Skip to main content
Anggia Ramanda

    Anggia Ramanda

    Tiada setitik pun awan di langit. Dan bulan telah terbit bersamaan dengan tenggelamnya matari. Dengan cepat ia naik dari kaki langit, menguningi segala dan semua yang tersentuh cahayanya. Juga hutan, juga laut, juga hewan dan manusia.... more
    Tiada setitik pun awan di langit. Dan bulan telah terbit bersamaan dengan tenggelamnya matari. Dengan cepat ia naik dari kaki langit, menguningi segala dan semua yang tersentuh cahayanya. Juga hutan, juga laut, juga hewan dan manusia. Langit jernih, bersih dan terang. Di atas bumi Jawa lain lagi keadaannya: gelisah, resah, seakan-akan manusia tak membutuhkan ketenteraman lagi. 0o-dw-o0 1. Abad ke enambelas Masehi Bahkan juga laut Jawa di bawah bulan purnama sidhi itu gelisah. Ombak-ombak besar bergulung-gulung memanjang terputus, menggunung, melandai, mengejajari pesisir pulau Jawa. Setiap puncak ombak dan riak, bahkan juga busanya yang bertebaran seperti serakan mutiara-semua-dikuningi oleh cahaya bulan. Angin meniup tenang. Ombak-ombak makin menggila. Sebuah kapal peronda pantai meluncur dengan kecepatan tinggi dalam cuaca angin damai itu. Badannya yang panjang langsing, dengan haluan dan buritan meruncing, timbul-tenggelam di antara ombak-ombak purnama yang menggila. Layar kemudi di haluan menggelembung membikin lunas menerjang serong gunung-gunung air itu-serong ke baratlaut. Barisan dayung pada dinding kapal berkayuh berirama seperti kaki-kaki pada ular naga. Layarnya yang terbuat dari pilinan kapas dan benang sutra, mengkilat seperti emas, kuning dan menyilaukan.