu adanya penjelasan mengenai alur mekanisme yang lebih detail lagi mengenai pembiayaan di bank syariah Produk-produk yang di berikan oleh bank syariah memang kami rasa sudah sangat mampu membuat nasabah dimanjakan oleh produk-produk yang beneit namun regulasi mengenai hal tersebut perlu ditingkatkan kembali agar nantinya apa yang diharapkan bisa secara maksimal didapatkan DAFTAR PUSTAKA Abu Muhammad Dwiono Koesen Al jambi, Ayo ke Bank Syariah, (Jakarta : Pustaka Ishlahul Ummah, 2013), hlm. 4. Adiwarman A. Karim, Bank Islam Analisis Fiqh dan Keuangan, (Jakarta: Raja Grafindo, 2004), hal. 98 Adji Waluyo Pariyatno, Perbankan Syariah, (Jakarta : Pusat Komunikasi Ekonomi Syariah, 2007), hlm 8. Arifin, Zainul, (1998), Strategi Pengembangan Perbankan Bagi Hasil Indonesia, Sespibi : Bank Indonesia A. Djazuli dan Yadi Yanuari, Lembaga-lembaga Perekonomian Umat (Sebuah Pengenalan), (Jakarta: Rajawali Press, 2001), hal. 53 Fahrur Ulum, Perbankan Syariah di Indonesia, (Surabaya : CV. Putri Media Nusantara, 2011), hlm. 49. Imamul Arifin, Membuka Cakrawala Ekonomi, (Yogyakarta: Setia Inves 2007), hal. 14 Moh. Zuhri, Terjemah Fiqh Empat Madzab, (Semarang: Asy-Syifa, 1993), Hal. 169. Muslehuddin, Mohammad, (1974), Sistem Perbankan Dalam Islam. Terjemahanoleh Aswin Simamora (1990), Bandung : UNISBA Library Muhammad, Manajemen Pembiayaan Bank Syariah, (Bandung,, 2005), hal.17. Muhammad Ridwan, Manajemen Baitul Maal Wa Tamwil (BMT). (Yogyakarta: UII Press, 2004). hal. 163. Sentot Imam Wahjono, Manajemen Pemasaran Bank, (Jogjakarta : Graha Ilmu, 2010), hlm.88. Sudarsono Heri, (2004). Bank dan Lembaga Keuangan Syariah. Bandung. Ekonisia. Rivai, dan Veithsal, Islac Financial Manajement, Teori, Konsep dan Aplikasi Panduan Praktis untuk Lembaga Keuangan, Nasabah, Praktisi dan Mahasiswa (Jakarta: Rajawali Press, 2008), hal. 6 Abdul Manan, Hukum Perbankan Syariah, dalam Jurnal Mimbar Hukum dan Peradilan, Edisi Nomor 75, 2012, hlm. 32 8 ?