Skip to main content
Demarkasi tegas antara konsumen dan produsen kian melebur (Toffler, 1980). Lantas lahirlah suatu entitas sosial baru yang disebut sebagai prosumer. Prosumer hari ini semakin nyata keberadaannya sebagai kategori sosial seiring perkembangan... more
Demarkasi tegas antara konsumen dan produsen kian melebur (Toffler, 1980). Lantas lahirlah suatu entitas sosial baru yang disebut sebagai prosumer. Prosumer hari ini semakin nyata keberadaannya sebagai kategori sosial seiring perkembangan Web 2.0. Ritzer & Jurgenson (2010) melihat bahwa prosumsi tidaklah seideal yang dibayangkan Toffler, malah mengulangi dan memperpanjang kapitalisme itu sendiri. Kajian-kajian sebelumnya, di satu pihak ada yang menanggapi kritis pandangan pesimistik seperti yang diutarakan Ritzer atas konsep prosumsi, dan di lain pihak beberapa kajian setuju dan lebih kritis. Namun, baik dari kubu optimistik pun khususnya dari kubu pesimistik, belum ada usaha yang coba merekonstruski proses prosumsi hingga berwajah dua seperti yang diperdebatkan. Penelitian ini hendak mengisi kekosongan analisis tersebut dengan menelaah proses bagaimana prosumsi khususnya di Web 2.0 jadi memiliki karakter kapitalistik. Artikel ini berargumen bahwa kapitalisme prosumsi digital, seperti laiknya kapitalisme-kapitalisme terdahulu, diawali oleh proses akumulasi (digital) primitif yang kemudian diikuti oleh komodifikasi data-lewat proses datafikasi-di mana kedua proses tersebut menjadi kondisi yang memungkinkan eksploitasi terjadi. Bagaimanapun, kapitalisme ini memiliki kebaruan dari aspek domain sosial yang diaproriasinya yakni interaksi dan identitas individual, juga laborer sekaligus komoditasnya yang sama-sama adalah para prosumer sendiri.
Research Interests:
Research Interests:
Research Interests:
Industri perfilman merupakan industri yang memiliki rentang yang panjang dari hulu sampai hilir. Paper ini akan membahas sedikit mengenai tereksklusinya film sekaligus sineas perfilman Indonesia di pasar domestik eksebisi film (industri... more
Industri perfilman merupakan industri yang memiliki rentang yang panjang dari hulu sampai hilir. Paper ini akan membahas sedikit mengenai tereksklusinya film sekaligus sineas perfilman Indonesia di pasar domestik eksebisi film (industri hilir).
Research Interests:
Research Interests:
Research Interests:
Research Interests:
Demarkasi tegas antara konsumen dan produsen kian melebur (Toffler, 1980). Lantas lahirlah suatu entitas sosial baru yang disebut sebagai prosumer. Prosumer hari ini semakin nyata keberadaannya sebagai kategori sosial seiring perkembangan... more
Demarkasi tegas antara konsumen dan produsen kian melebur (Toffler, 1980). Lantas lahirlah suatu entitas sosial baru yang disebut sebagai prosumer. Prosumer hari ini semakin nyata keberadaannya sebagai kategori sosial seiring perkembangan Web 2.0. Ritzer & Jurgenson (2010) melihat bahwa prosumsi tidaklah seideal yang dibayangkan Toffler, malah mengulangi dan memperpanjang kapitalisme itu sendiri. Kajian-kajian sebelumnya, di satu pihak ada yang menanggapi kritis pandangan pesimistik seperti yang diutarakan Ritzer atas konsep prosumsi, dan di lain pihak beberapa kajian setuju dan lebih kritis. Namun, baik dari kubu optimistik pun khususnya dari kubu pesimistik, belum ada usaha yang coba merekonstruski proses prosumsi hingga berwajah dua seperti yang diperdebatkan. Penelitian ini hendak mengisi kekosongan analisis tersebut dengan menelaah proses bagaimana prosumsi khususnya di Web 2.0 jadi memiliki karakter kapitalistik. Artikel ini berargumen bahwa kapitalisme prosumsi digital, seperti laiknya kapitalisme-kapitalisme terdahulu, diawali oleh proses akumulasi (digital) primitif yang kemudian diikuti oleh komodifikasi data-lewat proses datafikasi-di mana kedua proses tersebut menjadi kondisi yang memungkinkan eksploitasi terjadi. Bagaimanapun, kapitalisme ini memiliki kebaruan dari aspek domain sosial yang diaproriasinya yakni interaksi dan identitas individual, juga laborer sekaligus komoditasnya yang sama-sama adalah para prosumer sendiri.