Papers by Suhailid Hafidz, M.Hum
Kata “jahiliyyah” tidak asing lagi bagi kaum muslimin terpelajar. Ia sebuah kata yang disematkan... more Kata “jahiliyyah” tidak asing lagi bagi kaum muslimin terpelajar. Ia sebuah kata yang disematkan dan menunjuk pada peradaban masa lalu bangsa Arab sebelum Islam datang. Ia berada jauh dari dua peradaban dunia yang ada di abad ke 6 Maesehi, Romawi dan Persia yang sedang mencapai keemasaannya. Lalu kenapa kata ini melekat para diri bangsa Arab kala itu, apa yang membuat mereka disematkan dengan kata ini? Mudah-mudahan tulisan sederhana ini dapat menjawabnya.
Bookmarks Related papers MentionsView impact
Kata “jahiliyyah” tidak asing lagi bagi kaum muslimin terpelajar. Ia sebuah kata yang disematkan... more Kata “jahiliyyah” tidak asing lagi bagi kaum muslimin terpelajar. Ia sebuah kata yang disematkan dan menunjuk pada peradaban masa lalu bangsa Arab sebelum Islam datang. Ia berada jauh dari dua peradaban dunia yang ada di abad ke 6 Maesehi, Romawi dan Persia yang sedang mencapai keemasaannya. Lalu kenapa kata ini melekat para diri bangsa Arab kala itu, apa yang membuat mereka disematkan dengan kata ini? Mudah-mudahan tulisan sederhana ini dapat menjawabnya.
Bookmarks Related papers MentionsView impact
Hubungan intlektual ulama-ulama Haramayn dan Nusantara telah terjalin sejak abad ke-17 bahkan se... more Hubungan intlektual ulama-ulama Haramayn dan Nusantara telah terjalin sejak abad ke-17 bahkan semenjak masa Wali Songo. Masyarakat muslim Lombok sejak abad ke-18 telah menjalin kontak hubungan dengan ulama-ulama Haramayn, terbukti dengan adanya sejumlah tuan guru yang mengenyam pendidikan di kota suci tersebut dan menjadi khalifah tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah,hingga membentuk komunitas yang bercorak fiqh-sufistik.
Hubungan sanad keilmuan Ibrahim Al-Khalidi dengan ulama Haramayn dapat di buktikan melalui dua sanad tertulis yang diterimanya, yaitu: (1) Sanad ilmiyah salah seorang ulama Nusantara, KH. Mahfudz Al-Tirmasi (w. 1338 H/1919) dalam kitab Kifayah al-Mustafid diterima dari dua orang gurunya di Haramayn, (2) Ijazah Syekh Hasan Muhammad Al-Masyath (w. 1399 H) dalam karyanya Al-Irsyad bi Dzikr Ba’dh Mả li Min Al-Isnảd pada tahun 1370 H. Di Makkah al-Mukarramah, seorang ulama yang punya otoritas sanad keilmuan di tanah Hijaz abad XX. Akurasi mata rantai dan kaitan sanad satu sama lain antara seorang ulama dan pemberian ijazah (sertifikasi) yang menjelaskan kredensial akademik pemegangnya, menjadikan Isnad menjadi kredensial terpenting dan menjadi pengakuan guru terhadap otoritas muridnya.
Bookmarks Related papers MentionsView impact
R.A Kartini (1879 -1904) memunculkan gagasan-gagasan menuju kemajuan. Melalui surat-suratnya tela... more R.A Kartini (1879 -1904) memunculkan gagasan-gagasan menuju kemajuan. Melalui surat-suratnya telah terkuak cita-cita besar dalam hidupnya menuju emansipasi wanita dan mendambakan kemajuan bagi gadis-gadis pribumi di saat terenggutnya kebebasan ekspresi bagi perempuan-perempuan ningrat karena harus tunduk pada adat yang berlaku bagi mereka. saat dihadapkan dengan tradisi “pingit” pada saat usia-usia produktif. Belum lagi tidak terbukanya peluang bagi perempuan-perumpuan desa untuk mengisi hidupnya dengan aktifitas belajar.
Bookmarks Related papers MentionsView impact
Salah satu naskah manuskrif Nusantara adalah Tarjuman Al-Mustafid sebuah kitab Tafsir yang termua... more Salah satu naskah manuskrif Nusantara adalah Tarjuman Al-Mustafid sebuah kitab Tafsir yang termuat dalam sejarah Islam Nusantara, ia banyak memberikan sumbangan kepada telaah tafsir Al-Qur’an, karena selama hampir tiga abad (17-19 ) kitab ini merupakan satu-satunya terjemahan dan tafsir lengkap Alqur’an di Tanah Melayu. Baru dalam tiga puluh tahun terakhir pada abad ke-20 muncul tafsir-tafsir baru di wilayah Melayu-Indonesia.
Karya ini menjadikan penulisnya mendapat kedudukan penting bagi perkembangan Islam di Nusantara tak terbantah dalam bidang tafsir. Abdurrauf Singkel adalah alim pertama di bagian dunia Islam yang bersedia memikul tugas besar mempersiapkan tafsir lengkap Alqur’an dalam bahasa Melayu.
Bookmarks Related papers MentionsView impact
Tak ada kesepakatan yang jelas tentang istilah kontemporer adakah meliputi abad ke-19 atau han... more Tak ada kesepakatan yang jelas tentang istilah kontemporer adakah meliputi abad ke-19 atau hanya merujuk pada abad ke-20 atau abad ke-21. Sebagian pakar berpandangan bahwa kontemporer identik dengan modern, keduanya sering digunakan secara bergantian. Dalam konteks peradaban Islam keduanya dipakai saat terjadi kontak intelektual pertama dunia Islam dengan Barat. Kiranya tak berlebihan bila istilah kontemporer disini mengacu pada pengertian era yang relevan dengan tuntutan kehidupan modern
Istilah Tafsir kontemporer merupakan penjelasan ayat Al-Qur’an yang disesuaikan dengan kondisi kekinian atau saat ini. Pengertian seperti ini sejalan dengan pengertian tajdid yakni ‘usaha untuk menyesuaikan ajaran agama dengan kehidupan kontemporer dengan jalan mentakwilkan atau menafsirkan sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan serta kondisi sosial masyarakat
Salah satu karya yang dapat dikatagorikan kontemporer adalah karya M.Nur Khalis Setiawan. Sebuah penelitian ( disertasi) yang menulis tentang analisa akar sejarah metode susastra dalam tradisi Islam. Tulisan ini mengulas wacana susastra Alqur’an abad ke 20 dengan melihat relasi susastra Alqur’an dengan i’jaz, dan membahas manhaj susastra dalam kajian Islam Kontemporer.
Bookmarks Related papers MentionsView impact
Merujuk pada naskah-naskah yang ditulis ulama’ Aceh, pada abad ke-16 telah muncul ulama’ yang ber... more Merujuk pada naskah-naskah yang ditulis ulama’ Aceh, pada abad ke-16 telah muncul ulama’ yang berusaha menulis tafsir Al-Qur’an. Hal itu bisa dilihat dari ditemukannya sepenggal tafsir surat al-Kahfi (18):9 yang sayangnya tidak diketahui siapa penulisnya. Tafsir tersebut mengikuti tradisi Tafsir al-Khazin dan diduga ditulis pada masa Hamzah Fansuri (w. 1607) dan Syamsuddin al-Sumatrani (w. 1630). Adapun wujud dalam karya tertulis lengkap 30 juz baru terjadi satu abad kemudian, ketika Abdurra’uf Singkel menulis tafsir yang diberinya judul Tafsir Tarjuman al-Mustafid dalam bahasa Melayu. Lewat karyanya tersebut, Singkel tercatat sebagai seorang alim pertama di dunia Melayu yang berjasa besar menyiapkan tafsir lengkap Al-Qur’an dalam bahasa Melayu.
Pada abad ke-19, muncul sebuah karya tafsir yang menggunakan bahasa Melayu-Jawi yaitu kitab Farăidh al-Qur’an. Namun tidak diketahui siapa menulisnya (anonim). Naskah tafsir ini masuk dalam bentuk sederhana, nampak lebih sebagai artikel tafsir ,kerena terdiri dari dua halaman dengan huruf kecil, dan spasi rangkap. Naskah tafsir ini masuk dalam sebuah koleksi beberapa tulisan ulama Aceh yang disunting oleh Ismail bin ‘Abd al-Muthallib al-Asyi. Sekarang naskah ini tersimpan di Perpustakaan Universitas Amseterdam, dan diterbitkan di Bulaq.
Pada abad yang sama dijumpai literatur tafsir utuh yang ditulis oleh ulama asal Indonesia Syekh Nawawi al-Bantani al-Jawi ( 1813-1897 M). tafsir ini ditulis dalam bahasa Arab dan dicetak di timur tengah.
Bookmarks Related papers MentionsView impact
Surau dalam perjalanannya tidak terlepas dari konsepsi alam Minagkabau dalam hubungannya dengan ... more Surau dalam perjalanannya tidak terlepas dari konsepsi alam Minagkabau dalam hubungannya dengan proses islamisasi dan dinamika internal terutama keterkaitannya dengan aspek sosio-kultural (adat) dan perkembangan politik yang kemudian di dominasasi Kolonial Belanda. Dalam persefektif inilah Azyumardi melihat tumbuh, berkembang dan menyurutnya peranan surau di Minangkabu.
Bookmarks Related papers MentionsView impact
Kedatangan Islam di Nusantara memperkenalkan arsitektur penting, perubahan yang dibawa lebih bers... more Kedatangan Islam di Nusantara memperkenalkan arsitektur penting, perubahan yang dibawa lebih bersifat ideologis dari pada teknologis, hal ini dilakukan untuk tidak memberikan kekagetan budaya bagi penduduk Nusantara yang berpindah agama.
Sementara kaligrafi muncul di Nusantara di dorong oleh tradisi besar penulisan mushaf dan manuskrip Nusantara seiring denga perkembangan intlektual di Nusantara atas dukungan para raja, ulama, dan para penulis yang mendapatkan pengaruh dari Turki Utsmani, Persia, dan India sehingga khat yang berkembang di Nusantara bias dihubungkan dengan khat yang berkembang pada dunia Islam lainnya.
Bookmarks Related papers MentionsView impact
Penulisan naskah-naskah di Nusantara telah dimulai dari abad ke 7 hingga abad ke 19 dengan berbag... more Penulisan naskah-naskah di Nusantara telah dimulai dari abad ke 7 hingga abad ke 19 dengan berbagai bahasa lokal yang didominasi oleh Arab Melayu, Pegon, dan Sunda untuk naskah-naskah keagamaan, disamping banyak juga bahasa yang lain. Penulisan telah dilakukan dengan berbagai media, baik kertas, lontar, daluang, dll. keberadaan Jaringan ulama Jama’at al-Jawiyyin di Haramayn telah mendorong tradisi besar penulisan dan penyalinan naskah Nusantara. Kepulangan para ulama dari Haramayn sera kiprahnya di Nusantara telah melahirkan tradisi naskah yang beragam yang menyimpan dinamika keislaman di daerah masing-masing.
Bookmarks Related papers MentionsView impact
Bookmarks Related papers MentionsView impact
Drafts by Suhailid Hafidz, M.Hum
Hubungan intlektual ulama-ulama Haramayn dan Nusantara telah terjalin sejak abad ke-17 bahkan se... more Hubungan intlektual ulama-ulama Haramayn dan Nusantara telah terjalin sejak abad ke-17 bahkan semenjak masa Wali Songo. Masyarakat muslim Lombok sejak abad ke-18 telah menjalin kontak hubungan dengan ulama-ulama Haramayn, terbukti dengan adanya sejumlah tuan guru yang mengenyam pendidikan di kota suci tersebut dan menjadi khalifah tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah,hingga membentuk komunitas yang bercorak fiqh-sufistik.
Hubungan sanad keilmuan Ibrahim Al-Khalidi dengan ulama Haramayn dapat di buktikan melalui dua sanad tertulis yang diterimanya, yaitu: (1) Sanad ilmiyah salah seorang ulama Nusantara, KH. Mahfudz Al-Tirmasi (w. 1338 H/1919) dalam kitab Kifayah al-Mustafid diterima dari dua orang gurunya di Haramayn, (2) Ijazah Syekh Hasan Muhammad Al-Masyath (w. 1399 H) dalam karyanya Al-Irsyad bi Dzikr Ba’dh Mả li Min Al-Isnảd pada tahun 1370 H. Di Makkah al-Mukarramah, seorang ulama yang punya otoritas sanad keilmuan di tanah Hijaz abad XX. Akurasi mata rantai dan kaitan sanad satu sama lain antara seorang ulama dan pemberian ijazah (sertifikasi) yang menjelaskan kredensial akademik pemegangnya, menjadikan Isnad menjadi kredensial terpenting dan menjadi pengakuan guru terhadap otoritas muridnya.
Bookmarks Related papers MentionsView impact
Volume XXII / Januari 2016 by Suhailid Hafidz, M.Hum
Abstrak Hubungan intlektual ulama-ulama Haramayn dan Nusantara telah terjalin sejak abad ke-17 ba... more Abstrak Hubungan intlektual ulama-ulama Haramayn dan Nusantara telah terjalin sejak abad ke-17 bahkan semenjak masa Wali Songo. Masyarakat muslim Lombok sejak abad ke-18 telah menjalin kontak hubungan dengan ulama-ulama Haramayn, terbukti dengan adanya sejumlah tuan guru yang mengenyam pendidikan di kota suci tersebut dan menjadi khalifah tarekat Qadiriyah Naqsyabandiyah,hinggamembentuk komunitas yang bercorak fiqh-sufistik.Hubungan sanad keilmuan Ibrahim Al-Khalidi dengan ulama Haramayn dapat di buktikan melalui dua sanad tertulis yang diterimanya, yaitu: (1) Sanad ilmiyah salah seorang ulama Nusantara, KH. Mahfudz Al-Tirmasi (w. 1338 H/1919) dalam kitab Kifayah al-Mustafid diterima dari dua orang gurunya di Haramayn, (2) Ijazah Syekh Hasan Muhammad Al-Masyath (w. 1399 H) dalam karyanya Al-Irsyad bi Dzikr Ba'dh Mả li Min Al-Isnảd pada tahun 1370 H. Di Makkah al-Mukarramah, seorang ulama yang punya otoritas sanad keilmuan di tanah Hijaz abad XX. Akurasi mata rantai dan kaitan sanad satu sama lain antara seorang ulama dan pemberian ijazah (sertifikasi) yang menjelaskan kredensial akademik pemegangnya, menjadikanIsnadmenjadi kredensial terpenting dan menjadi pengakuan guru terhadap otoritas muridnya. Abstract The intelectual relation of Ulemas in Haramayn and Nusantara had been connected to each other during the 17 th century, since Walisongo era. Moslem society in Lombok during the 18 th century had also been connected to ulemas in Haramayn. It can be proved by the evidences of the great teachers (mahaguru) who had finished studying in the holy city (Haramayn) and the existence of Qadariyah and Naqsabandiyah misticism untill it forms fiqh-sufistics community.The knowledge relationship speakers of Ibrahim Al-Khalidi with Ulemas in Haramayn can be proved through two written sanad (speakers relationship)received, such as: (1) Scholarly sanad, one of ulemas in Nusantara, KH. Mahfudz Al-Tirmasi (d. 1338 H/1919) in Kifayah al-Mustafid accepted from his two teachers in Haramayn, (2) the special permission (ijazah) of Syekh Hasan Muhammad Al-Masyth (d.1399 H) in his work Al-Irsyad bi Dzikr Ba'dh Ma li Min Al-Isnad in 1370 H. in Makkah Mukarramah, an ulemas who owns the authority of knowledge speaker relationship (sanad) in Hijaz during XX century. The chains acuracy and sanad relationship between one ulama and another ulemas who gave the authority explaining the holder of the academic credential and creating isnad become the most credential which produce teacher's confession to his students authority.
Bookmarks Related papers MentionsView impact
Uploads
Papers by Suhailid Hafidz, M.Hum
Hubungan sanad keilmuan Ibrahim Al-Khalidi dengan ulama Haramayn dapat di buktikan melalui dua sanad tertulis yang diterimanya, yaitu: (1) Sanad ilmiyah salah seorang ulama Nusantara, KH. Mahfudz Al-Tirmasi (w. 1338 H/1919) dalam kitab Kifayah al-Mustafid diterima dari dua orang gurunya di Haramayn, (2) Ijazah Syekh Hasan Muhammad Al-Masyath (w. 1399 H) dalam karyanya Al-Irsyad bi Dzikr Ba’dh Mả li Min Al-Isnảd pada tahun 1370 H. Di Makkah al-Mukarramah, seorang ulama yang punya otoritas sanad keilmuan di tanah Hijaz abad XX. Akurasi mata rantai dan kaitan sanad satu sama lain antara seorang ulama dan pemberian ijazah (sertifikasi) yang menjelaskan kredensial akademik pemegangnya, menjadikan Isnad menjadi kredensial terpenting dan menjadi pengakuan guru terhadap otoritas muridnya.
Karya ini menjadikan penulisnya mendapat kedudukan penting bagi perkembangan Islam di Nusantara tak terbantah dalam bidang tafsir. Abdurrauf Singkel adalah alim pertama di bagian dunia Islam yang bersedia memikul tugas besar mempersiapkan tafsir lengkap Alqur’an dalam bahasa Melayu.
Istilah Tafsir kontemporer merupakan penjelasan ayat Al-Qur’an yang disesuaikan dengan kondisi kekinian atau saat ini. Pengertian seperti ini sejalan dengan pengertian tajdid yakni ‘usaha untuk menyesuaikan ajaran agama dengan kehidupan kontemporer dengan jalan mentakwilkan atau menafsirkan sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan serta kondisi sosial masyarakat
Salah satu karya yang dapat dikatagorikan kontemporer adalah karya M.Nur Khalis Setiawan. Sebuah penelitian ( disertasi) yang menulis tentang analisa akar sejarah metode susastra dalam tradisi Islam. Tulisan ini mengulas wacana susastra Alqur’an abad ke 20 dengan melihat relasi susastra Alqur’an dengan i’jaz, dan membahas manhaj susastra dalam kajian Islam Kontemporer.
Pada abad ke-19, muncul sebuah karya tafsir yang menggunakan bahasa Melayu-Jawi yaitu kitab Farăidh al-Qur’an. Namun tidak diketahui siapa menulisnya (anonim). Naskah tafsir ini masuk dalam bentuk sederhana, nampak lebih sebagai artikel tafsir ,kerena terdiri dari dua halaman dengan huruf kecil, dan spasi rangkap. Naskah tafsir ini masuk dalam sebuah koleksi beberapa tulisan ulama Aceh yang disunting oleh Ismail bin ‘Abd al-Muthallib al-Asyi. Sekarang naskah ini tersimpan di Perpustakaan Universitas Amseterdam, dan diterbitkan di Bulaq.
Pada abad yang sama dijumpai literatur tafsir utuh yang ditulis oleh ulama asal Indonesia Syekh Nawawi al-Bantani al-Jawi ( 1813-1897 M). tafsir ini ditulis dalam bahasa Arab dan dicetak di timur tengah.
Sementara kaligrafi muncul di Nusantara di dorong oleh tradisi besar penulisan mushaf dan manuskrip Nusantara seiring denga perkembangan intlektual di Nusantara atas dukungan para raja, ulama, dan para penulis yang mendapatkan pengaruh dari Turki Utsmani, Persia, dan India sehingga khat yang berkembang di Nusantara bias dihubungkan dengan khat yang berkembang pada dunia Islam lainnya.
Drafts by Suhailid Hafidz, M.Hum
Hubungan sanad keilmuan Ibrahim Al-Khalidi dengan ulama Haramayn dapat di buktikan melalui dua sanad tertulis yang diterimanya, yaitu: (1) Sanad ilmiyah salah seorang ulama Nusantara, KH. Mahfudz Al-Tirmasi (w. 1338 H/1919) dalam kitab Kifayah al-Mustafid diterima dari dua orang gurunya di Haramayn, (2) Ijazah Syekh Hasan Muhammad Al-Masyath (w. 1399 H) dalam karyanya Al-Irsyad bi Dzikr Ba’dh Mả li Min Al-Isnảd pada tahun 1370 H. Di Makkah al-Mukarramah, seorang ulama yang punya otoritas sanad keilmuan di tanah Hijaz abad XX. Akurasi mata rantai dan kaitan sanad satu sama lain antara seorang ulama dan pemberian ijazah (sertifikasi) yang menjelaskan kredensial akademik pemegangnya, menjadikan Isnad menjadi kredensial terpenting dan menjadi pengakuan guru terhadap otoritas muridnya.
Volume XXII / Januari 2016 by Suhailid Hafidz, M.Hum
Hubungan sanad keilmuan Ibrahim Al-Khalidi dengan ulama Haramayn dapat di buktikan melalui dua sanad tertulis yang diterimanya, yaitu: (1) Sanad ilmiyah salah seorang ulama Nusantara, KH. Mahfudz Al-Tirmasi (w. 1338 H/1919) dalam kitab Kifayah al-Mustafid diterima dari dua orang gurunya di Haramayn, (2) Ijazah Syekh Hasan Muhammad Al-Masyath (w. 1399 H) dalam karyanya Al-Irsyad bi Dzikr Ba’dh Mả li Min Al-Isnảd pada tahun 1370 H. Di Makkah al-Mukarramah, seorang ulama yang punya otoritas sanad keilmuan di tanah Hijaz abad XX. Akurasi mata rantai dan kaitan sanad satu sama lain antara seorang ulama dan pemberian ijazah (sertifikasi) yang menjelaskan kredensial akademik pemegangnya, menjadikan Isnad menjadi kredensial terpenting dan menjadi pengakuan guru terhadap otoritas muridnya.
Karya ini menjadikan penulisnya mendapat kedudukan penting bagi perkembangan Islam di Nusantara tak terbantah dalam bidang tafsir. Abdurrauf Singkel adalah alim pertama di bagian dunia Islam yang bersedia memikul tugas besar mempersiapkan tafsir lengkap Alqur’an dalam bahasa Melayu.
Istilah Tafsir kontemporer merupakan penjelasan ayat Al-Qur’an yang disesuaikan dengan kondisi kekinian atau saat ini. Pengertian seperti ini sejalan dengan pengertian tajdid yakni ‘usaha untuk menyesuaikan ajaran agama dengan kehidupan kontemporer dengan jalan mentakwilkan atau menafsirkan sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan serta kondisi sosial masyarakat
Salah satu karya yang dapat dikatagorikan kontemporer adalah karya M.Nur Khalis Setiawan. Sebuah penelitian ( disertasi) yang menulis tentang analisa akar sejarah metode susastra dalam tradisi Islam. Tulisan ini mengulas wacana susastra Alqur’an abad ke 20 dengan melihat relasi susastra Alqur’an dengan i’jaz, dan membahas manhaj susastra dalam kajian Islam Kontemporer.
Pada abad ke-19, muncul sebuah karya tafsir yang menggunakan bahasa Melayu-Jawi yaitu kitab Farăidh al-Qur’an. Namun tidak diketahui siapa menulisnya (anonim). Naskah tafsir ini masuk dalam bentuk sederhana, nampak lebih sebagai artikel tafsir ,kerena terdiri dari dua halaman dengan huruf kecil, dan spasi rangkap. Naskah tafsir ini masuk dalam sebuah koleksi beberapa tulisan ulama Aceh yang disunting oleh Ismail bin ‘Abd al-Muthallib al-Asyi. Sekarang naskah ini tersimpan di Perpustakaan Universitas Amseterdam, dan diterbitkan di Bulaq.
Pada abad yang sama dijumpai literatur tafsir utuh yang ditulis oleh ulama asal Indonesia Syekh Nawawi al-Bantani al-Jawi ( 1813-1897 M). tafsir ini ditulis dalam bahasa Arab dan dicetak di timur tengah.
Sementara kaligrafi muncul di Nusantara di dorong oleh tradisi besar penulisan mushaf dan manuskrip Nusantara seiring denga perkembangan intlektual di Nusantara atas dukungan para raja, ulama, dan para penulis yang mendapatkan pengaruh dari Turki Utsmani, Persia, dan India sehingga khat yang berkembang di Nusantara bias dihubungkan dengan khat yang berkembang pada dunia Islam lainnya.
Hubungan sanad keilmuan Ibrahim Al-Khalidi dengan ulama Haramayn dapat di buktikan melalui dua sanad tertulis yang diterimanya, yaitu: (1) Sanad ilmiyah salah seorang ulama Nusantara, KH. Mahfudz Al-Tirmasi (w. 1338 H/1919) dalam kitab Kifayah al-Mustafid diterima dari dua orang gurunya di Haramayn, (2) Ijazah Syekh Hasan Muhammad Al-Masyath (w. 1399 H) dalam karyanya Al-Irsyad bi Dzikr Ba’dh Mả li Min Al-Isnảd pada tahun 1370 H. Di Makkah al-Mukarramah, seorang ulama yang punya otoritas sanad keilmuan di tanah Hijaz abad XX. Akurasi mata rantai dan kaitan sanad satu sama lain antara seorang ulama dan pemberian ijazah (sertifikasi) yang menjelaskan kredensial akademik pemegangnya, menjadikan Isnad menjadi kredensial terpenting dan menjadi pengakuan guru terhadap otoritas muridnya.