[go: up one dir, main page]

Academia.eduAcademia.edu

Dasar-Dasar Teori Sistem

Dalam teori sistem umum dijelaskan bahwa dalam sebuah sistem terdapat struktur, fungsi dan evolusi. Struktur mengenai sistem struktural dan hubungan dalam suatu kasus. Fungsi adalah hubungan yang melengkapi struktur tersebut berdasarkan fungsinya. Sedangkan evolusi mempelajari tentang sesuatu yang bersifat dinamis namun membutuhkan waktu yang tidak sebentar. Untuk lebih jelasnya, hubungan antara struktur—fungsi—evolusi dapat dipahami melalui contoh. Mengapa mereka berhubungan satu sama lain? Apakah tanpa struktur, fungsi masih dapat berjalan? Apakah dengan evolusi, struktur dan fungsi menjadi mempunyai arti? Antara struktur, fungsi, dan evolusi berhubungan satu sama lain, dalam ruang lingkup sistem. Contohnya adalah, secara struktural menurut undang-undang yang berlaku saat ini, di Indonesia diatur hubungan antara pemerintah, pers, dan masyarakat. Hubungan fungsional terjadi dalam proses kebebasan informasi, di mana pemerintah memberikan kebebasan kepada masyarakat untuk memiliki atau mendirikan surat kabar, sekaligus memberikan layanan informasi kepada masyarakat dan melakukan kontrol sosial. Hubungan evolusioner dengan sendirinya mempelajari sejarah dan perkembangan dan kebebasan informasi. Di dalam sebuah sistem dikenal adanya prinsip keterbukaan, dan dalam teori sistem dibuat klasifikasi atas besar kecilnya keterbukaan itu. Yaitu sistem yang relatif terbuka dan sistem yang relatif tertutup. Pada prinsipnya, sistem yang relatif terbuka berinteraksi dengan lingkungannya dalam kompleksitas atau diferensiasi fungsi yang semakin meningkat. Sebagaimana yang terjadi dalam masyarakat. Sebaliknya sistem yang relatif tertutup, hampir tidak berinteraksi dengan lingkungannya dan tidak memiliki kompleksitas yang meningkat. Seperti dapat ditemukan dalam teknologi (jam tangan, komputer, mesin, dan sebagainya). Pada umumnya, sistem yang realtif terbuka adalah sistem sosial, dengan tingkat keterbukaan yang berbeda-beda antara satu sistem sosial dengan sistem sosial yang lain, sehingga ada perilaku sistem yang kurang terbuka. Contohnya birokrasi sipil dan militer. Ada pula perilaku sistem yang sangat terbuka. Contohnya keluarga. Meskipun memiliki cakupan yang berbeda-beda, namun antara sistem yang relatif terbuka maupun sistem yang relatif tertutup tetap dalam ruang lingkup sistem. Tidak lupa dalam sistem tersebut terdapat tiga hal dasar tentang struktur, fungsi dan evolusi. Komunikasi manusia sebagai sebuah sistem dapat dikaji dengan menetapkan juga unit analisisnya (individu, lembaga, massa, perilaku, interaksi, informasi atau kebebasan informasi). Kesimpulannya dasar-dasar teori sistem memiliki tiga hal mendasar. Yaitu fungsi, struktur, dan evolusi. Ketiganya saling terkait dan melengkapi satu sama lain. Ketiga hal tersebut pun dapat dikembangkan lagi sebagai pelengkap dalam teori sistem.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Dalam komunikasi, terdapat hal yang dinamakan sistem. Sistem ini tentu saja mempunyai ujung atau dasar-dasar. Dasar-dasar teori sistem inilah yang penulis akan angkat sebagai bahan permasalahan di makalah. Sistem merupakan sesuatu yang memiliki tiga hal mendasar. Yaitu struktur, fungsi, dan evolusi. Bagaimana dari ketiga hal mendasar tersebut bisa memiliki keterkaitan satu sama lain yang nantinya akan berkembang menjadi sebuah sistem. Maka dari itu, dengan ini saya akan membuat sebuah makalah dengan judul Dasar-Dasar Teori Sistem. Rumusan Masalah Mengapa antara struktur, fungsi dan evolusi berhubungan satu sama lain? Apakah tanpa struktur, fungsi masih dapat berjalan? Apakah dengan evolusi, struktur dan fungsi menjadi mempunyai arti? BAB II PEMBAHASAN Dalam teori sistem umum dijelaskan bahwa dalam sebuah sistem terdapat struktur, fungsi dan evolusi. Menurut Kamus Ilmiah Populer, sistem adalah metode atau cara yang teratur (untuk melakukan sesuatu). Struktur adalah susunan. Fungsi adalah kegunaan atau manfaat. Evolusi adalah perubahan atau perkembangan secara lambat. Risa Agustin, Kamus Ilmiah Populer, Serba Jaya : Surabaya h. 491, 502, 135, 117 Hubungan struktural dapat terjadi dari segi ruang (kiri, kanan, depan dan belakang) dan segi status (atasan, bawahan, teman sekerja). Untuk mempermudah pemahaman, contoh hubungan struktural dari segi status adalah stratifikasi yang terjadi pada tingkat pendidikan. Orang yang memiliki pendidikan mencapai S1 akan memiliki status yang lebih tinggi dibanding orang yang memiliki pendidikan hingga SMA. Dalam suatu perusahaan pun, secara kasat mata akan terlihat otomatis akan adanya perbedaan status tersebut. Semakin tinggi seseorang mencapai tingkat pendidikan, semakin tinggi pula jabatan yang akan didapat. Sementara, biasanya orang yang tingkat pendidikannya tidak terlalu tinggi, akan menempati posisi jabatan yang sesuai dengan pendidikannya. Namun ini belum tentu berlaku di semua tempat. Hanya saja sebagian besar perusahaan menerapkan sistem sturktural seperti ini. Hubungan fungsional berkaitan dengan tindakan atau perilaku (menghibur, memberi informasi, mengawasi, dsb). Dapat dijelaskan bagaimana hubungan ini memiliki kegunaan atau manfaat. Seperti pada sistem pemerintahan di Indonesia. Terdapat lembaga-lembaga yakni lembaga legislatif, lembaga eksekutif dan lembaga yudikatif. A. Ubaedillah & Abdul Rozak, Pancasila, Demokarsi, HAM, dan Masyarakat Madani, Kencana, 2003 : Jakarta h. 104 Mereka mempunyai fungsinya masing-masing dalam hal menjalankan kewajiban atau tugas. Lembaga legislatif berfungsi sebagai pembuat undang-undang. Lembaga eksekutif bertugas menerapkan dan melaksanakan undang-undang. Sedangkan lembaga yudikatif berfungsi mempertahankan pelaksanaan undang-undang. Sedangkan hubungan evolusioner menunjuk kepada riwayat sistem dalam waktu tertentu tentang hubungan sturktural dan hubungan fungsional. Bisa dikaitkan pula tentang perubahan dan perkembangannya secara evolusi atau bertahap. Anwar Arifin, Sistem Komunikasi Indonesia, Simbiosa Rekatama Media, 2011: Bandung, h. 28 Seperti artinya, evolusi adalah perubahan secara lambat. Bagaimana suatu sistem memiliki proses yang bertahap dalam menjalankan fungsinya. Meskipun bertahap, hubungan evolusioner pada akhirnya dapat dirasakan juga meski memerlukan waktu yang tidak sebentar. Untuk lebih jelasnya, hubungan antara struktur—fungsi—evolusi dapat dipahami melalui contoh. Jika Indonesia dipandang sebagai sebuah sistem kenegaraan, hubungan-hubungan struktural, fungsional, dan evolusioner dalam sistem tersebut dapat diuraikan. Secara struktural, menurut undang-undang yang berlaku saat ini, di Indonesia diatur hubungan antara pemerintah, pers, dan masyarakat (partai politik, organisasi sosial, dan industri). Meskipun begitu, hubungan tersebut tidak semata-mata terjadi begitu saja. Sejak zaman kemerdekaan, Indonesia kerap beberapa kali berganti sistem pers. Di sini terlihat bagaimana pemerintah mengatur hubungan tersebut sedemikian rupa. Hal ini terjadi karena mengikuti perkembangan yang terjadi pada masa itu. Semuanya tergantung dari kecocokan atau ketidak cocokan yang dirasakan baik oleh pemerintah, pers, dan masyarakat. Jika kita telisik lebih dalam, di Indonesia pernah tiga kali berganti sistem pers. Yang pertama adalah Sistem Pers Merdeka yang berkaitatan dengan perjuangan (1945-1950) dan Demokrasi Liberal (1950-1959); Sistem Pers Terpimpin yang terpaut dengan Demokrasi Terpimpin (1959-1965); dan Sistem Pers Pancasila yang bergan dengan Demokrasi Pancasila (1966-1999) serta sistem pers dewasa ini, sebagai buah reformasi yang menjurus kepada liberalisasi dalam bidang politik dan ekonomi. Ibid, h. 127 Setelah jatuh bangun dari pergantian sistem tersebut, Indonesia semakin belajar. Sampai akhirnya Indonesia menetapkan adanya Sistem Pers Pancasila. Bukan tanpa proses yang kita sebut dengan evolusi. Juga bukan tanpa adanya sturktur di tiap-tiap pergantian sistem. Pun masing-masing memiliki fungsi yang berjalan sebagaimana mestinya. Sedangkan hubungan fungsional terjadi dalam proses kebebasan informasi, di mana pemerintah memberikan kebebasan kepada masyarakat. Contohnya kebebasan untuk memiliki atau mendirikan surat kabar. Sekaligus kebebasan memberikan layanan informasi kepada masyarakat dan melakukan kontol sosial (social control) kepada pemerintah terhadap jalannya pemerintahan. Kemudian, hubungan evolusioner dengan sendirinya mempelajari sejarah dan perkembangan kebebasan informasi serta hubungan struktural dan fungsional antara pers dengan pemerintah dan masyarakat berdasarkan undang-undang di Indonesia selama 66 tahun. Sistem sosial yang berkaitan dengan negara hubungan struktural dan hubungan fungsional pada umumnya diatur melalui undang-undang, peraturan-peratuan atau norma-norma yang ada dalam masyarakat. Dalam hubungan-hubungan selama 66 tahun tersebut, dapat diketahui perilaku sebuah sistem. Perilaku sistem dapat dikaji melalui hubungan evolusioner, terutama dalam perbedaan dan dinamika pada masa enam dekade tersebut, sejalan dengan terjadinya beberapa kali perubahan undang-undang. Dengan demikian dapat diketahui bahwa hubungan struktural dan hubungan fungsional memiliki tatanan atau keteraturan atau ketidakteraturan dalam derajat yang tidak sama. Meskipun demikian tatanan itu harus dimiliki oleh sebuah sistem. Makin teratur perilaku sebuah sistem makin dapat diramalkan atau dibuat prediksi perkembangan sistem tersebut. Ibid, h. 28 Lagi-lagi masih tentang hubungan struktural, fungsional, dan evolusi. Dari contoh yang disebukan di atas, kita bisa memahami hubungan yang kental antara pemerintah dan pers. Bahkan, pers di Amerika Serikat pun memiliki kecurigaan yang besar terhadap pemerintah. Hedley Burrell, Pers Tak Terbelenggu, Departemen Luar Negeri A.S., 2004: Jakarta, h. 34 Tidak heran jika di Indonesia kita juga memiliki paham yang sama. Jelas sekali, tak ada satupun bagian Bill of Rights yang menyebutkan bahwa pers dan pemerintah tidak bisa bekerja sama sekali. Tetapi tujuan para pendiri itu adalah bahwa pers dan pemerintah tidak boleh menjalin kemitraan yang melembaga. Mereka adalah lawan alamiah dengan fungsi berbeda, dan mereka harus menghormati peranan masing-masing. Kadang-kadang pers yang bebas bisa menjadi gangguan nyata dan menimbulkan rasa malu pada pemerintah tertentu, tetapi itulah salah satu harga kebebasan. Pers yang bebas bertanggung jawab kepada pembacanya dan hanya kepada mereka saja. Kebebasan merupakan jantung setiap pernyataan kode etik yang menghormati tindak-tanduk pers. Pemilik sebuah surat kabar mungkin memilih bersekutu dengan partai politik atau kepentingan tertentu, tetapi kini makin banyak media di Amerika Serikat yang bebas dari politik dan pemerintah. Ini idak berarti mereka tidak mau mendukung suatu partai atau calon untuk suatu jabatan publik, tetapi mereka tidak mendahulukan kesetiaan itu dan menjadikan dukungan iu sebagai bukti kebebasan mereka. Ibid, h. 34 Dalam hal ini, memang bisa diakui bahwa antara pers dan pemerintah belum tentu bisa berkoalisi dengan baik. Sering kali kebebasan pers yang dilaksanakan justru membuat pemerintah jatuh di mata masyarakat. Fungsi pers memang sebagai penyambung lidah antara berita dan pembaca, yang dalam hal ini adalah masyarakat. Tapi kebebasan ini tidak harus menjadi sesuatu yang terlampau melewati batas. Maka, pembaca atau masyarakat bisa berfungsi sebagai kontrol sosial. Kemudian, dalam sebuah sistem juga dikenal adanya prinsip keterbukaan. Dalam teori sistem pun dibuat klasifikasi atas besar kecilnya keterbukaan itu. Yaitu sistem yang relatif terbuka dan sistem yang relatif tertutup. Pada prinsipnya, sistem yang relatif terbuka berinteraksi dengan lingkungannya dalam kompleksitas atau diferensiasi fungsi yang semakin meningkat. Sebagaimana yang terjadi dalam masyarakat. Bisa dikatakan pula bahwa umumnya sistem yang relatif terbuka adalah sistem sosial, dengan tingkat keterbukaan yang berbeda-beda antara satu sistem sosial dengan sistem sosial yang lain. Hal ini mengakibatkan adanya perilaku sistem yang kurang terbuka (birokrasi sipil dan militer) dan ada perilaku sistem yang sangat terbuka (keluarga). Sejalan dengan sifat yang relatif terbuka dalam sistem sosial, terdapat banyak sekali variabel yang sukar dikenal dan dikendalikan, sehingga sukar pula dilakukan rekayasa dengan baik dan memuaskan. Anwar Arifin, Opcit, h. 31 Untuk lebih mudahnya, kita bisa menggunakan contoh sederhana. Yaitu hubungan antar individu. Dalam menjalin suatu hubungan, orang sering kali berpikir seberapa banyak ia dapat terbuka dengan orang lain. Terkadang orang sangat menjaga kehidupan pribadinya, namun di lain waktu orang suka berbagi cerita mengenai kehidupan pribadinya dengan orang lain. Hal yang lebih menarik dalam hubungan adalah orang yang sering kali bernegosiasi dengan dirinya mengenai topik apa saja yang dapat dibicarakannya dengan orang lain dan seberapa banyak informasi yang dapat disampaikannya. Topik yang membahas hal-hal apa saja yang bersifat pribadi (privacy) dan hal-hal yang bersifat terbuka (disclosure) dalam suatu hubungan merupakan topik yang menarik bagi para ahli teori (teoritisi) ilmu komunikasi. Morissan, Teori Komunikasi, Ghalia Indonesia, 2013: Bogor, h. 179 Menurut Peter L. Berger (1991), hubungan antara manusia dengan masyarakat berlangsung secara dialektis dalam tiga momen; eksternalisasi, objektivasi, dan internalisasi. Eksternalisasi adalah suatu pencurahan kedirian dunia, baik alam aktivitas maupun mntalitas. Melalui eksternalisasi manusia mengekspresikan dirinya dengan membangun dunianya. Masyarakat, melalui eksternalisasi, menjadi kenyataan buatan manusia. Objektivasi adalah disandangnya produk-produk aktivitas (baik fisik maupun mental) suatu realitas yang berhadapan dengan para produsennya (dalam hal ini manusia itu sendiri) dalam suatu kefaktaan (faktisasi) yang eksternal terhadap yang lain, daripada produsennya sendiri. Masyarakat berhadapan dengan manusia adalah kenyataan yang berhadapan. Internalisasi adalah peresapan kembali realitas oleh manusia dan mentransformasikannya sekali lagi struktur-struktur dunia objektif ke dalam struktur-struktur kesadaran subjektif. Dengan kata lain, melalui eksternalisasi, masyarakat adalah produk manusia (menjadi kenyataan yang diciptakan oleh manusia); melalui objektivasi masyarakat menjadi kenyataan sendiri yang berhadapan dengan manusia; melalui internalisasi manusia merupakan produk masyarakat (menjadi kenyataan yag dibentuk masyarakat). Nurudin, Sistem Komunikasi Indonesia, Rajawali Pers, 2005: Jakarta, h. 45-46 Perilaku inilah yang terjadi dalam individu atau masyarakat. Bagaimana seseorang dapat terbuka ketika berinteraksi dengan orang lain. Hubungan yang telah disebutkan di atas juga semakin dapat membedakan bagaimana peran individu atau manusia dalam masyarakat dan juga sebaliknya. Orang sering kali merasakan adanya kekuatan-kekuatan yang saling bertentangan dalam dirinya ketika menjalin hubungan dengan orang lain, dan mengelola kekuatan yang bertentangan ini bukanlah tugas yang mudah. Morissan, Opcit, h. 179 Dari perbedaan itulah setiap individu dapat belajar dan memahami tentang fungsinya masing-masing. Maksud dari fungsi di sini adalah peran individu tersebut dalam mengelola hubungannya dengan orang lain. Sebaliknya sistem yang relatif tertutup, hampir tidak berinteraksi dengan lingkungannya dan tidak memiliki kompleksitas yang meningkat. Seperti dapat ditemukan dalam teknologi (jam tangan, komputer, mesin, dan sebagainya). Kemudian, dalam sistem yang relatif tertutup terutama dalam teknologi, variabel-variabel yang ada dengan mudah dikenal dan dikontrol sehingga dapat dilakukan rekayasa dengan baik dan sukses. Anwar Arifin, Opcit, h. 31 Sistem yang relatif tertutup ini merupakan suatu sistem yang hanya berlangsung satu arah. Tidak ada interaksi dengan lingkungannya. Sistem ini hanya berjalan berdasarkan struktur yang sudah dirancang sejak awal. Tanpa progress, tanpa tuntutan, tanpa sesuatu yang membuat mereka peka terhadap lingkungan. Bisa dibilang, sistem yang realtif tertutup ini merupakan benda mati. Manusia menciptakannya semata-mata hanya sebagai alat untuk membantu hidup menjadi lebih mudah. Sistem ini pun tergantung dari bagaimana manusia bisa memanfaatkan alat-alat tersebut untuk keperluannya secara efektif dan efisien. Namun demikian, sifat terbuka atau tertutup pada dasarnya adalah manifestasi dari sesuatu yang lebih bear, yaitu adanya perbedaan. Tantangan yang selalu muncul dalam setiap hubungan adalah bagaimana mengelola perbedaan di antara individu. Perbedaan inilah yang menyebabkan sifat terbuka dan tertutup dalam berkomunikasi, dan kita harus mengelola perbedaan yang muncul dalam suatu hubungan. Meskipun memiliki cakupan yang berbeda-beda, namun antara sistem yang relatif terbuka maupun sistem yang relatif tertutup tetap dalam ruang lingkup sistem. Selain sistem tersebut, ada juga yang dinamakan dengan suprasistem (Laszlo, 1972) sehingga secara sistemik terdapat tiga level, yaitu suprasistem, sistem, dan subsistem (sistem sosial, sistem komunikasi, dan sistem media massa) yang ketiganya memiliki hubunga hierarkis. Suprasistem memberi arti atau makna kepada sistem, sehingga jika hendak melakukan analisis tentang komunikasi sebagai sebuah sistem, harus ditinjau juga suprasistem dan subsistemnya. Dalam teori sistem, disebutkan bahwa pada dasarnya suprasistem dan subsistem itu juga merupakan sebuah sistem. Sebuah sistem menjadi suprasistem atau subsistem karena hubungannya dengan sistem yang lain. Suprasistem merupakan sistem yang mencakupi sejumlah sistem di dalamnya yang masing-masing juga memiliki subsistem. Selanjutnya subsistem dapat juga menjadi sistem yang m emiliki suprasistem dan subsistem. Dengan memahami suprasistem, sistem dan subsistem tersebut, dalam melakukan konseptualisasi komunikasi manusia sebagai sebuah sistem, sangat penting menempatkan terlebih dahulu suprasistem, sistem dan subsistemnya. Dengan demikian komunikasi manusia sebagai sebuah sistem dapat dikaji dengan menetapkan juga unit analisisnya (individu, lembaga, massa, perilaku, interaksi, informasi, dan kebebasan informasi). Anwar Arifin, Opcit, h. 29 Secara umum dapat dirumuskan bahwa sistem sosial adalah pola hubungan manusia yang mencakup perilaku individu dalam kelompok, organisasi, dan masyarakat. Sistem sosial itu meliputi pula beberapa aspek seperti ekonomi, budaya, politik, pemerintahan, dan komunikasi. Jadi, komunikasi merupakan salah satu subsistem dari sistem sosial yang juga memiliki sistemnya sendiri. Dengan demikian sistem komunikasi adalahs alah satu elemen atau unsur dalam kesuluruhan sistem sosial. Ibid, h. 30 Sebagai subsistem dari sistem sosial, karakteristik sistem sosial itu pada umumnya juga dimiliki oleh sistem komunikasi dengan seluruh subsistemnya. Komunikasi sebagai sistem tersendiri menjadikan sistem sosial sebagai suprasistemnya. Perubahan dan perkembangan yang terjadi dalam sistem sosial sebagai suprasistem dari sistem komunikasi dapat menimbulkan perubahan dan perkembangan dalam sistemkomunikasi sebagai sistem yang terbuka. Perubahan itu dapat juga terjadi pada subsistem komunikasi, terutama yang berkaitan dengan media publik. Ibid, h. 32-33 BAB III PENUTUP Kesimpulan Kesimpulannya dasar-dasar teori sistem memiliki tiga hal mendasar. Yaitu fungsi, struktur, dan evolusi. Ketiganya saling terkait dan melengkapi satu sama lain. Ketiga hal tersebut pun dapat dikembangkan lagi sebagai pelengkap dalam teori sistem. Tanpa struktur, fungsi belum tentu dapat berjalan dengan sempurna. Begitu juga dengan fungsi yang belum tentu dapat berjalan dengan sempurna tanpa struktur. Sedangkan evolusi otomatis akan nampak ketika adanya dinamika seiring dengan perjalanan sistem tersebut. Susunan sistem bisa dibilang terbentuk dari ketiga hal tersebut. Kemudian, dalam sistem juga terdapat sistem yang relatif terbuka dan sistem yang relatif tertutup. Kedua sistem ini merupakan prinsip dalam teori sistem yang terjadi bisa di masyarakat ataupun di alat-alat. Tergantung kepada bagaimana sistem itu ditempatkan dan bekerja. Selain itu terdapat pula yang dinamakan dengan suprasistem. Sehingga secara sistemik, sistem komunikasi terbagi menjadi tiga level, yaitu suprasistem, sistem, dan subsistem. Suprasistem merupakan sistem yang mencakupi sejumlah sistem di dalamnya yang masing-masing juga memiliki subsistem. Selanjutnya subsistem dapat juga menjadi sistem yang memiliki suprasistem dan subsistem. Dari hal-hal yang telah disebutkan di atas bisa disimpulkan bahwa itulah yang membentuk dasar-dasar teori sistem. Satu sama lain memiliki arti dan makna masing-masing. Namun semuanya saling terkait sehingga terbentuklah sistem yang kita kenal sekarang. DAFTAR PUSTAKA Agustin,Risa. Kamus Ilmiah Populer. Surabaya: Serba Jaya. Arifin, Anwar. Sistem Komunikasi Indonesia. Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2011. Morissan. Teori Komunikasi. Bogor: Ghalia Indonesia, 2013. Nurudin. Sistem Komunikasi Indonesia. Jakarta: Rajawali Pers, 2005. Ubaedillah, A. & Rozak, Andul. Pancasila, Demokarsi, HAM, dan Masyarakat Madani. Jakarta: Kencana, 2003. 9