Skip to main content
Rumah berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian dan sarana pembinaan keluarga yang mendukung prikehidupan dan penghidupan juga mempunyai fungsi sebagai pusat pendidikan keluarga, persemian budaya, dan penyiapan generasi muda. Rumah... more
Rumah berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian dan sarana pembinaan keluarga yang mendukung prikehidupan dan penghidupan juga mempunyai fungsi sebagai pusat pendidikan keluarga, persemian budaya, dan penyiapan generasi muda. Rumah tidak dapat dilepaskan dengan daya dukung lingkungan yang dikenal dengan prasarana, sarana dan utilitas umum.
Undang-undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman membawa perubahan yang cukup signifikan dalam pemenuhan kebutuhan rumah bagi masyarakat terutama terhadap MBR. Rumah diklasifikasikan bentuknya menjadi 3 yaitu: rumah tunggal, rumah deret, rumah susun. Sesungguhnya, permasalahan utama perumahan dan rumah susun terdiri atas dua hal utama, yaitu dibagian hulu adalah pertumbuhan penduduk yang semakin meningkat dan bagian hilir adalah sektor perbankan dalam penyediaan dana murah yang dapat diakses oleh semua lapisan masyarakat.
Research Interests:
Masalah perumahan adalah masalah yang kompleks, yang bukan semata-mata aspek fisik membangun rumah, tetapi terkait sektor yang amat luas dalam pengadaannya, seperti pertanahan, industri bahan bangunan, lingkungan hidup dan aspek sosial... more
Masalah perumahan adalah masalah yang kompleks, yang bukan semata-mata aspek fisik membangun rumah, tetapi terkait sektor yang amat luas dalam pengadaannya, seperti pertanahan, industri bahan bangunan, lingkungan hidup dan aspek sosial ekonomi budaya masyarakat, dalam upaya membangun aspek-aspek kehidupan masyarakat yang harmonis. Oleh karena itu, pembangunan perumahan secara keseluruhan tidak dapat dilepaskan dari pembangunan permukiman dan menjadi bagian penting dalam membangun kehidupan masyarakat yang efisien dan produktif.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman pengertian rumah dan perumahan dibedakan dengan tegas. Rumah adalah bangunan gedung yang berfungsi sebagai tempat tinggal yang layak huni, sarana pembinaan keluarga, cerminan harkat dan martabat penghuninya, serta aset bagi pemiliknya. Sedangkan perumahan adalah kumpulan rumah sebagai bagian dari
permukiman, baik perkotaan maupun perdesaan yang dilengkapi dengan prasarana, sarana dan utilitas umum sebagai hasil upaya pemenuhan rumah yang layak huni.
Selain rumah dan perumahan, dikenal pula lingkungan hunian dan kawasan permukiman. Masing-masing komponen dan unit perumahan di atas saling kait mengkait dan sinergis sehingga dapat menciptakan keteraturan dan kenyamanan pada unit perumahan yang lebih besar.
Research Interests:
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman serta Pasal 84 dan Pasal 85 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun, bahwa kepada pemerintah daerah diisyaratkan untuk memberikan wewenang... more
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman serta Pasal 84 dan Pasal 85 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun, bahwa kepada pemerintah daerah diisyaratkan untuk memberikan wewenang dalam melaksanakan pembinaan peraturan perundang-undangan bidang perumahan.
Kegiatan pembinaan penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman didasarkan pada Peraturan Pemerintah Nomor 88 Tahun 2014 Tentang Penyelnggaraan Perumahan Dan Kawasan Permukiman. Oleh karena itu, dalam rangka sinkronisasi dan harmanosasi sesuai
hirarki peraturan perundang-undangan sangat diperlukan pembinaan peraturan perundangundangan, berkenaan hal tersesbut di atas maka pada Tahun Anggaran 2016 dilakukan Kegiatan masukan teknis tata cara pembinaan peraturan perundang-undangan bidang perumahan pada
pemerintah daerah.
Research Interests:
Kedudukan PTS dan PTN yang tidak apple to apple sifatnya menghadapi banyak tantangan dalam pengelolaan perguruan tinggi sejak diberlakukannya sistem akreditasi sebagai ukuran kelayakan sebuah universitas menyeleggarakan pendidikan tinggi.... more
Kedudukan PTS dan PTN yang tidak apple to apple sifatnya menghadapi
banyak tantangan dalam pengelolaan perguruan tinggi sejak diberlakukannya sistem akreditasi sebagai ukuran kelayakan sebuah universitas menyeleggarakan pendidikan tinggi. Ukuran atau standar dimaksud berlaku sama untuk PTS dan PTN, sehingga PTS menghadapi hampir semua masalah dalam pemenuhan standar dimaksud. Di sisi lain, karena keterbatasan daya tamping PTN, keberadaan PTS sangat diperlukan untuk memperluas kesempatan mendapatkan pendidikan bagi seluruh warga. Oleh karena itu, penting untuk mengidentifikasi
kesiapan PTS dalam memenuhi standar tersebut tanpa mengurangi fungsinya sebagai penyedia sistem pendidikan tinggi bagi masyarakat. Menggunakan kriteria pengukuran yang ditetapkan dalam sistem akreditasi oleh BAN-PT, dan dengan mengambil sampel di wilayah Jakarta Timur, maka dari 5 aspek yang diidentifikasi: (1) pembiayaan, (2) sumber daya manusia, (3) fasilitas, (4) SPP, dan (5) mahasiswa, maka diperoleh skor antara 2,42 sampai dengan 2,5; hal ini berarti bahwa kinerja PTS dalam memenuhi standar pengelolaan perguruan tinggi sesuai dengan peraturan perundang-undangan adalah cukup atau C. Untuk itu, diperlukan kebijakan yang bersifat responsif terhadap situasi di lapangan dengan membentuk cluster atau klasifikasi perguruan tinggi, sehingga penilaian dan pembinaan pun bisa lebih terarah. Pendekatan laisezz faire dalam dunia bisnis dengan membiarkan PTS bersaing secara bebas di pasar sehingga siapa yang tidak bisa bertahan akan dimerger, bukanlah pendekatan dalam sistem pendidikan yang berkewajiban memastikan education for all.

Kata kunci: kinerja PTS, pengelolaan PT, akreditasi
Research Interests:
Pengusahaan Jalan Tol sesuai amanat Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2005 meliputi kegiatan pendanaan, perencanaan teknis, pelaksanaan konstruksi, pengoperasian dan/atau pemeliharaan. Pengusahaan jalan tol dilakukan oleh Pemerintah... more
Pengusahaan Jalan Tol sesuai amanat Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2005 meliputi kegiatan pendanaan, perencanaan teknis, pelaksanaan konstruksi, pengoperasian dan/atau pemeliharaan. Pengusahaan jalan tol dilakukan oleh Pemerintah dan/atau Badan Usaha yang memenuhi persyaratan. Pemilihan Badan Usaha untuk melaksanakan pengusahaan jalan tol dilaksanakan melalui proses pelelangan.
Proses pelelangan harus dilaksanakan secara transparan dan akuntabel sehingga Badan Usaha yang dihasilkan adalah Badan Usaha yang benar–benar memiliki kemampuan untuk melaksanakan pengusahaan jalan tol. Selain itu, dokumen lelang yang disediakan oleh BPJT
c.q. Panitia Pelalangan harus dipersiapkan dengan baik sehingga dapat memberikan informasi yang jelas dan berimbang kepada seluruh peserta lelang, sehingga peserta lelang dapat memberikan penawaran terbaik.
Peraturan mengenai Pelelangan Pengusahaan Jalan Tol diatur dalam peraturan perundang-undangan di bidang Jalan Tol dan secara khusus tercantum dalam Perpres Nomor 38 Tahun 2015 yang dijabarkan lebih lanjut di dalam Permen PPN Nomor 4 Tahun 2015 dan Perka LKPP
Nomor 19 Tahun 2015. Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat telah mempunyai Permen PU No 13 Tahun 2010 dan perubahannya sebagai pedoman dalam pelelangan pengusahaan jalan tol akan tetapi, dengan terbitnya peraturan–peraturan terbaru
di atas menyebabkan Permen PU tersebut perlu untuk disesuaikan dengan Perka LKPP.
Perubahan yang dimaksud mencakup perubahan terkait proses pelelangan dan standarisasi dokumen pelelangan sesuai dengan peraturan perundang–undangan sehingga dapat memenuhi
persyaratan untuk menghasilkan proses lelang yang transparan dan akuntabel.
Research Interests:
Prasarana, sarana dan utilitas (PSU) pada suatu area perumahan dan permukiman secara umum sangat penting perannya untuk lingkungan dan tempat yang layak yang tidak hanya sekedar bangunan dengan atap tempat berlindung. Dengan dukungan PSU... more
Prasarana, sarana dan utilitas (PSU) pada suatu area perumahan dan permukiman secara umum sangat penting perannya untuk lingkungan dan tempat yang layak yang tidak hanya sekedar bangunan dengan atap tempat berlindung. Dengan dukungan PSU yang memadai, maka kelayakan tempat tinggal juga memenuhi aspek rasa keamanan, ketertiban, dan kenyamanan sehingga dapat mempercepat pencapaian tujuan penyediaan perumahan layak huni dimaksud, yaitu suatu tempat tinggal dengan lingkungan hidup yang baik dan sehat sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 28H UUD 1945. PSU yang dapat mendukung perumahan dan kawasan permukiman yang baik adalah PSU yang memiliki kualifikasi dan standar teknis yang baik, mendorong optimalisasi aktivitas ekonomi, sosial, budaya, serta kesatuan dan persatuan bangsa pada tingkat nasional. Demikian pentingnya PSU, sehingga perencanaan dan pembangunan serta pemeliharaannya merupakan suatu rangkaian kegiatan yang perlu pengaturan dalam upaya untuk menjamin ketersediaan PSU dimaksud dalam lingkungan perumahan dan kawasan permukiman pada umumnya, pada rumah susun pada khususnya. Berbeda dengan karakter PSU pada perumahan dan kawasan permukiman secara umum, PSU pada rumah susun memerlukan pengaturan secara khusus karena menyangkut keterpaduan dengan bagian-bagian rumah susun lainnya, faktor keamanan serta faktor sosial budaya
Research Interests:
Berdasarkan Undang-Undang No.22 tahun 1999 yang disempurnakan dengan Undang-Undang No.32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, terjadi perubahan paradigma penyelenggaraan pemerintahan, dari semula sentralistik kepada meniadi berpola... more
Berdasarkan Undang-Undang No.22 tahun 1999 yang disempurnakan dengan Undang-Undang No.32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, terjadi perubahan paradigma penyelenggaraan pemerintahan, dari semula sentralistik kepada meniadi berpola pikir desentralisasi. Penyelenggaraan pemerintahan yang memberikan kewenangan yang lebih luas kepada Pemda untuk menyelenggarakan pemerintahan dan mengembangkan ekonomi daerah.
Pelaksanaan otonomi daerah ada beberapa yang dimaknai sebagai upaya untuk meningkatkan PAD. Sehingga banyak Perda yang tidak kondusif bagi aktivitas investasi dan ekonomi daerah serta kontraproduktif terhadap tujuan otonomi daerah.
Ternyata setelah dianalisis dan dievaluasi, banyak Perda yang melanggar
ketentuan-ketentuan norma, standar, prosedur, kriteria dalam peraturan dalam Peraturan Perundang-undangan (PUU) yang hierarkinya lebih tinggi; dan menghambat kepentingan umum (masyarakat/ pengusaha di daerah) dalam mengembangkan ekonomi di daerah.
Hasil analisis dan evaluasi dari 19 Provinsi daerah survey, wewenang pemerintah daerah sebagaimana diamanatkan dalam PP No.38 tahun 2007, baru I0% Pemerintah Daerah memenuhi (memanfaatkan) wewenang tersebut. Terdapat 83 perda yang dapat diperoleh dari daerah survey, ternyata hanya 6,02% yang telah sinkron dengan PUU bidang transportasi yang paling mutakhir, baik ditinjau secara prosedur maupun substantif, dan yang 93,98% belum sinkron, sehingga perlu ditindaklanjuti, disesuaikan/disinkronkan dengan UU yang mutakhir
berlaku.
Untuk efehivitas dan efisiensinya proses penyusunan Raperda dan penetapan perda, perlu segera membuat "Pedoman Pembentukan perda Bidang Transportasi oleh Kementerian Perhubungan, agar ada kejelasan bagi pemda dalam menyusun Perda bidang Transportasi. Serta perlu membentuk "Forum Komunikasi dan Konsultasi Perda Bidang Transportasi" yang bersifat add hoc, dengan komposisi keanggotaan dari Biro Hukum Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Perhubungan, Kementerian Keuangan, Kementerian Hukum dan HAM, Biro Hukum Pemda Provinsi, Bagian Hukum pemda Kabupaten/Kota, Dinas Perhubungan Provinsi, Kabupaten/Kota.
Research Interests:
Genetic Resources (GR) traveling from one area (state) to another has become natural since the creation of the Earth. The traveling became a problematic in time when the sovereign country and nation community sees the sources as a part of... more
Genetic Resources (GR) traveling from one area (state) to another has become natural since the creation of the Earth. The traveling became a problematic in time when the sovereign country and nation community sees the sources as a part of their jurisdiction. The polemic was triggered by the fact that foreign country has accessed another country's GR freely, improve and develop it further to meet market need, and protect it through intellectual property rights mechanism in order to monopoly the specific market including in the country of provider with high price, without any obligation to share their profit to the country of origin/provider of such GR. Considering this situation is unfair for the provider countries (including Indonesia), these countries were seeking the alternative to protect their own GR that meet their own merit. In International level, various forums have elaborated the mechanism to meet South countries need through harmonizing the different concept related to the issue. In national level, some countries like Brazil and India choose to establish 'sui generis' system to stipulate GR in their own countries. Looking to those circumstances, Indonesia has to decide in what form the protection to GR to be which also supporting the utilization of the sources. By analyzing Indonesia position and take a lesson from countries that have similar GR, culture, and economic background, it is suggested that Indonesia needs 'sui generis' system to the issue. In the system, one of important issues to be implemented is establishing the national authority to process and decide how GR Indonesia is going to be managed. This institution takes an important role not only in the sense of protecting Indonesia's GR but also in providing GR to be able to utilize further by all stakeholders.
Research Interests:
Although the Law Number 40 Year 2007 has instructed any corporations that used and/or related to natural resources in their businesses have a responsibility to arrange and carry out social responsibility as a way to balance the... more
Although the Law Number 40 Year 2007 has instructed any corporations that used and/or related to natural resources in their businesses have a responsibility to arrange and carry out social responsibility as a way to balance the corporation activity and its environment; however there is no explanation further how this obligation must be performed. Therefore, the interpretation leaves to each corporation which impacted to the implementation of unstructured and unorganized CSR that makes it less effective in turn. The other result is variety forms of CSR have been taken by corporations merely based on their own interest such as social services, education and research, health, environment, art, or sport. The corporation’s interest and building image become the main motivation of doing CSR as showed by Lingkar Studi CSR’s study. Among those sectors, it seems that housing sector hasn’t become a chosen, especially as a support for low income household to access a house. While according to the Law Number 1 Year 2011 of Housing a house have a significant role to improve a life of its resident. The Law views a house as a central of personal development so that once the person growth well then all aspects of his/her life will be improved in turn that contrary to the notion before which sees economy as a priority. To do so, it is important that every person have an opportunity to access a quality house either purchase or rent, and this is far beyond low income households’ ability. They need support from the Government and other parties; here CSR could take part together with the Government’s program in this matter. In order to make mechanism used goes effectively, model of trust fund system managed by independent institution has chosen. To strengthen this notion, it needs regulation that specified this management.
The aim of the research is to evaluative and obtain empirical data about the quality of organizing " capacity building technical guidance of Member of Legislative districts/cities/provinces" organized by UIA-LPPM. The method of study... more
The aim of the research is to evaluative and obtain empirical data about the quality of organizing " capacity building technical guidance of Member of Legislative districts/cities/provinces" organized by UIA-LPPM. The method of study using surveys with the target population is all participants technical guidance 2018/2019 during the period (6 months) that there were 6 times technical guidance activities. Sampling is done in a simple random sample, the amount of 50% of the total activities of the technical guidance, namely: three (3) events from event 6 times technical guidance as many as 86 people. Data analysis using SPSS program with a descriptive analysis. The research results showed that the participants opinion technical guidance provide that the quality of capacity building organization of Member of Legislative districts/cities/provinces " is a great fit with the needs = 25%; appropriate with needs = 69%; fit =; less appropriate = 0% and highly inappropriate = 0 %. The average opinion of the respondents give score = 4.1222 which means the quality of organizing "capacity building technical guidance of Member of Legislative districts/cities/provinces" in accordance with the needs of the participants technical guidance"; this needs to be maintained the quality of its commissioning and when necessary be present again. ABSTRAKS Tujuan dari penelitian evaluatif ini untuk menelaah dan memperoleh data empirik tentang kualitas penyelenggaraan "Bimtek Peningkatan Kapasitas Anggota DPRD Kabupaten/Kota/ Provinsi" yang diselenggarakan oleh LPPM UIA. Metode kajian menggunakan survei dengan populasi target adalah seluruh peserta Bimtek selama periode 2018/2019 (6 bulan) yaitu terdapat 6 kali kegiatan BIMTEK. Pengambilan sampel dilakukan secara "acak sederhana", jumlah sampel sebesar 50 % dari total kegiatan Bimtek, yaitu : 3 (tiga) kegiatan Bimtek dari penyelenggaraan 6 kali Bimtek yaitu sebanyak 86 orang. Analisis data menggunakan deskriptif dengan bantuan program SPSS. Hasil penelitian menunjukan bahwa pendapat para peserta Bimtek memberikan penilaian atas kualitas penyelenggaraan Bimtek Peningkatan Kapasitas Anggota DPRD Kabupaten/Kota/ Provinsi" , yaitu : sangat sesuai dengan kebutuhan = 25 %; sesuai dengan kebutuhan = 69 %; cukup sesuai = ; kurang sesuai = 0 % dan sangat kurang sesuai =1,5 %. Rata-rata pendapat responden memberikan skore = 4,1222 yang berarti kualitas penyelenggaraan "Bimtek Peningkatan Kapasitas Anggota DPRD Kabupaten/ Kota/ Provinsi" sesuai denagn kebutuhan para peserta Bimtek "; hal ini perlu dipertahankan kualitas penyelenggaraannya dan bila perlu dapat ditingkat lagi. Kata Kunci : evaluasi, bimbingan teknis, peningkatan kapasitas 1
Genetic Resources (GR) traveling from one area (state) to another has become natural since the creation of the Earth. The traveling became a problematic in time when the sovereign country and nation community sees the sources as a part of... more
Genetic Resources (GR) traveling from one area (state) to another has become natural since the creation of the Earth. The traveling became a problematic in time when the sovereign country and nation community sees the sources as a part of their jurisdiction. The polemic was triggered by the fact that foreign country has accessed another country’s GR freely, improve and develop it further to meet market need, and protect it through intellectual property rights mechanism in order to monopoly the specific market including in the country of provider with high price, without any obligation to share their profit to the country of origin/provider of such GR. Considering this situation is unfair for the provider countries (including Indonesia), these countries were seeking the alternative to protect their own GR that meet their own merit. In International level, various forums have elaborated the mechanism to meet South countries need through harmonizing the different concept related to the issue. In national level, some countries like Brazil and India choose to establish ‘sui generis’ system to stipulate GR in their own countries. Looking to those circumstances, Indonesia has to decide in what form the protection to GR to be which also supporting the utilization of the sources. By analyzing Indonesia position and take a lesson from countries that have similar GR, culture, and economic background, it is suggested that Indonesia needs ‘sui generis’ system to the issue. In the system, one of important issues to be implemented is establishing the national authority to process and decide how GR Indonesia is going to be managed. This institution takes an important role not only in the sense of protecting Indonesia’s GR but also in providing GR to be able to utilize further by all stakeholders.
Research Interests:
Relevansi sistem ekonomi kerakyatan untuk pemberdayaan UMKM melalui koperasi masih sangat relevan untuk kondisi Indonesia sekarang ini dan ini didukung oleh perangkat legislasi yang memadai. Memang diakui bahwa praktik pelaksanaan... more
Relevansi sistem ekonomi kerakyatan untuk pemberdayaan UMKM melalui koperasi masih sangat relevan untuk kondisi Indonesia sekarang ini dan ini didukung oleh perangkat legislasi yang memadai. Memang diakui bahwa praktik pelaksanaan koperasi masih kurang memuaskan; namun kekurangpuasan itu lebih dipicu karena kurangnya peningkatan kapasitas baik anggota maupun pengelola koperasi. Koperasi seringkali diasumsikan dan dianggap sebagai bentuk badan usaha lain seperti PT atau CV yang anggotanya tidak dituntut bertindak aktif. Sementara di koperasi kunci utama dari keberhasilan koperasi terletak pada aktif tidaknya anggota. Hasil evaluasi yang dilakukan oleh Kementerian Koperasi dan UMKM menunjukkan bahwa kebanyakan koperasi yang tidak aktif itu karena salah urus disebabkan anggotanya tidak aktif secara berkelanjutan; aktifnya anggota hanya pada saat pendirian saja.
Zakat (alms) as an obligation for muslim is considered as a distribution of those who has fortune to those who less fortune. The notion of such zakat referred to Al Qur’an that seems a community in Islam (ummah) as one unit so that should... more
Zakat (alms) as an obligation for muslim is considered as a distribution of those who has fortune to those who less fortune. The notion of such zakat referred to Al Qur’an that seems a community in Islam (ummah) as one unit so that should be prosperous together. Therefore it is an obligation for the rich member of community to support those who less fortune to open possibility to get a better life. Then, zakat is productive scheme which means the distribution of zakat is not for consumptive use in short period of time, rather as a media to set up financial support for people who has right to get zakat (muzakki) in long term. To be able to do so systematically, it needs a formal organization that has good planning and governance to collect, augment, and distribute the zakat as stipulate in Law No. 23 Year 2011 of Zakat Management. In doing so, it is often that the organization makes a collaboration with bank sector, especially syariah bank, to collect and expand the money. Not all of syariah bank products comply with the notion of zakat itself. For example, credit card financing is more likely as consumptive activity than productive one. So that the organization of zakat should be carefully choosing the scheme and product of collecting, augmenting, and distributing zakat to avoid the violation of the notion of the zakat itself.

Keywords: zakat, zakat management, syariah bank
In the last three weeks, mass media here in Indonesia have been fulfilled with the news of fake vaccines that could be endanger to many young lifes. As we know that vaccine is a microorganism living attenuated organisms, or living fully... more
In the last three weeks, mass media here in Indonesia have been fulfilled with the news of fake vaccines that could be endanger to many young lifes. As we know that vaccine is a microorganism living attenuated organisms, or living fully virulent organisms injected to health people that has not experience such disease yet for the purpose to increase immunity, generally to childrens as a barrier of such disease in the future. If the vaccine is a fake one, inspite of increasing children immunity, it could cause otherwise though. Despite the clarification made by authority on this matter today, still there is a potential of abusing medical substance to make some fortune only, regardless the effect of it to people. Vaccine is one of genetic resources utilised for health purpose. Indonesian’s genetic resources or biodiversity has known as enormous in variety and endemic; the second largest in the world and becomes the first largest when it combines with the cultural rich of the country. The natural resource has been used for food and health in general. Along with the increasing of awareness using herbal medicine as alternative drugs due to safety of such use, genetic resources as raw materials for the drugs become more important. However, the use of genetic resources for health in Indonesia has not identified very well yet neither developed properly using necessary market and technology approach. Additionally, culture related to the use of such genetic resources and traditional knowledge that conserve both biodiversity itself and the use of the biodiversity for health have not well recognised either. The importance of protecting those resources due to the effort of our ancistors to preserve, conserve and developed them therefore we can access and utilised those resources safely today in turn which becomes an asset to local related community. However, from the perspective of intellectual property rights, there is an issue to whom the protection should be given; since there is no authentic inventor or creator or conservator can be identified as the main parameter in intellectual property right system. This article will discuss how the scheme of best protection for Indonesia genectic resources traditionally used for health either using intellectual property system or other relevant instruments.
Research Interests:
University atmosphere attached very closely to intellectual culture. Under the principle three pillars higher educations (teaching, research, contribution to society) the connection can be identified very clearly in Indonesia. The concept... more
University atmosphere attached very closely to intellectual culture. Under the principle three pillars higher educations (teaching, research, contribution to society) the connection can be identified very clearly in Indonesia. The concept of three pillars drives lecturers to highly in teaching, research, and contribution to the society. These activities potentially offer intellectual products such as research result, books, and journals. From statistical point of view, we can see the picture. For the academic year 2014, lecturers all over Indonesia reached 230,915; if we combined with the obligation to do research minimum 1 research per semester, there are as much as 461,830 research results per year that can be processed for patents, copyrights, and other intellectual properties. However, the application of patent from Indonesian citizen in Indonesia Patent Office for example is very poor. Until February 2017, it was noted that from around 34 thousand patent’s application, only 5% came from Indonesian while the other 95% was from foreigner’s application. The smaller number was occurred when it came to international application. According to the WIPO data for the year 2016 period, it was only 15 application came from Indonesian. The number was doubled compared to the previous year that was only 6 applications though. When we compare to other ASEAN countries such as Singapore, Malaysia, and Thailand, this number fell far behind. Singapore for the same period applied 879 patents to the WIPO and Malaysia applied 190 patents, and Thailand registered 155 patents for the same period. This huge gap shows that university in Indonesia has not produced equivalent intellectual product yet which can be assumed that intellectual culture in this education institution has not optimal. The other issue is how to manage those intellectual products or commonly referred as intellectual property for the community. When the right cycles of intellectual property management in university take place then the welfare of the community and nation will parallel increase in the end. Therefore, it is necessary to ‘waking up’ the management of university in Indonesia to change its way of thinking in managing higher education activities. The mechanism for it is to maximize the management its intellectual property that link closely to the three pillars higher educations. At the same time, the role of the Government is vital for nurturing the intellectual culture in university that can make a good contribution to the society for better Indonesia’s citizen life. 

Keyword: three pillars higher education, intellectual property, patent
Research Interests:
ABSTRACT The aim of this cooperation is the evaluative research to know the level of effectiveness and efficiency of the implementation of UIA cooperation with partners, so that the results can be used to repair either substance and the... more
ABSTRACT
The aim of this cooperation is the evaluative research to know the level of effectiveness and efficiency of the implementation of UIA cooperation with partners, so that the results can be used to repair either substance and the implementation of cooperation in the future.  Evaluation methods using survey with samples as many as 65 people were taken simple random from a population of 168 target fixed lecturer in UIA TA 2017/2018. Data analysis using descriptive with SPSS program. 
The result of this research  show that opinions of the fixed  lecttures about the quality of cooperation with partners from both the domestic and overseas: highly optimum = 1.5%;, Optimum = 44.7%; moderate optimum = 36.9%;  less than optimum = 15.54% and very less than optimum = 1.5%. The average opinion of the respondents = 3.23 score , that means the quality of collaboration with UIA partners shows quality of "moderate optimum"; and this needs to be improve..

Keywords : evaluation, cooperation
Olahraga merupakan suatu fenomena yang mendunia dan menjadi bagian yang tak terpisahkan dalam kehidupan sehari-hari masyarakat. Bahkan melalui olahraga dapat dilakukan national character building suatu bangsa, sehingga olahraga menjadi... more
Olahraga merupakan suatu fenomena yang mendunia dan menjadi bagian yang tak terpisahkan dalam kehidupan sehari-hari masyarakat. Bahkan melalui olahraga dapat dilakukan national character building suatu bangsa, sehingga olahraga menjadi sarana strategis untuk membangun kepercayaan diri, identitas bangsa, dan kebanggaan nasional. Pada hakekatnya kegiatan olahraga merupakan miniatur kehidupan. Dikatakan demikian karena di dalam aktifitas olahraga terdapat aspek-aspek yang berkaitan dengan tujuan, perjuangan, kerjasama, persaingan, komunikasi dan integrasi, kekuatan fisik dan daya tahan mental, kebersamaan, sikaf responsif, pengambilan keputusan, kejujuran dan sportifitas.
Olahraga telah menjadi pemersatu bangsa dari zaman dahulu, sehingga event olahraga di tingkat internasional dihormati semua bangsa. Namun, prestasi Indonesia di dunia internasional masih bersifat fluktuatif; sementara sumber daya yang dimiliki oleh Indonesia sangat patut diperhitungkan. Dalam konteks sistem keolahragaan nasional ini salah satu strategi peningkatan prestasi olahraga adalah menggali potensi daerah (lokal) yang bisa menjadi unggulan untuk dibina dan dikembangkan sehingga menuai prestasi di tingkat nasional maupun internasional. Pasal 34 Undang-Undang SKN mengamanatkan bahwa tanggung jawab mengembangkan olahraga unggulan  ini berada pada pemerintah kabupaten/kota. Untuk itu Pemerintah Kabupaten/Kota bertugas untuk merencanakan, membina, mengembangkan, menerapkan standarisasi, dan menggalang sumber daya keolahragaan yang berbasis keunggulan lokal. Secara kuantitatif, output dari peningkatan dan pengembangan olahraga berbasis olahraga unggulan ini adalah menguatnya prestasi satu atau lebih cabang olahraga yang ditandai dengan kemampuan bersaing atlet daerah (menjuarai event, merebut medali/piala, atau memecahkan rekor) pada event/kejuaraan olahraga di tingkat  nasional, regional  dan/atau  internasional. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pada akhirnyan “prestasi” yang diraih oleh atlet daerah di tingkat nasional atau internasional merupakan “prestise” bagi daerah tersebut.
Sampai saat ini pemetaan olahraga unggulan di beberapa daerah telah dilakukan. Namun aplikasi hasil  pemetaan  olahraga  unggulan  di daerah  tersebut beserta  dengan  proses pembinaan dan pengembangan yang menyertainya, sampai saat  ini  belum  dilakukan secara konprehensif.  Apalagi kajian-kajian dimaksud juga belum mengarah pada analisis pola hubungan pengembangan dan peningkatan prestasi olahraga unggulan  dengan penguatan kaidah-kaidah yang terdapat dalam Undang-Undang Sistem Keolahragaan Nasional.
Research Interests: