[go: up one dir, main page]

Academia.eduAcademia.edu
BLUE PRINT/CETAK BIRU RENCANA/USULAN PENELITIAN SKRIPSI MAHASISWA PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA Identitas Mahasiswa Nama : Azrin Kurniawan NIM : 140384202039 Kelas/Semester : Matematika (02) / VIII No.Telp : Alamat Email : azrinkurniawan@gmail.com Jurnal Matematika Kreatif Inovatif oleh Ali Shodikin, Universitas Islam Darul Ulum Lamongan tahun 2015 dengan judul: Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Siswa Melalui Strategi Abduktif-Deduktif Pada Pembelajaran Matematika. Skripsi oleh.Kartika Wulandari, Universitas Negeri Yogyakarta tahun 2013 swngan judul: Implementasi Pendekatan Problem Solving Dalam Meningkatkan Kemandirian Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran KKPI Siswa Kelas X TGB-1 SMK Negeri 1 Seyegan. Isian Rencana Studi Topik Penelitian : Matematika merupakan mata pelajaran yang ada disetiap jenjang pendidikan, baik SD,SMP, bahkan SMA. Materi disetiap jenjang tersebut siswa akan mempelajari suatu topic yang dipelajari secara bertahap dan berkesinambungan. Contohnya ketika SD maupun SMP kelas VII siswa akan mempelajari materi bangun datar, dan ketika SMP kelas VIII materi tersebut akan berlanjut ke materi bangun ruang sisi datar dan begitu seterusnya. Semakin tinggi tingkat pendidikan maka akan semakin berkembang pula suatu konsep yang telah dipelajari siswa. Konsep merupakan hal terpenting yang akan menjadi pondasi awal yang harus dimiliki dan dipahami oleh siswa. Ketika siswa memahami konsep dasar dalam suatu materi, maka siswa akan mudah untuk memahami materi selanjutnya. Pada saat saya melakukan Praktik Pengalaman Lapangan (PPL) selama satu semester dari bulan agustus hingga bulan desember 2017, hampir semua siswa di SMA tempat saya melaksanakan PPL tidak memiliki pemahaman konsep yang baik.Hal ini terlihat jelas ketika siswa tidak bisa mengerjakan soal latihan, kurang memahami konsepdari berbagai materi, bahkan mereka tidak mengerti perkalian dan pembagian dasar yang telah dipelajari pada jenjang SD, sehingga hasil belajar yang mereka peroleh sangat rendah.Berdasarkanpengalaman praktik mengajar yang saya lakukan serta pendapat dari berbagai guru matematika, bahwa siswa tersebut memang memiliki pemahaman konsep yang sangat rendah, mereka kurang termotivasi dalam memahami materi yang diberikan guru termasuk materi yang bersifat nyata atau materi yang pernah mereka alami dalam kehidupan sehari-hari.Siswa SMP pada umumnya berusia 11 sampai 16 tahun, dimana mereka belum memiliki daya analisis dan abstraksi yang sempurna. Mereka akan lebih mudah memahami benda-benda yang konkrit atau nyata. Mata pelajaran yang akan dipelajari siswa kelas VIII semester 2 salah satunya ialah mata pelajaran bangun ruang sisi datar. Dimana bangun ruang sisi datar merupakan materi yang sangat dekat dengan siswa. Dengan kata lain, bangun ruang sisi datar merupakan suatu benda yang ada di kehidupan siswa dan banyak sekali benda nyata yang berkonsepkan bangun ruang sisi datar. Untuk memahami materi bangun ruang sisi datar ini, siswa harus memiliki pemahaman konsep yang baik, agar hasil belajar yang dimiliki siswa akan baik pula. Selain itu, dengan adanya pemahaman konsep yang dimiliki siswa pada saat mempelajari materi bangun ruang sisi datar ini, akan memudahkan siswa untuk mempelajari materi selanjutnya. Dengan adanya uraian di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa focus penelitian ini ialah untuk meningkatkan pemahaman konsep siswa pada materi bangun ruang sisi datar. Dalam hal ini, peneliti menggunakan strategi REACT untuk membantu siswa agar lebih paham dalam memahami konsep bangun ruang sisi datar.Dimana strategi REACT ini merupakan strategi yang menghubungkan suatu materi dengan kehidupan nyata. Dan dengan strategi REACT siswa akan mengeksplorasi dan menemukan sendiri konsep pada materi bangun ruang sisi datarmenggunakan beberapa bentuk nyata dari bangun ruang sisi datar yang ada di Kepulauan Riau. Pendekatan/Jenis Penelitian : Pendekatan Kuantitatif Frame penelitian : Penelitian Eksperimen Semu Jumlah studi terdahulu yang relevan yang dipelajari:3 Jurnal Jumlah literature berbentuk buku :2 Buku Jumlah literature berbentuk artikel ilmiah dalam Jurnal Nasional : 1 Jurnal Internasional DaftarPustaka Saefuddin, A., dan Berdiati, I., (2015). Pembelajaran Efektif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. B. Uno, Hamzah. 2007. Model Pembelajaran. Jakarta: Bumi AKsara Crawford, M. L. (2001). Teaching Contextually: Research, Rationale, and Techniques for Improving Student Motivation and Achievement in Mathematics and Science. Texas: CORD. (http://www.cord.org/Teaching%20Contextually%20%28Crawford%29.pdf, diakses pada tanggal 25 Januari 2018) Depdiknas. (2006). Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar SMP/MTs. Jakarta: Badan Standar Nasional Pendidikan. Herawati, L., (2013). Pembelajaran Melalui Strategi Relating, Experiencing, Applying, Cooperating, Transfering (REACT) untuk Meningkatkan Kemampuan Pemahaman ddan Berpikir Kritis Matematis Siswa SMK. (http://repository.ut.ac.id/1539/. 29 Januari 2018) Husna, F. E., Dwina, F., Murni, D., (2014). Penerapan Strategi REACT dalam Meningkatkan Kemampuan Pemahaman Konsep Matematika Siswa Kelas X SMAN 1 Batang Anai. (http://ejournal.unp.ac.id/students/index.php/pmat/article/viewFile/1202/894. Diakses pada tanggal 30 Januari 2018). Wangi, S.R., (2015). Penerapan Model Pembelajaran CTL dengan Strategi REACT untuk Meningkatkan Hasil Belajar dan Kedisiplinan Siswa pada Materi Geometri .(http://lib.unnes.ac.id/22295/1/4101411187-s.pdf. diakses pada tanggal 31 Januari 2018). Paparan Usulan Studi “Resume Usulan Penelitian” Efektivitas Penggunaan Strategi REACT Terhadap Pemahaman Konsep Siswa pada Materi Bangun Ruang Sisi Datar Kelas VIII Semester II SMP Negeri 16 Tanjungpinang Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu hal penting dalam menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas dan mampu berkompetensi dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi baik di dalam maupun luar negeri.Tidak hanya itu, pendidikan juga memegang peran penting dalam kehidupan manusia. Tanpa disadari dalam menjalani hidup ini manusia tidak akan terlepas dari pendidikan, baik pendidikan yang berasal dari sekolah, keluarga bahkan lingkungan masyarakat. Di sekolah siswa akan mempelajari berbagai ilmu pendidikan dengan suatu proses yang disebut belajar. Menurut (Saefuddin & Berdiati, 2015, p. 8) belajar merupakan proses kegiatan secara berkelanjutan dalam rangka perubahan tingkah laku peserta didik secara konstruktif yang mencakup aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik. Proses belajar yang terjadi di sekolah adalah proses belajar yang bersifat kompleks, menyeluruh, dan berkesinambungan. Salah satu contoh adanya proses belajar yang berkesinambungan ialah pada pelajaran matematika. Dimana kita akan mempelajari materi matematika dari materi yang sederhana hingga ke materi yang kompleks. Matematika merupakan pelajaran yang telah diajarkan dari sekolah dasar hingga tingkat menengah atas bahkan tingkat perguruan tinggi.Hal ini dikarenakan matematika merupakan pelajaran yang sangat penting yang tidak terlepas dari kehidupan manusia.Disadari atau tidak disadari, semua aktifitas yang kita lakukan selama ini mengandung unsur dan konsep-konsep matematika.Namun sampai saat ini matematika masih dianggap sebagai pelajaran yang sangat abstrak dan sulit untuk dipahami.Padahal kita bisa mengaitkan materi matematika kedalam kehidupan sehari-hari agar pembelajaran matematika menjadi lebih konkrit sehingga lebih mudah untuk dipahami siswa. Siswa pada tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP) pada umumnya berusia 11 sampai 16 tahun, dimana mereka belum memiliki daya analisis dan abstraksi yang sempurna. Mereka akan lebih mudah memahami benda-benda yang konkrit atau nyata.Hal ini menyebabkan sulitnya kemampuan siswa dalam memahami suatu konsep matematika yang bersifat abstrak. Berdasarkan dari hasil pengamatan serta wawancara terhadap guru dan beberapa siswa yang dilakukan selama Praktik Pengalaman Lapangan di SMP Negeri 16 Tanjungpinang, peneliti mendapati bahwa masih banyak siswa yang ketika belajar matematika tidak menghiraukan atas kemampuan pemahaman yang mereka miliki.Mereka cendrung ingin cepat selesai dalam mempelajari matematika bahkan mereka hanya menghafal rumus suatu materi pelajaran tanpa benar-benar memahami konsep dari rumus yang mereka pelajari.Hal ini berdampak buruk pada saat siswa mengerjakan soal latihan yang memerlukan pemahaman konsep. Sehingga hasil belajar siswa menjadi rendah dikarenakan kurangnya pemahaman siswa akan suatu konsep. Agar hasil belajar menjadi baik, maka dalam mempelajari matematika dibutuhkan suatu pemahaman yang baik pula.Hal ini dikarenakan pemahaman akan suatu konsep memegang peran penting dalam kelanjutan materi yang akan dipelajari siswa.Selain itu, dalam NCTM (2000) disebutkan bahwa pemahaman merupakan aspek yang sangat penting dalam pembelajaran matematika. Sesuai dengan tujuan pembelajaran matematika SMP dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan(Depdiknas, 2006)yaitu agar siswa mempunyai kemampuan untuk memahami konsep matematika, menggunakan penalaran, memecahkan masalah, mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah serta memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan.Berdasarkan tujuan tersebut terlihat jelas bahwa pemahaman konsep merupakan pondasi awal yang harus dimiliki siswa untuk berlanjut pada kemampuan yang lebih tinggi seperti kemampuan penalaran, pemecahan masalah dan seterusnya. Dalam mendorongkemampuan pemahaman konsep siswa, dibutuhkan pembelajaran yang didalamnya terdapat strategi belajar yang baik. Dimana strategi belajar tersebut akan membuat siswa untuk bisa memiliki pemahaman konsep yang baik pula.Strategi belajar tersebut nantinya bisa melatih kemampuan siswa dalam meningkatkan pemahaman siswa menjadi optimal dan membuat pembelajaran matematika menjadi lebih menyenangkan serta akan diingat oleh siswa. Menurut Uno (2007:3) strategi pembelajaran adalah cara-cara yang akan digunakan oleh pengajar untuk memilih kegiatan belajar yang akan digunakan dalam proses pembelajaran. Cara-carayang digunakan dalam kegiatan belajar tersebut haruslah dirancang oleh seorang guru dengan mempersiapkan segala sesuatu yang bisa mendukung keberhasilan tujuan pembelajaran dengan efektif dan efisien. Menurut (Saefuddin & Berdiati, 2015, p. 41)dalam mencapai kualitas yang telah dirancang tersebut, terdapat beberapa prinsip yang harus digunakan dalam kegiatan belajar mengajar diantaranya ialah : 1) berpusat pada peserta didik, 2)mengembangkan kreativitas peserta didik, 3) menciptakan kondisi yang menyenangkan dan menantang, 4) bermuatan nilai, etika, estetika, logika, dan kinestika, dan 5) menyediakan pengalaman belajar yang beragam melalui penerapan berbagai strategi dan metode pembelajaran yang menyenangkan, kontekstual, efektif, dan bermakna. Salah satu strategi pembelajaran yang bisa digunakan dalam meningkatkan kemampuan pemahaman siswa ialah strategi REACT (Relating, Experiencing, Applying, Cooperating, Transfering) dengan pendekatan kontekstual.Menurut (Saefuddin & Berdiati, 2015, p. 21)pembelajaran kontekstual merupakan pembelajaran yang menerapkan konsep-konsep pengetahuan dan lingkungan sekitar pembelajar dengan mudah dikuasai pembelajar melalui pengamatan pada situasi yang konkret. Strategi REACT merupakan strategi pembelajaran kontekstual yang terdiri dari lima strategi yaitu : 1) Relating (mengaitkan), 2) Experiencing (mengalami), 3) Applying (menerapkan), 4) Cooperating (berkerjasama), 5) Transfering (mentransfer) (Cord, 2001). Melalui strategi REACT, guru tidak hanya mengaitkan materi bangun ruang sisi datar dengan materi terdahulu. Melainkan guru bisa mengaitkan pengalaman atau kegiatan nyata siswa dalam kehidupan sehari-hari dengan materi bangun ruang sisi datar.Seperti menggunakan benda yang ada di sekeliling siswa seperti kotak teh yang berbentuk kubus, gabus pada bunga manggar, kue koci yang merupakan bentuk nyata dari prisma dan lain sebagainya. Dengan mengaitkan materi yang akan dipelajari dengan kehidupan nyata siswa dapat membuat siswa lebih mudah untuk mengaitkan informasi yang ditemukan karena mereka akan menemukan sendiri informasi tersebut yang nantinya akan menjadi pengetahuan baru bagi siswa. Sehingga siswa akan memahami konsep yang dipelajari dengan mudah. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Sulistyaningsih Ratu Wangi (2015), dengan menggunakan CTL dengan strategi REACT rata-rata hasil belajar siswa mencapai ketuntasan belajar dan lebih tinggi dari pada menggunakan model Direct Intruction. Penelitian yang dilakukan oleh Linda Hemawati (2013) menunjukkan bahwa pengngkatan kemampuan pemahaman matematis siswa yang mengikuti pembelajaran melalui strategi REACT secara signifikan lebih baik daripada kemampuan pemahaman matematis siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional begitu pula dengan penelitian yang dilakukan oleh Husna,dkk(2014) Model pembelajaran kontektual dengan strategi REACT ini belum pernah digunakan guru matematika kelas VIII di SMP Negeri 16 Tanjungpinang dalam proses belajar mengajar di kelas. Sehingga dengan adanya penggunaan strategi REACT ini diharapkan dapat menjadi strategi pembelajaran yang efektif dalam meningkatkan kemapuan pemahaman siswa. Dengan adanya permasalahan diatas, peneliti tertarik untuk meneliti “Efektivitas Penggunaan Strategi REACT Terhadap Kemampuan Pemahaman Konsep Siswa pada Materi Bangun Ruang Sisi Datar SMP Negeri 16 Tanjungpinang”. Studi Terdahulu Yang Relevan Skripsi oleh Sulistyaningsih Ratu Wangi, Universitas Negeri Semarang tahun 2015. Dengan judul :Penerapan Model Pembelajaran CTL dengan Strategi REACT untuk Meningkatkan Hasil Belajar dan Kedisiplinan Siswa pada Materi Geometri. Tesis oleh Linda Herawati, Universitas Terbuka tahun 2013. Dengan Judul :Pembelajaran Melalui Strategi Relating, Experiencieng, Applying, Cooperating, Transfering (REACT) untuk Meningkatkan Kemampuan Pemahaman dan Berpikir Kritis Matematika Siswa SMK. Jurnal Pendidikan Matematika oleh Fadhila ElHusna, Fitriani Dwina, dan Dewi Murni, Universitas Negeri Padang tahun 2014. Dengan Judul :Penerapan Strategi REACT dalam Meningkatkan Kemampuan Pemahaman Konsep Matematika Siswa Kelas X SMAN 1 Batang Anai. Relevansi dan Perbedaan : Dari ketiga studi relevansi yang tertera diatas, letak kerelevanan terhadap studi yang akan peneliti lakukan adalah pada strategi yang digunakan yaitu strategi REACT. Walaupun strategi yang digunakan sama, terdapat perbedaan dari setiap studi yang dilakukan. Salah satu perbedaan yang paling menonjol ialah pada studi ini peneliti akan mengaitkan langsung objek atau benda yang berhubungan dengan bangun ruang sisi datar serta objek atau benda yang ada di Kepulauan Riau untuk mendukung pemahaman konsep siswa. Contohnya dengan memperlihatkan model gabus yang ada pada bunga manggar sebagai bentuk dari kubus dan balok serta kue koci sebagai bentuk dari limas. Skripsi oleh Sulistyaningsih Ratu Wangi yang berjudul Penerapan Model Pembelajaran CTL dengan Strategi REACT untuk Meningkatkan Hasil Belajar dan Kedisiplinan Siswa pada Materi Geometri ini memiliki perbedaan dengan studi yang akan peneliti lakukan. Variabel dalam penelitian yang dilakukan oleh Sulistyaningsih Ratu Wangi ialah hasil belajar dan kedisiplinan siswa sedangkan pada studi yang akan peneliti lakukan ialah pemahaman konsep. Jenis penelitian yang digunakan pada skripsioleh Sulistyaningsih ini sama dengan studi yang akan peneliti lakukan yaitu dengan jenis penelitian eksperimen. Namun desain yang digunakan Sulistyaningsih ialah true experimental sedangkan yang peneliti gunakan pada studi yang akan dilakukan menggunakan quasi eksperimental. Tesis oleh Linda Herawati. yang berjudul Pembelajaran Melalui Strategi Relating, Experiencieng, Applying, Cooperating, Transfering (REACT) untuk Meningkatkan Kemampuan Pemahaman dan Berpikir Kritis Matematika Siswa SMK ini memiliki perbedaan dengan studi yang akanpeneliti lakukan. Perbedaan tersebut terletak pada salah satu variable yang digunakan oleh Linda Herawati. Dimana Linda Herawati menambahkan variable berpikir kritis dalam studi yang ia lakukan. Selain itu materi dan juga tingkat pendidikan yang diteliti juga berbeda.Linda Herawati menggunakan materi fungsi kuadrat, sedangkan dalam studi ini peneliti menggunakan materi bangun runag sisi datar. Jurnal Pendidikan Matematika oleh Fadhila ElHusna, Fitriani Dwina, dan Dewi Murni yang berjudul Penerapan Strategi REACT dalam Meningkatkan Kemampuan Pemahaman Konsep Matematika Siswa Kelas X SMAN 1 Batang Anai ini memiliki perbedaan dengan studi yang akan peneliti lakukan pada bagian tujuan penelitian. Pada jurnal tersebut menekankan pada pengaruh yang diberikan oleh strategi REACT dalam meningkatkan kemampuan pemahaman konsep matematika.dan tingkat satuan pendidikan yang diteliti juga berbeda. Tahap-tahap kegiatan Pemilihan Topik Pada tahap awal ini, peneliti memilih topic penelitian yang akan diangkat menjadi sebuah oenelitian berdasarkan masalah-masalah seputar pendidikan matematika dan berdasarkan pada wawancara terhadap guru pendidikan matematika Pembuatan Latar Belakang Masalah Latar belakang masalah ini didapatkan dari topik yang telah ditentukan dan dikembangkan menjadi beberapa masalah dan dipaparkan solusi atas penyelesaian terhadap masalah yang ingin diteliti. Perumusan Masalah Pada tahap ini peneliti memberi batasan terhadap masalah yang akan diteliti sehingga penelitian akan lebih terarah dan bisa menemukan jawaban dari masalah yang diteliti. Tujuan penelitian Tujuan dari penelitian ini ialah untuk mengetahui lebih efektif mana pembelajaran menggunakan strategi REACT terhadap kemampuan pemahaman konsep siswa pada materi bangun ruang sisi datar kelas VIII semester II SMP Negeri 16 Tanjungpinang dibandingkan dengan siswa yang belajar dengan menggunakan model konvensional. Manfaat Penelitian Manfaat penelitian ini akan dirasakan oleh pembaca baik mahasiswa, dosen, atau khalayak umum. Tinjauan Pustaka Tinjauan pustaka ini dilakukan untuk mengkaji studi-studi terdahulu yang memiliki relevansi terhadap penelitian yang akan dilakukan sehingga terhindar dari plagiat atau pengulangan terhadap penelitian terdahulu yang telah dilakukan. Konstruksi Model Teoritis Mengkaji konsep-konsep yang telah disusun menjadi beberapa variabel yang mudah diukur dan diamati. Model Analisis Gambaran sederhana dari hubungan beberapa variabel yang digunakan. Hipotesisi Peneliti membuat dugaan sementara dalam menjawab masalah yang telah dirumuskan. Memilih Teknik Penarikan Sampel Penarikan sampel harus dilakukan agar penelitian tidak terhambat dengan banyaknya populasi, teknik penarikan sampel dilakukan dengan berbagai macam cara dan rumus statistik Teknik Pengumpulan Data Peneliti mengumpulkan databaik dengan metode dokumentasi dan metode tes. Analisis Hasil Penelitian Peneliti menganalisis hasil penelitian yang didapat Kesimpulan Menarik kesimpulan dari hasil penelitian serta memberikan saran Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari dilaksanakannya penelitian ini ialahuntuk mengetahui lebih efektif mana pembelajaran menggunakan strategi REACT terhadap kemampuan pemahaman konsep siswa pada materi bangun ruang sisi datar kelas VIII semester II SMP Negeri 16 Tanjungpinang dibandingkan dengan siswa yang belajar dengan menggunakan model konvensional. Metodologi Penelitian Penelitian ini menggunakan metode penelitian kuantitatif dengan jenis penelitian eksperimen. Desain eksperimen yang digunakan yaitu eksperimen semu (quasi eksperimental) dengan bentuk nonequivalent control group designyang terdiri dari dua kelompok penelitian yaitu kelas eksperimen dan kelas control.Kelas eksperimenmerupakan kelompok siswa yang pembelajarannya menggunakan Strategi REACTdan pada kelompok kontrol siswa yang pembelajarannya menggunakan pembelajaran konvensional. Variabel bebas pada penelitian ini ialahstrategi pembelajaran REACT sedangkan variabel terikat dari penelitian ini ialah pemahaman konsep pada materi bangun ruang sisi datar. Dalam penelitian ini kelompok eksperimen maupun kelompok kontrol diberi pre-testuntuk mengetahui keadaan awal adakah perbedaan antara kelompok eksperimen dan kelompok control (Sugiyono, 2016:76).Kemudian kelompok eksperimen diberi treatment, dan dilanjutkan dengan diberikan post-test terhadap kelompok eksperimen maupun kelompok kontrol. Relevansi topik penelitian dengan ilmu Pendidikan Matematika Topik penelitian yang dipilih dalam penelitian yang akan dilakukan ini sangat relevan terhadap ilmu pendidikan matematikakarena materi pelajaran yang akan diteliti pada penelitian ini ialah materi bangun ruang sisi datar. Dimana materi bangun ruang sisi datar ini akan dipelajari pada kelas VIII semester II dan merupakan salah satu materi penting dalam matematika dimana materi ini sangat erat kaitannya dalam kehidupan sehari-hari. Sedangkan strategi pembelajan yang digunakan dalam penelitian ini ialah strategi REACT yang bisa mengajak siswa untuk ikut aktif dalam materi yang akan dipelajari. Sehingga terdapat relevansi atau keterkaitan antara topik penelitian yang dipilih pada penelitian yang akan dilakukan ini dengan bidang ilmu pendidikan terutama dalam matematika. Kontribusi Penelitian terhadap pendidikan matematika dan stakeholder terkait : Bidang Keilmuan : Menambahkan studi tentang efektivitas penggunaan strategi REACT terhadap kemampuan pemahaman konsep siswa Program Studi Pendidikan Matematika : Menambah perbendaharaan pustaka dan memberikan ilmu serta wawasan bagi pembaca, menambah literature dalam pelaksanaan penelitian dimasa yang akan datang. Siswa : meningkatkan kemampuan menemukan dan membangun sendiri pemahaman konsep siswa dengan menggunakan strategi REACT dalam proses pembelajaran. Sekolah : memberikan pertimbangan untuk menggunakan strategi REACT ke dalam proses pembelajaran dengan melihat kelebihan dari strategi REACT Tanjungpinang,5 Februari 2018 Dwi Nindi Findianti ( 140384202050) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu hal yang penting untuk diketahui dan dipelajari dalam kehidupan seseorang. Pada dasarnya, pendidikan dapat merubah perilaku seseorang menjadi lebih baik melalui pembelajaran dan latihan. Dengan pendidikan, seseorang dapat meningkatkan kemampuan, pengetahuan, sikap, dan keterampilan sesuai dengan kemampuannya. Hal ini sejalan dengan pendapat Syah (2010: 10) bahwa pendidikan sebagai suatu proses dengan metode-metode tertentu sehingga seseorang memperoleh pengetahuan, pemahaman, dan cara bertingkah laku yang sesuai dengan kebutuhannya. Seorang guru hendaknya memahami serta menguasai pengetahuan dan keterampilan para siswanya terhadap perkembangan pendidikan. Hal itu sangatlah penting, karena cara pengajaran guru dapat mempengaruhi perkembangan serta kemampuan para siswanya. Dalam kegiatan belajar-mengajar, seorang guru hendaknya memberikan informasi secara rinci dan akurat terhadap para siswa, khususnya pada pembelajaran matematika. Tujuannya agar para siswa memiliki kemampuan pada pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang terjamin serta dapat menerapkan kemampuannya dalam ruang lingkup masing-masing siswa. Hal ini sejalan dengan pendapat Syah (2010: 10) yaitu pada interaksi antar individu dengan individu lainnya telah terjadi peristiwa psikologis seseorang yang perlu diketahui guru dengan cara memperlakukan dan mengajarkan siswa secara baik dan teratur. Belajar adalah kegiatan yang berproses dalam menghadapi suatu masalah dengan sikap dan tindakan terbaik bagi siswa. Selain itu, belajar merupakan unsur yang sangat fundamental dalam penyelenggaraan setiap jenis dan jenjang pendidikan yang berarti bahwa berhasil atau gagalnya pencapaian dari tujuan pendidikan bergantung pada proses belajar yang dialami siswa terhadap lingkungannya. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Syah (2010: 87) bahwa belajar tidak hanya suatu proses mengumpulkan atau menghafal fakta-fakta dari pengajaran guru atau melalui buku pelajaran, melainkan belajar merupakan hasil pengalaman dan tahapan tingkah laku masing-masing siswa. Strategi pembelajaran merupakan upaya bagi guru dalam meningkatkan hasil pembelajaran. Strategi pembelajaran terdiri dari strategi pengorganisasian, strategi penyampaian, dan strategi pengelolaan. Wena (2013: 7) berpendapat bahwa strategi pembelajaran dipengaruhi oleh kondisi pembelajaran, strategi pengorganisasian dipengaruhi oleh tujuan pembelajaran, strategi penyampaian dipengaruhi oleh kendala, dan strategi pengelolaan dipengaruhi oleh karakteristik siswa. Hamdayama (2016: 94) berpendapat bahwa pada dasarnya, mengajar merupakan upaya guru dalam menciptakan situasi belajar yang efektif. Oleh karena itu, metode mengajar yang terorganisir (terstruktur) adalah metode pembelajaran yang dapat menumbuhkan kegiatan belajar bagi peserta didik (siswa). Upaya guru dalam memilih metode pengajaran yang baik merupakan salah satu cara meningkatkan mutu pengajaran dan pendidikan yang menjadi tanggung jawabnya dan lingkungan sekolahnya. Matematika adalah bahasa simbol yaitu bahasa yang digunakan untuk menerjemahkan ide atau peristiwa dalam bentuk atau makna yang mudah dipahami. Selain itu, matematika menggunakan ilmu deduktif yaitu ilmu yang memerlukan pembuktian dengan analisis materi hingga menentukan solusi penyelesaian yang tidak secara langsung menerima pembuktian secara induktif yaitu dalam pembelajaran matematika hanya menjelaskan definisi yang telah diketahui, mencari solusi secara tertulis, dan langsung membuat kesimpulan. Hal ini sejalan dengan pendapat Heruman (2012: 2) bahwa dalam matematika, setiap konsep abstrak yang baru dipahami siswa perlu diberi penguatan agar mengendap dan bertahan lama dalam memori siswa, sehingga dapat melekat dalam pola pikir dan pola tindakannya. Heruman (2012: 4) berpendapat bahwa pada Matematika harus terdapat keterkaitan antara pengalaman belajar siswa sebelumnya dengan konsep yang akan diajarkan. Oleh karena itu, seorang guru hendaknya melakukan pendekatan pembelajaran matematika sesuai dengan kemampuan masing-masing siswa. Selain itu, guru dapat memberikan wawasan dan pengetahuan siswa dengan cara menemukan sendiri ide-ide yang dimilikinya. Selain itu, guru tidak mengharuskan siswa mengingat berbagai contoh hafalan atau mengingat fakta pembelajaran.Pembelajaran berbasis pemecahan masalah sangat penting untuk diajarkan terhadap siswa. Selain itu, untuk menghasilkan siswa yang memiliki kompetensi yang andal dalam pemecahan masalah, maka diperlukan serangkaian strategi pembelajaran pemecahan masalah terhadap siswa. Kemampuan pemecahan masalah sangat penting bagi siswa dan masa depannya. Para ahli pembelajaran sependapat bahwa kemampuan pemecahan masalah dalam batas-batas tertentu, dapat dibentuk melalui bidang studi dan disiplin ilmu yang diajarkan. Mengingat jenis permasalahan yang akan diajarkan oleh siswa yang terdiri dari berbagai macam permasalahan, maka terdapat berbagai macam strategi pemecahan masalah. Menurut Wena, (2013: 53) bahwa terdapat berbagai macam strategi pemecahan masalah diantaranya: pemecahan masalah Solso, pemecahan masalah Wankat dan Oreovocz, pemecahan masalah sistematis, pemecahan masalah IDEAL dan strategi belajar berbasis masalah. Strategi kemampuan pemecahan masalah IDEAL merupakan salah satu strategi yang efektif dalam meningkatkan kemampuan pemecahan masalah siswa. Hal ini sejalan dengan pendapat Wena (2011: 86) bahwa strategi IDEAL pada pembelajaran terdiri dari lima tahap diantaranya: Identify the problem, Define the problem, Explore the solution Act on the strategy,dan Look back and evaluate the effect. Secara ringkas, strstegi IDEAL menerapkan pembelajaran terhadap siswa yang dimulai dengan identifikasi masalah dengan menganalisis suatu masalah, mendefinisikan masalah dengan merumuskan berbagai permasalahan, mencari solusi permasalahan terhadap sudut pandang siswa, melaksanakan strategi pemecahan masalah dengan berbagai variasi pembelajaran yang diterapkan, dan mengkaji kembali dan mengevaluasi pengaruh yaitu guru mengoreksi kembali hasil pembelajaran siswa. Hal ini sejalan dengan pendapat Kirkey dalam Wena (2013: 91) bahwa strategi pemecahan masalah IDEAL lebih unggul dalam meningkatkan kemampuan pemecahan masalah siswa Sekolah Menengah Atas dibandingkan dengan strategi pembelajaran lainnya. Siswa SMA pada umumnya berusia 15 sampai 19 tahun, dimana mereka terlibat secara berkelompok dalam pemahaman konsep dan pengerjaan soal-soal yang bersifat konkrit dan realistik. Hal ini sejalan dengan pendapat Leonhardt dalam Pangestuningsih (2002: 136) bahwa banyak anak yang mengalami kesulitan di SMP justru berprestasi lebih baik di jenjang SMU, karena di SMU lebih banyak kelompok sosial yang dapat mereka ikuti, terutama teman-teman sekelas biasanya lebih toleran. Akan tetapi, siswa SMA pada kemampuan individunya berada pada tahap yang kurang jelas baik dalam mengendalikan emosi maupun egonya karena mereka belum memiliki daya analisis dan abstraksi yang sempurna. Selain itu, siswa SMA memerlukan bimbingan dan pembinaan dengan baik dan teratur. Oleh karena itu, sebagai guru yang mengajar langsung di kelas dan berhadapan langsung terhadap siswa SMA di dalamnya diperlukan profesionalitas dalam memahami dan memimbing para siswa. Dari berbagai uraian diatas, fokus penelitian yang peneliti ajukan adalah Analisis Kemampuan Pemecahan Masalah Siswa Kelas XI pada Materi Matriks Ditinjau dari Strategi Pemecahan Masalah IDEAL di SMK Negeri 1 Tanjungpinang. Pembatasan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan sebelumnya, maka peneliti menetapkan batasan masalah yaitu sebagai berikut: Penelitian ini memfokuskan pada kemampuan pemecahan masalah siswaditinjau dari strategi pemecahan masalah IDEAL. Peneliti hanya membatasi masalah pada materi matriks kelas XI SMA/K sederajat dengan pedoman kurikulum 2013. Rumusan Masalah Berdasarkan batasan masalah diatas, rumusan masalah penelitian ini adalah,“Bagaimana kemampuan pemecahan masalah siswa kelas XI pada materi Matriks ditinjau dari strategi pemecahan masalah IDEAL?” Tujuan Penelitian Sesuai dengan rumusan masalah yang telah dikemukakan di atas, maka tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah, “Untuk mengetahui sejauh mana kemampuan pemecahan masalah terhadap siswa ditinjau dari strategi pemecahan masalah IDEAL di SMK Negeri 1 Tanjungpinang”. Manfaat Penelitian Teoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi perkembangan dunia pendidikan khususnya dalam jurusan pendidikan Matematika, yaitu memberikan sumbangan terhadap pembelajaran Matematika terutama pada materi Matriks kelas XI di SMK Negeri 1 Tanjungpinang. Praktik Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi semua pihak yang terlibat dalam penelitian, diantaranya: Bagi peneliti, manfaat dari penelitian ini adalah dapat menambah wawasan dan pengalaman langsung dalam menerapkan kemampuan pemecahan masalah ditinjau dari strategi pemecahan masalah IDEAL pada materi matriks kelas XI di SMK Negeri 1 Tanjungpinang. Bagi siswa, penelitian ini memberikan manfaat untuk mengembangkan kemampuan pemecahan masalah sesuai dengan karakter masing-masing siswa kelas XI di SMK Negeri 1 Tanjungpinang. Bagi guru, penelitian ini memberikan manfaat dalam mengembangkan berbagai metode dalam analisis kemampuan masalah untuk meningkatkan prestasi belajar siswa kelas XI di SMK Negeri 1 Tanjungpinang. Bagi sekolah, penelitian ini bermanfaat sebagai bahan pertimbangan dalam melakukan stretegi dan desain pembelajaran, termasuk juga metode dan media pembelajaran yang efektif dan efisien untuk meningkatkan prestasi belajar siswa, khususnya siswa kelas XI di SMK Negeri 1 Tanjungpinang. Definisi Operasional Untuk memperjelas istilah yang digunakan dalam penelitian ini, peneliti memaparkan definisi operasioanal yaitu sebagai berikut. Analisis adalah cara atau usaha untuk menemukan jawaban dari masalah yang telah dirumuskan berdasarkan data penelitian. (Taylor dalam Mulyatiningsih, 2011: 43) Masalah matematika dapat diklasifikasikan dalam dua jenis yaitukesenjangan dalam persoalan mencari (problem to find), dan kesenjangan dalam persoalan membuktikan (problem to prove) dalam menyelesaikan suatu permasalahan yang dimiliki terhadap soal. (Yuwono, 2016: 4) Pemecahan masalah dipandang sebagai suatu proses untuk menemukan kombinasi dari sejumlah aturan yang dapat diterapkan dalam upaya mengatasi situasi yang baru. (Gagne dalam Wena, 2013: 52) Strategi kemampuan pemecahan masalah IDEAL adalah salah satu strategi yang paling efektif digunakan pada kegiatan pembelajaran yang terdiri dari lima tahap diantaranya: Identify the problem, Define the problem, Explore the solution Act on the strategy,dan Look back and evaluate the effect.(Wena, 2013: 86) BAB II LANDASAN TEORITIS 2.1 Kerangka Teoritis 2.1.1 Pengertian Masalah dan ciri-ciri masalah Banyak siswa yang mengalami masalah dalam proses pembelajaran matematika, salah satunya kesulitan siswa dalam menyelesaikan soal matematika. Masalah yang dialami siswa biasanya didasari oleh masalah dari soal-soal yang ada dalam pembelajaran dan masalah akibat kesalahan siswa dalam mengerjakan soal. Hal ini sesuai dengan pendapat Sumardyono (2011: 1) bahwa ciri-ciri suatu soal disebut problem (masalah) dalam perspektif ini paling tidak memuat 2 hal, yaitu: Soal tersebut menantang pikiran/challenging (dengan kata lain, soal itu merangsang pengetahuan siswa). Soal tersebut tidak otomatis diketahui cara penyelesaiannya (non-routine). Biasanya soal menjadi pemicu terjadinya masalah dalam pembelajaran. Ada beberapa soal yang secara umum dikerjakan siswa diantaranya soal pilihan ganda (multiple choices), soal uraian langsung (direct essay), soal benar-salah (true-false choices), soal mencocokkan (matching test), dan soal teka-teki silang atau crossword puzzle (biasanya digunakan untuk siswa SD dan SMP). Kelompok soal tersebut diantaranya soal rutin (routine problem) dan soal tak rutin (non-routine problem) dapat mempengaruhi sejauh mana masalah tersebut diketahui siswa dan diselesaikan. Hal ini sesuai dengan pendapat Sumardyono (2011: 4) bahwa sebuah soal dikatakan bukan “masalah” bagi seseorang umumnya bila soal tersebut terlalu mudah baginya (soal tersebut telah sering/rutin dipelajari siswa). Dari pendapat tersebut, peneliti menyimpulkan bahwa soal rutin (sering dipelajari siswa) yang terdiri dari soal soal benar-salah (true-false choices), soal mencocokkan (matching test) atau biasanya disebut soal prosedural kurang dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam menyelesaikan maslah (problem solving). Selain itu, Soal-soal dengan tipe terbuka dan tipe situasi yang termasuk kelompok soal-soal tak rutin (non-routine problem) yang termasuk soal essay, soal pilihan ganda (multiple choices), dan soal crossword puzzle cocok untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah siswa. Dari 2 kelompok soal-soal tersebut terdapat tipe soal yang digunakan untuk merangsang pengetahuan siswa. Hal ini sesuai dengan pendapat Butt dalam Sumardyono (2011: 2-4) bahwa untuk pembahasan lebih lanjut, kita akan melihat sudut pandang dan klarifikasi berbagai macam soal yaitu sebagai berikut: Tipe soal ingatan (recognition) biasanya guru meminta kepada siswa untuk mengenali fakta-fakta matematika, definisi, serta pernyataan suatu teori (dalil), contohnya guru meminta siswa menentukan solusi dari teorema Pythagoras dengan dalil yang telah ditentukan bahwa a2 + b2 = c2. Tipe soal prosedural atau algoritma (algorithm) biasanya guru menghendaki penyelesaian siswa berupa sebuah prosedur langkah demi langkah dan seringkali berupa algoritma (prosedur pemecahan) hitung, Tipe soal terapan (application) biasanya penyelesaiannya memuat perumusan masalah ke model matematika dan biasanya memanipulasi simbol-simbol berdasarkan satu atau bebrapa algoritma atau prosedur pemecahan, Tipe soal terbuka (open search) biasanya pemecahan masalah tidak tampak pada soal, umumnya doal tersebut membutuhkan kemampuan melihat pola dan membuat dugaan, contohnya dalam menentukan suatu flat nomor, terdapat huruf dan angka. Apakah terdapat 7! / 3! cara = 840 cara, bila yang diketahui adalah semua huruf pada flat nomor Kota Bandung? Tipe soal situasi (problem situation) biasanya guru memimbing siswa mengidentifikasi masalah dalam situasi tersebut sehingga penyelesaian dapat dikembangkan siswa. Soal-soal tipe ini jarang dinyatakan secara tuntas dalam kalimat soal, umumnya soal-soal tipe ini berkenaan dengan soal proyek atau latihan kegiatan mandiri siswa. Tidak hanya soal yang menjadi pemicu dari suatu masalah. Selain itu, masalah yang terjadi pada siswa biasanya didapati oleh pembelajaran yang keliru. Hal ini sesuai dengan pendapat Rakhmaniah (2017: 6) bahwa terdapat kesalahan langkah yang dilakukan siswa dalam menyelesaikan suatu permasalahan dalam soal matematika antara lain: Kesalahan siswa dalam mengoperasikan proses langkah pengerjaannya (pengerjaan soal) tetapi jawaban akhirnya benar. Kesalahan siswa dalam menjawab, tetapi langkah pengerjaannya benar. Kesalahan dalam mengerjakan operasi dasar. (perkalian dan pembagian) Sumarmo (2015: 3) berpendapat bahwa dalam pengajuan masalah (problem posing), terkandung kegiatan menyusun masalah baru (arrange the new problems) atau merefomulasi masalah semula (reform the formerly problem) berdasarkan serangkaian data atau informasi (dari soal-soal) yang disajikan. Oleh karena itu, teknik analisis masalah ini merupakan suatu alternatif siswa dalam menghadapi masalah, selain itu, cara ini dapat membantu dan meringankan siswa dalam menghadapi kesulitan siswa selama pembelajaran berlangsung. 2.1.2 Definisi masalah matematis Telah dipaparkan sebelumnya bahwa masalah timbul karena berbagai hal diantaranya tantangan (challenges), kesaksian (witness) dan kebingungan (distraction) seseorang terhadap suatu kejadian dalam pembelajaran. Selain itu, masalah juga disebabkan akibat hambatan dan rintangan (obstacle and hibdrance) dalam proses belajar. Masalah matematis (mathematical problem) adalah kondisi dimana terjadi kesenjangan dan harapan seseorang dalam memahami serta menyelesaikan materi matematika. Menurut Yuwono (2016: 4) bahwa masalah matematika dapat diklasifikasikan dalam dua jenis yaitu: Kesenjangan dalam persoalan mencari (problem to find) yaitu kesenjangan seseorang dalam mencari, menentukan, atau mendapatkan nilai serta objek tertentu yang diketahui dalam soal yang merupakan hal terpenting dalam menyelesaikan suatu masalah matematis. Kesenjangan dalam persoalan membuktikan (problem to prove) yaitu kesenjangan seseorang dalam memberikan prosedur untuk menentukan apakah suatu pertanyaan atau persoalan bersifat benar atau tidak benar dengan melibatkan hipotesis dan menarik suatu kesimpulan. Dari masalah matematis yang telah dipaprkan, dapat disimpulkan bahwa masalah matematis didasari atas kesenjangan dan harapan siswa dalam menganalisis soal ataupun dalam memahami suatu materi.Oleh karena itu, sebagai guru hendaknya memberikan suatu alternatif solusi dalam menyelesaikan suatu materi pembelajaran dan tidak memberatkan siswa dalam menyelesaikan masalah dihadapannya.Menurut Fadillah (2009: 2) bahwa suatu pertanyaan atau persoalan merupakan suatu masalah bagi siswa jika ia tidak dapat menjawab pertanyaan tersebut dengan menggunakan prosedur rutin yang telah diketahui. Dalam pembelajaran matematika, suatu kondisi dikatakan sebagai masalah (problem) apabila penyelesaian kondisi tersebut tidak segera ditemukan. Kondisi tersebut bisa berupa soal-soal yang dipelajari siswa, namun tidak semua soal merupakan pemicu terjadinya masalah. Masalah dapat bersifat tertutup (closed problem) dan dapat bersifat terbuka (open problem). Menurut Sumarmo (2015: 3) bahwa suatu masalah dapat dikatakan tertutup apabila memiliki satu jawaban atau satu cara penyelesaian, serta suatu masalah dapat dikatakan terbuka apabila memiliki beragam jawaban atau beragam solusi penyelesaian. Kemampuan pemecahan masalah atau problem-solving merupakan alternatif solusi bagi siswa dalam meningkatkan hasil belajar siswa serta meningkatkan kemampuan belajar secara mandiri. Hal ini sejalan dengan pendapat Fadillah (2009: 2) bahwa pemecahan masalah matematis merupakan suatu aktivitas kognitif (pengetahuan umum) yang komplekssebagai proses untuk mengatasi suatu masalah yang ditemui dan untuk menyelesaikannya diperlukan strategi pemecahan masalah yang unik dan variatif bagi siswa. Oleh karena itu, sebuah masalah matematis perlu diselesaikan secara bertahap. Selain itu, guru harus mengetahui serta menerapkan kemampuan pemecahan masalah (problem solving intelligence) yang beimbang terhadap seluruh siswa. 2.1.3 Kemampuan Pemecahan Masalah Kemampuan pemecahan masalah adalah cara seseorang dalam mencari sertamenemukan jawaban atau informasi dari pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki pada dirinya. Selain itu, kemampuan pemecahan masalah adalah suatu proses terencana sebagai usaha seseorang mencari jalan keluar dari suatu permasalahan yang didapatkannya. Hal ini sejalan dengan pendapat Gunawan (2007: 179) bahwa kemampuan pemecahan masalah adalah kemampuan untuk berpikir secara kompleks dan mendalam untuk memecahkan suatu masalah. Secara umum, tahap-tahap pemecahan masalah yaitu: Memahami masalah, Menyusun strategi, Melaksanakan strategi dan Memeriksa hasil pembelajaran yang diperoleh. Akan tetapi dari langkah-langkah kemampuan pemecahan masalah yang diberikan, terdapat faktor-faktor yang mempengaruhinya. Menurut Syah (2010: 132), faktor-faktor yang mempengaruhi pemecahan masalahsiswa adalah: Faktor internal siswa adalah faktor yang berasal dalam diri siswa itu sendiri yang terdiri dari dua aspek yaitu: aspek fisiologis yang mencakup tentang keberadaan kondisi fisik siswa, dan aspek psikologis yang mencakup tingkat kecerdasan dan sikap siswa, Faktor lingkungan sosial adalah faktor yang melibatkan keberadaan para guru, staf tata usaha (TU), dan teman siswa lainnya yang mempengaruhi tingkat keberhasilan dan kemauan siswa dalam kegiatan belajar mengajar, Faktor non sosial adalah faktor yang keberadaannya berfungsi sebagai sarana untuk tercapainya tujuan pembelajaran siswa, Faktor pendekatan belajar adalah proses belajar siswa untuk melakukan strategi atau metode yang digunakan siswa untuk peningkatan hasil belajar siswa. Kemampuan pemecahan masalah dalam pembelajaran matematika samgatlah penting dimiliki oleh siswa. Tujuannya agar siswa dapat mengasah pengetahuan dan keterampilan dalam pengerjaan soal tidak rutin ataupun soal-soal tantangan (challenging) yang terlihat baru olehnya. Hal ini sejalan dengan pendapat Yarmayani (2016: 4) ada beberapa manfaat yang akan diperoleh oleh siswa melalui pemecahan masalah, yaitu: Siswa akan belajar bahwa ada banyak cara untuk menyelesaikan suatu soal (dengan cara berpikir divergen) dan ada lebih dari satu solusi yang mungkin dari suatu soal. Siswa terlatih untuk melakukan eksplorasi dalam pembelajaran, mampu berpikir secara komprehensif danbernalar secara logis. Mampu mengembangkan kemampuan komunikasi, dan membentuk nilai-nilai sosial melalui kegiatansecara berkelompok. 2.1.4 Strategi Kemampuan pemecahan masalah IDEAL Mengingat jenis permasalahan yang ada dalam pengelolaan kelas dan pengelolaan siswa, terdapat juga strategi pemecahan masalah sebagai alternatif kemampuan pemecahan masalah siswa. Wena (2013: 53) berpendapat bahwa macam-macam pemecahan masalah yang dibahas antara lain pemecahan masalah yang dikembangkan Solso, pemecahan masalah Wankat dan Oreovocz, strategi pemecahan masalah sistematis, inkuiri biologis, inkuiri jurisprudensial, inkuiri sosial, strategi latihan inkuiri, strategi pemecahan masalah ideal, dan strategi belajar berbasis masalah. Pada dasarnya, hasil akhir pembelajaran dengan penerapan kemampuan pemecahan masalah di kelas yaitu menghasilkan siswa yang memiliki keterampilan dan pengetahuan dalam memecahkan suatu masalah, dan siswa dapat meningkatkan hasil belajar sesuai jenjang sekolah mereka. Dalam pembelajaran di kelas terdapat permasalahan siswa, terutama saat dihadapkan dengan materi pelajaran yang cukup kompleks, rumit, dan abstrak untuk dipelajari siswa selama pembelajaran berlangsung. Permasalahan yang rumit dan kompleks untuk dikerjakan siswa akan membutuhkan waktu yang cukup lama untuk mempelajarinya yang mengakibatkan proses pembelajaran yang kurang efektif, serta menyita waktu belajar di dalam kelas. Maka dari itu, Wena (2013: 204) berpendapat bahwa untuk bisa memahami dengan cepat, mudah, dan benar serta konsep dalam pembelajaran yang sifatnya absrak, rumit, dan kompleks memerlukan multimedia (aplikasi pembelajaran berbasis komputer) yang sesuai dengan isi pembelajaran tersebut. Penggunaan multimedia dalam pembelajaran sejalan dengan penerapan strategi pemecahan masalah ideal. Wena (2013: 86) berpendapat bahwa jika suatu masalah terlalu kompleks untuk dipecahkan dengan proses tunggal, maka siswa harus memecah masalah ke dalam beberapa sub-masalah yang sesuai dengan tujuan, kemudian baru melakukan pemecahan masalah seperti proses di atas.Proses tunggal yang umum digunakan adalah masalah diketahui kemudian menentukan solusi dari masalah tersebut. Proses tersebut hanya berlaku pada pembelajaran yang bersifat induktif. Namun, pada pembelajaran yang bersifat deduktif, siswa diharuskan memecahkan masalah ke sub-masalah sehingga didapatkan solusi dari pemecahan masalah. Menurut Wena, (2013:88-89) strategi pemecahan masalah ideal terdiri dari lima tahap pembelajaran, yaitu identifikasi masalah (Identify the problem), mendefinisikan masalah (Define the problem),mencari solusi permasalahan (Explore the solution),melaksanakan strategi pembelajaran (Act on the strategy),dan mengkaji kembali dan mengevaluasi pengaruh belajar (Look back and evaluate the effect). Pada proses tunggal yang berlaku pada pembelajaran berifat induktif (langsung) adalah proses problem-solutionyang artinya apabila terdapat masalah langsung diberikan solusi penyelesaian berdasarkan informasi yang ada selama pembelajaran berlangsung.Namun, pada pembelajaran yang bersifat deduktif proses tersebut tidak berlaku, sehingga strategi pemecahan masalah ideal adalah salah satu alternatif dalam meningkatkan hasil belajar siswa di kelas. Biasanya setiap strategi pembelajaran diterapkan pada proses pembelajaran mulai dari awal pelajaran hingga jam pelajaran berakhir. Pada proses pembelajaran ideal, penerapan tersebut langsung diterapkan di kelas dengan membandingkan tahapan pembelajaran pada kalangan guru dan siswa. Dari berbagai metode yang dilakukan oleh guru, strategi pemecahan masalah ideal dapat membantu guru dalam menemukan model pembelajaran yang bermakna bagi siswa. Pada siswa, strategi ini dapat membantu siswa dalam kemampuan pemecahan masalah serta peningkatan hasil belajar. Hal ini sejalan dengan pendapat Kirkey dalam Wena (2013: 91) bahwa beberapa hasil penelitian yang telah dilakukan terhadap strategi pemecahan masalah IDEAL sebagai berikut: stategi pemecahan masalah IDEAL lebih unggul dalam meningkatkan kemampuan pemecahan masalah siswa SMA dibandingkan dengan strategi pemecahan lain, dan penerapan strategi pemecahan masalah IDEAL terbukti secara signifikan dapat meningkatkan hasil belajar siswa dalam pemecahan masalah pada bidang (jurusan) IPA. Oleh karena itu, strategi pemecahan masalah ideal adalah alternatif terbaik bagi siswa yang dapat dipelajari oleh setiap karakter siswa, walaupun terdapat kendala dalam pengelolaan waktu pembelajaran. Namun, ada beberapa bagian yamg menjadi kendala (obstacles) sehingga strategi pemecahan masalah ideal sangat susah diterapkan siswa. Oleh karena itu, kreatifitas dalam kemampuan pemecahan masalah ideal haruslah berkaitan dengan indikator pemecahan masalah ideal agar tidak mengalami berbagai kendala yang dapat menganggu siswa dalam kegiatan pembelajaran. Langkah Pemecahan Masalah IDEAL Bentuk Kegiatan Siswa Identifikasi masalah Memahami permasalahan (problems) (Identify the problem) secara umum.(general). Mencermati aspek-aspek yang berka- itan dengan permasalahan (problems) Mengembangkan / menganalisis permasalahan. Melakukan pemetaan permasalahan. Mengembangkan hipotesis. Mendefinisikan masalah Mencermati data / hal yang sudah (Define the problem) diketahui atau yang belum diketahui. Mencari dan Menelusuri berbagai informasi dari berbagai sumber.. Melakukan penyaringan berbagi informasi yang telah terkumpul. Merumuskan berbagai permasalahan. Menentukan solusi pembelajaran. Mencari Solusi Mengembangkan solusi sesuai (Explore the solution) pemahaman siswa. Melaksanakan Strategi Melakukan pemecahan masalah (Act on the strategy) secara bertahap (gradually). Mengkaji kembali dan mengevaluasi Melihat dengan mengkoreksi kembali Pengaruhnya cara-cara pemecahan masalah. (Look back and evaluate the effect) Mengkaji pengaruh dan mengevaluasi di dalam pembelajaran. Tabel 1 – Indikator pemecahan masalah IDEAL dan bentuk kegiatan siswa menurut Wena (2013: 91) 2.1.4 Pembelajaran Matriks A. Matriks ditinjau dari kurikulum 2013 Kulikurum 2013 lahir sebagai jawaban dari berbagai kritikan pada kurikulum 2006 (KTSP) yang cenderung memberikan beban siswa untuk kemampuan berpikirnya, terutama pada kemampuan pemecahan masalah siswa. Dengan diterapkannya kurikulum 2013 berbasis karakter dan kompetensi pada pembelajaran diharapkan siswa dapat memberikan situasi belajar yang produktif, kreatif, dan inovatif pada dirinya dan kelompok siswa. Tabel 2 – KD dan Indikator matriks pada kurikulum 2013 menurut Masriyati (2015: 1) B Pengertian dasar pada Matriks Melalui proses pengamatan, bertanya, mengumpulkan informasi dan diskusi, peserta didik dapat: (a) menjelaskan konsep matriks dan menentukan unsur-unsur matriks, serta (b) menyajikan masalah konstektual ke dalam bentuk matriks dengan terlibat secara aktif, bekerjasama, dan toleran pada proses pemecahan masalah yang berbeda dan kreatif. Pernyataan tersebut adalah serangkaian tujuan pembelajaran pada materi matriks. Oleh karena itu, pada lembar kerja siswa ataupun buku pegangan guru terdapat peta konsep dan tujuan pembelajaran sebagai pendahuluan siswa sebelum memulai pembelajaran, agar siswa dapat memahami setiap materi yang dipelajari tanpa paksaan atau tekanan yang berarti. Berikut ini adalah contoh peta konsep dari matriks menurut Suherman (2009: 183) yaitu sebagai berikut. Gambar 1 – Peta Konsep Matriks menurut Suherman (2009: 183) Matriks adalah susunan bilangan yang terdiri dari bilangan dan kolom. Notasi matriks ditulis dalam huruf besar dan anggota matriks ditulis dalam huruf kecil atau angka yang disusun dalam kurung siku atau kurung biasa. Selain itu, ordo (ukuran) matriks adalah banyaknya baris (garis horizontal) dan kolom (garis vertikal) yang terdapat dalam matriks yaitu, (ordo matriks) = (banyak baris pada matriks) x (banyak kolom pada matriks) Rumus 1 – Ordo matriks menurut Suherman (2009: 184) Secara umum, Matriks terdiri dari matriks baris, matriks kolom, matriks persegi dengan ordo yang sama, matriks identitas, matriks konstanta, matriks segitiga atas, dan matriks segitiga bawah. Hal-hal yang perlu diperhatikan pada matriks adalah diagonal utama dan diagonal samping dimana pada determinan dan invers matriks diperlukan pengetahuan tentang diagonal utama dan diagonal samping. Selain itu, operasi matriks terdiri dari (a) operasi penjumlahan dan pengurangan dengan memperhatikan ordo, baris, dan kolom matriks, serta (b) perkalian matriks yang terdiri dari perkalian scalar dengan matriks dan perkalian matriks dengan matriks. Berikut ini adalah notasi matriks secara lengkap menurut Athari (2015: 3) yaitu sebagai berikut. Pada aplikasi matriks terdapat operasi baris elementer (OBE) dengan melihat persamaan matriks AB = C biasanya ditentukan nilai dari matriks A atau matriks B. Selain itu, terdapat aplikasi lainnya pada matriks dalam menyelesaikan persamaan linear. Terdapat berbagai strategi dalam menyelesaikan permasalahan pada matriks, sehingga strategi pemecahan masalah adalah salah satu solusi dalam menyelesaikan suatu permasalahan matriks. 2.3 Studi Relevan Jurnal Matematika Kreatif Inovatif oleh Ali Shodikin, Universitas Islam Darul Ulum Lamongan tahun 2015. Jurnal Konseling GUSJIGANG oleh Himmatul Ulya, Universitas Muria Kudus tahun 2016. Dengan judul Profil Kemampuan Pemecahan Masalah Siswa Bermotivasi Belajar Tinggi Berdasarkan IDEAL Problem Solving. 2.3.1 Relevansi Studi Dari ketiga studi relevan yang telah dibahas sebelumnya, letak kesamaan (relevansi) studi penelitian yaitu: dilatar-belakangi oleh berbagai masalah siswa dalam menyelesaikan suatu soal atau tugas di sekolah. Selain itu, strategi kemampuan pemecahan masalah matematis siswa difokuskan untuk menentukan berbagai solusi penyelesaian terhadap mata pelajaran yang dipelajari siswa saat itu, dan pada hasil penelitian telah dibuktikan bahwa kemampuan pemecahan masalah matematis siswa dapat memberikan dampak positif bagi siswa selama pembelajaran berlangsung. 2.3.2 Perbedaan Studi Jurnal pendidikan matematika oleh Ali Shodikin, mahasiswa yang berjudul: Meningkatkan Kemampuan Siswa dalam Pemecahan Masalah Matematik Melalui Pendekatan Metakognitif memiliki perbedaan terhadap studi yang akan peneliti lakukan. Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian eksperimental dengan fokus penelitian mengguanakan desain penelitian murni (true experimental design). Pendekatan penelitian yang digunakan adalah pendekatan kuantitatif. Populasi dalam penelitian ini adalah 34 siswa kelas XI di salah satu SMA di kabupaten Pati tahun 2013/2014. Sampel penelitian adalah seluruh populasi penelitian yang diteliti. Instrumen penelitian yang dikembangkan adalah bahan ajar, instrumen tes kemampuan pemecahan masalah matematis, lembar pengamatan kinerja guru, lembar penilaian aktivitas siswa, dan instrumen wawancara yang divalidasi oleh ahli. Fokus materi yang dilakukan adalah materi suku banyak kelas XI pelajaran matematika. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah tes, dokumentasi, angket, dan wawancara. Sedangkan teknik analisis data yang dilakukan adalah kemampuan awal matematis, penggunaan uji normalitas dan uji homogenitas, dan penggunaan uji t. Pada hasil penelitian, kemampuan pemecahan masalah matematis siswa difokuskan pada empat indikator yaitu: kemampuan mengidentifikasi unsur yang diketahui, merumuskan masalah matematik yaitu dengan menyusun model matematik, menerapkan strategi untuk menyelesaikan berbagai masalah yaitu dengan menerapkan strategi abduktif-deduktif , dan menginterpretasikan hasil sesuai masalah asal.