PAPER
PERDARAHAN POSTPARTUM
Disusun Oleh :
Amalia Fajar 203307020013
Pembimbing :
dr. Adek Novita Dayeng,Sp.OG, MKM
KEPANITERAAN KLINIK ILMU OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
RS ROYAL PRIMA MEDAN MARELAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PRIMA INDONESIA
2022
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kepada Tuhan yang Maha Esa, atas berkah, rahmat, dan hidayahNya serta kesempatan yang diberikan sehingga dapat menyelesaikan tugas makalah ini
dengan judul Perdarahan Postpartum dengan sebaik-baiknya.
Ucapan terima kasih saya sampaikan kepada dr. Adek Novita Dayeng,Sp.OG,
MKM selaku pembimbing, karena telah membimbing dan mengarahkan saya sehingga
mampu menyusun makalah ini dengan baik. Makalah ini disusun untuk memenuhi syarat
tugas di Stase Obstetrik dan Ginekologi pada kepanitraan klinik ilmu kesehatan Obstetrik
dan Ginekologi di Rumah Sakit Umum Royal Prima Marelan, oleh sebab itu saya selaku
penyusun makalah ini mengharapkan adanya masukan yang berupa kritikan ataupun
saran demi kebaikan untuk makalah berikutnya. Saya berupaya semaksimal mungkin
menyelesaikan makalah ini menjadi singkat dan mudah dipahami. Namun sebagai
manusia, kami tidak luput dari kesalahan.
Demikianlah penyusun mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang ikut
berpartisipasi dalam penyusunan makalah ini, semoga makalah ini bermanfaat bagi para
pembaca dan khususnya bagi penyusun sendiri yang masih dalam tahap belajar. Akhir
kata, saya mohon maaf atas segala kekurangan.
Medan, 2 November 2022
Penulis
Fakultas Kedokteran Universitas Prima Indonesia
1
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .................................................................................................... 1
DAFTAR ISI .................................................................................................................. 2
BAB I PENDAHULUAN .............................................................................................. 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................... 4
2.1 DefInisi Perdarahan Postpartum ................................................................... 4
2.2 Epidemiologi Perdarahan Postpartum .......................................................... 4
2.3 Faktor Resiko Perdarahan Postpartum.......................................................... 4
2.4 Klasifikasi Perdarahan Postpartum ............................................................... 5
2.5 Etiologi Perdarahan Postpartum ................................................................... 5
2.5.1 Perdarahan postpartum primer (early postpartum hemorrhage) ........ 5
a. Tonus .................................................................................................... 5
b. Tissue ................................................................................................... 6
c. Trauma ................................................................................................. 8
d. Thrombin ............................................................................................. 8
2.5.2 Perdarahan postpartum sekunder (late postpartum hemorrhage) ...... 5
2.6 Pencegahan Perdarahan Postpartum ............................................................. 11
2.7 Prognosis Perdarahan Postpartum ................................................................ 11
BAB III KESIMPULAN ................................................................................................ 12
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................... 13
Fakultas Kedokteran Universitas Prima Indonesia
2
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Perdarahan postpartum adalah salah satu penyebab kematian ibu terbesar di
Indonesia, selain infeksi dan hipertensi. Perdarahan postpartum jika tidak mendapat
penanganan yang semestinya akan dapat meningkatkan morbiditas dan mortalitas ibu
serta proses penyembuhan kembali. Di Indonesia, sebagian besar persalinan tidak terjadi
di rumah sakit, sehingga seringkali pasien yang mengalami perdarahan postpartum
terlambat untuk sampai ke rumah sakit. Hal itu menyebabkan ketika pasien tiba di rumah
sakit sudah memiliki keadaan umum yang buruk dan akhirnya berujung fatal. Hal inilah
yang menyebabkan tingginya angka kematian ibu yang disebabkan oleh perdarahan
postpartum. Penanganan perdarahan postpartum sebenarnya tidak rumit, namun harus
disesuaikan berdasarkan penyebabnya.
Tatalaksana untuk perdarahan postpartum pada prinsipnya adalah untuk
menghentikan perdarahan dan mengganti darah yang hilang. Saat terjadi perdarahan yang
berlebihan pasca persalinan, harus dicari etiologinya karena perdarahan postpartum
bukanlah sebuah diagnosis namun keadaan yang harus dicari etiologinya. Selain itu,
setiap penyebab memiliki tatalaksana yang spesifik.
World Health Organization (WHO) memperkirakan 800 perempuan meninggal
setiap harinya akibat komplikasi kehamilan dan proses kelahiran. Sekitar 99% dari
seluruh kematian ibu terjadi di negara berkembang (Satriyandari & Hariyati, 2017).
Berdasarkan waktu terjadinya perdarahan postpartum dapat dibagi menjadi
perdarahan primer dan perdarahan sekunder. Perdarahan primer adalah perdarahan yang
terjadi dalam 24 jam pertama dan biasanya disebabkan oleh atonia uteri, robekan jalan
lahir, sisa sebagian plasenta dan gangguan pembekuan darah. Perdarahan sekunder adalah
perdarahan yang terjadi setelah 24 jam persalinan. Penyebab utama perdarahan
postpartum sekunder biasanya disebabkan oleh sisa plasenta. Dalam referat atau peper ini
akan dibahas lebih lanjut mengenai definisi, epidemiologi, patofisiologi, klasifikasi,
etiologi, faktor risiko, diagnosis, komplikasi, tatalaksana, dan prognosis dari perdarahan
postpartum.
Fakultas Kedokteran Universitas Prima Indonesia
3
BAB II
TINJAUNAN PUSTAKA
2.1
Definisi Perdarahan Postpartum
Perdarahan postpartum atau postpartum hemorrhagic (PPH) adalah Kehilangan
darah > 500 mL setelah persalinan pervaginam dan kehilangan darah > 1000 mL setelah
persalinan sectio caesarea (SC) yang berpotensi mengganggu hemodinamik ibu
menyebabkan perubahan tanda vital (ibu mengeluh lemah,berkeringat dingin, menggigil,
hiperpnea, tekanan sistolik < 90 mmHg, nadi > 100/menit, Hb < 8 g%) (Prawirohardjo S,
2018).
2.2
Epidemiologi Perdarahan Postpartum
World Health Organization (WHO) memperkirakan 800 perempuan meninggal
setiap harinya akibat komplikasi kehamilan dan proses kelahiran. Sekitar 99% dari
seluruh kematian ibu terjadi di negara berkembang.
Sekitar 80% kematian maternal merupakan akibat meningkatnya komplikasi
selama kehamilan, persalinan dan setelah persalinan. Kemenkes tahun 2020 empat
penyebab kematian ibu terbesar yaitu perdarahan 28.7%, hipertensi dalam kehamilan
23.9%, infeksi 4.6%, dan lain-lain seperti gangguan sistem peredaran darah, gangguan
metabolik sebesar 42.8% (KEMENKES, 2020).
Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia berdasarkan Survey Demografi dan
Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012 digolongkan masih tinggi yaitu 359 per 100.000
kelahiran hidup, penyebab terbanyak adalah perdarahan postpartum (Yuliati et al., 2018).
Setiap tahun diperkirakan terdapat 140.000 kematian ibu akibat perdarahan postpartum
atau setiap 4 menit terjadi 1 kematian di seluruh dunia akibat PPH (Yuliati et al., 2018).
2.3
Faktor Resiko Perdarahan Postpartum
•
Umur ibu
•
Anemia sejak masa kehamilan (Hb ≤9 gr/dl),
•
Distensi uterus berlebih (kehamilan kembar, makrosomia, polihidramnion)
•
Riwayat perdarahan postpartum/ atonia uteri sebelumnya
Fakultas Kedokteran Universitas Prima Indonesia
4
2.4
Klasifikasi Perdarahan Postpartum
Klasifikasi klinis perdarahan postpartum yaitu :
a) Perdarahan postpartum primer (early postpartum hemorrhage) yang terjadi
dalam 24 jam setelah proses kelahiran yang disingkat dengan 4T yaitu
tone/tonus (atonia uteri), trauma (perlukaan jalan lahir, inverse uteri), tissue/
jaringan (retensi plasenta dan plasenta akreta, thrombin (gangguan
koagulasi).
b) Perdarahan postpartum sekunder (late postpartum hemorrhage) yang terjadi
lebih dari 24 jam setelah proses kelahiraan yang disebabkan oleh infeksi,
penyusutan rahim yang tidak baik, atau sisa plasenta yang tertinggal.
2.5
Etiologi Perdarahan Postpartum
2.5.1 Perdarahan postpartum primer (early postpartum hemorrhage) :
a. Tonus
Atonia Uteri
Kegagalan atau lemahnya kontraksi pada rahim sehingga perdarahan dari
tempat melekatnya plasenta tidak dapat tertutup. Rahim ditemukan lembek dan
pembuluh darah pada placental bed terbuka lebar. Ini adalah penyebab yang paling
sering terjadi dan berpotensi menjadi penyebab yang paling berbahaya. Meskipun
rahim sudah dalam keadaan kosong, namun rahim gagal berkontraksi dan tidak
dapat mengendalikan perdarahan dari tempat melekatnya plasenta.
Faktor-faktor yang dapat menjadi penyebab terjadinya atonia uteri adalah
regangan rahim yang berlebihan (kehamilan ganda, anak besar, hidramnion),
multiparitas, perfusi miometrium rendah, hipotensi, infeksi, persalinan lama,
persalinan yang dipercepat dengan Syntocinon, persalinan yang terlalu cepat,
riwayat atonia sebelumnya, anestesia umum, plasenta previa, dan abrupsio
plasenta.
Penatalaksanaan Atonia Uteri
Pendekatan farmakologis (pemberian agen uterotonika), pendekatan nonfarmakologis tanpa pembedahan (kompresi bimanual eksternal dan internal,
kompresi aorta, intrauterine packing), dan pendekatan pembedahan (konservatif
dan non-konservatif). Tatalaksana lanjutan untuk atonia uteri, yaitu:
Fakultas Kedokteran Universitas Prima Indonesia
5
•
Memposisikan pasien dalam posisi Trendelenburg, pasang IV line
•
Pastikan plasenta lahir lengkap
•
Merangsang kontraksi uterus dengan masase fundus uteri
•
Pemberian oksitosin dan turunan ergot secara intramuskular atau intravena
•
Kompresi bimanual eksterna atau interna
•
Bila tindakan diatas gagal, dilakukan laparotomi, baik dengan
mempertahankan uterus maupun histerektomi
b. Tissue
Retensio Plasenta
Keadaan plasenta masih belum bisa dilahirkan setelah setengah jam bayi lahir.
Waktu rata-rata dari kelahiran janin sampai ekspulsi plasenta adalah 8-9 menit,
apabila melebihi 10 menit maka risiko kemungkinan terjadinya perdarahan
postpartum menjadi dua kali lipat.4 Hal ini dikarenakan adhesi yang kuat antara
plasenta dan uterus. Ada beberapa jenis perlekatan plasenta, yaitu plasenta akreta,
plasenta inkreta, dan plasenta perkreta. Plasenta akreta adalah keadaan dimana
implantasi plasenta hingga desidua basalis (menempel pada permukaan
miometrium). Plasenta inkreta adalah keadaan dimana implantasi plasenta
menembus miometrium (masuk ke dalam miometrium).
Jika plasenta belum terlepas sama sekali, maka tidak akan ada perdarahan. Jika
sebagian sudah terlepas maka akan timbul perdarahan. Jika plasenta sudah keluar,
namun masih ada bagian (kotiledon atau selaput ketuban) yang tertinggal, juga akan
menimbulkan perdarahan. Pada pasien dengan kontraksi rahim yang baik dan luka
jalan lahir sudah dijahit namun masih terjadi perdarahan, perlu dicurigai adanya
adanya retensio atau sisa plasenta.
Penatalaksanaan Retensio Plasenta :
•
Pemberian uterotonika
•
Lakukan tarikan tali pusat terkendali
•
Bila tarikan tali pusat terkendali tidak berhasil, lakukan
•
plasenta manual secara hati-hati. Jika ditemukan plasenta invasif (plasenta
akreta, inkreta, perkreta), maka dilanjutkan dengan histerektomi.
•
Berikan antibiotika profilaksis
Fakultas Kedokteran Universitas Prima Indonesia
6
Inversio Uteri
Inversio uteri disebabkan oleh kesalahan dalam memimpin kala III, seperti
menekan fundus uteri terlalu kuat atau menarik tali pusat pada plasenta yang belum
terlepas dari insersinya Beberapa tanda terjadinya inversio uterus antara lain: uterus
tak teraba, lumen vagina terisi massa, tampak tali pusat, pucat
Penatalaksanaan Inversio Uteri
Tegakkan diagnosis inversion uteri terlebih dahulu
•
•
Palpasi abdomen:
Inversio inkomplit
: teraba kawah pada fundus uteri
Inversio komplit
: fundus uteri tidak teraba
Pemeriksaan dalam:
Inversio inkomplit
: fundus uteri di kanalis servikalis
Inversio komplit
: fundus teraba di vagina atau keluar dari vagina
•
Melakukan pemasangan IV line
•
Jika terjadi syok, segera lakukan penanganan syok
•
reposisi manual dengan cara mendorong endometrium ke atas masuk ke
dalam vagina. Terus melewati serviks sampai tangan masuk dalam uterus
pada posisi normal.
•
Antibiotik dan transfusi darah sesuai keperluan
•
Jika uterus tidak dapat dikembalikan pada posisi semula karena jepitan
serviks yang keras, perlu dilakukan laparotomi.
c. Trauma
Trauma jalan lahir
Dapat terjadi karena episiotomi yang melebar, robekan spontan pada perineum,
vagina, dan serviks, serta ruptura uteri, trauma karena forceps atau ekstraksi vakum,
dan memimpin persalinan sebelum pembukaan lengkap. Faktor risiko untuk trauma
jalan lahir adalah persalinan pervaginam operatif, malpresentasi, makrosomia,
episiotomi, persalinan terlalu cepat, penggunaan cervical cerclage, insisi Duhrssen,
dan distosia bahu.
Fakultas Kedokteran Universitas Prima Indonesia
7
Jika setelah persalinan, kontraksi rahim baik namun masih ada perdarahan, perlu
dicurigai adanya trauma pada jalan lahir atau adanya sisa plasenta yang tertinggal.
Ciri perdarahan pada trauma jalan lahir adalah darah yang keluar berwarna merah
segar dan bersifat pulsatif sesuai dengan denyut nadi. Berdasarkan parahnya robekan
perineum, terdapat 4 derajat robekan perineum.
1. Mukosa vagina
2. Otot vagina - perineum
3.
A
: < 50% Sfingter ani eksterna
B
: > 50% Sfingter ani eksterna
C
: Sfingter ani interna
4. Rektum
d. Thrombin
Gangguan pembekuan darah
Gangguan pembekuan darah adalah kondisi dimana terjadi ketidakseimbangan
antara faktor pembekuan darah dan sistem fibrinolisis. Gangguan pembekuan darah
dapat disebabkan oleh trombofilia, sindrom HELLP (hemolysis, elevated liver
enzyme levels, low platelet levels), ITP (idiopathic thrombocytopenic purpura), vWD
(von Willebrand’s disease), DIC (disseminated intravascular coagulation),
preeklampsia, solusio plasenta, kematian janin dalam kandungan, dan emboli air
ketuban.
Gangguan ini dapat terjadi sebelumnya karena herediter (relatif lebih jarang) atau
didapat (acquired). Penyebab gangguan pembekuan darah didapat yang paling umum
adalah DIC dengan faktor risiko abruptio plasenta, perdarahan antepartum atau
postpartum yang masif, sepsis, preeklampsia berat, amniotic fluid embolism, dan
nekrosis jaringan (intrauterine fetal death (IUFD) atau trauma).
Penatalaksanaan Gangguan Pembekuan Darah
Dua akses intravena harus tersedia dan pemeriksaan laboratorium dilakukan 2-4
jam sekali sampai terbukti terjadi resolusi. Untuk menegakkan diagnosis gangguang
pemberkuan darah, perlu dilakukan Clott observation test, dimana 5cc darah
dimasukkan dalam tabung gelas, diobservasi, dicatat kapan terjadinya pembekuan
darah. Lalu dilanjutkan observasi untuk melihat apakah masih terjadi lisis bekuan
Fakultas Kedokteran Universitas Prima Indonesia
8
darah. Pada banyak kasus perdarahan yang akut, umumnya dengan pemulihan darah
yang segera, koagulopati dapat dicegah. Gangguan ini hanya dapat diatasi dengan
pemberian darah segar.
Pada perdarahan postpartum karena gangguan pembekuan darah, yang perlu
dilakukan adalah menangani penyebabnya, misalnya solusio plasenta, eklampsia,
dan lain-lain. Jika tetap tidak teratasi, pilihan terakhir adalah histerektomi.
Pada DIC, perlu diberikan vitamin K dan faktor VIIa rekombinan teraktivasi.
Pemberian vitamin K umumnya adalah 5-10 mg secara subkutan, intramuskular, atau
intravena. Pemberian faktor VIIa dengan dosis 60-100 mg/kg seara intravena
uumumnya dipikirkan pada kasus DIC refrakter atau pada kondisi pemberian produk
darah terhambat. Target trombosit yang dicapai adalah >50.000/L dan fibrinogen
>100 mg/dL. Jika terbentuk hematoma, lakukan insisi pada hematoma, eksplorasi,
ligasi, dan lakukan tamponade atau drainase.
2.5.2 Perdarahan postpartum sekunder (late postpartum hemorrhage) :
1.
Sisa Plasenta / Rest Plasenta
Rest Plasenta adalah tertinggalnya sisa plasenta dan membrannya dalam kavum
uteri, (Saifuddin, A.B, 2010). Rest plasenta merupakan tertinggalnya bagian plasenta
dalam rongga rahim yang dapat menimbulkan perdarahan post partum dini atau
perdarahan post partum lambat yang biasanya terjadi dalam 6 hari sampai 10 hari
pasca persalinan, (Prawirohardjo, 2010).
Plasenta yang masih tertinggal disebut rest plasenta. Gejala klinis rest plasenta
adalah terdapat subinvolusi uteri, terjadi perdarahan sedikit yang berkepanjangan,
dapat juga terjadi perdarahan banyak mendadak setelah berhenti beberapa waktu,
perasaan tidak nyaman di perut bagian bawah (Manuaba, 2010)
Rest Plasenta dalam nifas menyebabkan perdarahan dan infeksi. Perdarahan yang
banyak dalam nifas hampir selalu disebabkan oleh sisa plasenta. Jika pada
pemeriksaan plasenta ternyata jaringan plasenta tidak lengkap, maka harus dilakukan
eksplorasi dari cavum uteri. Potongan – potongan plasenta yang ketinggalan tidak
diketahui biasanya menimbulkan perdarahan post partum (Saleha, 2009).
Fakultas Kedokteran Universitas Prima Indonesia
9
Penatalaksaan Sisa Plasenta/Rest Plasenta
•
Pemberian infus dan uterotonika
•
Berikan antibiotika profilaksis
•
Plasenta manual atau menemukan adanya kotiledon yang tidak lengkap
pada saat melakukan pemeriksaan plasenta dan masih ada perdarahan dari
ostium uteri eksternum pada saat kontraksi rahim sudah baik
•
Kuretase
2. Endometritis
Endometritis didefinisikan sebagai infeksi pada lapisan endometrium uterus.
Infeksi ini dapat meluas hingga melibatkan miometrium dan parametrium. Pasien
endometritis umumnya akan mengeluhkan demam dan nyeri abdomen bagian bawah,
serta pada kasus postpartum, dapat ditemukan lochia (duh uterus setelah persalinan)
yang berbau busuk.
Endometritis paling sering terjadi setelah persalinan, terutama pada operasi sectio
caesarea karena bakteri dapat menginvasi saluran genitalia atas. Endometritis yang
tidak disebabkan oleh infeksi setelah persalinan digolongkan sebagai penyakit radang
panggul (Pelvic Inflammatory Disease / PID). Berdasarkan pedoman terapi penyakit
menular seksual dari CDC tahun 2015, yang termasuk PID adalah kombinasi dari
endometritis, salpingitis, abses tubo-ovarian dan peritonitis pelvis.
Endometritis umumnya ditegakkan berdasarkan pemeriksaan klinis dengan
keluhan utama berupa demam dan nyeri abdomen bagian bawah. Selain itu, juga dapat
ditemukan nyeri tekan uterus, nyeri tekan adneksa uterus, dan nyeri goyang uterus.
Penatalaksaan Sisa Plasenta/Rest Plasenta
•
Pemberian IV line
•
Farmakologi Simptomatik
•
Antibiotik : Gentamisin IV 5mg/kgBB/24 jam
Ampisilin 2gr/6 jam
Metronidazole 500 mg/8 jam
Fakultas Kedokteran Universitas Prima Indonesia
10
2.6 Pencegahan Perdarahan Postpartum
Klasifikasi kehamilan risiko rendah dan risiko tinggi akan memudahkan
penyelenggaraan pelayanan kesehatan untuk menata strategi pelayanan ibu hamil saat
perawatan antenatal dan melahirkan. Akan tetapi, pada saat proses persalinan, semua
kehamilan mempunyai risiko untuk terjadinya patologi persalinan, salah satunya adalah
PPP (Prawirohardjo, 2010).
Pencegahan PPP dapat dilakukan dengan manajemen aktif kala III. Manajemen
aktif kala III adalah kombinasi dari pemberian uterotonika segera setelah bayi lahir,
peregangan tali pusat terkendali, dan melahirkan plasenta. Setiap komponen dalam
manajemen aktif kala III mempunyai peran dalam pencegahan perdarahan postpartum
(Edhi, 2013).
Semua wanita melahirkan harus diberikan uterotonika selama kala III persalinan
untuk mencegah perdarahan postpartum. Oksitosin ( IM/IV 10 IU ) direkomendasikan
sebagai
uterotonika
pilihan.
Uterotonika
injeksi
lainnya
dan
misoprostol
direkomendasikan sebagai alternatif untuk pencegahan perdarahan postpartum ketika
oksitosin tidak tersedia. Peregangan tali pusat terkendali harus dilakukan oleh tenaga
kesehatan yang terlatih dalam menangani persalinan. Penarikan tali pusat lebih awal yaitu
kurang dari satu menit setelah bayi lahir tidak disarankan (WHO, 2012).
2.7 Prognosis Perdarahan Postpartum
Prognosis umumnya dubia ad bonam, tergantung dari jumlah perdarahan dan
kecepatan penatalaksanaan yang dilakukan.
Fakultas Kedokteran Universitas Prima Indonesia
11
BAB III
KESIMPULAN
Perdarahan postpartum merupakan salah satu penyumbang terbesar angka
kematian ibu. Perdarahan postpartum adalah perdarahan yang lebih dari 500cc pada
persalinan spontan pervaginaam atau 1000cc pada persalinan sectio caesarea atau yang
dapat mengganggu hemodinamik ibu. Perdarahan postpartum dibagi menjadi dini (kurang
dari 24 jam postpartum) dan lambat (lebih dari 24 jam postpartum). Penyebab dari
perdarahan postpartum adalah atonia uteri, tertinggalnya sebagian atau seluruhnya dari
plasenta, trauma jalan lahir, dan gangguan pembekuan darah. Faktor risiko terjadinya
perdarahan postpartum banyak dan beragam sehingga angka kejadian perdarahan
postpartum tinggi, terutama di Indonesia dimana banyak persalinan terjadi bukan di
rumah sakit.
Perdarahan postpartum adalah suatu keadaan, bukan sebuah diagnosis sehingga
harus dicari tahu penyebabnya untuk menegakkan diagnosis. Melalui anamnesis,
pemeriksaan fisik, pemeriksaan obstetrik, dan pemeriksaan penunjang yang baik dan
benar maka diagnosis akan dengan cepat ditegakkan. Setelah diagnosis telah ditegakkan,
maka pasien dapat memperoleh penanganan segera. Penanganan perdarahan postpartum
yang terpenting adalah menghentikan perdarahan sesuai dengan penyebabnya dan
mengganti jumlah darah yang hilang. Prognosis perdarahan postpartum umumnya baik
jika ditangani dengan baik dan cepat. Jika terlambat ditangani, pasien dapat mengarah
pada syok bahkan kematian. Kejadian perdarahan postpartum dapat dicegah dengan
memimpin kala II dan III dengan lege artis dan suntikan uterotonika segera setelah bayi
lahir.
Fakultas Kedokteran Universitas Prima Indonesia
12
DAFTAR PUSTAKA
Satriyandari, Y., & Hariyati, N. R. (2017). Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi
Kejadian Perdarahan Postpartum. Jhes (Journal Of Health Studies), 1(1), 49–64.
Https://Doi.Org/10.31101/Jhes.185
KEMENKES, R. (2020). Health Information Systems. In IT - Information
Technology (Vol. 48, Issue 1). Https://Doi.Org/10.1524/Itit.2006.48.1.6
WHO. 2012. WHO Recommendations For The Prevention And Treatment Of
Postpartum Haemorrhage. Geneva: WHO Library Cataloguing-In-Publication Data
Prawirahardjo S. Ilmu Kebidanan. 4th Ed. Jakarta: Bina Pustaka Sarwibi
Prawirahardjo; 2018
Saifuddin A. 2002. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal Dan
Neonatal. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo
Prawirohardjo S. 2010. Ilmu Kebidanan (Edisi Ke-4). Jakarta: PT Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo.
Edhi MM, Aslam HM, Naqvi Z, Hashmi H. 2013. Post Partum Hemorrhage:
Causes And Management. BMC Research Notes. 6(236): 1-6.
Sanjaya W. Tanda Bahaya Serta Penatalaksanaan Perdarahan Post-Partum.
Intisari Sains Medis. 2015;3(1):9
Rivlin ME, Alderman E, Chandran L, Simmons GT. Endometritis. Medscape,
2019. Available From: Https://Emedicine.Medscape.Com/Article/254169-Overview#A1
Workowski KA, Bolan GA, Centers For Disease Control And Prevention.
Sexually Transmitted Diseases Treatment Guidelines. 2015. MMWR Recomm Rep.
2015. 64 (RR-03):1-137.
Faisal.
2008.
http://www.scribd.com/doc/8649214/
Pendarahan
Pasca
Persalinan.
PENDARAHAN-PASCA-PERSALINAN.
Diakses tanggal 1 November 2017
Forte R. William & Harry Oxom, 2010. Ilmu Kebidanan Patologi 7 Fisiologi
Persalinan. Yogyakarta : Yayasan Essentia Medica Jakarta:Trans Info Media
Fakultas Kedokteran Universitas Prima Indonesia
13