Puji Santosa, Drs., M.Hum., (APU)
Nama lengkap : Drs. Puji Santosa, M.Hum., (APU)
Instansi : Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
Pengalaman : 1. Menulis kreatif (cerita pendek, puisi, naskah lakon, artikel/esai, dan penerjemahan bahasa Jawa ke bahasa Indonesia) sejak duduk di bangku kelas 1 sekolah menengah atas, 1979.
2. Menulis buku pelajaran sekolah, modul, dan hasil penelitian sastra sejak tahun 1989.
3. Mengajar dan menjadi tutorial di bimbingan tes, guru SLTP, dosen bahasa dan sastra, narasumber penulisan cerpen, puisi, artikel, dan karya ilmiah sejak mahasiswa, 1983.
4. Pelaksana tugas Kepala Balai Bahasa Provinsi Kalimantan Tengah (2006—2008)
5. Peneliti Bidang Sastra Indonesia dan Daerah sejak 1991, dan sampai saat ini mencapai puncak kepangkatan peneliti utama golongan IV-E, TMT 1 Juli 2012, dengan angka kredit 1.294,10
Instansi : Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
Pengalaman : 1. Menulis kreatif (cerita pendek, puisi, naskah lakon, artikel/esai, dan penerjemahan bahasa Jawa ke bahasa Indonesia) sejak duduk di bangku kelas 1 sekolah menengah atas, 1979.
2. Menulis buku pelajaran sekolah, modul, dan hasil penelitian sastra sejak tahun 1989.
3. Mengajar dan menjadi tutorial di bimbingan tes, guru SLTP, dosen bahasa dan sastra, narasumber penulisan cerpen, puisi, artikel, dan karya ilmiah sejak mahasiswa, 1983.
4. Pelaksana tugas Kepala Balai Bahasa Provinsi Kalimantan Tengah (2006—2008)
5. Peneliti Bidang Sastra Indonesia dan Daerah sejak 1991, dan sampai saat ini mencapai puncak kepangkatan peneliti utama golongan IV-E, TMT 1 Juli 2012, dengan angka kredit 1.294,10
less
InterestsView All (17)
Uploads
Papers
Bahasa Indonesia sudah memiliki kaidah bahasa yang baik dan benar. Dokumentasi bahasa Indonesia secara baik dan benar baru pada tataran kaidah bahasa yang baik dan benar dalam bentuk tata bahasa, pedoman pembentukan istilah, dan pedoman ejaan bahasa Indonesia yang disempurnakan. Hal itu tentunya belumlah cukup untuk membentuk kepribadian bangsa yang berbudaya, beradab, dan bermartabat. Berbahasa Indonesia dengan santun tentunya menjadi dambaan setiap orang agar seseorang mampu menjaga harkat, martabat, jatidiri, dan menghormati orang lain sehingga menjadi bangsa yang berbudaya dan beradab. Seseorang yang senantiasa menjaga harkat, martabat, dan jatidirinya adalah subtansi dari kesantunan, sedangkan menghormati orang lain adalah sifat beradab (berbudi halus dan berpekerti luhur).
Keterampilan berbahasa mahasiswa dapat dibina melalui kegiatan menyimak, membaca, berbicara, dan menulis dengan keterampilan menulis akademik sebagai pumpunannya. Materi menyimak dapat dilakukan di dalam kelas ketika terjadi kegiatan belajar mengajar, bersemuka dengan pengasuh. Materi membaca meliputi (a) membaca pustaka wajib, (b) membaca artikel ilmiah, (c) membaca resensi buku, dan (d) mengakses informasi melalui internet. Materi berbicara meliputi (a) tanya jawab, (b) berdiskusi, (c) presentasi, dan (d) berpidato. Materi menulis meliputi (a) menulis artikel ilmiah, (b) menulis surat dinas, (c) menulis resensi buku, dan (d) menulis karya tulis ilmiah lengkap.
Akhirnya, modul sederhana ini semoga bermanfaat bagi mahasiswa walau hanya setitik air di tengah lautan keilmuan. Kritik dan saran tetap kami harapkan demi perbaikan modul ini di masa akan datang.
1) keagungan atau kebesaran Tuhan yang tidak tertandingi oleh siapa pun yang ada di dunia ini atas karsa dan kuasanya, tiada tara menguasai jagad raya semesta alam seisinya;
2) kebijaksanaan Tuhan dalam menentukan kodrat dan iradatnya, segala sesuatunya selalu serba maha bijaksana dalam menentukan takdir hidup setiap makhluk ciptaan-Nya;
3) keadilan Tuhan yang sungguh-sungguh mahaadil sesuai dengan buah perbuatan setiap umat, selalu tepat mengenai rasa keadilan itu, yang adilnya tiada tara, seadil-adilnya;
4) kekuasaan Tuhan yang tidak terbatas, meliputi alam semesta seisinya; dan
5) juga menjadi pasemon firman Tuhan yang tidak terucapkan melalui lisan atau sastra yang tidak tertuliskan, disebut sebagai kalam ikhtibar atau kalam maujudiyah yang hanya dapat ditangkap dengan kecerdasan umat yang senantiasa berbakti, atau dengan indra umat yang senantiasa sadar, beriman, dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Suatu analisis kritik sastra yang tajam dan mendalam serta mampu memberi banyak wawasan tentang nilai-nilai kenabian, meliputi (1) amar ma’ruf, menyuruh berbuat kebajikan, (2) nahi munkar, mencegah kemungkaran, dan (3) tu’minu nabillah, beriman kepada Allah. Sastra kenabian menempati posisi sentral sebagai wujud nyata kreativitas estetis, transformasi nilai-nilai budaya kegamaan yang diramu dengan budaya Nusantara sebagai wujud nyata gerak budaya, serta reaktualisasi filosofi dan nilai-nilai kearifan menjadi pengukuh pedoman arah kebijaksanaan hidup.
Kata Kunci: sastra, pembelajaran, apresiasi, menyenangkan, kreatif, inovatif
Kata-kata Kunci: macapat, fungsi, dulce, utile, sosial kemasyarakatan
Dalam ajaran Budha, dikenal pula ajaran Dasa Paramartha, yaitu sepuluh macam ajaran kerohanian yang dapat dipakai sebagai penuntun dalam tingkah laku yang baik serta untuk mencapai tujuan hidup yang tertinggi (Moksa). Dasa Paramartha ini terdiri dari sepuluh nilai, yaitu: tapa, bratha, samadhi, santa, sanmata, karuna, karuni, upeksa, mudhita, dan maitri. Ajaran Paramartha berarti ajaran tentang nilai-nilai untuk mencapai kesempurnaan (completedness).
W.S. Rendra dalam Semiologi Komunikasi merupakan hasil kajian penelitian sastra atas puisi “Rakyat adalah Sumber Ilmu” karya W.S. Rendra dengan pendekatan semiologi komunikasi. Semiologi komunikasi merupakan aliran semiologi yang ditekuni oleh para peneliti yang mempelajari tanda sebagai bagian dari proses komunikasi, meliputi (1) komunikasi otonom: teks sastra sebagai variabel semiologi, (2) komunikasi ekspresif: pengarang sebagai variabel semiologi, (3) komunikasi pragmatik: pembaca sebagai variabel semiologi, dan (4) komunikasi mimetik: kenyataan dan karya sastra sebagai variabel semiologi. Dari empat variabel semiologi komunikasi itu kemudian dipumpunkan untuk memperoleh pesan atau amanat puisi “Rakyat adalah Sumber Ilmu” secara semiologi yang meliputi tafsir amanat berdasarkan sentuhan kebahasaan, sentuhan estetika, dan sentuhan humaniora. Hal ini berkenaan dengan fungsi sastra atas tesis dan antitesis Haratio, dulce et utile, menyenangkan dan berguna bagi pembaca sebagai khatarsis. Sebagai seorang budayawan yang cendekia, jelas bahwa Rendra mampu merajut kearifan budaya, khususnya budaya Jawa dengan pemikiran dunia global dalam jalinanan hidup harmoni budaya Barat dan Timur. Meski ada riak dan gelombang konflik batin menerpa dirinya, W.S. Rendra tampak tegar menghadapi dengan menerobos spirit tradisional dan menyelaraskan kedua hal tersebut. Hidup sekadar mengalir dan menjalankan amanah penuh dengan kejujuran, kesabaran, keberterimaan, kerelaan, dan akhirnya mencapai tataran ke budi pekerti luhur sebagai solusi membebaskan diri manusia dari belenggu yang mengepungnya.
Bahasa Indonesia sudah memiliki kaidah bahasa yang baik dan benar. Dokumentasi bahasa Indonesia secara baik dan benar baru pada tataran kaidah bahasa yang baik dan benar dalam bentuk tata bahasa, pedoman pembentukan istilah, dan pedoman ejaan bahasa Indonesia yang disempurnakan. Hal itu tentunya belumlah cukup untuk membentuk kepribadian bangsa yang berbudaya, beradab, dan bermartabat. Berbahasa Indonesia dengan santun tentunya menjadi dambaan setiap orang agar seseorang mampu menjaga harkat, martabat, jatidiri, dan menghormati orang lain sehingga menjadi bangsa yang berbudaya dan beradab. Seseorang yang senantiasa menjaga harkat, martabat, dan jatidirinya adalah subtansi dari kesantunan, sedangkan menghormati orang lain adalah sifat beradab (berbudi halus dan berpekerti luhur).
Keterampilan berbahasa mahasiswa dapat dibina melalui kegiatan menyimak, membaca, berbicara, dan menulis dengan keterampilan menulis akademik sebagai pumpunannya. Materi menyimak dapat dilakukan di dalam kelas ketika terjadi kegiatan belajar mengajar, bersemuka dengan pengasuh. Materi membaca meliputi (a) membaca pustaka wajib, (b) membaca artikel ilmiah, (c) membaca resensi buku, dan (d) mengakses informasi melalui internet. Materi berbicara meliputi (a) tanya jawab, (b) berdiskusi, (c) presentasi, dan (d) berpidato. Materi menulis meliputi (a) menulis artikel ilmiah, (b) menulis surat dinas, (c) menulis resensi buku, dan (d) menulis karya tulis ilmiah lengkap.
Akhirnya, modul sederhana ini semoga bermanfaat bagi mahasiswa walau hanya setitik air di tengah lautan keilmuan. Kritik dan saran tetap kami harapkan demi perbaikan modul ini di masa akan datang.
1) keagungan atau kebesaran Tuhan yang tidak tertandingi oleh siapa pun yang ada di dunia ini atas karsa dan kuasanya, tiada tara menguasai jagad raya semesta alam seisinya;
2) kebijaksanaan Tuhan dalam menentukan kodrat dan iradatnya, segala sesuatunya selalu serba maha bijaksana dalam menentukan takdir hidup setiap makhluk ciptaan-Nya;
3) keadilan Tuhan yang sungguh-sungguh mahaadil sesuai dengan buah perbuatan setiap umat, selalu tepat mengenai rasa keadilan itu, yang adilnya tiada tara, seadil-adilnya;
4) kekuasaan Tuhan yang tidak terbatas, meliputi alam semesta seisinya; dan
5) juga menjadi pasemon firman Tuhan yang tidak terucapkan melalui lisan atau sastra yang tidak tertuliskan, disebut sebagai kalam ikhtibar atau kalam maujudiyah yang hanya dapat ditangkap dengan kecerdasan umat yang senantiasa berbakti, atau dengan indra umat yang senantiasa sadar, beriman, dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Suatu analisis kritik sastra yang tajam dan mendalam serta mampu memberi banyak wawasan tentang nilai-nilai kenabian, meliputi (1) amar ma’ruf, menyuruh berbuat kebajikan, (2) nahi munkar, mencegah kemungkaran, dan (3) tu’minu nabillah, beriman kepada Allah. Sastra kenabian menempati posisi sentral sebagai wujud nyata kreativitas estetis, transformasi nilai-nilai budaya kegamaan yang diramu dengan budaya Nusantara sebagai wujud nyata gerak budaya, serta reaktualisasi filosofi dan nilai-nilai kearifan menjadi pengukuh pedoman arah kebijaksanaan hidup.
Kata Kunci: sastra, pembelajaran, apresiasi, menyenangkan, kreatif, inovatif
Kata-kata Kunci: macapat, fungsi, dulce, utile, sosial kemasyarakatan
Dalam ajaran Budha, dikenal pula ajaran Dasa Paramartha, yaitu sepuluh macam ajaran kerohanian yang dapat dipakai sebagai penuntun dalam tingkah laku yang baik serta untuk mencapai tujuan hidup yang tertinggi (Moksa). Dasa Paramartha ini terdiri dari sepuluh nilai, yaitu: tapa, bratha, samadhi, santa, sanmata, karuna, karuni, upeksa, mudhita, dan maitri. Ajaran Paramartha berarti ajaran tentang nilai-nilai untuk mencapai kesempurnaan (completedness).
W.S. Rendra dalam Semiologi Komunikasi merupakan hasil kajian penelitian sastra atas puisi “Rakyat adalah Sumber Ilmu” karya W.S. Rendra dengan pendekatan semiologi komunikasi. Semiologi komunikasi merupakan aliran semiologi yang ditekuni oleh para peneliti yang mempelajari tanda sebagai bagian dari proses komunikasi, meliputi (1) komunikasi otonom: teks sastra sebagai variabel semiologi, (2) komunikasi ekspresif: pengarang sebagai variabel semiologi, (3) komunikasi pragmatik: pembaca sebagai variabel semiologi, dan (4) komunikasi mimetik: kenyataan dan karya sastra sebagai variabel semiologi. Dari empat variabel semiologi komunikasi itu kemudian dipumpunkan untuk memperoleh pesan atau amanat puisi “Rakyat adalah Sumber Ilmu” secara semiologi yang meliputi tafsir amanat berdasarkan sentuhan kebahasaan, sentuhan estetika, dan sentuhan humaniora. Hal ini berkenaan dengan fungsi sastra atas tesis dan antitesis Haratio, dulce et utile, menyenangkan dan berguna bagi pembaca sebagai khatarsis. Sebagai seorang budayawan yang cendekia, jelas bahwa Rendra mampu merajut kearifan budaya, khususnya budaya Jawa dengan pemikiran dunia global dalam jalinanan hidup harmoni budaya Barat dan Timur. Meski ada riak dan gelombang konflik batin menerpa dirinya, W.S. Rendra tampak tegar menghadapi dengan menerobos spirit tradisional dan menyelaraskan kedua hal tersebut. Hidup sekadar mengalir dan menjalankan amanah penuh dengan kejujuran, kesabaran, keberterimaan, kerelaan, dan akhirnya mencapai tataran ke budi pekerti luhur sebagai solusi membebaskan diri manusia dari belenggu yang mengepungnya.