Skip to main content
Bosco  Mawar

    Bosco Mawar

    • Nama Lengkap : Yohanes Bosco D. R. Mawar Nama Panggilan : Bosco Tempat, Tanggal Lahir : Lamaole (NTT), 31 Januari 1996 Riwayat Pendidikan : 1. SD Inpres Lamawolo Adonara Kabupaten Flores Timur, NTT 2001-2007 2. SMPK St. Gabriel Larantuka Kabupaten Flores Timur, NTT 2007-2008 SMPK St. Pi... moreedit
    Setiap rezim hampir tak pernah absen mencatut wacana kependidikan dalam visi-misi yang dia bawa. Sebab wacana pendidikan ini masih sangat berpotensi menjadi komoditas politik yang amat dinikmati di negara ini. Bahkan dalam konteks... more
    Setiap rezim hampir tak pernah absen mencatut wacana kependidikan dalam visi-misi yang dia bawa. Sebab wacana pendidikan ini masih sangat berpotensi menjadi komoditas politik yang amat dinikmati di negara ini. Bahkan dalam konteks kehidupan berbangsa dan bernegara kita, sudah timbul suatu pemahaman dan kesadaran akan pentingnya pendidikan itu sendiri.
    Research Interests:
    Akhir-akhir ini beberapa kebijakan pendidikan yang dibuat oleh Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) menuai kontroversi di masyarakat. Hingga saat ini kebijakan terkait full day school (FDS) dan lima hari sekolah masih... more
    Akhir-akhir ini beberapa kebijakan pendidikan yang dibuat oleh Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) menuai kontroversi di masyarakat. Hingga saat ini kebijakan terkait full day school (FDS) dan lima hari sekolah masih menjadi hal yang diperdebatkan baik secara langsung maupun tidak langsung.

    Jika kita telaah, kebijakan FDS dan lima hari sekolah ini sebenarnya mengarah pada satu tujuan, yakni terwujudnya suatu proses pendidikan di sekolah yang efisien dan efektif.  Hal ini dianggap perlu, karena memang manajemen pendidikan dan proses pembelajaran sangat penting untuk mencapai tujuan pendidikan nasional. Namun yang menjadi perlu diperhatikan, apakah kebijakan tersebut tepat untuk konteks pendidikan Indonesia?

    Secara umum, problematika pendidikan di Indonesia terbagi menjadi beberapa persoalan pokok, yakni pemerataan pendidikan, kualitas pendidian, efisiensi dan efektifitas pendidikan, serta relevansi pendidikan. Jika melihat uraian sebelumnya, kebijakan FDS dan lima hari sekolah ini merupakan bagian dari pokok permasalahan pendidikan terkait efisiensi dan efektifitas pendidikan, dimana menempati urutan ketiga dalam struktur problematika pendidikan di Indonesia (Departemen Karispol BEM KM UNY, 2017: 1)  Sehingga, kita pun perlu bertanya, mengapa akhir-akhir pemerintah begitu berkonsentrasi mengurusi permasalahan ini? Mengapa tidak pemerataan dan kualitas pendidikan yang menjadi problem turunan yang dari tahun ke tahun yang dibenahi dahulu? Padahal kedua permasalahan di atas merupakan permasalahan yang harusnya lebih diprioritaskan dalam agenda perbaikan pendidikan Indonesia.

    Memang kebijakan FDS dan lima hari sekolah yang merupakan bagian dari upaya peningkatan efisiensi dan efektifitas pendidikan yang juga memilik korelasi terhadap peningkatan kualitas pendidikan (berdasarkan beberapa riset terkait implementasi FDS di beberapa sekolah). Tetapi jika kita telaah secara mendalam, tempat dilakukan penelitian ini, yakni di sekolah-sekolah yang sudah terbilang sangat baik dan pada umumnya berada di wilayah perkotaan.  Sehingga apablila itu diterapkan pada wilayah-wilayah pedesaan tentunya belum tentu hasilnya seperti pada beberapa wilayah perokotaan. Di satu sisi, penerapan FDS pada wilayah perkotaan memang sangat didukung oleh kualitas pendidik dan sarana prasarana, sehingga sangat wajar ketika mereka berhasil menerapkann program FDS itu. Tetapi, bagaiamana jika itu dijadikan patokan dan landasan untuk menerapkan program tersebut secara nasional?
    Research Interests:
    Hingga saat ini, Ujian Nasional (UN) masih dipakai untuk mengevaluasi standar pendidikan dasar dan menengah. Kehadiran UN ini tentunya bukan tanpa sebab. Untuk mengetahui pencapaian dan kualitas pendidikan Indonesia merupakan... more
    Hingga saat ini, Ujian Nasional (UN) masih dipakai untuk mengevaluasi standar pendidikan dasar dan menengah. Kehadiran UN ini tentunya bukan tanpa sebab. Untuk mengetahui pencapaian dan kualitas pendidikan Indonesia merupakan alasan-alasan yang paling mendasar, mengapa diselenggarakannya UN. 

    Di sisi lainnya, UN pun merupakan suatu jawaban akan tuntutan dan kebutuhan zaman, terutama sekali akan generasi-generasi bangsa yang cerdas. UN diyakini dapat menjadi satu strategi dalam usaha meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia, karena secara langsung maupun tidak, UN dapat mendorong dan motivasi peserta didik untik lebih giat serta semangat dalam belajar.

    UN dari waktu ke waktu mengalami perubahan, baik dari nama maupun substansi. Hal ini pun tidak terlepas dari konteks kehidupan (masyarakat) yang sangat dinamis. Pendidikan diharapkan dapat beradaptasi dengan konteks sosial masyarakat, sosial budaya, sosial ekonomi, dan lain-lain, agar dapat menjawabi kebutuhan dan tuntutan mereka masing-masing.  Namun tak dapat dipungkiri, bahwa UN juga memiliki banyak kekurangan dan kelemahan. UN pun telah menorehkan banyak kisah pilu dalam raut wajah pendidikan bangsa. Tak perlu jauh-jauh, lihat saja kasus-kasus yang terjadi dalam penyelenggaran UN berbasis komputer (UNBK) pada tahun 2017 yang mana banyak diwarnai beragam polemik, dari tataran teknis hingga psikis. 
    Lantaran apa yang harus kita lakukan??? UN  pantas dihapus atau memang masih layak dipertahankan???
    Research Interests:
    Hingga saat ini pemerintah pusat telah berkomitmen untuk menjalankan amanat konstitusi sebagaimana yang tertera di dalam pasal 31 ayat 4 UUD 1945, UU Sisdiknas nomor 20 tahun 2003 (pasca putusan MK nomor 24/PUU-V/2007), dimana... more
    Hingga saat ini pemerintah pusat telah berkomitmen untuk menjalankan amanat konstitusi sebagaimana yang tertera di dalam pasal 31 ayat 4 UUD 1945, UU Sisdiknas nomor 20 tahun 2003 (pasca putusan MK  nomor 24/PUU-V/2007), dimana minimal 20% dari APBN dan APBD dialokasikan untuk sektor pendidikan (termasuk gaji guru tetapi tidak termasuk biaya pendidikan kedinasan).

    Namun kenyataan yang terjadi pada pemerintah pusat ini sungguh sangat jauh berbeda dengan yang ada di pemerintah daerah. Data terkait prosentase alokasi anggaran pendidikan di dalam APBD di semua provinsi sebagaimana yang ada dalam gambar 3 di atas sungguh menggambarkan suatu kenyataan yang sangat tidak sesuai dengan harapan bersama. Tanpa disadari hal ini tentunya telah mengingkari konsesnsus bersama sekaligus merupakan konstitusi negara kita terkait prosentase jumlah anggaran pendidikan. Ini merupakan sikap inkonstitusi atau sikap yang bertentangan dengan sikap konstitusi dan harus dilawan!!!

    Dari 34 provinsi yang ada di Indonesia, hanya DKI Jakarta saja yang telah menjalankan amanat konstitusi. 33 provinsi yang lain masih tidak sesuai dengan amanat konstitusi. Dari data di atas, diketahui juga, bahwa provinsi Papua merupakan provinsi yang paling kecil mengalokasikan anggaran pendidikannya dalam APBD (murni/di luar transfer daerah), yakni hanya 1,4 %. Lalu menyusul provinsi Jawa Timur sebanyak 1,7 %, Sumatera Selatan 2 %, Kalimantan Utara 2,2 %, Papua Barat 2,3 %, dan seterusnya.

    Bayangkan dengan jumlah alokasi anggaran sekecil itu apa saja yang dapat dilakukan pemerintah daerah untuk kemajuan pendidikan di daerahnya? Apalagi besaran anggaran itu sudah termasuk gaji guru!!! Maka, tidak mengherankan jika kemajuan pendidikan di daerah ini sangat lambat. Mungkin saja, anggaran itu hanya untuk membiayai gaji guru??? Hal ini bias saja terjadi. Padahal di daerah-daerah tersebtu kondisi pendidikannya masih sangat disayangkan! Jangankan media pembelajaran atau sarana penunjang pembelajaran, bangunan sekolah saja masih sangat minim dan perlu banyak pembenahan.

    Apabila kondisi ini tidak segera diatasi, maka tentunya akan menghadirkan maslah yang makin kompleks, baik secara langsung maupun tidak langsung. Secara langsung pastinya, banyak agenda pembangunan pendidikan di daerah yang akan terbengkelai. Secara tidak langsung hal ini akan mempengaruhi pemerataan stnadar kuantitas mapun kualitas pendidikan antar daerah. Hal ini bisa saja mengantarkan bangsa ini ke dalam suatu kondisi ketimpangan atau kesenjangan yang amat terasa. Dan kalau sudah demikian, maka masalah-masalah sosial, ekonomi, bahkan politik dan keamanan akan juga akan banyak bermunculan. Pemerintah harus mengambil langkah tegas menyikapi situasi ini!!!
    Research Interests: