III. BAHASA INDONESIA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Seiring dengan perkembangan yang terjadi dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara, pemerintah merumuskan kembali rencana pembangunan
nasionalnya, terutama yang berkaitan dengan pembangunan nonfisik.
Perumusan kembali itu tertuang dalam Undang-Undang Republik Indonesia
No. 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang
Nasional Tahun 2005–2025, yang menetapkan prioritas pembangunan
nasional dalam kurun waktu dua puluh tahun. Prioritas yang ditentukan
adalah mewujudkan masyarakat Indonesia yang berakhlak mulia, bermoral,
beretika, berbudaya, dan beradab berdasarkan falsafah Pancasila.
Tujuan pembangunan nasional dalam jangka panjang tersebut menjadi
Pedoman seluruh kementerian dalam merancang program kerja masingmasing, termasuk Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud).
Untuk mencapai tujuan itu, Kemendikbud antara lainmerancang dan
menetapkan kurikulum 2013. Dengan melihat berbagai bidang keilmuan
secara holistik, kurikulum 2013 mengintegrasikankemampuan peserta didik
pada aspek pengetahuan, keterampilan, dan sikap spiritual maupun sikap
sosial.
Peran mata pelajaran bahasa Indonesia dalam kurikulum 2013 sangat
strategis sebagai penghela ilmu pengetahuan. Hal ini karena mata pelajaran
Bahasa Indonesia sebagai media peneria dan penyampai ilmu pengetahuan
yang lain.
Bahasa Indonesia memainkan peran sangat strategis terutama sejak bahasa
Indonesia (waktu itu disebut bahasa Melayu) memiliki sistem ejaan (C. Van
Ophuijsen 1901). Bahasa Indonesia mampu menjadi bahasa penerbitan
berbagai bacaan rakyat (sastra, surat kabar, majalah), bahasa radio, dan
bahasa perhubungan antarsuku bangsa di Indonesia. Tidak sebatas itu,
bahasa Indonesia telah digunakan dalam menjalankan organisasi
perjuangan kemerdekaan, bahkan bahasa Indonesia mampu menyatukan
beragam suku bangsa yang berbeda latar belakang sosial budaya dan
bahasa ke dalam satu kesatuan bangsa Indonesia yang diikrarkan dalam
Sumpah Pemuda, 28 Oktober 1928. Sumpah pemuda adalah pengakuan
terhadap (1) satu kesatuan wilayah (satu tanah air, tanah Indonesia), (2)
satu kesatuan bangsa (satu bangsa, bangsa Indonesia), dan (3) satu bahasa
persatuan (menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia). Perluasan
wilayah penggunaan bahasa Indonesia dalam berbagai keperluan tersebut,
terutama untuk perjuangan kemerdekaan, telah melahirkan sikap
kesetiakawanan, kebersamaan, keikhlasan, kejujuran, pengorbanan, dan
kepahlawanan.
Persebaran penggunaan bahasa Indonesia dalam berbagai ranah kehidupan
juga memperkuat peran sosiologis bahasa Indonesia dalam kehidupan
masyarakat bahkan menggerakan kaum cendekiawan untuk memikirkan
masa depan bahasa Indonesia sebagai bahasa ilmu. Ketika timbul polemik
tentang kemampuan bahasa persatuan tersebut sebagai bahasa ilmu bagi
masa depan anak bangsa, maka polemik itu dijawab dalam Kongres Bahasa
Indonesia I pada tahun 1938 di Surakarta, yang merekomendasikan
perlunya penciptaan istilah dalam bahasa Indonesia. Tantangan
kemampuan bahasa Indonesia tersebut bertambah lagi ketika Jepang masuk
-271-
ke Indonesia. Penguasa baru itu melarang penggunaan bahasa Belanda
sebagai bahasa pengantar pendidikan, maka bahasa Indonesia mengambil
alih peran bahasa Belanda sebagai bahasa pengantar pendidikan pada
masa penjajahan Jepang.
Bahasa
Indonesia
juga
digunakan
sebagai
wahana
untuk
memproklamasikan kemerdekaan bangsa Indonesia (Teks Proklamasi ditulis
dalam bahasa Indonesia) serta diakui oleh dunia internasional sebagai
negara merdeka. Sehari setelah proklamasi kemerdekaan, bahasa
perjuangan yang mampu menyatukan dan membangun keindonesiaan itu
menyandang peran amat strategis dan mulia, yaitu menjadi bahasa negara
(Pasal 36 Undang-Undang Dasar 1945). Dengan demikian, kedudukan
bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar pendidikan makin kokoh
(memiliki landasan hukum) dan terus memainkan peran dalam pencerdasan
kehidupan bangsa, sebagaimana amanat pembukaan Undang-Undang Dasar
tersebut. Penempatan bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar
pendidikan merupakan pemikiran strategis para pendiri republik ini karena
bahasa perjuangan itu ditempatkan sebagai sarana penguasaan ilmu,
teknologi, dan seni.
Atas dasar pertimbangan historis tersebut, kebijakan pembelajaran bahasa
Indonesia harus dilakukan secara bertahap, berjenjang, bersitem, terpadu,
berkelanjutan, dan secara nasional. Selain itu, sifat bahasa yang hidup dan
dinamis sejalan dengan perkembangan ilmu dan teknologi serta kemajuan
peradaban masyarakat penuturnya memungkinkan terjadinya pengaruh
bahasa daerah. Di Indonesia, terdapat lebih dari 700 bahasa daerah yang
masing-masing memiliki tradisi dan kebudayaan, maka kondisi multilingual
dalam masyarakat multibudayaal itu akan menyebabkan perkembangan
bahasa Indonesia beragam sesuai dengan lingkungan dan budaya
masyarakat. Kondisi masyarakat semacam itu makin mengukuhkan
kebijakan penguatan dan penataan ulang kurikulum bahwa mata pelajaran
Bahasa Indonesia tidak dapat dilakukan secara lokal tetapi harus bersifat
nasional.
Pada Kurikulum 2013, pengembangan kurikulum mata pelajaran Bahasa
Indonesia menggunakan pendekatan pembelajaran bahasa berbasis teks.
Pada pendekatan ini diharapkan siswa mampu memproduksi dan
menggunakan teks sesuai dengan tujuan dan fungsi sosialnya, bahasa
Indonesia diajarkan bukan sekadar sebagai pengetahuan bahasa, melainkan
sebagai teks yang mengemban fungsi untuk menjadi sumber aktualisasi diri
penggunanya pada konteks sosial-budaya akademis. Teks dimaknai sebagai
satuan bahasa, baik verbal maupun nonverbal, yang mengungkapkan
makna secara kontekstual.
Buku pedoman mata pelajaran bahasa Indonesia ini perlu disusun sebagai
rujukan para guru di sekolah. Buku pedoman ini dilengkapi dengan desain
pembelajaran, model pembelajaran, strategi yang bisa dipilih guru serta
bentuk-bentuk penilaian otentiknya.Buku pedoman mata pelajaran ini juga
diharapkan bisa untuk meminimalisir berbagai perbedaan pemahaman
antarguru terhadap kompetensi inti (KI) dan kompetensi dasar (KD) serta
bagaimana membelajarkan dan menilai ketercapaian KI dan KD tersebut.
Hal itu terjadi antara lain karena keragaman: (a) latar belakang pendidikan
guru, (b) minat dan perhatian guru dalam pembelajaran Bahasa Indonesia,
(c) pengalaman guru, dan (d) keterlibatan guru dalam berbagai pelatihan.
Perbedaan pemahaman itu akan berdampak kurang baik terhadap proses
dan hasil pembelajaran. Perbedaan pemahaman itu akan dapat dikurangi
apabila disediakan panduaan metodologi pembelajaran dan penilaiannya.
-272-
B. Tujuan
Pedoman Mata Pelajaran Bahasa Indonesia SMP dan MTs ini disusun
dengan tujuan agar para guru Bahasa Indonesia memahami (1) substansi
dan karakteristik mata pelajaran bahasa Indonesia di SMP dan MTs, (2)
kompetensi inti dan kompetensi dasar mata pelajaran bahasa Indonesia di
SMP dan MTs, (3) desain pembelajaran mata pelajaran bahasa Indonesia di
SMPdan MTs, (4) model pembelajaran untuk mencapai tiap kompetensi
dasar mata pelajaran bahasa Indonesia di SMP dan MTs, (5) metodologi
pembelajaran bahasa Indonesia di SMP dan MTs, (3) jenis-jenis penilaian
mata pelajaran bahasa Indonesia di SMP dan MTs, (4) strategi pembelajaran
dan penilaian setiap kompetensi dasar,
(5) penilaian otentik dalam
pembelajaran bahasa Indonesia, (6) penggunaan sumber belajar dalam mata
pelajaran bahasa Indonesia, dan (7) guru sebagai pengembang budaya
sekolah. Dengan pemahaman terhadap ketujuh komponen tersebut
diharapkan para guru bahasa Indonesia mampu mengaktualisasikan
pemahaman mereka dalam perencanaan, pelaksanaan, penilaian, pemilihan
media dan sumber belajar pembelajaran bahasa Indonesia, serta peran guru
sebagai pengembang budaya sekolah.
C. Ruang Lingkup
Pedoman ini memuat (1) latar belakang, tujuan, ruang lingkup pedoman,dan
sasaran pedoman (2) substansi dan karakteristik mata pelajaran bahasa
Indonesia, (3) kompetensi inti dan kompetensi dasar mata pelajaran bahasa
Indonesia, (4) desain pembelajaran mata pelajaran bahasa Indonesia, (5)
model pembelajaran untuk mencapai tiap kompetensi dasar mata pelajaran
bahasa Indonesia, (6) penilaian otentik dalam pembelajaran bahasa
Indonesia, (7) penggunaan sumber belajar dalam mata pelajaran bahasa
Indonesia, dan (8) peran guru sebagai pengembang budaya sekolah.
D. Sasaran
Buku pedoman mata pelajaran bahasa Indonesia ini disusun agar bisa
dijadikan rujukan oleh: (1) Dinas Pendidikan, (2) Pengawas, (3) Kepala
Sekolah, (4) Guru, (5) Orang tua, dan (6) Stakeholder lainnya.
-273-
BAB II
KARAKTERISTIK MATA PELAJARAN BAHASA INDONESIA
A. Rasional
Pemerintah, melalui Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, telah
memberlakukan Kurikulum 2013, setelah melakukan kajian tahap demi
tahap, yang diawali dengan mengevaluasi secara menyeluruh Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang sudah diberlakukan sejak tahun
2006.
Mata pelajaran Bahasa Indonesia memiliki peranan yang sangat strategis
dalam Kurikulum 2013. Peran utama mata pelajaran bahasa Indonesia
adalah sebagai penghela ilmu pengetahuan. Dengan mengembangkan
kemampuan berpikir logis, kritis, kreatif, dan inovatif maka peran bahasa
Indonesia sebagai penghela ilmu pengetahuan akan terus berkembang
seiring dengan perkembangan bahasa Indonesia itu sendiri.
B. Tujuan Pembelajaran Bahasa Indonesia SMP dan MTs
Tujuan pembelajaran bahasa Indonesia diturunkan dari Permendikbud
Nomor 54 Tahun 2013 tentang Standar Kompetensi Lulusan. Standar
Kompetensi Lulusan kemudian diturunkan menjadi Kompetensi Inti
(KI).Pembelajaran Bahasa Indonesia di SMP dan MTs memiliki empat tujuan
utama yang tertuang dalam kompetensi inti masing-masing jenjang
pendidikan. Secara keseluruhan tujuan pembelajaran bahasa Indonesia di
SMP dan MTs adalah (1) memiliki sikap religius (2) memiliki sikap sosial, (3)
memiliki pengetahuan yang memadai tentang berbagai genre teks bahasa
Indonesia sesuai dengan jenjang pendidikan yang ditempuhnya, dan (4)
memiliki keterampilan membuat berbagai genre teks bahasa Indonesia.
Setiap pengetahuan tentang berbagai genre teks bahasa Indonesia harus
diimplementasikan dalam produk berupa karya, artinya pengetahuan
tersebut harus bermanfaat untuk meningkatkan keterampilan siswa dalam
membuat karya sesuai dengan genre teks yang ada. Selanjutnya
pengetahuan-pengetahuan yang dipelajari siswa harus bisa mengubah
perilaku siswa terutama yang berhubungan dengan sikap sosial dan
religiusnya.
C. Ruang Lingkup
Ruang lingkup mata pelajaran bahasa Indonesia SMP dan MTs meliputi 15
jenis teks, yaitu: (1) teks anekdot, (2) teks eksposisi, (3) teks laporan hasil
observasi, (4) teks prosedur komplek, (5) teks negosiasi, (6) teks cerita
pendek, (7) teks pantun, (8) teks cerita ulang, (9) teks eksplanasi kompleks,
(10) teks film/ drama, (11) Teks cerita sejarah, (12) teks berita, (13) teks
iklan, (14) teks editorial/opini, dan (15) teks novel.
D. Hakikat Mata Pelajaran Bahasa Indonesia
1. Sarana Berpikir
Hakikat pembelajaran Bahasa Indonesia adalah proses belajar memahami
dan memproduksi gagasan, perasaan, pesan, informasi, data, dan
pengetahuan
untuk
berbagai
keperluan
komunikasi
keilmuan,
-274-
kesastraan, dunia pekerjaan, dan komunikasi sehari-hari baik secara
tertulis maupun lisan.
Dalam kaitannya dengan memahami dan
memproduksi gagasan, perasaan, pesan, informasi, data, dan
pengetahuan untuk berbagai keperluan tersebut, kegiatan berpikir
mempunyai peranan sangat penting. Bahkan berpikir merupakan
aktivitas sentral yang memungkinkan peserta didik dapat memahami dan
memproduksi gagasan dan lain-lain dengan baik. Oleh karena itu, guru
harus
menciptakan kondisi yang memungkinkan terjadinya proses
berpikir secara optimal.
Proses berpikir optimal yang seharusnya melekat dan terus-menerus
terjadi dalam pembelajaran bahasa Indonesia harus disadari pendidik dan
peserta didik dalam setiap episode pembelajaran. Ketika pendidik
menghadirkan sebuah teks, misalnya, isi teks itu akan dipahami dengan
baik bila peserta didik mampu dan mau berpikir (logis, kritis, dan kreatif).
Selanjutnya, peserta didik akan dapat memproduksi gagasan dan lain-lain
yang baru berdasarkan gagasan-gagasan yang ditemukan dalam teks
tersebut, bila peserta didik mampu dan mau berpikir dengan baik pula.
Realisasi kegiatan berpikir itu misalnya menghubung-hubungkan
gagasan, membandingkan gagasan, mempertentangkan gagasan, memilihmilah gagasan, menafsirkan data, menyimpulkan hasil analisis, dan lainlain untuk memunculkan gagasan-gagasan baru atau aspek-aspek baru
yang akan dituangkan ke dalam tulisan atau paparan lisan dalam suatu
peristiwa berbahasa tertentu. Dengan demikian, kegiatan berbahasa dan
berpikir merupakan inti dalam pembelajaran berbahasa Indonesia.
2. Bahasa Indonesia sebagai Sarana Perekat Bangsa
Bahasa Indonesia memiliki peran sentral untuk mempersatukan bangsa
dan sarana pengembangan intelektual, sosial, dan emosional peserta
didik. Selain itu, penguasaan bahasa Indonesia oleh peserta didik juga
akan menunjang keberhasilan mereka dalam mempelajari semua mata
pelajaran. Pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia diharapkan
membantu peserta didik mengembangkan potensi pikir, rasa, dan karsa
untuk mengenal dirinya, budayanya, dan budaya orang lain,
berpartisipasi dalam masyarakat yang menggunakan bahasa tersebut,
mengemukakan gagasan dan perasaan, menemukan serta menggunakan
kemampuan berpikir kritis, kreatif, inovatif, inventif, dan imaginatif yang
ada dalam diri peserta didik.
Ke arah masa depan, peserta didik memerlukan pengalaman belajar
berbahasa Indonesia sebagai perekat bangsa. Proses penghayatan ini
perlu diprogramkan secara terencana dan bersistem. Dengan cara ini –
melalui pengalaman belajar berbahasa Indonesia sebagai perekat bangsa –
diharapkan akan terbangun jiwa dan semangat kebersamaan peserta
didik. Dengan demikian kedudukan bahasa Indonesia sebagai pemersatu
bangsa makin diperkuat melalui proses pendidikan di sekolah,
sebagaimana tercerminkan dalam komunikasi sosial budayaal yang
harmonis di antara para penuturnya.
Bahasa Indonesia juga berperan penting dalam kehidupan sehari-hari
untuk berbagai keperluan, untuk berkomunikasi dengan seluruh warga
bangsa dalam rangka membangun rasa dan ikatan kebersamaan secara
nasional, membangun komunikasi efektif sehari-hari, membangun relasi
sosial yang harmonis (komunikasi yang bermartabat), dan membangun
kematangan emosional. Di sisi lain, sastra Indonesia berperan untuk
penghalusan budi, peningkatan rasa kemanusiaan dan kepedulian sosial,
-275-
penumbuhan apresiasi budaya, penyaluran gagasan,
imajinasi, serta peningkatan ekspresi secara kreatif.
penumbuhan
3. Penghela Ilmu Pengetahuan
Kemampuan berpikir logis, kritis, kreatif, inovatif, dan bahkan inventif
peserta didik perlu secara sengaja dibina dan dikembangkan. Untuk
melakukan hal itu, mata pelajaran bahasa Indonesia menjadi wadah
strategis.
Melalui membaca, menulis, mendengarkan, dan berbicara
peserta didik dapat mengembangkan kemampuan berpikir tersebut secara
terus-menerus yang akan diteruKIan juga melalui mata pelajaran yang
lain. Hal itu harus benar-benar disadari semua guru BI agar dalam
menjalankan tugasnya dapat mewujudkan mata pelajaran Bahasa
Indonesia sebagai wadah pembinaan/ pengembangan kemampuan
berpikir.
Dengan mengembangkan kemampuan berpikir logis, kritis, kreatif, dan
inovatif maka peran bahasa Indonesia sebagai penghela ilmu pengetahuan
akan terus berkembang seiring dengan perkembangan bahasa Indonesia
itu sendiri.
4. Penghalus Budi Pekerti
Lingkup mata pelajaran bahasa Indonesia mencakup kemampuan
berbahasa dan bersastra. Melalui jenis teks sastra, bahasa Indonesia
dapat dijadikan sebagai sarana penghalus budi pekerti siswa. Sastra
Indonesia sebagai media ekspresi sikap kritis dan kreatif terhadap
berbagai fenomena kehidupan mampu menumbuhkan kehalusan budi,
kesetiakawanan sosial, kepedulian terhadap lingkungan, dan mampu
membangun kencerdasan kehidupan masyarakat. Pembelajaran sastra
dapat membentuk sikap kritis dan kreatif serta kepekaan terhadap
berbagai fenomena kehidupan di lingkungan sosial budaya ataupun di
lingkungan alam sekitar.
Bersastra dapat diwujudkan melalui kegiatan apresiasi dan produksi
karya sastra (puisi, fiksi, dan drama). Kegiatan apresiasi karya sastra yang
diawali dari membaca harus menjadi kegiatan penting dalam
pembelajaran bersastra peserta didik. Melalui membaca puisi, fiksi,
naKIah drama atau mendengarkan rekaman atau pembacaan puisi,
cerpen, penggalan novel, dan/atau naKIah drama peserta didik terlibat
dalam kegiatan reseptif. Pada kesempatan yang lain, peserta didik diajak
untuk terlibat dalam kegiatan produktif untuk menulis atau
menghasilkan puisi, cerpen, penggalan novel, dan/atau naKIah drama.
Melalui kegiatan produktif lisan atau tulis peserta didik juga dapat
mempresentasikan kinerja apresiatifnya. Dengan demikian, kegiatan
reseptif dan produktif dalam bersastra akan menjadi kegiatan sambungmenyambung dalam iklim pembelajaran yang menyenangkan.
5. Pelestari Budaya Bangsa
Bahasa Indonesia merupakan bagian dari budaya bangsa yang perlu terus
dilestarikan eksistensinya. Sebagai bagian dari budaya bangsa yang
dijunjung tinggi, eksistensi bahasa Indonesia akan terus bertahan dan
bahkan menguat bila dilestarikan setiap penuturnya. Pemelajaran bahasa
Indonesia dan komunitas sekolah pada umumnya, akan sangat kondusif
untuk melestarikan eksistensi bahasa Indonesia mengingat peserta didik
dan guru merupakan kelompok strategis di masyarakat untuk
melestarikan eksistensi bahasa Indonesia sebagai bagian dari budaya
bangsa.
-276-
BAB III
KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR
SERTA ALUR PENGEMBANGANNYA
A. Kompetensi Inti Mata pelajaran Bahasa Indonesia
Kompetensi Inti merupakan terjemahan atau operasionalisasi SKL dalam
bentuk kualitas yang harus dimiliki mereka yang telah menyelesaikan
pendidikan pada satuan pendidikan tertentu atau jenjang pendidikan
tertentu, gambaran mengenai kompetensi utama yang dikelompokkan ke
dalam aspek sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang harus dipelajari
peserta didik untuk suatu jenjang sekolah, kelas dan mata pelajaran.
Kompetensi Inti harus menggambarkan kualitas yang seimbang antara
pencapaian hard skills dan soft skIills.
Kompetensi Inti berfungsi sebagai unsur pengorganisasi (organising element)
kompetensi dasar. Sebagai unsur pengorganisasi, Kompetensi Inti
merupakan pengikat untuk organisasi vertikal dan organisasi horizontal
Kompetensi Dasar. Organisasi vertikal Kompetensi Dasar adalah
keterkaitan antara konten Kompetensi Dasar satu kelas atau jenjang
pendidikan ke kelas/jenjang di atasnya sehingga memenuhi prinsip belajar
yaitu terjadi suatu akumulasi yang berkesinambungan antara konten yang
dipelajari peserta didik. Organisasi horizontal adalah keterkaitan antara
konten Kompetensi Dasar satu mata pelajaran dengan konten Kompetensi
Dasar dari mata pelajaran yang berbeda dalam satu pertemuan mingguan
dan kelas yang sama sehingga terjadi proses saling memperkuat.
B. Ruang Lingkup
Kompetensi Inti dirancang dalam empat kelompok yang saling terkait, yaitu
berkenaan dengan sikap keagamaan (kompetensi inti 1), sikap sosial
(kompetensi inti2), pengetahuan (kompetensi inti 3), dan penerapan
pengetahuan (kompetensi inti 4). Keempat kelompok itu menjadi acuan dari
Kompetensi Dasar dan harus dikembangkan dalam setiap peristiwa
pembelajaran secara integratif. Kompetensi yang berkenaan dengan sikap
keagamaan dan sosial dikembangkan secara tidak langsung (indirect
teaching), yaitu pada waktu peserta didik belajar tentang pengetahuan
(kompetensi kelompok 3) dan penerapan pengetahuan (kompetensi Inti
kelompok 4).
C. Kompetensi Dasar Mata pelajaran Bahasa Indonesia
Kompetensi Dasar merupakan kompetensi setiap mata pelajaran untuk
setiap kelas yang diturunkan dari Kompetensi Inti. Kompetensi dasar adalah
kompetensi yang harus dikuasai peserta didik dalam suatu mata pelajaran
di kelas tertentu. Kompetensi dasar setiap mata pelajaran di kelas tertentu
ini merupakan jabaran lebih lanjut dari kompetensi inti, yang memuat tiga
ranah, yaitu afektif, kognitif, dan psikomotor. Acuan yang digunakan untuk
mengembangkan kompetensi dasar setiap mata pelajaran pada setiap kelas
adalah kompetensi inti.
Kompetensi Dasar Domain Sikap Ketuhanan
Kompetensi dasar (KD) domain sikap dipilah menjadi dua aspek, yaitu
aspek ketuhanan dan aspek sosial. KD domain sikap aspek ketuhanan
untuk mata pelajaranBahasa Indonesia jenjang SMPdan MTs difokuskan
-277-
pada perwujudan rasa syukur terhadap keberadaan bahasa Indonesia
sebagai alat pemersatu bangsa Indonesia di tengah beragaman bahasa dan
budaya, rasa syukur karena bahasa Indonesia berfungsi sebagai sarana
untuk memahami dan sekaligus menyajikan informasi secara lisan dan tulis.
Wujud rasa syukur ini dalam praktik pembelajaran di kelas ditandai dengan
penggunaan bahasa Indonesia secara baik dan benar dalam memahami,
menelaah, menilai, dan menyajikan informasi baik secara lisan maupun
tulis. Oleh karena itu, KD domain sikap aspek ketuhanan ini tidak diajarkan
tetapi diintegrasikan dalam KD domain kognitif dan psikomotor.
Selanjutnya rumusan KD domain sikap aspek ketuhanan untuk mata
pelajaran bahasa Indonesia kelas VII SMP adalah sebagai berikut: (1)
Menghargai dan mensyukuri keberadaan bahasa Indonesia sebagai
anugerah Tuhan Yang Maha Esa untuk mempersatukan bangsa Indonesia
di tengah keberagaman bahasa dan budaya, (2) Menghargai dan
mensyukuri keberadaan bahasa Indonesia sebagai anugerah Tuhan yang
Maha Esa sebagai sarana memahami informasi lisan dan tulis (3)
Menghargai dan mensyukuri keberadaan bahasa Indonesia sebagai
anugerah Tuhan yang Maha Esa sebagai sarana menyajikan informasi lisan
dan tulis.
Kompetensi Dasar Domain Sikap Aspek Sosial
KD domain sikapaspek sosial mata pelajaran Bahasa Indonesia untuk tiap
kelas memiliki rumusan berbeda. KD ini difokuskan pada pemilikan
karakter jujur, peduli, cinta tanah air, semangat kebangsaan, demokratis,
kreatif, santun, percaya diri ketika mengungkapkan aktivitas berbahasa baik
secara lisan maupun tulis. Rumusan KD domain sikap aspek sosial ini
dipilah sesuai dengan jenis teks yang hendak dikompetenkan kepada peserta
didik.
Selanjutnya untuk kelas VII
SMP ada 5 KD domain sikap yang
diselaraskan dengan 5 jenis teks yang dituntut untuk dikuasai oleh peserta
didik, yaitu teks laporan hasil observasi, tanggapan deskriptif, eksposisi,
eksplanasi, dan cerpen. Sikap jujur, tanggung jawab, santun, dan lain-lain
menjadi acuan ketika melaksanakan aktivitas berbahasa sesuai dengan
jenis teks. Contoh rumusan KD kelas VII SMP mapel bahasa Indonesia
untuk domain sikap aspek sosial dipaparkan berikut: (1), Memiliki perilaku
jujur, tanggung jawab, dan santun dalam menanggapi secara pribadi halhal atau kejadian berdasarkan hasil observasi, (2) Memiliki perilaku
percaya diri dan tanggung jawab dalam membuat tanggapan pribadi atas
karya budaya masyarakat Indonesia yang penuh makna, (3) Memiliki
perlaku kreatif, tanggung jawab,dan santun dalam mendebatkan sudut
pandang tertentu tentang suatu masalah yang terjadi pada masyarakat, (4)
Memiliki perilaku jujur dan kreatif dalam memaparkan langkah-langkah
suatu proses berbentuk linear), dan (5) Memiliki perilaku percaya diri,
peduli, dan santun dalam merespon secara pribadi peristiwa jangka
pendek. Rumusan KD domain sikap aspek sosial tersebut memuat dua
komponen penting yaitu aspek sikap/perilaku (jujur, tanggung jawab,
santun, dll.) dipadu dengan aktivitas berbahasa dalam jenis teks tertentu
(menanggapi hal-hal atau kejadian berdasarkan hasil observasi, dll.). Dari
rumusan tersebut tampak jelas bahwa KD domain sikap aspek sosial ini
tidak diajarkan dalam materi tersendiri tetapi diintegrasikan dalam
pembelajaran pada domain pengetahuan dan keterampilan.
Kompetensi Dasar Domain Pengetahuan
-278-
Pelaksanaan pembelajaran bahasa Indonesia di SMPdan MTs selalu diawali
dengan teori pengetahuan. Selanjutnya pengetahuan-pengetahuan itu harus
bermakna dalam bentuk produk/ keterampilan. Dan terakhir dengan
pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki diharapkan bisa mengubah
sikap para peserta didik.
Berikut adalah contoh rumusan KD kelasVII SMPdan MTs mapel Bahasa
Indonesia untuk domain pengetahuan: (1) Memahami teks hasil observasi,
tanggapan deskriptif, eksposisi, eksplanasi, dan cerita pendek baik melalui
lisan maupun tulisan, (2) Membedakan teks hasil observasi, tanggapan
deskriptif, eksposisi, eksplanasi, dan cerita pendek baik melalui lisan
maupun tulisan, (3) Mengklasifikasi teks hasil observasi, tanggapan
deskriptif, eksposisi, eksplanasi, dan cerita pendek baik melalui lisan
maupun tulisan, dan (4) Mengidentifikasi kekurangan teks hasil observasi,
tanggapan deskriptif, eksposisi, eksplanasi, dan cerita pendek berdasarkan
kaidah-kaidah teks baik melalui lisan maupun tulisan.
Kompetensi Dasar Domain Keterampilan
Berikut contoh rumusan KD kelas VII SMP dan MTs mata pelajaran Bahasa
Indonesia untuk domain keterampilan: (1) Menangkap makna teks hasil
observasi, tanggapan deskriptif, eksposisi, eksplanasi, dan cerita pendek
baik secara lisan maupun tulisan, (2) Menyusun teks hasil observasi,
tanggapan deskriptif, eksposisi, eksplanasi, dan cerita pendek sesuai dengan
karakteristik teks yang akan dibuat baik secara lisan maupun tulisan, (3)
Menelaah dan merevisi teks hasil observasi, tanggapan deskriptif, eksposisi,
eksplanasi, dan cerita pendek sesuai dengan struktur dan kaidah teks baik
secara lisan maupun tulisan, dan (4) Meringkas teks hasil observasi,
tanggapan deskriptif, eksposisi, eksplanasi, dan cerita pendek baik secara
lisan maupun tulisan
-279-
BAB IV
DESAIN DASAR PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA
A. Kerangka Pembelajaran
Siswa adalah peserta yang aktif. Titik tolak pemikiran bahwa siswa diajar
dan guru mengajar beralih ke pandangan bahwa siswa belajar, mempelajari
hal terus-menerus dalam perjalanan hidupnya. Sekolah merupakan tempat
dan kesempatan untuk belajar. Kegiatan belajar adalah kegiatan sepanjang
hayat, yang tidak berhenti pada saat siswa tamat sekolah.
Oleh karena itu, kegiatan di sekolah harus memiliki fungsi lebih daripada
sekadar pengajaran. Kegiatan di sekolah adalah kegiatan pembelajaran.
Siswa saling belajar, bukan hanya dari guru melainkan dari teman sekelas,
sesekolah, dan dari sumber belajar yang lain (lingkungan).
Siswa juga mempelajari bahasa sebagai alat komunikasi, lebih daripada
sekadar pengetahuan tentang bahasa. Pembelajaran bahasa, selain untuk
meningkatkan keterampilan berbahasa juga untuk meningkatkan
kemampuan berpikir dan bernalar serta kemampuan memperluas wawasan.
Selain itu, juga diarahkan untuk mempertajam perasaan siswa. Siswa tidak
hanya diharapkan mampu memahami informasi yang disampaikan secara
lugas atau langsung, melainkan juga yang disampaikan secara terselubung
atau secara tidak langsung. Siswa tidak hanya pandai dalam bernalar, tetapi
juga memiliki kepekaan dalam interaksi sosial dan dapat menghargai
perbedaan baik di dalam hubungan antarindividu maupun di dalam
kehidupan bermasyarakat, yang berlatar budaya dan agama.
Pembelajaran Bahasa Indonesia pada Kurikulum 2013
Pembelajaran bahasa Indonesia pada kurikulum 2013 bermuara pada
pengembangan kompetensi dalam ranah sikap (KI-1 dan KI-2), pengetahuan
(KI-3), dan
(KI-4) keterampilan. Pendekatan berbasis teks yang
dikembangkan pada kurikulum ini diaplikasikan melalui KBM yang
mendorong peserta didik untuk mengembangkan pengetahuan (KI-3) dan
keterampilan (KI-4) mereka dalam memahami dan menyusun berbagai jenis
teks sesuai dengan jenjang.
Adapun pengembangan sikap (KI-1 dan KI-2) tidak menjadi bagian tersendiri
sebagai sesuatu yang diajarkan dalam proses pembelajaran. Kompetensi
dasar yang terdapat pada KI-1 dan KI-2 dikembangkan melalui integrasi
dalam pengembangan kompetensi pengetahuan dan keterampilan. Sebagai
contoh, ketika peserta didik mempelajari struktur teks laporan observasi dan
mengaplikasikan konsep tersebut melalui penyusunan teks, sikap-sikap
yang diinginkan pada KD di KI-2, yaitu disiplin, tanggung jawab, dan kerja
keras. Guru harus selalu terus menerus mengembangkan sikap-sikap ini di
dalam KBM.
Pemanfaatan Teknologi Informasi dan Komunikasi
Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi dapat dimanfaatkan
untuk mempelajari Bahasa Indonesia. Teknologi komunikasi berupa media
cetak dan elektronik. Media cetak meliputi surat kabar, majalah, buku,
brosur, radio, internet, VCD, CD, dan lain-lain. Melalui internet dapat
diperoleh berbagai informasi dalam berbagai bahasa sehingga dapat
meningkatkan kemampuan membaca. Melalui televisi dan radio siswa dapat
-280-
meningkatkan kemampuan mendengarkan dan melalui media komputer
siswa dapat mengembangkan kemampuan membaca dan menulis.
Pendekatan Berbasis Teks
Kurikulum 2013 mata pelajaran Bahasa Indonesia menggunakan
pendekatan berbasis teks. Pendekatan ini bertujuan agar siswa mampu
memproduksi dan menggunakan teks sesuai dengan tujuan dan fungsi
sosialnya. Dalam pembelajaran bahasa yang berbasiskan teks, Bahasa
Indonesia diajarkan bukan sekadar sebagai pengetahuan bahasa, melainkan
sebagai teks yang berfungsi untuk menjadi aktualisasi diri penggunanya
pada konteks sosial dan akademis. Teks harus dipandang sebagai satuan
bahasa yang bermakna secara kontekstual.
Prinsip pembelajaran bahasa berbasis teks: (1) bahasa dipandang sebagai
teks, bukan semata-mata kumpulan kata-kata atau kaidah-kaidah
kebahasaan, (2) penggunaan bahasa merupakan proses pemilihan bentukbentuk kebahasaan untuk mengungkapkan makna, (3) bahasa bersifat
fungsional, yaitu penggunaan bahasa yang yang tidak pernah dapat
dilepaskan dari konteks karena dalam bentuk bahasa yang digunakan itu
tercermin ide, sikap, nilai, dan ideologi penggunanya, dan (4) bahasa
merupakan sarana pembentukan kemampuan berpikir manusia.
Setiap teks memiliki struktur tersendiri yang berbeda dengan teks lainnya.
Dalam setiap setiap teks tersebut terdapat struktur berpikir yang harus
dipahami agar fungsi sosial masing-masing teks tersebut dapat tercapai.
B. Rancangan Pembelajaran Bahasa Indonesia
Siklus Pembelajaran Berbasis teks:
1. Membangun Konteks
Tahapan pertama dalam pembelajaran berbasis teks
dimulai dari
memperkenalkan konteks sosial dari teks yang dipelajari. Kemudian
mengeksplorasi ciri-ciri dari konteks budaya umum dari teks yang
dipelajari serta mempelajari tujuan dari teks tersebut. Selanjutnya adalah
dengan mengamati konteks dan situasi yang digunakan. Misalnya dalam
teks eksposisi, siswa harus bisa memahami peran dan hubungan antara
orang-orang yang berdialog apakah antar teman, editor dengan pembaca,
guru dengan siswa, dan sebagainya. Siswa juga harus memahami media
yang digunakan apakah percakapan tatap muka langsung atau
percakapan melalui telepon.
Kegiatan
yang
dapat
dilakukan
di
dalam
kelas
adalah:(a)
mempresentasikan konteks. Untuk menyajikan suatu konteks, bisa
menggunakan berbagai media antara lain melalui gambar, benda nyata,
field-trip, kunjungan, wawancara kepada narasumber dan sebagainya, (b)
membangun tujuan sosial. Untuk mengetahui tujuan sosial bisa melalui
diskusi, survey, dan yang lainnya, (c) membandingkan dua kebudayaan.
Membandingkan penggunaan teks antara dua kebudayaan berbeda, yaitu
kebudayaan kita dengan kebudayaan penutur asli, (d) Membandingkan
model teks dengan teks yang lainnya. Contohnya membandingkan
percakapan antara teman dekat, teman kerja, atau orang asing.
2. Pemodelan
Pada tahap ini, siswa mengamati pola dan ciri-ciri dari teks yang
diajarkan. Siswa dilatih untuk memahami struktur dan ciri-ciri
kebahasaan teks
-281-
3. Menyusun Teks Secara Bersama
Dalam tahapan ini, siswa mulai memahami keseluruhan teks. Guru
secara perlahan mulai mengarahkan siswa agar mandiri sehingga siswa
menguasai model teks yang diajarkan.Kegiatan yang dapat dilakukan di
dalam kelas antara lain mendiskusikan jenis teks, melengkapi teks
rumpang, membuat kerangka teks, melakukan penilaian sendiri atau
penilaian antar teman sebaya, dan bermain teka-teki.
4. Menyusun Teks Secara Mandiri
Setelah melalui tahapan kesatu sampai tahapan ketiga, siswa telah
memiliki pengetahuan mengenai model teks yang diajarkan. Siswa mulai
memiliki kemampuan yang cukup untuk membuat teks yang mirip
dengan model teks yang diajarkan. Dalam tahapan ini, siswa mulai
mandiri dalam mengerjakan teks dan peran guru hanya mengamati siswa
untuk penilaian.Kegiatan yang dapat dilakukan dalam tahapan ini antara
lain (a) Untuk meningkatkan kemampuan mendengarkan, siswa merespon
teks lisan, menggaris bawahi teks, menjawab pertanyaan, dan lain-lain,
(b) Untuk meningkatkan kemampuan mendengarkan dan berbicara, siswa
bermain peran, melakukan dialog berpasangan atau berkelompok, (c)
Untuk meningkatkan kemampuan berbicara, siswa melakukan presentasi
di depan kelas, (d) Untuk meningkatkan kemampuan membaca, siswa
merespon teks tertulis, menggaris bawahi teks, menjawab pertanyaan,
dan lain-lain, (e) Untuk meningkatkan kemampuan menulis, siswa
membuat draft dan menulis teks secara keseluruhan
C. Pendekatan Saintifik dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia
Permendikbud No.65 Tahun 2013 tentang Standar Proses mengamanatkan
penggunaan pendekatan saintifik dengan menggali informasi melalui
mengamati, menanya, mengumpulkan informasi/melakukan eksperimen,
menalar/mengasosiasi dan mengomunikasikan.
1. Mengamati
Tahap mengamati mengutamakan kebermaknaan proses pembelajaran
(meaningfull learning). Metode ini memiliki keunggulan tertentu, seperti
menyajikan media objek secara nyata, peserta didik senang dan
tertantang, dan mudah pelaksanaannya.
Metode mengamati sangat bermanfaat bagi pemenuhan rasa ingin tahu
peserta didik, sehingga proses pembelajaran memiliki kebermaknaan yang
tinggi. Dengan metode observasi peserta didik menemukan fakta bahwa
ada hubungan antara objek yang dianalisis dengan materi pembelajaran
yang digunakan oleh guru.
Pendekatan saintifik seperti telah dikemukan di atas juga diterapkan di
dalam kurikulum 2013 mata pelajaran Bahasa Indonesia. Melalui
penguasaan berbagai jenis teks seperti yang terdapat di dalam kurikulum
2013 , keterampilan berbahasa (mendengarkan, berbicara, membaca,
menulis) akan memperkuat pencapaian kompetensi peserta didik.
Pada tahap mengamati, kegiatan pembelajaran bahasa Indonesia dapat
dilakukan dengan
mengamati teks yang dimodelkan, mengamati
tayangan TV/rekaman video, mengamati gambar atau mengamati
lingkungan sekitar.
-282-
2. Menanya
Pengetahuan yang dimiliki seseorang, selalu bermuladari ‘bertanya’.
Bertanya merupakan strategi utama pembelajaran yang berbasis
Contextual Teaching and Learning(CTL). Bertanya dalam pembelajaran
dipandang sebagai kegiatan guru untuk mendorong, membimbing dan
menilai kemampuan berpikir siswa. Bagi siswa, kegiatan bertanya
merupakan bagian penting dalam pelaksanaaan pembelajaran.
Siswa dalam mengajukan pertanyaan didorong rasa ingin tahu. Setiap
pertanyaan merupakan saat yang berguna, karena saat ini akan
memusatkan seluruh perhatian untuk memahami sesuatuyang baru.
Setiap pertanyaan yang diutarakan menunjukan bahwa siswa menyadari
adanya suatu masalah. Siswa merasa kekurangan pengetahuan seputar
materi yang diajarkan oleh guru. Guru harus mampu merangsang minat
siswa bertanya serta mampu merespon setiap pertanyaan dengan
baik.Adapun
keterampilan bertanya yang harus dimiliki siswa ketika bertanya yaitu
frekuensi pertanyaan selama proses pembelajaran, substansi pertanyaan,
bahasa, suara, dan kesopanan. Seorang siswa yang dibiasakan untuk
bertanya maka siswa tersebut akan.
3. Mengumpulkan informasi/melakukan eksperimen
Kegiatan mengumpulkan informasi/melakukan eksperimen adalah
kegiatan pembelajaran yang didesain agar tecipta suasana kondusif yang
memungkinkan
siswa
dapat
melakukan
aktivitas
fisik
yang
memaksimalkan pengunaan panca indera dengan berbagai cara, media,
dan pengalaman yang bermakna dalam menemukan ide, gagasan, konsep,
dan/atau prinsip sesuai dengan kompetensi mata pelajaran.
Dalam kegiatan ini, guru: (1) melibatkan peserta didik mencari informasi
yang luas dan dalam tentang topik/tema materi yang akan dipelajari
dengan menerapkan prinsip belajar dari aneka sumber; (2) menggunakan
beragam pendekatan pembelajaran, media pembelajaran, dan sumber
belajar lain; (3) memfasilitasi terjadinya interaksi antarpeserta didik serta
antara peserta didik dengan guru, lingkungan, dan sumber belajar
lainnya; (4) melibatkan peserta didik secara aktif dalam setiap kegiatan
pembelajaran; dan (5) memfasilitasi peserta didik melakukan percobaan di
laboratorium, studio, atau lapangan.
4. Menalar/mengasosiasi
Penalaran adalah proses berfikir yang logis dan sistematis atas fakta-kata
empiris yang dapat diobservasi untuk memperoleh simpulan berupa
pengetahuan. Penalaran dimaksud merupakan penalaran ilmiah, meski
penakaran nonilmiah tidak selalu tidak bermanfaat. Istilah menalar di sini
merupakan padanan dari associating; bukan merupakan terjemanan dari
reasonsing, meski istilah ini juga bermakna menalar atau penalaran.
Karena itu, istilah aktivitas menalar dalam konteks pembelajaran pada
Kurikulum 2013 dengan pendekatan ilmiah banyak merujuk pada teori
belajar asosiasi atau pembelajaran asosiatif. Istilah asosiasi dalam
pembelajaran merujuk pada kemampuan mengelompokkan beragam ide
dan mengasosiasikan beragam peristiwa untuk kemudian memasukannya
menjadi penggalan memori.
5. Mengomunikasikan
Pada tahap ini peserta didik memaparkan hasil pemahamannya terhadap
suatu konsep/bahasan secara lisan atau tertulis. Kegiatan yang dapat
-283-
dilakukan adalah melakukan presentasi laporan
mempresentasikan peta konsep, dan lain-lain.
hasil
percobaan,
D. Aplikasi Pendekatan Saintifik dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia
Pendekatan saintifik seperti telah dikemukan di atas juga diterapkan di
dalam kurikulum 2013 mata pelajaran Bahasa Indonesia. Melalui
penguasaan berbagai jenis teks seperti yang terdapat di dalam kurikulum
2013 , keterampilan berbahasa (mendengarkan, berbicara, membaca,
menulis) akan memperkuat pencapaian kompetensi peserta didik.
-284-
BAB V
MODEL-MODEL PEMBELAJARAN
A. Pengertian
Dalam kaitannya dengan model pembelajaran bahasa
Indonesia, ada
beberapa istilah yang perlu diperjelas maknanya. Di antara sekian banyak
istilah tersebut, enam istilah yang paling sering digunakan adalah:
pendekatan, metode, teknik, strategi, prosedur, dan model.
Anthony (1963) menyatakan bahwa pendekatan adalah seperangkat asumsi
yang saling berkaitan terkait dengan hakikat bahasa, belajar bahasa, dan
pengajaran bahasa. Pendekatan bersifat aksiomatis, artinya kebenarannya
tidak perlu diperdebatkan lagi. Pendekatan menggambarkan hakikat suatu
mata pelajaran yang diajarkan, menyatakan sudut pandang, filosofi, dan
kebenaran yang tidak perlu dibuktikan. Sebagai contoh, kita mengenal
pendekatan komunikatif. Pendekatan komunikatif memandang bahasa
adalah alat komunikasi sehingga belajar bahasa adalah belajar
berkomunikasi, dan pembelajaran bahasa adalah suatu upaya yang
dilakukan oleh pendidik agar pembelajar dapat berkomunikasi dengan
menggunakan bahasa secara baik dan benar. Pandangan ini bersifat fiosofis,
aksiomatis, dan kebenarannya tidak perlu diperdebatkan.
Karakteristik pembelajaran bahasa yang menerapkan pendekatan
komunikatif adalah: (1) seluruh proses pembelajaran didesain untuk
menciptakan situasi yang mendorong peserta didik mengembangkan
kemampuan berkomunikasi, (2) belajar bahasa pada hakikatnya adalah
belajar berkomunikasi, oleh karena itu unsur-unsur tatabahasa, kosakata,
dan bunyi diarahkan untuk kepentingan pengembangan kemampuan
berkomunikasi, (3) makna adalah hal yang utama, sedangkan struktur
adalah pendukung makna, oleh karena itu pembelajaran tentang struktur
diajarkan secara terpadu untuk mendukung pemahaman terhadap makna,
dan (4) pembelajar didorong untuk berani berkomunikasi dalam bahasa
target secara efektif (Syafi’ie, 2011).
Metode adalah perencanaan menyeluruh terkait dengan pemilihan,
pengurutan, penyampaian materi pembelajaran, serta pemberian koreksi
jika pembelajar melakukan kesalahan dalam pembelajaran,yang didasarkan
pada pendekatan yang telah dipilih (Anthony, 1963). Metode merupakan
penerapan dari pendekatan yang telah dipilih. Sebagai contoh, ketika kita
memilih pendekatan komunikatif, maka materi bahasa yang kita pilih
difokuskan pada penggunaan bahasa bukan pada kaidah-kaidah bahasa
semata. Dalam penyajian materi, peserta didik diajak terlibat langsung
dalam praktik penggunaan bahasa dalam konteks komunikasi nyata dan
kaidah-kaidah bahasa diajarkan terpadu dengan penguasaan kemampuan
menggunakan bahasa. Kekurangsempurnaan peserta didik dalam
menggunakan tatabahasa, unsur-unsur bahasa, mengucapkan bunyi-bunyi
bahasa ditoleransi selama maksud komunikasi masih dapat dipahami.
Perbaikan terhadap berbagai kesalahan berbahasa dilaksanakan secara
alamiah, terpadu dalam seluruh proses pembelajaran (Syafi’ie, 2011).
Teknik adalah implementasi pembelajaran di kelas yang dirancang selaras
dengan pendekatan dan metode yang dipilih (Anthony, 1963). Sebagai
contoh, untuk membelajarkan peserta didik terampil menulis teks hasil
observasi, pendidik dapat menggunakan beragam teknik, yaitu pemodelan,
diskusi, dan praktik. Teknik pemodelan dilaksanakan dengan cara membaca
beragam contoh teks hasil observasi. Dari pemodelan ini peserta didik dapat
mengidentifikasi struktur isi dan ciri bahasa teks hasil observasi yang baik.
-285-
Setelah itu, peserta didik melaksanakan diKIusi untuk menentukan objek
yang hendak diamati/diobservasi, menentukan data-data yang diperlukan
untuk menyusun teks hasil observasi dan mengembangkan garis besar isi
teks hasil observasi sesuai dengan struktur isi dan ciri bahasa teks hasil
observasi. Teknik-teknik tersebut dipilih selaras dengan pendekatan dan
metode yang telah dipilih, yaitu pendekatan dan metode komunikatif .
Dalam menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP), para guru
bahasa Indonesia sering menyamakan istilah metode dengan teknik,
misalnya metode ceramah, metode diKIusi, dan metode tanya jawab.
Ceramah, diskusi, dan tanya jawab adalah teknik bukan metode.
Istilah strategi pada hakikatnya sama dengan metode. Hal ini karena strategi
dan metode dilihat dari makna leksikalnya adalah suatu cara untuk
melakukan sesuatu secara sistematis. Strategi dan metode terkait dengan
pengelolaan pembelajaran secara menyeluruh, mulai dari pemilihan,
pengurutan, penyajian materi, serta cara evaluasi.
Istilah prosedur dilihat dari makna leksikalnya adalah suatu tahapan untuk
melakukan sesuatu. Prosedur adalah perwujudan dari teknik yang kita pilih.
Sebagai contoh, ketika kita memilih teknik pemodelan dalam membelajarkan
keterampilan menulis teks hasil observasi maka prosedur yang dilakukan
adalah membaca satu atau dua contoh teks hasil observasi, mengidentifikasi
struktur isinya, kemudian mengidentifikasi ciri bahasa dari teks yang
dibaca.
Perwujudan dari pendekatan, metode/strategi, teknik, dan prosedur yang
kita pilih itulah yang disebut dengan model. Sebuah model, misalnya model
pembelajaran komunikatif dalam pembelajaran bahasa, berarti di dalamnya
sudah memuat pandangan tentang hakikat bahasa, belajar bahasa, dan
pembelajaran bahasa. Di samping itu juga sudah tergambar bagaimana
prinsip dan tahapan pembelajaran itu dilaksanakan serta bagaimana
membelajarkannya.
B. Model-Model Pembelajaran Bahasa Indonesia
Berdasarkan uraian tentang pengertian istilah di atas, berikut ini disajikan
model-model pembelajaran bahasa Indonesia beserta pendekatan,
metode/strategi, teknik, dan prosedur
yang selaras dengan model
pembelajaran yang dipilih.
C. Model Pembelajaran Berbasis Teks
Pembelajaran berbasis teks dilandasi oleh asumsi bahwa bahasa adalah alat
berkomunikasi dan berkomunikasi adalah kegiatan berwacana dan wacana
direalisasikan dalam teks. Dengan asumsi tersebut, maka tugas
pembelajaran bahasa adalah mengembangkan kemampuan memahami dan
menciptakan teks karena komunikasi terjadi dalam teks atau pada tataran
teks. Asumsi inilah yang digunakan sebagai dasar pengembangan
kompetensi dasar mata pelajaran bahasa Indonesia domain kognitif dan
psikomotor dalam kurikulum 2013.
Komunikasi terjadi dalam teks ini dilandasi fakta bahwa kita hidup di dunia
kata-kata. Ketika kata-kata itu dirangkai menjadi satu kesatuan untuk
mengomunikasikan makna tertentu, itu artinya kita telah menciptakan teks.
Ketika kita berbicara atau menulis untuk mengomunikasikan pesan
-286-
tertentu, itu artinya kita telah menciptakan teks. Ketika kita menyimak atau
membaca, itu artinya kita menginterpretasikan makna yang ada dalam teks.
Menciptakan atau menyusun teks untuk tujuan tertentu berarti kita
melakukan pemilihan bentuk dan struktur teks yang akan kita gunakan
agar pesan tersampaikan secara tepat. Pemilihan bentuk atau struktur teks
oleh penutur untuk mencapai suatu tujuan dalam suatu kegiatan sosial
komunikatif ditentukan oleh konteks situasi yang dihadapi (Halliday, 1985).
Konteks situasi merupakan kesatuan dari beberapa unsur yang tidak dapat
terpisahkan dan saling memengaruhi satu sama lain, yaitu apa yang sedang
dibicarakan, siapa yang terlibat dalam pembicaraan tersebut (sifat dan peran
masing-masing, serta sifat hubungan antara satu dengan lainnya), saluran
yang digunakan (tertulis, lisan, atau kombinasi keduanya, serta tujuan
sosialnya (persuasif, ekspositori, deduktif, dsb.).
Suatu tindakan komunikasi yang dilakukan untuk mencapai satu tujuan
tertentu diwujudkan dalam bentuk kongkrit berupa teks. Untuk satu tujuan
yang sama, biasanya tidak digunakan satu teks yang persis sama
selamanya, tetapi bervariasi dalam hal isi maupun bentuk bahasa yang
digunakan. Meskipun sama, kemiripan antara teks-teks tersebut dapat
dengan mudah diidentifikasi, bahkan oleh orang awam yang tidak memiliki
pengetahuan tentang ilmu bahasa atau ilmu komunikasi. Beberapa teks
yang memiliki kemiripan dalam tindakan yang dilakukan itulah yang
biasanya dikelompokkan dalam satu genre yang sama (Puskur, 2007).
Konsep genre dikaitkan dengan tindakan komunikatif dalam konteks
budaya, sedangkan teks pada konteks yang lebih spesifik, yaitu situasi
komunikatif yang ada. Satu genre dapat muncul dalam berbagai jenis teks.
Misalnya genre cerita, di antaranya, dapat muncul dalam bentuk teks: cerita
ulang, anekdot, eksemplum, dan naratif, dengan struktur teks (struktur
berpikir) yang berbeda (Mahsum, 2013). Baik genre maupun teks tentunya
dapat digunakan sebagai satuan untuk menyusun program pendidikan
bahasa. Keduanya sama-sama berkenaan dengan potensi bahasa sebagai
alat untuk mengembangkan kemampuan berwacana secara efektif.
Jenis teks dapat dikelompokkan menjadi dua kategori besar, yaitu teks
sastra dan teks faktual (Anderson, 2003). Jenis teks terpilih untuk mata
pelajaran Bahasa Indonesia Kurikulum 2013 jenjang SMP dan SMP dapat
dilihat pada tabel berikut.
Jenis Teks untuk mapel Bahasa Indonesia
SMP
KELAS X
KELAS XI
anekdot
cerita pendek
laporan hasil
pantun
observasi
cerita ulang
prosedur
eksplanasi
kompleks
kompleks
negosiasi
film/drama
eksposisi
jenjang SMP
KELAS XII
cerita sejarah
berita
iklan
editorial/
opini
novel
1. Prinsip-Prinsip Pembelajaran
Beberapa prinsip esensial dalam pembelajaran berbasis teks adalah
sebagai berikut: (1) berbahasa adalah kegiatan berkomunikasi dalam
bentuk wacana yang direalisasikan dalam bentuk teks, (2) tugas
pembelajaran bahasa adalah mengembangkan kemampuan memahami
dan menciptakan teks karena komunikasi terjadi dalam teks atau pada
-287-
tataran teks, (3) menciptakan atau menyusun teks untuk tujuan tertentu
berarti melakukan pemilihan bentuk dan struktur teks yang akan
digunakan agar pesan tersampaikan secara tepat, (4) pemilihan bentuk
atau struktur teks oleh penutur untuk mencapai suatu tujuan dalam
suatu kegiatan sosial komunikatif ditentukan oleh konteks situasi yang
dihadapi, (5) belajar bahasa merupakan kegiatan yang bersifat sosial, (6)
belajar menjadi lebih efektif ketika harapan guru terhadap pembelajar
disampaikan secara tersurat, dan (7) proses belajar bahasa merupakan
serangkaian tahapan perkembangan dari kegiatan berbantuan sampai
dengan kegiatan mandiri.
2. Tahap-Tahap Pembelajaran
Berikut adalah tahap-tahap pembelajaran berbasis teks.
a. Apersepsi/Luncuran (building knowledge of the field)
Pembicaraan topik yang akan dibahas. Kegiatan ini bersifat interaktif
antara guru dan siswa, siswa dan siswa sehingga keterampilan
mendengarkan dan berbicara dimulai di sini.
b. Pemodelan teks (modelling of text)
Pengenalan beragam teks lisan maupun tulis kepada siswa. Teks
tulis seperti resep juga dapat dikenalkan pada tahap ini dengan
menggunakan bahasa yang khas resep, yaitu
tanpa basa-basi
kesantunan, padat, ringkas,
dan bentuk dan unsur teksnya
cenderung tetap, yakni judul, bahan, cara merau, dan cara
menghidangkan.
c. Pemecahan masalah bersama (joint construction,
Belajar dalam kelompok yang digunakan siswa secara bersama-sama
dalam kelompok atau berpasangan, mengerjakan perlatihanperlatihan berbahasa yang ditugaskan oleh guru. Penyelesaian
perlatihan secara kelompok ini dilakukan dengan pedoman dari buku
pelajaran, guru, maupun siswa lain.
d. Pemecahan masalah secara individual (independent construction)
Pelatihan siswa untuk menciptakan teks secara mandiri. Pada tahap
ini siswa diharapkan mampu menyelesaikan pelatihan-pelatihan
berbahasa secara mandiri atau spontan dalam konteks baru yang
berbeda dengan tahap kerja kelompok.
-288-
BAB VI
PENILAIAN DALAM PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA DI SMPDAN MTs
A. Pengantar
Penilaian otentik memiliki relevansi kuat terhadap pendekatan ilmiah
(saintifik)dalam pembelajaran sesuai dengan tuntutan Kurikulum 2013.
Kurikulum 2013 melaksanakan pembelajaran otentik. Dalam pembelajaran
otentik, peserta didik diminta mengumpulkan informasi dengan pendekatan
saintifik, memahahi aneka fenomena atau gejala dan hubungannya satu
sama lain secara mendalam, serta mengaitkan apa yang dipelajari dengan
dunia nyata yang luar sekolah. Penilaian otentik mampu menggambarkan
peningkatan hasil belajar peserta didik, baik dalam rangka mengobservasi,
menalar, mencoba, membangun jejaring, dan lain-lain. Asesmen otentik pun
mendorong peserta didik mengkonstruksi, mengorganisasikan, menganalisis,
mensintesis, menafsirkan, menjelaskan, dan mengevaluasi informasi untuk
kemudian mengubahnya menjadi pengetahuan baru.
Penilaian otentik adalah komponen penting dari reformasi pendidikan sejak
tahun 1990-an. Wiggins (1993) menegaskan bahwa metode penilaian
tradisional untuk mengukur prestasi, seperti tes pilihan ganda, benar/salah,
menjodohkan, dan lain-lain telah gagal mengetahui kinerja peserta didik
yang sesungguhnya. Tes semacam ini telah gagal memperoleh gambaran
yang utuh mengenai sikap, keterampilan, dan pengetahuan peserta didik
dikaitkan dengan kehidupan nyata mereka di luar sekolah atau masyarakat.
Penilaian otentik adalah penilaian atas perkembangan peserta didik, karena
berfokus pada kemampuan mereka berkembang untuk belajar bagaimana
belajar tentang subjek tertentu. Penilaian otentik harus mampu
menggambarkan sikap, keterampilan, dan pengetahuan apa yang sudah
atau belum dimiliki oleh peserta didik, bagaimana mereka menerapkan
pengetahuannya, dalam hal apa mereka sudah atau belum mampu
menerapkan perolehan belajar, dan sebagainya. Atas dasar itu, guru dapat
mengidentifikasi materi apa yang sudah layak dilanjutkan dan untuk materi
apa pula kegiatan remidial harus dilakukan.
Dalam pedoman ini, pengertian penilaian pada dasarnya adalah sama
dengan asesmen. Terdapat tiga kegiatan yang saling terkait dalam kegiatan
penilaian hasil belajar peserta didik, yakni pengukuran (measurement),
penilaian (assessment) dan evaluasi (evaluation). Ketiga istilah tersebut
memiliki makna yang berbeda, walaupun memang saling berkaitan.
Pengukuran adalah kegiatan membandingkan hasil pengamatan dengan
suatu kriteria atau ukuran.Penilaian adalah proses mengumpulkan
informasi/bukti melalui pengukuran, menafsirkan, mendeskripsikan, dan
menginterpretasi bukti-bukti hasil pengukuran. Evaluasi adalah proses
mengambil keputusan (judgment) berdasarkan hasil-hasil penilaian.
Dari sisi kemampuan yang dinilai, cakupan penilaian meliputi aspek
pengetahuan, pemahaman, keterampilan, dan sikap. Berdasarkan
Kurikulum 2013, aspek yang dinilai tergantung pada Standar Kompetensi
Lulusan (SKL), Kompetensi Inti (KI), dan Kompetensi Dasar (KD).
B. Hubungan Pembelajaran dan Penilaian Otentik dalam Kurikulum 2013
Penilaian otentik diartikan sebagai penilaian atas produk dan kinerja yang
berhubungan dengan pengalaman kehidupan nyata peserta didik. Wiggins
-289-
mendefinisikan penilaian otentik sebagai upaya pemberian tugas kepada
peserta didik yang mencerminkan prioritas dan tantangan yang ditemukan
dalam aktifitas-aktifitas pembelajaran, seperti meneliti, menulis, merevisi
dan membahas artikel, memberikan analisa oral terhadap peristiwa,
berkolaborasi dengan antarsesama melalui debat, dan sebagainya.
Penilaian otentik adalah pengukuran yang bermakna secara signifikan atas
hasil belajar peserta didik untuk ranah sikap, keterampilan, dan
pengetahuan.Asesmen Otentik menicayakan proses belajar yang otentik
pula. Menurut Ormiston belajar otentik mencerminkan tugas dan
pemecahan masalah yang dilakukan oleh peserta didik dikaitkan dengan
realitas di luar sekolah atau kehidupan pada umumnya.Asesmen semacam
ini cenderung berfokus pada tugas-tugas kompleks atau kontekstual bagi
peserta didik, yang memungkinkan mereka secara nyata menunjukkan
kompetensi atau keterampilan yang dimilikinya. Contoh asesmen otentik
antara lain keterampilan kerja, kemampuan mengaplikasikan atau
menunjukkan perolehan pengetahuan tertentu, simulasi dan bermain peran,
portofolio, memilih kegiatan yang strategis, serta memamerkan dan
menampilkan sesuatu.
Penilaian otentik mengharuskan pembelajaran yang otentik pula. Penilaian
Otentik terdiri dari berbagai teknik penilaian. Pertama, pengukuran
langsung keterampilan peserta didik yang berhubungan dengan hasil jangka
panjang pendidikan seperti kesuksesan di tempat kerja. Kedua, penilaian
atas tugas-tugas yang memerlukan keterlibatan yang luas dan kinerja yang
kompleks. Ketiga, analisis proses yang digunakan untuk menghasilkan
respon peserta didik atas perolehan sikap, keteampilan, dan pengetahuan
yang ada. Penilaian otentik cenderung fokus pada tugas-tugas kompleks
atau kontekstual, memungkinkan peserta didik untuk menunjukkan
kompetensi mereka dalam pengaturan yang lebih otentik. Penilaian otentik
dapat dibuat oleh guru sendiri, guru secara tim, atau guru bekerja sama
dengan peserta didik. Dalam penilaian otentik, seringkali pelibatan siswa
sangat penting. Asumsinya, peserta didik dapat melakukan aktivitas belajar
lebih baik ketika mereka tahu bagaimana akan dinilai. Peserta didik diminta
untuk merefleksikan dan mengevaluasi kinerja mereka sendiri dalam rangka
meningkatkan pemahaman yang lebih dalam tentang tujuan pembelajaran
serta mendorong kemampuan belajar yang lebih tinggi. Pada asesmen
otentik guru menerapkan kriteria yang berkaitan dengan konstruksi
pengetahuan, kajian keilmuan, dan pengalaman yang diperoleh dari luar
sekolah.
Penilaian kelas yang baik mempersyaratkan adanya keterkaitan langsung
dengan aktivitas proses belajar mengajar (PBM). Demikian pula, PBM akan
berjalan efektif apabila didukung oleh penilaian kelas yang efektif oleh guru.
Penilaian merupakan bagian integral dari proses belajar mengajar. Kegiatan
penilaian harus dipahami sebagai kegiatan untuk mengefektifkan proses
belajar mengajar agar sesuai dengan yang diharapkan. Keterkaitan dan
keterpaduan antara penilaian dan PBM dapat digambarkan pada siklus di
bawah ini.
-290-
Rencana
Pembelajaran
Pelaksanaan
Pembelajaran
Umpan Balik
Penilaian
Gambar Siklus PBM dan Penilaian
C. Bentuk Penilaian dan Pedoman Pengembangan Bentuk Penilaian
Penilaian otentik adalah pengukuran yang bermakna secara signifikan atas
hasil belajar peserta didik untuk ranah sikap, keterampilan, dan
pengetahuan. Bentuk penilaian juga dipilah menjadi tiga jenis bentuk
penilaian Berikut.
1. Penilaian Tes Tertulis
Tes tertulis merupakan seperangkat pertanyaan atau tugas dalam bentuk
tertulis yang direncanakan guna memperoleh informasi tentang
kemampuan peserta tes. Tes tertulis menuntut keharusan adanya respon
dari peserta tes sebagai representasi dari kemampuan yang dimilikinya.
Secara garis besar, tes tertulis dapat diklasifikasikan dalam dua bentuk,
yaitu: bentuk pertanyaan yang menuntut jawaban pilihan (bentuk pilihan)
dan jawaban uraian (bentuk uraian). Bentuk pertama di antaranya:
bentuk pilihan ganda, salah benar, dan menjodohkan. Yang termasuk
dalam bentuk kedua adalah bentuk pertanyaan uraian terbuka dan
uraian tertutup, bentuk jawaban singkat (short answer) dan bentuk isian
(completion).
a. Tes Tertulis Bentuk Pilihan
Yang dimaksud dengan tes tertulis bentuk pilihan adalah tes tertulis
yang mengandung kemungkinan jawaban yang harus dipilih oleh
peserta tes. Peserta tes harus memilih jawaban dari kemungkinan
jawaban yang telah disediakan. Dengan demikian, penskoran jawaban
peserta tes sepenuhnya dapat dilakukan secara objektif.
Perencanaan penilaian tes tertulis bentuk pilihan
Tes tertulis bentuk pilihan ini akan memiliki arti apabila dibangun dari
butir-butir yang representatif. Untuk itu, peranan perencanaan tes
menjadi
sangat
penting.
Tanpa
rencana
yang
dapat
dipertanggungjawabkan dapat menjadi usaha sia-sia, bahkan mungkin
akan mengganggu proses pencapaian tujuan.
Petunjuk perencanaan untuk penilaian akhir
Dalam merencanakan penilaian tes bentuk pilihan untuk penilaian
akhir, terdapat beberapa langkah yang tidak jauh berbeda dengan
penilaian proses. Perencanaan penilaian akhir berupa tes tertulis
dilakukan berikur.
1) menentukan kompetensi yang sesuai untuk dinilai selama satu
jangka waktu
-291-
tertentu (untuk tengah atau akhir semester),
2) menyusun indikator hasil belajar berdasarkan kompetensi yang
telah dirumuskan,
3) menentukan lamanya waktu pelaksanaan tes,
4) menentukan tipe tes bentuk pilihan yang akan digunakan,
5) menghitung banyaknya butir soal bentuk pilihan yang dapat
diselesaikan dalam waktu yang telah ditentukan,
6) menentukan pokok bahasan yang harus dicakup oleh tes bentuk
pilihan,
7) menentukan proporsi banyaknya butir soal untuk setiap pokok
bahasan.
Proporsi ini tergantung pada tingkat kepentingan
pokok bahasan satuterhadap yang lain.
8) menentukan distribusi tingkat kesukaran,
9) menyusun kisi-kisi tes
b. Tes Tertulis Bentuk Uraian
Tes tertulis bentuk uraian adalah tes yang jawabannya menuntut
peserta tes mengingat dan mengorganisasikan gagasan atau hal-hal
yang telah dipelajarinya dengan cara mengemukakan atau
mengekspresikan gagasan tersebut secara tertulis dengan kata-kata
sendiri. Ciri khas tes bentuk ini adalah jawaban tidak disediakan oleh
penyusun tes, tetapi harus dibuat oleh peserta tes sendiri. Peserta tes
dapat memilih, menghubungkan, dan menyampaikan gagasanya
dengan menggunakan kata-katanya sendiri.
Petunjuk teknis perencanaan dan pelaksanaan tes tertulis bentuk
uraian
Pada prinsipnya, teknis perencanaan dan pelaksanaan tes tertulis
bentuk ini sama dengan tes tertulis bentuk pilihan yang telah diuraikan
sebelumnya. Artinya, langkah-langkah dalam merencanakan dan
melaksanakan (pengadministrasian) dapat mengikuti langkah langkah
pada tes tertulis bentuk pilihan.
Petunjuk teknis pemberian umpan balik dan pelaporan hasil penilaian
tes bentuk uraian
Petunjuk teknis pemberian umpan balik dan pelaporan hasil penilaian
tes bentuk uraian juga mengikuti teknis pemberian umpan balik dan
pelaporan hasil penilaian tes bentuk pilihan.
Acuan kualitas perangkat penilaian
Pertanyaan dan pedoman penskoran merupakan perangkat penilaian tes
bentuk tertulis. Berikut ini akan diuraikan standar penyusunan
pertanyaan dan pedoman penskoran pada penilaian tes bentuk tertulis.
Acuan kualitas pertanyaan tes bentuk uraian
1) Pertanyaan hendaknya disusun untuk mengukur hasil belajar yang
penting dan tidak mungkin diukur dengan tes tertulis bentuk pilihan,
2) Pertanyaan hendaknya menuntut jawaban yang bersifat baru atau
pemikiran peserta tes. Artinya, pertanyaan jangan hanya meminta
jawaban yang merupakan pengulangan dari hal yang telah diajarkan
atau sesuatu yang sudah ada di dalam buku,
3) Pertanyaan disusun tidak dimulai dengan kata-kata seperti apa dan
siapa, sebab pertanyaan seperti itu hanya akan menghasilkan
jawaban singkat yang bersifat ingatan.
4) Pergunakanlah kata-kata deskriptif seperti definisikanlah, berilah
ilustrasi atau contoh, kelompokkanlah, bedakanlah, bandingkanlah,
-292-
pertentangkanlah, tulislah garis besar dan beberapa perintah
deskriptif lainya
5) Pertanyaan disusun dengan menggunakan bahasa yang komunikatif
dan mudah dipahami oleh peserta tes,
6) Sebelum diujikan, pertanyaan/soal ditelaah oleh minimal seorang
teman sejawat di sekolah.
Acuan kualitas pedoman penskoran
Dalam menyusun pedoman penskoran tes tertulis bentuk uraian, terdapat
acuan kriteria sebagai berikut:
1) Tuliskan garis-garis besar jawaban sebagai kriteria jawaban untuk
dijadikan pegangan dalam memberi skor. Kriteria jawaban disusun
sedemikian rupa sehingga pendapat atau pandangan pribadi siswa
yang berbeda dapat diskor menurut mutu uraian jawabannya.
2) Tetapkan rentang skor untuk tiap garis besar jawaban. Besarnya
rentang skor minimum 0 (nol), sedangkan skor maksimum
ditentukan berdasarkan keadaan jawaban yang dituntut oleh soal itu
sendiri.
3) Jumlahkan skor tertinggi dari tiap-tiap rentang skor yang telah
ditetapkan. Jum-lah skor dari beberapa kriteria ini disebut skor
maksimum dari satu soal.
4) Setelah soal diujikan kepada peserta tes, langkah berikutnya adalah
menskor ja-waban siswa. Prosedur dalam melakukan penskoran
adalah: (a) Periksalah jawaban siswa nomor demi nomor dengan
mencocokkan jawaban dengan Pedoman penskoran, (b) Bila setiap
butir soal sudah selesai diskor, hitunglah jumlah skor perolehan
siswa pada setiap nomor butir soal.
2. Teknik Pengembangan Instrumen Penilaian Proyek
Penilaian proyek merupakan kegiatan penilaian terhadap suatu tugas
yang harus diselesaikan dalam periode/waktu tertentu. Tugas tersebut
berupa suatu investigasi sejak dari perencanaan, pengumpulan data,
pengorganisasian, pengolahan dan penyajian data. Penilaian proyek dapat
digunakan
untuk
mengetahui
pemahaman,
kemampuan
mengaplikasikan,
kemampuan
penyelidikan
dan
kemampuan
menginformasikan peserta didik pada mata pelajaran dan indikator/topik
tertentu secara jelas. Oleh karenanya Penilaian proyek dapat mencakup
tiga ranah kompetensi sekaligus, yaitu kognitif, afektif, dan psikomotorik.
Dengan begitu, penilaian yang dilakukan oleh guru lebih komprehensif
Untuk menjamin kualitas perencanaan dan pelaksanaan penilaian proyek
perlu dikemukakan petunjuk teknis yang dapat menjamin kualitas
penilaian tersebut.
Berikut akan dikemukakan petunjuk teknis
pelaksanaan dan acuan dalam menentukan kualitas penilaian proyek.
a. Perencanaan penilaian proyek
Dalam merencanakan penilaian proyek terdapat beberapa langkah
yang harus dipenuhi sebagai berikut.
1) menentukan kompetensi yang sesuai untuk dinilai melalui proyek
mencakup penilaian pada perencanaan, pelaksanaan, dan pelaporan
proyek
2) menyusun indikator proses dan hasil belajar berdasarkan kompetensi
-293-
3) menentukan kriteria yang menunjukkan capaian indikator pada
setiap tahapan pengerjaan proyek
4) merencanakan apakah task bersifat kelompok atau individual
5) merencanakan teknik-teknik dalam penilaian individual untuk tugas
yang dikerjakan secara kelompok
6) menyusun task sesuai dengan rubrik penilaian
b. Petunjuk teknis dan acuan pelaksanaan penilaian proyek
Dalam melaksanakan penilaian proyek untuk penilaian proses terdapat
beberapa langkah yang harus dipenuhi sebagai berikut.
1) menyampaikan rubrik penilaian
sebelum pelaksanaan penilaian
kepada peserta didik
2) memberikan pemahaman kepada peserta didik tentang kriteria
penilaian
3) menyampaikan task/tugas disampaikan kepada peserta didik
4) memberikan pemahaman yang sama kepada peserta didik tentang
tugas yang harus dikerjakan
5) melakukan penilaian selama
perencanaan, pelaksanaan, dan
pelaporan proyek
6) memonitor pengerjaan proyek peserta didik dan memberikan umpan
balik pada setiap tahapan pengerjaan proyek
7) membandingkan kinerja peserta didik dengan rubrik penilaian
8) memetakan kemampuan peserta didik terhadap pencapaian
kompetensi minimal
9) mencatat hasil penilaian
10) memberikan umpan balik terhadap laporan yang disusun peserta
didik
c. Acuan kualitas task/tugas-tugas proyek
Task/tugas-tugas untuk penilaian proses harus memenuhi beberapa
acuan kualitas berikut.
1) Task/tugas mengarah pada pencapaian indikator hasil belajar
2) Dapat dikerjakan oleh peserta didik
3) Dikerjakan selama proses pembelajaran atau merupakan bagian dari
pembelajaran mandiri
4) Sesuai dengan taraf perkembangan peserta didik
5) Sesuai dengan konten/cakupan kurikulum
6) Task/tugas bersifat adil (tidak bias gender dan latar belakang sosial
ekonomi)
7) Mencantumkan rentang waktu pengerjaan tugas
d. Acuan kualitas rubrik
Rubrik penilaian proyek untuk penilaian proses harus memenuhi
beberapa acuan/kriteria berikut:
1) Dapat mengukur target kemampuan yang akan diukur (valid)
2) Sesuai dengan tujuan pembelajaran
3) Indikator menunjukkan kemampuan yang dapat diobservasi
4) Indikator menunjukkan kemampuan yang dapat diukur
5) Dapat memetakan kemampuan peserta didik
6) Menilai aspek-aspek penting pada proyek peserta didik. Pada
penilaian proyek setidaknya ada 3 hal yang perlu dipertimbangkan
yaitu:
-294-
a) Kemampuan pengelolaan, kemampuan peserta didik dalam
memilih indikator/topik, mencari informasi dan mengelola waktu
pengumpulan data serta penulisan laporan.
b) Relevansi,
kesesuaian
dengan
mata
pelajaran
dan
indikator/topik,dengan mempertimbangkan tahap pengetahuan,
pemahaman dan keterampilan dalam pembelajaran.
c) Keaslian, proyek yang dilakukan peserta didik harus merupakan
hasil karyanya, dengan mempertimbangkan kontribusi guru
berupa petunjuk dan dukungan terhadap proyek peserta didik.
3. Teknik Pengembangan Instrumen Penilaian Produk
Penilaian produk adalah penilaian terhadap proses pembuatan dan
kualitas suatu produk. Penilaian produk meliputi penilaian kemampuan
peserta didik membuat produk-produk teknologi dan seni, seperti:
makanan, pakaian, hasil karya seni (patung, lukisan, gambar), barangbarang terbuat dari kayu, keramik, plastik, logam, dan lain-lain.
Penilaian pembuatan produk perlu standarisasi sebagai berikut:
Petunjuk teknis perencanaan penilaian produk
Perencanaan penilaian teknis terdiri atas beberapa langkah berikut.
a. Menentukan kompetensi yang akan dinilai
b. Menetapkan produk yang akan dibuat.
c. Merencanakan penilaian apakah secara holistik atau analitis
1) Cara holistik, yaitu berdasarkan kesan keseluruhan dari produk,
biasanya dilakukan pada tahap appraisal.
2) Cara analitik, yaitu berdasarkan aspek-aspek produk, biasanya
dilakukan terhadap semua kriteria yang terdapat pada semua tahap
proses pengembangan.
d. Menetapkan batas waktu pengerjaan produk.
e. Merumuskan tahapan pelaksanaan pekerjaan
f. Menetapkan kriteria penilaian produk.
g. Menyusun rubrik penilaian penilaian.
h. Menyusun daftar cek atau skala rating sebagai Pedoman observasi
terhadap produk peserta didik, jika diperlukan
4. Teknik Pengembangan Instrumen Penilaian Portofolio
Penilaian portofolio merupakan penilaian berkelanjutan yang didasarkan
pada kumpulan informasi yang menunjukkan perkembangan kemampuan
peserta didik dalam satu periode tertentu. Informasi tersebut dapat
berupa karya peserta didik dari proses pembelajaran yang dianggap
terbaik oleh peserta didik. Penilaian portofolio pada dasarnya menilai
karya-karya peserta didik secara individu pada satu periode untuk suatu
mata pelajaran. Akhir suatu periode hasil karya tersebut dikumpulkan
dan dinilai oleh guru dan peserta didik. Berdasarkan informasi
perkembangan tersebut, guru dan peserta didik sendiri dapat menilai
perkembangan kemampuan peserta didik dan terus melakukan
perbaikan.
a. Perencanaan Penilaian Portofolio
Dalam merencanakan penilaian portofolio terdapat beberapa petunjuk
teknis yang harus dipenuhi sebagai berikut.
1) Menentukan kompetensi dasar (KD) yang akan dinilai pencapaiannya
melalui tugas portofolio pada awal semester dan diinformasikan
kepada peserta didik
2) Merumuskan tujuan pembelajaran yang akan dinilai pencapaiannya
melalui penilaian portofolio
-295-
3) Merumuskan tujuan pembelajaran dengan mengacu pada KD dan
indikator kunci pencapaian KD
4) Menjelaskan tentang tujuan penggunaan, macam dan bentuk serta
kriteria penilaian dari kinerja dan atau hasil karya peserta didik yang
akan dijadikan portofolio. Penjelasan disertai contoh portofolio yang
telah pernah dilaksanakan.
5) Menentukan kriteria penilaian. Kriteria
penilaian portofolio
ditentukan oleh guru atau guru dan peserta didik
6) Menentukan format pendokumentasian hasil penilaian portofolio,
minimal memuat topik kegiatan tugas portofolio, tanggal penilaian,
dan catatan pencapaian (tingkat kesempurnaan) portofolio
7) Menyiapkan map yang diberi identitas: nama peserta didik,
kelas/semester, nama sekolah, nama mata pelajaran, dan tahun
ajaran sebagai wadah pendokumentasian portofolio peserta didik.
b. Pelaksanaan Penilaian Portofolio
Pelaksanaan penilaian portofolio memenuhi krieteria sebagai berikut.
1) Guru melaksanakan proses pembelajaran terkait tugas portofolio
dan menilainya pada saat kegiatan tatap muka, tugas terstruktur
atau tugas mandiri tidak terstruktur, disesuaikan dengan
karakteristik mata pelajaran dan tujuan kegiatan pembelajaran
2) Guru danpeserta didik melakukan penilaian portofolio berdasarkan
kriteria penilaian yang telah ditetapkan atau disepakati. Penilaian
portofolio oleh peserta didik bersifat sebagai evaluasi diri
3) Peserta didik mencatat hasil penilaian portofolionya untuk bahan
bahan refleksi dirinya
4) Guru mendokumentasi hasil penilaian portofolio sesuai format yang
telah ditentukan
5) Guru memberi umpan balik terhadap karya peserta didik secara
berkesinambungan dengan caramemberi keterangan kelebihan dan
kekurangan
karya
tersebut,
cara
memperbaikinya
dan
diinformasikan kepada peserta didik.
6) Peserta didik memberi identitas (nama dan waktu penyelesaian
tugas), mengumpulkan dan menyimpan portofolio masing-masing
dalam satu map atau folder di rumah masing-masing ataudi loker
sekolah.
7) Setelah suatu karya dinilai dan nilainya belum memuaskan, peserta
didik diberi kesempatan untuk memperbaikinya.
8) Peserta didik dan guru membuat “kontrak” atau perjanjian
mengenai jangka waktu perbaikan dan penyerahan karya hasil
perbaikan kepada guru
9) Dokumentasi kinerja dan atau hasil karya terbaik portofolio
dipamerkan atau ditempel di kelas
10) Guru mendokumentasikan dan menyimpan semua portofolio dan
catatan ataudokumen hasil penilaiannyake dalam map yang telah
diberi identitas masing-masing peserta didik untuk bahan laporan
kepada sekolah dan orang tua peserta didik
11) Guru mencantumkan tanggal pembuatan pada setiap bahan
informasi perkembangan peserta didik sehingga dapat terlihat
perbedaan kualitas dari waktu ke waktu untuk bahan laporan
kepada sekolah dan atau orang tua peserta didik
12) Untuk setiap karya peserta didik dikumpulkan dalam satu file
sebagai bukti pekerjaan yang masuk dalam portofolio. Skor yang
digunakan dalam penilaian portofolio menggunakan rentang antara
0 -10 atau 10 – 100. Kolom keterangan diisi oleh guru untuk
-296-
menggambarkan karakteristik yang menonjol dari hasil karya
tersebut.
13) Guru memberikan kesimpulan tentang nilai akhir portofolio masingmasing peserta didikdisertai umpan balik secara kualitatif atau
kuantitatif
14) Pertemuan untuk membahas portofolio antara guru dan orang tua
peserta didik dijadwalkan minimal satu kali dalam satu semester.
Pembahasan memuat aspek maksud dan tujuan penggunaan
portofolio dalam proses belajar peserta didik, sehingga orangtua
dapat membantu dan memotivasi anaknya
c. Kualitas Perangkat Penilaian Portofolio
Acuan tugas portofolio
Tugas-tugas (task) portofolio harus memenuhi kriteria sebagai berikut.
1) Sesuai dengan kompetensi dan tujuan pembelajaran yang akan
diukur
2) Kinerja dan atau hasil karya peserta didik yang dijadikan portofolio
berupa pekerjaan hasil tes, perilaku peserta didik sehari-hari, hasil
tugasterstruktur, dokumentasi aktivitas peserta didik di luar sekolah
yang menunjang kegiatan belajar
3) Tugas (task) portofolio memuat aspek judul, tujuan pembelajaran,
ruang lingkup belajar, uraian tugas, kriteria penilaian
4) Uraian tugas sesuai dengan isi KD, indicator kunci dan tujuan
pembelajaran
5) Uraian tugas memuat kegiatan yang melatih peserta didik
mengembangkan
kompetensi
dalam
semua
aspek
(sikap,
penegtahuan, keterampilan)
6) Uraian tugas bersifat terbuka, dalam arti mengakomodasi
dihasilkannya portofolio yang beragam isinya
7) Kalimat yang digunakan dalam uraian tugas menggunakan bahasa
yang komunikatif dan mudah dilaksanakan
8) Alat dan bahan yang digunakan dalam penyelesaian tugas portofolio
tersedia di lingkungan peserta didik dan mudah diperoleh
9) Sebelum dilaksanakan oleh peserta didik, tugas (task), ditelaah oleh
minimal seorang teman sejawat di sekolah dan diperbaiki berdasar
hasil telaah.
Penilaian Portofolio
Rubrik penilaian portofolio memenuhi kriteria sebagai berikut
1) Memuat indikator kunci dari kompetensi dasar yang akan dinilai
penacapaiannya dengan portofolio
2) Memuat aspek-aspek penilaian yang macamnya relevan dengan isi
tugas portofolio
3) Memuat kriteria kesempurnaan (tingkat, level) hasil tugas
4) Mudah digunakan oleh guru dan peserta didik
5) Bahasa lugas dan mudah dipahami peserta didik
D. Strategi Penilaian
Adanya kaitan yang erat antara belajar otentik dan penilaian otentik,
mengharuskan
perencanaan penilaian otentik yang terintegrasi dengan
rancangan
pembelajaran. Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa
merancang penilaian otentik harus terintegrasi dengan perencanaan
pembelajaran.
Strategi penilaian otentik dalam pembelajaran bahasa
Indonesia dilakukan dengan langkah berikut.
-297-
Prosedur penilaian hasil belajar peserta didik digambarkan pada bagan
berikut.
Perencanaan
Penilaian
Pelaksanaan
Penilaian
Analisis Hasil
Penilaian
Pelaporan
Tindak lanjut
Hasil
Secara umum strategi penilaian Hasil
hasil belajar bahasa Indonesia
dilakukan
Penilaian
Penilaian
dengan langkah perencanaan, pelaksanaan, analisis hasil, tindak lanjut, dan
pelaporan hasil. Secara khusus penilaian hasil belajar bahasa Indonesia
dilakukan dengan langkah berikut.
1. Membuat pemetaan satu tahun/ satu semester untuk menghasilkan
unit-unit KD yang mencakup KD sikap, pengetahuan, dan keterampilan
yang relevan
2. Menentukan indikator
kompetensi dasar sikap, pengetahuan, dan
keterampilan (dipilih indikator kunci)
3. Menentukan bentuk penilaian dan waktu pelaksanaan penilaian
4. Mengembangkan alat penilaian sesuai dengan indikator
5. Menentukan cara menyekor dan menyimpulkan hasil penilaian (lihat
lampiran)
6. Melaksanakan penilaian
7. Menganalisis hasil penilaian
8. Melakukan tindak lanjut
Ditinjau dari pelaksanaannya, penilaian hasil belajar bahasa Indonesia
dapat dilakukan selama proses pembelajaran dan/ atau setelah
pembelajaran. Hasil belajar sikap diamati selama proses pembelajaran
berlangsung.
Hasil belajar
keterampilan dilakukan
pada akhir
pembelajaran dengan teknik penugasan proyek.
E. Pelaporan
Setelah penilaian hasil belajar dilaksanakan, dilakukan analisis hasil
penilaian. Analisis hasil belajar sikap, pengetahuan, dan keterampilan
dilakukan dengan langkah berikut.
pengamatan pada proses belajar direkap dilihat konsistensi kemunculannya.
Kategori penyimpulan sikap dicontohkan berikut.
1. Pelaporan Sikap
Misalnya, indikator tanggung jawab
(mengerjakan tugas yang
dibebankan) pada tugas pertama belum muncul, tugas kedua mulai
teramati,tugas ketiga muncul, tugas keempat muncul berarti sikap siswa
dalam kategori bagus.
2. Rubrik Penilaian Proyek terlampir
Lampiran 1: Tes tulis
Instrumen KD 3 (Soal dan Rubrik; Pedoman penskoran)
Bacaan untuk Penilaian KD 3
Komodo, Binatang Melata Terberat di Dunia
-298-
Tahukah Anda binatang melata apakah yang paling
besar? Binatang itu adalah komodo. Binatang itu hidup
di semak-semak belukar dan di daerah hutan di
sejumlah pulau di Indonesia.
Komodo adalah binatang melata terberat di dunia,
mempunyai berat 100 kg atau lebih. Komodo terbesar
yang pernah diukur mempunyai panjang lebih dari 3
meter dan berat 166 kg, tetapi ukuran komodo rata-rata
yang hidup secara liar adalah sekitar 2,5 meter dengan
berat 91 kg.
Komodo mempunyai kulit bersisik yang berwarna
abu-abu, moncong yang lancip, tungkai lengan yang
kuat, dan ekor yang berotot. Komodo menggunakan
indera penciuman yang tajam untuk mendeteksi
keberadaan bangkai binatang yang terletak beberapa
kilometer di kejauhan. Komodo memburu binatang
melata lainnya, seperti binatang mamalia yang besar,
bahkan kadang-kadang bertindak sebagai binatang
kanibal.
Hampir semua bagian gigi komodo tertutup oleh
gusi. Ketika komodo sedang makan, gusinya berdarah
dan menjadi media ideal bagi berkembangnya bakteri
yang berbahaya. Bakteri yang hidup dalam air liur
komodo menyebabkan darah korban yang digigit
keracunan.
Komodo
akan
menggigit
binatang
mangsanya, lalu membuntutinya sampai binatang itu
lemas tidak berdaya untuk dibawa pergi.
Spesies binatang melata ini terancam punah.
Kenyataan itu, antara lain, disebabkan oleh kegiatan
perburuan yang tidak bertanggung jawab. Selain itu,
ancaman kepunahan
komodo disebabkan oleh
terbatasnya binatang yang menjadi mangsanya dan
habitatnya yang rusak.
(Sumber: http://olvista.com/fauna/kiwi-burung-unik-dari-selandia-baru)
Aspek yang
1
2
3
dinilai
Ketepatan
Belum
Menemukan
Menemukan
perbedaan
menemukan
perbedaan
perbedaan
observasi dan
perbedaan
struktur teks
struktur teks
deskripsi dari
struktur
observasi dan
observasi dan
segi struktur
deskripsi secara deskripsi
teks
tepat
dengan bukti
secara tepat
Ketepatan
Belum
Menemukan
Menemukan
perbedaan
menemukan
perbedaan teks
perbedaan
cakupan isi teks perbedaan isi
observasi dan
struktur teks
deskripsi dari
deskripsi dari
observasi dan
segi segi isi
segi isi
deskripsi
dengan bukti
Ketepatan
Belum
Menemukan
Menemukan
perbedaan
menemukan
perbedaan dari
perbedaan dari
cakupan isi teks perbedaan dari
segi bahasa
segi bahasa
deskripsi dari
segi bahasa
(penggunaan
(penggunaan
segi segi
(penggunaan
kalimat, pilihan
kalimat, pilihan
-299-
penggunaan
bahasa (kalimat
dan pilihan kata)
Nilai =
kalimat, pilihan
kata)
Perolehan Skor
-------------------Skor Maksimal
X
kata)
Skor ideal
kata) dengan
bukti
= NA
Pengamatan Proses KD 2.1 dalam Konteks Pembelajaran KD 3.2 Kelas
VII
Nilai =
Perolehan Skor
-------------------Skor Maksimal
X
Skor ideal
= NA
Rubrik penilaian proyek (Keterampilan)
4.2 Rubrik Penilaian Hasil Akhir Kemampuan Menulis Teks Hasil
Observasi
Tanda Cek
Aspek yang
No.
Deskriptor
Diamati
Ya
Tidak
1.
Judul
Apakah judul sudah
memunculkan ciri khas
dari sesuatu yang hendak
diinformasikan?
2.
Klasifikasi
Apakah ada klasifiaksi
Umum
umum berisi pengenalan
fenomena benda yang
akan dibicarakan dengan
menyertakan pernyataan
umum yang menerangkan
subjek laporan,
keterangan, dan
klasifikasinya?
3.
Rincian
Apakah unsur-unsur
deskripsi lengkap?
Apakah unsur-unsur
deskripsi (ciri fisik, asal
muasal, perkembangan
motif, perkembangan
corak/warna, jenis,
teknik, dan diuraikan
secara rinci dan
mendalam?
4.
Keterpaduan Apakah antara paragraf
wacana
satu dengan paragraf
berikutnya berkaitan
ditandai oleh keterkaitan
isi?
5.
Struktur
Apakah tidak ada
kalimat
kesalahan struktur
kalimat?
-300-
6.
Pilihan kata
7.
Ketepatan
penulisan
ejaan dan
tanda baca
Apakah pilihan kata baku
dan menggunakan
istilah-istilah teknis
(dalam bidang tertentu)?
Apakah tidak ada
kesalahan dalam
penulisan ejaan dan tanda
baca?
3. Rubrik Praktik Keterampilan
Hal yang dinilai
3
Judul menyatakan proses terjadinya sesuatu tiga
Judul ditulis dengan huruf awal huruf unsur
kapital
Judul tanpa menggunakan titik
(bobot 1)
Bagian awal teks sudah berisi kalimat tiga
definisi yang
unsur
- menyatakan hal umum dan ciri
pembeda
menggunakan adalah/ ialah
- Tanda baca tepat
(bobot 1)
- Bagian inti berupa deret penjelasan
proses dari awal sampai terjadinya
suatu peristiwa (lengkap)
- Tiap penjelas dipaparkan secara rinci
- Deret penjelas menggunakan kalimat
yang efektif sehingga mudah dipahami
urutannya
- Tidak terdapat kesalahan tanda baca/
ejaan
(bobot 2)
Bagian penutup
Membuat kalimat interpretasi yang berisi
pendapat tentang fakta proses terjadinya
Kalimat
penutup
(bagian
interpretasi
menggunakan struktur yang tepat)
Tidak terdapat kesalahan penggunaan tanda
baca/ ejaan
(bobot 1)
2
dua
unsur
1
satu unsur
dua
unsur
satu unsur
Skor maksimal 15
Skor perolehan
_____________ x 100 = skor akhir
Skor maksimal
Hal yang dinilai
Kesesuaian
struktur
(pernyataan
umum, deretan
3
Berisi tiga unsur
2
2 unsur
-301-
1
1 unsur
penjelasan,
interpretasi)
Ketepatan isi dan
penggunaan
bahasa pada
pernyataan
umum
Ketepatan isi dan
penggunaan
bahasa pada
deretan
penjelasan
Ketepatan tanda
baca / ejaan
isi dan kalimat
tepat
Isi tepat tetapi
kalimat kurang
tepat
Tidak tepat isi
dan penggunaan
kalimatnya
isi dan kalimat
tepat
Isi tepat tetapi
kalimat kurang
tepat
Tidak tepat isi
dan penggunaan
kalimatnya
Tidak ada
kesalahan
penggunaan
tanda baca/ ejaan
Ada 2 atau 3
kesalahan
penggunaan
tanda baca/ ejaan
Lebih tiga
kesalahan
penggunaan
tanda baca/ ejaan
4. Bentuk dan Instrumen Penilaian Hasil Belajar Bahasa Indonesia
Teknik dan instrumen yang digunakan untuk penilaian kompetensisikap,
pengetahuan, dan keterampilan dipaparkan berikut.
a. Penilaian Kompetensi Sikap
Pendidik
melakukan
penilaian
kompetensi
sikap
melalui
observasi,penilaian diri, penilaian “teman sejawat”(peer evaluation)
olehpeserta didik dan jurnal. Instrumen yang digunakan untuk
observasi, penilaian diri, dan penilaian antarpeserta didik adalah daftar
cek atau skala penilaian (rating scale) yang disertai rubrik, sedangkan
pada jurnal berupa catatan pendidik.
Teknik Observasi
Observasi
merupakan
teknik
penilaian
yang
dilakukan
secaraberkesinambungan
dengan
menggunakan
indera,
baik
secaralangsung maupun tidak langsung dengan menggunakanPedoman
observasi yang berisi sejumlah indikator perilaku yangdiamati.
Contoh pengembangan instrumen daftar cek untuk penilaian sikap
Penilaian Sikap Sosial
Penilaian Sikap Terintergrasi dengan Pengetahuan
KD 2.1 dalam Konteks KD 3.2 dan 4.2
Indikator sikap
1. Menyelesaikan tugas membaca dengan sungguh-sungguh dan tepat
waktu (tanggung jawab)
2. Menanggapi simpulan perbedaan yang disampaikan teman dengan
menggunakan intonasi dan pilihan kata yang tidak menyinggung
orang lain (santun)
3. Mendeskripsikan hasil perbedaan beberapa teks observasi karya
sendiri (jujur)
Lembar Pengamatan Penilaian KD 2.1 dalam konteks KD 3.2 dan KD 4.2
Tanda Cek
Aspek
Deskriptor
Sikap
Ya
Tidak
Tanggung
Menyelesaikan tugas membaca
jawab
dengan sungguh-sungguh dan tepat
waktu
-302-
Santun
Jujur
Nilai =
Menanggapi simpulan perbedaan
yang disampaikan teman dengan
menggunakan pilihan kata yang
tidak menyinggung orang lain
Mendeskripsikan perbedaan dengan
usaha sendiri (tidak mencontek)
Mau menerima kritik dan mengritik
sesuai fakta
Perolehan Skor
-------------------Skor Maksimal
X
Skor ideal
= NA
Skala Penilaian (Rating Scale)
Ada kalanya kinerja peserta didik cukup kompleks, sehingga sulit atau
merasa tidak adil kalau hanya diklasifikasikan menjadi dua kategori, ya
atau tidak, memenuhi atau tidak memenuhi. Karena itu dapat dipilih
skala penilaian lebih dari dua kategori, misalnya 1, 2, dan 3. Tetapi
setiap kategori harus dirumuskan deskriptornya sehingga penilai
mengetahui kriteria secara akurat kapan mendapat skor 1, 2, atau 3.
Daftar kategori beserta deskriptor kriterianya itu disebut rubrik. Di
lapangan sering dirumuskan rubrik universal, misalnya 1 = kurang, 2 =
cukup, 3 = baik. Deskriptor semacam ini belum akurat karena kriteria
kurang bagi seorang penilai belum tentu sama dengan penilai lain,
karena itu deskriptor dalam rubrik harus jelas dan terukur. Berikut
contoh penilaian sikap dengan rating scale beserta rubriknya.
Lembar Pengamatan Penilaian
Aspek
Deskriptor
Sikap
Tanggun
Menyelesaikan
g jawab
tugas
membaca
dengan
sungguhsungguh dan
tepat waktu
Santun
Menanggapi
simpulan
perbedaan
yang
disampaikan
teman dengan
menggunakan
pilihan kata
yang tidak
menyinggung
orang lain
Jujur
Mendeskripsik
an perbedaan
dengan usaha
sendiri (tidak
KD 2.1 dalam konteks KD 3.2 dan KD 4.2
Skor
SB
B
K
Menyelesaik
Menyelesaik
Kuran
an semua
an lebih 50%
g dari
tugas
tugas
50%
-303-
mencontek)
Mau
menerima
kritik dan
mengritik
sesuai fakta
Penilaian Diri
Penilaian diri merupakan teknik penilaian dengan cara meminta peserta
didik untuk mengemukakan kelebihan dan kekurangan dirinya dalam
konteks pencapaian kompetensi. Instrumen yang digunakan berupa
lembar penilaian diri.
Contoh penilaian diri
No.
1
2
3
Tanda Cek
Ya
Tidak
Sikap yang diamati
Tanggung jawab
a. Saya melakukan observasi dengan penuh
konsentrasi
b. Saya melakukan observasi dengan tahapan yang
disepakati
c. Saya menyelesaikan tugas menulis hasil observasi
sampai selesai
Jujur
a. Saya mendapatkan data observasi tanpa
menyontek data teman
b. Saya menyusun laporan sesuai data hasil observasi
tanpa mengurangi dan melebihi
c. Saya membuat laporan dengan pilihan kata dan
kalimat yang saya susun sendiri
Santun
a. Sebelum menanggapi laporan teman, terlebih
dahulu saya mengacungkan tangan untuk
meminta kesempatan menanggapi
b. Saya menanggapi laporan teman dengan intonasi
datar dan ekpresi wajah ramah
c. Saya menanggapi laporan teman dengan kata-kata
yang tidak menyinggung teman
Jumlah Tanda Cek
Penilaian Antarpesertadidik
Penilaian antarpeserta didik merupakan teknik penilaian dengancara
meminta peserta didik untuk saling menilai terkait denganpencapaian
kompetensi. Instrumen yang digunakan berupalembar penilaian
antarpeserta didik.
Contoh instrumen penilaian antarpesertadidik
No.
1
Tanda Cek
Ya
Tidak
Sikap yang diamati
Tanggung jawab
a) melakukan observasi dengan penuh konsentrasi
b) melakukan observasi dengan tahapan yang
disepakati
c) Saya menyelesaikan tugas menulis hasil observasi
-304-
2
3
sampai selesai
Jujur
a) Saya mendapatkan data observasi tanpa menyontek
data teman
b) Saya menyusun laporan sesuai data hasil observasi
tanpa mengurangi dan melebihi
c) Saya membuat laporan dengan pilihan kata dan
kalimat yang saya susun sendiri
Santun
a) Sebelum menanggapi laporan teman, terlebih dahulu
saya mengacungkan tangan untuk meminta kesempatan
menanggapi
b) Saya menanggapi laporan teman dengan intonasi
datar dan ekpresi wajah ramah
c) Saya menanggapi laporan teman dengan kata-kata
yang tidak menyinggung teman
Jumlah Tanda Cek
Penilaian dengan Jurnal
Jurnal merupakan catatan pendidik di dalam dan di luar kelas yang
berisi informasi hasil pengamatan tentang kekuatan dan kelemahan
peserta didik yang berkaitan dengan sikap dan perilaku.
-305-
JURNALPENILAIANSIKAP
Nama
: ____________________________________________
Kelas
: ____________________________________________
No.
Hari/Tanggal
Sikap/Perilaku
Positif
Keterangan
Negatif
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Kesimpulan:
b. Penilaian Kompetensi Pengetahuan
Pendidik menilai kompetensi pengetahuan melalui tes tulis, tes lisan,
dan penugasan. Penilaian pengetahuan pada pembelajaran bahasa
Indonesia dilakukan secara terintegrasi dengan keterampilan. Dengan
kata lain, penilaian pengetahuan tidak teoritis tetapi dalam konteks
membaca atau menulis.
Instrumen tes tulis berupa soal pilihan ganda, isian, jawabansingkat,
benar-salah, menjodohkan, dan uraian. Instrumen uraian dilengkapi
Pedoman penskoran. Instrumen tes lisan berupa daftar pertanyaan.
Instrumen penugasan berupa pekerjaan rumah dan/atauprojek yang
dikerjakan secara individu atau kelompok sesuaidengan karakteristik
tugas.
Contoh penilaian pengetahuan (BELUM ADA)
c. Penilaian Kompetensi Keterampilan
Pendidik
menilai
kompetensi
keterampilan
melalui
penilaian
kinerja,yaitu
penilaian
yang
menuntut
peserta
didik
mendemonstrasikansuatu kompetensi tertentu dengan menggunakan
-306-
tes praktik,projek, dan penilaian portofolio. Instrumen yang digunakan
berupadaftar cek atau skala penilaian (rating scale) yang dilengkapi
rubrik.
1) Tes
praktik
adalah
penilaian
yang
menuntut
berupaketerampilan melakukan suatu aktivitas atau
sesuaidengan tuntutan kompetensi.
Hal yang dinilai
Judul
menyatakan
proses
terjadinya sesuatu
Judul ditulis dengan huruf awal
huruf kapital
Judul tanpa menggunakan titik
(bobot 1)
Bagian awal teks sudah berisi
kalimat definisi yang
- menyatakan hal umum
dan ciri pembeda
menggunakan adalah/
ialah
- Tanda baca tepat
(bobot 1)
- Bagian inti berupa deret
penjelasan proses dari
awal sampai terjadinya
suatu peristiwa (lengkap)
- Tiap penjelas dipaparkan
secara rinci
- Deret penjelas
menggunakan kalimat
yang efektif sehingga
mudah dipahami
urutannya
- Tidak terdapat kesalahan
tanda baca/ ejaan
(bobot 2)
Bagian penutup
Membuat kalimat interpretasi
yang berisi pendapat tentang
fakta proses terjadinya
Kalimat
penutup
(bagian
interpretasi
menggunakan
struktur yang tepat)
Tidak
terdapat
kesalahan
penggunaan tanda baca/ ejaan
(bobot 1)
3
2
1
tiga
unsur
dua
unsur
satu
unsur
tiga
unsur
dua
unsur
satu
unsur
Skor maksimal 15
Skor perolehan
_____________ x 100 = skor akhir
Skor maksimal
Hal yang dinilai
Kesesuaian
struktur
3
Berisi tiga unsur
2
2 unsur
-307-
1
1 unsur
respon
perilaku
(pernyataan
umum, deretan
penjelasan,
interpretasi)
Ketepatan isi dan
penggunaan
bahasa pada
pernyataan
umum
Ketepatan isi dan
penggunaan
bahasa pada
deretan
penjelasan
Ketepatan tanda
baca / ejaan
isi dan kalimat
tepat
Isi tepat tetapi
kalimat kurang
tepat
Tidak tepat isi
dan penggunaan
kalimatnya
isi dan kalimat
tepat
Isi tepat tetapi
kalimat kurang
tepat
Tidak tepat isi
dan penggunaan
kalimatnya
Tidak ada
kesalahan
penggunaan
tanda baca/
ejaan
Ada 2 atau 3
kesalahan
penggunaan
tanda baca/
ejaan
Lebih tiga
kesalahan
penggunaan
tanda baca/
ejaan
2) Projek
adalah
tugas-tugas
belajar
(learning
tasks)
yang
meliputikegiatan
perancangan,
pelaksanaan,
dan
pelaporan
secaratertulis maupun lisan dalam waktu tertentu.
3) Penilaian portofolio adalah penilaian yang dilakukan dengancara
menilai kumpulan seluruh karya peserta didik dalambidang tertentu
yang
bersifat
reflektif-integratif
untukmengetahui
minat,
perkembangan, prestasi, dan/ataukreativitas peserta didik dalam
kurun waktu tertentu. Karyatersebut dapat berbentuk tindakan
nyata yang mencerminkankepedulian peserta didik terhadap
lingkungannya.
Instrumen penilaian harus memenuhi persyaratan:
1) substansi yang merepresentasikan kompetensi yang dinilai;
2) konstruksi yang memenuhi persyaratan teknis sesuai denganbentuk
instrumen yang digunakan; dan
3) penggunaan bahasa yang baik dan benar serta komunikatifsesuai
dengan tingkat perkembangan peserta didik.
-308-
BAB VII
MEDIA DAN SUMBER BELAJAR
DALAM MATA PELAJARAN BAHASA INDONESIA
A. Media
Media menjadi faktor penting dalam pembelajaran. Keberadaannya ikut
menentukan keberhasilan pembelajaran. Jika media dirancang dan
dimanfaatkan dengan baik, pembelajaran akan berhasil sesuai dengan
tujuan. Begitu pun sebaliknya, bila tidak dimanfaatkan maka pembelajaran
akan hambar. Dalam perencanaan pembelajaran untuk membantu peserta
didik dalam mencapai kompetensi dasar ada beberapa istilah yang
digunakan, seperti materi , media pembelajaran, dan sumber belajar. Pada
mata pelajaran Bahasa Indonesia ketiga istilah tersebut memiliki ciri khas.
Dalam pembelajaran, materi adalah perangkat lunak dan perangkat keras
yang digunakan untuk mencapai kompetensi dasar. Media adalah perangkat
keras yang digunakan untuk menunjang tercapainya kompetensi dasar yang
dibelajarkan, dan sumber belajar adalah rujukan yang dipakai sebagai
acuan
Dalam proses kegiatan belajar mengajar, media pembelajaran adalah sarana
untuk memberikan perangsang bagi siswa supaya proses belajar terjadi.
Media pendidikan/pembelajaran berkembang sejalan dengan perkembangan
ilmu dan teknologi. Perkembangan dari media visual, audiovisual, televisi,
komputer hingga teknologi modern lainnya.
Media pembelajaran menurut Aldino (2004:9) merupakan sarana atau alat
komunikasi sekaligus merupakan sumber informasi. Disebut alat
komunikasi karena istilah media merujuk pada segala sesuatu yang
membawa atau mengantar pesan dari sumber kepada penerima (receiver).
Media dikatakan sebagai sumber informasi oleh karena di dalam media
terkandung pesan di dalamnya. Beberapa contoh media antara lain gambar
atau foto, televisi, video, diagram, barang-barang cetakan, program
komputer, atau radio.
Contoh-contoh media di atas dapat menjadi media pembelajaran ketika
benda-benda itu mengandung pesan untuk tujuan pembelajaran. Jadi,
media pembelajaran adalah benda-benda yang berisi pesan yang digunakan
dalam proses pembelajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran.
Dalam proses belajar mengajar, media mempunyai fungsi yang sangat
penting. Secara umum fungsi media adalah sebagai penyalur pesan. Selain
fungsi tersebut Hamalik (1986) mengemukakan bahwa penggunaan media
dalam proses belajar mengajar dapat membangkitkan rasa ingin tahu dan
minat, membangkitkan motivasi dan rangsangan dalam proses belajar
mengajar serta dapat mempengaruhi psikologis peserta didik. Dapat
dikatakan bahwa penggunaan media dapat memadatkan informasi. Selain
itu, penggunaan media juga dapat membantu peserta didik dalam
meningkatkan pemahaman, membantu guru dalam menyajikan materi/data
dengan menarik dan memudahkan menafsirkan data.
1. Jenis Media
Ada beberapa pendapat para pakar mengenai jenis media. Atmohoetomo
(dalam Rohani, 1997) misalnya mengklasifikasi media pembelajaran
menjadi tiga jenis, yaitu (1) media audio, (2) media visual, (3) media audiovisual. Selain itu, jenis media pembelajaran juga dapat di bedakan berupa
media gambar diam, media papan, media dengan proyeksi, benda asli dan
orang, model, spesimen, mocks up (bagian benda asli), diorama, outdoor
-309-
laboratory, community study, walking trips, field study, special learning
trips, audio recording, dan televisi.
a. Gambar diam (still picture) dan grafis
Media diam adalah benda visual dua dimensi yang merupakan
gambaran dari orang, tempat atau sesuai kejadian. Dengan kata lain,
media diam merupakan gambar diam. Media ini disebut juga potret.
Media grafis merupakan semua media yang mengandung grafis dan
merupakan benda-benda instruksional yang meringkas informasi dan
ide melalui kombinasi gambar, kata, simbol, dan gambaran. Termasuk
dalam gambar diam adalah grafik, chart, peta, diagram, poster, kartun,
komik, gambar, foto, dan lukisan.
b. Media papan
Media yang menggunakan papan sebagai sarana komunikasi untuk
menyampaikam informasi dan ide yang biasanya ditempatkan di
dinding atau permukaan yang horisontal. Berbagai bentuk media
papan di antaranya papan tulis, papan flanel, papan pameran, papan
tempel, papan demonstrasi, papan magnet, papan paku, papan
kantong, dan papan pasak.
c. Media proyeksi
Media proyeksi merupakan media yang penyajiannya menggunakan
proyektor.
1) Still projection (gambar sorot tak bergerak), terdiri atas slides,
filmstrips, transparan, dan opague.
2) Micro projection (media sorot mikro)
3) Microfilm and microfische (mikrofilm dan mikrofis)
4) Motion pictures (media sorot yang bergerak)
d. Benda asli dan orang (real material and people)
e. Model
Model merupakan benda tiga dimensi tiruan yang menyajikan suatu
benda sama dengan benda asli. Media yang masuk dalam kategori
model adalah model irisan, model memperkecil-memperbesar, maket,
dan penyederhanaan objek yang kompleks.
f. Spesimen
Spesimen merupakan objek yang menyajikan sekelompok benda yang
sama. Contoh spesimen misalnya spesimen makhluk hidup (aquarium,
tersarium, kebun binatang, dan sebagainya), spesimen makhluk yang
telah mati (awetan dalam botol, herbarium, dan awetan dalam cairan
plastik), dan spesimen dari benda tidak bernyawa.
g. Bagianbenda asli(mocks up)
Mocks up merupakan model yang berupabagian tertentu saja dari benda
asli.
h. Diorama
Diorama adalah miniatur tiga dimensi untuk menggambarkan model
yang sebenarnya seperti keadaan ruang angkasa, miniatur figur publik,
miniatur pesawat terbang, kejadian sejarah perundingan, perang, dan
sebagainya
-310-
i. Laboratorium lapangan (outdoor laboratory)
Outdoor laboratory atau “laboratorium” di luar ruangan merupakan
media yang berupa alam, masyarakat, dan hasil kebudayaan yang
dimanfaatkan untuk sumber belajar. Dalam mata pelajaran IPA
laboratorium di luar ruangan dapat berupa lahan pertanian, sungai,
dan lain-lain. Untuk mata pelajaran IPS, studi tentang lingkungan
masyarakat yang di dalamnya terdapat unsur-unsur sosial seperti
sejarah, geografi, ekonomi, dan sosiologi merupakan contoh nyata.
j. Belajar Bermasyarakat, karya wisata, dan belajar di luar kelas
(community study, walking trips, dan field study)
2. Pemilihan Media Pembelajaran Bahasa Indonesia
Pembelajaran bahasa Indonesia, selain untuk meningkatkan keterampilan
berbahasa juga meningkatkan berpikir dan bernalar serta kemampuan
memperluas wawasan. Selain itu, diarahkan juga untuk mempertajam
kepekaan peserta didik. Peserta didik bukan hanya memahami informasi
secara langsung, tetapi juga yang disampaikan secara terselubung atau
tak langsung.
Berkaitan dengan media pembelajaran, berikut dikemukakan beberapa
prinsip yang dapat digunakan sebagai pertimbangan untuk memilih dan
menentukan media pembelajaran bahasa Indonesia.
a. Fungsional
Salah satu aspek yang perlu dipertimbangkan dalam memilih dan
menentukan penggunaan media pembelajaran adalah kefungsionalan
media tersebut. Media pembelajaran yang baik adalah media
pembelajaran yang benar-benar fungsional dalam arti cocok dengan
tujuan pembelajaran dan benar-benar berfungsi untuk menunjang
ketercapaian tujuan pembelajaran. Media pembelajaran yang
digunakan bukan sekadar sebagai pelengkap proses pembelajaran,
tetapi benar-benar merangsang peserta didik untuk berlatih, berlatih,
dan berlatih berbahasa dan bersastra.
b. Tersedia
Pertimbangan lain dalam pemilihan dan penentuan media pembelajaran
adalah ketersediaan media itu. Artinya, pada saat diperlukan dalam
pembelajaran, pengadaan media itu mudah. Misalnya, ketika akan
melatih peserta didik agar ia memiliki kompetensi dalam mendengarkan
berita dan diputuKIan untuk menggunakan media pembelajaran yang
berupa kaset rekaman berita dan tape recorder, kaset rekaman berita
dan tape recorder itu benar-benar tersedia. Seandainya tidak tersedia,
kaset rekaman berita dan tape recorder itu dapat diupayakan sehingga
pada saat diperlukan media itu tersedia. Ternyata, kaset rekaman
berita, tape recorder, beserta perangkat pendukungnya (misalnya listrik)
tidak tersedia di sekolah. Dengan demikian, kaset rekaman dan tape
recorder bukan media pembelajaran yang tepat di gunakan saat itu.
c. Murah
Media pembelajaran yang digunakan untuk melatih peserta didik
berbahasa dan bersastra tidak harus yang mahal. Pada dasarnya segala
sesuatu yang ada di lingkungan peserta didik, di lingkungan sekolah,
dan di lingkungan kita dapat digunakan untuk media pembelajaran
bahasa dan sastra.
-311-
d. Menarik
Pertimbangan lain yang tidak kalah pentingnya dalam pemilihan dan
penentuan media pembelajaran adalah kemenarikan. Artinya, media
pembelajaran yang digunakan dalam pembelajaran adalah media yang
menarik bagi peserta didik sehingga peserta didik termotivasi untuk
terlibat dalam proses pembelajaran secara lebih intensif. Untuk dapat
menentukan media pembelajaran menarik, setidaknya
perlu
dipertimbangkan beberapa hal, yakni (1) kesesuaian media dengan
kebutuhan peserta didik, (2) kesesuaian media pembelajaran dengan
dunia peserta didik, (3) baru, (4) menantang, dan (5) variatif. Media
yang menarik banyak ragamnya, antara lain gambar, KIetsa/gambar
grafis, chart, bagan, tabel, grafik, dan overhead projector yang dapat
dimanfaatkan untuk pembelajaran bahasa Indonesia.
3. Identifikasi Media Sesuai Kompetensi Dasar Bahasa Indonesia
Berikut ini adalah contoh identifikasi KD dengan kemungkinan media
yang tepat digunakan dalam kegiatan pembelajaran Bahasa Indonesia.
Pada buku ini dicontohkan hanya untuk Kelas VII Semester 1 yang perlu
dilengkapi.
No. Kompetensi Dasar
1
3.1 Memahami teks
hasil observasi,
tanggapan
deKIriptif,
eksposisi,
eksplanasi, dan
cerita pendek
baik melalui lisan
maupun tulisan
4.1 Menangkap makna
teks hasil
observasi,
tanggapan
deKIriptif,
eksposisi,
eksplanasi, dan
cerita pendek baik
secara lisan
maupun tulisan
Jenis Media
Audio- Bentuk
Audio Visual
Visual
Materi
1. Pengenalan
struktur teks
hasil observasi
Struktur isi:
Judul
Pembuka/
definisi
umum
Isi :
deKIripsi
khusus
Penutup :
Ciri Bahasa
Penggunaan
kata sifat
Penggunaan
kata kerja
aksi
2. Pemahaman
Isi Teks
Hasil
Observasi
3. Pemahaman
kata, istilah
dalam teks
hasil
observasi
-312-
V
Teks
hasil
observasi
Berikut ini adalah contoh identifikasi KD dengan kemungkinan media
yang tepat digunakan dalam kegiatan pembelajaran Bahasa Indonesia.
Pada buku ini dicontohkan hanya untuk Kelas X Semester 1 yang perlu
dilengkapi.
No
Kompetensi Dasar
1
3.1 Memahami
struktur dan
kaidah teks
anekdot baik
melalui lisan
maupun tulisan
4.1 Menginterpretasi
makna teks
anekdot baik
secara lisan
maupun tulisan
Materi
Pengenalan
struktur isi
teks anekdot
Pengenalan
ciri bahasa
teks anekdot
Pemahaman
isi teks
anekdot
Makna kata,
istilah, dan
ungkapan
dalam teks
anekdot
Pemahaman
isi teks
anekdot
Jenis Media
Audi
oAudi Visu
Visu
o
al
al
Bentuk
V
Teks
anekdo
t
B. Sumber Belajar
Dalam usaha meningkatkan kualitas proses pembelajaran dan hasil
pembelajaran, guru tidak boleh melupakan satu hal yang sudah pasti
kebenarannya yaitu bahwa peserta didik atau siswa harus diupayakan
untuk banyak berinteraksi dengan sumber belajar. Tanpa sumber belajar
yang memadai sulit diwujudkan proses pembelajaran yang mengarah kepada
tercapainya hasil belajar yang optimal. Sumber belajar adalah semua
sumber, baik perangkat lunak maupun keras ataupun kombinasi keduanya,
yang dapat digunakan oleh peserta didik untuk mempermudah atau
membantu dalam mencapai kompetensi dasar yang sudah ditetapkan.
Pembelajaran yang baik memerlukan sebanyak mungkin sumber belajar
untuk memperkaya pengalaman belajar siswa. Penggunaan sumber belajar
harus dipilih, disaring, bervariasi serta disesuaikan dengan kompetensi
dasar sehingga dapat meningkatkan gairah dan semangat peserta didik
dalam belajar.
Fungsi sumber belajar dalam proses kegiatan belajar mengajar, antara lain:
1. Meningkatkan
produktivitas
pembelajaran
dengan
jalan:
(a)
mempercepat laju belajar dan membantu guru untuk menggunakan
waktu secara lebih baik dan efisien dan (b) mengurangi beban guru
dalam menyajikan informasi sehingga waktu dapat lebih banyak
digunakan untuk mengaktifkan peserta didik dalam pembelajaran.
2. Memberikan kemungkinan pembelajaran yang sifatnya lebih individual,
dengan cara: (a) mengurangi kontrol guru yang kaku dan tradisional;
-313-
dan (b) memberikan kesempatan bagi siswa untuk berkembang sesuai
dengan kemampuannnya.
3. Memberikan dasar yang lebih ilmiah terhadap pembelajaran dengan
cara: (a) perancangan program pembelajaran yang lebih sistematis; dan
(b) pengembangan bahan pengajaran yang dilandasi oleh penelitian.
4. Lebih memantapkan pembelajaran, dengan jalan: (a) meningkatkan
kemampuan sumber belajar; (b) penyajian informasi dan bahan secara
lebih kongkrit.
5. Memungkinkan belajar secara seketika, yaitu: (a) mengurangi
kesenjangan antara pembelajaran yang bersifat verbal dan abstrak
dengan realitas yang sifatnya kongkrit; (b) memberikan pengetahuan
yang sifatnya langsung.
6. Memungkinkan penyajian pembelajaran yang lebih luas, dengan
menyajikan informasi yang mampu menembus batas geografis.
1. Jenis Sumber Belajar
Secara garis besarnya, terdapat dua jenis sumber belajar yaitu: (a)
Sumber belajar yang dirancang, yakni sumber belajar yang secara khusus
dirancang atau dikembangkan sebagai komponen sistem instruksional
untuk memberikan fasilitas belajar yang terarah dan bersifat formal, dan
(b) Sumber belajar yang dimanfaatkan, yaitu sumber belajar yang tidak
didesain khusus untuk keperluan pembelajaran dan keberadaannya dapat
ditemukan, diterapkan dan dimanfaatkan untuk keperluan pembelajaran
Dari kedua macam sumber belajar, sumber-sumber belajar dapat
berbentuk: (1) pesan: informasi, bahan ajar; cerita rakyat, dongeng,
hikayat, dan sebagainya (2) orang: guru, instruktur, siswa, ahli, nara
sumber, tokoh masyarakat, pimpinan lembaga, tokoh karier dan
sebagainya; (3) bahan: buku, transparansi, film, slides, gambar, grafik
yang dirancang untuk pembelajaran, relief, candi, arca, komik, dan
sebagainya; (4) alat/ perlengkapan: perangkat keras, komputer, radio,
televisi, VCD/DVD, kamera, papan tulis, generator, mesin, mobil, motor,
alat listrik, obeng dan sebagainya; (5) pendekatan/ metode/ teknik:
disikusi, seminar, pemecahan masalah, simulasi, permainan, sarasehan,
percakapan biasa, diKIusi, debat, talk shaw dan sejenisnya; dan (6)
lingkungan: ruang kelas, studio, perpustakaan, aula, teman, kebun,
pasar, toko, museum, kantor dan sebagainya.
2. Kriteria Pemilihan Sumber Belajar
Dalam memilih sumber belajar harus memperhatikan kriteria sebagai
berikut: (1) ekonomis: tidak harus terpatok pada harga yang mahal, (2)
praktis: tidak memerlukan pengelolaan yang rumit, sulit dan langka, (3)
mudah: dekat dan tersedia di sekitar lingkungan kita, (4) fleksibel: dapat
dimanfaatkan untuk berbagai kompetensi dasar, dan (5) sesuai dengan
kompetensi dasar: mendukung proses dan pencapaian kompetensi dasar
dan dapat membangkitkan motivasi dan minat belajar siswa.
3. Memanfaatkan Lingkungan sebagai Sumber Belajar
Lingkungan merupakan salah satu sumber belajar yang amat penting dan
memiliki nilai-nilai yang sangat berharga dalam rangka proses
pembelajaran siswa. Lingkungan dapat memperkaya bahan dan kegiatan
belajar.
Lingkungan yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber belajarterdiri dari :
(1) lingkungan sosial dan (2) lingkungan fisik (alam). Lingkungan sosial
dapat digunakan untuk memperdalam ilmu-ilmu sosial dan kemanusiaan
sedangkan lingkungan alam dapat digunakan untuk mempelajari tentang
-314-
gejala-gejala alam dan dapat menumbuhkan kesadaran peserta didik akan
cinta alam dan partispasi dalam memlihara dan melestarikan alam.
Pemanfaatan lingkungan dapat ditempuh dengan cara melakukan
kegiatan dengan membawa peserta didik ke lingkungan, seperti survey,
karyawisata, berkemah, praktek lapangan dan sebagainya. Bahkan
belakangan ini berkembang kegiatan pembelajaran dengan apa yang
disebut out-bond, yang pada dasarnya merupakan proses pembelajaran
dengan menggunakan alam terbuka.
Di samping itu pemanfaatan lingkungan dapat dilakukan dengan cara
membawa lingkungan ke dalam kelas, seperti : menghadirkan nara
sumber untuk menyampaikan informasi di dalam kelas. Agar penggunaan
lingkungan sebagai sumber belajar berjalan efektif, maka perlu dilakukan
perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi serta tindak lanjutnya.
-315-
BAB VIII
GURU SEBAGAI PENGEMBANG BUDAYA SEKOLAH
A. Budaya Sekolah
Sekolah sebagai suatu sistem memiliki tiga aspek pokok yang sangat
berkaitan erat dengan mutu sekolah, yakni: proses belajar mengajar,
kepemimpinan dan manajemen sekolah, serta budaya sekolah. Program aksi
untuk peningkatan mutu sekolah secara konvensional pada umumnya
menekankan pada aspek meningkatkan mutu proses belajar mengajar dan
kurang menyentuh aspek kepemimpinan dan manajemen sekolah, serta
aspek budaya sekolah. Sasaran peningkatan kualitas pada aspek proses
belajar mengajar saja tidak cukup. Dengan kata lain, perlu dilakukan
pendekatan meningkatkan mutu dengan sasaran mengembangkan budaya
sekolah.
B. Faktor Pembentuk Budaya Sekolah
Perilaku dan sikap peserta didik tumbuh berkembang selama berada di
sekolah dan perkembangannya dipengaruhi oleh struktur dan budaya
sekolah, serta interaksi dengan komponen yang ada di sekolah, seperti
kepala sekolah, guru, dan antarpeserta didik. Sekolah sebagai aktivitas
belajar harus menciptakan budaya sekolah yang sehat dan terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan prosespembelajaran sehingga peserta
didik secara aktif mengembangkan potensidirinya untuk memiliki kekuatan
spiritual keagamaan, pengendalian diri,kepribadian, kecerdasan, akhlak
mulia, serta keterampilan yangdiperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan
negara.
C. Peran Guru
Peran guru dalam proses pembelajaran di sekolah harus mengondisikan
pembelajaran yang interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang,
memotivasi peserta didikuntuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang
yang cukup bagiprakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan
bakat, minat, danperkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Untuk
itu setiap guru perlu memahami dan menggunakan prinsippembelajaran
yakni:
1. dari peserta didik diberi tahu menuju peserta didik mencari tahu;
2. dari guru sebagai satu-satunya sumber belajar menjadi belajar
berbasis aneka sumber belajar;
3. dari pendekatan tekstual menuju proses sebagai penguatan
penggunaan pendekatan ilmiah;
4. dari pembelajaran berbasis konten menuju pembelajaran berbasis
kompetensi;
5. dari pembelajaran parsial menuju pembelajaran terpadu;
6. dari pembelajaran yang menekankan jawaban tunggal menuju
pembelajaran dengan jawaban yang kebenarannya multi dimensi;
7. dari pembelajaran verbalisme menuju keterampilan aplikatif;
8. peningkatan dan keseimbangan antara keterampilan fisikal (hardskills)
dan keterampilan mental (softskills);
9. pembelajaran yang mengutamakan pembudayaan dan pemberdayaan
peserta didik sebagai pembelajar sepanjang hayat;
10. pembelajaran yang menerapkan nilai-nilai dengan memberi
-316-
11. keteladanan (ing ngarso sung tulodo), membangun kemauan (ing
madyo mangun karso), dan mengembangkan kreativitas peserta didik
dalam proses pembelajaran (tut wuri handayani);
12. pembelajaran yang berlangsung di rumah, di sekolah, dan
dimasyarakat;
13. pembelajaran yang menerapkan prinsip bahwa siapa saja adalah
guru,siapa saja adalah, dan di mana saja adalah kelas.
14. Pemanfaatan
teknologi
informasi
dan
komunikasi
untuk
meningkatkan efisiensi dan efektivitas pembelajaran; dan
15. Pengakuan atas perbedaan individual dan latar belakang budaya
peserta didik.
Pembelajaran bahasa Indonesia bertujuan agar peserta didik memiliki
keterampilan-keterampilan praktis berbahasa Indonesiabaik lisan maupun
tulismelalui pendekatan berbasis teks.Dalam pembelajaran bahasa yang
berbasiskan teks, bahasa Indonesia diajarkan bukan sekadar sebagai
pengetahuan bahasa, melainkan sebagai teks yang mengemban fungsi
untuk menjadi sumber aktualisasi diri penggunanya pada konteks sosialbudaya akademis. Teks dimaknai sebagai satuan bahasa, baik verbal
maupun nonverbal, yang mengungkapkan makna secara kontekstual.
Pembelajaran bahasa Indonesia berbasis teks dilaksanakan dengan
menerapkan prinsip bahwa (1) bahasa hendaknya dipandang sebagai teks,
bukan semata-mata kumpulan kata-kata atau kaidah-kaidah kebahasaan,
(2) penggunaan bahasa merupakan proses pemilihan bentuk-bentuk
kebahasaan untuk mengungkapkan makna, (3) bahasa bersifat fungsional,
yaitu penggunaan bahasa tidak pernah dapat dilepaskan dari konteks
karena bentuk bahasa yang digunakan itu mencerminkan ide, sikap, nilai,
dan ideologi penggunanya, dan (4) bahasa merupakan sarana pembentukan
kemampuan berpikir manusia. Sehubungan dengan prinsip-prinsip itu,
perlu disadari bahwa setiap teks memiliki struktur tersendiri yang satu
sama lain berbeda. Sementara itu, struktur teks mencerminkan struktur
berpikir.
Berdasarkan prinsip tersebut guru berperan untuk membuatpeserta didik
agar gemar membaca dan gemar menulis di sekolah maupun di rumah.
Semakin banyak jenis teks yang dikuasai siswa, makin banyak pula struktur
berpikir yang dapat digunakannya dalam kehidupan sosial dan
akademiknya nanti. Hanya dengan cara itu, peserta didik dapat
mengonstruksi ilmu pengetahuannya melalui kemampuan mengobservasi,
mempertanyakan, mengasosiasikan, menganalisis, dan menyajikan hasil
analisis secara memadai.Dengan demikian, pembelajaran bahasa yang
berbasis teks adalah pembelajaran yang memungkinkan siswa untuk
menguasai dan menggunakan jenis-jenis teks tersebut di masyarakat. Hal
tersebut dapat mendorong terciptanya budaya sekolah yang kodusif.
Sosok guru sebagai multifungsi perlu menerapkan nilai-nilai dengan
memberi keteladanan(ing ngarso sung tulodo), membangun kemauan (ing
madyo mangun karso), dan mengembangkan kreativitas peserta didik dalam
proses pembelajaran (tut wuri handayani). Keteladanan guru dalam budaya
sekolah menjadi contoh bagi peserta didik, misalnya guru masuk ke dalam
kelas tidak terlambat, guru mengajar dengan metode yang menarik dan
menyenangkan, guru menghargai pendapat peserta didik, guru jujur dalam
memberikan penilaian otentik (tidak pilih kasih), guru gemar membaca yang
ditandai dengan wawasan dan pengetahuan guru yang baik, dll.
Budaya sekolah yang baik salah satunya dapat ditunjukkan dengan adanya
jalinan kerja sama antarguru mata pelajaran yang berbeda. Misalnya, guru
-317-
mata pelajaran bahasa Indonesia dapat berkolaborasi dengan guru mata
pelajaran IPA atau IPS dalam pembelajaran menulis laporan ilmiah.
Hubungan antarguru yang akrab dan harmonis dapat diamati dan dirasakan
peserta didik. Hal ini mendorong hubungan peserta didik dengan guru dapat
terjalin dengan baik.Begitu pula hubungan peserta didik baru dengan
peserta didiklama terjalin dengan baik sehingga bentuk kekerasan dapat
terhindari.
Budaya sekolah yang baik dapat pula diamati dari jalinan interaksi antara
sekolah dengan masyarakat dan orang tua. Kerja sama yang baik
antarsekolah dengan masyarakat dapat diwujudkan melalui menysukseskan
program-program sekolah sehingga sekolah tersebut bisa tetap eksis.
Bentuk-bentuk hubungan kerja sama sekolah dengan masyarakat antara
lain :
1. Mengikutsertakan guru dan siswa dalam kegiatan masyarakat
Partisipasi warga sekolah, termasuk guru dan siswa dalam kegiatan
masyarakat sekitarnya, misalnya dalam kegiatan kerja bakti, perayaanperayaan hari besar nasional atau keagamaan, dan sebagainya. Selain itu
keikutsertaan guru dan siswa dalam kegiatan masyarakat bisa
ditunjukkan dengan adanya program baksos (bakti sosial) untuk
masyarakat yang kurang mampu ataupun yang terkena musibah/
bencana, kegiatan bazar sekolah dengan memamerkan hasil karya siswa,
termasuk pementasan karya tulis, karya seni dan karya keterampilan
pada saat HUT RI, kunjungan guru ke rumah tokoh masyarakat.Hal ini
akan menambah kesan masyarakat sekitar akan kepedulian sekolah
terhadap lingkungan sekitar sebagai anggota masyarakat yang senantiasa
sadar lingkungan demi baktinya terhadap pembangunan masyarakat.
Bagi sekolah sendiri, kegiatan tersebut dapat melatih para peserta didik
untuk lebih mudah dalam bersosialisasi dengan masyarakat dan untuk
meningkatkan kepeduliannya terhadap sesama.
2. Menyediakan fasilitas sekolah untuk keperluan masyarakat
Sekolah dapat menyediakan fasilitasnya untuk kepentingan masyarakat
sekitar sepanjang tidak mengganggu kelancaran kegiatan pembelajaran.
a. Fasilitas tersebut, misalnya:
b. Lapangan olah raga yang digunakan sebagai sarana olahraga anggota
masyarakat di luar jam pelajaran sekolah.
c. Halaman sekolah untuk acara sholat idul fitri / idul adha untuk Agama
Islam.
d. LCD sekolah untuk acara perayaan HUT RI.
3. Mengikutsertakan pemuka atau tenaga ahli di masyarakat ke dalam
kegiatan kurikuler atau ekstra kurikuler. Dalam menjalankan kegiatan
yang direncanakan, sekolah tidak lepas dari dukungan masyarakat.
Masyarakat sangat berperan aktif dan mempengaruhi sekolah yang ada di
dalamnya. Misalkan dalam kegiatan-kegiatan:
a. Ekstrakurikuler di bidang tarik suara, pihak sekolah bekerja sama
dengan penyanyi untuk mengembangkan potensi yang dimilikinya.
b. Pada saat perayaan hari besar, pihak sekolah mendatangkan tokoh
agama dalam masyarakat sebagai pengisi ceramah.
c. Pada saat acara perpisahan, mendatangkan masyarakat yang
berpotensi di bidang seni untuk memeriahkan acara.
4. Mendayagunakan sarana yang tersedia di masyarakat untuk keperluan
sekolah.
Contoh nyata yang terjadi dalam lingkungan sekolah antara lain:
-318-
a. Memanfaatkan alam sekitar untuk media pembelajaran (sawah,
perkebunan, ladang dan hutan),
b. Memanfaatkan toko-toko dalam masyarakat untuk tempat praktik kerja
siswa sesuai jurusannya,
c. Memanfaatkan lapangan warga untuk upacara bendera Hari Nasional.
5. Mendayagunakan potensi masyarakat sebagai salah satu unsur
penanggung jawab pendidikan. Misalnya, mengikutsertakan tokoh
masyarakat dalam keanggotaan komite sekolah.
6. Mendayagunakan potensi orang tua siswa
Hubungan antara sekolah dengan orang tua diperlukan secara terusmenerus selama orang tua masih mempunyai anak yang bersekolah di
sekolah tersebut. Diperlukan kerja sama antara sekolah dan orang tua
demi kepentingan siswa. Anak lebih banyak menghabiskan waktu di
rumah daripada di sekolah sehingga pendidikan di sekolah dengan di
rumah harus seirama. Di sinilah letak pentingnya sekolah
mendayagunakan potensi orang tua dalam dunia pendidikan.
-319-